Cersil Kitab Pusaka 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

Selang beberapa saat mereka menanti, namun suasana

dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit

suarapun.

Kenyataan ini membuat Si Kok seng makin takabur, buru-

buru serunya kepada tiga orang yang lain:

"Serbu saja! Mari kita langsung menyerbu kedalam hutan

tersebut!"

Selesai berkata dia lantas berjalan paling depan memasuki

hutan itu, di susul oleh Toan im siancu.

Thi pit suseng kuatir adiknya menjumpai mara bahaya,

maka dia lantas mengajak Suma Thian yu menyusul dipaling

belakang.

Baru saja ke empat orang itu memasuki hutan, mendadak

terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan

berkumandang memecahkan keheningan, disusul kemudian

suara pekikan aneh muncul dari empat penjuru dan

menggema diseluruh hutan.

Thi pit suseng Thia Cuan sudah berpengalaman didalam

menghadapi beratus-ratus kali pertarungan, pengalamannya

luas sekali, begi tu menyaksikan suasana gelap yang

menyelimuti hutan tersebut, ia sudah mendapat firasat jelek,

apa lagi setelah mendengar suara pekik kan aneh itu, tanpa

terasa bulu kuduknya bangun berdiri.

Buru-buru teriaknya dengan suara keras:

"Si siauhiap, jangan bertindak gegabah, kau harus berhati-

hati...."

Sembari berkata dia lantas melayang kesamping adiknya

Toan im siancu dan diam-diam bersiap siaga menghadapi

segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Mendadak terdengar Cun gan siucay Si Kok seng menjerit

kaget, suara kaget itu berasal dari lima kaki dihadapan

mereka.

Suma Thian yu yang pertama-tama menerjang kedepan

setelah mendengar seruan kaget itu, dengan suatu gerakan

yang cepat dia

melayang turun diatas tubuh Si Kok seng.

Mendadak pandangan matanya terasa silau, ternyata

didepannya terdapat sebuah tanah kosong seluas dua puluh

kaki, waktu itu api membara dengan terangnya menyinari

sekitar tempat itu

Ditengah hutan muncul sebuah tanah lapang, kejadian ini

sudah cukup mengherankan hati orang, apa lagi kalau tanah

lapang itu terang benderang seperti disiang hari saja, hal ini

lebih aneh lagi, tanpa sadar ke empat orang itu merasakan

jantungnya berdebar keras.

Jilid : 11

TOAN-IM Siacu Thian Yong yang amat teliti, dengan

menyapu sekejap sekeliling arena tersebut, mendadak ia

menjerit kaget:

"Aaah, kalian lihat, benda apakah itu?"

Dengan perasaan terkesiap semua orang segera berpaling

kearah mana yang ditunjuk nona Thia, kemudian serentak

mereka menjerit kaget.

Ditengah jeritan kaget inilah, mendadak tampak empat

sosok bayangan manusia melompat keluar dari kegelapan dari

bergerak mendekat dari empat penjuru tanah lapang itu.

Sebenarnya kejadian apakah yang membuat keempat jago

muda mudi itu menjerit kaget.

Ternyata Toan im siancu Thia Yong telah menemukan

sesosok mayat yang digantung di atas dahan sebatang pohon

besar disudut sebelah barat.

Setelah keempat orang itu berjalan mendekat, Suma Thian

yu lah yang pertama-tama menjerit kaget.

"Aaah, dia adalah Kang Pun san!"

Thi pit suseng Thia Cuan berpaling, lalu bertanya dengan

nada tercengang:

"Hiante kau kenal dia?"

"Benar, dia adalah Cha gi sut tikus bersayap) Kang Pun

san, waktu ia dikalahkan oleh nona Wan dalam perusahaan

Sin liong piau kiok, sungguh tak sangka ia telah tewas disini"

Cun gan siucay Si Kok seng mendongakkan kepalanya dan

memperhatikan jenazah si tikus bersayap Kang Pun san

beberapa saat, kemudian jengeknya sambil tertawa seram:

"Hehehehehe......gentong nasi seperti ini memang sudah

sepantasnya mampus, aku orang she Si berada disini, ingin

kulihat siapa yang berani mengusik diriku!"

Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara

dengusan dingin yang lirih bergema memecahkan keheningan.

Menyusul kemudian sesosok bayangan hitam meluncur

keluar dari balik hutan, bagaikan seilas cahaya kilat mengitari

angkasa lalu lenyap.

Semua orang merasakan pandangan matanya jadi silau,

belum sempat mereka menyaksikan bayangan hitam itu, tiba-

tiba Cun gan siucay Si Kok seng menjerit ngeri, seluruh

tubuhnya bergetar keras dan segera roboh terjengkang kearas

tanah.

Peristiwa itu terjadinya sangat mendadak, tiga orang

lainnya tak sempat memberi bantuan, jalan darah Si Kok seng

sudah tertotok dan jatuh tak sadarkan diri.

Suma Thian yu menerjang maju kedepan, menyaksikan

kejadian itu ia merasa gusar sekali, kearah dalam hutan

bentaknya penuh keguiaran:

"Setan alas, darimanakah yang berada didalam hutan?

Kalau punya keberanian hayolah munculkan diri, kalau

beraninya hanya main sem bunyi dan menyergap orang secara

diam-diam, hal ini bukan perbuatan seorang enghiong

hohan....."

Baru selesai Suma Thian yu memaki, mendadak terdengar

tiga kali suara pekikan nyaring dikumandang dari tiga arah

yang berbeda, suaranya nyaring seperti lolongan srigala, se

perti juga jeritan kuntilanak, terutama sekali ditengah

kegelapan, suasananya terasa menggidikkan hati setiap orang

yang mendengarnya.

Ditengah suara pekikan yang aneh itulah mendadak

terdengar tiga kali desingan angin tajam membelah angkasa,

ditengah arena tahu-tahu sudah bertambah dengan tiga orang

kakek berbaju hitam.

Dua orang diantaranya ternyata dikenal oleh Thi pit suseng

Thia Cuan, sambil tertawa tergelak, segera serunya:

"Aku mengira siapa yang datang, ternyata kalian dua orang

tangkeh dari Tiang-pek san, tampaknya kalau orang sudah

mendapat jodoh maka dimanapun selalu bertemu, kembali

kita bersahabat lagi dengan mesrah"

Diri ketiga orang kakek berbaju hitam itu, orang yang

berada disebelah kanan adalah lotoa dari Tiang pek sam sat

(tiga malaikat bengis dari bukit Tiang pek) yang disebut Kiu

tau siu (binatang berkepala sembilan) Li Gi, yang disebelah kiri

adalah kakek kurus bercambang, dia adalah losam Liat hwee

siu (binatang berapi membara) Li Hiong, sedangkan orang

yang berdiri ditengah are na itu berambut sepanjang

punggung, memakai gelang berbentuk rembulan diatas

kepalanya, berusia enam puluh tahunan, mata besar alias

mata tebal, hidung besar mulut besar dan bertampang seperti

singa, dia membawa tongkat berbentuk rembulan, mukanya

bengis dan menyeramkan.

Orang ini merupakan iblis paling keji dan paling ganas

dalam dunia liok lim dewasa ini orang menyebutnya sebagai

Hui cha cuncu (Rasul garpu terbang) Kiong Lui.

Garunya Sip hiap jin mo (Manusia iblis penghisap darah) Pi

Ciang hay merupakan jago paling lihay dalam kalangan iblis,

bersama Hoat seng si (Mayat kaku hidup) Ciu Jit hwee mereka

disebut Ih Lwe ji mo (sepasang iblis dari kolong langit).

Waktu itu, binatang berkepala sembilan Li Gi menatap

sekejap ketiga orang itu dengan sorot mata buas, lalu ujarnya:

"Apakah kalian bertiga tidak kenal tulisan?"

"Kalau kenal kenapa? Kalau tidak kenal kenapa pula?"

Suma Thian yu balik bertanya.

Kiu tausiu Li Gi mengawasi Suma Thian yu dengan sorot

mata setajam sembilu, kemudian tanyanya penuh kegusaran:

"Siapa kau? Apakah sudah bosan hidup?"

"Hmm, dengan mengandalkan tampangmu semacam ini,

kau masih belum pantas untuk menanyakan nama sauyamu!"

"Li lote" pada saat itulah terdengar Hui cha cun cu Kiong

Lui berkata dengan suara dingin, "jagal saja dia kan beres?

Buat apa mesti banyak bersilat lidah dengan dirinya?

Kiu tau siu Li Gi tertawa seram, tulang belulang diseluruh

tubuhnya bergemerutuk keras, mukanya berubah menjadi

merah padam, sepasang lengannya menjadi merah membara,

agaknya dia siap sedia melancarkan serangan.

Thi pit suseng Thia Cuan melompat ke depan dan berdiri

diantara Li Gi dengan Suma Thian yu, lalu sambil tertawa

terbahak-bahak serunya:

"Hiante, harap jangan marah, serahkan saja setan tua itu

kepadaku...

Dalam perkirarn Kiu tau siu Li Gi, Suma Thian yu masih

muda dan gampang diroboh kan, baru saja dia akan memberi

pelajaran kepada sang pemuda, siapa tahu dari tengah jalan

muncul seorang Tuia Kau kim.

Melihat kemunculan Thi pit suseng, terkesiaplah hatinya,

dia tahu kalau musuhnya yang ini sangat tangguh.

Tapi setelah berada dalam keadaan demikian terpaksa ia

harus bulatkan tekad untuk meng hadapinya.

Sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya

melancarkan sekuah pukulan yang dahsyat menghantam

tubuh Thi pit suseng.

Melihat serangan yang begitu berbahaya dari lawannya,

meledak hawa amarah dalam dada Thia Cuan, telapak tangan

yang satu digunakan untuk menyapu ke bawah, sementara

telapak tangan yang lain digunakan untuk membacok ke atas,

dengan jurus Siang hong tiau yang (sepasang burung hong

menghadap mata hari) dia sambut datangnya ancaman lawan

dengan sepasang tangannya berbareng.

"Blaaammm...!" terdengar suara ledakan keras menggema

memecahkan keheningan, tiga dua gulung angin serangan itu

saling ber tubrukan di tengah udara terjadilah pusingan angin

yang menyebar ke empat penjuru.

Terdesak oleh sisa angin pukulan itu, masing-masing pihak

terdorong mundur selangkah ke belakang.

Kiu tausiu Li Gi tidak menyangka kalau tenaga dalam yang

dimiliki lawan begitu sempurna, termakan oleh pukulan yang

memaksa nya mundur, dia terkejut bercampur mendongkol.

Baru saja tubuhnya dapat berdiri tegak, mendadak dia

berpekik nyaring, tubuhnya seperti elang raksasa menerjang

ke tengah udara, sepasang tangannya diluruskan ke depan,

kesepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dengan

jurus Ciang ing phu toh (Elang sakti menerjang kelinci) dia

lansung mencengkeram batok kepala Thi pit suseng Thia

Cuan.

Sebagai murid kesayangan dari Heng si Cin jin, Thia Cuan

memiliki ilmu silat yang tinggi serta warisan langsung dari Kun

lun-pay, begitu menyaksikan Kiu tau siu Li Gi menerjang ke

bawah dengan dahsyatnya, ia sama sekali tidak menjadi

gugup, dengan memperkuat posisi kuda-kudanya, dengan

jurus Kiau cong ki ku (memukul genta menghantam tambur)

sepasang tangannya bersama-sama di sodok ke depan

menghajar tubuh Li Gi.

Jurus serangan ini merupakan salah satu jurus yang

dahsyat dari empat macam kepandaian Kun lun kim hoat.

Hui cha cun cu Kiong Lui yang menonton jalan-nya

pertarungan dari sisi arena menjadi tetegun oleh kejadian itu,

mendadak bentaknya keras-keras.

"Tahan!"

Sepasang telapak tangan dua orang yang sedang bertarung

sudah terlanjur di lancarkan, dihentikan jelas tak sempat lagi,

disaat Kiong Lui membentak keras itulah, ditengah udara

kembali terjadi suatu bentrokan keras yang menimbulkan

suara ledakan dahsyat.

Menyusul kemudian tampak debu dan pasir beterbangan

memenuhi angkasa, udara menja di gelap dan Kiu tau siu Li Gi

mendengus ter tahan, tubuhnya seperti bintang yang jatuh

roboh ke tanah, mukanya pucat pias seperti mayat, ujung

bibirnya basah oleh noda darah.

Thi pit suseng Tia cuan sendiri, walaupun terpengaruh juga

oleh gelombang angin sera ngan itu, namun dia tetap sehat

wal'afiat seperti sedia kala, pelan-pelan dia bangkit berdiri

kemudian ditatapnya Hai cha cun ca Kiong Lui tanpa berkedip.

Kiong Lui mendeham beberapa kali, kemudian dengan

seorang tua yang berpengalaman dia bertanya:

"Aoa hubunganmu dengan Bi kun lun Siau Wi goan?"

"Aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini" jawab Thia

Cuan tegas.

"Bocah keparat, kau berani mengelabuhi aku? Hmmm,

melihat gerakan tubuhmu jelas semuanya merupakan

kepandaian silat aliran Kun lun pay, padahal Bi kun lun Siau

Wi goan adalah murid kesayangan dari Leng-go cinjin, ketua

Kun lun pay sekarang, masa kau tidak kenal dirinya?"

Mendengar perkaraan tersebut, Thi Pit suseng segera

memperhatikan Hui cha cun cu se kejap kemudian balik

bertanya:

"Maaf, kalau mataku buta, tolong tanya siapakah nama

besarmu?"

"Bocah keparat, mengingat usiamu masih muda dari tak

tahu urusan, aku enggan ribut denganmu, setiap jago

persilatan yang berkelana dalam dunia persilatan hampir

semuanya kenal dengan lohu, masa kau tidak tahu?"

Berbicara sampai disitu dia berkerut kening, kemudian

sambil menuding keujung hidung sen diri serunya:

Suma Thian yu paling benci dengan sikap latah dan takabur

semacam ini mendengar, per kataan tersebut ia mendengus

dingin, matanya memandang sinis dan senyuman dingin

menghiasi ujung bibirnya.

Hui cha cun cu Kiong Lui dapat menyaksikan sikap sinis

anak muda tersebut, mendadak sepasang matanya melotot

besar, sinar buas me mancar keluar, sesudah tertawa seram,

serunya:

"Bocah keparat, kau tidak puas?"

Suma Thian yu memandang sekejap wajah Kiong Lui

dengan pandangan sinis, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Habahahahana......belum pernah sauya dengar seorang

manusia she Kiong dalam dunia persilatan, mungkin kau

hanya seorang pra jurit tak bernama yang rendah

kedudukannya. Tapi lantaran malu mengakui hal tersebut,

maka sengaja kau pakai kata-kata yang mem buat untuk

menggertak?"

Padahal setelah mendengar lawannya she Kiong tadi, Suma

Thian yu sudah mengerti siapa gerangan orang yang

dihadapinya, tapi dia sengaja mengejek, maksudnya adalah

untuk memancing kemarahan musuhnya yang latah dan

takabur ini.

Betul juga, Hui cha cun cu Kiong Lui kontan dibuat mencak-

mencak karena kegusaran, selapis hawa pembunuhan yang

amat tebal dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, ia

maju selangkah mendekati anak muda itu, kemudian toya

berbentuk bulan sabitnya diayun ke pinggang lawan dengan

jurus Heng sau jian kun (menyapu rata seribu prajurit).

"Bila kau ingin mampus, lohu akaa memenuhi keinginanmu

itu!" makinya sambil menahan geram.

Gembong iblis kenamaan memang berbeda dengan

kawanan jago lainnya, ayunan toya tersebut paling tidak

mempunyai kekuatan sebesar lima ratus kati, jangankan tubuh

Suma Thian yu terdiri dari darah dan daging, sekali pun terdiri

dari baja aslipun tak sanggup menahan pukulan mana.

Tatkala Suma Thian yu menyaksikan ayunan senjata Hou

tou pang berbentuk bulan sabit itu amat gencar dan cepat,

buru-buru dia melejit ke tengah udara.

"Weess! diiringi desingan angin tajam yang kuat, senjata

toya Hou topang berbentuk bulan sabit itu menyambar lewat

hanya beberapa inci dibawah kaki anak muda tersebut.

Begitu serangan toyanya mengenai sasaran yang kosong,

Hui cha cun cu Kiong Lui segera menahan tubuhnya dan

menarik kembali senja ta Hou topang berbentuk bulan sabit

yang di ayunkan ke muka tadi.

Setelah itu dia mempertinggi serangannya satu depa lebih

ke atas, kali ini yang diancam adalah pinggang lawan.

Suma Thian yu tahu lihay terpaksa dia gunakan ilmu bobot

seribu, membawa tubuhnya melayang turun kebawah, senjata

Hou to pang berbentuk bulan sabitnya menyapu bagian bawah

tubuh dengan membawa desingan angin tajam.

Berhubung tenaga serangannya begitu dahsyat, dimana

serangannya menyambar lewat secara lamat-lamat Suma

Thian yu merasakan kulit badannya amat sakit.

Dalam pada itu, Liat bwee siu Li Hiong sudah melompat

kehadapan Toan im siancu Thia Yang, telapak tangannya

segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah bacokan.

Menanti lengannya diayunkan kedepan itulah dia baru

membentak.

"Budak rendah! loya akan menemanimu bergembira!"

Toan im siancu Thio Yong menduga sampai disitu, melihat

serangan yang datang begitu dahsyat ibarat bukit Thay san

yang menindih kepala, dengan perasaan terperanjat ia

menyingkir kesamping, gadis itu tak berani menyambut

ancaman mana dengan kekerasan.

Begitu lolos dari ancaman, Toan im siancu Thin Yong

meloloskan sembilan pedang mestika dari pinggangnya lalu

sebelum Lian hWee siu li hiong menyerang lagi, ia sudah

mengembangkan jurus-jurus mautnya sambi1 menerjang

kedepan.

Tatkala Thi pit suseng Thia Cun menyaksikan adiknya

sudah terjun ke arena pertarungan, tanpa terasa ia

memusatkan seluruh perhatiannya mengikuti jalannya

pertarunan, tangannya meraba diatas gagang pedang dan

siap memberi penolongan bilamana perlu,

Dipihak lain, Suma Thian yu yang bertarung dengan tangan

kosong menghadapi toya Hou to pang berbentuk bulan sabit

sudah mulai tak sanggup menahan diri, bayangkan saja Hui

cha cun cu sebagai tokoh kelas satu dalam dunia Liok lim

dewasa ini, baik lwekang maupun gwakangnya boleh dibilang

sudah mencapai tingkat yang sempurna, toya Hou to pang

seberat berapa ratus kati yang berada dalam permainannya

ringan bagaikan toya kayu, selain serangannya berat, gerak-

geriknya juga enteng, gesit dan cekatan.

Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Suma Thian

yu menghadapi mu suh setangguh ini, untuk sesaat dia dibikin

geleng kepalanya oleh gerakan tubuh orang yang aneh dan

cekatan, belum mencapai sepuluh gebrakan, ia sudan keteter

hebat dan hanya sangaup menangkis belaka.

Beraba dalam situasi yang kritis dan tegang seperti ini,

mendadak ia berpekik nyaring, tu-buhnya melejit lima kaki ke

tengah udara dengan gaya burung bangau terbang ke

angkasa, pedangnya segera dicabut keluar dari sarung.

Serentetan cahaya biru memancar keempat penjuru dan

amat menusuk pandangan mata.

Suma Thian yu memainkan selapis kabut pe dang berwarna

biru untuk melindungi badan, bagaikan sebuah jala perangkap

ikan yang besar dan datang dari langit, dengan cepat tubuh

Hui cha cun cu dikurung rapat.

Hui cha cun cu Kiong Lui terhitung seorang gembong iblis

yang sukar dihadapi, dia mendongakkan kepalanya

memperhatikan sekejan ancaman lawan, kemudian setelah

tertawa dingin jengeknya:

"Hehehehenehe...... kiranya kau adalah ahli waris dari

orang she Wan"

Sambil berkata tongkat Hou to pang nya di angkat keatas

dan diputar bagaikan sebuah roda kereta, diantara perputaran

yang kencang itulah pelan-pelan dia menyongsong bayangan

pedang yang diciptakan Kit hong kiam tersebut.

Dalam waktu singkat terdengar dua kali ben turan keras

ditengah udara, pedang dan tongkat Hou to pang telah saling

membentur keras hingga menimbulkan percikan bunga api.

Menggunakan kesempatan dikala pedangnya bentrok

dengan toya lawan, Suma Thian yu segera melayang turun

keatas tanah, sebaliknya Hui cha cun cu Kiong Lui kena

tertekan oleh kekuatan lawan hingga kakinya amblas tiga inci

kadalam tanah, namun ia tetap berdiri tak bergerak.

Dengan mengandalkan serangan tersebut, Suma Thian yu

segera mengembalikan posisi nya yang terdesak menjadi lebih

mantap, pedangnya segera berputar sambil melancarkan

serangan gencar, dengan Kiong Lui segera ber lempur sengit.

Selama ini Thi pit suseng hanya berpeluk belaka sambil

menonton jalannya petrarungan massal, dia tidak berani

membantu karena kuatir menimbulkan suatu pertarungan

massal, dia dapat melihat bahha kepandaian silat yang dimiliki

kedua belah pihak berada dalam keadaan seimbang, dia pun

mengerti menang kalah tidak bisa di temukan dalam waktu

singkat, maka dia sendiripun tak kelewat terbaru napsu untuk

turun tangan.

Kurang lebih seperminuman teh kemudian empat orang

yang sedang bertarung sengit di tengah arena teiah berhasil

menentukan siapa menang siapa kalah. Toan im siam cu yang

melancarkan serangan berantai mendesak musuhnya habis-

habisan, kalau di lihat dari keadaan si Liat hwee sin Li hiong

sekalian, tampaknya tiga jurus kemudian ia tentu keok.

Di pihak lain keadaan pertarungan antara Suma Thian yu

melawan Hui cha cun cu justru merupakan ke balikannya, kini

anak muda tersebut hanya memiliki sisa kekuatan untuk

mempertahankan diri belaka, ia tak memiliki tenaga lagi untuk

mempertahanan diri, ia tak memiliki tenaga untuk

melancarkan serangan balasan.

Sedangkan Kiong Lui sendiri justru makin bertarung

semakin perkasa, senjata pentungan Hou to pangnya tak

pernah mengendor sedikit pun, serangan demi serangan

dilancarkan se cara gencar dan semuanya membawa deruan

angin tajam yang memekikkan telinga, semua ini membuat

suasana dalam arena pepertarungan berubah lebih

mengerikan.

Thi pit suseng Thia Cian yang menyaksikan peristiwa ini

menjadi sangat gelisah, dengan suara dalam ia lantas

memrmembentak:

"Tahan!"

Suaranya keras bagaikan guntur yang membelah bumi

disiang hari bolong, Liat bwee siu Li Hiong segera melepaskan

dua buah serangan berantai dan melompat mundur lebih

duluan.

Tentu saja Toan im siancu tak ingin membangkang perintah

kakaknya, sambil menarik kembali pedangnya ia membentak:

"Hmmm, keenakan kau si setan tua!"

Dihak lain, Hui cha kun cu Kiong Lui seakan tak mendengar

suara bentakan itu, bukan nya berhenti dia malah

melancarkan serangan-nya makin gencar, senjata Hou to pang

nya

dengan membawa deruan angin tajam membacok seluruh

tubuh Suma Thian yu secara bertubi-tubi.

Setelah melalui pertarungan yang seru, sesungguhnya

Suma Thian yu sudah kehilangan banyak tenaga, kepalanya

terasa pening dan badannya lemas tak bertenaga.

Suara bentakan dari Thi pit suseng barusan baginya ibarat

sebaskom air dingin yang diguyurkan keatas kepalanya,

segera membuatnya sadar kembali, cepat dia

mengembankaan gerakan tubuhnya dan meloloskan diri dari

kepungan lawan.

Hai cha cun cu Kiong Lui tak rela melepas kan usaha yang

berhasil dicapainya selama ini, senjatanya kembali diputar

membelah angkasa dengan jurus kay san to liu (membuka

bukit air mengalir), kali ini dia membacok jalan darah Pek

bwee hiat dibelakang kepala Suma Thian yu.

Menyaksikan peristiwa tersebut, Thi pit su seng Thia Cuan

segera berkerut kening, menda dak ia berpekik nyaring......

Tampak ujung bajunya berkibar terhembus angin kemudian

tubuhnya menerjang kedepan secepat kilat, sepasang telapak

tangannya dilontarkan kedepan, secara keras lawan keras, dia

menggetar pergi senjata Hou to pang lawan, kemudian

menghadang jalan pergi Kiong Lui.

Melihat itu, Hui cha cun cu Kiong Lui menghimpun tenaga

dalamnya sambil membentak keras:

"Orang sbe Thia, jadi kau ingin mencari keuntungan dalam

air keruh. Bagus sekali, hmm! Seandainya lohu tidak teringat

kalau kau masih punya hubungan dengan Bi kun lun (Kun lun

indah), kau anggap nyawamu masih bisa dipertahankan

hingga sekarang? Hmm, mung-kia sedari tadi sudah berpulang

ke alam baka"

Thi pit suseng Thia Cuan tertawa terbahak-bahak.

"Haaah...haaah...haah... terima kasih banyak atas

kebaikanmu, cuma sayang toaya sama se kali tidak ada

sangkut pautnya dengan Siau Wi goan, selain itu akupun tidak

saling mengenal dengannya, bila kau menginginkan nyawaku,

lebih baik ambillah dengan mengandalkan pandaian silatmu

sendiri."

Suaranya datar, tidak tidak meninggikan kepala

merendahkan derajat sendiri dibalik kelembutan terdapat nada

keras, ucapan mana sege ra membungkamkan mulut

gembong iblis itu.

Tapi justeru karena hal tersebut, dari malu nya si gembong

iblis itu menjadi naik darah, dia segera tertawa dingin tiada

hentinya:

"Heeeh...heeeh...heeeh... barang siapa berani masuk hutan

harus mampus, kau tidak menyaksikan jenasah diatas pohon

itu? Inilah contoh yang paling baik bagi mereka yang

bersikeras ingin melanggar peraturanku, berbicara dan cara

tindak tanduk kalian semua, sebetulnya hanya ada satu jalan

kematian saja. Akan tetapi berhubung lohu mempunyai

sumpah yang mengatakan bahwa setiap sahabat Bi kun lun

akan kulepas, maka kau boleh pergi dari sini, tapi bocah

keparat yang menggemaskan ini tak boleh meninggalkan

tempat ini barang setengah langkah pun.

Yang di maksudkan sebagai bocah keparat tak lain adalah

Suma Thian yu.

Pada dasarnya Suma Thlan yu adalah seorang bocah yang

berjiwa keras dan tinggi hati, mendadak dia membalikkan

tubuhnya sambil tertawa mengejek, katanya:

"Dengan mengandalkan kepandaianmu itu kau hendak

menahan aku disini? Lebih baik gerakkan lagi senjata

rongsokanmu itu, sauya akan melayanimu untuk bertarung

seratus gebrakan.

Suma Thian yu rugi didalam tenaga dalam yang tak

berhasil melampaui kesempurnaan Kiong Lui, maka dia

mengusulkan untuk ber tarung sebanyak seratus gebrakan

dalam permainan ilmu pukulan.

Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui malah tertawa

terbahak-bahak dengan seramnya

"Hehehebebehe....memang hal itu paling bagus, bocah

keparat, hari ini aku akan suruh kau menderita kekalahan

secara puas lahir batin, kemudian aku akan menggantungmu

hidup-hidup diatas pohon agar ditonton semua orang!"

Dengan lemah gemulai Toan im siancu dihadapan Hui cha

cun cu, lalu serunya:

"Jika kau berani, mengganggu seujung ram butnya, Thia

Yong yang pertama-tama akan beradu jiwa paling dulu

denganmu, sampai wak tunya jangan salahkan lagi kalau nona

tidak mengenal ampun!"

Sambil berkata dia lantas menggeserkan ba dannya dan

berdiri disamping Suma Tbiau yu. Mencorong sinar bengis dari

balik mata Kiong Lui, sambil mementangkan mulutnya yang

lebar dia membentak:

"Lebih baik kalian bertiga maju bersama, dalam sepuluh

gebrakan bila aku gagal meng hancur lumatkan kalian, dengan

tangan terbuka lohu akan menghantar kalian pergi dari sini!"

Benar-benar suatu ucapan yang amat sesumbar.

Bayangkan saja ke tiga orang muda mudi itu adalah jago-

jago pilihan dari kaum muda, Thia si hengte (dua bersaudara

Thia) telah memperoleh warisan langsung dari Heng si cinjun,

sedangkan Suma Thian yu mendapat warisan keluarganya,

kesempurnaan mereka terhitung jagoan nomor wahid dikolong

langit.

Untuk bertarung satu lawan satu, mungkin saja mereka

masih belum sanggup, tapi kalau tiga orang bekerja sama,

belum tentu ia sanggup merobohkan mereka dalam sepuluh

gebrakan saja.

Diatas wajah mereka bertiga serentak terlintas perasaan

memandang rendah yang amat sinis.

Dalam sekilas pandangan saja Hui cha cun cu Kiong Lui

sudah dapat menembusi jalan pemikiran ke tiga orang

lawannya, mendadak ia melemparkan senjata Hou to pang

nya ke depan kaki Liat hwee siu Li Hiong, kemudian sambil

menggulung bajunya hingga nampak lengan yang kekar,

berbulu dan berotot besar itu, ia bersiap sedia melancarkan

serangan. "Perkataan seorang lelaki sejati berat bagaikan

bukit karang", dalam sepuluh gebrakan kemudian kalian pasti

akan mampus diatas genangan darah segar!

Suma Thian yu tidak banyak bicara, segera menghimpun

segenap tenaga dalamnya kedalam lengan, lalu sambil

menggunakan ilmu pukulan Tay cing to liong ciang ajaran

gurunya Put gho cu, dia membacok tubuh Kiong Lai dengan

jurus Ci kou thian bun (mengetuk pintu langit selatan).

Toan im siancu tidak ambil diam, dari samping ia

menyerang dengan jurus Im liong tham jiau (naga sakti

mementang cakar), ketika sampai ditengah jalan, dia

mengubah serangan pu kulannya menjadi cengkraman dan

mencengkeram belakang kepala lawan.

Hanya Thi pit suseng seorang yang tidak berkutik, dia

masih menanti serangan balasan dari Hui cha cun cu dengan

tenang, untuk kemudian melancarkan serangan dahsyat bila

kesempatan baik telah tiba.

Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu maupun Thia

Yong sesungguhnya cuma serang an tipuan belaka, sekilas

pandangan serangan mana kelihatannya cepat seperti

sambaran kilat, sesunguhnya dibalik ancaman mana

tersembunyi dua gerakan lain yang dipersiapkan untuk

mundur.

Benar-benar lihay Hui cha cun cu ini, agaknya ia telah

berhasil menebak jitu suara hati kedua orang lawannya,

menghadapi ancaman tersebut ia tidak menjadi gugup atau

panik.

Ditunggunya serangan lawan hampir menca pai tubuhnya

ketika secara tiba-tiba dia memutar tubuhnya melancarkan

serangan balasan, jurus serangannya ganas dan mengerikan,

seakan-akan dia bermaksud memanah dua ekor burung dalam

sekali bidikan.

serangan yang berkelebat secepat sambaran kilat, tahu-

tahu sudah tiba di depan Thia Yong.

Mendadak Thi pit suseng membentak nyaring, tubuhnya

menerobos masuk kedalam arena kemudian telapak

tangannya diayunkan ke muka membabat jalan darah Leng

tay hiat di punggung Hui cha cun cu.

Waktu itu sesungguhnya Hui cha cun cu Kiong Lui sedang

bersyukur karena serangannya akan segera berhasil mencapai

sasaran, mendadak dia merasakan tibanya desingan angin

tajam dari arah belakang, kenyataan tersebut kontan

membuatnya menjadi tertegun.

Berada dalam keadaan begini harus mengesampingkan

dulu kedua orang musuhnya yang berada didepan, ia

membalikkan badan dan melepaskan serangan balasan.

Serangan ini dilepaskan dalam keadaan gusar, tenaga

dalam yang disertakan benar-benar luar biasa dahsyatnya.

Ketika Thi pit suseng Thia Cuan termakan oleh sapuan

tangan pukulan itu, badannya sege ra mundur beberapa

langkah dengan sempoyongan, dadanya terasa sakit sekali,

sadarlah dia bahwa isi perutnya telah terbakar.

Masih untung Hui cha cun cu Kiong Lui masih teringat akan

sumber perguruannya serta hubungan-nya dengan Siau Wi

goan, coba kalau tidak begitu, asal dia menambah tenaga

serang annya dengan dua bagian tenaga saja, niscaya Thi pit

suseng sudah tewas seketika.

Begitu Thi pit suseng mundur kebelakang, kini didalam

arena tinggal Suma Thian yu serta Toan im siancu yang sudah

lelah karena kehabisan tenaga, tak selang dua gebrakan

kemudian, Toan im siancu mengalami nasib seperti

kakaknya, isi perutnya menderita luka dan roboh terduduk

diatas tanah.

Dengan demikian tinggal Suma Thian yu seorang yang

harus berjuang mempertahankan diri, diam-diam ia mengertak

giginya keras-keras, secara beruntun dia melepaskan tiga

buah serangan berantai masing-masing dengan jurus Kun kun

to coan ( Dunia diputar balik) Kui seng ti to (Bintang kejora

jatuh jumpalitan) dan Sian hong sau soat ( Angin berpusing

menyapu salju), semuanya merupakan jurus penolong dari

ilmu pukulan Tay cing to liong ciang.

Betapa hebatnya serangan itu bisa dilihat dari Hui cha cun

cu Kiong Lui yang tak berani menyongsong serangan itu

dengan kekerasan, secars beruntun dia mengegos sebanyak

tiga kali, kemudian melompat sejauh satu kaki lebih.

Tampaknya dari sepuluh gebrakan yang di janjikan kini

tinggal dua gebrakan lagi, bila Hui cha can cu Kiong Sui gagal

merobohkan musuhnya, terpaksa dia harus menghantar

lawan-lawannya ini untuk berlalu dari daerah terlarang itu.

Mendadak Hui cha cun cu Kiong lui berpekik nyaring,

tubuhnya melejit setinggi tiga kaki ketengah udara, bagaikan

seekor naga bengis meninggalkan samudra, dengan

membawa deruan angin puyuh dia menyambar keatas kepala

Suma Thian yu.

Thi pit suseng Thia Cuan yang menyaksikan peristiwa itu

segera melupakan tenaga dalam yang dideritanya, sambil

berpekik nyaring degan membawa luka dia menerjang ke arah

Suma Thian yu.

"Hiante, cepat mundur! Dia telah menggunakan Pek lek si

hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma)!"

Baru selesai Thi pit suseng berseru, di tengah angkasa

telah bergema suara geledek yang menggelegar dengan

nyaringnya.

Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepala, dia jadi

terperanjat, wajah berubah pucat, tak sempat memandang

sekejap lagi, dia sudah me lesat kesamping untuk

menghindarkan diri.

Disaat yang amat kritis inilah, ditengah udara

berkumandang pekikan nyaris yang memekakkan telinga, lalu

seperti sekilas cahaya yang membuyarkan awan hitam,

petikan nyaring ter sebut seketika itu juga menawarkan suara

gemuruh guntur yang mengelegar diangkasa.

Semua orang yang semula tertegun oleh suara guntur,

dengan cepat merasakan hatinya menjadi tenang kembali,

untuk sesaat mereka seperti melupakan tragedi yang sedang

terjadi didepan mata.

Ketika memandang lagi kearah Hui cha cun cu, seketika itu

dia sedang mengayunkan sepasang telapak tangannya dan

secepat kilat meng hantam tubuh Suma Thian yu, siapa tahu

pada saat itulah suatu kejadian aneh telah berlangsung.

Tampaknya suara pekikkan nyaring yang membetot sukma

itu telah mengacaukan pikiran Hui cha chun cu, tampak

tubuhnya buru-buru berjumpalitan di tengah udara, lalu

sepasang telapak tangannya segera ditarik kembali, seperti

barung yang hinggap dia atas tanah, dengan entengnya dia

melayang turun kembali kepermukaan tanah.

Sementara semua orang masih tertegun, sesosok bayangan

manusia nampak berkelebat lewat dari balik hutan, hanya

sekejap kemudian, tahu-tahu ditengah arena telah berdiri

seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan.

Heran! Mungkinkah suara pekikan tadi berasal dari bocah

lelaki yang masih ingusan ini?

Kalau memang begitu, bukankah bocah lelaki ini adalah

seorang bocah ajaib didunia ini?

Tapi rasanya hal ini mustahil, tak bisa masuk akal, hal ini

mana mungkin bisa terjadi? Seorang bocah lelaki yang masih

berusia sebelas dua belas tahunan, masih bersifat kekanak-

kanakkan, bagaimana mungkin bisa memiliki ilmu silat yang

begitu lihaynya?

Tapi cahaya kilat yang terlibat tadi sudah jelas merupakan

bayangan tubuh dari bocah ini selain dia siapa lagi?

Tampak sepasang kening bocah lelaki itu menonjol tinggi

sekali, dia sedang berdiri ber tolak pinggang sambil mencaci

maki:

"Kiong Lui, lagi-lagi kau membuat kejahat an disini",

seandainya aku tidak datang tepat waktunya, kembali ada jiwa

yang akan mela. yang disini, hmmm...! Apakah kau sudah

melu pakan dengan kata-katamu tempo hari...?"

Sungguh menggelikan sekali keadaan Hui cha cun cu Kiong

Lui yang telah berusia enam puluh tahunan itu, kalau tadi

sikapnya garang angkuh dan jumawa sekali, maka setelah

berjumpa dengan bocah lelaki itu, keadaannya berubah

seperti tikus berjumpa kucing, sikapnya menghormat dan

tunduk sekali.

Semua orang lantas mengalihkan perhatian nya kewajah

bocah itu, tampak dia mengena kan baju berwarna putih

bersih, rambutnya di gulung menjadi satu, matanya besar lagi

bulat, wajahnya menarik dan menyenangkan, kecuali itu tidak

terlihat sesuatu gejala lain yang istimewa.

Akan tetapi sikap Hui cha cun cu Kiong Lui bagaikan sedang

menghormati dewa pujaannya saja, dengan sikap yang amat

menghormati dia berkata:

"Sobat kecil, kenapa sudah lama kau tidak bermain kemari?

Lohu sangat rindu kepadamu!"

"Huuuuh, siapa yarng kesudian bermain disini?" Ibuku

bilang kau adalah telur busuk terbesar didunia ini, ia

melarangku bermain denganmu" sahut bocah lelaki itu terus

terang.

Suma Thian yu yang mendengar perkataan itu menjadi

amat geli sekali sehingga tak tahan ia tertawa terkekeh.

Mendadak bocah lelaki itu berpaling, sepasang matanya

melotot besar dan memancarkan sinar berkilauan.

"Benar-benar lihay sekali tenaga dalam orang ini, entah

bagaimana cara berlatih?" anak muda itu segera berpikir.

Sementara itu sibocah telah memperlihatkan dua baris

giginya yang putih bersih sambil menegur:

"Siapa yang bernama Suma Thian yu?"

Agak tertegun Suma Thian yu mendengar pertanyaan itu,

setelah termangu sesaat buru-buru sahutnya:

"Akulah orangnya"

Bocah lelaki itu segera mengamati Suma Thian yu sekejap,

kemudian katanya:

"Tak heran kalau ibuku mencarimu, nih! Disini ada sepucuk

surat untukmu, ambil dan bacalah sendiri!"

Suma Thian yu makin terperanjat lagi sete lah mendegar

perkataan itu, buru-buru dia menyambut surat itu dan dibuka

lalu dibaca isi-nya, diatas surat itu hanya tercantum beberapa

huruf yang berbunyi:

"Datanglah segera selesai membaca surat ini"

Dibawahnya tidak nampak tanda tangan atau kode tertentu

dari penulis surat itu.

Dengan wajah termangu Suma Tnian yu mengawasi wajah

si bocah itu lekat-lekat, pelbagai ingatan segera berkecamuk

didalam be naknya membuat dia terasa pusing umuk

memikirkannya.

Siapakah bocah ini? Siapa pula ibunya?

Ada urusan apa dia khusus datang kesitu untuk

mencarinya?

Siapa musuh besanya? Apa sangkut pautnya dengan

dirinya?

Serentetan pertanyaan tersebut membuat Suma Thian yu

menjadi sangat murung dan tak tahu apa yang mesti

dilakukan, untuk sesaat dia menjadi gelagapan hingga tak

sepatah katapun sanggup diutarakan.

Sambil tertawa cekikikan bocah lelaki itu segera menegur:

"Bila kau selesai membaca, mari kita segera berangkat!"

"Tolong tanya sobat kecil, kita akan kemana?" Suma Thian

yu segera bertanya:

"Tentu saja ke rumahku!"

Sambil menyahut bocah itu segera menarik tangan Suma

Thian yu dan siap berlalu dari situ.

Mendadak terdengar Hui cha cun cu Kiong Lui membentak

keras:

"Tungqu sebentar! Sobat kecil, dia masih berhutang kepada

lohu....!"

Bocah lelaki itu segera berpaling, mencorong sinar tajam

dari matanya, setelah menatap sekejap wajah Kiang Lui

dengan gusar, serunya kembali:

"Kau kuatir tidak bisa menagih kembali? Hutang apa sih?

Biar aku saja yang membayarkan baginya"

"Oooh, tidak, tidak!" Hui cha cun cu segera menampik, asal

sobat kecil telah mengambil alih hutang tersebut, tentu saja

lohu tak bisa berkata apa-apa lagi, sekembalinya kerumah

nanti, sampaikan salamku untuk ibumu!

Bocah lelaki itu mendengus dingin, ia segera berlalu

meninggalkan hutan tersebut.

Tiba-tiba dua bersaudara Thia berpekik nysring, kedua

orang itu segera melompat ke depan dan menghadang jalan

pergi bocah itu.

Sambilmenjura Th i pit suseng Thia Cuan segera menegur:

"Tolong tanya sobat cilik, siapa namamu dan dimana

rumahmu?"

Dengan tak sadar bocah lelaki itu menukas:

"Kau takut aku akan melalapnya hidup-hidup? Paling cepat

sebulan paling lambat dua bulan, tanggung dia dapat

berjumpa lagi dengan kalian berdua"

Walaupun usia bocah lelaki ini masih muda, namun caranya

berbicara seperti orang dewasa, sehingga dua bersaudara Thia

pun turut merasa keheranan.

Dengan cepat Toan im-siancu Thia Yong bertanya:

"Dimanakah rumah kediamanmu?"

Kali ini si bocah lelaki itu tertawa cekikikan.

"Tak usah kuatir, bukan aku yang berhak menjadi mak

comblang, dua bulan kemudian dia pasti akan mengunjungi

kalian berdua di bukit Kun san telaga Tong ting ou".

Begitu bocah lelaki itu selesai berkata, se lembar wajah

Toan im-siancu Thia Yongpua turut berubah menjadi merah

padam seperti apel yang masak, dia lantas mendesis dan

berseru sambil melotot:

"Hmmm, tampaknya kau mencari penyakit!"

Sambil berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya

menghantam wajah bocah lelaki itu.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera

berseru dengan amat gelisah:

"Nona Thia......"

Belum habis dia berkata, bocah lelaki itu telah membentak

pula dengan suara keras:

"Ayo berangkat! Tempat ini bukan tempat yang aman"

Kalau dibicarakan sesungguhnya sukar masuk diakal, Suma

Thian yu hanya melihat bocah kecil itu mengangkat

lengannya, tahu-tahu seluruh badan Toan im siancu sudah

melayang ditengah udara seperti selembar daun yang ter

hembus angin puyuh, tahu-tahu ia sudah dikirim ke sisi badan

kakaknya...

Dengan demikian, kendatipun Toao im sian cu Thia Yong

lebih bina1 dan wataknya lebih aneh pun, mau tak mau dia

harus merasa kagum dan tunduk terhadap bocah itu.

Buru-buru dia memberi tanda kepada kakaknya dan berlalu

dari situ.

Melihat kejadian tersebut, wajah bocah lelaki itu nampak

berseri, dia memarik tangan suma thian yu dan menembusi

hutan itu.

Kali ini mereka tidak bergerak ke arah bukit Han-san

melainkan justru berbalik ke jalan kecil, semua jalanan yang

mereka lalui sebagian besar adalah jalan perbukitan yang

sempit dan curam.

Untung saja Suma Thian yu memiliki ilmu silat yang hebat.

Ilmu meringankan tubuhnya pun amat sempurna, dengan

begitu dia masih bisa membuntuti selalu lima langkah di

belakang bocah lelaki itu.

Sekarang Suma Thian yu baru benar-benar dapat

menyaksikan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang

dimiliki bocah lelaki itu, jangan dilihat bocah itu bergerak

dipaling de pan, namun langkahnya enteng dan cepat hing ga

kalau dilihat dari tempat kejauhan, sepa sang kakinya seakan-

akan tidak menempel di atas tanah.

Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang,

pikirnya:

"Diluar langit masih ada langit, diatas ma nusia masih ada

manusia, tampaknya soal ilmu silat memang tiada tara

dalamnya"

Apa yang di katakan orang kuno memang tidak salah,

setinggi-tingginya sebuah bukit, tentu ada bukit lain yang jauh

lebih tinggi, selihay-lihaynya kepandaian seseorang, sudah

pasti ada orang lain yang jauh lebih lihay daripadanya.

Bayangkan saja berapa usia bocah lelaki yang masih bau

kencur ini? Tapi dalam kenyataan-nya, baik ilmu lwekang,

gwakang maupun ginkang semuanya telah mencapai puncak

kesem purnaan, sekalipun sejak berada dalam kandungan

ibunya dia sudah mulai melatih diri, belum tentu kepandaian

silatnya bisa mencapai tingkatan demikian hebatnya.

Bila ditinjau dari kepandaian silat yang di miliki bocah ini,

bisa dibayangkan pula sampai dimanakah taraf kepandaian

silat yang di miliki ibunya? Tapi dalam dunia persilatan belum

pernah terdengar nama seorang jagoan perempuan semacam

itu, siapakah dia?

Sambil berlarian menempuh perjalanan be nak Suma Thian

yu dipenuhi oleh pelbagai per soalan yang memusingkan

kepalanya, terutama sekali dalam surat tersebut tidak

dicantumkan nama maupun tanda tangan, mungkinkah bocah

ini salah mencari orang?

Malam itu udara gelap gulita, tiada rembulan, hanya

bintang yang betebaran memenuhi angkasa.

Walaupun Suma Thian yu memiliki kepandaian untuk

melihat dalam kegelapan, tapi saat itu dia tak sanggup melihat

pemandangan yang berada satu kaki dihadapannya, hal ini

membuat hatinya diam-diam merasa amat gelisah.

Sebenarnya dia ingin bertanya kepada bocah itu ke

manakah mereka hendak pergi, tapi dia pun kuatir

ditertawakan oleh pihak lawan, padahal kalau tidak ditanyakan

hatinya terasa amat kesal dan gugup.

Mendadak bocah lelaki yang sedang berlarian di muka

berpaling seraya berseru:

"Sudah hampir sampai, bagaimana kalau kita mempercepat

sedikit perjalanan kita?"

Selesai berkata, tanpa menunggu persetujuan dari Suma

Thian yu lagi dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan

berganti gerakan tubuh, kali ini dia menempuh perjalanan

dengan meng gunakan ilmu meringankan tubuh Pat pah kan

cian (delapan langkah mengejar comberet).

Tentu saja Suma Thian yu tak berani berayal pula, buru-

buru dia menghimpun tenaga murnuinya dan

mengembangkan ilmu meringankan tubuh Leng kong siu tok

yang sangat lihay itu, bagaikan peluru yang melejit kedepan,

ia mengejar lawannya dengan ketat.

Tiada hentinya bocah lelaki didepan itu ber paling dan

melihat apakah Suma Thian yu ber hasil menyusulnya atau

tidak, namun sepanjang jalan dia tak pernah berbicara lagi

walau se patah kata pun, hal mana semakin menambah

misteriusnya suasana.

Setelah menempuh suatu perjalanan yang cukup panjang,

menembusi beberapa bukit, entah oerapa jauh sudah mereka

berjalan akhirnya terdengar bocah lelaki itu bersorak gembira:

"Sudah sampai, didepan sana adalah rumahku"

000O000

WAKTU ITU Suma Thian yu sudah kehabisan tenaga,

dengan badan lemas, napas tersengkal-sengkal, seluruh

badannya basah kuyup oleh keringat, membuatnya untuk

sesaat tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

Menyaksikan keadaan itu, si bocah lelaki itu segera berkata

sambil tertawa cekikikan:

"Tampaknya aku telah membuatmu kepayahan, padahal

waktu kedatangan kita masih terlambat setengah kentongan

daripada waktu telah kutetupkan sebelumnya!"

Ucapan tersebut tak ubahnya menyindir ketidak becusan

Suma Thian yu dalam melakukan perjalanan, kontan saja

paras muka anak mu da itu berubah menjidi merah sebentar,

hijau sebentar, panas sebentar, dingin sebentar, rasanya tak

terlukiskan dengan kata kata.

Sedemikian jengahnya pemuda itu, sehingga seandainya

disana terdapat sebuah lubang gua, niscaya dia sudah

menerobos masuk ke dalam untuk menyembunyikan diri.

Dengan cepat dia berpaling ke arah puncak bukit didepan

sana, mendadak ia tidak menjumpai rumah seperti yang

dikatakan bocah uu, kecurigaan segera timbul, sambil meman

dang wajah si bocah itu tanyanya agak terdengung:

"Sobat cilik, dimana rumahmu?"

"Itu dia, dibelakang bukit sana" jawab si bocah sambil

menunjuk kedepan sana.

Suma Thian yu melihat tempat yang ditunjuk adalah bukit

didepan sana, hatinya lantas menjadi lega, akan tetapi

sewaktu tidak menjum pai jalan tembus disitu, keningnya

lantas ber kerut dan wajahnya memperlihatkan rasa ke

sulitan.

Ternyata antara tempat dimana mereka ber ada sekarang

dengan bukit yang berada dise berang sana dipisahkan oleh

sebuah jurang yang lebarnya kurang lebih tiga puluh kaki,

jangankan manusia, sekalipun binatang juga belum tentu bisa

melampauinya.

Orang hanya mungkin mencapai puncak seberang bila dia

menuruni lembah jurang itu le bih dulu, atau bila dia bersayap

dan sanggup terbang melampauinya.

"Bagaimana cara kita menyeberang kesana?" dengan

perasaan tercengang akhirnya Suma Thian yu berseru.

"Tentu saja ada caranya, harap kau kau jangan kelewat

terburu napsu" sahut si bocah cepat.

Diam-diam Suma Thian yu berpikir lagi:

"Kau punya cara apa? Memangnya bisa ter bang

menyeberangi jurang ini? Kalau memang demikian, bukankah

dia sudah menjadi dewa bukan manusia lagi...?"

Sementara itu terdengar sibocah sedang ber gumam

seorang diri.

"Ing ji memang cukup binal, tahu kalau aku bakal datang

terlambat, dia tak mau menunggu aku sebentar lagi, hmmm,

sebentar aku harus menghukum dia"

Ketika Suma Thian yu mendengar dikebut kannya nama

"Ing ji", dia semakin keheranan, segera pikirnya lagi:

"Mungkinkah bocah lelaki ini masih mempunyai seorang

adik perempuan yang lebih kecil?"

Sementara dia masih berada dalam keadaan bingung dan

tidak habis mengerti...

Mendadak bocah kecil itu berpekik nyaring kearah bukit

disebrang sana, suara pekikannya amat nyaring memekikan

telinga, seperti suara genta dari kuil yang menggaung

diseluruh tanah perbukitan, nyaring, keras dan mengagumkan.

Cukup dilihat dari kemampuannya berpekik nyaring, jika

seseorang tidak memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh

tahun hasil latihan, jangan harap ia bisa berbuat demikian.

Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang, suatu

perasaan rendah diri segera muncul dihati kecilnya.

Begitu suara pekikan tersebut sirap, dari seberang bukit

sana berkumandang suara pekikan burung hong, kemudian

tampak seekor burung raksasa berwarna hijau terbang

mendekat.

Dengan cepat Suma Thian yu menjadi mengerti, rupanya

yang dimaksudkan sebagai "Ing-ji" adalah burung yang

sedang melintasi jurang sekarang, atau dengan perkataan

lain, burung tersebutlah sebagai sarana angkutan untuk

menyeberangi jurang itu.

Dalam waktu singkat burung yang berwarna warni itu

sudah melintasi dua buah puncak bukit, tampaknya ia seperti

ada maksud untuk mempermainkan si lelaki tersebut, sambil

terbang merendah dan berputar beberapa kali, dia berkaok

tiada hentinya.

Menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan geli bercampur

mendongkol bocah itu membentak:

"Ing-ji, waktu sudah siang, mengapa kau tidak segera

turun? Apakah kau menunggu sampai kubekuk batang

lehermu nanti?"

Ing ji masih saja berkaok sambil putar kian kemari,

tampaknya ia makin sengaja tak mau melayang turun

kebawah. Akhirnya dengan marah bocah itu berteriak: "Jika

kau tidak turun lagi, lihat saja nanti sekembalinya dari sini

akan kulaporkan kepada ibu agar kau dihukum!" Menurut

aturan, Ing ji pasti akan menuruti perkataan itu dan melayang

turun kebawah, sekalipun dia hendak berubah, paling tidak

ulahnya tak akan sampai menggusarkan majikan mudanya.

Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang cerdas, ia

segera merasakan ada sesuatu yang tak beres, sepasang

matanya yang tajam dengan cepat menyapu sekejap sekitar

sana, akhirnya dia menjerit kaget:

"Aaaah, coba lihat, apakah itu?"

Mendengar seruan tersebut, si bocah itu segera berpaling,

paras mukanya kontan berubah.

Ternyata diatis batang pohon raksasa dibelakang mereka

berdua, melingkar seekor ular raksasa sebesar baskom,

kepalanya berbentuk segitiga, sepasang matanya seperti

lampu lentera dan memancarkan cahaya bengis, kalau dilihat

dari sikap dan gayanya, tampaknya ular itu sudah bersiap

sedia melancarkan sergapan kearah mereka berdua.

Dengan marah bocah itu segera membentak:

"Rupanya binatang keparat ini yang sedang mengacau, tak

aneh kalau Ing-ji tak berani turun kebawah..."

Sambil berkata telapak tangan-nya segera diayunkan

kedepan menghantam ular beracun itu, angin pukulan yang

menderu-deru langsung menghajar tubuh binatang tadi.

Siapa tahu ular beracun itu amat cekatan, dia segera

miringkan kepalanya menghindarkan dirinya dan menyusul

kemudian sambil mementangkan mulutnya dia menyemburkan

segumpal kabut tebal.

"Hati-hati ada racunnya" Suma Thian y menjerit kaget, lalu

sambil mencabut keluar pedangnya serunya lagi kepada bocah

itu, "sobat kecil, seranglah dia agar menjadi marah, tapi hati-

hati dengan semburan udara beracun-nya"

Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil anti racun

dan menyerahkan sebutir kepada si bocah sebelum sebutir

yang lain ditelan ke perut, kemudian dia baru menjejak tanah

melejit ke udara, dari atas dahan pohon itulah dia

mengayunkan pedangnya membacok ekor ular rersebut.

Si bocah yang berada dibawah segera mele paskan pukulan

dahsyat pula ke atas kepala ular beracun itu setelah

menyaksikan Suma Thian yu turun tangan.

Menghadapi ancaman dari muka dan belakang, ular

beracun itu berpekik marah, matanya yang buas makin

memancarkan sinar tajam, tanpa perdulikan ancaman

terhadap ekornya, "Weesss" mendadak ia melejit ke depan

dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari

busjrnya, lalu mementangkan mulutnya lebar-lebar dan

menyemburkan kabut beracun yang berbau busuk.

Mimpipun si bocah itu tak menyangga kalau ular beracun

itu tidak takut dengan ancaman pukulannya, begitu terkena

semburan kabut beracun tersebut, kendatipun ia sudah

menelan pil anti racun, toh kepalanya terasa pusing juga,

dengan sempoyongan tubuhnya mundur ke belakang.

Disaat pikiran si bocah sedang bercabang inilah, secepat

angin ular beracun itu mener jsng ke depan.

Bocah lelaki itu menjerit kaget, lalu mundur ke belakang.

Lihay sekali ular beracun itu, ekornya segera disapu

kedepan dan mentalkan tubuh bocah itu.

"Blaaam!" bocah itu segera terbanting keras-keras diatas

tanah, mssih untung tempat dimana ia terjatuh adalah tanah

berumput, kalau tidak, niscaya pantatnya akan robek.

Sementara itu, Suma Thian yu telah menerjang kebawah

berbareng dengan kebasan ekor ular beracun itu, pedangnya

langsung menembusi punggung binatang itu.

Sepantasnya dengan tertusuknya punggung si ular, paling

tidak binatang itu, akan terluka, namun kenyataannya bukan

sajs tidak mati malahan justru menimbulkan sifat buas dan

garang dari ular raksasa tersebut.

Terdengar ular raksasa itu berpekik kesakitan, tubuhnya

bergulingan diatas tanah, ekornya dikibaskan keatas dan

segera menggurung ke tubuh Suma Thian yu.

Menghadapi ancaman tersebut, Suma Thian yu berlagak

seolah-olah tidak melihatnya, secara berputar dia

melepaskan tiga buah tusukan berantai yang semuanya di

tujukan kebagian mematikan ditubuh sang binatang.

Dengan kejadian ini, sifat buas si ular raksasa itu makin

menjadi, sambil mementangkan taringnya dia menyemburkan

kabut beracun yang makin tebal mengurung seluruh tubuh

anak muda tersebut.

Suma Thian yu makin menggila, secara beruntun dia

melepaskan tujuh delapan buah serangan tubuh ular itu.

Termakan oleh bscokan pedang Kit Hong kiam yang tajam,

seketika itu juga si ular beracun itu terbelah menjadi tiga

bagian, tetapi ular itu belum mati juga.

Padahal berada dalam keadaan seperti ini, asal bagian

"tujuh inci" dari ular yang mematikan itu kena di gencet,

niscaya ular beracun itu akan mati seketika.

Sayang Suma Thian yu merasa asing terhadap keadaan

semacam itu, dia tidak mengerti rahasia tersebut, oleh sebab

itu dia harus menggorbankan tenaganya untuk berjuang mati

matian.

Akibatnya bukan saja dia gagal membinasakan ular beracun

itu, malah sebaliknya karena kelewat lama terkurung oleh

kabut beracun si ular, meluruh tubuhnya menjadi kaku dan

akhir nya jatuh tak sadarkan diri.

Begitu dia roboh kebetulan tubuhnya jatuh vdiatas perut

ular itu, dengan cepat si ular raksa sa itu membalikkan badan

sambil mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam

tubuh anak muda tersebut.

Disaat yang amat kritis inilah, menndadak dari tengah

udara berkumandang suara pekikak burung hong yang amat

nyaring. si Ing-ji me nutup kembali sepasang sa yapnya dan

secepat kilat menukik kebawah serta menotol bagian "tujuh

inci" dari ular beracun itu.

Sementara itu ular beracun itu sedang memusatkan

perhatiannya untuk menelan Suma Thian yu, mimpipun dia tak

menyangka kalau "Belalang menubruk comberet, burung nuri

mengincar dari belakang" tiba-tiba saja bagian dari "tujuh inci"

nya terasa amat sakit, darah sege ra menyembur keluar dari

mulutnya, lalu sete lah mengejang beberapa saat, tubuhnya

roboh menindih diatas badan Suma Thian yu.

Ular beracun itu paling tidak berbobot lima ratus kati lebih,

begitu jatuh menindih badan Suma Thian yu yang sedang

pingsan, si anak muda itu segera muntah darah segar.

Ing-ji seperti pahlawan yang menang perang segera

mentangkan sayapnya terbang keangkasa dan berpekik

kegirangan.

Dalam pada itu, si bocah lelaki tersebut sudah mengatur

napas dan mendesar keluar hawa beracun yang mengeram

didalam tubuhnya, melihat si ular raksasa tersebut menindih

diatas badan Sumi Thian yu, dengan cepat dia memburu

mendekat, lalu bekerja keras menyingkirkan bangkai ular

raksasa itu. Kemudian dia memanggil Ing ji, membopong

tubuh Suma Thian yu keatas punggung ular itu dan diiringi

pekikan nyaring, Ing-ji menye berangkanmereka kepuncak

sebelah depan. Selama ini Suma Thian yu berada dalam

keadaan tidak sadar, bagaimanakah cara mereka

menyeberangi jurang tersebut, boleh dibilang dia sama sekali

tidak tahu. Tatkala pemuda itu sadar kembali dari pingsan-

nya, dia merasakan tubuhnya sudah dibaringkandidalam

sebuah rumah kecil yang rapat dan tak tembus angin. Dengan

cepat dia melompat bangun, tapi kepalanya terasa pusing

sekali, dia segera roboh dan tertidur kembali.

Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, dia seperti

mendengar pintu kamar dibuka orang, lalu bocah lelaki itu

berjalan ke dalam ruangan.

Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya, ternyata

bocah lelaki itu adalah bocah yang membawanya ke sana.

Maka sambil memaksakan diri untuk duduk, segera

tegurnya:

"Tolong tanya dimanakah aku sekarang?"

"Di rumahku!" sahut bocah itu sambil membelalakkan

matanya lebar-lebar.

"Sudah berapa lama aku tertidur?" kembali Suma Thian yu

bertanya?"bagaimana caraku menyeberang ke mari?"

Bocah lelaki itu tertawa cekikikan.

"Ing-ji yang membopongmu kemari"

"Oooh" sambil berkata Suma Thian yu beru saha untuk

bangkit berdiri.

Siapa tahu begitu ia berdiri, seketika itu juga kepalanya

terasa pusing sekali, ia menjadi sempoyongan dan hampir saja

roboh ter jengkang keatas tanah.

Buru-buru bocah lelaki itu memayangnya lalu berseru

dengan cemas:

Hawa racun yang mengeram dalam tubuh mu belum

hilang, lebih baik berbaringlah dulu, ibuku segera akan tiba"

Suma thian yu menurut dan membaringkan tubuhnya lagi,

pada saat itulah tirai pintu ter singkap dan masuk seseorang.

Suma Thian yu merasakan pandangan msta nya menjsdi

silau, tahu-tahu seorang perempuan cantik jelita telah berdiri

dihadapannya.

Suma thian yu merasakan pandangan mata nya menjadi

silau, dengan cepat dia amati perempuan itu lebih seksama.

Ternyata perempuan itu berusia tiga puluh tahunan,

berwajah bulat telur, beralis lentik, bermata jeli, hidung

mancung dan bibir yang kecil mungil, ia benar-benar cantik

sekali. Dengan cepat dia menyadari kalau perempuan

cantik jelita ini tak lain adalah 'ibu' yang dimaksudkan

bocah lelaki itu.

Buru-buru dia melompat bangun sambil menjura.

"Berkat pertolongan anda, aku merasa berterima kasih

sekali".

Perempuan cantik itu tertawa hingga nampak sepasang

lesung pipinya yang indah, katanya:

"Berbaringlah lebih dulu. bila ada persoalan lebih baik kita

bicarakan nanti saja". Kemudian kepada si bocah katanya

pula: "Liong ji, cepat ambil kuah jinsom itu dan bawa kemari".

Liong-ji segera berlalu dengan cepat, tak selang berapa

saat kemudian dia sudah muncul kembali dalam ruangan

dengan membawa se mangkuk kuah jinsom.

Perempuan cantik itu menerima mangkuk tersebut dan

segera disuapkan kemulut Suma Thian yu, kemudian sambil

menyuruh pemuda itu ber baring kembali, tangannya yang

halus, lembut dan hangat itu ditempelkan diatas dadanya,

segulung hawa murni lantas menyusup masuk ke dalam

tubuhnya.

Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak Suma thian

yu merasakan ada segulung hawa panas mengalir melalui

dada dan terus masuk ke pusar, kemudian mengalir ke

sepasang kakinya sedang dari sepuluh jari kakinya terbuang

keluar.

Tak selang beberapa saat kemudian, Suma Thian yu

merasakan semangatnya berkobar kembali, ia merasa sesar,

terutama kuah jinsom yang barusan diteguknya kini sudah

mulai menyebar keseluruh hadan, tubuh yang semula

lemahpun kini telah pulih kembali.

Selama hidup belum pernah Suma Thian yu menjumpai

cara penyembuhan semacam ini, dari sini dapat ditarik

kesimpulan kalau tenaga dalam yang dimiliki perempuan

cantik ini benar-benar telah mencapai puncak

kesempurnaannya.

Ketika Liong ji menyaksikan mukanya berubah menjadi

merah dadu, sadarlah dia kalau hawa racunnya telah punah,

dia bersorak gembira dan lari menghampiri ke sisi Suma Thian

yu, serunya sambil menarik tangan anak muda itu:

"Terima kasih langit, terima kasih bumi akhirnya kau toh

sembuh kembali, ayo bangun. Mari kita bermain-main diluar

sana"

"Liong-ji!" perempuan cantik itu segera membentak, "jika

kau nakal lagi, hati-hati kalau lbu menghajarmu, kini

kesehatan badan siauhiap baru saja pulih, dia harus

beristirahat be berapa hari lagi sebelum benar benar sembuh"

Liong ji menjulurkan lidahnya sambil membuat muka setan,

lalu, secara diam-diam menyingkir kesamping perempuan

cantik itu dan tak berani berbicara lagi.

Sambil tersenyum perempuan cantik itu berkata lagi kepada

Suma Thian yu:

"Tahukah kau apa sebabnya kuundang kemari?"

Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.

"Boanpwe tidak tahu, harap diberi petunjuk"

"Kau merasa keheranan bukan? Apa sebab nya tanpa

sebab tanpa musabab Liong ji mengundangmu berkunjung ke

gua Hui liong tong?"

Berbicara sampai dlsitu, perempuan cantik itu lantas

menuding kearah Liong ji seraya berkata:

"Dia adalah putraku, Gak Kun liong, bocah ini mengikuti

nama marga orang tuaku"

Suma Thian yu hanya mendengarkan dengan tenang,

sedang dihati kecilnya merasa keheran sebab sudah setengah

harian lamanya perempuan cantik itu berbicara, namun dia

belum pernah menyinggung tentang alasannya mengundang

ia kesitu.

Agaknya perempuan cantik itu dapat menebak suara hati

orang, dia dapat menangkap kecurigan dalam hati kecil Suma

Thian yu, maka ujarnya lagi:

Jilid : 12

Pernahkah kau mendengar nama Kau ih li (perempuan

berbaju putih)...

"Boanpwe berpengetahuan cetek, tidak me ngetahui

tentang nama tersebut..." sahut pe muda itu cepat.

"Tentu saja kau tak mengetahui, orang per silatan pun

jarang sekali mengetahui nama ter sebut, Kau ih li adalah

julukanku ketika aku masih melakukan perjalanan dalam dunia

persilatan dulu. Dua puluh tahun berselang, aku pernah

melakukan pengembaraan didunia persi latan serta melakukan

beberapa macam peker jaan yang menggemparkan

masyarakat, tapi akhirnya aku dibelenggu oleh suatu

persoalan yang mana membuatku putus asa sehingga akhir

nya balik kebukit ini".

Setelah berhenti sejenak, perempuan itu berkata lebih

jauh:

"Sejak itu aku bersumpah tak akan turun gunung lagi,

suhuku pun memperingatkan kepadaku agar tidak meninggal

gua ini lagi, sebab mendapat pukulan batin yang berganda

datang nya ini, seluruh pikiran dan perhatianku hana

kucurahkan untuk mendidik Liong-ji, kini ilmu silat yang

dimiliki Liong-ji sudah mencapai delapan sembilan bagian

kepandaianku, yang masih kurang baginya hanya pengalaman

serta kesempurnaannya belaka"

"Berapa hari berselang, kebetulan guruku berpesiar kemari,

dia telah meninggalkan beberapa tugas kepadaku yang

mengatakan bahwa berapa hari lagi akan lewat seorang yang

ber nama Suma Thian yu hendak pergi ke bukit Han san, aku

ditugaskan untuk menahanmu lama berapa hari di sini...

Sedang mengapa sebabnya dia orang tua datang kemari

aku sendiripun kurang begitu jelas"

Beberapa patah perkataan itu semakin membuat Suma

Thian yu keheranan, akhirnya dengan perasaan tercengang

dia bertanya:

"Tolong tanya cianpwe, siapakah nama guru mu itu?"

Hui Hong tongcu( pemilik gua naga terbang) perempuan

berbaju putih Gak Say bwee menyahut:

"Dia bernama Cang liong, orang persilatan menyebutnya

sebagai Cang Iiong lo sian jin" Begitu mendengar nama

julukan tersebut kontan saja Suma Thian yu berseru tertahan:

"Oooh..... rupanya tokoh persilatan itu" Ternyata Cang liong lo

sian jin adalah se orang pendekar aneh yang sudah termashur

dan menggemparkan dunia persilatan sejak enam puluh tahun

berselang, berbicara soal tingkatan kedudukannya dalam

dunia persilatan serta soal tingkatan ilmu silatnya, mungkin

tiada orang yang bisa menandingi kelihayannya.

Lo sianjin ini sudah berusia seratus tahun lebih, dia pun

sudah amat menguasai ilmu aga ma Buddha maupun ilmu

silat, kepandaian silat yang dimilikinya begitu sempurna

hingga dalam sekali kebasan tangannya saja, dia mampu

untuk membunuh orang dari jarak sepuluh kaki, meniup patah

ranting pohon dari jarak jauh, menotok jalan darah diudara

kosong dan melukai orang dengan pedang terbang.

Sewaktu dia berhasil membunuh Cuan San ji sat (dua

malaikat bengis dari bukit Cuan san) dilembah Cui im kok

bukit Lu san dengan pe dang terbangnya, oleh umat persilatan

dia di sebut sebagai dewa pedang nomor wahid dari dunia

persilatan.

Selama hidupnya Cang liong Lo-Sianjin ha nya menerima

seorang murid saja yakni Hui liong tongcu, konon dia masih

mempunyai hu bungan famili dengan Lo-sianjin tersebut, soal

apakah hubungan mereka itu, tidak seorang manusiapun yang

tahu.

Hui liong Tongcu Gak Say-bwee adalah se orang

perempuan yang gemar akan ketenangan oleh sebab itu

semua pekerjaan yang dia laku kan tak pernah disinggung

kepada orang lain, semuanya dikerjakan secara diam-diam

tanpa menimbulkan berita, keadaannya ibarat 'naga sakti yang

nampak kepalanya tak kelihatan ekornya'.

Orang persilatan yang tahu kalau dalam

dunia persilatan terdapat seorang Pendekar perempuan

yang bernama Kau ih li, merekapun tahu kalau pendekar

perempuan itu suka meno long orang tanpa pamrih, karena

mereka hanya tahu nama tak parnah melihat orangnya, oleh

sebab itu semua orang hanya menyebut nya sebadai Kau ih li.

Kau ih li Gak Say-bwe pernah terlibat dalam jaring

percintaan, siapa tahu setelah melahir kan Liong-ji, suaminya

mati karena sakit, di tambah pula dia memang sudah bosan

berkelana didalam dunia persilatan, maka dia lantas

mengundurkan diri dari keramaian dunia dan kembali kegua

Hu liong tongnya ini.

Itulah sebabnya diantara orang persilatan, kecuali beberapa

orang tokoh silat dari angkat an tua, pada hakekatnya tak

seorangpun yang mengetahui asal usulnya yang sebenarnya.

Dari gurunya Put Gho cu, Suma Thian yu mendapat tahu

kalau dalam dunia persilatan ter dapat seorang pendekar aneh

yang bernama Cong liong Lo sianjin, oleh karena itu setelah

mengetahui nama dari gurunya Hui liong Tong cu, dia

merasakan hatinya bergetar keras, tan pa terasa diapun

mempunyai penilaian yang berbeda lagi terhadap perempuan

cantik itu.

"Tak heran kalau Liong-ji dengan usianya yang masih

begitu muda ternyata memiliki ke pandaian silat yang luar

biasa, ternyata ibunya adalah anak murid dari Cang liong lo

sianjin demikian ia berpikir.

Sementara Suma Thian yu masih berbincang-bincang

dengan mereka ibu dan anak, mendadak dari depan sana

berkumandang beberapa kali suara pekikan burung hong.

Dengan cepat Hui liong tongcu Sak Say hwe berseru:

"Liong ji, ada tamu agung tiba, cepat keluar dan

menyambut kedatangannya"

"Gak Kun liong segera menarik langan Suma Thian yu

sambil berseru:

"Engkoh Thian yu, bagaimana kalau kau ikut aku?"

Hui liong Tongcu Gak Say hwee segera tertawa geli,

serunya:

"Tampaknya kau sudah memperoleh rekan yang cocok,

kalau begitu ajaklah dia serta"

Suma Thian yu segera melompat bangun, rasa pening yang

semula mendarat di kepalanya kini tersapu lenyap, setelah

menjura kepada Hui liong tongcu, katanya:

"Terima kasih banyak cianpwe atas pengobatanmu!"

"Pergi, pergi, orang sudah hampir tiba didepan gua!" desak

Gak Say hwee cepat.

Agaknya Gak Kun liong seperti amat terbu ru-buru, sambil

menarik tangan Suma Thian yu, seperti segulung angin puyuh

dia lari ke arah mulut gua....

Belum lagi mereka berdua sampai di mulut gua, dari luar

sana kedengaran suara serak se orang tua sedang berseru:

"Tamu agung sudah datang, masih belum ada orang yang

datang menyambut, beginikah cara si hwesio gundul itu

mengajarkan kalian menerima tamu...?"

Begitu mendengar suara tersebut, Gak Kun Hong segera

berteriak:

"Aai, rupanya si pengemis tua yang datang!"

Sambil berseru dia lantas memburu kemulut gua.

Baru saja mereka berdua meninggalkan gua, tampak

bayangan manusia depan mata, tahu-tahu seorang pengemis

tua sudah muncul dihadapan mereka.

Begitu melihat paras muka pendatang itu, Suma Thian yu

turut berteriak keras:

"Oooh, rupanya Wi Lo-cianpwe yang datang". Siapa

sebenarnya yang telah datang? Dia memang tak lain adalah

Siau yau kay (penge mis yang suka pelancongan) Wi Kian

yang su dah menggetarkan seluruh dunia persilatan!

Dengan wajah cemberut, tanpa memandang sekejap pun

kearah Suma Thian yu, pengemis itu langsung mencengkeram

arah baju Gak Kun liong, kemudian mencaci maki kalang kabut

"Bocah cilik! Apa yang pernah aku si pengemis tua katakan

kepadamu? Setelah mendengar suaraku, mengapa kau masih

bersembunyi disini, apakah kau takut kulalap dirimu?"

"Oooh....engkoh pengemis, kau jangan marah, hadiah yang

kau janjikan untukku sudah kau bawah belum?" tegur Gak

Kun liong sambil tertawa cengar cengir.

Begitu mendengar ucapan mana, Siau yau kay Wi Kian

segera melepaskan cengkeraman-nya dan bergumam sambil

menepuk kening sendiri:

"Aduh celaka, sudah setua ini, kenapa aku begitu pelupa?"

"Waaah... tidak bisa jadi, tidak bisa jadi, kau membohong

saja, aku tak akan memper kenankan kau masuk.

Siau yau Kay Wi Kian menjadi amat gelisah, kembali dia

berseru:

"Bocoh cilik, kau harus menunggu dengan sabar, baiklah,

aku si pengemis akan pergi dulu, pasti akan kubawa

hadiahnya bila datang lagi nanti...."

Sambil berkata, dia lantas membalikkan badan siap berlalu

dari tempat itu.

Menyaksikan kejadian ini, dengan gugup Gak Kun liong

mencegah:

"Tak usah, tak usah, pokoknya lain kali mesti kau ingat

baik-baik, ibu sedang menung gu kau di dalam, masuklah

kedalam"

Sambil mengangkat bahu, Siau yau kay wi Kian membuat

muka setan, kemudian katanya lagi sambil membalikkan

badan:

"Tak usah yaa tak usah, lain kali aku si pengemis tua tentu

akan mengintai baik-baik" Selesai berkata dia lantas berjalan

menuju kedalam gua, sedang Suma Thian yu dan Gak Kun

liong mengikuti dibelakangnya.

Sekarang Suma Thian yu baru berkesempatan untuk

memperhatikan keadaan di dalam gua Hui liong tong,

namanya saja sebuah gua, pada hal mulut guanya saja mirip

gua, sedang dalamnya mana lebar, besar lagi, tiang besar

yang penuh ukiran dengan dinding yang gemerlapan tak kalah

indahnya dengan ruang besar keluarga kaya.

Didalam sana penuh bergelantungan lukisan-lukisan orang

kenamaan, ditengah ruangan terdapat selembar meja berkaki

delapan yang terbuat

dari batu dengan delapan buah kursi batu, diatasnya

berjajar tempayan yang berisi buah-buah segar.

Kedua sisi ruangan tengah adalah kamar tamu, disebelah

kiri adalah kamar tidur Suma Thian yu, sedangkan sebelah

kanannya mungkin merupakan kamar tidur Gik Say hwe

dengar putranya.

Untuk sesaat Suma Thian yu dibuat tertegun oleh berbagai

barang yang ada disana, tanpa terasa dia mulai berpikir

bagaimana caranya barang-barang tersebut dipindah ke dalam

sana dan siapa yang membuatnya?

Rasa ingin tahu membuat dia terjerumus kedalam lamunan.

Sementara itu Siau yau kay Wi Kian sudah masuk kedalam

ruangan, bagai kan pulang ke rumah sendiri saja dia langsung

menuju ke kursi utama dan duduk disana, teri aknya keras:

"Hei bocah, cepat kau buatkan air teh, mengapa kau masih

belum juga masuk kedalam?"

Gak Kun liong segera mencibirkan bibirnya membuat muka

setan, sahutnya setengah meng ejek:

"Aduh, besar amat lagakmu, aku sengaja tak mau buatkan

air teh untukmu, mau apa kau? Tunggulah saja sampai

hadiahnya diberikan kepadaku, pasti akan kubuatkan sepoci

air teh wangi untukmu"

Mendengar perkataan itu, Siau yau kay wi Kian tertawa

terbahak-bahak, suaranya keras hingga menggetarkan seluruh

ruangan tersebut, Ditengah gelak tertawa itulah, pintu kamar

sebelah kiri terbuka dan muncullah seorang perempuan muda

berparas cantik.

Dengan wajah penuh senyuman, Hui liong Tongcu Gak Say

bwee berjalan ke depan Siau yau kay Wi Kian dan menjura

dalam-dalam, lalu ujarnya amat lembut:

"Putraku memang nakal sekali, harap Wi tayhiap sudi

memakluminya"

"Mana, mana, kalau seorang bocah tidak nakal,

keberhasilannya dikemudian hari tentu amat terbatas, kalau

seorang sudah jadi goblok, kau suruh dia nakal pun belum

tentu ia bisa nakal.

Berbicara sampai disitu, dia lantas merogoh ke dalam

sakunya dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, sambil

disodorkan kehadapan Liong-ji, katanya:

"Nih, hadiah dari aku si pengemis tua, ayo buatkan air teh

untukku!"

Melihat hadiah tersebut, Gik Kun liong membelalakan mata

lebar-lebar, lama kemudian dia baru berseru:

"Terima kasih!"

Dia segera lari ke ruangan dalam, tampaknya setelah

menerima hadiah, dia lantas mem buatkan air teh untuk

tamunya.

Memandang bayangan punggung Liong-ji yang lenyap di

balik gua sana, Hui liong Tongcu menggelengkan kepalanya

berulang kali sambil menghela napas panjang, katanya:

"Semenjak kecil bocah ini kehilangan orang tuanya,

ditambah lagi sudah terbiasa kumanja, akhirnya jadilah watak

tidak takut langit tidak takut bumi, aku sungguh menguatirkan

dia!"

Siau yau kay Wi Kian terbahak-bahak.

"Haaah...haaah...haaah... bocah ini berbakat baik, berhati

mulia, masa depannya pasti cemer lang, buat apa kau meski

menguatirkan keselamatan jiwanya?"

Mendengar perkataan itu, Hui liong Tongcu Say bwee baru

merasa sedikir agak tenang. Sejak datang sampai kini, Siau

yau kay sama sekali tidak mengajak Suma Thian yu bicara

barang sepatah katapun, hal ini membuat anak muda itu

seperti tersingkirkan dan berdiri disamping dengan kepala

tertunduk dan wajah tersipu-sipu.

Dalam sekias pandangan saja, Hui liong tongcu Gak Say

bwee dapat melihat akan hal itu, kepada Wi Kian segera

ujarnya: "Sauhiap ini adalah..."

"Aku tahu" tukas Siau yau kay Wi Kian dengan dingin,

kemudian kepada Suma Thian yu serunya, "mengapa kau

berkomplot dengan orang membegal barang kawalan Sin

Hong piauklok?" Rupanya Siau yau kay Wi Kian bersikap

dingin terhadap Suma Thian yu karena dia salah paham

terhadap anak muda itu,

dianggapnya dialah yang telah berkomplot dengan

kawanan perampok berkerudung untuk membegal dan

menyerbu Sin Hong pioukiok.

Agak tertegun Suma Thian yu setelah mendengar

perkataan itu, dia segera melompat bangun, kemudian dengan

gagahnya dia membantah:

"Locianpwe, kau anggap Thian yu adalah seorang manusia

rendah yang terkutuk dan tak

tahu malu?"

"Justru karena kau tidak mirip, maka aku si pengemis tua

baru dapat ber sabar hingga kini, coba kalau tidak, sekali hajar

kubinasakan di rimu semenjak tadi" teriak Siau yau kay Wi

Kian dengan ludah yang muncrat kesana-kemari.

Secara ringkas Suma Thian yu menceritakan keadaan yang

dialaminya ketika itu, kemudi an bercerita pula bagaimana dia

berkunjung kerumah Sin kun lun Siau Wi goan hingga

akhirnya lari kesana.

Dengan tenang Siau yau kay mendengarkan penuturan

tersebut hingga selesai, pelan-pelan bawa amarahnya

mengendor.

Pada saat itulah Gak Kun liong telah cul sambil

menghidangkan air teh.

Terdengar Siau yau-kay Wi Kian berkata:

"perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan

kuda, persoalan yang lama memperlihatkan watak manusia.

Bagaimanakah ke adaan yang sebenarnya tak lama kemudian

ba kal terbongkar, sampai waktunya akan diketahui siapa

benar siapa salah"

Baru saja Siau yau kay Wi Kian menyelesaikan

perkataannya, mendadak berkumandang suara tertawa dingin,

suara itu meski rendah

dan lemah akan tetapi setiap orang yang bera

da dalam gua itu bisa mendengar dengan jelas sekali.

Hui liong Tongcu Gak Say bwe tanpa ber paling tertawa

tergelak, lalu tegurnya:

"Aaaah rupanya dua orang empek bodoh telah berkunjung

kemari, bila tidak disambut dari kejauhan, harap sudi

dimaafkan"

Mendengar ucapan mana, semua orang segera berpaling ke

arah mulut gua, entah sedari kapan, dimulut gua sudah berdiri

dua orang kakek.

Begitu melihat siapa yang datang, Suma Thian yu segera

bersorak kegirangan: "Aaah, locianpwe!"

Benar juga, ternyata yang datang adalah Wu sao siang gi

siu (sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san) seperti juga

tempo hari, dalam kemurculan mereka kali ini, raut wajah ke

dua orang itu tetap dingin kaku, tidak berbi cara tidak tertawa,

keadaan mereka ibaratnya dua sosok manusia yang terbuat

dari kayu.

Hui liong Tongcu Gak Say bwee sebagai tuan rumah segera

bangkit dan menyambut kedatangan mereka, setelah

memperasilahkan ke dua orang tamunya duduk, baru sapanya

sambil ter tawa:

"Angin apakah yang membawa kalian berdua kemari?"

"Angin pengemis!" jawab Tay gi siu Khong Sian sambil

menuding Siau yau kay.

"Angin pengemis?" Hui liong Tongcu tertegun sesudah

mendengar perkataan itu.

Belum pernah ia mendengar tentang angin pengemis,

hingga jari tangan Tay gisu menuding ke arah Siau yau kay, ia

baru memahami apa yang dimaksudkan, maka ujarnya lagi

sambil tersenyum.

"Ooh, rupanya kau sejalan, mengapa Oi tay hiap sudah

masuk begini lama namun ia tak pernah menyinggung tentang

kalian berdua?"

"Huu, siapa yang sudi melakukan perjalanan bersama

mereka berdua? Hmm, tak tahu malu" sela Siau yau kay Wi

Kiam cepat, selamanya aku si pengemis tua melakukan

perjalanan seorang diri, sedang kalian berjalan meng ikuti

dibelakang pantat aku si pengemis tua, memangnya itu berarti

melakukan perjalanan bersama? Hmm, tak tahu malu!"

Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lagi

kepada Tay gi siu Khong sian:

"Bagaimana? Apakah urusan itu sudah diselesaikan?"

"Urusan apa?" Tay gi su berlagak bodoh.

"Tentu saja urusan Sin liong piau kiok"

"Kapan sih kau serahkan urusan itu kepadaku?"

"Hmmm, sekalipun tanpa kalian berdua, aku si pengemis

tua sama saja bisa menyelidiki persoalan ini sampai tuntas"

Tay gi siu Khong Sian tertawa terbahak:

"Haahh...haah...haah... itu namanya tak usah di suruh

mengaku sendiri, biniku, kita kan melakukan perjalanan

bersama....?" Merasa dirinya salah berbicara hingga

rahasianya terbongkar, Siau yau kay Wi Kian turut

mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

Manusia-manusia berilmu tinggi ini memang kebanyakan

berwatak aneh, bila berjumpa selalu di sertai dengan suara

ribut atau cekcok, andaikata orang lain tidak memahami watak

mereka yang sebenarnya, mendengar ucapan mereka yang

bernada panas serta saling menyindir itu, niscaya hati mereka

akan berdebar karena kuatir.

Dengan wajah bersungguh-sungguh Tay gi si Khong Sian

berkata:

"Semua perkataan dari bocah ini adalah benar dan nyata,

peristiwa diperusahaan Sin liong piau kiok bukan dia yang

melakukan, Siau yau Kay Wi Kian segera manggut-manggut,

"Aku percaya bukan dia yang melakukan, saudara Kiong,

sebenarnya bajingan keparat manakah yang melakukan

perbuatan ini?"

Tay gi siu Khong Sian kembali mengelengkan kepalanya

berulang kali.

"Tahuku, mereka adalah perampok berkerudung!"

Sambil mengepali sepasang tinjunya dan menggebrak

meja, Siau yau kay Wi Kian berseru lagi:

"Aku, sipengemis tua akan menyelidiki peristiwa ini sampai

tuntas!"

Ketika kedua orang itu selesai berbicara Suma Thian yu

segera manfaatkan kesempatan itu untuk bangkit berdiri,

katanya sambil menjura dalam dalam-dalam:

"Boanpwe ucapkan banyak-banyak terima kasih atas

kesudian cianpwe membersihkan namaku"

Siapa tahu Tay gi siu Kiong Sian yang memandangi Suma

Thian yu segera melototkan matanya lebar-lebar, kemudian

dengan nada gusar tegurnya .

"Kau bocah keparat yang tak becus, masih punya muka

untuk berjumpa denganku?"

Ucapan tersebut ibaratnya guntur yang mem belah bumi

disiang bati bolong, seketika itu juga membuat Suma Thian yu

menjadi amat terperanjat.

Dia tak menyangka kalau satu gelombang belum mereda,

gelombang lain telah muncul kembali.

Baru saja kecurigaan Siau yau kay terhadap Suma Thian yu

dibikin terang, sekarang Tay gi siu Khong Sian telah

mendamprat anak muda itu lagi dengan marah.

Tampak Suma Thian yu berdiri termangu-mangu sambil

memandang Tay gi siu dengan tercengang, ia tidak mengerti

perbuatan salah apakah yang telah dilakukan olehnya.

Melihat Suma Thian yu membungkam, Tay gi siu Khong

Sian makin naik darah, sambil mencengkeram baju pemuda

itu, bentaknya lagi.

"Ke mana perginya kitab Cinkeng tersebut?"

Mendengar soal Kitab pusaka tanpa tulisan paras muka

Suma Thian-yu berubah hebat, segera pikirnya:

"Habis sudah riwayatku kali ini, tanggung seperangkat

tulang badanku bakal rontok semua...."

Dengan gugup dia menyahut:

"Telah kuhadiakan kepada Sam yap koay mo!"

"Apa? Telah kau serahkan kepada iblis buas itu? Kau anak

tolol, cucu kura-kura, manusia goblok semacam kau tak bisa

diampuni dengan begitu saja...."

Selesai berkata, tangannya segera diayunkan kedepan

dan..."Plok!" sebuah tamparan yang amat keras bersarang

diatas pipi Suma thian yu, membuat kepalanya pusing tujuh

keliling, matanya berkunang-kunang dan wajahnya merah

separuh.

Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini

merasa tak tega, buru-buru cegahnya:

"Tay gi pak, lepaskan dia, kalau ada urusan mari kita

bicarakan secara pelan-pelan, buat apa sih kau mesti berbuat

macam monyet kena terasi saja."

Dengan gemas dan mendongkol Tay gi siu Khong Sian

membanting Suma Thian yu keras-keras ketanah, lalu serunya

dengan keras: "Tahukah kau betapa pentingnya benda itu?"

"Aaah, apa sih pentingnya sebuah kitab pusaka palsu" Suma

Thian yu segera membantah. "Telur busuk, benda itulah baru

benda yang asli!" teriak Tay gi siu Khong sian dengan mata

mendelik.

"Haaah!" Suma Thian yu menjerit kaget, mukanya berubah

menjadi hijau membesi untuk sesaat lamanya dia tak sanggup

mengucapkan sepatah katapun.

Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, kembali

Tay gi siu Khong sian berkata:

"Coba kau menuruti perkataanku dari merobek nya, mana

mungkin terjadi peristiwa seper ti hari itu? Aku minta kau

menggantinya. Sambil berkata, kembali Tan gi siu Khong Sian

mengayunkan tangannya siap menampar wajan Suma Thian

yu lagi.

Mendadak dan luar gua berkumandang suara gelak tertawa

yang amat nyaring, disusuli seseorang berseru dengan

suaranya yang tua tapi amat nyaring:

"Tak usah kuatir bocah, benda itu barang palsu"

Beberapa orang tokoh persilatan yang hadir dalam gua

sama-sama

tertegun setelah mendengar perkataan itu, sedangkan Hui

im tongcu Gak say bwe segera melayang keluar lebih dahulu

dari dalam gua.

Gak Kun liong Juga turut bersorak dengan gembira:

"Hore, sucou datang!"

Buru-buru dia mengikuti dibelakang ibunya memburu

keluar dari gua tersebut.

Ketika para jago melihat Gak Kun liong ikut keluar, mereka

baru berpaling kemulut gua.

Tampak bayangan manusia berkelebatan lewat, semua

orang hanya merasakan pandangan manyanya menjadi silau

tahu-tahu seorang kakek berkepala botak tapi berjenggot

warna perak telah muncul dalam gua.

Siau yau kay Wi kian yang selamanya acuh tak acuh dan

berbuat semuanya sendiri, kini menunjukkan pula sikap yang

hormat dan serius setelah Berjumpa dengan tokoh tua

tersebut, "Aaah, kami tak tahu kalau locianpwe akan nadir,

kami tidak menyambut dari terapat jauh harap sudi

dimaafkan" buru-buru serunya dengan wajah serius.

Pendeta tua berjenggot perak itu manggut-manggut

kepada setiap orang yang berada dalam gua sambil tertawa,

kemudian ujarnya:

"Silahkan duduk, semuanya tak usah banyak adat"

Sejak kemunculan pendeta tua berjenggot perak itu, Gak

Kun liong tak pernah melepas kan genggaman tangannya,

meski orangnya kecil bocah ini memang berotak setan,

terdengar ia berseru!

"Sucou, jika kau orang tua ingin datang, mengapa tidak kau

kabarkan terlebih dulu kepada Liong Ji, gara-gara ini aku

sampai gelisah selama beberapa hari.

Pendeta tua berjenggot perak itu membelai rambut Gak

Kun liong dengan penuh kasih sayang, ujarnya sambil tertawa

ramah:

"Lain kali aku pasti akan memberitahukan kepadamu lebih

dulu, tapi aku lihat kau bukan buru-buru ingin berjumpa

dengan sucou, kau hanya ingin cepat-cepat menerima hadiah

dari sucou!"

Merah padam selembar wajah Gak Kun liong sesudah

mendengar perkataan itu, sambil menyembunyikan wajahnya

dalam pelukan pendeta tua itu, katanya manja:

"Sucou hanya beraninya menganiaya anak kecil, sucou

jahat, aku toh tidak minta hadiah kepadamu, sekalipun ingin

minta, terpaksa hanya minta kepada sucou untuk

mengajarkan kepandaian kepadaku?"

Pendeta tua itu tertawa terbahak-bahak.

"Haah...haah...haah... nah coba lihat, belum disuruh kau

toh sudah mengaku sendiri"

Kontan seluruh ruangan diramaikan oleh gelak tertawa

yang ramai, sehingga Gak Kun liong menjadi tersipu-sipu dan

tak berani men dongakkan kepalanya lagi:

Sementara itu, Ji gi siu Khong Bong telah bertanya kepada

pendeta tua itu dengan hormat:

"Locianpwe, tadi kau mengatakan bahwa kitab cinkeng itu

palsu, benarkah hal ini?" Pendeta tua itu tersenyum.

"Sesungguhnya yang dimaksudkan sebagai Kitab pusaka

tanpa kata adalah sejilid kitab yang palsu tapi nyata, kitab

pusaka yang palsu dan nyata selalu menggunakan yang palsu

men jadi benar, yang asli menjadi palsu, dibilang asli dia asli,

dibilang palsu dia palsu, sampai akhirnya tergantung pada

siapa yang berjodoh dengan kitab pusaka itu. saat itulah asli

paltu nya baru diketahui"

Semua orang dibuat kebingungan setengah mati oleh

perkataan itu, tapi mereka mengerti kalau dibalik ucapan

mana sesungguhnya tersimpan suatu rahasia yang amat sulit,

tapi bila rahasia mana bisa dipahami, dalam sekali artinya.

Suma Thian yu merasakan hatinya bertambah berat setelah

mendengar ucapan pendeta tua itu, seandainya kitab pusaka

itu asli, padahal dia sendiri yang menyerahkan kepada

manusia iblis berkepala ular Sim Moay hing, maka dosanya ini

sulit untuk ditebus lagi.

Sebaliknya bila cinkeng itu palsu, berarti yang asli ada

didunia ini, dia pernah berjanji kepada sepasang kakek bodoh

dari Wu san untuk menemukan kembali kitab pusaka itu dan

melindunginya hingga tidak sampai terjatuh ke tangan musuh,

hal ini berarti dia harus memikul tanggung jawab yang berat,

suatu kesalahan bertindak bisa berakibat dia menyesal

sepanjang masa.

Beberapa orang jago lihay yang hadir di arena pun diam-

diam sedang mencelah ucapan dari pendeta tua itu.

Sebagaimana diketahui, pendeta berjenggot perak ini

merupakan seorang tokoh silat yang berkedudukan sungguh

amat tinggi didalam dunia persilatan, baik jago dari golongan

hitam maupun dari golongan putih semuanya menaruh hormat

kepadanya, bagi orang persilatan, nona Cong liong ceng sama

halnya dengan nama Kwan-im, Pusat bagi rakyat awam.

Dalam pada itu, Cong liong Losiansu telah mengalihkan

sorot matanya ke wajah Suma Thian yu, mendadak ia

menemukan setitik noda darah yang melekat dipakaian bagian

dada anak muda tersebut, ketika noda darah itu terkena

pantulan sinar matahari, ternyata membiaskan setitik cahaya

tajam yang menyilaukan mata.

Cong liong Losiansu segera berseru tertahan, kemudian

serunya:

"Hei bocah, darimana datangnya noda darah diatas

dadamu?"

Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,

sebelum sempat menjawab, Gak kun liong yang berada

disisinya telah menjawab lebih dulu.

"Socou, itulah kenangan yang diperoleh sewaktu

membunuh ular beracun .

Sambil berkata Gak Kun liong lantas mengi sahkan kembali

peristiwa pertarungan dengan ular beracun tadi.

Selesai berkata sapasang matanya segera di alihkan

kewajah sucounya seperti menunggu be berapa patah kata

pujian darinya.

Siapa tahu paras muka Cong liong lo siansu berubah

menjadi amat serius setelah mendengar perkataan itu, segera

tegurnya:

"Apakah kepala ular itu..... segera tegurnya:

"Apakah kepala ular itu sudah dipukul sampai hancur?"

"Belum" Gak Kun long segera menggeleng.

Paras muka Cong liong Lo siansu berubah aneh sekali,

kembali dia berseru cemas:

"Cepat, kita ambil mutiara dikepala ular itu" Sambil berkata,

tangan yang satu menyambar Suma thian yu, tangan yang

lain mengepit Gak Kun liong, dia segera beranjak lebih dulu

meninggalkan gua.

Para jago lainnya baru sadar setelah mendengar perkataan

dari pendeta tua itu, buru-buru mereka turut menyusul dari

belakang.

Tiba diluar gua, terdengar Hui im tongcu Gak say bwe

berkata sambil tertawa:

"Waah, kita tak bisa menyebrang kesana..." Ketika semua

orang mengalihkan perhatian-nya kedepan, benar juga,

tampak pendeta tua itu telah menyeberang ke lembah

seberang dengan menumpang burung hong.

Sementara itu, Cong liong lo siancu yang baru saja

menyeberangi jurang,dari tempat kejauhan secara lamat-

lamat Suma Thian yu telah menyaksikan ada beberapa sosok

bayangan manusia berada diatas puncak seberang.

Sebelum dia mengucap sesuatu, Cong liong lo siansu telah

berseru dengan cemas:

"Aduh celaka, kawanan penjahat telah mendahului kita."

Ing ji yang membawa mereka menyeberangi jurang

agaknya mengerti perkataan manusia, mendadak ia menukik

kebawah dan menyambar keatas puncak bukit dengan

kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Sebelum Ing ji berhenti, ketiga orang penumpangnya

sudah berlompatan sendiri keatas tanah.

Gak Kun liong yang paling gelisah, dia yang pertama-tama

memburu kesisi bangkai ular beracun itu, ketika di lihatnya

kepala sang ular sudah hancur berantakan, dia segera

berteriak:

"Sucoa mutiara ularnya sudah dilarikan orang!" Ketika Cong

liong Losiansu dan Suma Thian yu memburu pula kesitu, betul

juga, mereka saksikan mutiara dalam kepala ular beracun itu

sudah lenyap tak berbekas.

Pendeta tua itu menghela napas panjang, ujarnya

kemudian sambil menggeleng.

Sudah, sudahlah, ternyata benar-benar sudah dicuri orang,

sayang kalau sampai mustika berharga itu terjatuh ketangan

orang jahat, aaai, aaai, takdir, takdir, kalau takdir berkata

demikian, apa yrng bisa kita lakukan? Mari kita kembali saja"

Suma Thian yu segera maju sambil berseru. "Locianpwe,

bagaimana kalau kami kejar penjahat itu?"

"Tak usah dikejar lagi, penjahat itu sangat lihay tak

mungkin ia bisa terkejar, bagaimanapun juga lolap sudah tahu

siapa yang mencuri mutiara ular itu, masa kita takut ia bisa

kabur ke langit?"

"Siapa? Suocu siapa yang telah melarikan mutiara ular itu?

Gak Kun liong rmendesak dengan perasaan mendongkol.

"Bila ditinjau dari bentuk badan bayangan hitam yang

sedang melarikan diri tadi, sudah pasti dia adalah Hui cua

Cung cu Kiong Lai.

Setelah berhenti sebentar, pendeta tua itu melanjutkan:

"Sampah masyarakat itu merupakan satu-satunya murid

dari Sin hiat jin mo (Manusia iblis menghisap darah), ilmu

silatnya sangat lihay, kepandaian andalannya adalah Pek lek si

hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma), keampuhannya

ilmu pukulan ini boleh di

bilang merupakan salah satu kepandaian ampuh dikalangan

hitam, tapi kalau dibanding kan dengan ilmu pukulan Luan si

im hong ciang (pukulan angin dingin bangkai busuk) dari Hoat

si si (Mayat hidup) Ciu Jit hui, akan terlihat mana yang lebih

jelek dan mana yang lebih unggul"

Gak Kun liong dan Suma Thian yu menja di tertarik sekali

setelah mendengar cerita itu, ketika dilihatnya pendeta itu

berhenti sejenak, dengan cepat dia menyambung:

"Kenapa? Cepat beri penjelasan”

Cong liong lo siansu sengaja mendehem untuk membasahi

kerongkongannya dengan air ludah kemudian pelan-pelan

melanjutkan:

Ilmu pukulan angin dingin bangkai busuk amat beracun

sekali, barang siapa yang bertarung melawannya terkena

sapuan ancin pukulannya, maka seluruh badannya akan

membusuk, bahkan hanya menyerempet dikulit badan pun

akan berakibat suatu pembengkakan seperti tersengat api

sebelum akhirnya membusuk pula, oleh sebab itu dia menjadi

satu-satunya orang yang bisa menandingu Hui cha Can cu.

Maka Manusia iblis penghisap darah Pi-Ciang hay pun

menitahkan anak muridnya untuk mencari ular beracun yang

telah berusia seribu tahun, sebab ular itu pasti memiliki

mutiara penolak racun yang berkhasiat bagi tubuhnya, asal

mutiara penawar racun itu telah berhasil di dapatkan, berarti

dia dapat bertarung lagi dengan si Mayat hidup Ciu jit hwe

tanpa kuatir keracunan lagi" Berbicara sampai disitu, dia

berhenti sejenak, lanjutnya dengan tertawa ramah:

"Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui yang menjadi nelayan

yang beruntung, bukankah hal inipun merupakan suatu

takdir?"

"Tidak bisa!" teriak Gak Kun liong dengan perasaan tidak

puas, "aku pasti akan mencari nya sampai ketemu, engkoh

Thian yu, mari kita pergi mencarinya untuk membuat

perhitungan!"

"Kau yakin dapat menangkan dia?" tanya Cong liong lo

siancu dengan perasaan tak puas.

"Tentu saja dapat menangkan dia dengan pasti, engkoh

Thian yu, bukankah tempo hari dia hanya bisa membiarkan

aku membawamu pergi dari sini...?"

"Benar" Suma Thian yu manggut-manggut sambil

mengiakan.

Cong liong lo siansu tertawa panjang.

"Haaahh...haaah... haaah... ini yang dinamakan si rase

takut dengan keganasan harimau, dia bukan takut kepadamu,

melainkan jeri terhadap kepandaian silat ibumu, maka dia

baru mengalah tiga bagian kepadamu, seandainya kau benar-

benar bisa mengalahkan dia, buat apa dia menjadi seorang

jago kelas wahid dalam kalangan rimba hijau?"

Taktik memanasi hati orang yang digunakan Cong liong lo

siansu ini ibaratnya api yang bertemu minyak, kontan saja

membuat Gak kun liong yang pada dasarnya bersifat ingin

menang merasa terbakar hatinya, dia segera melompat

bangun, lalu sambil menarik tangan Suma Thian yu siap

melakukan pengejaran.

Mendadak terdengar suara pekikan burung hong bergema

memecahkan keheningan, Cong liong lo siansu segera

berseru:

"Long ji, buat apa mesti tergesa-gesa macam orang takut

tak kebagian makanan, coba lihat ibumu telah datang, dia

pasti mempunyai cara yang baik untuk mengatasi persoalan

ini."

Baru selesai dia berkata, dari tengah udara telah

kedengaran suara hembusan angin tajam, kemiiian tampak

Ing-ji dengan membawa Hui im tongcu dan Siau yau kay Wi

Kian telah melayang turun ke atas tanah.

Begitu bertemu dengan ibunya, Gak kun liong segera

menubruk kedalam pangkuannya sambil berseru manja:

"Ibu, kau harus mencarikan akal bagiku"

"Ada urusan apa Liong-ji?" Hui im Tongcu tidak mengerti

akan peristiwa yang barusan terjadi, maka dia bertanya

dengan perasaan tercengang.

Secara ringkas Cong liong lo siansu menceritakan apa yang

telah terjadi.

Siau yau kay Wi Kian yang berada disisinya dengan capat

berseru penuh semangat:

"Hiiih...hiihh...hiiih...biasanya kasus semacam ini paling

cocok dengan seleraku, bagaimana kalau aku sipergemis tua

yang menemanimu membuat keramaian?"

Suma Thian yu merasa girang sekali setelah mendengar

Siau yau kay menyanggupi untuk menemaninya, sementara

Gak Kun liong juga telah melepaskan diri dari pelukan ibunya

dan berlari menghampiri sipengemis sambil mere ngek agar

cepat membawa mereka pergi.

Menyaksikan kemanjaan putranya, tanpa terasa Hui im

Tongcu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil

menghela napas, ka tanya:

"Aaai, kalau bocah sudah terbiasa dimanja, di kemudian

hari entah siapa yang bisa mengurusi nya?"

Cong liong lo siansu hanya tersenyum belaka tanpa

menjawab.

Berapa saat kemudian dia baru berpaling kearah Suma

Thian yu

seraya berkata: "Anak Yu, kaupun boleh ikut, perduli

berhasil atau tidak, kau harus kembali kesini!"

Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia

menambahkan:

"Setelah kau kemari nanti, ada tugas yang jauh lebih

penting lagi hendak kuserahkan ke padamu"

"Baik!" Suma Thian yu mengiakan, Kemudian bersama Siau

yau kay dan Gak Kun liong berangkat meninggalkan bukit

tersebut.

Siau yau kay wi kian langsung membawa kedua orang

pemuda itu menuju ke bukit Han san, sepanjang jalan dengan

tiada jemu-jemunya Siau yau kay wi kian menanyai Suma

Thian yu terus-menerus tentang masalah perusahaan Sin liong

piaukiok dan perselisihan-nya dengan congpiautau mereka Mo

im si liong Wan Kiam ciau.

Untuk kesekian kalinya Suma thian yu mengulangi kembali

kisah kejadian tersebut, dan akhirnya diapun dengan perasaan

jemu ia balik bertanya:

Locianpwe, sebenarnya apa hubungan mu dengan Wan

congpiautau?"

"Aku si pengemis tua adalah susioknya" kini Siau yau kay

baru mengutarakan indentitas yang sebenarnya.

Ooh....." dalam hatinya Suma Thian yu lantas berpikir, "tak

heran kalau dia mendamprat ku habis-habisan begitu bersua

muka denganku tadi, rupanya mereka mempunyai hubungan

yang begitu akrab!"

Tatkala matahari sudah mulai tenggelam, sampailah ketiga

orang itu didepan hutan yang amat lebat, Siau yau kay Wi

Kian lantas memanggil kedua orang pemuda itu dan membisik

kan sesuatu kepada mereka, kemudian baru meneruskan

perjalanan menembusi hutan.

Dan setelah keluar dari hutan, Siau yau kay telah berseru:

"Sudah beres! Kita boleh melaksanakan tugas seperti apa

yang direncanakan Lo siang, masing-masing harus berjaga

pada posnya masing-masing, tak boleh kemaruk akan pahala

sehingga menggagalkan rencana kita ini"

Seusai berkata, mereka bertiga segera sama-sama

menyusup masuk kedalam hutan, bagaikan memasuki daerah

tak bertuan, begitu berada dalam hutan, mereka bertiga

lantas memencarkan diri. Ditengah kegelapan malam, tampak

tiga sosok bayangan manusia terbagi menjadi tengah kiri dan

kanan bersama-sama menerjang masuk kedalam hutan.

Tiba ditepi tanah lapang ditengah hutan, Siau yau kau Wi

Kian tidak maju lagi, sambil berdiri ditengah lapangan

tersebut, dia lantas berteriak teriak macam orang gila.

"Hari ini ada arak hari ini mabuk, besok ada kesulitan besok

baru murung. Bila masuk istana iblis dianggap istana malaikat,

angkat cawan minum bersama bidadari..."

Belum habis dia bergumam, terdengar dua kali bentakan

nyaring bergema memecahkan keheningan, lalu nampak dua

titik cahaya ta-

jam yang disertai dengan suara-suara desingan angin tajam

langsung menyambar ke tubuh Siau yau kay wi kiam.

Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam Siau yau kay

merasa amat girang, pikirnya:

"Anjung keparat, masuk jebakan kalian!"

Baru saja ingatan tersebut lewat, dua macam senjata

rahasia itu sudah muncul di depan mata.

Siau yau kay segera berteriak kesakitan:

"Aduuh mak, habis sudah riwayat aku si pengemis tua!"

Entah gerakan apa yang dipergunakan, tahu-tahu senjata

rahasia yang meluncur datang itu

lenyap bagaikan batu yang tenggelam di tengah samudra,

punah tak berbekas, tapi pada saat yang bersamaan pula Siau

yau kay telah rubuh terjungkal ke atas tanah.

Tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat nyaring

berkumandang memecahkan ke heningan, tampak dua sosok

bayangan manusia bagaikan sambaran petir cepatnya telah

mela yang turun didepan mata.

Terdengar salah seorang diantaranya segera mencaci maki

kalang kabut.

"Pengemis busuk yang tak punya mata, tidak dilihat dulu

tempat apakah ini, hmm, memangnya dianggap setiap orang

boleh memasuki tempat ini sekehendak hati sendiri?"

Sambil berkata dia lantas membungkukkan badan sambil

memeriksa apakah Siau yau kay Wi Kian sudah mati atau

belum.

Siapa tahu, baru saja dia membungkukkan badannya,

mendadak terdengar pengemis itu tertawa dingin, seperti

mayat yang bangkit kembali, tahu-tahu Wi kian mengebaskan

ujung bahunya ke depan...

Orang itu segera mendengus tertahan dan roboh terkapar

ke atas tanah....

Bersamaan waktunya, Siau yau kay Wi kian juga melompat

bangun, serunya sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haah...haah...haah... berani melukai orang segera

sembunyi, kalian memang pantas mampus!"

Selesai berkata, dia mengawasi wajah ke dua orang itu

dengan lebih seksama, kemudian sambil menjerit kaget dia

berteriak:

"Aduuh mak, rupanya kalian berdua dari Tiang pek san,

waduh, kelewat besar keonaran yang ku buat kali ini, berapa

butir batok kepala aku si pengemis tua bisa ludas terpenggal

nanti"

Selesai berkata buru-buru dia melarikan diri ke luar hutan.

Rupanya orang yang melepaskan senjata rahasia tadi

adalah Kiu tau siu (bintang berkepala semblan) Li Gi serta Liat

hwee siu (bintang berapi) Li Hiong dua orang, yang tergeletak

diatas tanah sekarang adalah Liat hwee siu Li Hiong.

Di dalam kegelapan tadi, Kiu tau siu Li Gi tidak dapat

melihat jelas pendatang tersebut, tapi kini setelah mengetahui

kalau pengemis tua yang mereka sergap tak lain adalah Siau

yau kay yang disegani setiap orang, kontan sa ja mereka

menghembuskan napas dingin.

Tak heran kalau mereka tak berani melakukan pengejaran

meski menyaksikan Siau yau kay melarikan diri.

Tampaknya Siau yau kay akan segera keluar dari hutan itu,

mendadak dari dalam hu tan bergema suara bentakan rendah:

"Lihat serangan!"

Beberapa titik cahaya tajam yang disertai desingan angin

tajam segera meluncur kedepan dan menyergap tubuh Siau

yau kay.

Wi Kian memang sangat lihay, menyaksikan datangnya

sergapan senjata rahasia, tanpa gugup barang sedikitpun jua,

dia membuang tubuhnya kebelakang dengan gerakan

jembatan gantung, lalu menghimpun tenaga dalamnya

kedalam dan melayang mundur dari situ dengan gerakan

datar, lalu setelah berhasil berdiri tegak segera ejeknya:

"Waaah, untung tidak sampai mampus!"

Mendadak dari balik hutan melayang keluar sesosok

bayangan manusia, meminjam cahaya bintang Siau yau kay

segera mengamati wajah orang itu lebih seksama, ternyata dia

adalah orang pemuda yang berwajah amat tampan.

"Bocah, kalau dilihat tampangmu yang begitu tampan,

sungguh tak kusangka kalau hatimu kejam, orang muda sudah

belajar berbuat kalau sudah dewasa nanti mau jadi apa kau?"

Siau yau kay berpura-pura mendamprat:

Pemuda ganteng itu sesungguhnya tak lain adalah Cun gan

siucay (sastrawan berparas tampan) Si Kok seng, pemuda

bermuka manusia berhati binatang ini sesungguhnya hendak

menghantar Suma Thian yu serta dua bersauda ra Thia

kedalam hutan dan meminjam kekuatan Hui cha Cun cu

hendak membasmi mereka bertiga, maka begitu sampai dalam

hutan dia lantas melaporkan namanya dan memberi kabar

kepada Hui cha Cun cu akan kehadiran-nya.

Kemudian sambil berlagak menghancurkan tugu dan

mencaci maki, dia memancing kehadiran Hui cha Cun cu,

sedang dia sendiri berlagak seakan-akan jalan darahnya

tertotok dan roboh tak sadarkan diri ditanah....

Dengan tindakan mana, selain bisa menghin darkan diri

dari tugas, diapun dapat mencuci bersih kejahatannya, sayang

perhitungan manusia takkan menangkan takdir, akhirnya

Suma Thian yu berhasil ditolong oleh Gak Kun liong sedang

dua bersaudara Thia pun berhasil lolos pula dengan selamat,

dengan demikian rencana busuknya mengalami kegagalan

total.

Dalam pada itu, Cun gan siuacay Si kek seng yang

menyaksikan pengemis tua itu sanggup memunahkan

sergapan-nya secara mudah, dengan cepat ia menjadi sadar

bahwa pengemis tua ini mustahil datang tanpa membawa

suatu maksud tertentu.

Maka diapun tanpa sungkan- sungkan meloloskan

pedangnya, kemudian sambil berdiri empat langkah dihadapan

Siau yau kay Wi Kian, serunya dengan suara lantang:

"Pengemis busuk, jalan ke sorga tidak kau tempuh, jalan ke

neraka justru kau terjang, nampaknya kau sudah bosan hidup

sehingga sengaja datang kemari untuk menghantar nyawa

mu" Baru selesai pemuda iblis itu berkata, Kiu tausiu Li Gi

yang kuatir rekannya kelewat memandang enteng lawan

segera memberi peringatan:

"Si hiante, dia adalah Siau yau kay yang bernama besar,

kau tak boleh bersikap kelewat gegabah!"

Sekarang Cun gan siaucay Si Kok seng baru terkesiap, dia

tidak mengira kalau pengemis tua yang sama sekali tidak

punya keistimewaan apa-apa ini sesungguhnya adalah Siau

yau kay Kian yang disegani dan ditakuti setiap orang, diam-

diam ia menarik napas dingin. Tapi rasa jerinya itu hanya

disembunyikan dalam hati, sedang diluaran ia lantas berseru

sambil tertawa dingin:

"Aku mengira siapa yang begitu bernyali berani membuat

keonaran disini, rupanya hanya pengemis busuk yang dibenci

oleh setiap orang, sungguh beruntung sauya bisa bersua

denganmu hari ini, mumpung ada kesempatan aku hendak

memberi pelajaran kepadamu, agar kau tahu bahwa diluar

langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia

pandai lain-nya"

Sedemikian jumawa dan takaburnya perkataan itu,

membuat Kiu tau siu Li Gi yang berdiri tenang disisinya turut

bergidik hingga bulu kuduknya pada bangun berdiri, peluh

dingin segera jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

Siau yau kay Wi Kian menengadah dan tertawa tergelak-

gelak.

"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, hari ini aku si

pengemis tua memang ingin membuka mataku, mari, mari,

lebih baik kalian berdua maju bersama saja, dengan tangan

kosong akan kulayani kalian berdua sebanyak tiga ratus

gebrakan.

Semhari berkata, telapak tangannya segera diayunkan

kedepan dengan jurus Liong su yu hay (naga berpesiar ke

empat samudera), sasa rannya adalah Can gan siucau Si Kong

seng, tapi sewaktu sampai ditengah jalan, dia memutar

gerakannya dan merubah pukulan menjadi serangan jari, kali

ini dia mengancam jalan darah Tiong teng hiat di depan dada

Kiu tau siu Li Gi.

Dalam satu jurus mempunyai dua kegunaan yang berbeda,

kontan saja mendesak Si Kok seng dan Li Gi harus turun

tangan memberikan perlawanan.

Terdengar dua kali bentakan gusar bergema memecahkan

keheningan, Si kok seng telah mengayunkan pedangnya

dengan jurus Lan kang to cay (Membendung sungai

mengeringkan samudra), dia menyerang dari sisi sebelah

kanan, sementara Kiu tau siu Li Gi mengangkat goloknya

membacok dari sebelah kiri.

Tujuan Siau yau kay yang sebetulnya tak lain hanya ingin

membelenggu kedua orang itu, jadi sama sekali tiada maksud

membunuh mereka.

Maka diapun mengembangkan ilmu langkah Ciok tiong luan

pon hoat untuk berputar-putar mengitari mereka berdua.

Dalam waktu singkat seluruh arena sudah dipenuhi dengan

bayangan manusia yang sebentar bergerak kekanan, sebentar

kekiri, se bentar keatas dan sebentar lagi kebawah, hal mana

membuat dua orang bajingan itu berkaok-kaok kegusaran.

Sambil bertarung mempermainkan ke dua orang itu, Siau

yau kay mulai merasa kuatir, apa sebabnya hingga kini Hui

cha Cun cu belum juga menampakkan diri, coba kalau

tujuannya bukan untuk memancing kemunculan Hui cha Cun

cu, kedua orang bajingan ini tak akan mampu bertahan

sebanyak sepuluh gebrakan.

Dalam pada itu, Gak Kun liong dan Suma Thian yu berdua,

satu dari kiri yang lain dari kanan secara terpisah telah

menyelundup masuk kebelakang hutan, sebab tempat tinggal

Hui cha Cun cu terletak dibelakang hutan tersebut.

Sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh Siau yau

kay, sementara pengemis itu ber kaok-kaok memancing

kemunculan musuh, Suma Thian yu dan Gak Kun liong berdua

akan menyelundup kedalam rumah dan menyelesaikan tugas

mereka.

Taktik suara ditimur menyerang dibarat ini bernama pula

siasat memancing harimau turun gunung, kelihayannya luar

biasa sekali.

Tanpa menjumpai hadangan apapun Gak Kun liong telah

berhasil menyusup masuk ke dalam hutan, tampak sepuluh

kaki selewatnya jalan kecil itu dia akan sampai dirumah

kediaman Hui cha Cun cu.

Disaat tubuhnya baru mencapai jalanan kecil inilah,

mendadak dari jalan berkumandang suara tertawa dingin yang

amat mengerikan.

Mendengar suara tertawa tersebut, Gak Kun Hong mundur

satu langkah kebelakang, mendadak dari sisi jalan ia saksikan

sesosok bayangan manusia menampakkan diri dan

menghadang jalan perginya.

Gak Kun liong segera angkat kepalanya, tapi ia jadi

tertegun setelah mengetahui siapa gerangan orang itu,

pikirnya:

"Heran, mengapa setan tua ini belum lari kesana?"

Dengan suara lantang diapun menegur:

"Kiong Lui, hampir saja mengejutkan hati ku! Kenapa kau

bersembunyi seorang diri ditepi jalan? Apakah menyambut

kedatanganku?"

Ternyata orang yang menghadang jalan pergi Gak Kun

liong adalah Hui cha Cun cu Kiong Lui.

Tampak ia meludah, kemudian serunya dingin:

"Jawab dulu, mengapa kau malam-malam datang kemari?

Apakah kaupnn sengaja datang dari gua Hui im tong untuk

menyambut kedatangan ku?"

Gak Kun liong melototkan sepatang matanya yang besar

dan bulat itu sambil menyahut.

"Aku hendak mencarimu untuk bermain, sekalian hendak

memberitahukan satu hal kepadamu"

"Hmm, mencari aku hendak bermain? Masa membawa

orang?" Hui cha Cun cu Kiong Lui mendengus dingin.

“ Membawa siapa?" Gak Kun liong mencibir.

"Sipengemis busuk itu. Mau mungkir?"

Setelah mendengar kalau gembong iblis tersebut hanya

menyebut Siau yau kay seorang, Gak Kun liong segera tahu

kalau jejak Suma Thian yu belum ketahuan, kontan hatinya

merasa lega.

Sambil menggigit bibir dia lantas berpikir sejenak, akhirnya

dia berhasil menemukan suatu siasat bagus, katanya cepat:

"Ibuku tak suka kalau aku pergi jauh, setiap kali ia tentu

mengutus orang untuk mengikutiku, apa boleh buat"

"Heeeh...heeeh...heeeh...bocah, lohu toh bukan anak

berusia tiga tahun, kau ingin mengelabuhi ku? Tadi kau bilang

hendak menyampaikan sebuah kabar untukku, cepat katakan"

seru Hui cha Cun cu sambil tertawa licik.

"Coba lihat, galak amat kau ini! Ya sudahlah, aku tak ingin

main, tak ingin bicara lagi, selamat tinggal!"

Selesai berkata dia lantas membalikkan badai dan kabur

dari situ.

Menyaksikan hal itu Hui cha Cun cu segera membentak

gusar, kemudian sambil mengejar, dia mencengkeram kerah

baju Gak Kun liong.

"Bocah keparat! Sebelum mengemukakan alasannya,

jangan harap kau bisa meloloskan diri dari sini!" dampratnya.

Merasakan datangnya desingan angin dingin dibelakang

tubuhnya, Gak Kun liong segera merendah sambil melejit

kesamping, teriaknya:

"Hei, kau ingin bertarung?"

“Aku ingin memberi pelajaran kepada mu, mau apa kau?"

Sambil berseru, Hui cha Cun cu mencengkeram batok

kepala Gik Kun liong lagi dengan jurus Cong eng phu toh

(elang sakti menerkam kelinci).

Gik Kun liong sendiripun bukan manusia sembarargan,

meski usianya masih muda, ke pandsian silatnya telah

mendapat warisan langsung dari ibunya, baik dalam soal

tenaga dalam, maupun soal ilmu meringankan tubuh,

kepandaiannya tidak kalah dari seorang jago kelas satu dalam

dunia Persilatan.

Padahal Hui cha cun cu Kiong Lui sendiripun menaruh

perasaan was-was terhadap Gak kun liong, semua serangan

yang dilancarkan boleh dibilang tidak menggunakan tenaga

penuh, dengan begitu ia justru termakan oleh siasat Gak kun

Liong.

Tampak bocah itu melompat kekiri mengegos kekanan,

gerakan tubuhnya sangat aneh, dia selalu berputar mengitari

sekeliling Hui cha cun cu sambil menggoda.

Sebagai manusia yang berpengalaman, dalam sekalian

pandangan saja Hui cha Cun cu sudah mengetahui kalau

bocah ini mempunyai sesuatu maksud tertentu, tanpa terasa

bentaknya dengan gusar:

"Bocah keparat, cepat katakan rencana busukmu, kalau

tidak, jangan salahkan kalau lohu akau bertindak keji

kepadamu"

Memukul anjingpun harus melihat pemiliknya, Gak Kun

liong memang dasarnya cerdik, diapun pandai menduga setiap

persoalan yang bakal terjadi, dari ucapan lawan dia tahu kalau

musuh hanya gertak sambal belaka. Sambil cengar-cengir

segera sahutnya: "Aku toh sudah bilang, hendak mencarimu

untuk diajak main, suruh kau menebak dulu toh bukan

persoalan? Padahal aku memang hendak memberitahu

kepadamu, aku telah mem bunuh seekor ular beracun"

"Kentut!" Hui cha Cuncu membentak gusar, "apa sangkut

pautnya antara ular beracun denganku? Kau ingin

mempermainkan lohu?"

"Aduuh mak, kenapa sih kau galak amat?"

Aku dengar kau sedang berusaha keras untuk mencari ular

beracun berusia seribu tahun, maka sengaja kusampaikan

berita ini kepadamu, sepantasnya kau berterima kasih atas

jerih payahku ini. Sekarang kau malah galak amat kepadaku,

hmm, lihat saja nanti, akan ku laporkan kepada ibuku agar

kau diberi pelajaran yang setimpal"

Mendengar ucapan mana, Hui cha Cun cu merasakan

jantungnya berdebar keras, tapi setelah dipikir kembali, dia

merasa bocah itu jelas lagi membohonginya, mana mungkin

ular beracun ditemukan secara gampang...?

Kontan saja dia mencaci maki penuh kemarahan:

"Keparat, hukuman mati boleh dihindari tapi hukuman

hidup jangan diharap bisa dihindari, aku tak doyan dengan

permainan begitu, kau harus ditempeleng atas kebohongan

mu itu"

Gak Kun liong tahu, sewaktu berbicara penjagaan lawan

pasti menendor, buru-buru dia menerobos kedepan sambil

mengayunkan telapak tangannya.

"Plaaaaakkkk!" sebuah tamparan keras menghajar telak

diatas pipi Hui cha Cun cu, membuat dia berkaok-kaok

kesakitan.

Dalam marahnya Hui cha Cun cu segera men dorong pula

sepasang lengannya kedepan dan melepaskan sebuah pukulan

yang maha dahsyat.

Gak Kun liong bukan anak bodoh, dengan cepat dia berkelit

kesamping, bukan mundur ia justru menyerobot maju kemuka

dan memotong dada Kiong Lui, kepalan-nya yang digenggam

kencang lantas dihantamkan keras-keras, kemudian dia

menerobos kebelakang punggung musuhnya lewat bawah

ketiak.

"Hei, sauya berada disini!" teriakannya sambil bersorak

kegirangan.

Secara beruntun Hui cha Cun cu harus menderita dua kali

pukulan, bisa dibayangkan be tapa gusarnya orang itu, dari

malu dia jadi naik darah sambil memutar badan, sebuah

pukulan dengan tenaga sebesar lima bagian segera

dilontarkan kemuka.

Gak Kun liong sedang asyik bertarung, tentu saja dia jeri

menghadapi ancaman semacam itu, hawa murninya segera

dihimpun ke dalam telapak tangan dan siap menyongsong

datangnya ancaman lawan dengan keras lawas keras.

"Blaaaamm!" suatu ledakan keras menggelegar diangkasa.

Akibat dari bentrokan tersebut, kedua belah pihak sama-

sama tergetar keras badannya, tapi tidak sampai menimbulkan

cedera apapun.

Atas kejadian tersebut, Hui cha Cun cu makin naik darah, ia

segera menerkam lagi kemuka dan membacok dada Gak Kun

liong dengan jurus Im liong tham- ciau (naga sakti

mementang cakar).

Tiba-tiba dari tengah hutan sana berkumandang dua kali

jeritan ngeri yang menyayatkan hati.

Hui cha Cun cu menjadi tertegun, tanpa terasa gerak

serangannya menjadi terhenti.

Gak Kun liong segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya:

"Hahahahahaha....... bagus sekali! Rupanya kedua ekor

anjing budukan itu sudah dibikin mampus"

Selesai berkata dia lantas ngeloyor pergi meninggalkan

tempat itu.

Menyaksikan keadaan tersebut, Hui cha Cun cu menjadi

teramat gusar, sambil menggertak gigi menahan diri makinya:

"Bocah keparat, rupanya kau memang sengaja datang

mencari gara-gara, bagus, bila kubiarkan kau lolos dari hutan

ini sekarang, mu lai hari ini aku bukan she Kiong lagi".

Seraya berkata dia lantas mengejar sampai lima langkah

dibelakang Gak Kun liong.

Menghadapi kejaran tersebut, Gak Kun liong sama sekali

tidak berpaling, dia malah menyusup masuk ketengah

lapangan ditengah hutan dan persis menyongsong kedatangan

Siau yau kay Wi Kian.

Tolong, tolong, dibelakang ada srigala buas!" buru-buru ia

berteriak minta tolong.

Siau yau kay Wi Kian menyelinap melalui sisi Gak Kun Hong

dan segera menghadang dihadapan Hui cha Cun cu, lalu

tegurnya sambil tertawa terbahak-bahak:

"Selamat bersua kembali saudara Kiong, aku harap kau

sehat sehat selalu selama ini, kena pa kau bisa pindah ke

tempat semacam ini?"

Kemarahan Hui cha Cun cu makin membara setelah

bertemu dengan Siau yau kay Wi Kian, tanpa banyak cincong

dia lantas mendamprat: "Sudah pasti kau si pengemis busuk

yang membuat rencana busuk ini, ayo jawab, mau apa kau

malam-malam datang kemari?"

"Aduuh...kita kan orang sendiri, mengapa sih galak amat?

Saudara Kiong, usia kita sudah tua, kenapa sifat

berangasanmu belum juga berkurang?"

Sambil berkata Siau yau kay menunggu berita Suma Thian

yu dengan tenang, bagaimana pun juga Suma Thian yu sudah

masuk ke dalam hutan, tapi hingga kini belum nampak juga

munculkan diri, kejadian ini akhirnya membuat dia merasa

membuat dia merasa kuatir sekali.

Betul Kun liong sudah menahan lawan untuk sesaat

lamanya dan kini berganti Siau yau kay yang menghadang,

sekalipun cara bertarung semacam ini merupakan suatu

pertarungan dengan cara bergilir, namun bukan berarti tak

boleh.

Akan tetapi, keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung

terlalu lama lagi, dan Suma Tnian yu belum juga berhasil,

pada akhirnya ke dua belah pihak pasti akan jatuh korban.

Sementara pembicaraan berlangsung, Hui cha Cun cu pun

mengawasi anak buahnya yang tergeletak ditanah, tatkala

dilihatnya Tiang pek siang tat dan Si Kok seng mendengkur

semua dengan begitu nyenyak, amarahnya langsung saja

berkobar lagi, segera bentaknya:

"Pengemis busuk, bagus sekali perbuatanmu, hari ini kalau

ada kau berarti tak ada aku, kita harus bertarung sampai salah

satu mampus" Seraya berkata, ia lantas melancarkan

serangan dengan jurus Huang hong cian bong (angin puyuh

menggulung puncak), dan diantara deruan angin pukulan

yang memekikkan telinga, segulung angin serangan dahsyat

langsung me nerjang ketubuh Siau yau kay.

Siau yau kay yang diancam segera tertawa terkekeh-kekeh,

tangan yang sebelah dilintang kan didepan dada sementara

telapak tangan yang lain siap melancarkan serangan, kepada

Gak Kun liong serunya:

"Liong-ji, tunggu aku diluar hutan sana!" Sementara

berbicara, angin pukulan lawan telah meluncur datang, Siau

yau kay segera mengegos kesamping lalu berkelit dengan

gerakkan amat cepat.

jilid : 13

Pengemis sakti yang pernah malang melintang dalam dunia

persilatan karena ilmu langkah Ciok tiong luan poh cap lak tui

nya ini benar-benar memiliki tenaga dalam yang amat lihay,

akan tetapi lawannya Hui cha Cun cu Kiong Lui sendiri pun

merupakan gembong iblis nomor satu dari golongan Liok lim,

apalagi suhunya si Manusia iblis penghisap darah, dia

merupakan raja iblis yang disebut Kay si siang mo (sepasang

iblis sakti dari jagad) bersama mayat hidup.

Begitu bertarung, kedua belah pihak sama sama

mengeluarkan ilmu pukulan berat, Hui cha Cun cu.

mengembangkan ilmu pukulan Pek lek si hun ciang nya yang

maha dahsyat dan satu jurus demi satu jurus meneter

musuhnya secara pasti.

Seketika itu jaga seluruh angkasa diliputi angin puyuh yang

menderu-deru, seperti ombak dahsyat yang menghantam

tepian, kelihayannya benar-benar mengerikan.

Tujuan yang terutama dari Siau yau kay Wi Kian tak lain

adalah memberi waktu yang cukup buat Suma Thian yu untuk

melaksanakan tugasnya, sebab itu dia selalu menghindari

yang berat menghadapi yang ringan, menghindari kenyataan

menyongsong yang kosong, dengan mengandalkan ilmu

gerakan tubuhnya yang sakti dia berusaha memunahkan

sebagian besar dari ancaman yang tiba.

Seperti seekor kupu-kupu yang terbang di antara aneka

bunga, sebentar ke atas sebentar ke kiri dan sebentar lagi ke

kanan, sambil berkelit dia selalu mengejek dan mencemooh

guna mengacaukaa pikiran musuh.

Tapi, Hui cha Cun cu pun seorang manusia yang amat

lihay, dalam sekilas pandangan saja ia sudah bisa menduga

maksud tujuan Siau yau kay, tanpa terasa pikirnya:

"Kedatangan kedua orang ini tidak seperti mencari balas,

diapun tidak berniat bertarung melawanku, mungkinkah

kedatangan mereka mempunyai suatu rencana tertentu?

Tidak, tak mungkin, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa di

incar orang dengan siasat liciknya!"

Semakin dipikir dia merasa makin bingung dan tak habis

mengerti, sudah jelas tahu jika orang datang karena sesuatu

tujuan, tetapi tak bisa diduga apa tujuannya, hal mana kontan

saja membuat hatinya kesal bercampur mendongkol.

Sementara pertarungan antara kedua orang itu masih

berlangsung, mendadak terdengar suara pekikan nyaring

bergerai memecahkan keheningan, meski suaranya tak keras

tapi mengalun tiada hentinya di tengah udara.

Mendengar suara pekikan tersebut, Siau yau kay

merasakan semangatnya berkobar kembali, diam-diam ia

girang karena Suma Thian yu telah berhasil hingga tidak sia-

sia kedatangan mereka kali ini, tanpa terasa diapun turut

berpekik nyaring.

Mendadak gerakkan tubuhnya berubah, sepasang

tangannya diayunkan berulang kali melepaskan tiga buah

pukulan berantai, sedemikian cepatnya serangan yang

dilancarkan memaksa Hui cha Cun cu terdesak mundur sejauh

beberapa langkah.

Siapa tahu Siau yau kau segera menarik kembali

serangannya begitu berhasil mendesak Kiong Lui, serunya

sambil tertawa keras

"Maaf aku si pengemis tua harus mohon diri lebih dulu!"

Begitu selesai berkata, tubuhnya sudah melompat keluar

dari hutan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah

lenyap dibalik keeelapan...

Hui cha Cun cu yang dikacau orang masih berdiri

termangu-mangu dengan perasaan tidak mengerti, dia tak

tahu apa gerangan yang sedang dilakukan musuhnya itu,

karena ingin tahu, akhirnya dia menjejakkan kakinya ke

tanah dan ikut mengejar keluar hutan.

Begitu tiba di hutan, disitu tak nampak sesesok bayangan

manusiapun, suasana di keliling sana masih tetap sepi tidak

ada manusia siapapun, tanpa terasa serunya sambil

mendepakkan kakinya berulang kali:

"Pengemis busuk, kuperingatkan kepadamu, bila kita

bersua lagi dikemudian hari, saat itulah merupakan saat

ajalmu, coba akan kulihat kau bisa berbuat gila sampai

kapan!"

Selesai berkata dia lantas kembali ketanah lapangan dan

menyadarkan rekan-rekannya, ternyata rekannya tiada yang

cedera, mereka banya ditotok saja jalan darahnya.

Dengan kejadian ini, Hui cha Cun cu semakin dibikin

kebingungan dan tidak habis mengerti.

Mendadak satu ingatan melintas dengan cepat dalam

benaknya, kemudian terdengar ia menjerit kaget:

"Aduuuh, jangan-jangan karena benda mestika itu!”

)-)-)-)-)-)-)

sementara itu, Siau yau kay Wi Kian yang mendengar suara

pekikan nyaring dari Suma Tnian yu, segera meninggalkan Hui

cha Cun cu Kiong Lui dan melayang keluar dari hutan.

Diri kejauhan sana dia menyaksikan ada dua sosok

bayangan manusia yang kecil sedang menuju kedepan. Siau

yau kay tak berani berayal lagi, dia segera mengerahkan ilmu

meringankan tubuh Leng khong siu tok melakukan pengejaran

secepat kilat dari belakang.

Hanya didalam beberapa kali lompatan saja, ia berhasil

mendahului dua orang tersebut, begitu sampai dia lantas

menegur:

"Bocah, kau telah berhasil?”

"Untung tidak gagal, cuma ada sebutir!" sahut Suma Thian

yu dengan wajah berseri,

"Setan cilik, tentu saja hanya sebutir, dari mana datangnya

dua butir?” seru Siau yau kay setengah girang setengah

mendamprat.

Sambil berjalan Gak Kun liong pun mulai menggerutu.

“ Engkoh Thian yu, cara kerjamu amat lamban, sama sekali

tak bisa cekatan, masa hanya mengambil sebutir mutiara saja

membutuhkan waktu sampai setengah hari? Hampir saja

selembar nyawaku melayang"

Sambil tertawa Suma Thian yu menggelengkan kepalanya

berulang kali, katanya:

"Tahukah kau, gembong iblis tersebut telah

menyembunyikan mutiara tersebut dengan amat rahasia

sekali, setelah memeras otak setengah harian lamanya, aku

baru berbasil mengorek-nya keluar dari atas dinding

ruangannya"

Mendengar perkataan itu, Siau yau kay segera berpikir

sejenak, lalu katanya:

"Aaah, tidak mungkin, masa sedemikian cepatnya dia

menyembunyikan benda itu? Kecuali kalau sebelumnya dia

sudah tahu kalau kami bakal datang ke sana"

Dengan wajah serius Suma Thian yu kembali berkata:

"Perduli amat, pokoknya tugas kita kali ini telah berhasil

dengan lancar, mari kita memberi laporan. Aah, betul, aku

belum sempat mengucapkan terima kasih kepada kalian

berdua!"

Begitulah sambil berbicara sambil berjalan, tanpa terasa

ketiga orang iitu sudah tiba diatas puncak bukit.

Gak Kun liong segera bersuit nyaring ketebing seberang

sana memberi tahu kepada si burung hong untuk menjemput

mereka.

Tak lama kemudian dari bukit seberang terdengar suara

pekikan dari Ing ji.

Mendadak terdengar Siau yau kay Wi Kian berbisik lirih:

"Sett! tenang sedikit, aku seperti mendengar suara ujung

baju terhembus angin, jangan-jangan gembong iblis itu

merasa mutiaranya hilang dan menyusul kemari?"

Suma Thian yu dan Gak Kun liong segera memasang

telinga dan mendengar suara ujung baju terhembus angin

berkumandang datang.

Dengan wajah gelisah Gak Kun liong lantas berseru:

"Waah bagaimana baiknya? Ing ji masih belum juga datang

kemari...?”

“ Apa yang kita takuti?" sahut Siau yau kay tenang, "paling

baik lagi kalau dia berani menyusul kemari, aku si pengemis

tua memang ingin memberi sedikit pelajaran kepadanya"

Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak

terdengar tiga kali pekikan aneh berkumandang datang dari

punggung bukit.

Gak Kun liong dengan perasaan makin gelisah mengawasi

bukit seberang tanpa berkedip, dia berharap Ing ji bisa segera

sampai disana.

Mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan

burung hong, Gak Kun liong segera menari nari sambil

berteriak:

"Nah sudah datang, Ing ji sudah datang"

Baru selesai dia berkata dari belakang punggung mereka

telah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat

mengerikan.

Dengan cepat Gak Kuu liong berpaling, tanpa terasa dia

menjerit kaget:

"Aaaah !"

Apa yang diduga Siau yau kay memang tepat sekali, Hui

cha Cun cu Kiong Lui dengan memimpin Kiu tau siu Li Gi dan

Liat bwe siu Li Hiong telah muncul dihadapan mereka.

Siau yau kay segera mendengokkan kepalanya dan tertawa

terbahak-bahak:

"Haah...haaah...haaah...kalau sudah bermusuhan, dunia

kok rasanya amat sempit, dimana saja kita selalu bersua

kembali, hei orang she Kiong, kita memang sudah ditakdirkan

untuk berjumpa terus, bagus, sebelum mampus kita tak usah

buyar.

Hui cha Cun cu melotot musuh-musuhnya dengan sorot

mata penuh kebencian, dia menggerakkan bahunya melayang

kehadapan ke tiga orang itu, kemudian bentaknya gusar:

“ Bangsat sialan, pengemis busuk, siapa yang sudah

melarikan mutiaraku?"

Akhirnya sorot mata penuh kebencian itu berhenti diatas

wajah Suma Thian yu, kembali bentaknya:

"Pasti kau. Ayo jawab!"

Sekulum senyum hambar menghiasi raut wajah Suma Thian

yu, dia tak sudi menjawab pertanyaan itu.

Hui cha Cun cu yang berpengalaman tentu saja dapat

menyaksikan sikap lawannya, sinar kebuasan dan rasa benci

yang mencorong ke luar dari balik matanya makin menjadi,

tanpa berkedip barang sekejappun dia menatap wajah Suma

Thian yu lekat-lekat, kemudian selangkah demi selangkad

berjalan mendekati anak muda tersebut.

Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian tersebut

merasakan hatinya semakin gelisah, buru-buru dia lari kesisi

tubuh Suma Thian yu dan siap membantunya.

Tapi Liat hwe siu Li Hiong segera memburu kedepan dan

menyerobot didepan Gak Kun liong dengan menghalangi jalan

perginya.

Makin lama Hui cha Cun cu semakin mendekati mereka,

mendadak ia berhenti lalu sambil mengulurkan tangannya dia

berseru:

“ Bawa kemari setan licik, ayo serahkan mutiara itu

padaku!”

"Kalau ingin turun tangan, silahkan saja turun tangan

sendiri..." jengek Suma Thian yu sambil tertawa sinis.

Hui cha Cuncu menjadi amat gusar, teriaknya mendadak:

"Kau anggap lohu tak berani?"

Seraya mengancam sekali lagi dia mendekati Suma Thian

yu sampai dua langkah.

Tanpa disadari Suma Thian yu mundur dua langkah

kebelakang, kini tubuhnya telah berada di tepi jurang, bila

dia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus

kedalam jurang, terkubur di dasar lembah.

Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini

menjadi amat kuatir, peluh dingin bercucuran membasahi

seluruh tubuhnya, buru-buru dia memperingatkan:

"Yu ji, jangan mundur lagi!"

Mendengar peringatan tersebut, Suma Thian yu manggut-

manggut, dengan mempergunakan sisa sorot matanya dia

melirik kebelakang.

Wouw! Sungguh mengerikan, dibelakang tubuhnya telah

terbentang jurang yang tak nampak dasarnya. Suma Thian yu

segera merasakan peluh dingin bercucuran membasahi

seluruh tubuhnya, bulu kuduk pada bangun semua.

Hui cha Cun cu Kiong Lui memperdengarkan suara tertawa

liciknya yang mengerikan, lalu serunya:

"Keparat busuk, kenapa mutiara itu tidak segera kau

serahkan, apakah kau sudah bosan hidup?"

Suma Thian yu mendengus dingin.

"Hmm, jika kau berani maju selangkah lagi, sauya akan

gugur bersama mutiara ini"

Sebenarnya Suma Thian yu hendak menggunakan ancaman

tersebut sebagai gertak sambal, siapa tahu Hui cha Cun cu

tidak memakan gertakan tersebut, dia malah mendongakkan

kepalanya dan segera tertawa seram.

"Heeh...heehh...heehh.. bagus sekali, biar lohu

menyempurnakan keinginanmu itu!"

Seraya berkata, dia lantas mengayunkan telapak tangannya

dan membacok tubuh Suma Thian yu.

Waktu Itu Suma Thian yu sudah berdiri di tepi jurang,

jangankan melancarkan serangan, sekalipun menggerakan

tubuhpun bisa akan berakibat marabahaya yang mengancam.

Maka ketika menyaksikan datangnya ancaman dari Hui cha

Cun cu, dia lantas menghela napas panjang dan sambil

memejamkan matanya melompat turun kedalam jurang.

Siau yau kay dan Gak Kun liong yang menyaksikan itu

segera menjerit kaget.

"Ooooohh, Thian yu!"

Karena tak tega, mereka berdua pun segera memejamkan

matanya rapat-rapat.

Keadaan yang dihadapi Suma Thian yu waktu itu memang

saat kritis dan berbahaya sekali, kendatipun ada malaikat yang

berada di sana belum tentu bisa menyelamatkan jiwanya.

Bayangkan saja, si anak muda itu sudah di desak hingga

berada ditepi jurang, seandainya orang bermaksud untuk

memberi bantuan, bisa jadi pihak lawan akan melancarkan

sergapan dengan mempergunakan peluang tersebut,

akibatnya belum lagi orang lain tertolong, dia sendiri akan

menjadi korban.

Oleh sebab itu, kendatipun Siau yau kay memiliki

kepandaian silat yang maha sakti, dia cuma dapat

membiarkan Suma Thian yu terkubur di bawak jurang.

Tapi, pada akhirnya pada suatu peristiwa di luar dugaan

telah terjadi.

Hidup di dunia ini, kadangkala memang bisa terjadi suatu

peristiwa aneh yang sama sekali tak terduga.

Suma Thian yu meloncat mundur kebelakang, ia bertekad

untuk bunuh diri, sebab bagaimanapun jua mestika tersebut

tak dapat dibiarkan terjatuh ketangan musuh, daripada

berakibat seperti dalam peristiwa kitab tanpa kata dulu, Siapa

tahu baru saja tubuhnya meninggalkan tebing, mendadak dari

belakang tubuhnya ber kumandang suara pekikan burung

Hong yang keras sekali.

Menyusul kemudian terasa segulung angin kencang

berembus lewat, tubuh Suma Thianyu yang sedang meluncur

kebawah itu sudah disambar oleh suatu benda yang lunak,

kemudian pelan-pelan dibawa terbang membumbung ke

angkasa.

Suma Thian yu menjadi gembira sekali sesudah

menyaksikan peristiwa tersebut, segera pekiknya:

"Aku tertolong, aku sudah tertolong! Oooh, terima kasih

langit, terima kasih bumi, terima kasih Ing ji!”

Ditengah jeritan kaget semua orang, Ing ji telah membawa

Suma Thian yu terbang jauh melampaui puncak tebing dan

berpekik gembira tiada hentinya.

Mendengar suara pekikan itu, Gak Kun liong

mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian terlihat

membuatnya turut berpekik nyaring:

"Horeee.....engkoh Yu sudah tertolong!"

Dia segera menjejakan kakinya ketanah kemudian

melambung keudara dan melompat naik ke atas punggung

Ing ji.

Tak terlukiskan rasa gusar dan mendongkol Hui cha Cun cu

setelah dilihatnya Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari

mara bahaya, bahkan tertolong, rambut dan jenggotnya pada

berdiri kaku saking marahnya, sambil berpekik nyaring telapak

tangannya segera diayunkan ke udara, melepaskan sebuah

pukulan dahsyat ke tubuh burung hong tersebut.

Ing ji adalah seekor burung hong yang berperasaan tajam,

dia memahami watak manusia, menyaksikan datangnya

serangan dari Hui cba Cun cu, dia lantas berpekik nyaring, lalu

sepasang sayapnya dikembangkan dan dikibaskan berulang

kali.

Angin puyuh yang menderu-deru, pasir dan batuan

beterbangan memenuhi angkasa, daun dan ranting

beterbangan membuat pemandangan terasa kabur.....

Hui cha Cun cu maupun Tiang pek siang sat tak kuasa

menahan deruan angin pukulun yang amat kuat tadi, masing-

masing lantas menutup muka sambil menyembunyikan diri

kesisi pohon, lalu memeluk batang pohon erat-erat, kuatir

kalau tubuh mereka terseret oleh angin puyuh sehingga

tercebur kedalam jurang.

Gak kun liang segera bertepuk tangan sambil bersorak

sorai, teriaknya kepada Siau yau-kay:

"Cianpwe cepat naik!”

Siau yau kay pun sadar, bila sekarang tidak pergi, sebentar

pasti akan menjumpai banyak kesulitan, maka dia lantas

menjejakkan kakinya ketanah dan melompat naik ke atas

punggung Ing ji.

Menanti ketiga penumpangnya sudah duduk baik-baik, Ing

ji menutup kembali sayapnya dan meluncur ketengah udara,

suara pekikan panjang menggema diudara menyayat suasana.

"Bocah keparat, Hui cha Cung cu Kiong Lui kontan saja

mencaci maki kalang kabut setelah menyaksikan ketiga orang

itu melarikan diri, "lohu akan menunggu terus disini, akan

kulihat sampai kapan kau baru muncul kembali disini."

Benar juga, ternyata Kui cha Cun cu Kiong Lui menunggu

terus disitu sampai kemunculan Suma Thian yu dikemudian

hari, hanya ini kejadian dikemudian hari, jadi tak perlu

dibicarakan sekarang.

Ketika Siau yau kay bertiga tiba kembali dalam gua, Hui im

Tangcu Gak Say hwe yang menyongsong paling dulu, dia

lantas menegur:

"Sebenarnya apa yang telah terjadi, mengapa Ing ji pergi

sekian lama baru kembali?"

Siau yau kay Wi Kian tertawa panjang.

“ Kalau dibicarakan panjang sekali ceritanya, ambil sepoci

arak lebih dulu, setelah lolos dari kematian, aku si pengemis

tua harus minum sampai mabuk."

Sementara itu Ceng lion- Li siansu juga turut munculkan

diri, dibelakangnya mengikuti Sian gi siu dari Wu san, melihat

mereka bertiga pulang dengan selamat, segera tegurnya

sambil tertawa:

"Bagaimana dengan hasil perjalanan kalian? Tentunya

melalui suatu pertempuran yang amat sengit bukan!"

Gik Kun liong segera menarik ujung baju Cong liong lo

siansu sambil berseru manja:

"Sucou, orang she Kiong itu menganiaya Liong-ji, kau

orang tua harus membalaskan sakit hatiku ini!"

Cong liong Lo siansu hanya tersenyum belaka, lama

kemudian ia baru bertanya kepada Suma Thian yu atas hasil

perjalanannya.

Secara ringkas Suma Thian yu lantas mengisahkan

pengalaman yang baru saja dialaminya, lalu dari sakunya

mengeluarkan sebuah bungkusan kain hitam dan

menyerahkan kepada lo siansu tersebut.

Cong liong Lo siansu menerima bungkusan kain hitam itu

dan membuka pembungkusnya, seketika itu jua seluruh

ruangan berubah menjadi terang benderang bermandikan

cahaya.

“ Haaah....Ya kong cu!” pekik Lo siansu kaget.

Semua orang menjadi gembira sesudah mendengar pekikan

itu dan sama-sama mengalihkan perhatiannya, betul juga,

ternyata mutiara tersebut adalah sebutir Ya kong cu yang

amat sukar ditemukan di dunia ini.

Setelah mengamati sejanak, Cong liong lo siansu berkata

sambil menggeleng.

"Thian yu, kau sudah salah ambil, benda ini bukan Han

kong cu anti racun yang diperoleh dari benak ular beracun"

Seluruh tubuh Suma Thian yu mendingin setelah

mendengar ucapan ini, buru-buru bantanya:

"Thian yu telah menggeledah seluruh ruangan, disitu hanya

ada benda itu saja, tak kutemukan mestika lainnya"

“ Waaah, aneh sekali" gumam Cong liong lo siansu, "masa

bukan dia yang mengambil mutiara anti racun dari ular

beracun tersebut? Atau mungkin disembunyikan ditempat

lain?"

Gak Kun liong yang teliti lantas berpiki pula dengan

seksama, akhirnya dia berseru:

“ Benar, Kiong Lui si setan tua ini memang tidak melarikan

mutiara anti racun tersebut!"

“ Dari mana kau bisa tahu?” Cong liong lo-siansu seperti

sengaja hendak mencari tahu.

Secara ringkas Gak Kun liong lantas mengisahkan

pertarungannya melawan Hui cha Cun cu, dan akhirnya dia

pun mengisahkan pula ba gaimana Hui cha Cun cu menuntut

kembali mutiaranya.

Setelah dianalisa dan diselidiki kembali secara seksama,

akhirnya semua orang berkesimpulan bahwa Kiong Lui

memang tidak tahu menahu tentang mutiara anti racun itu.

Cong liong lo siansu segera bergumam:

"Lantas, siapa yang melakukan hal ini? Selain dia, orang

lain tak akan bermanfaat mendapat mntiara anti racun itu,

mungkinkah sudah dilarikan oleh si Mayat hidup?"

Diantara sekian jago yang hadir sekarang, kecuali Cong

liong Lo siansu beserta Suma Thian yu, Gak Kun liong, yang

lain tak sempat melihat bayangan pungung dari pencuri

mutiara tersebut, oleh sebab itu siapapun merasa kurang

leluasa untuk menimbrung.

Dengan demikian soal mutiara anti racun pun menjadi

sebuah teka teki bisu yang tak terjawab, siapapun tak tahu

mutiara mana telah terjatuh ke tangan siapa.

Cong liong Lo siansu segera menyerahkan kembali mutiara

Ya kong cu tersebut ke tangan Suma Thian yu kemudian

katanya:

"Bagaimana kalau kita kembalikan saja mutiara ini

kepadanya?”

"Jangan!” Suma Thian yu berseru keras.

Mendengar ucapan ini, semua orang tertegun dan menatap

ke arth Suma Thian yu dengan keheranan.

"Kenapa?” tanya Siang gi siu dari Wu san ketus.

“ Tentu saja jangan dikembalikan kepadanya" teriak Suma

Thian yu dengan perasaan mendongkol, "coba bayangkan

sendiri Ya beng cu ini di dapatkan dengan mengorbankan

seratus butir batok kepala manusia, apakah kita harus

menyerahkan kembali dengan begitu saja kepadanya?”

Semua orang masih belum memahami ucapan Suma Thian

yu, Siau yau kay yang berangasan cepat menegur:

"Hei, bocah, kau berbicara jangan berbelit-belit, blak-blakan

saja, tak perlu di putar balikkan"

Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena

jengah, secara ringkas diapun mengisahkan kembali kejadian

yang dialaminya dalam dusun yang dilaluinya tempo hari,

sebagai akhir kata dia menambahkan:

"Pada mulanya Thian yu mengira perbuatan tersebut

dilakukan oleh pencoleng berkerudung, atau pasti ada sangkut

pautnya dengan Bi kun lun Siau Wi goan maka sewaktu tiba di

keluarga Siau, secara diam-diam kuperhatikan hal ini, akhirnya

aku gagal menemukan sesuatu jawaban, sama sekali tak

kusangka kalau perbuatan ini ternyata hasil karya dari Kiong

Lui, bayangkan saja, apakah aku harus menyerahkannya

dengan begitu saja?"

"Benar!" Gan Kun liong yang pertama-tama menyatakan

persetujuannya.

Kau yakin kalau mutiara ini adalah mutiara yang hilang dari

dusun tersebut?" tanya Tay gi siu Kiong Sian pula dengan

suara tegas.

"Thian yu tidak berani memastikan tapi b lum pernah

kudengar dikolong langit terdapat dua macam Ya beng cu

yang sama bentuknya" Jawaban dari Suma Thian yu ini sangat

diplomatis, membuat Tay gi siu jadi tergagap dan tak

mampu menjawab.

Gak Kun liong turut tertarik, dia segera menimbrung pula:

"Engkoh Yu, tahukah kau kalau Hui cha Cun cu itu sejalan

dengan Siau Wi goan?"

"Soal ini...aku kurang begitu tahu"

""Benar! Perampok berkerudung itu sudah pasti bukan Hui

cha Cun cu" desak Gak Kun liong.

Didesak oleh beberapa patah kata tersebut Suma Thian yu

dibikin terdesak sehingga tak sanggup menjawab, padahal apa

yang dia katakan tadipun hanya merupakan suatu dugaan

belaka.

Bantahan dan Gak Kun liong inipun tak lebih hanya suatu

perumpamaan yang mendua-duga juga.

Hui im Tongcu Gak Say bwe yang selama ini hanya

membungkam, segera turut menimbrung:

"Buat apa kita mesti memperdebatkan persoalan seperti

ini? Thian yu, simpanlah dulu, benda macam begini tak boleh

sampai terjatuh ke tangan orang jahat, sedang mengenai

Kiong Lui, aku paling jelas dengan tabiatnya, jadi tindakanmu

menyerobot mutiara nya bukanlah suatu perbuatan yang

salah.

"Mengapa ibu?” tanya Gik Kun liong tidak habis mengerti.

"Cerewet!" tegur Hui im Tongcu Gak Say bwe cepat,

kemudian baru menerangkan, "antara Bi kun lun Siau Wi goan

dengan Kiong Lui sesungguhnya mempunyai hubungan

persaudaraan, nah, sekarang sudah jelas bukan?"

Hingga disitu, semua orang baru memahami duduk

persoalan yang sebenarnya, perdebatan nya dengan Suma

Thian yu pun dengan cepat diakhiri sampai disitu pula.

Siang gi siu dari Wu San lantas bangkit dan menghampiri

Hui im Tongcu, membisikkan sesuatu disisi telinganya, tampak

Gak Say bwe segera tersenyum sambil manggut-manggut.

Menyusul kemudian Tay gi siu menjura kepada semua

orang seraya berkata:

"Kami akan mohon diri lebih dulu, bila urusan telah selesai,

kita pasti akan bersua kembali"

Kemudian sambil berpaling kearah Suma Thian yu,

lanjutnya dengan wajah serius:

"Thian yu, kau harus baik-baik mengingat perkataanku,

setiap saat mencari tahu jejak kitab Cin keng tersebut".

Begitulah, mereka berdua lantas berlalu setelah

menyampaikan pesannya, seperti sepulung hembusan angin,

bayangan tubuh mereka lenyap diluar gua sana.

Siau yau kay Wi Kian segera memohon diri Pula ketika

dilihatnya dua orang tokoh aneh itu sudah pergi, tapi Hui im

Tongcu segera menahannya sambil berkata:

“ Kau toh tiada urusan penting apa-apa, kenapa mesti

terburu- buru....

Siau yau kay menggelengkan kepalanya berulang kali,

ucapnya sambil tertawa lebar:

"Kehadiranku disini hanya merupakan suatu beban yang

berat, apalagi setelah berapa hari tidak mengemis, rasanya

kantongku sudah mulai kosong"

Kemudian setelah memberi hormat kepada Cong liong 1o

siancu, katanya kepada Suma Thian yu sambil tertawa

mesteris:

"kesempatan baik sukar ditemukan, baik-baiklah

memanfaatkan nya..."

Selesai berkata, dia lantas beranjak meninggalkan gua

tersebut.

Menyaksikan mereka semua berlalu dari situ, Suma Thian

yu segera merasakan satu hal dia merasa orang-orang itu

seperti menyim pan suatu rahasia yang besar.

Nyatanya mereka datang depan begitu saja, pergipun

dengan begitu saja hingga seakan mereka hanya kebetulan

lewat dan menyamangi tempat itu, padahal siapa yang

menduga kalau dibalik kesemuanya itu sebetulnya terjalin

suatu buhungan batin yang erat!

Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam waktu singkat tiga

puluh hari sudah lewat.

Suatu hari, pagi-pagi sekali Cong liong lo siansu sudah

berada ditanah lapang dibelakang gua sana.

Seorang bocah berusia sebelas, dua belas tahun dan

seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun sedang

melangsungkan suatu pertarungan yang amat seru, kedua

belah pihak sama-sama saling menyerang dan saling

menyergap dengan gencarnya.

Di tepi lapangan, berdiri pula seorang nyonya muda yang

berparas amat cantik.

Saat itulah, Cong liong lo siansu berjalan ke sisi nyonya

muda tersebut dengan langkah pelan, kemudian ujarnya

sambil tertawa:

“ Selama satu bulan ini, kemajuan yang berhasil diraih

kedua orang ini sungguh mengagumkan, tidak sia-sia lolap

membuang banyak tenaga untuk mereka berdua"

Hui im tongcu hanya mengawasi terus Kedua orang yang

sedang bertarung itu, mendengar ucapan mana, ia tidak

berpaling, hanya sahutnya:

"Liong ji jauh lebih bodoh dan bebal, coba kau lihat,

bukankah Thian yu belum menggunakan segenap tenaga yang

dimilikinya?"

"Soal ini tak bisa disalahkan”, hibur Cong liong lo siansu,

liong ji baru berumur berapa? Janganlah mengharapkan

terlalu tinggi, kalau tidak kecewamu akan makin besar. Anak

kecil sudah dapat mencapai tingkatan sehebat ini,

sesungguhnya hal ini sudah terhitung luar biasa"

"Berhenti!" tiba-tiba Hui Im Tongcu berteriak keras.

Dua orang yang sedang bertarung segera melompat

mundur setelah mendengar teriakan tersebut, sambil

membawa pedang masing-masing mereka berjalan kehadapan

Cong liong lo siansu kemudian sapanya sambil memberi

hormat:

"Selamat pagi!"

Cong liong lo siansu membelai rambum Gak kun liong dan

berkata sambil tertawa ramah:

“ Liong ji, kau harus beristirahat dulu, biar engkoh yu mu

berlatih lebih dulu”

Kemudian perintahnya kepada Suma siauhiap:

“ Thian yu, cepat kau latih kembali ilmu pukulan Sian po

hwe hong ciang tersebut!”

Suma Thian yu segera mengiakan, sambil membawa

pedangnya dia berjalan menuju ke tengah lapangan,

kemudian setelah memberi hormat kepada kakek itu, satu

jarus demi satu jurus dia mulai melatih ilmu silatnya dari awal

sampai akhir.

Ilmu pukulan sian po hui hong ciang (pukulan angin

berpusing) merupakan ilmu andalan yang paling dibanggakan

Cong liong lo siansu sepanjang hidupnya, kali ini Suma Thian

yu dapat melatihnya dengan enteng, ringan, cepat luwes dan

bertenaga, jurus demi jurus di lepaskan seperti air sungai

huang ho yang mengalir tiada hentinya.

Betapa gembiranya Cong liong lo siansu menyaksikan

kelihayan bocah tersebut berlatih, dia tertawa terbahak-bahak

tiada hentinya, kemudian sambil berpaling kearab Gak Say

bwe, ujarnya:

"Coba kau lihat, bagaimana hasil latihannya itu? Asal bocah

ini diberi waktu yang cukup untuk melatih diri, tak sulit untuk

menjadi seorang jagoan nomor wahid dikolong langit"

Hui im tongcu Gak Say bwee ikut merasa gembira sekali.

Selesai melatih ilmu pukulan Sian po hui hong ciang,

kembali Suma Thian yu melatih ilmu pedang Bu beng kiam

hoat yang sekali lagi mendapat sambutan hangat.

Ketika pemuda itu selesai berlatih, Cong liong Lo siansu

memanggilnya menghadap, lalu berkata dengan gembira:

"Tampaknya kau berlatih dengan tekun dan rajin sehingga

dapat mencapai kesuksesan seperti hari ini, sebentar kau

boleh memberes kan buntalanmu untuk turun gunung, penuhi

janjimu di bukit Kun san, kemudian selesaikan sebuah tugas

yang akan kusampaikan padamu"

Sejak disuruh berdiam dalam gua Hui im tong, Suma Thian

yu belum pernah memahami maksud tujuan yang sebenarnya,

kini dia baru terceranjat sesudah mendengar perintah Cong

liong lo siansu, tanpa terasa wajahnya menunjukkan

kesangsiannya.

Dalam sekilas pandangan saja, Cong liong lo siansu sudah

dapat menebak jalan pemikiran pemuda itu, sambil

tersenyum dia segera berkata:

"Dunia persilatan dewasa ini sudah berada diambang pintu

badai pembunuhan yang paling mengerikan sepanjang seratus

tahun belakangan ini, tak sampai berapa tahun kemudian,

banjir darah sudah pasti akan melanda seluruh dunia

persilatan, tapi ini, sudah merupakan takdir, tiada orang

yang sanggup menyelamatkan badai pembunuhan berdarah

itu.

"Aku masih ingat ketika berusia delapan tahun dulu, dunia

persilatan juga pernah dilandai badai pembunuhuhan

berdarah, banyak jago persilatan yang terlibat dalam

peristiwa tersebut dan tewas secara mengerikan, kini

sekejap mata seratus tahun sudah lewat, dan sekarang

badai pembunuhan itu kembali mengancam kita, kita" bahkan

badai kali tampaknya timbul akibat dari munculnya kitab tanpa

kata, berdasarkan tafsiran inilah maka lolap lantas mengambil

keputusan untuk mewariskan segenap kepandaian silat yang

kumiliki kepadamu agar kau bisa bertanggung jawab untuk

menolong sesama umat manusia dari kehancuran"

Berbicara sampai disitu, Cong liong lo siansu berhenti

sejenak, kemudian setelah memandang sekejap sekeliling

tempat itu, bisiknya lagi dengan suara rendah:

"Setelah menghadiri pertemuan dibukit Kun san, kau harus

seorang diri berangkat ke Lhasa ibu kota Tibet, disebelah

utara kota Lhasa terdapat sebuah kuil yang bernama Phutara

si, dari situlah kau dapat mulai menyelidiki sumber mula dari

kitab pusaka tersebut, seandainya kitab itu belum sampai

terbawa ke daratan Tionggoan, berarti badai pembunuhan

ini bisa ditolong, kalau tidak, yaa... umat persilatan harus

menghadapi situasi tersebut dengan lebih perihatin."

Sampai disini, Suma Thian yu baru mengerti apa sebabnya

Hui Im Tongcu mengundangnya kesitu, tanpa terasa hatinya

bertambah murung dan berat....

Menyaksikan pembahan wajah anak mnda tersebut, Cong

liong lo siansu segera membentak gusar:

"Jadi kau segan ke situ?"

“ Bukan, bukan begitu... " sahut Suma Thian yu tanpa

berpikir panjang lagi "sekali pun boanpwe harus terjun ke

lautan api pun, aku rela melaksanakannya, apalagi cuma

melakukan perjalanan jauh saja"

"Kau bohong, perubahan wajahmu telah mem beritahukan

segala sesuatunya itu kepadaku"

"Locianpwe, kau harus tahu, sejak kecil Thian yu sudah

kehilangan orang tuaku, dendam kesumat keluargaku belum

terbalas, kemudian berkat kebaikan hati paman Wan, aku

dipeliharanya sampai menginjak dewasa, sebelum

meninggalkan paman Wan telah berpesan kepadaku untuk

membalaskan dendam baginya, kemudian Wu san siang gi

menyerahkan tugas kepadaku untuk melindungi kitab pusaka

tanpa kata, ditambah lagi teka teki soal mutiara anti racun

yang terjadi berapa waktu berselang, semua tugas tersebut

kini sudah menjadi beban ku, hanya sayang semua tugas

mana tak satupun yang bisa kulaksanakan dengan baik, tiap

kali teringat akan hal ini aku menjadi amat sedih sekali,

maka..."

"Aku mengerti, sekilas pandangan persoalan didunia ini

beribu ribu macam corak, padahal keunggulannya hanya satu,

seperti apa yang kau ucapkan barusan, tampaknya

persoalanmu se-muanya merupakan persoalan yang pelik,

padahal jika dianalisa kembali satu persatu, semuanya akan

berubah menjadi soal sepele yang bisa diselesaikan secara

gampang!"

Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu termenung

beberapa saat lamanya, ia segera menemukan kalau

perkataan itu memang benar, serta merta perasaannya pun

menjadi lebih terbuka.

Tengah hari itu, dengan perasaan berat hati Suma Thian yu

harus mohon diri kepada Cong liang lo siansu dan Hui im

Tongcu, ke mudian dihantar oleh Gak Kun liong dengan

menumpang Ing ji berangkatlah pemuda meninggalkan gua

Hui im tong.

Selama hampir sebulan penuh, Gak Kun liong selalu bergaul

dengan Suma Thian yu, baik siang atau malam, hubungan

mereka boleh bilang sudah amat akrab, sebetulnya Suma

Thian yu melarang dia menghantarnya ke puncak seberang,

tapi bocah itu bersikeras hendak menghantarnya.

Ketika Ing ji terbang sampai ditengah jalan, mendadak

burung itu berpekik keras, kemudian hanya berputar-putar

saja disekitar tempat itu tanpa ada maksud melayang turun.

Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian itu segera

berteriak:

"Ing ji, apa yang terjadi? Apakah di depan sana ada

ancaman mara bahaya?"

Ing ji mengerti pertanyaan majikannya, dia manggut

berulang kali sambil berpekik nyaring.

Suma Thian yu segera memuji kecerdasan burung itu,

katanya:

"Ing ji, banyak terima kasih atas pemberitahuanmu, tak

mengapa, terbang saja terus, kami masih sanggup untuk

menghadapi ancaman bahaya macam apapun”

Setelah mendengar ucapan Suma Thian yu itu, Ing ji baru

berpekik gembira, ia lantas mengembangkan sayapnya dan

menukik kebawah.

Dalam waktu singkat, Ing ji sudah hinggap dipuncak

seberang, sambil melompat turun ketanah, Suma Thian yu

menjura kepada Gak Kun liong sambil berkata:

“ Adik Liong, pulanglah lebih dulu, bila urusanku telah

selesai pasti akan kembali lagi kemari untuk berkumpul lagi

denganmu”

"Janji yaa, jangan bohong".

"Tentu saja, aku pasti akan memenuhi janji”

Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar tiga kali

pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan,

menyusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat

lewat, dalam waktu singkat dari belakang tubuh Suma Thian

yu sudah muncul tiga orang kakek.

Begitu ketiga orang itu munculkan diri, mereka segera

mengurung rapat-rapat Suma Thian dan Gak Kun liong.

Sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera mengenali

mereka sebagai Hui cha Cun cu yang datang bersama Tiang

pek ji sat, buru buru ujarnya kepada Gak Kun liong:

"Adik Liong, cepat pergi, biar aku seorang diri yang

menghadapi mereka bertiga"

"Tidak, aku ingin mati hidup bersama kau, bila ada rejeki

kita nikmati bersama, kalau ada susah kita tanggulangi

bersama, kini kau menemui kesulitan, masa aku harus pergi

seorang diri?" seru Gak kun liong cepat.

Menyaksikan Gak Kun liong begitu bersikeras dengan

pendiriannya, Suma Thian yu ingin menghibur dirinya dengan

beberapa patah kata, tapi musuh uangguh keburu sudah

dekat, apa lagi mereka semua memandang kearahnya dengan

penuh kegusaran.

Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk tidak banyak

berbicara lagi, bagamanapun juga kehadiran Gak Kun liong

memang banyak membantu baginya menghadapi lawan.

Maka sambil tersenyum dia mengangguk.

“ Baiklah, untuk kali ini kukabulkan, tetapi jangan Untuk lain

kali."

Gak Kun liong bersorak kegirangan, dia segera melompat

turun dari punggung burungnya itu sambil menepuk kepala

Ing ji, ujarnya:

Ing ji untuk sementara waktu beristirahat lah dulu diatas

pohon, kau tidak boleh turut serta dalam keramaian ini lhoo..."

Hui cha Cun cu semakin naik darah lagi setelah

menyaksikan sikap Suma Thian yu yang masih sempat tertawa

dan bergurau kendati pun mereka sudah dikepung rapat, sikap

semacam itu pada hakekatnya sama dengan tidak

memandang sebelah mata pun terhadap mereka.

Tanpa banyak berbicara ladia maju sambil melepaskan

sebuah pukulan, teriaknya dengan gusar:

"Bangsat... akan aku lihat kau bisa tertawa sampai kapan?"

Suma Thian yu berdiri membelakangi Hui cha Cun cu ketika

merasakan sambaran angin tajam dari balik punggung, buru-

buru dia mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh in

hoat untuk mengegos ke samping, tidak nampak bahunya

bergerak, tahu-tahu orangnya sudah berpindah posisi.

“ Setan tua" seru pemuda itu kemudian sambil tertawa,

"keadaanmu sekarang memang mirip sekali dengan anjing

penjaga pintu. aai... tak kusangka kau memiliki kesabaran

yang begitu besar, satu bulan penuh kau tetap mengeram

terus disini, semangatmu yang tinggi sungguh membuat

hatiku merasa amat kagum"

Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar lagi suara

bentakan keras menggelegar diangkasa:

"Boocah keparat. Raja akhirat sedang menggapai

tangannya kepadamu...

Suma Thian yu sudeh menduga kalau serangan yang

dilancarkan itu paling tidak mengandung tenaga pukulan

sebesar delapan bagian, lagipula kekejiannya mengerikan,

tanpa pikir panjang dia membalikkan badan menerjang ke

samping Hui cha Cun cu, kemudian serunya sambit tertawa

cekikikan:

“ Hai, anjing budukan penjaga pintuku, tampaknya kalian

belum akan puas sebelum sampai di sungai Huang ho, ingin

merebut kem-bali mutiara itu? heh...hee..lebih baik urungkan

saja niatmu itu"

Seraya berkata, tangan kanannya segera memainkan jurus

Hui so-sui hong (serat terbang terhembus angin) untuk

mencubit pelan di bawah ketiak Hui cha Cun cu.

Cubitan mana tentu saja membuat Kiong Lui kegelian, dia

sampai mencak-mencak kegusaran Sambil berkaok-kaok dia

melompat ke belakang sebatang pohon, ketika muncul

kembali, tangannya telah bertambah dengan sebatang senjata

toya berbentuk bulan sabit.

Dengan garangnya orang itu menerjang ke muka,

kemudian sambil memutar senjata Hou to pangnya dia

membacok batok kepala pemuda itu dengan jurus Sam yang

kay tay (Sam yang membuka air).

Toya Hou to pang tersebut paling tidak mencapai berat

enam lujuh puluh kati, ditambah kekuatan sewaktu membacok

hingga total jenderal kekuatannya mencapai lima ratus kati

lebih.

Kendatipun Suma Thian yu memiliki tenaga yang amat

sempurna, toh ia tak berani menyambut datangnya ancaman

tersebut dengan keras lawan keras.

Buru-buru dia mengigos kesamping, kemudian balas

melancarkan sebuah sodokan untuk menotok jalan darah Hian

ki hiat lawan.

Meskipun Hui cha cun cu tidak menyangka kalau dalam

waktu satu bulan yang singkat, Suma Thian yu telah

memperoleh kemajuan pesat dalam kepandaian silatnya,

melihat kelihayan permainan tangan kosongnya, dia benar-

benar merasa terperanjat sekali.

Hanya berpisah berapa hari, namun Suma Thian yu yang

sekarang bukan lagi Suma Thian yu yang dulu.

Kini, Suma Tnian yu sudah merupakan seorang tokoh

persilatan muda yang berilmu sangat tinggi.

Menyaksikan datangnya sambaran tangan Suma Thian yu

yang begitu cepat bagaikan sambaran petir, sudah bareng

tentu Hui cha Cun cu tak berani berayal, cepat-cepat dia

menarik kembali senjatanya kemudian melompat mundur

sejauh setengah kaki lebih dari posisi semula.

Hei orang she Kiong seru Suma Thian yu dengan suara

lantang, “lebih baik dengarkan saja anjuranku, jangan

memikirkan soal mutiara ya kongcu lagi, sebab hanya dengan

cara itu saja selembar nyawamu baru dapat diselamatkan,

jikalau sauyamu sampai marah hmmm, kau bisa menyesal

sekali...

Kalau tak mendengar ucapan itu masih mendingan, berigu

selesai mendengar ucapan mana kemarahan Hui cha Cun cu

benar-benar tidak dilukiskan dengan kata-kata.

Sambil membentak keras, senjata Hou to pangnya diputar

kencang menciptakan selapis bayangan tebal yang

menyelimuti seluruh tubuhnya, menyusul kemudian secepat

kilat menyodok tubuh Suma Thian yu, bentaknya keras:

"Ayo, maju semua!”

Tiang pek ji sat tak ambil diam, serentak mereka

mempersiapkan senjata masing-masing dan maju mengerubuti

Suma Thian yu.

Gak Kun liong kecil orangnya, besar nyalinya menyaksikan

kedua orang malaikat bengis itu maju bersama, serentak

diapun meloloskan pedangnya, lalu dengan jurus Kay san to

hu (mebuka bukit mencari sumber air) tangan kananya

menyerang Li hiong, sementara tangan kirinya membabat si

mahkluk berkepala sembilan Li Gi, semuanya dilepaskan

dengan kecepatan yang mengagumkan.

Tiang pek ji sat bukan manusia sembarangan, mereka tak

sudi bertarung melawan Gak kun liong, kedua orang itu

segera berpisah kekiri dan kekanan menghindarkan diri dari

serangan Gak kun liong, kemudian maju lagi menyerang Suma

thian yu.

Marah juga Suma thian yu menyaksikan serangan dari

kedua orang itu, dia jadi nekad, sambil mundur dua langkah,

pedang Kit hong kiamnya segera diloloskan dari sarungnya.

begitu senjatanya diloloskan, segera berkumandang

pekikan nyaring yang menggerincing.

Liat hwe siu Li hiong, orang ketiga dari Ting pek sam sat

hanya merasakan cahaya biru berkelebat lewat didepan

matanya, tahu-tahu dia merasakan dadanya menjadi dingin

sekali, diiringi dengan jeritan ngeri, tubuhnya segera roboh

terkapar ditanah bermandikan darah segar.

Semenjak mempelajari ilmu Bu beng kiam hoat, baru

pertama kali ini Suma Thian yu mempergunakannya untuk

menghadapi lawan.

Siapa tahu baru saja pedangnya diloloskan dan satu

ayunan ringan melintas, seorang jago lihay dari kalangan Liok

lim telah roboh binasa diatas tanah.

Kenyataan tersebut segera membuat Suma Thian yu berdiri

tertegun ditempat, dia menjadi lupa kalau disitu masih ada

dua orang musuh tangguh yang harus dihadapi.

Ketika Kiu tau siu Li Gi mendengar adik nya menjerit ngeri,

dengan cepat ia berpaling, tahu-tahu dijumpainya Li Gi sudah

terkapar tewas dengan tubuh bermandikan darah, peristiwa ini

segera membuat hatinya sakit.

Dengan mata merah membara, dia membentak keras,

kemudian goloknya segera diayunkan kedepan dan membacok

kearah samping dengan jurus Hong toan lo siong (angin

memotong pohon siong).

Sementara itu Suma Thian yu masih berdiri bodoh ditempat

tanpa berkutik, tampaknya ujung golok Li Gi segera akan

menembus pinggangnya. Dengan perasaan terkejut Gak Kun-

liong menjerit:

"Hati hati engkoh Yu!”

Mendadak Suma Thian yu tersadar kembali dari

lamunannya, serta merta dia memutar pedangnya untuk

menangkis, setelah itu perge langan tangannya membalik ke

bawah, cahaya biru kembali berkelebat lewat. Terdengar Kiu

tau siu Li Gi menjerit kesakitan kemudian tu buhnya roboh

terjengkang ke tanah.

Pada hakekatnya Suma Thian yu tidak sempat melihat jelas

apa yang terjadi, tapi secara beruntun dia telah membunuh

dua malaikat bengis, hal ini membuatnya tertegun.

Ketika berpaling kembali, tampaknya olehnya Kiu tau siu Li

Gi seperti babi yang baru disembelih, bergulingan diatas tanah

sambil merintih tiada hentinya.

Tak jauh dari sisi tubuhnya tertinggal sebuah lengan kanan

yang menggenggam golok.

Memandang semua pemandangan yang tertera didepan

mata, Suma Thian yu merasa seakan-akan berada dalam

impian saja, hanya dalam satu bulan ilmu pedangnya telah

menperoleh kemajuan yang pesat, dalam sekali gebrakan saja

secara beruntun dia berhasil meroboh kan dua orang jago

lihay dari kalangan Liok-lim.

Hal ini serasa dalam impian saja, sukar untuk dipercaya.

Bahkan Hui cha Cun cu pun merasa terkesiap setelah

menyaksikan peristiwa ini, segulung hawa dingin segera

menyusup lewat punggungnya membuat ia merasa bergidik,

sambil menggenggam senjata toya Hou lo pangnya, dia

cuma berdiri kaku ditempat, lupa melepaskan serangan lagi.

Pulang saja kau!” kata Sama Thian yu kemudian hambar,

"suatu ketika, aku akan membalaskan dendam bagi seratus

jiwa yang melayang dalam dusun tersebut, ingat, hari ini ku

ampuni jiwamu karena aku telah mendapatkan mutiara

mustika itu dari tanganmu, maka aku tak tega untak

membunuhmu..."

Hui cha Cun cu adalah seorang manusia luar biasa kalau

dia disuruh untuk mengaku kalah sebelum bertempur, maka

lebih baik mampus saja dalam pertarungan.

Betul dia sudah tahu kalau ilmu pedang Suma Thian yu

sangat lihay, tanpa bertanding pun sudah diketahui siapa lebih

tangguh siapa lebih lemah, tapi kalau dia disuruh lari terbirit-

birit hanya berdasarkan sepatah katalawan, jangankan dia

terhitung gembong iblis termashur dalam kalangan liok lim,

sekalipun seorang keroco yang tak bernama pun tak akan sudi

melakukan perbuatan yang memalukan itu.

Hui cha Cun cu segera mementangkan sepasang matanya

yang tajam dan penuh pancaran sinar kebencian itu,

kemudian setelah melotot sekejap kearah Suma Thian yu,

katanya dingin:

"Bocah keparat, kau tak usah takabur lebih dulu, mari kita

tentukan kelibayan masing-masing dalam permainan tangan

kosong!"

Begitu selesai berkata, dia segera membuang senjata

tongkat Hou tong pang nya ketanah.

Suma Thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya

ke dalam sarung sambil bersiap menghadapi serangan lawan.

Hui cha Cun cu memang tak malu disebut seorang

gembong iblis yang licik dan berbahaya, dia ingin

mengandalkan kesempurnaan tenaga dalamnya yang

mencapai enam puluh tahun hasil latihan untuk mengejar

Suma Thiat yu yang masih ingusan.

Kedua belah pihak saling berhadapan tanpa bergerak,

selang beberapa saat kemudian Hui cha Cun cu baru

membentak keras, dengan jurus Sin jut kui meh (malaikat

muncul setan menghilang) yang disertai dengan tenaga

sebesar enam bagian, dia menghajar pemuda tersebut.

Suma Thian yu merentangkan sepasang tangannya

dipisahkan kesebelah samping, dengan jurus Po im kiam jit

(menyingkap awan melihat matahari) dia punahkan serangan

musuh, lalu membentak dengan marah:

"Kau benar-benar keras kepala dan tak tahu diri, baik,

mengingat dihari-hari biasa supaya tak punya dendam

maupun sakit hati dengan mu hari ini aku masih akan

memberi satu kesempatan kepadamu untuk hidup, tapi jika

kau belum juga mau mengerti, hmmm kalau begitu jangan

salahkan lagi sepasang telapak tangan ku tak kenal ampun

lagi......

Berbicara sampai disitu, telapak tangan kirinya segera

melakukan tangkisan keatas, sementara telapak tangan

kananya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya

langsung menyodok jalan darah Hian ki hiat didada Hui cha

cun cu dengan kecepatan luar biasa.

00o00 00o00

Lagi-lagi Hui cha cun cu dibikin terperanjat oleh kelincahan

gerak tubuh Suma thian yu, terutama sekali kesanggupan

anak muda itu menutup diri dari sergapannya, kemudian

melancarkan serangan balasan. Secara beruntun dia mundur

tiga langkah, lalu dengan jurus Ban hong jut cau (selaksa

lebah keluar dari sarang), dia hantam tenggorokan pemuda

itu.

Suma thian yu mendegus dingin, dia mengegos kesamping

dengan cepat, menyusul kemudian sebuah pukulan balasan

dihantamkan ke tubuh kiong lui keras-keras.

Serangan itu sekilas pandangan tampak lembuk lagi lunak,

namun cepatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.

Menyaksikan kejadian tersebut, Kiong Lui segera tertawa

terkekeh-kekeh dengan seramnya.

"Bocah keparat, tampaknya kau sudah terjepit

sekarang...hmm, lebih baik menyerah saja untuk menerima

kematian, daripada harus mampus dengan tubuh tercincang!"

Sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia melakukan

tangkisan.

Siapa tahu setelah terjadi penangkisan itu kiong Lui

merasakan tubuhnya bergetar keras, cepat-cepat dia mundur

kebelakang untuk menyelamatkan diri.

"Sungguh lihay!" pekiknya dalam hati.

Walaupun dia berhasil meloloskan diri dari ancaman lawan,

namun keadaannya benar-benar amat mengenaskan.

"Ayo, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!" seru Suma thian

yu sambil tertawa dingin.

Telapak tangan kanannya kembali diayunkan kemuka

menciptakan berlapis-lapis bayangan tangan yang segera

menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh lawan.

Berulang kali dipaksa dibawah angin, Hui cha cun cu sudah

dibikin gusar sekali, bulu dan rambutnya sampai berdiri semua

bagaikan kawat, apalagi menyaksikan keangkuhan pemuda

itu, kemarahannya menjadi-jadi.

Sambil membentak keras, tiba-tiba saja dia merubah

gerakan tubuhnya, kali ini dia gunakan dua jurus penolong

dari ilmu Po to pak an(ombak dahsyat memecah ditepian) dan

Hu kong keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) untuk

melepaskan bacokan maut, bersamaan waktunya dia melejit

pula ke tengah udara.

Suma thian yu tak berani memandang enteng musuhnya

setelah pihak lawan mengeluarkan jurus mautnya, terutama

sekali sesudah pihak musuh melambung ke angkasa, biasanya

gerakan itu pasti akan dilanjutkan dengan serangan maut

lainnya.

Cepat-cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya kesatu titik,

hawa Kui goan sim hoat pun disalurkan ke seluruh bagian

badan, lalu dengan menghimpun tenaga pukulan Bu siang

sinkang dalam telapak tangan, dia bersiap siaga menghadapi

segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Baru selesai Suma Thian yu melakukan persiapan, di

tengah udara sudah berkumandang suara gemuruhnya guntur

memekikkan telinga.

Rupanya Hui cha Cun cu iah mengeluarkan ilmu pukulan

andalannya yakni Pek lei si hun ciang untuk menghadapi

lawan, berbareng dengan menggemanya geledek, terlihat dua

kilasan cahaya kilat yang disertai desingan angin tajam

menghantam kearah kepala lawan.

Suma Thian yu pernah merasakan kelihayan dari Pek lek si

hun ciang lawan, dia cukup mengetahui kelihayan musuhnya,

coba kalau tempo hari tidak ditolong Gak Kun liong, mungkin

ia sudah tewas sedari dulu.

Akan tetapi, semenjak dia mempelajari ilmu Sian po hui

hong ciang hoat ajaran Cong liong lo siansu, semangatnya

berkobar lagi, walaupun ia belum pernah mencoba sampai

dimana kekuatan pukulan tersebut, namun rasa percayanya

pada diri sendiri meningkat.

Sambil tertawa hambar, tenaga Bu siang sinkangnya

dilontarkan melalui telapak tangan dan menyongsong

datangnya ancaman lawan.

"Blaaamm...." ketika dua gulung angina pukulan yang

menderu-deru bagaikan angin pukulan yang berbenturan satu

sama lainnya, ledakan dahsyat menggelegar disusul

beterbangan-nya pasir dan debu.

Akibat dari benturan itu, tubuh Hui cha cun cu terpental

sejauh beberapa kaki dan terbanting keras-keras diatas tanah.

Suma Thian yu sendiri pun mundur beberapa langkah

dengan sempoyongan sebelum akhirnya dia berhasil berdiri

tegak.

Paras muka Hui cha Cun cu pucat pias seperti mayat, rasa

kaget dan tercengang menghiasi wajahnya, untuk sesaat ia

jadi tertegun.

Akhirnya sambil merangkak bangun dari atas tanah,

serunya dengan nada penuh kebencian"

"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap

mengalir, hutang ini tak akan kulupakan untuk selamanya,

sampai jumpa lagi lain kesempatan!"

Tanpa berpaling lagi, dia lantas melarikan diri terbirit-birit

meninggalkan tempat itu.

Menyelamatkan diri dalam keadaan yang mengenaskan

boleh dibilang baru pertama kali dilakukan Kiong Liu selama

hidupnya, masih untung Suma Thian yu berbaik hati dengan

mengampuni jiwanya, coba kalau tidak, sudah pasti dia akan

mampus sedari tadi.

Tapi justeru karena kewelas kasihannya ini, dikemudian

hari gembong iblis tersebut justru mengakibatkan banyak

kematian yang mengenaskan bagi umat persilatan lainnya,

tentu saja hal ini sama sekali diluar dugaaan anak muda

tersebut.

Melihat Kiong Liu sudah melarikan diri, Gak Kun liong

segera bersorak kegirangan, sambil lari ke sisi Suma Thian yu,

serunya dengan wajah berseri:

"Engkoh Thian yu, sungguh hebat pukulanmu tadi, apa sih

namanya?"

Suma Thian yu sendiri pun tidak habis mengerti mengapa

dia berhasil mengalahkan gembong iblis tersebut dalam sekali

pukulan, mendapat pertanyaan tersebut segera sahutnya

sambil tertawa hambar:

"Bu siang sinkang!"

"Bu siang sinkang? Aaaah, betul, aku pernah mendengar

ibu bercerita, konon dalam dunia persilatan terdapat seorang

pendekar yang bernama Put Gho cu, diakah yang

mengajarkan ilmu tersebut kepadamu?"

"Yaa, betul, dia adalah guruku"

"Tak heran kalau begitu lihay, lain kali kau mesti

mengajarkan ilmu tersebut kepadaku, mau bukan?"

"Tentu, asal adik Liong senang, sekalipun hatiku yang kau

maui juga akan kuberikan"

"Ooeh engkoh Thian yu, kau memang sangat baik, selama

hidup Liong ji akan berterima kasih terus kepadamu"

Suma Thian yu mengalihkan pandangannya keatas langit,

setelah melihat waktu dia memandang pula dua sosok jenasah

yang tergeletak ditanah, katanya kemudian sambil menghela

napas:

"Bu beng kiam hoat benar-benar memiliki kekuatan yang

luar biasa, aku menyesal serang anku tadi telah

mengakibatkan mereka berdua satu mati satu terluka parah"

"Aah, mereka kan orang jahat yang senang berbuat bejat,

matipun masih untung"

"Tapi mereka toh tak ada dendam kesumat apapun dengan

diriku?"

"Aiai, sudahlah, tak usah dibicarakan lagi, engkoh Thian yu,

kau harus berangkat, semoga sepanjang jalan selamat dan

sukses selalu"

Gak kun liong segera memanggil Ing ji dan menunggang

burungnya dia balik kembali kepuncak seberang.

Memandang bayangan punggung nya hingga lenyap dari

pandangan, Suma thian yu baru berbisik pelan:

"Adik liong, kaupun harus baik-baik menjaga diri"

Ketika ucapan tersebut diutarakan, Gak kun liong mungkin

sudah sampai di gua Hui im tong.

Setelah berpisah dengan Gak kun liong, seorang diri Suma

thian yu berangkat meninggalkan bukit Han san menuju ke

kota tong sia.

Perjalan yang ditempuh amat jauh, tempat yang dilalui

melulu tanah perbukitan yang tinggi, akhirnya Suma thian yu

membeli keledai untuk melanjutkan perjalanan.

Keledai tak bisa lari cepat, pemuda itupun tidak terburu-

buru melanjutkan perjalanan, maka memanfaatkan

kesempatan itu, dia menikmati pemandangan alam yang indah

disepanjang jalan.

Dari situ menuju Tong ting ou paling tidak membutuhkan

waktu dua puluh hari jika perjalanan ditembuh dengan cara

begini, tapi justru dia akan sampai ketempat tujuan persis

sebelum waktu yang ditetapkan oleh dua bersaudara Thia.

Suatu pagi, dia meninggalkan Lu teng berangkat kekota

Tong sia, tiba-tiba awan gelap menyelimuti seluruh angkasa

membuat udara menjadi gelap gulita.

Melihat hujan deras segera turun, Suma thian yu menjadi

amat gelisah, dia segera larikan keledainya cepat-cepat untuk

menuju kesebuah hutan didekatnya.

Mendadak terdengar bunyi guntur menggelegar disusul

sambaran kilat yang tajam, lalu hujan pun turun amat deras.

Hujan turun begitu deras dan keras, agaknya membuat

keledai itu ketakutan sambil berpekik nyaring tahu-tahu

binatang itu lari kencang menuju keatas gunung.

Suma Thian ya ikut merasa terkejut, cepat-cepat dia

memeluk leher keledai kencang-kencang dan membiarkan

binatang tersebut berlarian tanpa tujuan. Hujan turuu semakin

deras...

Kini Suma Thian yu telah basah kuyup oleh derasnya air

hujan.

Suatu ketika, mendadak keledai itu berpekik nyaring sambil

menyambar kepuncak bukit, dengan perasaan terkejut Suma

Thian yu mendongakan, kepalanya, tiba-tiba dia melihat ada

sebuah rumah kayu muncul dibalik bukit sana.

Rupanya kesanalah keledai itu berlarian.

Suma Thian yu menjadi amat kegirangan.

Sambil menepuk kepala keledainya dia memuji berulang

kali.

"Wahai keledai, kau memang pintar, mari kesana untuk

berteduh dari hujan keparat ini"

Keledai itu berpekik nyaring, secepat terbang dia lari kearah

rumah kayu tersebut.

Baru sampai didepan rumah kayu itu, mendadak dari balik

rumah terdengar suara bentakan nyaring menggelegar

memecahkan keheningan:

"Lihat serangan!"

Menyusul kemudian muncul tiga titik cahaya bintang yang

menembusi kabut hujan dan menyambar tiba.

Suma Thian yu sangat terkejut, cepat-cepat dia menarik tali

lesnya kuat-kuat.

Sambil meringkik panjang, keledai itu segera mengangkat

kakinya keatas dan bergeser setengah kaki dari posisi semula.

Tiga titik cahaya tajam itu dengan membawa desingan

angin tajam, menyambar lewat persis disisi telinga Suma

Thian yu dan melesat kedepan....

Suma Thian yu sendiri kena digoncang pula oleh lejitan

keledai tersebut hingga terjatuh ketanah. Bersamaan

waktunya, mendadak pintu rumah dibuka dan muncul kepala

seorang gadis muda.

Walaupun hujan masih turun dengan derasnya, namun

Suma Thian yu dapat mengenali perempuan itu sebagai Yan

tho hoa (bunga tho indah) Ho Hong yang pernah dijumpainya

di rumah Bi kun lun Siau Wi goan tempo hari.

Begitu mengetahui siapakah perempuan itu, Suma Thian yu

segera melompat naik lagi keatas punggung keledainya dan

siap berlalu dari tempat tersebut.

Jilid : 14

Mendadak dari arah belakangnya berkumandang suara

tertawa cekikikan yang amat genit, disusul perempuan itu

berseru:

"Hei, saudara cilik, kau lagi marah rupanya? Kemarilah,

coba kau lihat hujan begitu deras, apakah kau tak ingin

berteduh sebentar sebelum pergi?"

Waktu itu Suma Thian yu sudah basah kuyup ketimpa air

hujan, apa lagi setelah mendengar kata-kata yang genit itu,

kontan saja ia menjadi merinding dan berdiri semua bulu

kuduknya.

"Hujan ini pasti turun terus tiada hentinya" demikian dia

berpikir, "aah, perduli amat, lebih baik aku berteduh lebih dulu

disini, toh ia tak bakal bisa melahap diriku!"

Berpikir sampai disitu, dia lantas membalikkan keledainya

dan pelan pelan berjalan mendekati rumah kayu tersebut.

Sambil keledainya Suma Thian yu berteduh dibawah emper

rumah, di dalam ruangan keliahatan api membara dengan

hangatnya, Ho Hong sedang mengeringkan tubuhnya.

Waktu itu si Bunga tho indah Ho Hong hanya mengenakan

seperangkat baju yang amat tipis, selain itu didalamnya tidak

memakai apa-apa, dengan begitu terlihat amat jelas seluruh

anggota tubuhnya yang terlarang, terutama payudaranya yang

montok dengan putingnya yang memerah.

Terkesiap hati Suma Thian yu setelah menyaksikan

kejadian tersebut, dia merasa tubuhnya seperti tersambar

aliran listrik bertegangan tinggi saja, kontan membuat semua

anggota badannya kaku.

Buru-buru ia duduk bersila sambil memusatkan seluruh

perhatian nya kesatu titik, lalu mulai memejamkan mata dan

mengatur napas.

Kontan saja perbuatannya itu disambut gelak tertawa

cekikikan dari si Bunga tho indah Ho Hong, rupanya dia

kegelian.

“ Aduh ... kau memang perjaka yang masih suci, kenapa,

kenapa sih? Memangnya seluruh tubuhku tumbuh duri

beracunnya?”

Suma Thian yu tidak menghiraukan ucapan lawan, dia

hanya memusatkan terus perhatiannya ke satu titik dan

mengatur nafas.

Dalam waktu singkat hawa dingin yan semula mencekam

tubuhnya, kontan saja lenyap hingga tak berbekas.

Tiba-tiba Bunga tho indah Ho Hong berjalan mendekati

pemuda itu dengan langkah yang lemah gemulai, kemudian

sambil tertawa genit katanya:

"Lepaskan pakaianmu yang basah, biar ku keringkan

sebentar, setelah kering nanti baru kau kenakan lagi, kalau

tidak, kau bisa masuk angin”

"Tidak usah, terima kasih" tampik Suma Thian yu dengan

nada dingin dan kaku.

Jangankan beranjak, mata pun tak pernah memandang ke

arah perempuan tersebut.

Menyaksikan sikap dingin anak muda itu, Si Bunga tho

indah Ho Hong segera memutar otaknya, kemudian berseru

tertahan:

“ Aaah, benar, aku lupa kalau belum mengenakan pakaian,

tak heran kalau tak berani memandang kearahku, saudara

cilik, kau jangan mentertawakanku”

Selesai berkata ia lantas bersembunyi dibelakang pintu dan

mengenakan kembali pakaiannya yang telah kering, dalam

waktu singkat dia sudah muncul kembali dengan pakaian yang

rapi.

Suma thian yu benar-benar merasa muak menyaksikan

tingkah lakunya yang tengik, genit dan menjemukan itu.

Bunga tho indah Ho Hong sudah amat mashur dalam dunia

persilatan sebagai seorang perempuan genit berwajah cantik,

boleh dibilang hampir sebagian besar umat persilatan

mengenalinya. Sangat banyak jago termashur yang terpikat

oleh kegenitannya itu sehingga tunduk seratus persen

dibawah telapak kakinya. Hal ini disebabkan pertama, Si

Bunga tho indah Ho Hong memang dilahirkan dengan

selembar mulut yang pandai merayu, kedua, ilmu silatnya

amat lihay dan sakti, itulah sebabnya banyak sekali pemuda-

pemuda yang terpikat olehnya.

Padahal watak Si Bung tho indah Ho Hong sendiri tidak

termasuk jahat, ia bisa mempunyai nama buruk semua hari

ini, semuanya tak lain adalah hasil didikan gurunya.

Bayangan saja, murid yang di didik Si Mayat Hidup Hoat Si

si, bagaimana mungkin bisa menjadi baik?

Si Mayat Hidup Ciu jit hwe merupakan pentolan iblis dalam

golongan iblis, ilmu silat yang dimilikinya boleh dibilang tiada

taranya didalam dunia persilatan.

Dibawah didikannya, dia mempunyai tiga murid, dua

diantaranya adalah Hek hong hou (harimau angin hitam) Lim

Kang dan Kim bin kui (setan muka hijau) Siang tham.

Kedua orang itu merupakan jago-jago lihay dulu dalam

kalangan Liok lim. mereka sudah banyak melakukan kejahatan

dan membunuh orang tak terhitung jumlahnya.

Si Bunga tho indah Ho Hong adalah seorang gadis yang

baik. hingga kini dia masih tetap suci bersih tanpa noda,

hanya sayang sekali sekuntum bunga teratai yang tumbuh

diatas lumpur, bagaimana bisa menjaga nama baiknya? Orang

tak ada yang percaya kalau gadis ini masih suci bersih....

Dikolong langit ini memang terdapat banyak kejadian yang

tragis, Si Bunga tho indah Ho Hong hanya satu diantara sekian

banyak kejadian lainnya.

Selama ini, dia selalu berusaha untuk maju selalu berusaha

untuk kembali kejalan yang bersih dan lurus, akan tetapi

ucapan manusia dan lingkungan hidup bagaikan benteng baja

yang kuat,

selalu saja menghalangi jalan perginya.

Maka dia selalu putus asa, mulai kecewa, mulai berbuat

sewenang-wenang dan kian terjerumus........

Sampai pada akhirnya dia sendiripun menjadi buta, buta

untuk membedakan mana yang benar.

Ada kalanya dia berjalan kearah yang benar, tapi ada pula

saatnya dia berjalan kearah yang salah.

Bagi seorang perempuan, apa pula yang bisa dia perbuat?

Bertarung melawan lingkingan? Menghadapi ucapan-

ucapan cabul dengan kasar? Atau dia harus berjuang untuk

mencapai kedudukan tinggi....?

Tidak, tidak mungkin seorang perempuan bisa berbuat

demikian, perempuan hanya tahu bagaimana mencintai dan

dicintai, ia tak kan mengerti tentang bagaimana cara

melanjutkan hidup.

Ia seringkali bergumam begini:

"Burung gagak di dunia ini semuanya hitam, lelaki, mereka

hanya tahu memuaskan napsu, mereka tak tahu bagaimana

perasaan seorang wanita, hmmm bila aku Ho Hong

manfaatkan kelebihanku, apa sulitnya untuk menaklukkan

mereka dibawah telapak kakiku?"

Akhirnya ucapan tersebut menjadi prinsip hidupnya selama

ini, tak heran kalau dia pun mencoba merayu dan menggaet

hati Suma Thian yu, setelah dia bertemu dengannya.

Siapa tahu Suma Thian yu adalah lelaki sejati yang tahan

uji, hatinya setenang air, di tambah lagi ia tidak gemar

bermain perempuan.

Menyaksikan pemuda itu sama sekali tak terpikat oleh

bujuk rayunya, Bunga tho indah Ho Hong semakin penasaran,

diam-diam dia menyumpai pemuda itu sebagai lelaki palsu,

tapi iapun segera menyusun rencana untuk menyiapkan

sebuah perangkap.

“ Kau benar-benar tak takut dingin?” Bunga tho indah Ho

Hong menegur sambil tertawa, “ooohh, mengerti aku

sekarang, lantaran aku ada disini maka kau enggan

melepaskan pakaianmu bukan?”

Sambil berkata ia melirik sekejap kewajah pemuda itu,

siapa tahu semakin dipandang makin tertarik, dia ingin sekali

menjatuhkan diri kedalam pelukannya dan merasakan

kehanggatan tubuhnya, walau hanya sebentar saja. Tapi dia

lantas berpikir kembali, tindakan yang terlampau tergesa-gesa

bisa mengakibatkan kegagalan total, maka kembali ujarnya

sambil tertawa:

“ Duduklah dulu disini, aku akan mengambilkan kayu bakar

diluar sana”

Ia melompat keluar dan lenyap dibalik pintu itu.

Suma Thian yu masih tetap duduk kaku ditempat tanpa

berkutik, sepatah katapun tidak berbicara, kepergian Ho Hong

pada hakekatnya tidak memancing perhatiannya.

Siapa pula yang menduga jikalau saat itu Suma thian yu

sedang melakukan suatu percobaan, mengeringkan

pakaiannya dengan pancaran hawa murninya, disaat Ho Hong

sedang mengoceh tiada hentinya tadi, ia sudah memejamkan

mata sambil mengatur napas bahkan tak selang beberapa saat

kemudian dia sudah berada dalam semedinya.

Tak selang beberapa saat kemudian, tubuhnya makin lama

makin mengering, penemuan ini tentu saja amat

menggirangkan hati Suma thian yu.

Ketika Ho hong berlalu, pakaiannya telah mengering, tapi

dia hanya membuka matanya sambil memandang keluar

jendela saja, ia sedang berpikir sampai kapan hujan tersebut

baru akan berhenti.

Mendadak tampak bayangan manusia berkelebat lewat

diluar jendela, mula-mula Suma thian yu mengira si Bunga tho

indah Ho Hong telah kembali, maka dia segera memejamkan

matanya rapat-rapat.

Siapa tahu segera terdengar lagi suara panggilan yang lirih:

“ Adik hong, adik Hong...."

Merasakan keadaan tak beres, buru-buru Sum thian yu

melompat bangun dan menyembunyikan diri dibalik tempat

kegelapan.

Tak lama kemudian terlihat seseorang berjalan masuk

kedalam ruangan itu.

Dia bermuka hijau bertaring panjang, bajunya panjang

berkembang-kembang, dalam sekilas pandangan saja dapat

dikenalinya sebagai si setan muka hijau Siang Tham.

Ketika masuk kedalam ruangan, Siang Tham tidak melihat

Suma Thian yu, dia hanya berseru tertahan sambil berguman:

“ Heran, Sumoay telah pergi kemana?”

Pada saat itulah Ho Hong masuk dari pintu depan, ketika

gadis itu menyaksikan ji-suhengnya berada disana, dengan

gusar segera menegur:

“ Mau apa kau datang kemari? Siapa suruh kau kemari?

Mana dia?”

Rupanya dia tidak melihat Suma Thian yu berada disitu,

maka pertanyaan tersebut lantas ditujukan kepada kakak

seperguruannya.

Melihat Ho Hong munculkan diri, Setan muka hijau Siang

Tham segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya seram:

"Adik Hong, aku sudah mencarimu dengan susah payah...

"

"Uuuh, siapa kesudian denganmu?” damprat Ho Hong

marah, "enyah kau, cepat enyah dari sini!"

Dampratan itu membuat si Setan muka hijau Siang Tham

tertegun, lalu sambil menarik muka ia berkata:

"Apa maksudmu? Kau telah berubah, berubah sekali,

apakah aku sebagai kakakmu tak boleh datang kemari

mencarimu? Apa lagi kita toh masih......"

"Plaaaak!" belum habis dia berkata, pipi kanannya sudah

ditampar Ho Hong keras-keras, kemudian terdengar gadis itu

berteriak:

"Tutup mulutmu, tak ussh banyak ngebacot lagi disini”

Lima jari tangan yang merah membengkak segera tertera

diatas wajah Setan muka hijau Siang Tham, karena kesakitan

dia berkaok kaok keras:

"Perempuan rendah, kau berontak? Kau berani

melawanku?" teriaknya amat gusar.

"Mau apa kau datang kemari?" teriak Ho Hong sambil

menuding kearah hidungnya, "dahulu aku toh sudah

memberitahukan kepadamu, jika tak ada urusan kau dilarang

kemari, masih belum mengerti kau?"

"Perempuan rendah, kau tak usah takabur, seandainya aku

orang she Siang tidak teringat kalau kau adalah saudara

seperguruanku, sudah sejak tadi tubuhmu kuhancurkan

menjadi berkeping-keping!"

Hmm, orang lain mungkin takut kepadamu, tapi Ho Hong

tidak memandang sebelah mata pun kepadamu,

kuberitahukan kepadamu, mulai hari ini hubungan kita putus

sampai disini”

Perempuan rendah, akan kulihat kau bisa bertahan sampai

kapan....” seru setan muka hijau Siang Tham dengan seram,

tanpa banyak membuang waktu, dia berlalu dari situ.

Tapi belum lagi dua langkah, mendadak ia menyaksikan

bayangan manusia bergerak di sudut ruangan, dengan cepat

dia seperti menyadari akan sesuatu, sambil tertawa seram ia

membalikan tubuhnya lagi.

"Heeh...heeh... heeh...aku heran, apa sebabnya kau

berubah menjadi begitu dingin dan tak berperasaan kepadaku,

rupanya lagi menyembunyikan lelaki, hmm! Bagus, bagus

sekali, hari ini ada kau tiada diriku”

Dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan membalikkan

tubuh sambil mengayunkan tangan.

Dua titik cahaya tajam dengan kecepatan luar biasa

langsung meluncur ketubuh Suma thian yu yang berada di

sudut ruangan.

Bunga tho indah Ho Hong menjerit kaget setelah

menyaksikan

kejadian tersebut, dia mau menolong sayang keadaan

terlambat.

Tampaknya dua batang senjata rahasia tersebut akan

menghajar tubuh Suma Thian yu, mendadak pemuda itu

mengebaskan ujung bajunya, kemudian sambil tertawa

tertawa terbahak-bahak munculkan diri dari tempat

persembunyian.

Dua batang senjata rahasia yang dilepaskanSiang tham

tadi,kini lenyap tak berbekas bagaikan batu yang

tenggelam ditengah samudra.

Setelah mengetahui kalau pemuda yang menampakkan diri

adalah Suma Thian yu, mau tak mau si Setan muka hijau

Siang Tham merasa terkesiap, tapi ia segera tertawa licik:

“ Oooh, rupanya kau si bocah keparat."

Kemudian sambil melotot ke arah Ho Hong dengan sorot

mata buas, dampratnya lagi amat kasar:

“ Perempuan rendah, pagar makan tanaman, kau berani

menyeleweng dengan pria ini? Bagus, jika tidak kuberi

pelajaran hari ini, mulai sekarang aku tidak memakai nama

marga Siang lagi”

Selesai berkata, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan

ketubuh Ho Hong.

Walaupun bunga tho indah Ho Hong menempati urutan

ketiga, ilmu silatnya justru hanya dibawah si harimau angin

hitam Lim kang, kendatipun begitu, diapun tak ingin

menyalahi Siang tham lagi, maka begitu melihat datangnya

serangan, buru-buru tubuhnya mengegos ke samping.

Si Setan muka hijau Siang Tham cukup mengetahui akan

tabiat dari sumoaya-nya ini, gagal dengan serangan pertama,

dia tak berani menyerang untuk kedua kalinya, semua

amarahnya kontan saja dilampiaskan ke tubuh Suma Thian yu.

Sambil maju kemuka, teriaknya penuh amarah:

“ Bocah keparat, serahkan selembar nyawamu!”

Dengan jurus Kay san to liu (membuka bukit mencari air)

dia bacok tubuh Suma Thian yu.

Sejak dikerubuti Siang Tham tempo hari, Suma thian yu

sudah menaruh dendam kepadanya, dan dendam itu belum

pernah lampiaskan, maka setelah bersua kembali kini, tak

heran kalau matanya berubah menjadi merah membara.

Jika Suma Thian yu tak membuat perhitungan dengannya,

keadaan masih mendingan, sekarang justru dia yang datang

membuat gara-gara, boleh dibilang iblis ini sedang mencari

penyakit untuk dirinya sendiri.

Suma thian yu segera mengebaskan bajunya kedepan, Bu

siang sinkang dengan berubah menjadi hawa sakti tanpa

wujud langsung meluncur ke muka, sekilas pandangan

nampaknya enteng, padahal dibalik semuanya itu justru

tersembunyi suatu kekuatan yang luar biasa.

Kasihan setan muka hijau Siang Tham, begitu sempat

tenaganya menjawil ujung baju lawan, tubuhnya sudah

terpental ke belakang seperti layang-layang yang putus

talinya.

“ Blaaammm!” setelah membentur diatas dinding ruangan,

ia roboh terkapar di tanah.

Dalam suatu gerakan yang ringan, ternyata Suma Thian yu

berhasil merobohkan murid ke dua dari si Mayat hidup Ciu Jit

hwee, kejadian mana segera menimbulkan perasaan girang

dan murung baginya.

Ia girang karena ilmu silat yang dimiliki nya sekarang sudah

mencapai tingkat yang luar biasa, itu berarti harapannya untuk

membalas dendam menjadi besar, tapi diapun murung karena

musuhnya kian bertambah banyak, sudah pasti kejadian mana

akan menimbulkan bencana dikemudian hari.

Ketika Suma Thian yu menyaksikan disitu telah terjadi

keributan, sedang hujan diluar rumahpun telah berhenti, dia

merasa kalau tidak pergi sekarang, mau menunggu sampai

kapan lagi?

Dia segera menggerakkan tubuhnya dan bagaikan segulung

asap ringan, pemuda itu sudah menyelinap keluar lewat

jendela, kemudian melompat naik ke punggung keledainya

dan berlalu dari situ.

Menanti Bunga tho indah Ho Hong hendak

menghalanginya, Suma Thian yu sudah lenyap dibalik bukit

sana.

Sambil menahan geramnya, gadis itu mendepak-depakkan

kakinya berulang kali keatas tanah, sumpahnya:

“ Lelaki sialan, sok alim, hmm! Selama aku Ho Hong masih

hidup, tak akan pernah kulepaskan dirimu!"

Kemudian sambil berpaling kearah Setan muka hijau yang

tergeletak semaput ditanah, dia menyumpahinya pula dengan

geram:

“ Hmmm, semuanya ini gara-gara si setan mampus....”

Dengan geramnya dia menghampiri orang itu kemudian

ditendang keras-keras untuk melampiaskan rasa dongkolnya.

Setan muka hijau Siang Tham menjerit kesakitan dan

sambil melompat bangun, tapi ketika tak menjumpai Suma

thian yu berada disitu, buru-buru tanyanya:

” Kemana perginya anjing cilik itu?"

“ Hmmm, manusia macam kau juga ingin di sebut seorang

hohan, orang itu sudah kabur, mau apa kau?”

Mendengar pemuda itu melarikan diri, Setan muka hijau

Siang Tham segera meluncur keluar dari ruangan dengan

kecepatan tinggi, kemudian bersuit keras-keras.

Tak selang berapa saat kemudian, dari dalam hutan

bermunculan belasan orang perampok berkerudung.

"Sasaran kita telah kabur, mari kita kejar!" teriak Siang

Tham kemudian keras-keras.

Diiringi oleh gerombolan perampok berkerudungnya

serentak mereka menuruni bukit itu dan melakukan

pengejaran.

Tak lama sepeninggal rombongan perampok itu, Bunga Tho

indah Ho Hong juga menutup rumahnya dan berlalu dari situ.

Setelah meninggalkan rumah kayu itu, Suma Thian yu

melarikan keledainya beberapa waktu sebelum memperlambat

perjalanannya. Pe ristiwa yang baru saja dialaminya

membuyarkan kegembiraan dalam hatinya, ia tak berniat lagi

untuk menikmati pemandangan alam disepanjang jalan.

Mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap

kaki kuda yang ramai.

Keledainya segera mengikik panjang dan turut berlariang

kencang ke depan.

Tapi Suma thian yu cukup menyadari bahwa kuda-kuda

yang muncul dari belakang merupakan kuda jempolan yang

dapat berlari kencang, tak mungkin keledai miliknya sanggup

menggunguli mereka, satu ingatan segere melintas dalam

benaknya, cepat-cepat dia membelokkan arah lari keledainya

kesisi jalan dan menyembunyikan diri dibelakang sebatang

pohon besar!

Tak selang berapa saat kemudian, di tengah muncul

sebelas ekor kuda jempolan yang dilarikan secepat angin.

Menati rombongan orang-orang itu sudah lewat, Sama

Thian yu baru menjalankan kembali keledai menyusul

dibelakang orang-orang tadi.

Kota Tong sia dibangun dikaki bukit Tay piat san, meskipun

agak terpencil namun kotanya sangat ramai, tempat itu

merupakan tempat pertemuan untuk jago-jago silat yang

bermukim disekitar sana.

Ketika matahari baru tenggelam dilangit barat,t ditengah

jalanan kota Tong sia muncul serombongan penunggang

kuda, penunggangnya adalah manusia-manusia berpakaian

ringkas warna hitam yang menggembol senjata berbentuk

aneh.

Sebagai pemimpinnya adalah seorang lelaki bermuka hijau,

bertaring panjang dan mengenakan jubah panjang

berkembang-kembang, tampaknya dia merupakan pemimpin

rombongan tersebut, ketika tiba didepan rumah makan Kun

eng lo, ia memberi tanda agar berhenti.

Tak salah lagi, mereka adalah gerombolan perampok

bertopeng yang dipimpin setan muka hijau Siang Tham.

Setelah turun dari kudanya, setan muka hijau Siang Tham

memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, seorang anak

buahnya segera datang berbisik:

"Bocah keparat itu tidak berada dalam kota".

"Dari mana kau bisa tahu?"

“ Sejak masuk kota hingga sekarang, belum pernah kami

jumpai orang yang dimaksudkan”

Setan muka hijau Siang tham berpikir sejenak, kemudian

katanya lagi:

“ Mungkinkah dia sudah berada jauh didepan?”

“ Tidak mungkin, dua pukuh li didepan sana merupakan

bukit yang sunyi, disana tidak ada rumah penduduk”

“ Bagus, bagus sekali. Setan muka hijau kembali tertawa,

“ asal kau dapat mengerjakan dengan baik, toaya pasti

memberi hadiah untukmu, sekarang bawalah tiga orang

saudara dan lakukan pemeriksaan didepan sana, bila ada

kabar segera laporkan kepadaku”

Lelaki itu nampak ragu sejenak, tapi akhirnya dengan

perasaan apa boleh buat dia mengajak tiga orang rekannya

untuk berangkat melaksanakan tugas tersebut.

Sementara Setan muka hijau Siang Tham sendiri dengan

mengajak keenam sisa perampok memasuki loteng kun eng

lo.

Tak lama setelah Siang Tham naik loteng, diujung jalan

sana muncul seekor keledai yang berjalan pelan-pelan menuju

kearah rumah makan Kun eng lo pula.

Diatas keledai duduk seorang pemuda, dia tak lain adalah

Suma thian yu, jago muda kit.

Ketika Suma Thian yu tiba didepan pintu ruakan Kun eng lo

dan melihat begitu banyak kuda jempolan di tambat disana,

hatinya merasa agak bergetar keras, tanpa terasa berhenti

sejenak dan mengintai ke dalam ruangan.

Ketika tidak di jumpai seraut wajahpun yang dikenal,

pemuda itu baru turun dari keledainya dan mendekati rumah

makan itu.

Mendadak dari sisi tubuhnya terasa berhembus lewat angin

tajam, kemudian terlihat ada seseorang yang menumbuk

bahunya dengan sempoyongan, menanti Suma Thian yu

mundur dengan terkejut, sesosok bayangan manusia sudah

lenyap dibalik kegelapan sana.

Suma thian yu menggelengkan kepalanya sambil

mengrerutu, baru akan menambat tali les keledainya ditempat

parkir, tiba-tiba pemuda itu menemukan secarik kertas putih

dibawah kakinya, dengan perasaan terkejut diambilnya kertas

itu cepat-cepat.

Meminjam sinar lentera yang memancar dari balik rumah

makan, Suma thian yu membuka gulungan kertas itu dan

segera dibacanya. Ternyata diatas kertas itu hanya

dicantumkan beberapa huruf yang berbuntu demikian:

“ Siang Tham ada didalam, hati-hatilah dengannya!”

Dibawahnya tidak nampak tanda tangan penulis surat itu,

tapi gaya tulisannya sangat kuat dan bertenaga.

Suma thian yu segera termenung beberapa saat lamanya,

ia tak habis mengerti siapa gerangan yang yang memberi

peringatan tersebut kepadanya....?

Terpaksa surat itu dimasukkan kedalam sakunya, kemudian

dengan membusungkan dada dia berjalan masuk ke dalam

rumah makan tersebut.

Seorang pelayan munculkan diri menyambut

kedatanggannya, kemudian sambil terbungkuk-bungkuk

katanya sambil tertawa:

“ Tuan, maaf tuan, tempat kami sudah penuh, silahkan

mencari ditempat lain saja...

Suma Thian-yu memandang sekejap kesekeliling ruangan,

memang benar, disitu sudah tiada tempat kosong, mendadak

sorot matanya bertemu dengan Setan muka hijau Siang Tham

yang sedang duduk disudut sebelah kiri, seketika itu juga

niatnya bersantap menjadi hilang.

“ Aaah tidak mengapa, biar aku mencari tempat dilain

tempat saja sahutnya cepat.

Mungkinkah Suma Thian yu merasa takut terhadap

gembong iblis itu sehingga dia memutuskan untuk

mengundurkan diri saja dari situ.

Keliru bila anda beranggapan demikian, Suma Thian yu

bukan seorang pengecut, dia tak akan berbuat demikian.

Berbicara soal silat atau soal sastra, Suma Thian yu tidak

akan memandang sebelah mata pun terhadap kawanan

perampok itu, tapi sejak terjun ke dalam dunia persilatan, dia

memang sudah berprinsip "Tiada urusan tak akan mencari

urusan, ada urusan tak akan takut menghadapi kematian",

karenanya bila keadaan tidak terlalu memaksa, dia segan

mencari urusan dengan orang lain.

Baru saja dia hendak membalikkan badan meninggalkan

tempat itu, mendadak terdengai Siang Tham berteriak keras:

“ Hei, pelayan, cepat tahan orang itu!"

Cepat pelayan itu lari keluar dan menarik tangan Suma

Thian-yu, serunya:

""Maaf tuan, hamba tak tahu kalau tuan adalah tamu

terhormat dari toaya tersebut, harap kau sudi memaafkan,

silahkan, silahkan duduk didalam, silahkan!"

“ Aku tidak kenal dengan orang itu” tampik sang pemuda

sambil menggeleng, dia segera menurun keledainya dan

berlalu.

Sementara itu, si setan muka hijau Siang tham sudah

muncul didepan pintu, sambil menggapai kearah Suma Thian

yu, katanya:

“ Lote, bagaimana sih kau ini, sudah kami siapkan sebuah

tempat untukmu, mengapa kau malah pergi dengan begitu

saja?"

Kalau di dengar dari nada suaranya sudah jelas adalah

nada suara seorang teman yang akrab, ia tidak habis mengerti

permainan setan apakah yang sedang di persiapkan iblis itu.

Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk masuk dulu

melihat keadaan sebelum mengambil tindakan selanjutnya.

Maka sambil tertawa tawa katanya.

"Haah....haaah....haa....rupanya saudara Siang juga berada

disini, bagus sekali, jika begitu siaute akan meneguk secawan

arak dulu sebelum berangkat."

Setelah tiba ditempat duduk, Si setan muka ujau Siang

Tham baru berbisik lagi:

“Selesai bersantap, kita berjumpa jagi diluar kota, selama

disini lebih baik bersabar dulu, pemilik rumah makan ini bukan

manusia yang gampang dihadapi”

Suma thian yu tertawa hambar, pikirnya geli:

“ Kalau memang begitu, hal ini akan lebih baik lagi, sauya

memang kuatir jika kau mencari gara-gara disini”

Ketika selesai menyelesaikan kata-kata tadi, sekulum

senyuman licik kembali menghiasi bibir si Setan muka hijau,

dia mengambil dua cawan arak dan menyodorkan secawan

untuk Suma Thian yu, kemudian katanya lagi sambil tertawa:

“ Tak disangka kita bisa minum arak bersama pada hari ini,

mari, kita keringkan cawan arak!” katanya kemudian.

Suma Thian yu tidak sungkan-sungkan lagi, ia

menggangkat cawan araknya dan meneguknya.

Baru saja cawan itu akan menempel dibibirnya, terasa ada

cahaya tajam berkelebat lewat, kemudian

....”praaang”...cawan arak yang berada digenggamannya

sudah tersambar oleh senjata rahasia tersebut.

Sambil menjerit kaget Suma Thiin yu melompat mundur

beberapa langkah, tapi sebagian bajunya sudah keburu basah

oleh tumpahan arak.

Dengan perasaan kaget pemuda itu meraba bajunya yang

basah, tapi begitu menyentuh ke atas pakaiannya, kembali

wajahnya berubah hebat, ternyata pakaian tersebut telah

berubah menjadi hijau kebiru biruan, jelas didalam arak

tersebut ada racunnya.

Perlu diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu pernah

mengisap sari daun anti racun Jiu sian kiam lan, bukan saja

dapat dipakai untuk memeriksa apakah sesuatu benda ada

racun nya atau tidak, lagi pula dapat dipakai untuk

menghadapi serangan racun.

Pada mulanya ia tidak menaruh curiga kalau setan muka

hijau Siang Tham bakal meracuninya, sebab itu meski

berhadapan sebagai musuh, dia tidak berusaha untuk

melakukan pencegahan.

Siapa tahu ketika Siang Tham keluar ruangan menyambut

kedatangan Suma Thian yu tadi, ia telah memerintahkan anak

buahnya mencampuri arak tersebut dengan racun.

Suma Thian yu sama sekali tidak menyangka kalau Si setan

muka hijau Siang Tham sebagai seorang jagoan lihay dalam

golongan Liok lim bisa berbuat curang dengan tindakan yang

begitu pengecut dan memalukan, hawa amarahnya kontan

berkobar, dengan mata melotot bentaknya keras-keras:

"Siang Tham, rupanya karena alasan inilah kau jadi

ternama dalam dunia persilatan? Hmm, benar-benar tidak

kusangka, anak murid didikan mayat hidup Ciu Jit-hwee

pandainya cuma mencampuri arak orang dengan racun!. Hari

ini aku Thian yu baru benar-benar mengenali manusia macam

kau. Bila kau memang orang gagah, ayoh kita bereskan

persoalan ini diluar kota saja!"

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan berlalu dari

situ.

Mendadak dari depan tubuhnya muncul seorang kakak

berbaju biru, belum lagi orangnya sampai, gelak tertawanya

sudah bergema diruangan.

“ Haah...haah...haahh...engkoh cilik, bila dirumah makan

kami terjadi persoalan maka peristiwa itu menjadi tanggung

jawab kami. Baik, bila ada urusan, mari kita bicarakan lagi

dihalaman belakang sana"

Suma Thian yu agak tertegun, ia tidak habis mengerti

terhadap ucapan orang yang sama sekali tak dikenalnya itu,

tanpa pikir pan jang segera serunya sambil tertawa dingin:

"Heeehh...heeeh...heeeh...bagus, bagus sekali, jadi kelau

begitu kaulah yang meracuni arakku tadi? Tolong tanya siapa

namamu?"

Ucapan ini sebaliknya malah membuat kakek berbaju biru

itu tertegun, dia berpaling dan menatap wajah Setan bermuka

hijau Siang Ttam lekat-lekat, kemudian dengan wajah serius

serunya:

"Apakah kau yang meracuni saudara cilik ini?"

Sejak menyaksikan kemunculan kakek berbaju biru itu,

sikap setan muka hijau Siang Tham telah berubah menjadi

munduk-munduk, kini dia menjura dalam-dalam, lalu katanya

sambil tertawa:

“ Locianpwe, heeh...heeeh...sudah banyak tahun kita tidak

berjumpa, apakah kau orang tua....

“ Tak usah banyak biacar, kaukah yang telah meracuni arak

saudara cilik itu? kembali kakek berbaju biru itu membentak

dengan wajah marah.

Agaknya wajah setan muka hijau Siang Tham tahu kalau

dia tidak bisa menghindar kagi, sambil tertawa licik sahutnya:

“ Aaahh, semua ini gara-gara perbuatan beberapa orang

saudaraku, ketika aku tak ada disitu, rupanya mereka telah

mencampuri arak dengan obat pemabuk, mungkin mereka

kelewat memandang tinggi Suma siauhiap sehingga timbul

niatnya untuk mengajak saudara ini bergurau”

Suma thian yu melotot gusar, baru saja dia hendak

mengucapkan sesuatu, sikakek berbaju biru itu sudah berkata

lagi sambil tertawa dingin tiada hentinya.

“ Siang tayhiap, harap saudara yang meracuni saudara ini,

kau undang untuk menjumpai diriku”

Setan muka hijau Siang Tham segera mendehem beberapa

kali.

“ Buu...buat apa kau mesti bertindak serius? Chin locianpwe,

dengan Tangkeng kami toh sudah saling mengenal, apalagi

hubunganmu dengannya....”

“ Tak usah banyak bicara, rumah makan Kun eng lo bukan

suatu tempat yang bisa dikacau ketenanggannya oleh

siapapun, seorang lelaki berani berbuat berani bertanggung

jawab, cepat kau tunjukkan orang itu untuk diberi hukuman

yang setimpal, kalau tidak, terpaksa lohu harus berbuat

kurang sopan terhadap Kiang tayhiap”

Baru saja kakek berbaju biru itu menyelesaikan

perkataannya, tampak suatu bayangan manusia berkelebat

lewat, tahu-tahu seorang lelaki setengah umur berwajah

bengis telah melompat bangun.

Dengan senyuman angkuh menghiasi wajahnya, lelaki itu

menuding keujung hidung sendiri, lalu menjawab:

“ Toayalah yang telah meracuni racun itu, mau apa kau?

memangnya kau bisa melahap toayamu bulat-bulat?”

“ Kau tidak bohong? bentak kakek berbaju biru itu dengan

gusar, sinar matanya bersinar tajam, “jangan menanggung

dosa buat orang lain, yang lohu cari sekarang adalah

kenyataan, aku tak ingin sampai salah membunuh orang tak

salah!”

“ Omong kosong! Dengan andalkan sekerat tulangmu itu,

memangnya kau mampu untuk membunuh toaya mu?”

Baru saja lelaki buas tersebut berbicara demikian, segera

tampak olehnya bayangan manusia berkelebat lewat,

menyusul kemudian seluruh badan sakit sekali sehingga tak

kuasa lagi dia menjerit dengan suara menggidikan hati:

“ Aduuuh.....”

Menanti Suma Thian yu dan Si setan muka hijau Siang

Tham dapat melihat jelas apa yang terjadi, lelaki buas itu

sudah tewas dengan mata melotot keluar dan mulut

mengeluarkan busa.

Menyaksikan hal ini, diam-diam Suma Thian yu

menghembuskan napas dingin, pikirnya:

"Entah dengan cara apa kakek itu turun tangan? Ilmu silat

apa yang dia pergunakan? Mengapa lelaki buas ini bisa

mampus menyerupai orang yang terserang penyakit parah?

Dari atas sampai bawah tubuhnya sama sekali tidak ditemukan

cedera apapun?"

Sementara itu, Si setan muka hijau Siang Tham juga

merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan anak buahnya

tewas dalam sekali ayunan tangan kakek berbaju biru itu.

Tapi untuk membela anak buahnya, terpaksa dia menegur

dengan suara dingin:

“ Chin locianpwe, kau menghukum mati orang ini, apakah

tindakanmu tak terlampau kelewat batas?? Bila peristiwa hari

ini sampai terdengar Tongkeh kami, aku percaya kau tak akan

mampu untuk memikulnya”

Kakek berbaju biru itu swgera tertawa panjang:

“ Orang she Siang, kau sudah tak punya kesempatan lagi

untuk pulang kerumah dan menyampaikan laporan,

tongkehmu juga tak akan bisa berbuat apa-apa kepada lohu...

Setan muka hijau Siang Tham menjadi gusar gekaii sampai

mencak mencak seperti monyet terbakar jenggotnya, dia

segera menghantam meja keras-keras.

“ Blaamm...!” diiringi suara nyaring, meja itu kena terhajar

sampai pecah menjadi dua bagian, cawan dan mangkuk yang

berada diatasnya pun ikut hancur berantakan.

Kakek berbajubiru itu Cuma tertawa dingin tiada hentinya,

dia tak menjadi gusar, meskipun suara pembicaraannya juga

tidak terlalu besar, namun setiap patah kata dapat kedengaran

sekali, hingga menggema diseluruh ruangan dan mendengung

tiada hentinya...

selama ini, Suma Thian yu cuma menonton dari sisi arena,

pada mulanya dia mengira kakek itu satu komplotan dengan

setan muka hijau Siang Tham, tapi setelah menyaksikan lelaki

buas tersebut terbunuh, kemudian menyaksikan pula sikap

permusuhan kakek itu terhadap setan muka hijau, dengan

cepat dia dapat menyimpulkan kalau antara si kakek dengan

setan muka hijau sebetulnya merupakan musuh yang tak

mungkin bisa hidup damai.

Walaupun demikian, Suma Thian yu belum juga berhasil

menduga siapa gerangan kakek itu, tapi yang pasti bukan

manusia sembarangan dapat memiliki ilmu silat dengan

tenaga dalam yang demikian sempurna.

Sayang sekali, sekalipun Suma Thian yu sudah memeras

otaknya habis-habisan, dia toh belum berhasil juga untuk

menduga siapa gerangan kakek berbaju biru itu.

sementara dia masih berpikir dengan perasaan tak

mengerti, kakek berbaju biru itu telah berkata:

“ Siang Tham, tempat ini untuk berdagang, tidak cocok

untuk bertarung, mari kita bertemu dihalaman belakang saja,

asal kau dapat memperlihatkan beberapa jurus kepandaian

yatg bisa membangkitkan rasa kagum lohu, persoalan hari ini

akan kubikin selesai sampai disini saja. Jika tidak, kau harus

membayar semua kerugian yang kuderita!”

Suara pembicaraan kakek berbaju biru itu masih tetap

diutarakan dengan suara rendah, namun setiap patah katanya

membawa kewibawaan yang mengerikan, seolah-olah sesuatu

kekuatan yang membuat setiap orang tak sanggup melawan.

Mendengar ucapan tersebut, Setan muka hijau Siang tham

segera tertwa tergelak:

“ Haah...haah...haah...orang she Chin, toaya pun tak akan

bersikap demikian sungkan kepadamu apabila tidak

memandang diatas wajah putrimu, kau tak usah berlagak

besar dengan menggandalkan pengaruh putrimu untuk

menggertak aku, untuk menghadapi kau, toaya tak usah turun

tangan sendiri, ayoh berangkat, kau boleh memimpin jalan

buat kami....!”

Sehabis mendengar perkataan setan muka hijau Siang

tham yang sama sekali tidak memberi muka kepada orang itu,

kakek berbaju biru itu tertawa tergelak karena gusar, suara

tertawanya keras dan meyeramkan membikin orang lain

bergidik, tanpa banyak berbicara lagi dia segera membalikkan

badan dan berlalu sari situ.

Setan muka hijauSiang tham tak ketinggalan, dia ikut pula

dibelakangnya, sementara segenap anak buahnya turut

beranjak kebelakang setelah rombongan itu lewat semua,

pikirnya:

“ Siapakah putri si kakek ini? mengapa dia bisa ditakuti oleh

penjahat-penjahat keji macam Siang tham? kalau didengar

dari nada pembicaraan setan muka hijau, tampaknya putri

kakek inipun seorang pendekar perempuan, kalau tidak,

mengapa Siang tham bersikap begitu menghormat terhadap

kakek itu?”

Sambil berpikir Suma thian yu beranjak dan melangkah

kehalaman belakang rumah makan Kun eng lo tersebut.

Ternyata dihalaman belakang sana terdapat sebuah tanah

lapang untuk berlatih silat yang luasnya mencapai dua puluh

kaki.

Empat penjuru tanah lapang tersedia sederat rak senjata

yang diatasnya terletak pelbagai macam senjata berbentuk

aneh, tapi jenisnya teratur rapi sekali.

Pada jenis yang terdepan terdapat tombak panjang,

tombak ular, tombak api, tombak lengkung.

Diatas rak nomor dua terletak jenis golok diantaranya

terdapat jenis golok bulat sabit, golok besar, golok bergerigi.

Pada rak nomor tiga tersedia jenis toya, kemudian jenis

panah, jenis pedang serta berbagai macam jenis senjata lain

yang aneh-aneh bentuknya.

Diam-diam Suma thian yu menghela naps panjang setelah

menyaksikan kesemuanya itu.

"Sudah pasti orang ini merupakan seorang yang gemar

berteman orang persilatan, kalau tidak, mustahil dengan

kemampuan seorang, dia bisa mengumpulkan senjata begini

banyak. Sebentar aku harus memperhatikan gerakan

tubuhnya agar kesempatan baik ini jangan sampai kulewatkan

dengan begitu saja"

Dalam pada itu, suasana dalam arena sudah menjadi

tegang, si Setan muka hijau dengan diiringi lima orang lelaki

kekar berdiri disisi kanan arena, sedangkan kakek berbaju

biru itu berdiri seorang diri dihadapannya.

Waktu itu, si kakek sedang berkata sambil tertawa:

“ Siang Tham, diatas rak senjata sudah tersedia berbagai

macam senjata, terserah kau ingin memilih yang mana saja!”

“ Toaya ingin mencoba kelihayanmu dalam permainan ilmu

telapak tangan...” sahut sisetan muka hijau dengan wajah

bengis.

kakek berbaju biru itu segera tertawa nyaring:

“ Hahahahahaha.....dapat merasakan sampai dimanakah

kelihayan Hu si im hong ciang yang pernah menggetarkan

dunia Liok lim, hal ini merupakan keinginan lohu dalam hidup

ku ini, Siang tayhiap, silahkan saja melancarkan serangan"

"Sekilas perasaan bangga sempat menghiasi wajah si setan

muka hijau siang tham, dia segera berseru:

“ Toaya tak akan sungkan-sungkan lagi”

Selesai berkata, tidak tampak bagaimana dia turun tangan,

dengan jurus kim pa liok jiau (macan kumbang emas

mementang cakar), dia lepaskan sebuah cengkeraman maut

ketubuh kakek berbaju biru itu.

Mendapat ancaman semacam itu, kakek berbaju biru itu tak

berani berayal, buru-buru ia menangkis dengan tangan

kirinya, kemudian tubuhnya berputar setengah lingkaran,

sementara tangan kanannya langsung menghantam ke perut

lawan dengan jurus Sin liong ji hay atau Naga sakti masuk ke

laut.

Dua gerakan tersebut dipergunakan hampir bersamaan

waktunya, hingga sekilas pandangan seakan-akan berasal dari

satu jurus saja, sedemikian cepatnya sehingga sukar

dibayangkan dengan kata-kata.

“ Serangan bagus!" Setan muka hijau Siang Tham berseru

keras.

Bagaikan sebatang pohon liu yang lemas, tubuhnya

bergoyang sedikit saja ke samping lalu melompat mundur dua

langkah, kemudian dengan jurus To thian hoan jit atau

mencuri langit berganti hari, secepat kilat dia membabat tubuh

kakek berbaju biru itu.

Ketika sampai di tengah jalan, dia agak berhenti sejenak,

lalu lengannya yang sudah terlanjur disodok keluar

menyelinap secepat kilat dengan suatu gerakan yang luar

biasa, diamenyerang kakek yang berbaju biru itu.

Serangan mana meski di lancarkan dengan dua kekuatan

yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, namun bisa

sampai disasaran-nya pada waktu yang hampir bersamaan.

Ternyata kakek yang berbaju biru itu cukup tahu keadaan,

buru- buru dia membentak keras, segenap tenaganya disalur

ke tangan, gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah, dengan

mengembangkan ilmu pukulan yang maha dahsyat dia

melepaskan serangkaian pukulan secara gencar.

Suma Thian yu yang menonton jalannya pertarungan dari

sisi arena dan menyaksikan jalannya gerakan tubuh dan jurus

pukulan dari kakek berbaju biru itu, dia segera menjerit kaget.

“Aaah...."

Tetapi sampai ditengah jalan, seruan mana segera ditarik

kembali cepat-cepat, dengan hati berdebar keras, pikirnya

kemudian:

“ Kenapa dia mempergunakan ilmu pukulan Bu tong pau?

Mungkinkah kakek mempunyai hubungan yang erat dengan

pihak bu tong pay.....?”

Apa yang diduga Sama Thian yu memang benar, kakek

berbaju biru ini memang merupakan jagoan lihay dari Bu tong

pay, sejak empat puluh tahun berselang dia sudah termashur

dalam dunia persilatan sebagai Bu tong tay hiap Chin Leng-

hui.

Dulu, dengan mengandaikan serangkaian ilmu pedang Bu

tong kiam hoat dan dua belah bilah pisau terbang, dia pernah

menggetarkan sungai utara maupun selatan daratan

Tionggoan, banyak manusia yang menjadi keder dan

ketakutan hanya mendengar namanya saja.

Chin Leng hui hanya mempunyai seorang putri, istrinya

sendiri berpulang ke dalam baka setelah melahirkan putrinya.

Tampak kematian istrinya itu merupakan pukulan batin

yang sangat berat bagi pendekat tersebut, dalam kecewanya

dia lantas mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan

dan hidup mengasingkan diri dibukit Tay-hoa san, sehari-hari

kerjanya hanya mendidk dan memelihara putrinyasehingga

menanjak dewasa.

Itulah sebabnya orang lantas menyebutnya Tay hoa kitsu

(pertapa dari bukit Tay hoa san).

Dihari-hari biasa, dia membawa tugas rangkap, sebagai ibu

yang baik dan sebagai guru yang disiplin, dia hendak mendidik

putrinya Chin lan eng menjadi seorang pendekar perempuan

yang perkasa dan disegani banyak orang.

Siapa tahu, pada usia empat belas tahun putri

kesayangannya telah hilang lenyap tak berbekas, dalam

keadaan demikian terpaksa Chin Leng hui melepaskan niatnya

untuk mengasingkan diri, dia muncul kembali dalam dunia

persilatan untuk mencari putri kesayangannya, setelah

bersusah payah mencari kian kemari, akhirnya Chin leng hui

berhasil juga menemukan putrinya, tapi waktu itu purtinya

sudah bukan menjadi miliknya lagi, karena putrinya telah

menjadi istri Bi kun lun (Kun lun indah) Siau Wi goan.

Dalam sedihnya, Chin Leng hui lantas membuka rumah

makan Kun eng lo disitu, bila di kala senggang diapun melatih

ilmu tenaga dalam dan tenaga luarnya secara tekun, di

samping secara diam-diam menyelidiki tingkah laku puterinya

Chin Lan eng.

Sungguh tidak beruntung, dari mulut banyak sahabat serta

jago jago persilatan yang sering kali melewati tempat itu, dia

mendapat tahu kalau putrinya adalah seorang perempuan

siluman yang selalu cabul, jalang, juga kejam.

Kenyataan itu hampir saja membuat Chin Leng bui mati

karena kegusaran, beberapa kali dia berniat membuyarkan

usahanya itu dan hidup mengasingkan diri di tempat terpencil

untuk menghindarkan diri dari segala kenyataan yang pahit

itu.

Tapi, diapun berharap bisa bertemu lagi dengan putrinya,

mencaci makinya habis-habisan, memutuskan hubungan

kekeluargaan, kemudian ia baru dapat mengasingkan diri

dengan tenang.

Namun sejak dia mendirikan rumah makan Kun eng lo

hingga kini, delapan tahun sudah lewat, tapi putrinya Chin Lan

eng tak pernah pulang kerumah walau hanya sekalipun,

padahal dia sangat berharap bisa bersua muka dengan

putrinya itu.

Kadangkala dia berpesan kepada sobat lamanya, bila

bersua dengan putrinya, mereka diminta untuk menasehati

putrinya itu agar pulang kerumah.

Perasaan orang tua itu pada anaknya memang mulia,

bagaimanapun kesalahan yang dilakukan putrinya, dia pasti

akan memaafkannya bila mulai pada saat itu ia bisa bertobat

dan mau kembali kejalan yang benar.....

Dalam suasana yang serba salah dan serba bertentangan

batin inilah, Tay hoa kit cu Chin leng hui melanjutkan

hidupnya sampai delapan tahaun lebih.

Hari ini, secara tiba-tiba setan muka hijau Siang tham

muncul dirumah makannya, sebetulnya dia ingin menitip

pesan kepada Siang tham untuk putrinya, siapa sangka

sebelum niatnya terkabul, Siang tham sudah melakukan

perbuatan terkutuk dan memalukan lebih dulu dalam rumah

makannya.

Sebagai pemilik rumah makan yang bijaksana, lagi sebagai

Bu tong tay hiap yang selalu menjunjung tinggi keadilan dan

kebenaran, tentu saja ia tak dapat berpeluk tangan belaka

menbiarkan kaum durjana berbuat sewenang-wenang dalam

rumah makanannya.

Maka dia segera menampilkan diri untuk menghadapi anak

murid gembong iblis nomor wahid dikolong langit itu, baginya

tindakan tersebut boleh di bilang merupakan suatu kerugian

yang besar sekali.

Sebab seandainya berita ini sampai terdengar oleh Hoat si

si (mayat hidup) Ciu Jit hwee, guru Siang Tham, sudah pasti

rumah makan Kun eng lo tak bakal akan melewati kehidupan

yang lebih tenang lagi.

Tapi, orang persilatan mengutamakan kebenaran dan

keadilan, sekalipun tindakan mana akan menimbulkan

bencana besar, hal tersebut tak pernah akan dipikirkan

olehnya.

Tay hoa Kitsu Chin Leng hui merupakan adik perguruan

dari Hiang ciang totiang Bu tong pay saat ini, terhitung pula

sebagai keponakan murid Put Gho cu, dia merupakan seorang

jagoan pedang yang terhitung paling menonjol dalam

perguruannya.

Itulah sebabnya Setan muka hijau Siang Tham tak berani

menantangnya untuk bertarung deagan ilmu pedang,

sebaliknya menantangnya beradu tanpan kosong, dengan

akalnya yang licik Siang Tham bermaksud hendak meraih

keuntungan dari tindakannya itu.

Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu tak selisih

banyak, tidak heran kalau pertarungan pun bisa berlangsung

dengan keadaan seimbang dan seru sekali.

Sekarang Setan muka hijau Siang Tham telah

mengeluarkan ilmu silat andalannya, ilmu Hu si im hiong ciang

untuk menghadapi ilmu pukulan Bu tong pay yang termashur

karena keganasan-nya.

Berbicara tentang setan muka hijau Siang Tham,

seharusnya setelah ilmu pukulan angin dingin bangkai

membusuknya digunakan, maka angin pukulan yang terpancar

keluar semestinya dingin menggidikkan hati, namun saat ini

dia tak sampai mengerahkan tenaga dalamnya, apalagi

menyalurkan bawa dinginnya ke ujung tangan.

Kalau tidak, asal tersentuh oleh angin dinginnya itu, meski

tubuh yang terdiri dari baja pun akan membusuk juga, apalagi

tubuh yang terdiri dan darah daging?

Tuy hoa Kitsu sendiri pun tidak menggunakan segenap

kekuatan yang dimilikinya, dia tetap menggunakan tenaga

sebesar berapa bagian saja untuk menghadapi musuhnya.

Suma Thian yu sebagai seorang jagoan lihay, tentu saja

dapat menyaksikan kejadian tersebut dengan jelas, sejak dia

mengetahui kalau ilmu silat yang digunakan kakek berbaju

biru adalah ilmu pukulan Bu tong pay, rasa kagum dan

hormatnya terhadap kakek ini makin bertambah.

Mendadak terdengar suara tertawa dari tengah arena.

“ Haaah.....haahh....haah.... maaf Siang tayhiap, maaf”

Ketika Suma thian yu mengalihkan sorot matanya ketengah

arena, nampak kakek berbaju biru itu dengan wajah tidak

berubah dan napas tidak tersengal telah keluar arena dengan

senyum dikulum.

Sebaiknya paras muka setan muka hijau Siang tham

berubah pucat pias, dia berdiri kaku seperti orang bodoh.

Di atas pakaian yang dikenanakan kini sudah muncul dua

lobang sebesar jari tangan, tak bisa disangkal itulah pertanda

dari keberhasilan kakek berbaju biru itu menyarangkan

serangannya, coba kalau ia tak berbelas kasihan, mungkin

jiwanya sudah direnggut sedari tadi.

Siang tham menundukkan kepalanya memandang sekejap

keatas lubang diatas pakaiannya, lalu dengan sepasang mata

merah membara dan gigi saling gemerutukan, dia berseru

sambil tertawa seram:

“ Orang she Chin, terima kasih atas pengampunanmu itu,

kebaikan budimu akan selalu ku ingat dalam hati, suatu ketika

aku orang she Siang pasti akan datang lagi untuk

menantangmu bertarung lima puluh gebrakan”

Tay hoa kitsu Chin Leng hui tersenyum ramah.

"Siang tayhiap buat apa pertarungan kita mesti diakhiri

dengan jatuhnya korban? Dilihat dari sikapmu yang tidak

mengeluarkan ilmu angin dingin bangkai busuk, hal tersebut

menunjukkan kalau hatimu tidak begitu jahat, lohu tahu bila

pertarungan ini dilangsungkan lebih jauh, lohu sudah pasti

menderita kalah”

Setan muka hijau Siang Tham kembali tertawa seram.

"Heeeh...heeeh...heeeh...toaya memang mempunyai watak

yang selalu sangat aneh, bila ada yang baik pasti akan

kukejar terus hingga dapat, misalkan saja aku sudah tahu

kalau ilmu Tay cing to liong ciang milik Chin tayhiap telah

menggetarkan seluruh kolong langit, tapi sebelum aku

merasakannya, terasa berat hatiku untuk berlalu dengan

begitu saja. Oleh sebab itu aku berharap Chin tayhiap sudi

memandang diatas wajah guruku untuk memenuhi keinginan

hati ku ini”

Dari ucapan lawan yang sama sekali tak mau menyudahi

persoalan tersebut sampai di situ saja, Tay hoa Kitsu Chin

Leng hui tahu kalau musuhnya berniat untuk mencari gara-

gara lebih jauh, dia segera tertawa terbahak bahak.

"Haaah....hhaaah.... jikalau kau memang menghendaki

demikian, tentu saja aku tidak bisa menampik keinginanmu

itu, terpaksa lohu akan mampertatuhkan selembar jiwaku

untuk memenuhi keinginan Siang tayhiap”

Selapis hawa licik dan keji segera menghiasi wajah setan

muka hijau Siang tham, serunya sambil tertawa dingin:

“ Aku orang she Siang mengucapkan banyak terima kasih

kepadamu”

Dia lantas menitahkan kepada anak buahnya agar

mengundurkan diri dari situ.

“ Kalian segera mundur keluar arena, sebelum mendapat

perintahku, siapapun dilarang memasuki arena ini".

Sementrara itu Tay hoa Kitsu Chin Leng hui telah

melangkah masuk pula kedalam arena, sewaktu dilihatnya

Suma Thian yu masih berdiri didalam arena, sambil tersenyum

ujarnya:

"Sobat cilik, harap kaupun mengundurkan diri tepi arena,

ilmu pukulan bawa dingin mayat membusuk merupakan

pukulan yang amat beracun.

Dimana angin dingin menyambar, tiada tumbuhan yang

bisa hidup dan tiada makhluk yang dapat bernyawa, aku harap

sobat cilik bisa bertindak lebih berhati-hati lagi

Mendengar pertanyaan itu, dengan penuh rasa terima kasih

Suma Thian yu memandang sekejap kearah Tay hoa Kitsu,

kemudian sahut nya dengan amat hormat:

"Aku akan menurut”

Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tersenyum dan manggut-

manggut, dia lantas berjalan kedalam arena dan berhenti

enam kaki didepan setan muka hijau Siang Tham, setelah

menghimpun tenaganya, sambil tersenyum dia berkata

lembut:

"Silahkan!"

Siang Tham melirik sekejap kearah Chin Leng hui dengan

senyum angkuh menghiasi bibirnya, mendadak ia menerjang

kemuka sambil membentak nyaring:

"Rasakan pukulanku ini!”

Tangannya segera diayunkan kemuka, desingan angin

tajam segera menderu-deru di angkasa, daerah seluas dua

kaki disekitar arena dengan cepat diliputi hawa dingin yang

menggidikkan, membuat orang merasa sesak napas dan tak

tahan.

Tay hoa Kitsu merupakan pendekar besar yang amat

menonjol dalam perguruan Bu tong pay, Bu siang sinkang

miliknya juga telah mencapai kesempurnaan, begitu dirasakan

datangnya serangan hawa dingin musuh, cepat dia

mendorong telapak tangan-nya kemuka seperti jurus Soat

hong wu sou (salju melapis kabut menggulung),

menggunakan tenaga sebesar enam bagian dia sambar

datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

“ Blaaamm....!" suatu ledakan keras yang memekakkan

telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.

Ketika dua gulungan tenaga yang berlawanan jenis itu

saling membentur diangkasa, hawa panas dan hawa dingin itu

segera menimbulkan putaran angin puyuh yang memancar

keempat penjuru.

Para penonton yang berada ditepi arena dan kebetulan

tersambar sisa angin itu segera merasakan tubuhnya menjadi

sakit dan pakaiannya berkibar kencang.

Akan tetapi, dua orang yang berada diarena itu masih tetap

berdiri tegak sekokoh batu karang, cedera sedikitpun tidak.

Setan muka hijau yang menyaksikan kejadian tersebut,

segera mendengus dingin, mendadak tubuhnya bergerak lagi,

dengan mengembangkan ilmu pukulan hawa dingin mayat

hidup, dia lepaskan serangkaian serangan berantai untuk

meneter Chin leng hui habis-habisan.

Angin tajam menderu-deru mengikuti setiap gerakan dan

setiap jurus yang dipancarkan hawa dingin seperti musim salju

yang mencekam menderu-deru diudara dengan membawa

desingan angin yang memekikkan telinga, sungguh

mengerikan sekali keadaannya.

Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tak berani berayal, buru-buru

ia mengembangkan ilmu pukulan Tay cing to liong pat si

ciptaan Put Gho cu untuk menyambut datangnya ancaman

tersebut.

Suma Thian yu yang menyaksikan Chin leng hui mulai

memper-gunakan ilmu pukulan cing to liong ciang untuk

menghadapi musuh nya, dia segera menaruh perhatian lebih

besar.

Tampak Leng hui dengan gerakan menotok, menghantam,

mencengkeram, membacok mengembangkan seluruh jurus-

jurus ampuhnya, dia bergerak secepat kelinci, bertahan

sekokoh batu karang, semua inti sari dari Tay Cing to liong pat

si dipergunakan secara beruntun.

Sambil menonton jalannya pertempuran, Suma Thian yu

mulai mencocokan dengan berhati-hati semua jurus yang

digunakan kakek itu dengan apa yang telah dipelajarinya.

Sebagaimana diketahui, semenjak ia mempelajari ilmu sakti

tersebut, sampai kini belum pernah dia saksikan orang lain

menggunakan ilmu pukulan semacam itu untuk menyerang

musuh yang tangguh.

Sekarang Chin Leng hui telah mengeluarkan kepandaian

tersebut, hal ini justru memberi kesempatan kepada Suma

Thian yu untuk mencoba kemampuan sendiri.

Sekalipun Tay cing to liong pat si cuma terdiri dari delapan

gerakan, namun kedelapan gerakan tersebut justru digunakan

secara beruntun tiada hentinya, sehingga sejak dimulai sampai

kiniseakan-akan dia tak pernah mempergunakan jurus

yang sama.

Begitulah, mereka berdua saling menyerang dengan amat

gencarnta, tiga puluh gebrakan kemudian, keadaan masih

tetap berimbang dan kekuatan mereka tak ada yang lebih

unggul daripada musuhnya.

Suma Thian yn yang menyaksikan pertarungan itu ikut pula

merasakan pandangan matanya jadi kabur, tanpa terasa dia

ikut menggerak-gerakan tangannya pula dari sisi arena.

Mendadak terdengar suara pekikan nyaring dari tengah

arena pertarangan.

Dengan terkejut Suma Thian yu menghentikan gerakan

tangannya dan berpaling, ternyata Setan muka hijau Siang

Tham sudah dibikin berkobar amarahnya, kini pukulan hawa

dingin bangkai busuknya telah dikerahkan hingga mencapai

delapan bagian.

Dengan demikian, serangan demi serangan yang

dilancarkan Tay hoa kitsu Chin leng hui seolah-olah tersumbat,

bahkan posisinya kian lama kian bertambah lemah.

Suma Thian yu amat terkesiap setelah menyaksikan

kejadian itu, dengan perasaan kuatir dia maju beberapa

langkah.

Ternyata Chin Leng hui sudah kena terkurung dibawah

serangan musuh yang menderu-deru seperti angin puyuh,

posisinya kini diantara mati dan hidup.

Bahkan sampai akhirnya, dia cuma bisa menangkis belaka

tanpa sanggup melancarkan serangan balasan.

Begitu berhasil dengan serangan balasannya, Setan muka

hijau Siang Tham segera tertawa seram, mukanya

menyeringai amat seram, sikapnya amat sombong, setelah

melepaskan serangkaian serangan lagi, dia mulai menyindir

dengan sinis:

“ Orang she Chin, sekarang kau dapat merasakan kelihayan

toayamu bukan....? Hmm, terus terang kuberitahukan

kepadamu, selewat nya tiga gebrakan lagi, jika kau belum

mau menyerah maka toaya akan suruh kau mampus diatas

genangan darah!"

Seusai berkata, dengan jurus Po hong cuan tin (angin

puyuh menggulung pohon) dia lepaskan sebuah pukulan ke

muka, kemudian serunya sambil tertawa seram:

Jilid : 15

"Jurus pertama!"

Walaupun Tay hoa Kitsu Chin Leng-hui memiliki ilmu silat

yang amat lihay, namun sulit juga baginya untuk menghadapi

serangan angin dingin yang menusuk tulang itu, apalagi sejak

pertarungan berlangsung, ia sudah menderita kerugian yang

amat besar dalam tenaga dalamnya.

Tak heran kalau ia menjadi terperanjat setelah merasakan

datangnya angin dingin yang dilepaskan musuh, cepat-cepat

dia menghimpun segenap tenaga dalamnya siap sedia

melakukan serangan nekad untuk beradu jiwa.

Siapa tahu, baru saja dia menggerakan bahunya, Suma

Thian yu telah membentak keras:

"Kan kun to coan (memutar balik jagad)!”

Mendengor itu Tay hoa kitsu tertegun, tak sempat berpikir

panjang lagi dia membalikkan badan sambil memutar kepalan,

ditengah jaian ia merubah gerakannya menjadi jurus Kan kun

to coan

Kalau dibicarakan memang aneh sekali, begitu serangan

tersebut dilancarkan, ternyata angin pukulan musuh yang

menyergap tiba menyambar dari samping, sama sekali tidak

menyebabkan cedera.

Sementara Chin Leng hui masih terkejut bercampur

keheranan, si Setan muka hijau Siang Tham sudah

membentak lagi:

"Jurus kedua!”

Baru saja seruan itu bergema, ditengah udara telah

bergema lagi suara deruan tajam yang memekikkan telinga.

Chin Leng-hui terkesiap, sewaktu mendongakkan

kepalanya, segulung angin puyuh seperti sebuah jaring yang

terpentang lebar langsung mengurung ke atas batok

kepalanya.

Waktu itu, Chin Leng hui sudah kehabisan tenaga dan lelah

sekali, meski menyaksikan datangnya ancaman yang hebat,

dia tak mampu berbuat apa-apa lagi, tanpa terasa sambil

menarik napas dingin dia memejamkan mata siap menerima

kematian.

Untung disaat yang paling kritis, mendadak Suma Thian yu

berteriak lagi:

"Sian hong sau soat (angin puyuh menyapu salju), Kui seng

ti to (bintang kejora menendang bintang)!"

Kasihan Chin Leng hui, dia berubah seperti seorang boneka

saja, tanpa berpikir panjang dia segera turun tangan

melakukan apa yang didengarnya itu.

Mula-mula dia menggunakan jurus Sian hong sau soat

untuk menampik lenyap hawa dingin musuh yang menyambar

datang dari atas, menyusul kemudian tangan dan kakinya

digunakan bersama menggunakan jurus Kai seng ti to untuk

menyerang Si Setan muka hijau.

Untuk diceritakan kembali memang sangat panjang, tapi

keadaan pada waktu itu berlangsung dalam sekejap mata,

seakan-akan dua ge rakan digunakan bersama-sama.

Apa lagi Tay hoa kitsu sudah puluhan tahun lamanya

mendalami ilmu Tay cing to liong ciang, dan dengan begitu

diberi petunjuk, dia segera mempergunakannya dengan

lancar.

Msmpipun si setan muka hijau Siang Thau-'Bk menyangka

kalau beberapa patah kata oari uma Thiin yu itu dapat

merubah Chin Lerg hui yarj berada diposisi kalah menjadi

menang.

Seteleh menyadari kalau ujung kaki musuh telah berada

didepan tenggorokannya, dia baru terperanjat dan buru-buru

membalikkan tubuhnya untuk menghindarkan diri.

Pada saat yang bersamaan pula, Suma Thian yu melompat

masuk pula ketengah arena, tidak terlalu kemuka tidak pula

terlalu kebelakang, persis berada diantara Chin Leng hui dan

Siang Tham berdua.

Sambil bergendong tangan dan tertawa, pemuda itu lantas

berseru:

"Kalian berdua memang seimbang dan sebanding, sungguh

hebat pertarungan kalian, benar-benar hebat sekali.

Sementara itu Setan muka hijau Siang Tham agak gelisah

juga melihat Suma Thian yu tampilkan diri, tapi diluarnya dia

tetap mempertahankan wajahnya yang menyeringai seram,

serunya:

"Bocah keparat, kau berani mengacau pertarungan kami,

apakah tanggung jawab ini hendak kau pikul seorang diri?"

Suma Thian yu segera tertawa terbahak–bahak:

"Haaaaah....haaaah....haaahh pertarungan ini bisa berkobar

gara-gara urusan kita berdua, sudah sepantasnya kalau

persoalan inipun diselesaikan juga oleh kita berdua,

bagaimanapun jua orang itu adalah tuan rumah yang

memperingatkan kita, tentu saja tak bisa dikatakan dendam

atau sakit hati. Wahai orang she Siang, jika kau ingin

memperlihatkan kekuatanmu, perlihatkan saja kepada sauya,

tak bakal sauyamu akan berkerut kening atau bersikap

sungkan kepadamu!”

Dengan ucapan mana, sudah jelas anak tersebut sedang

menantang untuk bertarung, Setan muka hijau yang

berpengalaman tentu saja dapat mendengarnya.

Tapi dia memang seorang manusia yang licik dan banyak

tipu muslihatnya, sebagai orang yang cerdas, ia tak ingin

menerima tantangan dari seseorang yang berkepandaian silat

jauh lebih tinggi darinya.

Kontan saja dia tertawa dingin, serunya:

"Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk bertarung,

apalagi toaya masih ada urusan lain, kita bersua lagi setengah

bulan kemudian di telaga Tong ting oh!"

Selesi berkata, dia lantas memberi tanda kepada anak

buahnya dan buru-buru melarikan diri.

Suma Thian yu sama sekali tidak menghalangi kepergian

mereka, dia merasa sepantasnya untuk mengalah sedikit

kepada pihak yang lebih lemah, apalagi musuh sudah berjanji

akan bertemu lagi ditelaga Tong ting oh setengah bulan lagi,

apakah dia bisa kabur ke langit?

Tapi setelah kepergian Setan muka hijau, dengan cepat dia

teringat pula akan satu hal, diam-diam pikirnya kemudian

dengan wajah tertegun.

"Mengapa Siang Tam menjanjikan pertemuan ditelaga Tong

ting oh setengah bulan kemudian? Padahal, waktu itu adalah

saat janjiku dengan dua bersaudara Thia, masa si setan muka

hijau sudah tahu kalau aku hendak pergi kemana sekarang?"

Sementara dia masih melamun, mendadak dari belakang

tubuhnya berkumandang suara dari Chin Leng Hui.

"Sauhiap, banyak terima kasih untuk petunjukanmu,

terimalah salam hormat dari lohu”

Ucapan mana telah memotong lamunan Suma thian yu,

cepat dia berpaling kebelakang, kebetulan waktu itu Chin Leng

hui sedang menjura dalam-dalam.

Sambil menjerit kaget Suma Thian yu menyingkir ke

samping, kemudian sambil menggoyangkan tangannya

berulang kali dia berseru:

"Suheng, jangan bersikap demikian, bisa membuat siaute

merasa malu..."

“ Suheng!" ketika dua patah kata itu meluncur masuk ke

dalam telinga Chin Leng hui, dia merasa terperanjat sekali,

dengan wajah terperanjat dan keheranan ditatapnya pemuda

itu lekat-lekat, kemudian tanyanya:

"Mungkinkah Siauhiap telah salah melihat orang?"

Sauma Thian yu tersenyum.

"Tak heran kalau suheng tak tahu, tolong tanya apa

sebutan suheng terhadap Put Gho cu?”

“ Dia adalah susiokku, apa maksud siauhiap menanyakan

persoalan ini...?” sahut Chin Leng hui.

“ Dia orang tua adalah guruku"

"Aaah, rupanya begitu." Chin Leng hui segera berseru

tertahan, tidak heran kalau siauhiap bisa menyebutkan jurus-

jurus ampuh dari Tay cing to liong ciang."

Sesudah berhenti sejenak, dengan wajah berubah dia

mengawasi Suma Thian yu beberapa kejap, lalu bertanya

denpan nada tercangang:

"Maaf bila lohu akan mengajukan suatu pertanyaan yang

tak layak kepadamu, selama ini suisiok tak pernah menerima

murid, bahkan semenjak empat puluh tahun berselang sudah

lenyap dari dunia persilatan bagaimana caranya sehingga

siauhiap bisa berkenalan dengannya?”

Suma Thian yu tertawa.

“Pertanyaan suheng memang benar, ia orang tua masih

hidup di dunia ini."

Secara ringkas dia lantas menceritakan kisahnya sewaktu

bertemu dengan Put Gho cu dan bagaimana diangkat menjadi

murid.

Selesai mendengar penuturan tersebut, Tay hoa Kitsu

tertawa panjang, kemudian sambii menggenggam tangan

Suma Thian yu kuat kuat dan berseru hangat:

“ Hiante, maafkan suheng yang berpandang cupat, harap

kau jangan mentertawakan kebodohanku ini, tolong tanya

siapa nama hiante?"

Suma Thian yu segera menyebutkan nama nya, sedangkan

Chin Leng hui juga memperkenalkan diri, mereka berdua

segera merasakan kecocokan satu dengan lainnya, kendati

pun usianya terpaut jauh namun mereka merasa soal umur

bukan suatu halangan.

Tay hoa Kitsu mempersilahkan Suma Thian yu mengunjungi

kamar bacanya, kemudian memerintahkan orang

menghidangkan sayur. Berdua berbincang dengan amat

cocok, benar-benar suatu pertemuan yang sangat

menggembirakan kedua belah pihak.

Sementara mereka berdua sedang terbincang-bincang,

mendadak dari luar jendela berkumandang yang amat lirih,

pertama-tama Suma Thian yu yang merasakan hal tersebut

paling dulu, dia segera menyambar sebatang sumpit dan

langsung diayunkan ke atas.

"Bajingan laknat, turun kau!" bentaknya keras-keras.

Sumpit itu meluncur ke udara dengan kecepatan tinggi dan

langsung menembusi jendela, Suma Thian yu tidak tinggal

diam, dia turut melejit pula dengan kecepatan tinesi, bahkan

sama cepatnya dengan daya luncur sumpit itu.

Tay hoa Kitsu merasa sedikit agak lambat daripada Suma

Thian yu, namun diapun tidak tinggal diam, bagaikan segulung

hembusan angin tubuhnya meluncur keluar jendela.

Tapi setibanya diluar situ, Suma Thian yu segera berseru

dengan keheranan:

"Aneh, sudah jelas kudengar orang berjalan malam sedang

lewat diatas atap rumah, mengapa tak nampak sesosok

bayangan manusiapun? jangan-jangan aku telah salah

dengar?”

Chin Leng hui hanya membungkam dalam seribu bahasa,

padahal dia sama sekali tidak mendengar apa-apa, tentu saja

sulit baginya untuk turut mengemukakan pendapat.

"Hiante!” ujarnya kemudian, "mungkinkah Siang tham si

keparat itu masih belum puas dan dia balik lagi kemari?”

Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.

“ Ilmu meringankan tubuh yang di miliki oirang itu tidak

sedemikian hebatnya, sudah pasti gembong iblis yang lebih

lihay darinya yang telah datang berkunjung"

Ketika Tay hoa Kitsu Chin Leng hui mendengar ucapan

tersebut, diam-diam ia menarik nafas dingin, kalau dilihat dari

mimik wajah Suma Thian yu, jelas dia bukan berbohong tapi

jejak musuh tak nampak, atas dasar apa ia berkata demikian?

Suma Thian yu mencoba untuk memeriksa sekejap

sekeliling tempat itu, namun tak nampak hasilnya, sambil

menggeleng katanya kemudian:

“ Mungkin ada orang yang kebetulan melewati tempat ini,

lebih baik kita kembali kekamar saja!"

Mereka berdua melayang masuk lagi kedalam kamar baca

lewat jendela, meskipun Chin Leng hui merasakan hati

tersebut penuh tanda tanya, tapi berhubung Suma Thian yu

adalah seorang yang berjiwa lurus, ilmu silatnya tinggi dan

tidak mirip manusia yang suka mengunggulkan diri maka

peristiwa mana tak sampai menimbulkan kecurigaan Chin

Leng hui.

Coba kalau berganti orang lain, dia pasti akan mengajukan

setumpuk pertanyaan.

Sekembalinya dalam ruangan dan baru saja akan duduk,

tiba-tiba Suma Thian yu menjerit kaget lagi, sembari

menuding ke tiang dalam ruangan, serunya tertahan:

"Suheng, coba lihat, benda apakah itu?”

Mengikui arah yang ditunjuk, Chin Leng hui berpaling, tapi

diapun segera menjerit kaget:

"Aaaah..."

ooOoo 00o00

TERNYATA diatas tiang ruangan tertancap sebatang peluru

perak, pada ujung senjata peluru itu terikat pita berwarna

merah dan biru, sedang diujungnya menancap selembar

kertas.

Sewaktu Tay hoa kitsu Chin Leng hui menjumpai senjata

peluru perak itu, jantungnya terasa berdebar keras, paras

mukanya berubah untuk sesaat dia hanya memandang benda

itu dengan termangu, seakan akan lupa untuk mengambilnya.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu turut merasa

tertegun, buru-buru dia melompat ke depan dan mencabutnya

keluar, kemudian setelah melepaskan kertas itu dari ujung

peluru perak dia serahkan kertas tadi ke tangan Chin Leng hui.

Tay hoa Kitsu hanya menyambut surat itu tanpa mencoba

untuk memeriksanya, air mata justru meleleh membasahi

wajahnya, setelah menghembuskan napas panjang, dia baru

membuka kertas tersebut untuk diperiksa isinya.

Tingkah laku Chin Leng hui yang sangat aneh itu

mengandung rasa tercengang bagi Suma Thian yu, tiada

hentinya dia awasi perutahan mimik wajahnya itu.

Kasihan Tay hoa Kitsu, sambil memandang kedepan

dengan termangu, air matanya jatuh bercucuran membasahi

wajahnya, sementara tangannya yang menggenggam kertas

itupun gemetar tiada hentinya.

Akhirnya dia membuka kertas itu dan membaca isinya,

mendadak terdengar kakek itu mencaci maki dengan gusar:

“ Perempuan rendah, perempuan terkutuk!”

Dengan gemas dia meremas kertas itu kemudian dibuang

ke atas tanah, persis didepan kaki Suma Thian yu, oleh

pemuda itu dipungutnya surat mana ialu dibaca isinya:

"Ayah,

Mulai detik ini, hubungan kita sebagai anak dan ayah putus

sampai disini, segala perbuatanku adalah tanggung jawabku

sendiri, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mu, bila

kau berani mencampuri berarti kau ingin mengundang

bencana kematian bagimu sendiri. Siang Tham pergi dengan

membawa dendam, ia pasti akan mengundang gurunya untuk

menuntut balas, dendam sudah berada di ambang pintu, lebih

baik pindah saja untuk menyelamatkan diri.

Tertanda: Lan-eng"

Selagi membaca surat itu, dengan marah Suma Thian yu

merobek surat itu sampai hancur kemudian makinya dengan

gusar:

"Perempuan rendah yang lebih memalukan daripada

binatang, selama aku suma Thian yu masih hidup didunia ini,

tak akan kuampuni jiwamu dengan begitu saja!"

Baru selesai anak muda itu berkata, tiba-tiba dari atap

rumah berkumandang suara tertawa licik yang amat sinis,

suara tersebut kian lama kian bertambah jauh meninggalkan

tempat itu.

Ketika Suma Thian yu memburu keluar, suasana telah

menjadi hening dan di sekirar sana tak tampak sesosok

manusia pun.

Dengan gemas dia lantas mendepak-depakkan kakinya

diatas tanah sambil menyumpah:

“ Perempuan rendah, bila aku tak dapat memenggal batok

kepalamu, bagaimana mungkim aku bisa menghiburarwah

paman Wan dialam baka!”

Mendadak terasa desingan angin berkumandang dari

belakang, ternyata Tay hoa Kitsu sudah melompat naik keatas

atap rumah, dibawah cahaya rembulan tamoak wajahnya yang

penuh keriput itu sudah dinodai oleh air mata yang belum

mengering.

Suma Thian yu mengerling sekejap ke arahnya, kemudian

pelan-pean berkata:

“ Dia telah pergi, pergi meninggalkan tempat ini!”

“Yaa, selamanya tak akan kembali lagi, aaaai....." Tay hoa

Kisu menghela napas sedih.

Setelah menghela napas panjang, dari matanya yang

memerah, air mata kembali jatuh berlinang.

Selang berapa saat kemudian, dia baru berguman lagi:

“ Sia sia saja jerih payah lohu selama ini, aaai! Dengan

susah payah kudidik, kupelihara dirinya, tapi dia tak tahu

perasaan, tak ingat budi buat apa aku mesti tinggal disini

terus! Buat apa aku mesti tetap hidup didunia yang penuh

kenangan ini....

Suma Thian yu hanya membungkam dalam seribu bahasa,

untuk sesaat dia tak dapat menemukan perkataan yang cocok

untuk menghi bur hatinya, perasaan semacam itu memang

amat menyiksa batin, tapi adakah obat yang mujarab bisa

menyembuhkan luka hati Chin Leng- hui yang telah tercabik-

cabik haacur itu?

Dengan menahan siksaan dan penderitaan hidup, dia

melanjutkan perjuangan hidupnya didunia ini, karena dia

masih mempunyai ha rapan, harapan itulah yang merupakan

tenaga dorong baginya untuk melanjutkan hidup.

Tapi, ketika harapannya telah pudar dan hancur tak

berwujud, apa artinya lagi baginya untuk melanjutkan hidup?

Tay hoa Kitsu Chin Leng hui hidup dalam harapan, ketika ia

meninggalkan bukit Tay hoa san untuk terjun kembali kedalam

dunia persilatan, apa yang menjadi tumpuan harapannya?

Tidak lain dia berharap bisa jumpa muka dengan purtinya.

Kini harapannya telah pudar, pukulan batin tersebut ibarat

sebuah kapak besar yang membacok hatinya yang membuat

dia akhirnya putus asa...."

“ Mari kita turun!" lama kemudian, Chin Leng hui baru

berbisik pelan.

Pelan-pelan Suma Thian yu melompat turun kebawah,

disusul oleh Chin Leng hui, kemudian mereka bersama-sama

masuk kekamar baca.

Dengan tubuh lemas Tay hoa Kitsu berkata:

"Aku lelah sekali, malam ini kau boleh beristirahat saja di

tempat ini, maaf kalau suheng tak bisa menemani kau lebih

jauh."

Seusai berkata dia lantas masuk ke ruang tidurnya.

Sepeninggal kakek itu, Suma Thian yu merasakan

pikirannya sangat sukar untuk tidur, pikirannya seakan-akan

terkalutkan terus oleh masalah Chin Lan eng.

Ditinjau dari isi surat serta pembicaraan antara Setan

muka hijau dengan Tay h0a kitsu, dia telah memahami apa

hubungan antara Chin Leng bui dengan Chin Leng eng, tiba-

tiba dia merasakan timbulnya suatu perasaan gusar yang

sangat aneh didalam hatinya.

Selang sesaat kemudian, dia mengambil pena dan

meninggalkan beberapa pesan dimeja, kemudian segera

berangkat meninggaikan tempat itu menuju kebalik kegelapan

sana.

Dia tahu Chin Lin eng tak bakal pergi kelewat jauh, maka

sepanjang jalan dia mengejar secara ketat, sama sekali tidak

berhenti sejenakpun.

Angin malam berhembus sepoi membangkitkan kesegaran

ditubuh orang, Suma Thian yu merasakan pikirannya menjadi

jernih.

Sementara perjalanan masih dilangsungkan, mendadak

terdengar suara bentakan nyaring berkumndang memecahkan

keheningan:

"Berhenti!”

Dengan terkesiap Suma Thian yu menghentikan

langkahnya, dia mengira Siau bu yong Chin Lan eng yang

telah munculkan diri, buru-buru badan-nya berkelit empat

langkah ke samping lalu mencabut pedangnya, sambil bersiap

sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

Dari bilik kegelapan tiba-tiba muncu; sesosok bayangan

manusia, dia adalah seorang perempuan.

Begitu mengetahui siapa yang muncul, Suma Thian yu

segera menegur dengan dingin:

“ Ooh, rupanya kau, ada urusan apa kau mencariku?"

Rupanya yang munculkan diri adalah si bunga tho indah Ho

Hong.

Terdengar dia tertawa, kemudian serunya:

"Oooh... masa begitu dingin sikapmu kepadaku, baru

berjumpa sudah marah-marah, kesalahan apa sih yang telah

kulakukan terhadap dirimu....?”

Sambil berkata, dengaa lemah gemulai dia berjalan

menghampiri Suma Thian yu, kemudian katanya sambil

tertawa genit.

"Kau ini memang galak sekali, bisanya cuma membentak

orang, mengapa tidak segera kau simpan kembali pedangmu

itu, siapa sih yang akan bertarung melawanmu?"

Merah padam selembar wajah Suma Thian yu oleh

perkataan tersebut, dengan amat rikuh dia kembali

menyimpan pedangnya, lalu berktata pelan:

“ Ditengah malam buta begini kau telah menghalangi jalan

pergi sauya mu, sebenanarnya apa maksud dan tujuanmu?"

“ Hmm, orang baik disangka jahat, kau memang manusia

tak punya perasaan, lelahi bodoh lelaki tak punya otak, aku

toh bersikap baik sekali kepadamu, masa kau kasar kepadaku?

Hmmm!"

“ Kita tak pernah mempunyai hubungan apa-apa, dalam ha1

apakah Thian yu pernah berhutang budi kepadamu?"

Si bunga to indah Ho Hong segera melotot besar, serunya

dengan amat gusar:

“ Dimuka loteng Kun eng lo meninggalkan surat peringatan,

dengan sumpit menghancurkan awan arak beracun, sekarang

memberi petunjuk lagi padamu, apakah semuanya ini kurang?

Tergerak hati Suma Thian yu setelah mendengar ucapan

tersebut, tanpa terasa dia memandang wajah Ho Hong

beberapa kejap lagi, akan tetapi teringat kalau setiap orang

yang berbuat tentu mempunyai suatu tujuan, maka dengan

perasaan was was dia berkata:

"Apa sebenarnya maksud berbuat demikian?”

"Apakah setiap orang yang menolong mesti mempunyai

sesuatu maksud tertentu?”

"Soal itu mah harus ditentukan menurut jenis manusianya”

sahut Suma Thian yu, “apalagl kau kini munculkan diri untuk

memberi peringatan lagi kepadaku, coba katakan apa sebab

nya?"

"Orang lain hendak memenggal batok kepalamu mengerti?

Terus terang kuberitahukan kepadamu, Siau hu yong Chin

Lang eng telah mempersiapkan jaring langit untuk

membekukmu dalam keadaan hidup dan mengirimmu kedalam

kuil berminyak, dengan maksud baik ku peringatkan dirimu,

siapa tahu sebagai penggantinya aku malah dituduh yang

bukan-bukan, apakah hatimu memang terbuat dari baja?"

Suma Thian yu sama sekali tidak terpengaruh hatinya oleh

ucapan mana, malah sebaliknya dia bertanya:

"Itu aneh namanya, bukan membantu orang sendiri

mengapa kau malah membantu orang lain? Aku benar-benar

tidak memahami maksud hatimu itu”

“ Orang bodoh!" Si bunga tho indah Ho Hong mendamprat,

"berbicara dengan manusia patung macam kau, benar-benar

aku merasa sial delapan turunan, kau mau pergi bergegaslah

pergi, akan kulihat kepalamu bergelinding diatas panggung

pemenggalan kepala"

Melihat gadis itu marah, Suma Thian yu menjadi tak tega,

buru-buru ia menjura seraya berkata:

"Terima kasih banyak atas peringatan itu, biar kesemuanya

itu kuterima dalam hati, lain kali budi kebaikanmu itu pasti

akan kubalas”

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan, dan terlalu

dari tempat itu.

Melihat pemuda itu berlalu dengan begitu saja, saking

gemasnya si bunga tho indah sampai menggertak giginya

keras-keras, diam diam ia menyumpah:

“ Setan alas, siapa yang kesudian dengan balas budimu?

Manusia patung, goblok, tak punya perasaan"

Kemudian sambil memandang bayangan punggung Suma

Thian yu yang pergi jauh dia bergumam lagi:

"Betul-betul orang itu tolol, aku tak percaya kalau kau tidak

mengerti soal cinta, hmm!”

Perempuan memang makhluk yang aneh, terhadap orang

yang dicintainya mereka selalu bersikap mengalah, sekalipun

pihak lawan melakukan tindakan yang paling berdosa, mereka

seakan-akan bisa memakluminya.

Sementara itu Suma Thian yu, telah meninggalkan si bunga

tho indah Ho Hong dengan perasaan jauh lebih ringan,

dengan mempercepat langkanya dia bergerak menyelusuri

sebuah jalan kecil ditengah kedelapan.

Baru melewati sebuah tikungan, mendadak didepan jalan

sana ditemukan sebuah obor yang ditancapkan ditengah jalan.

Melihat hal tersebut Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu

sambil menperlambat langkahnya dia berpikir:

"Mungkinkah apa yang dikatakan memang benar?"

Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba berkumandang

suara keleningan ditengah udara yang bergema memecahkan

keheningan, menyusul kemudian sekilas cahaya perak

berkelebat lewat secepat angin dan meluncur kedepan kaki

Surra Thian yu.

Serta merta Suma Thian yu melompat mundur dua

langkah, ketika ia melirik sekejap ketempatnya berdiri tadi,

ternyata disitu menan cap sebatang anak panah bersuara.

Setelah menyaksikan panah bersuara itu, Suma Thian yu

malah merasakan hatinya menjadi tenang kembali, dia segera

berpikir:

"Apa yang di ucapkan si bunga tho indah ternyata sudah

terwujud menjadi kenyataan. tampaknya perempuan rendah

she Chin itu sedang menunggu disekitar tempat ini”

Tak lama setelah panah bersuara itu muncul tanpa

menimbulkan sedikit suara pun dari sekeliling arena

bermunculan kembali sepuluh orang perampok bertopeng

yang segera mengurung pemuda itu rapat-rapat.

Begitu tahu siapa yang muncul, Suma Thian yu segera

tertawa panjang, segera katanya:

"Kalian ingin merampok aku, ataukah khusus untuk mencari

gara-jaia dengan Suma Thian yu?”

Lelaki-lelaki bertopeng itu seakan-akan bisu semua, mereka

hanya melototkan matanya yang buas tanpa mengucap

seaarah kata.

Suma Thian yu bukan orang bodoh, dia segera menyadari

akan sesuatu, cepat tanyanya:

"Mana pemimpin kalian? Mengapa tak kalian suruh dia

muncul guna menjawab pertanyaanku?"

Baru selesai dia berkata, dari belakang tubuhnya telah

berkumandang suara tertawa yang amat menygeramkan:

"Heeeh...heee...bocah keparat, toaya tahu kalau kau rudin

tidak punya uang sepeser pun, oleh karena itu aku khusus

datang untuk memenggal batok kepalamu ini!"

Suma Thian yu segera tertawa panjang, tanpa berpaling dia

mengejek sinis:

"Berapa sih harga batok kepalaku ini?"

Baru selesai dia betkata, desingan angin tajam telah

menyambar keatas kepalanya.

Suma Thian yu segera merendahkan sebagian tubuhnya,

sewaktu berpaling kembali di hadapannya telah muncul

seorang kakek.

Dengan seksama Suma Thian yu mengawasi orang itu,

tampak orang tadi berpakaian ringkas warna hitam, tangannya

membawa sebilah golok besar, usianya antara lima puluh

tahun, berwajah kukoy, sekilas pandangan dapat diduga kalau

dia adalah seorang sampah masyarakat.

Tiba-tiba terdengar kakek itu berkata dengan suara dingin:

"Sudah lama kudengar orang bilang Kit hong kiam hoat

merupakan ilmu pedang yang sudah termashur dalam dunia

persilatan, kebetulan lohu pun sudah lama ingin menjaja1

kelihayannya, malam ini aku meski mendemonstrasikan

beberapa jurus lebih dulu sebelum dapat pergi dari sini"

“ Hmm, aku pikir bukan hanya persoalan itu saja bukan?"

Suma Thian yu balas mengejek dengan sinis, "mengapa kau

tak menyuruh pe rempuan rendah she Chin itu untuk maju

sekalian?”

Mendengar perkataan itu, paras muka kakek itu berubah

hebat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti

wajahnya, dia segera membentak amat gusar:

"Tutup mulutmu bocah keparat, kalau tidak, lohu akan

memotong lidahmu.....”

Suma Thian yu sudah tahu kalau kakek yang berada

dihadapannya merupakan manusia yang berhati keji, dan

segera tertawa menghina:

“ Hmm, asal kau sanggup memetik batok kepala sauya,

lidahku boleh kau cabut setiap saat, buat apa mesti risau?”

Kalau tidak mendengar ucapan tersebut keadaan masih

mendingan, begitu mendengar, amarah segera membara

dalam benak kakek ini, sambil meraung gusar, goloknya

langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu dengan jurus

Hek ho to sim (harimau hitam mencuri hati).

Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, ketika ujung golok

tersebut tinggal setengah depa dari tubuhnya, dia segera

menggunakan ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat untuk

berkelit.

Diantara kibaran ujung bajunya bayangan manusia tampak

berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah lenyap dari hadapan

kakek tersebut.

Sementara kakek itu masih terkejut bercampur tertegun,

Suma Thian yu kembali berseru dari belakang tubuhnya:

"Diujung pedang sauya tak pernah membunuh manusia

yang tak punya nama, cepat sebutkan namamu untuk

menerima kematian!”

Kakek itu menarik napas dingin, sambil membalikkan tubuh

dia lepaskan sebuah bacokan golok kearah pinggang Suma

Thian yu dengan jurus Cian hee sau soat (menyapu salju

dibawah atap).

"Dengan dasar apa kau ingin mengetahui namaku?”

bentaknya sangar gusar.

Kembali Suma Thian yu melompat kesamping untuk

menghindarkan diri.

“ Kalau toh memang begitu, sauya segan untuk menemani

kua lebih jauh...”

Kemudian dengan suatu gerakan yang ssngat manis dia

mengundurkan diri kesamping tanpa menggubris kakek itu

lagi, keadaan mana mirip sekali dengan kanak-kanak yang

sedang bermain, sama sekali tidak memandang sebelah

matapun terhadap si kakek.

Dengan geramnya kakek itu menerjang kemuka, lalu

membentak keras-keras:

"Bocah keparat, kau punya mata tak berbiji, sampai Yap Cu

kim toaya dari Hun san pun tidak kenal, buat apa kau

berkelana didalam dunia persilatan...?"

Goloknya segera diayunkan kebawah dengsn membawa

deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Suma

Thian yu.

“ Hmm, aku masih mengira kau adalah seorang manusia

berkepala tiga berlengan enam macam apa, rupanya hanya

bajingan tua yang tak punya nama”

Sebelum habis ucapan tersebut diutarakan, bacokan golok

lawan sudah diayunkan kebawah, dalam keadaan begini mau

tak mau jago muda tersebut harus berkelit kesamping.

Ternyata kakek ini adalah seorang caycu dari bukit Hu san,

seperti apa yang diduga Suma Thian yu, dia memang seorang

manusia yang tak punya nama dalam dunia persilatan.

Setelah beberapa kali serangannya tidak mendatangkan

hasil yang diinginkan, amarah Yap Cu kim semakin menjadi,

sambil berkaok-kaok dia mengayunkan goloknya menciptakan

selapis bayangan tajam yang menyelimuti angkasa, lalu

mengurung seluruh badan Suma Thian yu.

Menghadapi kekalapan orang, Suma Thian yu masih tetap

melayani dengan tangan kosong belaka, mengembangkan

ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat nya dia mulai

berkelabatr kesana kemari diantara kilauan cahaya golok,

tubuhnya bergerak begitu indah tak kalah indahnya dengan

kupu-kupu yang berterbangan diantara aneka bunga.

Kasihan Yap Cu kim, seperti mengambil rembulan dari air,

setiap kali ayunan goloknya hampir mengena ditubuh

sasarannya, tahu-tahu bayangan lawan lenyap tak berbekas.

Seperti hendak menangkap kelinci yang licik atau

menangkap ikan leihi yang lincah, sekalipun Yap Cu kim telah

membuang segenap tenaga dan pikirannya, namun usahanya

tetap sia sia belaka.

Tidak selang berapa saat kemudian, napas Yap Cu kim

sudah ngos ngosan seperti napas kerbau, peluh dingin

bercucuran deras, wajahnya pucat dan ia betul-betul lemas

sekali.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini kontan saja

tertawa terbahak-bahak.

“ Haaah...haah...haah...orang she Yap, lebih baik pulang

saja ke sarangmu dan tidak usah muncul-muncul lagi ke sini,

manusia semacam kau itu, meskipun kau sudah belajar

sepuluh tahun lagi juga tak usah berharap bisa menjawil

seujung baju sauyamu"

Orang persilatan kebanyakan lebih mengutamakan soal

harga diri dari pada soal lain, kini Yap Cu kim disindir dan

dihina didepan puluhan oring anak buahnya, bagaimana

mungkin dia bisa menahan diri? Saking gusarnya semua

rambutnya pada berdiri kaku, diiringi bentakan nyaring, tubuh

berikut goloknya langsung menerjang kemuka seperti orang

kalap, goloknya juga dibacokan secara membabi buta.

Teriaknya sambil menggigit bibir kencang-kencang:

“ Bocah keparat, lohu akan beradu jiwa denganmu!"

Suma Thian yu tertawa seram:

"Heehh...heehh...heehh... siapa sih yang kesudian beradu

jiwa denganmu? Kau masih belum pantas untuk mengajakku

berbuat demikian!”

Sambil berkata sekali lagi dia berpekik nyaring, ditengah

pekikan tubuhnya berkelebatan secepat kilat menerobos lewat

dari bawah ketiak Yap Cu kim.

Mendadak terdengar Yap Cu kim mendengus, tubuhnya

roboh seperti batang pohon yang tumbang ke tanah, tanpa

sempat bersuara lagi dia roboh terkapar ditanah.

Begitu Yan Cu kim roboh, kawanan perampok bertopeng

yang berada disekitar tempat itu menjadi panik, masing-

masing mundur beberapa langkah kebelakang.

Dua puluh sinar mata ketakutan bersama-sama dialihkan

kewajah Suma Thian yu dan mengawasi gerak gerik pemuda

itu tanpa berkedip.

Dengan tajam Suma Thian yu memandang sekejap

keseluruh arena, kemudian tegurnya:

“ Cepat gotong dia pergi!”'

Baru selesai ucapan ilu diutarakan, mendadak suara

tertawa merdu berkumandang dari dalam hutan dan

memancar masuk kedalam telinga Suma Thian yu:

"Tak usah, terima kasih banyak, nyonya mudamu bisa

menyelesaikan sendiri persoalan tersebut!"

Suma Thian yu tertegun, baru saja dia akan berpaling,

mendadak matanya terasa silau, ketika diamati kembali,

dihadapannya telah muncul seorang wanita yang cantik jelita.

Belum pernah Suma Thian yu bertemu dengan perempuan

semacam itu, tapi dalam hatinya ia punya perhitungan sendiri,

dia tahu kalau orang baru saja munculkan diri ini adalah

perempuan paling jahat dalam dunia persilatan Siau bu yong

(Bunga bu-yong cantik) Chin Lan eng adanya.

Apa yang diduga Suma Thian yu memang benar, orang

yang baru saja munculkan diri itu adalah perempuan paling

cabul di dunia Chin Lan eng.

Sementara itu dengan sorot mata yang jeli dia sedang

menatap wajah Suma Thian yu, setelah diamati lama sekali, ia

baru menegur:

“ Tadi kau yang bernama Suma Thian yu?"

"Ya, sauya orangnya" jawab pemuda itu.

“ Kau yang membunuh orang ini?"

“Dia tidak kubunuh, tapi suruh dia berisitrahat dahulu,

kalau tidak, dia bisa mampus Karena kehabisan tenaga, bila

sampai begitu kaulah yang bakal kerepotan”

Chin Lan eng segera menggigit bibirnya, sambil memutar

biji matanya, kemudian kembali dia berkata:

“ Betul, termasuk mayatmu nanti, aku memang bakal dibikin

kerepotan sekali"

Ucapan yang tiada ujung pangkalnya tersebut disambut

tertawa oleh Suma Thian yu, setelah itu diliriknya Chin Lan

eng sekejap denGan Pandangan sinis dan menghina, lalu

kataNya lagi:

“ Jika harus ditambah denGan kau, mungkin tiada orang

yang akan mengurusi jenasah”

"Bocah keparat tajam amat lidahmu, nyonya muda datang

kemari bukan untnk mencabut nyawamu, melainkan ingin

mengundangmu untuk iurut serta dalam gerakan kami dan

bersama-sama mencari kekayaan dan kegembiraan hidup.

“ Oooh rupanya begitu, kalau begitu bicarakan saja setelah

siauya mati nanti, sekarang masih kelewat pagi untuk

dibicarakan”

"Asal kau menyanggupi, selain nyawamu selamat, kaupun

dapat hidup gembira, coba bayangkan saja, sekali tepuk dua

lalat, apa kau tak ingin? Pikirkan tiga kali sebelum diputuskan.

Suma Thian yu tertawa panjang.

"Haaah...haahh...haahh...nyawa sauya tak usah pakai

jaminan, lagipula kau juga belum tentu bisa melindunginya.

Tak usah banyak berbicara lagi, kalau ingin mengambil batok

kepalaku, silahkan saja mencabut pedang mu dengan segera!"

Paras muka Chin Lan eng segera berubah menjadi serius

sekali, bentaknya kemudian:

Kau benar-benar seorang marusia yang tak tahu diri,

dengan kepandaian kucing kaki tiga yang kau miliki sekarang

sudah pingin melayani nyonya mudamu? Terus terang

kuberitahukan kepadamu, Wan Liang adalah contoh terbaik

untukmu, kau merasa mampu untuk mengungguli dia?

Kembali Suma Thian yu mendengus sinis.

"Soal ini kaupun tak usah kuatir, sauya percaya masih

sanggup untuk menangkan perempuan rendah macam kau,

soal yang lain, ter paksa aku harus maju selangkah demi

selangkah"

Chin Lan eng menggertak gigi keras-keras untuk menahan

rasa gusarna yang tak alang kepalang, mukanya dingin seperti

es, katanya dengan menahan geram:

“ Bocah keparat, nyonya muda akan memenuhi harapanmn

itu!"

Selesai berkata, dia lantas mengayunkan tangannya, segera

tampak angin puyuh menderu-deru dan langsung menyambar

ke tubuh pendekar muda tersebut.

Jangan dilihat ayunan tersebut sangat ringan,

sesungguhnya kekuatan yang disertakan hebat sekali, belam

lagi serangannya tiba, Suma Thian yu telah merasakan

datangnya hawa panas yang menghantam tubuhnya, sakit

sekali terasa di badan.

Suma Thian yu tak berani berayal, buru-buru dia berkelit

kesamping sambil membentak keras:

"Perempuan rendah, malam ini sauya akan merenggut

selembar nyawamu..."

Mendadak dia mencabut pedangnya, kemudian terdengar

suara gemerincingan nyaring, cahaya biru berkilauan di

angkasa, rupanya ia loloskan pedang Kit hong kiam.

Chin lan eng merasakan hatinya tertegun setelah

menyaksikan Suma Thian yu meloloskan pedangnya,

bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang segera

muncul kembali didepan mata.

Tiba-tiba hawa amarah menggelora di dalam dada Chin Lan

eng, dia seakan-akan telah menganggap Suma Thianyu

sebagai Wan liang, tiba-tiba saja pedang Ching kong kiam

dicabut ke luar.

Begitu senjata telah berada ditangan, tanpa berpikir

panjang lagi dia menusuk tenggorokan Suma Thian yu dengan

jurus Liong yu su hay (naga sakti di empat samudra).

“Membiarkan kau tinggal didunia hanya akan menimbulkan

bibit bencana saja, lebih baik kau mampus saja!" bentaknya

keras-keras.

Begitu tahu kalau perempuan itu menyerang dengan ilmu

pedang aliran Bu tong pay, Suma Thian yu terkesiap, orang

bilang: Seorang jagoan berisi atau tidak, akan diketahui dalam

sekilas pandangan. Kenyataannya Chin Lan eng bisa mencabut

pedang dan menyerang dengan kecepatan luar biasa.

Sayang sekali musuh yang dihadapinya sekarang tak lain

adalah Suma Thian yu yang berilmu silat sangat tinggi.

Terdengar Suma Thian yu tertawa ringan kemudian

ujarnya:

"Suatu permainan pedang yang bagus, sayang sekali kau

telah salah sasaran"

Ujung pedangnya segera dicukil keatas menyusul gerakan

mendatar kemuka, dengan satu jurus dua gerakan yang

merupakan jurus ampuh dan ilmu pedang Kit hong kiam hoat,

di babat pertahanan musuh.

Semua orang hanya merasakan cahaya biru amat

menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam jalan

darah Cian keng hiat diatas bahu Chin Lan eng.

Kalau Chin Lan eng bergerak cepat maka dia bergerak lebih

cepat lagi, bila Chin Lai eng ganas, dia lebih ganas lagi, pada

hakekatnya kawanan perampok berkerudung yang menonton

jalannya pertarungan dari sekitar arena tak dapat melihat

dengan jelas bagaimana kedua orang itu bergebrak dan

beberapa jurus sudah lewat.

Suma Thian yu membenci atas kesadisan dan kekejaman

Chin Lang eng terutama kecabulan serta kebejatan moralnya,

oleh sebab itu begitu turun tangan dia telah mempegunakan

ilmu pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya,

sudah jelas dia bermaksud untuk membangkitkan amarah

lawan.

Benar juga, paras muka Chin Lan eng segera berubah

hebat, buru buru dia mengembangkan permainan jurus

pedang Tay cing kiam hoat aliran Bu tong pay untuk

menyongsong datangnya ancaman lawan.

Selama itu partai Bu tong termasyur dalam dunia persilatan

karena pedangnya Tay cing kiam hoat pun termasuk ilmu

simpanan dari perguruan terebut, bisa diketahui betapa

sempurna dan hebatnya jurus jurus serangan itu.

Sejak kecil, dibawah bimbingan ayahnya, Tay hoa kitsu

Chin Leng hui yang teliti dan seksama, boleh dibilang Chin Lan

eng telah memperoleh inti sari dari ilmu pedang tersebut apa

lagi setelah mendapat petunjuk dari seorang gembong iblis,

ilmu silatnya telah memperoleh ilmu pelajaran yang amat

pesat.

Walaupun mempergunakan serangkaian ilmu pedang yang

sama, namur dalam permainan-nya jauh lebih tangguh

daripada permaiman ayahnya sendiri....

Sayang sekali perempuan ini berjiwa bejad dan bermoral

jelek, coba kalau tidak, Bu Tong pey bisa memiliki seorang

jago perempuan yang begini tangguh, pada hakekatnya

merupakan suatu kelebihan yang boleh dibanggakan.

Begitulah, pertarungan berlangsung selama seperminum

teh lamanya, makin bertarung Chin Lang eng merasa semakin

terkejut, mimpipun dia tak menyangka kalau pemuda lemah

lembut dan masih berbau tetek ini sesungguhnya sudah

msncapai ke tingkatan yang begitu lihay.

Tapi yang paling membuatnya terkejut bercampur

keheranan adalah kemampuan ilmu silatnya yang jauh

berlipat-lipat kali 1ebih hebat bila dibandingkan deagan

keampuhan Kit hong kiam kek Wan Liang dimasa lampau.

Padahal, dia mana mengerti kalau berbicara soal tingkat

kedudukan maka Suma Thian yu masih terhitung susioknya,

sudah barang tentu dengan bekal ilmu silat aliran Bu tong

pay yang benar-benar dikuasai olehnya itu, pertarungannya

melawan Chin Lan eng pada hakekatnya seperti bermain

dengan kanak-kanak saja.

Bayangkan saja, belum lagi perempuan tersebut

melancarkan serangannya, pihak lawan sudah memahami

jurus serangan apakah yang bakal dipergunakan, kalau sampai

begini keadaannya, maka perta-rungan apa lagi yang harus

diselenggarakan?

Pepatah kuno bilang: Tahu diri tahu lawan setiap

pertarungan pasti menang.

Sekarang Suma Thian yu sudah menguasai penuh jurus-

jurus serangan lawannya, apalagi yang perlu dia kuatirkan

lagi?"

Oleh karena itu dia bertarung dengan amat santainya,

setiap jurus dibalas dengan jurus, setiap gerakan dihadapi

dengan gerakan, pada hakekatnya dia tak perlu berpikir lagi

dengan otaknya.

Atau bila menggunakan kata-kata yeng lebih latah lagi,

bahkan Suma Thian yu bisa menyebutkan nama-nama setiap

jurus serangan yang dipergunakan perempuan itu.

Sampai pada akhirnya, ketika Chin Lan eng benar-benar

sudah tak sanggup menahan diri, Suma Thian yu baru

berubah pikiran, dengan kening berkerut umpatnya sembari

melancarkan serangan balasan:

"Perempnsn rendah, hatimu kejam seperti ular beracun,

justru karena kesadisanmu maka Wan Liang mati penasaran,

hari ini sauya aksn membalaskan dendam baginya, aku

hendak membuat malu dirimu agar rasa marahku bisa

terlampiaskan, hati-hati! Aku akan mencomot rambutmu!"

Sambil berkata, tak tampak gerakan apa yung

dipergunakan olehnya, tahu-tahu cahaya biru berkelebat di

susul menyambarnya bayangan manusia, tahu-tahu Suma

Thian yu sudah berdiri di belakang Chin Lan eng sambil

tertawa terbahak-bahak, sambil menggenggam segumpal

rambut ditangan kirinya, serunya:

"Perempuan rendah,inilah pembalasan bagi usahamu untuk

membunuh Wan Liang..... hati-hati! Sekarang aku hendak

memotong telinga mu yang sebelah kiri!”

Mendadak bayangan tubuh Suma thian yu lenyap tak

berbekas, di susul kemudian berkumandangnya suara jeritan

kesakitan dari tengah arena.

Chin Lan eng dengan memegangi telinga sebelah kirinya

dengan tangan kiri, mundur beberapa langkah dengan

sempoyongan, darah kental tampak meleleh keluar melalui

sela-sela jari tangannya.

Sementara ditangan Suma Tbian yu telah bertambah

dengan sepotong telinga yang penuh berpelopotan darah,

katanya sambil tertawa:

"Perempuan rendah, inilah hukuman bagi penghiatanmu

terhadap ayah kandungmu sendiri!"

Sambil berkata, dengan sepasang mata yang

mencorongkan sinar tajam, dia mengawasi Chin Lan eng

tanpa berkedip, kemudian sambil tertawa dingin serunya:

“ Perhatikan baik-baik! Kali ini, aku he dak menebas

hidungmu!"

Sembari berkata dia menerjang maju sambil memutar

pedangnya, sekali lagi dia menusuk kearah tubuh Chin Lan

eng.

Sungguh menggelikan sekali, Chin Lan eng yang dihair-hari

biasa selalu angkuh dan tinggi hati, sekarang berubah

bagaikan seekor domba yang menunggu untuk dijagal, dia

sudah kehilangan sama sekali kemampuannya untuk memberi

perlawanan.

Menyaksikan kesemuanya itu, hancur leburlah perasaan

hatinya, sambil memutur pedangnya menciptakan serentetan

pedang berwarna hijau, dia sambut datangnyu ancaman

tersebut, ia bersiap sedia untuk menebus aib yang di

terimanya itu dengan kematian.

Tampaknya ujung pedang Suma Thian yu sudah hampir

mengenai ujung hidung Chin Lan eng.

Mendadak....

"Tunggu sebentar!" suatu bentakan keras berkumandang

memecahkan keheningan.

Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi

disiang hari bolong, amat memekikkan telinga.

Dengan perasaan terkesiap Suma thian yu segera

melompat mundur selangkah sambil menarik kembali

serangannya.

Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan

sambaran kilat segera melayang turun ke tengah arena.

Begitu mengetahui siapa yang datang, amarah Suma Thian

yu segera berkobar kembali, darah yang mengalir dalam

tubuhnya serasa mendidih, serunya dengan penuh kegusaran:

” Ooooh, rupanya kau! Inilah yang dinamakan: Dicari

sampai sepatu jebol tidak ketemu, akhirnya dijumpai tanpa

membuang tenaga, Hadiah pukulan darimu tempo hari,

sampai sekarang sauya masih belum melupakannya...!"

Siapa yang telah munculkan diri ?

Ternyata dia bukan lain adalah gembong iblis yang

bernama besar dalam kalangan Liok lim, Hek bong hon

(Harimau angin hitam) Lim Kong adanya, tidak heran kalau

Suma Thian yu menjadi naik pitam.

Sebaliknya si Harimau angin hitam Lim Kong yang

menjumpai Suma Tian yu munculkan diri dihapannya, tanpa

terasa dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa

seram.

Kemudian sambil memicingkan sepasang mata sehingga

berubah menjadi satu garis, serunya sambil tertawa dingin:

"Bocah cilik, jadi kau belum mati tenggelam? Heeehhh...

heeebh . .. toaya mengira kau sudah menjadi isi perut ikan

dalam dasar sungai ....!"

Ucapan yang sinis dan menghina itu pada hakekatnya

seperti tak memandang sebelah mata pun terhadap anak

muda tersebut.

Suma Thian yu semakin naik pitam, dia menggertarkan

pedangnya siap ditusukkan ke depan, tapi ingatan lain segera

melintas, untuk menghadapi manusia licik seperti ini, dia tak

ingin bertindak secara gegabah, sebab kejadian tempo hari

merupakan pelajaran pahit baginya, dia tak ingin membuat

kesalahan lagi.

Berpikir demikian, buru-buru dia menekan hawa amarah

yang membara didalam dadanya, sambil menurunkan kembali

pedangnya di berkata:

"Orang she Lim, tampaknya malaikat elmaut lah yang

menghantar kau kemari, lebih baik gorok saja lehermu

sendiri, daripada sauya mesti repot-repot turun tangan, kalau

tidak... hmm! Perempuan rendah itu merupakan contoh yang

paling baik!"

Harimau angin hitam Lim Koag tertawa seram dengan

kerasnya.

“ Heeeh...heeeh...bocah keparat, anggap saja tempo hari

kau bernasib baik, tapi kali ini, jsngan harap kau bisa lolos lagi

dalam keadaan selamat, kalau ingin mengumpat, umpatlah

sampai puas, kalau tidak, kau tak akan memperopeh

kesempatan lagi untuk bersuara...!”

Sembari berkata, pelan-pelan dia berjalan menghampiri

Suma Thian yu, sorot matanya memancarkan sinar kelicikan

dan kebuasan, sehingga membunt siapa pun akan bergidik

bila melihatnya.

Sekuat tenaga Suma Thian yu mencoba untuk menekan

hawa amarah yang berkobar didalam dadanya dan

mengulumkan sekulum senyuman diujung bibirnya, dia

menatap wajah sihanmru angin hitam itu tanpa berkedip,

menanti pihak musuh sudah berada lima langkah deri

hadapannya, dia baru berkata:

Cabut keluar senjatamu? Apakah kau ingin menyerah saja

uutuk menerima kematian?”

Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram:

“ Heeehh...heeeh...heeehh...untuk menghadapi seorang

bocah keparat macam kau, tidak perlu bagiku untuk mencabut

keluar senjatja tajamku, dengan tangan kosongpun loaya

masih tetap mampu untuk mengirimmu pulang kelangit!"

Mendengar perkataan mana, Suma Thian yu segera

mendongakkan kepalanya dsn berpekik nyaring, pedangnya

disarungkan kembali, dengan sorot mata berkilat dia tertawa

hambar.

"Baiklah" katanya kemudian, "akan sauya layani dirimu itu

dengan tangan kosong belaka!”

Selesai berkata, dia lantas menggulung ujung bajunya

sehingga kelihatan lengannya yang putih dan berotot,

sikapnya amat santai dan berdiri seenaknya sendiri, seakan-

akan dia tak memandang sebelah matapun terhadap lawannya

ini.

Sikap acuh seperti ini biasanya hanya bisa membangkitkan

amarah bagi pemuda yang baru terjun kedalam dunia

persilatan dan bersifat berangasan, terhadap harimau angin

hitam Lim Kong yang kenamaan, apa lagi sebagai seorang

perampok ulung, tentu saja hal mana tak akan menimbulkan

reaksi apapun.

Sebagai murid pertama dari si Mayat hidup Ciu Jit hwee,

kesempurnaan ilmu silat maupuun tenaga dalam yang dimiliki

Lim Kong tentu saja sudah luar biasa sekali, dalam

menghadapi musuhnya, dia sama sekali tidak terpengaruh

oleh ejekan, cemoohan maupun umpatan lawan.

Suma Thian yu yang cerdik tentu saja dapat memahami

akan hal ini, tapi kalau dia tidak berbuat demikian, maka rasa

gusar dan mendongkol yang mencekam perasaannya semakin

menghimpit dadanya, dia hendak memanfaatkan kesempatan

tersebut untuk melampiaskan rasa mangkelnya itu keluar.

Sekali lagi Lim Kong maju selangkah kedepan, tiba-tiba

lengan kirinya berputar kencang dengan jurus Tot mang jut

tong (ular be racun keluar gua), kemudian dengan kecepatan

bagaikan sambaran kilat menyodok ke dada pemuda itu.

Dengan cekatan Suma Thian yu menekuk pinggangnya

kesamping, dengan pandangan yang tajam dia mengawasi

datangnya lawan itu tanpa gugup.

Siapa tahu ketika kepalan tersebut sampai ditengah jalan,

mendadak Lim Kong berubah jurus, lalu bentaknya keras-

keras:

“ Roboh kau...!”

Telapak tangan kirinya membentuk gerakan busur ditengah

udara lalu dibacokkan ke bawah, seperti guntur menghajar

tambur, dia menghantam tulang leng kay kut pada ubun-ubun

Suma Thian yu.

Memghadapi ancaman maut itu, Suma Thian yu sama

sekali tidak gugup, dengau menghimpun tenaga dalamnya dia

tangkis datangnya ancaman mana sambil menyahut:

""Belum tentu!"

Telapak tangan kirinya diangkat keatas untuk melakukan

tangkisan, sementara telapak tangan kanannya bagaikan

sebilah pisau langsung menebas kedepan dengan kecepatan

luar biasa.

“ Sreeet...!" desingan angin tajam membelah angkasa,

hampir saja bacokan itu menyentuh pakaian didepan dada Lim

Kong.

Untung si Harimau angin hitam Lim Kong bukan manusia

sembarangan, begitu dilihatnya angin pukulan lawan hampir

menyentuh tubuhnya, mendadak ia berputar setengah

lingkaran kaki kanannya melepaskan tendangan dengan jurus

Kui seng ti to (binatang kejora menantang bintang) langsung

menyodok ketubuh anak muda tersebut.

Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas satu

didalam dunia persilatan dewasa ini, dalam waktu singkat

bayangan kepala dan angin tendangan menyelimuti seluruh

angkasa

Dalam pertarungan yang amat seru itu hanya nampak dua

sosok bayangan manusia yang bergabung menjadi satu

hingga untuk sesaat sukar untuk membedakan mana Lim

Kong dan mana Suma Thian yu.

Dalam pada itu, Siau hu yong (Hu yong indah) Chin Lan

eng yang terluka dan berdiri disisi arena, hatinya merasa

remuk rendam karena amat sedih, apalagi setelah teringat

bahwa rambutnya putus separuh, telinga kirinya terpapas dan

wajahnya menjadi jelek, hatinya sakit bagaikan diiris-iris,

saking sedihnya ingin sekali dia mati seketika.

Manusia memang makhluk yang suka akan keindahan,

apalagi dia adalah seorang perempuan cantik.

Buat Siau hu yong Chin Lan eng, dia lebih suka tewas

diujung pedang lawan daripada kehilangan panca inderanya,

bayangkan saja bila seorang perempuan yang cantik jelita, kini

berubah menjadi perempuan yang kehilangan telinga sebelah,

penderitaan dan aib yang dialaminya itu mana mungkin bisa

ditahan dengan begitu saja?

Luka ditelinga kirinya telah dibubuhi obat dan kini darah

sudah tidak mengucur lagi, namun sepasang mata Chin Lan

eng telah berubah menjadi mengerikan sekali, kekejaman dan

kesediaannya tercermin jelas diatas wajahnya, dia mengawasi

terus wajah Suma Thian yu tanpa berkedip.

Sementara pertempuran sengit ditengah arena masih

berlangsung dengan hebatnya, diam-diam Chin Lan eng

merogoh kedalam sakunya mengambil sesuatu dengan cepat

dipersiapkan dalam genggaman.

Pada ssat itulah, mendadak dari tengah arena

berkumandang dua kali bentakan nyaring, bayangan manusia

nampak saling berpisah.

Lim Kong muadur sejauh dua langkah kebelakang, begitu

sepasang kakinya menempel permukaan tanah, ia segera

melejit kembali ke tengah udara, kemudian bagaikan burung

elang yang menembusi langit ia meluncur tinggi ke udara.

Lompatannya ini paling tidak mencapai ketinggian lima kaki

lebih, sewakiu Suma Thian yu mengalihkan pandangannya ke

depan, ia segera menjadi terkesiap.

Buru-buru hawa murni ysug berada dalam tangan

disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya, dia bersiap

sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Sejenak kemudian.

Harimau angin hitam Lim Kong membentak nyaring,

tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki diatas,

sepasang lengannya mendadak direntangkan kesamping.

Awan gelap yang amat tebal diiringi udara yang dingin

merasuk tulang segera menyelimuti angkasa, bagaikan angin

puyuh yang muncul dari langit, diiringi suara geledek yarg

memekikkan telinga langsung menghantam batok kepala

Suma Thian yu dengan dahsyat.

Inilah ilmu pukulan Hu si im hong ciang (pukulan angin

dingin mayat membusuk) yang amat termashur dalam dunia

persilatan.

Suma Thian yu merasakan hatinya bergidik, diiringi

bentakan nyaring, dengan, menghimpun tenaga dalamnya

sebesar sepuluh bagian kedalam sepasang lengan, dia sambut

datangnya ancaman tersebut.

Siapa tahu, disaat dia sedang memusatkan seluruh

perhatiannya untuk menghadapi harimau angin hitam Lim

Kong, mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema

memecahkan keheningan, angin puyuh menderu-deru, lalu

terlihat tua titik cahaya bintang yang berkilauan dengan

membentuk posisi segitiga langsung menyambar ke arah

pinggangnya.

Suma Thian yu merasa amat terkejut, segulung hawa

dingin segera muncul dari punggungnya dan menembus

sampai keatas, rupanya serangan angin pukulan hawa dingin

mayat busuk dari Harimau angin hitam Lim Kong sudah

menyambar datang seperti ombak dahsyat, yang menghantam

tepian pesisir...

Dengan begitu, Suma Thian yu menjadi terjepit dipesisi

yang tidak menguntungkan, dia harus mengbadipi dua musuh

sekaligus dua dipaksa berada dalam keadaan bagaikan

menunggang dipunggung harimau.

Untuk menghindari pukulan telapak tangan saja sudah

payahnya setengah mati, ditambah, lagi harus menghadapi

serangan senjata rahasia, keadaannya menjadi bertambah

kritis.

Dalam keadaan terancam, tiba-tiba muncul sebuah akal

cerdik dalam benaknya, dengan cepat ia menjatuhkan diri

kebelakang dan mengelinding kesamping dengan gerakan

Lan jui ta kun (keledai malas berguling guling)....

Seketika itu juga terdengar suara benturan keras

menggelegar di angkasa, angin pukulan dari Lim Kong sudah

menghajar secara telak diatas permukaan tanah.

00o00

Tapi, pada saat inilah mendadak Suma thian yu merasakan

sisi lambungnya seperti terpagut oleh sengatan lebah beracun,

kakinya sakit bukan kepalang, sadarlah pemuda ini bahwa dia

telah kerkena senjata rahasia.

Suma hian yu cukup mengetahu bahwa Siau hu yang Chin

lan eng adalah seorang perempuan kejam yang berhati buas,

senjata rahasia yang dipergunakan juga pasti dibubuhi racun

yang jahat.

Dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam nya untuk

melindungi jalan darah, kemudian sambil melompat mundur

serunya:

“ Sakit hati ini pasti kubalas, ingat saja budak rendah, Suma

thian yu pasti akan menguliti tubuhmu hidup-hidup!”

Seraya berkata, seperti segulung angin puyuh saja, ia

segera berlalu dari situ.

Tentu saja si harimau angin hitam Lim Kong tak akan

melepaskan Suma thian yu dengan begitu saja, dia

menggerakkan tubuhnya, lalu bagaikan anak panah yang

terlepas dari busurnya melakukan pengejaran dari belakang.

Mewndadak terdengarSiau hu yong Chin Lan eng

membentak sambil terawa:

“ Lim toako, bajingan yang rudin tak usah dikejar anjing

budukan tak perlu diusir, biar kan saja dia pergi!”

Harimau angin hitam Lim Kong segera menghentikan

gerakan tubuhnya, kemudian bertanya dengan wajah

tercengang:

“ Apakah hal ini tidak terlalu keenakan buat keparat itu?

Siau hujin, gara-gara kewelasan hatimu saat ini, bisa jadi

dikemudian hari akan memancing datangnya banyak bibit

bencana buat kita semua!”

Chin Lan eng tertawa terkekeh-kekeh dengan liciknya:

“ Heeeh...heeeh...heeeh...Lim toako, kau terlalu memikirkan

hal yang bukan-bukan, bila keparat itu bisa hidup melewati

fajar nanti, hal mana sudah merupakan kemujuran baginya"

Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih

jauh:

"Seandainya senjata rahasia ku tidak berhasil melukainya,

menang kalah masih sukar di tentukan, selain daripada itu,

bagaimana mungkin aku dapat melampiaskan rasa malu dan

kerugian yang kualami malam ini?"

Mendengar ucapan tersebut, Harimau angin hitam Lim

Kong lalu tertawa terbahak-bahak.

"Haahh...haah...haahh...sudah lama aku dengar akan

kelihayan jarum beracun Hok teng ang tok ciam milik Siau

hujin, konon begitu mengenai orangnya lantas keracunan

hebat dan modar, rupanya raja akhirat sudah mulai

menggapaikan tangan kearahnya?”

Siau hu yong Chin Lao eng segera menggelengkan

kepalanya berulang kali, sahutnya:

“ Senjata rahasia yang berhasil bersarang ditubuh bocah

keparat itu sama sekali tidak di beri Hok leng ang melainkan

cuma selaksa racun yang umum!”

"Heeeh...heeeh...heeeh, sekalipun begitu, aku rasa hal

inipun sudah cukup membuat bocah keparat tersebut untuk

terbang kembali keneraka"

Beracara sampai disitu, kembali Lim Kong tertawa terbahak

bahak dengan seramnya.

ooOoo

SUMA THIAN YU SADAR, kalau dia sudah keracunan, maka

sambil berlari kencang meninggalkan tempat ini, dia mencabut

keluar jarum yang lembut bagaikan rambut itu, lalu

menggenggam mulut lukanya dengan tangan kiri agar darah

jangan sampai mengalir ke luar terus.

Setelah melakui perjalanan yang cukup jauh mendadak ia

merasa luka pada lambungnya sudah tidak terasa sakit lagi,

dia pun mencari sebuah batu untuk duduk dan beristirahat.

Ketika pakaiannya di lepas dan mulut luka nya diperiksa,

maka segera dijumpainya selain titik merah kecil seperti bekas

tertusuk jarum yang masih tersisa diatas lambungnya itu, dia

sama sekali tak merasakan sesuatu gejala yang aneh, pelan-

pelan hatinya pun mulai merasa amat lega dan tentram.

Akan tetapi sewaktu dia mengangkat tangan kirinya, tiba-

tiba saja dijumpai segumpal darah kental menempel diatas

telapak tangan kirinya itu, ketika diendus segera tercium bau

busuk yang amat menusuk hidung, busuknya bukan main.

Dengan cepat Suma Thian yu menjadi sadar kembali apa

gerangan yang telah terjadi, tanpa tersa serunya:

“ Ooohh... rupanya aku telah ditolong oleh telapak tangan

kiriku ini. Chin Lan eng, hai Cbin Lan eng... kau gagal untuk

mencelakai diriku.

Dengan cepat dia melompat bangun dan balik kembali

ketempat semula, ia bermaksud untuK mencari Chin Lan eng

dan membuat perhitungan dengannya....

Sebagaimana diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu

ini tidak mempan terhadap berbagai macam racun, ketika

perutnya terluka tadi, dia telah memegang mulut lukanya

dengan telapak tangan kirinya, rupanya disaat itulah semua

racun keji yang mengeram didalam tubuhnya telah terhisap

oleh daun Jin sian kiam lan sehingga bersih sama sekali.

Coba kalau Suma Thian yu mengetahui akan kelebihan

yang dimilikinya ini, tak mungkin dia akan melarikan diri dari

arena pertarungan.

Menanti dia sudah sampai kembali ketempat bekas

pertarungan tak sesosok bayangan manusia pun yang

nampak.

Memandang kegegapan yang mencekam sekeliling tempat

itu, Suma Thian yu segera terbayang kembali peristiwa yang

berlangsung belum lama berselang, tanpa terasa kembali

gumamnya:

"Perempuan berhati busuk, tak heran kalau paman Wan

tewas ditanganmu. Selama aku Thian yu masih bisa hidup,

pasti akan kubunuh bajingan tersebut dengan telapak

tanganku sendiri"

Dengan langkah yang ringan dan cepat, dia lantas balik

kembali menuju kearah loteng Kun eng lo.

Tapi baru sampai ditengah jalan, mendadak ia seperti

teringat akan sesuatu dan segera berhenti, kemudian dia balik

kembali menuju ke tempat bekas pertarungan.

Sampai setengah harian lamanya dia melakukan pencarian

di atas tanah, akhirnya ditemukan juga dua batang jarum

lebah beracun yang digunakan oleh Chin Lan eng tadi dan

dengan sangat berhati-hati sekali disimpan kedalam sakunya,

kemudian mengurungkan niatnya kembali ke rumah makan

Kun eng lo, dia segera berangkat menuju ke arah telaga Tong

ting ou.

Jilid 16

Suatu hari sampailah Suma Thian yu dikota Tiang-an-gi di

dalam propinsi Ou lam.

Tiang an gi terletak hanya dua hari perjalanan dari telaga

Tong tin ou, menurut perhitungan Suma Thian yu masih ada

berapa hari lagi menjelang tanggal lima belas, maka dia pun

menginap dalam sebuah rumah penginapan di kota Tian an gi

tersebut.

Rumah penginapan itu bernama Gwat kek can,

pelayanannya sangat baik, lingkungannya amat sepi dan

indah, membuat orang merasa kerasan sekali tinggal disitu,

tak heran kalau hanya saudagar yang berdiam dikota tersebut.

Suma Thian yu mendapat sebuah kamar yang terletak

dipaling ujung ruang sebelah timur.

Sementara itu senja sudah menjelang tiba, banyak

pelancong dan saudagar yang pulang ke penginapan untuk

beristirahat, hanya Suma Thian yu seorang yang tak ada

urusan dan duduk dekat jendela sambil memandang kolam di

luar kamarnya.

Mendadak dari luar pintu penginapan sana terjadi

kegaduhan, pertama-tama Suma Thian yu tidak begitu

menaruh perhatian, siapa tahu suara gaduh tadi makin lama

terdengar semakin ramai.

"Kalian buka penginapan toh bermaksud mencari uang, asal

aku si pengemis tua punya uang, mengapa tak boleh

menginap disini?”

Suma Thian yu segera merasa suara itu sangat dikenal

olehnya, buru-buru dia membuka pintu dan melongok keluar.

Dan terlihatlah segerombolan manusia sedang mengurung

seorang pengemis tua yang berpakaian compang-camping.

Dalam sekilas pandangan saja Suma Thian yu dapat

mengetahui orang itu sebagai Siau yau kay Wi Kian adanya.

Sebetulnya ia Ingin maju melerai, tapi setelah berpikir

sejenak dia urungkan niatnya itu, siapa tahu pengemis tua itu

hendak menggunakan akal muslihat apa lagi untuk mengatasi

persoalannya.

Dalam pada itu, seorang pelayan sedang berdiri sambil

tertawa paksa:

“ Tuan cin sin ya, penginapan kami benar-benar sudah

penuh dan tiada kamar lain, harap kau mencari kamar

penginapan yang lain saja!”

Siau yau kay Wi Kian segera menggelengkan kepalanya

berulang kali sambil berseru!

“ Tidak bisa, kalian semua adalah kawanan anjing yang

punya mata bila melibat uang, sudah jelas di dalam sana

masih ada tiga buah kamar kosong, masa kau hendak

membohongi aku si pengemis tua? Kalau aku tak mau pergi,

kau mau apa?"

Tangannya segera merogoh kedalam saku dan meraba

beberapa saat kemudian dengan berhati-hati sekali dia

mengeluarkan seuntai mata uang tembaga dan diperlihatkan

kepada pelayan itu kemudian serunya:

“Coba keu lihat, bukankah aku si pengemis tua mempunyai

uang?"

Selesai berkata, seakan akan kuatir kalau ada orang hendak

merampas uangnya saja, dengan cepat ia te1ah

menyimpannya kembali sementara sepasang matanya segera

mengawasi wajah semua orang dengsn sikap was-was dan

curiga.

Untuk masa itu, seuntai mata uang tembaga hanya bisa

dipakai untuk makan satu kali, tentu saja masih kurang kalau

hendak dipakai untuk membayar penginapan.

Oleh sebab itu para pelancong dan saudagar yang

mengerumuni tempat itu segera tertawa terbahak-bahak

karena geli.

Salah seorang diantaranya dengan cepat berseru dengan

suara dingin seperti es:

"Hei engkoh tua, apa kau cuma mempunyai uang sebanyak

itu?”

Siau yau kay manggut-manggut, serunya dengan wajah

serius:

"Kenapa? Uang sebanyak, inipun masih cukup untuk

menginap selama delapan atau sepuluh hari disini"

sekali lagi semua orang tertawa terbahak-bahak sesudah

mendengar perkataan itu, seseorang kembali berseru dari sisi

arena:

“ Pelayan, enyahkan saja pengemis edan itu dari situ,

tampaknya pengemis ini memang sengaja hendak mencari

gara-gara!”

Bagaimanapnu jua, pelayan itu tak ingin terjadinya

keributan di rumah penginapannya, maka sambil tertawa

paksa dan menjura berulang kali, katanya:

"Oooh, dewa hartaku yang baik, harap kau sudi berbuat

kebaikan, janganlah mengacau lagi di sini, bila kau ribut terus

disini, usaha kami bisa bubar! Bila kau ingin sangu, katakan

saja berterus terang, kami bersedia memberi sedikit sangu

untukmu"

Kembali Siau yau kay Wi Kian berteriak teriak keras:

"Huuh, kau si anjing budukan jangan kelewat menghina,

aku si pengemis tua tidak butuh uang, aku hanya ingin

menginap disini. Tak usah kuatir, anak angkatku segera akan

keluar, dia pasti akan membayar rekeningku"

Ketika semua orang mendengar kalau dia mempunyai anak

angkat disitu, tak kuasa lagi segera tertawa terbahak bahak.

Pelayan itu segera menepuk dahi sendiri sambil berteriak

keras:

"Oh Thian! seorang pengemis tua saja sudah cukup

membuatku pusing, bila ditambah dengan seorang anak

angkatnya lagi, waah... bisa berabe jadinya”

Kemudian sambil menjura lagi katanya:

“ Oooh lo yaya, kumohon kepadamu pergilah dari sini,

sekarang lagi waktunya para tamu berdatangan, kemarilah

lagi nanti saja"

Baru saja Siau yau kay akan menjawab, dia menyaksikan

Suma Thian yu sedang berjalan keluar.

Padahal sejak tadi ia sudah melibat kalau Suma Thian yu

memasuki rumah penginapan tersebut, maka dia segera

datang kemari mencarinya.

Terdengar ia berseru sambil bertepuk tangan:

“ Nah, sudah datang, sudah datang! Anak angkat aku si

pengemis tua telah datang untuk membayar rekening"

Ketika semua orang mendengar perkataan itu, serentak

mereka berpaling keerah pintu, tapi disana tak nampak

bayangan pengemis.

Suma Thian yu melanjutkan langkahnya menuju kemuka

penginapan, begitu Siau yau kay melihat pemuda itu sudah

munculkan diri, kembali dia berteriak gembira:

“ Bagus sekali! Aku si pengemis tua sudah hampir setengah

harian lamanya mencarimu, rupanya kau sedang tidur enak

disini, lihat saja aku akan menghajarmu atau tidak!"

Semua orang turut berpaling, ketika dilihat pengemis tua

itu sedang berbicara dengan seorang pemuda tampan

berpakaian perlente, semua orang lain mengira pengemis tua

itu indah tak beres otaknya sehingga kerjanya hanya

menggoda orang.

Pelayan itupun mengalihkan sorot matanya yang keheranan

kearah Suma Thian yu, lalu diperhatikan dari atas hingga ke

bawah dengan seksama.

Suma Thian yu segera mendorong orang-orang yang

berada disekitar situ agar minggur kemudian sambil menjura

kepada pengemis tua itu, katanya dengan sopan:

"Bila aku tidak menyambut kedatangan lo-cianpwe dari

jauh, harap kau sudi memaafkan"

Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang semakin

dibikin kebingungan dan tidak habis mengerti, mereka malah

menganggap Suma Thian yu ikut gila.

Buru-buru pelayan itu berkata kepada Suma Thian yu

dengan ramah dan sopan:

“ Apakah kek-koan kenal dengan dia?”

Sambil bersenyum suma Thian yu manggut-manggut.

“ Yaa, kenal, harap siapkan hidangan dan arak

berusiasepuluh tahun, aku hendak menjamu sahabatku ini,

rekeningnya akan ku bayar sekalian nanti”

Melihat Suma thian yu bersedia untuk membayar, pelayan

itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas,

dia segera masuk kedalam untuk mempersiapkan hidangan.

Sementara mereka yang menonton keramaian pun segera

pada bubar tapi dari dalam rumah penginapan itu mulai

terdengar suara kasak kusuk orang membicarakan kejadian ini

Setelah Siau yau kay duduk, Suma thian yu baru bertanya

dengan sikap hormat”

“ Cianpwe, mengapa kau pun sampai disini?”

Siau yau kay segera tertawa cekikikan.

“ Rahasia langit tak boleh bocor, mari kita minum arak dulu

sebelum kuceritakan keadaan yang sebenarnya”

Suma thian yu pun tidak bertanya lebih jauh, mereka

berdua segera bersantap sambil berbincang-bincang,

mempergunakan kesempatan itu, thian yu membeberkan

kejadian yang dialaminya selama beberapa hari ini.

Ketika Siau yau kay Wi kian mendengar Suma thian yu

berhasil memapas rambut Chin lan eng dan memapas sebuah

telinganya, dengan gembira ia segera mengebrak meja

sembari berseru:

"Suatu tindakan yang amat bagus! Kita memang wajib

menegakkan keadilan serta kebenaran bagi umat persilatan!”

Gebrakan meja itu segera mengagetkan semua tamu yang

kebetulan sedang bersantap, hampir semua orang

mengalihkan sorot matanya kearah mereka, bahkan ada pula

yang menggelengkan kepalanya sembari menyumpah kalang

kabut:

“ Orang gila, benar-benar sudah tak ada orang yang bisa

menolongnya lagi...”

Setelah arak dihidangkan, dan beberapa cawan sudah

masuk ke dalam perut Siau yau kay Wi kian segera

meletakkan cawan araknya ke meja sambil bergumam:

"Aneh, mengapa dia belum juga datang?”

"Siapa? Siapa yang kau maksudkan?” tanya Suma Thian yu

dengan wajah tercengang.

Siau yau kay tertawa cekikikan, dengan misterius dia

melirik sekejap ke arah Suma Thian yu, kemudian katanya:

"Tali jodoh seribu li hanya tergantung disatu titik, aaai...

sulit juga menjadi seorang mak comblang..."

Ucapan itu bagaikan orang yang sedang bergumam, hal ini

membuat Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah mati,

dia merasa perkataan dari pengemis tua itu ngawur seakan-

akan dibalik kesemuanya itu masih tersimpan semacam

rahasia.

Sebagai pemuda yang berjiwa mulia, dia tak ingin

mendesak orang untuk mengungkapkan semua rahasianya,

karena orang lain tidak mengungkapkan hal tersebut, maka

dia pun tidak mendesak lebih jauh.

Maka sambil mengangkat cawan araknya, dia meneguk

seorang diri.

Suatu ketika dia mengalihkan sorot matanya ke depan

pintu, mendadak pandangan matanya terasa kagum lalu

sarunya tertahan:

"Aaaaah!"

Bukan cuma dia saja yang merasa terkejut bercampur

keheranan, hampir semua tamu yang berada dalam ruangan

sama-sama merasa ka get dan menghela napas tiada

hentinya, sorot mata mereka pun sama-sama dialihkan kearah

pintu.

Rupanya dari depan pintu berjalan masuk seorang gadis

yang wajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, dia

berusia enam tujuh belas tahunan, memakai baju berwarna

kuning dengan ikat pinggang berwarna hijau mata yang jeli,

hidungnya yang mancung dan bibirnya yang mungil membuat

gadis itu nampak begitu cantik dan amar mejawan hati.

Tak heran kalau semua orang yang hadir disitu sama sama

merasa terkejut dan mengira ada bidadari yang turun dari

kahyangan, tanpa berkedip barang sekejap pun mereka

semua mengawasinya lekat-lekat.

Menghadapi kemunculan gadis centik itu, tiba-tiba saja

dalam hati semua orang timbul suatu ingatan yang aneh,

mereka berharap gadis itu berjalan menuju kedepan meja

mereka. Tapi gadis itu hanya memindang sekejap sesekeliling

ruangan, kemudian dengan lemah gemulai berjalan menuju ke

meja yang ditempati pengemis tua itu.

Ketika tersenyum, terlihatlah sepasang lesung pipinya

yang indah dan mempesona hati.

Ia memberi hormat kepada pengemis tua itu, lalu katanya:

“ Harap dimaafkan bila kau orang tua harus menunggu

terlalu lama"

Kemudian ia mengambil tempat duduk didekat pengemis

tua itu.

Dengan kejadian ini, maka suara helaan napas dan seruan

keheranan sekali lagi kerkumandang dalam ruangan itu.

pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa

yang sangat aneh, seorang pengemis tua ternyata

menantikan kedatangan seorang gadis cantik jelita bak

bidadari dari kahyangan, pada hakekatnya peristiwa ini

merupakan suatu kejadian yang aneh dan hampir saja

membuat semua orang merasa bagaikan sedang bermimpi di

siang hari bolong.

Tiga manusia yang berbeda duduk di meja yang sama,

betul-betul suatu perpaduan yang amat tak sedap.

Setelah duduk, gadis itu menundukkan kepalanya rendah-

rendah lalu melirik sekejap kearah Suma Thian yu dengan

wajah tersipu-sipu, setelah itu baru ujarnya:

“ Rupanya kau pun berada disini? Kapan datangnya?”

"Hari ini baru sampai" jawab Suma Thian yu dengan wajah

tersipu-sipu pula, bisa bertemu dengan nona ditempat ini,

sungguh merupakan kejadian yang menyenangkan.

Siau yau kay Wi kian yang menyaksikan kejadian tersebut

segera tertawa terbahak-bahak.

“ haah...haah...haah...kalau tidak berjodoh bagaimana bisa

berjumpa? Kalian berdua tak usah berlagak malu lagi, mari!

Kita keringkan dulu secawan arak!”

"Nona Wan, apakah kau masih marah padaku?" tanya

Suma Thian yu kemudian.

Gadis itu tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im sin

liong (naga sakti dari mega) Wan kiam ciu, congpiautau dari

perusahaan Sin liong piaukiok di kota Heng ciu Bi hong siancu

(Dewi burung hong) Wan Pek lan adanya.

Ketika mendengar pertanyaan dari Suma thian yu itu,

merah padam selembar wajah Wan pek lan karena malu,

sahutnya dengan suara tergagap:

“ Aaahhh, itu mah hanya suatu kesalahan paham belaka,

Susiok Coa telah memberi penjelasan dan kami tahu kalau

siauhiap bersih!”

“ Siapakah Susiok Coa mu itu?” tanya Suma thian yu dengan

wajah tercengang.

Bi hong siancu Wan pek lan segera berpaling kearah Siau

yau kay Wi kian lalu sahutnya:

“ Dia orang tualah adanya!”

Sekarang Suma thian yu mengerti, tanpa terasa ia berseru:

“ Tak heran kalau locianpwe marah-marah pada waktu itu,

rupanya diantara kalian mempunyai hubungan yang sangat

akrab”

“ Bpcah, kau jangan keburu bersenang hati!“ damprat Siau

yau kay Wi kian dengan gusar, “seandainya terbukti kalau kau

adalah pembunuhnya, masa aku si pengemis tua akan

melepaskan dirimu dengan begitu saja?”

Ketika Bi hong siancu Wan Pek lun menanyakan kaadaan

yang sebenarnya kepada pemuda itu, secara ringkas Suma

Thian yu segera menceritakan semua peristiwa yang

dialaminya termasuk Siau yau kay mengejarnya ke gua Hui im

tong dan menuntut pertanggungan jawab darinya.

Selesai mendengar cerita mana, dengan perasaan tak

tentram tenteram Bi hong siancu Wan Pek lan memandang

sekejap kearah Suma thian yu dengan pancaran sinar cinta

yang mendalam, katanya:

“ Semuanya ini gara-gara kejelekanku, hampir saja aku

menuduh orang baik, tentunya kau tidak menjadi gusar

bukan?”

Suma thian yu tertawa getir, kemudian ujarnya dengan

nada bersungguh-sungguh:

“ Berbicara menurut keadaan pada waktu itu, siapapun akan

menaruh curiga kepadaku, selama ini aku masih merasa kuatir

kalau Tio toako masih marah terus kepadaku!”

Wan pek lan tersenyum.

“ ketajaman mata paman tio memang sungguh

mengagumkan, dari seluruh piasu yang ada dalam

perusahaan, Cuma dia seorang yang memahami perasaanmu,

gara-gara peristiea tersebut, dia telah telah bentrok dengan

ayahku sehingga kedua belah pihak merasa sama-sama tidak

senang”

“ bagaimana sekarang....? buru-buru Suma thian yu

bertanya.

“ Ia sudah pergi meninggalkan perusahaan”

“ Apa?” seru Suma thian yu terkejut.

Siau yau kay Wi kiam yang berada disamping segera

menukas dengan nada dingin:

“ Biarkan saja dia pergi, kalau harus mengendon terus

dalam perusahaan, pada hakekatnya seperti orang berbakat

yang dipendam, bagaimanapun juga tak bisa menonjol dan

menjadi besar, cita-cita seorang lelaki berada diempat

penjuru, bila ia mau mengembara ketempat luaran,

kemungkinan besar malah akan dijumpai suatu kemukjijatan”

Suma thian yu tahu, ucapan Siau yau kay tersebut

mengandung suatu makna yang amt mendalam, ia bisa

berkata demikian, pasti dikarenakan suatu pertimbangan maka

hatinya pun menjadi lega.

Malam itu Suma thian yu minta dua kamar lagi untuk

beristirahat kedua orang itu.

Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu bangun dari

tidurnya, ia menyaksikan Siau yau kay Wi Kian sudah pergi

entah kemana, kamarnya ditinggilkan dalam keadaan kosong.

Sewaktu Bi hong siancu menjumpai Siau yau kay sudah

pergi, sekulum senyuman tersungging diujung bibirnya.

“ Perempuan memang mahkluk yang amat tajam

perasaannya, Wan Pek lan memang cerdik, dengan cepat dia

mengetahui kaku Wi locianpwe ada niat untuk menjodohkan

mereka berdua, hatinya jadi merasa amat berterima kasih.

Siau yau kay Wi kian dengan susah payah mengajak Wan

Pek lan datang kesitu kemudian menyerahkannya kepada

Suma Thian yu, dia pergi tanpa pamit, rupanya segala sesuatu

yang hendak dilakukannya itu telah diatur dengan rapi sekali.

Kalau dibicarakan memang sungguh mengangumkan sekali,

sepanjang hidupnya dia selalu berkelana dalam dunia

persilatan, urusannya banyak dan repot sekali, kenyataannya

dalam kesibukan tersebut dia masih sempat mengurusi cinta

muda mudi, hingga dibilang, sebenarnya hal ini merupakan

suatu tindakan yang luar biasa.

Bisa dibayngkan pula betapa berterima kasihnya Wan Pek

lan setelah menyaksikan kesemuanya itu.

Berbeda dengan Suma Thian yu, dia masih sedikit

kebingungan oleh hilangnya Siau yau kay, dia berusaha keras

untuk menemukan jejak pengemis tua itu, bayangkan sendiri,

apakah perbuatannya ini tidak menggelikan...?

Setelah membayar rekening, berangkatlah kedua orang itu

meninggalkan kota Tiang an gi menuju ke kota Gak ciu.

Sepanjang jalan mereka selalu berpesiar dan menikmati

keindahan alam, didampingi seorang gadis yang cantik seperti

Bi hong siancu, sedikit banyak Suma thian yu jauh merasa

lebih riang dan gembira.

Setelah kesalapahaman diantara mereka dapat diatasi,

hubungan muda mudi ini semakin akrab, setiap kali Suma

thian yu terbayang kembali peristiwa mesranya dengan Wan

pek lan tempo hari, dimana mereka bermesraan dengan

hangatnya, dalam hati kecilnya selalu timbul pertanyaan

kapankah keadaan seperti ini bisa berulang kembali.....

Padahal Wan pek lan sendiripun berperasaan sama,

seringkali ia memperhatikan ketampanan wajah kekasih

hatinya, suatu perasaan gembira yang belum pernah

dialaminya sebelumnya selalu menyelimuti perasaannya.

Gak yang lo terletak diluar kota Gak ciu, pesis ditepi telaga

Tong ting cu.

Waktu itu, diatas loteng berdiri sepasang muda mudi yang

sedang menikmati keindahan alam disekelilingnya.

Tampakk gadis itu memandang ketempat kejauhan sana,

lalu katanya:

“ Engkoh thian yu, masih berapa jauhkah dari tempat ini

sampai dibukit Kui san?”

“ Kalau sekarang juga berangkat maka senja nanti sudah

sampai, Cuma kita tak tahu di manakah dua saudara berdiam,

sehingga kalau harus dicari, kita masih membutuhkan banyak

waktu”

Rupanya sepasang muda mudi ini tak lain Suma Thian yu

dan Bi hong siancu Wan pek lan yang sedang datang

memenuhi janji.

Memandang air telaga nan hijau dan dihembus angin yang

semilir semilir, Wan Pek lan menarik napas panjang-panjang,

memandang ti ik bayangan putih dikejauhan sana, tanpa

terasa katanya:

"Kalau bisa menumpang angin seribu li, memecahkan

ombak selaksa pal, ooh.. betapa asyiknya waktu itu!”

Apakah adik Lan ingin menumpang sampan untuk

menyelusuri telaga kenamaan ini?"

“ Ehmmm..."

Belum habis berkata, Suma Thian yu sudah menarik tangan

Wan Pek lan yang putih dan diajak turun dari loteng,

kemudian menuju ke tepi telaga dan menyewa sebuah

sampan untuk berpesiar ke tengah telaga.

Sekulum senyuman manis menghiasi ujung bibir Wan Pek

lan, hatinya terasa berdebar keras, karena keadaan mereka

sekarang bagaikan sepasang kekasih yang sedang berpacaran

ditengah telaga.

Makin lama mereka meninggalkan Gak yang lo semakin

jauh...

Semenjak kecil Wan Pek lan selalu dikurung dalam kamar

dan tak pernah keluar dari rumah, kepergiannya kali ini boleh

dibilang merupakan perjalanan jauh pertama kali yang

dilakukan olehnya, memandang burung manyar yang terbang

diatas telaga serta kapal layar yang bersimpang siur di

kejauhan sana, dia merasa gembira sekali.

Mendadak dia menyaksikan ada sebuah perahu sekang

bergerak mendekati perahu mereka dari belakang, segera

bisiknya:

Engkoh Thian yu, dari belakang sana ada sebuah kapal

sedang mengejar kita, mari kita beradu kecepatan dengan

mereka, coba dilihat siapa yang bergerak lebih cepat"

Suma thian yu berhenti mendayung sambil berpaling, paras

mukanya segera berubah hebat, segera serunya:

“ Siapa bilang kalau mereka sedang mengajak kita beradu

kecepatan? Mereka datang untuk menangkap orang"

“ Menangkap siapa? Apakah perahu pemerintah?”

Menyaksikan kepolosan Wan Pek lan yang menyenangkan

itu, Suma Tnian yu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haaaahh...haaaahh...haaah... mereka datang mencari kita"

"Mencari kita...?"

"Benar adik lan!"

Dengan perasaan tercengang Wan Pek lan berpaling dan

memperhatikan sekejap perahu yang sedang melakukan

pengejaran itu, dengan cepat ia saksikan ada dua orang lelaki

kekar yang memegang golok berdiri diujung geladak.

Pada ujung tiang perahu itu tergantung sebuah panji segi

empat yang bertuliskan huruf “Tong” amat besar.

Dengan perasaan tercengang Wan pek lan segera berseru:

"Perlambang apa sih huruf ‘Tong’ itu?”

Suma Thian yu berpaling dan melihat sekejap lagi,

kemudian sahutnya cepat:

"Penyamun dari telaga Tong ting ou, kalau bukan tentunya

sama dari suatu partai atau suatu perkumpulan.”

“ Ehhmm" Wan Pek lan mengiakan, sementara sepasang

matanya masih saja mengawasi perahu yang mendekat itu

tanpa berkedip, pelbagai pikiran serasa berkecamuk didalam

benaknya. Mendadak, dari atas perahu itu berkumandang

suara keleningan yang sangat ramai.

Ketika Wan Pek lan mendongakkan kepalanya, tanpa terasa

ia menjerit kaget:

"Aaah.....”

Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, hatinya segera

terasa terkesiap, rupanya dari atas geladak perahu itu sudah

penuh berisi lelaki-lelaki bersenjata lengkap yang sedang

mengawasi Suma thian yu berdua tanpa berkedip.

Dalam waktu singkat, perahu itu sudah semakin mendekati

sampan kecil yang ditumpangi oleh Suma thian yu itu, tapi

gelombang yang besar dengan cepat memisahkan kembali

kedua perahu itu sejauh setengah kaki lebih.

Pada saat itulah, dari ujung geladak perahu itu muncul

seorang kakek berjubah panjang, kepada Suma Thian yu dia

segera berseru keras:

"Hei, apakah kau she Suma?”

Suaranya nyaring sekali, meski angin berhembus kencang

namun suara pembicaraannya masih kedengaran jelas sekali

dalam pendengaran Suma Thian yu, dari sini dapat

disimpulkan kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek itu sudah

mencapai puncak kesempurnaan.

"Yah, memang akulah orangnya!” jawab Suma Thian yu

cepat.

Tenaga dalam yang sengaja dipancarkan untuk menembusi

suara angin dan gelombang dengan cepat membawa suara

tersebut hingga kesisi telinga lawan.

Perahu itu segera menurunkan jangkar,kemudian terdengar

kakek berjubah panjang itu membentak lagi:

"Lohu mendapat perintah untuk menangkap siauhiap,

harap kau sudi memberi muka agar mengikuti lohu pergi dari

sini, tanggung kau ntak akan menderita kerugian barang

seujung rambutpun”

Suma Thian yu segera meletakkan dayungnya dan bangkit

berdiri kemudian sahutnya:

“ Sayang sekali aku masih ada urusan hendak pergi dari sini,

tolong sampaikan saja kepada Pangcu kalian, setelah urusan

dibukit Kun san selesai, aku pasti akan mengunjungi markas

kalian”

Ketika mendengar suara jawaban tersebut, kakek itu

nampak tertegun, kemudian tanyanya dengan perasaan

tercengang:

“ Apakah Sianuhiap kenal dengan pangcu kami?”

Suma Thian yu tertawa terbahak bahak.

“ Haah...haaahh...haahh...nama besar Kang pangcu sudah

termashur di seantero jagad, siapa bilang kalau aku tidak

mengetahui akan nama besarnya?"

“ Kalau memang begitu, bagaimana kalau siauhiap silahkan

naik ke atas perahu?”

“ Terima kasih, aku rasa tidak usah, biarlah maksud baikmu

itu kuterima didalam hati saja"

Seusai berkata, Suma Thian yu segera mengambil

dayungnya dan mendayung sekuat tenaga, perahu itu segera

meluncur kembali sejauh satu kaki lebih ke depan.

Mendadak......

Suara petikan yang amat nyaring berkumandang datang

dari arah perahu besar itu.

Mula-mula Suma Thian yu mengira kalau kakek itu

bermaksud hendak menangkapnya hidup-hidup, maka dia

segera berpaling, tetapi setelah mengetahui apa yang terjadi,

diam-diam dia semakin terkejut lagi.

Ternyata diatas geladak perahu tersebut telah berdiri si

Setan bermuka hijau Siang tham.

Terdengar Setan bermuka hijau Siang Tham tertawa keras

dengan seramnya.

“ Heeh...heeeh...heeeh...bocah keparat, apakah kau ingin

kabur dengan begitu saja? Hmmm, telaga Tong ting ou akan

menjadi tempat untuk mengubur jenazahmu!"

Setelah tertawa seram lagi dengan kerasnya, dengan suara

dingin dia melanjutkan:

Orang yang bisa terkubur didasar telaga ini bukan manusia

sembarangan apalagi disisimu didampingi oleh seorang bocah

perempuan yang begitu cantik” heeehh...heeehbh..."

Bi hong siancu Wan Pek lan serentak melompat bangun

sesudah mendengar perkataan itu, sepasang matanya melotot

besar, kemudian bentaknya dengan suara nyaring:

"Anjing keparat, bila kau berbicara tidak senonoh lagi,

jangan salahkan bila nona akan memotong lidahmu!"

Bukan gusar, setan muka hijau Siang Tham menjadi

tertawa sehabis mendengar perkataan itu, suara tertawanya

seperti tangisan monyet diselat Wushia, membua tsiapapun

yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada bangun

berdiri.

Selesai tertawa, dia lantas membentak dengan gusar:

"Kematian sudah berada diambang pintu, kau masih berani

bersikap liar... baik, toaya akan suruh kau merasakan sedikit

pelajaran lebih dulu!"

Kemudian sambil mengulapkan tangannya dia membentak:

"Lepaskan panah!"

Seketika itu hujan panah memenuhi seluruh angkasa dan

bersama-sama menyambar tubuh Suma thian yu berdua.

Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu

menjadi terperanjat sekali, cepat-cepat dia mendayung

perahunya lagi sehingga meluncur satu kaki kedepan, serunya

kemudian kepada Wan pek lan:

“ Adik Lan, dapatkah kau mendayung? Biar aku yang

menghadapi serangan mereka”

Sembari berkata dia lantas menyerahkan dayung tersebut

kepada Wan pek lan.

Sementara itu bidikan anak panah yang pertama sudah

terjatuh semua kedalam air, tak sebatangpun yang mencapai

pada sasarannya....

Sekuat tenaga Wan pek lan mendayung, sekali lagi sampan

itu meluncur satu kaki lagi kedepan, kini jaraknya dengan

perahu besar itu menjadi enam kaki lebih.

Mendadak terdengar suara keleningan berkumandang lagi

dari atas perahu besar itu, hujan panah sekali lagi meluncur

kedepan menembusi angkasa.

Buru-buru Suma thian yu mengebaskan ujung bajunya

kedepan, segulung angin pukulan yang amat dahsyat dengan

cepat menyambar kedepan.

Ketika lapisan anak panah tersebut tiba didepan sampan

tersebut, seakan akan membentur pada selapis dinding baja

yang sangat kuat saja, anak panah itu pada rontok dan jatuh

semua ke dalam air.

Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Wan

Pek lan segera mendayung sampan-nya dan mundur kembali

dari situ.

Akan tetapi perahu besar itupun segera mengangkat

jangkarnya dan melakukan pengejaran dengan kecepatan luar

biasa.

Hujan anak panah masih saja meluncur datang tiada

hentinya, tapi setiap kali tiba didepan pemuda tersebut, anak

panah tersebut semuanya rontok ke dalam air dan sama sekali

tidek berfungsi lagi.

Namun Suma Thian yu sendiripun bukan manusia yang

terdiri dari kawat tulang besi, lama kelamaan dia kehabisan

tenaga juga, apabila keadaan seperti ini harus dilangsungkan

lebih jauh, sekalipun tidak terpanah, paling tidakpun akan mati

kelelahan. Wan pek lan mengetahui kalau cara tersebut bukan

suatu cara yang baik, maka ia segera berkata:

“ Engkoh thian yu, mari kita menyerbu keatas saja, rupanya

mereka hendak membuat kau letih lebih dulu, kemudian baru

menangkap kita dalam keadaan hidup-hidup!”

Ucapan tersebut dengan cepat menyadarkan pemuda itu

dari impian-nya.

Suma thian yu merasa apa yang diucapkan itu memang

benar, maka dia segera berseru:

“ Adik lan, dayung perahu itu dan sambut kedatangan

mereka!”

Dengan sepenuh tenaga Wan pek lan mendayung sampan

itu kuat-kuat, sampan itupun seperti ikan terbang saja segera

meluncur kedepan dan menyongsong kedatangan perahu

besar tersebut.

Hujan panah semakin bertambah gencar sedangka Suma

thian yu harus memutar telapak tangan tiada hentinya.

Sesudah bersusah payah sekian waktu, akhirnya berhasil

juga mereka menembusi pertahanan lawan dan mencapai tepi

perahu besar itu.

000O000

Mendadak dari atas perahu berkumandang suara bentakan

yang amat nyaring:

“ Berhenti!"

Hujan panah segera berhenti, disusul kemudian setan muka

hijau Siang Tham menampakkan diri dari balik ruang perahu.

Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali sambil

mengawasi sekeliling tempat itu, dia menyeringai seram, lalu

serunya:

“ Bocah keparat apakah kau sudah merasa takluk? Baik!

Menyerah saja tanpa memberikan perlawanan, memandang

diatas wajah bocah perempuan itu, toaya bersedia

mengampuni selembar jiwa anjingmu itu!”

Rupanya setan muka hijau Siang Tham mengira kedua

orang itu hendak menyerahkan diri keatas perahu, padahal

Suma Thian yu sudah membenci setan muka hijau Siang tham

itu sehingga merasuk kedalam tulang sum-sumnya, terutama

akan kekejian dan kelicikan manusia itu.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia merogoh

kedalam sakunya dan mengambil sesuatu benda, kemudian

dengan sepenuh tenaga di sentilkan kearah depan.

Seketika itu juga nampaklah serentetan cahaya perak

yang kecil dan lembut langsung menyambar kearah

tenggorokan setan muka hijau Siang Tham tersebut.

Waktu itu setan muka hijau Siang Tham sedang gembira

atas keberhasilannya, tentu saja dia tidak pernah menyangka

kalau Suma ThiaO yu akan bertindak demikian.

Baru saja dia menyaksikan datangnya sambaran cahaya

perak kearahnya, tahu-tahu ancaman sudah berada didepan

mata, sambil men erit kaget, buru-buru dia melompat mundur

ke belakang.

“ Weeesss.....!”dengan membawa desingan angin tajam,

cahaya perak itu segera menyebar lewat dari sisi telinganya.

Kebetulan sekali dibelakang tubuhnya sendiri adaseorang

kakek, tak ampun lagi cahaya perak tadi segera menghajar

diatas jalan darah oian keng hiat dari kakek itu.

Terdengar jeritan yang menyayatkan hati segera

berkumandang memecahkan keheningan, tubuhnya segera

roboh kebelakang dan tewas seketika itu juga.

Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah berhasil

berdiri tegak kembali, setelah dilihatnya kakek tua itu tewas

dalam keadaan mengenaskan, timbul rasa mendongkol

bercampur dendam dihati kecilnya.

Belum sempat dia menurunkan perintah untuk melancarkan

serangan dengan anak panah lagi, mendadak dari sampan

kecil teraebut sudah berkumandang suara prkikan nyaring

yang memekikan telinga.

Berbareng dengan berkumandangnya suara pekikan

nyaring tersebut, tampak sesosek bayangan manusia secepat

sambaran kilat menerjang ke atas perahu.

Tampak bayangan manusia itu berkelebatan lewat dan

tahu-tahu sudah berdiri tegak diatas geladak tepat

dihadapannya, orang itu bukan lain adalah Suma Thian yu.

"Bocah keparat, serahkan nyawa anjing mu!” Setan muka

hijau Siang Tham segera membentak gusar.

Serangan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depen,

segulung angin puyuh dengan cepat menyambar dan

menggulung ke tubuh lawan.

Pada saat itulah di tengah udara kembali berkumandang

suara bentakan nyaring, bagaikan bidadari yang baru turun

dari kahyangan, tahu-tahu Bi hong siancu Wan Pek lan sudah

turun pula diatas geladak perahu tersebut.

Dalam keadaan demikian, si Setan muka hijau Siang Tham

tidak sempat untuk mengubris Wan Pek lan lagi, dengan amat

kalapnya dia langsung menerjang ke anak muda tersebut.

Suma Thian yu mendengus dingin tubuhnya seperti

segulung angin lembut segera menyapu ke depan.

Dalam pada itu, puluhan orang lelaki kekar yang berada

diatas perahu tersebut tanpa menanti perintah lagi masing-

masing menggerakkan goloknya membacok tubuh Wan Pek

lan.

Sebagai seorang gadis yang berilmu tinggi, sudan barang

tentu Wan Pek lan tidak akan membiarkan dirinya menjadi

korban bacokan lawan, dengan suatu gerakan yang indah dia

bergerak diantara ayunan berpuluh bilah golok mestika

tersebut, kemudian dimana jari tangan nya menyambar, suara

jeritan ngeri yang menyayatkan hati pun berkumandang saling

susul menyusul.

Pertarungan antara Suma Thian yu dengan setan muka

hijau Shian Tham pun berlangsung dengan seimbang.

Seran muka hijau Shiang Tham merasa membenci sekali

terhadap Suma Thian yu karena tanpa mengeluarkan suara

peringatan apa pun si anak muda itu telah melancarkan

sergapan dengan senjata rahasia untuk melukai orangnya.

Oleh sebab itu begitu turun tangan dia lansungg

mengeluarkan jurus serangan mematikan untuk meneter

lawannya, angin pukulan mayat busuk yang maha dahsyat

pun digunakan hingga mencapai pada puncaknya.

Tadi, Suma thian yu melakukan sergapan dengan senjata

rahasia tanpa memberi pemberitahuan terlebih dahulu, karena

pertama, dia sangat membenci atas diri setan muka hijau

Siang tham, kedua ia pun ingin memecahkan perhatian

musuh, agar dia mempunyai kesempatan untuk merebut naik

keatas perahu.

Begitulah, pertarungan segera berkobar dengan serunya,

kedua belah pihak saling menyerang dan saling bertahan

dengan sepenuh tenaga, siapapun tidak berhasil menemukan

titik kelemahan yang bisa di manfaatkan.

Wan Pek lan yang menghadapi kawanan lelaki bermuka

bengis itu sudah bertempur hingga mencapai pada puncaknya,

sekalipun pada mulanya dia masih perkasa, tapi begitu waktu

semakin berlarut, pertahanan nya pun ikut menjadi goyah

pula.

Menyaksikan kejadian tersebur, diam-diam Suma Thian yu

merasa amat gelisah, dia segera menggertak gigi kencang

kencang, lalu me nyalurkan tenaga dalamnya ke dalam

telapak tangan, setelah itu sambil melancarkan serangan

dengan ilmu Sian po hui hong ciang ajaran Cong liong lo

siansu, dia melepaskan suatu sergapan maut.

“ Siang tham!’ bentaknya dengan penuh kegusaran, “sauya

akan segera menghantar kau untuk pulang kealam baka!”

Tampak suara guntur dan kilatan cahaya menderu-deru

ditengah angkasa, angin puyuh menyapu seluruh jagad,

bagaikan munculnya segulung angin puyuh berbentuk naga

sakti, serangan tadi langsung menggulung ke tubuh si setan

muka hijau Siang Tham.

Betapa terperanjatnya setan muka hijau Siang tham

menghadapi ancaman itu, keringat dingin segera jatuh

bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, wilayah seluas

sepuluh kaki disekeliling tempat iu pun segera terkurung

dalam pengaruh angin serangan dari Suma thian yu.

Menyaksikan kesemuanya itu, si setan muka hijau Siang

tham menjadi gugup dan gelagapan setengah mati, untuk

meloloskan diri sudah tentu tidak sempat lagi, akhirnya dia

menghela napas panjang dan memejamkan matanya sambil

menantikan datangannya saat kematian.

Disaat yang amat kritis inilah...

Mendadak terdengar lagi suara pekikan nyaring amat keras

berkumandang memecahkan keheningan.

Ketika mendengar suara pekikak nyaring tadi, Suma thian

yu turut berpaling, tapi dia segera mundur dua langkah

dengan perasaan terkejut....

Sebenarnya posisi si setan muka hijau Siang tham pada

saat itu sudah amat kritis sekali, tapi berhubung munculnya

suara pekikan secara tiba-tiba dan Suma thian yu mundur

beberapa langkah dengan sigap, setelah mendengar pekikan

itu, maka secara otomatis Setan muka hijau Siang tham

terhindar lolos dari bahaya maut.....

Walaupun tak sampai menemui ajalnya, namun akibat dari

peristiwa tersebut, setan muka hijau Siang tham bermandikan

keringat dingin juga sangking kagetnya.

Mendadak kedua orang itu saling berpisah kesamping,

sesosok bayangan manusia secepai sambaran petir segera

meluncur tiba dan melayang turun di atas geladak perahu.

Dengan sorot mata yang tajam, Suma Thian yu segera

mengawasi wajah orang itu lekat lekat.

Ternya orang ini adalah seorang lelaki berusia empat puluh

tahunan, bermata tikus, berhidung bajing, kepala botak tak

berambut dan memakai pakaian ringkas yang mahal

harganya, dilihat dari kelicikan dan kesadisan yang menghiasi

wajahnya, siapapun akan mengetahui bahwa dia bukan

manusia baik-baik.

Suma Thian yu memperhatikan orang itu beberapa saat,

rasa curiga segera berkecamuk dalam benaknya, dia pikir usia

orang ini paling banter baru empat puluh tahunan, tapi

mengapa bisa memiliki kesempurnaan tenaga dalam diatas

enam puluh tahun hasil latihan, kejadian ini sungguh

membuat orang lain tidak mempercayai dengan begitu saja.

Wajah setan muka hijau Siang Tham segera berseri karena

gembira setelah mengetahui siapa yang datang, sammbil

tertwa terbahak-bahak segera serunya:

"Saudara Bian, kebetulan sekali kedatanganmu, musuh ku

ini agak kelewat atos!”

ketika mendengar perkataan tersebut, pendatang itu

segera menatap wajah Suma Thian yu, dia tahu kalau si setan

muka hijau Siang tham adalah seorang manusia yang

termasyur punya nama besar dalam kalangan hitam kalau toh

dia mengatakan kalau musuhnya ter lampau tangguh, maka

hal ini tak bakal salah lagi.

Akan tetapi setelah meneliti wajah Sama Thun yu yang

dianggap nya masih ingusan tersebut, dengan cepat

pikirannya berubah, dia merasa ucapan dari si Setan muka

hijau Siang Tbam itu kelewat dibesar-besarkan dari keadaan

yang sesungguhnya, sehingga tanpa terasa lagi dia

mendengus dingin.

"Himm, memangnya dia mempunyai kepala tiga lengan

enam? Atau bisa terbang kelangit menerobos ke dalam

tanah?"

Mendengar perkataan tersebut buru-buru Setan muka hijau

Siang Tham menjawab:

“Musuh kita ini adalah duri bagi kelompok mata kita, harap

Bian heng jangan melepaskannya dengan begitu saja, lagi

pula..."

Berbicara sampai disitu, si setan muka hijau yang licik

segera mengereling sekejap kearah Bi hong siaucu Wan Pek

lan.

Sesudah mendengar ucapan tersebut, pendatang she Bian

itu baru memperhatikan kalau diatas perahu terdapat seorang

gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, kontan

saja dia membuka mulutnya lebar-lebar sehingga air liur pun

turut menetes keluar.

"Tentu saja, tentu saja" sehutnya kemudian sambil tertawa

licik, "masa aku akan membiarkan si bocah perempuan ini

terlepas dengan begitu saja?"

Sementara kedua orang gembong iblis itu masih bercakap-

cakap, Suma Thian yu telah memutar otak untuk memikirkan

siapa gerangan orang tersebut, karenanya dia tidak begitu

memperhatikan terhadap apa yang diucapkan pendatang

tersebut barusan.

Berbeda dengan Wan Pek lan yang semenjak tadi sudah

kehabisan sabarnya, dia melompat kedepan dan menuding

hidung orang tersebut sembari mengumpat:

“ Hey bajingan keparat, babi bertamparg jelek! Kalau

berbicara sedikitlah tahu diri, hmm, lihat, nona akan memberi

pelajaran kepadamu!"

Seusai berkata dia lantas melancarkan sebuah bacokan

dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Orang itu nampak tertegun, lalu tidak nampak gerakan apa

yang digunakan olehnya, tatkala serangan dari Wan Pek lan

sudab hampir mengenai tubuhnya dan nyaris orang itu

teriuka parah, tahu-tahu bayangan manusia berkelebat lewat

dan lenyap dari pandangan mata.

Bentakan gusar dari Bi hong siancu Wan Pek lan tadi

segera menyadarkan kembali Suma Thian yu dari lamunannya,

dia tertegun juga setelah menyaksikan gerakan tubuh lawan

yang begitu aneh, tanpa terasa serunya keras:

"Adik Lan, cepat mundur, orang tak bisa di hadapi dengan

begitu....!"

Maksud baik Suma thian yu itu tidak memperoleh

tanggapan yang selayaknya dari Wan pek lan bahkan gadis

tersebut sama sekali tidak menggubrinya barang sekejap.

Sebagaimana diketahui, perempuan adalah mahluk yang

aneh, biasanya perempuan paling suka menjaga nama baik,

apabila kau melarangnya atau memberi peringatan

kepadanya, maka dia akan menganggap kau sedang

menghinanya atau memandang rendah dirinya.

Dalam keadaan demikian, walaupun dia tahu kalau bukan

tandingan dari musuhnya, namun mereka akan nekad juga

mencari gara-gara.

Begitulah dalam keadaan Bi hong siancu Wan Pek 1an

sekarang, terdengar dia membentak nyaring, kemudian

sepasang lengannya dikem bangkan dan menggunakan jurus

Hui yan keng hong (Burung walet naga sakti) tubuhnya

meluncur ke depan dan menerjang musuhnya.

Orang itu benar-benar licik dan cabul, dia sengaja

memancing musuhnya untuk mendekat, begitu kepalan dari

Wan Pek lan sudah hampir mengenai dadanya, mendadak dia

merendahkan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari

serangan lawan, sementara telapak tangannya pada saat yang

bersamaan membabat ke buah dada Wan Pek-lan dengan

kecepatan luar biasa.

Gagal dengan serangannya, tahu-tahu Wan Pek lan

menyaksikan pukulan musuh sudah berada didepan mata.

Dalam terkesiapnya, buru-buru dia menjatuhkan diri ke

belakang, kemudian mundur dari posisi semula, kendatipun

serangan maut musuhnya berhasil dihindari, tak urung dia

bermandi peluh karena tegang dan paniknya.

Sumu Thian yu mengerti, apabila dia tidak segera

menampakkan diri, niscaya Wan Pek lan akan terjatuh ke

tangan musuh.

Maka sambil menggerakkan badannya dia berdiri diantara

Wan Pek lan dengan orang itu, kemudian sambil tertawa

hambar dan melirik sekejap wajah orang itu tegurnya:

"Hebat amat kepandaian silatmu, siapa namamu?

Orang itu tak sudi menatap lawannya, dia hanya

mengerling sekejap kearah Suma thian yu kemudian

menyahut:

“ Selamanya toaya mu tak pernah berganti nama, aku

adalah Bian Pun Ci dari bukit Ci san!”

Mendengar nama ‘Bian pun ci’, Suma thian yu segera

terperanjat, segera serunya:

“ Oohh, rupanya Bian tayhiap, aku benar-benar tak mengira

kalau kau dari bukit Ci san”

Rupanya gembong iblis bermata tikus berhidung barongsay

dan bertam[ang jelek ini tak lain adalah sian Wi coa (Ular

berekor bersuara) Biang Pun ci, seorang sampah masyarakat

dari lembah hijau.

Setiap orang persilatan yang menyinggung nama sian Wi

coa Biang Pun ci hampir semuanya mengutuk dan

menyumpahinya.

Perlu diketahui, Biang Pun ci adalah seorang lelaki yang

paling suka merusak kehormatan kaum wanita, banyak anak

gadis atau istri orang yang dinodai olehnya, bukan diperkosa

saja bahkan semuanya dibuinuh secara keji.

“ Memperkosa" adalah kejahatan nomor satu didunia bagi

orang yang belajar silat, "perempuan” merupakan pantangan

yang paling besar, itulah sebabnya setiap pendekar yang

merasa memiliki ilmu silat tangguh, pasti akan berusaha

untuk membunuh dan membasmi kaum durjana yang

melakukan kejahatan tersebut.

Apa mau dikata, ilmu silat yang dimiliki Siang wi coa3 Bian

Pun ci sangat lihay, kepandaian silat yang dimiliki, bukan cuma

sakti dan aneh, bahkan mengandung berbagai bisa yang amat

keji.

Ituulah sebabnya walaupun berulang kali dia kena

dikepung, tapi selalu saja berhasil lolos dengan mengandaikan

ilmu beracunnya.

Kesemuanya itu membuat bajingan besar ini bertambah

sombong dan takabur, kejahatan yang dilakukan juga semakin

brutal, bahkan berpuluh kali lipat lebih menggila.

Begitulah, sebagi manusia yang tinggi, Siang Wi coa Bian

Pun ci menjadi amat bergembira setelah menegar kata-kata

sanjungan dari Suma thian yu itu.

Setelah tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya, diapun

berseru dengan suara keras:

“ Biasanya orang yang mengetahui nama toayamu bukan

manusia sembarangan, siapa nama gurumu?”

Agak mendongkol juga Suma Thian yu menghadapi ucapan

lawan yang begitu sombong dan tak tahu adat itu, sahutnya

kemudian dengan dingin seperti es:

“ Apabila kusebutkan nama guruku, mungkin kau akan jatuh

semamput karena kaget, asalkan mampu menangkan satu

jurus atau setengah gerakan dariku, pasti akan kusebutkan

nama guruku"

Siang wi coa Bian Pun ci meludah dengan gemas lalu

dengan wajah penuh amarah serunya:

“ Bocah keparat, atas dasar apa kau berani berkata begitu

takabur? Bukan toayamu sengaja omong besar, kalau harus

bertempur dengan bocah ingusan macam kau, tak usah

mempergunakan sepasang tangan pun toaya sanggup untuk

bermain-main dengan dirimu!”

Suma thian yu sendiri pun merupakan seorang pemuda

yang tinggi hati, kalau tidak mendengar masih mendingin,

begitu mendengar ucapan yang amat takabur itu kontan saja

dia terttawa terbahak babak, dengan cepat dia melompat

kehadapan Bian Pun ci, kemudian dengan jurus Siang liong

ciong cu (sepasang naga berebut mutiara) dia mencongkel

sepasang mata lawan.

Siang wi coa Bian Pun ci tertawa ringan, dengan cekatan

dia berkelit kesamping, kemudian jengeknya dengan sinis:

"Dengarkan baik-baik bocah keparat, toaya akan mengalah

sepuluh jurus untukmu!”

Suma Thian yu menjadi naik darah, teriaknya kemudian:

"Aku orang she Suma belum pernah sudi menerima

kebaikan dari orang lain meski satu jurus pun, orang she Bian,

kalau kau memang seorang lelaki sejati, ayo kita bertempur

mati-matian, sebelum ada yang mampus jangan berhenti!”

Begitu mendengar disebutkannya nama ‘Suma’, Siang wi

coa Bian Pun ci menjadi amat terkesiap, mendadak sepasang

matanya melotot besar lalu sambil menatap wajah si anak

muda dengan gusar, tegurnya keras-keras:

"Benar, sauya mu dari keluarga Suma, kenapa? Menjadi

ketakutan?”

Mencolong sinar tajam dari balik mata Siang wi coa Bian

Pun ci sesudah mendengar ucapan tersebut, mendadak ia

tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya:

"Haaah...haaah...haahh...bocah keparat, tampaknya takdir

sudah menentukan kalau usiamu harus berakhir sampai hari

ini, sehingga Thian mengirimmu ke hadapan toaya, hutang

piutang kita ditahun tahun yang lalu pun harus diperhitungkan

sekarang, heee... heeeeh..."

Thian yu menjadi kebingungan setengah mati setelah

mendengar perkataan lawannya, ia tahu kalau musuhnya tidak

bermaksud baik tapi tidak memahami maksud dari perkataan

musuhnya itu.

Sambil tertawa dingin dia lantas berseru:

“ Orang she Bian tak usah banyak berbicara lagi, waktu

yang kita punyai sudah tidak banyak lagi, ayo kita tentukan

saja siapa saja lebih kuat melalui pertarungan!"

"Bagus tepat sekali! Udulmu itu memang cocok dengan

selera toaya!"

Jawaban dari Siang wi coa Bian Put ci ini diucapkan dengan

sombong dan amat jumawa.

Tidak banyak berbicara lagi, dia lantas menvabut keluar

sebuah senjata tajam dari pinggangnya.

Terkesiap juga Suma Thian yu setelah menyaksikan bentuk

dari senjata tajam itu.

Rupanya senjata tajam yang digengam oleh Siang wi coa

Bian Pun ci pada saat ini berbentuk golok bukan golok pedang

bukan pedang, seperti tali tapi seperti ruyung, diam-diam

segera pikirnya:

“ Aneh betul senjata tajam yang digunakan oleh orang ini,

mungkin hanya Siang wi coa Bian Pun ci seorang yang

menggunakan senjata tajam macam ini didalam dunia

persilatan dewasa ini!"

Jangan dilihat senjata lembek itu seperti tali, padahal

merupakan sebuah senjata sakti yang luar biasa setali, senjata

itu bernama Boan liong to.

Seluruh bagian dari senjata ini terbuat dari baja asli,

seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam dan tenaga

luar yang sempurna, jangan harap bisa mempergunakan

senjata itu.

Apabila berada ditangan orang biasa, Boan liong to

tersebut hanya berupa sebuah tali baja belaka, akan tetapi

apabila sudah berada di tangan seorang jagoan Liok lim yang

amat lihay seperti Bian Pun ci, maka bukan saja dapat

digunakan sebagai ruyung yang bersifat lembek, bisa pula

digunakan sebagai pedang yang bersifat keras.

Tak heran kalau Suma Thian yu menjadi terkejut

bercampur keheranan setelah melihat senjata tersebut.

Menjumpai si anak muda itu terperanjat dengan mata yang

terbelalak lebar, Siang wi coa Bian pun ci menjadi bangga

sekali, ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa:

"Haaah.....haaahh.....haaah......bocah keparat, cabut keluar

pedangmu!”

Di saat Siang wi coa mencabut keluar senjata Boan liong to

nya tadi, Suma Thian yu telah membalikkan tangannya

menggenggam gagang pedang, maka begitu Bian Pun ci

selesai berkata, segera terdengar suara dentingan yang amat

nyaring, tahu-tahu pedarg Kit hong kiam yang amat tajam itu

sudah diloloskan keluar.

Berkilat sepasang mata Siang wi coa Bian Pun ci sesudah

menjumpai pedang mestika yang berada ditangan sianak

muda itu, setelah tertegun beberapa saat lamanya, diam-diam

dia memuji:

"Pedang bagus!”

Kemudian, dia lagi-lagi tertawa sambil berseru:

“ Hee...hee...hee...rupanya kau adalah ahli waris dari orang

she Wan itu, inilah yang dinamakan sudah dicari kemana-

mana sampai sepatu pun jebol masih belum ketemu, akhirnya

berhasil ditemukan tanpa membuang tenaga, hari ini toaya

akan menagih hutang lama berikut rentennya, harap kau suka

bersiap-siap untuk membayar kepadaku!"

Sudah seringkali Suma Thian yu bertemu dengan jago-jago

persilatan dan mendapat tahu sedikit tentang peristiwa lama

yang menyangkut paman Wan Liang nya, dia sering merasa

sedih, bahkan adakalanya bertanya kepada diri sendiri,

mengapa Wan liang bisa dimusuhi oleh semua jago dari dunia

persilalatan?

Tetapi menurut analisanya selama sepuluh tahun

belakangan ini, terbukti kalau Wan Liang sama sekali tidak

punya salah, apalagi setelah bertemu dengan musuh-musuh

seperti Siang wi coa Bian pun ci dan sebangsanya, sehingga

hal mana semakin membangkitkan amarah dan perasaan

penasarannya.

Tiba-tiba saja paras mukanya berubah menjadi hijau besi,

mencorong sinar gusar dari balik matanya, sambil

membalikkan pergelangan tangannya, pedang Kit hong kiam

tersebut dengan disertai angin tajam secerat kilat meluncur

kedepan memmbabat tubuh Bian Pun Ci, si gembong iblis

cabul itu.

Bian Pun ci cukup cekatan dan licik jadi orang, dan lagi ilmu

silat yang dimilikinya memang sangat lihay.

Menyaksikan datangnya cahaya tajam yang muncul

didepan mata, dia sama sekali tidak gugup atau panik, sambil

menggeserkan badan nya, dia mundur dua langkah ke

samping, lengannya segera berputar sambil menyodok ke

depan.

Golok mautnya dengan jurus Hou leng cay bun (harimau

muncul dimulut gudang) menyambar kedepan tapi ketika tiba

ditengah jalan, mendadak dia memutar pergelangan

tangannya lagi, dengan jarus Huan lay kun thian (membalik

guntur menggulung langit) membacok tubuh Suma Thian yu.

Dalam satu jurus dengan dua gerakan dan yang

dipergunakan bersama sama, penampilan ilmu sakti oleh

Siang wi coa Bian Pun ci kontan saja membuat para jago yang

berada disekeliling tempat itu menjerit kaget.

Bagi seorang ahli, dalam sekali gebrakan sudah diketahui

ada atau tidak, ditinjau dari sini bisa diketahui kalau nama

besar yang dimiliki oleh Siang wi coa dalam kalangan Liok lim

selama ini bukan berhasil diraih karena untung-untungan saja.

Se menjak Suma Thian yu memperoleh petunjuk dari Cong

liong lo sianjin, ilmu silat maupun ilmu pedang yang

dimilikinya sudah memperoleh kemajuan yang amat besar.

Ketika dilihatnya Bian pun ci telah mengeluarkan ilmu

simpanannya, diapun tidak berani berayal lagi, pedang Kit

hong kiamnya segera menyapu dihadapan wajahnya,

menyusul bentakan pendek, selapis bayangan pedang yang

menyelimuti seluruh angkasa langsung mengurung tubuh Bian

Put ci.

Begitulah, masing-masing pihak segera mengembangkan

segenap kepandaian silat yang dimilikinya untuk bertarung

dengan sengit, untuk beberapa saat penarungan berlangsung

amat ketat, menang kalah juga sukar untuk di tentukan.

Sejak awal sampai akhir, Suma Thian yu hanya

mempergunakan ilmu pedang Kit hong kiam hoat yang

berhasil disadapnya dari pa an Wan nya dulu, ilmu pedang ini

sudah menggetarkan dunia persilatan semenjak puluhan

tahun berselang, dahulu Siang wi coa Bian Pun ci nyaris

pernah termakan oleh ilmu pedang tersebut.

Waktu itu, setelah Bian Pun ci menderita kekalahan diujung

pedang lawan, dengan membawa rasa dendam ia jauh

meninggalkan daratan Tionggoan untuk mencari guru pandai.

Siapa tahu kembalinya ke daratan Tionggoan kali ini, bukan

saja tak berhasil membalas dendam atas aib yang pernah

diterimanya dulu, bahkan musuh besar Wan liang sudah

berpulang ke alam baka.

Sementara dia merasa murung dan kesal karena sakit

hatinya tak terbalas, tanpa sengaja dia telah berjumpa dengrn

ahli waris dari Win Liang ditelaga Tong-ting ou ini, bayangkan

saja, bagaimana mungkin Siang wi coa Bian Pun ci akan

melepaskan kesempatan yang sangat baik untuk membalas

dendam ituu dengan begitu saja?

Tampak dia memainkan golok Boan liong to nya dengan

mengerahkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya,

kontan saja dia memaksa Suma Thian yu harus berputar-putar

dengan repot.

Untuk beberapa saat lamanya cahaya golok bayangan

pedang menyelimut seluruh angkasa.

Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah

bergebrak sebanyak tiga puluh jurus lebih, tapi kedua belah

pihak tetap bertahan secara gigih, siapapun tak bisa

menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang lemah.

Sembari melakukan pertarungan yang sengit, diam-diam

Siang wi-coa Bian Pun ci merasa terkejut oleh kenyataan yang

terbentang dihadapan matanya sekarang.

Padahal musuh yang sedang dihadapinya sekarang baru

berusia tujuh delapan belas tahun apabila pemuda ingusan

seperti inipun tak mampu diringkus, bagaimana mungkin dia

bisa menancapkan kakinya lagi didalam dunia persilatan?

Selain itu, sudah puluhan tahun lamanya dia mendalami

ilmu golok terebut, sekalipun selama ini sudah banyak musuh

tangguh yang pernah dihadapinya, tapi belum pernah ia

jumpai musuh muda yang begini ganas seperti hari ini.

Bahkan dia berpendapat kalau kehebatan Kit hong kiam

Wan Liong dimasa lalu pun belum mampu melampaui

kelihayan pemuda tersebut sekarang.

Tidak heran kalau Siang wi coa Bian Put ci merasa terkejut

bercampur tidak percaya.

Yaa siapa yang menduga kalau Suma Thian yu sudah

mendapat petunjuk dari beberapa orang tokoh persilatan yang

amat lihay, se hingga dia memiliki beberapa macam aliran

ilmu silat yang berbeda beda, kemudian secara tidak sengaja

salah makan Jiu siam kiam lan yang langka sehingga tenaga

dalamnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.

Dengan bekal ilmu silat yang begitu hebatnya, mana

mungkin Siang wi coa Bian Put ci dapat menaklukannya?

Jilid 17

DlTENGAH pertarungan sengit yang berlangsung, kedua

belah pihak kembali bertarung sepuluh gebrakan lebih,

semakin pertarungan berlangsung, Siang wi coa Bian Pun ci

merasa makin terkejut.

Akhirnya dia menjadi nekad, goloknya di tangan kanan

segera diangkat sambil melancarkan bacokan tipuan,

kemudian tubuhnya mundur beberapa langkah dan merogoh

kedalam sakunya.

Setelah itu sambil tertawa dingin dengan suara yang

menyeramka, pergelangan tangannya bergetar dan dia

melemparkan golok Boan liong to tersebut keluar.

"Bocah keparat, serahkan selembar nyawa mu!" bentaknya

keras-keras.

Aneh memang kalau dibicarakan, ketika golok Boan liong to

itu dilontarkan, ternyata bagaikan seutas tali saja senjata

tersebut menari-nari ditengah udara.

Suma Thian yu menjadi tertegun, baru saja dia

mengangkat pedangnya untuk mencongkel, mendadak golok

Boan liong to yang meliuk-liuk itu sudah berada

dihadapannya, bahkan mengembang menjadi besar sekali.

Ujung golok tersebut dengan kecepatan luar biasa menyambar

keaepan wajah Suma Thian yu.

Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjerit

kaget, cepat pedang Kit hong kiam itu diputar kencang

menciptakan selapis jaring pedang yang tebal dihadapannya

Dalam pada itulah, baru saja pedang tersebut membentuk

jaring pedang yang kuat, golok Boan liong to terssbut sudah

meluncur datang

“ Blaam, blaaaamm...!" suara ledakan keras yang

memekikkan telinga bergema memecahkan kebeningan.

Termakan oleh tangkisan Suma Thian yu yang begitu rapat,

golok Boan liong to itu melejit keudara dan langsung

menyambar ke tubuh Setan muka hijau Siang Tham yang

sedang menonton jalannya pertarungan dari sisi areaa.

Setan muka hijau Siang Tham sama sekali tidak menduga

akan datangnya ancaman itu, buru-buru dia menjatuhkan diri

dengan gerak kan keledai malas menggelinding untuk

meloloskan diri dari ancaman bahaya maut....

Pada saat itulah, terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan

hati berkumanding dari belakang tubuhnya.

Menanti Setan muka hijau Siang Tham berpaling, dia

saksikan seorang lelaki kekar sudah mampus ditembusi golok

Boan liong to itu sehiagga ususnya berhamburan ketanah.

Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat.

Baru saja Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari

serangan maut tersebut, mendadak dia merasakan pandangan

matanya menjadi silau dan tiga titik cahaya bintang sudah

menyambar ke hadapan wajahnya...

Rupanya Siang wi coa Bian Put ci memang licik dan berhati

keji, ketika goloknya disambit ke arah musuh tadi, sebenarnya

dia hanya bermaksud untuk memecahkan perhatian lawan

padahal senjata maut yang dipersiapkan untuk merenggut

nyawa Suma Thian yu menyambar dari arah berlawanan.

Siasat yang keji, licik dan berbahaya ini sungguh

menggidikkan hati orang, coba kalau jago kelas dua yang

menghadapi keadaan ini, niscaya dia sudah mampus termakan

oleh siasat busuk tersebut.

Sayang sekali musuh yang dihadapinya adalah Suma Thian

yu yang tangguh, bukan saja dia telah mengawasi sekeliling

tempat itu dengan seksama, telinganya juga menangkap

semua suara yang datang dari delapan penjuru.

Baru saja Siang wi coa Bian Pun ci mengayunkan

tangannya, dia sudah merasakan hal tersebut, maka simbil

berpekik nyaring, pedangnya diputar menggunakan jurus Po

hong pat ta (angin puyuh menyambar ke delapan penjuru).

Kemudian sepasang bahunya bergerak dan menggunakan

ilmu langkah Ciong tiong luan poh untuk menembusi serangan

senjata raha sia tersebut untuk menerjang makin ke depan.

"Bajingan cabul, serahkan batok kepalamu!" bentaknya.

Dengan jurus Liu seng kan gwat (bintang kejora mengejar

rembulan) secepat petir menyapu ke muka.

Mimpipun Siang wi coa Bian Pun ci tidak menyangka kalau

gerakan tubuh dari Suma Thian yu begitu cepat dan lincah,

baru saja ia mendeagar suara bentakan lawan, tahu-tahu

dadanya sudah terasa dingin dan perih.

Tak ampun lagi dia menjerit kaget, peluh dingin jatuh

bercucuran membasahi seluruh rubuhnya, cepat-cepat dia

melayang mundur sejauh satu kaki lebih dengan gerakan

mendatar.

Ketika ia memeriksa dadanya, ternyata di situ telah

bertambah dengan luka yang memanjang, darah kental masih

bercucuran dengan amat derasnya.

Suma Thian ya ingin maju kedepan untuk melepaskan

tusukan, menjadak ia mendengar suara gemerincing di atas

geladak, ketika me nengok, ternyata disitu terdapat sebuah

lencana emas yang gemerlapan tajam.

Dalam pada itu, siang wi coa Bian Pun Ci baru saja berhasil

berdiri tegak, melihat lencana emas yang berada di lantai, dia

segera meraba dada sendiri, saat itulah baru diketahui kalau

lencana itu adalah miliknya sendiri.

Namun berada dalam keadaan demikian, ia tak sempat

untuk mengambilnya lagi, sepasang kakinya segera menjejak

tanah dan melejit ketengah udara.

Sewaktu melewati disamping lelakiyang mati penasaran

tadi, dia cabut keluar golok Boan liong to, setelah itu sambil

berpaling dan melotot gusar kearah Suma thian yu, serunya:

"Bocah keparat! Selama bukit nan hijau, air tetap mengalir,

lihat saja pembalasanku nanti!”

Ucapan terakhir baru diutarakan. Siang wi coa Bian Pun ci

sudah melompat turun ke sampan kecil dibawah perahu besar

itu, kabur terbirit-birit.

Setan muka hijau Siang Tham yang menyaksikan pembantu

utama nya sudah melarikan diri dari sana, tentu saja dia tak

berani berdiam diri lebih lama lagi disana, apalagi setelah

Suma Thian yu mendemonstrasikan ilmu saktinya barusan,

boleh dibilang nyalinya sudah dibikin rontok.

Mendadak dia mengundurkan diri ke ujung buritan perahu,

kemudian dengan gerakan yau cu huan sin (burung belibis

membalikkan badan) cepat-cepat dia menceburkan diri ke air

dan melarikan diri.

Suma Thian yu yang berjiwa besar, selamanya tak sudi

mengejar musuh yang telah melarikan diri, maka dia balik ke

tempat semula den membungkukkan badannya untuk

mengambil kembali lencana emas tersebut, tanpa diperiksa

lebih seksama lagi, dia masukkan ke dalam saku dan

dianggapnya sebagai tanda mata atas kemenangannya

terhadap Siang wi coa Bian Pun ci.

Sementara itu, kawanan lelaki kekar bersenjata yang masih

tertinggal diatas perahu, sudah dibikin ketakutan setengah

mati oleh kehebatan Suma Thian yu yang ibarat malaikat

dari langit itu, mereka mendekam dengan tubuh menggigil,

mulut membungkam, bahkan bernapas keras keraspun tak

berani.

Menyaksikan kesemuanya itu Suma thian yu merasa geli

didalam hati kecilnya, maka sambil menuding ke arah bukit

Kun san, pe-rintahnya kepada orang-orang itu:

“Cepat jalankan perahu menuju ke bukit Kun san, jangan

mencoba untuk membangkang!"

"Baik!" jawab para lelaki itu hampir bersamaan.

Jangkarpun di naikan dan perahu melanjutkan

perjalanannya menuju ke arah bukit Kun san.

Karena tertunda oleh pertarungan sengit itu ketika perahu

tiba dibukit Kun san, matahari sudah tenggelam ke langit

barat, saat orang memasang lampu penerangan.

Setelah meninggalkan perahu besar itu, Suma Thian yu

memerintahkan kepada orang-orang itu untuk pergi, kemudian

sambil menggandeng tangan Bi hong siancu Wan Pek lan yang

halus dan lembut, mereka bersama-sama berangkat menuju

ke bukit Kun san.

Sejak kecil sampai seusia dewasa sekarang belum pernah

Bi hong siancu Wan Pek lan menyaksikan pertarungan

sesengit hari ini, sampai sekarang jantungnya masih saja

berdebar dengan kerasnya.

“ Engkoh Thian yu, aku benar-benar merasa kagum sekali

kepadamu" lama kemudian Bi hong siarcu baru dapat

mengutarakan kata-kata yang sudah lama terpendam dalam

hati nya itu.

"Apa yang kau kagumi?” tanya Suma Thian ya keheranan.

Selembar wajah Bi hong siancu Wan Pek lan segera

berubah menjadi merah padam karena jengah, dia segera

melengos ke arah lain, lalu jawabnya agak terrsipu-sipu:

"Kepandaian silatmu amat hebat, berbicara yang

sesungguhnya, belum pernah kusaksikan pertarungan yang

begitu serunya seperti apa yang berlangsung tadi"

Hal ini tak bisa menyalahkan gadis itu, sejak kecil Bi hong

siancu Wan Pek lan sudah dipingit didalam rumah, tak sekali

pun dia melangkah keluar dari halaman rumahnya, walaupun

saban hari berlatih silat, yang menjadi 1awan latihan juga

hanya suhu-suhu dalam perusahaan, tentu saja berbeda sekali

dengan pertarungan sungguhan yang berlangsung hari ini.

Suma Thian yu segera tersenyum.

"Kau terlalu memuji, dilain waktu peristiwa semacam ini

masih akan banyak kau jumpai”

Bi hong siancu hanya membungkam dalam seribu bahasa,

padahal dalam hati kecilnya sudah lama timbul benih cintanya

terhadap Suma Thian yu, tak heran kalau dia merasakan

kuatir sekali menyaksikan kekasih hatinya sedang

mempertaruhkan nyawa.

Perjalanan berlangsurg terus tanpa berhenti sementara

malam sudah menjelang tiba, kini seluruh bukit Kun san sudah

diliputi kegelapan yang luar biasa.

Mendongakkan kepalanya sambil memandang bukit Kun

san dihadapan matanya, Suma Thian yu menghela napas

panjang, katanya lagi:

"Adik Lan, ke mana kita harus menemukan dua bersaudara

Thia?”

“ Yaa, sejak tadi aku memang ingin menanyakan soal ini

kepadamu"

Sekali lagi Suma Thian yu menghembuskan napas panjang.

"Seandainya tidak berjumpa dengan setan muka hijau tadi,

mungkin saat ini kita sudah sampai di tempat tujuan dua

bersaudara Thia pun pasti akan menunggu disini aku pikir

mereka pasti akan menyumpahi aku karena mengingkar janji,

karenanya pergi karena mendongkol"

Agaknya Bi hong siancu juga berpendapat demikian,

seandainya dua bersaudara Thia memang sudah mendongkol,

lantas ke manakah mereka harus mencari dua saudara itu di

tengah bukit Kun san yang begini luasnya...

Mendadak Bi hong siancu menjerit kaget, sambil menuding

ke arah punggung bukit, serunya kepada Suma Thian yu

dengan perasaan cemas:

“ Engkoh Thian yu, coba kau lihat apakah itu?”

Ketika Suma Thian yu menengok ke depan, dia

menyaksikan ada setitik cahaya api sedang bergerak gerak di

depan sana.

Anak muda tersebut lantas berpikir:

Jangan-jangan orang yang sedang melakukan perjalanan di

depan sana adalah dua saudara Thia!"

Berpikir sampai di situ dia meajadi girang sekali, sambil

menggandeng tangan Bi hong siancu, segera serunya:

“ Adik Lan, mari kita kejar!"

Dengan mengerahkan ilmu meringankan tu buh yang

sempurna, ke dua orang itu segera meleset ke depan dengan

cepatnya.

Bagaikan segalung hembusan angin, ke dua orang itu

sudah tiba di punggung bukit, tapi cahaya api yang terlihat

tadi kini sudah lenyap tak berbekas.

Dengan perasaan tercengang Suma Thian yu segera

celingukan memandang sekejap kesekeliling tempat itu,

kemudian gumamnya:

Aneh, kenapa cahaya api itu bisa lenyap tak berbekas?”

Agaknya Bi hong siancu juga merasakan sesuatu yang tak

beres, segera bisiknya”

“ Jangan-jangan cahaya api setan?"

“ Cahaya api setan?” gumam pemuda itu, tidak mungkin,

adik Lan, kita mengejar kemari sepanjang jalan, bukankah

cahaya api itu selalu berkedip kedip?"

“ Ya. benar!"

Hal ini membuktikan kalau cahaya api tersebut bukan api

setan. disamping itu api setan hanya berkedip tak menentu,

apa lagi melayang kesana kemari."

“ Lantas benda apakah itu?" tanya Bi hong siancu dengan

perasaan tak habis mengerti.

Dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan kepalanya

berulang kali.

"Entahlah, aku sendiri pun tak tahu"

Baru selesai dia berkata, mendadak dari lembah depan

sana terlihat ada cahaya api yang berkedip lalu lenyap.

Suma Thian yu segera menjerit kaget:

"Adik Lan, berada disana!”

Menanti Bi hong siancu menengok kedepan sana, lembah

tersebut sudah gelap kembali.

"Mana engkoh Yu? Tidak ada apa-apa di situ, mungkin

engkoh Thian yu salah melihat, serunya kemudian dengan

perasaan ragu.

“ Tidak mungkin" sembari berkata, Suma Thian yu segera

bergerak lebih dahulu menuju ke dalam lembah sana.

"Adik Lan, ayolah ikuti aku!"

Bi hong siancu Wan Pek lan membuntuti dengan kencang

di belakang pemuda tersebut menuju ke dasar lembah.

Tiba didasar lembab, suasana ditempat itu gelap gulita

sehingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiripun tak bisa.

Suma Thian yu yang pernah makan Jin sian kiam lan masih

bisa melihat keadaan dalam kegelapan seperti ditengah hari

saja berbeda sekali dengan Bi hong siancu.

Terpaksa dia menarik tangan Suma Thian yu sambil

berkata:

"Engkoh Thian yu, aku takut, apakah kau membawa korek

api?"

Setelah mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu baru

sadar dan segera menyumpahi kecerobohan sendiri sehingga

hanya dia yang dipikirkan tanpa menggubris keadaan dari

gadis tersebut.

Mska dia lantas menggendeng tangan Bi hong siancu dan

selangkah demi selangkah berjalan menuju ke dalam lembah

situ.

Semakin berjalan ke depan, Wan Pek lan merasa semakin

terkejut dan ketakutan, akhirnya tak tahan lagi dia bertanya

dengan nada tercenganh:

"Engkoh thian yu, apakah kau menyaksikan bintang cahaya

tadi muncul disini?”

“ Benar dan tak bakal salah lagi!"

“ Kalau begitu, apakah dua bersaudara Thia berdiam di

dasar lembah ini?"

SFekali lagi perkataan tersebut menyadarkan kembali Suma

Thian yu, sekalipun pertanyaan yang diajukan tanpa maksud

tertentu, tapi justru hal mana mendatangkan peringatan dan

kewaspadaan bagi sang pemuda.

Yaa, mana mungkin dua bersaudara Thia bisa berdiam di

dasar lembah yang begini gelap gulita?

Apalagi sekalipun cahaya api yang terlihat itu adalah

sebuah cahaya api dari dua bersaudara Thia, setelah dikejar

sekian waktu oleh Suma Thian yu dan Wan Pek lan,

seharusnya dua bersaudara Thia mengetahui akan hal ini.

Mengapa mereka justru mempertahankan mereka? Apakah

dua bersaudara Thia ada maksud untuk mempermainkan

Suma Thian yu?

Tidak! Sudah pasti dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal

yang mencurigakan.

Tak mungkin cahaya bintang yang terlihat tadi adalah

cahaya obor yang dibawa oleh dua bersaudara Thia.

Suma Thian yu termenung beberapa saat lamanya,

akhirnya dia memutuskan suatu kesimpulan, yang sudah pasti

yang dihadapinya sekarang merupakan serangkaian

persoalan yang sangat mencurigakan hati.....

Bi hong siancu merasa amat gelisah dan tak tenang, tapi

lantaran Suma Thian yu tidak melakukan satu gerakan

terpaksa dia pun hanya membungkam diri dalam seribu

bahasa.

Akhirnya Suma Thian yu bersuara juga, kata nya:

"Adik Lan, mungkin semacam binatang liar atau ular

beracun atau mungkin juga binatang buas?"

"Aku pikir sudah pasti ada setan atau siluman nya disini"

seru Bi hong siancu tiba-tiba.

Ketika mengucapkan begitu, punggungnya terasa menjadi

dingin dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

Suma Thian yu pun segera merasakan bulu kuduknya pada

berdiri semua, pikirnya:

"Seandainya manusia yang kujumpai atau binatang buas,

mungkin masih gampang untuk dihadapinya, paling banter

kalau tak mampu me lawan bisa kabur, bagaimana kalau

makhluk itu setan atau iblis? bisa banyak bahayanya daripada

rejeki....."

Sementara dia masih berpikir, terdergar Bi bong siancu

Wan Pek lan berkata lagi:

“ Engkoh Thian yu, lebih baik kita pulang saja!"

Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa

terbahak bahak.

"Haah...haah...haaah...adik Lan nyalimu kelewat kecil, asal

aku berada disampingmu, biarkan saja kalau ada setan atau

siluman, masih agak baikan kalau mereka tidak muncul,

kalau berani datang, akan kugunakan pedang Kit hong kiam

untuk meringkus mereka semua"

Kaum lelaki yang seringkali mempunyai keberanian dan

kekuatan nya didepan kekasih hatinya, ada orang bilang: Pria

adalah mahkluk yang paling suka menonjolkan diri didepan

lawan jenisnya.

Malam yang gelap semakin gelap, hawa seram yang

mendirikan bulu roma berhembus lewat tiada hentinya,

ditambah lagi dengan ca haya tajam yang muncul dan lenyap

secara aneh tadi, membuat suasana disitu terasa bertambah

mengerikan.

Sekalipun Suna Thian yu memiliki ilmu silat yang lihay, tak

urung harus menunjukkan pula perasaan sangsi dan was was,

hanya saja berhubung sedang berada didepan kekasihnya

Wan Pek lan, maka rasa seram itu tak sampai di ungkapkan.

Akhirnya ucapan yang gagah perkasa dari Suma Thian yu

itu berhasil merontokan rasa takut Wan Pek lan, gadis itu

merasa seperti mempunyai tulang punggung, maka rasa ngeri

yang semula mencekam perasaannya pun kini tarsapa lenyap.

Kembali mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju

kedalam lembah, setelah melalui sebuah tikungan dan

berjalan kurang lebih dua kaki lagi, mendadak Suma Thian

yu menjerit kaget:

"Aaah...!"

Bi hong siancu Wan Pek Tan yang berada dibelakangnya

kontan saja menjadi merinding, buru-buru tanyanya:

"Ada urusan apa, engkoh Thian yu?”

Keadaan Wan Pek lan saat ini ibaratnya orang buta yang

sedang berjalan, sekalipun dia pernah melatih ilmu

memandang dalam kegelapan, sayang sekali lembah tersebut

terlampau gelap sehingga benda apapun tidak terlihat

olehnya.

Ketika mendengar si anak muda itu menjerit, dia mengira

Suma Thian yu sudah tertimpa bencana, dalam kagetnya dia

lantas menarik tubuh anak muda tersebut semakin kencang.

Dengan suara lembut Suma Thian yu lantas berkata:

"Adik Lan apakah kau dapat melihat batu peringatan di

depan sana?”

“ Di mana?"

Dari dalam sakunya Suma Thian yu segera mengeluarkan

mutiara Ya beng cu pemberian dari Cong liong lo siangjin

tersebut. (Yang benar berhasil diperoleh dengan mencurinya

di rumah Hui cha cun cu).

Begitu Ya beng cu tadi dikeluarkan, maka empat penjuru

sekeliling tempat itu pun menjadi terang benderang

bermandikan cahaya.

Pada mulanya Bi hong siancu merasa tertegun, kemudian

dengan gembira dia segera bersorak.

"Engkoh Thian yu, mengapa tidak kau keluarkan mutiara

ini sedari tadi!"

Bikin aku seperti orang buta yang sedang berjalan saja!

Suma Thian yu segera menyerahkan mutiara Ya beng cu

tersebut ke tangan Bi hong siancu kemudian sambil menuding

tugu peringatan-depan sana:

“ Adik Lan, kita sudah salah memasuki daerah terlarang!"

Dengan meminjam cahaya yang memantul keluar dan

mutiara Ya-beng cu tersebut, Wan Pek lan dapat menyaksikan

keadaan disekitar sana dengan jelas, hatinya kontan tercekat

dan air mukanya berubah hebat.

Ternyata dihadapan mereka berdaa terpancang sebuah

kayu besar yang tertera beberapa huruf dengan besarnya,

tulisan ini berbunyi demikian:

"SIAPA YANG MEMASUKI LENBAH INI MATI".

Kayu peringatan ini berbeda bentuknya dengan batu

peringatan yang pernah dijumpai pemuda tertebut diluar

hutan bukit Han san, namun nada suaranya sama.

Bi hong siancu Wan Pek lan yang menyaksikan kejadian

saat ini, paras mukanya segera berubah menjadi pucat pias

seperti mayat, cepat-cepat dia membenakan kepalanya diatas

dada Suma Thian yu, kemudian katanya penuh ketakutan:

"Engkoh Thian yu, bagaimana sekarang? Apakah kita sudah

memasuki lembah tersebut?”

Suma Thian yu berjalan kedepan sambil menengok jauh

kemuka sana, tampak olahnya jalan dalam selat itu amat

sempit, sekalipun dia sudah pernah makan Jin sian kiam lan,

tapi sorot matanya hanya mampu menangkap pemandangan

yaag berada sekitar dua kaki dari ha dapannya, sedang

pemandangan selewatnya itu hanya bisa di lihat secara lamat-

lamat saja.

Oleh sebab itu dia hanya bisa melihat kalau tempat itu

merupakan sebuah lembah yang di tengahnya terdapat

sebuah jalan kecil beralas batu dengan semak belukar dikedua

belah sisinya.

Dilihat dari hal ini, bisa diketahui kalau di ujung lembah

tersebut berdiam seorang tokoh persilatan yang berwatak

aneh, atau kalau tidak, orang itu tentu merupakan seorang

gembong iblis!

ooo0ooo

SELESAI memeriksa keadaan di depan sana Suma Thian yu

segera berkata kepada Wan Pek lan:

"Adik Lan, jangan takut, sekarang kita belum memasuki

lembah terlarang itu!"

Kemudian sambil menuding ke depan sana, barulah

dianggap memasuki lembah!

Dengan wajah yang pucat dan diliputi rasa takut yang

tebal, Bi hong siancu Wan Pek lan berseru lagi:

"Engkoh Thian yu, lebih baik kita balik saja!"

Suma Thian yu tersenyum.

“ Adik Lan, kalau nyalimu begitu kecil, bagaimana mungkin

bisa berkelana dalam dunia persilaitan dan peroleh nama

besar? Orang kuno bilang: “Kalau sudah datang, mengapa tak

dilihat? Apa sebabnya kalau kita menerjang kedalam sana

untuk melihat keadaan?"

"Jangan! Aku takut!.. " seru Wan pek lan sambil

menggelengkan kepala berulang kali.

"Hes, adik Lan, apa yang kau takuti, kalau tidak memasuki

sarang harimau, bagaimana mungkin bisa mendapatkan anak

macan? Aku pikir, lebih baik kita masuk ke dalam sana

sembari menengok jagoan darimana kah yang berdiam disini"

Sambil berkata, Suma Thian yu segera menarik tangan

Wan Pek lan dan diajak menyerbu kedalam lembah tersebut.

wan Pek lan bertindak sangat berhati-hati sekali, dengan

membawa perasaan hati yang tak tenang, selangkah demi

selangkah dia mengikuti anak muda tersebut, padahal

hatinya berdebar keras sekali.

Menyaksikan wajah si nona yang diliputi perasaan seram

dan ketakutan itu Suma Thian yu segera tertawa lebar.

“ Haaaah...haaahh....haaahh...adik Lan, jikalau keadaanmu

begini terus, terpaksa aku harus balik kembali, masa ada

orang hendak melalap dirimu?”

Wan Pek lan sendiri pun merasa keberanian sendiri kelewat

lemah, tapi sekalipun dia berusaha untuk tidak merasa takut

apa mau di kata hatinya semakiu bertambah tegang.

Akhirnya dia harus menelan air liur sembari

memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanannya ke

depan.

Mendadak Suma Thian yu menghentikan langkahnya dan

tidak meneruskan perjalanannya lagi, ketika Wan Pek lan

mengangkat mutiara Ya beng cu nya tinggi-tinggi sembari

menengok ke depan, tanpa terasa lagi ia menjerit kaget:

"Aduh celaka!”

Suma Thian yu terkesiap, dia segera menggenggam

pergelangan tangan Wan Pek lau kencang-kencang, lalu

katanya:

“ Adik Lan, apa yang perlu ditakuti? Itu mah cuma

setumpuk tengkorak manusia, masa kau menjadi ketakutan

seperti ini? Ayo berangkat!”

Dengan mengangkat tangannya yang gemetar, Wan Pek

lan menuding ke arah depan, serunya:

"Coba kau lihat... bukan... bukankah diatas sana ada

tulisannya... ?"

"Benar, tulisan itu berbunyi: BEGINILAH CONTOHNYA.

Artinya tempat ini merupakan peringatan yang terakhir,

apabila berani maju sengkah lagi maka tumpukan tengkorak

itu adalah contoh yang paling baik untuk kita"

Wan pek lan segera menarik baju Suma Thian yu sambil

merengek untuk kembali, berada dalam keadaan demikian

terpaksa dengan perasaan apa boleh buat Suma Thian yu

menghela napas panjang dan membalikkan badan untuk

mengundurkan diri dari situ.

Mendadak........

Dari belakang tubuh mereka berkumandang suara tertawa

seram yaug amat mengerikan hati.

Suma Thian yu berdua segera merasakan punggungnya

dialiri hawa dingin, seluruh tubuh mereka bergetar keras,

apalagi setelah membalikkan badan dan menyaksikan apa

yang tertera dihadapannya, kedua orsng itu kembali menjerit

kaget.

"Aaaah...!"

Ternyata pada tujuh delapan langkah dihadapan mereka

sekarang, entah sejak kapan lelah berdiri seorang kakek

berambut panjang yang berwajah bengis dan mengerikan, dia

sedang mementangkan mulutnya yang lebar sambil tertawa

dingin tiada hentinya.

Jangankan ditengah bukit yang gelap mendadak muncul

manusia aneh semacam itu, walaupun ditengah hari bolong

pun orang akan merasa bergidik sesudah bertemu dengan

manusia seperti ini.

Dengan perasaan kaget Suma Thiaa yu segera mundur dua

langkah, lain bentaknya keras-keras”

"Siapa kau?"

Makhluk tua itu melotot besar dengan mulut yang melebar,

serunya sambil tertawa geram:

"Heeeh, heeeh, heeeh, pertanyaan ini seharusnya lohu lah

yang mengajukan, siapakah kau bocah muda?”

Setelah mendengar kakek aneh itu dapat berbicara, Suma

Thian-yu merasa agak lega hatinya, maka dia berseru lagi:

"Berbicara pun ada yang duluan ada yang belakangan, kau

belum menjawab pertanyaan ku, bagaimana mungkin aku

dapat menjawab pertanyaanmu itu?”

Seluruh wajah makhluk tua itu berbulu panjang, mendadak

dari balik matanya yang buas mencorong keluar sinar setajam

sembilu, ditatapnya wajah Suma Thian yu lekat-lekat, seperti

lidah ular berbisa yang sedang mencari mangsanya.

Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjadi

bergidik, berdiri bulu kuduknya.

Lama sekali, makhluk tua itu baru berkata dengan suara

yang menggidikkan hati:

Lohu hidup dengan makan daging manusia, orang

menyebutku sebagai Si jin ong (Raja pemakan manusia),

sedang nama yang sebenarnya sudah lama sudah tidak

dipakai lagi, sehingga nama tersebut menjadi terlupakan sama

sekali....

Si jin ong? Suatu nama yang terasa asing. jangankan Suma

thian yu berdua belum pernah mendengarnya, sekalipun

dalam duania persilatan juga tidak terdapat manusia seperti

ini.

Suma Thian yu segera tertawa tebahak-bahak.

"Haaah...haaah...haaahh...maaf kalau aku tak dapat

mengenali mu, ternyata kau adalah Si jin mo (iblis pemakan

manusia), maaf, maaf...”

Mendadak makhluk tua itu membalikan sepasang matanya

sehingga biji matanya lebih banyak putihnya daripada

hitamnya keadaannya waktu itu tak berbeda dengan setan

gantung hidup, sungguh menggidikkan hati orang yang

melihatnya.

Setelah mengawasi kedua orang itu secara bergantian,

akhirnya sorot mata tersebut berhenti diwajah Bi hong siancu

Wan pek lan, dan menatapnya tanpa berkedip.

Menggelikan sekali keadaan Wan pek lan, pada hakekatnya

dia sudah dibikin pusing tujuh keliling karena kagetnya,

bahkan seluruh tubuhnya seakan tertotok jalan darahnya,

mutiara Ya beng cu tersebut masih terangkat tinggi-tinggi tapi

wajahnya tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya

melongo, dia seperti berdiri bodoh disana.

Pada saat itulah, mahluk tua itu mementangkan mulutnya

lebar lebar, kemudian setelah tertawa seram katanya:

"Ditengah malam buta begini, secara beruntun kalian

berdua sudah menembusi dua buah tempatku, sudah pasti

kedatangan kalian disertai maksud tertentu, dan sudah pasti

kedatangan kalian disertai maksud tertentu, juga ada yang

diandalkan, nah! Sekarang katakan, ada urusan apa kalian

datang mencari lohu?"

Setelah berhasil menenangkan hatinya yang bergolak,

Suma Thian yu menjura, sahutnya:

"Malam ini boanowee mempunyai janji dengan seseorang

untuk bertemu di bukit ini, tapi karena ditengah jalan terjadi

musibah sehingga kedatangan kami terlambat, orang yang

kami janjikan itu tidak di temukan, akhirnya kami menyaksikan

ada setitik cahaya muncul disini, itulah sebabnya kami pun

muncul disini, jadi kedatangan kami bukan disengaja apa lagi

mencari diri cianpwe!".

Dengan memicingkan matanya makhluk tua itu

mendengarkan Suma Thian yu menyelesaikan perkataannya,

setelah itu katanya:

"Kalau toh kedatangan kalian tanpa sengaja setelah

membaca peringatan di kayu itu seharusnya berhenti, apa lagi

setelah melihat tulang tengkorak, seharusnya kembali

mengapa kau jutru memasuki daerah terlarang secara

sengaja?”

Suma Thian yu segera dipojokkan sehingga tak mampu

memberikan jawaban lagi, dia terbungkam dalam seribu

bahasa.

Sementara itu Bi hong siancu wan Pek lan yang berada

disisinya telah berhasil juga mengatasi rasa takut dalam

hatinya, dia segera menimbrung:

Pada mulanya kami hanya terdororg oleh rasa ingin tahu,

karena munculnya sinar tersebut kelewat aneh, kemudian

setelah melihat tengkorak yang berserakkan disini, kami baru

bermaksud untuk balik toh sampai sekarang belum lagi

menginjak daerah terlarangmu?”

Dengan sorot mata yang tajam makhluk tua itu mengawasi

kembali wajah wan Pek lan tanpa berkedip, menanti gadis itu

sudah me nyelesaikan perkataannya, dia baru tertawa.

“ Heeh...heeh...heehh... bocah, kau memang memasuki

tempat ini tanpa sengaja, tapi dia ada maksud untuk mencari

gara-gara, kalau toh sudah berani berbuat, tidak sepantasnya

kalau mundur secara pengecut. Hari ini, jangan kalian

berdua dapat meninggalkan tempat ini kecuali......"

"Kecuali kenapa?" buru-buru Bi hong siancu bertanya.

Makhluk tua itu tertawa secara licik, kemudian sambil

menyeringai seram katanya:

“ Kecuali kalau aku bersedia menghadiahkan sebuah

mustika untukku...!"

Sembari berkata, sepasang matanya segera mengawasi

mutiara Ya beng cu yang berada di tangan Wan Pek lan itu.

Suma Thian yu segera memahami maksud hatinya itu,

tanpa terasa dia mendongakkan keepalanya sambil tertawa

nyaring.

“ Haaah...haaah...haaah... rupanya kau tak lebih seorang

pencoleng yang ingin membegal harta milik orang? Tidak sulit

bila kau menginginkan mutiara Ya beng cu ini, tapi

sebelumnya harus memperlihatkan dahulu beberapa jurus

seranganmu, asal aku merasa puas tentu saja akan ku

serahkan dengan begitu saja, kalau tidak...hmm! Jangan

mimpi!"

Mendengar ucapan tersebut, makhluk tua itu segera

membentak dengan suara gusar:

“ Bocah keparat, rupanya kau masih belum tahu siapakah

diriku ini...?"

Tidak nampak gerakan apa yang digunakan tahu-tahu

makhljuk tua itu sudah melejit ke tengah udara, lalu sepasang

tangannya di rentangkan lebar-lebar, sepuluh gulung desingan

angin tajam pun segera mengurung tubuh Bi hong siancu

dengan kaitanya.

Terdengar Bi hong siancu menjerit kaget, serta merta dia

mundur kebelakang.

Siapa tahu justeru karena dia mundur, hal ini justru

memberi kesempatan yang sangat baik bagi makhluk tua itu

untuk melancarkan serangan lebih lanjut.

Sums Thian yu menjadi terperanjat sekali setelah

menyaksikan peristiwa itu, pikirnya:

"Aduh celaka!"

Menyusul kemudian, dia lantas membentak kerss:

"Adik Lan, menubruk ke depan!”

Sembari berseru, dia turut menerjang pula ke depan,

sebuah pukulan yang dahsyat segera di tolak ke depan dan

mengirim tubuh Bi hong siancu sampai sejauh satu kaki lebih,

sedang dia menggantikan kedudukan Wan Pek lan tadi dan

menyambut kedatangnya kesepuluh desingan angin jari tadi.

Waktu itu, Suma Thian yu telah mengerahkan Bu siang sin

kang yang dimilikinya untuk menyambut serangan musuh,

tatkala ancaman lawan sudah hampir mengenai batok

kepalanya, mendadak jago muda kita berjongkok, kemudian

dengan tangan sebelah memainkan jurus Pah ong tou to

(raja lain menyinggih pagoda) dia lepaskan sebuah pukulan

dengan Bu siang sin kang untuk menyongsong datangnya

ancaman lawan.

Berhubung peristiwa itu berlangsung amat mendadak,

makhluk tua itu tak menyangka kalau anak muda tersebut

memiliki ilmu silat yang amat tinggi, maka menghadapi

kejadian tersebut, makhluk tua itu sama sekali tidak berganti

jurus.

Dua gulung tenaga yang maha dahsyat itu segera saling

bertemu di tengah udara.

"Blaaammmmmmm....!"

Suatu benturan nyaring yang amat memekikkan telinga

segera berkumandang mencekam keheningan.

Tubuh si makhluk tua yang sedang melancarkan serangan

ke bawah itu segera dikirim sejauh lima langkah lebih dari

posisi semula oleh sisa benturan ke dua gulung tenaga

raksasa itu, tubuhnya segera mundur dengan sempoyongan,

mukanya hijau membesi dan sama sekali tiada warna darah,

akhirnya dengan perasaan tak percaya dia mengawasi

musuhnya dengan mata terbelalak.

Suma Thian yu sendiripun menderita kerugian akibat dari

benturan mana, sekarang dia sedang tertunduk di tanah

dengan wajah memucat, hatinya terasa amat sedih.

Begitu berhasil berdiri tegak, mahkluk tua itu segera

mengawasi anak muda tersebut tanpa berkedip, kemudian

bentaknya gusar:

Bocah keparat, tidak kusangka kalau kau memiliki

kepandaian silat yang begitu tangguh jauh di luar dugaan

semula...”

“ Kau pun hebat juga!" sahut Suma Thian yu sembari

melompat bangun dari atas tanah.

Makhluk tua itu mendonggakkan kepala dan kembali

tertawa seram, suaranya amat tak sedap didengar, seperti

gembira seperti sedih, seperyi tertawa seperti juga menangis.

Selesai tertawa, dengan sepasang mata yang dingin

bagaikan es, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat,

lama kemudian baru pelan-pelan ujarnya:

"Bocah keparat, tahukah kau sudah berapa tahun lohcu

berdiam ditempat ini?"

"Aku toh bukan apa-apa mu, dari mana bisa tahu?"

"Betul, makanya aku hendak memberitahukan kepadamu,

sudah tiga puluh tahun lamanya aku berdiam disini, selama ini

entah berapa banyak manusia yang telah mampus dalam

lembah pemakan manusia ini"

"Aku toh tidak mengawasimu sepanjang tahun, darimana

mungkin bisa mengetahui segala tetek bengek urusanmu

itu?”

“ Ehmmm...." kembali makhluk tua itu bercerita dengan

asyik nya, "paling tidak ada empat ribu orang yang sudah

terkubur disini, diantaranya entah berapa banyak yang

merupakan jago-jago berilmu tinggi"

Ketika mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu menjadi

tercengang dan tidak habis mengerti, segera tanyanya dengan

ragu ragu:

"Buat apa kau memberitahukan segala sesuatunya itu

kepadaku? Hmm, sengaja membual dan sok gagah, apa kau

anggap kesemuanya itu bisa menggertak aku sehingga

membuat aiu jadi ketakutan?"

Waktu itu si makhluk tua tersebut sedang bercerita dengan

asyik, ketika kena disemprot oleh Suma Thian yu, kontan saja

amarahnya memuncak. Dengan sinar mata yang buas dan

wajah yang menyeramkan, dia segera mengayunkan telapak

tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat.

Terasa desingan angin tajam menderu-deru, segulung

angin puyuh yang amat hebat langsung saja mengurung

tubuh anak muda itu.

Waktu itu Suma Thian yu sudah membuat persiapan yang

matang, dia sama sekali tidak gugup atau gelagapan

menghadapi lawan.

Sepasang ujung bajunya segera dikebaskan keluar, hawa

pukulan Bu siang sin kang pun turut mengalir keluar kerika

dua gulung kekuatan besar itu sekali lagi saling membentur di

tengan udara, terjadilah ledakan dahsyat yang mengerikan

sekali.

Bukan saja bumi turut bergoncang, batu berguguran dan

pasir beterbangan, keadaannya mengerikan sekali.

Terseret oleh sisa kekuatan yang memancar ke empat

penjuru, tubuh kedua orang itu bergoncang keras sekali,

ujung bajunya sampai berkibar terhembus angin.

Dua kali gagal merobohkan lawannya, mau tak mau

makhluk tua itu harus memeriksa pemuda ingusan yang

terada dihadapannya sekali lagi.

Selang beberapa saat kemudiau, sambil tertawa seram dia

baru berseru lantang:

"Bocah keparat, kau merupakan satu-satunya musuh

tangguh yang pernah kujumpai selama puluhan tahun ini,

kesempatan yang baik sukar ditemukan, mari kita mencoba

sekali lagi, asalkan kau tak sampai kena kurobohkan dalam

jangka waktu seratus gebrakan saja kalian berdua dapat pergi

dari sini dengan selamat, lohu pun akan menghadiahkan

sebuah mestika untuk kalian, bahkan sejak kini akan kuhapus

larangan yang terpasang di depan lembah sana"

Suma Thian yu memahami maksud ucapan lawannya, maka

dengan cepat dia bertanya lagi:

"Dan mulai sekarang tak akan makan daging manusia lagi?”

"Ehmmmm!"

Suma Thian yu menjadi amat gembira, segera serunya:

"Baik, aku akan melempar batu-batu untuk memancing

datangnya batu kemala, aku akan berusaha dengan segala

kemampuan"

Mendengar Suma Thian yu mengartikan permintaannya,

selapis hawa kegirangannya segera menghiasi wajah makhluk

tua itu, inilah senyuman pertama yang disaksikan Suma Thian

yu sejak mereka berdua memasuki lembah tersebut ....

Dari sini, bisa disimpulkan kalau dia adalah seorang iblis

yang kecanduan ilmu silat.

Mendengar kalau ke dua orang itu hendak bertarung, Bi

hong siancu merasa jantungnya berdebar keras, dia ingin

mencegah pertarungan itu, tapi setelah dipikir kembali,

apalagi setelah ditinjau dari adu kekuatan yang barusan

berlangsung, dia dapat menyimpulkan kalau kekasihnya sama

sekali tidak kalah dengan lawan.

Maka dari itu ucapan yang sudah berada diujung bibirnya

itu segera ditelan kembali.

Makhluk tua itu segera menyingkirkan rambutnya yang

panjang kesamping sehingga nampak wajahnya yang penuh

bulu, kemudian sambil menyeringai seram, serunya:

"Hei bocah, kau yang menghitung, kita membatasi hanya

seratus jurus saja!”

Selesai berkata dia segeri menyerbu kedepan Suma Thian

yu dan menyerang tubuh bagian bawah pemuda itu dengan

jurus Tui san tian-hay (mendorong bukit membendung

samudra).

Menghadapi ancaman yang datangnya secara tiba-tiba itu,

Suma Thian yu tidak mundur, sebaliknya malah maju, dengan

penyerangan menggantikan pertahanan dia memunahkan

datangnya ancaman tersebut dengan jurus Si gou wang gwat

(radak memandang rembulan)

“ Jurus pertama!” Bi hong siancu segera berteriak keras.

Makhluk tua itu tertawa seram, seluruh tubuhnya melejit

ke udara dengan jurus It hok cong thian (bangau sakti

menembusi langit) ketika berada satu kaki dari permukaan

tanah sepasang lengannya membuat gerakan saling menyilang

ditengah udara, kemudian setelah masing-masing membentuk

gerakan setengah lingkaran, dengan jurus Cong eng poh toh

(elang ganas menubruk kelinci) dia terkam tubuh Suma

Thian yu secara ganas...

Makhluk tua itu memang bersifat buas, rasa irinya amat

besar, dia paling benci kalau ada jagoan persilatan yang

mampu menandinginya, itulah sebabnya serangan yang

dilancarkan kini semuanya ganas dan tak mengenal ampun!

Jangan, dililat jurus serangan yang digunakannya jurus-

jurus biasa, namun kedahsyatannya tak bisa dipandang

enteng.

Mengikuti datangnya gerakan tersebut, Suma Thian yu

segera melayang mundur kebelakang, kemudian dengan jurus

Khong ciok kay tian atau burung merak mementang sayap dia

tangkis datangnya serangan tersebut.

Bi hong siancu amat menguatirkan keselamatan

kekasihnya, untuk sesaat matanya menjadi terbelalak dan

mulutnya melongo, untuk sementara waktu dia lupa untuk

menghitung.

Sambil melancarkan serangan, makhluk tua itu segera

memperingat kan dengan lantang:

“ Hei bocah, sudah jurus ke tiga!"

Dia seperti mengutirkan Wan Pek lan lupa untuk

menghitung jurus serangan yang dipakai maka setiap kali

melepaskan satu serangan, makhluk tua itu segera memberi

peringatan.

Sistim pertarungan yang begini aneh ini bukan saja tak

pernah dijumpai, mungkin didengar pun belum pernah.

Suma thian yu telah memusatkan segenap perhatiannya

untuk menghadapi musuh, dia tahu hasil pertarungan malam

ini bukan cuma menyangkut keselamatan bagi dia dan Wan

pek lan saja, bahkan menyangkut pula entah berapa ribu jiwa

manusia yang tanpa sengaja tersesat dalam lembah terlarang

ini.

Oleh sebab itu semua serangan dilancarkan dengan mantap

dan berhati-hati sekali, jurus disusul dengan jurus, semuanya

menggunakan ilmu Tay kim to liong pat ciang ajaran Put Gho

cu.

Semua pukulan dilepaskan secara mantap dengan

perhitungan yang matang, sedikit pun tak berani mempunyai

ingatan untuk memandang enteng lawannya.

Dari sini dapat disimpulkan kalau Suma Thian yu adalah

seorang pendekar muda yang berjiwa besar dan berwatak

mulia, dia merasa semua persoalan yang menyangkut jiwa

orang banyak merupakan masalah penting Yng harus

diutamakan.

Mendadak terdengar Bi hong siancu berseru keras:

"Jurus kelima puluh!”

Merdengar itu, makhluk tersebut segera berpekik keras

berulang kali, gerakan tubuh segera berubah, ujung bajunya

berkibar kian kemari, segulung angin ruyuh dengan kekuatan

dua ratus kati langsung menyapu tubuh Suma Thian yu.

"bocah keparat!" teriaknya sambil menahan geram, "kau

benar benar hebat, sudah lima puluh gebrakan kita bertarung,

belum juga ketahuan hasilnya, selama puluhan tahun baru

bertemu tiga orang yang lain, kauadalah orang ke empat yang

bisa melawanku melebihi lima puluh jurus....”

Suma Thian yu turut tertawa panjang.

"Haaahh...haaaahh... kemungkinan besat kau akan

bertemu dengan satu satunya orang yeng bisa mengalahkan

kau selama tiga puluh tahun terakhir ini pada hari ini"

"Mengalahkan aku?" Heeehh... heeeeh...masih terlampau

awal untuk berkata demikian jengek makhluk tua itu dengan

nada mencemooh, aku nasehati kepadamu lebih baik jangan

bermimpi disiang hari bolonglagi!”

Suma Thian yu tertawa keras, mendadak gerakan tubuhnya

ikut berubah, kali ini dia mengembangkan gerakan langkah

Cok liong luan ka cap lak poh untuk bergerak kian kemari, lalu

dengan jurus To thian huan jie (mencuri berganti waktu)

untuk mengancam jalan darah Ki bun hiat ditubuh mahkluk

tua itu.

Si Makhluk tua tersebut hanya merasakan pandangan

matanya menjadi kabur, tahu-tahu pihak lawan sudah

menerobos masuk dari sisi tubuhnya, hal ini membuatnya

cepat-cepat menghindar dengan tergopoh-gopoh....

Siapa tahu Suma Tian yu berbuat demikian dengan maksud

memancing musuhnya untuk perangkap, begitu musuh

mundur, tiba-tiba saja dia membentak kerat:

“ Lihat serangan!”

Dengan jurus Seng gi im pian (bintang bergeser awan

berubah), ditengah udara segera berkumandang suara guntur

menggelegar dengan kerasnya, disusul kemudian segulung

angin pukulan yang tajam dengan membawa suara desingan

tajam langsung menggulung tubuh si makhluk tua tersebut...

Jurus serangan ini tak lain adalah satu jurus dari ilmu

pukulan Sian Po hong cian ajaran Cong liong lo sianjin,

kedahsyatannya luar biasa, dimana angin pukulan itu

menyambar, pasir dan debu ikut berhamburan ke mana-mana.

Sejak dulu hingga sekerang, belum pernah makhluk tua

tersebut menyaksikan ilmu pukulan seindah ini, dia tak berani

menyambut dengan kekerasan, cepat tubuhnya melompat

mundur sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.

"Blaaaammmmm!”

Ketika angin pukulan yang dilancarkan Suma Thian yu

menghantam di atas batu karang pada bukit tersebut, kontan

saja batu dan pa sir berguguran, seluruh permukaan

bergoncarg keras, keadaannya seperti dilanda oleh gempa

bumi saja.

Bi hong siancu menjadi termangu menyaksikan

kedahsyatan kekasihnya, tanpa terasa ia memuji:

“ Sebuah ilmu pukulan yang amat dahsyat, jurus yang

keenam puluh enam!”

Saking girangnya sampai dia menyebutkan jurus

serangannya lebih banyak dari keadaan yang seharusnya, tapi

waktu itu si mahkluk tua pun sedang dibikin terperana oleh

kedahsyatan lawannya, sehingga ia tidak merasakan hal

tersebut, tentu saja diapun tidak mengajukan protesnya atas

kesalah mana.

Diam-dian Suma Thian yu merasa girang, dia makhluk tua

tersebut sudah dibikin ketakutan hingga pecah nyali dan sejak

kini tak akan berani untuk melakukan serangan lagi.

Siapa tahu, setelah debu berterbangen dan suara menjadi

sirap mendadak terdengar suara gemerutuknya tulang

belulang yang amat nyaring....

Tampaknya makhluk tua tersebut telah menghimpun hawa

sesatnya secara diam-diam dan berencana untuk melancarkan

sebuah serangan maut untuk merebut kemenangan.

Betul juga, setelah terdengarnya suara gemerutukan

nyaring itu, mendadak terdengar mahkluk tua itu membentak

dsngan keras:

“Kaupun boleh merasakan sebuah pukulan ku ini!” katanya

kemudian.

Begitu ucapann tersebut selasai diutarakan, Suma Thian yu

segera merasakan nafasnya menjadi sesak, tubuhnya yang

bergerak ke depan pun seakan-akan dihisap oleh sesuatu

kekuatan yang maha dahsyat, kesemuanya ini kontan saja

membuat hatinya terkesiap.,

Buru-buru dia menghimpun segenap tenaga dalam yang

dimilikinya dan mengeluarkan ilmu bobot seribu untuk

menahan gerakan ba-dannya. Pada saat intulah terasa ada

segulung angin pukulan yang lembut dan halus menyambar

kedepan menyambar kehadapan tubuhnya.

Suma Thian yu amat terperanjat, dengan gerakan Yau cu

huan sin (burung belibis membalikan badan) seluruh tubuhnya

melejit ke samping untuk menghindarkan diri dan ternyata ia

tak mampu untuk melancarkan perlawanan.

Baru saja tubuhnyta meluncur ketengah udara, segulung

hawa dingin telah menyambar lewat dan suara gemuruh yang

keras dan memekikkan telinga pun menggelegar dari arah

belakang. Dengan cepat Suma Thian yu membalikkan

badannya, dengan cepat ia menjulurkan lidahnya karena

kagum.

Rupanya batuan cadas yang berada dibelakang tubuhnya

itu, kini sudah kena tersapu hingga rata dengan tanah, tak

sebutir batupun yang kelihatan.

Bi hoig siancu sendiripun merasakan jantungnya berdebar

keras, pekiknya didalam hati:

“ Ooohh, sungguh berbahaya!"

Kemudian teriaknya dengan lantang sekali:

"Jurus ke enam puluh tujuh!"

Makhluk tua iiu kelihatan gembira sekali setelah

menyaksikan Suma Thian yu sama sekali tak mempunyai

kepandaian sakti untuk membendung serangan mautnya tadi,

sambil mengulumkan senyuman yang angkub dan bangga,

ejeknya:

"Bagaimana? Apakah nyalimu sudah dibikin pecah karena

ketakutan.....?”

Suma Thian yu segera mendengus dingin.

"Hmmmm. kalau permainan kucing kaki tiga sih tak akan

bikin keder orang lain, lebih baik kau jangan mencobah untuk

ngomong besar lagi....!”

Makhluk tua tersebut selamanya sombong, tinggi hati dan

tak pernah memandang sebelah matapun terhadap orang lain,

begitu mendengar Suma thian yu memakinya sebagai ilmu

silat kucing kaki tiga saja, kontan saja dari malu ia menjadi

marah, sambil berkaok-kaokpenuh kegusaran, teriaknya keras-

keras:

Bagus sekali bocah keparat, kau kelewat menghina orang,

hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!”

Berbicara sampai disitu, dia lantas melomp[at kehadapan

pemuda tersebut, kemudian....weeeass! weeesss! weeess!

secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai

yang semuanya dahsyat dan luar biasa.

Dengan mengeluarkan ilmu langkah Ciok liong luan poh

ajaran dari Siau yau kay Wi kian secara mudah sekali Suma

thian yu berhasil memunahkan ancaman tersebut satu per

satu, kemudian teriaknya dengan suara lantang:

“ Sekarang sudah tujuh puluh gebrakan! Jika pertarungan

macam begini dilangsungkan terus, seratus juruspun belum

tentu akan ketahuan siapa yang unggul dan siapa yang kalah,

bagaimana kalau kita berganti acara saja?”

“ Tidak bisa, seratus juruspun belum habis, mana boleh

berganti acara....?”

Kembali mahkluk itu itu melancarkan beberapa gerakan

untuk memunahkan ancaman lawan, kemudian melepaskan

pula dua buah jurus serangan untuk meneter musuhnya.

Suma Thian yu segera berseru dengan suara lantang:

“ Sisanya bagaimana kalau kita selesaikan dengan

menggunakan senjata tajam saja?”

“ Senjata tajam? Selama hidup belum pernah lohu

mempergunakan senjata tajam untuk bertarung!”

Suma Thian yu benar-benar didesak sehingga apa boleh

buat, terpaksa ia menghimpun hawa murninya dari Tan tiam

kedepan dada, kemudian dengan jurus Peng lui san lian

(guntur menggelegar petir menyambar) secepat kilat

membacok tubuh mahkluk tua tersebut.

Menyusul kemudian, kakinya dengan jurus Kui seng ti

to(Bintang timurmenentang bintang kejora) dia tendang tubuh

bagian bawah mahkluk tua tersebut.

Serangan berantai yang maha dahyat tersebut kontan saja

membuat si mahkluk tua itu kerepotan setengah mati, sambil

berkaok-kaok karena kegusaran, dia melancarkan pula

serangan sergapan balasan secara nekad....

Bi hong siancu yang menyaksikan batas seratus jurus

sudah hampir berakhir menjadi kegirangan, sebab selama ini

Suma thian yu tidak pernah memperlihatkan gejala akan

kalah, hatinya makin mantap dan rasa percaya diri pun

tumbuh.

“ Jurus ke tujuh puluh enam!” teriaknya keras-keras.

Mendengar itu, mahkluk itu itu segera memprotes,

umpatnya:

“ Bocah perempuan sinting, kau jangan ngawur, sekarang

baru jurus ketujuh puluh lima!”

Wan pek lan yang merasa bahwa kekasihnya pasti akan

berhasil memenangkan pertarungan ini, nyalinya bertambah

besar, dia segera membantah pula:

“ Tadi, didalam pukulan tendangan dipakai dua jurus

serangan, kenapa? Apa tidak benar?”

Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu

kembali terlibat dalam pertempuran yang sengit, dan masing-

masing sudah bertarung tiga gebrakan lagi, maka Wan pek lan

buru-buru berteriak dengan suara lantang:

“ Jurus kedelapan puluh!”

Sekarang, mahkluk tua ini sudah mempunyai hitungan, dia

tahu, bila pertarungan tersebut dilangsungkan lebih jauh,

jangankan masih sisa dua puluh jurus, sekalipun masih ada

seratus jurus pun belum tentu dapat mengungguli lawannya.

Cemas dan mendongkol membuatnya makin naik darah,

segera bentaknya dengan penuh kegusaran:

"Bocah keparat, tidak ku sangka kalau kau bisa melewati

delapan puluh gebrakan dengan lancar, mari, mari, mari! Lohu

akan melanggar kebiasaan dengan menganggap delapan

puluh jurus sebagai sembilan puluh lima jurus, segenap

kepandaian silat yang lohu miliki akan dipergunakan dalam

lima jurus yans terakhir ini aku akan membuat hatimu takluk

seratus persen!”

“ Haaahh...haaah... haahh... tinggal lima jurus saja...?”

seru Suma Thian yu sambil tertawa terbahak-bahak,

"bukankah hal ini akan menguntungkan diriku?"

"Menguntungkan memang cuma kau akan segera

membuktikan sendiri, betulkah kau merasa beruntung atau

tidak?”

Kembali Suma Thian yu tertawa ringan.

“ Baiklah, daripada membangkang, lebih baik aku akan

menurut saja, lima jurus serangan dahsyatmu akan kusambut

semuanya!”

Makhlus tua tersebut tidak berbicara lagi, telapak tangan

kirinya segera diayunkan kemuka, segulung angin pukulan

berhawa lembut segera meluncur kedepan.

Suma Thian yu pun segera melontarkan pula sebuah

pukulan dengan ilmu pukulan Sian po hwee hong ciang yang

maha dahsyat itu.

Siapa tahu, disaat kedua gulung angin pukulan itu saling

membentur satu sama lainnya, tiba-tiba terdengar makhluk

tua itu tertawa terbahak bahak sambil menjengek:

"Pukulan yang inilah baru merupakan seranganku yang

sesungguhnya."

Seusai berkata, telapak tangan kanannya membentuk

gerakan satu lingkaran ditengah udara, lalu ditolak kedepan.

Segulung hawa pukulan yang dingin merasuk tulang

langsung saja mengurung seluruh badan Suma thian yu.

Menghadapi ancaman bahaya yang berada didepan mata,

Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, dalam bahaya dia

mencari selamat lantaran telapak tangan kanannya sudah

keburu di dorong kedepan dan tak leluasa untuk menarik

kembali, terpaksa dia menggunakan telapak tangan kanannya

untuk menahan serangan, sementara telapak tangan kirinya

dengan menghimpun tenaga sebesar delapan bagian sudah

melancarkan bacokan secepat kilat.

Dengan begitu, kedua orang tersebut jadi saling

melontarkan serangan dengan mempergunakan sepasang

telapak tangan, empat telapak tangan yang saling menempel

membuat empat gulung aliran listrik yang saling membentur

pada jarak tiga langkah.

Dalam waktu singkat seluruh angkasa sudah dipenuhi oleh

desingan angin tajam, mereka berdua saling mengerahkan

tenaga dalam untuk melakukan perlawanan.

Pertarungan adu kekerasan seperti ini hanya akan

berlangsung jika orang yang terlibat dalam pertrungan adalah

jago-jago berilmu tinggi, sebab pertarungan seperti ini

selamanya mempertaruhkan jiwa raga mereka sendiri.

Tapi hanya dengan jalan ini pula orang baru bisa

mengetahui sempurna atau tidaknya tenaga dalam seseorang,

disamping itu bisa pula membuat isi perut musuh hancur

berantakan termakan serangan maut itu hingga akhirnya

tewas.

Namun pertarungan semacam inipun merupakan

pertarungan yang sangat menghamburkan tenaga, orang luar

tak pernah akan berhasil mencegah berlangsungnya

pertarungan tersebut kecuali secara kebetulan datang seorang

jago lihay yang berilmu jauh lebih tinggi dari mereka berdua,

kalau tidak, mereka berdua baru dapat dilerai apabila salah

satu diantara mereka sudah tewas.

Bi hong siancu yang sebenarnya sudah merasa makin kuatir

lagi, memandang dua orang yang saling berhadapan dengan

mata terpejam dan peluh membasahi tubuh mereka itu, dia

tahu kalau pertarungan sudah meningkat dari posisi yang

sangat gawat.

Dalam keadaan demikian, apabila salah satu pihak

berpikiran bercabang sehingga serangan hawa murninya

mengendor, sudah pasti tenaga dalam musuh akan segera

menyusul masuk ke dalam isi perutnya dan berakibat

kematian baginya.

Bi hong siancu benar-benar merasakan hatinya berdebar

keras, dengan perasaaa kuatir teriaknya tiba-tiba:

“ Hei, bila pertarungan semacam ini dilangsungkan lebih

jauh, akhirnya sudah pasti ada salah satu pihak yang akan

tewas, ayo cepat hentikan serangan kalian, jangan bertarung

lagi.....”

Tapi ketika dilihatnya kedua belah pihak tetap berdiam diri,

seakan-akan tidak mengubris perkataannya, bahkan dari

ubun-ubun mereka memanancar keluar kabut berwarna putih,

hatinya semakin gelisah lagi.

Dengan cepat satu ingatan melintas dalam benaknya, segra

teriaknya keras-keras:

"Hei, makhluk tua, Kau suruh aku menghitung dengan cara

bagaimana? Bukankah lima jurua terakhir sudah lewat?"

Sekalipun dia sudah berteriak sekeras-kerasnya, atau

mungkin sampai putus lidahnya sekalipun, hal tersebut tak

akan mempengaruhi keadaan dalam arena.

Sebab pertarungan yang sekarang sedang meningkat pada

keadaan paling gawat dan setiap saat bisa mengakibatkan

kematian yang fatal bagi mereka yang lengah.

Waktu itu, paras muka Sama Thian yu dari hijau membesi

telah berubah menjadi pucat pias, butiran keringat sebesar

kacang kedelai telah membasahi jidatnya dan mengucur

kebawah.

Sedangkan keadaan dari si makhluk tua itu pun tak jauh

berbeda, seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat,

bibirnya terkatup kencang-kencang dsan wajahnya

menunjukan penderitaan.

Apabila keadaan seperti berlangsung lebih lanjut maka

kedua belah pihak akan sama-sama terluka dsn bahkan bisa

jadi akan berakibat kematian untuk mereka berdua.

Bi hong siancu Wan Pek lan nampak gelisah sekali bagaikan

semut dalam kuali panas, tapi apa pula yang bisa dilakukan

olehnya dalam keadaan seperti ini?

Jangankan dia tidak berkemampuan untuk memisahkan

kedua orang ini, bahkan bila ia bertindak secara gegabah pun

bisa jadi akan menimbulkan bencana kematian bagi dirinya.

Pepatah kuno mengatakan: Bila ada dua harimau yang

bertarung, salah satu diantaranyaa akan terluka.

Di dalam dunia persilatan, tak mungkin akan terdapat dua

orang manusia yang mempunya ilmu silat seimbang, terutama

sekali dalam tenaga dalam, tak mungkin hasil yang dicapai

orang yang satu akan sama dengan orang yang lain.

Jilid 18

Tahun ini, makhluk tua tersebut sudah berusia tujuh puluh

tahun lebih, kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki

sekarang pun paling tidak masih diatas enam puluh tahun

hasil latihan.

Sebaliknya, meski usia Suma Thian yu baru tujuh delapan

belas tahunan, tapi berhubung sejak kecil sudah memperoleh

guru pan dai dan sejak kecil pula melatih ilmu Kui goan sim

hoat, kemudian minum obat Ku ciang sin yok, maka dasar

tenaga dalam yang dimiliki nya boleh dibilang kuat sekali.

Ketika berada dalam gua dan salah makan daun Jin sian

kiam lan, tenaga dalamnya

telah bertambah dengan pesat, sehingga mencapai enam

puluh tahun hasil latihan lebih, sebab itulah meski beradu

tenaga-tenaga dalam dengan si makhluk tua sekarang,

kekuatan mereka tetap berimbang satu sama lainnya.

Walaupun demikian, akhirnya toh akan muncul juga saat

untuk menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang

lebih lemah, disaat itulah yang tangguh bakal muncul sebagai

pemenangnya, sedangkan yang lemah akan menemui ajalnya.

Mendadak.....

Dari atas bukit Kun san berkumandang suara seruling yang

mengalun tiba mengikati hembusan angin, suara yang

mengalun menembusi lembah bergema pula ke dalam telinga

kedua orang tersebut.

Ternyata aneh sekali, kedua orang itu segera merasakan

semangatnya menjadi segar kem bali dan kekuatannya seperti

beratus kali lipat lebih besar keadaan semula.

Pelan-pelan makhluk tua itu membuka sepasang matanya,

dari balik sorot matanya itu terpancar keluar perasaan bingung

dan tidak habis mengerti.

Tak selang berapa saat kemudian, dari arah punggung

bukit sana muncul setitik bayangan hitam yang secapat

sambaran petir meluncur masuk kedalam lembah Si jin kok.

Suara seruling yang mengalun diudara pun menyusul

bayangan hitam yang meluncur tiba itu bergema makin keras.

Bi hong siancu Wan Pek lan segera mengangkat kepalanya

sambil memandang ke depan, tampak olehnya setitik cahaya

hitam secepat kilat meluncur kedalam lembah.

Tak sempat lagi bagi Bi hong siancu untuk menegur, tahu-

tahu dihadapan mukanya telah berdiri seorang kakek

berdandan seorang tosu, bersamaan dengan munculnya tosu

tua itu pun suara seruling tadi menjadi sirap dan hilang.

Tampak tosu tua itu memperhatikan sekejap kearah Bi

hong siancu, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak

serunya:

"Haaaah...haaaa...haaaa... kalian berdua harus segera

menghentikan permainan yang tak bermanfaat ini!"

Sembari berkata, seruling bambu ditangannya segera

ditutul pelan ketengah-tengah orang yang sedang bertempur

itu.

"Criiitt...!" dari mulut seruling menyembur kelur segulung

hawa pukulan berwarna putih dan menyambar ketubuh dua

orang yang sedang bertarung tadi.

Kedua orang itu segera merasakan udara di sekeliling

tubuhnya membuyar dan tubuh mere ka yang sempoyongan

pun segera melompat mundur kebelakang.

Menanti si makhluk tua itu dapat berdiri tegak, sorot

matanya segera dialihkan kewajah tosu tua yang baru muncul

itu dan menatapnya lekat-lekat, sampai lama sekali dia tak

mengucapkan sepatah kata pun.

Sedangkan Suma Thian yu segera menjura sembari

berseru:

"Cianpwe, kedatanganmu tepat sekali, untung saja

selembar jiwa boanpwe masih bisa diselamatkan!"

Ternyata orang yang barusan munculkan diri itu adalah

Heng si Cinjin, gurunya dua bersaudara Thia yang mempunyai

janji dengan anak muda tersebut.

Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin segera tertawa

terbahak-bahak.

"Haah...haah...haah...baru berapa hari tidak bersua, tenaga

sinkang yang dimiliki Suma siauhiap sudah memperoleh

kemajuan yang amat pesat, sungguh mengagumkan, sungguh

menggembirakan, mungkin kau telah memperoleh suatu

penemuan aneh bukan?"

Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena

jengah, cepat-cepat dia mengangguk.

"Aaah, cianpwee terlalu memuji, boanpwee hanya berilmu

cetek"

Setelah berbasa-basi sebentar, Heng si Cinjin pun

mengalihkan kembali sorot matannya ke wajah manusia aneh

tersebut, dengan gusar dia menegur:

"Rupanya kaulah yang berbuat ulah disini, baik-baik

menjadi ciangbunjin partai Mao san buat apa kau lari

ketempat seperti ini untuk memakan daging menusia?

Sebenarnya apa mak sud dan tujuanmu yang sebenarnya?"

Begitu berjumpa dengan Heng si Cinjin, mahkluk tua itupun

nampak terperanjat, tapi segera jawabnya dengan marah:

"Urusan ini merupakan persoalan pribadi lohu sendiri, orang

lain tak usah mencampurinya" Heng si Cinjin segera tertawa

terbahak-bahak.

"Haah...haaah...haaah...Hu hok, setiap umat persilatan

yang menyinggung soal bukit Kun san di telaga Tong tin,

mereka akan segera teringat pula dengan nama Pinto,

sekarang kau makan daging manusia disini, bila orang lain

mengetahui akan persoalan ini, mereka masih mengira

pintolah yang membuat ulah dengan mencelakai sesama umat

manusia"

Ternyata makhluk tua itu merupakan ciangbunjin angkatan

ke sembilan belas dari partai Mao san yang bernama Hu Huk

cu, tapi baru setahun menjabat sebagai ketua, dia telah

menyerahkan jabatan sebagai ketua tersebut kepada sutenya

Hu Yan cu, sementara dia sendiri mengembara didalam dunia

persilatan.

Banyak orang mengira Hu Hok cu sudah bosan dengan

kehidupan keduniawian dan mengggundurkan diri hidup

menyendiri, padahal yang benar Hu Hok cu memrunyai

maksud tujuan yang lain, secara rahasia sekali dia memasuki

bukit Kun san dan menyembunyikan diri disitu untuk berlatih

ilmu silat.

berhubung didalam kitab pusaka yang diperolehnya untuk

melatih semacam ilmu sesat dibutuhkan kekuatan dari sari

manusia, maka untuk meyakinkan ilmu tersebut orang yang

bersangkutan harus memakan daging manusia setiap harinya.

Hu Hok cu yang memperoleh kitab pusaka mana menjadi

kegirangan setengah mati, dia segera meninggalkan

kedudukannya sebagai Ciangbujin dan menyembunyikan diri

disitu, bukan saja suasana diseputar sana dibikin

menyeramkan, dia pun mendirikan batu peringatan dan

menjadikan daerah tersebut sebagai daerah terlarang.

Apabila malam hari sudah tiba, dia pun akan muncul dari

daerah terlarangnya untuk memancing saudagar atau orang

orang persilatan

guna memasuki lembah Si jin kok, disanalah korbannya

dibunuh dan daging mereka disantap. Selama tiga puluh tahun

ini, entah berapa banyak sudah manusia yang menemui

aja1nya disini, namun ilmu silat yang dimiliki pun tidak

memperoleh kemajuan yang pesat sekali. Siapa sangka,

malam ini dia telah bertemu dengan lawan tandingnya, bukan

saja dipecundangi, bahkan nyaris nyawanya akan turut

melayang.

Sementara itu, Ha Hak cu merasa gusar sekali setelah

mendengar umpatan dari Heng si Cinjin tersebut, sambil

tertawa seram segera teriaknya keras-keras:

"Tosu, selama tiga puluh tahun ini, mengapa kau tak

pernah melangkah masuk kedalam lembahku ini?"

Heng si Cinjin tertawa bergelak.

"Haaaaa...haaaaa...haaaa, selama ini pinto mengira apa

yang tersiar dalam dunia persilatan sebagai berita bohong

yang ada maksud untuk merusak nama pinto beberapa tahun

yang berselang itu, pinto pun pernah melakukan pemeriksaan

disini, namun tidak berhasil menemukan gua ini"

Sambil tertawa, Hu Hok ca menggelengkan kepalanya

berulang kali, katanya kemudian:

"Malam ini mengapa pula bisa muncul disini?"

"Ditengah kegelapan malam aku sering kali mendengar

suara gemuruh dan suara ledakan keras, setiap kali pula pinto

pasti muncul untuk melakukan penyelidikan, akhirnya setelah

melakukan pengintaian berulang kali, kutemukan kehadiranmu

disini, tentu saja aku tak pernah menyangka kalau Si jin ong

(raja pemakan manusia) yang paling ditakuti orang dalam

dunia persilaian bukan lain adalah dirimu"

Tatkala Hu Hok cu mengetahui bahwa orang persilatan

merasa ketakutan karena dia pemakan manusia, bukan saja

berita mana tidak membuat merasa malu atau rendah diri,

sebaliknya dia malah menari-nari dengan girangnya, bahkan

sambil tertawa terbahak-bahak berteriak sekeras-kerasnya:

"Aku telah berhasil! Aku telah berhsil!”

Tentu saja sikap macam orang gila ini membuat Heng si

Cinjin dan Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah

mati, mereka tidak habis mengerti apa sebabnya orang itu jadi

sinting.

Lama kemudian, Hu Hok cu baru menghetikan tariannya

macam orang gila itu dan menunjukkan wajah berseri-seri.

"Toyu!” katanya kemudian, "lohu tidak akan tinggal disini

lagi, sekarang nama lohu sebagai Si jin ong (raja pemakan

manusia) sudah termashuur diseluruh koloog langit,

haahh...haahh...haahh... tidak lama kemudian, lohu akan

menjadi raja dan pemimpin dari seluruh dunia persilatan baik

diutara maupun selatan”

"Ada kalanya, disaat seseorang sedang kecanduan sesuatu,

bisa jadi dia akan lupa makan dan tidur hingga sikap maupun

gerak geriknya menjadi berubah seperti orang gila.

Demikian pula halnya dengan Hu Hok cu yang memusatkan

segenap perhatiannya itu untuk mempelajari Mo Kang,

kesadaran jalan pikiran maupun gerak-geriknya sudah

berbeda sekali dengan manusia biasa.

Orang lain mengumpatnya sebagai Si jin ong sebaliknya dia

malah nampak kegirangan, seakan-akan orang lain sudah

dibikin ketakutan oleh nama besarnya itu, bahkan yang lebih

sinting lagi, dia ingin mengandalkan ilmu silat yang

tercantum dalam kitab pusakanya untuk merajai kolong langit.

Padahal dia seperti lupa kalau Suma Thian yu yang

dihadapinya malam ini belum lagi bisa dkalahkan, bahkan

disana telah muncul seorang jago lihay yang berilmu silat

beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaiannya yakni

Heng si Cinjin.

Dua orang manusia ini saja tak mampu dihadapi, tapi dia

sudah melamun ingin menjadi seorang pemimpin dunia

persilatan, bukankah hal ini kedengarannya lucu dan

menggelikan?

Tatkala Heng si Ciniin mendengar ucapan nya yang

membual itu seketika itu juga dia menggelengkan kepalanya

berulang kali sambil menghela napas, dipandangnya Hu hok

cu sekejap dengan sorot mata penuh welas kasih, kemudian

ujarnya:

“ Hu hok, apakah kau tidak merasa jalan pemikiranmu itu

menggelikan? Terlampau lucu dan kenak-kanakan?”

“ Kekanak-kanakan? Hmmm! Siapa yang bilang kalau aku si

bodoh?” Hu hok cu balik bertanya.

Hmmm, ingin meninggalkan lembah Si Jin kok dengan

begitu saja? Apakah kau tidak merasa kalu tindakanmu ini

kelewat awal? bentak Heng si cianjin lagi.

Hu hok cu segera melotot gusar, dengan penuh rasa

penasaran bentaknya juga:

“ Kau berani memandang hina lohu?”

“ Betul!”

Jawaban dari Heng si cinjin ini diutarakan dengan suara

tegas dan keras.

“ Bagus sekali, rupanya kau sudah pernah mencicipi empedu

macam hati singa sehingga berani menantang lohu? Mari, mari

lohu akan membuktikan dahulu apakah kau mampu atau

tidak!”

Selesai berkata, dengan jurus Im yang jut tong(Im yang

mulia bergerak) dia langsung membacok tubuh Heng si cinjin.

Menghadapi ancaman tersebut, Heng si Cinjin seakan-akan

tak sudi memandangnya barang sekejap pun, diantara

berkibarnya ujung baju, tahu-tahu dia sudah melayang ke

samping untuk menghindarkan diri, setelah itu jengeknya:

"Huuuh, masih ketinggalan jauh!”

Dicemooh orang, amarah Hu Hok cu semakin memuncak,

sepasang telapak tangannya diayunkan kian kemari bagaikan

orang gila, dia telah mengelirkan segenap kemampuan yang

dimilikinya untuk secara beruntun melepaskan empat lima

buah pukulan.

Seperti juga yang pertama tadi, kembali Heng si Cinjin

mempergunakan kelincahan tubuhnya untuk berkelebat kian

kemari ditengah pukulan-pukulan musuhnya, bahkan selama

inipun dia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.

"Ha Hok!" kembali dia mengejek, “makan daging manusia

tidak akau mambuat ilmu silat mu memperoleh kemajuan

pesat, menurut pendapat pinto, tiga puluh tahun berselang

kau sudah begini, tapi keadaanmu sekarang malah justru

bertambah parah!”

Heng si cinjin sengaja berkata demikian karena dia

mempuryai tujuan yang baik, yakni berharap agar Hu hok cu

mau bertobat dari kejahatannya itu, melepaskan jalan sesat

dan kembali kejalan yang benar.

Terutama sekali untuk melepaskan ilmu sesat nya dengan

mempelajari ilmu lurus, dengan demikian mengurangi

bahayanya mati secara mengenaskan.

Benarkah ilmu siht yang dimiliki Hu Hok cu saat ini jauh

lebih payah ketimbang tiga pulah tahun berselang? Tentu saja

tidak, sebaliknya, kepandaian silat yang dia miliki

sebarangsudah mencapai tingkatan yang luar biasa, bahkan

boleh dibilang merupakan salah satu gembong iblis yang patut

disegani oleh setiap orang.

Tapi apa sebabnya kemampuan yang hebat ini seolah-olah

tak mampu berkembang, bahkan tak berhasil meraih

keuntungan apa-apa?

Sesungguhnya kejadian ini tiada sesuatu yang aneh seperti,

yang telah diketahui tadi, tatkala Heng si Cinjm muncul disana

tadi, Hu Hok cu sedang beradu tenaga dalam melawan Suma

Thian yu, akibat dari pertarungan itu, hawa murninya telah

menderita kerugian yang besar sekali, inilah yang menjadi

penyebab uta rna mengapa serangannya seperti tak berfungsi

lagi.

Tapi perkataan dari Heng si Cinjin tersebut ibaratnva

sebilah pisau tajam yang langsung menembusi ulu hati Hu

Hok-cu. membuat hatinya terasa begitu sakit sehingga sukar

dilukiskan dengan kata kata...

Tampak sepasang mata orang itu melotot besar, dengan

menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya untuk melindungi

badan, sepasang telapak tangannya segera dilontarkan ke

muka melepaskan pukulan yang maha dahsyat.

Sekalipun hanya mempergunakan sisa kekuatan yang

dimiliki, kenyataannya serangan mana masih merupakan satu

ancaman yang serius.

Mau tak mau Heng si Cinjin harus merasa terkesiap juga,

dia tahu apabila kesempatan yang sangat baik ini tidak segera

dimanfaatkan untuk melumatkan ambisi dan kesombongan

gembong iblis tersebut, sudah pasti orang ini akan menjadi-

jadi kesombongan dan kesadisannya dikemudian hari.

Buru-buru dia menghimpun hawa murninya secara diam-

diam, sementara wajahnya masih menunjukan sikap yang

halus dan lembut, dengan sebuah kebasan yang mengerahkan

tenaga sebesar tujuh bagian, ia sambut datangnya ancaman

lawan....

Seketika itu juga ke dua gulung tenaga pukulan tersebut

saling membentur satu sama lainnya ditengah udara.

Mendadak....

“ Blaaammm...! Suatu benturan keras yang mamt

memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian”

Menyusul kemudian, dari tengah arena bergema suara

jeritan ngeri yang amat menggidikan hati...

“ Akhhhh....!”

Sesosok bayangan manusia bagaikan kayang-layang yang

putus talinya segera terlempar ke tengah udara.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut segera

berpekik nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara dan

langsung menyambar ke arah mana bayangan hitam itu jatuh.

Baru saja anak muda itu melayang turun ke atas tanah,

bayangan hitam tadi sudah meluncur jatuh dari atas dengan

kecepatan yang luar biasa...

Suma Thian yu segera mementangkan lengan-nya untuk

memeluk tubuh berbobot seratus kati lebih itu dengan suatu

tangkapan.

Orang itu memang Ha Hok cu, sekarang paras mukanya

nampak pucat pias seperti mayat, keadaannya tak jauh

berbeda dengan sesosok mayat saja...

Pelan pelan Suma Thian yu meletakkan tubuh Hu Hok cu

ke atas tanah dan membiarkaa dia duduk, kemudian ia baru

mengundurkan diri ke hadapan Heng si Cinjin dan berdiri

serius disana.

Setelah berhasil menghajar tubuh Ha Hok cu tadi,

sesungguhnya Heng si Cinjin merasa menyesal, setelah

dijumpai Suma thian yu

menolong jiwa Hu hok cu, tak kuasa lagi sambil mengelus

jenggot ia tertawa.

“ Haaaaa...haaaaa...haaaaa...suatu perbuatan yang tepat

sekali, suatu perbuatan yang tepat sekali. Hal ini menuajukkan

kalau jiwamu mulia dan arif bijaksana, masih muda sudah

menyayangi sesamanya, betul-betul suatu penampilan yang

mengagumkan."

Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena

jengah, dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Mendadak dari arah dalam lembah itu berkumandang suara

isak tangis yang memilukan hati.

Dengan cepat Heng si Cinjin berpaling, ternyata yang

menangis adalah Hu Hok cu.

Kontan saja kejadian ini membuat ke tiga orang itu

tertegun-tegun karena keheranan, memang jarang sekali

dijumpai peristiwa yang luar biasa seperti ini, tak heran kalau

ketiga orang itu menjadi tertegun dan melongo.

Siapa tahu tangis Hu Hok cu semakin lama semakin

menjadi-jadi, bahkan akhirnya dia malah menangis sambil

berteriak teriak, air mata dan ingus bercampur aduk membuat

tubuhnya kelihatan bertambah mengenaskan.

Suara isak tangis itu mengalun dan menggema diseluruh

lembah, membuat suasana serasa menggidikkan hati.

Tampaknya Hu Hok cu ingin menggunakan kesempatan

menangis itu untuk melampiaskan keluar semua kesedihan,

kekesalan dan kemu-rungan yang mengganjal dadanya

selama ini.

Heng ci Cinjin menjadi tak tega juga akhirnya, pelan-pelan

dia berjalan kehadapan Hu Hok cu, lalu tegurnya:

“ Toyu, apa yang membuatmu menangis tersedu-sedu?"

“ Enyah kau! Enyah kau dari sini, kau tak usah menggubris

diriku lagi...!"

Seperti anak kecil saja, gerak geriknya nampak lucu dan

menggelikan.

Seorang kakek yang sudah lanjut usia ternyata menangis

tersedu sedu macam anak kecil yang mau menetek saja,

masih untung ke jadian aneh sudah sering kali di jumpai

kawanan jago silat, sehingga tiada yang luar biasa.

Coba kalau peristiwa ini berlangsung ditengah jalan, orang

bisa tertawa geli.

Heng si Cinjin segera bertanya:

“ Hu hok apakah kau merasa perjuangan selama tiga puluh

tahun ini cuma sia sia belaka?"

Di korek luka hatinya, Hu hok cu merasa semakin sedih

hingga air matanya jatuh berderai seperti sungai huang bo

yang jebol tang gulnya, sambil menangis tersedu, umpatnya:

"Kau anjing gila, enyah! Cepat enyah semua dari

hadapanku!"

Selagi berkata kembali dia memeluk tanah sambil menangis

lagi dengan teramat sedih. Bi hong siancu yang menyaksikan

keadaan tersebut segera berbisik kesisi telinga Suma thian yu:

"Mengapa kau tak memanfaatkan kesempatan ini untuk

memasuii gua dan coba memeriksa dari mana datangnya

beberapa titik cahaya bintang yang terlihat tadi?”

Suma thian yu merasa usul tersebutada benarnya juga,

maka tanpa berpikir panjang lagi dengan mengandalkan

kemampuannya untuk melihat dalam kegelapan, dalam

beberapa lompatan saja ia sudah menerobos ke dalam gua

tersebut.

Tatkala Heng si Cinjin menyaksikan si anak muda itu

menerobos masuk kedalam gua sebenarnya dia berniat untuk

menghalangi ke inginannya itu, sayang terlambat, oleh sebab

itu terpaksa dia hanya berdiri dihadapan Ha Hok cu sambil

bersiap siaga memberi bantuan kepada Suma Thian yu apabila

diperlukan.

Sementara itu Suma Thian yu sudah menerobos kedalam

gua, berhubung waktunya singkat dan kuatir Hu Hok cu yang

sudah keburu menangis dan menyadari kalau dia masuk

kedalam gua, maka ia bertindak dengan kecepatan luar biasa.

Pertama, dia tak ingin terjadinya kesulitan yang tak

diinginkan, kedua, diapun kuatir membangkitkan kemarahan

makhluk tua sehingga melakukan perbuatan jahat yang lebih

banyak.

Dalam Perkiraan SUma Thian yu, benda ini sudah pasti

mutiara Ya beng cu atau sebangsanya, maka dengan cepat dia

menuju ke ruang dalam untuk memeriksa lebih seksama.

Tapi begitu mengetahui apa yang terlihat, hampir saja si

anak muda itu tertawa terbahak-bahak.

Siapa bilang kalau cahaya berkilauan itu merupskan Ya

beng cu atau sebangssnya? Ternyata benda itu tak lebih

hanya sebuah botol yang berisikan kunang-kunang dalam

jumlah banyak.

Sambil meaggelengkan kepalanya berulang kali, Suma

Thian yu benar benar dibikin gemas bercampur penasaran.

Kemudian dia pun menemukan setumpuk buku diatas meja

batu itu, namun disana tiada sesuatu apapun yang perlu

diperiksa, tahukalau tiada hasil apapun, dia bersiap-siap untuk

mengundurkan diri dari dalam gua tersebut.

Baru saja akan melompat keluar dari mulut gua, mendadak

dari sisi tubuhnya terasaada desingan angin berhembus lewat.

Begitu merasakan datangnya desingan angin tersebut,

dengan sigap Suma Thian yu melompat tiga langkah

kebelakang, ketika berpaling pemuda itu segera menarik

napas dingin.

Rupanya entah sedari kapan, disisi tubuhnya telah

bertambah dengan seekor srigala raksasa yang tinggi

tubuhnya hampir separuh manusia.....

Sepasang mata serigala raksasa tersebut memancarkan

cahaya aneh, tanpa menimbukan sedikit suarapun menyusup

ke samping tubuhnya siap melakukan terkaman.

Kalau dibicarakankan memang aneh sekali, ternyata srigala

raksasa itu tidak melolong pun tidak mengeluarkan suara apa-

apa, coba kalau tidak merasakan datangnya desiran angin

tadi, siapapun tentu akan mengira srigala tersebut sebagai

sebuah patung srigala saja.

Tampaknya serigala itu sudah memperoleh pendidikan

yang sangat ketat meski melotot gusar kearah Suma Thian yu,

namun sama sekalai tidak melancarkan tubrukan, ia Cuma

berjalan kearah depan gua dan menghadang jalan perginya.

Apabila Suma thian yu ingin keluar dari gua tersebut, maka

dia harus membunuh srigala raksasa itu lebih dulu sebelum

berhasil menyerbu keluar, tapi dengan demikian, sudah pasti

tindakannya itu akan mengejutkan Hu Hok cu yang berada

diluar gua, dan akhirnya tak akan terlukiskan lagi.

Sekarang keadaan dari Suma Thian yu ibaratnya

menunggang dipunggung harimau, tetap duduk sudah, mau

turunpun tak bisa. Apalagi setelah dilihatnya srigala raksasa

yang melotot penuh kebuasan itu tidak melakukan tubrukan,

tidak pula mengundurkan diri, sebaliknya justru berjongkok

didepan gua sambil menjulurkan lidahnya yang panjang dan

berwarna merah itu.

Dilihat dari sikapnya mana, sudah jelas dia sedang

menunggu sampai Suma thian yu beranjak lebih dahulu.

Kejadian semacam ini benar-benar merupakan suatu

peristiwa yang memusingkan kepala, tak bisa disangkal lagi,

apabila dia mela kukan suatu tindakan, sudah pasti srigala

raksasa itu tidak akan melepaskan dia dengan begitu saja, tapi

andaikata harus bertahan lebih jauh, sampai kapan urusan itu

baru selesai...?

Setelah berpikir sekian lama, akhirnya Suma Thian yu

merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan kerak nasi

yang tidak habis termakan dan dilemparkan keluar gua melalui

samping srigala raksasa tersebut.

Dia berharap, srigala raksasa itu akan tertarik oleh kerak

nati tersebut dan keluar dan gua.

Siapa tahu, srigala raksasa itu sama sekali1 tidak

menggubris, behkan memandang sekejap pun tidak, dengan

begitu, Suma Thian yu menjadi gelisah sekali.

Dia mencoba untuk merogoh kedalam sakunya dan

mencari sesuatu benda yang bisa digunakan untuk

menimpuk, akhirnya setelah mencari sekian lama dia berhasil

menemukan sebuah benda yang keras sekali.

Ketika benda itu diambil keluar, ternyata tak lain adalah

lencana miling Siang wi coa Bian pun ci yang diperolehnya

sewaktu bertarung diperahu besar dalam telaga Tong ting ou

belum lama berselang.

Begitu lencana emas dikeluarkan, cahaya keemas-emasan

segera memancar keempat penjuru, menggunakan

kesempatan inilah Suma thian yu mengamati benda tersebut

dengan lebih seksama.

Tampak olehnya diatas lampengan lencana emas itu terukir

seekor naga hijau yang sedang mementangkan sayapnya.

Ditengah-tengah lingkaran yang dikitari lukisan tadi, terukir

dua huruf besar yang berbunyu SUMA.

Menyaksikan hal tersebut Suma thian yu merasakan hatinya

terkesiap, buru-buru dia membalik pada lempengan lencana

yang lain, hatinya semakin terkesiap, paras mukanya berubah

hebat dan segulung hawa panas muncul dari pusarnya dan

menerjang ke atas tenggorokan.

Rupanya permukaan lencana tadi berukir beberapa huruf

yang berbunyi demikian:

Kenang-kenangan untuk Thian yu pada usia satu tahun:

LIONG SIANG HONG WU

Ayahmu: Tiong-ko"

Menyaksikan kesemuanya itu, Suma Thian yu merasakan

darah panas dalam tubuhnya bergolak keras, dia segera

bergumam:

"Bu... bukankah benda ini milikku, aaah! Dia....dia adalah

musuh besarku.....dia .... dia..... dia..."

Bergumam sampat disltu, dia seolah-olah lupa kalau

didepan gua menunggu srigala raksasa yang siap

menerkamnya, mendadak saja dia menerjang keluar dari situ.

Begitu Suma Thian yu menggerakan tubuhnya, srigala

raksasa itu segera mengangkat tubuhnya dan

mempergunakan cakar depannya yang tajam bagaikan pisau

untuk mencengkeram dada Suma Thian yu.

Dalam keadaan begini, Suma Thian yu tidak mau

membuang waktu lagi, sebuah pukulan dahsyat segera

dilontarkan diatas kepala srigala raksasa itu.

Dimana angin pukulannya meluncur, terdengar suara

desingan yang memekikkan telinga menggulung kemuka.

Serta merta srigala raksasa itu miringkan kepalanya untuk

menghindar, kemudian tubuhnya menggelinding kesamping

untuk meloloskan diri....

Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itulah, tanpa

membuang waktu lagi Suma thian yu segera menerjang keluar

dari gua tersebut.

Begitu melangkah keluar dri gua tersebut, dari arah

belakang kembali terasa munculnya dua gulung angin

serangan yang menekan arah punggungnya, angin serangan

mana menyambar kearah belakang batok kepala serta

tengkuknya.

Dengan cekatan Suma thian yu maju selangkah, kemudian

sambil membalikkan badan melepaskan pukulan, seketika itu

juga terasa segulung angin pukulan yang maha dashyat

menggulung kearah srigalaraksasa tersebut.

Srigala raksasa itu memang hebat, gaya tubuhnya yang

semula berdiri tegak seperti mnausia itu mendadak

menggelinding kesamping, setelah itu sekali lagi melakukan

tubrukan.

Dalam pada itu, Hu hok cu telah berhenti menangis, ketika

ia mengangkat kepalanya menyaksikan serigala

kesayangannya sedang menerkam orang, kemudian dilihatnya

pula Suma thian yu berdiri tak jauh dari gua tersebut, dia

mengira pemuda itu hendak berusaha untuk memasuki gua

itu.

Kontan amarahnya berkobar dan membara didalam

benaknya, dengan penuh amarah bentaknya:

"Siau hek! Jangan biarkan dia kabur!”

"Siau hek" mungkin merupakan nama dari serigala raksasa

tersebut...

Mendengar seruan mana, serigala raksasa, itu melompat ke

udara semakin tajam, serangan demi serangan yang

dilancarkan secara bertubi-tubi pun dilepaskan makin dahsyat,

cakarnya yang tajam seolah olah sudah siap sedia digunakan

untuk mencabik-cabik tubuhnya.

Tahu kalau tindak tanduknya ketahuan banyak orang,

Suma thian yu merasa perlu untuk bertindak lebih jauh, yang

penting sekarang adalah membunuh srigala raksasa tersebut

lebih dahulu.

Maka menghadapi serangan srigala raksasa, kali ini dia tak

berkelit lagi, begitu sepasang cakar srigala tersebut meluncur

tiba, dia segera menyambar salah satu cakarnya tersebut dan

mencengkeramnya erat-erat, tapi pada saat yang bersamaan

cakar yang lain menyambar datang pula.

Si anak pumada itu menjadi amat terperanjat, dia berusaha

untuk menghindarkan diri, tapi berhubing tangannya yang

sebelah masih menggenggam cakar srigala tersebut, dia tak

sempat untuk menghindarkan diri lagi, tak ampun tangannya

segera bertambah dengan jalur luka yang segera

mengeluarkan darah.

Amarah tak bisa dibendung lagi dalam dada Suma thian yu,

dengan suara penuh kegusaran dia membentak:

“ Pingin mampus rupanya kau!”

Sambil menahan rasa sakit, dia mengangkat tubuh srigala

raksasa itu kemudian dilemparkan kedepan.

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, srigala

raksasa itu segera meluncur kedepan menumbuk dinding gua.

Hu Hok cu yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi

terperanjat sekali, jeritnya:

“ Siau Hek!”

Seperti orang kalap saja dia melompat kemana si serigala

raksasa tersebut jatuh, sayang sekali kedatangannya

terlambat setengah langkah, tatkala ia tiba disitu, serigala

raksasa tersebut sudah menumbuk di atas dinding gua dengan

menimbulkan suara keras.

Tidak ampun lagi, pecahlah batok kepala srigala raktasa itu,

isi benaknya berhamburan kemana mana dan mampas

seketika itu.

Melihat serigala kesayangannya mati, Hu Hok cu kembali

naik darah, sepasang matanya merah membara seperti

kobaran api dengan muka memerah dan menyeringai seram,

dia membentak keras.

"Bocah keparat, bayar kembali selembar nyawa dari Siau

Hek untukku....!”

Sembari berseru dia menerjang kehadapan Suma thian yu,

kemudian sepasang telapak tangannya dengan jurus Siang

hong tiau yang (sepasang hong menghadap matahari) dengan

memisah kekiri dan kekanan langsung menghantam kepala

Suma thian yu.

Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar dan

nekad ini benar-benar disertai dengan kukuatan yang luar

biasa sekali.

Kendatipun Suma thian yu memiliki ilmu silat yang amat

lihay, akan tetapi diua tak berani memandang enteng, buru-

buru sepasang telapak tangannya dirangkap didepan dada dan

dilontarkan kedepan, kali ini dia menyerang dengan sembilan

bagian dari ilmu Bu siang sinkang yang dikombinasikan

dengan Kui goan sim hoat.

Dengan disertai suara deruan angin pukulan yang

memeakkan telinga, angin serangan tersebut segera meluncur

kearah depan.

Mendadak terdengar suara benturan keras yang

mememikkan telinga menggema memecahkan keheningan,

dua gulung angin pukulan itu saling membentur lalu menyebar

keempat penjuru.

Ha hok cu mendengus tertahan dan mundur beberapa

lagkah dengan sempoyongan, setelah itu jatuh tertunduk

diatas tanah dan memuntah kan darah kental, untuk beberapa

saat dia tak mampu untuk bangkit berdiri lagi.

Begitu berhasil merobohkan Hu Hok cu, Suma Thian yu

tidak ambil perduli apakah dia sudah tewas atau belum,

segera ditariknya tangan Bi hong saiancu Wan pek lan sambil

berseru:

"Adik Lan, cepat kita kejar dia!"

"Mengejar siapa?" tanya Bi hong siancu Wan Pek lan

dengan wajah tercengang.

"Sekarang waktunya sudah tak banyak lagi, kita tak boleh

memandangnya lagi, ditengah jalan nanti akan kuceritakan

kesemuanya ini kepadamu....!”

Saking marah dan membaranya api dendam dalam

dadanya, pemuda itu seolah-olah lupa kalau disisinya masih

berdiri seorang Bu lim cianpwe yang merupakan juga tuan

penolongnya, yakni Heng si Ciajin.

Untung saja sikap Bi hong siancu jauh lebih tenang, dia

segera menggandeng tangan Suma Than yu dan memberi

kerliogan mata kepadanya antuk memberitahu kepadanya

bahwa Heng si cinjin masih berada disitu, maka seandainya

mereka hendak pergi pun harus minta ijin dahulu kepadanya.

Sekarang, Suma Thian yu baru mendusin dan sadar

kembali akan kekilafannya, dengan wajah menyesal dia

lantas menjura kepada Heng si injin sembari berkata:

"Locianpwe sekarang boanpwe masih ada suaut urusan

penting yang harus segera di selesaikan dan apabila sikapku

kurang sopan harap kau sudi memaafkan"

Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin tertawa,

katanya kemudian:

Haaaaahhh, bukankah kau mempunyai janji dengan kedua

orang muridku? Mengapa kau buru-buru ingin memohon diri?

Sebenarnya apa yang telah terjadi?

Buru-buru Suma Thian yu membungkukan badannya,

sambil menyahut:

"Sekarang, boanpwe telah mengetahui siapakah musuh

besar pembunuh ayahku, maka aku harus mencarinya dengan

segera, sebab takutnya dia sudah keburu menghilang

sehingga sulit untuk di temukan kembali!”

“Siapakah musuhmu itu?"

"Siang wi coa Bian pun ci! Bajingan cabul!"

Heng si Cinjin segera tertawa lebar.

"Haaa...haa...haa...hiantit tak usah kelewat terburu napsu,

setiap persoalan janganlah dilakukan dengan tergesa-gesa,

besok pun masih ada waktu untuk mencarinya? Mencari dia

pada hari ini, atau mencarinya besok toh sama saja?”

Aku kuatir kalau bajingan cabul itu sudah keburu melarikan

diri!”

Sekali lagi Heng si Cinjin tertawa tawa.

"Haaa...haa...Lohu jamin kalian pasti dapat saling bersua

muka, mari kita pulang dulu!"

Sebenarnya Suma Thian yu masih merasa agak keberatan,

tapi untuk memberi muka kepada cianpwee tersebut diapun

merasa kurang baik uutuk menolak kebaikannya, bisa

dibayangkan betapa kalut dan gelisahnya perasaan pemuda

tersebut sekareng.

Agaknya Heng si Cinjin dapat menduga apa yang sedang

dipikirkan dalam hati kecil pemuda itu, dia tersenyum dan

tidak berbicara lagi.

Pelan-pelan dia berjalan menghampiri Hu Hok cu, kemudian

membungkukkan badab dan memeriksa keadaan lukanya,

setelah itu berguman seorang diri.

"Masih untung keadaannya tidak terlampau parah sehingga

selembar jiwa tuanya masih bisa diselamatkan, kalau dia

sampai mati, terlalu keenakan buat bajingan tua ini"

Berbicara sampai disitu, dia berjalan kembali ke samping

Suma Thian yu dan berkata lebih jauh.

"Biarkan saja dia merasakan penderitaan akibat dari ulah

sendiri, orang ini membunuh orang tanpa berkedip, kejahatan

yang dilakukan olehnya pun sudah kelewat banyak, biarkan

dia merasakan siksaan dan penderitaan tersebut selama sisa

hidupnya didunia ini”

Waktu itu Suma Thian yu hanya memikirkan bagaimana

caranya untuk membalas dendam terhadap Siang wi coa Bian

Pun ci, terhadap mati hidup Ha Hok cu boleh di bilang sama

sekali tak menggubris, maka ketika Heng si Cinjin

menyelesaikan perkataannya, dia pun hanya mengiakan

dengan begitu saja.

Heng si Cinjin tahu kalau pikirannya waktu itu sedang

kalut, maka sambil tersenyum katanya lagi:

"Hiantit, segala sesuatunya sudah diatur oleh Yang kuasa,

bila kau hendak mencarinya, belum tentu orang itu

ditemukan, pepatah kuno pernah bilang: Ada niat menanam

bunga, bunga tak mau tumbuh, tiada maksud menanam

poaon liu, pohon liu menganak rimba. Bila kau bersedia

mengikuti lohu, tanggung besok pagi kau akan berhasil

menemukan dirinya....

Walaupun ucapan tersebut tidak mengartikan sesuatu

secara tegas, namun secara lamat-lamat mengandung suatu

makna yang mendalam, Suma Thian yu tahu kalau Heng si

Cinjin tak mungkin akan sembarargan berbicara tanpa sesuatu

dasar yang kuat, maka tanpa terasa hatinya menjadi jauh

lebih lega.

Mereka bertiga segera berangkat meninggalkan lembah Si

jin kok tersebut, Heng si cinjin berjalan di paling depan

sebagai penunjuk jalan, dengan mengerahkanilmu

meringankan tubuh Heng im lin sui (berjalan di mega air

mengalir), mereka bergerak lebih duluan.

Suma Thian yu serta Bi hong siancu segera mengikuti terus

dibelahkangnya seperti bayangan, jarak mereka hanya selisih

empat langkah dan bersama-sama bergerak kearah bukit Kun

san.

Sambil menghentikan perjalanannya, Heng si cinjin

berpaling seraya berkata:

“ Rupanya arak Cuan telah menantikan kedatangan kita!”

Suma Thian yu menengok kedepan, betul juga, tampak dua

sosok bayangan manusia secepat sambaran kilat sedang

meluncur kearah mereka berada.

Didalam sekejap mata saja kedua sosok bayangan manusia

itu sudah tiba didepan mereka bertiga, ternyata mereka tak

lain adalah Thi Pit suseng (sastrawan pena baja), Thia Cuan

dan adiknya.

Menyaksikan gurunya datang membawa Suma Thian yu,

dia segera bersorak sorai kegirangan:

"Suma Hianti, aku bersusah payah mencari mu kemana-

mana, mengapa baru muncul pada saat ini?"

Kemudian kepada gurunya, Heng si Cinjin kembali tanyanya

dengan hormat:

“ Insu, dari mana kau orang tua bisa tahu kalau mereka

akan berkunjung kemari?"

“ Kebetulan saja, kebetulan saja! Panjang untuk diceritakan,

mari kita kembali dulu ke rumahh gubuk”

Buru-buru Suma Thian yu mengenalkan mereka dengan Bi

hong siancu dan susana pun menjadi ramai.

Sementara itu Toan im siancu dengan penuh seksama,

ditatapnya gaids itu dari atas sampai bawah, makin dilihat

terasa semakin cantik, sehingga akhirnya timbul perasaan

malu terhadap diri sendiri, tak heran kalau Suma thian yu

tidak begitu tertarik kepada dirinya selama ini.

Yaa, perasaan anak gadis memang jauh lebih halus dan

cermat, gampang dipermainkan oleh emosi.

Ketika Toan im siancu menyaksikan Suma thian yu

membawa serta Wan pek lan, hatinya segera menjadi kecut

dan sedih, tapi untung hanya sebentar saja dan kemudian

menjadi tenang lagi.

Tak lama kemudian, sampailah mereka berlima ditengpat

kediaman Heng si cinjin.

Ternyata tempat itu merupakan tiga buah rumah kecil yang

terbuat dari kayu, dibelakang menjulang tebing karang yang

tinggi, sedangkan di depan rumah serbentang sebuah tanah

lapangan yang luasnya sepuluh kaki.

Ketika Suma thian yu tiba ditanah lapangan tersebut, dan

menyaksikan pemandangan alam yang terbentang depan

matanya, dia segera menghela napas sambil memuji:

“ Benar-benar sebuah tempat pertapan yang amat indah

dan tenang, apabila aku pun bisa mengundurkan diri dari

dunia persilatan dan mengasingkan diri disini, tidak sia sia

hidupku selama ini"

Heng si Cinjin mengelus jenggotnya dan tertawa nyaring.

"Menyaksikan terbitnya matahari disini akan menimbulkan

suatu kedamaian dihati, semua pikiran keduniawian serasa

hilang lenyap dengan begitu saja dikala matahari tenggelam

dilangit barat sana, maka diujung langit situ akan muncul

sebuah ikat pinggang langit yang memancarkan sinar

keemasan, semuanya menimbulkan kesan yang mendalam

bagi yang memandangnya, jika malam sudah tiba dan

keheningan malam mencekam seluruh jagad, maka kedamaian

dan ketenangan akan muncul dan menyelimuti kembali hati

kita semua"

"Ya, kehidupan manusia didunia ini memang bagaikan

sebuah impian yang aneh!” kata Suma Thian yu.

Heng si cinjin segera mendongakkan kepalanya

memandang cuaca, lalu katanya lagi:

“ Masih ada seperempat jam sebelum tibanya saat matahari

akan terbit, hiantit, mari kita duduk bersila disini, setelah

berjuang semalaman suntuk, kau harus beristirahat lebih

dahulu!”

Sementara itu Thi pit Suseng Thia Cuan sangat berharap

didalam perjumpaan ini, mereka dapat berbincang-bincang

sampai puas, maka dia merasa kurang setuju dengan usul

gurunya itu.

Heng si cinjin yang berpandangan tajam, sekilas

pandangan saja ia dapat menebak jalan pikirannya, maka

sambil tertawa katanya kemudian:

“ Cuan ji, tahukah kau baru saja siauhiap lolos dari ancaman

bahaya? Sekalipun kau ingin berbincang-bincang dengannya,

toh tidak usah dilakukan pada saat ini juga”

Mendengar perkataan tersebut, Thi pit suseng menjadi

terkejut sekali, segera tanyanya:

“ Kenapa? Apakah Thian yu telah berjumpa dengan si setan

tua tersebut.....?”

"Bukan, yang dia jumpai adalah gembong iblis yang jauh

lebih ganas dan lebih dahsyat daripada si setan tua tersebut"

"Siapakah orang itu Insu?" sela Toan im siancu Thia Yong

dari samping.

Heng si Cinjin tersenyum.

“ Sekarang, lebih baik jangan ditanyakan dahulu" tukasnya.

Toan im siancu yang ketanggor batunya menjadi

terbungkam dan segera duduk bersila untuk mengatur napas.

Begitulah, mereka berlima segera duduk bersila untuk

bersemedi menurut ajaran perguruan masing-masing.

Suma Thian yu segera manfaatkan pula kesempatan

tersebut untuk mengaturnapas, tidak selang berapa saat

kemudian dia sudah berada dalam keadaan lupa akan segala

galanya.

Waktu pun berlalu dengan begitu saja tanpa meninggalkan

bekas.

Akhirnya, dari kejahuan sana terdengar suara ayam

berkokok tanda fajar telah menyingsing.

Matahari pun seakan-akan baru bangun dan tidurnya dan

memancarkan cahaya keemas-emasannya keseluruh jagad.

Diatas puncak bukit Kun san, ditengah sebuah tanah lapang

yang luas duduk bersila lima orang, ketika fajar mulai

menyingsing, mereka pun turut membuka mata masing-

masing.

Hengsi si Cinjin mengangkat kepalanya sambil memandang

cahaya keemas-emasan yang murcul diballk bukit sana,

kemudian ujarnya sembari tertawa.

"Hianit, matahari telah terbit!"

Benar juga, matahari telah terbit dan memancarkan

sinarnya keempat penjuru dunia.

Suma thian yu berjalan kesisi tanah lapang, memandang

keindahan alam yang terbentang dihadapannya, tanpa terasa

ia menarik napas panjang-panjang sambil bergumam:

“ Ooh, betapa indahnya pemandangan alam disini, betapa

agungnya alam semesta ini”

Sementara itu, Bi hong siancu Wan Pek lan telah berjalan

kesisinya dan bersandar diatas lengannya dengan penuh

kemesraan.

Toan im siancu Thia Yong yang menyaksikan kejadian itu

merasakan hatinya menjadi kecut dan sedih sekali, katanya

kemudian:

“ Adik Lan, bagaimana kalau kita bermain main dibelakang

bukit sana!"

Agaknya Toan im siancu bermaksud untuk mengajak Bi

hong siancu pergi, sehingga dengan demikian akan

mengurangi perkembangan hubungan diantara mereka

berdua.

Perempuan, ya, perempuan! Perempuan memang makhluk

yang cantik, tapi gampang cemburu.

Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak mempunyai

sesuatu maksud apapun, mendengar ajakan tersebut, dia

segera menyambuti dengan gembira:

“ Bagus sekali! Engkoh Thian yu, apakah kau akan ikut

bersama kami....?”

Memandang bukit yarg menjulang dikejahuan sana, Suma

thian yu menggeleng.

“ Tidak, adik Lan, aku hendak menikmati keindahan alam

dari disini, kau pergilah sendiri.

Bi hong siancu segera menarik tangan Toan im ciancu dan

berkata sambil tertawa manis.

“ Indahkah pemandangan alam dibelakang bukit sana?”

“ Ditempat itu tumbuh berbagai bunga yang indah dan

harum, disitu pun terdapat kelinci dan kijang, bagaimana

kalau kita menangkap beberapa ekor diantaranya?”

Mendengar kalau ditempat tersebut amat menarik hati,

Wan Pek-lan menjadi girang sekali, tidak menunggu lebih lama

lagi dia segera berjalan lebih dulu.

Thia Yong yang menjumpai kepolosan dan kesucian Wan

Pek-lan, menjadi menyesal sekali, ia merasa jiwa serta

pandangan sendiri ke lewat sempit.

Maka setelah dilihatnya Wan Pek-lan berlalu lebih dulu,

buru-buru dia menyusul dari belakang.

Thi pit suseng Thia Coan yang menyaksikan adiknya Thia

Yong dapat bergaul akrab dengan nona Wan, sudah tentu ikut

merasa gem bira, tentu saja dia tak tahu kalau Thia Yong

justsu menggunakan tipu muslihat untuk mengajak Wan Pek

lan berlalu dari situ.

Sepeninggal mereka berdua, Thi pit suseng Thia Coan baru

berjalan mendekat Suma Thian yu sambil bertanya:

“ Hiante, apa kau menyukainya?”

"Apa, menyukai siapa?” tanya Suma Thian yu sambil

tersentak kaget dari lamunannya.

"Menyukai alam disini?"

“ Oooh, betul, pemandangan disini amatlah indah. Siapakah

yang dapat melupakan keindahan seperti ini?”

"Bila kau tidak merasa tempat ini terlalu jelek, selanjutnya

kita boleh hidup bersama-sama disini?"

"Thia heng, kau terlalu baik, aku pasti akan mengasingkan

diri ditempai yang sangat indah ini”

Sembari berkata dia lantas menggenggam tangan Thia

Cuan erat-erat.

Thi pit Suseng memang sudah tahu kalau anak muda ini

adalah seorang yang amat perasa dan mudah emosi.

Tatkala Thia pit Suseng Thia Cuan menanyakan peristiwa

yang telah menimpanya semalam, tanpa merahasiakan

sesuatu apapun Suma thian yu segera menceritakan

bagaimana dia datang memenuhi janji, bagaimana bertemu

dengan setan muka hijau, salah memasuki lembah Si jin kok

dan bertemu dengan Hu hok cu.

Kemudian sebagai akhir kata, dia bertanya lagi:

“ Suhumu berkata, hari ini kalau bisa berjumpa muka

dengan Siang wi coa, sungguhkah perkataan ini?”

Thi pit suseng segera manggut-manggut, sahutnya:

“ Panjang sekali untuk diceritaka, Hiante, kemarin Thi heng

pun bertemu dengan setan muka hijau dan Siang wi coa

berdua, tanpa mengucapkan sepatah katapun kami segera

bertarung, akhirnya kami berjanji akan berduel lagi hari ini,

itulah sebabnya mereka sudah pasti akan datang kemari untuk

memenuhi janji”

Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segeral

mengepalkan tinjunva kencang-kencang, darah panas serasa

mendidih dalam tubuhnya seolah-olah Siang wi coa Bian pun

ci telah berdiri dihadapan mukanya sembari menyeringai.

Rupanya, ketika kemarin ketika dua bersaudara turun

gunung untuk menyambut kedatangannya Suma Thian yu,

kemudian si anak muda tersebut sedang bertarung diatas

perahu.

Ketika dua bersaudara Thia yang lama menunggu belum

juga melihat kedatangan Suma thian yu, mereka pun segera

berjalan jalan di sekitar telaga sambil menikmati keindahan

alam.

Pada saat itulah sepasang manasia bengis yang sedang

melarikan diri itu kabur pula sampai disana, dalam

perjumpaan yang tak ter duga, mereka segera melangsungkan

pertarungan saru. Siang wi coa yang kehilangan lencana

emasnya, merasa kuatir apabila Suma Thian yu mengetahui

rahasai sebenarnya dan menyerang kesitu, dia tidak berniat

untuk melangsungkan pertarungan tersebut dan berjanji

dengan dua bersaudara Thia untuk melanjutkan pertarungan

pada hari ini.

Menanti dua bersaudara Thia lembali kesana, Suma thian

yu sudah sampai lebih dahulu dan memasuki lemba Si jin kok,

sehingga terjadi pertarungan sengit tersebut.

Untung saja Heng si cinjin segera mengetahui adanya

pertarungan dalam lembah itu dan menyusul kesana, coba

kalau bukan demikian, mungkin Suma thian yu tak pernah

akan pernah tiba disana selamanya.

Begitulah setelah mendengar penuturan tersebut, Suma

Thian yu menjadi paham akan duduknya persoalan, dia segera

mohon maaf berulang kali.

Sementara kedua orang itu masih bercakap-cakap dengan

gembira, dari belakang rumah terdengar suara orang tertawa

cekikikan, tak selang beberapa kemudian Toan im siancu dan

Wan pek lan telah muncul dengan membawa seekor kelinci,

Mendadak.....

Dari bawah bukit sana bergema beberapa kali suara

pekikan yang nyaring.

Mendengar suara pekikan tersebut, Thi pit suseng Thia

Cuan segera berkata:

“ Hiante, untuk sementara waktu kau dan nona Wan

silahkan masuk dulu kedalam ruangan"

"Mengapa?" tanya Suma Thian yu dengan perasaan tidak

habis mengerti.

"Seandainya Siang wi coa menyaksikan kau hadir disini dan

sebelum dia bertarung sudah melarikan diri, bukankah

kesempatan yang sangat baik ini akan terbuang sia-sia? Bila

ingin mengejarnya lagi mungkin akan jauh lebih sukar

daripada ke langit."

Apa yang dikatakan Thia Cuan ini memang betul dan Suma

Thian yu merasa tepat sekali, maka dia lantas mengajak Bi

hong siancu bersembunyi dahulu di dalam rumah.

Heng si Cinjin juga pelan-pelan bangkit berdiri dan berjalan

menuju ke ujung lapangan sana.

Suara pekikan nyaring segera bergema dari mulut bukit

sana....

Bersamaan dengan berkumandangnya suara pekikan

nyaring yang membelah angkasa itu, tampaklah tiga sosok

bayangan manusia bagaikan tiga batang anak panah yang

terlepas dari busurnya menembusi angkasa dari ujung langit

sana dan meluncur ketengah arena dengan gerakan Peng sah

lok eng (burung manyar melayang dipasir).

Mana cepat, enteng, tidak menimbulkan suara lagi,

kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang-

orang itu menunjukan kalau ilmu silat mereka meraka tidak

lemah.

Menyaksikan kehadiran ke tiga orang itu, Hng si Cinjin

segera tertawa nyaring, katanya:

“Haaah...haah...haaah...sepagi ini kalian bertiga telah

mengunjungi bukit kami, bila tidak menyambut kedatangan

kalian dari kejauhan harap sudi dimaafkan, entah ada

petunjuk apakah kalian bertiga datang kemari?”

Ketiga orang itu tak lain adalah Siang wi coa (ular berekor

nyaring) Bian pun ci, Kim bin kui (setan muka hijau) Siang

Tham serta toa suhengnya Hek hong hou (harimau angin

hitam) Lim Kong.

Mendapat teguran tersebut, si Harimau angin hitam Lim

Kong segera tertawa seram, pertama-tama dia yang buka

suara lebih dahulu.

“ Oooh, rupanya cianpwae yang sedang bertapa disini,

wah, tampaknya aku sudah mengusik ketenanganmu! Kalau

begitu, dua orang pemuda tersebut adalah anak muridmu?"

“ Haah...haah...haah..betul, mereka adalah murid-muridku,

bila perbuatan mereka kemarin telah menuugeu kalian, harap

sudi di maafkan" ucap Heng si Cinjin sambil tertawa nyaring.

“ Ahhh, mana, mana, kita hanya salah paham saja"

Harimau angin hitam Lim Kong tertawa dingin, “kalau toh

mereka adalah murid cianpwee, ini berarti bukan orang luar

lagi, baiklah kami mohon diri saja...

Seusai berkata, dia lantas memberi tanda kepada si Setan

muka hijau dan ular berekor nyaring setelah itu membalikkan

badan dan siap berlalu dari situ.

Mendadak Heng si cinjin tertawa tergelak lagi, katanya:

“ Waaah, rupanya kalian bertiga menganggap asing diriku,

sudah bersusah payah datang kemari, mana kalian harus

pulang dengan tangan hampa? Bagi orang persilatan, menjajal

kepandaian hanya bertujuan untuk mengejar kemajuan,

asalkan pertandingan terbalas saling menutul belaka, apa

salahnya untuk diselenggarakan? Apalagi yang menantang

kalian adalah muridku, tentu saja Pinto tak leluasa untuk turut

campur. Mari, mari, mari... kalian bertiga tak usah pergi lagi,

kalian memang sepantasnya untuk berhubungan lebih akrab,

biar pinto bertindak sebagai saksinya saja”

Sungguh gembira hati si harimau hitam Lim Kong setelah

mendengar janji Heng si Cinjin yang tak akan mencampuri

urusan tersebut, ia memandang sekejap ke arah kedua orang

itu, kemudian sambil membalikkan badan dan tertawa dingin

serunya:

“ Jika cianpwe memang berniat begituh, biarlah kami turut

perintah saja”

“ Cuma, sebelum pertandingan dimulai harus dijanjikan

dulu, andaikata salah satu pihak sampai salah turun tangan

hingga menyebabkan pihak yang lain cedera, bagaimana

jadinya?"

Bajingan ini memang licik, bermaksud tak baik, berhati

busuk dan berbahaya sekali, rupanya dia ingin mencari posisi

yang lebih menguntungkan dalam pembicaraan mana,

sehingga bila Thia bersaudara menderita cedera nanti, diapun

bisa memberikan pertanggungan jawabnya.

Mendengar ucapan mana, diam-diam Heng si cinjin

mendengus, kemudian ia mendongak an kepalanya dan

tertawa panjang:

"Haaaahhhh.... haaaahhh.... haaaahhh bila pertarungan

mulai terjadi, memang tak urung akan menjadikan salah satu

pihak ce rera, bila hal ini terjadi maka hanya bisa disalahkan

kepandaian sendiri yang kurang becus, masa orang lain dapat

disalahkan?”

Walaupun sudah mandengar ucapan tersebut, kecurigaan

yang terpampang diwajah si harimau angin hitam Lim kong

belum juga hilang, tampaknya dia masih curiga kalau

perkataan dari Heng si Cinjin tersebut bukan timbul dari hati

yang jujur.

Thi pit suseng (sastrawan berpana baja) Thia Cuan menjadi

habis sudah kesabarannya, dengan kening berkerut dan mata

melotot karena gusar, serunya dingin:

“ Lim tayhiap, kau begitu menguatirkan tentang masalah

tersebut bahkan berpikir yang teliti, memanga ya kau kuatir

kalau sampai guruku turun tangan mencampuri urusan ini bila

kalian sampai melukai aku orang she Thia?”

Diluarnya si Harimau angin hitam Lim Kong

menggoyangkan tangannya berulang kali menyatakan tidak,

padahal menang begitulah maksud hati yang sesungguhnya.

Sebagai pemuda yang berpengalaman, sudah barang Thi

pit suseng dapat mengetahui akan hal ini, tanpa terasa dia

berseru lagi sambil tertawa dingin:

“ Soal itu mah tak asah ku kuatirkan, ucapan seorang lelaki

sejati lebih berat daripadabukit karang, kami bukan bangsa

manusia yang berbicara mencla-mencle dan suka menjilat

ludah sendiri”

Banyak berbicara yang tak berguna tak ada gunanya" sela

si ular berekor nyaring Bian pun ci dari samping. "Lim toako,

apa sih maksud kedatangan kita kemari? Memangnya hanya

untuk bersilat lidah belaka?"

“ Betul, daripada bersilat lidah lebih baik bersilat tangan"

sanbung Toan im siancu cepat, "dalam santapan siang hari

ini memang paling baik kalau dihidangkan sop tulang ular"

Ucapan mana berarti ganda dan kontan saja mendamprat

si ular berekor nyaring hingga berkaok-kaok kegusarannya.

Dalam amarahnya, dia segera membentak:

"Lonte busuk, toaya akan mencoba kekuatan mu lebih dulu,

lihat serangan.....”

Berbareng dengan selesainya perkataan itu, sebuah

serangan dahsyat segera dilontarkan.

Ditengah udara segera berkumandang deruan angin puyuh

yang menyambar-nyambar, angin yang menderu membuat

pasir dan debu beterbangan diangkasa dan langsung

menyambar tubuh bagian bawah Toan im siancu.

Thia yong segera melejit ke tengah udara lalu meluncur

datar ke depan, serangan telapak tangannya berubah menjadi

serangan jari dan secepat kilat balas menotok tubuh si ular

berekor nyaring.

Di pihak lain, si Sitan muka hijau Siang Tham juga habis

sudah kesabarannya, dia menerobos ke hadapan Thi pit

suseng lalu mem bentak nyaring:

"Mari, kitapun bermain beberapa gebrakan untuk mengisi

waktu senggang, harap Thia tayhiap melancarkan

serangannya”

"Sungguh bangga hatiku bisa mencoba kepandaian silat

Siang tayhiap yang termashur dan cukup menggetarkan dunia

persilan itu, apun tak usah menyimpan kepandaian mu lagi,

silahkan memberi petunjuk dengan segenap kemampuan yang

kau miliki"

Sambil berkata, dia lantas berdiri seenaknya sendiri sambil

membuka seluruh pertahanannya, dia bersiap sedia

menghadapi serangan dahsyat dari musuhnya itu.

Melotot besar sepasang mata si setan muka hijau Siang

Tham, sambil menyeringai seram katanya:

“ Maaf aku orang she Siang!”

Selesai berkata, entah dengan gerakan apakah dia

melancarkan serangan tahu tahu orangnya sudah menerobos

ke hadapan Thia Cuan dan mencengkeram alat kelamin orang.

Dengan jurus Lik pit mong hou (membacok keras harimau

buas) Thi pit suseng mengunci tubuh bagian bawahnya,

mendadak ia menyak sikan tangan kiri si Setan muka hijan

Siang Tham menghantam ke arah dadanya....

Dalam repotnya Thia Cuan melakukan tangkisan ke atas

sambil melepaskan sebuah tendangan mengarah tenggorokan

musuh.

Gerakan tubuhnya amat cepat bagaikan sambaran angin,

serangan yang digunakan juga merupakan ilmu simpanan dari

Heng si Cinjin, kelihayannya bukan alang kepalang.

Siang Tham amat terperanjat, tanpa terasa serunya kaget:

“ Sungguh ilmu gerakan tubuh yang indah!”

Tubuhnya segera berputar seperti roda kereta, dia

menyelinap kebelakang punggung Thia Cuan lalu dengan jurus

Si ting si eng (Si Ting memanah rajawal) dia bacok punggung

anak muda tersebut.

Merasakan datangnya desingan angin tajam dibelakang

punggungnya, Thi pit suseng Thia Cuan tak berani bertindak

ayal, mendadak dia maju selangkah ke depan, lalu dengan

jurus Tah ong kay kiong (raja lalim mementang gendawa)

melepaskan sebuah serangan balasan kearah depan.

Begitu pertarungan berkobar, kedua belah pihak

menggunakan segenap kepandaian silat yang dimilikinya,

dalam waktu singkat angin pukulan bayangan kaki saling

menggulung dengan dahsyatnya, ditengah arena hanya

nampak dua gulung bayangan putih yang sebentar kekiri

sebentar kekanan, sebentar meninggi sebentar merendah,

saling bertarung dengan serunya.

Pertarungan yang berkobar antara Toan im siancu melawan

si ular berekor nyaring Bian pun ci juga berlangsung

seimbang, namun bagaimanapun juga kesempurnaan Toan im

siancu masih jauh dari sasaran, pengalamannya meski luas

toh sulit untuk bertarung lebih lama, lambat laun dia mulai

keteter dan berada dalam posisi yang amat berbahaya.

Heng si Cinjin menjadi sangat kuatir hingga mengucurkan

keringat dingin setelah menyaksikan peristiwa tersebut,

namun dia sudah terlanjur berbicara, sehingga sulit baginya

untuk terjun lagi kedalam arena guna mengatasi kesulitan

mana.

Sebagai seorang angkatan tua dari dunia persilatan, apa

yang telah diucapkan lebih berat dari bukit karang, sekalipun

muridnya bakal tewas dalam pertarungan itupun, dia tidak

bisa berbuat banyak untuk mengatasi keadaan mana.

Memang berat untuk melaksanakan "pegang janji"

semacam itu, sebab kadang kala pengorbanannya lebih parah

daripada nyawa.

Mendadak terdengar Toan im sianeu menjerit kaget,

tubuhnya melompat mundur beberapa langkah dengan

wajah pucat pias, rambutnya kusut dan tubuhnya agak

menggigil.

Tanpa sadar Heng si Cinjin maju beberapa langkah

kedepan, tapi dengan cepat dia berhenti kembali, perasaannya

waktu itu sungguh kesal dan masgul.

Mau mercampuii urusan itu tak bisa, mau turun tangan

membantu lebih tak mungkin, apa mau dikata, kepandaian

silat dari murid kesayangannya masih setengah tingkat

dibawah kemampuan lawannya, hal tersebut membuatnya

jadi amat mengenaskan sekali dan tak tahu bagaimana

caranya untuk mengatasi keadaan tersebut.

Jilid 19

MENDADAK terdengar Si ular berekor nyaring berpekik

nyaring, seluruh tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang

telapak tangannya berubah menjadi serangan cakar, dengan

sepuluh jari tangan yang dipeatangkan lebar-lebar, ibarat

burung elang meaerkam kelinci, dia langsung saja menerjang

ke atas tubuh Toan im siancu.

Nampaknya keadaan Toan im siancu jadi amat kritis dan

keselamatan jiwanya terancam.

Di saat yang sangat gawat itulah, mendadak

berkumandang suara pekikan nyaring dari dalam rumah kayu

itu, disusul kemudian nampak dua sosok bayangan manusia

melesat keluar lewat jendela seperti anak panah yang terlepas

dari busurnya.

Bayangan manusia yang pertama muncul kedepan dengan

kecepatan yang luar biasa, sementara bayangan yang lain

mengikuti dibe lakangnya dengan gerakan yang tak kalah ce

patnya.

Begitu menyaksikan kemunculan orang ter-sebut, Heng si

Cinjin tahbu kalau bintang penolongnya telah muncul, semua

perasaan risau dan masgul yang semula menyelimuti perasa

annya, kini tersapu lenyap hingga tak berbekas.

Tampak bayangan manusia yang muncul di tengah arena

terlebih dahulu tadi sama sekali tidak merubah gerakan

badannya, dia langsung menerobos ke tengah tengah antara

si Uarr berekor nyaring Bian Pun ci dengan Toan im siancu

berdua.

"Blaammm....!" suatu benturan keras berkumandang

memecahkan keheningan.

Angin pukulan yang dilepaskan si Ular ber ekor nyaring

seolah-olah membentur diatas sebuah dindiig yang tebal saja.

angin pukulan-nya segera mental balik dan mendorong

tubuhnya hingga tergetar mundur sejauh beberap langkah

dengan sempoyongan.

Dengan bersusah payah dia harus menjaga keseimbangan

tubuhnya, sebelum pada akhirnya berhasil mengendalikan

tubuhnya secara dipaksakan.

00O00 00O00

MENGGUNAKAN kesempatan yang sangat baik itulah Toan

im siancu segera menjatuh kan diri berguling ke samping

tubuh gurunya, jantung serasa berdebar keras, andaikata

Suma Thian yu tidak muncul pada saatnya untuk me

nyelamatkan selembar jiwanya, mungkin dia sudah tewas

semenjak tadi.

Waktu itu, sebenarnya si ular berekor nyaring Bias Pun ci

masih diliputi perasaan ter kejut barcampur kaget, ketika ia

mendongak kan kepalanya dan mengetahui kalau orang yang

menyelamatkan Thia Yong barusan tak lain adalah musuh

bebuyutannya, dia menjadi amat terkesiap, diam-diam dia

mengeluh.

Suma Thian yu dengan sorot mata yang tajam bagaikan

sembilu memandang sekejap ke arah si Ular berekor nyaring,

kemudian sapanya:

"Bian tayhiap, kalau bukan jodoh tak akan bertemu, kau

kaget? Tidak menyangka kalau aku yang datang bukan?"

Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.

"Heeehh... heeeh... aku mengira siapakah yang bernyali

harimau sehingga berani mengginggu pekerjaan toaya.

rupanya kau si bocah keparat. Kebetulan sekali kita saling

bersua kembali, aku memang sedang risau karena tak bisa

menemukan jejakmu didunia ini, tak nyana kalau kau malah

menghantar diri sendiri kehadapanku...."

Dipihak lain, ketika si Harimau angin hitam Lim Kong

menyaksikan kemunculan Suma Thian yu disitu, serta merta

dia meninggalkan lawannya Thi pit suseng dan bergeser ke

arah Suma Thian yu.

Bi hong siancu Wan Pek lan pun segera turut munculkan

diri pula disisi arena.

Dari dalam sakunya Suma Thian yu mengeluarkan lencana

emas tersebut, kemudian tanyanya dengan gusar:

"Bian tayhiap, darimana kau dapatkan lencana emas

tersebut?"

Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah

hebat begitu menyaksikan lencana emas tersebut, tapi sesat

kemudian telah menjidi tenang kembali, dia tertawa dingin lalu

serunya dengan nada yang menyeramkan:

"Heehhh.....heeehh.... heeeehh....benda itu merupakan

benda milik toanya, kau tak usah mengurus darimana

kuperoleh benda terebut...."

Betul-betul orang iblis yang berakal licik Bian Pun ci masih

pandai berlagak pilon lagi.

Melotot gusar sepasang mata Suma Thian yu setelah

mendengar ucapan itu, dengan wajah memerah bentaknya

lagi:

"Memangnya benda itu milikmu pribadi?"

"Soal itu tak usah kau tanyakan, sebab kau tidak berhak

untuk menyelidiki aku"

Suma Thian yu segera membalikkan telapak tangannya

memperlihatkan tulisan yang terukir diatas lencana emas

mana, kembali dia berseru dengan lantang:

"Bajingan keparat! Kau anggap anak muda gampang diiipu?

Terus terang kuberitahukan kepadamu, benda ini milik sauya,

ditinjau dari munculnya benda tersebut ditanganmu, ber arti

kaulah yang membunuh orang tua ku, kau lah yang telah

membakar rumahku, ayo mengaku!"

Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.

"Heeehh...heeehh...kalau memang toaya yang melakukan,

mau apa kau? Memangnya kau sanggup melalap diriku bulat-

bulat?"

Hawa amarah Suma Thian yu sudah tidak terbendung lagi,

sambil tertawa panjang dia menubruk kemuka dengan jurus

Oh hou pu yo (harimau lapar menerkam domba), dia langsung

mencengkeram wajah si Ular berekor nyaring Bian Pun ci.

Serangan yang dilancarkan oleh Suma Thian yu dalam

keadaan gusar ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa dan

jurus serangan yang amat dahsyat sekali, menanti Bian Pun ci

menyadari akan bahaya, cakar maut tersebut sudah muncul

dihadapannya.

Dengan gugup Biaan Pun ci menyingkir kesamping,

sekalipun berhasil meloloskan diri dari cengkeraman itu toh

dadanya yang kena tersambar, lamat-lamat tera sa sakit.

Gagal dengan serangannya yang pertama, tentu saja Suma

Thian yu tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja,

dia maju ke de pan, serangan cakarnya berubah menJadi

pukulan telapak tangan dan langsung membacok tubuh

musuh.

Ketika berlangsungnya pertarungan sengit diatas perahu

besar ditengah telaga Tong ting ou kemarin, dia telah

menderita kerugian yang cukup parah.

Orang kuno bilang: Sekali terpagut ular, selama hidup ngeri

dengan tali.

Begitu pula keadaannya dengan si ular berekor nysring Bian

Pun ci sekarang, baru saja Suma Thian yu melepaskan

pukulannya, Bian Pun ci sudah melompat mundur dengan

terbirit birit karena ketakutan.

Keadaan mana tak ubahnya seperti semacam permainan

dia selalu berusaha keras untuk menghindari bentrokan

langsung dengan anak muda tersebut. Dengan begitu, Suma

Thian yu malah berhasil menduduki posisi diatas angin dan

berada dipihak yang memotori serangan.

Pertarungan antara jago lihay, paling pantang kalau

keadaan dikuasai lawan, apalagi Suma Thian yu memiliki

kepandaian silat yang luar biasa.

Begitu berhasil merebut posisi yang menggun tungkan, dia

segera mengembangkan ilmu Tay kim to liong ciang yang

amat lihay itu serta melepaskan serangkaian serangan

berantai yang meluncur bagaikan gulungan ombak di sungai

Tiangkang.

Dalam waktu singkat angin pukulan menderu deru,

bayangan tangan berlapis-lapis, seperti gulungan awan hitam

yang menyelimuti seluruh angkasa, si ular berekor nyaring

Bian Pun ci segera terjerumus dalam kepungan musuh.

Si Harimau angin hitam Lim Kong yang menonton jalannya

pertarungan dari sisi arena, dengan cepat menyadari betapa

berbahayanya keadaan rekannya itu diam diam dia

menghimpun hawa murninya, lalu sambil berpekik nyaring dia

menerjang masuk ke arena pertarungan.

Begitu orangnya tiba, sepasang lengannya memainkan dua

kuntum bayangan kepalan yang menerobos diantara tubuh

kedua orang itu, bentaknya keras-keras:

"Tahan!"

Waktu itu, si ular berekor nyaring Bian Punci yang

terjerumus dalam kepungan sedang gelisah dan berusaha

untuk melepaskan diri dari kepungan lawan, maka begitu

menyaksikan si Harimau angin hitam Lim Kong menyerbu ke

tengah arena, dia segera manfaat-kan kesempatan tersebut

untuk meloloskan diri dari kepungan lawan yang dahsyat.

Suma Thian yu naik darah apalagi setelah menyaksikan

Harimau angin hitam Lim Kong mencampuri pertarungan

mereka, serta merta semua amarahnya dilimpahkan ke atas

tubuh orang ini.

Dengan mempergunakan ilmu Heng toan wu san (awan

memotong bukit Wu) dia bacok tubuh Lim Kong keras-keras:

"Pingin mampus!" bentak si harimau angin hitam Lim Kong

dengan penuh amarah.

Sepasang lengannya yang menerobos ke depan dipisahkan

ditengan jalan, lalu dengan jurus Yu ma hun tiong (kuda liar

membelah hulu) dia tahan serangan musuh dengan

kekerasan, kemudian sambil mendesak kehadapan Suma

Thian yu serunya:

"Sebelum urusan menjadi jelas, lebih baik jangan

menyerang secara mem babi buta, sebenarnya apa

maksudmu?" Mendengar perkataan tersebut Suma Thian ya

tidak melancarkan serangan lagi, dia berdiri tegak disana dan

menyahut dengan suara sedingin salju.

"Bukti sudah berada disini, masa kalian hendak mungkir?

Orang she Lim apabila kau hedak mencampuri urusan ini,

sauya akan sekalian memperhitungkan dirimu, sekalian boleh

maju bersama-sama untuk menghadapi ku"

Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah manusia cerdik

yang amat 1icik, sudah beberapa kali dia mencoba kepandaian

silat dari Su ma Thian yu, dan dia cukup menyadari bahwa

pertarungan satu lawan satu tak mungkin bisa mereka

ungguli.

Sebaliknya bila mereka harus maju bertiga, kecuali pihak

lawan masih terdapat dua bersaudara Thia, disitu pun berdiri

seorang tokoh dunia persilatan yang lihay, berbicara soal

jumlah orang maupun kekuatan nyata, mereka masih bukan

tandingan orang.

Maka dia pun lantas mengambil keputusan untuk angkat

kaki dan kabur saja dari situ.

Pepatah bilang: Selama gunung masih hijau, tak usah

kuatir kehabisan kayu bakar.

Bagi seorang lelaki sejati, asal masih bisa bernapas setiap

saat masih ada kesempatan untuk membalas dendam.

Begitulah, setelah mengambil pertimbangan dalam hatinya,

maka dengan wajah yang aneh dan tertawa licik, Lim Kong si

harimau angin angin hitam itu segera berkata:

"Siauhiap, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri,

maksudku apakah kau tidak salah mencari sasaran?"

"Heeh... heeh... heeh... omong kosong! Bukti yang nyata

sudah berada di depan mata, masa dapat salah lagi? Orang

she Lim, kau tak usah menggunakan siasat untuk kabur, sau

ya mu bukan seorang bocah berusia tiga tahun yang gampang

ditipu dengan semaunya sendiri, mengerti?"

Paras muka si Harimau anngin hitam Lim Kong tampak

amat tenang, katanya segera sambil tertawa seram:

"Siauhiap, cara kerjamu terlalu kaku, kalau menuduh orang

pun sekehendak hatinya sendi ri, kau anggap dia yang telah

membantai keluarga Suma...?"

"Bukti sudah berada didepan mata, tak usah kau banyak

ngebacot lagi...tukas suma Thian yu.

"Seandainya masih ada orang lain?" jengek Si harimau

angin hitam Lim Kong sambil tertawa dingin.

"Jelas hal ini tidak mungkin!"

"Seandainya aku dapat menyebutkan nama orang itu? Apa

yang hendak kau lakukan?" harimau angin hitam Lim Kong

mendesak terus lebih jauh.

Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya dan

tertawa terbahak bahak.

"Haah...haaah... haah... kau adalah orang diluar garis,

bagaimana mungkin bisa mengetahui akan hal ini? Seandainya

masih ada orang lain, mengapa orang she Bian itu jadi

gelagapan dan tak mampu menjawab?"

Si Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram pula.

"Siauhiap hanya pintar sesaat, bodoh dilain waktu,

seandainya Bian Pun ci bersedia menjawab, apakah kau akan

mempercayainya?"

Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera

berpikir di dalam hatinya:

"Perkataan ini memang masuk diakal juga, coba lihat dulu

apa yang dia katakan sebelum mengambil keputusan lebih

jauh.."

Sementara dia masih termenung, si harimau angin hitam

Lim Kong telah berkata lebih jauh:

Orang yang melakukan pembantaian terhakan orang tuamu

dan membakar perkampungan Suma keh ceng tempo hari

adalah Sip hiat jin mu (manusia iblis penghisap darah) Pi

Ciang hay, waktu itu Bian Pun ci sedang terjebak dalam

keadaan bahaya, Sip hiat jin mo lah yang telah menolong

selembar jiwanya"

Berdebar keras jantung Suma Thian yu setelah mendengar

perkataan itu, paras mukanya segera berubah hebat, cepat

bantahnya:

"Mengapa lencana emas tersebut bisa terjatuh ketangan

orang she Bian tersebut?"

Toaya yang kena ditawan merasa peristiwa tersebut

sebagai suatu aib besar" sambung si Ular berekor nyaring Bian

Pun ci dengan cepat, "lencana emas itu ku minta dari Sip hiat

jit mo sebagai kenang- kenangan"

Mendengar ucapan mana, sekali lagi Suma thian yu tertawa

terkekeh kekeh.

"Heeh... heehh... heehh... orang she Bian, perkataanmu

yang pertama sangat bertentangan dengan ucapanmu yang

terakhir, kau mengatakan bahwa tertawanmu merupakan aib,

kalau toh dendammu berhasil di balas, mengapa pula harus

meninggalkan lencana emas tersebut sebagai kenangan?

Apakah tindakan seperti ini tidak melanggar suatu

kebijaktanaan?"

Berbicara sampai di situ, sepasang matanya segera melotot

besar, mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil

menahan rasa geram sepera benraknya keras-keras:

Bajingan keparat, menurut pengakuanmu Sip hiat jin mo

adalah dalangnya, sauya pasti akan menyelidiki persoalan ini

sampai tuntas untuk membuktikan kebenaran dari pengakuan

mu hari ini, tapi... meski hukuman mati bisa dihindari, jangan

harap kau bisa lolos dari hukuman hidup!"

Si Ular berekor nyaring Bian Pan ci segera mendongakkan

kepalanya dan tertawa seram.

"Heeh... heeh... heeehh... bocah keparat, kau anggasp

toaya benar-benar jeri kepadamu?? Aku orang she Bian adalah

seorang lelaki jantan, kalau memang ada kepandaian, ayolah

dikeluarkan semua!"

Suma Thian yu tidak banyak berbicara lagi dia segera

membalikkan tangannya mencabut pedang yang tersoren di

punggung.

"Criiing...!" diiringi suara dentingan nya ring, tahu-tahu

dalam genggamannya telah ber tambah dengan sebilah

pedang sepanjang tiga depa, itulah pedang mestika Kit hong

sin kiam.

Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah

amat serius setelah menyaksikan pedang Kit hong sin kiam

tersebut, dengan perasaan bergetar keras pikirnya:

"Rupanya kau adalah ahli waris dari orang she Wan, tak

heran kalau dia begitu sombong dan takabur, hmmm!

Memangnya orang she Wan tersebut bisa menggertak aku?"

Sementara dia menggerutu dihati, mendadak terdengar

Suma Thian yu membentak keras:

"Bajingan busuk, bila tahu diri cepat cokel keluar sebuah

biji matamu, hari ini sauya akan membuka jaring dan untuk

sementara waktu tak akan membunuhmu, apabila sauya telah

berhasil menemukan Sip hiat jin mo dan mengetahui duduk

persoalan yang sebenarnya, hmm, sekalipun kau hendak

bersembunyi sampai diujung langitpun jangan harap bisa lolos

dari pengejaranku!"

"Hmm, bocah busuk, siapa yang bakal hidup siapa yang

bakal mati masih sukar untuk diduga, kau anggap dengan

mengandalkan ucapan tersebut lantas bisa menggertak

toaya?"

Selesai berkata, dari dalam sakunya dia mencabut keluar

pedang Boan liong to andalannya.

Begitu golok mestika sudah berada dalam genggaman,

tampaknya nyali si ular berekor nyaring Bian pun ci pun turut

menjadi lebih besar, sikap sombongnya yang semula tak

nampak kini menghiasi kembali paras mukanya, senyuman

dingin menghiasi ujung bibirnya.

Mendadak dia tertawa aneh, golok Boan liong to nya

menciptakan selapis cahaya tajam yang langsung membacok

ke tubuh Suma Thian yu, bentaknya dengan suara aneh:

"kalau bukan kau tentu aku, mari kita berduel lebih dulu!"

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut

menjadi geli, pikirnya diam-diam:

"Aku tidak meringkus nyawamu pun sudah merupakan

suatu kemujuran bagimu, sekarang masih berani berlagak sok

buas dihadapanku... hmmmm, bedebah yang tak tahu diri!"

Sementara dia masih termenung, serangan ujung golok

lawan sudah menusuk datang.

Suma Thian yu segera mengawasi mata golok tersebut

lekat-lekat, menanti cahaya berkilat dari ujung golok itu,

mendadak dia membentak dengan suara keras:

"Lepas golok!"

Berbareng dengan suara bentakan itu, bayangan manusia

lenyap dari pandangan, menyusul kemudian terdengar suara

dengusan tertahan bergema memecahkan kebeningan.

Golok Boan liong to yang semula berada di tangan si ular

berekor nyanns Bian Put ci, tahu-tahu sudah terlepas dari

genggaman dan mencelat ke udara.

Si Uiar berekor nyaring Bian Pun ci merasakan sekujur

tubuhnya bergetar keras, dengan perasaan terkejut

bercampur tercengang, buru-buru dia melompat ke samping.

Tentu saja Suma Thian yu tak akan melepaskan

kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja. sambil

tertawa panjang serunya dengan lantang:

"Kena!"

Tampak cahaya pedang Kit hong kiam berkelebat lewat,

menyusul kemudian terdengar si ular berekor nyaring Bian

Pun ci menjerit kesakitan.....

Begitu berhasil dengan serangannya, Suma Thian yu tidak

mendesak lebih jauh, ia segera mundur kembali keposisinya

semula dengan sekulum senyuman kemenangan menghiasi

ujung bibirnya.

Ketika berpaling kearah si ular berekor nyaring Bian Pon ci,

tampak sepassng tangannya menutupi wajahnya rapat-rapat

sementara da-rah segar bercucuran dengan deras, rupanya

dia sudah kehilangan sebuah biji mata sebelah kirinya.

Bian pun ci memang seorang yang hebat, dia tidak

mengeluh atau merintih, sambil me nutupi matanya dengan

tangan sebelah, ia ber jalan ketempat golok Boan liong to nya

jatuh dan memungutnya,

Kemudian sambil membalikan mata, dengan mata

tunggalnya yang mencorongkan sinar ke bencian ibarat ular

beracun sedang mencari mangsa, dia melotot sekejap kearah

Suma Thian yu dengan gusar, lalu tanpa menyapa si Harimau

angin hitam Lim Kong dan si setan muka hijau

Siang Tham lagi, dia segera membalikkan badan dan

berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.

Kepergian si ular berekor nyaring Bian Pun ci yang

membawa perasaan dendam ternyata menimbulkan badai

pembunuhan berdarah da lam dunia persilatan di masa

mendatang, ke jadian ini tentu saja tak pernah diduga oleh

Suma Thian yu.

Sementara itu, si Harimau angin hitam Lim Kong yang

menyaksikan Suma Thian yu berhasil melukai Bian Pun ci

hanya didalam sekali gebrakan saja, kontan hatinya menjadi

terkesiap, dalam keadaan demikian dia tak berani berdiam

disana lebih lama lagi.

Buru-buru dia menjura kepada Heng si Cin jin, kemudian

katanya:

"Aku akan mohon diri lebih dulu, apabila selama ini aku

mengganggu ketenangan mu, harap sudi dimaafkan"

Selesai berkata, dia lantas menarik tangan adik

seperguruannya si Setan muka hijau dan segera berlalu dari

situ.

Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah seorang jagoan

yang terhitung tokoh kelas satu dalam dunia persilatan, kalau

dimasa lalu dia pernah mendorong Suma Thian yu hingga

tercebur ke dalam selokan, maka kali ini tiba gilirannya yang

kabur terbirit-birit seperti anjing kena digebuk.

Padahal dalam kenyataannya dia amat jeri terhadap Heng

si Cinjin, orang bilang: manusia punya nama, pohon punya

bayangan.

Heng si Cinjin adalah seorang pendekar be sar pada

generasi yang lalu, nama besarnya sudah termasyur sampai di

mana-mana dan menggetarkan dunia persilatan, boleh

dibilang setiap umat persilatan yang berada di dunia ini

mengetahui tentang kelihayannya.

Si harimau angin hitam Lim Kong mempuryai janji dengan

Thia si kakak ber adik, sama sekali tak menyangka kalau

kedua orang muda mudi itu murid Heng si Cinjin.

Maka dari itulah, setelah dilihatnya keadaan tidak

menguntungkan, dia segera angkat kaki dan melarikan diri

terbirit birit.

Disamping itu, penampilan ilmu gerakan tubuh yang

dilakukan Suma Thian yu tadi amat hebat dan melebihi

keampuhannya dimasa

lampau, baik dalam dalam ilmu pukulan ataupun dida lam

ilmu pedang, hampir semuanya dapat menjagoi dunia

persilatan, terutama sekali kepandaiannya dalam menangkis

golok mestika Bian pun ci dan gerakannya mencongkel biji

mata rekannya, boleh dibilang cukup membuatnya terbelalak

dengan jantung berdebar keras.

Dia segera sadar, apabila sekarang tidak angkat kaki untuk

menyelamatkan diri, bisa jadi nanti akan menemui kesulitan

besar

Padahal kemenangan yang berhasil diraih Suma Thian yu

tadi hanya merupakan semacam pertaruhan saja, seandainya

dia tak memiliki dasar tenaga dalam yang sempurna dan ilmu

silat yang tinggi, sulit untuk mencapai tingkatan tan seperti

itu.

Andaikata ilmu silat yang dimiliki si ular berekor nyaring

Bian Pun ci lebih hebat setingkat lagi, sudah dapat di pastikan

Suma Thian yu akan mendapat malu dan kehilangan muka.

Begitulah, sambil memandang ke tiga orang iblis bengis itu

pergi jauh, semua orang tertawa terbahak-bahak.

Thi pit suseng Thia Cuan segera berjalan ke sisi Suma

Thian yu dan menepuk bahunya sambil memuji:

"Hiante, sungguh hebat gerakan tubuhmu, In heng

MERASA tak mampu untuk mengejar ke lihayanmu itu"

"Aaah, kemenangan tersebut kuraih secara uamag-

untungan saja, boleh dibilang kemenangan yang diperoleh

dengan menyerempet bahaya" sahut Suma Thian yu sambil

tetap merendah.

Toan im siancu juga segera maju ke depsn sambil

mengucapkan rasa terima kasihnya atas pertolongan yang

telah diberikan pemuda tersebut kepadanya.

Suma Thian yu segera mengucapkan beberapa patah kata

merendah.

Sementara semua orang sedang berbincang-bincang

dengan gembira, mendadak terdengar Heng si Cinjin berseru.

"Hiantit, kau tertipu!"

Suma Thian yu segera berpaling, lalu tanyanya dengan

wajah tercengang dan tidak habis mengerti:

"Sungguh? Dalam hal apa aku tertipu?"

Heng si Cinjin tersenyum.

"Apakab hiantit percaya dengan apa yang diucapkan oleh

Bian Pun ci dengan Lim Kong tadi?"

"Setengah percaya setengah tidak, asal aku berkunjung

ketempat tinggal Sip hiat jin mo dan menanyakan persoalan

ini kepadanya, bu kankah masalahnya akan menjadi jelas?"

Heng si Cinjin segera tertawa terbahak-bahak:

"Haaaaaa... haaaaah... haaaaaa... apakah tidak pernah kau

bayangkan bahwa gurunya si harimau angin hitam Lim Kong

dengan Sip hiat jin mo selama ini tidak akur hubungannya,

bahkan selalu saja saling bermusuhan? Sudah jelas Lim Kong

sengaja melimpahkan bibit bencana tersebut kepada orang

lain agar kau menghadapi Sip hiat jin mo dengan sepenuh

tenaga, sementara mereka akan menjadi nelayan beruntung

yang tinggal memungut hasil nya?"

Mendengar keterangan mana, Suma Thian yu menjadi

sadar kembali, kontan saja keningnya berkerut dan sorot

matanya berlilat, seakan-akan ia hendak mengejar musuhnya

pada saat itu juga.

Heng si Cinjin yang menyaksikan kejadian itu, segera

berkata lagi sambil tertawa:

"Hiantit, lagi-lagi kau mengidap penyakit yang anEH, masa

bagi orang muda, selamanya terburu napsu dan tidak sabaran,

bahkan kadangkala melakukasn pekerjaan semaunya sen diri

tanpa berpikir panjang, akhirnya sering kali akan menyesal

sepanjang masa. Makanya dalam menghadapi persoalan

apapun, kau harus mencari bukti yang jelas lebih dahulu

sebelum melakukan tindakan lebih jauh"

Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak, kemudian

sambungnya lebih jauh:

Bagi orang persilatan, yeng terpenting adalah "kesetiaan

kawan", asal kau sudah mempunyai buku yang jelas, maka

jangan kuatir kalau tiada orang yang bersimpatik kepadamu.

Sampai pada waktunya, orang-orang pasti akan membayar

usahamu itu dan harapanmu untuk membalas dendam pasti

akan terwujud. Ambil misalnya seperti Bi kun lun Siau wi goan,

meski orang persilatan yang menyanjungnya dan membela dia

amat banyak, tidak sedikit pula yang menentangnya dan

berusaha untuk melenyap kannya dari muka bumi, maka dari

itu didalam mengimbil segala tindakan terutama untuk

melenyapkannya, kau harus bertindak ber hati-HATI, jangan

sampai menimbulkan kemarahan orang banyak, sebab kalau

sampai demikian maKA kau akan terjerumus dalam posisi

seorang diri, kau akan mengalami nasib seperti pamanmu

Wan Liang, dimana akhirnya harus mati dalam keadaan

mengenaskan.

Ucapan tersebut diutarakan dengan kata-kata yang tegas,

membuat Suma Thian yu merasa terharu sekali.

Dalam hati kecilnya dia mengambil keputusan bila urusan di

Tibet telah beres, dia akan berangkat ke bukit Soat-san untuk

men cari Sip hiat jin mo. kemudian melaksanakan rencananya

untuk membalas dendam.

Demikianlah Suma Thian yu berdiam selama bebarapa hari

dipuncak bukit Kun san, tapi berhubung dia sangat

memikirkan perjalanannya ke Tibet sehingga makan tak enak

tidur tak nyenyak, akhirnya dia memohon diri kepada Heng si

Cinjin untuk melanjutkan perjalanannya mennju ke Tibet..

Bi hong siancu Wan Pek lan tak dapat melawan bujukan

dari Toan im siancu sehingga akhirnya mengambil keputusan

untuk tetap tinggal disana, Thi pit suseng Thia Cuan segera

berjanji berapa waktu kemudian akan meng ajek mereka

berdua untuk menantikan kepulangan Suma Thian yu.

Padahal Cong liong Lo sian jin telah ber pesan kepada

Suma Thian yu ketika hendak meninggalkan gua Hui im tong

tempo hari, bahwa perjalanannya menuju ke Tibet hanya

boleb dilakukan oleh dia seorang diri dan tidak diperkenankan

mengajak orang lain, berhubung urusan itu menyangkut

rahasia langit, orang yang terlalu banyak malah lebih mudah

menimbulkan hal-hal diluar dugaan.

Atas dasar alasan itulah, Suma Thian yu tak berani

memaksa Bi hong siancu untuk mendampinginya.

Dikala Bi hong siancu Wan pek lan harus berpisah dengan

Suma Thian yu, tentu saja merasa berat hati dan sedih sekali,

sebab bagi manusia, berpisah dengan kekasih memang

merupakan suatu peristiwa yang berat hati.

Akibatnya Toan im siancu harus menahan kekecutan

hatinya menyaksikan adegan mana, ia merasa sedih dan

perasaannya serasa saling bertentangan satu sama lainnya.

Hari ini, udara yang menyelimuti jalan raya menuju ke kota

Siang yang amat panas, matahari bersinar terik seperti hendak

menyengat badan, orang yang berlalu lalang pun amat sedikit.

Di depan pintu sebuah warung ditepi jalan Ku khing,

tampak beberapa orang saudagar sedang duduk melepaskan

lelah, mereka seakan-akan merasa tak tahan dengan udara

panas yang amat menyengat badan itu...

Saat itulah dari kejauhan sana nampak sese orang berjalan

mendekat dengan langkah yang gontai, diatas dadanya

seakan akan digantungi dengan batu cadas seberat ribuan

kati.

Setiap kali berjalan beberapa langkah, tubuhnya seakan-

akan terperosok kemuka dengan sempoyongan, seakan-akan

harus bersusah payah untuk mempertahankan langkahnya

saja.

Beberapa orang saudagar yang sedang duduk didepan

warung itu serentak berpaling menyaksikan keadaain orang

itu, salah seorang diantaranya berkata:

"Orang itu sudah hampir roboh, hai Lim loji, bagaimana

kalau kita kesana untuk memayang tubuhnya?"

Yang disebut "Lim loji" adalah seorang kakek yang berusia

lima puluh tahunan, tampak dia mengangkat cawan air tehnya

dan menghirup setegukkan lalau sahutnya sambil

menggeleng:

"Lebih baik masing-masing orang mengurusi persoalan

sendiri dan tak usah mencampari urusan oranglai, bagi kita

yang sering melakukan perjalanan jauh, kalau bisa tidak

mencampuri urusan orang, hal mana lebih baik lagi"

Orang yang menujukan usul tadi segera mendengus:

"Hmm, kalau setiap orang yang berada dikolong langit

mempunyai mental seperti kau semua, jadi apakah dunia kita

ini?"

"Lo kang", seru Lim loji dengan perasaan mendongkol, "kau

tidak tahu apa lihat kau memang tidak terbiasa melakukan

perjalanan jauh, ketahuilah berkelana dalam dunia persi latan

bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tempo hari, lohu pun

seperti juga kau seka rang, suka mencampuri urusan orang

lain, me rasa tidak terima kalau menyaksikan hal-hal yang tak

adil, aku turun tangan menolong seorang nyonya yang sedang

terluka parah, akibatnya terjadi suatu peristiwa yang hampir

saja mengorbankan selembar nyawa tuaku."

"Mengapa?" orang she Kang itu ikut menimbrung dengan

perasaan amat amat tertarik.

Baru saja kakek Lim hendak menjawab, tampaklah orang

yang berada di tengah jalan itu sudah sampai didepan mereka

dengan keadaan lemah dan napas tersengal-sengal, kemudian

diiringi suara nyaring dia terjatuh ke tanah dan merintih tiada

hentinya.

Semua orang yang menyaksikan keadaan orang itu, nyaris

nasi mereka muntah keluar.

Ternyata dia berusaha enam puluh tahunan, mengenakan

pakaian compang camping dengan kepala mengenakan ikat

kepala sebagai seorang sastrawan, tubuhnya penuh dengan

salep obat dan bau busuk menyebar kemana-mana, sepatunya

nya terbuat dari kain dengan beberapa ekor lalat menempel

disekitarnya, ini menandakan kalau sepatunya berbau busuk

sekali.

Kalau kau mengatakan dia sebagai pengemis,

sesungguhnya tidak mirip sebab seorang pengemis tidak akan

mengenakan pakaian ber dandan seorang sastrawan.

Kalau dibilang dia adalah seorang sastrawan, rasanya hal

ini seperti suatu penghinaan buat kaum sastrawan lainnya.

Perlu diketahui, pada masa itu orang lebih memandang

tinggi mereka yang tahu tentang sastra daripada ilmu silat

asalkan kau mengetahui dua huruf saja maka kau akan

disanjung orang, apabila jika kau adalah seorang sastra wan

yang menguasahi seni dan sastra, bisa jadi setiap orang akan

menyanjungmu setinggi langit.

Beberapa orang saudagar itu sudah terbiasa melakukan

perjalanan ke utara maupun selatan sungai besar,

pengalaman mereka amat luas dan banyak kejadian aneh

yang pernah dijumpainya, namun belum pernah mereka

menyak sikan manusia seaneh kakek tersebut.

Dengan suara lirih saudagar she Kang itu membisik kepada

ketiga orang rekan lainnya:

"Orang ini sudah hampir mati, kalau diiihat dari

tampangnya entah sudah berapa hari dia menderita

kelaparan, mari kita membuat keba jikan dengan memberikan

makanan padanya.

Mendengar perkataan tersebut, kakek Lim segera

menggoyangkan tangannya berulang kali sambil mencegah:

"Jangan, jangan bertindak sembarangan, apakah kau

menganggap perkataanku tadi sebagai angin yang berlalu?

Kalau kau sudah tak ingin hidup lagi, berikanlah hidangan

tersebut kepadanya!"

Orang she Kang itu berusia empat puluh tahunan, meski

kaya namun jadi orang sosial dan suka membantu kaum

lemah, kendatipun kakek Lim memberi peringatan berulang

kali, namun dia sama sekali tidak ambil perduli.

Diambilnya semangkuk nasi, diberi berapa macam sayur

dan dihantar kedepan sastrawan rudin itu sembari berseru:

"Lotiang, makanlah nasi ini untuk menanggal perutmu yang

sedang lapar..."

Sastrawan tua itu berhenti merintih dan mengawasi orang

she Kang itu sekejap, kemudian dengan perasaan berterima

kasih diterimanya nasi tersebut dengan tangan gemetar,

kemudian dilahapnya dengan amat rakus.

Tak selang berapa saaat kemudian, hidangan tersebut

sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.

Selesai bersantap, dengan susah payah dia merangkak

bangun dari tanah dan meletakan mengkuk dan sumpit itu

kemeja, kemudian serunya dengan parau:

"Arak, aku minta arak!" Menyaksikan kejadian itu, si kakek

lim segera tertawa terbahak-bahak, segera jengeknya:

"Sudah diberi nasi, masih minta arak, orang ini benar benar

kebangetan sekali, rupanya semua harta kekayaannya dibikin

ludas oleh arak...."

Kemudian sambil berpaling ke arah lelaki setengah umur

she Kang itu dan berkata lebih jauah:

"Bagaimana? Lo Kang, lebih baik jangan mencampuri

urusan orang lain, daripada mencari kesulitan bagi diri sendiri"

Seusai berkata, dia lantas menunjukkan sikap yang gembira

menyaksikan kesusahan orang.

Saudagar she Kang itu Jin hoo, dia memang seorang yang

sosial dan berhati mulia, hatinya merasa sangat tak puas

sesudah mendengar perkataan dari kakek Lim.

Sambil menggebrak meja, dia memesan sepoci arak dan

segera ujarnya kepada sastrawan rudin itu:

"Botiang, silahkan duduk, minumlah arak sebelum pergi!"

Sastrawan rudin itu tidak sungkan-sungkan, dia segera

duduk, mengangkat poci arak ter

sebut dan diteguk dengan lahapnya. Dalam waktu singkat

seluruh isi poci tersebut telah berpindah ke dalam perut.

Kakek Lim yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa

menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, diam-diam

dia mengomeli Kang jin hoo yang dianggapnya mencari

penyakit buat diri sendiri.

Sehabis meneguk arak, sastrawan tua itu menyeka

mulutnya dan berkata kepada Kang Jin-hoo:

"Lote, aku lihat pada bagian Ing thong mu sudah

menghitam, itu berarti bencana sudah berada didepan mata,

untung kau menjamuku bersantap pada hari ini, tanggung

semua bencana akan hilang lenyap dengan sendirinya...."

Kang Jin hoo menjadi antipatik sesudah men dengar

ucapan si sastrawan tua yang dianggapnya perkataan orang

gila itu namun dia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.

Berbeda dengan kakek Lim, dia segera menyindir lagi:

"Sialan-sialan......orang berhati bajik tidak memperoleh

balasan yang baik...."

Belum selesai dia berkata, sastrawan tua itu sudah

membalikkan kepalanya dan melotot sekejap kearah kakek

Lim, kemudian serunya dengan lantang:

"Lote, kau jangan tertawa dulu, selamanya 1ohu hidup

sebagai tukang ramal, aku bisa membaca nasib orang secara

tepat sekali, Kalau dari raut muka lote, kau tak akan bisa

hidup melebihi umur empat puluh sembilan tahun!"

Kontan saja kakek Lim menggebrak meja sambil melompat

bangun, senbari menuding wajah sastrawan rudin tersebut,

umpatuya:

"Telur busuk tua! Tahun ini lohu berusia empat puluh

sembilan tahun, hidupku makmur harta kekayaanku berlimpah

ruah, hmm, bila kau berani sembarangan berbicara lagi,

jangan salahkan bila kupencet dirimu sampai mampus.

"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, tapi

sejak dulu hingga kini, bila ada orang menganiaya orang lain

dengan mengandalkan harta kekayaannya, maka umurnya

akan dipotong separuh, apabila lote ingin hidup melebihi hari

ini.... kecuali..."

Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, ka kek Lim

sudah mencengkeram ujung baju sastrawan tua itu dan

mendorongnya kebelakang.

Sungguh kasihan sastrawan rudin yang ting gal kulit

pembungkus tulang itu, dia jatuh terduduk diatas tanah dan

merintih kesakitan tiada hentinya.

Kang Jin hoo segera memayang bangun sastrawan tua itu,

lain omelnya pada kakek Lim:

"Lim loji, apakah kau tidak merasa kalau perbuatanmu itu

kelewatan batas... ? Coba lihat, betapa kasihannya orang ini,

masa kau masih begitu tega untuk mendorongnya? Coba

kalau aku tahu bahwa kau orangnya kejam dan berpikiraan

picik, tak mungkin akan melakukan perjalanan serombongan

denganmu"

"Kalau keluar rumah berjumpa dengan kejadian yang tidak

mujur seperti ini, jangan harap dagangannya bisa berjalan

dengan lancar, aku lihat kau sudah dipengaruhi oleh siluman

iblis" damprat kakek Lim mendongkol.

Sementara pembicaraan berlangsung, dari arah jalan raya

sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai

mendekati tempat tersebut.

Sementara itu, Keng Jin-hoo sedang memayang tubuh

sastarawan tua itu masuk kedalam ruangan, sementara kakek

Lim juga sudah masuk ke dalam sebuah ruangan rumah

makan, dalam waktu singkat dihadapan mereka semua telah

muncul empat ekor kuda jempolan.

Terdengar suara kuda meringkik kemudian suara derap kaki

kuda itupun terhenti, nampak empat sosok bayangan manusia

melayang turun ke atas tanah.

Begitu menyaksikan raut wajah ke empat orang itu,

beberapa orang saudagar itu merasakan hatinya tercekat.

Ternyata ke empat orang yang baru turun dari kuda itu

semuanya mengenakan pakaian ringkas dengan senjata masih

tersoren di pinggangnya, kalau dilihat dari tampang mereka,

sudah jelas kalau orang-orang itu adalah para perampok yang

biasa hidup dengan membegal harta kekayaan para saudagar

kaya.

Selangkah demi selangkah ke empat orang lelaki bengis itu

berjalan menuju ke rumah makan.

Salah seorang diantara mereka segera berteriak lantang

kearah ke empat saudagar yang masih berada di dalam

ruangan:

"Hei, apakah kalian berempat sudah kenyang? Ayo cepat

menyingkir dan serahkan tempat duduk kalian kepada toaya

sekalian!" Sembari berkata dia lantast memimpin tiga orang

lelaki bengis lainnya berjalan masuk ke dalam ruangan,

dengan suatu gerakan cepat dia mencengkeram tubuh kakek

Lim dan melemparnya ke tengah jalan.

Kasihan kakek Lim yang lemah tak berkemampuan apa-apa

itu, setelah kena dibanting keras―keras, dia harus merangkak

bangun dari tanah seperti seekor anjing.

Kang Jin hoo menjadi ketakutan setengah mati setelah

menyaksikan kakek Lim mendapat susah, buru-buru dia

bangkit berdiri meningglkan tempat duduknya.

Dua orang saudagar yang 1ain pun buru-buru

meninggalkan tempat duduk masing-masing.

Lelaki buas bercambang itu segera tertawa terkekeh-kekeh.

"Nah, begitu baru benar, kalau tidak tua bangka tersebut

merupakan contoh yaug paling tepat."

Sementara itu, kakek Lim yang terbaring diatas tanah

sudah dapat mengendalikan rasa sakitnya, dia segera

melompat bangun kemu dian secara diam-diam menyelinap ke

kebelakang punggung lelaki bercambang itu dan langsung

menghadiahkan sebuah pukulan keras.

Walaupun lelaki bercambang itu dapat melihat datangnya

serangan dari kakek Lim, ter nyata dia tidak menghindar

ataupan berkelit, ia membiarkan tubuhnya termakan pukulan

tersebut.

Kakek Lim tak lebih hanya seorang saudagar, berapa

besarkah kekuatan yang dimiliki olehnya?"

"Blaaammm bersamaan dengan bergemanya suara

benturan, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati

berkumandang memecahkan keheningan, kakek Lim segera

terlempar mundur sejauh satu kaki lebih, ia berkelejetan dulu

beberapa kali, kemudian tubuhnya membujur kaku ditanah

dan tak pernah berkutik lagi.

Kasihan kakek Lim, selembar jiwanya turut melayang

meninggalkan raganya.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil Kitab Pusaka 2 dan anda bisa menemukan artikel Cersil Kitab Pusaka 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-kitab-pusaka-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil Kitab Pusaka 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil Kitab Pusaka 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil Kitab Pusaka 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-kitab-pusaka-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar