Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 07 Oktober 2011

Mendengar seruan yang dingin, kaku dan ketus dari seorang she Tu ini kontan toojien
itu merinding dan menggigil ketakutan, buru-buru menjawab, “Jurang ini dalamnya
mencapai beberapa ratus tombak, jangan dikata tubuh yang terdiri dari darah dan daging,
sekalipun sebutir batu karang yang keraspun niscaya akan hancur lebur bila dilempar
kedalam lembah.”
“Hey, sebetulnya kau punya telinga tidak?” maka Tu Kioe semakin dingin. “Toako kami
hanya ingin bertanya apakah didalam lembah ada orang yang hidup disitu?”
“Dasar lembah itu lembah dan sangat basah, banyak binatang beracun yang hidup
disitu tentu saja tak seorang manusia yang berani hidup disitu….!”
“Terima kasih atas petunjukmu” Siauw Ling segera menjura. “Bilamana cayhe telah
mengganggu tidur heng thay yang lagi nyenyak-nyenyaknya itu mohon dimaafkan
sebesar-besarnya.”
Sejak Tu Kioe ikut angkat bicara tadi toojien tersebut sudah merasa sangat ketakutan
sehingga bulu kuduknya pada bangun berdiri dan kini mendengar Siauw Ling melepaskan
dia kembali, bagaikan memperoleh pengampunan, tidak sempat membalas hormat dari si
anak muda itu lagi buru-buru putar badan dan berlalu.
Menanti toojien itu sudah lenyap dari pandangan, Siauw Ling baru berkata lirih
terhadap kedua orang saudaranya, “Apakah kalian berdua sudah mendengarnya?”
“Sudah, lalu apa yang toako siap lakukan?”
“Aku ingin melakukan pemeriksaan kedasar lembah itu, mungkin saja kita akan
memperoleh penemuan yang ada diluar dugaan.”

“Baik, menanti fajar telah menyingsing nanti kita segera turun kedasar lembah untuk
melakukan pemeriksaan.”
“Siauw heng rasa sekarang juga aku hendak turun kebawah.”
“Sekarang juga?”
“Tidak salah, mungkin saja didasar lembah terdapat sesuatu kejadian yang
mencurigakan hati atau mungkin juga kilapan cahaya hijau itu adalah api Leng Hwie yang
dipancarkan dari tumpukan tengkorak binatang….”
Ia mendongak dan memandang cuaca sejenak, kemudian terusnya, “Kalian sekarang
juga kita turun kedasar lembah kemudian sebelum fajar menyingsing naik keatas puncak
lagi, maka kitapun tak usah membuang waktu dengan percuma.”
“Toako, bukanlah siauwte ada maksud menghalangi maksudmu, lembah tersebut
letaknya amat curam dan terjal, lagipula tak kenal jalanan disini, rasanya tidak leluasa
bagi kita untuk bergerak ditengah malam buta….”
“Aku tahu, apakah kalian berdua merasa tak ada jalan lalu untuk turun gunung?”
“Memang demikian adanya.”
“Jangan kuatir” kata Siauw Siauw sambil tersenyum. “Siauwte telah mendapatkan akal
yang sangat bagus untuk menuruni lembah ini.”
“Toako ingin turun kebawah dengan gunakan cara apa?”
“Tadi sewaktu Siauw heng mengikuti nona Pek li masuk kedalam rumah penginapan itu,
telah kujumpai tumpukkan tali jerami yang amat banyak disitu, asalkan saudara berdua
memegangi ujung tali diatas puncak dan menggantung Siauw heng untuk turun, rasanya
tidak sulit untuk mencari jalan menuruni lembah tersebut.”
JILID 34
“Aaah, terlalu berbahaya” seru Sang Pat setelah tertegun.
“Siauw heng telah mengambil keputusan bulat, rasanya kalian berdua tak usah
menasehati diriku lagi, aku segera akan mengambil tali jerami itu!”
Habis berkata ia segera putar badan berlalu.
Dari air muka Siauw Ling kukuh dan serius, sepasang pedangan dari Tiong chiu
mengerti bahwa keputusannya telah bulat dan tak mungkin dirubah kembali, terpaksa ia
membungkam dalam seribu bahasa.
Gerakan tubuh Siauw Ling amat cepat, tidak selang beberapa saat kemudian ia telah
muncul kembali sambil membawa dua ikat tali jerami yang sangat panjang, setelah
meletakkan tali itu ketanah ia menyapu sekejap kearah kedua orang saudaranya,
kemudian berkata, “Kalian menurut pendapat siauw heng, panjang tali jerami ini rasanya
cukup untuk mencapai kedasar lembah!”
“Toako!” sela Sang Pat. “Dewasa ini kau adalah pemimpin dari kaum patriot didalam
dunia persilatan, tidak pantas kalau kau menempuh bahaya bagi suatu masalah yang tidak
berguna, bagaimana kalau siauatwe saja yang mewakili diri toako?”
Sambil tertawa Siauw Ling segera menggelengkan kepalanya.

“Saudaraku, kau terlalu gemuk, mungkin tali itu tak kuat menahan berat badanmu.”
“Bagaimana kalau aku saja?” Tu Kioe menawarkan jasa baiknya.
“Tak usah, lebih baik siauwte saja yang menengok sendiri!”
Seraya berkata si anak muda itu segera melepaskan ikat tali jerami tersebut.
Sang Pat melirik sekejap kearah Tu Kioe dan akhirnya ia berkata, “Kalau memang toako
telah mengambil keputusan, siauwte tidak akan menghalangi niatmu lebih lanjut.”
Rupanya Siauw Ling sudah amat gelisah setelah mengikat tali jerami tadi keatas
pinggang sendiri serunya, “Ditengah lembah yang luas suara manusia akan memantul
balik, bila siauw heng membutuhkan bantuan kalian berdua untuk turun kebawah, maka
aku akan bersuit tiga kali sebagai tanda.”
Tidak menanti jawaban dari Sang Pat serta Tu Kioe lagi ia segera melayang turun
kedasar lembah.
Sang Pat segera memegang ujung tali dan perlahan-lahan mengerek turun kebawah.
Disamping itu diapun memeriksa tali tersebut dengan seksama, bila menjumpai bagian
yang kurang kuat ia menyambangnya kembali dengan sempurna, tingkah lakunya cermat
dan pekerjaannya teliti.
Dalam pada itu sambil mengempos tenaga dan mengenakan sarung tangan kulit ular
saktinya Siauw Ling merambat turun kedasar lembah, ia jumpai dinding tebing sangat
curam dan sebagian besar dipenuhi oleh lumut, hatinya jadi terkejut bercampur terkesiap,
pikirnya, “Dinding tebing ini begitu licin dan curam, meskipun seseorang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang bagaimana dahsyatpun tak nanti bisa digunakan secara
sempurna.”
Belum habis ia berpikir, mendadak kaki kanannya menyentuh segumpal benda yang
empuk dan lunak.
Sebagai seorang jago kangouw yang sudah banyak pengalaman, begitu menyentuh
sesuatu benda ia segera menyadari bahwa yang disentuh bukanlah dahan atau ranting
pohon. Laksana kilat tangannya mencekal tali erat-erat dan meloncat kembali tiga depa
ketengah udara.
Sang Pat lebih pengalaman dari siapapun ketika merasakan uluran talinya mendadak
mengencang, ia tahu bahwa si anak muda itu pasti telah mengalami perubahan yang tak
terduga, uluran talipun segera dihentikan.
Setelah tubuhnya melayang kembali beberapa depa ketengah udara, Siauw Ling baru
sempat melongok kebawah, ia saksikan seseorang sedang duduk bersila diatas sebuah
batu tonjolan yang amat besar.
Penemuan diluar dugaan ini sangat menggetarkan hati Siauw Ling, setelah tertegun
beberapa saat lamanya ia segera menegur, “Siapakah kau?”

Siapa tahu kendati pertanyaan itu telah diulangi beberapa kali, sedikitpun tidak
mendengar suara sahutan.
Siauw Ling merasa semakin tercengang pikirnya, “Jangan-jangan orang sudah mati?
tapi kalau ditinjau dari sikapnya yang sedang duduk bersila, tidak mungkin dia sudah
mati.”
Karena curiga maka diapun segera menegur, “Sebetulnya kau adalah manusia hidup
atau sudah mati?”
Ucapan ini ternyata manjur sekali, orang yang sedang duduk bersila itu dengan cepat
menunjukkan reaksinya. Dengan nada penuh kegusaran teriaknya, “Kalau loohu sudah
modar, tidak nanti aku masih duduk bersila ditempat ini.”
“Kalau kau orang hidup kenapa tak mau menyahut sekalipun aku sudah bertanya
beberapa kali?” pikir Siauw Ling didalam hati. “Dasar manusia ini memang radaan
konyol….”
Iapun lantas bertanya, “Mau apa saudara berada disini?”
Setelah mengutarakan sepatah kata tadi ternyata orang itu tidak berbicara lagi.
Siauw Ling segera mengerutkan dahinya, ia berpikir, “Orang ini lari ketempat yang tidak
dekat langit jauh dari bumi duduk bersila diatas batu tonjolan, andaikata tidak memiliki
ilmu yang lihay sulit untuk melakukannya, apalagi keberanian orang ini sudah cukup untuk
dikagumi….”
Ia mendehem dan berkata lagi, “Cayhe ingin meminjam batu tonjolan dimana kau
sedang bersila itu untuk beristirahat sejenak, apakah heng thay suka menginjinkan?”
“Batu ini bukan milik pribadiku, mau istirahat atau tidak itu urusan pribadimu, apa
sangkut pautnya dengan diriku?”
“Enak amat jawaban orang ini….” pikir Siauw Ling didalam hati, sambil diam-diam
mengerahkan tenaga untuk menjaga diri dari serangan bokongan, perlahan-lahan ia
merogot turun kebawah.
Luas tonjolan batu cadas itu cuma empat depa dan berdiri diantara tebing-tebing yang
curam, orang itu duduk bersila ditengah dan menduduki hampir dua depa luasnya,
disebelah sisi kiri dan kanan masing-masing tinggal tanah luang seluas satu depa,
seandainya ia melancarkan serangan secara tiba-tiba jelas sukar dihadapi karena itu
dengan sangat hati-hati si anak muda itu melayang turun kebawah, setelah kakinya berdiri
mantap diatas batu karang barulah ia melepaskan cekalannya pada sang tali.
Setelah berhasil berdiri tegak si anak muda itu baru sempat memperhatikan orang tadi,
dia lihat orang itu pejamkan matanya rapat-rapat, dadanya naik turun dan napasnya
tersengkal-sengkal rupanya ia sedang menyembuhkan luka dalam yang sedang diderita,
pemuda kita jadi keheranan pikirnya, “Kenapa orang ini bisa lari kemari hanya untuk
menyembuhkan luka dalamnya saja?”

Ia segera berkata, “Sahabat, apakah kau sedang mengerahkan tenaga dalam untuk
menyembuhkan lukamu?”
Dalam pada itu bintang bertaburan diangkasa, raut wajah orang itu dapat terlihat
dengan amat jelas.
Tampaklah orang itu punya wajah yang lebar, telinga yang besar, jenggot panjang
dibawah janggut dan memakai ikat kepala berwarna hijau, keadaannya nampak gagah
sekali.
Rupanya ia sedang berada disaat yang paling kritis, sejak Siauw Ling melayang turun
keatas batu cadas orang itu sama sekali tak pernah membuka matanya untuk memandang
kearahnya.
Mendadak sekujur tubuh lelaki kekar itu mulai gemetar keras keringat dingin mengucur
keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuhnya.
Menyaksikan keadaan itu, Siauw Ling sadar bahwa orang itu sedang berada dalam
keadaan kritis, hawa murni didalam tubuhnya gagal untuk menembusi urat penting yang
terluka itu. Maka ia segera tempelkan tangan kanannya keatas tubuh orang itu sambil
ujarnya, “Cayhe tidak tahu kalau heng thay sedang merawat lukamu ditempat ini, dan
sekarang terbukti bahwa karena gangguanku membuat kau jadi gagal untuk menembusi
nadi penting, karena itu sudah sewajarnya kalau kubantu dirimu sebagai tanda minta
maaf dari diri cayhe.”
Telapak tangannya segera ditempelkan keatas dada lelaki tadi dan hawa murnipun
disalurkan keluar.
Sebagai seorang jago dengan tenaga kweekangnya yang amat sempurna, begitu hawa
murninya menerjang isi perut orang tadi, nadi penting yang tersumbat didalam tubuhnya
pun segera berhasil ditembusi.
Tampaklah sekujur tubuh sang lelaki yang gemetar keras tadi kian lama kian berkurang
dan keringatpun semakin menipis.
Siauw Ling tahu bahwa jalan darahnya yang terluka telah tembus dan saat yang
kritispun telah dilampaui, perlahan-lahan ia tarik kembali tangan kanannya.
“Saudara, terima kasih atas bantuanmu.”
“Tak usah” tampik Siauw Ling sambil tersenyum. “Andaikata cayhe tidak datang
menganggu mungkin sedari tadi heng thay telah berhasil menyembuhkan lukamu dan tak
usah menerima bantuan dari cayhe lagi.”
Walaupun belum lama ia menerjunkan diri kedalam dunia persilatan, tetapi
pengetahuannya amat luas, ia tahu banyak orang Bulim yang ingin menang sendiri. Oleh
karena itu bukan saja ia menampik pujian orang bahkan malah menghibur ornag itu
dengan kata-kata merendah.

Dengan mata melotot bulat lelaki itu memperhatikan pemuda kita dari atas hingga
kebawah, kemudian ujarnya, “Mau apa kau datang kemari?”
“Eeeei…. sebelum aku bertanya ia malah mengajukan pertanyaan lebih dahulu” pikir
Siauw Ling.
Terpaksa ia menjawab, “Oooh, cayhe? karena menemukan sesuatu yang mencurigakan
didasar lembah dan timbul perasaan ingin tahuku, maka aku hendak pergi kedasar lembah
sana untuk melakukan penyelidikan.”
“Kawan, aku turun kebawah dengan tali berarti diatas puncak masih ada rekanrekanmu
yang menunggu?” kata lelaki itu lagi setelah melirik sekejap kearah tali yang
bergelantungan dari atas.
“Tidak salah, dan saudara apa juga seorang diri?”
“Dua orang, cuma sekarang tinggal aku seorang diri.”
“Lalu dimanakah sahabatmu itu?”
“Sudah mati!”
“Lali jenasahnya?”
“Terbuang didasar lembah, seandainya mereka tahu kalau aku masih hidup niscaya
cayhe tidak akan dibiarkan lolos dari sini.”
“Kalau ditinjau dari keadaan jelas didasar lembah benar-benar tersembunyi jago Bulim
yang sangat lihay” pikir Siauw Ling didalam hati kecilnya. “Aku harus mencari akal untuk
mengorek keterangan dari mulut orang ini, rupanya tidak sedikit yang dia ketahui.”
Ia lantas bertanya, “Heng thay, kau she apa?”
“Cayhe Toan Boen Seng!” jawab silelaki itu setelah termenung sebentar.
Siauw Ling menjura. “Ooooh…. kiranya Toan heng!”
“Tolong tanya siapa saudara?” tanya lelaki itu sambil membalas hormat.
“Cayhe Siauw Ling!”
“Apa? kau adalah Siauw thayhiap yang nama besarnya telah menggetarkan seluruh
dunia persilatan?”
“Tidak berani, cayhe Siauw Ling!”
“Siauw thayhiap, kedudukanmu terhormat dan agung, tapi sekarang ternyata kau sudi
merendahkan diri untuk mengunjungi gunung yang terpencil, mungkinkah kaupun sedang
mencari letak istana terlarang?”

Ucapan ini segera menggerakkan hati Siauw Ling.
“Sedikitpun tidak salah” segera sahutnya. “Darimana Toan heng bisa mengetahui
maksud tujuanku?”
“Sejak Siauw thayhiap bertarung sengit didalam perkampungan Pek Hoa San cung,
menghancurkan barisan Ngo Liong Tin, melawan Shen Bok Hong, seluruh umat Bulim
telah ikut bangkit untuk menentang kelaliman, setiap orang memuji kehebatanmu
menghormati kegagahanmu, dan situasipun mengalami perubahan amat besar,
seandainya kau bukan lagi mencari letak istana terlarang, mana mungkin Siauw thayhiap
menyingkirkan masalah besar itu tanpa diurusi.”
“Ucapannya memang tidak salah” pikir pemuda kita. “Tetapi begitu buka mulut kau
telah menebak bahwa aku sedang mencari letak istana terlarang bahkan ucapannya
begitu yakin, sedikitpun tiada tanda-tanda sedang menyelidiki…. jelas ada sesuatu yang
tidak beres dibalik kejadian ini…. aku harus mengorek keterangan dari mulutnya.”
Suatu ingatan cerdik berkelebat dalam benaknya, ia segera tersenyum dan menegur,
“Toan heng, bagus sekali! ternyata kau berhasil datang kemari satu langkah lebih cepat
dari siauwte.”
“Tidak, ada orang yang jauh lebih cepat beberapa hari dari kita!” sahut Toan Boen Seng
seraya gelengkan kepalanya.
Mendengar jawaban itu Siauw Ling merasa amat terperanjat.
“Apa?” serunya tertahan.
“Ada orang yang tiba disini beberapa hari lebih pagi dari kita.”
“Jangan-jangan letak puncak Eng Yang Hong setelah Boan Coa Kok berada disekitar
tempat ini” si anak muda itu segera berpikir. “Apakah In Wan Hong adalah persamaan arti
dari pada Eng Yang Hong?”
Berpikir demikian ia lantas berkata, “Menurut apa yang cayhe ketahui anak kunci istana
terlarang belum pernah munculkan diri didalam dunia persilatan, dari mana orang bisa
tahu kalau istana terlarang terletak disini?”
“Dan Siauw thayhiap sendiri bagaimana bisa tahu pula istana terlarang berada disini?”
Toan Boen Seng balik bertanya sambil tertawa.
“Sungguh tajam lidah orang ini dan sungguh cerdas pikirannya….” batin Siauw Ling,
setelah termangu sejenak ia menyahut, “Cayhe mendapat petunjuk dari seorang
kenamaan untuk berangkat kemari….!”
“Nah itulah dia orang itu bisa memberi petunjuk kepada Siauw thayhiap untuk datang
kemari mencari istana terlarang, tentu saja diapun bisa memberi petunjuk pula kepada
orang lain untuk datang kemari, siauwte pun merupakan salah seorang yang datang
kemari karena memperoleh petunjuk orang pandai.”

“Bagus!” batin si anak muda itu lagi. “Aku hanya mengarang satu alasan sekenanya
belaka, sungguh tak disangka benar-benar ada kejadian nyata seprti ini.”
Ia mendehem ringan dan berkata, “Toan heng, apakah kau dapat memberitahukan
kepada siauwte, atas petunjuk dari siapakah kau bisa datang kemari?”
“Kalau orang lain yang bertanya cayhe tak akan menjawab, tetapi Siauw thayhiap yang
mengajukan pertanyaan ini, mau tak mau cayhe harus mengatakannya juga.”
Ia mendongak memandang keangkasa dan termenung sejenak, lalu sambungnya,
“Cayhe dan seorang saudara angkatku pada tiga hari berselang disebuah selokan gunung
kurang lebih sepuluh li dari sini telah menolong seorang yang menderita luka parah, pada
saat itu orang tadi sudah sekarat dan tinggal menanti ajalnya tiba. Cayhe serta saudaraku
itu gagal menyelamatkan jiwanya kendati kami usahakan untuk menolong dengan
menggunakan pelbagai obat mujarab disaat pikirannya jernih itulah….”
“Orang itu memberitahukan kepada kalian bahwa istana terlarang terletak disini?”
“Tidak salah, setelah mengucapkan kata-kata itu diapun menghembuskan napasnya
yang terakhir….”
“Apa yang dia katakan?”
Mendadak dengan sepasang mata melotot bulat Toan Boen Seng menatap wajah Siauw
Ling tajam-tajam, kemudian serunya, “Sebenarnya kau adalah Siauw thayhiap atau
bukan?”
“Seorang lelaki sejati tidak akan meminjam nama orang lain, cayhe betul-betul adalah
Siauw Ling!”
“Kalau kau betul-betul adalah Siauw Ling tentu saja cayhe akan mengatakannya terus
terang orang itu bilang bahwa istana terlarang terletak dibawah puncak In Wan Hong.”
“Apa yang dikatakan orang itu lagi?”
“Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, orang itu menghembuskan napasnya yang
penghabisan.”
Siauw Ling termenung sejenak, lalu katanya lagi, “Apakah kalian berdua sudah
mendengar dengan jelas? haruslah diketahui terpaut kata-kata sedikit saja bisa
mengakibatkan salah tempat yang mungkin terpisah ribuan li, misalnya saja orang itu
mengatakan puncak Eng Yang Hong, suara sama tapi tulisan berbeda.”
“Tak bakal salah” Toan Boen Seng gelengkan kepalanya berulang kali. “Cayhe dan Gie
te ku telah mendengar dengan amat jelasnya, waktu itu kami masih rada kurang percaya,
setelah kami mengubur jenasah orang itu mendadak terpikir oleh kami, apa salahnya
kalau datang kebawah puncak In Wan Hong untuk melakukan penyelidikan.”
“Darimana kau bisa tahu kalau letaknya berada ditengah lembah bukit ini….?”

“Setibanya diatas puncak In Wan Hong, kami melakukan pemeriksaan yang seksama
disekitar tempat ini, namun sedikitpun tidak berhasil menemukan hal-hal yang
mencurigakan hati, hingga tengah malam tiba mendadak kami temukan kerlipan cahaya
hijau muncul dari dasar lembah, seandainya tiada ucapan orang itu cayhe berdua tidak
nanti akan menaruh curiga sampai kesitu, tapi setelah mendengar ucapan orang tadi, dan
didalam hatipun sudah ada persiapan maka setelah menjumpai kerlipan cahaya hijau
tersebut, rasa curiga dalam hati kamipun segera timbul. Menunggu setelah fajar
menyingsing kami segera mencari jalan untuk turun kedasar lembah.”
“Setibanya didasar lembah apakah kalian berdua segera terbokong oleh tangan-tangan
keji?”
“Tidak, lembah curam itu panjangnya mencapai puluhan li sedang untuk menuruni
lembah itupun harus melalui perjalanan sejauh puluhan li pula. Kami harus
menghamburkan waktu selama hampir satu hari untuk menuruni lembah ini, ketika
mengikuti jalan gunung dan tiba didasar puncak In Wan Hong. Senja telah menjelang
tiba, suasana dalam lembah gelap gulita dan susah untuk melihat jelas pemandangan
didalam lembah tersebut.”
“Jadi kejadian itu berlangsung malam ini.”
“Betul pada malam ini juga.”
“Setengah hari sudah aku bercakap-cakap dengan orang ini namun pokok pembicaraan
belum juga disinggung” pikir Siauw Ling dalam hati. “Dewasa ini waktu sangat berharga
bagaikan emas, aku tak boleh terlalu banyak membicarakan persoalan yang tak
berguna….”
Berpikir demikian ia lantas bertanya, “Secara bagaimana saudara yang datang bersama
Toa heng itu menemui ajalnya.”
“Mungkin dia menemui ajalnya diujung senjata rahasia yang sangat beracun. Aku hanya
mendengar jeritan ngerinya yang menyayatkan hati, ketika aku memburu disana ia telah
menemui ajalnya.”
“Apakah Toa heng berhasil menjumpai raut wajah pihak musuh?”
“Waktu itu suasana didalam lembah gelap gulita. Pemandangan didepan sangat kabur
dan tidak jelas, tatkala siauwte sedang memperhatikan jenasah saudara angkatku itu.
Mendadak punggungku termakan oleh sebuah pukulan yang amat dahsyat. Untung cayhe
melatih ilmu Teng cu Koen Goan Khiekang lagipula berada dalam keadaan siap siaga
maka dari itu meskipun terkena hantaman dahsyat aku masih sanggup mempertahankan
diri, sambil meloncat untuk menyingkir kesamping aku menoleh kebelakang tapi tidak
nampak bayangan musuh berada disitu.”
“Mungkin mereka menyembunyikan diri ditempat kegelapan?”
“Mungkin saja begitu! tetapi hantaman itu cukup mantap dan berat. Cayhe sadar
bahwa aku tidak memiliki kemampuan untuk bertarung lagi, setelah kujumpai pihak lawan

tak berani unjukkan diri maka kesempatan baik itu segera kugunakan untuk melarikan
diri.”
Siauw Ling melongok kebawah, dia lihat dibawah batu tonjolan itu merupakan tebing
curam yang sangat terjal, sekalipun seorang jago lihay yang memiliki ilmu meringankan
tubuh paling lihaypun tak mungkin bisa mencapai tonjolan batu itu apalagi Toan Boen
Seng yang sedang menderita luka parah.
Rupanya Toan Boen Seng berhasil menebak keraguan hati si anak muda itu, tidak
menanti ia ajukan pertanyaan dia sudah mendahului, “Kalau manusia belum ditakdirkan
mati, dalam keadaan apapun ia akan temui jalan hidup, disaat cayhe buru-buru melarikan
diri itulah terpaksa dengan menempuh mara bahaya aku mendaki keatas puncak bukit
itu.”
“Waktu itu aku mengempos segenap kekuatan yang kumiliki untuk melompat naik
keatas dan ternyata berhasil kulampaui ketinggian empat lima tombak. Kendati begitu
segenap kekuatan tubuhku telah habis lagi pula puncak tebing kian lama kian meninggi
dan curam. Jangan dikata cayhe, sekalipun seseorang yang memiliki ilmu meringankan
tubuh sepuluh kali lipat lebih lihay dari akupun tak nanti bisa mencapai atas puncak.
Untung dimana cayhe berada waktu itu adalah suatu tempat dengan rerumputan yang
tumbuh sangat lebat, terpaksa untuk sementara waktu aku bersembunyi dibalik
rerumputan, baru saja cayhe sembunyikan badan dua rentetan sorot cahaya lampu yang
tajam menerangi sekeliling tebing curam itu. Kurang lebih seperminum teh kemudian
cahaya lampu tadi baru lenyap tak berbekas.”
“Secara bagaimana Toan heng bisa tiba diatas tebing ini?”
“Dimana cayhe berada waktu itu hanya bisa digunakan untuk menghindar sementara
waktu mara bahaya setiap saat masih mungkin mengancam datang, disaat yang serba
bingung itulah mendadak tanganku secara tidak sengaja menyentuh sebuah gelang besi
yang besar, diatas gedung pintu sebenarnya masih ada sebuah gembokan besi, mungkin
karena bagaimana tahu gembokan tadi sudah terlepas. Disini dinding batu ternyata
merupakan sebuah pintu besar yang terbuat dari batu karang.”
“Apakah pintu batu itu merupakan bangunan hasil karya manusia?”
“Tentu saja! Kalau buatan alam diatas dinding batu tak akan dipasang gelang besi.”
“Apa yang kau jumpai dibalik pintu batu itu?”
“Sebuah anak tangga terbuat dari batu cadas yang langsung menghubungkan tebing
tersebut dengan tempat ini. Setelah cayhe tiba disini aku tak sanggup untuk mendaki lebih
jauh maka apa boleh buat terpaksa aku harus duduk semedhi disini lebih-lebih dahulu
untuk menyembuhkan luka dalamku.”
“Apakah dibelakang tebing batu ini juga merupakan sebuah pintu hidup?”
Toan Boen Seng mengangguk.

“Asal Siauw thayhiap mendorongnya kearah belakang pintu batu itu segera akan
bergeser kedalam.”
“Bagaimana keadaan luka sekarang?”
“Setelah mengatur pernapasan beberapa waktu, kendati belum sembuh seratus persen
rasanya tidak akan berubah jadi buruk!”
“Kalau begitu silahkan Toan heng dengan meminjam tali ini mendaki keatas puncak bila
bertemu dengan kedua orang saudaraku diatas puncak nanti ceritakanlah terus terang
kepada mereka apa yang kau telah alami.”
“Bagaimana dengan Siauw thayhiap sendiri? apakah kau masih menggunakan tali ini
lagi?”
“Tidak!” sahut Siauw Ling. Ia segera ikatkan tali jerami itu keatas pinggang Toan Boen
Seng. Pesannya: “Setelah bertemu dengan kedua orang saudaraku diatas puncak nanti,
janganlah kau membohongi mereka!”
Si anak muda itu segera menggerakkan tali jerami tai, dan tali itupun perlahan-lahan
ditarik keatas.
Toan Boen Seng sendiri setelah pinggangnya diikat dengan tali, ia gunakan tangannya
untuk bantu mendaki, sedikit demi sedikit badannya tertarik naik keatas puncak.
Dalam pada itu Siauw Ling sendiri setelah melihat Toan Boen Seng meninggalkan
permukaan batu tonjolan tadi segera mendorong dinding tebing dibelakangnya.
Sedikitpun tidak salah, dibelakang dinding tebing itu merupakan sebuah pintu besar,
begitu didorong pintu tadi segera terbuka.
Sesudah melakukan perjalanan selama beberapa waktu dalam dunia kangouw,
pengalaman Siauw Ling telah memperoleh kemajuan pesat. Setelah mendorong dinding
batu tadi ia tidak langsung masuk kedalam sebaliknya dengan seksama diperiksanya
sekeliling pintu batu itu.
Ketajaman matanya luar biasa, walaupun berada ditengah kegelapan tapi setiap benda
yang ada disekitar sana dapat terlihat dengan jelasnya.
Gua itu merupakan sebuah gua alam yang mendapat perbaikan dengan tenaga
manusia, pintu batu yang ada didepan sangat tebal lagi kuat, diatas gelang besi masih
nampak bekas gembokan yang sudah karatan dan patah seandainya bukan dimakan
tahun sehingga hancur mungkin pintu batu sebesar ini sulit untuk dibuka.
Satu ingatan cerdik dengan cepat berkelebat didalam benaknya, pelbagai kecurigaan
berkecamuk dalam hatinya, ia berpikir, “Walaupun gua ini merupakan sebuah gua alam,
tapi jelas telah mendapat perbaikan yang amat besar dari tenaga manusia, kenapa orang
itu harus mengerahkan kekuatan yang demikian besar, kekayaan yang begitu banyak
untuk membangun sebuah terowongan batu yang besar dan kuat ditengah lembah bukit

yang terpencil dan gersang….? jelas ia mempunyai maksud-maksud tertentu atau mungkin
tempat ini benar-benar ada sangkut pautnya dengan istana terlarang….”
Sambil berpikir ia menuruni anak tangga dan berjalan kedalam lorong, ia rasakan
bangunan terowongan itu amat lebar dan besar untuk dilalui sangat lega dan leluasa, jelas
pembangunan ini dilakukan secara besar-besaran.
Mendadak undak-undakan batu itu membelok kebawah dan kemudian berubah jadi
jalan datar.
Siauw Ling tahu bahwa ia telah tiba dimulut keluar terowongan itu, tangannya segera
mendorong kearah didinding. Sedikitpun tidak salah selapis dinding batu segera
terbentang lebar, kerlipan cahaya bintang tampak berkilauan diangkasa.
Dari keterangan Toan Boen Seng yang jelas pemuda ini telah mengetahui keadaan
disekitar sana, dia tahu diluar pintu batu merupakan semak belukar yang lebar, maka
setelah membuka pintu batu ia segera meloncat kearah depan.
Tinggi rerumputan diluar pintu goa sebatas pinggang, berada disekeliling bukit serta
tebing yang terjal. Rerumputan disana terasa nyaman dan ideal untuk bersembunyi.
Dalam hati Siauw Ling memuji tiada hentinya, ia berpikir, “Orang itu pandai sekali
memiliki tempat yang amat strategis letaknya, setelah membuka pintu batu diluaran
ditanami rerumputan yang dapat menutupi incaran orang, setiap tempat kebesaran alam
dimanfaatkan sebaik-baiknya, ia betul-betul seorang arsitek yang lihay.”
Setelah menutup kembali pintu batu itu, ia sembunyikan diri kedalam rerumputan dan
melongok kebawah.
Waktu itu fajar hampir menyingsing, dengan ketajaman mata Siauw Ling secara lapatlapat
ia dapat menyaksikan pemandangan didasar lembah.
Lama sekali si anak muda itu memperhatikan keadaan disekeliling sana, ketika
dilihatnya tiada gerakan apapun dan siap meloncat turun kebawah lembah, mendadak
terdengar suara manusia berkumandang datang, “Kita tak usah menunggu lagi, aku rasa
ia tak akan berhasil mendaki naik keatas puncak tebing ini, mungkin saja pada saat ini
jiwanya sudah melayang.”
“Perkataanmu sedikitpun tidak salah” suara yang lain menyahut. “Kita sudah
melepaskan banyak sekali senjata rahasia kearah rerumputan tersebut, andaikata orang
itu bersembunyi dibalik semak belukar, semestinya ia sudah terluka oleh serangan senjata
rahasia beracun itu.”
“Yang dimaksudkan kedua orang itu pastilah Toan Boen Seng” pikir Siauw Ling didalam
hati. “Andaikata secara gegabah aku masuki lembah tersebut, niscaya jejakku akan
diketahui oleh mereka berdua. Sungguh aneh…. kenapa didalam lembah ini bisa terdapat
begitu banyak jago Bulim yang berdiam disini?”
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang dan makin lama semakin
menjauh, jelas kedua orang itu tidak sabar menunggu lebih jauh dan segera berlalu.

Siauw Ling menanti beberapa saat lagi disana kemudian baru kerahkan ilmu cecaknya
untuk merayap turun kebawah lewat dinding tebing yang curam.
Jarak antara semak belukar dengan dinding tebing hanya terpaut empat lima tombak
jauhnya. Dalam waktu singkat ia sudah tiba didasar lembah tersebut.
Setelah mengetahui bahwa didasar lembah terdapat banyak sekali jago-jago Bulim,
gerak gerik Siauw Ling tentu saja jauh lebih berhati-hati. Melewati daerah terjal yang
penuh dengan tonjolan batu-batu aneh kendati sangat tidak leluasa tapi untuk
menyembunyikan diri merupakan daerah yang sangat bagus.
Sepanjang perjalanan si anak muda itu bergerak dengan sangat hati-hati, matanya
memperhatikan empat penjuru sedang telinga dipasang baik-baik memeriksa delapan
arah, kurang lebih puluhan tombak telah dilalui tetapi tiada sesosok bayangan manusiapun
yang ditemukan olehnya. Cahaya lampu berwana hijau yang kelihatan dari atas
puncakpun sekarang tak pernah muncul kembali, seolah-olah orang-orang itu secara
mendadak lenyap tak berbekas.
Berjalan seorang diri ditengah lembah yang gersang, si anak muda itu merasakan suatu
perasaan yang aneh dan menyendiri.
Puluhan tombak kembali sudah dilewati tetapi jejak musuh belum juga ditemukan,
mendadak dari tempat kejauhan terdengar aliran air bergema datang.
Ternyata ia telah berjalan mendekati selokan yang lebar.
Luas selokan itu mencapai beberapa depa dan menempel dibawah dinding tebing,
sebuah sumber mata air muncul dari tengah dinding dan memuntahkan airnya kearah
selokan. Yang lebih aneh lagi walaupun air itu memancar sangat deras tetapi kecil dan
tipis seakan-akan hasil karya dari seseorang.
Siauw Ling memperhatikan sekejap kearah sumber mata air itu, kemudian pikirnya
didalam hati, “Kalau ditinjau dari kekuatan memancar sumber mata air itu, semestinya
mempunyai kekuatan bagaikan deruan air terjun yang maha dahsyat, kenapa air yang
menyembur keluar tipis dan lembut? apakah gelora air yang amat dahsyat itu telah
terbendung oleh kekuatan alam yang lain sehingga air yang terpancur amat lembut….”
Sementara itu masih membatin, tiba-tiba terdengar pembicaraan manusia
berkumandang datang, “Setiap tempat didasar lembah ini merupakan tempat yang indah
cuma sayang mata air yang memancur keluar terlalu sedikit, sehingga setiap kali
membutuhkan air kita musti cari keselokan ini.”
Laksana kilat Siauw Ling berkelebat kesamping dan menyembunyikan diri kebelakang
sebuah batu besar, dari situ ia mengintip keluar.
Tampaklah dua orang lelaki berpakaian ringkas secara beriring munculkan diri ditempat
itu.

Orang yang berjalan dipaling depan terdengar sedang berkata, “Menurut apa yang
siauwte dengar, katanya didalam lembah ini sebetulnya terdapat aliran air yang sangat
besar, tetapi oleh seorang arsitek kenamaan aliran air yang amat deras itu berhasil
dipaksa masuk kedalam lambung bukit dan tidak membiarkannya mengalir keluar,
sebaliknya ditempat lain sengaja ia membuka sebuah sumber mata air baru….”
“Sungguhkah ceritamu?” seru orang yang ada dibelakang.
“Benar atau tidak cayhe tidak berani memastikan, tetapi kalau ditinjau dari daya
kekuatan memancar dari sumber mata air itu, cerita tersebut memang boleh dipercaya.”
Sementara bercakap-cakap kedua orang itu sudah tiba ditepi selokan tersebut.
Ditangan masing-masing orang membawa sebuah gentong kayu. Setelah mengambil air
mereka balik kembali ketempat semula.
Siauw Ling yang bersembunyi dibelakang batu besar dapat mengikuti gerak gerik orang
itu dengan jelas, dalam hati pikirnya, “Rupanya didalam lembah ini berdiam jago Bulim
dalam jumlah besar, tetapi yang aneh ternyata aku tidak tahu mereka berdiam dimana,
seandainya sekarang juga kutangkap kedua orang itu, usaha ini tidak akan mengalami
kesulitan besar…. tapi kalau diingat ditengah malam buta mereka datang untuk
mengambil air, jelas air itu sangat dibutuhkan. Bila kedua orang itu lama tidak kembali
pihak lawan pasti akan menaruh curiga….”
Sementara otaknya masih berputar, kedua orang lelaki berbaju hitam tadi telah pergi
menjauh.
Dengan ketajaman mata Siauw Ling berharap bisa memperhatikan jalan pergi kedua
orang itu, tetapi malam sangat gelap setelah kedua orang itu berada kurang lebih empat
tombak jauhnya, bayangan tubuh mereka sudah kelihatan samar sekali.
Meski belum lama ia terjun kedunia kangouw, pengalamannya menghadapi saat-saat
geting sudah amat luas, karena itu menghadapi setiap peristiwa ia dapat bersikap tenang
dan sabar.
Setelah berpikir keras beberapa saat lamanya, pemuda itu akhirnya mengambil
keputusan untuk duduk bersemedhi lebih dahulu. Menanti fajar telah menyingsing nanti ia
baru mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan disekeliling lembah.
Fajar telah menyingsing cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan mengusir
kegelapan yang mencekam seluruh jagad, sinar yang terang merangkak naik lewat tebing
yang tinggi dan menyorot permukaan air selokan.
Seberkas cahaya memancar diatas sumber mata air membiaskan cahaya hijau yang
tajam diatas permukaan air itu.
Perlahan-lahan Siauw Ling bangkit berdiri sinar matanya berputar memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu. Terasalah suasana sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun. Sesosok bayangan manusiapun tidak nampak muncul disana.

Mendadak…. sinar matanya yang sedang dialihkan kearah permukaan air selokan telah
menemukan sesuatu…. pantulan cahaya diatas permukaan air telah membiaskan suatu
pemandangan yang aneh. Pemandangan seekor burung elang sedang mementangkan
sayapnya hendak menubruk ular aneh yang melingkar dibawah.
Gelombang air yang menggoncangkan permukaan menciptakan pemandangan
fatamogana yang melukiskan seolah-olah ular yang melingkar dibawah sedang bergerakgerak
sedangkan burung elang diatasnya seperti lagi menggerakkan sayapnya.
Penemuan yang tak terduga ini menggirangkan hati Siauw Ling. Suatu perasaan tegang
yang aneh menyelimuti seluruh benaknya, membuat dia tanpa sadar bergumam seorang
diri, “Puncak Eng Yang Hong selat Boan Coa Kok, kiranya merupakan pembiasan yang
muncul diatas permukaan air!”
Ia sudah melupakan akan posisi yang berbahaya. Ia lupa kalau mara bahaya sedang
mengancam disekelilingnya, dengan langkah cepat ia lari kearah selokan tersebut.
Ketika ia tundukkan kepala dan memandang kearah permukaan air itu, dua gumpal
bayangan hitam saja yang tertampak olehnya, lukisan elang terbang dan ular melingkar
secara mendadak lenyap tak berbekas.
Ia mendongak keatas, tampaklah cahaya sang surya menampak dari kejauhan. Diatas
sebuah puncak tebing secara lapat-lapat nampak munculnya dua buah tonjolan batu yang
satu besar dan yang lainnya kecil.
“Apa yang sebenarnya terjadi….??” pikir Siauw Ling dengan perasaan tercengang.
“Terang-terangan aku melihat munculnya lukisan burung elang dan ular melingkar diatas
permukaan air, kenapa secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas?”
Sementara dia hendak mengundurkan diri kebelakang batu besar agar dari situ bisa
diperhatikan lebih cermat lagi, tiba-tiba bahu belakangnya terasa amat sakit seolah-olah
tertusuk oleh sebatang jarum.
Pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa ia sudah terbokong ditangan orang.
Bahwa senjata tersebut merupakan senjata rahasia yang sangat beracun.
Diam-diam hawa murninya segera disalurkan untuk menutup jalan darah diatas bahu
kirinya, kemudian tegurnya, “Siapa kau? kenapa kau bokong diri cayhe?”
Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling saat ini, sekalipun
sebatang senjata rahasia yang amat lembut dan kecilpun tidak nanti akan berhasil melukai
dirinya, tetapi justru disebabkan seluruh perhatian serta konsentrasinya telah terhisap oleh
penemuannya yang secara tak tersangka itu, mengakibatkan ketajaman pendengarannya
sama sekali terseumbat.
Terdengar serentetan suara sahutan yang ketus dan dingin berkumandang datang,
“Siapa kau? kenapa kau datangi lembah kematian ini seorang diri?”
Berdasarkan arah datangnya suara itu Siauw Ling berhasil mengetahui letak
persembunyian orang itu, mendadak ia putar badan.

Terlihatlah seorang kakek kurus pendek yang berjenggot putih dengan sikap angker
berdiri kurang lebih satu tombak dihadapannya.
Tidak menanti sampai Siauw Ling buka suara, kakek itu berkata kembali dengan nada
dingin, “Kau sudah terkena jarum penembus tulang Coe Boe Tauw Kut Ciam ku yang
lihay, diujung jarum telah kupolesi racun keji yang amat dahsyat. Bilamana kau berani
bergerak sekehendak hatimu, itu berarti hanya akan mempercepat bekerjanya daya racun
dalam tubuhmu atau dengan perkataan lain, jiwamu akan semakin cepat meninggalkan
raganya.”
Dengan sorot mata yang tajam Siauw Ling memperhatikan sikakek tua itu dengan
seksama, ia merasa belum pernah kenal dengan orang ini, maka segera ujarnya, “Jarum
beracun milik saudara belum tentu benar-benar mencabut selembar jiwa cayhe….!”
Kakek kurus pendek beramput putih itu tertawa dingin, “Jarum beracun milik loohu itu
sudah kurendam dengan tujuh macam jenis racun yang paling dahsyat, sekalipun seorang
yang memiliki ilmu silat sangat lihaypun tidak nanti bila memusnahkan racun tersebut
kecuali loohu sendiri. Lagipula setelah terkena jarum tersebut dalam tempo satu jam pil
penawar tadi harus dimakan, kalau sudah lewat satu jam, kendati loohu suka
menghadiahkan obat mujarab itupun juga percuma saja sebab daya kekuatan obat
penawar itu tidak akan berhasil memusnahkan racun tersebut. Kendati nama jarum
tersebut milik loohu kusebut Coe Boe Tauw Kut Ciam atau siang tak akan sampai sore dan
cuma bertahan dua belas jam belaka, tetapi didalam kenyataannya mati hidup hanya
tergantung didalam satu jam pertama.”
Siauw Ling tidak buka suara, sementara dalam hati kecilnya diam-diam ia berbisik,
“Oooooh…. Siauw Ling…. Siauw Ling…. enci Gak telah menitipkan mati hidupnya
kepadamu…. dalam keadaan dan saat seperti ini kau tidak boleh mati….”
Walaupun semangat jantannya hebat dan tidak takut menghadapi kematian, tetapi
setelah pikirannya dibebani oleh persoalan yang belum diselesaikan, semangat gagahnya
jauh berkurang. Ia sadar bahwa pada saat ini hanya ada dua jalan yang terbuka baginya.
Pertama, turun tangan secara mendadak dengan kecepatan yang berada diluar dugaan ia
hajar mati kakek itu atau kedua, mohon memberi obat penawar dari kakek itu….
Agaknya sikakek kurus pendek berjenggot putih inipun merupakan seseorang yang
amat cerdik, setelah menyaksikan biji mata lawannya berputar, ia segera menegur dengan
suara dingin, “Kalau kau benar-benar tidak takut mati silahkan segera turun tangan untuk
mencoba-coba masih ada beberapa bagiankah harapanmu untuk hidup selamat!”
Siauw Ling sendiripun tidak berani bergebrak secara gegabah. Dari sorot matanya yang
tajam serta jalan darah Tay Yang Hiat diatas keningnya yang menonjol besar pemuda itu
sadar bahwa lawannya juga merupakan seornag jago lihay yang amat sempurna tenaga
dalamnya, dalam hati ia lantas berpikir, “Kalau ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki orang
ini jelas ia bukan termasuk manusia sembarangan, andaikata seranganku menemui
kegagalan maka sulitlah bagiku untuk menemukan kesempatan lain guna membinasakan
dirinya. Aku terpaksa harus menggunakan akal serta kecerdikan untuk menghadapi
manusia ini….”

Berpikir demikian, ia lantas berkata, “Antara cayhe dengan dirimu toh tak pernah terikat
dendam sakit hati apapun juga mengapa kau bersikap demikian kasar terhadap diriku?
kenapa kau turun tangan keji membokong diriku?”
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. hal ini harus ditanyakan kepada dirimu mengapa datang
kelembah ini!” sahut sikakek kurus pendek berambut putih itu sambil tertawa dingin.
Perlahan-lahan Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat
itu, melihat kecuali sikakek tua itu tiada orang lain yang ikut hadir disana hatinya merasa
rada lega. Sesaat kemudian ia segera melangkah maju satu tindak kedepan.
“Puncak bukit dengan lembah yang dalam ini toh merupakan tempat umum yang boleh
disinggahi oleh siapapun juga, kenapa cayhe tidak boleh datang kemari?’
“Hmmm! kau datang darimana dan mau apa datang kemari?”
“Sudah lama cayhe mengagumi akan nama puncak In Wan Hong, karena itu sengaja
aku datang berkunjung kemari….” sahut Siauw Ling sambil melangkah maju setindak lagi
kedepan.
“Kenapa kau masuki lembah ini?”
“Kecuali rasa ingin tahu, tiada maksud lain apapun yang terkandung didalam hatiku.”
“Kau bisa memasuki selat gunung ini tanpa diketahui oleh siapapun, hal ini cukup
membuat loohu merasa amat kagum atas kelihayanmu….” seru kakek berambut putih itu.
Setelah merandek sejenak terusnya, “Dikedua belah sisi selat ini telah kusiapkan jagojago
lihay yang setiap saat melakukan penjagaan, meskipun seekor burungpun sulit untuk
terbang lewati tempat ini tanpa diketahui oleh kami, tetapi kau bisa memasuki daerah
terlarang tanpa diketahui siapapun, hal ini jelas membuktikan kalau ilmu silatmu hebat
juga!”
Siauw Ling tidak berkata-kata, cuma hatinya segera bergerak, pikirnya, “Kalau didengar
ucapannya barusan, rupanya sekitar telaga kecil ini merupakan pusat daerah operasi
mereka….”
Karena punya pendapat demikian, iapun berkata, “Cayhe sedang berjalan-jalan cari
angin, siapa tahu telah tersesat masuk kesini…. harap saudara suka memaafkan….”
“Kalau dibilang kau menyusup kedalam lembah ini mungkin masalahnya bisa
dipercayai” seru kakek tua dengan sikap tertegun. “Apakah sepanjang perjalananmu
memasuki selat ini tiada seorangpun yang munculkan diri untuk menghalangi jalan
pergimu?”
Siauw Ling tahu apa saat ini dia harus berusaha untuk memecahkan perhatian orang ini
dengan begitu, ia baru memperoleh kesempatan untuk melancarkan serangan bokongan
yang jitu dan tepat. Maka segera ujarnya kembali dengan suara lantang, “Beruntung
sekali sepanjang perjalanan hingga tiba ditempat ini tak seorangpun yang muncul untuk

menghalangi jalan pergi cayhe…. dan beruntung pula ternyata tak seorangpun yang
menghalangi kepergianku….”
“Apa maksud perkataanmu itu?”
“Andaikata cayhe menjumpai orang yang menghalangi perjalananku hingga tak dapat
masuk kedalam selat ini, itu berarti aku tak dapat menikmati alam dan merupakan suatu
ketidak beruntungan, sebaliknya kalau ada orang menghalangi cayhe hingga aku tak bisa
masuk kedalam selat ini. Maka saat ini aku tak akan terkena bokonganmu, bukankah hal
itu merupakan suatu keberuntungan?”
Menggunakan kesempatan dikala masih berbicara, perlahan-lahan badannya maju
kedepan sehingga jaraknya dengan sikakek tua itu bertambah dekat.
Rupanya kakek berambut putih itu menyadari akan bahaya, ia tarik napas panjangpanjang
dan meloncat mundur delapan depa kebelakang, serunya, “Berhenti!”
“Loo tiang, apakah kau merasa amat takut?” tanya Siauw Ling sambil tertawa hambar.
“Takut sih tidak, tetapi loohu tidak ingin menempuh bahaya sehingga kena dibokong
olehmu!”
“Kalau memang loo tiang tidak jeri kepadaku, mengapa kau begitu ketakutan terhadap
diri cayhe?” ejek Siauw Ling sambil tertawa hambar.
“Kau dapat mengelindup masuk kedalam selat ini dibawah penjagaan kami yang amat
ketat, hal ini menunjukkan bahwa kau sangat lihay. Serangan balasan yang dilancarkan
oleh seseorang yang mendekati kematiannya merupakan himpunan tenaga yang bukan
berasal dari kekuatan sendiri, sekalipun loohu tidak jeri terhadap dirimu, rasanya akupun
tak usah menyambut seranganmu dengan keras lawan keras.”
Diam-diam Siauw Ling tertawa getir, pikirnya, “Sikakek tua ini bukan saja memiliki ilmu
silat yang sangat lihay, otaknyapun cerdas dan banyak akal. Andaikata saudara Sang ku
itu berada disini mungkin saja aku dapat merundingkan suatu akal untuk menghadapinya,
sedangkan aku berada seorang diri mungkin sulit untuk menghadapi dirinya.”
Dalam pada itu sikakek berambut putih tadi telah mengerutkan sepasang alisnya dan
berkata, “Racun yang berada diujung jarum itu segera akan bereaksi, bagaimanakah
perasaanmu?”
Kiranya ketika menyaksikan Siauw Ling setelah terkena jarum beracun tetapi hingga
saat itu belum nampak juga racun tersebut menunjukkan daya reaksinya dalam hati
merasa terperanjat bercampur heran.
Ia mana tahu kalau Siauw Ling pernah makan jarum batu berusia seribu tahun,
kekuatan tubuhnya dalam melawan reaksi racun jauh lebih ampuh dari orang lain,
ditambah pula ia mempelajari tenaga dalam tingkat tinggi hal itu membuat hawa
khiekangnya secara otomatis telah menutup seluruh jalan darah yang ada, semenjak bahu
kirinya terkena racun hawa murninya bekerja lebih aktif dan menekan racun itu untuk
bereaksi lebih lambat.

Namun bagaimanapun juga jarum Coa Boe Tan Kut ciam tersebut mengandung racun
yang amat keji, sekalipun Siauw Ling mempelajari tenaga dalam tingkat tinggi, tetapi
itupun hanya bisa memperlambat daya kerjanya racun itu, setelah dibendung agak lama
hawa racun keji terasalah mulai menjalar naik keatas.
Sadarlah hatinya bahwa mara bahaya telah mengancam keselamatannya, andaikata
dalam keadaan dan saat seperti itu tiada bala bantuan yang tiba, maka satu-satunya
harapan baginya untuk hidup adalah mengandalkan ketenagan serta kecerdasannya untuk
berusaha menaklukkan sikakek itu kemudian memaksakan untuk menyerahkan obat
penawar.
Siapa tahu sikakek berambut putih itu sangat licik dan banyak curiga, setiap detik ia
selalu waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan, hal ini membuat Siauw Ling
kehilangan banyak kesempatan untuk merobohkan dirinya.
Dalam pada itu racun yang mengeram dalam tubuhnya mulai kambuh dan bekerja, ia
tak bisa mengulur waktu lebih jauh lagi tatkala tubuhnya siap menerjang kedepan dengan
nekad, mendadak terlihat sekujur badan kakek berambut putih itu gemetar keras, air
mukanya berubah hebat….
Agaknya secara tiba-tiba ia terkena sebuah bokongan yang sangat telak….
Kendati begitu sikap kakek berambut putih itu masih tetap tenang dan kalem, sambil
mengelus jenggotnya ia menegur, “Siapa disitu?”
“Aku!” sebuah jawaban yang lirih tapi nyaring berkumandang datang.
“Senjata rahasia apa yang telah kau pergunakan?”
“Peng Pok Ciam dari laut Pok hay!”
Dari tanya jawab itu Siauw Ling segera mengetahui siapakah yang telah datang, segera
serunya, “Peng jie!”
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kurang lebih dari dua tombak disisi
mereka loncat keluar seorang gadis berpakaian ringkas berwarja biru, dialah Pek li peng.
Dengan cepat gadis she Pek li itu berjalan menghampiri pemuda kita, tanyanya sambil
tersenyum, “Baik-baiklah kau toako?”
“Aku telah terkena jarum Coe Boe Tauw Kut Ciam miliknya.”
Pek li Peng mengangguk tanda mengerti, ia berjalan menuju kebelakang tubuh kakek
itu bisiknya lirih, “Aku tahu bahwa didalam selat ini terdapat banyak orang, tetapi kalau
kau berani memanggil teman-temanmu, maka saat ini juga akan kucabut selembar
jiwamu.”
“Peng jie, kenapa kau datang kemari?” tanya Siauw Ling.

Pek li Peng tersenyum.
“Aku akan mencarikan dulu obat penawar bagi toako, kemudian kita baru bercakapcakap
lagi….”
“Seandainya kau adalah seorang ahli didalam menggunakan racun, seharusnya bisa
merasakan pula bukan akan kedahsyatan racun keji yang kupoleskan diujung senjata
rahasia Peng Pok Ciam tersebut?”
“Sekalipun loohu bakal mati karena keracunan, kalianpun tak akan lolos dari sini dalam
keadaan selamat.”
Mendadak Pek li Peng mengeluarkan jari tangannya dan mencekal urat nadi diatas
pergelangan tangan kakek tua itu, bisiknya, “Kau tak boleh mati, mari kita bicara
dibelakang batu sana.”
Kakek tua berjenggot putih itu tidak menyangka kalau dirina bakal diserang secara
mendadak, setelah urat nadi pergelangan kanannya tercekal terpaksa ia harus mengikuti
berjalan kebelakang sebuah batu besar.
Siauw Ling memeriksa dahulu daerah disekitar sana, ketika merasa yakin bahwa
disekitar situ tak ada orang ia baru menyusul dari belakang.
JILID 35
Pek li Peng kerahkan tenaga dalamnya kedalam telapak kanan, sikakek tua itu segera
merasakan separuh badannya jadi linu dan kaku, sekalipun ia ada maksud melancarkan
serangan balasan yang telak, sayang ada kemauan tiada tenaga.
Siauw Ling yang selalu memikirkan janji pertemuan Gak Siauw Cha dengan Giok Siauw
Lang Koen didasar tebing Toan Hoan Gay yang dalam sekejap mata segera akan sampai,
dirasakannya waktu ketika itu berharga bagaikan emas, segera ujarnya, “Peng jie, paksa
dia untuk serahkan obat penawarnya!”
“Aku lihat si loocianpwee ini tak akan mengucurkan air mata sebelum melihat peti mati”
kata Pek li Peng sambil tertawa, tangan kirinya segera merogoh kesaku kiri dan sambil
keluar sebutir pil, tambahnya, “Toako, coba kau telan dulu pil obat ini!”
“Obat apakah itu?”
“Obat penawar dari jarum, Peng pok Ciam sekalipun obatnya tidak benar pada
tempatnya, aku rasa meski kau telanpun tiada ruginya. Toako, cepatlah kau telan lebih
dulu.”
Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia segera membuka mulutnya dan menelan pil
tersebut.
“Toako, duduklah pusatkan pikiran dan atur pernapasan, biar aku yang paksa dia untuk
menyerahkan obat pemusnahnya!” kembali Pek li Peng berseru.

Siauw Ling menurut dan segera jatuhkan diri bersila untuk mengatur pernapasan.
Dari dalam sakunya kembali Pek li Peng ambil keluar sebatang jarum Peng pok Ciam
kemudian ditusuknya lengan sikakek tua berjenggot putih itu dua kali, katanya, “Dalam
sakumu tersedia jarum beracun tentu tersedia pula obat pemusnahya, sekalipun kau tak
suka menyerahkan secara suka rela, aku bisa saja menggeledah sakumu.”
“Kalau loohu serahkan obat pemusnah itu?” tanya sikakek berambut putih tadi.
“Kita saling bertukar obat penawar, kalau obatmu itu manjur dan luka racun yang
diderita toakoku benar-benar sembuh, akupun akan menghadiahkan obat penawar
bagimu dan melepaskan kau pergi.”
“Hmmm! jangan dikata loohu sulit untuk mempercayai perkataan nona sekalipun
seorang bocah berusia tiga tahunpun tak akan percaya terhadap perkataanmu itu.”
“Kenapa?”
“Andaikata loohu berhasil melepaskan diri dari bahaya, dengan cepat tanda rahasia
akan kulepaskan, apakah kalian berdua bisa tinggalkan selat ini dalam keadaan selamat.”
“Aku sudah berjanji bahwa kau pasti kulepaskan, janjiku ini tak nanti kuingkari, tentu
saja asal kau serahkan obat penawar itu kepadaku.”
“Aku tetap tidak percaya, sebab perkataan dari kaum wanita paling tak boleh didengar!”
Pek li Peng tertawa hambar.
“Baiklah kalau kau tidak percaya kepadaku, biarlah toakoku yang bertindak sebagai
saksi, dia adalah seorang toa enghiong, toa Hauw kiat lelaki yang betul-betul jantan dan
sejati, tentu ucapannya bisa dipercayai bukan….?”
“Siapakah dia?”
“Dialah Siauw Ling, Siauw thayhiap yang dikagumi serta dihormati oleh setiap umat
Bulim.”
Sikakek berambut putih itu tersenyum berpikir sejenak, kemudian baru sahutnya,
“Ehmmm….! rasanya sehari-hari belakangan ini seringkali aku dengar orang mengungkapungkap
akan nama ini.”
“Nama besar toakoku sudah termaskus diempat penjuru dunia, siapapun yang ada
dikolong langit mengetahui siapakah dia, kenapa kau situa bangka yang sudah mendekati
liang kubur mengucapkan kata-kata yang begitu tak enak didengar?” teriak Pek li Peng
gusar.
“Peng jie!” sela Siauw Ling tiba-tiba. “Biarkanlah ia ambil keluar obat penawar tersebut,
tak usah bersilat lidah lagi dengan dirinya!”

Dalam pada itu sikakek tua berambut putih tadi perlahan-lahan menggeserkan tangan
kirinya untuk mengambil keluar sebuah botol porselen kecil, ujarnya, “Obat pemusnah
tersebut berada disini!”
Pek li Peng segera angsurkan tangannya untuk menerima, siapa tahu secara mendadak
kakek itu masukan botol porselen tadi kedalam mulutnya sambil mengancam, “Nona kalau
kau memaksa diriku terus menerus maka cayhe akan gigit hancur botol porselen ini dan
menelan isi obatnya….”
Dengan pandangan dingin ia menarik sekejap wajah Siauw Ling, kemudian tambahnya,
“Loohu sudah lanjut usia dan hampir mendekati liang kubur. Sebaliknya usia toakomu
masih muda belia. Sekalipun selembar jiwaku harus ditukar dengan jiwa kakakmu,
rasanya kematianpun tidak bakal rugi.”
“Secara bagaimana kau baru suka menyerahkan obat penawar tersebut….?”
“Nona toh sudah mengatakannya sendiri, kita satu jiwa ditukar dengan satu jiwa!”
“Baiklah! kalau begitu aku serahkan dulu obat penawarku ini kepadamu….”
Sambil berkata gadis itu segera merogoh kedalam sakunya ambil keluar sebutir obat
dan dihantarkan kemulut kakek tua itu.
Baru saja sikakek berambut putih tadi hendak menelan obat tersebut, tiba-tiba Pek li
Peng memutar telapaknya dan mengirim satu pukulan dahsyat menghajar punggung
kakek tadi.
Pukulan ini datangnya amat cepat dan berat sekali, sikakek tua itu kontan menjerit
tertahan dan memuntahkan darah segar, botol porselen yang berada dimulutnyapun ikut
tertumpah keluar.
Melihat gelagat tidak menguntungkan sikakek tua itu siap berteriak keras untuk mencari
bantuan, tapi Pek li Peng bertindak lebih gesit, jari tangannya berkelebat lewat dan jalan
darahnya tahu-tahu sudah tertotok.
Jengeknya sambil mendengus dingin, “Hmmm! itulah yang dinamakan arak kehormatan
tak mau, justru malahan mencari arak hukuman. Janganlah kau salahkan kalau aku
bertindak kejam terhadap dirimu.”
Ia robohkan tubuh kakek tadi keatas tanah, kemudian bongkokkan badannya
memungut botol porselen itu.
Dalam pada itu Siauw Ling sedang merasakan racun keji dari jarum Coe Boe Tauw Kut
Ciam yang bersarang ditubuhnya perlahan-lahan mulai bereaksi. Terpaksa seluruh hawa
murninya disalurkan untuk melawan daya kerja racun itu, sewaktu dilihatnya Pek li Peng
berhasil mendapatkan obat penawarnya didalam hati lantas iapun berpikir, “Walaupun
gadis ini dibesarkan dalam lingkungan hidup yang serba kecukupan dan selalu dimanja
oleh orang tuanya, namun kecerdikan otaknya benar-benar mengagumkan!”

Pek li Peng pun membuka tutup botol tadi, ambil keluar dua butir obat berwarna putih
dan diangsurkan kemulut Siauw Ling.
Si anak muda itu menerimanya dan segera ditelan, kemudian sambil menghela napas
panjang katanya, “Peng jie, seandainya kau tidak tiba ditempat ini tepat pada waktunya,
mungkin selembar jiwa siauw heng bakal melayang didalam selat ini!”
Pek li Peng tersenyum.
“Kedua orang saudaramu melarang aku datang kemari, dalam marahnya aku telah
berkelahi melawan diri mereka berdua, ketika mereka tak sanggup melawan diriku maka
terpaksa mengijinkan aku datang kemari.”
“Apakah kau telah melukai mereka?”
“Tidak, meskipun aku telah menghadiahkan sebuah pukulan dimasing-masing badan
mereka, tetapi pukulanku itu enteng sekali. Setelah membentur segera kutarik kembali.”
Perlahan-lahan ia maju menghampiri si anak muda ini, tambahnya dengan lembut,
“Toako, dimanakah letak lukamu?”
“Diatas bahu sebelah kiri.”
“Lepaskanlah pakaianmu, aku akan cabutkan jarum beracun yang bersarang disitu.”
“Antara pria dan wanita ada batas-batasnya, aku mana boleh lepaskan pakaian
dihadapannya” pikir si anak muda itu, segera ujarnya, “Tidak bisa jadi, gunakanlah
pedang pookiam itu untuk menyobek pakaian diatas bahuku.”
Rupanya Pek li Peng dapat memahami pikiran orang, ia tertawa dan segera
mengulurkan jari tangannya kedepan, sambil mengerahkan tenaga ia robek pakaian Siauw
Ling dibagian bahu kirinya.
“Sedikitpun tidak salah, disitu benar-benar terdapat sebatang jarum beracun yang
berwarna dan menghujam dalam-dalam didalam kulit.”
“Peng jie hati-hatilah” bisik Siauw Ling lirih. “Diujung jarum itu telah dipolesi dengan
racun.”
“Jangan kuatir!”
Dengan jari tengah serta ibu jari ia jepit ujung jarum itu kemudian dicabutnya keluar,
dibawah cahaya sang surya tampaklah berwarna biru tua memancar keluar dari jarum
tadi, hal ini menunjukkan bahwa racun keji itu amat ganas.
Setelah mencabut keluar jarum beracun itu, Pek li Peng tidak membuangnya tetapi
sambil memandang kearah Siauw Ling ujarnya, “Toako, orang ini gemar sekali
menggunakan benda-benda beracun, jelas dia bukanlah seorang baik, bagaimana kalau
kita gunakan pula jarum beracunnya untuk menusuk pula badannya beberapa kali agar ia
rasakan senjata makan tuan?”

Mendengar perkataan itu air muka sikakek berambut putih itu seketika berubah hebat,
keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh
badan, tetapi berhubung jalan darahnya tertotok maka walaupun dia ada maksud untuk
minta ampun, tapi tak sepatah katapun sanggup diucapkan keluar.
Siauw Ling melirik sekejap kearah orang tua itu, lalu jawabnya, “Tidak perlu, cepat
buang jarum beracun itu!”
Pek li Peng sangat menuruti perkataannya, ia buang jarum beracun itu keatas tanah
kemudian tertawa dingin.
“Toako, baik-baiklah kau merawat diri, setelah luka racunmu sembuh kita baru
membereskan lagi dirinya.”
Siauw Ling sendiri meskipun sudah makan obat penawar, tetapi iapun tidak tahu
apakah luka beracunnya sudah sembuh atau belum, mendengar perkataan itu matanya
segera dipejamkan dan mulai mengatur pernapasan.
Obat penawar itu sungguh mujarab sekali dalam waktu singkat daya kerja obat itu
sudah bereaksi dan racun keji yang mengeram dalam tubuh si anak muda itupun seketika
lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu sikap Pek li Peng secara mendadak berubah menjadi begitu lembut dan
halus, dari sakunya dia ambil keluar benang dan jarum kemudian dengan sangat berhatihati
menjahit pakaian Siauw Ling yang robek itu.
Ketika si anak muda itu selesai bersemedi, ia lantas menoleh dan bertanya, “Peng jie,
kenapa kau membawa benang dan jarum?”
“Seringkali aku harus menyaru sebagai pria atau merubah-rubah keadaan, pakaian
yang kubeli biasanya tidak cocok, maka terpaksa aku harus merombaknya sendiri.”
“Oooow…. kiranya begitu!” sahut Siauw Ling sambil tersenyum, perlahan-lahan ia
berjalan menghampiri kakek tua berambut putih itu, tegurnya dingin, “Kalau kau tak ingin
mati. Janganlah sekali-kali berteriak!”
Tangan kanannya diayun, dua buah jalan darahnya yang tertotok segera dibebaskan.
Kakek tua itu betul-betul berakal panjang, begitu jalan darahnya dibebaskan diam-diam
ia kerahkan tenaga dalamnya untuk memeriksa diri. Ketika dijumpainya bahwa dia tidak
menderita gejala keracunan, hatinya jadi tercengang, pikirnya, “Dengan amat jelas bocah
perempuan ini memberitahukan kepadaku bahwa aku telah terkena jarum Pek Pok Ciam
dari laut Pek hay, kenapa aku tidak merasakan diriku keracunan?”
Setelah membebaskan dua buah jalan darahnya yang tertotok tadi, dengan cepat Siauw
Ling menotok kembali sebuah jalan darahnya, kemudian perlahan-lahan dia berkata,
“Rupanya didalam selat ini kau hanya seorang diri?”

“Darimana kau bisa tahu?” sahutnya lirih, kakek tua itu sadar bahwa saat ini jiwanya
terancam bahaya, sedikit saja bicara keras kemungkinan besar jiwanya akan melayang.
Sementara itu Siauw Lingpun sedang berpikir didalam hatinya, “Orang ini kelihatannya
amat licik dan banyak akal, kalau aku bertanya secara langsung kepadanya, jelas tak akan
mengakui terus terang sebaliknya kalau aku terlalu memaksa kemungkinan dia bisa
mengarang keterangan bohong. Rupanya aku harus mengambil jalan lain, bisa mengorek
seberapa aku harus puas dengan hasil tersebut.”
Segera ia tertawa dingin dan berkata, “Andaikata selat ini bagaimana yang kau katakan
tadi dijaga dengan sangat ketat, itu berarti jago disini amat banyak. Tetapi mengapa tiada
seorangpun menghalangi jalan pergi kami ketika memasuki selat ini. Dan apa sebabnya
pula hingga selat ini belum nampak seorangpun yang datang menolong jiwamu?”
Kakek berambut putih itu mengerutkan alisnya lalu menjawab, “Bagaimana caranya
kalian berdua menyelindup kedalam selat ini? loohu merasa bingung dan tidak habis
mengerti. Kalau ditinjau dari keketatan dan kerasnya penjagaan dikedua mulut selat,
sekalipun burung yang terbang lewat dingakasapun tak akan lolos dari pengawasan kami,
seandainya kalian berdua masuk kedalam selat ini semestinya kami sekalian telah
mendapat laporan.”
“Loo tiang, omonganmu ngaco belo tak karuan….”
“Kalau kau tidak percaya, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi.”
“Toako. Tak usah banyak bicara lagi dengan orang ini” sela Pek li Peng cepat. “Kita
gunakan saja jarum beracun untuk menusuk badannya. Coba kita lihat beranikah dia
bicara tak karuan lagi?”
Dari saku kakek tua itu ia ambil keluar sebatang jarum beracun dan segera ditusukkan
keatas lengan kanannya.
Kendati sikakek tua memiliki pengalaman yang sangat luas dan pengetahuan yang
dalam, setelah berjumpa dengan nona binal macam ini tak urung hatinya terkejut juga.
Dalam keadaan terdesak, terpaksa ia berseru, “Nona, tunggu sebentar!”
“Peng jie tahan” seru Siauw Ling, sedang dalam hatinya ia merasa geli, pikirnya, “Aku
sedang mencari akal untuk mencari tahu latar belakang yang menyelimuti tmpat ini, siapa
tahu ia bisa menggunakan ancaman serta gertak sambal untuk menakut-nakuti dirinya….”
Pek li Peng dengan jarum beracun ditangan segera menggerakkan benda itu berkelebat
kesana kemari diatas wajah sikakek tua itu, ancamnya, “Kalau kau berani bicara bohong
satu kali, maka aku akan menusuk kau satu kali, sedikitpun tidak akan ditambah atau
dikurangi.”
“Nona apa yang ingin kau tanyakan?” dalam keadaan apa boleh buat terpaksa kakek itu
bertanya.

Pek li Peng tertegun, kemudian serunya, “Toako, apa yang hendak kita tanyakan?
cepatlah kau ajukan pertanyaan kepadanya.”
“Nona ini kadangkala nampak cerdas dan pintar sekali, kenapa kangakala begitu
gebleknya?” pikir Siauw Ling segera, katanya, “Loo tiang, kalau kau suka mengatakan
secara terus terang keadaan didalam selat ini, maka cayhe akan melupakan dendam
serangan bokonganmu dan memberi satu jalan kehidupan bagimu.”
“Loohu sudah terkena jarum Pek Pok Ciam dari laut Pak hay, itu berarti bahwa aku
bakal mati!”
“Peng jie, adakah obat penawarnya?” si anak muda itu segera bertanya.
Sambil tertawa Pek li Peng gelengkan kepalanya berulang kali.
“Seandainya pada ujung jarum Peng Pok Ciam tersebut menganding racun, maka
jiwanya sendiri sedari tadi sudah modar!”
Walaupun sikakek tua berambut putih itu sendiri juga tahu bahwa diujung jarum tiada
racunnya, tetapi dalam hati ia ada maksud mengulur waktu, maka segera katanya
kembali, “Senjata rahasia beracun Peng pok Ciam dari laut Pak hay sudah tersohor akan
keganasannya dikolong langit, siapapun mengetahui akan hal ini….”
“Memang benar” sambung Pek li Peng. “Tapi jarum Pek pok Ciam dari laut Pak hay
terbagi jadi dua bagian yaitu senjata rahasia yang beracun dan sejata rahasia yang tidak
beracun. Menghadapi kakek tua celaka macam kau, rasanya aku tak perlu menggunakan
jarum beracun untuk melukai dirimu.”
“Loo tiang, kau sudah dengar perkataan itu?” seru Siauw Ling. “Selat ini gersang dan
terpencil letaknya, apa maksud yang sebenarnya kau sekalian berdiam disini?”
Kakek tua itu termenung dan lama sekali tidak menjawab, jelas pertanyaan dari si anak
muda ini memaksa dia harus putar otak berpikir keras.
Pek li Peng yang melihat kakek itu membungkam, segera menusuk lengannya dengan
jarum beracun.
“Ayoh bicara!” serunya.
Jarum Coe Boe Tauw Kut Ciam tersohor akan keganasan racun kejinya, begitu tertusuk
sekeliling mulut luka segera membengkak merah.
Air muka kakek tua berambut putih itu berubah hebat, sepasang matanya melotot
bulat, sambil memandang kearah Pek li Peng dari balik matanya memancar kelukar
cahaya penuh kebencian dan rasa dendam.
Cepat-cepat Siauw Ling ambil keluar tutup botol dan ambil keluar sebuah pil penawar
kemudian dimasukkan kedalam mulut sikakek itu.
“Toako, didalam botol masih ada sisa beberapa biji obat penawar?” tanya Pek li Peng.

“Masih sisa tiga biji.”
“Waaah…. kalau begitu pada tusukan yang keempat, ia sudah tak tertolong lagi.”
Setelah badannya tertusuk oleh jarum beracun itu, sikakek tua itu sadar dalam keadaan
jalan darah tertotok tak mungkin baginya untuk mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melawan daya kerja racun tersebut, dalam waktu singkat racun tadi pasti akan menjalar
keseluruh tubuh dan mencabut selembar jiwanya, dalam keadaan begini timbul rasa
sayang terhadap jiwanya, maka tanpa sadar ia buka mulutnya untuk menelan obat
penawar yang diangsurkan kepadanya.
Terdengar Pek li Peng telah berkata kembali, “Ayoh bicara!”
Sembari berseru jarum beracun ditangannya kembali diangkat ditengah udara….
Pek li Peng yang cantik jelita dalam pandangan sikakek tua ini berubah jadi lebih
mengerikan dari seekor ular berbisa, menyaksikan gadis itu angkat jarum beracun itu
tinggi-tinggi, dengan cepat serunya, “Cayhe datang kemari untuk mencari sesuatu tempat
penyimpanan harta karun….!”
“Harta karun apa?”
“Kalau kau tak mau menjawab, kutusuk bibirmu dengan jarum beracun ini….!”
ancaman Pek li Peng sambil tertawa.
Kakek tua itu jadi gelisah, buru-buru serunya, “Kalau dibicarakan harta ini tidak
termasuk harta karun yang sangat berharga sebab hanya berupa beberapa macam barang
peninggalan dari Bulim cianpwee!”
“Orang ini benar-benar amat licik, apa yang dijawab tidak bohong namun tidak pula
termasuk jujur….” pikir Siauw Ling.
Sambil tertawa dingin segera ujarnya, “Beberapa macam barang peninggalan dari Bulim
cianpwee? bukankah kalian sedang mencari istana terlarang?”
“Sedikitpun tidak salah!” sahut sikakek itu setelah tertegun beberapa saat lamanya.
Sejak menyaksikan pemandangan burung elang terbang serta ular melingkar diatas
permukaan air tadi, Siauw Ling menyadari bahwa tempat ini bukan lain adalah letak istana
terlarang yang sedang dicari selama ini. Tetapi ia tidak menduga kalau ada orang bisa
menemukan pula letak tempat itu tanpa peta maupun petunjuk apapun sementara kunci
istana terlarang serta petanya berada dalam sakunya.
Berpikir demikian, kembali ia bertanya, “Sudah lamakah loo tiang berdiam didalam selat
ini?”
“Kurang lebih lima tahun lamanya.”

“Apa? lima tahun lamanya?” seru si anak muda itu dengan nada terperanjat. “Kalau
begitu istana terlarang tentu sudah kau temukan bukan?”
“Kami hanya tahu bahwa letak istana telarang berada disekitar sepuluh li dari selat ini,
tapi letak yang tepat belum diketahui.”
“Jadi istana terlarang belum ditemukan?”
“Kalau istana terlarang sudah kami temukan, buat apa kami sekalian masih berdiam
terus ditempat ini?”
“Kalau didengar dari pembicaraan loo tiang, agaknya kau sudah lama sekali berdiam
didalam lebah gunung ini?”
“Sedikitpun tidak salah, tetapi kalau kau tidak mau percaya akupun tak bisa berbuat
apa-apa.”
“Loo tiang bisa membokong diri cayhe dengan senjata rahasia tanpa mengeluarkan
sedikit suarapun, hal ini menunjukkan kalau ilmu silatmu sangat lihay sekali….”
“Kau terlalu memuji….”
“Sayang dengan kepandaian silat selihay ini kau masih rela dipergunakan orang dan
jadi budak belian dari orang lain.”
Rupanya sikakek tua itu hendak membantah, tapi akhirnya niat tersebut ditarik kembali.
Siauw Ling tertawa hambar, sambungnya, “Aku lihat kedudukan loo tiang didalam
lembah bukit inipun bukan sebagai seorang pemimpin!”
“Loohu adalah salah satu diantara empat orang mandor ditempat ini….” agaknya ia
merasa bahwa dirinya sudah terlanjur berbicara. Mendadak mulutnya membungkam
kembali.
“Berada didalam lembah bukit ini, pekerjaan apa yang perlu kau mandori?” tanya Pek li
Peng ketus.
Terhadap nona cantik yang gesit dan lincah ini, agaknya sikakek tua itu menaruh rasa
takut yang mendalam, mendengar ia ajukan pertanyaan tersebut dengan hati jeri segera
sahutnya, “Kami sedang mencari letak harta karun yang berada didalam lembah bukit ini!”
“Tadi kau bilang bahwa kau adalah salah seorang diantara empat orang mandor
lainnya, beberapa banyak pekerja yang berada disini?”
“Tatkala untuk pertama kali memasuki lembah ini semuanya berjumlah dua ratus
orang, tetapi sekarang tinggal seratus orang lebih.”
Siauw Ling yang menyaksikan pertanyaan-pertanyaan Pek li Peng yang diajukan secara
terang-terangan dan gamblang ternyata dijawab pula oleh sikakek tua itu dengan jelas
dan sempurna, diam-diam dalam hati kecilnya ia merasa geli, pikirnya, “Orang ini makin

tua makin licik dan banyak akal, tetapi setelah bertemu dengan nona cilik yang binal ini
habislah polahnya dan mati kutu sama sekali. Apa yang ditanya segera dijawabnya
dengan cepat tanpa berani bicara bohong. Justru orang yang tidak punya rencanalah
paling cocok untuk menghadapi manusia seperti ini, apa yang diancam bisa segera
dilaksanakan tanpa memikirkan akibatnya. jelas pula orang yang cerdik belum tentu cerdik
orang yang bodoh belum tentu bodoh….”
“Dimanakah orang-orang itu?” tanya Pek li Peng.
“Sudah mati semua!”
“Coba tanyakan siapa namanya?” bisik Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suara.
Pek li Peng berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling sambil tertawa, kemudian
sambil memandang wajah sikakek itu kembali serunya ketus, “Siapa namamu? apa pula
julukanmu didalam dunia persilatan?”
Teringat akan nama besarnya yang dipupuk selama banyak tahun dengan susah payah
kakek tua ini tidak ingin untuk mengucapkannya keluar, takut kalau dikemudian hari nona
cilik ini memperolok-oloknya didalam dunia persilatan hingga ditertawakan orang.
Pipinya mendadak jadi kaku, dan sebuah tusukan jarum telah bersarang dengan telak.
Pek li Peng segera membuka botol dan ambil keluar sebutir obat pemusnah, sambil
dicekal ditangan katanya, “Kalau ingin meninggalkan nama harum, boleh coba-coba untuk
tidak berkata, tetapi disini kecuali toako serta aku tidak ada orang lain lagi sekalipun kau
mati sebagai seorang enghiong juga tiada yang tahu.”
Kakek berambut putih itu jadi gelisah buru-buru serunya, “Loohu Phoa Liong, orang
kangouw menyebut diriku Coe Boe Poan si hakim siang tak bertemu malam!”
Pek li Peng angsurkan sebuah obat penawar itu kemulut Phoa Liong dan melemparkan
sisanya jauh kedepan, serunya, “Kalau begini caranya terus terlalu merepotkan, lebih baik
kau jangan coba-coba untuk merasakan tusukan yang terakhir….”
Nada suaranya berubah, dengan dingin dan ketus tambahnya, “Kalau memang didalam
selat ini terdapat seratus orang lebih, mengapa tak sesosok bayangan manusiapun yang
nampak? sudah berapa lama kalian bekerja disini? harta karun apa saja yang berhasil
kalian gali? kalau coba membohong jiwamu segera kucabut.”
Menyaksikan jarum racun ditangannya bergerak kian kemari memancarkan cahaya biri
buru-buru Phoa Liong menjawab, “Sudah empat tahun lebih kami bekerja disini, setiap
orang yang masuk kedalam selat untuk bekerja kecuali kematian yang merenggut jiwa
mereka, jangan harap bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup. Untuk
menghindari pengamatan serta pengawasan orang, semua pekerja menyembunyikan diri
didalam goa ketika siang hari, sedang malam hari setelah tiba maka mereka akan muncul
untuk bekerja.”
“Bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki ketiga orang mandor lainnya?”

“Mereka semua memiliki ilmu silat yang sangat lihay.”
“Siapa otak dari rencana besar ini?”
“Shen Bok Hong!”
Tercekat hati Siauw Ling sehabis mendengar perkataan itu, pikirnya, “Shen Bok Hong
betul-betul sangat lihay ternyata ia berhasil menemukan letak dari istana terlarang. Orang
ini cerdika dan banyak akal, hatinya keji dan telengas lagipula mata-matanya tersebar
amat luas setiap partai terdapat kaki tangannya, orang ini memang termasuk salah
seorang jagoan yang sangat lihay.”
“Toako, apakah kau masih akan menanyakan sesuatu?”
“Tanya kepadanya pemilik dari selat ini berdiam dimana? sekarang ketiga orang
mandor lainnya berada dimana?”
“Tak usah suruh dia menyampaikan, cayhe akan mengaku terus terang….” kata Phoa
Liong, setelah merandek sejenak terusnya, “Diatas dinding kedua belah samping bukit ini
telah kami buat banyak goa, dipagi hari mereka semua bersembunyi didalam goa-goa
itu….!”
“Berbicara dari kenyataan yang terbentang pada saat ini penjagaan didalam selat ini
kurang begitu ketat. Sudah begini lama kami berhasil menawan dirimu tapi tak
seorangpun yang kelihatan muncul disini untuk menolong jiwamu!”
“Selama empat lima tahun belakangan ini, belum pernah didalam selat terjadi suatu
peristiwa apapun, karena itu didalam hal penjagaan lebih kendor dari tempo dulu, tetapi
dimulut selat penjagaan tetap ketat dan keras, andaikata kalian berdua masuk lewat mulut
selat, tidak nanti jejak kalian tak diketahui oleh pengawasan mereka.”
“Tetapi kami toh berhasil masuk ketempat lembah ini tanpa diketahui oleh siapapun!”
Mendadak Phoa Liong angkat kepalanya dan menjawab, “Kecuali kalian turun dari
kedua belah sisi tebing bukit ini, tak mungkin kalau jejak kalian tidak diketahui oleh
mereka!”
“Toako, lebih baik kita tanyakan persoalan lain saja” sela Pek li Peng dari samping.
“Coba tanya kepadanya, dimanakah ketiga orang mandor itu berdiam? disamping itu
darimana pula datangnya para pakerja itu?”
“Kau sudah dengar bukan semua pertanyaannya?” sambung Pek li Peng sambil
ayunkan jarum beracun. “Aku rasa tak usah kuulangi lagi bukan….?”
“Berhubung proyek menggali lembah gunung ini merupakan suatu pekerjaan yang
besar dan berat, dan lagi bukan manusia biasa yang sanggup mengerjalannya maka
semua pekerja yang ada disini seluruhnya merupakan orang-orang Bulim yang memiliki

dasar ilmu silat, karena itulah setelah kematian mereka sulit untuk mencarikan
penggantiannya sedangkan ketiga orang mandor lainnya tinggal didalam goa nomor tiga.”
“Toako, apakah pertanyaanmu telah selesai?”
“Tanya kepadanya dengan cara apakah kita baru bisa menyusup kedalam kelompok
pekerja itu tanpa diketahui orang lain?”
“Tentang soal itu sulit untuk dikerjakan.”
“Toako, kalau memang ia tak tahu apa gunanya kita tetap memelihara bibit bencana
bagi kita? bunuh saja beres!”
Phoa Liong tahu bahwa ancaman dari gadis tersebut bukanlah gertak sambil belaka,
kemungkinan terjadi sungguh-sungguh amat besar sekali, buru-buru serunya, “Cara sih
ada satu tetapi kalau dikatakan belum tentu kalian berdua mau mempercayai.”
“Coba katakan dulu apa caramu itu?”
“Pekerja yang ada didalam kelompok kerja masing-masing mandor memimpin satu
kelompok dan tiap kelompok terdiri dari lima puluh dua orang, selama banyak tahun
banyak pekerja yang mati atau terluka hingga jumlahnya tinggal seratus orang lebih.
Dibawah pimpinan loohu semuanya masih ada tiga puluh satu orang, dan loohu dalam
sekejap pandangan saja bisa mengenali ketiga puluh satu orang itu dengan jelas.
Andaikata ada orang yang menyelundup masuk, jelas tak mungkin. Keadaan ketiga
mandor lainnyapun sama saja, yaitu mereka kenal dan hapal betul terhadap setiap
anggota pekerjanya tetapi terhadap kelompok pekerja lain karena pertemuan yang amat
jarang maka tiada pandangan yang nyata. Andaikata kalian berdua ingin berdiam didalam
lembah ini tanpa diketahui orang maka satu-satunya jalan hanyalah mencampur baurkan
diri dengan para pekerja itu, sekarang lepaskanlah loohu agar dapat mengambil dua stel
pakaian kuno, dengan begitu penyaruan kalian akan semakin gampang dan dibawah
petunjuk loohu jejak kalian tak akan gampang diketahui orang.”
“Bagaimana kami bisa mempercayai perkataanmu?”
“Inilah satu-satunya cara bagi kalian untuk berdiam didalam lembah tanpa diketahui
orang lain, kecuali ini aku tidak punya cara lain lagi.”
Ia memandang sedikit keadaan cuaca, lalu tambahnya, “Diantara empat orang mandor
masing-masing punya jam tugasnya sendiri-sendiri untuk mengawasi seluruh lembah
terutama sekali untuk mencegah ada pekerja yang melarikan diri serta serbuan dari
musuh luar, waktu tugas cayhe sebentar lagi akan habis, sampai waktunya mandor lain
akan menggantikan tugasku, bila ia tidak menjumpai diri cayhe maka hatinya akan
menaruh curiga, tanda bahayapun mungkin akan dibunyikan. Waktu itu kalian berdua
tentu sulit untuk menyembunyikan diri.”
“Andaikata kami lepaskan dirimu pada saat ini” ujar Pek li Peng. “Maka berita ini akan
segera tersebar luas tanpa menbunyikan tanda bahaya, waktu itu bukankah aku serta
toako bakal terjebak pula dalam kepungan kalian? daripada menanggung resiko, kenapa
aku tidak bunuh lebih dulu dirimu?”

“Loohu akan pegang janji, setelah kusanggupi tentu saja tak akan gunakan akal licik
untuk mencelakai kalian lagi.”
“Toako, aku punya satu akal bagus.” bisik gadis she Pek lo itu lagi. “Kalau ia berani
menghianati kita, maka ia sendiripun tak akan bisa hidup lebih lama.”
“Apa akalmu itu?”
“Ayahku pernah mewariskan semacam kepandaian silat kepadaku, kepandaian itu mirip
ilmu penotok jalan darah tetapi dengan ilmu Tiam hiat bisa jauh berbeda. Andaikata aku
menotok sebuah jalan darahnya maka untuk menolong jiwanya aku harus mengurut jalan
darah lain. Ayah pernah berkata kepadaku bahwa ilmu tersebut merupakan ilmu
penunggal dari Pak hay, tak sebuah partaipun didalam dunia persilatan yang mengetahui.
Bagi sang korban bilamana datang dua belas jam tidak cepat tertolong maka darahnya
akan menggumpal didalam jalan darah itu yang mengakibatkan luka. Tujuh hari kemudian
badan akan membusuk hingga akhirnya mati, walaupun kematiannya sangat lambat tapi
sebelum mati akan merasakan penderitaan yang paling hebat….”
“Kalau aku betul-betul ada maksud menghianati kalian, toh aku bisa bersabar
menunggu dua belas jam kemudian, menanti jalan darahku sudah dibebaskan barulah
kulaksanakan rencana itu.”
“Sayang kau tiada kesempatan untuk berbuat begitu, sebab sebelum kubebaskan
dirimu dari pengaruh totokan sebuah totokan lain akan menyusul!”
Siauw Ling yang telah berhasil mengetahui letak “istana terlarang” dalam hati
menyadari bahwa usahanya tak akan berhasil bila ia tak menempuh bahaya maka segera
ujarnya, “Peng jie, aku akan menuruti pendapatmu saja, lepaskanlah dia!”
Pek li Peng segera mengerahkan ilmu Tiam hiat keluarganya untuk melukai sebuah
jalan darah Phoa Liong, kemudian setelah membebaskan dua jalan darahnya yang
tertotok katanya, “Kami akan menantikan kedatanganmu disini, setengah jam kemudian
bila kau belum kembali itu berarti bahwa kau telah ingkari janji tak akan kembali lagi.”
Phoa Liong bangkit berdiri, tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berlalu dari
situ.
Memandang sikap gusar dan mendongkol diatas wajah Phoa Liong sebelum
meninggalkan tempat itu, Pek li Peng gelengkan kepalanya.
“Aku rasa ia tak akan kembali lagi.”
“Kalau memang begitu kita harus bersiap-siap untuk menghadapi musuh.”
Pek li Peng tersenyum.
“Sudah lama aku tak pernah berkelahi melawan orang, hari ini aku akan bertempur
sampai puas” katanya.

Siauw Ling hanya memikirkan terus keselamatan dari Gak Siauw Cha, hatinya terasa
murung dan kesal dengan mulut membungkam ia duduk tenang disitu.
Kurang lebih setengah batang hio kemudian, tampaklah Phoa Liong betul-betul muncul
kembali disitu sambil membawa dua stel pakaian usang serta setengah mangkok abu,
katanya, “Setelah kalian berdua tukar pakaian, lebih baik gosoklah tubuh kalian dengan
abu ini agar berubah jadi hitam, sedang nona inipun harus menggulung rambutnya untuk
menyaru sebagai seorang pria.”
Siauw Ling tidak banyak bicara, ia segera tukar pakaiannya dengan pakaian dekil tadi,
sedang Pek li Peng masuk kebalik batu untuk tukar pakaian.
Dengan perawkan yang kecil memakai pakaian yang longgar keadaan Pek li Peng
sehabis tukar pakaian nampak aneh sekali, apalagi sesudah mukanya dipolesi dengan abu
potongannya kontan berubah jadi menyerupai seorang pengemis cilik.
Siauw Ling yang menyaksikan keadaan itu dalam hati merasa tidak tega ia menghela
napas panjang.
“Aaaai….! Peng jie, aku telah menyiksa dirimu.”
“Asal toako merasa gembira dan senang hati, pekerjaan yang sulit dan menderita maka
apapun akan kulasanakan dengan girang hati pula” sahut Pek li Peng sambil tertawa
manis.
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan mengandung rasa cinta yang mendalam,
membuat Siauw Ling merasa amat terharu. Sementara ia hendak mengucapkan beberapa
patah kata yang menyatakan rasa terima kasihnya, dengan suara ketus Phoa Liong sudah
menyambung, “Nona, gigimu terlalu putih, lain kali lebih baik jangan tertawa….”
“Aku serta toako toh bukan tawananmu, kalau berbicara sedikitlah tahu diri” teriak Pek
li Peng dengan gusar.
“Kalau kalian berdua tak ingin asal usulnya ketahuan, nasehat dari cayhe ini harus
dituruti.”
Sementara Pek li Peng hendak mengumbar hawa amarahnya, Siauw Ling segera
mencegah niatnya itu sambil berkata, “Peng jie apa yang diucapkan sedikitpun tidak
salah.”
“Hmmm! agaknya kaum pria, lelaki sejati lebih mengerti keadaan dari pada kaum
wanita….”
Ia merandek sejenak, lalu ujarnya kembali, “Kalian berdua ikutilah diriku!”
Habis berkata ia berjalan menuju ketempat luar.
Diam-diam Siauw Ling kenakan sarung tangan kulit ularnya untuk bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, langkahnya dipercepat membuntuti
dibelakang tubuh Phoa Liong.

Ia sudah mempersiapkan diri, asal keadaan dirasakan tidak menguntungkan maka
dengan gerakan yang tercepat ia akan menaklukan Phoa Liong lebih dahulu.
Phoa Liong dengan membawa kedua orang itu berjalan kurang lebih puluhan tombak
jauhnya, ketika tiba dibawah sebuah tebing ia segera mendorong dinding tebing
disisinya…. Kreeeeek! sebuah pintu batu segera terbuka lebar.
Bau keringat yang busuk dan menusuk hidung dengan cepat berhembus keluar
mengikuti terbukanya pintu tadi.
Siauw Ling sebagai seorang jago kangouw yang punya banyak pengalaman tidak
langsung menyerbu kedalam ruangan, sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu.
Terlihatlah diatas lantai ruang batu itu dilapisi dengan tikar berbaring puluhan orang
pria kekar suara dengusan saling bersahutan memecahkan kesunyian.
Menyaksikan hal itu alisnya segera berkerut, pikirnya, “Bagi aku orang she Siauw
seorang pria sejati bercampur gaul dengan manusia semacam ini masih mendingan, tetapi
nona Pek li adalah seorang gadis, mana boleh berdiam jadi satu dengan orang-orang
ini….?”
Rupanya Phoa Liong pun dapat menangkap rasa keberatan yang tercermin diwajah si
anak muda itu, segera ujarnya, “Keadaan ditempat ini demikianlah. Aaaai….! selama
banyak tahun mereka selalu hidup didalam lembah terpencil ini. Kecuali kematian setiap
hari banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan, hingga badan lelah dan kehabisan
tenaga mereka baru dapat beristirahat, setiap kali berbaring merekapun tertidur pulas
bagaikan orang mati….”
Timbul rasa iba dan kasihan dalam hati Siauw Ling, ia menghela napas panjang.
“Aaaai….! kenapa mereka musti banting tulang peras keringat?”
“Sebab mereka tidak mempunyai pilihan lain, kecuali bekerja keras jalan kematian saja
yang dapat ditempuh, kalau tidak ingin mati konyol maka mereka musti bekerja terus
tanpa hentinya.”
“Tanpa mendapatkan anak kunci istana terlarang, Shen Bok Hong bisa mengetahui
kalau istana terlarang berada disini bahkan mengirim begini banyak orang untuk bekerja
keras selama banyak tahun untuk mencari istana tersebut, kekejian, keteguhan hati serta
keyakinan benar-benar sulit ditandingi orang lain” pikir Siauw Ling.
Terdengar Pek li Peng dengan suara lembut telah berkata, “Asal aku bisa berada
bersama toako, walaupun lebih menderitapun aku tidak takut, toakopun tak usah
merisaukan diriku.”
“Peng jie, aku telah menyiksa dirimu!”

Pek li Peng tersenyum manis, ia tarik pergelangan kiri Siauw Ling dan diajak duduk
disudut sebuah dinding, wajahnya sama sekali tidak nampak murung atau kesal.
“Kalian berdua duduklah disini, loolap akan pergi” kata Phoa Liong kemudian, ia segera
berlalu dan menutup kembali pintu ruangan.
Walaupun diatas permukaan lantai dilapisi tikar tetapi karena dimakan tahun tikar itu
sudah lapuk, baru saja Pek li Peng meluruskan kakinya tikar itu segera robek besar.
“Peng jie” bisik Siauw Ling kemudian. “Kita harus mencari akal untuk menolong orangorang
ini.”
“Asal kita bunuh keempat orang mandor itu, bukankah mereka bisa segera
dibebaskan?”
ooooo0ooooo
“Kita tahan dulu satu hari disini, setelah memahami keadaan disekeliling tempat ini
barulah bertindak lebih jauh.”
Pek li Peng tersenyum dan tidak berbicara lagi, ia pejamkan mata dan duduk bersandar
didinding.
Entah berapa saat sudah lewat, mendadak pintu batu didorong orang dan segulung
angin dingin berhembus masuk.
Siauw Ling membuka matanya melirik sekejap keluar, tampaklah Phoa Liong dengan
membawa lampu lentera berwarna hijau membawa dua orang berjalan masuk kedalam.
Orang yang disebelah kiri memakai jubah warna biru langit, jenggot hitam terurai
sepanjang lambung, wajahnya berwarna merah padam bagaikan bocah dan membawa
sebuah peti emas sepanjang tiga depa dengan luas dua depa ditangannya, dia bukan lain
adalah majikan dari pesanggrahan Sian kie soe loo, It Boen Han Too adanya.
Sedang orang yang berada disebelah kanan memakai pakaian perlente, dia adalah
majikan kedua dari perkampungan Pek Hoa San cung, Cioe Cau Liong adanya.
Menyaksikan kehadiran gembong-gembong iblis itu, Siauw Ling segera tarik tangan Pek
li Peng sambil bisiknya dengan ilmu menyampaikan suara, “Peng jie, perlahan-lahan
berbaringlah kelantai.”
Pek li Peng menurut sekali, ia benar-benar jatuhkan diri berbaring diatas lantai.
It Boen Han Too serta Cioe Cau Liong perlahan-lahan berjalan masuk kedalam, sambil
berjalan mereka bercakap-cakap tiada hentinya, tak seorangpun yang memperhatikan
mereka berdua.
Siauw Ling segera pusatkan pikiran pasang telinga, terdengarlah Cioe Cau Liong sedang
berkata, “It Boen heng, terhadap persoalan ini Toa cung cu menaruh harapan yang amat
besar. Bahkan setelah mengalami penyelidikan serta pemikirannya yang seksama dapat

membuktikan bahwa istana terlarang benar-benar terletak ditempat ini. Beberapa kali Toa
cung cu sudah meninjau dan melakukan penyelidikan disini, tetapi setiap kali gagal untuk
mendapatkan sesuatu petunjuk apapun jua.”
It Boen Han Too tersenyum.
“Shen Toa cung cu toh sudah mengirim beratus-ratus orang Bulim untuk menggali
lembah bukit ini selama beberapa tahun, apakah ia tak berhasil menemukan sesuatu
apapun?”
“Mereka yang dikirim didalam lembah ini walaupun bukan terhitung jago lihay kelas
satu tetapi rata-rata memiliki dasar ilmu silat yang kuat dan mempunyai perawakan badan
yang kekar dan bertenaga besar, jerih payah serta usaha mereka jauh diluar kemampuan
orang biasa. Kendati begitu setelah bekerja beberapa tahun separuh diantaranya telah
mati, namun tak ada sesuatu petunjuk apapun yang berhasil ditemukan.”
“Cayhe sendiri walaupun hanya memandang sepintas lalu, tetapi dapat ketemui bahwa
beberapa buah bukit ini merupakan batu-batu karang hitam yang keras dan padat. Jangan
dikata hanya beberapa ratus orang tenaga pekerja, sekalipun mengumpulkan seratus ribu
orang pekerjapun jangan harap bisa merubah kedudukan bukit ini didalam beberapa
tahun, kehebatan serta keanehan yang terkandung didalamnya hanya bisa dipecahkan
dengan ilmu pengetahuan….”
“Tidak salah” sambung Cioe Cau Liong. “Oleh sebab itulah sengaja Toa Cung cu
mengundang It Boen heng datang kemari dengan maksud meminjam tenagamu untuk
menemukan letak istana terlarang tersebut.”
Sinar mata It Boen Han Too menyapu sekejap kearah puluhan pria kekar yang
menggeletak didalam ruangan itu, lalu sambil menatap Phoa Liong tanyanya, “Dewasa ini
masih ada beberapa orang pekerja didalam lembah ini?”
“Dari jumlah empat kelompok semuanya masih ada seratus dua puluh orang….!”
“Berapa banyak anak buahmu sendiri?”
“Tiga puluh tiga orang!”
Jumlah yang sebenarnya adalah tiga puluh satu orang, ditambah Siauw Ling serta Pek li
Peng jumlahnya jadi tiga puluh tiga orang.
“Coba kau carilah dua orang yang ilmu silatnya rada baik diantara mereka untuk
mengikuti aku melakukan pemeriksaan disekeliling tempat ini” titah It Boen Han Too.
“Dengan diri It Boen Han Too walaupun aku pernah berjumpa beberapa kali tetapi
ingatannya terlalu tipis, ditambah pula aku sudah menyaru mungkin untuk sementara
waktu masih dapat mengelabuhi dirinya” pikir Siauw Ling didalam hati. “Sebaliknya
terhadap Cioe Cau Liong aku sudah bergaul agak lama,ingatannya terhadap dirikupun
sangat dalam, salah-salah rahasiaku bisa ketahuan olehnya, semoga saja aku tidak
terpilih.”

Tampaknya Phoa Liong berjalan menghampiri pria-pria kekar yang menggeletak diatas
tanah itu dan membangunkan dua orang diantaranya.
“Apakah dapat dicarikan dua orang yang nampak gesit?” seru It Boen Han Too dengan
alis berkerut.
Kiranya kedua orang yang terpilih itu walaupun memiliki perawakan tubuh yang tinggi
kekar namun lagak lagunya bodoh dan ketolol-tololan.
Sinar mata Cioe Cau Liong dengan cepat menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek
li Peng katanya, “Pakaian dari kedua orang ini jauh lebih bersih, suruh mereka bangun….!”
Walaupun Siauw Ling serta Pek li Peng juga memakai pakaian dekil, tetapi pakaian
yang telah lama disimpan itu tetap nampak jauh lebih bersih dan baru dari pada lainnya.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Phoa Liong berjalan menuju kesisi pemuda
itu, sambil mendorong mereka berdua serunya, “Ayoh bangun!”
Rupanya ia tak tahu nama mereka berdua maka tak bisa memanggil nama kedua orang
itu.
Dengan keraskan kepala Siauw Ling terpaksa harus menarik Pek li Peng dan bangun
berdiri.
Mimpipun Cioe Cau Liong tak pernah menyangka kalau Siauw Ling bisa menyusupkan
diri kedalam kawanan pekerja itu. Setelah memandang sekejap kearah kedua orang itu
ujarnya sambil tertawa, “Potongan badan kalian berdua jauh lebih gesit, cuma rada kotor
sedikit, setelah cuci muka dan ganti pakaian baru mungkin masih rada mendingan….!”
“Yaaah, terpaksa kita musti berbuat demikian” sahut It Boen Han Too.
“Kau sijenggot panjang, hati-hati nanti!” maki Pek li Peng didalam hati. “Bun Kong cu
adalah manusia apa? sekarang aku musti mendengarkan perintahmu, tapi lain kali kalau
sampai kau terjatuh ketanganku, maka aku akan cambuk dirimu bagaikan budak belian.”
Siauw Ling amat kuatir kalau jejaknya diketahui oleh Cioe Cau Liong, selama ini dia
hanya berdiri kaku dengan kepala tertunduk, sinar matanya tak berani saling membentur
dengan dorot mata orang she Cioe itu.
Keadaan Phoa Liongpun tak berbeda, ia sangat kuatir kalau Cioe Cau Liong
menanyakan asal usul dari kedua orang ini hingga membuat ia tak sanggup menjawab.
Siapa tahu Cungcu kedua dari perkampungan Pek Hoa san Cung ini sama sekali tidak
memperhatikan kedua orang itu, bisiknya kepada It Boen Han Too, “It Boen heng,
keinginan toa cungcu untuk menemukan istana terlarang sudah tak terkendalikan lagi,
kepada siauwte ia telah berjanji bahwa tiga hari kemudian ia akan datang sendiri kemari,
harap It Boen heng bisa menggunakan waktu yang amat singkat ini untuk menemukan
sedikit keterangan hingga kita bisa memberikan pertanggungan jawab dikala Toa cung cu
berkunjung kemari nanti.”

“Sekarang waktu sudah menjelang malam besok setelah fajar menyingsing kita baru
bisa bekerja….”
Sinar matanya dialihkan kearah Phoa Liong dan melanjutkan, “Turunkan perintah,
katakanlah atas titah dari Cioe jie cungcu pekerjaan malam ini untuk sementara waktu
ditunda.”
“Hamba terima perintah” Phoa Liong segera menghunjuk hormat.
It Boen Han Too alihkan sinar matanya memandang sekejap kearah Siauw Ling serta
Pek li Peng, kemudian sambungnya, “Kau bawalah mereka pergi cuci muka dan ganti
seperangkat pakaian baru, kemudian berilah istirahat yang cukup bagi mereka berdua,
esok pagi bawa menghadap diriku.”
Selesai berkata bersama Cioe Cau Liong, ia segera berlalu dari ruangan batu itu.
Memandang bayangan kedua orang itu hingga lenyap dari pandangan, Phoa Liong baru
menggape sambil berkata, “Kalian berdua ikutlah aku.”
Siauw Ling serta Pek li Peng segera keluar dari ruangan, tampak bintang bertaburan
diangkasa kiranya waktu itu sudah tengah malam….
Dengan membawa lampu lentera Phoa Liong membawa kedua orang itu masuk
kedalam ruangan batu yang lain, dibawah sorot cahaya lampu tidak nampak sesosok
bayangan manusiapun berada disana, ia segera menutup pintu berbisik lirih, “Simanusia
berjenggot hitam yang membawa peti emas dan barusan kalian jumpai itu bukan lain
adalah pemilik dari pesanggrahan Sian Kie soe loo yang amat tersohor dikolong langit….”
“It Boen Han Too bukan?” sambung Siauw Ling.
“Kau kenal dengan dia?”
“Sedang pemuda berpakaian perlente tadi adalah Jie cung cu dari perkampungan Pek
Hoa San cung Cioe Cau Liong, betul bukan.”
Air muka Phoa Liong seketika berubah hebat.
“Siapakah sebetulnya dirimu?” tegurnya.
“Kau sudah terlalu lama berdiam didalam lembah bukit itu, terhadap perubahan situasi
didalam dunia persilatan tentu tidak begitu tahu, mengertikah kau bahwa situasi telah
berubah seratus delapan puluh derajat? para enghiong yang ada dikolong langit telah
bangkit dari impiannya dan mulai menentang kekuatan dari perkampungan Pek Hoa San
cung. Oleh sebab itu Shen Bok Hong buru-buru hendak membuka istana terlarang guna
mendapatkan peninggalan dari beberapa orang cianpwee. Sedangkan mengenai nama
cayhe, sekalipun kuucapkan belum tentu Phoa heng kenal, karena itu lebih baik tak usah
kukatakan saja.”
JILID 36

“Kalau memang kau tak ingin menyembutkan siapa namamu, dapatkah kau
memberikan keterangan sebenarnya kalian adalah musuh atau sahabat dari
perkampungan Pek Hoa San cung?”
“Musuh! kalau cayhe adalah sahabat dari Shen Bok Hong, kenapa aku musti
menyelundup masuk kedalam lembah ini?”
“Jadi kalau begitu kedatangan kalianpun disebabkan karena istana terlarang?”
“Sedikitpun tidak salah.”
“Kau kenal dengan Cioe jie cungcu serta It Boen Han Too, aku rasa mereka berduapun
tentu kenal dengan dirimu?”
“Memang demikian keadaannya.”
“Bila besok pagi kalian harus cuci muka hingga wajah kalian yang sebenarnya kelihatan,
bukankah rahasia kalian segera akan konangan bila bertemu dengan Cioe jie cungcu serta
It Boen Han Too?”
“Itulah sebabnya Phoa heng harus carikan akal buat kami.”
Phoa Liong termenung berpikir sejenak, kemudian berkata, “Jika rahasia kalian berdua
ketahuan dan merekapun sampai tahu bila kedatangan kalian kelembah ini mengandung
maksud tertentu, bukan saja kalian berdua bakal dihukum mati sekalipun cayhe juga ikut
terseret….”
“Hukum mati? aku rasa Cioe Jau Liong belum ada kemampuan untuk berbuat demikian,
tetapi cayhe dalam keadaan beginipun tak ingin diketahui jejaknya oleh mereka.”
“Satu-satunya jalan bagi kita adalah berusaha untuk menutupi wajah sebenarnya dari
kalian berdua, asal tindak tanduknya lebih berhati-hati rasanya merekapun tak akan
menaruh curiga.”
“Asal kau tidak menghianati kami, darimana mereka bisa tahu akan rahasiaku.”
“Bila cayhe tidak mencarikan akal buat kalian berdua, kematian sudah pasti akan
menimpa diri cayhe.”
“Bila Phoa heng suka membantu, dikemudian hari cayhe pasti akan membalas budi ini.”
Phoa Liong menggerakkan bibirnya seperti mau mengatakan sesuatu, tapi niat tersebut
dibatalkan kembali, lama sekali ia baru berkata, “Apakah kalian berdua mempunyai obat
untuk merubah wajah?”
“Tidak punya, rupanya kita terpaksa harus menggunakan bahan seadanya saja, pakai
abu dan arang saja!”

“Menggunakan arang memang bisa mengelabuhi ketajaman mata Cioe Jie cungcu serta
It Boen Han Too bila kalian berdua bercampur baur didalam kawanan pekerja, tetapi kalau
berjalan sendiri dua orang, rahasia kalian mungkin bakal konangan.”
“Siapa yang suruh menunjuk kami berdua?” omel Pek li Peng.
“Cioe Jie cung cu yang menuding kalian berdua, dalam keadaan begini cayhe mana bisa
menolak….” ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, “Ketika cayhe masih sering
melakukan perjalanan jauh didalam dunia persilatan tempo dulu, untuk merahasiakan
jejakku pernah memiliki sebuah topeng kulit manusia. Tetapi sejak masuk kedalam
lembah ini topeng tersebut tak pernah kugunakan lagi. Cuma sayangnya ada sebuah saja
hingga tak bisa digunakan oleh kalian berdua….”
“Satupun sudah cukup. Adik perempuan diri cayhe tak pernah bertemu muka dengan
mereka berdia. Asal kegadisannya sudah tertutup itu sudah lebih dari cukup.”
Mendengar perkataan ini Phoa Liong merogoh kedalam sakunya untuk ambil keluar
sebuah topeng kulit manusia,sambil diserahkan ketangan Siauw Ling katanya, “Setelah
memakai topeng ini maka wajahmu akan berubah menjadi kekuning-kuningan bagaikan
orang sakti, setelah dipakai harap kau jangan membukanya secara sembarangan. Cayhe
telah membantu dengan sekuat tenaga. Dapatkah kalian berdua menghindarkan diri dari
pengamatan mereka terpaksa harus melihat kecerdikan sendiri, waktu sudah dekat pagi,
cayhe segera akan menghantar kalian untuk pergi istirahat.”
“Toako, bagaimana kalau sekarang juga kau kenakan topeng itu?” ujar Pek li Peng
sambil tersenyum. “Aku pingin lihat bagaimanakah raut wajahmu….?”
Siauw Ling menurut dan segera mengenakan topeng tadi, dibawah cahaya lampu
terlihatlah raut wajahnya persis seperti orang penyakitan.
“Aaah, wajahmu benar-benar menyerupai orang sakit, dan kelihatan jauh lebih tua.”
seru Pek li Peng.
“Itu lebih bagus.”
“Tempat ini tak bisa didiami terlalu lama, mari kita pergi!” seru Phoa Liong kemudian
sambil berlalu lebih dahulu.
“Phoa heng, harap tunggu sebentar” mendadak Siauw Ling berseru. “Cayhe telah
melupakan satu persoalan.”
Waktu itu Phoa Liong telah berada didepan pintu batu, mendengar seruan tersebut ia
segera berhenti dan berpaling.
“Ada urusan apa?” tanyanya.
“Peng jie!” kata si anak muda itu sambil berpaling kearah Pek li Peng. “Bebaskanlah
jalan darahnya.”

Pek li Peng tertegun mendengar perkataan itu, tetapi ia menurut dan mendekati juga
tubuh Phoa Liong untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok tanyanya, “Apakah
kita perlu menotok jalan darah yang lain?”
“Tidak usah….” ia berpaling kearah Phoa Liong dan segera menjura. “Budi pertolongan
dari Phoa heng akan cayhe ingat selalu didalam hati. Bilamana saling bertemu kembali
harap kita jangan bertemu dalam gelanggang pertarungan.”
Mendengar perkataan itu Phoa Liong menghela napas panjang.
“Aaaai….! kau benar-benar seorang koencu sejati!” pujinya.
Siauw Ling tersenyum.
“Dalam dunia persilatan keadilan serta setia kawan adalah paling penting. Setelah Phoa
heng memandang cayhe sebagai sahabat, cayhepun tak berani memandang dirimu
sebagai orang luar.”
“Toako! kenapa kau begitu mempercayai dirinya….” seru Pek li Peng.
“Peng jie, Phoa heng adalah seorang sahabat berdarah panas, ia bertugas sebagai
mandor ditempat ini tentu mempunyai kesulitannya sendiri.”
Phoa Liongpun tidak banyak bicara, ia membuka pintu kamar dan segera menghantar
kedua orang itu kembali kegua.
Malam itu berlalu tanpa kejadian apa-apa, keesokan harinya baru saja fajar
menyingsing Phoa Liong telah masuk kedalam ruang batu sambil membawa obat penyaru
untuk Pek li Peng.
Sambil bekerja merias diri gadis itu segera berbisik pada Siauw Ling, “Toako apa kita
benar-benar hendak mendengarkan perintah orang….?”
“Ehmmm, sedikitpun tidak salah.”
Phoa Liong yang menyaksikan banyak pekerja yang telah bangun, segera mendehem
berat dan berseru, “Cepatlah sedikit, Cioe Jie cung cu telah menantikan kedatangan kalian
berdua….!”
Siauw Ling serta Pek li Peng segera bangun berdiri dan berjalan keluar dari ruangan
batu itu mengikuti dibelakang Phoa Liong.
Waktu itu fajar telah menyingsing, cahaya keemas-emasan mulai memancarkan
sinarnya dari ufuk sebelah timur.
“Berusahalah kalian berdua untuk menghadapi segala sesuatu dengan tenang dan
sabar, agar rahasia jejak jangan sampai ketahuan” bisik Phoa Liong.
“Terima kasih atas petunjukmu.”

Ketika ia angkat kepala kembali, terlihatlah dua orang pria berpakaian ringkas, satu
lelaki berusia lima puluh tahunan dan seorang kakek berambut putih berjubah hijau,
bertelinga satu berdiri menanti ditengah jalan.
Bertemu dengan kedua orang itu, Phoa Liong segera menjura dan berseru, “Kalian
tentu sudah lama menanti!”
Kakek bertelinga satu itu memperhatikan sekejap diri Siauw Ling serta Pek li Peng
kemudian berkata, “Yang ini kenapa kelihatan menderita sakit yang amat parah?”
“Perkataan Teng heng sedikitpun tidak salah” sahut Phoa Liong sambil tersenyum.
“Orang ini baru saja sembuh dari sakitnya sungguh tak nyana Jie cung cu telah menaruh
perhatian kepadanya.”
Kakek she Theng itu alihkan sinar matanya keatas wajah Pek li Peng, kemudian
menambahnya sambil tertawa, “Keparat ini berwajah bersih dan segar.”
“Sayang Jie cungcu telah memilih dirinya kalau tidak siauwte pasti akan menghadiahkan
untuk Teng heng.”
“Orang lelaki memang gemar akan kebagusan, siauwte bisa menyukai akan
kegesitannya. Aku rasa Phoa heng pun juga menyukai dirinya bukan….” ia merandek
sejenak, lalu tambahnya. “Aku rasa mereka berdua jarang sekali kelihatan.”
“Aku sendiripun tak tahu nama mereka, tentu saja kau lebih-lebih tak tahu….” batin
Phoa Liong didalam hati, segera sahutnya, “Kedua orang anak buah siauwte ini memang
jarang sekali munculkan diri, lantaran yang satu sudah lama sakit dan tidak bekerja
sedang yang lain seringkali melakukan pekerjaan sehari-hari didalam ruangan.”
“Oooouw, kiranya begitu.”
Dua orang pria berpakaian ketat yang berada disisi mereka, mendadak menimbrung,
“Kalian berdua tak usah membicarakan persoalan yang sama sekali tidak penting lagi. Cioe
Jie cung cu mungkin sudah lama menantikan kehadiran kita….”
Habis berkata ia berkata terlebih dahulu.
Siauw Ling yang menyaksikan dandanan mereka, dalam hatinya berpikir, “Kalau ditinjau
dari dandanan mereka yang rapi dan rajin. Mungkin mereka adalah ketiga orang mandor
lainnya.”
Sementara itu Phoa Liong serta sikakek bertelinga satu itu sudah tidak berbicara lagi,
mereka segera berlalu mengikuti dibelakang dua orang pria berpakaian ringkas itu.
Siauw Ling berpaling memandang sekejap kearah Pek li Peng, kemudian pesannya,
“Peng jie, kau harus belajar bersabar diri, jangan sembarangan turun tangan.”
Pek li Peng mengangguk.
“Aku akan mengikuti gerak gerik dari toako!”

Diam-diam Siauw Ling memperhatikan keadaan situasi didalam lembah itu, sedapat
mungkin ia hapalkan letak semak belukar serta batuan karang yang ada disitu, ia sadar
bahwa keadaannya pada saat ini sangat berbahaya, bilamana dapat menghapalkan situasi
medan sekitar situ berarti menambah kemungkinan untuk memperoleh kesempatan hidup.
Mendadak terdengar suara aliran air, rupanya mereka telah tiba ditepi sebuah selokan.
Ia segera mendongak, tampak sebuah pancuran air yang besar memancarkan air dari
permukaan tanah dengan dasarnya, air yang bening tetampung dalam selokan dan
mengalir jauh keujung bukit.
It Boen Han Too berdiri diatas sebuah batu cadas tinggi satu tombak ditepi selokan
tersebut, tangannya membawa kertas dan pitnya waktu itu sedang menulis sesuatu.
Cioe Cau Liong sambil mengendong tangan berdiri termangu-mangu disisinya sambil
memandang gelombang air selokan.
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan tulisan ular melingkar serta burung elang
terbang yang dijumpainya didasar air selokan, mungkinkah penemuannya itu juga
diketahui oleh Cioe Cau Liong.
Karena curiga tanpa sadar iapun geserkan badannya kedepan, dengan ketajaman
matanya ia awasi kearah mana sorot mata Cioe Cau Liong.
Setelah makan jamur batu berusia seribu tahum, ketajaman mata melebihi siapapun.
Sekilas pandangan saja ia dapat melihat adanya bayangan merah diatas permukaan air
dimana Cioe Cau Liong sedang pusatkan pandangannya, bayangan itu nampak bergerakgerak
didalam air selokan yang bergelombang.
Siauw Ling tak sempat melihat jelas benda apakah itu? ia hanya tahu bahwa bayangan
merah tadi berkumpul didalam air.
Phoa Liong sekalian empat orang mandor agaknya menaruh sikap yang sangat
menghormat terhadap Cioe Cau Liong serta It Boen Han Too, saat itu tak seorangpun
yang berani buka suara untuk mengganggu. Mereka berdiri sejajar disamping sambil
menanti dengan tenang.
Kurang lebih setengah jam kemudian, It Boen Han Too baru menyimpan kembali kertas
serta pitnya dan meloncat turun dari atas batu.
Saat itulah Phoa Liong sekalian baru maju menjura sambil menyapa, “Menghunjuk
hormat buat It Boen sianseng!”
“Sudah lamakah kalian berempat datang kemari?” tanya It Bon Han Too sambil
tersenyum.
“Sudah lama sekali, tetapi kami tak berani mengganggtu pekerjaan It Boen sianseng.”

Waktu itu Cioe Cau Liongpun telah berpaling, sambil memandang sekejap kearah Phoa
Liong sekalian berempat titahnya, “Didalam sehari dua hari mendatang Toa cungcu akan
berkunjung kemari, harap kalian atur penjagaan yang lebih ketat, jangan sampai ada
pihak musuh yang berhasil menyusup kedalam lembah ini.”
“Jie cung cu harap legakan hati, penjagaan didalam lembah ini sudah diatur sedemikian
ketatnya sehingga jangan dikata manusia, burung yang terbang diangkasapun tak akan
lolos dari pengawasan mata-mata kita yang tersebar luas dimana-mana” sahut sikakek
bertelinga satu.
Air muka Cioe Cau Liong berubah jadi amat serius.
“Siatuasi pada saat ini jauh berbeda dengan keadaan tempo dulu, saat ini didalam
dunia persilatan telah muncul seseorang yang sengaja mencari satroni dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung kita, lagi pula banyak jago Bulim yang sudah berpihak
kepadanya….”
“Siapakah manusia yang punya nyali besar itu? berani betul dia memusuhi
perkampungan Pek Hoa San cung kita.”
“Kalian sudah terlalu lama berdiam didalam lembah ini, banyak persoalan Bulim yang
tak diketahui oleh kalian. Orang itu she Siauw bernama Ling. Usianya masih muda tetapi
ilmu silatnya amat lihay sehingga Toa cungcu sendiripun agak jeri terhadap dirinya….”
Mendengar perkataan itu empat orang mandor tersebut segera berdiri tertegun, secara
mendadak serentak tanyanya, “Apakah Toa cungcu pernah bertarung melawan dirinya?”
Dalam pandangan mereka berempat ilmu silat serta kecerdasan Shen Bok Hong sudah
tiada tandingannya lagi dikolong langit, setelah secara tiba-tiba mendengar ada orang
yang dapat menandingi Toa cungcu mereka sehingga membuat ia jadi keder, rasa
terperanjat yang mereka rasakan saat itu sukar dibayangkan lagi dengan kata-kata.
Terdengar Cioe Cau Liong menjawab, “Walaupun Toa cungcu belum pernah ada
kekuatan secara resmi dengan orang itu, namun bentrokan-bentrokan singkat pernah
terjadi beberapa kali, orang itu memang seorang musuh tangguh yang jarang sekali
dijumpai dalam kolong langit….”
Mungkin Cioe Cau Liong merasa bahwa ucapan yang lebih jauh bakal merusak nama
baik serta gengsi Shen Bok Hong, mendadak ia alihkan pokok pembicaraan kesoal lain dan
menambahkan, “Menurut laporan dari mata-mata perkampungan kita yang tersebar luas
dimana-mana. Siauw Ling telah berada disekitar gunung Boe Gie san ini, oleh sebab itu
kalian musti berlaku lebih hati-hati lagi.”
“Hamba sekalian menerima perintah!” keempat orang mandor itu segera merangkap
tangannya menjura.
Rupanya suatu ingatan berkelebat dalam benak Phoa Liong, tanpa sadar ia melirik
sekejap kearah diri Siauw Ling.

Sementara itu Cioe Cau Liong telah ulapkan tangannya sambil berkata, “Kalian tak usah
berdiam disini lebih jauh hati-hati terhadap penyusupan orang luar kedalam lembah kita.”
Phoa Liong menjura.
“Jie cungcu! dua orang yang terpilih untuk menerima perintah sudah hamba bawa
kemari.”
Cioe Cau Liong berpaling dan menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek li Peng,
kemudian katanya, “Apakah orang itu berpenyakit?”
“Penyakit yang dideritanya belum lama telah sembuh!”
“Ehmm, baik kalian boleh berlalu!”
Keempat orang mandor itu mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Baru saja Phoa Liong putar badan berlalu dua tiga langkah dari situ, tiba-tiba terdengar
Cioe Cau Liong berseru kembali, “Phoa Liong, kau tetap tinggal disini!”
Phoa Liong mengiakan dan kembali ketempatnya semula.
Cioe Cau Liong pun tidak memperdulikan beberapa orang itu lagi, ia berpaling kearah It
Boen Han Too dan berseru, “It Boen heng, apakah kau berhasil menemukan suatu
pertanda yang mencurigakan?”
“Meskipun selat ini amat panjang tetapi keanehan yang patut kita curigai hanya
terbatas disekitar selokan ini, Shen toa cungcu bisa menitik beratkan usahanya disekitar
sini hal itu menandakan bahwa kecerdikannya memang luar biasa.”
“Sayang dua ratus orang pekerja yang selama beberapa tahun berturut-turut bekerja
tiada hentinya ini belum berhasil juga menemukan sesuatu pertanda yang berharga!”
“Pada saat ini masih sulit bagi cayhe untuk memberi keyakinan, aku harus melakukan
pemeriksaan lebih dahulu keseluruh lembah ini, kemudian baru membuat analisanya.
Cuma….”
“Cuma kenapa?”
“Cuma aku rasa sumber air yang memancur itu nampak sangat aneh sekali….!” kata It
Boen Han Too.
“Dimanakah letak keanehannya?”
“Terlihat dari air yang menyembur keluar, semestinya tempat ini merupakan suatu air
terjun yang terdahsyat. Aku rasa sumber air dibawah tanah disekitar sini terhimpun jadi
satu tempat ini, tapi mengapa yang muncul hanya sebuah pancuran air yang kecil?
bukankah itu aneh sekali?”

“Jadi maksud It Boen heng, kemungkinan sekali pancuran air itu adalah hasil
bendungan seseorang dengan daya arsiteknya yang lihay?”
“Dewasa ini kita yang bisa mengatakan bahwa hal itu mungkin saja benar, sulit untuk
dinyatakan kepastiannya….”
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, “Cayhe ada satu hal merasa kurang begitu
jelas, apakah jie cungcu bisa memberikan keterangan yang aku perlukan?”
“Asal cayhe tahu pasti akan kukatakan keluar!”
“Apakah Shen Toa cungcu telah berhasil menemukan anak kunci istana terlarang?”
Cioe Cau Liong termenung berpikir sejenak, kemudian sahutnya, “Andaikata Toa
cungcu telah berhasil mendapatkan anak kunci istana terlarang, rasanya ia tak perlu
meraba dengan mata buta selama beberapa tahun ditempat ini.”
“Seandainya Shen Toa cungcu benar-benar belum berhasil mendapatkan anak kunci
istana terlarang, darimana ia bisa tahu kalau istana terlarang berada disini?”
“Kejadian yang sebetulnya cayhe sendiripun merasa kurang begitu jelas, agaknya Toa
cungcu berhasil mendapatkan sedikit keterangan dari mulut seseorang yang mengatakan
bahwa istana terlarang terletak disini. Waktu itu setelah Toa cungcu masih berada didalam
rangkaian latihannya yang ketat, tapi ia telah dua kali melakukan penyelidikan sendiri
ketempat ini….”
“Menurut apa yang aku ketahui selamanya Toa cungcu bertindak teliti dan sangat
berhati-hati, bila ia belum berhasil menemukan sesuatu bukti yang meyakinkan rasanya
tak mungkin ia mengurus begini banyak pekerja untuk bekerja siang malam selama
banyak tahun.”
Mendengar pertanyaan itu Cioe Cau Liong tersenyum.
“Toa cungcu setelah mengunjungi tempat ini sebanyak empat kali, ia segera mengambil
keputusan untuk mengirim pekerja datang kemari, aku pikir mungkin saja ia berhasil
menemukan pertanda yang meyakinkan hatinya. Tapi bagaimana kenyataannya? dua
ratus orang pekerja kekar yang sudah beberapa tubuh bekerja giat ditempatini, namun tak
sedikit pertandapun yang berhasil ditemukan, kalau tidak ada sebabnya Toa cungcu
bersusah payah mengundang kehadiran It Boen Han heng untuk bantu mengatasi
masalah ini?”
“Sepintas lalu pegunungan yang berderet disekitar sini nampak tiada sesuatu yang
aneh, padahal dibalik kesemuanya itu terkandung keanehan yang mendalam, bila bukan
seorang ahli silat untuk menemukan hal itu. Toa cungcu bisa mengirim pekerja datang
kemari hal ini membuktikan bahwa iapun berhasil menemukan keanehan dari lembah
bukit ini!”
“Kenapa cayhe tidak berhasil menemukan sesuatu apapun?” kata Cioe Cau Liong sambil
menyapu sekejap sekeliling tempat itu.

It Boen Han Too segera tersenyum.
“Seandainya cayhe telah menunjukkan satu dua tempat keanehan yang ada ditempat
ini, Jie cungcu pasti akan merasakan pula keanehan yang ada disini….!” katanya.
Selama ini Siauw Ling yang berdiri disamping memperhatikan terus pembicaraan kedua
orang itu dengan seksama, pikirnya didalam hati, “It Boen Han Too menyebut dirinya
sebagai pemilik pesanggrahan Sian Kie Soe Loo, rupanya dia memang seorang jagoan
yang memiliki pengetahuan sangat tinggi. Cuma sayang manusia cerdik macam dia
ternyata lebih suka berkelompok dengan manusia durjana macam Shen Bok Hong dan
melakukan kejahatan disana sini.”
Berpikir sampai disitu, sinar matanya segera dialihkan kearah It Boen Han Too untuk
memperhatikan gerak geriknya.
Tampaklah pemilik dari pesanggrahan Sian Kie Soe Loo itu mengayunkan tangan
kanannya menuding kearah tebing dinding diatas pancuran air itu, katanya, “Jie cungcu,
perhatikanlah dengan seksama diatas dinding tebing dekat pancuran itu terdapat
keanehan apa?”
Mengikuti arah yang dituding oleh It Boen Han Too, si anak muda kita she Siauw pun
segera ikut memandang, tampaklah diatas dinding tebing yang gundul dan mengkilap itu
menyiarkan warna merah yang amat tajam, kecuali itu tiada tanda-tanda lain yang
menunjukkan keanehan itu.
“It Boen heng” terdengar Cioe Cau Liong berkata. “Kecuali dinding tebing itu
mempunyai warna yang menyolok, cayhe tidak berhasil menemukan sesuatu pertanda
yang aneh!”
“Bagus. Rupanya iapun tidak berhasil menemukan keanehan tersebut” batin Siauw Ling
didalam hati.
“Jie cungcu” kata It Boen Han Too. “Asal kau perhatikan dengan lebih seksama lagi
maka kau akan menemukan bahwa dinding tebing yang berada disekitar tempat itu jauh
berbeda dengan dinding tebing ditempat-tempat lain, bukankah begitu?”
Pikiran Siauw Ling jadi bergerak, kembali pikirnya, “Kenapa kau tak pergunakan seperti
ini? persoalan yang begini gampangpun tak berhasil kutemukan….”
Terdengar Cioe Cau Liong mengiakan dan berseru, “Kecuali itu ada apanya lagi?”
Maksud dari ucapan itu jelas menunjukkan bahwa ia merasa tidak puas dengan
keterangan yang diberikan It Boen Han Too.
Diam-diam Siauw Lingpun membatin, “Keadaan Cioe Cau Liong tidak berbeda dengan
aku, sudah jelas ia tak berhasil menemukan pertanda itu, tapi lagaknya sih pura-pura
mengerti tentang segalanya….”
Terdengar It Boen Han Too menyambung kata-katanya lebih jauh, “Urusan ini
nampaknya saja amat sederhana, tapi dalam kenyataan justru disinilah letak kuncinya

yang paling penting, walaupun cayhe belum sempat mendaki keatas dinding batu itu
untuk melakukan pemeriksaan yang lebih seksama, rasanya dugaanku tak bakal salah
lagi, lapisan luar dari dinding tebing itu mengandung perubahan yang sangat besar….”
“Perubahan apa?”
“Soal ini kembali merupakan suatu ilmu pengetahuan, batu tebing yang terdapat
didalam lembah ini kebanyakan termasuk jenis batu karang, meskipun kerasnya bagaikan
baja tetapi asal kita dapat menemukan guratan-guratan garisnya tidak sulit untuk
menemukan keterangan yang lebih mendalam artinya, cuma sayang mengenali guratan
garis bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, bila bukan seorang yang ahli sulit untuk
menemukannya….”
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, “Bila dugaan cayhe tidak salah, beberapa
puluh tahun berselang dinding tebing sekitar sini tidaklah begitu tandus dan mengkilap,
sebaliknya merupakan tonjolan bukit seperti halnya dengan bukit-bukit lain….”
“Aaaah benar!” seru Cioe Cau Liong berlagak pintar. “Maksud It Boen heng,
kemungkinan besar dinding tebing ditempat ini jadi mengkilap karena terpapas oleh
seseorang, bukankah begitu?”
It Boen Han Too termenung berpikir sejenak, kemudian menyahut, “Andaikata diatas
dinding tebing itu terdapat dua tonjolan bukit yang terpapas, bagi orang yang pengalaman
hal itu bukanlah suatu kesulitan untuk diketahuinya, tapi seandainya tonjolan bukit itu
terpapas seluruhnya hal ini malah sukar untuk diketahui….”
Bicara sampai disitu ia merandek dan meraba batu cadas yang amat besar dibawah
tebing dinding itu.
“Kalau dilihat dari tonjolan batu diatas dinding itu jelas merupakan hasil papasan dari
seseorang” katanya kembali. “Dan sebagian dari batu tersebut rontok ditepi selokan
dibawah dinding tebing itu, cuma cayhe tak bisa memastikan apakah orang yang
memapas batu itu ada maksud atau tiada maksud berbuat begini, dan tak bisa menduga
pula apa maksud sebenarnya orang itu memapas batu tonjolan itu.”
“Jadi kalau menurut perkataan It Boen heng, istana terlarang sudah pasti berada
disekitar sini?” seru Cioe Cau Liong kegirangan.
“Tentang soal ini cayhe tidak berani terlalu memastikan. Tetapi seandainya didalam
sepuluh hari sampai setengah bulan pasti berhasil menemukan letak istana terlarang
sekalipun cayhe berhasil menunjukkan beberapa tempat yang mencurigakan lalu apa
gunakan.”
“Ucapan It Boen heng memang benar sekali” kata Cioe Cau Liong sambil mengangguk,
jelas ia sudah dibikin takluk oleh luasnya pengetahuan serta kepandaian yang dimiliki
orang she It Boen ini.
Tiba-tiba It Boen Han Too berpaling memandang sekejap kearah Pek li Peng, lalu
serunya sambil menggape, “Coba kau kemarilah.”

Pek li Peng menurut dan maju kedepan, sementara mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa.
Siauw Ling segera mengempos tenaga memusatkan segenap kekuatan tubuhnya diatas
telapak tangan guna siap sedia menghadapi segala kemungkinan, ia takut Pek li Peng
buka suara dan jejak ketahuan.
Siapa tahu Pek li Peng hingga tiba beberapa depa dihadapan It Boen Han Too ternyata
sama sekali tidak mengeluarkan sedikit suarapun.
“Coba kau mendakilah dari sisi sumber air pancuran itu, dan ambillah sebuah batu
cadas” ujar It Boen Han Too sambil menuding kedepan.
Dengan air muka kaku dan tidak berubah Pek li Peng putar badan dan berjalan menuju
kearah dinding tebing itu.
Diam-diam Siauw Ling menghembuskan napas lega melihat gerak gerik gadis itu,
pikirnya, “Peng jie benar-benar amat cerdik, ia tahu kalau suaranya tak bisa meniru nada
suara kaum lelaki, ternyata tak sepatah katapun yang ia utarakan keluar.”
Rupanya Cioe Cau Liong pun merasakan hal itu, mendadak sinar matanya dialihkan
kearah Phoa Liong sambil tegurnya, “Kenapa orang itu lagaknya macam patung saja?
sudah kaku sepatah katapun tidak diucapkan keluar.”
“Ooh, Jie cungcu, kau musti tahu, mereka sudah terlalu lama bekerja didalam lembah
ini, dihari-hari biasa jarang sekali bercakap-cakap dengan orang lain, lama kelamaan hal
ini jadi kebiasaan.”
“Kedua orang ini selanjutnya tak usah ikut bekerja lagi, biar mereka membantu It Boen
sianseng dalam segala keperluan.”
“Hamba turut perintah!” sahut Phoa Liong sambil menjura.
Letak sumber pancuran itu dengan permukaan tanah hanya terpaut empat tombak,
lagipula banyak tonjolan batu disekitar situ, untuk mendaki keatas boleh dibilang bukan
suatu pekerjaan yang susah, apalagi mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
Pek lo Peng, hanya dalam dua tutulan saja ia sudah dapat mencapai diatas.
Tapi pada saat ini gadis itu mendaki dengan menggunakan seluruh anggota badannya,
bukan saja amat lambat bahkan seolah-olah payah sekali.
Siauw Ling jadi amat girang hati, pikirnya, “Kalau dilihat dari tingkah lakunya, helas
kecerdikan yang dimiliki Peng jie tidak berada dibawahku.”
Dengan cepat ia alihkan sinar matanya kedepan dan memperhatikan gerak gerik gadis
itu dengan seksama, tiba-tiba ia jumpai sepasang mata It Boen Han Too sedang
memperhatikan terus diri Pek li Peng, hatinya jadi bergerak dan segera pikirnya, “Apakah
It Boen Han Too sudah menaruh curiga terhadap diri Peng jie….? orang ini benar-benar
merupakan seorang musuh tangguh yang sukar dilayani….”

Dalam pada itu Pek li Peng telah tiba disini sumber pencarian air itu, ia segera
mengetuk batuan disekitar situ, kemudian setelah mengambil sebuah perlahan-lahan
merangkak turun keatas tanah.
Gerak geriknya mantap dan lembut tetapi tidak gugup ataupun gelisah. Walaupun It
Boen Han Too memperhatikan terus gerak geriknya namun iapun tak berhasil menemukan
suatu pertanda yang mencurigakan.
Dengan membawa batu karang itu Pek li Peng kembali kehadapan It Boen Han Too
kemudian dengan sikap yang sangat hormat mengangsurkannya kedepan.
It Boen Han Too menyambutnya dan meletakkan diatas telapak, dengan meminjam
sorot cahaya matahari batu tadi diperhatikan dengan seksama.
Batu cadas yang kecil itu dalam pandangan It Boen Han Too saat ini lebih berharga
daripada intan atau berlian, ia bolak balik batu itu dan diperiksanya dengan penuh
perhatian, kurang lebih sepertanah nasi kemudian ia baru berpaling kearah Cioe Cau Liong
sambil bertanya, “Apalah Shen Toa cungcu benar-benar akan datang kemari?”
“Ia pasti datang, bahkan dalam sehari dua hari mendatang.”
“Dalam hati cayhe masih ada beberapa persoalan yang mencurihakan hati, apalagi bisa
memperoleh pembuktian yang jelas mungkin aku tak akan menyia-nyiakan harapan Cioe
heng serta Toa cungcu. Sekarang Siauwte ingin berjalan-jalan sejenak mengelilingi
lembah ini.”
“Jika didengar nada suaranya, rupanya ia sudah mempunyai keyakinan dalam hatinya”
pikir Siauw Ling.
“Bagaimana kalau cayhe menemani diri It Boen heng?” terdengar Cioe Cau Liong
menawarkan jasa baiknya.
“Tak perlu, asal ada seorang membawa jalan itu sudah cukup!”
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya lagi, “Cioe heng! harap kau turunkan perintah
agar mereka untuk sementara waktu beristirahat, dan sementara waktu jangan bekerja
dulu. Menanti Toa cungcu telah datang kita baru membicarakan lagi persoalan ini.”
“Tentang soal itu…. tentang soal itu….”
“Bila Toa cungcu menegur nanti, Jie cungcu bisa timpahkan semua tanggung jawab ini
atas namaku!”
“Baik! siauwte akan segera laksanakan seperti apa yang kau maksudkan….”
It Boen Han Too segera alihkan sinar matanya kearah Siauw Ling dan bertanya,
“Apakah kau sanggup melakukan perjalanan?”

“Penyakit yang hamba derita telah sembuh, gerak gerik hamba telah bebas seperti
sedia kala.”
“Baik, kalau begitu kalian berdua ada harapan mengikuti diriku!”
Tiba-tiba Phoa Liong merintangkan tangannya menghalangi jalan pergi mereka,
serunya, “Didalam lembah ini banyak tertanam jebakan-jebakan yang tak terduga, hamba
rasa kalau It Boen sianseng harus melakukan perjalanan seorang diri hari ini akan kurang
leluasa bagimu.”
“Aku membawa mereka berdua bukankah sudah cukup….” kata It Boen Han Too sambil
melirik sekejap kearah Siauw Ling serta Pek li Peng.
“Kedua orang ini kedudukannya hanya sebagai pekerja kasar didalam lembah ini” ujar
Phoa Liong lebih jauh. “Para penjaga yang melakukan penjagaan dimulut lembah tak akan
kenal dengan mereka, lagipula merekapun tidak tahu kode rahasia kami untuk saling
berhubungan.”
“Jadi kalau begitu, aku harus membawa kau sebagai petunjuk jalan?”
“Sedikitpun tidak salah, andaikata Jie cungcu tidak melakukan perjalanan bersama
sianseng maka terpaksa kita musti pilihkan salah seorang diantara keempat orang mandor
untuk membawa jalan bagi sianseng.”
“Kalau begitu biar kau saja yang menghantar kami!” seru It Boen Han Too kemudian
sambil tertawa.
Phoa Liong segera alhikan sinar matanya kearah Cioe Cau Liong, rupanya ia tak berani
ambil keputusan sendiri.
Tampak Cioe Cau Liong tersenyum dan menjawab, “It Boen sianseng adalah tamu
agung dari perkampungan Pek Hoa San cung kami, perjalanan menelusuri lembah dan
bukit gersang kali ini adalah demi kepentingan perkampungan Pek Hoa San cung kita,
kalian harus baik-baik melayani dirinya.”
“Hamba terima perintah!”
“It Boen heng, silahkan kau mengadakan pemeriksaan diseluruh lembah ini maaf
siauwte tak akan menghantar lagi” ujar Cioe Cau Liong lebih jauh sambil tersenyum.
“Cioe heng, silahkan!” sinar matanya segera dialihkan kearah Phoa Liong dan
sambungnya. “Sewaktu masuk kedalam lembah ini aku lewati arah sebelah timur, keadaan
disitu sebagian besar sudah kuteliti dan perhatikan, sekarang lebih baik kau menghantar
aku untuk meninjau keadaan disebelah barat saja.”
“Cayhe akan membawa jalan!” sambil berkata mandor she Phoa itu segera berangkat.
Sambil menjingjing peti emasnya It Boen Han Too mengikuti dibelakang tubuh Phoa
Liong.

Dengan kerlingan matanya Siauw Ling memberi tanda kepada Pek li Peng untuk
mengikuti dibelakang It Boen Han Too. Sedang dirinya mengikuti kurang lebih satu
tombak dibelakangnya.
Dengan tampangnya yang berpenyakitan, orang lain mengira badannya kurang enak
maka jalannya agak lambat, siapapun tidak menaruh curiga terhadap gerak geriknya itu.
Yang paling dikuatirkan Siauw Ling adalah berubahnya pikiran Phoa Liong ditengah
jalan dan secara diam-diam melaporkan apa yang telah terjadi kepada Cioe Cau Liong
serta It Boen Han Too. Karena itu setiap saat ia selalu perhatikan tingkah laku dari orang
itu.
Siapa tahu dalam setiap tindakan tanduknya maupun dalam pembicaraan rupanya Phoa
Liong ada maksud untuk membantu dia merahasiakan persoalan ini.
Dalam pada itu dibawah pimpinan Phoa Liong, mereka sudah berjalan puluhan tombak
jauhnya. Lembah itupun mulai menikung kearah sebelah utara.
Setelah membelok satu tikungan lagi, pemandangan didasar lembah itu tiba-tiba
berubah.
Yang terbentang didepan mata hanyalah tumbuhan ilalang setinggi pinggang manusia,
keadaan itu berlangsung sepanjang puluhan tombak jauhnya. Kemudian lembah tadi
menikung kembali kearah barat.
Mendadak Siauw Ling merasakan hatinya bergerak, pikirnya, “Tempat ini merupakan
suatu tempat persembunyian yang sangat bagus, malam ini aku harus berusaha untuk
mengundang kehadiran Tiong Chiu Siang Ku agar mereka bersembunyi disini.
Bagaimanapun juga dengan adanya mereka berdua merupakan bantuan yang sangat
berharga bagi pergerakanku….”
Terdengar Phoa Liong telah berkata kembali, “It Boen sianseng, keadaan didalam
lembah ini aneh sekali seolah-olah setiap bagian mempunyai keadaan yang berbeda,
setelah membelok pada tikungan sebelah depan sana, dasar lembah itu merupakan
sebidang gurun pasir yang tandus, tak sebuah rumputpun yang bisa tumbuh disana.”
It Boen Han Too meletakkan peti emasnya keatas tanah, lalu memuji tiada hentinya,
“Ehmmm….! suatu tempat yang sangat indah…. suatu tempat yang sangat indah rupanya
tidak salah lagi.”
Perkataan itu diutarakan dengan bergumam dan merupakan ledakan dari suara hatinya,
tetapi bagi Siauw Ling yang mendengarkan ucapan itu segera berhasil menangkap
maksud yang sebenarnya, pikirnya dalam hati, “Rupanya buku pengetahuan yang pernah
dibaca orang ini betul-betul tidak sedikit jumlahnya, terutama sekali mengenai ilmu
geologi pengetahuannya sungguh amat luas. Tapi keadaan lembah inipun memang aneh
luar biasa, agaknya setiap bagian mengandung sifat tanah yang berbeda. Sungguh tak
nyana Cian chiu sin kong siahli bangunan bertangan sakti Pauw pauw it thian bisa
mendirikan istana terlarang ditempat seperti ini….”

Tampak It Boen Han Too meletakkan peti emasnya mengambil kertas dan pit san mulai
melukis.
Siauw Ling ingin sekali melihat apa yang sebenarnya sedang dilukis, tetapi karena takut
jaraknya yang terlalu dekat akan menimbulkan kecurigaannya, terpaksa ia berdiri dari
kejauhan sambil memperhatikan dengan seksama.
Secara lapat-lapat ia jumpai It Boen Han Too sedang melukis sebuah bukit diatas kertas
itu, dan dibawahnya terdapat banyak sekali tulisan.
Kurang lebih satu jam kemudian ia baru bangkit berdiri, setelah masukkan kertas dan
pit nya kedalam peti, ujarnya, “Didalam rerumputan yang lebat ini apakah ada jalan
tembusnya?”
“Walaupun rumput ilalang yang tumbuh disini sangat lebat tapi tak seekor ularpun yang
hidup disini, tempat ini tidak berbahaya!” sahut Phoa Liong cepat.
“Baik, kalau begitu harap kau berjalan didepan untuk membawa jalan!”
Setelah menembusi padang ilalang yang lebat, pemandangan yang terbentang
dihadapan mereka benar-benar telah berubah.
Tampaklah pasir yang kuning dan udara yang gersang terbentang jauh sampai diujung
pandangan.
Pemandangan semacam ini tidak jauh berbeda dengan keadaan digurun pasir, hanya
tempat ini tidak seluas digurun.
“Sungguh tak nyana didalam lembah gunung ini memiliki pemandangan yang berbedabeda”
pikir Siauw Ling.
Tampak It Boen Han Too ambil keluar sebuah kantong kain dan mencomot dua
genggam pasir kemudian dimasukkan kedalam kantong itu, ujarnya, “Setelah melewati
padang pasir ini, pemandangan apa yang terbentang didepan situ?”
“Setelah melewati padang pasir, didepan sana merupakan padang batu kerikil berwarna
putih.”
“Setelah melewati padang batu kerikil berwarna putih itu?”
“Pemandangan disana lebih indah, rumput tumbuh dengan amat subur dengan aneka
bunga yang menyiarkan bau harum.”
“Bila maju lebih kedepan lagi?”
“Makin keujung tumbuhan semakin layu dan akhirnya tiba dijung lembah ini.”
“Bagaimanakah pemandangan diujung situ?”

“Sebuah dinding tebing yang tinggi menghalangi perjalanan dena membelah selat ini
jadi dua bagian, bagian sebelah depan adalah lembah Ban Coa Kok yang tersohor
digunung Boe Gie san ini.”
“Apa sih yang dimaksudkan lembah Ban Coa itu?”
“Didalam lembah itu terdapat pelbagai jenis ular beracun yang tak terhitung jumlahnya,
karena bentuknya yang aneh dan racunnya yang keji maka lembah ini disebut lembah
selaksa ular.”
It Boen Han Too termenung berpikir sebentar, kemudian ujarnya, “Coba kau pergilah
ambilkan dua butir batu kerikil berwarna putih itu kemudian ambilkan pula sedikit rumput
dan bunga segar serta rumput-rumput yang layu.”
“Apakah It Boen siansong tak akan pergi kesitu?”
“Besok saja aku baru pergi kesitu!” selesai berkata ia letakkan petinya keatas tanah dan
pejamkan mata duduk bersila.
Rupanya ia merasa amat lelah sekali, dalam waktu singkat pikirannya sudah kosong
dan dia sudah lupa akan segala-galanya.
Phoa Liong berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling serta Pek li Peng
kemudian ujarnya, “Harap kalian baik-baik melayani It Boen sianseng.”
Selesai berkata diapun berlalu.
Sepeninggalnya Phoa Liong, perlahan-lahan Siauw Ling berjalan menuju kebelakang
tubuh It Boen Han Too, pikirnya didalam hati, “Bila aku ada maksud membinasakan
dirinya pada saat ini. Asal kuangkat jari tanganku dia pasti sudah terjatuh ketanganku,
sebagai orang yang takut mati dalam keadaan terdesak tentu saja ia sukai membantu aku.
Bilamana sampai begitu, walaupun Cioe Cau Liong ada disini belum tentu ia bisa
menghalangi niatku, yang susah justru Shen Bok Hong bakal datang kemari, orang itu
cerdik dan pengetahuannya luas, rahasia ini dengan cepat bisa diketahui olehnya….”
Terasalah pikirannya jadi kalut tak menentu, dalam waktu singkat pelbagai macam cara
sudah terlintas dalam benaknya, tetapi merasa semua cara itu kurang begitu sesuai.
Sementara otaknya masih berputar, tiba-tiba ia saksikan Pek li Peng telah mengangkat
tangan kanannya perlahan-lahan menotol punggung It Boen Han Too.
Rupanya ia teringat akan caranya menaklukkan diri Phoa Liong yang amat jitu itu, maka
sekarang dia ingin menggunakan cara yang sama untuk meringkus pula diri It Boen Han
Too.
Siauw Ling yang menyaksikan kejadian itu amat terperanjat, tak sempat lagi baginya
untuk menghardik dan tidak leluasa pula baginya untuk membentak, terpaksa tangan
kanannya bergerak cepat melancarkan sebuah pukulan menghadang meluncurnya
serangan maut dari gadis tersebut.

Pek li Peng segera merasakan datangnya segulung angin pukulan yang bertenaga besar
menggetarkan tangan kanannya, tetapi ia sudah melihat bahwa serangan itu dilancarkan
oleh Siauw Ling maka mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Siauw Ling memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu kemudian dengan ilmu
menyampaikan suara bisiknya, “Peng jie, jangan kau lukai dirinya!”
Pek li Peng tersenyum dan segera mengundurkan diri. Sebetulnya dalam hati kecilnya
gadis itu mempunyai sebuah rencana bagus cuma berhubung keadaan situasi yang tidak
mengijinkan maka tak sempat baginya untuk memberi penjelasan.
Mimpipun It Boen Han Too tak pernah menyangka kalau dua orang pekerja yang
berada disisinya adalah hasil penyarua dari Siauw Ling berdua, sedikit saja berlalu ia
sudah melewati suatu bencana yang maha hebat.
Kurang lebih setengah jam kemudian, dengan langkah terburu-buru Phoa Liong telah
kembali disitu, dalam genggamannya masing-masing membawa batu kerikil warna putih,
rumput layu serta bebungahan.
Dari jauh Siauw Ling dapat menyaksikan napasnya tersengkal-sengkal dan badannya
basah kuyup oleh keringat, jelas perjalanan yang telah ditempuh bukanlah perjalanan
yang dekat.
Phoa Liong yang menyaksikan It Boen Han Too masih duduk bersemedhi, iapun tak
berani mengganggu ataupun menegur, terpaksa dia menunggu disampingnya.
Kembali setengah jam sudah lewat, perlahan-lahan It Boen Han Too baru membuka
matanya melirik sekejap kearah Phoa Liong.
“Ehmmm, aku telah menyusahkan dirimu!” serunya sambil menerima kerikil putih,
bungan serta rumput layu itu dimana benda-benda tersebut segera dimasukkan kedalam
petinya.
“Orang ini masukkan benda apapun kedalam petinya” pikir Pek li Peng dalam hati.
Seandainya aku berhasil mencuri peti miliknya itu maka keadaan tersebut tentu bagaikan
monyet yang kehilangan pegangan!”
Setelah mempunyai rencana untuk mencuri peti milik It Boen Han Too tadi, hati Pek li
Peng jadi kegirangan, tanpa terasa ia memandang kearah Siauw Ling dan tertawa.
Bibirnya bergetar dan muncul sebaris giginya yang kecil, putih dan bersih.
Menyaksikan hal itu Siauw Ling kontan mengerutkan alisnya dengan ilmu
menyampaikan suara peringatnya, “Peng jie, jangan lupa dengan kedudukanmu
sekarang!”
Untung kesemuanya itu tidak sampai terlihat oleh It Boen Han Too, terdengar orang itu
berkata, “Phoa heng, cayhe mempunyai beberapa persoalan hendak minta tolong
petunjukmu. Apakah Phoa heng sudi untuk memberitahukannya?”

Seolah-olah terkejut dengan sebutan itu, buru-buru Phoa Liong bungkukkan badannya
menjura, “Tidak berani…. tidak berani…. silahkan It Boen sianseng ajukan pertanyaanmu,
asal cayhe tahu pasti kujawab.”
“Cuwi sekalian sudah banyak tahun bekerja didalam lembah ini, bahkan separuh bagian
pekerja yang ada telah mati kelelahan, pekerja tersebut tentu amat sulit sekali bukan?”
Pertanyaan ini diajukan sangat halus dan amat sempurna, walaupun maksudnya
mencari keterangan tapi tidak memberikan bekas apapun.
“Kami sekalian bekerja menurut perintah serta intruksi dari Toa cungcu sendiri.” Jawab
Phoa Liong.
“Bagaimanakah petunjuk dari Toa cungcu kalian itu?”
“Maksud Toa cungcu kita diperintahkan memilih dinding tebing yang ada diempat
penjuru dan bekerja secara berkelompok, tujuannya adalah menggali bukit ini hingga
kearah lambung, tetapi pekerjaan tersebut tidak boleh diketahui orang lain.”
“Bagaimanakah hasil dari proyek yang maha besar ini?”
“Ketika pekerjaan ini mula-mula dilakukan semuanya berjalan dengan lancar tanpa
gangguan, tetapi dinding tebing itu makin kedalam semakin keras bagaikan menggali baja
yang keras saja, setiap kali pacul kami menimpa batu segera bermuncratlah bunga api,
yang rontokpun hanya sebuah bongkahan batu sebesar kepalan….”
It Boen Han Too segera tersenyum.
“Beberapa buah bukit yang ada disekitar sini terdiri dari tebing-tebing batu karang yang
amat keras, bial mana tidak mengenali sifat tanah disini tentu saja sulit untuk menggali
bukit tersebut.”
“Oleh sebab itulah walaupun kami sudah bekerja keras selama banyak tahun tapi tiada
kemajuan apapun yang berhasil ditemukan.”
Perlahan-lahan It Boen Han Too bangkit berdiri.
“Baik!” katanya. “Pembicaraan kita pada hari ini hanya sampai disini saja, lain kali bila
cayhe ingin mengetahui tentang soal lain, harap Phoa heng suka memberi petunjuk.”
“Tidak berani, setiap saat It Boen sianseng boleh mengajukan pertanyaan kepadaku
asal cayhe tahu pasti akan kuutarakan.”
Sambil menenteng peti emasnya It Boen Han Too segera putar badan dan berlari dari
situ.
Phoa Liong buru-buru mengikuti dibelakang tubuhnya, sementara Siauw Ling serta Pek
li Peng sengaja memperlambat langkahnya hingga ketinggalan sejauh satu tombak lebih.

Ketika mereka datang melewati padang ilalang yang lebat, dengan ilmu menyampaikan
suara Siauw Ling segera berbisik kepada Pek li Peng, “Peng jie, sekarang Tiong Chiu Siang
ku berada dimana?”
“Berada didalam rumah penginapan yang kutempati!”
“Malam nanti kau naiklah keatas puncak melewati jalan rahasia, suruh mereka
mengenakan pakaian pekerja dan menyusup kedalam lembah ini. Kemudian bersembunyi
didalam padang ilalang ini!”
“Bagaimana dengan Toa Boen seng?”
“Sulit bagi kita untuk menyelesaikan tentang orang itu, kita tak bisa membinasakan
dirinya tetapi tetap membiarkan dia berada diatas puncak In Wan Hong hanya
memberikan kesempatan bagi anak buahnya Shen Bok Hong untuk menawannya kembali.
Bila ia tak kuat menahan siksaan pasti akan mengaku dan membongkar rahasia-rahasia
kita. Seandainya sampai begitu rencana kerja kita pasti akan berantakan.”
“Aku lihat orang itupun bukan termasuk orang baik-baik, lebih tepat kalau kita
musnahkan saja dari muka bumi!”
“Andaikata kita bunuh orang itu karena takut rahasia kita ketahuan. lalu apa bedanya
perbuatan kita ini dengan perbuatan dari Shen Bok Hong….?”
“Aaaah, aku lupa” seru Pek li Peng sambil tersenyum. “Toako toh seorang enghiong
yang berhati luhur dan bajik, tentu saja kau tak akan sudi berbuat begitu.”
Sementara Siauw Ling hendak mengatakan sesuatu, mendadak terdengar suara suitan
yang tajam dan lengking berkumandang datang.
“Eeei? suara apa itu?” tiba-tiba It Boen Han Too berhenti berjalan dan menegur.
“Suara suitan tanda bahaya!” jawab Phoa Liong dengan cepat.
“Suitan tanda bahaya? jadi maksudmu ada musuh yang telah menyusup kedalam
lembah ini?”
“Sedikitpun tidak salah?”
Padang ilalang itu sungguh lebat sekali tingginya mencapai sebatas dada dan sekilas
pandang hanya kepalanya saja yang kelihatan. Perawakan tubuh Pek li Peng kecil mungil,
saat itu seluruh tubuhnya tertutup dibalik rerumputan, yang nampak hanyalah sepasang
matanya yang berputar tiada hentinya.
Terdengarlah suara suitan itu setelah berbunyi panjang tiga kali, mendadak berhenti
dan sirap.
“Tiga kali suara suitan itu menandakan bahwa keadaan sangat kritis, pihak lawan telah
memasuki lembah bukit ini” kembali Phoa Liong berkata dengan suara lirih.

“Semoga saja yang datang bukanlah Siauw Ling” seru It Boen Han Too setelah
termenung berpikir sejenak.
Mendadak ia mempercepat langkahnya dan berjalan menuju keluar.
JILID 37
Phoa Liong berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling, kemudian dengan
kencang mengikuti dibelakang tubuh It Boen Han Too menuju keluar.
“Toako!” Pek li Peng segera berbisik dengan ilmu menyampaikan suara. “Rupanya
mereka semua menaruh rasa jeri terhadap dirimu, dan mengharapkan orang yang datang
janganlah kau. Bila mereka tahu kau Siauw Ling pada saat ini sudah berada disisi tubuh
mereka, niscaya mereka akan ketakutan setengah mati hingga sukmapun terasa melayang
meninggalkan raganya.”
Sementara itu Siauw Ling sedang merasa risau dan cemas bila orang yang datang
adalah sepasang pedagang dari Tiong Chiu, seandainya mereka tertawan maka terpaksa
ia harus turun tangan membantu, dalam keadaan begitu bukankah semua rencana
baiknya akan berantakan?”
Mendengar ucapan dari Pek li Peng barusan, hatinya segera bergerak, ia mendapat akal
untuk mengatasi masalah tersebut, seandainya keadaan terdesak asal salah seorang saja
diantara mereka yang turun tangan, bukankah urusan jadi beres?
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar peringatnya, “Peng jie, It Boen Han Too adalah
seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman perasaannya was-wasnya amat tinggi,
kau jangan terlalu gegabah sehingga rahasia kita ketahuan.”
Sementara masih berbicara, mereka sudah keluar dari ladang ilalang setinggi dada itu.
Mendadak It Boen Han Too menghentikan langkah kakinya dan pasang telinga
memperhatikan sesuatu dengan seksama, kemudian sambil memandang kearah Phoa
Liong tanyanya, “Suitan tanda bahaya telah sirap, bagaimanakah situasinya?”
“Mungkin musuh tangguh telah berhasil ditaklukan!”
“Waaah, kalau begitu lembah terpencil ini sudah tak bisa dikatakan rahasia lagi
letaknya!”
“Selama banyak tahun belum pernah terjadi peristiwa semacam ini, sungguh tak nyana
selama beberapa kali ini selalu terjadi peristiwa….” rupanya dia tahu bahwa dirinya sudah
terlanjur bicara, buru-buru mulutnya membungkam.
Tetapi It Boen Han Too telah menyambung dengan cepat, “Kenapa? apakah ada orang
yang berhasil menyelundup masuk kedalam lembah ini.”
Siauw Ling yang mendengarkan pembicaraan itu hatinya jadi tegang, diam-diam hawa
murninya dihimpun kedalam telapak dan siap melakukan penyerangan, asal Phoa Liong
terdesak dan mengutarakan asal usulnya, terpaksa ia akan menggunakan gerakan yang
tercepat untuk menaklukan mereka berdua.
Terdengar Phoa Liong berkata, “Kemarin malam ketika kentongan kedua tengah malam
telah tiba, ada dua orang menyusuk kedalam lembah kita, tapi sejak mereka masuk
kedalam lembah jejaknya berhasil kami awasi terus, dalam suatu kesempatan yang tak
terduga mereka berhasil kami pukul mundur menemui ajalnya!”
“Siapakah orang itu?”
“Dua orang penyamus kangouw yang tidak diketahui namanya!”
“Asal yang datang bukanlah Siauw Ling, rasanya tidak sulit untuk menghadapi merekamereka
itu.”

Bibir Phoa Liong nampak bergerak seperti mau menanyakan sesuatu, tetapi setelah
perkataannya meluncur dari ujung bibirnya mendadak ia teringat kembali akan
kedudukannya dan membatalkannya niat tersebut.
“Apakah kau hendak menanyakan sesuatu?” tanya It Boen Han Too.
“Entah leluasa tidak bagiku untuk mengajukan pertanyaan?”
“Tiada halangan, katakanlah!”
“Kalau didengar dari nada suara It Boen siansong. Lagaknya manusia yang bernama
Siauw Ling itu adalah seorang jagoan yang amat sulit ditaklukan?”
It Boen Han Too tersenyum.
“Bukan saja sukar ditaklukan bahkan dia adalah seorang manusia yang sangat lihay.
Coba bayangkan Shen Toa cungcu kalian adalah seorang enghiong macam apa? tetapi
setiap kali berjumpa dengan Siauw Ling tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Kekuasaan serta kantong cabang-cabang yang didirikan pihak perkampungan Pek Hoa San
cung didalam dunia persilatan sebagaian besar sudah hancur berantakan diatangan orang
she Siauw itu. Bahkan dewasa ini para enghiong hoohan dari pelbagai penjuru berani
secara terang-terangan memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, sebagian besar
adalah terpengaruh oleh penggerakan dari Siauw Ling ini. Sekarang dia sudah diangkat
sebagai pemimpin tertinggi dari kaum Bulim yang menentang kekuasaan perkampungan
Pek Hoa San cung.”
“It Boen sianseng, pernahkah kau bertemu dengan manusia yang bernama Siauw Ling
itu?”
“Tentu saja pernah!”
“It Boen sianseng, dapatkah kau lukiskan bagaimanakah raut wajah dari Siauw Ling
sehingga dikemudian hari bila aku sampai berjumpa dengan dirinya bisa bertindak lebih
hati-hati?”
“Bila kuucapkan keluar, kau belum tentu percaya….” sahut It Boen Han Too setelah
merandek sejenak sambungnya, “Bukan kau saja sekalipun cayhe sendiri. Apabila bukan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri cayhe tak nanti akan mempercayai perkataan
orang lain.”
“Kenapa? cayhe percaya It Boen sianseng tak akan membohongi diriku, apa yang
sianseng ucapkan tentu saja aku mempercayai seratus persen.”
“Baik! kitapun tak usah terburu-buru pulang.”
Sambil meletakkan petinya ia duduk diatas lantai lalu sambungnya, “Tahun ini Siauw
Ling baru berusia dua puluh tahunan, tetapi kelihayan ilmu silatnya luar biasa sekali
sehingga Shen Toa cungcu sendiripun dibikin pusing kepala oleh perbuatannya….”
“Aaaah, tidak mungkin!”
Air muka It Boen Han Too berubah jadi membesi, sahutnya, “Kalau kejadian itu adalah
suatu kejadian yang mungkin terjadi, tidak akan kukatakan sebagai suatu keajaiban.”
“Perkataan sianseng memang benar!” buru-buru Phoa Liong menjura.
“Dua tahun berselang, didalam dunia persilatan telah muncul Siauw Ling yang pertama,
ilmu pedangnya sangat tinggi dan kecepatan geraknya boleh dibilang menyerupai
sambaran kilat. Banyak jago Bulim yang bertempur melawan dirinya sebelum sempat
mencabut senjata, mereka sudah mati termakan oleh ujung pedangnya. Oleh sebab itu
nama besarnya dengan cepat menanjak….”
Sinar matanya menyapu sekejap kearah Phoa Liong yang mendengarkan dengan penuh
perhatian itu, kemudian terusnya, “Tetapi setahun berselang, didalam dunia persilatan
telah muncul Siauw Ling kedua, kelihayan ilmu silatnya yang dimiliki orang ini jauh lebih
dahsyat berkali-kali lipat kepandaian silat Siauw Ling yang pertama.”

“Oooh, benarkah terjadi peristiwa semacam ini?” seru Phoa Liong. “Diantara kedua
orang ini tentu ada seorang yang palsu, mungkin orang yang muncul belakangan itu
hendak meminjam nama besar orang yang pertama untuk meningkatkan gengsinya.”
“Kalau memang itu masih mendingan, Siauw Ling yang munculkan dirinya untuk
pertama kali itu meskipun memiliki ilmu pedang yang sangat lihay tetapi masih belum
mampu untuk menandingi kedahsyatan dari Shen Bok Hong lagipula diapun tiada maksud
untuk memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, tetapi Siauw Ling yang muncul
belakangan itu jauh berbeda sekali, bukan saja ilmu pedangnya sangat dahsyat bahkan
ilmu silat yang dimilikinya beraneka ragam, baik ilmu pukulan, ilmu meringankan tubuh,
ilmu senjata rahasia serta ilmu jari semuanya merupakan kepandaian sakti yang maha
ampuh, yang aneh lagi mula-mulanya ia bersahabat dengan pihak perkampungan Pek Hoa
san cung, bahkan telah diangkat menjadi Sam cungcu dari perkampungan itu. Namun
dengan cepatnya ia telah berubah pula jadi musuh bebuyutan dari Pek Hoa San cung.
Kawanan jago kangouw yang dikumpulkan Shen Toa cungcu didalam barisan pengawal
berbaju hitam serta cap Pwee Kim Kong bukan saja tidak berhasil membelenggu dirinya
malahan justru kena dipukul kocar kacir. Dalam jangka waktu setengah tahun yang
singkat, nama besar perkampungan Pek Hoa San cung mengalami kemerosotan yang
hebat. Dan disebabkan karena kemunculan Siauw Ling inilah memancing bangkitnya
gerakan perlawanan terhadap kekuasaan perkampungan Pek Hoa San cung.”
“Betulkan ia sedemikian lihaynya?” Phoa Liong masih saja merasa sangal.
It Boen Han Too tersenyum.
“Seandainya tidak demikian lihay, kenapa Shen Toa cungcu buru-buru hendak
membuka istana terlarang, dan membawa cayhe datang ketempat yang terpencil ini untuk
membantu usahanya.”
“Sianseng, sudah setengah harian kau bercerita namun belum kau lukiskan raut wajah
serta potongan badan dari Siauw Ling.”
Sekali lagi It Boen Han Too tertawa-tawa.
“Usianya masih sangat muda, tampangnya ganteng dan badannya kekar, kalau
dibicarakan tentang raut wajahnya dia adalah pujaan kaum wanita, bagi siapapun yang
tidak mengenali dirinya tak nanti akan percaya kalau pemuda tampan seperti dia
sebenarnya adalah seorang jago kangouw yang amat tersohor dan memiliki kepandaian
silat yang amat lihay.”
Mendengar sampai disitu Phoa Liong sudah tak dapat membendung debaran
jantungnya yang semakin menghebat, tanpa sadar melirik sekejap kearah Siauw Ling.
Pek li Peng yang mendengar orang itu memuji kehebatan Siauw Ling, dalam hati
merasa amat girang hingga tanpa sadar ia tersenyum manis.
Untung It Boen Han Too tidak menaruh perhatian kepadanya, dengan cepat gadis itu
menyadari akan kecerobohannya dan segera tutup mulut.
Terdengar It Boen Han Too berkata lagi, “Phoa heng, tentang persoalan ini kau boleh
tanyakan sendiri kepada Cioe Jie cungcu, apa yang ia katakan tentu tidak jauh berbeda
dengan apa yang kuutarakan.”
“Sianseng suka memberi keterangan kepada cayhe, aku orang she Phoa merasa amat
bangga sekali.”
“Aaah, kau tak usah berlagak sungkan, sendiri tadi aku telah menganggap Phoa heng
sebagai seorang sahabat.”
“Sungguh licik hati orang ini” pikir Siauw Ling dengan hati bergerak. “Rupanya kisah
cerita yang dia utarakan selama ini sebetulnya bukan tiada maksud tertentu.”
Dalam pada itu Phoa Liong telah menjura dan berkata, “Aku orang she Phoa mana
berani menerima penghormatan yang demikian tinggi dari sianseng!”

“Haaah…. haaah…. ucapan terlalu berlebihan, apa salahnya kalau kita duduk sederajat
dan bicara dalam setingkat….” ia merandek sejenak kemudian tambahnya. “Siauwtepu
ada satu persoalan ingin minta petunjuk dari Phoa heng.”
“Asal cayhe tahu pasti akan kuutarakan keluar!”
“Bagus sekali! mengenai persoalan istana terlarang sampai sejauh manakah yang Phoa
heng ketahui?”
“Tentang soal ini?” Phoa Liong termenung berpikir sebentar.:”Shen Toa cungcu belum
pernah membicarakan hal itu dengan cayhe.”
“Maksudku selama beberapa tahun Phoa heng berdiam didalam lembah ini, entah
penemuan apa saja yang berhasil kau ketahui.”
“Tentang masalah itu sih memang ada berapa hal yang aneh!”
“Silahkan Phoa heng utarakan keluar, siauwte akan mendengarkan dengan seksama.”
“Kurang lebih satu tahun berselang, cayhe sekalian berhasil menemukan sebilah
pedang pendek yang antik sekali bentuknya didalam sebuah gua kecil….”
“Sekarang pedang pendek itu berada dimana?” sela It Boen Han Too cepat.
“Telah diambil oleh Shen Toa cungcu!”
“Baiklah! kau boleh katakan saja bentuk dari pedang pendek itu” akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat ia berkata.
Phoa Liong pejamkan mata dan berpikir, agaknya ia sedang mengumpulkan segenap
ingatannya untuk mengingat-ingat bentuk pedang pendek itu.
Lama sekali ia baru membuka matanya kembali sambil berkata, “Kejadian itu telah
terjadi satu tahun berselang, cayhe sudah tak begitu ingat. Tapi yang pasti pedang
pendek itu panjangnya kurang lebih satu depa dua coen, lebarnya sebatas tiga jari,
sarung pedang itu berwarna ungu tua dan entah terbuat dari bahan apa, terasa keras dan
kuat.”
“Sarung pedang berwarna ungu…. diantara pedang kenamaan dalam kolong langit….”
gumam It Boen Han Too seorang diri. Mendadak ia angkat kepala dan memandang
sekejap kearah Phoa Liong, tanyanya lebih jauh, “Bagaimanakah bentuknya pedang
didalam sarung itu?”
“cayhe hanya sempat melihat pedang pendek itu beserta sarungnya, bagaimanakah
bentuk pedang itu aku tidak begitu jelas.”
“Oooh, jadi sewaktu kalian menemukan pedang itu kebetulan Shen Toa cungcu berada
disamping kalian, maka sebelum pedang itu sempat diloloskan diambil oleh Shen Toa
cungcu?”
“Tidak, bukan begitu” sahut Phoa Liong sambil menggelengkan kepalanya. “Sepuluh
hari setelah kami sekalian menemukan pedang pendek berwarna ungu itu, Toa cungcu
baru tiba disini.”
“Dalam jangka waktu sepuluh hari, mata Phoa heng tidak mencabut pedang itu untuk
dilihat bentuknya? kesabaranmu benar-benar mengagumkan sekali….” jengek It Boen Han
Too sambil tertawa.
“Bukannya cayhe mempunyai kesabaran setebal itu, sebaliknya pedang itu telah
menempel dengan sarungnya dengan kencang, dan cayhe tidak berhasil untuk
meloloskannya keluar.”
“Apakah pada gagang pedang terdapat tombol rahasianya?”
“Cayhe telah melakukan pemeriksaan dengan seksama, seluruh pedang itu tak ada
yang lolos dari pengamatan tapi kami belum berhasil juga menemukan tombol rahasia
untuk membuka pedang itu, seolah-olah pedang tadi memang dilebur jadi satu dengan
sarungnya.”

“Aaah, mungkin hanya selembar lempangan Leng pay baja yang berwarna ungu! dari
mana Phoa heng bisa merasa begitu yakin kalau benda itu adalah sebilah pedang
pendek?”
“Dengan andalkan pengalaman serta pengetahuanku selama puluhan tahun, cayhe
yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek.”
“Dari mana kau bisa tahu?”
“Ukuran lebar gagang pedang dengan tubuh pedang itu terpaut hanya sedikit, warna
pelindung tangan diatas gagang dengan tubuh pedang sama sekali berbeda jauh. Karena
itu cayhe yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek.”
“Apa anehnya sih sebilah pedang pendek?” pikir Siauw Ling dengan keheranan.
“Mengapa It Boen Han Too menanyakan dengan begitu jelas dan telit?”
Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Phoa heng apakah kau pernah menemukan
sesuatu diatas sarung pedang itu? misalnya tulisan atau guratan-guratan gambar?”
“Aaah! jika kau tidak mengatakan begitu hampir saja cayhe tak ingat, diatas sarung
pedang itu memang terdapat lukisan yang mirip naga tapi bukan naga, pengetahuan
cayhe terlalu cetek maka tak kuketahui lambang apakah gambar tersebut?”
“Sekilas perasaan kaget dan tercengang terlintas diatas wajah It Boen Han Too, segera
serunya, “Diantara lukisan naga tidak menyerupai naga itu apakah ada lukisan
manusia….?”
Rupanya ia tahu Phoa Liong tidak bisa menangkap artinya, segera sambungnya lebih
jauh, “Maksudku lukisan raut wajah seseorang yang aneh.”
Phoa Liong termenung sebentar lalu mengangguk.
“Benar, agaknya menyerupai lukisan batok kepala manusia….”
“Aaaaah, sayang…. sayang….”
“Apa yang sayang?”
Rupanya It Boen Han Too menyadari akan kehilafannya mengucapkan kata tersebut,
buru-buru sambungnya, “Setelah mendengar dari mulut Phoa heng bahwa benda itu
adalah sebilah pedang bagus, cayhe jadi merasa sayang karena tak dapat menyaksikan
dengan mata kepala sendiri.”
Ia merandek sejenak, kemudian tanyanya lagi, “Setelah menyaksikan pedang pendek
itu apayang dikatakan oleh Shen Toa cungcu?”
“Setelah dipermainkan sebentar, ia masukkan pedang itu didalam sakunya….”
It Boen Han Too tidak bertanya lebih jauh, sinar matanya segera menyapu sekejap
sekeliling tempat itu lalu ujarnya, “Sudah begini lama aku tak mendengar suara suitan
tanda bahaya lagi, mungkin orang yang berhasil masuk kedalam ini telah dilukai….?”
“Belum!” sahut Phoa Liong sambil menggeleng.
Waktu itu It Boen Han Too telah bangkit dan siap berlalu, mendengar jawaban tersebut
ia segera berhenti.
“Dari mana Phoa heng bisa tahu kalau orang itu belum berhasil dibekuk….?” tanyanya.
“Dalam lembah kami ini sudah ditentukan pelbagai kode yang mengartikan sesuatu.
Andaikata ornag itu telah berhasil ditawan atau dibunuh tanda kode tertentu akan segera
disiarkan daripada orang yang ada didalam lembah masih melakukan pencarian kesana
kemari.”
“Lalu bagaimana keadaan situasinya pada saat ini?”
“Walaupun jejak musuh berhasil ketahuan tapi mereka berhasil meloloskan diri,
sekarang masih dilakukan pencarian secara besar-besaran.”
“Lembah bukit ini walaupun panjang, tapi menurut apa yang cayhe lihat sewaktu
masuk kesini situasinya tidak terlalu rumit dan sukar, kenapa sampai sekarang jejak lawan
belum berhasil ditemukan juga?”

“Bagaimanapun ilmu silat yang dimiliki pihak lawan tak nanti mereka berhasil
meloloskan diri dari penggeledahan kami yang bakal disiarkan.”
Mendadak It Boen Han Too berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling serta Pek
li Peng, kemudian katanya, “Seandainya pihak musuh menyusupkan diri diantara kawanan
pekerja, bukan jejak mereka jadi amat sulit untuk ditemukan?”
“Sungguh lihay orang ini” batin Siauw Ling dengan terperanjat. “Kemudian hari aku
musti bersikap lebih hati-hati lagi menghampiri dirinya….”
Rupanya Phoa Liong pun ikut merasa tidak tenang hati karena perkataan itu, ia segera
mendehem dan menyela, “Bagaimana kalau kita lihat-lihat keadaan sana bilamana perlu,
kitapun bisa membantu mereka untuk menemukan jejak orang yang memasuki lembah
bukit ini.”
Dalam hati sebenarnya It Boen Han Too tiada maksud untuk membantu mereka guna
mencari jejak musuh tangguh yang menyusup masuk kedalam lembah, tetapi setelah
Phoa Liong berkata begitu tentu saja ia tak pantas untuk menampik. Terpaksa sambil
mengangkat petinya ia menjawab, “Perkataan Phoa heng sedikitpun tidak salah!” dengan
langkah lebar ia berlalu lebih dahulu.
“Cayhe akan membawa jalan buat sianseng!” buru-buru Phoa Liong berebut maju
kedepan.
Siauw Ling yang berada dibelakangpun tidak mempercepat langkahnya menyusul
kebelakang Pek li Peng, katanya dengan ilmu menyampaikan suara, “Peng jie entah siapa
yang telah memasuki lembah ini, bilamana sampai ditemukan oleh kita, kau harus
menahan diri dan jangan berteriak.”
Sambil menoleh Pek li Peng tersenyum lalu mengangguk, langkahnya segera
dipercepat.
Baru saja mereka berjalan sejauh enam tujuh tombak, tiba-tiba dari tempat kejauhan
berkumandang datang suara benturan besi yang nyaring sebanyak tiga kali.
“Apa maksud rahasia itu?” It Boen Han Too segera bertanya dengan alis berkerut.
“Tanda yang mengartikan bahwa situasi agak menegang, musuh yang datang sangat
lihay bahkan telah melukai anggota kita, kini sudah ada tiga orang yang terluka atau
binasa.”
“Dentingan benda tajam itu berasal dari daerah sekitar sini, apakah itu berarti bahwa
korban yang terluka atau mati itu berada disekitar sini….?”
“Tidak salah, berada pada jarak dua puluh tombak!” sambil berkata badannya telah
berkelebat kearah depan.
Setelah membelok pada sebuah tikungan, tampaklah tiga orang pria berbaju hitam
dengan senjata terhunus sedang mengelilingi tiga sosok mayat yang menggeletak diatas
tanah.
Phoa Liong serta It Boen Han Too segera mempercepat langkahnya mendekati tempat
kejadian.
Siauw Ling tak berani mendekati terlalu kedepan, ia berhenti pada jarak tujuh delapan
depa jauhnya dan berusaha mencari tahu letak luka ketiga orang itu dengan ketajaman
matanya.
Siapa tahu It Boen Han Too menutupi pemandangan dihadapannya, membuat si anak
muda itu tak berhasil memeriksa luka ketiga sosok mayat itu.
“Apakah jejak musuh telah ketahuan?” tanya pemilik pesanggrahan Sian Kie Soe Loo
itu.
Salah seorang diantara ketiga pria berbaju hitam itu sgeera menjura dan menyahut,
“Ketika mereka masuk kedalam lembah ini jejaknya telah diketahui penjaga kita, tanda
bahaya segera dibunyikan dan pengajaran dilakukan, siapa tahu jejak musuh tiba-tiba

lenyap tak berbekas. Mungkin jejak mereka berhasil diketahui oleh ketiga orang saudara
ini, maka segera mereka turun tangan berat untuk membinasakan mereka.”
It Boen Han Too segera berjongkok untuk memeriksa mulut luka ketiga sosok mayat
itu, kemudian katanya, “Dua orang terluka diujung senjata rahasia, sedang yang lain
terluka dibawah pukulan berat….”
Sinar matanya dialihkan kearah pria berbaju hitam yang memberi jawaban tadi,
sambungnya, “Apakah kau berhasil menyaksikan raut wajah pihak lawan?”
“Ketika mendengar tanda bahaya cayhe segera datang kemari. Tapi sayang agak
terlambat” sahut pria itu dengan wajah tersipu-sipu, “Yang kami saksikan hanyalah dua
sosok bayangan manusia belaka. Raut wajah mereka tak terlihat.”
“Dimanakah Cioe Jie cungcu?”
“Dengan membawa ketiga orang mandor telah melakukan perjalanan kearah berlalunya
pihak musuh.”
It Boen Han Too tidak berbicara lagi, ia segera berlalu dari situ.
“Harap kalian bertiga segera mengubur ketiga sosok mayat ini” perintah Phoa Liong
dengan suara lirih.
Rupanya kedudukan Phoa Liong didalam lembah ini jauh diatas kedudukan ketiga orang
pria berbaju hitam itu, mereka segera menerima perintah dengan sikap hormat, dengan
seorang mengempit sesosok mayat mereka segera berkelebat menuju kearah lembah.
Phoa Liong tidak memperdulikan ketiga orang itu lagi, ia menyusul kearah It Boen Han
Too dan mengikuti dibelakang tubuhnya.
Selama ini Siauw Ling serta Pek li Peng selalu mempertahankan jaraknya terpaut kirakira
enam depa dibelakang kedua orang itu.
“Phoa heng!” ditengah jalan It Boen Han Too bertanya. “Apa sih kedudukan pria
berbaju hitam itu?”
“Mereka adalah kaum Boa su peronda gunung, semuanya berjumlah tiga puluh enam
orang dengan tiga orang membentuk satu kelompok kecil.”
“Aaaah. Itulah dia, karena tak mungkin melukai salah seorang saja maka pihak lawan
sekaligus telah membinasakan ketiga orang itu.”
Mendadak ia mempercepat langkahnya bergerak menuju kejalan semula. Tidak selang
beberapa saat kemudian sampailah mereka ditepi selokan kecil dengan pancuran air itu.
Sepanjang perjalanan Siauw Ling memperhatikan terus keadaan disekeliling tempat itu,
namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun muncul disekitar situ.
Suasana ditepi selokan luar biasa sunyinya seakan-akan tempat itu sama sekali tidak
terganggu oleh usaha pencarian besar-besaran terhadap jejak musuh.
“Apakah orang yang menyelundup masuk kedalam lembah itu berhasil ditawan dan
telah ditaklukan?” pikir pemuda kita.
Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Phoa heng, musuh tangguh yang berhasil
menyusup masuk kedalam lembah ini apakah masih bercekol disekitar sini?”
“Cayhe belum mendengar tanda rahasia yang menunjukkan pihak lawan telah
meninggalkan tempat ini.”
“Kalau musuh masih ada didalam lembah tentu saja mereka telah menyembunyikan
diri” kata orang she It Boen itu setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu. “Dari arah
barat hingga sampai disini, tak pernah kita jumpai jejak musuh malah yang terlihat cara
pengaturan penjagaan ditempat ini terlalu ceroboh, sama sekali tak bisa dikatakan ketat.”
“Selama banyak tahun meskipun ada orang berhasil menyusup kelembah ini,
kebanyakan sudah terjadi dalam perhitungan kita, mereka kalau bukan dibunuh
kebanyakan sudah ditahan didalam lembah ini. Untuk menambah tenaga kerja yang
sangat kekurangan, belum pernah hitungan kami meleset, tapi beberapa hari ini….”

“Maksud beberapa hari belakangan ini ada orang menyusup pula kedalam lembah ini?”
tukas It Boen Han Too cepat.
Phoa Liong menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek li Peng, kemudian dengan
tenang jawabnya, “Walaupun mereka berhasil menyusup masuk tapi jejak kedua orang itu
berhasil ketahuan, saat itu juga mereka sudah mati kami bunuh.”
“Oooh, kiranya begitu….” ia tarik napas panjang. “Phoa heng, cayhe mempunyai
pandangan yang aneh, entah Phoa heng bisa menyetujuinya atau tidak?”
“It Boen sianseng, silahkan kau utarakan maksudmu.”
“Kalian para mandor apakah kenal satu persatu akan raut wajah para pekerja anak
buahnya?”
“Dalam lembah ini kaum pekerja jadi dibagi empat kelompok dengan masing-masing
kelompok dipimpin oleh seorang mandor. Mandor dari setiap kelompok tentu saja kenal
dengan wajah anak-anak buahnya.”
“Nah. Itulah dia….”
Belum habis ia berkata terlihatlah Cioe Cau Liong dengan langkah tergopoh-gopoh
sedang jalan mendatangi.
It Boen Han Too segera bangkit berdiri dan menegur, “Jie cungcu, apakah pihak musuh
yang menyusup kedalam lembah berhasil ditemukan?”
Cioe Cau Liong gelengkan kepalanya.
“Masih dalam pencarian….” ia merandek sejenak lalu menambahkan, “Rupanya rahasia
lembah ini sudah bocor ditempat luaran. Aaaai….! semoga Toa cungcu bisa cepat-cepat
datang kemari.”
“Kecerdikan serta kepandaian silat yang dimiliki Shen Bok Hong memang sangat lihay”
pikir Siauw Ling. “Sayang anak buahnya tak seorangpun yang kelihatan becus.”
Terdengar It Boen Han Too telah berkata, “Cayhe telah berhasil menemukan sesuatu
pertanda, keadaan serta sifat tanah dari lembah ini memang sangat aneh sekali, ada yang
keras, ada yang subur dan ada yang gersang satu sama lain semuanya berbeda.”
“Apa bedanya dengan keadaan dilembah lain?” tanya Cioe Cau Liong cepat.
“Tentu saja berbeda jauh, lembah yang panjangnya hanya beberapa puluh li ini tiada
bedanya dengan perjalanan sejauh ribuan li. Semua keanehan yang jarang ditemui
ditempat lain ternyata sudah muncul semua disini, pada jarak puluhan li yang pendek
mengandung berpuluh-puluh jenis sifat tanah yang luar biasa.”
Sinar mata Cioe Cau Liong perlahan-lahan dialihkan kearah selokan, mendadak ia
berseru tertahan, “Eeei, coba lihat! apakah itu?”
It Boen Han Too segera alihkan sinar matanya tampaklah diantara gelombang air
selokan yang hijau terlintas serentetan bayangan merah yang berkilauan, cahaya merah
itu dengan cepat tenggelam kedasar selokan.
Siauw Ling yang berdiri pada jarak tujuh delapan depa dari selokan tadi, mendengar
seruan Cioe Cau Liong hatinya jadi amat gelisah, tapi iapun tak leluasa untuk maju
kedepan terpaksa dari pembicaraan kedua orang itu ia berusaha mendapatkan keterangan
yang diperlukan.
Terdengarlah It Boen Han Too menyahut, “Rupanya seekor ikan Lei Hie yang sudah
berusia banyak tahun!”
“Apakah dihari-hari biasa diatas air selokan ini juga sering nampak bayangan merah?”
tanya Cioe Cau Liong sambil alihkan sinar matanya kearah Phoa Liong.
“Hamba belum pernah menyaksikan….” ia mendongak memandang cuaca dan
menambahkan. “Dihari-hari biasa, hamba jarang sekali berjalan-jalan dipagi hari begini,
apalagi Toa cungcu telah menurunkan peraturan yang amat ketat. Bila bukan keadaan
yang memaksa dilarang berlalu lalang diterang hari.”
Cioe Cau Liong mengangguk.

“It Boen heng….” serunya.
Tapi memilik dari pesanggrahan Sian Kie Soe Loo itu sedang putarkan perhatiannya
mengawasi bayangan merah didalam telaga, terhadap seruan itu ternyata sama sekali tak
didengar olehnya.
Mendadak diatas permukaan air yang hijau muncul kembali gelombang air, bayangan
merah tadi bergerak cepat dan lenyap dari pandangan.
Tiba-tiba It Boen Han Too jatuhkan diri berbaring keatas tanah, telinga kirinya
ditempelkan keatas tanah dan sambil pejamkan mata mendengarkan dengan seksama.
Kurang lebih seperminum teh kemudian ia baru bangkit berdiri, sambil membersihkan
bajunya dari debu katanya, “telaga kecil ini rada aneh!”
“Apanya yang aneh?”
“Didalam lembah ini semestinya terdapat aliran sungai dibawah tanah, dan air itu
semestinya berhubungan dengan air didalam telaga ini, tetapi setelah kudengarkan
dengan seksama ternyata tidak berhubungan.”
Mendadak terdengar suara langkah kaki berat berkumandang datang memotong
pembicaraan yang belum selesai itu.
Ketika semua orang berpaling, terlihatlah sikakek yang kehilangan sebelah telinganya
itu dengan langkah amat lambat sedang berjalan mendekati.
Sekilas memandang siapapun tahu kalau keadaannya tidak beres, jelas sikakek tua itu
menderita luka dalam yang amat parah.
“Phoa Liong! cepat bimbing tubuhnya.” seru Cioe Cau Liong.
Phoa Liong mengiakan dan buru-buru lari kedepan sambil membopong tubuh kakek tua
itu ia segera lari kembali kesisi tubuh Jie cungcu.
“Jangan berbicara!” seru It Boen Han Too dengan suara berat. Tangan kanannya
bergerak cepat secara beruntun menotok dua buah jalan darah ditubuh kakek itu,
kemudian membuka peti emasnya dan ambil keluar biji obat yang mana segera dijejalkan
kedalam mulutnya.
“Salurkan hawa murnimu untuk membantu bekerjanya obat itu, setelah keadaan luka
agak tenang baru berbicara.”
Kakek tua itu memandang sekejap kearah It Boen Han Too kemudian pejamkan
matanya.
“Entah siapa musuh tangguh yang berhasil menyusup kedalam lembah ini….?” pikir
Siauw Ling. “Jangan-jangan sepasang pedagang dari Tiong chiu. Waaah…. bisa jadi
mereka akan merusak rencanaku.”
Sementara itu Cioe Cau Liong telah berkata dengan suara rendah, “It Boen heng,
apakah ia bisa mempertahankan diri?”
Maksud dari ucapan itu sudah jelas sekali. Bila jiwanya tak bisa dipertahankan maka ia
akan mengorbankan keselamatannya untuk mengetahui lebih dulu duduknya perkara.
Dengan wajah serius dan sunguh It Boen Han Too menjawab, “Dengan kerahkan
tenaga dalamnya ia bertahan terus hingga sampai ditempat ini, seluruh tenaganya telah
digunakan, bila lukanya tidak diusahakan untuk menjadi tenang kembali, sulit baginya
untuk bercakap-cakap.”
“Aaah. Siauwte lupa kalau It Boen heng adalah seorang ahli dalam ilmu ketabiban,
dengan obat mujarab pemberianmu niscaya jiwanya bisa dipertahankan.”
“Dapatkah mempertahankan selembar jiwanya, cayhe tidak memiliki keyakinan
tersebut, tetapi setelah kadar obat itu mulai bekerja paling sedikit luka dalamnya yang
diderita bisa tertahan untuk beberapa waktu bila tiada perubahan lain jiwanya masih
dapat dipertahankan selama satu jam lagi.”

Diam-diam Siauw Ling memperhatikan keadaan lawannya, ia lihat air muka Cioe Cau
Liong menunjukkan kegelisahan yang tak terhingga, tapi ia berusaha keras untuk
mempertahankan ketenangannya.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian It Boen Han Too baru menepuk bebas jalan
darah dari kakek tua itu, ujarnya, “Sekarang Jie cungcu boleh mengajukan pertanyaan
kepadanya!”
Sedari tadi Cioe Cau Liong sudah tidak sabar untuk menanti lebih jauh, buru-buru
tegurnya, “Apakah kau berhasil menemukan pihak musuh?”
Si kakek tua itu mengangguk.
“Yang datang adalah seorang pria dan seorang wanita, delapan bagian dia adalah
Siauw Ling.”
Rupanya It Boen Han Too merasa amat jeri sekali terhadap Siauw Ling, mendengar
perkataan itu air mukanya segera berubah.
“Macam apakah raut wajah pria itu?”
“Usianya diantara dua puluh tahunan, memakai pakaian ringkas berwarna biru
menyoren pedang dan ilmu silatnya sangat lihay….”
Setelah mengucapkan serangkai kata-kata itu, ia sudah kehabisan tenaga dan napasnya
tersengkal-sengkal.
It Boen Han Too menunggu sampai napas orang menjadi tenang kembali, lalu ia
bertanya lebih jauh, “Bagaimanakah potongan wajah yang perempuan?”
“Memakai baju hijau, celana hijau dan ikat kepala warna hijau, wajahnya amat cantik
dan iapun bersenjatakan sebilah pedang.”
It Boen Han Too angkat kepala memandang sekejap kearah Cioe Cau Liong, bibirnya
bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan.
Cioe Cau Liong mendehem ringan untuk mengendorkan rasa tegang yang menyelimuti
wajahnya, kemudian bertanya, “Dimanakah kedua orang mandor lainnya.”
“Telah mati semua diujung pedang perempuan itu, jurus pedang yang digunakan gadis
itu amat keji dan telengas jauh melebihi pemuda berbaju biru itu.”
“Siauw Ling selamanya tidak pernah mengenakan pakaian ringkas berwarna biru” ujar
Cioe Cau Liong.
“Tentang soal ini sulit untuk dikatakan….” sahut It Boen Han Too sinar matanya segera
dialihkan keatas wajah kakek tua berambut putih itu.
“Kalian telah berjumpa dengan mereka dimana?”
“Beberapa puluh tombak dari tempat ini.”
Tanpa sadar It Boen Han Too serta Cioe Cau Liong sama-sama alihkan sinar matanya
menyapu sekejap kesekeliling tempat itu.
Beberapa saat kemudian Cioe Cau Liong mendehem berat dan berkata, “Kenapa kami
tidak mendengar suara pertarungan atau jeritan dari kalian….?”
“Kami boleh dibilang tidak bertempur sama sekali….”
“Kalau tidak bertempur kenapa kau bisa terluka dengan begitu parahnya….?”
“Gerakan tubuh kedua orang itu etrlalu cepat, kami hanya lihat pedang ditangan gadis
itu berkelebat lewat. Mandir she Ong dan Ku dua orang tahu-tahu sudah mati konyol,
cayhe sendiri sebelum sempat mencabut senjata sudah termakan pula oleh pukulan berat
pria itu.”
“Mengapa mereka tidak sekalian membinasakan dirimu?”
“Setelah terkena pukulan hamba jatuh roboh keatas tanah, mungkin ia menganggap
aku sudah mati maka tidak menggubris diriku lagi!”
“apakah kau tidak melihat kemanakah mereka pergi?”
“Agaknya lari kesebelah barat, setelah terluka parah hamba merasa pandangan mata
jadi berkunang-kunang, yang jelas bagaimana hamba kurang begitu tahu.”

Sampai disini Cioe Cau Liongpun segera menghembuskan napas panjang.
“Huuuh….! kalau begitu, ia memang benar-benar adalah Siauw Ling!” katanya.
“Darimana ia bisa tahu akan letak lembah ini?” tanya It Boen Han Too.
“Mungkin saja mereka menguntit dibelakang tubuh kita!” jawab Jie cungcu dari
perkampungan Pek Hoa San cung ini dengan bulu kuduk pada bangun berdiri.
“Lalu siapakah gadis itu? ia bisa membinasakan dua orang mandor kita dalam tebasan
pedang, jelas orang itu bukanlah Kiem Lan atau Giok Lan dua orang dayang yang morat
bersama Siauw Ling.”
Mendadak dengan mendengar kata-kata kedua orang dayang itu morat bersama Siauw
Ling, Pek li Peng kontan melotot sekejap kearah si anak muda itu.
Melihat air muka dara tersebut berubah, Siauw Ling takut jejaknya konangan buru-buru
dengan ilmu menyampaikan suara peringatnya, “Peng jie, saat ini kita berada ditengah
kepungan musuh, kau tak boleh bertindak gegabah.”
Dalam pada itu Cioe Cau Liongpun telah mengemukakan keheranan.
“Tidak salah, siapakah budak sialan itu? empat mandor kami bukanlah manusia lemah
ia bisa membinasakan mereka berdua dalam sekali kelebatan pedang hal ini menunjukkan
bahwa diapun merupakan seorang jago yang maha lihay.”
“Ehmmm, kalau begitu orang yang datang mirip dengan Siauw Ling!”
“Semoga saja apa yang It Boen heng duga tidak meleset….” sinar matanya segera
dialihkan kearah Phoa Liong dan tanyanya. “Didalam lembah ini apakah masih ada jago
lihay?”
“Kalau dibicarakan tentang ilmu silat dalam lembah ini kepandaian keempat orang
mandorlah yang paling baik, diantara hamba sekalian berempat, ilmu silat saudara Teng
inilah yang paling ampuh.”
“Phoa heng, kau terlalu memuji” buru-buru kakek berambut putih itu berseru. “Diantara
kami berempat bukan saja ilmu silat Phoa heng yang baik, bahkan senjata rahasian jarum
beracun milik Phoa heng tiada tandingannya dikolong langit!”
“Bagus, Phoa Liong! kalau begitu kumpulkanlah beberapa orang jago lihay dan lakukan
pencarian lagi kearah sebelah barat….”
“Jago lihay yang ada dilembah ini kecuali keempat orang mandor hanya tinggal
pasukan pengawal dipelbagai tempat, mereka mempunyai tugasnya tersendiri. Bila kita
turunkan perintah untuk melakukan pemeriksaan secara besar-besaran, andaikata ada
musuh yang menyusup lagi bukankah mereka akan lolos dari pengawalan kita?”
“Jadi kalau begitu kita tak bisa mengatur orang lagi secara bebas….?” tanya Cioe Cau
Liong.
“Semua penjagaan yang tersebar disekitar tempat ini adalah hasil pemikiran serta
diatur oleh Toa cungcu sendiri, apabila Jie cungcu suka menurunkan perintahmu….!”
“Kalau begitu, tak usah saja….” sinar matanya menatap wajah Phoa Lioang tajam-tajam
dan menambahkan. “Kau sudah amat lama tinggal didalam selat ini, terhadap segala
sesuatu yang diatur disini tentu memahami dengan jelas bukan….”
“Hamba hanya mengetahui urusan bagian dalam, sedangkan mengenai persiapan diluar
selat untuk menghadapi musuh hamba sama sekali tidak tahu….!”
“Tetapi bagaimanapun juga kau toh lebih jelas dari aku!” seru Cioe Cau Liong ketus.
Melihat wajah Jie cungcunya menunjukkan perasaan tidak senang hati, Phoa Liong
tidak berani banyak bicara lagi, buru-buru jawabnya, “Ucapan Jie cungcu sedikitpun tidak
salah.”
“Menurut pendapatmu apakah lebih baik kita lakukan mencari serta menggeledah atau
lebih baik tidak usah sama sekali?”
Walaupun ia merasa bahwa orang yang datang bukan Siauw Ling, tetapi ia selalu
kuatirkan bahwa musuh yang telah menyerang datang adalah si anak muda itu, tahu

bahwa andaikata dugaannya tidak salah maka selembar jiwanya pasti akan menemui
bencana.
Oleh karena itu ia berusaha menggunakan kesempatan ini untuk cuci tangan dari
masalah itu hingga ia punya peluang banyak untuk berada bersama-sama It Boen Han
Too. Andaikata Siauw Ling betul-betul datang kesitupun ia mempunyai pembantu yang
tangguh.
Haruslah diketahui kedudukan It Boen Han Too ketika itu adalah tamu terhormat, tentu
saja Cioe Cau Liong merasa tidak leluasa untuk memerintahkan dirinya ikut pergi mencari
jejak Siauw Ling.
Bagaimanapun juga Phoa Liong adalah seorang manusia yang banyak pengalaman
didalam dunia pesilatan, setelah berpikir sejenak ia segera dapat menebak maksud dari Jie
cungcunya itu segera katanya, “Menurut maksud hamba, kita tak boleh kacaukan urusan
hingga mengakibatkan keadaan bertambah runyam, karenanya untuk sementara jejak
mereka berdua tak usah dicari lagi.”
It Boen Han Too mendehem ringan, lalu ikut berkata, “Akupun mempunyai perasaan
yang sama untuk mencari jejak kedua orang itu terpaksa kita harus menggerakkan
seluruh jago lihay yang sudah ditempatkan pada posisinya masing-masing, hal itu bisa
mengacaukan keadaan. Bagaimanapun juga didalam selat ini toh tiada barang berharga
yang mereka bisa curi….! bukankah begitu?”
“Perkataan It Boen heng sedikitpun tidak salah. Justru tindakan kita yang tenang dan
kalem malahan akan mencurigakan hati lawan sehingga tak berani berkutik secara
gegabah. Sebentar lagi Toa cungcu akan menyusul kemari dengan membawa sejumlah
jago lihay, saat itu rasanya tidak sulit untuk membelkuk mereka berdua!”
“Siauwte telah melakukan pemeriksaan dipelbagai sudut selat yang terasa penting dan
sudah kulukisakan pula beberapa tempat yang mencurigakan, macam-macam batu dan
pasir yang berhasil dikumpulkan pada hari ini perlu kuselidiki lebih jauh agar bisa
menyusun laporan bagi Shen Toa cungcu. Jie cungcu! kalau memang kau tiada maksud
untuk menggerakkan para jago yang berada didalam selat ini untuk mencari jejak musuh,
siauwte ingin menggunakan beberapa saat ini untuk melakukan penyelidikan!”
“Baiklah….” sahut Cioe Cau Liong. Ia segera berpaling kearah Phoa Liong dan
menambahkan. “Coba pilihlah sebuah ruang batu yang paling kuat pintunya untuk It Boen
sianseng bekerja!”
“Ruangan tempat beristirahat Jie cungcu paling kuat dan aman, dalam ruang itu Toa
cungcu telah menempatkan pula beberapa alat rahasia disitu, bagaimana kalau ruangan
tadi dipersembahkan untuk tuan It Boen?”
Cioe Cau Liong mengangguk tanda setuju, sinar matanya segera dialihkan kearah kakek
tua she Teng itu, tegurnya, “Bagaimana keadaan lukamu?”
“Setelah memperoleh bantuan obat mujarab dari It Boen sianseng, keadaanku sudah
bertambah baik” jawab kakek berambut putih itu.
“Bagus sekali, kau boleh pergi beristirahat.”
Kakek tua itu mengiakan dan segera mengundurkan diri.
Kembali Cioe Cau Liong alihkan sinar matanya kearah Phoa Liong sambil perintahnya,
“Dari antara kaum pekerja, pilihlah beberapa orang yang memiliki ilmu silat agak tinggi,
tugaskan mereka untuk menjaga tempat-tempat penting didalam selat.”
“Hamba terima perintah!” Phoa Liong bongkokkan badan memberi hormat.
“It Boen heng, mari kita pergi….”
Kedua orang itu segera berlalu dan masuk kedalam goa batu ketempat tinggal Cioe Cau
Liong. Sepeninggalnya kedua orang itu Siauw Ling segera alihkan matanya memandang
sekeliling tempat itu, dibawah sorot sang surya tampaklah suasana diseluruh selat itu

hening dan sunyi senyap, kecuali dirinya serta Pek li Peng dan Phoa Liong tidak nampak
bayangan lain.
Phoa Liong berdiri termenung ditempat semula hingga bayangan tubuh Cioe Cau Liong
serta It Boen Han Too sudah lenyap dari pandangan, kemudian baru ujarnya, “Harap
kalian berdua suka mengikuti diriku!”
Pek li Peng teringat akan bau busuk keringat didalam ruangan kamar para pekerja yang
sangat memuakan itu segera mengerutkan alisnya.
“Kenapa?” ia berseru. “Apakah kita harus kembali kedalam kamar para pekerja itu?”
“Itu sih tak usah. Setelah pekerja berhenti maka para pekerja yang memiliki ilmu silat
agak lumayan segera akan mendusin dari impiannya, dalam keadaan begini ingatan
mereka jadi lebih jernih dari keadaan semula. Bila mereka jumpai raut wajah kalian yang
asing tentu akan bertanya ini itu, satu kali salah bertindak malahan rahasia ini bisa
terbongkar.”
“Lalu bagaimana baiknya?” tanya Siauw Ling.
“Untuk sementara waktu kalian berdua boleh beristirahat didalam kamarku saja,
dengan demikian bisa mengurangi kesempatan untuk terbongkarnya rahasia ini!”
“Kalau begitu cepat bawa jalan buat kami, kami berdua akan mengikuti dibelakang.”
Demikianlah Phoa Liong pun membawa kedua orang itu menuju kedalam sebuah goa,
setelah ditutup pintu bisiknya, “Apakah diantara kalian berdua ada yang bernama Siauw
Ling!”
Siauw Ling tidak menjawab, sinar matanya melirik sekejap kearah pintu kamar, ia lihat
pintu tersebut tertutup rapat, tidak ada cahaya sang surya yang menyorot kedalam.
Sekalipun diluar berdiri seseorang juga belum tentu akan mendengar pembicaraan
mereka.
Jilid 38
Karena itu setelah berpikir sebentar, ia lantas menjawab, “Lebih baik kau pikir sendiri!
kau anggap aku Siauw Ling juga boleh. Anggap bukan juga tak apa, yang penting asal kau
jangan menjual diri kami berdua. Kamipun tak akan melukai dirimu.”
Goa batu itu dalamnya hanya tiga tombak, ketika beberapa patah kata itu selesai
diucapkan merekapun sudah tiba diujung goa.
Terlihatlah dalam ruangan batu itu terdapat sebuah pembaringan dari bambu, diatas
dinding tergantung dua bilah pedang serta dua bilah golok.
Dari atas dinding Phoa Liong ambil turun sebilah pedang, sambil disorenkan
dipunggung ia berkata lagi, “Kalian berdua boleh beristirahat sejenak didalam ruangan ini.
Aku hendak pergi mengatur beberapa urusan lebih dulu, paling banter satu jam kemudian
baru akan kembali kesini.”
Habis berkata ia segera melangkah keluar.
“Apakah kita perlu berjaga-jaga terhadap penghianatannya?” bisik Pek li Peng lirih.
“Aku rasa tak usah!”
Tampaklah Phoa Liong buka pintu dan keluar dari goa.
“Apakah Cioe Jie cungcu serta It Boen Han Too sangat takut terhadap dirimu?”
Siauw Ling tersenyum.
“Kedua orang itu sangat takut mati, asal ada orang memiliki ilmu silat lebih lihay dari
mereka, kedua orang itu akan jeri dan takut terhadap orang itu.”
“Ehmm….! perkataan toako sedikitpun tidak salah….”
Ia merandek sejenak, lalu ujarnya kembali, “Keadaan serta unsur tanah yang ada
didalam selat ini agaknya jauh berbeda dengan selat lain, menurut kata Cioe Cau Liong
katanya istana terlarang berada disini, entah betul tidak ucapannya itu?”

“Aku rasa ucapannya sedikitpun tidak salah.”
“Dari mana toako bisa tahu?”
“Aku punya peta untuk mencari letak istana terlarang, asal kita berhasil menemukan
bukit lain maka kita bisa meyakinkan bahwa istana terlarang terletak disini. Cuma kita
harus menemukan dahulu pintu masuk istana tersebut untuk bisa memasuki istana
terlarang itu.”
“Didalam istana terlarang terdapat pusaka apa sih? kenapa banyak orang Bulim masuk
kedalam istana terlarang?”
“Keadaan yang sejelasnya aku sendiripun tidak begitu mengerti, tetapu menurut berita
yang tersiar katanya pada puluhan tahun berselang didalam dunia persilatan terhadap
sepuluh orang jago yang memiliki ilmu silat paling lihay. Masing-masing pihak sudah
bertanding beberapa kali untuk memperebutkan gelar jago paling kosen dikolong langit.
Tetapi puluhan tahun lamanya keadaan mereka masih tetap seimbang, sekalipun ilmu
yang mereka pelajari satu sama lain berbeda, tetapi kesempurnaan yang berhasil mereka
capai ternyata seimbang dan sederajat. Oleh sebab itu masing-masing pihak lantas
menempuh pelbagai cara lain untuk memperhebat ilmu silatnya hingga bisa menangkan
para jago lainnya. Diantara mereka terdapat seornag jago yang bernama “Ciauw Jin Sin
Kong” atau ahli bangunan bertangan sakti Pauw It Thian yang mahir sekali didalam ilmu
bangunan, entak ia sudah buang banyak waktu dan tenaga akhirnya berhasil mendirikan
sebuah istana yang dinamakan istana terlarang. Suatu ketika ia mengundang kesembilan
jago lainnya untuk bertanding ilmu silat didalam istana terlarang tetapi sejak orang-orang
itu masuk kedalam istana ternyata tak seorangpun yang mampu keluar lagi dari istana tadi
dalam keadaan selamat, sejak itulah kabar berita dari kesepuluh ornag jago kosen itu
lenyap tak berbekas….”
“Bagaimana dengan siahli bangunan bertangan sakti Pauw It Thian sendiri? bukankah
dia sendiri yang membangun istana terlarang? kenapa ia sendiripun tak mampu untuk
keluar dari situ?”
“Soal itu hingga kini masih merupakan suatu tanda tanya besar, mungkin saja istana
yang dibangun itu adalah sebuah istana yang tak bisa dibuka dari dalam. Mungkin juga
didalam gusarnya para jago kosen yang terkepung telah bersatu padu dan membinasakan
dirinya lebih dulu….”
Ia tarik napas panjang-panjang, lalu melanjutkan, “Apa yang kukatakan hanya
merupakan dugaan pribadiku sendiri, sebelum memasuki istana terlarang siapapun tak
bisa mengetahui sebab musababnya yang sebenarnya.”
Pek Li Peng jadi kesemsem mendengarkan kisah itu, ia menghela napas sedih dan
berkata, “Mereka sudah banyak tahun terkurung didalam istana terlarang, entah orangorang
itu masih hidup dikolong langit atau tidak.”
“Justru rahasia inilah yang hendak kita selidiki, kalau dibicarakan dari tenaga kweekang
yang dimiliki kesepuluh orang jago kosen itu, untuk hidup hingga kini rasanya bukan suatu
pekerjaan yang menyulitkan, tetapi istana terlarang berada dilambung gunung. Dapatkah
manusia hidup disini sulit bagi kita untuk menduganya.”
“Shen Bok Hong telah mengumpulkan beratus-ratus orang pekerja yang bekerja keras
selama banyak tahun ditempat ini namun ia gagal untuk menemukan pintu masuk istana
terlarang, darimana kau bisa menemukannya?”
“Aku pikir diatas peta petunjuk itu seharusnya ada tanda-tanda yang menunjukkan
letak pintu masuk istana terlarang. Sayang dengan kecerdikanku masih belum sanggup
untuk memecahkannya….”
“sekalipun kita berhasil untuk menemukan pintu masuk istana terlarang, bagaimana
caranya kita bisa masuk kedalam?” sambung Pek li Peng.

“Sebelum siahli bangunan bertangan sakti Pauw It Thian memancing kesepuluh orang
jago kosen itu memasuki istana terlarang, rupanya ia mendapat firasat jelek dan
mengetahunya bahwa kepergiannya kedalam istana terlarang kali ini pasti ta akan bisa
keluar lagi dalam keadaan selamat, karena itu ia sudah meninggalkan sebuah anak kunci
untuk membuak istana terlarang tersebut, asal kita bisa menemukan pintu masuk istana
terlarang maka kunci ini tentu saja dapat digunakan untuk membuka pintu masuk istana,
dan untuk masuk kedalam istana sudah tentu bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan!”
“Dan kini anak kunci istana terlarang itu berada dimana?”
Sementara Siauw Ling hendak menjawab, tiba-tiba terdengar pintu kamar terbuka dan
muncullah Phoa Liong.
Pek li Peng segera mengerutkan dahinya, bisiknya lirih, “Begitu cepat ia telah kembali
kesini, agaknya urusan telah terjadi perubahan diluar dugaan.”
Rupanya Phoa Liong sangat terburu-buru setelah masuk kedalam goa ternyata ia lupa
untuk menutup pintu kembali.
Siauw Ling segera alihkan sinar matanya kearah orang itu, tampaklah lengan kanan
Phoa Liong sudah terluka, darah segar mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya,
pedang ditangan kanannya sudah lenyap tak berbekas, begitu masuk kedalam kamar ia
segera menyambar golok yang tergantung diatas dinding.
Semua kejadian itu hanya berlangsung dalam sekejap mata, baru saja Phoa Liong
mencabut keluar golok itu dari atas dinding, sesosok bayangan manusia laksana kilat telah
meluncur masuk pula kedalam goa.
Siauw Ling sgeera menoleh kedepan, tampaklah dipintu depan telah berdiri seorang
pemuda berbaju biru yang menyoren pedang.
Orang itu berwajah tampan dan gagah, dia bukan lain adalah Lan Giok tong yang
pernah menyaru sebagai Siauw Ling.
Dengan cepat Lan Giok Tong menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek li Peng,
kemudian sambil menatap wajah Phoa Liong tajam-tajam serunya dingin, “Kau tidak akan
mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan golok yang berada dicekalanmu itu lagi.
Bila kau ingin mencekal golok ditangan juga percuma saja, sebab kau tak akan mampu
menerima sebuah tusukan pedangku!”
Sambil mencekal goloknya erat-erat Phoa Liong serta menegur dengan suara dingin,
“Apakah kau adalah Siauw Ling?”
“Hmm!” kau tak usah mengetahui siapakah aku, kalau ingin hidup jawablah semua
perkataanku sejujurnya!”
Bibir Phoa Liong bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat itu
dibatalkan.
Terdengar Lan Giok Tong bertanya dengan nada ketus, “Apakah istana terlarang
berada disini?”
Phoa Liong mengangguk dan tidak menjawab.
“Apakah kalian berasal dari seperkampungan Pek Hoa San cung?”
Kembali Phoa Liong hanya mengangguk dan tidak berbicara.
“Apakah kalian sudah berhasil menemukan istana terlarang?”
“Belum” Phoa Liong menggeleng. “Sebenarnya siapakah kau?”
Lan Giok Tong mendongak dan segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaaah…. haaaaaah…. haaaaaaah bukankah kau anggap aku sebagai Siauw Ling?
Nah! panggil saja aku sebagai Siauw Ling.”
“Huuuuh! orang-orang ini betul-betul tak tahu malu” maki Pek li Peng didalam hati.
“Berhadapan muka dengan toako pun, kau berani menyaru dan mengaku-ngaku sebagai
toako….”

Sebetulnya beberapa patah kata itu hanya dibatin didalam hati, tetapi beberapa patah
kata yang terakhir tanpa sadar telah diucapkan dengan bersuara.
Lan Giok Tong adalah seorang jago kosen yang tajam baik penglihatan maupun
pendengarannya, sekalipun ucapan Pek li Peng amat lirih tetapi si anak muda itu dapat
menangkap dengan amat jelas.
Dengan pandangan dingin ia sgeera menoleh kearah Pek li Peng, tegurnya, “Kau bilang
apa?”
Dalam hati Pek li Peng merasa amat gusar, pikirnya, “Bagus! rupanya kau mau jual
lagak dan pamer kekuatan dengan diriku….?” segera sahutnya dengan ketus.
“Aku sedang berkata bahwa kau betul-betul tak tahu malu, mengapa kau mengaku
sebagai Siauw Ling? toh kenyataannya Siauw Ling adalah orang lain!”
Air muka Lan Giok Tong berobah hebat, segera serunya, “Apakah kau kenal dengan
Siauw Ling?”
“Bangsat, toako sekarang berada disisiku” pikir Pek li Peng.
“Kenal atau tidak, apa sangkut pautnya dengan aku!”
Mendadak ia maju kedepan sambil memutar pedangnya, cahaya kilat dan langsung
mengancam dua buah jalan darah penting didada gadis itu.
Serangannya dilakukan cepat laksana kilat membuat orang lain jadi tertegun bercampur
kagum.
Pek li Peng jumpalitan kesamping, menggunakan gerakan meloncat itu ia
menghindarkan diri dari tusukan kilat tersebut.
Dari gerak tubuh Pek li Peng untuk menghindarkan diri dari tusukan pedang itu Lan
Giok Tong segera menyadari bahwa dirinya sudah bertemu dengan musuh tangguh.
Pergelangannya segera ditekuk dan tarik kembali pedangnya.
“Ilmu silat yang kau miliki sungguh tidak cetek” serunya dingin. “Jelas kedudukanmu
bukan seorang pekerja, ayoh jawab, siapakah namamu yang sebenarnya?”
Pek li Peng yang kena didesak mundur sejauh tiga langkah kebelakang oleh serangan
kilat tadi, dalam hati merasa gusar bercampur mendongkol, ia sgeera menjawab, “Kau tak
usah tahu siapakah aku, yang jelas aku tahu bahwa kau adalah Siauw Ling gadungan!”
Lan Giok Tong yang mendengar suara pembicaraan lawan bening dan merdu, jelas
suara seorang wanita, sepasang alisnya kontan berkerut.
“Aku memang bukan Siuaw Ling” katanya. “Dan siapakah nona? kau berasal dari mana?
kenapa kau menyaru sebagai kaum pria dan menyusup didalam rombongan kaum
pekerja?”
Dari dalam sakunya Pek li Peng cabut keluar sebilah pisau belatu, kemudian jawabnya
dingin, “Kau tak usah mencari tahu kenapa aku perempuan jadi lelaki, lebih baik kita
tentukan menang kalah kita dalam adu ilmu silat!”
Siauw Ling menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki Lan Giok Tong sangat lihay dan
luar biasa sekali, terutama sekali ilmu pedangnya yang luar biasa dengan perubahan
jurusnya yang keji. Seandainya Pek li Peng benar-benar sampai bergebrak melawan
dirinya, belum tentu dia bisa menangkan Lan Giok Tong dan sebaliknya kalau dia sampai
ikut campur didalam urusan ini hingga jejaknya ketahuan, apalagi sampai mengejutkan
Cioe Cau Liong sekalian hal ini semakin merugikan dirinya.
Karena itu dengan ilmu menyampaikan suara segera serunya, “Peng jie, jangan turun
tangan melawan dirinya, lebih baik carilah satu akal untuk mengadakan perjanjian dengan
dirinya untuk sementara waktu tidak saling ganggu mengganggu, dalam keadaan serta
situasi seperti ini tidak leluasa bagi kita untuk memperhatikan asal usul yang
sebenarnya….”

Dalam pada itu Pek li Peng telah bersiap sedia melancarkan serangan balasan, setelah
mendengar bisikan dari si anak muda itu terpaksa ia harus menyabarkan diri. Setelah
mengerdipkan matanya gadis itu segera berkata, “Apakah kau ingin tahu siapakah aku?”
“Sedikitpun tidak salah, dalam perkiraanku kemungkinan besar kau adalah anak buah
dari nona Gak!”
“Siapa sih nona Gak itu?” pikir Pek li Peng didalam hati. “Kalau ditinjau dari sikapnya
sewaktu menyebutkan nona Gak, rupanya ia sangat menaruh hormat kepadanya lebih
baik aku pura-pura mengakui sebagai anak buahnya saja.”
Karena berpikir demikian ia lantas menyahut, “Dugaanmu ternyata tepat sekali….”
Tiba-tiba Lan Giok Tong merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya, “Bilamana
aku telah menyalahi diri nona, harap nona suka memaafkan!”
“Sungguh lihay nona Gak itu….” kembali Pek li Peng membatin. “Sampai anak
buahnyapun mendapat penghormatan dari orang lain….”
Segera dia balas memberi hormat.
“Kau tak usah berlaku sungkan-sungkan lagi….!”
“Sudah berapa lama nona mengikuti nona Gak?”
“Huuuuuh, kepalamu. Aku belum pernah berjumpa muka dengan nona Gak, darimana
bisa mengikuti dirinya” pikir gadis itu didalam hati.
Diluaran ia menyahut, “Aku sudah hampir satu tahun lebih mengikuti nona Gak!”
“Oooooh, kalau begitu nona tentu seringkali mengikuti diri nona Gak. Apakah kau
pernah mendengar nona Gak menyinggung tentang diriku?”
“Siapa namamu?”
“aku bernama Lan Giok Tong!”
“Lan Giok Tong….?”
“Sedikitpun tidak salah, aku bernama Lan Giok Tong!”
“Ehmmm, agaknya aku pernah mendengar nona Gak menyinggung tentang namamu
itu.”
“Aaaaaaaai….! bagaimanakah kesan serta penilaian nona Gak terhadap diriku….?”
“Apa sih yang kau maksudkan?” pikir Pek li Peng dalam hati. “Aku sama sekali tak tahu
apa yang sedang ia tanyakan dari mana bisa menjawab pertanyaannya itu?”
Sementara ia sedang serba salah dan tak tahu musti menjawab apa, tiba-tiba terdengar
suara Siauw Ling berkumandang disisi telinganya, “Peng jie, katakan kepadanya bahwa
kesan dan penilaian nona Gak terhadap dirinya tidak jelek!”
Pek li Peng tertegun beberapa saat lamanya, lalu menjawab, “Oooh, sekarang aku
sudah teringat, kesan serta penilaian nona kami terhadap dirimu tidak jelek!”
Sementara Lan Giok Tong hendak berkata lagi, tiba-tiba terdengar suara suitan panjang
berkumandang datang dari tempat kejauhan buru-buru serunya, “Apakah kedatangan
nona ketempat ini adalah atas perintah dari nona Gak….?”
Sambil mengangguk Pek li Peng berpikir kembali, “Siapa yang kesudian menjalankan
perintahnya….”
“Aku datang kemari bersama seorang nona. Lebih baik kalian jangan sampai
membiarkan dia mengetahui akan asal usulmu….” pesan Lan Giok Tong. Kemudian sinar
matanya menyapu sekejap kearah Phoa Liong dan menambahkan, “Orang ini adalah
anggota perkampungan Pek Hoa San cung, lebih baik biar kubunuh dirinya sampai mati!”
“Tak usah, pada saat ini ia sudah bekerja sama dengan kami dan merahasiakan jejak
kami.”
“Nona Gak telah mengutus beberapa orang untuk datang kemari?”
Pek li Peng melirik sekejap kearah Siauw Ling dan menjawab, “Hanya kami berdua!”
“Baik, sekrang aku sudah jelas, dengan demikian diantara kitapun bisa dihindari kesalah
pahaman yang tidak diinginkan….”

Ia merandek sejenak, lalu melanjutkan, “Aku akan menghalangi kawanku ini hingga
tidak menerjang kemari, harap nona berdua bisa baik-baik berjaga diri. Kalau
membutuhkan bantuan dariku silahkan katakan saja tanpa sungkan-sungkan.”
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut tanpa menanti jawaban dari Pek li Peng serta
Siauw Ling lagi ia segera meluncur keluar dari goa itu.
Menanti bayangan punggung Lan Giok Tong sudah lenyap dari pandangan Pek li Peng
tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa cekikikan.
“Hiiiiih…. hiiiih…. toako ternyata ia sudah menganggap dirimu seorang gadis!”
Siauw Ling tidak menggubris ocehan dari Pek li Peng, ia menoleh kearah phoa Liong
dan bertanya, “Apakah pintu batu itu sudah boleh ditutup lagi?”
“Boleh!” Phoa Liong mengangguk.
“Baik! kalau begitu tolong Phoa heng menutup lebih dahulu pintu batu itu, kemudian
aku mempunyai beberapa persoalan yang ingin dibicarakan secara blak-blakkan dengan
diri Phoa heng!”
Phoa Liong termenung berpikir sebentar lalu berjalan menuju kemulut goa dan
menutup pintunya sekalian digerendel, setelah itu sambil melangkah kembali ia tatap
wajah Siauw Ling tajam-tajam dan bertanya, “Sebenarnya siapakah kau?”
Siauw Ling tersenyum.
“Namaku lebih baik untuk sementara waktu jangan kau ketahui lebih dulu, tetapi pada
suatu hari aku pasti akan memberitahukan kepada diri Phoa Liong. Sekarang aku ada
beberapa persoalan hendak ditanyakan kepadamu!”
“Kenapa aku tak boleh mengetahui namamu?”
“Pada saar serta keadaan seperti ini aku masih belum dapat memperkenalkan asal
usulku….” bisik Siauw Ling, ia merandek sejenak lalu melanjutkan, “Phoa heng,
pertanyaan yang hendak kuajukan ini harap bisa kau jawab sejujurnya.”
“Persoalan apa?”
“Bagaimanakah sikap Shen Bok Hong terhadap dirimu?”
“Sulit untuk dikatakan, bagi setiap orang yang tergabung didalam perkampungan Pek
Hoa san cung, bila menyebut tentang Toa cungcunya rata-rata pada menunjukkan sikap
hormat dan takut.”
“Seandainya pada saat ini aku suruh kau menghianati dirinya, apakah kau mempunyai
keberanian untuk melakukan hal itu?”
Phoa Liong termenung sebentar, lalu menjawab, “Pertolonganku terhadap kalian
berdua sudah merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan dari perkampungan Pek
Hoa san cung kami!”
“Apa hukumannya bila kejadian ini tertangkap basah?”
“Seandainya Toa cungcu sampai mengetahui akan peristiwa ini, maka aku bisa dijatuhi
hukuman mati dibacok oleh beratus-ratus bilah pedang.”
“Sampai seserius itulah hukumannya?”
“Tidak salah!” Phoa Liong membenarkan. “Perbuatan itu termasuk sebagai suatu
pelanggaran yang diancam hukuman mati.”
“Jadi kalau begitu, pada saat ini perbuatanmu itu sudah terhitung sebagai suatu
penghianatan terhadap perkampungan Pek Hoa san cung?”
“Sedikitpun tidak salah, andaikata rahasia kalian berdua ketahuan maka setiap saat bisa
dijatuhi hukuman mati!”
“Kalau memang begitu kenapa Phoa heng tifak berusaha untuk meninggalkan jalan
gelap menuju kearah jalan terang dan meninggalkan perkampungan Pek Hoa san cung?”
“Aku tidak berhasil menemukan jalan untuk mewujudkan apa yang pernah kupikirkan
itu.”
Mendengar sampai disini Siauw Ling segera tersenyum.

“Asal Phoa heng mempunyai tujuan kearah situ, hal itu sudah lebih dari cukup….”
Blam? Blam! Blam tiba-tiba terdengar suara gedoran kencang berkumandang datang.
disusul suara teriakan dari Cioe Cau Liong berkumandang datang, “Hay, didalam apa ada
orang?”
“Jangan kau ceritakan bantuan kami untuk memukul mundur musuh tangguh itu….”
buru-buru Siauw Ling berpesan.
Sambil mengangguk Phoa Liong segera bangkit berdiri dan membuka pintu goa
tersebut.
Tampaklah Cioe Cau Liong serta It Boen Han Too bersama-sama melangkah masuk
kedalam ruangan.
It Boen Han Too menyapu sekejap luka dilengan Phoa Liong, lalu bertanya, “Parah luka
yang kau derita?”
“Terima kasih atas perhatian dari It Boen sianseng, aku masih sanggup untuk
mempertahankan diri.”
Sementara itu Cioe Cau Liong sudah menutup pintu dan menguncinya dari dalam lalu
bertanya, “Sudah kau temui orang itu?”
“Sudah, bahkan hamba telah bergebrak melawan dirinya dan lenganku terhajar luka
oleh babatan pedangnya!”
“Bagaimanakah raut wajah orang itu?” tanya Cioe Cau Liong lebih lanjut.
Ternyata ia sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap keselamatan anak buahnya,
meskipun diketahuinya Phoa Liong terluka agak parah.
“Orang itu usianya masih amat muda tetapi raut wajahnya tampan dan gagah,
terutama sekali ilmu pedangnya amat ganas dan lihay, hamba cuma sanggup bergebrak
sebanyak dua jurus sebelum akhirnya terluka diujung pedangnya….!”
Terhadap jawaban dari Phoa Liong ini rupanya Cioe Cau Liong merasa amat puas,
dengan wajah serius katanya lebih jauh, “Setahun berselang orang ini pernah menyaru
sebagai Siauw Ling gadungan, berkelana didalam dunia persilatan belum sampai satu
tahun. Nama besarnya telah berkumandang dan dikenal setiap orang dalam dunia
kemudian entah apa sebabnya tiba-tiba jejaknya lenyap tak berbekas dan jarang sekali
muncuk dalam dunia persilatan, menanti Siauw Ling yang asli telah muncul dalam Bulim,
ia semakin tak pernah kelihatan lagi.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung ia sudah berada didalam ruang batu itu.
Dalam pada itu Siauw Ling serta Pek li Peng telah mengundurkan diri kesudut ruangan
dan duduk bersila disitu.
Terdengar Phoa Liong berkata, “Hamba tidak becus sehingga mencemarkan nama baik
perkampungan Pek Hoa san cung. Silahkan Jie cungcu menjatuhkan hukuman kepada
hamba!”
“Dalam peristiwa ini kau tak bisa disalahkan, orang itu memang memiliki ilmu silat yang
sangat tinggi, sekalipun aku serta It Boen sianseng turun tangan secara berbarengpun
belum tentu bisa menangkan kelihayannya.”
“Terima kasih atas kemurahan hati Jie cungcu!” kata Phoa Liong kemudian, ia segera
menarik dua buah kursi kayu untuk junjungannya.
Cioe Cau Liong serta It Boen Han Toopun tidak sungkan-sungkan, mereka segera ambil
tempat duduknya masing-masing seakan-akan urusan hendak dirundingkan.
“Apa It Boen heng telah berhasil menghitungnya semua?” terdengar Cioe Cau Liong
bertanya.
“Siauwte telah menghasil menghitung garis besarnya saja, tetapi yang paling sulit
adalah aliran air deras yang berada dibawah permukaan tanah itu, bila kita salah
menghitung sehingga menyentuh aliran air dahsyat dibawah tanah itu. Maka air bah

laksana gulungan bukit akan menenggelamkan daerah disekitar tempat ini, dan semua
orang yang berada didalam selat inipun tak akan lolos dari bahaya maut!”
“Apakah tidak ada cara pencengahan yang baik?”
It Boen Han Too termenung berpikir sebentar, lalu menjawab, “Mungkin siahli
bangunan bertangan sakti Pauw It Thian sengaja mendirikan istana terlarangnya ditempat
ini karena disebabkan tempat itu memiliki aliran air dahsyat dibawah permukaan, bagi
orang yang tidak kenal akan ilmu tanah sulitkah untuk menemukan tempat penting itu,
sebaliknya bagi orang yang ahli dibidang ilmu tanah setelah mengetahui akan aliran air
dibawah tanah itu segera akan timbul rasa was-was dan takutnya bila menyentuh aliran
air itu sehingga mengakibatkan bencara banjir dahsyat. Dalam keadaan begini orang tentu
akan tak berani secara gegabah menyelidiki istana terlarang.”
“Ehmm, perkataan itu sedikitpun tidak salah….”
Sinar matanya segera dialihkan keatas wajah Phoa Liong dan meneruskan, “Diantara
para pekerja yang berada didalam selat ini, adakah orang-orang yang memiliki ilmu silat
yang tinggi?”
“Sewaktu mula-mula memasuki selat ini, diantara para pekerja memang terdapat
beberapa orang yang memiliki ilmu silat tinggi tetapi setelah kerja rodi selama banyak
tahun ditempat ini, sekalipun memiliki ilmu silat juga tak bisa digunakan lagi!”
“Kalau kita tidak keluar dari sini, mungkin didalam gusarnya orang itu bisa membasmi
para pekerja yang berada diluar ruangan” kata It Boen Han Too memperingatkan.
“Para pekerja itu sudah melakukan kerja paksa selama banyak tahun, semuanya telah
lemas dan kehabisan tenaga. Sebelum pintu istana terlarang dibuka, kita musti mencari
para pekerja baru untuk menggantikan kedudukan mereka.”
Maksud dari ucapan itu sudah amat jelas, yaitu kematian dari ratusan orang pekerja itu
bukanlah suatu masalah yang penting.
Siauw Ling yang ikut mendengarkan pembicaraan itu, dalam hati segera berpikir, “Ilmu
silat yang dimiliki Cioe Cau Liong tidak begitu tinggi, tetapi wataknya amat kejam dan
telengas, kekejian hatinya sungguh tidak berada dibawah Shen Bok Hong.”
Terdengar It Boen Han Too berkata, “Menurut hasil penyelidikan yang siauwte lakukan,
untuk membuak pintu istana terlarang kita tidak membutuhkan tenaga yang sangat
penting. Bila kita andalkan jumlah tenaga yang terlalu banyak hingga pekerjaan dilakukan
secara gegabah maka bisa jadi aliran air dibawah tanah itu akan tersentuh dan pecah.
Andaikata aliran air itu sampai pecah hingga mengakibatkan terjadinya banjir besar yang
mengenangi sleuruh selat ini, sekalipun pintu istana terlarang ditemukan juga tiada
gunanya.”
“Jadi maksud It Boen heng, untuk membuka pintu istana terlarang maka kita harus
mendapatkan dahulu anak kunci untuk mebuka pintu istana terlarang itu….?”
“seandainya kita berhasil menemukan anak kunci istana terlarang, hal ini sudah tentu
jauh lebih baik. Tetapi seandainya anak kunci istana terlarang gagal untuk ditemukan,
maka menurut pendapat siauwte terpaksa usaha membuka pintu istana ini harus
diserahkan pada para pekerja yang bisa bekerja dengan teliti dan berhati-hati. yang jelas
kaum pekerja kasar tak dapat digunakan dalam pekerjaan ini.”
Cioe Cau Liong mengangguk tanda mengerti.
“Yaaah….! untung Toa cungcu segera akan tiba disini, apalagi It Boen heng mempunyai
keyakinan untuk membuka pintu istana terlrang. Toa cungcu pasti akan mengerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menjaga keamanan selat ini.”
“Keyakinan untuk sementara waktu jangan kita bicarakan dulu. Pokonya yang penting
selama anak kunci istana terlarang belum didapatkan, maka satu-satunya cara untuk
memasuki istana terlarang adalah menggunakan cara yang aku miliki.”
Blaaam…. blaaam…. blaaam terdengar benturan keras berkumandang datang.

“Siapa?” tegur It Boen Han Too.
“Orang sendiri!” kata Phoa Liong sambil bangkit berdiri, dengan langkah lebar ia segera
pergi membuka pintu.
Tampaklah seorang pria berbaju hitam yang menyoren golok dipinggangnya berjalan
masuk kedalam, dia bukan lain adalah pengawal yang berjaga dimulut selat.
Pria berbaju hitam itu dengan langkah lebar berjalan kesisi Cioe Cau Liong, setelah
menghunjuk hormat katanya, “Menjumpai Jie cungcu!”
Cioe Cau Liong mendengus.
“Hmm! bagaimana dengan musuh tangguh itu?” tanyanya.
“Sepasang lelaki perempuan itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, mereka malang
melintang disleuruh selat tanpa seorangpun mampu untuk menandingi mereka, para
pengawal yang berada didalam ada delapan bagian telah mati terbunuh diujung pedang
mereka.”
“Bagaimana sekarang?”
“Secara tiba-tiba kedua orang itu menghentikan pembunuhannya dan mengundurkan
diri dari selat ini.”
“Sudah pergi?”
“Saat ini mereka sudah berlalu dari dalam selat.”
“Bagus sekali, kau boleh pergi dan perketat penjagaan, hati-hati kalau mereka
melakukan penyerbuan lagi!”
Pria berbaju hitam itu mengiakan dan segera keluar dari dalam ruangan itu.
Menanti bayangan punggung dari pria berbaju hitam itu sudah lenyap dari pandangan,
It Boen Han Too baru berpaling memandang sekejap kearah Cioe Cau Liong lalu bertanya,
“Jie cungcu, orang yang menyaru sebagai Siauw Ling gadungan itu apakah bernama Lan
Giok Tong!”
“sedikitpun tidak salah!”
“Bagaimana dengan ilmu silat yang dimilikinya?”
“Gerakan pedangnya cepat sukar dilukiskan dengan kata-kata, ilmu silatnya sangat
lihay.”
“Bagaimana kalau ilmu silatnya dibandingkan dengan Siauw Ling sesungguhnya?”
Cioe Cau Liong termenung berpikir sebentar, lalu menjawab, “Tentang soal ini sulit
untuk dikatakan, mungkin ilmu silat mereka seimbang satu sama lainnya!”
“Hmmm!” diam-diam Pek li Peng mendengus didalam hatinya. “Untuk mengalahkan
dirikupun orang itu masih belum mampu, mana ia bisa menandingi toako?”
Terdengar It Boen Han Too telah berkata lagi, “Kalau begitu, Lan Giok Tong itupun
merupakan seornag manusia yang sulit untuk dihadapi?”
“It Boen heng bukan orang inar, akupun tidak ingin membohongi dirimu, cukup
berbicara dari situasi yang kita hadapi saat ini ternyata kita semua tak seorangpun yang
mampu menahan gerakan serangan-serangan mereka, seorang Lan Giok tong sudah
begitu sukar dihadapi apalagi ia membawa seorang pembantu. Kita benar-benar
kewalahan dan sulit untuk membendung serbuan kedua orang itu. Tapi sungguh aneh
sekali mengaoa secara tiba-tiba mereka bisa mengundurkan diri dari tempat sini? inilah
yang membuatku merasa agak bingung dan tidak habis mengerti.”
“Ditempat yang begini pentingnya, kenapa Shen Toa cungcu tidak mengutus jago-jago
lihay untuk melindungi tempat ini?”
“Selama banyak tahun ditempat ini belum pernah terjadi perkembangan baru yang
memberikan kesibukan buat kami, lama kelamaan Toa cungcu pun merasa agak putus
asa, karena itu ia tidak mengirimkan jago-jago lihaynya lagi untuk menjaga serta
melindungi tempat ini….”

Setelah merandek sejenak sambungnya, “Kehadiran It Boen heng ditempat sinipun
maksud toa cungcu bukan lain hanya suatu adu nasib belaka, seandainya kehadiran It
Boen heng ditempat inipun tidak mendatangkan hasil, maka Toa cungcu tidak akan buang
pikiran serta banyak tenaga lagi untuk pusatkan perhatiannya didalam selat ini, dan iapun
akan membatalkan niatnya untuk menemukan letak istana terlarang. Siapa tahu
kedatangan It Boen heng disini ternyata mendatangkan hasil besar yang diluar dugaan,
setelah toa cungcu tiba disini ia pasti akan menilai dulu situasi disini kemudian baru
mengirim para jago lihaynya untuk menjaga selat ini.”
“Ooooh, kiranya begitu!”
Seakan-akan secara mendadak Cioe Cau Liong telah teringat akan suatu masalah yang
amat berat, ia berpaling memandang sekejap kearah Phoa Liong lalu bertanya, “Ditempat
ini terdapat beberapa buah jalan untuk masuk kedalam selat….?”
“Menurut apa yang hamba ketahui, hanya ada satu jalan saja.”
“Seandainya kita tutup mati jalan keluar itu, bukankah tiada orang yang mampu untuk
menyerbu kedalam selat ini lagi?”
“Sedikitpun tidak salah, kedua belah sisi selat ini merupakan tebing bukit yang terjal
dan licin, tingginya mencapai ribuan tombak. Sekalipun seorang jago lihay yang memiliki
ilmu meringankan tubuh bagaimana lihaypun tak akan berani menempuh bahaya untuk
turun kemari.”
“baik!” ujar Cioe Cau Liong, kemudian sambil mengangguk. “Turunkan perintah dan
kumpulkan semua pengawal selat yang masih hidup untuk berkumpul dimulut selat
siapapun yang berusaha menyerbu masuk lewat sana pertahankan sampai titik darah
terakhir!”
Phoa Liong mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Terdengar Cioe Cau Liong berseru lebih jauh, “Dari kawanan para pekerja carilah
mereka yang memiliki ilmu silat agak tinggi untuk bantu mempertahankan mulut selat.”
Phoa Liong berseru, menanti ucapan dari Cioe Cau Liong selesai diutarakan ia baru
memberi hormat dan keluar.
Memandang hingga bayangan punggung Phoa Liong lenyap dari pandangan Cioe Cau
Liong baru menoleh dan memandang sekejap kearah It Boen Han Too, lalu bertanya, “It
Boen heng, bila semua pekerjaan berjalan dengan lancar, sampai kapan kita baru bisa
masuki istana terlarang?”
“Tentang soal ini sulit untuk dikatakan, mungkin tiga lima bulan mungkin saja dalam
berapa hari lagi.”
Siauw Ling yang duduk disudut ruangan dalam hati diam-diam berpikir, “Seandainya
pada saat ini aku dan Peng jie secara tiba-tiba melancarkan serangan bokongan, rasanya
tidak sulit untuk merobohkan kedua orang itu atau menotok jalan darah mereka.
Kemudian memaksa It Boen Han Too membantu aku untuk mebuka istana terlarang yang
kutakuti adalah kedatangan Shen Bok Hong beserta para jago-jagonya.”
Berpikir sampai disitu diam-diam dia menyesali, seandainya didalam perjalanannya kali
ini diikuti pula oleh Soen Put shia serta Boe wie Tootiang sekalian, maka dengan kekuatan
ilmu silat beberapa orang itu untuk mempertahankan mulut selat, rasanya Shen Bok Hong
sekalian pasti akan mengalami kesulitan untuk membobolkan pertahanan itu, dengan
andalkan kunci istana terlarang yang dimilikinya mungkin saja dengan cepat pintu istana
terlarang bisa dibuka.
Tapi sekang ia tak berani bertindak gegabah dan melakukan tindakan yang terlalu
menempuh bahaya.
Untuk beberapa saat lamanya pelbagai pikiran berkelebat didalam benaknya, ia tahu
bahwa kesempatan baik segera akan berlalu, tetapi iapun merasa tidak berani untuk
terlalu menempuh bahaya, ditambah pula dalam keadaan begini tidak leluasa baginya

untuk berunding dengan Pek li Peng, terpaksa pikiran itu hanya disimpan didalam hati
saja.
Terdengar Cioe Cau Liong menghela napas panjang dan berkata, “Seandainya sedari
dulu Toa cungcu telah mengundang kedatangan It Boen heng mungkin pada saat ini ia
sudah berhasil membongkar rahasia istana terlarang!”
It Boen Han Too tersenyum.
“Menurut pengamatanku tentang keadaan situasi disekitar selat ini, agaknya lembah ini
sudah pernah dirubah dengan kekuatan tenaga manusia, cuma saja bagi orang yang tidak
pandai dalam bidang ilmu tanah, hal tersebut memang sulit untuk ditemukan!”
“Aaaaai….! seharusnya Toa cungcu sudah seharusnya berpikir tentang diri It Boen
heng!”
“Mungkin saja Toa cungcu memandang urusan ini terlalu gampang, mungkin juga ia
tidak terlalu memandang serius, kali ini dia mengundang kedatanganku kesinipun mungkin
hanya bermaksud untuk melihat-lihat saja.”
“Musuh tangguh setiap saat kemungkinan besar dapat menyerbu kedalam selat lagi.
Sebelum Toa cungcu tiba disini It Boen hengpun rasanya tidak mungkin untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut, apa salahnya kalau kau menggunakan kesempatan ini untuk
duduk beristirahat sejenak….”
“Jie cungcu! silahkan berlalu, cayhepun hendak melakukan penyelidikan lebih dulu
terhadap bahan-bahan batu dan pasir itu.”
Habis ebrkata ia membuka peti emasnya dan ambil keluar batu, rumput, pasir, tanah
liat serta bunga karang lalu dijejerkan didepannya, sambil mengetuk dengan tangan ia
mulai menulis catatan diatas kertas, seluruh perhatiannya telah dicurahkan semua dalam
penyelidikannya itu.
Pek li Peng yang harus bersabar terus menerus, lama kelamaan habislah kesabarannya
ia segera berbisik, “Toako, apakah kita harus merendahkan derajat dan melayani mereka
terus menerus?”
“Kalau tak bisa bersabar darimana urusan dapat diselesaikan….?” jawab Siauw Ling.
“Istana terlarang menyangkut perjuangan kita untuk menumpas kejahatan dari muka
bumi, bagaimanapun juga kita harus berusaha untuk masuk kedalam istana terlarang.
Walaupun saat ini didalam lembah ini tiada musuh tangguh tetapi dengan kekuatan kita
berduapun belum mampu untuk mengatasi persoalan ini, karena itu kita harus
mengundang kedatangan Tiong chiu Siang Ku datang kemari, lalu kita segera turun
tangan.”
Sementara Pek li Peng hendak menjawab, mendadak It Boen Han Too angkat
kepalanya dan menggape, “Coba kau, kemarilah!”
Pek li Peng terkesiap, pikirnya, “Apakah diapun sudah ikut mendengar pembicaraanku
dengan toako yang dilakukan dengan ilmu menyampaikan suara?”
Dalam hati berpikir demikian diluaran ia tetap bangkit berdiri, hawa murninya segera
dihimpun siap menghadapi segala kemungkinan yang tiada diinginkan, selangkah demi
selangkah ia dekati tubuh It Boen Han Too.
Tampak orang itu menyodorkan sebuah bunga karang kepadanya sambil berkata,
“pergilah ketepi telaga kecil itu, dan ambilkan sebiji bunga karang lagi….”
Habis berkata ia tundukkan kepala dan menulis lagi.
Pek li Peng menerima batu bunga karang itu dan segera melirik sekejap kearah kertas
dihadapan orang itu, tampaklah kertad putih yang berada ditangan It Boen Han Too telah
penuh dengan tulisan, untuk sesaat ia tak sanggup melihat sebuah tulisanpun.
Ketika berpaling kearah Siauw Ling tampaklah si anak muda itu pejamkan mata duduk
bersila, terpaksa ia putar badan dan berjalan keluar, dalam hati makinya, “Hmmm!

sekarang kau bisa bertingkah dan sok main perintah kepadaku, besok pagi…. lihat saja
kelihayan nonamu….!”
Menanti Pek li Peng sambil membawa bunga karang itu sudah keluar dari dalam kamar,
diam-diam Siauw Lingpun meghembuskan napas lega.
Kurang lebih spertanak nasi kemudian, Pek li Peng serta Phoa Liong bersama-sama
telah masuk kembali kedalam ruangan.
It Boen Han Too mendongak dan memandang sekejap kearah kedua orang itu,
tanyanya, “Apakah sudah didapatkan?”
“Sudah!” jawab Pek li Peng sengaja menyerahkan suaranya, kemudian menyodorkan
bunga karang itu kemuka.
It Boen Han Too menerima bunga karang itu lalu diletakkannya dihadapannya. Pek li
Peng sendiri tanpa menanti diperintah lagi segera kembali kesisi Siauw Ling dan duduk.
Si anak muda itu tahu bahwa gadis ini tentu sedang mendongkol dan gusar, karena
takut ia tak sanggup menahan sabar dan mengumbar hawa amarahnya, setelah Pek li
Peng berada disisinya ia segera membisik, “Peng jie, aku telah membuat kau jadi
sengsara!”
Mendengar bisikan itu Pek li Peng tersenyum manis, hawa gusar dan mendongkol yang
berkecamuk dalam dadanya seketika lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu terdengar Phoa Liong telah berkata, “Hamba baru saja mendapat
laporan, katanya ada serombongan manusia antara belasan orang banyaknya sedang
berjalan menuju keselat ini entah siapakah mereka?”
Cioe Cau Liong yang sebetulnya sedang duduk bersila diatas tanah seera melompat
bangun setelah mendengar laporan itu, serunya, “Apakah Toa cungcu telah datang?”
“Tentang soal ini hamba kurang begitu tahu.”
“Cepat pergi selidiki, kalau yang datang adalah musuh kerahkan segenap kekuatan
yang kita miliki untuk menyumbat mulut selat tersebut, jangan memperkenankan
seorangpun diantara mereka masuk kedalam selat ini.”
Phoa Liong mengiakan dan berputar badan siap ebrlalu dari situ, mendadak tampaklah
It Boen Han Too menghentikan gerakan pit nya dan tertawa terbahak-bahak.
Perubahan ini terjadi secara tiba-tiba membuat semua orang yang ada didalam ruangan
jadi terkejut. Phoa Liong pun dnegan zwajah melengak segera menghentikan langkah
kakinya.
Cioe Cau Liong mendehem perlahan tegurnya, “It Boen heng!”
It Boen Han Too tertawa tergelak tiada hentinya, seolah-olah dia sama sekali tidak
mendengar akan seruan dari Cioe Cau Liong itu.
Ketua kedua dari perkampungan Pek Hoa san cung ini segera melangkah maju setindak
kedepan, sambil menghantam bahu It Boen Han Too keras-keras serunya, “It Boen heng,
apakah ada gejala yang tidak benar?”
Setelah ditabok bahunya, It Boen Han Too segera berhenti tertawa, sahutnya, “Jie
cungcu, terima kasih atas bantuanmu!”
“Kenapa kau berterima kasih kepadaku?” tanya Cioe Cau Liong tidak habis mengerti,
sementara hawa murninya diam-diam dihimpun kedalam telapak kanan dan tetap
ditempelkan diatas jalan darah “Bong Boen” dipunggung It Boen Han Too, asal hawa
murninya disalurkan keluar niscaya jantung orang itu akan tergetar putus.
It Boen Han Too tertawa hambar ujarnya, “Siauwte merasa kelewat girang hingga
hawa murniku mengalir terbalik dan menyumpat dijalan yang salah, seandainya Cioe Jie
cungcu tidak perseni aku dengan sebuah pukulan, niscaya aku masih tetap tertawa keras
tanpa sanggup berhenti sendiri.”
Menggunakan kesempatan masih bercakap-cakap, tiba-tiba ia geserkan tubuhnya dan
melepaskan diri dari ancaman jalan darah kematian itu.

Cioe Cau Liong segera tertawa terbahak-bahak, katanya, “It Boen heng! kau telah
memikirkan persoalan apa yang menggirangkan hatimu sehingga hawa murnipun sudah
mengalir sesat?”
Siauw Ling yang menyaksikan tingkah laku orang itu, dalam hati segera berpikir,
“Diluaran saja kedua orang ini saling menyebut sebagai saudara. Kiranya didalam hati
masing-masing mempunyai rencana sendiri….”
Air muka It Boen Han Too berubah jadi dingin, dengan nada serius ia berkata, “Dari
beberapa macam bunga karang yang berhasil siauwte kumpulkan ini telah berhasil
menemukan beberapa hal yang mencurigakan.”
“Apakah ada hubungannya dengan istana terlarang?”
“Sedikitpun tidak salah, bahkan besar sekali hubungannya.”
“Dapatkah kau terangkan lebih dahulu kepada siauwte?”
Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya, “Aku menggembol
anak kunci istana terlarang. Asal bisa mengetahui cara untuk mebuka istana tersebut,
tentu saja aku bisa mendahului mereka untuk masuk kedalam istana terlarang….”
Dalam pada itu terdengar It Boen Han Too sedang berkata, “Apakah Shen Toa cungcu
segera akan tiba disini?”
“Menurut pemberitahuan dari Toa cungcu kepada siauwte, secepatnya ia akan datang
kemari.”
“Kalau begitu bagus sekali, biarlah kita tunggu sampai Toa cungcu datang lebih dahulu
baru dibicarakan lagi.”
Cioe Cau Liong yang mendengarkan perkataan itu diam-diam mengerutkan alisnya.
“Apakah siauwte tidak boleh mengetahui lebih dulu?”
It Boen Han Too tertawa dingin.
“Bilamana tenaga dalam yang terkandung dalam telapak Jie cungcu dilancarkan tadi
urat nadi dalam tubuh siauwte pasti sudah tergetar putus dan sekarang mungkin aku
sudah putus nyawa dan mati.”
“It Boen heng, kau salah paham” buru-buru Cioe Cau Liong berseru. “Siauwte….”
It Boen Han Too tertawa hambar.
“Jie cungcu tak usah bersilat lidah jauh. Asal sudah kukatakan keluar maka urusan
kuanggap telah selesai….”
Serentetan suara ketukan pintu yang gencar memutuskan pembicaraan antara kedua
orang itu.
Phoa Liong pergi membuka pintu, seorang pria berbaju hitam masuk kedalam dan
memberi hormat kepada Cioe Cau Liong sambil ujarnya, “Lapor Jie cungcu, Toa cungcu
telah tiba.”
“Sekarang berada dimana?” buru-buru Cioe Cau Liong bertanya.
“Sudah dekat dengan mulut selat!”
“Cepat bawa aku untuk menyambut kedatangannya!” ia berjalan kearah luar pintu.
Tiba-tiba ia berhenti dan menoleh kearah It Boen Han Too, tanyanya lagi, “Apakah It
Boen heng tidak ikut serta?”
Kiranya It Boen Han Too masih tetap duduk ditempat semula.
Mendapat teguran itu ia mendongak dan tertawa hambar.
“Siauwte ingin beristirahat dahulu, bila Jie cungcu telah bertemu dengan Toa cungcu
nanti, tolong sampaikan permintaan maafku.”
“Kalau begitu silahkan It Boen heng beristirahat, Siauwte akan pergi dahulu!”
Bersama Phoa Liong berangkatlah dia keluar dari ruangan.
Siauw Ling yang menyaksikan kejadian itu jadi tercengang, pikirnya, “Kalau dilihat
tindak tanduk orang ini, agaknya It Boen Han Too sama sekali tidak merasa jeri, terhadap
kedatangan dari Shen Bok Hong menggubrispun tidak….”

Dalam hati berpikir demikian, diluaran ia segera berbisik lirih, “Peng jie, Shen Bok Hong
adalah seorang manusia yang licik dan cerdik, ia tak bisa dibandingkan Cioe Cau Liong
ataupun It Boen Han Too gerak gerik kita harus lebih berhati-hati lagi.”
Walaupun Pek li Peng mengangguk tiada hentinya setelah mendengar ucapan itu,
dalam hati ia merasa tidak puas pikirnya, “Dikemudian hari aku pasti akan ajak dia untuk
berduel….”
Sementara itu didalam ruangan batu tinggal Siauw Ling, Pek li Peng serta It Boen Han
Too tiga orang.
Tampaklah orang she It Boen itu mebuka peti emasnya dan ambil keluar beberapa
lembar kertas putih yang penuh berisikan tulisan, lalu disembunyikan kedalam sakunya.
Siauw Ling dapat menyaksikan semua perbuatannya itu dengan jelas, dalam hati
segera pikirnya, “Oooh…. kiranya diantara mereka berdua, diam-diam pun saling
memperebutkan posisi.”
Selesai menyembunyikan beberapa lembar kertas penuh tulisan itu, mendadak It Boen
Han Too berpaling. Sepasang matanya dengan tajam menatap wajah Siauw Ling berdua
tanpa berkedip.
“Biarkan aku pura-pura berlagak pilon saja….” pikir si anak muda itu, matanya segera
dipejamkan dan duduk bersila diatas lantai pura-pura tidak melihat.
Perlahan-lahan It Boen Han Too bangkit berdiri dan menghampiri kedua orang itu,
napsu membunuh telah terlintas diatas wajahnya, jelas dia bermaksud untuk
membinasakan kedua orang itu.
Diam-diam Siauw Ling pun bikin persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan, tapi diluaran berlagak bodoh.
Sedang Pek li Peng sendiri dengan nyalinya yang besar dan ilmu silatnya yang tinggi,
tetap duduk pula ditempat semula berlagak pilon.
It Boen Han Too berjalan menghampiri kedua orang itu, ketika dilihatnya mereka
berdua tetap duduk tak berkutik ditempat semula, tiba-tiba ia berubah pikiran, katanya,
“Bagaimana penghidupan kalian berdua didalam lembah ini?”
“Kehidupan kami sangat baik” jawab Siauw Ling.
“Jadi kalau begitu kalian sudah tak ingin meninggalkan selat ini lagi?”
“Aku harus pura-pura berlahak bodoh agar was-wasnya lebih berkurang….” pikir si anak
muda itu, maka dia menyahut, “Hamba sekalian sudah tak pernah memikirkan untuk
keluar dari sini lagi….”
“Haah…. haah…. haah…. mungkin aku punya kemampuan untuk membantu kalian
berdua cepat-cepat lepas dari tempat ini.”
“Semoga saja demikian, semua orang yang ada didalam lembah ini tentu akan pasang
hio dan berdia untuk kemurahan hati itu.”
“Baik. Bagaimanapun juga, aku pasti akan membantu kalian untuk memenuhi harapan
tersebut.”
Sambil berkata perlahan-lahan ia mundur kembali ketempat semula.
“Bukankah orang ini ada maksud untuk membunuh diriku berdua? kenapa secara tibatiba
ia batalkan maksudnya?” pikir Siauw Ling.
Tampaknya It Boen Han Too sambil membawa peti emasnya kembali kesudut ruangan.
Suasana dalam ruanganpun segera berubah jadi hening, begitu hening sampai suara
napaspun kedengaran.
Kurang lebih setengah hio kemudian, dari luar ruangan tiba-tiba berkumandang datang
suara langkah manusia.
Siauw Ling alihkan sinar matanya kedepan, terlihatlah bayangan tubuh Shen Bok Hong
yang tinggi besar dan bongkok muncul dari balik pintu, dibelakangnya mengikuti Cioe Cau
Liong serta murid tertuanya Tang Hong ciang.

Masih ada banyak pengikut lainnya yang tetap tinggal diluar ruang untuk bersiap siaga.
Dengan sorot mata yang dingin menyeramkan Shen Bok Hong menatap wajah It Boen
Han Too tajam-tajam, tegurnya, “It Boen heng, apakah kau merasa badanmu kurang
sehat?”
“Kali ini kedatanganku kemari adalah untuk menjalani perintah, untung jiwaku tidak
sampai melayang.”
“Bagus, asal kau berhasil membuat pahala besar maka nama besar It Boen heng pasti
akan tersohor dikolong langit.”
“Aaaai…. soal nama sih aku sudah ogah usiaku telah lanjut dan aku tak ingin
memperebutkan nama lagi!”
Shen Bok Hong termenung dan berpikir sebentar, lalu berkata lagi, “Kalau memang It
Boen heng tidak suka nama besar entah benda apa yang kau sukai asal It Boen heng
katakan keluar, siauwte pasti akan berusaha keras untuk menyanggupinya.”
“Selama beberapa hari ini aku telah melakukan penyelidikan diseluruh selat ini dan
memeriksa bahan tanah yang berada disini hasilnya beberapa tempat uang mencurigakan
telah berhasil kutemukan. Aku duga istana terlarang yang diinginkan Toa cungcu delapan
bagian pasti berada diselat ini….”
Ia merandek sejenak. lalu ujarnya lagi, “Siauwte ingin mengambil jalan yang aman saja
untuk melindungi keselamatanku!”
Mula-mula Shen Bok Hong tertegun, diikuti ia tertawa hambar.
“It Boen heng, pandai amat kau bergurau selama banyak tahun siauwte selalu menaruh
hormat terhadap dirimu. Dikemudian haripun akan masih sangat membutuhkan
tenagamu, dari mana aku bisa punya pikiran jahat terhadap diri It Boen heng?”
“Pepatah mengatakan: sedia payung sebelum hujan, sekalipun Toa cungcu bertulus
hati kepadaku, tapi siauwte pun tak bisa tidak harus melakukan persiapan lebih dahulu.”
“Dari mana It Boen heng bisa mengatakan begitu?” tanya Shen Bok Hong dengan
wajah berubah jadi serius.
It Boen Han Too melirik sekejap kearah Cioe Cau Liong lalu jawabnya, “Seandainya
beruntung dan siauwte berhasil membuka istana terlarang tersebut, bagi Toa cungcu
perjuanganku ini tentu merupakan suatu pahala besar bukan?”
“Aku orang she Shen akan merasa sangat berterima kasih kepadamu, tentu saja aku
tak akan melupakan jerih payahmu itu.”
“Sebelum istana terlarang berhasil kubuka, maka siauwte dalam pandangan Toa cungcu
pastilah merupakan seorang manusia yang luar biasa, dan rasa was-was Toa cungcu
terhadap diriku pun kian hari akan kian bertambah tebal….”
“It Boen heng” tukas Shen Bok Hong. “Kalau memang kau sudah punya pikiran seperti
itu, walaupun sekarang kau membantu seribu kalipun percuma, lebih baik terus terang
katakan saja apa syaratmu. Asal aku bisa memenuhi pasti akan kuusahakan sebaik
mungkin….” ia merandek sejenak lalu menambahkan, “Tadi akupun ada beberapa
perkataan hendak disampaikan kepada diri It Boen heng.”
“Toa cungcu ada pesan apa?”
“Seandainya aku orang she Shen benar-benar punya maksud tertentu, sekarang bisa
saja kupenuhi semua syarat yang kau ajukan, tetapi setelah urusan selesai aku dapat
memungkiri janjiku ini, apa yang hendak kau lakukan pada saat itu?”
“Haaaah…. haaaah…. haaaah kalau aku tak dapat berpikir sampai disitu, tentu saja
akupun tak akan mengajukan syarat ini.”
Wajah Shen Bok Hong yang tegang tiba-tiba mengendor, iapun ikut tertawa tergelak.
“Oh oh, rupanya It Boen heng pun sudah punya perhitungan sendiri, entah apakah
perhitunganmu itu?”
It Boen Han Too tertawa hambar.

“Seandainya aku berhasil membuka istana terlarang, maka Toa cungcu harus
memenuhi keinginanku untuk memilih dua macam barang dari dalam istana.”
“Barang apa yang kau inginkan?”
“Sekarang aku belum tahu, tapi cuma dua macam saja sedang sisanya akan jadi miliki
Shen Toa cungcu semua!”
Shen Bok Hong termenung sebentar, lalu menjawab, “Aku menerima keinginanmu itu!”
“Sekarang Toa cungcu bisa menyanggupi, seandainya dikemudian hari kau mengingkari
janji, aku yang bicara tanpa bukti darimana bisa menuntut dirimu….?”
“Hubungan kita berdua toh didasari atas saling percaya mempercayai diriku, aku orang
she Shen jadi serba salah, lalu apakah kau punya cara untuk mencegah terjadinya
peristiwa ini?”
“Ada, cuma apakah Toa cungcu suka mengabulkan permintaanku ini?”
“Katakan!”
“Siauwte menyimpan sebuah benda aneh, asal Toa cungcu suka menelan benda itu….”
“Kau suruh aku orang she Shen menelan racun?” seru Shen Bok Hong dengan wajah
berubah.
“Benda ini bukan obat racun, asli racun yang paling lihay adalah siraja obat yang
tangan keji dan diapun sahabat Cungcu, seandainya aku menggunakan racun untuk
meracuni diri Toa cungcu, bukankah kejadian ini sama artinya tak berguna lagi?”
“Lalu kalau bukan racun, benda apakah itu?”
“Buah tak berhati yang tumbuh digunung Thian san lembah Yoe Kok!”
“Lalu apakah gunanya dari buah tak berhati itu?”
“Setelah menelan buah ini, maka perlahan-lahan kau akan melupakan kejadian yang
telah silam!”
“Kalau begitu, bukan benda ini jauh lebih jahat daripada racun yang mematikan?”
jengek Shen Bok Hong sambil tertawa dingin.
“Tetapi benda itu tidak sampai mematikan manusia!”
Air muka Shen Bok Hong berubah jadi amat serius, tetapi sesaat kemudian dia telah
berkata lagi sambil tersenyum, “Apakah ada cara untuk menolong korban buah tak berhati
itu?”
“Setiap benda yang ada didalam dunia pasti ada tandingannya, siauwte menyimpan
pula sebiji buah aneh, asal buah itu dimakan maka didalam dua puluh empat jam
kesadaranmu akan pulih kembali seperti sedia kala.”
“Setelah aku menelan buah tak berhati itu maka pikiranku akan berubah jadi bodoh
dalam keadaan seperti ini bukankah It Boen heng bisa malang melintang didalam istana
terlarang tanpa tandingan?”
“Itu sih tidak, buah tak berhati adalah suatu buah dengan daya kerja yang amat
lambat, setelah menelan obat itu maka tujuh hari kemudian khasiatnya baru akan ketara
saat ini cayhe pasti telah berhasil membuka pintu istana terlarang.”
“Haah…. haah…. haah…. sungguh tak nyana dikolong langit terdapat buah seaneh itu,
sungguh membuat orang tidak percaya….!” seru Shen Bok Hong sambil tertawa tergelak
ia merandek sejenak lalu tambahnya, “Sekarang buah tak berhati itu berada dimana?”
“Berada didalam sakuku!”
“Dapatkah aku saksikan dulu bagaimanakah bentiuk dari buah itu?”
“Toa cungcu. lebih baik kau pikirkan dulu masak-masak, setelah kau sanggupi tentu
saja aku akan mengeluarkan benda itu, kalau kau tidak setuju ditunjukkanpun tak ada
gunanya.”
“Kalau aku tidak menyanggupi permintaanmu itu, mungkin kau akan sulit meninggalkan
lembah ini dalam keadaan selamat!”
“Tapi aku percaya bahwa Toa cungcu pasti akan menyanggupi permintaanku ini!”

“Kenapa? pastikah aku menyanggupi permintaanmu itu?”
“Benar, sebab Toa cungcu akan masuk istana terlarang.”
“Aku orang she Shen benar-benar tidak habis mengerti apa sebabnya secara tiba-tiba It
Boen heng bisa muncul jalan pikiran seaneh ini?”
It Boen Han Too alihkan sinar matanya menyapu sekejap wajah Cioe Cau Liong, ia lalu
jawabnya.
“Hal ini harus disalahkan Cioe Jie cungcu yang kurang sabar untuk menahan diri hingga
menyebabkan aku mengetahui rahasia ini dan menyadari bahwa Toa cungcu sedari dulu
sudah ada maksud untuk membinasakan diriku….”
Cioe Cau Liong yang mendengar perkataan itu jadi terperanjat, buru-buru selanya, “It
Boen heng kau jangan memfitnah orang seenaknya. Kapan aku orang she Cioe pernah
melakukan tindakan yang merugikan dirimu? dan kapan pula aku menunjukkan niatku
untuk membinasakan dirimu?”
“Hmm! ketika aku berhasil menemukan cara untuk membuka pintu istana terlarang
tadi, saking girangnya aku tertawa terbahak-bahak. Cioe heng tentu salah mengira aku
punya pikiran nyeleweng mala telapakmu segera ditempelkan keatas punggungku,
seandainya aku tak menghadapi situasi itu dengan tenang, bukankah pada saat itu aku
telah menemui ajalnya ditangan Cioe heng….?”
“It Boen heng, kau telah salah paham, ketika siauwte melihat keadaan It Boen heng
rada aneh dan tidak seperti biasanya, segera terpikir olehku bahwa hawa murni dalam
tubuh It Boen heng telah sesat jalan dan menyumbat jalan darahmu, maka aku segera
turun tangan untuk membantu dirimu, sungguh tak nyana kalau tindakanku itu malah
sebaliknya telah menimbulkan kesalah pahaman It Boen heng terhadap kami.”
It Boen Han Too mendengus dingin.
“Bagaimana keadaannya setelah aku berhenti ketawa? telapak tanganmu toh masih
menempel diatas punggungku….”
Bicara sampai disini ia segera alihkan sinar matanya kearah Shen Bok Hong dan
melanjutkan, “Seandainya Toa cungcu tidak meninggalkan pesan kepada Cioe Jie cungcu,
aku rasa ia tak akan memiliki keberanian sebesar ini untuk bertindak kurang ajar
kepadaku?”
Sepasang mata Shen Bok Hong yang tajam dengan cepat menyapu sekejap wajah Cioe
Cau Liong, tapi dengan cepat pula segera dialihkan atas wajah It Boen Han Too, meskipun
tidak mengucapkan sepatah katapun tetapi Siauw Ling yang berada disisi kalangan dapat
melihat dengan jelas bahwa sekujur tubuh Cioe Cau Liong gemetar keras. Jelas orang
merasa amat terkejut bercampur takut.
Terdengar It Boen Han Too melanjutkan kembali kata-katanya, “Seandainya aku gagal
untuk membuka pintu istana terlarang, bisa dibayangkan hawa amarah yang berkobar
pada Toa cungcu tak tersalurkan keluar, dalam keadaan demikian akulah yang bakal kena
sasaran, kemungkinan besar jiwaku malah akan terancam bahaya maut. Sebaliknya kalau
istana terlarang berhasil kubuka, Toa cungcu pun belum tentu akan melepaskan diriku
dengan begitu saja. Setelah kupikir bolak balik akhirnya kesimpulan olehku bahwa dalam
keadaan bagaimana hanya kenangan yang bakal kuterima olehnya, sebab itulah sebelum
istana terlarang dapat kubukam dan sebelum terlanjur aku kena dibunuh Toa cungcu,
persoalan ini lebih baik dibicarakan dulu sejelas-jelasnya.”
Shen Bok Hong tertawa hambar.
“It Boen heng, kau jangan lupa akan satu hal. Andaikata oada saat ini juga aku orang
she Shen menangkap dirimu dalam keadaan hidup-hidup, maka aku bisa jatuhkan
hukuman yang paling kejam dikolong langit untuk menyiksa dirimu.”
“Saat ini didalam mulutku telah tersedia sebutir pil yang mengandung racun amat keji,
asal kugigit kapsul itu dan menelannya kedalam perut, maka dalam sekejap mata racun

itu akan bekerja dan jiwaku akan terenggut dari tubuhku. Saat ini Toa cungcu akan
kehilangan kesempatan baik untuk memasuki istana terlarang, atau paling sedikit akan
memperlambat rencana Toa cungcu untuk memasuki istana tersebut selama beberapa
tahun….”
Tiba-tiba Shen Bok Hong mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haah…. haah…. haah…. It Boen heng benar-benar amat banyak menaruh
curiga terhadap diriku, rasanya aku orang she Shen pun tak ada gunanya banyak bicara,
silahkan kau ambil keluar buah tak berhati itu!”
Siauw Ling yang menyaksikan pertengkaran antara kedua orang itu, dalam hati segera
berpikir, “Shen Bok Hong bukan seorang manusia yang bodoh, tentu saja ia tak bakal sudi
menerima ancaman dari It Boen Han Too, aku lihat suatu pertempuran sengit tak akan
lolos pada saat ini….”
Siapa tahu kejadian ternyata berubah diluar dugaan semua orang, Shen Bok Hong rela
menelan buah tak berhati itu.
Tampak It Boen Han Too membuka kotak emasnya dan ambil keluar sebuah kotak
tembaga, dari dalam kotak itu ia ambil keluar sebuah benda sebesar buah Tho yang
berwarna kuning.
“Apakah kau maksudkan benda ini?” tanya Shen Bok Hong sambil menjepit buah itu.
“Sedikitpun tidak salah, baunya harum dan tiada berbiji, cuma sayang sudah terlalu
lama disimpan dalam kotak itu hingga keadaannya nampak kurang segar….”
“Apakah It Boen heng pernah makan benda ini?”
“Belum!”
“Kalau memang belum pernah mencoba darimana kau bisa tahu kalau rasanya enak
dan baunya harum?”
“Tempo dulu ketika aku mengambil buah tersebut, bau harumnya amat tebal dan bisa
mencapai puluhan tombak jauhnya, karena itu aku bisa tahu kalau rasanya enak.”
Shen Bok Hong menimang-nimang buah tak berhati itu ditangannya, lama sekali ia baru
berkata, “Kecuali cara ini apakah It Boen heng tidak mempunyai cara lain yang lebih baik
lagi?”
“Sebelum kuusulkan cara ini tentu saja masih ada cara lain yang bisa ditempuh, tapi
sekarang telah kuucapkan keluar, rasanya lebih baik tak usah dirubah lagi.”
“Baiklah!” sahut Shen Bok Hong sambil tersenyum. “Selama hidup aku orang seh Shen
belum pernah bertekuk lutut dihadapan orang. Kali ini rupanya aku harus menyerah
terhadap It Boen heng….”
“Kalau tak mau bersabar, urusan besar pasti akan terbengkalai” sela It Boen Han Too.
“Untuk mewujudkan ambisi Toa cungcu untuk menguasai seluruh jagad, rasanya
sekalipun menyerah kalah satu kali dihadapan orangpun tak jadi soal.”
“Haaah…. haaah…. haaah…. ucapanmu sedikitpun tidak salah” sahut Shen Bok Hong
sambil tertawa terbahak-bahak, ia segera membuka mulutnya dan masukkan buah racun
itu kedalam bibir.
“Toa cungcu!” teriak Cioe Cau Liong terkejut.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? apakah Shen Bok Hong benar-benar menyerah kalah
dan menelan buah tak berhati itu seperti yang dianjurkan It Boen Han Too?
Bagaimana pula usaha Siauw Ling serta Pek li Peng untuk memasuki istana terlarang?
Dan apa pula yang akan mereka jumpai didalam istana terlarang serba misterius itu?
Kisah Misteri Istana Terlarang sampai disini.
TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat] dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-8.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Rahasia Istana Terlarang 8 [Serial Kunci Wasiat] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-8.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar