dalam hutan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun.
Kenyataan ini membuat Si Kok seng makin takabur, buru-
buru serunya kepada tiga orang yang lain:
"Serbu saja! Mari kita langsung menyerbu kedalam hutan
tersebut!"
Selesai berkata dia lantas berjalan paling depan memasuki
hutan itu, di susul oleh Toan im siancu.
Thi pit suseng kuatir adiknya menjumpai mara bahaya,
maka dia lantas mengajak Suma Thian yu menyusul dipaling
belakang.
Baru saja ke empat orang itu memasuki hutan, mendadak
terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan
berkumandang memecahkan keheningan, disusul kemudian
suara pekikan aneh muncul dari empat penjuru dan
menggema diseluruh hutan.
Thi pit suseng Thia Cuan sudah berpengalaman didalam
menghadapi beratus-ratus kali pertarungan, pengalamannya
luas sekali, begi tu menyaksikan suasana gelap yang
menyelimuti hutan tersebut, ia sudah mendapat firasat jelek,
apa lagi setelah mendengar suara pekik kan aneh itu, tanpa
terasa bulu kuduknya bangun berdiri.
Buru-buru teriaknya dengan suara keras:
"Si siauhiap, jangan bertindak gegabah, kau harus berhati-
hati...."
Sembari berkata dia lantas melayang kesamping adiknya
Toan im siancu dan diam-diam bersiap siaga menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Mendadak terdengar Cun gan siucay Si Kok seng menjerit
kaget, suara kaget itu berasal dari lima kaki dihadapan
mereka.
Suma Thian yu yang pertama-tama menerjang kedepan
setelah mendengar seruan kaget itu, dengan suatu gerakan
yang cepat dia
melayang turun diatas tubuh Si Kok seng.
Mendadak pandangan matanya terasa silau, ternyata
didepannya terdapat sebuah tanah kosong seluas dua puluh
kaki, waktu itu api membara dengan terangnya menyinari
sekitar tempat itu
Ditengah hutan muncul sebuah tanah lapang, kejadian ini
sudah cukup mengherankan hati orang, apa lagi kalau tanah
lapang itu terang benderang seperti disiang hari saja, hal ini
lebih aneh lagi, tanpa sadar ke empat orang itu merasakan
jantungnya berdebar keras.
Jilid : 11
TOAN-IM Siacu Thian Yong yang amat teliti, dengan
menyapu sekejap sekeliling arena tersebut, mendadak ia
menjerit kaget:
"Aaah, kalian lihat, benda apakah itu?"
Dengan perasaan terkesiap semua orang segera berpaling
kearah mana yang ditunjuk nona Thia, kemudian serentak
mereka menjerit kaget.
Ditengah jeritan kaget inilah, mendadak tampak empat
sosok bayangan manusia melompat keluar dari kegelapan dari
bergerak mendekat dari empat penjuru tanah lapang itu.
Sebenarnya kejadian apakah yang membuat keempat jago
muda mudi itu menjerit kaget.
Ternyata Toan im siancu Thia Yong telah menemukan
sesosok mayat yang digantung di atas dahan sebatang pohon
besar disudut sebelah barat.
Setelah keempat orang itu berjalan mendekat, Suma Thian
yu lah yang pertama-tama menjerit kaget.
"Aaah, dia adalah Kang Pun san!"
Thi pit suseng Thia Cuan berpaling, lalu bertanya dengan
nada tercengang:
"Hiante kau kenal dia?"
"Benar, dia adalah Cha gi sut tikus bersayap) Kang Pun
san, waktu ia dikalahkan oleh nona Wan dalam perusahaan
Sin liong piau kiok, sungguh tak sangka ia telah tewas disini"
Cun gan siucay Si Kok seng mendongakkan kepalanya dan
memperhatikan jenazah si tikus bersayap Kang Pun san
beberapa saat, kemudian jengeknya sambil tertawa seram:
"Hehehehehe......gentong nasi seperti ini memang sudah
sepantasnya mampus, aku orang she Si berada disini, ingin
kulihat siapa yang berani mengusik diriku!"
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara
dengusan dingin yang lirih bergema memecahkan keheningan.
Menyusul kemudian sesosok bayangan hitam meluncur
keluar dari balik hutan, bagaikan seilas cahaya kilat mengitari
angkasa lalu lenyap.
Semua orang merasakan pandangan matanya jadi silau,
belum sempat mereka menyaksikan bayangan hitam itu, tiba-
tiba Cun gan siucay Si Kok seng menjerit ngeri, seluruh
tubuhnya bergetar keras dan segera roboh terjengkang kearas
tanah.
Peristiwa itu terjadinya sangat mendadak, tiga orang
lainnya tak sempat memberi bantuan, jalan darah Si Kok seng
sudah tertotok dan jatuh tak sadarkan diri.
Suma Thian yu menerjang maju kedepan, menyaksikan
kejadian itu ia merasa gusar sekali, kearah dalam hutan
bentaknya penuh keguiaran:
"Setan alas, darimanakah yang berada didalam hutan?
Kalau punya keberanian hayolah munculkan diri, kalau
beraninya hanya main sem bunyi dan menyergap orang secara
diam-diam, hal ini bukan perbuatan seorang enghiong
hohan....."
Baru selesai Suma Thian yu memaki, mendadak terdengar
tiga kali suara pekikan nyaring dikumandang dari tiga arah
yang berbeda, suaranya nyaring seperti lolongan srigala, se
perti juga jeritan kuntilanak, terutama sekali ditengah
kegelapan, suasananya terasa menggidikkan hati setiap orang
yang mendengarnya.
Ditengah suara pekikan yang aneh itulah mendadak
terdengar tiga kali desingan angin tajam membelah angkasa,
ditengah arena tahu-tahu sudah bertambah dengan tiga orang
kakek berbaju hitam.
Dua orang diantaranya ternyata dikenal oleh Thi pit suseng
Thia Cuan, sambil tertawa tergelak, segera serunya:
"Aku mengira siapa yang datang, ternyata kalian dua orang
tangkeh dari Tiang-pek san, tampaknya kalau orang sudah
mendapat jodoh maka dimanapun selalu bertemu, kembali
kita bersahabat lagi dengan mesrah"
Diri ketiga orang kakek berbaju hitam itu, orang yang
berada disebelah kanan adalah lotoa dari Tiang pek sam sat
(tiga malaikat bengis dari bukit Tiang pek) yang disebut Kiu
tau siu (binatang berkepala sembilan) Li Gi, yang disebelah kiri
adalah kakek kurus bercambang, dia adalah losam Liat hwee
siu (binatang berapi membara) Li Hiong, sedangkan orang
yang berdiri ditengah are na itu berambut sepanjang
punggung, memakai gelang berbentuk rembulan diatas
kepalanya, berusia enam puluh tahunan, mata besar alias
mata tebal, hidung besar mulut besar dan bertampang seperti
singa, dia membawa tongkat berbentuk rembulan, mukanya
bengis dan menyeramkan.
Orang ini merupakan iblis paling keji dan paling ganas
dalam dunia liok lim dewasa ini orang menyebutnya sebagai
Hui cha cuncu (Rasul garpu terbang) Kiong Lui.
Garunya Sip hiap jin mo (Manusia iblis penghisap darah) Pi
Ciang hay merupakan jago paling lihay dalam kalangan iblis,
bersama Hoat seng si (Mayat kaku hidup) Ciu Jit hwee mereka
disebut Ih Lwe ji mo (sepasang iblis dari kolong langit).
Waktu itu, binatang berkepala sembilan Li Gi menatap
sekejap ketiga orang itu dengan sorot mata buas, lalu ujarnya:
"Apakah kalian bertiga tidak kenal tulisan?"
"Kalau kenal kenapa? Kalau tidak kenal kenapa pula?"
Suma Thian yu balik bertanya.
Kiu tausiu Li Gi mengawasi Suma Thian yu dengan sorot
mata setajam sembilu, kemudian tanyanya penuh kegusaran:
"Siapa kau? Apakah sudah bosan hidup?"
"Hmm, dengan mengandalkan tampangmu semacam ini,
kau masih belum pantas untuk menanyakan nama sauyamu!"
"Li lote" pada saat itulah terdengar Hui cha cun cu Kiong
Lui berkata dengan suara dingin, "jagal saja dia kan beres?
Buat apa mesti banyak bersilat lidah dengan dirinya?
Kiu tau siu Li Gi tertawa seram, tulang belulang diseluruh
tubuhnya bergemerutuk keras, mukanya berubah menjadi
merah padam, sepasang lengannya menjadi merah membara,
agaknya dia siap sedia melancarkan serangan.
Thi pit suseng Thia Cuan melompat ke depan dan berdiri
diantara Li Gi dengan Suma Thian yu, lalu sambil tertawa
terbahak-bahak serunya:
"Hiante, harap jangan marah, serahkan saja setan tua itu
kepadaku...
Dalam perkirarn Kiu tau siu Li Gi, Suma Thian yu masih
muda dan gampang diroboh kan, baru saja dia akan memberi
pelajaran kepada sang pemuda, siapa tahu dari tengah jalan
muncul seorang Tuia Kau kim.
Melihat kemunculan Thi pit suseng, terkesiaplah hatinya,
dia tahu kalau musuhnya yang ini sangat tangguh.
Tapi setelah berada dalam keadaan demikian terpaksa ia
harus bulatkan tekad untuk meng hadapinya.
Sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya
melancarkan sekuah pukulan yang dahsyat menghantam
tubuh Thi pit suseng.
Melihat serangan yang begitu berbahaya dari lawannya,
meledak hawa amarah dalam dada Thia Cuan, telapak tangan
yang satu digunakan untuk menyapu ke bawah, sementara
telapak tangan yang lain digunakan untuk membacok ke atas,
dengan jurus Siang hong tiau yang (sepasang burung hong
menghadap mata hari) dia sambut datangnya ancaman lawan
dengan sepasang tangannya berbareng.
"Blaaammm...!" terdengar suara ledakan keras menggema
memecahkan keheningan, tiga dua gulung angin serangan itu
saling ber tubrukan di tengah udara terjadilah pusingan angin
yang menyebar ke empat penjuru.
Terdesak oleh sisa angin pukulan itu, masing-masing pihak
terdorong mundur selangkah ke belakang.
Kiu tausiu Li Gi tidak menyangka kalau tenaga dalam yang
dimiliki lawan begitu sempurna, termakan oleh pukulan yang
memaksa nya mundur, dia terkejut bercampur mendongkol.
Baru saja tubuhnya dapat berdiri tegak, mendadak dia
berpekik nyaring, tubuhnya seperti elang raksasa menerjang
ke tengah udara, sepasang tangannya diluruskan ke depan,
kesepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dengan
jurus Ciang ing phu toh (Elang sakti menerjang kelinci) dia
lansung mencengkeram batok kepala Thi pit suseng Thia
Cuan.
Sebagai murid kesayangan dari Heng si Cin jin, Thia Cuan
memiliki ilmu silat yang tinggi serta warisan langsung dari Kun
lun-pay, begitu menyaksikan Kiu tau siu Li Gi menerjang ke
bawah dengan dahsyatnya, ia sama sekali tidak menjadi
gugup, dengan memperkuat posisi kuda-kudanya, dengan
jurus Kiau cong ki ku (memukul genta menghantam tambur)
sepasang tangannya bersama-sama di sodok ke depan
menghajar tubuh Li Gi.
Jurus serangan ini merupakan salah satu jurus yang
dahsyat dari empat macam kepandaian Kun lun kim hoat.
Hui cha cun cu Kiong Lui yang menonton jalan-nya
pertarungan dari sisi arena menjadi tetegun oleh kejadian itu,
mendadak bentaknya keras-keras.
"Tahan!"
Sepasang telapak tangan dua orang yang sedang bertarung
sudah terlanjur di lancarkan, dihentikan jelas tak sempat lagi,
disaat Kiong Lui membentak keras itulah, ditengah udara
kembali terjadi suatu bentrokan keras yang menimbulkan
suara ledakan dahsyat.
Menyusul kemudian tampak debu dan pasir beterbangan
memenuhi angkasa, udara menja di gelap dan Kiu tau siu Li Gi
mendengus ter tahan, tubuhnya seperti bintang yang jatuh
roboh ke tanah, mukanya pucat pias seperti mayat, ujung
bibirnya basah oleh noda darah.
Thi pit suseng Tia cuan sendiri, walaupun terpengaruh juga
oleh gelombang angin sera ngan itu, namun dia tetap sehat
wal'afiat seperti sedia kala, pelan-pelan dia bangkit berdiri
kemudian ditatapnya Hai cha cun ca Kiong Lui tanpa berkedip.
Kiong Lui mendeham beberapa kali, kemudian dengan
seorang tua yang berpengalaman dia bertanya:
"Aoa hubunganmu dengan Bi kun lun Siau Wi goan?"
"Aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini" jawab Thia
Cuan tegas.
"Bocah keparat, kau berani mengelabuhi aku? Hmmm,
melihat gerakan tubuhmu jelas semuanya merupakan
kepandaian silat aliran Kun lun pay, padahal Bi kun lun Siau
Wi goan adalah murid kesayangan dari Leng-go cinjin, ketua
Kun lun pay sekarang, masa kau tidak kenal dirinya?"
Mendengar perkaraan tersebut, Thi Pit suseng segera
memperhatikan Hui cha cun cu se kejap kemudian balik
bertanya:
"Maaf, kalau mataku buta, tolong tanya siapakah nama
besarmu?"
"Bocah keparat, mengingat usiamu masih muda dari tak
tahu urusan, aku enggan ribut denganmu, setiap jago
persilatan yang berkelana dalam dunia persilatan hampir
semuanya kenal dengan lohu, masa kau tidak tahu?"
Berbicara sampai disitu dia berkerut kening, kemudian
sambil menuding keujung hidung sen diri serunya:
Suma Thian yu paling benci dengan sikap latah dan takabur
semacam ini mendengar, per kataan tersebut ia mendengus
dingin, matanya memandang sinis dan senyuman dingin
menghiasi ujung bibirnya.
Hui cha cun cu Kiong Lui dapat menyaksikan sikap sinis
anak muda tersebut, mendadak sepasang matanya melotot
besar, sinar buas me mancar keluar, sesudah tertawa seram,
serunya:
"Bocah keparat, kau tidak puas?"
Suma Thian yu memandang sekejap wajah Kiong Lui
dengan pandangan sinis, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Habahahahana......belum pernah sauya dengar seorang
manusia she Kiong dalam dunia persilatan, mungkin kau
hanya seorang pra jurit tak bernama yang rendah
kedudukannya. Tapi lantaran malu mengakui hal tersebut,
maka sengaja kau pakai kata-kata yang mem buat untuk
menggertak?"
Padahal setelah mendengar lawannya she Kiong tadi, Suma
Thian yu sudah mengerti siapa gerangan orang yang
dihadapinya, tapi dia sengaja mengejek, maksudnya adalah
untuk memancing kemarahan musuhnya yang latah dan
takabur ini.
Betul juga, Hui cha cun cu Kiong Lui kontan dibuat mencak-
mencak karena kegusaran, selapis hawa pembunuhan yang
amat tebal dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, ia
maju selangkah mendekati anak muda itu, kemudian toya
berbentuk bulan sabitnya diayun ke pinggang lawan dengan
jurus Heng sau jian kun (menyapu rata seribu prajurit).
"Bila kau ingin mampus, lohu akaa memenuhi keinginanmu
itu!" makinya sambil menahan geram.
Gembong iblis kenamaan memang berbeda dengan
kawanan jago lainnya, ayunan toya tersebut paling tidak
mempunyai kekuatan sebesar lima ratus kati, jangankan tubuh
Suma Thian yu terdiri dari darah dan daging, sekali pun terdiri
dari baja aslipun tak sanggup menahan pukulan mana.
Tatkala Suma Thian yu menyaksikan ayunan senjata Hou
tou pang berbentuk bulan sabit itu amat gencar dan cepat,
buru-buru dia melejit ke tengah udara.
"Weess! diiringi desingan angin tajam yang kuat, senjata
toya Hou topang berbentuk bulan sabit itu menyambar lewat
hanya beberapa inci dibawah kaki anak muda tersebut.
Begitu serangan toyanya mengenai sasaran yang kosong,
Hui cha cun cu Kiong Lui segera menahan tubuhnya dan
menarik kembali senja ta Hou topang berbentuk bulan sabit
yang di ayunkan ke muka tadi.
Setelah itu dia mempertinggi serangannya satu depa lebih
ke atas, kali ini yang diancam adalah pinggang lawan.
Suma Thian yu tahu lihay terpaksa dia gunakan ilmu bobot
seribu, membawa tubuhnya melayang turun kebawah, senjata
Hou to pang berbentuk bulan sabitnya menyapu bagian bawah
tubuh dengan membawa desingan angin tajam.
Berhubung tenaga serangannya begitu dahsyat, dimana
serangannya menyambar lewat secara lamat-lamat Suma
Thian yu merasakan kulit badannya amat sakit.
Dalam pada itu, Liat bwee siu Li Hiong sudah melompat
kehadapan Toan im siancu Thia Yang, telapak tangannya
segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah bacokan.
Menanti lengannya diayunkan kedepan itulah dia baru
membentak.
"Budak rendah! loya akan menemanimu bergembira!"
Toan im siancu Thio Yong menduga sampai disitu, melihat
serangan yang datang begitu dahsyat ibarat bukit Thay san
yang menindih kepala, dengan perasaan terperanjat ia
menyingkir kesamping, gadis itu tak berani menyambut
ancaman mana dengan kekerasan.
Begitu lolos dari ancaman, Toan im siancu Thin Yong
meloloskan sembilan pedang mestika dari pinggangnya lalu
sebelum Lian hWee siu li hiong menyerang lagi, ia sudah
mengembangkan jurus-jurus mautnya sambi1 menerjang
kedepan.
Tatkala Thi pit suseng Thia Cun menyaksikan adiknya
sudah terjun ke arena pertarungan, tanpa terasa ia
memusatkan seluruh perhatiannya mengikuti jalannya
pertarunan, tangannya meraba diatas gagang pedang dan
siap memberi penolongan bilamana perlu,
Dipihak lain, Suma Thian yu yang bertarung dengan tangan
kosong menghadapi toya Hou to pang berbentuk bulan sabit
sudah mulai tak sanggup menahan diri, bayangkan saja Hui
cha cun cu sebagai tokoh kelas satu dalam dunia Liok lim
dewasa ini, baik lwekang maupun gwakangnya boleh dibilang
sudah mencapai tingkat yang sempurna, toya Hou to pang
seberat berapa ratus kati yang berada dalam permainannya
ringan bagaikan toya kayu, selain serangannya berat, gerak-
geriknya juga enteng, gesit dan cekatan.
Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Suma Thian
yu menghadapi mu suh setangguh ini, untuk sesaat dia dibikin
geleng kepalanya oleh gerakan tubuh orang yang aneh dan
cekatan, belum mencapai sepuluh gebrakan, ia sudan keteter
hebat dan hanya sangaup menangkis belaka.
Beraba dalam situasi yang kritis dan tegang seperti ini,
mendadak ia berpekik nyaring, tu-buhnya melejit lima kaki ke
tengah udara dengan gaya burung bangau terbang ke
angkasa, pedangnya segera dicabut keluar dari sarung.
Serentetan cahaya biru memancar keempat penjuru dan
amat menusuk pandangan mata.
Suma Thian yu memainkan selapis kabut pe dang berwarna
biru untuk melindungi badan, bagaikan sebuah jala perangkap
ikan yang besar dan datang dari langit, dengan cepat tubuh
Hui cha cun cu dikurung rapat.
Hui cha cun cu Kiong Lui terhitung seorang gembong iblis
yang sukar dihadapi, dia mendongakkan kepalanya
memperhatikan sekejan ancaman lawan, kemudian setelah
tertawa dingin jengeknya:
"Hehehehenehe...... kiranya kau adalah ahli waris dari
orang she Wan"
Sambil berkata tongkat Hou to pang nya di angkat keatas
dan diputar bagaikan sebuah roda kereta, diantara perputaran
yang kencang itulah pelan-pelan dia menyongsong bayangan
pedang yang diciptakan Kit hong kiam tersebut.
Dalam waktu singkat terdengar dua kali ben turan keras
ditengah udara, pedang dan tongkat Hou to pang telah saling
membentur keras hingga menimbulkan percikan bunga api.
Menggunakan kesempatan dikala pedangnya bentrok
dengan toya lawan, Suma Thian yu segera melayang turun
keatas tanah, sebaliknya Hui cha cun cu Kiong Lui kena
tertekan oleh kekuatan lawan hingga kakinya amblas tiga inci
kadalam tanah, namun ia tetap berdiri tak bergerak.
Dengan mengandalkan serangan tersebut, Suma Thian yu
segera mengembalikan posisi nya yang terdesak menjadi lebih
mantap, pedangnya segera berputar sambil melancarkan
serangan gencar, dengan Kiong Lui segera ber lempur sengit.
Selama ini Thi pit suseng hanya berpeluk belaka sambil
menonton jalannya petrarungan massal, dia tidak berani
membantu karena kuatir menimbulkan suatu pertarungan
massal, dia dapat melihat bahha kepandaian silat yang dimiliki
kedua belah pihak berada dalam keadaan seimbang, dia pun
mengerti menang kalah tidak bisa di temukan dalam waktu
singkat, maka dia sendiripun tak kelewat terbaru napsu untuk
turun tangan.
Kurang lebih seperminuman teh kemudian empat orang
yang sedang bertarung sengit di tengah arena teiah berhasil
menentukan siapa menang siapa kalah. Toan im siam cu yang
melancarkan serangan berantai mendesak musuhnya habis-
habisan, kalau di lihat dari keadaan si Liat hwee sin Li hiong
sekalian, tampaknya tiga jurus kemudian ia tentu keok.
Di pihak lain keadaan pertarungan antara Suma Thian yu
melawan Hui cha cun cu justru merupakan ke balikannya, kini
anak muda tersebut hanya memiliki sisa kekuatan untuk
mempertahankan diri belaka, ia tak memiliki tenaga lagi untuk
mempertahanan diri, ia tak memiliki tenaga untuk
melancarkan serangan balasan.
Sedangkan Kiong Lui sendiri justru makin bertarung
semakin perkasa, senjata pentungan Hou to pangnya tak
pernah mengendor sedikit pun, serangan demi serangan
dilancarkan se cara gencar dan semuanya membawa deruan
angin tajam yang memekikkan telinga, semua ini membuat
suasana dalam arena pepertarungan berubah lebih
mengerikan.
Thi pit suseng Thia Cian yang menyaksikan peristiwa ini
menjadi sangat gelisah, dengan suara dalam ia lantas
memrmembentak:
"Tahan!"
Suaranya keras bagaikan guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, Liat bwee siu Li Hiong segera melepaskan
dua buah serangan berantai dan melompat mundur lebih
duluan.
Tentu saja Toan im siancu tak ingin membangkang perintah
kakaknya, sambil menarik kembali pedangnya ia membentak:
"Hmmm, keenakan kau si setan tua!"
Dihak lain, Hui cha kun cu Kiong Lui seakan tak mendengar
suara bentakan itu, bukan nya berhenti dia malah
melancarkan serangan-nya makin gencar, senjata Hou to pang
nya
dengan membawa deruan angin tajam membacok seluruh
tubuh Suma Thian yu secara bertubi-tubi.
Setelah melalui pertarungan yang seru, sesungguhnya
Suma Thian yu sudah kehilangan banyak tenaga, kepalanya
terasa pening dan badannya lemas tak bertenaga.
Suara bentakan dari Thi pit suseng barusan baginya ibarat
sebaskom air dingin yang diguyurkan keatas kepalanya,
segera membuatnya sadar kembali, cepat dia
mengembankaan gerakan tubuhnya dan meloloskan diri dari
kepungan lawan.
Hai cha cun cu Kiong Lui tak rela melepas kan usaha yang
berhasil dicapainya selama ini, senjatanya kembali diputar
membelah angkasa dengan jurus kay san to liu (membuka
bukit air mengalir), kali ini dia membacok jalan darah Pek
bwee hiat dibelakang kepala Suma Thian yu.
Menyaksikan peristiwa tersebut, Thi pit su seng Thia Cuan
segera berkerut kening, menda dak ia berpekik nyaring......
Tampak ujung bajunya berkibar terhembus angin kemudian
tubuhnya menerjang kedepan secepat kilat, sepasang telapak
tangannya dilontarkan kedepan, secara keras lawan keras, dia
menggetar pergi senjata Hou to pang lawan, kemudian
menghadang jalan pergi Kiong Lui.
Melihat itu, Hui cha cun cu Kiong Lui menghimpun tenaga
dalamnya sambil membentak keras:
"Orang sbe Thia, jadi kau ingin mencari keuntungan dalam
air keruh. Bagus sekali, hmm! Seandainya lohu tidak teringat
kalau kau masih punya hubungan dengan Bi kun lun (Kun lun
indah), kau anggap nyawamu masih bisa dipertahankan
hingga sekarang? Hmm, mung-kia sedari tadi sudah berpulang
ke alam baka"
Thi pit suseng Thia Cuan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haah... terima kasih banyak atas
kebaikanmu, cuma sayang toaya sama se kali tidak ada
sangkut pautnya dengan Siau Wi goan, selain itu akupun tidak
saling mengenal dengannya, bila kau menginginkan nyawaku,
lebih baik ambillah dengan mengandalkan pandaian silatmu
sendiri."
Suaranya datar, tidak tidak meninggikan kepala
merendahkan derajat sendiri dibalik kelembutan terdapat nada
keras, ucapan mana sege ra membungkamkan mulut
gembong iblis itu.
Tapi justeru karena hal tersebut, dari malu nya si gembong
iblis itu menjadi naik darah, dia segera tertawa dingin tiada
hentinya:
"Heeeh...heeeh...heeeh... barang siapa berani masuk hutan
harus mampus, kau tidak menyaksikan jenasah diatas pohon
itu? Inilah contoh yang paling baik bagi mereka yang
bersikeras ingin melanggar peraturanku, berbicara dan cara
tindak tanduk kalian semua, sebetulnya hanya ada satu jalan
kematian saja. Akan tetapi berhubung lohu mempunyai
sumpah yang mengatakan bahwa setiap sahabat Bi kun lun
akan kulepas, maka kau boleh pergi dari sini, tapi bocah
keparat yang menggemaskan ini tak boleh meninggalkan
tempat ini barang setengah langkah pun.
Yang di maksudkan sebagai bocah keparat tak lain adalah
Suma Thian yu.
Pada dasarnya Suma Thlan yu adalah seorang bocah yang
berjiwa keras dan tinggi hati, mendadak dia membalikkan
tubuhnya sambil tertawa mengejek, katanya:
"Dengan mengandalkan kepandaianmu itu kau hendak
menahan aku disini? Lebih baik gerakkan lagi senjata
rongsokanmu itu, sauya akan melayanimu untuk bertarung
seratus gebrakan.
Suma Thian yu rugi didalam tenaga dalam yang tak
berhasil melampaui kesempurnaan Kiong Lui, maka dia
mengusulkan untuk ber tarung sebanyak seratus gebrakan
dalam permainan ilmu pukulan.
Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui malah tertawa
terbahak-bahak dengan seramnya
"Hehehebebehe....memang hal itu paling bagus, bocah
keparat, hari ini aku akan suruh kau menderita kekalahan
secara puas lahir batin, kemudian aku akan menggantungmu
hidup-hidup diatas pohon agar ditonton semua orang!"
Dengan lemah gemulai Toan im siancu dihadapan Hui cha
cun cu, lalu serunya:
"Jika kau berani, mengganggu seujung ram butnya, Thia
Yong yang pertama-tama akan beradu jiwa paling dulu
denganmu, sampai wak tunya jangan salahkan lagi kalau nona
tidak mengenal ampun!"
Sambil berkata dia lantas menggeserkan ba dannya dan
berdiri disamping Suma Tbiau yu. Mencorong sinar bengis dari
balik mata Kiong Lui, sambil mementangkan mulutnya yang
lebar dia membentak:
"Lebih baik kalian bertiga maju bersama, dalam sepuluh
gebrakan bila aku gagal meng hancur lumatkan kalian, dengan
tangan terbuka lohu akan menghantar kalian pergi dari sini!"
Benar-benar suatu ucapan yang amat sesumbar.
Bayangkan saja ke tiga orang muda mudi itu adalah jago-
jago pilihan dari kaum muda, Thia si hengte (dua bersaudara
Thia) telah memperoleh warisan langsung dari Heng si cinjun,
sedangkan Suma Thian yu mendapat warisan keluarganya,
kesempurnaan mereka terhitung jagoan nomor wahid dikolong
langit.
Untuk bertarung satu lawan satu, mungkin saja mereka
masih belum sanggup, tapi kalau tiga orang bekerja sama,
belum tentu ia sanggup merobohkan mereka dalam sepuluh
gebrakan saja.
Diatas wajah mereka bertiga serentak terlintas perasaan
memandang rendah yang amat sinis.
Dalam sekilas pandangan saja Hui cha cun cu Kiong Lui
sudah dapat menembusi jalan pemikiran ke tiga orang
lawannya, mendadak ia melemparkan senjata Hou to pang
nya ke depan kaki Liat hwee siu Li Hiong, kemudian sambil
menggulung bajunya hingga nampak lengan yang kekar,
berbulu dan berotot besar itu, ia bersiap sedia melancarkan
serangan. "Perkataan seorang lelaki sejati berat bagaikan
bukit karang", dalam sepuluh gebrakan kemudian kalian pasti
akan mampus diatas genangan darah segar!
Suma Thian yu tidak banyak bicara, segera menghimpun
segenap tenaga dalamnya kedalam lengan, lalu sambil
menggunakan ilmu pukulan Tay cing to liong ciang ajaran
gurunya Put gho cu, dia membacok tubuh Kiong Lai dengan
jurus Ci kou thian bun (mengetuk pintu langit selatan).
Toan im siancu tidak ambil diam, dari samping ia
menyerang dengan jurus Im liong tham jiau (naga sakti
mementang cakar), ketika sampai ditengah jalan, dia
mengubah serangan pu kulannya menjadi cengkraman dan
mencengkeram belakang kepala lawan.
Hanya Thi pit suseng seorang yang tidak berkutik, dia
masih menanti serangan balasan dari Hui cha cun cu dengan
tenang, untuk kemudian melancarkan serangan dahsyat bila
kesempatan baik telah tiba.
Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu maupun Thia
Yong sesungguhnya cuma serang an tipuan belaka, sekilas
pandangan serangan mana kelihatannya cepat seperti
sambaran kilat, sesunguhnya dibalik ancaman mana
tersembunyi dua gerakan lain yang dipersiapkan untuk
mundur.
Benar-benar lihay Hui cha cun cu ini, agaknya ia telah
berhasil menebak jitu suara hati kedua orang lawannya,
menghadapi ancaman tersebut ia tidak menjadi gugup atau
panik.
Ditunggunya serangan lawan hampir menca pai tubuhnya
ketika secara tiba-tiba dia memutar tubuhnya melancarkan
serangan balasan, jurus serangannya ganas dan mengerikan,
seakan-akan dia bermaksud memanah dua ekor burung dalam
sekali bidikan.
serangan yang berkelebat secepat sambaran kilat, tahu-
tahu sudah tiba di depan Thia Yong.
Mendadak Thi pit suseng membentak nyaring, tubuhnya
menerobos masuk kedalam arena kemudian telapak
tangannya diayunkan ke muka membabat jalan darah Leng
tay hiat di punggung Hui cha cun cu.
Waktu itu sesungguhnya Hui cha cun cu Kiong Lui sedang
bersyukur karena serangannya akan segera berhasil mencapai
sasaran, mendadak dia merasakan tibanya desingan angin
tajam dari arah belakang, kenyataan tersebut kontan
membuatnya menjadi tertegun.
Berada dalam keadaan begini harus mengesampingkan
dulu kedua orang musuhnya yang berada didepan, ia
membalikkan badan dan melepaskan serangan balasan.
Serangan ini dilepaskan dalam keadaan gusar, tenaga
dalam yang disertakan benar-benar luar biasa dahsyatnya.
Ketika Thi pit suseng Thia Cuan termakan oleh sapuan
tangan pukulan itu, badannya sege ra mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, dadanya terasa sakit sekali,
sadarlah dia bahwa isi perutnya telah terbakar.
Masih untung Hui cha cun cu Kiong Lui masih teringat akan
sumber perguruannya serta hubungan-nya dengan Siau Wi
goan, coba kalau tidak begitu, asal dia menambah tenaga
serang annya dengan dua bagian tenaga saja, niscaya Thi pit
suseng sudah tewas seketika.
Begitu Thi pit suseng mundur kebelakang, kini didalam
arena tinggal Suma Thian yu serta Toan im siancu yang sudah
lelah karena kehabisan tenaga, tak selang dua gebrakan
kemudian, Toan im siancu mengalami nasib seperti
kakaknya, isi perutnya menderita luka dan roboh terduduk
diatas tanah.
Dengan demikian tinggal Suma Thian yu seorang yang
harus berjuang mempertahankan diri, diam-diam ia mengertak
giginya keras-keras, secara beruntun dia melepaskan tiga
buah serangan berantai masing-masing dengan jurus Kun kun
to coan ( Dunia diputar balik) Kui seng ti to (Bintang kejora
jatuh jumpalitan) dan Sian hong sau soat ( Angin berpusing
menyapu salju), semuanya merupakan jurus penolong dari
ilmu pukulan Tay cing to liong ciang.
Betapa hebatnya serangan itu bisa dilihat dari Hui cha cun
cu Kiong Lui yang tak berani menyongsong serangan itu
dengan kekerasan, secars beruntun dia mengegos sebanyak
tiga kali, kemudian melompat sejauh satu kaki lebih.
Tampaknya dari sepuluh gebrakan yang di janjikan kini
tinggal dua gebrakan lagi, bila Hui cha can cu Kiong Sui gagal
merobohkan musuhnya, terpaksa dia harus menghantar
lawan-lawannya ini untuk berlalu dari daerah terlarang itu.
Mendadak Hui cha cun cu Kiong lui berpekik nyaring,
tubuhnya melejit setinggi tiga kaki ketengah udara, bagaikan
seekor naga bengis meninggalkan samudra, dengan
membawa deruan angin puyuh dia menyambar keatas kepala
Suma Thian yu.
Thi pit suseng Thia Cuan yang menyaksikan peristiwa itu
segera melupakan tenaga dalam yang dideritanya, sambil
berpekik nyaring degan membawa luka dia menerjang ke arah
Suma Thian yu.
"Hiante, cepat mundur! Dia telah menggunakan Pek lek si
hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma)!"
Baru selesai Thi pit suseng berseru, di tengah angkasa
telah bergema suara geledek yang menggelegar dengan
nyaringnya.
Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepala, dia jadi
terperanjat, wajah berubah pucat, tak sempat memandang
sekejap lagi, dia sudah me lesat kesamping untuk
menghindarkan diri.
Disaat yang amat kritis inilah, ditengah udara
berkumandang pekikan nyaris yang memekakkan telinga, lalu
seperti sekilas cahaya yang membuyarkan awan hitam,
petikan nyaring ter sebut seketika itu juga menawarkan suara
gemuruh guntur yang mengelegar diangkasa.
Semua orang yang semula tertegun oleh suara guntur,
dengan cepat merasakan hatinya menjadi tenang kembali,
untuk sesaat mereka seperti melupakan tragedi yang sedang
terjadi didepan mata.
Ketika memandang lagi kearah Hui cha cun cu, seketika itu
dia sedang mengayunkan sepasang telapak tangannya dan
secepat kilat meng hantam tubuh Suma Thian yu, siapa tahu
pada saat itulah suatu kejadian aneh telah berlangsung.
Tampaknya suara pekikkan nyaring yang membetot sukma
itu telah mengacaukan pikiran Hui cha chun cu, tampak
tubuhnya buru-buru berjumpalitan di tengah udara, lalu
sepasang telapak tangannya segera ditarik kembali, seperti
barung yang hinggap dia atas tanah, dengan entengnya dia
melayang turun kembali kepermukaan tanah.
Sementara semua orang masih tertegun, sesosok bayangan
manusia nampak berkelebat lewat dari balik hutan, hanya
sekejap kemudian, tahu-tahu ditengah arena telah berdiri
seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan.
Heran! Mungkinkah suara pekikan tadi berasal dari bocah
lelaki yang masih ingusan ini?
Kalau memang begitu, bukankah bocah lelaki ini adalah
seorang bocah ajaib didunia ini?
Tapi rasanya hal ini mustahil, tak bisa masuk akal, hal ini
mana mungkin bisa terjadi? Seorang bocah lelaki yang masih
berusia sebelas dua belas tahunan, masih bersifat kekanak-
kanakkan, bagaimana mungkin bisa memiliki ilmu silat yang
begitu lihaynya?
Tapi cahaya kilat yang terlibat tadi sudah jelas merupakan
bayangan tubuh dari bocah ini selain dia siapa lagi?
Tampak sepasang kening bocah lelaki itu menonjol tinggi
sekali, dia sedang berdiri ber tolak pinggang sambil mencaci
maki:
"Kiong Lui, lagi-lagi kau membuat kejahat an disini",
seandainya aku tidak datang tepat waktunya, kembali ada jiwa
yang akan mela. yang disini, hmmm...! Apakah kau sudah
melu pakan dengan kata-katamu tempo hari...?"
Sungguh menggelikan sekali keadaan Hui cha cun cu Kiong
Lui yang telah berusia enam puluh tahunan itu, kalau tadi
sikapnya garang angkuh dan jumawa sekali, maka setelah
berjumpa dengan bocah lelaki itu, keadaannya berubah
seperti tikus berjumpa kucing, sikapnya menghormat dan
tunduk sekali.
Semua orang lantas mengalihkan perhatian nya kewajah
bocah itu, tampak dia mengena kan baju berwarna putih
bersih, rambutnya di gulung menjadi satu, matanya besar lagi
bulat, wajahnya menarik dan menyenangkan, kecuali itu tidak
terlihat sesuatu gejala lain yang istimewa.
Akan tetapi sikap Hui cha cun cu Kiong Lui bagaikan sedang
menghormati dewa pujaannya saja, dengan sikap yang amat
menghormati dia berkata:
"Sobat kecil, kenapa sudah lama kau tidak bermain kemari?
Lohu sangat rindu kepadamu!"
"Huuuuh, siapa yarng kesudian bermain disini?" Ibuku
bilang kau adalah telur busuk terbesar didunia ini, ia
melarangku bermain denganmu" sahut bocah lelaki itu terus
terang.
Suma Thian yu yang mendengar perkataan itu menjadi
amat geli sekali sehingga tak tahan ia tertawa terkekeh.
Mendadak bocah lelaki itu berpaling, sepasang matanya
melotot besar dan memancarkan sinar berkilauan.
"Benar-benar lihay sekali tenaga dalam orang ini, entah
bagaimana cara berlatih?" anak muda itu segera berpikir.
Sementara itu sibocah telah memperlihatkan dua baris
giginya yang putih bersih sambil menegur:
"Siapa yang bernama Suma Thian yu?"
Agak tertegun Suma Thian yu mendengar pertanyaan itu,
setelah termangu sesaat buru-buru sahutnya:
"Akulah orangnya"
Bocah lelaki itu segera mengamati Suma Thian yu sekejap,
kemudian katanya:
"Tak heran kalau ibuku mencarimu, nih! Disini ada sepucuk
surat untukmu, ambil dan bacalah sendiri!"
Suma Thian yu makin terperanjat lagi sete lah mendegar
perkataan itu, buru-buru dia menyambut surat itu dan dibuka
lalu dibaca isi-nya, diatas surat itu hanya tercantum beberapa
huruf yang berbunyi:
"Datanglah segera selesai membaca surat ini"
Dibawahnya tidak nampak tanda tangan atau kode tertentu
dari penulis surat itu.
Dengan wajah termangu Suma Tnian yu mengawasi wajah
si bocah itu lekat-lekat, pelbagai ingatan segera berkecamuk
didalam be naknya membuat dia terasa pusing umuk
memikirkannya.
Siapakah bocah ini? Siapa pula ibunya?
Ada urusan apa dia khusus datang kesitu untuk
mencarinya?
Siapa musuh besanya? Apa sangkut pautnya dengan
dirinya?
Serentetan pertanyaan tersebut membuat Suma Thian yu
menjadi sangat murung dan tak tahu apa yang mesti
dilakukan, untuk sesaat dia menjadi gelagapan hingga tak
sepatah katapun sanggup diutarakan.
Sambil tertawa cekikikan bocah lelaki itu segera menegur:
"Bila kau selesai membaca, mari kita segera berangkat!"
"Tolong tanya sobat kecil, kita akan kemana?" Suma Thian
yu segera bertanya:
"Tentu saja ke rumahku!"
Sambil menyahut bocah itu segera menarik tangan Suma
Thian yu dan siap berlalu dari situ.
Mendadak terdengar Hui cha cun cu Kiong Lui membentak
keras:
"Tungqu sebentar! Sobat kecil, dia masih berhutang kepada
lohu....!"
Bocah lelaki itu segera berpaling, mencorong sinar tajam
dari matanya, setelah menatap sekejap wajah Kiang Lui
dengan gusar, serunya kembali:
"Kau kuatir tidak bisa menagih kembali? Hutang apa sih?
Biar aku saja yang membayarkan baginya"
"Oooh, tidak, tidak!" Hui cha cun cu segera menampik, asal
sobat kecil telah mengambil alih hutang tersebut, tentu saja
lohu tak bisa berkata apa-apa lagi, sekembalinya kerumah
nanti, sampaikan salamku untuk ibumu!
Bocah lelaki itu mendengus dingin, ia segera berlalu
meninggalkan hutan tersebut.
Tiba-tiba dua bersaudara Thia berpekik nysring, kedua
orang itu segera melompat ke depan dan menghadang jalan
pergi bocah itu.
Sambilmenjura Th i pit suseng Thia Cuan segera menegur:
"Tolong tanya sobat cilik, siapa namamu dan dimana
rumahmu?"
Dengan tak sadar bocah lelaki itu menukas:
"Kau takut aku akan melalapnya hidup-hidup? Paling cepat
sebulan paling lambat dua bulan, tanggung dia dapat
berjumpa lagi dengan kalian berdua"
Walaupun usia bocah lelaki ini masih muda, namun caranya
berbicara seperti orang dewasa, sehingga dua bersaudara Thia
pun turut merasa keheranan.
Dengan cepat Toan im-siancu Thia Yong bertanya:
"Dimanakah rumah kediamanmu?"
Kali ini si bocah lelaki itu tertawa cekikikan.
"Tak usah kuatir, bukan aku yang berhak menjadi mak
comblang, dua bulan kemudian dia pasti akan mengunjungi
kalian berdua di bukit Kun san telaga Tong ting ou".
Begitu bocah lelaki itu selesai berkata, se lembar wajah
Toan im-siancu Thia Yongpua turut berubah menjadi merah
padam seperti apel yang masak, dia lantas mendesis dan
berseru sambil melotot:
"Hmmm, tampaknya kau mencari penyakit!"
Sambil berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya
menghantam wajah bocah lelaki itu.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera
berseru dengan amat gelisah:
"Nona Thia......"
Belum habis dia berkata, bocah lelaki itu telah membentak
pula dengan suara keras:
"Ayo berangkat! Tempat ini bukan tempat yang aman"
Kalau dibicarakan sesungguhnya sukar masuk diakal, Suma
Thian yu hanya melihat bocah kecil itu mengangkat
lengannya, tahu-tahu seluruh badan Toan im siancu sudah
melayang ditengah udara seperti selembar daun yang ter
hembus angin puyuh, tahu-tahu ia sudah dikirim ke sisi badan
kakaknya...
Dengan demikian, kendatipun Toao im sian cu Thia Yong
lebih bina1 dan wataknya lebih aneh pun, mau tak mau dia
harus merasa kagum dan tunduk terhadap bocah itu.
Buru-buru dia memberi tanda kepada kakaknya dan berlalu
dari situ.
Melihat kejadian tersebut, wajah bocah lelaki itu nampak
berseri, dia memarik tangan suma thian yu dan menembusi
hutan itu.
Kali ini mereka tidak bergerak ke arah bukit Han-san
melainkan justru berbalik ke jalan kecil, semua jalanan yang
mereka lalui sebagian besar adalah jalan perbukitan yang
sempit dan curam.
Untung saja Suma Thian yu memiliki ilmu silat yang hebat.
Ilmu meringankan tubuhnya pun amat sempurna, dengan
begitu dia masih bisa membuntuti selalu lima langkah di
belakang bocah lelaki itu.
Sekarang Suma Thian yu baru benar-benar dapat
menyaksikan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki bocah lelaki itu, jangan dilihat bocah itu bergerak
dipaling de pan, namun langkahnya enteng dan cepat hing ga
kalau dilihat dari tempat kejauhan, sepa sang kakinya seakan-
akan tidak menempel di atas tanah.
Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang,
pikirnya:
"Diluar langit masih ada langit, diatas ma nusia masih ada
manusia, tampaknya soal ilmu silat memang tiada tara
dalamnya"
Apa yang di katakan orang kuno memang tidak salah,
setinggi-tingginya sebuah bukit, tentu ada bukit lain yang jauh
lebih tinggi, selihay-lihaynya kepandaian seseorang, sudah
pasti ada orang lain yang jauh lebih lihay daripadanya.
Bayangkan saja berapa usia bocah lelaki yang masih bau
kencur ini? Tapi dalam kenyataan-nya, baik ilmu lwekang,
gwakang maupun ginkang semuanya telah mencapai puncak
kesem purnaan, sekalipun sejak berada dalam kandungan
ibunya dia sudah mulai melatih diri, belum tentu kepandaian
silatnya bisa mencapai tingkatan demikian hebatnya.
Bila ditinjau dari kepandaian silat yang di miliki bocah ini,
bisa dibayangkan pula sampai dimanakah taraf kepandaian
silat yang di miliki ibunya? Tapi dalam dunia persilatan belum
pernah terdengar nama seorang jagoan perempuan semacam
itu, siapakah dia?
Sambil berlarian menempuh perjalanan be nak Suma Thian
yu dipenuhi oleh pelbagai per soalan yang memusingkan
kepalanya, terutama sekali dalam surat tersebut tidak
dicantumkan nama maupun tanda tangan, mungkinkah bocah
ini salah mencari orang?
Malam itu udara gelap gulita, tiada rembulan, hanya
bintang yang betebaran memenuhi angkasa.
Walaupun Suma Thian yu memiliki kepandaian untuk
melihat dalam kegelapan, tapi saat itu dia tak sanggup melihat
pemandangan yang berada satu kaki dihadapannya, hal ini
membuat hatinya diam-diam merasa amat gelisah.
Sebenarnya dia ingin bertanya kepada bocah itu ke
manakah mereka hendak pergi, tapi dia pun kuatir
ditertawakan oleh pihak lawan, padahal kalau tidak ditanyakan
hatinya terasa amat kesal dan gugup.
Mendadak bocah lelaki yang sedang berlarian di muka
berpaling seraya berseru:
"Sudah hampir sampai, bagaimana kalau kita mempercepat
sedikit perjalanan kita?"
Selesai berkata, tanpa menunggu persetujuan dari Suma
Thian yu lagi dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan
berganti gerakan tubuh, kali ini dia menempuh perjalanan
dengan meng gunakan ilmu meringankan tubuh Pat pah kan
cian (delapan langkah mengejar comberet).
Tentu saja Suma Thian yu tak berani berayal pula, buru-
buru dia menghimpun tenaga murnuinya dan
mengembangkan ilmu meringankan tubuh Leng kong siu tok
yang sangat lihay itu, bagaikan peluru yang melejit kedepan,
ia mengejar lawannya dengan ketat.
Tiada hentinya bocah lelaki didepan itu ber paling dan
melihat apakah Suma Thian yu ber hasil menyusulnya atau
tidak, namun sepanjang jalan dia tak pernah berbicara lagi
walau se patah kata pun, hal mana semakin menambah
misteriusnya suasana.
Setelah menempuh suatu perjalanan yang cukup panjang,
menembusi beberapa bukit, entah oerapa jauh sudah mereka
berjalan akhirnya terdengar bocah lelaki itu bersorak gembira:
"Sudah sampai, didepan sana adalah rumahku"
000O000
WAKTU ITU Suma Thian yu sudah kehabisan tenaga,
dengan badan lemas, napas tersengkal-sengkal, seluruh
badannya basah kuyup oleh keringat, membuatnya untuk
sesaat tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Menyaksikan keadaan itu, si bocah lelaki itu segera berkata
sambil tertawa cekikikan:
"Tampaknya aku telah membuatmu kepayahan, padahal
waktu kedatangan kita masih terlambat setengah kentongan
daripada waktu telah kutetupkan sebelumnya!"
Ucapan tersebut tak ubahnya menyindir ketidak becusan
Suma Thian yu dalam melakukan perjalanan, kontan saja
paras muka anak mu da itu berubah menjidi merah sebentar,
hijau sebentar, panas sebentar, dingin sebentar, rasanya tak
terlukiskan dengan kata kata.
Sedemikian jengahnya pemuda itu, sehingga seandainya
disana terdapat sebuah lubang gua, niscaya dia sudah
menerobos masuk ke dalam untuk menyembunyikan diri.
Dengan cepat dia berpaling ke arah puncak bukit didepan
sana, mendadak ia tidak menjumpai rumah seperti yang
dikatakan bocah uu, kecurigaan segera timbul, sambil meman
dang wajah si bocah itu tanyanya agak terdengung:
"Sobat cilik, dimana rumahmu?"
"Itu dia, dibelakang bukit sana" jawab si bocah sambil
menunjuk kedepan sana.
Suma Thian yu melihat tempat yang ditunjuk adalah bukit
didepan sana, hatinya lantas menjadi lega, akan tetapi
sewaktu tidak menjum pai jalan tembus disitu, keningnya
lantas ber kerut dan wajahnya memperlihatkan rasa ke
sulitan.
Ternyata antara tempat dimana mereka ber ada sekarang
dengan bukit yang berada dise berang sana dipisahkan oleh
sebuah jurang yang lebarnya kurang lebih tiga puluh kaki,
jangankan manusia, sekalipun binatang juga belum tentu bisa
melampauinya.
Orang hanya mungkin mencapai puncak seberang bila dia
menuruni lembah jurang itu le bih dulu, atau bila dia bersayap
dan sanggup terbang melampauinya.
"Bagaimana cara kita menyeberang kesana?" dengan
perasaan tercengang akhirnya Suma Thian yu berseru.
"Tentu saja ada caranya, harap kau kau jangan kelewat
terburu napsu" sahut si bocah cepat.
Diam-diam Suma Thian yu berpikir lagi:
"Kau punya cara apa? Memangnya bisa ter bang
menyeberangi jurang ini? Kalau memang demikian, bukankah
dia sudah menjadi dewa bukan manusia lagi...?"
Sementara itu terdengar sibocah sedang ber gumam
seorang diri.
"Ing ji memang cukup binal, tahu kalau aku bakal datang
terlambat, dia tak mau menunggu aku sebentar lagi, hmmm,
sebentar aku harus menghukum dia"
Ketika Suma Thian yu mendengar dikebut kannya nama
"Ing ji", dia semakin keheranan, segera pikirnya lagi:
"Mungkinkah bocah lelaki ini masih mempunyai seorang
adik perempuan yang lebih kecil?"
Sementara dia masih berada dalam keadaan bingung dan
tidak habis mengerti...
Mendadak bocah kecil itu berpekik nyaring kearah bukit
disebrang sana, suara pekikannya amat nyaring memekikan
telinga, seperti suara genta dari kuil yang menggaung
diseluruh tanah perbukitan, nyaring, keras dan mengagumkan.
Cukup dilihat dari kemampuannya berpekik nyaring, jika
seseorang tidak memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh
tahun hasil latihan, jangan harap ia bisa berbuat demikian.
Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang, suatu
perasaan rendah diri segera muncul dihati kecilnya.
Begitu suara pekikan tersebut sirap, dari seberang bukit
sana berkumandang suara pekikan burung hong, kemudian
tampak seekor burung raksasa berwarna hijau terbang
mendekat.
Dengan cepat Suma Thian yu menjadi mengerti, rupanya
yang dimaksudkan sebagai "Ing-ji" adalah burung yang
sedang melintasi jurang sekarang, atau dengan perkataan
lain, burung tersebutlah sebagai sarana angkutan untuk
menyeberangi jurang itu.
Dalam waktu singkat burung yang berwarna warni itu
sudah melintasi dua buah puncak bukit, tampaknya ia seperti
ada maksud untuk mempermainkan si lelaki tersebut, sambil
terbang merendah dan berputar beberapa kali, dia berkaok
tiada hentinya.
Menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan geli bercampur
mendongkol bocah itu membentak:
"Ing-ji, waktu sudah siang, mengapa kau tidak segera
turun? Apakah kau menunggu sampai kubekuk batang
lehermu nanti?"
Ing ji masih saja berkaok sambil putar kian kemari,
tampaknya ia makin sengaja tak mau melayang turun
kebawah. Akhirnya dengan marah bocah itu berteriak: "Jika
kau tidak turun lagi, lihat saja nanti sekembalinya dari sini
akan kulaporkan kepada ibu agar kau dihukum!" Menurut
aturan, Ing ji pasti akan menuruti perkataan itu dan melayang
turun kebawah, sekalipun dia hendak berubah, paling tidak
ulahnya tak akan sampai menggusarkan majikan mudanya.
Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang cerdas, ia
segera merasakan ada sesuatu yang tak beres, sepasang
matanya yang tajam dengan cepat menyapu sekejap sekitar
sana, akhirnya dia menjerit kaget:
"Aaaah, coba lihat, apakah itu?"
Mendengar seruan tersebut, si bocah itu segera berpaling,
paras mukanya kontan berubah.
Ternyata diatis batang pohon raksasa dibelakang mereka
berdua, melingkar seekor ular raksasa sebesar baskom,
kepalanya berbentuk segitiga, sepasang matanya seperti
lampu lentera dan memancarkan cahaya bengis, kalau dilihat
dari sikap dan gayanya, tampaknya ular itu sudah bersiap
sedia melancarkan sergapan kearah mereka berdua.
Dengan marah bocah itu segera membentak:
"Rupanya binatang keparat ini yang sedang mengacau, tak
aneh kalau Ing-ji tak berani turun kebawah..."
Sambil berkata telapak tangan-nya segera diayunkan
kedepan menghantam ular beracun itu, angin pukulan yang
menderu-deru langsung menghajar tubuh binatang tadi.
Siapa tahu ular beracun itu amat cekatan, dia segera
miringkan kepalanya menghindarkan dirinya dan menyusul
kemudian sambil mementangkan mulutnya dia menyemburkan
segumpal kabut tebal.
"Hati-hati ada racunnya" Suma Thian y menjerit kaget, lalu
sambil mencabut keluar pedangnya serunya lagi kepada bocah
itu, "sobat kecil, seranglah dia agar menjadi marah, tapi hati-
hati dengan semburan udara beracun-nya"
Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil anti racun
dan menyerahkan sebutir kepada si bocah sebelum sebutir
yang lain ditelan ke perut, kemudian dia baru menjejak tanah
melejit ke udara, dari atas dahan pohon itulah dia
mengayunkan pedangnya membacok ekor ular rersebut.
Si bocah yang berada dibawah segera mele paskan pukulan
dahsyat pula ke atas kepala ular beracun itu setelah
menyaksikan Suma Thian yu turun tangan.
Menghadapi ancaman dari muka dan belakang, ular
beracun itu berpekik marah, matanya yang buas makin
memancarkan sinar tajam, tanpa perdulikan ancaman
terhadap ekornya, "Weesss" mendadak ia melejit ke depan
dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busjrnya, lalu mementangkan mulutnya lebar-lebar dan
menyemburkan kabut beracun yang berbau busuk.
Mimpipun si bocah itu tak menyangga kalau ular beracun
itu tidak takut dengan ancaman pukulannya, begitu terkena
semburan kabut beracun tersebut, kendatipun ia sudah
menelan pil anti racun, toh kepalanya terasa pusing juga,
dengan sempoyongan tubuhnya mundur ke belakang.
Disaat pikiran si bocah sedang bercabang inilah, secepat
angin ular beracun itu mener jsng ke depan.
Bocah lelaki itu menjerit kaget, lalu mundur ke belakang.
Lihay sekali ular beracun itu, ekornya segera disapu
kedepan dan mentalkan tubuh bocah itu.
"Blaaam!" bocah itu segera terbanting keras-keras diatas
tanah, mssih untung tempat dimana ia terjatuh adalah tanah
berumput, kalau tidak, niscaya pantatnya akan robek.
Sementara itu, Suma Thian yu telah menerjang kebawah
berbareng dengan kebasan ekor ular beracun itu, pedangnya
langsung menembusi punggung binatang itu.
Sepantasnya dengan tertusuknya punggung si ular, paling
tidak binatang itu, akan terluka, namun kenyataannya bukan
sajs tidak mati malahan justru menimbulkan sifat buas dan
garang dari ular raksasa tersebut.
Terdengar ular raksasa itu berpekik kesakitan, tubuhnya
bergulingan diatas tanah, ekornya dikibaskan keatas dan
segera menggurung ke tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi ancaman tersebut, Suma Thian yu berlagak
seolah-olah tidak melihatnya, secara berputar dia
melepaskan tiga buah tusukan berantai yang semuanya di
tujukan kebagian mematikan ditubuh sang binatang.
Dengan kejadian ini, sifat buas si ular raksasa itu makin
menjadi, sambil mementangkan taringnya dia menyemburkan
kabut beracun yang makin tebal mengurung seluruh tubuh
anak muda tersebut.
Suma Thian yu makin menggila, secara beruntun dia
melepaskan tujuh delapan buah serangan tubuh ular itu.
Termakan oleh bscokan pedang Kit Hong kiam yang tajam,
seketika itu juga si ular beracun itu terbelah menjadi tiga
bagian, tetapi ular itu belum mati juga.
Padahal berada dalam keadaan seperti ini, asal bagian
"tujuh inci" dari ular yang mematikan itu kena di gencet,
niscaya ular beracun itu akan mati seketika.
Sayang Suma Thian yu merasa asing terhadap keadaan
semacam itu, dia tidak mengerti rahasia tersebut, oleh sebab
itu dia harus menggorbankan tenaganya untuk berjuang mati
matian.
Akibatnya bukan saja dia gagal membinasakan ular beracun
itu, malah sebaliknya karena kelewat lama terkurung oleh
kabut beracun si ular, meluruh tubuhnya menjadi kaku dan
akhir nya jatuh tak sadarkan diri.
Begitu dia roboh kebetulan tubuhnya jatuh vdiatas perut
ular itu, dengan cepat si ular raksa sa itu membalikkan badan
sambil mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam
tubuh anak muda tersebut.
Disaat yang amat kritis inilah, menndadak dari tengah
udara berkumandang suara pekikak burung hong yang amat
nyaring. si Ing-ji me nutup kembali sepasang sa yapnya dan
secepat kilat menukik kebawah serta menotol bagian "tujuh
inci" dari ular beracun itu.
Sementara itu ular beracun itu sedang memusatkan
perhatiannya untuk menelan Suma Thian yu, mimpipun dia tak
menyangka kalau "Belalang menubruk comberet, burung nuri
mengincar dari belakang" tiba-tiba saja bagian dari "tujuh inci"
nya terasa amat sakit, darah sege ra menyembur keluar dari
mulutnya, lalu sete lah mengejang beberapa saat, tubuhnya
roboh menindih diatas badan Suma Thian yu.
Ular beracun itu paling tidak berbobot lima ratus kati lebih,
begitu jatuh menindih badan Suma Thian yu yang sedang
pingsan, si anak muda itu segera muntah darah segar.
Ing-ji seperti pahlawan yang menang perang segera
mentangkan sayapnya terbang keangkasa dan berpekik
kegirangan.
Dalam pada itu, si bocah lelaki tersebut sudah mengatur
napas dan mendesar keluar hawa beracun yang mengeram
didalam tubuhnya, melihat si ular raksasa tersebut menindih
diatas badan Sumi Thian yu, dengan cepat dia memburu
mendekat, lalu bekerja keras menyingkirkan bangkai ular
raksasa itu. Kemudian dia memanggil Ing ji, membopong
tubuh Suma Thian yu keatas punggung ular itu dan diiringi
pekikan nyaring, Ing-ji menye berangkanmereka kepuncak
sebelah depan. Selama ini Suma Thian yu berada dalam
keadaan tidak sadar, bagaimanakah cara mereka
menyeberangi jurang tersebut, boleh dibilang dia sama sekali
tidak tahu. Tatkala pemuda itu sadar kembali dari pingsan-
nya, dia merasakan tubuhnya sudah dibaringkandidalam
sebuah rumah kecil yang rapat dan tak tembus angin. Dengan
cepat dia melompat bangun, tapi kepalanya terasa pusing
sekali, dia segera roboh dan tertidur kembali.
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, dia seperti
mendengar pintu kamar dibuka orang, lalu bocah lelaki itu
berjalan ke dalam ruangan.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya, ternyata
bocah lelaki itu adalah bocah yang membawanya ke sana.
Maka sambil memaksakan diri untuk duduk, segera
tegurnya:
"Tolong tanya dimanakah aku sekarang?"
"Di rumahku!" sahut bocah itu sambil membelalakkan
matanya lebar-lebar.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" kembali Suma Thian yu
bertanya?"bagaimana caraku menyeberang ke mari?"
Bocah lelaki itu tertawa cekikikan.
"Ing-ji yang membopongmu kemari"
"Oooh" sambil berkata Suma Thian yu beru saha untuk
bangkit berdiri.
Siapa tahu begitu ia berdiri, seketika itu juga kepalanya
terasa pusing sekali, ia menjadi sempoyongan dan hampir saja
roboh ter jengkang keatas tanah.
Buru-buru bocah lelaki itu memayangnya lalu berseru
dengan cemas:
Hawa racun yang mengeram dalam tubuh mu belum
hilang, lebih baik berbaringlah dulu, ibuku segera akan tiba"
Suma thian yu menurut dan membaringkan tubuhnya lagi,
pada saat itulah tirai pintu ter singkap dan masuk seseorang.
Suma Thian yu merasakan pandangan msta nya menjsdi
silau, tahu-tahu seorang perempuan cantik jelita telah berdiri
dihadapannya.
Suma thian yu merasakan pandangan mata nya menjadi
silau, dengan cepat dia amati perempuan itu lebih seksama.
Ternyata perempuan itu berusia tiga puluh tahunan,
berwajah bulat telur, beralis lentik, bermata jeli, hidung
mancung dan bibir yang kecil mungil, ia benar-benar cantik
sekali. Dengan cepat dia menyadari kalau perempuan
cantik jelita ini tak lain adalah 'ibu' yang dimaksudkan
bocah lelaki itu.
Buru-buru dia melompat bangun sambil menjura.
"Berkat pertolongan anda, aku merasa berterima kasih
sekali".
Perempuan cantik itu tertawa hingga nampak sepasang
lesung pipinya yang indah, katanya:
"Berbaringlah lebih dulu. bila ada persoalan lebih baik kita
bicarakan nanti saja". Kemudian kepada si bocah katanya
pula: "Liong ji, cepat ambil kuah jinsom itu dan bawa kemari".
Liong-ji segera berlalu dengan cepat, tak selang berapa
saat kemudian dia sudah muncul kembali dalam ruangan
dengan membawa se mangkuk kuah jinsom.
Perempuan cantik itu menerima mangkuk tersebut dan
segera disuapkan kemulut Suma Thian yu, kemudian sambil
menyuruh pemuda itu ber baring kembali, tangannya yang
halus, lembut dan hangat itu ditempelkan diatas dadanya,
segulung hawa murni lantas menyusup masuk ke dalam
tubuhnya.
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak Suma thian
yu merasakan ada segulung hawa panas mengalir melalui
dada dan terus masuk ke pusar, kemudian mengalir ke
sepasang kakinya sedang dari sepuluh jari kakinya terbuang
keluar.
Tak selang beberapa saat kemudian, Suma Thian yu
merasakan semangatnya berkobar kembali, ia merasa sesar,
terutama kuah jinsom yang barusan diteguknya kini sudah
mulai menyebar keseluruh hadan, tubuh yang semula
lemahpun kini telah pulih kembali.
Selama hidup belum pernah Suma Thian yu menjumpai
cara penyembuhan semacam ini, dari sini dapat ditarik
kesimpulan kalau tenaga dalam yang dimiliki perempuan
cantik ini benar-benar telah mencapai puncak
kesempurnaannya.
Ketika Liong ji menyaksikan mukanya berubah menjadi
merah dadu, sadarlah dia kalau hawa racunnya telah punah,
dia bersorak gembira dan lari menghampiri ke sisi Suma Thian
yu, serunya sambil menarik tangan anak muda itu:
"Terima kasih langit, terima kasih bumi akhirnya kau toh
sembuh kembali, ayo bangun. Mari kita bermain-main diluar
sana"
"Liong-ji!" perempuan cantik itu segera membentak, "jika
kau nakal lagi, hati-hati kalau lbu menghajarmu, kini
kesehatan badan siauhiap baru saja pulih, dia harus
beristirahat be berapa hari lagi sebelum benar benar sembuh"
Liong ji menjulurkan lidahnya sambil membuat muka setan,
lalu, secara diam-diam menyingkir kesamping perempuan
cantik itu dan tak berani berbicara lagi.
Sambil tersenyum perempuan cantik itu berkata lagi kepada
Suma Thian yu:
"Tahukah kau apa sebabnya kuundang kemari?"
Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.
"Boanpwe tidak tahu, harap diberi petunjuk"
"Kau merasa keheranan bukan? Apa sebab nya tanpa
sebab tanpa musabab Liong ji mengundangmu berkunjung ke
gua Hui liong tong?"
Berbicara sampai dlsitu, perempuan cantik itu lantas
menuding kearah Liong ji seraya berkata:
"Dia adalah putraku, Gak Kun liong, bocah ini mengikuti
nama marga orang tuaku"
Suma Thian yu hanya mendengarkan dengan tenang,
sedang dihati kecilnya merasa keheran sebab sudah setengah
harian lamanya perempuan cantik itu berbicara, namun dia
belum pernah menyinggung tentang alasannya mengundang
ia kesitu.
Agaknya perempuan cantik itu dapat menebak suara hati
orang, dia dapat menangkap kecurigan dalam hati kecil Suma
Thian yu, maka ujarnya lagi:
Jilid : 12
Pernahkah kau mendengar nama Kau ih li (perempuan
berbaju putih)...
"Boanpwe berpengetahuan cetek, tidak me ngetahui
tentang nama tersebut..." sahut pe muda itu cepat.
"Tentu saja kau tak mengetahui, orang per silatan pun
jarang sekali mengetahui nama ter sebut, Kau ih li adalah
julukanku ketika aku masih melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan dulu. Dua puluh tahun berselang, aku pernah
melakukan pengembaraan didunia persi latan serta melakukan
beberapa macam peker jaan yang menggemparkan
masyarakat, tapi akhirnya aku dibelenggu oleh suatu
persoalan yang mana membuatku putus asa sehingga akhir
nya balik kebukit ini".
Setelah berhenti sejenak, perempuan itu berkata lebih
jauh:
"Sejak itu aku bersumpah tak akan turun gunung lagi,
suhuku pun memperingatkan kepadaku agar tidak meninggal
gua ini lagi, sebab mendapat pukulan batin yang berganda
datang nya ini, seluruh pikiran dan perhatianku hana
kucurahkan untuk mendidik Liong-ji, kini ilmu silat yang
dimiliki Liong-ji sudah mencapai delapan sembilan bagian
kepandaianku, yang masih kurang baginya hanya pengalaman
serta kesempurnaannya belaka"
"Berapa hari berselang, kebetulan guruku berpesiar kemari,
dia telah meninggalkan beberapa tugas kepadaku yang
mengatakan bahwa berapa hari lagi akan lewat seorang yang
ber nama Suma Thian yu hendak pergi ke bukit Han san, aku
ditugaskan untuk menahanmu lama berapa hari di sini...
Sedang mengapa sebabnya dia orang tua datang kemari
aku sendiripun kurang begitu jelas"
Beberapa patah perkataan itu semakin membuat Suma
Thian yu keheranan, akhirnya dengan perasaan tercengang
dia bertanya:
"Tolong tanya cianpwe, siapakah nama guru mu itu?"
Hui Hong tongcu( pemilik gua naga terbang) perempuan
berbaju putih Gak Say bwee menyahut:
"Dia bernama Cang liong, orang persilatan menyebutnya
sebagai Cang Iiong lo sian jin" Begitu mendengar nama
julukan tersebut kontan saja Suma Thian yu berseru tertahan:
"Oooh..... rupanya tokoh persilatan itu" Ternyata Cang liong lo
sian jin adalah se orang pendekar aneh yang sudah termashur
dan menggemparkan dunia persilatan sejak enam puluh tahun
berselang, berbicara soal tingkatan kedudukannya dalam
dunia persilatan serta soal tingkatan ilmu silatnya, mungkin
tiada orang yang bisa menandingi kelihayannya.
Lo sianjin ini sudah berusia seratus tahun lebih, dia pun
sudah amat menguasai ilmu aga ma Buddha maupun ilmu
silat, kepandaian silat yang dimilikinya begitu sempurna
hingga dalam sekali kebasan tangannya saja, dia mampu
untuk membunuh orang dari jarak sepuluh kaki, meniup patah
ranting pohon dari jarak jauh, menotok jalan darah diudara
kosong dan melukai orang dengan pedang terbang.
Sewaktu dia berhasil membunuh Cuan San ji sat (dua
malaikat bengis dari bukit Cuan san) dilembah Cui im kok
bukit Lu san dengan pe dang terbangnya, oleh umat persilatan
dia di sebut sebagai dewa pedang nomor wahid dari dunia
persilatan.
Selama hidupnya Cang liong Lo-Sianjin ha nya menerima
seorang murid saja yakni Hui liong tongcu, konon dia masih
mempunyai hu bungan famili dengan Lo-sianjin tersebut, soal
apakah hubungan mereka itu, tidak seorang manusiapun yang
tahu.
Hui liong Tongcu Gak Say-bwee adalah se orang
perempuan yang gemar akan ketenangan oleh sebab itu
semua pekerjaan yang dia laku kan tak pernah disinggung
kepada orang lain, semuanya dikerjakan secara diam-diam
tanpa menimbulkan berita, keadaannya ibarat 'naga sakti yang
nampak kepalanya tak kelihatan ekornya'.
Orang persilatan yang tahu kalau dalam
dunia persilatan terdapat seorang Pendekar perempuan
yang bernama Kau ih li, merekapun tahu kalau pendekar
perempuan itu suka meno long orang tanpa pamrih, karena
mereka hanya tahu nama tak parnah melihat orangnya, oleh
sebab itu semua orang hanya menyebut nya sebadai Kau ih li.
Kau ih li Gak Say-bwe pernah terlibat dalam jaring
percintaan, siapa tahu setelah melahir kan Liong-ji, suaminya
mati karena sakit, di tambah pula dia memang sudah bosan
berkelana didalam dunia persilatan, maka dia lantas
mengundurkan diri dari keramaian dunia dan kembali kegua
Hu liong tongnya ini.
Itulah sebabnya diantara orang persilatan, kecuali beberapa
orang tokoh silat dari angkat an tua, pada hakekatnya tak
seorangpun yang mengetahui asal usulnya yang sebenarnya.
Dari gurunya Put Gho cu, Suma Thian yu mendapat tahu
kalau dalam dunia persilatan ter dapat seorang pendekar aneh
yang bernama Cong liong Lo sianjin, oleh karena itu setelah
mengetahui nama dari gurunya Hui liong Tong cu, dia
merasakan hatinya bergetar keras, tan pa terasa diapun
mempunyai penilaian yang berbeda lagi terhadap perempuan
cantik itu.
"Tak heran kalau Liong-ji dengan usianya yang masih
begitu muda ternyata memiliki ke pandaian silat yang luar
biasa, ternyata ibunya adalah anak murid dari Cang liong lo
sianjin demikian ia berpikir.
Sementara Suma Thian yu masih berbincang-bincang
dengan mereka ibu dan anak, mendadak dari depan sana
berkumandang beberapa kali suara pekikan burung hong.
Dengan cepat Hui liong tongcu Sak Say hwe berseru:
"Liong ji, ada tamu agung tiba, cepat keluar dan
menyambut kedatangannya"
"Gak Kun liong segera menarik langan Suma Thian yu
sambil berseru:
"Engkoh Thian yu, bagaimana kalau kau ikut aku?"
Hui liong Tongcu Gak Say hwee segera tertawa geli,
serunya:
"Tampaknya kau sudah memperoleh rekan yang cocok,
kalau begitu ajaklah dia serta"
Suma Thian yu segera melompat bangun, rasa pening yang
semula mendarat di kepalanya kini tersapu lenyap, setelah
menjura kepada Hui liong tongcu, katanya:
"Terima kasih banyak cianpwe atas pengobatanmu!"
"Pergi, pergi, orang sudah hampir tiba didepan gua!" desak
Gak Say hwee cepat.
Agaknya Gak Kun liong seperti amat terbu ru-buru, sambil
menarik tangan Suma Thian yu, seperti segulung angin puyuh
dia lari ke arah mulut gua....
Belum lagi mereka berdua sampai di mulut gua, dari luar
sana kedengaran suara serak se orang tua sedang berseru:
"Tamu agung sudah datang, masih belum ada orang yang
datang menyambut, beginikah cara si hwesio gundul itu
mengajarkan kalian menerima tamu...?"
Begitu mendengar suara tersebut, Gak Kun Hong segera
berteriak:
"Aai, rupanya si pengemis tua yang datang!"
Sambil berseru dia lantas memburu kemulut gua.
Baru saja mereka berdua meninggalkan gua, tampak
bayangan manusia depan mata, tahu-tahu seorang pengemis
tua sudah muncul dihadapan mereka.
Begitu melihat paras muka pendatang itu, Suma Thian yu
turut berteriak keras:
"Oooh, rupanya Wi Lo-cianpwe yang datang". Siapa
sebenarnya yang telah datang? Dia memang tak lain adalah
Siau yau kay (penge mis yang suka pelancongan) Wi Kian
yang su dah menggetarkan seluruh dunia persilatan!
Dengan wajah cemberut, tanpa memandang sekejap pun
kearah Suma Thian yu, pengemis itu langsung mencengkeram
arah baju Gak Kun liong, kemudian mencaci maki kalang kabut
"Bocah cilik! Apa yang pernah aku si pengemis tua katakan
kepadamu? Setelah mendengar suaraku, mengapa kau masih
bersembunyi disini, apakah kau takut kulalap dirimu?"
"Oooh....engkoh pengemis, kau jangan marah, hadiah yang
kau janjikan untukku sudah kau bawah belum?" tegur Gak
Kun liong sambil tertawa cengar cengir.
Begitu mendengar ucapan mana, Siau yau kay Wi Kian
segera melepaskan cengkeraman-nya dan bergumam sambil
menepuk kening sendiri:
"Aduh celaka, sudah setua ini, kenapa aku begitu pelupa?"
"Waaah... tidak bisa jadi, tidak bisa jadi, kau membohong
saja, aku tak akan memper kenankan kau masuk.
Siau yau Kay Wi Kian menjadi amat gelisah, kembali dia
berseru:
"Bocoh cilik, kau harus menunggu dengan sabar, baiklah,
aku si pengemis akan pergi dulu, pasti akan kubawa
hadiahnya bila datang lagi nanti...."
Sambil berkata, dia lantas membalikkan badan siap berlalu
dari tempat itu.
Menyaksikan kejadian ini, dengan gugup Gak Kun liong
mencegah:
"Tak usah, tak usah, pokoknya lain kali mesti kau ingat
baik-baik, ibu sedang menung gu kau di dalam, masuklah
kedalam"
Sambil mengangkat bahu, Siau yau kay wi Kian membuat
muka setan, kemudian katanya lagi sambil membalikkan
badan:
"Tak usah yaa tak usah, lain kali aku si pengemis tua tentu
akan mengintai baik-baik" Selesai berkata dia lantas berjalan
menuju kedalam gua, sedang Suma Thian yu dan Gak Kun
liong mengikuti dibelakangnya.
Sekarang Suma Thian yu baru berkesempatan untuk
memperhatikan keadaan di dalam gua Hui liong tong,
namanya saja sebuah gua, pada hal mulut guanya saja mirip
gua, sedang dalamnya mana lebar, besar lagi, tiang besar
yang penuh ukiran dengan dinding yang gemerlapan tak kalah
indahnya dengan ruang besar keluarga kaya.
Didalam sana penuh bergelantungan lukisan-lukisan orang
kenamaan, ditengah ruangan terdapat selembar meja berkaki
delapan yang terbuat
dari batu dengan delapan buah kursi batu, diatasnya
berjajar tempayan yang berisi buah-buah segar.
Kedua sisi ruangan tengah adalah kamar tamu, disebelah
kiri adalah kamar tidur Suma Thian yu, sedangkan sebelah
kanannya mungkin merupakan kamar tidur Gik Say hwe
dengar putranya.
Untuk sesaat Suma Thian yu dibuat tertegun oleh berbagai
barang yang ada disana, tanpa terasa dia mulai berpikir
bagaimana caranya barang-barang tersebut dipindah ke dalam
sana dan siapa yang membuatnya?
Rasa ingin tahu membuat dia terjerumus kedalam lamunan.
Sementara itu Siau yau kay Wi Kian sudah masuk kedalam
ruangan, bagai kan pulang ke rumah sendiri saja dia langsung
menuju ke kursi utama dan duduk disana, teri aknya keras:
"Hei bocah, cepat kau buatkan air teh, mengapa kau masih
belum juga masuk kedalam?"
Gak Kun liong segera mencibirkan bibirnya membuat muka
setan, sahutnya setengah meng ejek:
"Aduh, besar amat lagakmu, aku sengaja tak mau buatkan
air teh untukmu, mau apa kau? Tunggulah saja sampai
hadiahnya diberikan kepadaku, pasti akan kubuatkan sepoci
air teh wangi untukmu"
Mendengar perkataan itu, Siau yau kay wi Kian tertawa
terbahak-bahak, suaranya keras hingga menggetarkan seluruh
ruangan tersebut, Ditengah gelak tertawa itulah, pintu kamar
sebelah kiri terbuka dan muncullah seorang perempuan muda
berparas cantik.
Dengan wajah penuh senyuman, Hui liong Tongcu Gak Say
bwee berjalan ke depan Siau yau kay Wi Kian dan menjura
dalam-dalam, lalu ujarnya amat lembut:
"Putraku memang nakal sekali, harap Wi tayhiap sudi
memakluminya"
"Mana, mana, kalau seorang bocah tidak nakal,
keberhasilannya dikemudian hari tentu amat terbatas, kalau
seorang sudah jadi goblok, kau suruh dia nakal pun belum
tentu ia bisa nakal.
Berbicara sampai disitu, dia lantas merogoh ke dalam
sakunya dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, sambil
disodorkan kehadapan Liong-ji, katanya:
"Nih, hadiah dari aku si pengemis tua, ayo buatkan air teh
untukku!"
Melihat hadiah tersebut, Gik Kun liong membelalakan mata
lebar-lebar, lama kemudian dia baru berseru:
"Terima kasih!"
Dia segera lari ke ruangan dalam, tampaknya setelah
menerima hadiah, dia lantas mem buatkan air teh untuk
tamunya.
Memandang bayangan punggung Liong-ji yang lenyap di
balik gua sana, Hui liong Tongcu menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas panjang, katanya:
"Semenjak kecil bocah ini kehilangan orang tuanya,
ditambah lagi sudah terbiasa kumanja, akhirnya jadilah watak
tidak takut langit tidak takut bumi, aku sungguh menguatirkan
dia!"
Siau yau kay Wi Kian terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaah... bocah ini berbakat baik, berhati
mulia, masa depannya pasti cemer lang, buat apa kau meski
menguatirkan keselamatan jiwanya?"
Mendengar perkataan itu, Hui liong Tongcu Say bwee baru
merasa sedikir agak tenang. Sejak datang sampai kini, Siau
yau kay sama sekali tidak mengajak Suma Thian yu bicara
barang sepatah katapun, hal ini membuat anak muda itu
seperti tersingkirkan dan berdiri disamping dengan kepala
tertunduk dan wajah tersipu-sipu.
Dalam sekias pandangan saja, Hui liong tongcu Gak Say
bwee dapat melihat akan hal itu, kepada Wi Kian segera
ujarnya: "Sauhiap ini adalah..."
"Aku tahu" tukas Siau yau kay Wi Kian dengan dingin,
kemudian kepada Suma Thian yu serunya, "mengapa kau
berkomplot dengan orang membegal barang kawalan Sin
Hong piauklok?" Rupanya Siau yau kay Wi Kian bersikap
dingin terhadap Suma Thian yu karena dia salah paham
terhadap anak muda itu,
dianggapnya dialah yang telah berkomplot dengan
kawanan perampok berkerudung untuk membegal dan
menyerbu Sin Hong pioukiok.
Agak tertegun Suma Thian yu setelah mendengar
perkataan itu, dia segera melompat bangun, kemudian dengan
gagahnya dia membantah:
"Locianpwe, kau anggap Thian yu adalah seorang manusia
rendah yang terkutuk dan tak
tahu malu?"
"Justru karena kau tidak mirip, maka aku si pengemis tua
baru dapat ber sabar hingga kini, coba kalau tidak, sekali hajar
kubinasakan di rimu semenjak tadi" teriak Siau yau kay Wi
Kian dengan ludah yang muncrat kesana-kemari.
Secara ringkas Suma Thian yu menceritakan keadaan yang
dialaminya ketika itu, kemudi an bercerita pula bagaimana dia
berkunjung kerumah Sin kun lun Siau Wi goan hingga
akhirnya lari kesana.
Dengan tenang Siau yau kay mendengarkan penuturan
tersebut hingga selesai, pelan-pelan bawa amarahnya
mengendor.
Pada saat itulah Gak Kun liong telah cul sambil
menghidangkan air teh.
Terdengar Siau yau-kay Wi Kian berkata:
"perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan
kuda, persoalan yang lama memperlihatkan watak manusia.
Bagaimanakah ke adaan yang sebenarnya tak lama kemudian
ba kal terbongkar, sampai waktunya akan diketahui siapa
benar siapa salah"
Baru saja Siau yau kay Wi Kian menyelesaikan
perkataannya, mendadak berkumandang suara tertawa dingin,
suara itu meski rendah
dan lemah akan tetapi setiap orang yang bera
da dalam gua itu bisa mendengar dengan jelas sekali.
Hui liong Tongcu Gak Say bwe tanpa ber paling tertawa
tergelak, lalu tegurnya:
"Aaaah rupanya dua orang empek bodoh telah berkunjung
kemari, bila tidak disambut dari kejauhan, harap sudi
dimaafkan"
Mendengar ucapan mana, semua orang segera berpaling ke
arah mulut gua, entah sedari kapan, dimulut gua sudah berdiri
dua orang kakek.
Begitu melihat siapa yang datang, Suma Thian yu segera
bersorak kegirangan: "Aaah, locianpwe!"
Benar juga, ternyata yang datang adalah Wu sao siang gi
siu (sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san) seperti juga
tempo hari, dalam kemurculan mereka kali ini, raut wajah ke
dua orang itu tetap dingin kaku, tidak berbi cara tidak tertawa,
keadaan mereka ibaratnya dua sosok manusia yang terbuat
dari kayu.
Hui liong Tongcu Gak Say bwee sebagai tuan rumah segera
bangkit dan menyambut kedatangan mereka, setelah
memperasilahkan ke dua orang tamunya duduk, baru sapanya
sambil ter tawa:
"Angin apakah yang membawa kalian berdua kemari?"
"Angin pengemis!" jawab Tay gi siu Khong Sian sambil
menuding Siau yau kay.
"Angin pengemis?" Hui liong Tongcu tertegun sesudah
mendengar perkataan itu.
Belum pernah ia mendengar tentang angin pengemis,
hingga jari tangan Tay gisu menuding ke arah Siau yau kay, ia
baru memahami apa yang dimaksudkan, maka ujarnya lagi
sambil tersenyum.
"Ooh, rupanya kau sejalan, mengapa Oi tay hiap sudah
masuk begini lama namun ia tak pernah menyinggung tentang
kalian berdua?"
"Huu, siapa yang sudi melakukan perjalanan bersama
mereka berdua? Hmm, tak tahu malu" sela Siau yau kay Wi
Kiam cepat, selamanya aku si pengemis tua melakukan
perjalanan seorang diri, sedang kalian berjalan meng ikuti
dibelakang pantat aku si pengemis tua, memangnya itu berarti
melakukan perjalanan bersama? Hmm, tak tahu malu!"
Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lagi
kepada Tay gi siu Khong sian:
"Bagaimana? Apakah urusan itu sudah diselesaikan?"
"Urusan apa?" Tay gi su berlagak bodoh.
"Tentu saja urusan Sin liong piau kiok"
"Kapan sih kau serahkan urusan itu kepadaku?"
"Hmmm, sekalipun tanpa kalian berdua, aku si pengemis
tua sama saja bisa menyelidiki persoalan ini sampai tuntas"
Tay gi siu Khong Sian tertawa terbahak:
"Haahh...haah...haah... itu namanya tak usah di suruh
mengaku sendiri, biniku, kita kan melakukan perjalanan
bersama....?" Merasa dirinya salah berbicara hingga
rahasianya terbongkar, Siau yau kay Wi Kian turut
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Manusia-manusia berilmu tinggi ini memang kebanyakan
berwatak aneh, bila berjumpa selalu di sertai dengan suara
ribut atau cekcok, andaikata orang lain tidak memahami watak
mereka yang sebenarnya, mendengar ucapan mereka yang
bernada panas serta saling menyindir itu, niscaya hati mereka
akan berdebar karena kuatir.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Tay gi si Khong Sian
berkata:
"Semua perkataan dari bocah ini adalah benar dan nyata,
peristiwa diperusahaan Sin liong piau kiok bukan dia yang
melakukan, Siau yau Kay Wi Kian segera manggut-manggut,
"Aku percaya bukan dia yang melakukan, saudara Kiong,
sebenarnya bajingan keparat manakah yang melakukan
perbuatan ini?"
Tay gi siu Khong Sian kembali mengelengkan kepalanya
berulang kali.
"Tahuku, mereka adalah perampok berkerudung!"
Sambil mengepali sepasang tinjunya dan menggebrak
meja, Siau yau kay Wi Kian berseru lagi:
"Aku, sipengemis tua akan menyelidiki peristiwa ini sampai
tuntas!"
Ketika kedua orang itu selesai berbicara Suma Thian yu
segera manfaatkan kesempatan itu untuk bangkit berdiri,
katanya sambil menjura dalam dalam-dalam:
"Boanpwe ucapkan banyak-banyak terima kasih atas
kesudian cianpwe membersihkan namaku"
Siapa tahu Tay gi siu Kiong Sian yang memandangi Suma
Thian yu segera melototkan matanya lebar-lebar, kemudian
dengan nada gusar tegurnya .
"Kau bocah keparat yang tak becus, masih punya muka
untuk berjumpa denganku?"
Ucapan tersebut ibaratnya guntur yang mem belah bumi
disiang bati bolong, seketika itu juga membuat Suma Thian yu
menjadi amat terperanjat.
Dia tak menyangka kalau satu gelombang belum mereda,
gelombang lain telah muncul kembali.
Baru saja kecurigaan Siau yau kay terhadap Suma Thian yu
dibikin terang, sekarang Tay gi siu Khong Sian telah
mendamprat anak muda itu lagi dengan marah.
Tampak Suma Thian yu berdiri termangu-mangu sambil
memandang Tay gi siu dengan tercengang, ia tidak mengerti
perbuatan salah apakah yang telah dilakukan olehnya.
Melihat Suma Thian yu membungkam, Tay gi siu Khong
Sian makin naik darah, sambil mencengkeram baju pemuda
itu, bentaknya lagi.
"Ke mana perginya kitab Cinkeng tersebut?"
Mendengar soal Kitab pusaka tanpa tulisan paras muka
Suma Thian-yu berubah hebat, segera pikirnya:
"Habis sudah riwayatku kali ini, tanggung seperangkat
tulang badanku bakal rontok semua...."
Dengan gugup dia menyahut:
"Telah kuhadiakan kepada Sam yap koay mo!"
"Apa? Telah kau serahkan kepada iblis buas itu? Kau anak
tolol, cucu kura-kura, manusia goblok semacam kau tak bisa
diampuni dengan begitu saja...."
Selesai berkata, tangannya segera diayunkan kedepan
dan..."Plok!" sebuah tamparan yang amat keras bersarang
diatas pipi Suma thian yu, membuat kepalanya pusing tujuh
keliling, matanya berkunang-kunang dan wajahnya merah
separuh.
Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini
merasa tak tega, buru-buru cegahnya:
"Tay gi pak, lepaskan dia, kalau ada urusan mari kita
bicarakan secara pelan-pelan, buat apa sih kau mesti berbuat
macam monyet kena terasi saja."
Dengan gemas dan mendongkol Tay gi siu Khong Sian
membanting Suma Thian yu keras-keras ketanah, lalu serunya
dengan keras: "Tahukah kau betapa pentingnya benda itu?"
"Aaah, apa sih pentingnya sebuah kitab pusaka palsu" Suma
Thian yu segera membantah. "Telur busuk, benda itulah baru
benda yang asli!" teriak Tay gi siu Khong sian dengan mata
mendelik.
"Haaah!" Suma Thian yu menjerit kaget, mukanya berubah
menjadi hijau membesi untuk sesaat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, kembali
Tay gi siu Khong sian berkata:
"Coba kau menuruti perkataanku dari merobek nya, mana
mungkin terjadi peristiwa seper ti hari itu? Aku minta kau
menggantinya. Sambil berkata, kembali Tan gi siu Khong Sian
mengayunkan tangannya siap menampar wajan Suma Thian
yu lagi.
Mendadak dan luar gua berkumandang suara gelak tertawa
yang amat nyaring, disusuli seseorang berseru dengan
suaranya yang tua tapi amat nyaring:
"Tak usah kuatir bocah, benda itu barang palsu"
Beberapa orang tokoh persilatan yang hadir dalam gua
sama-sama
tertegun setelah mendengar perkataan itu, sedangkan Hui
im tongcu Gak say bwe segera melayang keluar lebih dahulu
dari dalam gua.
Gak Kun liong Juga turut bersorak dengan gembira:
"Hore, sucou datang!"
Buru-buru dia mengikuti dibelakang ibunya memburu
keluar dari gua tersebut.
Ketika para jago melihat Gak Kun liong ikut keluar, mereka
baru berpaling kemulut gua.
Tampak bayangan manusia berkelebatan lewat, semua
orang hanya merasakan pandangan manyanya menjadi silau
tahu-tahu seorang kakek berkepala botak tapi berjenggot
warna perak telah muncul dalam gua.
Siau yau kay Wi kian yang selamanya acuh tak acuh dan
berbuat semuanya sendiri, kini menunjukkan pula sikap yang
hormat dan serius setelah Berjumpa dengan tokoh tua
tersebut, "Aaah, kami tak tahu kalau locianpwe akan nadir,
kami tidak menyambut dari terapat jauh harap sudi
dimaafkan" buru-buru serunya dengan wajah serius.
Pendeta tua berjenggot perak itu manggut-manggut
kepada setiap orang yang berada dalam gua sambil tertawa,
kemudian ujarnya:
"Silahkan duduk, semuanya tak usah banyak adat"
Sejak kemunculan pendeta tua berjenggot perak itu, Gak
Kun liong tak pernah melepas kan genggaman tangannya,
meski orangnya kecil bocah ini memang berotak setan,
terdengar ia berseru!
"Sucou, jika kau orang tua ingin datang, mengapa tidak kau
kabarkan terlebih dulu kepada Liong Ji, gara-gara ini aku
sampai gelisah selama beberapa hari.
Pendeta tua berjenggot perak itu membelai rambut Gak
Kun liong dengan penuh kasih sayang, ujarnya sambil tertawa
ramah:
"Lain kali aku pasti akan memberitahukan kepadamu lebih
dulu, tapi aku lihat kau bukan buru-buru ingin berjumpa
dengan sucou, kau hanya ingin cepat-cepat menerima hadiah
dari sucou!"
Merah padam selembar wajah Gak Kun liong sesudah
mendengar perkataan itu, sambil menyembunyikan wajahnya
dalam pelukan pendeta tua itu, katanya manja:
"Sucou hanya beraninya menganiaya anak kecil, sucou
jahat, aku toh tidak minta hadiah kepadamu, sekalipun ingin
minta, terpaksa hanya minta kepada sucou untuk
mengajarkan kepandaian kepadaku?"
Pendeta tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah... nah coba lihat, belum disuruh kau
toh sudah mengaku sendiri"
Kontan seluruh ruangan diramaikan oleh gelak tertawa
yang ramai, sehingga Gak Kun liong menjadi tersipu-sipu dan
tak berani men dongakkan kepalanya lagi:
Sementara itu, Ji gi siu Khong Bong telah bertanya kepada
pendeta tua itu dengan hormat:
"Locianpwe, tadi kau mengatakan bahwa kitab cinkeng itu
palsu, benarkah hal ini?" Pendeta tua itu tersenyum.
"Sesungguhnya yang dimaksudkan sebagai Kitab pusaka
tanpa kata adalah sejilid kitab yang palsu tapi nyata, kitab
pusaka yang palsu dan nyata selalu menggunakan yang palsu
men jadi benar, yang asli menjadi palsu, dibilang asli dia asli,
dibilang palsu dia palsu, sampai akhirnya tergantung pada
siapa yang berjodoh dengan kitab pusaka itu. saat itulah asli
paltu nya baru diketahui"
Semua orang dibuat kebingungan setengah mati oleh
perkataan itu, tapi mereka mengerti kalau dibalik ucapan
mana sesungguhnya tersimpan suatu rahasia yang amat sulit,
tapi bila rahasia mana bisa dipahami, dalam sekali artinya.
Suma Thian yu merasakan hatinya bertambah berat setelah
mendengar ucapan pendeta tua itu, seandainya kitab pusaka
itu asli, padahal dia sendiri yang menyerahkan kepada
manusia iblis berkepala ular Sim Moay hing, maka dosanya ini
sulit untuk ditebus lagi.
Sebaliknya bila cinkeng itu palsu, berarti yang asli ada
didunia ini, dia pernah berjanji kepada sepasang kakek bodoh
dari Wu san untuk menemukan kembali kitab pusaka itu dan
melindunginya hingga tidak sampai terjatuh ke tangan musuh,
hal ini berarti dia harus memikul tanggung jawab yang berat,
suatu kesalahan bertindak bisa berakibat dia menyesal
sepanjang masa.
Beberapa orang jago lihay yang hadir di arena pun diam-
diam sedang mencelah ucapan dari pendeta tua itu.
Sebagaimana diketahui, pendeta berjenggot perak ini
merupakan seorang tokoh silat yang berkedudukan sungguh
amat tinggi didalam dunia persilatan, baik jago dari golongan
hitam maupun dari golongan putih semuanya menaruh hormat
kepadanya, bagi orang persilatan, nona Cong liong ceng sama
halnya dengan nama Kwan-im, Pusat bagi rakyat awam.
Dalam pada itu, Cong liong Losiansu telah mengalihkan
sorot matanya ke wajah Suma Thian yu, mendadak ia
menemukan setitik noda darah yang melekat dipakaian bagian
dada anak muda tersebut, ketika noda darah itu terkena
pantulan sinar matahari, ternyata membiaskan setitik cahaya
tajam yang menyilaukan mata.
Cong liong Losiansu segera berseru tertahan, kemudian
serunya:
"Hei bocah, darimana datangnya noda darah diatas
dadamu?"
Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,
sebelum sempat menjawab, Gak kun liong yang berada
disisinya telah menjawab lebih dulu.
"Socou, itulah kenangan yang diperoleh sewaktu
membunuh ular beracun .
Sambil berkata Gak Kun liong lantas mengi sahkan kembali
peristiwa pertarungan dengan ular beracun tadi.
Selesai berkata sapasang matanya segera di alihkan
kewajah sucounya seperti menunggu be berapa patah kata
pujian darinya.
Siapa tahu paras muka Cong liong lo siansu berubah
menjadi amat serius setelah mendengar perkataan itu, segera
tegurnya:
"Apakah kepala ular itu..... segera tegurnya:
"Apakah kepala ular itu sudah dipukul sampai hancur?"
"Belum" Gak Kun long segera menggeleng.
Paras muka Cong liong Lo siansu berubah aneh sekali,
kembali dia berseru cemas:
"Cepat, kita ambil mutiara dikepala ular itu" Sambil berkata,
tangan yang satu menyambar Suma thian yu, tangan yang
lain mengepit Gak Kun liong, dia segera beranjak lebih dulu
meninggalkan gua.
Para jago lainnya baru sadar setelah mendengar perkataan
dari pendeta tua itu, buru-buru mereka turut menyusul dari
belakang.
Tiba diluar gua, terdengar Hui im tongcu Gak say bwe
berkata sambil tertawa:
"Waah, kita tak bisa menyebrang kesana..." Ketika semua
orang mengalihkan perhatian-nya kedepan, benar juga,
tampak pendeta tua itu telah menyeberang ke lembah
seberang dengan menumpang burung hong.
Sementara itu, Cong liong lo siancu yang baru saja
menyeberangi jurang,dari tempat kejauhan secara lamat-
lamat Suma Thian yu telah menyaksikan ada beberapa sosok
bayangan manusia berada diatas puncak seberang.
Sebelum dia mengucap sesuatu, Cong liong lo siansu telah
berseru dengan cemas:
"Aduh celaka, kawanan penjahat telah mendahului kita."
Ing ji yang membawa mereka menyeberangi jurang
agaknya mengerti perkataan manusia, mendadak ia menukik
kebawah dan menyambar keatas puncak bukit dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Sebelum Ing ji berhenti, ketiga orang penumpangnya
sudah berlompatan sendiri keatas tanah.
Gak Kun liong yang paling gelisah, dia yang pertama-tama
memburu kesisi bangkai ular beracun itu, ketika di lihatnya
kepala sang ular sudah hancur berantakan, dia segera
berteriak:
"Sucoa mutiara ularnya sudah dilarikan orang!" Ketika Cong
liong Losiansu dan Suma Thian yu memburu pula kesitu, betul
juga, mereka saksikan mutiara dalam kepala ular beracun itu
sudah lenyap tak berbekas.
Pendeta tua itu menghela napas panjang, ujarnya
kemudian sambil menggeleng.
Sudah, sudahlah, ternyata benar-benar sudah dicuri orang,
sayang kalau sampai mustika berharga itu terjatuh ketangan
orang jahat, aaai, aaai, takdir, takdir, kalau takdir berkata
demikian, apa yrng bisa kita lakukan? Mari kita kembali saja"
Suma Thian yu segera maju sambil berseru. "Locianpwe,
bagaimana kalau kami kejar penjahat itu?"
"Tak usah dikejar lagi, penjahat itu sangat lihay tak
mungkin ia bisa terkejar, bagaimanapun juga lolap sudah tahu
siapa yang mencuri mutiara ular itu, masa kita takut ia bisa
kabur ke langit?"
"Siapa? Suocu siapa yang telah melarikan mutiara ular itu?
Gak Kun liong rmendesak dengan perasaan mendongkol.
"Bila ditinjau dari bentuk badan bayangan hitam yang
sedang melarikan diri tadi, sudah pasti dia adalah Hui cua
Cung cu Kiong Lai.
Setelah berhenti sebentar, pendeta tua itu melanjutkan:
"Sampah masyarakat itu merupakan satu-satunya murid
dari Sin hiat jin mo (Manusia iblis menghisap darah), ilmu
silatnya sangat lihay, kepandaian andalannya adalah Pek lek si
hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma), keampuhannya
ilmu pukulan ini boleh di
bilang merupakan salah satu kepandaian ampuh dikalangan
hitam, tapi kalau dibanding kan dengan ilmu pukulan Luan si
im hong ciang (pukulan angin dingin bangkai busuk) dari Hoat
si si (Mayat hidup) Ciu Jit hui, akan terlihat mana yang lebih
jelek dan mana yang lebih unggul"
Gak Kun liong dan Suma Thian yu menja di tertarik sekali
setelah mendengar cerita itu, ketika dilihatnya pendeta itu
berhenti sejenak, dengan cepat dia menyambung:
"Kenapa? Cepat beri penjelasan”
Cong liong lo siansu sengaja mendehem untuk membasahi
kerongkongannya dengan air ludah kemudian pelan-pelan
melanjutkan:
Ilmu pukulan angin dingin bangkai busuk amat beracun
sekali, barang siapa yang bertarung melawannya terkena
sapuan ancin pukulannya, maka seluruh badannya akan
membusuk, bahkan hanya menyerempet dikulit badan pun
akan berakibat suatu pembengkakan seperti tersengat api
sebelum akhirnya membusuk pula, oleh sebab itu dia menjadi
satu-satunya orang yang bisa menandingu Hui cha Can cu.
Maka Manusia iblis penghisap darah Pi-Ciang hay pun
menitahkan anak muridnya untuk mencari ular beracun yang
telah berusia seribu tahun, sebab ular itu pasti memiliki
mutiara penolak racun yang berkhasiat bagi tubuhnya, asal
mutiara penawar racun itu telah berhasil di dapatkan, berarti
dia dapat bertarung lagi dengan si Mayat hidup Ciu jit hwe
tanpa kuatir keracunan lagi" Berbicara sampai disitu, dia
berhenti sejenak, lanjutnya dengan tertawa ramah:
"Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui yang menjadi nelayan
yang beruntung, bukankah hal inipun merupakan suatu
takdir?"
"Tidak bisa!" teriak Gak Kun liong dengan perasaan tidak
puas, "aku pasti akan mencari nya sampai ketemu, engkoh
Thian yu, mari kita pergi mencarinya untuk membuat
perhitungan!"
"Kau yakin dapat menangkan dia?" tanya Cong liong lo
siancu dengan perasaan tak puas.
"Tentu saja dapat menangkan dia dengan pasti, engkoh
Thian yu, bukankah tempo hari dia hanya bisa membiarkan
aku membawamu pergi dari sini...?"
"Benar" Suma Thian yu manggut-manggut sambil
mengiakan.
Cong liong lo siansu tertawa panjang.
"Haaahh...haaah... haaah... ini yang dinamakan si rase
takut dengan keganasan harimau, dia bukan takut kepadamu,
melainkan jeri terhadap kepandaian silat ibumu, maka dia
baru mengalah tiga bagian kepadamu, seandainya kau benar-
benar bisa mengalahkan dia, buat apa dia menjadi seorang
jago kelas wahid dalam kalangan rimba hijau?"
Taktik memanasi hati orang yang digunakan Cong liong lo
siansu ini ibaratnya api yang bertemu minyak, kontan saja
membuat Gak kun liong yang pada dasarnya bersifat ingin
menang merasa terbakar hatinya, dia segera melompat
bangun, lalu sambil menarik tangan Suma Thian yu siap
melakukan pengejaran.
Mendadak terdengar suara pekikan burung hong bergema
memecahkan keheningan, Cong liong lo siansu segera
berseru:
"Long ji, buat apa mesti tergesa-gesa macam orang takut
tak kebagian makanan, coba lihat ibumu telah datang, dia
pasti mempunyai cara yang baik untuk mengatasi persoalan
ini."
Baru selesai dia berkata, dari tengah udara telah
kedengaran suara hembusan angin tajam, kemiiian tampak
Ing-ji dengan membawa Hui im tongcu dan Siau yau kay Wi
Kian telah melayang turun ke atas tanah.
Begitu bertemu dengan ibunya, Gak kun liong segera
menubruk kedalam pangkuannya sambil berseru manja:
"Ibu, kau harus mencarikan akal bagiku"
"Ada urusan apa Liong-ji?" Hui im Tongcu tidak mengerti
akan peristiwa yang barusan terjadi, maka dia bertanya
dengan perasaan tercengang.
Secara ringkas Cong liong lo siansu menceritakan apa yang
telah terjadi.
Siau yau kay Wi Kian yang berada disisinya dengan capat
berseru penuh semangat:
"Hiiih...hiihh...hiiih...biasanya kasus semacam ini paling
cocok dengan seleraku, bagaimana kalau aku sipergemis tua
yang menemanimu membuat keramaian?"
Suma Thian yu merasa girang sekali setelah mendengar
Siau yau kay menyanggupi untuk menemaninya, sementara
Gak Kun liong juga telah melepaskan diri dari pelukan ibunya
dan berlari menghampiri sipengemis sambil mere ngek agar
cepat membawa mereka pergi.
Menyaksikan kemanjaan putranya, tanpa terasa Hui im
Tongcu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
menghela napas, ka tanya:
"Aaai, kalau bocah sudah terbiasa dimanja, di kemudian
hari entah siapa yang bisa mengurusi nya?"
Cong liong lo siansu hanya tersenyum belaka tanpa
menjawab.
Berapa saat kemudian dia baru berpaling kearah Suma
Thian yu
seraya berkata: "Anak Yu, kaupun boleh ikut, perduli
berhasil atau tidak, kau harus kembali kesini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
menambahkan:
"Setelah kau kemari nanti, ada tugas yang jauh lebih
penting lagi hendak kuserahkan ke padamu"
"Baik!" Suma Thian yu mengiakan, Kemudian bersama Siau
yau kay dan Gak Kun liong berangkat meninggalkan bukit
tersebut.
Siau yau kay wi kian langsung membawa kedua orang
pemuda itu menuju ke bukit Han san, sepanjang jalan dengan
tiada jemu-jemunya Siau yau kay wi kian menanyai Suma
Thian yu terus-menerus tentang masalah perusahaan Sin liong
piaukiok dan perselisihan-nya dengan congpiautau mereka Mo
im si liong Wan Kiam ciau.
Untuk kesekian kalinya Suma thian yu mengulangi kembali
kisah kejadian tersebut, dan akhirnya diapun dengan perasaan
jemu ia balik bertanya:
Locianpwe, sebenarnya apa hubungan mu dengan Wan
congpiautau?"
"Aku si pengemis tua adalah susioknya" kini Siau yau kay
baru mengutarakan indentitas yang sebenarnya.
Ooh....." dalam hatinya Suma Thian yu lantas berpikir, "tak
heran kalau dia mendamprat ku habis-habisan begitu bersua
muka denganku tadi, rupanya mereka mempunyai hubungan
yang begitu akrab!"
Tatkala matahari sudah mulai tenggelam, sampailah ketiga
orang itu didepan hutan yang amat lebat, Siau yau kay Wi
Kian lantas memanggil kedua orang pemuda itu dan membisik
kan sesuatu kepada mereka, kemudian baru meneruskan
perjalanan menembusi hutan.
Dan setelah keluar dari hutan, Siau yau kay telah berseru:
"Sudah beres! Kita boleh melaksanakan tugas seperti apa
yang direncanakan Lo siang, masing-masing harus berjaga
pada posnya masing-masing, tak boleh kemaruk akan pahala
sehingga menggagalkan rencana kita ini"
Seusai berkata, mereka bertiga segera sama-sama
menyusup masuk kedalam hutan, bagaikan memasuki daerah
tak bertuan, begitu berada dalam hutan, mereka bertiga
lantas memencarkan diri. Ditengah kegelapan malam, tampak
tiga sosok bayangan manusia terbagi menjadi tengah kiri dan
kanan bersama-sama menerjang masuk kedalam hutan.
Tiba ditepi tanah lapang ditengah hutan, Siau yau kau Wi
Kian tidak maju lagi, sambil berdiri ditengah lapangan
tersebut, dia lantas berteriak teriak macam orang gila.
"Hari ini ada arak hari ini mabuk, besok ada kesulitan besok
baru murung. Bila masuk istana iblis dianggap istana malaikat,
angkat cawan minum bersama bidadari..."
Belum habis dia bergumam, terdengar dua kali bentakan
nyaring bergema memecahkan keheningan, lalu nampak dua
titik cahaya ta-
jam yang disertai dengan suara-suara desingan angin tajam
langsung menyambar ke tubuh Siau yau kay wi kiam.
Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam Siau yau kay
merasa amat girang, pikirnya:
"Anjung keparat, masuk jebakan kalian!"
Baru saja ingatan tersebut lewat, dua macam senjata
rahasia itu sudah muncul di depan mata.
Siau yau kay segera berteriak kesakitan:
"Aduuh mak, habis sudah riwayat aku si pengemis tua!"
Entah gerakan apa yang dipergunakan, tahu-tahu senjata
rahasia yang meluncur datang itu
lenyap bagaikan batu yang tenggelam di tengah samudra,
punah tak berbekas, tapi pada saat yang bersamaan pula Siau
yau kay telah rubuh terjungkal ke atas tanah.
Tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang memecahkan ke heningan, tampak dua sosok
bayangan manusia bagaikan sambaran petir cepatnya telah
mela yang turun didepan mata.
Terdengar salah seorang diantaranya segera mencaci maki
kalang kabut.
"Pengemis busuk yang tak punya mata, tidak dilihat dulu
tempat apakah ini, hmm, memangnya dianggap setiap orang
boleh memasuki tempat ini sekehendak hati sendiri?"
Sambil berkata dia lantas membungkukkan badan sambil
memeriksa apakah Siau yau kay Wi Kian sudah mati atau
belum.
Siapa tahu, baru saja dia membungkukkan badannya,
mendadak terdengar pengemis itu tertawa dingin, seperti
mayat yang bangkit kembali, tahu-tahu Wi kian mengebaskan
ujung bahunya ke depan...
Orang itu segera mendengus tertahan dan roboh terkapar
ke atas tanah....
Bersamaan waktunya, Siau yau kay Wi kian juga melompat
bangun, serunya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haah...haah...haah... berani melukai orang segera
sembunyi, kalian memang pantas mampus!"
Selesai berkata, dia mengawasi wajah ke dua orang itu
dengan lebih seksama, kemudian sambil menjerit kaget dia
berteriak:
"Aduuh mak, rupanya kalian berdua dari Tiang pek san,
waduh, kelewat besar keonaran yang ku buat kali ini, berapa
butir batok kepala aku si pengemis tua bisa ludas terpenggal
nanti"
Selesai berkata buru-buru dia melarikan diri ke luar hutan.
Rupanya orang yang melepaskan senjata rahasia tadi
adalah Kiu tau siu (bintang berkepala semblan) Li Gi serta Liat
hwee siu (bintang berapi) Li Hiong dua orang, yang tergeletak
diatas tanah sekarang adalah Liat hwee siu Li Hiong.
Di dalam kegelapan tadi, Kiu tau siu Li Gi tidak dapat
melihat jelas pendatang tersebut, tapi kini setelah mengetahui
kalau pengemis tua yang mereka sergap tak lain adalah Siau
yau kay yang disegani setiap orang, kontan sa ja mereka
menghembuskan napas dingin.
Tak heran kalau mereka tak berani melakukan pengejaran
meski menyaksikan Siau yau kay melarikan diri.
Tampaknya Siau yau kay akan segera keluar dari hutan itu,
mendadak dari dalam hu tan bergema suara bentakan rendah:
"Lihat serangan!"
Beberapa titik cahaya tajam yang disertai desingan angin
tajam segera meluncur kedepan dan menyergap tubuh Siau
yau kay.
Wi Kian memang sangat lihay, menyaksikan datangnya
sergapan senjata rahasia, tanpa gugup barang sedikitpun jua,
dia membuang tubuhnya kebelakang dengan gerakan
jembatan gantung, lalu menghimpun tenaga dalamnya
kedalam dan melayang mundur dari situ dengan gerakan
datar, lalu setelah berhasil berdiri tegak segera ejeknya:
"Waaah, untung tidak sampai mampus!"
Mendadak dari balik hutan melayang keluar sesosok
bayangan manusia, meminjam cahaya bintang Siau yau kay
segera mengamati wajah orang itu lebih seksama, ternyata dia
adalah orang pemuda yang berwajah amat tampan.
"Bocah, kalau dilihat tampangmu yang begitu tampan,
sungguh tak kusangka kalau hatimu kejam, orang muda sudah
belajar berbuat kalau sudah dewasa nanti mau jadi apa kau?"
Siau yau kay berpura-pura mendamprat:
Pemuda ganteng itu sesungguhnya tak lain adalah Cun gan
siucay (sastrawan berparas tampan) Si Kok seng, pemuda
bermuka manusia berhati binatang ini sesungguhnya hendak
menghantar Suma Thian yu serta dua bersauda ra Thia
kedalam hutan dan meminjam kekuatan Hui cha Cun cu
hendak membasmi mereka bertiga, maka begitu sampai dalam
hutan dia lantas melaporkan namanya dan memberi kabar
kepada Hui cha Cun cu akan kehadiran-nya.
Kemudian sambil berlagak menghancurkan tugu dan
mencaci maki, dia memancing kehadiran Hui cha Cun cu,
sedang dia sendiri berlagak seakan-akan jalan darahnya
tertotok dan roboh tak sadarkan diri ditanah....
Dengan tindakan mana, selain bisa menghin darkan diri
dari tugas, diapun dapat mencuci bersih kejahatannya, sayang
perhitungan manusia takkan menangkan takdir, akhirnya
Suma Thian yu berhasil ditolong oleh Gak Kun liong sedang
dua bersaudara Thia pun berhasil lolos pula dengan selamat,
dengan demikian rencana busuknya mengalami kegagalan
total.
Dalam pada itu, Cun gan siuacay Si kek seng yang
menyaksikan pengemis tua itu sanggup memunahkan
sergapan-nya secara mudah, dengan cepat ia menjadi sadar
bahwa pengemis tua ini mustahil datang tanpa membawa
suatu maksud tertentu.
Maka diapun tanpa sungkan- sungkan meloloskan
pedangnya, kemudian sambil berdiri empat langkah dihadapan
Siau yau kay Wi Kian, serunya dengan suara lantang:
"Pengemis busuk, jalan ke sorga tidak kau tempuh, jalan ke
neraka justru kau terjang, nampaknya kau sudah bosan hidup
sehingga sengaja datang kemari untuk menghantar nyawa
mu" Baru selesai pemuda iblis itu berkata, Kiu tausiu Li Gi
yang kuatir rekannya kelewat memandang enteng lawan
segera memberi peringatan:
"Si hiante, dia adalah Siau yau kay yang bernama besar,
kau tak boleh bersikap kelewat gegabah!"
Sekarang Cun gan siaucay Si Kok seng baru terkesiap, dia
tidak mengira kalau pengemis tua yang sama sekali tidak
punya keistimewaan apa-apa ini sesungguhnya adalah Siau
yau kay Kian yang disegani dan ditakuti setiap orang, diam-
diam ia menarik napas dingin. Tapi rasa jerinya itu hanya
disembunyikan dalam hati, sedang diluaran ia lantas berseru
sambil tertawa dingin:
"Aku mengira siapa yang begitu bernyali berani membuat
keonaran disini, rupanya hanya pengemis busuk yang dibenci
oleh setiap orang, sungguh beruntung sauya bisa bersua
denganmu hari ini, mumpung ada kesempatan aku hendak
memberi pelajaran kepadamu, agar kau tahu bahwa diluar
langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia
pandai lain-nya"
Sedemikian jumawa dan takaburnya perkataan itu,
membuat Kiu tau siu Li Gi yang berdiri tenang disisinya turut
bergidik hingga bulu kuduknya pada bangun berdiri, peluh
dingin segera jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Siau yau kay Wi Kian menengadah dan tertawa tergelak-
gelak.
"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, hari ini aku si
pengemis tua memang ingin membuka mataku, mari, mari,
lebih baik kalian berdua maju bersama saja, dengan tangan
kosong akan kulayani kalian berdua sebanyak tiga ratus
gebrakan.
Semhari berkata, telapak tangannya segera diayunkan
kedepan dengan jurus Liong su yu hay (naga berpesiar ke
empat samudera), sasa rannya adalah Can gan siucau Si Kong
seng, tapi sewaktu sampai ditengah jalan, dia memutar
gerakannya dan merubah pukulan menjadi serangan jari, kali
ini dia mengancam jalan darah Tiong teng hiat di depan dada
Kiu tau siu Li Gi.
Dalam satu jurus mempunyai dua kegunaan yang berbeda,
kontan saja mendesak Si Kok seng dan Li Gi harus turun
tangan memberikan perlawanan.
Terdengar dua kali bentakan gusar bergema memecahkan
keheningan, Si kok seng telah mengayunkan pedangnya
dengan jurus Lan kang to cay (Membendung sungai
mengeringkan samudra), dia menyerang dari sisi sebelah
kanan, sementara Kiu tau siu Li Gi mengangkat goloknya
membacok dari sebelah kiri.
Tujuan Siau yau kay yang sebetulnya tak lain hanya ingin
membelenggu kedua orang itu, jadi sama sekali tiada maksud
membunuh mereka.
Maka diapun mengembangkan ilmu langkah Ciok tiong luan
pon hoat untuk berputar-putar mengitari mereka berdua.
Dalam waktu singkat seluruh arena sudah dipenuhi dengan
bayangan manusia yang sebentar bergerak kekanan, sebentar
kekiri, se bentar keatas dan sebentar lagi kebawah, hal mana
membuat dua orang bajingan itu berkaok-kaok kegusaran.
Sambil bertarung mempermainkan ke dua orang itu, Siau
yau kay mulai merasa kuatir, apa sebabnya hingga kini Hui
cha Cun cu belum juga menampakkan diri, coba kalau
tujuannya bukan untuk memancing kemunculan Hui cha Cun
cu, kedua orang bajingan ini tak akan mampu bertahan
sebanyak sepuluh gebrakan.
Dalam pada itu, Gak Kun liong dan Suma Thian yu berdua,
satu dari kiri yang lain dari kanan secara terpisah telah
menyelundup masuk kebelakang hutan, sebab tempat tinggal
Hui cha Cun cu terletak dibelakang hutan tersebut.
Sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh Siau yau
kay, sementara pengemis itu ber kaok-kaok memancing
kemunculan musuh, Suma Thian yu dan Gak Kun liong berdua
akan menyelundup kedalam rumah dan menyelesaikan tugas
mereka.
Taktik suara ditimur menyerang dibarat ini bernama pula
siasat memancing harimau turun gunung, kelihayannya luar
biasa sekali.
Tanpa menjumpai hadangan apapun Gak Kun liong telah
berhasil menyusup masuk ke dalam hutan, tampak sepuluh
kaki selewatnya jalan kecil itu dia akan sampai dirumah
kediaman Hui cha Cun cu.
Disaat tubuhnya baru mencapai jalanan kecil inilah,
mendadak dari jalan berkumandang suara tertawa dingin yang
amat mengerikan.
Mendengar suara tertawa tersebut, Gak Kun Hong mundur
satu langkah kebelakang, mendadak dari sisi jalan ia saksikan
sesosok bayangan manusia menampakkan diri dan
menghadang jalan perginya.
Gak Kun liong segera angkat kepalanya, tapi ia jadi
tertegun setelah mengetahui siapa gerangan orang itu,
pikirnya:
"Heran, mengapa setan tua ini belum lari kesana?"
Dengan suara lantang diapun menegur:
"Kiong Lui, hampir saja mengejutkan hati ku! Kenapa kau
bersembunyi seorang diri ditepi jalan? Apakah menyambut
kedatanganku?"
Ternyata orang yang menghadang jalan pergi Gak Kun
liong adalah Hui cha Cun cu Kiong Lui.
Tampak ia meludah, kemudian serunya dingin:
"Jawab dulu, mengapa kau malam-malam datang kemari?
Apakah kaupnn sengaja datang dari gua Hui im tong untuk
menyambut kedatangan ku?"
Gak Kun liong melototkan sepatang matanya yang besar
dan bulat itu sambil menyahut.
"Aku hendak mencarimu untuk bermain, sekalian hendak
memberitahukan satu hal kepadamu"
"Hmm, mencari aku hendak bermain? Masa membawa
orang?" Hui cha Cun cu Kiong Lui mendengus dingin.
“ Membawa siapa?" Gak Kun liong mencibir.
"Sipengemis busuk itu. Mau mungkir?"
Setelah mendengar kalau gembong iblis tersebut hanya
menyebut Siau yau kay seorang, Gak Kun liong segera tahu
kalau jejak Suma Thian yu belum ketahuan, kontan hatinya
merasa lega.
Sambil menggigit bibir dia lantas berpikir sejenak, akhirnya
dia berhasil menemukan suatu siasat bagus, katanya cepat:
"Ibuku tak suka kalau aku pergi jauh, setiap kali ia tentu
mengutus orang untuk mengikutiku, apa boleh buat"
"Heeeh...heeeh...heeeh...bocah, lohu toh bukan anak
berusia tiga tahun, kau ingin mengelabuhi ku? Tadi kau bilang
hendak menyampaikan sebuah kabar untukku, cepat katakan"
seru Hui cha Cun cu sambil tertawa licik.
"Coba lihat, galak amat kau ini! Ya sudahlah, aku tak ingin
main, tak ingin bicara lagi, selamat tinggal!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badai dan kabur
dari situ.
Menyaksikan hal itu Hui cha Cun cu segera membentak
gusar, kemudian sambil mengejar, dia mencengkeram kerah
baju Gak Kun liong.
"Bocah keparat! Sebelum mengemukakan alasannya,
jangan harap kau bisa meloloskan diri dari sini!" dampratnya.
Merasakan datangnya desingan angin dingin dibelakang
tubuhnya, Gak Kun liong segera merendah sambil melejit
kesamping, teriaknya:
"Hei, kau ingin bertarung?"
“Aku ingin memberi pelajaran kepada mu, mau apa kau?"
Sambil berseru, Hui cha Cun cu mencengkeram batok
kepala Gik Kun liong lagi dengan jurus Cong eng phu toh
(elang sakti menerkam kelinci).
Gik Kun liong sendiripun bukan manusia sembarargan,
meski usianya masih muda, ke pandsian silatnya telah
mendapat warisan langsung dari ibunya, baik dalam soal
tenaga dalam, maupun soal ilmu meringankan tubuh,
kepandaiannya tidak kalah dari seorang jago kelas satu dalam
dunia Persilatan.
Padahal Hui cha cun cu Kiong Lui sendiripun menaruh
perasaan was-was terhadap Gak kun liong, semua serangan
yang dilancarkan boleh dibilang tidak menggunakan tenaga
penuh, dengan begitu ia justru termakan oleh siasat Gak kun
Liong.
Tampak bocah itu melompat kekiri mengegos kekanan,
gerakan tubuhnya sangat aneh, dia selalu berputar mengitari
sekeliling Hui cha cun cu sambil menggoda.
Sebagai manusia yang berpengalaman, dalam sekalian
pandangan saja Hui cha Cun cu sudah mengetahui kalau
bocah ini mempunyai sesuatu maksud tertentu, tanpa terasa
bentaknya dengan gusar:
"Bocah keparat, cepat katakan rencana busukmu, kalau
tidak, jangan salahkan kalau lohu akau bertindak keji
kepadamu"
Memukul anjingpun harus melihat pemiliknya, Gak Kun
liong memang dasarnya cerdik, diapun pandai menduga setiap
persoalan yang bakal terjadi, dari ucapan lawan dia tahu kalau
musuh hanya gertak sambal belaka. Sambil cengar-cengir
segera sahutnya: "Aku toh sudah bilang, hendak mencarimu
untuk diajak main, suruh kau menebak dulu toh bukan
persoalan? Padahal aku memang hendak memberitahu
kepadamu, aku telah mem bunuh seekor ular beracun"
"Kentut!" Hui cha Cuncu membentak gusar, "apa sangkut
pautnya antara ular beracun denganku? Kau ingin
mempermainkan lohu?"
"Aduuh mak, kenapa sih kau galak amat?"
Aku dengar kau sedang berusaha keras untuk mencari ular
beracun berusia seribu tahun, maka sengaja kusampaikan
berita ini kepadamu, sepantasnya kau berterima kasih atas
jerih payahku ini. Sekarang kau malah galak amat kepadaku,
hmm, lihat saja nanti, akan ku laporkan kepada ibuku agar
kau diberi pelajaran yang setimpal"
Mendengar ucapan mana, Hui cha Cun cu merasakan
jantungnya berdebar keras, tapi setelah dipikir kembali, dia
merasa bocah itu jelas lagi membohonginya, mana mungkin
ular beracun ditemukan secara gampang...?
Kontan saja dia mencaci maki penuh kemarahan:
"Keparat, hukuman mati boleh dihindari tapi hukuman
hidup jangan diharap bisa dihindari, aku tak doyan dengan
permainan begitu, kau harus ditempeleng atas kebohongan
mu itu"
Gak Kun liong tahu, sewaktu berbicara penjagaan lawan
pasti menendor, buru-buru dia menerobos kedepan sambil
mengayunkan telapak tangannya.
"Plaaaaakkkk!" sebuah tamparan keras menghajar telak
diatas pipi Hui cha Cun cu, membuat dia berkaok-kaok
kesakitan.
Dalam marahnya Hui cha Cun cu segera men dorong pula
sepasang lengannya kedepan dan melepaskan sebuah pukulan
yang maha dahsyat.
Gak Kun liong bukan anak bodoh, dengan cepat dia berkelit
kesamping, bukan mundur ia justru menyerobot maju kemuka
dan memotong dada Kiong Lui, kepalan-nya yang digenggam
kencang lantas dihantamkan keras-keras, kemudian dia
menerobos kebelakang punggung musuhnya lewat bawah
ketiak.
"Hei, sauya berada disini!" teriakannya sambil bersorak
kegirangan.
Secara beruntun Hui cha Cun cu harus menderita dua kali
pukulan, bisa dibayangkan be tapa gusarnya orang itu, dari
malu dia jadi naik darah sambil memutar badan, sebuah
pukulan dengan tenaga sebesar lima bagian segera
dilontarkan kemuka.
Gak Kun liong sedang asyik bertarung, tentu saja dia jeri
menghadapi ancaman semacam itu, hawa murninya segera
dihimpun ke dalam telapak tangan dan siap menyongsong
datangnya ancaman lawan dengan keras lawas keras.
"Blaaaamm!" suatu ledakan keras menggelegar diangkasa.
Akibat dari bentrokan tersebut, kedua belah pihak sama-
sama tergetar keras badannya, tapi tidak sampai menimbulkan
cedera apapun.
Atas kejadian tersebut, Hui cha Cun cu makin naik darah, ia
segera menerkam lagi kemuka dan membacok dada Gak Kun
liong dengan jurus Im liong tham- ciau (naga sakti
mementang cakar).
Tiba-tiba dari tengah hutan sana berkumandang dua kali
jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Hui cha Cun cu menjadi tertegun, tanpa terasa gerak
serangannya menjadi terhenti.
Gak Kun liong segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya:
"Hahahahahaha....... bagus sekali! Rupanya kedua ekor
anjing budukan itu sudah dibikin mampus"
Selesai berkata dia lantas ngeloyor pergi meninggalkan
tempat itu.
Menyaksikan keadaan tersebut, Hui cha Cun cu menjadi
teramat gusar, sambil menggertak gigi menahan diri makinya:
"Bocah keparat, rupanya kau memang sengaja datang
mencari gara-gara, bagus, bila kubiarkan kau lolos dari hutan
ini sekarang, mu lai hari ini aku bukan she Kiong lagi".
Seraya berkata dia lantas mengejar sampai lima langkah
dibelakang Gak Kun liong.
Menghadapi kejaran tersebut, Gak Kun liong sama sekali
tidak berpaling, dia malah menyusup masuk ketengah
lapangan ditengah hutan dan persis menyongsong kedatangan
Siau yau kay Wi Kian.
Tolong, tolong, dibelakang ada srigala buas!" buru-buru ia
berteriak minta tolong.
Siau yau kay Wi Kian menyelinap melalui sisi Gak Kun Hong
dan segera menghadang dihadapan Hui cha Cun cu, lalu
tegurnya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Selamat bersua kembali saudara Kiong, aku harap kau
sehat sehat selalu selama ini, kena pa kau bisa pindah ke
tempat semacam ini?"
Kemarahan Hui cha Cun cu makin membara setelah
bertemu dengan Siau yau kay Wi Kian, tanpa banyak cincong
dia lantas mendamprat: "Sudah pasti kau si pengemis busuk
yang membuat rencana busuk ini, ayo jawab, mau apa kau
malam-malam datang kemari?"
"Aduuh...kita kan orang sendiri, mengapa sih galak amat?
Saudara Kiong, usia kita sudah tua, kenapa sifat
berangasanmu belum juga berkurang?"
Sambil berkata Siau yau kay menunggu berita Suma Thian
yu dengan tenang, bagaimana pun juga Suma Thian yu sudah
masuk ke dalam hutan, tapi hingga kini belum nampak juga
munculkan diri, kejadian ini akhirnya membuat dia merasa
membuat dia merasa kuatir sekali.
Betul Kun liong sudah menahan lawan untuk sesaat
lamanya dan kini berganti Siau yau kay yang menghadang,
sekalipun cara bertarung semacam ini merupakan suatu
pertarungan dengan cara bergilir, namun bukan berarti tak
boleh.
Akan tetapi, keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung
terlalu lama lagi, dan Suma Tnian yu belum juga berhasil,
pada akhirnya ke dua belah pihak pasti akan jatuh korban.
Sementara pembicaraan berlangsung, Hui cha Cun cu pun
mengawasi anak buahnya yang tergeletak ditanah, tatkala
dilihatnya Tiang pek siang tat dan Si Kok seng mendengkur
semua dengan begitu nyenyak, amarahnya langsung saja
berkobar lagi, segera bentaknya:
"Pengemis busuk, bagus sekali perbuatanmu, hari ini kalau
ada kau berarti tak ada aku, kita harus bertarung sampai salah
satu mampus" Seraya berkata, ia lantas melancarkan
serangan dengan jurus Huang hong cian bong (angin puyuh
menggulung puncak), dan diantara deruan angin pukulan
yang memekikkan telinga, segulung angin serangan dahsyat
langsung me nerjang ketubuh Siau yau kay.
Siau yau kay yang diancam segera tertawa terkekeh-kekeh,
tangan yang sebelah dilintang kan didepan dada sementara
telapak tangan yang lain siap melancarkan serangan, kepada
Gak Kun liong serunya:
"Liong-ji, tunggu aku diluar hutan sana!" Sementara
berbicara, angin pukulan lawan telah meluncur datang, Siau
yau kay segera mengegos kesamping lalu berkelit dengan
gerakkan amat cepat.
jilid : 13
Pengemis sakti yang pernah malang melintang dalam dunia
persilatan karena ilmu langkah Ciok tiong luan poh cap lak tui
nya ini benar-benar memiliki tenaga dalam yang amat lihay,
akan tetapi lawannya Hui cha Cun cu Kiong Lui sendiri pun
merupakan gembong iblis nomor satu dari golongan Liok lim,
apalagi suhunya si Manusia iblis penghisap darah, dia
merupakan raja iblis yang disebut Kay si siang mo (sepasang
iblis sakti dari jagad) bersama mayat hidup.
Begitu bertarung, kedua belah pihak sama sama
mengeluarkan ilmu pukulan berat, Hui cha Cun cu.
mengembangkan ilmu pukulan Pek lek si hun ciang nya yang
maha dahsyat dan satu jurus demi satu jurus meneter
musuhnya secara pasti.
Seketika itu jaga seluruh angkasa diliputi angin puyuh yang
menderu-deru, seperti ombak dahsyat yang menghantam
tepian, kelihayannya benar-benar mengerikan.
Tujuan yang terutama dari Siau yau kay Wi Kian tak lain
adalah memberi waktu yang cukup buat Suma Thian yu untuk
melaksanakan tugasnya, sebab itu dia selalu menghindari
yang berat menghadapi yang ringan, menghindari kenyataan
menyongsong yang kosong, dengan mengandalkan ilmu
gerakan tubuhnya yang sakti dia berusaha memunahkan
sebagian besar dari ancaman yang tiba.
Seperti seekor kupu-kupu yang terbang di antara aneka
bunga, sebentar ke atas sebentar ke kiri dan sebentar lagi ke
kanan, sambil berkelit dia selalu mengejek dan mencemooh
guna mengacaukaa pikiran musuh.
Tapi, Hui cha Cun cu pun seorang manusia yang amat
lihay, dalam sekilas pandangan saja ia sudah bisa menduga
maksud tujuan Siau yau kay, tanpa terasa pikirnya:
"Kedatangan kedua orang ini tidak seperti mencari balas,
diapun tidak berniat bertarung melawanku, mungkinkah
kedatangan mereka mempunyai suatu rencana tertentu?
Tidak, tak mungkin, aku tidak memiliki sesuatu yang bisa di
incar orang dengan siasat liciknya!"
Semakin dipikir dia merasa makin bingung dan tak habis
mengerti, sudah jelas tahu jika orang datang karena sesuatu
tujuan, tetapi tak bisa diduga apa tujuannya, hal mana kontan
saja membuat hatinya kesal bercampur mendongkol.
Sementara pertarungan antara kedua orang itu masih
berlangsung, mendadak terdengar suara pekikan nyaring
bergerai memecahkan keheningan, meski suaranya tak keras
tapi mengalun tiada hentinya di tengah udara.
Mendengar suara pekikan tersebut, Siau yau kay
merasakan semangatnya berkobar kembali, diam-diam ia
girang karena Suma Thian yu telah berhasil hingga tidak sia-
sia kedatangan mereka kali ini, tanpa terasa diapun turut
berpekik nyaring.
Mendadak gerakkan tubuhnya berubah, sepasang
tangannya diayunkan berulang kali melepaskan tiga buah
pukulan berantai, sedemikian cepatnya serangan yang
dilancarkan memaksa Hui cha Cun cu terdesak mundur sejauh
beberapa langkah.
Siapa tahu Siau yau kau segera menarik kembali
serangannya begitu berhasil mendesak Kiong Lui, serunya
sambil tertawa keras
"Maaf aku si pengemis tua harus mohon diri lebih dulu!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya sudah melompat keluar
dari hutan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah
lenyap dibalik keeelapan...
Hui cha Cun cu yang dikacau orang masih berdiri
termangu-mangu dengan perasaan tidak mengerti, dia tak
tahu apa gerangan yang sedang dilakukan musuhnya itu,
karena ingin tahu, akhirnya dia menjejakkan kakinya ke
tanah dan ikut mengejar keluar hutan.
Begitu tiba di hutan, disitu tak nampak sesesok bayangan
manusiapun, suasana di keliling sana masih tetap sepi tidak
ada manusia siapapun, tanpa terasa serunya sambil
mendepakkan kakinya berulang kali:
"Pengemis busuk, kuperingatkan kepadamu, bila kita
bersua lagi dikemudian hari, saat itulah merupakan saat
ajalmu, coba akan kulihat kau bisa berbuat gila sampai
kapan!"
Selesai berkata dia lantas kembali ketanah lapangan dan
menyadarkan rekan-rekannya, ternyata rekannya tiada yang
cedera, mereka banya ditotok saja jalan darahnya.
Dengan kejadian ini, Hui cha Cun cu semakin dibikin
kebingungan dan tidak habis mengerti.
Mendadak satu ingatan melintas dengan cepat dalam
benaknya, kemudian terdengar ia menjerit kaget:
"Aduuuh, jangan-jangan karena benda mestika itu!”
)-)-)-)-)-)-)
sementara itu, Siau yau kay Wi Kian yang mendengar suara
pekikan nyaring dari Suma Tnian yu, segera meninggalkan Hui
cha Cun cu Kiong Lui dan melayang keluar dari hutan.
Diri kejauhan sana dia menyaksikan ada dua sosok
bayangan manusia yang kecil sedang menuju kedepan. Siau
yau kay tak berani berayal lagi, dia segera mengerahkan ilmu
meringankan tubuh Leng khong siu tok melakukan pengejaran
secepat kilat dari belakang.
Hanya didalam beberapa kali lompatan saja, ia berhasil
mendahului dua orang tersebut, begitu sampai dia lantas
menegur:
"Bocah, kau telah berhasil?”
"Untung tidak gagal, cuma ada sebutir!" sahut Suma Thian
yu dengan wajah berseri,
"Setan cilik, tentu saja hanya sebutir, dari mana datangnya
dua butir?” seru Siau yau kay setengah girang setengah
mendamprat.
Sambil berjalan Gak Kun liong pun mulai menggerutu.
“ Engkoh Thian yu, cara kerjamu amat lamban, sama sekali
tak bisa cekatan, masa hanya mengambil sebutir mutiara saja
membutuhkan waktu sampai setengah hari? Hampir saja
selembar nyawaku melayang"
Sambil tertawa Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Tahukah kau, gembong iblis tersebut telah
menyembunyikan mutiara tersebut dengan amat rahasia
sekali, setelah memeras otak setengah harian lamanya, aku
baru berbasil mengorek-nya keluar dari atas dinding
ruangannya"
Mendengar perkataan itu, Siau yau kay segera berpikir
sejenak, lalu katanya:
"Aaah, tidak mungkin, masa sedemikian cepatnya dia
menyembunyikan benda itu? Kecuali kalau sebelumnya dia
sudah tahu kalau kami bakal datang ke sana"
Dengan wajah serius Suma Thian yu kembali berkata:
"Perduli amat, pokoknya tugas kita kali ini telah berhasil
dengan lancar, mari kita memberi laporan. Aah, betul, aku
belum sempat mengucapkan terima kasih kepada kalian
berdua!"
Begitulah sambil berbicara sambil berjalan, tanpa terasa
ketiga orang iitu sudah tiba diatas puncak bukit.
Gak Kun liong segera bersuit nyaring ketebing seberang
sana memberi tahu kepada si burung hong untuk menjemput
mereka.
Tak lama kemudian dari bukit seberang terdengar suara
pekikan dari Ing ji.
Mendadak terdengar Siau yau kay Wi Kian berbisik lirih:
"Sett! tenang sedikit, aku seperti mendengar suara ujung
baju terhembus angin, jangan-jangan gembong iblis itu
merasa mutiaranya hilang dan menyusul kemari?"
Suma Thian yu dan Gak Kun liong segera memasang
telinga dan mendengar suara ujung baju terhembus angin
berkumandang datang.
Dengan wajah gelisah Gak Kun liong lantas berseru:
"Waah bagaimana baiknya? Ing ji masih belum juga datang
kemari...?”
“ Apa yang kita takuti?" sahut Siau yau kay tenang, "paling
baik lagi kalau dia berani menyusul kemari, aku si pengemis
tua memang ingin memberi sedikit pelajaran kepadanya"
Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak
terdengar tiga kali pekikan aneh berkumandang datang dari
punggung bukit.
Gak Kun liong dengan perasaan makin gelisah mengawasi
bukit seberang tanpa berkedip, dia berharap Ing ji bisa segera
sampai disana.
Mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan
burung hong, Gak Kun liong segera menari nari sambil
berteriak:
"Nah sudah datang, Ing ji sudah datang"
Baru selesai dia berkata dari belakang punggung mereka
telah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat
mengerikan.
Dengan cepat Gak Kuu liong berpaling, tanpa terasa dia
menjerit kaget:
"Aaaah !"
Apa yang diduga Siau yau kay memang tepat sekali, Hui
cha Cun cu Kiong Lui dengan memimpin Kiu tau siu Li Gi dan
Liat bwe siu Li Hiong telah muncul dihadapan mereka.
Siau yau kay segera mendengokkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak:
"Haah...haaah...haaah...kalau sudah bermusuhan, dunia
kok rasanya amat sempit, dimana saja kita selalu bersua
kembali, hei orang she Kiong, kita memang sudah ditakdirkan
untuk berjumpa terus, bagus, sebelum mampus kita tak usah
buyar.
Hui cha Cun cu melotot musuh-musuhnya dengan sorot
mata penuh kebencian, dia menggerakkan bahunya melayang
kehadapan ke tiga orang itu, kemudian bentaknya gusar:
“ Bangsat sialan, pengemis busuk, siapa yang sudah
melarikan mutiaraku?"
Akhirnya sorot mata penuh kebencian itu berhenti diatas
wajah Suma Thian yu, kembali bentaknya:
"Pasti kau. Ayo jawab!"
Sekulum senyum hambar menghiasi raut wajah Suma Thian
yu, dia tak sudi menjawab pertanyaan itu.
Hui cha Cun cu yang berpengalaman tentu saja dapat
menyaksikan sikap lawannya, sinar kebuasan dan rasa benci
yang mencorong ke luar dari balik matanya makin menjadi,
tanpa berkedip barang sekejappun dia menatap wajah Suma
Thian yu lekat-lekat, kemudian selangkah demi selangkad
berjalan mendekati anak muda tersebut.
Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian tersebut
merasakan hatinya semakin gelisah, buru-buru dia lari kesisi
tubuh Suma Thian yu dan siap membantunya.
Tapi Liat hwe siu Li Hiong segera memburu kedepan dan
menyerobot didepan Gak Kun liong dengan menghalangi jalan
perginya.
Makin lama Hui cha Cun cu semakin mendekati mereka,
mendadak ia berhenti lalu sambil mengulurkan tangannya dia
berseru:
“ Bawa kemari setan licik, ayo serahkan mutiara itu
padaku!”
"Kalau ingin turun tangan, silahkan saja turun tangan
sendiri..." jengek Suma Thian yu sambil tertawa sinis.
Hui cha Cuncu menjadi amat gusar, teriaknya mendadak:
"Kau anggap lohu tak berani?"
Seraya mengancam sekali lagi dia mendekati Suma Thian
yu sampai dua langkah.
Tanpa disadari Suma Thian yu mundur dua langkah
kebelakang, kini tubuhnya telah berada di tepi jurang, bila
dia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus
kedalam jurang, terkubur di dasar lembah.
Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini
menjadi amat kuatir, peluh dingin bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya, buru-buru dia memperingatkan:
"Yu ji, jangan mundur lagi!"
Mendengar peringatan tersebut, Suma Thian yu manggut-
manggut, dengan mempergunakan sisa sorot matanya dia
melirik kebelakang.
Wouw! Sungguh mengerikan, dibelakang tubuhnya telah
terbentang jurang yang tak nampak dasarnya. Suma Thian yu
segera merasakan peluh dingin bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya, bulu kuduk pada bangun semua.
Hui cha Cun cu Kiong Lui memperdengarkan suara tertawa
liciknya yang mengerikan, lalu serunya:
"Keparat busuk, kenapa mutiara itu tidak segera kau
serahkan, apakah kau sudah bosan hidup?"
Suma Thian yu mendengus dingin.
"Hmm, jika kau berani maju selangkah lagi, sauya akan
gugur bersama mutiara ini"
Sebenarnya Suma Thian yu hendak menggunakan ancaman
tersebut sebagai gertak sambal, siapa tahu Hui cha Cun cu
tidak memakan gertakan tersebut, dia malah mendongakkan
kepalanya dan segera tertawa seram.
"Heeh...heehh...heehh.. bagus sekali, biar lohu
menyempurnakan keinginanmu itu!"
Seraya berkata, dia lantas mengayunkan telapak tangannya
dan membacok tubuh Suma Thian yu.
Waktu Itu Suma Thian yu sudah berdiri di tepi jurang,
jangankan melancarkan serangan, sekalipun menggerakan
tubuhpun bisa akan berakibat marabahaya yang mengancam.
Maka ketika menyaksikan datangnya ancaman dari Hui cha
Cun cu, dia lantas menghela napas panjang dan sambil
memejamkan matanya melompat turun kedalam jurang.
Siau yau kay dan Gak Kun liong yang menyaksikan itu
segera menjerit kaget.
"Ooooohh, Thian yu!"
Karena tak tega, mereka berdua pun segera memejamkan
matanya rapat-rapat.
Keadaan yang dihadapi Suma Thian yu waktu itu memang
saat kritis dan berbahaya sekali, kendatipun ada malaikat yang
berada di sana belum tentu bisa menyelamatkan jiwanya.
Bayangkan saja, si anak muda itu sudah di desak hingga
berada ditepi jurang, seandainya orang bermaksud untuk
memberi bantuan, bisa jadi pihak lawan akan melancarkan
sergapan dengan mempergunakan peluang tersebut,
akibatnya belum lagi orang lain tertolong, dia sendiri akan
menjadi korban.
Oleh sebab itu, kendatipun Siau yau kay memiliki
kepandaian silat yang maha sakti, dia cuma dapat
membiarkan Suma Thian yu terkubur di bawak jurang.
Tapi, pada akhirnya pada suatu peristiwa di luar dugaan
telah terjadi.
Hidup di dunia ini, kadangkala memang bisa terjadi suatu
peristiwa aneh yang sama sekali tak terduga.
Suma Thian yu meloncat mundur kebelakang, ia bertekad
untuk bunuh diri, sebab bagaimanapun jua mestika tersebut
tak dapat dibiarkan terjatuh ketangan musuh, daripada
berakibat seperti dalam peristiwa kitab tanpa kata dulu, Siapa
tahu baru saja tubuhnya meninggalkan tebing, mendadak dari
belakang tubuhnya ber kumandang suara pekikan burung
Hong yang keras sekali.
Menyusul kemudian terasa segulung angin kencang
berembus lewat, tubuh Suma Thianyu yang sedang meluncur
kebawah itu sudah disambar oleh suatu benda yang lunak,
kemudian pelan-pelan dibawa terbang membumbung ke
angkasa.
Suma Thian yu menjadi gembira sekali sesudah
menyaksikan peristiwa tersebut, segera pekiknya:
"Aku tertolong, aku sudah tertolong! Oooh, terima kasih
langit, terima kasih bumi, terima kasih Ing ji!”
Ditengah jeritan kaget semua orang, Ing ji telah membawa
Suma Thian yu terbang jauh melampaui puncak tebing dan
berpekik gembira tiada hentinya.
Mendengar suara pekikan itu, Gak Kun liong
mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian terlihat
membuatnya turut berpekik nyaring:
"Horeee.....engkoh Yu sudah tertolong!"
Dia segera menjejakan kakinya ketanah kemudian
melambung keudara dan melompat naik ke atas punggung
Ing ji.
Tak terlukiskan rasa gusar dan mendongkol Hui cha Cun cu
setelah dilihatnya Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya, bahkan tertolong, rambut dan jenggotnya pada
berdiri kaku saking marahnya, sambil berpekik nyaring telapak
tangannya segera diayunkan ke udara, melepaskan sebuah
pukulan dahsyat ke tubuh burung hong tersebut.
Ing ji adalah seekor burung hong yang berperasaan tajam,
dia memahami watak manusia, menyaksikan datangnya
serangan dari Hui cba Cun cu, dia lantas berpekik nyaring, lalu
sepasang sayapnya dikembangkan dan dikibaskan berulang
kali.
Angin puyuh yang menderu-deru, pasir dan batuan
beterbangan memenuhi angkasa, daun dan ranting
beterbangan membuat pemandangan terasa kabur.....
Hui cha Cun cu maupun Tiang pek siang sat tak kuasa
menahan deruan angin pukulun yang amat kuat tadi, masing-
masing lantas menutup muka sambil menyembunyikan diri
kesisi pohon, lalu memeluk batang pohon erat-erat, kuatir
kalau tubuh mereka terseret oleh angin puyuh sehingga
tercebur kedalam jurang.
Gak kun liang segera bertepuk tangan sambil bersorak
sorai, teriaknya kepada Siau yau-kay:
"Cianpwe cepat naik!”
Siau yau kay pun sadar, bila sekarang tidak pergi, sebentar
pasti akan menjumpai banyak kesulitan, maka dia lantas
menjejakkan kakinya ketanah dan melompat naik ke atas
punggung Ing ji.
Menanti ketiga penumpangnya sudah duduk baik-baik, Ing
ji menutup kembali sayapnya dan meluncur ketengah udara,
suara pekikan panjang menggema diudara menyayat suasana.
"Bocah keparat, Hui cha Cung cu Kiong Lui kontan saja
mencaci maki kalang kabut setelah menyaksikan ketiga orang
itu melarikan diri, "lohu akan menunggu terus disini, akan
kulihat sampai kapan kau baru muncul kembali disini."
Benar juga, ternyata Kui cha Cun cu Kiong Lui menunggu
terus disitu sampai kemunculan Suma Thian yu dikemudian
hari, hanya ini kejadian dikemudian hari, jadi tak perlu
dibicarakan sekarang.
Ketika Siau yau kay bertiga tiba kembali dalam gua, Hui im
Tangcu Gak Say hwe yang menyongsong paling dulu, dia
lantas menegur:
"Sebenarnya apa yang telah terjadi, mengapa Ing ji pergi
sekian lama baru kembali?"
Siau yau kay Wi Kian tertawa panjang.
“ Kalau dibicarakan panjang sekali ceritanya, ambil sepoci
arak lebih dulu, setelah lolos dari kematian, aku si pengemis
tua harus minum sampai mabuk."
Sementara itu Ceng lion- Li siansu juga turut munculkan
diri, dibelakangnya mengikuti Sian gi siu dari Wu san, melihat
mereka bertiga pulang dengan selamat, segera tegurnya
sambil tertawa:
"Bagaimana dengan hasil perjalanan kalian? Tentunya
melalui suatu pertempuran yang amat sengit bukan!"
Gik Kun liong segera menarik ujung baju Cong liong lo
siansu sambil berseru manja:
"Sucou, orang she Kiong itu menganiaya Liong-ji, kau
orang tua harus membalaskan sakit hatiku ini!"
Cong liong Lo siansu hanya tersenyum belaka, lama
kemudian ia baru bertanya kepada Suma Thian yu atas hasil
perjalanannya.
Secara ringkas Suma Thian yu lantas mengisahkan
pengalaman yang baru saja dialaminya, lalu dari sakunya
mengeluarkan sebuah bungkusan kain hitam dan
menyerahkan kepada lo siansu tersebut.
Cong liong Lo siansu menerima bungkusan kain hitam itu
dan membuka pembungkusnya, seketika itu jua seluruh
ruangan berubah menjadi terang benderang bermandikan
cahaya.
“ Haaah....Ya kong cu!” pekik Lo siansu kaget.
Semua orang menjadi gembira sesudah mendengar pekikan
itu dan sama-sama mengalihkan perhatiannya, betul juga,
ternyata mutiara tersebut adalah sebutir Ya kong cu yang
amat sukar ditemukan di dunia ini.
Setelah mengamati sejanak, Cong liong lo siansu berkata
sambil menggeleng.
"Thian yu, kau sudah salah ambil, benda ini bukan Han
kong cu anti racun yang diperoleh dari benak ular beracun"
Seluruh tubuh Suma Thian yu mendingin setelah
mendengar ucapan ini, buru-buru bantanya:
"Thian yu telah menggeledah seluruh ruangan, disitu hanya
ada benda itu saja, tak kutemukan mestika lainnya"
“ Waaah, aneh sekali" gumam Cong liong lo siansu, "masa
bukan dia yang mengambil mutiara anti racun dari ular
beracun tersebut? Atau mungkin disembunyikan ditempat
lain?"
Gak Kun liong yang teliti lantas berpiki pula dengan
seksama, akhirnya dia berseru:
“ Benar, Kiong Lui si setan tua ini memang tidak melarikan
mutiara anti racun tersebut!"
“ Dari mana kau bisa tahu?” Cong liong lo-siansu seperti
sengaja hendak mencari tahu.
Secara ringkas Gak Kun liong lantas mengisahkan
pertarungannya melawan Hui cha Cun cu, dan akhirnya dia
pun mengisahkan pula ba gaimana Hui cha Cun cu menuntut
kembali mutiaranya.
Setelah dianalisa dan diselidiki kembali secara seksama,
akhirnya semua orang berkesimpulan bahwa Kiong Lui
memang tidak tahu menahu tentang mutiara anti racun itu.
Cong liong lo siansu segera bergumam:
"Lantas, siapa yang melakukan hal ini? Selain dia, orang
lain tak akan bermanfaat mendapat mntiara anti racun itu,
mungkinkah sudah dilarikan oleh si Mayat hidup?"
Diantara sekian jago yang hadir sekarang, kecuali Cong
liong Lo siansu beserta Suma Thian yu, Gak Kun liong, yang
lain tak sempat melihat bayangan pungung dari pencuri
mutiara tersebut, oleh sebab itu siapapun merasa kurang
leluasa untuk menimbrung.
Dengan demikian soal mutiara anti racun pun menjadi
sebuah teka teki bisu yang tak terjawab, siapapun tak tahu
mutiara mana telah terjatuh ke tangan siapa.
Cong liong Lo siansu segera menyerahkan kembali mutiara
Ya kong cu tersebut ke tangan Suma Thian yu kemudian
katanya:
"Bagaimana kalau kita kembalikan saja mutiara ini
kepadanya?”
"Jangan!” Suma Thian yu berseru keras.
Mendengar ucapan ini, semua orang tertegun dan menatap
ke arth Suma Thian yu dengan keheranan.
"Kenapa?” tanya Siang gi siu dari Wu san ketus.
“ Tentu saja jangan dikembalikan kepadanya" teriak Suma
Thian yu dengan perasaan mendongkol, "coba bayangkan
sendiri Ya beng cu ini di dapatkan dengan mengorbankan
seratus butir batok kepala manusia, apakah kita harus
menyerahkan kembali dengan begitu saja kepadanya?”
Semua orang masih belum memahami ucapan Suma Thian
yu, Siau yau kay yang berangasan cepat menegur:
"Hei, bocah, kau berbicara jangan berbelit-belit, blak-blakan
saja, tak perlu di putar balikkan"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, secara ringkas diapun mengisahkan kembali kejadian
yang dialaminya dalam dusun yang dilaluinya tempo hari,
sebagai akhir kata dia menambahkan:
"Pada mulanya Thian yu mengira perbuatan tersebut
dilakukan oleh pencoleng berkerudung, atau pasti ada sangkut
pautnya dengan Bi kun lun Siau Wi goan maka sewaktu tiba di
keluarga Siau, secara diam-diam kuperhatikan hal ini, akhirnya
aku gagal menemukan sesuatu jawaban, sama sekali tak
kusangka kalau perbuatan ini ternyata hasil karya dari Kiong
Lui, bayangkan saja, apakah aku harus menyerahkannya
dengan begitu saja?"
"Benar!" Gan Kun liong yang pertama-tama menyatakan
persetujuannya.
Kau yakin kalau mutiara ini adalah mutiara yang hilang dari
dusun tersebut?" tanya Tay gi siu Kiong Sian pula dengan
suara tegas.
"Thian yu tidak berani memastikan tapi b lum pernah
kudengar dikolong langit terdapat dua macam Ya beng cu
yang sama bentuknya" Jawaban dari Suma Thian yu ini sangat
diplomatis, membuat Tay gi siu jadi tergagap dan tak
mampu menjawab.
Gak Kun liong turut tertarik, dia segera menimbrung pula:
"Engkoh Yu, tahukah kau kalau Hui cha Cun cu itu sejalan
dengan Siau Wi goan?"
"Soal ini...aku kurang begitu tahu"
""Benar! Perampok berkerudung itu sudah pasti bukan Hui
cha Cun cu" desak Gak Kun liong.
Didesak oleh beberapa patah kata tersebut Suma Thian yu
dibikin terdesak sehingga tak sanggup menjawab, padahal apa
yang dia katakan tadipun hanya merupakan suatu dugaan
belaka.
Bantahan dan Gak Kun liong inipun tak lebih hanya suatu
perumpamaan yang mendua-duga juga.
Hui im Tongcu Gak Say bwe yang selama ini hanya
membungkam, segera turut menimbrung:
"Buat apa kita mesti memperdebatkan persoalan seperti
ini? Thian yu, simpanlah dulu, benda macam begini tak boleh
sampai terjatuh ke tangan orang jahat, sedang mengenai
Kiong Lui, aku paling jelas dengan tabiatnya, jadi tindakanmu
menyerobot mutiara nya bukanlah suatu perbuatan yang
salah.
"Mengapa ibu?” tanya Gik Kun liong tidak habis mengerti.
"Cerewet!" tegur Hui im Tongcu Gak Say bwe cepat,
kemudian baru menerangkan, "antara Bi kun lun Siau Wi goan
dengan Kiong Lui sesungguhnya mempunyai hubungan
persaudaraan, nah, sekarang sudah jelas bukan?"
Hingga disitu, semua orang baru memahami duduk
persoalan yang sebenarnya, perdebatan nya dengan Suma
Thian yu pun dengan cepat diakhiri sampai disitu pula.
Siang gi siu dari Wu San lantas bangkit dan menghampiri
Hui im Tongcu, membisikkan sesuatu disisi telinganya, tampak
Gak Say bwe segera tersenyum sambil manggut-manggut.
Menyusul kemudian Tay gi siu menjura kepada semua
orang seraya berkata:
"Kami akan mohon diri lebih dulu, bila urusan telah selesai,
kita pasti akan bersua kembali"
Kemudian sambil berpaling kearah Suma Thian yu,
lanjutnya dengan wajah serius:
"Thian yu, kau harus baik-baik mengingat perkataanku,
setiap saat mencari tahu jejak kitab Cin keng tersebut".
Begitulah, mereka berdua lantas berlalu setelah
menyampaikan pesannya, seperti sepulung hembusan angin,
bayangan tubuh mereka lenyap diluar gua sana.
Siau yau kay Wi Kian segera memohon diri Pula ketika
dilihatnya dua orang tokoh aneh itu sudah pergi, tapi Hui im
Tongcu segera menahannya sambil berkata:
“ Kau toh tiada urusan penting apa-apa, kenapa mesti
terburu- buru....
Siau yau kay menggelengkan kepalanya berulang kali,
ucapnya sambil tertawa lebar:
"Kehadiranku disini hanya merupakan suatu beban yang
berat, apalagi setelah berapa hari tidak mengemis, rasanya
kantongku sudah mulai kosong"
Kemudian setelah memberi hormat kepada Cong liong 1o
siancu, katanya kepada Suma Thian yu sambil tertawa
mesteris:
"kesempatan baik sukar ditemukan, baik-baiklah
memanfaatkan nya..."
Selesai berkata, dia lantas beranjak meninggalkan gua
tersebut.
Menyaksikan mereka semua berlalu dari situ, Suma Thian
yu segera merasakan satu hal dia merasa orang-orang itu
seperti menyim pan suatu rahasia yang besar.
Nyatanya mereka datang depan begitu saja, pergipun
dengan begitu saja hingga seakan mereka hanya kebetulan
lewat dan menyamangi tempat itu, padahal siapa yang
menduga kalau dibalik kesemuanya itu sebetulnya terjalin
suatu buhungan batin yang erat!
Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam waktu singkat tiga
puluh hari sudah lewat.
Suatu hari, pagi-pagi sekali Cong liong lo siansu sudah
berada ditanah lapang dibelakang gua sana.
Seorang bocah berusia sebelas, dua belas tahun dan
seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun sedang
melangsungkan suatu pertarungan yang amat seru, kedua
belah pihak sama-sama saling menyerang dan saling
menyergap dengan gencarnya.
Di tepi lapangan, berdiri pula seorang nyonya muda yang
berparas amat cantik.
Saat itulah, Cong liong lo siansu berjalan ke sisi nyonya
muda tersebut dengan langkah pelan, kemudian ujarnya
sambil tertawa:
“ Selama satu bulan ini, kemajuan yang berhasil diraih
kedua orang ini sungguh mengagumkan, tidak sia-sia lolap
membuang banyak tenaga untuk mereka berdua"
Hui im tongcu hanya mengawasi terus Kedua orang yang
sedang bertarung itu, mendengar ucapan mana, ia tidak
berpaling, hanya sahutnya:
"Liong ji jauh lebih bodoh dan bebal, coba kau lihat,
bukankah Thian yu belum menggunakan segenap tenaga yang
dimilikinya?"
"Soal ini tak bisa disalahkan”, hibur Cong liong lo siansu,
liong ji baru berumur berapa? Janganlah mengharapkan
terlalu tinggi, kalau tidak kecewamu akan makin besar. Anak
kecil sudah dapat mencapai tingkatan sehebat ini,
sesungguhnya hal ini sudah terhitung luar biasa"
"Berhenti!" tiba-tiba Hui Im Tongcu berteriak keras.
Dua orang yang sedang bertarung segera melompat
mundur setelah mendengar teriakan tersebut, sambil
membawa pedang masing-masing mereka berjalan kehadapan
Cong liong lo siansu kemudian sapanya sambil memberi
hormat:
"Selamat pagi!"
Cong liong lo siansu membelai rambum Gak kun liong dan
berkata sambil tertawa ramah:
“ Liong ji, kau harus beristirahat dulu, biar engkoh yu mu
berlatih lebih dulu”
Kemudian perintahnya kepada Suma siauhiap:
“ Thian yu, cepat kau latih kembali ilmu pukulan Sian po
hwe hong ciang tersebut!”
Suma Thian yu segera mengiakan, sambil membawa
pedangnya dia berjalan menuju ke tengah lapangan,
kemudian setelah memberi hormat kepada kakek itu, satu
jarus demi satu jurus dia mulai melatih ilmu silatnya dari awal
sampai akhir.
Ilmu pukulan sian po hui hong ciang (pukulan angin
berpusing) merupakan ilmu andalan yang paling dibanggakan
Cong liong lo siansu sepanjang hidupnya, kali ini Suma Thian
yu dapat melatihnya dengan enteng, ringan, cepat luwes dan
bertenaga, jurus demi jurus di lepaskan seperti air sungai
huang ho yang mengalir tiada hentinya.
Betapa gembiranya Cong liong lo siansu menyaksikan
kelihayan bocah tersebut berlatih, dia tertawa terbahak-bahak
tiada hentinya, kemudian sambil berpaling kearab Gak Say
bwe, ujarnya:
"Coba kau lihat, bagaimana hasil latihannya itu? Asal bocah
ini diberi waktu yang cukup untuk melatih diri, tak sulit untuk
menjadi seorang jagoan nomor wahid dikolong langit"
Hui im tongcu Gak Say bwee ikut merasa gembira sekali.
Selesai melatih ilmu pukulan Sian po hui hong ciang,
kembali Suma Thian yu melatih ilmu pedang Bu beng kiam
hoat yang sekali lagi mendapat sambutan hangat.
Ketika pemuda itu selesai berlatih, Cong liong Lo siansu
memanggilnya menghadap, lalu berkata dengan gembira:
"Tampaknya kau berlatih dengan tekun dan rajin sehingga
dapat mencapai kesuksesan seperti hari ini, sebentar kau
boleh memberes kan buntalanmu untuk turun gunung, penuhi
janjimu di bukit Kun san, kemudian selesaikan sebuah tugas
yang akan kusampaikan padamu"
Sejak disuruh berdiam dalam gua Hui im tong, Suma Thian
yu belum pernah memahami maksud tujuan yang sebenarnya,
kini dia baru terceranjat sesudah mendengar perintah Cong
liong lo siansu, tanpa terasa wajahnya menunjukkan
kesangsiannya.
Dalam sekilas pandangan saja, Cong liong lo siansu sudah
dapat menebak jalan pemikiran pemuda itu, sambil
tersenyum dia segera berkata:
"Dunia persilatan dewasa ini sudah berada diambang pintu
badai pembunuhan yang paling mengerikan sepanjang seratus
tahun belakangan ini, tak sampai berapa tahun kemudian,
banjir darah sudah pasti akan melanda seluruh dunia
persilatan, tapi ini, sudah merupakan takdir, tiada orang
yang sanggup menyelamatkan badai pembunuhan berdarah
itu.
"Aku masih ingat ketika berusia delapan tahun dulu, dunia
persilatan juga pernah dilandai badai pembunuhuhan
berdarah, banyak jago persilatan yang terlibat dalam
peristiwa tersebut dan tewas secara mengerikan, kini
sekejap mata seratus tahun sudah lewat, dan sekarang
badai pembunuhan itu kembali mengancam kita, kita" bahkan
badai kali tampaknya timbul akibat dari munculnya kitab tanpa
kata, berdasarkan tafsiran inilah maka lolap lantas mengambil
keputusan untuk mewariskan segenap kepandaian silat yang
kumiliki kepadamu agar kau bisa bertanggung jawab untuk
menolong sesama umat manusia dari kehancuran"
Berbicara sampai disitu, Cong liong lo siansu berhenti
sejenak, kemudian setelah memandang sekejap sekeliling
tempat itu, bisiknya lagi dengan suara rendah:
"Setelah menghadiri pertemuan dibukit Kun san, kau harus
seorang diri berangkat ke Lhasa ibu kota Tibet, disebelah
utara kota Lhasa terdapat sebuah kuil yang bernama Phutara
si, dari situlah kau dapat mulai menyelidiki sumber mula dari
kitab pusaka tersebut, seandainya kitab itu belum sampai
terbawa ke daratan Tionggoan, berarti badai pembunuhan
ini bisa ditolong, kalau tidak, yaa... umat persilatan harus
menghadapi situasi tersebut dengan lebih perihatin."
Sampai disini, Suma Thian yu baru mengerti apa sebabnya
Hui Im Tongcu mengundangnya kesitu, tanpa terasa hatinya
bertambah murung dan berat....
Menyaksikan pembahan wajah anak mnda tersebut, Cong
liong lo siansu segera membentak gusar:
"Jadi kau segan ke situ?"
“ Bukan, bukan begitu... " sahut Suma Thian yu tanpa
berpikir panjang lagi "sekali pun boanpwe harus terjun ke
lautan api pun, aku rela melaksanakannya, apalagi cuma
melakukan perjalanan jauh saja"
"Kau bohong, perubahan wajahmu telah mem beritahukan
segala sesuatunya itu kepadaku"
"Locianpwe, kau harus tahu, sejak kecil Thian yu sudah
kehilangan orang tuaku, dendam kesumat keluargaku belum
terbalas, kemudian berkat kebaikan hati paman Wan, aku
dipeliharanya sampai menginjak dewasa, sebelum
meninggalkan paman Wan telah berpesan kepadaku untuk
membalaskan dendam baginya, kemudian Wu san siang gi
menyerahkan tugas kepadaku untuk melindungi kitab pusaka
tanpa kata, ditambah lagi teka teki soal mutiara anti racun
yang terjadi berapa waktu berselang, semua tugas tersebut
kini sudah menjadi beban ku, hanya sayang semua tugas
mana tak satupun yang bisa kulaksanakan dengan baik, tiap
kali teringat akan hal ini aku menjadi amat sedih sekali,
maka..."
"Aku mengerti, sekilas pandangan persoalan didunia ini
beribu ribu macam corak, padahal keunggulannya hanya satu,
seperti apa yang kau ucapkan barusan, tampaknya
persoalanmu se-muanya merupakan persoalan yang pelik,
padahal jika dianalisa kembali satu persatu, semuanya akan
berubah menjadi soal sepele yang bisa diselesaikan secara
gampang!"
Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu termenung
beberapa saat lamanya, ia segera menemukan kalau
perkataan itu memang benar, serta merta perasaannya pun
menjadi lebih terbuka.
Tengah hari itu, dengan perasaan berat hati Suma Thian yu
harus mohon diri kepada Cong liang lo siansu dan Hui im
Tongcu, ke mudian dihantar oleh Gak Kun liong dengan
menumpang Ing ji berangkatlah pemuda meninggalkan gua
Hui im tong.
Selama hampir sebulan penuh, Gak Kun liong selalu bergaul
dengan Suma Thian yu, baik siang atau malam, hubungan
mereka boleh bilang sudah amat akrab, sebetulnya Suma
Thian yu melarang dia menghantarnya ke puncak seberang,
tapi bocah itu bersikeras hendak menghantarnya.
Ketika Ing ji terbang sampai ditengah jalan, mendadak
burung itu berpekik keras, kemudian hanya berputar-putar
saja disekitar tempat itu tanpa ada maksud melayang turun.
Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian itu segera
berteriak:
"Ing ji, apa yang terjadi? Apakah di depan sana ada
ancaman mara bahaya?"
Ing ji mengerti pertanyaan majikannya, dia manggut
berulang kali sambil berpekik nyaring.
Suma Thian yu segera memuji kecerdasan burung itu,
katanya:
"Ing ji, banyak terima kasih atas pemberitahuanmu, tak
mengapa, terbang saja terus, kami masih sanggup untuk
menghadapi ancaman bahaya macam apapun”
Setelah mendengar ucapan Suma Thian yu itu, Ing ji baru
berpekik gembira, ia lantas mengembangkan sayapnya dan
menukik kebawah.
Dalam waktu singkat, Ing ji sudah hinggap dipuncak
seberang, sambil melompat turun ketanah, Suma Thian yu
menjura kepada Gak Kun liong sambil berkata:
“ Adik Liong, pulanglah lebih dulu, bila urusanku telah
selesai pasti akan kembali lagi kemari untuk berkumpul lagi
denganmu”
"Janji yaa, jangan bohong".
"Tentu saja, aku pasti akan memenuhi janji”
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar tiga kali
pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan,
menyusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, dalam waktu singkat dari belakang tubuh Suma Thian
yu sudah muncul tiga orang kakek.
Begitu ketiga orang itu munculkan diri, mereka segera
mengurung rapat-rapat Suma Thian dan Gak Kun liong.
Sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera mengenali
mereka sebagai Hui cha Cun cu yang datang bersama Tiang
pek ji sat, buru buru ujarnya kepada Gak Kun liong:
"Adik Liong, cepat pergi, biar aku seorang diri yang
menghadapi mereka bertiga"
"Tidak, aku ingin mati hidup bersama kau, bila ada rejeki
kita nikmati bersama, kalau ada susah kita tanggulangi
bersama, kini kau menemui kesulitan, masa aku harus pergi
seorang diri?" seru Gak kun liong cepat.
Menyaksikan Gak Kun liong begitu bersikeras dengan
pendiriannya, Suma Thian yu ingin menghibur dirinya dengan
beberapa patah kata, tapi musuh uangguh keburu sudah
dekat, apa lagi mereka semua memandang kearahnya dengan
penuh kegusaran.
Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk tidak banyak
berbicara lagi, bagamanapun juga kehadiran Gak Kun liong
memang banyak membantu baginya menghadapi lawan.
Maka sambil tersenyum dia mengangguk.
“ Baiklah, untuk kali ini kukabulkan, tetapi jangan Untuk lain
kali."
Gak Kun liong bersorak kegirangan, dia segera melompat
turun dari punggung burungnya itu sambil menepuk kepala
Ing ji, ujarnya:
Ing ji untuk sementara waktu beristirahat lah dulu diatas
pohon, kau tidak boleh turut serta dalam keramaian ini lhoo..."
Hui cha Cun cu semakin naik darah lagi setelah
menyaksikan sikap Suma Thian yu yang masih sempat tertawa
dan bergurau kendati pun mereka sudah dikepung rapat, sikap
semacam itu pada hakekatnya sama dengan tidak
memandang sebelah mata pun terhadap mereka.
Tanpa banyak berbicara ladia maju sambil melepaskan
sebuah pukulan, teriaknya dengan gusar:
"Bangsat... akan aku lihat kau bisa tertawa sampai kapan?"
Suma Thian yu berdiri membelakangi Hui cha Cun cu ketika
merasakan sambaran angin tajam dari balik punggung, buru-
buru dia mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh in
hoat untuk mengegos ke samping, tidak nampak bahunya
bergerak, tahu-tahu orangnya sudah berpindah posisi.
“ Setan tua" seru pemuda itu kemudian sambil tertawa,
"keadaanmu sekarang memang mirip sekali dengan anjing
penjaga pintu. aai... tak kusangka kau memiliki kesabaran
yang begitu besar, satu bulan penuh kau tetap mengeram
terus disini, semangatmu yang tinggi sungguh membuat
hatiku merasa amat kagum"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar lagi suara
bentakan keras menggelegar diangkasa:
"Boocah keparat. Raja akhirat sedang menggapai
tangannya kepadamu...
Suma Thian yu sudeh menduga kalau serangan yang
dilancarkan itu paling tidak mengandung tenaga pukulan
sebesar delapan bagian, lagipula kekejiannya mengerikan,
tanpa pikir panjang dia membalikkan badan menerjang ke
samping Hui cha Cun cu, kemudian serunya sambit tertawa
cekikikan:
“ Hai, anjing budukan penjaga pintuku, tampaknya kalian
belum akan puas sebelum sampai di sungai Huang ho, ingin
merebut kem-bali mutiara itu? heh...hee..lebih baik urungkan
saja niatmu itu"
Seraya berkata, tangan kanannya segera memainkan jurus
Hui so-sui hong (serat terbang terhembus angin) untuk
mencubit pelan di bawah ketiak Hui cha Cun cu.
Cubitan mana tentu saja membuat Kiong Lui kegelian, dia
sampai mencak-mencak kegusaran Sambil berkaok-kaok dia
melompat ke belakang sebatang pohon, ketika muncul
kembali, tangannya telah bertambah dengan sebatang senjata
toya berbentuk bulan sabit.
Dengan garangnya orang itu menerjang ke muka,
kemudian sambil memutar senjata Hou to pangnya dia
membacok batok kepala pemuda itu dengan jurus Sam yang
kay tay (Sam yang membuka air).
Toya Hou to pang tersebut paling tidak mencapai berat
enam lujuh puluh kati, ditambah kekuatan sewaktu membacok
hingga total jenderal kekuatannya mencapai lima ratus kati
lebih.
Kendatipun Suma Thian yu memiliki tenaga yang amat
sempurna, toh ia tak berani menyambut datangnya ancaman
tersebut dengan keras lawan keras.
Buru-buru dia mengigos kesamping, kemudian balas
melancarkan sebuah sodokan untuk menotok jalan darah Hian
ki hiat lawan.
Meskipun Hui cha cun cu tidak menyangka kalau dalam
waktu satu bulan yang singkat, Suma Thian yu telah
memperoleh kemajuan pesat dalam kepandaian silatnya,
melihat kelihayan permainan tangan kosongnya, dia benar-
benar merasa terperanjat sekali.
Hanya berpisah berapa hari, namun Suma Thian yu yang
sekarang bukan lagi Suma Thian yu yang dulu.
Kini, Suma Tnian yu sudah merupakan seorang tokoh
persilatan muda yang berilmu sangat tinggi.
Menyaksikan datangnya sambaran tangan Suma Thian yu
yang begitu cepat bagaikan sambaran petir, sudah bareng
tentu Hui cha Cun cu tak berani berayal, cepat-cepat dia
menarik kembali senjatanya kemudian melompat mundur
sejauh setengah kaki lebih dari posisi semula.
Hei orang she Kiong seru Suma Thian yu dengan suara
lantang, “lebih baik dengarkan saja anjuranku, jangan
memikirkan soal mutiara ya kongcu lagi, sebab hanya dengan
cara itu saja selembar nyawamu baru dapat diselamatkan,
jikalau sauyamu sampai marah hmmm, kau bisa menyesal
sekali...
Kalau tak mendengar ucapan itu masih mendingan, berigu
selesai mendengar ucapan mana kemarahan Hui cha Cun cu
benar-benar tidak dilukiskan dengan kata-kata.
Sambil membentak keras, senjata Hou to pangnya diputar
kencang menciptakan selapis bayangan tebal yang
menyelimuti seluruh tubuhnya, menyusul kemudian secepat
kilat menyodok tubuh Suma Thian yu, bentaknya keras:
"Ayo, maju semua!”
Tiang pek ji sat tak ambil diam, serentak mereka
mempersiapkan senjata masing-masing dan maju mengerubuti
Suma Thian yu.
Gak Kun liong kecil orangnya, besar nyalinya menyaksikan
kedua orang malaikat bengis itu maju bersama, serentak
diapun meloloskan pedangnya, lalu dengan jurus Kay san to
hu (mebuka bukit mencari sumber air) tangan kananya
menyerang Li hiong, sementara tangan kirinya membabat si
mahkluk berkepala sembilan Li Gi, semuanya dilepaskan
dengan kecepatan yang mengagumkan.
Tiang pek ji sat bukan manusia sembarangan, mereka tak
sudi bertarung melawan Gak kun liong, kedua orang itu
segera berpisah kekiri dan kekanan menghindarkan diri dari
serangan Gak kun liong, kemudian maju lagi menyerang Suma
thian yu.
Marah juga Suma thian yu menyaksikan serangan dari
kedua orang itu, dia jadi nekad, sambil mundur dua langkah,
pedang Kit hong kiamnya segera diloloskan dari sarungnya.
begitu senjatanya diloloskan, segera berkumandang
pekikan nyaring yang menggerincing.
Liat hwe siu Li hiong, orang ketiga dari Ting pek sam sat
hanya merasakan cahaya biru berkelebat lewat didepan
matanya, tahu-tahu dia merasakan dadanya menjadi dingin
sekali, diiringi dengan jeritan ngeri, tubuhnya segera roboh
terkapar ditanah bermandikan darah segar.
Semenjak mempelajari ilmu Bu beng kiam hoat, baru
pertama kali ini Suma Thian yu mempergunakannya untuk
menghadapi lawan.
Siapa tahu baru saja pedangnya diloloskan dan satu
ayunan ringan melintas, seorang jago lihay dari kalangan Liok
lim telah roboh binasa diatas tanah.
Kenyataan tersebut segera membuat Suma Thian yu berdiri
tertegun ditempat, dia menjadi lupa kalau disitu masih ada
dua orang musuh tangguh yang harus dihadapi.
Ketika Kiu tau siu Li Gi mendengar adik nya menjerit ngeri,
dengan cepat ia berpaling, tahu-tahu dijumpainya Li Gi sudah
terkapar tewas dengan tubuh bermandikan darah, peristiwa ini
segera membuat hatinya sakit.
Dengan mata merah membara, dia membentak keras,
kemudian goloknya segera diayunkan kedepan dan membacok
kearah samping dengan jurus Hong toan lo siong (angin
memotong pohon siong).
Sementara itu Suma Thian yu masih berdiri bodoh ditempat
tanpa berkutik, tampaknya ujung golok Li Gi segera akan
menembus pinggangnya. Dengan perasaan terkejut Gak Kun-
liong menjerit:
"Hati hati engkoh Yu!”
Mendadak Suma Thian yu tersadar kembali dari
lamunannya, serta merta dia memutar pedangnya untuk
menangkis, setelah itu perge langan tangannya membalik ke
bawah, cahaya biru kembali berkelebat lewat. Terdengar Kiu
tau siu Li Gi menjerit kesakitan kemudian tu buhnya roboh
terjengkang ke tanah.
Pada hakekatnya Suma Thian yu tidak sempat melihat jelas
apa yang terjadi, tapi secara beruntun dia telah membunuh
dua malaikat bengis, hal ini membuatnya tertegun.
Ketika berpaling kembali, tampaknya olehnya Kiu tau siu Li
Gi seperti babi yang baru disembelih, bergulingan diatas tanah
sambil merintih tiada hentinya.
Tak jauh dari sisi tubuhnya tertinggal sebuah lengan kanan
yang menggenggam golok.
Memandang semua pemandangan yang tertera didepan
mata, Suma Thian yu merasa seakan-akan berada dalam
impian saja, hanya dalam satu bulan ilmu pedangnya telah
menperoleh kemajuan yang pesat, dalam sekali gebrakan saja
secara beruntun dia berhasil meroboh kan dua orang jago
lihay dari kalangan Liok-lim.
Hal ini serasa dalam impian saja, sukar untuk dipercaya.
Bahkan Hui cha Cun cu pun merasa terkesiap setelah
menyaksikan peristiwa ini, segulung hawa dingin segera
menyusup lewat punggungnya membuat ia merasa bergidik,
sambil menggenggam senjata toya Hou lo pangnya, dia
cuma berdiri kaku ditempat, lupa melepaskan serangan lagi.
Pulang saja kau!” kata Sama Thian yu kemudian hambar,
"suatu ketika, aku akan membalaskan dendam bagi seratus
jiwa yang melayang dalam dusun tersebut, ingat, hari ini ku
ampuni jiwamu karena aku telah mendapatkan mutiara
mustika itu dari tanganmu, maka aku tak tega untak
membunuhmu..."
Hui cha Cun cu adalah seorang manusia luar biasa kalau
dia disuruh untuk mengaku kalah sebelum bertempur, maka
lebih baik mampus saja dalam pertarungan.
Betul dia sudah tahu kalau ilmu pedang Suma Thian yu
sangat lihay, tanpa bertanding pun sudah diketahui siapa lebih
tangguh siapa lebih lemah, tapi kalau dia disuruh lari terbirit-
birit hanya berdasarkan sepatah katalawan, jangankan dia
terhitung gembong iblis termashur dalam kalangan liok lim,
sekalipun seorang keroco yang tak bernama pun tak akan sudi
melakukan perbuatan yang memalukan itu.
Hui cha Cun cu segera mementangkan sepasang matanya
yang tajam dan penuh pancaran sinar kebencian itu,
kemudian setelah melotot sekejap kearah Suma Thian yu,
katanya dingin:
"Bocah keparat, kau tak usah takabur lebih dulu, mari kita
tentukan kelibayan masing-masing dalam permainan tangan
kosong!"
Begitu selesai berkata, dia segera membuang senjata
tongkat Hou tong pang nya ketanah.
Suma Thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya
ke dalam sarung sambil bersiap menghadapi serangan lawan.
Hui cha Cun cu memang tak malu disebut seorang
gembong iblis yang licik dan berbahaya, dia ingin
mengandalkan kesempurnaan tenaga dalamnya yang
mencapai enam puluh tahun hasil latihan untuk mengejar
Suma Thiat yu yang masih ingusan.
Kedua belah pihak saling berhadapan tanpa bergerak,
selang beberapa saat kemudian Hui cha Cun cu baru
membentak keras, dengan jurus Sin jut kui meh (malaikat
muncul setan menghilang) yang disertai dengan tenaga
sebesar enam bagian, dia menghajar pemuda tersebut.
Suma Thian yu merentangkan sepasang tangannya
dipisahkan kesebelah samping, dengan jurus Po im kiam jit
(menyingkap awan melihat matahari) dia punahkan serangan
musuh, lalu membentak dengan marah:
"Kau benar-benar keras kepala dan tak tahu diri, baik,
mengingat dihari-hari biasa supaya tak punya dendam
maupun sakit hati dengan mu hari ini aku masih akan
memberi satu kesempatan kepadamu untuk hidup, tapi jika
kau belum juga mau mengerti, hmmm kalau begitu jangan
salahkan lagi sepasang telapak tangan ku tak kenal ampun
lagi......
Berbicara sampai disitu, telapak tangan kirinya segera
melakukan tangkisan keatas, sementara telapak tangan
kananya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya
langsung menyodok jalan darah Hian ki hiat didada Hui cha
cun cu dengan kecepatan luar biasa.
00o00 00o00
Lagi-lagi Hui cha cun cu dibikin terperanjat oleh kelincahan
gerak tubuh Suma thian yu, terutama sekali kesanggupan
anak muda itu menutup diri dari sergapannya, kemudian
melancarkan serangan balasan. Secara beruntun dia mundur
tiga langkah, lalu dengan jurus Ban hong jut cau (selaksa
lebah keluar dari sarang), dia hantam tenggorokan pemuda
itu.
Suma thian yu mendegus dingin, dia mengegos kesamping
dengan cepat, menyusul kemudian sebuah pukulan balasan
dihantamkan ke tubuh kiong lui keras-keras.
Serangan itu sekilas pandangan tampak lembuk lagi lunak,
namun cepatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Menyaksikan kejadian tersebut, Kiong Lui segera tertawa
terkekeh-kekeh dengan seramnya.
"Bocah keparat, tampaknya kau sudah terjepit
sekarang...hmm, lebih baik menyerah saja untuk menerima
kematian, daripada harus mampus dengan tubuh tercincang!"
Sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia melakukan
tangkisan.
Siapa tahu setelah terjadi penangkisan itu kiong Lui
merasakan tubuhnya bergetar keras, cepat-cepat dia mundur
kebelakang untuk menyelamatkan diri.
"Sungguh lihay!" pekiknya dalam hati.
Walaupun dia berhasil meloloskan diri dari ancaman lawan,
namun keadaannya benar-benar amat mengenaskan.
"Ayo, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!" seru Suma thian
yu sambil tertawa dingin.
Telapak tangan kanannya kembali diayunkan kemuka
menciptakan berlapis-lapis bayangan tangan yang segera
menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh lawan.
Berulang kali dipaksa dibawah angin, Hui cha cun cu sudah
dibikin gusar sekali, bulu dan rambutnya sampai berdiri semua
bagaikan kawat, apalagi menyaksikan keangkuhan pemuda
itu, kemarahannya menjadi-jadi.
Sambil membentak keras, tiba-tiba saja dia merubah
gerakan tubuhnya, kali ini dia gunakan dua jurus penolong
dari ilmu Po to pak an(ombak dahsyat memecah ditepian) dan
Hu kong keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) untuk
melepaskan bacokan maut, bersamaan waktunya dia melejit
pula ke tengah udara.
Suma thian yu tak berani memandang enteng musuhnya
setelah pihak lawan mengeluarkan jurus mautnya, terutama
sekali sesudah pihak musuh melambung ke angkasa, biasanya
gerakan itu pasti akan dilanjutkan dengan serangan maut
lainnya.
Cepat-cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya kesatu titik,
hawa Kui goan sim hoat pun disalurkan ke seluruh bagian
badan, lalu dengan menghimpun tenaga pukulan Bu siang
sinkang dalam telapak tangan, dia bersiap siaga menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Baru selesai Suma Thian yu melakukan persiapan, di
tengah udara sudah berkumandang suara gemuruhnya guntur
memekikkan telinga.
Rupanya Hui cha Cun cu iah mengeluarkan ilmu pukulan
andalannya yakni Pek lei si hun ciang untuk menghadapi
lawan, berbareng dengan menggemanya geledek, terlihat dua
kilasan cahaya kilat yang disertai desingan angin tajam
menghantam kearah kepala lawan.
Suma Thian yu pernah merasakan kelihayan dari Pek lek si
hun ciang lawan, dia cukup mengetahui kelihayan musuhnya,
coba kalau tempo hari tidak ditolong Gak Kun liong, mungkin
ia sudah tewas sedari dulu.
Akan tetapi, semenjak dia mempelajari ilmu Sian po hui
hong ciang hoat ajaran Cong liong lo siansu, semangatnya
berkobar lagi, walaupun ia belum pernah mencoba sampai
dimana kekuatan pukulan tersebut, namun rasa percayanya
pada diri sendiri meningkat.
Sambil tertawa hambar, tenaga Bu siang sinkangnya
dilontarkan melalui telapak tangan dan menyongsong
datangnya ancaman lawan.
"Blaaamm...." ketika dua gulung angina pukulan yang
menderu-deru bagaikan angin pukulan yang berbenturan satu
sama lainnya, ledakan dahsyat menggelegar disusul
beterbangan-nya pasir dan debu.
Akibat dari benturan itu, tubuh Hui cha cun cu terpental
sejauh beberapa kaki dan terbanting keras-keras diatas tanah.
Suma Thian yu sendiri pun mundur beberapa langkah
dengan sempoyongan sebelum akhirnya dia berhasil berdiri
tegak.
Paras muka Hui cha Cun cu pucat pias seperti mayat, rasa
kaget dan tercengang menghiasi wajahnya, untuk sesaat ia
jadi tertegun.
Akhirnya sambil merangkak bangun dari atas tanah,
serunya dengan nada penuh kebencian"
"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap
mengalir, hutang ini tak akan kulupakan untuk selamanya,
sampai jumpa lagi lain kesempatan!"
Tanpa berpaling lagi, dia lantas melarikan diri terbirit-birit
meninggalkan tempat itu.
Menyelamatkan diri dalam keadaan yang mengenaskan
boleh dibilang baru pertama kali dilakukan Kiong Liu selama
hidupnya, masih untung Suma Thian yu berbaik hati dengan
mengampuni jiwanya, coba kalau tidak, sudah pasti dia akan
mampus sedari tadi.
Tapi justeru karena kewelas kasihannya ini, dikemudian
hari gembong iblis tersebut justru mengakibatkan banyak
kematian yang mengenaskan bagi umat persilatan lainnya,
tentu saja hal ini sama sekali diluar dugaaan anak muda
tersebut.
Melihat Kiong Liu sudah melarikan diri, Gak Kun liong
segera bersorak kegirangan, sambil lari ke sisi Suma Thian yu,
serunya dengan wajah berseri:
"Engkoh Thian yu, sungguh hebat pukulanmu tadi, apa sih
namanya?"
Suma Thian yu sendiri pun tidak habis mengerti mengapa
dia berhasil mengalahkan gembong iblis tersebut dalam sekali
pukulan, mendapat pertanyaan tersebut segera sahutnya
sambil tertawa hambar:
"Bu siang sinkang!"
"Bu siang sinkang? Aaaah, betul, aku pernah mendengar
ibu bercerita, konon dalam dunia persilatan terdapat seorang
pendekar yang bernama Put Gho cu, diakah yang
mengajarkan ilmu tersebut kepadamu?"
"Yaa, betul, dia adalah guruku"
"Tak heran kalau begitu lihay, lain kali kau mesti
mengajarkan ilmu tersebut kepadaku, mau bukan?"
"Tentu, asal adik Liong senang, sekalipun hatiku yang kau
maui juga akan kuberikan"
"Ooeh engkoh Thian yu, kau memang sangat baik, selama
hidup Liong ji akan berterima kasih terus kepadamu"
Suma Thian yu mengalihkan pandangannya keatas langit,
setelah melihat waktu dia memandang pula dua sosok jenasah
yang tergeletak ditanah, katanya kemudian sambil menghela
napas:
"Bu beng kiam hoat benar-benar memiliki kekuatan yang
luar biasa, aku menyesal serang anku tadi telah
mengakibatkan mereka berdua satu mati satu terluka parah"
"Aah, mereka kan orang jahat yang senang berbuat bejat,
matipun masih untung"
"Tapi mereka toh tak ada dendam kesumat apapun dengan
diriku?"
"Aiai, sudahlah, tak usah dibicarakan lagi, engkoh Thian yu,
kau harus berangkat, semoga sepanjang jalan selamat dan
sukses selalu"
Gak kun liong segera memanggil Ing ji dan menunggang
burungnya dia balik kembali kepuncak seberang.
Memandang bayangan punggung nya hingga lenyap dari
pandangan, Suma thian yu baru berbisik pelan:
"Adik liong, kaupun harus baik-baik menjaga diri"
Ketika ucapan tersebut diutarakan, Gak kun liong mungkin
sudah sampai di gua Hui im tong.
Setelah berpisah dengan Gak kun liong, seorang diri Suma
thian yu berangkat meninggalkan bukit Han san menuju ke
kota tong sia.
Perjalan yang ditempuh amat jauh, tempat yang dilalui
melulu tanah perbukitan yang tinggi, akhirnya Suma thian yu
membeli keledai untuk melanjutkan perjalanan.
Keledai tak bisa lari cepat, pemuda itupun tidak terburu-
buru melanjutkan perjalanan, maka memanfaatkan
kesempatan itu, dia menikmati pemandangan alam yang indah
disepanjang jalan.
Dari situ menuju Tong ting ou paling tidak membutuhkan
waktu dua puluh hari jika perjalanan ditembuh dengan cara
begini, tapi justru dia akan sampai ketempat tujuan persis
sebelum waktu yang ditetapkan oleh dua bersaudara Thia.
Suatu pagi, dia meninggalkan Lu teng berangkat kekota
Tong sia, tiba-tiba awan gelap menyelimuti seluruh angkasa
membuat udara menjadi gelap gulita.
Melihat hujan deras segera turun, Suma thian yu menjadi
amat gelisah, dia segera larikan keledainya cepat-cepat untuk
menuju kesebuah hutan didekatnya.
Mendadak terdengar bunyi guntur menggelegar disusul
sambaran kilat yang tajam, lalu hujan pun turun amat deras.
Hujan turun begitu deras dan keras, agaknya membuat
keledai itu ketakutan sambil berpekik nyaring tahu-tahu
binatang itu lari kencang menuju keatas gunung.
Suma Thian ya ikut merasa terkejut, cepat-cepat dia
memeluk leher keledai kencang-kencang dan membiarkan
binatang tersebut berlarian tanpa tujuan. Hujan turuu semakin
deras...
Kini Suma Thian yu telah basah kuyup oleh derasnya air
hujan.
Suatu ketika, mendadak keledai itu berpekik nyaring sambil
menyambar kepuncak bukit, dengan perasaan terkejut Suma
Thian yu mendongakan, kepalanya, tiba-tiba dia melihat ada
sebuah rumah kayu muncul dibalik bukit sana.
Rupanya kesanalah keledai itu berlarian.
Suma Thian yu menjadi amat kegirangan.
Sambil menepuk kepala keledainya dia memuji berulang
kali.
"Wahai keledai, kau memang pintar, mari kesana untuk
berteduh dari hujan keparat ini"
Keledai itu berpekik nyaring, secepat terbang dia lari kearah
rumah kayu tersebut.
Baru sampai didepan rumah kayu itu, mendadak dari balik
rumah terdengar suara bentakan nyaring menggelegar
memecahkan keheningan:
"Lihat serangan!"
Menyusul kemudian muncul tiga titik cahaya bintang yang
menembusi kabut hujan dan menyambar tiba.
Suma Thian yu sangat terkejut, cepat-cepat dia menarik tali
lesnya kuat-kuat.
Sambil meringkik panjang, keledai itu segera mengangkat
kakinya keatas dan bergeser setengah kaki dari posisi semula.
Tiga titik cahaya tajam itu dengan membawa desingan
angin tajam, menyambar lewat persis disisi telinga Suma
Thian yu dan melesat kedepan....
Suma Thian yu sendiri kena digoncang pula oleh lejitan
keledai tersebut hingga terjatuh ketanah. Bersamaan
waktunya, mendadak pintu rumah dibuka dan muncul kepala
seorang gadis muda.
Walaupun hujan masih turun dengan derasnya, namun
Suma Thian yu dapat mengenali perempuan itu sebagai Yan
tho hoa (bunga tho indah) Ho Hong yang pernah dijumpainya
di rumah Bi kun lun Siau Wi goan tempo hari.
Begitu mengetahui siapakah perempuan itu, Suma Thian yu
segera melompat naik lagi keatas punggung keledainya dan
siap berlalu dari tempat tersebut.
Jilid : 14
Mendadak dari arah belakangnya berkumandang suara
tertawa cekikikan yang amat genit, disusul perempuan itu
berseru:
"Hei, saudara cilik, kau lagi marah rupanya? Kemarilah,
coba kau lihat hujan begitu deras, apakah kau tak ingin
berteduh sebentar sebelum pergi?"
Waktu itu Suma Thian yu sudah basah kuyup ketimpa air
hujan, apa lagi setelah mendengar kata-kata yang genit itu,
kontan saja ia menjadi merinding dan berdiri semua bulu
kuduknya.
"Hujan ini pasti turun terus tiada hentinya" demikian dia
berpikir, "aah, perduli amat, lebih baik aku berteduh lebih dulu
disini, toh ia tak bakal bisa melahap diriku!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas membalikkan keledainya
dan pelan pelan berjalan mendekati rumah kayu tersebut.
Sambil keledainya Suma Thian yu berteduh dibawah emper
rumah, di dalam ruangan keliahatan api membara dengan
hangatnya, Ho Hong sedang mengeringkan tubuhnya.
Waktu itu si Bunga tho indah Ho Hong hanya mengenakan
seperangkat baju yang amat tipis, selain itu didalamnya tidak
memakai apa-apa, dengan begitu terlihat amat jelas seluruh
anggota tubuhnya yang terlarang, terutama payudaranya yang
montok dengan putingnya yang memerah.
Terkesiap hati Suma Thian yu setelah menyaksikan
kejadian tersebut, dia merasa tubuhnya seperti tersambar
aliran listrik bertegangan tinggi saja, kontan membuat semua
anggota badannya kaku.
Buru-buru ia duduk bersila sambil memusatkan seluruh
perhatian nya kesatu titik, lalu mulai memejamkan mata dan
mengatur napas.
Kontan saja perbuatannya itu disambut gelak tertawa
cekikikan dari si Bunga tho indah Ho Hong, rupanya dia
kegelian.
“ Aduh ... kau memang perjaka yang masih suci, kenapa,
kenapa sih? Memangnya seluruh tubuhku tumbuh duri
beracunnya?”
Suma Thian yu tidak menghiraukan ucapan lawan, dia
hanya memusatkan terus perhatiannya ke satu titik dan
mengatur nafas.
Dalam waktu singkat hawa dingin yan semula mencekam
tubuhnya, kontan saja lenyap hingga tak berbekas.
Tiba-tiba Bunga tho indah Ho Hong berjalan mendekati
pemuda itu dengan langkah yang lemah gemulai, kemudian
sambil tertawa genit katanya:
"Lepaskan pakaianmu yang basah, biar ku keringkan
sebentar, setelah kering nanti baru kau kenakan lagi, kalau
tidak, kau bisa masuk angin”
"Tidak usah, terima kasih" tampik Suma Thian yu dengan
nada dingin dan kaku.
Jangankan beranjak, mata pun tak pernah memandang ke
arah perempuan tersebut.
Menyaksikan sikap dingin anak muda itu, Si Bunga tho
indah Ho Hong segera memutar otaknya, kemudian berseru
tertahan:
“ Aaah, benar, aku lupa kalau belum mengenakan pakaian,
tak heran kalau tak berani memandang kearahku, saudara
cilik, kau jangan mentertawakanku”
Selesai berkata ia lantas bersembunyi dibelakang pintu dan
mengenakan kembali pakaiannya yang telah kering, dalam
waktu singkat dia sudah muncul kembali dengan pakaian yang
rapi.
Suma thian yu benar-benar merasa muak menyaksikan
tingkah lakunya yang tengik, genit dan menjemukan itu.
Bunga tho indah Ho Hong sudah amat mashur dalam dunia
persilatan sebagai seorang perempuan genit berwajah cantik,
boleh dibilang hampir sebagian besar umat persilatan
mengenalinya. Sangat banyak jago termashur yang terpikat
oleh kegenitannya itu sehingga tunduk seratus persen
dibawah telapak kakinya. Hal ini disebabkan pertama, Si
Bunga tho indah Ho Hong memang dilahirkan dengan
selembar mulut yang pandai merayu, kedua, ilmu silatnya
amat lihay dan sakti, itulah sebabnya banyak sekali pemuda-
pemuda yang terpikat olehnya.
Padahal watak Si Bung tho indah Ho Hong sendiri tidak
termasuk jahat, ia bisa mempunyai nama buruk semua hari
ini, semuanya tak lain adalah hasil didikan gurunya.
Bayangan saja, murid yang di didik Si Mayat Hidup Hoat Si
si, bagaimana mungkin bisa menjadi baik?
Si Mayat Hidup Ciu jit hwe merupakan pentolan iblis dalam
golongan iblis, ilmu silat yang dimilikinya boleh dibilang tiada
taranya didalam dunia persilatan.
Dibawah didikannya, dia mempunyai tiga murid, dua
diantaranya adalah Hek hong hou (harimau angin hitam) Lim
Kang dan Kim bin kui (setan muka hijau) Siang tham.
Kedua orang itu merupakan jago-jago lihay dulu dalam
kalangan Liok lim. mereka sudah banyak melakukan kejahatan
dan membunuh orang tak terhitung jumlahnya.
Si Bunga tho indah Ho Hong adalah seorang gadis yang
baik. hingga kini dia masih tetap suci bersih tanpa noda,
hanya sayang sekali sekuntum bunga teratai yang tumbuh
diatas lumpur, bagaimana bisa menjaga nama baiknya? Orang
tak ada yang percaya kalau gadis ini masih suci bersih....
Dikolong langit ini memang terdapat banyak kejadian yang
tragis, Si Bunga tho indah Ho Hong hanya satu diantara sekian
banyak kejadian lainnya.
Selama ini, dia selalu berusaha untuk maju selalu berusaha
untuk kembali kejalan yang bersih dan lurus, akan tetapi
ucapan manusia dan lingkungan hidup bagaikan benteng baja
yang kuat,
selalu saja menghalangi jalan perginya.
Maka dia selalu putus asa, mulai kecewa, mulai berbuat
sewenang-wenang dan kian terjerumus........
Sampai pada akhirnya dia sendiripun menjadi buta, buta
untuk membedakan mana yang benar.
Ada kalanya dia berjalan kearah yang benar, tapi ada pula
saatnya dia berjalan kearah yang salah.
Bagi seorang perempuan, apa pula yang bisa dia perbuat?
Bertarung melawan lingkingan? Menghadapi ucapan-
ucapan cabul dengan kasar? Atau dia harus berjuang untuk
mencapai kedudukan tinggi....?
Tidak, tidak mungkin seorang perempuan bisa berbuat
demikian, perempuan hanya tahu bagaimana mencintai dan
dicintai, ia tak kan mengerti tentang bagaimana cara
melanjutkan hidup.
Ia seringkali bergumam begini:
"Burung gagak di dunia ini semuanya hitam, lelaki, mereka
hanya tahu memuaskan napsu, mereka tak tahu bagaimana
perasaan seorang wanita, hmmm bila aku Ho Hong
manfaatkan kelebihanku, apa sulitnya untuk menaklukkan
mereka dibawah telapak kakiku?"
Akhirnya ucapan tersebut menjadi prinsip hidupnya selama
ini, tak heran kalau dia pun mencoba merayu dan menggaet
hati Suma Thian yu, setelah dia bertemu dengannya.
Siapa tahu Suma Thian yu adalah lelaki sejati yang tahan
uji, hatinya setenang air, di tambah lagi ia tidak gemar
bermain perempuan.
Menyaksikan pemuda itu sama sekali tak terpikat oleh
bujuk rayunya, Bunga tho indah Ho Hong semakin penasaran,
diam-diam dia menyumpai pemuda itu sebagai lelaki palsu,
tapi iapun segera menyusun rencana untuk menyiapkan
sebuah perangkap.
“ Kau benar-benar tak takut dingin?” Bunga tho indah Ho
Hong menegur sambil tertawa, “ooohh, mengerti aku
sekarang, lantaran aku ada disini maka kau enggan
melepaskan pakaianmu bukan?”
Sambil berkata ia melirik sekejap kewajah pemuda itu,
siapa tahu semakin dipandang makin tertarik, dia ingin sekali
menjatuhkan diri kedalam pelukannya dan merasakan
kehanggatan tubuhnya, walau hanya sebentar saja. Tapi dia
lantas berpikir kembali, tindakan yang terlampau tergesa-gesa
bisa mengakibatkan kegagalan total, maka kembali ujarnya
sambil tertawa:
“ Duduklah dulu disini, aku akan mengambilkan kayu bakar
diluar sana”
Ia melompat keluar dan lenyap dibalik pintu itu.
Suma Thian yu masih tetap duduk kaku ditempat tanpa
berkutik, sepatah katapun tidak berbicara, kepergian Ho Hong
pada hakekatnya tidak memancing perhatiannya.
Siapa pula yang menduga jikalau saat itu Suma thian yu
sedang melakukan suatu percobaan, mengeringkan
pakaiannya dengan pancaran hawa murninya, disaat Ho Hong
sedang mengoceh tiada hentinya tadi, ia sudah memejamkan
mata sambil mengatur napas bahkan tak selang beberapa saat
kemudian dia sudah berada dalam semedinya.
Tak selang beberapa saat kemudian, tubuhnya makin lama
makin mengering, penemuan ini tentu saja amat
menggirangkan hati Suma thian yu.
Ketika Ho hong berlalu, pakaiannya telah mengering, tapi
dia hanya membuka matanya sambil memandang keluar
jendela saja, ia sedang berpikir sampai kapan hujan tersebut
baru akan berhenti.
Mendadak tampak bayangan manusia berkelebat lewat
diluar jendela, mula-mula Suma thian yu mengira si Bunga tho
indah Ho Hong telah kembali, maka dia segera memejamkan
matanya rapat-rapat.
Siapa tahu segera terdengar lagi suara panggilan yang lirih:
“ Adik hong, adik Hong...."
Merasakan keadaan tak beres, buru-buru Sum thian yu
melompat bangun dan menyembunyikan diri dibalik tempat
kegelapan.
Tak lama kemudian terlihat seseorang berjalan masuk
kedalam ruangan itu.
Dia bermuka hijau bertaring panjang, bajunya panjang
berkembang-kembang, dalam sekilas pandangan saja dapat
dikenalinya sebagai si setan muka hijau Siang Tham.
Ketika masuk kedalam ruangan, Siang Tham tidak melihat
Suma Thian yu, dia hanya berseru tertahan sambil berguman:
“ Heran, Sumoay telah pergi kemana?”
Pada saat itulah Ho Hong masuk dari pintu depan, ketika
gadis itu menyaksikan ji-suhengnya berada disana, dengan
gusar segera menegur:
“ Mau apa kau datang kemari? Siapa suruh kau kemari?
Mana dia?”
Rupanya dia tidak melihat Suma Thian yu berada disitu,
maka pertanyaan tersebut lantas ditujukan kepada kakak
seperguruannya.
Melihat Ho Hong munculkan diri, Setan muka hijau Siang
Tham segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya seram:
"Adik Hong, aku sudah mencarimu dengan susah payah...
"
"Uuuh, siapa kesudian denganmu?” damprat Ho Hong
marah, "enyah kau, cepat enyah dari sini!"
Dampratan itu membuat si Setan muka hijau Siang Tham
tertegun, lalu sambil menarik muka ia berkata:
"Apa maksudmu? Kau telah berubah, berubah sekali,
apakah aku sebagai kakakmu tak boleh datang kemari
mencarimu? Apa lagi kita toh masih......"
"Plaaaak!" belum habis dia berkata, pipi kanannya sudah
ditampar Ho Hong keras-keras, kemudian terdengar gadis itu
berteriak:
"Tutup mulutmu, tak ussh banyak ngebacot lagi disini”
Lima jari tangan yang merah membengkak segera tertera
diatas wajah Setan muka hijau Siang Tham, karena kesakitan
dia berkaok kaok keras:
"Perempuan rendah, kau berontak? Kau berani
melawanku?" teriaknya amat gusar.
"Mau apa kau datang kemari?" teriak Ho Hong sambil
menuding kearah hidungnya, "dahulu aku toh sudah
memberitahukan kepadamu, jika tak ada urusan kau dilarang
kemari, masih belum mengerti kau?"
"Perempuan rendah, kau tak usah takabur, seandainya aku
orang she Siang tidak teringat kalau kau adalah saudara
seperguruanku, sudah sejak tadi tubuhmu kuhancurkan
menjadi berkeping-keping!"
Hmm, orang lain mungkin takut kepadamu, tapi Ho Hong
tidak memandang sebelah mata pun kepadamu,
kuberitahukan kepadamu, mulai hari ini hubungan kita putus
sampai disini”
Perempuan rendah, akan kulihat kau bisa bertahan sampai
kapan....” seru setan muka hijau Siang Tham dengan seram,
tanpa banyak membuang waktu, dia berlalu dari situ.
Tapi belum lagi dua langkah, mendadak ia menyaksikan
bayangan manusia bergerak di sudut ruangan, dengan cepat
dia seperti menyadari akan sesuatu, sambil tertawa seram ia
membalikan tubuhnya lagi.
"Heeh...heeh... heeh...aku heran, apa sebabnya kau
berubah menjadi begitu dingin dan tak berperasaan kepadaku,
rupanya lagi menyembunyikan lelaki, hmm! Bagus, bagus
sekali, hari ini ada kau tiada diriku”
Dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan membalikkan
tubuh sambil mengayunkan tangan.
Dua titik cahaya tajam dengan kecepatan luar biasa
langsung meluncur ketubuh Suma thian yu yang berada di
sudut ruangan.
Bunga tho indah Ho Hong menjerit kaget setelah
menyaksikan
kejadian tersebut, dia mau menolong sayang keadaan
terlambat.
Tampaknya dua batang senjata rahasia tersebut akan
menghajar tubuh Suma Thian yu, mendadak pemuda itu
mengebaskan ujung bajunya, kemudian sambil tertawa
tertawa terbahak-bahak munculkan diri dari tempat
persembunyian.
Dua batang senjata rahasia yang dilepaskanSiang tham
tadi,kini lenyap tak berbekas bagaikan batu yang
tenggelam ditengah samudra.
Setelah mengetahui kalau pemuda yang menampakkan diri
adalah Suma Thian yu, mau tak mau si Setan muka hijau
Siang Tham merasa terkesiap, tapi ia segera tertawa licik:
“ Oooh, rupanya kau si bocah keparat."
Kemudian sambil melotot ke arah Ho Hong dengan sorot
mata buas, dampratnya lagi amat kasar:
“ Perempuan rendah, pagar makan tanaman, kau berani
menyeleweng dengan pria ini? Bagus, jika tidak kuberi
pelajaran hari ini, mulai sekarang aku tidak memakai nama
marga Siang lagi”
Selesai berkata, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan
ketubuh Ho Hong.
Walaupun bunga tho indah Ho Hong menempati urutan
ketiga, ilmu silatnya justru hanya dibawah si harimau angin
hitam Lim kang, kendatipun begitu, diapun tak ingin
menyalahi Siang tham lagi, maka begitu melihat datangnya
serangan, buru-buru tubuhnya mengegos ke samping.
Si Setan muka hijau Siang Tham cukup mengetahui akan
tabiat dari sumoaya-nya ini, gagal dengan serangan pertama,
dia tak berani menyerang untuk kedua kalinya, semua
amarahnya kontan saja dilampiaskan ke tubuh Suma Thian yu.
Sambil maju kemuka, teriaknya penuh amarah:
“ Bocah keparat, serahkan selembar nyawamu!”
Dengan jurus Kay san to liu (membuka bukit mencari air)
dia bacok tubuh Suma Thian yu.
Sejak dikerubuti Siang Tham tempo hari, Suma thian yu
sudah menaruh dendam kepadanya, dan dendam itu belum
pernah lampiaskan, maka setelah bersua kembali kini, tak
heran kalau matanya berubah menjadi merah membara.
Jika Suma Thian yu tak membuat perhitungan dengannya,
keadaan masih mendingan, sekarang justru dia yang datang
membuat gara-gara, boleh dibilang iblis ini sedang mencari
penyakit untuk dirinya sendiri.
Suma thian yu segera mengebaskan bajunya kedepan, Bu
siang sinkang dengan berubah menjadi hawa sakti tanpa
wujud langsung meluncur ke muka, sekilas pandangan
nampaknya enteng, padahal dibalik semuanya itu justru
tersembunyi suatu kekuatan yang luar biasa.
Kasihan setan muka hijau Siang Tham, begitu sempat
tenaganya menjawil ujung baju lawan, tubuhnya sudah
terpental ke belakang seperti layang-layang yang putus
talinya.
“ Blaaammm!” setelah membentur diatas dinding ruangan,
ia roboh terkapar di tanah.
Dalam suatu gerakan yang ringan, ternyata Suma Thian yu
berhasil merobohkan murid ke dua dari si Mayat hidup Ciu Jit
hwee, kejadian mana segera menimbulkan perasaan girang
dan murung baginya.
Ia girang karena ilmu silat yang dimiliki nya sekarang sudah
mencapai tingkat yang luar biasa, itu berarti harapannya untuk
membalas dendam menjadi besar, tapi diapun murung karena
musuhnya kian bertambah banyak, sudah pasti kejadian mana
akan menimbulkan bencana dikemudian hari.
Ketika Suma Thian yu menyaksikan disitu telah terjadi
keributan, sedang hujan diluar rumahpun telah berhenti, dia
merasa kalau tidak pergi sekarang, mau menunggu sampai
kapan lagi?
Dia segera menggerakkan tubuhnya dan bagaikan segulung
asap ringan, pemuda itu sudah menyelinap keluar lewat
jendela, kemudian melompat naik ke punggung keledainya
dan berlalu dari situ.
Menanti Bunga tho indah Ho Hong hendak
menghalanginya, Suma Thian yu sudah lenyap dibalik bukit
sana.
Sambil menahan geramnya, gadis itu mendepak-depakkan
kakinya berulang kali keatas tanah, sumpahnya:
“ Lelaki sialan, sok alim, hmm! Selama aku Ho Hong masih
hidup, tak akan pernah kulepaskan dirimu!"
Kemudian sambil berpaling kearah Setan muka hijau yang
tergeletak semaput ditanah, dia menyumpahinya pula dengan
geram:
“ Hmmm, semuanya ini gara-gara si setan mampus....”
Dengan geramnya dia menghampiri orang itu kemudian
ditendang keras-keras untuk melampiaskan rasa dongkolnya.
Setan muka hijau Siang Tham menjerit kesakitan dan
sambil melompat bangun, tapi ketika tak menjumpai Suma
thian yu berada disitu, buru-buru tanyanya:
” Kemana perginya anjing cilik itu?"
“ Hmmm, manusia macam kau juga ingin di sebut seorang
hohan, orang itu sudah kabur, mau apa kau?”
Mendengar pemuda itu melarikan diri, Setan muka hijau
Siang Tham segera meluncur keluar dari ruangan dengan
kecepatan tinggi, kemudian bersuit keras-keras.
Tak selang berapa saat kemudian, dari dalam hutan
bermunculan belasan orang perampok berkerudung.
"Sasaran kita telah kabur, mari kita kejar!" teriak Siang
Tham kemudian keras-keras.
Diiringi oleh gerombolan perampok berkerudungnya
serentak mereka menuruni bukit itu dan melakukan
pengejaran.
Tak lama sepeninggal rombongan perampok itu, Bunga Tho
indah Ho Hong juga menutup rumahnya dan berlalu dari situ.
Setelah meninggalkan rumah kayu itu, Suma Thian yu
melarikan keledainya beberapa waktu sebelum memperlambat
perjalanannya. Pe ristiwa yang baru saja dialaminya
membuyarkan kegembiraan dalam hatinya, ia tak berniat lagi
untuk menikmati pemandangan alam disepanjang jalan.
Mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap
kaki kuda yang ramai.
Keledainya segera mengikik panjang dan turut berlariang
kencang ke depan.
Tapi Suma thian yu cukup menyadari bahwa kuda-kuda
yang muncul dari belakang merupakan kuda jempolan yang
dapat berlari kencang, tak mungkin keledai miliknya sanggup
menggunguli mereka, satu ingatan segere melintas dalam
benaknya, cepat-cepat dia membelokkan arah lari keledainya
kesisi jalan dan menyembunyikan diri dibelakang sebatang
pohon besar!
Tak selang berapa saat kemudian, di tengah muncul
sebelas ekor kuda jempolan yang dilarikan secepat angin.
Menati rombongan orang-orang itu sudah lewat, Sama
Thian yu baru menjalankan kembali keledai menyusul
dibelakang orang-orang tadi.
Kota Tong sia dibangun dikaki bukit Tay piat san, meskipun
agak terpencil namun kotanya sangat ramai, tempat itu
merupakan tempat pertemuan untuk jago-jago silat yang
bermukim disekitar sana.
Ketika matahari baru tenggelam dilangit barat,t ditengah
jalanan kota Tong sia muncul serombongan penunggang
kuda, penunggangnya adalah manusia-manusia berpakaian
ringkas warna hitam yang menggembol senjata berbentuk
aneh.
Sebagai pemimpinnya adalah seorang lelaki bermuka hijau,
bertaring panjang dan mengenakan jubah panjang
berkembang-kembang, tampaknya dia merupakan pemimpin
rombongan tersebut, ketika tiba didepan rumah makan Kun
eng lo, ia memberi tanda agar berhenti.
Tak salah lagi, mereka adalah gerombolan perampok
bertopeng yang dipimpin setan muka hijau Siang Tham.
Setelah turun dari kudanya, setan muka hijau Siang Tham
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, seorang anak
buahnya segera datang berbisik:
"Bocah keparat itu tidak berada dalam kota".
"Dari mana kau bisa tahu?"
“ Sejak masuk kota hingga sekarang, belum pernah kami
jumpai orang yang dimaksudkan”
Setan muka hijau Siang tham berpikir sejenak, kemudian
katanya lagi:
“ Mungkinkah dia sudah berada jauh didepan?”
“ Tidak mungkin, dua pukuh li didepan sana merupakan
bukit yang sunyi, disana tidak ada rumah penduduk”
“ Bagus, bagus sekali. Setan muka hijau kembali tertawa,
“ asal kau dapat mengerjakan dengan baik, toaya pasti
memberi hadiah untukmu, sekarang bawalah tiga orang
saudara dan lakukan pemeriksaan didepan sana, bila ada
kabar segera laporkan kepadaku”
Lelaki itu nampak ragu sejenak, tapi akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat dia mengajak tiga orang rekannya
untuk berangkat melaksanakan tugas tersebut.
Sementara Setan muka hijau Siang Tham sendiri dengan
mengajak keenam sisa perampok memasuki loteng kun eng
lo.
Tak lama setelah Siang Tham naik loteng, diujung jalan
sana muncul seekor keledai yang berjalan pelan-pelan menuju
kearah rumah makan Kun eng lo pula.
Diatas keledai duduk seorang pemuda, dia tak lain adalah
Suma thian yu, jago muda kit.
Ketika Suma Thian yu tiba didepan pintu ruakan Kun eng lo
dan melihat begitu banyak kuda jempolan di tambat disana,
hatinya merasa agak bergetar keras, tanpa terasa berhenti
sejenak dan mengintai ke dalam ruangan.
Ketika tidak di jumpai seraut wajahpun yang dikenal,
pemuda itu baru turun dari keledainya dan mendekati rumah
makan itu.
Mendadak dari sisi tubuhnya terasa berhembus lewat angin
tajam, kemudian terlihat ada seseorang yang menumbuk
bahunya dengan sempoyongan, menanti Suma Thian yu
mundur dengan terkejut, sesosok bayangan manusia sudah
lenyap dibalik kegelapan sana.
Suma thian yu menggelengkan kepalanya sambil
mengrerutu, baru akan menambat tali les keledainya ditempat
parkir, tiba-tiba pemuda itu menemukan secarik kertas putih
dibawah kakinya, dengan perasaan terkejut diambilnya kertas
itu cepat-cepat.
Meminjam sinar lentera yang memancar dari balik rumah
makan, Suma thian yu membuka gulungan kertas itu dan
segera dibacanya. Ternyata diatas kertas itu hanya
dicantumkan beberapa huruf yang berbuntu demikian:
“ Siang Tham ada didalam, hati-hatilah dengannya!”
Dibawahnya tidak nampak tanda tangan penulis surat itu,
tapi gaya tulisannya sangat kuat dan bertenaga.
Suma thian yu segera termenung beberapa saat lamanya,
ia tak habis mengerti siapa gerangan yang yang memberi
peringatan tersebut kepadanya....?
Terpaksa surat itu dimasukkan kedalam sakunya, kemudian
dengan membusungkan dada dia berjalan masuk ke dalam
rumah makan tersebut.
Seorang pelayan munculkan diri menyambut
kedatanggannya, kemudian sambil terbungkuk-bungkuk
katanya sambil tertawa:
“ Tuan, maaf tuan, tempat kami sudah penuh, silahkan
mencari ditempat lain saja...
Suma Thian-yu memandang sekejap kesekeliling ruangan,
memang benar, disitu sudah tiada tempat kosong, mendadak
sorot matanya bertemu dengan Setan muka hijau Siang Tham
yang sedang duduk disudut sebelah kiri, seketika itu juga
niatnya bersantap menjadi hilang.
“ Aaah tidak mengapa, biar aku mencari tempat dilain
tempat saja sahutnya cepat.
Mungkinkah Suma Thian yu merasa takut terhadap
gembong iblis itu sehingga dia memutuskan untuk
mengundurkan diri saja dari situ.
Keliru bila anda beranggapan demikian, Suma Thian yu
bukan seorang pengecut, dia tak akan berbuat demikian.
Berbicara soal silat atau soal sastra, Suma Thian yu tidak
akan memandang sebelah mata pun terhadap kawanan
perampok itu, tapi sejak terjun ke dalam dunia persilatan, dia
memang sudah berprinsip "Tiada urusan tak akan mencari
urusan, ada urusan tak akan takut menghadapi kematian",
karenanya bila keadaan tidak terlalu memaksa, dia segan
mencari urusan dengan orang lain.
Baru saja dia hendak membalikkan badan meninggalkan
tempat itu, mendadak terdengai Siang Tham berteriak keras:
“ Hei, pelayan, cepat tahan orang itu!"
Cepat pelayan itu lari keluar dan menarik tangan Suma
Thian-yu, serunya:
""Maaf tuan, hamba tak tahu kalau tuan adalah tamu
terhormat dari toaya tersebut, harap kau sudi memaafkan,
silahkan, silahkan duduk didalam, silahkan!"
“ Aku tidak kenal dengan orang itu” tampik sang pemuda
sambil menggeleng, dia segera menurun keledainya dan
berlalu.
Sementara itu, si setan muka hijau Siang tham sudah
muncul didepan pintu, sambil menggapai kearah Suma Thian
yu, katanya:
“ Lote, bagaimana sih kau ini, sudah kami siapkan sebuah
tempat untukmu, mengapa kau malah pergi dengan begitu
saja?"
Kalau di dengar dari nada suaranya sudah jelas adalah
nada suara seorang teman yang akrab, ia tidak habis mengerti
permainan setan apakah yang sedang di persiapkan iblis itu.
Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk masuk dulu
melihat keadaan sebelum mengambil tindakan selanjutnya.
Maka sambil tertawa tawa katanya.
"Haah....haaah....haa....rupanya saudara Siang juga berada
disini, bagus sekali, jika begitu siaute akan meneguk secawan
arak dulu sebelum berangkat."
Setelah tiba ditempat duduk, Si setan muka ujau Siang
Tham baru berbisik lagi:
“Selesai bersantap, kita berjumpa jagi diluar kota, selama
disini lebih baik bersabar dulu, pemilik rumah makan ini bukan
manusia yang gampang dihadapi”
Suma thian yu tertawa hambar, pikirnya geli:
“ Kalau memang begitu, hal ini akan lebih baik lagi, sauya
memang kuatir jika kau mencari gara-gara disini”
Ketika selesai menyelesaikan kata-kata tadi, sekulum
senyuman licik kembali menghiasi bibir si Setan muka hijau,
dia mengambil dua cawan arak dan menyodorkan secawan
untuk Suma Thian yu, kemudian katanya lagi sambil tertawa:
“ Tak disangka kita bisa minum arak bersama pada hari ini,
mari, kita keringkan cawan arak!” katanya kemudian.
Suma Thian yu tidak sungkan-sungkan lagi, ia
menggangkat cawan araknya dan meneguknya.
Baru saja cawan itu akan menempel dibibirnya, terasa ada
cahaya tajam berkelebat lewat, kemudian
....”praaang”...cawan arak yang berada digenggamannya
sudah tersambar oleh senjata rahasia tersebut.
Sambil menjerit kaget Suma Thiin yu melompat mundur
beberapa langkah, tapi sebagian bajunya sudah keburu basah
oleh tumpahan arak.
Dengan perasaan kaget pemuda itu meraba bajunya yang
basah, tapi begitu menyentuh ke atas pakaiannya, kembali
wajahnya berubah hebat, ternyata pakaian tersebut telah
berubah menjadi hijau kebiru biruan, jelas didalam arak
tersebut ada racunnya.
Perlu diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu pernah
mengisap sari daun anti racun Jiu sian kiam lan, bukan saja
dapat dipakai untuk memeriksa apakah sesuatu benda ada
racun nya atau tidak, lagi pula dapat dipakai untuk
menghadapi serangan racun.
Pada mulanya ia tidak menaruh curiga kalau setan muka
hijau Siang Tham bakal meracuninya, sebab itu meski
berhadapan sebagai musuh, dia tidak berusaha untuk
melakukan pencegahan.
Siapa tahu ketika Siang Tham keluar ruangan menyambut
kedatangan Suma Thian yu tadi, ia telah memerintahkan anak
buahnya mencampuri arak tersebut dengan racun.
Suma Thian yu sama sekali tidak menyangka kalau Si setan
muka hijau Siang Tham sebagai seorang jagoan lihay dalam
golongan Liok lim bisa berbuat curang dengan tindakan yang
begitu pengecut dan memalukan, hawa amarahnya kontan
berkobar, dengan mata melotot bentaknya keras-keras:
"Siang Tham, rupanya karena alasan inilah kau jadi
ternama dalam dunia persilatan? Hmm, benar-benar tidak
kusangka, anak murid didikan mayat hidup Ciu Jit-hwee
pandainya cuma mencampuri arak orang dengan racun!. Hari
ini aku Thian yu baru benar-benar mengenali manusia macam
kau. Bila kau memang orang gagah, ayoh kita bereskan
persoalan ini diluar kota saja!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan berlalu dari
situ.
Mendadak dari depan tubuhnya muncul seorang kakak
berbaju biru, belum lagi orangnya sampai, gelak tertawanya
sudah bergema diruangan.
“ Haah...haah...haahh...engkoh cilik, bila dirumah makan
kami terjadi persoalan maka peristiwa itu menjadi tanggung
jawab kami. Baik, bila ada urusan, mari kita bicarakan lagi
dihalaman belakang sana"
Suma Thian yu agak tertegun, ia tidak habis mengerti
terhadap ucapan orang yang sama sekali tak dikenalnya itu,
tanpa pikir pan jang segera serunya sambil tertawa dingin:
"Heeehh...heeeh...heeeh...bagus, bagus sekali, jadi kelau
begitu kaulah yang meracuni arakku tadi? Tolong tanya siapa
namamu?"
Ucapan ini sebaliknya malah membuat kakek berbaju biru
itu tertegun, dia berpaling dan menatap wajah Setan bermuka
hijau Siang Ttam lekat-lekat, kemudian dengan wajah serius
serunya:
"Apakah kau yang meracuni saudara cilik ini?"
Sejak menyaksikan kemunculan kakek berbaju biru itu,
sikap setan muka hijau Siang Tham telah berubah menjadi
munduk-munduk, kini dia menjura dalam-dalam, lalu katanya
sambil tertawa:
“ Locianpwe, heeh...heeeh...sudah banyak tahun kita tidak
berjumpa, apakah kau orang tua....
“ Tak usah banyak biacar, kaukah yang telah meracuni arak
saudara cilik itu? kembali kakek berbaju biru itu membentak
dengan wajah marah.
Agaknya wajah setan muka hijau Siang Tham tahu kalau
dia tidak bisa menghindar kagi, sambil tertawa licik sahutnya:
“ Aaahh, semua ini gara-gara perbuatan beberapa orang
saudaraku, ketika aku tak ada disitu, rupanya mereka telah
mencampuri arak dengan obat pemabuk, mungkin mereka
kelewat memandang tinggi Suma siauhiap sehingga timbul
niatnya untuk mengajak saudara ini bergurau”
Suma thian yu melotot gusar, baru saja dia hendak
mengucapkan sesuatu, sikakek berbaju biru itu sudah berkata
lagi sambil tertawa dingin tiada hentinya.
“ Siang tayhiap, harap saudara yang meracuni saudara ini,
kau undang untuk menjumpai diriku”
Setan muka hijau Siang Tham segera mendehem beberapa
kali.
“ Buu...buat apa kau mesti bertindak serius? Chin locianpwe,
dengan Tangkeng kami toh sudah saling mengenal, apalagi
hubunganmu dengannya....”
“ Tak usah banyak bicara, rumah makan Kun eng lo bukan
suatu tempat yang bisa dikacau ketenanggannya oleh
siapapun, seorang lelaki berani berbuat berani bertanggung
jawab, cepat kau tunjukkan orang itu untuk diberi hukuman
yang setimpal, kalau tidak, terpaksa lohu harus berbuat
kurang sopan terhadap Kiang tayhiap”
Baru saja kakek berbaju biru itu menyelesaikan
perkataannya, tampak suatu bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu seorang lelaki setengah umur berwajah
bengis telah melompat bangun.
Dengan senyuman angkuh menghiasi wajahnya, lelaki itu
menuding keujung hidung sendiri, lalu menjawab:
“ Toayalah yang telah meracuni racun itu, mau apa kau?
memangnya kau bisa melahap toayamu bulat-bulat?”
“ Kau tidak bohong? bentak kakek berbaju biru itu dengan
gusar, sinar matanya bersinar tajam, “jangan menanggung
dosa buat orang lain, yang lohu cari sekarang adalah
kenyataan, aku tak ingin sampai salah membunuh orang tak
salah!”
“ Omong kosong! Dengan andalkan sekerat tulangmu itu,
memangnya kau mampu untuk membunuh toaya mu?”
Baru saja lelaki buas tersebut berbicara demikian, segera
tampak olehnya bayangan manusia berkelebat lewat,
menyusul kemudian seluruh badan sakit sekali sehingga tak
kuasa lagi dia menjerit dengan suara menggidikan hati:
“ Aduuuh.....”
Menanti Suma Thian yu dan Si setan muka hijau Siang
Tham dapat melihat jelas apa yang terjadi, lelaki buas itu
sudah tewas dengan mata melotot keluar dan mulut
mengeluarkan busa.
Menyaksikan hal ini, diam-diam Suma Thian yu
menghembuskan napas dingin, pikirnya:
"Entah dengan cara apa kakek itu turun tangan? Ilmu silat
apa yang dia pergunakan? Mengapa lelaki buas ini bisa
mampus menyerupai orang yang terserang penyakit parah?
Dari atas sampai bawah tubuhnya sama sekali tidak ditemukan
cedera apapun?"
Sementara itu, Si setan muka hijau Siang Tham juga
merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan anak buahnya
tewas dalam sekali ayunan tangan kakek berbaju biru itu.
Tapi untuk membela anak buahnya, terpaksa dia menegur
dengan suara dingin:
“ Chin locianpwe, kau menghukum mati orang ini, apakah
tindakanmu tak terlampau kelewat batas?? Bila peristiwa hari
ini sampai terdengar Tongkeh kami, aku percaya kau tak akan
mampu untuk memikulnya”
Kakek berbaju biru itu swgera tertawa panjang:
“ Orang she Siang, kau sudah tak punya kesempatan lagi
untuk pulang kerumah dan menyampaikan laporan,
tongkehmu juga tak akan bisa berbuat apa-apa kepada lohu...
Setan muka hijau Siang Tham menjadi gusar gekaii sampai
mencak mencak seperti monyet terbakar jenggotnya, dia
segera menghantam meja keras-keras.
“ Blaamm...!” diiringi suara nyaring, meja itu kena terhajar
sampai pecah menjadi dua bagian, cawan dan mangkuk yang
berada diatasnya pun ikut hancur berantakan.
Kakek berbajubiru itu Cuma tertawa dingin tiada hentinya,
dia tak menjadi gusar, meskipun suara pembicaraannya juga
tidak terlalu besar, namun setiap patah kata dapat kedengaran
sekali, hingga menggema diseluruh ruangan dan mendengung
tiada hentinya...
selama ini, Suma Thian yu cuma menonton dari sisi arena,
pada mulanya dia mengira kakek itu satu komplotan dengan
setan muka hijau Siang Tham, tapi setelah menyaksikan lelaki
buas tersebut terbunuh, kemudian menyaksikan pula sikap
permusuhan kakek itu terhadap setan muka hijau, dengan
cepat dia dapat menyimpulkan kalau antara si kakek dengan
setan muka hijau sebetulnya merupakan musuh yang tak
mungkin bisa hidup damai.
Walaupun demikian, Suma Thian yu belum juga berhasil
menduga siapa gerangan kakek itu, tapi yang pasti bukan
manusia sembarangan dapat memiliki ilmu silat dengan
tenaga dalam yang demikian sempurna.
Sayang sekali, sekalipun Suma Thian yu sudah memeras
otaknya habis-habisan, dia toh belum berhasil juga untuk
menduga siapa gerangan kakek berbaju biru itu.
sementara dia masih berpikir dengan perasaan tak
mengerti, kakek berbaju biru itu telah berkata:
“ Siang Tham, tempat ini untuk berdagang, tidak cocok
untuk bertarung, mari kita bertemu dihalaman belakang saja,
asal kau dapat memperlihatkan beberapa jurus kepandaian
yatg bisa membangkitkan rasa kagum lohu, persoalan hari ini
akan kubikin selesai sampai disini saja. Jika tidak, kau harus
membayar semua kerugian yang kuderita!”
Suara pembicaraan kakek berbaju biru itu masih tetap
diutarakan dengan suara rendah, namun setiap patah katanya
membawa kewibawaan yang mengerikan, seolah-olah sesuatu
kekuatan yang membuat setiap orang tak sanggup melawan.
Mendengar ucapan tersebut, Setan muka hijau Siang tham
segera tertwa tergelak:
“ Haah...haah...haah...orang she Chin, toaya pun tak akan
bersikap demikian sungkan kepadamu apabila tidak
memandang diatas wajah putrimu, kau tak usah berlagak
besar dengan menggandalkan pengaruh putrimu untuk
menggertak aku, untuk menghadapi kau, toaya tak usah turun
tangan sendiri, ayoh berangkat, kau boleh memimpin jalan
buat kami....!”
Sehabis mendengar perkataan setan muka hijau Siang
tham yang sama sekali tidak memberi muka kepada orang itu,
kakek berbaju biru itu tertawa tergelak karena gusar, suara
tertawanya keras dan meyeramkan membikin orang lain
bergidik, tanpa banyak berbicara lagi dia segera membalikkan
badan dan berlalu sari situ.
Setan muka hijauSiang tham tak ketinggalan, dia ikut pula
dibelakangnya, sementara segenap anak buahnya turut
beranjak kebelakang setelah rombongan itu lewat semua,
pikirnya:
“ Siapakah putri si kakek ini? mengapa dia bisa ditakuti oleh
penjahat-penjahat keji macam Siang tham? kalau didengar
dari nada pembicaraan setan muka hijau, tampaknya putri
kakek inipun seorang pendekar perempuan, kalau tidak,
mengapa Siang tham bersikap begitu menghormat terhadap
kakek itu?”
Sambil berpikir Suma thian yu beranjak dan melangkah
kehalaman belakang rumah makan Kun eng lo tersebut.
Ternyata dihalaman belakang sana terdapat sebuah tanah
lapang untuk berlatih silat yang luasnya mencapai dua puluh
kaki.
Empat penjuru tanah lapang tersedia sederat rak senjata
yang diatasnya terletak pelbagai macam senjata berbentuk
aneh, tapi jenisnya teratur rapi sekali.
Pada jenis yang terdepan terdapat tombak panjang,
tombak ular, tombak api, tombak lengkung.
Diatas rak nomor dua terletak jenis golok diantaranya
terdapat jenis golok bulat sabit, golok besar, golok bergerigi.
Pada rak nomor tiga tersedia jenis toya, kemudian jenis
panah, jenis pedang serta berbagai macam jenis senjata lain
yang aneh-aneh bentuknya.
Diam-diam Suma thian yu menghela naps panjang setelah
menyaksikan kesemuanya itu.
"Sudah pasti orang ini merupakan seorang yang gemar
berteman orang persilatan, kalau tidak, mustahil dengan
kemampuan seorang, dia bisa mengumpulkan senjata begini
banyak. Sebentar aku harus memperhatikan gerakan
tubuhnya agar kesempatan baik ini jangan sampai kulewatkan
dengan begitu saja"
Dalam pada itu, suasana dalam arena sudah menjadi
tegang, si Setan muka hijau dengan diiringi lima orang lelaki
kekar berdiri disisi kanan arena, sedangkan kakek berbaju
biru itu berdiri seorang diri dihadapannya.
Waktu itu, si kakek sedang berkata sambil tertawa:
“ Siang Tham, diatas rak senjata sudah tersedia berbagai
macam senjata, terserah kau ingin memilih yang mana saja!”
“ Toaya ingin mencoba kelihayanmu dalam permainan ilmu
telapak tangan...” sahut sisetan muka hijau dengan wajah
bengis.
kakek berbaju biru itu segera tertawa nyaring:
“ Hahahahahaha.....dapat merasakan sampai dimanakah
kelihayan Hu si im hong ciang yang pernah menggetarkan
dunia Liok lim, hal ini merupakan keinginan lohu dalam hidup
ku ini, Siang tayhiap, silahkan saja melancarkan serangan"
"Sekilas perasaan bangga sempat menghiasi wajah si setan
muka hijau siang tham, dia segera berseru:
“ Toaya tak akan sungkan-sungkan lagi”
Selesai berkata, tidak tampak bagaimana dia turun tangan,
dengan jurus kim pa liok jiau (macan kumbang emas
mementang cakar), dia lepaskan sebuah cengkeraman maut
ketubuh kakek berbaju biru itu.
Mendapat ancaman semacam itu, kakek berbaju biru itu tak
berani berayal, buru-buru ia menangkis dengan tangan
kirinya, kemudian tubuhnya berputar setengah lingkaran,
sementara tangan kanannya langsung menghantam ke perut
lawan dengan jurus Sin liong ji hay atau Naga sakti masuk ke
laut.
Dua gerakan tersebut dipergunakan hampir bersamaan
waktunya, hingga sekilas pandangan seakan-akan berasal dari
satu jurus saja, sedemikian cepatnya sehingga sukar
dibayangkan dengan kata-kata.
“ Serangan bagus!" Setan muka hijau Siang Tham berseru
keras.
Bagaikan sebatang pohon liu yang lemas, tubuhnya
bergoyang sedikit saja ke samping lalu melompat mundur dua
langkah, kemudian dengan jurus To thian hoan jit atau
mencuri langit berganti hari, secepat kilat dia membabat tubuh
kakek berbaju biru itu.
Ketika sampai di tengah jalan, dia agak berhenti sejenak,
lalu lengannya yang sudah terlanjur disodok keluar
menyelinap secepat kilat dengan suatu gerakan yang luar
biasa, diamenyerang kakek yang berbaju biru itu.
Serangan mana meski di lancarkan dengan dua kekuatan
yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, namun bisa
sampai disasaran-nya pada waktu yang hampir bersamaan.
Ternyata kakek yang berbaju biru itu cukup tahu keadaan,
buru- buru dia membentak keras, segenap tenaganya disalur
ke tangan, gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah, dengan
mengembangkan ilmu pukulan yang maha dahsyat dia
melepaskan serangkaian pukulan secara gencar.
Suma Thian yu yang menonton jalannya pertarungan dari
sisi arena dan menyaksikan jalannya gerakan tubuh dan jurus
pukulan dari kakek berbaju biru itu, dia segera menjerit kaget.
“Aaah...."
Tetapi sampai ditengah jalan, seruan mana segera ditarik
kembali cepat-cepat, dengan hati berdebar keras, pikirnya
kemudian:
“ Kenapa dia mempergunakan ilmu pukulan Bu tong pau?
Mungkinkah kakek mempunyai hubungan yang erat dengan
pihak bu tong pay.....?”
Apa yang diduga Sama Thian yu memang benar, kakek
berbaju biru ini memang merupakan jagoan lihay dari Bu tong
pay, sejak empat puluh tahun berselang dia sudah termashur
dalam dunia persilatan sebagai Bu tong tay hiap Chin Leng-
hui.
Dulu, dengan mengandaikan serangkaian ilmu pedang Bu
tong kiam hoat dan dua belah bilah pisau terbang, dia pernah
menggetarkan sungai utara maupun selatan daratan
Tionggoan, banyak manusia yang menjadi keder dan
ketakutan hanya mendengar namanya saja.
Chin Leng hui hanya mempunyai seorang putri, istrinya
sendiri berpulang ke dalam baka setelah melahirkan putrinya.
Tampak kematian istrinya itu merupakan pukulan batin
yang sangat berat bagi pendekat tersebut, dalam kecewanya
dia lantas mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan
dan hidup mengasingkan diri dibukit Tay-hoa san, sehari-hari
kerjanya hanya mendidk dan memelihara putrinyasehingga
menanjak dewasa.
Itulah sebabnya orang lantas menyebutnya Tay hoa kitsu
(pertapa dari bukit Tay hoa san).
Dihari-hari biasa, dia membawa tugas rangkap, sebagai ibu
yang baik dan sebagai guru yang disiplin, dia hendak mendidik
putrinya Chin lan eng menjadi seorang pendekar perempuan
yang perkasa dan disegani banyak orang.
Siapa tahu, pada usia empat belas tahun putri
kesayangannya telah hilang lenyap tak berbekas, dalam
keadaan demikian terpaksa Chin Leng hui melepaskan niatnya
untuk mengasingkan diri, dia muncul kembali dalam dunia
persilatan untuk mencari putri kesayangannya, setelah
bersusah payah mencari kian kemari, akhirnya Chin leng hui
berhasil juga menemukan putrinya, tapi waktu itu purtinya
sudah bukan menjadi miliknya lagi, karena putrinya telah
menjadi istri Bi kun lun (Kun lun indah) Siau Wi goan.
Dalam sedihnya, Chin Leng hui lantas membuka rumah
makan Kun eng lo disitu, bila di kala senggang diapun melatih
ilmu tenaga dalam dan tenaga luarnya secara tekun, di
samping secara diam-diam menyelidiki tingkah laku puterinya
Chin Lan eng.
Sungguh tidak beruntung, dari mulut banyak sahabat serta
jago jago persilatan yang sering kali melewati tempat itu, dia
mendapat tahu kalau putrinya adalah seorang perempuan
siluman yang selalu cabul, jalang, juga kejam.
Kenyataan itu hampir saja membuat Chin Leng bui mati
karena kegusaran, beberapa kali dia berniat membuyarkan
usahanya itu dan hidup mengasingkan diri di tempat terpencil
untuk menghindarkan diri dari segala kenyataan yang pahit
itu.
Tapi, diapun berharap bisa bertemu lagi dengan putrinya,
mencaci makinya habis-habisan, memutuskan hubungan
kekeluargaan, kemudian ia baru dapat mengasingkan diri
dengan tenang.
Namun sejak dia mendirikan rumah makan Kun eng lo
hingga kini, delapan tahun sudah lewat, tapi putrinya Chin Lan
eng tak pernah pulang kerumah walau hanya sekalipun,
padahal dia sangat berharap bisa bersua muka dengan
putrinya itu.
Kadangkala dia berpesan kepada sobat lamanya, bila
bersua dengan putrinya, mereka diminta untuk menasehati
putrinya itu agar pulang kerumah.
Perasaan orang tua itu pada anaknya memang mulia,
bagaimanapun kesalahan yang dilakukan putrinya, dia pasti
akan memaafkannya bila mulai pada saat itu ia bisa bertobat
dan mau kembali kejalan yang benar.....
Dalam suasana yang serba salah dan serba bertentangan
batin inilah, Tay hoa kit cu Chin leng hui melanjutkan
hidupnya sampai delapan tahaun lebih.
Hari ini, secara tiba-tiba setan muka hijau Siang tham
muncul dirumah makannya, sebetulnya dia ingin menitip
pesan kepada Siang tham untuk putrinya, siapa sangka
sebelum niatnya terkabul, Siang tham sudah melakukan
perbuatan terkutuk dan memalukan lebih dulu dalam rumah
makannya.
Sebagai pemilik rumah makan yang bijaksana, lagi sebagai
Bu tong tay hiap yang selalu menjunjung tinggi keadilan dan
kebenaran, tentu saja ia tak dapat berpeluk tangan belaka
menbiarkan kaum durjana berbuat sewenang-wenang dalam
rumah makanannya.
Maka dia segera menampilkan diri untuk menghadapi anak
murid gembong iblis nomor wahid dikolong langit itu, baginya
tindakan tersebut boleh di bilang merupakan suatu kerugian
yang besar sekali.
Sebab seandainya berita ini sampai terdengar oleh Hoat si
si (mayat hidup) Ciu Jit hwee, guru Siang Tham, sudah pasti
rumah makan Kun eng lo tak bakal akan melewati kehidupan
yang lebih tenang lagi.
Tapi, orang persilatan mengutamakan kebenaran dan
keadilan, sekalipun tindakan mana akan menimbulkan
bencana besar, hal tersebut tak pernah akan dipikirkan
olehnya.
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui merupakan adik perguruan
dari Hiang ciang totiang Bu tong pay saat ini, terhitung pula
sebagai keponakan murid Put Gho cu, dia merupakan seorang
jagoan pedang yang terhitung paling menonjol dalam
perguruannya.
Itulah sebabnya Setan muka hijau Siang Tham tak berani
menantangnya untuk bertarung deagan ilmu pedang,
sebaliknya menantangnya beradu tanpan kosong, dengan
akalnya yang licik Siang Tham bermaksud hendak meraih
keuntungan dari tindakannya itu.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu tak selisih
banyak, tidak heran kalau pertarungan pun bisa berlangsung
dengan keadaan seimbang dan seru sekali.
Sekarang Setan muka hijau Siang Tham telah
mengeluarkan ilmu silat andalannya, ilmu Hu si im hiong ciang
untuk menghadapi ilmu pukulan Bu tong pay yang termashur
karena keganasan-nya.
Berbicara tentang setan muka hijau Siang Tham,
seharusnya setelah ilmu pukulan angin dingin bangkai
membusuknya digunakan, maka angin pukulan yang terpancar
keluar semestinya dingin menggidikkan hati, namun saat ini
dia tak sampai mengerahkan tenaga dalamnya, apalagi
menyalurkan bawa dinginnya ke ujung tangan.
Kalau tidak, asal tersentuh oleh angin dinginnya itu, meski
tubuh yang terdiri dari baja pun akan membusuk juga, apalagi
tubuh yang terdiri dan darah daging?
Tuy hoa Kitsu sendiri pun tidak menggunakan segenap
kekuatan yang dimilikinya, dia tetap menggunakan tenaga
sebesar berapa bagian saja untuk menghadapi musuhnya.
Suma Thian yu sebagai seorang jagoan lihay, tentu saja
dapat menyaksikan kejadian tersebut dengan jelas, sejak dia
mengetahui kalau ilmu silat yang digunakan kakek berbaju
biru adalah ilmu pukulan Bu tong pay, rasa kagum dan
hormatnya terhadap kakek ini makin bertambah.
Mendadak terdengar suara tertawa dari tengah arena.
“ Haaah.....haahh....haah.... maaf Siang tayhiap, maaf”
Ketika Suma thian yu mengalihkan sorot matanya ketengah
arena, nampak kakek berbaju biru itu dengan wajah tidak
berubah dan napas tidak tersengal telah keluar arena dengan
senyum dikulum.
Sebaiknya paras muka setan muka hijau Siang tham
berubah pucat pias, dia berdiri kaku seperti orang bodoh.
Di atas pakaian yang dikenanakan kini sudah muncul dua
lobang sebesar jari tangan, tak bisa disangkal itulah pertanda
dari keberhasilan kakek berbaju biru itu menyarangkan
serangannya, coba kalau ia tak berbelas kasihan, mungkin
jiwanya sudah direnggut sedari tadi.
Siang tham menundukkan kepalanya memandang sekejap
keatas lubang diatas pakaiannya, lalu dengan sepasang mata
merah membara dan gigi saling gemerutukan, dia berseru
sambil tertawa seram:
“ Orang she Chin, terima kasih atas pengampunanmu itu,
kebaikan budimu akan selalu ku ingat dalam hati, suatu ketika
aku orang she Siang pasti akan datang lagi untuk
menantangmu bertarung lima puluh gebrakan”
Tay hoa kitsu Chin Leng hui tersenyum ramah.
"Siang tayhiap buat apa pertarungan kita mesti diakhiri
dengan jatuhnya korban? Dilihat dari sikapmu yang tidak
mengeluarkan ilmu angin dingin bangkai busuk, hal tersebut
menunjukkan kalau hatimu tidak begitu jahat, lohu tahu bila
pertarungan ini dilangsungkan lebih jauh, lohu sudah pasti
menderita kalah”
Setan muka hijau Siang Tham kembali tertawa seram.
"Heeeh...heeeh...heeeh...toaya memang mempunyai watak
yang selalu sangat aneh, bila ada yang baik pasti akan
kukejar terus hingga dapat, misalkan saja aku sudah tahu
kalau ilmu Tay cing to liong ciang milik Chin tayhiap telah
menggetarkan seluruh kolong langit, tapi sebelum aku
merasakannya, terasa berat hatiku untuk berlalu dengan
begitu saja. Oleh sebab itu aku berharap Chin tayhiap sudi
memandang diatas wajah guruku untuk memenuhi keinginan
hati ku ini”
Dari ucapan lawan yang sama sekali tak mau menyudahi
persoalan tersebut sampai di situ saja, Tay hoa Kitsu Chin
Leng hui tahu kalau musuhnya berniat untuk mencari gara-
gara lebih jauh, dia segera tertawa terbahak bahak.
"Haaah....hhaaah.... jikalau kau memang menghendaki
demikian, tentu saja aku tidak bisa menampik keinginanmu
itu, terpaksa lohu akan mampertatuhkan selembar jiwaku
untuk memenuhi keinginan Siang tayhiap”
Selapis hawa licik dan keji segera menghiasi wajah setan
muka hijau Siang tham, serunya sambil tertawa dingin:
“ Aku orang she Siang mengucapkan banyak terima kasih
kepadamu”
Dia lantas menitahkan kepada anak buahnya agar
mengundurkan diri dari situ.
“ Kalian segera mundur keluar arena, sebelum mendapat
perintahku, siapapun dilarang memasuki arena ini".
Sementrara itu Tay hoa Kitsu Chin Leng hui telah
melangkah masuk pula kedalam arena, sewaktu dilihatnya
Suma Thian yu masih berdiri didalam arena, sambil tersenyum
ujarnya:
"Sobat cilik, harap kaupun mengundurkan diri tepi arena,
ilmu pukulan bawa dingin mayat membusuk merupakan
pukulan yang amat beracun.
Dimana angin dingin menyambar, tiada tumbuhan yang
bisa hidup dan tiada makhluk yang dapat bernyawa, aku harap
sobat cilik bisa bertindak lebih berhati-hati lagi
Mendengar pertanyaan itu, dengan penuh rasa terima kasih
Suma Thian yu memandang sekejap kearah Tay hoa Kitsu,
kemudian sahut nya dengan amat hormat:
"Aku akan menurut”
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tersenyum dan manggut-
manggut, dia lantas berjalan kedalam arena dan berhenti
enam kaki didepan setan muka hijau Siang Tham, setelah
menghimpun tenaganya, sambil tersenyum dia berkata
lembut:
"Silahkan!"
Siang Tham melirik sekejap kearah Chin Leng hui dengan
senyum angkuh menghiasi bibirnya, mendadak ia menerjang
kemuka sambil membentak nyaring:
"Rasakan pukulanku ini!”
Tangannya segera diayunkan kemuka, desingan angin
tajam segera menderu-deru di angkasa, daerah seluas dua
kaki disekitar arena dengan cepat diliputi hawa dingin yang
menggidikkan, membuat orang merasa sesak napas dan tak
tahan.
Tay hoa Kitsu merupakan pendekar besar yang amat
menonjol dalam perguruan Bu tong pay, Bu siang sinkang
miliknya juga telah mencapai kesempurnaan, begitu dirasakan
datangnya serangan hawa dingin musuh, cepat dia
mendorong telapak tangan-nya kemuka seperti jurus Soat
hong wu sou (salju melapis kabut menggulung),
menggunakan tenaga sebesar enam bagian dia sambar
datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
“ Blaaamm....!" suatu ledakan keras yang memekakkan
telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ketika dua gulungan tenaga yang berlawanan jenis itu
saling membentur diangkasa, hawa panas dan hawa dingin itu
segera menimbulkan putaran angin puyuh yang memancar
keempat penjuru.
Para penonton yang berada ditepi arena dan kebetulan
tersambar sisa angin itu segera merasakan tubuhnya menjadi
sakit dan pakaiannya berkibar kencang.
Akan tetapi, dua orang yang berada diarena itu masih tetap
berdiri tegak sekokoh batu karang, cedera sedikitpun tidak.
Setan muka hijau yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera mendengus dingin, mendadak tubuhnya bergerak lagi,
dengan mengembangkan ilmu pukulan hawa dingin mayat
hidup, dia lepaskan serangkaian serangan berantai untuk
meneter Chin leng hui habis-habisan.
Angin tajam menderu-deru mengikuti setiap gerakan dan
setiap jurus yang dipancarkan hawa dingin seperti musim salju
yang mencekam menderu-deru diudara dengan membawa
desingan angin yang memekikkan telinga, sungguh
mengerikan sekali keadaannya.
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tak berani berayal, buru-buru
ia mengembangkan ilmu pukulan Tay cing to liong pat si
ciptaan Put Gho cu untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut.
Suma Thian yu yang menyaksikan Chin leng hui mulai
memper-gunakan ilmu pukulan cing to liong ciang untuk
menghadapi musuh nya, dia segera menaruh perhatian lebih
besar.
Tampak Leng hui dengan gerakan menotok, menghantam,
mencengkeram, membacok mengembangkan seluruh jurus-
jurus ampuhnya, dia bergerak secepat kelinci, bertahan
sekokoh batu karang, semua inti sari dari Tay Cing to liong pat
si dipergunakan secara beruntun.
Sambil menonton jalannya pertempuran, Suma Thian yu
mulai mencocokan dengan berhati-hati semua jurus yang
digunakan kakek itu dengan apa yang telah dipelajarinya.
Sebagaimana diketahui, semenjak ia mempelajari ilmu sakti
tersebut, sampai kini belum pernah dia saksikan orang lain
menggunakan ilmu pukulan semacam itu untuk menyerang
musuh yang tangguh.
Sekarang Chin Leng hui telah mengeluarkan kepandaian
tersebut, hal ini justru memberi kesempatan kepada Suma
Thian yu untuk mencoba kemampuan sendiri.
Sekalipun Tay cing to liong pat si cuma terdiri dari delapan
gerakan, namun kedelapan gerakan tersebut justru digunakan
secara beruntun tiada hentinya, sehingga sejak dimulai sampai
kiniseakan-akan dia tak pernah mempergunakan jurus
yang sama.
Begitulah, mereka berdua saling menyerang dengan amat
gencarnta, tiga puluh gebrakan kemudian, keadaan masih
tetap berimbang dan kekuatan mereka tak ada yang lebih
unggul daripada musuhnya.
Suma Thian yn yang menyaksikan pertarungan itu ikut pula
merasakan pandangan matanya jadi kabur, tanpa terasa dia
ikut menggerak-gerakan tangannya pula dari sisi arena.
Mendadak terdengar suara pekikan nyaring dari tengah
arena pertarangan.
Dengan terkejut Suma Thian yu menghentikan gerakan
tangannya dan berpaling, ternyata Setan muka hijau Siang
Tham sudah dibikin berkobar amarahnya, kini pukulan hawa
dingin bangkai busuknya telah dikerahkan hingga mencapai
delapan bagian.
Dengan demikian, serangan demi serangan yang
dilancarkan Tay hoa kitsu Chin leng hui seolah-olah tersumbat,
bahkan posisinya kian lama kian bertambah lemah.
Suma Thian yu amat terkesiap setelah menyaksikan
kejadian itu, dengan perasaan kuatir dia maju beberapa
langkah.
Ternyata Chin Leng hui sudah kena terkurung dibawah
serangan musuh yang menderu-deru seperti angin puyuh,
posisinya kini diantara mati dan hidup.
Bahkan sampai akhirnya, dia cuma bisa menangkis belaka
tanpa sanggup melancarkan serangan balasan.
Begitu berhasil dengan serangan balasannya, Setan muka
hijau Siang Tham segera tertawa seram, mukanya
menyeringai amat seram, sikapnya amat sombong, setelah
melepaskan serangkaian serangan lagi, dia mulai menyindir
dengan sinis:
“ Orang she Chin, sekarang kau dapat merasakan kelihayan
toayamu bukan....? Hmm, terus terang kuberitahukan
kepadamu, selewat nya tiga gebrakan lagi, jika kau belum
mau menyerah maka toaya akan suruh kau mampus diatas
genangan darah!"
Seusai berkata, dengan jurus Po hong cuan tin (angin
puyuh menggulung pohon) dia lepaskan sebuah pukulan ke
muka, kemudian serunya sambil tertawa seram:
Jilid : 15
"Jurus pertama!"
Walaupun Tay hoa Kitsu Chin Leng-hui memiliki ilmu silat
yang amat lihay, namun sulit juga baginya untuk menghadapi
serangan angin dingin yang menusuk tulang itu, apalagi sejak
pertarungan berlangsung, ia sudah menderita kerugian yang
amat besar dalam tenaga dalamnya.
Tak heran kalau ia menjadi terperanjat setelah merasakan
datangnya angin dingin yang dilepaskan musuh, cepat-cepat
dia menghimpun segenap tenaga dalamnya siap sedia
melakukan serangan nekad untuk beradu jiwa.
Siapa tahu, baru saja dia menggerakan bahunya, Suma
Thian yu telah membentak keras:
"Kan kun to coan (memutar balik jagad)!”
Mendengor itu Tay hoa kitsu tertegun, tak sempat berpikir
panjang lagi dia membalikkan badan sambil memutar kepalan,
ditengah jaian ia merubah gerakannya menjadi jurus Kan kun
to coan
Kalau dibicarakan memang aneh sekali, begitu serangan
tersebut dilancarkan, ternyata angin pukulan musuh yang
menyergap tiba menyambar dari samping, sama sekali tidak
menyebabkan cedera.
Sementara Chin Leng hui masih terkejut bercampur
keheranan, si Setan muka hijau Siang Tham sudah
membentak lagi:
"Jurus kedua!”
Baru saja seruan itu bergema, ditengah udara telah
bergema lagi suara deruan tajam yang memekikkan telinga.
Chin Leng-hui terkesiap, sewaktu mendongakkan
kepalanya, segulung angin puyuh seperti sebuah jaring yang
terpentang lebar langsung mengurung ke atas batok
kepalanya.
Waktu itu, Chin Leng hui sudah kehabisan tenaga dan lelah
sekali, meski menyaksikan datangnya ancaman yang hebat,
dia tak mampu berbuat apa-apa lagi, tanpa terasa sambil
menarik napas dingin dia memejamkan mata siap menerima
kematian.
Untung disaat yang paling kritis, mendadak Suma Thian yu
berteriak lagi:
"Sian hong sau soat (angin puyuh menyapu salju), Kui seng
ti to (bintang kejora menendang bintang)!"
Kasihan Chin Leng hui, dia berubah seperti seorang boneka
saja, tanpa berpikir panjang dia segera turun tangan
melakukan apa yang didengarnya itu.
Mula-mula dia menggunakan jurus Sian hong sau soat
untuk menampik lenyap hawa dingin musuh yang menyambar
datang dari atas, menyusul kemudian tangan dan kakinya
digunakan bersama menggunakan jurus Kai seng ti to untuk
menyerang Si Setan muka hijau.
Untuk diceritakan kembali memang sangat panjang, tapi
keadaan pada waktu itu berlangsung dalam sekejap mata,
seakan-akan dua ge rakan digunakan bersama-sama.
Apa lagi Tay hoa kitsu sudah puluhan tahun lamanya
mendalami ilmu Tay cing to liong ciang, dan dengan begitu
diberi petunjuk, dia segera mempergunakannya dengan
lancar.
Msmpipun si setan muka hijau Siang Thau-'Bk menyangka
kalau beberapa patah kata oari uma Thiin yu itu dapat
merubah Chin Lerg hui yarj berada diposisi kalah menjadi
menang.
Seteleh menyadari kalau ujung kaki musuh telah berada
didepan tenggorokannya, dia baru terperanjat dan buru-buru
membalikkan tubuhnya untuk menghindarkan diri.
Pada saat yang bersamaan pula, Suma Thian yu melompat
masuk pula ketengah arena, tidak terlalu kemuka tidak pula
terlalu kebelakang, persis berada diantara Chin Leng hui dan
Siang Tham berdua.
Sambil bergendong tangan dan tertawa, pemuda itu lantas
berseru:
"Kalian berdua memang seimbang dan sebanding, sungguh
hebat pertarungan kalian, benar-benar hebat sekali.
Sementara itu Setan muka hijau Siang Tham agak gelisah
juga melihat Suma Thian yu tampilkan diri, tapi diluarnya dia
tetap mempertahankan wajahnya yang menyeringai seram,
serunya:
"Bocah keparat, kau berani mengacau pertarungan kami,
apakah tanggung jawab ini hendak kau pikul seorang diri?"
Suma Thian yu segera tertawa terbahak–bahak:
"Haaaaah....haaaah....haaahh pertarungan ini bisa berkobar
gara-gara urusan kita berdua, sudah sepantasnya kalau
persoalan inipun diselesaikan juga oleh kita berdua,
bagaimanapun jua orang itu adalah tuan rumah yang
memperingatkan kita, tentu saja tak bisa dikatakan dendam
atau sakit hati. Wahai orang she Siang, jika kau ingin
memperlihatkan kekuatanmu, perlihatkan saja kepada sauya,
tak bakal sauyamu akan berkerut kening atau bersikap
sungkan kepadamu!”
Dengan ucapan mana, sudah jelas anak tersebut sedang
menantang untuk bertarung, Setan muka hijau yang
berpengalaman tentu saja dapat mendengarnya.
Tapi dia memang seorang manusia yang licik dan banyak
tipu muslihatnya, sebagai orang yang cerdas, ia tak ingin
menerima tantangan dari seseorang yang berkepandaian silat
jauh lebih tinggi darinya.
Kontan saja dia tertawa dingin, serunya:
"Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk bertarung,
apalagi toaya masih ada urusan lain, kita bersua lagi setengah
bulan kemudian di telaga Tong ting oh!"
Selesi berkata, dia lantas memberi tanda kepada anak
buahnya dan buru-buru melarikan diri.
Suma Thian yu sama sekali tidak menghalangi kepergian
mereka, dia merasa sepantasnya untuk mengalah sedikit
kepada pihak yang lebih lemah, apalagi musuh sudah berjanji
akan bertemu lagi ditelaga Tong ting oh setengah bulan lagi,
apakah dia bisa kabur ke langit?
Tapi setelah kepergian Setan muka hijau, dengan cepat dia
teringat pula akan satu hal, diam-diam pikirnya kemudian
dengan wajah tertegun.
"Mengapa Siang Tam menjanjikan pertemuan ditelaga Tong
ting oh setengah bulan kemudian? Padahal, waktu itu adalah
saat janjiku dengan dua bersaudara Thia, masa si setan muka
hijau sudah tahu kalau aku hendak pergi kemana sekarang?"
Sementara dia masih melamun, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara dari Chin Leng Hui.
"Sauhiap, banyak terima kasih untuk petunjukanmu,
terimalah salam hormat dari lohu”
Ucapan mana telah memotong lamunan Suma thian yu,
cepat dia berpaling kebelakang, kebetulan waktu itu Chin Leng
hui sedang menjura dalam-dalam.
Sambil menjerit kaget Suma Thian yu menyingkir ke
samping, kemudian sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali dia berseru:
"Suheng, jangan bersikap demikian, bisa membuat siaute
merasa malu..."
“ Suheng!" ketika dua patah kata itu meluncur masuk ke
dalam telinga Chin Leng hui, dia merasa terperanjat sekali,
dengan wajah terperanjat dan keheranan ditatapnya pemuda
itu lekat-lekat, kemudian tanyanya:
"Mungkinkah Siauhiap telah salah melihat orang?"
Sauma Thian yu tersenyum.
"Tak heran kalau suheng tak tahu, tolong tanya apa
sebutan suheng terhadap Put Gho cu?”
“ Dia adalah susiokku, apa maksud siauhiap menanyakan
persoalan ini...?” sahut Chin Leng hui.
“ Dia orang tua adalah guruku"
"Aaah, rupanya begitu." Chin Leng hui segera berseru
tertahan, tidak heran kalau siauhiap bisa menyebutkan jurus-
jurus ampuh dari Tay cing to liong ciang."
Sesudah berhenti sejenak, dengan wajah berubah dia
mengawasi Suma Thian yu beberapa kejap, lalu bertanya
denpan nada tercangang:
"Maaf bila lohu akan mengajukan suatu pertanyaan yang
tak layak kepadamu, selama ini suisiok tak pernah menerima
murid, bahkan semenjak empat puluh tahun berselang sudah
lenyap dari dunia persilatan bagaimana caranya sehingga
siauhiap bisa berkenalan dengannya?”
Suma Thian yu tertawa.
“Pertanyaan suheng memang benar, ia orang tua masih
hidup di dunia ini."
Secara ringkas dia lantas menceritakan kisahnya sewaktu
bertemu dengan Put Gho cu dan bagaimana diangkat menjadi
murid.
Selesai mendengar penuturan tersebut, Tay hoa Kitsu
tertawa panjang, kemudian sambii menggenggam tangan
Suma Thian yu kuat kuat dan berseru hangat:
“ Hiante, maafkan suheng yang berpandang cupat, harap
kau jangan mentertawakan kebodohanku ini, tolong tanya
siapa nama hiante?"
Suma Thian yu segera menyebutkan nama nya, sedangkan
Chin Leng hui juga memperkenalkan diri, mereka berdua
segera merasakan kecocokan satu dengan lainnya, kendati
pun usianya terpaut jauh namun mereka merasa soal umur
bukan suatu halangan.
Tay hoa Kitsu mempersilahkan Suma Thian yu mengunjungi
kamar bacanya, kemudian memerintahkan orang
menghidangkan sayur. Berdua berbincang dengan amat
cocok, benar-benar suatu pertemuan yang sangat
menggembirakan kedua belah pihak.
Sementara mereka berdua sedang terbincang-bincang,
mendadak dari luar jendela berkumandang yang amat lirih,
pertama-tama Suma Thian yu yang merasakan hal tersebut
paling dulu, dia segera menyambar sebatang sumpit dan
langsung diayunkan ke atas.
"Bajingan laknat, turun kau!" bentaknya keras-keras.
Sumpit itu meluncur ke udara dengan kecepatan tinggi dan
langsung menembusi jendela, Suma Thian yu tidak tinggal
diam, dia turut melejit pula dengan kecepatan tinesi, bahkan
sama cepatnya dengan daya luncur sumpit itu.
Tay hoa Kitsu merasa sedikit agak lambat daripada Suma
Thian yu, namun diapun tidak tinggal diam, bagaikan segulung
hembusan angin tubuhnya meluncur keluar jendela.
Tapi setibanya diluar situ, Suma Thian yu segera berseru
dengan keheranan:
"Aneh, sudah jelas kudengar orang berjalan malam sedang
lewat diatas atap rumah, mengapa tak nampak sesosok
bayangan manusiapun? jangan-jangan aku telah salah
dengar?”
Chin Leng hui hanya membungkam dalam seribu bahasa,
padahal dia sama sekali tidak mendengar apa-apa, tentu saja
sulit baginya untuk turut mengemukakan pendapat.
"Hiante!” ujarnya kemudian, "mungkinkah Siang tham si
keparat itu masih belum puas dan dia balik lagi kemari?”
Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.
“ Ilmu meringankan tubuh yang di miliki oirang itu tidak
sedemikian hebatnya, sudah pasti gembong iblis yang lebih
lihay darinya yang telah datang berkunjung"
Ketika Tay hoa Kitsu Chin Leng hui mendengar ucapan
tersebut, diam-diam ia menarik nafas dingin, kalau dilihat dari
mimik wajah Suma Thian yu, jelas dia bukan berbohong tapi
jejak musuh tak nampak, atas dasar apa ia berkata demikian?
Suma Thian yu mencoba untuk memeriksa sekejap
sekeliling tempat itu, namun tak nampak hasilnya, sambil
menggeleng katanya kemudian:
“ Mungkin ada orang yang kebetulan melewati tempat ini,
lebih baik kita kembali kekamar saja!"
Mereka berdua melayang masuk lagi kedalam kamar baca
lewat jendela, meskipun Chin Leng hui merasakan hati
tersebut penuh tanda tanya, tapi berhubung Suma Thian yu
adalah seorang yang berjiwa lurus, ilmu silatnya tinggi dan
tidak mirip manusia yang suka mengunggulkan diri maka
peristiwa mana tak sampai menimbulkan kecurigaan Chin
Leng hui.
Coba kalau berganti orang lain, dia pasti akan mengajukan
setumpuk pertanyaan.
Sekembalinya dalam ruangan dan baru saja akan duduk,
tiba-tiba Suma Thian yu menjerit kaget lagi, sembari
menuding ke tiang dalam ruangan, serunya tertahan:
"Suheng, coba lihat, benda apakah itu?”
Mengikui arah yang ditunjuk, Chin Leng hui berpaling, tapi
diapun segera menjerit kaget:
"Aaaah..."
ooOoo 00o00
TERNYATA diatas tiang ruangan tertancap sebatang peluru
perak, pada ujung senjata peluru itu terikat pita berwarna
merah dan biru, sedang diujungnya menancap selembar
kertas.
Sewaktu Tay hoa kitsu Chin Leng hui menjumpai senjata
peluru perak itu, jantungnya terasa berdebar keras, paras
mukanya berubah untuk sesaat dia hanya memandang benda
itu dengan termangu, seakan akan lupa untuk mengambilnya.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu turut merasa
tertegun, buru-buru dia melompat ke depan dan mencabutnya
keluar, kemudian setelah melepaskan kertas itu dari ujung
peluru perak dia serahkan kertas tadi ke tangan Chin Leng hui.
Tay hoa Kitsu hanya menyambut surat itu tanpa mencoba
untuk memeriksanya, air mata justru meleleh membasahi
wajahnya, setelah menghembuskan napas panjang, dia baru
membuka kertas tersebut untuk diperiksa isinya.
Tingkah laku Chin Leng hui yang sangat aneh itu
mengandung rasa tercengang bagi Suma Thian yu, tiada
hentinya dia awasi perutahan mimik wajahnya itu.
Kasihan Tay hoa Kitsu, sambil memandang kedepan
dengan termangu, air matanya jatuh bercucuran membasahi
wajahnya, sementara tangannya yang menggenggam kertas
itupun gemetar tiada hentinya.
Akhirnya dia membuka kertas itu dan membaca isinya,
mendadak terdengar kakek itu mencaci maki dengan gusar:
“ Perempuan rendah, perempuan terkutuk!”
Dengan gemas dia meremas kertas itu kemudian dibuang
ke atas tanah, persis didepan kaki Suma Thian yu, oleh
pemuda itu dipungutnya surat mana ialu dibaca isinya:
"Ayah,
Mulai detik ini, hubungan kita sebagai anak dan ayah putus
sampai disini, segala perbuatanku adalah tanggung jawabku
sendiri, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mu, bila
kau berani mencampuri berarti kau ingin mengundang
bencana kematian bagimu sendiri. Siang Tham pergi dengan
membawa dendam, ia pasti akan mengundang gurunya untuk
menuntut balas, dendam sudah berada di ambang pintu, lebih
baik pindah saja untuk menyelamatkan diri.
Tertanda: Lan-eng"
Selagi membaca surat itu, dengan marah Suma Thian yu
merobek surat itu sampai hancur kemudian makinya dengan
gusar:
"Perempuan rendah yang lebih memalukan daripada
binatang, selama aku suma Thian yu masih hidup didunia ini,
tak akan kuampuni jiwamu dengan begitu saja!"
Baru selesai anak muda itu berkata, tiba-tiba dari atap
rumah berkumandang suara tertawa licik yang amat sinis,
suara tersebut kian lama kian bertambah jauh meninggalkan
tempat itu.
Ketika Suma Thian yu memburu keluar, suasana telah
menjadi hening dan di sekirar sana tak tampak sesosok
manusia pun.
Dengan gemas dia lantas mendepak-depakkan kakinya
diatas tanah sambil menyumpah:
“ Perempuan rendah, bila aku tak dapat memenggal batok
kepalamu, bagaimana mungkim aku bisa menghiburarwah
paman Wan dialam baka!”
Mendadak terasa desingan angin berkumandang dari
belakang, ternyata Tay hoa Kitsu sudah melompat naik keatas
atap rumah, dibawah cahaya rembulan tamoak wajahnya yang
penuh keriput itu sudah dinodai oleh air mata yang belum
mengering.
Suma Thian yu mengerling sekejap ke arahnya, kemudian
pelan-pean berkata:
“ Dia telah pergi, pergi meninggalkan tempat ini!”
“Yaa, selamanya tak akan kembali lagi, aaaai....." Tay hoa
Kisu menghela napas sedih.
Setelah menghela napas panjang, dari matanya yang
memerah, air mata kembali jatuh berlinang.
Selang berapa saat kemudian, dia baru berguman lagi:
“ Sia sia saja jerih payah lohu selama ini, aaai! Dengan
susah payah kudidik, kupelihara dirinya, tapi dia tak tahu
perasaan, tak ingat budi buat apa aku mesti tinggal disini
terus! Buat apa aku mesti tetap hidup didunia yang penuh
kenangan ini....
Suma Thian yu hanya membungkam dalam seribu bahasa,
untuk sesaat dia tak dapat menemukan perkataan yang cocok
untuk menghi bur hatinya, perasaan semacam itu memang
amat menyiksa batin, tapi adakah obat yang mujarab bisa
menyembuhkan luka hati Chin Leng- hui yang telah tercabik-
cabik haacur itu?
Dengan menahan siksaan dan penderitaan hidup, dia
melanjutkan perjuangan hidupnya didunia ini, karena dia
masih mempunyai ha rapan, harapan itulah yang merupakan
tenaga dorong baginya untuk melanjutkan hidup.
Tapi, ketika harapannya telah pudar dan hancur tak
berwujud, apa artinya lagi baginya untuk melanjutkan hidup?
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui hidup dalam harapan, ketika ia
meninggalkan bukit Tay hoa san untuk terjun kembali kedalam
dunia persilatan, apa yang menjadi tumpuan harapannya?
Tidak lain dia berharap bisa jumpa muka dengan purtinya.
Kini harapannya telah pudar, pukulan batin tersebut ibarat
sebuah kapak besar yang membacok hatinya yang membuat
dia akhirnya putus asa...."
“ Mari kita turun!" lama kemudian, Chin Leng hui baru
berbisik pelan.
Pelan-pelan Suma Thian yu melompat turun kebawah,
disusul oleh Chin Leng hui, kemudian mereka bersama-sama
masuk kekamar baca.
Dengan tubuh lemas Tay hoa Kitsu berkata:
"Aku lelah sekali, malam ini kau boleh beristirahat saja di
tempat ini, maaf kalau suheng tak bisa menemani kau lebih
jauh."
Seusai berkata dia lantas masuk ke ruang tidurnya.
Sepeninggal kakek itu, Suma Thian yu merasakan
pikirannya sangat sukar untuk tidur, pikirannya seakan-akan
terkalutkan terus oleh masalah Chin Lan eng.
Ditinjau dari isi surat serta pembicaraan antara Setan
muka hijau dengan Tay h0a kitsu, dia telah memahami apa
hubungan antara Chin Leng bui dengan Chin Leng eng, tiba-
tiba dia merasakan timbulnya suatu perasaan gusar yang
sangat aneh didalam hatinya.
Selang sesaat kemudian, dia mengambil pena dan
meninggalkan beberapa pesan dimeja, kemudian segera
berangkat meninggaikan tempat itu menuju kebalik kegelapan
sana.
Dia tahu Chin Lin eng tak bakal pergi kelewat jauh, maka
sepanjang jalan dia mengejar secara ketat, sama sekali tidak
berhenti sejenakpun.
Angin malam berhembus sepoi membangkitkan kesegaran
ditubuh orang, Suma Thian yu merasakan pikirannya menjadi
jernih.
Sementara perjalanan masih dilangsungkan, mendadak
terdengar suara bentakan nyaring berkumndang memecahkan
keheningan:
"Berhenti!”
Dengan terkesiap Suma Thian yu menghentikan
langkahnya, dia mengira Siau bu yong Chin Lan eng yang
telah munculkan diri, buru-buru badan-nya berkelit empat
langkah ke samping lalu mencabut pedangnya, sambil bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dari bilik kegelapan tiba-tiba muncu; sesosok bayangan
manusia, dia adalah seorang perempuan.
Begitu mengetahui siapa yang muncul, Suma Thian yu
segera menegur dengan dingin:
“ Ooh, rupanya kau, ada urusan apa kau mencariku?"
Rupanya yang munculkan diri adalah si bunga tho indah Ho
Hong.
Terdengar dia tertawa, kemudian serunya:
"Oooh... masa begitu dingin sikapmu kepadaku, baru
berjumpa sudah marah-marah, kesalahan apa sih yang telah
kulakukan terhadap dirimu....?”
Sambil berkata, dengaa lemah gemulai dia berjalan
menghampiri Suma Thian yu, kemudian katanya sambil
tertawa genit.
"Kau ini memang galak sekali, bisanya cuma membentak
orang, mengapa tidak segera kau simpan kembali pedangmu
itu, siapa sih yang akan bertarung melawanmu?"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu oleh
perkataan tersebut, dengan amat rikuh dia kembali
menyimpan pedangnya, lalu berktata pelan:
“ Ditengah malam buta begini kau telah menghalangi jalan
pergi sauya mu, sebenanarnya apa maksud dan tujuanmu?"
“ Hmm, orang baik disangka jahat, kau memang manusia
tak punya perasaan, lelahi bodoh lelaki tak punya otak, aku
toh bersikap baik sekali kepadamu, masa kau kasar kepadaku?
Hmmm!"
“ Kita tak pernah mempunyai hubungan apa-apa, dalam ha1
apakah Thian yu pernah berhutang budi kepadamu?"
Si bunga to indah Ho Hong segera melotot besar, serunya
dengan amat gusar:
“ Dimuka loteng Kun eng lo meninggalkan surat peringatan,
dengan sumpit menghancurkan awan arak beracun, sekarang
memberi petunjuk lagi padamu, apakah semuanya ini kurang?
Tergerak hati Suma Thian yu setelah mendengar ucapan
tersebut, tanpa terasa dia memandang wajah Ho Hong
beberapa kejap lagi, akan tetapi teringat kalau setiap orang
yang berbuat tentu mempunyai suatu tujuan, maka dengan
perasaan was was dia berkata:
"Apa sebenarnya maksud berbuat demikian?”
"Apakah setiap orang yang menolong mesti mempunyai
sesuatu maksud tertentu?”
"Soal itu mah harus ditentukan menurut jenis manusianya”
sahut Suma Thian yu, “apalagl kau kini munculkan diri untuk
memberi peringatan lagi kepadaku, coba katakan apa sebab
nya?"
"Orang lain hendak memenggal batok kepalamu mengerti?
Terus terang kuberitahukan kepadamu, Siau hu yong Chin
Lang eng telah mempersiapkan jaring langit untuk
membekukmu dalam keadaan hidup dan mengirimmu kedalam
kuil berminyak, dengan maksud baik ku peringatkan dirimu,
siapa tahu sebagai penggantinya aku malah dituduh yang
bukan-bukan, apakah hatimu memang terbuat dari baja?"
Suma Thian yu sama sekali tidak terpengaruh hatinya oleh
ucapan mana, malah sebaliknya dia bertanya:
"Itu aneh namanya, bukan membantu orang sendiri
mengapa kau malah membantu orang lain? Aku benar-benar
tidak memahami maksud hatimu itu”
“ Orang bodoh!" Si bunga tho indah Ho Hong mendamprat,
"berbicara dengan manusia patung macam kau, benar-benar
aku merasa sial delapan turunan, kau mau pergi bergegaslah
pergi, akan kulihat kepalamu bergelinding diatas panggung
pemenggalan kepala"
Melihat gadis itu marah, Suma Thian yu menjadi tak tega,
buru-buru ia menjura seraya berkata:
"Terima kasih banyak atas peringatan itu, biar kesemuanya
itu kuterima dalam hati, lain kali budi kebaikanmu itu pasti
akan kubalas”
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan, dan terlalu
dari tempat itu.
Melihat pemuda itu berlalu dengan begitu saja, saking
gemasnya si bunga tho indah sampai menggertak giginya
keras-keras, diam diam ia menyumpah:
“ Setan alas, siapa yang kesudian dengan balas budimu?
Manusia patung, goblok, tak punya perasaan"
Kemudian sambil memandang bayangan punggung Suma
Thian yu yang pergi jauh dia bergumam lagi:
"Betul-betul orang itu tolol, aku tak percaya kalau kau tidak
mengerti soal cinta, hmm!”
Perempuan memang makhluk yang aneh, terhadap orang
yang dicintainya mereka selalu bersikap mengalah, sekalipun
pihak lawan melakukan tindakan yang paling berdosa, mereka
seakan-akan bisa memakluminya.
Sementara itu Suma Thian yu, telah meninggalkan si bunga
tho indah Ho Hong dengan perasaan jauh lebih ringan,
dengan mempercepat langkanya dia bergerak menyelusuri
sebuah jalan kecil ditengah kedelapan.
Baru melewati sebuah tikungan, mendadak didepan jalan
sana ditemukan sebuah obor yang ditancapkan ditengah jalan.
Melihat hal tersebut Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu
sambil menperlambat langkahnya dia berpikir:
"Mungkinkah apa yang dikatakan memang benar?"
Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba berkumandang
suara keleningan ditengah udara yang bergema memecahkan
keheningan, menyusul kemudian sekilas cahaya perak
berkelebat lewat secepat angin dan meluncur kedepan kaki
Surra Thian yu.
Serta merta Suma Thian yu melompat mundur dua
langkah, ketika ia melirik sekejap ketempatnya berdiri tadi,
ternyata disitu menan cap sebatang anak panah bersuara.
Setelah menyaksikan panah bersuara itu, Suma Thian yu
malah merasakan hatinya menjadi tenang kembali, dia segera
berpikir:
"Apa yang di ucapkan si bunga tho indah ternyata sudah
terwujud menjadi kenyataan. tampaknya perempuan rendah
she Chin itu sedang menunggu disekitar tempat ini”
Tak lama setelah panah bersuara itu muncul tanpa
menimbulkan sedikit suara pun dari sekeliling arena
bermunculan kembali sepuluh orang perampok bertopeng
yang segera mengurung pemuda itu rapat-rapat.
Begitu tahu siapa yang muncul, Suma Thian yu segera
tertawa panjang, segera katanya:
"Kalian ingin merampok aku, ataukah khusus untuk mencari
gara-jaia dengan Suma Thian yu?”
Lelaki-lelaki bertopeng itu seakan-akan bisu semua, mereka
hanya melototkan matanya yang buas tanpa mengucap
seaarah kata.
Suma Thian yu bukan orang bodoh, dia segera menyadari
akan sesuatu, cepat tanyanya:
"Mana pemimpin kalian? Mengapa tak kalian suruh dia
muncul guna menjawab pertanyaanku?"
Baru selesai dia berkata, dari belakang tubuhnya telah
berkumandang suara tertawa yang amat menygeramkan:
"Heeeh...heee...bocah keparat, toaya tahu kalau kau rudin
tidak punya uang sepeser pun, oleh karena itu aku khusus
datang untuk memenggal batok kepalamu ini!"
Suma Thian yu segera tertawa panjang, tanpa berpaling dia
mengejek sinis:
"Berapa sih harga batok kepalaku ini?"
Baru selesai dia betkata, desingan angin tajam telah
menyambar keatas kepalanya.
Suma Thian yu segera merendahkan sebagian tubuhnya,
sewaktu berpaling kembali di hadapannya telah muncul
seorang kakek.
Dengan seksama Suma Thian yu mengawasi orang itu,
tampak orang tadi berpakaian ringkas warna hitam, tangannya
membawa sebilah golok besar, usianya antara lima puluh
tahun, berwajah kukoy, sekilas pandangan dapat diduga kalau
dia adalah seorang sampah masyarakat.
Tiba-tiba terdengar kakek itu berkata dengan suara dingin:
"Sudah lama kudengar orang bilang Kit hong kiam hoat
merupakan ilmu pedang yang sudah termashur dalam dunia
persilatan, kebetulan lohu pun sudah lama ingin menjaja1
kelihayannya, malam ini aku meski mendemonstrasikan
beberapa jurus lebih dulu sebelum dapat pergi dari sini"
“ Hmm, aku pikir bukan hanya persoalan itu saja bukan?"
Suma Thian yu balas mengejek dengan sinis, "mengapa kau
tak menyuruh pe rempuan rendah she Chin itu untuk maju
sekalian?”
Mendengar perkataan itu, paras muka kakek itu berubah
hebat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti
wajahnya, dia segera membentak amat gusar:
"Tutup mulutmu bocah keparat, kalau tidak, lohu akan
memotong lidahmu.....”
Suma Thian yu sudah tahu kalau kakek yang berada
dihadapannya merupakan manusia yang berhati keji, dan
segera tertawa menghina:
“ Hmm, asal kau sanggup memetik batok kepala sauya,
lidahku boleh kau cabut setiap saat, buat apa mesti risau?”
Kalau tidak mendengar ucapan tersebut keadaan masih
mendingan, begitu mendengar, amarah segera membara
dalam benak kakek ini, sambil meraung gusar, goloknya
langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu dengan jurus
Hek ho to sim (harimau hitam mencuri hati).
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, ketika ujung golok
tersebut tinggal setengah depa dari tubuhnya, dia segera
menggunakan ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat untuk
berkelit.
Diantara kibaran ujung bajunya bayangan manusia tampak
berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah lenyap dari hadapan
kakek tersebut.
Sementara kakek itu masih terkejut bercampur tertegun,
Suma Thian yu kembali berseru dari belakang tubuhnya:
"Diujung pedang sauya tak pernah membunuh manusia
yang tak punya nama, cepat sebutkan namamu untuk
menerima kematian!”
Kakek itu menarik napas dingin, sambil membalikkan tubuh
dia lepaskan sebuah bacokan golok kearah pinggang Suma
Thian yu dengan jurus Cian hee sau soat (menyapu salju
dibawah atap).
"Dengan dasar apa kau ingin mengetahui namaku?”
bentaknya sangar gusar.
Kembali Suma Thian yu melompat kesamping untuk
menghindarkan diri.
“ Kalau toh memang begitu, sauya segan untuk menemani
kua lebih jauh...”
Kemudian dengan suatu gerakan yang ssngat manis dia
mengundurkan diri kesamping tanpa menggubris kakek itu
lagi, keadaan mana mirip sekali dengan kanak-kanak yang
sedang bermain, sama sekali tidak memandang sebelah
matapun terhadap si kakek.
Dengan geramnya kakek itu menerjang kemuka, lalu
membentak keras-keras:
"Bocah keparat, kau punya mata tak berbiji, sampai Yap Cu
kim toaya dari Hun san pun tidak kenal, buat apa kau
berkelana didalam dunia persilatan...?"
Goloknya segera diayunkan kebawah dengsn membawa
deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Suma
Thian yu.
“ Hmm, aku masih mengira kau adalah seorang manusia
berkepala tiga berlengan enam macam apa, rupanya hanya
bajingan tua yang tak punya nama”
Sebelum habis ucapan tersebut diutarakan, bacokan golok
lawan sudah diayunkan kebawah, dalam keadaan begini mau
tak mau jago muda tersebut harus berkelit kesamping.
Ternyata kakek ini adalah seorang caycu dari bukit Hu san,
seperti apa yang diduga Suma Thian yu, dia memang seorang
manusia yang tak punya nama dalam dunia persilatan.
Setelah beberapa kali serangannya tidak mendatangkan
hasil yang diinginkan, amarah Yap Cu kim semakin menjadi,
sambil berkaok-kaok dia mengayunkan goloknya menciptakan
selapis bayangan tajam yang menyelimuti angkasa, lalu
mengurung seluruh badan Suma Thian yu.
Menghadapi kekalapan orang, Suma Thian yu masih tetap
melayani dengan tangan kosong belaka, mengembangkan
ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat nya dia mulai
berkelabatr kesana kemari diantara kilauan cahaya golok,
tubuhnya bergerak begitu indah tak kalah indahnya dengan
kupu-kupu yang berterbangan diantara aneka bunga.
Kasihan Yap Cu kim, seperti mengambil rembulan dari air,
setiap kali ayunan goloknya hampir mengena ditubuh
sasarannya, tahu-tahu bayangan lawan lenyap tak berbekas.
Seperti hendak menangkap kelinci yang licik atau
menangkap ikan leihi yang lincah, sekalipun Yap Cu kim telah
membuang segenap tenaga dan pikirannya, namun usahanya
tetap sia sia belaka.
Tidak selang berapa saat kemudian, napas Yap Cu kim
sudah ngos ngosan seperti napas kerbau, peluh dingin
bercucuran deras, wajahnya pucat dan ia betul-betul lemas
sekali.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini kontan saja
tertawa terbahak-bahak.
“ Haaah...haah...haah...orang she Yap, lebih baik pulang
saja ke sarangmu dan tidak usah muncul-muncul lagi ke sini,
manusia semacam kau itu, meskipun kau sudah belajar
sepuluh tahun lagi juga tak usah berharap bisa menjawil
seujung baju sauyamu"
Orang persilatan kebanyakan lebih mengutamakan soal
harga diri dari pada soal lain, kini Yap Cu kim disindir dan
dihina didepan puluhan oring anak buahnya, bagaimana
mungkin dia bisa menahan diri? Saking gusarnya semua
rambutnya pada berdiri kaku, diiringi bentakan nyaring, tubuh
berikut goloknya langsung menerjang kemuka seperti orang
kalap, goloknya juga dibacokan secara membabi buta.
Teriaknya sambil menggigit bibir kencang-kencang:
“ Bocah keparat, lohu akan beradu jiwa denganmu!"
Suma Thian yu tertawa seram:
"Heehh...heehh...heehh... siapa sih yang kesudian beradu
jiwa denganmu? Kau masih belum pantas untuk mengajakku
berbuat demikian!”
Sambil berkata sekali lagi dia berpekik nyaring, ditengah
pekikan tubuhnya berkelebatan secepat kilat menerobos lewat
dari bawah ketiak Yap Cu kim.
Mendadak terdengar Yap Cu kim mendengus, tubuhnya
roboh seperti batang pohon yang tumbang ke tanah, tanpa
sempat bersuara lagi dia roboh terkapar ditanah.
Begitu Yan Cu kim roboh, kawanan perampok bertopeng
yang berada disekitar tempat itu menjadi panik, masing-
masing mundur beberapa langkah kebelakang.
Dua puluh sinar mata ketakutan bersama-sama dialihkan
kewajah Suma Thian yu dan mengawasi gerak gerik pemuda
itu tanpa berkedip.
Dengan tajam Suma Thian yu memandang sekejap
keseluruh arena, kemudian tegurnya:
“ Cepat gotong dia pergi!”'
Baru selesai ucapan ilu diutarakan, mendadak suara
tertawa merdu berkumandang dari dalam hutan dan
memancar masuk kedalam telinga Suma Thian yu:
"Tak usah, terima kasih banyak, nyonya mudamu bisa
menyelesaikan sendiri persoalan tersebut!"
Suma Thian yu tertegun, baru saja dia akan berpaling,
mendadak matanya terasa silau, ketika diamati kembali,
dihadapannya telah muncul seorang wanita yang cantik jelita.
Belum pernah Suma Thian yu bertemu dengan perempuan
semacam itu, tapi dalam hatinya ia punya perhitungan sendiri,
dia tahu kalau orang baru saja munculkan diri ini adalah
perempuan paling jahat dalam dunia persilatan Siau bu yong
(Bunga bu-yong cantik) Chin Lan eng adanya.
Apa yang diduga Suma Thian yu memang benar, orang
yang baru saja munculkan diri itu adalah perempuan paling
cabul di dunia Chin Lan eng.
Sementara itu dengan sorot mata yang jeli dia sedang
menatap wajah Suma Thian yu, setelah diamati lama sekali, ia
baru menegur:
“ Tadi kau yang bernama Suma Thian yu?"
"Ya, sauya orangnya" jawab pemuda itu.
“ Kau yang membunuh orang ini?"
“Dia tidak kubunuh, tapi suruh dia berisitrahat dahulu,
kalau tidak, dia bisa mampus Karena kehabisan tenaga, bila
sampai begitu kaulah yang bakal kerepotan”
Chin Lan eng segera menggigit bibirnya, sambil memutar
biji matanya, kemudian kembali dia berkata:
“ Betul, termasuk mayatmu nanti, aku memang bakal dibikin
kerepotan sekali"
Ucapan yang tiada ujung pangkalnya tersebut disambut
tertawa oleh Suma Thian yu, setelah itu diliriknya Chin Lan
eng sekejap denGan Pandangan sinis dan menghina, lalu
kataNya lagi:
“ Jika harus ditambah denGan kau, mungkin tiada orang
yang akan mengurusi jenasah”
"Bocah keparat tajam amat lidahmu, nyonya muda datang
kemari bukan untnk mencabut nyawamu, melainkan ingin
mengundangmu untuk iurut serta dalam gerakan kami dan
bersama-sama mencari kekayaan dan kegembiraan hidup.
“ Oooh rupanya begitu, kalau begitu bicarakan saja setelah
siauya mati nanti, sekarang masih kelewat pagi untuk
dibicarakan”
"Asal kau menyanggupi, selain nyawamu selamat, kaupun
dapat hidup gembira, coba bayangkan saja, sekali tepuk dua
lalat, apa kau tak ingin? Pikirkan tiga kali sebelum diputuskan.
Suma Thian yu tertawa panjang.
"Haaah...haahh...haahh...nyawa sauya tak usah pakai
jaminan, lagipula kau juga belum tentu bisa melindunginya.
Tak usah banyak berbicara lagi, kalau ingin mengambil batok
kepalaku, silahkan saja mencabut pedang mu dengan segera!"
Paras muka Chin Lan eng segera berubah menjadi serius
sekali, bentaknya kemudian:
Kau benar-benar seorang marusia yang tak tahu diri,
dengan kepandaian kucing kaki tiga yang kau miliki sekarang
sudah pingin melayani nyonya mudamu? Terus terang
kuberitahukan kepadamu, Wan Liang adalah contoh terbaik
untukmu, kau merasa mampu untuk mengungguli dia?
Kembali Suma Thian yu mendengus sinis.
"Soal ini kaupun tak usah kuatir, sauya percaya masih
sanggup untuk menangkan perempuan rendah macam kau,
soal yang lain, ter paksa aku harus maju selangkah demi
selangkah"
Chin Lan eng menggertak gigi keras-keras untuk menahan
rasa gusarna yang tak alang kepalang, mukanya dingin seperti
es, katanya dengan menahan geram:
“ Bocah keparat, nyonya muda akan memenuhi harapanmn
itu!"
Selesai berkata, dia lantas mengayunkan tangannya, segera
tampak angin puyuh menderu-deru dan langsung menyambar
ke tubuh pendekar muda tersebut.
Jangan dilihat ayunan tersebut sangat ringan,
sesungguhnya kekuatan yang disertakan hebat sekali, belam
lagi serangannya tiba, Suma Thian yu telah merasakan
datangnya hawa panas yang menghantam tubuhnya, sakit
sekali terasa di badan.
Suma Thian yu tak berani berayal, buru-buru dia berkelit
kesamping sambil membentak keras:
"Perempuan rendah, malam ini sauya akan merenggut
selembar nyawamu..."
Mendadak dia mencabut pedangnya, kemudian terdengar
suara gemerincingan nyaring, cahaya biru berkilauan di
angkasa, rupanya ia loloskan pedang Kit hong kiam.
Chin lan eng merasakan hatinya tertegun setelah
menyaksikan Suma Thian yu meloloskan pedangnya,
bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang segera
muncul kembali didepan mata.
Tiba-tiba hawa amarah menggelora di dalam dada Chin Lan
eng, dia seakan-akan telah menganggap Suma Thianyu
sebagai Wan liang, tiba-tiba saja pedang Ching kong kiam
dicabut ke luar.
Begitu senjata telah berada ditangan, tanpa berpikir
panjang lagi dia menusuk tenggorokan Suma Thian yu dengan
jurus Liong yu su hay (naga sakti di empat samudra).
“Membiarkan kau tinggal didunia hanya akan menimbulkan
bibit bencana saja, lebih baik kau mampus saja!" bentaknya
keras-keras.
Begitu tahu kalau perempuan itu menyerang dengan ilmu
pedang aliran Bu tong pay, Suma Thian yu terkesiap, orang
bilang: Seorang jagoan berisi atau tidak, akan diketahui dalam
sekilas pandangan. Kenyataannya Chin Lan eng bisa mencabut
pedang dan menyerang dengan kecepatan luar biasa.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya sekarang tak lain
adalah Suma Thian yu yang berilmu silat sangat tinggi.
Terdengar Suma Thian yu tertawa ringan kemudian
ujarnya:
"Suatu permainan pedang yang bagus, sayang sekali kau
telah salah sasaran"
Ujung pedangnya segera dicukil keatas menyusul gerakan
mendatar kemuka, dengan satu jurus dua gerakan yang
merupakan jurus ampuh dan ilmu pedang Kit hong kiam hoat,
di babat pertahanan musuh.
Semua orang hanya merasakan cahaya biru amat
menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam jalan
darah Cian keng hiat diatas bahu Chin Lan eng.
Kalau Chin Lan eng bergerak cepat maka dia bergerak lebih
cepat lagi, bila Chin Lai eng ganas, dia lebih ganas lagi, pada
hakekatnya kawanan perampok berkerudung yang menonton
jalannya pertarungan dari sekitar arena tak dapat melihat
dengan jelas bagaimana kedua orang itu bergebrak dan
beberapa jurus sudah lewat.
Suma Thian yu membenci atas kesadisan dan kekejaman
Chin Lang eng terutama kecabulan serta kebejatan moralnya,
oleh sebab itu begitu turun tangan dia telah mempegunakan
ilmu pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya,
sudah jelas dia bermaksud untuk membangkitkan amarah
lawan.
Benar juga, paras muka Chin Lan eng segera berubah
hebat, buru buru dia mengembangkan permainan jurus
pedang Tay cing kiam hoat aliran Bu tong pay untuk
menyongsong datangnya ancaman lawan.
Selama itu partai Bu tong termasyur dalam dunia persilatan
karena pedangnya Tay cing kiam hoat pun termasuk ilmu
simpanan dari perguruan terebut, bisa diketahui betapa
sempurna dan hebatnya jurus jurus serangan itu.
Sejak kecil, dibawah bimbingan ayahnya, Tay hoa kitsu
Chin Leng hui yang teliti dan seksama, boleh dibilang Chin Lan
eng telah memperoleh inti sari dari ilmu pedang tersebut apa
lagi setelah mendapat petunjuk dari seorang gembong iblis,
ilmu silatnya telah memperoleh ilmu pelajaran yang amat
pesat.
Walaupun mempergunakan serangkaian ilmu pedang yang
sama, namur dalam permainan-nya jauh lebih tangguh
daripada permaiman ayahnya sendiri....
Sayang sekali perempuan ini berjiwa bejad dan bermoral
jelek, coba kalau tidak, Bu Tong pey bisa memiliki seorang
jago perempuan yang begini tangguh, pada hakekatnya
merupakan suatu kelebihan yang boleh dibanggakan.
Begitulah, pertarungan berlangsung selama seperminum
teh lamanya, makin bertarung Chin Lang eng merasa semakin
terkejut, mimpipun dia tak menyangka kalau pemuda lemah
lembut dan masih berbau tetek ini sesungguhnya sudah
msncapai ke tingkatan yang begitu lihay.
Tapi yang paling membuatnya terkejut bercampur
keheranan adalah kemampuan ilmu silatnya yang jauh
berlipat-lipat kali 1ebih hebat bila dibandingkan deagan
keampuhan Kit hong kiam kek Wan Liang dimasa lampau.
Padahal, dia mana mengerti kalau berbicara soal tingkat
kedudukan maka Suma Thian yu masih terhitung susioknya,
sudah barang tentu dengan bekal ilmu silat aliran Bu tong
pay yang benar-benar dikuasai olehnya itu, pertarungannya
melawan Chin Lan eng pada hakekatnya seperti bermain
dengan kanak-kanak saja.
Bayangkan saja, belum lagi perempuan tersebut
melancarkan serangannya, pihak lawan sudah memahami
jurus serangan apakah yang bakal dipergunakan, kalau sampai
begini keadaannya, maka perta-rungan apa lagi yang harus
diselenggarakan?
Pepatah kuno bilang: Tahu diri tahu lawan setiap
pertarungan pasti menang.
Sekarang Suma Thian yu sudah menguasai penuh jurus-
jurus serangan lawannya, apalagi yang perlu dia kuatirkan
lagi?"
Oleh karena itu dia bertarung dengan amat santainya,
setiap jurus dibalas dengan jurus, setiap gerakan dihadapi
dengan gerakan, pada hakekatnya dia tak perlu berpikir lagi
dengan otaknya.
Atau bila menggunakan kata-kata yeng lebih latah lagi,
bahkan Suma Thian yu bisa menyebutkan nama-nama setiap
jurus serangan yang dipergunakan perempuan itu.
Sampai pada akhirnya, ketika Chin Lan eng benar-benar
sudah tak sanggup menahan diri, Suma Thian yu baru
berubah pikiran, dengan kening berkerut umpatnya sembari
melancarkan serangan balasan:
"Perempnsn rendah, hatimu kejam seperti ular beracun,
justru karena kesadisanmu maka Wan Liang mati penasaran,
hari ini sauya aksn membalaskan dendam baginya, aku
hendak membuat malu dirimu agar rasa marahku bisa
terlampiaskan, hati-hati! Aku akan mencomot rambutmu!"
Sambil berkata, tak tampak gerakan apa yung
dipergunakan olehnya, tahu-tahu cahaya biru berkelebat di
susul menyambarnya bayangan manusia, tahu-tahu Suma
Thian yu sudah berdiri di belakang Chin Lan eng sambil
tertawa terbahak-bahak, sambil menggenggam segumpal
rambut ditangan kirinya, serunya:
"Perempuan rendah,inilah pembalasan bagi usahamu untuk
membunuh Wan Liang..... hati-hati! Sekarang aku hendak
memotong telinga mu yang sebelah kiri!”
Mendadak bayangan tubuh Suma thian yu lenyap tak
berbekas, di susul kemudian berkumandangnya suara jeritan
kesakitan dari tengah arena.
Chin Lan eng dengan memegangi telinga sebelah kirinya
dengan tangan kiri, mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan, darah kental tampak meleleh keluar melalui
sela-sela jari tangannya.
Sementara ditangan Suma Tbian yu telah bertambah
dengan sepotong telinga yang penuh berpelopotan darah,
katanya sambil tertawa:
"Perempuan rendah, inilah hukuman bagi penghiatanmu
terhadap ayah kandungmu sendiri!"
Sambil berkata, dengan sepasang mata yang
mencorongkan sinar tajam, dia mengawasi Chin Lan eng
tanpa berkedip, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
“ Perhatikan baik-baik! Kali ini, aku he dak menebas
hidungmu!"
Sembari berkata dia menerjang maju sambil memutar
pedangnya, sekali lagi dia menusuk kearah tubuh Chin Lan
eng.
Sungguh menggelikan sekali, Chin Lan eng yang dihair-hari
biasa selalu angkuh dan tinggi hati, sekarang berubah
bagaikan seekor domba yang menunggu untuk dijagal, dia
sudah kehilangan sama sekali kemampuannya untuk memberi
perlawanan.
Menyaksikan kesemuanya itu, hancur leburlah perasaan
hatinya, sambil memutur pedangnya menciptakan serentetan
pedang berwarna hijau, dia sambut datangnyu ancaman
tersebut, ia bersiap sedia untuk menebus aib yang di
terimanya itu dengan kematian.
Tampaknya ujung pedang Suma Thian yu sudah hampir
mengenai ujung hidung Chin Lan eng.
Mendadak....
"Tunggu sebentar!" suatu bentakan keras berkumandang
memecahkan keheningan.
Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, amat memekikkan telinga.
Dengan perasaan terkesiap Suma thian yu segera
melompat mundur selangkah sambil menarik kembali
serangannya.
Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat segera melayang turun ke tengah arena.
Begitu mengetahui siapa yang datang, amarah Suma Thian
yu segera berkobar kembali, darah yang mengalir dalam
tubuhnya serasa mendidih, serunya dengan penuh kegusaran:
” Ooooh, rupanya kau! Inilah yang dinamakan: Dicari
sampai sepatu jebol tidak ketemu, akhirnya dijumpai tanpa
membuang tenaga, Hadiah pukulan darimu tempo hari,
sampai sekarang sauya masih belum melupakannya...!"
Siapa yang telah munculkan diri ?
Ternyata dia bukan lain adalah gembong iblis yang
bernama besar dalam kalangan Liok lim, Hek bong hon
(Harimau angin hitam) Lim Kong adanya, tidak heran kalau
Suma Thian yu menjadi naik pitam.
Sebaliknya si Harimau angin hitam Lim Kong yang
menjumpai Suma Tian yu munculkan diri dihapannya, tanpa
terasa dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa
seram.
Kemudian sambil memicingkan sepasang mata sehingga
berubah menjadi satu garis, serunya sambil tertawa dingin:
"Bocah cilik, jadi kau belum mati tenggelam? Heeehhh...
heeebh . .. toaya mengira kau sudah menjadi isi perut ikan
dalam dasar sungai ....!"
Ucapan yang sinis dan menghina itu pada hakekatnya
seperti tak memandang sebelah mata pun terhadap anak
muda tersebut.
Suma Thian yu semakin naik pitam, dia menggertarkan
pedangnya siap ditusukkan ke depan, tapi ingatan lain segera
melintas, untuk menghadapi manusia licik seperti ini, dia tak
ingin bertindak secara gegabah, sebab kejadian tempo hari
merupakan pelajaran pahit baginya, dia tak ingin membuat
kesalahan lagi.
Berpikir demikian, buru-buru dia menekan hawa amarah
yang membara didalam dadanya, sambil menurunkan kembali
pedangnya di berkata:
"Orang she Lim, tampaknya malaikat elmaut lah yang
menghantar kau kemari, lebih baik gorok saja lehermu
sendiri, daripada sauya mesti repot-repot turun tangan, kalau
tidak... hmm! Perempuan rendah itu merupakan contoh yang
paling baik!"
Harimau angin hitam Lim Koag tertawa seram dengan
kerasnya.
“ Heeeh...heeeh...bocah keparat, anggap saja tempo hari
kau bernasib baik, tapi kali ini, jsngan harap kau bisa lolos lagi
dalam keadaan selamat, kalau ingin mengumpat, umpatlah
sampai puas, kalau tidak, kau tak akan memperopeh
kesempatan lagi untuk bersuara...!”
Sembari berkata, pelan-pelan dia berjalan menghampiri
Suma Thian yu, sorot matanya memancarkan sinar kelicikan
dan kebuasan, sehingga membunt siapa pun akan bergidik
bila melihatnya.
Sekuat tenaga Suma Thian yu mencoba untuk menekan
hawa amarah yang berkobar didalam dadanya dan
mengulumkan sekulum senyuman diujung bibirnya, dia
menatap wajah sihanmru angin hitam itu tanpa berkedip,
menanti pihak musuh sudah berada lima langkah deri
hadapannya, dia baru berkata:
Cabut keluar senjatamu? Apakah kau ingin menyerah saja
uutuk menerima kematian?”
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram:
“ Heeehh...heeeh...heeehh...untuk menghadapi seorang
bocah keparat macam kau, tidak perlu bagiku untuk mencabut
keluar senjatja tajamku, dengan tangan kosongpun loaya
masih tetap mampu untuk mengirimmu pulang kelangit!"
Mendengar perkataan mana, Suma Thian yu segera
mendongakkan kepalanya dsn berpekik nyaring, pedangnya
disarungkan kembali, dengan sorot mata berkilat dia tertawa
hambar.
"Baiklah" katanya kemudian, "akan sauya layani dirimu itu
dengan tangan kosong belaka!”
Selesai berkata, dia lantas menggulung ujung bajunya
sehingga kelihatan lengannya yang putih dan berotot,
sikapnya amat santai dan berdiri seenaknya sendiri, seakan-
akan dia tak memandang sebelah matapun terhadap lawannya
ini.
Sikap acuh seperti ini biasanya hanya bisa membangkitkan
amarah bagi pemuda yang baru terjun kedalam dunia
persilatan dan bersifat berangasan, terhadap harimau angin
hitam Lim Kong yang kenamaan, apa lagi sebagai seorang
perampok ulung, tentu saja hal mana tak akan menimbulkan
reaksi apapun.
Sebagai murid pertama dari si Mayat hidup Ciu Jit hwee,
kesempurnaan ilmu silat maupuun tenaga dalam yang dimiliki
Lim Kong tentu saja sudah luar biasa sekali, dalam
menghadapi musuhnya, dia sama sekali tidak terpengaruh
oleh ejekan, cemoohan maupun umpatan lawan.
Suma Thian yu yang cerdik tentu saja dapat memahami
akan hal ini, tapi kalau dia tidak berbuat demikian, maka rasa
gusar dan mendongkol yang mencekam perasaannya semakin
menghimpit dadanya, dia hendak memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk melampiaskan rasa mangkelnya itu keluar.
Sekali lagi Lim Kong maju selangkah kedepan, tiba-tiba
lengan kirinya berputar kencang dengan jurus Tot mang jut
tong (ular be racun keluar gua), kemudian dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat menyodok ke dada pemuda itu.
Dengan cekatan Suma Thian yu menekuk pinggangnya
kesamping, dengan pandangan yang tajam dia mengawasi
datangnya lawan itu tanpa gugup.
Siapa tahu ketika kepalan tersebut sampai ditengah jalan,
mendadak Lim Kong berubah jurus, lalu bentaknya keras-
keras:
“ Roboh kau...!”
Telapak tangan kirinya membentuk gerakan busur ditengah
udara lalu dibacokkan ke bawah, seperti guntur menghajar
tambur, dia menghantam tulang leng kay kut pada ubun-ubun
Suma Thian yu.
Memghadapi ancaman maut itu, Suma Thian yu sama
sekali tidak gugup, dengau menghimpun tenaga dalamnya dia
tangkis datangnya ancaman mana sambil menyahut:
""Belum tentu!"
Telapak tangan kirinya diangkat keatas untuk melakukan
tangkisan, sementara telapak tangan kanannya bagaikan
sebilah pisau langsung menebas kedepan dengan kecepatan
luar biasa.
“ Sreeet...!" desingan angin tajam membelah angkasa,
hampir saja bacokan itu menyentuh pakaian didepan dada Lim
Kong.
Untung si Harimau angin hitam Lim Kong bukan manusia
sembarangan, begitu dilihatnya angin pukulan lawan hampir
menyentuh tubuhnya, mendadak ia berputar setengah
lingkaran kaki kanannya melepaskan tendangan dengan jurus
Kui seng ti to (binatang kejora menantang bintang) langsung
menyodok ketubuh anak muda tersebut.
Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas satu
didalam dunia persilatan dewasa ini, dalam waktu singkat
bayangan kepala dan angin tendangan menyelimuti seluruh
angkasa
Dalam pertarungan yang amat seru itu hanya nampak dua
sosok bayangan manusia yang bergabung menjadi satu
hingga untuk sesaat sukar untuk membedakan mana Lim
Kong dan mana Suma Thian yu.
Dalam pada itu, Siau hu yong (Hu yong indah) Chin Lan
eng yang terluka dan berdiri disisi arena, hatinya merasa
remuk rendam karena amat sedih, apalagi setelah teringat
bahwa rambutnya putus separuh, telinga kirinya terpapas dan
wajahnya menjadi jelek, hatinya sakit bagaikan diiris-iris,
saking sedihnya ingin sekali dia mati seketika.
Manusia memang makhluk yang suka akan keindahan,
apalagi dia adalah seorang perempuan cantik.
Buat Siau hu yong Chin Lan eng, dia lebih suka tewas
diujung pedang lawan daripada kehilangan panca inderanya,
bayangkan saja bila seorang perempuan yang cantik jelita, kini
berubah menjadi perempuan yang kehilangan telinga sebelah,
penderitaan dan aib yang dialaminya itu mana mungkin bisa
ditahan dengan begitu saja?
Luka ditelinga kirinya telah dibubuhi obat dan kini darah
sudah tidak mengucur lagi, namun sepasang mata Chin Lan
eng telah berubah menjadi mengerikan sekali, kekejaman dan
kesediaannya tercermin jelas diatas wajahnya, dia mengawasi
terus wajah Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sementara pertempuran sengit ditengah arena masih
berlangsung dengan hebatnya, diam-diam Chin Lan eng
merogoh kedalam sakunya mengambil sesuatu dengan cepat
dipersiapkan dalam genggaman.
Pada ssat itulah, mendadak dari tengah arena
berkumandang dua kali bentakan nyaring, bayangan manusia
nampak saling berpisah.
Lim Kong muadur sejauh dua langkah kebelakang, begitu
sepasang kakinya menempel permukaan tanah, ia segera
melejit kembali ke tengah udara, kemudian bagaikan burung
elang yang menembusi langit ia meluncur tinggi ke udara.
Lompatannya ini paling tidak mencapai ketinggian lima kaki
lebih, sewakiu Suma Thian yu mengalihkan pandangannya ke
depan, ia segera menjadi terkesiap.
Buru-buru hawa murni ysug berada dalam tangan
disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya, dia bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sejenak kemudian.
Harimau angin hitam Lim Kong membentak nyaring,
tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki diatas,
sepasang lengannya mendadak direntangkan kesamping.
Awan gelap yang amat tebal diiringi udara yang dingin
merasuk tulang segera menyelimuti angkasa, bagaikan angin
puyuh yang muncul dari langit, diiringi suara geledek yarg
memekikkan telinga langsung menghantam batok kepala
Suma Thian yu dengan dahsyat.
Inilah ilmu pukulan Hu si im hong ciang (pukulan angin
dingin mayat membusuk) yang amat termashur dalam dunia
persilatan.
Suma Thian yu merasakan hatinya bergidik, diiringi
bentakan nyaring, dengan, menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian kedalam sepasang lengan, dia sambut
datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu, disaat dia sedang memusatkan seluruh
perhatiannya untuk menghadapi harimau angin hitam Lim
Kong, mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema
memecahkan keheningan, angin puyuh menderu-deru, lalu
terlihat tua titik cahaya bintang yang berkilauan dengan
membentuk posisi segitiga langsung menyambar ke arah
pinggangnya.
Suma Thian yu merasa amat terkejut, segulung hawa
dingin segera muncul dari punggungnya dan menembus
sampai keatas, rupanya serangan angin pukulan hawa dingin
mayat busuk dari Harimau angin hitam Lim Kong sudah
menyambar datang seperti ombak dahsyat, yang menghantam
tepian pesisir...
Dengan begitu, Suma Thian yu menjadi terjepit dipesisi
yang tidak menguntungkan, dia harus mengbadipi dua musuh
sekaligus dua dipaksa berada dalam keadaan bagaikan
menunggang dipunggung harimau.
Untuk menghindari pukulan telapak tangan saja sudah
payahnya setengah mati, ditambah, lagi harus menghadapi
serangan senjata rahasia, keadaannya menjadi bertambah
kritis.
Dalam keadaan terancam, tiba-tiba muncul sebuah akal
cerdik dalam benaknya, dengan cepat ia menjatuhkan diri
kebelakang dan mengelinding kesamping dengan gerakan
Lan jui ta kun (keledai malas berguling guling)....
Seketika itu juga terdengar suara benturan keras
menggelegar di angkasa, angin pukulan dari Lim Kong sudah
menghajar secara telak diatas permukaan tanah.
00o00
Tapi, pada saat inilah mendadak Suma thian yu merasakan
sisi lambungnya seperti terpagut oleh sengatan lebah beracun,
kakinya sakit bukan kepalang, sadarlah pemuda ini bahwa dia
telah kerkena senjata rahasia.
Suma hian yu cukup mengetahu bahwa Siau hu yang Chin
lan eng adalah seorang perempuan kejam yang berhati buas,
senjata rahasia yang dipergunakan juga pasti dibubuhi racun
yang jahat.
Dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam nya untuk
melindungi jalan darah, kemudian sambil melompat mundur
serunya:
“ Sakit hati ini pasti kubalas, ingat saja budak rendah, Suma
thian yu pasti akan menguliti tubuhmu hidup-hidup!”
Seraya berkata, seperti segulung angin puyuh saja, ia
segera berlalu dari situ.
Tentu saja si harimau angin hitam Lim Kong tak akan
melepaskan Suma thian yu dengan begitu saja, dia
menggerakkan tubuhnya, lalu bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya melakukan pengejaran dari belakang.
Mewndadak terdengarSiau hu yong Chin Lan eng
membentak sambil terawa:
“ Lim toako, bajingan yang rudin tak usah dikejar anjing
budukan tak perlu diusir, biar kan saja dia pergi!”
Harimau angin hitam Lim Kong segera menghentikan
gerakan tubuhnya, kemudian bertanya dengan wajah
tercengang:
“ Apakah hal ini tidak terlalu keenakan buat keparat itu?
Siau hujin, gara-gara kewelasan hatimu saat ini, bisa jadi
dikemudian hari akan memancing datangnya banyak bibit
bencana buat kita semua!”
Chin Lan eng tertawa terkekeh-kekeh dengan liciknya:
“ Heeeh...heeeh...heeeh...Lim toako, kau terlalu memikirkan
hal yang bukan-bukan, bila keparat itu bisa hidup melewati
fajar nanti, hal mana sudah merupakan kemujuran baginya"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih
jauh:
"Seandainya senjata rahasia ku tidak berhasil melukainya,
menang kalah masih sukar di tentukan, selain daripada itu,
bagaimana mungkin aku dapat melampiaskan rasa malu dan
kerugian yang kualami malam ini?"
Mendengar ucapan tersebut, Harimau angin hitam Lim
Kong lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh...haah...haahh...sudah lama aku dengar akan
kelihayan jarum beracun Hok teng ang tok ciam milik Siau
hujin, konon begitu mengenai orangnya lantas keracunan
hebat dan modar, rupanya raja akhirat sudah mulai
menggapaikan tangan kearahnya?”
Siau hu yong Chin Lao eng segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, sahutnya:
“ Senjata rahasia yang berhasil bersarang ditubuh bocah
keparat itu sama sekali tidak di beri Hok leng ang melainkan
cuma selaksa racun yang umum!”
"Heeeh...heeeh...heeeh, sekalipun begitu, aku rasa hal
inipun sudah cukup membuat bocah keparat tersebut untuk
terbang kembali keneraka"
Beracara sampai disitu, kembali Lim Kong tertawa terbahak
bahak dengan seramnya.
ooOoo
SUMA THIAN YU SADAR, kalau dia sudah keracunan, maka
sambil berlari kencang meninggalkan tempat ini, dia mencabut
keluar jarum yang lembut bagaikan rambut itu, lalu
menggenggam mulut lukanya dengan tangan kiri agar darah
jangan sampai mengalir ke luar terus.
Setelah melakui perjalanan yang cukup jauh mendadak ia
merasa luka pada lambungnya sudah tidak terasa sakit lagi,
dia pun mencari sebuah batu untuk duduk dan beristirahat.
Ketika pakaiannya di lepas dan mulut luka nya diperiksa,
maka segera dijumpainya selain titik merah kecil seperti bekas
tertusuk jarum yang masih tersisa diatas lambungnya itu, dia
sama sekali tak merasakan sesuatu gejala yang aneh, pelan-
pelan hatinya pun mulai merasa amat lega dan tentram.
Akan tetapi sewaktu dia mengangkat tangan kirinya, tiba-
tiba saja dijumpai segumpal darah kental menempel diatas
telapak tangan kirinya itu, ketika diendus segera tercium bau
busuk yang amat menusuk hidung, busuknya bukan main.
Dengan cepat Suma Thian yu menjadi sadar kembali apa
gerangan yang telah terjadi, tanpa tersa serunya:
“ Ooohh... rupanya aku telah ditolong oleh telapak tangan
kiriku ini. Chin Lan eng, hai Cbin Lan eng... kau gagal untuk
mencelakai diriku.
Dengan cepat dia melompat bangun dan balik kembali
ketempat semula, ia bermaksud untuK mencari Chin Lan eng
dan membuat perhitungan dengannya....
Sebagaimana diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu
ini tidak mempan terhadap berbagai macam racun, ketika
perutnya terluka tadi, dia telah memegang mulut lukanya
dengan telapak tangan kirinya, rupanya disaat itulah semua
racun keji yang mengeram didalam tubuhnya telah terhisap
oleh daun Jin sian kiam lan sehingga bersih sama sekali.
Coba kalau Suma Thian yu mengetahui akan kelebihan
yang dimilikinya ini, tak mungkin dia akan melarikan diri dari
arena pertarungan.
Menanti dia sudah sampai kembali ketempat bekas
pertarungan tak sesosok bayangan manusia pun yang
nampak.
Memandang kegegapan yang mencekam sekeliling tempat
itu, Suma Thian yu segera terbayang kembali peristiwa yang
berlangsung belum lama berselang, tanpa terasa kembali
gumamnya:
"Perempuan berhati busuk, tak heran kalau paman Wan
tewas ditanganmu. Selama aku Thian yu masih bisa hidup,
pasti akan kubunuh bajingan tersebut dengan telapak
tanganku sendiri"
Dengan langkah yang ringan dan cepat, dia lantas balik
kembali menuju kearah loteng Kun eng lo.
Tapi baru sampai ditengah jalan, mendadak ia seperti
teringat akan sesuatu dan segera berhenti, kemudian dia balik
kembali menuju ke tempat bekas pertarungan.
Sampai setengah harian lamanya dia melakukan pencarian
di atas tanah, akhirnya ditemukan juga dua batang jarum
lebah beracun yang digunakan oleh Chin Lan eng tadi dan
dengan sangat berhati-hati sekali disimpan kedalam sakunya,
kemudian mengurungkan niatnya kembali ke rumah makan
Kun eng lo, dia segera berangkat menuju ke arah telaga Tong
ting ou.
Jilid 16
Suatu hari sampailah Suma Thian yu dikota Tiang-an-gi di
dalam propinsi Ou lam.
Tiang an gi terletak hanya dua hari perjalanan dari telaga
Tong tin ou, menurut perhitungan Suma Thian yu masih ada
berapa hari lagi menjelang tanggal lima belas, maka dia pun
menginap dalam sebuah rumah penginapan di kota Tian an gi
tersebut.
Rumah penginapan itu bernama Gwat kek can,
pelayanannya sangat baik, lingkungannya amat sepi dan
indah, membuat orang merasa kerasan sekali tinggal disitu,
tak heran kalau hanya saudagar yang berdiam dikota tersebut.
Suma Thian yu mendapat sebuah kamar yang terletak
dipaling ujung ruang sebelah timur.
Sementara itu senja sudah menjelang tiba, banyak
pelancong dan saudagar yang pulang ke penginapan untuk
beristirahat, hanya Suma Thian yu seorang yang tak ada
urusan dan duduk dekat jendela sambil memandang kolam di
luar kamarnya.
Mendadak dari luar pintu penginapan sana terjadi
kegaduhan, pertama-tama Suma Thian yu tidak begitu
menaruh perhatian, siapa tahu suara gaduh tadi makin lama
terdengar semakin ramai.
"Kalian buka penginapan toh bermaksud mencari uang, asal
aku si pengemis tua punya uang, mengapa tak boleh
menginap disini?”
Suma Thian yu segera merasa suara itu sangat dikenal
olehnya, buru-buru dia membuka pintu dan melongok keluar.
Dan terlihatlah segerombolan manusia sedang mengurung
seorang pengemis tua yang berpakaian compang-camping.
Dalam sekilas pandangan saja Suma Thian yu dapat
mengetahui orang itu sebagai Siau yau kay Wi Kian adanya.
Sebetulnya ia Ingin maju melerai, tapi setelah berpikir
sejenak dia urungkan niatnya itu, siapa tahu pengemis tua itu
hendak menggunakan akal muslihat apa lagi untuk mengatasi
persoalannya.
Dalam pada itu, seorang pelayan sedang berdiri sambil
tertawa paksa:
“ Tuan cin sin ya, penginapan kami benar-benar sudah
penuh dan tiada kamar lain, harap kau mencari kamar
penginapan yang lain saja!”
Siau yau kay Wi Kian segera menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil berseru!
“ Tidak bisa, kalian semua adalah kawanan anjing yang
punya mata bila melibat uang, sudah jelas di dalam sana
masih ada tiga buah kamar kosong, masa kau hendak
membohongi aku si pengemis tua? Kalau aku tak mau pergi,
kau mau apa?"
Tangannya segera merogoh kedalam saku dan meraba
beberapa saat kemudian dengan berhati-hati sekali dia
mengeluarkan seuntai mata uang tembaga dan diperlihatkan
kepada pelayan itu kemudian serunya:
“Coba keu lihat, bukankah aku si pengemis tua mempunyai
uang?"
Selesai berkata, seakan akan kuatir kalau ada orang hendak
merampas uangnya saja, dengan cepat ia te1ah
menyimpannya kembali sementara sepasang matanya segera
mengawasi wajah semua orang dengsn sikap was-was dan
curiga.
Untuk masa itu, seuntai mata uang tembaga hanya bisa
dipakai untuk makan satu kali, tentu saja masih kurang kalau
hendak dipakai untuk membayar penginapan.
Oleh sebab itu para pelancong dan saudagar yang
mengerumuni tempat itu segera tertawa terbahak-bahak
karena geli.
Salah seorang diantaranya dengan cepat berseru dengan
suara dingin seperti es:
"Hei engkoh tua, apa kau cuma mempunyai uang sebanyak
itu?”
Siau yau kay manggut-manggut, serunya dengan wajah
serius:
"Kenapa? Uang sebanyak, inipun masih cukup untuk
menginap selama delapan atau sepuluh hari disini"
sekali lagi semua orang tertawa terbahak-bahak sesudah
mendengar perkataan itu, seseorang kembali berseru dari sisi
arena:
“ Pelayan, enyahkan saja pengemis edan itu dari situ,
tampaknya pengemis ini memang sengaja hendak mencari
gara-gara!”
Bagaimanapnu jua, pelayan itu tak ingin terjadinya
keributan di rumah penginapannya, maka sambil tertawa
paksa dan menjura berulang kali, katanya:
"Oooh, dewa hartaku yang baik, harap kau sudi berbuat
kebaikan, janganlah mengacau lagi di sini, bila kau ribut terus
disini, usaha kami bisa bubar! Bila kau ingin sangu, katakan
saja berterus terang, kami bersedia memberi sedikit sangu
untukmu"
Kembali Siau yau kay Wi Kian berteriak teriak keras:
"Huuh, kau si anjing budukan jangan kelewat menghina,
aku si pengemis tua tidak butuh uang, aku hanya ingin
menginap disini. Tak usah kuatir, anak angkatku segera akan
keluar, dia pasti akan membayar rekeningku"
Ketika semua orang mendengar kalau dia mempunyai anak
angkat disitu, tak kuasa lagi segera tertawa terbahak bahak.
Pelayan itu segera menepuk dahi sendiri sambil berteriak
keras:
"Oh Thian! seorang pengemis tua saja sudah cukup
membuatku pusing, bila ditambah dengan seorang anak
angkatnya lagi, waah... bisa berabe jadinya”
Kemudian sambil menjura lagi katanya:
“ Oooh lo yaya, kumohon kepadamu pergilah dari sini,
sekarang lagi waktunya para tamu berdatangan, kemarilah
lagi nanti saja"
Baru saja Siau yau kay akan menjawab, dia menyaksikan
Suma Thian yu sedang berjalan keluar.
Padahal sejak tadi ia sudah melibat kalau Suma Thian yu
memasuki rumah penginapan tersebut, maka dia segera
datang kemari mencarinya.
Terdengar ia berseru sambil bertepuk tangan:
“ Nah, sudah datang, sudah datang! Anak angkat aku si
pengemis tua telah datang untuk membayar rekening"
Ketika semua orang mendengar perkataan itu, serentak
mereka berpaling keerah pintu, tapi disana tak nampak
bayangan pengemis.
Suma Thian yu melanjutkan langkahnya menuju kemuka
penginapan, begitu Siau yau kay melihat pemuda itu sudah
munculkan diri, kembali dia berteriak gembira:
“ Bagus sekali! Aku si pengemis tua sudah hampir setengah
harian lamanya mencarimu, rupanya kau sedang tidur enak
disini, lihat saja aku akan menghajarmu atau tidak!"
Semua orang turut berpaling, ketika dilihat pengemis tua
itu sedang berbicara dengan seorang pemuda tampan
berpakaian perlente, semua orang lain mengira pengemis tua
itu indah tak beres otaknya sehingga kerjanya hanya
menggoda orang.
Pelayan itupun mengalihkan sorot matanya yang keheranan
kearah Suma Thian yu, lalu diperhatikan dari atas hingga ke
bawah dengan seksama.
Suma Thian yu segera mendorong orang-orang yang
berada disekitar situ agar minggur kemudian sambil menjura
kepada pengemis tua itu, katanya dengan sopan:
"Bila aku tidak menyambut kedatangan lo-cianpwe dari
jauh, harap kau sudi memaafkan"
Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang semakin
dibikin kebingungan dan tidak habis mengerti, mereka malah
menganggap Suma Thian yu ikut gila.
Buru-buru pelayan itu berkata kepada Suma Thian yu
dengan ramah dan sopan:
“ Apakah kek-koan kenal dengan dia?”
Sambil bersenyum suma Thian yu manggut-manggut.
“ Yaa, kenal, harap siapkan hidangan dan arak
berusiasepuluh tahun, aku hendak menjamu sahabatku ini,
rekeningnya akan ku bayar sekalian nanti”
Melihat Suma thian yu bersedia untuk membayar, pelayan
itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas,
dia segera masuk kedalam untuk mempersiapkan hidangan.
Sementara mereka yang menonton keramaian pun segera
pada bubar tapi dari dalam rumah penginapan itu mulai
terdengar suara kasak kusuk orang membicarakan kejadian ini
Setelah Siau yau kay duduk, Suma thian yu baru bertanya
dengan sikap hormat”
“ Cianpwe, mengapa kau pun sampai disini?”
Siau yau kay segera tertawa cekikikan.
“ Rahasia langit tak boleh bocor, mari kita minum arak dulu
sebelum kuceritakan keadaan yang sebenarnya”
Suma thian yu pun tidak bertanya lebih jauh, mereka
berdua segera bersantap sambil berbincang-bincang,
mempergunakan kesempatan itu, thian yu membeberkan
kejadian yang dialaminya selama beberapa hari ini.
Ketika Siau yau kay Wi kian mendengar Suma thian yu
berhasil memapas rambut Chin lan eng dan memapas sebuah
telinganya, dengan gembira ia segera mengebrak meja
sembari berseru:
"Suatu tindakan yang amat bagus! Kita memang wajib
menegakkan keadilan serta kebenaran bagi umat persilatan!”
Gebrakan meja itu segera mengagetkan semua tamu yang
kebetulan sedang bersantap, hampir semua orang
mengalihkan sorot matanya kearah mereka, bahkan ada pula
yang menggelengkan kepalanya sembari menyumpah kalang
kabut:
“ Orang gila, benar-benar sudah tak ada orang yang bisa
menolongnya lagi...”
Setelah arak dihidangkan, dan beberapa cawan sudah
masuk ke dalam perut Siau yau kay Wi kian segera
meletakkan cawan araknya ke meja sambil bergumam:
"Aneh, mengapa dia belum juga datang?”
"Siapa? Siapa yang kau maksudkan?” tanya Suma Thian yu
dengan wajah tercengang.
Siau yau kay tertawa cekikikan, dengan misterius dia
melirik sekejap ke arah Suma Thian yu, kemudian katanya:
"Tali jodoh seribu li hanya tergantung disatu titik, aaai...
sulit juga menjadi seorang mak comblang..."
Ucapan itu bagaikan orang yang sedang bergumam, hal ini
membuat Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah mati,
dia merasa perkataan dari pengemis tua itu ngawur seakan-
akan dibalik kesemuanya itu masih tersimpan semacam
rahasia.
Sebagai pemuda yang berjiwa mulia, dia tak ingin
mendesak orang untuk mengungkapkan semua rahasianya,
karena orang lain tidak mengungkapkan hal tersebut, maka
dia pun tidak mendesak lebih jauh.
Maka sambil mengangkat cawan araknya, dia meneguk
seorang diri.
Suatu ketika dia mengalihkan sorot matanya ke depan
pintu, mendadak pandangan matanya terasa kagum lalu
sarunya tertahan:
"Aaaaah!"
Bukan cuma dia saja yang merasa terkejut bercampur
keheranan, hampir semua tamu yang berada dalam ruangan
sama-sama merasa ka get dan menghela napas tiada
hentinya, sorot mata mereka pun sama-sama dialihkan kearah
pintu.
Rupanya dari depan pintu berjalan masuk seorang gadis
yang wajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, dia
berusia enam tujuh belas tahunan, memakai baju berwarna
kuning dengan ikat pinggang berwarna hijau mata yang jeli,
hidungnya yang mancung dan bibirnya yang mungil membuat
gadis itu nampak begitu cantik dan amar mejawan hati.
Tak heran kalau semua orang yang hadir disitu sama sama
merasa terkejut dan mengira ada bidadari yang turun dari
kahyangan, tanpa berkedip barang sekejap pun mereka
semua mengawasinya lekat-lekat.
Menghadapi kemunculan gadis centik itu, tiba-tiba saja
dalam hati semua orang timbul suatu ingatan yang aneh,
mereka berharap gadis itu berjalan menuju kedepan meja
mereka. Tapi gadis itu hanya memindang sekejap sesekeliling
ruangan, kemudian dengan lemah gemulai berjalan menuju ke
meja yang ditempati pengemis tua itu.
Ketika tersenyum, terlihatlah sepasang lesung pipinya
yang indah dan mempesona hati.
Ia memberi hormat kepada pengemis tua itu, lalu katanya:
“ Harap dimaafkan bila kau orang tua harus menunggu
terlalu lama"
Kemudian ia mengambil tempat duduk didekat pengemis
tua itu.
Dengan kejadian ini, maka suara helaan napas dan seruan
keheranan sekali lagi kerkumandang dalam ruangan itu.
pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa
yang sangat aneh, seorang pengemis tua ternyata
menantikan kedatangan seorang gadis cantik jelita bak
bidadari dari kahyangan, pada hakekatnya peristiwa ini
merupakan suatu kejadian yang aneh dan hampir saja
membuat semua orang merasa bagaikan sedang bermimpi di
siang hari bolong.
Tiga manusia yang berbeda duduk di meja yang sama,
betul-betul suatu perpaduan yang amat tak sedap.
Setelah duduk, gadis itu menundukkan kepalanya rendah-
rendah lalu melirik sekejap kearah Suma Thian yu dengan
wajah tersipu-sipu, setelah itu baru ujarnya:
“ Rupanya kau pun berada disini? Kapan datangnya?”
"Hari ini baru sampai" jawab Suma Thian yu dengan wajah
tersipu-sipu pula, bisa bertemu dengan nona ditempat ini,
sungguh merupakan kejadian yang menyenangkan.
Siau yau kay Wi kian yang menyaksikan kejadian tersebut
segera tertawa terbahak-bahak.
“ haah...haah...haah...kalau tidak berjodoh bagaimana bisa
berjumpa? Kalian berdua tak usah berlagak malu lagi, mari!
Kita keringkan dulu secawan arak!”
"Nona Wan, apakah kau masih marah padaku?" tanya
Suma Thian yu kemudian.
Gadis itu tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im sin
liong (naga sakti dari mega) Wan kiam ciu, congpiautau dari
perusahaan Sin liong piaukiok di kota Heng ciu Bi hong siancu
(Dewi burung hong) Wan Pek lan adanya.
Ketika mendengar pertanyaan dari Suma thian yu itu,
merah padam selembar wajah Wan pek lan karena malu,
sahutnya dengan suara tergagap:
“ Aaahhh, itu mah hanya suatu kesalahan paham belaka,
Susiok Coa telah memberi penjelasan dan kami tahu kalau
siauhiap bersih!”
“ Siapakah Susiok Coa mu itu?” tanya Suma thian yu dengan
wajah tercengang.
Bi hong siancu Wan pek lan segera berpaling kearah Siau
yau kay Wi kian lalu sahutnya:
“ Dia orang tualah adanya!”
Sekarang Suma thian yu mengerti, tanpa terasa ia berseru:
“ Tak heran kalau locianpwe marah-marah pada waktu itu,
rupanya diantara kalian mempunyai hubungan yang sangat
akrab”
“ Bpcah, kau jangan keburu bersenang hati!“ damprat Siau
yau kay Wi kian dengan gusar, “seandainya terbukti kalau kau
adalah pembunuhnya, masa aku si pengemis tua akan
melepaskan dirimu dengan begitu saja?”
Ketika Bi hong siancu Wan Pek lun menanyakan kaadaan
yang sebenarnya kepada pemuda itu, secara ringkas Suma
Thian yu segera menceritakan semua peristiwa yang
dialaminya termasuk Siau yau kay mengejarnya ke gua Hui im
tong dan menuntut pertanggungan jawab darinya.
Selesai mendengar cerita mana, dengan perasaan tak
tentram tenteram Bi hong siancu Wan Pek lan memandang
sekejap kearah Suma thian yu dengan pancaran sinar cinta
yang mendalam, katanya:
“ Semuanya ini gara-gara kejelekanku, hampir saja aku
menuduh orang baik, tentunya kau tidak menjadi gusar
bukan?”
Suma thian yu tertawa getir, kemudian ujarnya dengan
nada bersungguh-sungguh:
“ Berbicara menurut keadaan pada waktu itu, siapapun akan
menaruh curiga kepadaku, selama ini aku masih merasa kuatir
kalau Tio toako masih marah terus kepadaku!”
Wan pek lan tersenyum.
“ ketajaman mata paman tio memang sungguh
mengagumkan, dari seluruh piasu yang ada dalam
perusahaan, Cuma dia seorang yang memahami perasaanmu,
gara-gara peristiea tersebut, dia telah telah bentrok dengan
ayahku sehingga kedua belah pihak merasa sama-sama tidak
senang”
“ bagaimana sekarang....? buru-buru Suma thian yu
bertanya.
“ Ia sudah pergi meninggalkan perusahaan”
“ Apa?” seru Suma thian yu terkejut.
Siau yau kay Wi kiam yang berada disamping segera
menukas dengan nada dingin:
“ Biarkan saja dia pergi, kalau harus mengendon terus
dalam perusahaan, pada hakekatnya seperti orang berbakat
yang dipendam, bagaimanapun juga tak bisa menonjol dan
menjadi besar, cita-cita seorang lelaki berada diempat
penjuru, bila ia mau mengembara ketempat luaran,
kemungkinan besar malah akan dijumpai suatu kemukjijatan”
Suma thian yu tahu, ucapan Siau yau kay tersebut
mengandung suatu makna yang amt mendalam, ia bisa
berkata demikian, pasti dikarenakan suatu pertimbangan maka
hatinya pun menjadi lega.
Malam itu Suma thian yu minta dua kamar lagi untuk
beristirahat kedua orang itu.
Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu bangun dari
tidurnya, ia menyaksikan Siau yau kay Wi Kian sudah pergi
entah kemana, kamarnya ditinggilkan dalam keadaan kosong.
Sewaktu Bi hong siancu menjumpai Siau yau kay sudah
pergi, sekulum senyuman tersungging diujung bibirnya.
“ Perempuan memang mahkluk yang amat tajam
perasaannya, Wan Pek lan memang cerdik, dengan cepat dia
mengetahui kaku Wi locianpwe ada niat untuk menjodohkan
mereka berdua, hatinya jadi merasa amat berterima kasih.
Siau yau kay Wi kian dengan susah payah mengajak Wan
Pek lan datang kesitu kemudian menyerahkannya kepada
Suma Thian yu, dia pergi tanpa pamit, rupanya segala sesuatu
yang hendak dilakukannya itu telah diatur dengan rapi sekali.
Kalau dibicarakan memang sungguh mengangumkan sekali,
sepanjang hidupnya dia selalu berkelana dalam dunia
persilatan, urusannya banyak dan repot sekali, kenyataannya
dalam kesibukan tersebut dia masih sempat mengurusi cinta
muda mudi, hingga dibilang, sebenarnya hal ini merupakan
suatu tindakan yang luar biasa.
Bisa dibayngkan pula betapa berterima kasihnya Wan Pek
lan setelah menyaksikan kesemuanya itu.
Berbeda dengan Suma Thian yu, dia masih sedikit
kebingungan oleh hilangnya Siau yau kay, dia berusaha keras
untuk menemukan jejak pengemis tua itu, bayangkan sendiri,
apakah perbuatannya ini tidak menggelikan...?
Setelah membayar rekening, berangkatlah kedua orang itu
meninggalkan kota Tiang an gi menuju ke kota Gak ciu.
Sepanjang jalan mereka selalu berpesiar dan menikmati
keindahan alam, didampingi seorang gadis yang cantik seperti
Bi hong siancu, sedikit banyak Suma thian yu jauh merasa
lebih riang dan gembira.
Setelah kesalapahaman diantara mereka dapat diatasi,
hubungan muda mudi ini semakin akrab, setiap kali Suma
thian yu terbayang kembali peristiwa mesranya dengan Wan
pek lan tempo hari, dimana mereka bermesraan dengan
hangatnya, dalam hati kecilnya selalu timbul pertanyaan
kapankah keadaan seperti ini bisa berulang kembali.....
Padahal Wan pek lan sendiripun berperasaan sama,
seringkali ia memperhatikan ketampanan wajah kekasih
hatinya, suatu perasaan gembira yang belum pernah
dialaminya sebelumnya selalu menyelimuti perasaannya.
Gak yang lo terletak diluar kota Gak ciu, pesis ditepi telaga
Tong ting cu.
Waktu itu, diatas loteng berdiri sepasang muda mudi yang
sedang menikmati keindahan alam disekelilingnya.
Tampakk gadis itu memandang ketempat kejauhan sana,
lalu katanya:
“ Engkoh thian yu, masih berapa jauhkah dari tempat ini
sampai dibukit Kui san?”
“ Kalau sekarang juga berangkat maka senja nanti sudah
sampai, Cuma kita tak tahu di manakah dua saudara berdiam,
sehingga kalau harus dicari, kita masih membutuhkan banyak
waktu”
Rupanya sepasang muda mudi ini tak lain Suma Thian yu
dan Bi hong siancu Wan pek lan yang sedang datang
memenuhi janji.
Memandang air telaga nan hijau dan dihembus angin yang
semilir semilir, Wan Pek lan menarik napas panjang-panjang,
memandang ti ik bayangan putih dikejauhan sana, tanpa
terasa katanya:
"Kalau bisa menumpang angin seribu li, memecahkan
ombak selaksa pal, ooh.. betapa asyiknya waktu itu!”
Apakah adik Lan ingin menumpang sampan untuk
menyelusuri telaga kenamaan ini?"
“ Ehmmm..."
Belum habis berkata, Suma Thian yu sudah menarik tangan
Wan Pek lan yang putih dan diajak turun dari loteng,
kemudian menuju ke tepi telaga dan menyewa sebuah
sampan untuk berpesiar ke tengah telaga.
Sekulum senyuman manis menghiasi ujung bibir Wan Pek
lan, hatinya terasa berdebar keras, karena keadaan mereka
sekarang bagaikan sepasang kekasih yang sedang berpacaran
ditengah telaga.
Makin lama mereka meninggalkan Gak yang lo semakin
jauh...
Semenjak kecil Wan Pek lan selalu dikurung dalam kamar
dan tak pernah keluar dari rumah, kepergiannya kali ini boleh
dibilang merupakan perjalanan jauh pertama kali yang
dilakukan olehnya, memandang burung manyar yang terbang
diatas telaga serta kapal layar yang bersimpang siur di
kejauhan sana, dia merasa gembira sekali.
Mendadak dia menyaksikan ada sebuah perahu sekang
bergerak mendekati perahu mereka dari belakang, segera
bisiknya:
Engkoh Thian yu, dari belakang sana ada sebuah kapal
sedang mengejar kita, mari kita beradu kecepatan dengan
mereka, coba dilihat siapa yang bergerak lebih cepat"
Suma thian yu berhenti mendayung sambil berpaling, paras
mukanya segera berubah hebat, segera serunya:
“ Siapa bilang kalau mereka sedang mengajak kita beradu
kecepatan? Mereka datang untuk menangkap orang"
“ Menangkap siapa? Apakah perahu pemerintah?”
Menyaksikan kepolosan Wan Pek lan yang menyenangkan
itu, Suma Tnian yu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh...haaaahh...haaah... mereka datang mencari kita"
"Mencari kita...?"
"Benar adik lan!"
Dengan perasaan tercengang Wan Pek lan berpaling dan
memperhatikan sekejap perahu yang sedang melakukan
pengejaran itu, dengan cepat ia saksikan ada dua orang lelaki
kekar yang memegang golok berdiri diujung geladak.
Pada ujung tiang perahu itu tergantung sebuah panji segi
empat yang bertuliskan huruf “Tong” amat besar.
Dengan perasaan tercengang Wan pek lan segera berseru:
"Perlambang apa sih huruf ‘Tong’ itu?”
Suma Thian yu berpaling dan melihat sekejap lagi,
kemudian sahutnya cepat:
"Penyamun dari telaga Tong ting ou, kalau bukan tentunya
sama dari suatu partai atau suatu perkumpulan.”
“ Ehhmm" Wan Pek lan mengiakan, sementara sepasang
matanya masih saja mengawasi perahu yang mendekat itu
tanpa berkedip, pelbagai pikiran serasa berkecamuk didalam
benaknya. Mendadak, dari atas perahu itu berkumandang
suara keleningan yang sangat ramai.
Ketika Wan Pek lan mendongakkan kepalanya, tanpa terasa
ia menjerit kaget:
"Aaah.....”
Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, hatinya segera
terasa terkesiap, rupanya dari atas geladak perahu itu sudah
penuh berisi lelaki-lelaki bersenjata lengkap yang sedang
mengawasi Suma thian yu berdua tanpa berkedip.
Dalam waktu singkat, perahu itu sudah semakin mendekati
sampan kecil yang ditumpangi oleh Suma thian yu itu, tapi
gelombang yang besar dengan cepat memisahkan kembali
kedua perahu itu sejauh setengah kaki lebih.
Pada saat itulah, dari ujung geladak perahu itu muncul
seorang kakek berjubah panjang, kepada Suma Thian yu dia
segera berseru keras:
"Hei, apakah kau she Suma?”
Suaranya nyaring sekali, meski angin berhembus kencang
namun suara pembicaraannya masih kedengaran jelas sekali
dalam pendengaran Suma Thian yu, dari sini dapat
disimpulkan kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek itu sudah
mencapai puncak kesempurnaan.
"Yah, memang akulah orangnya!” jawab Suma Thian yu
cepat.
Tenaga dalam yang sengaja dipancarkan untuk menembusi
suara angin dan gelombang dengan cepat membawa suara
tersebut hingga kesisi telinga lawan.
Perahu itu segera menurunkan jangkar,kemudian terdengar
kakek berjubah panjang itu membentak lagi:
"Lohu mendapat perintah untuk menangkap siauhiap,
harap kau sudi memberi muka agar mengikuti lohu pergi dari
sini, tanggung kau ntak akan menderita kerugian barang
seujung rambutpun”
Suma Thian yu segera meletakkan dayungnya dan bangkit
berdiri kemudian sahutnya:
“ Sayang sekali aku masih ada urusan hendak pergi dari sini,
tolong sampaikan saja kepada Pangcu kalian, setelah urusan
dibukit Kun san selesai, aku pasti akan mengunjungi markas
kalian”
Ketika mendengar suara jawaban tersebut, kakek itu
nampak tertegun, kemudian tanyanya dengan perasaan
tercengang:
“ Apakah Sianuhiap kenal dengan pangcu kami?”
Suma Thian yu tertawa terbahak bahak.
“ Haah...haaahh...haahh...nama besar Kang pangcu sudah
termashur di seantero jagad, siapa bilang kalau aku tidak
mengetahui akan nama besarnya?"
“ Kalau memang begitu, bagaimana kalau siauhiap silahkan
naik ke atas perahu?”
“ Terima kasih, aku rasa tidak usah, biarlah maksud baikmu
itu kuterima didalam hati saja"
Seusai berkata, Suma Thian yu segera mengambil
dayungnya dan mendayung sekuat tenaga, perahu itu segera
meluncur kembali sejauh satu kaki lebih ke depan.
Mendadak......
Suara petikan yang amat nyaring berkumandang datang
dari arah perahu besar itu.
Mula-mula Suma Thian yu mengira kalau kakek itu
bermaksud hendak menangkapnya hidup-hidup, maka dia
segera berpaling, tetapi setelah mengetahui apa yang terjadi,
diam-diam dia semakin terkejut lagi.
Ternyata diatas geladak perahu tersebut telah berdiri si
Setan bermuka hijau Siang tham.
Terdengar Setan bermuka hijau Siang Tham tertawa keras
dengan seramnya.
“ Heeh...heeeh...heeeh...bocah keparat, apakah kau ingin
kabur dengan begitu saja? Hmmm, telaga Tong ting ou akan
menjadi tempat untuk mengubur jenazahmu!"
Setelah tertawa seram lagi dengan kerasnya, dengan suara
dingin dia melanjutkan:
Orang yang bisa terkubur didasar telaga ini bukan manusia
sembarangan apalagi disisimu didampingi oleh seorang bocah
perempuan yang begitu cantik” heeehh...heeehbh..."
Bi hong siancu Wan Pek lan serentak melompat bangun
sesudah mendengar perkataan itu, sepasang matanya melotot
besar, kemudian bentaknya dengan suara nyaring:
"Anjing keparat, bila kau berbicara tidak senonoh lagi,
jangan salahkan bila nona akan memotong lidahmu!"
Bukan gusar, setan muka hijau Siang Tham menjadi
tertawa sehabis mendengar perkataan itu, suara tertawanya
seperti tangisan monyet diselat Wushia, membua tsiapapun
yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada bangun
berdiri.
Selesai tertawa, dia lantas membentak dengan gusar:
"Kematian sudah berada diambang pintu, kau masih berani
bersikap liar... baik, toaya akan suruh kau merasakan sedikit
pelajaran lebih dulu!"
Kemudian sambil mengulapkan tangannya dia membentak:
"Lepaskan panah!"
Seketika itu hujan panah memenuhi seluruh angkasa dan
bersama-sama menyambar tubuh Suma thian yu berdua.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu
menjadi terperanjat sekali, cepat-cepat dia mendayung
perahunya lagi sehingga meluncur satu kaki kedepan, serunya
kemudian kepada Wan pek lan:
“ Adik Lan, dapatkah kau mendayung? Biar aku yang
menghadapi serangan mereka”
Sembari berkata dia lantas menyerahkan dayung tersebut
kepada Wan pek lan.
Sementara itu bidikan anak panah yang pertama sudah
terjatuh semua kedalam air, tak sebatangpun yang mencapai
pada sasarannya....
Sekuat tenaga Wan pek lan mendayung, sekali lagi sampan
itu meluncur satu kaki lagi kedepan, kini jaraknya dengan
perahu besar itu menjadi enam kaki lebih.
Mendadak terdengar suara keleningan berkumandang lagi
dari atas perahu besar itu, hujan panah sekali lagi meluncur
kedepan menembusi angkasa.
Buru-buru Suma thian yu mengebaskan ujung bajunya
kedepan, segulung angin pukulan yang amat dahsyat dengan
cepat menyambar kedepan.
Ketika lapisan anak panah tersebut tiba didepan sampan
tersebut, seakan akan membentur pada selapis dinding baja
yang sangat kuat saja, anak panah itu pada rontok dan jatuh
semua ke dalam air.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Wan
Pek lan segera mendayung sampan-nya dan mundur kembali
dari situ.
Akan tetapi perahu besar itupun segera mengangkat
jangkarnya dan melakukan pengejaran dengan kecepatan luar
biasa.
Hujan anak panah masih saja meluncur datang tiada
hentinya, tapi setiap kali tiba didepan pemuda tersebut, anak
panah tersebut semuanya rontok ke dalam air dan sama sekali
tidek berfungsi lagi.
Namun Suma Thian yu sendiripun bukan manusia yang
terdiri dari kawat tulang besi, lama kelamaan dia kehabisan
tenaga juga, apabila keadaan seperti ini harus dilangsungkan
lebih jauh, sekalipun tidak terpanah, paling tidakpun akan mati
kelelahan. Wan pek lan mengetahui kalau cara tersebut bukan
suatu cara yang baik, maka ia segera berkata:
“ Engkoh thian yu, mari kita menyerbu keatas saja, rupanya
mereka hendak membuat kau letih lebih dulu, kemudian baru
menangkap kita dalam keadaan hidup-hidup!”
Ucapan tersebut dengan cepat menyadarkan pemuda itu
dari impian-nya.
Suma thian yu merasa apa yang diucapkan itu memang
benar, maka dia segera berseru:
“ Adik lan, dayung perahu itu dan sambut kedatangan
mereka!”
Dengan sepenuh tenaga Wan pek lan mendayung sampan
itu kuat-kuat, sampan itupun seperti ikan terbang saja segera
meluncur kedepan dan menyongsong kedatangan perahu
besar tersebut.
Hujan panah semakin bertambah gencar sedangka Suma
thian yu harus memutar telapak tangan tiada hentinya.
Sesudah bersusah payah sekian waktu, akhirnya berhasil
juga mereka menembusi pertahanan lawan dan mencapai tepi
perahu besar itu.
000O000
Mendadak dari atas perahu berkumandang suara bentakan
yang amat nyaring:
“ Berhenti!"
Hujan panah segera berhenti, disusul kemudian setan muka
hijau Siang Tham menampakkan diri dari balik ruang perahu.
Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
mengawasi sekeliling tempat itu, dia menyeringai seram, lalu
serunya:
“ Bocah keparat apakah kau sudah merasa takluk? Baik!
Menyerah saja tanpa memberikan perlawanan, memandang
diatas wajah bocah perempuan itu, toaya bersedia
mengampuni selembar jiwa anjingmu itu!”
Rupanya setan muka hijau Siang Tham mengira kedua
orang itu hendak menyerahkan diri keatas perahu, padahal
Suma Thian yu sudah membenci setan muka hijau Siang tham
itu sehingga merasuk kedalam tulang sum-sumnya, terutama
akan kekejian dan kelicikan manusia itu.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia merogoh
kedalam sakunya dan mengambil sesuatu benda, kemudian
dengan sepenuh tenaga di sentilkan kearah depan.
Seketika itu juga nampaklah serentetan cahaya perak
yang kecil dan lembut langsung menyambar kearah
tenggorokan setan muka hijau Siang Tham tersebut.
Waktu itu setan muka hijau Siang Tham sedang gembira
atas keberhasilannya, tentu saja dia tidak pernah menyangka
kalau Suma ThiaO yu akan bertindak demikian.
Baru saja dia menyaksikan datangnya sambaran cahaya
perak kearahnya, tahu-tahu ancaman sudah berada didepan
mata, sambil men erit kaget, buru-buru dia melompat mundur
ke belakang.
“ Weeesss.....!”dengan membawa desingan angin tajam,
cahaya perak itu segera menyebar lewat dari sisi telinganya.
Kebetulan sekali dibelakang tubuhnya sendiri adaseorang
kakek, tak ampun lagi cahaya perak tadi segera menghajar
diatas jalan darah oian keng hiat dari kakek itu.
Terdengar jeritan yang menyayatkan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan, tubuhnya segera
roboh kebelakang dan tewas seketika itu juga.
Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah berhasil
berdiri tegak kembali, setelah dilihatnya kakek tua itu tewas
dalam keadaan mengenaskan, timbul rasa mendongkol
bercampur dendam dihati kecilnya.
Belum sempat dia menurunkan perintah untuk melancarkan
serangan dengan anak panah lagi, mendadak dari sampan
kecil teraebut sudah berkumandang suara prkikan nyaring
yang memekikan telinga.
Berbareng dengan berkumandangnya suara pekikan
nyaring tersebut, tampak sesosek bayangan manusia secepat
sambaran kilat menerjang ke atas perahu.
Tampak bayangan manusia itu berkelebatan lewat dan
tahu-tahu sudah berdiri tegak diatas geladak tepat
dihadapannya, orang itu bukan lain adalah Suma Thian yu.
"Bocah keparat, serahkan nyawa anjing mu!” Setan muka
hijau Siang Tham segera membentak gusar.
Serangan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depen,
segulung angin puyuh dengan cepat menyambar dan
menggulung ke tubuh lawan.
Pada saat itulah di tengah udara kembali berkumandang
suara bentakan nyaring, bagaikan bidadari yang baru turun
dari kahyangan, tahu-tahu Bi hong siancu Wan Pek lan sudah
turun pula diatas geladak perahu tersebut.
Dalam keadaan demikian, si Setan muka hijau Siang Tham
tidak sempat untuk mengubris Wan Pek lan lagi, dengan amat
kalapnya dia langsung menerjang ke anak muda tersebut.
Suma Thian yu mendengus dingin tubuhnya seperti
segulung angin lembut segera menyapu ke depan.
Dalam pada itu, puluhan orang lelaki kekar yang berada
diatas perahu tersebut tanpa menanti perintah lagi masing-
masing menggerakkan goloknya membacok tubuh Wan Pek
lan.
Sebagai seorang gadis yang berilmu tinggi, sudan barang
tentu Wan Pek lan tidak akan membiarkan dirinya menjadi
korban bacokan lawan, dengan suatu gerakan yang indah dia
bergerak diantara ayunan berpuluh bilah golok mestika
tersebut, kemudian dimana jari tangan nya menyambar, suara
jeritan ngeri yang menyayatkan hati pun berkumandang saling
susul menyusul.
Pertarungan antara Suma Thian yu dengan setan muka
hijau Shian Tham pun berlangsung dengan seimbang.
Seran muka hijau Shiang Tham merasa membenci sekali
terhadap Suma Thian yu karena tanpa mengeluarkan suara
peringatan apa pun si anak muda itu telah melancarkan
sergapan dengan senjata rahasia untuk melukai orangnya.
Oleh sebab itu begitu turun tangan dia lansungg
mengeluarkan jurus serangan mematikan untuk meneter
lawannya, angin pukulan mayat busuk yang maha dahsyat
pun digunakan hingga mencapai pada puncaknya.
Tadi, Suma thian yu melakukan sergapan dengan senjata
rahasia tanpa memberi pemberitahuan terlebih dahulu, karena
pertama, dia sangat membenci atas diri setan muka hijau
Siang tham, kedua ia pun ingin memecahkan perhatian
musuh, agar dia mempunyai kesempatan untuk merebut naik
keatas perahu.
Begitulah, pertarungan segera berkobar dengan serunya,
kedua belah pihak saling menyerang dan saling bertahan
dengan sepenuh tenaga, siapapun tidak berhasil menemukan
titik kelemahan yang bisa di manfaatkan.
Wan Pek lan yang menghadapi kawanan lelaki bermuka
bengis itu sudah bertempur hingga mencapai pada puncaknya,
sekalipun pada mulanya dia masih perkasa, tapi begitu waktu
semakin berlarut, pertahanan nya pun ikut menjadi goyah
pula.
Menyaksikan kejadian tersebur, diam-diam Suma Thian yu
merasa amat gelisah, dia segera menggertak gigi kencang
kencang, lalu me nyalurkan tenaga dalamnya ke dalam
telapak tangan, setelah itu sambil melancarkan serangan
dengan ilmu Sian po hui hong ciang ajaran Cong liong lo
siansu, dia melepaskan suatu sergapan maut.
“ Siang tham!’ bentaknya dengan penuh kegusaran, “sauya
akan segera menghantar kau untuk pulang kealam baka!”
Tampak suara guntur dan kilatan cahaya menderu-deru
ditengah angkasa, angin puyuh menyapu seluruh jagad,
bagaikan munculnya segulung angin puyuh berbentuk naga
sakti, serangan tadi langsung menggulung ke tubuh si setan
muka hijau Siang Tham.
Betapa terperanjatnya setan muka hijau Siang tham
menghadapi ancaman itu, keringat dingin segera jatuh
bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, wilayah seluas
sepuluh kaki disekeliling tempat iu pun segera terkurung
dalam pengaruh angin serangan dari Suma thian yu.
Menyaksikan kesemuanya itu, si setan muka hijau Siang
tham menjadi gugup dan gelagapan setengah mati, untuk
meloloskan diri sudah tentu tidak sempat lagi, akhirnya dia
menghela napas panjang dan memejamkan matanya sambil
menantikan datangannya saat kematian.
Disaat yang amat kritis inilah...
Mendadak terdengar lagi suara pekikan nyaring amat keras
berkumandang memecahkan keheningan.
Ketika mendengar suara pekikak nyaring tadi, Suma thian
yu turut berpaling, tapi dia segera mundur dua langkah
dengan perasaan terkejut....
Sebenarnya posisi si setan muka hijau Siang tham pada
saat itu sudah amat kritis sekali, tapi berhubung munculnya
suara pekikan secara tiba-tiba dan Suma thian yu mundur
beberapa langkah dengan sigap, setelah mendengar pekikan
itu, maka secara otomatis Setan muka hijau Siang tham
terhindar lolos dari bahaya maut.....
Walaupun tak sampai menemui ajalnya, namun akibat dari
peristiwa tersebut, setan muka hijau Siang tham bermandikan
keringat dingin juga sangking kagetnya.
Mendadak kedua orang itu saling berpisah kesamping,
sesosok bayangan manusia secepai sambaran petir segera
meluncur tiba dan melayang turun di atas geladak perahu.
Dengan sorot mata yang tajam, Suma Thian yu segera
mengawasi wajah orang itu lekat lekat.
Ternya orang ini adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahunan, bermata tikus, berhidung bajing, kepala botak tak
berambut dan memakai pakaian ringkas yang mahal
harganya, dilihat dari kelicikan dan kesadisan yang menghiasi
wajahnya, siapapun akan mengetahui bahwa dia bukan
manusia baik-baik.
Suma Thian yu memperhatikan orang itu beberapa saat,
rasa curiga segera berkecamuk dalam benaknya, dia pikir usia
orang ini paling banter baru empat puluh tahunan, tapi
mengapa bisa memiliki kesempurnaan tenaga dalam diatas
enam puluh tahun hasil latihan, kejadian ini sungguh
membuat orang lain tidak mempercayai dengan begitu saja.
Wajah setan muka hijau Siang Tham segera berseri karena
gembira setelah mengetahui siapa yang datang, sammbil
tertwa terbahak-bahak segera serunya:
"Saudara Bian, kebetulan sekali kedatanganmu, musuh ku
ini agak kelewat atos!”
ketika mendengar perkataan tersebut, pendatang itu
segera menatap wajah Suma Thian yu, dia tahu kalau si setan
muka hijau Siang tham adalah seorang manusia yang
termasyur punya nama besar dalam kalangan hitam kalau toh
dia mengatakan kalau musuhnya ter lampau tangguh, maka
hal ini tak bakal salah lagi.
Akan tetapi setelah meneliti wajah Sama Thun yu yang
dianggap nya masih ingusan tersebut, dengan cepat
pikirannya berubah, dia merasa ucapan dari si Setan muka
hijau Siang Tbam itu kelewat dibesar-besarkan dari keadaan
yang sesungguhnya, sehingga tanpa terasa lagi dia
mendengus dingin.
"Himm, memangnya dia mempunyai kepala tiga lengan
enam? Atau bisa terbang kelangit menerobos ke dalam
tanah?"
Mendengar perkataan tersebut buru-buru Setan muka hijau
Siang Tham menjawab:
“Musuh kita ini adalah duri bagi kelompok mata kita, harap
Bian heng jangan melepaskannya dengan begitu saja, lagi
pula..."
Berbicara sampai disitu, si setan muka hijau yang licik
segera mengereling sekejap kearah Bi hong siaucu Wan Pek
lan.
Sesudah mendengar ucapan tersebut, pendatang she Bian
itu baru memperhatikan kalau diatas perahu terdapat seorang
gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, kontan
saja dia membuka mulutnya lebar-lebar sehingga air liur pun
turut menetes keluar.
"Tentu saja, tentu saja" sehutnya kemudian sambil tertawa
licik, "masa aku akan membiarkan si bocah perempuan ini
terlepas dengan begitu saja?"
Sementara kedua orang gembong iblis itu masih bercakap-
cakap, Suma Thian yu telah memutar otak untuk memikirkan
siapa gerangan orang tersebut, karenanya dia tidak begitu
memperhatikan terhadap apa yang diucapkan pendatang
tersebut barusan.
Berbeda dengan Wan Pek lan yang semenjak tadi sudah
kehabisan sabarnya, dia melompat kedepan dan menuding
hidung orang tersebut sembari mengumpat:
“ Hey bajingan keparat, babi bertamparg jelek! Kalau
berbicara sedikitlah tahu diri, hmm, lihat, nona akan memberi
pelajaran kepadamu!"
Seusai berkata dia lantas melancarkan sebuah bacokan
dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Orang itu nampak tertegun, lalu tidak nampak gerakan apa
yang digunakan olehnya, tatkala serangan dari Wan Pek lan
sudab hampir mengenai tubuhnya dan nyaris orang itu
teriuka parah, tahu-tahu bayangan manusia berkelebat lewat
dan lenyap dari pandangan mata.
Bentakan gusar dari Bi hong siancu Wan Pek lan tadi
segera menyadarkan kembali Suma Thian yu dari lamunannya,
dia tertegun juga setelah menyaksikan gerakan tubuh lawan
yang begitu aneh, tanpa terasa serunya keras:
"Adik Lan, cepat mundur, orang tak bisa di hadapi dengan
begitu....!"
Maksud baik Suma thian yu itu tidak memperoleh
tanggapan yang selayaknya dari Wan pek lan bahkan gadis
tersebut sama sekali tidak menggubrinya barang sekejap.
Sebagaimana diketahui, perempuan adalah mahluk yang
aneh, biasanya perempuan paling suka menjaga nama baik,
apabila kau melarangnya atau memberi peringatan
kepadanya, maka dia akan menganggap kau sedang
menghinanya atau memandang rendah dirinya.
Dalam keadaan demikian, walaupun dia tahu kalau bukan
tandingan dari musuhnya, namun mereka akan nekad juga
mencari gara-gara.
Begitulah dalam keadaan Bi hong siancu Wan Pek 1an
sekarang, terdengar dia membentak nyaring, kemudian
sepasang lengannya dikem bangkan dan menggunakan jurus
Hui yan keng hong (Burung walet naga sakti) tubuhnya
meluncur ke depan dan menerjang musuhnya.
Orang itu benar-benar licik dan cabul, dia sengaja
memancing musuhnya untuk mendekat, begitu kepalan dari
Wan Pek lan sudah hampir mengenai dadanya, mendadak dia
merendahkan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari
serangan lawan, sementara telapak tangannya pada saat yang
bersamaan membabat ke buah dada Wan Pek-lan dengan
kecepatan luar biasa.
Gagal dengan serangannya, tahu-tahu Wan Pek lan
menyaksikan pukulan musuh sudah berada didepan mata.
Dalam terkesiapnya, buru-buru dia menjatuhkan diri ke
belakang, kemudian mundur dari posisi semula, kendatipun
serangan maut musuhnya berhasil dihindari, tak urung dia
bermandi peluh karena tegang dan paniknya.
Sumu Thian yu mengerti, apabila dia tidak segera
menampakkan diri, niscaya Wan Pek lan akan terjatuh ke
tangan musuh.
Maka sambil menggerakkan badannya dia berdiri diantara
Wan Pek lan dengan orang itu, kemudian sambil tertawa
hambar dan melirik sekejap wajah orang itu tegurnya:
"Hebat amat kepandaian silatmu, siapa namamu?
Orang itu tak sudi menatap lawannya, dia hanya
mengerling sekejap kearah Suma thian yu kemudian
menyahut:
“ Selamanya toaya mu tak pernah berganti nama, aku
adalah Bian Pun Ci dari bukit Ci san!”
Mendengar nama ‘Bian pun ci’, Suma thian yu segera
terperanjat, segera serunya:
“ Oohh, rupanya Bian tayhiap, aku benar-benar tak mengira
kalau kau dari bukit Ci san”
Rupanya gembong iblis bermata tikus berhidung barongsay
dan bertam[ang jelek ini tak lain adalah sian Wi coa (Ular
berekor bersuara) Biang Pun ci, seorang sampah masyarakat
dari lembah hijau.
Setiap orang persilatan yang menyinggung nama sian Wi
coa Biang Pun ci hampir semuanya mengutuk dan
menyumpahinya.
Perlu diketahui, Biang Pun ci adalah seorang lelaki yang
paling suka merusak kehormatan kaum wanita, banyak anak
gadis atau istri orang yang dinodai olehnya, bukan diperkosa
saja bahkan semuanya dibuinuh secara keji.
“ Memperkosa" adalah kejahatan nomor satu didunia bagi
orang yang belajar silat, "perempuan” merupakan pantangan
yang paling besar, itulah sebabnya setiap pendekar yang
merasa memiliki ilmu silat tangguh, pasti akan berusaha
untuk membunuh dan membasmi kaum durjana yang
melakukan kejahatan tersebut.
Apa mau dikata, ilmu silat yang dimiliki Siang wi coa3 Bian
Pun ci sangat lihay, kepandaian silat yang dimiliki, bukan cuma
sakti dan aneh, bahkan mengandung berbagai bisa yang amat
keji.
Ituulah sebabnya walaupun berulang kali dia kena
dikepung, tapi selalu saja berhasil lolos dengan mengandaikan
ilmu beracunnya.
Kesemuanya itu membuat bajingan besar ini bertambah
sombong dan takabur, kejahatan yang dilakukan juga semakin
brutal, bahkan berpuluh kali lipat lebih menggila.
Begitulah, sebagi manusia yang tinggi, Siang Wi coa Bian
Pun ci menjadi amat bergembira setelah menegar kata-kata
sanjungan dari Suma thian yu itu.
Setelah tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya, diapun
berseru dengan suara keras:
“ Biasanya orang yang mengetahui nama toayamu bukan
manusia sembarangan, siapa nama gurumu?”
Agak mendongkol juga Suma Thian yu menghadapi ucapan
lawan yang begitu sombong dan tak tahu adat itu, sahutnya
kemudian dengan dingin seperti es:
“ Apabila kusebutkan nama guruku, mungkin kau akan jatuh
semamput karena kaget, asalkan mampu menangkan satu
jurus atau setengah gerakan dariku, pasti akan kusebutkan
nama guruku"
Siang wi coa Bian Pun ci meludah dengan gemas lalu
dengan wajah penuh amarah serunya:
“ Bocah keparat, atas dasar apa kau berani berkata begitu
takabur? Bukan toayamu sengaja omong besar, kalau harus
bertempur dengan bocah ingusan macam kau, tak usah
mempergunakan sepasang tangan pun toaya sanggup untuk
bermain-main dengan dirimu!”
Suma thian yu sendiri pun merupakan seorang pemuda
yang tinggi hati, kalau tidak mendengar masih mendingin,
begitu mendengar ucapan yang amat takabur itu kontan saja
dia terttawa terbahak babak, dengan cepat dia melompat
kehadapan Bian Pun ci, kemudian dengan jurus Siang liong
ciong cu (sepasang naga berebut mutiara) dia mencongkel
sepasang mata lawan.
Siang wi coa Bian Pun ci tertawa ringan, dengan cekatan
dia berkelit kesamping, kemudian jengeknya dengan sinis:
"Dengarkan baik-baik bocah keparat, toaya akan mengalah
sepuluh jurus untukmu!”
Suma Thian yu menjadi naik darah, teriaknya kemudian:
"Aku orang she Suma belum pernah sudi menerima
kebaikan dari orang lain meski satu jurus pun, orang she Bian,
kalau kau memang seorang lelaki sejati, ayo kita bertempur
mati-matian, sebelum ada yang mampus jangan berhenti!”
Begitu mendengar disebutkannya nama ‘Suma’, Siang wi
coa Bian Pun ci menjadi amat terkesiap, mendadak sepasang
matanya melotot besar lalu sambil menatap wajah si anak
muda dengan gusar, tegurnya keras-keras:
"Benar, sauya mu dari keluarga Suma, kenapa? Menjadi
ketakutan?”
Mencolong sinar tajam dari balik mata Siang wi coa Bian
Pun ci sesudah mendengar ucapan tersebut, mendadak ia
tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya:
"Haaah...haaah...haahh...bocah keparat, tampaknya takdir
sudah menentukan kalau usiamu harus berakhir sampai hari
ini, sehingga Thian mengirimmu ke hadapan toaya, hutang
piutang kita ditahun tahun yang lalu pun harus diperhitungkan
sekarang, heee... heeeeh..."
Thian yu menjadi kebingungan setengah mati setelah
mendengar perkataan lawannya, ia tahu kalau musuhnya tidak
bermaksud baik tapi tidak memahami maksud dari perkataan
musuhnya itu.
Sambil tertawa dingin dia lantas berseru:
“ Orang she Bian tak usah banyak berbicara lagi, waktu
yang kita punyai sudah tidak banyak lagi, ayo kita tentukan
saja siapa saja lebih kuat melalui pertarungan!"
"Bagus tepat sekali! Udulmu itu memang cocok dengan
selera toaya!"
Jawaban dari Siang wi coa Bian Put ci ini diucapkan dengan
sombong dan amat jumawa.
Tidak banyak berbicara lagi, dia lantas menvabut keluar
sebuah senjata tajam dari pinggangnya.
Terkesiap juga Suma Thian yu setelah menyaksikan bentuk
dari senjata tajam itu.
Rupanya senjata tajam yang digengam oleh Siang wi coa
Bian Pun ci pada saat ini berbentuk golok bukan golok pedang
bukan pedang, seperti tali tapi seperti ruyung, diam-diam
segera pikirnya:
“ Aneh betul senjata tajam yang digunakan oleh orang ini,
mungkin hanya Siang wi coa Bian Pun ci seorang yang
menggunakan senjata tajam macam ini didalam dunia
persilatan dewasa ini!"
Jangan dilihat senjata lembek itu seperti tali, padahal
merupakan sebuah senjata sakti yang luar biasa setali, senjata
itu bernama Boan liong to.
Seluruh bagian dari senjata ini terbuat dari baja asli,
seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam dan tenaga
luar yang sempurna, jangan harap bisa mempergunakan
senjata itu.
Apabila berada ditangan orang biasa, Boan liong to
tersebut hanya berupa sebuah tali baja belaka, akan tetapi
apabila sudah berada di tangan seorang jagoan Liok lim yang
amat lihay seperti Bian Pun ci, maka bukan saja dapat
digunakan sebagai ruyung yang bersifat lembek, bisa pula
digunakan sebagai pedang yang bersifat keras.
Tak heran kalau Suma Thian yu menjadi terkejut
bercampur keheranan setelah melihat senjata tersebut.
Menjumpai si anak muda itu terperanjat dengan mata yang
terbelalak lebar, Siang wi coa Bian pun ci menjadi bangga
sekali, ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa:
"Haaah.....haaahh.....haaah......bocah keparat, cabut keluar
pedangmu!”
Di saat Siang wi coa mencabut keluar senjata Boan liong to
nya tadi, Suma Thian yu telah membalikkan tangannya
menggenggam gagang pedang, maka begitu Bian Pun ci
selesai berkata, segera terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, tahu-tahu pedarg Kit hong kiam yang amat tajam itu
sudah diloloskan keluar.
Berkilat sepasang mata Siang wi coa Bian Pun ci sesudah
menjumpai pedang mestika yang berada ditangan sianak
muda itu, setelah tertegun beberapa saat lamanya, diam-diam
dia memuji:
"Pedang bagus!”
Kemudian, dia lagi-lagi tertawa sambil berseru:
“ Hee...hee...hee...rupanya kau adalah ahli waris dari orang
she Wan itu, inilah yang dinamakan sudah dicari kemana-
mana sampai sepatu pun jebol masih belum ketemu, akhirnya
berhasil ditemukan tanpa membuang tenaga, hari ini toaya
akan menagih hutang lama berikut rentennya, harap kau suka
bersiap-siap untuk membayar kepadaku!"
Sudah seringkali Suma Thian yu bertemu dengan jago-jago
persilatan dan mendapat tahu sedikit tentang peristiwa lama
yang menyangkut paman Wan Liang nya, dia sering merasa
sedih, bahkan adakalanya bertanya kepada diri sendiri,
mengapa Wan liang bisa dimusuhi oleh semua jago dari dunia
persilalatan?
Tetapi menurut analisanya selama sepuluh tahun
belakangan ini, terbukti kalau Wan Liang sama sekali tidak
punya salah, apalagi setelah bertemu dengan musuh-musuh
seperti Siang wi coa Bian pun ci dan sebangsanya, sehingga
hal mana semakin membangkitkan amarah dan perasaan
penasarannya.
Tiba-tiba saja paras mukanya berubah menjadi hijau besi,
mencorong sinar gusar dari balik matanya, sambil
membalikkan pergelangan tangannya, pedang Kit hong kiam
tersebut dengan disertai angin tajam secerat kilat meluncur
kedepan memmbabat tubuh Bian Pun Ci, si gembong iblis
cabul itu.
Bian Pun ci cukup cekatan dan licik jadi orang, dan lagi ilmu
silat yang dimilikinya memang sangat lihay.
Menyaksikan datangnya cahaya tajam yang muncul
didepan mata, dia sama sekali tidak gugup atau panik, sambil
menggeserkan badan nya, dia mundur dua langkah ke
samping, lengannya segera berputar sambil menyodok ke
depan.
Golok mautnya dengan jurus Hou leng cay bun (harimau
muncul dimulut gudang) menyambar kedepan tapi ketika tiba
ditengah jalan, mendadak dia memutar pergelangan
tangannya lagi, dengan jarus Huan lay kun thian (membalik
guntur menggulung langit) membacok tubuh Suma Thian yu.
Dalam satu jurus dengan dua gerakan dan yang
dipergunakan bersama sama, penampilan ilmu sakti oleh
Siang wi coa Bian Pun ci kontan saja membuat para jago yang
berada disekeliling tempat itu menjerit kaget.
Bagi seorang ahli, dalam sekali gebrakan sudah diketahui
ada atau tidak, ditinjau dari sini bisa diketahui kalau nama
besar yang dimiliki oleh Siang wi coa dalam kalangan Liok lim
selama ini bukan berhasil diraih karena untung-untungan saja.
Se menjak Suma Thian yu memperoleh petunjuk dari Cong
liong lo sianjin, ilmu silat maupun ilmu pedang yang
dimilikinya sudah memperoleh kemajuan yang amat besar.
Ketika dilihatnya Bian pun ci telah mengeluarkan ilmu
simpanannya, diapun tidak berani berayal lagi, pedang Kit
hong kiamnya segera menyapu dihadapan wajahnya,
menyusul bentakan pendek, selapis bayangan pedang yang
menyelimuti seluruh angkasa langsung mengurung tubuh Bian
Put ci.
Begitulah, masing-masing pihak segera mengembangkan
segenap kepandaian silat yang dimilikinya untuk bertarung
dengan sengit, untuk beberapa saat penarungan berlangsung
amat ketat, menang kalah juga sukar untuk di tentukan.
Sejak awal sampai akhir, Suma Thian yu hanya
mempergunakan ilmu pedang Kit hong kiam hoat yang
berhasil disadapnya dari pa an Wan nya dulu, ilmu pedang ini
sudah menggetarkan dunia persilatan semenjak puluhan
tahun berselang, dahulu Siang wi coa Bian Pun ci nyaris
pernah termakan oleh ilmu pedang tersebut.
Waktu itu, setelah Bian Pun ci menderita kekalahan diujung
pedang lawan, dengan membawa rasa dendam ia jauh
meninggalkan daratan Tionggoan untuk mencari guru pandai.
Siapa tahu kembalinya ke daratan Tionggoan kali ini, bukan
saja tak berhasil membalas dendam atas aib yang pernah
diterimanya dulu, bahkan musuh besar Wan liang sudah
berpulang ke alam baka.
Sementara dia merasa murung dan kesal karena sakit
hatinya tak terbalas, tanpa sengaja dia telah berjumpa dengrn
ahli waris dari Win Liang ditelaga Tong-ting ou ini, bayangkan
saja, bagaimana mungkin Siang wi coa Bian Pun ci akan
melepaskan kesempatan yang sangat baik untuk membalas
dendam ituu dengan begitu saja?
Tampak dia memainkan golok Boan liong to nya dengan
mengerahkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya,
kontan saja dia memaksa Suma Thian yu harus berputar-putar
dengan repot.
Untuk beberapa saat lamanya cahaya golok bayangan
pedang menyelimut seluruh angkasa.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
bergebrak sebanyak tiga puluh jurus lebih, tapi kedua belah
pihak tetap bertahan secara gigih, siapapun tak bisa
menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang lemah.
Sembari melakukan pertarungan yang sengit, diam-diam
Siang wi-coa Bian Pun ci merasa terkejut oleh kenyataan yang
terbentang dihadapan matanya sekarang.
Padahal musuh yang sedang dihadapinya sekarang baru
berusia tujuh delapan belas tahun apabila pemuda ingusan
seperti inipun tak mampu diringkus, bagaimana mungkin dia
bisa menancapkan kakinya lagi didalam dunia persilatan?
Selain itu, sudah puluhan tahun lamanya dia mendalami
ilmu golok terebut, sekalipun selama ini sudah banyak musuh
tangguh yang pernah dihadapinya, tapi belum pernah ia
jumpai musuh muda yang begini ganas seperti hari ini.
Bahkan dia berpendapat kalau kehebatan Kit hong kiam
Wan Liong dimasa lalu pun belum mampu melampaui
kelihayan pemuda tersebut sekarang.
Tidak heran kalau Siang wi coa Bian Put ci merasa terkejut
bercampur tidak percaya.
Yaa siapa yang menduga kalau Suma Thian yu sudah
mendapat petunjuk dari beberapa orang tokoh persilatan yang
amat lihay, se hingga dia memiliki beberapa macam aliran
ilmu silat yang berbeda beda, kemudian secara tidak sengaja
salah makan Jiu siam kiam lan yang langka sehingga tenaga
dalamnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Dengan bekal ilmu silat yang begitu hebatnya, mana
mungkin Siang wi coa Bian Put ci dapat menaklukannya?
Jilid 17
DlTENGAH pertarungan sengit yang berlangsung, kedua
belah pihak kembali bertarung sepuluh gebrakan lebih,
semakin pertarungan berlangsung, Siang wi coa Bian Pun ci
merasa makin terkejut.
Akhirnya dia menjadi nekad, goloknya di tangan kanan
segera diangkat sambil melancarkan bacokan tipuan,
kemudian tubuhnya mundur beberapa langkah dan merogoh
kedalam sakunya.
Setelah itu sambil tertawa dingin dengan suara yang
menyeramka, pergelangan tangannya bergetar dan dia
melemparkan golok Boan liong to tersebut keluar.
"Bocah keparat, serahkan selembar nyawa mu!" bentaknya
keras-keras.
Aneh memang kalau dibicarakan, ketika golok Boan liong to
itu dilontarkan, ternyata bagaikan seutas tali saja senjata
tersebut menari-nari ditengah udara.
Suma Thian yu menjadi tertegun, baru saja dia
mengangkat pedangnya untuk mencongkel, mendadak golok
Boan liong to yang meliuk-liuk itu sudah berada
dihadapannya, bahkan mengembang menjadi besar sekali.
Ujung golok tersebut dengan kecepatan luar biasa menyambar
keaepan wajah Suma Thian yu.
Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjerit
kaget, cepat pedang Kit hong kiam itu diputar kencang
menciptakan selapis jaring pedang yang tebal dihadapannya
Dalam pada itulah, baru saja pedang tersebut membentuk
jaring pedang yang kuat, golok Boan liong to terssbut sudah
meluncur datang
“ Blaam, blaaaamm...!" suara ledakan keras yang
memekikkan telinga bergema memecahkan kebeningan.
Termakan oleh tangkisan Suma Thian yu yang begitu rapat,
golok Boan liong to itu melejit keudara dan langsung
menyambar ke tubuh Setan muka hijau Siang Tham yang
sedang menonton jalannya pertarungan dari sisi areaa.
Setan muka hijau Siang Tham sama sekali tidak menduga
akan datangnya ancaman itu, buru-buru dia menjatuhkan diri
dengan gerak kan keledai malas menggelinding untuk
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut....
Pada saat itulah, terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumanding dari belakang tubuhnya.
Menanti Setan muka hijau Siang Tham berpaling, dia
saksikan seorang lelaki kekar sudah mampus ditembusi golok
Boan liong to itu sehiagga ususnya berhamburan ketanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat.
Baru saja Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari
serangan maut tersebut, mendadak dia merasakan pandangan
matanya menjadi silau dan tiga titik cahaya bintang sudah
menyambar ke hadapan wajahnya...
Rupanya Siang wi coa Bian Put ci memang licik dan berhati
keji, ketika goloknya disambit ke arah musuh tadi, sebenarnya
dia hanya bermaksud untuk memecahkan perhatian lawan
padahal senjata maut yang dipersiapkan untuk merenggut
nyawa Suma Thian yu menyambar dari arah berlawanan.
Siasat yang keji, licik dan berbahaya ini sungguh
menggidikkan hati orang, coba kalau jago kelas dua yang
menghadapi keadaan ini, niscaya dia sudah mampus termakan
oleh siasat busuk tersebut.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya adalah Suma Thian
yu yang tangguh, bukan saja dia telah mengawasi sekeliling
tempat itu dengan seksama, telinganya juga menangkap
semua suara yang datang dari delapan penjuru.
Baru saja Siang wi coa Bian Pun ci mengayunkan
tangannya, dia sudah merasakan hal tersebut, maka simbil
berpekik nyaring, pedangnya diputar menggunakan jurus Po
hong pat ta (angin puyuh menyambar ke delapan penjuru).
Kemudian sepasang bahunya bergerak dan menggunakan
ilmu langkah Ciong tiong luan poh untuk menembusi serangan
senjata raha sia tersebut untuk menerjang makin ke depan.
"Bajingan cabul, serahkan batok kepalamu!" bentaknya.
Dengan jurus Liu seng kan gwat (bintang kejora mengejar
rembulan) secepat petir menyapu ke muka.
Mimpipun Siang wi coa Bian Pun ci tidak menyangka kalau
gerakan tubuh dari Suma Thian yu begitu cepat dan lincah,
baru saja ia mendeagar suara bentakan lawan, tahu-tahu
dadanya sudah terasa dingin dan perih.
Tak ampun lagi dia menjerit kaget, peluh dingin jatuh
bercucuran membasahi seluruh rubuhnya, cepat-cepat dia
melayang mundur sejauh satu kaki lebih dengan gerakan
mendatar.
Ketika ia memeriksa dadanya, ternyata di situ telah
bertambah dengan luka yang memanjang, darah kental masih
bercucuran dengan amat derasnya.
Suma Thian ya ingin maju kedepan untuk melepaskan
tusukan, menjadak ia mendengar suara gemerincing di atas
geladak, ketika me nengok, ternyata disitu terdapat sebuah
lencana emas yang gemerlapan tajam.
Dalam pada itu, siang wi coa Bian Pun Ci baru saja berhasil
berdiri tegak, melihat lencana emas yang berada di lantai, dia
segera meraba dada sendiri, saat itulah baru diketahui kalau
lencana itu adalah miliknya sendiri.
Namun berada dalam keadaan demikian, ia tak sempat
untuk mengambilnya lagi, sepasang kakinya segera menjejak
tanah dan melejit ketengah udara.
Sewaktu melewati disamping lelakiyang mati penasaran
tadi, dia cabut keluar golok Boan liong to, setelah itu sambil
berpaling dan melotot gusar kearah Suma thian yu, serunya:
"Bocah keparat! Selama bukit nan hijau, air tetap mengalir,
lihat saja pembalasanku nanti!”
Ucapan terakhir baru diutarakan. Siang wi coa Bian Pun ci
sudah melompat turun ke sampan kecil dibawah perahu besar
itu, kabur terbirit-birit.
Setan muka hijau Siang Tham yang menyaksikan pembantu
utama nya sudah melarikan diri dari sana, tentu saja dia tak
berani berdiam diri lebih lama lagi disana, apalagi setelah
Suma Thian yu mendemonstrasikan ilmu saktinya barusan,
boleh dibilang nyalinya sudah dibikin rontok.
Mendadak dia mengundurkan diri ke ujung buritan perahu,
kemudian dengan gerakan yau cu huan sin (burung belibis
membalikkan badan) cepat-cepat dia menceburkan diri ke air
dan melarikan diri.
Suma Thian yu yang berjiwa besar, selamanya tak sudi
mengejar musuh yang telah melarikan diri, maka dia balik ke
tempat semula den membungkukkan badannya untuk
mengambil kembali lencana emas tersebut, tanpa diperiksa
lebih seksama lagi, dia masukkan ke dalam saku dan
dianggapnya sebagai tanda mata atas kemenangannya
terhadap Siang wi coa Bian Pun ci.
Sementara itu, kawanan lelaki kekar bersenjata yang masih
tertinggal diatas perahu, sudah dibikin ketakutan setengah
mati oleh kehebatan Suma Thian yu yang ibarat malaikat
dari langit itu, mereka mendekam dengan tubuh menggigil,
mulut membungkam, bahkan bernapas keras keraspun tak
berani.
Menyaksikan kesemuanya itu Suma thian yu merasa geli
didalam hati kecilnya, maka sambil menuding ke arah bukit
Kun san, pe-rintahnya kepada orang-orang itu:
“Cepat jalankan perahu menuju ke bukit Kun san, jangan
mencoba untuk membangkang!"
"Baik!" jawab para lelaki itu hampir bersamaan.
Jangkarpun di naikan dan perahu melanjutkan
perjalanannya menuju ke arah bukit Kun san.
Karena tertunda oleh pertarungan sengit itu ketika perahu
tiba dibukit Kun san, matahari sudah tenggelam ke langit
barat, saat orang memasang lampu penerangan.
Setelah meninggalkan perahu besar itu, Suma Thian yu
memerintahkan kepada orang-orang itu untuk pergi, kemudian
sambil menggandeng tangan Bi hong siancu Wan Pek lan yang
halus dan lembut, mereka bersama-sama berangkat menuju
ke bukit Kun san.
Sejak kecil sampai seusia dewasa sekarang belum pernah
Bi hong siancu Wan Pek lan menyaksikan pertarungan
sesengit hari ini, sampai sekarang jantungnya masih saja
berdebar dengan kerasnya.
“ Engkoh Thian yu, aku benar-benar merasa kagum sekali
kepadamu" lama kemudian Bi hong siarcu baru dapat
mengutarakan kata-kata yang sudah lama terpendam dalam
hati nya itu.
"Apa yang kau kagumi?” tanya Suma Thian ya keheranan.
Selembar wajah Bi hong siancu Wan Pek lan segera
berubah menjadi merah padam karena jengah, dia segera
melengos ke arah lain, lalu jawabnya agak terrsipu-sipu:
"Kepandaian silatmu amat hebat, berbicara yang
sesungguhnya, belum pernah kusaksikan pertarungan yang
begitu serunya seperti apa yang berlangsung tadi"
Hal ini tak bisa menyalahkan gadis itu, sejak kecil Bi hong
siancu Wan Pek lan sudah dipingit didalam rumah, tak sekali
pun dia melangkah keluar dari halaman rumahnya, walaupun
saban hari berlatih silat, yang menjadi 1awan latihan juga
hanya suhu-suhu dalam perusahaan, tentu saja berbeda sekali
dengan pertarungan sungguhan yang berlangsung hari ini.
Suma Thian yu segera tersenyum.
"Kau terlalu memuji, dilain waktu peristiwa semacam ini
masih akan banyak kau jumpai”
Bi hong siancu hanya membungkam dalam seribu bahasa,
padahal dalam hati kecilnya sudah lama timbul benih cintanya
terhadap Suma Thian yu, tak heran kalau dia merasakan
kuatir sekali menyaksikan kekasih hatinya sedang
mempertaruhkan nyawa.
Perjalanan berlangsurg terus tanpa berhenti sementara
malam sudah menjelang tiba, kini seluruh bukit Kun san sudah
diliputi kegelapan yang luar biasa.
Mendongakkan kepalanya sambil memandang bukit Kun
san dihadapan matanya, Suma Thian yu menghela napas
panjang, katanya lagi:
"Adik Lan, ke mana kita harus menemukan dua bersaudara
Thia?”
“ Yaa, sejak tadi aku memang ingin menanyakan soal ini
kepadamu"
Sekali lagi Suma Thian yu menghembuskan napas panjang.
"Seandainya tidak berjumpa dengan setan muka hijau tadi,
mungkin saat ini kita sudah sampai di tempat tujuan dua
bersaudara Thia pun pasti akan menunggu disini aku pikir
mereka pasti akan menyumpahi aku karena mengingkar janji,
karenanya pergi karena mendongkol"
Agaknya Bi hong siancu juga berpendapat demikian,
seandainya dua bersaudara Thia memang sudah mendongkol,
lantas ke manakah mereka harus mencari dua saudara itu di
tengah bukit Kun san yang begini luasnya...
Mendadak Bi hong siancu menjerit kaget, sambil menuding
ke arah punggung bukit, serunya kepada Suma Thian yu
dengan perasaan cemas:
“ Engkoh Thian yu, coba kau lihat apakah itu?”
Ketika Suma Thian yu menengok ke depan, dia
menyaksikan ada setitik cahaya api sedang bergerak gerak di
depan sana.
Anak muda tersebut lantas berpikir:
Jangan-jangan orang yang sedang melakukan perjalanan di
depan sana adalah dua saudara Thia!"
Berpikir sampai di situ dia meajadi girang sekali, sambil
menggandeng tangan Bi hong siancu, segera serunya:
“ Adik Lan, mari kita kejar!"
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tu buh yang
sempurna, ke dua orang itu segera meleset ke depan dengan
cepatnya.
Bagaikan segalung hembusan angin, ke dua orang itu
sudah tiba di punggung bukit, tapi cahaya api yang terlihat
tadi kini sudah lenyap tak berbekas.
Dengan perasaan tercengang Suma Thian yu segera
celingukan memandang sekejap kesekeliling tempat itu,
kemudian gumamnya:
Aneh, kenapa cahaya api itu bisa lenyap tak berbekas?”
Agaknya Bi hong siancu juga merasakan sesuatu yang tak
beres, segera bisiknya”
“ Jangan-jangan cahaya api setan?"
“ Cahaya api setan?” gumam pemuda itu, tidak mungkin,
adik Lan, kita mengejar kemari sepanjang jalan, bukankah
cahaya api itu selalu berkedip kedip?"
“ Ya. benar!"
Hal ini membuktikan kalau cahaya api tersebut bukan api
setan. disamping itu api setan hanya berkedip tak menentu,
apa lagi melayang kesana kemari."
“ Lantas benda apakah itu?" tanya Bi hong siancu dengan
perasaan tak habis mengerti.
Dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Entahlah, aku sendiri pun tak tahu"
Baru selesai dia berkata, mendadak dari lembah depan
sana terlihat ada cahaya api yang berkedip lalu lenyap.
Suma Thian yu segera menjerit kaget:
"Adik Lan, berada disana!”
Menanti Bi hong siancu menengok kedepan sana, lembah
tersebut sudah gelap kembali.
"Mana engkoh Yu? Tidak ada apa-apa di situ, mungkin
engkoh Thian yu salah melihat, serunya kemudian dengan
perasaan ragu.
“ Tidak mungkin" sembari berkata, Suma Thian yu segera
bergerak lebih dahulu menuju ke dalam lembah sana.
"Adik Lan, ayolah ikuti aku!"
Bi hong siancu Wan Pek lan membuntuti dengan kencang
di belakang pemuda tersebut menuju ke dasar lembah.
Tiba didasar lembab, suasana ditempat itu gelap gulita
sehingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiripun tak bisa.
Suma Thian yu yang pernah makan Jin sian kiam lan masih
bisa melihat keadaan dalam kegelapan seperti ditengah hari
saja berbeda sekali dengan Bi hong siancu.
Terpaksa dia menarik tangan Suma Thian yu sambil
berkata:
"Engkoh Thian yu, aku takut, apakah kau membawa korek
api?"
Setelah mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu baru
sadar dan segera menyumpahi kecerobohan sendiri sehingga
hanya dia yang dipikirkan tanpa menggubris keadaan dari
gadis tersebut.
Mska dia lantas menggendeng tangan Bi hong siancu dan
selangkah demi selangkah berjalan menuju ke dalam lembah
situ.
Semakin berjalan ke depan, Wan Pek lan merasa semakin
terkejut dan ketakutan, akhirnya tak tahan lagi dia bertanya
dengan nada tercenganh:
"Engkoh thian yu, apakah kau menyaksikan bintang cahaya
tadi muncul disini?”
“ Benar dan tak bakal salah lagi!"
“ Kalau begitu, apakah dua bersaudara Thia berdiam di
dasar lembah ini?"
SFekali lagi perkataan tersebut menyadarkan kembali Suma
Thian yu, sekalipun pertanyaan yang diajukan tanpa maksud
tertentu, tapi justru hal mana mendatangkan peringatan dan
kewaspadaan bagi sang pemuda.
Yaa, mana mungkin dua bersaudara Thia bisa berdiam di
dasar lembah yang begini gelap gulita?
Apalagi sekalipun cahaya api yang terlihat itu adalah
sebuah cahaya api dari dua bersaudara Thia, setelah dikejar
sekian waktu oleh Suma Thian yu dan Wan Pek lan,
seharusnya dua bersaudara Thia mengetahui akan hal ini.
Mengapa mereka justru mempertahankan mereka? Apakah
dua bersaudara Thia ada maksud untuk mempermainkan
Suma Thian yu?
Tidak! Sudah pasti dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal
yang mencurigakan.
Tak mungkin cahaya bintang yang terlihat tadi adalah
cahaya obor yang dibawa oleh dua bersaudara Thia.
Suma Thian yu termenung beberapa saat lamanya,
akhirnya dia memutuskan suatu kesimpulan, yang sudah pasti
yang dihadapinya sekarang merupakan serangkaian
persoalan yang sangat mencurigakan hati.....
Bi hong siancu merasa amat gelisah dan tak tenang, tapi
lantaran Suma Thian yu tidak melakukan satu gerakan
terpaksa dia pun hanya membungkam diri dalam seribu
bahasa.
Akhirnya Suma Thian yu bersuara juga, kata nya:
"Adik Lan, mungkin semacam binatang liar atau ular
beracun atau mungkin juga binatang buas?"
"Aku pikir sudah pasti ada setan atau siluman nya disini"
seru Bi hong siancu tiba-tiba.
Ketika mengucapkan begitu, punggungnya terasa menjadi
dingin dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Suma Thian yu pun segera merasakan bulu kuduknya pada
berdiri semua, pikirnya:
"Seandainya manusia yang kujumpai atau binatang buas,
mungkin masih gampang untuk dihadapinya, paling banter
kalau tak mampu me lawan bisa kabur, bagaimana kalau
makhluk itu setan atau iblis? bisa banyak bahayanya daripada
rejeki....."
Sementara dia masih berpikir, terdergar Bi bong siancu
Wan Pek lan berkata lagi:
“ Engkoh Thian yu, lebih baik kita pulang saja!"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak bahak.
"Haah...haah...haaah...adik Lan nyalimu kelewat kecil, asal
aku berada disampingmu, biarkan saja kalau ada setan atau
siluman, masih agak baikan kalau mereka tidak muncul,
kalau berani datang, akan kugunakan pedang Kit hong kiam
untuk meringkus mereka semua"
Kaum lelaki yang seringkali mempunyai keberanian dan
kekuatan nya didepan kekasih hatinya, ada orang bilang: Pria
adalah mahkluk yang paling suka menonjolkan diri didepan
lawan jenisnya.
Malam yang gelap semakin gelap, hawa seram yang
mendirikan bulu roma berhembus lewat tiada hentinya,
ditambah lagi dengan ca haya tajam yang muncul dan lenyap
secara aneh tadi, membuat suasana disitu terasa bertambah
mengerikan.
Sekalipun Suna Thian yu memiliki ilmu silat yang lihay, tak
urung harus menunjukkan pula perasaan sangsi dan was was,
hanya saja berhubung sedang berada didepan kekasihnya
Wan Pek lan, maka rasa seram itu tak sampai di ungkapkan.
Akhirnya ucapan yang gagah perkasa dari Suma Thian yu
itu berhasil merontokan rasa takut Wan Pek lan, gadis itu
merasa seperti mempunyai tulang punggung, maka rasa ngeri
yang semula mencekam perasaannya pun kini tarsapa lenyap.
Kembali mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju
kedalam lembah, setelah melalui sebuah tikungan dan
berjalan kurang lebih dua kaki lagi, mendadak Suma Thian
yu menjerit kaget:
"Aaah...!"
Bi hong siancu Wan Pek Tan yang berada dibelakangnya
kontan saja menjadi merinding, buru-buru tanyanya:
"Ada urusan apa, engkoh Thian yu?”
Keadaan Wan Pek lan saat ini ibaratnya orang buta yang
sedang berjalan, sekalipun dia pernah melatih ilmu
memandang dalam kegelapan, sayang sekali lembah tersebut
terlampau gelap sehingga benda apapun tidak terlihat
olehnya.
Ketika mendengar si anak muda itu menjerit, dia mengira
Suma Thian yu sudah tertimpa bencana, dalam kagetnya dia
lantas menarik tubuh anak muda tersebut semakin kencang.
Dengan suara lembut Suma Thian yu lantas berkata:
"Adik Lan apakah kau dapat melihat batu peringatan di
depan sana?”
“ Di mana?"
Dari dalam sakunya Suma Thian yu segera mengeluarkan
mutiara Ya beng cu pemberian dari Cong liong lo siangjin
tersebut. (Yang benar berhasil diperoleh dengan mencurinya
di rumah Hui cha cun cu).
Begitu Ya beng cu tadi dikeluarkan, maka empat penjuru
sekeliling tempat itu pun menjadi terang benderang
bermandikan cahaya.
Pada mulanya Bi hong siancu merasa tertegun, kemudian
dengan gembira dia segera bersorak.
"Engkoh Thian yu, mengapa tidak kau keluarkan mutiara
ini sedari tadi!"
Bikin aku seperti orang buta yang sedang berjalan saja!
Suma Thian yu segera menyerahkan mutiara Ya beng cu
tersebut ke tangan Bi hong siancu kemudian sambil menuding
tugu peringatan-depan sana:
“ Adik Lan, kita sudah salah memasuki daerah terlarang!"
Dengan meminjam cahaya yang memantul keluar dan
mutiara Ya-beng cu tersebut, Wan Pek lan dapat menyaksikan
keadaan disekitar sana dengan jelas, hatinya kontan tercekat
dan air mukanya berubah hebat.
Ternyata dihadapan mereka berdaa terpancang sebuah
kayu besar yang tertera beberapa huruf dengan besarnya,
tulisan ini berbunyi demikian:
"SIAPA YANG MEMASUKI LENBAH INI MATI".
Kayu peringatan ini berbeda bentuknya dengan batu
peringatan yang pernah dijumpai pemuda tertebut diluar
hutan bukit Han san, namun nada suaranya sama.
Bi hong siancu Wan Pek lan yang menyaksikan kejadian
saat ini, paras mukanya segera berubah menjadi pucat pias
seperti mayat, cepat-cepat dia membenakan kepalanya diatas
dada Suma Thian yu, kemudian katanya penuh ketakutan:
"Engkoh Thian yu, bagaimana sekarang? Apakah kita sudah
memasuki lembah tersebut?”
Suma Thian yu berjalan kedepan sambil menengok jauh
kemuka sana, tampak olahnya jalan dalam selat itu amat
sempit, sekalipun dia sudah pernah makan Jin sian kiam lan,
tapi sorot matanya hanya mampu menangkap pemandangan
yaag berada sekitar dua kaki dari ha dapannya, sedang
pemandangan selewatnya itu hanya bisa di lihat secara lamat-
lamat saja.
Oleh sebab itu dia hanya bisa melihat kalau tempat itu
merupakan sebuah lembah yang di tengahnya terdapat
sebuah jalan kecil beralas batu dengan semak belukar dikedua
belah sisinya.
Dilihat dari hal ini, bisa diketahui kalau di ujung lembah
tersebut berdiam seorang tokoh persilatan yang berwatak
aneh, atau kalau tidak, orang itu tentu merupakan seorang
gembong iblis!
ooo0ooo
SELESAI memeriksa keadaan di depan sana Suma Thian yu
segera berkata kepada Wan Pek lan:
"Adik Lan, jangan takut, sekarang kita belum memasuki
lembah terlarang itu!"
Kemudian sambil menuding ke depan sana, barulah
dianggap memasuki lembah!
Dengan wajah yang pucat dan diliputi rasa takut yang
tebal, Bi hong siancu Wan Pek lan berseru lagi:
"Engkoh Thian yu, lebih baik kita balik saja!"
Suma Thian yu tersenyum.
“ Adik Lan, kalau nyalimu begitu kecil, bagaimana mungkin
bisa berkelana dalam dunia persilaitan dan peroleh nama
besar? Orang kuno bilang: “Kalau sudah datang, mengapa tak
dilihat? Apa sebabnya kalau kita menerjang kedalam sana
untuk melihat keadaan?"
"Jangan! Aku takut!.. " seru Wan pek lan sambil
menggelengkan kepala berulang kali.
"Hes, adik Lan, apa yang kau takuti, kalau tidak memasuki
sarang harimau, bagaimana mungkin bisa mendapatkan anak
macan? Aku pikir, lebih baik kita masuk ke dalam sana
sembari menengok jagoan darimana kah yang berdiam disini"
Sambil berkata, Suma Thian yu segera menarik tangan
Wan Pek lan dan diajak menyerbu kedalam lembah tersebut.
wan Pek lan bertindak sangat berhati-hati sekali, dengan
membawa perasaan hati yang tak tenang, selangkah demi
selangkah dia mengikuti anak muda tersebut, padahal
hatinya berdebar keras sekali.
Menyaksikan wajah si nona yang diliputi perasaan seram
dan ketakutan itu Suma Thian yu segera tertawa lebar.
“ Haaaah...haaahh....haaahh...adik Lan, jikalau keadaanmu
begini terus, terpaksa aku harus balik kembali, masa ada
orang hendak melalap dirimu?”
Wan Pek lan sendiri pun merasa keberanian sendiri kelewat
lemah, tapi sekalipun dia berusaha untuk tidak merasa takut
apa mau di kata hatinya semakiu bertambah tegang.
Akhirnya dia harus menelan air liur sembari
memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanannya ke
depan.
Mendadak Suma Thian yu menghentikan langkahnya dan
tidak meneruskan perjalanannya lagi, ketika Wan Pek lan
mengangkat mutiara Ya beng cu nya tinggi-tinggi sembari
menengok ke depan, tanpa terasa lagi ia menjerit kaget:
"Aduh celaka!”
Suma Thian yu terkesiap, dia segera menggenggam
pergelangan tangan Wan Pek lau kencang-kencang, lalu
katanya:
“ Adik Lan, apa yang perlu ditakuti? Itu mah cuma
setumpuk tengkorak manusia, masa kau menjadi ketakutan
seperti ini? Ayo berangkat!”
Dengan mengangkat tangannya yang gemetar, Wan Pek
lan menuding ke arah depan, serunya:
"Coba kau lihat... bukan... bukankah diatas sana ada
tulisannya... ?"
"Benar, tulisan itu berbunyi: BEGINILAH CONTOHNYA.
Artinya tempat ini merupakan peringatan yang terakhir,
apabila berani maju sengkah lagi maka tumpukan tengkorak
itu adalah contoh yang paling baik untuk kita"
Wan pek lan segera menarik baju Suma Thian yu sambil
merengek untuk kembali, berada dalam keadaan demikian
terpaksa dengan perasaan apa boleh buat Suma Thian yu
menghela napas panjang dan membalikkan badan untuk
mengundurkan diri dari situ.
Mendadak........
Dari belakang tubuh mereka berkumandang suara tertawa
seram yaug amat mengerikan hati.
Suma Thian yu berdua segera merasakan punggungnya
dialiri hawa dingin, seluruh tubuh mereka bergetar keras,
apalagi setelah membalikkan badan dan menyaksikan apa
yang tertera dihadapannya, kedua orsng itu kembali menjerit
kaget.
"Aaaah...!"
Ternyata pada tujuh delapan langkah dihadapan mereka
sekarang, entah sejak kapan lelah berdiri seorang kakek
berambut panjang yang berwajah bengis dan mengerikan, dia
sedang mementangkan mulutnya yang lebar sambil tertawa
dingin tiada hentinya.
Jangankan ditengah bukit yang gelap mendadak muncul
manusia aneh semacam itu, walaupun ditengah hari bolong
pun orang akan merasa bergidik sesudah bertemu dengan
manusia seperti ini.
Dengan perasaan kaget Suma Thiaa yu segera mundur dua
langkah, lain bentaknya keras-keras”
"Siapa kau?"
Makhluk tua itu melotot besar dengan mulut yang melebar,
serunya sambil tertawa geram:
"Heeeh, heeeh, heeeh, pertanyaan ini seharusnya lohu lah
yang mengajukan, siapakah kau bocah muda?”
Setelah mendengar kakek aneh itu dapat berbicara, Suma
Thian-yu merasa agak lega hatinya, maka dia berseru lagi:
"Berbicara pun ada yang duluan ada yang belakangan, kau
belum menjawab pertanyaan ku, bagaimana mungkin aku
dapat menjawab pertanyaanmu itu?”
Seluruh wajah makhluk tua itu berbulu panjang, mendadak
dari balik matanya yang buas mencorong keluar sinar setajam
sembilu, ditatapnya wajah Suma Thian yu lekat-lekat, seperti
lidah ular berbisa yang sedang mencari mangsanya.
Menghadapi keadaan seperti ini, Suma Thian yu menjadi
bergidik, berdiri bulu kuduknya.
Lama sekali, makhluk tua itu baru berkata dengan suara
yang menggidikkan hati:
Lohu hidup dengan makan daging manusia, orang
menyebutku sebagai Si jin ong (Raja pemakan manusia),
sedang nama yang sebenarnya sudah lama sudah tidak
dipakai lagi, sehingga nama tersebut menjadi terlupakan sama
sekali....
Si jin ong? Suatu nama yang terasa asing. jangankan Suma
thian yu berdua belum pernah mendengarnya, sekalipun
dalam duania persilatan juga tidak terdapat manusia seperti
ini.
Suma Thian yu segera tertawa tebahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaahh...maaf kalau aku tak dapat
mengenali mu, ternyata kau adalah Si jin mo (iblis pemakan
manusia), maaf, maaf...”
Mendadak makhluk tua itu membalikan sepasang matanya
sehingga biji matanya lebih banyak putihnya daripada
hitamnya keadaannya waktu itu tak berbeda dengan setan
gantung hidup, sungguh menggidikkan hati orang yang
melihatnya.
Setelah mengawasi kedua orang itu secara bergantian,
akhirnya sorot mata tersebut berhenti diwajah Bi hong siancu
Wan pek lan, dan menatapnya tanpa berkedip.
Menggelikan sekali keadaan Wan pek lan, pada hakekatnya
dia sudah dibikin pusing tujuh keliling karena kagetnya,
bahkan seluruh tubuhnya seakan tertotok jalan darahnya,
mutiara Ya beng cu tersebut masih terangkat tinggi-tinggi tapi
wajahnya tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya
melongo, dia seperti berdiri bodoh disana.
Pada saat itulah, mahluk tua itu mementangkan mulutnya
lebar lebar, kemudian setelah tertawa seram katanya:
"Ditengah malam buta begini, secara beruntun kalian
berdua sudah menembusi dua buah tempatku, sudah pasti
kedatangan kalian disertai maksud tertentu, dan sudah pasti
kedatangan kalian disertai maksud tertentu, juga ada yang
diandalkan, nah! Sekarang katakan, ada urusan apa kalian
datang mencari lohu?"
Setelah berhasil menenangkan hatinya yang bergolak,
Suma Thian yu menjura, sahutnya:
"Malam ini boanowee mempunyai janji dengan seseorang
untuk bertemu di bukit ini, tapi karena ditengah jalan terjadi
musibah sehingga kedatangan kami terlambat, orang yang
kami janjikan itu tidak di temukan, akhirnya kami menyaksikan
ada setitik cahaya muncul disini, itulah sebabnya kami pun
muncul disini, jadi kedatangan kami bukan disengaja apa lagi
mencari diri cianpwe!".
Dengan memicingkan matanya makhluk tua itu
mendengarkan Suma Thian yu menyelesaikan perkataannya,
setelah itu katanya:
"Kalau toh kedatangan kalian tanpa sengaja setelah
membaca peringatan di kayu itu seharusnya berhenti, apa lagi
setelah melihat tulang tengkorak, seharusnya kembali
mengapa kau jutru memasuki daerah terlarang secara
sengaja?”
Suma Thian yu segera dipojokkan sehingga tak mampu
memberikan jawaban lagi, dia terbungkam dalam seribu
bahasa.
Sementara itu Bi hong siancu wan Pek lan yang berada
disisinya telah berhasil juga mengatasi rasa takut dalam
hatinya, dia segera menimbrung:
Pada mulanya kami hanya terdororg oleh rasa ingin tahu,
karena munculnya sinar tersebut kelewat aneh, kemudian
setelah melihat tengkorak yang berserakkan disini, kami baru
bermaksud untuk balik toh sampai sekarang belum lagi
menginjak daerah terlarangmu?”
Dengan sorot mata yang tajam makhluk tua itu mengawasi
kembali wajah wan Pek lan tanpa berkedip, menanti gadis itu
sudah me nyelesaikan perkataannya, dia baru tertawa.
“ Heeh...heeh...heehh... bocah, kau memang memasuki
tempat ini tanpa sengaja, tapi dia ada maksud untuk mencari
gara-gara, kalau toh sudah berani berbuat, tidak sepantasnya
kalau mundur secara pengecut. Hari ini, jangan kalian
berdua dapat meninggalkan tempat ini kecuali......"
"Kecuali kenapa?" buru-buru Bi hong siancu bertanya.
Makhluk tua itu tertawa secara licik, kemudian sambil
menyeringai seram katanya:
“ Kecuali kalau aku bersedia menghadiahkan sebuah
mustika untukku...!"
Sembari berkata, sepasang matanya segera mengawasi
mutiara Ya beng cu yang berada di tangan Wan Pek lan itu.
Suma Thian yu segera memahami maksud hatinya itu,
tanpa terasa dia mendongakkan keepalanya sambil tertawa
nyaring.
“ Haaah...haaah...haaah... rupanya kau tak lebih seorang
pencoleng yang ingin membegal harta milik orang? Tidak sulit
bila kau menginginkan mutiara Ya beng cu ini, tapi
sebelumnya harus memperlihatkan dahulu beberapa jurus
seranganmu, asal aku merasa puas tentu saja akan ku
serahkan dengan begitu saja, kalau tidak...hmm! Jangan
mimpi!"
Mendengar ucapan tersebut, makhluk tua itu segera
membentak dengan suara gusar:
“ Bocah keparat, rupanya kau masih belum tahu siapakah
diriku ini...?"
Tidak nampak gerakan apa yang digunakan tahu-tahu
makhljuk tua itu sudah melejit ke tengah udara, lalu sepasang
tangannya di rentangkan lebar-lebar, sepuluh gulung desingan
angin tajam pun segera mengurung tubuh Bi hong siancu
dengan kaitanya.
Terdengar Bi hong siancu menjerit kaget, serta merta dia
mundur kebelakang.
Siapa tahu justeru karena dia mundur, hal ini justru
memberi kesempatan yang sangat baik bagi makhluk tua itu
untuk melancarkan serangan lebih lanjut.
Sums Thian yu menjadi terperanjat sekali setelah
menyaksikan peristiwa itu, pikirnya:
"Aduh celaka!"
Menyusul kemudian, dia lantas membentak kerss:
"Adik Lan, menubruk ke depan!”
Sembari berseru, dia turut menerjang pula ke depan,
sebuah pukulan yang dahsyat segera di tolak ke depan dan
mengirim tubuh Bi hong siancu sampai sejauh satu kaki lebih,
sedang dia menggantikan kedudukan Wan Pek lan tadi dan
menyambut kedatangnya kesepuluh desingan angin jari tadi.
Waktu itu, Suma Thian yu telah mengerahkan Bu siang sin
kang yang dimilikinya untuk menyambut serangan musuh,
tatkala ancaman lawan sudah hampir mengenai batok
kepalanya, mendadak jago muda kita berjongkok, kemudian
dengan tangan sebelah memainkan jurus Pah ong tou to
(raja lain menyinggih pagoda) dia lepaskan sebuah pukulan
dengan Bu siang sin kang untuk menyongsong datangnya
ancaman lawan.
Berhubung peristiwa itu berlangsung amat mendadak,
makhluk tua itu tak menyangka kalau anak muda tersebut
memiliki ilmu silat yang amat tinggi, maka menghadapi
kejadian tersebut, makhluk tua itu sama sekali tidak berganti
jurus.
Dua gulung tenaga yang maha dahsyat itu segera saling
bertemu di tengah udara.
"Blaaammmmmmm....!"
Suatu benturan nyaring yang amat memekikkan telinga
segera berkumandang mencekam keheningan.
Tubuh si makhluk tua yang sedang melancarkan serangan
ke bawah itu segera dikirim sejauh lima langkah lebih dari
posisi semula oleh sisa benturan ke dua gulung tenaga
raksasa itu, tubuhnya segera mundur dengan sempoyongan,
mukanya hijau membesi dan sama sekali tiada warna darah,
akhirnya dengan perasaan tak percaya dia mengawasi
musuhnya dengan mata terbelalak.
Suma Thian yu sendiripun menderita kerugian akibat dari
benturan mana, sekarang dia sedang tertunduk di tanah
dengan wajah memucat, hatinya terasa amat sedih.
Begitu berhasil berdiri tegak, mahkluk tua itu segera
mengawasi anak muda tersebut tanpa berkedip, kemudian
bentaknya gusar:
Bocah keparat, tidak kusangka kalau kau memiliki
kepandaian silat yang begitu tangguh jauh di luar dugaan
semula...”
“ Kau pun hebat juga!" sahut Suma Thian yu sembari
melompat bangun dari atas tanah.
Makhluk tua itu mendonggakkan kepala dan kembali
tertawa seram, suaranya amat tak sedap didengar, seperti
gembira seperti sedih, seperyi tertawa seperti juga menangis.
Selesai tertawa, dengan sepasang mata yang dingin
bagaikan es, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat,
lama kemudian baru pelan-pelan ujarnya:
"Bocah keparat, tahukah kau sudah berapa tahun lohcu
berdiam ditempat ini?"
"Aku toh bukan apa-apa mu, dari mana bisa tahu?"
"Betul, makanya aku hendak memberitahukan kepadamu,
sudah tiga puluh tahun lamanya aku berdiam disini, selama ini
entah berapa banyak manusia yang telah mampus dalam
lembah pemakan manusia ini"
"Aku toh tidak mengawasimu sepanjang tahun, darimana
mungkin bisa mengetahui segala tetek bengek urusanmu
itu?”
“ Ehmmm...." kembali makhluk tua itu bercerita dengan
asyik nya, "paling tidak ada empat ribu orang yang sudah
terkubur disini, diantaranya entah berapa banyak yang
merupakan jago-jago berilmu tinggi"
Ketika mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu menjadi
tercengang dan tidak habis mengerti, segera tanyanya dengan
ragu ragu:
"Buat apa kau memberitahukan segala sesuatunya itu
kepadaku? Hmm, sengaja membual dan sok gagah, apa kau
anggap kesemuanya itu bisa menggertak aku sehingga
membuat aiu jadi ketakutan?"
Waktu itu si makhluk tua tersebut sedang bercerita dengan
asyik, ketika kena disemprot oleh Suma Thian yu, kontan saja
amarahnya memuncak. Dengan sinar mata yang buas dan
wajah yang menyeramkan, dia segera mengayunkan telapak
tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Terasa desingan angin tajam menderu-deru, segulung
angin puyuh yang amat hebat langsung saja mengurung
tubuh anak muda itu.
Waktu itu Suma Thian yu sudah membuat persiapan yang
matang, dia sama sekali tidak gugup atau gelagapan
menghadapi lawan.
Sepasang ujung bajunya segera dikebaskan keluar, hawa
pukulan Bu siang sin kang pun turut mengalir keluar kerika
dua gulung kekuatan besar itu sekali lagi saling membentur di
tengan udara, terjadilah ledakan dahsyat yang mengerikan
sekali.
Bukan saja bumi turut bergoncang, batu berguguran dan
pasir beterbangan, keadaannya mengerikan sekali.
Terseret oleh sisa kekuatan yang memancar ke empat
penjuru, tubuh kedua orang itu bergoncang keras sekali,
ujung bajunya sampai berkibar terhembus angin.
Dua kali gagal merobohkan lawannya, mau tak mau
makhluk tua itu harus memeriksa pemuda ingusan yang
terada dihadapannya sekali lagi.
Selang beberapa saat kemudiau, sambil tertawa seram dia
baru berseru lantang:
"Bocah keparat, kau merupakan satu-satunya musuh
tangguh yang pernah kujumpai selama puluhan tahun ini,
kesempatan yang baik sukar ditemukan, mari kita mencoba
sekali lagi, asalkan kau tak sampai kena kurobohkan dalam
jangka waktu seratus gebrakan saja kalian berdua dapat pergi
dari sini dengan selamat, lohu pun akan menghadiahkan
sebuah mestika untuk kalian, bahkan sejak kini akan kuhapus
larangan yang terpasang di depan lembah sana"
Suma Thian yu memahami maksud ucapan lawannya, maka
dengan cepat dia bertanya lagi:
"Dan mulai sekarang tak akan makan daging manusia lagi?”
"Ehmmmm!"
Suma Thian yu menjadi amat gembira, segera serunya:
"Baik, aku akan melempar batu-batu untuk memancing
datangnya batu kemala, aku akan berusaha dengan segala
kemampuan"
Mendengar Suma Thian yu mengartikan permintaannya,
selapis hawa kegirangannya segera menghiasi wajah makhluk
tua itu, inilah senyuman pertama yang disaksikan Suma Thian
yu sejak mereka berdua memasuki lembah tersebut ....
Dari sini, bisa disimpulkan kalau dia adalah seorang iblis
yang kecanduan ilmu silat.
Mendengar kalau ke dua orang itu hendak bertarung, Bi
hong siancu merasa jantungnya berdebar keras, dia ingin
mencegah pertarungan itu, tapi setelah dipikir kembali,
apalagi setelah ditinjau dari adu kekuatan yang barusan
berlangsung, dia dapat menyimpulkan kalau kekasihnya sama
sekali tidak kalah dengan lawan.
Maka dari itu ucapan yang sudah berada diujung bibirnya
itu segera ditelan kembali.
Makhluk tua itu segera menyingkirkan rambutnya yang
panjang kesamping sehingga nampak wajahnya yang penuh
bulu, kemudian sambil menyeringai seram, serunya:
"Hei bocah, kau yang menghitung, kita membatasi hanya
seratus jurus saja!”
Selesai berkata dia segeri menyerbu kedepan Suma Thian
yu dan menyerang tubuh bagian bawah pemuda itu dengan
jurus Tui san tian-hay (mendorong bukit membendung
samudra).
Menghadapi ancaman yang datangnya secara tiba-tiba itu,
Suma Thian yu tidak mundur, sebaliknya malah maju, dengan
penyerangan menggantikan pertahanan dia memunahkan
datangnya ancaman tersebut dengan jurus Si gou wang gwat
(radak memandang rembulan)
“ Jurus pertama!” Bi hong siancu segera berteriak keras.
Makhluk tua itu tertawa seram, seluruh tubuhnya melejit
ke udara dengan jurus It hok cong thian (bangau sakti
menembusi langit) ketika berada satu kaki dari permukaan
tanah sepasang lengannya membuat gerakan saling menyilang
ditengah udara, kemudian setelah masing-masing membentuk
gerakan setengah lingkaran, dengan jurus Cong eng poh toh
(elang ganas menubruk kelinci) dia terkam tubuh Suma
Thian yu secara ganas...
Makhluk tua itu memang bersifat buas, rasa irinya amat
besar, dia paling benci kalau ada jagoan persilatan yang
mampu menandinginya, itulah sebabnya serangan yang
dilancarkan kini semuanya ganas dan tak mengenal ampun!
Jangan, dililat jurus serangan yang digunakannya jurus-
jurus biasa, namun kedahsyatannya tak bisa dipandang
enteng.
Mengikuti datangnya gerakan tersebut, Suma Thian yu
segera melayang mundur kebelakang, kemudian dengan jurus
Khong ciok kay tian atau burung merak mementang sayap dia
tangkis datangnya serangan tersebut.
Bi hong siancu amat menguatirkan keselamatan
kekasihnya, untuk sesaat matanya menjadi terbelalak dan
mulutnya melongo, untuk sementara waktu dia lupa untuk
menghitung.
Sambil melancarkan serangan, makhluk tua itu segera
memperingat kan dengan lantang:
“ Hei bocah, sudah jurus ke tiga!"
Dia seperti mengutirkan Wan Pek lan lupa untuk
menghitung jurus serangan yang dipakai maka setiap kali
melepaskan satu serangan, makhluk tua itu segera memberi
peringatan.
Sistim pertarungan yang begini aneh ini bukan saja tak
pernah dijumpai, mungkin didengar pun belum pernah.
Suma thian yu telah memusatkan segenap perhatiannya
untuk menghadapi musuh, dia tahu hasil pertarungan malam
ini bukan cuma menyangkut keselamatan bagi dia dan Wan
pek lan saja, bahkan menyangkut pula entah berapa ribu jiwa
manusia yang tanpa sengaja tersesat dalam lembah terlarang
ini.
Oleh sebab itu semua serangan dilancarkan dengan mantap
dan berhati-hati sekali, jurus disusul dengan jurus, semuanya
menggunakan ilmu Tay kim to liong pat ciang ajaran Put Gho
cu.
Semua pukulan dilepaskan secara mantap dengan
perhitungan yang matang, sedikit pun tak berani mempunyai
ingatan untuk memandang enteng lawannya.
Dari sini dapat disimpulkan kalau Suma Thian yu adalah
seorang pendekar muda yang berjiwa besar dan berwatak
mulia, dia merasa semua persoalan yang menyangkut jiwa
orang banyak merupakan masalah penting Yng harus
diutamakan.
Mendadak terdengar Bi hong siancu berseru keras:
"Jurus kelima puluh!”
Merdengar itu, makhluk tersebut segera berpekik keras
berulang kali, gerakan tubuh segera berubah, ujung bajunya
berkibar kian kemari, segulung angin ruyuh dengan kekuatan
dua ratus kati langsung menyapu tubuh Suma Thian yu.
"bocah keparat!" teriaknya sambil menahan geram, "kau
benar benar hebat, sudah lima puluh gebrakan kita bertarung,
belum juga ketahuan hasilnya, selama puluhan tahun baru
bertemu tiga orang yang lain, kauadalah orang ke empat yang
bisa melawanku melebihi lima puluh jurus....”
Suma Thian yu turut tertawa panjang.
"Haaahh...haaaahh... kemungkinan besat kau akan
bertemu dengan satu satunya orang yeng bisa mengalahkan
kau selama tiga puluh tahun terakhir ini pada hari ini"
"Mengalahkan aku?" Heeehh... heeeeh...masih terlampau
awal untuk berkata demikian jengek makhluk tua itu dengan
nada mencemooh, aku nasehati kepadamu lebih baik jangan
bermimpi disiang hari bolonglagi!”
Suma Thian yu tertawa keras, mendadak gerakan tubuhnya
ikut berubah, kali ini dia mengembangkan gerakan langkah
Cok liong luan ka cap lak poh untuk bergerak kian kemari, lalu
dengan jurus To thian huan jie (mencuri berganti waktu)
untuk mengancam jalan darah Ki bun hiat ditubuh mahkluk
tua itu.
Si Makhluk tua tersebut hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur, tahu-tahu pihak lawan sudah
menerobos masuk dari sisi tubuhnya, hal ini membuatnya
cepat-cepat menghindar dengan tergopoh-gopoh....
Siapa tahu Suma Tian yu berbuat demikian dengan maksud
memancing musuhnya untuk perangkap, begitu musuh
mundur, tiba-tiba saja dia membentak kerat:
“ Lihat serangan!”
Dengan jurus Seng gi im pian (bintang bergeser awan
berubah), ditengah udara segera berkumandang suara guntur
menggelegar dengan kerasnya, disusul kemudian segulung
angin pukulan yang tajam dengan membawa suara desingan
tajam langsung menggulung tubuh si makhluk tua tersebut...
Jurus serangan ini tak lain adalah satu jurus dari ilmu
pukulan Sian Po hong cian ajaran Cong liong lo sianjin,
kedahsyatannya luar biasa, dimana angin pukulan itu
menyambar, pasir dan debu ikut berhamburan ke mana-mana.
Sejak dulu hingga sekerang, belum pernah makhluk tua
tersebut menyaksikan ilmu pukulan seindah ini, dia tak berani
menyambut dengan kekerasan, cepat tubuhnya melompat
mundur sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.
"Blaaaammmmm!”
Ketika angin pukulan yang dilancarkan Suma Thian yu
menghantam di atas batu karang pada bukit tersebut, kontan
saja batu dan pa sir berguguran, seluruh permukaan
bergoncarg keras, keadaannya seperti dilanda oleh gempa
bumi saja.
Bi hong siancu menjadi termangu menyaksikan
kedahsyatan kekasihnya, tanpa terasa ia memuji:
“ Sebuah ilmu pukulan yang amat dahsyat, jurus yang
keenam puluh enam!”
Saking girangnya sampai dia menyebutkan jurus
serangannya lebih banyak dari keadaan yang seharusnya, tapi
waktu itu si mahkluk tua pun sedang dibikin terperana oleh
kedahsyatan lawannya, sehingga ia tidak merasakan hal
tersebut, tentu saja diapun tidak mengajukan protesnya atas
kesalah mana.
Diam-dian Suma Thian yu merasa girang, dia makhluk tua
tersebut sudah dibikin ketakutan hingga pecah nyali dan sejak
kini tak akan berani untuk melakukan serangan lagi.
Siapa tahu, setelah debu berterbangen dan suara menjadi
sirap mendadak terdengar suara gemerutuknya tulang
belulang yang amat nyaring....
Tampaknya makhluk tua tersebut telah menghimpun hawa
sesatnya secara diam-diam dan berencana untuk melancarkan
sebuah serangan maut untuk merebut kemenangan.
Betul juga, setelah terdengarnya suara gemerutukan
nyaring itu, mendadak terdengar mahkluk tua itu membentak
dsngan keras:
“Kaupun boleh merasakan sebuah pukulan ku ini!” katanya
kemudian.
Begitu ucapann tersebut selasai diutarakan, Suma Thian yu
segera merasakan nafasnya menjadi sesak, tubuhnya yang
bergerak ke depan pun seakan-akan dihisap oleh sesuatu
kekuatan yang maha dahsyat, kesemuanya ini kontan saja
membuat hatinya terkesiap.,
Buru-buru dia menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya dan mengeluarkan ilmu bobot seribu untuk
menahan gerakan ba-dannya. Pada saat intulah terasa ada
segulung angin pukulan yang lembut dan halus menyambar
kedepan menyambar kehadapan tubuhnya.
Suma Thian yu amat terperanjat, dengan gerakan Yau cu
huan sin (burung belibis membalikan badan) seluruh tubuhnya
melejit ke samping untuk menghindarkan diri dan ternyata ia
tak mampu untuk melancarkan perlawanan.
Baru saja tubuhnyta meluncur ketengah udara, segulung
hawa dingin telah menyambar lewat dan suara gemuruh yang
keras dan memekikkan telinga pun menggelegar dari arah
belakang. Dengan cepat Suma Thian yu membalikkan
badannya, dengan cepat ia menjulurkan lidahnya karena
kagum.
Rupanya batuan cadas yang berada dibelakang tubuhnya
itu, kini sudah kena tersapu hingga rata dengan tanah, tak
sebutir batupun yang kelihatan.
Bi hoig siancu sendiripun merasakan jantungnya berdebar
keras, pekiknya didalam hati:
“ Ooohh, sungguh berbahaya!"
Kemudian teriaknya dengan lantang sekali:
"Jurus ke enam puluh tujuh!"
Makhluk tua iiu kelihatan gembira sekali setelah
menyaksikan Suma Thian yu sama sekali tak mempunyai
kepandaian sakti untuk membendung serangan mautnya tadi,
sambil mengulumkan senyuman yang angkub dan bangga,
ejeknya:
"Bagaimana? Apakah nyalimu sudah dibikin pecah karena
ketakutan.....?”
Suma Thian yu segera mendengus dingin.
"Hmmmm. kalau permainan kucing kaki tiga sih tak akan
bikin keder orang lain, lebih baik kau jangan mencobah untuk
ngomong besar lagi....!”
Makhluk tua tersebut selamanya sombong, tinggi hati dan
tak pernah memandang sebelah matapun terhadap orang lain,
begitu mendengar Suma thian yu memakinya sebagai ilmu
silat kucing kaki tiga saja, kontan saja dari malu ia menjadi
marah, sambil berkaok-kaokpenuh kegusaran, teriaknya keras-
keras:
Bagus sekali bocah keparat, kau kelewat menghina orang,
hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!”
Berbicara sampai disitu, dia lantas melomp[at kehadapan
pemuda tersebut, kemudian....weeeass! weeesss! weeess!
secara beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai
yang semuanya dahsyat dan luar biasa.
Dengan mengeluarkan ilmu langkah Ciok liong luan poh
ajaran dari Siau yau kay Wi kian secara mudah sekali Suma
thian yu berhasil memunahkan ancaman tersebut satu per
satu, kemudian teriaknya dengan suara lantang:
“ Sekarang sudah tujuh puluh gebrakan! Jika pertarungan
macam begini dilangsungkan terus, seratus juruspun belum
tentu akan ketahuan siapa yang unggul dan siapa yang kalah,
bagaimana kalau kita berganti acara saja?”
“ Tidak bisa, seratus juruspun belum habis, mana boleh
berganti acara....?”
Kembali mahkluk itu itu melancarkan beberapa gerakan
untuk memunahkan ancaman lawan, kemudian melepaskan
pula dua buah jurus serangan untuk meneter musuhnya.
Suma Thian yu segera berseru dengan suara lantang:
“ Sisanya bagaimana kalau kita selesaikan dengan
menggunakan senjata tajam saja?”
“ Senjata tajam? Selama hidup belum pernah lohu
mempergunakan senjata tajam untuk bertarung!”
Suma Thian yu benar-benar didesak sehingga apa boleh
buat, terpaksa ia menghimpun hawa murninya dari Tan tiam
kedepan dada, kemudian dengan jurus Peng lui san lian
(guntur menggelegar petir menyambar) secepat kilat
membacok tubuh mahkluk tua tersebut.
Menyusul kemudian, kakinya dengan jurus Kui seng ti
to(Bintang timurmenentang bintang kejora) dia tendang tubuh
bagian bawah mahkluk tua tersebut.
Serangan berantai yang maha dahyat tersebut kontan saja
membuat si mahkluk tua itu kerepotan setengah mati, sambil
berkaok-kaok karena kegusaran, dia melancarkan pula
serangan sergapan balasan secara nekad....
Bi hong siancu yang menyaksikan batas seratus jurus
sudah hampir berakhir menjadi kegirangan, sebab selama ini
Suma thian yu tidak pernah memperlihatkan gejala akan
kalah, hatinya makin mantap dan rasa percaya diri pun
tumbuh.
“ Jurus ke tujuh puluh enam!” teriaknya keras-keras.
Mendengar itu, mahkluk itu itu segera memprotes,
umpatnya:
“ Bocah perempuan sinting, kau jangan ngawur, sekarang
baru jurus ketujuh puluh lima!”
Wan pek lan yang merasa bahwa kekasihnya pasti akan
berhasil memenangkan pertarungan ini, nyalinya bertambah
besar, dia segera membantah pula:
“ Tadi, didalam pukulan tendangan dipakai dua jurus
serangan, kenapa? Apa tidak benar?”
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu
kembali terlibat dalam pertempuran yang sengit, dan masing-
masing sudah bertarung tiga gebrakan lagi, maka Wan pek lan
buru-buru berteriak dengan suara lantang:
“ Jurus kedelapan puluh!”
Sekarang, mahkluk tua ini sudah mempunyai hitungan, dia
tahu, bila pertarungan tersebut dilangsungkan lebih jauh,
jangankan masih sisa dua puluh jurus, sekalipun masih ada
seratus jurus pun belum tentu dapat mengungguli lawannya.
Cemas dan mendongkol membuatnya makin naik darah,
segera bentaknya dengan penuh kegusaran:
"Bocah keparat, tidak ku sangka kalau kau bisa melewati
delapan puluh gebrakan dengan lancar, mari, mari, mari! Lohu
akan melanggar kebiasaan dengan menganggap delapan
puluh jurus sebagai sembilan puluh lima jurus, segenap
kepandaian silat yang lohu miliki akan dipergunakan dalam
lima jurus yans terakhir ini aku akan membuat hatimu takluk
seratus persen!”
“ Haaahh...haaah... haahh... tinggal lima jurus saja...?”
seru Suma Thian yu sambil tertawa terbahak-bahak,
"bukankah hal ini akan menguntungkan diriku?"
"Menguntungkan memang cuma kau akan segera
membuktikan sendiri, betulkah kau merasa beruntung atau
tidak?”
Kembali Suma Thian yu tertawa ringan.
“ Baiklah, daripada membangkang, lebih baik aku akan
menurut saja, lima jurus serangan dahsyatmu akan kusambut
semuanya!”
Makhlus tua tersebut tidak berbicara lagi, telapak tangan
kirinya segera diayunkan kemuka, segulung angin pukulan
berhawa lembut segera meluncur kedepan.
Suma Thian yu pun segera melontarkan pula sebuah
pukulan dengan ilmu pukulan Sian po hwee hong ciang yang
maha dahsyat itu.
Siapa tahu, disaat kedua gulung angin pukulan itu saling
membentur satu sama lainnya, tiba-tiba terdengar makhluk
tua itu tertawa terbahak bahak sambil menjengek:
"Pukulan yang inilah baru merupakan seranganku yang
sesungguhnya."
Seusai berkata, telapak tangan kanannya membentuk
gerakan satu lingkaran ditengah udara, lalu ditolak kedepan.
Segulung hawa pukulan yang dingin merasuk tulang
langsung saja mengurung seluruh badan Suma thian yu.
Menghadapi ancaman bahaya yang berada didepan mata,
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, dalam bahaya dia
mencari selamat lantaran telapak tangan kanannya sudah
keburu di dorong kedepan dan tak leluasa untuk menarik
kembali, terpaksa dia menggunakan telapak tangan kanannya
untuk menahan serangan, sementara telapak tangan kirinya
dengan menghimpun tenaga sebesar delapan bagian sudah
melancarkan bacokan secepat kilat.
Dengan begitu, kedua orang tersebut jadi saling
melontarkan serangan dengan mempergunakan sepasang
telapak tangan, empat telapak tangan yang saling menempel
membuat empat gulung aliran listrik yang saling membentur
pada jarak tiga langkah.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa sudah dipenuhi oleh
desingan angin tajam, mereka berdua saling mengerahkan
tenaga dalam untuk melakukan perlawanan.
Pertarungan adu kekerasan seperti ini hanya akan
berlangsung jika orang yang terlibat dalam pertrungan adalah
jago-jago berilmu tinggi, sebab pertarungan seperti ini
selamanya mempertaruhkan jiwa raga mereka sendiri.
Tapi hanya dengan jalan ini pula orang baru bisa
mengetahui sempurna atau tidaknya tenaga dalam seseorang,
disamping itu bisa pula membuat isi perut musuh hancur
berantakan termakan serangan maut itu hingga akhirnya
tewas.
Namun pertarungan semacam inipun merupakan
pertarungan yang sangat menghamburkan tenaga, orang luar
tak pernah akan berhasil mencegah berlangsungnya
pertarungan tersebut kecuali secara kebetulan datang seorang
jago lihay yang berilmu jauh lebih tinggi dari mereka berdua,
kalau tidak, mereka berdua baru dapat dilerai apabila salah
satu diantara mereka sudah tewas.
Bi hong siancu yang sebenarnya sudah merasa makin kuatir
lagi, memandang dua orang yang saling berhadapan dengan
mata terpejam dan peluh membasahi tubuh mereka itu, dia
tahu kalau pertarungan sudah meningkat dari posisi yang
sangat gawat.
Dalam keadaan demikian, apabila salah satu pihak
berpikiran bercabang sehingga serangan hawa murninya
mengendor, sudah pasti tenaga dalam musuh akan segera
menyusul masuk ke dalam isi perutnya dan berakibat
kematian baginya.
Bi hong siancu benar-benar merasakan hatinya berdebar
keras, dengan perasaaa kuatir teriaknya tiba-tiba:
“ Hei, bila pertarungan semacam ini dilangsungkan lebih
jauh, akhirnya sudah pasti ada salah satu pihak yang akan
tewas, ayo cepat hentikan serangan kalian, jangan bertarung
lagi.....”
Tapi ketika dilihatnya kedua belah pihak tetap berdiam diri,
seakan-akan tidak mengubris perkataannya, bahkan dari
ubun-ubun mereka memanancar keluar kabut berwarna putih,
hatinya semakin gelisah lagi.
Dengan cepat satu ingatan melintas dalam benaknya, segra
teriaknya keras-keras:
"Hei, makhluk tua, Kau suruh aku menghitung dengan cara
bagaimana? Bukankah lima jurua terakhir sudah lewat?"
Sekalipun dia sudah berteriak sekeras-kerasnya, atau
mungkin sampai putus lidahnya sekalipun, hal tersebut tak
akan mempengaruhi keadaan dalam arena.
Sebab pertarungan yang sekarang sedang meningkat pada
keadaan paling gawat dan setiap saat bisa mengakibatkan
kematian yang fatal bagi mereka yang lengah.
Waktu itu, paras muka Sama Thian yu dari hijau membesi
telah berubah menjadi pucat pias, butiran keringat sebesar
kacang kedelai telah membasahi jidatnya dan mengucur
kebawah.
Sedangkan keadaan dari si makhluk tua itu pun tak jauh
berbeda, seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat,
bibirnya terkatup kencang-kencang dsan wajahnya
menunjukan penderitaan.
Apabila keadaan seperti berlangsung lebih lanjut maka
kedua belah pihak akan sama-sama terluka dsn bahkan bisa
jadi akan berakibat kematian untuk mereka berdua.
Bi hong siancu Wan Pek lan nampak gelisah sekali bagaikan
semut dalam kuali panas, tapi apa pula yang bisa dilakukan
olehnya dalam keadaan seperti ini?
Jangankan dia tidak berkemampuan untuk memisahkan
kedua orang ini, bahkan bila ia bertindak secara gegabah pun
bisa jadi akan menimbulkan bencana kematian bagi dirinya.
Pepatah kuno mengatakan: Bila ada dua harimau yang
bertarung, salah satu diantaranyaa akan terluka.
Di dalam dunia persilatan, tak mungkin akan terdapat dua
orang manusia yang mempunya ilmu silat seimbang, terutama
sekali dalam tenaga dalam, tak mungkin hasil yang dicapai
orang yang satu akan sama dengan orang yang lain.
Jilid 18
Tahun ini, makhluk tua tersebut sudah berusia tujuh puluh
tahun lebih, kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki
sekarang pun paling tidak masih diatas enam puluh tahun
hasil latihan.
Sebaliknya, meski usia Suma Thian yu baru tujuh delapan
belas tahunan, tapi berhubung sejak kecil sudah memperoleh
guru pan dai dan sejak kecil pula melatih ilmu Kui goan sim
hoat, kemudian minum obat Ku ciang sin yok, maka dasar
tenaga dalam yang dimiliki nya boleh dibilang kuat sekali.
Ketika berada dalam gua dan salah makan daun Jin sian
kiam lan, tenaga dalamnya
telah bertambah dengan pesat, sehingga mencapai enam
puluh tahun hasil latihan lebih, sebab itulah meski beradu
tenaga-tenaga dalam dengan si makhluk tua sekarang,
kekuatan mereka tetap berimbang satu sama lainnya.
Walaupun demikian, akhirnya toh akan muncul juga saat
untuk menentukan siapa yang lebih tangguh dan siapa yang
lebih lemah, disaat itulah yang tangguh bakal muncul sebagai
pemenangnya, sedangkan yang lemah akan menemui ajalnya.
Mendadak.....
Dari atas bukit Kun san berkumandang suara seruling yang
mengalun tiba mengikati hembusan angin, suara yang
mengalun menembusi lembah bergema pula ke dalam telinga
kedua orang tersebut.
Ternyata aneh sekali, kedua orang itu segera merasakan
semangatnya menjadi segar kem bali dan kekuatannya seperti
beratus kali lipat lebih besar keadaan semula.
Pelan-pelan makhluk tua itu membuka sepasang matanya,
dari balik sorot matanya itu terpancar keluar perasaan bingung
dan tidak habis mengerti.
Tak selang berapa saat kemudian, dari arah punggung
bukit sana muncul setitik bayangan hitam yang secapat
sambaran petir meluncur masuk kedalam lembah Si jin kok.
Suara seruling yang mengalun diudara pun menyusul
bayangan hitam yang meluncur tiba itu bergema makin keras.
Bi hong siancu Wan Pek lan segera mengangkat kepalanya
sambil memandang ke depan, tampak olehnya setitik cahaya
hitam secepat kilat meluncur kedalam lembah.
Tak sempat lagi bagi Bi hong siancu untuk menegur, tahu-
tahu dihadapan mukanya telah berdiri seorang kakek
berdandan seorang tosu, bersamaan dengan munculnya tosu
tua itu pun suara seruling tadi menjadi sirap dan hilang.
Tampak tosu tua itu memperhatikan sekejap kearah Bi
hong siancu, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak
serunya:
"Haaaah...haaaa...haaaa... kalian berdua harus segera
menghentikan permainan yang tak bermanfaat ini!"
Sembari berkata, seruling bambu ditangannya segera
ditutul pelan ketengah-tengah orang yang sedang bertempur
itu.
"Criiitt...!" dari mulut seruling menyembur kelur segulung
hawa pukulan berwarna putih dan menyambar ketubuh dua
orang yang sedang bertarung tadi.
Kedua orang itu segera merasakan udara di sekeliling
tubuhnya membuyar dan tubuh mere ka yang sempoyongan
pun segera melompat mundur kebelakang.
Menanti si makhluk tua itu dapat berdiri tegak, sorot
matanya segera dialihkan kewajah tosu tua yang baru muncul
itu dan menatapnya lekat-lekat, sampai lama sekali dia tak
mengucapkan sepatah kata pun.
Sedangkan Suma Thian yu segera menjura sembari
berseru:
"Cianpwe, kedatanganmu tepat sekali, untung saja
selembar jiwa boanpwe masih bisa diselamatkan!"
Ternyata orang yang barusan munculkan diri itu adalah
Heng si Cinjin, gurunya dua bersaudara Thia yang mempunyai
janji dengan anak muda tersebut.
Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah...baru berapa hari tidak bersua, tenaga
sinkang yang dimiliki Suma siauhiap sudah memperoleh
kemajuan yang amat pesat, sungguh mengagumkan, sungguh
menggembirakan, mungkin kau telah memperoleh suatu
penemuan aneh bukan?"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, cepat-cepat dia mengangguk.
"Aaah, cianpwee terlalu memuji, boanpwee hanya berilmu
cetek"
Setelah berbasa-basi sebentar, Heng si Cinjin pun
mengalihkan kembali sorot matannya ke wajah manusia aneh
tersebut, dengan gusar dia menegur:
"Rupanya kaulah yang berbuat ulah disini, baik-baik
menjadi ciangbunjin partai Mao san buat apa kau lari
ketempat seperti ini untuk memakan daging menusia?
Sebenarnya apa mak sud dan tujuanmu yang sebenarnya?"
Begitu berjumpa dengan Heng si Cinjin, mahkluk tua itupun
nampak terperanjat, tapi segera jawabnya dengan marah:
"Urusan ini merupakan persoalan pribadi lohu sendiri, orang
lain tak usah mencampurinya" Heng si Cinjin segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haah...haaah...haaah...Hu hok, setiap umat persilatan
yang menyinggung soal bukit Kun san di telaga Tong tin,
mereka akan segera teringat pula dengan nama Pinto,
sekarang kau makan daging manusia disini, bila orang lain
mengetahui akan persoalan ini, mereka masih mengira
pintolah yang membuat ulah dengan mencelakai sesama umat
manusia"
Ternyata makhluk tua itu merupakan ciangbunjin angkatan
ke sembilan belas dari partai Mao san yang bernama Hu Huk
cu, tapi baru setahun menjabat sebagai ketua, dia telah
menyerahkan jabatan sebagai ketua tersebut kepada sutenya
Hu Yan cu, sementara dia sendiri mengembara didalam dunia
persilatan.
Banyak orang mengira Hu Hok cu sudah bosan dengan
kehidupan keduniawian dan mengggundurkan diri hidup
menyendiri, padahal yang benar Hu Hok cu memrunyai
maksud tujuan yang lain, secara rahasia sekali dia memasuki
bukit Kun san dan menyembunyikan diri disitu untuk berlatih
ilmu silat.
berhubung didalam kitab pusaka yang diperolehnya untuk
melatih semacam ilmu sesat dibutuhkan kekuatan dari sari
manusia, maka untuk meyakinkan ilmu tersebut orang yang
bersangkutan harus memakan daging manusia setiap harinya.
Hu Hok cu yang memperoleh kitab pusaka mana menjadi
kegirangan setengah mati, dia segera meninggalkan
kedudukannya sebagai Ciangbujin dan menyembunyikan diri
disitu, bukan saja suasana diseputar sana dibikin
menyeramkan, dia pun mendirikan batu peringatan dan
menjadikan daerah tersebut sebagai daerah terlarang.
Apabila malam hari sudah tiba, dia pun akan muncul dari
daerah terlarangnya untuk memancing saudagar atau orang
orang persilatan
guna memasuki lembah Si jin kok, disanalah korbannya
dibunuh dan daging mereka disantap. Selama tiga puluh tahun
ini, entah berapa banyak sudah manusia yang menemui
aja1nya disini, namun ilmu silat yang dimiliki pun tidak
memperoleh kemajuan yang pesat sekali. Siapa sangka,
malam ini dia telah bertemu dengan lawan tandingnya, bukan
saja dipecundangi, bahkan nyaris nyawanya akan turut
melayang.
Sementara itu, Ha Hak cu merasa gusar sekali setelah
mendengar umpatan dari Heng si Cinjin tersebut, sambil
tertawa seram segera teriaknya keras-keras:
"Tosu, selama tiga puluh tahun ini, mengapa kau tak
pernah melangkah masuk kedalam lembahku ini?"
Heng si Cinjin tertawa bergelak.
"Haaaaa...haaaaa...haaaa, selama ini pinto mengira apa
yang tersiar dalam dunia persilatan sebagai berita bohong
yang ada maksud untuk merusak nama pinto beberapa tahun
yang berselang itu, pinto pun pernah melakukan pemeriksaan
disini, namun tidak berhasil menemukan gua ini"
Sambil tertawa, Hu Hok ca menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya kemudian:
"Malam ini mengapa pula bisa muncul disini?"
"Ditengah kegelapan malam aku sering kali mendengar
suara gemuruh dan suara ledakan keras, setiap kali pula pinto
pasti muncul untuk melakukan penyelidikan, akhirnya setelah
melakukan pengintaian berulang kali, kutemukan kehadiranmu
disini, tentu saja aku tak pernah menyangka kalau Si jin ong
(raja pemakan manusia) yang paling ditakuti orang dalam
dunia persilaian bukan lain adalah dirimu"
Tatkala Hu Hok cu mengetahui bahwa orang persilatan
merasa ketakutan karena dia pemakan manusia, bukan saja
berita mana tidak membuat merasa malu atau rendah diri,
sebaliknya dia malah menari-nari dengan girangnya, bahkan
sambil tertawa terbahak-bahak berteriak sekeras-kerasnya:
"Aku telah berhasil! Aku telah berhsil!”
Tentu saja sikap macam orang gila ini membuat Heng si
Cinjin dan Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah
mati, mereka tidak habis mengerti apa sebabnya orang itu jadi
sinting.
Lama kemudian, Hu Hok cu baru menghetikan tariannya
macam orang gila itu dan menunjukkan wajah berseri-seri.
"Toyu!” katanya kemudian, "lohu tidak akan tinggal disini
lagi, sekarang nama lohu sebagai Si jin ong (raja pemakan
manusia) sudah termashuur diseluruh koloog langit,
haahh...haahh...haahh... tidak lama kemudian, lohu akan
menjadi raja dan pemimpin dari seluruh dunia persilatan baik
diutara maupun selatan”
"Ada kalanya, disaat seseorang sedang kecanduan sesuatu,
bisa jadi dia akan lupa makan dan tidur hingga sikap maupun
gerak geriknya menjadi berubah seperti orang gila.
Demikian pula halnya dengan Hu Hok cu yang memusatkan
segenap perhatiannya itu untuk mempelajari Mo Kang,
kesadaran jalan pikiran maupun gerak-geriknya sudah
berbeda sekali dengan manusia biasa.
Orang lain mengumpatnya sebagai Si jin ong sebaliknya dia
malah nampak kegirangan, seakan-akan orang lain sudah
dibikin ketakutan oleh nama besarnya itu, bahkan yang lebih
sinting lagi, dia ingin mengandalkan ilmu silat yang
tercantum dalam kitab pusakanya untuk merajai kolong langit.
Padahal dia seperti lupa kalau Suma Thian yu yang
dihadapinya malam ini belum lagi bisa dkalahkan, bahkan
disana telah muncul seorang jago lihay yang berilmu silat
beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaiannya yakni
Heng si Cinjin.
Dua orang manusia ini saja tak mampu dihadapi, tapi dia
sudah melamun ingin menjadi seorang pemimpin dunia
persilatan, bukankah hal ini kedengarannya lucu dan
menggelikan?
Tatkala Heng si Ciniin mendengar ucapan nya yang
membual itu seketika itu juga dia menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas, dipandangnya Hu hok
cu sekejap dengan sorot mata penuh welas kasih, kemudian
ujarnya:
“ Hu hok, apakah kau tidak merasa jalan pemikiranmu itu
menggelikan? Terlampau lucu dan kenak-kanakan?”
“ Kekanak-kanakan? Hmmm! Siapa yang bilang kalau aku si
bodoh?” Hu hok cu balik bertanya.
Hmmm, ingin meninggalkan lembah Si Jin kok dengan
begitu saja? Apakah kau tidak merasa kalu tindakanmu ini
kelewat awal? bentak Heng si cianjin lagi.
Hu hok cu segera melotot gusar, dengan penuh rasa
penasaran bentaknya juga:
“ Kau berani memandang hina lohu?”
“ Betul!”
Jawaban dari Heng si cinjin ini diutarakan dengan suara
tegas dan keras.
“ Bagus sekali, rupanya kau sudah pernah mencicipi empedu
macam hati singa sehingga berani menantang lohu? Mari, mari
lohu akan membuktikan dahulu apakah kau mampu atau
tidak!”
Selesai berkata, dengan jurus Im yang jut tong(Im yang
mulia bergerak) dia langsung membacok tubuh Heng si cinjin.
Menghadapi ancaman tersebut, Heng si Cinjin seakan-akan
tak sudi memandangnya barang sekejap pun, diantara
berkibarnya ujung baju, tahu-tahu dia sudah melayang ke
samping untuk menghindarkan diri, setelah itu jengeknya:
"Huuuh, masih ketinggalan jauh!”
Dicemooh orang, amarah Hu Hok cu semakin memuncak,
sepasang telapak tangannya diayunkan kian kemari bagaikan
orang gila, dia telah mengelirkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk secara beruntun melepaskan empat lima
buah pukulan.
Seperti juga yang pertama tadi, kembali Heng si Cinjin
mempergunakan kelincahan tubuhnya untuk berkelebat kian
kemari ditengah pukulan-pukulan musuhnya, bahkan selama
inipun dia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.
"Ha Hok!" kembali dia mengejek, “makan daging manusia
tidak akau mambuat ilmu silat mu memperoleh kemajuan
pesat, menurut pendapat pinto, tiga puluh tahun berselang
kau sudah begini, tapi keadaanmu sekarang malah justru
bertambah parah!”
Heng si cinjin sengaja berkata demikian karena dia
mempuryai tujuan yang baik, yakni berharap agar Hu hok cu
mau bertobat dari kejahatannya itu, melepaskan jalan sesat
dan kembali kejalan yang benar.
Terutama sekali untuk melepaskan ilmu sesat nya dengan
mempelajari ilmu lurus, dengan demikian mengurangi
bahayanya mati secara mengenaskan.
Benarkah ilmu siht yang dimiliki Hu Hok cu saat ini jauh
lebih payah ketimbang tiga pulah tahun berselang? Tentu saja
tidak, sebaliknya, kepandaian silat yang dia miliki
sebarangsudah mencapai tingkatan yang luar biasa, bahkan
boleh dibilang merupakan salah satu gembong iblis yang patut
disegani oleh setiap orang.
Tapi apa sebabnya kemampuan yang hebat ini seolah-olah
tak mampu berkembang, bahkan tak berhasil meraih
keuntungan apa-apa?
Sesungguhnya kejadian ini tiada sesuatu yang aneh seperti,
yang telah diketahui tadi, tatkala Heng si Cinjm muncul disana
tadi, Hu Hok cu sedang beradu tenaga dalam melawan Suma
Thian yu, akibat dari pertarungan itu, hawa murninya telah
menderita kerugian yang besar sekali, inilah yang menjadi
penyebab uta rna mengapa serangannya seperti tak berfungsi
lagi.
Tapi perkataan dari Heng si Cinjin tersebut ibaratnva
sebilah pisau tajam yang langsung menembusi ulu hati Hu
Hok-cu. membuat hatinya terasa begitu sakit sehingga sukar
dilukiskan dengan kata kata...
Tampak sepasang mata orang itu melotot besar, dengan
menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya untuk melindungi
badan, sepasang telapak tangannya segera dilontarkan ke
muka melepaskan pukulan yang maha dahsyat.
Sekalipun hanya mempergunakan sisa kekuatan yang
dimiliki, kenyataannya serangan mana masih merupakan satu
ancaman yang serius.
Mau tak mau Heng si Cinjin harus merasa terkesiap juga,
dia tahu apabila kesempatan yang sangat baik ini tidak segera
dimanfaatkan untuk melumatkan ambisi dan kesombongan
gembong iblis tersebut, sudah pasti orang ini akan menjadi-
jadi kesombongan dan kesadisannya dikemudian hari.
Buru-buru dia menghimpun hawa murninya secara diam-
diam, sementara wajahnya masih menunjukan sikap yang
halus dan lembut, dengan sebuah kebasan yang mengerahkan
tenaga sebesar tujuh bagian, ia sambut datangnya ancaman
lawan....
Seketika itu juga ke dua gulung tenaga pukulan tersebut
saling membentur satu sama lainnya ditengah udara.
Mendadak....
“ Blaaammm...! Suatu benturan keras yang mamt
memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian”
Menyusul kemudian, dari tengah arena bergema suara
jeritan ngeri yang amat menggidikan hati...
“ Akhhhh....!”
Sesosok bayangan manusia bagaikan kayang-layang yang
putus talinya segera terlempar ke tengah udara.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut segera
berpekik nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara dan
langsung menyambar ke arah mana bayangan hitam itu jatuh.
Baru saja anak muda itu melayang turun ke atas tanah,
bayangan hitam tadi sudah meluncur jatuh dari atas dengan
kecepatan yang luar biasa...
Suma Thian yu segera mementangkan lengan-nya untuk
memeluk tubuh berbobot seratus kati lebih itu dengan suatu
tangkapan.
Orang itu memang Ha Hok cu, sekarang paras mukanya
nampak pucat pias seperti mayat, keadaannya tak jauh
berbeda dengan sesosok mayat saja...
Pelan pelan Suma Thian yu meletakkan tubuh Hu Hok cu
ke atas tanah dan membiarkaa dia duduk, kemudian ia baru
mengundurkan diri ke hadapan Heng si Cinjin dan berdiri
serius disana.
Setelah berhasil menghajar tubuh Ha Hok cu tadi,
sesungguhnya Heng si Cinjin merasa menyesal, setelah
dijumpai Suma thian yu
menolong jiwa Hu hok cu, tak kuasa lagi sambil mengelus
jenggot ia tertawa.
“ Haaaaa...haaaaa...haaaaa...suatu perbuatan yang tepat
sekali, suatu perbuatan yang tepat sekali. Hal ini menuajukkan
kalau jiwamu mulia dan arif bijaksana, masih muda sudah
menyayangi sesamanya, betul-betul suatu penampilan yang
mengagumkan."
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak dari arah dalam lembah itu berkumandang suara
isak tangis yang memilukan hati.
Dengan cepat Heng si Cinjin berpaling, ternyata yang
menangis adalah Hu Hok cu.
Kontan saja kejadian ini membuat ke tiga orang itu
tertegun-tegun karena keheranan, memang jarang sekali
dijumpai peristiwa yang luar biasa seperti ini, tak heran kalau
ketiga orang itu menjadi tertegun dan melongo.
Siapa tahu tangis Hu Hok cu semakin lama semakin
menjadi-jadi, bahkan akhirnya dia malah menangis sambil
berteriak teriak, air mata dan ingus bercampur aduk membuat
tubuhnya kelihatan bertambah mengenaskan.
Suara isak tangis itu mengalun dan menggema diseluruh
lembah, membuat suasana serasa menggidikkan hati.
Tampaknya Hu Hok cu ingin menggunakan kesempatan
menangis itu untuk melampiaskan keluar semua kesedihan,
kekesalan dan kemu-rungan yang mengganjal dadanya
selama ini.
Heng ci Cinjin menjadi tak tega juga akhirnya, pelan-pelan
dia berjalan kehadapan Hu Hok cu, lalu tegurnya:
“ Toyu, apa yang membuatmu menangis tersedu-sedu?"
“ Enyah kau! Enyah kau dari sini, kau tak usah menggubris
diriku lagi...!"
Seperti anak kecil saja, gerak geriknya nampak lucu dan
menggelikan.
Seorang kakek yang sudah lanjut usia ternyata menangis
tersedu sedu macam anak kecil yang mau menetek saja,
masih untung ke jadian aneh sudah sering kali di jumpai
kawanan jago silat, sehingga tiada yang luar biasa.
Coba kalau peristiwa ini berlangsung ditengah jalan, orang
bisa tertawa geli.
Heng si Cinjin segera bertanya:
“ Hu hok apakah kau merasa perjuangan selama tiga puluh
tahun ini cuma sia sia belaka?"
Di korek luka hatinya, Hu hok cu merasa semakin sedih
hingga air matanya jatuh berderai seperti sungai huang bo
yang jebol tang gulnya, sambil menangis tersedu, umpatnya:
"Kau anjing gila, enyah! Cepat enyah semua dari
hadapanku!"
Selagi berkata kembali dia memeluk tanah sambil menangis
lagi dengan teramat sedih. Bi hong siancu yang menyaksikan
keadaan tersebut segera berbisik kesisi telinga Suma thian yu:
"Mengapa kau tak memanfaatkan kesempatan ini untuk
memasuii gua dan coba memeriksa dari mana datangnya
beberapa titik cahaya bintang yang terlihat tadi?”
Suma thian yu merasa usul tersebutada benarnya juga,
maka tanpa berpikir panjang lagi dengan mengandalkan
kemampuannya untuk melihat dalam kegelapan, dalam
beberapa lompatan saja ia sudah menerobos ke dalam gua
tersebut.
Tatkala Heng si Cinjin menyaksikan si anak muda itu
menerobos masuk kedalam gua sebenarnya dia berniat untuk
menghalangi ke inginannya itu, sayang terlambat, oleh sebab
itu terpaksa dia hanya berdiri dihadapan Ha Hok cu sambil
bersiap siaga memberi bantuan kepada Suma Thian yu apabila
diperlukan.
Sementara itu Suma Thian yu sudah menerobos kedalam
gua, berhubung waktunya singkat dan kuatir Hu Hok cu yang
sudah keburu menangis dan menyadari kalau dia masuk
kedalam gua, maka ia bertindak dengan kecepatan luar biasa.
Pertama, dia tak ingin terjadinya kesulitan yang tak
diinginkan, kedua, diapun kuatir membangkitkan kemarahan
makhluk tua sehingga melakukan perbuatan jahat yang lebih
banyak.
Dalam Perkiraan SUma Thian yu, benda ini sudah pasti
mutiara Ya beng cu atau sebangsanya, maka dengan cepat dia
menuju ke ruang dalam untuk memeriksa lebih seksama.
Tapi begitu mengetahui apa yang terlihat, hampir saja si
anak muda itu tertawa terbahak-bahak.
Siapa bilang kalau cahaya berkilauan itu merupskan Ya
beng cu atau sebangssnya? Ternyata benda itu tak lebih
hanya sebuah botol yang berisikan kunang-kunang dalam
jumlah banyak.
Sambil meaggelengkan kepalanya berulang kali, Suma
Thian yu benar benar dibikin gemas bercampur penasaran.
Kemudian dia pun menemukan setumpuk buku diatas meja
batu itu, namun disana tiada sesuatu apapun yang perlu
diperiksa, tahukalau tiada hasil apapun, dia bersiap-siap untuk
mengundurkan diri dari dalam gua tersebut.
Baru saja akan melompat keluar dari mulut gua, mendadak
dari sisi tubuhnya terasaada desingan angin berhembus lewat.
Begitu merasakan datangnya desingan angin tersebut,
dengan sigap Suma Thian yu melompat tiga langkah
kebelakang, ketika berpaling pemuda itu segera menarik
napas dingin.
Rupanya entah sedari kapan, disisi tubuhnya telah
bertambah dengan seekor srigala raksasa yang tinggi
tubuhnya hampir separuh manusia.....
Sepasang mata serigala raksasa tersebut memancarkan
cahaya aneh, tanpa menimbukan sedikit suarapun menyusup
ke samping tubuhnya siap melakukan terkaman.
Kalau dibicarakankan memang aneh sekali, ternyata srigala
raksasa itu tidak melolong pun tidak mengeluarkan suara apa-
apa, coba kalau tidak merasakan datangnya desiran angin
tadi, siapapun tentu akan mengira srigala tersebut sebagai
sebuah patung srigala saja.
Tampaknya serigala itu sudah memperoleh pendidikan
yang sangat ketat meski melotot gusar kearah Suma Thian yu,
namun sama sekalai tidak melancarkan tubrukan, ia Cuma
berjalan kearah depan gua dan menghadang jalan perginya.
Apabila Suma thian yu ingin keluar dari gua tersebut, maka
dia harus membunuh srigala raksasa itu lebih dulu sebelum
berhasil menyerbu keluar, tapi dengan demikian, sudah pasti
tindakannya itu akan mengejutkan Hu Hok cu yang berada
diluar gua, dan akhirnya tak akan terlukiskan lagi.
Sekarang keadaan dari Suma Thian yu ibaratnya
menunggang dipunggung harimau, tetap duduk sudah, mau
turunpun tak bisa. Apalagi setelah dilihatnya srigala raksasa
yang melotot penuh kebuasan itu tidak melakukan tubrukan,
tidak pula mengundurkan diri, sebaliknya justru berjongkok
didepan gua sambil menjulurkan lidahnya yang panjang dan
berwarna merah itu.
Dilihat dari sikapnya mana, sudah jelas dia sedang
menunggu sampai Suma thian yu beranjak lebih dahulu.
Kejadian semacam ini benar-benar merupakan suatu
peristiwa yang memusingkan kepala, tak bisa disangkal lagi,
apabila dia mela kukan suatu tindakan, sudah pasti srigala
raksasa itu tidak akan melepaskan dia dengan begitu saja, tapi
andaikata harus bertahan lebih jauh, sampai kapan urusan itu
baru selesai...?
Setelah berpikir sekian lama, akhirnya Suma Thian yu
merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan kerak nasi
yang tidak habis termakan dan dilemparkan keluar gua melalui
samping srigala raksasa tersebut.
Dia berharap, srigala raksasa itu akan tertarik oleh kerak
nati tersebut dan keluar dan gua.
Siapa tahu, srigala raksasa itu sama sekali1 tidak
menggubris, behkan memandang sekejap pun tidak, dengan
begitu, Suma Thian yu menjadi gelisah sekali.
Dia mencoba untuk merogoh kedalam sakunya dan
mencari sesuatu benda yang bisa digunakan untuk
menimpuk, akhirnya setelah mencari sekian lama dia berhasil
menemukan sebuah benda yang keras sekali.
Ketika benda itu diambil keluar, ternyata tak lain adalah
lencana miling Siang wi coa Bian pun ci yang diperolehnya
sewaktu bertarung diperahu besar dalam telaga Tong ting ou
belum lama berselang.
Begitu lencana emas dikeluarkan, cahaya keemas-emasan
segera memancar keempat penjuru, menggunakan
kesempatan inilah Suma thian yu mengamati benda tersebut
dengan lebih seksama.
Tampak olehnya diatas lampengan lencana emas itu terukir
seekor naga hijau yang sedang mementangkan sayapnya.
Ditengah-tengah lingkaran yang dikitari lukisan tadi, terukir
dua huruf besar yang berbunyu SUMA.
Menyaksikan hal tersebut Suma thian yu merasakan hatinya
terkesiap, buru-buru dia membalik pada lempengan lencana
yang lain, hatinya semakin terkesiap, paras mukanya berubah
hebat dan segulung hawa panas muncul dari pusarnya dan
menerjang ke atas tenggorokan.
Rupanya permukaan lencana tadi berukir beberapa huruf
yang berbunyi demikian:
Kenang-kenangan untuk Thian yu pada usia satu tahun:
LIONG SIANG HONG WU
Ayahmu: Tiong-ko"
Menyaksikan kesemuanya itu, Suma Thian yu merasakan
darah panas dalam tubuhnya bergolak keras, dia segera
bergumam:
"Bu... bukankah benda ini milikku, aaah! Dia....dia adalah
musuh besarku.....dia .... dia..... dia..."
Bergumam sampat disltu, dia seolah-olah lupa kalau
didepan gua menunggu srigala raksasa yang siap
menerkamnya, mendadak saja dia menerjang keluar dari situ.
Begitu Suma Thian yu menggerakan tubuhnya, srigala
raksasa itu segera mengangkat tubuhnya dan
mempergunakan cakar depannya yang tajam bagaikan pisau
untuk mencengkeram dada Suma Thian yu.
Dalam keadaan begini, Suma Thian yu tidak mau
membuang waktu lagi, sebuah pukulan dahsyat segera
dilontarkan diatas kepala srigala raksasa itu.
Dimana angin pukulannya meluncur, terdengar suara
desingan yang memekikkan telinga menggulung kemuka.
Serta merta srigala raksasa itu miringkan kepalanya untuk
menghindar, kemudian tubuhnya menggelinding kesamping
untuk meloloskan diri....
Memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itulah, tanpa
membuang waktu lagi Suma thian yu segera menerjang keluar
dari gua tersebut.
Begitu melangkah keluar dri gua tersebut, dari arah
belakang kembali terasa munculnya dua gulung angin
serangan yang menekan arah punggungnya, angin serangan
mana menyambar kearah belakang batok kepala serta
tengkuknya.
Dengan cekatan Suma thian yu maju selangkah, kemudian
sambil membalikkan badan melepaskan pukulan, seketika itu
juga terasa segulung angin pukulan yang maha dashyat
menggulung kearah srigalaraksasa tersebut.
Srigala raksasa itu memang hebat, gaya tubuhnya yang
semula berdiri tegak seperti mnausia itu mendadak
menggelinding kesamping, setelah itu sekali lagi melakukan
tubrukan.
Dalam pada itu, Hu hok cu telah berhenti menangis, ketika
ia mengangkat kepalanya menyaksikan serigala
kesayangannya sedang menerkam orang, kemudian dilihatnya
pula Suma thian yu berdiri tak jauh dari gua tersebut, dia
mengira pemuda itu hendak berusaha untuk memasuki gua
itu.
Kontan amarahnya berkobar dan membara didalam
benaknya, dengan penuh amarah bentaknya:
"Siau hek! Jangan biarkan dia kabur!”
"Siau hek" mungkin merupakan nama dari serigala raksasa
tersebut...
Mendengar seruan mana, serigala raksasa, itu melompat ke
udara semakin tajam, serangan demi serangan yang
dilancarkan secara bertubi-tubi pun dilepaskan makin dahsyat,
cakarnya yang tajam seolah olah sudah siap sedia digunakan
untuk mencabik-cabik tubuhnya.
Tahu kalau tindak tanduknya ketahuan banyak orang,
Suma thian yu merasa perlu untuk bertindak lebih jauh, yang
penting sekarang adalah membunuh srigala raksasa tersebut
lebih dahulu.
Maka menghadapi serangan srigala raksasa, kali ini dia tak
berkelit lagi, begitu sepasang cakar srigala tersebut meluncur
tiba, dia segera menyambar salah satu cakarnya tersebut dan
mencengkeramnya erat-erat, tapi pada saat yang bersamaan
cakar yang lain menyambar datang pula.
Si anak pumada itu menjadi amat terperanjat, dia berusaha
untuk menghindarkan diri, tapi berhubing tangannya yang
sebelah masih menggenggam cakar srigala tersebut, dia tak
sempat untuk menghindarkan diri lagi, tak ampun tangannya
segera bertambah dengan jalur luka yang segera
mengeluarkan darah.
Amarah tak bisa dibendung lagi dalam dada Suma thian yu,
dengan suara penuh kegusaran dia membentak:
“ Pingin mampus rupanya kau!”
Sambil menahan rasa sakit, dia mengangkat tubuh srigala
raksasa itu kemudian dilemparkan kedepan.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, srigala
raksasa itu segera meluncur kedepan menumbuk dinding gua.
Hu Hok cu yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi
terperanjat sekali, jeritnya:
“ Siau Hek!”
Seperti orang kalap saja dia melompat kemana si serigala
raksasa tersebut jatuh, sayang sekali kedatangannya
terlambat setengah langkah, tatkala ia tiba disitu, serigala
raksasa tersebut sudah menumbuk di atas dinding gua dengan
menimbulkan suara keras.
Tidak ampun lagi, pecahlah batok kepala srigala raktasa itu,
isi benaknya berhamburan kemana mana dan mampas
seketika itu.
Melihat serigala kesayangannya mati, Hu Hok cu kembali
naik darah, sepasang matanya merah membara seperti
kobaran api dengan muka memerah dan menyeringai seram,
dia membentak keras.
"Bocah keparat, bayar kembali selembar nyawa dari Siau
Hek untukku....!”
Sembari berseru dia menerjang kehadapan Suma thian yu,
kemudian sepasang telapak tangannya dengan jurus Siang
hong tiau yang (sepasang hong menghadap matahari) dengan
memisah kekiri dan kekanan langsung menghantam kepala
Suma thian yu.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar dan
nekad ini benar-benar disertai dengan kukuatan yang luar
biasa sekali.
Kendatipun Suma thian yu memiliki ilmu silat yang amat
lihay, akan tetapi diua tak berani memandang enteng, buru-
buru sepasang telapak tangannya dirangkap didepan dada dan
dilontarkan kedepan, kali ini dia menyerang dengan sembilan
bagian dari ilmu Bu siang sinkang yang dikombinasikan
dengan Kui goan sim hoat.
Dengan disertai suara deruan angin pukulan yang
memeakkan telinga, angin serangan tersebut segera meluncur
kearah depan.
Mendadak terdengar suara benturan keras yang
mememikkan telinga menggema memecahkan keheningan,
dua gulung angin pukulan itu saling membentur lalu menyebar
keempat penjuru.
Ha hok cu mendengus tertahan dan mundur beberapa
lagkah dengan sempoyongan, setelah itu jatuh tertunduk
diatas tanah dan memuntah kan darah kental, untuk beberapa
saat dia tak mampu untuk bangkit berdiri lagi.
Begitu berhasil merobohkan Hu Hok cu, Suma Thian yu
tidak ambil perduli apakah dia sudah tewas atau belum,
segera ditariknya tangan Bi hong saiancu Wan pek lan sambil
berseru:
"Adik Lan, cepat kita kejar dia!"
"Mengejar siapa?" tanya Bi hong siancu Wan Pek lan
dengan wajah tercengang.
"Sekarang waktunya sudah tak banyak lagi, kita tak boleh
memandangnya lagi, ditengah jalan nanti akan kuceritakan
kesemuanya ini kepadamu....!”
Saking marah dan membaranya api dendam dalam
dadanya, pemuda itu seolah-olah lupa kalau disisinya masih
berdiri seorang Bu lim cianpwe yang merupakan juga tuan
penolongnya, yakni Heng si Ciajin.
Untung saja sikap Bi hong siancu jauh lebih tenang, dia
segera menggandeng tangan Suma Than yu dan memberi
kerliogan mata kepadanya antuk memberitahu kepadanya
bahwa Heng si cinjin masih berada disitu, maka seandainya
mereka hendak pergi pun harus minta ijin dahulu kepadanya.
Sekarang, Suma Thian yu baru mendusin dan sadar
kembali akan kekilafannya, dengan wajah menyesal dia
lantas menjura kepada Heng si injin sembari berkata:
"Locianpwe sekarang boanpwe masih ada suaut urusan
penting yang harus segera di selesaikan dan apabila sikapku
kurang sopan harap kau sudi memaafkan"
Sambil mengelus jenggotnya, Heng si Cinjin tertawa,
katanya kemudian:
Haaaaahhh, bukankah kau mempunyai janji dengan kedua
orang muridku? Mengapa kau buru-buru ingin memohon diri?
Sebenarnya apa yang telah terjadi?
Buru-buru Suma Thian yu membungkukan badannya,
sambil menyahut:
"Sekarang, boanpwe telah mengetahui siapakah musuh
besar pembunuh ayahku, maka aku harus mencarinya dengan
segera, sebab takutnya dia sudah keburu menghilang
sehingga sulit untuk di temukan kembali!”
“Siapakah musuhmu itu?"
"Siang wi coa Bian pun ci! Bajingan cabul!"
Heng si Cinjin segera tertawa lebar.
"Haaa...haa...haa...hiantit tak usah kelewat terburu napsu,
setiap persoalan janganlah dilakukan dengan tergesa-gesa,
besok pun masih ada waktu untuk mencarinya? Mencari dia
pada hari ini, atau mencarinya besok toh sama saja?”
Aku kuatir kalau bajingan cabul itu sudah keburu melarikan
diri!”
Sekali lagi Heng si Cinjin tertawa tawa.
"Haaa...haa...Lohu jamin kalian pasti dapat saling bersua
muka, mari kita pulang dulu!"
Sebenarnya Suma Thian yu masih merasa agak keberatan,
tapi untuk memberi muka kepada cianpwee tersebut diapun
merasa kurang baik uutuk menolak kebaikannya, bisa
dibayangkan betapa kalut dan gelisahnya perasaan pemuda
tersebut sekareng.
Agaknya Heng si Cinjin dapat menduga apa yang sedang
dipikirkan dalam hati kecil pemuda itu, dia tersenyum dan
tidak berbicara lagi.
Pelan-pelan dia berjalan menghampiri Hu Hok cu, kemudian
membungkukkan badab dan memeriksa keadaan lukanya,
setelah itu berguman seorang diri.
"Masih untung keadaannya tidak terlampau parah sehingga
selembar jiwa tuanya masih bisa diselamatkan, kalau dia
sampai mati, terlalu keenakan buat bajingan tua ini"
Berbicara sampai disitu, dia berjalan kembali ke samping
Suma Thian yu dan berkata lebih jauh.
"Biarkan saja dia merasakan penderitaan akibat dari ulah
sendiri, orang ini membunuh orang tanpa berkedip, kejahatan
yang dilakukan olehnya pun sudah kelewat banyak, biarkan
dia merasakan siksaan dan penderitaan tersebut selama sisa
hidupnya didunia ini”
Waktu itu Suma Thian yu hanya memikirkan bagaimana
caranya untuk membalas dendam terhadap Siang wi coa Bian
Pun ci, terhadap mati hidup Ha Hok cu boleh di bilang sama
sekali tak menggubris, maka ketika Heng si Cinjin
menyelesaikan perkataannya, dia pun hanya mengiakan
dengan begitu saja.
Heng si Cinjin tahu kalau pikirannya waktu itu sedang
kalut, maka sambil tersenyum katanya lagi:
"Hiantit, segala sesuatunya sudah diatur oleh Yang kuasa,
bila kau hendak mencarinya, belum tentu orang itu
ditemukan, pepatah kuno pernah bilang: Ada niat menanam
bunga, bunga tak mau tumbuh, tiada maksud menanam
poaon liu, pohon liu menganak rimba. Bila kau bersedia
mengikuti lohu, tanggung besok pagi kau akan berhasil
menemukan dirinya....
Walaupun ucapan tersebut tidak mengartikan sesuatu
secara tegas, namun secara lamat-lamat mengandung suatu
makna yang mendalam, Suma Thian yu tahu kalau Heng si
Cinjin tak mungkin akan sembarargan berbicara tanpa sesuatu
dasar yang kuat, maka tanpa terasa hatinya menjadi jauh
lebih lega.
Mereka bertiga segera berangkat meninggalkan lembah Si
jin kok tersebut, Heng si cinjin berjalan di paling depan
sebagai penunjuk jalan, dengan mengerahkanilmu
meringankan tubuh Heng im lin sui (berjalan di mega air
mengalir), mereka bergerak lebih duluan.
Suma Thian yu serta Bi hong siancu segera mengikuti terus
dibelahkangnya seperti bayangan, jarak mereka hanya selisih
empat langkah dan bersama-sama bergerak kearah bukit Kun
san.
Sambil menghentikan perjalanannya, Heng si cinjin
berpaling seraya berkata:
“ Rupanya arak Cuan telah menantikan kedatangan kita!”
Suma Thian yu menengok kedepan, betul juga, tampak dua
sosok bayangan manusia secepat sambaran kilat sedang
meluncur kearah mereka berada.
Didalam sekejap mata saja kedua sosok bayangan manusia
itu sudah tiba didepan mereka bertiga, ternyata mereka tak
lain adalah Thi Pit suseng (sastrawan pena baja), Thia Cuan
dan adiknya.
Menyaksikan gurunya datang membawa Suma Thian yu,
dia segera bersorak sorai kegirangan:
"Suma Hianti, aku bersusah payah mencari mu kemana-
mana, mengapa baru muncul pada saat ini?"
Kemudian kepada gurunya, Heng si Cinjin kembali tanyanya
dengan hormat:
“ Insu, dari mana kau orang tua bisa tahu kalau mereka
akan berkunjung kemari?"
“ Kebetulan saja, kebetulan saja! Panjang untuk diceritakan,
mari kita kembali dulu ke rumahh gubuk”
Buru-buru Suma Thian yu mengenalkan mereka dengan Bi
hong siancu dan susana pun menjadi ramai.
Sementara itu Toan im siancu dengan penuh seksama,
ditatapnya gaids itu dari atas sampai bawah, makin dilihat
terasa semakin cantik, sehingga akhirnya timbul perasaan
malu terhadap diri sendiri, tak heran kalau Suma thian yu
tidak begitu tertarik kepada dirinya selama ini.
Yaa, perasaan anak gadis memang jauh lebih halus dan
cermat, gampang dipermainkan oleh emosi.
Ketika Toan im siancu menyaksikan Suma thian yu
membawa serta Wan pek lan, hatinya segera menjadi kecut
dan sedih, tapi untung hanya sebentar saja dan kemudian
menjadi tenang lagi.
Tak lama kemudian, sampailah mereka berlima ditengpat
kediaman Heng si cinjin.
Ternyata tempat itu merupakan tiga buah rumah kecil yang
terbuat dari kayu, dibelakang menjulang tebing karang yang
tinggi, sedangkan di depan rumah serbentang sebuah tanah
lapangan yang luasnya sepuluh kaki.
Ketika Suma thian yu tiba ditanah lapangan tersebut, dan
menyaksikan pemandangan alam yang terbentang depan
matanya, dia segera menghela napas sambil memuji:
“ Benar-benar sebuah tempat pertapan yang amat indah
dan tenang, apabila aku pun bisa mengundurkan diri dari
dunia persilatan dan mengasingkan diri disini, tidak sia sia
hidupku selama ini"
Heng si Cinjin mengelus jenggotnya dan tertawa nyaring.
"Menyaksikan terbitnya matahari disini akan menimbulkan
suatu kedamaian dihati, semua pikiran keduniawian serasa
hilang lenyap dengan begitu saja dikala matahari tenggelam
dilangit barat sana, maka diujung langit situ akan muncul
sebuah ikat pinggang langit yang memancarkan sinar
keemasan, semuanya menimbulkan kesan yang mendalam
bagi yang memandangnya, jika malam sudah tiba dan
keheningan malam mencekam seluruh jagad, maka kedamaian
dan ketenangan akan muncul dan menyelimuti kembali hati
kita semua"
"Ya, kehidupan manusia didunia ini memang bagaikan
sebuah impian yang aneh!” kata Suma Thian yu.
Heng si cinjin segera mendongakkan kepalanya
memandang cuaca, lalu katanya lagi:
“ Masih ada seperempat jam sebelum tibanya saat matahari
akan terbit, hiantit, mari kita duduk bersila disini, setelah
berjuang semalaman suntuk, kau harus beristirahat lebih
dahulu!”
Sementara itu Thi pit Suseng Thia Cuan sangat berharap
didalam perjumpaan ini, mereka dapat berbincang-bincang
sampai puas, maka dia merasa kurang setuju dengan usul
gurunya itu.
Heng si cinjin yang berpandangan tajam, sekilas
pandangan saja ia dapat menebak jalan pikirannya, maka
sambil tertawa katanya kemudian:
“ Cuan ji, tahukah kau baru saja siauhiap lolos dari ancaman
bahaya? Sekalipun kau ingin berbincang-bincang dengannya,
toh tidak usah dilakukan pada saat ini juga”
Mendengar perkataan tersebut, Thi pit suseng menjadi
terkejut sekali, segera tanyanya:
“ Kenapa? Apakah Thian yu telah berjumpa dengan si setan
tua tersebut.....?”
"Bukan, yang dia jumpai adalah gembong iblis yang jauh
lebih ganas dan lebih dahsyat daripada si setan tua tersebut"
"Siapakah orang itu Insu?" sela Toan im siancu Thia Yong
dari samping.
Heng si Cinjin tersenyum.
“ Sekarang, lebih baik jangan ditanyakan dahulu" tukasnya.
Toan im siancu yang ketanggor batunya menjadi
terbungkam dan segera duduk bersila untuk mengatur napas.
Begitulah, mereka berlima segera duduk bersila untuk
bersemedi menurut ajaran perguruan masing-masing.
Suma Thian yu segera manfaatkan pula kesempatan
tersebut untuk mengaturnapas, tidak selang berapa saat
kemudian dia sudah berada dalam keadaan lupa akan segala
galanya.
Waktu pun berlalu dengan begitu saja tanpa meninggalkan
bekas.
Akhirnya, dari kejahuan sana terdengar suara ayam
berkokok tanda fajar telah menyingsing.
Matahari pun seakan-akan baru bangun dan tidurnya dan
memancarkan cahaya keemas-emasannya keseluruh jagad.
Diatas puncak bukit Kun san, ditengah sebuah tanah lapang
yang luas duduk bersila lima orang, ketika fajar mulai
menyingsing, mereka pun turut membuka mata masing-
masing.
Hengsi si Cinjin mengangkat kepalanya sambil memandang
cahaya keemas-emasan yang murcul diballk bukit sana,
kemudian ujarnya sembari tertawa.
"Hianit, matahari telah terbit!"
Benar juga, matahari telah terbit dan memancarkan
sinarnya keempat penjuru dunia.
Suma thian yu berjalan kesisi tanah lapang, memandang
keindahan alam yang terbentang dihadapannya, tanpa terasa
ia menarik napas panjang-panjang sambil bergumam:
“ Ooh, betapa indahnya pemandangan alam disini, betapa
agungnya alam semesta ini”
Sementara itu, Bi hong siancu Wan Pek lan telah berjalan
kesisinya dan bersandar diatas lengannya dengan penuh
kemesraan.
Toan im siancu Thia Yong yang menyaksikan kejadian itu
merasakan hatinya menjadi kecut dan sedih sekali, katanya
kemudian:
“ Adik Lan, bagaimana kalau kita bermain main dibelakang
bukit sana!"
Agaknya Toan im siancu bermaksud untuk mengajak Bi
hong siancu pergi, sehingga dengan demikian akan
mengurangi perkembangan hubungan diantara mereka
berdua.
Perempuan, ya, perempuan! Perempuan memang makhluk
yang cantik, tapi gampang cemburu.
Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak mempunyai
sesuatu maksud apapun, mendengar ajakan tersebut, dia
segera menyambuti dengan gembira:
“ Bagus sekali! Engkoh Thian yu, apakah kau akan ikut
bersama kami....?”
Memandang bukit yarg menjulang dikejahuan sana, Suma
thian yu menggeleng.
“ Tidak, adik Lan, aku hendak menikmati keindahan alam
dari disini, kau pergilah sendiri.
Bi hong siancu segera menarik tangan Toan im ciancu dan
berkata sambil tertawa manis.
“ Indahkah pemandangan alam dibelakang bukit sana?”
“ Ditempat itu tumbuh berbagai bunga yang indah dan
harum, disitu pun terdapat kelinci dan kijang, bagaimana
kalau kita menangkap beberapa ekor diantaranya?”
Mendengar kalau ditempat tersebut amat menarik hati,
Wan Pek-lan menjadi girang sekali, tidak menunggu lebih lama
lagi dia segera berjalan lebih dulu.
Thia Yong yang menjumpai kepolosan dan kesucian Wan
Pek-lan, menjadi menyesal sekali, ia merasa jiwa serta
pandangan sendiri ke lewat sempit.
Maka setelah dilihatnya Wan Pek-lan berlalu lebih dulu,
buru-buru dia menyusul dari belakang.
Thi pit suseng Thia Coan yang menyaksikan adiknya Thia
Yong dapat bergaul akrab dengan nona Wan, sudah tentu ikut
merasa gem bira, tentu saja dia tak tahu kalau Thia Yong
justsu menggunakan tipu muslihat untuk mengajak Wan Pek
lan berlalu dari situ.
Sepeninggal mereka berdua, Thi pit suseng Thia Coan baru
berjalan mendekat Suma Thian yu sambil bertanya:
“ Hiante, apa kau menyukainya?”
"Apa, menyukai siapa?” tanya Suma Thian yu sambil
tersentak kaget dari lamunannya.
"Menyukai alam disini?"
“ Oooh, betul, pemandangan disini amatlah indah. Siapakah
yang dapat melupakan keindahan seperti ini?”
"Bila kau tidak merasa tempat ini terlalu jelek, selanjutnya
kita boleh hidup bersama-sama disini?"
"Thia heng, kau terlalu baik, aku pasti akan mengasingkan
diri ditempai yang sangat indah ini”
Sembari berkata dia lantas menggenggam tangan Thia
Cuan erat-erat.
Thi pit Suseng memang sudah tahu kalau anak muda ini
adalah seorang yang amat perasa dan mudah emosi.
Tatkala Thia pit Suseng Thia Cuan menanyakan peristiwa
yang telah menimpanya semalam, tanpa merahasiakan
sesuatu apapun Suma thian yu segera menceritakan
bagaimana dia datang memenuhi janji, bagaimana bertemu
dengan setan muka hijau, salah memasuki lembah Si jin kok
dan bertemu dengan Hu hok cu.
Kemudian sebagai akhir kata, dia bertanya lagi:
“ Suhumu berkata, hari ini kalau bisa berjumpa muka
dengan Siang wi coa, sungguhkah perkataan ini?”
Thi pit suseng segera manggut-manggut, sahutnya:
“ Panjang sekali untuk diceritaka, Hiante, kemarin Thi heng
pun bertemu dengan setan muka hijau dan Siang wi coa
berdua, tanpa mengucapkan sepatah katapun kami segera
bertarung, akhirnya kami berjanji akan berduel lagi hari ini,
itulah sebabnya mereka sudah pasti akan datang kemari untuk
memenuhi janji”
Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segeral
mengepalkan tinjunva kencang-kencang, darah panas serasa
mendidih dalam tubuhnya seolah-olah Siang wi coa Bian pun
ci telah berdiri dihadapan mukanya sembari menyeringai.
Rupanya, ketika kemarin ketika dua bersaudara turun
gunung untuk menyambut kedatangannya Suma Thian yu,
kemudian si anak muda tersebut sedang bertarung diatas
perahu.
Ketika dua bersaudara Thia yang lama menunggu belum
juga melihat kedatangan Suma thian yu, mereka pun segera
berjalan jalan di sekitar telaga sambil menikmati keindahan
alam.
Pada saat itulah sepasang manasia bengis yang sedang
melarikan diri itu kabur pula sampai disana, dalam
perjumpaan yang tak ter duga, mereka segera melangsungkan
pertarungan saru. Siang wi coa yang kehilangan lencana
emasnya, merasa kuatir apabila Suma Thian yu mengetahui
rahasai sebenarnya dan menyerang kesitu, dia tidak berniat
untuk melangsungkan pertarungan tersebut dan berjanji
dengan dua bersaudara Thia untuk melanjutkan pertarungan
pada hari ini.
Menanti dua bersaudara Thia lembali kesana, Suma thian
yu sudah sampai lebih dahulu dan memasuki lemba Si jin kok,
sehingga terjadi pertarungan sengit tersebut.
Untung saja Heng si cinjin segera mengetahui adanya
pertarungan dalam lembah itu dan menyusul kesana, coba
kalau bukan demikian, mungkin Suma thian yu tak pernah
akan pernah tiba disana selamanya.
Begitulah setelah mendengar penuturan tersebut, Suma
Thian yu menjadi paham akan duduknya persoalan, dia segera
mohon maaf berulang kali.
Sementara kedua orang itu masih bercakap-cakap dengan
gembira, dari belakang rumah terdengar suara orang tertawa
cekikikan, tak selang beberapa kemudian Toan im siancu dan
Wan pek lan telah muncul dengan membawa seekor kelinci,
Mendadak.....
Dari bawah bukit sana bergema beberapa kali suara
pekikan yang nyaring.
Mendengar suara pekikan tersebut, Thi pit suseng Thia
Cuan segera berkata:
“ Hiante, untuk sementara waktu kau dan nona Wan
silahkan masuk dulu kedalam ruangan"
"Mengapa?" tanya Suma Thian yu dengan perasaan tidak
habis mengerti.
"Seandainya Siang wi coa menyaksikan kau hadir disini dan
sebelum dia bertarung sudah melarikan diri, bukankah
kesempatan yang sangat baik ini akan terbuang sia-sia? Bila
ingin mengejarnya lagi mungkin akan jauh lebih sukar
daripada ke langit."
Apa yang dikatakan Thia Cuan ini memang betul dan Suma
Thian yu merasa tepat sekali, maka dia lantas mengajak Bi
hong siancu bersembunyi dahulu di dalam rumah.
Heng si Cinjin juga pelan-pelan bangkit berdiri dan berjalan
menuju ke ujung lapangan sana.
Suara pekikan nyaring segera bergema dari mulut bukit
sana....
Bersamaan dengan berkumandangnya suara pekikan
nyaring yang membelah angkasa itu, tampaklah tiga sosok
bayangan manusia bagaikan tiga batang anak panah yang
terlepas dari busurnya menembusi angkasa dari ujung langit
sana dan meluncur ketengah arena dengan gerakan Peng sah
lok eng (burung manyar melayang dipasir).
Mana cepat, enteng, tidak menimbulkan suara lagi,
kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang-
orang itu menunjukan kalau ilmu silat mereka meraka tidak
lemah.
Menyaksikan kehadiran ke tiga orang itu, Hng si Cinjin
segera tertawa nyaring, katanya:
“Haaah...haah...haaah...sepagi ini kalian bertiga telah
mengunjungi bukit kami, bila tidak menyambut kedatangan
kalian dari kejauhan harap sudi dimaafkan, entah ada
petunjuk apakah kalian bertiga datang kemari?”
Ketiga orang itu tak lain adalah Siang wi coa (ular berekor
nyaring) Bian pun ci, Kim bin kui (setan muka hijau) Siang
Tham serta toa suhengnya Hek hong hou (harimau angin
hitam) Lim Kong.
Mendapat teguran tersebut, si Harimau angin hitam Lim
Kong segera tertawa seram, pertama-tama dia yang buka
suara lebih dahulu.
“ Oooh, rupanya cianpwae yang sedang bertapa disini,
wah, tampaknya aku sudah mengusik ketenanganmu! Kalau
begitu, dua orang pemuda tersebut adalah anak muridmu?"
“ Haah...haah...haah..betul, mereka adalah murid-muridku,
bila perbuatan mereka kemarin telah menuugeu kalian, harap
sudi di maafkan" ucap Heng si Cinjin sambil tertawa nyaring.
“ Ahhh, mana, mana, kita hanya salah paham saja"
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa dingin, “kalau toh
mereka adalah murid cianpwee, ini berarti bukan orang luar
lagi, baiklah kami mohon diri saja...
Seusai berkata, dia lantas memberi tanda kepada si Setan
muka hijau dan ular berekor nyaring setelah itu membalikkan
badan dan siap berlalu dari situ.
Mendadak Heng si cinjin tertawa tergelak lagi, katanya:
“ Waaah, rupanya kalian bertiga menganggap asing diriku,
sudah bersusah payah datang kemari, mana kalian harus
pulang dengan tangan hampa? Bagi orang persilatan, menjajal
kepandaian hanya bertujuan untuk mengejar kemajuan,
asalkan pertandingan terbalas saling menutul belaka, apa
salahnya untuk diselenggarakan? Apalagi yang menantang
kalian adalah muridku, tentu saja Pinto tak leluasa untuk turut
campur. Mari, mari, mari... kalian bertiga tak usah pergi lagi,
kalian memang sepantasnya untuk berhubungan lebih akrab,
biar pinto bertindak sebagai saksinya saja”
Sungguh gembira hati si harimau hitam Lim Kong setelah
mendengar janji Heng si Cinjin yang tak akan mencampuri
urusan tersebut, ia memandang sekejap ke arah kedua orang
itu, kemudian sambil membalikkan badan dan tertawa dingin
serunya:
“ Jika cianpwe memang berniat begituh, biarlah kami turut
perintah saja”
“ Cuma, sebelum pertandingan dimulai harus dijanjikan
dulu, andaikata salah satu pihak sampai salah turun tangan
hingga menyebabkan pihak yang lain cedera, bagaimana
jadinya?"
Bajingan ini memang licik, bermaksud tak baik, berhati
busuk dan berbahaya sekali, rupanya dia ingin mencari posisi
yang lebih menguntungkan dalam pembicaraan mana,
sehingga bila Thia bersaudara menderita cedera nanti, diapun
bisa memberikan pertanggungan jawabnya.
Mendengar ucapan mana, diam-diam Heng si cinjin
mendengus, kemudian ia mendongak an kepalanya dan
tertawa panjang:
"Haaaahhhh.... haaaahhh.... haaaahhh bila pertarungan
mulai terjadi, memang tak urung akan menjadikan salah satu
pihak ce rera, bila hal ini terjadi maka hanya bisa disalahkan
kepandaian sendiri yang kurang becus, masa orang lain dapat
disalahkan?”
Walaupun sudah mandengar ucapan tersebut, kecurigaan
yang terpampang diwajah si harimau angin hitam Lim kong
belum juga hilang, tampaknya dia masih curiga kalau
perkataan dari Heng si Cinjin tersebut bukan timbul dari hati
yang jujur.
Thi pit suseng (sastrawan berpana baja) Thia Cuan menjadi
habis sudah kesabarannya, dengan kening berkerut dan mata
melotot karena gusar, serunya dingin:
“ Lim tayhiap, kau begitu menguatirkan tentang masalah
tersebut bahkan berpikir yang teliti, memanga ya kau kuatir
kalau sampai guruku turun tangan mencampuri urusan ini bila
kalian sampai melukai aku orang she Thia?”
Diluarnya si Harimau angin hitam Lim Kong
menggoyangkan tangannya berulang kali menyatakan tidak,
padahal menang begitulah maksud hati yang sesungguhnya.
Sebagai pemuda yang berpengalaman, sudah barang Thi
pit suseng dapat mengetahui akan hal ini, tanpa terasa dia
berseru lagi sambil tertawa dingin:
“ Soal itu mah tak asah ku kuatirkan, ucapan seorang lelaki
sejati lebih berat daripadabukit karang, kami bukan bangsa
manusia yang berbicara mencla-mencle dan suka menjilat
ludah sendiri”
Banyak berbicara yang tak berguna tak ada gunanya" sela
si ular berekor nyaring Bian pun ci dari samping. "Lim toako,
apa sih maksud kedatangan kita kemari? Memangnya hanya
untuk bersilat lidah belaka?"
“ Betul, daripada bersilat lidah lebih baik bersilat tangan"
sanbung Toan im siancu cepat, "dalam santapan siang hari
ini memang paling baik kalau dihidangkan sop tulang ular"
Ucapan mana berarti ganda dan kontan saja mendamprat
si ular berekor nyaring hingga berkaok-kaok kegusarannya.
Dalam amarahnya, dia segera membentak:
"Lonte busuk, toaya akan mencoba kekuatan mu lebih dulu,
lihat serangan.....”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, sebuah
serangan dahsyat segera dilontarkan.
Ditengah udara segera berkumandang deruan angin puyuh
yang menyambar-nyambar, angin yang menderu membuat
pasir dan debu beterbangan diangkasa dan langsung
menyambar tubuh bagian bawah Toan im siancu.
Thia yong segera melejit ke tengah udara lalu meluncur
datar ke depan, serangan telapak tangannya berubah menjadi
serangan jari dan secepat kilat balas menotok tubuh si ular
berekor nyaring.
Di pihak lain, si Sitan muka hijau Siang Tham juga habis
sudah kesabarannya, dia menerobos ke hadapan Thi pit
suseng lalu mem bentak nyaring:
"Mari, kitapun bermain beberapa gebrakan untuk mengisi
waktu senggang, harap Thia tayhiap melancarkan
serangannya”
"Sungguh bangga hatiku bisa mencoba kepandaian silat
Siang tayhiap yang termashur dan cukup menggetarkan dunia
persilan itu, apun tak usah menyimpan kepandaian mu lagi,
silahkan memberi petunjuk dengan segenap kemampuan yang
kau miliki"
Sambil berkata, dia lantas berdiri seenaknya sendiri sambil
membuka seluruh pertahanannya, dia bersiap sedia
menghadapi serangan dahsyat dari musuhnya itu.
Melotot besar sepasang mata si setan muka hijau Siang
Tham, sambil menyeringai seram katanya:
“ Maaf aku orang she Siang!”
Selesai berkata, entah dengan gerakan apakah dia
melancarkan serangan tahu tahu orangnya sudah menerobos
ke hadapan Thia Cuan dan mencengkeram alat kelamin orang.
Dengan jurus Lik pit mong hou (membacok keras harimau
buas) Thi pit suseng mengunci tubuh bagian bawahnya,
mendadak ia menyak sikan tangan kiri si Setan muka hijan
Siang Tham menghantam ke arah dadanya....
Dalam repotnya Thia Cuan melakukan tangkisan ke atas
sambil melepaskan sebuah tendangan mengarah tenggorokan
musuh.
Gerakan tubuhnya amat cepat bagaikan sambaran angin,
serangan yang digunakan juga merupakan ilmu simpanan dari
Heng si Cinjin, kelihayannya bukan alang kepalang.
Siang Tham amat terperanjat, tanpa terasa serunya kaget:
“ Sungguh ilmu gerakan tubuh yang indah!”
Tubuhnya segera berputar seperti roda kereta, dia
menyelinap kebelakang punggung Thia Cuan lalu dengan jurus
Si ting si eng (Si Ting memanah rajawal) dia bacok punggung
anak muda tersebut.
Merasakan datangnya desingan angin tajam dibelakang
punggungnya, Thi pit suseng Thia Cuan tak berani bertindak
ayal, mendadak dia maju selangkah ke depan, lalu dengan
jurus Tah ong kay kiong (raja lalim mementang gendawa)
melepaskan sebuah serangan balasan kearah depan.
Begitu pertarungan berkobar, kedua belah pihak
menggunakan segenap kepandaian silat yang dimilikinya,
dalam waktu singkat angin pukulan bayangan kaki saling
menggulung dengan dahsyatnya, ditengah arena hanya
nampak dua gulung bayangan putih yang sebentar kekiri
sebentar kekanan, sebentar meninggi sebentar merendah,
saling bertarung dengan serunya.
Pertarungan yang berkobar antara Toan im siancu melawan
si ular berekor nyaring Bian pun ci juga berlangsung
seimbang, namun bagaimanapun juga kesempurnaan Toan im
siancu masih jauh dari sasaran, pengalamannya meski luas
toh sulit untuk bertarung lebih lama, lambat laun dia mulai
keteter dan berada dalam posisi yang amat berbahaya.
Heng si Cinjin menjadi sangat kuatir hingga mengucurkan
keringat dingin setelah menyaksikan peristiwa tersebut,
namun dia sudah terlanjur berbicara, sehingga sulit baginya
untuk terjun lagi kedalam arena guna mengatasi kesulitan
mana.
Sebagai seorang angkatan tua dari dunia persilatan, apa
yang telah diucapkan lebih berat dari bukit karang, sekalipun
muridnya bakal tewas dalam pertarungan itupun, dia tidak
bisa berbuat banyak untuk mengatasi keadaan mana.
Memang berat untuk melaksanakan "pegang janji"
semacam itu, sebab kadang kala pengorbanannya lebih parah
daripada nyawa.
Mendadak terdengar Toan im sianeu menjerit kaget,
tubuhnya melompat mundur beberapa langkah dengan
wajah pucat pias, rambutnya kusut dan tubuhnya agak
menggigil.
Tanpa sadar Heng si Cinjin maju beberapa langkah
kedepan, tapi dengan cepat dia berhenti kembali, perasaannya
waktu itu sungguh kesal dan masgul.
Mau mercampuii urusan itu tak bisa, mau turun tangan
membantu lebih tak mungkin, apa mau dikata, kepandaian
silat dari murid kesayangannya masih setengah tingkat
dibawah kemampuan lawannya, hal tersebut membuatnya
jadi amat mengenaskan sekali dan tak tahu bagaimana
caranya untuk mengatasi keadaan tersebut.
Jilid 19
MENDADAK terdengar Si ular berekor nyaring berpekik
nyaring, seluruh tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang
telapak tangannya berubah menjadi serangan cakar, dengan
sepuluh jari tangan yang dipeatangkan lebar-lebar, ibarat
burung elang meaerkam kelinci, dia langsung saja menerjang
ke atas tubuh Toan im siancu.
Nampaknya keadaan Toan im siancu jadi amat kritis dan
keselamatan jiwanya terancam.
Di saat yang sangat gawat itulah, mendadak
berkumandang suara pekikan nyaring dari dalam rumah kayu
itu, disusul kemudian nampak dua sosok bayangan manusia
melesat keluar lewat jendela seperti anak panah yang terlepas
dari busurnya.
Bayangan manusia yang pertama muncul kedepan dengan
kecepatan yang luar biasa, sementara bayangan yang lain
mengikuti dibe lakangnya dengan gerakan yang tak kalah ce
patnya.
Begitu menyaksikan kemunculan orang ter-sebut, Heng si
Cinjin tahbu kalau bintang penolongnya telah muncul, semua
perasaan risau dan masgul yang semula menyelimuti perasa
annya, kini tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tampak bayangan manusia yang muncul di tengah arena
terlebih dahulu tadi sama sekali tidak merubah gerakan
badannya, dia langsung menerobos ke tengah tengah antara
si Uarr berekor nyaring Bian Pun ci dengan Toan im siancu
berdua.
"Blaammm....!" suatu benturan keras berkumandang
memecahkan keheningan.
Angin pukulan yang dilepaskan si Ular ber ekor nyaring
seolah-olah membentur diatas sebuah dindiig yang tebal saja.
angin pukulan-nya segera mental balik dan mendorong
tubuhnya hingga tergetar mundur sejauh beberap langkah
dengan sempoyongan.
Dengan bersusah payah dia harus menjaga keseimbangan
tubuhnya, sebelum pada akhirnya berhasil mengendalikan
tubuhnya secara dipaksakan.
00O00 00O00
MENGGUNAKAN kesempatan yang sangat baik itulah Toan
im siancu segera menjatuh kan diri berguling ke samping
tubuh gurunya, jantung serasa berdebar keras, andaikata
Suma Thian yu tidak muncul pada saatnya untuk me
nyelamatkan selembar jiwanya, mungkin dia sudah tewas
semenjak tadi.
Waktu itu, sebenarnya si ular berekor nyaring Bias Pun ci
masih diliputi perasaan ter kejut barcampur kaget, ketika ia
mendongak kan kepalanya dan mengetahui kalau orang yang
menyelamatkan Thia Yong barusan tak lain adalah musuh
bebuyutannya, dia menjadi amat terkesiap, diam-diam dia
mengeluh.
Suma Thian yu dengan sorot mata yang tajam bagaikan
sembilu memandang sekejap ke arah si Ular berekor nyaring,
kemudian sapanya:
"Bian tayhiap, kalau bukan jodoh tak akan bertemu, kau
kaget? Tidak menyangka kalau aku yang datang bukan?"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.
"Heeehh... heeeh... aku mengira siapakah yang bernyali
harimau sehingga berani mengginggu pekerjaan toaya.
rupanya kau si bocah keparat. Kebetulan sekali kita saling
bersua kembali, aku memang sedang risau karena tak bisa
menemukan jejakmu didunia ini, tak nyana kalau kau malah
menghantar diri sendiri kehadapanku...."
Dipihak lain, ketika si Harimau angin hitam Lim Kong
menyaksikan kemunculan Suma Thian yu disitu, serta merta
dia meninggalkan lawannya Thi pit suseng dan bergeser ke
arah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan pun segera turut munculkan
diri pula disisi arena.
Dari dalam sakunya Suma Thian yu mengeluarkan lencana
emas tersebut, kemudian tanyanya dengan gusar:
"Bian tayhiap, darimana kau dapatkan lencana emas
tersebut?"
Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah
hebat begitu menyaksikan lencana emas tersebut, tapi sesat
kemudian telah menjidi tenang kembali, dia tertawa dingin lalu
serunya dengan nada yang menyeramkan:
"Heehhh.....heeehh.... heeeehh....benda itu merupakan
benda milik toanya, kau tak usah mengurus darimana
kuperoleh benda terebut...."
Betul-betul orang iblis yang berakal licik Bian Pun ci masih
pandai berlagak pilon lagi.
Melotot gusar sepasang mata Suma Thian yu setelah
mendengar ucapan itu, dengan wajah memerah bentaknya
lagi:
"Memangnya benda itu milikmu pribadi?"
"Soal itu tak usah kau tanyakan, sebab kau tidak berhak
untuk menyelidiki aku"
Suma Thian yu segera membalikkan telapak tangannya
memperlihatkan tulisan yang terukir diatas lencana emas
mana, kembali dia berseru dengan lantang:
"Bajingan keparat! Kau anggap anak muda gampang diiipu?
Terus terang kuberitahukan kepadamu, benda ini milik sauya,
ditinjau dari munculnya benda tersebut ditanganmu, ber arti
kaulah yang membunuh orang tua ku, kau lah yang telah
membakar rumahku, ayo mengaku!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pun ci tertawa seram.
"Heeehh...heeehh...kalau memang toaya yang melakukan,
mau apa kau? Memangnya kau sanggup melalap diriku bulat-
bulat?"
Hawa amarah Suma Thian yu sudah tidak terbendung lagi,
sambil tertawa panjang dia menubruk kemuka dengan jurus
Oh hou pu yo (harimau lapar menerkam domba), dia langsung
mencengkeram wajah si Ular berekor nyaring Bian Pun ci.
Serangan yang dilancarkan oleh Suma Thian yu dalam
keadaan gusar ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa dan
jurus serangan yang amat dahsyat sekali, menanti Bian Pun ci
menyadari akan bahaya, cakar maut tersebut sudah muncul
dihadapannya.
Dengan gugup Biaan Pun ci menyingkir kesamping,
sekalipun berhasil meloloskan diri dari cengkeraman itu toh
dadanya yang kena tersambar, lamat-lamat tera sa sakit.
Gagal dengan serangannya yang pertama, tentu saja Suma
Thian yu tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja,
dia maju ke de pan, serangan cakarnya berubah menJadi
pukulan telapak tangan dan langsung membacok tubuh
musuh.
Ketika berlangsungnya pertarungan sengit diatas perahu
besar ditengah telaga Tong ting ou kemarin, dia telah
menderita kerugian yang cukup parah.
Orang kuno bilang: Sekali terpagut ular, selama hidup ngeri
dengan tali.
Begitu pula keadaannya dengan si ular berekor nysring Bian
Pun ci sekarang, baru saja Suma Thian yu melepaskan
pukulannya, Bian Pun ci sudah melompat mundur dengan
terbirit birit karena ketakutan.
Keadaan mana tak ubahnya seperti semacam permainan
dia selalu berusaha keras untuk menghindari bentrokan
langsung dengan anak muda tersebut. Dengan begitu, Suma
Thian yu malah berhasil menduduki posisi diatas angin dan
berada dipihak yang memotori serangan.
Pertarungan antara jago lihay, paling pantang kalau
keadaan dikuasai lawan, apalagi Suma Thian yu memiliki
kepandaian silat yang luar biasa.
Begitu berhasil merebut posisi yang menggun tungkan, dia
segera mengembangkan ilmu Tay kim to liong ciang yang
amat lihay itu serta melepaskan serangkaian serangan
berantai yang meluncur bagaikan gulungan ombak di sungai
Tiangkang.
Dalam waktu singkat angin pukulan menderu deru,
bayangan tangan berlapis-lapis, seperti gulungan awan hitam
yang menyelimuti seluruh angkasa, si ular berekor nyaring
Bian Pun ci segera terjerumus dalam kepungan musuh.
Si Harimau angin hitam Lim Kong yang menonton jalannya
pertarungan dari sisi arena, dengan cepat menyadari betapa
berbahayanya keadaan rekannya itu diam diam dia
menghimpun hawa murninya, lalu sambil berpekik nyaring dia
menerjang masuk ke arena pertarungan.
Begitu orangnya tiba, sepasang lengannya memainkan dua
kuntum bayangan kepalan yang menerobos diantara tubuh
kedua orang itu, bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Waktu itu, si ular berekor nyaring Bian Punci yang
terjerumus dalam kepungan sedang gelisah dan berusaha
untuk melepaskan diri dari kepungan lawan, maka begitu
menyaksikan si Harimau angin hitam Lim Kong menyerbu ke
tengah arena, dia segera manfaat-kan kesempatan tersebut
untuk meloloskan diri dari kepungan lawan yang dahsyat.
Suma Thian yu naik darah apalagi setelah menyaksikan
Harimau angin hitam Lim Kong mencampuri pertarungan
mereka, serta merta semua amarahnya dilimpahkan ke atas
tubuh orang ini.
Dengan mempergunakan ilmu Heng toan wu san (awan
memotong bukit Wu) dia bacok tubuh Lim Kong keras-keras:
"Pingin mampus!" bentak si harimau angin hitam Lim Kong
dengan penuh amarah.
Sepasang lengannya yang menerobos ke depan dipisahkan
ditengan jalan, lalu dengan jurus Yu ma hun tiong (kuda liar
membelah hulu) dia tahan serangan musuh dengan
kekerasan, kemudian sambil mendesak kehadapan Suma
Thian yu serunya:
"Sebelum urusan menjadi jelas, lebih baik jangan
menyerang secara mem babi buta, sebenarnya apa
maksudmu?" Mendengar perkataan tersebut Suma Thian ya
tidak melancarkan serangan lagi, dia berdiri tegak disana dan
menyahut dengan suara sedingin salju.
"Bukti sudah berada disini, masa kalian hendak mungkir?
Orang she Lim apabila kau hedak mencampuri urusan ini,
sauya akan sekalian memperhitungkan dirimu, sekalian boleh
maju bersama-sama untuk menghadapi ku"
Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah manusia cerdik
yang amat 1icik, sudah beberapa kali dia mencoba kepandaian
silat dari Su ma Thian yu, dan dia cukup menyadari bahwa
pertarungan satu lawan satu tak mungkin bisa mereka
ungguli.
Sebaliknya bila mereka harus maju bertiga, kecuali pihak
lawan masih terdapat dua bersaudara Thia, disitu pun berdiri
seorang tokoh dunia persilatan yang lihay, berbicara soal
jumlah orang maupun kekuatan nyata, mereka masih bukan
tandingan orang.
Maka dia pun lantas mengambil keputusan untuk angkat
kaki dan kabur saja dari situ.
Pepatah bilang: Selama gunung masih hijau, tak usah
kuatir kehabisan kayu bakar.
Bagi seorang lelaki sejati, asal masih bisa bernapas setiap
saat masih ada kesempatan untuk membalas dendam.
Begitulah, setelah mengambil pertimbangan dalam hatinya,
maka dengan wajah yang aneh dan tertawa licik, Lim Kong si
harimau angin angin hitam itu segera berkata:
"Siauhiap, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri,
maksudku apakah kau tidak salah mencari sasaran?"
"Heeh... heeh... heeh... omong kosong! Bukti yang nyata
sudah berada di depan mata, masa dapat salah lagi? Orang
she Lim, kau tak usah menggunakan siasat untuk kabur, sau
ya mu bukan seorang bocah berusia tiga tahun yang gampang
ditipu dengan semaunya sendiri, mengerti?"
Paras muka si Harimau anngin hitam Lim Kong tampak
amat tenang, katanya segera sambil tertawa seram:
"Siauhiap, cara kerjamu terlalu kaku, kalau menuduh orang
pun sekehendak hatinya sendi ri, kau anggap dia yang telah
membantai keluarga Suma...?"
"Bukti sudah berada didepan mata, tak usah kau banyak
ngebacot lagi...tukas suma Thian yu.
"Seandainya masih ada orang lain?" jengek Si harimau
angin hitam Lim Kong sambil tertawa dingin.
"Jelas hal ini tidak mungkin!"
"Seandainya aku dapat menyebutkan nama orang itu? Apa
yang hendak kau lakukan?" harimau angin hitam Lim Kong
mendesak terus lebih jauh.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya dan
tertawa terbahak bahak.
"Haah...haaah... haah... kau adalah orang diluar garis,
bagaimana mungkin bisa mengetahui akan hal ini? Seandainya
masih ada orang lain, mengapa orang she Bian itu jadi
gelagapan dan tak mampu menjawab?"
Si Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram pula.
"Siauhiap hanya pintar sesaat, bodoh dilain waktu,
seandainya Bian Pun ci bersedia menjawab, apakah kau akan
mempercayainya?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
berpikir di dalam hatinya:
"Perkataan ini memang masuk diakal juga, coba lihat dulu
apa yang dia katakan sebelum mengambil keputusan lebih
jauh.."
Sementara dia masih termenung, si harimau angin hitam
Lim Kong telah berkata lebih jauh:
Orang yang melakukan pembantaian terhakan orang tuamu
dan membakar perkampungan Suma keh ceng tempo hari
adalah Sip hiat jin mu (manusia iblis penghisap darah) Pi
Ciang hay, waktu itu Bian Pun ci sedang terjebak dalam
keadaan bahaya, Sip hiat jin mo lah yang telah menolong
selembar jiwanya"
Berdebar keras jantung Suma Thian yu setelah mendengar
perkataan itu, paras mukanya segera berubah hebat, cepat
bantahnya:
"Mengapa lencana emas tersebut bisa terjatuh ketangan
orang she Bian tersebut?"
Toaya yang kena ditawan merasa peristiwa tersebut
sebagai suatu aib besar" sambung si Ular berekor nyaring Bian
Pun ci dengan cepat, "lencana emas itu ku minta dari Sip hiat
jit mo sebagai kenang- kenangan"
Mendengar ucapan mana, sekali lagi Suma thian yu tertawa
terkekeh kekeh.
"Heeh... heehh... heehh... orang she Bian, perkataanmu
yang pertama sangat bertentangan dengan ucapanmu yang
terakhir, kau mengatakan bahwa tertawanmu merupakan aib,
kalau toh dendammu berhasil di balas, mengapa pula harus
meninggalkan lencana emas tersebut sebagai kenangan?
Apakah tindakan seperti ini tidak melanggar suatu
kebijaktanaan?"
Berbicara sampai di situ, sepasang matanya segera melotot
besar, mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil
menahan rasa geram sepera benraknya keras-keras:
Bajingan keparat, menurut pengakuanmu Sip hiat jin mo
adalah dalangnya, sauya pasti akan menyelidiki persoalan ini
sampai tuntas untuk membuktikan kebenaran dari pengakuan
mu hari ini, tapi... meski hukuman mati bisa dihindari, jangan
harap kau bisa lolos dari hukuman hidup!"
Si Ular berekor nyaring Bian Pan ci segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram.
"Heeh... heeh... heeehh... bocah keparat, kau anggasp
toaya benar-benar jeri kepadamu?? Aku orang she Bian adalah
seorang lelaki jantan, kalau memang ada kepandaian, ayolah
dikeluarkan semua!"
Suma Thian yu tidak banyak berbicara lagi dia segera
membalikkan tangannya mencabut pedang yang tersoren di
punggung.
"Criiing...!" diiringi suara dentingan nya ring, tahu-tahu
dalam genggamannya telah ber tambah dengan sebilah
pedang sepanjang tiga depa, itulah pedang mestika Kit hong
sin kiam.
Paras muka si ular berekor nyaring Bian Pun ci berubah
amat serius setelah menyaksikan pedang Kit hong sin kiam
tersebut, dengan perasaan bergetar keras pikirnya:
"Rupanya kau adalah ahli waris dari orang she Wan, tak
heran kalau dia begitu sombong dan takabur, hmmm!
Memangnya orang she Wan tersebut bisa menggertak aku?"
Sementara dia menggerutu dihati, mendadak terdengar
Suma Thian yu membentak keras:
"Bajingan busuk, bila tahu diri cepat cokel keluar sebuah
biji matamu, hari ini sauya akan membuka jaring dan untuk
sementara waktu tak akan membunuhmu, apabila sauya telah
berhasil menemukan Sip hiat jin mo dan mengetahui duduk
persoalan yang sebenarnya, hmm, sekalipun kau hendak
bersembunyi sampai diujung langitpun jangan harap bisa lolos
dari pengejaranku!"
"Hmm, bocah busuk, siapa yang bakal hidup siapa yang
bakal mati masih sukar untuk diduga, kau anggap dengan
mengandalkan ucapan tersebut lantas bisa menggertak
toaya?"
Selesai berkata, dari dalam sakunya dia mencabut keluar
pedang Boan liong to andalannya.
Begitu golok mestika sudah berada dalam genggaman,
tampaknya nyali si ular berekor nyaring Bian pun ci pun turut
menjadi lebih besar, sikap sombongnya yang semula tak
nampak kini menghiasi kembali paras mukanya, senyuman
dingin menghiasi ujung bibirnya.
Mendadak dia tertawa aneh, golok Boan liong to nya
menciptakan selapis cahaya tajam yang langsung membacok
ke tubuh Suma Thian yu, bentaknya dengan suara aneh:
"kalau bukan kau tentu aku, mari kita berduel lebih dulu!"
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut
menjadi geli, pikirnya diam-diam:
"Aku tidak meringkus nyawamu pun sudah merupakan
suatu kemujuran bagimu, sekarang masih berani berlagak sok
buas dihadapanku... hmmmm, bedebah yang tak tahu diri!"
Sementara dia masih termenung, serangan ujung golok
lawan sudah menusuk datang.
Suma Thian yu segera mengawasi mata golok tersebut
lekat-lekat, menanti cahaya berkilat dari ujung golok itu,
mendadak dia membentak dengan suara keras:
"Lepas golok!"
Berbareng dengan suara bentakan itu, bayangan manusia
lenyap dari pandangan, menyusul kemudian terdengar suara
dengusan tertahan bergema memecahkan kebeningan.
Golok Boan liong to yang semula berada di tangan si ular
berekor nyanns Bian Put ci, tahu-tahu sudah terlepas dari
genggaman dan mencelat ke udara.
Si Uiar berekor nyaring Bian Pun ci merasakan sekujur
tubuhnya bergetar keras, dengan perasaan terkejut
bercampur tercengang, buru-buru dia melompat ke samping.
Tentu saja Suma Thian yu tak akan melepaskan
kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja. sambil
tertawa panjang serunya dengan lantang:
"Kena!"
Tampak cahaya pedang Kit hong kiam berkelebat lewat,
menyusul kemudian terdengar si ular berekor nyaring Bian
Pun ci menjerit kesakitan.....
Begitu berhasil dengan serangannya, Suma Thian yu tidak
mendesak lebih jauh, ia segera mundur kembali keposisinya
semula dengan sekulum senyuman kemenangan menghiasi
ujung bibirnya.
Ketika berpaling kearah si ular berekor nyaring Bian Pon ci,
tampak sepassng tangannya menutupi wajahnya rapat-rapat
sementara da-rah segar bercucuran dengan deras, rupanya
dia sudah kehilangan sebuah biji mata sebelah kirinya.
Bian pun ci memang seorang yang hebat, dia tidak
mengeluh atau merintih, sambil me nutupi matanya dengan
tangan sebelah, ia ber jalan ketempat golok Boan liong to nya
jatuh dan memungutnya,
Kemudian sambil membalikan mata, dengan mata
tunggalnya yang mencorongkan sinar ke bencian ibarat ular
beracun sedang mencari mangsa, dia melotot sekejap kearah
Suma Thian yu dengan gusar, lalu tanpa menyapa si Harimau
angin hitam Lim Kong dan si setan muka hijau
Siang Tham lagi, dia segera membalikkan badan dan
berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.
Kepergian si ular berekor nyaring Bian Pun ci yang
membawa perasaan dendam ternyata menimbulkan badai
pembunuhan berdarah da lam dunia persilatan di masa
mendatang, ke jadian ini tentu saja tak pernah diduga oleh
Suma Thian yu.
Sementara itu, si Harimau angin hitam Lim Kong yang
menyaksikan Suma Thian yu berhasil melukai Bian Pun ci
hanya didalam sekali gebrakan saja, kontan hatinya menjadi
terkesiap, dalam keadaan demikian dia tak berani berdiam
disana lebih lama lagi.
Buru-buru dia menjura kepada Heng si Cin jin, kemudian
katanya:
"Aku akan mohon diri lebih dulu, apabila selama ini aku
mengganggu ketenangan mu, harap sudi dimaafkan"
Selesai berkata, dia lantas menarik tangan adik
seperguruannya si Setan muka hijau dan segera berlalu dari
situ.
Si Harimau angin hitam Lim Kong adalah seorang jagoan
yang terhitung tokoh kelas satu dalam dunia persilatan, kalau
dimasa lalu dia pernah mendorong Suma Thian yu hingga
tercebur ke dalam selokan, maka kali ini tiba gilirannya yang
kabur terbirit-birit seperti anjing kena digebuk.
Padahal dalam kenyataannya dia amat jeri terhadap Heng
si Cinjin, orang bilang: manusia punya nama, pohon punya
bayangan.
Heng si Cinjin adalah seorang pendekar be sar pada
generasi yang lalu, nama besarnya sudah termasyur sampai di
mana-mana dan menggetarkan dunia persilatan, boleh
dibilang setiap umat persilatan yang berada di dunia ini
mengetahui tentang kelihayannya.
Si harimau angin hitam Lim Kong mempuryai janji dengan
Thia si kakak ber adik, sama sekali tak menyangka kalau
kedua orang muda mudi itu murid Heng si Cinjin.
Maka dari itulah, setelah dilihatnya keadaan tidak
menguntungkan, dia segera angkat kaki dan melarikan diri
terbirit birit.
Disamping itu, penampilan ilmu gerakan tubuh yang
dilakukan Suma Thian yu tadi amat hebat dan melebihi
keampuhannya dimasa
lampau, baik dalam dalam ilmu pukulan ataupun dida lam
ilmu pedang, hampir semuanya dapat menjagoi dunia
persilatan, terutama sekali kepandaiannya dalam menangkis
golok mestika Bian pun ci dan gerakannya mencongkel biji
mata rekannya, boleh dibilang cukup membuatnya terbelalak
dengan jantung berdebar keras.
Dia segera sadar, apabila sekarang tidak angkat kaki untuk
menyelamatkan diri, bisa jadi nanti akan menemui kesulitan
besar
Padahal kemenangan yang berhasil diraih Suma Thian yu
tadi hanya merupakan semacam pertaruhan saja, seandainya
dia tak memiliki dasar tenaga dalam yang sempurna dan ilmu
silat yang tinggi, sulit untuk mencapai tingkatan tan seperti
itu.
Andaikata ilmu silat yang dimiliki si ular berekor nyaring
Bian Pun ci lebih hebat setingkat lagi, sudah dapat di pastikan
Suma Thian yu akan mendapat malu dan kehilangan muka.
Begitulah, sambil memandang ke tiga orang iblis bengis itu
pergi jauh, semua orang tertawa terbahak-bahak.
Thi pit suseng Thia Cuan segera berjalan ke sisi Suma
Thian yu dan menepuk bahunya sambil memuji:
"Hiante, sungguh hebat gerakan tubuhmu, In heng
MERASA tak mampu untuk mengejar ke lihayanmu itu"
"Aaah, kemenangan tersebut kuraih secara uamag-
untungan saja, boleh dibilang kemenangan yang diperoleh
dengan menyerempet bahaya" sahut Suma Thian yu sambil
tetap merendah.
Toan im siancu juga segera maju ke depsn sambil
mengucapkan rasa terima kasihnya atas pertolongan yang
telah diberikan pemuda tersebut kepadanya.
Suma Thian yu segera mengucapkan beberapa patah kata
merendah.
Sementara semua orang sedang berbincang-bincang
dengan gembira, mendadak terdengar Heng si Cinjin berseru.
"Hiantit, kau tertipu!"
Suma Thian yu segera berpaling, lalu tanyanya dengan
wajah tercengang dan tidak habis mengerti:
"Sungguh? Dalam hal apa aku tertipu?"
Heng si Cinjin tersenyum.
"Apakab hiantit percaya dengan apa yang diucapkan oleh
Bian Pun ci dengan Lim Kong tadi?"
"Setengah percaya setengah tidak, asal aku berkunjung
ketempat tinggal Sip hiat jin mo dan menanyakan persoalan
ini kepadanya, bu kankah masalahnya akan menjadi jelas?"
Heng si Cinjin segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaa... haaaaah... haaaaaa... apakah tidak pernah kau
bayangkan bahwa gurunya si harimau angin hitam Lim Kong
dengan Sip hiat jin mo selama ini tidak akur hubungannya,
bahkan selalu saja saling bermusuhan? Sudah jelas Lim Kong
sengaja melimpahkan bibit bencana tersebut kepada orang
lain agar kau menghadapi Sip hiat jin mo dengan sepenuh
tenaga, sementara mereka akan menjadi nelayan beruntung
yang tinggal memungut hasil nya?"
Mendengar keterangan mana, Suma Thian yu menjadi
sadar kembali, kontan saja keningnya berkerut dan sorot
matanya berlilat, seakan-akan ia hendak mengejar musuhnya
pada saat itu juga.
Heng si Cinjin yang menyaksikan kejadian itu, segera
berkata lagi sambil tertawa:
"Hiantit, lagi-lagi kau mengidap penyakit yang anEH, masa
bagi orang muda, selamanya terburu napsu dan tidak sabaran,
bahkan kadangkala melakukasn pekerjaan semaunya sen diri
tanpa berpikir panjang, akhirnya sering kali akan menyesal
sepanjang masa. Makanya dalam menghadapi persoalan
apapun, kau harus mencari bukti yang jelas lebih dahulu
sebelum melakukan tindakan lebih jauh"
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak, kemudian
sambungnya lebih jauh:
Bagi orang persilatan, yeng terpenting adalah "kesetiaan
kawan", asal kau sudah mempunyai buku yang jelas, maka
jangan kuatir kalau tiada orang yang bersimpatik kepadamu.
Sampai pada waktunya, orang-orang pasti akan membayar
usahamu itu dan harapanmu untuk membalas dendam pasti
akan terwujud. Ambil misalnya seperti Bi kun lun Siau wi goan,
meski orang persilatan yang menyanjungnya dan membela dia
amat banyak, tidak sedikit pula yang menentangnya dan
berusaha untuk melenyap kannya dari muka bumi, maka dari
itu didalam mengimbil segala tindakan terutama untuk
melenyapkannya, kau harus bertindak ber hati-HATI, jangan
sampai menimbulkan kemarahan orang banyak, sebab kalau
sampai demikian maKA kau akan terjerumus dalam posisi
seorang diri, kau akan mengalami nasib seperti pamanmu
Wan Liang, dimana akhirnya harus mati dalam keadaan
mengenaskan.
Ucapan tersebut diutarakan dengan kata-kata yang tegas,
membuat Suma Thian yu merasa terharu sekali.
Dalam hati kecilnya dia mengambil keputusan bila urusan di
Tibet telah beres, dia akan berangkat ke bukit Soat-san untuk
men cari Sip hiat jin mo. kemudian melaksanakan rencananya
untuk membalas dendam.
Demikianlah Suma Thian yu berdiam selama bebarapa hari
dipuncak bukit Kun san, tapi berhubung dia sangat
memikirkan perjalanannya ke Tibet sehingga makan tak enak
tidur tak nyenyak, akhirnya dia memohon diri kepada Heng si
Cinjin untuk melanjutkan perjalanannya mennju ke Tibet..
Bi hong siancu Wan Pek lan tak dapat melawan bujukan
dari Toan im siancu sehingga akhirnya mengambil keputusan
untuk tetap tinggal disana, Thi pit suseng Thia Cuan segera
berjanji berapa waktu kemudian akan meng ajek mereka
berdua untuk menantikan kepulangan Suma Thian yu.
Padahal Cong liong Lo sian jin telah ber pesan kepada
Suma Thian yu ketika hendak meninggalkan gua Hui im tong
tempo hari, bahwa perjalanannya menuju ke Tibet hanya
boleb dilakukan oleh dia seorang diri dan tidak diperkenankan
mengajak orang lain, berhubung urusan itu menyangkut
rahasia langit, orang yang terlalu banyak malah lebih mudah
menimbulkan hal-hal diluar dugaan.
Atas dasar alasan itulah, Suma Thian yu tak berani
memaksa Bi hong siancu untuk mendampinginya.
Dikala Bi hong siancu Wan pek lan harus berpisah dengan
Suma Thian yu, tentu saja merasa berat hati dan sedih sekali,
sebab bagi manusia, berpisah dengan kekasih memang
merupakan suatu peristiwa yang berat hati.
Akibatnya Toan im siancu harus menahan kekecutan
hatinya menyaksikan adegan mana, ia merasa sedih dan
perasaannya serasa saling bertentangan satu sama lainnya.
Hari ini, udara yang menyelimuti jalan raya menuju ke kota
Siang yang amat panas, matahari bersinar terik seperti hendak
menyengat badan, orang yang berlalu lalang pun amat sedikit.
Di depan pintu sebuah warung ditepi jalan Ku khing,
tampak beberapa orang saudagar sedang duduk melepaskan
lelah, mereka seakan-akan merasa tak tahan dengan udara
panas yang amat menyengat badan itu...
Saat itulah dari kejauhan sana nampak sese orang berjalan
mendekat dengan langkah yang gontai, diatas dadanya
seakan akan digantungi dengan batu cadas seberat ribuan
kati.
Setiap kali berjalan beberapa langkah, tubuhnya seakan-
akan terperosok kemuka dengan sempoyongan, seakan-akan
harus bersusah payah untuk mempertahankan langkahnya
saja.
Beberapa orang saudagar yang sedang duduk didepan
warung itu serentak berpaling menyaksikan keadaain orang
itu, salah seorang diantaranya berkata:
"Orang itu sudah hampir roboh, hai Lim loji, bagaimana
kalau kita kesana untuk memayang tubuhnya?"
Yang disebut "Lim loji" adalah seorang kakek yang berusia
lima puluh tahunan, tampak dia mengangkat cawan air tehnya
dan menghirup setegukkan lalau sahutnya sambil
menggeleng:
"Lebih baik masing-masing orang mengurusi persoalan
sendiri dan tak usah mencampari urusan oranglai, bagi kita
yang sering melakukan perjalanan jauh, kalau bisa tidak
mencampuri urusan orang, hal mana lebih baik lagi"
Orang yang menujukan usul tadi segera mendengus:
"Hmm, kalau setiap orang yang berada dikolong langit
mempunyai mental seperti kau semua, jadi apakah dunia kita
ini?"
"Lo kang", seru Lim loji dengan perasaan mendongkol, "kau
tidak tahu apa lihat kau memang tidak terbiasa melakukan
perjalanan jauh, ketahuilah berkelana dalam dunia persi latan
bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tempo hari, lohu pun
seperti juga kau seka rang, suka mencampuri urusan orang
lain, me rasa tidak terima kalau menyaksikan hal-hal yang tak
adil, aku turun tangan menolong seorang nyonya yang sedang
terluka parah, akibatnya terjadi suatu peristiwa yang hampir
saja mengorbankan selembar nyawa tuaku."
"Mengapa?" orang she Kang itu ikut menimbrung dengan
perasaan amat amat tertarik.
Baru saja kakek Lim hendak menjawab, tampaklah orang
yang berada di tengah jalan itu sudah sampai didepan mereka
dengan keadaan lemah dan napas tersengal-sengal, kemudian
diiringi suara nyaring dia terjatuh ke tanah dan merintih tiada
hentinya.
Semua orang yang menyaksikan keadaan orang itu, nyaris
nasi mereka muntah keluar.
Ternyata dia berusaha enam puluh tahunan, mengenakan
pakaian compang camping dengan kepala mengenakan ikat
kepala sebagai seorang sastrawan, tubuhnya penuh dengan
salep obat dan bau busuk menyebar kemana-mana, sepatunya
nya terbuat dari kain dengan beberapa ekor lalat menempel
disekitarnya, ini menandakan kalau sepatunya berbau busuk
sekali.
Kalau kau mengatakan dia sebagai pengemis,
sesungguhnya tidak mirip sebab seorang pengemis tidak akan
mengenakan pakaian ber dandan seorang sastrawan.
Kalau dibilang dia adalah seorang sastrawan, rasanya hal
ini seperti suatu penghinaan buat kaum sastrawan lainnya.
Perlu diketahui, pada masa itu orang lebih memandang
tinggi mereka yang tahu tentang sastra daripada ilmu silat
asalkan kau mengetahui dua huruf saja maka kau akan
disanjung orang, apabila jika kau adalah seorang sastra wan
yang menguasahi seni dan sastra, bisa jadi setiap orang akan
menyanjungmu setinggi langit.
Beberapa orang saudagar itu sudah terbiasa melakukan
perjalanan ke utara maupun selatan sungai besar,
pengalaman mereka amat luas dan banyak kejadian aneh
yang pernah dijumpainya, namun belum pernah mereka
menyak sikan manusia seaneh kakek tersebut.
Dengan suara lirih saudagar she Kang itu membisik kepada
ketiga orang rekan lainnya:
"Orang ini sudah hampir mati, kalau diiihat dari
tampangnya entah sudah berapa hari dia menderita
kelaparan, mari kita membuat keba jikan dengan memberikan
makanan padanya.
Mendengar perkataan tersebut, kakek Lim segera
menggoyangkan tangannya berulang kali sambil mencegah:
"Jangan, jangan bertindak sembarangan, apakah kau
menganggap perkataanku tadi sebagai angin yang berlalu?
Kalau kau sudah tak ingin hidup lagi, berikanlah hidangan
tersebut kepadanya!"
Orang she Kang itu berusia empat puluh tahunan, meski
kaya namun jadi orang sosial dan suka membantu kaum
lemah, kendatipun kakek Lim memberi peringatan berulang
kali, namun dia sama sekali tidak ambil perduli.
Diambilnya semangkuk nasi, diberi berapa macam sayur
dan dihantar kedepan sastrawan rudin itu sembari berseru:
"Lotiang, makanlah nasi ini untuk menanggal perutmu yang
sedang lapar..."
Sastrawan tua itu berhenti merintih dan mengawasi orang
she Kang itu sekejap, kemudian dengan perasaan berterima
kasih diterimanya nasi tersebut dengan tangan gemetar,
kemudian dilahapnya dengan amat rakus.
Tak selang berapa saaat kemudian, hidangan tersebut
sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Selesai bersantap, dengan susah payah dia merangkak
bangun dari tanah dan meletakan mengkuk dan sumpit itu
kemeja, kemudian serunya dengan parau:
"Arak, aku minta arak!" Menyaksikan kejadian itu, si kakek
lim segera tertawa terbahak-bahak, segera jengeknya:
"Sudah diberi nasi, masih minta arak, orang ini benar benar
kebangetan sekali, rupanya semua harta kekayaannya dibikin
ludas oleh arak...."
Kemudian sambil berpaling ke arah lelaki setengah umur
she Kang itu dan berkata lebih jauah:
"Bagaimana? Lo Kang, lebih baik jangan mencampuri
urusan orang lain, daripada mencari kesulitan bagi diri sendiri"
Seusai berkata, dia lantas menunjukkan sikap yang gembira
menyaksikan kesusahan orang.
Saudagar she Kang itu Jin hoo, dia memang seorang yang
sosial dan berhati mulia, hatinya merasa sangat tak puas
sesudah mendengar perkataan dari kakek Lim.
Sambil menggebrak meja, dia memesan sepoci arak dan
segera ujarnya kepada sastrawan rudin itu:
"Botiang, silahkan duduk, minumlah arak sebelum pergi!"
Sastrawan rudin itu tidak sungkan-sungkan, dia segera
duduk, mengangkat poci arak ter
sebut dan diteguk dengan lahapnya. Dalam waktu singkat
seluruh isi poci tersebut telah berpindah ke dalam perut.
Kakek Lim yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa
menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, diam-diam
dia mengomeli Kang jin hoo yang dianggapnya mencari
penyakit buat diri sendiri.
Sehabis meneguk arak, sastrawan tua itu menyeka
mulutnya dan berkata kepada Kang Jin-hoo:
"Lote, aku lihat pada bagian Ing thong mu sudah
menghitam, itu berarti bencana sudah berada didepan mata,
untung kau menjamuku bersantap pada hari ini, tanggung
semua bencana akan hilang lenyap dengan sendirinya...."
Kang Jin hoo menjadi antipatik sesudah men dengar
ucapan si sastrawan tua yang dianggapnya perkataan orang
gila itu namun dia tidak sampai mengumbar hawa amarahnya.
Berbeda dengan kakek Lim, dia segera menyindir lagi:
"Sialan-sialan......orang berhati bajik tidak memperoleh
balasan yang baik...."
Belum selesai dia berkata, sastrawan tua itu sudah
membalikkan kepalanya dan melotot sekejap kearah kakek
Lim, kemudian serunya dengan lantang:
"Lote, kau jangan tertawa dulu, selamanya 1ohu hidup
sebagai tukang ramal, aku bisa membaca nasib orang secara
tepat sekali, Kalau dari raut muka lote, kau tak akan bisa
hidup melebihi umur empat puluh sembilan tahun!"
Kontan saja kakek Lim menggebrak meja sambil melompat
bangun, senbari menuding wajah sastrawan rudin tersebut,
umpatuya:
"Telur busuk tua! Tahun ini lohu berusia empat puluh
sembilan tahun, hidupku makmur harta kekayaanku berlimpah
ruah, hmm, bila kau berani sembarangan berbicara lagi,
jangan salahkan bila kupencet dirimu sampai mampus.
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, tapi
sejak dulu hingga kini, bila ada orang menganiaya orang lain
dengan mengandalkan harta kekayaannya, maka umurnya
akan dipotong separuh, apabila lote ingin hidup melebihi hari
ini.... kecuali..."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, ka kek Lim
sudah mencengkeram ujung baju sastrawan tua itu dan
mendorongnya kebelakang.
Sungguh kasihan sastrawan rudin yang ting gal kulit
pembungkus tulang itu, dia jatuh terduduk diatas tanah dan
merintih kesakitan tiada hentinya.
Kang Jin hoo segera memayang bangun sastrawan tua itu,
lain omelnya pada kakek Lim:
"Lim loji, apakah kau tidak merasa kalau perbuatanmu itu
kelewatan batas... ? Coba lihat, betapa kasihannya orang ini,
masa kau masih begitu tega untuk mendorongnya? Coba
kalau aku tahu bahwa kau orangnya kejam dan berpikiraan
picik, tak mungkin akan melakukan perjalanan serombongan
denganmu"
"Kalau keluar rumah berjumpa dengan kejadian yang tidak
mujur seperti ini, jangan harap dagangannya bisa berjalan
dengan lancar, aku lihat kau sudah dipengaruhi oleh siluman
iblis" damprat kakek Lim mendongkol.
Sementara pembicaraan berlangsung, dari arah jalan raya
sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai
mendekati tempat tersebut.
Sementara itu, Keng Jin-hoo sedang memayang tubuh
sastarawan tua itu masuk kedalam ruangan, sementara kakek
Lim juga sudah masuk ke dalam sebuah ruangan rumah
makan, dalam waktu singkat dihadapan mereka semua telah
muncul empat ekor kuda jempolan.
Terdengar suara kuda meringkik kemudian suara derap kaki
kuda itupun terhenti, nampak empat sosok bayangan manusia
melayang turun ke atas tanah.
Begitu menyaksikan raut wajah ke empat orang itu,
beberapa orang saudagar itu merasakan hatinya tercekat.
Ternyata ke empat orang yang baru turun dari kuda itu
semuanya mengenakan pakaian ringkas dengan senjata masih
tersoren di pinggangnya, kalau dilihat dari tampang mereka,
sudah jelas kalau orang-orang itu adalah para perampok yang
biasa hidup dengan membegal harta kekayaan para saudagar
kaya.
Selangkah demi selangkah ke empat orang lelaki bengis itu
berjalan menuju ke rumah makan.
Salah seorang diantara mereka segera berteriak lantang
kearah ke empat saudagar yang masih berada di dalam
ruangan:
"Hei, apakah kalian berempat sudah kenyang? Ayo cepat
menyingkir dan serahkan tempat duduk kalian kepada toaya
sekalian!" Sembari berkata dia lantast memimpin tiga orang
lelaki bengis lainnya berjalan masuk ke dalam ruangan,
dengan suatu gerakan cepat dia mencengkeram tubuh kakek
Lim dan melemparnya ke tengah jalan.
Kasihan kakek Lim yang lemah tak berkemampuan apa-apa
itu, setelah kena dibanting keras―keras, dia harus merangkak
bangun dari tanah seperti seekor anjing.
Kang Jin hoo menjadi ketakutan setengah mati setelah
menyaksikan kakek Lim mendapat susah, buru-buru dia
bangkit berdiri meningglkan tempat duduknya.
Dua orang saudagar yang 1ain pun buru-buru
meninggalkan tempat duduk masing-masing.
Lelaki buas bercambang itu segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Nah, begitu baru benar, kalau tidak tua bangka tersebut
merupakan contoh yaug paling tepat."
Sementara itu, kakek Lim yang terbaring diatas tanah
sudah dapat mengendalikan rasa sakitnya, dia segera
melompat bangun kemu dian secara diam-diam menyelinap ke
kebelakang punggung lelaki bercambang itu dan langsung
menghadiahkan sebuah pukulan keras.
Walaupun lelaki bercambang itu dapat melihat datangnya
serangan dari kakek Lim, ter nyata dia tidak menghindar
ataupan berkelit, ia membiarkan tubuhnya termakan pukulan
tersebut.
Kakek Lim tak lebih hanya seorang saudagar, berapa
besarkah kekuatan yang dimiliki olehnya?"
"Blaaammm bersamaan dengan bergemanya suara
benturan, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang memecahkan keheningan, kakek Lim segera
terlempar mundur sejauh satu kaki lebih, ia berkelejetan dulu
beberapa kali, kemudian tubuhnya membujur kaku ditanah
dan tak pernah berkutik lagi.
Kasihan kakek Lim, selembar jiwanya turut melayang
meninggalkan raganya.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 1 komentar... read them below or add one }
poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya
Posting Komentar