bolehlah turun tangan sewaktu melihat boanpwe sudah tidak tahan"
Wi Ci To masih ingin membantah lagi, tapi keburu dicegah oleh
Huang puh Kian Pek ujarnya:
"Suheng, kalau memangnya Ti Kiauw tauw punya semangat
demikian, biarkanlah dia pergi coba-coba, perkataannya sedikit pun
tidak salah, menanti dia sudah tidak tahan kita masih punya
kesempatan untuk menolong dia dari bahaya."
"Baiklah" sahut Wi Ci To kemudian sambil mengangguk sesudah
termenung berpikir sebentar. "sampai waktunya baru kita bicarakan
lagi." segera dia bangkit berdiri, sambungnya sambil tertawa:
"Tadi lohu sudah perintahkan orang untuk mempersiapkan
perjamuan guna menyambut kedatangan Hu Pocu serta Ti Kiauw
tauw, kini mungkin sudah disiapkan marilah .... kita pergi dahar
dulu."
Tua muda empat orang segera bangkit berdiri dan menuju ke
ruang dalam, terlihatlah di sana sudah disiapkan meja perjamuan
beserta hidangan yang lezat, karenanya mereka segera cari tempat
dan mulai bersantap.
Wi Lian In yang duduk di samping Huang puh Kian Pek selama ini
terus menerus mengincar kain pengikat kepalanya, ujarnya
kemudian sambil bersantap:
"Tia, kepandaian dari majikan ular Kakek kura-kura itu apakah
jauh lebih tinggi dari kepandaian pendekar pedang merah kita?"
"Tidak salah." sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Mungkin satu
tingkat lebih tinggi."
"Tapi sewaktu hari itu putrimu melawan kakek kura-kura,
rasanya dia tidak punya kesabaran yang luar biasa"
Wi Ci To tersenyum simpul mendengar omongan putrinya ini.
"Kau berhasil menangkan dia?" tanyanya.
"Tidak" sahutnya sambil menggerakkan sumpit yang berada
ditangannya "Hanya saja sewaktu putrimu menggunakan jurus
"Coan Lin sih In" atau memutar badan memanah elang . .
sembari berkata sumpit ditangan kanan secara mendadak
menyambar kearah sebelah kanan menarik kain penutup kepala dari
Huang puh Kian Pek itu.
Siapa tahu ketajaman perasaan Huang puh Kian Pek pun amat
tinggi, tangan kirinya dengan cepat diangkat menangkis
pergelangan tangannya: "Awas" serunya sambil tertawa.
Melihat serangannya tidak mencapai sasaran dengan gugup Wi
Liam In berkata: "ooh . . . maaf, paman Huang puh keponakanmu
tidak sengaja"
"Haa ... ha ... ha . . tidak mengapa tidak mengapa" sahut Huang
puh Kian Pek sambil tertawa terbahak-bahak "Paman Huang puh
masih belum tua, hanya menghadapi segala perubahan secara
mendadak masih sanggup"
"Lian In" seru Wi Ci To dengan nada memaki sedang keningnya
dikerutkan rapat-rapat "Kau sudah jadi seorang nona dewasa segala
gerak geriknya harus sedikit genah, jika waktu bicara jangan
gerakan tangan kaki seperti itu"
"Baiklah Tia" sahut Wi Lian In sambil menggerutu.
"Ehmm. . teruskan- ."
"Aku tidak mau membicarakan lagi"
"Hmm" dengus Wi Ci To sambil tertawa "Kau budak ini sungguh
pandai bergurau."
"Tidak usah bicara tentang majikan ular kakek kura-kura lagi,
lebih baik kita bicarakan soal setan pengecut itu saja" sambung
Huang puh Kian Pek dengan cepat, "Kau serta Ti Kiauw tauw pernah
berdekatan dengan setan pengecut, dapatkah kau menduga
siapakah orang itu?"
Wi Lian In memandang sekejap kearah Ti Then, kemudian
barulah sahutnya sambil tersenyum:
"Kepandaian setan pengecut itu sangat tinggi, mungkin berada
diantara kepandaian paman Huang Puh siok"
"Oooh, begitu?" ujar Huang Puh Kianpek sambil tertawa.
"Kemungkinan sekali orang itu adalah salah satu orang diantara
kita orang-orang dari Benteng Pek Kiam po."
Semula Wi Ci To dibuat melengak oleh perkataan ini tapi dengan
cepat sudah berubah menjadi amat keren.
"Inyie" ujarnya. "Kau jangan omong sembarangan."
“Perkataan dari putrimu semuanya beralasan, jika setan pengecut
itu bukan orang yang sudah putrimu kenal baik dia tidak mungkin
akan berkerudung, lagipula nada ucapannya walau pun sengaja
diganti dengan logat yang lucu tapi suara itu sepertinya sangat
dikenal”
“Siapa?” potong Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
Wi Lian In ragu-ragu sejenak, kemudian barulah sahutnya.
“Keponakanmu tidak bisa menduga siapa dia sebetulnya, hanya
saja suara itu agaknya sangat dikenal”
“Hmm” dengus Wi Ci To dengan keren, “Hanya berdasarkan alas
an itu saja kau sudah menuduh dia adalah salah seorang diantara
kita?”
“Benar, tapi selama setengah tahun ini putrimu tidak pernah
meninggalkan benteng barang selangkah pun, jika setan pengecut
itu adalah orang luar sesudah terpaut waktu yang lama mana
mungkin putrimu masih sangat mengenal suara itu”
Mendengar omongan putrinya yang sangat beralasan itu Wi Ci To
hanya bisa gelengkan kepalanya saja.
“Putrimu tidak berani memastikan orang itu adalah orang di
dalam benteng kami,” ujar Wi Lian In lagi, “Tapi untuk kebaikan kita
semua harus mengadakan pemeriksaan”
“Ehmmm...mau diperiksa dengan cara bagaimana?” tanya Wi Ci
To.
“Ti Kiauw tauw sudah melukai kulit kepalanya, asalkan Tia
melihat diantara pendekar pedang di dalam Benteng kita ada bekas
luka di atas kepalanya dialah Si Setan Pengecut itu”
Mendengar sampai di sini mendadak Huang Puh Kian Pek tertawa
terbahak-bahak.
“Paman Huang Puh, kau tertawakan apa?” tanya Wi Lian In
dengan perasaan teramat heran.
Huang Puh Kian Pek tidak menyawab, dia menoleh kearah Wi Ci
To lalu ujarnya sambil tertawa:
“Suheng, sekarang aku tahu kenapa Wi Lian In mau melihat kain
pengikat kepalaku ini?”
Pikiran Wi Ci To amat tajam dan cerdik, sekali dengar tahulah
sudah maksud perkataan sute-nya itu, tanpa terasa air mukanya
berubah, dengan gusarnya dia melotot kearah Wi Lian In sembari
ujarnya dengan suara berat:
“In-ji, bagaimana kau berani mencurigai paman Huang Puh-mu?”
“Am pun” seru Wi Lian In tidak mau mengaku. “Kapan aku
mencurigai paman Huang Puh? Sekali pun putrimu lebih bodoh juga
tidak akan berani mencurigai Huang Puh-siok”
“Kalau tidak kenapa kau rebut kain pengikat kepalanya?” tanya
Wi Ci To dengan nada gusar.
“Suheng kau jangan marah dulu” timbrung Huang Puh Kian Pek
sambil tertawa.
“Selamanya siauwte tidak pernah memakai kain pengikat kepala,
ini hari pulang ke dalam Benteng dengan kepala diikat, kain
pengikat kepala ini sudah tentu tidak bisa menyalahkan Lian In
menaruh curiga kepadaku...Nah, sekarang kalian lihatlah”
Sembari berkata dengan perlahan dia melepaskan kain pengikat
kepalanya.
Di atas batok kepalanya tidak tampak sedikit bekas luka pun.
Sesudah melihat hal itu dengan perlahan Wi Ci To baru menoleh
kearah putrinya.
“Sudah lihat jelas belum?” ujarnya dengan mata mendelik.
Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam, dengan
menggerakkan bibirnya dia berkata:
“Sejak semula putrimu sudah bilang tidak menaruh perasaan
curiga kepada Huang Puh siok, jika Huang Puh-siok betul-betul
adalah si Setan Pengecut, hal..hal itu bukankah suatu omong
kosong?”
“Sekali pun kau menaruh curiga kepada pamanmu, aku tidak
akan marah” ujar Huang Puh Kian Pek sambil mengenakan kait
pengikat kepalanya kembali, “Siapa suruh pamanmu memakai kain
pengikat kepala ini”
Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah Ti
Then.
“Ti Kiauw tauw, kau kira siapa sebetulnya si Setan Pengecut itu?”
tanyanya.
“Boanpwe tidak tahu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
“Apa bisa si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan?”
“Mungkin bukan!” jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
“Hari itu boanpwe masuk ke dalam goa melalui pintu goa di
belakangnya setelah dia sadar pernah melancarkan satu serangan
secara tergesa-gesa, tangan yang melancarkan serangan adalah
tangan kanan bukan tangan kirinya, tangan kiri di dalam keadaan
tergesa-gesa tidak mungkin bisa berganti menggunakan tangan
kanan”
“Tidak salah” seru Wi Ci To sambil anggukkan kepalanya, “Kita
tidak usah urus soal itu lagi, ayoh minum arak saja”
Sehabis berkata dia mengangkat cawan araknya dan dengan
sekali teguk menghabiskan isinya.
Selesai bersantap tua muda empat orang bercakap-cakap lagi
beberapa saat lamanya, akhirnya Ti Then pamit terlebih dahulu
untuk kembali ke dalam kamarnya beristirahat.
Sesampainya di dalam kamar dia perintahkan si Lo-cia
menyiapkan sepikul air panas untuk mandi. Sesudah semuanya
selesai barulah dia menyulut lampu dn mengetuk jendela tiga
kali...saat itulah mendadak pintu kamar diketuk orang.
“Siapa?”
“Aku..!”
Mendengar suara itu adalah suara Wi Lian In, Ti Then segera
berjalan membuka pintu kamar.
“Kau belum pulang untuk beristirahat?” tanyanya sambil tertawa.
“Belum waktunya untuk tidur” sahutnya sambil tertawa, “Kau
berbuat apa membawa lampu berjalan bolak-balik di depan jendela
?”
“Coba kau lihat seekor laba-laba yang sangat besar” ujarnya
sambil menunjuk kedinding samping jendela, “Aku pingin pukul dia
jatuh akhirnya dia berhasil melarikan diri”
“Oooh..aku boleh masuk?”
Ti Then menyingkir ke samping.
“Silahkan..silakan!” serunya.
Dengan langkah lemah gemulai Wi Lian In berjalan masuk ke
dalam kamar, ujarnya dengan nada kemalu-maluan.
“Kau jangan rapatkan pintu kamar, sekarang sudah malam”
Ti Then segera meletakkan kembali lampu itu ke atas meja,
sesudah mengangkat sebuah bangku ujarnya sambil tertawa.
“Silakan duduk, dengan berbuat begini jika ada orang yang lewat
di depan pintu bisa melihat keadaan di dalam kamar dengan amat
jelas”
“Ehmm..Lo-cia dimana?” tanyanya dengan suara rendah.
“Ooh..pergi bersantap”
Segera Wi Lian In duduk di atas bangku yang sudah disediakan.
“Heeei..dugaan kita ternyata meleset sama sekali” ujarnya sambil
menghela napas panjang, “Agaknya paman Huang Puh memang
bukan si Setan Pengecut itu”
“Sejak semula bukan aku sudah bilang tentu bukan dia” seru Ti
Then sembari tertawa.
“Tapi aku merasa Si Setan Pengecut itu pasti salah seorang
anggota Benteng kita”
“Belum tentu perasaan itu pasti benar”
Wi Lian In tidak berbicara lagi, dengan berdiam diri dia duduk di
sana.
Ti Then pun merasa tidak ada perkataan lain lagi yang hendak
disampaikan, karena itu terpaksa dia hanya berjalan mondar-mandir
di dalam kamar.
Semakin lama Wi Lian In merasakan suasana tidak begitu enak.
“Aku mau kembali ke dalam kamar” ujarnya kemudian sambil
bangkit berdiri.
“Eh eh..tidak duduk lagi?” tanya Ti Then sambil menghentikan
langkah kakinya.
“Tidak usah, aku mau pulang kamar beristirahat, perjalanan
beberapa hari ini membuat aku sangat lelah”
“Benar”
Dengan pandangan penuh perasaan cinta ujar Wi Lian In lagi:
“Kau tentu lelah bukan?”
“Aaah..masih lumayan”
“Kepandaianmu sangat tinggi sekali, sudah tentu tidak begitu
merasa lelah”
Ti Then hanya tersenyum saja tanpa berbicara apa-apa lagi.
Wi Lian In dengan perlahan putar tubuhnya siap pergi, mendadak
seperti teringat akan sesuatu ujarnya kemudian sembari menoleh
kearah Ti Then.
“Ooh benar, kau lihat Anying langit Rase bumi bisa datang
tidak?”
“Mungkin mereka tidak berani secara terang-terangan bentrok
dengan orang-orang Pek Kiam Po, tapi mereka bisa datang mencari
aku”
“Lalu kau kira kapan mereka bisa datang? Tanya Wi Lian In
sambil memandang wajahnya.
“Sukar untuk ditentukan”
“Mungkin mereka akan mengajak kau bertempur diluaran”
“Ooh itu lebih bagus lagi” seru Ti Then sambil menganggukkan
kepalanya.
“Tidak” seru Wi Lian In dengan keras, “Jika mereka manantang
kau bertempur ditempat luaran kau tidak boleh menyanggupi, Rase
bumi jadi orang banyak akal dan licik, paling gemar membokong
orang dengan serangan kejam. Kau tidak boleh pergi”
Ti Then tersenyum saja tanpa mengucapkan kata-kata.
Melihat dia berdiam diri Wi Lian In segera maju mendekati
tubuhnya sambil menarik ujung bajunya.
“Maukah kau menyanggupi untuk tidak ikut mereka keluar?”
mohonnya dengan suara perlahan.
“Baiklah!”
Wi Lian In menjadi amat girang.
“Aku sudah tahu tentu kau bisa menyanggupi permintaanku ini”
ujarnya tertawa.
“Padahal jika aku berjanyi dengan Anying langit Rase Bumi untuk
bertanding disatu tempat tertentu, ayahmu pasti akan ikut campur
juga, urusan ini ayahmu sudah bilang mau ikut serta”
“Jika kau bekerja sama dengan Tia untuk melawan Anying langit
Rase bumi sudah tentu jauh lebih punya pegangan lagi tapi bila kau
mau bertempur mereka suami istri seorang diri mungkin...yah
mungkin sukar mengharapkan menang”
Jilid 12.2: Rahasia Loteng Penyimpan kitab
Ti Then segera tersenyum mendengar omongannya itu.
“Aku punya keinginan untuk tempur mereka suami istri seorang
diri terlebih dulu” ujarnya, “Aku mau lihat kelihayan mereka suami
istri bagaimana hebatnya”
“Hemm...keinginanmu untuk peroleh kemenangan sungguh amat
hebat”
“Benar” jawab Ti Then sembari tersenyum.
Dengan pandangan yang amat mesrah dan penuh perasaan cinta
Wi Lian In memandang wajah Ti Then beberapa saat lamanya,
mendadak air mukanya berubah menjadi merah dadu serunya
sambil putar balik badannya:
“Aku mau kembali ke kamar!”
Perlahan-lahan dia berjalan keluar, sesaat hendak merapatkan
pintu kamar kembali lagi sambil putar tubuhnya.
“Kau mau pergi tidur?”
“Tidak ada urusan bukan?”
“Kenapa tidak pergi cari Tia bermain catur?” ujar Wi Lian In
dengan suara perlahan.
“Besok saja, kini aku terasa amat lelah”
“Kepandaian ayahku di dalam permainan catur amat lihay sekali,
waktu dia orang tua sudah mengalah Sembilan biji kepadaku aku
masih tidak sanggup untuk mengalahkan dirinya”
“Oh...”
“Coba kau terka, Tia bisa mengalah berapa biji catur kepadamu?”
Tanya Wi Lian In lagi.
“Entahlah”
“Aku kira Tia bisa mengalahkan biji kepadamu, ketika bermain
dengan Huang Puh-siok dia juga sering mengalah tiga biji
kepadanya”
“Oh..”
“Tetapi..” ujarnya Wi Lian In sembari tersenyum, “Jika kau bisa
pegang kelemahan permainan Tia, untuk menangkan dia tidaklah
sukar..”
“Apa kelemahan dari permainan catur ayahmu?”
“Permainannya sih tidak ada kelemahannya. Tia paling tidak
sabaran. Jika kau main dengan dia orang tua jangan sekali-kali
bermain cepat, semangkin lambat semangkin baik..”
Ketika dia berpamit kembali untuk kembali kekamarnya akhirnya
sudah membuang waktu setengah jam lagi, setelah dilihatnya si Lo-
cia itu pelayan tua datang baru dia sungguh-sungguh kembali ke
kamarnya.
Setelah melihat bayangannya lenyap dari pandangan barulah ujar
Ti Then kepada diri Lo-cia:
“Hey lo-cia, sediakan the untukku kemudian kau boleh pergi
tidur”
Si Lo-cia segera menyahut kemudian meninggalkan kamar untuk
mengambil the dari dalam dapur, sesudah diletakkan kembali ke
atas meja, ujarnya sembari tertawa:
“Ti Kiauw tauw, rejekimu sungguh bagus sekali!”
“Jangan omong kosong lagi”
“Budakmu
terhadapmu”
tahu,
sio-cia
kita
punya
perhatian
khusus
Sehabis berkata dia putar tubuh berjalan keluar dari dalam
kamar.
Ti Then segera menutup kembali kamarnya, buka pakaian dan
naik ke atas pembaringan untuk tidur.
Dia tahu Majikan patung emas baru akan muncul setelah tengah
malam, karenanya dia ingin tidur terlebih dulu, sesudah mendekati
kentongan kedua baru bangun untuk menanti munculnya-Dia”
Tapi keadaan mala mini pun seperti juga pada malam-malam
yang lalu, dia tertidur dengan amat pulasnya sampai terasa, ada
orang yang menepuk-nepuk badannya bru sadar kembali dari
pulasnya dengan amat terkejut.
Dengan cepat dia buka matanya lebar-lebar, Patung emas itu
sudah muncul tepat di samping pembaringannya.
Terhadap beberapa kali dirinya tertidur dengan amat pulas Ti
Then merasa sangat heran sekali, segera dia bangkit berdiri, ujarnya
sambil membelai patung emas yang sedang berdiri di hadapannya:
“Hey patung emas, kau jangan kurang ajar!”
Majukan Patung emas yang bersembunyi di atas atap rumah
segera menggerak-gerakkan patung emasnya.
“Akhirnya kau berhasil menolong Wi Lian In kembali ke dalam
Benteng, aku merasa sangat girang sekali..” ujarnya dengan
menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.
“Hem..” dengus Ti Then sembari tertawa tawar, kepalanya
diangkat ke atas memandang sepasang tangan yang sangat buram,
“Sudah tentu kau amat girang”
“Lalu kau sendiri apa tidak merasa girang?”
“Bisa menolong dia kembali dalam keadaan selamat sudah tentu
sangat gembira sekali” ujar Ti Then sambil tertawa pahit, “ Tapi
mendatangkan kesukaran juga bagi diri kita sendiri”
“Otak kau bocah cilik sungguh sedikit aneh, nona yang begitu
cantik seperti Wi Lian In di dalam sejuta sukar untuk mendapatkan
seorang, sebaiknya kau malah tidak gembira, sungguh
mengherankan sekali, sungguh mengherankan sekali”
“Jika hal ini bukan dikarenakan tugas yang dipaksakan sudah
tentu aku merasa sangat girang dan sangat puas sekali”
“Hemmm..sudahlah” seru Majikan Patung emas sambil
mendengus dengan amat dingin, “Tidak usah banyak omong kosong
lagi, cepat kau ceritakan pengalamanmu sewaktu menolong Wi Lian
In”
T
i Then segera menceritakan pengalamannya dengan cara
bagaimana menolong Wi Lian In lolos dari tangan Setan Pengecut
itu kemudian bagaimana ditengah jalan menemui halangan, dengan
jelasnya diceritakan semua.
Selesai mendengarkan kisah itu dengan dinginnya Majikan
patung emas mendengus lagi.
“Hemmm..kau mendatangkan kerepotan saja”
“Apa itu disebabkan aku?” tanya Ti Then dengan nada kurang
senang.
“Jika bukannya kau turun tangan terlalu ringan sewaktu berada
di atas gunung Fan Cin San kau tidak akan mendapatkan kesukaran
seperti begini, sedang setan pengecut itu pun tidak akan lolos”
“Ha.ha..kau terlalu pandang tinggi kemampuanku”
“Pernahkah kau
sebetulnya?”
punya pikiran siapa itu Setan Pengecut yang
“Siang malam aku pikirkan tapi tetap tidak kuketahui juga”
Majikan Patung emas mendengus lagi dengan amat dingin.
“Pernah teringat akan Huang Puh Kian Pek?” tanyanya.
“Pernah, tapi dia tidak mungkin Setan Pengecut itu”
“He..hee..dengan andalkan apa kau berani bilang dia bukanlah
Setan Pengecut itu?” Tanya Majikan Patung Emas lagi sembari
tertawa dingin.
“Batok kepala Setan Pengecut itu berhasil kutabas segumpal
kulitnya, sebaliknya di atas kepala Huang Puh Kian Pek sama sekali
tidak kelihatan adanya bekas luka”
“Bekas luka bisa ditutupi”
“Sekali pun begitu bisa” ujar Ti Then dengan tenang, “Tapi kulit
kepala Setan Pengecut itu berhasil kutabas sebesar telapak bocah
cilik, setelah luka itu sembuh tidak mungkin akan tumbuh kulit
kembali untuk menutupi bekas luka itu”
“Tapi dia bisa memapas kulit beserta rambut orang lain, sesudah
kering kemudian ditempelkan pada kepalanya sendiri”
Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa sedikit
bergerak, tanpa merasa lagi dia sudah menganggukan kepalanya.
“Kau sudah menemukan kalau Huang Puh Kian Pek itulah Setan
Pengecut itu?” tanyanya kemudian.
“Belum” seru Majikan patung emas dengan perlahan, “Tapi
menurut pandanganku mungkin dialah si Setan Pengecut itu”
“Asalkan melihat bagian kepalanya dengan teliti aku baru berani
pastikan”
“Kau boleh pikir satu cara toh?” ujar Majikan Patung emas.
“Sewaktu di dalam perjamuan malam tadi dia pernah buka kain
pengikat kepalanya di hadapan kita, aku tidak punya cara lagi
untuk melihat bagian kepalanya”
“Kau boleh tantang dia bertanding ilmu silat, pada kesempatan
itu kau bisa cengkeram bagian kepalanya”
“Hal ini tidak bagus” teriak Ti Then tidak mau menyetujui usulnya
ini.
“Atau secara diam-diam memasuki kamarnya
memasukkan obat pemabok pada secawan tehnya”
kemudian
“Tapi aku tidak punya obat pemabok itu”
“Kau bisa pergi ke kota untuk membelinya”
“Ti Then tidak bisa berbuat apa-apa lagi terpaksa mengangkat
bahunya sambil mengalihkan pokok pembicaraan.
“Jika dia betul-betul adalah Setan Pengecut, maka apa tujuan
yang sebetulnya? Kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong
Mong Ling untuk menculik Wi Lian In?”
“Kau!”
“Aku?”
“Tidak salah!” jawab Majikan Patung Emas dengan tegas,
“Bukankah sewaktu berada di atas gunung Fan Cin San dia pernah
memaksa kau untuk menulis seluruh kepandaian silatmu kemudian
minta kau potong sebuah lenganmu”
“Tidak salah” ujar Ti Then sembari mengangguk, “Bahkan
katanya dia punya suatu barang yang hendak disampaikan kepada
suhuku, dia anggap kaulah suhuku”
“Ha ha ha..semua itu hanya omong kosong belaka, tujuan
mereka yang sebetulnya ingin membasmi dirimu”
“Hong Mong Ling ingin bunuh aku memang dia punya alasan itu”
ujar Ti Then selanjutnya, “Tapi dia tidak punya alas an untuk
bersekongkol dengan Hong Mong Ling”
“Ooh..kau sudah salah tanggap” seru Majikan Patung emas, “Dia
bisa bersekongkol dengan Hong Mong Ling bukannya dikarenakan
dia merasa simpatik
menyingkirkan dirimu”
terhadapnya,
yang
penting
dia
ingin
“Dia mau bunuh mati aku seharusnya punya alasan bukan?”
“Mungkin dia punya suatu rencana terhadap suhengnya Wi Ci
To, sebaliknya karena kau masuk Benteng Pek Kiam Po maka dia
merasa kau bisa menghalangi rencananya, karena itu dia punya
minat untuk menyingkirkan dirimu”
“Dia punya rencana apa terhadap diri Wi Ci To?” tanya Ti Then
lagi.
“Entahlah”
“Apakah sama dengan rencanamu?” tanya Ti Then dengan nada
memancing.
“Urusan ini kau tidak perlu tahu”
“Jika dia betul-betul adalah Setan Pengecut itu, kau
rencana mau berbuat apa terhadap dirinya?”
punya
“Kau boleh laporkan urusan ini dengan Wi Ci To” jawab Majikan
patung emas itu, “Sudah tentu Wi Ci To tidak akan melepaskan
dirinya”
“Baiklah” sahut Ti Then kemudian sembari mengangguk, “Untuk
sementara kita ke sampingkan urusan ini terlebih dahulu, kini biar
kita bicarakan soal anying langit rase bumi itu, tentunya kau kenal
Anying langit Rase bumi sepasang suami istri ini bukan?”
“Benar” jawab Majikan Patung emas itu singkat.
“Aku dengar kepandaian mereka suami istri berdua amat tinggi”
“Tidak salah” sahut Majikan Patung emas itu lagi, “Tapi jika satu
lawan satu masih kalah satu tingkat dengan kepandaian Wi Ci To”
“Kita tidak bisa mengatakan satu lawan satu” bantah Ti Then
cepat,
“Karena mereka suami istri berdua selamanya melawan
musuhnya dengan berbareng, musuhnya seorang mereka juga
melawan bersama-sama, musuhnya seratus mereka pun turun
tangan bersama-sama, makanya sejak kini kita harus menganggap
mereka berdua sebagai ‘satu orang’ saja”
“Hmmm” dengus Majikan Patung emas itu dengan dingin, “Buat
apa kau bicarakan urusan itu dengan aku?”
“Sebelum aku menyanggupi kau untuk menjadi patung emasmu,
kau pernah bilang akan membuat aku menjadi orang nomor tiga di
dalam dunia ini, selain kau serta Kay Kong Beng asalkan bisa
bertemu dengan orang yang bisa mengalahkan diriku segera aku
bisa batalkan perjanyian ini, sejak saat itu tidak perlu jadi patung
emasmu lagi, bukan begitu?”
“Benar” sahut Majikan patung emas itu singkat.
“Bagus sekali, mungkin aku masih
meloloskan diri dari belenggumu”
punya kesempatan untuk
“Hmmm...hmmm..siapa yang bisa kalahkan dirimu?” Tanya
Majikan patung emas itu sambil tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Anying langit Rase bumi” jawab Ti Then sambil tersenyum
simpul, di dalam anggapannya Majikan patung emas tentu tidak
akan bisa berkata lagi.
Siapa tahu begitu Majikan Patung emas itu selesai mendengar
jawabannya ini dia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
“Haa..ha..haa...satu lawan satu mereka tidak mungkin bisa
mengalahkan dirimu” serunya.
00
Bagian 21
“Sejak tadi aku sudah bicara jelas” ujar Ti Then dengan tidak
kalah kerasnya, “Kita harus memandang mereka suami istri berdua
sebagai satu orang, sedang jika misalnya aku dikalahkan mereka
berdua maka sama saja kita harus pandang aku sudah dikalahkan
satu orang saja”
“Kentutmu!” teriak Majikan patung emas dengan amat gusar,
“Dengan jelas mereka adalah dua orang, mana mungkin bisa
dikatakan satu orang saja?”
“Tapi mereka..”
“Aku mau tanya padamu,” potong Majikan patung emas itu
dengan cepatnya.
“Jika diantara mereka suami istri ada yang sakit kemudian mati,
apakah yang lainnya juga bersamaan waktu ikut mati?”
“Ini...”
“Makanya..,” sambung Majikan patung emas itu lagi dengan
cepat, “Mereka adalah dua orang bukan satu orang”
“Tapi mereka selamanya turun tangan secara bersama-sama”
“Itulah karena mereka dari aliran sesat, seluruh gerak-gerik serta
perbuatannya bertentangan dengan pihak lurus, kau anggap mereka
turun tangan bersama-sama merupakan pekerjaan yang benar?”
“Sekali pun tidak benar” sahut Ti Then tidak mau kalah, tapi
mereka tidak mau melawan aku satu lawan satu, sedang dengan
berduaan melawan aku seorang sukar bagiku untuk memperoleh
kemenangan”
“Wi Ci To bisa membantumu” seru Majikan patung emas itu
singkat.
“Begitu dia turun tangan maka sejak itu juga antara pihak
Benteng Pek Kiam Po serta Istana Thian the Kong akan mengikat
suatu permusuhan yang tidak ada habisnya”
“Hmm..hmm..” dengus Majikan Patung emas itu dengan
dinginnya, “Kau bisa bekerja sama dengan Wi Ci To untuk
membunuh mati mereka suami istri berdua, dengan begitu
bukannya menjadi beres?”
“Aku bisa bekerja sama dengan Wi Ci To untuk mengalahkan
mereka suami istri berdua, tapi untuk membereskan nyawanya aku
kira merupakan suatu urusan yang agak sukar”
“Kalau bisa merebut kemenangan kenapa tidak bisa bunuh
mereka?” bantah Majikan patung emas itu dengan amat dingin.
“Misalkan saja setan pengecut itu, sewaktu berada di selat sempit
malam itu jika dia mau melawan aku terus sudah tentu aku bisa
bereskan dirinya, tapi dia sudah melarikan dirinya”
“Hmmm...walau pun tidak bisa membereskan nyawa Anying
langit Rase bumi seketika itu juga, hal ini bukanlah suatu urusan
yang patut dirisaukan” seru Majikan Patung emas, “Walau pun
jumlah anak buah dari Benteng Pek Kiam Po tidak bisa memadahi
banyaknya anggota dari pihak Thian The Kong tapi istana Thian The
Kong hanya merupakan sarang burung saja, untuk membasmi
mereka bukanlah suatu urusan yang amat sulit”
“Omonganmu terlalu ringan” ujar Ti Then sesudah mendengar
perkataannya itu.
“Hmmm” Majikan Patung emas itu mendengus lagi dengan amat
dinginnya. “Urusan ini belum terjadi karena itu tidak perlu dirisaukan
lagi. Sejak kau memasuki Benteng Pek Kiam Po hingga saat ini
sudah ada satu bulan lamanya, sedang waktu yang sudah aku
tentukan buatmu untuk menikah dengan Wi Lian In adalah tiga
bulan, kini hanya tinggal satu setengah bulan lagi kau harus
melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya”
“Hey Majikan patung emas” seru Ti Then dengan agak gusar,
“Kau mau aku suruh aku lari ke hadapannya lalu bilang, Nona Wi,
cepat kau kawin dengan aku!”
“Kenapa tidak?”
“Sungguh suatu omong kosong”
“Aku lihat Wi Ci To sama sekali tidak menaruh perasaan curiga
terhadap dirimu” ujar Majikan patung emas lagi, “Sedang Wi Lian In
sendiri agaknya juga punya perhatian terhadap dirimu, kau boleh
memperlihatkan permainanmu yang berbeda di hadapan mereka
ayah beranak, tidak perduli bagaimana pun juga di dalam satu
setengah bulan mendatang kau harus selesai dengan tugasmu ini”
“Usaha yang tergesa-gesa tidak akan mencapai pada tujuan, kau
pernah mendengar perkataan ini belum?” seru Ti Then sembari
tertawa.
“Jika kau tidak berhasil menjadi suami Wi Lian In di dalam jangka
waktu saru setengah bulan ini, hal ini merupakan suatu kerugian
yang amat besar bagiku”
“Urusan perkawinan merupakan suatu urusan yang besar”
bantah Ti Then lagi, “Urusan ini harus ditentukan oleh ayah ibu kita,
sedang ibu dari Wi Lian In sudah lama tidak berada di dalam dunia
ini lagi, dia harus mendengarkan perkataan dan keputusan dari
ayahnya tapi Wi Ci To merupakan seorang yang sangat teliti dan
tidak terlalu percaya terhadap orang lain, hanya dalam jangka waktu
satu setengah bulan saja tidak mungkin dia bisa mengawinkan
putrinya kepadaku”
“Hemm..”
“Kau bilang betul tidak?” desak Ti Then itu lagi.
Majikan patung emas itu membungkamkan diri tidak bicara lagi.
Majikan patung emas itu segera menarik kembali patung
emasnya, lalu menutup kembali atap rumah dan meninggalkan
tempat itu secara diam-diam.
Ti Then tersenyum, segera dia susupkan diri ke dalam selimut
dan tidur dengan nyenyaknya.
Kokokan ayam jago membising telinga dipagi hari, sinar matahari
dengan tajamnya memancarkan sinar keseluruh ruangan, suatu pagi
yang cerah menjelang kembali.
Agaknya keadaan Wi Lian In terhadap Ti Then saat ini sudah
tidak bisa ditinggal barang sekejap pun, baru saja Ti then selesai
mencuci muka dia sudah datang untuk mengundang Ti Then
sarapan pagi.
Selesai sarapan pagi, dia pun minta Ti Then bertindak sebagai
Kiauw tauw untuk menurunkan kepandaian selat kepadanya.
Dengan perasaan amat girang Ti Then memenuhi semua
ajakannya, bersama dirinya berjalan menuju ke lapangan latihan
silat.
Ujar Wi Lian In kepada diri Ti Then:
“Kita kaum wanita jika disuruh latihan ilmu telapak atau ilmu
pukulan kiranya tidak sesuai, lebih baik Ti Kiauw tauw ajari aku
main ilmu pedang saja”
“Baiklah” sahut Ti Then sembari mengangguk, “Biar aku mainkan
satu kali buatmu”
Selesai berkata dia mencabut keluar pedangnya dan mainkan
satu gerakan dengan amat perlahan.
Pada siang harinya mereka menyelesaikan latihan untuk hari itu,
ujar Wi Lian In kemudian dengan suara perlahan:
“Selesai makan siang, bagaimana kalau kita pesiar ke atas
gunung?”
“Tidak” jawab Ti Then menolak ajakannya itu, “Dalam beberapa
hari ini aku harus tetap tinggal di dalam Benteng untuk menanti
kedatangan hwesio-hwesio dari Siauw lim Pay serta Anying langit
Rase bumi”
Mendengar ajakannnya ditolak Wi Lian In mencibirkan bibirnya:
“Mereka tidak akan datang begitu cepat!” serunya.
“Hal ini sukar untuk kita bicarakan sekarang”
“Aku tidak mau bicara sama kau lagi” seru Wi Lian In
mengambek, kakinya dijejakkan ke atas tanah dengan keras, “Aku
mengundang kau berpesiar ke atas gunung kau menolak, lain kali
jika kau mengundang aku saat itu aku juga tidak mau”
“Bagaimana kalau begini saja, kita jangan pergi terlalu jauh,
hanya cukup duduk-duduk di atas tebing Sian Ciang saja” ujar Ti
Then kemudian sembari tertawa, “Di atas tebing Sian Ciang kita bisa
mengawasi pemandangan seluruh Benteng, jika terlihat sedikit
situasi yang tidak baik kita masih punya waktu untuk lari turun”
Wi Lian In hanya ingin pergi berduaan dengan dia, karena itu
terhadap usulnya ini tidaklah terlalu rebut.
“Bagus” teriaknya kegirangan sesudah mendengar perkataan itu,
cepat kita pergi bersantap”
Tapi sewaktu mereka bersantap siang itulah mendadak Wi Ci To
tersenyum sambil ujarnya:
“Ti Kiauw tauw, lohu dengar dari hu-pocu katanya permainan
caturmu amat tinggi?”
“Mana, mana..” seru Ti Then tetap merendah, “Sewaktu
boanpwe bermain catur dengan Hu-pocu kedua-duanya boanpwe
memegang biji hitam sedang hasilnya pun satu kali menang satu
kali seri”
“Tidak salah” sambung Huang Puh Kian Pek sembari tertawa,
“Tapi lohu bisa melihatnya kalau sewaktu permainan kedua Ti
Kiauwtauw sengaja mengalah”
“Tidak..tidak..” bantah Ti Then cepat, “Selamanya jika boanpwe
bermain dengan orang lain jika makan terus makan, selamanya
belum pernah mengalah dengan siapa pun”
“Wi Ci To tersenyum.
“Tinggi atau rendah nanti lohu sekali pandang segera akan tahu”
ujarnya, “Nanti biarlah lohu mengalah tiga biji catur terlebih dulu
kepada Ti Kiauw tauw”
“Baiklah” sahut Ti Then menyanggupi, “Boanpwe dengar
permainan catur dari Pocu amat tinggi dan merupakan jago tak
terkalahkan dalam dunia saat ini, harap pocu banyak memberi
petunjuk kepada boanpwe”
“Tidak bisa!” mendadak teriak Wi Lian In.
“Kenapa tidak bisa?” tanya Wi Ci To melengak.
“Tadi Ti Kiauw tauw sudah berjanyi kepadaku untuk mengajak
aku berpesiar ke atas tebing Sian Ciang sehabis bersantap”
Wi Ci To memandang sekejap kearah putrinya kemudian
memandang pula kearah Ti Then, dalam hati dia tahu, yang mau
adalah siapa, segera dia tersenyum.
“Kalau memangnya begitu” ujarnya kemudian, “Biarlah sesudah
kembali dari tebing Sian Ciang baru kita main catur”
Demikianlah, sesudah habis bersantap siang Wi Lian In dengan
perasaan amat girang membawa Ti Then keluar benteng untuk
kemudian mendaki ke atas tebing Sian Ciang.
Tebing Sian Ciang merupakan sebuah bukit tebing dengan tinggi
mencapai puluhan kaki tingginya, dari atas puncak tebing itu dapat
melihat seluruh pemandangan dari Benteng Pek Kiam Po dengan
teramat jelasnya.
Kedua orang itu setelah mencapai puncak tebing segera duduk
berjajar di sebelah tebing yang berlatarkan Benteng Pek Kiam Po,
ujar Ti Then kemudian sesudah memandang sekejap sekeliling
tempat itu.
“Benteng kalian bisa berdiri di samping gunung merupakan suatu
keangkeran yang luar biasa, hanya saja ada satu kekurangannya”
“Kekurangan apa?” tanya Wi Lian In dengan cepat.
“Jika ada orang yang mau menyerang Benteng bisa naik dari atas
tebing ini”
“Hal ini tidak mungkin bisa terjadi” potong Wi Lian In dengan
cepat sembari tertawa, “Sekali pun kepandaian silat orang itu lebih
tinggi pun tidak mungkin bisa meloncat turun dari sini”
Ti Then tersenyum.
“Yang aku maksud bukanlah manusia, tetapi batu besar serta
panah berapi”
“Ooh..benar!” teriak Wi Lian In kaget, sedang air mukanya sudah
berubah sangat hebat.
“Jika musuh melontarkan batu-batu besar dari sini maka seluruh
Benteng Pek Kiam Po akan hancur, jika memanahkan panah-panah
berapi maka seluruh Benteng Pek Kiam Po akan terbakar hangus”
tambah Ti Then lagi.
Wi Lian In menarik napas panjang.
“Selamanya kita belum pernah memikirkan akan hal ini, kau kira
mereka berani tidak melakukan hal ini?” tanyanya.
“Semoga saja tidak”
“Dugaanmu ini sangat tepat sekali, nanti aku mau laporkan
urusan ini kepada Tia, biar dia kirim beberapa orang pendekar
pedang untuk menyaga di atas tebing ini”
“Ehmm..seharusnya
mengangguk.
memang
begitu”
sahut
Ti
Then
“Coba kau lihat” seru Wi Lian In tertawa sambil menuding kearah
Benteng Pek Kiam Po, “Di situlah letaknya kamarmu, nomor tiga dari
sebelah kiri deretan ketiga..sudah terlihat belum?”
“Ehmm..sudah”
Dia masih melihat juga atap kamarnya, karena di dalam otaknya
tanpa terasa sudah memikirkan dengan cara bagaimana Majikan
patung emas itu bisa muncul di atas atap kamarnya tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun, sedangkan para pendekar pedang
yang menerima perintah untuk mengawasi dirinya secara diam-diam
pun tidak aka nada yang melihat.
Wi Lian In yang melihat dia dengan termangu-mangu sedang
memandangi keadaan Benteng segera menyenggol tangannya.
“Hey, kau sedang pikirkan apa?” tanyanya sambil tertawa.
Ti Then menarik kembali pandangannya.
“Aku tidak sedang berpikir” sahutnya sambil tertawa, “Sebaliknya
sedang melihat..”
“Melihat kamarmu itu?” Tanya Wi Lian In sembari tertawa manis.
“Tidak, melihat ruangan lainnya, ruangan di hadapan kamar buku
ayahmu”
“Loteng penyimpan kitab?”
“Benar” jawab Ti Then sambil mengangguk, “Si Lo-cia pernah
beritahu padaku untuk jangan mendekati loteng penyimpan kitab
itu, dia bilang ayahmu melarang siapa pun juga untuk memasuki
loteng penyimpan kitab itu termasuk kau serta Hu-pocu”
“Benar..” ujarnya dengan serius.
Dengan pandangan tajam Ti Then memandangi wajahnya,
kemudian tanyanya.
“Kenapa?”
“Aku sendiri juga tidak jelas, Tia hanya bilang di dalam loteng itu
disimpan berbagai kitab yang sangat berharga sekali”
“Kau percaya?”
“Aku...aku tidak percaya, tapi aku tidak berani Tanya” sahut Wi
Lian In dengan terputus-putus.
“Bukankah ayahmu sangat sayang padamu?”
“Benar” jawab Wi Lian In, “Urusan apa
pun dia mau
menyanggupi diriku, tapi dia melarang aku memasuki loteng
penyimpan kitab itu, dengan serius dia pernah memberi peringatan
kepadaku untuk jangan mendekati loteng tersebut. Pernah dua kali
secara diam-diam menyelundup masuk ke sana akhirnya diketahui
oleh Tia. Untuk pertama kalinya dengan sangat gusar dia hanya
memaki dan memarahi aku tapi ketika kedua kalinya bukan saja
memaki dan memarahi aku, bahkan memukul diriku”
“Kau dipukul?” tanya Ti Then dengan amat terkejut.
“Benar” sahutnya sambil tertawa, “Untuk pertama kalinya dia
pukul aku bahkan memukul dengan keras sekali membuat aku
hampir-hampir setengah mati”
“Itulah sangat aneh sekali, bagaimana ayahmu bisa pandang
harta kekayaan itu jauh lebih tinggi daripada dirimu?”
Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.
“Aku pikir di dalam sana tentunya tidak disimpan barang-barang
berharga saja” serunya dengan sedih, “Di sana tentu disimpan suatu
rahasia yang punya hubungan sangat erat dengan Tia”
“Apa bisa suatu barang pusaka yang amat berharga?”
“Seharusnya bukan” sahut Wi Lian In sambil gelengkan
kepalanya, Tia tidak begitu gemar menyimpan harta, jika memiliki
suatu pusaka yang amat berharga dia tentu akan beritahukan
kepadaku”
Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya lagi.
“Waktu itu sesudah memukul aku dengan amat keras agaknya
dia merasa sangat menyesal, dia lari kekamarku untuk menghibur
diriku bahkan dengan melelhkan air mata minta aku jangan sampai
memasuki loteng penyimpan kitab itu lagi, waktu itu aku secara
tiba-tiba merasa Tia begitu kasihan lalu menyanggupinya, bahkan
sudah angkat sumpah untuk selamanya tidak memasuki loteng
penyimpan kitab itu lagi, demikianlah sejak hari itu aku tidak berani
mendekati sana lagi”
“Bagaimana dengan Hu pocu?” tanya Ti Then kemudian.
“Selamanya dia pun tidak pernah menanyakan loteng penyimpan
kitab itu, terhadap hal itu agaknya dia tidak mau ambil perduli”
“Para pendekar pedang di dalam Benteng juga tidak ada seorang
pun yang berani untuk menyelidiki?”
“Dulu memang pernah ada seorang pendekar pedang merah
secara diam-diam sudah menyelundup masuk ke dalam loteng, tapi
baru saja satu langkah memasuki pintu segera terjirat mati oleh
alat-alat rahasiai yang dipasang di sana”
“Benar” jawab Ti Then dengan bergidik, “Aku dengar si Lo-cia
juga pernah berkata kalau di dalam loteng penyimpan kitab itu
memang dipasang alat-alat rahasia yang teramat lihay”
Dengan perlahan Wi Lian In mengulurkan tangannya yang putih
mulus untuk mencekal pergelangan tangannya.
Dengan mesrahnya Wi Lian In menyandarkan badannya ke atas
dada Ti Then, dengan suara yang penuh perasaan cinta ujarnya:
“Aku tahu kau sangat baik sekali..”
“Tidak!” teriak Ti Then dengan perasaan menyesal, “Aku tidak
baik, mungkin pada suatu hari kau bisa merasa aku jauh lebih jahat
dari Hong Mong Ling”
“Aku tidak percaya” sahut Wi Lian In sembari tertawa.
“Lebih baik kau jangan terlalu percaya kepada diriku”
Pada wajah Wi Lian In terlintaslah suatu sinar kebahagiaan,
ujarnya dengan perlahan:
“Jika kau bukan seorang yang patut dipercayai, maka di dalam
dunia ini tidak aka nada orang yang bisa dipercayai lagi”
“Bukankah dahulu kau sangat percaya terhadap Hong Mong
Ling?” ujarnya sambil tertawa pahit.
Wi Lian In mengerutkan keningnya rapat-rapat ketika mendengar
perkataan itu.
“Itulah karena aku sudah dibuat buta, tapi aku hanya bisa buta
untuk satu kali saja” ujarnya.
Ti Then tersenyum kembali.
“Mungkin aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po memang
mem punyai suatu rencana tertentu seperti yang dikatakan oleh
Hong Mong Ling dahulu”
“Jangan sebut dia lagi!” teriak Wi Lian In dengan gemas, “Aku
tidak mau dengar namanya lagi”
Dengan perlahan Ti Then hanya bisa menghela napas panjang
saja, kemudian bungkam di dalam seribu bahasa.
“Kenapa kau menghela napas panjang?” Tanya Wi Lian In
dengan heran ketika mendengar Ti Then menghela napas.
“Tidak mengapa” sahutnya sembari gelengkan kepala.
Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In memandang wajahnya
tanpa berkedip.
“Apakah kau menganggap karena aku
dengan dia lalu aku adalah..”
punya ikatan jodoh
“Bukan..bukan..” bantah Ti Then dengan amat gugup, “Aku tidak
punya pikiran begini, aku tahu kau masih suci bersih”
“Semua orang menganggap jika seorang nona sudah dijodohkan
dengan orang lain maka mati hidupnya termasuk orang keluarga itu,
apa kau punya pandangan begini?”
“Tidak”
“Kalau begitu...”
Tetapi ketika dilihatnya wajah Ti Then amat murung maka
tanyanya dengan cepat.
“Lalu kenapa kau tidak genmbira?”
“Siapa bilang aku tidak gembira?” tanya Ti Then sembari tertawa
paksa.
“Kau jangan menipu aku, aku bisa melihatnya kalau di dalam
hatimu ada urusan”
“Aku sedang berpikir, loteng penyimpan kitab ayahmu bisa
mendatangkan banyak bencana bagi dirinya”
“Kau boleh legakan hati” ujar Wi Lian In tersenyum, “Sejak
adanya Benteng Pek Kiam Po Loteng penyimpan kitab itu sudah
ada, tapi selama puluhan tahun ini belum pernah terjadi orang luar
ada yang datang menyelidiki tempat itu”
“Musuh luar bisa dicegat tapi musuh dalam selimut sukar
ditahan”
“Tidak ada musuh dalam selimut” seru Wi Lian In dengan keras.
"Semoga saja begitu."
Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In mengawasi wajahnya
kembali. "Kau kira ada tidak?" tanyanya.
"Jika aku sudah mengemukakan dugaanku, harap kau jangan
marah dan jangan ada orang ketiga yang mendengar." ujar Ti Then
dengan serius.
"Baiklah."
bicaralah"
sahutnya
sambil
mengangguk,
"Mau
bicara.
.
"Kemarin sewaktu aku berbaring di atas pembaringan sudah
berpikir sangat lama sekali, aku merasa Hu Pocu memang patut kita
curigai."
Wi Lian In menjadi terkejut bercampur heran.
"Bukankah sewaktu makan malam kemarin dia sudah buka kain
pengikat kepala untuk kita lihat?" ujarnya
"Tidak salah, tapi hanya sepintas lalu saja tidak bisa dilihat lebih
jelas."
"Tapi aku bisa melihatnya teramat jelas" jawab Wi Lian In
dengan pasti. "Di atas kepalanya memang tidak terlihat sedikit
bekas lukamu."
Ti Then tersenyum tawar.
"Dia bisa memotong kulit kepala orang lain sesudah kering
kemudian ditempelkan pada bekas lukanya sendiri, hal itu hanya
bisa dilihat dengan jelas jika kita memeriksa dengan lebih teliti."
ujarnya.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 13.1: Ku Ie dan Liuw Su Cen berkunjung
Wi Lian In merasa terkejut bercamput
mementangkan mata lebar-lebar tanyanya.
heran,
dengan
"Kau kira dia bisa berbuat begitu?"
"Ehmm, hanya itu dugaanku saja, benar atau tidak harus kita
buktikan sendiri"
Dengan mengerutkan alisnya rapat-rapat lama sekali Wi Lian In
termenung untuk berpikir keras, kemudian barulah dia mengangguk.
"Tidak salah" sahutnya dengan nada serius "Jika bilang dia
bukanlah si setan pengecut itu, secara tiba-tiba dia bisa memakai
kain pengikat kepala pada waktu yang bersamaan, hal ini memang
sedikit mencurigakan, tapi kita hendak menggunakan siasat apa
pergi memeriksa keadaan kepalanya itu"
"Kita harus melaksanakan tugas ini dengan pinyam kesempatan
sewaktu dia tidak merasa."
"Jadi maksudmu menanti dia tertidur dengan amat nyenyak?"
tanya Wi Lian In.
"Tidak bisa, tidak bisa" seru Ti Then dengan cepat sembari
gelengkan kepalanya. "Dia merupakan manusia macam apa? Asal
satu langkah kau memasuki kamarnya dia pasti akan segera
terbangun."
"Kalau tidak begitu" seru Wi Lian in dengan cemberut, "Kita mau
gunakan cara apa lagi?"
Melihat sikapnya yang cemberut itu Ti Then tersenyum.
"satu-satunya cara kita harus gunakan obat pemabok" sahutnya
"Sebelum dia masuk kamar untuk tidur secara diam-diam kita harus
masukkan obat pemabok itu ke dalam teko air tehnya"
"Caramu itu walau pun bagus, tapi sewaktu dia sadar kembali,
segera akan diketahui olehnya kalau dia sudah mendapat bokongan
pihak musuh."
Ti Then tersenyum lagi
"Asalkan sesudah minum teh lalu dia naik ke atas pembaringan
untuk istirahat maka hal itu tidak akan dirasakan olehnya"
Dia berhenti sebentar untuk berganti napas, lalu sambungnya
lagi:
"Sekali pun omong kosong kita bilang dia merasa kalau dirinya
sudah dibokong orang lain, hal itu tidaklah penting jika terbukti
pada kepalanya tidak terdapat bekas luka, cukup asaikan dia tidak
tahu kalau orang yang memberi obat pemabok itu adalah kita
berdua hal ini tidaklah mengapa"
Wi Lian in berdiam diri untuk berpikir beberapa waktu lamanya,
kemudian barulah mengangguk sambil sahutnya:
"Baiklah, kalau begitu kita putuskan pakai obat pemabok saja.
Biarlah aku yang secara diam-diam memasukkan benda tersebut ke
dalam teko air tehnya, tapi . . . kau punya obat pemabok itu?"
"Tidak ada"
"Di dalam benteng kita juga tidak terdapat benda semacam itu,
lalu bagaimana sekarang baiknya?" tanya Wi Lian in sedikit cemas.
"Kita bisa pergi ke dalam kota untuk membelinya di warung obat,
asal kita mau kasih uang lebih banyak sudah tentu mereka pasti
juga menjualnya kepada kita."
"Ehm .. . " sahutnya Wi Lian in kemudian sembari mengangguk,
"Tetapi siapa yang pergi beli"
"Sebaiknya kau saja yang pergi lebih baik aku jangan tinggalkan
tempat ini"
"Baiklah, sekarang berangkat saja bagaimana?"
Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah kasih
jawaban-
"Bila sebelum hari gelap kau bisa barangkat kembali ke sini,
sekarang pergi pun tidak ada halangannya, kalau tidak berangkat
besok pun belum terlambat."
"Kalau begitu aku berangkat sekarang saja" seru Wi Lian in
dengan cepatnya "Tunggu saja setelah aku berhasil beli barang itu
barulah kita pulang ke Benteng bersama-sama, setelah itu malam ini
kau harus tantang Tia adu main catur, dengan begitu pasti dia akan
menonton di samping. saat itulah aku mau gunakan kesempatan
tersebut memasuki kamarnya" Selesai berkata dia segera bangkit
berdiri.
Ti Then pun segera ikut bangkit: "Lebih baik aku ikut kau saja"
ujarnya.
Wi Lian in menjadi tertegun: "Bukankah tadi kau bilang tidak
leluasa untuk tinggalkan tempat ini" tanyanya dengan penuh
keheranan.
"Tadi aku bilang jika kita berangkat besok pagi, sekarang kita
semua sudah berada diluar benteng, kita boleh berangkat ke dalam
kota secara diam-diam, tentunya gerak gerik kita ini tak akan
diketahui oleh orang lain."
Wi Lian In yang mendapat kawan berjalan seorang seperti Ti
Then ini sudah tentu dalam hati merasa sangat girang sekali.
"Betul" serunya dengan penuh kegirangan "Mari kita berangkat
bersama-sama."
Demikianlah mereka berdua itu dengan mengikuti jalan semula
menuruni tebing tersebut, sesudah mengitari bawah gunung dengan
cepat mereka berdua berangkat menuju kekota keresidenan Go bi.
Jarak antara benteng pedang menuju ke kota Go bi kurang lebih
ada empat puluh li jauhnya, sepanjang jalan antara kedua tempat
itu jarang terdapat dusun yang di tinggali orang karena itu orang-
orang yang melakukan perjalanan pun tidaklah begitu banyak.
Mereka berdua dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh
masing-masing dengan cepat melakukan perjalanannya, tak sampai
satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam kota
kerisidenan Go bi tersebut.
Kali ini merupakan pertama kali Ti Then memasuki kota kembali
sesudah terjadinya peristiwa di dalam sarang pelacur Touw Hoa
Yuan, karena takut sampai dikenali kembali orang-orang dari sarang
pelacur Touw Hoa Yuan itu, karenanya begitu tiba di dalam kota dia
berusaha keras untuk menghindari tempat sarang pelacur tersebut.
Sesudah berjalan belak belok dan melaluijalan-jalan kecil yang
sepi tidak lama kemudian terlihatlah oleh mereka diseberang jalan
terdapat sebuah kedai penjual obat. Ujarnya kemudian kepada Wi
Lian in dengan suara yang amat rendah.
"Kau tunggulah sebentar di sini, biar aku yang pergi beli."
Selesai berkata dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke
dalam kedai penjual obat itu.
Begitu masuk ke dalam warung penjual obat tersebut segera
terlihatlah seorang tua yang berdiri di balik lemari dengan sangat
hormat sekali menggape ke arahnya.
"Silahkan duduk, silahkan duduk." ujarnya sembari tersenyum,
"Kongcu. . kau mau cari apa?"
Dengan cepat Ti Then berjalan mendekati sisi tubuh kakek tua
itu, kemudian barulah ujarnya dengan suara rendah. "Cayhe mau
cari sedikit obat pemabok."
"Mao beli apa?" tanya kakek tua itu dengan air muka tertegun.
" Obat pemabok. "
"Maaf . . . maaf." seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya.
"Di dalam warung kami tidak dijual obat semacam itu"
Dari dalam sakunya Ti then mengambil keluar dua tahil perak
yang kemudian diletakkan di atas meja.
"Cayhe hanya mencari satu bungkusan kecil saja." desaknya
dengan nada serius.
"Tidak ada. . tidak ada" Dari dari dalam sakunya Ti Then
mengeluarkan satu tahil perak kembali dan diletakkan di samping
dua tahil perak semula, sambil tersenyum tanyanya.
" Kalian sungguh-sungguh tidak menjual barang tersebut"
Sinar mata kakek tua itu dengan tajamnya memperhatikan uang
yang terletak di atas meja itu, napasnya menjadi memburu,
kemudian berubah menjadi ngos-ngosan sedikit gugup,
"Benar .... benar dulu memang masih ada sedikit, kemudian ....
kemudian . . sudah terjual habis."
Dari dalam sakunya sekali lagi Ti Then mengambil keluar satu
tahil perak. kemudian ujarnya sembari tersenyum:
"Mungkin masih ada sisa sedikit, tolong kau carikan sedikit buat
aku . . ."
Air muka kakek tua itu ma kin lama berubah menjadi memutih,
kemudian sahutnya lagi dengan gugup,
"Baik . . . baik . . baik . . . biar lohan pergi cari-cari"
Selesai berkata dengan tergesa-gesa dia berlari masuk ke dalam
bilik kamarnya.
Beberapa saat kemudian terlihatlah dengan wajah penuh
kegirangan dia berjalan keluar.
"Kongcu" serunya sembari tertawa. "Keuntunganmu sungguh
bagus sekali, ternyata memang tersisa sedikit"
Sambil berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebuah
bungkusan kecil yang sangat tipis yang kemudian diangsurkan ke
arah Ti Then, sedang tangannya yang sebelah sudah mulai
mencomot uang perak yang terletak di atas meja.
Ti Then sesudah bungkusan yang berisikan obat pemabok itu
mendadak dia ulur tangannya menekan tangan kakek tua itu yang
sedang mengambil uang di atas meja tersebut.
"Tunggu dulu" serunya sembari tertawa.
Air muka kakek tua itu seketika itu juga berubah sangat hebat,
dengan ketakutan, tanyanya. "Ada urusan apa?"
Ti Then tersenyum.
"Jual belikan obat pemabok merupakan suatu pelanggaran
undang-undang negara, mungkin tentang hal ini kau pun tahu
bukan" ujarnya dengan nada menggertak.
Saking terkejutnya seluruh tubuh kakek tua itu sudah mulai
gemetar, ujarnya dengan Suara yang tersedu-sedu:
"Kau . . . kau petugas dari pengadilan ??"
"Ha ha ha . . . bukan. . bukan."Jawab Ti Then dengan tertawa
tak henti-hentinya, "Tapi aku bisa membawa bungkusan obat
pemabok ini sebagai bukti untuk dilaporkan pada pengadilan, waktu
itu...."
Kakek tua itu menjadi sangat terperanyat.
"Kongcu bagaima kau bisa mencelakai orang seperti begitu?"
ujarnya dengan perasaan tidak puas? "Tadi Lohan sudah bilang
kalau tidak ada, adalah kongcu sendiri yang terus memohon . . ."
"Kamu orang tidak perlu begitu tegang" potong Ti Then sembari
tersenyum "Aku tidak akan melaporkan urusan ini kepada
pengadilan"
Saat ini kakek tua itu baru bisa menghembuskan napas lega
sambil menyeka keringat yang mengucur keluar ujarnya. " Kongcu
kau betul-betul pandai menggoda. . ."
"Ehmmm . . . .aku merasa obat ini sedikit kemahalan, hanya satu
bungkus begini sudah minta empat tahil perak. . sungguh mahal
sekali"
"Omongan apa itu ???" Teriak kakek tua itu sedikir gusar. "
Lohan selama ini belum pernah membicarakan soal harga, bukankah
kongcu sendiri yang rela memberi uang sebegitu banyak"
"Oh begitu? Kalau begitu cayhe mohon diri dulu." ujar Ti Then
dengan serius.
Sesudah memasukkan bungkusan obat itu ke dalam sakunya
dengan cepat dia putar tubuhnya berjalan pergi.
Agaknya kakek tua itu merasa urusan tak beres, dengan cemas
teriaknya. "Tunggu sebentar."
"Ada petunjuk apa lagi?" Tanya Ti Then sembari menoleh ke
belakang sedang di dalam hati dia merasa sangat geli sekali.
Dari dalam sakunya kakek tua itu mengeluarkan dua tahil perak
kemudian disusulkan ketangan Ti Then, ujarnya sambil menghela
napas panjang. "Begitu sudahlah, heei...."
Tanpa sungkan-sungkan Ti Then menerima kembali uang perak
itu dan dimasukkan ke dalam sakunya, sambil tersenyum dia
berjalan meninggalkan warung itu untuk kembali kesisi Wi Lian In.
"Ayoh jalan" ujarnya tersenyum.
"Sudah dapatkan barang itu??" tanya Wi Lian In ditengah jalan,
agaknya dia merasa tak tenang.
"Sudah"
"Apa dia juga menanyakan digunakan buat apa barang itu?"
tanya Wi Lian In lagi.
"Tidak" sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Hanya aku sudah
berbuat guyon dengannya, urusan selanjutnya biarlah sesudah
meninggalkan kota kita bicarakan lagi."
Mereka berdua tidak berani berhenti terlalu lama di dalam kota,
karenanya dengan cepat kedua orang itu bergerak keluar kota.
Sesampainya di pinggiran kota barulah Ti Then mulai
menceritakan kisahnya mempermainkan si kakek tua penjual obat
itu membuat Wit Lian in tertawa terpingkal-pingkal saking gelinya.
"Kau jadi orang sungguh curang" ujarnya sembari tertawa,
"Sudah memperoleh barangnya orang lain merasa sayang untuk
keluar uang buat membayar"
Bukannya aku merasa sayang" bantah Ti Then sambil tertawa
juga. "Kebanyakan orang-orang yang memperjual belikan obat-
obatan semacam itu bukanlah manusia baik- baik, biarlah kali ini
mereka sedikit merasakan kelihayanku"
Sambil berkata dia mengambil keluar bungkusen kecil yang
berisikan obat pemabok itu lalu dibukanya untuk Wi Lian in lihat.
"Nah kau terimalah barang ini" ujarna kemudian.
Wi Lian in menyambut bungkusan kecil berisikan obat pemabok
tersebut.
"Aku harus masukkan seberapa banyak obat ini ke dalam teko air
tehnya?" tanyanya kemudian.
"Aku kira separuh sudah cukup"
"Baiklah" seru Wi Lian in kemudian sambil anggukkan kepala,
"Baiknya kita kerjakan malam ini juga."
"Jikalau kita berhasii mengetahui dia adalah si Setan pengecut
itu, kau pikir baiknya bertindak bagaimana?"
"Akan kuberitahukan kepada Tia, biarlah Tia yang mengambil
tindakkan selanjutnya" jawab Wi Lian in-
Ti Then menganggukkan kepalanya menyetujui, kemudian sambil
menghela napas panjang, ujarnya lagi:
"Aku sangat mengharapkan dia bukanlah si Setan pengecut itu."
Mereka berdua sembari melanjutkan perjalanan sembari
bercakap-cakap. sesampainya di depan benteng Pek Kiam Po, cuaca
sudah menunjukkan hampir malam.
Baru saja mereka menginyakkan kakinya ke dalam Benteng,
segera terlihattah seorang pendekar pedang putih sudah
menyambut kedatangan mereka, ujarnya sambil bungkukkan
badannya memberi hormat. "Ti Kiauw tauw kau sudah kembali"
"Ehmm ... " sahut Ti Then sernbari anggukkan kepalanya. "Ada
urusan apa?"
"Tadi Pocu sudah beri pesan, katanya jika Ti Kiauw tauw serta
nona sudah balik ke dalam benteng dipersilahkan segera menuju
keruangan tamu" ujar pendekar pedang putih itu dengan amat
sopan.
Dalam hati Ti Then hanya merasakan jantungnya berdebar-debar
amat keras, tanyanya dengan amat cemas. "Sudah terjadi peristiwa
apa?"
"Ada orang yang datang menyambang diri Ti Kiauw tauw."
"Apakah mereka adalah Anying langit Rase bumi atau mungkin
hwesio-hwesio dari Siauw Limpay?" tanya Ti Then lagi dengan
perasaan lebih cemas.
"Semua bukan . . ."jawab pendekar pedang putih itu sambil
gelengkan kepalanya.
" Kalau begitu siapa mereka Cayhe tidak kenal."
Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat heran, tidak
mungkin ada temannya yang datang menyambangi dia, karena itu
pikirannya menjadi kacau, sambil memandang sekejap kearah Wi
Lian in, ujarnya kemudian- "Cepat kita pergi melihat."
Selesai berkata dengan langkah tergesa-gesa dia berjalan
menuju keruang tamu. Mereka berdua dengan tergesa-gesa menuju
ke dalam ruang tamu, begitu masuk ke dalam ruangan segera
terlihatlah di dalam ruangan sudah hadir dua orang lelaki dan dua
orang wanita, yang lelaki adalah Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek.
yang wanita adalah germo dari Sarang pelacur Touw Hua Yuan, Ku
Ie serta pelacur terkenal Liuw Su Cen.
Begitu Ti Then tampak Ku Ie serta Liuw Su Cen, secara tiba tiba
di dalam Benteng Pek Kiam Po ini membuat hatinya seketika itu
juga terasa tergetar dibuatnya, dengan cepat dia menahan langkah
selanjutnya untuk beberapa saat lamanya tidak sanggup
mengucapkan Sepatah kata pun-
Munculnya Ku Ie serta Liauw su Cen secara tiba-tiba di dalam
Benteng Pek Kiam Po ini jika dibicarakan terhadap dirinya boleh
dikata merupakan suatu pukulan yang fatal. Bagaimana mereka bisa
sampai di sini?
Hmmm, Tentu hasil permainan dari Hong Mong Ling, sesudah
berdiri tertegun beberapa waktu lamanya, segera dia melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan, kepada Wi Ci To sembari memberi
hormat ujarnya:
"Pocu, tadi boanpwe dengar dari seorang pendekar pedang putih
katanya ada tamu yang datang mencari boanpwe?"
"Benar" Sahut Wi Ci To dengan wajah amat serius, sambil
menuding kearah Ku Ie serta Liauw Su Cen sambungnya:
"Kedua orang perempuan inilah yang sedang mencari kau"
Waktu itu Ku Ie serta Liauw Su Cen sudah berdiri dari tempat
duduknya, terlihatlah Ku Ie dengan wajah penuh senyuman ramah
sudah membuka mulutnya dan berkata: "Lu Toakongcu, tentu kau
sudah lupa pada kami ibu beranak bukan?"
Liauw su Cen dengan cepat bungkukkan badannya memberi
hormat, sambungnya dengan suara yang merdu genit:
"Kami datarg menyambangi secara tiba-tiba, harap Lu kongcu
jangan marah"
Mendengar omongan mereka berdua yang tidak karuan itu tanpa
terasa Ti Then sudah kerutkan alisnya rapat-rapat, dengan tertegun
lama sekali dia pandang mereka berdua, kemudian barulah dia
balikkan badannya bertanya kepada Wi Ci To:
"Kedua orang perempuan ini apakah Ku Ie serta Liuw Su Cen dari
sarang pelacur Touw Hoa Yuan?"
Wi Ci To hanya menganggukkan kepalanya saja tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. Ti Then tertawa dingin, kepada Ku
Ie yang berdiri di sampingnya dia berkata.
"Toa nio ini mungkin sudah salah menangkap orang, cayhe
bukanlah Lu kongcu yang kalian maksudkan”
“Benar” jawab Ku Ie itu. “Baru saja aku baru tahu kalau nama
kongcu yang sebetulnya adalah Ti Then"
Sembari menghela napas panjang sambungnya lagi:
"Sebetulnya kami ibu beranak tidak berani datang mengganggu
Ti kongcu, tapi Su Cen budak ini sudah betul-betul mencintai diri
kongcu, sejak waktu itu dia bisa berkenalan dengan diri kongcu,
selama ini makan tidak enak tidur pun tidak enak. setiap hari hanya
pikirkan kongcu seorang kapan bisa datang mengunjungi dia
kembali"
Pikiran Ti Then menjadi semakin ruwet dan kacau.
"Kalian sudah salah anggap" potongnya dengan keras "Cayhe
memangnya bernama Ti Then, tapi bukanlah Lu kongcu yang pada
waktu itu pernah mengunjungi sarang pelacur Touw Hoa Yuan
kalian-"
"Bagaimana bisa bukan" bantah Ku Ie lagi sambil tertawa serak.
"Dengan jelas kau adalah Lu kongcu yang waktu itu turun tangan
melukai diri Hong kongcu, sesudah aku tahu nama yang sebetulnya
dari kongcu dan tahu pula kalau kongcu sudah menyabat sebagai
Kiauw tauw dari benteng Pek Kiam po ini, saat ini biar aku
menceritakan urusan ini kepada Su Cen budak ini, sejak waktu itu
Su Cen budak ini setiap hari sudah ribut ribut mau datang ke sini
untuk kongcu, aku sudah bilang sama dia kini kongcu sudah
menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam po, jika kita
datang ke sana mungkin kongcu akan kehilangan muka, tapi Su Cen
budak ini tetap ngotot saja, dia bilang kongcu dengan senang hati
mau menerima kedatangan kita ibu beranak sedang aku pun mem
punyai pikiran Ti kongcu tentunya jadi orang berperasaan halus,
tidak mungkin bisa melupakan kekasihnya yang terdahulu maka dari
itu..."
"Sudah cukup," potong Ti Then dengan keren, sedang wajahnya
berubah membesi, "Siapa yang perintahkan kalian kemari?"
Ku Ie berdiam diri beb erapa saat, kemudian sembari tertawa
sambungnya lagi.
"Ti kongcu, kau sunguh pandai berguyon, kami ibu beranak
dengan bersungguh hati datang menyambang dirimu, bagaimana
kau bisa memfitnah kami mengatakan kami datang atas perintah
orang lain?"
"Cayhe hari ini belum pernah pergi ke sarang pelacur Tuw Hoa
Yuan kalian, kini kau terus menerus mengatakan aku Lu kongcu itu,
terang-terangan kalian sudah perintah orang lain untuk mencelakai
diriku" teriak Ti Then dengan keras.
Mendengar omongan ini Ku Ie hanya tertawa pahit saja, kepada
Liuw Su Cen yang berada di sampingnya ujarnya dengan sedih.
"Hei budak, aku bilang bagaimana? Kini orang lain sudah
menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po, dia tidak
mungkin akan mau berkawan dengan kau sebagai seorang pelacur
murahan yang rendah derajatnya."
Dengan rasa sedih Liuw Su Cen angkat kepalanya melirik sekejap
kearah Ti Then kemudian tundukan kepalanya kembali rendah-
rendah, sesudah menghela napas panjang barulah sahutnya lirih.
"Ku Ie mari kita pulang saja."
"lbumu paling takut kalau kau tidak puas" ujar Ku Ie kemudian
sembari menghela napas panjang. "Kini malah menjadi lebih baik,
sejak kini kau boleh menerima tamu kembali menurut perintah ku"
Berbicara sampai di sini kepada Wi Ci To serta Huang puh Kian
pek dia sedikit bungkukkan dirinya memberi hormat:
"Kami sudah mengganggu Pocu berdua, dalam hati sungguh
merasa tidak tenang" ujarnya dengan perlahan- "Lain kali jika Pocu
berdua datang kekota harap mau duduk sebentar di dalam sarang
pelacur Touw Hoa Yuan kami"
"Pergi. . Pergilah." seru Wi Ci To dengan kasar sedang tangannya
diulapkan berulang kali.
Demikianlah dengan berjalan berlenggak lenggok Ku Ie serta
Liuw Su Cen berjalan meninggalkan ruangan itu.
Tiba-tiba Ti Then maju satu langkah menghalangi perjalanan
mereka.
"Jangan pergi" bentaknya dengan kasar.
"Ada apa?" tanya Ku Te sembari tertawa melengking sehingga
serasa menusuk kuping.
"Katakan siapa yang sudah perintah kalian kemari" bentaknya
dengan dingin.
Alis Ku Ie segera dikerutkan rapat-rapat sambil tertawa terkekeh-
kekeh serunya:
"Aduh Ti Kongcu kau sungguh pandai main sandiwara, kau sudah
punya kekasih yang baru kini tidak mau mengingat kembali kekasih
yang lama, tentang hal ini tidak mengapa, bagaimana?? kamu tidak
mengijinkan kami ibu beranak pergi dari sini?"
Ti Then tidak mau ambil perduli padanya dengan wajah yang
amat keren tetap bentaknya: "Siapa yang perintah kalian kemari?
sudah beri uang berapa??"
"Hmm. ." dengus Ku Ie dengan amat dingin "Walau pun Su Cen
kami hanya seorang pelacur tapi tidak seperti kau Ti Kongcu yang
sudah lupa keadaan sendiri, kau jangan salah memandang."
"Aku bisa kasih uang yang lebih banyak lagi kepada kalian
asalkan kalian mau beri tahu dengan sejujurnya siapa yang sudah
perintah kalian kemari" ujar Ti Then coba membujuk mereka
berdua.
Ku Ie tidak mau gubris dirinya lagi, kepada Wi ci To sembari
tertawa dingin ujarnya.
"Wi Pocu, tolong tanya kami apa sudah boleh pergi? "
"Ti Kiauw tiauw" seru Wi Ci To dengan nada kurang senang.
"Biarkan mereka pergi"
Mendengar omongan ini seketika itu juga Ti Then sudah tahu
kalau dia telah percaya akan omongan Ku Ie ini, sedang dalam hati
dia pun tahu perintah dari majikan patung emas yang diserahkan
kepadanya juga boleh dikata hanya sampai di sini saja, karena itu
segera dia menyingkir ke samping membiarkan Ku Ie serta Liauw su
Cen berlalu dari dalam ruangan.
Sesudah melihat bayangan mereka berdua lenyap dari
pandangan barulah dia merangkap tangannya memberi hormat
kepada Wi Ci To.
"Pocu" ujarnya perlahan-. "Boanpwe ada satu urusan yang
hendak dititipkan kepada Pocu."
" Urusan apa?" tanya Wi Ci To sembari menghela napas panjang.
"Hwesio-hwesio dari partai Siauw lim serta Anying langit Rase
bumi mungkin di dalam beberapa hari ini bisa muncul di sini, jika
mereka sudah tiba tolong katakan kepada mereka boanpwe akan
menanti kedatangan mereka dipenginapan Hokan di dalam kota.
Selesai berkata dia beri hormat juga kepada Huang puh Kian Pek.
setelah itu dengan langkah lebar dia berjalan meninggalkan ruangan
tamu tersebut.
Wi Ci To, Huang puh Kian Pek mau pun Wi Lian In tidak ada yang
buka mulut memanggil dia kembali.
Sekembalinya ke dalam kamarnya dengan tergesa-gesa dia
membereskan barang-barangnya dan dipanggulnya ke atas
pundaknya, pedang panjang hadiah dari Wi Ci To diletakkannya ke
atas pembaringan lalu dia berjalan keluar dari kamar.
Melihat sikapnya yang sangat aneh itu si Lo-cia itu pelayan tua
segera menyambut kedatangannya .
"Ti Kian-Kauw tauw, kau mau kemana ?" tanyanya penuh
keheranan-
"Lo-cia" jawab Ti Then sambil tertawa pahit "Sejak ini hari kau
tidak perlu melayani aku lagi".
"Sudah terjadi urusan apa?" tanya Lo-cia dengan perasaan
terperanyat sesudah mendengar perkataan dari Ti Then itu.
"Aku mau pergi."
" Kemana??" tanya si Lo-cia lagi dengan cemas.
"Heei. . . belum kutentukan-.."
Setelah itu dengan langkah tergesa-gesa dia meninggalkan
kamar tersebut.
"Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" tanyanya si Lo-cia
sembari mengejar hingga samping tubuhnya.
"Aku sudah bukan Kiauw tauw dari benteng" si Lo-cia menjadi
melengak.
"Kau sudah ribut dengan nona kami?" tanyanya.
"Bukan- . jika kau mau tahu jelas persoalannya, kau boleh tanya
langsung kepada Pocu"
Dia tidak pergi pamit dengan Wi Ci To serta Wi Lian In lagi,
sesudah keluar dari pintu benteng segera menuju kelapangan
latihan silat. Di sana sudah terlihatlah pendekar pedang putih yang
ditemuinya tadi sedang menuntun kuda Ang san Khek yang
dihadiahkan Wi Lian In kepadanya itu.
Melihat Ti Then berjalan ke sana pendekar pedang putih itu
segera menuntun kuda tersebut ke hadapannya.
"Ti Kiauw tauw" ujarnya. "Ini adalah tungganganmu"
"Tidak."Jawab Ti Then cepat sembari menggelengkan kepalanya
"Kuda ini miliknya nona Wi."
"Nona Wi tadi sudah bilang, kuda ini adalah milik Ti Kiauw tauw,
jika Ti Kiauw tauw tidak mau dia bilang terpaksa kuda ini harus
dijagal saja."
Ti Then menjadi ragu-ragu sebentar, akhirnya sahutnya sembari
anggukkan kepalanya. "Baiklah, kau tolong sampaikan dia ucapan
terima kasihku."
Sesudah menerima tali les kuda tersebut dari tangan perdekar
pedang putih itu dengan cepat tubuhnya melayang ke atas kuda itu
kemudian melarikan tunggangannya dengan cepat menuju keluar
Benteng.
Di dalam sekejap mata Benteng Pek Kiam Po sudah ditinggal
sangat jauh sekali.
Dengan berdiam diri dia terus melarikan kudanya turun gunung,
di dalam hatinya waktu itu entah harus dibilang girang atau sedih,
dia merasakan hatinya kosong melompong, dalam hati dia tahu Wi
Lian In adalah seorang nona yang patut dicintai oleh setiap lelaki,
tapi bisa meninggalkan dirinya di dalam keadaan seperti ini juga
mungkin merupakan suatu urusan yang sangat bagus.
Dia sadar urusan ini terjadi bukanlah karena kesengajaan dari dia
sendiri, sehingga dia mem punyai alasan untuk mempertanggung
jawabkan urusan itu di hadapan majikan patung emas tersebut.
Tidak salah, majikan patung emas pasti sudah tahu urusan yang
terjadi baru saja ini, dia pasti tidak akan menyalahkan persoalan ini
kepada dirinya.
Haa. . ha. . ha. . orang yang sudah menyuap Ku Ie serta Liaw Su
Cen untuk membongkar kedokku itu tentu bermaksud hendak
merusak hubunganku dengan Wi Lian In-tapi pastilah dia tidak akan
menduga kalau dengan tindakannya ini justru sudah membantu aku
meloloskan diri dari kurungan serta perintah majikan patung emas
yang tidak tahu diri itu.
Hal inilah yang sudah membuat dia merasa sangat girang, tapi di
samping itu dia pun merasa sedikit kecewa.
Hanya karena sedikit urusan yang tidak berarti ini dia harus putus
hubungan lama sekali dengan Wi Lian In, Seorang nona yang
memiliki wajah yang amat cantik apalagi bentuk tubuhnya yang
begitu menggiurkan, Sungguh merupakan Suatu urusan yang patut
disesalkan-
Sampai waktu inilah dia baru merasa kalau perjuangan dirinya
beberapa waktu ini tidaklah sia-sia belaka, secara diam-diam dirinya
sudah betul-betul jatuh cinta terhadap Wi Lian In.
Ditengah jalanan gunung yang amat sunyi itu dia berhasil
melewati kereta kuda yang ditunggangi oleh Ku Ie serta Liuw Su
Cen, dengan mempercepat larinya kuda dia melanjutkan
perjalanannya menuju ke kota Go bi.
Sebelum cuaca benar-benar gelap sekali lagi dia sudah tiba di
dalam kota Go bi.
Sesampainya di depan penginapan Hokan dia minta satu kamar,
selesai makan malam segera tutup pintu untuk beristirahat.
Dia tidak ingin menuju ke dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan
untuk memaki Ku Ie, karena dia tahu orang yang sudah perintah
mereka berdua melakukan urusan ini tidak luput dari Hong Mong
Ling serta si setan pengecut dua orang, apalagi untuk menanyai
seorang pelacur sehingga tahu betul-betul siapa yang sudah
perintah mereka melakukan hal itu tak terhindar harus buang uang
banyak.
Sat ini dia hanya
punya satu-satunya harapan, yaitu
mengharapkan munculnya majikan patung emas pada malam ini
kemudian membicarakan persoalan ini hingga jelas.
Malam . . . . . semakin lama semakin kelam.
Kurang lebih kentongan kedua malam itu, tiba-tiba ..dari dinding
kamar sebelah secara mendadak muncul suatu suara ketukan yang
amat aneh sekali. Ada orang yang sedang mengetuk dinding tembok
dari kamar sebelah.
Dengan cepat Ti Then meloncat bangun kemudian mengetuk
juga tiga kali di atas dinding tersebut.
"Siapa ?"tanyanya dengan suara perlahan.
"Aku"
Ternyata majikan patung emas sudah munculkan dirinya. Ti Then
segera tersenyum.
"Haa ha ha... kali ini kenapa tidak turun dari atas atap rumah??"
ejeknya.
"Jangan banyak omong kosong." bentak majikan patung emas
dengan amat gusar.
"Jangan marah dulu, peristiwa ini bukanlah aku yang cari-cari"
Dengan dinginnya majikan patung emas mendengus beberapa
kali.
"Hmm, ya atau bukan aku bisa pergi selidiki sendiri" ujarnya
dingin-
"Haa?? apa arti dari perkataanmu ini ??" tanya Ti Then dengan
penuh perasaan heran-
"Aku merasa curiga orang yang mendalangi urusan ini adalah kau
sendiri" Teriak majikan patung emas dengan gusar.
"Karena kau ingin melarikan diri dari tugas untuk memperistri Wi
Lian In maka kau perintah mereka berdua pergi ke Benteng Pek
Kiam Po. ."
"Omong kosong." potong Ti Then tak kalah gusarnya "Kau
pandang aku Ti Then seperti orang macam apa?? Tidak salah. Aku
tidak rela pergi memperistri diri Wi Lian In tapi aku sudah bicara
sangat jelas sekali, aku sudah menyanggupi dirimu untuk menjadi
patung emasmu selama satu tahun, saat itu aku tidak pernah
merasa menyesal dan tidak akan mungkir melakukan rencana yang
begitu memalukan ini"
Lama sekali majikan patung emas berdiri tiba-tiba ujarnya lagi:
"Kalau begitu aku mau tanya padamu lagi, siang tadi kau
bersama-sama Wi Lian In semula bilang mau berpesiar ke atas Sian
Ciang, akhirnya kau tidak pergi ke tebing Sian Ciang. Kalian
sebetulnya sudah pergi kemana?"
"Beli obat"
"Obat apa?" desak majikan patung emas lagi
"Obat pemabok"
"Ooh soal kemungkinan Huang puh Kiam Pek adalah penyamaran
dari si setan pengecut itu kau sudah ceritakan kepada Wi Lian In?"
"Tidak salah" jawab Ti Then sembari mengangguk "Sebetulnya
dia rencananya mau turun tangan malam ini juga untuk
membuktikan apakah Huang puh Kiam Pek betul-betul si setan
pengecut itu atau bukan, tapi sesudah mengalami perubahan seperti
ini mungkin dia sudah hapuskan rencana semula"
" Kalau begitu" ujar majikan patung emas lagi sesudah
termenung beberapa waktu lamanya. "Kau pikir siapa yang sudah
perintah Ku Ie serta Liauw Su Cen pergi kebenteng Pek kiam Po?"
"Hmm.... kalau bukan Hong Mong Ling siapa lagi?"
Majikan patung emas termenung sebentar untuk berpikir keras,
lalu baru sahutnya.
"Ehmmm,jika saat ini diperintahkan oleh Hong Mong Ling maka si
setan pengecut itu pun juga tahu."
"Sudah tentu."
Majikan patung emas melanjutkan lamunannya, kemudian
tambahnya.
"Jika umpama Huang puh Kian Pek adalah si setan pengecut itu
maka sesudah berhasil menangkap Huang puh Kian Pek tidaklah
akan sukar untuk mengetahui tempat persembunyian Hong Mong
Ling.."
"Tidak salah, tapi Wi Lian In pasti sudah tidak mau melaksanakan
tugas seperti apa yang aku susun-"
"Kalau begitu biar aku saja yang pergi untuk mengurus"
"Ehmmmm, tentang ini bagusnya memang bagus." jawab Ti
Then sembari tersenyum.
"Tapi Walaua pun Huang puh Kian Pek betul-betul adalah si setan
pengecut itu, belum tentu Wi Ci To mau mengubah pandangannya
terhadap diriku, karena dia sudah percaya bahwa akulah Lu Kongcu
yang sudah cukul rubuh Hong Mong Ling sewaktu masih berada di
dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan"
Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi.
"Hong Mong Ling pergi main perempuan memang persoalan yang
nyata, sedang aku punya maksud untuk merusak hubungan mereka
juga merupakan soal yang nyata."
Sekali pun perkataan dari Ti Then ini masuk akal, tapi agaknya
majikan patung emas mem punyai pandangan yang lain.
"Asalkan kita bisa buktikan Huang puh Kian Pek adalah si setan
pengecut dan bisa menawan Hong Mong Ling kembali, maka
persoalan segera akan berubah kembali," ujarnya dengan tenang,
"Kau bisa tawan Hong Mong Ling dan di hadapan Wi Ci To kau bisa
paksa dia untuk mengaku kalau Ku Ie sera Liuw Su Cen sudah
disuap oleh dia untuk berbuat begitu, jika perlu kau boleh beli
omongan dari Ku Ie serta Liauw Su Cen, dengan demikian
pandangan Wi Ci To beserta putrinya akan berubah kembali"
"Terlalu repot. . terlalu repot" seru Ti Then sambil menghela
napas panjang, "Apa selain aku harus kawin dengan Wi Lian In
sudah tidak ada jalan lainnya"
Mendengar helaan napas dari Ti Then itu, agaknya majikan
patung emas dibuat menjadi kurang senang, tidak henti-hentinya
dia tertawa dingin-
"Tidak ada" sahutnya singkat.
"Ada kalanya" Geremeng Ti Then dengan perlahan, "Aku benar-
benar ingin sekali kau bisa bunuh aku sampai mati, aku merasa. ."
"Tidak usah banyak omong lagi" Potong majikan patung emas
dengan cepat ketika di dengarnya dia mulai melamun, " Untuk
sementara kau boleh tinggal dirumah penginapan ini saja, aku mau
pulang ke Benteng untuk mulai bekerja, setelah aku buktikan kalau
Huang Puh Kiam Pek betul-betul si setan pengecut dan bisa paksa
dia mengakui tempat persembunyian dari Hong Mong Ling aku bisa
ke sini beri kabar padamu, aku pergi dulu"
Keesokan harinya Ti Then sesudah bangun dari tidurnya segera
buka pintu kamar memanggil seorang pelayan untuk membersihkan
kamarnya, dengan pinyam kesempatan itu tanyanya.
"Hei pelayan, kamar sebelah ini kemarin ditinggali tamu dari
mana?" Agaknya pelayan itu dibuat melengak oleh pertanyaan ini.
"Kongcu" tanyanya dengan heran "Yang kongcu maksudkan
kamar di sebelah kiri atau kamar di sebelah kanan?"
"Yang sebelah kiri ini" jawab Ti Then sembari menuding ke
sebelah kiri.
"Kamar sebelah kiri ini sama sekali tidak dihuni oleh tamu dari
mana pun." sahut pelayan itu tertawa.
" Kemarin malam juga tidak ditinggali orang lain?"
"Tidak. kamar sebelah kiri ini sudah kosong tiga empat hari
lamanya."
"Ehmm. . kiranya begitu. ." jawab Ti Then sembari mengangguk.
"Ada apanya yang tidak beres"
"Mungkin ada tikus yang lari-lari di dalam kamar sehingga
mengeluarkan suara ribut- ribut, kemarin malam beberapa kali aku
di bangunkan oleh suara ribut- ribut itu"
"Tikus memang binatang yang paling menjengkelkan, ada satu
kali secara tiba-tiba seorang nona berteriak minta tolong dari dalam
kamar, aku cepat- cepat lari masuk ke dalam kamar, Hu. . Hu. . kau
tebak sudah terjadi apa? Kiranya seekor tikus sudah kecebur dalam
tong berisikan kotoran, nona itu tanpa dilihat dulu sudah
berjongkok, akhirnya ha ha ha. ."
Mendengar cerita yang begitu menarik tak terasa lagi Ti Then
sudah ikut tertawa terbahak-bahak.
Siang harinya ketika Ti Then sedang makan siang di dalam kamar
mendadak dari pintu kamarnya terdengar suara ketukan yang amat
gencar sekali.
"Siapa??" tanya Ti Then dengan cepat sedang dalam hati diam-
diam merasa sedikit terperanyat.
Seorang yang masih muda segera memberikan jawabannya. "Ti
Kiauw tauw aku"
Segera Ti Then bisa mengenali kalau suara itu adalah suara
berasal diri Ki Hong, pendekar pedang hitam dari benteng Pek Kiam
Po, dengan cepat dia bangkit membuka pintu kamarnya, terlihatlah
Khie Hong dengan air muka gugup sudah berdiri tegak di depan
kamarnya, dalam hati segera dia tahu sudah terjadi suatu urusan
karena itu dengan cemas tanyanya:
"Apakah Anying langit Rase bumi sudah datang??".
"Selain Anying langit Rase bumi masih ada ada delapan belas
orang jago berkepandaian tinggi dari istana Thian Teh kong mereka,
agaknya mirip jago-jago Cap Pwe Sah Sin yang tersiar di dalam Bu
lim"
"Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk, "Aku memang dengar
Anying langit Rase bumi punya anak buah yang dijuluki Cap Pwe
sah sin atau delapan belas malaikat iblis, kepandaian silat mereka
katanya tidak cetek. "
Melihat Ti Then tidak berangkat- berangkat, Ki Hong menjadi
semakin cemas:
"Ti Kiauw tauw" ujarnya cepat, "mari kita lekas-lekas kembali ke
benteng."
"Apa Wi Poccu tidak beritahu pada Anying langit Rase bumi kalau
aku tidak berada di sana?"
"Benar, tapi mereka tidak mau percaya, mereka bilang Tiauw
Kiauw tauw pasti berada di dalam Benteng."
"Kalau begitu baiklah, ayo berangkat."
Dia membuat sedikit persiapan kemudian panggil pelayan
penginapan itu untuk diberi sedikit uang, katanya karena ada urusan
yang mau diselesaikan diluaran minta dia cepat- cepat sediakan
kuda. Sesudah mengunci kamarnya barulah dengan Ki Hong
bersama-sama berjalan keluar.
Sekeluarnya dari dalam rumah penginapan pelayan itu sudah
siapkan kuda Ang San Kheknya di depan pintu, demikianlah masing-
masing dengan menggunakan tunggangannya sendiri-sendiri lari
keluar dari kota.
satu jam kemudian sampailah mereka di dalam Benteng Pek
Kiam po.
Mereka berdua dengan cepat turun dari kuda ditengah lapangan
latihan silat, saat itu barulah Ti Then bertanya: "Mereka dimana??"
"Di dalam ruangan tamu" sahut Ki Hong dengan cepat.
Tanpa banyak cakap lagi Ti Then cepat berlari ke dalam ruangan
tamu.
Jilid 13.2: Anying langit Rase Bumi
Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di dalam ruangan tamu,
terlihatlah Wi Ci To beserta Huang Puh Kian Pek duduk di tengah
ruangan sedangkan Anying langit Rase bumi beserta ke delapan
belas malaikat iblisnya duduk di kedua belah sisi, masing-masing
tidak ada yang berbicara, hanya darl sinar mata masing-masing
jelas memancarkan nafsu membunuh yang meluap-luap
Usia dari ke delapan belas malaikat iblis ini kurang lebih berada di
atas lima puluh tahunan, wajah masing-masing memperlihatkan
kebengisan serta keganasan mereka, pada tubuh masing-masing
membawa senyata yang berbeda-beda, yang duduk mereka pun
urut sesuai dengan senyata yang dibawa mulai dari Golok, pedang,
toya besi, kampak, cambuk, rantai, gada, tongkat serta pisau belati.
Sedang pada deretan yang lain adalah Tombak, trisula, kampak
raksasa, siang kiam, golok melengkung, gelang, golok panjang serta
senyata berbentuk bulan sabit. Senyata mereka merupakan delapan
belas macam senyata yang aneh dan sakti, sungguh menyeramkan
sekali.
Sebelum bertemu dengan Anying langit Rase bumi secara pribadi
di dalam benak Ti Then pernah membayangkan wajah yang
meringis menyeramkan siapa tahu kini sesudah bertemu sendiri
kelihatanlah wajah Anying langit Rase bumi itu sedikit kalem.
Si anying langit Kong Sun Yau mem punyai wajah yang tampan
dengan perawakan sedang usianya mungkin berada diantara empat
puluh tahunan hanya saja air mukanya sedikit pucat.
Kini dia berdandan sebagai seorang sastrawan dengan bahan
pakaian yaug sangat mewah, pada tangannya mencekal sebuah
kipas yang terbuat dari tulang, sungguh kelihatan gagah sekali.
Sedangkan si Rase bumi Bun Jin Cui berusia diantara tiga puluh
tujuh delapan tahunan, alisnya tipis matanya bulat tebal, bibirnya
merah bagaikan delima dandanannya sangat berlebihan sehingga
kelihatannya sangat genit sekali. sepasang tangannya dengan tak
henti-hentinya mempermainkan sebuah sapu tangan berwarna
merah, gerak geriknya sangat genit dan pemalu, lagaknya tidak
mirip sebagai jagoan yang ditakuti dalam Bu lim.
Mereka suami istri begitu melihat Ti Then berjalan memasuki
dalam ruangan segera tersungginglah suatu senyuman yang sangat
ramah.
Ti Then berlagak tidak melihat, sesudah memberi hormat dengan
Wi Ci To ujarnya: "Boanpwe Ti Then hunjuk hormat kepada Pocu"
Dengan perkataan serta gerak geriknya ini sudah jelas
memperlihatkan kalau dia sudah bukan satu keluarga lagi dengan
orang-orang Benteng Pek Kiam Po.
Wi Ci To tidak perlihatkan reaksi apa-apa, hanya sambil
menuding ke arah Anying langit Rase bumi ujarnya,
"Mereka berdua adalah Raja langit Kong sun Yau serta Ratu bumi
Bun Jin Cui"
Ti Then sedikit putar tubuhnya kemudian memandang ke arah
Anying lagit rase bumi sembari tertawa tawar,
"Lama sudah cayhe dengar nama besar kalian berdua, selamat
bertemu, selamat bertemu"
Anying langit serta Rase bumi tetap duduk tidak bergerak di
tempatnya masing-masing dengan lagak hendak memilih menantu
sambil tersenyum-senyum mereka berdua pandangi seluruh tubuh
Ti Then dari atas kepala sampai ujung kakinya.
Pertama tama Anying langit Kong sun Yau yang buka mulutnya
angkat bicara, hanya dia tidak bicara kepada Ti Then melainkan
kepada istrinya Rase bumi Bun Jin Cui yang berada disisinya.
"Kau lihat bagaimana ?" tanyanya sembari tertawa.
"Tidak jelek. tidak jelek." sahut si Rase bumi Bun Jin Cui sembari
memperdengarkan
suara
tertawanya
yang
amat
genit.
"Semangatnya tinggi wajahnya tampan, tubuh kokoh kuaat
..Heemmm tidak rugi menteri pintu pembesar jendela kita
dikalahkan ditangannya"
sesudah itu barulah si Anying langit Kong sun Yau menoleh
kearah Ti Then dengan memperlihatkan sebaris giginya yang putih
mengkilap ujarnya tersenyum.
"Lo te apakah pendekar berbaju hitam Ti Then yang sudah
menyabat sebagai Kiauw tauw pada benteng Pek Kiam Po?"
" Kemarin hari, dulu memang betul, tapi sekarang sudah
bukan"Jawab Ti Then dengan gelengkan kepalanya.
"Haa?? kenapa??" tanya Anying langit Kong sun Yau itu tertawa
"Apa Lote punya maksud memikul beban ini seorang diri?"
Ti Then tidak langsung beri jawabannya, kepada Wi Ci To ujarnya
tiba-tiba "Tolong tanya Pocu, apakah boanpwe diperkenankan
berbicara sambil duduk??"
"Ooh maaf Lohu sudah lupa, silahkan duduk. silahkan duduk"
jawab Wi Ci To cepat.
Segera Ti Then menarik sebuah bangku dan duduk di hadapan
Wi Ci To serta Hung puh Kian Pek. dengan sikap yang amat angkuh
sahutnya terhadap diri Anying langit Rase bumi
"Cayhe memang sudah ambil keputusan mau melawan kalian
dengan kekuatan seorang diri, tapi hal ini tidak ada sangkut pautnya
dengan persoalan mengapa cayhe meninggaikan Benteng Pek Kiam
Po ini. . kalian mau tanya apa lagi?? "
"Hi h i. Hi ." mendadak si rase bumi Bun Jin Cui
memperdengarkan suara tertawanya yang amat genit, sembari
menepuk pundak suaminya si anying langit Kong sun Yau ujarnya
dengan suara manya:
"Lang cun, sifat bocah Cilik ini persis seperti sifatku, aku sangat
suka padanya"
"Ooob, apa yaah?" seru si anying langit Kong sun Yau dengan
diiringi tertawanya yang tidak sedap didengar.
"Baiknya kita bicara secara baik-baik saja dengan dia, jika dia
mau gabungkan diri secara suka rela kepihak istana Thian Teh Kong
kita, baiknya kita kasi suatu jabatan yang bagus kepadanya."
Agaknya si anying langit Kong sun Yau sangat penurut terhadap
perkataan istrinya, mendengar perkataan tersebut segera ujarnya
kepada Ti Then sembari tertawa:
"Lo-te kau sudah dengar belum? Istriku bersikap sangat baik
kepadamu, ini merupakan kejadian pertama selama hidupnya, jika
lote bermaksud. ."
Ti Then tidak mau dengar obrolan mereka selanjutnya, dengan
cepat bentaknya dengan kurang senang.
"Bilamana saudara-saudara sekalian tidak punya nyali untuk
melawan cayhe, lebih baik cepat-cepat menggelinding dari sini,
jangan duduk terus menerus sembari mengeluarkan kentutan yang
busuk."
Air muka si Anying langit Kong sun Yau segera berubah amat
hebat, tak henti-hentinya dia tertawa seram.
"Hmm. . hmmm, . Ti Then" Serunya dengan gusar, "Kau tidak
bisa melihat kebaikan orang lain-"
"Benar" sambung si Rase bumi Bun Jin Cui sembari tertawa "Kita
punya maksud baik-baik, kalau kau tidak mau yaah sudahlah, buat
apa mengusir kita suruh menggelinding dari sini, kami Kaisar langit
Rase bumi jika suka tinggal di sini sekali pun ada delapan tandu
yang menggotong kami belum tentu sanggup menggotong kami
pergi."
Ti Then tetap tidak mau gubris omongan mereka, bentaknya lagi
dengan dingin. "Ini hari kalian kemari sebetulnya sedang mencari
aku Ti Then seorang atau bukan?"
"Benar" jawab si Rase bumi Bun Jin Cui dengan disertai suara
tertawanya yang amat merdu "Kita dengar laporan dari Menteri
pintu pembesar jendela yang katanya kepandaian silat Lote sangat
lihay sekali, karenanya sengaja kami kemari untuk berkenalan"
"Kalau begitu cepat kita bereskan dengan kekuatan masing-
masing..."
"Hihihii... hihihi. .jangan keburu baiknya kita bicara dulu secara
baik-baik" ujar si Rase bumi Bun Jin Cui lagi, "Aku dengar katanya
sewaktu kau berada di atas gunung Fan Cin san pernah secara
kebetulan memperoleh sebuah kitab pusaka "Ie Cin Kang""
"Hmm hmm...bila kalian suami istri punya minat terhadap itu
kitab pusaka Ie Cin Keng seharusnya pukul rubuh aku dulu baru
dibicarakan lagi" seru Ti Then tetap ketus.
"Hi hi hi perkataanmu ini sungguh lucu sekali, dengan usiamu
yang masih begitu muda masa depan masih punya harapan, buat
apa kehilangan nyawa karena sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng saja?"
"Pandanganku persis dengan pandanganmu" sambung Ti Then
dengan cepat.
"Kalian suami istri sudah enak-enak hidup secara sembunyi dan
bermewah-mewahan di dalam istana Thian Teh Kong, penghidupan
kalian tentunya sangat menyenangkan sekali, buat apa jauh-jauh
kemari untuk mengantar nyawa hanya disebabkan sejilid kitab
pusaka Ie Cin Keng saja?"
Suara tertawa dari si rase bumi Bun Jin Cui makin lama semakin
berubah amat dingin, kepada suaminya si anying langit Kong sun
Yau ujarnya:
"Budak ini susah diajak berunding, kelihatannya terpaksa kita
harus pinyam lapangan latihan silat milik Wi Pocu itu."
"Baik..baik... " seru si anying langit Kong sun Yau sambil
manggut-manggutkan kepalanya berkali-kali, "Tapi tentang ini kita
harus minta persetujuan dari Wi pocu dulu... "
"Tidak usah kalian pinyam lagi" potong Wi Ci To cepat.
"Persoalan ini memangnya harus diselesaikan di dalam Benteng ini
juga"
"Tidak" bantah Ti Then tegas sesudah mendengar keputusan dari
Wi Ci To itu pocu dari benteng Pek Kiam Po. "Urusan ini tidak ada
sangkut pautnya dengan Benteng saudara "
Bicara sampai di sini segera dia menoleh Kong sun Yau.
"Cayhe usulkan lebih baik kita bereskan urusan ini diluar benteng
saja" ujarnya. "Bagaimana pendapat kalian berdua?"
Dengan menggunakan kipasnya Kong sun Yau
mulutnya, kemudian barulah jawabnya sembari tertawa.
menutupi
"Hal ini malah membuat aku serba salah, kau merasa urusan ini
tidak ada sangkut pautnya dengan Wi Pocu, sebaliknya Wi Pocu
merasa urusan ini disebabkan karena kau menolong nyawa nona Wi,
dalam hal ini dia tidak akan mau menonton saja, Aduh. . bagaimana
baiknya yaaahh?"
"Hmm... hmmmm...kitab pusaka Ie Cin Keng berada di dalam
tubuhku, bukan berada pada pihak Wi Pocu" ujar Ti Then cepat
coba-coba memanCing perhatiannya.
"Ha...haa ..haa.. tapi bilamama kita ikut kau keluar benteng
maka jika kawan-kawan Bu lim tahu, mereka tentu akan
mentertawakan kami bahwa pihak istana Thian Teh Kong takut
dengan benteng Pek Kiam Po"
-ooooooo-
"SEORANG lelaki bersenyata pasti akan bedakan mana yang baik
mana yang buruk, kali ini kalian datang kemari bertujuan pada kitab
pusaka Ie Cin Keng yang berada dalam sakuku, apalagi kini aku
sudah tinggalkan Benteng Pek Kiam po, kalian sama sekali tidak
punya alasan untuk bentrok secara langsung dengan orang-orang
benteng Pek Kiam po" teriak Ti Then coba membantah.
Tiba tiba Wi Ci To bangkit dari tempat duduknya.
"Ti Kiauw tauw." serunya dengan suara berat. "Siapa yang bilang
kau sudah keluar dari keanggotaan Benteng Kiam Po kami?"
Ti Then agak tertegun dibuatnya, Tapi sebentar saja sudah
tenang kembali.
"Boanpwe merasa tidak punya muka lagi untuk tetap tinggal di
sini karena itu boanpwe sudah ambil keputusan hendak
meninggalkan Benteng Pek Kiam Po" ujarnya.
"Heee heee tapi lohu harus menyetujui terlebih dahulu." bantah
Wi Ci To sembari tertawa dingin.
"Boanpwe hanya menerima tawaran untuk menyabat sebagai
Kiauw tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po ini tapi bukanlah anak
murid sini, karenanya jika boanpwe punya maksud meninggalkan
tempat ini tidaklah perlu minta persetujuan dari Pocu terlebih dulu."
"Tidak salah." jawab Wi Ci To tidak mau kalah "Tapi Kiauw tauw
apa sudah lupa perjanyian kita sebelumnya?"
Ti Then tidak tahu apa yang sedang dimaksud dengan perkataan
dari Wi Ci To ini, seketika itu juga dia dibuat melengak. "Perjanyian
apa?" tanyanya penuh keheranan-
"Sesaat kau sebelum menyabat sebagai Kiauw tauw di dalam
benteng kami kita sudah mengikat janyi bahwa setiap bulan Lohu
memberi gaji sebesar tiga ratus tahil perak kepadamu sedang kau
pun diharuskan setiap hari memberi pelajaran ilmu silat kepada
seluruh pendekar pedang di dalam benteng ini. Tapi hingga hari ini
kau baru melaksanakan tugasmu selama enam tujuh hari saja. ."
"Oooh. . soal itu ?" agaknya Ti Then menjadi sadar kembali atas
perkataan Wi Ci To itu. "Sindiran Pocu memang sangat tepat sekali,
walau pun sejak boanpwe berdiam dalam benteng sudah ada satu
bulan lebih padahal hanya melaksanakan selama enam tujuh hari
saja. Tapi tentang hal ini bisa kita selesaikan dengan sangat mudah
sekali, pada kemudian hari pasti boanpwe akan kirim uang sebagai
gantinya."
"Heee heee mau bayar harus bayar sekarang juga." ujar Wi Ci To
cepat. Mendengar perkataan ini air muka Ti Then berubah menjadi
merah padam. "Tapi boanpwe tidak bawa uang." ujarnya dengan
perasaan malu.
"Ha ha ha ha kalau begitu sebelum kau selesai mengembalikan
uang itu berarti kau tetap merupakan Kiauw tauw dari Benteng
kami."
Dalam hati Ti Then tahu dengan jelas Wi Ci To berbuat demikian
"ngototnya" bukankah dikarenakan tiga ratus uang perak itu
sebaliknya berusaha mencari alasan untuk tetap menahan dirinya,
karena itu segera dia bangkit berdiri dan berkata:
"Bencana rejeki datang tidak melalui pintu, satu-satunya jalan
hanyalah dikarenakan manusia, jika Pocu pasti mau ikut campur di
dalam urusan ini, boanpwe sendiri juga tidak punya alasan untuk
menampik. Baiklah, mari kita bersama-sama menuju kelapangan
latihan silat.."
Wi Ci To segera menggape ke arah mereka dan ujarnya kepada
Anying langit Rase bumi itu:
"Silahkan saudara sekalian ikuti lohu menuju ke lapangan latihan
silat."
Kali ini Anying langit Ruse bumi serta ke delapan belas malaikat
iblisnya datang kemari jauh sebelumnya sudah mengadakan
persiapan yang matang karena itu nyali mereka pun sangat besar.
Mendengar perkataan itu masing-masing segera meninggalkan
tempat duduknya masing-masing dengan mengikuti diri Wi Ci To.
Huang Puh Kian Pek serta Ti Then berjalan menuju ke luar.
Ti Then yang berjalan di belakang Wi Ci To ketika berjalan keluar
dari ruang tamu diam-diam matanya mulai melirik ke arah kiri
kanannya, sampai saat itu dia tidak melihat munculnya Wi Lian In di
sana sehingga membuat hatinya diam-diam merasa tidak enak.
Pikirnya.
"Tentu dia sudah benci aku setengah mati karena itu tidak mau
keluar menemui aku . . . . Heeei begitu pun malah baikan. . ."
Rombongan orang orang itu jalan sampai ditengah lapangan
latihan silat, terlihatlah para pendekar pedang hitam serta putih dari
Benteng Pek Kiam Po dengan rajin dan teraturnya sudah berbaris di
samping lapangan membuat suasana bertambah angker.
Baru saja masing-masing pihak berdiri pada arah yang saling
berhadapan tiba-tiba terlihatlan itu pelayan tua si Lo-Cia dengan
membawa sebilah Pedang sedang lari menuju ketengah lapangan
dengan tergesa-gesa, ujarnya kepada Ti Then sambil
mengangsurkan pedang tersebut ke arahnya.
"Ti Kiauw tauw ini pedangmu" Ketika Ti Then melihat pedang
tersebut adalah pedang yang ditinggalkan di dalam kamarnya
sewaktu meninggalkan Benteng Pek Kiam Po ini sebera
menyambutnya sambil mengangguk.
"Lo Cia" ujarnya sambil tersenyum. "Terima kasih"
Si LoCia hanya tersenyum-senyum saja kemudian mengundurkan
diri dari tengah lapangan.
Dengan cepat Ti Then memindahkan pedangnya ketangan kiri
kemudian kepada si Anying langit Kong sun Yau ujarnya.
"sudahlah, kini saudara boleh katakan kalian punya maksud mau
berbuat apa?"
"Heeeh...heeeh, ini hari kami datang dengan jumlah dua puluh
orang banyaknya" ujar si Anying langit Kong sun You sembari
tertawa keras "Kami tidak ingin memperoleh kemenangan dengan
andalkan jumlah yang banyak, baiknya kalian pilih juga tujuh belas
orang untuk mengimbangi kami"
Dalam hati Ti Then tahu bahwa para pendekar pedang hitam
mau pun putih dari Benteng Pek Kiampo bukanlah tandingan ke
delapan belas malaikat iblis itu, karenanya segera memberikan
jawabannya .
"Para pendekar pedang merah dari Benteng kami sedang ada
urusan keluar Benteng semuanya, sedang para pendekar pedang
hitam mau pun putih masih belum menamatkan pelajarannya, Wi
pocu sudah tuliskan larangan bagi mereka untuk bergebrak lawan
orang lain, karena itu kini biarlah kami bertiga melawan kalian saja"
"Wi Pocu, apa betul-betul?" tanya si Anying langit Kong sun Yau
sambil menoleh kearah Wi Ci To.
"Ehmm... tidak salah" sahutnya sembad mengangguk.
"Oooh sungguh tidak beruntung sekali ke delapan belas malaikat
iblis kami tak ada satu pun yang mau menganggur saja." ujar si
Kong sun Yau tertawa
"Hmm . tidak usah begitu sungkannya". teriak Wi Ci To sambil
tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Tidak bisa. . tidak bisa...." bantah Kong sun Yau lagi dengan
goyang-goyangkan kepalanya. "Jika kami dua pulub orang harus
melawan kalian tiga orang hal ini terlalu tidak adil."
"Kong sun Yau" tiba Huang puh Kian Pek berteriak sembari
tertawa dingin, " Kau tak perlu berpura-pura lagi jika bukannya
kalian tahu kalau para pendekar pedang merah dari benteng kami
sedang punya urusan untuk keluar benteng semua sekali pun kau
sudah makan nyali beruang atau hati macan belum tentu berani
datang kemari untuk mengacau."
Mendengar makian itu alis Kong sun Yau segera dikerutkan
rapat-rapat sedang mulutnya tak henti-hentinya memperdengarkan
suara tertawa dinginnya yang amat mengerikan.
"Hu pocu" ujarnya dengan dingin. "Perkataanmu jangan
sungkan-sungkan? Bagaimana kami bisa tahu kalau para pendekar
pedang merah benteng kalian sedang tidak berada di dalam
benteng?"
"Hmm di dalam Bu lim sekarang ini ada siapa yang menandingi
ketelitian serta kecepatan berita dari Anying langit Rase bumi"
"Hi hi hi . ." teriak si rase bumi Bun Jin Cui tiba-tiba. "Hei Huang
puh Kian Pek. bagaimana kau malah memaki kami?"
"Hehehe , apa nama kalian bukan si Anying langit Rase bumi?"
Dari sepasang mata si Rase bumi Bun Jin Cui secara samar sudah
mulai diliputi dengan napsu untuk membunuhnya.
"Hi hi hi hi kau berani main-main dulu dengan kami sebagai si
Anying langit Rase bumi??" ujarnya sembari tertawa nyengir.
"Memang aku sudah siap minta petunjuk" selesai berkata segera
dia berjalan menuju ketengah lapangan.
Si Anying langit Rase bumi segera saling bertukar pandangan
sembari tertawa, mereka berdua siap-siap berjalan menuju ke
tengah lapangan.
Melihat hal itu dengan cepat Ti Then meloncat ke tengah
diantara mereka bertiga, kepada Huang Puh Kian Pek sambil
merangkap tangannya memberi hormat ujarnya "Hu Pocu silahkan
mengundurkan diri terlebih dulu, biarlah boanpwe coba-coba
menemui mereka.."
Huang puh Kian Pek hanya tersenyum saja dan tidak terlalu
memaksakan diri, segera ia pun mengundurkan dirinya kembali.
Agaknya si Rase bumi Bun Jin Cui punya perasaan pandang
rendah terhadap diri Ti Then, begitu melihat Ti Then maju ke depan
seorang diri hendak melawan mereka suami istri berdua, tanpa
terasa lagi dia malah tertawa, ejeknya:
"Ti Kauw tauw, aku tahu kedudukanmu di dalam benteng kalian
berada di atas para pendekar pedang hitam, tapi apa kau betul-
betul punya keberanian untuk melawan kami suami istri?"
Ti Then yang melihat sikapnya yang tak begitu pandang terhadap
dirinya di dalam hati diam-diam merasa sangat girang, dengan
wajah yang serius sahutnya:
"Untuk menghadapi kalian Anying langit Rase bumi buat apa
butuhkan keberanian segala. ."
"Hehehe orang muda biasanya memang sangat sombong" ujar si
Rase bumi Bun Jin cu lagi sambil menghela napas panjang, "Tapi
peraturan sudah kita ucapkan sebelumya jika kau kalah maka kitab
pusaka le Cin keng harus kau serahkan kepadaku"
"Bila aku tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie Cin Keng,
masih ada batok kepalaku sebagai gantinya"
"Tidak salah tidak salah" si Rase bumi sembari anggukkan
kepalanya. "jika kau tak sanggup menyerahkan itu kitab pusaka Ie
Cin Keng maka kami akan minta batok kepalamu." Berbicara sampai
di sini lalu dia menoleh kearah suaminya: "Hey, Lang cun, ayoh
mulai" ujarnya dengan manya.
Tapi sebelum si Anying langit Kong sun Yau melakukan suatu
gerakan kedelapan belas malaikat iblis yang berada di belakangnya
sudah terlihat adanya gerakan dua orang diantara mereka sudah
meloncat keluar sembari berteriak dengan keras:
"Thian cun, untuk jagal ayam buat apa menggunakan pisau
kerbau biarlah hamba-hamba berdua yang membereskan bangsat
cilik ini."
Kedua orang malaikat iblis ini yang satu punya bentuk tubuh
gemuk. sedang yang lain mem punyai bentuk tubuh kurus kering,
yang gemuk menggunakan kapak sebagai senyatanya sedang yang
kurus kering menggunakan sebuah tombak panjang sebagai
senyatanya. sikap serta wajah mereka sangat bengis dan seram.
Agaknya si Anying langit Kong sun Yau memang punya maksud
untuk melihat kepandaian silat yang dimiliki Ti Then terlebih dahulu,
karenanya dia hanya mengangguk sambil sahutnya.
"Baiklah, kalian selalu berteriak-teriak mau balaskan dendam bagi
si menteri pintu serta pembesar jendela, jika kini tidak membiarkan
kalian berkelahi peras-peras sedikit tenaga, tentu kalian tidak akan
merasa puas."
Sembari berkata dia menarik isterinya untuk menyingkir ke
samping.
Ti Then yang melihat majunya dua orang malaikat iblis dalam
hatinya segera punya pikiran untuk memperlihatkan kelihayannya
pada kedua orang tersebut, karenanya dengan perlahan dia cabut
keluar pedangnya sambil berkata. "Jika kalian mau cari mati, cepat
sebut dulu nama kalian"
Si malaikat iblis yang menggunakan kapak sebagai senyatanya
dengan suara yang amat keras bagaikan guntur sudah menyahut:
"Lohu si malaikat iblis gemuk Lu Ho"
Sedangkan si malaikat iblis yang menggunakan tombak panjang
sebagai senyatanya dengan suara yang amat halus tapi mengerikan
melapor namanya. "Lohu si malaikat iblis kurus Ling ie An" Ti Then
segera maju dua langkah ke depan, teriaknya: "Ayoh serang"
Si malaikat iblis kurus mau pun gemuk yang semula berdiri
berdampingan sesudah mendengar perkataan itu dengan cepat
masing-masing melayang beberapa kaki ke samping kanan serta
samping kiri, pinggang pun ditekan ke bawah memperkuat kuda-
kudanya kemudian dengan perlahan-lahan mulai mendesak dan
mendekati tubuh Ti Then.
Wi Ci To, Huang puh Kiam Pek serta kaki tangan dari Anying
langit Rase bumi segera rada mundur ke belakang sehingga
terbentanglah sebuah lapangan sangat luas.
Dengan cepat Ti Then memperlihatkan gayanya seperti sedang
menghadapi musuh tangguh, pedangnya diangkat sebatas pinggang
tubuhnya sedikit merendah siap menanti serangan pihak musuh.
Wi Ci To yang melihat gaya serangannya pada air mukanya tanpa
terasa sudah perlihatkan perasaan heran serta ragu-ragunya, karena
dia tahu kepandaian dari Ti Then, dia tahu jika Ti Then ingin
mengalahkan si malaikat iblis kurus mau pun gemuk adalah sangat
gampang sekali seperti mau ambil barang disakunya sendiri tapi kini
dia malah perlihatkan gaya seperti sedang menanti serangan dari
seorang musuh tangguh, bukankah hal ini seperti juga persoalan
kecil yang dibesar-besarkan ?
Huang puh Kiam Pek sendiri agaknya juga dibuat bingung oleh
gayanya ini, tak terasa alisnya sudah dikerutkan rapat-rapat.
Si malaikat iklis kurus serta si malaikat iblis gemuk ketika melihat
pada air muka Ti Then sudah perlihatkan ketegangannya, semangat
tempur mereka malah semakin berkobar, masing-masing dari
sebelah kiri serta dari sebelah kanan melanjutkan desakannya ke
arah Ti Then.
Jarak masing-masing kini semakin dekat lagi pertama-tama si
malaikat iblis kurus Ling ie An lah yang mulai melancarkan
serangannya, dengan disertai suara bentakannya yang amat keras
tubuhnya melayang ke depan. tombak panjangnya dengan disertai
tenaga yang amat besar ditusuk kearah depan mengancam ulu hati
dari Ti Then.
Tubuh Ti Then dengan cepat menyingkir ke samping dia balik
maju satu langkah ke depan, pedang panjang ditangannya dengan
memutar satu lingkaran di depan dada dengan arah yang tepat
menutul ke arah dada pihak lawannya.
Tetapi baru saja tubuhnya bergerak. si malaikat iblis gemuk Loa
Ho yang berada di samping sudah mendesak maju ke depan,
kampak raksasanya dengan cepat disambar ke depan membacok
pundak kanannya.
Jurus serangan yang digunakan amat gencar, serangannya ini
mirip dengan sambaran kilat bergelegarnya guruh.
Serangan pedang yang dilancarkan Ti Then ke arah si malaikat
iblis kurus itu sebetulnya hanya suatu serangan kosong belaka, dia
tahu si malaikat iblis gemuk tentu akan menggunakan kesempatan
itu untuk maju melancarkan serangannya, karena itu pedangnya
baru saja disambar sampai ditengah jalan tubuhnya mendadak
berputar kemudian sedikit berjongkok. arahnya seketika itu juga
berubah, dengan jurus Ban Liong Ci hauw atau sambar naga
menusuk harimau balik membabat sepasang kaki si malaikat iblis
gemuk itu.
Dengan cepat si malaikat iblis gemuk itu meloncat ke atas untuk
menghindarkan diri dari babatan tersebut, bersamaan pula kampak
raksasa yaug berada ditangannya dari gerakan membabat menjadi
gerakan membacok, mengarah kepala diri Ti Then.
Si malaikat iblis kurus pun bersamaan waktunya melancarkan
satu tusukan dengan menggunakan tombak panjangnya mengarah
pinggang kiri dari Ti Then.
Masing masing pihak semakin bertempur semakin seru dan
semakin cepat sebentar gerakan mereka seperti terkaman harimau,
sebentar lagi berubah menjadi loncatan kera, gerakannya dilakukan
bagaikan sambaran angin yang sedang berlalu, hanya di dalam
sekejap saja tiga puluh jurus sudah dilalui dengan cepat sedang
masing-masing pihak belum ada yang menang mau pun yang kalah.
Si anying langit Rase bumi yang menonton jalannya pertempuran
dari samping kalangan di dalam hati diam-diam merasa sangat
girang sekali, ketika mereka melihat dua orang anak buahnya saja
sudah cukup menahan serangan dari Ti Then dalam hati mereka
sudah tahu bahwa gerakannya kali ini sudah pasti memperoleh
kemenangan, karena itu tanpa terasa pada wajah mereka sudah
tersungging senyuman kemenangan, agaknya mereka sangat
gembira sekali.
sebaliknya air muka Wi Ci To serta Huang puh Kian pek mulai
kelihatan risau, mereka sama sekali tidak paham kenapa kepandaian
silat dari Ti Then secara tiba-tiba bisa berubah demikian rendahnya,
tak tertahan lagi Huang puh Kiam pek mulai menggeserkan
badannya mendekati diri Wi Ci To lalu ujarnya dengan perlahan.
"Suheng, kau lihat sebetulnya sudah terjadi urusan apa dengan
dirinya?"
"Siapa tahu" sahut Wi Ci To dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suaranya. "Dia seperti sudah berubah dengan
seorang yang lain"
"Benar" sambung Huang puh Kian pek dengan cepat, "
kepandaian silat dari si malaikat iblis gemuk ini hanya sedikit berada
di atas para pendekar pedang merah dari benteng kita, jika menurut
kemampuan dari Ti Then yang biasanya, tidak perlu sepuluh jurus
sudah cukup untuk memperoleh kemenangan kenapa ini hari dia
perlihatkan kekurangannya yang begitu menyolok??"
"Mungkin dia terlalu tegang ..."
"Tidak mungkin." bantah Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
"Sewaktu dia melawan si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan tempo
hari sama sekali tidak kelihatan perasaan tegangnya, bagaimana ini
hari dia bisa takut dengan orang-orang itu ??"
"Atau mungkin dia sengaja menyembunyikan kekuatan yang
sesungguhnya . . ." timbrung Wi Ci To mendadak.
"Aku kira bukan, coba kau lihat semakin bertempur dia semakin
ngotot . , . Hmm, sudah lima puluh jurus."
Pada saat Ti Then sudah bergerak sebanyak lima puluh jurus
banyaknya melawan si malaikat iblis gemuk serta si malaikat iblis
kurus mendadak .... menang kalah segera kelihatan jelas.
Bacokan kampak dari si malaikat iblis gemuk yang mengarah
punggung Ti Then dengan jelas kelihatan hampir mencapai
sasarannya mendadak "Bruk." kampak raksasa yang berada
ditangannya terjatuh ke atas tanah sedang tubuhnya pun ikut rubuh
terlentang di atas tanah.
Begitu tubuhnya rubuh mengenai tanah, bentuk tubuhnya yang
gemuk bundar itu secara mendadak terpotong menjadi dua bagian
yang terpisah, isi perutnya seketika itu juga tersebar mengotori
semua permukaan tanah sedang darah segar pun mulai mengucur
keluar dengan derasnya.
Hal ini memperlihatkan sewaktu tubuhnya rubuh tadi adalah
disebabkan oleh babatan pedang Ti Then yang memisahkan
badannya dikarenakan kecepatan gerak sambaran pedang Ti Then
lah menyebabkan tubuhnya baru berpisah sesudah mencapai di atas
permukaan tanah.
Agaknya si malaikat iblis kurus itu di buat terkejut dan ketakutan
sepasang matanya melotot keluar dengan besarnya, sedang
badannya berdiri mematung di hadapan Ti Then.
Pada saat itu dia sedang melancarkan satu tusukan ke arah Ti
Then, sehingga sewaktu dia dikejutkan oleh gerakan Ti Then
membinasakan kawannya dia masih pertahankan gayanya yang
semula, keadaan ini amat lucu dan menggelikan.
Senyuman yang menghiasi wajah Anying langit Rase bumi
seketika itu juga lenyap tanpa bekas berganti dengan suatu
perubahan yang sangat hebat, sama sekali mereka melototi mayat
si malaikat iblis gemuk yang menggeletak di atas tanah.
Beberapa saat kemudian barulah terdengar si Anying langit Kong
Sun Yau them bentak dengan suara berat . "Kembali "
Si malaikat iblis kurus tetap tidak menggubris teriakan itu, tetap
berdiri termangu- mangu di tempatnya semula.
Air muka si Anying langit Kong Sun Yau berubah semakin hebat
lagi, dengan gusarnya sekali lagi dia membentak. "Ling Ie An kau
cepat kembali."
Si malaikat iblis kurus tetap tak bergerak sedikit pun dari
tempatnya semula, agaknya dia sudah dibuat terkejut dan ketakutan
sehingga nyawa keluar dari badannya.
Waktu itulah Ti Then baru menggunakan pedangnya sedikit
mendorong dada malaikat iblis kurus itu, ujarnya sembari
tersenyum:
"Hei, majikanmu sedang panggil kau untuk kembali, kau sudah
dengar belum?"
Dengan dorongan dari Ti Then yang perlahan itu tubuhnya
dengan perlahan barulah roboh ke depan untuk kemudian roboh
terlentang di atas tanah dengan badan atas yang terpisah dari
bagian bawahnya, Isi perutnya dengan cepat tersebar keluar, darah
segar bagaikan sumber air kerasnya mengalir keluar membasahi
seluruh tanah. Kiranya dia pun sudah terbinasa sejak tadi.
Ke enam belas malaikat ibis yang berada di belakang Anying
langit Rase bumi sesudah melihat pemandangan itu tanpa terasa
lagi sudah pada berteriak kaget. Air muka si Anying langit Rase
bumi sebentar berubah menjadi merah padam sebentar lagi
berubah menjadi pucat pasi, lama sekali memandangi Ti Then
dengan tutup mulutnya rapat-rapat.
0000
Lama sekali barulah terdengar si Rase bumi Bun Jin Cui buka
suara.
"Khin Ie, Hsing it, sak Yan song. Ing Hay Ping kalian berempat
cepat keluar minta petunjuk lagi dari Ti Kiauw tauw ini" ujarnya
dengan dingin-
Dia sudah dapat melihat kalau kepandaian silat yang dimiliki Ti
Then amat tinggi sekali, tapi dia pun merasa bahwa ke empat orang
itu masih sanggup untuk memperoleh kemenangan- karena itu
hingga kini dia masih tidak ingin turun tangan sendiri
Sampai saat ini dia masih tetap merasa kalau Wi Ci To serta
Huang puh Kian Pek lah yang betul-betul baru musuh mereka suami
istri berdua yang paling tangguh.
Terlihatlah ke empat malaikat iblis itu menyahut, kemudian
dengan langkah lebar berjalan keluar. senyata yang digunakan
keempat malaikat iblis itu adalah golok pendek. pedang, tongkat
serta trisula. Dua pendek dua panjang. Dengan wajah penuh nafsu
membunuh mereka berempat berhenti di samping kiri kanan di
hadapan Ti Then, malaikat iblis dengan bersenyatakan prdang yang
berdiri paling tengah agaknya merupakan Lotoa dari keempat orang
itu, dia dengan cepat memberi tanda kedipan kepada ketiga orang
lainnya, kemudian dengan cepat melancarkan satu serangan ke
depan.
Suatu serangan dengan jurus Hek Hauw sim atau macan hitam
mencuri hati melanda datang mengancam jantung Ti Then.
Tubuh Ti Then cepat-cepat berputar kemudian mengangkat kaki
kirinya menendang gagang pedang tersebut diikuti ujung
pedangnya diputar menusuk ke belakang dengan cepatnya.
Malaikat iblis yang menerjang Ti Then dari sebelah belakang
adalah malaikat iblis yang menggunakan golok penyapu angin
sebagai senyata Agaknya sama sekali dia tidak menduga kalau Ti
Then bisa menggunakan serangan tersebut di dalam pembukaan
serangannya. di dalam keadaan yang sangat terkejut dengan cepat
kakinya melangkah ke samping menghindarkan diri kurang lebih tiga
depa dari tempat semula bersamaan pula golok penyapu anginnya
dengan kekuatan yang luar biasa menyambar lutut kanan Ti Then.
Malaikat iblis yang bersenyatakan toya serta trisula itu dengan
menggunakan arah sebelah kanan serta sebelah kiri bersama-sama
melancarkan serangan secara berbareng.
Pertempuran kali ini masing-masing melancarkan serangan
dengan secara diam-diam sehingga semakin bergebrak semakin
seru dan semakin ganas, keempat malaikat iblis itu sampai kini
hanya menitik beratkan gerakan menyerang saja tanpa
menghiraukan pertahanan sendiri, sehingga mereka berempat
bagaikan menyambarnya angin taupan serta curahnya hujan deras
tak henti-hentinya melancarkan serangan dahsyat mengancam
seluruh tubuh Ti Then-
Agaknya Ti Then betul-betul didesak oleh pihak musuhnya
sehingga keadaannya sangat bahaya sekali dan tidak ada
kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, tetapi setiap kali
dia menemui serangan yang membahayakan setiap kali pula bisa di
punahkan dengan sangat mudahnya.
Di dalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan
cepat, walau pun kelihatannya keempat malaikat iblis itu berada di
atas angin tapi ujung senyata mereka jangan dikata mengenai
tubuh Ti Then sekali pun menowel pun tidak sanggup.
Sambil menonton jalannya pertempuran ini Wi Ci To semakin
senang segera dia menoleh ke arah Huang puh Kian Pek dan
ujarnya dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.
"Perkataanku tadi sedikit pun tidak salah, dia memang sengaja
menyembunyikan kekuatan sesungguhnya"
"Entah apa tujuannya yang sebenarnya" ujar Huang puh Kian Pek
dengan air muka penuh tanda tanya.
"Hee . . hee . . . . mungkin dia takut memukul rumput
mengejutkan ular" sekali lagi Huang puh Kian Pek mengerutkan
alisnya rapat-rapat.
"Buat apa harus berbuat begitu" sahut Wi Ci To sembari tertawa.
"Coba kau pikir jika kita bertiga harus sekaligus melawan mereka
dua puluh orang, apa mungkin bisa peroleh kemenangan?"
Agaknya Huang puh Kian Pek dapat dibikin paham, segera dia
mengangguk. "Benar" sahutnya sambil tertawa.
"Jika mereka dua puluh orang bersama-sama turun tangan, maka
kita bertiga pasti akan dikalahkan"
"Karena itulah dia harus bunuh beberapa orang terlebih dahulu,
tapi jika dia tidak sedikit menyembunyikan kekuatan sesungguhnya
si anying langit Rase bumi pasti tidak akan kirim para malaikat
iblisnya lagi untuk bergebrak melawan dia."
Pada air muka Huang puh Kian Pek tanpa terasa sudah mulai
menampilkan suatu senyuman.
"Orang ini sangat pandai sekali, memang merupakan orang aneh
yang sukar ditemui di dalam Bu lim" ujarnya. "Hanya sayang
pikirannya tidak genah, kalau tidak suheng pasti akan terima dia
sebagai menantu tercinta"
" Kenapa tidak. ." seru Wi Ci To sembari menghela nafas
panjang.
"Apa suheng betul-betul mau menahan dia untuk meneruskan
jabatannya sebagai Kiauw tauw dari benteng kita??" tanya Hung
Puh Kian Pek lagi.
"Tidak, tadi aku terus menahan dia untuk tetap sebagai Kiauw
tauw Benteng kita maksudnya adalah. ."
-ooo0dw0ooo-
Jilid 14.1: Kemana musuh setelah kalah?
Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak Anying langit
Kong sun Yau berdiri jauh di hadapannya membuka mulut.
"Wi Pocu" ujarnya sembari tertawa "Kita pun lebih baik main-
main sebentar".
Sembari berkata mereka suami istri berdua sudah menggeserkan
langkah kakinya berjalan menuju kearah Wi Ci To serta Hung Puh
Kian Pek.
Kiranya mereka suami istri berdua sudah melihat kalau keempat
malaikat iblis mereka lama kelamaan akan tidak sanggup melawan
Ti Then lagi, ditambah lagi ketika memandang kearah wajah Wi Ci
To serta Huang puh Kian pek secara samar-samar sudah perlihatkan
senyuman gembiranya, mereka segera tahu kalau urusan sedikit
tidak beres, karenanya mereka berdua tidak ingin bertanding secara
satu persatu lagi, sebaliknya menghendaki Wi Ci To serta Huang
puh Kian Pek pun ikut bergebrak secara bersama-sama.
Semua gerak-gerik mereka berdua ini bukan lain adalah
pendapat dari si Rase bumi Bun Jin Cui, di dalam anggapannya jika
mereka suami istri berdua sudah bergebrak melawan Wi Ci To serta
Huang puh Kian Pek maka kedua belas orang malaikat iblis lainnya
pun bisa menggunakan kesempatan ini untuk turun tangan
bersama-sama mengerubuti diri Ti Then.
Dengan gerakan serempak ini sekali pun Ti Then memiliki
kepandaian yang jauh lebih tinggi pun akan binasa juga, jikalau Ti
Then sudah mati maka mereka delapan belas orang bisa bersama-
sama mengerubuti Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek sehingga
dengan demikian mereka berdua bisa dibinasakan dengan lebih
mudah.
Begitu Wi Ci To dengar si anying langit Kong sun Yau menantang
untuk bergebrak, dengan disertai tertawanya yang amat nyaring,
sahutnya. "Bagus sekali, seharusnya kita pun tidak boleh
menganggur."
Selesai berkata bersama-sama dengan HHuang puh Kian Pek
mereka berdua bersama-sama maju ke depan menyambut
kedatangan musuh-musuhnya.
Ti Then yang melihat dari pihak Wi Ci To pun sudah siap-siap
untuk turun tangan, cepat-cepat dia memperkencang serangannya,
dia tidak ingin main petak-petakan dengan keempat orang malaikat
iblis itu lagi karenanya dengan mengerahkan ilmu yang sebenarnya
dia mulai melancarkan serangan gencar ke arah musuh-musuhnya,
terlihat pedang ditangannya secara mendadak berkelebat
menyambar tubuh keempat orang itu.
Serangan ini dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa,
segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang dan menggema diseluruh penjuru.
Pertama-tama si malaikat iblis yang bersenyatakan Trisula
menerima bagiannya terlebih dulu, sebuah lengan kanannya sudah
putus tersambar pedang dari Ti Then. Belum selesai jeritan ngeri
yang pertama berhenti, si malaikat iblis yang menggunakan toya
sebagai senyatanya sudah menjerit ngeri, akibat yang diterimanya
jauh lebih menyeramkan lagi, sepasang kakinya sudah tertabas
putus sedang tubuhnya dengan kalapnya sedang bergulung-gulung
di atas tanah sembari menjerit-jerit.
Kedua orang malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta
golok begitu melihat kedahsyatan dari Ti Then bahkan hanya di
dalam satu gebrakan sudah berhasil melukai kedua orang kawannya
tanpa terasa sudah menjerit kaget nyali mereka menjadi pecah
dengan tergesa-gesa mereka melarikan diri mundur ke belakang.
Tetapi....baru saja sepasang kaki mereka meninggalkan
permukaan tanah terlihatlah serentetan sinar pedang berkelebat ke
empat buah kaki mereka sudah terpisah dari badannya masing-
masing dan terjatuh ke atas tanah dari tengah udara.
Untuk beberapa saat lamanya itu si malaikat iblis yang
bersenyatakan pedang mau pun golok siapa pun tidak merasa kalau
sepasang kaki mereka sudah terbabat putus, tubuhnya dengan
cepatnya melayang sejauh enam tujuh kaki jauhnya kemudian baru
melayang turun ke atas permukaan tanah.
Pada saat itulah mereka baru merasakan kesakitan yang luar
biasa, ketika mereka sadar kalau sepasang kakinya sudah putus
barulah mulai menjerit-jerit kesakitan.
Si anying langit rase bumi yang melihat anak buah mereka
menerima bagian yang begitu mengerikan tanpa terasa air muka
mereka sudah berubah menjadi pucat pasi, mereka merasa terkejut
bercampur gusar sehingga untuk beberapa waktu lamanya sudah
melupakan Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek yang sudah berjalan
mendekat, agaknya mereka sudah dibuat tertegun oleh
pemandangan yang mengerikan itu.
Yang membuat mereka sangat terkejut adalah sewaktu Ti Then
melawan keempat orang malaikat iblisnya terang-terangan sudah
terdesak di bawah angin bahkan sewattu bertempur semakin payah,
bagaimana di dalam sekejap mata saja sudah berhasil memperoleh
kemenangan, bahkan kemenangan diperoleh dengan begitu
mudahnya??
Perlahan-lahan si anying langit Kong sun Yau menghirup nafas
panjang kemudian baru memutar kepalanya memandang ke arah
dua belas orang malaikat iblis lainnya yang sedang memandang Ti
Then dengan perasaan amat terperanyat.
" Cepat kalian berempat turun membantu mereka menghentikan
mengalirnya darah" Teriaknya dengan keras.
Dari antara kedua belas orang malaikat iblis itu segera terlihat
empat orang berjalan maju ke depan membantu menotokkan jalan
darah dari malaikat iblis yang bersenyatakan pedang serta golok itu,
salah satu dari antara mereka sesudah memeriksa keadaan luka dari
kawanmya segera memberi laporan kepada si anying langit Kong
sun Yau.
“Lapor pada Thian Cun, keempat orang ini harus segera
ditolong.”
“Kalau begitu cepat bawa mereka ke luar.”
Demikianlah keempat orang malaikat iblis itu dengan seorang
menggendong seorang kawannya bagaikan kilat cepatnya berlari
keluar dari Benteng.
Ketika Ti Then melihat di dalam kalangan kini hanya tinggal
delapan orang malaikat iblis saja di dalam hati diam-diam merasa
sangat girang.
“Hey Anying langit Rase bumi.” Teriaknia lantang sembari
tertawa nyaring , “Malaikat-malaikat iblismu terlalu goblok seperti
gentong nasi semua, lebih baik kalian berdua saja yang maju
sendiri.”
Perkataannya baru saja diucapkan selesai mendadak kedelapan
orang Malaikat iblis itu dengan disertai suara bentakan yang amat
keras bersama-sama menubruk ke depan.
Tetapi bersamaan waktunya pula sesosok bayangan kecil yang
amat langsing berkelebat masuk ke dalam kalangan dari arah yang
berlawanan menyambut datangnya salah satu malaikat iblis dari
kedelapan orang lainnya.
Dia bukan lain adalah Wi Lian In.
Ti Then yang melihat munculnya pujaan hatinya seketika itu juga
semangatnya berkobar kembali, dengan disertai suara bentakan
yang amat nyaring pedang pusakanya melancarkan serangan
dahsyat menggulung ketujuh orang malaikat iblis lainnya.
Di dalam sekejap saja suatu pertempuran yang amat sengit
berkobar kembali.
Sejak kecil Wi Lian In sudah mendapat didikan yang amat keras
di dalam kepandaian silat apalagi di dalam ilmu pedangnya, kini
sesudah mengumbar hawa amarahnya temyata menyerupai seekor
harimau betina dengan ganasnya mencecer terus pihak musuhnya,
hanya di dalam sekejap mata saja dia sudah berhasil memaksa
malaikat iblis yang bersenyatakan siangkiam ini terus mundur ke
belakang.
Wi Ci To yang melihat putrinya sudah turun tangan dalam hati
segera tahu bahwa dia tidak akan dapat dikalahkan oleh seorang
malaikat iblis saja karena itu dengan cepat dia cabut keluar
pedangnya sendiri kemudian kepada si Anying langit Rase bumi
ujarnya sembari rangkap tangannya memberi hormat :
"Silahkan saudara-sandara memberi petunjuk”
Dalam hati si Anying langit Rase bumi diam diam merasa berlega
hati karena mereka mem punyai dugaan bahwa ketujuh orang
malaikat iblis yang menge pung Ti Then seorang diri tidak akan
terkalahkan karena itu dengan mengipas-ngipaskan kipas yang
berada ditangannya dia menyawab:
“Tidak usah terlalu sungkan, silahkan Wi Pocu memberi petunjuk”
Dari dalam sakunya si Rase bumi Bun Jin Cu pun mengambil
keluar sebuah angkin berwama kuning yang dalam satu kali
sentakan sudah berubah bentuk seperti sekuntum bunga.
“Hu Pocu..” ujarya kepada Huang Puh Kian Pek sembari tertawa
merdu, kita pun harus main-main sebentar.
Huang Puh Kian Pek hanya sedikit mengangguk saja sesudah
mencabut keluar pedangnya dia bergeser ke samping lima langkah
kemudian baru ujarnya:
“Silahkan..”
Demikianlah mereka berempat segera memperkuat kuda-
kudanya masing-masing, bagaikan empat ekor jago yang siap
bertempur masing-masing saling melotot kearah pihak musuhnya
tanpa berkedip.
Perlahan lahan... langkah kaki masing masing pihak mulai
bergerak dan bergeser, dengan lambat tapi mantap berkali kali
sitengubah gaya serangan yang berbeda-beda, suasana
pertempuran yang amat sengit mencekam keadaan diseluruh
kalangan membuat sebuah lapangan latihan silat yang cukup luas
itu terasa begitu sumpek dan panas Hal ini membuat setiap
pendekar pedang putih mau pun hitam yang berjumlah dua ratusan
orang itu merasa amat tegang sekali bahkan terasa sukar untuk
bernapas dibuatnya.
Pertempuran ini mem punyai sangkut paut yang amat besar
terhadap masa depan, masing-masing pihak mem punyai sangkut
paut atas mati hidupnya mereka berempat juga mem punyai
sangkut paut atas jaya atau runtuhnya Benteng Pek Kiam Po mau
pun istana Thian Teh Kong.
Wi Ci To tidak malu disebut sebagai jagoan pedang yang
termashur dalam sepuluh tahun ini, waktu ini walau pun harus
menghadapi musuh yang amat tangguh tapi. air mukanya masih
tetap tenang-tenang saja, seluruh perhatiannya sudah dipusatkan
pada ujung pedangnya sedang tenaga murni sudah mulai disalurkan
keluar dari pusarnya, kelihatannya perasaan hatinya sudah dilebur
menjadi satu dengan pedang yang berada ditangannya itu.
Air muka si Anying langit Kong Sun Yau pun kelihatannya
tenang-tenang saja hanya perbedaannya walau pun pada wajahnya
tersungging senyuman tapi dari sinar matanya jelas mengandung
napsunya untuk membunuh.
Saat ini Huang Puh Kian Pek beserta si Rase bumi Bun Jin Cu
pun sedang memusatkan seluruh perhatiannya kearah pihak musuh,
mata mereka berdua saling melotot tidak ada yang mau kalah
sedang kakinya bergerak ke samping sedikit demi sedikit, agaknya
mereka tidak ada yang mau melancarkan serangan terlebih dahulu,
masing-masing menantikan kesempatan yang baik untuk kirim satu
serangan dahsyat yang mencabut nyawa pihak musuhnya.
Setiap sedetik waktu berlalu suasana terasa semakin menegang
sedangkan suasana pembunuhan pun terasa semakin menebal.
Mendadak .. serentetan sinar pedang yang amat menyilaukan
mata dengan disertai desiran angin serangan yang amat tajam
berkelebat dan menyambar kearah tubuh si Rase bumi Bun Jin Cu.
Serangan itu bukan lain dilakukan oleh Huang Puh Kian Pek
sendiri, tubuhnya dengan cepat meloncat ketengah udara kemudian
bagaikan seekor naga yang keluar dari gua dengan cepat
menyambar kearah diri si Rase bumi Bun Jin Cu.
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera membentak nyaring, tubuhnya
yang langsing kecil berputar putar ditengah udara, kaki kirinya
dengan kecepatan yang luar biasa disambar ke depan kemudian
dengan gaya menubruk meluncur kembali ke bawah,angkin kuning
ditangannya dengan disertai sambaran angin yang amat tajam
melilit kearah leher Huang Puh Kian Pek.
Angkin yang terbuat dari kain itu semula merupakan barang yang
amat lemas tapi sesudah disentakkan olehnya seketika itu juga
berubah
menyerupai
sebuah
cambuk
panjang
sehingga
mengeluarkan suara peletakan yang amat nyaring.
Huang Puh Kian Pek yang meiihat serangannya gagal tubuhnya
cepat-cepat
berguling
ditengah
udara,
setelah
berhasil
menghindarkan diri dari lilitan angkin kuning itu pedang panjangnya
cepat-cepat membabat ke samping mengancam angkin kuning yang
sedang menyambar kearahnya itu.
Tapi angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini jauh lebih
gesit dan lincah daripada sebuah cambuk panjang, terlihat tangan
kanannya menekan ke bawah menarik kembali angkin kuningnya
dan tepat berhasil menghindari serangan pedang dari Hung Puh
Kian Pek itu, bersamaan pula angkinnya dikebaskan ke samping
mengancam sepasang kaki dari Huang Puh Kian Pek, serangan ini
dilakukan amat cepat dan merupakan suatu jurus serangan yang
amat indah.
Dengan cepat Huang Puh Kian Pek bersuit panjang, pedangnya
bagaikan kilat cepatnya diputar disekeliling tubuhnya, tubuhnya
berguling ke samping kemudian secara tiba tiba melancarkan satu
tusukan kearah depan.
Seketika itu juga antara mereka berdus terjadilah suatu
pertempuran yang amat sengit.
Sebaliknya pada saat itu Wi Ci To beserta si Anying langit Kong
Sun Yau tetap dengan tenang tapi mantap bergeser sedikit demi
sedikit ke samping mengelilingi kalangan, setiap langkah geseran
mereka berdua terasa seperti diganduli oleh barang seberat ribuan
kati. Keadaannya amat tegang dan menyeramkan.
Lewat lagi beberapa saat lamanya agaknya si Anying langit Kong
Sun Yau sudah merasa tidak sabaran lagi mendadak tubuh
menubruk ke depan dengan sangat dahsyat sekali, kakinya berdiri
melengkung bagaikan busur sedang kipas ditangannya menotok
kearah musuh dengan sambaran mendatar.
Tenang bagaikan Perawan bergerak bagaikan tupai meloncat,
hanya di dalam sekejap saja dia sadah menyerang ke hadapan Wi Ci
To.
Ujung kaki Wi Ci To cepat-cepat menutul permukaan tanah,
tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping kiri menghindarkan
diri dari serangan kipas tersebut tetapi dia tetap tidak melancarkan
serangan balasan.
Si Anying langit Kong Sun Yau tertawa dingin, jurus serangannya
mendadak berubah kipasnya ditekan ke bawah sedang tubuhnya
berputar menerobos dari sebelah kanan dengan dahsyatnya
mengancam jalan darah “Cang Bun Hiat” pada pinggang kiri Wi Ci
To.
Kecepatan perubahan jurus serargannya ini dilakukan begitu
cepat laksana sambaran petir.
Tubuh Wi Ci To sekali lagi bergeser ke samping menghindarkan
diri dari serangan musuh, ujung pedangnya sedikit diangkat
bagaikan naga yang muncul dari dalam air secara tiba”tiba menusuk
kearah leher pihak lawannya.
Tusukan ini dilakukan jauh lebih cepat dari serangan pihak
musuh.
“Serangan yang bagus” bentak si Anying langit Kong Sun Yau
dengan keras kakinya tetap tidak bergerak hanya tubuhnya
mendadak berputar dengan mengunakan kipasnya dia menangkis
datangnya tusukan tersebut.
“PlaaaK” Pedang dan kipas terbentur menjadi satu sehingga
mengeluarkan suara aduan yang amat nyaring, seketika itu juga
mereka berdua masing-masing di paksa mundur dua langkah ke
belakang.
Dengan mundurnya ini mereka berdua sama-sama tidak mau
melepaskan kesempatan yang bagus ini, tidak menanti kakinya
berhasil berdiri tegak mendadak si Anying langit Kong Sun Yau
sudah menubruk ke depan kembali, kipasnya di balik secara hebat
menotok kearah lambung Wi Ci To. Jurus serangannya amat aneh
tetapi indah sekali.
Wi Ci To dengan dingin mendengus dengan tergesa-gesa
tubuhnya menyingkir setengah tindak ke samping, pedangnya
ditekan ke bawah dengan menggunakan jurus-Hay Teh Ci Sah atau
menusuk ikan hiu didasar laut dia balas menggencet kipas pihak
musuhnya.
Sianying langit Kong Sun Yau yang melihat serangan pertamanya
tidak memperoleh hasil serangan kedua segera menyusul datang,
kipasnya diputar setengah lingkaran kemudian dibabat ke depan,
terlihatlah serentetan sinar putih berkelebat menyapu wajah Wi Ci
To.
Kedua orang itu berusaha menggunakan kesempatan baik yang
ada untuk merebut kemenangan tapi sesudah bergebrak sebanyak
dua tiga puluh jurus keadaan masih tetap seperti semula, siapa pun
tidak ada yang berhasil merebut di atas angin.
Waktu itu Ti Then berhasil memancing pihak lawannya, sengaja
dia perlihatkan sedikit tempat kelemahannya membuat seorang
malaikat iblis dengan bersenyatakan golok panjang menyerang dari
beIakang tubuhnya, pada saat yang bersamaan pula dia putar
tubuhnya sedang pedangnya dengan kecepatan yang luar biasa
menyambar dan menghajar pihak musuhnya.
“Aduh..”
Dengan disertai suara teriakan yang amat keras dan mengerikan
simalaikat iblis bersenyatakan golok panjang itu rubuh ke atas tanah
dan binasa seketika itu juga.
Tempat yang menyebabkan kematiannya tidak bukan tepat di
atas alisnya, Ti Then yang membunuh seorang musuhnya segera
membentak keras lagi, jurus pedangnya berubah dengan dikelilingi
oleh sinar pedang kebiru-biruan pedangnya menyapu dua orang
malaikat iblis yang berada di sebelah kanannya.
Belum sempat kedua orang, malaikat iblis itu melihat bagaimana
datangnya serangan itu kedua buah batok kepalanya sudah
melayang meninggalkan lehernya, dengan disertai semburan darah
segar yang amat deras kedua benda itu bergelinding di atas tanah.
Dengan demikian malaikat iblis yang menge pung diri Ti Then
kini hanya tinggal empat orang saja.
Ketika mereka melihat kawannya satu per satu berhasil dibunuh
pihak musuh tanpa terasa pikirannya menjadi kacau juga, ternyata
mereka tidak berani menge pung kembali, masing-masing berusaha
untuk mundur ke belakang mengundurkan diri dari ancaman maut.
Si Rase bumi Bun Jin Cu yang melihat Ti Then berhasil
mambunuh mati tiga orang anak buahnya kembali mendadak dia
meloncat keluar dari kalangan.
“Semua berhenti, dengar perkataanku dulu” teriaknya dengan
keras.
Mendengar suara teriakan itu si Anying Langit Kong Sun Yau
segera menghentikan serangannya dan meloncat mundur ke
belakang, sedang si malaikat iblis bersenyatakan siang kiam yang
sedang bertempur dengan serunya melawan Wi Lian In saat ini juga
sudah meloncat mundur.
Hanya di dalam sekejap mata pertempuran yang amat seru
sudah berhenti semua.
“Kong Sun Hujin ada perkataan apa? “ Tanya Wi Ci To sembari
tersenyum.
Dari wajah si Rase bumi Bun Jin Cu pun kelihatan mulai
tersungging senyuman, kepada Wi Ci To sembari tertawa ujarya:
“Wi Pocu, bilamana ini hari kami suami istri mengakui kekalahan
kepada kalian, apa kamu mengijinkan kami keluar dari sini ?”
“Ha ha ha .selamanya Lohu belum pernah melakukan
pembersihan sampai seakar-akarnya, tetapi maksud tujuan saudara
sekalian belum tercapai bagaimana mau pergi begitu saja ?”
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera mencibirkan bibimya, dengan
lagak manya ujarnya.
"Kita tidak kuat melawan kalian kalau tidak pergi dan tetap
tinggal di sini mau berbuat apa lagi?”
“Hmmm...” dengus Ti Then secara mendadak. “Kalian sudah tidak
maui itu kitab pusaka le Cin Keng ?”
Si Rase bumi Bun Jin Cu segera menghela napas panjang.
“Kau terlalu lihay, sudahlah.” ujarnya dengan perlahan.
"Jika kalian timbul niat kembali untuk minta kitab itu kalian boleh
pergi cari aku secara pribadi” ujar Ti Then lagi sembari tertawa
dingin. “Tapi aku larang kalian mengacau orang-orang Benteng Pek
Kiam Po karena beberapa hari lagi aku sudah bukan orang Benteng
Pek Kiam Po lagi.”
“Kami bisa cari kau lagi” seru Si Rase bumi Bun Jin Cu, “Ini hari
kau sudah bunuh sembilan orang kami, hutang ini bagaimana pun
harus akutagih. Gunung nan hijau tetap berdiri selamanya, air
tenang mengalir sepanjang masa kita bertemu kembali lain waktu.”
Berbicara sampai di sini kepada si Anying langit Kong Sun Yau
tanyanya.
“Hey lelaki bangsat, bagaimana?”
Si Anying langit Kong Sun Yau segera mengangguk, kepada
kelima orang Malaikat iblis yang masih hidup ujarnya.
“Angkat mayat-mayat itu, ayoh kita pergi”
Kelima orang malaikat ibis itu segera menyahut, cepat-cepat
mereka menggotong mayat yang membujur di atas tanah beserta
kedua buah batok kepalanya, dengan mengikuti Si Anying langit
Rase bumi mereka cepat-cepat berlalu dari sana.
Di atas permukaan tanah kini hanya tertinggal titik-titik darah
segar yang tetap membasahi dan mengotori tempat itu.
Sesudah melihat rombongan si Anying langit Rase bumi lenyap di
balik pintu Benteng barulah terdengar Wi Ci To menghela napas
panjang.
“Heei. tidak kusangka bisa berakhir begitu”
“Suheng kau seharusnya jangan melepaskan mereka pergi” ujar
Huang Puh Kian Pek yang berdiri disisinya, “Selamanya si Anying
langit Rase bumi belum pernah menderita kerugian sedemikian
besarnya, ini hari kita melepaskan harimau pulang gunung tidak
sampai satu bulan kemudian mereka pasti akan datang kembali,
sewaktu lain kali mereka datang kembali tentu bukan dua puluh
orang saja yang dibawa bahkan mungkin bisa sampai dua ratus
orang atau dua ribu orang banyaknya.”
“Soal ini kau tidak perlu kuatir” hibur Wi Ci To dengan suara
perlahan.
“Nanti biarlah aku kirim perintah seratus pedang kembali untuk
panggil semua pendekar pedang merah pulang.”
Berbicara sampai di sini barulah dia menoleh kearah Ti Then, “Ti
Kiauw-tauw bagaimana kalau kita berbicara di dalam saja ?”
ujarnya.
Ti Then melirik sekejap kearah Wi Lian In yang berdiri menyauhi
dirinya itu ketika melihat wajahnya sangat adem ujarnya kemudian.
“Jika Pocu ada perkataan silahkan dibicarakan di sini saja”
Air muka Wi Ci To berubah menjadi amat keren, sesudah
termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah ujarya.
“Tadi karena keadaan yang sangat mendesak Lohu sudah
berbicara sedikit kurang sopan tentunya Ti Kiauw-tauw tidak
menganggap sungguhan bukan ?”
“Itu adalah urusan yang nyata seharusnya Pocu berbicara begitu”
sambung Ti Then dengan cepat.
“Tetapi maksud Lohu yang sebenarnya...”
“Boanpwe paham” potong Ti Then dengan cepat. “Pocu serta Hu
Pocu mau membuang waktu memberi bantuan boanpwe merasa
sangat berterima kasih sekali. budi kebaikan ini pada kemudian hari
tentu boanpwe balas”
Wi Ci To tertawa pahit,
“Ti Kiauw-tauw sudah salah artikan perkataan Lohu” ujarnya
dengan serius, “Bilamana bukannya Ti Kiauw tauw beri bantuan
pada ini hari tentu Benteng kami sudah mengalami malapetaka yang
amat hebat, karena itu seharusnya lohu yang megucapkan terima
kasih kepadamu”
“Tidak, urusan ini ditimbulkan karena boanpwe pribadi”
“Jika bukannya Ti Kiauw tauw keluar Benteng untuk menolong
putriku tidak mungkin bisa timbul peristiwa ini”
Ti Then tidak mau tarik panjang persoalan ini lagi, ujarya
kemudian:
“Pocu masih ada perkataan apa lagi yang hendak disampaikan,
jika tidak ada boanpwe mau mohon diri terlebih dulu”
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi salam
perpisahan.
“Tunggu sebentar” ujar Wi Ci To dengan cemas ketika dilihatnya
Ti Then mau pergi, “Lohu ada urusan yang hendak minta petunjuk
darimu”
Sambil menggendong tangannya dia berjalan bolak balik
ditempat itu, kemudian dengan menghela napas panjang ujarnya.
“Hingga sekarang Lohu masih tidak paham . . sejak Ti Kiauw-
tauw masuk ke dalam Benteng kami segala perbuatan dan tindak
tandukmu sama sekali tidak mem punyai maksud jahat, tapi...
dapatkah Ti Kiauw tauw menjelaskan kepada Lohu secara terus
terang kenapa kau pergi menyamar sebagai Lu Kongcu?”
“Tentang urusan ini maaf boanpwe tidak bisa memberitahu”
Potong Ti Then dengan cepat.
Kening yang dikerutkan semakin mengencang kembali, dengan
mata yang amat tajam Wi Ci To memandang terpesona kearahnya.
“Kalau begitu jawablah perkataan lohu ini .. “ ujarnya kemudian.
“Kau mengaku
penyamaranmu?”
tidak
kalau
Lu
Kongcu
itu
adalah
hasil
“Mengakui”
“Apa tujuanmu?" desak Wi Ci To lagi.
“Tetap seperti perkataan tadi, maaf tidak bisa kukatakan.”
Wajah Wi Ci To kelihatan berkerut-kerut agaknya di dalam hati
dia merasa amat gusar sekali, hanya saja tidak sampai diumbar
keluar, sekali lagi dia berjalan bolak balik disekeliling tempat itu.
“Dua hari lagi boanpwe akan memgembalikan ketiga ratus uang
perak itu kepada Pocu” ujar Ti Then lagi. “Selain itu boanpwe akan
menginap dirumah penginapan Hok An di dalam kota hingga
menanti hwesio-hwesio dari Siauw lim pay datang dan
membereskan kesalah pahaman ini, dalam hal ini jika Pocu mau
minta petunjuk,-silahkan kirim orang ke rumah penginapan Hok An
untuk panggil boanpwe”
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu
kepada Huang Puh Kian Pek serta Wi Lian In, setelah itu cepat-
cepat dia putar tubuh berjalan keluar meninggalkan Benteng.
Saking jengkelnya seluruh tubuh Wi Ci To gemetar dengan amat
kerasnya, sambil mengibaskan ujung bajunya dengan langkah lebar
dia berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ki Hong itu pendekar pedang hitam ketika melihat Ti Then mau
pergi dengan cepat berlari sambil menuntun kuda Ang Shan Khek
itu.
“Ti Kiauw tauw, ini tungganganmu” ujarnya.
Ti Then tidak banyak bicara, segera dia meloncat naik ke atas
tunggangannya kemudian melarikan kudanya menuju kekota Go bi
dengan cepatnya.
Sesampainya di rumah penginapan Hok An siang hari sudah
lewat, sesudah makan kenyang segera dia meninggalkan rumah
penginapan kembali untuk mencari tahu berita tentang rombongan
si Anying langit Rase bumi itu.
Dia bisa melakukan hal ini disebabkan karena jejak orang-orang
si Anying langit Rase bumi itu sangat mencurigakan sekali, setelah
mereka kehilangan sembilan orang malaikat iblisnya pastilah tidak
akan berdiam begitu saja, bahkan sewaktu dia melihat si Rase bumi
Bun Jin Cu mengaku kalah padanya mukanya memperlihatkan suatu
rencana yang tersembunyi, kemungkinan sekali mereka sudah
merencanakan suatu penyerbuan secara diam-diam ke dalam
Benteng Pek Kiam Po sehingga bisa menutupi kembali perasaan
malu atas kekalahannya pada siang hari, oleh sebab itulah dia mau
mengetahui jejak mereka untuk kemudian mengawasi segala gerak
geriknya secara teliti.
Tetapi walau pun dia sudah berlari dan mencarinya diseluruh
penjuru kota tetap tidak tampak jejak mereka, bahkan tak seorang
pun yang melihat orang-orang dengan dandanan semacam itu
memasuki kota.
Karenanya terpaksa dia pulang kerumah penginapan untuk
beristirahat.
Tidak lama malam hari pun menjelang.
Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenang, akhimya
cepat-cepat dia turun dari pemharingan dan keluar kamar, kepada
seorang pelayan ujarnya.
“Hey Pelajan, aku mau keluar kota untuk menyambangi seorang
kawanku ini malam tidak akan tidur di sini harap kau menyagakan
kamarku ini, pada kemudian hari tentu aku beri upah kepadamu”
“Baik, balk..” sahut pelayan ini dengan gembira.
“Sekarang juga hamba sediakan kuda buatmu”
Selesai berkata dia putar tubuh dan berlalu dari ssna.
Dengan gugup Ti Then segera berteriak.
“Tidak usah, tidak usah ...aku tidak naik kuda.”
“Kongcu mau heluar kota bagaimana tidak naik kuda?”
“Temanku itu berdiam tidak jauh dari kota, lebih baik aku
berjalan kaki saja.”
Sekeluarnya dari rumah penginapan dengan cepat dia berjalan
keluar dari pintu kota sebelah Barat, dilihatnya disekitar tempat itu
sudah tidak ada orang barulah dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuhnya berlari menuju ke atas gunung Go-bi.
Tidak sampai setengah jam kemudian sampailah dia ditengab
gunung Go-hie di atas tebing Sian Ciang tepat di belakang Benteng
Pek Kiam Po.
Dengan diam-diam dia mengitari sekeliling tebing Sian Ciang itu
untuk periksa satu kali, ketika dilihatnya para pendekar pedang dari
Benteng Pek Kiam Po hanya berjaga-jaga di bawah tebing saja
hatinya segera merasa tidak tenang, pikirnya.
“Mungkin Wi Lian In tidak menyampaikan usulku itu kepada Wi Ci
To, Tebing Sian Ciang ini merupakan tempat yang paling baik bagi
musuh untuk menyerang Benteng Pek Kiam Po, bagaimana dia tidak
kirim orang untuk menyaga?”
Jika dilihat pada tengah malam Tebing Sian Ciang ini rnirip sekali
dengan sebuah tangan raksasa yang sedang merangkul sungai
perak dan sedang memetik bintang serta rembulan bentuknya amat
megah dan angker sekali,
Dia memilih tempat-tempat yang baik mudah untuk digunakan
mendaki diantara dinding tebing yang amat curam bagaikan seekor
kera dengan merambat dan memanyat terus ke atas.
Jilid 14.2: Tewasnya si Anying langit
Tidak selang lama dia sudah berhasil mencapai puncak tebing,
perlahan-lahan dia mulai duduk di samping tebing yang berhadapan
dengan Benteng Pek Kiam Po. Ketika melihat ratusan lampu yang
sedang menyinari seluruh Benteng tanpa terasa hatinya merasa
kecewa, teringat olehnya sewaktu kemaren hari dia duduk
berdampingan dengan Wi Lian En, waktu itu merasa mesranya Wi
Lian In bersandar pada tubuhnya berkata dengan merdunia, Jika
kau tidak bisa dipercaya maka di dalam dunia ini tidak ada orang
yang bisa dipercaya lagi, tapi sewaktu dirinya seIesai beli obat di
dalam kota Ku le serta Liauw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa
Yuan sudah datang, hal ini tentu sangat melukat hati Wi Lian In.
Heeei, omong pulang pergi semuanya ini adalah karena ketololan
sendiri, jika waktu itu dia tidak mau belajar kepandaian silat dari
majikan patung emas tentu tidak akan sampai terjadi peristiwa
semacam ini, dosa yang dibuat dirinya sungguh amat berat.
“Braaak„ mendadak suara runtuhnya pasir serta batu-batuan
berkumandang datang dari tebing di sebelah belakangnya.
Ti Then merasakan hatinya tergetar, cepat-cepat tubuhnya
melayang dan bersembunyi di balik sebuah tempat yang tidak
terlihat oleh manusia, dia berdiam diri tak berani bergerak, dengan
tajamnya memperhatikan semua gerak gerik di sebelah sana.
Ada orang datang.
Sedikit pun tidak salah baru saja dia menyembunyikan diri
terdengarlah suara seseorang sedang berkata.
“He .. he .tebing Sian Ciang ini, sungguh sukar didaki “
Segera terdengar suara jawaban dari orang lainnya
-Jika mudah untuk didaki bagaimana Wi Ci To berani berlaku
begitu gegabahnya sehingga tidak kirim orang untuk berjaga?”
Kemudian terdengar suara dari si Rase bumi Bun Jin Cu sedang
berkata,
“Kalau jalan sedikit hati hati, jangan sampai ada batu yang
tertendang jatuh ke bawah tebing,”
“Benteng Pek Kiam Po berada ditepian tebing sebelah sana, ayo
kita lihat-lihat sebelah sana" suara Si Anying langit Kong Sun Yau
menyambung perkataan dari istrinya.
Bersamaan berhentinya suara pembicaraan muncullah bayangan
manusia satu persatu sebanyak sepuluh orang , . mereka bukan lain
adalah Si Anying langit Rase bumi beserta kedelapan orang
malaikatnya,
Pada punggung masing-masing pada membawa anak panah
serta busurnya sedang ditangan membawa gentong-gentong
berisikan minyak tanah yang mudah terbakar dengan tenangnya
mereka melanjutkan perjalanan menuju kepingiran sebelah Benteng
Pek Kiam Po.
Ternyata dugaan Ti Then sedikit pun tidak meleset, Si Anying
langit Rase bumi benar-benar hendak menyerang Benteng seratus
pedang dengan jalan membongkong secara diam.
Ti Then tahu bahwa bokongan mereka ini jika sampai berhasil
maka dari pihak
Benteng Pek Kiam Po menderita kerugian yang amat besar,
karenanya dia tidak berani berlaku ayal lagi, dari samping badannya
dia mengambil sebuah batu
kerikil yang tidak begitu besar kemudian secara diam-diam
disambitkan kearah Benteng Pek Kiam Po.
Dia sangat mengharapkan sambitan batunya ini berhasil
mengenai atap rumah di dalam Benteng itu, sehingga mengejutkan
semua orang yang berada di dalam Benteng agar mereka semua
tahu kalan di atas tebing Sian Ciang sudah kedatangan musuh.
Pada saat dia sedang menyambitkan batu kearaha Benteng itulah
rombongan
Si Anying langit Rase bumi itu sudah tiba di pinggiran tebing
yang mengarah Benteng Pek Kiam Po. Terdengar Si Rase bumi Bun
Jin Cu berkata sembari tertawa ringan.
“Hey lelaki bangsat, bagus bukan akalku ini?”
“Hey ....jika kau bisa dapatkan akal itu sejak semula dari pihak
kita tak akan kehilangan sembilan orang” Seru si Anying langit Kong
Sun Yau sembari menghela, napas panjang.
“Semula aku mana tahu kalau bangsat cilik She Ti itu memiliki
kepandaian silat begitu mengerikan, aku mengira dengan
menggunakan kesempatan sewaktu pendekar pedang merah
mereka tidak berada di dalam Benteng dengan kekuatan kita dua
puluh orang, sudah cukup, siapa tahu...”
“Hei.. tidak usah banyak omong kosong lagi, ayoh kita cepat-
cepat turun tangan”
Demikianlah mereka bersepuluh segera melepaskan anak panah
serta busur dari tubuhnya untuk mulai mengangkat batu-batu besar.
Yang mereka ambil kebanyakan merupakan batu-batu cadas
yang amat besar bahkan setiap batu itu mem punyai berat tiga
sampai lima ratus kati ke atas, dengan batu yang begitu besar
ditambah dengan daya lemparan dari atas tebing setinggi ratusan
kaki, jangan dikata manusia sekali pun banguna Benteng yang
kokoh juga akan hancur oleh serangan ini.
Salah seorang malaikat iblis yang sedang mengambil batu-batu
cadas tiba-tiba bertanya.
“Baiknya dilempari batu dulu atau dengan panah berapi?”
“Kita lempari batu dulu” jawah si Rase bumi Bun Jin Cu singkat.
“Betul” Teriak Si Anying langit Kong Sun Yau membenarkan usul
isterinya itu.
“Jika kita menggunakan panah api terlebih dulu sebelum sampai
di dalam Benteng pasti sudah diketahui.”
“Hanya tidak tahu Wi Ci To tidur di sebelah mana, jika tahu
cukup mengarah kamarnya kita lempari sebuah batu cadas pasti dia
akan kegencet menjadi jadah, seru salah seorang malaikat iblis.
“Masih ada sibangsat cilik she Ti itu, di dalam Benteng Pek Kiam
Po hanya dua orang ini saja yang paling menakutkan, jika salah satu
diantara mereka terkena hingga yang lainnya tidak perlu kita takut
lagi”
Si rase bumi
perkataannya itu.
Bun
Jin
Cu
mengangguk
membenarkan
“Agaknya antara bangsat cilik itu dengan Wi Ci To sudah terjadi
suatu urusan yang tidak menyenangkan, kau dapat meiihat tidak?”
tanyanya.
“Tidak salah” jawab Si Anying langit Kong Sun Yau. “Agaknya
bangsat cilik itu mau meletakkan jabatannya sebagai Kiauw tauw
sedang Wi Ci To tidak setuju, ternyata dia meminta bangsat cilik itu
pada saat itu juga mengembalikan uang tiga ratus tahilnya baru
memperbolehkan dia pergi. Ha ha ha orang bilang Wi Ci To jauh
lebih menghargai sikap manusia dari pada harta kekayaan,
kelihatannya tidak begitu . .”
Pada saat mereka sedang berbicara itulah dua buah batu cadas
yang amat besar sudah disiapkan.
Ti Then segera merasa bahwa dia tidak seharusnya berdiam diri
terus
melihat
mereka
melanjutkan
pekerjaannya
untuk
mengumpulkan batu-batu cadas yang besar, diam-diam diambilnya
beberapa butir batu kerikil kemudian membentuk keras dia meloncat
keluar dari tempat persembunyiannya sedang kerikil ditangannya
dengan tenaga besar disambit kearah musuhnya.
Si Anying langit rase bumi sekalian sama sekali tidak pernah
menduga kalau di atas tebing masih ada orang lain, karenanya
begitu Ti Then membentak keras bagaikan sambaran geledek
disiang hari bolong seketika itu juga membuat mereka saking
terkejutnya sudah meloncat ke atas. Dikarenakan loncatannya inilah
ketiga orang malaikat iblis yang berdiri di belakangnya tepat
menerima hajaran dari sambitan batu Ti Then itu yang mengenai
lambung mereka, seketika itu juga darah berceceran sedang tubuh
mereka bertiga bergulung-gulung ditatas sambil menjerit-jerit
kesakitan.
Sambitan batu dapat mencelakai hingga dalam tubuh sebetulnya
merupakan kejadian yang tidak masuk akal, tetapi hal yang
sebenarnya sedikit pun tidak ada anehnya karena dengan tenaga
dalam yang berhasil di !atih Ti Then hingga saat ini sudah boleh
dikata mencapai pada taraf menyambit dengan daun melukai tubuh
orang, apalagi kini yang dibuat sambitan adalah batu kerikil yang
tajam sudah tentu tanpa bisa ditahan lagi sudah menembus
lambung mereka bertiga.
Si Anying langit Rase bumi yang melihat munculnya Ti Then
secara tiba-tiba itu sudah berhasil melukai ketiga orang anak
buahnya tanpa terasa air muka mereka sudah berubah amat hebat,
sembari berteriak aneh mereka bersama sama menubruk ke depan
mengancam tubuh Ti Then.
Sejak semula Ti Then sudah bikin persiapan untuk menghadapi
pertempuran yang amat sengit ini, karenanya setelah dia
menyambit batu-batu itu cepat cepat pedangnya dicabut keluar dan
dilintangkan di depan dadanya.
Ketika dilihatnya Si Anying langit rase bumi bersama sama
menubruk kearahnya dengan cepat bukannya mundur malah
sebaliknya memapaki datangnya serangan mereka berdua,
tubuhnya maju dua langkah ke depan sedang pedangnya dengan
amat dahysat dibabat kearah mereka.
Serentetan sinar kemerah-merahan yang amat menyilaukan
berkelebat memenuhi seluruh angkasa, ujung pedangnya dengan
tajam menusuk ketubuh Si Anying langit kemudian melanjutkan
serangannya kearah Si Rase bumi yang berada disisinya, di dalam
satu jurus mem punyai dua gerakan serangan yang berbeda
sungguh hebat sekali.
Si Anying langit bukanlah manusia bodoh, sewaktu tubuhnya
menubruk ke depan senyata kipasnya sudah dipersiapkan terlebih
dulu.
Tubuhnya bergerak miring sedikit ke samping dengan
menggunakan jurus “Sun Hong Si Cwan” atau mengikuti angin
melajukan perahu dia memunahkan tusukan pedang yang datang
dari Ti Then ini kemudian sewaktu sepasang ujung kakinya
mencapai tanah senyata kipasnya sekali lagi dengan menggunakan
jurus “Giok Li Cuan Suo atau gadis cantik memakai baju
mengancam jalan darah Thai yang Hiat sebelah kiri dari Ti Then.
Si Rase bumi yang berada ditengah udara pun menggerakkan
angkin kuningnya.
“Sreet..” Laksana seekor ular emas dengan gesitnya menyambar
dan menggulung ujung pedang Ti Then.
Cepat-cepat Ti Then membungkukkan badannya sambil
mengibaskan pedangnya ke samping, tubuhnya sekali lagi berputar
ke samping pedangnya bagaikan segulung sinar api yang amat
dahsyat balas menggulung kearah musuh-musuhnya.
Bersamaan waktunya Si Anying langit rase bumi meloncat ke
samping untuk menghindarkan diri dari serangan itu, kipas beserta
angkin kuning itu sekali lagi menyerang secara berbareng
membabat kearah batok kepala serta melilit pinggang Ti Then.
Mereka bertiga masing-masing dengan mengerahkan ilmu silat
andalan masing-masing berusaha untuk berebut melancarkan
serangan, seketika itu juga terjadilah suatu pertempuran yang amat
sengit sekali.
Sembari melancarkan serangan-serangan yang dahsyat Si Rase
bumi Bun Jin Cu tak henti-hentinya melirik keseluruh penjuru, ketika
dilihatnia dari dalam Benteng Pek Kiam Po tidak tampak bayangan
manusia pun yang muncul hatinya baru merasa agak lega.
" Hey bangsat cilik” teriaknya sembari tertawa.”Ini malam kau
pasti binasa,”
“Ha ha ha ha ha...” Suara tertawa dari Ti Then semakin lama
semakin bertambah nyaring, “Yang binasa pada malam ini haruslah
menunggu sebentar lagi baru bisa dipastikan.”
Si Rase bumi Bun Jin Cu sudah merasa pasti kalau mereka suami
istri berdua pasti bisa membereskan dirinya, hanya dia, kuatir
terhadap manusia-manusia dari Benteng Pek Kiam Po, karena itu
dengan nada memancing, ujarnya.
“He..hee ... menurut pengetahuanku, orang-orang dari benteng
Pek Kiam Po sudah pada tidur semua.?”
“Tidak salah, tidak salah. Orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po
sudah pada tidur semua, hanya kalian orang-orang dari istana Thian
Teh Kong saja yang belum tidur,”
Ketika si Rase bumi Bun Jin Cu mendengar dia tidak mau
mengaku secara terus terang hatinya malah dibuat menjadi tidak
tenang, ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis lainnya sedang
berdiri dengan termangu-mangu tanpa terasa sudah membentak
keras.
“Kalian berlima hanya berdiri termangu-mangu di sana mau
tunggu apa lagi? Cepat dorong batu-batu itu ke bawah kemudian
melepaskan panah-panah berapi ”
Sesudah mendengar perintah itu dari antara kelima orang
malaikat iblis itu segera terlihatlah dua orang sudah mengangkat
dua buah batu besar kemudian dilemparkan kearah bawah.
Sedang sisanya tiga orang menumpahkan minyak dan
digosokkan pada ujung anak panah, sesudah disudut dengan api
panah-panah itu mulai dipanahkan kearah Benteng. “Sret . . sret : ,
“Sebuah demi sebuah anak-anak panah berapi itu bagaikan
sambaran kiiat cepatnya meluncur ke bawah bersarang di atas atap-
atap Benteng Pek Kiam Po.
Dua buah batu cadas yang didorong ke bawah agaknya sudah
mencapai sasaran pada atas atap rumah, dari kejauhan hanya
terdengar suara benturan yang amat keras bergema memenuhi
seluruh tempat.
Ti Then yang dike pung rapat-rapat oleh si Anying langit rase
bumi tidak sanggup untuk menahan gerak gerik mereka, terpaksa
dengan sekuat tenaga dia melancarkan serangan-serangan dahsyat
mencecer diri Anying langit rase bumi berdua, tapi bagaimana pun
juga Si Anying langit Rase bumi merupakan jago-jago
berkepandaian tinggi dari Bu-lim yang sudah amat terkenal apalagi
kini mereka suami isteri turun tangan bersama sama, baik di dalam
menyerang mau pun dalam bertahan mereka bisa bekerja sama
begitu rapatnya membuat Ti Then yang sudah menyerang dua tiga
puluh jurus dengan gencar masih tetap tidak berhasil menduduki di
atas angin.
Ketika dilihatnya kelima orang malaikat iblis itu dengan tak henti-
hentinya memanahkan panah-panah berapi kearah genteng dia
menjadi cemas, mendadak pedangnya dengan disertai sambaran
angin yang amat tajam menyapu sepasang kaki Si Anying langit,
bersamaan pula tangan kirinya diayunkan ke depan dengan gaya
hendak menyambitkan senyata-senyata rahasia. Bentaknya.
“Lihat serangan”
Dengan meminyam kagempatan sewaktu si Anying langit
merangkap kipasnya untuk melindungi dada dan si rase bumi dibuat
tertegun cepat-cepat dia. meloncat keluar dari ke pungan kemudian
bagaikan sambaran angin cepatnya menubruk kearah kelima orang
malaikat iblis itu.
“Hati-hati!” teriak Si Anying langit Kong Sun Yau dengan
perasaan amat cemas.
Pada waktu itu kelima orang malaikat iblis itu sedang berdiri
menghadap kearah luar tebing sedang seluruh perhatiannya pun
sedang dipusatkan pada panah-panah berapi itu, begitu rnendengar
suara bentakan itu dengan gugup mereka putar tubuh sembari
mengangkat busur masing-masing untuk menangkis datangnya
serangan, kemudian dengan berbareng mereka melancarkan
serangan dahsyat kearah Ti Then.
Pedang ditangan Ti Then dengan disertai angin sambaran yang
amat tajam menyapu kearah mereka.” ...triing- ...triing.. triing “
Suara yang amat nyaring bergema ditengah malam itu, tiga buah
busur diantara kelima orang itu sudah berhasil dibabat putus oleh
pedangnya itu.
Pada saat yang bersamaan itu pula mendadak dia merasakan
kaki kanannya seperti dililiti oleh ular kemudian disusul dengan
segulung tenaga yang amat besar menarik seluruh tubuhnya ke
belakang.
Kiranya angkin kuning dari Si Rase bumi Bun Jin Cu secara diam-
diam sudah berhasil meliliti kakinya kemudian dengan seluruh
tenaga menarik tubuhnya ke atas membuat tubuh Ti Then dengan
menimbulkan suara yang amat keras rubuh terjengkang di atas
tanah.
Jatuhnya kali ini adalah kepalanya terlebih dulu mengenai tanah
membuat otaknya terasa amat sakit dan pening, pandangannya
menjadi kabur dan berkunang-kunang hampir-hampir membuat
dirinya jatuh tidak sadarkan diri.
Walau pun dia tidak sampai jatuh pingsan tapi keadaannya
semakin jelek lagi, Si Anying langit Kong Sun Yau yang berdiri di
samping ketika melihat dia terjatuh ke atas tanah senyata kipasnya
cepat-cepat ditutul ke depan mengancam jalan darah Ling Thay Hiat
pada punggungnya.
Di dalam keadaan yang amat kritis ini Ti Then sama sekali tidak
melihat adanya serangan kipas dari Si Anying langit Kong Sun Yau
bahkan kepalanya yang pening dan pandangannya yang kabur
membuat pendengarannya menjadi hilang dayanya. Tapi dia dapat
menduga Si Anying langit Kong Sun Yau pasti menggunakan
kesempatan yang sangat baik itu untuk melancarkan satu serangan
yang mematikan kearahnya, karena itu begitu tubuhnya terjatuh ke
atas tanah cepat-cepat dia berguling kearah samping bersamaan
pula dengan membabi buta dia melancarkan satu serangan dahsyat.
Disaat-saat yang amat bahaya itulah dia berhasil meloloskan diri
dari serangan si anying langit Kong Sun Yau yang mematikan
itu....serangan senyata kipas dari Si Anying langit pun mengenai
tempat yang kosong.
Tetapi Ti Then belum sama sekali lolos dari mara bahaya, angkin
kuning dari si Rase Bumi Bun Jin Cu dengan eratnya masih mengait
pada kaki sebelah kanannya.
Kiranya angkin kuning dari si Rase bumi Bun Jin Cu ini sangat
jahat sekali, pada sebuah bagian dari angkin itu dipasang
beribu”ribu kail-kail kecil yang amat tajam sekali, bentuknya mirip
dengan mata kail untuk memancing ikan tapi semuanya terbuat dari
emas. Begitu mengenai tubuh musuh maka semua kail-kail emas itu
akan menusuk masuk ke dalam tubuh sehingga sukar sekali
meloloskan dirinya.
Kini kaki kanan dari Ti Then
pun sudah terkena
pancingan=pancingan emas itu sehingga sukar buat dirinya untuk
bergerak walau pun tidak terasa sakit olehnya di dalam
pertempuran ini tapi untuk meloloskan diri janganlah harap.
Dia tahu bilamana dirinya mau meloloskan diri dari angkin itu
satu-satunya jaIan hanya membabat putus angkin tersebut. Tapi
baru saja dia bermaksud membabat angkin tersebut Si Rase bumi
dengan gesitnya sudah menyentak tubuhnya meninggalkan
permukaan tanah, bagaikan seutas Iayang-layang tubuh Ti Then
dengan kerasnya ditarik berlari keempat penjuru.
Sedang itu Si Anying langit Kong Sun Yau bagaikan bayangan
saja dengan eratnya mengikuti terus disisi tubuhnya, senyata kipas
yang berada ditangannya dengan tak henti-hentinya melancarkan
serangan gencar mengancam seluruh tempat bahaya dari Ti Then.
Dengan perkataan lain : Ti Then yang sudah dipermainkan dan
diombang ambingkan Si Rase bumi Bun Jin Cu dia pun harus
melancarkan serangan dan mangobat abitkan pedangnya untuk
memusnahkan semua serangan-serangan dahsyat serta serangan
maut yang mengancam seluruh tempat penting pada tubuhnya,
keadaannya pada saat ini betul-betul amat bahaya sekali.
Situasi dan keadaan yang seperti ini di dalam jarang sekali terjadi
karena itu sampai kelima orang malaikat iblis itu pun dibuat
terpesona oleh keadaan semacam ini.
Sembari menarik tubuh Ti Then dan berlari-lari tak henti-hentinya
Si Rase bumi Bun Jin Cu sempat berkata sembari tertawa merdu.
“Hey lelaki bangsat. Kenapa tidak cepat-cepat turun tangan. “
“Ha ha ha ... .sudah hampir..sudah hampir” teriak Si Anying
langit Kong Sun Yau sembari tak henti-hentinya melancarkan
serangan mautnya.”Aku tidak percaya bangsat cilik ini bertahan
lebih lama Iagi . . .”
Baru saja perkataannya selesai diucapkan mendadak.... suatu
parubahan timbul secara mendadak.
Serentetan sinar terang yang amat tajam dan menyilaukan mata
dengan menerjang angin berkelebat datang. “Plaaak-, angkin kuning
menjadi dua bagian.
Apakah terputus oleh babatan pedang Ti Then?”
Yang memutuskan angkin kuning itu hanyalah sebilah pisau
terbang yang amat tipis.
Kemunculan pisau terbang itu sangat mendadak sekaii, Si Rase
bumi Bun Jin Cu yang sedang menarik dengan sekuat tenaga
seketika itu juga menjadi terhuyung-huyung kehilangan
keseimbangannya, hampir-hampir dia terjatuh ke dalam jurang.
Tetapi kejadian yang muncul diluar dugaan ini memberi suatu
akibat yang jauh lebih parah, jauh lebih mengerikan lagi bagi Si
Anying langit Kong Sun Yau.
24
Semula dia memangnya sedang melancarkan serangan gencar
mengancam diri Ti Then, tetapi begitu angkin kuning itu terputus
maka tubuh Ti Then pun menjadi berhenti, sebaliknya Si Anying
langit Kong Sun Yau yang dengan napsunya sedang melancarkan
serangan tidak sanggup untuk berhenti di dalam waktu seketika itu
juga karenanya jarak antara dirinya dengan Ti Then pun menjadi
amat dekat, dengan meminyam kesempatan itulah Ti Then sudah
melancarkan satu serangan yang tepat menembus lambungnya.
Untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun, tetapi ketika
dilihatnya pada lambungnya sudah tertembus oleh pedang Ti Then
saat itulah tanpa bisa ditahan lagi dia menjerit ngeri dengan amat
kerasnya.
PerIahan-lahan tubuhnya rubuh ke tanah dan saat itu juga
putuslah napasnya.
Melihat kejadian itu Si Rase bumi Bun Jin Cu menjadi amat
terperanyat dengan suara amat kaget teriaknya.
“Hey Ielaki bangsat, kau kenapa?”
Waktu itu Ti Then dengan kecepatan yang luar biasa sudah
meloncat dari atas tanah, sesudah mencabut keluar pedangnya dari
lambung Si Anying langit Kong Sun Yau barulah dia berdiri di
samping.
Bagaikan seorang yang kalap dengan cepat si Rase bumi
menubruk ke atas mayat suaminya, matanya dipentangkan lebar-
lebar sedang bibirnya dengan gemetar berkemak-kemik.
“Lelaki bangsat, kau...kau sudah mati?”
Agaknya dia tidak percaya kalau suaminya bisa mati, tapi kini
dengan mata kepala sendiri dia melihat suaminya memang betul-
betul sudah binasa, tak tertahan lagi butir-butir air mata mengalir
keluar dengan amat derasnya.
Semula suara tangisannya tidak terdengar lama kelamaan isak
tangisnya semakin menjadi, dan akhirnya bagaikan guntur yang
membelah bumi dia menangis dengan kerasnya sembari gembar
gembor tidak karuan:
Pada saat itulah terlihat tiga orang berlari dengan amat cepatnya
mendekati tempat itu.
Ketiga orang itu bukan lain adalah Po cu dari Benteng Pek Kiam
Po, Wi Ci To, Hu Pocu Huang Puh Kian Pek beserta Wi Lian In.
Wajah mereka semua sudah berubah amat dingin dan angker,
dengan tajamnya memperhatikan Si Rase bumi yang sedang
menangis dengan sedihnya di atas mayat si Anying langit. Tanpa
berkata-kata lagi mereka bersama-sama mencabut keluar
pedangnya masing-masing kemudian secara serempak menyerang
kelima orang malaikat iblis itu.
Jika dilihat dari perubahan wajah mereka, jelas kelihatan kalau
mereka bertiga amat gusar sekali bahkan sudah ambil keputusan
untuk membasmi orang-orang dari istana Thian Teh Kong.
Baru saja mulai kelima orang malaikat iblis itu sudah dipaksa
berada di bawah
Angin.
Kiranya kedelapan orang malaikat iblis yang dibawa anying langit
rase bumi malam ini selaln setiap orang membawa seperangkat
anak panah beserta busurnya sama sekali tidak membawa senyata
tajam lainnya, saat ini kelima orang malaikat iblis itu terpaksa harus
menggunakan busur untuk mengdakanperlawanan, sedang busur itu
bukanlah senyata yang sesuai untuk bergebrak karena itu baru saja
mulai mereka sudah dipaksa berada di bawah angin dan terdesak
mundur terus.
Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek masing-masing melawan dua
orang malaikat iblis, terlihatlah sinar pedang berkelebat tak henti-
hentinya, diantara sambaran angin yang amat tajam suara jeritan
ngeri saling susul menyusul. Empat orang malaikat iblis sudah
terbinasa di bawah pedang mereka.
Sedang malaikat iblis yang melawan diri Wi Lian In saking
terdesaknya terus mengundurkan diri ketepi tebing, akhirnya dia
pun terjatuh ke dalam jurang dan binasa seketika itu juga.
Setelah semuanya beres mereka bertiga baru putar tubuhnya dan
berjalan mendekati rase bumi yang saat ini sedang menangis
dengan amat sedihnya di samping mayat suaminya.
“He..he..Bun Jin Cu, kau berdiri” Teriak Wi Ci To sepatah demi
sepatah dengan tegasnya.
Bagaikan sama sekali tidak menclengar suara bentakan itu Si
Rase bumi Bun Jin Cu masih tetap menangis dengan amat sedihnya.
Sepasang mata Wi Ci To segera berubah menjadi amat seram,
dengan keras
bentaknya tagi.
“Bangun!”
Si Rase bumi Bun Jin Cu tetap duduk di atas tanah sembari
menangis tersedu-sedu kelihatannya dia memang betul-betul sangat
berduka sehingga terhadap peristiwa yang terjadi disekeliling
tempat itu sama sekali tidak punya minat untuk mengurusnya,
Wi Ci To adalah seorang jagoan yang punya nama terhormat di
dalam Bu-lim pada saat ini, sudah tentu dia tidak mau melancarkan
serangan bokongan kepada Si Rase bumi, ketika dilihatnya dia tetap
tidak ambil perduli alisnya kelihatan dikerutkan rapat-rapat, agaknya
dia sudah dibuat jengkel oleh kelakuannya itu.
“Hmm. . hm..Bun Jin Cu” teriak Wi Lian sembari tertawa dingin.
“Yang binasa ini hari bukan hanya suamimu, kedelepan belas
malaikat iblis yang kau bawa pun sudah ada tujuh belas orang yang
binasa, kenapa kau tidak menangisi juga bagi mereka?”
Setelah mendengar ejekan itu mendasak Si Rase bumi Bun Jin Cu
menghentikan suara tangisannya, sesudah menggendong mayat
suaminya segera dia berjalan meninggalkan tempat itu.
Melihat mereka sama sekali tidak digubris sekali lagi Wi Ci To
mendengus dengan amat dingin..
“Bagaimana ? begitu saja mau pergi “ujarnya dengan dingin.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu menghentikan
langkahnya, dengan menahan isak tangisnya dia bertanya.
“Kau mau berbuat apa ?”
Dari nadanya ini ternyata mengandung sedikit “ Genit.
“ Dua buah batu cadas tadi sudah membunuh mati empat orang
pendekar pedang kami.” Bentak Wi Ci To dengan suara berat.
“Itu masih terhitung tidak berat” Bantah Si Rase bumi Bun Jin Cu
sembari menangis. “Aku sudah ditinggal suamiku bahkan ketujuh
belas orang anak
buahku pun sudah binasa semua.”
Wi CiTo menjadi amat gusar.
“Tapi semua urusan ini ditimbulkan oleh kalian!” Bentaknya.
“Aku tidak mau mengurus, aku tidak mau bergebrak dengan
kalian” teriak si rase bumi sembari menangis tersedu sedu, “Kalian,
mau membunuhku cepatlah turun tangan. Aku tidak percaya kau
berani turun tangan dengan seorang perempuan yang sama sekali
tidak mengadakan perlawanan “
Saking jengkel dan marahnya air muka Wi Ci To sudah berubah
pucat kehijau hijauan. Bentaknya dengan keras:
“Bun Jin Cu, kau janganlah sengaja perlihatkan mimik wajah
yang patut dikasihani, kau adalah perempuan macam apa Lohu
sudah tahu amat jelas sekali “
“Aku kehilangan suami apa tidak patut untuk menangis sedih?,”
bantah Si Rase bumi itu sambil menahan isak tangisnya.
“Tia” teriak Wi Li an In tiba-tiba sembari berjalan maju, “Tida
usah banyak omong dengan dia, biar putrimu yang bereskan”
Selesai berkata dia angkat pedangnya siap ditusuk ketubuh Si
Rase bumi itu.
Wi Ci To tahu putrinya masih bukan tandingannya, dia takut
putrinya akan terluka ditangannya karena itu segera menarik
tangannya mencegah.
“Kau cepat mundur” ujarnya,
Dengan cepat dia menarik Wi Lian In ke belakang kemudian
sambil melototkan sepasang matanya dia membentak kembali.
“Sebenarnia kau mau turun tangan tidak?”
“Aku sedang bersedih hati, tidak punya tenaga untuk bergebrak
dengan kalian, jika betul-betul mau turun tangan baiknya kita
tentukan waktu saja.” ujar Si Rase bumi kemudian.
“Bagus sekali, kapan?”
“Akhir bulan depan. Aku mau menyambut kedatangan kalian di
istana Thian Teh Kong. Bagaimana?”
Wi Ci To termenung
mengangguk, menyetujui.
berpikir
sebentar
kemudian
baru
“Pasti dating” serunya.
Dengan perlahan Si Rase bumi Bun Jin Cu putar kepalanya
menghadap kearah Ti Then, sambil menahan isak tangis ujarnya.
“Bangsat cilik, sampai waktunya kau pun ikut datang. Kau sudah
bunuh suamiku selama hidupku ini aku mau balaskan dendam”
Selesai berkata dia membopong mayat suaminya, sembari
menangis tersedu-sedu perlahan-lahan dia menuruni tebing
tersebut.
Sesudah bayangan tubuh Si Rase bumi lenyap dari pandangan
barulah Huang Puh Kian Pek berjalan ke samping tebing, sambil
menengok ke bawah ujarnya.
“Masih untung apinya bisa dipadamkan dengan cepat”
“Ehmm...” sahut Wi Ci To perlahan kemudian dia menoleh kearah
Ti Then.”Ti Kiauw-tauw, seharusnya Lohu kini mengucapkan terima
kasih kepadamu.”
“Wi Pocu tidak usah sungkan-sungkan, hal ini adalah tugas dari
boanpwe “
“Bagaimana kau bisa tahu akan hal ini?” tanya Wi Ci To.
“Hanya dugaan saja.”
Perlahan-lahan pada air muka Wi Ci To mulai memperlihatkan
perasaan menyesal sembari menghela napas panjang ujarnya lagi:
“Lohu sama sekali tidak menduga mereka bisa melakukan
tindakan semacam ini..”
Ti Then berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun,
perlahan-lahan dia berjalan ke samping sesosok mayat dari sana
disobeknya sekerat kain kemudian dibungkuskan pada luka
dikakinya.
Wi Lian In yang melihat kakinya kuyup oleh darah segar agaknya
dia merasa sedikit tidak tega, fetapi untuk maju menegur dia
merasa malu juga sehingga akhirnya dia paksakan diri untuk tetap
berdiam.
“Bungkus dahulu untuk sementara, nnti sesudah kembali ke
dalam Benteng baru diberi obat” ujar Wi Ci To tiba-tiba.
“Tidak perlu” jawab Ti Then cepat, “Boanpwe tidak punya
rencana untuk mengganggu kembali Benteng kalian. Pocu serta Hu
Pocu sekalian silahkan
kembali ke dalam Benteng untuk beristirahat”
Wi Ci To tertawa pahit, cepat-cepat dia potong perkataan dari Ti
Then yang belum selesai itu:
“Bagaimana? Apa Ti Kiauw-tauw sekarang sudah tidak sudi
menginyakkan kakinya ke dalam Benteng Lohu ini kembali ?”
“Bukan begitu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
“Boanpwe hanya merasa sangat menyesal, maka ... maka..”
“Sesudah urusan dibikin terang untuk menyesal pun masih belum
terlambat” potong Wi Ci To kembali, “Marilah ikut lohu kembali ke
dalam Benteng”
“Nanti dulu” teriak Ti Then mendadak “Yang Pocu maksudkan
sebagai menanti sesudah urusan dibikin terang sebetulnya
mengandung maksud apa ?”
Wi Ci To tersenjum.
“Pokoknya hingga saat ini Lohu masih belum seratus persen
menganggap kau adalah jelmaan dari Lu Kongcu itu, bukan begitu
?” ujarnya.
“Tetapi boanpwe sudah mengaku di di depan Pocu sendiri”
“Itulah kesalahan Lohu sendiri, seharusnya Lohu tidak boleh
menaruh perasaan curiga terhatiap diri Ti Kiauw-tauw”
“Ti Kiauw-tauw “ sambung Huang Puh Kian Pek dengan cepat.
“Sekali pun kau punya maksud untuk meninggalkan benteng
kami, sekarang seharusnya kau mau ikut kami untuk duduk-duduk
sebentar di dalam Benteng, untuk berangkat besok pagi pun belum
terlambat”
Mendengar perkataan itu segera Ti Then mengangguk dan
bangkit berdiri, sambil menuding kearah tujuh sosok mayat yang
menggeletak di atas tanah ujarnya kemudian.
“Bagaimana dengan mayat-mayat ini ?”
“Sesudah terang tanah biar Lohu kirim orang
memberesinya, mari sekarang kita pulang ke Benteng dulu.”
untuk
Selesai berkata dia segera berjalan terlebih dulu memimpin yang
lainnya.
Tua muda empat orang sesudahnya turun dari atas tebing Sian
Ciang dan kembali ke dalam Benteng terlihatlah banyak sekali
pendekar pedang hitam mau pun putih sedang berkumpul di depan
dua buah bangunan.
Kiranya dua buah bangunan rumah yang terkena serangan batu
besar tadi sehingga tiang penyanggahnya menjadi putus dan
ambruk ke bawah, saat ini terlihat berpuluh-puluh pendekar pedang
hitam sedang membereskan runtuhan itu, sedang tidak jauh dari
tempat itu terlentang empat sosok mayat yang sudah hancur
keadaannya.
Wi Ci To berjalan mendekati keempat sosok mayat itu, sesudah
termenung dengan sedihnya barulah tanyanya kepada Ti Then.
“Sebelum kedua buah batu raksasa ini jatuh ke bawah pernah
ada sebuah batu kecil yang jatuh tepat di atas atap loteng
penyimpan kitab ini, apakah itu batu sengaja Ti Kiauw-tauw
lemparkan kemari”
“Benar” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Boanpwe punya
dugaan si anying langit rase bumi bisa membawa anak buahnya
naik ke atas tebing Sian Ciang ini untuk menyerang Benteng Pek
Kiam Po tetapi boanpwe tidak berani pastikan mereka pasti ke sana,
menanti sesudah melihat mereka tiba di atas puncak gunung
barulah menggunakan batu untuk kirim peringatan, boanpwe
mengharapkan batu ini bisa membangunkan Wi Pocu sekalian”
“Heeei .. untung saja ada batu dari Ti Kiauw-tauw yang memberi
peringatan, kalau tidak mungkin malam ini banyak orang dari
Benteng kita yang akan menemui kematiannya.”
Berbicara sampai di sini dia menoleh kearah Huang Puh Kian Pek
dan lanjutnya kembali.
“Sute, kau tetap berada di sini beri pe¬rintah kepada mereka
untuk bersihkan tempat ini, aku punya urusan hendak dibicarakan
dengan Ti Kiauw tauw”
“Baiklah suheng silahkan”
Maka dengan memberi tanda kepada Ti Then untuk mengikuti
dirinya dengan perlahan Wi Ci To berjalan menuju dalam ruangan.
Dari belakang Ti Then beserta Wi Lian In dengan berdiam diri
mengikuti diri Wi Ci To berjalan masuk ke dalam kamar bukunya,
sesampainya di depan pintu tiba-tiba ia membalikkan badannya dan
berkata kepada Wi Lian In.
“In ji, kau kembalilah kekamar untuk beristirahat”
Wi Lian In merasa ragu-ragu sebentar,agaknya dia tidak punya
muka untuk berdiam lebih lama lagi, terpaksa dia menyahut dengan
perlahan dan kembali kekamarnya.
Sesudah itu barulah Wi Ci To membuka piatu kamar mengajak Ti
Then duduk di dalam kamar, ujarnya dengan tersenyum. “Malam ini
Ti Kiauw-tanw berhasil membasmi si Anying langit Kong Son Yau
berarti juga sudah membantu orang-orang Bu-lim membasmi
saorang penyahat besar, membuat orang merasa sangat girang”
“Jika bukannya Pocu tiba pada saat yang bertepatan dan
menyambitkan pisau terbang sehingga memutuskan angkin kuning
dan si Rase bumi mungkin boanpwe pun ikut menemui bencana,
karena itu kematian dari si Anying langit seharusnya merupakan
jasa dari Pocu sendiri.” Ujar Ti Then tetap merendah.
“Mana mungkin, mana mungkin...”
Ti Then segera berganti bahan pembicaraan, ujarnya kemudian,
“Pocu memerintahkan boanpwe datang kemari entah
petunjuk apa?”
punya
Senjuman yang menghiasi bibir Wi Ci To segera lenyap tanpa
bekas, dengan mimik yang amat sedih tapi serius ujarnya sesudah
menghela napas panjang.
“Lohu sangat mengharapkan bisa berbicara secara blak-blakan
dan terus terang dengan diri Ti Kiauw tauw tentang urusan yang
terjadi baru-baru ini..”
Dia berhenti sebentar kemudian lanjutnya lagi.
“Hingga sampai saat ini Lohu tetap dibuat bingung . . . sejak Ti
Kiauw-tauw memasuki Benteng hingga hari ini tidak kurang tidak
lebih selama satu bulan, tapi di dalam satu bulan ini pertama-tama
Ti Kiauw-tauw sudah bantu Lohu memukul mundur Cian Pit Yuan,
kemudian menolong putriku dari perkosaan Hong Mong Ling, lalu
menolong nyawa dari putriku dari tangan si setan pengecut,
ditambah lagi malam ini Ti Kiauw-tauw sudah membantu Benteng
kami terhindar dari mara bahaya. Semua perbuatan dari Ti Kiauw-
tauw ini membuat Lo hu merasa sangat berterima kasih sekali, budi
kebaikan dari Ti Kiauw-tauw semacam ini kami orang-orang pihak
Benteng Pek Kiam Po harus berbuat bagaimana pun tetap akan
membalas budi ini, atau dengan perkataan lain jika Ti Kiauw-tauw
punya permintaan kepada Lohu atau menghendaki nyawa Lohu
maka semuanya akan Lohu penuhi. tetapi .. . Hey, sekarang Lohu
mau menanyai suatu urusan kepada diri Ti Kiauw-tauw, sebetulnya
kau punya permintaan apa terhadap Benteng kita ini ?”
Ti Then yang melihat perkataan itu diucapkan begitu jujur dan
tulus hati dalam hati merasa sangat tidak enak sekali tetapi untuk
tetap menyaga rahasia dari Majikan patung emas dia tidak mungkin
bisa menceritakan rahasia dari Majikan patung emas itu, karenanya
terpaksa dia gelengkan kepalanya.
“Tidak ada”
permintaan”
sahutnya.
“Boanpwe
sama
sekali
tidak
ada
Agaknya Wi Ci To tetap merasa ragu-ragu.
“Apa Ti Kiauw-tauw tidak percaya terhadap kejujuran Lohu ini?”
tanyanya.
“Bukan begitu, boanpwe tahu maksud Pocu adalah sungguh-
sungguh dan sejujurnya.”
“Kalau begitu silahkan Ti Kiauw-tauw katakan, asalkan Lohu bisa
malakukan sekali pun terhadap Benteng kita tidak ada
keuntungannya Lohu tetap akan meluluskan permintaan dari Ti
Kiauw-tauw itu.”
Ti Then menundukkan kepalanya rendah-rendah, “Boanpwe
benar-benar tidak punya permintaan apa-apa” ujarnya tegas.
“Hey.. tetapi “ Dia menghela napas panjang, “Jika Ti Kiauw-tauw
betul betul tidak punya permintaan apa-apa terhadap Lohu, lalu
kenapa .. ini bukannya Lohu menaruh curiga, karena ada berbagai
macam bukti yangmembuktikan Ti Kiauw tauw adalah jelmaan dari
Lu kongcu, jika Ti Kiauw tauw tidak punya permintaan apa-apa
kenapa harus berbuat begini ?”
Agaknya dia takut Ti Then dibuat marah oleh perkataannya ini,
karena itu sambungnya kembali.
“Ti Kiauw tauw harap jangan marah, sekarang Lohu tidak mau
menyembunyikan kembali perasaan hati Lohu karena budi yang
diberikan Ti Kiauw tauw kepada kami sudah cukup untuk
memaafkan suatu kesalahan”
Ti Then betul-betul dibuat terharu dan menyesal oleh perkataan
ini, tanpa dia rasa butir-butir air mata setetes demi setetes
mengucur keluar.
Titik air mata ini merupakan yang pertama kali dikeluarkan dari
matanya sejak dia mengerti akan urusan, karena dia teringat
kembali akan penderitaan dirinya sebetulnya merupakan seorang
yang mengutamakan kejujuran dan kebenaran tetapi dia dipaksa
dan diharusnkan untuk berbuat sesuatu pekerjaan yang melanggar
nalurinya.
Ketika Wi Ci To melihat dia menangis secara tiba-tiba, jadi
melengak dibuatnya.
“Ti Kiauw tauw kau kenapa ?” tanyanya.
Ti Then menundukkan kepalanya tidak menyawab.
Dengun termangu-mangu lama sekali Wi Ci To memandang
kearahnya, kemudian tanya lagi dengan perlahan.
“Beritahu kepada lohu, apakah kau punya rahasia yang susah
dikatakan secara terus terang?”
Ti Then tetap berdiam diri tidak menyawab.
Dengan perlahan Wi Ci To menghela napas panjang,ujarnya.
“Dengan usia Lohu sekarang ini boleh dikata cukup untuk
menjadi ajahmu tetapi kau boleh menganggap Lohu seba¬gai
pamanmu, kau boleh menceritakan ra¬hasia hatimu kepada Lohu
kecuali memang betul-betul tidak dilaksanakan, kalau tidak lohu
mau berkorban untuk menyelesaikan urusanmu itu. Bagaimana?”
Ti Then mengusap kering air matanya dengan menggigit kencang
bibirnya berkata.
“Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan urusan ini, tetapi
sesudah boonpwe katakan Pocu tentu tidak akan mengabulkan
bahkan sekali pun pocu menyetujuinya belum tentu bisa berhasil”
“Jika Ti Kiauw tauw menghendaki rembulan yang berada di atas
langit tentu Lohu tidak mungkin bisa melakukannya selain itu Lohu
berani berkorban untuk menyelesaikan dan membantu persoalan Ti
Kiauw tauw itu"
Ti Then tetap menggelengkan kepalanya.
“Urusan ini pasti pocu tidak akan menyanggupinya” ujarnya.
“Wi Ci To tersenyum.
“Kenapa tidak Kiauw tauw katakan?” serunya perlahan.
Ti Then angkat kepalanya memandang tajam ke atas wajahnya,
kemudian sepatah demi sepatah barulah ujarnya:
“Jika Pocu betul-betul mau bantu boan-pwe menyelesaikan
urusan yang amat sukar ini hanya ada satu cara ...gunakan
kepandaianmu untuk mengalahkan.diri boanpwe”
“Kau bilang apa?” tanya Wi Ci To.
“Untuk sementara Pocu boleh menganggap boanpwe sebagai
musuh yang tak bisa diam puni lagi kemudian berkelahi dengan diri
boanpwe. Jika Pocu berhasil mengalahkan diri boanpwe hal itu
berarti juga sudah mernbantu menyelesaikan suatu persoalan yang
sulit”
Sebetulnya Wi Ci To merupakan seorang yang memiliki
kecerdasan tinggi tetapi sesudah mendengar perkataan dari Ti Then
ini betul-betul dibuat bingung, tanpa terasa dengan mata dan mulut
melongo dia pandang wajah Ti Then, lama sekali baru gumamnya.
“Lohu tidak paham kau sedang membicarakan apa?”
“Alasannya boanpwe tidak bisa terangkan, tetapi jika pocu
sanggupi permintaan boanpwe ini dan sesudah berhasil
mengalahkan diri boanpwe maka alasan dan sebab-sebabnya tentu
akan boanpwe ceritakan”
Agaknya Wi Ci To tidak berani percaya terhadap telinganya
sendiri, sekali lagi tanyanya dengan teliti.
“Coba kau ulangi sekali ini, kau bilang meminta lohu
menganggap kau sebagai musuh besarku kemudian berkelahi
dengan kau, jika bisa kalahkan dirimu berarti sudah membantu kau
melepaskan diri dari suatu persoalan rumit, apa betul begitu?”
“Benar” sahut Ti Then sembari mengangguk. “Hanya satu-
satunya jalan ini saja yang bisa membantu boanpwe menyelesaikan
urusan ini.”
“Lohu tetap tidak paham” ujar Wi Ci To lagi sambil gelengkan
kepalanya.
Dengan nada yang hampir mendekati merengek ujar Ti Then
lagi.
“Besok pagi, di atas gunung yang sunyi baiknya kita pergi
bertanding bagaimana?”
“Tidak, urusan ini Lohu tidak bisa mengabulkan” sahut Wi Ci To
kembali sambil gelengkan kepalanya.
Lama sekali Ti Then termenung berpikir keras, mendadak dengan
air muka mengandung perasaan bermusuhan ujarnya:
“Jika boanpwae yang menantang Pocu mau untuk bergebrak
melawan boanpwe ?”
Seketika itu juga Wi Ci To dibuat melengak, kemudian sembari
tertawa pahit ujarnya.
“Ti Kiauw-tauw, kau betul-betul membuat Lohu bingung.”
“Pocu, lebih baik lakukanlah satu kali ini”
Berkali-kali Wi Ci To gelengkan kepalanya, “Lohu tidak bisa
menganggap Ti Kiauw tauw sebagai musuh besarku, juga tidak bisa
bertanding denganmu,” ujarnya tegas.
“Apa Pocu takut dikalahkan oleh boanpwe?” seru Ti Then sembari
tertawa dingin.
“Ha..ha gelombang belakang mendorong gelombang di depan,
orang-orang baru menggantikan orang-orang lama, jika Lohu
terkalahkan ditangan Ti Kiauw tauw sudah pasti tidak akan menaruh
sakit hati kepadamu, persoalannya yang utama kita bukanlah musuh
yang benar-benar, Lohu tidak tega untuk berbuat demikian terhadap
dirimu”
Tanpa terasa Ti Then sudah betpikir di dalam hatinya.
“Perkataannya ini memang betul, dengan kepandaiannya
memang besar kemungkinan sukar untuk mengalahkan aku, jika kini
ditambah dengan perasaan ragu-ragu lagi sudah tentu jangan harap
bisa kalahkan diriku?”
Tanpa terasa dia sudah menghela napas perlahan, ujarnya
kemudian sambil bangkit berdiri.
“Kalau begitu biarkan boanpwe pergi”
“Kemana?”
“Kembali kerumah panginapan”
“Tidak” seru Wi Ci To dengan serius, “Sejak ini hari kau masih
tetap Kiauw tauw dari Benteng kami, kau harus tinggal di sini”
“Lebih baik Pocu jangan terlalu percaya kepada diri boanpwe,
mungkin pada suatu hari boanpwe bisa melakukan banyak
kejahatan di dalam Behteng.”
“Tidak mengapa" seru Wi Ci To sembari tertawa riang, “Tadi
Lohu sudah bilang budi yang kau berikan kepada Benteng kami
sudah terlalu banyak, sekali pun boleh dianggap penerimaan dirimu
pada ini hari sebagai Kiauw tauw sama saja seperti memelihara
harimau meninggalkan bencana dikemudian hari juga tidak
mengapa”
Dia berhenti sebentar, kemudian dengan air muka serius ujarnya:
“Tapi sekali pun mungkin Ti Kiauw tauw akan melakukan banyak
kejahatan di dalam Benteng kami, lohu hanya
punya satu
permintaan”
Ti Then berdiam diri menanti perkataan selanjutnya.
“Maksud perkataan lohu ini, tidak perduli kau melakukan
pekerjaan jahat macam apa pun lohu tidak akan menegur dirimu,
hanya loteng penyimpan kitab dari lohu itu jangan sekali-kali kau
selidiki. Bagaimana? setuju bukan?”
Tak tertahan lagi tanya Ti Then.”Sebetulnya loteng penyimpan
kitab itu menyimpan rahasia apa?”
“Maaf lohu tidak bisa beri keterangan” ujar Wi Ci To sambil
gelengkan kepalanya. “Pokoknya sekali pun kau menginginkan
nyawa lohu pun boleh asalkan jangan mengintip loteng penyimpan
kitab itu”
“Omong sejujurnya, boanpwe sendiri juga tidak tahu lain kali bisa
melakukan pekerjaan jahat apa saja terhadap Benteng Pek Kiam Po
ini” ujar Ti Then sambil tertawa pahit.
“Bagus sekali, sekarang Ti Kiauw tauw boleh kembali ke dalam
kamar untuk beristirahat.
Ti Then segera memberi hormat kembali ke dalam kamarnya
dengan mambawa perasaan hati yang amat berat.
Dikarenakan perubahan yang terjadi tadi maka si Lo-cia itu
pelayan tua yang melayani dirinya pun belum tidur, melihat Ti Then
kembali kekamarnya dia menjadi amat girang sekali, sambil ikut
masuk ke dalam kamar ujarnya sembari tertawa :
“Ti Kiauw-tauw, akhirnya kau kembali juga. Heeei, kemarin hari
secara tiba-tiba Ti Kiauw-tauw meninggalkan Benteng untuk
beberapa waktu Iamanya membuat budakmu betul-betul merasa
sangat bingung, sedang pocu serta siocia pun tidak mau beritahu
kepada budak tuamu, membuat budakmu selama beberapa hari ini
betul-betul merasa bingung”
“Lebih baik kau tidur saja” ujar Ti Then tertawa tawar.
Bukannya pergi si locia malah maju mendekati dirinya, ujarnya
dengan suara rendah.
“Apa bukan Ti Kiauw tauw meninggalkan Benteng karena sudah
berkelahi dengan siocia kita ?”
“Ehmmm, benar “
“Sekarang sudah baik kembali bukan?” tanya si Lo-cia dengan
perasaan ingin tahu.
“Benar”
“Itu baru bagus sekali, Hi hi hi . Budakmu selalu merasa kalian
sebetulnya merupakan pasangan yang setimpal, jika bisa mengikat
diri sebagai suami istri sebetulnya sangat..“
“Lo cia kau sedang bicara apa ?”
Mendadak dari belakang tubuhnya muncul suara yang amat
dingin sekali.
Lo cia menjadi amat terperanyat, ketika dia putar tubuhnya
terlihatlah Wi Lian In dengan air muka adem sudah berdiri di depan
pintu tanpa terasa sambil tertawa paksa ujarnya.
“Hi..hi hi ..siocia budakmu tidak bicara apa-apa, hi hi hi . .”
“Cepat pergi tidur” bentaknya lagi.
Si Lo cia tidak berani membangkang segera dia menyahut dan
berjalan keluar dari kamar sambil tersenyum senyum.
Dengan tajam Wi Lian In pandang beberapa waktu ke atas wajah
Ti Then, kemudian dengan dingin tanyanya.
“Aku boleh masuk ?”
Ti Then tertawa pahit.
“Nona Wi sudah tidak satu kali saja masuk ke dalam kamar,
kenapa sekarang harus sungkan-sungkan? ujarnya.
Dengan perlahan Wi Lian In berjalan masuk ke dalam kamar
kemudian duduk di atas kursi, sebentar seperti mau bicara tetapi
akhirnya menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Air muka yang adem kini sudah berubah menjadi wajah yang
diliputi oleh perasaan malu.
“Nona Wi apa juga mau tanya kepadaku kenapa aku menyamar
sebagai Lu Kongcu?” tanya Ti Then cepat.
“Aku sudah tahu kenapa kau berbuat begitu”
Diam-diam Ti Then menjadi amat terperanyat, ujarnya:
“Ooh, kau..kau sudah tahu?”
“Benar” sahut Wi Lian In sambil tersenyum malu.
“Kemarin malam sudah aku dapatkan jawaban ini “
Ti Then menjadi tertegun.
“Bagaimana .. bagaimana kau bisa tahu?”
“Aku terus menerus berpikir jelas sekali kau bukan seorang jahat,
tapi kenapa berbuat begitu? Jika bilang kau mau masuk ke dalam
Benteng dengan membawa suatu rencana busuk tetapi kau sudah
bantu Tia memukul mundur sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit
Yuan kemudian dua kali menolong aku, karena itu sesudah pikir
bolak balik akhirnya aku paham apa sebabnya kau berbuat begitu.”
Diam-diam dalam hati Ti Then merasa semakin ragu-ragu,
tanyanya.
“Kau sudah paham bagaimana?’
Sambil tersenyum Wi Lian In melirik sekejap kearahnya,
kemudian dengan suara perlahan menyahut.
“Hm. Kau masih berlaga pilon.”
“Dapatkah kau jelaskan kau sudah paham tentang apanya ?”
tanya Ti Then lagi dengan perasaan ragu-ragu.
Perlahan-lahan Wi Lian In menoleh ke depan pintu kemudian
baru ujarnya dengan perlahan.
“Beritahu padaku, pada waktu yang lampau kau pernah bertemu
aku dimana?”
Ti Then semakin bingung oleh perkataan ini.
“Dulu... aku bertemu denganmu di tempat mana...”
Wi Lian In segera melotot kearahnya, kemudian dengan malu-
malu dia tundukkan kepaIanya.
“Kalau memangnya kau menginginkan aku kenapa tidak berani
bicara secara terus terang saja” ujarnya lirih. “Kau.. kau..sedikit pun
tidak punya sifat jantan.”
Secara mendadak Ti Then paham kembali apa yang dimaksudkan
olehnya, diam-diam dalam hati merasa amat geli sekali, pikirnya.
“Kiranya dia sudah paham akan hal ini ternyata dia sudah anggap
aku pernah betemu dengan dia pada waktu yang lalu kemudian
menaruh rasa cinta kepadanya, karena itu baru menyamar sebagai
Lu Kongcu untuk merusak ikatan perkawinannya dengan Hong
Mong Ling”
Wi Lian In melihat dia berdiam tidak menyawab di dalam
anggapannya dia sudah mengaku karenanya dengan tertawa malu
ujarnya.
“Sebetulnya hal ini tidak bisa menyalahkan kau menggunakan
cara yang tidak jujur ini, sewaktu kau bertemu dengan ku mungkin
waktu itu aku sudah mengikat janyi dengan Hong Mong Ling,
karena kau punya maksud . . untuk mendapatkan aku maka sudah
gunakan cara ini, aku. aku tidak akan menyalahkan kau”
Ti Then hanya tersenyum tidak menyawab.
“Tadi sewaktu berada di dalam kamar buku kau sudah bicarakan
soal apa saja dengan Tia ?” tanyanya lagi.
“Ayahmu mengharapkan aku mau beritahu secara terus terang
kanapa aku menyamar sebagai Lu kongcu. aku . . . “
“Kau sudah beritahukan urusan ini kepada Tia?” tanya Wi Lian In
cepat.
“Belum” sahutnya sambil gelengkan kepalanya “Aku tidak tahu
harus berbicara bagaimana baru baik , . “
“Urusan ini sudah tentu kau merasa tidak enak untuk bicara, tapi
aku percaya Tia tentu bisa menduga sampai di sana.”
“Ayahmu mengharapkan aku mau tinggal di sini”
“Benar” ujar Wi Lian In cepat, tadi pagi aku yang beritahukan
kepadanya aku bilang kau pasti bukan seorang yang jahat.”
“Aku harap kau jangan terlalu percaya kepadaku”
Wi Lian In tidak memberi komentar lagi, matanya perlahan
dialihkan pada kaki kanan dari Ti Then yang terluka, tanyanya:
“Kakimu sudah kau beri obat ?”
“Belum, aku kira tidak begitu penting, lukanya hanya diluaran
saja, tanpa obat pun bisa sembuh dengan sendirinya”
Wi Lian In segera bangkit betdiri.
“Biar aku pergi ambil obat”
Selesai berkata dia segera putar tubuh dan berlari dengan
cepatnya meninggalkan kamar untuk pergi ambil obat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 15.1. Hu pocu ternyata adalah...
Ti Then hanya bisa angkat bahu saja kemudian mengundurkan
diri kembali ke atas pembaringannya, terhadap "Perubahan yang
mendadak" ini dia merasa sangat berada di luar dugaannya, dia
tidak bisa berkata saat ini harus merasa girang atau berduka, dia
hanya merasa dirinya sukar untuk meloloskan diri kembali, dia
merasa dosa yang di buat semakin lama semakin bertambah berat.
Beberapa saat kemudian terlihatlah Wi Lian In dengan membawa
kotak obat-obatan berlari masuk. ujarnya sembari tertawa: "Mari
aku tolong kau beri obat"
Dia membuka kotak obat itu kemudian berlari ke depan Ti Then
dan berjongkok untuk membalut kakinya yang terluka itu dengan
kain.
"Tidak" tiba-tiba Ti Then menarik kembali kakinya. "Biar aku yang
melakukan sendiri."
Cepat-cepat Wi Lian In menarik kembali kakinya, ujarnya: "Kau
jangan banyak bergerak, ayoh duduk yang baik"
Diam-diam dalam hati Ti Then menghela napas panjang,
terpaksa dia pejamkan matanya membiarkan dia untuk mengobati.
Perlahan-lahan Wi Lian In melepaskan kain yang membalut
kakinya kemudian mencuCi luka itu dengan air bersih, ujarnya:
"sakit tidak??"
"Sedikit."
"Bagaimana kau bisa terjerat angkinnya si Rase bumi?"
"Pada waktu aku bergebrak dengan mereka suami istri berdua,
para malaikat iblis itu mulai memanahkan panah-panah apinya ke
arah benteng, cepat-cepat aku menerjang ke hadapan mereka
untuk memutuskan busur- busurnya, di dalam sekejap mata itulah
angkin si Rase bumi sudah menyerang datang dari arah belakang
dan menjerat kakiku."
"Heeei. . untung saja Tia cepat datang, kalau terlambat sedikit
saja mungkin akibat yang kau terima akan jauh lebih hebat" ujar Wi
Lian In sembari menghela napas panjang.
"Benar"
"Kau sungguh lihay." puji Wi Lian In kembali. "Baru saja pisau
terbangnya Tia memutuskan angkin tersebut pedangmu sudah
berhasil menusuk mati si Anying langit"
"Haa ha ha ha. . mana. . . hanya waktu itu si Anying langit sama
sekali tidak menduga kalau angkinnya bisa terputus oleh sambaran
pisau terbang sehingga dia dibuat kalang kabut"
"Si Rase bumi itu sungguh menggelikan sekali, dia adalah jagoan
yang kenamaan di dalam kalangan Hek to, ketika melihat suaminya
binasa ternyata sudah menangis begitu sedihnya, jika dilihat
keadaannya pada waktu itu sedikit pun tidak mirip dengan iblis
wanita yang disegani di dalam Bu lim"
Ti Then menghela napas.
"Dia terlalu cinta pada suaminya, karena itu tidak bisa menahan
perasaan sedih yang bergolak di dalam dadanya, aku merasa sedikit
simpatik kepadanya." ujarnya perlahan
"Dia sudah mengadakan perjanyian dengan kau dan Tia untuk
pada akhir bulan depan bertemu di istana Thian Teh Kong nya, kau
pergi tidak?" tanya Wi Lian In sambil memandang wajah Ti Then
dengan pandangan tajam.
"Sudah tentu harus pergi."
"Aku juga mau ikut."
"Tentang hal ini aku tidak berani ambil keputusan-" ujar Ti Then
ketika mendengar perkataannya itu. "Lebih baik kau minta ijin dulu
dengan ayahmu."
"Jika Tia tidak mengijinkan aku pergi, aku mau pergi secara
diam-diam."
"Ha ha ha . . " Ti Then tertawa terbahak-bahak. "Karena itu aku
percaya ayahmu bisa mengijinkan dirimu untuk pergi."
"Kali ini Bun Jin Cu sudah kehilangan suaminya, bagusnya untuk
bertarung dengan mengandalkan kepandaian silat pasti tidak akan
sanggup untuk mengalahkan kita, aku kira pada saatnya dia pasti
menggunakan siasaat keji untuk membokong kita. sampai waktunya
kita harus menghadapi mereka dengan berhati-hati."
"Ehmm . . . perkataanmu sedikit pun tidak salah."
Di dalam percakapan itulah Wi Lian In sudah selesai memberi
obat dan membalutkan luka dari Ti Then itu sembari menyimpan
kembali obat-obatan itu ke dalam kotak. ujar Wi Lian In dengan
suara rendah.
"Aku masih mau beritahukan suatu urusan kepadamu, obat
pemabok itu sudah aku masukkan ke dalam teko air tehnya Hu
Pocu"
"Ooh . . " Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan
dirinya. "Kapan kau masukkan?"
"Malam ini juga, sebelum dua batu besar itu merusak benteng
dengan pinyam kesempatan sewaktu dia tidak berada di dalam
kamar secara diam-diam aku sudah masukkan obat itu ke dalam
tekonya, tetapi dia belum sempat meneguk air teh itu, karena baru
saja aku keluar dari kamarnya batu-batu besar itu sudah berjatuhan
sehingga aku serta dia dan Tia cepat-cepat lari ke atas tebing Sian
Ciang sedang kini dia pun sedang perintahkan saudara-saudara
untuk membersihkan kekotoran reruntuhan, nanti sesudah dia
kembali kekamar entah bisa minum air teh itu atau tidak?"
"Coba kau keluar lihat-lihat sebentar, nanti sesudah dia
memadamkan lampu kau boleh ambil sebuah batu dan disambitkan
ke dalam kamarnya.Jika dari kamar tidak terdapat gerak gerik maka
artinya dia sudah mabok oleh obat pemabok tersebut."
"Betul" seru Wi Lian In membenarkan- "Biar aku pergi lihat."
Selesai berkata sambil membawa kotak obat dia berjalan keluar
dari dalam kamar. Ti Then pun merapatkan pintu kamarnya dan
naik ke atas pembaringan untuk beristirahat.
Dia tidak punya rencana untuk membunyikan tanda mengajak
bertemu dengan majikan patung emas, karena dia merasa malas
untuk melaporkan berita yang sangat bagus ini kepadanya.
Dia merasa sedikit menyesal sudah melakukan tindakan di atas
tebing Sian Ciang sehingga merusak rencana si Anying langit rase
bumi, jika dirinya tidak menahan serangan bokongan dari si Anying
langit Rase bumi terhadap Benteng Pek Kiam Po, maka Wi Ci To
dengan putrinya tidak mungkin bisa menerima dia kembali dengan
begitu mudahnya, ada hal ini berarti rencana dari majikan patung
emas pun bisa berjalan dengan lancar.
Tetapi penyerangan dari Anying langit rase bumi ini disebabkan
oleh dirinya, jika dirinya tidak pergi menahan serangan mereka,
bukankah dari pihak benteng Pek Kiam Po akan menemui bencana
hebat? Hei jika dirinya bisa mati jauh lebih baik mati saja sehingga
semuanya bisa beres.
Dia berbaring di atas pembaringannya tetapi matanya dengan
melotot lebar-lebar memandangi langit-langit, pikirnya berputar
terus memikirkan persoalan yang semakin rumit ini, pada waktu
saat menunjukkan hampir mendekati kentongan keempat:
"Tok tok tok . ."
Ada orang yang mengetuk pintunya dengan periahan.
Cepat-cepat Ti Then meloncat bangun dari atas pembaringan dan
membuka pintu, teriihat Wi Lian In sudah berdiri di depan pintu
sembari tersenyum: "Bagaimana??" tanyanya dengan perlahan.
"Sudah beres" Sahut Wi Lian In lirih. "Dia sudah jatuh pulas oleh
obat pemabok itu"
"Kau sudah merasa pasti kalau dia sudah mabok??"
"Aku lihat memang begitu" sahut Wi Lian In kembali sambil
angguk-anggukkan kepalanya. "Sesudah dia padamkan lampu
segera tertidur, sesudah menunggu kira-kira dua menit baru aku
jemput batu dan disambitkan ke arah jendelanya, waktu itu aku
tidak berani memeriksa ke dalam kamar mana karena merasa tidak
tenteram maka aku sambit satu kali lagi, saat itu tetap saja tidak
melihat dia keluar, kalau dia sudah minum teh itu dan sudah
mabok."
"Bagus sekali", seru Ti Then kegirangan "Mari kita periksa apakah
pada kepalanya ada lukanya atau tidak, jika ada dialah si setan
pengecut itu"
O
SESUDAH keluar dari kamar dan merapatkan pintunya kembali
dengan perlahan-lahan, bersama-sama dengan Wi Lian In berjalan
menuju kekamar Huang Puh Kian Pek.
Ujar Ti Then kembali dengan setengah berbisik sesampainya di
belakang kamar Huang Puh Kian Pek.
"Kau ketuklah jendelanya terlebih dulu dan panggil dia, coba lihat
dia terbangun tidak."
"Jika dia menyahut?" tanya Wit Lian In perlahan-...
"Kalau memang begitu kau boleh karang suatu cerita bohong,
bilang saja kau melihat sesosok bayangan hitam berkelebat di atas
kamarnya."
Wi Lian In sembari tersenyum mengangguk, segera dia
bungkukkan badannya berjalan ke bawah jendela, kemudian
mengetuk jendela tersebut teriaknya dengan perlahan-lahan:
"Huang Puh siok. Huang Puh siok"
Huang Puh Kian Pek yang berada dalam kamar tidak memberikan
jawabannya, agaknya memang betul-betul terbius oleh obat
pemabok itu.
Wi Lian In mengetuk kembali jendela itu sembari memanggil,
sesudah di dengarnya dari dalam kamar tidak terdapat gerak gerik
barulah dia menggapai kearah Ti Then memanggil dia ke sana.
Ti Then tahu tenaga dalam dari Huang Puh Kiam Pek amat tinggi
dengan sendirinya pendengarannya pun amat tajam, kini melihat
tak terjadi perubahan apa-apa dari dalam kamar segera mengetahui
kalau dia betul-betul sudah terbius oleh obat pemabok. karenanya
dengan ringan dia meloncat ke depan jendela sengaja dengan suara
agak keras ujarnya. "Hu pocu belum bangun??"
"Belum" sahut Wi Lian In cepat.
"Entah bisa terjadi peristiwa diluar dugaan atau tidak?"
"Lebih baik kita masuk saja.."
Sambil berkata dia membuka jendela tersebut dan meloncat
masuk ke dalam.
Wi Lian In segera mengikuti dari belakang sesudah mengambil
keluar korek api buru-buru disulutnya lampu di dalam kamar itu.
Begitu sinar lampu menyoroti seluruh kamar maka keadaan
diseluruh kamar bisa dilihat dengan jelas sekali.
Huang Puh Kian pek berbaring di atas pembaringan dengan
tenangnya, pada tubuhnya ditutupi dengan selapis selimut, jika
dilihat dari pernapasan hidungnya jelas dia sudah tertidur dengan
amat nyenyak.
Tetapi di dalam satu kali pandangan saja Ti Then sudah melihat
kalau dia memang betul-betul terbius oleh obat pemabok itu, karena
cawan teh yang berada d iatas meja kelihatan masih ada sisa dari
teh yang belum dihabiskan, hal ini berarti juga dia sudah minum teh
yang berisikan obat pemabok itu sedang tidurnya bisa begitu tenang
hal ini sudah tentu dikarenakan setelah minum teh segera dia naik
ke atas pembaringan untuk tidur.
Atau dengan perkataan lain sewaktu dia siap tidur itulah obat
pemabok itu mulai bekerja.
Melihat hal itu Ti Then tersenyum kemudian mendorong
badannya.
"Hu Pocu.. Hu pocu.. cepat bangun. . cepat bangun" serunya.
Huang Puh Kian pek tetap tidak bergerak..
"Sudah cukup. .sudah cukup," teriak Wi Lian In kegirangan.
"Coba kau lihat rambutnya dulu."
"Jika d iatas kepalanya sama sekali tidak luka kau jangan
salahkan aku lho, karena ini hanya dugaanku saja."
"Aku sudah tahu, kau cepatlah turun tangan"
Ti Then segera mencengkeram rambut di atas kepala Huang Puh
Kiam Pek dan di tariknya dengan keras.
" Kalian sedang berbuat apa?"
Mendadak suara yang amat rendah tapi berat berkumandang
datang dari belakang jendela.
Wi Lian In serta Ti Then bersama-sama menjadi amat
terperanyat, cepat-cepat mereka menoleh ke belakang, terlihatlah
secara tiba-tiba Wi Ci To sudah muncul di depan jendela.
Air muka Wi Ci To kelihatan amat dingin sekali dengan sinar air
mata penuh kemarahan ujarnya lagi.
" Cepat bilang, kalian sedang berbuat apa??"
Mendengar bentakan itu Wi Lian In menjadi gugup, "Tia. . kami
sedang... sedang. ."
"Hmm. . h mm. . mau membunuh Hu pocu bukan begitu?" ujar
Wi Ci To sembari tertawa dingin.
Wi Lian In menjadi semakin gugup.
"Tidak. . tidak . . . putrimu tidak berani membunuh Huang Puh
siok. kami sedang ..."
"Kalau tidak" potong Wi Ci To dengan dingin. "Kenapa kalian
menarik rambut Hu Pocu?"
Sedikit pun tidak salah ditangan Ti Then pada saat ini sedang
mencekal sebagian rambut beserta kulit kepalanya.
Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali, dengan
cepat ujarnya.
"Tia cepat masuk coba lihatlah"
"Lihat apa?" bentak Wi ci To dengan amat gusar.
"Coba kau lihat" teriak Wi Liau In semakin girang.
Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya, segera dia
melompat masuk ke dalam kamar, ujarnya.
"Kalian berdua sedang bermain apa?"
Dengan mengangkut kepalanya Huang Puh Kian Pek, ujarnya Wi
Lian In kembali: "Tia, coba lihat kepalanya paman Huang Puh"
Di atas batok kepala Huang Puh Kian Pek jelas terlihat sebuah
bekas luka sebesar kepalan bayi.
Begitu melihat akan hal itu, air muka Wi ci To segera berubah
amat hebat, dari perasaan gusar kini sudah berubah menjadi
perasaan terperanyat dengan hati yang bergolak tanyanya.
"Bagaimana kalian bisa tahu?"
"Tia tentu masih ingat bukan sewaktu Huang Puh siok kembali ke
dalam Benteng putrimu pernah sengaja menarik kain pengikat
kepalanya?" ujar Wi Lian In sembari pandang wajah ayahnya.
Wi ci To sedikit mengangguk sedang air mukanya semakin lama
berubah semakin jelek, ujar Wi Lian In kembali.
"Ti Kiauw tauw mau pun putrimu sendiri merasa suara dari si
setan pengecut itu sangat dikenal, sejak sebelum putrimu ditawan
oleh mereka, belum pernah keluar dari benteng karena itu Ti Kiauw
tauw kemudian menduga kalau si setan pengecut itu kemungkinan
besar adalah orang dari benteng kita sendiri. Akhirnya setelah
Huang Puh siok pulang ke dalam benteng dia yang selamanya tidak
pernah memakai ikat kepala tapi kali ini memakainya, karena itulah
putrimu lalu mencurigai dialah si setan pengecut itu, diam-diam aku
lalu berunding dengan Ti Kiauw tauw sedang menurut pendapat Ti
Kiauw tauw sendiri pun urusan ini harus di selidiki maka dari itu
putrimu lalu pergi kekota beli obat pemabok dan secara diam-diam
sudah masukkan obat itu ke dalam air tehnya"
Wi Ci To kembali menganggukkan kepalanya, sepasang matanya
yang memancarkan sinar amat tajam dengan terpesona
memandang ke atas bekas luka sebesar kepalan bayi itu, jika dilihat
selama ini dia tidak membuka suara jelas sekali kalau hatinya betul-
betul merasa amat gusar.
Lama sekali baru terdengar dia berkata dengan periahan-
"Ambilkan seember air dingin-.
"Baik" sahut Wi Lian In dengan cepat, segera dia berjalan keluar
dari kamar untuk mengambil sebaskom air dingin.
Tidak lama dia sudah berjalan masuk kembali dengan membawa
sebaskom air.
Wi Ci To segera menerima air itu dan disiramkan ke atas wajah
Huang Puh Kian Pek. Tidak lama kemudian terlihatlah kulit kelopak
mata Huang Puh Kian pek mulai bergerak dan sadar kembali dari
maboknya.
" Kalian berdua boleh keluar dari kamar" ujar Wi Ci To kepada Ti
Then serta putrinya sesudah melihat dia sadar kembali.
Agaknya Wi Lian In tidak mau, sambil menggerutu ujarnya.
"Tidak, putrimu mau mendengarkan penjelasannya."
Air muka Wi Ci To segera berubah amat keren, dengan nada
gusar bentaknya: "Suruh kamu keluar yaah keluar, ayoh cepat. ."
selama ini Wi Lian In sangat jarang menerima makian ayahnya,
karena itu setiap kali dia melihat ayahnya menjadi gusar maka
hatinya menjadi takut, dia tidak berani membangkang lagi dengan
berdiam diri bersama-sama dengan Ti Then berjalan keluar dari
kamar.
Tidak jauh dari kamar itu mereka berdua berhenti dengan air
muka tidak senang ujar Wi Lian In.
"Hei ..... sungguh membingungkan. ."
"Jangan marah dulu" hibur Ti Then ketika melihat dia murung.
"Ayahmu tidak mengijinkan kita ikut mendengarkan sudah tentu ada
alasannya"
"Hmmm alasan apa??"
Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab, walau pun dia
tidak tahu apakah alasannya tetapi dia bisa menduga sedikit, dia
tahu Huang Puh Kian Pek bisa menyamar sebagai si setan pengecut
kemudian bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik
pergi Wi Lian In bukanlah dikarenakan dia merasa simpatik terhadap
Hong Mong Ling, juga bukanlah untuk menghadapi dirinya,
sebaliknya dia punya suatu tujuan tertentu.. kemungkinan sekali
tujuannya terletak pada loteng penyimpan kitab dari Wi Ci To itu,
dia pasti sudah merencanakan untuk mencuri suatu barang dari
dalam loteng Penyimpan Kitab itu, beberapa waktu yang lalu dan
mungkin dikarenakan kemunculan dirinya secara tiba-tiba di dalam
Benteng Pek Kiam Po membuat dia punya anggapan dirinyalah
merupakan suatu penghalang yang paling besar bagi usahanya itu
karena itu dia punya maksud untuk menyingkirkan dirinya secepat
mungkin dari dalam Benteng.
Sudah tentu dikarenakan persoalan ini menyangkut kerahasiaan
dari Loteng Penyimpan kitab tersebut sudah tentu Wi Ci To tidak
akan mengijinkan dirinya beserta Wi Lian In hadir di sana.
Sebaliknya sampai waktu ini Wi Lian In masih tetap saja
menggerutu.
"Coba kau bilang, Tia punya alasan apa tidak mengijinkan kita
untuk mendengarkan pengakuannya?? "
"Aku sendiri juga tidak tahu" jawab Ti Then gelengkan kepalanya
"Hanya aku tahu bahwa tindakan ayahmu kali ini pasti ada
alasannya."Semakin lama Wi Lian In semakin menjadi gemas.
"Sungguh tidak kusangka dia benar-benar si setan pengecut itu,
dia adalah sutenya Tia, selama puluhan tahun ini Tia terus menerus
memandang dia sebagai saudara sendiri, tapi dia ternyata sudah
bersekongkol dengan Hong Mong Ling bangsat cabul itu berani
menculik aku"
Waktu itu Ti Then juga tidak tahu harus mengajukan perkataan
apa baiknya, karena itu terpaksa dia hanya termenung saja.
"Coba kaupikir apa yang dituju olehnya?" tanya Wi Lian In lagi
dengan gemas.
"Mungkin dia menaruh simpatik terhadap Hong Mong Ling" jawab
Ti Then tertawa pahit.
"Dia punya alasan apa untuk menaruh simpatik kepada Hong
Mong Ling" ujar Wi Lian In dengan amat gusar, "apakah Hing Mong
Ling anaknya??? atau mungkin muridnya ??"
Ti Then hanya bisa angkat bahunya saja.
"Aku pikir tentu dia bisa jelaskan sendiri kepada ayahmu .... oooh
ayahmu sudah keluar"
Tampak dengan langkah perlahan berjalan keluar dari dalam
kamar, air mukanya berubah hijau membesi,jelas sekali kalau
kemarahannya sudah mencapai pada puncaknya. Dengan cepat Wi
Lian In maju menyongsong kedatangan ayahnya.
"Tia dia bilang apa?" tanyanya cepat.
Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya kepada Ti Then ujarnya:
"Hong Mong Ling bangsat cilik itu bersembunyi di dalam sarang
pelacur Touw Hoa Yuan, cepat kau ke sana tawan dia kembali"
"Boanpwe terima perintah."
Sesudah merangkap tangannya memberi hormat segera dia putar
tubuh berlalu dari sana. Wi Lian In yang berdiri di samping ketika
mendengar Hong Mong Ling berada di dalam sarang pelacur Touw
Hoa Yuan hatinya menjadi girang, ujarnya cepat-cepat:
"Putrimu boleh ikut bukan?"
Wi Ci To termenung berpikir sebentar, agaknya baru menyawab:
"Baiklah, kau boleh ikut Ti Kauw tauw ke sana tapi kau dilarang
masuk ke dalam sarang pelacur mereka"
Wi Lian In amat girang sekali, sesudah menyauhi segera dia lari
mengejar diri Ti Then, mereka berdua masing-masing menunggang
seekor kuda melarikan tunggangannya dengan cepat keluar
benteng.
Mereka berdua dengan berdampingan dengan cepatnya lari turun
gunung menuju ke dalam kota Go bi.
"Semoga saja kita bisa tiba di dalam kota sebelum menjadi
terang" Ujar Ti Then kemudian sesudah memandang keadaan cuaca
"Jika hari sudah terang tanah, untuk menawan dia mungkin agak
lebih sulit lagi"
"Tidak mungkin" bantah Wi Lian In "sebelum terang tanah kita
pasti bisa tiba di dalam kota, waktu dia pasti masih tidur"
Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi. "Dia tentu
tidur di dalam kamarnya Liuw Su Cen"
"Tidak salah"
"Nanti kau masuklah dari pintu depan, sedang aku menyaga di
halaman belakang, kali ini jangan sampai membiarkan dia bisa
meloloskan diri lagi."
"Ehmm . . . aku kira tidak mungkin bisa lolos." Wi Lian In angkat
kepalanya memandang ke arah Ti Then-
" Kau pikir Tia bisa ambil tindakan apa untuk menghukum
mereka berdua?" tanyanya.
"Entahlah" jawab Ti Then sambil angkat bahunya.
"Hmmm, mereka harus dihukum mati."
"Soal itu juga baru bisa dilaksanakan sesudah menanti hwesio-
hwesio dari Siauw lim pay datang mereka harus mengakui sendiri
semua kabar bohong yang mereka katakan itu di hadapan hwesio-
hwesio itu sehingga mereka bisa dibikin percaya"
"Hmmm, aku ingin sekali cepat-cepat membunuh mati bangsat
cilik itu"
"Tidak usah terlalu cemas" hibur Ti Then sembari tersenyum.
"Biarlah ayahmu yang menyatuhi hukuman kepada mereka."
Pada hari menjelang terang tanah, kedua orang itu sudah tiba
diluar kota Go bi, sambil menarik tali les kudanya, ujar Ti Then lagi:
"Baiknya kita tinggalkan kuda tunggangan diluar kota saja,
kemudian kita masuk kota dengan melalui tembok kota"
Wi Lian In putar kepalanya memandang keadaan disekeliling
tempat itu, ketika tampak tidak jauh dari sana ditepi sungai terdapat
beberapa batang pohon siong segera ujarnya: "Baik kita tambatkan
kuda-kuda ini pada pohon itu."
Sesampainya di bawah pohon mereka menambatkan kuda
masing-masing
pada
pohon
tersebut
kemudian
dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, masing-masing
berkelebat melewati tembok kota.
Cuaca belum terang, ditengah jalan dalam kota masih jarang
terlihat orang-orang yang berlalu lalang, Ti Then dengan membawa
Wi Lian In dengan cepatnya menuju ke depan pintu rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan itu, ujarnya sambil menuding pintu
depan.
" Inilah yang disebut sebagai Rumah pelacuran Touw Hoa Yuan,
sekarang kau pergilah melalui gang kecil ini menuju ke belakang,
jika melihat dia melarikan diri cepat-cepatlah berteriak."
Wi Lian In sedikit mengangguk. kemudian meuyusup kejalan kecil
tersebut, setelah dilihatnya disekitar tempat itu tidak ada orang
barulah Ti Then dengan ringannya meloncat masuk ke dalam
ruangan dalam, terlihat suasana masih amat sunyi, sesosok
bayangan manusia pun tidak kelihatan berkeliaran, jelas seluruh
penghuni rumah pelacuran itu masih tertidur dengan amat pulasnya.
Pintu diruangan depan kelihatan sedikit terbuka, melihat hal itu Ti
Then tersenyum pikirnya:
"Loteng dan ruangan semalam suntuk tidak tertutup," segera dia
melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.
Dia pernah satu kali datang kerumah pelacuran ini, karena itu
tahu juga letak kamarnya Liuw Su Cen, cepat-cepat dia berjalan
melalui sebuah lorong panjang menuju kekamar yang di tuju,
mendadak . . . seorang pelayan muncul di hadapannya.
Pelayan ini agaknya baru saja bangun dari tidurnya, dengan
wajah yang mengantuk dia membungkukkan badannya memberi
hormat, ujarnya: "Siangkong, selamat pagi."
Agaknya dia sudah menganggap Ti Then adalah tamu yang
menginap di rumah pelacur mereka.
Ti Then hanya sedikit mengangguk saja, tanpa mengucapkan
kata-kata sengaja dia perlihatkan gerak geriknya yang kemalas-
malasan. "Siangkong apa kau punya perintah yang lain?" tanya
pelayan itu lagi.
"Tidak ada . . kau boleh pergi.. " sahut Ti Then sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Si pelayan itu segera mengambil sapu dan berjalan meninggalkan
tempat itu
Menanti sesudah bayangan dari pelayan itu lenyap dari
pandangan barulah Ti Then berjalan mendekati kamarnya Liuw Su
Cen, kemudian mulai mengetuk pintu sengaja dengan suara yang
diperkecil sehingga mirip dengan suara perempuan teriaknya: "Nona
Liuw cepat buka pintu"
Dari dalam kamar segera mulai terdengar ada suara keresekan.
"Siapa?" suara Liuw Su Cen yang genit segera berkumandang
keras dengan nada yang kurang senang.
"Aku" sahut Ti Then sengaja mempertinggi suaranya. " Cepat kau
buka pintu, Ku Ie perintahkan aku untuk memberitahukan suatu
urusan kepadamu"
"Kau siapa?" tanya Liuw su Cen lagi.
Sengaja dengan nada yang mengandung nada genit jawab Ti
Then cepat. "Aku ."
"Baiklah. . kau tunggu sebentar biar aku pakai baju dulu"
Suara keresekan yang ramai segera berkumandang keluar
kemudian disusul dengan langkah Liuw su Cen berjalan kepintu
kamar, sebentar kemudian terlihat pintu kamar dibuka dengan
perlahan.
Kiranya yang yang dimaksud memakai baju olehnya tidak lebih
hanya pakaian dalam yang amat tipis sekali, karena itu Liuw Su Cen
yang kini muncul di hadapan Ti Then keadaannya amat
menggairahkan sekali, dadanya terbuka separuh yang anggota
badan lainnya kelihatan secara samar-samar di balik pakaian
dalamnya yang terbuat dari kain tipis.
Begitu dia melihat orang yang berdiri di depan pintu bukan lain
adalah Ti Then, air mukanya sagera berubah amat hebat, serunya.
"Kau??"
Dengan satu kali dorongan Ti Then mendorong badannya ke
samping kemudian dengan kecepatan yang luar biasa meloncat
masuk ke dalam kamar.
Ternyata Hong Mong Ling memang benar berada di dalam
kamar.
Dia sedang duduk di atas pembaringan dengan alas kain merah.
Begitu melihat Ti Then meloncat masuk ke dalam kamar dengan
gugup dan tergesa-gesa dia menyambar pedang panjang di
samping badannya kemudian meloncat bangun-bagaikan seekor
burung walet dengan gesitnya melayang keluar melalui jendela.
Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya cepat dia mengikuti
dari belakangnya mengejar dengan kencang, ketika dilihatnya dia
melarikan diri dengan amat gugup kehalaman belakang hatinya
diam-diam merasa amat girang, cepat dia mengikuti terus dari
belakangnya.
Mereka berdua yang satu melarikan diri yang lain mengejar
bagaikan sambaran kilat cepatnya berkelebat ke arah belakang
halaman, hanya di dalam sekejap mata saja sudah melewati tembok
yang mengelilingi rumah pelacuran itu.
Wi Lian In yang menanti diluar tembok begitu melihat Hong
Mong Ling melarikan diri dengan meloncat tembok segera
membentak nyaring, pedangnya dengan dahsyat ditusuk kearah
perutnya.
Hong Mong Ling sama sekali tidak menduga kalau diluar tembok
masih ada orang yang hendak mencabut nyawanya, di dalam
keadaan yang amat terperanyat dia tidak sempat mencabut keluar
pedangnya, terpaksa bersama-sama dengan sarungnya digunakan
untuk menangkis datangnya serangan tersebut.
Tetapi tangkisannya ini tidak berhasil menutup seluruh serangan
pedang dari Wi Lian In, kaki kanannya sudah terkena babatan ujung
pedang Wi Lian In sehingga darah segar mulai mengucur keluar
dengan amat derasnya.
Tapi dia masih berusaha juga untuk melarikan diri, sekali lagi
badannya meluncur beberapa kaki kemudian meloncet naik ke atas
atap sebuah bangunan. Ti Then yang mengejar dari belakang
segera berteriak ketika melihat keadaannya itu.
"Hong Mong Ling, aku lihat lebih baik kau tidak usah membuang-
buang tenaga dengan percuma, lebih baik dengan mandah ikut
kami kembali ke dalam Benteng"
Hong Mong Ling pura-pura tidak mendengar, dengan tergesa-
gesa dia melarikan diri ke depan bahkan larinya semakin cepat lagi,
hal ini mungkin disebabkan di dalam anggapannya dia sudah
merasa kalau dirinya kembali ke dalam Benteng pasti akan
menerima kematian. Karena itu keinginan untuk hidup membuat
tenaganya berlipat ganda.
Oleh sebab itulah walau pun Ti Then serta Wi Lian In dengan
kencang terus menerus mengejar dirinya, untuk beberapa saat
lamanya masih belum sanggup juga untuk menawan dia kembali.
Mereka bertiga dengan jarak kurang lebih tiga kaki dengan
kecepatan yang luar biasa saling kejar mengejar di atas bangunan
rumah kota Go bi, laksana loncatan kucing cepatnya hanya dalam
sekejap mata mereka sudah tiba di samping pintu kota sebelah
timur kemudian meloncat keluar kota dan berlari menuju ke daerah
luar kota.
Ti Then yang melakukan pengejaran dengan mengerahkan
seluruh tenaganya semakin lama dapat juga mendekati diri Hong
Mong Ling.
"Hai bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa dingin tak henti-
hentinya. " Kalau kau punya kekuatan untuk lari satu li lagi, aku
akan lepaskan satu kehidupan buatmu."
Keinginan hidup segera meliputi hati Hong Mong Ling, serunya
kemudian-"Perkataanmu itu betul tidak?"
"Ha ha ha ha. . ." Ti Then tertawa amat nyaring. "selamanya aku
bilang satu yaah satu, bilang dua yaah dua, kau legakan hatimu"
Hong Mong Ling segera mengerahkan seluruh tenaganya untuk
melarikan diri ke depan, dia mengharapkan dirinya bisa lari satu lie
lagi sehingga bisa lolos dari cengkeramannya. siapa tahu baru saja
berlari beberapa waktu luka dikakinya semakin lama terasa semakin
sakit sehingga tanpa dia sadari semakin lama larinya pun semakin
lambat.
Sebaliknya saat ini semakin mengejar Ti Then melayang semakin
cepat lagi, belum sampai mencapai setengah li Ti Then sudah
berhasil berada kurang lebih lima depa di belakang badannya.
Agaknya Hong Mong Ling tahu bahwa dia tidak akan sanggup lari
lagi, mendadak dia menghentikan larinya tubuhnya membungkuk ke
bawah sedang ujung kaki kirinya bagaikan kilat cepatnya dengan
dahsyat mejalankan satu tendangan dahsyat ketubuh Ti Then.
Sejak semula Ti Then sudah mengadakan persiapan, begitu
dilihatnya serangan tersebut hampir mencapai tubuhnya mendadak
tubuhnya miring ke samping kemudian melayang dari samping
tubuhnya. Tangan kanannya tidak mau berdiam diri secara tiba-tiba
melancarkan serangan cengkeraman mengancam jalan darah Cian
Khing hiatnya.
Hong Mong Ling yang melihat serangan tendangannya mencapai
sasaran kosong tubuhnya mendadak membalik dengan gaya
"Keledai malas menggelinding" dia putar tubuhnya ke belakang
sedang pedangnya dengan disertai sinar yang menyilaukan mata
membacok sepasang kaki Ti Then, gerakan ini dilakukan amat cepat
sekali.
Sampai waktu Ti Then tetap tidak mau menyambut pedangnya
untuk mengadakan perlawanan badannya meloncat ke atas setinggi
tiga depa sedang sepasang kakinya melancarkan serangan Lian
huan tui atau tendangan berantai mengarah wajahnya.
Cepat-cepat Hong Mong Ling melayang ke samping, pedangnya
dengan mengikuti gerakan tersebut berkelebat kembali dengan
jurus "si Gouw Huang Gwat" atau badak memandang bulan dengan
mendatar membabat pinggang Ti Then.
Segera terjadi suatu pertempuran sengit antara mereka berdua,
kurang lebih sepuluh jurus kemudian satu serangan telapak Ti Then
dengan tepat menghajar lengan kirinya, "Praakk..." seketika itu juga
tulang lengannya terputus oleh pukulan itu.
Hong Mong Ling mendengus berat, pedang panjangnya lepas
dari tangannya tadi dengan cepat tangan kirinya memungut kembali
pedangnya dan dibabat kearah lehernya sendiri, bagaikan kilat
cepatnya Ti Then melancarkan cengkeraman merebut pedangnya,
ujarnya sembari tertawa dingin.
"Hmm. . hmnnm, kau jangan begitu jangan cepat-cepat mati"
Hong Mong Ling sembari tertawa seram.
"Tidak. aku dapat perintah untuk tawan kau kembali ke dalam
Benteng"
"Aku tidak mau pulang"
"Hmm.. sekali pun begitu aku masih bisa paksa kau untuk
kembali" seru Ti Then mengejek. Diantara pembicaraan itu dua
jarinya dengan cepat menotok jalan darah kakunya.
Waktu itulah Wi Lian In baru berhasil menyusul mereka, ketika
dilihatnya Ti Then sudah berhasil mengusai diri Hong Mong Ling dia
menjadi amat girang:
"Hey bangsat cabul" makinya sambil menuding diri Hong Mong
Ling dengan jarinya, "Tidak kau duga bukan bisa ada hari ini?"
Hong Mong Ling yang tertotok jalan darah kakunya kini hanya
bisa terlentang dengan kakunya di atas tanah tapi mulutnya masih
bisa bicara, mendengar perkataan itu dia segera tertawa dingin.
"Hmm. . hmm. . seperti ini hari terhadap seorang perempuan
yang suka akan baru dan bosan pada yang lama memang patut
dirayakan"
"Siapa yang suka yang baru bosan yang lama? " tanya Wi Lian In
dengan amat gusar.
"Perempuan itu tidak lain adalah putri Wi Pocu itu majikan dari
Benteng Pek Kiam Po yang amat terkenal di dalam dunia Kangouw "
ejek Hong Mong Ling.
Saking gemasnya Wi Lian In membentak keras, pedang
panjangnya digerakkan secepat kilat mengancam ulu hatinya.
Tiba-tiba. . . "Traang. ." pedangnya yang hampir mengenai ulu
hati Hong Mong Ling secara mendadak terkena sambitan senyata
rahasia sehingga miring ke samping.
Senyata rahasia yang mengenai pedangnya itu bukan lain hanya
sebuah bunga teratai dari besi.
Kekuatan sambitan senyata rahasia teratai besi itu amat besar
sekali, bukan saja membuat pedangnya miring ke samping bahkan
menggetarkan badannya sehingga terjatuh dua langkah ke samping.
Wi Lian In menjadi tertegun, kepada Ti Then dengan perasaan
tidak puas ujarnya: "Di dalam benteng masih ada seorang saksi kau
takut apa lagi?"
Dia mengira Ti Then yang sudah turun tangan mencegah
perbuatannya untuk membunuh Hong Mong Ling, karena itu dia
mengucapkan kata-kata tersebut.
Ti Then tertawa pahit:
"Bukan aku, ada orang sudah datang" ujarnya.
Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat, segera dia menoleh
memandang keadaan disekeliling tempat itu, waktu itulah dia baru
melihat kurang lebih tujuh delapan kaki dari tempat mereka berdiri
berjajar-jajar dua puluh orang hwesio, tanpa terasa lagi saking
terkejutnya dia sudah menjerit tertahan, kemudian dengan
termangu-mangu berdiri tertegun di sana.
Hanya di dalam satu kali pandangan saja dia sudah tahu kalau
kedua puluh orang hwesio itu berasal dari kuil Siauw lim si di atas
gunung song san-
Karena salah satu dari hwesio-hwesio itu bukan lain adalah si
Hwesio berwajah riang dari kuil Siauw lim si yang pernah mencegat
Ti Then untuk minta kitab pusaka Ie Cin Keng darinya.
Jilid 15.2. Rombongan Siauw Lim pay berkunjung
Sisanya sembilan belas orang masing-masing memakai pakaian
kasa yang berwarna kuning emas salah satu diantara mereka
dengan mencekal tongkat wajahnya amat ramah Jika dipandang
dari usianya sudah sangat lanjut, keadaannya amat agung dan
berwibawa sekali. Wi Lian In menarik napas panjang, teriaknya
tanpa dia sadari. "Hwesio-hwesio dari Siauw lim pay sudah datang."
Hwesio tua yang mencekal tongkat itu sambil tersenyum berjalan
mendekati mereka bertiga, kepada Ti Then sambil merangkap
tangannya memberi hormat, ujarrya: "omitohud, Siauw sicu ini apa
bukan yang bernama pendekar baju hitam Ti Then?".
"Tidah berani, tidak berani. . memang cayhe adanya" sahut Ti
Then cepat sambil merangkap tangannya membalas hormat.
"Lolap adalah Yuan Kuang dari Siauw lim"
Sekali lagi Ti Then bungkukkan badannya memberi hormat.
"Oh kiranya adalah Ciangbun thaysu yang sudah berkunjung,
selamat datang. selamat datang" serunya.
"Sebetuinya lolap sedang berada ditengah perjalanan menuju ke
Benteng Pek Kiam Po untuk menyambangi Wi Losicu beserta Ti
Siauw sicu, baru sampai sini tidak sangka sudah bertemu dengan
Siauw sicu, sungguh kebetulan sekali"
"Taysu jauh-jauh dari gunung Songsan datang kemari, apakah
disebabkan oleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"
"Benar" sahut Yuan Kuang Taysu mengangguk. " Kitab pusaka Ie
Cin Keng semestinya memang barang kuil kami, sesudah lenyap
selama puluhan tahun lamanya lolap dengar kitab tersebut sudah
ditemukan kembali oleh Siauw sicu, bilamana sekarang Siauw sicu
mau mengembalikan kitab tersebut kepada kuil kami Lolap betul-
betul merasa sangat berterima kasih sekali."
"Taysu sudah salah paham" Bantah Ti Then setelah mendengar
perkataan dari Yuan Kuang Thaysu Ciangbunyin dari Siauw limpay.
"Cayhe selama ini belum pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin
Keng, berita bohong ini sengaja dikarang oleh Hong Mong Ling
dengan tujuan hendak mencelakai diri cayhe"
Sembari berkata dia menuding kearah Hong Mong Ling.
Mendadak dengan amat gusar Hong Mong Ling membantah:
"Omong kosong, terang-terangan kau sudah menemukan kitab
cusaka Ie Cin Keng bahkan itu hari dengan mata telingaku sendiri
aku melihat dan mendengar kau memperoleh kitab pusaka Ie Cin
Keng itu dan hendak kau persembahkan kepada Wi Ci To, buat apa
kau sekarang membantah juga."
Ti Then mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Hmm...hmmm... bangsat cilik" teriaknya sembari tertawa dingin
tak henti-hentinya, " Kalau memangnya kau sudah melihat itu kitab
pusaka Ie Cin King sekarang aku mau tanya padamu, macam
apakah kitab pusaka Ie Cin keng itu."
" Waktu itu aku berdiri agak jauh dari tempat kalian sehingga
tidak dapat melihat jelas" jawab Hong Mong Ling tida mau kalah, "
Hanya saja perkataanmu kepada Wi Ci To aku masih bisa
mendengar sangat jelas sekali, kau bilang kitab pusaka Ie Cin Keng
akan kau serahkan kepada Wi Ci To tetapi syaratnya haruslah
menjodohkan putrinya kepada mu"
Saking gemas dan gusarnya Wi Lian In merasa dadanya hampir
meledak dibuatnya.
"Bangsat cabul, kau berani memfitnah aku seenak hatimu, aku
bunuh kau"
Pedang panjang ditangannya dengan disertai angin sambaran
yang amat tajam dengan amat keras ditusuk ke arah perutnya.
Yuan Kuang Taysu cepat-cepat melintangkan toyanya menangkis
datangnya serangan pedang itu, sedang telapak kirinya dengan
meminyam kesempatan itu mencengkeram belakang leher Hong
Mong Ling dan di tariknya ke belakang.
"Sambut ini" bentaknya keras.
Si Hwesio berwajah riang dengan cepat maju satu langkah ke
depan menyambut diri Hong Mong Ling kemudian diserahkan lagi
kepada seorang hwesio berusia partengahan yang berada di
sampingnya.
"Kau bantu dia hentikan mengalirnya darah terlebih dulu" ujarnya
dengan perlahan.
Ti Then sama sekali tidak menyangka pihak lawan berani
merampas Hong Mong Ling dari tangannya, untuk merebut kembali
sudah tidak sempat lagi terpaksa di dalam hatinya dia merasa amat
cemas bercampur serba salah, ujarnya dengan keras.
"Taysu, dia adalah anak murid dari Wi Ci To Pocu, Kalian tidak
seharusnya menawan mereka."
Yuan Kuang Taysu tersenyum.
"Lolap bukannya menawan dia, sebaliknya sedang melindungi
nyawanya" ujarnya kalem.
"Taysu sudah berbuat salah" seru Ti Then kembali. "Dialah
manusia licik yang sudah menimbulkan keonaran ini bahkan pernah
dua kali menculik pergi nona Wi dan hendak berbuat tidak senonoh
kepada nona Wi, karena Wi pocu sudah perintahkan cayhe untuk
tawan dia kembali ke Benteng untuk dijatuhi hukuman"
Agaknya Yuan Kung Thaysu tidak mau percaya atas perkataan
itu, sambil tersenyum balik bertanya:
"Siauw sicu, apa dia benar-benar murid dari Wi Lo sicu??"
"Tidak salah" sahut Ti Then mangangguk.
"Lalu siapa namanya??"
"Hong Mong Ling."
Pada air muka Yuan Kuang Thaysu jelas memperlihatkan
perasaannya yang amat terkejut. "oooh. . diakah si naga mega
Hong Mong Ling?? Bukankah dia adalah bakal menantu dari Wi Lo
sicu"
"Sebetuinya memang benar, hanya saja pada waktu-waktu
mendekat ini Wi Pocu serta nona Wi sudah mengetahui kalau dia
main perempuan diluaran bahkan sudah jatuh cinta kepada seorang
pelacur, karena itu perjodohan ini sudah dibatalkan."
"Bangsat cilik ini dari rasa malu menjadi perasaan gusar ternyata
dia berani menculik nona Wi.."
Dia tidak menceriterakan juga tentang diri Hu Pocu Huang puh
Kian Pek di sebabkan dia merasa kejelekan keluarga sendiri tidak
baik untuk disiarkan diluaran.
Sekali lagi dengan amat gusar Hong Mong Ling berteriak keras:
" Kentutmu, kapan aku Hong Mong Ling sudah jatuh cinta
dengan seorang pelacur? ke semuanya ini dikarenakan Wi Ci To
sudah timbul kerakusannya untuk memiliki kitab pusaka Ie Cin Keng
sehingga membatalkan perjodohanku dengan nona Wi, dia mau
menjodohkan nona Wi kepadanya karena kitab pusaka itu
dihadiahkan kepada Wi Ci To, dan karena takut aku menyiarkan
berita ini diluaran maka dia mau bunuh aku sehingga dengan begitu
aku akan menutup mulut untuk selama-lamanya."
Sesudah mendengar perkataan ini berkali-kali Yuan Kuang Taysu
mengangguk. agaknya dia merasa perkataan dari Hong Mong Ling
inilah yang masuk diakal.
Saking gusarnya air muka Wi Lian In dari pucat berubah menjadi
kehijau-hijauan, baru saja dia angkat pedangnya hendak
melancarkan serangan kembali keburu sudah dicegah oleh Ti Then,
ujarnya:
"Jangan keburu napsu,pada suatu hari persoalan pasti akan
menjadi jelas kembali, kau tahanlah sendiri kemarahanmu."
Setelah itu barulah dengan perlahan dia menoleh ke arah Yuan
Kuang Taysu, sambungnya kembali:
"Jikalau Taysu tidak percaya atas perkataan cayhe ini, sekarang
juga cayhe bisa membawa Taysu untuk bertemu dengan dua orang
saksi"
"Siapa kedua orang saksi itu??"
"Germo dari rumah pelacuran Touw Hoa Yuan, si Ku Ie serta
pelacur Liuw Su Cen, mereka bisa memberi keterangan kepada
Taysu apakah Hong Mong Ling sering pergi ke rumah pelacuran
mereka atau tidak, bahkan barusan saja cayhe menangkap dirinya
dari dalam rumah pelacuran tersebut"
"Ha ha ha... siancay... siancay...bagai mana Siauw sicu bisa
mengajak pinceng?" Yuan Kuang Taysu sembari tertawa terbahak-
bahak.
"Agar urusan menjadi lebih jelas mau tak mau kita harus pergi ke
sana juga."
Senyuman yang menghiasi wajah Yuan Kuang Taysu mendadak
lenyap tanpa bekas, dengan nada yang keren tapi halus ujarnya.
"Perkataan Siauw sicu walau pun benar tetapi cara pemikiran
orang lain tidak mungkin begitu."
" Kalau memangnya Taysu tidak ingin pergi ke rumah pelacuran
Touw Hoa Yoan itu baiklah Taysu mengikuti diri cayhe untuk
menemui Wi Pocu di dalam Benteng Pek Kiam Po, pada waktu itu Wi
Pocu bisa menjelaskan semua liku-likunya persoalan kepada diri
Taysu."
Yuan Kuang Taysu mengangguk tanpa menyetujui usul tersebut.
"Lolap memangnya mau pergi menyambangi diri Wi Lo sicu,
demikian pun baik juga."
Berbicara sampai di sini segera dia menoleh kepada si hweosio
berwajah riang, ujarnya:
"Ti sim kau ikuti lolap menuju ke Benteng Pek Kiam Po, sedang
cap Pwe Lo Han bawa Siauw sicu itu menanti di Kuang Hoa Hong
san Yuan di dalam kota."
Ketika Ti Then mendengar ke delapan belas orang hwesio berusia
pertengahan itu ternyata adalah Cap pwe Lo Hannya Siauw limpay
diam-diam hatinya merasa berdesir, kini mendengar mereka hendak
menawan Hong Mong Ling hatinya semakin cemas, dengan gugup
ujarnya:
"Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi. . kalian tidak bisa bawa Hong
Mong Ling pergi."
Air muka Yuan Kuang Taysu terlihat sedikit berubah, dengan
nada dingin tanyanya. "Apa Siauw sicu takut kami lepaskan dia
pergi."
"Bukannya begitu, hanya takut dia melarikan diri"
"Soal ini kau tidak perlu kuatir" ujar Yuan Kuang Taysu kemudian
"Cap Pwe Lo Han bisa menyaga dia sebaik-baiknya, dia merupakan
satu-satunya saksi yang menguntungkan kuil kami, bagaimana Lolap
bisa membiarkan dia melarikan diri??"
"Kenapa tidak Taysu bawa sekalian ke dalan Benteng Pek Kiam
Po, agar kita bisa saling berhadap-hadapan dengan terus terang."
Pada air muka Yuan Kuang Taysu kelihatan berkelebat suatu
senyuman aneh.
"Sebelum Lolap betul-betul mengetahui sikap serta tindak tanduk
dari Wi Losicu, lolap tidak berani menyalankan cara ini."
"Jadi maksud Taysu takut kami bunuh mati dia orang??" seru Ti
Then sambil pandang tajam wajahnya.
"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu tersenyum. "Bukankah tadi Wi
Li sicu berkali-kali hendak turun tangan mencabut nyawanya Hong
Siauw sicu??"
"Jikalau Taysu merasa tidak lega hati, tidak urung bawa sekalian
cap Pwe Lo Han kalian"
"Tidak bisa. . tidak bisa" Bantah Yuan Kuang Thaysu cepat.
"Dengan tindakan seperti itu sama saja memperlihatkan kalau Lolap
hendak membereskan urusan ini dengan kekerasan, sebelum kita
bicarakan dengan baik-baik, hal ini lolap rasa kurang sopan."
Sudah sejak lama Ti Then mendengar kalau barisan Lo Han Tin
dari Siauw lim Cap Pwe Lo Han sangat lihay sekali, jika dirinya
hendak merebut diri Hong Mong Ling dari tangan Cap Pwe Lo Han
itu di tambah lagi di bawah pengawasan Yuan Kuang Taysu serta si
hwesio berwajah riang, hal ini secara tidak sengaja sudah
membuktikan kalau dirinya sudah memperoleh kitab pusaka Ie Cin
Keng tersebut dan kini mau bunuh Hong Mong Ling untuk
melenyapkan saksi, karena itu dia mengangguk sanbil menghela
napas panjang.
"Baiklah" ujarnya kemudian. "Kalau memangnya Thaysu
bermaksud begini cayhe juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tapi
thaysu harus jaga dia sebaik-baiknya jika sampai dia meloloskan diri
thaysu harus bertanggung jawab"
"Baik, kita tentukan begitu"
" Kalau begitu. . mati kita jalan"
Demikianlah ke delapan belas hwesio yang disebut sebagai Cap
Pwe Lo Han dengan membawa Hong Mong Ling masuk ke dalam
kota sedangkan Yuan Kuang Thaysu bersama-sama si hwesio
berwajah riang, Ti Then serta Wi Lian In menuju kearah Benteng
Pek Kiam Po.
Ti Then menuju keluar pintu kota sebelah barat teriebih dulu,
sesudah menemukan kembali kedua ekor kuda tunggangannya
barulah dengan memimpin Yuan Kuang Thaysu serta si hwesto
berwadah riang menuju ke gunung Go bi.
Selama dalam perjalanan ini Ti Then terus menerus mengerutkan
keningnya bahkan sikap serta tindak tanduk memperlihatkan
perasaan yang amat murung karena di dalam anggapannya semula
asalkan dia bisa menawan Hong Mong Ling maka kesalah
pahamannya dengan pihak kuil Siauw lim si bisa dibereskan dengan
mudah siapa tahu Hong Mong Ling jadi orang amat licik sekali
bahkan pintar berbohong sehingga urusan malah terbalik menjadi
semakin menegangkan.
Kini, satu-satunya harapan adalah Huang Puh Kian Pek mau
berlaku terus terang dan mengakui semua kejadian itu sejujurnya,
dengan demikian mungkin kesalah pahamannya dengan Yuan
Kuang Thaysu bisa beres-
Tapi.. maukah Huang Puh Kian Pek mengaku terus terang ??
Mungkin mau, tapi untuk membuat Yuan Kuang Thaysu bisa
percaya hal ini mungkin akan lebih sukar lagi.
Heeeey,jlka dirimu betul-betul memperoleh sebuah kitab pusaka
Ie cin Keng urusan ini akan cepat beresnya, asalkan kitab itu
diserahkan kepada hwesio-hwesio gundul ini maka urusan pun
selesai.
Agaknya Wi Lian In merasa sedikit tidak puas terhadap Yuan
Kuang Taysu serta si hwesio berwajah riang, selama di dalam
perjalanan ini dia terus menerus melarikan kudanya secepat-
cepatnya, sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia berjalan
seorang diri di depan, terpaksa dia pun melarikan kudanya cepat-
cepat untuk mengikuti di sampingnya walau pun begitu Yuan Kuag
Thaysu mau pun si hwesio berwajah riang yang mengikuti dari
belakang tetap tidak sampai tertinggal jauh, kedua orang hwesio itu
dengan ujung baju yang berkibar tertiup angin, tetap berlari dengan
mantap. tidak perduli sepasang kuda itu berlari bagaimana pun
cepatnya mereka tetap berada tidak kurang dari satu kaki di
belakang mereka.
sesudah melakukan perjalanan selama setengah jam lamanya,
akhirnya sampai juga mereka di depan pintu Benteng Pek Kiam Po.
Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang itu segera
menghentikan langkahnya di depan pintu Benteng, sebagai seorang
ciangbunyin dari partai besar sudah tentu dia harus menyaga
kewibawaan serta kedudukannya sebagai pimpinan suatu aliran
besar, dia akan menanti sampai Wi Ci To sendiri yang menyambut
kedatangan mereka baru mau masuk ke dalam Benteng.
Ti Then serta Wi Lian In melarikan kudanya
ditengah lapangan latihan silat, terlihatlah Wi
pendekar pedang hitam mau pun putih sedang
mimbar, cepat mereka meloncat turun dari
menghampiri mereka dengan berjalan kaki.
terus hingga sampai
Ci To serta seluruh
berkumpul di bawah
kuda dan berjalan
Ketika mereka berdua tiba ditempat itulah apa yang sudah terjadi
ditengah mimbar diantara Wi Ci To serta para pendekar pedang
hitam dan putih itu, dapat mereka lihat dengan jelas tanpa terasa
lagi saking terkejutnya mereka sudah melongo dibuatnya.
Kiranya di hadapan mereka sudah terbentang suatu
pemandangan yang sangat mengerikan. Hu Pocu Huang Puh Kian
Pek berlutut ditengah lapangan, pada sepasang tangannya sedang
mencekal gagang pedang yang ujung pedangnya sudah ada tiga
bagian menembus ulu hatinya, darah segar membanyiri seluruh
tanah lapangan.
Kiranya Huang Puh Kian Pek sudah menebus dosa di hadapan
suhengnya Wi Ci To serta seluruh pendekar pedang Benteng Pek
Kiam Po dengan jalan membunuh diri
Kelihatannya dia sudah lama putus napas tapi tubuhnya yang
berlutut di atas tanah masih tetap menyaga keadaannya semula,
sepasang matanya melotot bulat-bulat sedang air mukanya
memperlihatkan tujuh bagian perasaan relanya dan tiga bagian
perasaan sedih.
Jika dilihat keadaannya saat ini, boleh dikata Wi Ci To sudah
membereskan semua dosanya di hadapan para pendekar pedang,
bagaimana dia menyamar sebagai si setan pengecut dan
bersekomgkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik pergi Wi Lian
In kemudian mendesak dia untuk ambil keputusan atas
perbuatannya ini.
Ti Then sama sekali tidak menyangka Wi Ci To bisa berbuat
demikian terburu-buru dan gegabahnya, sebelum dirinya sera Wi
Lian In kembali ke dalam Benteng ternyata dia sudah menghukum
Huang Puh Kian Pek membuat hatinya merasa sangat tidak enak.
untuk beberapa waktu lamanya dia tidak sanggup untuk
mengucapkan sepatah kata pun.
Ketika Wi Ci To melihat dia serta putrinya sudab kembali segera
berjalan mendekati mereka, tanyanya.
" Kalian sudah berhasil tawan bangsat cilik itu?"
Dengan kesadaran
mengangguk.
yang
masih
samar-samar
Ti
Then
"Sudah" sahutnya singkat.
Air muka Wi Ci To segera berubah amat seram, sambil
memandang kearah pintu benteng tanyanya lagi. "Mana orangnya?"
Ti Then tidak langsung menyawab, sebaliknya sambil menuding
kearah Huang Puh Kian Pek gumannya seorang diri: "Dia. . Hu Pocu
bagaimana bisa bunuh diri?"
"Dia merasa bersalah dan malu kepada lohu karena itu di
hadapan umum dia sudah bunuh diri untuk menebus dosa itu, inilah
satu-satunya jalan bagi dirinya"
Dia berhenti sebentar kemudian tanyanya. "Kau bilang sudah
berhasil menawan bangsat cilik itu, sekarang dimana orangnya?" Ti
Then tidak menyawab lagi pertanyaan itu.
"Pocu kenapa menyuruh dia bunuh diri begitu terburu-buru ?"
Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat, bukannya menyawab
sebaliknya menyawab lagi.
"Dimana bangsat cilik itu?"
"Ditangan Siauw lim Cap Pwe Lo Han."
Air muka Wi Ci To segera berubah hebat, dengan perlahan
ujarnya:
"Hwesio dari Siauw lim sudah pada datang?"
"Benar ketika boanpwe mengejar Hong Mong Ling dari dalam
rumah pelacuran Touw Hoa Yuan hingga diluar pintu kota sebelah
timur, baru saja berhasil menangkap dirinya pada saat itu juga
ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan Kuang Thaysu beserta ke
delapan belas Lo Hannya sedang lewat di sana"
segera dia menceritakan kejadian yang sudah terjadi itu dengan
sejelas-jelasnya.
Wi Ci To yang mendengar Ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan
Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang sudah menanti di
depan pintu Benteng dia menjadi terkejut, dengan cepat serunya.
" Cepat sambut kedatangannya"
Sambil berkata dengan langkah cepat dia berjalan menuju
kepintu Benteng sebelah timur.
Loteng di atas pintu Benteng segeralah berkumandang suara
genta yang dibunyikan bertalu-talu sebanyak sembilan kali.
Inilah tanda dari Benteng Pek Kiam Po umtuk menyambut suatu
kedatangan ketua partai dari aliran besar di dalam Bu lim.
Menanti suara genta itu sudah mencapai kesembilan kalinya Wi
Ci To sudah berada diluar pintu Benteng, sambil merangkap
tangannya memberi hormat ujarnya kepada Yuan Kuang Thaysu.
"Tidak tahu Ciangbunyin Thaysu sudah datang berkunjung, maaf
tidak menyambut dari jauh, silahkan masuk. silahkan masuk"
"Tidak berani" balas Yuan Kuang Thaysu cepat-cepat, "Lolap
sudah berkunjung secara tiba-tiba sehingga mengganggu
ketenangan Benteng saudara, masih mengharapkan Wi Lo sicu
jangan marah"
"Aaah. . mana. . mana Ciangbun thaysu serta It sim Thaysu
silahkan masuk"
Demikianlah di bawah pimpinan Wi Ci To Yuan Kuang Thaysu
serta si hwesio berwajah riang atau It sim Thaysu dengan langkah
perlahan berjalan masuk ke dalam benteng.
Para pendekar pedang hitam mau pun putih yang semula berdiri
berkerumun ditengah lapangan kini dengan rapinya sudah berbaris
dikedua samping lapangan, karena itu begitu Yuan Kuang Thaysu
serta si hwesio berwajah riang memasuki lapangan latihan silat
segera bisa melihat keadaan dari Hu Pocu, Huang Puh Kian Pek
yang bunuh diri di depan mimbar tanpa terasa Yuan Kuang Thaysu
sudah menghentikan langkahnya serunya dengan nada kaget: "Iiih.
. bukankah itu Huang Puh Lo sicu"
"Memang benar dia" sahut Wi Ci To sambil tersenyum sedih.
" Kenapa dia?"
"Dia sudah berbuat macam-macam urusan yang memalukan,
baru saja dia bunuh diri untuk menebus dosa-dosanya itu"
"Dia..." seru Yuan Kuang Thaysu dengan perasaan amat
terperanyat. "Huang Puh lo sicu sudah melakukan urusan apa yang
begitu memalukan?"
"Hei.. urusan ini panjang sekali ceritanya, silahkan ciangbun
thaysu masuk ke dalam ruangan untuk minum the, nanti biarlah aku
orang she Wi menceritakan lebih jelas lagi"
"Hei. . Lolap tidak tahu kalau di dalam Benteng Lo sicu sudah
terjadi urusan, maka saat seperti ini datang mengganggu diri Wi Lo
sicu, sebetulnya tidak pantas biarlah Lolap lain kali datang lagi." ujar
Yuan Kuang Thaysu tiba-tiba dengan serius.
"Tidak, urusan ini mem punyai hubungan dengan kitab pusaka Ie
Cin Keng yang hendak Ciangbun thaysu minta dari tangan Ti Kiauw
tauw, aku orang she Wi memangnya hendak menjelaskan urusan ini
kepada Ciangbun thaysu"
selesai berkata dia memberi hormat dan mempersilahkan Yuan
Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang masuk ke dalam
ruangan.
Ketika Yuan Kuang Thaysu mendengar kalau bunuh dirinya
Huang Puh Kian pek mem punyai hubungan yang amat erat dengan
kitab pusaka Ie Cin Keng yang hendak dimintanya itu hatinya
semakin merasa terperanyat, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut
segera mulai berjalan masuk ke dalam ruangan.
Tua muda lima orang bersama-sama masuk kedalan ruangan
tamu, sesudah semuanya duduk dan pelayan menyuguhkan teh
barulah Wi Ci To buka mulutnya berkata:
"Kedatangan ciangbun thaysu ini hari apakah disebabkan oleh
kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"
"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu mengangguk " Kitab pusaka Ie
Cin Keng merupakan barang peninggalan dari Tat Mo Couwsu dari
kuil kami, karena lenyapnya kitab itu pada sepuluh tahun yang lalu
Lolap pernah melakukan pencarian disemua tempat tapi tidak
memperoleh hasil sama sekali, pada waktu baru-baru ini lolap
dengar katanya Ti Siauw sicu sudah diangkat Wi Losicu sebagai
Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po karena itulah terpaksa Lolap
datang mengganggu, harap Wi Losicu mau menasehati Ti Siauw
sicu untuk mengembalikan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kuil
kami, untuk itu Lolap betul-betul merasa sangat berterima kasih
sekali."
Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat.
" Ciangbun thaysu mendengar kalau Ti Kiauw tauw sudah
memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng ini dari siapa?" tanyanya.
"It sim yang dengar berita ini dari dunia kangouw."
"Ha ha ha.." secara tiba-tiba Wi Ci To tertawa terbahak-bahak
dengan amat keras. "Berita yang tersebar di dalam dunia Kangouw
apa bisa dipercaya begitu saja."
"Tanpa angin ombak tak akan menggulung "Jawab Yuan Kuang
Thaysu.
"Betul. . betul angin itu memang berasal dari suteku serta murid
penghianat Hong Mong Ling, karena mereka berdua punya niat
untuk membunuh mati Ti Kiauw tauw maka diluaran sudah
menyiarkaan berita bohong ini, dia bilang Ti Kiauw tauw sudah
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng, sebetulnya memang
sengaja hendak memancing jago-jago di dalam Bu lim agar
semuanya cari dia.."
"Wipocu tolong tanya kenapa Hu Pocu
punya niat untuk
membunuh Ti Siauw sicu???" Mendadak si hwesio berwajah riang
ikut berkata. Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat dingin
sekali.
"Dia melihat lolap sudah hapuskan ikatan perkawinan antara
putriku dengan Hong Mong Ling dan mengusir Hong Mong Ling dari
Benteng, di dalam hatinya merasa sangat tidak puas sekali, karena
itu dia bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk mencelakai diri
Ti Kiauw tauw"
"Urusan ini sungguh lucu sekali" seru si hwesio berwajah riang
sembari tersenyum. "Wi Pocu membatalkan ikatan jodoh ini
disebabkan sikap serta tindak tanduk yang tidak genah dari Hong
Mong Ling, sedangkan Huang Puh Hu Pocu adalah sute dari Wi
Pocu, bagaimana dia tidak memihak kebenaran bahkan sebaliknya
menaruh simpatik kepada Hong Siauw sicu?"
"Selamanya dia paling menyayangi Hong Mong Ling"
"Tapi agaknya hal ini bukanlah suatu alasan bukan?" seru si
hwesio berwajah riang sambil memperlihatkan senyuman yang
mengejek.
"Jadi maksud Thaysu Lohu sedang berbicara bohong?" tanya Wi
Ci To kurang puas.
"Tidak berani, pinceng hanya merasa bersekongkolnya Huang
Puh Hu pocu dengan Hong Siauw sicu mungkin disebabkan alasan
lain, sedang Wi Peocu sendiri juga tidak tahu"
"Lohu sudah menanyai dirinya amat jelas, hal ini tidak ada sebab-
sebab lainnya lagi" jawab Wi Ci To keren.
"Pada waktu yang lalu pinceng punya jodoh untuk bertemu
beberapa kali dengan Hu Pocu, terhadap sikapnya sedikit banyak
mengenal juga, tidak kusangka dia ternyata membantu seorang
sutitnya yang berwatak buruk. Hei sungguh sayang. sungguh
sayang. ."
Pada mulutnya dia menghela napas tak henti-hentinya pada hal
di dalam hatinya dia bermaksud tidak percaya.
"Tadi sewaktu berada diluar kota Go bi Hong Siauw sicu sudah
mengatakan suatu alasan lain lagi" sambung Yuan Kuang Thaysu.
"Dia bilang sesudah Ti Siauw sicu memperoleh kitab pusaka Ie
Cin Keng itu lalu mau dipersembahkan kepada Wi Losicu dengan
syarat putri dari Wi Lo sicu harus dikawinkan dengan dia, menurut
omongannya tadi agaknya Wi Losicu sudah setuju, karena itu ikatan
perkawinannya dengan Hong Siauw sicu baru dibatalkan, sayangnya
karena Wi Lo sicu takut Hong Siauw sicu sudah bocorkan rahasia ini
maka sudah perintahkan kepada Ti Siauw sicu untuk bunuh dia."
Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan
menganduug perasaan ujarnya dengan berat:
"Lalu Ciangbun thaysu mempercayai perkataannya???"
"Sudah tentu lolap tidak berani percaya begitu saja atas semua
omongannya, tapi perkataan dari Hong siau sicu memang beralasan
karena itu sedikit banyak Lolap percaya juga"
"Jadi maksud Ciangbun thaysu, Lohu selalu pandang tinggi
sebuah kitab pusaka semacam Ie Cin Keng itu???" seru Wi Ci To
tertawa dingin. Yuan Kuang Thaysu hanya berdiam diri tidak
menyawab.
"Terus terang saja lohu katakan, Kitab pusaka Ie Cin Keng itu
dipandangan orang lain mungkin dianggap sebagai suatu pusaka
yang amat berharga, tapi di dalam pandangan Lohu sama sekali
tidak menarik"
Yuan Kuang Thaysu hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan
sepatah kata pun, sikapnya yang tenang ini menunjukkan kalau dia
sangat tidak ingin terjadi bentrokan dengan Wi Ci To.
Ujar Wi ci To lagi.
"Lohu bisa hapuskan ikatan jodoh antara putriku dengan murid
terkutuk itu semuanya dikarenakan mengetahui dia sudah main
perempuan ditempat luaran, bahkan sudah terpincut seorang
perempuan pelacur. Pelacur itu adalah Liuw Su Cen dari rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan di dalam kota, tentang urusan ini si ibu
germo Ku Ie sempat tanya Hartawan cang, Cang Bun Piauw boleh
ditanyai sebagai saksi. jika ciangbun thaysu tidak percaya kau boleh
pergi tanyai mereka-mereka itu"
Yuan Kuang Thaysu dengan perlahan menghela napas panjang.
"Wi Lo sicu jadi orang jujur bahkan utamanya sangat dihormati di
Bu lim, seharusnya perkataan yang diucapkan Lolap tidak boleh
menaruh curiga tapi Lolap masih ada urusan yang belum jelas."
Berbicara sampai di sini dia melirik sekejap ke arah Ti Then.
" Urusan apa yang ciangun thaysu belum jelas?" tanya Wi Ci To
segera.
"Menurut omongannya It sim" ujar Yuan Kuang Thaysu sambil
menuding kearah si hwesio berwajah riang itu. " Kepandaian silat
dari Ti Siauw sicu amat lihay sekali, jika dibicarakan dari kepandaian
silatnya yang dimiliki sekarang ini sangat tidak sesuai dengan
usianya yang masih begitu muda, bila dikatakan Ti Siauw sicu tidak
memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng bagaimana dia bisa demikian
lihaynya?"
Mendengar omongan itu Wi Ci To segera angkat kepalanya
tertawa terbahak-bahak.
"Yang Ciangbun thaysu maksudkan apakah di hadapan It sim
thaysu Ti Kiauw tauw sudah pukul rubuh sebuah pohon raksasa
hanya di dalam satu kali pukulan itu?"
"Benar"
"Kepadaian Ti Kiauw tauw bukan hanya di dalam ilmu telapak
saja yang lihay, bahkan di dalam ilmu meringankan tubuh serta ilmu
pedang jauh lebih lihay lagi."
"Maka itulah jika bukannya dia sudah memperoleh kitab pusaka
Ie Cin Keng bagaimana dia bisa mencapai tingkat seperti itu? "
Senyum yang menghiasi wajah Wi Ci To mendadak lenyap tanpa
bekas, dengan nada serius ujarnya:
"Sekarang Lohu mau bertanya di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng
dari kuil kalian itu apa juga membuat jurus ilmu pukulan"
"Di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya khusus memuat
cara-cara untuk melatih badan, sekali pun tidak memuat adanya
jurus-jurus ilmu pukulan mau pun ilmu pedang tapi jika sudah
berhasil melatih sim hoat yang termuat di dalam, untuk mempelajari
ilmu-ilmu dari partai lain boleh dikata amat mudah sekali"
Wi Ci To tertawa terbahak-bahak lagi. "Apakah di dalam hal
jurus-jurus serangan pun bisa dipahami tanpa ada yang
membimbing?" tanyanya.
"Boleh dikata memang demikian-"
"Dengan usia Ti Then sekarang ini jika dia sudah berhasil melatih
sim Hoat tersebut apakah bisa digunakan untuk pukul rubuh diri
Ciangbun thaysu?" tanya Wi Ci To lagi.
Agaknya Yuan Huang Thaysu sama sekali tak menduga dia bisa
mengajukan pertanyaan semacam ini, untuk berapa saat lamanya
barulah jawabnya.
"Sekali pun belum bisa memukul rubuh diri lolap
kemungkinan bisa berada dalam kedudukan seimbang."
tapi
Senyuman mulai menghiasi kembali wajah Wi Ci To.
"Jadi maksud Ciangbun thaysu sekali pun Ti Kiauw tauw sudah
berhasil memperoleh sim Hoat dari kitab pusaka Ie cin Keng, paling
tinggi juga hanya bisa mencapai kedudukan seimbang saja dengan
kepandaian Ciangbun thaysu?"
Sekali lagi Yuan Kuang Thaysu merasa ragu-ragu, kemudian
barulah dia mengangguk, "Mungkin memang begitu."
"Kalau begitu" ujar Wi Ci To lagi dengan sinar matanya yang
berkedip-kedip "Jika Ti Kiauw tauw bisa mengalahkan diri ciangbun
thaysu, apakah hal itu cukup untuk membuktikan kalau kepandaian
silat yang dimilikinya sekarang ini bukan berasal dari kitab pusaka le
Cin Keng??"
Yuan Kuang thaysu tak tahu apa maksudnya untuk mendesak
dirinya dengan pertanyaan yang membuat dirinya sukar untuk
memberikan jawaban itu, segera dia balik bertanya.
"Apakah menurut pandangan Wi Lo sicu dengan kepandaian Ti
siuw sicu sekarang ini bisa mengalahkan Lolap?"
"Harap ciangbun thaysu jawab pertanyaan dari aku orang she Wi
memberi jawab pun atas perkataan Ciangbun thaysu tadi."
Tanpa terasa lagi Yuan Kuang thaysu sudah melirik sekejap
kearah diri Ti Then, diam-diam dalam hatinya berpikir terus. Walau
pun dirinya belum pernah melihat kitab pusaka Ie Cin Keng itu
tetapi dari ciangbunyin yang terdahulu sudah pernah mempelajari
ilmu tersebut ditambah lagi dengan latihan sendiri selama puluhan
tahun, sudah tentu tidak mungkin bisa di kalahkan oleh seorang
pemuda yang baru saja mempelajari kitab pusaka Ie Cin Keng,
karenanya segera dia menganguk.
"Baiklah." sahutnya "Jika Ti Siauw sicu bisa mengalahkan Lolap
maka hal ini bisa dibuktikan kalau kepandaian silatnya bukan berasal
dari kitab pusaka Ie Cin Keng."
Wi Ci To tersenyum kegirangan-
"Kalau begitu ciangbun thaysu sudah menyanggupi untuk
bertanding dengan diri Ti Kiauw tauw?" desaknya.
Keadaan Yuan Kuang Thaysu waktu ini sudah menyerupai duduk
di punggung harimau, untuk maju salah untuk mundur pun salah,
terpaksa dia mengangguk kembali. "Benar."
Perlahan-lahan Wi Ci to menoleh kearah Ti Then, ujarnya
sembari tersenyum.
"Ti Kiauw tauw inilah kesempatan yang paling bagus buatmu
untuk membersihkan diri dari fitnah itu, maukah kau minta sedikit
pelajaran dari ciangbun thaysu?"
Di dalam anggapan Ti Then untuk memukul rubuh seorang
ciangbunyin mungkin bisa merusak nama baik orang lain, ketika
mendengar perkataan itu dengan gugup sahutnya.
"Jika ada cara yang lain kita digunakan untuk membersihkan
fitnah ini lebih baik jangan main kekerasan saja"
"Hal ini haruslah minta petunjuk dari ciangbun thaysu." sambung
Wi Ci To cepat-cepat sembari tertawa.
Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada
Yuan Kuang Thaysu, ujarnya dengan hormat.
"Selain diselesaikan dengan kekerasan harus menggunakan cara
apa lagi Ciangbun thaysu baru mau percaya kalau cayhe tidak
pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng?"
Air muka Yuan Kuang Thaysu berubah keren, lama sekali dia
berpikir tapi akhirnya jawabnya:
"Lolap tidak punya cara yang lebih baik lagi.."
"Kalau memang betul-betul ingin menggunakan kekerasan cayhe
punya satu permintaan harap Ciangbun thaysu mau penuhi"
"Siauw sicu silahkan bicara"
"Kita jangan bergebrak di sini, bahkan tidak diperkenankan orang
ketiga hadir di dalam kalangan pertempuran, Ciangbun thaysu
bersama-sama cayhe lebih baik cari satu tempat yang sunyi untuk
bertanding, siapa menang siapa kalah tidak usah diberitakan keluar,
Bagaimana??"
Waktu itu Yuan Kuang Tbaysu sedang merasa kuatir kalau dirinya
menemui kekalahan di tangan pemuda itu, mendengar perkataan ini
hatinya menjadi amat girang dengan senyuman manis sahutnya.
"Bagus sekali, tetapi lolap juga ada permintaan, kalau di dalam
pertandingan ini beruntung Lolap yang menang masih
mengharapkan Siauw sicu mau serahkan kitab pusaka Ie Cin Keng
itu secara rela hati sehingga dapat lolap bawa kembali kekuil Siauw
lim si" Ti Then terpaksa tertawa pahit.
"Di dalam dunia ini tidak ada barang yang lebih berharga dari
nyawa sendiri, jikalau cayhe sudah kalah dan tidak sanggup
mengembalikan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, Ciangbun Thaysu
masih bisa membawa batok kepala cayhe untuk dibawa pulang."
Yuan Kuang Thaysu segera merangkap tangannya di depan
dada.
"Omintohud. . omitohud ." Pujinya kepada sang Budha. "Lolap
adalah pendeta Budha, tidak berani melakukan pembunuhan kepada
sesama manusia"
"Kalau begitu, cayhe rela bunuh diri di hadapan ciangbun thaysu"
Yuan Kuang Thaysu sekali lagi menghela napas panjang.
"Loalap hanya menginginkan kitab pusaka Ie Cin Keng dapat
dikembalikan kepada kuil kami, yang lain sama sekali tidak
mengharapkan"
"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?" ujar Ti Then
sambil bangkit berdiri.
Yuan Kuang Thaysu segera mengangguk dan bangkit berdiri,
kepada si hwesio berwajah riang ujarnya:
"It sim, kau temanilah Wi Lo sicu di sini. Lolap dengan Ti Siauw
sicu tidak lama akan kembali."
Di dalam hati sihwesio berwajah riang tahu apa maksud
perkataan dari Ciangbunyin ini karenanya dengan sangat hormat dia
menyahut: "Tecu terima perintah."
Kepada Wi Ci To itu Pocu dari Benteng seratus pedang Yuan
Kuang Thaysu juga memberi hormat setelah itu barulah ujarnya
kepada Ti Then yang sudah bangkit berdiri. "Siauw sicu, mari kita
berangkat"
Demikianlah Ti Then serta Yuan Kuang Thaysu masing-masing
segera berjalan ke luar dari Benteng menuju ke arah tanah
pegunungan yang sunyi, tanya Yuan Kuang Thaysu kemudian
ditengah perjalanan.
"Ti Siauw sicu punya maksud mau bertanding ditempat mana?"
"Lebih baik Ciangbun thaysu saja yang menentukan."
Yuan Kuang Thaysu menundukkan kepalanya berpikir sebentar,
akhirnya dia baru menyawab:
"Di atas puncak selaksa Buddha jarang terdapat jejak manusia,
bagaimana kalau kita selesaikan di sana saja?"
"Baiklah." sahut Ti Then singkat.
Tongkat ditangan Yuan Kuang Thaysu itu segera ditutulkan ke
atas permukaan tanah, tubuhnya dengan cepat melayang ke tengah
udara kemudian mengerahkan ilmu
melayang menuju ke tengah gunung.
meringankan
tubuhnya
Perkataan dari Ti Then ini memang beralasan sekali. toya yang
dibawa Yuan Kuang Thaysu itu dibuat dari baja murni, mungkin
beratnya berada di atas tiga puluh kati, jika dikatakan kalah sedikit
memang beralasan, karenanya setelah Yuan Kuang thaysu
mendengar perkataan ini perasaan malunya juga sudah lenyap
separuh, dia menarik napas panjang-panjang ujarnya kemudian
sesudah memandang pemandangan disekelilingnya.
"Lolap sudah ada dua puluh tahunan lamanya tidak berkunjung
ke sini, pemandangan ditempat ini sama sekali tidak berubah"
"Walau pun selaksa tahun pemandangan akan tetap utuh, tetapi
manusia tidak akan luput dari tua, sakit dan binasa"
Wajah Yuan Kuang tbaysu kelihatan sedikit bergerak, dengan
pandangan mata terpesona dia pandang diri Ti Then. Waktu inilah
dia baru merasa sifat dari Ti Then jauh berlainan dengan sifat
pemuda-pemuda lainnya, dia memiliki suatu semangat yang lain,
pemuda semacam ini apa mungkin punya hati rakus terhadap
sebuah kitab Ie Cin Keng.
Ketika Ti Then melihat dia memandang dirinya dengan
terpesona, segera angkat bahunya, ujarnya kemudian "Mari kita
mulai saja."
-ooo0dw0ooo-
Jilid 16.1: Hong Mong Ling melarikan diri
"EHMM . . . ." sesudah termenung beberapa waktu tanyanya lagi
"Siauw sicu punya rencana mau bertanding dengan menggunakan
cara apa?"
"Cayhe mengikuti petunjuk Ciangbun thaysu saja"
Agaknya Yuan
pendiriannya.
Kuang
Thaysu
sudah
mengubah
kembali
"Bagaimana kalau begini saja?" ujarnya sambil tertawa dengan
lucunya. "Kita saling bergebrak dengan tidak usah bertanding secara
langsung, kini Lolap perlihatkan beberapa kepandaian terlebih dulu
jikalau siauw sicu bisa melakukan seperti apa yang lolap lakukan
maka lolap akan percaya kalau Siauw sicu belum pernah
memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu"
Ti Then mengangguk tanda setuju.
"Baiklah, silahkan ciangbun thaysu memberi petunjuk."
Sepasang mata Yuan Kuang Thaysu mulai berputar memandang
sekeliling tempat itu setelah dilihatnya ada beberapa batu cadas
raksasa yang amat besar lalu dia berjalan ke sana, ujarnya.
"Silahkan siauw sicu juga ikut kemari"
Dia berjalan mendekati batu cadas raksasa itu kemudian
meletakkan toyanya ke atas tanah. sesudah meraba beberapa kali
ke atas batu cadas itu ujarnya sembari tertawa.. "Batu cadas ini
sungguh atos sekali."
Siapa tahu belum habis dia berkata batu cadas raksasa itu
bagaikan sebatang kayu yang amat lapuk hanya sedikit dikebas
dengan menggunakan telapak tangannya batu itu selapis demi
selapis terkupas dan remuk menjadi bubuk.
"Kekuatan telapak dari Ciangbun thaysu sungguh amat lihay."
puji Ti Then sesudah melihat demontrasi ini.
Air muka Yuan Kuang Thaysu sedikit berubah dan
memperlihatkan kegirangan hatinya, dia mundur satu langkah ke
belakang kemudian ujarnya sembari tertawa:
"Hanya suatu permainan yang tidak ternilai, harap siauw sicu-
jangan dibuat bahan tertawaan"
"Kekuatan pukulan dari Ciangbun thaysu ini apakah
menggunakan ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie cin
Keng?"
"Tadi sewaktu Lolap masih berada di dalam Benteng sudah
pernah berkata di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya melulu
ilmu untuk melatih badan saja, tetapi bilamana sim Hoat yang
termuat di dalamnya sudah berhasil dipelajari maka dimana kau
mau maka segala ilmu dan kekuatan bisa dilaksanakan"
Ti Then dengan perlahan mengangkat tangannya dan sedikit
ditekan ke atas batu cadas raksasa yang lainnya, ujarnya:
"Jika ditinyau dari keadaan barusan ini maka kekuatan pukulan
yang termuat di dalam kitab cusaka Ie Cin Keng termasuk golongan
keras atau golongan Yang, bukan begitu??"
Ketika Yuan Kuang Thaysu melihat telapak tangannya yang
menekan di atas batu cadas sama sekali tidak membuat batu cadas
itu mengalami suatu perubahan yang aneh, di dalam anggapannya
mengira tentu dia sedang mengukur keatosan dari batu cadas itu,
diam-diam di dalam hatinya merasa geli, Tetapi dia mengangguk
juga. "Boleh dikata memang demikian"
" Untung saja ilmu yang cayhe pelajari bukan termasuk golongan
Yang melainkan banyak kelunakannya" seru Ti Then dengan
perasaan amat senang. "Mungkin dengan berdasarkan golongan im
ini cayhe bisa membuktikan kalau ilmu yang cayhe pelajari bukan
berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng"..
"Sekarang silahkan siauw sicu memperlihatkan sedikit ilmumu
agar lolap bisa membuka sedikit mata lolap"
Ti Then segera berjongkok di samping batu cadas tadi, mulutnya
dengan perlahan didekatkan dengan batu cadas yang baru saja
ditekan dengan tangannya itu, laksana sedang meniup semangkok
kuah yang amat panas dia meniup batu cadas itu perlahan sekali.
Seketika itu juga batu cadas raksasa yang amat atos itu
berterbangan keempat penjuru dalam bentuk hancur lebur seperti
bubuk. Kiranya sewaktu tadi dia menekan batu cadas tersebut saat
itulah dia sudah membusukkan seluruh batu cadas itu, karena
kekuatan pukulannya termasuk golongan im inilah maka keadaan di
luar dari batu itu masih kelihatan utuh.
Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah amat hebat,
kemudian berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus
karena waktu ini dia sudah melihat kalau tenaga pukulan Ti Then ini
memang termasuk golongan lunak atau golongan im, Tetapi yang
membuat dia benar-benar merasa terperanyat adalah tenaga
pukulan dari Ti Then ternyata jauh lebih tinggi satu tingkat dari
kekuatannya sendiri, seorang pemuda yang baru dua puluh tahunan
sudah berhasil melatih ilmunya hingga mencapai taraf yang
demikian hebatnya sungguh merupakan suatu peristiwa yang mimpi
pun dia tidak pernah menduga.
Dia menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil
memenangkan hatinya dengan memperhatikan senyumannya yang
amat pahit ujarnya:
"Sunggguh lihay sekali, dengan usia siauw sicu yang masih
drmikian mudanya ternyata sudah berhasil melatih ilmumu hingga
mencapai taraf yang demikian tinggi sungguh sukar sekali sungguh
sukar sekali"
Ti Then segera membungkukan badannya memberi hormat.
"Apakah sekarang ciangbun Thaysu sudah percaya kalau ilmu
silat yang cayhe pelajari bukan berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng
itu??"
Di dalam hati sudah tentu Yuang Kuang Thaysu sudah percaya
seratus persen tetapi untuk melindungi sedikit wajahnya dia tidak
mau langsung memberikan jawabannya, dia tersenyum:
"Lolap masih ingin menyajal kepandaian silat dari siauw sicu sicu
sekali lagi harap siauw sicu mau meminyamkan pedang tersebut
kepada Lolap untuk digunakan sebentar"
Ti
Then
segera
melepaskan
diangsurkannya ujarnya sambil tertawa:
pedangnya
kemudian
"Sudah lama cayhe dengar ilmu pedang dari Ciangbun Thaysu
amat lihay, ini hari ada keberuntungan sungguh membuat cayhe
merasa sangat girang sekali."
Yuan Kuang thaysu hanya berdiam diri saja tidak menyawab,
setelah menerima pedang tersebut dia berjalan menuju ke puncak
yang teratas dan membabat putus sebuah pohon siong sebesar
rangkulan tangan sesudah membuang akar pohon itu, pohon yang
sepanjang lima depa dipotong potongnya menjadi tiga bagian
kemudian diangsurkan kepada Ti Then ujarnya: "Harap siauw sicu
melemparkan ketiga potongan pohon itu ketengah udara"
"Baiklah. . silahkan ciangbun thaysu bersiap-siap" sahut Ti Then
sambil mengangguk, kemudian menerima ketiga buah potong
pohon tersebut.
"Sekarang silahkan lemparkan potongan itu ketengah udara.."
Ti Then segera melemparkan potongan-potongan pohon
ketengah udara setinggi kurang lebih lima depa dia sudah tahu
Yuan Kuang Thaysu mau mendemontrasikan apa kerenanya dengan
gaya yang amat bagus dia melemparkan ketiga buah potongan
pohon itu ketengah udara dengan berpisah sehingga antara ketiga
potongan itu ada jarak sejauh tiga depa.
Yuan Kuang Thaysu berdiam diri hingga ke tiga buah gotongan
itu berada kurang lebih tiga depa dari permukaan tanah mendadak
dia bersuit panjang, tubuhnya meloncat ke atas sedang pedangnya
bagaikan kilat cepatnya dikebaskan beberapa kali di tengah udara
kemudian tubuhnya melayang kembali ke atas tanah.
Potongan pohon yang semula hanya tiga bagian itu kini sudah
berhasil dibabat putus menjadi enam bagian bahkan setiap bagian
sama panjangnya dan bekas potongannya rata semua.
Melancarkan serangan ditengah udara bahkan bisa memotong
tiga bagian batang pohon menjadi enam bagian yang sama
besarnya hanya di dalam sekejap mata hal ini boleh dikata sudah
mencapai pada taraf yang tertinggi tiada tara.
Bilamana pada setahun yang lalu Ti Then melihat demontrasi
ilmu pedang dari Yuan Kuang Thaysu ini pasti dia akan dibuat
terperanyat, tetapi ini hari sekali pun kepandaian ilmu pedang dari
Yuan Kuang Thaysu amat tinggi tetapi di dalam pandangannya hal
itu bukanlah suatu pekerjaan yang amat sukar hanya saja pada air
mukanya sengaja dia perlihatkan perasaan kagumnya, dengan keras
dia berteriak memuji.
Kali ini Yuan Kuang Thaysu tidak berani memperlihatkan
senyuman bangganya lagi, dia hanya tersenyum saja lalu
mengembalikan pedang itu ketangan Ti Then, ujarnya.
"Lolap tahu permainan barusan ini sangat jelek sekali, tetapi
bilamana tidak berbuat begini pasti tidak bisa melihat kelihayan ilmu
pedang dari siauw sicu." Ti Then segera menerima kembali
gedangnya dengan menggunakan sepasang tangannya.
"Kepandaian dari cayhe mungkin
kepandaian dari ciangbun thaysu"
tidak
bisa
memadahi
"Bilamana siauw sicu berbicara demikian lagi berarti juga sedang
menyindir diri lolap"
Ti Then tidak mau banyak bicara lagi segera dia mengambil
potongan kayu yang lainnya kemudian diangsurkan ke tangannya.
"Cayhe juga akan ikut seperti apa yang ciangbun thaysu sudah
kerjakan-" Yuan Kuang Thaysu segera mundur tiga langkah ke
belakang.
"Silahkan bersiap sedia" serunya, kemudian batang pohon itu
dilemparkan ke tengah udara.
Di dalam hati dia agak sedikit lega karena dalam hati dia
menganggap bilamana Ti Then mau membabat putus satu batang
kayu tidak perduli bagaimana lihaynya paling banyak juga hanya
bisa membabat menjadi tiga bagian saja seperti dirinya.
Tetapi perasaan girang yang bermunculan di dalam hatinya di
dalam sekejap saja sudah lenyap tanpa bekas.
Terlihatlah tubuh Ti Then laksana seekor burung bangau yang
membumbung tinggi ke angkasa melompat setinggi tiga kaki lebih
kemudian gedang ditangannya laksana kilat cepatnya dikibaskan
tiga kali setelah itu baru melayang turun kembali ke atas
permukaan.
Potongan kayu yang melayang ditengah udara dengan tetap
menyaga keadaannya semula melayang terus ke bawah, tetapi
begitu mencapai permukaan tanah segera berpisah menjadi enam
bagian.
Yang berbeda dengan demonstrasi Yuan Kuang Thaysu tadi, dia
bukannya membabat putus kayu itu dengan berbentuk silang
melainkan lurus-lurus enam bagian yang sama bagian babatan amat
licin sekali.
Melihat kejadian itu Yuang Kuang Thaysu hanya bisa melelerkan
lidahnya di dalam hati dia merasa terkejut bercampur syukur, yang
membuat dia terkejut tak usah dikata lagi sedang yang membuat
dia bersyukur adalah dirinya masih bisa melihat gelagat dan cepat-
cepat mengubah keadaannya sendiri sehingga tak sampai bergebrak
dengan dirinya, jika sampai bertempur bukankah nama besar dirinya
selama ini akan ikut hancur hanya di dalam sekejap mata.
Ti Then yang melihat air mukanya penuh diliputi perasaan
terperanyat di dalam hati diam-diam merasa geli, segera dia
masukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, ujarnya sembari
merangkap tangannya memberi hormat.
"Apa Ciangbun thaysu masih ingin mencoba lagi??"
"Tidak perlu. . tidak perlu" sahutnya cepat sambil gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu Ciangbun thaysu masih menganggap ilmu yang
cayhe dapatkan ini berasal dari kitab cusaka Ie Cin Keng?"
"Tidak" sekali lagi Yuan Kuang Thaysu gelengkan kepalanya
"Sekarang Lolap sudah tahu kalau kepandaian silat yang siauw sicu
saat ini bukanlah berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng, karena
kemahiran dan kelihayan dari kepandaian silat siauw sicu sekarang
sudah jauh melebihi ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie Cin
Keng tersebut."
Ti Then menjadi amat girang. "Kalau begitu bagus sekali."
"Ti siauw sicu masih muda tapi sudah berhasil memiliki
kepandaian silat yang demikian dahsyat sungguh membuat orang
lain sukar untuk mempercayainya." puji Yuan Kuang Thaysu.
"Terima kasih atas pujian dari Ciangbun thaysu, tapi di dalam hal
kepandaian silat kita harus mengutamakan juga akan pengalaman,
kini pengalaman yang cayhe dapatkan masih sangat cetek. bilamana
harus sungguh-sungguh bertempur mungkin belum merupakan
tandingan dari Ciangbun Thaysu"
Sudah tentu Yuang Kuang Thaysu tahu kalau perkataannya ini
hanya suatu hiburan buat dirinya di dalam hati dia merasa semakin
kagum lagi terhadap sikapnya ini. .
"Ha ha ha ha . ." dia tertawa tergelak dengan amat keras, "Siauw
sicu, jangan kira Lolap adalah seorang ciangbunyin dari suatu partai
besar lalu tidak bisa mengalami kekalahan, kita dari partai Siau lim
si tujuan yang terutama di dalam melatih ilmu silat adalah untuk
kesehatan badan kita dan bukan bertujuan untuk merebut nama
kosong, karena itu sekali pun dikalahkan orang lain tidak sampai
memasukkan hal ini ke dalam hati"
"Tetapi ini hari ciangbun thaysu belum kalah." bantah Ti Then
cepat.
"Siapakah suhumu apakah dapat siauw sicu beritahukan?"
"Suhu cayhe adalah seorang BuBeng Lojin"
"Bu Beng Lojin??" tanya Yuan Kuang Thaysu keheranan-
"Benar" sahut Ti Then mengangguk. "selamanya suhu hidup di
tanah pegunungan yang sunyi dan selama ini tidak pernah
memberitahukan namanya kepada cayhe."
Diam-diam Yuang Kuang Thaysu merasa amat heran tapi tidak
terlalu mendesak untuk menanyai lebih lanjut, ujarnya kemudian:
"Di dalam Bu lim saat ini semua orang bilang kepandaian silat
dari Si kakek pemalas Kay Kong Beng merupakan jagoan nomor
wahid, terapi jika dilihat dari Siauw sicu sekarang ini lolap berani
bertaruh kalau kepandaian silat dari suhumu pasti jauh berada di
atas kepandaian silatnya si kakek pemalas Kay Lo sicu."
Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab.
Yuan Kuang Thaysu segera merangkapkan tangannya di depan
dada untuk memberi hormat.
"Kesalah pahaman yang lalu membuat Siauw sicu menemui
berbagai kesulitan, di sini Lolap minta maaf terlebih dulu atas
kekhilafan tersebut."
"Tidak mengapa... tidak mengapa, kesalahan ini bukan terletak
pada diri ciangbun taysu sekalian " seru Ti Then dengan cepat.
Yuan Kuang Taysu menghela napas panjang.
"Hong siauw sicu itu-jadi orarg sungguh amat bahaya sekali,
tidak nyana dengan wajahnya yang begitu tampan dan gerak
geriknya yang begitu sopan selain mem punyai sifat serta hati yang
begitu licik, kejam dan banyak akal busuk"
"Heeii.. karena mau mencelakakan diri cayhe dia sudah
menyiarkan berita bohong ini akhirnya dari perbuatannya ini sudah
mencelakai dua puluh orang yang menemui ajalnya."
"Dua puluh orang?" tanya Yuan Kuang Thaysu dengan nada amat
terperanyat.
"Banyak orang Bu lim yang mendengar berita yang mengatakan
cayhe sudah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu lalu masing-
masing pada berdatangan untuk merebut kitab tersebut dari tangan
cayhe yang pertama-tama adalah si Menteri pintu serta Pembesar
Jendela dua orang anak buah dari si anying langit rase bumi mereka
berhasil cayhe lukai dan melarikan diri, setelah itu Kwan si Ngo Koay
yang akhirnya empat orang saudaranya mati di bawah pedangku,
lalu si majikan ular serta Kakek kura-kura, masing-masing
kehilangan sebuah lengannya, dan terakhir si anying langit rase
bumi berserta kedelapan belas orang malaikat iblisnya, hal ini
bahkan merupakan peristiwa yang terjadi kemarin hari, akhirnya si
anying langit Kong sun Yau beserta ke tujuh belas orang malaikat
iblisnya sudah pada binasa."
Yuan Kuang Thaysu begitu mendengar hal semacam ini begitu
selesai mendengar perkataan itu dia menjerit kaget.
"Omitohud . . omitohud. . tidak kusangka Hong Siauw sicu sudah
mencelakai orang begitu banyaknya. ."
"Nanti setelah sampai di dalam Benteng biarlah cayhe
perintahkan orang untuk memanggil Cang Bun Piauw. Ku Ie serta
Liuw Su cen untuk dimintai keterangan" Ujar Ti Then dengan
perlahan, "Dengan demikian ciangbun thaysu akan menjadi jauh
lebih jelas kalau urusan ini semuanya ditimbulkan oleh Hong Mong
Ling seorang."
Yuan Kuang Thaysu segera memungut kembali toyanya.
"Tidak perlu. . tidak perlu. Kesalah pahaman ini kita sudahi
sampai di sini saja, mari sekarang kita kembali ke dalam Benteng."
Demikianlah kedua orang itu segara berjalan menuruni puncak
selaksa Buddha kembali ke dalam Benteng.
Sesampainya di dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi ci To mau pun si
hwesio berwajah riang yang melihat wajah mereka berdua penuh
diliputi oleh perasaan girang di dalam hati merasa sangat berada
diluar dugaan.
Tetapi sesudah mendapatkan penjelasan dari Yuan Kuang Thaysu
apa yang sudah terjadi di atas puncak Selaksa Buddha barulah
mereka paham kembali akan kesalah pahaman ini.
Yuan Kuang Thaysu duduk lagi beberapa waktu di dalam Benteng
setelah itu barulah dia bangkit berdiri dan berkata.
"Karena ada perubahan yang terjadi di dalam benteng Pek Kiam
Po lolap tidak berani mengganggu terlalu lama. Haai, sekarang
silahkan Ti siauw sicu mengikuti lolap kembali ke dalam kota untuk
membawa kembali Hong siauw sicu."
Wi Ci To juga tidak menahan lebih lama lagi, segera dia pun ikut
berdiri:
"Baiklah" sahutnya kemudian "Besok pada pertemuan di atas
gunung Hoa san kita berbicara lebih banyak lagi."
Dia berhenti sebentar, kemudian secara tiba-tiba tambahnya:
"Sudah tentu kalau aku orang she Wi bisa hidup lebih lama lagi,
sampai waktunya pertemuan di atas gunung Hoa san"
Mendengar perkataan itu Yuan Kuang Thaysu menjadi melengak.
"Apa maksud dari perkataan Lo sicu ini?" Wi ci To tersenyum:
"Tidak ada arti yang istimewa, manusia bukanlah malaikat, siapa
yang kuat hidup lebih lama lagi di dalam dunia ini, Bukan begitu?"
"Dengan kepandaian dari Lo sicu yang sudah berhasil melatih
seluruh tubuhnya sudah tentu akan diberi panjang umur, untuk
hidup sampai usia seratus tahun belumlah menjadi suatu persoalan
yang sulit."
Wi Cio To hanya tersenyum tidak memberikan jawabannya lagi.
Demikianlah tua muda lima orang lalu berjalan meninggalkan
ruangan, Wi Ci To mengiringi tamu-tamunya sampai di depan pintu
Benteng barulah berhenti. Wi Lian In yang berdiri disisinya Ti Then
tiba-tiba angkat bicara: "Kau mau pergi dengan menunggang
kuda?"
"Tidak perlu" Jawab Ti Then segera. "Kuda Ang san Khek masih
berada dirumah penginapan Hok An, nanti sekalian aku naiki untuk
bawa kembali ke dalam Benteng".
Yuan Kuang Thaysu beserta si hwesio berwajah riang segera
berpamitan dengan Wi Ci TO, lalu bersama-sama dengan Ti Then
melanjutkan perjalanan menuju ke dalam kota Go bi. Ditengah
parjalanan, ujar si hwesio berwajah riang itu:
"Ti siauw sicu, waktu lalu pinceng sudah menaruh perasaan
curiga terhadap siauw sicu harap kau mau memaafkannya, hanya
sampai kini pinceng masih ada sesuatu hal yang tidak jelas, entah
siauw sicu memberikan penjelasannya"
"Baiklah. silahkan taysu berbicara."
"Urusan yang pinceng tidak paham adalah itu Hu Pocu Huang
Puh Kian Pek yang hidup berdampingan selama puluhan tahun
lamanya sebagai suheng te dengan Wi Pocu, bahkan jadi orarg jujur
dan mengutamakan keadilan, bagaimana kini bisa melupakan
hubungan suheng-te dengan diri Wi Ci To sebaliknya malah
menaruh simpatik dan membantu diri Hong Mong Ling?"
Mendengar pertanyaan ini Ti Then agak melengak.
"Bukankah soal ini sejak tadi Wi Pocu sudah memberi penjelasan
sejelas-jelasnya" si hwesio berwajah riang tersenyum.
"Wi Pocu bilang Ho Pocu Huang Puh Kian Pek terlalu sayang
terhadap diri Hong Mong Ling, tetapi penjelasan semacam itu sukar
membuat orang lain merasa puas"
Di dalam hati Ti Then tahu tujuan Huang Puh Kian Pek
bersekongkol dengan Hong Mong Ling adalah untuk membasmi
dirinya dari dalam Benteng Pek Kiam Po kemudian meneruskan
rencananya untuk mencari suatu barang pusaka yang tersimpan di
dalam Loteng Penyimpan Kitab tersebut, tetapi terhadap persoalan
ini bagaimana dia bisa menjelaskan kepada pihak lain ??
segera dia tersenyum sahut dengan perlahan:
"Sungguh maaf sekali, tentang hal ini cayhe tidak
untuk memberikan penjelasannya "
punya hak
" Kenapa?? " Desak si hwesio berwajah riang itu lagi.
Ti Then merasa pertanyaan ini menggelikan, terpaksa dengan
serius dijawabnya.
"Karena cayhe sendiri juga tidak paham kenapa Hu Pocu Huang
Puh Kian Pek mau berbuat demikian"
"Apakah di dalam waktu waktu ini diantara mereka suheng te
sering ada percekcokan??"
"Tidak tahu, Cayhe baru memasuki Benteng Pek Kiam Po selama
dua bulan saja di dalam dua bulan ini ada ada setengah bulan
lamanya tidak berada dalam Benteng, karenanya apakah diantara
Wi Pocu dengan Hu pocu Huang Puh Kian pek sering ada
percekcokan cayhe sendiri sama sekali tidak tahu"
"Wi Ci To jadi orang jujur dan mengutamakan keadilan sehingga
dihormati oleh semua orang di dalam Bu lim" Tambah si hwesio
berwajah riang itu lagi.
"Bilamana di dalam peristiwa Wi Pocu tidak memberikan
keterangan yang masuk akal mungkin akan menimbulkan dugaan
yang simpang siur di dalam Bu lim."
"It sim hati-hati kalau berbicara" Tiba-tiba Yuan Kuang thaysu
membentak keras, memotong pembicaraannya.
Air muka si hwesio berwajah riang segera berubah memerah, dia
tidak berani melanjutkan kembali kata-katanya.
Ti Then yang melihat air mukanya sangat tidak enak segera
mengubah bahan pembicaraan.
"Oooh yaah benar, tadi sewaktu masih berada di dalam Benteng
Wi Pocu pernah membicarakan soal pertemuan yang diadakan di
atas gunung Hoa san setiap pembukaan tahun, sebetulnya
dikarenakan urusan apa??"
"Itu hanya suatu pertemuan persahabatan saja" jawab Yuan
Kuang Thaysu mengangguk. "Pertemuan ini timbul dari pikiran Wi
Lo sicu pada dua belas tahun yang lalu, dia mengajak si kakek
pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Bu tong Pay Ling Cing
cinyien beserta lolap untuk setiap tiga tahun mengadakan satu kali
pertemuan di atas gunung Hoa san untuk saling tukar pikiran dan
minum arak. hal ini hanya terbatas pada pembicaraan persoalan Bu
lim serta hubungan persahabatan diantara kita berempat saja."
"Apa juga membicarakan kepandaian silat?" tanya Ti Then-
"Tidak. walau pun kita membicarakan persoalan Bu lim tetapi
sama sekali tidak pernah menyinggung soal ilmu silat karena semua
orang tidak ingin terjadi perselisihan karena persoalan tersebut."
"Kalau memangnya hanya untuk mengikat persahabatan saja,
buat apa harus diadakan setiap tiga tahun sekali bahkan memilih
tempat gunung Hoa san yang begitu jauh letaknya?" tanya Ti Then
lagi.
"Siauw sicu kau tidak tahu, pertemuan semacam ini sangat
menyenangkan sekali, apalagi anak murid dari Wi Lo sicu, Butong
mau pun siauw limpay amat banyak dan bersama-sama melakukan
perjalanan di dalam Bu lim, bagaimana pun juga tidak terhindar dari
bentrokan-bentrokan, bilamana diantara kita bertiga mem punyai
suatu ikatan persahabatan yang erat dengan sendirinya urusan bisa
dibereskan dengan amat mudah sekali."
Ti Then yang mendengar akan hal ini tanpa terasa sudah
anggukkan kepalanya berulang kali.
"Ehmm, jika dipikir secara begini pertemuan itu sungguh menarik
sekali"
"Kita berempat sudah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali
di atas gunung Hoa san" sambung Yuan Kuang Thaysu lagi
"Dikarenakan banyaknya orang Bu lim yang tahu akan pertemuan di
atas gunung Hoa san inilah membuat pertemuan kita ini bertambah
lagi dengan suatu urusan"
"Urusan apa?" potong Ti Then cepat.
"Ada berapa orang kebanyakan ilmu silat mereka biasa saja,
dengan meminyam kesempatan sewaktu kami berempat
mengadakan pertemuan di atas gunung Hoa san untuk
membereskan persoalan mereka dan memintakan keadilan bagi
mereka sehingga banyak urusan yang sudah kami bereskan. Tapi
lama kelamaan orang yang naik ke atas gunung semakin lama
bahkan semakin banyak.
Demikianlah sejak itu orang-orang bulim telah menganggap
pertemuan kita berempat di atas gunung Hoa san merupakan suatu
pertemuan bu lim untuk menegakkan keadilan."
Yuan Kuang thaysu mengangguk "Hanya saja orang-orang yang
minta bantuan semakin lama semakin banyak membuat kami
merasa sedikit kewalahan juga."
Demikianlah mereka bertiga sama-sama melakukan perjalanan
sembari berbicara, tidak terasa setengah jam sudah dilewatkan
dengan amat cepat sedang mereka pun sudah tiba di dalam kota Go
bi.
Ti Then mampir ke penginapan Hok An terlebih dulu untuk
membereskan rekeningnya, sesudah menuntun kuda Ang shan
Kheknya barulah bersama-sama Yuan Kuang thaysu bertiga berjalan
menuju ke kuil Kuang Hoa si.
sesampainya di depan kuil Kuang Hoa si terlihatlah seorang
hwesio kecil dengan tergesa-gesa lari masuk untuk memberikan
laporan, tidak lama kemudian majikan dari kuil Kuang Hoa si beserta
seorang lohan berjalan keluar menyambut kedatangan ciangbunyin
dari partai siauw lim ini, sehabis bercakap-cakap sebentar dengan
majikan kuil barulah Yuan Kuang Thaysu berkata kepada seorang
lohan yang berada disisinya itu.
"Bu In, kau pergi bawa Hong siauw sicu kemari"
Lo han yang bernama Bu In itu segera memperlihatkan air muka
yang serba susah.
"Apakah ciangbun thaysu mau serahkan Hong siauw sicu kepada
pihak Benteng Pek Kiam Po??"
"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu sembari tersenyum, "urusan
sudah dibikin beres, Ti siauw sicu ini memang betul-betul tidak
pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng"
"Tetapi, tetapi..." seru Lo Han itu gugup.
Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah hebat, ujarnya
dengan nada serius: "Apanya tetapi. . tetapi, cepat bawa Hong
siauw sicu kemari"
Air muka Lo Han itu segera berubah jadi merah padam seperti
kepiting rebus, serunya dengan semakin gugup:
"Tecu sedang bersiap-siap melaporkan hal ini
Ciangbunyien, itu Hong siauw sicu itu sudah melarikan diri"
kepada
Mendadak Yuan Kuang Thaysu bangkit berdiri dengan perasaan
gusar bercampur terkejut bentaknya:
"Apa?? dia sudah melarikan diri?? Kalian yang lepaskan dia pergi
jauh??"
"Bukan. . bukan. . bukan. ." seru Lo han yang disebut "Bu In" itu
"Tecu sakalian sudah menerima perintah dari Ciangbunyin
bagaimana berani melepaskan pergi?? dia melarikan diri dengan
menggunakan akal licik"
"Kurang ajar." Teriak Yuan Kang Thaysu dengan amat gusar:
"Kalian delapan belas orang ternyata seorang pun tidak ada
gunanya, hanya seorang saja tidak bisa menyaga."
" Urusan adalah demikian, tecu sekalian sesudah membawa dia
datang kemari, lalu membantu mencegah darah yang mengalir
keluar, setelah itu dia minta dihantarkan kekamar belakang, Bu sim
suheng lalu membantu dia melepaskan jalan darahnya yang tertotok
tapi dia bilang luka pada kakinya sangat sakit tidak bisa berjalan
sendiri, dia minta Bu tim suheng membimbing dia ke belakang, Tecu
sekalian yang melihat dia sukar untuk berjalan sendiri lalu
memperhatikan gerak geriknya sehingga hanya Bu sin seorang saja
membimbing dia ke belakang. setelah lewat lama Tecu sekalian
tidak melihat dia kembali juga lalu menyusul ke belakang, terlihatlah
Bu sim suheng seorang diri berdiri di depan Hei ketika tecu sekaLian
masuk ke dalam saat itu baru tahu kalau dia sudah melarikan diri
dari tempat tersebut."
" Goblok. . goblok. Kalian semua goblok." teriak Yuan Kuang
Thaysu dengan perasaan amat gemas. .
"Bu sim suheng sekalian segera melakukan pengejaran ke empat
penjuru, tetapi sampai sekarang belum kembali juga. Tetapi luka
dari Hong siauw sicu amat parah, dia tidak mungkin bisa lari terlalu
jauh dari sini, kemungkinan sekali masih bisa mengejar dia
kembali."
"Mereka sudah mengejar beberapa lama?"
"Kurang lebih ada dua jam lamanya"
"Hmmmm." dengus Yuan Kuang Thaysu dengan dingin. "Tentu
dia berhasil meloloskan dirinya dari kejaran mereka, kalau tidak
mengapa sedemikian lamanya masih belum kembali."
Pada wajah Lo han itu kelihatan muncul perasaan menyesal dan
malunya, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa
mengucapkan sepatah kata pun juga. Dengan perlahan Yuan Kuang
Thaysu menoleh kearah Ti Then, ujarnya:
"Ti siauw sicu harap berlega hati, orang itu kita yang loloskan
maka Lolap bertanggung jawab untuk menawan dia kembali"
"Tidak mengapa. . tidak mengapa" jawab Ti Then cepat.
"Bangsat cilik itu jadi orang memang sangat licik dan banyak akal,
sukar untuk dihadapi, ini hari bilamana ciangbun taysu tidak bisa
berhasil mebawan dia kembali sudahlah tidak mengapa"
"Tidak" potong Yuan Kuang Thaysu dengan tegas. "Lolap pasti
akan tawan dia kembali untuk diserahkan ke dalam Benteng kalian"
Ti Then tidak mau berdiam lebih lama lagi ditempat itu segera
dia berpamitan.
"Kemungkinan sekali bangsat cilik itu masih bertembunyi di
dalam kota, biarlah cayhe ikut mencari dirinya"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya memberi hormat
kepada Yuan Kuang Thaysu, majikan dari kuil Kuang Hoa si serta
salah satu Lo Han dari kedelapan belas Lo han itu, kemudian baru
putar tubuhnnya berialu dari sana.
Setelah keluar dari kuil Kuang Hoa Si dengan menunggang kuda
Ang Shan Khek dia berlari dengan cepatnya menuju ke rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan-
Di dalam hatinya dia tidak bermaksud untuk menawan Hong
Mong Ling dan dibawa kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po
untuk dijatuhi hukuman mati oleh Wi Ci To, dia hanya ingin
menawan dia kembali untuk ditanyai sesuatu hal, menanyai kenapa
dia bersama-sama dengan Huang Puh Kian pek mem punyai
rencana untuk bunuh dia, apa sebenarnya rencana yang terkandung
dalam hati Huang Puh Kian Pek.
Wi Ci To pasti tahu apa rencana yang terkandung dalam hati
Huang Puh Kian Pek, tapi untuk menyaga agar rahasia ini tidak
sampai bocor, dia mau tak mau terpaksa harus mendesak Huang
Puh Kian Pek untuk bunuh diri.
Sekarang saat ini hanya Hong Mong Ling seorang saja yang
mungkin tahu rencana yang terkandung di dalam hati Huang puh
Kian Pek, sedang rencana yang terkandung dalam hati Majikan
patung emas kemungkinan sekali mirip dengan apa yang
direncanakan oleh Huang puh Kian pek. maka bilamana dia berhasil
menawan Hong Mong Ling kemungkinan sekali akan segera tahu
rencana rencana apa saja yang akan diberikan Majikan Patung emas
kepadanya untuk dilaksanakan di dalam Benteng Pek Kiam Po.
Karena itulah dia sangat berharap bisa menawan kembali Hong
Mong Ling.
Di dalam sekejap mata dia sudah tiba di depan pintu rumah
pelacuran Touw Hoa Yan. Ti Then cepat-cepat meloncat turun dari
atas kuda dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah. setelah
berhadap-hadapan dengan Ku ie dengan air muka adem ujarnya. "
Kalian sudah sembunyikan dia di tempat mana?"
sejak semula Ku Ie sudah tahu apa yang sudah terjadi, kini
melihat Ti Then berjalan masuk dengan air muka penuh diliputi
Nafsu untuk membunuh, saking takutnya seluruh badannya sudah
pada gemetar dengan amat keras.
"Ti ...tidak. tidak... kami tidak menyem... menyembunyikan Hong
siangkong..."
"Omong kosong" Bentak Ti Then dengan gusar.
Hampir-hampir Ku Ie jatuh berlutut di hadapannya saking
takutnya, dengan nada setengah merengek serunya.
"Sungguh, sungguh berani mati. sejak Hong siangkong dikejar Ti
siangkong tadi pagi, sampai kini. . belum pernah kembali lagi, kalau
tidak percaya silahkan. . silahkan periksa. ."
-0000000-
SEJAK TADI Ti Then sudah menduda kalau Hong Mong Ling tidak
mungkin berani kembali kerumah pelacuran Touw Hoa Yuan ini lagi,
tujuannya datang kemari hanya ingin mengetahui sedikit jejak dari
Hong Mong Ling saja, segera dengan berat dia mendengus:
"Kalau begitu" ujarnya dengan keren " Cepat beri jawaban
dengan berterus terang, di dalam kota ini selain Cang Bunpiauw
seorang dia masih punya berapa sahabat lagi?"
"Ti... tidak ada...tidak...ada. ." Berulang kali Ku Ie
menggelengkan kepalanya "Hong siangkong hanya berkenalan
dengan Cang kongcu seorang, dia tidak punya kawan yang kedua"
"Dimana rumahnya Cang Bunpiauw itu?" bentak Ti Then lagi.
"Dekat dengan pintu kota sebelab utara, sesampainya di sana
asalkan Ti siangkong bertanya pasti akan tahu."
Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Aku lihat lebih baik kalian ikut mendoakan agar aku dengan
lancar berhasil menawan dia kembali, kalau tidak...Hmm Hmm"
Ku Ie semakin dibuat ketakutan, giginya berkeretuk sedang
wajahnya berubah pucat.
"Baik . . baik. ." teriaknya dengan gemetar "Kepandaian dari Ti
siangkong amat lihai, pasti bisa menawan dia kembali"
"Hmmm, sama sekali aku tidak menduga kalau nyali kalian begitu
besar ternyata berani mencari gara-gara dengan pihak benteng Pek
Kiam Po"
"Tidak. . tidak . . ." seru Ku Ie cemas sembari gelengkan
kepalanya berulang kali "sekali pun kita memiliki nyali yang lebih
besar pun tak berani bermusuhan dengan pihak Benteng Pek Kiam
Po, Ti siangkong kau tahu Hong siangkorg itu ada orang amat galak
dan kejam, waktu itu kami berdua berani mengunjungi Benteng Pek
Kiam Po sebetulnya karena dipaksa bilamana kami tidak mau
mendengarkan omongannya dia mau membakar habis rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan kami, maka kami berdua terpaksa ikut
perintahnya."
"Hm . . lain kali jikalau dia datang kerumah pelacuran Touw Hoa
Yuan kalian lagi kau harus kirim orang beritahukan kepada orang-
orang orang benteng Pek Kiaw lo, tahu tidak" gertak Ti Then
"Baik . . baik .... tahu. . tahu" sahut Ku Ie sambil anggukkan
kepalanya berulang kali.
Setelah itu barulah Ti Then putar tubuhnya berjalan keluar dari
rumah pelacuran itu dan menuju ke pintu kota sebelah Utara.
sesampainya di dekat pintu kota sebelah utara dengan mudahnya
dia berhasil menemukan rumahnya Cang Bun Piauw.
Terlihatlah di depan piutu rumah yang amat megah itu berdiri
seorang pelayan dengan angkernya, cepat dia berjalan ke depan
sambil tanyanya: "Hei kongcu kalian ada dirumah tidak"
Mendapat tegoran yang kasar itu pelayan tersebut segera
melototkan matanya bulat-bulat.
"Kau berbicara sama siapa?" bentaknya dengan gusar.
"Dengan kau." seru Ti Then tidak mau kalah sedang tangannya
dengan keras menepuk pedang yang tergantung pada pinggangnya.
Agaknya pelayan itu tidak berani bersikap kasar lagi, setelah
melihat gerak gerik dari Ti Then yang angker ini cepat-cepat dia
tertawa paksa.
"oh betul. . betul, siangkong tentunya teman baik kongcu kami,
entah siapa namanya?"
"Aku orang she Ti"
"Ooh, oh . . . kiranya Ti Kongcu adanya" jawab pelayan itu sambil
memperlihatkan tertawanya yang dipaksakan. "sungguh tidak
beruntung kongcu kami sedang minum arak dengan seorang teman
di atas loteng Go bi lo . . silahkan Ti Kongcu tunggu sebentar di
dalam biarlah hamba pergi panggil dia kemari."
"Tidak usah, biar aku pergi cari sendiri"
Tidak menanti jawabannya lagi dia meloncat naik ke atas
kudanya dan melarikan tunggangannya itu dengan cepat menuju ke
loteng Go bi.
Loteng Go bi merupakan rumah makan dimana untuk pertama
kalinya dia bertemu dengan Hong Mong Ling, sesampainya di depan
pintu rumah makan itu segera terlihat ada seorang pelayan yang
maju menyambut kedatangannya. sembari meloncat turun dari
kudanya tanya Ti Then cepat: "Apakah Cang kongcu ada di atas
loteng?"
"Ada, ada" jawab pelayan itu, "Silahkan kongcu serahkan itu
kuda kepada hamba"
"Aku hanya mau cari Cang kongcu untuk berbioara beberapa
patah kata saja, setelah itu segera mau berangkat."
Sambil berkata dia serahkan tali les kudanya kepada pelayan itu
lalu berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.
setelah berada ditingkat kedua dalam sekali pandangan saja dia
sudah melihat si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piau sedang minum
arak dengan dua orang komplotannya,
Waktu itu Cang Bun Piauw duduk membelakangi tangga loteng
sehingga dia tidak melihat Ti Then sudah berada di loteng.
Tampak
tangannya
sedang
erat-erat
di
atas
meja
memperlihatkan gaya sedang berkelahi, ujarnya kepada kedua
orang komplotannya itu:
"Demikianiah dia tangkap tangannya kemudian hanya terdengar
suara Bluuuum, dia sudah jatuh terlentang di atas tanah"
"Sungguh lihay sekali, lalu bagaimana?" tanya seoragg pemuda
yang kurus kering.
"Kemudian Heey..hey.Jangan kata nangkap lagi, bangsat anying
kecil yang kurang ajar itu ternyata berani berlaku dengan aku Cang
Bun Piauw, dia menyambar secawan arak dan disambitkan ke atas
kepalaku, lalu.. lalu sesudah dia tahu siapakah aku orang cepat-
cepat jatuhkan diri berlutut untuk minta maaf bahkan masih suruh
Pek Kiam Pocu yang punya nama terkenal itu datang kerumahku
untuk minta maaf"
"Hi hi hi. . kau sedang berbohong bukan?" ujar seorang pemuda
yang gemuk seperti babi sedang tertawa cekikikan "Semua orang
mungkin takut dengan ayahmu tetapi aku kira Pek Kiam Pocu tidak
akan takut, orang lain merupakan manusia yang bisa pergi datang
tanpa meninggalkan bayangan, dia mau bunuh orang cukup angkat
jarinya saja kenapa harus takut dengan kalian ayah beranak??"
Cang Bun Piauw menjadi kurang senang ketika mendengar
kawannya tidak mau percaya.
"Bilamana kau tidak percaya lain kali jikalau bertemu dengan
bangsat cilik itu aku akan memaksanya di hadapan kalian, coba
tanya padanya apa dia pernah merengek-rengek kepada Pek Kiam
Pocu untuk wakili dia minta maaf kepada ayahku."
Mendengar ocehan yang tidak karuan itu, diam-diam Ti Then
merasa geli bercampur gemas, segera dia berjalan mendekati Cang
Bun Piauw itu sembari ujarnya. "Bangsat cilik itu sudah datang"
Mendengar suara itu Cang Bun piauw segera menoleh, tetapi
ketika dilihatnya Ti Then yang datang air mukanya segera berubah
hebat.
Sesudah termangu- mangu beberapa waktu lamanya barulah
dengan gugup dia bangkit berdiri, ujarnya.
"Ooh. oooh ..kiranya Ti heng, silahkan duduk silahkan duduk" Ti
Then tidak mau menggubris dirinya, kepada kedua orang pemuda
itu tanyanya.
"Yang tadi dia ceritakan sebagai bangsat cilik apakah bernama Ti
Then?"
Kedua orang pemuda itu tidak tahu kalau dia adalah Ti Then,
segera bersama-sama mengangguk:
"Benar, siapakah kamu orang?"
"Cayhe adalah Ti Then" sahutnya sembari tersenyum.
Jilid 16.2: Isi Loteng penyimpan kitab
Pemuda yang sangat gemuk seperti babi itu segera tertawa
terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggungnya Cang Bun
Piauw ujarnya:
"Bagus sekali, sekarang orangnya sudah datang coba kau
tanyakan biar kami dengar"
Air muka Cang Bun Piauw seketika itu juga berobah menjadi
pucat kehijau-hijauan, giginya bentrokan sendiri seperti sedang
berkelahi.
"Ti. . Ti heng" serunya ketakutan. "Siau-te hanya. . hanya bicara
guyon saja, kau. . kau jangan marah kepadaku. . mari mari biar
siauw te hormati Ti heng dengan secawan arak."
Sambil berkata dia mengangkat sebuah bangku ke hadapan Ti
Then lalu menyuguhkan secawan arak kepadanya. Ti Then tidak
mau gubris kepadanya: "Ayoh berlutut" tiba-tiba bentaknya dengan
keras.
Seluruh tubuh Cang Bun Piauw tergetar dengan amat kerasnya,
kemudian dengan wajah setengah merengek ujarnya:
"Ti Then orang budiman tidak akan menyalahkan kesilafan orang
kecil, buat apa harus berbuat begitu?"
"Berlutut" bentak Ti Then semakin keras sedang wajahnya
berubah menjadi amat seram.
Ketika Cang Bun Piauw melihat wajahnya sudah diliputi oleh
napsu untuk membunuh, dia tidak berani membangkang lagi,
sepasang kakinya menjadi lemas dengan serta merta berlutut di
hadapan Ti Then.
"Anggukkan kepalamu tiga kali" perintah Ti Then lagi.
Cang Bun Piauw tidak berani membantah, dengan benturkan
kepalanya keras-keras ke atas tanah dia menganggukkan kepalanya
tiga kali. setelah itu barulah Ti Then tertawa dingin.
"Sewaktu berada dirumah pelacuran Touw Hoa Yuan aku tidak
pernah minta maaf dengan kamu orang bukan?" ujarnya.
Dengan nada yang hampir menangis jawab Cang Bun Piauw. "Ti.
. tidak."
"Pernah tidak memohon kepada Wi Pocu untuk minta maaf
dengan ayahmu?"
"juga tidak" sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
"Baiklah sekarang beritahukan kepadaku, kau sembunyikan
dirinya ditempat mana?"
Cang Bun Piauw menjadi melengak dia angkat kepalanya
kembali. "Kau menuduh aku...aku menyembunyikan siapa?"
"Jika kau berpura-pura lagi, akan sekali tebas potong kepala
anyingmu ini" bentak Ti Then sambil melototkan matanya.
saking terkejutnya seluruh tubuh Cang Bun Piauw gemetar
dengan amat keras dengan suara terputus-putus jawabnya.
"Ti. .Ti heng, ada. . ada perkataan ki.. kita bica.. bicarakan baik-
baik. . .ada. .perkataan kita bicarakan baik- baik. .a ku.. siaaute..
siauw te belum .... belum per.. pernah menyembunyikan. .
menyembunyikan siapa pun."
"Kau bangsat cilik, kau kira aku aku tidak berani bunuh kau?"
bentak Ti Then dengan gusar.
Cang Bun Piauw benar-benar mau menangis dibuatnya, dengan
suara yang serat parau ujarnya.
"Siauw te sungguh-sungguh tidak tahu Ti Then sedang
membicarakan soal apa, jikalau yang kau maksudkan adalah Nona
Liuw itu sampai saat ini dia masih berada di dalam rumah pelacuran
Touw Hoa Yuan dengan baik-baik"
"Yang aku tanyakan adalah Hong Mong Ling. Aku dengar katanya
dia bersembunyi di rumahmu"
Pada wajah Cang Bun Piauw segera perlihatkan perasaan
jengkel, teriaknya:
"siapa yang bilang? Waktu itu setelah siauw te kembali dari
Benteng Pek Kiam Po selama ini belum pernah bertemu dengan dia,
siapa bilang dia bersembunyi di rumahku?"
"Kalau ada lebih baik kau mengaku terus terang, kalau tidak jika
aku tahu kalau kau sedang berbohong aku akan mencabut setiap
ototmu"
"Sungguh tidak ada, bilamana Ti heng tidak percaya biarlah
siauwte sekarang juga menghantar Ti heng kerumahku"
Ti Then yang melihat dia betul-betul tak tahu urusan ini barulah
tersenyum. "Baiklah, sekarang kau boleh berdiri"
Perlahan-lahan Cang Bun Piauw bangkit berdiri, kepada kedua
orang pemuda itu dengan wajah serba susah ujarnya.
"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biar siauwte hantar
saudara ini ."
"Aku tidak jadi cari dia, sekarang kau boleh duduk kembali"
Potong Ti Then sembari tersenyum.
Cang Bun Piauw menjadi melengak. "Ti heng tidak jadi pergi?"
"Aku percaya kau tak berani menyembunyikan dirinya."
saat itulah Cang Bun Piauw baru menghembuskan napas dan
berani duduk.
Ti Then menepuk-nepuk pundaknya, ujarnya sambil tertawa.
"Ayoh duduk dan lanjutkan dongenganmu, tetapi tidak boleh
menggunakan namaku serta namanya Wi Pocu"
Seperti juga baru saja mendapatkan rejeki nomplok, dengan
bungkukkan badannya seratus delapan puluh derajat dia memberi
hormat berulang kali.
"Baik baik, siauwte tak berani . . .. tak berani. Tadi siauwte hanya
mengajak guyon dengan kedua orang kawanku ini. Heei. . heei.
Apakah Ti heng tidak duduk-duduk dulu untuk minum secawan
arak?"
Ti Then tak menyawab, segera dia putar tubuhnya turun dari
loteng itu, sesudah naik ke atas kudanya cepat-cepat dia kaburkan
tunggangannya itu kearah luar kota.
Tidak berhasilnya menawan Hong Mong Ling kembali membuat di
dalam hatinya diam-diam merasa sedikit kecewa tetapi dia sudah
ambil keputusan dia akan pergi mencari sendiri setelah memberi
laporan terlebih dahulu kepada Wi Ci To.
Sekembalinya ke dalam benteng Pek Kiam Po cuaca sudah
mendekat magrib,
Wi Ci To serta Wi Lian In yang melihat dia pulang kembali
dengan tangan kosong merasa amat heran, bersama-sama
tanyanya. "Dimana bangsat cilik itu?"
"Dia berhasil melarikan diri" jawab Ti Then tertawa pahit.
"Aku tahu" tiba-tiba ujar Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya
ke atas tanah "Tentu kau sengaja membiarkan dia melarikan diri"
"Bukan- . . bukan" bantah Ti Then- "Dia berhasil melarikan diri
dari pengawasan siauw- lim Cap Pwe Lo han"
Segera dia menceritakan keadaan dengan cara bagaimana Hong
Mong Ling menggunakan akalnya melarikan diri daripengawasan
siauw- lim Cap Pwe Lo Han di kuil Kuang Hoa si.
Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.
"Tidak perduli ia melarikan diri sampai ujung langit pun aku harus
menawan dia kembali"
"Yuan Kuang Thaysu sudah menyamin kalau dia akan menawan
dirinya kembali"
"Bagaimana dengan janyi kita kepada si rase bumi Bun Jin Cu
pada bulan depan" tanya Ti Then tiba-tiba.
"Lohu akan langsung menuju ke sana"
"Tetapi sirase bumi Bun Jin Cu juga berjanyi dengan boanpwe."
"Sampai waktunya Ti Kiauw tauw boleh berangkat langsung dari
sini, kita bertemu di atas gunung Kim Ting san"
"Ehmm. kita tunggu beberapa hari lagi, jikalau Siauw lim Cap
Pwe Lo Han tidak berhasil menawan dia kembali Lohu mau pergi
sendiri untuk menawan dia kembali"
"Tia, putrimu juga mau ikut" ujar Wi Lian In yang berdiri
disisinya. Wi Ci To termenung berpikir sebentar baru ujarnya.
"Di dalam beberapa hari ini bila mana para pendekar pedang
merah bisa kembali di dalam benteng semua kau sampai pada
waktunya boleh ikut Ti Kiauw tauw pergi, kalau tidak kau harus
tinggal di dalam benteng untuk jaga rumah."
Berbicara sampai di sini segera dia bangkit berdiri "Mari kita pergi
makan"
Tua muda tiga orang segera menuju ke ruang makan- Wi Ci To
dengan air muka serius berdiam diri tak mengucapkan sepatah kata
pun, hal ini entah dikarenakan kesedihan atas kematian sutenya
Huang puh Kian Pek atau karena tidak berhasil ditawannya kembali
Hong Mong Ling dan menjadi marah.
Melihat keadaan diliputi oleh
memecahkan kesunyian tersebut.
kesunyian,
Ti
Then
coba
"Pocu apakah jenasah dari Hu pocu sudah dikebumikan?"
"Ehmm sudah selesai" sahut Wi Ci To perlahan-
"Heei. . boanpwe betul-betul merasa bingung, kenapa dia bisa
melakukan pekerjaan seperti ini?"
Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya: "Hanya ada dua
kata: Kemungkinan sekali bersekongkolnya dia dengan Hong Mong
Ling masih ada tujuan lain-dan bukan terbatas pada soal karena
sayangnya serta simpatiknya".
Agaknya Wi Ci To tidak ingin membicarakan itu lagi, dengan
tawar jawabnya. "Jikalau ada lohu sendiri juga tidak ada tujuan
yang sebenarnya"
Mendengar kata-kata ini sengaja Ti Ten berkata lagi.
"Hong Mong Ling pasti tahu, bilamana siauw lim Cap Pwe Lo han
berhasil tawan dia kembali, kita bisa mengorek keterangan yang
lebih banyak lagi dari mulutnya"
Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, mendadak dia
meletakkan kembali mangkok serta sumpitnya ke atas meja
kemudian meninggalkan perjamuan.
"Kalian teruskanlah untuk makan, lohu mau masuk ke dalam
kamar buku untuk beristirahat."
Selesai berkata dengan menggendong tangannya dia berlalu dari
sana.
Setelah dilihatnya bayangan Wi Ci To lenyap dari pandangan,
barulah Wi Lian In memperlihatkan senyuman pahitnya, ujarnya
kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih.
"Kau pikir apa tujuan dari Hu Pocu Huang puh Kiam pek
bersekongkol dengan Hong Mong Ling?"
Ti Then gelengkan kepalanya:
"Aku sendiri juga tidak tahu, seharusnya kau yang tahu karena
Hu pocu sudah bersama-sama dengan kalian selama puluhan tahun
lamanya, sedang aku baru kenal dengan dia selama dua bulan saja"
"Mari kita selidiki bersama-sama, langkah pertama yang
dilakukan mereka sesudah bersekongkol dengan Hong Mong Ling
adalah menculik aku pergi kemudian mengajak kau untuk bertemu
dengan mereka di atas gunung Fan Cin Gan, dia minta kau
beritahukan nama suhumu, mencatat semua kepandaian silat yang
kau miliki kemudian membuntungkan tangannya sendiri setelah itu
minta kau hantarkan semacam barang kepada suhumu, seharusnya
jika dipandang dari kejadian itu arah yang dituju mereka seharusnya
kau bukan aku, benar tidak??"
"Aku kira bukan demikian" Bantah Ti Then sembari gelengkan
kepalanya "Dia mengajukan empat syarat kepadaku diantara itu
hanya syarat yang meminta aku catat semua kepandaian silatku
serta meminta aku membawa semacam barang kepada suhu agak
mirip dikatakan sebuah syarat tetapi tentang soal kepandaian silat
hal ini sedikit tidak cocok"
" Karena aku sudah sanggupi untuk memberi pelajaran
kepandaian silat di dalam benteng Pek Kiam Po, walau pun dia
adalah Hu pocu tetapi dia pun boleh ikut berlatih dengan diriku.
Karena itulah aku kira syarat yang minta kucatatkan semua ilmu
silatku hanya merupakan suatu kedok saja untuk menutupi
rencananya sedangkan syarat yang menyuruh aku menghantar
sebuah barang untuk suhuku kemungkinan sekali dia bermaksud
untuk membunuh suhuku . ."
"Dengan alasan apa dia mau bunuh suhumu?" potong Wi Lian In
mendadak.
" Untuk menjelaskan hal ini terlebih dulu, kita harus
membicarakan syarat yang ketiga terlebih dulu, dia minta aku
buntungi salah satu lenganku, hal ini kemungkinan sekali
dikarenakan kepandaian silat yang aku alami amat lihay sehingga
merupakan seorang yang paling menakutkan bagi dirinya, dia
mengharapkan sesudah tanganku buntung sebelah maka hal
tersebut merupakan satu pukulan yang berat buat diriku sehingga
dengan begitu dia pun tak usah terlalu takut kepadaku, sedangkan
soal dia minta bawakan semacam barang untuk suhuku
kemungkinan sekali punya arti yang sama yaitu barang itu pastilah
semacam barang yang membinasakan, ketika suhuku menerima
barang-barang tersebut maka beliau segera akan binasa, hal ini
boleh dikata merupakan siasat sekali panah mendapat dua hasil.
Karena kepandaian silat dari seorang suhu pasti jauh lebih lihay dari
kepandaian silat muridnya, jikalau muridnya sudah di basmi tapi
suhunya tidak dibasmi sekalian, ini boleh dikata meninggalkan bibit
bencana buat dirinya sendiri"
"Heey, omong pulang pergi tujuannya itu sama saja yaitu hendak
membasmi dirimu bukan?" Ujar Wi Lian In sambil menghela napas
panjang.
"Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk. "Tetapi hal ini
bukanlah tujuan yang terakhir, kita bisa mengambil kesimpulan
bahwa sekongkolnya dia dengan Hong Mong Ling sama sekali bukan
dikarenakan perasaan simpatiknya terhadap Hong Mong Ling, sekali
pun hal ini timbul dikarenakan rasa simpatiknya maka dalam soal ini
dia semakin tidak punya alasan lagi untuk membinasakan diriku.
Maka itulah sebab-sebab dia mau membinasakan diriku pastilah di
karenakan aku."
"Aku merupakan penghalang besar bagi usahanya atau dengan
perkataan lain dia sudah merencanakan suatu rencana busuk
terhadap kalian ayah beranak. tetapi dengan munculnya aku secara
tiba-tiba di dalam benteng Pek Kiam po membuat dia merasa takut
aku mengganggu usaha mereka itu karena itulah dia mau
menyingkirkan nyawaku"
Wi Lian In yang mendengar penjelasan ini tidak henti-hentinya
mengangguk.
"Penjelasanmu sungguh sangat tepat sekali, tetapi dia sudah
merencanakan rencana busuk apa terhadap kami ayah beranak?..."
"Tentang ini aku tidak tahu tadi aku sudah berkata kalian ayah
beranak yang hidup dengan dia puluhan tahun lamanya sudah tentu
jauh lebih jelas daripada aku yg baru berkumpul dua bulan saja."
"Menurut apa yang kuketahui" ujar Wi Lian In lagi sambil
menggigit bibirnya kencang. "Dia sangat baik memperlakukan Tia,
walau Tia adalah pocu sedang dia adalah Hu pocunya tetapi selama
ini Tia selalu menganggap dia sebagai saudara sendiri, selama ini
tidak pernah cekcok atau segala apa pun omong yang jelas lagi
setiap rambut dan pohon yang ada di dalam benteng ini adalah milik
ayahku juga miliknya, aaai apa lagi yang membuat dia merasa tidak
puas?"
"Kemungkinan heei, perkataan ini sebetulnya aku tidak patut
mengatakan."
"Apa yang kau pikirkan cepat katakan saja, sekali pun apa yang
mau kau katakan memalukan kami ayah beranak aku juga tidak
akan menyalahkan dirimu karena kita saat sedang menyelidiki
persoalan ini"
Ti Then berbatuk-batuk kering terlebih dulu kemudian barulah
jawabnya.
"Ehmm. . aku sedang berpikir kau bilang setiap jengkal rumput
serta setiap batang pohon yang terdapat di dalam benteng Pek Kiam
po adalah miliknya ayahmu sama juga seperti miliknya, perkataan
ini kemungkinan sekali sedikit tidak benar, karena dalam benteng
agaknya masih ada barang yang dia sendiri dilarang untuk
mendekati"
Air muka Wi Lian In segera berubah. "Yang kau maksudkan
loteng penyimpan kitab itu?"
Ti Then hanya mengangguk tanpa memberikan jawabannya. Wi
Lien In menarik napas panjang.
"Kalau begitu tujuan yang utama dari Hu Pocu kemungkinan
sekali terletak di dalam loteng penyimpan kitab itu."
"Kemungkinan sekali memang benar" sahut Ti Then sambil sekali
lagi mengangguk. "Karena dengan kedudukannya sebagai Hu Pocu
ternyata tidak boleh mengetahui juga rahasianya ayahmu
bagaimana pun juga karena perasaan heran dan ingin tahunya bisa
berubah menjadi perasaan kurang puas."
"Perkataan dari Ti Kiauw tauw sedikit pun tak salah, tetapi di
dalam Loteng Penyimpan Kitab itu Lohu tidak mem punyai rahasia
apa-apa yang istimewa?" suara dari Wi Ci To secara tiba-tiba
muncul dari depan pintu ruangan tersebut.
Ti Then sama sekali menyangka kalau Wi ci To setelah pergi bisa
kembali lagi, mendengar perkataan itu dia menjadi amat
terperanyat, cepat-cepat dia bangun berdiri dan menghadap kearah
pintu ruangan.
" Harap Pocu suka memaafkan kelancangan dari boanpwe"
ujarnya terburu-buru minta maaf.
"Tidak mengapa" sahutnya tersenyum kemudian dengan langkah
perlahan dia berjalan masuk ke dalam, "Perkataan yang baru saja
kau ucapkan memang sangat benar."
Ti Then hanya menundukkan kepalanya tanpa memberikan
jawaban,jelas sekali pada air mukanya memperlihatkan perasaan
menyesal.
Dengan menggendong tangannya Wi Ci To berjalan pulang pergi
di dalam ruangan tersebut, lama sekali barulah ujarnya:
"Padahal jika dikatakan di dalam loteng penyimpan kitab itu tidak
terdapat semacam rahasia hal ini memang tidak benar, tetapi
rahasia yang terdapat di sana sebetulnya tidak ada sangkut pautnya
dengan orang lain, juga bukan merupakan barang mustika yang
berharga satu kota... sekarang mari kalian ikuti lohu."
Selesai berkata dia berjalan keluar dari dalam ruangan- .
Ti Then serta Wi Lian In yang mendengar dia akan memimpin diri
mereka berdua untuk masuk dan melihat-lihat Loteng Penyimpan
kitab itu di dalam hati tanpa terasa tergetar juga dengan amat
keras, bersamaan itu perasaan yang amat girang pun meluncur dari
lubuk hati mereka.
Terhadap diri Wi Lian In serta Ti Then, hal ini merupakan
harapan yang diidamkan setiap hari, apalagi terhadap diri Ti Then
sejak di ketahui olehnya kalau Wi Ci To memiliki sebuah Loteng
penyimpan Kitab yang melarang putrinya sendiri mau pun sutenya
untuk masuk ke dalam, di dalam hatinya sudah ambil kesimpulan
kalau tujuan dari majikan patung emas yang perintahkan dirinya
masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po ini terletak di dalam loteng
Penyimpan kitab itu, karenanya dia sangat mengharap bisa
mengetahui macam apakah barang yang dikehendaki itu, dia sangat
mengharapkan bisa mengetahui terlebih dulu gerakan selanjutnya
dari dirinya akan menimbulkan aktbat yang baik atau buruk
terhadap Benteng Pek Kiam Po.
Kini Wi Ci To secara tiba-tiba sudah melanggar aturannya yang di
pegang teguh selama puluhan tahun lamanya, dia ingin membuka
rahasia yang terdapat di dalam loteng penyimpan kitab ini, hal ini
membuat orang lain sama sekali tidak menduga.
Wi Lian In dengan air muka yang bersinar dan penuh perasaan
girang meletakkan kembali mang kok sumpitnya kemudian
mengikuti dari belakang.
Tua muda tiga orang hanya tidak lama kemudian sudah berada
diluar pintu loteng Penyimpan Kitab itu, dari dalam sakunya Wi ci To
mengambil keluar sebuah kunci yang amat aneh sekali bentuknya
kemudian dengan perlahan-lahan membuka gembokan di depan
pintu Loteng Penyimpan Kitab itu.
Beberapa orang pendekar pedang hitam yang menyaga di luar
Loteng Penyimpan Kitab itu ketika melihat pocu mereka hendak
membawa Ti Then serta Wi Lian In masuk ke dalam loteng tersebut
tanpa terasa pada wajah mereka sudah muncul perasaan terkejut
bercampur heran, karena mereka sudah menyaga diluar Loteng
Penyimpan Kitab ini selama puluhan tahun lamanya dan mereka
selama ini Pocu mereka sudah menuliskan larangan bagi setiap
orang untuk memasuki Loteng Penyimpan Kitab ini, sebaliknya
malam ini secara mendadak Pocu mereka sudah membawa Ti Then
serta putrinya masuk ke dalam Loteng itu, bukankah hal ini
merupakan suatu kejadian yang sangat mengherankan dan sangat
mengejutkan??
Sesudah membuka pintu loteng Penyimpan Kitab itu, barulah Wi
Ci To menoleh ke belakang dan berkata pada Ti Then serta Wi Lian
In.
"Kalian berdirilah yang jauh biar Lohu masuk terlebih dulu untuk
menutup semua alat rahasia yang terdapat di dalamnya, sesudah itu
kalian baru ikut masuk." . selesai berkata dia mendorong pintu
depan dan berjalan masuk.
Ruangan di bawah loteng penyimpanan kitab itu keadaannya
biasa saja, tanpa ada tempat-tempat yang terlalu istimewa, ruangan
itu tidak lebih hanya merupakan sebuah ruang tamu yang kecil.
Sesudah Wi ci To mendorong pintu berjalan masuk ke dalam
segera bisa kelihatan keadaan di dalamnya amat teratur sekali
bahkan diatur dengan gaya artistik yang merah tetapi dikarenakan
selama puluhan tahun lamanya tidak pernah dibersihkan maka
semua alat-alat yang ada di dalamnya kelihatan sudah menjadi kuno
bahkan setiap ujung tembok sarang laba-laba memenuhi semua
tempat, keadaannya sangat menyeramkan sekali mirip dengan
sebuah rumah setan saja.
Wi Ci To sesudah masuk ke dalam ruang tamu yang kecil, itu
hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tanpa bekas, di
dalam sekejap saja mendadak keadaan di dalam ruangan itu terang
benderang bagaikan siang hari saja, Wi Ci To dengan ditangannya
membawa lampu muncul di hadapan Ti Then serta Wi Lian In-
ujarnya: "Sekarang kalian boleh masuk"
Air mukanya di bawah sorotan sinar lampu yang dibawa kelihatan
amat cerah dan bersinar.
Ti Then mau pun Wi Lian In dengan membawa perasaan hati
yang tidak tenang mengikuti dengan kencang di belakangnya,
selama ini mereka membungkam di dalam seribu bahasa.
Setelah mereka memasuki ruangan tamu yang kecil itu seperti
juga baru saja memasuki suatu dunia yang diliputi oleh keseraman
dan kemisteriusan, seluruh tubuh mereka merasa amat dingin
sedang wajahnya sedikit mulai memucat.
Di samping sebelah kanan dari ruang tamu itu terdapat sebuah
tangga yang menghubungkan tempat itu dengan loteng lantai ke
dua, dengan membawa lampu Wi Ci To mulai berjalan menaiki
tangga itu ujarnya tiba-tiba: "Mari kalian ikut naik"
Ti Then merupakan orang kedua yang menaiki tangga tersebut,
setiap kali kakinya menginyak tangga tersebut di dalam hati terasa
suatu perasaan yang saugat aneh karena waktu inilah dia baru mau
percaya kalau disetiap sudut di dalam ruangan loteng penyimpan
kitab itu dimuat alat rahasia yang menyeramkan bahkan dia pun
tahu kalan alat rahasia itu tidak diatur dan dipasang sekitar tangga-
tangga itu saja bahkan disetiap jengkal tanah di dalam ruangan
tamu itu pun terdapat.
Luas ruangan itu jika dipandang dari luar kurang lebih ada tujuh
kaki sebaliknya ruangan kecil di dalamnya hanya ada tiga kaki saja,
artinya disekeliling tembok di dalam ruangan itu sudah dipasang alat
rahasia yang mendirikan bulu roma.
Tangga yang menghubungkan lantai-lantai pertama ke lantai
kedua ada delapan belas trap banyaknya, setelah melewati tangga
terakhir sampailah disebuah ruangan kamar baca yang begitu luas.
Di sekeliling ruang kamar baca ini terdapat rak tinggi besar, di
dalam rak itu berjajarlah beribu-ribu buah kitab, bahkan boleh
dikata selain kitab sama sekali tidak terdapat barang lainnya lagi.
Inilah keadaan dari ruangan loteng penyimpanan kitab yang
membawa kemisteriusan bagi setiap orang.
Tanpa terasa lagi Wi Lian In sudah mengeluarkan suara tertahan
yang penuh diliputi oleh perasaan terkejut bercampur kecewa,
gumamnya seorang diri: "Ternyata tidak ada apa-apanya"
Dengan perlahan Wi Ci To meletakkan lampu yang dibawanya ke
atas meja, ujarnya sembari tersenyum:
"Tidak ada apa-apanya, Ehmm loteng penyimpanan kitab dari
lohu ini sudah menyimpan berbagai macam kitab serta lukisan dari
pujangga-pujangga terkenal pada masa yang silam, banyak
diantaranya jarang bisa didapatkan ditempat luar, jika dibilang
dengan uang, mungkin berada di atas ratusan juta tahil perak."
"Tetapi." bantah Wi Lian In cemberut "Lukisan lukisan serta
tulisan-tulisan ini di dalam pandangan kami orang-orang Bu lim
sama sekali tidak berharga."
"Benar. tetapi lohu
sejak kecil lohu paling
berbagai lukisan dari
lohu barang-barang ini
memangnya punya kegemarannya begitu,
suka membaca buku dan gemar menyimpan
pujangga-pujangga terkenal, di dalam hati
sangat berharga sekali"
" Untuk menyimpan lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini, Tia
sudah memasang alat-alat rahasia disekeliling loteng ini, apa untuk
mencegah orang lain memasuk tempat ini??" sahut Wi Lian In
kurang puas.
"Tidak" sahut Wi Ci To geleng kepalanya, " lohu pasang alat-alat
rahasia ini sebetulnya untuk mencegah ada orang yang masuk ke
sini mencuri kitab-kitab serta lukisan tersebut di samping itu juga
untuk menyaga suatu rahasia lainnya"
"Rahasia apa??" tanya Ti Then serta Wi Lian In hampir
bersamaan-
Wi Ci To tidak segera memberikan jawabannya, sinar matanya
dengan tajam memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah Ti
Then mau pun Wi Lien In kemudian dengan air muka serius ujarnya.
"Sebelum Lohu membuka rahasia ini aku mau tanya padamu
terlebih dulu...In ji apakah kau mau percaya terhadap setiap
perkataan yang aku katakan???"
"Putrimu mau percaya" sahut Wi Lian In sambil mengaagguk.
"Bagaimana dengan Ti Kiauw tauw??" tanya Wi Ci To kemudian
sambil menoleh kearah Ti Then.
"Selama ini Pocu jadi orang sangat jujur, setiap perkataan mau
pun perbuatan semua pakai aturan, bagaimana boanpwe berani
tidak percaya?."
"Kalau begitu sangat bagus sekali, sekarang juga lohu mau
membuka suatu rahasia di hadapan kalian, setiap perkataan yang
aku katakan adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi, sama sekali
tidak ada perkataan bohong barang sepatah pun."
Selesai berkata dia berjalan menuju ke depan rak buku sebelah
selatan dan menyingkirkan sejilid kitab kemudian kelihatan
tangannya dimasukkan ke dalam rak buku itu, entah diapakan
mendadak dia mundur kembali ke belakang.
Dari belakang rak kitab itu segera terdengar suara gesekan
terbukanya pintu rahasia, sebuah pintu dengan perlahan-lahan
membuka kearah kanan.
Di belakang rak buku itu terdapat sebuah dinding kayu yang
menutupi tempat itu sedang di depan dinding tersebut tergantung
sebuah kain yang di sampingnya terdapat sebuah tali, agaknya kain
itu bisa ditarik untuk menyingkirkannya.
Agaknya Wi Ci To merasa sedikit keberatan untuk membuka
rahasia tersebut, dari mukanya jelas memperlihatkan dia merasa
sangat sedih bercampur bingung.
"Tia, barang apa di belakang kain tersebut? " tanya Wi Lian In
cepat, agaknya dia sudah tidak merasa sabar lagi.
Wi Ci To termenung berpikir beberapa saat lamanya, setelah itu
barulah ujarnya: "Coba kau tebak".
"sebuah pintu menuju keruang rahasia??"
"Bukan.." jawab Wi Ci To sambil menggelengkan kepalanya.
"Sebuah lemari rahasia??"
"Juga bukan..."
"Mungkin sebuah lukisan?" Tiba-tiba Ti Then nyeletuk.
"Benar, memang sebuah lukisan".
Selesai berkata dia maju ke depan menarik tali di sampingnya
untuk membuka kain penutup tersebut.
Begitu kain penutup itu terbuka, tidak salah lagi tampak sebuah
lukisan muncul di hadapan mereka, sebuah lukisan dari seorang
perempuan yang sangat cantik. Tanpa terasa Ti Then sudah
menarik napas panjang, pikirnya:
"Oooh Thian, ternyata di dalam dunia ada seorang perempuan
yang demikian cantiknya" Memang benar perempuan yang terdapat
di dalam lukisan itu memang mem punyai paras amat cantik, tapi
cantiknya bukan merupakan cantik yang mendebarkan hati,
menimbulkan hawa nafsu sebaliknya kecantikan parasnya adalah
bersih, suci dan sedikit pun tidak ada pengaruh aneh lainnya.
Wi Lian In melototkan matanya lebar-lebar dengan perasaan
terperanyat teriaknya, "Sungguh cantik sekali Tia, siapakah
perempuan ini ???"
"Dia she shu bernama Sim Mey".
Agaknya Wi Lian In belum pernah mendengar nama "Shu Sim
Mey" itu setelah mendengar kata-kata itu dia menjadi berdiri
tertegun. "Siapa dia?" tanyanya lagi.
"Rumahnya ada didesa He Liong cong di daerah Kauw shu."
Sekali lagi Wi Lian In dibuat tertegun. "Ah, dia satu kam pung
dengan Tia?"
Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk. dengan air muka sangat
sedih jawabnya: "Benar. sewaktu aku masih kecil kita adalah
bertetangga...."
"Kalian.. kalian punya ikatan perjodohan sejak kecil??" tanya Wi
Lian In gemetar, sedang air mukanya berubah hebat. sekali lagi Wi
ci To mengangguk.
"Hubunganku dengan dia boleh di gambarkan dengan syair Tiang
Han Hiong, dari penyair terkenal Lie Pak.."
Segera dia mulai bersyair dengan nada penuh golakan hati, air
mukanya berubah amat keren sedang mulutnya tak henti-hentinya
membaca isi dari syair tersebut.
Begitu dia selesai membaca syair tersebut tanpa disadari lagi air
matanya sudah menetes keluar membasahi wajahnya . "
Melihat Wi Ci To mengeluarkan air matanya, Wi Lian In menjadi
teramat heran bercampur terperanyat, ujarnya:
"Jadi Tia maksudku dengan Shu Sim Mey sudah menjadi suami
istri?"
"Tidak salah" jawab Wi Ci To dengan perasaan amat sedih
"sebelum aku kawin dengan ibumu terlebih dulu sudah menjadi
suami istri dengan shu sim Mey"
Wi Lian In merasakan hal ini merupakan suatu pukulan yang
berat bagi dirinya, tanpa dapat dicegah lagi dia melelehkan air mata
dengan perasaan sedih ujarnya: "Tia, kau sudah menipu ibu. ."
"Benar, aku sudah menipu ibumu" sahut Wi Ci To sambit
mengangguk. "Sekali pun aku sudah menjadi suami istri selama tiga
puluh tahun lamanya dengan dia, tetapi selama ini belum pernah
betul-betul mencintai dirinya, karena .... karena aku tidak bisa
melupakan Shu Sim Mey ini"
Dari sepasang mata Wi Lian In segera memancarkan perasaan
tidak puasnya, sambil melototi lukisan dari shu sim Mey itu ujarnya:
"Perempuan itu sekarang berada dimana?"
"Di dalam sebuah kuburan didekat kali Han san si."
Wi Lian In menjadi melengak. "ooh.. dia. .dia sudah meninggal?"
"Benar, dia meninggal dunia pada usia tujuh belas tahun, berarti
juga pada tahun ketiga setelah aku menikah dengan dia, shu sim
Mey telah meninggal dunia."
Perlahan-lahan Wi Lian In menghapus bekas air matanya.
"Bagaimana dia bisa meninggal?"
"Saking rindunya
meninggal?"
kepadaku
dia
menjadi
sakit
kemudian
"Hal ini berarti juga setelah Tia menikah dengan dia karena suatu
urusan sudah meninggalkan dirinya?" tanya Wi Lian In dengan
perasaan amat terperanyat.
"Benar, sesudah dia menikah dengan aku pada tahun kedua
karena aku sangat gemar belajar ilmu silat, maka aku lantas
meninggalkan rumah untuk mencari guru, sebetulnya hanya
rencana paling lama setengah tahun saja kemudian hidup kembali
bersama-sama dengan dia, tetapi pada bulan ketiga sesudah aku
meninggalkan rumah mendadak di atas gunung Tong-san sudah
bertemu dengan seorang jagoan aneh dari Bu lim dan dialah
sucowmu si Thiat Kiam ong atau kakek pedang baja suma song,
ketika dia melihat bakatku maka sesudah menerima diriku sebagai
ahli warisnya dan memberi pelajaran ilmu pedang, karena
perhatiannya yang tertuju pada ilmu pedang inilah sudah lupa untuk
kembali kerumah menengok dia, hanya di dalam sekejap saja satu
tahun sudah berlalu."
Perlahan-lahan dia menghela napas panjang, kemudian
sambungnya lagi: "Setahun kemudian aku baru teringat untuk
kembali ke rumah menengok dia, siapa tahu pada saat itulah
sucowmu sudah jatuh sakit dengan usianya sembilan puluh delapan
pada waktu itu ditambahkan secara tiba-tiba jatuh sakit membuat
aku harus merawat dia orang tua, karena itulah rencana untuk
pulang kerumah menengok dia menjadi terbengkalai. setengah
tahun lewat dengan cepat akhirnya sucouwmu wafat, setelah habis
aku membereskan layannya barulah dengan tergesa-gesa kembali
ke su Kho siapa tahu baru saja sampai dirumah aku baru tahu pada
setengah tahun yang lalu dia sudah binasa, die meninggal dunia
karena terlalu rindu kepadaku."
Berbicara sampai di sini dia menarik napas panjang-panjang,
agaknya luka di dalam hatinya kambuh kembali. Wi Lian In berdiam
diri tidak berbicara.
Ti Then sendiri pun terpaksa bungkam, diam seribu bahasa,
tetapi di dalam hatinya dia merasa ikut sedih dan tergerak oleh
cerita yang amat menyedihkan ini, dia masih mem punyai suatu
perasaan yang lain daripada yang lain, dia sama sekali tidak
menyangka di dalam Loteng Penyimpan kitab yang diduga
menyimpan berbagai rahasia ini ternyata hanya menyimpan suatu
kisah yang menyedihkan saja bahkan rahasia itu hanya menyangkut
pada "Urusan pribadi" orang lain.
Lama sekali Wi Ci To memandang wajah putrinya, setelah itu
baru tanyanya: "Inyie, kau benci terhadap dia?"
"Tidak. ."
"Kalau begitu kau benci terhadap aku??"
" juga tidak..."
Tanpa terasa Wi Ci To sudah menghela napas panjang.
" Kematiannya dikarenakan rindu padaku, sebetulnya kami
berdua saling cinta mencintai, dikarenakan kegoblokanku sendiri
sudah menghantarkan nyawanya, bilamana aku teringat kembali
akan persoalan ini di dalam hati seperti diiris-iris oleh berjuta-juta
batang pisau, sungguh menderita sekali."
Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi.
"sewaktu di dalam hati, hatiku marasa sedih sehingga sukar
dihilangkan beberapa kali aku sangat mengharapkan bisa melakukan
berbagai urusan yang bisa meringankan beban orang-orang Bu lim
tetapi hal ini semua sama sekali tidak berguna, asalkan bayangan
tubuhnya muncul kembali di dalam benakku maka sama sekali tidak
bisa hilang bilang, akhirnya.. Ehmmm, setelah delapan tahun dari
kematiannya aku baru bertemu dengan ibumu, tentang bagaimana
aku lalu kawin dengan ibumu tentunya kau sedikit mengetahui
bukan ??"
Wi Lian In dengan perlahan mengangguk:
"Tahu. ibu sekeluarga sewaktu kakekku lepas dari jabatan pulang
kam pung, ditengah jalan sudah bertemu dengan kaum perampok.
kakek dan nenek pada binasa sedang kawanan perampok itu mau
menodai ibu waktu itulah Tia sedang lewat di sana dan turun tangan
membunuh perampok-perampok itu tersebut dan menolong ibu,
dengan demikian ibu dengan ayah lalu kawin bukan begitu???"
"Benar. sebetulnya aku tidak punya niat untuk mengawani
ibumu tetapi saat itu ibumu sudah luntang lantung seorang diri
tanpa sanak famili bahkan secara diam-diam dia bertekad untuk
membalas budi ini dengan menggunakan tubuhnya, bilamana aku
tidak mau terima dia sebagai istrinya maka dia mau mati saja
makanya aku baru menerimanya. Tetapi walau pun aku berusaha
keras untuk mencintai ibumu bayangan dari su sim May tidak bisa
hilang- hilangnya dari benakku, adakalanya terang-terangan ibumu
yang berdiri di hadapanku, aku sudah salah melihat dia sebagai sub
Sim Mey, ada satu hari aku tidak betah untuk tidur diam-diam
mencuri lihat lukisan wajahnya, karena takut ibumu tahu maka aku
baru bangun Loteng Penyimpan Kitab ini dan menggantungkan
lukisannya di sini. setiap kali kalau aku rindu padanya lalu masuk ke
sini untuk memandang wajahnya selama setengah harian."
"Heeeey... Tak tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas
panjang, "Bilamana sejak dahulu kala Tia mau menceritakan urusan
ini mungkin sekali luka di dalam hati kau orang tua akan sedikit
menjadi sembuh."
" Tidak.. Aku tidak bisa melukai
seorang perempuan yang pendiam,
omonganku dan dengan sepenuh hati
hatiku sudah direbut orang lain dia
berduka hati."
hati ibumu, ibumu adalah
selamanya selalu menurut
mencintai aku, jika dia tahu
pasti akan merasa sangat
-ooo0dw0ooo-
Jilid 17.1: Mengejar Hong Mong Ling
Dia berhenti sebentar sesudah menghela napas panjang barulah
tambahnya.
" Karena itulah selama puluhan tahun ini aku tidak membiarkan
setiap orang masuk ke dalam loteng penyimpan kitab itu termasuk
juga kau dan Huang puh siok karena aku takut sesudah kalian tahu
rahasia ini lalu menceritakan kepada ibumu"
Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menoleh kearah Ti
Then.
"Tadi sewaktn masih berada di ruang makan Ti Kiauw tauw
menduga kemungkinan bersekongkolnya Hu pocu serta murid
murtad itu dikarenakan hendak mencuri sesuatu barang dari Loteng
penyimpan kitab ini kemungkinan memang benar, karena ketika
mereka melihat lohu dengan tegas melarang setiap orang masuk ke
dalam Loteng penyimpan kitab itu lalu di dalam alam pikiran mereka
mem punyai suatu dugaan kalau di dalam tempat ini pasti disimpan
barang-barang berharga yang sukar didapatkan. Heei. . Ini memang
kesalahan Lohu seharusnya setelah istriku meninggal Lohu harus
mengumumkan rahasia ini tetapi untuk itu Lohu masih takut kalau
urusan ini sampai melukai hati putriku karena itu sampai kini tidak
aku ceritakan terus, karena hal ini sudah mencelakakan seorang
sute yang sudah hidup bersama-sama dengan Lohu selama puluhan
tahun lamanya."
Dengan perlahan Wi Lian In menuding ke arah lukisan dari Shu
Sim Mey itu. tanyanya: "Dia . apakah sudah meninggalkan empat
puluh tahun lamanya? Waktu sudah lewat begitu lama kenapa Tia
masih selalu saja menyiksa diri??"
Dengan amat sedihnya Wle Ci TO menghela napas panjang.
" Walau pun dia sudah meninggalkan empat puluh dua tahun
lamanya, tetapi di dalam ingatannya ayahmu seperti juga peristiwa
yang baru terjadi kemarin hari"
"Sejak hari ini apakah Tia ingin terus memikirkan dirinya?" tanya
Wi Lian In lagi sembari bernapas panjang.
"Ulat sutera binasa karena seratnya dan musnah, lilin habis
apinya baru padam"
"Tia, kau terlalu menyiksa diri" seru Wi Lian In.
Wi Ci To tertawa pahit.
"Kau bukanlah aku sudah tentu tidak paham keadaan pikiran
ayahmu sekarang ini, kita sejak kecil main bersama, tumbuh
menjadi dewasa pun bersama-sama, dia sering berkata padaku
secara diam-diam: Dilangit dia rela menjadi sepasang burung
merpati, di tanah dia rela menjadi pohon seranting, tetapi saat itu
ternyata aku begitu rela meninggalkannya seorang diri, coba kau
bilang ayahmu harus merasa menyesal tidak.?"
"Tapi..." Bantah Wi Lian In lagi. "Orang yang sudah
meninggalkan tidak akan hidup kembali, buat apa Tia begitu
menyiksa diri untuk memikirkan dirinya terus menerus?"
Wi Ci To berdiam diri tidak menyawab, dia hanya menghela
napas panjang saja. "Tia, maukah kau orang tua sejak hari ini tidak
pikirkan dia kembali?"
Wi Ci To gelengkan kepalanya, dia tertawa pahit.
"Aku sering berusaha tidak memikirkan dirinya, tapi selamanya
tidak berhasil"
"Putrimu ada satu cara, hanya saja Tia mau melakukannya?"
"cara apa?"
"Bakar saja lukisan itu" Ujar Wi Lian In sembari memandang
tajam lukisan dari Shu Sim may itu.
Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan suara
berat bentaknya:
“In-ji, jangan omong sembarangan”
"Pendapat dari putrimu itu sama sekali tidak
mendendam padanya, sebaliknya .."
punya maksud
"Tidak usah kau teruskan" potong Wi Ci To cepat.
"Kalau begitu sejak kini putrimu boleh memasuki Loteng
Penyimpan kitab ini bukan" tanya Wi Lian In lagi.
"Kau kemari mau berbuat apa??"
"Baca buku, bukankah di dalam Loteng ini disimpan berbagai
macam buku yang berharga? Kalau tidak dilihat terlalu sayang."
Dengan perlahan Wi Ci To menggelengkan kepalanya.
"Selamanya kau paling tidak suka membaca buku, jikalau kau
betul-betul mau membaca di dalam kamar bukuku masih tersedia
buku dalam jumlah cukup banyak."
"Jadi maksud Tia putrimu tidak diperkenankan masuk ke dalam
Loteng penyimpanan kitab ini lagi??"
"Benar" sahutnya mengangguk. "Lohu tak ingin ada orang yang
datang kemari untuk menganggu dia."
"Tetapi itu hanya sebuah lukisan saja, bukan manusia betul-
betul."
"Tetapi selama puluhan tahun ini Lohu selalu merasa bahwa dia
masih hidup di dalam Loteng Penyimpan kitab ini, setiap saat lohu
masih merasa kalau sukmanya masih tetap ada dan karenanya lohu
tidak ingin ada orang yang datang mengganggu dirinya, membuat
sukmanya terkejut dan meninggalkan tempat ini.."
Dengan pandangan yang tajam dan mengandung arti mendalam
Wi Lian In memandang wajah ayahnya, kemudian dengan air muka
penuh perasaan sedih ujarnya.
"Tia,jika kau orang tua terus menerus begitu, kemungkinan sekali
pada suatu hari bisa.... bisa. ." Akhirnya perkataan "Gila" berhasil
ditahan juga dan tidak bisa sampai diucapkan-
Wi Ci To segera menurunkan kembali kain penutupnya kemudian
menggerakkan alat rahasianya, menarik kembali rak buku itu ke
tempat semula setelah itu sambil mengangkat kembali lampu yang
ada di atas meja ujarnya: "Mari kita keluar"
Tua muda tiga orang segera turun dari loteng itu, sambil
mengunci kembali pintu Loteng dengan perlahan Wi Ci To angkat
kepalanya memandang cuaca yang sudah menggelap itu.
"Malam sudah larut, kalian pun harus kembali ke kamar untuk
istirahat"
Selesai berkata dengan menggendong tangan ia berlalu dari
sana, Ti Then serta Wi Lian In saling pandang, memandang tanpa
seorang pun yang mengucapkan kata-kata kemudian tanpa terasa
lagi suatu senyuman pahit menghiasi bibir mereka, setelah lewat
beberapa saat kemudian mereka berdua berpisah untuk kembali ke
kamarnya masing-masing.
Ti Then yang sekembalinya dari kamar segera dia duduk di atas
pembaringan dan berpikir dengan keras, dia sedang memikirkan
suatu persoalan yang amat penting, semula di dalam anggapannya
Majikan Patung Emas memperalat dia tujuannya tentu terletak pada
suatu barang pusaka yang disimpan dalam Loteng Penyimpan Kitab
pusaka itu, tetapi menurut apa yang dilihatnya sekararg ini barang
yang disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu bukan lain
hanyalah suatu rahasia pribadi Wi Ci To sendiri.. kalau memangnya
begitu lalu kenapa Majikan Patung Emas memerintahkan dia untuk
bergabung dengan pihak Benteng Pek Kiam Po kemudian
memperistri Wi Lian In, apa sebetulnya yang di arah ???
Apa mungkin Majikan Patung Emas pun sudah menganggap Wi
Ci To menyembunyikan suatu barang pusaka di dalam Loteng
penyimpan Kitabnya itu sehingga mau menggunakan kedudukannya
sebagai menantu untuk masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu
untuk mengadakan penyelidikan???
Tidak. Majikan Patung Emas menghendaki dirinya berlaku
sebagai Patung Emasnya tentu di dalam hatinya tersimpan suatu
rencana yang amat rapi Jikalau dia tidak tahu betul-betul barang
pusaka apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab
pusaka itu, tidak mungkin mau menggunakan tenaga yang begitu
besarnya.
Tapi jika dilihat cara bercerita serta perubahan mimik dari Wi Ci
To, jelas sekali dia bukan sedang berbohong.
Apa mungkin tujuan dari Majikan Patung Emas tidak terletak di
dalam Loteng penyimpan Kitab itu.
Sekali lagi dia terjerumus di dalam alam pikiran yang ruwet, alam
pikiran yang sangat kacau.
"Ti Kiauw tauw, ini air tehmu."
Si Locia itu pelayan tua dengan membawa cawan teh panas
bertindak masuk ke dalam kamar kemudian dengan amat
hormatnya menyodorkan cawan itu ke hadapan Ti Then..
Ti Then segera menerima cawan itu dan mulai meneguknya,
sedang pikirannya tetap diperas dengan segala tenaganya.
"Ti Kiauw tauw..." panggil si Lo-cia itu lagi sambil tertawa.
Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya. "Ada urusan apa?"
Si Locia tersenyum-senyum malu, lama sekali baru mendengar
dia berkata.
"Budakmu tadi dengar katanya Pocu sudah membawa siocia
serta Ti Kiauw tauw masuk ke dalam Loteng Penyimpan Kitab itu"
"Tidak salah" sahut Ti Then mengangguk.
"Sungguh heran, bagaimana Pocu bisa membiarkan orang lain
mememasuki Loteng penyimpan Kitabnya?"
"Agar semua orang tahu kalau di dalam Loteng penyimpan
Kitabnya itu tidak terdapat barang pusaka satu pun"
"Kalau memangnya tidak ada barang pusaka, kenapa selama ini
tidak membiarkan orang lain untuk masuk?"
"Aku hanya bisa memberitahukan padamu kalau di dalam Loteng
penyimpan kitab itu tidak terdapat barang apa-apa, sebaliknya
hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu"
"Hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu?" Tanya si Locia
setengah tidak percaya.
"Benar"
"Kisahnya bagaimana? " desak si Locia kembali.
"Aku hanya bisa memberitahukan padamu sekian saja, bilamana
kau mau mengetahui hal yang lebih jelas seharusnya pergi tanya
siocia sendiri"
Mendengar omongan itu Locia garuk-garuk kepalanya.
"Siocia tidak mungkin mau beritahu pada budakmu, dia sering
memaki budakmu terlalu banyak omong"
Ti Then tersenyum: "Kau memang terlalu cerewet"
"Tetapi budakmu berbuat demikian hanya terlalu memperhatikan
perkembangan pocu kita, kau harus tahu budakmu sudah mengikuti
pocu selama puluhan tahun lamanya, segala sesuatunya ..."
"Sudah ..sudah. . pocu kalian tidak ada urusan yang harus kau
sedihi, kau tidak per1u merasa kuatir hatinya, pergi tidur sana"
Lo cia segera menyahut berulang kali dan mengundurkan diri dari
sana.
Ti Then segera mengunci pintu kamarnya dan mengambil lampu
mendekati jendela untuk kirim tanda, tetapi sesudah dipikir
beberapa kali dia membatalkan kembali maksudnya itu, dia pikir
tentu Majikan patung Emas sudah mengetahui kalau dia telah
kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po sedang sebelum dirinya
menjadi suami istri dengan wi Lian In dia pun tidak akan
memberitahukan rencananya, karena itu dia merasa malas untuk
mengadakan hubungan, segera dia buka pakaiannya dan naik ke
atas pembaringan untuk beristirahat.
Dia sudah ada dua hari lamanya tidak tidur karena itu
semangatnya saat ini sudah luntur, tidak selang lama dia berbaring
ia sudah tertidur dengan amat pulasnya.
Entah sudah tertidur beberapa lamanya mendadak dia sadar
kembali dengan perasaan amat terperanyat.
Ketika dia buka matanya terlihatlah itu patung emas sudah
berdiri dengan angkernya di depan pembaringannya.
Tanpa terasa dia sudah menghela napas panjang, dengan
perasaan tidak puas bercampur mangkel gumamnya.
"Aku sudah ada beberapa hari lamanya tidak tidur, kenapa kau
tidak membiarkan aku tidur dengan nyenyaknya barang satu hari
saja?"
Suara dari Majikan Patung Emas segera berkumandang datang
dari atas atap. sahutnya dengan suara yang amat dingin:
"Aku ada perkataan yang harus diucapkan kepadamu"
Dengan lambat-lambat Ti Then bangkit berdiri: "Bukankah besok
malam masih bisa?" serunya kembali
"Bangsat cilik" Teriak Majikan Patung Emas itu setengah gusar.
"Kau jangan berberbuat begitu, kau adalah patung emasku,
bilamana aku tidak membiarkan kau tidur kau pun terpaksa harus
sadar terus."
"Bilamana patung emasmu binasa karena kelelahan?"
Majikan patung emas segera tertawa dingin.
"Dengan usiamu seperti sekarang kau tidak akan binasa karena
kelelahan, sekali pun sepuluh hari tidak tidur pun tidak mengapa"
"Di dalam keadaan gusar aku bisa mengambil keputusan
pendek." ancam Ti Then tak mau kalah.
"Aku tahu kau tidak akan melakukan bunuh diri, karena di dalam
benakmu masih ada urusan yang belum diselesaikan."
Ti Then segera mendengus dingin, "Sudah, sudahlah, ada
perkataan cepat disampaikan."
Nada dari majikan patug emas segera berubah menjadi lunak
kembali.
"Pertama-tama aku mau ucapkan selamat padamu terlebih dulu,
karena akhirnya kau berhasil memenuhi harapanku dan kembali ke
benteng Pek Kiam Po"
"Aku sudah tahu tentu kau amat girang" sahut Ti Then tawar.
"Tetapi. ." ujar Majikan patung emas kembali sembari tertawa.
"Semua ini bukanlah atas pahala kau seorang, jikalau bukannya
Anying langit rase bumi datang mencari setori Wi Ci To juga tidak
akan mengubah pikirannya sedemikian cepat dan menahan dirimu
untuk meneruskan jabatanmu sebagai Kiauw tauw"
"Lalu bagaimana pendapatmu tentang peristiwa di atas tebing
Sian Ciang itu"
"Tidak jelek. kau menduga terlebih dulu gerakan dari musuh
sehingga berhasil menghilangkan suatu bencana, tetapi dengan
perbuatanmu itu berarti juga sudah mendatangkan suatu bencana
buat dirimu sendiri, jadi ini bukanlah suatu keuntungan buatku mau
pun buat dirimu sendiri bukan begitu?"
"Kau mau bicara apa pun boleh"
" Kemarin malam sewaktu aku siap memasuki kamar Huang puh
Kian Pek aku lihat dia sudah melakukan suatu gerakan, karena itu
aku tak jadi turun tangan sendiri. Walau pun budak itu sudah
menaruh kesalah pahaman dengan kau ternyata masih juga mau
melaksanakan pendapatnya, hal ini membuktikan kalau dia sudah
menaruh cinta kepadamu."
Ti Then hanya berdiam diri tidak menyawab.
"Sesampainya di dalam Istana Thian Teh Kong kau harus lebih
hati-hati lagi," ujar majikan patung emas itu kembali serius.
"Si Rase Bumi Bun Jin Cu tentu akan mengundang orang untuk
membantu bertempur, untuk berkelahi secara terang-terangan kau
bersama-sama Wi Ci To tak akan kalah, tetapi keadaan dalam
Istana Thian Teh Kong sama saja dengan keadaan di dalam Loteng
Penyimpan kitab itu, setiap tempat dipasang alat rahasia, kau
mungkin bisa masuk dengan selamat tetapi untuk lolos tentu sukar.
Karenanya kau lebih baik jangan masuk ke dalam, kalau tidak begitu
nyawamu hilang untuk menemukan kembali nyawamu itu aku akan
menemui kesulitan yang amat besar"
"Aku pun mau beritahukan suatu urusan kepadamu, jikalau
tujuanmu terletak pada suatu macam barang yang di simpan dalam
loteng Penyimpan Kitab itu maka sebaliknya sejak kini kau hilangkan
saja pikiran tersebut, karena semalam Wi Ci To telah membawa
putrinya serta aku memasuki Loteng Penyimpan Kitab itu, di dalam
sana kecuali hanya terdapat berbagai macam kitab serta lukisan
sama sekali tidak ada barang pusaka apa pun."
Agaknya Majikan Patung Emas dibuat terperanyat oleh berita
yang mendadak ini: "Haa. Wi Ci To membawa kalian jalan-jalan ke
dalam Loteng Penyimpan kitabnya?"
"Tidak salah, urusan ini seharusnya kau tahu bukan ?? "
"Aku yang bersembunyi di dalam Benteng Pek Kiam Po ini setiap
kali harus menanti setelah tengah malam tiba baru bergerak. maka
tidak semua urusan bisa aku ketahui .. kau bilang di dalam Loteng
Penyimpan Kitab itu selain kitab serta lukisan tidak terdapat barang
lainnya?"
"Benar."
" Kalau memang begitu" ujar Majikan Patung emas kembali. "
Kenapa dia melarang semua orang masuk ke sana?? Dan kenapa
disetiap tempat di atas loteng itu dipasang alat-alat rahasia ?"
"Karena di dalam sana dia sudah menyembunyikan suatu rahasia
pribadinya."
"Rahasia apa ?"
"Termasuk rahasia percintaannya."
Agaknya majikan patung emas itu tidak merasa sabaran lagi,
bentaknya: " Cepat katakan-"
"Sebab-sebab dia tidak memperkenankan orang lain memasuki
Loteng Penyimpan Kitabnya dikarenakan di sana dia sudah
menyimpan lukisan dari istri pertamanya Shu Sim Mey. kiranya
sebelum dia mengawini ibunda Wi Lian In terlebih dulu dia sudah
mem punyai seorang istri.."
Segera dengan amat jelas dia menceritakan apa yang sudah
didengarnya itu kepada majikan Patung Emas.
Dia mau menceritakan rahasia dari Wi Ci To ini kepadanya sudah
tentu mengharapkan pihak lawannya, sudah tentu bilamana barang
yang diincar pihak lawannya itu berada di dalam Loteng Penyimpan
Kitab itu menjadi paham kalau di sana sama sekali tidak terdapat
barang pusaka apa pun, dan mengharapkan pihak lawannya bisa
menghapuskan maksud hatinya ini bahkan membatalkan
kedudukannya sebagai patung emas yang diperbudak.
Siapa tahu selesai Majikan Patung Emas itu mendengar kisahnya
segera tertawa terbahak-bahak:
"Kau mau percaya atas semua perkataannya itu???"
"Sudah tentu percaya" Seru Ti Then cepat. "Karena sewaktu dia
menceritakan kisahnya ini perubaban mimiknya persis dengan dia
yang diceritakan, sudah tentu aku percaya penuh"
"Sebaliknya aku sama sekali tidak percaya.." seru Majikan Patung
Emas tertawa dingin.
"Bilamana waktu itu kau hadir di sana, kau akan percaya
terhadap semua perkataannya."
"Tidak, aku tidak akan percaya pada perkataannya." Bantah
majikan Patung emas dengan tegas.
"Kau punya alasan apa untuk tidak mempercayai atas perkataan
itu ?"
"Di dalam Bu lim saat ini kecuali aku seorang, tidak ada orang
lain yang tahu lebih jelas riwayat hidupnya, dia sama sekali tidak
mem punyai seorang istri yang bernama Shu Sim Mey, semua itu
dia sengaja karang untuk membohongi kalian-"
Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat. "Benarkah?"
"Sedikit pun tidak salah, jikalau kau punya waktu pergilah satu
kali ke daerah Su kho dan coba cari berita tentang riwayatnya, maka
kau segera akan tahu kalau apa yang dikatakan kemarin malam
semuanya merupakan suatu omongan kosong yang amat besar"
Dalam hati Ti Then betul-betul merasa hatinya bergolak dengan
amat keras:
" Kalau begitu dia sengaja karang cerita ini dengan tujuan untuk
mengelabui putrinya sehingga dia tidak menaruh perasaan curiga
lagi."
"Sedikit pun tidak salah"
"Kalau begitu rahasianya yang betul-betul sebenarnya apa?"
Desak Ti Then lagi.
" Untuk sementara waktu aku tidak bisa beritahukan kepadamu"
"Dia tentu sudah menyembunyikan semacam barang pusaka, kau
ingin menggunakan aku pergi mencuri barang pusaka tersebut
bukan begitu?" seru Ti Then sembari tertawa mengejek.
"Salah besar".
"Hmm, kau sedang berbohong."
Majikan Patung Emas segera memperdengarkan senyumannya
yang amat misterius.
"Manusia seperti aku ini sekali pun diperlihatkan barang-barang
pusaka yang bagaimana berharga dan bagaimana hebatnya sama
sekali tidak akan menggerakkan hatiku, maka kau berlegalah
hatimu, aku sama sekali tidak akan mencuri barang pusaka dari Wi
Ci To barang sebuah pun juga."
Dia berhenti sebentar kemudian tambahnya sembari tertawa:
"Jika lalu tujuanku terletak pada barang pusaka, di dalam istana
Thian Teh kong jauh lebih banyak lagi."
Ti Then segera putar otaknya, dia merasa perkataannya sedikit
pun tidak salah, jikalau dia menghendaki barang pusaka di dalam
istana Thian Teh kong memang jauh lebih banyak. tetapi dia sama
sekali tidak ingin mencuri barang pusaka juga tidak ingin mencelakai
diri Wi Ci To bahkan dia pernah bilang kalau dia menyamin tidak
akan mengganggu orang-orang benteng Pek Kiam Po barang
seujung rambut pun.
Kalau begitu, apa sebetulnya tujuan yang sedang direncanakan
sehingga mengharuskan dirinya menyelundup masuk ke dalam
benteng Pek Kiam Po kemudian mengawini Wi Lian In?
Agaknya Majikan Patung emas tahu apa yang sedang dipikirkan
Ti Then di dalam hatinya, segera dia tertawa
"Aku tahu di dalam hatimu tentu mengandung bermacam
perasaan curiga dan ragu-ragu, jikalau kau ingin cepat-cepat
mengetahui apa tujuanku yang sebetulnya maka kau haruslah lebih
mempergiat usahamu sehingga Wi Lian In budak itu bisa kau
peristri secepat mungkin"
"Tapi Wi Ci To sudah tahu kalau aku adalah Lu Kongcu itu"
bantah Ti Then- "Karena itu dia pun sudah tahu kalau aku masuk ke
dalam benteng Pek Kiam Po membawa suatu maksud tertentu, aku
kira dia tidak akan menjodohkan putrinya kepadaku"
"Tidak. kau sudah dua kali menolong nyawa putrinya bahkan
kemarin malam sudah membantu mereka melenyapkan suatu
bencana yang sebetulnya mengancam seluruh isi benteng, maka
aku percaya di dalam hatinya dia pasti sangat berterima kasih
kepadamu, sejak ini hari bilamana rahasiamu tidak sampai bocor
maka dengan cepat dia akan menjodohkan putrinya Wi Lian In
kepadamu."
"Ehmm... kau punya petunjuk lain?" tanya Ti Then dengan nada
kemalas-malasan- "Kalau tidak ada aku mau pergi tidur."
"Masih ada satu urusan, kau masih ingat dengan pendekar
pedang merah si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun?
"Oooh pendekar pedang merah yang waktu itu mengikuti Wi Ci
To pergi mengejar Hong Mong Ling?"
"Benar, waktu itu Wi Ci To mengajak Hong Kun dengan alasan
pergi mengejar Hong Mong Ling padahal secara diam-diam malam
itu juga dia kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam
Loteng Penyimpan kitabnya menanti kau terpancing ke dalam-
jebakannya, sedangkan Hong Kun itu menerima perintah berangkat
ke kota Tiangan untuk menyelidiki wajah yang sebenarnya dari Lu
Kongcu, di dalam waktu dekat ini dia akan kembali ke dalam
benteng"
"Lalu bagaimana baiknya?"
" Waktu itu untuk menutupi penyamaranmu aku sudah
perintahkan orang lain untuk menyamar sebagai Lu Kongcu dan
sengaja muncul di hadapan Hong Kun agar Hong Kun sudah salah
menganggap kalau " Lu Kongcu memang benar-benar pernah pergi
ke rumah pelacuran Tou Hoa Yuan, kini Wi Ci To sudah memastikan
adalah Lu Kongcu itu sedang kau pun sudah mengakui kalau Lu
Kongcu itu adalah hasil penyamaranmu, lewat dua hari lagi jikalau
Hong Kun sudah kembali ke dalam benteng untuk melaporkan
pertemuannya dengan Lu Kongcu dan membuktikan kalau Lu
Kongcu memiliki kepandaian silat yang tinggi serta pernah memukul
roboh Hong Mong Ling di rumah pelacur Tou Hoa Yuan, Wi Ci To
tentu akan menjadi sadar kembali."
"Bukanlah dengan begitu perasaan curiga terhadap diriku bisa
dilenyapkan?" Tanya Ti Then kegirangan.
"Tapi kau pernah mengaku kalau kau adalah Lu Kongcu itu dan
yang memukul roboh Hong Mong Ling sewaktu berada di rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan juga kau. ."
"Haaa.. haaa... soal itu tidak usah kuatir, jikalau Wi Ci To
menaruh curiga lalu atas ketidak cocokan ini aku punya cara untuk
memberikan jawabannya."
"Kau mau Jawab bagaimana ?”
"Aku bisa bilang aku Ti Then seharusnya tidak patut dicurigai
orang, makanya ketika ada orang yang mencurigai aku adalah Lu
Kongcu itu dalam hatiku merasa amat mangkel, karena itu sengaja
aku mengaku, karena aku punya anggapan pada suatu hari urusan
pasti akan menjadi terang .. coba kau bilang tepat tidak jawaban
ini?"
Majikan patung emas menjadi amat girang sekali.
"Cocok sekali cocok sekali" pujinya. "Jawaban ini cocok sekali
dengan sifatmu yang keras dan angkuh, sungguh bagus sekali"
"Sekarang kau mengijinkan aku untuk tidur sebentar bukan?"
"Sudah tentu.. sudah tentu, kau tidurlah." seru majikan patung
emas dengan amat girang.
Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam po seorang demi
seorang mulai kembali ke dalam benteng.
Pada tiga hari sesudah Ti Then masuk ke dalam Loteng
Penyimpan kitab suatu siang hari benar juga itu si pendekar pedang
pemetik bintang Hong Kun yang mendapat tugas menyelidiki
keadaan Lu Kongcu kembali ke dalam Benteng. Wi Ci To segera
panggil dia untuk bertemu di dalam kamar bukunya. "Kau sudah
bertemu dengan Lu Kongcu?" tanyanya dengan perasaan ingin tahu.
"Sudah." sahut si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun
mengangguk.
"Pada hari pertama setelah tecu tiba di kota Tiang An di atas
sebuah loteng rumah makan sudah bertemu dengan dia"
"Bagaimana dengan wajahnya ??"
"Mirip sekali dengan Ti Kiauw tauw"
Air muka Wi Ci To segera berubah.
"Bagaimana kau bisa memastikan kalau dia adalah putranya Lu
Ko sian ???"
"Semula tecu tidak tahu, kemudian telah mendengar kawan-
kawan yang doyan pelesiran dimana mereka minum arak bersama-
sama dengan dia memanggil orang itu dengan sebutan Lu heng
bahkan kelakuannya amat menghormat sekali, lalu tecu juga tanya
pelayan, waktu itulah tecu baru tahu kalau dia adalan Lu Kongcu
itu"
Wi Ci To segera tersenyum.
"Kemudian kau pura-pura mabok dan sengaja mencari setori
dengan dia, bukan begitu" seketika itu juga sipendekar pedang
pemetik bintang itu menjadi tertegun-
"Oh, kiranya suhu juga sudah berada di sana..." serunya
keheranan.
"Tidak. aku tidak ada di sana" jawab Wi Ci To sambil gelengkan
kepalanya.
" Kalau tidak bagaimana suhu tahu kalau tecu pura-pura mabok
dan mencari setori dengan dia orang ??" tanya Hong Kun
keheranan.
" Hanya dugaanku saja, di dalam tempat seperti itu untuk
menyajal kepandaian silat orang lain terpaksa harus pura-pura
menjadi mabok"
Dia berhenti sebentar, sesudah menghembuskan napas panjang-
panjang tambahnya. "Bahkan aku pun tahu atas hasil
penyelidikanmu itu...bukankah dia tidak bisa bersilat"
"Tidak benar" Bantah si pendekar pemetik bintang itu cepat "
Kepandaian ilmu silatnya tidak termasuk ilmu silat pesaran, tecu
terpaksa harus menghamburkan tenaga yang amat besar dan lama
baru berhasil menawan dirinya"
Ketika itu juga Wi Ci To menjadi melengak. "Haa, sungguh ???"
Dengan perlahan si pendekar pemetik bintang itu mengangguk.
"Benar, kepandaian silatnya agak sedikit berada di bawah
kepandaian silat pendekar pedang merah kita tapi jauh lebih tinggi
dari para pendekar pedang putih"
Sekali lagi Wi Ci To dibuat terperanyat. "Kiranya ada kejadian
semacam ini, lalu bagaimana?"
"Sesudah tecu berhasil menawan dirinya, lalu tecu tanyai apakah
pada satu bulan yang lalu pernah datang ke kota Go bi??, memukul
rubuh seorang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po di
dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan?"
Sebelumnya dia tidak mau mengaku, tapi sesudah tecu desak
terus menerus akhirnya dia mengaku juga, dia masih bilang yang
rubuh olehnya adalah si naga mega Hong Mong Ling.”
Mendadak Wi Ci To bangkit berdiri, sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam dan memandang wajah si
pendekar pedang pemetik bintang tanpa berkedip. serunya dengan
suara berat.
"Kau sedang bohong bukan?"
" Urusan yang demikian besar tecu mana berani mengarang
cerita bohong " Jawab si pendekar pedang pemetik bintang dengan
wajah serius.
Agaknya Wi Ci To menemui kesukaran, alisnya dikerutkan rapat-
rapat berulang kali dia berjalan bulak balik di dalam kamar bukunya,
akhirnya baru dia berkata. "Baiklah, sekarang persilahkan Ti Kiauw
tauw serta siocia datang kemari."
Dengan sangat hormat sekali si pendekar pedang pemetik
bintang itu menyahut, setelah memberi hormat dia mengundurkan
diri dari sana menuju ketengah lapangan latihan silat.
Ujarnya kemudian setelah bertemu dengan Ti Then yang sedang
memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In
"Ti Kiauw tauw, siocia kalian diundang pocu untuk berbicara di
dalam kamar buku"
Ti Then sudah tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya
dengan sangat tegang dia mengajak Wi Lian In berjalam menuju
kamar buku dimana Wi Ci To sudah menanti, setelah memberi
hormat ujarnya:
"Pocu mengundang boanpwe datang kemari entah mem punyai
petunjuk apa?"
"Silahkan Ti Kiauw tauw ambil tempat duduk." Ti Then segera
menarik sebuah bangku dan duduk.
Lama sekali Wi Ci To memandangi dirinya sambil tersenyum,
kemudian baru ujarnya . "Sifat dari Ti Kiauw tauw lain kali harus
sedikit diubah."
" Urusan apa?" tanya Ti Then tertegun.
" Waktu itu kenapa kau mengakui kalau kau adalah Lu Kongcu
itu?"
Ti Then tertawa serak.
"Kiranya Pocu bermaksud demikian, apakah sekarang pocu sudah
tahu kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu?"
"Tidak salah" jawab Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari ini lohu
baru tahu kalau Ti Kiauw tauw benar-benar bukanlah Lu Kongcu itu,
tetapi kalau memangnya kau bukan dia kenapa waktu itu sudah
mengaku"
Ti Then tak langsung memberikan jawabannya sebaliknya balas
tanya: "Bagaimana Pocu berani memastikan kalau boanpwe
bukanlah Lu Kongcu itu?"
" Urusan sudah begini untuk mengelabui pun tidak ada gunanya,
Lohu sudah mengirim seorang pendekar pedang merah untuk pergi
kekota Tiang An untuk melakukan penyelidikan, pendekar pedang
merah itu sudah berhasil memperoleh keterangan kalau Lu Kongcu
yang waktu itu memukul rubuh Hong Mong Ling di dalam rumah
pelacuran Touw Hoa Yuan memangnya Lu Kongcu sendiri dan
bukanlah Ti Kiauw tauw yang sengaja menyamar."
"Bagus sekali" Teriak Ti Then tertawa. "Boanpwe sudah menduga
bahwa pasti ada satu hari urusan ini bisa dibikin terang"
" Waktu itu ketika lohu menanyai dirimu kenapa kau sudah
mengakuinya?" tanya Wi Ci To lagi.
"Ku Ie mau pun Liuw Su Cen terus menerus mengatakan kalau
boanpwe adalah Lu Kongcu, itu sedangkan Pocu sendiri pun
agaknya sudah mempercayai perkataan mereka, di dalam keadaan
seperti itu kalau boanpwe tidak mengaku apa mungkin Pocu mau
mempercayainya??"
Air muka Wi Ci To segera berubah dan memperlihatkan perasaan
menyesal.
" Waktu itu Lohu memang betul-betul sudah mempercayai
perkataan mereka, tetapi kau tidak seharusnya mengakui semuanya
itu, seharusnya kau bisa membedakan urusan ini dengan dirimu
sendiri"
" omong terus terus terang saja, boanpwe sama sekali tidak
punya alasan untuk tetap tinggal ditempat ini oleh karena itu malas
untuk mendebat urusan ini."
"Karena itu" ujar Wi Ci To lagi "Lohu anjurkan agar sifatmu itu
sedikit diubah, sifat yang keras dan ketus kadang kala bisa
mendatangkan kesukaran bagi dirinya sendiri"
"Benar, terima kasih atas petunjuk dari pocu"
Dengan perlahan Wi Ci To menoleh ke arah Wi Lian In, ujarnya
kemudian sambil tertawa.
"Inyie, Ti Kiauw tauw memang benar-benar seorang pemuda
yang bersih dan jujur, waktu itu kita betul-betul berbuat sesuatu
yang salah terhadapnya, kau bilang benar tidak ??"
Semula di dalam anggapan wi Lian In 'Lu Kongcu' itu adalah hasil
penyamaran Ti Then, tetapi dikarenakan dua kali Ti Then menolong
dia lolos dari "mulut macan" bahkan lenyapkan pula bencana yang
akan menimpa benteng Pek Kiam Po karena itulah perasaan curiga
terhadap Ti Then menjadi lenyap dan di dalam anggapannya
sekarang Ti Then sengaja menyamar sebagai Lu Kongcu semuanya
dikarenakan dia mencintai dirinya.
Sekarang sesudah dia tahu kalau Ti Then bukanlah Lu Kongcu itu
di dalam hatinya sekali pun merasa girang juga atas kebersihan diri
Ti Then tidak urung merasa kecewa juga, setelah mendengar
perkataan dari ayahnya dengan perasaan malu dia menundukkan
kepalanya..
Dengan perlahan Wi Ci To berbatuk-batuk kering, ujarnya
kemudian sambil tertawa.
"Para pendekar pedang merah telah ada sebagian yang telah
kembali ke dalam Benteng makanya Lohu ambil keputusan untuk
berangkat ini hari juga"
"Pergi mencari Hong Mong Ling?" tanya Ti Then
Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.
"Benar" sahutnya perlahan- "Peraturan perguruan lohu
selamanya keras terhadap murid-murid yang murtad dan berbuat
jahat selamanya tidak meninggalkan kehidupan"
"Tia. ." Wi Lian In mendadak nyeletuk. "Kau orang tua tidak tahu
dia sudah bersembunyi dimana, kau orang tua mau cari dimana?"
"Biarlah lohu cari disegala tempat, kemudian bila sampai
waktunya langsung menuju ke istana Thian Teh Kong untuk
memenuhi janyi."
" Kalau memangnya begitu, biarlah Ti Kiauw tauw serta putrimu
ikut bersama-sama Tia?"
Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.
"Jangan, bilamana kita bertiga harus melakukan perjalanan
bersama-sama, hal ini terlalu menyolok dan mudah di ketahui oleh
bangsat kecil itu."
"Tetapi Ti Kiauw tauw serta putrimu juga mau pergi ke istana
Thian Teh Kong " bantah Wi Lian In ngotot.
"Begini saja, dua hari lagi kalian berdua baru berangkat dengan
mengambil jalan lain, dengan demikian kesempatan untuk bertemu
dengan bangsat cilik itu pun menjadi lebih besar."
Dia berhenti sebentar, kemudian dengan wajah yang amat dingin
tambahnya.
"Bilamana kalian sudah berhasil bertemu dengan dia, tidak usah
buang tenaga membawa dia kembali ke dalam Benteng, juga tidak
perlu bertanya lebih banyak. ditempat itu juga turun tangan bunuh
mati dirinya"
Diam-diam Wi Lian In melirik ke arah Ti Then, kemudian baru
ujarnya sambil tertawa: "Kau sudah dengar belum??"
Ti Then terpaksa angkat bahunya, dia hanya tersenyum saja
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, padahal di dalam hati diam-
diam pikirnya:
"Aku tidak akan berbuat demikian, bilamana berhasil menawan
dirinya, aku harus menanyai lebih jelas lagi.."
Tampaklah Wi Ci To sudah bangkit berdiri ujarnya:
"Inyie, coba kau bantu ayahmu bereskan sedikit perbekalan, lohu
mau kumpulkan semua pendekar pedang merah untuk diberi tugas,
setelah itu aku harus segera berangkat." sambil berkata dia berjalan
keluar dari kamar bukunya.
Ti Then pun segera ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar,
tinggal Wi Lian In seorang yang berada dalam kamar buku itu
membantu ayahnya membereskan buntalannya.
Satu jam kemudian Wi Ci To di bawah hantaran Ti Then, wi Lian
In serta berpuluh-puluh pendekar pedang merah meninggalkan
Benteng Pak Kiam Po untuk melakukan perjalanannya.
Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah berangkat meninggalkan
benteng segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, kepada Ti
Then sambil tersenyum mesra ujarnya: "Kita mau berangkat hari
apa??"
"Ayahmu minta kita baru berangkat dua hari kemudian, kita
pastikan saja baru berangkat."
"Entah Tia sedang bermain sandiwara apa, padahal bilamana kita
bisa berangkat bersama-sama bukankah jauh lebih bagus lagi?"
Ti Then hanya tersenyum saja dan tidak memberikan
jawabannya, dia tahu kenapa Wi Ci To menghendaki melakukan
perjalanan seorang diri, sebab-sebab Wi Ci To menghendaki
demikian tentunya bukan dikarenakan dia mau memberikan
kesempatan kepada Wi Lian In untuk lebih erat bergaul dengan dia.
melainkan dia tidak menghendaki ada orang ketiga yang hadir
sewaktu dia menawan diri Hong Mong Ling kemudian menghukum
mati dia orang, dengan demikian rahasianya itu pun tidak akan
sampai tersiar diluaran. Tetapi urusan ini dia tidak enak untuk
menjelaskan kepada diri Wi Lian In-
Wi Lian In yang melihat dia hanya tertawa saja tanpa
memberikan jawabannya, wajahnya segera berubah semu merah,
ujarnya: "Ayo kau bilang."
"Kau minta aku bicara apa ??"
"Coba kau bilang kenapa Tia tidak mengijinkan kita melakukan
perjalanan bersama-sama dengan dia orang tua."
"Bukankah ayahmu sudah menjelaskan?, kita melakukan
perjalanan dengan berpisah begitu kesempatan untuk bertemu
dengan Hong Mong Ling pun menjadi jauh lebih besar."
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya: "Kau kira hanya alasan
ini saja ??"
"Mungkin memang begitu" sahut Ti Then tertawa.
Dengan manyanya Wi Lian In melototkan matanya ke arahnya.
"Hmmm, kau orang sungguh pandai berpura-pura."
Di dalam hati Ti Then tahu dia sangat menginginkan dia berkata
demikian, lalu ujarnya: "Mungkinkah masih ada satu alasan, tetapi
bilamana aku katakan tentu akan dipukul. ."
"Siapa yang mau pukul kau??"
"Orang yang ada di sampingku" ujar Ti Then tersenyum. Wi Lian
In segera tertawa senang.
"Buat apa aku pukul dirimu?? cepat kau katakan tentu aku tidak
pukul dirimu"
Jilid 17.2: Siapa pembunuh Hong Mong Ling?
"Baiklah aku katakan, ayahmu tidak membiarkan diri kita
melakukan perjalanan bersama-sama dia orang tua memang masih
ada satu alasan, dan alasan itu adalah tidak ingin mengganggu kita
berdua."
Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, dengan
nada manya ujarnya: "Aku tidak paham perkataanmu ini"
"Baiklah aku bicara lebih jelas lagi, ayahmu mau memberikan
kesempatan pada kita berdua untuk melakukan perjalanan bersama-
sama dengan begitu kesempatan buat kita berdua untuk bermesra-
mesraan pun menjadi lebih banyak."
Wi Lian In merasa malu juga girang, dengan perlahan dia
mendorong badannya kemudian dengan cepat lari keluar dari dalam
kamar.
Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing dia sudah datang
kekamar Ti Then, ujarnya.
"Hey. kita berangkat ini hari saja bagaimanaa??" . .
"Bukankah ayahmu minta kita berangkat dua hari lagi, sekarang
baru satu hari" ujar Ti Then sambil menguap berulang kali.
"Pokoknya kan kita menganggur, berangkat ini hari atau
berangkat besok juga sama saja"
"Kalau tidak ada bedanya kita berangkat besok saja" jawab Ti
Then cepat.
"Tidak, kita berangkat ini hari saja"
Melihat kelakuan ini Ti Then tersenyum. "Buat apa begitu
cemasnya???"
Wi Lian In segera medepakkan kakinya ke atas tanah. "Kau tidak
mau berangkat, aku mau berangkat seorang diri."
Selesai berkata dia segera putar badannya siap mau pergi.
Dengan cepat Ti Then menarik pergelangan tangannya lalu
ujarnya sambil tertawa:
"Jangan merasa bingung dulu, mau berangkat kita pun harus
bersiap-siap dengan buntalan-"
"Baiklah. kau cepat bersiap-siap. biar aku beritahukan para
pendekar pedang merah."
Tidak lama kemudian mereka berdua masing-masing dengan
mempergunakan seekor kuda berlari meninggalkan Benteng Pek
Kiam Po.
Wi Lian In kelihatan girang sekali mendengar dia berkata sambil
tertawa.
"Jarak dari sini ke gunung Kim Hud san masih ribuan lie lagi
jauhnya, jika di dalam satu hari kita melakukan perjalanan sejauh
dua ratus lie berarti lima hari kemudian haru sampai"
" Kau punya rencana jadi tamunya istana Thian Teh Kong??".
"Bagaimana bisa dikatakan jadi tamu" tanya Wi Lian In tertegun-
Ti Then tersenyum.
"Janyinya si rase bumi Bun Jin Cu masih ada dua puluh hari
lamanya, jikalau kita sampai di sana setengah bulan lebih cepat,
bukankah sama saja jadi tamu istana Thian Teh Kong ???"
Wajah Wi Lien In segera berubah menjadi merah padam seperti
kepiting rebus.
"Tidak salah, aku sudah lupa kalau perjanyian kita masih ada dua
puluh hari lamanya..."
"Karena itu kita tidak perlu cepat-cepat, berjalan perlahan pun
tidak mengapa."
"Tidak sampai lima puluh li satu hari??" tanya Wi Lian In sambil
memandangi wajah Ti Then-
"Jikalau kita melakukan perjalanan selambat itu, kiranya kuda
kita tidak akan sabaran"
"Cepat tidak baik lambat juga tidak baik, lalu kita harus berjalan
secara bagaimana?"
"Lebih baik kita cari tempat untuk bermain-main".
Mendengar perkataan itu Wi Lien In menjadi amat girang.
"Bagus sekali, coba kau bilang kita baiknya bermain ke tempat
mana ?"
"Bagaimana kalau gunung Kim Tong sam"
senyuman yang menghiasi bibir wi Lian In segera berubah
menjadi senyuman pahit, dengan perasaan amat terkejut dia teriak
tertahan.
" Gunung Kim Tong san ?"
" Kenapa??" tanya Ti Then tersenyum.
Wi Lian In dengan perlahan menarik napas panjang-panjang,
lama sekali baru ujarnya:
" Gunung Kim Teng sen bukanlah tempat kediaman dari si kakek
pemalas Kay Kong Beng".
" Kenapa .?"
"Kau mau kegunung Kim Teng san apa mem punyai maksud
lain?" tanya Wi Lian In sambil pandang tajam wajahnya.
"Tidak ada" jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku merasa kalau pemandangan di atas gunung Kim Tong san
sangat bagus sekali, aku pingin main-main ke sana."
"Kau kenal tidak dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng ?"
"Kenal.. kenal. hanya saja aku tidak punya rencana untuk
mencari dia orang, sesampainya di atas gunung Kim Teng san
asalkan kita tidak mendekati tempat kediamannya perduli apa
sikakek pemalas atau si kakek rajin" .
Agaknya Wi Lian In bisa dibuat paham maksudnya.
" Kalau begitu baiklah, aku mendengar sifatnya si kakek pemalas
Kay Kong Beng sangat aneh, lebih baik kita jangan terlalu mencari
gara-gara dengan dia."
"Kau pernah dengar dari siapa kalau sifatnya si kakek pemalas
Kay Kong Beng sangat aneh??" tanya Ti Then keheranan-
"Dari Tia, Tia pernah katakan walau pun si kakek pemalas Kay
Kong Beng itu dari aliran lurus tetapi suka menyendiri dan jadi
orang sangat sombong, dia bukanlah seorang manusia yang bisa
diajak bergaul."
"Perkataan dari ayahmu itu sedikit pun tidak salah, makanya aku
sendiri pun tidak suka padanya."
"Aku dengar katanya dia berdiam diri di atas puncak paling atas
dari gunung Kim teng san, satu hari satu malam terus menerus
duduk tidak bergerak. apa betul begitu?"
"Tidak salah" jawab Ti Then sambil mengangguk "Karenanya
semua orang memberikan julukan si kakek pemalas kepadanya."
"Kenapa dia berbuat begitu?" tanya Wi Lian In lagi dengan
perasaan heran-
"Siapa yang tahu, mungkin seperti apa yang ayahmu katakan
karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka menyendiri itulah"
"Ada orang bilang kepandaian silatnya jauh lebih tinggi dari
kepandaian silat ayahku, kau lihat bagaimana??"
"Aku pun dengar orang-orang lain berkata demikian, padahal
keadaan yang sebenarnya siapa pun tidak tahu"
"Sekali pun boleh di hitung kepandaian silatnya sangat jauh lebih
dari kepandaian silat ayahku, tetapi ayahku adalah seorang cianpwe
yang paling dihormati di dalam Bu lim."
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil
mengangguk. "Kepandaian silat nomor satu bukanlah suatu yang
aneh tetapi sifat paling baik dan nomor satu bukanlah suatu yang
luar biasa."
Wi Lian In segera tertawa.
"Kau lihat bagaimana dengan sifat dan tindak tanduk Tia??"
"Soal itu sukar untuk dikatakan-"
sekali lagi Wi Lian In tertawa cekikikan-
"Tia adalah seorang pendekar sejati, juga seorang malaikat
dalam kasih sayang, perkataan ini kau setuju tidak??"
"Sangat setuju sekali" Jawab Ti Then sambil mengangguk.
" Waktu itu, ketika aku mendengar kalau Tia pernah menikah
sebelum kawin dengan ibuku di dalam hati aku benar-benar merasa
sangat sedih, kemudian sesudah tahu kalau shu sim Mey telah mati
empat puluh tahun yang lalu, kesedihanku menjadi hilang.."
"Benar, Ayahmu mengawini ibumu sebagai istri yang syah dan
bukannya dijadikan gundik, seharusnya kau tidak punya alasan
untuk bersedih hati"
"Tetapi ternyata Tia merindukan seorang yang sudah mati empat
puluh tahun yang lalu, belasan tahun ini terlalu keterlaluan?"
"Kurasa tidak." sahut Ti Then tersenyum. "orang yang bisa
seperti ayahmu sungguh sedikit sekali."
"Karena itulah sesudah aku pikir bolak balik bukan saja aku tidak
menyalahkan Tia, bahkan semakin menghormati dirinya, karena di
dalam dunia ini orang lelaki biasanya suka yang baru dan bosan
dengan yang lama, orang seperti Tia yang tidak melupakan cintanya
yang pertama sungguh sukar ditemui"
"Benar benar" Barulah kali ini Ti Then
kepalanya. Mendadak Wi Lian In tertawa merdu.
menganggukkan
"Sedang kau kemungkinan sekali termasuk salah satu dari
sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." TI
Then menjadi tertawa geli.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku jadi orang tidak suka yang
baru dan bosan yang lama?"
"Aku bisa melihatnya"
"Mungkin orang semacam aku ini tidak seperti ayahmu" jawab Ti
Then sambil angkat bahunya. "Tetapi aku percaya aku jadi orang
suka yang baru dan bosan dengan yang lama"
Wi Lian In dengan perlahan menundukkan kepalanya, sambil
tertawa malu ujarnya: "Aku mau buktikan dengan menggunakan
waktu"
"Sedikit pun tidak salah" sambung Ti Then dengan cepat. "Waktu
adalah sebuah cermin, siapa pun tidak bisa menghindarinya"
Dengan periahan Wi Lian In menoleh ke arah lain, tanyanya tiba-
tiba.
"Beritahukan padaku, bilamana Tia mendadak.. mendadak
menghendaki dari. . . kau punya rencana mau berbuat apa?"
Sengaja Ti Then pura-pura tidak paham atas perkataannya itu.
"Mendadak menghendaki apa. ."
Wi Lian In dengan gemas menoleh kembali, sambil tersenyum
malu-malu dia melotot kearah Ti Then,
"Kau jangan pura-pura tolol, aku tak mau bicara lagi."
Sehabis berkata cambuknya segera diayunkan dan dia lantas
melarikan kudanya ke arah depan.
Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke
arah Timur laut sambil melakukan perjalanan mereka tak henti-
hentinya mencari jejaknya Hong Mong Ling, akan tetapi sama sekali
tidak memperoleh hasil.
Di dalam sekejap mata saja sembilan hari sudah berlalu dengan
cepat, mereka sudah tiba dipegunungan Kim Teng san.
Jarak antara gunung Kim Teng san menuju ke gunung Kim Hud
san dimana istana Thian Teh Kong terletak masih ada tiga ratus li
jauhnya, walau pun gunung Kim Hud san jauh lebih tinggi dari
gunung Kim Teng san ini, tetapi pemandangannya jauh lebih indah,
sedang kaum pelancong yang mengunjungi gunung ini pun amat
banyak sekali.
Mereka berdua segera menitipkan kuda mereka disebuah rumah
petani di bawah gunung, dengan alasan mau melancong ke atas
gunung mereka melanjutkan perjalanannya naik ke gunung dengan
berjalan kaki.
Wi Lian In yang sudah pernah mengunjungi berbagai tempat
kenamaan tanpa terasa kini mengerutkan alisnya.
" Gunung Kim Teng san ini jauh berbeda dengan gunung Go bi
kita."
Ti Then tertawa.
"Apanya yang tidak sama??" tanyanya
"Yang berbeda adalah digunung Go bi jarang ada orang yang
melancong."
"Ha ha ha. .jadi maksudmu kau suka tempat yang tenang?"
tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak.
"Benar. tidak seperti digunung ini dimana- mana ada orang yang
berpesiar"
"Di sana ada sebuah pohon yang usianya sudah ribuan tahun."
ujar Ti Then kemudian sambil menuding ke depan. "Di bawah pohon
ada goanya, mari aku bawa kau ke sana. ."
Mereka berdua sesudah melihat pohon tua itu segera duduk
beristirahat di bawah pohon itu juga, agaknya Wi Lian In bukanlah
orang yang suka akan ketenangan, baru saja duduk sebentar
mendadak dia sudah bertanya kembali.
"Si kakek pemalas Kay Kong Beng berdiam dimana, jaraknya
masih jauh?"
"Tidak terlalu jauh.. jaraknya dari sini mungkin masih ada
puluhan li, kau buat apa bertanya hal ini?"
" Tidak mengapa, aku sedang berpikir satu hari penuh dia duduk
terus di dalam guanya, apa tidak merasa kesepian dan jemu?"
"Di sampingnya masih ada seorang kacung buku yang bisa
menghilangkan perasaan jemunya" jawab Ti Then perlahan.
"Bilamana dia melihat ada orang asing yang ke sana,dia bisa
marah tidak??"
"Hal Ini sih tidak. bilamana kau tidak pergi mengganggu dia dan
kau hanya lewat saja di depannya dia tidak akan memperdulikan
dirimu"
" Kalau memangnya demikian, bagaimana kalau kita pergi lihat-
lihat??"
"Bukankah kau tidak ingin mencari gara-gara?" tanya Ti Then
sambil tertawa.
"Kita tidak usah mengganggu dia, asalkan lewat saja di depan
guanya sudah cukup, aku belum pernah melihat sendiri bagiamana
wajahnya jagoan nomor satu dari dunia ini."
"Ha ha ha. ." Tt Then tertawa terbahah-bahak. "Dia seperti juga
manusia biasa punya dua mata ,satu hidung dan satu mulut."
Mendengar perkataan dari Ti Then ini wi Lian In menjadi agak
gemas..
"Siapa yang bilang dia tidak punya mata hidung dan mulut? aku
hanya pingin melihat wajahnya saja."
"Baiklah, mari ikut aku." ujar Ti Then kemudian sambil bangkit
berdiri.
Demikianlah ..mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya
menuju ke tengah gunung.
setelah melewati tebing-tebing dan jalan pegunungan sejauh
sepuluh li, di hadapan mereka munculah sebuah puncak gunung
yang amat megah sekali, sambil menuding ke atas puncak tersebut
ujar Ti Then perlahan.
"Di atas puncak itulah tempat kediaman si kakek pemalas itu,
mau naik ke atas?"
"Hmm. . ."
Walau pun puncak gunung itu kelihatannya amat megah dan
aneh sekali tetapi tidak sukar untuk mendakinya, kedua orang itu
dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masing-
masing untuk mendaki ke atas, tidak sampai sepertanakan nasi
kemudian mereka sudah tiba di atas puncak tersebut.
Di atas
puncak gunung sangat jarang terdapat tumbuh-
tumbuhan yang tumbuh di sana, pemandangannya bebas dan
meluas, baru saja mereka berdua tiba di atas puncak dari kejauhan
sudah melihat goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng
itu, bahkan di depan goa masih kelihatan sesosok bayangan
manusia.
orang itu. . adalah seorang pemuda, saat ini dia sedang berlutut
menghadap ke dalam gua.
Karena jaraknya yang masih jauh mereka berdua tidak bisa
melihat apakah si kakek pemalas Kay Kong Beng ada di dalam goa,
juga tidak bisa melihat dengan jelas siapakah pemuda yang sedang
berlutut di depan goa itu,
Wi Lian In begitu melihat di depan goa tempat tinggal si kakek
pemalas Kay Kong Beng terdapat seorang pemuda yang sedang
berlutut tidak bergerak. tanpa terasa sudah merasa terkejut, ujarnya
dengan suara yang sangat lirih. "Aneh sekali, bukankah orang itu
kacung bukunya?"
"Bukan-" jawab Ti Then dengan wajah amat serius. " Kacung
bukunya aku pernah bertemu muka dengannya, wajahnya bukan
demikian??"
"Kalau tidak siapa orang itu?" tanya Wi Lian In kurang puas
"Kenapa dia berlutut di hadapan goa tempat tinggal sikakek pemalas
Kay Kong Beng itu?"
Ti Then segera terbayang kembali keadaannya setahun yang lalu
dimana dia berlutut di hadapan kakek pemalas Kay Kong Beng ini
mohon diterima sebagai murid, hatinya segera terasa bergolak,
dengan perlahan dia mendengus.
"Aku kira orang itu tentu sedang mohon si kakek pemalas Kay
Kong Beng menerimanya sebagai murid Hmm. sungguh goblok..."
"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu ingin mengangkat si
kakek pemalas Kay Kong Beng sebagai gurunya?" tanya Wi Van in
dengan perasaan amat terkejut.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar