Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

"Sekali pun tidak sanggup" ujar Ti Then sambil tertawa. "Pocu

bolehlah turun tangan sewaktu melihat boanpwe sudah tidak tahan"

Wi Ci To masih ingin membantah lagi, tapi keburu dicegah oleh

Huang puh Kian Pek ujarnya:

"Suheng, kalau memangnya Ti Kiauw tauw punya semangat

demikian, biarkanlah dia pergi coba-coba, perkataannya sedikit pun

tidak salah, menanti dia sudah tidak tahan kita masih punya

kesempatan untuk menolong dia dari bahaya."

"Baiklah" sahut Wi Ci To kemudian sambil mengangguk sesudah

termenung berpikir sebentar. "sampai waktunya baru kita bicarakan

lagi." segera dia bangkit berdiri, sambungnya sambil tertawa:

"Tadi lohu sudah perintahkan orang untuk mempersiapkan

perjamuan guna menyambut kedatangan Hu Pocu serta Ti Kiauw

tauw, kini mungkin sudah disiapkan marilah .... kita pergi dahar

dulu."

Tua muda empat orang segera bangkit berdiri dan menuju ke

ruang dalam, terlihatlah di sana sudah disiapkan meja perjamuan

beserta hidangan yang lezat, karenanya mereka segera cari tempat

dan mulai bersantap.

Wi Lian In yang duduk di samping Huang puh Kian Pek selama ini

terus menerus mengincar kain pengikat kepalanya, ujarnya

kemudian sambil bersantap:

"Tia, kepandaian dari majikan ular Kakek kura-kura itu apakah

jauh lebih tinggi dari kepandaian pendekar pedang merah kita?"

"Tidak salah." sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Mungkin satu

tingkat lebih tinggi."

"Tapi sewaktu hari itu putrimu melawan kakek kura-kura,

rasanya dia tidak punya kesabaran yang luar biasa"

Wi Ci To tersenyum simpul mendengar omongan putrinya ini.

"Kau berhasil menangkan dia?" tanyanya.

"Tidak" sahutnya sambil menggerakkan sumpit yang berada

ditangannya "Hanya saja sewaktu putrimu menggunakan jurus

"Coan Lin sih In" atau memutar badan memanah elang . .

sembari berkata sumpit ditangan kanan secara mendadak

menyambar kearah sebelah kanan menarik kain penutup kepala dari

Huang puh Kian Pek itu.

Siapa tahu ketajaman perasaan Huang puh Kian Pek pun amat

tinggi, tangan kirinya dengan cepat diangkat menangkis

pergelangan tangannya: "Awas" serunya sambil tertawa.

Melihat serangannya tidak mencapai sasaran dengan gugup Wi

Liam In berkata: "ooh . . . maaf, paman Huang puh keponakanmu

tidak sengaja"

"Haa ... ha ... ha . . tidak mengapa tidak mengapa" sahut Huang

puh Kian Pek sambil tertawa terbahak-bahak "Paman Huang puh

masih belum tua, hanya menghadapi segala perubahan secara

mendadak masih sanggup"

"Lian In" seru Wi Ci To dengan nada memaki sedang keningnya

dikerutkan rapat-rapat "Kau sudah jadi seorang nona dewasa segala

gerak geriknya harus sedikit genah, jika waktu bicara jangan

gerakan tangan kaki seperti itu"

"Baiklah Tia" sahut Wi Lian In sambil menggerutu.

"Ehmm. . teruskan- ."

"Aku tidak mau membicarakan lagi"

"Hmm" dengus Wi Ci To sambil tertawa "Kau budak ini sungguh

pandai bergurau."

"Tidak usah bicara tentang majikan ular kakek kura-kura lagi,

lebih baik kita bicarakan soal setan pengecut itu saja" sambung

Huang puh Kian Pek dengan cepat, "Kau serta Ti Kiauw tauw pernah

berdekatan dengan setan pengecut, dapatkah kau menduga

siapakah orang itu?"

Wi Lian In memandang sekejap kearah Ti Then, kemudian

barulah sahutnya sambil tersenyum:

"Kepandaian setan pengecut itu sangat tinggi, mungkin berada

diantara kepandaian paman Huang Puh siok"

"Oooh, begitu?" ujar Huang Puh Kianpek sambil tertawa.

"Kemungkinan sekali orang itu adalah salah satu orang diantara

kita orang-orang dari Benteng Pek Kiam po."

Semula Wi Ci To dibuat melengak oleh perkataan ini tapi dengan

cepat sudah berubah menjadi amat keren.

"Inyie" ujarnya. "Kau jangan omong sembarangan."

“Perkataan dari putrimu semuanya beralasan, jika setan pengecut

itu bukan orang yang sudah putrimu kenal baik dia tidak mungkin

akan berkerudung, lagipula nada ucapannya walau pun sengaja

diganti dengan logat yang lucu tapi suara itu sepertinya sangat

dikenal”

“Siapa?” potong Huang Puh Kian Pek dengan cepat.

Wi Lian In ragu-ragu sejenak, kemudian barulah sahutnya.

“Keponakanmu tidak bisa menduga siapa dia sebetulnya, hanya

saja suara itu agaknya sangat dikenal”

“Hmm” dengus Wi Ci To dengan keren, “Hanya berdasarkan alas

an itu saja kau sudah menuduh dia adalah salah seorang diantara

kita?”

“Benar, tapi selama setengah tahun ini putrimu tidak pernah

meninggalkan benteng barang selangkah pun, jika setan pengecut

itu adalah orang luar sesudah terpaut waktu yang lama mana

mungkin putrimu masih sangat mengenal suara itu”

Mendengar omongan putrinya yang sangat beralasan itu Wi Ci To

hanya bisa gelengkan kepalanya saja.

“Putrimu tidak berani memastikan orang itu adalah orang di

dalam benteng kami,” ujar Wi Lian In lagi, “Tapi untuk kebaikan kita

semua harus mengadakan pemeriksaan”

“Ehmmm...mau diperiksa dengan cara bagaimana?” tanya Wi Ci

To.

“Ti Kiauw tauw sudah melukai kulit kepalanya, asalkan Tia

melihat diantara pendekar pedang di dalam Benteng kita ada bekas

luka di atas kepalanya dialah Si Setan Pengecut itu”

Mendengar sampai di sini mendadak Huang Puh Kian Pek tertawa

terbahak-bahak.

“Paman Huang Puh, kau tertawakan apa?” tanya Wi Lian In

dengan perasaan teramat heran.

Huang Puh Kian Pek tidak menyawab, dia menoleh kearah Wi Ci

To lalu ujarnya sambil tertawa:

“Suheng, sekarang aku tahu kenapa Wi Lian In mau melihat kain

pengikat kepalaku ini?”

Pikiran Wi Ci To amat tajam dan cerdik, sekali dengar tahulah

sudah maksud perkataan sute-nya itu, tanpa terasa air mukanya

berubah, dengan gusarnya dia melotot kearah Wi Lian In sembari

ujarnya dengan suara berat:

“In-ji, bagaimana kau berani mencurigai paman Huang Puh-mu?”

“Am pun” seru Wi Lian In tidak mau mengaku. “Kapan aku

mencurigai paman Huang Puh? Sekali pun putrimu lebih bodoh juga

tidak akan berani mencurigai Huang Puh-siok”

“Kalau tidak kenapa kau rebut kain pengikat kepalanya?” tanya

Wi Ci To dengan nada gusar.

“Suheng kau jangan marah dulu” timbrung Huang Puh Kian Pek

sambil tertawa.

“Selamanya siauwte tidak pernah memakai kain pengikat kepala,

ini hari pulang ke dalam Benteng dengan kepala diikat, kain

pengikat kepala ini sudah tentu tidak bisa menyalahkan Lian In

menaruh curiga kepadaku...Nah, sekarang kalian lihatlah”

Sembari berkata dengan perlahan dia melepaskan kain pengikat

kepalanya.

Di atas batok kepalanya tidak tampak sedikit bekas luka pun.

Sesudah melihat hal itu dengan perlahan Wi Ci To baru menoleh

kearah putrinya.

“Sudah lihat jelas belum?” ujarnya dengan mata mendelik.

Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam, dengan

menggerakkan bibirnya dia berkata:

“Sejak semula putrimu sudah bilang tidak menaruh perasaan

curiga kepada Huang Puh siok, jika Huang Puh-siok betul-betul

adalah si Setan Pengecut, hal..hal itu bukankah suatu omong

kosong?”

“Sekali pun kau menaruh curiga kepada pamanmu, aku tidak

akan marah” ujar Huang Puh Kian Pek sambil mengenakan kait

pengikat kepalanya kembali, “Siapa suruh pamanmu memakai kain

pengikat kepala ini”

Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah Ti

Then.

“Ti Kiauw tauw, kau kira siapa sebetulnya si Setan Pengecut itu?”

tanyanya.

“Boanpwe tidak tahu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

“Apa bisa si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan?”

“Mungkin bukan!” jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya,

“Hari itu boanpwe masuk ke dalam goa melalui pintu goa di

belakangnya setelah dia sadar pernah melancarkan satu serangan

secara tergesa-gesa, tangan yang melancarkan serangan adalah

tangan kanan bukan tangan kirinya, tangan kiri di dalam keadaan

tergesa-gesa tidak mungkin bisa berganti menggunakan tangan

kanan”

“Tidak salah” seru Wi Ci To sambil anggukkan kepalanya, “Kita

tidak usah urus soal itu lagi, ayoh minum arak saja”

Sehabis berkata dia mengangkat cawan araknya dan dengan

sekali teguk menghabiskan isinya.

Selesai bersantap tua muda empat orang bercakap-cakap lagi

beberapa saat lamanya, akhirnya Ti Then pamit terlebih dahulu

untuk kembali ke dalam kamarnya beristirahat.

Sesampainya di dalam kamar dia perintahkan si Lo-cia

menyiapkan sepikul air panas untuk mandi. Sesudah semuanya

selesai barulah dia menyulut lampu dn mengetuk jendela tiga

kali...saat itulah mendadak pintu kamar diketuk orang.

“Siapa?”

“Aku..!”

Mendengar suara itu adalah suara Wi Lian In, Ti Then segera

berjalan membuka pintu kamar.

“Kau belum pulang untuk beristirahat?” tanyanya sambil tertawa.

“Belum waktunya untuk tidur” sahutnya sambil tertawa, “Kau

berbuat apa membawa lampu berjalan bolak-balik di depan jendela

?”

“Coba kau lihat seekor laba-laba yang sangat besar” ujarnya

sambil menunjuk kedinding samping jendela, “Aku pingin pukul dia

jatuh akhirnya dia berhasil melarikan diri”

“Oooh..aku boleh masuk?”

Ti Then menyingkir ke samping.

“Silahkan..silakan!” serunya.

Dengan langkah lemah gemulai Wi Lian In berjalan masuk ke

dalam kamar, ujarnya dengan nada kemalu-maluan.

“Kau jangan rapatkan pintu kamar, sekarang sudah malam”

Ti Then segera meletakkan kembali lampu itu ke atas meja,

sesudah mengangkat sebuah bangku ujarnya sambil tertawa.

“Silakan duduk, dengan berbuat begini jika ada orang yang lewat

di depan pintu bisa melihat keadaan di dalam kamar dengan amat

jelas”

“Ehmm..Lo-cia dimana?” tanyanya dengan suara rendah.

“Ooh..pergi bersantap”

Segera Wi Lian In duduk di atas bangku yang sudah disediakan.

“Heeei..dugaan kita ternyata meleset sama sekali” ujarnya sambil

menghela napas panjang, “Agaknya paman Huang Puh memang

bukan si Setan Pengecut itu”

“Sejak semula bukan aku sudah bilang tentu bukan dia” seru Ti

Then sembari tertawa.

“Tapi aku merasa Si Setan Pengecut itu pasti salah seorang

anggota Benteng kita”

“Belum tentu perasaan itu pasti benar”

Wi Lian In tidak berbicara lagi, dengan berdiam diri dia duduk di

sana.

Ti Then pun merasa tidak ada perkataan lain lagi yang hendak

disampaikan, karena itu terpaksa dia hanya berjalan mondar-mandir

di dalam kamar.

Semakin lama Wi Lian In merasakan suasana tidak begitu enak.

“Aku mau kembali ke dalam kamar” ujarnya kemudian sambil

bangkit berdiri.

“Eh eh..tidak duduk lagi?” tanya Ti Then sambil menghentikan

langkah kakinya.

“Tidak usah, aku mau pulang kamar beristirahat, perjalanan

beberapa hari ini membuat aku sangat lelah”

“Benar”

Dengan pandangan penuh perasaan cinta ujar Wi Lian In lagi:

“Kau tentu lelah bukan?”

“Aaah..masih lumayan”

“Kepandaianmu sangat tinggi sekali, sudah tentu tidak begitu

merasa lelah”

Ti Then hanya tersenyum saja tanpa berbicara apa-apa lagi.

Wi Lian In dengan perlahan putar tubuhnya siap pergi, mendadak

seperti teringat akan sesuatu ujarnya kemudian sembari menoleh

kearah Ti Then.

“Ooh benar, kau lihat Anying langit Rase bumi bisa datang

tidak?”

“Mungkin mereka tidak berani secara terang-terangan bentrok

dengan orang-orang Pek Kiam Po, tapi mereka bisa datang mencari

aku”

“Lalu kau kira kapan mereka bisa datang? Tanya Wi Lian In

sambil memandang wajahnya.

“Sukar untuk ditentukan”

“Mungkin mereka akan mengajak kau bertempur diluaran”

“Ooh itu lebih bagus lagi” seru Ti Then sambil menganggukkan

kepalanya.

“Tidak” seru Wi Lian In dengan keras, “Jika mereka manantang

kau bertempur ditempat luaran kau tidak boleh menyanggupi, Rase

bumi jadi orang banyak akal dan licik, paling gemar membokong

orang dengan serangan kejam. Kau tidak boleh pergi”

Ti Then tersenyum saja tanpa mengucapkan kata-kata.

Melihat dia berdiam diri Wi Lian In segera maju mendekati

tubuhnya sambil menarik ujung bajunya.

“Maukah kau menyanggupi untuk tidak ikut mereka keluar?”

mohonnya dengan suara perlahan.

“Baiklah!”

Wi Lian In menjadi amat girang.

“Aku sudah tahu tentu kau bisa menyanggupi permintaanku ini”

ujarnya tertawa.

“Padahal jika aku berjanyi dengan Anying langit Rase Bumi untuk

bertanding disatu tempat tertentu, ayahmu pasti akan ikut campur

juga, urusan ini ayahmu sudah bilang mau ikut serta”

“Jika kau bekerja sama dengan Tia untuk melawan Anying langit

Rase bumi sudah tentu jauh lebih punya pegangan lagi tapi bila kau

mau bertempur mereka suami istri seorang diri mungkin...yah

mungkin sukar mengharapkan menang”

Jilid 12.2: Rahasia Loteng Penyimpan kitab

Ti Then segera tersenyum mendengar omongannya itu.

“Aku punya keinginan untuk tempur mereka suami istri seorang

diri terlebih dulu” ujarnya, “Aku mau lihat kelihayan mereka suami

istri bagaimana hebatnya”

“Hemm...keinginanmu untuk peroleh kemenangan sungguh amat

hebat”

“Benar” jawab Ti Then sembari tersenyum.

Dengan pandangan yang amat mesrah dan penuh perasaan cinta

Wi Lian In memandang wajah Ti Then beberapa saat lamanya,

mendadak air mukanya berubah menjadi merah dadu serunya

sambil putar balik badannya:

“Aku mau kembali ke kamar!”

Perlahan-lahan dia berjalan keluar, sesaat hendak merapatkan

pintu kamar kembali lagi sambil putar tubuhnya.

“Kau mau pergi tidur?”

“Tidak ada urusan bukan?”

“Kenapa tidak pergi cari Tia bermain catur?” ujar Wi Lian In

dengan suara perlahan.

“Besok saja, kini aku terasa amat lelah”

“Kepandaian ayahku di dalam permainan catur amat lihay sekali,

waktu dia orang tua sudah mengalah Sembilan biji kepadaku aku

masih tidak sanggup untuk mengalahkan dirinya”

“Oh...”

“Coba kau terka, Tia bisa mengalah berapa biji catur kepadamu?”

Tanya Wi Lian In lagi.

“Entahlah”

“Aku kira Tia bisa mengalahkan biji kepadamu, ketika bermain

dengan Huang Puh-siok dia juga sering mengalah tiga biji

kepadanya”

“Oh..”

“Tetapi..” ujarnya Wi Lian In sembari tersenyum, “Jika kau bisa

pegang kelemahan permainan Tia, untuk menangkan dia tidaklah

sukar..”

“Apa kelemahan dari permainan catur ayahmu?”

“Permainannya sih tidak ada kelemahannya. Tia paling tidak

sabaran. Jika kau main dengan dia orang tua jangan sekali-kali

bermain cepat, semangkin lambat semangkin baik..”

Ketika dia berpamit kembali untuk kembali kekamarnya akhirnya

sudah membuang waktu setengah jam lagi, setelah dilihatnya si Lo-

cia itu pelayan tua datang baru dia sungguh-sungguh kembali ke

kamarnya.

Setelah melihat bayangannya lenyap dari pandangan barulah ujar

Ti Then kepada diri Lo-cia:

“Hey lo-cia, sediakan the untukku kemudian kau boleh pergi

tidur”

Si Lo-cia segera menyahut kemudian meninggalkan kamar untuk

mengambil the dari dalam dapur, sesudah diletakkan kembali ke

atas meja, ujarnya sembari tertawa:

“Ti Kiauw tauw, rejekimu sungguh bagus sekali!”

“Jangan omong kosong lagi”

“Budakmu

terhadapmu”

tahu,

sio-cia

kita

punya

perhatian

khusus

Sehabis berkata dia putar tubuh berjalan keluar dari dalam

kamar.

Ti Then segera menutup kembali kamarnya, buka pakaian dan

naik ke atas pembaringan untuk tidur.

Dia tahu Majikan patung emas baru akan muncul setelah tengah

malam, karenanya dia ingin tidur terlebih dulu, sesudah mendekati

kentongan kedua baru bangun untuk menanti munculnya-Dia”

Tapi keadaan mala mini pun seperti juga pada malam-malam

yang lalu, dia tertidur dengan amat pulasnya sampai terasa, ada

orang yang menepuk-nepuk badannya bru sadar kembali dari

pulasnya dengan amat terkejut.

Dengan cepat dia buka matanya lebar-lebar, Patung emas itu

sudah muncul tepat di samping pembaringannya.

Terhadap beberapa kali dirinya tertidur dengan amat pulas Ti

Then merasa sangat heran sekali, segera dia bangkit berdiri, ujarnya

sambil membelai patung emas yang sedang berdiri di hadapannya:

“Hey patung emas, kau jangan kurang ajar!”

Majukan Patung emas yang bersembunyi di atas atap rumah

segera menggerak-gerakkan patung emasnya.

“Akhirnya kau berhasil menolong Wi Lian In kembali ke dalam

Benteng, aku merasa sangat girang sekali..” ujarnya dengan

menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.

“Hem..” dengus Ti Then sembari tertawa tawar, kepalanya

diangkat ke atas memandang sepasang tangan yang sangat buram,

“Sudah tentu kau amat girang”

“Lalu kau sendiri apa tidak merasa girang?”

“Bisa menolong dia kembali dalam keadaan selamat sudah tentu

sangat gembira sekali” ujar Ti Then sambil tertawa pahit, “ Tapi

mendatangkan kesukaran juga bagi diri kita sendiri”

“Otak kau bocah cilik sungguh sedikit aneh, nona yang begitu

cantik seperti Wi Lian In di dalam sejuta sukar untuk mendapatkan

seorang, sebaiknya kau malah tidak gembira, sungguh

mengherankan sekali, sungguh mengherankan sekali”

“Jika hal ini bukan dikarenakan tugas yang dipaksakan sudah

tentu aku merasa sangat girang dan sangat puas sekali”

“Hemmm..sudahlah” seru Majikan Patung emas sambil

mendengus dengan amat dingin, “Tidak usah banyak omong kosong

lagi, cepat kau ceritakan pengalamanmu sewaktu menolong Wi Lian

In”

T

i Then segera menceritakan pengalamannya dengan cara

bagaimana menolong Wi Lian In lolos dari tangan Setan Pengecut

itu kemudian bagaimana ditengah jalan menemui halangan, dengan

jelasnya diceritakan semua.

Selesai mendengarkan kisah itu dengan dinginnya Majikan

patung emas mendengus lagi.

“Hemmm..kau mendatangkan kerepotan saja”

“Apa itu disebabkan aku?” tanya Ti Then dengan nada kurang

senang.

“Jika bukannya kau turun tangan terlalu ringan sewaktu berada

di atas gunung Fan Cin San kau tidak akan mendapatkan kesukaran

seperti begini, sedang setan pengecut itu pun tidak akan lolos”

“Ha.ha..kau terlalu pandang tinggi kemampuanku”

“Pernahkah kau

sebetulnya?”

punya pikiran siapa itu Setan Pengecut yang

“Siang malam aku pikirkan tapi tetap tidak kuketahui juga”

Majikan Patung emas mendengus lagi dengan amat dingin.

“Pernah teringat akan Huang Puh Kian Pek?” tanyanya.

“Pernah, tapi dia tidak mungkin Setan Pengecut itu”

“He..hee..dengan andalkan apa kau berani bilang dia bukanlah

Setan Pengecut itu?” Tanya Majikan Patung Emas lagi sembari

tertawa dingin.

“Batok kepala Setan Pengecut itu berhasil kutabas segumpal

kulitnya, sebaliknya di atas kepala Huang Puh Kian Pek sama sekali

tidak kelihatan adanya bekas luka”

“Bekas luka bisa ditutupi”

“Sekali pun begitu bisa” ujar Ti Then dengan tenang, “Tapi kulit

kepala Setan Pengecut itu berhasil kutabas sebesar telapak bocah

cilik, setelah luka itu sembuh tidak mungkin akan tumbuh kulit

kembali untuk menutupi bekas luka itu”

“Tapi dia bisa memapas kulit beserta rambut orang lain, sesudah

kering kemudian ditempelkan pada kepalanya sendiri”

Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa sedikit

bergerak, tanpa merasa lagi dia sudah menganggukan kepalanya.

“Kau sudah menemukan kalau Huang Puh Kian Pek itulah Setan

Pengecut itu?” tanyanya kemudian.

“Belum” seru Majikan patung emas dengan perlahan, “Tapi

menurut pandanganku mungkin dialah si Setan Pengecut itu”

“Asalkan melihat bagian kepalanya dengan teliti aku baru berani

pastikan”

“Kau boleh pikir satu cara toh?” ujar Majikan Patung emas.

“Sewaktu di dalam perjamuan malam tadi dia pernah buka kain

pengikat kepalanya di hadapan kita, aku tidak punya cara lagi

untuk melihat bagian kepalanya”

“Kau boleh tantang dia bertanding ilmu silat, pada kesempatan

itu kau bisa cengkeram bagian kepalanya”

“Hal ini tidak bagus” teriak Ti Then tidak mau menyetujui usulnya

ini.

“Atau secara diam-diam memasuki kamarnya

memasukkan obat pemabok pada secawan tehnya”

kemudian

“Tapi aku tidak punya obat pemabok itu”

“Kau bisa pergi ke kota untuk membelinya”

“Ti Then tidak bisa berbuat apa-apa lagi terpaksa mengangkat

bahunya sambil mengalihkan pokok pembicaraan.

“Jika dia betul-betul adalah Setan Pengecut, maka apa tujuan

yang sebetulnya? Kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong

Mong Ling untuk menculik Wi Lian In?”

“Kau!”

“Aku?”

“Tidak salah!” jawab Majikan Patung Emas dengan tegas,

“Bukankah sewaktu berada di atas gunung Fan Cin San dia pernah

memaksa kau untuk menulis seluruh kepandaian silatmu kemudian

minta kau potong sebuah lenganmu”

“Tidak salah” ujar Ti Then sembari mengangguk, “Bahkan

katanya dia punya suatu barang yang hendak disampaikan kepada

suhuku, dia anggap kaulah suhuku”

“Ha ha ha..semua itu hanya omong kosong belaka, tujuan

mereka yang sebetulnya ingin membasmi dirimu”

“Hong Mong Ling ingin bunuh aku memang dia punya alasan itu”

ujar Ti Then selanjutnya, “Tapi dia tidak punya alas an untuk

bersekongkol dengan Hong Mong Ling”

“Ooh..kau sudah salah tanggap” seru Majikan Patung emas, “Dia

bisa bersekongkol dengan Hong Mong Ling bukannya dikarenakan

dia merasa simpatik

menyingkirkan dirimu”

terhadapnya,

yang

penting

dia

ingin

“Dia mau bunuh mati aku seharusnya punya alasan bukan?”

“Mungkin dia punya suatu rencana terhadap suhengnya Wi Ci

To, sebaliknya karena kau masuk Benteng Pek Kiam Po maka dia

merasa kau bisa menghalangi rencananya, karena itu dia punya

minat untuk menyingkirkan dirimu”

“Dia punya rencana apa terhadap diri Wi Ci To?” tanya Ti Then

lagi.

“Entahlah”

“Apakah sama dengan rencanamu?” tanya Ti Then dengan nada

memancing.

“Urusan ini kau tidak perlu tahu”

“Jika dia betul-betul adalah Setan Pengecut itu, kau

rencana mau berbuat apa terhadap dirinya?”

punya

“Kau boleh laporkan urusan ini dengan Wi Ci To” jawab Majikan

patung emas itu, “Sudah tentu Wi Ci To tidak akan melepaskan

dirinya”

“Baiklah” sahut Ti Then kemudian sembari mengangguk, “Untuk

sementara kita ke sampingkan urusan ini terlebih dahulu, kini biar

kita bicarakan soal anying langit rase bumi itu, tentunya kau kenal

Anying langit Rase bumi sepasang suami istri ini bukan?”

“Benar” jawab Majikan Patung emas itu singkat.

“Aku dengar kepandaian mereka suami istri berdua amat tinggi”

“Tidak salah” sahut Majikan Patung emas itu lagi, “Tapi jika satu

lawan satu masih kalah satu tingkat dengan kepandaian Wi Ci To”

“Kita tidak bisa mengatakan satu lawan satu” bantah Ti Then

cepat,

“Karena mereka suami istri berdua selamanya melawan

musuhnya dengan berbareng, musuhnya seorang mereka juga

melawan bersama-sama, musuhnya seratus mereka pun turun

tangan bersama-sama, makanya sejak kini kita harus menganggap

mereka berdua sebagai ‘satu orang’ saja”

“Hmmm” dengus Majikan Patung emas itu dengan dingin, “Buat

apa kau bicarakan urusan itu dengan aku?”

“Sebelum aku menyanggupi kau untuk menjadi patung emasmu,

kau pernah bilang akan membuat aku menjadi orang nomor tiga di

dalam dunia ini, selain kau serta Kay Kong Beng asalkan bisa

bertemu dengan orang yang bisa mengalahkan diriku segera aku

bisa batalkan perjanyian ini, sejak saat itu tidak perlu jadi patung

emasmu lagi, bukan begitu?”

“Benar” sahut Majikan patung emas itu singkat.

“Bagus sekali, mungkin aku masih

meloloskan diri dari belenggumu”

punya kesempatan untuk

“Hmmm...hmmm..siapa yang bisa kalahkan dirimu?” Tanya

Majikan patung emas itu sambil tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Anying langit Rase bumi” jawab Ti Then sambil tersenyum

simpul, di dalam anggapannya Majikan patung emas tentu tidak

akan bisa berkata lagi.

Siapa tahu begitu Majikan Patung emas itu selesai mendengar

jawabannya ini dia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.

“Haa..ha..haa...satu lawan satu mereka tidak mungkin bisa

mengalahkan dirimu” serunya.

00

Bagian 21

“Sejak tadi aku sudah bicara jelas” ujar Ti Then dengan tidak

kalah kerasnya, “Kita harus memandang mereka suami istri berdua

sebagai satu orang, sedang jika misalnya aku dikalahkan mereka

berdua maka sama saja kita harus pandang aku sudah dikalahkan

satu orang saja”

“Kentutmu!” teriak Majikan patung emas dengan amat gusar,

“Dengan jelas mereka adalah dua orang, mana mungkin bisa

dikatakan satu orang saja?”

“Tapi mereka..”

“Aku mau tanya padamu,” potong Majikan patung emas itu

dengan cepatnya.

“Jika diantara mereka suami istri ada yang sakit kemudian mati,

apakah yang lainnya juga bersamaan waktu ikut mati?”

“Ini...”

“Makanya..,” sambung Majikan patung emas itu lagi dengan

cepat, “Mereka adalah dua orang bukan satu orang”

“Tapi mereka selamanya turun tangan secara bersama-sama”

“Itulah karena mereka dari aliran sesat, seluruh gerak-gerik serta

perbuatannya bertentangan dengan pihak lurus, kau anggap mereka

turun tangan bersama-sama merupakan pekerjaan yang benar?”

“Sekali pun tidak benar” sahut Ti Then tidak mau kalah, tapi

mereka tidak mau melawan aku satu lawan satu, sedang dengan

berduaan melawan aku seorang sukar bagiku untuk memperoleh

kemenangan”

“Wi Ci To bisa membantumu” seru Majikan patung emas itu

singkat.

“Begitu dia turun tangan maka sejak itu juga antara pihak

Benteng Pek Kiam Po serta Istana Thian the Kong akan mengikat

suatu permusuhan yang tidak ada habisnya”

“Hmm..hmm..” dengus Majikan Patung emas itu dengan

dinginnya, “Kau bisa bekerja sama dengan Wi Ci To untuk

membunuh mati mereka suami istri berdua, dengan begitu

bukannya menjadi beres?”

“Aku bisa bekerja sama dengan Wi Ci To untuk mengalahkan

mereka suami istri berdua, tapi untuk membereskan nyawanya aku

kira merupakan suatu urusan yang agak sukar”

“Kalau bisa merebut kemenangan kenapa tidak bisa bunuh

mereka?” bantah Majikan patung emas itu dengan amat dingin.

“Misalkan saja setan pengecut itu, sewaktu berada di selat sempit

malam itu jika dia mau melawan aku terus sudah tentu aku bisa

bereskan dirinya, tapi dia sudah melarikan dirinya”

“Hmmm...walau pun tidak bisa membereskan nyawa Anying

langit Rase bumi seketika itu juga, hal ini bukanlah suatu urusan

yang patut dirisaukan” seru Majikan Patung emas, “Walau pun

jumlah anak buah dari Benteng Pek Kiam Po tidak bisa memadahi

banyaknya anggota dari pihak Thian The Kong tapi istana Thian The

Kong hanya merupakan sarang burung saja, untuk membasmi

mereka bukanlah suatu urusan yang amat sulit”

“Omonganmu terlalu ringan” ujar Ti Then sesudah mendengar

perkataannya itu.

“Hmmm” Majikan Patung emas itu mendengus lagi dengan amat

dinginnya. “Urusan ini belum terjadi karena itu tidak perlu dirisaukan

lagi. Sejak kau memasuki Benteng Pek Kiam Po hingga saat ini

sudah ada satu bulan lamanya, sedang waktu yang sudah aku

tentukan buatmu untuk menikah dengan Wi Lian In adalah tiga

bulan, kini hanya tinggal satu setengah bulan lagi kau harus

melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya”

“Hey Majikan patung emas” seru Ti Then dengan agak gusar,

“Kau mau aku suruh aku lari ke hadapannya lalu bilang, Nona Wi,

cepat kau kawin dengan aku!”

“Kenapa tidak?”

“Sungguh suatu omong kosong”

“Aku lihat Wi Ci To sama sekali tidak menaruh perasaan curiga

terhadap dirimu” ujar Majikan patung emas lagi, “Sedang Wi Lian In

sendiri agaknya juga punya perhatian terhadap dirimu, kau boleh

memperlihatkan permainanmu yang berbeda di hadapan mereka

ayah beranak, tidak perduli bagaimana pun juga di dalam satu

setengah bulan mendatang kau harus selesai dengan tugasmu ini”

“Usaha yang tergesa-gesa tidak akan mencapai pada tujuan, kau

pernah mendengar perkataan ini belum?” seru Ti Then sembari

tertawa.

“Jika kau tidak berhasil menjadi suami Wi Lian In di dalam jangka

waktu saru setengah bulan ini, hal ini merupakan suatu kerugian

yang amat besar bagiku”

“Urusan perkawinan merupakan suatu urusan yang besar”

bantah Ti Then lagi, “Urusan ini harus ditentukan oleh ayah ibu kita,

sedang ibu dari Wi Lian In sudah lama tidak berada di dalam dunia

ini lagi, dia harus mendengarkan perkataan dan keputusan dari

ayahnya tapi Wi Ci To merupakan seorang yang sangat teliti dan

tidak terlalu percaya terhadap orang lain, hanya dalam jangka waktu

satu setengah bulan saja tidak mungkin dia bisa mengawinkan

putrinya kepadaku”

“Hemm..”

“Kau bilang betul tidak?” desak Ti Then itu lagi.

Majikan patung emas itu membungkamkan diri tidak bicara lagi.

Majikan patung emas itu segera menarik kembali patung

emasnya, lalu menutup kembali atap rumah dan meninggalkan

tempat itu secara diam-diam.

Ti Then tersenyum, segera dia susupkan diri ke dalam selimut

dan tidur dengan nyenyaknya.

Kokokan ayam jago membising telinga dipagi hari, sinar matahari

dengan tajamnya memancarkan sinar keseluruh ruangan, suatu pagi

yang cerah menjelang kembali.

Agaknya keadaan Wi Lian In terhadap Ti Then saat ini sudah

tidak bisa ditinggal barang sekejap pun, baru saja Ti then selesai

mencuci muka dia sudah datang untuk mengundang Ti Then

sarapan pagi.

Selesai sarapan pagi, dia pun minta Ti Then bertindak sebagai

Kiauw tauw untuk menurunkan kepandaian selat kepadanya.

Dengan perasaan amat girang Ti Then memenuhi semua

ajakannya, bersama dirinya berjalan menuju ke lapangan latihan

silat.

Ujar Wi Lian In kepada diri Ti Then:

“Kita kaum wanita jika disuruh latihan ilmu telapak atau ilmu

pukulan kiranya tidak sesuai, lebih baik Ti Kiauw tauw ajari aku

main ilmu pedang saja”

“Baiklah” sahut Ti Then sembari mengangguk, “Biar aku mainkan

satu kali buatmu”

Selesai berkata dia mencabut keluar pedangnya dan mainkan

satu gerakan dengan amat perlahan.

Pada siang harinya mereka menyelesaikan latihan untuk hari itu,

ujar Wi Lian In kemudian dengan suara perlahan:

“Selesai makan siang, bagaimana kalau kita pesiar ke atas

gunung?”

“Tidak” jawab Ti Then menolak ajakannya itu, “Dalam beberapa

hari ini aku harus tetap tinggal di dalam Benteng untuk menanti

kedatangan hwesio-hwesio dari Siauw lim Pay serta Anying langit

Rase bumi”

Mendengar ajakannnya ditolak Wi Lian In mencibirkan bibirnya:

“Mereka tidak akan datang begitu cepat!” serunya.

“Hal ini sukar untuk kita bicarakan sekarang”

“Aku tidak mau bicara sama kau lagi” seru Wi Lian In

mengambek, kakinya dijejakkan ke atas tanah dengan keras, “Aku

mengundang kau berpesiar ke atas gunung kau menolak, lain kali

jika kau mengundang aku saat itu aku juga tidak mau”

“Bagaimana kalau begini saja, kita jangan pergi terlalu jauh,

hanya cukup duduk-duduk di atas tebing Sian Ciang saja” ujar Ti

Then kemudian sembari tertawa, “Di atas tebing Sian Ciang kita bisa

mengawasi pemandangan seluruh Benteng, jika terlihat sedikit

situasi yang tidak baik kita masih punya waktu untuk lari turun”

Wi Lian In hanya ingin pergi berduaan dengan dia, karena itu

terhadap usulnya ini tidaklah terlalu rebut.

“Bagus” teriaknya kegirangan sesudah mendengar perkataan itu,

cepat kita pergi bersantap”

Tapi sewaktu mereka bersantap siang itulah mendadak Wi Ci To

tersenyum sambil ujarnya:

“Ti Kiauw tauw, lohu dengar dari hu-pocu katanya permainan

caturmu amat tinggi?”

“Mana, mana..” seru Ti Then tetap merendah, “Sewaktu

boanpwe bermain catur dengan Hu-pocu kedua-duanya boanpwe

memegang biji hitam sedang hasilnya pun satu kali menang satu

kali seri”

“Tidak salah” sambung Huang Puh Kian Pek sembari tertawa,

“Tapi lohu bisa melihatnya kalau sewaktu permainan kedua Ti

Kiauwtauw sengaja mengalah”

“Tidak..tidak..” bantah Ti Then cepat, “Selamanya jika boanpwe

bermain dengan orang lain jika makan terus makan, selamanya

belum pernah mengalah dengan siapa pun”

“Wi Ci To tersenyum.

“Tinggi atau rendah nanti lohu sekali pandang segera akan tahu”

ujarnya, “Nanti biarlah lohu mengalah tiga biji catur terlebih dulu

kepada Ti Kiauw tauw”

“Baiklah” sahut Ti Then menyanggupi, “Boanpwe dengar

permainan catur dari Pocu amat tinggi dan merupakan jago tak

terkalahkan dalam dunia saat ini, harap pocu banyak memberi

petunjuk kepada boanpwe”

“Tidak bisa!” mendadak teriak Wi Lian In.

“Kenapa tidak bisa?” tanya Wi Ci To melengak.

“Tadi Ti Kiauw tauw sudah berjanyi kepadaku untuk mengajak

aku berpesiar ke atas tebing Sian Ciang sehabis bersantap”

Wi Ci To memandang sekejap kearah putrinya kemudian

memandang pula kearah Ti Then, dalam hati dia tahu, yang mau

adalah siapa, segera dia tersenyum.

“Kalau memangnya begitu” ujarnya kemudian, “Biarlah sesudah

kembali dari tebing Sian Ciang baru kita main catur”

Demikianlah, sesudah habis bersantap siang Wi Lian In dengan

perasaan amat girang membawa Ti Then keluar benteng untuk

kemudian mendaki ke atas tebing Sian Ciang.

Tebing Sian Ciang merupakan sebuah bukit tebing dengan tinggi

mencapai puluhan kaki tingginya, dari atas puncak tebing itu dapat

melihat seluruh pemandangan dari Benteng Pek Kiam Po dengan

teramat jelasnya.

Kedua orang itu setelah mencapai puncak tebing segera duduk

berjajar di sebelah tebing yang berlatarkan Benteng Pek Kiam Po,

ujar Ti Then kemudian sesudah memandang sekejap sekeliling

tempat itu.

“Benteng kalian bisa berdiri di samping gunung merupakan suatu

keangkeran yang luar biasa, hanya saja ada satu kekurangannya”

“Kekurangan apa?” tanya Wi Lian In dengan cepat.

“Jika ada orang yang mau menyerang Benteng bisa naik dari atas

tebing ini”

“Hal ini tidak mungkin bisa terjadi” potong Wi Lian In dengan

cepat sembari tertawa, “Sekali pun kepandaian silat orang itu lebih

tinggi pun tidak mungkin bisa meloncat turun dari sini”

Ti Then tersenyum.

“Yang aku maksud bukanlah manusia, tetapi batu besar serta

panah berapi”

“Ooh..benar!” teriak Wi Lian In kaget, sedang air mukanya sudah

berubah sangat hebat.

“Jika musuh melontarkan batu-batu besar dari sini maka seluruh

Benteng Pek Kiam Po akan hancur, jika memanahkan panah-panah

berapi maka seluruh Benteng Pek Kiam Po akan terbakar hangus”

tambah Ti Then lagi.

Wi Lian In menarik napas panjang.

“Selamanya kita belum pernah memikirkan akan hal ini, kau kira

mereka berani tidak melakukan hal ini?” tanyanya.

“Semoga saja tidak”

“Dugaanmu ini sangat tepat sekali, nanti aku mau laporkan

urusan ini kepada Tia, biar dia kirim beberapa orang pendekar

pedang untuk menyaga di atas tebing ini”

“Ehmm..seharusnya

mengangguk.

memang

begitu”

sahut

Ti

Then

“Coba kau lihat” seru Wi Lian In tertawa sambil menuding kearah

Benteng Pek Kiam Po, “Di situlah letaknya kamarmu, nomor tiga dari

sebelah kiri deretan ketiga..sudah terlihat belum?”

“Ehmm..sudah”

Dia masih melihat juga atap kamarnya, karena di dalam otaknya

tanpa terasa sudah memikirkan dengan cara bagaimana Majikan

patung emas itu bisa muncul di atas atap kamarnya tanpa

mengeluarkan sedikit suara pun, sedangkan para pendekar pedang

yang menerima perintah untuk mengawasi dirinya secara diam-diam

pun tidak aka nada yang melihat.

Wi Lian In yang melihat dia dengan termangu-mangu sedang

memandangi keadaan Benteng segera menyenggol tangannya.

“Hey, kau sedang pikirkan apa?” tanyanya sambil tertawa.

Ti Then menarik kembali pandangannya.

“Aku tidak sedang berpikir” sahutnya sambil tertawa, “Sebaliknya

sedang melihat..”

“Melihat kamarmu itu?” Tanya Wi Lian In sembari tertawa manis.

“Tidak, melihat ruangan lainnya, ruangan di hadapan kamar buku

ayahmu”

“Loteng penyimpan kitab?”

“Benar” jawab Ti Then sambil mengangguk, “Si Lo-cia pernah

beritahu padaku untuk jangan mendekati loteng penyimpan kitab

itu, dia bilang ayahmu melarang siapa pun juga untuk memasuki

loteng penyimpan kitab itu termasuk kau serta Hu-pocu”

“Benar..” ujarnya dengan serius.

Dengan pandangan tajam Ti Then memandangi wajahnya,

kemudian tanyanya.

“Kenapa?”

“Aku sendiri juga tidak jelas, Tia hanya bilang di dalam loteng itu

disimpan berbagai kitab yang sangat berharga sekali”

“Kau percaya?”

“Aku...aku tidak percaya, tapi aku tidak berani Tanya” sahut Wi

Lian In dengan terputus-putus.

“Bukankah ayahmu sangat sayang padamu?”

“Benar” jawab Wi Lian In, “Urusan apa

pun dia mau

menyanggupi diriku, tapi dia melarang aku memasuki loteng

penyimpan kitab itu, dengan serius dia pernah memberi peringatan

kepadaku untuk jangan mendekati loteng tersebut. Pernah dua kali

secara diam-diam menyelundup masuk ke sana akhirnya diketahui

oleh Tia. Untuk pertama kalinya dengan sangat gusar dia hanya

memaki dan memarahi aku tapi ketika kedua kalinya bukan saja

memaki dan memarahi aku, bahkan memukul diriku”

“Kau dipukul?” tanya Ti Then dengan amat terkejut.

“Benar” sahutnya sambil tertawa, “Untuk pertama kalinya dia

pukul aku bahkan memukul dengan keras sekali membuat aku

hampir-hampir setengah mati”

“Itulah sangat aneh sekali, bagaimana ayahmu bisa pandang

harta kekayaan itu jauh lebih tinggi daripada dirimu?”

Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.

“Aku pikir di dalam sana tentunya tidak disimpan barang-barang

berharga saja” serunya dengan sedih, “Di sana tentu disimpan suatu

rahasia yang punya hubungan sangat erat dengan Tia”

“Apa bisa suatu barang pusaka yang amat berharga?”

“Seharusnya bukan” sahut Wi Lian In sambil gelengkan

kepalanya, Tia tidak begitu gemar menyimpan harta, jika memiliki

suatu pusaka yang amat berharga dia tentu akan beritahukan

kepadaku”

Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya lagi.

“Waktu itu sesudah memukul aku dengan amat keras agaknya

dia merasa sangat menyesal, dia lari kekamarku untuk menghibur

diriku bahkan dengan melelhkan air mata minta aku jangan sampai

memasuki loteng penyimpan kitab itu lagi, waktu itu aku secara

tiba-tiba merasa Tia begitu kasihan lalu menyanggupinya, bahkan

sudah angkat sumpah untuk selamanya tidak memasuki loteng

penyimpan kitab itu lagi, demikianlah sejak hari itu aku tidak berani

mendekati sana lagi”

“Bagaimana dengan Hu pocu?” tanya Ti Then kemudian.

“Selamanya dia pun tidak pernah menanyakan loteng penyimpan

kitab itu, terhadap hal itu agaknya dia tidak mau ambil perduli”

“Para pendekar pedang di dalam Benteng juga tidak ada seorang

pun yang berani untuk menyelidiki?”

“Dulu memang pernah ada seorang pendekar pedang merah

secara diam-diam sudah menyelundup masuk ke dalam loteng, tapi

baru saja satu langkah memasuki pintu segera terjirat mati oleh

alat-alat rahasiai yang dipasang di sana”

“Benar” jawab Ti Then dengan bergidik, “Aku dengar si Lo-cia

juga pernah berkata kalau di dalam loteng penyimpan kitab itu

memang dipasang alat-alat rahasia yang teramat lihay”

Dengan perlahan Wi Lian In mengulurkan tangannya yang putih

mulus untuk mencekal pergelangan tangannya.

Dengan mesrahnya Wi Lian In menyandarkan badannya ke atas

dada Ti Then, dengan suara yang penuh perasaan cinta ujarnya:

“Aku tahu kau sangat baik sekali..”

“Tidak!” teriak Ti Then dengan perasaan menyesal, “Aku tidak

baik, mungkin pada suatu hari kau bisa merasa aku jauh lebih jahat

dari Hong Mong Ling”

“Aku tidak percaya” sahut Wi Lian In sembari tertawa.

“Lebih baik kau jangan terlalu percaya kepada diriku”

Pada wajah Wi Lian In terlintaslah suatu sinar kebahagiaan,

ujarnya dengan perlahan:

“Jika kau bukan seorang yang patut dipercayai, maka di dalam

dunia ini tidak aka nada orang yang bisa dipercayai lagi”

“Bukankah dahulu kau sangat percaya terhadap Hong Mong

Ling?” ujarnya sambil tertawa pahit.

Wi Lian In mengerutkan keningnya rapat-rapat ketika mendengar

perkataan itu.

“Itulah karena aku sudah dibuat buta, tapi aku hanya bisa buta

untuk satu kali saja” ujarnya.

Ti Then tersenyum kembali.

“Mungkin aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po memang

mem punyai suatu rencana tertentu seperti yang dikatakan oleh

Hong Mong Ling dahulu”

“Jangan sebut dia lagi!” teriak Wi Lian In dengan gemas, “Aku

tidak mau dengar namanya lagi”

Dengan perlahan Ti Then hanya bisa menghela napas panjang

saja, kemudian bungkam di dalam seribu bahasa.

“Kenapa kau menghela napas panjang?” Tanya Wi Lian In

dengan heran ketika mendengar Ti Then menghela napas.

“Tidak mengapa” sahutnya sembari gelengkan kepala.

Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In memandang wajahnya

tanpa berkedip.

“Apakah kau menganggap karena aku

dengan dia lalu aku adalah..”

punya ikatan jodoh

“Bukan..bukan..” bantah Ti Then dengan amat gugup, “Aku tidak

punya pikiran begini, aku tahu kau masih suci bersih”

“Semua orang menganggap jika seorang nona sudah dijodohkan

dengan orang lain maka mati hidupnya termasuk orang keluarga itu,

apa kau punya pandangan begini?”

“Tidak”

“Kalau begitu...”

Tetapi ketika dilihatnya wajah Ti Then amat murung maka

tanyanya dengan cepat.

“Lalu kenapa kau tidak genmbira?”

“Siapa bilang aku tidak gembira?” tanya Ti Then sembari tertawa

paksa.

“Kau jangan menipu aku, aku bisa melihatnya kalau di dalam

hatimu ada urusan”

“Aku sedang berpikir, loteng penyimpan kitab ayahmu bisa

mendatangkan banyak bencana bagi dirinya”

“Kau boleh legakan hati” ujar Wi Lian In tersenyum, “Sejak

adanya Benteng Pek Kiam Po Loteng penyimpan kitab itu sudah

ada, tapi selama puluhan tahun ini belum pernah terjadi orang luar

ada yang datang menyelidiki tempat itu”

“Musuh luar bisa dicegat tapi musuh dalam selimut sukar

ditahan”

“Tidak ada musuh dalam selimut” seru Wi Lian In dengan keras.

"Semoga saja begitu."

Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In mengawasi wajahnya

kembali. "Kau kira ada tidak?" tanyanya.

"Jika aku sudah mengemukakan dugaanku, harap kau jangan

marah dan jangan ada orang ketiga yang mendengar." ujar Ti Then

dengan serius.

"Baiklah."

bicaralah"

sahutnya

sambil

mengangguk,

"Mau

bicara.

.

"Kemarin sewaktu aku berbaring di atas pembaringan sudah

berpikir sangat lama sekali, aku merasa Hu Pocu memang patut kita

curigai."

Wi Lian In menjadi terkejut bercampur heran.

"Bukankah sewaktu makan malam kemarin dia sudah buka kain

pengikat kepala untuk kita lihat?" ujarnya

"Tidak salah, tapi hanya sepintas lalu saja tidak bisa dilihat lebih

jelas."

"Tapi aku bisa melihatnya teramat jelas" jawab Wi Lian In

dengan pasti. "Di atas kepalanya memang tidak terlihat sedikit

bekas lukamu."

Ti Then tersenyum tawar.

"Dia bisa memotong kulit kepala orang lain sesudah kering

kemudian ditempelkan pada bekas lukanya sendiri, hal itu hanya

bisa dilihat dengan jelas jika kita memeriksa dengan lebih teliti."

ujarnya.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 13.1: Ku Ie dan Liuw Su Cen berkunjung

Wi Lian In merasa terkejut bercamput

mementangkan mata lebar-lebar tanyanya.

heran,

dengan

"Kau kira dia bisa berbuat begitu?"

"Ehmm, hanya itu dugaanku saja, benar atau tidak harus kita

buktikan sendiri"

Dengan mengerutkan alisnya rapat-rapat lama sekali Wi Lian In

termenung untuk berpikir keras, kemudian barulah dia mengangguk.

"Tidak salah" sahutnya dengan nada serius "Jika bilang dia

bukanlah si setan pengecut itu, secara tiba-tiba dia bisa memakai

kain pengikat kepala pada waktu yang bersamaan, hal ini memang

sedikit mencurigakan, tapi kita hendak menggunakan siasat apa

pergi memeriksa keadaan kepalanya itu"

"Kita harus melaksanakan tugas ini dengan pinyam kesempatan

sewaktu dia tidak merasa."

"Jadi maksudmu menanti dia tertidur dengan amat nyenyak?"

tanya Wi Lian In.

"Tidak bisa, tidak bisa" seru Ti Then dengan cepat sembari

gelengkan kepalanya. "Dia merupakan manusia macam apa? Asal

satu langkah kau memasuki kamarnya dia pasti akan segera

terbangun."

"Kalau tidak begitu" seru Wi Lian in dengan cemberut, "Kita mau

gunakan cara apa lagi?"

Melihat sikapnya yang cemberut itu Ti Then tersenyum.

"satu-satunya cara kita harus gunakan obat pemabok" sahutnya

"Sebelum dia masuk kamar untuk tidur secara diam-diam kita harus

masukkan obat pemabok itu ke dalam teko air tehnya"

"Caramu itu walau pun bagus, tapi sewaktu dia sadar kembali,

segera akan diketahui olehnya kalau dia sudah mendapat bokongan

pihak musuh."

Ti Then tersenyum lagi

"Asalkan sesudah minum teh lalu dia naik ke atas pembaringan

untuk istirahat maka hal itu tidak akan dirasakan olehnya"

Dia berhenti sebentar untuk berganti napas, lalu sambungnya

lagi:

"Sekali pun omong kosong kita bilang dia merasa kalau dirinya

sudah dibokong orang lain, hal itu tidaklah penting jika terbukti

pada kepalanya tidak terdapat bekas luka, cukup asaikan dia tidak

tahu kalau orang yang memberi obat pemabok itu adalah kita

berdua hal ini tidaklah mengapa"

Wi Lian in berdiam diri untuk berpikir beberapa waktu lamanya,

kemudian barulah mengangguk sambil sahutnya:

"Baiklah, kalau begitu kita putuskan pakai obat pemabok saja.

Biarlah aku yang secara diam-diam memasukkan benda tersebut ke

dalam teko air tehnya, tapi . . . kau punya obat pemabok itu?"

"Tidak ada"

"Di dalam benteng kita juga tidak terdapat benda semacam itu,

lalu bagaimana sekarang baiknya?" tanya Wi Lian in sedikit cemas.

"Kita bisa pergi ke dalam kota untuk membelinya di warung obat,

asal kita mau kasih uang lebih banyak sudah tentu mereka pasti

juga menjualnya kepada kita."

"Ehm .. . " sahutnya Wi Lian in kemudian sembari mengangguk,

"Tetapi siapa yang pergi beli"

"Sebaiknya kau saja yang pergi lebih baik aku jangan tinggalkan

tempat ini"

"Baiklah, sekarang berangkat saja bagaimana?"

Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah kasih

jawaban-

"Bila sebelum hari gelap kau bisa barangkat kembali ke sini,

sekarang pergi pun tidak ada halangannya, kalau tidak berangkat

besok pun belum terlambat."

"Kalau begitu aku berangkat sekarang saja" seru Wi Lian in

dengan cepatnya "Tunggu saja setelah aku berhasil beli barang itu

barulah kita pulang ke Benteng bersama-sama, setelah itu malam ini

kau harus tantang Tia adu main catur, dengan begitu pasti dia akan

menonton di samping. saat itulah aku mau gunakan kesempatan

tersebut memasuki kamarnya" Selesai berkata dia segera bangkit

berdiri.

Ti Then pun segera ikut bangkit: "Lebih baik aku ikut kau saja"

ujarnya.

Wi Lian in menjadi tertegun: "Bukankah tadi kau bilang tidak

leluasa untuk tinggalkan tempat ini" tanyanya dengan penuh

keheranan.

"Tadi aku bilang jika kita berangkat besok pagi, sekarang kita

semua sudah berada diluar benteng, kita boleh berangkat ke dalam

kota secara diam-diam, tentunya gerak gerik kita ini tak akan

diketahui oleh orang lain."

Wi Lian In yang mendapat kawan berjalan seorang seperti Ti

Then ini sudah tentu dalam hati merasa sangat girang sekali.

"Betul" serunya dengan penuh kegirangan "Mari kita berangkat

bersama-sama."

Demikianlah mereka berdua itu dengan mengikuti jalan semula

menuruni tebing tersebut, sesudah mengitari bawah gunung dengan

cepat mereka berdua berangkat menuju kekota keresidenan Go bi.

Jarak antara benteng pedang menuju ke kota Go bi kurang lebih

ada empat puluh li jauhnya, sepanjang jalan antara kedua tempat

itu jarang terdapat dusun yang di tinggali orang karena itu orang-

orang yang melakukan perjalanan pun tidaklah begitu banyak.

Mereka berdua dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh

masing-masing dengan cepat melakukan perjalanannya, tak sampai

satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam kota

kerisidenan Go bi tersebut.

Kali ini merupakan pertama kali Ti Then memasuki kota kembali

sesudah terjadinya peristiwa di dalam sarang pelacur Touw Hoa

Yuan, karena takut sampai dikenali kembali orang-orang dari sarang

pelacur Touw Hoa Yuan itu, karenanya begitu tiba di dalam kota dia

berusaha keras untuk menghindari tempat sarang pelacur tersebut.

Sesudah berjalan belak belok dan melaluijalan-jalan kecil yang

sepi tidak lama kemudian terlihatlah oleh mereka diseberang jalan

terdapat sebuah kedai penjual obat. Ujarnya kemudian kepada Wi

Lian in dengan suara yang amat rendah.

"Kau tunggulah sebentar di sini, biar aku yang pergi beli."

Selesai berkata dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke

dalam kedai penjual obat itu.

Begitu masuk ke dalam warung penjual obat tersebut segera

terlihatlah seorang tua yang berdiri di balik lemari dengan sangat

hormat sekali menggape ke arahnya.

"Silahkan duduk, silahkan duduk." ujarnya sembari tersenyum,

"Kongcu. . kau mau cari apa?"

Dengan cepat Ti Then berjalan mendekati sisi tubuh kakek tua

itu, kemudian barulah ujarnya dengan suara rendah. "Cayhe mau

cari sedikit obat pemabok."

"Mao beli apa?" tanya kakek tua itu dengan air muka tertegun.

" Obat pemabok. "

"Maaf . . . maaf." seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya.

"Di dalam warung kami tidak dijual obat semacam itu"

Dari dalam sakunya Ti then mengambil keluar dua tahil perak

yang kemudian diletakkan di atas meja.

"Cayhe hanya mencari satu bungkusan kecil saja." desaknya

dengan nada serius.

"Tidak ada. . tidak ada" Dari dari dalam sakunya Ti Then

mengeluarkan satu tahil perak kembali dan diletakkan di samping

dua tahil perak semula, sambil tersenyum tanyanya.

" Kalian sungguh-sungguh tidak menjual barang tersebut"

Sinar mata kakek tua itu dengan tajamnya memperhatikan uang

yang terletak di atas meja itu, napasnya menjadi memburu,

kemudian berubah menjadi ngos-ngosan sedikit gugup,

"Benar .... benar dulu memang masih ada sedikit, kemudian ....

kemudian . . sudah terjual habis."

Dari dalam sakunya sekali lagi Ti Then mengambil keluar satu

tahil perak. kemudian ujarnya sembari tersenyum:

"Mungkin masih ada sisa sedikit, tolong kau carikan sedikit buat

aku . . ."

Air muka kakek tua itu ma kin lama berubah menjadi memutih,

kemudian sahutnya lagi dengan gugup,

"Baik . . . baik . . baik . . . biar lohan pergi cari-cari"

Selesai berkata dengan tergesa-gesa dia berlari masuk ke dalam

bilik kamarnya.

Beberapa saat kemudian terlihatlah dengan wajah penuh

kegirangan dia berjalan keluar.

"Kongcu" serunya sembari tertawa. "Keuntunganmu sungguh

bagus sekali, ternyata memang tersisa sedikit"

Sambil berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebuah

bungkusan kecil yang sangat tipis yang kemudian diangsurkan ke

arah Ti Then, sedang tangannya yang sebelah sudah mulai

mencomot uang perak yang terletak di atas meja.

Ti Then sesudah bungkusan yang berisikan obat pemabok itu

mendadak dia ulur tangannya menekan tangan kakek tua itu yang

sedang mengambil uang di atas meja tersebut.

"Tunggu dulu" serunya sembari tertawa.

Air muka kakek tua itu seketika itu juga berubah sangat hebat,

dengan ketakutan, tanyanya. "Ada urusan apa?"

Ti Then tersenyum.

"Jual belikan obat pemabok merupakan suatu pelanggaran

undang-undang negara, mungkin tentang hal ini kau pun tahu

bukan" ujarnya dengan nada menggertak.

Saking terkejutnya seluruh tubuh kakek tua itu sudah mulai

gemetar, ujarnya dengan Suara yang tersedu-sedu:

"Kau . . . kau petugas dari pengadilan ??"

"Ha ha ha . . . bukan. . bukan."Jawab Ti Then dengan tertawa

tak henti-hentinya, "Tapi aku bisa membawa bungkusan obat

pemabok ini sebagai bukti untuk dilaporkan pada pengadilan, waktu

itu...."

Kakek tua itu menjadi sangat terperanyat.

"Kongcu bagaima kau bisa mencelakai orang seperti begitu?"

ujarnya dengan perasaan tidak puas? "Tadi Lohan sudah bilang

kalau tidak ada, adalah kongcu sendiri yang terus memohon . . ."

"Kamu orang tidak perlu begitu tegang" potong Ti Then sembari

tersenyum "Aku tidak akan melaporkan urusan ini kepada

pengadilan"

Saat ini kakek tua itu baru bisa menghembuskan napas lega

sambil menyeka keringat yang mengucur keluar ujarnya. " Kongcu

kau betul-betul pandai menggoda. . ."

"Ehmmm . . . .aku merasa obat ini sedikit kemahalan, hanya satu

bungkus begini sudah minta empat tahil perak. . sungguh mahal

sekali"

"Omongan apa itu ???" Teriak kakek tua itu sedikir gusar. "

Lohan selama ini belum pernah membicarakan soal harga, bukankah

kongcu sendiri yang rela memberi uang sebegitu banyak"

"Oh begitu? Kalau begitu cayhe mohon diri dulu." ujar Ti Then

dengan serius.

Sesudah memasukkan bungkusan obat itu ke dalam sakunya

dengan cepat dia putar tubuhnya berjalan pergi.

Agaknya kakek tua itu merasa urusan tak beres, dengan cemas

teriaknya. "Tunggu sebentar."

"Ada petunjuk apa lagi?" Tanya Ti Then sembari menoleh ke

belakang sedang di dalam hati dia merasa sangat geli sekali.

Dari dalam sakunya kakek tua itu mengeluarkan dua tahil perak

kemudian disusulkan ketangan Ti Then, ujarnya sambil menghela

napas panjang. "Begitu sudahlah, heei...."

Tanpa sungkan-sungkan Ti Then menerima kembali uang perak

itu dan dimasukkan ke dalam sakunya, sambil tersenyum dia

berjalan meninggalkan warung itu untuk kembali kesisi Wi Lian In.

"Ayoh jalan" ujarnya tersenyum.

"Sudah dapatkan barang itu??" tanya Wi Lian In ditengah jalan,

agaknya dia merasa tak tenang.

"Sudah"

"Apa dia juga menanyakan digunakan buat apa barang itu?"

tanya Wi Lian In lagi.

"Tidak" sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Hanya aku sudah

berbuat guyon dengannya, urusan selanjutnya biarlah sesudah

meninggalkan kota kita bicarakan lagi."

Mereka berdua tidak berani berhenti terlalu lama di dalam kota,

karenanya dengan cepat kedua orang itu bergerak keluar kota.

Sesampainya di pinggiran kota barulah Ti Then mulai

menceritakan kisahnya mempermainkan si kakek tua penjual obat

itu membuat Wit Lian in tertawa terpingkal-pingkal saking gelinya.

"Kau jadi orang sungguh curang" ujarnya sembari tertawa,

"Sudah memperoleh barangnya orang lain merasa sayang untuk

keluar uang buat membayar"

Bukannya aku merasa sayang" bantah Ti Then sambil tertawa

juga. "Kebanyakan orang-orang yang memperjual belikan obat-

obatan semacam itu bukanlah manusia baik- baik, biarlah kali ini

mereka sedikit merasakan kelihayanku"

Sambil berkata dia mengambil keluar bungkusen kecil yang

berisikan obat pemabok itu lalu dibukanya untuk Wi Lian in lihat.

"Nah kau terimalah barang ini" ujarna kemudian.

Wi Lian in menyambut bungkusan kecil berisikan obat pemabok

tersebut.

"Aku harus masukkan seberapa banyak obat ini ke dalam teko air

tehnya?" tanyanya kemudian.

"Aku kira separuh sudah cukup"

"Baiklah" seru Wi Lian in kemudian sambil anggukkan kepala,

"Baiknya kita kerjakan malam ini juga."

"Jikalau kita berhasii mengetahui dia adalah si Setan pengecut

itu, kau pikir baiknya bertindak bagaimana?"

"Akan kuberitahukan kepada Tia, biarlah Tia yang mengambil

tindakkan selanjutnya" jawab Wi Lian in-

Ti Then menganggukkan kepalanya menyetujui, kemudian sambil

menghela napas panjang, ujarnya lagi:

"Aku sangat mengharapkan dia bukanlah si Setan pengecut itu."

Mereka berdua sembari melanjutkan perjalanan sembari

bercakap-cakap. sesampainya di depan benteng Pek Kiam Po, cuaca

sudah menunjukkan hampir malam.

Baru saja mereka menginyakkan kakinya ke dalam Benteng,

segera terlihattah seorang pendekar pedang putih sudah

menyambut kedatangan mereka, ujarnya sambil bungkukkan

badannya memberi hormat. "Ti Kiauw tauw kau sudah kembali"

"Ehmm ... " sahut Ti Then sernbari anggukkan kepalanya. "Ada

urusan apa?"

"Tadi Pocu sudah beri pesan, katanya jika Ti Kiauw tauw serta

nona sudah balik ke dalam benteng dipersilahkan segera menuju

keruangan tamu" ujar pendekar pedang putih itu dengan amat

sopan.

Dalam hati Ti Then hanya merasakan jantungnya berdebar-debar

amat keras, tanyanya dengan amat cemas. "Sudah terjadi peristiwa

apa?"

"Ada orang yang datang menyambang diri Ti Kiauw tauw."

"Apakah mereka adalah Anying langit Rase bumi atau mungkin

hwesio-hwesio dari Siauw Limpay?" tanya Ti Then lagi dengan

perasaan lebih cemas.

"Semua bukan . . ."jawab pendekar pedang putih itu sambil

gelengkan kepalanya.

" Kalau begitu siapa mereka Cayhe tidak kenal."

Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat heran, tidak

mungkin ada temannya yang datang menyambangi dia, karena itu

pikirannya menjadi kacau, sambil memandang sekejap kearah Wi

Lian in, ujarnya kemudian- "Cepat kita pergi melihat."

Selesai berkata dengan langkah tergesa-gesa dia berjalan

menuju keruang tamu. Mereka berdua dengan tergesa-gesa menuju

ke dalam ruang tamu, begitu masuk ke dalam ruangan segera

terlihatlah di dalam ruangan sudah hadir dua orang lelaki dan dua

orang wanita, yang lelaki adalah Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek.

yang wanita adalah germo dari Sarang pelacur Touw Hua Yuan, Ku

Ie serta pelacur terkenal Liuw Su Cen.

Begitu Ti Then tampak Ku Ie serta Liuw Su Cen, secara tiba tiba

di dalam Benteng Pek Kiam Po ini membuat hatinya seketika itu

juga terasa tergetar dibuatnya, dengan cepat dia menahan langkah

selanjutnya untuk beberapa saat lamanya tidak sanggup

mengucapkan Sepatah kata pun-

Munculnya Ku Ie serta Liauw su Cen secara tiba-tiba di dalam

Benteng Pek Kiam Po ini jika dibicarakan terhadap dirinya boleh

dikata merupakan suatu pukulan yang fatal. Bagaimana mereka bisa

sampai di sini?

Hmmm, Tentu hasil permainan dari Hong Mong Ling, sesudah

berdiri tertegun beberapa waktu lamanya, segera dia melanjutkan

perjalanannya menuju ke depan, kepada Wi Ci To sembari memberi

hormat ujarnya:

"Pocu, tadi boanpwe dengar dari seorang pendekar pedang putih

katanya ada tamu yang datang mencari boanpwe?"

"Benar" Sahut Wi Ci To dengan wajah amat serius, sambil

menuding kearah Ku Ie serta Liauw Su Cen sambungnya:

"Kedua orang perempuan inilah yang sedang mencari kau"

Waktu itu Ku Ie serta Liauw Su Cen sudah berdiri dari tempat

duduknya, terlihatlah Ku Ie dengan wajah penuh senyuman ramah

sudah membuka mulutnya dan berkata: "Lu Toakongcu, tentu kau

sudah lupa pada kami ibu beranak bukan?"

Liauw su Cen dengan cepat bungkukkan badannya memberi

hormat, sambungnya dengan suara yang merdu genit:

"Kami datarg menyambangi secara tiba-tiba, harap Lu kongcu

jangan marah"

Mendengar omongan mereka berdua yang tidak karuan itu tanpa

terasa Ti Then sudah kerutkan alisnya rapat-rapat, dengan tertegun

lama sekali dia pandang mereka berdua, kemudian barulah dia

balikkan badannya bertanya kepada Wi Ci To:

"Kedua orang perempuan ini apakah Ku Ie serta Liuw Su Cen dari

sarang pelacur Touw Hoa Yuan?"

Wi Ci To hanya menganggukkan kepalanya saja tanpa

mengucapkan sepatah kata pun. Ti Then tertawa dingin, kepada Ku

Ie yang berdiri di sampingnya dia berkata.

"Toa nio ini mungkin sudah salah menangkap orang, cayhe

bukanlah Lu kongcu yang kalian maksudkan”

“Benar” jawab Ku Ie itu. “Baru saja aku baru tahu kalau nama

kongcu yang sebetulnya adalah Ti Then"

Sembari menghela napas panjang sambungnya lagi:

"Sebetulnya kami ibu beranak tidak berani datang mengganggu

Ti kongcu, tapi Su Cen budak ini sudah betul-betul mencintai diri

kongcu, sejak waktu itu dia bisa berkenalan dengan diri kongcu,

selama ini makan tidak enak tidur pun tidak enak. setiap hari hanya

pikirkan kongcu seorang kapan bisa datang mengunjungi dia

kembali"

Pikiran Ti Then menjadi semakin ruwet dan kacau.

"Kalian sudah salah anggap" potongnya dengan keras "Cayhe

memangnya bernama Ti Then, tapi bukanlah Lu kongcu yang pada

waktu itu pernah mengunjungi sarang pelacur Touw Hoa Yuan

kalian-"

"Bagaimana bisa bukan" bantah Ku Ie lagi sambil tertawa serak.

"Dengan jelas kau adalah Lu kongcu yang waktu itu turun tangan

melukai diri Hong kongcu, sesudah aku tahu nama yang sebetulnya

dari kongcu dan tahu pula kalau kongcu sudah menyabat sebagai

Kiauw tauw dari benteng Pek Kiam po ini, saat ini biar aku

menceritakan urusan ini kepada Su Cen budak ini, sejak waktu itu

Su Cen budak ini setiap hari sudah ribut ribut mau datang ke sini

untuk kongcu, aku sudah bilang sama dia kini kongcu sudah

menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam po, jika kita

datang ke sana mungkin kongcu akan kehilangan muka, tapi Su Cen

budak ini tetap ngotot saja, dia bilang kongcu dengan senang hati

mau menerima kedatangan kita ibu beranak sedang aku pun mem

punyai pikiran Ti kongcu tentunya jadi orang berperasaan halus,

tidak mungkin bisa melupakan kekasihnya yang terdahulu maka dari

itu..."

"Sudah cukup," potong Ti Then dengan keren, sedang wajahnya

berubah membesi, "Siapa yang perintahkan kalian kemari?"

Ku Ie berdiam diri beb erapa saat, kemudian sembari tertawa

sambungnya lagi.

"Ti kongcu, kau sunguh pandai berguyon, kami ibu beranak

dengan bersungguh hati datang menyambang dirimu, bagaimana

kau bisa memfitnah kami mengatakan kami datang atas perintah

orang lain?"

"Cayhe hari ini belum pernah pergi ke sarang pelacur Tuw Hoa

Yuan kalian, kini kau terus menerus mengatakan aku Lu kongcu itu,

terang-terangan kalian sudah perintah orang lain untuk mencelakai

diriku" teriak Ti Then dengan keras.

Mendengar omongan ini Ku Ie hanya tertawa pahit saja, kepada

Liuw Su Cen yang berada di sampingnya ujarnya dengan sedih.

"Hei budak, aku bilang bagaimana? Kini orang lain sudah

menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po, dia tidak

mungkin akan mau berkawan dengan kau sebagai seorang pelacur

murahan yang rendah derajatnya."

Dengan rasa sedih Liuw Su Cen angkat kepalanya melirik sekejap

kearah Ti Then kemudian tundukan kepalanya kembali rendah-

rendah, sesudah menghela napas panjang barulah sahutnya lirih.

"Ku Ie mari kita pulang saja."

"lbumu paling takut kalau kau tidak puas" ujar Ku Ie kemudian

sembari menghela napas panjang. "Kini malah menjadi lebih baik,

sejak kini kau boleh menerima tamu kembali menurut perintah ku"

Berbicara sampai di sini kepada Wi Ci To serta Huang puh Kian

pek dia sedikit bungkukkan dirinya memberi hormat:

"Kami sudah mengganggu Pocu berdua, dalam hati sungguh

merasa tidak tenang" ujarnya dengan perlahan- "Lain kali jika Pocu

berdua datang kekota harap mau duduk sebentar di dalam sarang

pelacur Touw Hoa Yuan kami"

"Pergi. . Pergilah." seru Wi Ci To dengan kasar sedang tangannya

diulapkan berulang kali.

Demikianlah dengan berjalan berlenggak lenggok Ku Ie serta

Liuw Su Cen berjalan meninggalkan ruangan itu.

Tiba-tiba Ti Then maju satu langkah menghalangi perjalanan

mereka.

"Jangan pergi" bentaknya dengan kasar.

"Ada apa?" tanya Ku Te sembari tertawa melengking sehingga

serasa menusuk kuping.

"Katakan siapa yang sudah perintah kalian kemari" bentaknya

dengan dingin.

Alis Ku Ie segera dikerutkan rapat-rapat sambil tertawa terkekeh-

kekeh serunya:

"Aduh Ti Kongcu kau sungguh pandai main sandiwara, kau sudah

punya kekasih yang baru kini tidak mau mengingat kembali kekasih

yang lama, tentang hal ini tidak mengapa, bagaimana?? kamu tidak

mengijinkan kami ibu beranak pergi dari sini?"

Ti Then tidak mau ambil perduli padanya dengan wajah yang

amat keren tetap bentaknya: "Siapa yang perintah kalian kemari?

sudah beri uang berapa??"

"Hmm. ." dengus Ku Ie dengan amat dingin "Walau pun Su Cen

kami hanya seorang pelacur tapi tidak seperti kau Ti Kongcu yang

sudah lupa keadaan sendiri, kau jangan salah memandang."

"Aku bisa kasih uang yang lebih banyak lagi kepada kalian

asalkan kalian mau beri tahu dengan sejujurnya siapa yang sudah

perintah kalian kemari" ujar Ti Then coba membujuk mereka

berdua.

Ku Ie tidak mau gubris dirinya lagi, kepada Wi ci To sembari

tertawa dingin ujarnya.

"Wi Pocu, tolong tanya kami apa sudah boleh pergi? "

"Ti Kiauw tiauw" seru Wi Ci To dengan nada kurang senang.

"Biarkan mereka pergi"

Mendengar omongan ini seketika itu juga Ti Then sudah tahu

kalau dia telah percaya akan omongan Ku Ie ini, sedang dalam hati

dia pun tahu perintah dari majikan patung emas yang diserahkan

kepadanya juga boleh dikata hanya sampai di sini saja, karena itu

segera dia menyingkir ke samping membiarkan Ku Ie serta Liauw su

Cen berlalu dari dalam ruangan.

Sesudah melihat bayangan mereka berdua lenyap dari

pandangan barulah dia merangkap tangannya memberi hormat

kepada Wi Ci To.

"Pocu" ujarnya perlahan-. "Boanpwe ada satu urusan yang

hendak dititipkan kepada Pocu."

" Urusan apa?" tanya Wi Ci To sembari menghela napas panjang.

"Hwesio-hwesio dari partai Siauw lim serta Anying langit Rase

bumi mungkin di dalam beberapa hari ini bisa muncul di sini, jika

mereka sudah tiba tolong katakan kepada mereka boanpwe akan

menanti kedatangan mereka dipenginapan Hokan di dalam kota.

Selesai berkata dia beri hormat juga kepada Huang puh Kian Pek.

setelah itu dengan langkah lebar dia berjalan meninggalkan ruangan

tamu tersebut.

Wi Ci To, Huang puh Kian Pek mau pun Wi Lian In tidak ada yang

buka mulut memanggil dia kembali.

Sekembalinya ke dalam kamarnya dengan tergesa-gesa dia

membereskan barang-barangnya dan dipanggulnya ke atas

pundaknya, pedang panjang hadiah dari Wi Ci To diletakkannya ke

atas pembaringan lalu dia berjalan keluar dari kamar.

Melihat sikapnya yang sangat aneh itu si Lo-cia itu pelayan tua

segera menyambut kedatangannya .

"Ti Kian-Kauw tauw, kau mau kemana ?" tanyanya penuh

keheranan-

"Lo-cia" jawab Ti Then sambil tertawa pahit "Sejak ini hari kau

tidak perlu melayani aku lagi".

"Sudah terjadi urusan apa?" tanya Lo-cia dengan perasaan

terperanyat sesudah mendengar perkataan dari Ti Then itu.

"Aku mau pergi."

" Kemana??" tanya si Lo-cia lagi dengan cemas.

"Heei. . . belum kutentukan-.."

Setelah itu dengan langkah tergesa-gesa dia meninggalkan

kamar tersebut.

"Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" tanyanya si Lo-cia

sembari mengejar hingga samping tubuhnya.

"Aku sudah bukan Kiauw tauw dari benteng" si Lo-cia menjadi

melengak.

"Kau sudah ribut dengan nona kami?" tanyanya.

"Bukan- . jika kau mau tahu jelas persoalannya, kau boleh tanya

langsung kepada Pocu"

Dia tidak pergi pamit dengan Wi Ci To serta Wi Lian In lagi,

sesudah keluar dari pintu benteng segera menuju kelapangan

latihan silat. Di sana sudah terlihatlah pendekar pedang putih yang

ditemuinya tadi sedang menuntun kuda Ang san Khek yang

dihadiahkan Wi Lian In kepadanya itu.

Melihat Ti Then berjalan ke sana pendekar pedang putih itu

segera menuntun kuda tersebut ke hadapannya.

"Ti Kiauw tauw" ujarnya. "Ini adalah tungganganmu"

"Tidak."Jawab Ti Then cepat sembari menggelengkan kepalanya

"Kuda ini miliknya nona Wi."

"Nona Wi tadi sudah bilang, kuda ini adalah milik Ti Kiauw tauw,

jika Ti Kiauw tauw tidak mau dia bilang terpaksa kuda ini harus

dijagal saja."

Ti Then menjadi ragu-ragu sebentar, akhirnya sahutnya sembari

anggukkan kepalanya. "Baiklah, kau tolong sampaikan dia ucapan

terima kasihku."

Sesudah menerima tali les kuda tersebut dari tangan perdekar

pedang putih itu dengan cepat tubuhnya melayang ke atas kuda itu

kemudian melarikan tunggangannya dengan cepat menuju keluar

Benteng.

Di dalam sekejap mata Benteng Pek Kiam Po sudah ditinggal

sangat jauh sekali.

Dengan berdiam diri dia terus melarikan kudanya turun gunung,

di dalam hatinya waktu itu entah harus dibilang girang atau sedih,

dia merasakan hatinya kosong melompong, dalam hati dia tahu Wi

Lian In adalah seorang nona yang patut dicintai oleh setiap lelaki,

tapi bisa meninggalkan dirinya di dalam keadaan seperti ini juga

mungkin merupakan suatu urusan yang sangat bagus.

Dia sadar urusan ini terjadi bukanlah karena kesengajaan dari dia

sendiri, sehingga dia mem punyai alasan untuk mempertanggung

jawabkan urusan itu di hadapan majikan patung emas tersebut.

Tidak salah, majikan patung emas pasti sudah tahu urusan yang

terjadi baru saja ini, dia pasti tidak akan menyalahkan persoalan ini

kepada dirinya.

Haa. . ha. . ha. . orang yang sudah menyuap Ku Ie serta Liaw Su

Cen untuk membongkar kedokku itu tentu bermaksud hendak

merusak hubunganku dengan Wi Lian In-tapi pastilah dia tidak akan

menduga kalau dengan tindakannya ini justru sudah membantu aku

meloloskan diri dari kurungan serta perintah majikan patung emas

yang tidak tahu diri itu.

Hal inilah yang sudah membuat dia merasa sangat girang, tapi di

samping itu dia pun merasa sedikit kecewa.

Hanya karena sedikit urusan yang tidak berarti ini dia harus putus

hubungan lama sekali dengan Wi Lian In, Seorang nona yang

memiliki wajah yang amat cantik apalagi bentuk tubuhnya yang

begitu menggiurkan, Sungguh merupakan Suatu urusan yang patut

disesalkan-

Sampai waktu inilah dia baru merasa kalau perjuangan dirinya

beberapa waktu ini tidaklah sia-sia belaka, secara diam-diam dirinya

sudah betul-betul jatuh cinta terhadap Wi Lian In.

Ditengah jalanan gunung yang amat sunyi itu dia berhasil

melewati kereta kuda yang ditunggangi oleh Ku Ie serta Liuw Su

Cen, dengan mempercepat larinya kuda dia melanjutkan

perjalanannya menuju ke kota Go bi.

Sebelum cuaca benar-benar gelap sekali lagi dia sudah tiba di

dalam kota Go bi.

Sesampainya di depan penginapan Hokan dia minta satu kamar,

selesai makan malam segera tutup pintu untuk beristirahat.

Dia tidak ingin menuju ke dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan

untuk memaki Ku Ie, karena dia tahu orang yang sudah perintah

mereka berdua melakukan urusan ini tidak luput dari Hong Mong

Ling serta si setan pengecut dua orang, apalagi untuk menanyai

seorang pelacur sehingga tahu betul-betul siapa yang sudah

perintah mereka melakukan hal itu tak terhindar harus buang uang

banyak.

Sat ini dia hanya

punya satu-satunya harapan, yaitu

mengharapkan munculnya majikan patung emas pada malam ini

kemudian membicarakan persoalan ini hingga jelas.

Malam . . . . . semakin lama semakin kelam.

Kurang lebih kentongan kedua malam itu, tiba-tiba ..dari dinding

kamar sebelah secara mendadak muncul suatu suara ketukan yang

amat aneh sekali. Ada orang yang sedang mengetuk dinding tembok

dari kamar sebelah.

Dengan cepat Ti Then meloncat bangun kemudian mengetuk

juga tiga kali di atas dinding tersebut.

"Siapa ?"tanyanya dengan suara perlahan.

"Aku"

Ternyata majikan patung emas sudah munculkan dirinya. Ti Then

segera tersenyum.

"Haa ha ha... kali ini kenapa tidak turun dari atas atap rumah??"

ejeknya.

"Jangan banyak omong kosong." bentak majikan patung emas

dengan amat gusar.

"Jangan marah dulu, peristiwa ini bukanlah aku yang cari-cari"

Dengan dinginnya majikan patung emas mendengus beberapa

kali.

"Hmm, ya atau bukan aku bisa pergi selidiki sendiri" ujarnya

dingin-

"Haa?? apa arti dari perkataanmu ini ??" tanya Ti Then dengan

penuh perasaan heran-

"Aku merasa curiga orang yang mendalangi urusan ini adalah kau

sendiri" Teriak majikan patung emas dengan gusar.

"Karena kau ingin melarikan diri dari tugas untuk memperistri Wi

Lian In maka kau perintah mereka berdua pergi ke Benteng Pek

Kiam Po. ."

"Omong kosong." potong Ti Then tak kalah gusarnya "Kau

pandang aku Ti Then seperti orang macam apa?? Tidak salah. Aku

tidak rela pergi memperistri diri Wi Lian In tapi aku sudah bicara

sangat jelas sekali, aku sudah menyanggupi dirimu untuk menjadi

patung emasmu selama satu tahun, saat itu aku tidak pernah

merasa menyesal dan tidak akan mungkir melakukan rencana yang

begitu memalukan ini"

Lama sekali majikan patung emas berdiri tiba-tiba ujarnya lagi:

"Kalau begitu aku mau tanya padamu lagi, siang tadi kau

bersama-sama Wi Lian In semula bilang mau berpesiar ke atas Sian

Ciang, akhirnya kau tidak pergi ke tebing Sian Ciang. Kalian

sebetulnya sudah pergi kemana?"

"Beli obat"

"Obat apa?" desak majikan patung emas lagi

"Obat pemabok"

"Ooh soal kemungkinan Huang puh Kiam Pek adalah penyamaran

dari si setan pengecut itu kau sudah ceritakan kepada Wi Lian In?"

"Tidak salah" jawab Ti Then sembari mengangguk "Sebetulnya

dia rencananya mau turun tangan malam ini juga untuk

membuktikan apakah Huang puh Kiam Pek betul-betul si setan

pengecut itu atau bukan, tapi sesudah mengalami perubahan seperti

ini mungkin dia sudah hapuskan rencana semula"

" Kalau begitu" ujar majikan patung emas lagi sesudah

termenung beberapa waktu lamanya. "Kau pikir siapa yang sudah

perintah Ku Ie serta Liauw Su Cen pergi kebenteng Pek kiam Po?"

"Hmm.... kalau bukan Hong Mong Ling siapa lagi?"

Majikan patung emas termenung sebentar untuk berpikir keras,

lalu baru sahutnya.

"Ehmmm,jika saat ini diperintahkan oleh Hong Mong Ling maka si

setan pengecut itu pun juga tahu."

"Sudah tentu."

Majikan patung emas melanjutkan lamunannya, kemudian

tambahnya.

"Jika umpama Huang puh Kian Pek adalah si setan pengecut itu

maka sesudah berhasil menangkap Huang puh Kian Pek tidaklah

akan sukar untuk mengetahui tempat persembunyian Hong Mong

Ling.."

"Tidak salah, tapi Wi Lian In pasti sudah tidak mau melaksanakan

tugas seperti apa yang aku susun-"

"Kalau begitu biar aku saja yang pergi untuk mengurus"

"Ehmmmm, tentang ini bagusnya memang bagus." jawab Ti

Then sembari tersenyum.

"Tapi Walaua pun Huang puh Kian Pek betul-betul adalah si setan

pengecut itu, belum tentu Wi Ci To mau mengubah pandangannya

terhadap diriku, karena dia sudah percaya bahwa akulah Lu Kongcu

yang sudah cukul rubuh Hong Mong Ling sewaktu masih berada di

dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan"

Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi.

"Hong Mong Ling pergi main perempuan memang persoalan yang

nyata, sedang aku punya maksud untuk merusak hubungan mereka

juga merupakan soal yang nyata."

Sekali pun perkataan dari Ti Then ini masuk akal, tapi agaknya

majikan patung emas mem punyai pandangan yang lain.

"Asalkan kita bisa buktikan Huang puh Kian Pek adalah si setan

pengecut dan bisa menawan Hong Mong Ling kembali, maka

persoalan segera akan berubah kembali," ujarnya dengan tenang,

"Kau bisa tawan Hong Mong Ling dan di hadapan Wi Ci To kau bisa

paksa dia untuk mengaku kalau Ku Ie sera Liuw Su Cen sudah

disuap oleh dia untuk berbuat begitu, jika perlu kau boleh beli

omongan dari Ku Ie serta Liauw Su Cen, dengan demikian

pandangan Wi Ci To beserta putrinya akan berubah kembali"

"Terlalu repot. . terlalu repot" seru Ti Then sambil menghela

napas panjang, "Apa selain aku harus kawin dengan Wi Lian In

sudah tidak ada jalan lainnya"

Mendengar helaan napas dari Ti Then itu, agaknya majikan

patung emas dibuat menjadi kurang senang, tidak henti-hentinya

dia tertawa dingin-

"Tidak ada" sahutnya singkat.

"Ada kalanya" Geremeng Ti Then dengan perlahan, "Aku benar-

benar ingin sekali kau bisa bunuh aku sampai mati, aku merasa. ."

"Tidak usah banyak omong lagi" Potong majikan patung emas

dengan cepat ketika di dengarnya dia mulai melamun, " Untuk

sementara kau boleh tinggal dirumah penginapan ini saja, aku mau

pulang ke Benteng untuk mulai bekerja, setelah aku buktikan kalau

Huang Puh Kiam Pek betul-betul si setan pengecut dan bisa paksa

dia mengakui tempat persembunyian dari Hong Mong Ling aku bisa

ke sini beri kabar padamu, aku pergi dulu"

Keesokan harinya Ti Then sesudah bangun dari tidurnya segera

buka pintu kamar memanggil seorang pelayan untuk membersihkan

kamarnya, dengan pinyam kesempatan itu tanyanya.

"Hei pelayan, kamar sebelah ini kemarin ditinggali tamu dari

mana?" Agaknya pelayan itu dibuat melengak oleh pertanyaan ini.

"Kongcu" tanyanya dengan heran "Yang kongcu maksudkan

kamar di sebelah kiri atau kamar di sebelah kanan?"

"Yang sebelah kiri ini" jawab Ti Then sembari menuding ke

sebelah kiri.

"Kamar sebelah kiri ini sama sekali tidak dihuni oleh tamu dari

mana pun." sahut pelayan itu tertawa.

" Kemarin malam juga tidak ditinggali orang lain?"

"Tidak. kamar sebelah kiri ini sudah kosong tiga empat hari

lamanya."

"Ehmm. . kiranya begitu. ." jawab Ti Then sembari mengangguk.

"Ada apanya yang tidak beres"

"Mungkin ada tikus yang lari-lari di dalam kamar sehingga

mengeluarkan suara ribut- ribut, kemarin malam beberapa kali aku

di bangunkan oleh suara ribut- ribut itu"

"Tikus memang binatang yang paling menjengkelkan, ada satu

kali secara tiba-tiba seorang nona berteriak minta tolong dari dalam

kamar, aku cepat- cepat lari masuk ke dalam kamar, Hu. . Hu. . kau

tebak sudah terjadi apa? Kiranya seekor tikus sudah kecebur dalam

tong berisikan kotoran, nona itu tanpa dilihat dulu sudah

berjongkok, akhirnya ha ha ha. ."

Mendengar cerita yang begitu menarik tak terasa lagi Ti Then

sudah ikut tertawa terbahak-bahak.

Siang harinya ketika Ti Then sedang makan siang di dalam kamar

mendadak dari pintu kamarnya terdengar suara ketukan yang amat

gencar sekali.

"Siapa??" tanya Ti Then dengan cepat sedang dalam hati diam-

diam merasa sedikit terperanyat.

Seorang yang masih muda segera memberikan jawabannya. "Ti

Kiauw tauw aku"

Segera Ti Then bisa mengenali kalau suara itu adalah suara

berasal diri Ki Hong, pendekar pedang hitam dari benteng Pek Kiam

Po, dengan cepat dia bangkit membuka pintu kamarnya, terlihatlah

Khie Hong dengan air muka gugup sudah berdiri tegak di depan

kamarnya, dalam hati segera dia tahu sudah terjadi suatu urusan

karena itu dengan cemas tanyanya:

"Apakah Anying langit Rase bumi sudah datang??".

"Selain Anying langit Rase bumi masih ada ada delapan belas

orang jago berkepandaian tinggi dari istana Thian Teh kong mereka,

agaknya mirip jago-jago Cap Pwe Sah Sin yang tersiar di dalam Bu

lim"

"Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk, "Aku memang dengar

Anying langit Rase bumi punya anak buah yang dijuluki Cap Pwe

sah sin atau delapan belas malaikat iblis, kepandaian silat mereka

katanya tidak cetek. "

Melihat Ti Then tidak berangkat- berangkat, Ki Hong menjadi

semakin cemas:

"Ti Kiauw tauw" ujarnya cepat, "mari kita lekas-lekas kembali ke

benteng."

"Apa Wi Poccu tidak beritahu pada Anying langit Rase bumi kalau

aku tidak berada di sana?"

"Benar, tapi mereka tidak mau percaya, mereka bilang Tiauw

Kiauw tauw pasti berada di dalam Benteng."

"Kalau begitu baiklah, ayo berangkat."

Dia membuat sedikit persiapan kemudian panggil pelayan

penginapan itu untuk diberi sedikit uang, katanya karena ada urusan

yang mau diselesaikan diluaran minta dia cepat- cepat sediakan

kuda. Sesudah mengunci kamarnya barulah dengan Ki Hong

bersama-sama berjalan keluar.

Sekeluarnya dari dalam rumah penginapan pelayan itu sudah

siapkan kuda Ang San Kheknya di depan pintu, demikianlah masing-

masing dengan menggunakan tunggangannya sendiri-sendiri lari

keluar dari kota.

satu jam kemudian sampailah mereka di dalam Benteng Pek

Kiam po.

Mereka berdua dengan cepat turun dari kuda ditengah lapangan

latihan silat, saat itu barulah Ti Then bertanya: "Mereka dimana??"

"Di dalam ruangan tamu" sahut Ki Hong dengan cepat.

Tanpa banyak cakap lagi Ti Then cepat berlari ke dalam ruangan

tamu.

Jilid 13.2: Anying langit Rase Bumi

Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di dalam ruangan tamu,

terlihatlah Wi Ci To beserta Huang Puh Kian Pek duduk di tengah

ruangan sedangkan Anying langit Rase bumi beserta ke delapan

belas malaikat iblisnya duduk di kedua belah sisi, masing-masing

tidak ada yang berbicara, hanya darl sinar mata masing-masing

jelas memancarkan nafsu membunuh yang meluap-luap

Usia dari ke delapan belas malaikat iblis ini kurang lebih berada di

atas lima puluh tahunan, wajah masing-masing memperlihatkan

kebengisan serta keganasan mereka, pada tubuh masing-masing

membawa senyata yang berbeda-beda, yang duduk mereka pun

urut sesuai dengan senyata yang dibawa mulai dari Golok, pedang,

toya besi, kampak, cambuk, rantai, gada, tongkat serta pisau belati.

Sedang pada deretan yang lain adalah Tombak, trisula, kampak

raksasa, siang kiam, golok melengkung, gelang, golok panjang serta

senyata berbentuk bulan sabit. Senyata mereka merupakan delapan

belas macam senyata yang aneh dan sakti, sungguh menyeramkan

sekali.

Sebelum bertemu dengan Anying langit Rase bumi secara pribadi

di dalam benak Ti Then pernah membayangkan wajah yang

meringis menyeramkan siapa tahu kini sesudah bertemu sendiri

kelihatanlah wajah Anying langit Rase bumi itu sedikit kalem.

Si anying langit Kong Sun Yau mem punyai wajah yang tampan

dengan perawakan sedang usianya mungkin berada diantara empat

puluh tahunan hanya saja air mukanya sedikit pucat.

Kini dia berdandan sebagai seorang sastrawan dengan bahan

pakaian yaug sangat mewah, pada tangannya mencekal sebuah

kipas yang terbuat dari tulang, sungguh kelihatan gagah sekali.

Sedangkan si Rase bumi Bun Jin Cui berusia diantara tiga puluh

tujuh delapan tahunan, alisnya tipis matanya bulat tebal, bibirnya

merah bagaikan delima dandanannya sangat berlebihan sehingga

kelihatannya sangat genit sekali. sepasang tangannya dengan tak

henti-hentinya mempermainkan sebuah sapu tangan berwarna

merah, gerak geriknya sangat genit dan pemalu, lagaknya tidak

mirip sebagai jagoan yang ditakuti dalam Bu lim.

Mereka suami istri begitu melihat Ti Then berjalan memasuki

dalam ruangan segera tersungginglah suatu senyuman yang sangat

ramah.

Ti Then berlagak tidak melihat, sesudah memberi hormat dengan

Wi Ci To ujarnya: "Boanpwe Ti Then hunjuk hormat kepada Pocu"

Dengan perkataan serta gerak geriknya ini sudah jelas

memperlihatkan kalau dia sudah bukan satu keluarga lagi dengan

orang-orang Benteng Pek Kiam Po.

Wi Ci To tidak perlihatkan reaksi apa-apa, hanya sambil

menuding ke arah Anying langit Rase bumi ujarnya,

"Mereka berdua adalah Raja langit Kong sun Yau serta Ratu bumi

Bun Jin Cui"

Ti Then sedikit putar tubuhnya kemudian memandang ke arah

Anying lagit rase bumi sembari tertawa tawar,

"Lama sudah cayhe dengar nama besar kalian berdua, selamat

bertemu, selamat bertemu"

Anying langit serta Rase bumi tetap duduk tidak bergerak di

tempatnya masing-masing dengan lagak hendak memilih menantu

sambil tersenyum-senyum mereka berdua pandangi seluruh tubuh

Ti Then dari atas kepala sampai ujung kakinya.

Pertama tama Anying langit Kong sun Yau yang buka mulutnya

angkat bicara, hanya dia tidak bicara kepada Ti Then melainkan

kepada istrinya Rase bumi Bun Jin Cui yang berada disisinya.

"Kau lihat bagaimana ?" tanyanya sembari tertawa.

"Tidak jelek. tidak jelek." sahut si Rase bumi Bun Jin Cui sembari

memperdengarkan

suara

tertawanya

yang

amat

genit.

"Semangatnya tinggi wajahnya tampan, tubuh kokoh kuaat

..Heemmm tidak rugi menteri pintu pembesar jendela kita

dikalahkan ditangannya"

sesudah itu barulah si Anying langit Kong sun Yau menoleh

kearah Ti Then dengan memperlihatkan sebaris giginya yang putih

mengkilap ujarnya tersenyum.

"Lo te apakah pendekar berbaju hitam Ti Then yang sudah

menyabat sebagai Kiauw tauw pada benteng Pek Kiam Po?"

" Kemarin hari, dulu memang betul, tapi sekarang sudah

bukan"Jawab Ti Then dengan gelengkan kepalanya.

"Haa?? kenapa??" tanya Anying langit Kong sun Yau itu tertawa

"Apa Lote punya maksud memikul beban ini seorang diri?"

Ti Then tidak langsung beri jawabannya, kepada Wi Ci To ujarnya

tiba-tiba "Tolong tanya Pocu, apakah boanpwe diperkenankan

berbicara sambil duduk??"

"Ooh maaf Lohu sudah lupa, silahkan duduk. silahkan duduk"

jawab Wi Ci To cepat.

Segera Ti Then menarik sebuah bangku dan duduk di hadapan

Wi Ci To serta Hung puh Kian Pek. dengan sikap yang amat angkuh

sahutnya terhadap diri Anying langit Rase bumi

"Cayhe memang sudah ambil keputusan mau melawan kalian

dengan kekuatan seorang diri, tapi hal ini tidak ada sangkut pautnya

dengan persoalan mengapa cayhe meninggaikan Benteng Pek Kiam

Po ini. . kalian mau tanya apa lagi?? "

"Hi h i. Hi ." mendadak si rase bumi Bun Jin Cui

memperdengarkan suara tertawanya yang amat genit, sembari

menepuk pundak suaminya si anying langit Kong sun Yau ujarnya

dengan suara manya:

"Lang cun, sifat bocah Cilik ini persis seperti sifatku, aku sangat

suka padanya"

"Ooob, apa yaah?" seru si anying langit Kong sun Yau dengan

diiringi tertawanya yang tidak sedap didengar.

"Baiknya kita bicara secara baik-baik saja dengan dia, jika dia

mau gabungkan diri secara suka rela kepihak istana Thian Teh Kong

kita, baiknya kita kasi suatu jabatan yang bagus kepadanya."

Agaknya si anying langit Kong sun Yau sangat penurut terhadap

perkataan istrinya, mendengar perkataan tersebut segera ujarnya

kepada Ti Then sembari tertawa:

"Lo-te kau sudah dengar belum? Istriku bersikap sangat baik

kepadamu, ini merupakan kejadian pertama selama hidupnya, jika

lote bermaksud. ."

Ti Then tidak mau dengar obrolan mereka selanjutnya, dengan

cepat bentaknya dengan kurang senang.

"Bilamana saudara-saudara sekalian tidak punya nyali untuk

melawan cayhe, lebih baik cepat-cepat menggelinding dari sini,

jangan duduk terus menerus sembari mengeluarkan kentutan yang

busuk."

Air muka si Anying langit Kong sun Yau segera berubah amat

hebat, tak henti-hentinya dia tertawa seram.

"Hmm. . hmmm, . Ti Then" Serunya dengan gusar, "Kau tidak

bisa melihat kebaikan orang lain-"

"Benar" sambung si Rase bumi Bun Jin Cui sembari tertawa "Kita

punya maksud baik-baik, kalau kau tidak mau yaah sudahlah, buat

apa mengusir kita suruh menggelinding dari sini, kami Kaisar langit

Rase bumi jika suka tinggal di sini sekali pun ada delapan tandu

yang menggotong kami belum tentu sanggup menggotong kami

pergi."

Ti Then tetap tidak mau gubris omongan mereka, bentaknya lagi

dengan dingin. "Ini hari kalian kemari sebetulnya sedang mencari

aku Ti Then seorang atau bukan?"

"Benar" jawab si Rase bumi Bun Jin Cui dengan disertai suara

tertawanya yang amat merdu "Kita dengar laporan dari Menteri

pintu pembesar jendela yang katanya kepandaian silat Lote sangat

lihay sekali, karenanya sengaja kami kemari untuk berkenalan"

"Kalau begitu cepat kita bereskan dengan kekuatan masing-

masing..."

"Hihihii... hihihi. .jangan keburu baiknya kita bicara dulu secara

baik-baik" ujar si Rase bumi Bun Jin Cui lagi, "Aku dengar katanya

sewaktu kau berada di atas gunung Fan Cin san pernah secara

kebetulan memperoleh sebuah kitab pusaka "Ie Cin Kang""

"Hmm hmm...bila kalian suami istri punya minat terhadap itu

kitab pusaka Ie Cin Keng seharusnya pukul rubuh aku dulu baru

dibicarakan lagi" seru Ti Then tetap ketus.

"Hi hi hi perkataanmu ini sungguh lucu sekali, dengan usiamu

yang masih begitu muda masa depan masih punya harapan, buat

apa kehilangan nyawa karena sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng saja?"

"Pandanganku persis dengan pandanganmu" sambung Ti Then

dengan cepat.

"Kalian suami istri sudah enak-enak hidup secara sembunyi dan

bermewah-mewahan di dalam istana Thian Teh Kong, penghidupan

kalian tentunya sangat menyenangkan sekali, buat apa jauh-jauh

kemari untuk mengantar nyawa hanya disebabkan sejilid kitab

pusaka Ie Cin Keng saja?"

Suara tertawa dari si rase bumi Bun Jin Cui makin lama semakin

berubah amat dingin, kepada suaminya si anying langit Kong sun

Yau ujarnya:

"Budak ini susah diajak berunding, kelihatannya terpaksa kita

harus pinyam lapangan latihan silat milik Wi Pocu itu."

"Baik..baik... " seru si anying langit Kong sun Yau sambil

manggut-manggutkan kepalanya berkali-kali, "Tapi tentang ini kita

harus minta persetujuan dari Wi pocu dulu... "

"Tidak usah kalian pinyam lagi" potong Wi Ci To cepat.

"Persoalan ini memangnya harus diselesaikan di dalam Benteng ini

juga"

"Tidak" bantah Ti Then tegas sesudah mendengar keputusan dari

Wi Ci To itu pocu dari benteng Pek Kiam Po. "Urusan ini tidak ada

sangkut pautnya dengan Benteng saudara "

Bicara sampai di sini segera dia menoleh Kong sun Yau.

"Cayhe usulkan lebih baik kita bereskan urusan ini diluar benteng

saja" ujarnya. "Bagaimana pendapat kalian berdua?"

Dengan menggunakan kipasnya Kong sun Yau

mulutnya, kemudian barulah jawabnya sembari tertawa.

menutupi

"Hal ini malah membuat aku serba salah, kau merasa urusan ini

tidak ada sangkut pautnya dengan Wi Pocu, sebaliknya Wi Pocu

merasa urusan ini disebabkan karena kau menolong nyawa nona Wi,

dalam hal ini dia tidak akan mau menonton saja, Aduh. . bagaimana

baiknya yaaahh?"

"Hmm... hmmmm...kitab pusaka Ie Cin Keng berada di dalam

tubuhku, bukan berada pada pihak Wi Pocu" ujar Ti Then cepat

coba-coba memanCing perhatiannya.

"Ha...haa ..haa.. tapi bilamama kita ikut kau keluar benteng

maka jika kawan-kawan Bu lim tahu, mereka tentu akan

mentertawakan kami bahwa pihak istana Thian Teh Kong takut

dengan benteng Pek Kiam Po"

-ooooooo-

"SEORANG lelaki bersenyata pasti akan bedakan mana yang baik

mana yang buruk, kali ini kalian datang kemari bertujuan pada kitab

pusaka Ie Cin Keng yang berada dalam sakuku, apalagi kini aku

sudah tinggalkan Benteng Pek Kiam po, kalian sama sekali tidak

punya alasan untuk bentrok secara langsung dengan orang-orang

benteng Pek Kiam po" teriak Ti Then coba membantah.

Tiba tiba Wi Ci To bangkit dari tempat duduknya.

"Ti Kiauw tauw." serunya dengan suara berat. "Siapa yang bilang

kau sudah keluar dari keanggotaan Benteng Kiam Po kami?"

Ti Then agak tertegun dibuatnya, Tapi sebentar saja sudah

tenang kembali.

"Boanpwe merasa tidak punya muka lagi untuk tetap tinggal di

sini karena itu boanpwe sudah ambil keputusan hendak

meninggalkan Benteng Pek Kiam Po" ujarnya.

"Heee heee tapi lohu harus menyetujui terlebih dahulu." bantah

Wi Ci To sembari tertawa dingin.

"Boanpwe hanya menerima tawaran untuk menyabat sebagai

Kiauw tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po ini tapi bukanlah anak

murid sini, karenanya jika boanpwe punya maksud meninggalkan

tempat ini tidaklah perlu minta persetujuan dari Pocu terlebih dulu."

"Tidak salah." jawab Wi Ci To tidak mau kalah "Tapi Kiauw tauw

apa sudah lupa perjanyian kita sebelumnya?"

Ti Then tidak tahu apa yang sedang dimaksud dengan perkataan

dari Wi Ci To ini, seketika itu juga dia dibuat melengak. "Perjanyian

apa?" tanyanya penuh keheranan-

"Sesaat kau sebelum menyabat sebagai Kiauw tauw di dalam

benteng kami kita sudah mengikat janyi bahwa setiap bulan Lohu

memberi gaji sebesar tiga ratus tahil perak kepadamu sedang kau

pun diharuskan setiap hari memberi pelajaran ilmu silat kepada

seluruh pendekar pedang di dalam benteng ini. Tapi hingga hari ini

kau baru melaksanakan tugasmu selama enam tujuh hari saja. ."

"Oooh. . soal itu ?" agaknya Ti Then menjadi sadar kembali atas

perkataan Wi Ci To itu. "Sindiran Pocu memang sangat tepat sekali,

walau pun sejak boanpwe berdiam dalam benteng sudah ada satu

bulan lebih padahal hanya melaksanakan selama enam tujuh hari

saja. Tapi tentang hal ini bisa kita selesaikan dengan sangat mudah

sekali, pada kemudian hari pasti boanpwe akan kirim uang sebagai

gantinya."

"Heee heee mau bayar harus bayar sekarang juga." ujar Wi Ci To

cepat. Mendengar perkataan ini air muka Ti Then berubah menjadi

merah padam. "Tapi boanpwe tidak bawa uang." ujarnya dengan

perasaan malu.

"Ha ha ha ha kalau begitu sebelum kau selesai mengembalikan

uang itu berarti kau tetap merupakan Kiauw tauw dari Benteng

kami."

Dalam hati Ti Then tahu dengan jelas Wi Ci To berbuat demikian

"ngototnya" bukankah dikarenakan tiga ratus uang perak itu

sebaliknya berusaha mencari alasan untuk tetap menahan dirinya,

karena itu segera dia bangkit berdiri dan berkata:

"Bencana rejeki datang tidak melalui pintu, satu-satunya jalan

hanyalah dikarenakan manusia, jika Pocu pasti mau ikut campur di

dalam urusan ini, boanpwe sendiri juga tidak punya alasan untuk

menampik. Baiklah, mari kita bersama-sama menuju kelapangan

latihan silat.."

Wi Ci To segera menggape ke arah mereka dan ujarnya kepada

Anying langit Rase bumi itu:

"Silahkan saudara sekalian ikuti lohu menuju ke lapangan latihan

silat."

Kali ini Anying langit Ruse bumi serta ke delapan belas malaikat

iblisnya datang kemari jauh sebelumnya sudah mengadakan

persiapan yang matang karena itu nyali mereka pun sangat besar.

Mendengar perkataan itu masing-masing segera meninggalkan

tempat duduknya masing-masing dengan mengikuti diri Wi Ci To.

Huang Puh Kian Pek serta Ti Then berjalan menuju ke luar.

Ti Then yang berjalan di belakang Wi Ci To ketika berjalan keluar

dari ruang tamu diam-diam matanya mulai melirik ke arah kiri

kanannya, sampai saat itu dia tidak melihat munculnya Wi Lian In di

sana sehingga membuat hatinya diam-diam merasa tidak enak.

Pikirnya.

"Tentu dia sudah benci aku setengah mati karena itu tidak mau

keluar menemui aku . . . . Heeei begitu pun malah baikan. . ."

Rombongan orang orang itu jalan sampai ditengah lapangan

latihan silat, terlihatlah para pendekar pedang hitam serta putih dari

Benteng Pek Kiam Po dengan rajin dan teraturnya sudah berbaris di

samping lapangan membuat suasana bertambah angker.

Baru saja masing-masing pihak berdiri pada arah yang saling

berhadapan tiba-tiba terlihatlan itu pelayan tua si Lo-Cia dengan

membawa sebilah Pedang sedang lari menuju ketengah lapangan

dengan tergesa-gesa, ujarnya kepada Ti Then sambil

mengangsurkan pedang tersebut ke arahnya.

"Ti Kiauw tauw ini pedangmu" Ketika Ti Then melihat pedang

tersebut adalah pedang yang ditinggalkan di dalam kamarnya

sewaktu meninggalkan Benteng Pek Kiam Po ini sebera

menyambutnya sambil mengangguk.

"Lo Cia" ujarnya sambil tersenyum. "Terima kasih"

Si LoCia hanya tersenyum-senyum saja kemudian mengundurkan

diri dari tengah lapangan.

Dengan cepat Ti Then memindahkan pedangnya ketangan kiri

kemudian kepada si Anying langit Kong sun Yau ujarnya.

"sudahlah, kini saudara boleh katakan kalian punya maksud mau

berbuat apa?"

"Heeeh...heeeh, ini hari kami datang dengan jumlah dua puluh

orang banyaknya" ujar si Anying langit Kong sun You sembari

tertawa keras "Kami tidak ingin memperoleh kemenangan dengan

andalkan jumlah yang banyak, baiknya kalian pilih juga tujuh belas

orang untuk mengimbangi kami"

Dalam hati Ti Then tahu bahwa para pendekar pedang hitam

mau pun putih dari Benteng Pek Kiampo bukanlah tandingan ke

delapan belas malaikat iblis itu, karenanya segera memberikan

jawabannya .

"Para pendekar pedang merah dari Benteng kami sedang ada

urusan keluar Benteng semuanya, sedang para pendekar pedang

hitam mau pun putih masih belum menamatkan pelajarannya, Wi

pocu sudah tuliskan larangan bagi mereka untuk bergebrak lawan

orang lain, karena itu kini biarlah kami bertiga melawan kalian saja"

"Wi Pocu, apa betul-betul?" tanya si Anying langit Kong sun Yau

sambil menoleh kearah Wi Ci To.

"Ehmm... tidak salah" sahutnya sembad mengangguk.

"Oooh sungguh tidak beruntung sekali ke delapan belas malaikat

iblis kami tak ada satu pun yang mau menganggur saja." ujar si

Kong sun Yau tertawa

"Hmm . tidak usah begitu sungkannya". teriak Wi Ci To sambil

tertawa dingin tak henti-hentinya.

"Tidak bisa. . tidak bisa...." bantah Kong sun Yau lagi dengan

goyang-goyangkan kepalanya. "Jika kami dua pulub orang harus

melawan kalian tiga orang hal ini terlalu tidak adil."

"Kong sun Yau" tiba Huang puh Kian Pek berteriak sembari

tertawa dingin, " Kau tak perlu berpura-pura lagi jika bukannya

kalian tahu kalau para pendekar pedang merah dari benteng kami

sedang punya urusan untuk keluar benteng semua sekali pun kau

sudah makan nyali beruang atau hati macan belum tentu berani

datang kemari untuk mengacau."

Mendengar makian itu alis Kong sun Yau segera dikerutkan

rapat-rapat sedang mulutnya tak henti-hentinya memperdengarkan

suara tertawa dinginnya yang amat mengerikan.

"Hu pocu" ujarnya dengan dingin. "Perkataanmu jangan

sungkan-sungkan? Bagaimana kami bisa tahu kalau para pendekar

pedang merah benteng kalian sedang tidak berada di dalam

benteng?"

"Hmm di dalam Bu lim sekarang ini ada siapa yang menandingi

ketelitian serta kecepatan berita dari Anying langit Rase bumi"

"Hi hi hi . ." teriak si rase bumi Bun Jin Cui tiba-tiba. "Hei Huang

puh Kian Pek. bagaimana kau malah memaki kami?"

"Hehehe , apa nama kalian bukan si Anying langit Rase bumi?"

Dari sepasang mata si Rase bumi Bun Jin Cui secara samar sudah

mulai diliputi dengan napsu untuk membunuhnya.

"Hi hi hi hi kau berani main-main dulu dengan kami sebagai si

Anying langit Rase bumi??" ujarnya sembari tertawa nyengir.

"Memang aku sudah siap minta petunjuk" selesai berkata segera

dia berjalan menuju ketengah lapangan.

Si Anying langit Rase bumi segera saling bertukar pandangan

sembari tertawa, mereka berdua siap-siap berjalan menuju ke

tengah lapangan.

Melihat hal itu dengan cepat Ti Then meloncat ke tengah

diantara mereka bertiga, kepada Huang Puh Kian Pek sambil

merangkap tangannya memberi hormat ujarnya "Hu Pocu silahkan

mengundurkan diri terlebih dulu, biarlah boanpwe coba-coba

menemui mereka.."

Huang puh Kian Pek hanya tersenyum saja dan tidak terlalu

memaksakan diri, segera ia pun mengundurkan dirinya kembali.

Agaknya si Rase bumi Bun Jin Cui punya perasaan pandang

rendah terhadap diri Ti Then, begitu melihat Ti Then maju ke depan

seorang diri hendak melawan mereka suami istri berdua, tanpa

terasa lagi dia malah tertawa, ejeknya:

"Ti Kauw tauw, aku tahu kedudukanmu di dalam benteng kalian

berada di atas para pendekar pedang hitam, tapi apa kau betul-

betul punya keberanian untuk melawan kami suami istri?"

Ti Then yang melihat sikapnya yang tak begitu pandang terhadap

dirinya di dalam hati diam-diam merasa sangat girang, dengan

wajah yang serius sahutnya:

"Untuk menghadapi kalian Anying langit Rase bumi buat apa

butuhkan keberanian segala. ."

"Hehehe orang muda biasanya memang sangat sombong" ujar si

Rase bumi Bun Jin cu lagi sambil menghela napas panjang, "Tapi

peraturan sudah kita ucapkan sebelumya jika kau kalah maka kitab

pusaka le Cin keng harus kau serahkan kepadaku"

"Bila aku tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie Cin Keng,

masih ada batok kepalaku sebagai gantinya"

"Tidak salah tidak salah" si Rase bumi sembari anggukkan

kepalanya. "jika kau tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie

Cin Keng maka kami akan minta batok kepalamu." Berbicara sampai

di sini lalu dia menoleh kearah suaminya: "Hey, Lang cun, ayoh

mulai" ujarnya dengan manya.

Tapi sebelum si Anying langit Kong sun Yau melakukan suatu

gerakan kedelapan belas malaikat iblis yang berada di belakangnya

sudah terlihat adanya gerakan dua orang diantara mereka sudah

meloncat keluar sembari berteriak dengan keras:

"Thian cun, untuk jagal ayam buat apa menggunakan pisau

kerbau biarlah hamba-hamba berdua yang membereskan bangsat

cilik ini."

Kedua orang malaikat iblis ini yang satu punya bentuk tubuh

gemuk. sedang yang lain mem punyai bentuk tubuh kurus kering,

yang gemuk menggunakan kapak sebagai senyatanya sedang yang

kurus kering menggunakan sebuah tombak panjang sebagai

senyatanya. sikap serta wajah mereka sangat bengis dan seram.

Agaknya si Anying langit Kong sun Yau memang punya maksud

untuk melihat kepandaian silat yang dimiliki Ti Then terlebih dahulu,

karenanya dia hanya mengangguk sambil sahutnya.

"Baiklah, kalian selalu berteriak-teriak mau balaskan dendam bagi

si menteri pintu serta pembesar jendela, jika kini tidak membiarkan

kalian berkelahi peras-peras sedikit tenaga, tentu kalian tidak akan

merasa puas."

Sembari berkata dia menarik isterinya untuk menyingkir ke

samping.

Ti Then yang melihat majunya dua orang malaikat iblis dalam

hatinya segera punya pikiran untuk memperlihatkan kelihayannya

pada kedua orang tersebut, karenanya dengan perlahan dia cabut

keluar pedangnya sambil berkata. "Jika kalian mau cari mati, cepat

sebut dulu nama kalian"

Si malaikat iblis yang menggunakan kapak sebagai senyatanya

dengan suara yang amat keras bagaikan guntur sudah menyahut:

"Lohu si malaikat iblis gemuk Lu Ho"

Sedangkan si malaikat iblis yang menggunakan tombak panjang

sebagai senyatanya dengan suara yang amat halus tapi mengerikan

melapor namanya. "Lohu si malaikat iblis kurus Ling ie An" Ti Then

segera maju dua langkah ke depan, teriaknya: "Ayoh serang"

Si malaikat iblis kurus mau pun gemuk yang semula berdiri

berdampingan sesudah mendengar perkataan itu dengan cepat

masing-masing melayang beberapa kaki ke samping kanan serta

samping kiri, pinggang pun ditekan ke bawah memperkuat kuda-

kudanya kemudian dengan perlahan-lahan mulai mendesak dan

mendekati tubuh Ti Then.

Wi Ci To, Huang puh Kiam Pek serta kaki tangan dari Anying

langit Rase bumi segera rada mundur ke belakang sehingga

terbentanglah sebuah lapangan sangat luas.

Dengan cepat Ti Then memperlihatkan gayanya seperti sedang

menghadapi musuh tangguh, pedangnya diangkat sebatas pinggang

tubuhnya sedikit merendah siap menanti serangan pihak musuh.

Wi Ci To yang melihat gaya serangannya pada air mukanya tanpa

terasa sudah perlihatkan perasaan heran serta ragu-ragunya, karena

dia tahu kepandaian dari Ti Then, dia tahu jika Ti Then ingin

mengalahkan si malaikat iblis kurus mau pun gemuk adalah sangat

gampang sekali seperti mau ambil barang disakunya sendiri tapi kini

dia malah perlihatkan gaya seperti sedang menanti serangan dari

seorang musuh tangguh, bukankah hal ini seperti juga persoalan

kecil yang dibesar-besarkan ?

Huang puh Kiam Pek sendiri agaknya juga dibuat bingung oleh

gayanya ini, tak terasa alisnya sudah dikerutkan rapat-rapat.

Si malaikat iklis kurus serta si malaikat iblis gemuk ketika melihat

pada air muka Ti Then sudah perlihatkan ketegangannya, semangat

tempur mereka malah semakin berkobar, masing-masing dari

sebelah kiri serta dari sebelah kanan melanjutkan desakannya ke

arah Ti Then.

Jarak masing-masing kini semakin dekat lagi pertama-tama si

malaikat iblis kurus Ling ie An lah yang mulai melancarkan

serangannya, dengan disertai suara bentakannya yang amat keras

tubuhnya melayang ke depan. tombak panjangnya dengan disertai

tenaga yang amat besar ditusuk kearah depan mengancam ulu hati

dari Ti Then.

Tubuh Ti Then dengan cepat menyingkir ke samping dia balik

maju satu langkah ke depan, pedang panjang ditangannya dengan

memutar satu lingkaran di depan dada dengan arah yang tepat

menutul ke arah dada pihak lawannya.

Tetapi baru saja tubuhnya bergerak. si malaikat iblis gemuk Loa

Ho yang berada di samping sudah mendesak maju ke depan,

kampak raksasanya dengan cepat disambar ke depan membacok

pundak kanannya.

Jurus serangan yang digunakan amat gencar, serangannya ini

mirip dengan sambaran kilat bergelegarnya guruh.

Serangan pedang yang dilancarkan Ti Then ke arah si malaikat

iblis kurus itu sebetulnya hanya suatu serangan kosong belaka, dia

tahu si malaikat iblis gemuk tentu akan menggunakan kesempatan

itu untuk maju melancarkan serangannya, karena itu pedangnya

baru saja disambar sampai ditengah jalan tubuhnya mendadak

berputar kemudian sedikit berjongkok. arahnya seketika itu juga

berubah, dengan jurus Ban Liong Ci hauw atau sambar naga

menusuk harimau balik membabat sepasang kaki si malaikat iblis

gemuk itu.

Dengan cepat si malaikat iblis gemuk itu meloncat ke atas untuk

menghindarkan diri dari babatan tersebut, bersamaan pula kampak

raksasa yaug berada ditangannya dari gerakan membabat menjadi

gerakan membacok, mengarah kepala diri Ti Then.

Si malaikat iblis kurus pun bersamaan waktunya melancarkan

satu tusukan dengan menggunakan tombak panjangnya mengarah

pinggang kiri dari Ti Then.

Masing masing pihak semakin bertempur semakin seru dan

semakin cepat sebentar gerakan mereka seperti terkaman harimau,

sebentar lagi berubah menjadi loncatan kera, gerakannya dilakukan

bagaikan sambaran angin yang sedang berlalu, hanya di dalam

sekejap saja tiga puluh jurus sudah dilalui dengan cepat sedang

masing-masing pihak belum ada yang menang mau pun yang kalah.

Si anying langit Rase bumi yang menonton jalannya pertempuran

dari samping kalangan di dalam hati diam-diam merasa sangat

girang sekali, ketika mereka melihat dua orang anak buahnya saja

sudah cukup menahan serangan dari Ti Then dalam hati mereka

sudah tahu bahwa gerakannya kali ini sudah pasti memperoleh

kemenangan, karena itu tanpa terasa pada wajah mereka sudah

tersungging senyuman kemenangan, agaknya mereka sangat

gembira sekali.

sebaliknya air muka Wi Ci To serta Huang puh Kian pek mulai

kelihatan risau, mereka sama sekali tidak paham kenapa kepandaian

silat dari Ti Then secara tiba-tiba bisa berubah demikian rendahnya,

tak tertahan lagi Huang puh Kiam pek mulai menggeserkan

badannya mendekati diri Wi Ci To lalu ujarnya dengan perlahan.

"Suheng, kau lihat sebetulnya sudah terjadi urusan apa dengan

dirinya?"

"Siapa tahu" sahut Wi Ci To dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suaranya. "Dia seperti sudah berubah dengan

seorang yang lain"

"Benar" sambung Huang puh Kian pek dengan cepat, "

kepandaian silat dari si malaikat iblis gemuk ini hanya sedikit berada

di atas para pendekar pedang merah dari benteng kita, jika menurut

kemampuan dari Ti Then yang biasanya, tidak perlu sepuluh jurus

sudah cukup untuk memperoleh kemenangan kenapa ini hari dia

perlihatkan kekurangannya yang begitu menyolok??"

"Mungkin dia terlalu tegang ..."

"Tidak mungkin." bantah Huang Puh Kian Pek dengan cepat.

"Sewaktu dia melawan si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan tempo

hari sama sekali tidak kelihatan perasaan tegangnya, bagaimana ini

hari dia bisa takut dengan orang-orang itu ??"

"Atau mungkin dia sengaja menyembunyikan kekuatan yang

sesungguhnya . . ." timbrung Wi Ci To mendadak.

"Aku kira bukan, coba kau lihat semakin bertempur dia semakin

ngotot . , . Hmm, sudah lima puluh jurus."

Pada saat Ti Then sudah bergerak sebanyak lima puluh jurus

banyaknya melawan si malaikat iblis gemuk serta si malaikat iblis

kurus mendadak .... menang kalah segera kelihatan jelas.

Bacokan kampak dari si malaikat iblis gemuk yang mengarah

punggung Ti Then dengan jelas kelihatan hampir mencapai

sasarannya mendadak "Bruk." kampak raksasa yang berada

ditangannya terjatuh ke atas tanah sedang tubuhnya pun ikut rubuh

terlentang di atas tanah.

Begitu tubuhnya rubuh mengenai tanah, bentuk tubuhnya yang

gemuk bundar itu secara mendadak terpotong menjadi dua bagian

yang terpisah, isi perutnya seketika itu juga tersebar mengotori

semua permukaan tanah sedang darah segar pun mulai mengucur

keluar dengan derasnya.

Hal ini memperlihatkan sewaktu tubuhnya rubuh tadi adalah

disebabkan oleh babatan pedang Ti Then yang memisahkan

badannya dikarenakan kecepatan gerak sambaran pedang Ti Then

lah menyebabkan tubuhnya baru berpisah sesudah mencapai di atas

permukaan tanah.

Agaknya si malaikat iblis kurus itu di buat terkejut dan ketakutan

sepasang matanya melotot keluar dengan besarnya, sedang

badannya berdiri mematung di hadapan Ti Then.

Pada saat itu dia sedang melancarkan satu tusukan ke arah Ti

Then, sehingga sewaktu dia dikejutkan oleh gerakan Ti Then

membinasakan kawannya dia masih pertahankan gayanya yang

semula, keadaan ini amat lucu dan menggelikan.

Senyuman yang menghiasi wajah Anying langit Rase bumi

seketika itu juga lenyap tanpa bekas berganti dengan suatu

perubahan yang sangat hebat, sama sekali mereka melototi mayat

si malaikat iblis gemuk yang menggeletak di atas tanah.

Beberapa saat kemudian barulah terdengar si Anying langit Kong

Sun Yau them bentak dengan suara berat . "Kembali "

Si malaikat iblis kurus tetap tidak menggubris teriakan itu, tetap

berdiri termangu- mangu di tempatnya semula.

Air muka si Anying langit Kong Sun Yau berubah semakin hebat

lagi, dengan gusarnya sekali lagi dia membentak. "Ling Ie An kau

cepat kembali."

Si malaikat iblis kurus tetap tak bergerak sedikit pun dari

tempatnya semula, agaknya dia sudah dibuat terkejut dan ketakutan

sehingga nyawa keluar dari badannya.

Waktu itulah Ti Then baru menggunakan pedangnya sedikit

mendorong dada malaikat iblis kurus itu, ujarnya sembari

tersenyum:

"Hei, majikanmu sedang panggil kau untuk kembali, kau sudah

dengar belum?"

Dengan dorongan dari Ti Then yang perlahan itu tubuhnya

dengan perlahan barulah roboh ke depan untuk kemudian roboh

terlentang di atas tanah dengan badan atas yang terpisah dari

bagian bawahnya, Isi perutnya dengan cepat tersebar keluar, darah

segar bagaikan sumber air kerasnya mengalir keluar membasahi

seluruh tanah. Kiranya dia pun sudah terbinasa sejak tadi.

Ke enam belas malaikat ibis yang berada di belakang Anying

langit Rase bumi sesudah melihat pemandangan itu tanpa terasa

lagi sudah pada berteriak kaget. Air muka si Anying langit Rase

bumi sebentar berubah menjadi merah padam sebentar lagi

berubah menjadi pucat pasi, lama sekali memandangi Ti Then

dengan tutup mulutnya rapat-rapat.

0000

Lama sekali barulah terdengar si Rase bumi Bun Jin Cui buka

suara.

"Khin Ie, Hsing it, sak Yan song. Ing Hay Ping kalian berempat

cepat keluar minta petunjuk lagi dari Ti Kiauw tauw ini" ujarnya

dengan dingin-

Dia sudah dapat melihat kalau kepandaian silat yang dimiliki Ti

Then amat tinggi sekali, tapi dia pun merasa bahwa ke empat orang

itu masih sanggup untuk memperoleh kemenangan- karena itu

hingga kini dia masih tidak ingin turun tangan sendiri

Sampai saat ini dia masih tetap merasa kalau Wi Ci To serta

Huang puh Kian Pek lah yang betul-betul baru musuh mereka suami

istri berdua yang paling tangguh.

Terlihatlah ke empat malaikat iblis itu menyahut, kemudian

dengan langkah lebar berjalan keluar. senyata yang digunakan

keempat malaikat iblis itu adalah golok pendek. pedang, tongkat

serta trisula. Dua pendek dua panjang. Dengan wajah penuh nafsu

membunuh mereka berempat berhenti di samping kiri kanan di

hadapan Ti Then, malaikat iblis dengan bersenyatakan prdang yang

berdiri paling tengah agaknya merupakan Lotoa dari keempat orang

itu, dia dengan cepat memberi tanda kedipan kepada ketiga orang

lainnya, kemudian dengan cepat melancarkan satu serangan ke

depan.

Suatu serangan dengan jurus Hek Hauw sim atau macan hitam

mencuri hati melanda datang mengancam jantung Ti Then.

Tubuh Ti Then cepat-cepat berputar kemudian mengangkat kaki

kirinya menendang gagang pedang tersebut diikuti ujung

pedangnya diputar menusuk ke belakang dengan cepatnya.

Malaikat iblis yang menerjang Ti Then dari sebelah belakang

adalah malaikat iblis yang menggunakan golok penyapu angin

sebagai senyata Agaknya sama sekali dia tidak menduga kalau Ti

Then bisa menggunakan serangan tersebut di dalam pembukaan

serangannya. di dalam keadaan yang sangat terkejut dengan cepat

kakinya melangkah ke samping menghindarkan diri kurang lebih tiga

depa dari tempat semula bersamaan pula golok penyapu anginnya

dengan kekuatan yang luar biasa menyambar lutut kanan Ti Then.

Malaikat iblis yang bersenyatakan toya serta trisula itu dengan

menggunakan arah sebelah kanan serta sebelah kiri bersama-sama

melancarkan serangan secara berbareng.

Pertempuran kali ini masing-masing melancarkan serangan

dengan secara diam-diam sehingga semakin bergebrak semakin

seru dan semakin ganas, keempat malaikat iblis itu sampai kini

hanya menitik beratkan gerakan menyerang saja tanpa

menghiraukan pertahanan sendiri, sehingga mereka berempat

bagaikan menyambarnya angin taupan serta curahnya hujan deras

tak henti-hentinya melancarkan serangan dahsyat mengancam

seluruh tubuh Ti Then-

Agaknya Ti Then betul-betul didesak oleh pihak musuhnya

sehingga keadaannya sangat bahaya sekali dan tidak ada

kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, tetapi setiap kali

dia menemui serangan yang membahayakan setiap kali pula bisa di

punahkan dengan sangat mudahnya.

Di dalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan

cepat, walau pun kelihatannya keempat malaikat iblis itu berada di

atas angin tapi ujung senyata mereka jangan dikata mengenai

tubuh Ti Then sekali pun menowel pun tidak sanggup.

Sambil menonton jalannya pertempuran ini Wi Ci To semakin

senang segera dia menoleh ke arah Huang puh Kian Pek dan

ujarnya dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.

"Perkataanku tadi sedikit pun tidak salah, dia memang sengaja

menyembunyikan kekuatan sesungguhnya"

"Entah apa tujuannya yang sebenarnya" ujar Huang puh Kian Pek

dengan air muka penuh tanda tanya.

"Hee . . hee . . . . mungkin dia takut memukul rumput

mengejutkan ular" sekali lagi Huang puh Kian Pek mengerutkan

alisnya rapat-rapat.

"Buat apa harus berbuat begitu" sahut Wi Ci To sembari tertawa.

"Coba kau pikir jika kita bertiga harus sekaligus melawan mereka

dua puluh orang, apa mungkin bisa peroleh kemenangan?"

Agaknya Huang puh Kian Pek dapat dibikin paham, segera dia

mengangguk. "Benar" sahutnya sambil tertawa.

"Jika mereka dua puluh orang bersama-sama turun tangan, maka

kita bertiga pasti akan dikalahkan"

"Karena itulah dia harus bunuh beberapa orang terlebih dahulu,

tapi jika dia tidak sedikit menyembunyikan kekuatan sesungguhnya

si anying langit Rase bumi pasti tidak akan kirim para malaikat

iblisnya lagi untuk bergebrak melawan dia."

Pada air muka Huang puh Kian Pek tanpa terasa sudah mulai

menampilkan suatu senyuman.

"Orang ini sangat pandai sekali, memang merupakan orang aneh

yang sukar ditemui di dalam Bu lim" ujarnya. "Hanya sayang

pikirannya tidak genah, kalau tidak suheng pasti akan terima dia

sebagai menantu tercinta"

" Kenapa tidak. ." seru Wi Ci To sembari menghela nafas

panjang.

"Apa suheng betul-betul mau menahan dia untuk meneruskan

jabatannya sebagai Kiauw tauw dari benteng kita??" tanya Hung

Puh Kian Pek lagi.

"Tidak, tadi aku terus menahan dia untuk tetap sebagai Kiauw

tauw Benteng kita maksudnya adalah. ."

-ooo0dw0ooo-

Jilid 14.1: Kemana musuh setelah kalah?

Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak Anying langit

Kong sun Yau berdiri jauh di hadapannya membuka mulut.

"Wi Pocu" ujarnya sembari tertawa "Kita pun lebih baik main-

main sebentar".

Sembari berkata mereka suami istri berdua sudah menggeserkan

langkah kakinya berjalan menuju kearah Wi Ci To serta Hung Puh

Kian Pek.

Kiranya mereka suami istri berdua sudah melihat kalau keempat

malaikat iblis mereka lama kelamaan akan tidak sanggup melawan

Ti Then lagi, ditambah lagi ketika memandang kearah wajah Wi Ci

To serta Huang puh Kian pek secara samar-samar sudah perlihatkan

senyuman gembiranya, mereka segera tahu kalau urusan sedikit

tidak beres, karenanya mereka berdua tidak ingin bertanding secara

satu persatu lagi, sebaliknya menghendaki Wi Ci To serta Huang

puh Kian Pek pun ikut bergebrak secara bersama-sama.

Semua gerak-gerik mereka berdua ini bukan lain adalah

pendapat dari si Rase bumi Bun Jin Cui, di dalam anggapannya jika

mereka suami istri berdua sudah bergebrak melawan Wi Ci To serta

Huang puh Kian Pek maka kedua belas orang malaikat iblis lainnya

pun bisa menggunakan kesempatan ini untuk turun tangan

bersama-sama mengerubuti diri Ti Then.

Dengan gerakan serempak ini sekali pun Ti Then memiliki

kepandaian yang jauh lebih tinggi pun akan binasa juga, jikalau Ti

Then sudah mati maka mereka delapan belas orang bisa bersama-

sama mengerubuti Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek sehingga

dengan demikian mereka berdua bisa dibinasakan dengan lebih

mudah.

Begitu Wi Ci To dengar si anying langit Kong sun Yau menantang

untuk bergebrak, dengan disertai tertawanya yang amat nyaring,

sahutnya. "Bagus sekali, seharusnya kita pun tidak boleh

menganggur."

Selesai berkata bersama-sama dengan HHuang puh Kian Pek

mereka berdua bersama-sama maju ke depan menyambut

kedatangan musuh-musuhnya.

Ti Then yang melihat dari pihak Wi Ci To pun sudah siap-siap

untuk turun tangan, cepat-cepat dia memperkencang serangannya,

dia tidak ingin main petak-petakan dengan keempat orang malaikat

iblis itu lagi karenanya dengan mengerahkan ilmu yang sebenarnya

dia mulai melancarkan serangan gencar ke arah musuh-musuhnya,

terlihat pedang ditangannya secara mendadak berkelebat

menyambar tubuh keempat orang itu.

Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa,

segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati

berkumandang dan menggema diseluruh penjuru.

Pertama-tama si malaikat iblis yang bersenyatakan Trisula

menerima bagiannya terlebih dulu, sebuah lengan kanannya sudah

putus tersambar pedang dari Ti Then. Belum selesai jeritan ngeri

yang pertama berhenti, si malaikat iblis yang menggunakan toya

sebagai senyatanya sudah menjerit ngeri, akibat yang diterimanya

jauh lebih menyeramkan lagi, sepasang kakinya sudah tertabas

putus sedang tubuhnya dengan kalapnya sedang bergulung-gulung

di atas tanah sembari menjerit-jerit.

Kedua orang malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta

golok begitu melihat kedahsyatan dari Ti Then bahkan hanya di

dalam satu gebrakan sudah berhasil melukai kedua orang kawannya

tanpa terasa sudah menjerit kaget nyali mereka menjadi pecah

dengan tergesa-gesa mereka melarikan diri mundur ke belakang.

Tetapi....baru saja sepasang kaki mereka meninggalkan

permukaan tanah terlihatlah serentetan sinar pedang berkelebat ke

empat buah kaki mereka sudah terpisah dari badannya masing-

masing dan terjatuh ke atas tanah dari tengah udara.

Untuk beberapa saat lamanya itu si malaikat iblis yang

bersenyatakan pedang mau pun golok siapa pun tidak merasa kalau

sepasang kaki mereka sudah terbabat putus, tubuhnya dengan

cepatnya melayang sejauh enam tujuh kaki jauhnya kemudian baru

melayang turun ke atas permukaan tanah.

Pada saat itulah mereka baru merasakan kesakitan yang luar

biasa, ketika mereka sadar kalau sepasang kakinya sudah putus

barulah mulai menjerit-jerit kesakitan.

Si anying langit rase bumi yang melihat anak buah mereka

menerima bagian yang begitu mengerikan tanpa terasa air muka

mereka sudah berubah menjadi pucat pasi, mereka merasa terkejut

bercampur gusar sehingga untuk beberapa waktu lamanya sudah

melupakan Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek yang sudah berjalan

mendekat, agaknya mereka sudah dibuat tertegun oleh

pemandangan yang mengerikan itu.

Yang membuat mereka sangat terkejut adalah sewaktu Ti Then

melawan keempat orang malaikat iblisnya terang-terangan sudah

terdesak di bawah angin bahkan sewattu bertempur semakin payah,

bagaimana di dalam sekejap mata saja sudah berhasil memperoleh

kemenangan, bahkan kemenangan diperoleh dengan begitu

mudahnya??

Perlahan-lahan si anying langit Kong sun Yau menghirup nafas

panjang kemudian baru memutar kepalanya memandang ke arah

dua belas orang malaikat iblis lainnya yang sedang memandang Ti

Then dengan perasaan amat terperanyat.

" Cepat kalian berempat turun membantu mereka menghentikan

mengalirnya darah" Teriaknya dengan keras.

Dari antara kedua belas orang malaikat iblis itu segera terlihat

empat orang berjalan maju ke depan membantu menotokkan jalan

darah dari malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta golok itu,

salah satu dari antara mereka sesudah memeriksa keadaan luka dari

kawanmya segera memberi laporan kepada si anying langit Kong

sun Yau.

“Lapor pada Thian Cun, keempat orang ini harus segera

ditolong.”

“Kalau begitu cepat bawa mereka ke luar.”

Demikianlah keempat orang malaikat iblis itu dengan seorang

menggendong seorang kawannya bagaikan kilat cepatnya berlari

keluar dari Benteng.

Ketika Ti Then melihat di dalam kalangan kini hanya tinggal

delapan orang malaikat iblis saja di dalam hati diam-diam merasa

sangat girang.

“Hey Anying langit Rase bumi.” Teriaknia lantang sembari

tertawa nyaring , “Malaikat-malaikat iblismu terlalu goblok seperti

gentong nasi semua, lebih baik kalian berdua saja yang maju

sendiri.”

Perkataannya baru saja diucapkan selesai mendadak kedelapan

orang Malaikat iblis itu dengan disertai suara bentakan yang amat

keras bersama-sama menubruk ke depan.

Tetapi bersamaan waktunya pula sesosok bayangan kecil yang

amat langsing berkelebat masuk ke dalam kalangan dari arah yang

berlawanan menyambut datangnya salah satu malaikat iblis dari

kedelapan orang lainnya.

Dia bukan lain adalah Wi Lian In.

Ti Then yang melihat munculnya pujaan hatinya seketika itu juga

semangatnya berkobar kembali, dengan disertai suara bentakan

yang amat nyaring pedang pusakanya melancarkan serangan

dahsyat menggulung ketujuh orang malaikat iblis lainnya.

Di dalam sekejap saja suatu pertempuran yang amat sengit

berkobar kembali.

Sejak kecil Wi Lian In sudah mendapat didikan yang amat keras

di dalam kepandaian silat apalagi di dalam ilmu pedangnya, kini

sesudah mengumbar hawa amarahnya temyata menyerupai seekor

harimau betina dengan ganasnya mencecer terus pihak musuhnya,

hanya di dalam sekejap mata saja dia sudah berhasil memaksa

malaikat iblis yang bersenyatakan siangkiam ini terus mundur ke

belakang.

Wi Ci To yang melihat putrinya sudah turun tangan dalam hati

segera tahu bahwa dia tidak akan dapat dikalahkan oleh seorang

malaikat iblis saja karena itu dengan cepat dia cabut keluar

pedangnya sendiri kemudian kepada si Anying langit Rase bumi

ujarnya sembari rangkap tangannya memberi hormat :

"Silahkan saudara-sandara memberi petunjuk”

Dalam hati si Anying langit Rase bumi diam diam merasa berlega

hati karena mereka mem punyai dugaan bahwa ketujuh orang

malaikat iblis yang menge pung Ti Then seorang diri tidak akan

terkalahkan karena itu dengan mengipas-ngipaskan kipas yang

berada ditangannya dia menyawab:

“Tidak usah terlalu sungkan, silahkan Wi Pocu memberi petunjuk”

Dari dalam sakunya si Rase bumi Bun Jin Cu pun mengambil

keluar sebuah angkin berwama kuning yang dalam satu kali

sentakan sudah berubah bentuk seperti sekuntum bunga.

“Hu Pocu..” ujarya kepada Huang Puh Kian Pek sembari tertawa

merdu, kita pun harus main-main sebentar.

Huang Puh Kian Pek hanya sedikit mengangguk saja sesudah

mencabut keluar pedangnya dia bergeser ke samping lima langkah

kemudian baru ujarnya:

“Silahkan..”

Demikianlah mereka berempat segera memperkuat kuda-

kudanya masing-masing, bagaikan empat ekor jago yang siap

bertempur masing-masing saling melotot kearah pihak musuhnya

tanpa berkedip.

Perlahan lahan... langkah kaki masing masing pihak mulai

bergerak dan bergeser, dengan lambat tapi mantap berkali kali

sitengubah gaya serangan yang berbeda-beda, suasana

pertempuran yang amat sengit mencekam keadaan diseluruh

kalangan membuat sebuah lapangan latihan silat yang cukup luas

itu terasa begitu sumpek dan panas Hal ini membuat setiap

pendekar pedang putih mau pun hitam yang berjumlah dua ratusan

orang itu merasa amat tegang sekali bahkan terasa sukar untuk

bernapas dibuatnya.

Pertempuran ini mem punyai sangkut paut yang amat besar

terhadap masa depan, masing-masing pihak mem punyai sangkut

paut atas mati hidupnya mereka berempat juga mem punyai

sangkut paut atas jaya atau runtuhnya Benteng Pek Kiam Po mau

pun istana Thian Teh Kong.

Wi Ci To tidak malu disebut sebagai jagoan pedang yang

termashur dalam sepuluh tahun ini, waktu ini walau pun harus

menghadapi musuh yang amat tangguh tapi. air mukanya masih

tetap tenang-tenang saja, seluruh perhatiannya sudah dipusatkan

pada ujung pedangnya sedang tenaga murni sudah mulai disalurkan

keluar dari pusarnya, kelihatannya perasaan hatinya sudah dilebur

menjadi satu dengan pedang yang berada ditangannya itu.

Air muka si Anying langit Kong Sun Yau pun kelihatannya

tenang-tenang saja hanya perbedaannya walau pun pada wajahnya

tersungging senyuman tapi dari sinar matanya jelas mengandung

napsunya untuk membunuh.

Saat ini Huang Puh Kian Pek beserta si Rase bumi Bun Jin Cu

pun sedang memusatkan seluruh perhatiannya kearah pihak musuh,

mata mereka berdua saling melotot tidak ada yang mau kalah

sedang kakinya bergerak ke samping sedikit demi sedikit, agaknya

mereka tidak ada yang mau melancarkan serangan terlebih dahulu,

masing-masing menantikan kesempatan yang baik untuk kirim satu

serangan dahsyat yang mencabut nyawa pihak musuhnya.

Setiap sedetik waktu berlalu suasana terasa semakin menegang

sedangkan suasana pembunuhan pun terasa semakin menebal.

Mendadak .. serentetan sinar pedang yang amat menyilaukan

mata dengan disertai desiran angin serangan yang amat tajam

berkelebat dan menyambar kearah tubuh si Rase bumi Bun Jin Cu.

Serangan itu bukan lain dilakukan oleh Huang Puh Kian Pek

sendiri, tubuhnya dengan cepat meloncat ketengah udara kemudian

bagaikan seekor naga yang keluar dari gua dengan cepat

menyambar kearah diri si Rase bumi Bun Jin Cu.

Si Rase bumi Bun Jin Cu segera membentak nyaring, tubuhnya

yang langsing kecil berputar putar ditengah udara, kaki kirinya

dengan kecepatan yang luar biasa disambar ke depan kemudian

dengan gaya menubruk meluncur kembali ke bawah,angkin kuning

ditangannya dengan disertai sambaran angin yang amat tajam

melilit kearah leher Huang Puh Kian Pek.

Angkin yang terbuat dari kain itu semula merupakan barang yang

amat lemas tapi sesudah disentakkan olehnya seketika itu juga

berubah

menyerupai

sebuah

cambuk

panjang

sehingga

mengeluarkan suara peletakan yang amat nyaring.

Huang Puh Kian Pek yang meiihat serangannya gagal tubuhnya

cepat-cepat

berguling

ditengah

udara,

setelah

berhasil

menghindarkan diri dari lilitan angkin kuning itu pedang panjangnya

cepat-cepat membabat ke samping mengancam angkin kuning yang

sedang menyambar kearahnya itu.

Tapi angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini jauh lebih

gesit dan lincah daripada sebuah cambuk panjang, terlihat tangan

kanannya menekan ke bawah menarik kembali angkin kuningnya

dan tepat berhasil menghindari serangan pedang dari Hung Puh

Kian Pek itu, bersamaan pula angkinnya dikebaskan ke samping

mengancam sepasang kaki dari Huang Puh Kian Pek, serangan ini

dilakukan amat cepat dan merupakan suatu jurus serangan yang

amat indah.

Dengan cepat Huang Puh Kian Pek bersuit panjang, pedangnya

bagaikan kilat cepatnya diputar disekeliling tubuhnya, tubuhnya

berguling ke samping kemudian secara tiba tiba melancarkan satu

tusukan kearah depan.

Seketika itu juga antara mereka berdus terjadilah suatu

pertempuran yang amat sengit.

Sebaliknya pada saat itu Wi Ci To beserta si Anying langit Kong

Sun Yau tetap dengan tenang tapi mantap bergeser sedikit demi

sedikit ke samping mengelilingi kalangan, setiap langkah geseran

mereka berdua terasa seperti diganduli oleh barang seberat ribuan

kati. Keadaannya amat tegang dan menyeramkan.

Lewat lagi beberapa saat lamanya agaknya si Anying langit Kong

Sun Yau sudah merasa tidak sabaran lagi mendadak tubuh

menubruk ke depan dengan sangat dahsyat sekali, kakinya berdiri

melengkung bagaikan busur sedang kipas ditangannya menotok

kearah musuh dengan sambaran mendatar.

Tenang bagaikan Perawan bergerak bagaikan tupai meloncat,

hanya di dalam sekejap saja dia sadah menyerang ke hadapan Wi Ci

To.

Ujung kaki Wi Ci To cepat-cepat menutul permukaan tanah,

tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping kiri menghindarkan

diri dari serangan kipas tersebut tetapi dia tetap tidak melancarkan

serangan balasan.

Si Anying langit Kong Sun Yau tertawa dingin, jurus serangannya

mendadak berubah kipasnya ditekan ke bawah sedang tubuhnya

berputar menerobos dari sebelah kanan dengan dahsyatnya

mengancam jalan darah “Cang Bun Hiat” pada pinggang kiri Wi Ci

To.

Kecepatan perubahan jurus serargannya ini dilakukan begitu

cepat laksana sambaran petir.

Tubuh Wi Ci To sekali lagi bergeser ke samping menghindarkan

diri dari serangan musuh, ujung pedangnya sedikit diangkat

bagaikan naga yang muncul dari dalam air secara tiba”tiba menusuk

kearah leher pihak lawannya.

Tusukan ini dilakukan jauh lebih cepat dari serangan pihak

musuh.

“Serangan yang bagus” bentak si Anying langit Kong Sun Yau

dengan keras kakinya tetap tidak bergerak hanya tubuhnya

mendadak berputar dengan mengunakan kipasnya dia menangkis

datangnya tusukan tersebut.

“PlaaaK” Pedang dan kipas terbentur menjadi satu sehingga

mengeluarkan suara aduan yang amat nyaring, seketika itu juga

mereka berdua masing-masing di paksa mundur dua langkah ke

belakang.

Dengan mundurnya ini mereka berdua sama-sama tidak mau

melepaskan kesempatan yang bagus ini, tidak menanti kakinya

berhasil berdiri tegak mendadak si Anying langit Kong Sun Yau

sudah menubruk ke depan kembali, kipasnya di balik secara hebat

menotok kearah lambung Wi Ci To. Jurus serangannya amat aneh

tetapi indah sekali.

Wi Ci To dengan dingin mendengus dengan tergesa-gesa

tubuhnya menyingkir setengah tindak ke samping, pedangnya

ditekan ke bawah dengan menggunakan jurus-Hay Teh Ci Sah atau

menusuk ikan hiu didasar laut dia balas menggencet kipas pihak

musuhnya.

Sianying langit Kong Sun Yau yang melihat serangan pertamanya

tidak memperoleh hasil serangan kedua segera menyusul datang,

kipasnya diputar setengah lingkaran kemudian dibabat ke depan,

terlihatlah serentetan sinar putih berkelebat menyapu wajah Wi Ci

To.

Kedua orang itu berusaha menggunakan kesempatan baik yang

ada untuk merebut kemenangan tapi sesudah bergebrak sebanyak

dua tiga puluh jurus keadaan masih tetap seperti semula, siapa pun

tidak ada yang berhasil merebut di atas angin.

Waktu itu Ti Then berhasil memancing pihak lawannya, sengaja

dia perlihatkan sedikit tempat kelemahannya membuat seorang

malaikat iblis dengan bersenyatakan golok panjang menyerang dari

beIakang tubuhnya, pada saat yang bersamaan pula dia putar

tubuhnya sedang pedangnya dengan kecepatan yang luar biasa

menyambar dan menghajar pihak musuhnya.

“Aduh..”

Dengan disertai suara teriakan yang amat keras dan mengerikan

simalaikat iblis bersenyatakan golok panjang itu rubuh ke atas tanah

dan binasa seketika itu juga.

Tempat yang menyebabkan kematiannya tidak bukan tepat di

atas alisnya, Ti Then yang membunuh seorang musuhnya segera

membentak keras lagi, jurus pedangnya berubah dengan dikelilingi

oleh sinar pedang kebiru-biruan pedangnya menyapu dua orang

malaikat iblis yang berada di sebelah kanannya.

Belum sempat kedua orang, malaikat iblis itu melihat bagaimana

datangnya serangan itu kedua buah batok kepalanya sudah

melayang meninggalkan lehernya, dengan disertai semburan darah

segar yang amat deras kedua benda itu bergelinding di atas tanah.

Dengan demikian malaikat iblis yang menge pung diri Ti Then

kini hanya tinggal empat orang saja.

Ketika mereka melihat kawannya satu per satu berhasil dibunuh

pihak musuh tanpa terasa pikirannya menjadi kacau juga, ternyata

mereka tidak berani menge pung kembali, masing-masing berusaha

untuk mundur ke belakang mengundurkan diri dari ancaman maut.

Si Rase bumi Bun Jin Cu yang melihat Ti Then berhasil

mambunuh mati tiga orang anak buahnya kembali mendadak dia

meloncat keluar dari kalangan.

“Semua berhenti, dengar perkataanku dulu” teriaknya dengan

keras.

Mendengar suara teriakan itu si Anying Langit Kong Sun Yau

segera menghentikan serangannya dan meloncat mundur ke

belakang, sedang si malaikat iblis bersenyatakan siang kiam yang

sedang bertempur dengan serunya melawan Wi Lian In saat ini juga

sudah meloncat mundur.

Hanya di dalam sekejap mata pertempuran yang amat seru

sudah berhenti semua.

“Kong Sun Hujin ada perkataan apa? “ Tanya Wi Ci To sembari

tersenyum.

Dari wajah si Rase bumi Bun Jin Cu pun kelihatan mulai

tersungging senyuman, kepada Wi Ci To sembari tertawa ujarya:

“Wi Pocu, bilamana ini hari kami suami istri mengakui kekalahan

kepada kalian, apa kamu mengijinkan kami keluar dari sini ?”

“Ha ha ha .selamanya Lohu belum pernah melakukan

pembersihan sampai seakar-akarnya, tetapi maksud tujuan saudara

sekalian belum tercapai bagaimana mau pergi begitu saja ?”

Si Rase bumi Bun Jin Cu segera mencibirkan bibimya, dengan

lagak manya ujarnya.

"Kita tidak kuat melawan kalian kalau tidak pergi dan tetap

tinggal di sini mau berbuat apa lagi?”

“Hmmm...” dengus Ti Then secara mendadak. “Kalian sudah tidak

maui itu kitab pusaka le Cin Keng ?”

Si Rase bumi Bun Jin Cu segera menghela napas panjang.

“Kau terlalu lihay, sudahlah.” ujarnya dengan perlahan.

"Jika kalian timbul niat kembali untuk minta kitab itu kalian boleh

pergi cari aku secara pribadi” ujar Ti Then lagi sembari tertawa

dingin. “Tapi aku larang kalian mengacau orang-orang Benteng Pek

Kiam Po karena beberapa hari lagi aku sudah bukan orang Benteng

Pek Kiam Po lagi.”

“Kami bisa cari kau lagi” seru Si Rase bumi Bun Jin Cu, “Ini hari

kau sudah bunuh sembilan orang kami, hutang ini bagaimana pun

harus akutagih. Gunung nan hijau tetap berdiri selamanya, air

tenang mengalir sepanjang masa kita bertemu kembali lain waktu.”

Berbicara sampai di sini kepada si Anying langit Kong Sun Yau

tanyanya.

“Hey lelaki bangsat, bagaimana?”

Si Anying langit Kong Sun Yau segera mengangguk, kepada

kelima orang Malaikat iblis yang masih hidup ujarnya.

“Angkat mayat-mayat itu, ayoh kita pergi”

Kelima orang malaikat ibis itu segera menyahut, cepat-cepat

mereka menggotong mayat yang membujur di atas tanah beserta

kedua buah batok kepalanya, dengan mengikuti Si Anying langit

Rase bumi mereka cepat-cepat berlalu dari sana.

Di atas permukaan tanah kini hanya tertinggal titik-titik darah

segar yang tetap membasahi dan mengotori tempat itu.

Sesudah melihat rombongan si Anying langit Rase bumi lenyap di

balik pintu Benteng barulah terdengar Wi Ci To menghela napas

panjang.

“Heei. tidak kusangka bisa berakhir begitu”

“Suheng kau seharusnya jangan melepaskan mereka pergi” ujar

Huang Puh Kian Pek yang berdiri disisinya, “Selamanya si Anying

langit Rase bumi belum pernah menderita kerugian sedemikian

besarnya, ini hari kita melepaskan harimau pulang gunung tidak

sampai satu bulan kemudian mereka pasti akan datang kembali,

sewaktu lain kali mereka datang kembali tentu bukan dua puluh

orang saja yang dibawa bahkan mungkin bisa sampai dua ratus

orang atau dua ribu orang banyaknya.”

“Soal ini kau tidak perlu kuatir” hibur Wi Ci To dengan suara

perlahan.

“Nanti biarlah aku kirim perintah seratus pedang kembali untuk

panggil semua pendekar pedang merah pulang.”

Berbicara sampai di sini barulah dia menoleh kearah Ti Then, “Ti

Kiauw-tauw bagaimana kalau kita berbicara di dalam saja ?”

ujarnya.

Ti Then melirik sekejap kearah Wi Lian In yang berdiri menyauhi

dirinya itu ketika melihat wajahnya sangat adem ujarnya kemudian.

“Jika Pocu ada perkataan silahkan dibicarakan di sini saja”

Air muka Wi Ci To berubah menjadi amat keren, sesudah

termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah ujarya.

“Tadi karena keadaan yang sangat mendesak Lohu sudah

berbicara sedikit kurang sopan tentunya Ti Kiauw-tauw tidak

menganggap sungguhan bukan ?”

“Itu adalah urusan yang nyata seharusnya Pocu berbicara begitu”

sambung Ti Then dengan cepat.

“Tetapi maksud Lohu yang sebenarnya...”

“Boanpwe paham” potong Ti Then dengan cepat. “Pocu serta Hu

Pocu mau membuang waktu memberi bantuan boanpwe merasa

sangat berterima kasih sekali. budi kebaikan ini pada kemudian hari

tentu boanpwe balas”

Wi Ci To tertawa pahit,

“Ti Kiauw-tauw sudah salah artikan perkataan Lohu” ujarnya

dengan serius, “Bilamana bukannya Ti Kiauw tauw beri bantuan

pada ini hari tentu Benteng kami sudah mengalami malapetaka yang

amat hebat, karena itu seharusnya lohu yang megucapkan terima

kasih kepadamu”

“Tidak, urusan ini ditimbulkan karena boanpwe pribadi”

“Jika bukannya Ti Kiauw tauw keluar Benteng untuk menolong

putriku tidak mungkin bisa timbul peristiwa ini”

Ti Then tidak mau tarik panjang persoalan ini lagi, ujarya

kemudian:

“Pocu masih ada perkataan apa lagi yang hendak disampaikan,

jika tidak ada boanpwe mau mohon diri terlebih dulu”

Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi salam

perpisahan.

“Tunggu sebentar” ujar Wi Ci To dengan cemas ketika dilihatnya

Ti Then mau pergi, “Lohu ada urusan yang hendak minta petunjuk

darimu”

Sambil menggendong tangannya dia berjalan bolak balik

ditempat itu, kemudian dengan menghela napas panjang ujarnya.

“Hingga sekarang Lohu masih tidak paham . . sejak Ti Kiauw-

tauw masuk ke dalam Benteng kami segala perbuatan dan tindak

tandukmu sama sekali tidak mem punyai maksud jahat, tapi...

dapatkah Ti Kiauw tauw menjelaskan kepada Lohu secara terus

terang kenapa kau pergi menyamar sebagai Lu Kongcu?”

“Tentang urusan ini maaf boanpwe tidak bisa memberitahu”

Potong Ti Then dengan cepat.

Kening yang dikerutkan semakin mengencang kembali, dengan

mata yang amat tajam Wi Ci To memandang terpesona kearahnya.

“Kalau begitu jawablah perkataan lohu ini .. “ ujarnya kemudian.

“Kau mengaku

penyamaranmu?”

tidak

kalau

Lu

Kongcu

itu

adalah

hasil

“Mengakui”

“Apa tujuanmu?" desak Wi Ci To lagi.

“Tetap seperti perkataan tadi, maaf tidak bisa kukatakan.”

Wajah Wi Ci To kelihatan berkerut-kerut agaknya di dalam hati

dia merasa amat gusar sekali, hanya saja tidak sampai diumbar

keluar, sekali lagi dia berjalan bolak balik disekeliling tempat itu.

“Dua hari lagi boanpwe akan memgembalikan ketiga ratus uang

perak itu kepada Pocu” ujar Ti Then lagi. “Selain itu boanpwe akan

menginap dirumah penginapan Hok An di dalam kota hingga

menanti hwesio-hwesio dari Siauw lim pay datang dan

membereskan kesalah pahaman ini, dalam hal ini jika Pocu mau

minta petunjuk,-silahkan kirim orang ke rumah penginapan Hok An

untuk panggil boanpwe”

Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu

kepada Huang Puh Kian Pek serta Wi Lian In, setelah itu cepat-

cepat dia putar tubuh berjalan keluar meninggalkan Benteng.

Saking jengkelnya seluruh tubuh Wi Ci To gemetar dengan amat

kerasnya, sambil mengibaskan ujung bajunya dengan langkah lebar

dia berjalan masuk ke dalam ruangan.

Ki Hong itu pendekar pedang hitam ketika melihat Ti Then mau

pergi dengan cepat berlari sambil menuntun kuda Ang Shan Khek

itu.

“Ti Kiauw tauw, ini tungganganmu” ujarnya.

Ti Then tidak banyak bicara, segera dia meloncat naik ke atas

tunggangannya kemudian melarikan kudanya menuju kekota Go bi

dengan cepatnya.

Sesampainya di rumah penginapan Hok An siang hari sudah

lewat, sesudah makan kenyang segera dia meninggalkan rumah

penginapan kembali untuk mencari tahu berita tentang rombongan

si Anying langit Rase bumi itu.

Dia bisa melakukan hal ini disebabkan karena jejak orang-orang

si Anying langit Rase bumi itu sangat mencurigakan sekali, setelah

mereka kehilangan sembilan orang malaikat iblisnya pastilah tidak

akan berdiam begitu saja, bahkan sewaktu dia melihat si Rase bumi

Bun Jin Cu mengaku kalah padanya mukanya memperlihatkan suatu

rencana yang tersembunyi, kemungkinan sekali mereka sudah

merencanakan suatu penyerbuan secara diam-diam ke dalam

Benteng Pek Kiam Po sehingga bisa menutupi kembali perasaan

malu atas kekalahannya pada siang hari, oleh sebab itulah dia mau

mengetahui jejak mereka untuk kemudian mengawasi segala gerak

geriknya secara teliti.

Tetapi walau pun dia sudah berlari dan mencarinya diseluruh

penjuru kota tetap tidak tampak jejak mereka, bahkan tak seorang

pun yang melihat orang-orang dengan dandanan semacam itu

memasuki kota.

Karenanya terpaksa dia pulang kerumah penginapan untuk

beristirahat.

Tidak lama malam hari pun menjelang.

Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenang, akhimya

cepat-cepat dia turun dari pemharingan dan keluar kamar, kepada

seorang pelayan ujarnya.

“Hey Pelajan, aku mau keluar kota untuk menyambangi seorang

kawanku ini malam tidak akan tidur di sini harap kau menyagakan

kamarku ini, pada kemudian hari tentu aku beri upah kepadamu”

“Baik, balk..” sahut pelayan ini dengan gembira.

“Sekarang juga hamba sediakan kuda buatmu”

Selesai berkata dia putar tubuh dan berlalu dari ssna.

Dengan gugup Ti Then segera berteriak.

“Tidak usah, tidak usah ...aku tidak naik kuda.”

“Kongcu mau heluar kota bagaimana tidak naik kuda?”

“Temanku itu berdiam tidak jauh dari kota, lebih baik aku

berjalan kaki saja.”

Sekeluarnya dari rumah penginapan dengan cepat dia berjalan

keluar dari pintu kota sebelah Barat, dilihatnya disekitar tempat itu

sudah tidak ada orang barulah dengan menggunakan ilmu

meringankan tubuhnya berlari menuju ke atas gunung Go-bi.

Tidak sampai setengah jam kemudian sampailah dia ditengab

gunung Go-hie di atas tebing Sian Ciang tepat di belakang Benteng

Pek Kiam Po.

Dengan diam-diam dia mengitari sekeliling tebing Sian Ciang itu

untuk periksa satu kali, ketika dilihatnya para pendekar pedang dari

Benteng Pek Kiam Po hanya berjaga-jaga di bawah tebing saja

hatinya segera merasa tidak tenang, pikirnya.

“Mungkin Wi Lian In tidak menyampaikan usulku itu kepada Wi Ci

To, Tebing Sian Ciang ini merupakan tempat yang paling baik bagi

musuh untuk menyerang Benteng Pek Kiam Po, bagaimana dia tidak

kirim orang untuk menyaga?”

Jika dilihat pada tengah malam Tebing Sian Ciang ini rnirip sekali

dengan sebuah tangan raksasa yang sedang merangkul sungai

perak dan sedang memetik bintang serta rembulan bentuknya amat

megah dan angker sekali,

Dia memilih tempat-tempat yang baik mudah untuk digunakan

mendaki diantara dinding tebing yang amat curam bagaikan seekor

kera dengan merambat dan memanyat terus ke atas.

Jilid 14.2: Tewasnya si Anying langit

Tidak selang lama dia sudah berhasil mencapai puncak tebing,

perlahan-lahan dia mulai duduk di samping tebing yang berhadapan

dengan Benteng Pek Kiam Po. Ketika melihat ratusan lampu yang

sedang menyinari seluruh Benteng tanpa terasa hatinya merasa

kecewa, teringat olehnya sewaktu kemaren hari dia duduk

berdampingan dengan Wi Lian En, waktu itu merasa mesranya Wi

Lian In bersandar pada tubuhnya berkata dengan merdunia, Jika

kau tidak bisa dipercaya maka di dalam dunia ini tidak ada orang

yang bisa dipercaya lagi, tapi sewaktu dirinya seIesai beli obat di

dalam kota Ku le serta Liauw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa

Yuan sudah datang, hal ini tentu sangat melukat hati Wi Lian In.

Heeei, omong pulang pergi semuanya ini adalah karena ketololan

sendiri, jika waktu itu dia tidak mau belajar kepandaian silat dari

majikan patung emas tentu tidak akan sampai terjadi peristiwa

semacam ini, dosa yang dibuat dirinya sungguh amat berat.

“Braaak„ mendadak suara runtuhnya pasir serta batu-batuan

berkumandang datang dari tebing di sebelah belakangnya.

Ti Then merasakan hatinya tergetar, cepat-cepat tubuhnya

melayang dan bersembunyi di balik sebuah tempat yang tidak

terlihat oleh manusia, dia berdiam diri tak berani bergerak, dengan

tajamnya memperhatikan semua gerak gerik di sebelah sana.

Ada orang datang.

Sedikit pun tidak salah baru saja dia menyembunyikan diri

terdengarlah suara seseorang sedang berkata.

“He .. he .tebing Sian Ciang ini, sungguh sukar didaki “

Segera terdengar suara jawaban dari orang lainnya

-Jika mudah untuk didaki bagaimana Wi Ci To berani berlaku

begitu gegabahnya sehingga tidak kirim orang untuk berjaga?”

Kemudian terdengar suara dari si Rase bumi Bun Jin Cu sedang

berkata,

“Kalau jalan sedikit hati hati, jangan sampai ada batu yang

tertendang jatuh ke bawah tebing,”

“Benteng Pek Kiam Po berada ditepian tebing sebelah sana, ayo

kita lihat-lihat sebelah sana" suara Si Anying langit Kong Sun Yau

menyambung perkataan dari istrinya.

Bersamaan berhentinya suara pembicaraan muncullah bayangan

manusia satu persatu sebanyak sepuluh orang , . mereka bukan lain

adalah Si Anying langit Rase bumi beserta kedelapan orang

malaikatnya,

Pada punggung masing-masing pada membawa anak panah

serta busurnya sedang ditangan membawa gentong-gentong

berisikan minyak tanah yang mudah terbakar dengan tenangnya

mereka melanjutkan perjalanan menuju kepingiran sebelah Benteng

Pek Kiam Po.

Ternyata dugaan Ti Then sedikit pun tidak meleset, Si Anying

langit Rase bumi benar-benar hendak menyerang Benteng seratus

pedang dengan jalan membongkong secara diam.

Ti Then tahu bahwa bokongan mereka ini jika sampai berhasil

maka dari pihak

Benteng Pek Kiam Po menderita kerugian yang amat besar,

karenanya dia tidak berani berlaku ayal lagi, dari samping badannya

dia mengambil sebuah batu

kerikil yang tidak begitu besar kemudian secara diam-diam

disambitkan kearah Benteng Pek Kiam Po.

Dia sangat mengharapkan sambitan batunya ini berhasil

mengenai atap rumah di dalam Benteng itu, sehingga mengejutkan

semua orang yang berada di dalam Benteng agar mereka semua

tahu kalan di atas tebing Sian Ciang sudah kedatangan musuh.

Pada saat dia sedang menyambitkan batu kearaha Benteng itulah

rombongan

Si Anying langit Rase bumi itu sudah tiba di pinggiran tebing

yang mengarah Benteng Pek Kiam Po. Terdengar Si Rase bumi Bun

Jin Cu berkata sembari tertawa ringan.

“Hey lelaki bangsat, bagus bukan akalku ini?”

“Hey ....jika kau bisa dapatkan akal itu sejak semula dari pihak

kita tak akan kehilangan sembilan orang” Seru si Anying langit Kong

Sun Yau sembari menghela, napas panjang.

“Semula aku mana tahu kalau bangsat cilik She Ti itu memiliki

kepandaian silat begitu mengerikan, aku mengira dengan

menggunakan kesempatan sewaktu pendekar pedang merah

mereka tidak berada di dalam Benteng dengan kekuatan kita dua

puluh orang, sudah cukup, siapa tahu...”

“Hei.. tidak usah banyak omong kosong lagi, ayoh kita cepat-

cepat turun tangan”

Demikianlah mereka bersepuluh segera melepaskan anak panah

serta busur dari tubuhnya untuk mulai mengangkat batu-batu besar.

Yang mereka ambil kebanyakan merupakan batu-batu cadas

yang amat besar bahkan setiap batu itu mem punyai berat tiga

sampai lima ratus kati ke atas, dengan batu yang begitu besar

ditambah dengan daya lemparan dari atas tebing setinggi ratusan

kaki, jangan dikata manusia sekali pun banguna Benteng yang

kokoh juga akan hancur oleh serangan ini.

Salah seorang malaikat iblis yang sedang mengambil batu-batu

cadas tiba-tiba bertanya.

“Baiknya dilempari batu dulu atau dengan panah berapi?”

“Kita lempari batu dulu” jawah si Rase bumi Bun Jin Cu singkat.

“Betul” Teriak Si Anying langit Kong Sun Yau membenarkan usul

isterinya itu.

“Jika kita menggunakan panah api terlebih dulu sebelum sampai

di dalam Benteng pasti sudah diketahui.”

“Hanya tidak tahu Wi Ci To tidur di sebelah mana, jika tahu

cukup mengarah kamarnya kita lempari sebuah batu cadas pasti dia

akan kegencet menjadi jadah, seru salah seorang malaikat iblis.

“Masih ada sibangsat cilik she Ti itu, di dalam Benteng Pek Kiam

Po hanya dua orang ini saja yang paling menakutkan, jika salah satu

diantara mereka terkena hingga yang lainnya tidak perlu kita takut

lagi”

Si rase bumi

perkataannya itu.

Bun

Jin

Cu

mengangguk

membenarkan

“Agaknya antara bangsat cilik itu dengan Wi Ci To sudah terjadi

suatu urusan yang tidak menyenangkan, kau dapat meiihat tidak?”

tanyanya.

“Tidak salah” jawab Si Anying langit Kong Sun Yau. “Agaknya

bangsat cilik itu mau meletakkan jabatannya sebagai Kiauw tauw

sedang Wi Ci To tidak setuju, ternyata dia meminta bangsat cilik itu

pada saat itu juga mengembalikan uang tiga ratus tahilnya baru

memperbolehkan dia pergi. Ha ha ha orang bilang Wi Ci To jauh

lebih menghargai sikap manusia dari pada harta kekayaan,

kelihatannya tidak begitu . .”

Pada saat mereka sedang berbicara itulah dua buah batu cadas

yang amat besar sudah disiapkan.

Ti Then segera merasa bahwa dia tidak seharusnya berdiam diri

terus

melihat

mereka

melanjutkan

pekerjaannya

untuk

mengumpulkan batu-batu cadas yang besar, diam-diam diambilnya

beberapa butir batu kerikil kemudian membentuk keras dia meloncat

keluar dari tempat persembunyiannya sedang kerikil ditangannya

dengan tenaga besar disambit kearah musuhnya.

Si Anying langit rase bumi sekalian sama sekali tidak pernah

menduga kalau di atas tebing masih ada orang lain, karenanya

begitu Ti Then membentak keras bagaikan sambaran geledek

disiang hari bolong seketika itu juga membuat mereka saking

terkejutnya sudah meloncat ke atas. Dikarenakan loncatannya inilah

ketiga orang malaikat iblis yang berdiri di belakangnya tepat

menerima hajaran dari sambitan batu Ti Then itu yang mengenai

lambung mereka, seketika itu juga darah berceceran sedang tubuh

mereka bertiga bergulung-gulung ditatas sambil menjerit-jerit

kesakitan.

Sambitan batu dapat mencelakai hingga dalam tubuh sebetulnya

merupakan kejadian yang tidak masuk akal, tetapi hal yang

sebenarnya sedikit pun tidak ada anehnya karena dengan tenaga

dalam yang berhasil di !atih Ti Then hingga saat ini sudah boleh

dikata mencapai pada taraf menyambit dengan daun melukai tubuh

orang, apalagi kini yang dibuat sambitan adalah batu kerikil yang

tajam sudah tentu tanpa bisa ditahan lagi sudah menembus

lambung mereka bertiga.

Si Anying langit Rase bumi yang melihat munculnya Ti Then

secara tiba-tiba itu sudah berhasil melukai ketiga orang anak

buahnya tanpa terasa air muka mereka sudah berubah amat hebat,

sembari berteriak aneh mereka bersama sama menubruk ke depan

mengancam tubuh Ti Then.

Sejak semula Ti Then sudah bikin persiapan untuk menghadapi

pertempuran yang amat sengit ini, karenanya setelah dia

menyambit batu-batu itu cepat cepat pedangnya dicabut keluar dan

dilintangkan di depan dadanya.

Ketika dilihatnya Si Anying langit rase bumi bersama sama

menubruk kearahnya dengan cepat bukannya mundur malah

sebaliknya memapaki datangnya serangan mereka berdua,

tubuhnya maju dua langkah ke depan sedang pedangnya dengan

amat dahysat dibabat kearah mereka.

Serentetan sinar kemerah-merahan yang amat menyilaukan

berkelebat memenuhi seluruh angkasa, ujung pedangnya dengan

tajam menusuk ketubuh Si Anying langit kemudian melanjutkan

serangannya kearah Si Rase bumi yang berada disisinya, di dalam

satu jurus mem punyai dua gerakan serangan yang berbeda

sungguh hebat sekali.

Si Anying langit bukanlah manusia bodoh, sewaktu tubuhnya

menubruk ke depan senyata kipasnya sudah dipersiapkan terlebih

dulu.

Tubuhnya bergerak miring sedikit ke samping dengan

menggunakan jurus “Sun Hong Si Cwan” atau mengikuti angin

melajukan perahu dia memunahkan tusukan pedang yang datang

dari Ti Then ini kemudian sewaktu sepasang ujung kakinya

mencapai tanah senyata kipasnya sekali lagi dengan menggunakan

jurus “Giok Li Cuan Suo atau gadis cantik memakai baju

mengancam jalan darah Thai yang Hiat sebelah kiri dari Ti Then.

Si Rase bumi yang berada ditengah udara pun menggerakkan

angkin kuningnya.

“Sreet..” Laksana seekor ular emas dengan gesitnya menyambar

dan menggulung ujung pedang Ti Then.

Cepat-cepat Ti Then membungkukkan badannya sambil

mengibaskan pedangnya ke samping, tubuhnya sekali lagi berputar

ke samping pedangnya bagaikan segulung sinar api yang amat

dahsyat balas menggulung kearah musuh-musuhnya.

Bersamaan waktunya Si Anying langit rase bumi meloncat ke

samping untuk menghindarkan diri dari serangan itu, kipas beserta

angkin kuning itu sekali lagi menyerang secara berbareng

membabat kearah batok kepala serta melilit pinggang Ti Then.

Mereka bertiga masing-masing dengan mengerahkan ilmu silat

andalan masing-masing berusaha untuk berebut melancarkan

serangan, seketika itu juga terjadilah suatu pertempuran yang amat

sengit sekali.

Sembari melancarkan serangan-serangan yang dahsyat Si Rase

bumi Bun Jin Cu tak henti-hentinya melirik keseluruh penjuru, ketika

dilihatnia dari dalam Benteng Pek Kiam Po tidak tampak bayangan

manusia pun yang muncul hatinya baru merasa agak lega.

" Hey bangsat cilik” teriaknya sembari tertawa.”Ini malam kau

pasti binasa,”

“Ha ha ha ha ha...” Suara tertawa dari Ti Then semakin lama

semakin bertambah nyaring, “Yang binasa pada malam ini haruslah

menunggu sebentar lagi baru bisa dipastikan.”

Si Rase bumi Bun Jin Cu sudah merasa pasti kalau mereka suami

istri berdua pasti bisa membereskan dirinya, hanya dia, kuatir

terhadap manusia-manusia dari Benteng Pek Kiam Po, karena itu

dengan nada memancing, ujarnya.

“He..hee ... menurut pengetahuanku, orang-orang dari benteng

Pek Kiam Po sudah pada tidur semua.?”

“Tidak salah, tidak salah. Orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po

sudah pada tidur semua, hanya kalian orang-orang dari istana Thian

Teh Kong saja yang belum tidur,”

Ketika si Rase bumi Bun Jin Cu mendengar dia tidak mau

mengaku secara terus terang hatinya malah dibuat menjadi tidak

tenang, ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis lainnya sedang

berdiri dengan termangu-mangu tanpa terasa sudah membentak

keras.

“Kalian berlima hanya berdiri termangu-mangu di sana mau

tunggu apa lagi? Cepat dorong batu-batu itu ke bawah kemudian

melepaskan panah-panah berapi ”

Sesudah mendengar perintah itu dari antara kelima orang

malaikat iblis itu segera terlihatlah dua orang sudah mengangkat

dua buah batu besar kemudian dilemparkan kearah bawah.

Sedang sisanya tiga orang menumpahkan minyak dan

digosokkan pada ujung anak panah, sesudah disudut dengan api

panah-panah itu mulai dipanahkan kearah Benteng. “Sret . . sret : ,

“Sebuah demi sebuah anak-anak panah berapi itu bagaikan

sambaran kiiat cepatnya meluncur ke bawah bersarang di atas atap-

atap Benteng Pek Kiam Po.

Dua buah batu cadas yang didorong ke bawah agaknya sudah

mencapai sasaran pada atas atap rumah, dari kejauhan hanya

terdengar suara benturan yang amat keras bergema memenuhi

seluruh tempat.

Ti Then yang dike pung rapat-rapat oleh si Anying langit rase

bumi tidak sanggup untuk menahan gerak gerik mereka, terpaksa

dengan sekuat tenaga dia melancarkan serangan-serangan dahsyat

mencecer diri Anying langit rase bumi berdua, tapi bagaimana pun

juga Si Anying langit Rase bumi merupakan jago-jago

berkepandaian tinggi dari Bu-lim yang sudah amat terkenal apalagi

kini mereka suami isteri turun tangan bersama sama, baik di dalam

menyerang mau pun dalam bertahan mereka bisa bekerja sama

begitu rapatnya membuat Ti Then yang sudah menyerang dua tiga

puluh jurus dengan gencar masih tetap tidak berhasil menduduki di

atas angin.

Ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis itu dengan tak henti-

hentinya memanahkan panah-panah berapi kearah genteng dia

menjadi cemas, mendadak pedangnya dengan disertai sambaran

angin yang amat tajam menyapu sepasang kaki Si Anying langit,

bersamaan pula tangan kirinya diayunkan ke depan dengan gaya

hendak menyambitkan senyata-senyata rahasia. Bentaknya.

“Lihat serangan”

Dengan meminyam kagempatan sewaktu si Anying langit

merangkap kipasnya untuk melindungi dada dan si rase bumi dibuat

tertegun cepat-cepat dia. meloncat keluar dari ke pungan kemudian

bagaikan sambaran angin cepatnya menubruk kearah kelima orang

malaikat iblis itu.

“Hati-hati!” teriak Si Anying langit Kong Sun Yau dengan

perasaan amat cemas.

Pada waktu itu kelima orang malaikat iblis itu sedang berdiri

menghadap kearah luar tebing sedang seluruh perhatiannya pun

sedang dipusatkan pada panah-panah berapi itu, begitu rnendengar

suara bentakan itu dengan gugup mereka putar tubuh sembari

mengangkat busur masing-masing untuk menangkis datangnya

serangan, kemudian dengan berbareng mereka melancarkan

serangan dahsyat kearah Ti Then.

Pedang ditangan Ti Then dengan disertai angin sambaran yang

amat tajam menyapu kearah mereka.” ...triing- ...triing.. triing “

Suara yang amat nyaring bergema ditengah malam itu, tiga buah

busur diantara kelima orang itu sudah berhasil dibabat putus oleh

pedangnya itu.

Pada saat yang bersamaan itu pula mendadak dia merasakan

kaki kanannya seperti dililiti oleh ular kemudian disusul dengan

segulung tenaga yang amat besar menarik seluruh tubuhnya ke

belakang.

Kiranya angkin kuning dari Si Rase bumi Bun Jin Cu secara diam-

diam sudah berhasil meliliti kakinya kemudian dengan seluruh

tenaga menarik tubuhnya ke atas membuat tubuh Ti Then dengan

menimbulkan suara yang amat keras rubuh terjengkang di atas

tanah.

Jatuhnya kali ini adalah kepalanya terlebih dulu mengenai tanah

membuat otaknya terasa amat sakit dan pening, pandangannya

menjadi kabur dan berkunang-kunang hampir-hampir membuat

dirinya jatuh tidak sadarkan diri.

Walau pun dia tidak sampai jatuh pingsan tapi keadaannya

semakin jelek lagi, Si Anying langit Kong Sun Yau yang berdiri di

samping ketika melihat dia terjatuh ke atas tanah senyata kipasnya

cepat-cepat ditutul ke depan mengancam jalan darah Ling Thay Hiat

pada punggungnya.

Di dalam keadaan yang amat kritis ini Ti Then sama sekali tidak

melihat adanya serangan kipas dari Si Anying langit Kong Sun Yau

bahkan kepalanya yang pening dan pandangannya yang kabur

membuat pendengarannya menjadi hilang dayanya. Tapi dia dapat

menduga Si Anying langit Kong Sun Yau pasti menggunakan

kesempatan yang sangat baik itu untuk melancarkan satu serangan

yang mematikan kearahnya, karena itu begitu tubuhnya terjatuh ke

atas tanah cepat-cepat dia berguling kearah samping bersamaan

pula dengan membabi buta dia melancarkan satu serangan dahsyat.

Disaat-saat yang amat bahaya itulah dia berhasil meloloskan diri

dari serangan si anying langit Kong Sun Yau yang mematikan

itu....serangan senyata kipas dari Si Anying langit pun mengenai

tempat yang kosong.

Tetapi Ti Then belum sama sekali lolos dari mara bahaya, angkin

kuning dari si Rase Bumi Bun Jin Cu dengan eratnya masih mengait

pada kaki sebelah kanannya.

Kiranya angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini sangat

jahat sekali, pada sebuah bagian dari angkin itu dipasang

beribu”ribu kail-kail kecil yang amat tajam sekali, bentuknya mirip

dengan mata kail untuk memancing ikan tapi semuanya terbuat dari

emas. Begitu mengenai tubuh musuh maka semua kail-kail emas itu

akan menusuk masuk ke dalam tubuh sehingga sukar sekali

meloloskan dirinya.

Kini kaki kanan dari Ti Then

pun sudah terkena

pancingan=pancingan emas itu sehingga sukar buat dirinya untuk

bergerak walau pun tidak terasa sakit olehnya di dalam

pertempuran ini tapi untuk meloloskan diri janganlah harap.

Dia tahu bilamana dirinya mau meloloskan diri dari angkin itu

satu-satunya jaIan hanya membabat putus angkin tersebut. Tapi

baru saja dia bermaksud membabat angkin tersebut Si Rase bumi

dengan gesitnya sudah menyentak tubuhnya meninggalkan

permukaan tanah, bagaikan seutas Iayang-layang tubuh Ti Then

dengan kerasnya ditarik berlari keempat penjuru.

Sedang itu Si Anying langit Kong Sun Yau bagaikan bayangan

saja dengan eratnya mengikuti terus disisi tubuhnya, senyata kipas

yang berada ditangannya dengan tak henti-hentinya melancarkan

serangan gencar mengancam seluruh tempat bahaya dari Ti Then.

Dengan perkataan lain : Ti Then yang sudah dipermainkan dan

diombang ambingkan Si Rase bumi Bun Jin Cu dia pun harus

melancarkan serangan dan mangobat abitkan pedangnya untuk

memusnahkan semua serangan-serangan dahsyat serta serangan

maut yang mengancam seluruh tempat penting pada tubuhnya,

keadaannya pada saat ini betul-betul amat bahaya sekali.

Situasi dan keadaan yang seperti ini di dalam jarang sekali terjadi

karena itu sampai kelima orang malaikat iblis itu pun dibuat

terpesona oleh keadaan semacam ini.

Sembari menarik tubuh Ti Then dan berlari-lari tak henti-hentinya

Si Rase bumi Bun Jin Cu sempat berkata sembari tertawa merdu.

“Hey lelaki bangsat. Kenapa tidak cepat-cepat turun tangan. “

“Ha ha ha ... .sudah hampir..sudah hampir” teriak Si Anying

langit Kong Sun Yau sembari tak henti-hentinya melancarkan

serangan mautnya.”Aku tidak percaya bangsat cilik ini bertahan

lebih lama Iagi . . .”

Baru saja perkataannya selesai diucapkan mendadak.... suatu

parubahan timbul secara mendadak.

Serentetan sinar terang yang amat tajam dan menyilaukan mata

dengan menerjang angin berkelebat datang. “Plaaak-, angkin kuning

menjadi dua bagian.

Apakah terputus oleh babatan pedang Ti Then?”

Yang memutuskan angkin kuning itu hanyalah sebilah pisau

terbang yang amat tipis.

Kemunculan pisau terbang itu sangat mendadak sekaii, Si Rase

bumi Bun Jin Cu yang sedang menarik dengan sekuat tenaga

seketika itu juga menjadi terhuyung-huyung kehilangan

keseimbangannya, hampir-hampir dia terjatuh ke dalam jurang.

Tetapi kejadian yang muncul diluar dugaan ini memberi suatu

akibat yang jauh lebih parah, jauh lebih mengerikan lagi bagi Si

Anying langit Kong Sun Yau.

24

Semula dia memangnya sedang melancarkan serangan gencar

mengancam diri Ti Then, tetapi begitu angkin kuning itu terputus

maka tubuh Ti Then pun menjadi berhenti, sebaliknya Si Anying

langit Kong Sun Yau yang dengan napsunya sedang melancarkan

serangan tidak sanggup untuk berhenti di dalam waktu seketika itu

juga karenanya jarak antara dirinya dengan Ti Then pun menjadi

amat dekat, dengan meminyam kesempatan itulah Ti Then sudah

melancarkan satu serangan yang tepat menembus lambungnya.

Untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun, tetapi ketika

dilihatnya pada lambungnya sudah tertembus oleh pedang Ti Then

saat itulah tanpa bisa ditahan lagi dia menjerit ngeri dengan amat

kerasnya.

PerIahan-lahan tubuhnya rubuh ke tanah dan saat itu juga

putuslah napasnya.

Melihat kejadian itu Si Rase bumi Bun Jin Cu menjadi amat

terperanyat dengan suara amat kaget teriaknya.

“Hey Ielaki bangsat, kau kenapa?”

Waktu itu Ti Then dengan kecepatan yang luar biasa sudah

meloncat dari atas tanah, sesudah mencabut keluar pedangnya dari

lambung Si Anying langit Kong Sun Yau barulah dia berdiri di

samping.

Bagaikan seorang yang kalap dengan cepat si Rase bumi

menubruk ke atas mayat suaminya, matanya dipentangkan lebar-

lebar sedang bibirnya dengan gemetar berkemak-kemik.

“Lelaki bangsat, kau...kau sudah mati?”

Agaknya dia tidak percaya kalau suaminya bisa mati, tapi kini

dengan mata kepala sendiri dia melihat suaminya memang betul-

betul sudah binasa, tak tertahan lagi butir-butir air mata mengalir

keluar dengan amat derasnya.

Semula suara tangisannya tidak terdengar lama kelamaan isak

tangisnya semakin menjadi, dan akhirnya bagaikan guntur yang

membelah bumi dia menangis dengan kerasnya sembari gembar

gembor tidak karuan:

Pada saat itulah terlihat tiga orang berlari dengan amat cepatnya

mendekati tempat itu.

Ketiga orang itu bukan lain adalah Po cu dari Benteng Pek Kiam

Po, Wi Ci To, Hu Pocu Huang Puh Kian Pek beserta Wi Lian In.

Wajah mereka semua sudah berubah amat dingin dan angker,

dengan tajamnya memperhatikan Si Rase bumi yang sedang

menangis dengan sedihnya di atas mayat si Anying langit. Tanpa

berkata-kata lagi mereka bersama-sama mencabut keluar

pedangnya masing-masing kemudian secara serempak menyerang

kelima orang malaikat iblis itu.

Jika dilihat dari perubahan wajah mereka, jelas kelihatan kalau

mereka bertiga amat gusar sekali bahkan sudah ambil keputusan

untuk membasmi orang-orang dari istana Thian Teh Kong.

Baru saja mulai kelima orang malaikat iblis itu sudah dipaksa

berada di bawah

Angin.

Kiranya kedelapan orang malaikat iblis yang dibawa anying langit

rase bumi malam ini selaln setiap orang membawa seperangkat

anak panah beserta busurnya sama sekali tidak membawa senyata

tajam lainnya, saat ini kelima orang malaikat iblis itu terpaksa harus

menggunakan busur untuk mengdakanperlawanan, sedang busur itu

bukanlah senyata yang sesuai untuk bergebrak karena itu baru saja

mulai mereka sudah dipaksa berada di bawah angin dan terdesak

mundur terus.

Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek masing-masing melawan dua

orang malaikat iblis, terlihatlah sinar pedang berkelebat tak henti-

hentinya, diantara sambaran angin yang amat tajam suara jeritan

ngeri saling susul menyusul. Empat orang malaikat iblis sudah

terbinasa di bawah pedang mereka.

Sedang malaikat iblis yang melawan diri Wi Lian In saking

terdesaknya terus mengundurkan diri ketepi tebing, akhirnya dia

pun terjatuh ke dalam jurang dan binasa seketika itu juga.

Setelah semuanya beres mereka bertiga baru putar tubuhnya dan

berjalan mendekati rase bumi yang saat ini sedang menangis

dengan amat sedihnya di samping mayat suaminya.

“He..he..Bun Jin Cu, kau berdiri” Teriak Wi Ci To sepatah demi

sepatah dengan tegasnya.

Bagaikan sama sekali tidak menclengar suara bentakan itu Si

Rase bumi Bun Jin Cu masih tetap menangis dengan amat sedihnya.

Sepasang mata Wi Ci To segera berubah menjadi amat seram,

dengan keras

bentaknya tagi.

“Bangun!”

Si Rase bumi Bun Jin Cu tetap duduk di atas tanah sembari

menangis tersedu-sedu kelihatannya dia memang betul-betul sangat

berduka sehingga terhadap peristiwa yang terjadi disekeliling

tempat itu sama sekali tidak punya minat untuk mengurusnya,

Wi Ci To adalah seorang jagoan yang punya nama terhormat di

dalam Bu-lim pada saat ini, sudah tentu dia tidak mau melancarkan

serangan bokongan kepada Si Rase bumi, ketika dilihatnya dia tetap

tidak ambil perduli alisnya kelihatan dikerutkan rapat-rapat, agaknya

dia sudah dibuat jengkel oleh kelakuannya itu.

“Hmm. . hm..Bun Jin Cu” teriak Wi Lian sembari tertawa dingin.

“Yang binasa ini hari bukan hanya suamimu, kedelepan belas

malaikat iblis yang kau bawa pun sudah ada tujuh belas orang yang

binasa, kenapa kau tidak menangisi juga bagi mereka?”

Setelah mendengar ejekan itu mendasak Si Rase bumi Bun Jin Cu

menghentikan suara tangisannya, sesudah menggendong mayat

suaminya segera dia berjalan meninggalkan tempat itu.

Melihat mereka sama sekali tidak digubris sekali lagi Wi Ci To

mendengus dengan amat dingin..

“Bagaimana ? begitu saja mau pergi “ujarnya dengan dingin.

Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu menghentikan

langkahnya, dengan menahan isak tangisnya dia bertanya.

“Kau mau berbuat apa ?”

Dari nadanya ini ternyata mengandung sedikit “ Genit.

“ Dua buah batu cadas tadi sudah membunuh mati empat orang

pendekar pedang kami.” Bentak Wi Ci To dengan suara berat.

“Itu masih terhitung tidak berat” Bantah Si Rase bumi Bun Jin Cu

sembari menangis. “Aku sudah ditinggal suamiku bahkan ketujuh

belas orang anak

buahku pun sudah binasa semua.”

Wi CiTo menjadi amat gusar.

“Tapi semua urusan ini ditimbulkan oleh kalian!” Bentaknya.

“Aku tidak mau mengurus, aku tidak mau bergebrak dengan

kalian” teriak si rase bumi sembari menangis tersedu sedu, “Kalian,

mau membunuhku cepatlah turun tangan. Aku tidak percaya kau

berani turun tangan dengan seorang perempuan yang sama sekali

tidak mengadakan perlawanan “

Saking jengkel dan marahnya air muka Wi Ci To sudah berubah

pucat kehijau hijauan. Bentaknya dengan keras:

“Bun Jin Cu, kau janganlah sengaja perlihatkan mimik wajah

yang patut dikasihani, kau adalah perempuan macam apa Lohu

sudah tahu amat jelas sekali “

“Aku kehilangan suami apa tidak patut untuk menangis sedih?,”

bantah Si Rase bumi itu sambil menahan isak tangisnya.

“Tia” teriak Wi Li an In tiba-tiba sembari berjalan maju, “Tida

usah banyak omong dengan dia, biar putrimu yang bereskan”

Selesai berkata dia angkat pedangnya siap ditusuk ketubuh Si

Rase bumi itu.

Wi Ci To tahu putrinya masih bukan tandingannya, dia takut

putrinya akan terluka ditangannya karena itu segera menarik

tangannya mencegah.

“Kau cepat mundur” ujarnya,

Dengan cepat dia menarik Wi Lian In ke belakang kemudian

sambil melototkan sepasang matanya dia membentak kembali.

“Sebenarnia kau mau turun tangan tidak?”

“Aku sedang bersedih hati, tidak punya tenaga untuk bergebrak

dengan kalian, jika betul-betul mau turun tangan baiknya kita

tentukan waktu saja.” ujar Si Rase bumi kemudian.

“Bagus sekali, kapan?”

“Akhir bulan depan. Aku mau menyambut kedatangan kalian di

istana Thian Teh Kong. Bagaimana?”

Wi Ci To termenung

mengangguk, menyetujui.

berpikir

sebentar

kemudian

baru

“Pasti dating” serunya.

Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu putar kepalanya

menghadap kearah Ti Then, sambil menahan isak tangis ujarnya.

“Bangsat cilik, sampai waktunya kau pun ikut datang. Kau sudah

bunuh suamiku selama hidupku ini aku mau balaskan dendam”

Selesai berkata dia membopong mayat suaminya, sembari

menangis tersedu-sedu perlahan-lahan dia menuruni tebing

tersebut.

Sesudah bayangan tubuh Si Rase bumi lenyap dari pandangan

barulah Huang Puh Kian Pek berjalan ke samping tebing, sambil

menengok ke bawah ujarnya.

“Masih untung apinya bisa dipadamkan dengan cepat”

“Ehmm...” sahut Wi Ci To perlahan kemudian dia menoleh kearah

Ti Then.”Ti Kiauw-tauw, seharusnya Lohu kini mengucapkan terima

kasih kepadamu.”

“Wi Pocu tidak usah sungkan-sungkan, hal ini adalah tugas dari

boanpwe “

“Bagaimana kau bisa tahu akan hal ini?” tanya Wi Ci To.

“Hanya dugaan saja.”

Perlahan-lahan pada air muka Wi Ci To mulai memperlihatkan

perasaan menyesal sembari menghela napas panjang ujarnya lagi:

“Lohu sama sekali tidak menduga mereka bisa melakukan

tindakan semacam ini..”

Ti Then berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun,

perlahan-lahan dia berjalan ke samping sesosok mayat dari sana

disobeknya sekerat kain kemudian dibungkuskan pada luka

dikakinya.

Wi Lian In yang melihat kakinya kuyup oleh darah segar agaknya

dia merasa sedikit tidak tega, fetapi untuk maju menegur dia

merasa malu juga sehingga akhirnya dia paksakan diri untuk tetap

berdiam.

“Bungkus dahulu untuk sementara, nnti sesudah kembali ke

dalam Benteng baru diberi obat” ujar Wi Ci To tiba-tiba.

“Tidak perlu” jawab Ti Then cepat, “Boanpwe tidak punya

rencana untuk mengganggu kembali Benteng kalian. Pocu serta Hu

Pocu sekalian silahkan

kembali ke dalam Benteng untuk beristirahat”

Wi Ci To tertawa pahit, cepat-cepat dia potong perkataan dari Ti

Then yang belum selesai itu:

“Bagaimana? Apa Ti Kiauw-tauw sekarang sudah tidak sudi

menginyakkan kakinya ke dalam Benteng Lohu ini kembali ?”

“Bukan begitu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,

“Boanpwe hanya merasa sangat menyesal, maka ... maka..”

“Sesudah urusan dibikin terang untuk menyesal pun masih belum

terlambat” potong Wi Ci To kembali, “Marilah ikut lohu kembali ke

dalam Benteng”

“Nanti dulu” teriak Ti Then mendadak “Yang Pocu maksudkan

sebagai menanti sesudah urusan dibikin terang sebetulnya

mengandung maksud apa ?”

Wi Ci To tersenjum.

“Pokoknya hingga saat ini Lohu masih belum seratus persen

menganggap kau adalah jelmaan dari Lu Kongcu itu, bukan begitu

?” ujarnya.

“Tetapi boanpwe sudah mengaku di di depan Pocu sendiri”

“Itulah kesalahan Lohu sendiri, seharusnya Lohu tidak boleh

menaruh perasaan curiga terhatiap diri Ti Kiauw-tauw”

“Ti Kiauw-tauw “ sambung Huang Puh Kian Pek dengan cepat.

“Sekali pun kau punya maksud untuk meninggalkan benteng

kami, sekarang seharusnya kau mau ikut kami untuk duduk-duduk

sebentar di dalam Benteng, untuk berangkat besok pagi pun belum

terlambat”

Mendengar perkataan itu segera Ti Then mengangguk dan

bangkit berdiri, sambil menuding kearah tujuh sosok mayat yang

menggeletak di atas tanah ujarnya kemudian.

“Bagaimana dengan mayat-mayat ini ?”

“Sesudah terang tanah biar Lohu kirim orang

memberesinya, mari sekarang kita pulang ke Benteng dulu.”

untuk

Selesai berkata dia segera berjalan terlebih dulu memimpin yang

lainnya.

Tua muda empat orang sesudahnya turun dari atas tebing Sian

Ciang dan kembali ke dalam Benteng terlihatlah banyak sekali

pendekar pedang hitam mau pun putih sedang berkumpul di depan

dua buah bangunan.

Kiranya dua buah bangunan rumah yang terkena serangan batu

besar tadi sehingga tiang penyanggahnya menjadi putus dan

ambruk ke bawah, saat ini terlihat berpuluh-puluh pendekar pedang

hitam sedang membereskan runtuhan itu, sedang tidak jauh dari

tempat itu terlentang empat sosok mayat yang sudah hancur

keadaannya.

Wi Ci To berjalan mendekati keempat sosok mayat itu, sesudah

termenung dengan sedihnya barulah tanyanya kepada Ti Then.

“Sebelum kedua buah batu raksasa ini jatuh ke bawah pernah

ada sebuah batu kecil yang jatuh tepat di atas atap loteng

penyimpan kitab ini, apakah itu batu sengaja Ti Kiauw-tauw

lemparkan kemari”

“Benar” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Boanpwe punya

dugaan si anying langit rase bumi bisa membawa anak buahnya

naik ke atas tebing Sian Ciang ini untuk menyerang Benteng Pek

Kiam Po tetapi boanpwe tidak berani pastikan mereka pasti ke sana,

menanti sesudah melihat mereka tiba di atas puncak gunung

barulah menggunakan batu untuk kirim peringatan, boanpwe

mengharapkan batu ini bisa membangunkan Wi Pocu sekalian”

“Heeei .. untung saja ada batu dari Ti Kiauw-tauw yang memberi

peringatan, kalau tidak mungkin malam ini banyak orang dari

Benteng kita yang akan menemui kematiannya.”

Berbicara sampai di sini dia menoleh kearah Huang Puh Kian Pek

dan lanjutnya kembali.

“Sute, kau tetap berada di sini beri pe¬rintah kepada mereka

untuk bersihkan tempat ini, aku punya urusan hendak dibicarakan

dengan Ti Kiauw tauw”

“Baiklah suheng silahkan”

Maka dengan memberi tanda kepada Ti Then untuk mengikuti

dirinya dengan perlahan Wi Ci To berjalan menuju dalam ruangan.

Dari belakang Ti Then beserta Wi Lian In dengan berdiam diri

mengikuti diri Wi Ci To berjalan masuk ke dalam kamar bukunya,

sesampainya di depan pintu tiba-tiba ia membalikkan badannya dan

berkata kepada Wi Lian In.

“In ji, kau kembalilah kekamar untuk beristirahat”

Wi Lian In merasa ragu-ragu sebentar,agaknya dia tidak punya

muka untuk berdiam lebih lama lagi, terpaksa dia menyahut dengan

perlahan dan kembali kekamarnya.

Sesudah itu barulah Wi Ci To membuka piatu kamar mengajak Ti

Then duduk di dalam kamar, ujarnya dengan tersenyum. “Malam ini

Ti Kiauw-tanw berhasil membasmi si Anying langit Kong Son Yau

berarti juga sudah membantu orang-orang Bu-lim membasmi

saorang penyahat besar, membuat orang merasa sangat girang”

“Jika bukannya Pocu tiba pada saat yang bertepatan dan

menyambitkan pisau terbang sehingga memutuskan angkin kuning

dan si Rase bumi mungkin boanpwe pun ikut menemui bencana,

karena itu kematian dari si Anying langit seharusnya merupakan

jasa dari Pocu sendiri.” Ujar Ti Then tetap merendah.

“Mana mungkin, mana mungkin...”

Ti Then segera berganti bahan pembicaraan, ujarnya kemudian,

“Pocu memerintahkan boanpwe datang kemari entah

petunjuk apa?”

punya

Senjuman yang menghiasi bibir Wi Ci To segera lenyap tanpa

bekas, dengan mimik yang amat sedih tapi serius ujarnya sesudah

menghela napas panjang.

“Lohu sangat mengharapkan bisa berbicara secara blak-blakan

dan terus terang dengan diri Ti Kiauw tauw tentang urusan yang

terjadi baru-baru ini..”

Dia berhenti sebentar kemudian lanjutnya lagi.

“Hingga sampai saat ini Lohu tetap dibuat bingung . . . sejak Ti

Kiauw-tauw memasuki Benteng hingga hari ini tidak kurang tidak

lebih selama satu bulan, tapi di dalam satu bulan ini pertama-tama

Ti Kiauw-tauw sudah bantu Lohu memukul mundur Cian Pit Yuan,

kemudian menolong putriku dari perkosaan Hong Mong Ling, lalu

menolong nyawa dari putriku dari tangan si setan pengecut,

ditambah lagi malam ini Ti Kiauw-tauw sudah membantu Benteng

kami terhindar dari mara bahaya. Semua perbuatan dari Ti Kiauw-

tauw ini membuat Lo hu merasa sangat berterima kasih sekali, budi

kebaikan dari Ti Kiauw-tauw semacam ini kami orang-orang pihak

Benteng Pek Kiam Po harus berbuat bagaimana pun tetap akan

membalas budi ini, atau dengan perkataan lain jika Ti Kiauw-tauw

punya permintaan kepada Lohu atau menghendaki nyawa Lohu

maka semuanya akan Lohu penuhi. tetapi .. . Hey, sekarang Lohu

mau menanyai suatu urusan kepada diri Ti Kiauw-tauw, sebetulnya

kau punya permintaan apa terhadap Benteng kita ini ?”

Ti Then yang melihat perkataan itu diucapkan begitu jujur dan

tulus hati dalam hati merasa sangat tidak enak sekali tetapi untuk

tetap menyaga rahasia dari Majikan patung emas dia tidak mungkin

bisa menceritakan rahasia dari Majikan patung emas itu, karenanya

terpaksa dia gelengkan kepalanya.

“Tidak ada”

permintaan”

sahutnya.

“Boanpwe

sama

sekali

tidak

ada

Agaknya Wi Ci To tetap merasa ragu-ragu.

“Apa Ti Kiauw-tauw tidak percaya terhadap kejujuran Lohu ini?”

tanyanya.

“Bukan begitu, boanpwe tahu maksud Pocu adalah sungguh-

sungguh dan sejujurnya.”

“Kalau begitu silahkan Ti Kiauw-tauw katakan, asalkan Lohu bisa

malakukan sekali pun terhadap Benteng kita tidak ada

keuntungannya Lohu tetap akan meluluskan permintaan dari Ti

Kiauw-tauw itu.”

Ti Then menundukkan kepalanya rendah-rendah, “Boanpwe

benar-benar tidak punya permintaan apa-apa” ujarnya tegas.

“Hey.. tetapi “ Dia menghela napas panjang, “Jika Ti Kiauw-tauw

betul betul tidak punya permintaan apa-apa terhadap Lohu, lalu

kenapa .. ini bukannya Lohu menaruh curiga, karena ada berbagai

macam bukti yangmembuktikan Ti Kiauw tauw adalah jelmaan dari

Lu kongcu, jika Ti Kiauw tauw tidak punya permintaan apa-apa

kenapa harus berbuat begini ?”

Agaknya dia takut Ti Then dibuat marah oleh perkataannya ini,

karena itu sambungnya kembali.

“Ti Kiauw tauw harap jangan marah, sekarang Lohu tidak mau

menyembunyikan kembali perasaan hati Lohu karena budi yang

diberikan Ti Kiauw tauw kepada kami sudah cukup untuk

memaafkan suatu kesalahan”

Ti Then betul-betul dibuat terharu dan menyesal oleh perkataan

ini, tanpa dia rasa butir-butir air mata setetes demi setetes

mengucur keluar.

Titik air mata ini merupakan yang pertama kali dikeluarkan dari

matanya sejak dia mengerti akan urusan, karena dia teringat

kembali akan penderitaan dirinya sebetulnya merupakan seorang

yang mengutamakan kejujuran dan kebenaran tetapi dia dipaksa

dan diharusnkan untuk berbuat sesuatu pekerjaan yang melanggar

nalurinya.

Ketika Wi Ci To melihat dia menangis secara tiba-tiba, jadi

melengak dibuatnya.

“Ti Kiauw tauw kau kenapa ?” tanyanya.

Ti Then menundukkan kepalanya tidak menyawab.

Dengun termangu-mangu lama sekali Wi Ci To memandang

kearahnya, kemudian tanya lagi dengan perlahan.

“Beritahu kepada lohu, apakah kau punya rahasia yang susah

dikatakan secara terus terang?”

Ti Then tetap berdiam diri tidak menyawab.

Dengan perlahan Wi Ci To menghela napas panjang,ujarnya.

“Dengan usia Lohu sekarang ini boleh dikata cukup untuk

menjadi ajahmu tetapi kau boleh menganggap Lohu seba¬gai

pamanmu, kau boleh menceritakan ra¬hasia hatimu kepada Lohu

kecuali memang betul-betul tidak dilaksanakan, kalau tidak lohu

mau berkorban untuk menyelesaikan urusanmu itu. Bagaimana?”

Ti Then mengusap kering air matanya dengan menggigit kencang

bibirnya berkata.

“Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan urusan ini, tetapi

sesudah boonpwe katakan Pocu tentu tidak akan mengabulkan

bahkan sekali pun pocu menyetujuinya belum tentu bisa berhasil”

“Jika Ti Kiauw tauw menghendaki rembulan yang berada di atas

langit tentu Lohu tidak mungkin bisa melakukannya selain itu Lohu

berani berkorban untuk menyelesaikan dan membantu persoalan Ti

Kiauw tauw itu"

Ti Then tetap menggelengkan kepalanya.

“Urusan ini pasti pocu tidak akan menyanggupinya” ujarnya.

“Wi Ci To tersenyum.

“Kenapa tidak Kiauw tauw katakan?” serunya perlahan.

Ti Then angkat kepalanya memandang tajam ke atas wajahnya,

kemudian sepatah demi sepatah barulah ujarnya:

“Jika Pocu betul-betul mau bantu boan-pwe menyelesaikan

urusan yang amat sukar ini hanya ada satu cara ...gunakan

kepandaianmu untuk mengalahkan.diri boanpwe”

“Kau bilang apa?” tanya Wi Ci To.

“Untuk sementara Pocu boleh menganggap boanpwe sebagai

musuh yang tak bisa diam puni lagi kemudian berkelahi dengan diri

boanpwe. Jika Pocu berhasil mengalahkan diri boanpwe hal itu

berarti juga sudah mernbantu menyelesaikan suatu persoalan yang

sulit”

Sebetulnya Wi Ci To merupakan seorang yang memiliki

kecerdasan tinggi tetapi sesudah mendengar perkataan dari Ti Then

ini betul-betul dibuat bingung, tanpa terasa dengan mata dan mulut

melongo dia pandang wajah Ti Then, lama sekali baru gumamnya.

“Lohu tidak paham kau sedang membicarakan apa?”

“Alasannya boanpwe tidak bisa terangkan, tetapi jika pocu

sanggupi permintaan boanpwe ini dan sesudah berhasil

mengalahkan diri boanpwe maka alasan dan sebab-sebabnya tentu

akan boanpwe ceritakan”

Agaknya Wi Ci To tidak berani percaya terhadap telinganya

sendiri, sekali lagi tanyanya dengan teliti.

“Coba kau ulangi sekali ini, kau bilang meminta lohu

menganggap kau sebagai musuh besarku kemudian berkelahi

dengan kau, jika bisa kalahkan dirimu berarti sudah membantu kau

melepaskan diri dari suatu persoalan rumit, apa betul begitu?”

“Benar” sahut Ti Then sembari mengangguk. “Hanya satu-

satunya jalan ini saja yang bisa membantu boanpwe menyelesaikan

urusan ini.”

“Lohu tetap tidak paham” ujar Wi Ci To lagi sambil gelengkan

kepalanya.

Dengan nada yang hampir mendekati merengek ujar Ti Then

lagi.

“Besok pagi, di atas gunung yang sunyi baiknya kita pergi

bertanding bagaimana?”

“Tidak, urusan ini Lohu tidak bisa mengabulkan” sahut Wi Ci To

kembali sambil gelengkan kepalanya.

Lama sekali Ti Then termenung berpikir keras, mendadak dengan

air muka mengandung perasaan bermusuhan ujarnya:

“Jika boanpwae yang menantang Pocu mau untuk bergebrak

melawan boanpwe ?”

Seketika itu juga Wi Ci To dibuat melengak, kemudian sembari

tertawa pahit ujarnya.

“Ti Kiauw-tauw, kau betul-betul membuat Lohu bingung.”

“Pocu, lebih baik lakukanlah satu kali ini”

Berkali-kali Wi Ci To gelengkan kepalanya, “Lohu tidak bisa

menganggap Ti Kiauw tauw sebagai musuh besarku, juga tidak bisa

bertanding denganmu,” ujarnya tegas.

“Apa Pocu takut dikalahkan oleh boanpwe?” seru Ti Then sembari

tertawa dingin.

“Ha..ha gelombang belakang mendorong gelombang di depan,

orang-orang baru menggantikan orang-orang lama, jika Lohu

terkalahkan ditangan Ti Kiauw tauw sudah pasti tidak akan menaruh

sakit hati kepadamu, persoalannya yang utama kita bukanlah musuh

yang benar-benar, Lohu tidak tega untuk berbuat demikian terhadap

dirimu”

Tanpa terasa Ti Then sudah betpikir di dalam hatinya.

“Perkataannya ini memang betul, dengan kepandaiannya

memang besar kemungkinan sukar untuk mengalahkan aku, jika kini

ditambah dengan perasaan ragu-ragu lagi sudah tentu jangan harap

bisa kalahkan diriku?”

Tanpa terasa dia sudah menghela napas perlahan, ujarnya

kemudian sambil bangkit berdiri.

“Kalau begitu biarkan boanpwe pergi”

“Kemana?”

“Kembali kerumah panginapan”

“Tidak” seru Wi Ci To dengan serius, “Sejak ini hari kau masih

tetap Kiauw tauw dari Benteng kami, kau harus tinggal di sini”

“Lebih baik Pocu jangan terlalu percaya kepada diri boanpwe,

mungkin pada suatu hari boanpwe bisa melakukan banyak

kejahatan di dalam Behteng.”

“Tidak mengapa" seru Wi Ci To sembari tertawa riang, “Tadi

Lohu sudah bilang budi yang kau berikan kepada Benteng kami

sudah terlalu banyak, sekali pun boleh dianggap penerimaan dirimu

pada ini hari sebagai Kiauw tauw sama saja seperti memelihara

harimau meninggalkan bencana dikemudian hari juga tidak

mengapa”

Dia berhenti sebentar, kemudian dengan air muka serius ujarnya:

“Tapi sekali pun mungkin Ti Kiauw tauw akan melakukan banyak

kejahatan di dalam Benteng kami, lohu hanya

punya satu

permintaan”

Ti Then berdiam diri menanti perkataan selanjutnya.

“Maksud perkataan lohu ini, tidak perduli kau melakukan

pekerjaan jahat macam apa pun lohu tidak akan menegur dirimu,

hanya loteng penyimpan kitab dari lohu itu jangan sekali-kali kau

selidiki. Bagaimana? setuju bukan?”

Tak tertahan lagi tanya Ti Then.”Sebetulnya loteng penyimpan

kitab itu menyimpan rahasia apa?”

“Maaf lohu tidak bisa beri keterangan” ujar Wi Ci To sambil

gelengkan kepalanya. “Pokoknya sekali pun kau menginginkan

nyawa lohu pun boleh asalkan jangan mengintip loteng penyimpan

kitab itu”

“Omong sejujurnya, boanpwe sendiri juga tidak tahu lain kali bisa

melakukan pekerjaan jahat apa saja terhadap Benteng Pek Kiam Po

ini” ujar Ti Then sambil tertawa pahit.

“Bagus sekali, sekarang Ti Kiauw tauw boleh kembali ke dalam

kamar untuk beristirahat.

Ti Then segera memberi hormat kembali ke dalam kamarnya

dengan mambawa perasaan hati yang amat berat.

Dikarenakan perubahan yang terjadi tadi maka si Lo-cia itu

pelayan tua yang melayani dirinya pun belum tidur, melihat Ti Then

kembali kekamarnya dia menjadi amat girang sekali, sambil ikut

masuk ke dalam kamar ujarnya sembari tertawa :

“Ti Kiauw-tauw, akhirnya kau kembali juga. Heeei, kemarin hari

secara tiba-tiba Ti Kiauw-tauw meninggalkan Benteng untuk

beberapa waktu Iamanya membuat budakmu betul-betul merasa

sangat bingung, sedang pocu serta siocia pun tidak mau beritahu

kepada budak tuamu, membuat budakmu selama beberapa hari ini

betul-betul merasa bingung”

“Lebih baik kau tidur saja” ujar Ti Then tertawa tawar.

Bukannya pergi si locia malah maju mendekati dirinya, ujarnya

dengan suara rendah.

“Apa bukan Ti Kiauw tauw meninggalkan Benteng karena sudah

berkelahi dengan siocia kita ?”

“Ehmmm, benar “

“Sekarang sudah baik kembali bukan?” tanya si Lo-cia dengan

perasaan ingin tahu.

“Benar”

“Itu baru bagus sekali, Hi hi hi . Budakmu selalu merasa kalian

sebetulnya merupakan pasangan yang setimpal, jika bisa mengikat

diri sebagai suami istri sebetulnya sangat..“

“Lo cia kau sedang bicara apa ?”

Mendadak dari belakang tubuhnya muncul suara yang amat

dingin sekali.

Lo cia menjadi amat terperanyat, ketika dia putar tubuhnya

terlihatlah Wi Lian In dengan air muka adem sudah berdiri di depan

pintu tanpa terasa sambil tertawa paksa ujarnya.

“Hi..hi hi ..siocia budakmu tidak bicara apa-apa, hi hi hi . .”

“Cepat pergi tidur” bentaknya lagi.

Si Lo cia tidak berani membangkang segera dia menyahut dan

berjalan keluar dari kamar sambil tersenyum senyum.

Dengan tajam Wi Lian In pandang beberapa waktu ke atas wajah

Ti Then, kemudian dengan dingin tanyanya.

“Aku boleh masuk ?”

Ti Then tertawa pahit.

“Nona Wi sudah tidak satu kali saja masuk ke dalam kamar,

kenapa sekarang harus sungkan-sungkan? ujarnya.

Dengan perlahan Wi Lian In berjalan masuk ke dalam kamar

kemudian duduk di atas kursi, sebentar seperti mau bicara tetapi

akhirnya menundukkan kepalanya rendah-rendah.

Air muka yang adem kini sudah berubah menjadi wajah yang

diliputi oleh perasaan malu.

“Nona Wi apa juga mau tanya kepadaku kenapa aku menyamar

sebagai Lu Kongcu?” tanya Ti Then cepat.

“Aku sudah tahu kenapa kau berbuat begitu”

Diam-diam Ti Then menjadi amat terperanyat, ujarnya:

“Ooh, kau..kau sudah tahu?”

“Benar” sahut Wi Lian In sambil tersenyum malu.

“Kemarin malam sudah aku dapatkan jawaban ini “

Ti Then menjadi tertegun.

“Bagaimana .. bagaimana kau bisa tahu?”

“Aku terus menerus berpikir jelas sekali kau bukan seorang jahat,

tapi kenapa berbuat begitu? Jika bilang kau mau masuk ke dalam

Benteng dengan membawa suatu rencana busuk tetapi kau sudah

bantu Tia memukul mundur sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit

Yuan kemudian dua kali menolong aku, karena itu sesudah pikir

bolak balik akhirnya aku paham apa sebabnya kau berbuat begitu.”

Diam-diam dalam hati Ti Then merasa semakin ragu-ragu,

tanyanya.

“Kau sudah paham bagaimana?’

Sambil tersenyum Wi Lian In melirik sekejap kearahnya,

kemudian dengan suara perlahan menyahut.

“Hm. Kau masih berlaga pilon.”

“Dapatkah kau jelaskan kau sudah paham tentang apanya ?”

tanya Ti Then lagi dengan perasaan ragu-ragu.

Perlahan-lahan Wi Lian In menoleh ke depan pintu kemudian

baru ujarnya dengan perlahan.

“Beritahu padaku, pada waktu yang lampau kau pernah bertemu

aku dimana?”

Ti Then semakin bingung oleh perkataan ini.

“Dulu... aku bertemu denganmu di tempat mana...”

Wi Lian In segera melotot kearahnya, kemudian dengan malu-

malu dia tundukkan kepaIanya.

“Kalau memangnya kau menginginkan aku kenapa tidak berani

bicara secara terus terang saja” ujarnya lirih. “Kau.. kau..sedikit pun

tidak punya sifat jantan.”

Secara mendadak Ti Then paham kembali apa yang dimaksudkan

olehnya, diam-diam dalam hati merasa amat geli sekali, pikirnya.

“Kiranya dia sudah paham akan hal ini ternyata dia sudah anggap

aku pernah betemu dengan dia pada waktu yang lalu kemudian

menaruh rasa cinta kepadanya, karena itu baru menyamar sebagai

Lu Kongcu untuk merusak ikatan perkawinannya dengan Hong

Mong Ling”

Wi Lian In melihat dia berdiam tidak menyawab di dalam

anggapannya dia sudah mengaku karenanya dengan tertawa malu

ujarnya.

“Sebetulnya hal ini tidak bisa menyalahkan kau menggunakan

cara yang tidak jujur ini, sewaktu kau bertemu dengan ku mungkin

waktu itu aku sudah mengikat janyi dengan Hong Mong Ling,

karena kau punya maksud . . untuk mendapatkan aku maka sudah

gunakan cara ini, aku. aku tidak akan menyalahkan kau”

Ti Then hanya tersenyum tidak menyawab.

“Tadi sewaktu berada di dalam kamar buku kau sudah bicarakan

soal apa saja dengan Tia ?” tanyanya lagi.

“Ayahmu mengharapkan aku mau beritahu secara terus terang

kanapa aku menyamar sebagai Lu kongcu. aku . . . “

“Kau sudah beritahukan urusan ini kepada Tia?” tanya Wi Lian In

cepat.

“Belum” sahutnya sambil gelengkan kepalanya “Aku tidak tahu

harus berbicara bagaimana baru baik , . “

“Urusan ini sudah tentu kau merasa tidak enak untuk bicara, tapi

aku percaya Tia tentu bisa menduga sampai di sana.”

“Ayahmu mengharapkan aku mau tinggal di sini”

“Benar” ujar Wi Lian In cepat, tadi pagi aku yang beritahukan

kepadanya aku bilang kau pasti bukan seorang yang jahat.”

“Aku harap kau jangan terlalu percaya kepadaku”

Wi Lian In tidak memberi komentar lagi, matanya perlahan

dialihkan pada kaki kanan dari Ti Then yang terluka, tanyanya:

“Kakimu sudah kau beri obat ?”

“Belum, aku kira tidak begitu penting, lukanya hanya diluaran

saja, tanpa obat pun bisa sembuh dengan sendirinya”

Wi Lian In segera bangkit betdiri.

“Biar aku pergi ambil obat”

Selesai berkata dia segera putar tubuh dan berlari dengan

cepatnya meninggalkan kamar untuk pergi ambil obat.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 15.1. Hu pocu ternyata adalah...

Ti Then hanya bisa angkat bahu saja kemudian mengundurkan

diri kembali ke atas pembaringannya, terhadap "Perubahan yang

mendadak" ini dia merasa sangat berada di luar dugaannya, dia

tidak bisa berkata saat ini harus merasa girang atau berduka, dia

hanya merasa dirinya sukar untuk meloloskan diri kembali, dia

merasa dosa yang di buat semakin lama semakin bertambah berat.

Beberapa saat kemudian terlihatlah Wi Lian In dengan membawa

kotak obat-obatan berlari masuk. ujarnya sembari tertawa: "Mari

aku tolong kau beri obat"

Dia membuka kotak obat itu kemudian berlari ke depan Ti Then

dan berjongkok untuk membalut kakinya yang terluka itu dengan

kain.

"Tidak" tiba-tiba Ti Then menarik kembali kakinya. "Biar aku yang

melakukan sendiri."

Cepat-cepat Wi Lian In menarik kembali kakinya, ujarnya: "Kau

jangan banyak bergerak, ayoh duduk yang baik"

Diam-diam dalam hati Ti Then menghela napas panjang,

terpaksa dia pejamkan matanya membiarkan dia untuk mengobati.

Perlahan-lahan Wi Lian In melepaskan kain yang membalut

kakinya kemudian mencuCi luka itu dengan air bersih, ujarnya:

"sakit tidak??"

"Sedikit."

"Bagaimana kau bisa terjerat angkinnya si Rase bumi?"

"Pada waktu aku bergebrak dengan mereka suami istri berdua,

para malaikat iblis itu mulai memanahkan panah-panah apinya ke

arah benteng, cepat-cepat aku menerjang ke hadapan mereka

untuk memutuskan busur- busurnya, di dalam sekejap mata itulah

angkin si Rase bumi sudah menyerang datang dari arah belakang

dan menjerat kakiku."

"Heeei. . untung saja Tia cepat datang, kalau terlambat sedikit

saja mungkin akibat yang kau terima akan jauh lebih hebat" ujar Wi

Lian In sembari menghela napas panjang.

"Benar"

"Kau sungguh lihay." puji Wi Lian In kembali. "Baru saja pisau

terbangnya Tia memutuskan angkin tersebut pedangmu sudah

berhasil menusuk mati si Anying langit"

"Haa ha ha ha. . mana. . . hanya waktu itu si Anying langit sama

sekali tidak menduga kalau angkinnya bisa terputus oleh sambaran

pisau terbang sehingga dia dibuat kalang kabut"

"Si Rase bumi itu sungguh menggelikan sekali, dia adalah jagoan

yang kenamaan di dalam kalangan Hek to, ketika melihat suaminya

binasa ternyata sudah menangis begitu sedihnya, jika dilihat

keadaannya pada waktu itu sedikit pun tidak mirip dengan iblis

wanita yang disegani di dalam Bu lim"

Ti Then menghela napas.

"Dia terlalu cinta pada suaminya, karena itu tidak bisa menahan

perasaan sedih yang bergolak di dalam dadanya, aku merasa sedikit

simpatik kepadanya." ujarnya perlahan

"Dia sudah mengadakan perjanyian dengan kau dan Tia untuk

pada akhir bulan depan bertemu di istana Thian Teh Kong nya, kau

pergi tidak?" tanya Wi Lian In sambil memandang wajah Ti Then

dengan pandangan tajam.

"Sudah tentu harus pergi."

"Aku juga mau ikut."

"Tentang hal ini aku tidak berani ambil keputusan-" ujar Ti Then

ketika mendengar perkataannya itu. "Lebih baik kau minta ijin dulu

dengan ayahmu."

"Jika Tia tidak mengijinkan aku pergi, aku mau pergi secara

diam-diam."

"Ha ha ha . . " Ti Then tertawa terbahak-bahak. "Karena itu aku

percaya ayahmu bisa mengijinkan dirimu untuk pergi."

"Kali ini Bun Jin Cu sudah kehilangan suaminya, bagusnya untuk

bertarung dengan mengandalkan kepandaian silat pasti tidak akan

sanggup untuk mengalahkan kita, aku kira pada saatnya dia pasti

menggunakan siasaat keji untuk membokong kita. sampai waktunya

kita harus menghadapi mereka dengan berhati-hati."

"Ehmm . . . perkataanmu sedikit pun tidak salah."

Di dalam percakapan itulah Wi Lian In sudah selesai memberi

obat dan membalutkan luka dari Ti Then itu sembari menyimpan

kembali obat-obatan itu ke dalam kotak. ujar Wi Lian In dengan

suara rendah.

"Aku masih mau beritahukan suatu urusan kepadamu, obat

pemabok itu sudah aku masukkan ke dalam teko air tehnya Hu

Pocu"

"Ooh . . " Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan

dirinya. "Kapan kau masukkan?"

"Malam ini juga, sebelum dua batu besar itu merusak benteng

dengan pinyam kesempatan sewaktu dia tidak berada di dalam

kamar secara diam-diam aku sudah masukkan obat itu ke dalam

tekonya, tetapi dia belum sempat meneguk air teh itu, karena baru

saja aku keluar dari kamarnya batu-batu besar itu sudah berjatuhan

sehingga aku serta dia dan Tia cepat-cepat lari ke atas tebing Sian

Ciang sedang kini dia pun sedang perintahkan saudara-saudara

untuk membersihkan kekotoran reruntuhan, nanti sesudah dia

kembali kekamar entah bisa minum air teh itu atau tidak?"

"Coba kau keluar lihat-lihat sebentar, nanti sesudah dia

memadamkan lampu kau boleh ambil sebuah batu dan disambitkan

ke dalam kamarnya.Jika dari kamar tidak terdapat gerak gerik maka

artinya dia sudah mabok oleh obat pemabok tersebut."

"Betul" seru Wi Lian In membenarkan- "Biar aku pergi lihat."

Selesai berkata sambil membawa kotak obat dia berjalan keluar

dari dalam kamar. Ti Then pun merapatkan pintu kamarnya dan

naik ke atas pembaringan untuk beristirahat.

Dia tidak punya rencana untuk membunyikan tanda mengajak

bertemu dengan majikan patung emas, karena dia merasa malas

untuk melaporkan berita yang sangat bagus ini kepadanya.

Dia merasa sedikit menyesal sudah melakukan tindakan di atas

tebing Sian Ciang sehingga merusak rencana si Anying langit rase

bumi, jika dirinya tidak menahan serangan bokongan dari si Anying

langit Rase bumi terhadap Benteng Pek Kiam Po, maka Wi Ci To

dengan putrinya tidak mungkin bisa menerima dia kembali dengan

begitu mudahnya, ada hal ini berarti rencana dari majikan patung

emas pun bisa berjalan dengan lancar.

Tetapi penyerangan dari Anying langit rase bumi ini disebabkan

oleh dirinya, jika dirinya tidak pergi menahan serangan mereka,

bukankah dari pihak benteng Pek Kiam Po akan menemui bencana

hebat? Hei jika dirinya bisa mati jauh lebih baik mati saja sehingga

semuanya bisa beres.

Dia berbaring di atas pembaringannya tetapi matanya dengan

melotot lebar-lebar memandangi langit-langit, pikirnya berputar

terus memikirkan persoalan yang semakin rumit ini, pada waktu

saat menunjukkan hampir mendekati kentongan keempat:

"Tok tok tok . ."

Ada orang yang mengetuk pintunya dengan periahan.

Cepat-cepat Ti Then meloncat bangun dari atas pembaringan dan

membuka pintu, teriihat Wi Lian In sudah berdiri di depan pintu

sembari tersenyum: "Bagaimana??" tanyanya dengan perlahan.

"Sudah beres" Sahut Wi Lian In lirih. "Dia sudah jatuh pulas oleh

obat pemabok itu"

"Kau sudah merasa pasti kalau dia sudah mabok??"

"Aku lihat memang begitu" sahut Wi Lian In kembali sambil

angguk-anggukkan kepalanya. "Sesudah dia padamkan lampu

segera tertidur, sesudah menunggu kira-kira dua menit baru aku

jemput batu dan disambitkan ke arah jendelanya, waktu itu aku

tidak berani memeriksa ke dalam kamar mana karena merasa tidak

tenteram maka aku sambit satu kali lagi, saat itu tetap saja tidak

melihat dia keluar, kalau dia sudah minum teh itu dan sudah

mabok."

"Bagus sekali", seru Ti Then kegirangan "Mari kita periksa apakah

pada kepalanya ada lukanya atau tidak, jika ada dialah si setan

pengecut itu"

O

SESUDAH keluar dari kamar dan merapatkan pintunya kembali

dengan perlahan-lahan, bersama-sama dengan Wi Lian In berjalan

menuju kekamar Huang Puh Kian Pek.

Ujar Ti Then kembali dengan setengah berbisik sesampainya di

belakang kamar Huang Puh Kian Pek.

"Kau ketuklah jendelanya terlebih dulu dan panggil dia, coba lihat

dia terbangun tidak."

"Jika dia menyahut?" tanya Wit Lian In perlahan-...

"Kalau memang begitu kau boleh karang suatu cerita bohong,

bilang saja kau melihat sesosok bayangan hitam berkelebat di atas

kamarnya."

Wi Lian In sembari tersenyum mengangguk, segera dia

bungkukkan badannya berjalan ke bawah jendela, kemudian

mengetuk jendela tersebut teriaknya dengan perlahan-lahan:

"Huang Puh siok. Huang Puh siok"

Huang Puh Kian Pek yang berada dalam kamar tidak memberikan

jawabannya, agaknya memang betul-betul terbius oleh obat

pemabok itu.

Wi Lian In mengetuk kembali jendela itu sembari memanggil,

sesudah di dengarnya dari dalam kamar tidak terdapat gerak gerik

barulah dia menggapai kearah Ti Then memanggil dia ke sana.

Ti Then tahu tenaga dalam dari Huang Puh Kiam Pek amat tinggi

dengan sendirinya pendengarannya pun amat tajam, kini melihat

tak terjadi perubahan apa-apa dari dalam kamar segera mengetahui

kalau dia betul-betul sudah terbius oleh obat pemabok. karenanya

dengan ringan dia meloncat ke depan jendela sengaja dengan suara

agak keras ujarnya. "Hu pocu belum bangun??"

"Belum" sahut Wi Lian In cepat.

"Entah bisa terjadi peristiwa diluar dugaan atau tidak?"

"Lebih baik kita masuk saja.."

Sambil berkata dia membuka jendela tersebut dan meloncat

masuk ke dalam.

Wi Lian In segera mengikuti dari belakang sesudah mengambil

keluar korek api buru-buru disulutnya lampu di dalam kamar itu.

Begitu sinar lampu menyoroti seluruh kamar maka keadaan

diseluruh kamar bisa dilihat dengan jelas sekali.

Huang Puh Kian pek berbaring di atas pembaringan dengan

tenangnya, pada tubuhnya ditutupi dengan selapis selimut, jika

dilihat dari pernapasan hidungnya jelas dia sudah tertidur dengan

amat nyenyak.

Tetapi di dalam satu kali pandangan saja Ti Then sudah melihat

kalau dia memang betul-betul terbius oleh obat pemabok itu, karena

cawan teh yang berada d iatas meja kelihatan masih ada sisa dari

teh yang belum dihabiskan, hal ini berarti juga dia sudah minum teh

yang berisikan obat pemabok itu sedang tidurnya bisa begitu tenang

hal ini sudah tentu dikarenakan setelah minum teh segera dia naik

ke atas pembaringan untuk tidur.

Atau dengan perkataan lain sewaktu dia siap tidur itulah obat

pemabok itu mulai bekerja.

Melihat hal itu Ti Then tersenyum kemudian mendorong

badannya.

"Hu Pocu.. Hu pocu.. cepat bangun. . cepat bangun" serunya.

Huang Puh Kian pek tetap tidak bergerak..

"Sudah cukup. .sudah cukup," teriak Wi Lian In kegirangan.

"Coba kau lihat rambutnya dulu."

"Jika d iatas kepalanya sama sekali tidak luka kau jangan

salahkan aku lho, karena ini hanya dugaanku saja."

"Aku sudah tahu, kau cepatlah turun tangan"

Ti Then segera mencengkeram rambut di atas kepala Huang Puh

Kiam Pek dan di tariknya dengan keras.

" Kalian sedang berbuat apa?"

Mendadak suara yang amat rendah tapi berat berkumandang

datang dari belakang jendela.

Wi Lian In serta Ti Then bersama-sama menjadi amat

terperanyat, cepat-cepat mereka menoleh ke belakang, terlihatlah

secara tiba-tiba Wi Ci To sudah muncul di depan jendela.

Air muka Wi Ci To kelihatan amat dingin sekali dengan sinar air

mata penuh kemarahan ujarnya lagi.

" Cepat bilang, kalian sedang berbuat apa??"

Mendengar bentakan itu Wi Lian In menjadi gugup, "Tia. . kami

sedang... sedang. ."

"Hmm. . h mm. . mau membunuh Hu pocu bukan begitu?" ujar

Wi Ci To sembari tertawa dingin.

Wi Lian In menjadi semakin gugup.

"Tidak. . tidak . . . putrimu tidak berani membunuh Huang Puh

siok. kami sedang ..."

"Kalau tidak" potong Wi Ci To dengan dingin. "Kenapa kalian

menarik rambut Hu Pocu?"

Sedikit pun tidak salah ditangan Ti Then pada saat ini sedang

mencekal sebagian rambut beserta kulit kepalanya.

Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali, dengan

cepat ujarnya.

"Tia cepat masuk coba lihatlah"

"Lihat apa?" bentak Wi ci To dengan amat gusar.

"Coba kau lihat" teriak Wi Liau In semakin girang.

Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya, segera dia

melompat masuk ke dalam kamar, ujarnya.

"Kalian berdua sedang bermain apa?"

Dengan mengangkut kepalanya Huang Puh Kian Pek, ujarnya Wi

Lian In kembali: "Tia, coba lihat kepalanya paman Huang Puh"

Di atas batok kepala Huang Puh Kian Pek jelas terlihat sebuah

bekas luka sebesar kepalan bayi.

Begitu melihat akan hal itu, air muka Wi ci To segera berubah

amat hebat, dari perasaan gusar kini sudah berubah menjadi

perasaan terperanyat dengan hati yang bergolak tanyanya.

"Bagaimana kalian bisa tahu?"

"Tia tentu masih ingat bukan sewaktu Huang Puh siok kembali ke

dalam Benteng putrimu pernah sengaja menarik kain pengikat

kepalanya?" ujar Wi Lian In sembari pandang wajah ayahnya.

Wi ci To sedikit mengangguk sedang air mukanya semakin lama

berubah semakin jelek, ujar Wi Lian In kembali.

"Ti Kiauw tauw mau pun putrimu sendiri merasa suara dari si

setan pengecut itu sangat dikenal, sejak sebelum putrimu ditawan

oleh mereka, belum pernah keluar dari benteng karena itu Ti Kiauw

tauw kemudian menduga kalau si setan pengecut itu kemungkinan

besar adalah orang dari benteng kita sendiri. Akhirnya setelah

Huang Puh siok pulang ke dalam benteng dia yang selamanya tidak

pernah memakai ikat kepala tapi kali ini memakainya, karena itulah

putrimu lalu mencurigai dialah si setan pengecut itu, diam-diam aku

lalu berunding dengan Ti Kiauw tauw sedang menurut pendapat Ti

Kiauw tauw sendiri pun urusan ini harus di selidiki maka dari itu

putrimu lalu pergi kekota beli obat pemabok dan secara diam-diam

sudah masukkan obat itu ke dalam air tehnya"

Wi Ci To kembali menganggukkan kepalanya, sepasang matanya

yang memancarkan sinar amat tajam dengan terpesona

memandang ke atas bekas luka sebesar kepalan bayi itu, jika dilihat

selama ini dia tidak membuka suara jelas sekali kalau hatinya betul-

betul merasa amat gusar.

Lama sekali baru terdengar dia berkata dengan periahan-

"Ambilkan seember air dingin-.

"Baik" sahut Wi Lian In dengan cepat, segera dia berjalan keluar

dari kamar untuk mengambil sebaskom air dingin.

Tidak lama dia sudah berjalan masuk kembali dengan membawa

sebaskom air.

Wi Ci To segera menerima air itu dan disiramkan ke atas wajah

Huang Puh Kian Pek. Tidak lama kemudian terlihatlah kulit kelopak

mata Huang Puh Kian pek mulai bergerak dan sadar kembali dari

maboknya.

" Kalian berdua boleh keluar dari kamar" ujar Wi Ci To kepada Ti

Then serta putrinya sesudah melihat dia sadar kembali.

Agaknya Wi Lian In tidak mau, sambil menggerutu ujarnya.

"Tidak, putrimu mau mendengarkan penjelasannya."

Air muka Wi Ci To segera berubah amat keren, dengan nada

gusar bentaknya: "Suruh kamu keluar yaah keluar, ayoh cepat. ."

selama ini Wi Lian In sangat jarang menerima makian ayahnya,

karena itu setiap kali dia melihat ayahnya menjadi gusar maka

hatinya menjadi takut, dia tidak berani membangkang lagi dengan

berdiam diri bersama-sama dengan Ti Then berjalan keluar dari

kamar.

Tidak jauh dari kamar itu mereka berdua berhenti dengan air

muka tidak senang ujar Wi Lian In.

"Hei ..... sungguh membingungkan. ."

"Jangan marah dulu" hibur Ti Then ketika melihat dia murung.

"Ayahmu tidak mengijinkan kita ikut mendengarkan sudah tentu ada

alasannya"

"Hmmm alasan apa??"

Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab, walau pun dia

tidak tahu apakah alasannya tetapi dia bisa menduga sedikit, dia

tahu Huang Puh Kian Pek bisa menyamar sebagai si setan pengecut

kemudian bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik

pergi Wi Lian In bukanlah dikarenakan dia merasa simpatik terhadap

Hong Mong Ling, juga bukanlah untuk menghadapi dirinya,

sebaliknya dia punya suatu tujuan tertentu.. kemungkinan sekali

tujuannya terletak pada loteng penyimpan kitab dari Wi Ci To itu,

dia pasti sudah merencanakan untuk mencuri suatu barang dari

dalam loteng Penyimpan Kitab itu, beberapa waktu yang lalu dan

mungkin dikarenakan kemunculan dirinya secara tiba-tiba di dalam

Benteng Pek Kiam Po membuat dia punya anggapan dirinyalah

merupakan suatu penghalang yang paling besar bagi usahanya itu

karena itu dia punya maksud untuk menyingkirkan dirinya secepat

mungkin dari dalam Benteng.

Sudah tentu dikarenakan persoalan ini menyangkut kerahasiaan

dari Loteng Penyimpan kitab tersebut sudah tentu Wi Ci To tidak

akan mengijinkan dirinya beserta Wi Lian In hadir di sana.

Sebaliknya sampai waktu ini Wi Lian In masih tetap saja

menggerutu.

"Coba kau bilang, Tia punya alasan apa tidak mengijinkan kita

untuk mendengarkan pengakuannya?? "

"Aku sendiri juga tidak tahu" jawab Ti Then gelengkan kepalanya

"Hanya aku tahu bahwa tindakan ayahmu kali ini pasti ada

alasannya."Semakin lama Wi Lian In semakin menjadi gemas.

"Sungguh tidak kusangka dia benar-benar si setan pengecut itu,

dia adalah sutenya Tia, selama puluhan tahun ini Tia terus menerus

memandang dia sebagai saudara sendiri, tapi dia ternyata sudah

bersekongkol dengan Hong Mong Ling bangsat cabul itu berani

menculik aku"

Waktu itu Ti Then juga tidak tahu harus mengajukan perkataan

apa baiknya, karena itu terpaksa dia hanya termenung saja.

"Coba kaupikir apa yang dituju olehnya?" tanya Wi Lian In lagi

dengan gemas.

"Mungkin dia menaruh simpatik terhadap Hong Mong Ling" jawab

Ti Then tertawa pahit.

"Dia punya alasan apa untuk menaruh simpatik kepada Hong

Mong Ling" ujar Wi Lian In dengan amat gusar, "apakah Hing Mong

Ling anaknya??? atau mungkin muridnya ??"

Ti Then hanya bisa angkat bahunya saja.

"Aku pikir tentu dia bisa jelaskan sendiri kepada ayahmu .... oooh

ayahmu sudah keluar"

Tampak dengan langkah perlahan berjalan keluar dari dalam

kamar, air mukanya berubah hijau membesi,jelas sekali kalau

kemarahannya sudah mencapai pada puncaknya. Dengan cepat Wi

Lian In maju menyongsong kedatangan ayahnya.

"Tia dia bilang apa?" tanyanya cepat.

Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya kepada Ti Then ujarnya:

"Hong Mong Ling bangsat cilik itu bersembunyi di dalam sarang

pelacur Touw Hoa Yuan, cepat kau ke sana tawan dia kembali"

"Boanpwe terima perintah."

Sesudah merangkap tangannya memberi hormat segera dia putar

tubuh berlalu dari sana. Wi Lian In yang berdiri di samping ketika

mendengar Hong Mong Ling berada di dalam sarang pelacur Touw

Hoa Yuan hatinya menjadi girang, ujarnya cepat-cepat:

"Putrimu boleh ikut bukan?"

Wi Ci To termenung berpikir sebentar, agaknya baru menyawab:

"Baiklah, kau boleh ikut Ti Kauw tauw ke sana tapi kau dilarang

masuk ke dalam sarang pelacur mereka"

Wi Lian In amat girang sekali, sesudah menyauhi segera dia lari

mengejar diri Ti Then, mereka berdua masing-masing menunggang

seekor kuda melarikan tunggangannya dengan cepat keluar

benteng.

Mereka berdua dengan berdampingan dengan cepatnya lari turun

gunung menuju ke dalam kota Go bi.

"Semoga saja kita bisa tiba di dalam kota sebelum menjadi

terang" Ujar Ti Then kemudian sesudah memandang keadaan cuaca

"Jika hari sudah terang tanah, untuk menawan dia mungkin agak

lebih sulit lagi"

"Tidak mungkin" bantah Wi Lian In "sebelum terang tanah kita

pasti bisa tiba di dalam kota, waktu dia pasti masih tidur"

Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi. "Dia tentu

tidur di dalam kamarnya Liuw Su Cen"

"Tidak salah"

"Nanti kau masuklah dari pintu depan, sedang aku menyaga di

halaman belakang, kali ini jangan sampai membiarkan dia bisa

meloloskan diri lagi."

"Ehmm . . . aku kira tidak mungkin bisa lolos." Wi Lian In angkat

kepalanya memandang ke arah Ti Then-

" Kau pikir Tia bisa ambil tindakan apa untuk menghukum

mereka berdua?" tanyanya.

"Entahlah" jawab Ti Then sambil angkat bahunya.

"Hmmm, mereka harus dihukum mati."

"Soal itu juga baru bisa dilaksanakan sesudah menanti hwesio-

hwesio dari Siauw lim pay datang mereka harus mengakui sendiri

semua kabar bohong yang mereka katakan itu di hadapan hwesio-

hwesio itu sehingga mereka bisa dibikin percaya"

"Hmmm, aku ingin sekali cepat-cepat membunuh mati bangsat

cilik itu"

"Tidak usah terlalu cemas" hibur Ti Then sembari tersenyum.

"Biarlah ayahmu yang menyatuhi hukuman kepada mereka."

Pada hari menjelang terang tanah, kedua orang itu sudah tiba

diluar kota Go bi, sambil menarik tali les kudanya, ujar Ti Then lagi:

"Baiknya kita tinggalkan kuda tunggangan diluar kota saja,

kemudian kita masuk kota dengan melalui tembok kota"

Wi Lian In putar kepalanya memandang keadaan disekeliling

tempat itu, ketika tampak tidak jauh dari sana ditepi sungai terdapat

beberapa batang pohon siong segera ujarnya: "Baik kita tambatkan

kuda-kuda ini pada pohon itu."

Sesampainya di bawah pohon mereka menambatkan kuda

masing-masing

pada

pohon

tersebut

kemudian

dengan

mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, masing-masing

berkelebat melewati tembok kota.

Cuaca belum terang, ditengah jalan dalam kota masih jarang

terlihat orang-orang yang berlalu lalang, Ti Then dengan membawa

Wi Lian In dengan cepatnya menuju ke depan pintu rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan itu, ujarnya sambil menuding pintu

depan.

" Inilah yang disebut sebagai Rumah pelacuran Touw Hoa Yuan,

sekarang kau pergilah melalui gang kecil ini menuju ke belakang,

jika melihat dia melarikan diri cepat-cepatlah berteriak."

Wi Lian In sedikit mengangguk. kemudian meuyusup kejalan kecil

tersebut, setelah dilihatnya disekitar tempat itu tidak ada orang

barulah Ti Then dengan ringannya meloncat masuk ke dalam

ruangan dalam, terlihat suasana masih amat sunyi, sesosok

bayangan manusia pun tidak kelihatan berkeliaran, jelas seluruh

penghuni rumah pelacuran itu masih tertidur dengan amat pulasnya.

Pintu diruangan depan kelihatan sedikit terbuka, melihat hal itu Ti

Then tersenyum pikirnya:

"Loteng dan ruangan semalam suntuk tidak tertutup," segera dia

melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

Dia pernah satu kali datang kerumah pelacuran ini, karena itu

tahu juga letak kamarnya Liuw Su Cen, cepat-cepat dia berjalan

melalui sebuah lorong panjang menuju kekamar yang di tuju,

mendadak . . . seorang pelayan muncul di hadapannya.

Pelayan ini agaknya baru saja bangun dari tidurnya, dengan

wajah yang mengantuk dia membungkukkan badannya memberi

hormat, ujarnya: "Siangkong, selamat pagi."

Agaknya dia sudah menganggap Ti Then adalah tamu yang

menginap di rumah pelacur mereka.

Ti Then hanya sedikit mengangguk saja, tanpa mengucapkan

kata-kata sengaja dia perlihatkan gerak geriknya yang kemalas-

malasan. "Siangkong apa kau punya perintah yang lain?" tanya

pelayan itu lagi.

"Tidak ada . . kau boleh pergi.. " sahut Ti Then sambil

menggelengkan kepalanya berulang kali.

Si pelayan itu segera mengambil sapu dan berjalan meninggalkan

tempat itu

Menanti sesudah bayangan dari pelayan itu lenyap dari

pandangan barulah Ti Then berjalan mendekati kamarnya Liuw Su

Cen, kemudian mulai mengetuk pintu sengaja dengan suara yang

diperkecil sehingga mirip dengan suara perempuan teriaknya: "Nona

Liuw cepat buka pintu"

Dari dalam kamar segera mulai terdengar ada suara keresekan.

"Siapa?" suara Liuw Su Cen yang genit segera berkumandang

keras dengan nada yang kurang senang.

"Aku" sahut Ti Then sengaja mempertinggi suaranya. " Cepat kau

buka pintu, Ku Ie perintahkan aku untuk memberitahukan suatu

urusan kepadamu"

"Kau siapa?" tanya Liuw su Cen lagi.

Sengaja dengan nada yang mengandung nada genit jawab Ti

Then cepat. "Aku ."

"Baiklah. . kau tunggu sebentar biar aku pakai baju dulu"

Suara keresekan yang ramai segera berkumandang keluar

kemudian disusul dengan langkah Liuw su Cen berjalan kepintu

kamar, sebentar kemudian terlihat pintu kamar dibuka dengan

perlahan.

Kiranya yang yang dimaksud memakai baju olehnya tidak lebih

hanya pakaian dalam yang amat tipis sekali, karena itu Liuw Su Cen

yang kini muncul di hadapan Ti Then keadaannya amat

menggairahkan sekali, dadanya terbuka separuh yang anggota

badan lainnya kelihatan secara samar-samar di balik pakaian

dalamnya yang terbuat dari kain tipis.

Begitu dia melihat orang yang berdiri di depan pintu bukan lain

adalah Ti Then, air mukanya sagera berubah amat hebat, serunya.

"Kau??"

Dengan satu kali dorongan Ti Then mendorong badannya ke

samping kemudian dengan kecepatan yang luar biasa meloncat

masuk ke dalam kamar.

Ternyata Hong Mong Ling memang benar berada di dalam

kamar.

Dia sedang duduk di atas pembaringan dengan alas kain merah.

Begitu melihat Ti Then meloncat masuk ke dalam kamar dengan

gugup dan tergesa-gesa dia menyambar pedang panjang di

samping badannya kemudian meloncat bangun-bagaikan seekor

burung walet dengan gesitnya melayang keluar melalui jendela.

Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya cepat dia mengikuti

dari belakangnya mengejar dengan kencang, ketika dilihatnya dia

melarikan diri dengan amat gugup kehalaman belakang hatinya

diam-diam merasa amat girang, cepat dia mengikuti terus dari

belakangnya.

Mereka berdua yang satu melarikan diri yang lain mengejar

bagaikan sambaran kilat cepatnya berkelebat ke arah belakang

halaman, hanya di dalam sekejap mata saja sudah melewati tembok

yang mengelilingi rumah pelacuran itu.

Wi Lian In yang menanti diluar tembok begitu melihat Hong

Mong Ling melarikan diri dengan meloncat tembok segera

membentak nyaring, pedangnya dengan dahsyat ditusuk kearah

perutnya.

Hong Mong Ling sama sekali tidak menduga kalau diluar tembok

masih ada orang yang hendak mencabut nyawanya, di dalam

keadaan yang amat terperanyat dia tidak sempat mencabut keluar

pedangnya, terpaksa bersama-sama dengan sarungnya digunakan

untuk menangkis datangnya serangan tersebut.

Tetapi tangkisannya ini tidak berhasil menutup seluruh serangan

pedang dari Wi Lian In, kaki kanannya sudah terkena babatan ujung

pedang Wi Lian In sehingga darah segar mulai mengucur keluar

dengan amat derasnya.

Tapi dia masih berusaha juga untuk melarikan diri, sekali lagi

badannya meluncur beberapa kaki kemudian meloncet naik ke atas

atap sebuah bangunan. Ti Then yang mengejar dari belakang

segera berteriak ketika melihat keadaannya itu.

"Hong Mong Ling, aku lihat lebih baik kau tidak usah membuang-

buang tenaga dengan percuma, lebih baik dengan mandah ikut

kami kembali ke dalam Benteng"

Hong Mong Ling pura-pura tidak mendengar, dengan tergesa-

gesa dia melarikan diri ke depan bahkan larinya semakin cepat lagi,

hal ini mungkin disebabkan di dalam anggapannya dia sudah

merasa kalau dirinya kembali ke dalam Benteng pasti akan

menerima kematian. Karena itu keinginan untuk hidup membuat

tenaganya berlipat ganda.

Oleh sebab itulah walau pun Ti Then serta Wi Lian In dengan

kencang terus menerus mengejar dirinya, untuk beberapa saat

lamanya masih belum sanggup juga untuk menawan dia kembali.

Mereka bertiga dengan jarak kurang lebih tiga kaki dengan

kecepatan yang luar biasa saling kejar mengejar di atas bangunan

rumah kota Go bi, laksana loncatan kucing cepatnya hanya dalam

sekejap mata mereka sudah tiba di samping pintu kota sebelah

timur kemudian meloncat keluar kota dan berlari menuju ke daerah

luar kota.

Ti Then yang melakukan pengejaran dengan mengerahkan

seluruh tenaganya semakin lama dapat juga mendekati diri Hong

Mong Ling.

"Hai bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa dingin tak henti-

hentinya. " Kalau kau punya kekuatan untuk lari satu li lagi, aku

akan lepaskan satu kehidupan buatmu."

Keinginan hidup segera meliputi hati Hong Mong Ling, serunya

kemudian-"Perkataanmu itu betul tidak?"

"Ha ha ha ha. . ." Ti Then tertawa amat nyaring. "selamanya aku

bilang satu yaah satu, bilang dua yaah dua, kau legakan hatimu"

Hong Mong Ling segera mengerahkan seluruh tenaganya untuk

melarikan diri ke depan, dia mengharapkan dirinya bisa lari satu lie

lagi sehingga bisa lolos dari cengkeramannya. siapa tahu baru saja

berlari beberapa waktu luka dikakinya semakin lama terasa semakin

sakit sehingga tanpa dia sadari semakin lama larinya pun semakin

lambat.

Sebaliknya saat ini semakin mengejar Ti Then melayang semakin

cepat lagi, belum sampai mencapai setengah li Ti Then sudah

berhasil berada kurang lebih lima depa di belakang badannya.

Agaknya Hong Mong Ling tahu bahwa dia tidak akan sanggup lari

lagi, mendadak dia menghentikan larinya tubuhnya membungkuk ke

bawah sedang ujung kaki kirinya bagaikan kilat cepatnya dengan

dahsyat mejalankan satu tendangan dahsyat ketubuh Ti Then.

Sejak semula Ti Then sudah mengadakan persiapan, begitu

dilihatnya serangan tersebut hampir mencapai tubuhnya mendadak

tubuhnya miring ke samping kemudian melayang dari samping

tubuhnya. Tangan kanannya tidak mau berdiam diri secara tiba-tiba

melancarkan serangan cengkeraman mengancam jalan darah Cian

Khing hiatnya.

Hong Mong Ling yang melihat serangan tendangannya mencapai

sasaran kosong tubuhnya mendadak membalik dengan gaya

"Keledai malas menggelinding" dia putar tubuhnya ke belakang

sedang pedangnya dengan disertai sinar yang menyilaukan mata

membacok sepasang kaki Ti Then, gerakan ini dilakukan amat cepat

sekali.

Sampai waktu Ti Then tetap tidak mau menyambut pedangnya

untuk mengadakan perlawanan badannya meloncat ke atas setinggi

tiga depa sedang sepasang kakinya melancarkan serangan Lian

huan tui atau tendangan berantai mengarah wajahnya.

Cepat-cepat Hong Mong Ling melayang ke samping, pedangnya

dengan mengikuti gerakan tersebut berkelebat kembali dengan

jurus "si Gouw Huang Gwat" atau badak memandang bulan dengan

mendatar membabat pinggang Ti Then.

Segera terjadi suatu pertempuran sengit antara mereka berdua,

kurang lebih sepuluh jurus kemudian satu serangan telapak Ti Then

dengan tepat menghajar lengan kirinya, "Praakk..." seketika itu juga

tulang lengannya terputus oleh pukulan itu.

Hong Mong Ling mendengus berat, pedang panjangnya lepas

dari tangannya tadi dengan cepat tangan kirinya memungut kembali

pedangnya dan dibabat kearah lehernya sendiri, bagaikan kilat

cepatnya Ti Then melancarkan cengkeraman merebut pedangnya,

ujarnya sembari tertawa dingin.

"Hmm. . hmnnm, kau jangan begitu jangan cepat-cepat mati"

Hong Mong Ling sembari tertawa seram.

"Tidak. aku dapat perintah untuk tawan kau kembali ke dalam

Benteng"

"Aku tidak mau pulang"

"Hmm.. sekali pun begitu aku masih bisa paksa kau untuk

kembali" seru Ti Then mengejek. Diantara pembicaraan itu dua

jarinya dengan cepat menotok jalan darah kakunya.

Waktu itulah Wi Lian In baru berhasil menyusul mereka, ketika

dilihatnya Ti Then sudah berhasil mengusai diri Hong Mong Ling dia

menjadi amat girang:

"Hey bangsat cabul" makinya sambil menuding diri Hong Mong

Ling dengan jarinya, "Tidak kau duga bukan bisa ada hari ini?"

Hong Mong Ling yang tertotok jalan darah kakunya kini hanya

bisa terlentang dengan kakunya di atas tanah tapi mulutnya masih

bisa bicara, mendengar perkataan itu dia segera tertawa dingin.

"Hmm. . hmm. . seperti ini hari terhadap seorang perempuan

yang suka akan baru dan bosan pada yang lama memang patut

dirayakan"

"Siapa yang suka yang baru bosan yang lama? " tanya Wi Lian In

dengan amat gusar.

"Perempuan itu tidak lain adalah putri Wi Pocu itu majikan dari

Benteng Pek Kiam Po yang amat terkenal di dalam dunia Kangouw "

ejek Hong Mong Ling.

Saking gemasnya Wi Lian In membentak keras, pedang

panjangnya digerakkan secepat kilat mengancam ulu hatinya.

Tiba-tiba. . . "Traang. ." pedangnya yang hampir mengenai ulu

hati Hong Mong Ling secara mendadak terkena sambitan senyata

rahasia sehingga miring ke samping.

Senyata rahasia yang mengenai pedangnya itu bukan lain hanya

sebuah bunga teratai dari besi.

Kekuatan sambitan senyata rahasia teratai besi itu amat besar

sekali, bukan saja membuat pedangnya miring ke samping bahkan

menggetarkan badannya sehingga terjatuh dua langkah ke samping.

Wi Lian In menjadi tertegun, kepada Ti Then dengan perasaan

tidak puas ujarnya: "Di dalam benteng masih ada seorang saksi kau

takut apa lagi?"

Dia mengira Ti Then yang sudah turun tangan mencegah

perbuatannya untuk membunuh Hong Mong Ling, karena itu dia

mengucapkan kata-kata tersebut.

Ti Then tertawa pahit:

"Bukan aku, ada orang sudah datang" ujarnya.

Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat, segera dia menoleh

memandang keadaan disekeliling tempat itu, waktu itulah dia baru

melihat kurang lebih tujuh delapan kaki dari tempat mereka berdiri

berjajar-jajar dua puluh orang hwesio, tanpa terasa lagi saking

terkejutnya dia sudah menjerit tertahan, kemudian dengan

termangu-mangu berdiri tertegun di sana.

Hanya di dalam satu kali pandangan saja dia sudah tahu kalau

kedua puluh orang hwesio itu berasal dari kuil Siauw lim si di atas

gunung song san-

Karena salah satu dari hwesio-hwesio itu bukan lain adalah si

Hwesio berwajah riang dari kuil Siauw lim si yang pernah mencegat

Ti Then untuk minta kitab pusaka Ie Cin Keng darinya.

Jilid 15.2. Rombongan Siauw Lim pay berkunjung

Sisanya sembilan belas orang masing-masing memakai pakaian

kasa yang berwarna kuning emas salah satu diantara mereka

dengan mencekal tongkat wajahnya amat ramah Jika dipandang

dari usianya sudah sangat lanjut, keadaannya amat agung dan

berwibawa sekali. Wi Lian In menarik napas panjang, teriaknya

tanpa dia sadari. "Hwesio-hwesio dari Siauw lim pay sudah datang."

Hwesio tua yang mencekal tongkat itu sambil tersenyum berjalan

mendekati mereka bertiga, kepada Ti Then sambil merangkap

tangannya memberi hormat, ujarrya: "omitohud, Siauw sicu ini apa

bukan yang bernama pendekar baju hitam Ti Then?".

"Tidah berani, tidak berani. . memang cayhe adanya" sahut Ti

Then cepat sambil merangkap tangannya membalas hormat.

"Lolap adalah Yuan Kuang dari Siauw lim"

Sekali lagi Ti Then bungkukkan badannya memberi hormat.

"Oh kiranya adalah Ciangbun thaysu yang sudah berkunjung,

selamat datang. selamat datang" serunya.

"Sebetuinya lolap sedang berada ditengah perjalanan menuju ke

Benteng Pek Kiam Po untuk menyambangi Wi Losicu beserta Ti

Siauw sicu, baru sampai sini tidak sangka sudah bertemu dengan

Siauw sicu, sungguh kebetulan sekali"

"Taysu jauh-jauh dari gunung Songsan datang kemari, apakah

disebabkan oleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"

"Benar" sahut Yuan Kuang Taysu mengangguk. " Kitab pusaka Ie

Cin Keng semestinya memang barang kuil kami, sesudah lenyap

selama puluhan tahun lamanya lolap dengar kitab tersebut sudah

ditemukan kembali oleh Siauw sicu, bilamana sekarang Siauw sicu

mau mengembalikan kitab tersebut kepada kuil kami Lolap betul-

betul merasa sangat berterima kasih sekali."

"Taysu sudah salah paham" Bantah Ti Then setelah mendengar

perkataan dari Yuan Kuang Thaysu Ciangbunyin dari Siauw limpay.

"Cayhe selama ini belum pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin

Keng, berita bohong ini sengaja dikarang oleh Hong Mong Ling

dengan tujuan hendak mencelakai diri cayhe"

Sembari berkata dia menuding kearah Hong Mong Ling.

Mendadak dengan amat gusar Hong Mong Ling membantah:

"Omong kosong, terang-terangan kau sudah menemukan kitab

cusaka Ie Cin Keng bahkan itu hari dengan mata telingaku sendiri

aku melihat dan mendengar kau memperoleh kitab pusaka Ie Cin

Keng itu dan hendak kau persembahkan kepada Wi Ci To, buat apa

kau sekarang membantah juga."

Ti Then mengerutkan alisnya rapat-rapat.

"Hmm...hmmm... bangsat cilik" teriaknya sembari tertawa dingin

tak henti-hentinya, " Kalau memangnya kau sudah melihat itu kitab

pusaka Ie Cin King sekarang aku mau tanya padamu, macam

apakah kitab pusaka Ie Cin keng itu."

" Waktu itu aku berdiri agak jauh dari tempat kalian sehingga

tidak dapat melihat jelas" jawab Hong Mong Ling tida mau kalah, "

Hanya saja perkataanmu kepada Wi Ci To aku masih bisa

mendengar sangat jelas sekali, kau bilang kitab pusaka Ie Cin Keng

akan kau serahkan kepada Wi Ci To tetapi syaratnya haruslah

menjodohkan putrinya kepada mu"

Saking gemas dan gusarnya Wi Lian In merasa dadanya hampir

meledak dibuatnya.

"Bangsat cabul, kau berani memfitnah aku seenak hatimu, aku

bunuh kau"

Pedang panjang ditangannya dengan disertai angin sambaran

yang amat tajam dengan amat keras ditusuk ke arah perutnya.

Yuan Kuang Taysu cepat-cepat melintangkan toyanya menangkis

datangnya serangan pedang itu, sedang telapak kirinya dengan

meminyam kesempatan itu mencengkeram belakang leher Hong

Mong Ling dan di tariknya ke belakang.

"Sambut ini" bentaknya keras.

Si Hwesio berwajah riang dengan cepat maju satu langkah ke

depan menyambut diri Hong Mong Ling kemudian diserahkan lagi

kepada seorang hwesio berusia partengahan yang berada di

sampingnya.

"Kau bantu dia hentikan mengalirnya darah terlebih dulu" ujarnya

dengan perlahan.

Ti Then sama sekali tidak menyangka pihak lawan berani

merampas Hong Mong Ling dari tangannya, untuk merebut kembali

sudah tidak sempat lagi terpaksa di dalam hatinya dia merasa amat

cemas bercampur serba salah, ujarnya dengan keras.

"Taysu, dia adalah anak murid dari Wi Ci To Pocu, Kalian tidak

seharusnya menawan mereka."

Yuan Kuang Taysu tersenyum.

"Lolap bukannya menawan dia, sebaliknya sedang melindungi

nyawanya" ujarnya kalem.

"Taysu sudah berbuat salah" seru Ti Then kembali. "Dialah

manusia licik yang sudah menimbulkan keonaran ini bahkan pernah

dua kali menculik pergi nona Wi dan hendak berbuat tidak senonoh

kepada nona Wi, karena Wi pocu sudah perintahkan cayhe untuk

tawan dia kembali ke Benteng untuk dijatuhi hukuman"

Agaknya Yuan Kung Thaysu tidak mau percaya atas perkataan

itu, sambil tersenyum balik bertanya:

"Siauw sicu, apa dia benar-benar murid dari Wi Lo sicu??"

"Tidak salah" sahut Ti Then mangangguk.

"Lalu siapa namanya??"

"Hong Mong Ling."

Pada air muka Yuan Kuang Thaysu jelas memperlihatkan

perasaannya yang amat terkejut. "oooh. . diakah si naga mega

Hong Mong Ling?? Bukankah dia adalah bakal menantu dari Wi Lo

sicu"

"Sebetuinya memang benar, hanya saja pada waktu-waktu

mendekat ini Wi Pocu serta nona Wi sudah mengetahui kalau dia

main perempuan diluaran bahkan sudah jatuh cinta kepada seorang

pelacur, karena itu perjodohan ini sudah dibatalkan."

"Bangsat cilik ini dari rasa malu menjadi perasaan gusar ternyata

dia berani menculik nona Wi.."

Dia tidak menceriterakan juga tentang diri Hu Pocu Huang puh

Kian Pek di sebabkan dia merasa kejelekan keluarga sendiri tidak

baik untuk disiarkan diluaran.

Sekali lagi dengan amat gusar Hong Mong Ling berteriak keras:

" Kentutmu, kapan aku Hong Mong Ling sudah jatuh cinta

dengan seorang pelacur? ke semuanya ini dikarenakan Wi Ci To

sudah timbul kerakusannya untuk memiliki kitab pusaka Ie Cin Keng

sehingga membatalkan perjodohanku dengan nona Wi, dia mau

menjodohkan nona Wi kepadanya karena kitab pusaka itu

dihadiahkan kepada Wi Ci To, dan karena takut aku menyiarkan

berita ini diluaran maka dia mau bunuh aku sehingga dengan begitu

aku akan menutup mulut untuk selama-lamanya."

Sesudah mendengar perkataan ini berkali-kali Yuan Kuang Taysu

mengangguk. agaknya dia merasa perkataan dari Hong Mong Ling

inilah yang masuk diakal.

Saking gusarnya air muka Wi Lian In dari pucat berubah menjadi

kehijau-hijauan, baru saja dia angkat pedangnya hendak

melancarkan serangan kembali keburu sudah dicegah oleh Ti Then,

ujarnya:

"Jangan keburu napsu,pada suatu hari persoalan pasti akan

menjadi jelas kembali, kau tahanlah sendiri kemarahanmu."

Setelah itu barulah dengan perlahan dia menoleh ke arah Yuan

Kuang Taysu, sambungnya kembali:

"Jikalau Taysu tidak percaya atas perkataan cayhe ini, sekarang

juga cayhe bisa membawa Taysu untuk bertemu dengan dua orang

saksi"

"Siapa kedua orang saksi itu??"

"Germo dari rumah pelacuran Touw Hoa Yuan, si Ku Ie serta

pelacur Liuw Su Cen, mereka bisa memberi keterangan kepada

Taysu apakah Hong Mong Ling sering pergi ke rumah pelacuran

mereka atau tidak, bahkan barusan saja cayhe menangkap dirinya

dari dalam rumah pelacuran tersebut"

"Ha ha ha... siancay... siancay...bagai mana Siauw sicu bisa

mengajak pinceng?" Yuan Kuang Taysu sembari tertawa terbahak-

bahak.

"Agar urusan menjadi lebih jelas mau tak mau kita harus pergi ke

sana juga."

Senyuman yang menghiasi wajah Yuan Kuang Taysu mendadak

lenyap tanpa bekas, dengan nada yang keren tapi halus ujarnya.

"Perkataan Siauw sicu walau pun benar tetapi cara pemikiran

orang lain tidak mungkin begitu."

" Kalau memangnya Taysu tidak ingin pergi ke rumah pelacuran

Touw Hoa Yoan itu baiklah Taysu mengikuti diri cayhe untuk

menemui Wi Pocu di dalam Benteng Pek Kiam Po, pada waktu itu Wi

Pocu bisa menjelaskan semua liku-likunya persoalan kepada diri

Taysu."

Yuan Kuang Taysu mengangguk tanpa menyetujui usul tersebut.

"Lolap memangnya mau pergi menyambangi diri Wi Lo sicu,

demikian pun baik juga."

Berbicara sampai di sini segera dia menoleh kepada si hweosio

berwajah riang, ujarnya:

"Ti sim kau ikuti lolap menuju ke Benteng Pek Kiam Po, sedang

cap Pwe Lo Han bawa Siauw sicu itu menanti di Kuang Hoa Hong

san Yuan di dalam kota."

Ketika Ti Then mendengar ke delapan belas orang hwesio berusia

pertengahan itu ternyata adalah Cap pwe Lo Hannya Siauw limpay

diam-diam hatinya merasa berdesir, kini mendengar mereka hendak

menawan Hong Mong Ling hatinya semakin cemas, dengan gugup

ujarnya:

"Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi. . kalian tidak bisa bawa Hong

Mong Ling pergi."

Air muka Yuan Kuang Taysu terlihat sedikit berubah, dengan

nada dingin tanyanya. "Apa Siauw sicu takut kami lepaskan dia

pergi."

"Bukannya begitu, hanya takut dia melarikan diri"

"Soal ini kau tidak perlu kuatir" ujar Yuan Kuang Taysu kemudian

"Cap Pwe Lo Han bisa menyaga dia sebaik-baiknya, dia merupakan

satu-satunya saksi yang menguntungkan kuil kami, bagaimana Lolap

bisa membiarkan dia melarikan diri??"

"Kenapa tidak Taysu bawa sekalian ke dalan Benteng Pek Kiam

Po, agar kita bisa saling berhadap-hadapan dengan terus terang."

Pada air muka Yuan Kuang Taysu kelihatan berkelebat suatu

senyuman aneh.

"Sebelum Lolap betul-betul mengetahui sikap serta tindak tanduk

dari Wi Losicu, lolap tidak berani menyalankan cara ini."

"Jadi maksud Taysu takut kami bunuh mati dia orang??" seru Ti

Then sambil pandang tajam wajahnya.

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu tersenyum. "Bukankah tadi Wi

Li sicu berkali-kali hendak turun tangan mencabut nyawanya Hong

Siauw sicu??"

"Jikalau Taysu merasa tidak lega hati, tidak urung bawa sekalian

cap Pwe Lo Han kalian"

"Tidak bisa. . tidak bisa" Bantah Yuan Kuang Thaysu cepat.

"Dengan tindakan seperti itu sama saja memperlihatkan kalau Lolap

hendak membereskan urusan ini dengan kekerasan, sebelum kita

bicarakan dengan baik-baik, hal ini lolap rasa kurang sopan."

Sudah sejak lama Ti Then mendengar kalau barisan Lo Han Tin

dari Siauw lim Cap Pwe Lo Han sangat lihay sekali, jika dirinya

hendak merebut diri Hong Mong Ling dari tangan Cap Pwe Lo Han

itu di tambah lagi di bawah pengawasan Yuan Kuang Taysu serta si

hwesio berwajah riang, hal ini secara tidak sengaja sudah

membuktikan kalau dirinya sudah memperoleh kitab pusaka Ie Cin

Keng tersebut dan kini mau bunuh Hong Mong Ling untuk

melenyapkan saksi, karena itu dia mengangguk sanbil menghela

napas panjang.

"Baiklah" ujarnya kemudian. "Kalau memangnya Thaysu

bermaksud begini cayhe juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tapi

thaysu harus jaga dia sebaik-baiknya jika sampai dia meloloskan diri

thaysu harus bertanggung jawab"

"Baik, kita tentukan begitu"

" Kalau begitu. . mati kita jalan"

Demikianlah ke delapan belas hwesio yang disebut sebagai Cap

Pwe Lo Han dengan membawa Hong Mong Ling masuk ke dalam

kota sedangkan Yuan Kuang Thaysu bersama-sama si hwesio

berwajah riang, Ti Then serta Wi Lian In menuju kearah Benteng

Pek Kiam Po.

Ti Then menuju keluar pintu kota sebelah barat teriebih dulu,

sesudah menemukan kembali kedua ekor kuda tunggangannya

barulah dengan memimpin Yuan Kuang Thaysu serta si hwesto

berwadah riang menuju ke gunung Go bi.

Selama dalam perjalanan ini Ti Then terus menerus mengerutkan

keningnya bahkan sikap serta tindak tanduk memperlihatkan

perasaan yang amat murung karena di dalam anggapannya semula

asalkan dia bisa menawan Hong Mong Ling maka kesalah

pahamannya dengan pihak kuil Siauw lim si bisa dibereskan dengan

mudah siapa tahu Hong Mong Ling jadi orang amat licik sekali

bahkan pintar berbohong sehingga urusan malah terbalik menjadi

semakin menegangkan.

Kini, satu-satunya harapan adalah Huang Puh Kian Pek mau

berlaku terus terang dan mengakui semua kejadian itu sejujurnya,

dengan demikian mungkin kesalah pahamannya dengan Yuan

Kuang Thaysu bisa beres-

Tapi.. maukah Huang Puh Kian Pek mengaku terus terang ??

Mungkin mau, tapi untuk membuat Yuan Kuang Thaysu bisa

percaya hal ini mungkin akan lebih sukar lagi.

Heeeey,jlka dirimu betul-betul memperoleh sebuah kitab pusaka

Ie cin Keng urusan ini akan cepat beresnya, asalkan kitab itu

diserahkan kepada hwesio-hwesio gundul ini maka urusan pun

selesai.

Agaknya Wi Lian In merasa sedikit tidak puas terhadap Yuan

Kuang Taysu serta si hwesio berwajah riang, selama di dalam

perjalanan ini dia terus menerus melarikan kudanya secepat-

cepatnya, sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia berjalan

seorang diri di depan, terpaksa dia pun melarikan kudanya cepat-

cepat untuk mengikuti di sampingnya walau pun begitu Yuan Kuag

Thaysu mau pun si hwesio berwajah riang yang mengikuti dari

belakang tetap tidak sampai tertinggal jauh, kedua orang hwesio itu

dengan ujung baju yang berkibar tertiup angin, tetap berlari dengan

mantap. tidak perduli sepasang kuda itu berlari bagaimana pun

cepatnya mereka tetap berada tidak kurang dari satu kaki di

belakang mereka.

sesudah melakukan perjalanan selama setengah jam lamanya,

akhirnya sampai juga mereka di depan pintu Benteng Pek Kiam Po.

Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang itu segera

menghentikan langkahnya di depan pintu Benteng, sebagai seorang

ciangbunyin dari partai besar sudah tentu dia harus menyaga

kewibawaan serta kedudukannya sebagai pimpinan suatu aliran

besar, dia akan menanti sampai Wi Ci To sendiri yang menyambut

kedatangan mereka baru mau masuk ke dalam Benteng.

Ti Then serta Wi Lian In melarikan kudanya

ditengah lapangan latihan silat, terlihatlah Wi

pendekar pedang hitam mau pun putih sedang

mimbar, cepat mereka meloncat turun dari

menghampiri mereka dengan berjalan kaki.

terus hingga sampai

Ci To serta seluruh

berkumpul di bawah

kuda dan berjalan

Ketika mereka berdua tiba ditempat itulah apa yang sudah terjadi

ditengah mimbar diantara Wi Ci To serta para pendekar pedang

hitam dan putih itu, dapat mereka lihat dengan jelas tanpa terasa

lagi saking terkejutnya mereka sudah melongo dibuatnya.

Kiranya di hadapan mereka sudah terbentang suatu

pemandangan yang sangat mengerikan. Hu Pocu Huang Puh Kian

Pek berlutut ditengah lapangan, pada sepasang tangannya sedang

mencekal gagang pedang yang ujung pedangnya sudah ada tiga

bagian menembus ulu hatinya, darah segar membanyiri seluruh

tanah lapangan.

Kiranya Huang Puh Kian Pek sudah menebus dosa di hadapan

suhengnya Wi Ci To serta seluruh pendekar pedang Benteng Pek

Kiam Po dengan jalan membunuh diri

Kelihatannya dia sudah lama putus napas tapi tubuhnya yang

berlutut di atas tanah masih tetap menyaga keadaannya semula,

sepasang matanya melotot bulat-bulat sedang air mukanya

memperlihatkan tujuh bagian perasaan relanya dan tiga bagian

perasaan sedih.

Jika dilihat keadaannya saat ini, boleh dikata Wi Ci To sudah

membereskan semua dosanya di hadapan para pendekar pedang,

bagaimana dia menyamar sebagai si setan pengecut dan

bersekomgkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik pergi Wi Lian

In kemudian mendesak dia untuk ambil keputusan atas

perbuatannya ini.

Ti Then sama sekali tidak menyangka Wi Ci To bisa berbuat

demikian terburu-buru dan gegabahnya, sebelum dirinya sera Wi

Lian In kembali ke dalam Benteng ternyata dia sudah menghukum

Huang Puh Kian Pek membuat hatinya merasa sangat tidak enak.

untuk beberapa waktu lamanya dia tidak sanggup untuk

mengucapkan sepatah kata pun.

Ketika Wi Ci To melihat dia serta putrinya sudab kembali segera

berjalan mendekati mereka, tanyanya.

" Kalian sudah berhasil tawan bangsat cilik itu?"

Dengan kesadaran

mengangguk.

yang

masih

samar-samar

Ti

Then

"Sudah" sahutnya singkat.

Air muka Wi Ci To segera berubah amat seram, sambil

memandang kearah pintu benteng tanyanya lagi. "Mana orangnya?"

Ti Then tidak langsung menyawab, sebaliknya sambil menuding

kearah Huang Puh Kian Pek gumannya seorang diri: "Dia. . Hu Pocu

bagaimana bisa bunuh diri?"

"Dia merasa bersalah dan malu kepada lohu karena itu di

hadapan umum dia sudah bunuh diri untuk menebus dosa itu, inilah

satu-satunya jalan bagi dirinya"

Dia berhenti sebentar kemudian tanyanya. "Kau bilang sudah

berhasil menawan bangsat cilik itu, sekarang dimana orangnya?" Ti

Then tidak menyawab lagi pertanyaan itu.

"Pocu kenapa menyuruh dia bunuh diri begitu terburu-buru ?"

Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat, bukannya menyawab

sebaliknya menyawab lagi.

"Dimana bangsat cilik itu?"

"Ditangan Siauw lim Cap Pwe Lo Han."

Air muka Wi Ci To segera berubah hebat, dengan perlahan

ujarnya:

"Hwesio dari Siauw lim sudah pada datang?"

"Benar ketika boanpwe mengejar Hong Mong Ling dari dalam

rumah pelacuran Touw Hoa Yuan hingga diluar pintu kota sebelah

timur, baru saja berhasil menangkap dirinya pada saat itu juga

ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan Kuang Thaysu beserta ke

delapan belas Lo Hannya sedang lewat di sana"

segera dia menceritakan kejadian yang sudah terjadi itu dengan

sejelas-jelasnya.

Wi Ci To yang mendengar Ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan

Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang sudah menanti di

depan pintu Benteng dia menjadi terkejut, dengan cepat serunya.

" Cepat sambut kedatangannya"

Sambil berkata dengan langkah cepat dia berjalan menuju

kepintu Benteng sebelah timur.

Loteng di atas pintu Benteng segeralah berkumandang suara

genta yang dibunyikan bertalu-talu sebanyak sembilan kali.

Inilah tanda dari Benteng Pek Kiam Po umtuk menyambut suatu

kedatangan ketua partai dari aliran besar di dalam Bu lim.

Menanti suara genta itu sudah mencapai kesembilan kalinya Wi

Ci To sudah berada diluar pintu Benteng, sambil merangkap

tangannya memberi hormat ujarnya kepada Yuan Kuang Thaysu.

"Tidak tahu Ciangbunyin Thaysu sudah datang berkunjung, maaf

tidak menyambut dari jauh, silahkan masuk. silahkan masuk"

"Tidak berani" balas Yuan Kuang Thaysu cepat-cepat, "Lolap

sudah berkunjung secara tiba-tiba sehingga mengganggu

ketenangan Benteng saudara, masih mengharapkan Wi Lo sicu

jangan marah"

"Aaah. . mana. . mana Ciangbun thaysu serta It sim Thaysu

silahkan masuk"

Demikianlah di bawah pimpinan Wi Ci To Yuan Kuang Thaysu

serta si hwesio berwajah riang atau It sim Thaysu dengan langkah

perlahan berjalan masuk ke dalam benteng.

Para pendekar pedang hitam mau pun putih yang semula berdiri

berkerumun ditengah lapangan kini dengan rapinya sudah berbaris

dikedua samping lapangan, karena itu begitu Yuan Kuang Thaysu

serta si hwesio berwajah riang memasuki lapangan latihan silat

segera bisa melihat keadaan dari Hu Pocu, Huang Puh Kian Pek

yang bunuh diri di depan mimbar tanpa terasa Yuan Kuang Thaysu

sudah menghentikan langkahnya serunya dengan nada kaget: "Iiih.

. bukankah itu Huang Puh Lo sicu"

"Memang benar dia" sahut Wi Ci To sambil tersenyum sedih.

" Kenapa dia?"

"Dia sudah berbuat macam-macam urusan yang memalukan,

baru saja dia bunuh diri untuk menebus dosa-dosanya itu"

"Dia..." seru Yuan Kuang Thaysu dengan perasaan amat

terperanyat. "Huang Puh lo sicu sudah melakukan urusan apa yang

begitu memalukan?"

"Hei.. urusan ini panjang sekali ceritanya, silahkan ciangbun

thaysu masuk ke dalam ruangan untuk minum the, nanti biarlah aku

orang she Wi menceritakan lebih jelas lagi"

"Hei. . Lolap tidak tahu kalau di dalam Benteng Lo sicu sudah

terjadi urusan, maka saat seperti ini datang mengganggu diri Wi Lo

sicu, sebetulnya tidak pantas biarlah Lolap lain kali datang lagi." ujar

Yuan Kuang Thaysu tiba-tiba dengan serius.

"Tidak, urusan ini mem punyai hubungan dengan kitab pusaka Ie

Cin Keng yang hendak Ciangbun thaysu minta dari tangan Ti Kiauw

tauw, aku orang she Wi memangnya hendak menjelaskan urusan ini

kepada Ciangbun thaysu"

selesai berkata dia memberi hormat dan mempersilahkan Yuan

Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang masuk ke dalam

ruangan.

Ketika Yuan Kuang Thaysu mendengar kalau bunuh dirinya

Huang Puh Kian pek mem punyai hubungan yang amat erat dengan

kitab pusaka Ie Cin Keng yang hendak dimintanya itu hatinya

semakin merasa terperanyat, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut

segera mulai berjalan masuk ke dalam ruangan.

Tua muda lima orang bersama-sama masuk kedalan ruangan

tamu, sesudah semuanya duduk dan pelayan menyuguhkan teh

barulah Wi Ci To buka mulutnya berkata:

"Kedatangan ciangbun thaysu ini hari apakah disebabkan oleh

kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu mengangguk " Kitab pusaka Ie

Cin Keng merupakan barang peninggalan dari Tat Mo Couwsu dari

kuil kami, karena lenyapnya kitab itu pada sepuluh tahun yang lalu

Lolap pernah melakukan pencarian disemua tempat tapi tidak

memperoleh hasil sama sekali, pada waktu baru-baru ini lolap

dengar katanya Ti Siauw sicu sudah diangkat Wi Losicu sebagai

Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po karena itulah terpaksa Lolap

datang mengganggu, harap Wi Losicu mau menasehati Ti Siauw

sicu untuk mengembalikan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kuil

kami, untuk itu Lolap betul-betul merasa sangat berterima kasih

sekali."

Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat.

" Ciangbun thaysu mendengar kalau Ti Kiauw tauw sudah

memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng ini dari siapa?" tanyanya.

"It sim yang dengar berita ini dari dunia kangouw."

"Ha ha ha.." secara tiba-tiba Wi Ci To tertawa terbahak-bahak

dengan amat keras. "Berita yang tersebar di dalam dunia Kangouw

apa bisa dipercaya begitu saja."

"Tanpa angin ombak tak akan menggulung "Jawab Yuan Kuang

Thaysu.

"Betul. . betul angin itu memang berasal dari suteku serta murid

penghianat Hong Mong Ling, karena mereka berdua punya niat

untuk membunuh mati Ti Kiauw tauw maka diluaran sudah

menyiarkaan berita bohong ini, dia bilang Ti Kiauw tauw sudah

mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng, sebetulnya memang

sengaja hendak memancing jago-jago di dalam Bu lim agar

semuanya cari dia.."

"Wipocu tolong tanya kenapa Hu Pocu

punya niat untuk

membunuh Ti Siauw sicu???" Mendadak si hwesio berwajah riang

ikut berkata. Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat dingin

sekali.

"Dia melihat lolap sudah hapuskan ikatan perkawinan antara

putriku dengan Hong Mong Ling dan mengusir Hong Mong Ling dari

Benteng, di dalam hatinya merasa sangat tidak puas sekali, karena

itu dia bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk mencelakai diri

Ti Kiauw tauw"

"Urusan ini sungguh lucu sekali" seru si hwesio berwajah riang

sembari tersenyum. "Wi Pocu membatalkan ikatan jodoh ini

disebabkan sikap serta tindak tanduk yang tidak genah dari Hong

Mong Ling, sedangkan Huang Puh Hu Pocu adalah sute dari Wi

Pocu, bagaimana dia tidak memihak kebenaran bahkan sebaliknya

menaruh simpatik kepada Hong Siauw sicu?"

"Selamanya dia paling menyayangi Hong Mong Ling"

"Tapi agaknya hal ini bukanlah suatu alasan bukan?" seru si

hwesio berwajah riang sambil memperlihatkan senyuman yang

mengejek.

"Jadi maksud Thaysu Lohu sedang berbicara bohong?" tanya Wi

Ci To kurang puas.

"Tidak berani, pinceng hanya merasa bersekongkolnya Huang

Puh Hu pocu dengan Hong Siauw sicu mungkin disebabkan alasan

lain, sedang Wi Peocu sendiri juga tidak tahu"

"Lohu sudah menanyai dirinya amat jelas, hal ini tidak ada sebab-

sebab lainnya lagi" jawab Wi Ci To keren.

"Pada waktu yang lalu pinceng punya jodoh untuk bertemu

beberapa kali dengan Hu Pocu, terhadap sikapnya sedikit banyak

mengenal juga, tidak kusangka dia ternyata membantu seorang

sutitnya yang berwatak buruk. Hei sungguh sayang. sungguh

sayang. ."

Pada mulutnya dia menghela napas tak henti-hentinya pada hal

di dalam hatinya dia bermaksud tidak percaya.

"Tadi sewaktu berada diluar kota Go bi Hong Siauw sicu sudah

mengatakan suatu alasan lain lagi" sambung Yuan Kuang Thaysu.

"Dia bilang sesudah Ti Siauw sicu memperoleh kitab pusaka Ie

Cin Keng itu lalu mau dipersembahkan kepada Wi Losicu dengan

syarat putri dari Wi Lo sicu harus dikawinkan dengan dia, menurut

omongannya tadi agaknya Wi Losicu sudah setuju, karena itu ikatan

perkawinannya dengan Hong Siauw sicu baru dibatalkan, sayangnya

karena Wi Lo sicu takut Hong Siauw sicu sudah bocorkan rahasia ini

maka sudah perintahkan kepada Ti Siauw sicu untuk bunuh dia."

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan

menganduug perasaan ujarnya dengan berat:

"Lalu Ciangbun thaysu mempercayai perkataannya???"

"Sudah tentu lolap tidak berani percaya begitu saja atas semua

omongannya, tapi perkataan dari Hong siau sicu memang beralasan

karena itu sedikit banyak Lolap percaya juga"

"Jadi maksud Ciangbun thaysu, Lohu selalu pandang tinggi

sebuah kitab pusaka semacam Ie Cin Keng itu???" seru Wi Ci To

tertawa dingin. Yuan Kuang Thaysu hanya berdiam diri tidak

menyawab.

"Terus terang saja lohu katakan, Kitab pusaka Ie Cin Keng itu

dipandangan orang lain mungkin dianggap sebagai suatu pusaka

yang amat berharga, tapi di dalam pandangan Lohu sama sekali

tidak menarik"

Yuan Kuang Thaysu hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan

sepatah kata pun, sikapnya yang tenang ini menunjukkan kalau dia

sangat tidak ingin terjadi bentrokan dengan Wi Ci To.

Ujar Wi ci To lagi.

"Lohu bisa hapuskan ikatan jodoh antara putriku dengan murid

terkutuk itu semuanya dikarenakan mengetahui dia sudah main

perempuan ditempat luaran, bahkan sudah terpincut seorang

perempuan pelacur. Pelacur itu adalah Liuw Su Cen dari rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan di dalam kota, tentang urusan ini si ibu

germo Ku Ie sempat tanya Hartawan cang, Cang Bun Piauw boleh

ditanyai sebagai saksi. jika ciangbun thaysu tidak percaya kau boleh

pergi tanyai mereka-mereka itu"

Yuan Kuang Thaysu dengan perlahan menghela napas panjang.

"Wi Lo sicu jadi orang jujur bahkan utamanya sangat dihormati di

Bu lim, seharusnya perkataan yang diucapkan Lolap tidak boleh

menaruh curiga tapi Lolap masih ada urusan yang belum jelas."

Berbicara sampai di sini dia melirik sekejap ke arah Ti Then.

" Urusan apa yang ciangun thaysu belum jelas?" tanya Wi Ci To

segera.

"Menurut omongannya It sim" ujar Yuan Kuang Thaysu sambil

menuding kearah si hwesio berwajah riang itu. " Kepandaian silat

dari Ti Siauw sicu amat lihay sekali, jika dibicarakan dari kepandaian

silatnya yang dimiliki sekarang ini sangat tidak sesuai dengan

usianya yang masih begitu muda, bila dikatakan Ti Siauw sicu tidak

memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng bagaimana dia bisa demikian

lihaynya?"

Mendengar omongan itu Wi Ci To segera angkat kepalanya

tertawa terbahak-bahak.

"Yang Ciangbun thaysu maksudkan apakah di hadapan It sim

thaysu Ti Kiauw tauw sudah pukul rubuh sebuah pohon raksasa

hanya di dalam satu kali pukulan itu?"

"Benar"

"Kepadaian Ti Kiauw tauw bukan hanya di dalam ilmu telapak

saja yang lihay, bahkan di dalam ilmu meringankan tubuh serta ilmu

pedang jauh lebih lihay lagi."

"Maka itulah jika bukannya dia sudah memperoleh kitab pusaka

Ie Cin Keng bagaimana dia bisa mencapai tingkat seperti itu? "

Senyum yang menghiasi wajah Wi Ci To mendadak lenyap tanpa

bekas, dengan nada serius ujarnya:

"Sekarang Lohu mau bertanya di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng

dari kuil kalian itu apa juga membuat jurus ilmu pukulan"

"Di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya khusus memuat

cara-cara untuk melatih badan, sekali pun tidak memuat adanya

jurus-jurus ilmu pukulan mau pun ilmu pedang tapi jika sudah

berhasil melatih sim hoat yang termuat di dalam, untuk mempelajari

ilmu-ilmu dari partai lain boleh dikata amat mudah sekali"

Wi Ci To tertawa terbahak-bahak lagi. "Apakah di dalam hal

jurus-jurus serangan pun bisa dipahami tanpa ada yang

membimbing?" tanyanya.

"Boleh dikata memang demikian-"

"Dengan usia Ti Then sekarang ini jika dia sudah berhasil melatih

sim Hoat tersebut apakah bisa digunakan untuk pukul rubuh diri

Ciangbun thaysu?" tanya Wi Ci To lagi.

Agaknya Yuan Huang Thaysu sama sekali tak menduga dia bisa

mengajukan pertanyaan semacam ini, untuk berapa saat lamanya

barulah jawabnya.

"Sekali pun belum bisa memukul rubuh diri lolap

kemungkinan bisa berada dalam kedudukan seimbang."

tapi

Senyuman mulai menghiasi kembali wajah Wi Ci To.

"Jadi maksud Ciangbun thaysu sekali pun Ti Kiauw tauw sudah

berhasil memperoleh sim Hoat dari kitab pusaka Ie cin Keng, paling

tinggi juga hanya bisa mencapai kedudukan seimbang saja dengan

kepandaian Ciangbun thaysu?"

Sekali lagi Yuan Kuang Thaysu merasa ragu-ragu, kemudian

barulah dia mengangguk, "Mungkin memang begitu."

"Kalau begitu" ujar Wi Ci To lagi dengan sinar matanya yang

berkedip-kedip "Jika Ti Kiauw tauw bisa mengalahkan diri ciangbun

thaysu, apakah hal itu cukup untuk membuktikan kalau kepandaian

silat yang dimilikinya sekarang ini bukan berasal dari kitab pusaka le

Cin Keng??"

Yuan Kuang thaysu tak tahu apa maksudnya untuk mendesak

dirinya dengan pertanyaan yang membuat dirinya sukar untuk

memberikan jawaban itu, segera dia balik bertanya.

"Apakah menurut pandangan Wi Lo sicu dengan kepandaian Ti

siuw sicu sekarang ini bisa mengalahkan Lolap?"

"Harap ciangbun thaysu jawab pertanyaan dari aku orang she Wi

memberi jawab pun atas perkataan Ciangbun thaysu tadi."

Tanpa terasa lagi Yuan Kuang thaysu sudah melirik sekejap

kearah diri Ti Then, diam-diam dalam hatinya berpikir terus. Walau

pun dirinya belum pernah melihat kitab pusaka Ie Cin Keng itu

tetapi dari ciangbunyin yang terdahulu sudah pernah mempelajari

ilmu tersebut ditambah lagi dengan latihan sendiri selama puluhan

tahun, sudah tentu tidak mungkin bisa di kalahkan oleh seorang

pemuda yang baru saja mempelajari kitab pusaka Ie Cin Keng,

karenanya segera dia menganguk.

"Baiklah." sahutnya "Jika Ti Siauw sicu bisa mengalahkan Lolap

maka hal ini bisa dibuktikan kalau kepandaian silatnya bukan berasal

dari kitab pusaka Ie Cin Keng."

Wi Ci To tersenyum kegirangan-

"Kalau begitu ciangbun thaysu sudah menyanggupi untuk

bertanding dengan diri Ti Kiauw tauw?" desaknya.

Keadaan Yuan Kuang Thaysu waktu ini sudah menyerupai duduk

di punggung harimau, untuk maju salah untuk mundur pun salah,

terpaksa dia mengangguk kembali. "Benar."

Perlahan-lahan Wi Ci to menoleh kearah Ti Then, ujarnya

sembari tersenyum.

"Ti Kiauw tauw inilah kesempatan yang paling bagus buatmu

untuk membersihkan diri dari fitnah itu, maukah kau minta sedikit

pelajaran dari ciangbun thaysu?"

Di dalam anggapan Ti Then untuk memukul rubuh seorang

ciangbunyin mungkin bisa merusak nama baik orang lain, ketika

mendengar perkataan itu dengan gugup sahutnya.

"Jika ada cara yang lain kita digunakan untuk membersihkan

fitnah ini lebih baik jangan main kekerasan saja"

"Hal ini haruslah minta petunjuk dari ciangbun thaysu." sambung

Wi Ci To cepat-cepat sembari tertawa.

Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada

Yuan Kuang Thaysu, ujarnya dengan hormat.

"Selain diselesaikan dengan kekerasan harus menggunakan cara

apa lagi Ciangbun thaysu baru mau percaya kalau cayhe tidak

pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng?"

Air muka Yuan Kuang Thaysu berubah keren, lama sekali dia

berpikir tapi akhirnya jawabnya:

"Lolap tidak punya cara yang lebih baik lagi.."

"Kalau memang betul-betul ingin menggunakan kekerasan cayhe

punya satu permintaan harap Ciangbun thaysu mau penuhi"

"Siauw sicu silahkan bicara"

"Kita jangan bergebrak di sini, bahkan tidak diperkenankan orang

ketiga hadir di dalam kalangan pertempuran, Ciangbun thaysu

bersama-sama cayhe lebih baik cari satu tempat yang sunyi untuk

bertanding, siapa menang siapa kalah tidak usah diberitakan keluar,

Bagaimana??"

Waktu itu Yuan Kuang Tbaysu sedang merasa kuatir kalau dirinya

menemui kekalahan di tangan pemuda itu, mendengar perkataan ini

hatinya menjadi amat girang dengan senyuman manis sahutnya.

"Bagus sekali, tetapi lolap juga ada permintaan, kalau di dalam

pertandingan ini beruntung Lolap yang menang masih

mengharapkan Siauw sicu mau serahkan kitab pusaka Ie Cin Keng

itu secara rela hati sehingga dapat lolap bawa kembali kekuil Siauw

lim si" Ti Then terpaksa tertawa pahit.

"Di dalam dunia ini tidak ada barang yang lebih berharga dari

nyawa sendiri, jikalau cayhe sudah kalah dan tidak sanggup

mengembalikan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, Ciangbun Thaysu

masih bisa membawa batok kepala cayhe untuk dibawa pulang."

Yuan Kuang Thaysu segera merangkap tangannya di depan

dada.

"Omintohud. . omitohud ." Pujinya kepada sang Budha. "Lolap

adalah pendeta Budha, tidak berani melakukan pembunuhan kepada

sesama manusia"

"Kalau begitu, cayhe rela bunuh diri di hadapan ciangbun thaysu"

Yuan Kuang Thaysu sekali lagi menghela napas panjang.

"Loalap hanya menginginkan kitab pusaka Ie Cin Keng dapat

dikembalikan kepada kuil kami, yang lain sama sekali tidak

mengharapkan"

"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?" ujar Ti Then

sambil bangkit berdiri.

Yuan Kuang Thaysu segera mengangguk dan bangkit berdiri,

kepada si hwesio berwajah riang ujarnya:

"It sim, kau temanilah Wi Lo sicu di sini. Lolap dengan Ti Siauw

sicu tidak lama akan kembali."

Di dalam hati sihwesio berwajah riang tahu apa maksud

perkataan dari Ciangbunyin ini karenanya dengan sangat hormat dia

menyahut: "Tecu terima perintah."

Kepada Wi Ci To itu Pocu dari Benteng seratus pedang Yuan

Kuang Thaysu juga memberi hormat setelah itu barulah ujarnya

kepada Ti Then yang sudah bangkit berdiri. "Siauw sicu, mari kita

berangkat"

Demikianlah Ti Then serta Yuan Kuang Thaysu masing-masing

segera berjalan ke luar dari Benteng menuju ke arah tanah

pegunungan yang sunyi, tanya Yuan Kuang Thaysu kemudian

ditengah perjalanan.

"Ti Siauw sicu punya maksud mau bertanding ditempat mana?"

"Lebih baik Ciangbun thaysu saja yang menentukan."

Yuan Kuang Thaysu menundukkan kepalanya berpikir sebentar,

akhirnya dia baru menyawab:

"Di atas puncak selaksa Buddha jarang terdapat jejak manusia,

bagaimana kalau kita selesaikan di sana saja?"

"Baiklah." sahut Ti Then singkat.

Tongkat ditangan Yuan Kuang Thaysu itu segera ditutulkan ke

atas permukaan tanah, tubuhnya dengan cepat melayang ke tengah

udara kemudian mengerahkan ilmu

melayang menuju ke tengah gunung.

meringankan

tubuhnya

Perkataan dari Ti Then ini memang beralasan sekali. toya yang

dibawa Yuan Kuang Thaysu itu dibuat dari baja murni, mungkin

beratnya berada di atas tiga puluh kati, jika dikatakan kalah sedikit

memang beralasan, karenanya setelah Yuan Kuang thaysu

mendengar perkataan ini perasaan malunya juga sudah lenyap

separuh, dia menarik napas panjang-panjang ujarnya kemudian

sesudah memandang pemandangan disekelilingnya.

"Lolap sudah ada dua puluh tahunan lamanya tidak berkunjung

ke sini, pemandangan ditempat ini sama sekali tidak berubah"

"Walau pun selaksa tahun pemandangan akan tetap utuh, tetapi

manusia tidak akan luput dari tua, sakit dan binasa"

Wajah Yuan Kuang tbaysu kelihatan sedikit bergerak, dengan

pandangan mata terpesona dia pandang diri Ti Then. Waktu inilah

dia baru merasa sifat dari Ti Then jauh berlainan dengan sifat

pemuda-pemuda lainnya, dia memiliki suatu semangat yang lain,

pemuda semacam ini apa mungkin punya hati rakus terhadap

sebuah kitab Ie Cin Keng.

Ketika Ti Then melihat dia memandang dirinya dengan

terpesona, segera angkat bahunya, ujarnya kemudian "Mari kita

mulai saja."

-ooo0dw0ooo-

Jilid 16.1: Hong Mong Ling melarikan diri

"EHMM . . . ." sesudah termenung beberapa waktu tanyanya lagi

"Siauw sicu punya rencana mau bertanding dengan menggunakan

cara apa?"

"Cayhe mengikuti petunjuk Ciangbun thaysu saja"

Agaknya Yuan

pendiriannya.

Kuang

Thaysu

sudah

mengubah

kembali

"Bagaimana kalau begini saja?" ujarnya sambil tertawa dengan

lucunya. "Kita saling bergebrak dengan tidak usah bertanding secara

langsung, kini Lolap perlihatkan beberapa kepandaian terlebih dulu

jikalau siauw sicu bisa melakukan seperti apa yang lolap lakukan

maka lolap akan percaya kalau Siauw sicu belum pernah

memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu"

Ti Then mengangguk tanda setuju.

"Baiklah, silahkan ciangbun thaysu memberi petunjuk."

Sepasang mata Yuan Kuang Thaysu mulai berputar memandang

sekeliling tempat itu setelah dilihatnya ada beberapa batu cadas

raksasa yang amat besar lalu dia berjalan ke sana, ujarnya.

"Silahkan siauw sicu juga ikut kemari"

Dia berjalan mendekati batu cadas raksasa itu kemudian

meletakkan toyanya ke atas tanah. sesudah meraba beberapa kali

ke atas batu cadas itu ujarnya sembari tertawa.. "Batu cadas ini

sungguh atos sekali."

Siapa tahu belum habis dia berkata batu cadas raksasa itu

bagaikan sebatang kayu yang amat lapuk hanya sedikit dikebas

dengan menggunakan telapak tangannya batu itu selapis demi

selapis terkupas dan remuk menjadi bubuk.

"Kekuatan telapak dari Ciangbun thaysu sungguh amat lihay."

puji Ti Then sesudah melihat demontrasi ini.

Air muka Yuan Kuang Thaysu sedikit berubah dan

memperlihatkan kegirangan hatinya, dia mundur satu langkah ke

belakang kemudian ujarnya sembari tertawa:

"Hanya suatu permainan yang tidak ternilai, harap siauw sicu-

jangan dibuat bahan tertawaan"

"Kekuatan pukulan dari Ciangbun thaysu ini apakah

menggunakan ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie cin

Keng?"

"Tadi sewaktu Lolap masih berada di dalam Benteng sudah

pernah berkata di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya melulu

ilmu untuk melatih badan saja, tetapi bilamana sim Hoat yang

termuat di dalamnya sudah berhasil dipelajari maka dimana kau

mau maka segala ilmu dan kekuatan bisa dilaksanakan"

Ti Then dengan perlahan mengangkat tangannya dan sedikit

ditekan ke atas batu cadas raksasa yang lainnya, ujarnya:

"Jika ditinyau dari keadaan barusan ini maka kekuatan pukulan

yang termuat di dalam kitab cusaka Ie Cin Keng termasuk golongan

keras atau golongan Yang, bukan begitu??"

Ketika Yuan Kuang Thaysu melihat telapak tangannya yang

menekan di atas batu cadas sama sekali tidak membuat batu cadas

itu mengalami suatu perubahan yang aneh, di dalam anggapannya

mengira tentu dia sedang mengukur keatosan dari batu cadas itu,

diam-diam di dalam hatinya merasa geli, Tetapi dia mengangguk

juga. "Boleh dikata memang demikian"

" Untung saja ilmu yang cayhe pelajari bukan termasuk golongan

Yang melainkan banyak kelunakannya" seru Ti Then dengan

perasaan amat senang. "Mungkin dengan berdasarkan golongan im

ini cayhe bisa membuktikan kalau ilmu yang cayhe pelajari bukan

berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng"..

"Sekarang silahkan siauw sicu memperlihatkan sedikit ilmumu

agar lolap bisa membuka sedikit mata lolap"

Ti Then segera berjongkok di samping batu cadas tadi, mulutnya

dengan perlahan didekatkan dengan batu cadas yang baru saja

ditekan dengan tangannya itu, laksana sedang meniup semangkok

kuah yang amat panas dia meniup batu cadas itu perlahan sekali.

Seketika itu juga batu cadas raksasa yang amat atos itu

berterbangan keempat penjuru dalam bentuk hancur lebur seperti

bubuk. Kiranya sewaktu tadi dia menekan batu cadas tersebut saat

itulah dia sudah membusukkan seluruh batu cadas itu, karena

kekuatan pukulannya termasuk golongan im inilah maka keadaan di

luar dari batu itu masih kelihatan utuh.

Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah amat hebat,

kemudian berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus

karena waktu ini dia sudah melihat kalau tenaga pukulan Ti Then ini

memang termasuk golongan lunak atau golongan im, Tetapi yang

membuat dia benar-benar merasa terperanyat adalah tenaga

pukulan dari Ti Then ternyata jauh lebih tinggi satu tingkat dari

kekuatannya sendiri, seorang pemuda yang baru dua puluh tahunan

sudah berhasil melatih ilmunya hingga mencapai taraf yang

demikian hebatnya sungguh merupakan suatu peristiwa yang mimpi

pun dia tidak pernah menduga.

Dia menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil

memenangkan hatinya dengan memperhatikan senyumannya yang

amat pahit ujarnya:

"Sunggguh lihay sekali, dengan usia siauw sicu yang masih

drmikian mudanya ternyata sudah berhasil melatih ilmumu hingga

mencapai taraf yang demikian tinggi sungguh sukar sekali sungguh

sukar sekali"

Ti Then segera membungkukan badannya memberi hormat.

"Apakah sekarang ciangbun Thaysu sudah percaya kalau ilmu

silat yang cayhe pelajari bukan berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng

itu??"

Di dalam hati sudah tentu Yuang Kuang Thaysu sudah percaya

seratus persen tetapi untuk melindungi sedikit wajahnya dia tidak

mau langsung memberikan jawabannya, dia tersenyum:

"Lolap masih ingin menyajal kepandaian silat dari siauw sicu sicu

sekali lagi harap siauw sicu mau meminyamkan pedang tersebut

kepada Lolap untuk digunakan sebentar"

Ti

Then

segera

melepaskan

diangsurkannya ujarnya sambil tertawa:

pedangnya

kemudian

"Sudah lama cayhe dengar ilmu pedang dari Ciangbun Thaysu

amat lihay, ini hari ada keberuntungan sungguh membuat cayhe

merasa sangat girang sekali."

Yuan Kuang thaysu hanya berdiam diri saja tidak menyawab,

setelah menerima pedang tersebut dia berjalan menuju ke puncak

yang teratas dan membabat putus sebuah pohon siong sebesar

rangkulan tangan sesudah membuang akar pohon itu, pohon yang

sepanjang lima depa dipotong potongnya menjadi tiga bagian

kemudian diangsurkan kepada Ti Then ujarnya: "Harap siauw sicu

melemparkan ketiga potongan pohon itu ketengah udara"

"Baiklah. . silahkan ciangbun thaysu bersiap-siap" sahut Ti Then

sambil mengangguk, kemudian menerima ketiga buah potong

pohon tersebut.

"Sekarang silahkan lemparkan potongan itu ketengah udara.."

Ti Then segera melemparkan potongan-potongan pohon

ketengah udara setinggi kurang lebih lima depa dia sudah tahu

Yuan Kuang Thaysu mau mendemontrasikan apa kerenanya dengan

gaya yang amat bagus dia melemparkan ketiga buah potongan

pohon itu ketengah udara dengan berpisah sehingga antara ketiga

potongan itu ada jarak sejauh tiga depa.

Yuan Kuang Thaysu berdiam diri hingga ke tiga buah gotongan

itu berada kurang lebih tiga depa dari permukaan tanah mendadak

dia bersuit panjang, tubuhnya meloncat ke atas sedang pedangnya

bagaikan kilat cepatnya dikebaskan beberapa kali di tengah udara

kemudian tubuhnya melayang kembali ke atas tanah.

Potongan pohon yang semula hanya tiga bagian itu kini sudah

berhasil dibabat putus menjadi enam bagian bahkan setiap bagian

sama panjangnya dan bekas potongannya rata semua.

Melancarkan serangan ditengah udara bahkan bisa memotong

tiga bagian batang pohon menjadi enam bagian yang sama

besarnya hanya di dalam sekejap mata hal ini boleh dikata sudah

mencapai pada taraf yang tertinggi tiada tara.

Bilamana pada setahun yang lalu Ti Then melihat demontrasi

ilmu pedang dari Yuan Kuang Thaysu ini pasti dia akan dibuat

terperanyat, tetapi ini hari sekali pun kepandaian ilmu pedang dari

Yuan Kuang Thaysu amat tinggi tetapi di dalam pandangannya hal

itu bukanlah suatu pekerjaan yang amat sukar hanya saja pada air

mukanya sengaja dia perlihatkan perasaan kagumnya, dengan keras

dia berteriak memuji.

Kali ini Yuan Kuang Thaysu tidak berani memperlihatkan

senyuman bangganya lagi, dia hanya tersenyum saja lalu

mengembalikan pedang itu ketangan Ti Then, ujarnya.

"Lolap tahu permainan barusan ini sangat jelek sekali, tetapi

bilamana tidak berbuat begini pasti tidak bisa melihat kelihayan ilmu

pedang dari siauw sicu." Ti Then segera menerima kembali

gedangnya dengan menggunakan sepasang tangannya.

"Kepandaian dari cayhe mungkin

kepandaian dari ciangbun thaysu"

tidak

bisa

memadahi

"Bilamana siauw sicu berbicara demikian lagi berarti juga sedang

menyindir diri lolap"

Ti Then tidak mau banyak bicara lagi segera dia mengambil

potongan kayu yang lainnya kemudian diangsurkan ke tangannya.

"Cayhe juga akan ikut seperti apa yang ciangbun thaysu sudah

kerjakan-" Yuan Kuang Thaysu segera mundur tiga langkah ke

belakang.

"Silahkan bersiap sedia" serunya, kemudian batang pohon itu

dilemparkan ke tengah udara.

Di dalam hati dia agak sedikit lega karena dalam hati dia

menganggap bilamana Ti Then mau membabat putus satu batang

kayu tidak perduli bagaimana lihaynya paling banyak juga hanya

bisa membabat menjadi tiga bagian saja seperti dirinya.

Tetapi perasaan girang yang bermunculan di dalam hatinya di

dalam sekejap saja sudah lenyap tanpa bekas.

Terlihatlah tubuh Ti Then laksana seekor burung bangau yang

membumbung tinggi ke angkasa melompat setinggi tiga kaki lebih

kemudian gedang ditangannya laksana kilat cepatnya dikibaskan

tiga kali setelah itu baru melayang turun kembali ke atas

permukaan.

Potongan kayu yang melayang ditengah udara dengan tetap

menyaga keadaannya semula melayang terus ke bawah, tetapi

begitu mencapai permukaan tanah segera berpisah menjadi enam

bagian.

Yang berbeda dengan demonstrasi Yuan Kuang Thaysu tadi, dia

bukannya membabat putus kayu itu dengan berbentuk silang

melainkan lurus-lurus enam bagian yang sama bagian babatan amat

licin sekali.

Melihat kejadian itu Yuang Kuang Thaysu hanya bisa melelerkan

lidahnya di dalam hati dia merasa terkejut bercampur syukur, yang

membuat dia terkejut tak usah dikata lagi sedang yang membuat

dia bersyukur adalah dirinya masih bisa melihat gelagat dan cepat-

cepat mengubah keadaannya sendiri sehingga tak sampai bergebrak

dengan dirinya, jika sampai bertempur bukankah nama besar dirinya

selama ini akan ikut hancur hanya di dalam sekejap mata.

Ti Then yang melihat air mukanya penuh diliputi perasaan

terperanyat di dalam hati diam-diam merasa geli, segera dia

masukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, ujarnya sembari

merangkap tangannya memberi hormat.

"Apa Ciangbun thaysu masih ingin mencoba lagi??"

"Tidak perlu. . tidak perlu" sahutnya cepat sambil gelengkan

kepalanya berulang kali.

"Kalau begitu Ciangbun thaysu masih menganggap ilmu yang

cayhe dapatkan ini berasal dari kitab cusaka Ie Cin Keng?"

"Tidak" sekali lagi Yuan Kuang Thaysu gelengkan kepalanya

"Sekarang Lolap sudah tahu kalau kepandaian silat yang siauw sicu

saat ini bukanlah berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng, karena

kemahiran dan kelihayan dari kepandaian silat siauw sicu sekarang

sudah jauh melebihi ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie Cin

Keng tersebut."

Ti Then menjadi amat girang. "Kalau begitu bagus sekali."

"Ti siauw sicu masih muda tapi sudah berhasil memiliki

kepandaian silat yang demikian dahsyat sungguh membuat orang

lain sukar untuk mempercayainya." puji Yuan Kuang Thaysu.

"Terima kasih atas pujian dari Ciangbun thaysu, tapi di dalam hal

kepandaian silat kita harus mengutamakan juga akan pengalaman,

kini pengalaman yang cayhe dapatkan masih sangat cetek. bilamana

harus sungguh-sungguh bertempur mungkin belum merupakan

tandingan dari Ciangbun Thaysu"

Sudah tentu Yuang Kuang Thaysu tahu kalau perkataannya ini

hanya suatu hiburan buat dirinya di dalam hati dia merasa semakin

kagum lagi terhadap sikapnya ini. .

"Ha ha ha ha . ." dia tertawa tergelak dengan amat keras, "Siauw

sicu, jangan kira Lolap adalah seorang ciangbunyin dari suatu partai

besar lalu tidak bisa mengalami kekalahan, kita dari partai Siau lim

si tujuan yang terutama di dalam melatih ilmu silat adalah untuk

kesehatan badan kita dan bukan bertujuan untuk merebut nama

kosong, karena itu sekali pun dikalahkan orang lain tidak sampai

memasukkan hal ini ke dalam hati"

"Tetapi ini hari ciangbun thaysu belum kalah." bantah Ti Then

cepat.

"Siapakah suhumu apakah dapat siauw sicu beritahukan?"

"Suhu cayhe adalah seorang BuBeng Lojin"

"Bu Beng Lojin??" tanya Yuan Kuang Thaysu keheranan-

"Benar" sahut Ti Then mengangguk. "selamanya suhu hidup di

tanah pegunungan yang sunyi dan selama ini tidak pernah

memberitahukan namanya kepada cayhe."

Diam-diam Yuang Kuang Thaysu merasa amat heran tapi tidak

terlalu mendesak untuk menanyai lebih lanjut, ujarnya kemudian:

"Di dalam Bu lim saat ini semua orang bilang kepandaian silat

dari Si kakek pemalas Kay Kong Beng merupakan jagoan nomor

wahid, terapi jika dilihat dari Siauw sicu sekarang ini lolap berani

bertaruh kalau kepandaian silat dari suhumu pasti jauh berada di

atas kepandaian silatnya si kakek pemalas Kay Lo sicu."

Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab.

Yuan Kuang Thaysu segera merangkapkan tangannya di depan

dada untuk memberi hormat.

"Kesalah pahaman yang lalu membuat Siauw sicu menemui

berbagai kesulitan, di sini Lolap minta maaf terlebih dulu atas

kekhilafan tersebut."

"Tidak mengapa... tidak mengapa, kesalahan ini bukan terletak

pada diri ciangbun taysu sekalian " seru Ti Then dengan cepat.

Yuan Kuang Taysu menghela napas panjang.

"Hong siauw sicu itu-jadi orarg sungguh amat bahaya sekali,

tidak nyana dengan wajahnya yang begitu tampan dan gerak

geriknya yang begitu sopan selain mem punyai sifat serta hati yang

begitu licik, kejam dan banyak akal busuk"

"Heeii.. karena mau mencelakakan diri cayhe dia sudah

menyiarkan berita bohong ini akhirnya dari perbuatannya ini sudah

mencelakai dua puluh orang yang menemui ajalnya."

"Dua puluh orang?" tanya Yuan Kuang Thaysu dengan nada amat

terperanyat.

"Banyak orang Bu lim yang mendengar berita yang mengatakan

cayhe sudah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu lalu masing-

masing pada berdatangan untuk merebut kitab tersebut dari tangan

cayhe yang pertama-tama adalah si Menteri pintu serta Pembesar

Jendela dua orang anak buah dari si anying langit rase bumi mereka

berhasil cayhe lukai dan melarikan diri, setelah itu Kwan si Ngo Koay

yang akhirnya empat orang saudaranya mati di bawah pedangku,

lalu si majikan ular serta Kakek kura-kura, masing-masing

kehilangan sebuah lengannya, dan terakhir si anying langit rase

bumi berserta kedelapan belas orang malaikat iblisnya, hal ini

bahkan merupakan peristiwa yang terjadi kemarin hari, akhirnya si

anying langit Kong sun Yau beserta ke tujuh belas orang malaikat

iblisnya sudah pada binasa."

Yuan Kuang Thaysu begitu mendengar hal semacam ini begitu

selesai mendengar perkataan itu dia menjerit kaget.

"Omitohud . . omitohud. . tidak kusangka Hong Siauw sicu sudah

mencelakai orang begitu banyaknya. ."

"Nanti setelah sampai di dalam Benteng biarlah cayhe

perintahkan orang untuk memanggil Cang Bun Piauw. Ku Ie serta

Liuw Su cen untuk dimintai keterangan" Ujar Ti Then dengan

perlahan, "Dengan demikian ciangbun thaysu akan menjadi jauh

lebih jelas kalau urusan ini semuanya ditimbulkan oleh Hong Mong

Ling seorang."

Yuan Kuang Thaysu segera memungut kembali toyanya.

"Tidak perlu. . tidak perlu. Kesalah pahaman ini kita sudahi

sampai di sini saja, mari sekarang kita kembali ke dalam Benteng."

Demikianlah kedua orang itu segara berjalan menuruni puncak

selaksa Buddha kembali ke dalam Benteng.

Sesampainya di dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi ci To mau pun si

hwesio berwajah riang yang melihat wajah mereka berdua penuh

diliputi oleh perasaan girang di dalam hati merasa sangat berada

diluar dugaan.

Tetapi sesudah mendapatkan penjelasan dari Yuan Kuang Thaysu

apa yang sudah terjadi di atas puncak Selaksa Buddha barulah

mereka paham kembali akan kesalah pahaman ini.

Yuan Kuang Thaysu duduk lagi beberapa waktu di dalam Benteng

setelah itu barulah dia bangkit berdiri dan berkata.

"Karena ada perubahan yang terjadi di dalam benteng Pek Kiam

Po lolap tidak berani mengganggu terlalu lama. Haai, sekarang

silahkan Ti siauw sicu mengikuti lolap kembali ke dalam kota untuk

membawa kembali Hong siauw sicu."

Wi Ci To juga tidak menahan lebih lama lagi, segera dia pun ikut

berdiri:

"Baiklah" sahutnya kemudian "Besok pada pertemuan di atas

gunung Hoa san kita berbicara lebih banyak lagi."

Dia berhenti sebentar, kemudian secara tiba-tiba tambahnya:

"Sudah tentu kalau aku orang she Wi bisa hidup lebih lama lagi,

sampai waktunya pertemuan di atas gunung Hoa san"

Mendengar perkataan itu Yuan Kuang Thaysu menjadi melengak.

"Apa maksud dari perkataan Lo sicu ini?" Wi ci To tersenyum:

"Tidak ada arti yang istimewa, manusia bukanlah malaikat, siapa

yang kuat hidup lebih lama lagi di dalam dunia ini, Bukan begitu?"

"Dengan kepandaian dari Lo sicu yang sudah berhasil melatih

seluruh tubuhnya sudah tentu akan diberi panjang umur, untuk

hidup sampai usia seratus tahun belumlah menjadi suatu persoalan

yang sulit."

Wi Cio To hanya tersenyum tidak memberikan jawabannya lagi.

Demikianlah tua muda lima orang lalu berjalan meninggalkan

ruangan, Wi Ci To mengiringi tamu-tamunya sampai di depan pintu

Benteng barulah berhenti. Wi Lian In yang berdiri disisinya Ti Then

tiba-tiba angkat bicara: "Kau mau pergi dengan menunggang

kuda?"

"Tidak perlu" Jawab Ti Then segera. "Kuda Ang san Khek masih

berada dirumah penginapan Hok An, nanti sekalian aku naiki untuk

bawa kembali ke dalam Benteng".

Yuan Kuang Thaysu beserta si hwesio berwajah riang segera

berpamitan dengan Wi Ci TO, lalu bersama-sama dengan Ti Then

melanjutkan perjalanan menuju ke dalam kota Go bi. Ditengah

parjalanan, ujar si hwesio berwajah riang itu:

"Ti siauw sicu, waktu lalu pinceng sudah menaruh perasaan

curiga terhadap siauw sicu harap kau mau memaafkannya, hanya

sampai kini pinceng masih ada sesuatu hal yang tidak jelas, entah

siauw sicu memberikan penjelasannya"

"Baiklah. silahkan taysu berbicara."

"Urusan yang pinceng tidak paham adalah itu Hu Pocu Huang

Puh Kian Pek yang hidup berdampingan selama puluhan tahun

lamanya sebagai suheng te dengan Wi Pocu, bahkan jadi orarg jujur

dan mengutamakan keadilan, bagaimana kini bisa melupakan

hubungan suheng-te dengan diri Wi Ci To sebaliknya malah

menaruh simpatik dan membantu diri Hong Mong Ling?"

Mendengar pertanyaan ini Ti Then agak melengak.

"Bukankah soal ini sejak tadi Wi Pocu sudah memberi penjelasan

sejelas-jelasnya" si hwesio berwajah riang tersenyum.

"Wi Pocu bilang Ho Pocu Huang Puh Kian Pek terlalu sayang

terhadap diri Hong Mong Ling, tetapi penjelasan semacam itu sukar

membuat orang lain merasa puas"

Di dalam hati Ti Then tahu tujuan Huang Puh Kian Pek

bersekongkol dengan Hong Mong Ling adalah untuk membasmi

dirinya dari dalam Benteng Pek Kiam Po kemudian meneruskan

rencananya untuk mencari suatu barang pusaka yang tersimpan di

dalam Loteng Penyimpan Kitab tersebut, tetapi terhadap persoalan

ini bagaimana dia bisa menjelaskan kepada pihak lain ??

segera dia tersenyum sahut dengan perlahan:

"Sungguh maaf sekali, tentang hal ini cayhe tidak

untuk memberikan penjelasannya "

punya hak

" Kenapa?? " Desak si hwesio berwajah riang itu lagi.

Ti Then merasa pertanyaan ini menggelikan, terpaksa dengan

serius dijawabnya.

"Karena cayhe sendiri juga tidak paham kenapa Hu Pocu Huang

Puh Kian Pek mau berbuat demikian"

"Apakah di dalam waktu waktu ini diantara mereka suheng te

sering ada percekcokan??"

"Tidak tahu, Cayhe baru memasuki Benteng Pek Kiam Po selama

dua bulan saja di dalam dua bulan ini ada ada setengah bulan

lamanya tidak berada dalam Benteng, karenanya apakah diantara

Wi Pocu dengan Hu pocu Huang Puh Kian pek sering ada

percekcokan cayhe sendiri sama sekali tidak tahu"

"Wi Ci To jadi orang jujur dan mengutamakan keadilan sehingga

dihormati oleh semua orang di dalam Bu lim" Tambah si hwesio

berwajah riang itu lagi.

"Bilamana di dalam peristiwa Wi Pocu tidak memberikan

keterangan yang masuk akal mungkin akan menimbulkan dugaan

yang simpang siur di dalam Bu lim."

"It sim hati-hati kalau berbicara" Tiba-tiba Yuan Kuang thaysu

membentak keras, memotong pembicaraannya.

Air muka si hwesio berwajah riang segera berubah memerah, dia

tidak berani melanjutkan kembali kata-katanya.

Ti Then yang melihat air mukanya sangat tidak enak segera

mengubah bahan pembicaraan.

"Oooh yaah benar, tadi sewaktu masih berada di dalam Benteng

Wi Pocu pernah membicarakan soal pertemuan yang diadakan di

atas gunung Hoa san setiap pembukaan tahun, sebetulnya

dikarenakan urusan apa??"

"Itu hanya suatu pertemuan persahabatan saja" jawab Yuan

Kuang Thaysu mengangguk. "Pertemuan ini timbul dari pikiran Wi

Lo sicu pada dua belas tahun yang lalu, dia mengajak si kakek

pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Bu tong Pay Ling Cing

cinyien beserta lolap untuk setiap tiga tahun mengadakan satu kali

pertemuan di atas gunung Hoa san untuk saling tukar pikiran dan

minum arak. hal ini hanya terbatas pada pembicaraan persoalan Bu

lim serta hubungan persahabatan diantara kita berempat saja."

"Apa juga membicarakan kepandaian silat?" tanya Ti Then-

"Tidak. walau pun kita membicarakan persoalan Bu lim tetapi

sama sekali tidak pernah menyinggung soal ilmu silat karena semua

orang tidak ingin terjadi perselisihan karena persoalan tersebut."

"Kalau memangnya hanya untuk mengikat persahabatan saja,

buat apa harus diadakan setiap tiga tahun sekali bahkan memilih

tempat gunung Hoa san yang begitu jauh letaknya?" tanya Ti Then

lagi.

"Siauw sicu kau tidak tahu, pertemuan semacam ini sangat

menyenangkan sekali, apalagi anak murid dari Wi Lo sicu, Butong

mau pun siauw limpay amat banyak dan bersama-sama melakukan

perjalanan di dalam Bu lim, bagaimana pun juga tidak terhindar dari

bentrokan-bentrokan, bilamana diantara kita bertiga mem punyai

suatu ikatan persahabatan yang erat dengan sendirinya urusan bisa

dibereskan dengan amat mudah sekali."

Ti Then yang mendengar akan hal ini tanpa terasa sudah

anggukkan kepalanya berulang kali.

"Ehmm, jika dipikir secara begini pertemuan itu sungguh menarik

sekali"

"Kita berempat sudah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali

di atas gunung Hoa san" sambung Yuan Kuang Thaysu lagi

"Dikarenakan banyaknya orang Bu lim yang tahu akan pertemuan di

atas gunung Hoa san inilah membuat pertemuan kita ini bertambah

lagi dengan suatu urusan"

"Urusan apa?" potong Ti Then cepat.

"Ada berapa orang kebanyakan ilmu silat mereka biasa saja,

dengan meminyam kesempatan sewaktu kami berempat

mengadakan pertemuan di atas gunung Hoa san untuk

membereskan persoalan mereka dan memintakan keadilan bagi

mereka sehingga banyak urusan yang sudah kami bereskan. Tapi

lama kelamaan orang yang naik ke atas gunung semakin lama

bahkan semakin banyak.

Demikianlah sejak itu orang-orang bulim telah menganggap

pertemuan kita berempat di atas gunung Hoa san merupakan suatu

pertemuan bu lim untuk menegakkan keadilan."

Yuan Kuang thaysu mengangguk "Hanya saja orang-orang yang

minta bantuan semakin lama semakin banyak membuat kami

merasa sedikit kewalahan juga."

Demikianlah mereka bertiga sama-sama melakukan perjalanan

sembari berbicara, tidak terasa setengah jam sudah dilewatkan

dengan amat cepat sedang mereka pun sudah tiba di dalam kota Go

bi.

Ti Then mampir ke penginapan Hok An terlebih dulu untuk

membereskan rekeningnya, sesudah menuntun kuda Ang shan

Kheknya barulah bersama-sama Yuan Kuang thaysu bertiga berjalan

menuju ke kuil Kuang Hoa si.

sesampainya di depan kuil Kuang Hoa si terlihatlah seorang

hwesio kecil dengan tergesa-gesa lari masuk untuk memberikan

laporan, tidak lama kemudian majikan dari kuil Kuang Hoa si beserta

seorang lohan berjalan keluar menyambut kedatangan ciangbunyin

dari partai siauw lim ini, sehabis bercakap-cakap sebentar dengan

majikan kuil barulah Yuan Kuang Thaysu berkata kepada seorang

lohan yang berada disisinya itu.

"Bu In, kau pergi bawa Hong siauw sicu kemari"

Lo han yang bernama Bu In itu segera memperlihatkan air muka

yang serba susah.

"Apakah ciangbun thaysu mau serahkan Hong siauw sicu kepada

pihak Benteng Pek Kiam Po??"

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu sembari tersenyum, "urusan

sudah dibikin beres, Ti siauw sicu ini memang betul-betul tidak

pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng"

"Tetapi, tetapi..." seru Lo Han itu gugup.

Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah hebat, ujarnya

dengan nada serius: "Apanya tetapi. . tetapi, cepat bawa Hong

siauw sicu kemari"

Air muka Lo Han itu segera berubah jadi merah padam seperti

kepiting rebus, serunya dengan semakin gugup:

"Tecu sedang bersiap-siap melaporkan hal ini

Ciangbunyien, itu Hong siauw sicu itu sudah melarikan diri"

kepada

Mendadak Yuan Kuang Thaysu bangkit berdiri dengan perasaan

gusar bercampur terkejut bentaknya:

"Apa?? dia sudah melarikan diri?? Kalian yang lepaskan dia pergi

jauh??"

"Bukan. . bukan. . bukan. ." seru Lo han yang disebut "Bu In" itu

"Tecu sakalian sudah menerima perintah dari Ciangbunyin

bagaimana berani melepaskan pergi?? dia melarikan diri dengan

menggunakan akal licik"

"Kurang ajar." Teriak Yuan Kang Thaysu dengan amat gusar:

"Kalian delapan belas orang ternyata seorang pun tidak ada

gunanya, hanya seorang saja tidak bisa menyaga."

" Urusan adalah demikian, tecu sekalian sesudah membawa dia

datang kemari, lalu membantu mencegah darah yang mengalir

keluar, setelah itu dia minta dihantarkan kekamar belakang, Bu sim

suheng lalu membantu dia melepaskan jalan darahnya yang tertotok

tapi dia bilang luka pada kakinya sangat sakit tidak bisa berjalan

sendiri, dia minta Bu tim suheng membimbing dia ke belakang, Tecu

sekalian yang melihat dia sukar untuk berjalan sendiri lalu

memperhatikan gerak geriknya sehingga hanya Bu sin seorang saja

membimbing dia ke belakang. setelah lewat lama Tecu sekalian

tidak melihat dia kembali juga lalu menyusul ke belakang, terlihatlah

Bu sim suheng seorang diri berdiri di depan Hei ketika tecu sekaLian

masuk ke dalam saat itu baru tahu kalau dia sudah melarikan diri

dari tempat tersebut."

" Goblok. . goblok. Kalian semua goblok." teriak Yuan Kuang

Thaysu dengan perasaan amat gemas. .

"Bu sim suheng sekalian segera melakukan pengejaran ke empat

penjuru, tetapi sampai sekarang belum kembali juga. Tetapi luka

dari Hong siauw sicu amat parah, dia tidak mungkin bisa lari terlalu

jauh dari sini, kemungkinan sekali masih bisa mengejar dia

kembali."

"Mereka sudah mengejar beberapa lama?"

"Kurang lebih ada dua jam lamanya"

"Hmmmm." dengus Yuan Kuang Thaysu dengan dingin. "Tentu

dia berhasil meloloskan dirinya dari kejaran mereka, kalau tidak

mengapa sedemikian lamanya masih belum kembali."

Pada wajah Lo han itu kelihatan muncul perasaan menyesal dan

malunya, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa

mengucapkan sepatah kata pun juga. Dengan perlahan Yuan Kuang

Thaysu menoleh kearah Ti Then, ujarnya:

"Ti siauw sicu harap berlega hati, orang itu kita yang loloskan

maka Lolap bertanggung jawab untuk menawan dia kembali"

"Tidak mengapa. . tidak mengapa" jawab Ti Then cepat.

"Bangsat cilik itu jadi orang memang sangat licik dan banyak akal,

sukar untuk dihadapi, ini hari bilamana ciangbun taysu tidak bisa

berhasil mebawan dia kembali sudahlah tidak mengapa"

"Tidak" potong Yuan Kuang Thaysu dengan tegas. "Lolap pasti

akan tawan dia kembali untuk diserahkan ke dalam Benteng kalian"

Ti Then tidak mau berdiam lebih lama lagi ditempat itu segera

dia berpamitan.

"Kemungkinan sekali bangsat cilik itu masih bertembunyi di

dalam kota, biarlah cayhe ikut mencari dirinya"

Sehabis berkata dia merangkap tangannya memberi hormat

kepada Yuan Kuang Thaysu, majikan dari kuil Kuang Hoa si serta

salah satu Lo Han dari kedelapan belas Lo han itu, kemudian baru

putar tubuhnnya berialu dari sana.

Setelah keluar dari kuil Kuang Hoa Si dengan menunggang kuda

Ang Shan Khek dia berlari dengan cepatnya menuju ke rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan-

Di dalam hatinya dia tidak bermaksud untuk menawan Hong

Mong Ling dan dibawa kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po

untuk dijatuhi hukuman mati oleh Wi Ci To, dia hanya ingin

menawan dia kembali untuk ditanyai sesuatu hal, menanyai kenapa

dia bersama-sama dengan Huang Puh Kian pek mem punyai

rencana untuk bunuh dia, apa sebenarnya rencana yang terkandung

dalam hati Huang Puh Kian Pek.

Wi Ci To pasti tahu apa rencana yang terkandung dalam hati

Huang Puh Kian Pek, tapi untuk menyaga agar rahasia ini tidak

sampai bocor, dia mau tak mau terpaksa harus mendesak Huang

Puh Kian Pek untuk bunuh diri.

Sekarang saat ini hanya Hong Mong Ling seorang saja yang

mungkin tahu rencana yang terkandung di dalam hati Huang puh

Kian Pek, sedang rencana yang terkandung dalam hati Majikan

patung emas kemungkinan sekali mirip dengan apa yang

direncanakan oleh Huang puh Kian pek. maka bilamana dia berhasil

menawan Hong Mong Ling kemungkinan sekali akan segera tahu

rencana rencana apa saja yang akan diberikan Majikan Patung emas

kepadanya untuk dilaksanakan di dalam Benteng Pek Kiam Po.

Karena itulah dia sangat berharap bisa menawan kembali Hong

Mong Ling.

Di dalam sekejap mata dia sudah tiba di depan pintu rumah

pelacuran Touw Hoa Yan. Ti Then cepat-cepat meloncat turun dari

atas kuda dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah. setelah

berhadap-hadapan dengan Ku ie dengan air muka adem ujarnya. "

Kalian sudah sembunyikan dia di tempat mana?"

sejak semula Ku Ie sudah tahu apa yang sudah terjadi, kini

melihat Ti Then berjalan masuk dengan air muka penuh diliputi

Nafsu untuk membunuh, saking takutnya seluruh badannya sudah

pada gemetar dengan amat keras.

"Ti ...tidak. tidak... kami tidak menyem... menyembunyikan Hong

siangkong..."

"Omong kosong" Bentak Ti Then dengan gusar.

Hampir-hampir Ku Ie jatuh berlutut di hadapannya saking

takutnya, dengan nada setengah merengek serunya.

"Sungguh, sungguh berani mati. sejak Hong siangkong dikejar Ti

siangkong tadi pagi, sampai kini. . belum pernah kembali lagi, kalau

tidak percaya silahkan. . silahkan periksa. ."

-0000000-

SEJAK TADI Ti Then sudah menduda kalau Hong Mong Ling tidak

mungkin berani kembali kerumah pelacuran Touw Hoa Yuan ini lagi,

tujuannya datang kemari hanya ingin mengetahui sedikit jejak dari

Hong Mong Ling saja, segera dengan berat dia mendengus:

"Kalau begitu" ujarnya dengan keren " Cepat beri jawaban

dengan berterus terang, di dalam kota ini selain Cang Bunpiauw

seorang dia masih punya berapa sahabat lagi?"

"Ti... tidak ada...tidak...ada. ." Berulang kali Ku Ie

menggelengkan kepalanya "Hong siangkong hanya berkenalan

dengan Cang kongcu seorang, dia tidak punya kawan yang kedua"

"Dimana rumahnya Cang Bunpiauw itu?" bentak Ti Then lagi.

"Dekat dengan pintu kota sebelab utara, sesampainya di sana

asalkan Ti siangkong bertanya pasti akan tahu."

Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.

"Aku lihat lebih baik kalian ikut mendoakan agar aku dengan

lancar berhasil menawan dia kembali, kalau tidak...Hmm Hmm"

Ku Ie semakin dibuat ketakutan, giginya berkeretuk sedang

wajahnya berubah pucat.

"Baik . . baik. ." teriaknya dengan gemetar "Kepandaian dari Ti

siangkong amat lihai, pasti bisa menawan dia kembali"

"Hmmm, sama sekali aku tidak menduga kalau nyali kalian begitu

besar ternyata berani mencari gara-gara dengan pihak benteng Pek

Kiam Po"

"Tidak. . tidak . . ." seru Ku Ie cemas sembari gelengkan

kepalanya berulang kali "sekali pun kita memiliki nyali yang lebih

besar pun tak berani bermusuhan dengan pihak Benteng Pek Kiam

Po, Ti siangkong kau tahu Hong siangkorg itu ada orang amat galak

dan kejam, waktu itu kami berdua berani mengunjungi Benteng Pek

Kiam Po sebetulnya karena dipaksa bilamana kami tidak mau

mendengarkan omongannya dia mau membakar habis rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan kami, maka kami berdua terpaksa ikut

perintahnya."

"Hm . . lain kali jikalau dia datang kerumah pelacuran Touw Hoa

Yuan kalian lagi kau harus kirim orang beritahukan kepada orang-

orang orang benteng Pek Kiaw lo, tahu tidak" gertak Ti Then

"Baik . . baik .... tahu. . tahu" sahut Ku Ie sambil anggukkan

kepalanya berulang kali.

Setelah itu barulah Ti Then putar tubuhnya berjalan keluar dari

rumah pelacuran itu dan menuju ke pintu kota sebelah Utara.

sesampainya di dekat pintu kota sebelah utara dengan mudahnya

dia berhasil menemukan rumahnya Cang Bun Piauw.

Terlihatlah di depan piutu rumah yang amat megah itu berdiri

seorang pelayan dengan angkernya, cepat dia berjalan ke depan

sambil tanyanya: "Hei kongcu kalian ada dirumah tidak"

Mendapat tegoran yang kasar itu pelayan tersebut segera

melototkan matanya bulat-bulat.

"Kau berbicara sama siapa?" bentaknya dengan gusar.

"Dengan kau." seru Ti Then tidak mau kalah sedang tangannya

dengan keras menepuk pedang yang tergantung pada pinggangnya.

Agaknya pelayan itu tidak berani bersikap kasar lagi, setelah

melihat gerak gerik dari Ti Then yang angker ini cepat-cepat dia

tertawa paksa.

"oh betul. . betul, siangkong tentunya teman baik kongcu kami,

entah siapa namanya?"

"Aku orang she Ti"

"Ooh, oh . . . kiranya Ti Kongcu adanya" jawab pelayan itu sambil

memperlihatkan tertawanya yang dipaksakan. "sungguh tidak

beruntung kongcu kami sedang minum arak dengan seorang teman

di atas loteng Go bi lo . . silahkan Ti Kongcu tunggu sebentar di

dalam biarlah hamba pergi panggil dia kemari."

"Tidak usah, biar aku pergi cari sendiri"

Tidak menanti jawabannya lagi dia meloncat naik ke atas

kudanya dan melarikan tunggangannya itu dengan cepat menuju ke

loteng Go bi.

Loteng Go bi merupakan rumah makan dimana untuk pertama

kalinya dia bertemu dengan Hong Mong Ling, sesampainya di depan

pintu rumah makan itu segera terlihat ada seorang pelayan yang

maju menyambut kedatangannya. sembari meloncat turun dari

kudanya tanya Ti Then cepat: "Apakah Cang kongcu ada di atas

loteng?"

"Ada, ada" jawab pelayan itu, "Silahkan kongcu serahkan itu

kuda kepada hamba"

"Aku hanya mau cari Cang kongcu untuk berbioara beberapa

patah kata saja, setelah itu segera mau berangkat."

Sambil berkata dia serahkan tali les kudanya kepada pelayan itu

lalu berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.

setelah berada ditingkat kedua dalam sekali pandangan saja dia

sudah melihat si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piau sedang minum

arak dengan dua orang komplotannya,

Waktu itu Cang Bun Piauw duduk membelakangi tangga loteng

sehingga dia tidak melihat Ti Then sudah berada di loteng.

Tampak

tangannya

sedang

erat-erat

di

atas

meja

memperlihatkan gaya sedang berkelahi, ujarnya kepada kedua

orang komplotannya itu:

"Demikianiah dia tangkap tangannya kemudian hanya terdengar

suara Bluuuum, dia sudah jatuh terlentang di atas tanah"

"Sungguh lihay sekali, lalu bagaimana?" tanya seoragg pemuda

yang kurus kering.

"Kemudian Heey..hey.Jangan kata nangkap lagi, bangsat anying

kecil yang kurang ajar itu ternyata berani berlaku dengan aku Cang

Bun Piauw, dia menyambar secawan arak dan disambitkan ke atas

kepalaku, lalu.. lalu sesudah dia tahu siapakah aku orang cepat-

cepat jatuhkan diri berlutut untuk minta maaf bahkan masih suruh

Pek Kiam Pocu yang punya nama terkenal itu datang kerumahku

untuk minta maaf"

"Hi hi hi. . kau sedang berbohong bukan?" ujar seorang pemuda

yang gemuk seperti babi sedang tertawa cekikikan "Semua orang

mungkin takut dengan ayahmu tetapi aku kira Pek Kiam Pocu tidak

akan takut, orang lain merupakan manusia yang bisa pergi datang

tanpa meninggalkan bayangan, dia mau bunuh orang cukup angkat

jarinya saja kenapa harus takut dengan kalian ayah beranak??"

Cang Bun Piauw menjadi kurang senang ketika mendengar

kawannya tidak mau percaya.

"Bilamana kau tidak percaya lain kali jikalau bertemu dengan

bangsat cilik itu aku akan memaksanya di hadapan kalian, coba

tanya padanya apa dia pernah merengek-rengek kepada Pek Kiam

Pocu untuk wakili dia minta maaf kepada ayahku."

Mendengar ocehan yang tidak karuan itu, diam-diam Ti Then

merasa geli bercampur gemas, segera dia berjalan mendekati Cang

Bun Piauw itu sembari ujarnya. "Bangsat cilik itu sudah datang"

Mendengar suara itu Cang Bun piauw segera menoleh, tetapi

ketika dilihatnya Ti Then yang datang air mukanya segera berubah

hebat.

Sesudah termangu- mangu beberapa waktu lamanya barulah

dengan gugup dia bangkit berdiri, ujarnya.

"Ooh. oooh ..kiranya Ti heng, silahkan duduk silahkan duduk" Ti

Then tidak mau menggubris dirinya, kepada kedua orang pemuda

itu tanyanya.

"Yang tadi dia ceritakan sebagai bangsat cilik apakah bernama Ti

Then?"

Kedua orang pemuda itu tidak tahu kalau dia adalah Ti Then,

segera bersama-sama mengangguk:

"Benar, siapakah kamu orang?"

"Cayhe adalah Ti Then" sahutnya sembari tersenyum.

Jilid 16.2: Isi Loteng penyimpan kitab

Pemuda yang sangat gemuk seperti babi itu segera tertawa

terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggungnya Cang Bun

Piauw ujarnya:

"Bagus sekali, sekarang orangnya sudah datang coba kau

tanyakan biar kami dengar"

Air muka Cang Bun Piauw seketika itu juga berobah menjadi

pucat kehijau-hijauan, giginya bentrokan sendiri seperti sedang

berkelahi.

"Ti. . Ti heng" serunya ketakutan. "Siau-te hanya. . hanya bicara

guyon saja, kau. . kau jangan marah kepadaku. . mari mari biar

siauw te hormati Ti heng dengan secawan arak."

Sambil berkata dia mengangkat sebuah bangku ke hadapan Ti

Then lalu menyuguhkan secawan arak kepadanya. Ti Then tidak

mau gubris kepadanya: "Ayoh berlutut" tiba-tiba bentaknya dengan

keras.

Seluruh tubuh Cang Bun Piauw tergetar dengan amat kerasnya,

kemudian dengan wajah setengah merengek ujarnya:

"Ti Then orang budiman tidak akan menyalahkan kesilafan orang

kecil, buat apa harus berbuat begitu?"

"Berlutut" bentak Ti Then semakin keras sedang wajahnya

berubah menjadi amat seram.

Ketika Cang Bun Piauw melihat wajahnya sudah diliputi oleh

napsu untuk membunuh, dia tidak berani membangkang lagi,

sepasang kakinya menjadi lemas dengan serta merta berlutut di

hadapan Ti Then.

"Anggukkan kepalamu tiga kali" perintah Ti Then lagi.

Cang Bun Piauw tidak berani membantah, dengan benturkan

kepalanya keras-keras ke atas tanah dia menganggukkan kepalanya

tiga kali. setelah itu barulah Ti Then tertawa dingin.

"Sewaktu berada dirumah pelacuran Touw Hoa Yuan aku tidak

pernah minta maaf dengan kamu orang bukan?" ujarnya.

Dengan nada yang hampir menangis jawab Cang Bun Piauw. "Ti.

. tidak."

"Pernah tidak memohon kepada Wi Pocu untuk minta maaf

dengan ayahmu?"

"juga tidak" sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan

kepalanya rendah-rendah.

"Baiklah sekarang beritahukan kepadaku, kau sembunyikan

dirinya ditempat mana?"

Cang Bun Piauw menjadi melengak dia angkat kepalanya

kembali. "Kau menuduh aku...aku menyembunyikan siapa?"

"Jika kau berpura-pura lagi, akan sekali tebas potong kepala

anyingmu ini" bentak Ti Then sambil melototkan matanya.

saking terkejutnya seluruh tubuh Cang Bun Piauw gemetar

dengan amat keras dengan suara terputus-putus jawabnya.

"Ti. .Ti heng, ada. . ada perkataan ki.. kita bica.. bicarakan baik-

baik. . .ada. .perkataan kita bicarakan baik- baik. .a ku.. siaaute..

siauw te belum .... belum per.. pernah menyembunyikan. .

menyembunyikan siapa pun."

"Kau bangsat cilik, kau kira aku aku tidak berani bunuh kau?"

bentak Ti Then dengan gusar.

Cang Bun Piauw benar-benar mau menangis dibuatnya, dengan

suara yang serat parau ujarnya.

"Siauw te sungguh-sungguh tidak tahu Ti Then sedang

membicarakan soal apa, jikalau yang kau maksudkan adalah Nona

Liuw itu sampai saat ini dia masih berada di dalam rumah pelacuran

Touw Hoa Yuan dengan baik-baik"

"Yang aku tanyakan adalah Hong Mong Ling. Aku dengar katanya

dia bersembunyi di rumahmu"

Pada wajah Cang Bun Piauw segera perlihatkan perasaan

jengkel, teriaknya:

"siapa yang bilang? Waktu itu setelah siauw te kembali dari

Benteng Pek Kiam Po selama ini belum pernah bertemu dengan dia,

siapa bilang dia bersembunyi di rumahku?"

"Kalau ada lebih baik kau mengaku terus terang, kalau tidak jika

aku tahu kalau kau sedang berbohong aku akan mencabut setiap

ototmu"

"Sungguh tidak ada, bilamana Ti heng tidak percaya biarlah

siauwte sekarang juga menghantar Ti heng kerumahku"

Ti Then yang melihat dia betul-betul tak tahu urusan ini barulah

tersenyum. "Baiklah, sekarang kau boleh berdiri"

Perlahan-lahan Cang Bun Piauw bangkit berdiri, kepada kedua

orang pemuda itu dengan wajah serba susah ujarnya.

"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biar siauwte hantar

saudara ini ."

"Aku tidak jadi cari dia, sekarang kau boleh duduk kembali"

Potong Ti Then sembari tersenyum.

Cang Bun Piauw menjadi melengak. "Ti heng tidak jadi pergi?"

"Aku percaya kau tak berani menyembunyikan dirinya."

saat itulah Cang Bun Piauw baru menghembuskan napas dan

berani duduk.

Ti Then menepuk-nepuk pundaknya, ujarnya sambil tertawa.

"Ayoh duduk dan lanjutkan dongenganmu, tetapi tidak boleh

menggunakan namaku serta namanya Wi Pocu"

Seperti juga baru saja mendapatkan rejeki nomplok, dengan

bungkukkan badannya seratus delapan puluh derajat dia memberi

hormat berulang kali.

"Baik baik, siauwte tak berani . . .. tak berani. Tadi siauwte hanya

mengajak guyon dengan kedua orang kawanku ini. Heei. . heei.

Apakah Ti heng tidak duduk-duduk dulu untuk minum secawan

arak?"

Ti Then tak menyawab, segera dia putar tubuhnya turun dari

loteng itu, sesudah naik ke atas kudanya cepat-cepat dia kaburkan

tunggangannya itu kearah luar kota.

Tidak berhasilnya menawan Hong Mong Ling kembali membuat di

dalam hatinya diam-diam merasa sedikit kecewa tetapi dia sudah

ambil keputusan dia akan pergi mencari sendiri setelah memberi

laporan terlebih dahulu kepada Wi Ci To.

Sekembalinya ke dalam benteng Pek Kiam Po cuaca sudah

mendekat magrib,

Wi Ci To serta Wi Lian In yang melihat dia pulang kembali

dengan tangan kosong merasa amat heran, bersama-sama

tanyanya. "Dimana bangsat cilik itu?"

"Dia berhasil melarikan diri" jawab Ti Then tertawa pahit.

"Aku tahu" tiba-tiba ujar Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya

ke atas tanah "Tentu kau sengaja membiarkan dia melarikan diri"

"Bukan- . . bukan" bantah Ti Then- "Dia berhasil melarikan diri

dari pengawasan siauw- lim Cap Pwe Lo han"

Segera dia menceritakan keadaan dengan cara bagaimana Hong

Mong Ling menggunakan akalnya melarikan diri daripengawasan

siauw- lim Cap Pwe Lo Han di kuil Kuang Hoa si.

Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.

"Tidak perduli ia melarikan diri sampai ujung langit pun aku harus

menawan dia kembali"

"Yuan Kuang Thaysu sudah menyamin kalau dia akan menawan

dirinya kembali"

"Bagaimana dengan janyi kita kepada si rase bumi Bun Jin Cu

pada bulan depan" tanya Ti Then tiba-tiba.

"Lohu akan langsung menuju ke sana"

"Tetapi sirase bumi Bun Jin Cu juga berjanyi dengan boanpwe."

"Sampai waktunya Ti Kiauw tauw boleh berangkat langsung dari

sini, kita bertemu di atas gunung Kim Ting san"

"Ehmm. kita tunggu beberapa hari lagi, jikalau Siauw lim Cap

Pwe Lo Han tidak berhasil menawan dia kembali Lohu mau pergi

sendiri untuk menawan dia kembali"

"Tia, putrimu juga mau ikut" ujar Wi Lian In yang berdiri

disisinya. Wi Ci To termenung berpikir sebentar baru ujarnya.

"Di dalam beberapa hari ini bila mana para pendekar pedang

merah bisa kembali di dalam benteng semua kau sampai pada

waktunya boleh ikut Ti Kiauw tauw pergi, kalau tidak kau harus

tinggal di dalam benteng untuk jaga rumah."

Berbicara sampai di sini segera dia bangkit berdiri "Mari kita pergi

makan"

Tua muda tiga orang segera menuju ke ruang makan- Wi Ci To

dengan air muka serius berdiam diri tak mengucapkan sepatah kata

pun, hal ini entah dikarenakan kesedihan atas kematian sutenya

Huang puh Kian Pek atau karena tidak berhasil ditawannya kembali

Hong Mong Ling dan menjadi marah.

Melihat keadaan diliputi oleh

memecahkan kesunyian tersebut.

kesunyian,

Ti

Then

coba

"Pocu apakah jenasah dari Hu pocu sudah dikebumikan?"

"Ehmm sudah selesai" sahut Wi Ci To perlahan-

"Heei. . boanpwe betul-betul merasa bingung, kenapa dia bisa

melakukan pekerjaan seperti ini?"

Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya: "Hanya ada dua

kata: Kemungkinan sekali bersekongkolnya dia dengan Hong Mong

Ling masih ada tujuan lain-dan bukan terbatas pada soal karena

sayangnya serta simpatiknya".

Agaknya Wi Ci To tidak ingin membicarakan itu lagi, dengan

tawar jawabnya. "Jikalau ada lohu sendiri juga tidak ada tujuan

yang sebenarnya"

Mendengar kata-kata ini sengaja Ti Ten berkata lagi.

"Hong Mong Ling pasti tahu, bilamana siauw lim Cap Pwe Lo han

berhasil tawan dia kembali, kita bisa mengorek keterangan yang

lebih banyak lagi dari mulutnya"

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, mendadak dia

meletakkan kembali mangkok serta sumpitnya ke atas meja

kemudian meninggalkan perjamuan.

"Kalian teruskanlah untuk makan, lohu mau masuk ke dalam

kamar buku untuk beristirahat."

Selesai berkata dengan menggendong tangannya dia berlalu dari

sana.

Setelah dilihatnya bayangan Wi Ci To lenyap dari pandangan,

barulah Wi Lian In memperlihatkan senyuman pahitnya, ujarnya

kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih.

"Kau pikir apa tujuan dari Hu Pocu Huang puh Kiam pek

bersekongkol dengan Hong Mong Ling?"

Ti Then gelengkan kepalanya:

"Aku sendiri juga tidak tahu, seharusnya kau yang tahu karena

Hu pocu sudah bersama-sama dengan kalian selama puluhan tahun

lamanya, sedang aku baru kenal dengan dia selama dua bulan saja"

"Mari kita selidiki bersama-sama, langkah pertama yang

dilakukan mereka sesudah bersekongkol dengan Hong Mong Ling

adalah menculik aku pergi kemudian mengajak kau untuk bertemu

dengan mereka di atas gunung Fan Cin Gan, dia minta kau

beritahukan nama suhumu, mencatat semua kepandaian silat yang

kau miliki kemudian membuntungkan tangannya sendiri setelah itu

minta kau hantarkan semacam barang kepada suhumu, seharusnya

jika dipandang dari kejadian itu arah yang dituju mereka seharusnya

kau bukan aku, benar tidak??"

"Aku kira bukan demikian" Bantah Ti Then sembari gelengkan

kepalanya "Dia mengajukan empat syarat kepadaku diantara itu

hanya syarat yang meminta aku catat semua kepandaian silatku

serta meminta aku membawa semacam barang kepada suhu agak

mirip dikatakan sebuah syarat tetapi tentang soal kepandaian silat

hal ini sedikit tidak cocok"

" Karena aku sudah sanggupi untuk memberi pelajaran

kepandaian silat di dalam benteng Pek Kiam Po, walau pun dia

adalah Hu pocu tetapi dia pun boleh ikut berlatih dengan diriku.

Karena itulah aku kira syarat yang minta kucatatkan semua ilmu

silatku hanya merupakan suatu kedok saja untuk menutupi

rencananya sedangkan syarat yang menyuruh aku menghantar

sebuah barang untuk suhuku kemungkinan sekali dia bermaksud

untuk membunuh suhuku . ."

"Dengan alasan apa dia mau bunuh suhumu?" potong Wi Lian In

mendadak.

" Untuk menjelaskan hal ini terlebih dulu, kita harus

membicarakan syarat yang ketiga terlebih dulu, dia minta aku

buntungi salah satu lenganku, hal ini kemungkinan sekali

dikarenakan kepandaian silat yang aku alami amat lihay sehingga

merupakan seorang yang paling menakutkan bagi dirinya, dia

mengharapkan sesudah tanganku buntung sebelah maka hal

tersebut merupakan satu pukulan yang berat buat diriku sehingga

dengan begitu dia pun tak usah terlalu takut kepadaku, sedangkan

soal dia minta bawakan semacam barang untuk suhuku

kemungkinan sekali punya arti yang sama yaitu barang itu pastilah

semacam barang yang membinasakan, ketika suhuku menerima

barang-barang tersebut maka beliau segera akan binasa, hal ini

boleh dikata merupakan siasat sekali panah mendapat dua hasil.

Karena kepandaian silat dari seorang suhu pasti jauh lebih lihay dari

kepandaian silat muridnya, jikalau muridnya sudah di basmi tapi

suhunya tidak dibasmi sekalian, ini boleh dikata meninggalkan bibit

bencana buat dirinya sendiri"

"Heey, omong pulang pergi tujuannya itu sama saja yaitu hendak

membasmi dirimu bukan?" Ujar Wi Lian In sambil menghela napas

panjang.

"Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk. "Tetapi hal ini

bukanlah tujuan yang terakhir, kita bisa mengambil kesimpulan

bahwa sekongkolnya dia dengan Hong Mong Ling sama sekali bukan

dikarenakan perasaan simpatiknya terhadap Hong Mong Ling, sekali

pun hal ini timbul dikarenakan rasa simpatiknya maka dalam soal ini

dia semakin tidak punya alasan lagi untuk membinasakan diriku.

Maka itulah sebab-sebab dia mau membinasakan diriku pastilah di

karenakan aku."

"Aku merupakan penghalang besar bagi usahanya atau dengan

perkataan lain dia sudah merencanakan suatu rencana busuk

terhadap kalian ayah beranak. tetapi dengan munculnya aku secara

tiba-tiba di dalam benteng Pek Kiam po membuat dia merasa takut

aku mengganggu usaha mereka itu karena itulah dia mau

menyingkirkan nyawaku"

Wi Lian In yang mendengar penjelasan ini tidak henti-hentinya

mengangguk.

"Penjelasanmu sungguh sangat tepat sekali, tetapi dia sudah

merencanakan rencana busuk apa terhadap kami ayah beranak?..."

"Tentang ini aku tidak tahu tadi aku sudah berkata kalian ayah

beranak yang hidup dengan dia puluhan tahun lamanya sudah tentu

jauh lebih jelas daripada aku yg baru berkumpul dua bulan saja."

"Menurut apa yang kuketahui" ujar Wi Lian In lagi sambil

menggigit bibirnya kencang. "Dia sangat baik memperlakukan Tia,

walau Tia adalah pocu sedang dia adalah Hu pocunya tetapi selama

ini Tia selalu menganggap dia sebagai saudara sendiri, selama ini

tidak pernah cekcok atau segala apa pun omong yang jelas lagi

setiap rambut dan pohon yang ada di dalam benteng ini adalah milik

ayahku juga miliknya, aaai apa lagi yang membuat dia merasa tidak

puas?"

"Kemungkinan heei, perkataan ini sebetulnya aku tidak patut

mengatakan."

"Apa yang kau pikirkan cepat katakan saja, sekali pun apa yang

mau kau katakan memalukan kami ayah beranak aku juga tidak

akan menyalahkan dirimu karena kita saat sedang menyelidiki

persoalan ini"

Ti Then berbatuk-batuk kering terlebih dulu kemudian barulah

jawabnya.

"Ehmm. . aku sedang berpikir kau bilang setiap jengkal rumput

serta setiap batang pohon yang terdapat di dalam benteng Pek Kiam

po adalah miliknya ayahmu sama juga seperti miliknya, perkataan

ini kemungkinan sekali sedikit tidak benar, karena dalam benteng

agaknya masih ada barang yang dia sendiri dilarang untuk

mendekati"

Air muka Wi Lian In segera berubah. "Yang kau maksudkan

loteng penyimpan kitab itu?"

Ti Then hanya mengangguk tanpa memberikan jawabannya. Wi

Lien In menarik napas panjang.

"Kalau begitu tujuan yang utama dari Hu Pocu kemungkinan

sekali terletak di dalam loteng penyimpan kitab itu."

"Kemungkinan sekali memang benar" sahut Ti Then sambil sekali

lagi mengangguk. "Karena dengan kedudukannya sebagai Hu Pocu

ternyata tidak boleh mengetahui juga rahasianya ayahmu

bagaimana pun juga karena perasaan heran dan ingin tahunya bisa

berubah menjadi perasaan kurang puas."

"Perkataan dari Ti Kiauw tauw sedikit pun tak salah, tetapi di

dalam Loteng Penyimpan Kitab itu Lohu tidak mem punyai rahasia

apa-apa yang istimewa?" suara dari Wi Ci To secara tiba-tiba

muncul dari depan pintu ruangan tersebut.

Ti Then sama sekali menyangka kalau Wi ci To setelah pergi bisa

kembali lagi, mendengar perkataan itu dia menjadi amat

terperanyat, cepat-cepat dia bangun berdiri dan menghadap kearah

pintu ruangan.

" Harap Pocu suka memaafkan kelancangan dari boanpwe"

ujarnya terburu-buru minta maaf.

"Tidak mengapa" sahutnya tersenyum kemudian dengan langkah

perlahan dia berjalan masuk ke dalam, "Perkataan yang baru saja

kau ucapkan memang sangat benar."

Ti Then hanya menundukkan kepalanya tanpa memberikan

jawaban,jelas sekali pada air mukanya memperlihatkan perasaan

menyesal.

Dengan menggendong tangannya Wi Ci To berjalan pulang pergi

di dalam ruangan tersebut, lama sekali barulah ujarnya:

"Padahal jika dikatakan di dalam loteng penyimpan kitab itu tidak

terdapat semacam rahasia hal ini memang tidak benar, tetapi

rahasia yang terdapat di sana sebetulnya tidak ada sangkut pautnya

dengan orang lain, juga bukan merupakan barang mustika yang

berharga satu kota... sekarang mari kalian ikuti lohu."

Selesai berkata dia berjalan keluar dari dalam ruangan- .

Ti Then serta Wi Lian In yang mendengar dia akan memimpin diri

mereka berdua untuk masuk dan melihat-lihat Loteng Penyimpan

kitab itu di dalam hati tanpa terasa tergetar juga dengan amat

keras, bersamaan itu perasaan yang amat girang pun meluncur dari

lubuk hati mereka.

Terhadap diri Wi Lian In serta Ti Then, hal ini merupakan

harapan yang diidamkan setiap hari, apalagi terhadap diri Ti Then

sejak di ketahui olehnya kalau Wi Ci To memiliki sebuah Loteng

penyimpan Kitab yang melarang putrinya sendiri mau pun sutenya

untuk masuk ke dalam, di dalam hatinya sudah ambil kesimpulan

kalau tujuan dari majikan patung emas yang perintahkan dirinya

masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po ini terletak di dalam loteng

Penyimpan kitab itu, karenanya dia sangat mengharap bisa

mengetahui macam apakah barang yang dikehendaki itu, dia sangat

mengharapkan bisa mengetahui terlebih dulu gerakan selanjutnya

dari dirinya akan menimbulkan aktbat yang baik atau buruk

terhadap Benteng Pek Kiam Po.

Kini Wi Ci To secara tiba-tiba sudah melanggar aturannya yang di

pegang teguh selama puluhan tahun lamanya, dia ingin membuka

rahasia yang terdapat di dalam loteng penyimpan kitab ini, hal ini

membuat orang lain sama sekali tidak menduga.

Wi Lian In dengan air muka yang bersinar dan penuh perasaan

girang meletakkan kembali mang kok sumpitnya kemudian

mengikuti dari belakang.

Tua muda tiga orang hanya tidak lama kemudian sudah berada

diluar pintu loteng Penyimpan Kitab itu, dari dalam sakunya Wi ci To

mengambil keluar sebuah kunci yang amat aneh sekali bentuknya

kemudian dengan perlahan-lahan membuka gembokan di depan

pintu Loteng Penyimpan Kitab itu.

Beberapa orang pendekar pedang hitam yang menyaga di luar

Loteng Penyimpan Kitab itu ketika melihat pocu mereka hendak

membawa Ti Then serta Wi Lian In masuk ke dalam loteng tersebut

tanpa terasa pada wajah mereka sudah muncul perasaan terkejut

bercampur heran, karena mereka sudah menyaga diluar Loteng

Penyimpan Kitab ini selama puluhan tahun lamanya dan mereka

selama ini Pocu mereka sudah menuliskan larangan bagi setiap

orang untuk memasuki Loteng Penyimpan Kitab ini, sebaliknya

malam ini secara mendadak Pocu mereka sudah membawa Ti Then

serta putrinya masuk ke dalam Loteng itu, bukankah hal ini

merupakan suatu kejadian yang sangat mengherankan dan sangat

mengejutkan??

Sesudah membuka pintu loteng Penyimpan Kitab itu, barulah Wi

Ci To menoleh ke belakang dan berkata pada Ti Then serta Wi Lian

In.

"Kalian berdirilah yang jauh biar Lohu masuk terlebih dulu untuk

menutup semua alat rahasia yang terdapat di dalamnya, sesudah itu

kalian baru ikut masuk." . selesai berkata dia mendorong pintu

depan dan berjalan masuk.

Ruangan di bawah loteng penyimpanan kitab itu keadaannya

biasa saja, tanpa ada tempat-tempat yang terlalu istimewa, ruangan

itu tidak lebih hanya merupakan sebuah ruang tamu yang kecil.

Sesudah Wi ci To mendorong pintu berjalan masuk ke dalam

segera bisa kelihatan keadaan di dalamnya amat teratur sekali

bahkan diatur dengan gaya artistik yang merah tetapi dikarenakan

selama puluhan tahun lamanya tidak pernah dibersihkan maka

semua alat-alat yang ada di dalamnya kelihatan sudah menjadi kuno

bahkan setiap ujung tembok sarang laba-laba memenuhi semua

tempat, keadaannya sangat menyeramkan sekali mirip dengan

sebuah rumah setan saja.

Wi Ci To sesudah masuk ke dalam ruang tamu yang kecil, itu

hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tanpa bekas, di

dalam sekejap saja mendadak keadaan di dalam ruangan itu terang

benderang bagaikan siang hari saja, Wi Ci To dengan ditangannya

membawa lampu muncul di hadapan Ti Then serta Wi Lian In-

ujarnya: "Sekarang kalian boleh masuk"

Air mukanya di bawah sorotan sinar lampu yang dibawa kelihatan

amat cerah dan bersinar.

Ti Then mau pun Wi Lian In dengan membawa perasaan hati

yang tidak tenang mengikuti dengan kencang di belakangnya,

selama ini mereka membungkam di dalam seribu bahasa.

Setelah mereka memasuki ruangan tamu yang kecil itu seperti

juga baru saja memasuki suatu dunia yang diliputi oleh keseraman

dan kemisteriusan, seluruh tubuh mereka merasa amat dingin

sedang wajahnya sedikit mulai memucat.

Di samping sebelah kanan dari ruang tamu itu terdapat sebuah

tangga yang menghubungkan tempat itu dengan loteng lantai ke

dua, dengan membawa lampu Wi Ci To mulai berjalan menaiki

tangga itu ujarnya tiba-tiba: "Mari kalian ikut naik"

Ti Then merupakan orang kedua yang menaiki tangga tersebut,

setiap kali kakinya menginyak tangga tersebut di dalam hati terasa

suatu perasaan yang saugat aneh karena waktu inilah dia baru mau

percaya kalau disetiap sudut di dalam ruangan loteng penyimpan

kitab itu dimuat alat rahasia yang menyeramkan bahkan dia pun

tahu kalan alat rahasia itu tidak diatur dan dipasang sekitar tangga-

tangga itu saja bahkan disetiap jengkal tanah di dalam ruangan

tamu itu pun terdapat.

Luas ruangan itu jika dipandang dari luar kurang lebih ada tujuh

kaki sebaliknya ruangan kecil di dalamnya hanya ada tiga kaki saja,

artinya disekeliling tembok di dalam ruangan itu sudah dipasang alat

rahasia yang mendirikan bulu roma.

Tangga yang menghubungkan lantai-lantai pertama ke lantai

kedua ada delapan belas trap banyaknya, setelah melewati tangga

terakhir sampailah disebuah ruangan kamar baca yang begitu luas.

Di sekeliling ruang kamar baca ini terdapat rak tinggi besar, di

dalam rak itu berjajarlah beribu-ribu buah kitab, bahkan boleh

dikata selain kitab sama sekali tidak terdapat barang lainnya lagi.

Inilah keadaan dari ruangan loteng penyimpanan kitab yang

membawa kemisteriusan bagi setiap orang.

Tanpa terasa lagi Wi Lian In sudah mengeluarkan suara tertahan

yang penuh diliputi oleh perasaan terkejut bercampur kecewa,

gumamnya seorang diri: "Ternyata tidak ada apa-apanya"

Dengan perlahan Wi Ci To meletakkan lampu yang dibawanya ke

atas meja, ujarnya sembari tersenyum:

"Tidak ada apa-apanya, Ehmm loteng penyimpanan kitab dari

lohu ini sudah menyimpan berbagai macam kitab serta lukisan dari

pujangga-pujangga terkenal pada masa yang silam, banyak

diantaranya jarang bisa didapatkan ditempat luar, jika dibilang

dengan uang, mungkin berada di atas ratusan juta tahil perak."

"Tetapi." bantah Wi Lian In cemberut "Lukisan lukisan serta

tulisan-tulisan ini di dalam pandangan kami orang-orang Bu lim

sama sekali tidak berharga."

"Benar. tetapi lohu

sejak kecil lohu paling

berbagai lukisan dari

lohu barang-barang ini

memangnya punya kegemarannya begitu,

suka membaca buku dan gemar menyimpan

pujangga-pujangga terkenal, di dalam hati

sangat berharga sekali"

" Untuk menyimpan lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini, Tia

sudah memasang alat-alat rahasia disekeliling loteng ini, apa untuk

mencegah orang lain memasuk tempat ini??" sahut Wi Lian In

kurang puas.

"Tidak" sahut Wi Ci To geleng kepalanya, " lohu pasang alat-alat

rahasia ini sebetulnya untuk mencegah ada orang yang masuk ke

sini mencuri kitab-kitab serta lukisan tersebut di samping itu juga

untuk menyaga suatu rahasia lainnya"

"Rahasia apa??" tanya Ti Then serta Wi Lian In hampir

bersamaan-

Wi Ci To tidak segera memberikan jawabannya, sinar matanya

dengan tajam memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah Ti

Then mau pun Wi Lien In kemudian dengan air muka serius ujarnya.

"Sebelum Lohu membuka rahasia ini aku mau tanya padamu

terlebih dulu...In ji apakah kau mau percaya terhadap setiap

perkataan yang aku katakan???"

"Putrimu mau percaya" sahut Wi Lian In sambil mengaagguk.

"Bagaimana dengan Ti Kiauw tauw??" tanya Wi Ci To kemudian

sambil menoleh kearah Ti Then.

"Selama ini Pocu jadi orang sangat jujur, setiap perkataan mau

pun perbuatan semua pakai aturan, bagaimana boanpwe berani

tidak percaya?."

"Kalau begitu sangat bagus sekali, sekarang juga lohu mau

membuka suatu rahasia di hadapan kalian, setiap perkataan yang

aku katakan adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi, sama sekali

tidak ada perkataan bohong barang sepatah pun."

Selesai berkata dia berjalan menuju ke depan rak buku sebelah

selatan dan menyingkirkan sejilid kitab kemudian kelihatan

tangannya dimasukkan ke dalam rak buku itu, entah diapakan

mendadak dia mundur kembali ke belakang.

Dari belakang rak kitab itu segera terdengar suara gesekan

terbukanya pintu rahasia, sebuah pintu dengan perlahan-lahan

membuka kearah kanan.

Di belakang rak buku itu terdapat sebuah dinding kayu yang

menutupi tempat itu sedang di depan dinding tersebut tergantung

sebuah kain yang di sampingnya terdapat sebuah tali, agaknya kain

itu bisa ditarik untuk menyingkirkannya.

Agaknya Wi Ci To merasa sedikit keberatan untuk membuka

rahasia tersebut, dari mukanya jelas memperlihatkan dia merasa

sangat sedih bercampur bingung.

"Tia, barang apa di belakang kain tersebut? " tanya Wi Lian In

cepat, agaknya dia sudah tidak merasa sabar lagi.

Wi Ci To termenung berpikir beberapa saat lamanya, setelah itu

barulah ujarnya: "Coba kau tebak".

"sebuah pintu menuju keruang rahasia??"

"Bukan.." jawab Wi Ci To sambil menggelengkan kepalanya.

"Sebuah lemari rahasia??"

"Juga bukan..."

"Mungkin sebuah lukisan?" Tiba-tiba Ti Then nyeletuk.

"Benar, memang sebuah lukisan".

Selesai berkata dia maju ke depan menarik tali di sampingnya

untuk membuka kain penutup tersebut.

Begitu kain penutup itu terbuka, tidak salah lagi tampak sebuah

lukisan muncul di hadapan mereka, sebuah lukisan dari seorang

perempuan yang sangat cantik. Tanpa terasa Ti Then sudah

menarik napas panjang, pikirnya:

"Oooh Thian, ternyata di dalam dunia ada seorang perempuan

yang demikian cantiknya" Memang benar perempuan yang terdapat

di dalam lukisan itu memang mem punyai paras amat cantik, tapi

cantiknya bukan merupakan cantik yang mendebarkan hati,

menimbulkan hawa nafsu sebaliknya kecantikan parasnya adalah

bersih, suci dan sedikit pun tidak ada pengaruh aneh lainnya.

Wi Lian In melototkan matanya lebar-lebar dengan perasaan

terperanyat teriaknya, "Sungguh cantik sekali Tia, siapakah

perempuan ini ???"

"Dia she shu bernama Sim Mey".

Agaknya Wi Lian In belum pernah mendengar nama "Shu Sim

Mey" itu setelah mendengar kata-kata itu dia menjadi berdiri

tertegun. "Siapa dia?" tanyanya lagi.

"Rumahnya ada didesa He Liong cong di daerah Kauw shu."

Sekali lagi Wi Lian In dibuat tertegun. "Ah, dia satu kam pung

dengan Tia?"

Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk. dengan air muka sangat

sedih jawabnya: "Benar. sewaktu aku masih kecil kita adalah

bertetangga...."

"Kalian.. kalian punya ikatan perjodohan sejak kecil??" tanya Wi

Lian In gemetar, sedang air mukanya berubah hebat. sekali lagi Wi

ci To mengangguk.

"Hubunganku dengan dia boleh di gambarkan dengan syair Tiang

Han Hiong, dari penyair terkenal Lie Pak.."

Segera dia mulai bersyair dengan nada penuh golakan hati, air

mukanya berubah amat keren sedang mulutnya tak henti-hentinya

membaca isi dari syair tersebut.

Begitu dia selesai membaca syair tersebut tanpa disadari lagi air

matanya sudah menetes keluar membasahi wajahnya . "

Melihat Wi Ci To mengeluarkan air matanya, Wi Lian In menjadi

teramat heran bercampur terperanyat, ujarnya:

"Jadi Tia maksudku dengan Shu Sim Mey sudah menjadi suami

istri?"

"Tidak salah" jawab Wi Ci To dengan perasaan amat sedih

"sebelum aku kawin dengan ibumu terlebih dulu sudah menjadi

suami istri dengan shu sim Mey"

Wi Lian In merasakan hal ini merupakan suatu pukulan yang

berat bagi dirinya, tanpa dapat dicegah lagi dia melelehkan air mata

dengan perasaan sedih ujarnya: "Tia, kau sudah menipu ibu. ."

"Benar, aku sudah menipu ibumu" sahut Wi Ci To sambit

mengangguk. "Sekali pun aku sudah menjadi suami istri selama tiga

puluh tahun lamanya dengan dia, tetapi selama ini belum pernah

betul-betul mencintai dirinya, karena .... karena aku tidak bisa

melupakan Shu Sim Mey ini"

Dari sepasang mata Wi Lian In segera memancarkan perasaan

tidak puasnya, sambil melototi lukisan dari shu sim Mey itu ujarnya:

"Perempuan itu sekarang berada dimana?"

"Di dalam sebuah kuburan didekat kali Han san si."

Wi Lian In menjadi melengak. "ooh.. dia. .dia sudah meninggal?"

"Benar, dia meninggal dunia pada usia tujuh belas tahun, berarti

juga pada tahun ketiga setelah aku menikah dengan dia, shu sim

Mey telah meninggal dunia."

Perlahan-lahan Wi Lian In menghapus bekas air matanya.

"Bagaimana dia bisa meninggal?"

"Saking rindunya

meninggal?"

kepadaku

dia

menjadi

sakit

kemudian

"Hal ini berarti juga setelah Tia menikah dengan dia karena suatu

urusan sudah meninggalkan dirinya?" tanya Wi Lian In dengan

perasaan amat terperanyat.

"Benar, sesudah dia menikah dengan aku pada tahun kedua

karena aku sangat gemar belajar ilmu silat, maka aku lantas

meninggalkan rumah untuk mencari guru, sebetulnya hanya

rencana paling lama setengah tahun saja kemudian hidup kembali

bersama-sama dengan dia, tetapi pada bulan ketiga sesudah aku

meninggalkan rumah mendadak di atas gunung Tong-san sudah

bertemu dengan seorang jagoan aneh dari Bu lim dan dialah

sucowmu si Thiat Kiam ong atau kakek pedang baja suma song,

ketika dia melihat bakatku maka sesudah menerima diriku sebagai

ahli warisnya dan memberi pelajaran ilmu pedang, karena

perhatiannya yang tertuju pada ilmu pedang inilah sudah lupa untuk

kembali kerumah menengok dia, hanya di dalam sekejap saja satu

tahun sudah berlalu."

Perlahan-lahan dia menghela napas panjang, kemudian

sambungnya lagi: "Setahun kemudian aku baru teringat untuk

kembali ke rumah menengok dia, siapa tahu pada saat itulah

sucowmu sudah jatuh sakit dengan usianya sembilan puluh delapan

pada waktu itu ditambahkan secara tiba-tiba jatuh sakit membuat

aku harus merawat dia orang tua, karena itulah rencana untuk

pulang kerumah menengok dia menjadi terbengkalai. setengah

tahun lewat dengan cepat akhirnya sucouwmu wafat, setelah habis

aku membereskan layannya barulah dengan tergesa-gesa kembali

ke su Kho siapa tahu baru saja sampai dirumah aku baru tahu pada

setengah tahun yang lalu dia sudah binasa, die meninggal dunia

karena terlalu rindu kepadaku."

Berbicara sampai di sini dia menarik napas panjang-panjang,

agaknya luka di dalam hatinya kambuh kembali. Wi Lian In berdiam

diri tidak berbicara.

Ti Then sendiri pun terpaksa bungkam, diam seribu bahasa,

tetapi di dalam hatinya dia merasa ikut sedih dan tergerak oleh

cerita yang amat menyedihkan ini, dia masih mem punyai suatu

perasaan yang lain daripada yang lain, dia sama sekali tidak

menyangka di dalam Loteng Penyimpan kitab yang diduga

menyimpan berbagai rahasia ini ternyata hanya menyimpan suatu

kisah yang menyedihkan saja bahkan rahasia itu hanya menyangkut

pada "Urusan pribadi" orang lain.

Lama sekali Wi Ci To memandang wajah putrinya, setelah itu

baru tanyanya: "Inyie, kau benci terhadap dia?"

"Tidak. ."

"Kalau begitu kau benci terhadap aku??"

" juga tidak..."

Tanpa terasa Wi Ci To sudah menghela napas panjang.

" Kematiannya dikarenakan rindu padaku, sebetulnya kami

berdua saling cinta mencintai, dikarenakan kegoblokanku sendiri

sudah menghantarkan nyawanya, bilamana aku teringat kembali

akan persoalan ini di dalam hati seperti diiris-iris oleh berjuta-juta

batang pisau, sungguh menderita sekali."

Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi.

"sewaktu di dalam hati, hatiku marasa sedih sehingga sukar

dihilangkan beberapa kali aku sangat mengharapkan bisa melakukan

berbagai urusan yang bisa meringankan beban orang-orang Bu lim

tetapi hal ini semua sama sekali tidak berguna, asalkan bayangan

tubuhnya muncul kembali di dalam benakku maka sama sekali tidak

bisa hilang bilang, akhirnya.. Ehmmm, setelah delapan tahun dari

kematiannya aku baru bertemu dengan ibumu, tentang bagaimana

aku lalu kawin dengan ibumu tentunya kau sedikit mengetahui

bukan ??"

Wi Lian In dengan perlahan mengangguk:

"Tahu. ibu sekeluarga sewaktu kakekku lepas dari jabatan pulang

kam pung, ditengah jalan sudah bertemu dengan kaum perampok.

kakek dan nenek pada binasa sedang kawanan perampok itu mau

menodai ibu waktu itulah Tia sedang lewat di sana dan turun tangan

membunuh perampok-perampok itu tersebut dan menolong ibu,

dengan demikian ibu dengan ayah lalu kawin bukan begitu???"

"Benar. sebetulnya aku tidak punya niat untuk mengawani

ibumu tetapi saat itu ibumu sudah luntang lantung seorang diri

tanpa sanak famili bahkan secara diam-diam dia bertekad untuk

membalas budi ini dengan menggunakan tubuhnya, bilamana aku

tidak mau terima dia sebagai istrinya maka dia mau mati saja

makanya aku baru menerimanya. Tetapi walau pun aku berusaha

keras untuk mencintai ibumu bayangan dari su sim May tidak bisa

hilang- hilangnya dari benakku, adakalanya terang-terangan ibumu

yang berdiri di hadapanku, aku sudah salah melihat dia sebagai sub

Sim Mey, ada satu hari aku tidak betah untuk tidur diam-diam

mencuri lihat lukisan wajahnya, karena takut ibumu tahu maka aku

baru bangun Loteng Penyimpan Kitab ini dan menggantungkan

lukisannya di sini. setiap kali kalau aku rindu padanya lalu masuk ke

sini untuk memandang wajahnya selama setengah harian."

"Heeeey... Tak tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas

panjang, "Bilamana sejak dahulu kala Tia mau menceritakan urusan

ini mungkin sekali luka di dalam hati kau orang tua akan sedikit

menjadi sembuh."

" Tidak.. Aku tidak bisa melukai

seorang perempuan yang pendiam,

omonganku dan dengan sepenuh hati

hatiku sudah direbut orang lain dia

berduka hati."

hati ibumu, ibumu adalah

selamanya selalu menurut

mencintai aku, jika dia tahu

pasti akan merasa sangat

-ooo0dw0ooo-

Jilid 17.1: Mengejar Hong Mong Ling

Dia berhenti sebentar sesudah menghela napas panjang barulah

tambahnya.

" Karena itulah selama puluhan tahun ini aku tidak membiarkan

setiap orang masuk ke dalam loteng penyimpan kitab itu termasuk

juga kau dan Huang puh siok karena aku takut sesudah kalian tahu

rahasia ini lalu menceritakan kepada ibumu"

Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menoleh kearah Ti

Then.

"Tadi sewaktn masih berada di ruang makan Ti Kiauw tauw

menduga kemungkinan bersekongkolnya Hu pocu serta murid

murtad itu dikarenakan hendak mencuri sesuatu barang dari Loteng

penyimpan kitab ini kemungkinan memang benar, karena ketika

mereka melihat lohu dengan tegas melarang setiap orang masuk ke

dalam Loteng penyimpan kitab itu lalu di dalam alam pikiran mereka

mem punyai suatu dugaan kalau di dalam tempat ini pasti disimpan

barang-barang berharga yang sukar didapatkan. Heei. . Ini memang

kesalahan Lohu seharusnya setelah istriku meninggal Lohu harus

mengumumkan rahasia ini tetapi untuk itu Lohu masih takut kalau

urusan ini sampai melukai hati putriku karena itu sampai kini tidak

aku ceritakan terus, karena hal ini sudah mencelakakan seorang

sute yang sudah hidup bersama-sama dengan Lohu selama puluhan

tahun lamanya."

Dengan perlahan Wi Lian In menuding ke arah lukisan dari Shu

Sim Mey itu. tanyanya: "Dia . apakah sudah meninggalkan empat

puluh tahun lamanya? Waktu sudah lewat begitu lama kenapa Tia

masih selalu saja menyiksa diri??"

Dengan amat sedihnya Wle Ci TO menghela napas panjang.

" Walau pun dia sudah meninggalkan empat puluh dua tahun

lamanya, tetapi di dalam ingatannya ayahmu seperti juga peristiwa

yang baru terjadi kemarin hari"

"Sejak hari ini apakah Tia ingin terus memikirkan dirinya?" tanya

Wi Lian In lagi sembari bernapas panjang.

"Ulat sutera binasa karena seratnya dan musnah, lilin habis

apinya baru padam"

"Tia, kau terlalu menyiksa diri" seru Wi Lian In.

Wi Ci To tertawa pahit.

"Kau bukanlah aku sudah tentu tidak paham keadaan pikiran

ayahmu sekarang ini, kita sejak kecil main bersama, tumbuh

menjadi dewasa pun bersama-sama, dia sering berkata padaku

secara diam-diam: Dilangit dia rela menjadi sepasang burung

merpati, di tanah dia rela menjadi pohon seranting, tetapi saat itu

ternyata aku begitu rela meninggalkannya seorang diri, coba kau

bilang ayahmu harus merasa menyesal tidak.?"

"Tapi..." Bantah Wi Lian In lagi. "Orang yang sudah

meninggalkan tidak akan hidup kembali, buat apa Tia begitu

menyiksa diri untuk memikirkan dirinya terus menerus?"

Wi Ci To berdiam diri tidak menyawab, dia hanya menghela

napas panjang saja. "Tia, maukah kau orang tua sejak hari ini tidak

pikirkan dia kembali?"

Wi Ci To gelengkan kepalanya, dia tertawa pahit.

"Aku sering berusaha tidak memikirkan dirinya, tapi selamanya

tidak berhasil"

"Putrimu ada satu cara, hanya saja Tia mau melakukannya?"

"cara apa?"

"Bakar saja lukisan itu" Ujar Wi Lian In sembari memandang

tajam lukisan dari Shu Sim may itu.

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan suara

berat bentaknya:

“In-ji, jangan omong sembarangan”

"Pendapat dari putrimu itu sama sekali tidak

mendendam padanya, sebaliknya .."

punya maksud

"Tidak usah kau teruskan" potong Wi Ci To cepat.

"Kalau begitu sejak kini putrimu boleh memasuki Loteng

Penyimpan kitab ini bukan" tanya Wi Lian In lagi.

"Kau kemari mau berbuat apa??"

"Baca buku, bukankah di dalam Loteng ini disimpan berbagai

macam buku yang berharga? Kalau tidak dilihat terlalu sayang."

Dengan perlahan Wi Ci To menggelengkan kepalanya.

"Selamanya kau paling tidak suka membaca buku, jikalau kau

betul-betul mau membaca di dalam kamar bukuku masih tersedia

buku dalam jumlah cukup banyak."

"Jadi maksud Tia putrimu tidak diperkenankan masuk ke dalam

Loteng penyimpanan kitab ini lagi??"

"Benar" sahutnya mengangguk. "Lohu tak ingin ada orang yang

datang kemari untuk menganggu dia."

"Tetapi itu hanya sebuah lukisan saja, bukan manusia betul-

betul."

"Tetapi selama puluhan tahun ini Lohu selalu merasa bahwa dia

masih hidup di dalam Loteng Penyimpan kitab ini, setiap saat lohu

masih merasa kalau sukmanya masih tetap ada dan karenanya lohu

tidak ingin ada orang yang datang mengganggu dirinya, membuat

sukmanya terkejut dan meninggalkan tempat ini.."

Dengan pandangan yang tajam dan mengandung arti mendalam

Wi Lian In memandang wajah ayahnya, kemudian dengan air muka

penuh perasaan sedih ujarnya.

"Tia,jika kau orang tua terus menerus begitu, kemungkinan sekali

pada suatu hari bisa.... bisa. ." Akhirnya perkataan "Gila" berhasil

ditahan juga dan tidak bisa sampai diucapkan-

Wi Ci To segera menurunkan kembali kain penutupnya kemudian

menggerakkan alat rahasianya, menarik kembali rak buku itu ke

tempat semula setelah itu sambil mengangkat kembali lampu yang

ada di atas meja ujarnya: "Mari kita keluar"

Tua muda tiga orang segera turun dari loteng itu, sambil

mengunci kembali pintu Loteng dengan perlahan Wi Ci To angkat

kepalanya memandang cuaca yang sudah menggelap itu.

"Malam sudah larut, kalian pun harus kembali ke kamar untuk

istirahat"

Selesai berkata dengan menggendong tangan ia berlalu dari

sana, Ti Then serta Wi Lian In saling pandang, memandang tanpa

seorang pun yang mengucapkan kata-kata kemudian tanpa terasa

lagi suatu senyuman pahit menghiasi bibir mereka, setelah lewat

beberapa saat kemudian mereka berdua berpisah untuk kembali ke

kamarnya masing-masing.

Ti Then yang sekembalinya dari kamar segera dia duduk di atas

pembaringan dan berpikir dengan keras, dia sedang memikirkan

suatu persoalan yang amat penting, semula di dalam anggapannya

Majikan Patung Emas memperalat dia tujuannya tentu terletak pada

suatu barang pusaka yang disimpan dalam Loteng Penyimpan Kitab

pusaka itu, tetapi menurut apa yang dilihatnya sekararg ini barang

yang disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu bukan lain

hanyalah suatu rahasia pribadi Wi Ci To sendiri.. kalau memangnya

begitu lalu kenapa Majikan Patung Emas memerintahkan dia untuk

bergabung dengan pihak Benteng Pek Kiam Po kemudian

memperistri Wi Lian In, apa sebetulnya yang di arah ???

Apa mungkin Majikan Patung Emas pun sudah menganggap Wi

Ci To menyembunyikan suatu barang pusaka di dalam Loteng

penyimpan Kitabnya itu sehingga mau menggunakan kedudukannya

sebagai menantu untuk masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu

untuk mengadakan penyelidikan???

Tidak. Majikan Patung Emas menghendaki dirinya berlaku

sebagai Patung Emasnya tentu di dalam hatinya tersimpan suatu

rencana yang amat rapi Jikalau dia tidak tahu betul-betul barang

pusaka apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab

pusaka itu, tidak mungkin mau menggunakan tenaga yang begitu

besarnya.

Tapi jika dilihat cara bercerita serta perubahan mimik dari Wi Ci

To, jelas sekali dia bukan sedang berbohong.

Apa mungkin tujuan dari Majikan Patung Emas tidak terletak di

dalam Loteng penyimpan Kitab itu.

Sekali lagi dia terjerumus di dalam alam pikiran yang ruwet, alam

pikiran yang sangat kacau.

"Ti Kiauw tauw, ini air tehmu."

Si Locia itu pelayan tua dengan membawa cawan teh panas

bertindak masuk ke dalam kamar kemudian dengan amat

hormatnya menyodorkan cawan itu ke hadapan Ti Then..

Ti Then segera menerima cawan itu dan mulai meneguknya,

sedang pikirannya tetap diperas dengan segala tenaganya.

"Ti Kiauw tauw..." panggil si Lo-cia itu lagi sambil tertawa.

Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya. "Ada urusan apa?"

Si Locia tersenyum-senyum malu, lama sekali baru mendengar

dia berkata.

"Budakmu tadi dengar katanya Pocu sudah membawa siocia

serta Ti Kiauw tauw masuk ke dalam Loteng Penyimpan Kitab itu"

"Tidak salah" sahut Ti Then mengangguk.

"Sungguh heran, bagaimana Pocu bisa membiarkan orang lain

mememasuki Loteng penyimpan Kitabnya?"

"Agar semua orang tahu kalau di dalam Loteng penyimpan

Kitabnya itu tidak terdapat barang pusaka satu pun"

"Kalau memangnya tidak ada barang pusaka, kenapa selama ini

tidak membiarkan orang lain untuk masuk?"

"Aku hanya bisa memberitahukan padamu kalau di dalam Loteng

penyimpan kitab itu tidak terdapat barang apa-apa, sebaliknya

hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu"

"Hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu?" Tanya si Locia

setengah tidak percaya.

"Benar"

"Kisahnya bagaimana? " desak si Locia kembali.

"Aku hanya bisa memberitahukan padamu sekian saja, bilamana

kau mau mengetahui hal yang lebih jelas seharusnya pergi tanya

siocia sendiri"

Mendengar omongan itu Locia garuk-garuk kepalanya.

"Siocia tidak mungkin mau beritahu pada budakmu, dia sering

memaki budakmu terlalu banyak omong"

Ti Then tersenyum: "Kau memang terlalu cerewet"

"Tetapi budakmu berbuat demikian hanya terlalu memperhatikan

perkembangan pocu kita, kau harus tahu budakmu sudah mengikuti

pocu selama puluhan tahun lamanya, segala sesuatunya ..."

"Sudah ..sudah. . pocu kalian tidak ada urusan yang harus kau

sedihi, kau tidak per1u merasa kuatir hatinya, pergi tidur sana"

Lo cia segera menyahut berulang kali dan mengundurkan diri dari

sana.

Ti Then segera mengunci pintu kamarnya dan mengambil lampu

mendekati jendela untuk kirim tanda, tetapi sesudah dipikir

beberapa kali dia membatalkan kembali maksudnya itu, dia pikir

tentu Majikan patung Emas sudah mengetahui kalau dia telah

kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po sedang sebelum dirinya

menjadi suami istri dengan wi Lian In dia pun tidak akan

memberitahukan rencananya, karena itu dia merasa malas untuk

mengadakan hubungan, segera dia buka pakaiannya dan naik ke

atas pembaringan untuk beristirahat.

Dia sudah ada dua hari lamanya tidak tidur karena itu

semangatnya saat ini sudah luntur, tidak selang lama dia berbaring

ia sudah tertidur dengan amat pulasnya.

Entah sudah tertidur beberapa lamanya mendadak dia sadar

kembali dengan perasaan amat terperanyat.

Ketika dia buka matanya terlihatlah itu patung emas sudah

berdiri dengan angkernya di depan pembaringannya.

Tanpa terasa dia sudah menghela napas panjang, dengan

perasaan tidak puas bercampur mangkel gumamnya.

"Aku sudah ada beberapa hari lamanya tidak tidur, kenapa kau

tidak membiarkan aku tidur dengan nyenyaknya barang satu hari

saja?"

Suara dari Majikan Patung Emas segera berkumandang datang

dari atas atap. sahutnya dengan suara yang amat dingin:

"Aku ada perkataan yang harus diucapkan kepadamu"

Dengan lambat-lambat Ti Then bangkit berdiri: "Bukankah besok

malam masih bisa?" serunya kembali

"Bangsat cilik" Teriak Majikan Patung Emas itu setengah gusar.

"Kau jangan berberbuat begitu, kau adalah patung emasku,

bilamana aku tidak membiarkan kau tidur kau pun terpaksa harus

sadar terus."

"Bilamana patung emasmu binasa karena kelelahan?"

Majikan patung emas segera tertawa dingin.

"Dengan usiamu seperti sekarang kau tidak akan binasa karena

kelelahan, sekali pun sepuluh hari tidak tidur pun tidak mengapa"

"Di dalam keadaan gusar aku bisa mengambil keputusan

pendek." ancam Ti Then tak mau kalah.

"Aku tahu kau tidak akan melakukan bunuh diri, karena di dalam

benakmu masih ada urusan yang belum diselesaikan."

Ti Then segera mendengus dingin, "Sudah, sudahlah, ada

perkataan cepat disampaikan."

Nada dari majikan patug emas segera berubah menjadi lunak

kembali.

"Pertama-tama aku mau ucapkan selamat padamu terlebih dulu,

karena akhirnya kau berhasil memenuhi harapanku dan kembali ke

benteng Pek Kiam Po"

"Aku sudah tahu tentu kau amat girang" sahut Ti Then tawar.

"Tetapi. ." ujar Majikan patung emas kembali sembari tertawa.

"Semua ini bukanlah atas pahala kau seorang, jikalau bukannya

Anying langit rase bumi datang mencari setori Wi Ci To juga tidak

akan mengubah pikirannya sedemikian cepat dan menahan dirimu

untuk meneruskan jabatanmu sebagai Kiauw tauw"

"Lalu bagaimana pendapatmu tentang peristiwa di atas tebing

Sian Ciang itu"

"Tidak jelek. kau menduga terlebih dulu gerakan dari musuh

sehingga berhasil menghilangkan suatu bencana, tetapi dengan

perbuatanmu itu berarti juga sudah mendatangkan suatu bencana

buat dirimu sendiri, jadi ini bukanlah suatu keuntungan buatku mau

pun buat dirimu sendiri bukan begitu?"

"Kau mau bicara apa pun boleh"

" Kemarin malam sewaktu aku siap memasuki kamar Huang puh

Kian Pek aku lihat dia sudah melakukan suatu gerakan, karena itu

aku tak jadi turun tangan sendiri. Walau pun budak itu sudah

menaruh kesalah pahaman dengan kau ternyata masih juga mau

melaksanakan pendapatnya, hal ini membuktikan kalau dia sudah

menaruh cinta kepadamu."

Ti Then hanya berdiam diri tidak menyawab.

"Sesampainya di dalam Istana Thian Teh Kong kau harus lebih

hati-hati lagi," ujar majikan patung emas itu kembali serius.

"Si Rase Bumi Bun Jin Cu tentu akan mengundang orang untuk

membantu bertempur, untuk berkelahi secara terang-terangan kau

bersama-sama Wi Ci To tak akan kalah, tetapi keadaan dalam

Istana Thian Teh Kong sama saja dengan keadaan di dalam Loteng

Penyimpan kitab itu, setiap tempat dipasang alat rahasia, kau

mungkin bisa masuk dengan selamat tetapi untuk lolos tentu sukar.

Karenanya kau lebih baik jangan masuk ke dalam, kalau tidak begitu

nyawamu hilang untuk menemukan kembali nyawamu itu aku akan

menemui kesulitan yang amat besar"

"Aku pun mau beritahukan suatu urusan kepadamu, jikalau

tujuanmu terletak pada suatu macam barang yang di simpan dalam

loteng Penyimpan Kitab itu maka sebaliknya sejak kini kau hilangkan

saja pikiran tersebut, karena semalam Wi Ci To telah membawa

putrinya serta aku memasuki Loteng Penyimpan Kitab itu, di dalam

sana kecuali hanya terdapat berbagai macam kitab serta lukisan

sama sekali tidak ada barang pusaka apa pun."

Agaknya Majikan Patung Emas dibuat terperanyat oleh berita

yang mendadak ini: "Haa. Wi Ci To membawa kalian jalan-jalan ke

dalam Loteng Penyimpan kitabnya?"

"Tidak salah, urusan ini seharusnya kau tahu bukan ?? "

"Aku yang bersembunyi di dalam Benteng Pek Kiam Po ini setiap

kali harus menanti setelah tengah malam tiba baru bergerak. maka

tidak semua urusan bisa aku ketahui .. kau bilang di dalam Loteng

Penyimpan Kitab itu selain kitab serta lukisan tidak terdapat barang

lainnya?"

"Benar."

" Kalau memang begitu" ujar Majikan Patung emas kembali. "

Kenapa dia melarang semua orang masuk ke sana?? Dan kenapa

disetiap tempat di atas loteng itu dipasang alat-alat rahasia ?"

"Karena di dalam sana dia sudah menyembunyikan suatu rahasia

pribadinya."

"Rahasia apa ?"

"Termasuk rahasia percintaannya."

Agaknya majikan patung emas itu tidak merasa sabaran lagi,

bentaknya: " Cepat katakan-"

"Sebab-sebab dia tidak memperkenankan orang lain memasuki

Loteng Penyimpan Kitabnya dikarenakan di sana dia sudah

menyimpan lukisan dari istri pertamanya Shu Sim Mey. kiranya

sebelum dia mengawini ibunda Wi Lian In terlebih dulu dia sudah

mem punyai seorang istri.."

Segera dengan amat jelas dia menceritakan apa yang sudah

didengarnya itu kepada majikan Patung Emas.

Dia mau menceritakan rahasia dari Wi Ci To ini kepadanya sudah

tentu mengharapkan pihak lawannya, sudah tentu bilamana barang

yang diincar pihak lawannya itu berada di dalam Loteng Penyimpan

Kitab itu menjadi paham kalau di sana sama sekali tidak terdapat

barang pusaka apa pun, dan mengharapkan pihak lawannya bisa

menghapuskan maksud hatinya ini bahkan membatalkan

kedudukannya sebagai patung emas yang diperbudak.

Siapa tahu selesai Majikan Patung Emas itu mendengar kisahnya

segera tertawa terbahak-bahak:

"Kau mau percaya atas semua perkataannya itu???"

"Sudah tentu percaya" Seru Ti Then cepat. "Karena sewaktu dia

menceritakan kisahnya ini perubaban mimiknya persis dengan dia

yang diceritakan, sudah tentu aku percaya penuh"

"Sebaliknya aku sama sekali tidak percaya.." seru Majikan Patung

Emas tertawa dingin.

"Bilamana waktu itu kau hadir di sana, kau akan percaya

terhadap semua perkataannya."

"Tidak, aku tidak akan percaya pada perkataannya." Bantah

majikan Patung emas dengan tegas.

"Kau punya alasan apa untuk tidak mempercayai atas perkataan

itu ?"

"Di dalam Bu lim saat ini kecuali aku seorang, tidak ada orang

lain yang tahu lebih jelas riwayat hidupnya, dia sama sekali tidak

mem punyai seorang istri yang bernama Shu Sim Mey, semua itu

dia sengaja karang untuk membohongi kalian-"

Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat. "Benarkah?"

"Sedikit pun tidak salah, jikalau kau punya waktu pergilah satu

kali ke daerah Su kho dan coba cari berita tentang riwayatnya, maka

kau segera akan tahu kalau apa yang dikatakan kemarin malam

semuanya merupakan suatu omongan kosong yang amat besar"

Dalam hati Ti Then betul-betul merasa hatinya bergolak dengan

amat keras:

" Kalau begitu dia sengaja karang cerita ini dengan tujuan untuk

mengelabui putrinya sehingga dia tidak menaruh perasaan curiga

lagi."

"Sedikit pun tidak salah"

"Kalau begitu rahasianya yang betul-betul sebenarnya apa?"

Desak Ti Then lagi.

" Untuk sementara waktu aku tidak bisa beritahukan kepadamu"

"Dia tentu sudah menyembunyikan semacam barang pusaka, kau

ingin menggunakan aku pergi mencuri barang pusaka tersebut

bukan begitu?" seru Ti Then sembari tertawa mengejek.

"Salah besar".

"Hmm, kau sedang berbohong."

Majikan Patung Emas segera memperdengarkan senyumannya

yang amat misterius.

"Manusia seperti aku ini sekali pun diperlihatkan barang-barang

pusaka yang bagaimana berharga dan bagaimana hebatnya sama

sekali tidak akan menggerakkan hatiku, maka kau berlegalah

hatimu, aku sama sekali tidak akan mencuri barang pusaka dari Wi

Ci To barang sebuah pun juga."

Dia berhenti sebentar kemudian tambahnya sembari tertawa:

"Jika lalu tujuanku terletak pada barang pusaka, di dalam istana

Thian Teh kong jauh lebih banyak lagi."

Ti Then segera putar otaknya, dia merasa perkataannya sedikit

pun tidak salah, jikalau dia menghendaki barang pusaka di dalam

istana Thian Teh kong memang jauh lebih banyak. tetapi dia sama

sekali tidak ingin mencuri barang pusaka juga tidak ingin mencelakai

diri Wi Ci To bahkan dia pernah bilang kalau dia menyamin tidak

akan mengganggu orang-orang benteng Pek Kiam Po barang

seujung rambut pun.

Kalau begitu, apa sebetulnya tujuan yang sedang direncanakan

sehingga mengharuskan dirinya menyelundup masuk ke dalam

benteng Pek Kiam Po kemudian mengawini Wi Lian In?

Agaknya Majikan Patung emas tahu apa yang sedang dipikirkan

Ti Then di dalam hatinya, segera dia tertawa

"Aku tahu di dalam hatimu tentu mengandung bermacam

perasaan curiga dan ragu-ragu, jikalau kau ingin cepat-cepat

mengetahui apa tujuanku yang sebetulnya maka kau haruslah lebih

mempergiat usahamu sehingga Wi Lian In budak itu bisa kau

peristri secepat mungkin"

"Tapi Wi Ci To sudah tahu kalau aku adalah Lu Kongcu itu"

bantah Ti Then- "Karena itu dia pun sudah tahu kalau aku masuk ke

dalam benteng Pek Kiam Po membawa suatu maksud tertentu, aku

kira dia tidak akan menjodohkan putrinya kepadaku"

"Tidak. kau sudah dua kali menolong nyawa putrinya bahkan

kemarin malam sudah membantu mereka melenyapkan suatu

bencana yang sebetulnya mengancam seluruh isi benteng, maka

aku percaya di dalam hatinya dia pasti sangat berterima kasih

kepadamu, sejak ini hari bilamana rahasiamu tidak sampai bocor

maka dengan cepat dia akan menjodohkan putrinya Wi Lian In

kepadamu."

"Ehmm... kau punya petunjuk lain?" tanya Ti Then dengan nada

kemalas-malasan- "Kalau tidak ada aku mau pergi tidur."

"Masih ada satu urusan, kau masih ingat dengan pendekar

pedang merah si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun?

"Oooh pendekar pedang merah yang waktu itu mengikuti Wi Ci

To pergi mengejar Hong Mong Ling?"

"Benar, waktu itu Wi Ci To mengajak Hong Kun dengan alasan

pergi mengejar Hong Mong Ling padahal secara diam-diam malam

itu juga dia kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam

Loteng Penyimpan kitabnya menanti kau terpancing ke dalam-

jebakannya, sedangkan Hong Kun itu menerima perintah berangkat

ke kota Tiangan untuk menyelidiki wajah yang sebenarnya dari Lu

Kongcu, di dalam waktu dekat ini dia akan kembali ke dalam

benteng"

"Lalu bagaimana baiknya?"

" Waktu itu untuk menutupi penyamaranmu aku sudah

perintahkan orang lain untuk menyamar sebagai Lu Kongcu dan

sengaja muncul di hadapan Hong Kun agar Hong Kun sudah salah

menganggap kalau " Lu Kongcu memang benar-benar pernah pergi

ke rumah pelacuran Tou Hoa Yuan, kini Wi Ci To sudah memastikan

adalah Lu Kongcu itu sedang kau pun sudah mengakui kalau Lu

Kongcu itu adalah hasil penyamaranmu, lewat dua hari lagi jikalau

Hong Kun sudah kembali ke dalam benteng untuk melaporkan

pertemuannya dengan Lu Kongcu dan membuktikan kalau Lu

Kongcu memiliki kepandaian silat yang tinggi serta pernah memukul

roboh Hong Mong Ling di rumah pelacur Tou Hoa Yuan, Wi Ci To

tentu akan menjadi sadar kembali."

"Bukanlah dengan begitu perasaan curiga terhadap diriku bisa

dilenyapkan?" Tanya Ti Then kegirangan.

"Tapi kau pernah mengaku kalau kau adalah Lu Kongcu itu dan

yang memukul roboh Hong Mong Ling sewaktu berada di rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan juga kau. ."

"Haaa.. haaa... soal itu tidak usah kuatir, jikalau Wi Ci To

menaruh curiga lalu atas ketidak cocokan ini aku punya cara untuk

memberikan jawabannya."

"Kau mau Jawab bagaimana ?”

"Aku bisa bilang aku Ti Then seharusnya tidak patut dicurigai

orang, makanya ketika ada orang yang mencurigai aku adalah Lu

Kongcu itu dalam hatiku merasa amat mangkel, karena itu sengaja

aku mengaku, karena aku punya anggapan pada suatu hari urusan

pasti akan menjadi terang .. coba kau bilang tepat tidak jawaban

ini?"

Majikan patung emas menjadi amat girang sekali.

"Cocok sekali cocok sekali" pujinya. "Jawaban ini cocok sekali

dengan sifatmu yang keras dan angkuh, sungguh bagus sekali"

"Sekarang kau mengijinkan aku untuk tidur sebentar bukan?"

"Sudah tentu.. sudah tentu, kau tidurlah." seru majikan patung

emas dengan amat girang.

Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam po seorang demi

seorang mulai kembali ke dalam benteng.

Pada tiga hari sesudah Ti Then masuk ke dalam Loteng

Penyimpan kitab suatu siang hari benar juga itu si pendekar pedang

pemetik bintang Hong Kun yang mendapat tugas menyelidiki

keadaan Lu Kongcu kembali ke dalam Benteng. Wi Ci To segera

panggil dia untuk bertemu di dalam kamar bukunya. "Kau sudah

bertemu dengan Lu Kongcu?" tanyanya dengan perasaan ingin tahu.

"Sudah." sahut si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun

mengangguk.

"Pada hari pertama setelah tecu tiba di kota Tiang An di atas

sebuah loteng rumah makan sudah bertemu dengan dia"

"Bagaimana dengan wajahnya ??"

"Mirip sekali dengan Ti Kiauw tauw"

Air muka Wi Ci To segera berubah.

"Bagaimana kau bisa memastikan kalau dia adalah putranya Lu

Ko sian ???"

"Semula tecu tidak tahu, kemudian telah mendengar kawan-

kawan yang doyan pelesiran dimana mereka minum arak bersama-

sama dengan dia memanggil orang itu dengan sebutan Lu heng

bahkan kelakuannya amat menghormat sekali, lalu tecu juga tanya

pelayan, waktu itulah tecu baru tahu kalau dia adalan Lu Kongcu

itu"

Wi Ci To segera tersenyum.

"Kemudian kau pura-pura mabok dan sengaja mencari setori

dengan dia, bukan begitu" seketika itu juga sipendekar pedang

pemetik bintang itu menjadi tertegun-

"Oh, kiranya suhu juga sudah berada di sana..." serunya

keheranan.

"Tidak. aku tidak ada di sana" jawab Wi Ci To sambil gelengkan

kepalanya.

" Kalau tidak bagaimana suhu tahu kalau tecu pura-pura mabok

dan mencari setori dengan dia orang ??" tanya Hong Kun

keheranan.

" Hanya dugaanku saja, di dalam tempat seperti itu untuk

menyajal kepandaian silat orang lain terpaksa harus pura-pura

menjadi mabok"

Dia berhenti sebentar, sesudah menghembuskan napas panjang-

panjang tambahnya. "Bahkan aku pun tahu atas hasil

penyelidikanmu itu...bukankah dia tidak bisa bersilat"

"Tidak benar" Bantah si pendekar pemetik bintang itu cepat "

Kepandaian ilmu silatnya tidak termasuk ilmu silat pesaran, tecu

terpaksa harus menghamburkan tenaga yang amat besar dan lama

baru berhasil menawan dirinya"

Ketika itu juga Wi Ci To menjadi melengak. "Haa, sungguh ???"

Dengan perlahan si pendekar pemetik bintang itu mengangguk.

"Benar, kepandaian silatnya agak sedikit berada di bawah

kepandaian silat pendekar pedang merah kita tapi jauh lebih tinggi

dari para pendekar pedang putih"

Sekali lagi Wi Ci To dibuat terperanyat. "Kiranya ada kejadian

semacam ini, lalu bagaimana?"

"Sesudah tecu berhasil menawan dirinya, lalu tecu tanyai apakah

pada satu bulan yang lalu pernah datang ke kota Go bi??, memukul

rubuh seorang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po di

dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan?"

Sebelumnya dia tidak mau mengaku, tapi sesudah tecu desak

terus menerus akhirnya dia mengaku juga, dia masih bilang yang

rubuh olehnya adalah si naga mega Hong Mong Ling.”

Mendadak Wi Ci To bangkit berdiri, sepasang matanya

memancarkan sinar yang amat tajam dan memandang wajah si

pendekar pedang pemetik bintang tanpa berkedip. serunya dengan

suara berat.

"Kau sedang bohong bukan?"

" Urusan yang demikian besar tecu mana berani mengarang

cerita bohong " Jawab si pendekar pedang pemetik bintang dengan

wajah serius.

Agaknya Wi Ci To menemui kesukaran, alisnya dikerutkan rapat-

rapat berulang kali dia berjalan bulak balik di dalam kamar bukunya,

akhirnya baru dia berkata. "Baiklah, sekarang persilahkan Ti Kiauw

tauw serta siocia datang kemari."

Dengan sangat hormat sekali si pendekar pedang pemetik

bintang itu menyahut, setelah memberi hormat dia mengundurkan

diri dari sana menuju ketengah lapangan latihan silat.

Ujarnya kemudian setelah bertemu dengan Ti Then yang sedang

memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In

"Ti Kiauw tauw, siocia kalian diundang pocu untuk berbicara di

dalam kamar buku"

Ti Then sudah tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya

dengan sangat tegang dia mengajak Wi Lian In berjalam menuju

kamar buku dimana Wi Ci To sudah menanti, setelah memberi

hormat ujarnya:

"Pocu mengundang boanpwe datang kemari entah mem punyai

petunjuk apa?"

"Silahkan Ti Kiauw tauw ambil tempat duduk." Ti Then segera

menarik sebuah bangku dan duduk.

Lama sekali Wi Ci To memandangi dirinya sambil tersenyum,

kemudian baru ujarnya . "Sifat dari Ti Kiauw tauw lain kali harus

sedikit diubah."

" Urusan apa?" tanya Ti Then tertegun.

" Waktu itu kenapa kau mengakui kalau kau adalah Lu Kongcu

itu?"

Ti Then tertawa serak.

"Kiranya Pocu bermaksud demikian, apakah sekarang pocu sudah

tahu kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu?"

"Tidak salah" jawab Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari ini lohu

baru tahu kalau Ti Kiauw tauw benar-benar bukanlah Lu Kongcu itu,

tetapi kalau memangnya kau bukan dia kenapa waktu itu sudah

mengaku"

Ti Then tak langsung memberikan jawabannya sebaliknya balas

tanya: "Bagaimana Pocu berani memastikan kalau boanpwe

bukanlah Lu Kongcu itu?"

" Urusan sudah begini untuk mengelabui pun tidak ada gunanya,

Lohu sudah mengirim seorang pendekar pedang merah untuk pergi

kekota Tiang An untuk melakukan penyelidikan, pendekar pedang

merah itu sudah berhasil memperoleh keterangan kalau Lu Kongcu

yang waktu itu memukul rubuh Hong Mong Ling di dalam rumah

pelacuran Touw Hoa Yuan memangnya Lu Kongcu sendiri dan

bukanlah Ti Kiauw tauw yang sengaja menyamar."

"Bagus sekali" Teriak Ti Then tertawa. "Boanpwe sudah menduga

bahwa pasti ada satu hari urusan ini bisa dibikin terang"

" Waktu itu ketika lohu menanyai dirimu kenapa kau sudah

mengakuinya?" tanya Wi Ci To lagi.

"Ku Ie mau pun Liuw Su Cen terus menerus mengatakan kalau

boanpwe adalah Lu Kongcu, itu sedangkan Pocu sendiri pun

agaknya sudah mempercayai perkataan mereka, di dalam keadaan

seperti itu kalau boanpwe tidak mengaku apa mungkin Pocu mau

mempercayainya??"

Air muka Wi Ci To segera berubah dan memperlihatkan perasaan

menyesal.

" Waktu itu Lohu memang betul-betul sudah mempercayai

perkataan mereka, tetapi kau tidak seharusnya mengakui semuanya

itu, seharusnya kau bisa membedakan urusan ini dengan dirimu

sendiri"

" omong terus terus terang saja, boanpwe sama sekali tidak

punya alasan untuk tetap tinggal ditempat ini oleh karena itu malas

untuk mendebat urusan ini."

"Karena itu" ujar Wi Ci To lagi "Lohu anjurkan agar sifatmu itu

sedikit diubah, sifat yang keras dan ketus kadang kala bisa

mendatangkan kesukaran bagi dirinya sendiri"

"Benar, terima kasih atas petunjuk dari pocu"

Dengan perlahan Wi Ci To menoleh ke arah Wi Lian In, ujarnya

kemudian sambil tertawa.

"Inyie, Ti Kiauw tauw memang benar-benar seorang pemuda

yang bersih dan jujur, waktu itu kita betul-betul berbuat sesuatu

yang salah terhadapnya, kau bilang benar tidak ??"

Semula di dalam anggapan wi Lian In 'Lu Kongcu' itu adalah hasil

penyamaran Ti Then, tetapi dikarenakan dua kali Ti Then menolong

dia lolos dari "mulut macan" bahkan lenyapkan pula bencana yang

akan menimpa benteng Pek Kiam Po karena itulah perasaan curiga

terhadap Ti Then menjadi lenyap dan di dalam anggapannya

sekarang Ti Then sengaja menyamar sebagai Lu Kongcu semuanya

dikarenakan dia mencintai dirinya.

Sekarang sesudah dia tahu kalau Ti Then bukanlah Lu Kongcu itu

di dalam hatinya sekali pun merasa girang juga atas kebersihan diri

Ti Then tidak urung merasa kecewa juga, setelah mendengar

perkataan dari ayahnya dengan perasaan malu dia menundukkan

kepalanya..

Dengan perlahan Wi Ci To berbatuk-batuk kering, ujarnya

kemudian sambil tertawa.

"Para pendekar pedang merah telah ada sebagian yang telah

kembali ke dalam Benteng makanya Lohu ambil keputusan untuk

berangkat ini hari juga"

"Pergi mencari Hong Mong Ling?" tanya Ti Then

Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.

"Benar" sahutnya perlahan- "Peraturan perguruan lohu

selamanya keras terhadap murid-murid yang murtad dan berbuat

jahat selamanya tidak meninggalkan kehidupan"

"Tia. ." Wi Lian In mendadak nyeletuk. "Kau orang tua tidak tahu

dia sudah bersembunyi dimana, kau orang tua mau cari dimana?"

"Biarlah lohu cari disegala tempat, kemudian bila sampai

waktunya langsung menuju ke istana Thian Teh Kong untuk

memenuhi janyi."

" Kalau memangnya begitu, biarlah Ti Kiauw tauw serta putrimu

ikut bersama-sama Tia?"

Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.

"Jangan, bilamana kita bertiga harus melakukan perjalanan

bersama-sama, hal ini terlalu menyolok dan mudah di ketahui oleh

bangsat kecil itu."

"Tetapi Ti Kiauw tauw serta putrimu juga mau pergi ke istana

Thian Teh Kong " bantah Wi Lian In ngotot.

"Begini saja, dua hari lagi kalian berdua baru berangkat dengan

mengambil jalan lain, dengan demikian kesempatan untuk bertemu

dengan bangsat cilik itu pun menjadi lebih besar."

Dia berhenti sebentar, kemudian dengan wajah yang amat dingin

tambahnya.

"Bilamana kalian sudah berhasil bertemu dengan dia, tidak usah

buang tenaga membawa dia kembali ke dalam Benteng, juga tidak

perlu bertanya lebih banyak. ditempat itu juga turun tangan bunuh

mati dirinya"

Diam-diam Wi Lian In melirik ke arah Ti Then, kemudian baru

ujarnya sambil tertawa: "Kau sudah dengar belum??"

Ti Then terpaksa angkat bahunya, dia hanya tersenyum saja

tanpa mengucapkan sepatah kata pun, padahal di dalam hati diam-

diam pikirnya:

"Aku tidak akan berbuat demikian, bilamana berhasil menawan

dirinya, aku harus menanyai lebih jelas lagi.."

Tampaklah Wi Ci To sudah bangkit berdiri ujarnya:

"Inyie, coba kau bantu ayahmu bereskan sedikit perbekalan, lohu

mau kumpulkan semua pendekar pedang merah untuk diberi tugas,

setelah itu aku harus segera berangkat." sambil berkata dia berjalan

keluar dari kamar bukunya.

Ti Then pun segera ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar,

tinggal Wi Lian In seorang yang berada dalam kamar buku itu

membantu ayahnya membereskan buntalannya.

Satu jam kemudian Wi Ci To di bawah hantaran Ti Then, wi Lian

In serta berpuluh-puluh pendekar pedang merah meninggalkan

Benteng Pak Kiam Po untuk melakukan perjalanannya.

Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah berangkat meninggalkan

benteng segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, kepada Ti

Then sambil tersenyum mesra ujarnya: "Kita mau berangkat hari

apa??"

"Ayahmu minta kita baru berangkat dua hari kemudian, kita

pastikan saja baru berangkat."

"Entah Tia sedang bermain sandiwara apa, padahal bilamana kita

bisa berangkat bersama-sama bukankah jauh lebih bagus lagi?"

Ti Then hanya tersenyum saja dan tidak memberikan

jawabannya, dia tahu kenapa Wi Ci To menghendaki melakukan

perjalanan seorang diri, sebab-sebab Wi Ci To menghendaki

demikian tentunya bukan dikarenakan dia mau memberikan

kesempatan kepada Wi Lian In untuk lebih erat bergaul dengan dia.

melainkan dia tidak menghendaki ada orang ketiga yang hadir

sewaktu dia menawan diri Hong Mong Ling kemudian menghukum

mati dia orang, dengan demikian rahasianya itu pun tidak akan

sampai tersiar diluaran. Tetapi urusan ini dia tidak enak untuk

menjelaskan kepada diri Wi Lian In-

Wi Lian In yang melihat dia hanya tertawa saja tanpa

memberikan jawabannya, wajahnya segera berubah semu merah,

ujarnya: "Ayo kau bilang."

"Kau minta aku bicara apa ??"

"Coba kau bilang kenapa Tia tidak mengijinkan kita melakukan

perjalanan bersama-sama dengan dia orang tua."

"Bukankah ayahmu sudah menjelaskan?, kita melakukan

perjalanan dengan berpisah begitu kesempatan untuk bertemu

dengan Hong Mong Ling pun menjadi jauh lebih besar."

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya: "Kau kira hanya alasan

ini saja ??"

"Mungkin memang begitu" sahut Ti Then tertawa.

Dengan manyanya Wi Lian In melototkan matanya ke arahnya.

"Hmmm, kau orang sungguh pandai berpura-pura."

Di dalam hati Ti Then tahu dia sangat menginginkan dia berkata

demikian, lalu ujarnya: "Mungkinkah masih ada satu alasan, tetapi

bilamana aku katakan tentu akan dipukul. ."

"Siapa yang mau pukul kau??"

"Orang yang ada di sampingku" ujar Ti Then tersenyum. Wi Lian

In segera tertawa senang.

"Buat apa aku pukul dirimu?? cepat kau katakan tentu aku tidak

pukul dirimu"

Jilid 17.2: Siapa pembunuh Hong Mong Ling?

"Baiklah aku katakan, ayahmu tidak membiarkan diri kita

melakukan perjalanan bersama-sama dia orang tua memang masih

ada satu alasan, dan alasan itu adalah tidak ingin mengganggu kita

berdua."

Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, dengan

nada manya ujarnya: "Aku tidak paham perkataanmu ini"

"Baiklah aku bicara lebih jelas lagi, ayahmu mau memberikan

kesempatan pada kita berdua untuk melakukan perjalanan bersama-

sama dengan begitu kesempatan buat kita berdua untuk bermesra-

mesraan pun menjadi lebih banyak."

Wi Lian In merasa malu juga girang, dengan perlahan dia

mendorong badannya kemudian dengan cepat lari keluar dari dalam

kamar.

Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing dia sudah datang

kekamar Ti Then, ujarnya.

"Hey. kita berangkat ini hari saja bagaimanaa??" . .

"Bukankah ayahmu minta kita berangkat dua hari lagi, sekarang

baru satu hari" ujar Ti Then sambil menguap berulang kali.

"Pokoknya kan kita menganggur, berangkat ini hari atau

berangkat besok juga sama saja"

"Kalau tidak ada bedanya kita berangkat besok saja" jawab Ti

Then cepat.

"Tidak, kita berangkat ini hari saja"

Melihat kelakuan ini Ti Then tersenyum. "Buat apa begitu

cemasnya???"

Wi Lian In segera medepakkan kakinya ke atas tanah. "Kau tidak

mau berangkat, aku mau berangkat seorang diri."

Selesai berkata dia segera putar badannya siap mau pergi.

Dengan cepat Ti Then menarik pergelangan tangannya lalu

ujarnya sambil tertawa:

"Jangan merasa bingung dulu, mau berangkat kita pun harus

bersiap-siap dengan buntalan-"

"Baiklah. kau cepat bersiap-siap. biar aku beritahukan para

pendekar pedang merah."

Tidak lama kemudian mereka berdua masing-masing dengan

mempergunakan seekor kuda berlari meninggalkan Benteng Pek

Kiam Po.

Wi Lian In kelihatan girang sekali mendengar dia berkata sambil

tertawa.

"Jarak dari sini ke gunung Kim Hud san masih ribuan lie lagi

jauhnya, jika di dalam satu hari kita melakukan perjalanan sejauh

dua ratus lie berarti lima hari kemudian haru sampai"

" Kau punya rencana jadi tamunya istana Thian Teh Kong??".

"Bagaimana bisa dikatakan jadi tamu" tanya Wi Lian In tertegun-

Ti Then tersenyum.

"Janyinya si rase bumi Bun Jin Cu masih ada dua puluh hari

lamanya, jikalau kita sampai di sana setengah bulan lebih cepat,

bukankah sama saja jadi tamu istana Thian Teh Kong ???"

Wajah Wi Lien In segera berubah menjadi merah padam seperti

kepiting rebus.

"Tidak salah, aku sudah lupa kalau perjanyian kita masih ada dua

puluh hari lamanya..."

"Karena itu kita tidak perlu cepat-cepat, berjalan perlahan pun

tidak mengapa."

"Tidak sampai lima puluh li satu hari??" tanya Wi Lian In sambil

memandangi wajah Ti Then-

"Jikalau kita melakukan perjalanan selambat itu, kiranya kuda

kita tidak akan sabaran"

"Cepat tidak baik lambat juga tidak baik, lalu kita harus berjalan

secara bagaimana?"

"Lebih baik kita cari tempat untuk bermain-main".

Mendengar perkataan itu Wi Lien In menjadi amat girang.

"Bagus sekali, coba kau bilang kita baiknya bermain ke tempat

mana ?"

"Bagaimana kalau gunung Kim Tong sam"

senyuman yang menghiasi bibir wi Lian In segera berubah

menjadi senyuman pahit, dengan perasaan amat terkejut dia teriak

tertahan.

" Gunung Kim Tong san ?"

" Kenapa??" tanya Ti Then tersenyum.

Wi Lian In dengan perlahan menarik napas panjang-panjang,

lama sekali baru ujarnya:

" Gunung Kim Teng sen bukanlah tempat kediaman dari si kakek

pemalas Kay Kong Beng".

" Kenapa .?"

"Kau mau kegunung Kim Teng san apa mem punyai maksud

lain?" tanya Wi Lian In sambil pandang tajam wajahnya.

"Tidak ada" jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku merasa kalau pemandangan di atas gunung Kim Tong san

sangat bagus sekali, aku pingin main-main ke sana."

"Kau kenal tidak dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng ?"

"Kenal.. kenal. hanya saja aku tidak punya rencana untuk

mencari dia orang, sesampainya di atas gunung Kim Teng san

asalkan kita tidak mendekati tempat kediamannya perduli apa

sikakek pemalas atau si kakek rajin" .

Agaknya Wi Lian In bisa dibuat paham maksudnya.

" Kalau begitu baiklah, aku mendengar sifatnya si kakek pemalas

Kay Kong Beng sangat aneh, lebih baik kita jangan terlalu mencari

gara-gara dengan dia."

"Kau pernah dengar dari siapa kalau sifatnya si kakek pemalas

Kay Kong Beng sangat aneh??" tanya Ti Then keheranan-

"Dari Tia, Tia pernah katakan walau pun si kakek pemalas Kay

Kong Beng itu dari aliran lurus tetapi suka menyendiri dan jadi

orang sangat sombong, dia bukanlah seorang manusia yang bisa

diajak bergaul."

"Perkataan dari ayahmu itu sedikit pun tidak salah, makanya aku

sendiri pun tidak suka padanya."

"Aku dengar katanya dia berdiam diri di atas puncak paling atas

dari gunung Kim teng san, satu hari satu malam terus menerus

duduk tidak bergerak. apa betul begitu?"

"Tidak salah" jawab Ti Then sambil mengangguk "Karenanya

semua orang memberikan julukan si kakek pemalas kepadanya."

"Kenapa dia berbuat begitu?" tanya Wi Lian In lagi dengan

perasaan heran-

"Siapa yang tahu, mungkin seperti apa yang ayahmu katakan

karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka menyendiri itulah"

"Ada orang bilang kepandaian silatnya jauh lebih tinggi dari

kepandaian silat ayahku, kau lihat bagaimana??"

"Aku pun dengar orang-orang lain berkata demikian, padahal

keadaan yang sebenarnya siapa pun tidak tahu"

"Sekali pun boleh di hitung kepandaian silatnya sangat jauh lebih

dari kepandaian silat ayahku, tetapi ayahku adalah seorang cianpwe

yang paling dihormati di dalam Bu lim."

"Perkataanmu sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil

mengangguk. "Kepandaian silat nomor satu bukanlah suatu yang

aneh tetapi sifat paling baik dan nomor satu bukanlah suatu yang

luar biasa."

Wi Lian In segera tertawa.

"Kau lihat bagaimana dengan sifat dan tindak tanduk Tia??"

"Soal itu sukar untuk dikatakan-"

sekali lagi Wi Lian In tertawa cekikikan-

"Tia adalah seorang pendekar sejati, juga seorang malaikat

dalam kasih sayang, perkataan ini kau setuju tidak??"

"Sangat setuju sekali" Jawab Ti Then sambil mengangguk.

" Waktu itu, ketika aku mendengar kalau Tia pernah menikah

sebelum kawin dengan ibuku di dalam hati aku benar-benar merasa

sangat sedih, kemudian sesudah tahu kalau shu sim Mey telah mati

empat puluh tahun yang lalu, kesedihanku menjadi hilang.."

"Benar, Ayahmu mengawini ibumu sebagai istri yang syah dan

bukannya dijadikan gundik, seharusnya kau tidak punya alasan

untuk bersedih hati"

"Tetapi ternyata Tia merindukan seorang yang sudah mati empat

puluh tahun yang lalu, belasan tahun ini terlalu keterlaluan?"

"Kurasa tidak." sahut Ti Then tersenyum. "orang yang bisa

seperti ayahmu sungguh sedikit sekali."

"Karena itulah sesudah aku pikir bolak balik bukan saja aku tidak

menyalahkan Tia, bahkan semakin menghormati dirinya, karena di

dalam dunia ini orang lelaki biasanya suka yang baru dan bosan

dengan yang lama, orang seperti Tia yang tidak melupakan cintanya

yang pertama sungguh sukar ditemui"

"Benar benar" Barulah kali ini Ti Then

kepalanya. Mendadak Wi Lian In tertawa merdu.

menganggukkan

"Sedang kau kemungkinan sekali termasuk salah satu dari

sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." TI

Then menjadi tertawa geli.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku jadi orang tidak suka yang

baru dan bosan yang lama?"

"Aku bisa melihatnya"

"Mungkin orang semacam aku ini tidak seperti ayahmu" jawab Ti

Then sambil angkat bahunya. "Tetapi aku percaya aku jadi orang

suka yang baru dan bosan dengan yang lama"

Wi Lian In dengan perlahan menundukkan kepalanya, sambil

tertawa malu ujarnya: "Aku mau buktikan dengan menggunakan

waktu"

"Sedikit pun tidak salah" sambung Ti Then dengan cepat. "Waktu

adalah sebuah cermin, siapa pun tidak bisa menghindarinya"

Dengan periahan Wi Lian In menoleh ke arah lain, tanyanya tiba-

tiba.

"Beritahukan padaku, bilamana Tia mendadak.. mendadak

menghendaki dari. . . kau punya rencana mau berbuat apa?"

Sengaja Ti Then pura-pura tidak paham atas perkataannya itu.

"Mendadak menghendaki apa. ."

Wi Lian In dengan gemas menoleh kembali, sambil tersenyum

malu-malu dia melotot kearah Ti Then,

"Kau jangan pura-pura tolol, aku tak mau bicara lagi."

Sehabis berkata cambuknya segera diayunkan dan dia lantas

melarikan kudanya ke arah depan.

Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke

arah Timur laut sambil melakukan perjalanan mereka tak henti-

hentinya mencari jejaknya Hong Mong Ling, akan tetapi sama sekali

tidak memperoleh hasil.

Di dalam sekejap mata saja sembilan hari sudah berlalu dengan

cepat, mereka sudah tiba dipegunungan Kim Teng san.

Jarak antara gunung Kim Teng san menuju ke gunung Kim Hud

san dimana istana Thian Teh Kong terletak masih ada tiga ratus li

jauhnya, walau pun gunung Kim Hud san jauh lebih tinggi dari

gunung Kim Teng san ini, tetapi pemandangannya jauh lebih indah,

sedang kaum pelancong yang mengunjungi gunung ini pun amat

banyak sekali.

Mereka berdua segera menitipkan kuda mereka disebuah rumah

petani di bawah gunung, dengan alasan mau melancong ke atas

gunung mereka melanjutkan perjalanannya naik ke gunung dengan

berjalan kaki.

Wi Lian In yang sudah pernah mengunjungi berbagai tempat

kenamaan tanpa terasa kini mengerutkan alisnya.

" Gunung Kim Teng san ini jauh berbeda dengan gunung Go bi

kita."

Ti Then tertawa.

"Apanya yang tidak sama??" tanyanya

"Yang berbeda adalah digunung Go bi jarang ada orang yang

melancong."

"Ha ha ha. .jadi maksudmu kau suka tempat yang tenang?"

tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak.

"Benar. tidak seperti digunung ini dimana- mana ada orang yang

berpesiar"

"Di sana ada sebuah pohon yang usianya sudah ribuan tahun."

ujar Ti Then kemudian sambil menuding ke depan. "Di bawah pohon

ada goanya, mari aku bawa kau ke sana. ."

Mereka berdua sesudah melihat pohon tua itu segera duduk

beristirahat di bawah pohon itu juga, agaknya Wi Lian In bukanlah

orang yang suka akan ketenangan, baru saja duduk sebentar

mendadak dia sudah bertanya kembali.

"Si kakek pemalas Kay Kong Beng berdiam dimana, jaraknya

masih jauh?"

"Tidak terlalu jauh.. jaraknya dari sini mungkin masih ada

puluhan li, kau buat apa bertanya hal ini?"

" Tidak mengapa, aku sedang berpikir satu hari penuh dia duduk

terus di dalam guanya, apa tidak merasa kesepian dan jemu?"

"Di sampingnya masih ada seorang kacung buku yang bisa

menghilangkan perasaan jemunya" jawab Ti Then perlahan.

"Bilamana dia melihat ada orang asing yang ke sana,dia bisa

marah tidak??"

"Hal Ini sih tidak. bilamana kau tidak pergi mengganggu dia dan

kau hanya lewat saja di depannya dia tidak akan memperdulikan

dirimu"

" Kalau memangnya demikian, bagaimana kalau kita pergi lihat-

lihat??"

"Bukankah kau tidak ingin mencari gara-gara?" tanya Ti Then

sambil tertawa.

"Kita tidak usah mengganggu dia, asalkan lewat saja di depan

guanya sudah cukup, aku belum pernah melihat sendiri bagiamana

wajahnya jagoan nomor satu dari dunia ini."

"Ha ha ha. ." Tt Then tertawa terbahah-bahak. "Dia seperti juga

manusia biasa punya dua mata ,satu hidung dan satu mulut."

Mendengar perkataan dari Ti Then ini wi Lian In menjadi agak

gemas..

"Siapa yang bilang dia tidak punya mata hidung dan mulut? aku

hanya pingin melihat wajahnya saja."

"Baiklah, mari ikut aku." ujar Ti Then kemudian sambil bangkit

berdiri.

Demikianlah ..mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya

menuju ke tengah gunung.

setelah melewati tebing-tebing dan jalan pegunungan sejauh

sepuluh li, di hadapan mereka munculah sebuah puncak gunung

yang amat megah sekali, sambil menuding ke atas puncak tersebut

ujar Ti Then perlahan.

"Di atas puncak itulah tempat kediaman si kakek pemalas itu,

mau naik ke atas?"

"Hmm. . ."

Walau pun puncak gunung itu kelihatannya amat megah dan

aneh sekali tetapi tidak sukar untuk mendakinya, kedua orang itu

dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masing-

masing untuk mendaki ke atas, tidak sampai sepertanakan nasi

kemudian mereka sudah tiba di atas puncak tersebut.

Di atas

puncak gunung sangat jarang terdapat tumbuh-

tumbuhan yang tumbuh di sana, pemandangannya bebas dan

meluas, baru saja mereka berdua tiba di atas puncak dari kejauhan

sudah melihat goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng

itu, bahkan di depan goa masih kelihatan sesosok bayangan

manusia.

orang itu. . adalah seorang pemuda, saat ini dia sedang berlutut

menghadap ke dalam gua.

Karena jaraknya yang masih jauh mereka berdua tidak bisa

melihat apakah si kakek pemalas Kay Kong Beng ada di dalam goa,

juga tidak bisa melihat dengan jelas siapakah pemuda yang sedang

berlutut di depan goa itu,

Wi Lian In begitu melihat di depan goa tempat tinggal si kakek

pemalas Kay Kong Beng terdapat seorang pemuda yang sedang

berlutut tidak bergerak. tanpa terasa sudah merasa terkejut, ujarnya

dengan suara yang sangat lirih. "Aneh sekali, bukankah orang itu

kacung bukunya?"

"Bukan-" jawab Ti Then dengan wajah amat serius. " Kacung

bukunya aku pernah bertemu muka dengannya, wajahnya bukan

demikian??"

"Kalau tidak siapa orang itu?" tanya Wi Lian In kurang puas

"Kenapa dia berlutut di hadapan goa tempat tinggal sikakek pemalas

Kay Kong Beng itu?"

Ti Then segera terbayang kembali keadaannya setahun yang lalu

dimana dia berlutut di hadapan kakek pemalas Kay Kong Beng ini

mohon diterima sebagai murid, hatinya segera terasa bergolak,

dengan perlahan dia mendengus.

"Aku kira orang itu tentu sedang mohon si kakek pemalas Kay

Kong Beng menerimanya sebagai murid Hmm. sungguh goblok..."

"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu ingin mengangkat si

kakek pemalas Kay Kong Beng sebagai gurunya?" tanya Wi Van in

dengan perasaan amat terkejut.
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-3-thi-ten.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 3 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-3-thi-ten.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar