Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 07 Oktober 2011

Mendengar perdebatan Itu Tong Lo Thay-thay merasa agak
lega, dengan cepat diapun berseru.
“Sedikitpun tidak salah, orang ini benar-benar kejam dan
licik…. manusia berbahaya semacam ini tak boleh dibiarkan
tetap hidup di kolong langit. “
Melihat Kim Hoa Hujin berbalik malah menggigit dirinya, Itbun
Han Too rasa amat gelisah, segera bentaknya keraskeras.
“Ngaco belo… kau jangan ngawur…”
“Nah…nah…itu coba lihat! baru dikatakan begitu sudah
gelisah, coba dengarkan dulu penjelasanku…”
“Shen Toa Cungcu, kau tidak boleh sembarangan
mendengar tuduhannya…”sela It-bun Han Too dengan cepat.
“Hmm!” Shen Bok Hong mendengus dingin.”selama masih
berada di dalam Istana Terlarang, siapapun jangan harap bisa
bidup dengan aman. Aku rasa tak ada salahnya kalau kita
dengarkan dulu penjelasan darinya, jika diantara kita ada yang
harus mati, maka mati sekarang atau mati belakang rasanya
tak jauh bedanya”
Dia segera berpaling ke arah Kim Hoa Hujin dan
melanjutkan, “Nah! teruskan perkataanmu……”
“Setelah kita berada dalam ruangan yang terakhir dia baru
membongkar rahasia dari Siauw Ling, bahkan sebelum itu
menghasut dan memancing pula suasana hingga berubah jadi
tegang, hal in menunjukkan bahwa dia sangat berharap agar
Shen Toa Cungcu bisa bertarung lebih dahulu melawan Siauw
Ling kita masing-masing pihak berjumlah lima orang, bila
dibicarakan tentang kekuatan maka pihaknya yang paling
lemah andaikata kita sudah bertempur sampai lelah kehabisan

tenaga dan bahkan terluka parah. bukankah waktu itu dialah
yang beruntung dan pegang peranan? sungguh licik sekali
rencana kejinya itu. “
It-bun Han Too naik pitam, saking mendongkolnya ia
tertawa dingin tiada hentinya.
“Hmmm.. sungguh tak nyana perempuan berbisa yang
datang dari wilayah Biau ini mempunyai selembar mulut yang
tajam dan berbahaya, kau tak boleh dibiarkan hidup!”
“It-bunn sianseng. aku tahu bahwa kaupun pandai sekali
dalam berdebat tetapi setelah urusan dibacakan tentang mana
yang baik dan mana yang jelek. aku rasa kau tak akan mampu
menolong diri lagi.
It-bun Han Too teramat gusar ia berpaling ke arah Shen
Bok Hong sambil serunya.
“Shen Toa Cungcu bila kau mempercayai apa yang
dikatakan oleh Kim Hoa Hujin barusan ini maka dikemudian
hari kau akan menyesal sepanjang masa….”
“Heeh….heeh..heeeh…..It-bun sianseng. kau takut mati?”
ejek Kim Hoa hujin sambil tertawa dingin,”Hmm! merengek
burung hong memohon ampun, sedikitpun tidak memiliki jiwa
ksatria seorang lelaki sejati…. kau lebih cocok jadi banci!”
Dengan sorot mata yang tajam Shen Bok Hong menatap
wajah It-bun Han Too tajam tajam, sesaat kemudian diapun
menatap wajah Kim Hoa hujin tanpa berkedip, mengikuti
bergesernya sorot mata wajahnya berubah berulang kali,
siapapun tak dapat menduga apa yang sedang dipikirkan
olehnya pada waktu itu.
Diam-diam Siauw Ling mengerahkan tenaga dalamnya siap
sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan,
ia kuatir secara tiba-tiba gembong iblis itu melancarkan
serangan bokongan.

Dalam hati ia sadar bahwa satu-satunya orang yang benarbenar
mampu melawan Shen Bok Hong hanya dia seorang,
tetapi ruangan tersebut sempit dan kecil. Jika terjadi
pertarungan disana maka bukan saja gerakannya untuk
menghindaratau maju tidak leluasa, bahkan setiap jurus
serangan yang dilancarkan membutuhkan pengerahan tenaga
dalam yang amat besar.
Meskipun semangat bertempurnya tetap tinggi, tetapi
pemuda itu menyadari pula bahwa di dalam hal tenaga dalam
dia masih kalah sempuma jika dibandingkan dengan Shen Bok
Hong, karena itu andaikata terjadi pertempuran di tempat
semacam ini maka akhirnya yang rugi tetap diri sendiri.
Sementara itu Shen Bok Hong telah anggukkan kepalanya
setelah menatap wajah Kim Hoa hujin beberapa saat lamanya.
“Perkataanmu memang masuk diakal” katanya, “tetapi
akupun percaya bahwa It-bun Han Too tak akan mengada ada
apa yang sebenarnya tak ada, bukti sukar didapat dan
persoalan ini aku rasa sulit untuk dibikin jelas…”
“Bila kau ingin bikin jelas persoalan ini gampang sekali, aku
mempunyai satu akal bagus untuk membuktikannya “ujar Itbun
Han Too dengan cepat, “Dan cara ini bila diwujudkan
maka dengan cepat kau dapat membuktikan kebenaran dari
ucapanku itu!”
“ToIong tanya apakh caramu itu.”
“Perintahkan saja Kim Hon Hujin serta Tong Lo Thay-thay
untuk bersama-sama menyerang Siauw Ling. Jika mereka suka
menerima perintah dari Shen Toa Cungcu dan menyerang
dengan sekuat tenaga untuk menentukan mati hidup mereka.
Maka itu berarti bahwa aku dengan sengaja sedang
menghasut perpecahan diantara kalian, aku akan gunakan
jiwaku sebagai taruhan….”

“Hmm!, kenapa kau tidak turun tangan terlebih dahulu
untuk menyerang Siauw Ling?” sambung Kim Hoa Hujin
dengan cepat.
It-bun Han Too alihkan sorot matanya ke atas wajah Shen
Bok Hong, serunya dengan cepat, “Bagaimana? Shea Toa
Cungcu percaya tidak dengan perkataanku? atau kau lebih
percaya dengan obrolan dari Kim Hoa Hujin?”
Shen Bok Hong segera menggeleng.
“Sebelum kita memasuki Istana Terlarang bukankah kita
semua pernah berjanji untuk menyingkirkan lebih dahulu
semua persengketaan pribadi? janji itu tetap masih berlaku
dan kita semua harus menepatinya secara baik. Semua
persoalan aku rasa diselesaikan setelah keluar dari Istana
Terlarang saja!”
“Bagaimana dengan pendapat Siau Tayhiap?” tanya It-bun
Han Too kemudian sambil berpaling ke arah Siauw Ling.
“It-bun sianseng!” jawab pemuda itu dengan suara dingin.
“Andaikata tiada aku orang she Siau yang berada disini
untuk mengimbangi situasi, mungkin orang pertama yang
akan menemui ajalnya adalah kau sendiri It-bun Han Too….”
Orang she It-bun itu tertegun, kemudian serunya, “Siau
Tayhiap, kau belum menjawab pertanyaanku!”
“Hmm! selamanya aku orang she Siau paling tidak suka
digertak atau diancam, jika It-bun Heng ingin segera
melangsungkan pertarungan yang menentukan mati hidup,
aku tak akan menolak untuk melayaninya!”
“Aku sedang menanyakan maksud hati dari Siau tayhiap “
“Heeh…heeeh….heeeh…. bila ditinjau dari perbuatanmu
saat ini, sepantasnya kalau kubacok mati dirimu lebih dahulu
diujung telapakku!”

It bun Han Too berbatuk ringan, katanya, “Aku sedang
mengajak Sian tayhiap membicarakan situasi umum pada saat
ini lebih baik buang jauh2 semua dendam pribadi yang sedang
berkecamuk dalam hatimu Itu”
“Hinmm! apa yang sudah diputuskan olehmu serta Shen
Toa Cungcu, aku orang she Siau akan melayaninya”
It-bun Han Too segera alihkan sorot matanya. Ia lihat Shen
Bok Hong dengan sikap serius berdiri tegak di tempat semula,
mulutnya membungkam diam seribu bahasa, karenanya dia
lantas berkata kembali, “Maksudku lebih baik kita tetap
memegang janji yang telah kita ucapkan sehebum memasuki
Istana Terlarang tadi, untuk sementara waktu buang jauhjauh
semua Persengketaan pribadi, dan bersama-sama
menghadapi mara bahaya yang ada dalam istana Terlarang”
“Apa yang ditetapkan kalian berdua, aku orang she Siau
akan mengiringinya!”
Dalam hati pemuda itu merasa tidak punya keyakinan
untuk menangkan pertarungan tersebut. ia merasa andaikata
tak usah turun tangan hal itu jauh lebih baik lagi.
Melihat Siauw Ling sudah menyanggupi, untuk sementara
waktu It-bun Han Too merasa hatinya rada lega, meskipun
setelah keluar dar Istana Terlarang kemungkinan besar orang
pertama yang bakal dibunuh adalah dirinya, tetapi hal itu
terpaksa harus dihadapi setelah kejadian berada di depan
mataa nanti.
“It-bun beng” terdengar Shen Bok Hong menegur, “Shen
Toa Cungcu ada uruan apa?”
Kalau memang Siau tayhiap telah menyetujui untuk tidak
melangsungkan pertarungan di dalam Istana Terlarang demi
keamanan serta keselamatan It-bun heng pribadi. aku
anjurkan lebih baik secepatnya temukanlah dua sosok jenazah
yang lain”

Semula It-bun Han Too ingin menggunakan kesempatan itu
untuk memancing pertumpahan darah antara Siauw Ling
dengan Shen Bok Hong, sedang dirinya akan menjadi nelayan
yang beruntung siapa tahu hasutannya itu di patahkan oleh
ketajaman lidah Kim Hoa Hujin yang mana sebaliknya dirinya
yang kena dituduh hal itu membuat dirinya selama ini
mengalami kegagalan total, dalam hati dia lantas berpikir.
“Sekarang Siauw Ling pasti amat gusar dan membenci
diriku, untuk sementara waktu aku tak boleh menyalahi diri
Shen Bok Hong….”
Karenanya dia lantas menjawab.
“Aku akan berusaha dengan segenap tenaga yang
kumiliki!”
Dengan langkah lebar ia maju mendekati meja batu itu,
setelah diawasi beberapa saat lamanya dengan seksama tibatiba
ia menepuk permukaan meja itu dua kali, kemudian
meraba pula balik laci tersebut beberapa saat lamanya.
Setelah itu sambil loncat mundur beberapa depa ke belakang
ujarnya, “Bila aku tidak salah menemukan tombol rahasia
tersebut, dalam waktu sepeminuman teh lagi kemungkinan
besar ruangan ini bakal terjadi perubahan besar….”
Shen Bok Hong mengerutkan dahinya.
“Maksudmu, seluruh meja batu ini kemungkinan besar akan
roboh ke bawah?…”
“Tentang soal itu aku sih kurang begitu tahu, aku hanya
menduga bakal terjadi perubahan besar sahut It-bun Han Too
sambil menggeleng.
“Asal ruang batu ini tidak roboh sama sekali, aku rasa
keselamatan kita semua juga tak akan terancam bahaya!”
Sementara pembicaraan masih berlangsung tiba-tiba
terdengar suara gemerincing nyaring berkumandang
memecahkan kesunyian secara tiba-tiba ruang batu itu

bergeser ke arah samping dan muncullah sebuah piritu rahasia
dihadapan mereka.
It-bun Han Too segera melongok ke arah bawah ia melihat
suasana dibalik pintu gelap gulita pandangan disitu sulit untuk
terlihat dengan mata
Ia segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Shen
Bok Hong serta Siauw Ling, kemudian ujarnya, “Untuk masuk
ke dalam gua ini apakah aku juga yang harus membawa
jalan?”
“Tentu saja kau yang harus membawa jalan!” sahut Siauw
Ling dengan suara dingin.
“Dalam kepandaian ilmu bangunan kami semua tak mampu
menandingi kelihayan dari It-bun heng, tentu saja It-bun heng
yang harus berjalan dipaling depan” kata Shen Bok Hong pula.
It-bun Han Too berbatuk batuk berat, ia lalu berseru,
“Waaah.. . kalau begitu, terpaksa aku harus berjalan lebih
dahulu dipaling depan…..” sambil mengomel panjang lebar
berjalanlah orang itu memasuki pintu rahasia tersebut.
Shen Bok Hong melirik sekejap ke arah Siauw Ling, dan
ujarnya
“Siau tayhiap harap kau berjalan lebih dahulu!”
“Orang ini licik dan berbahaya. aku harus berjaga2
terhadap serangan bokongannya…” pikir pemuda itu di dalam
hati.
Segera ia menjawab, “Aku rasa lebih baik Shen Toa Cungcu
berjalan lebih duluan!”
Shen Bok Hong mnengalihkan sinar matanya ke arah Tong
Lo thay. thay serta Kim Hoa hujin, kemudian pesannya,
“Kalian berdua berjalan dipaling akhir!”

Maksud dari perkataan itu jelas sekali, ia titahkan kedua
orang pembanturya untuk mengawasi gerak-gerik Siauw Ling
secara diam-diam.
“Kami sekalian turut perintah!” sahut Kim Hoa hujin sambil
mengangguk.
“Ehmm, kalian harus hati-hati…”sambil berkata ia segera
menyusul dibelakang It-bun Han Too masuk ke dalam ruangan
rahasia.
Menunggu Shen Bok Hong sudah menuruni anak tangga,
Siauw Ling berbisik kepada Pek-li Peng, “Peng-ji ikutilah
dibelakangku!”
Pek-li Peng mengangguk. mereka berdua segera menyusul
pula ke dalam lorong rahasia tersebut.
Setelah menuruni anak tangga yang kesekian puluh,
suasana gelap semakin tebal menyelimuti daerah sekitar
tempat itu. Saking gelapnya sehingga sulit untuk melihat
kelima jari tangan sendiri.
Terdengar suara dan Shen Bok Hong berkumandang
datang, “It-bun heng kenapa kau tidak memasang obor
sebagai penerangan?”
Kilatan cahaya api berkelebat dalam ruangan sebatang obor
tahu tahu sudah muncul dibalik kegelapan.
Tampaklah It-bun Han Too sambil membawa obor perlahan
lahan melanjutkan perjalanannya menuruni tangga yang
terdiri dari delapan belas undakan tersebut hingga akhirnya
tibalah disebuah ruangan.
Ruang batu di bawah tanah itu tidak terlalu besar, luasnya
hampir sama dengan luas ruangan batu diatasnya, di bawah
sorot cahaya api tampaklah pada sudut ruangan tersebut
bersandar dua sosok mayat manusia.

Yang seorang adalah tojin berjubah panjang dan berambut
putih bagaikan perak.
Mereka berdua duduk berjejer di atas sebuah pembaringan
batu yang dilapisi oleh kulit harimau.
Siauw Ling paling menaruh perhatian terhadap Raja
seruling Thio Hong sorot matanya tanpa terasa dialihkan ke
arah kakek baju hijau yang duduk disamping tojin itu.
Sedikitpun tidak salah, di atas jidat kakek baju hijau itu
benar-benar terdapat sebuah tahi lalat berwama hitam.
It-bun Han Too angkat obornya tinggi-tinggi untuk
memeriksa sekejap kedua sosok jenazah tersebut, kemudian
ujarnya.
“Sepuluh tokoh maha sakti yang masuk ke dalam istana
terlarang sudah ditemukan semua. jika ucapan Tong Lo Thaythay
tidak keliru maka orang itu pastilah Raja seruling Thio
Hong”
“Sedikitpun tidak salah dialah Raia seruling!” sahut Tong Lo
thiay thay sambil mengangguk.
“Nah! saudara sekalian silahkan memperhatikan dengan
seksama” kata It-bun Han Too kemudian sambil mengangkat
tangan kirinya ia mencekal obor tinggi- tinggi. Sementara
tangan kanannya secara diam-diam meraba ke arah
permukaan pembaringan dimana dua sosok mayat itu berada.
Baik Siauw Ling maupun Shen Bok Hong sama-sama
sedang menaruh perhatian atas raut wajah kedua sosok
mayat itu, mereka sama sekali tidak memperhatikan gerakgerik
dari It-bun Han Too.
Lain halnya dengan Pek-lie Peng, rupanya sudah banyak
mendengar tentang kelicikan serta kecerdasan jago Tionggoan
ini, sepanjang waktu secara diam-diam ia perhatikan terus
semua gerak-gerik dari It-bun Han Too. Ketika dilihatriya

tangan kanan orang itu menggerayangi ke atas pembaringan.
Ia segera berteriak keras.
“Kau hendak mencuri barang!”
Meskipun dalam hati It-bun Han Too merasa amat
terperanjat. tetapi gerakan tangan kanannya jauh lebih cepat
tahu- tahu jari tangannya sudah menyambar kulit harimau
tersebut. Shen Bok Hong segera melangkah maju kedepan,
tetapak kanannya diayun dan segera ditempelkan ke atas
punggung manusia she It-bun tersebut. ancamnya dengan
suara dingin.
“It-bun heng, bila kau masih menginginkan jiwamu lebih
baik lepaskan tanganmu itu!”
Laksana kilat Siauw Ling menggerakkan pula tangan
kanannya, dengan ujung jari tengah ia tempel jalan darah
‘Miau-bun-hiat’ di tubuh Shen Bok Hong, ancamnya pula.
“Shen Toa Cungcu! aku rasa kau pasti pernah merdengar
bukan akan keahlian ilmu Sio lo sin ci dari Liu sian cu? aku tak
tahu dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Shen
Toa Cungcu mampukah untuk menahan serangan jariku itu?”
Di bawah ancaman maut yang mungkin mempengaruhi
mati hidupnya. Hati serakah It-bun Han Too seketika lenyap
tak berbekas, perlahan-lahan dia tarik kembali tangan
kanannya sambil berkata.
“Aku tidak tahu benda apakah yang ada disitu, maksudku
hanya akan kuambil untuk diperiksa lebih dahulu, bukankah
sebelum masuk ke dalam Istana Terlarang kita pemah berjanji
bahwa setiap benda yang ditemukan akan diundi secara jujur
dan adil?”
“It-bun heng, bukankah dalam sakumu masih terdapat
sebuah lilin?” tegur Shen Bok Hong dengan suara dingin.
“Sedikitpun tidak salah, daya ingat Sheo To Cungcu
ternyata masih terang sekali”

“Bagus! sekarang pasanglah lilin itu dan letakkan di atas
pembaringan batu itu”
It-bun Han Too tidak berani membantah, ia menurut dan
ambil keluar lilin dari dalam sakunya, setelah menyulutnya
segera diletakkan di atas pembaringan batu itu.
“Aku telah melakukan semua perintahmu itu” serunya.
“Sekarang mundurlah kesamping!”
It-bun Han Too mengiakan, perlahan-lahan ia menyingkir
dua langkah ke arah samping.
Shen Bok Hong segera menarik kembali telapak kanannya
dengan suara dingin Ia berseru, “Siauw Ling, apakah kau
masih tetap memegang janji?”
“Tentu saja semua orang harus tetap memegang janji”
“Kalau memang kau masih ingin memegang janji, sekarang
tarikhlah kembali tangan kananmu itu”
“Persoalan itu gampang sekali kulakukan, asal Shen Toa
Cungcu juga ikut mundur dua langkah kesamping.
Shen Bok Hong mendengus dingin, Ia menurut dan
bergeser dua langkah kesamping kalangan.
Siauw Ling segera menarik kembali tangan kanannya: di
bawah sorot cahaya lilin keadaan di atas pembaringan batu itu
nampak jelas sekali.
Tampaklah di atas sebuah kitab yang tipis terletak selembar
kertas surat disamping kertas surat itu terletak pula sebuab
garisan kumala.
Di atas kertas surat tadi tertulislah beberapa huruf yang
kira-kira berbunyi demikian, “Meskipun anda datang agak
terlambat, namun ditinjau dari kemampuanmu untuk
memasuki ruang rahasia ini menunjukkan bahwa kau cukup
lihay. Untuk bisa memasuki Istana Terlarang aku telah

menghabiskan waktu selama hampir tiga bulan tahun
lamanya, kau bisa sampai disini pengorbanan yang sudah
dilakukan pasti amat besar sekali. Nah! terimalah kitab silat
warisan dari Raja serulilng Thian Hong sebagai imbalan dari
jerih payahmu itu.
Di bawah surat itu tertulis pula beberapa patah kata,
Tertanda orang yang lebih dahulu memasuki Istana Terlarang”
Sehabis membaca isi surat tersebut, dalam hati Siauw Ling
merasa murung bercampur gembira. Girang karena tujuannya
memasuki istana terlarang kali ini adalah bermaksud untuk
membantu Gak Siau Cha melawan Giok-Siau-Long Kun, ilmu
silat yang dimiliki Giok siau long kun bersumber dari raja
seruling Thian Hong, sedang orang yang masuk ke dalam
istana terlarang lebih dahulu itu ternyata meninggalkan pula
ilmu silat dan Raja Seruling Thian Hong di tempat itu,
bukankah itu berarti pucuk dicinta ulam tiba?
Yang dia murungkan adalah masih hadirnya Shen Bok Hong
serta It-bun Han Too di tempat itu. Mereka pasti akan
mengarahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
memperebutkan satu- satunya catatan ilmu silat yang masih
tertinggal di dalam Istana Terlarang itu.
Dalam perebutan tersebut tak dapat dihindarkan lagi suatu
pertumpahan darah yang sangat mengerikan pasti akan
terjadi, akhirnya kitab catatan ilmu silat peninggalan dan raja
seruling Thio Hong itu bakal terjatuh ketangan siapa masih
sulit untuk diduga mulai sekarang….
Untuk beberapa saat lamanya ia jadi gelisah sekali. Tanpa
terasa parasaan tegang yang betum pemah dirasakan
sebelumnya mencekam perasaan hati..
Pek-lie Peng yang berdiri disisi Siauw Ling dapat merasakan
pula getaran tubuh pemuda itu. Ia jadi sangat kuatir, bisiknya
dengan suara lirih, “Toako apakah kau merasa takut?”

“Apa yang musti kutakuti?” sahut Siauw Ling sambil
mengeleng.
“Kalau tidak takut kenapa tubuhmu…”
“Peng ji, aku sangat baik!” sela pemuda itu dengan cepat.
Pek-lie Peng mengulurkan tangannya dan menggenggam
tangan kiri Siauw Ling kencang-kencang ujarnya, “Oooh….!
toako, andaikata kita tak dapat keluar dan Istana Terlarang,
aku pasti akan menemani dirimu nanti disini…aaah… sungguh
indah dan menggembirakan sekali bila aku bisa mati
berdampingan dengan dirimu!…..”
Habis berkata perlahan-lahan ia menyandarkan tubuhnya
ke dalam pelukan si anak muda itu.
Beberapa patah perkataan terakhir dan Pek-li Peng itu
diucapkan dengan suara yang amat keras karena itu baik Shen
Bok Hong maupun It-bun Han Too serta Kim Hoa Hujin
sekalian dapat mendengar dengan jelas. Tanpa terasa sorot
mata semua orang ditujukan ke arah si anak muda itu.
Shen Bok Hong terbatuk batuk ringan, ujarnya, “Saudara
Siau, nona ini amat mencintai dirimu bolehkah aku tahu
siapakah dia?”
Siauw Ling tertawa dingin.
“Heeeh…. heeh… heeeh…. tentang soal itu, tak usah Shen
Toa Cungcu repot-repot untuk mengetahuinya!”
Terdengar It-bun Han Too menghela napas panjang,
setelah termenung beberapa saat lamanya ia berkata
“Saudara yaig masuk ke dalam istana terlarang sebelum
kedatangan kita itu sungguh berbaik hati, ia telah tinggalkan
kitab catatan ilmu silat dan Raja seruling Thio Hong buat kita,
sayang sekali perhitungannya yang matang itu telah salah
menghitung akan sesuatu….”

“Salah hitung tentang soal apa?” Shen Bok Hong
menanggapi.
“Ia tak pemah menyangka kalau bakal ada enam orang
yang bersama-sama masuk ke dalam Istana terlarang. Iapun
tak pemah menduga bahwa gara-gara seijid kitab catatan ilmu
silat yang ditinggalkan bakal menimbulkan bibit bencana.:”
“It-bun heng jika dalam hati kau merasa takut maka
utarakan lebih dahulu maksud hatimu itu bila kau tidak ingin
ikut pertaruhan ini dan melepaskan niat untuk mendapatkan
kitab catatan ilmu silat dari Thio Hong!…” seru Shen Bok Hong
dengan suara dingin.
It-bun Han Too tertawa hambar.
“Sekalipun aku bermaksud melepaskan niat tersebut, belum
tentu kitab catatan ilmu silat tersebut bakal jatuh ketangan
Shen heng!”
“Sekalipun begitu, paling seikit aku bisa memperoleh
kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan kitab
catatan ilmu silat tersebut”
Siauw Ling yang selama ini membungkam walaupun tidak
ikut berbicara tapi dalam hati kecilnya telah bikin perhitungan
yang masak, pikirnya, “Seandainya beberapa orang itu benarbenar
bertaruh sesuai dengan janji yang telah dibicarakan
sebelumnya untuk mendapatkan kitab pusaka ilmu silat
tersebut terpaksa kita harus andalkan nasib dan rejeki masingmasing.
Sebaliknya kalau mereka tinggalkan janji tersebut….
tak bisa dihindari lagi suatu pertarungan sengit yang
mengerikan pasti akan terjadi
Diikuti iapun berpikir lebih jauh, “Meskipun ilmu silat yang
dimiliki It-bun Han Too tak perlu ditakuti, tetapi akal setannya
banyak sekali, lagipula sangat menguasai alat rahasia di dalam
istana terlarang, dia termasuk salah seorang musuh tangguh
yang sulit dihadapi…..”

Sementara itu It-bun Han Too telah berkata kembali
“Situsasi yang terbentang di depan mata dewasa ini sudah
teramat jelas sekali, diantara semua benda yang berhasil
ditemukan dalam Istana Terlarang, boleh dibilang kitab
catatan ilmu silat dari Raja seruling Thio Hong merupakan
benda yang paling berharga, meskipun Raja Seruling juga
termasuk salah seorang manusia sakti yang ilmu serulingnya
telah menggetarkan seluruh kolong langit, namun dia hanya
merupakan sepersepuluh dari jago sakti lainnya. Orang yang
telah masuk ke dalam Istana Terlarang mendahului kita itu
telah berhasil mendapatkan sembilan bagian dari catatan ilmu
silat dengan hanya tinggalkan catatan ilmu silat dari Raja
Seruling di tempat ini, perduli siapa pun diantara kita berhasil
mendapatkan kitab catatan tersebut, kepandaian yang berhasil
dikuasai tidak lebih baru spersembilan bila dibandingkan
dengan orang itu, siapa tahu kalau orang itu telah menyalin
pula isi dan kitab ilmu silat ini sebelum berlalu jika demikian
adanya bukankah itu berarti bahwa kepandaian orang itu
sepuluh kali lipat lebih dahsyat dan kita?”
“Perkataan ini sedikitpun tidak salah” pikir Shen Bok Hong
di dalam hati, “persoalan penting yang harus aku kerjakan
sekarang adalah berusaha keras untuk menemukan, lebih
dahulu jejak dari orang yang telah menggondol pergi semua
kitab catatan dan Istana Terlarang itu, mumpung orang itu
belum berhasil melatih seluruh kepandaian silat yang maha
sakti itu, merebut kembali kitab catatan tersebut merupakan
tindakan yang paling tepat dan benar”
Sekalipun di dalam hati ia berpikir lain mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Lain halnya dengan diri Siauw Ling, pendapatnya justru
bertolak belakang dengan pandangan dari Shen Bok Hong, ia
pandang berat kitab catatan ilmu silat peninggalan dari Raja
seruling Thio Hong, demi membantu Gak Siau Cha untuk
menghadapi Giok-siau long-kun nilai dan kitab ilmu silat itu

mencapai tingkat yang tak terhingga bagi dirinya. Bahkan jauh
lebih penting bila dibandingkan dengan ilmu silat peningga1an
sembilan orang tokoh maha sakti lainnya.
Lain halnya pula dengan It-bun Han Too dia menyadari
bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih belum mampu untuk
menandingi kelihayan dari Shen Bok Hong maupun Siauw
Ling, jika dia ingin merebut kitab ilmu silat itu secara terang
terangan jelas sama sekali tiada harapan. Satu-satunya
kesempatan baginya untuk mendapatkan kitab pusaka itu
hanyalah berusaha untuk menjebak serta mengurung Shen
Bok Hong dan Siauw Ling sekalian di dalam Istana Terlarang,
tetapi sebelum dalam hati mempunyai keyakinan yang bisa
dipertanggung jawabkan ia tak ingin memperlihatkan
perasaan hati itu di atas raut wajahnya.
Sementara itu Kim Hoa Hujin dengan sorot mata yang
tajam menyapu sekejap raut wajah para jago yang ada di
dalam ruangan itu, kemudian berkata, “Perduli apapun yang
sedang dipikirkan serta dipertimbangkan dalam hati kalian
semua aku rasa lebih baik kita periksa dahulu isi kitab ilmu
silat itu sebenarnya asli atau palsu setelah itu barulah
persoalan dirundingkan kembali!”
“Tidak salah!” sahut Shen Bok Hong sambil mengerling
sekejap ke arah Siauw Ling, “Seharusnya kita periksa dahulu
isi dari kitab pusaka itu, benarkah isinya merupakan ilmu silat
peninggalan dari Thio Hong atau bukan ….”
“ Persoalannya siapa yang pantas untuk melakukan
pemeriksaan tersebut?” sela It-bun Han Too.
“Apa pendapatmu mengenai masalah ini?” tanya Shen Bok
Hong kemudian sambil berpaling ke arah Siauw Ling.
Si anak muda itu tidak langsung menjawab pikirnya di
dalam hati, “Seandainya aku usulkan Peng-ji yang pergi
memeriksa. Shen Bok Hong serta It-bun Han Too pasti akan
menyatakan tidak setuju. rupanya aku harus melakukan

pilihan di antara Kim Hoa Hujin serta Tong Lo-thaythay dua
orang….”
Berpikir demikian iapun menjawab
“Jika aku tidak memilih dari orang-orang yang dibawa Shen
Toa Cungcu aku rasa kau pasti akan merasa tidak lega hati.
Karena itu aku ingin memilih salah seorang dari kedua
pembantu Shen Toa Cungcu itu untuk melakukan tugas ini!”
“Siapakah dia?”
Sebenarnya Siauw Ling hendak menyebut Kim Hoa Hujin,
tetapi sewaktu ucapan itu tiba diujung bibir tiba-tiba Ia
berubah pikiran segera serunya
“Tong Lo Thay-thay”
Mendengar perkataan itu, Shen Bok Hong berpaling dari
melirik sekejap ke arah Tong Lo Thay-thay, kemudian sambil
menatap wajah It-bun Han Too tanyanya, “Bagaimana dengan
It-bun sianseng?”
“Asal Shen Toa Cungcu menyetujuinya, aku sih tidak punya
pendapat lain!…”
“Baik! kalau begitu biarlah Tong Lo hujin yang memikul
tugas ini untuk melakukan pemeriksaan terhadap isi kitab
tersebut!”
Tong Lo Thay-thay sendiri juga tidak banyak bicara,
perlahan lahan ia berjalan menghampiri pembaringan batu
dimana terdapat dua sosok mayat itu, setelah menyingkirkan
penggaris kumala serta kertas surat itu, tampak olehnya di
atas sampul kitab yang terdiri dari kulit kambing itu tertera
beberapa tulisan dengan huruf yang besar, tulisan itu berbunyi
demikian, “Kitab catatan ilmu silat dari Raja seruling Thio
Hong”
Tong Lo Thay-thay sebagai seorang ketua dari suatu
perguruan besar, meskipun termasuk golongan perempuan

yang dikatakan lemah namun kecerdasan serta ketelitiannya
tidak kalah dengan kaum pria, ia tahu pada waktu itu setiap
orang telah dipengaruhi oleh nafsu membunuh, sekali dia
bertindak salah kemungkinan besar jiwanya terancam mara
bahaya.
Oleh sebab itu setelah menyingkirkan penggaris kumala
serta kertas surat ini, ia sama sekali tidak menggerakkan kitab
pusaka ilmu silat tersebut, sambil berpaling ke arah Shen Bok
Hong sekalian ujarnya, “Sedikitpun tidak salah, di atas kitab
itu memang bertuliskan kitab catatan ilmu silat dari Thio
Hong.”
“Meskipun disampul luar bertuliskan huruf tersebut, namun
belum tentu isinya benar, kau musti periksa dulu isi kitab itu!”
seru It-bun Han Too.
Tong Lo Thay-thay segera berpaling ke arah Shen Bok
Hong. tanyanya.
“Bagaimana pcndapat Toa Cungcu?”
“Buka kitab itu dan periksa isinya!”
Tong Lo Thay-thay segera merogoh ke dalam sakunya dari
mengenakan sarung tangan kulit menjangan, kemudian
dengan sangat hati-hati ia membalikkan sampul kitab itu.
“Sungguh hati-hati tindak-tanduk nenek tua ini!” bisik Pek-li
Peng disisi telinga Siauw Ling, “Senjata rahasia beracun dari
keluarga Tong dipropinsi Su-chuan sudah tersohor di seluruh
kolong langit, setiap manusia tak berani memandang enteng
dirinya. Dia sebagai seorang ketua perguruan tentu saja tak
boleh dipandang enteng!”
Ketika pemuda itu alihkan sorot matanya maka terbacalah
dibalik sampul tersebut bertuliskan beberapa huruf yang
berbunyi demikian
Duapuluh delapan jurus ilmu seruling penghancur langit.

Jelas isi dari kitab catatan ilmu silat itu benar-benar
merupakan ilmu silat dari Raja seruling Thio Hong.
Sementara Siauw Ling hendak pusatkan perhatiannya untuk
membaca isi kitab itu lebih jauh, tiba-tiba terdengar It-bun
Han Too menghela napas panjang sambil bertanya, “Apakah
kalian semua berhasil menemukan sesuatu tanda yang tidak
beres?…”
“Tanda tidak beres apa?” tanya Shen Bok Hong keheranan.
“Tulisan di atas sampul sebelah luar sama sekali berbeda
dengan tulisan dalam isi kitab tersebut…”
Tong Lo Thay-thay, harap kau membalik kembali sampul
yang paling depan itu!” titah Shen Bok Hong.
Tong Lo Thay-thay menurut dari segera membalik kembali
pada sampul kulit yang terdepan.
Semula baik Shen Bok Hong maupun Siauw Ling sama
sekali tidak menaruh perhatian tentang hal itu, setelah
mendengar ucapan dari It-bun Han Too tadi mereka baru
menaruh perhatian dengan sungguh-sungguh.
Sedikitpun tidak salah, ternyata gaya tulisan dari huruf
yang tertera disampul paling depan sama sekali berbeda jauh
dengan tulisan dalam isi kitab itu.
Delapan huruf yang tertera disampul paling depan gaya
tulisannya tegak dari kuat sebaliknya tulisan di dalam isi kitab
itu tulisan cepat yang mengambang dari tidak beraturan.
Shen Bok Hong segera berpaling ke arah It-bun Han Too,
serunya, “Jadi kalau menurut pendapat It-bun heng isi kitab
ilmu silat dari Thio Hong ini bukan aslinya?”
“Pandanganku justru merupakan kebalikan dari pandangan
Shen Toa Cungcu itu….” sahut It-bun Han Too sambil tertawa
hambar.
“Bagaimana maksudmu?”

“Meskipun ilmu silat yang dimiliki Raja seruling Thio Hong
sangat lihay dan imannya sangat kuat sekali, namun setelah
berada dalam saat-saat terakhir menjelang kematiannya tak
bisa dihindari perasaan hatinya pasti mengalami goncangan
keras, karena itulah tulisannya jadi mengambang dan tidak
beraturan. Dan oleh sebab itulah aku merasa yakin bahwa
catatan ilmu silat itu benar-benar merupakan kitab
peninggalan dari Raja seruling Thio Hong….”
“Gaya tulisan pada sampul paling depan tegak lurus lagi
pula jauh berbeda dengan gaya tulisan dari isi kitab itu,
bagaimana pula penjelasan It-bun heng tentang persoalan
ini?”
“Kemungkinan besar sampul depan itu diberi orang lain
setelah isi kitab itu selesai dibuat. Lagi pula setelah raia
seruling Thio Hong tinggalkan ilmu silatnya, tak mungkin dia
bisa menjilid kitab ini sedemikian rapi dan bagusnya”
“Jadi maksud It-bun heng, kemungkinan besar kesemuanya
itu adalah hasil perbuatan dari orang yang memasuki Istana
Terlarang lebih dahulu dari kita itu?”
“Untuk memberi jawaban kecuali aku periksa lebih dahulu
tinta dari huruf di dalam kitab catatan ilmu silat tersebut..”
“Apakah kau harus melakukan pemeriksaan sendiri terlebih
dahulu baru bisa memberi jawaban?” tanya Shen Bok Hong
dengan alis berkerut kencang.
“Sedikitpun tidak salah….”
Ia berhenti sebentar kemudian melanjutkan, “Kalian semua
adalah orang-orang yang pemah bersekolah, kalian tentu tahu
bukan untuk membedakan warna tinta serta gaya tulisan
seseorang harus melakukan penelitian yang seksama? dari
jarak yang demikian jauhnya ini darimana aku bisa
mengadakan pemeriksaan?”

Mendengar sampai disini Shen Bok Hong segera berpaling
ke arah pemuda Siauw Ling, tanyanya
“Siauw Ling, bagaimana pendapatmu?”
“Tak ada halangannya berikan kepadanya untuk diperiksa!”
“Tong Lo Thay-thay, serahkan kitab catatan ilmu silat
tersebut kepadanya!”
Tong Lo Thay-thay mengiakan dari segera menyerahkan
kitab pusaka ilmu silat itu ke tangan It-bun Han Too, tetapi
sebelum orang itu sempat menerimanya mendadak terdengar
Kim Hoa Huiin berseru keras, “Lebih baik suruh dia maju
kedepan lebih dahulu sebelum kitab itu diserahkan
ketangannya!”
“Tidak salah!” sahut Shen Bok Hong, “It-bun heng, lebih
baik majulah kemari dari berdirilah di depan pembaringan batu
ini!”
Kiranya pada waktu itu It-bun Han Too sedang berdiri
sangat dekat dengan pintu masuk, andaikata setelah
menerima kitab ilmu silat itu dia kabur keluar dari ruangan
dan menutup pintu rahasia tersebut, niscaya para jago bakal
terkurung di bawah ruangan rahasia itu.
It-bun Han Too tersenyum, perlahan-lahan ia berjalan
kedepan pembaringan batu, setelah menerima kitab catatan
ilmu silat tadi ditelitinya lebih dahulu sampul bagian depan
dengan seksama, kemudian baru memeriksa halaman pertama
dari isi kitab itu.
Baik Shen Bok Hong maupun Sian Ling walaupun
mengetahui bahwa menggunakan kesempatan itu It-bun Han
Too sengaja hendak melihat isi dari ilmu seruling penghancur
langit, tetapi mereka berpendapat bahwa hal itu tidak menjadi
halangan sebab isi kitab itu toh terdiri dari puluhan halaman,
karena itu mereka berdua tetap bungkam dalam seribu
bahasa.

Kurang lebih sepeminuman teh lamanya It-bun Han Too
meneliti isi kitab itu. Kemudian sambil menutup buku tadi
ujarnya, “Gaya tulisan pada sampul depan dengan isi kitab itu
tidak jauh berbeda, jelas bukan tulisan dari orang yang
memasuki istana terlarang lebih dahulu dari kita itu”
“Bagaimana jika dibandingkan dengan tulisan di atas
surat?”
It-bun Han Too menerima surat itu dan dilihat sebentar,
kemudian menggeleng.
“Juga tidak sama!”
“Lalu bagaimanakah pendapat It-bun heng mengenai
persoalan ini?” tegur Shen Bok Hong dengan suara dingin.
It-bun Han Too tertawa hambar.
“Pendapatku sederhana sekali, yaitu setelah Thio Hong
selesai menulis ilmu silatnya sendiri, ada orang yang
membantu dirinya menjilid catatan itu serta memberi sampul
luar di depan catatan tadi”
“Maksud It-bun heng, warna tinta dari kedua huruf itu
berasal dari tahun yang sama dari jaraknya satu sama lain
tidak terlalu lama?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Kalau memang begitu maka itu berarti bahwa perbuatan
itu ialah hasil karya dari salah seorang diantara sepuluh tokoh
maha sakti tersebut, tetapi siapakah orang itu? bukankah
mereka senasib sependeritaan dengan ilmu silat yang tidak
jauh berbeda satu sama lainnya? andaikata Thio Hong tidak
mampu menjilid catatan ilmu silatnya sendiri, aku rasa orang
lainpun tak akan memiliki kemampuan untuk berbuat begitu.
Satu-satunya orang yang mungkin bisa berbuat demikian
hanyalah Ahli bangunan bertangan sakti Pau It Thian. Tetapi
setelah kita tinjau keadaan situasinya jelas Pau It Thian
menemui ajalnya terlebih dahulu di tangan para jago,

terhadap persoalan ini bagaimanakah penjelasan dari It-bun
heng sehingga bisa membuat kami merasa puas?”
It-bun Han Too termenung beberapa saat lamanya,
kemudian menjawab.
“Tepat sekali pertanyaan dari Shea Toa Cungcu itu,
andaikata kita teliti sebentar keadaan dari kakek pengubah
wajah disaat kematian menjelang tiba, maka tidak sulit bagi
kita untuk memecahkan rahasia ini”
“Apa sangkut pautnya tentang persoalan ini dengan kakek
pengubah wajah?….”
“Persoalan sebetulnya gampang sekali. selama ini aku telah
memperhatikan keadaan raut wajah dari orang-orang itu,
meskipun mereka semua berusaha keras untuk menjaga
ketenangan seridiri tetapi diantara kerutan alisnya tak dapat
menyembunyikan rasa murung dan kesalnya yang tebal,
hanya kakek pengubah wajah seorang saja yang mampu
mempertahankan ketenangannya tatkala ajal menjelang
datang, bahkan menganggap dirinya bagaikan Buddha. Hal ini
membuktikan bahwa Imannya paling tebal diantara kesepuluh
orang tokoh sakti itu. Dan menurut dugaanku seluruh catatan
ilmu silat dari sepuluh tokoh sakti tadi kakek pengubah
wajahlah yang menyusun, menjilid serta memberi sampul
mukanya”
“It-bun hengruanya kau punya pandangan istimewa
terhadap kakek pengubah wajah…..bukan begitu?” seru Shen
Bok Hong setelah termenung sebentar.
It-bun Han Too tertawa hambar.
“Diantara sepuluh tokoh silat maha sakti itu, walaupun
ilmu silat mereka berbeda satu sama lain tapi kelihaynya
seimbang, dalam hal keteguhan iman justru berbeda jauh
sekali, menurut apa yang Siaute ketahui diantara kesepuluh
tokoh sakti tabiat Cian jin taysu paling berangasan dan jelek
sekali pun julukannya seribu sabar (Cian jin) tapi wataknya

benar-benar berangasannya bukan kepalang. Watak paling
halus dan berbudi adalah Tam In Cing dari partai Hoa-san,
paling mulia dan sabar adalah Bu Siang taysu dari kuil sau-lim
sedang orang yang paling misterius adalah kakek pengubah
wajah Say Thian Gie ..”
“It-bun sianseng, pernah kau dengar tentang satu hal dari
mulut orang …?” tiba-tiba Tong Lo Thay-thay menyela.
“Persoalan apa?”
“Aku pernah dengar, katanya jago lihay ikut masuk ke
dalam istana terlarang tempo hari bukan sepuluh orang saja,
benarkah kabar berita tersebut?”
“Aku sendiripun pernah dengar orang mengatakan begitu,
tapi berita tersebut tak mampu membuktikan”
“Diantara sepuluh sosok mayat yang kita temukan telah
kekurangan satu orang tokoh yang tersiar pula dalam Bu lim…
apa kalian merasakan pula akan hal ini?”
“Siapakah orang itu?”
“Tiang bi taysu dari partai Go bi!”
It-bun Han Too tertegun kemudian serunya, “Aaah…tidak
salah, Tiang Bi taysu bukan saja merupakan seorang jago
yang paling menonjol di dalam perguruan Go-bi, bahkan, ia
merupakan seorang tokoh sakti yang paling menonjol pula
diantara kesepuluh jago tersebut….”
“Selain itu aku pernah mendengar pula berita sensasi yang
tersiar dalam dunia persilatan mengenai asal usul Tiang Bi
taysu “ujar Ton g Lo Thay-thay lebih jauh, “katanya pertama
tama ia belajar silat dikuil Siau-lim lalu pindah kepartai GoBi,
diantara sepuluh jago dia merupakan jago nomor satu yang
lihay, sebenarnya ia mampu mengalahkan sembilan jago
lainnya dan merebut kedudukan paling kosen didunia, tetapi
setiap kali ia mengalah dan tak pernah melukai musuh
musuhnya membuat orang Bulim beranggapan ilmu silat dari

kesepuluh tokoh sakti itu seimbang. Dalam kenyataan aku
dengar dihati kecil para jago lainnya telah mengakui kalau
ilmu silat dari Tiang Bi Taysu adalah paling hebat diantara
mereka semua…”
“Aaah…..! hal ini tak mungkin terjadi “sela Shen Bok Hong,
“kalau Tiang Bi taysu sungguh mempunyai ilmu silat paling
lihay dan disegani oleh lawan lawannya, ia tentu akan
mengangkat diri sebagai seorang tokoh silat tak terkalahkan
yang dihormati semua orang. Kenapa ia tak sudi menerima
gelar kehormatan tersebut?”
“Aku juga pernah mendengar berita tersebut “kata It-bun
Han Too pula, “cuma persoalan itu sulit untuk dibuktikan, lebih
kita anggap sebagai bahan pembicaraan waktu senggang
saja”
Tiba-tiba Siauw Ling teringat kembali akan kemampuan dari
gurunya, ayah angkatnya serta Liu Sian-cu, dengan usia dan
kemampuan yang mereka miliki sepantasnya kalau ketiga
orang itu berhak ikut serta dalam perebutan gelar nomor satu
tetapi karena urusan dendam pribadi dan masalah cinta
akhirnya mereka terpaksa harus berdiam dipegunungan yang
terpencil dari tidak pernah muncul dalam dunia persilatan.
Berpikir sampai disitu, ia lantas berkata
“Walaupun ada sepuluh jago lihay saling bertanding untuk
memperebutkan gelar nomor satu, itu bukan berarti dalam
dunia persilatan sudah tidak terdapat jago lihay yang memiliki
ilmu silat jauh lebih lihay dari kesepuluh orang itu, banyak
jago karena persoalan pribadi atau masalah cinta membuat
mereka segan untuk ikut berebut nama, banyak pula yang tak
berhasrat melakukan pertarungan untuk mencari nama….
manusia-manusia yang hidup mengasingkan diri
dipegunungan yang terpencil macam beginilah sepatutnya
dipuji dan dikagumi ….”

“Contohnya seperti gurumu bukan…”sambung Shen Bok
Hong dengan nada mengejek.
“Hmm! kalau guruku ikut serta dalam pertarungan sepuluh
jago tak mungkin ini hari kita jumpai ada jago lihay yang
tekurung di dalam Istana terlarang,“ sambung Siauw Ling
ketus.
Tiba-tiba Shen Bok Hong angkat kepala dari tertawa
terbahak-bahak
“Haaah…..haaah….haaah andaikata gurumu ikut terkubur
dalam istana terlarang maka ini hari aku orang she-Shen akan
kehilangan seorang musuh tangguh!”
“Siau tayhiap” ujar It-bun Han Too sambil menatap wajah
pemuda itu,” bolehkah ku tahu siapakah gurumu?”
“Maaf namanya tak dapat kusebutkan!”
“Sekalipun Siau tayhiap segan untuk memberitahukan tidak
sulit bagiku untuk menduganya.”
“Pada saat dan keadaan seperti ini tidak seharusnya kita
bicarakan masalah yang tak ada gunanya!”
“Tidak salah” seru Shen Bok Hong pula,” benarkah ilmu
silat dari Tiang Bi taysu jauh lebih dahsyat dari sepuluh jago
lainnya, masalah itu tak ada sangkut pautnya dengan keadaan
kita sekarang. Mau bicara tentang soal itu lebih baik setelah
keluar dari Istana Terlarang saja. Sekarang yang paling
penting adalah bagaimana caranya menyelesaikan masalab
kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong tersebut”
Perlahan-lahan It-bun Han Too meletakkan ki tab ilmu silat
itu ke atas pembaringan batu. kemudian ujarnya, “Isi kitab ini
sudah pasti tak bakal salah lagi, terserah kalian mau percaya
atau tidak kalau tulisan dari isi kitab dan sampul di lakukan
pada waktu yang bersamaan. Menurut penilaianku delapan
bagian kulit luar dibuat oleh kakek pengubah wajah sedang

isinya ditulis sendiri oleh Thio Hong, atau tegasnya kitab ini
adalah kitab yang asli”
“Lilin itu paling banter cuma bertahan setengah hio lagi
“kata Shen Bok Hong, setelah memandang lilin
dipembaringan.” sebelum lilin tersebut terbakar habis kita
harus menyelesaikan persoalan ini”
“Kitab pusaka yang kita temukan dalam Istana Terlarang
hanya satu jilid, persoalan ini merupakan masalah simpul mati
yang sukar diselesaikan, tentu saja kecuai kalau ada dua
orang diantaranya secara tiba-tiba membatalkan niatnya untuk
ikut serta mendapatkan kitab tersebut”
“HmmI dalam keadaan dan situasi seperti apapun, aku
tetap punya minat dengan kitab itu” seru Siauw Ling cepat.
“Siau tayhiap, kalau didengar dari perkataanmu itu seolaholah
kau punya ambisi besar untuk mendapatkan kitab pusaka
itu?” sindir Shen Bok Hong.
“Kalau kitab itu peninggalan orang lain mungkin aku tidak
terlalu berminat, justru karena kitab itu peninggalan dari Thio
Hong maka bagaimanapun juga harus kudapatkan”
“Kenapa? tanya It-bun Han Too, jika Siau tayhiap mau
mengutarakan alasannya, aku rela mengundurican diri secara
suka rela!”
Siauw Ling tidak bisa berbohong, untuk beberapa saat ia
jadi bingung dari tak tahu apa yang musti dijawab, terpaksa
dengan nada dingin serunya, “Aku rasa persoalan ini tak ada
pentingnya untuk dijelaskan kepada sianseng!”
“Jadi menurut perkataan dari Siau heng itu, kau sudah
memastikan diri untuk mendapatkan kitab pusaka dari Thio
Hong ini?” tegur ketua dari perkampungan Pek Hoa Sanceng
itu.

“Menurut perjanjian kita semula. Siau tayhiap hanya
mempunyai kesempatan sepertiga saja,“ sela It-bun Han Too
pula.
Siauw Ling mengerutkan dahinya, sinar tajam memancar
keluar dari matanya dan pemuda itu akan mengumbar hawa
amarahnya. Tapi sesaat kemudian Ia menghela napas panjang
dan tundukkan kepalanya.
“Jika kalian hendak menentukan dengan cara berundi,
tentu saja aku harus pegang janji!”
Shen Bok Hong memandang api lilin yang sudah tinggal
sedikit, pikirnya
“Ditinjau dari sikap Siauw Ling, rupanya dia sangat
berhasrat terhadap kitab pusaka dari Thio Hong itu. Jika aku
berusaha menggunakan cara lain dia pasti tak setuju. apalagi
bocah perempuan itu tak kuketahui asal usulnya, Siauw Ling
bisa tinggalkan sepasang pedagang dari Tong-ciu dari memilih
dia untuk mendampingi perjalanan kali ini, bisa diduga ilmu
silatnya tentu lihay sekali. Menurut It-bun Han Too, Kim Hoa
Hujin dan Tong Lo Thay-thay sejak tadi sudah tahu rahasia
Siau Lirig tapi mereka merahasiakannya dihadapanku, aku
rasa ucapan itu bukan isapan iempol belaka… sedang It-bun
Han Too pribadi orangnya licik diluaran ia baik kepadaku
belum tentu ia mau membantu aku jika aku sampai bentrok
dengan Siauw Ling… waaah… keadaan benar-benar serba
salah.
Ia merasa kekuatan yang semula paling besar, kini berubah
iadi paling lemah diantara beberapa orang itu. maka ujarnya
dengan cepat, “Bukankah sewaktu masuk Istana terlarang kita
telah berjanji lebih dahulu? aku rasa dalam pembagian
hasilpun kita harus tetap memegang janji yang lampau…”
It-bun Han Too jadi keheranan ketika mendengar nada
ucapan gembong iblis itu tiba-tiba berubahi jadi lunak,
pikirnya, “Semua orang dia takut sekali terhadap Siauw Ling,

rupanya berita itu ada benarnya juga….dia memang punya
rasa takut dan gentar menghadapi si anak muda itu”
Berpikir demikian, iapun lantas berkata, “Kalau memang
begitu, marilah kita bertaruh menurut perjanjian. Coba lihat
siapa yang beruntung akan mendapatkan kitab pusaka dari
Thio Hong tersebut. Setelah itu kitapun harus cepat-cepat
tinggalkan Istana Terlarang”
Dalam hati kecilnya Shen Bok Hong telah mengambil
keputusan, barang siapapun yang berhasil mendapatkan kitab
pusaka tersebut, setelah keluar dari Istana Terlarang ia akan
berusaha untuk merampasnya kembali, maka segera ujarnya
“Baik! lebih bilk urusan ini cepat diselesaikan, daripada
masing-masing pihak kuatir dan tidak tenteram terus”
“It-bun sianseng” seru Siauw Ling memperingatkan,
pembagian ini adalah adu nasib, aku harap engkau bisa
berlaku secara adil dari bijaksana…. janganlah bermain curang
atau main setan secara diam-diam…..”
“Tentu saja begitui, kalau Siau tayhiap masih tidak
percaya… baiklah! engkau saja yang memimpin pembagian ini
dan biarlah kami yang menebak… bagaimana?”
“Soal itu sih tak perlu. asal engkau It. bun sianseng bisa
bertindak jujur dan adil itu sudah lebih dari cukup”
It-bun Han Too segera masukan tangan kanannya ke dalam
saku, beberapa saat kemudian dia ambil keluar kepalannya
yang digenggam dan berkata, “Di dalam genggaman ini
semuanya terdapat tiga buah mata uang, silahkan kalian
berdua menebak berapa isi mata uang yang berada dalam
genggamanku ini, siapa yang cepat menebak isi mata usng
tersebut dialah yang berhak mendapatkan kitab pusaka
peninggalan dari Thio Hong tersebut”
Shen Bok Hong yang telah mempunyai rencana dalam hati
tidak merasa terlalu kuatir dengan pertaruhan ini,

perhitungannya asal tebakan adu nasib ini meleset maka kitab
itu akan dihadang sesudah keluar dari Istana Terlarang, maka
segera ujarnya, “Siau tayhiap, bukankah kau mempunyai
hasrat yang besar untuk mendapatkan kitab itu? Nah! sekali
lagi aku akan memberi kesempatan baik kepadamu. silahkan
Siau tayhiap menebak lebih dulu”
“Hmmm! kita sedang mengadu nasib, aku tak mau engkau
mengalah bagiku” seru Siauw Ling dengan suara dingin.
“Ooooh…. bagiku sih sama saja, menang juga boleh kalah
juga tak mengapa. Nah, silahkan engkau menebak lebih dulu”
“Kalau memang kau berkata begitu, ku tidak akan
sungkan2 lagi….!”
“Siau tayhiap silahkan mulai menebak!” Dengan pandangan
tajam Siauw Ling menatap wajah It-bun Han Too, sementara
hatinya terasa amat tegang dan kalut sekali, ia sama sekali tak
berhasil menenangkan hatinya.
---oo0dw0oo---
Jilid: 8
Belum pernah Siauw Ling mengalami keadaan seperti ini, ia
kuatir kalau tebakannya meleset dan rencananya gagal total….
tapi semakin hatinya tidak tenang perasaannya makin tegang
dan keringat dinginpun tanpa terasa mengucur keluar tiada
hentinya.
Setelah menatap wajah It-bun Han Too beberapa saat
lamanya, ia menjawab dengan suara lirih
“Dua biji!”
Wajah It-bun Han Too masih tetap tenang seperti sedia
kala, dia alihkan sorot matanya ke atas wajah Shen Bok Hong
dan menegur, “Bagaimana dengan Shen Toa Cungcu?”

“Tiga biji”
Perlahan-lahan orang she It-bun itu membuka genggaman
tangan kanannya dan berseru, “Silahkan kalian berdua
memeriksa dengan teliti!”
Ketika semua orang alihkan sorot matanya ke arah
genggaman It-bun Han Too maka terlihatlah di atas telapak
hanya terdapat sebiji mata uang belaka, air muka Siauw Ling
kontan berubah hebat dan hatinya terasa berdebar sangat
keras.
“Harap kalian berdua periksa uang ini dengan seksama”
kembali It-bun Han Too berseru sambil menyerahkan mata
uang tadi ketangan Siauw Ling.
Si anak muda itu menerima mata uang tadi dan diperiksa
dengan seksama, tidak salah mata uang tersebut memang
hanya sebiji. Ia menghela napas dan berseru, “It-bun
sianseng, rupanya engkau yang bemasib mujur dan berhasil
menangkan kitab pusaka itu!”
“Itu musti salahkan nasib kamu berdua yang kurang
beruntung!” sahut orang she It-bun sambil tersenyum, dia
ambil kitab pusaka itu dari atas pembaringan dan segera
masukkan ke dalam sakunya.
“Siau tayhiap, kalau dilihat dan rasa kecewa yang
menyelimuti wajahmu rupanya engkau sangat tidak puas
dengan pertaruhan ini?” seru Shen Bok Hong, “eeei….. It-bun
sianseng, aku lihat sekalipun aku tak ada hasrat Siau tayhiap
pasti tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja”
It-bun Han Too mendengus, dia alihkan sorot matanya ke
atas wajah pemuda itu sambil katanya, “Siau tayhiap aku lihat
kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong ini agaknya penting
sekali bagimu bukankah demikian?”
“Sekalipun setiap orang suka harta, tapi jalannya harus
jujur dan pakai aturan, aku memang mengakui bahwa kitab

pusaka peninggalan dari Thio Hong amat penting bagi aku
orang she Siau, tapi kau tak usah kuatir aku orang she Siau
tak akan merampasnya dengan cara yang tidak wajar atau
tidak jujur!”
“Haaahh….haaaah….haaaah……” It-bun Han Too tertawa
terbahak bahak, “sekarang apa yang musti kita lakukan?”
“ Kedatangan kita sudah didahului orang lain sehingga
membuat nilai dari istana terlarang hilang sama sekali aku
rasa tidak perlu kita berdiam terlalu lama lagi di tempat ini
“seru Shen Bok Hong.
“Kalau memang begitu mari kita keluar dulu dari ruang
bawah tanah ini…” kata It-bun Han Too, dengan langkah lebar
ia segera berjalan keluar lebih dahulu dari sana.
Kim Hoa Hujin tiba-tiba mempercepat langkahnya
mendahului It-bun Han Too, serunya, “It-bun sianseng harap
engkau berjalan ditengah saja!”
Dua langkah ia mempercepat tindakannya dan segera
berebut di depan orang itu.
Siauw Ling dengan ketat membuntuti dibelakang It-bun
Han Too dan Shen Bok Hong berjalan dipaling belakang.
Dalam waktu singkat para jago telah keluar dari ruang
bawah tanah dan tiba kembali diruang tengah.
Di tempat itu keadaan dan suasana masih tetap seperti
sedia kala. Kecuali jenazah dari Tam In Cing, enam sosok
jenazah lainnya masih tetap berada di tempat semula.
It-bun Han Too memandang sekejap wajah para jago,
kemudian berkata, “Silahkan saudara saudara sekalian keluar
lebih dahulu dari ruangan ini aku akan tetap tinggal disini
untuk membereskan lebih dahulu beberapa sosok jenazah itu”
Shen Bok Hong segera tertawa dingin.

“It-bun heng, apakah engkau akan tetap tinggal di dalam
istana terlarang untuk mempelajari lebih dahulu isi kitab dari
buku peninggalan Thio Hong tersebut?” setelah berhasil
mempelajari kepandaian lihay baru keluar dari Istana
Terlarang?”
“Shen Toa Cungcu terlalu banyak curiga sekalipun
kepandaian silat yang kumiliki amat cetek tak nanti aku suka
tetap tinggal di dalam Istana Terlarang, kau anggap aku
sudah bosan hidup dan ingin mencari kematian buat diri
sendiri?”
“Aku tidak percaya tanpa petunjuk dari sianseng, maka kita
semua tak bisa keluar dari Istana Terlarang ini…..” seru Siauw
Ling, dia keluarkan tangan kanannya dan berseru kembali,
“bawa kemari!”
“Siau tayhiap, apa yang kau kehendaki?”
“Tak usah gelisah atau tegang, aku bukan meminta kitab
pusaka tersebut… ayoh kembalikan anak kunci Istana
Terlarang tersebut!”
“Ketika masuk ke dalam istana terlarang tadi bukankah
suatu pertarungan sengit telah terjadi? aku rasa Siau tayhiap
menyaksikan mata kepala sendiri bukan?”
“Kunci tersebut telah hilang ketika sedang berlangsungnya
pertarungan sengit itu!”
“Toako, jangan percaya dengan perkataannya…. dia
bohong!” seru Pek-li Peng dengan gusar, “kalau ia tak dapat
mengembalikan anak kunci tersebut kita rampas kitab pusaka
peninggalan dari Thio Hong itu sebagai barang jaminan!”
Air muka Siauw Ling berubah jadi dingin dan amat serius,
katanya, “Ketika pertarungan sedang berlangsung kami
berdualah yang bertempur melawan Shen Bok Hong, sedang
It-bun sianseng dengan leluasa membuka pintu istana
tersebut kendati pertarungan yang berlangsung amat seru aku

rasa kejadian itu sama sekali tak ada hubungannya dengan
diri sianseng apakah kau anggap aku orang she-Siau tak
sanggup membunuh orang maka kau hendak bermain setan
dengan diriku?”
It-bun Han Too tertawa panjang.
“Haaahh…haaah…haaah…semua perkataan yang
kuucapkan adalah jujur dan sebetulnya, bila Siau tayhiap tak
mau percaya…apa yang bisa kulakukan lagi?”
“It-bun sianseng kau banyak akal dan jadi orang terlalu
licik, perkataanmu sukar untuk membikin hatiku jadi
percaya….kalau kau tidak mengembalikan anak kunci istana
terlarang kepadaku, terpaksa aku harus membinasakan dirimu
untuk melampiaskan rasa mangkel dan mendongkol dalam
hatiku sambil berseru perlahan-lahan pemuda itu angkat
telapak kanannya keudara.
Kita toh sudah masuk ke dalam Istana Terlarang? apa
gunanya kunci tersebut? benda itu toh sudah tak berhanga
sama sekali? kenapa kau bersikeras untuk minta kembali? lagi
pula yang lebih penting sebelum kedatangan kita kan sudah
ada orang lain yang mendahului kita semua, dan orang itu
bisa masuk kemari tanpa meuggunakan anak kunci Istana
Terlarang. Andaikata kunci itu masih ada aku pasti akan
mengembalikannya kepadamu…”
Dalam hati Siauw Ling segera berpikir, “Perkataan ini
sedikitpun tidak salah, rahasia istana terlarang telah
terbongkar, yang masih tertinggal disitu cuma beberapa sosok
jenazah dari jago-jago lihay itu… aku rasa sejak kini sudah tak
ada orang lagi yang berhasrat untuk memasuki istana
terlarang, kalau memang begitu apa gunanya kunci wasiat
itu?”
Pek-li Peng yang selama ini berada disisinya mendadak
berseru, “Perduli kunci wasiat itu berapa besar nilainya, yang
penting benda itu milik kami, jika kau telah menghilangkannya

maka kau berkewajiban untuk mengganti, bukan begitu It-bun
sianseng?”
“Di kolong langit mungkin hanya terdapat sebuah anak
kunci wasiat sebelum benda itu berhasil kutemukan kembali,
darimana aku bisa mengembalikanyya kepadamu?”
“Kalau memang begitu ayoh serahkan kitab pusaka
peninggalan dari Thio Hong itu kepada kami sebagai barang
jaminan, setelah engkau mengembalikan anak kunci istana
terlarang kepada kami, kitab tersebut baru akan kukembalikan
kepadamu”
Meskipun Siauw Ling sendiri tahu kalau It-bun Han Too
orangnya licik banyak akal dan cendik, dan tahu pula kalau
delapan puluh persen anak kunci rahasia tersebut sama sekali
tidak hilang, namun ia tak dapat menebak apakah kegunaan
dari anak kunci tersebut sehingga ia bersikeras untuk
menyembunyikannya.
---ooo0dw0ooo---
SEMENTARA itu It-bun Han Too telah berkata kembali,
Apakah kalian tidak merasa tindakan kamu berdua terlalu
jahat dan kelewat batas? masa aku hilangkan anak kunci itu
tanpa sengaja dan kalian segera minta kitab pusaka itu
sebagai barang jaminan?”
Kau tak usah banyak bicara, asal anak kunci istana
terlarang dikembalikan kepadaku kitab ini segera
kukembalikan kepadamu!”
Rupanya It-bun Han Too benar-benar terdesak hingga tak
bisa berbuat apa-apa lagi, perlahan-lahan dia merogoh
sakunya dan ambil keluar kitab pusaka itu, ujarnya, “Bagi kita
orang Bu-lim janji dan kepercayaan adalah nomor satu di atas
segala-galanya. Setelah aku hilangkan anak kunci istana
terlarang memang sepantasnya kalau benda itu harus kuganti.

Baiklah… sebelum anak kunci tersebut berhasil kutemukan,
kitab ini kutitipkan kepada kalian sebagai barang jaminan,
harap Siau tayhiap suka menerimanya!”
Meskipun dalam hati Siauw Ling ingin sekali menerima kitab
itu, tetapi dia merasa sungkan dan malu untuk
menyambutnya. Untuk beberapa saat pemuda itu jadi bingung
dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Pek-li Peng tidak mau berpikir terlalu jauh, dengan cepat
dia ulurkan tangannya hendak menerima kitab tersebut.
Akan tetapi dengan cepat It-bun Han Too menarik kembali
tangannya sambil berseru, “Akan kuserahkan sendiri ketangan
Siau tayhiap!”
“Kenapa? serahkan kepadaku toh sama saja?”
It-bun Han Too menggeleng berulang kali. “Siau tayhiap
adalah seorang lelaki sejati yang bisa dipercaya setiap
perkataannya, aku harus serahkan sendiri kepadanya karena
hanya dia seorang yang bisa dipercaya!”
Siauw Ling dibuat apa boleh buat terpaksa ia ulurkan
tangannya untuk menyambut kitab tersebut.
Ketika memegang sampai setengah jalan, It-bun Han Too
tak melepaskan kitab tersebut dengan begitu saja, kembali
katanya, “Siau tayhiap, andaikata anak kunci istana terlarang
berhasil kutemukan kembali, apakah kitab pusaka ini dapat
kutukarkan dengan benda itu?”
“Tentu saja boleh!”
“Baik aku percaya dengan perkataan Siau tayhiap, silahkan
engkau terima kitab pusaka itu sebagai barang jaminan!”
Sambil berkata ia segera melepaskan cekalannya dari
mundur dua langkah ke belakang.
Siauw Ling menerima kitab pusaka peninggalan dari Thio
Hong itu dan segera dimasukkan ke dalam saku.

Selama ini Shen Bok Hong hanya menyaksikan semua
kejadian itu dengan pandangan dingin dari mulut
membungkam, menanti Siauw Ling sudah memasukan kitab
pusaka tersebut ke dalam sakunya Ia baru menengadah dan
tertawa terbahak bahak.
“Shen Toa Cungcu, persoalan apa yang menggelikan
hatimu?” tegur Siauw Ling dengan suara dingin
Shen Bok Hong tidak menjawab, ia berpaling memandang
sekejap ke arah Kim Hoa hujin dan Tong Lo Thay-thay,
kemudian serunya, “Ayoh kita keluar lebih dahulu dari ruangan
ini!” sambil berkata dia melangkah pergi lebih dahulu.
Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay segera menyusul
dibelakang Cungcu dari perkumpulan Pek Hoa Sanceng itu dan
ikut keluar dari ruangan tersebut.
Pek-li Peng segera menowel ujung baju Siauw Ling sambil
bisiknya.
“Ayoh, kita juga ikut keluar…..”
Tanpa menunggu jawaban dia melangkah keluar lebih
dahulu dari tempat tersebut.
Dalam waktu singkat dalam ruangan tersebut hanya tinggal
It-bun Han Too seorang diri.
Terhadap alat-alat rahasia yang dipasang di sekitar ruangan
itu rupanya dia telah menguasainya, ketika alat rahasia
digerakkan maka keenam sosok jenazah itupun segera
tenggelam kembali dibalik ruang rahasia yang ada dibelakang
dinding.
Dalam pada itu Shen Bok Hong dengan membawa Kim Hoa
Hujin dan Tong Lo Thay-thay serta Siauw Ling dengan
membawa Pek-li Peng telah menanti ditengah halaman kurang
lebih empat lima depa diluar ruangan tersebut.

Sejak keluar dari ruangan Tong Lo thaythay telah
memungut kembali toya Siau ciang milik Shen Bok Hong yang
dipergunakan untuk menghantam dinding batu tadi.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian It-bun Han Too
baru muncul kembali sambil berkata.
“Alat rahasia yang dibangun oleh si Ahli bangunan
bertangan sakti benar-benar hebat dari luar biasa sekali,
walaupun sudah terpaut selama puluhan tahun lamanya
ternyata alat-alat rahasia itu masih bisa bejjalan seperti sedia
kala, agar jenazah dari beberapa orang tokoh sakti itu tidak
mengalami kerusakan aku telah mengembalikanyya ke tempat
semula….kalian tentu tidak terlalu lama menunggu bukan?”
Shen Bok Hong tertawa rawan, bibirnya bergerak seperti
mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya ia membatalkan
kembali maksudnya.
“Sekarang apakah It-bun Sianseng masih ada pekerjaan
lain?” tanya Siauw Ling.
“Sudah tak ada lagi, mari kita segera berangkat” seru Itbun
Han Too, ia merogoh keluar pedang pendeknya dan
segera melagkah ke arah luar.
“It-bun heng” kata Shen Bok Hong kemudian, dalam
perjalanan kita mengunjungi Istana Terlarang kali ini. Satu
satunya orang yang berhasil mendapatkan hasil yang lumayan
hanya It-bun heng seorang, bukan saja kau berhasil
menangkan sebilah pedang musitaka yang tajam sekali,
bahkan menangkan pula kitab pusaka peninggalan dari raja
Seruling Thio Hong, dengan keerdikan serta dasar ilmu silat
yang kau miliki sekarang, aku rasa sepuluh tahun lagi engkau
pasti akan sudah dapat menguasai seluruh isi kitab pusaka
tersebut
“Sayang aku telah menghilangkan anak kunci istana
terlarang milik Siau tayhiap, kejadian itu memaksa aku
terpaksa harus serahkan kitab pusaka itu sebagai

barang jaminan, andaikata anak kunci itu tak dapat
kutemukan, berarti pula kitab pusaka itu tak dapat kuminta
kembali”
Shen Bok Hong tertawa dingin.
“It-bun heng” jengeknya, “rencanamu itu mungkin bisa
mengelabuhi orang lain. tapi jangan harap bisa mengelabuhi
diriku”
It-bun Han Too tidak banyak bicara lagi, dia percepat
langkahnya menuju kedepan.
Para jago pun segera menyusul dari belakangnya dan
melewati jalan yang semula untuk menuju ke pintu istana.
Rupanya It-bun Han Too telah menguasai jalan keluar dari
istana tersebut, perjalanan dilakukan amat cepat sekali hingga
membuat Shen Bok Hong dan Siauw Ling sekalian tak mampu
menyaksikan pemandangan disekeliling tempat itu.
Tidak selang beberapa saat kemudian, sampailah para jago
di depan pintu gerbang Istana Terlarang.
Sambil menghentikan langkah kakinya It-bun Han Too
berkata, “Di depan pintu gerbang Ahli bangunan bertangan
sakti Pau It Thian telah memasang suatu alat rahasia yang
amat keji dan jahat sekali, saat ini kita semua sedang berdiri
di dalam lingkungan pengaruh alat rahasianya itu, asal alat
tersebut tersentuh dan menunjukkan kehebatannya maka
tidak ampun lagi kita berenam bakal mati konyol di tempat itu.
..”
Sementara itu para jago berdiri ditengah kegelapan yang
amat mencekam seluruh ruangan, sekalipun telah
menggunakan segala ketajaman matanya paling banter
mereka cuma dapat melihat daerah seluas dua depa belaka.
Shen Bok Hong segera mendehem dan bertanya, “Alat
rahasia apakah yang kau katakan sebagai amat lihay itu?”

“Di atas batok kepala kita dan sekitar kiri kanan dinding
ruangan ini telah terpasang suatu alat penyembur senjata
rahasia yang amat kuat, bila alat rahasia itu tersentuh maka
daerah seluas dua tombak akan terkurung di bawah hujan
jarum beracun yang amat rapat dan lebat….”
Ia berhenti sebentar kemudian lanjutnya.
“Kecuali jarum beracun, di tempat ini terdapat pula alat
rahasia yang mengendalikan dua buah pintu yang
membendung aliran air diperut bumi, andaikata tombol
rahasia itu sampai tersentuh sehingga pintu rahasia terbuka.
maka air bah dengan dahsyatnya akan mengalir masuk ke
dalam ruangan ini serta menenggelamkan kita semua, dalam
keadaan begitu sekalipun kita tidak mati terhajar oleh jarum
beracun, kitapun akan mati teuggelam oleh air bah yang maha
dahsyat itu”
“Sungguhkah akan terjadi peristiwa semacam itu?” tanya
Shen Bok Hong dengan sangsi.
“Baik kalau Shen Toa Cungcu tidak percaya, bagaimana
kalau kita buktikan bersama?”
“Bukti sih tak perlu” sahut Shen Bok Hong dengan cepat.
“It-bun heng, lebih baik cepatlah berusaha untuk membuka
pintu gerbang istana ini, agar kita semua bisa cepat-cepat
lolos dari tempat ini”
“Bagi diriku menyentuh tombolt rahasia tersebut atau
keluar dan Istana Terlarang, nasib yang akan kuterima adalah
sama saja”
“Apa maksud perkataanmu itu?”
It-bun Han Too menengadah dan tertawa tergelak.
“Haaah…haaah…haah… kalau pikiran Siau tayhiap hanya
ditujukan pada kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong,
maka Shen Toa Cungcu berpikiran untuk mencabut selembar
jiwaku, kalian berdua sama-sama memiliki ilmu silat yang

amat lihay. Perduli siapapun yang turun tangan aku tetap
bukan tandingan, bukankah hanya jalan kematian saja yang
bakal kuhadapi?”
“It-bun beng terlau banyak curiga, bagaimanakah jalan
pikiran Siau tayhiap aku tak tahu, yang jelas adalah diriku
sendiri, aku sama sekali tak ada minat untuk mencabut
selembar jiwa It-bun heng!
“Sungguh perkataan dari Toa Cungcu itu?” seru It-bun Han
Too menegaskan.
“Tentu saja sungguh!”
“Tapi kedengarannya tak masuk diakal dan sukar untuk
membuat hati orang percaya!”
“It-bun heng, apa yang kau kehendaki sehingga bisa
mempercayai perkataanku?”
“Kecuali kalau Shen Toa Cungcu angkat sumpah dan
menyatakan kalau dalam tiga hari mendatang engkau tiada
bermaksud mencelakai jiwaku disamping itu kau serta anggota
perkampungan Pek Hoa Sancengmu tidak akan merintangi
gerak-gerikku…”
“Bagaimana setelah tiga hari?”
“Setelah tiga hari? terserah kemauan Shen Toa Cungcu,
kau bebas hendak melakukan segala apapun!”
“Jadi kalau begitu setelah tiga hari aku boleh mencabut
jiwamu setiap saat?”
“Aku mempunyai waktu selama tiga hari untuk berusaha
meloloskan diri, aku percaya dalam jangka waktu itu aku
masih mampu untuk menghindarkan diri dari pengejaran Shen
Toa Cungcu, bila kita saling bertemu lagi dikemudian hari
siapa menang siapa kalah saat ini masih susah untuk
ditetapkan”
Shen Bo Hoog tertawa dingin.

“It-bun heng, kau terlalu percaya pada diri sendiri…baik!
kukabulkan permintaanmu itu”
“Haaah…. haaah…. haaaah,” It-bun Han Too tertawa
terbahak bahak, “dengan kedudukan dan nama besar Shen
Toa Cungcu didunia persilatan, aku percaya engkau tidak akan
mengingkari janji dari menjilat ludah sendiri lagi.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, cahaya sang
surya telah menerobos masuk ke dalam ruangan itu, ternyata
pintu gerbang istana terlarang telah terbuka.
Shen Bok Hong mengepos tenaga dan segera meloncat
keluar lebih dahulu. Serunya, “Aku akan membuka jalan!”
Kim Hoa Hujin dengan iImu menyampaikan suara segera
berbisik kepada Siauw Ling, “Saudara Siau baik baiklah
berjaga diri bilamana perlu aku bisa pertaruhkan jiwaku untuk
menolong engkau”
Siauw Ling merasa amat terharu, dia ingin mengucapkn
sepatah dua patah kata yang mengandung nada terima kasih,
tetapi Hoa Hujin telah menyusul dibelakang Shen Bok Hong
keluar dari istana terLarang.
Orang ketiga yang menyusul keluar dari Istana terlarang
adalah Tong Lo Thay-thay, dalam genggamannya dia masih
tetap membawa toya siang ciang yang besar dan berat itu.
Sementara itu tengah hari baru menjelang tiba, sang surya
memancarkan sinarnya menerangi seluruh jagad. Tampaklah
tiga sosok bayangan manusia meluncur keluar dari pintu
istana dan melayang turun dari tebing curam itu.
Sementara Siauw Ling hendak menyusul keluar. Tiba-tiba
It-bun Han Too menghalangi jalan perginya sambil berkata,
“Sia tayhiap, aku ada beberapa patah kata hendak dibicarakan
dengan dirimu… apakah kau bersedia untuk mendengarkan”
“Persoalan apa?”

“Tahukah kau mengapa Shen Bok Hong berebut untuk
meloncat keluar lebih dahulu dari istana terlarang?”
Meskipun dalam hati pemuda itu agak paham, namun ia
tetap berlagak pilon, ujarnya, “Aku tidak begitu paham….”
“Dia hendak mengumpulkan segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk mengepung sekitar tebing ini, Siau tayhiap
dengan disaku menggembol barang pusaka rasanya bukan
suatu pekerjaan gampang untuk keluar dari tempat ini dalam
keadaan selamat, aku rasa suatu pertempuran sengit tak
dapat dihindarkan lagi”
“Itukah alasannya kenapa sianseng serahkan kitab pusaka
peninggalan dari Thio Hong itu kepadaku?”
“Selama masih berada di dalam istana terlarang, terpaksa
aku harus berdiri diantara Shen Bok Hong dengan dirimu,
sebab hanya dengan cara inilah aku bisa mempertahankan
keselamatan jiwaku” ujar It-bun Han Too dengan wajah
serius.
“Aku rasa tujuan yang sebenarnya dari sianseng adalah
mengharapkan diriku melangsungkan suatu pertarungan yang
amat Seru melawan Shen Bok Hong sedang engkau sendiri
akan menjadi nelayan yang beruntung bukankah begitu?”
“Meskipun tempo dulu aku mempunyai tujuan untuk
berbuat begitu, lapi sekarang rencana tersebut sudah lewat,
dewasa ini yang kita butuhkan adalah suatu kerja sama yang
keras untuk bersama-sama menanggulangi krisis yang sedang
kita hadapi bersama saat ini”
Pek-li Peng mendengus dingin.
“Hmmm..! kau licik dan perkataanmu tak bisa dipercaya.
Bekerja sama dengan dirimu bukankah berarti pula berkawan
dengan srigala?” jengeknya sinis.
“Situasi yang sedang kita hadapi saat ini amat kritis dan
satu-satunya jalan untuk mengatasi bahaya tersebut adalah

bekerja sama, ketahuilah meskipun ilmu silat yang kalian miliki
sangat lihay, akan tetapi kalian cuma dua orang”
“Darimana engkau bisa rahu kalau kami hanya dua orang
saja?” kembali Pek-li Peng menukas.
It-bun Han Too tertegun, kemudian ujarnya, “Meskipun
kalian sudah siapkan jago lihay di sekitar tempat ini dan
mereka akan segera menyongsong kemari setelah melihat
tanda rahasia, tetapi jumlah orang orangmu masih belum bisa
melampaui banyaknya jago dari pihak Shen Bok Hong. Aku
sendiri walaupun dalam ilmu silat mungkin tak bisa membantu
kalian berdua, tetapi dalam soal akal dan siasat rasanya ku
masih dapat menyumbangkan tenaga”
“Bukankah antara engkau dengan Shen Bok Hong telah
melakukan perjanjian yang mana dia tak akan mencabut
jiwamu di dalam tiga hari mendatang? aku rasa tiga hari
adalah jangka waktu yang cukup lama bagimu untuk
melarikan diri…” ujar Siauw Ling.
It-bun Han Too segera tertawa hambar.
“Kau anggap Shen Bok Hong bisa menepati janjinya? kau
anggap iblis itu adalah seorang jago yang bisa dipercaya
ucapannya? Siau-tayhiap, jika engkau mengijinkan aku untuk
bekerja sama dengan kalian dalam menanggulangi situasi
yang krisis ini, akupun bersedia utituk membagi rata kitab
pusaka dari raja seruling itu secara merata!”
“Kau toh sudah menghilangkan kunci wasiat milik toakoku,
kitab pusaka ini telah diberikan kepada kami sebagai barang
jaminan, kau kira dirimu masih punya hak untuk mendapatkan
kembali kitab tadi?” omel Pek
li Peng dengan cepat.
It-bun Han Too tersenyum, perlahan-lahan dari sakunya dia
ambil keluar anak kunci wasiat itu dan berkata kembali, “Tadi
toh sudah kukatakan kalau anak kunci wasiat ini telah terjatuh

di pintu istana terlarang. Nah, sekarang sudah kutemukan
kembali harap Siau tayhiap suka memeriksa dengan seksama,
benarkah kunci itu adalah kunci yang asli atau bukan”
“Kunci itu toh selamanya berada dalam sakumu, kenapa
kau bilang telah hilang?”
“Siau tayhiap kita ada perjanjian dimuka aku rasa engkau
tak akan mengingkari janji bukan?”
Dengan teliti Siauw Ling periksa kunci wasiat tersebut.
Setelah mengetahui bahwa kunci itu asli, ia segera menghela
napas panjang, katanya
“It-bun sianseng, bagaimana caranya kita miliki bersama
kitab pusaka peninggalan dari Rasa Seruling Thio Hong ini?”
“Kita membagi kitab pusaka ini jadi dua bagian, lalu dengan
cara berunding kita tentukan siapa pemenangnya siapa
menang dia pilih lebih dulu, bagaimana setuju bukan?”
“Mulai kapan kita bagi kitab pusaka ini?” dari pertanyaan
tersebut jelaslah sudah kaIau Siauw Ling telah bersedia untuk
bekerja sama dengan It-bun Han Too.
“Aku percaya dengan diri tayhiap. Soal membagi rata kitah
pusaka itu aku rasa lebih baik dilakukan setelah kia berhasil
pukul mundur Shen Bok Hong dan keluar dari tempat ini”
Sambil menyingkir kesamping sambungnya,
“Siau tayhiap boleh turun lebih dahulu tapi hati-hatilah..
jangan sampai kena diserang oleh mereka”
“Terima kasih atas petunjukmu!”
Sesudah mengepos tenaga ia loncat keluar dari pintu istana
dan merambat turun dari dinding batu, sedikitpun tidak salah
Shen Bok Hong dengan membawa para jago lihaynya telah
menghadang di tempat itu.

Siauw Ling memandang sekejap ke arah depan. Ia lihat di
tempat itu kecuali terdapat Kim Hoa Hujin serta To Lo Thaythay
sekarang terdapat pula Cin Can Liong, Kiam bun-sianging.
yang terdiri dari pedang pengejar angin Pay Pek-li serta
pedang tanpa bayangan Tam Tong, Kanglam su kongcu yang
terdiri dari segulung angin Thio Peng, bunga lima racun Ong
Kiam, salju bulan keenam Lie Poo serta rembulan di atas
sungai Tio Kong.
Kemunculan Kanglam Su kongcu yang berdiri dipihak Shen
Bok Hong sangat mencengangkan hati Siauw Ling, ia sapu
sekejap wajah keempat orang itu kemudian tegurnya dengan
suara dingin, “Sungguh tak nyana duina ini amat sempit
sehingga dimanapun kita harus bertemu muka, sampai-sampai
disinipun kita kembali saling berjumpa”
Empat kongcu dari wilayah Kanglam itu saling bertukar
pandangan, sekejap kemudian menjawab, “Siau tayhiap, sejak
perpisahan apakah engkau berada dalam keadaan baik baik?”
Siauw Ling tidak menggubris keempat orang itu lagi, sambit
menatap wajah Shen Bok Hong ujarnya dengan ketus, “Shen
Toa Cungcu, kau dengan membawa begini banyak jago
datang menghalangi jalan pergiku, tolong tanya apa
maksudmu?”
Shen Bok Hong tertawa ewa.
“Sekarang kita semua toh sudah keluar dari Istana
Terlarang, aku rasa perjanjian yang kita buat sewaktu masih
berada di dalam Istana Terlarang sudah tidak berlaku lagi
“Lalu apa maksud Shen Toa Cungcu?”
Dalam pada itu Pek-li Peng serta It-bun Han Too telah
merambat turun pula dari atas tebing curam.
Dengan air muka serius dan kereng Shen Bok Hong
menjawab.

“Siauw Ling, aku dengan senang hati berharap akan
kedatanganmu untuk mengunjungi perkampungan Pek Hoa
Sanceng lagi. Persoalan dimasa silam tak nanti akan kuungkap
kembali”
“Maksudmu aku disuruh membantu engkau berbuat
kejahatan dan merajai dunia persilatan?”
“Apa salahnya kalau dunia persilatan berada di bawah
kekuasaanku? …” Shen Bok Hong balik bertanya.
Siauw Ling mendengus dingin.
“Sejak jaman dahulu kala hingga kini entah berapa banyak
orang yang mempunyai ambisi untu merajai jagad, tapi belum
pernah kudengar ada seorang manusiapun yang berhasil
mencapai harapannya, Toa Cungcu tanganmu sudah penuh
berlelepotan darah dosa dan kejahatan yang kau lakukan
sudah bertumpuk tumpuk …..,”
“Tutup mulut!” bentak Shn Bok Hong.
Siauw Ling tertawa dingin. ia tidak menggubris bentakan
dari gembong iblis iu, dengan suara lantang sambungnya lebih
jauh
“Memandang di atas wajah kita pernah angkat saudara,
asal engkau rela membubarkan kekuatanmu diperkampungan
Pek Hoa Sanceng dan berjanji tak akan berbuat kejahatan lagi
serta tobat dari dosa doamu aku orang she-Siau bersedia
untuk tampi kedepan umum dari mewakili dirimu untuk
memberi penjelasan kepada umat bu-lim, akupun bersedia
untuk mendesakkan pengampunan bagi dosa dosamu yang
lampau, sehingga tak ada orang yang mencari balas dengan
dirimu lagi…”
Shen Bok Hong menengadah dan tertawa seram, begitu
keras suara tertawanya hingga menukas ucapan Siauw Ling
yang belum selesai.
“Aku sudah bosan mendengar ocehanmu itu!” bentaknya.

“Bagus sekali, aku harap engkau suka berpikir dengan
matang!”
Shen Bok Hong tak malu disebut sebagai pemimpin dari
suatu golongan kekuatan yang besar, hanya sebentar saja ia
berhasil menguasai diri kembali, katanya
“Siauw Ling saat ini engkau sudah terdesak di tempat yang
terpencil dan bahaya, aku tak ingin ribut dengan engkau lagi
dan lagi pula dengan kekuatanmu seorang tak nanti situasi
dalam Bulim bisa kau rubah, Hmmm! orang she-Siau, ini hari
kau sudah tak bisa keluar dari lembah ini lagi dalam keadaan
selamat”
Siauw Ling berpaling dan memandang sekejap ke arah Pekli
Peng serta It-bun Han Too, melihat kedua orang itu sudah
berada disamping kiri dan kanannya dalam keadaan bersiap
siaga, Ia segera berkata.
“Kalau berbicara tentang kekuatan yang dimiliki Shen Toa
Cungcu saat ini, aku rasa belum tentu kekuatan ini jauh lebih
ampuh daripada kekuatan Cungcu sewaktu terjadi
pertempuran sengit diperkampungan Pek Hoa Sanceng tempo
dulu”
“Tempo hari sengaja kulepaskan dirimu dari ancaman maut
karena aku merasa sayang sekali terhadap dirimu itu, aku
berharap suatu saat engkau dapat melihat jelas keadaan dari
Bu-lim dan balik kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sanceng. Orang lain mungkin tak tahu duduk perkaranya tapi
aku percaya engkau tahu jelas akan hal ini. Kaupun tahu
bahwa sebagian besar partai persilatan dalam dunia telah
jatuh di bawah cengkeramanku, bila saatnya telah tiba dan
aku beri komando maka dalam sekejap mata semua kekuatan
dijagad akan musnah dan terjatuh ketanganku”
“Sayang situasi pada saat ini telah berubah” jengek Siauw
Ling dengan suara dingin, partai-partai persilatan telah mulai
sadar akan bahaya yang mengancam dan bersiap sedia, siapa

tahu kalau penghianat-penghianat dalam partai yang berpihak
kepadamu sudah berada di bawah pengawasan para jago
lihay dari partai pensilatan itu sendiri?”
“Benarkah begitu tentu saja Siauw Ling tak tahu, tetapi Ia
tahu menghadapi situasi yang amat kritis seperti ini, makin
banyak akal yang dipergunakan makin menguntungkan
posisinya, maka pemuda itu berusaha untuk menggempur
semangat tempur lawan dengan kata-kata.
Terlihatlah Shen Bok Hong tertegun dan berdiri, termangumangu
sesudah mendengar perkataan itu, rupanya ucapan
tersebut dirasakan sebagai suatu pukulan yang berat bagi
gembong iblis itu. Beberapa saat kemudian serunya.
“AsaL usul petugas yang kuutus untuk menyusup ketubuh
partai persilatan amat rahasia dan tidak diketahui oleh
siapapun, ia pula kedudukan mereka dalam partai amat tinggi,
darimana mereka bisa tahu akan rahasiaku itu?”
“Bagus sekali…. pikir Siauw Ling di dalam hati. rupanya dia
menganggap perkataanku sungguhan dan persoalan ini telah
mempengruhi l jiwanya…”
Berpikir demikian ia lantas berkata lagi.
“Aku toh mengetahui rahasiamu itu, masa orang-orang dari
partai persilatan tak bisa tahu!”
“Oooh…jadi rupanya kau sudah mengambil keputusan
untuk memusuhi diriku, bahkan tak akan benubah pendirian
lagi?” bentak Shen Bok Hong ketus.
“Kecuali kalau engkau suka mendengarkan nasehatku….”
“Siauw Ling”, ujar Shen Bok Hong dengan alis berkerut,
“selama ini dantara kita selalu tidak terdapat kesempatan
untuk melangsungkan pertarungan sengit, aku lihat ini hari
terpaksa aku harus mengukur sampai dimanakah
kelihayaanmu itu”

Dari situasi yang menyelimuti itu Siauw Ling sendiripun
tahu kalau pertempuran tak dapat dihindari lagi, tentu saja Ia
tak mau tunjukkan kelemahan sendiri, sambil mengepos
tenaga katanya.
“Mari, setiap saat aku akan melayani tantanganmu itu!”
Ketika itulah tiba-tiba It-bun Han Too maju dua langkah
kedepan, sambil memberi hormat katanya.
Shen Toa Cungcu, ketika masih berada di dalam Istana
Terlarang tadi bukankah kau sudah berjanji kepadaku untuk
melepaskan aku dalam keadaan hidup, apakah janjimu itu
masih berlaku atau tidak?”
“Kurang ajar….rupanya orang ini bendak melarikan diri,
maki Kim Hoa Hujin dalam hati, aku tidak boleh membiarkan
keinginannya itu terkabul…..”
Dengan suara keras segera serunya, “It-bun sianseng,
apakah kau ingin berlalu dari sini”
“Apakah hujin dapat memberi keputusan?” It-bun Han Too
balik bentanya setelah mendehem sebentar.
“Aku tak dapat mengambil keputusan untuk melepaskan
dirimu, tapi aku dapat mengambil keputusan untuk menahan
dirimu disini
Ia bereskan rambutnya yang kusut dari melanjutkan,
“Silahkan engkau pilih arah mana yang kau tuju, dan cobalah
untuk melarikan diri dari sini!”
Rupanya pda saat itu para jago yang dibawa Shen Bok
Kong telah mengatur barisan dengan bentuk setengah
lingkaran.. kecuali tebing curam diarah belakang empat
penjuru telah dijaga oleh jago lihay, kecuali menerjang keluar
dengan menggunakan kekerasan tak mungkin bagi ketiga
orang itu lolos dengan aman.

Diam diam It-bun Han Too mempertimbangkan kekuatan
dari kedua belah pihak, Ia sadar andaikata betul betul terjadi
pertempuran maka pihak Siauw Ling tentu akan mengalami
kekalahan total, dengan kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki Shen Bok Kong belum tentu Siauw Ling mampu
menghadapinya, sedang nona yang berada di samping
pemuda itu kendati punya ilmu silat yang Lihay, akan tetapi ia
masih belum mampu menghadapi kerubutan dari Kim Hoa
Hujin serta Tong Lo Thay-thay apalagi di situ masih ada Cin
Cau Liong sekalian jago jago lihay.
Satu satunya kesempatan bagi Siauw Ling untuk melarikan
diri adalah bilamana Kim Hoa Hujin serta Tong Loo-thay thay
mendadak berubah tujuan dan membantu pemuda itu, dengan
tenaga bantuan yang lebih besarlah situasi tersebut barulah
dapat ditolong.
Ia pernah menjadi tamu terhormat di dalam perkampngan
Pek Hoa Sanceng dan paham pula dengan keadaan
perkampngan tersebut, meskipun para jago lihay yang dibawa
Shen Bok Hong kali ini termasuk tokoh tokoh yang luar biasa
akan tetapi mereka masih belum termasuk kekuatan inti dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng, diantara beberapa orang itu
hanya Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay lah yang
memiliki kepandaian silat paling tinggi.
Setelah mempertimbangkan kekuatan dari kedua belah
pihak, maka dalam hatipun It-bun Han Too segera mengambil
kesimpulan. Ia merasa sekalipun pihak Siauw Ling agak
terdesak dan lebih banyak kalah dari menangnya, tetapi
bergabung dengan pemuda itu berarti masih ada kesempatan
hidup baginya. andaikata Ia harus menerjang keluar seorang
diri, bukan saja sama sekali tiada harapan untuk hidup bahkan
sudah jelas pertama-tama dialah yang bakal mati konyol lebih
dahulu.
Berpikir sampai disitu dia lantas berkata, “Shen Toa Cungcu
harap engkau suka memberikan penjelasanmu”

Shen Bok Hong menengadah dan tertawa terbahak bahak.
“Haaah…haaah… baaah….It-bun heng, kalau engkau ingin
pergi silahkan berangkat, aku tak akan menghalangi
kepergianmu itu!”
It-bun Han Too segera tertawa dingin.
“Shen Toa Cungcu pribadi mungkin tak akan menghalangi
diriku, bagaimana kalau orang lain yang menghadang jalan
pergiku? apakah Shen Toa Cungcu mengijinkan?”
“Kim Hoa Hujin datang dari wilayah Biau ia bukan anggota
perkampungan Pek Hoa Sanceng kami, lagipula diantara kalian
toh pernah terikat dendam pribadi, tentu saja aku tak dapat
ikut campur di dalam urusannya”
“Haaah…haaah…haaah… kalau Shen toa.. Cungcu ingin
mengingkari janjimu yang dulu, katakan saja secara terus
terang dari tak usah berliku liku dengan menggunakan
pelbagai macam cara, apakah engkau tidak merasa caramu itu
kurang jujur?”
“It-bun heng” kata Shen Bok Kong pula sambil tertawa
bambar,” selamanya engkau banyak akal dan licik sekali,
ketika aku sudah keluar dari istana terlarang bukankah kau
dengan Siauw Ling masih berada disitu beberapa saat, siapa
tahu kalau engkau sudah merencanakan siasat apa untuk
menghadapi diriku? jika kulepaskan engkau pergi dan kau
carikan bala bantuan bagi Siauw Ling, bukankah tindakanku ini
ibaratnya melepaskan harimau keluar dari sangkar? untuk
tetap menepati janji aku toh sudak bersedia tak akan turun
tangan sendiri, itu berarti aku tetah memberikan kebebasan
yang besar kepadamu”
“Shen Toa Cungcu tak usah berputar lingkaran untuk
mengutarakan maksud hatimu kalau aku tetap berada disini
paling sedikit bagi Siauw Ling diriku ini merupakan suatu
tenaga pembantu yang berarti….”

“Bagus sekali… bukankah kau serta kawan kawan Bu-lim
pada menghormati Siauw Ling sebagai seorang pendekar
besar? kalian bisa mati jadi satu, buat kau It-bun Han Too
rasanya peristiwa ini merupakan suatu kejadian yang patut
dibanggakan!”
It-bun Han Too mendengus dingin, tangan kanannya
merogoh ke dalam saku dan ambil keluar pedang pendek yang
diperoleh sewaktu berada di dalam Istana terlarang itu,
katanya
“Dengan ilmu silat yang kumiliki, tidak pantas kalau pedang
mustika semacam ini dipengunakan oleh ku!”
Ia mundur dua langkah ke belakang dari angsurkan pedang
pendek itu ketangan Siauw Ling katanya
“Siau tayhiap, ilmu pedangmu sangat lihay dari melebihi
orang lain, silahkan engkau terima pedang ini!”
“Orang ini didesak keadaan untuk berbuat demikian pikir
Siauw Ling di dalam hati, sedang akupun sedang bersiap siap
untuk menghadapi pertarungan sengit, rasanya aku tak pantas
untuk menerima pemberiannya itu seolah-olah atas balas jasa
sebagai perlindungan yang kuberikan kepadanya… toh dengan
kehadirannya disini berarti bantuan bagiku…”
Karena berpikir demikian. untuk beberapa saat lamanya
pemuda itu jadi sangsi dan tidak menerima angsuran
pedangnya itu.
It-bun Han Too adalah seorang jago kawakan yang banyak
pengalaman. Dari sikap Siauw Ling yang ragu-ragu dengan
cepat ia dapat meraba apa yang sedang dipikirkan pemuda
itu. Sambil tertawa hambar segera katanya.
“Sejak pertama kali tadi aku sudah tahu kalau Shen Toa
Cungcu tak akan menepati janjinya, karena itu barusan dia
kupaksa untuk buka suara dan menghapus janjinya sendiri,
perduli apakah kita bisa lolos dari lembah ini atau tidak,

masalah tersebut tentu akan tersiar di dalam dunia
persilatan!”
“Perlahan-lahan Siauw Ling menerima angsuran pedang
pendek itu, katanya, “Terima kasih It-bun Sian seng, asal aku
tidak mati pedang ini tentu akan kukembalikan kepadamu”
“Tak usah kau kembalikan, seru It-bun Han Too sambil
menggeleng, aku tak terbiasa menggunakan pedang, anggap
saja pedang pendek tersebut sebagai hadiah dariku untuk Siau
tayhiap?”
Tanpa melakukan sesuatu aku tak bisa menerima pahala,
darimana aku bisa menerima hadiahmu itu?”
“Pedang mustika untuk pendekar, pupur merah untuk
wanita cantik, pedang yang tajam justru cocok bagi Siau
tayhiap”
Siauw Ling masih ingin menampik, akan tetapi Pek-Li Pong
yang berada disampingnya telah berseru.
“Kalau memang begitu, biarlah aku mewakili toako untuk
mengucapkan benyak terima kasih kepadamu”
Habis berkata ia segera menjura dalam-dalam.
“Entah siapakah budak cilik ini? batin It-bun Han Too dalam
hati, rupanya dia merupakan seorang manusia yang sulit
untuk dihadapi”
Meskipun dalam hati Ia merasa amat jengkel karena
pemberian pedang mustikanya sama sekali tidak disambut
sebagaimana mestinya, tapi diluaran ia bersikap seolah olah
tak pernah terjadi sesuatu apapun.
“Nona bicara terlalu serius….” serunya berulang kali.
Sementara itu Shen Bok Hong merasa agak keder setelah
menyaksikan Siauw Ling mencekal sebilah pedang pendek
yang tajam sekali.

Sejak terjadi bentrokan-bentrokan kecil dengan pemuda itu
selama beberapa bulan terakhir, ia merasa ilmu silat yang
dimiliki Siauw Ling kian lama kian hebat dan kian merupakan
satu teka teki baginya. apalagi setelah melihat pemuda itu
mendapat senjata tajam membuat keadaannya ibarat harimau
tumbuh sayap. Ia semakin keder lagi. Walaupun begitu diluar
ia tetap berlagak tenang dan seolah olah sama sekali tidak
gentar.
Menanti Siauw Ling sudah menerima pedang pendek itu, ia
baru berkata dengan suara dingin, “Siau tayhiap sudah siap?”
“Sudah siap, sekarang Shen Toa Cungcu boleh turun
tangan!”
Shen Bok Hong turun tangan serdiri dia berpaling ke arah
Kiam-bun Siang ing lalu berkata.
Setiap hari kalian berdua selalu melatih ilmu pedang, aku
rasa sudah sepantasnya kalau kalian minta petunjuk tentang
ilmu pedang dari Siau tayhiap.. Nah babak yang pertama ini
kalian yang harus turun tangan!”
Walaupun Kiam bun Siang ing gentar dan takut
menghadapi Siauw Ling, tepapi mereka tak berani
membangkang perintah Shen Bok Hong, setelah bertukar
pandangan sekejap dengan pedang tersoren segera maju
kedepan.
Dalam hati mereka tahu, kalau harus turun tangan satu
demi satu niscaya mereka bakal mati konyol sebaliknya kalau
maju berbareng mungkin masih bisa bertahan beberapa jurus,
apalagi jumlah kekuatan yang dibawa Shen Bok Hong tidak
seberapa banyak. Siapa tahu disaat yang kritis mereka bakal
dibantu oleh gembong iblis tersebut.
Ditengah kegentaran muncul pula beberapa bagian
pengharapan, dengan jatung berdebar mereka segera terjun
ke dalam gelanggang.

Sementara itu It-bun Han Too telah membuat rancangan
dari situasi yang dihadapinya saat ini, ia beranggapan
pertarungan antara Shen Bok Hong dengan Siauw Ling
merupakan kunci terutama dari posisi mereka, andaikata
pemuda itu tidak beruntung dan mati di tangan gembong iblis
tersebut, maka pertempuran pun tak perlu dilanjutkan lagi, ia
serta nona itu hanya berusaha untuk melakukan bunuh diri.
Sebaliknya kalau Siauw Ling yang beruntung dan berhasil
merebut kemenangan maka yang sisanya tak usah ditakuti
lagi. meskipun jumlah pihak lawan tidak sedikit akan tetapi
kunci yang penting justru terletak pada pertarungan babak
pertama.
Siapa tahu Shen Bok Hong tidak turun tangan sendiri
sebaliknya malah mengutus Kiam bun Siang-ing untuk turun
gelanggang lebih dahuhu hal ini jelas menunjukkan kalau
pihak lawan hendak melangsungkan pertarungan secara
bergilir untuk menghabiskan tenaga Siauw Ling lebih dahulu,
kemudian Shen Bok Hong baru menggunakan segenap
kekuatan yang dimilikinya untuk membinasakan pemuda itu.
Dengan suara keras ia berteriak, “Shen Toa Cungcu apakah
engkau hendak bertempur dengan cara bergilir?..”
Shen Bok Hong tertawa hambar.
“Pertarungan ini mempengaruhi mati hidup kita semua,
perduli amat cara apa yang hendak kupergunakan”
Pek-li Peng segera meletakkan kotak kayu dalam
pangkuannya ke atas tanah, kemudian berkelebat kemuka dan
menghadang di depan Siauw Ling. Sambil memandang
sekejap ke arah Kiam bunn Siang Ing serunya.
“Jika kalian berdua ingin turun tangan melawan toakoku,
lebih baik menangkan dahulu diriku!”
Terhadap Siauw Ling boleh dibilang Kiam bun Siang ing
merasa jeri dari takut sekali, ketika melihat ada orang yang

menggantikn pemuda itu mereka jadi girang, pedang pengejar
angin Pay Pek-li sambil ayun pedang ditangannya segera
berseru.
“Nona, sebutkan dahulu siapa namamu”
“Kita sedang berkelahi bukan mengikat tali persahabatan,
kenapa musti sebutkan namaku?”
“Nona kalau engkau mau turun tangani harap segera
loloskan senjata tajammu!” seru pedang tanpa bayangan Tam
Tong pula.
“Bukankah kalian berdua telah mengirimkan senjata
bagiku?”
Sambil menjengek gadis itu menyapu sekejap pedang
panjang di tangan kedua orang itu.
Pay Pek lie segera tertawa dingin.
“Heeeh….heeeh.. . kalau memang nona tak ingin hidup,
kamipun tak akan banyak bicara lagi…”
Tangan kanannya tiba menekan ke bawah pedang panjang
dengan disertai cahaya putih yang berkilauan langsung
membabat tubuh gadis she Pek li itu.
It-bun Han Too kuatir sekali bagi keselamatan Pek-li Peng
ketika dilihatnya gadis itu sangat gegabah dan melayani
musuhnya dengan tangan kosong, pikirnya, “Budak ingusan
itu benar-benar tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi,
ilmu pedang dari Kiam bun siang ing terkenal akan keganasan
serta kecepatannya, masa budak itu mampu menghadapi
serangan-serangannya dengan tangan kosong?
Huuuh…rupanya dia ingin cari kematian buat diri sendiri.”
Sementara dia masih menguatirkan bagi keselamatan Pek-li
Peng, mendadak gadis itu menggerakan tubuhnya dan tahu -
tahu lenyap dari pandangan.

Setelah bacokan pedangnya mengenai sasaran kosong, Pay
Pek li baru badar bahwa ia telah bertemu dengan musuh
tangguh, sebelum tubuhnya sempat meloncat mundur ke
belakang mendadak pergelangan kanannya terasa jadi kaku,
lima jarinya mengendor dan pedangnya segera terlepas dari
genggaman.
Ketika ia periksa lengan sendiri, terlihatlah tepat di atas
pengelangan kanan menancaplah sebuah jarum kecil yang
memancarkan cahaya berkilauan.
Rupanya Pek-li Peng telah meloloskan diri dari bacokan
lawan dengan suatu gerakan yang cepat dan aneh, disaat Pay
Pek-li masih berdiri dengan hati tertegun dan gelagapan, pada
saat itulah, jarum kecilnya ditimpuk keluar dan lepas
menghajar dipergelangan kanannya.
Semua kejadian berlangsung dalam waktu singkat ketika
pedang Pay Pek-li terlepas dari genggaman, laksana kilat Pekli
Peng telah menggerakkan tangan kanannya menyambut
pedang mustika yang terlepas dari genggaman itu.
Pada saat itulah pedang tanpa bayangan Tam Tong telah
menggerakkan tangan kanannya, cahaya pedang berkilauan
dan langsung menusuk tubuh gadis she Pek li Itu.
Disaat Pek-li Peng menyambut pedang Pay Pek li pada saat
itulah babatan pedang Tam Tong telah meluncur tiba.
It-bun Han Too sama sekali tidak menyangka kalian
kepandaian silat yang dimiliki Pek-li Peng amat lihay, hanya
dalam sekali gebrakan Pay Pek li telah dipaksa melepaskan
pedangnya, meskipun keberhasilannya didasarkan pada
permainan setan akan tetapi kecerdasan, kecepatan gerak
serta kesempurnaan ilmu silatnya benar-benar mengagumkan
sekali.
“Sungguh lihay budak ini…” pujinya di dalam hati.

Kemenangan yang berhasil diraih Pek-li Peng tanpa sadar
telah mempengaruhi pula semangat dari It-bun Han Too, rasa
was was dan kuatir yang semula masih menyelimuti hatinya
kini sudah tersapu bersih dari dalam benaknya
dalam pada itu Pek-li Peng tidak sempat menggerakkan
pedangnya untuk menangkis datangnya bacokan pedang dari
pedang tanpa bayangan Tam Tong, disaat yang krisis dan
berbahaya, ia segera berjumpalitan diudara…dengan suatu
gerakan yang manis gadis itu berhasil meloloskan diri dari
ancaman lawan.
Ketika itulah Pay Pek li telah meloncat mundur tujuh depa
dari gelanggang pertarungan.
Dia sebagai seorang jago yang punya nama besar dalam
dunia persilatan harus menelan kekalahan hanya di dalam
segebrakan saja di tangan seorang gadis, peristiwa ini amat
menyedihkan hatinya, dengan wajah yang lesu dia cabut
keluar jarum racun yang mengeram di atas pengelangannya
lalu berdiri dengan kepala menunduk.
Dalam pada itu pedang tanpa bayangan Tam Tong telah
melangsungkan pertarungan yang seru melawan Pek-li Peng,
mereka saling tusuk menusuk bacok membacok dengan
serunya membuat suasana jadi tegang dan penuh diliputi
hawa membunuh.
Shen B0k Hong melirik sekejap situasi ditengah
gelanggang, kemudian sambil menghampiri Pay Pek- li
tegurnya, “Apakah di atas jarum mengandung racun?”
Pay Pek-li tidak menjawab ia hanya angkat pergelangan
kanannya, dimana warna hitam gelap telah menyelimuti
disekeliling mulut luka tersebut, seluruh lengan kanannya
telah membengkak besar sekali.
Terdengar Pek-li Peng yang sedang bertempur melawan
Tam Tong berteriak keras, “Jarum itu! mengandung racun
yang amat jahat, dalam satu jam mendatang kalau tidak dapat

pengobatan maka kadar racun akan menyerang ke dalam
jantung hingga menyebabkan kematian, kecuali obat penawar
khusus bikinanku sendiri di kolong langit tak ada orang lain
yang bisa dipengunakan untuk memusnahkan racun itu”
Menggunakan kesempatan dikala gadis itu sedang
berteriak, Pedang tanpa bayangan Tam Tong memperhebat
serangannya dengan mengirim tiga buah tusukan berantai,
memaksa Pek-li Peng terdesak mundur dua langkah ke
belakang. Tetapi Pek-li Peng dengan cepat menunjukan
kelihayannya pula, empat buah serangan berantai yang maha
dahsyat memaksa Tam Tong terdesak balik ke tempat semula.
“Hmmm” Shen Bok Hong mendengus dingin, “Nona,
apakah kau tidak merasa perkataanmu itu terlalu takabur?”
Ia merogoh sakunya dari ambil keluar Sebuah botol
perselen, dari botol itu dan ambil keluar dua biji obat lalu
diangsurkan ke tangan Pay Pek li sambil katanya, Coba kau
telan lebih dahulu dua biji obat ini, kita lihat bagaimana
reaksinya!”
Pay Pek-li tertawa getir, dia terima pil tersebut kemudian
tanpa mengucapkan sepatah katapun segera dimasukkan ke
dalam mulut.
“Hmm…kau tak usah membuang tenaga dengan percuma
seru Pek-li Peng kembali, kecuali obat pemunah dari keluarga
kami, di kolong langit tak ada obat lain yang mampu
memunahkan racun jarum tersebut”
“Jika perkataan nona tidak salah, aku bisa menangkap
nona hidup-hidup dan memaksa engkau untuk serahkan obat
pemunahnya”
“Kalau kita benar-benar bertempur, belum tentu kau yang
menang, siapa menang siapa yang kalah masih merupakan
suatu tanda tanya besar”

“Takabur sekali ucapanmu itu….” seru Shen Bok Hong, ia
segera melangkah main kedepan.
Dengan cepat Siauw Ling maju pula dua langkah kedepan,
tantangnya, “Shen Toa Cungcu, kau ingin berkelahi?” mari….
akan kulayani dirimu!….”
Shen Bo Hong tidak menggubris perkataan pemuda itu,
tiba-tiba ia berpaling ke arah Kim Hoa Hujin serta Tong Lo
Thay-thay katanya, “Kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling
sangat lihay, diapun memiliki pedang pusaka, kalian berdua
hadapi orang itu sedang aku hendak menangkap budak itu
untuk memaksa dia serahkan obat penawar!”
It-bun Han Too yang mendengar perkataan itu diam-diam
tertawa dingin, Ia tahu Shen Bok Hong adalah manusia licik,
sengaja menghindari pertarungan langsung dengan Siauw
Ling sebaliknya suruh Kim Hoa Hujin dan Tong Lo Thay-thay
untuk maju lebih dahulu tujuannya bukan lain adalah untuk
menguras tenaga pemuda itu lebih dahulu sementara itu ia
akan menaklukan Pek-li Peng dengan gerakan cepat kemudian
baru menghadapi pemuda itu.
Karena merasa situasinya kian lama kian bertambah kritis,
diam-diam ia segera menghimpunn tenaga untuk bersiap
sedia, asal keadaan tidak menguntungkan maka dia akan ikut
terjun ke dalam gelanggang.
Suasana hening beberapa saat lamanya… akan tetapi Kim
Hoa hujin serta Tong to thay thay masih tetap berdiri di
tempat semula tak seorangpun diantara mereka berdua yang
menunjukkan tanda kalau mereka siap untuk melangsungkan
pertempuran melawan pemuda itu.
Sebenarnya Shen Bok Hong telah berjalan menuju ke arah
Pek-li Peng, tetapi ketika menyaksikan Tong Lo Thay-thay
serta Kim Hoa Hujin masih tetap berdiri di tempat semula, ia
segera berhenti tertawa hambar.

Kepada Kim Hoa Hujin segera tegurnya, Hujin, sudah kau
dengar perkataanku”
“Sudah!” jawab Kim Hoa Hujin sambil ambiL keluar ular
Pek Siau jinya dari dalam Saku.
Shen Bok Hong segera berpaling ke arah Tong Lo Thaythay
dan tegurnya pula.
“Tong Lo Thay-thay, kau juga sudah mendengar?”
“Aku sudah mendengar”
“Kalau kamu berdua sudah mendengar, mengapa masih
tetap berdiri di tempat semula?”
Diam-diam It-bun Han Too merasa girang menyaksikan
situasi itu, pikirnya di dalam hati, “Andaikata ketiga orang ini
bentrok lebih dahulu sehingga saling menyerang, maka situasi
pasti akan mengalami perubaban besar waktu itu siapa yang
bakal merebut kemenangan masih sukar untuk diduga.”
Haruslah diketahui, dengan kepandaian yang dimiliki Kim
Hoa Hujin serta mahluk berbisa yang dimilikinya andaikata
terjadi pertarungan, maka binatang binatang beracunnya
tentu akan melukai musuh dengan hebat, sebaliknya Tong Lo
Thay-thay adalah ketua dari penguruan keluarga Tong
dipropinsi Su cuan, dengan ilmu senjata rahasianya yang lihay
serangan serangannya merupakan ancaman besar.
Apalagi jika dua orang tokoh sakti ini bekerja
sama…keadaan tentu semakin hebat lagi.
Terdengar Kim Hoa Hujin berkata kembali, “Keadaan yang
terLihat pada saat ini sudah tertera amat jelas. Shen Toa
Cungcu telah menaruh curiga terhadap diriku dan Tong Lo
Thay-thay, meskipun kami berhasil membinasakan Siauw Ling
belum tentu rasa curiga Toa Cungcu terhadap kami terhapus
dengan begitu saja, atau dengan perkataan lain setelah
kematian dari Siauw Ling maka akan tibalab giliran kami untuk
mati..”

Shen Bok Hong mendongak dan tertawa keras, tukasnya
“Hujin kau terlalu banyak curiga dan pandai memikirkan hal
yang bukan-bukan, bukan saja ilmu silat yang kalian miliki
sangat lihay bahkan mempunyai pula ilmu simpanan yang luar
biasa, dikemudian hari aku masih membutuhan kalian berdua,
sudah tentu tak mungkin kucelakai jiwa kalian berdua”
Sementara pembicaraan masih berlangsung Pek-li Peng
yang berada ditengah gelanggang telah membentak keras,
“Lepas tangan!”
Bersamaan dengan menggeletarnya suara bentakan itu,
pedang tanpa bayangan Tam Tong mengeluh dan pedangnya
teelepas dari cekalannya.
“Peng ji, jangan melukai orang.” bentak Siauw Ling dengan
cepat.
Setelah memukul rontok pedang Tam Tong dari cekalan,
sebenarnya Pek-li Peng akan meneruskan babatan pedangnya
untuk mengutungi lengan kanan orang she Tam tersebut.
Tetapi setelah mendengar bentakan dari Siauw Ling dengan
cepat ia tarik kembali pedangnya sambil meloncat balik kesisi
tubuh pemuda itu.
Siauw Ling tersenyum, kepada gadis itu ujarnya
“Peng-ji, berilah sebutir pil pemunah untuk saudara Pay
yang terluka itu.
Mula-mula Pek-li Peng tertegun, kemudian sambil tertawa
jawabnya
“Perkataan toako tentu tak bakal salah lagi….”
Dia ambil keluar sebutir pil pemunah dan segera diberikan
kepada pedang pengejar angin Pay Pek-li.
Meskipun orang she Pay itu sudah menelan pil pemunah
pemberian dari Shen Bok Hong, akan tetapi berhubung obat
itu tidak dipergunakan pada tempat yang benar maka sama

sekali tidak mendatangkan kemanjuran apapun, waktu itu dia
sudah merasakan kadar racun yang mengeram dalam
tubuhnya perlahan-lahan menjaLar naik ke atas badan.
Ketika pil pemunah itu diangsurkan kehadapannya, tanpa
terasa ia sambut obat itu dan segera dimasukan ke dalam
mulut.
Ar muka Shen Bok Hong berubah hebat ketika menyaksikan
Pay Pek-li manyambut obat pemunah itu, tetapi sebagai
seorang manusia yang berakal panjang, ia tahu situasi yang
dihadapinya saat ini amat keritis bila ia salah bertindak, maka
keadaan akan mengalami perubahan besar bahkan
kemungkinan besar ia akan terdesak hebat, maka sambil
meuggigit bibir ia pura-pura tidak melihat.
Terdengar Kim Hoa Hujin tertawa terkekeh-kekeh, lalu
berseru
“Shen Toa Cungcu benarkah engkau masih mempercayai
diriku?” kalau masih percaya harap kau suka mengabulkan
satu permintaanku”
Shen Bok Hong sudah menilai situasi pada saat itu, ia tahu
andaikata Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay
memberontak, maka ia dari posisi yang kuat akan berubah
jadi lemah, sambil menahan rasa mendongkol dihati gembong
iblis itu tertawa.
“Apa yang hujin inginkan?” tanyanya.
“Setiap orang yang berada di dalam perkampungan Pek
Hoa Sanceng, kecuali ji Cungcu Ciu Cau Liong boleh dibilang
semuanya telah kau cekoki racun yang amat keji. aku telah
jual nyawa bagimu bahkan siap bercindak sebagai pelopor
dalam menghadapi setiap pertempuran sengit, andaikata aku
tidak beruntung dan mati hal ini harus salahkan kepandaianku
yang terlalu cetek, tetapi kalau aku harus mati karena racun
yang Cungcu berikan kepadaku….kematian tersebut boleh
dibilang kematian yang paling mengenaskan, apalagi setiap

sepuluh hari kami harus minta obat penawar dari Cungcu
untuk memperpanjang jiwa kami, pekerjaan ini terlalu
merepotkan sekali. Karenanya bila Toa Cungcu mau percaya
dengan kami, berdua, harap engkau suka membebaskan lebih
dahulu racun keji yang mengeram dalam tubuhku serta tu buh
Tong Loo-hujin”
Siauw Ling sendiri sudah menyadari kalau posisinya amat
lemah dan andaikata benar-benar terjadi pertempuran
kekalahan Lebih banyak diraih daripada kemenangan apalagi
is sendiripun belum tahu apa maksud dan tujuan dari Kim Hoa
hujin serta Tong Lo Thay-thay, sementara ia sedang gelisah
mendadak situasi mengalami perubahan kembali, karena
menguntungkan pihaknya maka pemuda itupun dengan sabar
diri tetap berdiri dengan mulut membungkam.
Terdengar Shen Bok Hong tertawa terbahak bahak, laLu
berkata, “Hujin, kalau memang kau punya keinginan seperti
itu, mengapa tidak kau katakan sedari tadi?”
“Kalau aku ajukan permintaan ini sedari dulu, mungkin
mayatku saat ini sudah dingin dan tinggal tulang kerangka
saja
“Hujin, kau memilih saat dan keadaan seperti ini baru
utarakan maksud hatimu, apakah tujuanmu hendak paksa aku
orang she Shen untuk menuruti kehendakmu itu?”
“Aku rasa Saat yang semacam ini merupakan saat yang
terbaik untuk mengajukan permintaan itu” jawab Kim Hoa
Hujin sambil tertawa, “ bila kesempatan sebaik ini kubuang
dengan begitu saja, belum tentu dikemudian hari aku bisa
mendapatkan peluang lagi.
Shen Bok Hong tidak bicara, setelah termenung sebentar
dia berpaling ke arah Tong Loo-thay thay dan menegur
“Bagaimana dengan Tong Loo hujin!”
“Aku mempunyai perasaan yang sama!”

“Haaah…haaah…haaah… sekalipun aku ingin sekali
mengabulkan permintaan tapi Sayang situasi tidak
mengijinkan diriku untuk berbuat demikian”
“Kenapa tanya Tong Lo Thay-thay, “bukankah obat
penawar itu selalu berada di dalam saku Shen Toa Cungcu?”
“Memang benar aku selalu menggembol obat pemunah,
akan tetapi setiap butir obat pemunah itu hanya bertahan
selama sepuluh hari, tak mungkin racun yang mengeram di
tubuh kalian mampu kulenyapkan sama sekali” kata Shen Bok
Hong.
“Jadi kalau begitu selama hidup kita harus mengikuti Shen
Toa Cungcu terus menerus, sepuluh hari berpisah berarti jiwa
kami akan lenyap?” sela Kim Hoa Hujin.
Shen Bok Hong tersenyum.
“Tetntu saja ada cara lain yang dapat melenyapkan rscun
dalam tubuh kalian cuma…”
“Kalau memang begitu mengapa tidak kau lenyapkan racun
yang mengeram dalam tubuh kami itu?”
“Untuk melenyapkan macun yang mengeram di tubuh
kalian, aku harus melakukan suatu pekerjaan besar, pertama
tama jalan darah kalian musti ditusuk dahulu dengan jarum
emas kemudian diberi obat dan memaksa sisa racun yang
mengeram dalam isi perut kalian terdesak keluar. Untuk
menyeleseaikan kesemuanya itu aku membutuhkan waktu
selama dua jam. Coba bayangkanlah disaat dan keadaan
seperti ini mana aku punya waktu”
Hoa Hujin segera tertawa terkekeh kekeh.
Haaah…haaah…..haaah…jadi kalau begitu kami sudah pasti
akan mati” serunya.
“Kalian tak usah kuatir, aku berjanji setelah kejadian hari
ini, racun yang mengeram di tubuh kalian berdua tentu akan

kuobati hingga bersih”, seru Shen Bok Hong dengan wajah
serius.
“Aku tidak percaya!” teriak Kim Hoa Hujin sambil gelengkan
kepalanya.
Tong Lo-thay they yang selama ini membungkam terus,
tiba-tiba alihkan tongkat kepala burung hongnya ketangan kiri,
tangan kanan dengan cepat merogoh ke dalam saku untuk
memakai sarung tangan, kemudian sambil menggenggam
segenggam pasir racun serunya, “Shen toaungcu tahukah
engkau ilmu kepandaian apakah yang paling diandalkan
keluanga Tong kami?,”
“Semua orang di kolong langit tahu kalau kepandaian
keluanga Tong yang terutama adalah ilmu melepaskan senjata
rahasia”
Tong Lo Thay-thay gelengkan kepalanya.
“Kalau dibilang benar maka tebakan dariShen Toa Cungcu
hanya bisa dikatakan benar separuh, yang paling penting
kepandaian paling dahsyat dari keluarga Tong adalah dalam
sekali turun tangan tujuh macam senjata rahasia beracun
bisa dipergunakan sekaligus, keluanga Tong suka
menggunakan racun tak nyana aku sebagai ketua dari
penguruan keluarga Tong harus sengsara karena racun keji
dari Shen Toa Cungcu…. yaah boleh dibilang mungkin inilah
ganjaran bagi kami sekeluarga.
---oo0dw0oo---
Jilid 9
Shen Bok Hong memutar biji matanya memandang
sekeliling tempat itu, dia tahu Kim Hoa Hujin serta Tong Lo
Thay-thay sudah menunjukkan sikapnya untuk memberontak,
bahkan kedua orang itu telah siap sedia melancarkan

serangan. Hal ini membuat gembong iblis tersebut agak
gelagapan juga dibuatnya. Ia tak menyangka kalau musuh
belum berhasil dibekuk diantara kekuatan mereka sendiri
terjadi perpecahan. Tentu saja ia tak sudi untuk tunduk kepala
dan takluk kepada mereka berdua.
Shen Bok Hong yang cerdik tak urung dibikin tak berdaya
juga menghadapi keadaan seperti itu, untuk sesaat ia tak
dapat menemukan cara yang paling baik untuk menghadapi
keadaan tersebut, dengan termangu-mangu gembong iblis itu
cuma bisa berdiri menjublak belaka.
Sementara itu It-bun Han Too jadi girang sekali ketika
menyaksikan perubahan situasi menguntungkan diri mereka,
ia takut Siauw Ling banyak bicara hingga merusak suasana
tersebut, buru-buru dengan suara berbisik serunya, “Siau
tayhiap, banyak kejadian aneh seringkali terjadi dalam dunia
persilatan. Kadang kala waktu menghadapi keadaan yang
aneh orang harus pandai kecerdikannya, aku harap engkau
suka berdiam diri!”
Siauw Ling berpaling memandang sekejap ke arah orang
she It-bun tersebut, mulutnya tetap membungkam.
Sementara itu dengan suara yang serak dan tua Shen Bok
Hong berseru, “Benarkah kalian berdua akan menghianati
perkampungan Pek Hoa Sanceng?”
“Daripada kita nanti kehilangan kesempatan yang sangat
baik ini sehingga dikemudian hari bisa dibunuh atau dicincang
oleh Toa Cungcu dengan sekehendak hatinya, lebih baik kita
pergunakan kesempatan yang sangat baik ini secara seksama”
Shen Bok Hong yang selamanya tenang dan dingin saat ini
tak bisa menahan emosinya lagi, dengan penuh kegusaran ia
tertawa dingin.
“Kalian berharap dengan berbuat begitu maka tuntutan
kalian bakal berhasil”

“Memang sulit untuk dibicarakan jawab Tong Lo Thay-thay,
tetapi dalam keadaan seperti ini kemungkinan juga bakal
terjadi keadaan yang semakin runyam, yakni kedua belah
pihak sama-sama menderita kerngian yang besar”
“Shen Toa Cungcu engkau harus meneliti dulu situasi yang
kau hadapi saat ini, seru Kim Hoa hujin pula kecuali engkau
seorang siapakah yang mampu meloloskan diri dari ancaman
senjata rahasia yang ditimpukkan oleh Tong Lo Thay-thay?”
Meskipun dia hanya menyebut Tong Lo Thay-thay seorang,
tapi dibalik ucapan tersebut mengartikan pula Siauw Ling serta
dia sendiri. Atau dengan perkataan lain andaikata ia dan Tong
Loo-thay thay menyerbu kepihak musuh, siapa yang mampu
menolong gembong iblis itu lagi?
Shen Bok Hong segera mendengus dingin.
“Hmmm! andaikata aku berhasil melepaskan diri dari
kepungan, kalian berdua tak akan mendapatkan obat
pemunah lagi, dan itu berarti jiwa kalian berdua pun akhirnya
akan melayang juga”
“Peristiwa ini merupakan pertaruhan besar yang meliputi
adu ilmu, adu kecerdikan serta adu nasib, sebelum menang
kalah bisa ditetapkan siapapun tak bisa mendnga bagaimana
hasilnya nanti, meskipun Toa Cungcu cerdik dan hebat tetapi
dalam keadaan seperti ini kau tak mungkin bisa meyakinkan
diri bahwa kemenangan tentu ada dipihakmu, sedang kamipun
belum tentu kalah”
“Jadi kau ingin bertaruh?” tantang Shen Bok Hong dengan
suara ketus.
“Tentu saja!” jawab Kim Hoa Hujin tegas.
Shen Bok Hong mendengus, ia berpaling ke arah Tong Lo
Thay-thay dan tegurnya pula.
“Bagaimana dengan engkau? apakah ingin turut pula dalam
pertarungan ini…”

“Keadaan memaksa aku harus berbuat begitu, sekalipun
tidak bertaruh rasanya juga tak mungkin!” jawab nenek tua
tadi, “Baik! kalau memang engkau berdua ingin bertaruh,
terpaksa aku harus melayani keinginanmu itu, sambil
berpaling ke arah Siauw Ling dan It-bun Han Too tambahnya,
“Sekalipun ditambah engkau Siauw Ling dan It-bun Han Too
belum tentu kalian mampu untuk menghalangi jalan pergiku.”
Kim Hoa Hujin memandang sekejap ke arah Tong Lo Thaythay,
nenek tua itu tiba-tiba mundur lima langkah ke belakang
dan segera menggeser tempat kedudukannya.
She Bok Hong menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah, Ji-te, bawa mereka semua
mengundurkan diri lebih dahulu dari sini”
Ciu Cau Liong mengiakan, dengan membawa Kang-lam Su
kongcu buru-buru mereka putar badan dan melarikan diri.
Kim Hoa hujin serta It-bun Han Too tidak menyangka kalau
pihak lawan akan bertindak begitu, sebelum ingatan kedua
berkelebat lewat beberapa orang itu sudah berada lima
tombak jauhnya dari tempat semulanya.
Shen Bok Hotg tertawa dingin. ejeknya, “Sekarang tinggal
aku orang she-Shen seorang diri. Nah kalian boleh maju”
Baik Kim Hoa hujin maupun Tong Lo Thay-thay serta It-bun
Han Too semuanya tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki
Shen Bok Hong amat lihay, jika mereka yang turun tangan
maka dalam beberapa gebrakan saja jiwa mereka tentu
melayang diujung telapaknya.
Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay sendiri walaupun
sudah bertekad hendak adu jiwa tak urung mereka sendiripun
jado ragu untuk turun tangan lebih dahulu.
Siauw Ling menyapu sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian bisiknya dengan suara lirih, “Peng-ji mundurlah
agak jauh!” perlahan dia maju kedepan, Air muka Shon Bok

Hong berubah amat serius. Ia tetap berdiri di tempat semula,
sepasang telapak dirapatkan jadi satu dan sepintas lalu
nampaknya seakan-akan sama sekali tak siap.
Siauw Ling tak berani maju terlalu dekat pada jarak lima
kaki dihadapan gembong iblis itu dia berhenti.
“Toa Cungcu silahkan cahut keluar senjatamu!” serunya.
“Hmm… aku akan minta pelajaran ilmu pedangmu dengan
tangan kosong saja …” sahut Shen Bok Hong sambil tertawa
dingin
“Kalau memang begitu akan kulayani dirimu dengan tangan
kosong pula” perlahan-lahan pemuda itu menyimpan kembali
pedang pendeknya.
Sekali lagi Shen Bok Hong tertawa dingin. “Pertarungan ini
mempengaruhi soal mati hidup diantara kita berdua, kau toh
punya senjata kenapa tidak dipakai?”
“Kalau berbicara dan perbuatan serta tingkah lakumu,
setiap orang berhak untuk melenyapkan engkau dari muka
bumi, tetapi antara aku dengan Toa Cungcu sedikit banyak
pernah punya hubungan, meskipun persaudaraan sudah putus
tetapi perasaan toh masih ada…”
“Tutup mulutmu!” bentak Shen Bok Hong.
Siauw Ling tertawa hambar.
“Kau boleh tidak setia kawan tetapi aku tak boleh hilangkan
perasaan ini, jika kau tak ingin berkelahi harap tinggalkan obat
pemunah buat Kim Hoa hujin berdua, kemudian berlalulah dari
sini”
“Heeeh… heeeeh…heeeeh…” Shen Bok Hong tertawa
dingin, “aku orang she-Shen, kau anggap dengan andalkan
Kekuatan Beberapa orang saja maka aku lantas bisa kalian
tahan disini? Huuuh..! jika aku orang she Shen hendak pergi
siapapun tak akan bisa menghalangi niatku ini, mengerti…?”

“Pertarungan antara dirimu dengan diriku sama sekali tiada
sangkut pautnya dengan orang lain, jika engkau ingin
berkelahi ayohlah, silahkan turun tangan!”
“Heeeh heeeh-heeeh… Siauw Ling, apakah kau berharap
aku bisa mengalah satu jurus untukmu?”
“Aku tidak bermaksud begitu. Aku cuma merasa sudah
sepantasnya kalau Shen Toa Cungcu turun tangan lebih dulu!”
Shen Bok Hong tertawa hambar.
“Kau tak usah takahur. Lebih baik kau dulu yang turun
tangan…!”serunya.
“Kalau memang Shen Toa Cungcu tetap menjaga gengsi
baiklah. Aku orang she Siau akan menuruti perintahmu!”
Telapak kanan perlahan-lahan diangkat ke atas kemudian
membacok dada gembong iblis itu.
Kim Hoa hujin, Tong Lo Thay-thay serta It-bun Han Too
telah menduga semua bila kedua orang itu sampai terjadi
pertarungan maka pertempuran itu tentu berlangsung dengan
serunya. Maka seluruh perhatian mereka dicurahkan ke dalam
kalangan untuk menyaksikan jalannya pertarungan tersebut.
Serangan yang dilancarkan Siauw Ling kian lama kian
bertambah lambat dan makin dekat dengan dada Shen Bok
Hong, akan tetapi iblis itu masih tetap berdiri tegak di tempat
semula.
Menanti serangan musuh benar-benar sudah mengancam
dadanya, ia baru membalik telapak kanannya dan
menyongsong kedatangan serangan tersebut dengan keras
lawan keras
Serangan ituu dilakukan dengan kecepatan bagaikan kilat.
Siauw Ling ingin menghindar namun tak sempat lagi.. Blaaam!
sepasang telapak mereka membentur satu sama lainnya
hingga menimbulkan ledakan yang menggeletar diudara.

Siauw Ling mendengus berat kuda kudanya gempur dan
tubuhnya harus mundur lima langkah ke belakang sebelum
berhasil berdiri tegak kembali.
Sebaliknya Shen Bok Hong hanya merasakan bahunya
bergetar keras, kuda kudanya masih bertahan di tempat
semula dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak.
Ketika para jago alihkan sorot matanya ke arah Siauw Ling,
tampaklah raut wajah sang pemuda yang tampan berubah jadi
merah padam seolah-olah orang yang mahok tuak. Beberapa
saat kemudian ia baru muntah darah segar, serunya, “Shen
Toa Cungcu, sungguh lihay dan sempurna tenaga
pukulanmu!”
“Haaah…haaah…haah…Siauw Ling kau masih mampu untuk
melanjutkan pertarungan ini?”
“Walaupun luka yang kuderita cukup parah, akan tetapi aku
yakin masih punya kemampuan untuk meneruskan
pertempuran ini!”
Sebagai penutup dari kata katanya laksana kilat ia
menerjang kemuka, sepasang telapaknya melancarkan
pukulan pukulan yang gencar dan berantai. Dalam waktu
singkat empat jurus telah lewat.
Shen Bok Hong tak berani berayal, dia menggerakan pula
sepasang telapaknya, secara kilat dan tajam menyambut
semua ancaman yang dilontarkan pemuda itu.
Blaaam….! empat kali bentrokan nyaring bergema
memecahkan kesunyian, keempat buah pukulan berantai yang
dilancarkan Siauw Ling telah disambut semua oleh gembong
iblis itu dengan keras lawan keras.
Setelah menyerang keempat jurus itu dengan cepat Siauw
Ling meloncat mundur kembali delapan depa ke belakang.
Pek-li Peng segera maju kedepan dan berdiri disisi pemuda
itu, bisiknya dengan nada kuatir, “Toako parahkah lukamu?”

Siauw Ling mundur dengan sempoyongan… uuak! kembali
muntah darah segar.
Dengan wataknya yang keras kepala, walaupun sudah
terluka parah namun semangat tempurnya bukan saja tidak
merosot malah tertambah menyala, ia tertawa hambar,
“Lukaku tak jadi soal….”
Melihat pemuda itu muntah darah lagi. Pek-li Peng tahu
kalau isi perutnya terluka parah. Air mukanya berubah jadi
pucat pias sambil memayang pemuda itu serunya
“Toako kalau lukamu terlalu parah lebih baik pertarungan
ini jangan dilanjutkan kembali”
Sejak menelan jarum batu berusia seribu tahun, kemudian
mendapat dasar pelajaran ilmu semedi Kian cing-ceng-ki daya
tahan yang dimiliki pemuda ini jauh berbeda dengan orang
lain diam-diam ia mengepos tenaga lalu tertawa.
“Berkorban demi keadilan dan kebenaran sekalipun jiwa
melayang juga tak usah disusahkan!”
“Kau tak boleh mati…”seru Pek-li Peng “kalau kau mati
maka akupun tak mau hidup lagi..”
Dengan alis berkerut Siauw Ling tertawa terbahak bahak.
“Haaah…haaah.. haaah.. sekalipun manusia dapat hidup
seratus tahun akhirnya juga ia bakal mati. Mati sekarang mati
nanti tak ada bedanya apalagi mati demi Bu lim dan umat
manusia.. kematian semacam ini sangat berharga sekali…
Peng-ji, lepaskanlah aku”
“Perkataan toako memang benar “jawab Pek-li Peng sambil
melototkan matanya bulat-bulat, “kau adalah seorang
pahlawan besar, seorang manusia gagah, lelaki sejati…. tidak
seharusnya kuhalangi niatmu itu”
Perlahan, lahan dia lepaskan Siauw Ling dan mundur dua
langkah ke belakang. Selama ini sikap Shen Bok Hong tetap

tenang bagaikan bukit karang. Ia tak berkutik pun tidak
menunjukkan reaksi apapun membuat orang tak bisa
menduga apa maksud tujuanya.
Tong Lo Thay-thay serta Kim Hoa Hujim tahu pula
bagaimanakah tabiat dari Siauw Ling, dalam suatu
pertarungan yang jujur dan terbuka andaikata mereka turun
tangan membantu maka pemuda itu pasti akan merasa tak
senang hati.
Disamping itu diam-diam Kim Hoa Hujin pun merasa suatu
perasaan cemburu yang aneh sekali, ia merasa tak senang
hati menyaksikan sikap Pek-li Peng yang begitu hangat dan
mesra terhadap si anak muda itu, ia ingin sekali menyaksikan
gadis itu merasa sedih dan hancur hatinya menghadapi
peristiwa tersebut. Karena alasan-alasan itulah kedua orang
itu sama-sama berpeluk tangan belaka.
Lain halnya dengan It-bun Han Too, dengan teliti dan
seksama ia perhatikan situasi dalam gelanggang, sebagai
seorang manuia cerdik in merasa heran ketika menyaksikan
Shen Bok Hong melancarkan serangan balasan sebaliknya
Cuma menyambut terus dengan ekerasan. Ia tercengang dan
tak habis mengerti, pikirnya, “Orang yang paling ditakuti oleh
Shen Bok Hong adalah Siauw Ling pada saat dan keadaan
seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan paling baik
baginya untuk membunuh musuh tangguhnya ini, mengapa ia
tak mau turun tangan sebaliknya memberi kesempatan
kepada Siauw Ling untuk mengatur pernapasan? Dengan
watak dan perangai Shen Bok Hong kejadian ini janggal sekali
nampaknya tak mungkin ia sungguh-sungguh berhati baik
kepada lawannya… atau mungkin dibalik kesemuanya itu
terdapat hal-hal yang kurang beres?”
Setelah peras otak beberapa saat akhirnya ia berhasil
menemukan tiga buah kesimpulan.
Kesimpulan pertama, Shen Bok Hong tidak ingin kehilangan
seorang jago lihay seperti Siauw Ling, ia siap memaksa

pemuda itu untuk takluk dan membantu pihaknya atau bila
perlu menggunakan obat pelupa diri untuk mencuci otaknya
hingga kehilangan kesadarannya.
Kesimpulan kedua, di dalam bentrokan secara keras lawan
keras itu Shen Bok Hong menderita luka dalam yang cukup
parah. Hanya karena pengalamannya lebih luas dan tenaga
dalamnya lebih sempurna. diluar saja ia nampak tenang
seolah-olah tak terjadi sesuatu apapun padahal dalam
tubuhnya telah terluka.
Kesimpulan yang ketiga, Shen Bok Hong kuatir bila ia
lancarkan serangan maka Tong Lo Thay-thay, Kim Hoa hujin,
dia sendiri serta Pek-li Peng tentu akan maju mengerubut,
dalam keadaan begini dia pasti akan kerepotan dan keteter
hebat.
Diantara kedua buah kesimpulan tersebut, setiap
kesimpulan mempunyai kemungkinan yang amat besar,
karenanya meskipun It-bun Han Too licik dan banyak akal tak
urung gagal juga untuk menentukan kemungkinan manakah
yang lebih besar.
Terdengar Pek-li Peng bergumam seorang diri, “Mati yaah
mati… pokoknya kalau kau mati akupun tak mau hidup lebih
jauh di kolong langit, mati atau hidup apa bedanya?…”
Karena amat sedih dan berduka karena menyaksikan Siauw
Ling menderita luka dalam yang begitu parah. Tanpa sadar
apa yang dipikirkan telah diutarakan keluar membuat orang
orang yang mendengar jadi terharu dan beriba hati.
Siauw Ling segera berpaling dan memandang sekejap ke
arah Pek-li Peng, ujarnya, “Peng ji, kau tak usah berbuat
demikian lantaran aku, istana salju dilaut utara masih
menantikan kedatanganmu, ibu dan ayah mu masih
merindukan engkau, lebih baik tinggalkan tempat ini dan
cepat-cepatlah kembali kerumah”

Setelah dua kali melangsungkan pertarungan keras lawan
keras melawan Shen Bok Hong, pemuda ini merasa dadanya
sesak dan isi perutnya goncang semua. Ia tahu jika
pertarungan dilanjutkan dan seandainya nasibnya jelek dan
mati diujung telapak gembong iblis itu, maka seluruh umat
bulim di daratan Tionggoan pasti akan mengalami nasib yang
sama pula. Dalam keadaan begini sudah tentu pemuda itu tak
sempat melayani cinta mesra dan Pek-li Peng.
Tampak gadis she Pek-li itu menggerakkan bibirnya dan
tersenyum, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya.
“Toako, apakah sampai sekarang engkau masih helum
paham dengan perasaan hatiku?”
Dalam pada itU Shen Bok Hong telah mengetahui siapakah
gadis yang selama ini mendampingi Siauw Ling, pikirnya
dalam hati, “Siauw Ling benar-benar sangat lihay, tak nyana
puterinya Pak-thian Cungcu pun berhasil digaet olehnya”
Sebaliknya It-bun Han Too jadi teramat gelisah, batinnya,
“Pada saat ini situasi amat kritis dan berbahaya. pertarungan
seru berada di depan mata dan banyak nyawa tergantung
padanya, kenapa kedua orang ini malahan saling menyatakan
rasa cinta? bila pikirannya bercabang bukankah berarti
memberi peluang baik bagi Shen Bok Hong untuk
menunggangi keadaan tersebut….?”
Segera teriaknya, “Urusan muda mudi apakah cocok untuk
dibicarakan dalam keadaan seperti ini?”
Siauw Ling terkesiap, buru-buru dia pusatkan pikirannya
kembali untuk siap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Dengan hati mendongkol Shen Bok Hong segera berpaling
ke arah It-bun Han Too teraknya, “It-bun sianseng, perduli
bagaimanakah perubahan situasi pada saat ini, bersiap siaplah
engkau untuk menerima sebuah pukulan dariku”

It-bun Han Too tahu bahwa Shen Bok Hong amat
membenci dirinya hingga merasuk ketulang sumsum, nafsu
membunuhnya, kini telah berjangkit kembali, sambil diamdiam
mengerahkan tenaga untuk bersiap siaga, serunya
kembali, “Shen Toa Cungcu, jika engkau masih mampu
melancarkan serangan balasan maka pada saat ini Siauw Ling
tentu sudah mati konyol diujung telapakmu…!”
Shen Bok Hong tertawa dingin, tiba-tiba ujung baju kirinya
dikebaskan kemuka menerjang tubuh Siauw Ling, sedang
telapak kanannya segera menyusul dari belakang mengirim
pula satu bacokan.
Siauw Ling tarik napas panjang panjang, tangan kiri
menyapu keluar balas mengirim satu pukulan, sedang tangan
kanan diayun menyentilkan ilmu totokan dengan ilmu Saiu-Loo
Sin ci.
Ketika menggunakan tenaga penuhpun Ia bukan tandingan
dari Shen Bok Hong apalagi sekarang tenaga dalamnya musti
dibagi dalam dua kegunaan, satu mengirim pukulan untuk
membendung datangnya serangan dan yang lain melancarkan
totokan dengan ilmu Saiu loo sinci.
Pada saat sepasang telapak saling membentur satu sama
lainnya, tubuh Siauw Ling bagaikan layang-layang putus
segara terpental dan melayang diudara.
Pada saat yang bersamaan pula Shen Bok Hong
mendengus berat. Tiba-tiba ia putar badan dan lari dari
tempat itu.
Jelas ketika angin pukulan yang dilancarkan Shen Bok Hong
berhasil mementalkan tubuh Siauw Ling tadi ia sendiripun
terluka oleh hantaman ilmu totok Siau-loo sin ci tersebut.
Shen Bok Hong gembong iblis yang maha dahsyat dan
memiliki daya tahan yang luar biasa ini benar-benar sangat
hebat, sekalipun sudah terluka parah akan tetapi dia masih
mampu mengerahkan tenaga dalamnya lagi.

Ketika pergelangan kanannya diputar dan kemudian
didorong kedepan, segulung angin pukulan berhawa dingin
yang lunak dan halus dengan cepat meluncur kedepan
menghantam tubuh It-bun Han Too.
Sewaktu menyaksikan datangnya terjangan gembong iblis
itu, It han Han Too merasa amat terperanjat, badannya buruburu
berputar dan siap meloloskan diri dari ancaman tersebut,
tetapi pada saat itulah segulung angin pukulan yang luar biasa
dahsyatnya telah mendesak datang. Pukulan itu meluncur
datang tanpa berwujud dan mengeluarkan sedikit suarapun,
menanti ancaman itu sudah berada di depan mata ia baru
merasa.
Dalam kejut dan gugupnya It-bun Han Too mengerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menyambut
datangnya serangan tersebut.
Ketika angin pukulan yang dilancarkan membentur dengan
ancaman yang datang, It-bun Han Too segera merasakan
keadaan tidak beres, dia merasakan pukulannya telah bertemu
dengan rintangan yang amat kuat, bukan saja sepasang
telapaknya terpental balik bahkan ia mendengus kesakitan dan
tak bisa ditahan lagi tubuhnya mundur sepuluh langkah ke
belakang dengan sempoyongan kemudian rubuh terjengkang
di atas tanah.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata, pada
saat telapak kanan Shen Bok Hong melancarkan angin
pukulan menghajar tubuh It-bun Han Too gembong iblis itu
mengebaskan pula ujung baju kanannya, empat kilatan
cahaya tajam segera meluncur keluar dan menyerang Tong Lo
Thay-thay serta Kim Hoa hujin.
Meskipun Tong Loo thny thay sendiri adalah seorang ahli di
dalam melancarkan serangan senjata rahasia, namun
menghadapi ancaman senjata rahaia yang dilancarkan Shen
Bok Hong itu dia tak berani menerimanya dengan tangan.

Buru-buru tubuhnya mengegos ke samping meloloskan diri
dari ancaman kedua titik cahaya tajam itu.
Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay mempunyai tujuan
yang sama, mereka serentak menghindar kesamping.
Nenek tua dari keluarga Tong itu penasaran sekali, diayun
telapaknya balas melancarkan serangan, empat buah titik
cahaya tajam segera meluncur keudara dan menyambar ke
arah tubuh gembong iblis tersebut. Shen Bok Hong cukup licik,
setelah melancarkan pukulan dan senjata rahasia. tubuhnya
laksana kilat meluncur dan kabur ke arah sebelah barat.
Menanti Tong Loo-thay thay melancarkan serangan dengan
senjata rahasianya tubuh Shen Bok Hong telah berada kurang
lebih empat tombak jauhnya dari tempat semula dan di dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya telah tenyap dari
pandangan.
Traang…traaang…bunyi nyaring berkumandang dan
kejauhan, rupanya senjata rahasia yang diancarkan Shen Bok
Hong serta Tong Loo-thay thay sama-sama telah menumbuk
di atas batu gunung.
Angin puyuh telah lewat dan suasana pulih kembali dalam
keheningan, sang surya memancarkan cahayanya yang lembut
menyinari lembah sempit itu…mendatangkan rasa sepi hening
dan tenang.
Suara isak tangis berkumandang memecahkan kesunyian.
Kim Hoa hujin tarik napas panjang-panjang sambil
berpaling, tampaklah Pek-Li Peng sambil membopong tubuh
Siauw Ling yang basah kuyup sedang bersandar disebuah batu
sambil menangis tersedu-sedu.
Tong Lo Thay-thay segera menghela napas panjang,
katanya

Luka dalam yang diderita Siau tayhiap tentu parah sekali,
coba lihatlah bocah pemempuan itu menangis dengan begitu
sedihnya!”
“Tempat mana sih letaknya Istana es dilautan utara itu?”
“Tempat itu tersohor dan diketahui setiap orang, engkau
tahu tentang Pak-thian Cungcu?” tanya Tong Lo Thay-thay.
“Aku tahu, apakah bocah perempuan itu adalah putrinya
Pak thian Cungcu? aku dengar ilmu silat yang dimiliki
bapaknya sangat lihay dan sangat mempengaruhi keadaan
dunia persilatan menaruh rasa jeri dan segan terhadap
dirinya?”
Ia berhenti sebentar,tidak menunggu nenek tua dari
keluarga Tong itu menjawab, kembali ia berseru, “Coba
engkau periksalah keadaan diri It-bun Han Too, coba lihat
sudah modar atau masih hidup. Jika nyawanya belum putus
harap Loo-hujin suka menyelamatkan jiwanya…”
Tong Lo Thay-thay segera tertawa dingin, tukasnya, “Orang
itu licik dan banyak akal, apagunanya menolong manusia
semacam itu? aku rasa biarkan saja dia menderita sebab kalau
dia masih hidup maka banyak perbuatan jahat yang bakaI
dilakukan lagi olehnya”
“Tidak salah, ia memang licik dan banyak akal, akan tetapi
justru karena kelicikan dan kecerdikannya itulah Shen Bok
Hong baru bisa dihadapi, menolong dia berarti
memberikan seorang musuh tangguh yang licik dan cerdik
bagi Shen Bok Hong!”
“Baiklah!” kata Tong Lo Thay-thay kemudian sambil
mengangguk, “Coba pergilah kesana untuk memeriksa
keadaan dan Siau tayhiap, pemuda itu mempengaruhi mati
hidupnya seluruh umat Bu lim selama tiga puluh tahun
mendatang. Aaaai…! sedari tadi aku sudah menduga kalau
tenaga dalamnya masih bukan tandingan dari Shen Bok Hong,

tidak cocok baginya untuk adu kekuatan dengan keras lawan
keras, tidak dinyana dugaanki ternyata tepat sekali….”
Ia berhenti sebentar, lalu terusnya lagi, “Aku punya satu
persoalan yang hingga kini masih beLum kupahami, apakah
engkau dapat memberi penjelasan?”
“PeroaIan apa?”
“Bagaimanapun toh kita sudah termakan racun keji yang
dilepaskan Shen Bok Hong ke dalam tubuh kita, sekali pun
tidak mati diujung telapak gemboag iblis itu paling banter jiwa
kita masih bisa hidup beberapa hari lagi. Andaikata tadi kita
mau turun tangan bersama untuk membantu Siauw Ling, aku
rasa keadaan saat ini tentu akan jauh berbeda!”
Kim Hoa hujin tertawa hambar.
“Perasaan pribadi yang membuat semua urusan jadi
berantakan, sekarang mau menyesal rasanya juga terlambat”
katanya.
Tong Lo Thay-thay tertegun, kemudian sambil tertawa getir
gelengkan kepalanya berulangkali, ia segera mendekati It-bun
Han Too.
Kim Hoa hujin sendiri segera menghampiri Pek-li Peng.
bisiknya dengan suara lirih, “Sudah jangan menangis”
Rupanya pukulan maut yang dilancarkan Shen Bok Hong
sehingga mementalkan tubuh Siauw Ling tadi telah membuat
tubuh pemuda itu tercebur ke dalam air telaga, waktu itu Pekli
Peng gugup bercampur kaget sehingga gelagapan, menanti
Siauw Ling sudah tercebur ke dalam air, gadis itu baru
mendusin ia buru-buru menarik tubuh pemuda itu naik
kedarat.
Menyaksikan luka dalam yang diderita Siauw Ling parah
sekali dan napasnya kembang kempis dengan amat lirih Pek-li
Peng merasa pikirannya semakin kalut tak bisa ditahan lagi
menangislah gadis itu karena amat sedih.

Ketika Kim Hoa Hujin berjalan menghampiri kesisi
tubuhnya. Pek-li Peng masih tetap tidak merasa. Menanti
perempuan dari wilayah Biau itu berteriak gadis itu baru
tersentak kaget dan mendusin dari lamunannya, dengan cepat
dia angkat kepala memandang sekejap ke arah lawannya.
Kim Hoa Hujin membungkam dalam seribu bahasa, Ia
berjongkok dan memeriksa dada pemuda itu, lama sekali dia
baru berkata “jantungnya belum berhenti berdenyut, harapan
untuk hidup masih tetap ada .. apakah kau tak berusaha untuk
menolong jiwanya kenapa musti menangis terus?”
“Apakah dia masih tertolong?” tanya Pek-li Peng sambil
menyeka air matanya dengan tangan kanan.
“Tentu saja masih tertolong! sekalipun harapannya tidak
begitu besar toh engkau musti berusaha dulu dengan sekuat
tenaga”
Kiranya setelah melakukan pemeriksaan terhadap denyut
jantung Siauw Ling, Kim Hoa hujin merasa bahwa luka dalam
yang diderita oleh pemuda itu terlalu parah mampukah untuk
ditolong, masih merupakan suatu tanda tanya besar, karena
itu dalam pembicaraanpun ia menunjukan sikap ragu-ragunya
Terhadap Kim Hoa hujin sebenarnya Pek-li Peng
mempunyai pandangan yang jelek, akan tetapi setelah
mendengar kalau Siauw Ling masih ada harapan untuk
ditolong sikapnya seketika berobah, buru-buru serunya, “Saat
ini pikiran siau-moay sedang kalut dan hatiku tidak tenteram,
aku tak tahu apa yang musti dilakukan. Cici! dapatkah engkau
menolong jiwanya?”
“Kau percaya dengan diriku?”
“Kalau engkau dapat menolong selembar jiwa toako, maka
dikemudian hari aku tentu akan mempercayai dirimu!”
“Perduli mampukah kutolong jiwanya, aku harus berusaha
dengan segenap tenaga…” pikir Kim Hoa hujin di dalam hati,

segera serunya, “Harap kau baringkan tubuhnya di atas
tanah”
Pek-li Peng mengiakan, dia baringkan tubuh Siauw Ling ke
atas tanah.
Diam-diam Kim Hoa Hujin mengerahkan tenaga dalamnya
lalu menempelkan telapak tangannya di atas dada Siauw Ling,
ujarnya kembali, “Dasar tenaga dalam yang dimilikiya amat
bagus, sekalipun isi perutnya telah terluka ketika
melangsungkan pertarungan melawan Shen Bok Hong, tetapi
tenaga murninya masih mampu melindungi tempat tempat
bahayanya, karena itulah meskipun luka dalamnya sangat
parah namun jantungnya sama sekali tidak berhenti
berdenyut!”
Menggunakan kesempatan dikala masih berbicara, hawa
murninya segera dikerahkan dan dengan cepat disalurkan ke
dalam tubuh Siauw Ling.
Mampukah luka dalam yang sedemikian parahnya itu
disembuhkan, dalam hati kecilnya Kim Hoa Hujin sama sekali
tak punya keyakinan, tetapi iapun merasa tak leluasa untuk
mengutarakannya keluar karena itu dia mengambil keputusan
untuk beradu nasib.
Siapa sangka kejadian yang kemudian terjadi pun berada
diluar dugaan Kim Hoa Hujin baru saja menyelesaikan katakatanya
mendadak Siauw Ling menghembuskan napas
panjang dan membuka matanya kembali, setelah memandang
sekejap ke arah Kim Hoa Hujin dan Pek-li Peng ia tersnyum
lalu pejamkan matanya kembali.
Pek-li Peng jadi amat kegirangan setengah mati
menyaksikan si anak muda in mendusin serunya sambil
tertawa, “Cici, lihatlah dia telah mendusin…”
“Tidak salah dia telah mendusirn “jawab Kim Hoa Hujin
sambil tertawa bingung.

Di bawah sorot cahaya sang surya, tampaklah air muka
Pek-li Peng berubah jadi merah padam, alisnya melentik dan
matanya kelihatan jeli, terutama sekali sewaktu tertawa
tampaklah sebaris giginya yang putik bersih. Terutama
sepasang lesungnya yang manis dipipi membuat dara itu
nampak lincah dan menyenangkan sekali.
Kim Hoa Hujin segera berpikir di dalam hatinya, “Aaaai..
memang gadis cantik seperti inilah yang pantas untuk kawin
dengan dia
Terdengar Pek-li Peng berkata kembali “Cici lihatlah… dia
pejamkan matanya, apa yang musti kita lakukan?”
Kim Hoa hujin tertawa sedih.
“Tepatlah telapak kananmu di atas dadanya dan kerahkan
tenaga dalam untuk menyerang denyut jantunngnya…”
Sambil berkata ia segera geserkan telapak kanan sendiri.
Pek-li Peng memandang sekejap ke arah Kim Hoa hujin lalu
menempelkan telapak kanannya di atas dada Siauw Ling dan
salurkan hawa murninya ke dalam tubuh pemuda itu.
Beberapa saat kemudian gadis itu sudah kepayahan,
keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba Siauw Ling mengerahKan tangannya dan
perlahan-lahan buka mata kembali, pada gadis itu serunya.
“Peng ji, pergilah beristirahat!”
“Aku baik sekali!”jawab Pek-li Peng sambil menyeka
keringat dan tertawa, “toako, bagaimana kaadaan lukamu”
Sementara Siauw Ling hendak menjawab, Kim Hoa hujin
sudah keburu berseru lebih dahulu
“Jangan banyak bicara”
Siauw Ling mengangguk dan tidak banyak bicara lagi.

“Nona!” ujar Kim Hoa Hujin lebih jauh. Pada saat dan
keadaan seperti ini ia membutuhkan banyak waktu untuk
beristirahat, jangan ganggu dirinya lebih dahulu dan jangan
mengajak dia berbicara”
Pek-li Peng yang selamanya keras kepala dan angkuh saat
ini berubah jadi halus dan penurut sekali.
“Terima kasih atas nasehat cici….” bisiknya.
Kim Hoa hujin menghela napas panjang.
“Nona, baik-baik-baikah merawat dia…dengan
kesempurnaan tenaga dalam yang dia miliki sekalipun sadar
kembali tak akan ada perubahan apapun yang bakal tenjadi,
aku hendak pergi dulu!”
Habis berkata dia putar badan dan siap berlalu.
Tiba-tiba Pek-li Peng bangkit berdiri, serunya, “Cici engkau
hendak kemana?”
“Aku datang dan wilayah Biau tentu saja harus pulang
kewilayah Biau, mau mati harus mati didesa kelahiran sendiri!”
“Cici kenapa engkau harus mati?”
Sambil membereskan rambutnya yang kusut Kim Hoa hujin
tertawa, jawabnya, “Sewaktu datang aku muncul dengan
semangat yang menyala-nyala dan ingin angkat nama dalam
dunia persilatan, siapa tahu setelah tiba di daratan Tionggoan
aku baru tahu kalau di daratan terdapat begitu banyak jago
yang lihay, kepandaian seperti yang dimiliki sebenarnya susah
untuk berebut nama besar di Tionggoan, yaah dengan begitu
akupun jadi putus asa dan terpaksa harus pulang dengan
membawa hati yang sedih dan murung…”
“Walaupun begitu, toh kau tak usah mati”
“Aku sendiripun tak ingin mati, tetapi sekalipun tak ingin
aku bakal mati juga “kata Kim Hoa hujin sambil tertawa sedih.

“Kenapa?”
“Adik cilik, apakah engkau ingin mengetahui duduknya
perkara hingga jeIas?”
---ooo0dw0ooo---
“Tidak salah” sahut Pek-li Peng, “ cici telah membantu aku
untuk menolong jiwa toako, sudah sepantasnya kalau siau
moay pun berusaha keras untuk membantu!”
“Tak ada gunanya, di kolong langit dewasa ini hanya ada
dua orang yang mampu menolong jiwaku!”
“Siapakah mereka?”
“Yang satu adalah Shen Bok Hong, tapi sekarang aku telah
bermusuhan dengan dirinya, tentu saja ia tak akan menolong
diriku”
“Siapakah orang kedua?”
“Tok-jiu-yok-ong Raja obat bertangan keji orang ini tak
menentu jejaknya dan jarang sekali ada yang tahu sekarang ia
berada dimana.”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, “Lagipula kendati
orang itu berhasil ditemukan belum tentu ia bersedia untuk
mengobati penyakitku itu”
“Apakah engkau keracunan cici?”
“Tidak salah. Shen Bok Hong telah menanamkan bibit racun
di dalam tubuhku. Racun itu bukan sembarangan racun
melainkan sejenis racun yang sanga lihay, di kolong langit”
“Di kolong langit tak kekurangan tabib sakti, apa salahnya
kalau cici periksakan diri kepada seorang tabib yang lihay?
satu gagal cari yang lain dan demikian seterusnya, siapa tahu
kalau salah satu diantara mereka sanggup untuk memunahkan
racun dalam tubuhmu itu?”

Sambil tertawa Kim Hoa hujin gelengkan kepalanya.
“Siau-moay, tahukah engkau bahwa encimu juga seorang
ahli di dalam menggunakan racun?”
“Aku tidak tahu, tetapi kalan memang engkau pandai dan
ahli dalam menggunakan racun, kenapa tidak berusaha sendiri
untuk meMunahkan racun yang mengeram di dalam
tubuhmu?”
Setiap orang di kolong langit yang mampu mengunakan
racun hidup, rasanya tak seorangpun yang mampu melampaui
aku Kim Hoa Hujin dari wilayah Biau…”
“Apa sih yang dimaksudkan racun hidup?”
“Eehmm… adikku cilik, apakah kau belum puas kalau belum
bertanya sejelas-jelasnya?”
“Usiaku masih muda dan tak tahu urusan, selama berada di
Istana salju di atas ada orang tua di bawah ada kawanan
pelayan semua urusan tak perlu aku risaukan sendiri lain
keadaan dengan sekarang…. aku harus ikut toako berkelana di
dalam dunia persilatan.. tentu saja semakin luas
pengetahuanku semakin baik, cici, apakah engkau merasa siau
moay terlalu cerewet dan banyak bicara?”
“Baiklah…! akan kuterangkan kesemuanya itu kepadamu”,
seru Kim Hoa Hujin kemudian dengan perasaan apa boleh
buat.
“yang dimaksudkan sebagai racun hidup adalah makhluk
makhluk hidup yang bernyawa, seperti ular berbisa, kelabang
laba-laba berbisa, kala dan lain sebagainya”
“Oooooh. .. … aka mengerti sekarang “seru Pek-li Peng
sambil mengangguk, “jadi sebagian besar para jago yang suka
menggunakan barang barang berbisa, biasanya menggunakan
racun racun mati?”
“Ehmm….hanya saja inilah cara cici pribadi”

“Sebagian besar racun mati dibikin dari tubuh makhluk
racun yang sudah mati. Kalau cici memang mengerti akan
racun hidup masa terhadap racun mati sama sekali tidak
mengerti?”
“Tentu saja mengerti hanya ku tidak begitu menguasai!”
Siauw Ling yang selama ini masih beristirahat dengan mata
terpejam mendadak membu ka matanya dan meloncat
bangun.
“Cici, kau” serunya.
“Eeeei….! bukankah sudah kukatakan tadi jangan banyak
bicara, kenapa kau tak suka mendengarkan nasehatku? ayoh
cepat berbaring. ..” omel Kim Hoa Hujin dengan alis berkerut.
“Aku sudak tidak apa apa lagi” jawab Siauw Ling sambil
menggeleng, “setelah kucoba untuk mengatur pernapasan,
terasalah semua peredaran telah berjalan dengan lancar, cici
tak usah menguatirkan tentang diriku “
Kim Hoa Hujin melirik sekejap ke arah Pek-li Peng, lalu
berkata, “Saudaraku engkau harus baik-baik berjaga diri…
tahukah engkau betapa kuatir dan perhatiannya terhadap
keselamatanmu. Aaaa…! andaikata engkau benar-benar terjadi
sesuatu hal yang tidak beres aku lihat dia tentu akan enggan
hidup seorang diri di kolong langit”
Siauw Ling berpaling, tampaklah Pek-li Peng dengan wajah
tersipu sipu rundukan kepalanya rendah rendah, hal itu
menunjukkan bahwa apa yang dikatakan Kim Hoa Hujin
sedikitpun tidak salah.
Siauw Ling segera menghela napas panjang.
“Cici maukah engkau dengarkan beberapa patah kataku?”
tanyanya.
“Baik, katakanlah!”

“Siaute telah mmahami maksud hati cici di dalam
pembcaraan barusan, jika engkau hendak kembali ke wilayah
Biau dan tak mau mencampuri urusan dunia persilatan lagi.
tentu saja Siaute tak akan mencegah atau menghalang
halangi niatmu itu, akan tetapi sekarang… kau tidak boleh
pergi dahuu!…”
“Sebab di dalam tubuhmu masih bersarang racun aneh
yang amat keji, diwilayah Biau tak ada orang yang mampu
mnyembuhkan penyakitmu itu”
“Apakah aku masih bisa ditolong orang, seandainya tetap
berada di daratan Tionggoan?”
“Paling sedikit kau akan menjumpai kesempatan untuk
mendapat pengobatan. Seandainya cici sampai mati maka
diluaran hal tersebut akan dianggap orang sebagai penghia
natanmu terhadap Shen Bok Hong. Tetapi dalam kenyataan
semunya itu bisa terjadi lantaran diri Siaute…”
Mendengar perkataan itu Kim Hoa Hujian segera tertawa
terkekeh-kekeh, sikapp genit dan terbukanya pulih seperti
sedia kala ia berseru, “Nanti atau besok toh akhirnya akan
mati juga kenapa aku musti mencelakai diri sendiri karena
engkau?”
“Cici tak usah menutup-nutupi persoalan ini, tadi Siaute
telah menangkap senyumanmu yan sedih dan murung, jika
bukan lantaran aku, engkau tak nanti mengkhianati Shen Bok
Hong. Dan jika cici tidak berkhianat maka jenazahku pada saat
ini mungkin sudah mendingin. Justru karena pengkhianatan
dari cici inilah yang membuat hati Shen Bok Hong keder dan
segera melarikan diri”
“Anggap saja perkataanmu benar, kaupun tak akan mampu
menolong atau membantu diriku”
Ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar
lanjutnya, “Aku lihat rasa cinta nona Pek li terhadap dirimu
amat suci dan telah mendalam sekali, cici merasa menyesal

sekali tak dapat Menemani dirimu lebih lama, aku hanya
berharap agar dikemudian hari kau bisa baik baik melayani
dirinya. Ia masih muda dan polos tidak seperti aku yang tak
tahu aturan dan terlalu binal, tak usahlah engkau mengurusi
diri cici lagi”
Tidak menanti jawaban dari Siauw Ling lagi, ia putar badan
dan cepat berlalu dari sana.
Siauw Ling jadi amat gelisah, segera teriaknya keras keras,
“Cici tunggu sebentar!”
Dengan cepat ia berusaha meloncat bangu dari atas tanah.
Melihat pemuda itu meloncat bangun, Kim Hoa Hujin
segera menghentikan langkahnya dan berjalan balik tegurnya,
“ Eeeei kau mau apa? ayoh cepat duduk!”
Siauw Ling terharu sekali terutama setelah menyaksikan
sikapnya yang begitu menaruh perhatian terhadap dirinya,
dalam hati segera pikirnya.
“Perempuan ini meskipun wataknya terlalu jelek, setiap hari
bermain dengan makhluk beracun dan membunuh orang tak
berkedip, akan tetapi terhadap diriku boleh dibilang baik
sekali, beberapa kali dia telah menyelamatkan jiwaku. Rasa
setia kawannya murni dan bukan berpura-pura belaka… aku
tak boleh me-nyia2kan perasaannya itu..,”
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya dengan
cepat dia berkata, “Andaikata cici setuju untuk tetap tinggal
disini, Siaute segera akan duduk bersemedi dan mengatur
pernapasan”
“Cici, kabulkanlah permintaannya!” sambung Pek-li Peng
dengan cepat.
Kim Hoa hujin menghela napas panjang.

“Aaal… cepatlah duduk untuk mengatur pernapasan.
jangan membuat darah jadi menggumpal di sekitar lukamu,
aku akan tetap tinggal disini untuk menanti dirimu,” katanya.
“Aku percaya dengan perkataan dan cici,“ sahut Siauw
Ling, sehabis berkata
Ia segera duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.
Sementara itu Tong loo-thay thay dengan wajah serius
telah berjalan mendekat, dengan nada kuatir ia bertanya.
“Apakah Siau tayhiap berada dalam keadaan baik-baik?”
Kim Hoa Hujin mengangguk.
“Ia sudah dapat mengatur pernapasan sendiri tentu saja
keadaannya sudah tidak mengapa lagi, bagaimana dengan
keadaan It-bun Han Too? apalah masih parah lukanya?”
“Dia telah sadar kembali dari pingsannya, tetapi luka dalam
yang dideritanya terlalu parah” jawab Tong Lo Thay-thay.
“Aku telah memberi dua butir pil yang mujarab untuk
menyembuhkan luka dalamnya dan kini ia sedang berbaring
untuk beristirahat. Pil yang kuberikan kepadanya bukan obat
yang khusus untuk menyembuhkan luka dalam, apakah
berkasiat atau tidak sukar untuk diduga. Tetapi aku telah
berusaha dengan segala kmampuan yang kumiliki..”
“Apakah kau telah mencoba untuk memperlancar
peredaran darahnya dengan pengerahan tenaga dalammu”
“Sudah kugunakan, tetapi terhadap luka dalamnya yang
terlalu parah itu penyaluran tenaga dalam sama sekali tidak
memberikan bantuan yang berarti”
Kim Hoa hujin termenung dan berpikir sebentar, kemudian
jawabnya, “Tidak menjadi soal, asal ia bisa sadar kembali dari
pingsannya ini berarti jiwanya bisa tertolong dan tak bakal
mati lagi!”
“kenapa” tanya Tong loo- thay thay tercegang.

It-bun Han Too cendik dan banyak akal, pengetahuannya
luas sekali dan lagi pula pandai di dalam ilmu pertabiban, asal
ia bisa mendusin dari pingsannya maka dia pasti akan bisa
memeriksa diri sendiri serta berusaha untuk mengobati
lukanya”
Tong loo-thay thay termenung berpikir sebentar, lalu
ujarnya pula, “Setelah kali ini aku berhianat terhadap diri Shen
Bok Hong dan memusuhi dirinya dengan mempertaruhkan
mati hidupku, barulah kusadari bahwa Shen Bok Hong
sebenarnya seorang manusia yang licik, kejam dan sama
sekali tak berperi kemanusiaan, bila kita tetap menjual nyawa
bagi dirinya maka paling akhir kita semuapun tak akan lolos
dari kematian… aaai! aku rasa berhianat memang merupakan
satu-satunya jalan yang paling benar, kini yang paling penting
adalah soal keselamatan dari Siau Tayhiap. Setelah Shen Bok
Hong berkuasa dan menyebarkan kekuasaan serta
pengaruhnya ke dalam dunia persilatan. Banyak partai serta
perguruan besar yang jeri dan takut terhadap dirinya, kalau
bukan takut karena kekejaman gembong iblia itu mereka
terdesak oleh kekuatan yang minim, di kolong langit hanya
Siau tayhiap seoranglah yang berani secara terang2an
memusuhi Shen Bok Hong, dialah satu-satunya harapan bagi
kita semua untuk memimpin seluruh umat Bu-lim untuk
bangkit berjuang serta menumbangkan kekuasaan dari
gembong iblis itu, karenanya bukan saja ia tak boleh mati
bahkan luka yang dideritanya harus diusahakan untuk sembuh
dengan secepatnya….”
“Tenaga dalamnya amat sempurna lagipula tubuhnya
dilindungi oleh hawa khie-kang yang kuat, meskipun ketika itu
dia dihantam sampal muntah darah oleh pukulan Shen Bok
Hong yang maha dahsyat itu, akan tetapi luka dalam isi
perutnya sama sekali tidak parah “sambung Kim Hoa hujin.
Setiap perkataan yang diutarakan Tong loo-thay thay dapat
didengar oleh Siauw Ling dengan jelas, tetapi karena ia

sedang mengatur pernaasan maka walaupun mendengar
namun pemuda itu tak mampu mengucapkan sepatah
katapun.
Tiba-tiba Pek-li Peng menghela napas panjang, sambil
memandang ke arah Kim Hoa Hujin ujarnya, “Menurut
anggapanmu apakah Shen Bok Hong sendiripun menderita
luka yang amat parah?”
“Dipandang sepintas lalu diapun menderita luka yang
sangat parah, tetapi benarkah parah sekali aku kurang yakin,
paling sedikit lukanya tak akan separah apa yang diderita oleh
Siauw Ling saat ini”
“Aku rasa luka yang diderita Shen Bok Hong parah sekali!”
sela Tong Lo Thay-thay mendadak.
“Darimana kau bisa tahu?”tanya Kim Hoa Hujin.
“Pada mulanya aku memang mempunyai pandangan
seperti apa yang barusan kau kemukakan, tetapi sekarang aku
telah mempunyai pandangan lain terhadap persoalan
tersebut”
“Harap engkau suka memberi penjelasan lebih jauh!”
“Manusia yang paling ditakuti Shen Bok Hong adalah Siauw
Ling, orang yang paling dibenci olehnya juga Siauw Ling,
andaikata ia masih memiliki sasa tenaga bukankah ketika itu
dengan gampang sekali ia bisa merubuhkan Siauw Ling,
kenapa ia tidak membunuh pemuda itu?”
Kim Hoa Hujin tertegun lalu serunya, “Sedikitpun tidak
salah, andaikata aku yang menghadapi persoalan itu musuhku
tentu akan kulenyapkan dengan dengan cepat, apalagi dia
adalah Shen Bok Hong yang kejam”
“Oleh sebab itu aku lantas menarik kesimpulan pastilah
Shen Bok Hong telah menderita luka yang jauh lebih parah
danpada apa yang kita duga semula”

“Tetapi mengapa gerak-geriknya masih gesit dan cepat
sekali?”
“Hal ini disebabkan dia paksakan diri untuk mengerahkan
hawa murninya yang terakhir, perjalanan meski dilakukan
cepat dan gesit namun hal itu merupakan suatu paksaan”
Kim Hoa hujin termenung sebenar, lalu ujarnya
“Bagi seorang yang memiliki tenaga dalam yang sempurna,
daya tahannya luar biasa sekali, dan antara keduanya itu
mempunyai bubungan yang erat sekali. Setelah memukul
Siauw Ling menjadi luka parah ternyata Shen Bok Hong tak
mau membinasakan lawannya, jelas dibalik kesemuanya itu
terselip hal-hal yang tidak beres”
“Andaikata lukanya terlalu parah, sekali pun semua tenaga
sudah digunakan rasanya gerakan tubuhnya tak akan secepat
itu”
Tiba-tiba Kim Hoa Hujin bangkit berdiri katanya
“Bila dugaan Tong ciangbunjin tidak salah, maka kendati
Shen Bok Hong bisa kabur dengan gerakan cepat, tak
mungkin dia bisa pergi terlalu jauh, kenapa kita tidak
menggunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk sekalian
membinasakan dirinya?”
Aku rasa pada saat in dia tentu sudah menggabungkan diri
dengan Ciu Cau liong sekalian”
“Untuk menghadapi Shen Bok Hong aku Kim Hoa Hujin
memang merasa agak keder dan takut sebab aku tahu bahwa
kepandaian silat yang kumiliki masih bukan tandingannya
tetapi kecuali dia terhadap tiap jago lihay yang berada di
dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng, aku percaya diriku
masih mampu menghadapinya, ditambah pula dengan senjata
rahasia beracun milik Tong loo hujin, aku rasa tidak sulit bagi
kita untuk membasmi kurcaci kurcaci tersebut!

Beberapa patah kata ini segera membangkitkan kembali
semangat gagah Tong Lo Thay-thay, serunya
“Perkataan hujin memang tepat sekali”
Dia menyapu sekejap ke arah Siauw Ling dan melanjutkan,
“Setelah kita pergi, andaikata jago lihay dari pihak
perkampungan Pek Hoa Sanceng datang lagi, aku rasa nona
Pek li tak mungkin bisa menghadapinya seorang diri”
“Tidak menjadi soal” sahut Kim Hoa Hujin sambil tertawa
hambar, menurut penilaianku ilmu silat yang dimiliki nona Pek
li tidak berada di bawah kita berdua. Dengan adanya dia yang
melindungi Siauw Ling serta
It-bun Han Too aku rasa musuh tak akan mammpu
mengapa apakan mereka”
Sambtl berpaling ke arah Pek-li Peng tambahnya,
“Nona, baik-baiklah melindungi keselamatan Siauw Ling, aku
serta Tong Lo Thay-thay akan pergi melakukan pengejaran
terhadap rombongan Shen Bok Hong dan kalau bisa akan
membinasakan semua, andaikata sebelum kentongan kedua
kami belum juga kembali, maka nona tak usah mengurusi
nasib kami berdua lagi
Pek-li Peng segera mengerutkan dahinya.
“Siau nioay setuju sekali dengan pandangan dari Tong lohujin,
meskipun Shen Bok Hong berhasil melukai toako-ku,
tetapi dia sendiripun menderita luka parah di tangan
toakoku..”
Sesudah berhenti sebentar, ia maju menghampiri
kehadapan Kim Hoa Hujin, katanya dengan halus, “Cici, aku
tak berani menghalangi niat kalian berdua untuk mengejar
dan membinasakan Shen Bok Hong karena tujuan kalian
bukan lain adalah untuk merebut obat pemunah yang kalian
butuhkan. Tetapi sebelum itu ada satu hal aku harap agar cici
suka mengabulkannya lebih dahulu!”

“Persoalan apa?”tanya Kim Hoa hujin dengan suara lembut.
“asal bisa kulakukan tentu akan kukabulkan permintaanmu
itu!”
Pek-li Peng tersenyum ujarnya, “Toako amat merindukan
dirimu, aku harap setelah pergi dari sini cepat-cepatlah
kembali kemari!”
“Baik!” sahut Kim Hoa hujin sambil mengangguk, berhasil
atau tidak kami menyusul Shen Bok Hong, sebelum kentongan
kedua pasti akan kembali kesini!”
Sambil berpaling ke arah Tong loo-thay thay segera
tambahnya.
“Mari kita pergi!”
kedua orang itu segera enjotkan badan dan berlalu dari
sana, dalam selejap mata bayangan tubuh mereka sudah
lenyap tak berbekas. Siauw Ling yang sedang mengatur
pernapasan dapat menangkap semua pembicaraan dari Tong
loo-thay thay serta Kim Hoa Hujin meskipun ia tahu kalau
mereka berdua akan pergi akan tetapi pertama, saat itu
semedinya sedang mencapai pada puncak yang paling
berbahaya, ia tak mungkin bisa buka suara. Kedua, dia tahu
kepergian mereka berdua kendati tak berhasil membinasakan
Shen Bok Hong sedikit haryak dapat merampas balik sedikit
obat pemunah yang dapat menolong jiwa mereka berdua,
maka pemuda itupun tidak menghalangi kepergian mereka.
Menanti bayangan tubuh Kim Hoa hujin berdua sudah
lenyap dari pandangan Pek-li Peng baru bangkit dan
menghampiri It-bun Han Too.
Ia lihat she It-bun itu berbaring di atas tanah dengan mata
terpejam rapat napasnya lirih dan nampaknya setiap saat
kemungkinan bisa putus dan berhenti.
Sementara itu sang surya telah condong kebarat, seberkas
cahaya kuning emas memantul dari balik lembah dan

menyinari wajah It-bun Han Too yang pucat pias bagaikan
mayat. Darah kental masih mengalir keluar dari bibir dan
lubang hidung orang itu. Rupanya luka dalam yang ia derita
jauh lebih parah daripada apa yang diderita Siauw Ling.
Pek-li Peng menghela napas panjang. ia menekan ulu hati
It-bun Han Too dengan tangannya yang halus kemudian
bisiknya dengan suara lembut, “It-bun sianseng apakah
engkau dapat mendengar suaraku?”
It-bun Han Too membuka sepasang matanya yang sayu
dan memandang sekejap ke arah Pek-li Peng, kemudian
dengan lemas pejamkan matanya kembali. Bibirnya bergetar
seperti mau bicara namun tak sedikit suara pun yang mampu
meluncur keluar.
“Aku tahu. ..kau tak usah banyak bicara .”bisik Pek-li Peng
sambil mengangguk dia mengerahkan tenaga dalamnya dan
melanjutkan, “It-bun sianseng aku hendak mengerahkan
tenaga dalamku untuk membantu memperlancar peredaran
darahmu….”
Segulung hawa panas segera mengalir ke dalam tubuh Itbun
Han Too dan menyebar keseluruh sudut tubuh. Meskipun
usianya masih muda namun tenaga dalamnya sempurna
sekali. Hawa murni bagaikan gulungan ombak disamudera
memancar masul ke dalam tubuh orang itu serta bantu
memperlancar peredaran darahnya….
Sementara itu It-bun Han Too sudah mulai rasakan
keempat anggota badannya jadi beku dan kaku, di bawah
desakan hawa murni Pek-li Peng perlahan-lahan ia peroleh
kembali kebangatan badan.
Kurang lebih sepentanak nasi kemudian, air muka It-bun
Han Too yang pucat pias bagaikan mayat itu bersemu merah
kembali ia tarik napas panjang panjang.
Menyembuhkan luka dengan cara mengerahkan tenaga
dalam merupakan pekerjaan yang paling membuang tenaga,

walaupun baru sepertanak nasi lamanya namun Pek-li Peng
sudah basah kuyup oleh air keringat setetes demi setetes
peluh tersebut jatuh menetes di atas pakaian It-bun Han Too.
Meskipun dara itu sudah mulai kepaayahan akan tetapi
sesudah mengetahui bahwa It-bun Han Too mulai
menunjukkan tanda tanda hidup ia tahu, jika pertolongan
dihentikan maka uahanya selama ini akan mengalami
kegagalan total, karena itu sambil menggertak gigi dia
paksakan diri untuk tetap bertahan.
Seperminum teh lamanya kembali sudah lewat, tiba-tiba Itbun
Han Too membuka mulutnya dan muntah darah kental,
setelah itu sambil membuka mata ujarnya, “Terima kasih atas
pertolongan dari nona”
Saking lelahnya Pek-li Peng sudah merasakan matanya
berkunang kunang dan kepalanya pusing tujuh keliling
menanti It-bun Han Too buka suara ia baru sadar.
“Oooh…, kau telah mendusin!” bisiknya.
“Budi pertolongan yang nona berikan kepadaku tak akan
kulupakan untuk selamanya, asal aku tidak mati maka budi ini
tentu akan kubalas”
Pek-li Peng menghembuskan napas panjang, dia singkirkan
tangan kanannya dari atas dada It-bun Han Too dan berkata.
“It-bun sianseng. jangan hentikan mengerahkan tenagamu,
usahakanlah agar darah jangan menggumpal di dalam tubuh,
kau sungguh beruntung karena bisa mendusin, aku sudah tak
kuat menahan diri..”
Matanya dipejamkan dan gadis itu segera bersemedi untuk
mengatur pernapasan sendiri.
Entah berapa lama sudah lewat. ketika Pek-li Peng
menyelesaikan semedinya cuaca telah gelap dan malam
haripun telah menjelang datang.

Siauw Ling sambil tersenyum berdiri disisinya, sedang Itbun
Han Too masih tetap duduk bersemedi.
“Toako, jam berapa sekarang?”tanya Pek-li Peng sambil
membereskan rambutnya yang kusut, “kentongan pertama
baru saja lewat!”
Pek-li Peng tersenyum.
“Tempo dulu aku selalu beranggapan kepandaian silat yang
kumiliki sangat hebat, tetapi sekarang aku baru merasa bahwa
diriku sebetulnya ibarat kunang2 ditengah malam buta,
kepandaian dan tenaga dalam yang kumiliki masih terbatas
sekali, cuma menolong seorang manusiapun aku sudah
kehabisan tenaga macam begini…. aaai! aku betul-betul tak
berguna!”
“Peng.ji menolong orang dengan menggunakan hawa
murni merupakan suatu pekerjaan yang sangat memakan
tenaga”
It-bun Han Too yang sedang duduk bersemedi mendadak
membuka matanya dan berkata “Tadi napasku sudah
kembang kempis dan keempat anggota badanku sudah kaku,
andaikata tenaga dalam yang dimiliki nona tidak sempurna
dan menolong diriku tepat pada waktunya mungkin mayatku
saat ini sudah mendingin….!”
“Apakah engkau merasa berterima kasih sekali terhadap
diriku?” tanya Pek-li Peng sambil membelalakan matanya
lebar-lebar.
“Nona telah menyalamatkan jiwaku dari lembah
kebancuran sudah tentu aku merasa berterima kasih sekali
terhadap dirimu” jawab It-bun Han Too dengan sikap yang
hormat sekali.
“Kau tak usah berterima kasih kepadaku, asal dikemudian
hari jangan memusuhi toakoku lagi hal itu sudah lebih dari
cukup!”

“Siau tayhiap berbudi luhur dan bijaksana, Shen Bok Hong
kejam dan licik mereka adalah perumpamaan yang kelihatan
jelas perbedaannya, tentu saja aku akan berusaha sedapat
mungkin untuk membantu Siau tayhiap, apalagi nonapun
berharap demikian”
Tiba-tiba Pek-li Peng teringat kembali akan kitab pusaka
peninggalan dari Raja Seruling segera ujarnya, “It-bun
sianseng, bolehkah aku memohonkan satu persoalan
kepadamu?”
“Silahkan nona utarakan, aku pasti akan menyanggupinya
tanpa membantah, kau suruh aku terjun ke api aku akan
terjun ke api”
“Sungguhkah itu?” tanya Pek-li Peng sambil tersenyum.
“Tentu saja sungguh”
“Bagaimana kalau aku mohon kepadamu agar kitab
peninggalan dari Raja Seruling menjadi milik Siau toako dan
kau jangan memintanya balik?..”
“Baik! aku akan mengabulkan permintaanmu itu “jawab Itbun
Han Too sambil tertawa.
Jawaban yang begitu terus terang dan cepatnya itu
seketika membuat Siauw Ling jadi tertegun, ia tak menyangka
kalau pihak lawan bersikap demikian relanya.
“It-bun heng, perkataanmu itu muncul dari dasar hati
ataukah karena terpaksa oleh keadaan?” seorang lelaki sejati
takkan mengangkangi barang milik orang. Aku benar-benar
tidak bermaksud untuk mendapatkan kitab pusaka tersebut
bagiku sendiri.”
“Perkataanku diucapan dari dasar hati “jawab It-bun Han
Too dengan wajah serius. “Bukan saja kitab pusaka
peninggalan, dari Raja seruling mulai detik ini akan menjadi
milik Siau tayhiap, bahkan pedang pendek yang amat tajam
Itupun kuhadiahkan pula untukmu…”

“kenapa?” tanya Siauw Ling dengan hati tercengang.
It-bun Han Too menghela napas panjang, katanya, “Aku
sudah tua! sekalipun kitab pusaka peninggalan sepuluh jago
yang ada diistana terlarang berhasil kuperoleh tak nanti semua
kepandaian itu mampu kupelajari, sejak dulu hingga kini
memang sering dijumpai tokoh sakti yang memiliki ilmu silat
amat tinggi, namun belum pemah kujumpai ada orang yang
bisa panjang umur diri selamanya tak akan mati….”
Dia angkat kepala memandang bintang yang bertaburan
diangkasa, kemudian melanjutkan, “Ini tahun umurku sudah
mendekati enam puluh tahun, kesehatan badanku mungkin
tidak mengijinkan aku untuk memperdalam ilmu silatku lebih
jauh, setelah mengalami peristiwa besar ini banyak persoalan
yang berhasil kupecahkan banyak masalah yang berhasil
kupahami. Bicara terus terang pedang pendek dan kitab
pusaka itu sebenarnya tidak kan mendatangkan manfaat apaapa
bagiku”
“It-bun sianseng, kau masih belum terhitung tua!” seru
Pek-li Peng setelah mendengar n pembicaraan yang bernada
putus asa itu.
“Benar nona, bagi orang yang belajar silat aku memang
belum terhitung tua tetapi dasar kepandaian siatku terlalu
jelek…”
“Tetapi bukankah engkau sudah membaca banyak buku?”
sela Pek-li Peng denga cepat.
It-bun Han Too tersenyum.
“Aku memang sudah membaca banyak buku,
membicarakan soal kecerdikan belum tentu aku berada di
bawah Shen Bok Hong”
Dia alihkan Sorot matanya ke atas wajah Siauw Ling, lalu
melanjutkan, “Sebuah pukulan udara kosong yang dilancarkan
Shen Bok Hong telah mengirim diriku ketepi lembah kematian,

untung nona Pek li telah selamatkan diriku dari sisi lembah
kematian tersebut bicara yang sesungguhnya budi
pertolongan ini harus kubalas”
“kau tak usah membalas budi kepadaku. bantu saja Siau
toako!” kata Pek-li Peng sambil tertawa.
“Aku memang punya pikiran itu, selama jiwaku belum
melayang aku pasti akan membantu Siau tayhiap dan beradu
kekuatan dengan Shen Bok Hong, pekerjaan ini merupakan
suatu pekerjaan yang mulia dan besar, aku pasti akan
berusaha dengan segala kekuatanku untuk menghalangi
rencana Shen Bok Hong mengangkangi dunia persilatan,
sebab bila ia berhasil dengan rencananya maka dunia
persilatan akan selalu diliputi kegelapan… badai pembunuhan
tentu akan meraja lela dimana mana
“Jika It-bun sianseng mau membantu, aku merasa
berterima kasih sekali…” seru Siauw Ling.
“Saat ini Siau tayhiap merupakan simbol atau lambang
bagi kekuatan Bu-tim yang menentang pengaruh Shen Bok
Hong. engkau telah mendapat simpatik dan dukungan banyak
orang, tetapi kau mesti ingat Shen Bok Hong adalah seorang
manusia sadis yang dingin tenang serta memiliki organisasi
yang sempurna, ilmu silatnya lihay dan jalan pikirannya sukar
diraba orang lain, maka dari itu andaikala Siau tayhiap tak
mampu mengorganisasi para jago Bu lim yang bersimpatik
dan mendukung dirumu secara baik, kekuatan nereka sukar
untuk dipergunakan setiap waktu dalam menentang
kekuasaan Shen Bok Hong. Walau aku tak mampu tetapi aku
bersedia untuk susunkan siasat bagus bagi Siau tayhiap”
Ia berhenti sebentar lalu sambungnya kembali.
“Cuma sayang setiap peraturan partai besar saling berbeda
dan pendapat merekapun tak sama, bila kita tak memiliki
rencana yang matang dan sempurna dalam waktu singkat tak
akan mendapatkan manfaat apapun. Sebelum menyusun

rencana besar itu aku harus coba memikirkannya secara
masak dan mendetil… persoalan paling penting yang harus
kita lakukan sekarang adalah berusaha untuk merawat luka
yang kita derita, Siau tayhiap jika kau percaya dengan diriku
mari kita cari dahulu suatu tempat yang tersembunyi untuk
merawat luka. Setelah kesehatan kita pulih kembali baru kita
bicarakan yang lain”
Jalan pikiran Siauw Ling jauh berbeda dengan jalan pikiran
It-bun Han Too, yang di pikirkan saat ini adalah bagaimana
caranya mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk
mempelajari isi kitab pusaka itu agar sampai waktunya
kpandaian sakti itu dapat dipergunakan untuk menghadapi
Giok-siau long-kun, terutama sekali janji pertemuannya
denganGak Siau Cha didasar tebing Toan-hun-gay sudah
berada di depan mata
Tentu saja rahasia hatinya ini tidak leluasa baginya untuk
diutarakan keluar, setelah termenung sebentar katanya
“Maksud baik It-bun sianseng biarlah kuterima di dalam
hati saja. Andaikata aku orang she Siau mampu hidup selama
tiga bulan lagi aku pasti akan berkunjung sendiri kerumah
sianseng dan mohon petunjuk darimu…!”
It-bun Han Too tertegun, bibirnya bergerak hendak
menanyakan persoalan itu namun akhirnya ia batalkan niatnya
itu.
“Sejak dahulu aku orang she Siau sudah kagum dengan
kecerdikan diri sianseng “ ujar Siauw Ling lebih jauh, “dalam
perjuanganku melawan Shen Bok Hong aku pasti akan minta
bantuanmu, apakah kita dapat menetapkan janji untuk
bertemu dikemudian hari…”
“Maksudmu bertemu setelah tiga bulan mendatang?” tanya
It-bun Han Too cepat.
“Tidak salah paling sedikit harus lewat tiga bulan!”

“Baiklalh tiga bulan mendatang aku akan menantikan
kehadiranmu di depan kuil Leng in-si ditepi telaga See ou
selama sebulan. Jika dalam waktu satu bulan Siau tayhiap
tidak datang maka aku akan mencukur rambut jadi hweesio
dan selama hidup akan menetap dikuil Leng-in-si.
“Asal aku tidak mati, janji itu pasti kan kupenuhi”
“Baiklah, kita tetapkan demikian saja”
“Nah…sampai jumpa!”
Ia bangkit untuk menjura lalu putar badan dan berlalu dari
tempat itu.
Dari langkahnya yang sempoyongan Siauw Ling tahu kalau
luka dalam yang dideritanya parah sekali, segera serunya
“Sianseng, langkahmu gontai dan tidak tetap. bagaimana
kalau kuantar dirimu beberapa jiuh?”
“Tak usah” tampik It-bun Han Too sambil tertawa. “aku
percaya masih mampu untuk turun dari bukit ini, Siau tayhiap
tempat ini tak baik untuk ditinggali terlalu lama. Lebih baik
cepatlah berlalu dari sini”
“Jika aku bersikeras mengantar dia, mungkin tindakanku
akan mengundang rasa tak senang hati di dalam hatinya, lebih
baik biarlah ia pergi sendiri…” pikir Siauw Ling.
---oo0dw0oo---
Jilid 10
SEMENTARA itu Pek-li Peng sambil gelengkan kepalanya
telah berkata, “Kami masih belum bisa pergi dari sini, It-bun
sianseng lebih baik kau berangkatlah lebih dahulu!”
“Kenapa?”

“Kami telah berjanji dengan Kim Hoa hujin serta Tong Lo
Thay-thay untuk berjumpa muka di tempat ini, sebelum
kentongan kedua mereka akan balik kelembah ini”
“Kemana mereka pergi?”
“Mengejar dan membinasakan Shen Bok Hong!”
“Kedua orang ini benar-benar tak tahu diri!“ seru It-bun
Han Too sambil tertawa getir.
“Bila dugaanku tidak keliru, maka mereka telah terjatuh
kembali kemulut harimau, mungkin saat ini tenaganya
dipergunakan lagi oleh orang-orang perkampungan Pek Hoa
Sanceng.
“Luka yang diderita Shen Bok Hong amat parah, demikian
parahnya sampai tiada waktu untuk membinasakan sianseng
dan toako lebih dahulu, ilmu silat yang dimiliki Kim Hoa Hujin
dan Tong Lo Thay-thay sangat lihay, siapa tahu kalau mereka
mendapat kesempatan?”
“Shen Bok Hong memerintahkan Ciu Cau Liong sekalian
mengundurkan diri lebih dahulu, hal ini bukanlah disebabkan
karena ia berhati mulia dan welas kasih sehingga takut
beberapa orang itu terluka di tangan Siau tayhiap, sengaja ia
mengatur begitu adalah untuk mempersiapkan langkah
berikutnya dan catur yang sedang dia mainkan dengan
mundurnya orang-orang itu lebih dahulu berarti mereka telah
siapkan jebakan yang tangguh untuk menyambut dirinya
Aaai….! untuk bertarung melawan jago lihay macam Shen Bok
Hong, bukan saja kita harus andalkan ilnu silat yang lihay,
kecerdasanpun harus dipergunakan”
Jadi maksud sianseng keadaan mereka sangat berbahaya?”
“Keselamatan jiwa sih tak menjadi soal, sebab pada saat ini
Shen Bok Hong sedang butuh orang untuk menunjang
ambisinya, Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay adalah

jago lihay kelas satu, sudah pasti Shen Bok Hong tak akan
membunuh diri mereka.”
Dia menghembuskan napas panjang dan melanjutkan
“Kalau memang nona sudah berjanji dengan mereka, tentu
saja harus kau tunggu kedatangan mereka, tetapi selewatnya
kentongan kedua lebih baik cepat-cepatlah berlalu dari tempat
ini”
Selesai berkata ia putar badan dan melanjutkan
perjalanannya.
Memandang hingga bayangan punggung dari It-bun Han
Too lenyap ditengah kegelapan, Siauw Ling menghela napas
panjang. katanya, “Sungguh tak nyana sebuah pukulan maut
yang dilancarkan Shen Bok Hong telah membuat It-bun Han
Too seolah olah menjelma menjadi seorang manusia yang
lain, semnga saja ia benar-benar bertobat dan kembali ke
jalan yang benar”
“Aku lihat rupanya dia dibikin terharu oleh sikap Toako
yang berbudi luhur serta welas asih itu, jika ada perbedaan
yang menyolok tentu saja perbedaan itu gampang membuat ia
berontak.”
Siauw Ling tersenyum.
“It-bun Han Too cerdik dan banyak akal, ia sudah tahu
kalau Shen Bok Hong amat membenci dirinya sehingga setiap
saat selalu berusaha mencari akal untuk membinasakan
dirinya, hal ini tentu akan memancing rasa bencinya pula
terhadap gembong iblis itu, bila ada kesempatan diapun tentu
akan berdaya upaya untuk melenyapkan iblis itu dari muka
bumi…”
Setelah berhenti sebentar tiba-tiba Siauw Ling seperti
teringat akan sesuatu persoalan yang amat penting, dengan
alis berkerut segera tanyanya.

“Peng-ji dimanakah sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu….?”
“Akupun sedang merasa keheranan, terang benderang aku
telah berjanji dengan mereka untuk bertemu disini, kenapa
mereka tidak nampak munculkan diri?”
“Mungkinkah mereka celaka di tangan Shen Bok Hong?”
“Aaah….. tidak mungkin, seandainya Shen Bok Hong
berhasil mencelakai jiwa sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu dia tentu akan mengutarakannya keluar”
Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya kemudian
berkata lagi
“Tidak salah, kalau ia berhasil menawan sepasang
pedagang dari Tiong ciu hidup-hidup maka ia pasti akan
menggunakan keselamatan mereka berdua sebagai sandera
untuk memaksa aku bertekuk lutut. sebaliknya kalau sepasang
pedagang dari Tiong ciu berhasil dibunuh mati maka ia tentu
akan memamerkan kehebatannya dihadapanku. Dari sikapnya
yang bungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun itu
menunjukkan kalau ia belum pernah berjumpa dengan mereka
berdua lalu kemana perginya kedua orang itu?”
“Aaai…! orang itu benar-benar tolol, padahal aku sudah
menjelaskan dengan terperinci, entah mereka sudah pergi
kemana?”
Siauw Ling kembali termenung beberapa saat lamanya, lalu
berkata, “Mereka dan aku mempunyai hubungan
persaudaraan yang sangat akrab, rasa setia kawan mereka
tinggi sekali. bila tak ada urusan tak mungkin mereka
mengingkari janji. Aku rasa pastilah kedua orang itu telah
menjumpai suatu kejadian yang ada diluar dugaan”
“Kejadian apa?”

“Aku kurang begitu tahu, tetapi yang pasti mereka pasti
mempunyai alasan tertentu yang membuat mereka tak dapat
datang.”
Sementara pembicaraan masih berlangsung mendadak dari
tempat kejauhan tampaklah dua sosok bayangan manusia
laksana sambaran kilat meluncur datang.
Pek-li Peng segera bangkit berdiri sambil berseru.
“Kim Hoa hujin serta Tong Lo Thay-thay telah datang!”
Dengan kecepatan amat luar biasa, dalam waktu singkat
dua sosok bayangan manusia tadi telah berada dihadapan
mereka. Terdengar salah seorang diantaranya menegur
dengan suara nyaring, “Toako, apakah kau berada dalam
keadaan baik-baik?”
“Kami baik sekali, kemana perginya kalian berdua?”
Kiranya dua sosok bayangan manusia yang baru saja
munculkan diri bukan lain adalah sepasang pedagang dari
kota Tiong-ciu, orang pertama yang datang mendekat lebih
dahulu berperut besar, dia bukan lain adalah sie poa emas
Sang Pat sedang di belakangnya mengikuti Leng an-tiat-pit.pit
baja berwajah dingin Tu Kiu.
“Yaaah…ampun terima kasih kepada langit dan bumi,mulai
hari ini aku Sang Lo ji benar-benar akan memuja
malaikat…”seru Sang Pat sambil tarik napas panjang2.
Belum habis perkataannya diutarakan, tubuhnya tiba-tiba
terjungkal dan roboh ke atas tanah, Siauw Ling terperanjat,
buru-buru ia membimbing tubuh Sang Pat dan menahannya
sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah. Tegurnya
“Apa yang sebenarnya telah terjadi?”
“Lo-ji sudah menderita luka dalam yang sangat parah.
“sahut Tu Kiu dengan suara dingin,”tetapi dia menguatirkan
sekali keselamatan jiwa toako, maka dipaksanya untuk

menahan luka dalam tersebut dan datang mencari toako,
setelah melihat toako berada dalam keadaan sehat hawa
dalam dadanya jadi buyar dan diapun tak kuat menahan diri
lagi..,”
Sementara pembicaraan masih berlangsung Siauw Ling
telah memayang bangun tubuh Sang Pat telapaknya segera
ditempelkan di atas punggungnya dan salurkan tenaga
murninya ke dalam tubuh saudara angkatnya itu.
“Toako! kau baru saja sembuh dari luka dalam yang parah,
mana boleh kau gunakan hawa murni untuk membantu
orang? biar Siau-moay saja yang turun tangan!” seru Pek-li
Peng dengan suara cemas.
Sementara itu Siauw Ling sudah merasakan sesuatu yang
aneh dalam dadanya, walaupun dia ingin menolong tapi
tenaga dalamnya tidak mampu disalurkan dengan sempurna,
terpaksa ia menghela napas dan berseru.
“Adik Peng rupanya aku harus merepotkan dirimu lagi!”
Pek-li Peng tertawa manis, dia ulurkan tangannya dan
tempelkan ke atas punggung sie-poa emas.
“Saudara Tu” Siauw Ling segera berpaling kesamping,
“sebenarnya apa yang telah terjadi?”
“Kami telah berjumpa dengan para jago lihay dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng setelah melangsungkan
suatu pertarungan yang amat sengit akhirnya Lo ji menderita
luka….”
Tiba-tiba orang she Tu yang berwajah dingin itupun maju
kedepan dan roboh terjungkal ke atas tanah
Hal ini dengan jelas membuktikan pula bahwa dalam
kenyataan Tu Kiu pun menderita luka dalam yang parah, akan
tetapi ia berusaha menggunakan kata-kata yang sederhana
untuk melukiskan kejadian yang sebenarnya dengan harapan
lukanya bisa disembunyikan siapa tahu daya tahannya

mendadak buyar dan tak bisa ditahan lagi diapun ikut roboh
terjungkal ke atas tanah.
Siauw Ling segera maju menahan rubuh Tu Kiu, serunya
dengan suara sedih sekali, “Saudaraku sedari tadi kalau
sepantasnya aku bisa menduga sampai kesitu, Loo-ji saja
menderita luka dalam yang parah apalagi engkau? Aaai… kau
terlalu memaksakan diri untuk mengelabui diriku, seharusnya
aku bisa menduga sendiri kalau engkaupun terluka”
Sambil berkata dia tempelkan tangan kanannya di atas
punggung Tu Kiu. dengan hawa murninya dia berusaha
menolong saudaranya yang menderita luka parah tadi.
“Oooh toako!” kembali Pek-li Peng berseru dengan nada
gelisah. “Apakah engkau sudah bosan hidup?”
Siauw Ling tertawa getir.
“Tak menjadi soal, Peng ji! aku masih mampu
mempertahankan diri” sahutnya.
“Baringkan dia ke atas tanah. Setelah aku selesai
membantu Sane Pat biarlah aku yang membantu dirinya pula!”
“Peng-ji, dengarkanlah perkataanku!” seru Siauw Ling
kemudian dengan wajab serius. “sekalipun sejak hari ini aku
tak dapat berlatih ilmu silat lagi, aku harus berusaha
menyelamatkan jiwa mereka berdua lebih dahulu. Luka dalam
yang mereka derita teramat parah kita musti berusaha keras
untuk mengobati luka itu. Aku sebagai saudaranya sudah
wajar dan sepantasnya kalau menyumbangkan sedikit tenaga
untuk mereka”
Pek-li Peng tidak berbicara lagi, dikerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya untuk mengobati luka Sang Pat.
Hawa murni bagaikan gulungan air bah segera menggulung
masuk ke dalam tubuh sie-poa emas tersebut.
Setelah menolong It-bun Han Too belum lama berselang
sebagian besar hawa murninya telah hilang dan belum pulih

kembali seperti sediakala, sekarang setelah dipaksakan untuk
menolong Sang Pat maka terasalah sang tubuh jadi lelahnya
bukan kepalang, belum lama kemudian keringat sebesar
kacang kedelai sudah mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya.
Keadaan dari Siauw Ling lebih payah lagi, tidak sampai
sepeminuman teh lamanya sekujur badan telah basah kuyup
oleh keringat yang mengalir keluar dengan derasnya.
Sejak sembuh dari luka dalamnya yang parah, hawa murni
yang dimiliki anak muda ini boleh dibilang belum pulih kembali
seperti sediakala. setelah sekarang disalurkan keluar lama
kelamaan daya tahan tubuhnya jadi goyah kembali tapi diamdiam
dia menggertak gigi dan paksakan diri untuk tetap
bertahan hawa murni tetap disalurkan keluar menyerang
tubuh Tu Kiu yang sudah tak sadarkan diri itu.
Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian. Sang Pat baru
menghembuskan napas panjang sambil berseru
“Ooooh toako apakah luka dalam yang kau deritapun
teramat parah”
“Jangan banyak bicara “ tegur Pek.li Peng dengan suara
lirih, “cepat atur pernapasan dan bersemedi, jangan sampai
membiarkan aliran darah dalam tubuh yang telah mulai
mengalir tersumbat kembali. Aku akan menolong Tu Kiu!”
Siauw Ling yang sedang menyalurkan hawa murninya ke
dalam tubuh Tu Kiu dapat menangkap pembicaraan Sang Pat
dengan cepat. Tetapi ia tak mampu memberikan jawabannya
berhubung ketika itu dia sedang mengerahkan sisa tenaga
yang dimilikinya untuk menolong pit besi berwajah dingin.
Pek-Li Peng tarik napas panjang2, setelah tarik hawa
murninya dari pusar menyebar keseluruh badan ia dekati
Siauw Ling dan berkata, “Toako bangunlah, biar aku yang
menolong dia!”

Sementara itu Siauw Ling pribadi sudah mulai kepayahan.
Dia sadar meskipun dirinya bersikeras untuk mempertahankan
diri, hasilnya tetap nihil dan sama sekali tak berguna terpaksa
dia bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari situ.
Pek-li Peng singsingkan lengan baju kanannya kemudian
menyeka keringat di atas wajah, kemudian duduk bersila disisi
Tu Kiu dan tempelkan tangannya diaras punggung orang itu.
Siauw Ling tidak kuat menahan diri lagi. Dia merasa
kepayahan dan kehabisan tenaga setelah mundur ke belakang
matanya segera dipejamkan dan perlahan-lahan mengatur
pernapasan.
Beberapa saat kemudian dia membuka matanya kembali
dan menengok ke arah Tu Kiu batinnya terasa tak tenang dan
sangat menguatirkan keselamatan dari saudara angkatnya itu.
Terlihatlah keringat bagaikan hujan gerimis mengalir keluar
tiada hentinya dari tubuh gadis Pek-li itu, sekujur badannya
sudah basah kuyup dan wajahnya pucat pias bagaikan mayat.
Tiba-tiba Siauw Ling teringat kembali akan sesuatu. Ia
teringat gadis itu baru saja menolong It-bun Han Too serta
Sang Pat dua orang yang menderita luka parah, pada saat ini
mana dia punya kekuatan lagi untuk menolong Tu Kiu?”
Dengan hati gelisah buru-buru serunya, “Peng-ji kau lelah
sekali… lebih baik aku saja yang menolong saudara Tu!”
“Aku baik sekali “jawab Pek-li Peng setelah diam diam tarik
napas panjang
“Oooh…toako cepatah duduk semedi dan mengatur
pernapasan, kau harus menjaga diri demi keselamatan serta
kesejahteraan seluruh umat Bu-Lim di kolong langit”
Siauw Ling menghela napas panjang.

“Aaai….aku tahu bahwa saat ini keadaanmu sendiripun
sudah payah, kau telah memaksakan diri untuk tetap
bertahan, aku lihat lebih baik aku saja yang turun tangan”
“Tak usah kau kuatirkan keselamatanku meskipun tenaga
dalamku sudah banyak berkurang, namun isi perutku sama
sekali tidak terluka!”
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi. dia tempelkan telapak
tangannya ke atas punggung Pek-li Peng.
Dengan tenaga dalam gabungan dari dua orang itu, hawa
murni mengalir masuk ketubuh Tu Kiu semakin gencar lagi.
Setelah mendapat bantuan dari tenaga gabungan dua
orang jago lihay itu. hawa murni yang membeku dalam
saluran darah di tubuh Tu Kiu mulai mencair dan peredaran
darahpun sedikit demi sedikit berjalan lancar kembali, dalam
waktu singkat seluruh tubuhnya telah segar kembali dan
diapun menghembus napas panjang sambil membuka mata.
Siauw Ling menghela napas panjang, ia tak berani
melepaskan tangan kanannya yang masih ditempelkan
dipungung Pek-li Peng, serunya, “Peng ji sekarang engkaupun
harus beristirahat beberapa saat lamanya”
“Toako, baik baikkah engkau?” tanya Pek-li Peng sambil
berpaling dan tertawa.
Siauw Ling mengangguk.
“Sungguh beruntung ada engkau disini yang telah
menolong kedua orang saudaraku, cuma… aku telah
merepotkan dirimu”
“Toako jangan berbicara demikian, siaumoay merasa amat
gembira sekali bila aku dapat ikut menyumbang sedikit tenaga
untuk persoalan yang sedang toako hadapi”
Rupanya gadis itu merasa lelah sekali, Setelah habis
berkata dia pejamkan matanya dan mengatur pernapasan.

Siauw Ling berpaling ke arah lain, dia lihat Sang Pat sedang
duduk bersila dan mengatur pernapasan, Tu Kiu pun sudah
duduk dan sedang mengatur pernapasan, dalam hati segera
pikirnya, “Secara beruntun Peng-ji telah menyelamatkan tiga
orang, dia pasti kepayahan dan lelah sekali, meskipun dasar
tenaga dalamnya cukup kuat namun aku rasa harus
membutuhkan banyak waktu untuk memulihkan kembali
kekuatan tubuhnya seperti sediakala. Sang Pat serta Tu Kiu
sendiri baru saja lolos dan ancaman maut, peredaran darah
dalam tubuhpun baru saja berjalan lancar kemba1i mereka
harus membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk
menyembuhkan diri… jika sekarang aku ikut bersemedi
bukankah tak ada orang yang menjaga ke amanan disini?
andaikata ada musuh tangguh yang datang, bukankah kami
berempat dapat dilukai semua tanpa susah payah?”
Berpikir sampai disitu ia tak berani pusatkan pikirannya
untuk mengatur untuk meng atur pernapasan lagi, dengan
paksakan diri ia tetap berada dalam keadaan sadar walaupun
matanya dipejamkan namun seluruh perhatian dipusatkan di
sekitar tempat itu untuk memperhatikan keadaan disekeliling
sana.
Kurang lebih satu hio kemudian, Sang Pat Tu Kiu maupun
Pek-li Peng telah berada dalam keadaan tenang dan lupa
terhadap segala2nya.
Perlahan-lahan Siauw Ling bangkit berdiri, melepaskan otot
tangan dan kakinya lain berjalan mengelilingi tiga orang itu
satu kali kemudian duduk kembali di tempat semula.
Ia merasa lelah dan mengantuk sekali, dengan melepaskan
otot dan berjalan satu lingkaran itu Siauw Ling berusaha
mengusir rasa kantuk yang menyerang makin menjadi itu.
Belum lama Siauw Ling duduk kembali di tempat semula,
tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang datang suara
langkah kaki manusla yang amat berat dan nyaring, Siauw
Ling mengempos tenaga dan membuka matanya lebar-lebar,

dan dia lihat sesosok bayangan manusia perlahan-lahan
bergerak mendekat ke arahnya.
Malam amat gelap dan suasana sunyi senyap tak
kedengaran sedikitpun Siauw Ling yang baru sembuh dan luka
dalam yang parah tidak memiliki kekuatan tubuh yang cukup
sempurna untuk berjaga diri ia merasa ketajaman mata dan
pendengarannya mengalami kemunduran yang sangat hebat,
meskipun orang itu sudah berada pada jarak tiga tombak
dihadapanya akan tetapi si anak muda itu masih belum
mampu melihat jelas raut wajahnya.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Siauw
Ling, pikirnya, “Perduli siapapun yang datang asal ia berniat
mencelakai Sang Pat serta Tu Kiu yang sedang bersemedi, aku
akan gunakan segenap sisa tenaga yang kumiliki untuk
mempertahankan diri serta melakukan perlawanan.”
Jalan yang terbaik baginya adalah berusaha untuk
menghalangi kedatangan orang itu untuk mendekati Sang Pat
sekalipun yang sedang bersemedi dengan cepat ia meronta
bangun lalu maju menyongsong kedatangan orang itu.
Setelah jarak mereka semakin dekat, pemuda itu baru
sempat melihat jelas raut wajah pendatang yang tak diundang
itu, ternyata dia adalah seorang kakek tua berjubah hitam
yang mempunyai rambut panjang sebahu.
Rambut kakek itu telah beruban semua, mukanya penuh
berinnyak dan dandanannya mirip sekali dengan seorang
pengemis tua, namun juba hbajunya yang keren dan perlente
menunjukkan bahwa kakek itu bukan pengemis.
Sambil menghadang jalan pergi kakek tua itu, Siauw Ling
menegur dengan suara berat.
“Loo-tiang, ditengah malam buta yang sunyi ada urusan
apa engkau datangi lembah gersang yang terpencil letaknya
ini?”

Kakek tua itu membelalakkan matanya lebar-lebar dan
memperhatikan Siauw Ling beberapa saat lamanya, kemudian
balik bertanya, “Kau sedang bertanya kepadaku?”
“Eeeei!.. orang ini edan atau bukan?” batin Siauw Ling
dalam hati kecilnya, diluar dia segera menjawab.
“Sedikitpun tidak salah, aku sedang mengajak Loo-tiang
berbicara! apakah engkau sudi menjawab?”
Kakek tua itu menengadah memandang langit yang hitam
pekat tertutup awan hitam cahaya bintang dan rembulan
tertutup dibalik awan dan yang nampak cuma kegelapan
belaka…lama.. lama sekali, ia tetap memandang langit yang
gelap, seakan-akan kakek itu sudah lupa kalau dihadapannya
masih berdiri orang lain.
Kalau ditinjau dari keadaan yang bodoh dan termangumangu
sebetulnya aku turun tangan, lebih dahulu untuk
menotok jalan darahnya” pikir Siauw Ling kembali,
tapi….perbuatan semacam itu adalah perbuatan seorang
manusia tak jujur, apakah aku pun harus berbuat macam
begitu”
Setelah sangsi sejenak akhirnya dia mendehem berat
sambil menegur
“Hey Loo-tiang! apa sih yang sedang kau saksikan di
langit?”
“Oooh aku sedang melihat bintang bintang yang bertaburan
diangkasa coba kau lihat sungai perak yang terbentang
diangkasa, sungai itulah yang telah memisahkan Gou Long
serta Ci-li, setiap tahun mereka hanya bisa berjumpa pada
bulan tujuh tanggal tujuh…”
“Oooh…rupanya tebakanku tidak meleset kakek tua ini
benar-benar memang sudah sinting….” pikir Siauw Ling
kembali.

Diluaran dia berkata lebih jauh, “Eeei…. kakek tua, yang
kulihat hanya langit yang gelap dan awan bitam menyelimuti
angkasa, mana sih sungai dan bintang yang kau maksudkan
itu?”
“Haanh…haaah..haaah.. meskipun dengan pandangan mata
aku tidak dapat melihat apakah aku tak bisa berpikir dalam
hati?”
Siauw Ling semakin melongo, pikirnya lebih jauh, “Kalau
bisa berpikir di dalam bati, apa bedanya dengan berada
dirumah? kenapa kau musti datang kelembah yang terpencil
ini hanya untuk berbuat begitu saja?”
Tetapi setelah berpikir kembali hahwa orang itu sinting dan
tak waras otaknya, dia pun tidak mempersoalkan lebih lanjut,
sambungnya, “Perkataan loo-tiang memang benar, apa yang
dipikirkan di dalam hati kadang kala memang mirip dengan
kenyataannya”
Tiba-tiba kakek berambut putih itu tunduk ke bawah dan
menatap wajah Siauw Ling tajam tajam, serunya, “Hey bocah
cilik apakah kau mengerti dengan apa yang kukatakan?”
“Siapa yang bisa memahami perkataanmu itu?” pikir
pemuda tersebut dalam hati, “tidak banyak orang di kolong
langit yang dapat memahami perkataanmu itu dan Orang yang
bisa menangkap perkataanmu itu tentulah otaknya rada tidak
beres seperti dirimu….”
Sebagai seorang pemuda yang jujur dan saleh tentu saja ia
tak mau melukai perasaan hati kakek tua ini, sahutnya,
“Perkataan dari Loo-tiang mengandung arti yang sangat
dalam, sudah ientu jarang sekali orang yang
memahaminya…..”
Kakek tua berambut putih itu angkat kepala dan tertawa
terbahak bahak, “Haaah…haaah..haah… tetapi kau dapat
memahaminya, bukankah begitu?” tukasnya bocah cilik,

engkau adalah satu-satunya manusia yang dapat menangkap
maksud hatiku….”
“Haaah…haaah….. .haah….. aku teringat sekarang
bukankah di dalam lembah ini terdapat banyak sekali kerbau
dungu dan kuda goblok kemana perginya mereka semua?”
“Kau maksudkan para pekerja kasar yang dikirim pihak
perkampungan Pek Hoa Sanceng untuk bekerja di tempat ini?”
“Hmmm…… aku tak tahu mereka berasal datang darimana,
tetapi aku tahu kalau mereka semua goblok tolol dan tak
punya otak, tak seorangpun diantara mereka yang mampu
memahami ucapanku”
Diam-diam Siauw Ling tertawa geli mendengar perkataan
itu, batinnya di dalam hati, “Siapa yang bilang aku bisa
menangkap perkataanmu? aku sendiripun sama sekali tidak
mengerti”
Dalam hati berpikir begitu, diluaran dia menjawab,
“Perkataan dari Loo-tiang memang sukar dipahami!”
“Haaah.. haaah… baaah..justeru karena itulah aku merasa
bahwa kaulah satu-satunya orang yang bisa memahami suara
hatiku”
Setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh, “Sepanjang
tahun dia mencangkul, memukul tiada hentinya di dalam
lembah ini, suatu hari mereka tentu akan menyentuh nadi air
yang berada didasar permuakan bumi dalam lembah ini, jika
sampai begitu keadaannya maka air bah akan
menenggelamkan saluruh wilayah di tempat ini. Sudah dua
kali aku datang kemari untuk memberi bisikan dan petunjuk
pada mereka semua, aku harap agar menreka tahu diri dan
segera mengundurkan diri dari pekerjaan yang banyak resiko
tersebut tetapi mereka goblok semua dan tetap tak sadari
dengan keadaan tersebut, sebenarnya aku sudah tak sudi
untuk mengurusi persoalan ini lagi tetapi teringat bahwa
ratusan lembar jiwa manusia bukan permainan anak kecil, aku

tak tega membiarkan mereka mati konyol di tempat ini. Kali ini
adalah kedatanganku yang terakhir kalinya, jika mereka tetap
tak mau tahu dan tetap mencari kematian buat diri sendiri,
akupun tak sudi mengurusi jiwa mereka lagi”
Siauw Ling merasakan jantungnya berdebar keras setelah
mendengar perkataan itu katanya, “Locianpwee, kau tak usah
banyak buang waktu dan pikiran lagi, orang-orang itu sudah
berlalu dari tempat ini!”
Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu
seejap Sang Pat, Tu Kiu senta Pek-li Peng yang sedang duduk
bersemedi kemudian tanyanya, “Apakah kalian yang telah
mengusir orang orang itu pergi dari sini?”
Siauw Ling menggeleng.
“Mereka semua adalah para jago dari perkampungan, Pek
Hoa Sanceng, sekarang mereka telah mendapat perintah dari
Cungcunya untuk meninggalkan tempat ini”
Sementara itu Siauw Ling telah merasa bahwa kakek tua
dhadapannya bukan sungguh-sungguh sinting dan tidak waras
otaknya seperti apa yang diduganya semula. Orang yang
cerdik kadangkala nampak goblok rupanya orang itu sengaja
berlagak demikian untuk mengelabui keadaan diri yang
sebenarnya, dengan jalan begitu orang lain tentu tak akan
menaruh perhatian terhadap dirinya, tapi ditinjau dan jubah
barunya yang sengaja dikenakan sehingga memancing
kecurigaan orang. Siauw Ling menebak bahwa kakek itu
datang dengan membawa maksud tertentu
Terlihatlah kakek tua itu setelah berjalan beberapa langkah
kedepan, tiba-tiba berpaling dan berkata kembali, “Sekalipun
aku sudah berkenalan dengan banyak manusia di kolong
langit, hanya sedikit sekali yang bisa memahami suara hatiku,
sungguh tak nyana engkau masih kecil tapi bisa memecahkan
jejak diriku”

“Sungguh menyesal dan memalukan….” bisik Siauw Ling
dalam hati pikirnya, “Darimana aku bisa memahami suara
hatimu? aku berbuat demikian karena tak ingin menyakiti
dirimu….. sungguh tak nyana kau telah salah menganggap
aku berhasil memahami suara hatimu”
Terdengar kakek tua berambut putib itu berkata kembali,
“Besok pagi aku hendak berngkat tinggal kan daratan
Tionggoan untuk berkunjung ke negerj Thian tok sungguh tak
nyana sesaat sebelum berangkat aku telah berkenalan dengan
seorang sahabat yang bisa memahami suara hatiku seperti
engkau. oooh…sungguh kebetulan…kebetulan sekali.”
“Loo-tiang terlalu memuji!”
Tiba-tiba nada suara kakek tua berambut putih itu berubah,
dengan suara dingin dan serius katanya, “Hey orang muda jika
penglihatanku tidak salah rupanya engkau menderjta luka
dalam yang amat parah?”
Siauw Ling tahu bahwa kakek tua dihadapannya adalah
seorang manusia aneh yang memiliki kepandaian sakti,
dengan berterus terang dan tanpa ragu2 lagi dia
membenarkan.
“Sedikitpun tidak salah, disamping diriku seorang ketiga
orang rekanku yang sedang duduk bersemedipun ada dua
orang diantaranya menderita luka dalam yang cukup parah.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sambaran kilat
kakek berambut putih itu menyapu sekejap ketiga orang itu,
kemudian ujarnya lagi, “Menurut penglihatanku mereka
bertiga pun berada dalam keadaan yang belum sempurna!”
“Sungguh tajam penglihatan orang ini p ji Siauw Ling di
dalam hati, segera jawabnya, “Yang terluka parah cuma dua
orang, sedangkan nona itu karena harus menolong kami
sekalian bertiga maka banyak tenaga dalamnya yang terpaksa
dihambur2kan hal itulah yang membuat dia berubah jadi
begini rupa”

Kakek tua berambut putih itu mengangguk tiada hentinya.
“Ehmm…!bukan saja kau bisa menangkap suara hatiku,
bahkan kaupun seorang kuncu, seorang lelaki sejati yang jujur
dan polos hatinya, sayang sekali hari keberangkatanku sudah
tak bisa ditunda lagi, sayang sekali kita harus brjumpa dalam
saat saat seperti ini”
Setelah berhenti sebentar,dia menengadah memandang
keangkasa dan tertawa terbahak bahak.
“Haaaaah…… haaaaah….. haaaaaah kalau toh bisa
berjumpa kenapa musti risaukan soal waktu? aku tak boleh
membiarkan khalayak ramai menuduh aku terlalu keras
kepala”
Meskipun Siauw Ling dapat mendengar pula suara
gumaman kakek tua itu, akan tetapi ia tak bisa menangkap
maksud yang sebetulnya dari perkataan itu. Untuk beberapa
saat lamanya pemuda itu tak tahu apa yang musti dijawab,
terpaksa dengan termangu mangu tetap berdiri di tempat
semula..
Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu
setejap Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng kemudian ujarnya
kembali, Aku memiliki obat mujarap yang dapat membantu
menambah tenaga dalam seseorang jika engkau percaya
dengan perkataanku silahkan berikan pil tersebut untuk
mereka semua”
Dari kilatan cahaya mata yang dimiliki kakek tua itu. Sian
Ling tahu bahwa dia adalah seorang jago lihay yang memiliki
tenaga dalam amat sempurna dalam hati segera pikirnya
“Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang
ini, jika ia bermaksud mencelakai jiwa kami semua aku rasa
dalam beberapa gebrakan saja kami akan mati konyol
ditangannya, tidak mungkin kalau ia bermaksud mencelakai
kami semua dengan pil beracun…..”

Setelah berpikir sampai kesitu, keberanian pun muncul
dalam hatinya, cepat sahutnya, “Kalau begitu, biarlah aku
mewakili mereka semua mengucapkan banyak terima kasih
lebih dahulu atas pemberian obat mujarab dan loocianpwee”
Kakek tua berambut putih itu merogoh ke dalam sakunya
dan ambil keluar sebuah botol porselen, sambil diangsurkan
ketangan Siauw Ling pesannya.
“Dalam botol ini kebetulan sekali berisikan empat butir pil
mujarab, kalian berempat masing-masing telanlah sebutir”
Siauw Ling menerima botol porselen itu dan dan membuka
tutupnya lalu ambil keluar sebutir dan langsung dimasukkan
ke dalam mulut.
Melihat perbuatan si anak muda itu. kakek berambut putih
tersebut segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah-haaah…..bocah cilik engkau menelan lebih dahulu
pil tersebut, apakah tidak takut dalam obatku itu telah
kucampuri dengan racun yang keji?”
Siauw Ling tersenyum.
“Loo-tiang telah menganggap diri boanpwee sebagai orang
yang dapat menangkap suara hatimu, jika obat itu benarbenar
mengandung racun sekalipun harus mati boanpwee
juga tak akan menyesal!”
“Anak muda yang patut dihargai” seru kakek berambut
putih itu dengan wajah serius, “kepergianku kebarat dan
berpesiar kenegeri Thian-tok hari ini entah sampai kapan
kuakhiri, besok pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing aku
akan berangkat maukah engkau hantar diriku melakukan
perjalanan?”
“Perkataan semacam itu sapantasnya jika akulah yang
mengucapkan, pikir Siauw Ling di dalam hati, tapi sekarang
dia sudah mengatakannya lebih dahulu”

Terpaksa ia menyanggupi.
“Baik! boanpwe pasti akan menghantar keberangkatan
loocianpwee, tapi kita harus berjumpa dimana?”
Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar.
“Bagi dirimu perjalanan ini semestinya merupakan suatu
perjalanan yang paling payah dan menyulitan, aku telah
memperhitungkan lebih dahulu bagimu!”
“Dapatkah Ioo tiang memberi keterangan dengan lebih
jelas lagi?”
“Tempat dimana aku akan melakukan start perjalananku
berada pada suatu bukit beberapa li jaraknya dari sini, tetapi
engkau harus melewati dua buah bukit yang tinggi lebih
dahulu sebelum tiba disana. Meskipun sekarang kau telah
menelan pil dariku tetapi untuk melumeran pit tersebut kau
masih harus melakukan semedi beberapa waktu lamanya
meskipun kau memiliki ilmu meringankan tubuh yang
sempurnapun sebelum kentongan keempat kau harus sudah
berangkat dan sebe1um fajar menyingsing kau harus sudah
tiba di tempat tujuan, bocah cilik coba hitunglah sendiri
waktunya, apakah kau mampu untuk menepati atau tidak?”
“Sete1ah kusanggupi ku pasti akan berusaha untuk tiba
disitu sebelum waktunya”
jawab Siauw Ling dengan tegas.
“ yang kutakuti adalah jalanan yang tak kukenal. boanpwee
takut mengambil arah yang salah……”
“Tentang soal itu kau tak usah kuatir. aku telah susunkan
rencana yang bagus untukmu, disepanjang jalan aku telah
tinggalkan tanda pengenal yang memberi petunjuk kepadamu
jalan mana yang musti ditempuh”
“Kalau begitu kita tetapkan demikian saja, boanpwee pasti
akan menepati janji dan berangkat kesana.

“Bila kau mendaki gunung lewati sini. maka di depan sana
akan kau temukan tanda petunjuk yang ditinggalkan. Nah,
sampai berjumpa kembali”
Selamat jalan loo tiang!” sahut Siauw Ling sambil memberi
hormat dalam2.
Kakek tua itu tidak banyak bicara lagi dia putar badan dan
segera berlalu dari sana.
Tiba-tiba Siauw Ling teringat akan sesuatu dia ingin
menanyakan jaraknya yang tepat antara tempat itu dengan
tempat dimana ia berada sekarang agar jadwal perjalanan
bisa ditentukan, tetapi bayangan tubuh kakek tua itu sudah
lenyap tak berbekas.
Dalam hati kecilnya Siauw Ling tahu kalau kakek berambut
putih itu adalah seorang manusia sakti yang memiliki ilmu silat
amat tinggi, tetapi ia tak habis mengerti mengapa kakek itu
mengundang dirinya untuk menghantar keberangkatannya
menuju kenegeri Thhian-tok setelah janji diucapkan keluar
tentu saja ia tak bisa mengingkarinya maka cepat-cepat dia
duduk bersila untuk mengatur pemapasan, pemuda itu
berharap agar kesehatan tubuhnya bisa cepat pulih kembali
sehingga perjalanan dapat segera dilakukan. Terasalah dari
arah pusar memancar keluar segulung aliran hawa panas yang
menyegarkan badan. Aliran hawa panas itu dengan cepatnya
menyambar keseluruh tubuh.
Siauw Ling sadar bahwa hal itu merupakan akibat dan
khasiat obat yang ia telan barusan hatinya terasa tercengang
pikirnya .
“Obat itu sungguh mujarab sekali, ditinjau dan pemberian
obat mujarab ini sudah sepantasnya kalau aku menghantar
keberangkatannya…”
Berpikir sampai disitu ia segera meronta bangun. setelah
mendekati kehadapan Sang Pat serunya dengan suara dalam,
“Saudaraku berdua pentanglah mulutmu lebar lehar, SiauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
heng hendak menghadiahkan sebutir pil mujarab untuk kalian
semua”
Waktu itu semedi Sang Pat dan Tu Kiu sedang mencapai
titik puncak yang paling pen ting, meskipun mereka dengar
perkataan dari Siauw Ling. namun mulutnya tak mampu
dipentangkan seperti apa yang diharapkan.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Sang Pat serta Tu
Kiu baru membuka matanya kembali.
Siauw Ling segera memberi obat mujarab itu kepada
mereka berdua sambil pesannya.
“Jangan banyak bicara, pentang mulut kalian lebar-lebar!”
Setelah dua orang saudaranya buka mulut pemuda itupun
segera masukkan obat mujarab tadi ke dalam mulut mereka
berdua.
“Obat ini mempunyal daya kasiat yang luar biasa sekali
“serunya, “harap saudara berdua segera menelannya ke dalam
perut, kemudian aturlah pernapasan kembali.
Sang Pat serta Tu Kiu sama-sama mengangguk dan
memandang ke arah toakonya dengan sorot mata penuh rasa
terima kasih, setelah menelan pil tersebut mereka atur
pernapasan kembali
Siauw Ling tarik napas panjang2, ia mendekati pula Pek-li
Peng dan berbisik lirih, “Peng-ji apakah tubuhmu terasa agak
baikan?”
Pek-li Peng sama sekali tidak terluka dalam, dia hanya
kehabisan tenaga murni saja kerena harus mengobati
beberapa oraig secara beruntun, keadaannya jauh berbeda
dengan keadaan sepasang padagang dari kota Tiong
ciu,setelah mengatur pernapasan beberapa saat lamanya.
Kesehatan badan sudah pulih kemubail beberapa bagian, dia
buka matanya dan tertawa.

“Aku sudah agak baikan!”
“Kalau begitu telan pil ini, obat tersebut akan
mendatangkan manfaat yang besar bagimu “kata Siauw Ling
sambil angsurkan obat dalam genggamannya, Semula dia
bermaksud agar Pek-li Peng menyambutnya dengan tangan.
tetapi gadis itu ternyata membuka mulutnya sambil berseru
manja!
“Toako, masukkanlah pil itu ke dalam mulutku!”
Siauw Ling tertegun, terpaksa dia berikan obat tadi ke
dalam mulut Pek-li Peng.
Setelah mendapat bantuan dari obat mujarab tersebut,
kesehatan badan keempat orang itu dengan cepatnya telah
pulih kembali, tidak sampai satu kentongan kesehatan mereka
telah pulih seperti sedia kala.
Siauw Ling yang punya janji dengan orang setelah
melakukan semedi satu kali dia segera berhenti dan bangkit
berdiri dilihatnya Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng masih
tetap duduk hersemedi disitu.
Siauw Ling angkat kepala memandang keadaan cuaca, dia
lihat awan gelap dilangit sebagian besar telah buyar.
Bintang dan rembulan sudah tak nampak lagi, teringat akan
janjinya dengan kakek berambut putih itu dia merasa
sekaranglah saatnya untuk berangkat. Maka ujarnya.
“Saudara berdua. Siau-heng punya janji dengan seseorang
dan sekarang juga harus segera berangkat, paling cepat
tengah hari nanti dan paling lambat senja nanti aku pasti
sudah kembali kesini, kalian tungulah aku di atas purcak Inwan-
hong.”
“Aku ikut.” teriak Pek-li Peng tiba-tiba sambil meloncat
bangun dari atas tanah.
“Kau telah selesai bersemedi?”

“Sudah selesai sejak tadi” jawab Pek i Peng sambil tertawa,
“bahkan kekuatan tubuhku telah pulih kembali seperti sedia
kala!”
Siauw Ling tidak segera mengambil keputusan, pikirnya
dalam hati, “Tabiat kakek tua itu aneh sekali dan sukar diraba
dengan kata kata, jika kubawa serta Peng ji kesitu entah dia
menerima dengan senang hati atau tidak? apalagi luka dalam
yang diderita Sang Pat berdua belum sembuh benar, dia harus
tetap tinggal di tempat ini untuk melindungi keselamatan
mereka berdua”
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata, “Peng ji, kalau
kita pergi semua lalu siapakah yang melindungi keselamatan
kedua orang saudara kita? walaupun para jago dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng telah berangkat tinggalkan
tempat ini, siapa tahu kalau kaki tangan Shen Bok Hong ada
yang balik lagi kemari? kau harus tetap tinggal disini untk
melindungi keselamalan mereka berdua”
Mendengar perkataan itu, Pek li leng mengheLa napas
panjang.
“Aaaai….kapan sih aku tak menuruti perkataan dari toako?”
bisiknya lirih.
Dari sikap serta tingkah laku gadis itu Siauw Ling tahu
kalau ia tak senang hati, tetapi sekalipun begitu terpaksa ia
harus tetap berlagak pilon. Sambil katanya
“Secepatnya aku akan kembali lagi kesini waktu itu
kesehatan badan dua orang saudara kitapun telah pulih
kembali seperti sedia kala. Kita bersama-sama berangkat
tinggalkan tempat ini”
Pek-li Peng tertawa.
“Maukah engkau ajak aku berpesiar ketelaga See-ou dan
menyambangi Pek Niocu di bawah pagoda Lui hong-tha”
“Cerita itu hanya dongeng rakyat belaka!”

“Siapa bilang kalau dahulu benar-benar pernah terjadi
peristiwa semacam ini “sela Sian Ling dengan cepat.
“Perduli dongeng atau kejadian yang sungguh yang pasti
nasib Pek Nio cu mengenaskan sekali “kata Pek-li Peng
dengan wajah serius, cinta kasihnya suci murni dan patut
dipuji, sayang lelaki yang tak kenal budi lebih percaya dengan
perkataan dari Ho at hay Hwesio sehingga akhirnya menindih
tubuhnya dengan pagoda Lui hong tha..”
Habis berkata ia menangis tersedu2 seakan-akan baru saja
bertemu dengan suatu kejadian yang memilukan hati.
Siauw Ling saja amat terperanjat, ia merasa dibalik
perkataan gadis itu menandung arti yang lain, hal tersebut
membuat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti
dijawab, Dengan ujung bajunya Pek-li Peng menyeka air mata
yang jatuh menetes, sambungnya, “Ayahku pernah
mengundang seorang sarjana tua dari daratan Tionggoan
untuk memberi pelajaran membaca dan menulis
bagiku,meskipun usia sarjana itu sudah tua tetapi dia romantis
sekali. Seringkali ia menceritakan kisah-kisah romantis atau
cerita dongeng dari daratan Tionggoan kepadaku, waktu
kudengar cerita tentang Pek Nio cu tempo hari diam diam aku
merasa geli atas ketololan Pek Nio cu tersebut, di kolong langit
toh banyak sekali pemuda tampan kenapa dia cuma mencintai
seorang lelaki belaka, kalau aku yang menjadi dia. . huh. tak
sudi aku dipermainkan dengan begitu saja
“Kalau kau menjadi Pek Nio cu apa yang hendak kau
lakukan?”
Perlahan lahan Pek-li Peng alihkan sorot matanya menatap
wajah Siauw Ling kemudian jawbabnya, “Waktu itu aku
pernah berpikir, kalau memang dia tidak menepati janji
kenapa aku musti memikirkan terus dirinya? kenapa aku tidak
bunuh saja orang yang tak kenal budi itu?”
Gadis tersebut berhenti sebentar kemudian melanjutkan

“Tapi sekarang…aku baru tahu, ternyata laut cinta begitu
luas dan tak bertepian”
“Aai! Siauw Ling menghela napas panjang
“Peng-ji usiamu masih kecil kenapa begitu banyak
persoalan yang kau pikirkan?”
Pek-li Peng tertawa sedih.
“Sejak kecil aku sudah terbiasa mengumbar nafsu,
selamanya aku tak mau kalah kepada siapapun, aku masih
ingat ketika masih kecil tempo dulu, waktu itu ayah sedang
meyakinkan suatu ilmu sakti yang maha hebat, aku paksa
dirinya untuk menggendong aku keluar rumah menikmati
keindahan salju. ayah tak mau dan aku menangis terus
bahkan menghancurkan pula barang antik kesayangannya,
ayahku yang selamanya tak penrah memaki diniku waktu itu,
segera menghajar aku, tetapi aku menangis terus tiada
hentinya, sehari semalam tak mau makan dan minum, Ibuku
menasehati dan menghibur diniku, aku juga tetap menangis
tiada hentinya, sampai akhirnya suaraku habis dan air mataku
kering ayahku baru mengalah dan membopong aku keluar dari
Istana untuk melihat salju waktu itulah aku baru berbenti
menangis..”
“Bagaimnta setelah kau tumbuh dewasa”sela Siauw Ling..
Setelah makin dewasa aku semakin dapat meresapi cinta
kasih Thian dan kasih sayang orang tua, tetapi ayah dan ibu
sudah mengenal watakku, setiap kali persoalan yang telah
kuputuskan biasanya mereka menurut sekali, siapa tahu
setelah berjumpa dengan toako, aku merasa bahwa diriku
telah berubah jadi seorang manusia lain”
“Berubab jadi lebih jinak dan penurut bukan?” kata Siau
Ling sambil tersenyum.
“,Aaai…! aku selalu berusaba menekan watakku dan
menuruti setiap perkataanmu, aku tak tahu sikapku ini bisa

menarik kegembiraanmu atau tidak? aku selalu kuatir pa da
suatu hari engkau bosan kepadaku dan tinggalkan diriku
seperti nasib dari Pek Nio-cu”
“Haaih.baaah-haaah kau bukan Pek Nio.. cu sedang aku
bukan- Kho koin jin, mana boleh kau banding2kan satu sama
lain? baik-baiklah merawat mereka berdua, aku akan
berangkat lebih dahulu!”
“Kau harus segera kembali toako….” bisik Pek-li Peng.
Siauw Ling mengangguk, dia belai rambut gadis itu dengan
penuh kasih sayang kemudian jawabnya
“Tunggulah aku kembali sayang!”
“Akan kutunggu kedatanganmu dengan hati sabar!”
Siauw Ling pun putar badan dan berjalan menujuh ke arah
bukit mengikuti petunjuk dari kakek tua berambut putih.
Sedikitpun tidak salah, di atas puncak bukit itu ia temukan
sehelai sapu tangan berwarna putih yang ditindihi dengan
sebuah batu, di atas sapu tangan tadi terteralah petunjuk
jalan dengan jelasnya.
Siauw Ling menyimpan sapu tangan tadi dan segera
melakukan perjalanan sesuai dengan petunjuk yang diberikan
setiap kali bertemu dengan tikungan ia temukan tanda
petunjuk jalan disana.
Perkataan kakek tua berambut pucih itu sedikitpun tidak
salah, perjalanan yang harus ditempuh sukar dan payah
sekali. Bukan saja harus melewati tebing yang curam, jurang
yang dalam bahkan kadangkala harus terjun keair dan
merambat ditebing dengan ilmu cecak pikirnya di dalam hati
“Bukankah ia tahu dengan jelas bahwa luka dalam yang
kuderita baru saja sembuh? Kenapa dia suruh aku melalui
jalan yang curam dan berbahaya seperti ini? Bukankah dia ada
maksud menyiksa diriku?”

Tetapi setelah teringat kembali akan janjinya yang telah
diutarakan ia merasa tak ada gunanya menyesal, terpaksa
dengan sepenuh tenaga parjalanan ia lanjutkan.
Luka dalam yang ia derita sebetulnya cukup parah,
meskipun sudah menelan obat mujarab pemberian dari kakek
tua itu, namun berhubung selama ini tiada waktu baginya
untuk mengatur pernapasan dengan baik maka kekuatan
tubuhnya belum pulih seutuhnya. Setelah melakukan
perjalanan beberapa saat lamanya sekujur badan telah basah
kuyup oleh keringat, napasnya jadi tersengal-sengal.
Melihat sang surya sudah muncul dibalik gunung sedang
perjalanan entah berapa jauh lagi, pemuda itu tak berani
berhenti untuk beristirahat dengan paksakan diri ia lanjutkan
perjalanan kedepan
Menanti sang surya telah terbit sampailah pemuda itu di
depan sebuah sungai dengan aliran air yang deras.
Siauw Ling perhatikan sebentar sungai dengan aliran air
yang amat deras itu ia merasa luasnya mencapai tiga empat
tomhak. Disitu tiada jembatan ataupun sampan, kalau dihari
biasa jarak sejauh itu mampu dilalui dengan ilmu meringankan
tubuhnya yang cukup sempurna, tak mungkin cara sersebut
dapat dipergunakan
Setelah herdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya
ditepi sungai akhirnya dia cabut keluar pedang pendeknya dan
memotong beberapa batang kayu kemudian diikat jadi satu
dan dijadikan sebuah rakit, Belum sempat pemuda itu
menyebherangi sungai tadi dengan rakitnya, tiba-tiba
terdengar suara gelak tawa yang amat nyaring berkumandang
datang dan kejauhan disusul seseorang berseru lantang,
“Saudara cilik, kau sudah datang terlambat, andaikata aku
tidak percaya kalau kau pasti datang, sejak tadi sampan ini
sudah ku lepaskan dan sekarang telah berada puluhan li
jauhnya dari sini”

Ketika Siauw Ling menengadah ke atas tampaklah seorang
kakek berjubah hijau dengan rambut putih tergulung jadi satu
serta mencekal sebuah tongkat bambu sedang duduk di atas
sebuah rakit yang terbuat dari beberapa lembar bambu, ketika
itu perlahan-lahan ia munculkan diri dari balik semak.
Bergerak di atas aliran sungai yang deras, rakit itu ternyata
bergerak tenang dan seolah-olah sedang berlayar di atas
permukaan telaga yang tenang dan tak bergerak.
Sekali menutul tongkat bambunya rakit itu laksana kilat
meluncur kedepan dan berhenti tepat dihadapan pemuda itu.
Siauw Ling segera mengenali kakek tua itu sebagai kakek
yang pernah dijumpainya kemarin malam, hanya saja pada
saat ini rambutnya telah digulung dengan rapi dan minyak
diwajahnya telah dicuci bersih, begitu agung dan berwibawa
keadaannya hingga boleh dibilang tak jauh berbeda seperti
malaikat
Ia segera menghembuskan napas panjang, katanya, “Luka
dalam yang boanpwee derita belum sembuh, perjalananku
dilakukan lambat sekali, bila loo tiang menunggu agak lama
harap engkau suka memaafkan”
Sambil tertawa kakek tua itu mengangguk.
“Aku sudah tahu kalau engkau telah menggunakan segala
kemampuan yang kau miliki untuk tiba disini sebelum
waktunya..”
Ia berhenti sebentar, lalu sambungnya, “Saudara cilik, kau
pandai ilmu berenang?”
“Sama sekali tak bisa” sahut pemuda itu sambil
menggeleng.
“Aliran air sungai disini amat deras sekali, kalau memang
ku tak pandai ilmu dalam air, kenapa kau hendak
menyeberangi sungai ini dengan rakit dikala kau berada dalam

keadaan payah dan kehabisan tenaga? Apakah kau tidak takut
mati?”
“Boanpwee telah berjanji dengan loo tiang bagaimanapun
juga aku tak ingin mengingkari janji karena itu terpaksa aku
harus coba menyeberanginya kendati harus menempuh
bahaya!”
“Apakah kau menyesal?” tanya kakek tua berambut putih
itu sambil tersenyum.
Siauw Ling menggeleng.
“Seandainya aku merasa meyesal, bisa saja kubatalkan janji
ini ketika berada ditengah jalan tadi, kenapa aku musti
bersusah payah sampai disini? cuma… ada satu persoalau
membuat boanpwee tak habis mengerti dapatkah kutanyakan
pada lootiang?”
“Persoalan apa?”
“Aku tidak menyesal loo-tiang suruh, aku melakukan
perjalanan dengan melewati jalan yang curam dan berbahaya
aku hanyau heran mengapa lootiang tidak suruh aku melewati
jalan lurus yang sehenarnya di sekitar sana, sebaliknya malah
memberi petunjuk kepadaku untuk melewati tebing yang
curam serta selat yang sempit..”
“Di kolong langit tiada hasil yang bisa diperoleh tanpa
bersusah payah bagi dirimu semua yang telah kau jalankan
hanya merupakan suatu perobahan kecil saja.
“Andaikata boanpwee bukan berada dalam keadaan luka,
sekalipun perjalanan itu sepuluh kali lipat lebih berbahaya pun
aku percaya masih mampu melewatinya dengan cepat.”
“Kalau kau tidak terluka maka percobaan yang harus kau
lewati mungkin sepuluh kali lipat lebih hebat daripada
kekuatan yang kau miliki sekarang!

“Loo tiang, perkataanmu mengandung arti yang terlalu
dalam, lama kelamaan boanpwee jadi kebingungan!”
Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar.
“Saudara cilik, sekarang kau pasti sudah lelah bukan karena
kehabisan tenaga? Nah, cepatlah pejamkan mata dan
benstirahatlah sebentar, jika kekuatan tubuhmu pulih kembali
kita baru berbicara lebih jauh.
Ketika itu Siauw Ling memang merasa kepalanya agak
pening diri matanya berkunang-kunang, ia merasa tak kuat
menahan diri lagi, maka jawabnya
“Boenpwee akan turut perintah “
Ia segera duduk bersila, pejamkan mata dan mengatur
penapasan.
Dalam semedinya, ia merasa kepalanya jadi sakit seperti
terhantam oleh sebuah benda berat. pingsanlah pemuda itu
seketika itu juga.
Menanti ia sadar kembali dari pingsannya, tengah hari
sudah tiba dan ia temukan dirinya berbaring di atas tanah
rumput yang lunak dan lembut sekali.
Ketika sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu,
tampak olehnya bunga dengan aneka warna yang indah
bertaburan disekeliling tubuhnya, bau harum semerbak
menyelimuti daerah di sekitar sana.
Perlahan lahan Siauw Ling bangkit berdiri pertama tama ia
meraih kitab pusaka peninggalan Raja seruling yang berada
dalam sakunya lebih dahulu, setelah menemukan bahwa kitab
itu masih ada disana, rasa tegangnya agak mengendor,
perlahan-lahan dia bangkit lalu menghembuskan napas
panjang.
Tubuhnya terasa segar sekali, rasa penat dan lelah sama
sekali lenyap tak berbekas, bahkan luka dalam yang diderita

pun sudah sembuh kembali seperti sedia kala, kesemuanya itu
membuat hatinya tercengang, pikirnya di dalam hati.
“Bukankah aku sedang mengatur pernapasan ditepi sungai
dan kepalaku dipukul orang keras2? kenapa sekarang berada
disini? dimanakah kakek berambut putih itu? kemana perginya
dia?”
Setelah berpikir sebentar, pemuda itu merasa bahwa
kesemuanya itu adalah hasil perbuatan dari kakek berambut
putih, hanya ia tak tahu apa sebenarnya tujuan kakek itu.
Daerah disekeliling tempat itu tertutup oleh dinding bukit
yang menjulang keangkasa di bawah sorot cahaya sang surya
tampaklah setiap sudut tempat itu terlihat jelas. Kecuali
sebuah rumah gubuk yang berada disitu tidak nampak benda
apapun.
Siauw Ling teliti lagi daerah di sekitar sana ditemuinya
bunga yang tumbuh disana benaneka warna dan macam
ragamnya banyak sekali, bunga bunga itu jelas ditanam orang
dari luar lembah.
Sekarang Siauw Ling mulai merasa bahwa kemungkinan
besar rumah gubuk itu adalah tempat tinggal dari kakek
berambut putih itu.
Berpikir sampai disana perlahan-lahan dia maju kedepan
dan mendekati rumah gubuk tadi. Pintu pagar terbuka lebar
namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun berada
disana.
Siauw Ling mendehem ringan, kemudian berkata, “Loo
cianpwee atas cinta kasih yang telah cianpwee berikan
kepadaku aku merasa amat berterima kasih sekali”
Siapa tahu suasana masih tetap sunyi senyap tak
kedengaran suara sedikitpun.

Siauw Ling segena pertinggi suaranya dan benseru kembali,
“Boanpwee harus pergi, bolehkah aku berjumpa lagi dengan
dirimu?”
Kali ini ucapan tersebut dipancarkan dengan hawa yang
penuh membuat suaranya mendengung keudara dan
memantul keempat penjuru.
Tetapi suasana tetap sunyi senyap dan tak kedengaran
suara jawaban..,,,
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
segera pemuda itu berpikir, “Ia pernah beritahu aku bahwa
dia hendak tinggalkan tempat ini untuk berangkat ke negeri
Thian tok, apakah ia sudah berangkat?”
Berpikir demikian ia lantas melangkah balik ke dalam
ruangan gubuk itu.
Suasana dalam ruangan bersih dan terang tak nampak
debu yang menempel disana. Cuma tak nampak sesosok
bayangan manusia pun di tempat itu.
Dengan sorot mata yang tajam Siauw Ling menyapu
sekejap ruangan tadi, dia lihat di atas sebuah meja kayu
terletak dua buah Kitab tipis, di atas kitab itu terletak pula
secarik kertas.
Ketika kertas itu diambil maka terbacalah isinya yang
berbunyi,
“Untuk membantu engkau menembusi urat penting yang
menguasai mati hidup, aku telah berangkat dua jam lebih
lambat dari rencana semula, saat keberangkatanku tak bisa
diundur lagi, karena itu kutinggalkan dua jilid ilmu silat
sebagai tanda mata bagimu.
Tertanda: Sahabat dimasa tua.
Ditinjau dari tinta yang belum kering, hal itu menunjukkan
kalau kakek tua berambut putih itu berlalu belum lama.

Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang, pikirnya,
“Bila aku mendusin setengah jam berselang, mungkin dapat
kutemui lagi orang itu”
Sinar matanya segera dialihkan ke atas kitab yang
tertumpuk di atas meja, terbacalah beberapa huruf besar
berwarna merah yang ertera di atas kitab itu,
“Inti sari Hoa sam Kiam hoat, ditu1is oleh Tam In Cing.”
Hampir saja Siauw Ling tidak percaya dengan pandangan
mata sendiri. Dia kucak-kucak matanya dan memperhatikan
lebih seksama lagi, sedikitpun tidak salah, di atas kitab itu
tertulis huruf-huruf tersebut dengan jelas dan nyata,
“Inti sari Hoa san Kiam hoat”
Secara lapat2 Siauw Ling teringat kembali akan sikap It-bun
Han Too yang pernah menyembah dihadapan jenazah seorang
kakek tua berjubah hijau waktu berada dalam Istana terlarang
waktu itu dia sebut kakek tersebut sebagai Tam In Cing.
Bukankah kitab ini adalah hasil peninggalannya?
Satu ingatan lain dengan cepat berkelebat pula dalam
benaknya.
“Oooh… jangan2 kakek tua itu adalah jago lihay yang
berhasil masuk ke dalam istana terlarang lebih dahulu serta
mengamb1 pergi kitab ilmu silat peninggalan dari sepuluh
tokoh sakti itu?”
Berpikir sampai disana, ia lantas berseru tertahan
“Oooh…sayang…sayang… kenapa aku lupa menanyakan
nama dari jago lihay itu? keadaanku benar-benar bagaikan
punya mata tak berbiji…”
Ketika teringat kembali akan surat yang ditinggalkan itu dia
segera memeriksanya kembali, namun disitu kecuali tercantum
kata sahabat dimasa tua, tiada nama lain lain yang tertinggal.

Siauw Ling menghembuskan napas panjang pikirnya,
“Dengan orang ini aku tiada hubungan dan kenalpun baru
kemarin malam, sungguh tak nyana ia telah meninggalks dua
buah kitab pusaka yang tak ternilai harganya itu kepadaku.
Bahkan tidak meninggakan pula namanya…. kebesaran jiwa
orang ini benar-benar mengagumkan.”
Setelah termangu mangu beberapa saat lamanya,
perlahan-lahan dia angkat kitab pusaka dari Tam In Cing itu
dan memeriksa kitab yang kedua, terbaca olehnya pada
halaman kitab yang kedua tercantum beberapa huruf besar
yang berbunyi,
“Sian ci Sinkang ditulis oleh: Bu Siang murid dari partai
Siau-lim”
Dalam hati Siauw Ling segera berpikir, “Aku dengar suhu
pernah berkata bahwa ilmu sentilan jari Sian ci sinkang dari
kuil Siau-lim adalah sejenis kepandaian yang maha dahsyat,
tak nyana kakek tua itu rela meninggalkannya untukku!”
Berpikir demikian ia lantas membuka kitab tadi dan
membaca isinya pada halaman pertama, dimana tertulislah
kata-kata yang berbunyi,
“Aku sudah tahu bahwa nasibku akan berakhir di dalam
istana terlarang, aku lihat semua rekan senasib sedang duduk
dikursi sambil menulis ilmu silatnya ke atas kitab catatan, kami
semua berharap agar dikemudian hari ada orang yang masuk
ke dalam istana terlarang dan mendapatkan kitab catatan ilmu
silat itu, dari pada ilmu sakti yang dilatih selama banyak tahun
dengan susah payah musti lenyap dengan begitu saja…..”
Diam diam Sian Ling menghela napas panjang, pikirnya:
Ahli bangunan bertangan sakti Pan It Thian mendirikan istana
terlarang dengan tujuan meringkus semua jago lihay nomor
wahid di kolong langit hingga dia bisa merajai dunia tanpa
tandingan, siapa tahu diri harus mati lebih dulu di bawah
kerubutan para jago lihay sampai sampai ilmu silatpun tak

sempat ditinggalkan, mencelakai orang seperti mencelakai diri
sendiri, siapa tahu kalau nasibnya jauh lebih buruk….”
Dia membaca lebih jauh isi kitab tadi.
“Tapi ilmu silat darik partai Siau-lim kami luas bagaikan
samudra, tak bisa dibandingkan dengan perguruan-perguruan
lain, kepandaian yang kumiliki tak dapat terlepas dari sucouw
kami turun temurun, sebaliknya kalau aku tidak meninggalkan
ilmu apa apa hal ini juga patut disayangkan maka setelah
berpikir tiga kali akhirnya aku memutuskan untuk
meninggalkan ilmu sentilan jari Sian ci sinkang untuk
diwariskan kepada generasi yang akan datang, ilmu tersebut
mudah dipelajari dan tak usah meraba dengan susah payah.
dalam waktu singkat tentu ada hasil yang berhasil dicapai.”
Siauw Ling menengadah dan menghembuskan napas
panjang, pikirnya, “Ia tinggalkan inti sari ilmu sentilan Sian
sinkang, rupanya apa yang tercatat merupakan pengalaman
yang telah diperoleh selama mempelajari kepandaian tersebut,
kenapa aku tidak berusaha pula meyakinkan ilmu ini dalam
waktu singkat”
Berpikiir demikian, ia lantas mundur dua langkah ke
belakang dan menyembah dua kali terhadap kitab catatan
tersebut, katanya, “Ini hari aku berhasil mendapatkan kitab
pusaka peninggalan taysu hal ini benar-benar merupakan
suatu peruntungan bagiku dikemudian hari bila ada
kesempatan kitab ini pasti akan kukembalikan kepartai Siaulim
agar kepandalan sakti yang telah taysu dalami selama
puluhan tahun ini bisa dimanfaatkan pula oeh semua anak
murid partai Siau-lim!”
Selesai berdoa ia membuka kitab itu dan dibacanya dengan
seksama. Dalam kitab ilmu silat tersebut, Bu-siang taysu
kecuali mencatat cara mempelajari ilmu Sian ci sinkang,
tercantum pula penga1amanna selama puluhan tahun dalam
mempelajari kepandaian tersebut. Kiranya Bu siang taysu
adalah murid kuil Siau-lim dari angkatan “Bu” yang paling

berbakat dan paling cerdik. Setelah terpilih untuk mempelajari
ilmu silat partainya ia pernah meninjau sejarah partai Siau-lim
sejak seratus tahun berselang, diantara jangka waktu itu ada
dua belas orang pernah memilih untuk mempelajari ilmu
sentilan Sian-ci sinkang, tapi mereka semua mengalami
kegagalan ditengah jalan dan tak seorangpun berhasil
menguasainya dengan benar, bahkan ada dua orang
diantaranya karena malu bertemu dengan gurunya, dalam
gusar dan putus asa telah melakukan bunuh diri.
Setelah mengetahui akan kejadian tersebut timbulah tekad
dalam hati kecil Bu Siang taysu untuk mempelajari ilmu Sian ci
sinkang tersebut.
Waktu itu ada seorang angkatan tua dari Kuil Siau-lim yang
memberi petunjuk kepadanya agar memilih kepandaian silat
yang lain saja, tetapi tekadnya telah bulat dan ia bersikeras
untuk memilih kepandaian tadi, dalam keadaan apa boleh buat
akhirnya ia diijinkan pula.
Di dalam suatu ruang rahasia yang terpisah dengan orang
luar, Bu Siang taysu pusatkan seluruh perhatian dan
kepandaiannya untuk mempelajari kepandaian itu, tapi lima
tahun kemudian, belum ada hasil apapun yang berhasil
didapatkan.
Pada saat itulah dia baru menyadari bahwa kepandaian
tersebut adalah kepandaian yang membutuhkan kesadaran
yang amat besar untuk mempelajarinya kecuali membutuhkan
pula tenaga dalam yang sempurna.
Karena itu selama tiga tahun dia memperdalam tenaga
dalamnya lebih dahu1u menanti hawa murninya sudah
mencapai kesempurnaan ia baru mempelajari kembali ilmu
tadi. Lima tahun lewat dengan cepat dan hasil yang didapat
baru sedikit sekali, tiga belas tahun kemudian ilmu tersebut
baru boleh dibilang dikuasai penuh olehnya

Membaca sampai disini diam diam Siauw Ling tercekat juga
hatinya, ia berpikir, “Kalau aku harus membutuhkan waktu
selama puluhan tahun pula untuk melatih kepandaian ini,
mungkin keadaan sudah tidak mengijinkan lagi”
Sesudah menenangkan hatinya ia membaca lagi lebih jauh.
“Setelah aku pelajari kepandaian tersebut barulah kusadari
bahwa dibalik ilmu tadi sebenarnya mempunyai suatu rabasia
yang amat besar. Jika rahasia itu tak dapat ditemukan maka
sukar untuk meyakinkan ilmu tadi hingga mencapai puncak
kesempurnaan sayang sekali para lootiang pada tahun tahun
sebelumnya tak seorangpun yang berhasil memecahkan
rahasia itu, hinggga banyak diantaranya mengalami
kegagalan…..
“Aku tak bisa menduga akhirnya kitab ini bakal terjatuh
ketangan siapa akupun tak ingin jerih payahku selama
puluhan tahun ikut musnah dan terkubur bersama diriku
dalam Istana Terlarang ini. Semoga budha yang maha
pengasih melindungi kami sehingga orang yang berhasi1
dapatkan kitab ini bisa mengamalkan kepandaiannya untuk
kebajikan serta membasmi kaum durjana dari muka bumi”
Ketika dibaca lebih lanjut isinya merupakah rahasia cara
mempelajari kepandaian sakti tersebut, sebuah keterangan
dan penjelasan tercantum dengan rapi dan cermat sekali.
Siauw Ling jadi kesemsem dan seluruh perhatiannya
terhisap ke dalam isi kitab tadi tanpa dia sadari pemuda itupun
mulai memelajari kepandaian sakti itu.
Isi kitab itu tipis sekali dan di dalam waktu singkat telah
habis dibaca. Namun di bawah penjelasan dari Bu Siang taysu
yang begitu teliti secara baik dalam mengatur napas,
mengerahkan tenaga serta hal-hal yang sepelepun tercantum
nyata, Siauw Ling benar-benar terhisap perhatiannya, tanpa
disadari ia telah mempelajari kepandaian tersebut sampai
berpuluh-puluh kali banyaknya.

Menanti hari sudah gelap ia baru sadar buru-buru kitab itu
disimpan ke dalam saku dan segera melangkah keluar dari
ruangan itu.
Ketika mengetahui bahwa senja telah menjelang tiba,
Siauw Ling segera mendaki ke atas puncak sebuah bukit, dari
situ ja menentukan sebuah arah dan buru-buru kembali
kepuncak In-wan-hong.
Menanti ia tiba dipuncak In-wan-hong, malam telah
menjelang kembali, waktu menujukkan hampir kentongan
pertama.
Ditengah kegelapan tampaklah seorang gadis muda
berbaju putih berdiri ditepi jurang, rambut dan gaunnya
berkibar terhembus angin malam yang kencang.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Siauw Ling,
buru-buru ia maju kedepan sambil menegur
“Apakah Peng-ji?”
---oo0dw0oo---
Jilid: 11
GADIS itu per-lahan2 putar badan dan membereskan
rambut panjangnya yang kusut karena terhembus angin, lalu
sambil tertawa katanya.”Ooh... kau sudah kembali?"
Sedikit pun tidak salah, dara baju putih itu bukan lain
adalah Pek-li Peng yang telah berdandan sebagai perempuan
lagi.
Siauw Ling menghela napas panjang, serunya:”'Angin
malam sangat dingin, mau apa engkau berdiri ditempat ini?"
"Tunggu dirimu. Sengaja aku tukar pakaian putih untuk
menantikan kedatanganmu, asal kau telah kembali maka aku
tentu akan kelihatan lebih dahulu..."

---ooo0dw0ooo---
“KALAU semalaman aku tidak pulang, apa knh kaupun akan
berdiri semalam suntuk ditepi jurang?"
“Aku akan menantikan kedatanganmu sampai kau kembali
kesini, bila kau tidak kembali dalam waktu tiga hari tiga malam
maka akupun akan menunggu selama tiga hari tiga malam
disini"
“Budak ini begitu cinta dan sayang kepadaku, entah
bagaimanakah penyelesaiannya dikemudian hari?" pikir Siauw
Ling dalam hati.
Segera ujarnya dengan suara lirih:”Seandainya aku tidak
pulang dalam sepuluh hari?"
“Aaah! tak mungkin, aku percaya dengan perkataan dari
toako, kau tak akan membohongi diriku"
Siauw Ling segera ulurkan tangannya menggandeng
pergelangan kanan Pek-li Peng serunya,”Ayo pulang! besok
pagi kita masih harus melanjutkan perjalanan”.
"Apakah toako telah berjumpa dengan orang itu?"
"Sudah. Aaaai... Shen Bok Hong berusaha keras dengan
segala kemampuannya untuk masuk kedalam istana terlarang
dan berharap bisa dapatkan kitab ilmu silat peninggalan dari
sepuluh tokoh maha sakti itu, agar cita2nya untuk merajai
dunia persilatan dapat terwujud, tetapi ia telah menemui
kegagalan total dan keluar tenaga dengan percuma, sejilid
kitab ilmu silatpun tidak berhasil didapatkan..."
Sementara itu sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu telah
munculkan diri disitu. tampak mereka memberi hormat dan
berseru: "Toako..."
“Oooh...! saudara berdua, bagaimana keadaan luka kalian?"

“Berkat pemberian obat mujarab dari toako, luka yang kami
derita telah sembuh kembali seperti sedia kala”.
"Dalam kamar telah disiapkan sayur dan arak, toako!
silahkan masuk ke dalam kamar untuk minum arak mengusir
hawa dingin!" sambung Tu Kiu.
Pada waktu itu Siauw Liog memang merasa agak lapar,
dengan langkah lebar ia segera masuk kedalam kamar.
Tampaklah dimeja telah tersedia empat macam sayur, bau
harum tersiar dalam ruangan membuat perut terasa makin
lapar, ia jadi tercengang bercampur keheranan, pikirnya.
“Ditempat yang terpencil dan jauh dari kota, darimana mereka
bisa dapatkan bahan makanan yang begini baik?"
Rupanya Sang Pat dapat menebak kecurigaan dalam hati
Siauw Ling, tidak menunggu pemuda itu buka suara ia telah
berkata lebih dahulu: “Siauw te berbasil mendapatkan seekor
ayam waktu berburu tadi. kemudian kumasak sendiri
seadanya... apakah toako doyan dengan masakan seperti ini?"
Siauw Ling mencicipi sesuap, kemudian pujinya: “Hmmm...
sedap!"
Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. lalu katanya:
“Nona Pek-li, toako telah kembali. Sekarang nonapun harus
bersantap untuk mengisi perut!"
Pek-li Peng tertawa jengah, pipinya seketika berubah jadi
merah padam bagaikan kepiting rebus.
Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera berpaling
kearah dara tersebut, tegurnya : “Kenapa? kenapa kau tidak
bersantap”'
“Sehari penuh nona Pek-li tidak makan dan tidak minum
barang setetes air pun” Sang Pat menambahkan sambil
tertawa.
“Kenapa?"

“Dia mau menunggu sampai toako kembali baru makan
bersama”
Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia duduk dan segera
berseru : “Sekarang mari kita bersantap!"
Kepandaian memasak yang dimiliki Sang Pat benar benar
luar biasa sekali. Seekor ayam hasil buruannya telah disulap
menjadi beberapa macam sayur yang lezat dan sedap
rasanya, empat orang yang sudah lapar tanpa sungkan lagi
segera menyikat habis semua hidangan tersebut.
Selesai bersantap, dengan pandangan mata yang tajam
Siauw Ling memperhatikan raut wajah Sang Pot serta Tu Kiu,
setelah mengetahui bahwa luka mereka benar2 telah sembuh,
dalam hati ia merasa berterima kasih sekali terhadap kakek
berambut putih itu. pikirnya: "Andaikata aku tidak
memperoleh obat mujarab pemberiannya sehingga luka yang
diderita sepasang pedagang dari kota Tiong ciu bisa sembuh
dengan begitu cepat. Mungkin aku harus menunggu tiga
sampai lima hari lamanya baru bisa menempuh perjalanan
lagi”.
Selesai membereskan mangkuk sumpit dari cawan. Sang
Pat pun berkata: "Agaknya luka dalam yang diderita Shen Bok
Hong parah sekali..."
"Apakah kau telah berjumpa dengan gembong iblis itu?"
Sang Pit menangguk tanda membenarkan, "Aku serta
saudara Tu ber-sama2 berjumpa dengan dirinya, keadaan iblis
tersebut mengenaskan sekali. Dengan terburu nafsu ia kirim
satu pukulan kepadaku dan satu pukulan kearah saudara Tu.
Waktu itu kami sudah kehabisan tenaga karena pertarungan
telah berlangsung lama sekali, terpaksa serangannya itu kami
sambut dengan keras lawan keras..."
"Jadi luka dalam yang kau derita adalah akibat diri
pukulannya yang kalian sambut dengan kekerasan itu?"

"Sedikitpun tidak salah!"
Mendengar perkataan itu Siauw Ling meng hela napas
panjang. "Aaai... ia sudah terkena sebuah pukulan Siauw-lo
sin ci yang kulancarkan, tapi kekuatan tubuhnya masih begitu
besar hingga pukulan yang dia lancarkan masih mampu untuk
menghajar kalian sampai terluka parah. Kesempurnaan tenaga
dalam yang dia miliki serta kelihayan ilmu silat yang
diyakininya benar2 sukar dihadapi oleh manusia biasa,
sekalipun sepuluh tokoh maha sakti dimasa yang lampaupun
tidak lebih hanya begitu saja..."
Pek-li Peng memandang sekejap kearah Sang Pat serta Tu
Kiu. kemudian tanyanya: “Tadi kalian bilang harus bertempur
lama sekali, kalian telah bertempur melawan siapa sih?"
"Setelah nona menyampaikan pesan dari toako agar kami
menunggu didalam lembah berangkatlah kami berdua
melaksanakan perintah dari toako itu. Siapa tahu ditengah
jalan jejak kami telah ketahuan oleh para peronda dari
perkampungan Pek-hoa-san-cung. kami takut situasi ini akan
merusak rencana besar toako serta nona, terpaksa kami putar
badan dan lari tinggalkan tempat itu. Siapa tahu mereka
mengejar terus dengan kencangnya sehingga ber-puluh2 li
jauhnya. Baru saja kami berhasil lolos dari pengejaran tiba2
bala bantuan jago lihay dari perkampungan Pel hoa san-cung
kebetulan tiba pula disana, maka tak bisa dihindari lagi suatu
pertempuran yang amat sengit segera berkobar. Meskipun
kami berhasil membinasakan berpuluh puluh orang jago lihay,
tetapi musuh tangguh yang mengepung disekeliling sana
bertambah banyak bahkan setiap orang menerjang dengan
nekad dan tak takut mati. Setelah bertempur hampir tiga jam
lamanya musuh2 tangguh tersebut berbasil kami pukul
mundur juga. Setelah teringat akan janji dari toako maka
kamipun buru2 menyusul kemari.
"Tapi penjagaan yang dilakukan dalam selat itu ketat sekali.
Penjagaan tersebar di mana2. Dalam keadaan apa boleh buat

terpaksa aku serta Loo sam menerjang masuk dengan
menggunakan kekerasan. Baru saja melalui rintangan
Keempat, kami lelah berjumpa dengan Ciu Cau Liong sekalian,
kedua belah pihakpun teriibit kembali dalam suatu
pertarungan yang amat sengit. Tidak lama kemudian Shen Boi
Hong-pun menyusul datang. Setelah melancarkan satu
pukulan kepadaku dan Tu Kiu, ia membawa kerabatnya
mengundurkan diri dari sana. Waktu itu aku serta Loo sam
telah terluka parah, sambil menahan diri berangkatlah kami
datang kelembah...."
"Dari mana kau bisa tahu kalau Shen Bok Hong telah
terluka parah?"
"Setelah melancarkan dua buah serangan itu, dia muntah
darah dan segera kabur dari situ. Rupanya dia takut sekali
kalau sampai aku serta saudara Tu tahu kalau ia terluka
parah”.
“Nah. itulah dia...“ kata Siauw Ling sambil mengangguk
”untung Thian melindungi mereka yang benar, akhirnya
saudara berdua selamat juga dari bencana”
"Seandainya tak ada pemberian obat mujarab dari toako,
mungkin saat ini kami berdua telah mati dan mayatnyapun
sudah dingin"
"Setelah terluka parah toako menyerahkan pula tenaga
dalam untuk membantu kami, budi kebaikan yang luar biasa
ini sungguh membuat kami merasa terharu den berterima
kasih sekali,” sambung Tu Kiu.
Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera menegur dan
mengerutkan alisnya: "Kita semua toh saudara sendiri, kenapa
kau malah bersikap begitu sungkan terhadap diriku?”
"Teguran toako tepat sekali, Siauw-te lah yang sudah salah
bicara”

Pek-li Peng yang selama ini membungkam diri tiba2 tertawa
cekikikan serunya: “Sekarang mara bahaya toh sudah lewat,
apa gunanya membicarakan soal itu lagi”.
Sambil berpaling kearah Siauw Ling sambungnya: “Toako,
bukankah kau telah berjanji akan membawa aku pergi
berpesiar ketelaga See-ou jadi tidak?"
“Setiap perkataan yang telah kuucapkan tentu akan
kutepati, cuma, sekarang belum waktunya untuk berbuat
begitu”
“Aku rasa sekaranglah waktunya yang paling bagus untuk
berpesiar ketelaga See-ou"
“Kenapa?"
“Sebab semua harapan para enghiong hoo-han dikolong
langit telah dibebankan ke atas bahumu. Setiap hari kau sibuk
dengan pelbagai macam persoalan, mumpung Shen Bok Hong
sedang terluka parah dan harus merawat lukanya itu, kita bisa
berpesiar dengan hati tenang"
Siauw Ling tertawa rawan. “Tidak salah setelah Shen Bok
Hong menderita pukulan hebat kali ini, perduli apakah dia
terluka parah atau tidak, untuk menyusun dan membangun
kembali kekuatannya ia memang membutuhkan waktu yang
cukup lama...."
“Jadi toako telah menyanggupi permintaanku?" tanya Pek-li
Peng kegirangan.
Siauw Ling menghela napas dan menggeleng. “Peng-ji
sepantasnya kalau kukabulkan permintaanmu itu... tetapi
sayang sekali aku harus menyelesaikan pekerjaan lain di
dalam waktu senggang tersebut"
Air muka Pek-li Peng berubah jadi kecut, rasa girang yarig
semula menghiasi wajahnya kini lenyap tak berbekas.
“Pentingkah urusan itu?” tanyanya.

“Penting sekali, karena itu aku harus segera berangkat.
Aaai...! Peng-ji, kedatanganku ke Istana terlarang adalah
untuk mengadu untung. Aku berharap hasil yang kudapatkan
bisa digunakan untuk membantu dirinya, tentu saja anak kunci
untuk membuka istana terlarang yang ada di dalam sakuku
adalah hadiah dari dia pula”
“Tetapi dalam istasa terlarang sudah tak ada barang lagi.
Ilmu silat yang ditinggalkan sepuluh orang sakti telah dilarikan
orang semua sebelum kita sampai disitu”
“Tetapi berbicara bagiku nasibku amat mujur, sebab orang
itu justru meninggalkan kitab catatan dari Thio Hong ditempai
semula”
“Jadi kalau begitu ilmu silat yang dimilki Thio Hong adalah
paling hebat diantari sepuluh tokoh maha sakti lainnya?"
“Kepandaian silat yang dimiliki kesepuluh orang tokoh sakti
yang terkurung dalam Istana Terlarang sama2 tangguh dan
hebatnya. Sukar untuk dikatakan mana yang lebih lihay.
Tetapi orang yang memusuhi itu justru punya kepandaian
yang sejalan dengan ilmu silat milik Raja Seruling, dengan
dimilikinya kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong bukankah
itu berarti bahwa kita punya peluang untuk merubuhkan
musuh?"
“Oooh... ternyata begitu...” Pek-li Peng tarik napas
panjang. “jadi kau hendak pergi menolong orang?"
"Peng-ji, ternyata kau memang cerdik sekali."
"Siapa yang akan kau tolong? bolehkah diberitahukan
kepadaku?..."
“Tentu saja boleh, dia adalah Gak Siauw Cha”
“Gak Siauw Cha?” seru Pek-li Peng tertegun, “dia tentu
seorang nona yang -amat cantik bukan?"
"Dia adalah enciku....”

"Kau toh she Siauw sedang dia she-Gak, mana mungkin dia
bisa jadi encimu”.
Siauw Ling menengadah keatas. Dengan wajah sedih
bercampur murung jawabnya: “Seandainya bibi Im tidak
mewariskan ilmu silatnya dan enci Siauw Cha tidak membawa
aku lari dari rumah, sulit dikatakan apakah aku Siauw Ling
bisa hidup sampai ini hari. Sekalipun masih hidup mungkin
badanku lemah dan sepanjang tahun sakit terus...”
"Siapakah bibi Im itu? kenapa bisa disatukan dengan nama
Gak Siauw Cha”
“Pengaruh dan kesannya terhadap diriku terlalu besar
seandainya tiada bibi Im mungkin sekarang, aku masih tetap
merupakan seorang sasterawan lemah yang terpenyakitan dan
tak mampu berbuat apapun..."
“Aaai... seandainya sampai sekarang kau merupakan
sasterawan yang lemah dan berpenyakitan, keadaan itu jauh
lebih baik lagi.... karena dengan begitu, aku bisa merawat
dirimu secara baik2”
Siauw Ling segera tersenyum mendengar perkataan itu,
"Peng-ji, seandainya semua kejadian berlangsung seperti apa
yang kau harapkan, maka aku tak mungkin bisa kenal dengan
dirimu. Sekalipun kita sudah berkenalan belum tentu engkau
sudi bersahabat dengan seorang sastrawan yang lemah tak
bertenaga serta berpenyakitan itu”
Pek-li Peng tertawa pedih. “Kini kau adalah seorang jago
lihay dalam dunia persilatan, seorang enghiong.... seorang
pria sejati yang dihormati oleh setiap umat persilatan,
andaikata aku mengatakan rela, tentu kau tak akan percaya
bukan?”
“Aku percaya!” jawab Siauw Ling sambil mengangguk,
”hanya saja....”

“Hanya saja. kita sama sekali tiada kesempatan yang baik
untuk saling berkenalan, bukankah begitu?"
“Benar!”
Kembali Pek-li Peng termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, lalu ia bertanya, “Hendak kemana engkau pergi
jumpai nona Gak itu?”
“Dasar tebing Toan-hun-gay digunung Heng-san!”
“Aku boleh ikut serta dengan dirimu?"
“Aaaai....! Peng-ji, tempat itu sangat berbahaya dan setiap
saat jiwa kita bakal terancam, lagipula ilmu silat yang dimiliki
pihak lawan kemungkinan besar tidak berada dibawah
kepandaian silat yang dimiliki Shen Bok Hong. Jangan dibilang
aku sekalipun enci Gak yang memiliki ilmu silat berkali-kali
lipat lebih hebat dari akupun tak berani bermusuhan dengan
mereka apalagi kau?"
“Aku tahu bahwa engkau tak sudi membawa serta diriku,
hal ini bukan disebabkan ilmu silat yang dimiliki pihak lawan
terlalu tinggi, melainkan kau takut terhadap enci Gak mu....
iyaa toh?"
“Kenapa aku musti takut terhadap dirinya?"
“Enci Gak melihat engkau membawa seorang budak jelek
pergi menghadap dirinya, tentu saja ia akan merasa tak
senang hati"
“Aaaah....! enci Gak tak mungkin marah, yang paling
penting tempat itu sangat berbahaya dan pihak musuh terlalu
lihay untuk dihadapi"
“Sebahaya-bahayanya tempat itu. aku rasa tak akan lebih
berbahaya dari pada Istana Terlarang, se-lihay2nya pihak
musuh tak mungkin akan jauh lebih lihay dari Shen Bok Hong,
apa yang musti kutakuti lagi?"

Siauw Ling merasa perkataan itu masuk di akal dan benar
juga. Untuk beberapa saat lamanya ia jadi terbungkam dan
tak tahu apa yang musti dijawab.
Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu berdiri ter-mangu2
disisi kalangan, mereka ingin sekali membantu Siauw Ling dan
menasehati Pek-li Peng dengan beberapa patah kata, namun
mereka tak tahu apa yang musti diucapkan.
“Bukankah perkataanku benar?" ujar Pek-li Peng lagi
dengan suara sedih.
Siauw Ling menggeleng. “Tebakanmu sama sekali tidak
benar, akan tetapi kalau memang kau bersikeras ingin ikut aku
akan membawa serta dirimu"
“Sungguh? kau tak takut enci Gakmu itu menjadi marah?"
“Enci Gak tak akan marah, kau tak usah menebak dengan
sembarangan.... Ia bukan manusia macam itu!”.
Dari perubahan sikapnya yang begitu serius Pek-li Peng
tahu bahwa encinya Gak dalam bayangan pemuda itu adalah
seorang perempuan yang amat dihormati dan disegani, ia
benar2 tak berani banyak bicara lagi.
Menanti kedua orang itu telah berhenti bicara, Sang Pat
baru mendehem ringan sambil berkata. "Toako, bagaimana
dengan aku serta Tu-Loo-sam? apakah kami boleh ikut serta
ber-sama toako?”
Siauw Ling berpikir sebentar, lalu menjawab. "Dasar tebing
Toan hun gay digunung Heng san adalah suatu tempat yang
sangat berbahaya, sedang Giok Siau long kun sendiri
merupakan ssorang tokoh silat yang amat lihay, aku rasa
saudara berdua tak usah mengikuti diriku menempuh bahaya!”
“Toako. jikalau kau telah mengambil keputusan untuk
pergi, sudah sewajarnya kalau Siauw te sekalian mengiringi
kepergianmu itu...”

Perkataan empuk, lunak dan enak didengar tapi dibalik
perkataan itulah sie poa emas telah mengutarakan hatinya.
Siauw Ling segera menengadah dan meaghembuskan
napas panjang. “Kepandaian silat yang dimiliki nona Gak jauh
lebih hebat daripada apa yang kumiliki, aku rasa saudara
berdua tentu sudah tahu bukan?"
“Sudah tahu. Tetapi aku rasa ilmu silat yang dimiliki nona
Gak pun jauh diatas kemampuan yang dimiliki Giok Siauw-long
kun!”
“Sekalipun begitu, sikap enci Gak terhadap Giok Siauw long
kun selalu mengalah dan tak berani mengambil sikap atau
tindakan yang amat keras”
“Itulah disebabkan dibelakang Giok Siauw long kun
terdapat sekelompok jago lihay yang menunjang
punggungnya..."
“Nah. itulah dia!" sambung Siauw Ling dengan cepat,
“dalam usahaku kali ini Siauw te sama sekali tak punya
keyakinan untuk merebut kemenangan, bahkan boleh jadi
lebih banyak bahayanya, kenapa kalian berdua musti
bersikeras untuk ikut aku menempuh bahaya?"
“Justeru karena didalam persoalan ini toako tak mempunyai
keyakinan untuk menang maka sudah sepantasnya kalau
Siauw-te ikut serta mengiringi kepergianmu itu, kita sebagai
saudara angkat yang hidup bahu-membahu sudah
sepantasnya kalau saling tolong-menolong... bukankah
begitu toako?"
Siauw Ling tidak langsung menjawab, sesudah berpikir
sebentar ia baru menjawab: “Boleh saja kalau kalian ingin
mangiringi kepergianku ini, tapi ingat, setibanya digunung
Heng san kalian harus mendengarkan setiap perkataanku.
Bukannya Siauw heng sengaja omong besar, terus terang saji

kukatakan bila akupun bukan tandingan lawan, sekalipun
kalian memberi bantuan juga sama sekali tak ada gunanya?"
"Baik kami akan menuruti semua perkataan dari toako!"
Setelah perundingan melesai, mereka kembali ke kamarnya
sendiri untuk beristirahat.
Keesokan harinya, pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing
beberapa orang itu sudah melakukan perjalanan cepat
menuruni bukit In wan Bong.
Sepanjang jalan perjalanan dilakukan cepat sekali. Suatu
hari sampailah mereka di bukit gunung Heng-san.
Siauw Ling pun segera menghitung kembali waktu janjinya
dengan Gak Siauw Cha, dia merasa jarak dari itu hari sampai
saat berlangsungnya pertemuan di dasar tebing Toan hun gay
masih ada dua bulan lebih, maka segera pikirnya didalam hati:
"Didalam pertemuan yang bakal berlangsung nanti. Giok
Siauw long-kun tentu akan membawa serta bala bantuannya
yang berupa jago2 lihay dari dunia persilatan. Bila di tinjau
dari ambisinya mungkin ia hendak bikin jernih duduknya
persoalan tersebut. Dalam pertemuan itu, bila enci Gak tak
mau menerima tawarannya maka suatu pertempuran sengit
pasti akan berlangsung di dasar tebing Toan hun gay tersebut.
Sekarang aku menggembol kitab catatan ilmu silat
peninggalan dari Raja Seruling Thio Hong, Bu Siang taysu
serta Tam In Cing, kenapa tidak kugunakan kesempatan yang
sangat baik ini untuk memperdalam ilmu silatku? Sekalipun
temponya terlalu singkat dan kesempurnaan tak mungkin bisa
dicapai, sedikit banyak toh kepandaian itu akan mendatangkan
manfaat yang besar diwaktu bertempur. Menurut perhitungan
enci Gak paling sedikit tiga bulan kemudian aku baru bisa
masuk kedalam Istaua Terlarang serta mendapatkan kitab
pusaka itu. Siapa tahu nasib menentukan lain... dalam satu
bulan saja, aku telah berhasil memperoleh tiga macam kitab
ilmu silat yang maha sakti...."

Sesudah menyusuri rencana, pemuda itu bermaksud
menyampaikan maksud hatinya kepada Sang Pat dan suruh
dia menyiapkan suatu tempat yang tersembunyi, tiba tiba satu
ingatan berkelebat lagi dalam benaknya: "Kenapa aku tidak
langsung mengunjungi dasar tebing Toan hun gay serta
mempelajari isi kitab dari ketiga macam ilmu silat ini bersama
sama enci Gak.....?”
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya dia
segera mengambil Keputusan. Kepada Sang Pat dan Tu Kiu
ujarnya: "Saudara berdua, apakah kalian hapal dengan daerah
disekeliling gunung Heng san ini?"
"Kami sih mengenal beberapa tempat yang tersohor”
“Tahukah kalian dengan suatu tebing yang bernama tebing
Toan hun gay...?”
“Tebing Toan hun gay?"
“Sedikitpun tidak salah"
Dengan suara lirih Sang Pat berunding se jenak dengan Tu
Kiu kemudian menjawab: “Tahu! cuma... tempat itu letaknya
sangat terjal curam dan berbahaya sekali. Sesuai pula dengan
namanya, tempat itu bisa membuat orang jadi putus nyawa"
“Kalau memang begitu tak bakal salah lagi. Aku harap
kalian segera membawa aku pergi kesitu!”
“Baik! Siauw-te akan membawa jalan" Sang Pat putar
badan dan berjalan lebih dahulu dipaling depan.
Pek-li Peng yang selama ini selalu lincah dan riang gembira,
sejak memasuki wilayah pegunungan Heng-Sun tiba2 sikapnya
sama sekali berubah. Ia jarang berbicara dan tak pernah
banyak bertanya, dengan mulut membungkam gadis itu
membuntuti terus dibelakang ketiga orang itu.

Ada kalanya Sang Pat mengajak dia berbicara menggoda
atau memancing kegembiraannya, akan tetapi Pek-li Peng
selalu cuma tertawa ewa sambil tetap membungkam terus.
Perubahan sikap yang diperlihatkan Pek-li Peng ini tentu
saja diketahui pula oleh Siauw Ling. Dalam hati pemuda itu
ingin sekali menghibur hatinya dengan beberapa patah kata.
namun setiap kali ia tak pernah berhasil menemukan kata-kata
yang cocok, terpaksa ia tetap berlagak pilon dan seolah olah
tidak tahu.
Setelah melewati beberapa buah bukit, sampailah mereka
disuatu tempat yang amat sunyi dan terpencil letaknya.
Tempat itu merupakan sebidang tanah yang penuh
ditumbuhi semak belukar yang lebat dan subur, empat
penjuru sekeliling tempat itu dikelilingi oleh barisan bukit yang
menjulang tinggi keangkasa.
Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. Dia lihat semak belukar itu menempati
sebidang tanah yang berkilo-kilo meter jauhnya, namun tak
tampak seekor burungpun yang terbang diatas ladang rumput
itu hatinya jadi keheranan.
"Apakah disini letaknya tebing Toan-hun gay?” ia bertanya
sambil berpaling kearah Sang Pat.
Sie-poa emas segera menggeleng. "Bukan, bidang tanah
berumput yang sangat luas ini tersohor sebagai kebun ular!”
“Kebun ular? tentu ada sebabnya bukan tempat ini
dinamakan kebun ular....?”
“Tidak salah dinamakan kebun ular karena dibalik semak
belukar yang amat lebat itu bersemayamlah ber-juta2 ekor
ular berbisa. Setiap fajar menyingsing diatas semak belukar ini
akan terlihat selapis uap putih tipis yang menyelimuti seluruh
jagad, menanti tengah hari sudah tiba maka kabut putih
itupun akan musnah dan lenyap dengan sendirinya!”

“Kabut apakah itu?"
“Kabut itu merupakan gumpalan hawa racun yang
disemburkan oleh ular beracun yang bersemayam disekitar
sana. Karena kelembaban udara dimalam hari, semburan
hawa racun itu menggumpal menjadi satu dan terbentuklah
menjadi semacam kabut tipis yang melayang diatas padang
rumput ini tetapi bila mendapat penyorotan sinar dari sang
surya maka kabut tadi akan menguap dan lenyap tak
berbekas”
“Kalau begitu mari kita berputar lewat jalan yang lain
saja!”.
“Lewat jalan lain mungkin saja bisa tapi tak tahu harus
berputar sampai berapa jauhnya. Siauw-te hanya tahu
satu2nya jalan yang berada disini yakni menerobosi kebun ular
ini sebelum tiba ditebing Toan-hun-gay"
Siauw Ling berpikir sebentar, lalu berkata: “Jadi kalau
begitu kita harus menerobosi kebun ular ini sebelum tiba
ditebing tersebut?”
Sang Pat mengangguk: “Menurut apa yang Siauw-te
ketahui, inilah satu2nya jalan yang ada...”
“Baiklah, kalau begitu mari kita terobosi kebun ular ini!”
“Toako, tunggu sebentar!” teriak Tu Kiu tiba-tiba.
Siauw Ling telah siap meneruskan perjalanannya,
mendengar seruan tersebut ia segera berhenti dan bertanya.
“Saudara Tu, ada urusan apa?”
Tu Kiu menurunkan buntalannya dan membuka kain
pembungkus itu, kemudian sambil mengambil keluar empat
pasang sepatu kulit yang amat tinggi katanya: “,Loo ji telah
melakukan persiapan yang seksama. Ia telah memerintahkan
Siauw te untuk membeli rangsum kering serta empat pasang
sepatu kulit sebagai persiapan untuk menyebrangi kebun ular
ini!"

"Loo ji, kau sungguh amat teliti!” puji Siauw Ling sambil
memandang sekejap kearah Sang Pat.
"Aaah... itu toh urusan kecil yang sepele, sudah
sepantasnya kalau kamilah yang mempersiapkan”.
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi, pertamae dia yang
mengenakan lebih dahulu sepatu kulit tadi.
Pek-li Peng serta pedagang dari kota Tiong ciu segera
mengenakan pula sepatu kulit itu.
Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. Ia lihat raut
wajah gadis itu selalu diliputi oleh kumurungan, kepedihan
serta kekesalan. Agaknya dalam beberapa hari yang singkat ia
berubah jadi lebih tua, dalam hati segera pikirnya: "Budak cilik
ini masih muda, tapi harus merasakan pahit getirnya
hidup...kalau di bayangkan lagi sungguh patut dikasihani..."
Berpikir demikian, diapun menegur: ”Nona. takut ular
tidak?"
“Aku tidak takut!” jawab Pek-li Peng sambil menggeleng.
“Banyak sekali anak perempuan berkepandaian silat tinggi
yang takut melibat ular, kalau memang nona tidak takut ular...
hal ini jauh lebih baik lagi”
Pek-li Peng tersenyum. “Tempo dulu aku takut sekali tapi
seka'rang sudah tidak takut lagi...!"
“Kenapa?”
“Mati tua mati muda akhirnya toh tetap mati. Kalau aku
sudah tak gentar menghadapi kematian, kenapa musti takut
terhadap ular?”
Tertegun hati Sang Pat mendengar jawaban itu, ia tak
berani banyak bicara lagi. Setelah maju kedepan serunya:
“Siauw te akan membawa jalan untuk toako!”

“Aaaai ..!” Siauw Ling menghela napas panjang. “Rupanya
engkau ada urusan yang memberatkan hatimu?”
“Aku sedang mengaatirkan satu persoalan” jawab Pek-li
Peng sembil tertawa getir, “aku takut nona Gak tidak
mengijinkan aku Pek-li Peng berada bersama dirimu”
“Kenapa ia tak akan mengijinkan dirimu?" seru Siauw Ling
dengan wajah tertegun.
Pek-li Peng tertawa getir. “Kau tidak tahu perasaan hati
anak gadis, ia paling tak senang melihat gadis lain...”
“Aaah! itu toh menurut jalan pikiranmu sendiri”, tukas
Siauw Ling sambil tersenyum. “Ketahuilah watak enci Gak tak
akan secepat itu. Dia adalah seorang gadis yang berjiwa besar
dan berpikiran luas. Sekalipun seorang pria juga tak akan
menangkan kebesaran jiwanya itu, kau jangan berpikir yang
bukan-bukan"
Pek-li Peng menghela napas panjang. "Semoga saja apa
yang kau ucapkan tak bakal salah lagi" bisiknya sambil
meneruskan perjalanan kedepan.
Siauw Ling segera menyusul dibelakang Pek-li Peng,
sedangkan Tu Kiu berjalan dipaling belakang.
Ketika dipandang dari atas puncak yang nampak hanyalah
lautan rumput yang lebat dan menyelimuti seloroh tempat,
sesudah berjalan diantara rerumputan itu barulah di ketahui
kalau tinggi semak tersebut mencapai batas pinggang, ketika
beberapa orang itu lewat disana tersiarlah bau amis yang
tebal dan sangat memuakkan.
Dalam hati Siauw Ling segera berpikir: “Jangan dibilang
dalam semak belukar ini terdapat banyak sekali ular beracun
yang setiap saat bisa memagut orang cukup mencium dari bau
amis yang sangat memuakkan ini sudah cukup membuat
orang jadi segan untuk melewati tempat ini”.

Ketika menyaksikan tubuh Pek-li Peng yang kecil mungil
seringkali lenyap dibalik semak yang amat lebat itu Siauw Ling
merasa amat tak tega, pikirnya: “Sejak kecil ia sudah terbiasa
dimanja dan disayang oleh kedua orang tuanya. Sampai
dewasa hidupnya selalu senang, mewah dan dikelilingi oleh
pelayan dan dayang2. Sekarang setelah mengikuti diriku
bukan saja harus mencampur baur dengan pekerja kasar yang
berbau busuk, bahkan kali ini harus mengikuti pula diriku
untuk menerobosi kebun ular yang menyiarkan bau amis.
Aaai! aku telah membuat dia jadi sengsara"
Berpikir sampai disana, ia lantas menegur: “Peng-ji. payah
sekali?"
“Oooh... tidak”, jawab Pek-li Peng sambil berpaling dan
tertawa, “menyenangkan sekali, aku sama sekali tidak merasa
kepayahan!”
Siauw Ling segera melangkah maju kedepan dan berjalan
disamping gadis itu, ujarnya kembali : “Peng-ji aku tahu
bahwa kau tentu payah sekali, cuma engkau tak suka
mengatakannya...bukankah begitu?”
“Tidak, aku benar2 tidak merasa kepayahan” sahut Pek-li
Peng lembut. “Aku cuma kuatir enci Gak mu itu akan merasa
tak senang hati melihat diriku"
Siauw Ling tersenyum: “Kau tak usah menguatirkan
tentang persoalan itu. Nona Gak pasti akan bersikap baik
terhadap dirimu"
“Hati-hati” mendadak terdengar Sang Pat berteriak keras.
Sebuah pukulan gencar dilancarkan kedepan.
Sungguh dahsyat angin pukulan dilancarkan dari telapak
tangannya itu, bagaikan terhembus angin taupan semak
berumput itu seketika bergelombang dan terbelah jadi dua
kearah samping.

Dari balik belahan rumput berjengger yang lebat segera
muncul seekor luar aneh jengger merah yang mana segera
menyusup kembali kedalam rumput diarah lain.
Sang Pat menghentikan langkahnya dan berkata sambil
menoleh kebelakang. “Ular aneh berjengger merah itu
merupakan sejenis ular bermahkota yang amat beracun sekali.
Bukan saja semburannya amat berbahaya bahkan ia bisa
loncat keatas sambil memangut mangsanya, terhadap mahluk
semacam itu kita harus bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan, lebih baik kita loloskan senjata untuk berjaga2!”
Sambil berkata ia segera merogoh kedalam sakunya dan
ambil keluar senjata sie-poa emasnya.
Tu Kiu dengan cepat merogoh keluar pula sanjata pit
bajanya dan dicekal ditangan kanan.
Siauw Ling ambil keluar pedang pendek yang'tajam itu dari
sakunya, lalu berkata: "Peng-ji, pedang pendek ini paling
sesuai untuk digunakan dalam semak yang amat lebat ini.
Nah! peganglah untuk menjaga segala kemungkinan yang
tidak diinginkan”
"Tak usah, ada Sang tayhiap yang membuka jalan dan
memukul rumput mengejutkan ular. Sekalipun ada ular
rasanya makhluk itu akan lari ter-birit2...”
Mendengar jawaban itu Siauw Lingpun tidak berbicara lagi.
dengan mulut merubungkam dia mengikuti di belakangnya.
Sang Pat menggerakkan senjata sie-poa emasnya yang
memancarkan cahaya tajam membelah rumput dan
melancarkan pukulan dahsyat sepanjang jalan selalu berada
dipaling depan untuk membawa jalan.
Dengan tindakannya itu ular2 beracun yang bersembunyi
disekitar sana jadi ketakutan dan sama2 melarikan diri dari
sekitar situ. Menanti mereka berempat sudah melampaui

padang berumput tadi, tidak nampak ada ular beracun yang
melakukan penyergapan lagi.
Setelah sampai diujung padang rumput itu, sebuah bukit
tebing yang tinggi menjulang keangkasa menghalangi jalan
pergi mereka.
Siauw Ling memandang sekejap kearah bukit terjal yang
menghadang didepan mata itu, kemudian bisiknya dengan
suara lirih: "Saudara Sang. didepan sudah tak ada jalan lagi...
kita musti lewat mana?”
“Tebing Toan-hun-gay terletak dibelakang padang rumput
yang amat lebat ini, dan perjalanan kita tak bakal salah lagi...
harap toako tak usah kuatir”
“Hey lihat apakah itu?” tiba tiba Pek-li Peng berteriak
sambil menuding kedepan.
Siauw Ling segera berpaling kearah mana yang dituding
oleh Pek-li Peng, akan tetapi kecuali tebing terjal yang terlihat
sama sekali tidak nampak sesuatu apapun, ia jadi keheranan!
“Peng-ji apa yang kau lihat?” tegurnya.
“Agaknya ada orang disitu....”
“Dimana orang itu?"
“Dibalik batu karang yang amat tinggi itu dalam satu
kelebatan bagangan tadi lenyap kembali”.
Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya: “Tenaga dalam
yang dimiliki amat sempurna, ketajaman matanya melebihi
orang lain, tak bakal salah lagi apa yang berhasil dia lihat,
baiklah akan kuperiksa tempat itu”.
Tanpa banyak bicara lagi ia segera maju lebih dahulu
kedepan.
Sebuah batu karang yang tingginya mencapai dua tombak
berdiri menjulang keangkasa tepat disisi tebing terjal tersebut.

Setelah mengitari batu karang tadi sampailah Siauw Ling
sekalian ditengah semak be lukar yang lebat, semak tersebut
menyumbat celah diantara karang raksasa itu dengan dinding
bukit.
Dengan ketajaman matanya, sekali pandang ia segera
menemukan bahwa semak yang ada disitu bukan tumbuh
secara alam, tapi hasil bikinan tangan manusia. Ia segera
menarik semak tersebut.
Tidak salah lagi, semak tadi segera tercabut lepas dari
tempatnya dan muncullah sebuah pintu gua diantara celah
batu karang dengan dinding tebing tersebut.
Seperti telah menyadari akan sesuatu, Sang Pat berseru
tertahan dan ujarnya: “Aaaah... benar, sebelum memasuki
tebing Toan hun-gay, orang harus melewati dahulu sebuah
gua yang besar, mungkin tempat inilah yang dimaksudkan!”
“Rupanya ada orang yang tidak menginginkan kita
mendekati tebing Toan-hun gay tersebut”, sambung Tu Kiu
dengan suaranya yang dingin, “maka mereka sengaja
menyumbat mulut gua dibelakang batu karang raksasa itu
dengan semak bikinan”.
“Peng-ji, sungguhkah engkau lihat sesosok bayangan
manusia?” tanya Siauw Ling kemudian sambil berpaling kearah
Pek-li Peng.
"Aku pikir pastilah sesosok bayangan manusia, dia lenyap
disamping batu karang tersebut"
"Siauw heng akan membawa jalan, mari kita melakukan
pemeriksaan kedalam...!”
Sesudah menghimpun tenaga pemuda itu melangkah lebih
dahulu masuk kedalam gua.
Segulung angin dingin berhembus lewat, mendatangkan
rasa dingin dan bergidik bagi semua orang.

Meskipun lorong dalam gua itu ber-liku2 dan penuh
tikungan tetapi tanahnya datar dan sama sekali tidak tercium
bau lembab yang busuk, hal ini menunjukkan bahwa udara
dalam gua itu segar dan lancar.
Setelah berjalan kurang lebih puluhan tombak jauhnya,
tampaklah cahaya terang memancar masuk, rupanya mereka
telah tiba di mulut keluar gua itu.
Setelah keluar dari gua pemandangan kembali berubah,
tampaklah sebuah lembah yang dalam dan tertutup oleh kabut
tebal menghadang jalan pergi mereka.
Diluar gua merupakan sebuah jurang yang membujur
empat lima tombak dengan lebar sepuluh tombak lebih, keatas
yang terlihat hanya langit sedang kebawah yang nampak
cuma jurang, tiga penjuru dikelilingi oleh dinding tebing yang
curam dan tegak lurus.
Pek-li Peng melongok sekejap kebawah jurang yang
tertutup oleh kabut tebal itu, lalu bertanya: “Toako. apakah
jurang ini yang disebut tebing Toan hun gay?”
Siauw Ling melirik sekejap kearah Sang Pat kemudian
menjawab: “Bila saudara Sang tidak salah membawa jalan,
semestinya jurang yang tertutup oleh kabut tebal ini adalah
tebing Toan hun gay”
“Sungguh aneh urusan ini” gumam Pek-li Peng seorang diri.
“Apanya yang aneh?"
“Aku saksikan seseorang lenyap dibalik-batu karang raksasa
itu dan aku yakin mataku tidak melamur atau salah melihat.
Tetapi mana orangnya? kecuali berada diluar gua, bukankah
berarti orang itu hanya mungkin bersembunyi didasar jurang
yang tertutup oleh kabut tebal ini?”.
“Walaupun gua ini gelap tetapi lebarnya cuma beberapa
depa” ujar Sang Pat. “telah kuperhatikan dengan tetiti kalau
disekitar tempat ini tak nampak bayangan manusia”.

“Itu toh berarti satu satunya jalan keluar adalah jurang
yang tertutup oleh kabut tebat....” seru Pek-li Peng.
Setelah memperhatikan sekejap dinding tebing disekeliling
tempat itu, lanjutnya: “Aku tidak percaya kalau orang itu bisa
merambat diatas dinding tebing yang licin-penuh dengan
lumut hijau serta tingginya mencapai seratus tombak lebih
tanpa meninggalkan bekas barang sedikitpunjua!”
Satu saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba2
terdengarlah suara pembicaraan seorang gadis yang nyaring
berkumandang keluar dari balik jurang yang tertutup kabut
tebal itu: “Siauw tayhiap, engkau bisa temukan tempat ini hal
tersebut menunjukkan bahwa kau adalah seorang lelaki sejati
yang pegang janji dan bisa dipercaya. Akan tetapi nona kami
telah berubah pikiran, ia mengambil keputusan untuk tidak
menjumpai diri Siauw tayhiap lagi”
Walaupun seruan itu tidak begitu keras tapi jelas dan
nyaring sekali sehingga dapat didengar oleh setiap orang.
Pek-li Peng segera melangkah maju ke depan dan berjalan
ketepi jurang.
Buru2 Siauw Ling menarik tangannya lalu berseru : “Nona
siapakah engkau?"
“Siauw tayhiap benar2 engkau pelupa, masa suara
budakpun tak kau kenal lagi?”
Siauw Ling berpikir sebentar kemudian menjawab:
“Oooh...! jadi kau adalah nona Soh Bun”.
“Tidak salah. Memang budak!"
“Baik2 kah enci Gak ku itu?”
“Nona berada dalam keadaan sangat baik. Dia sudah tahu
kalau engkau tiba disini, atas jerih payah Siauw tayhiap yang
sudi berkunjung kemari nona kami merasa amat berterima
kasih sekali. Tetapi setelah diperhitungkan masak2 nona

merasa bahwa tak ada manfaatnya jika Siauw tayhiap tetap
berada disini, karena itu dta telah berubah pikiran dan
memerintahkan budak untuk menasehati dirimu untuk pulang
saja!”
Siauw Ling menghela napas panjang. “Nona Soh Bun....”
serunya.
“Panggil saja aku Soh Bun” tukas dayang itu cepat,
“sebutan nona tak berani budak terima!”
“Dapatkah nona unjukkan diri dan bercakap-cakap dengan
diriku?"
“Baik budak segera naik keatas!”.
Bersama dengan selesainya perkataan itu bayangan
manusia berkelebat lewat, seorang dara baju hijau dengan
rambut dikepang dua meloncat keluar dari balik jurang yang
diliputi kabut tebal itu.
Siauw Ling tahu bahwa dibalik kabut pasti ada tempat
berpijak yang bisa digunakan untuk berdiri, maka terhadap
tindakan Soh Bun yang loncat keluar dari balik jurang sama
sekali tidak terkejut.
Setelah memandang sekejap kearah gadis itu tanyanya:
“Apakah nona Gak sekarang berada didasar tebing Toan hungay
ini?”
Soh Bun tidak langsung menjawab, dia cuma mengangguk.
“Mengapa ia berubah pikiran secara tiba tiba? kenapa ia tak
mau bertemu lagi dengan aku?'' tanya sang pemuda.
Soh Bun berpikir sebentar lalu menjawab: “Duduk perkara
yang sebenarnya tidak diberitahukan kepada budak oleh nona
kami, tapi menurut tebakan budak kesemuanya itu adalah
demi Siauw Siang kong sendiri!”
“Kenapa demi diriku?”

“Nona kami mempunyai ilmu meramal yang bisa menduga
kejadian dimasa mendalang, rupanya ia telah mengetahui
kalau kehadiran siangkong disini sama sekali tak ada
manfaatnya untuk menyelesaikan persoalan ini, maka dia
segera berubah pikiran dan menitahkan budak untuk
menyampaikan kepada siangkong agar segera pulang dan tak
usah datang lagi”.
Siauw Ling tertawa hambar. ..Ada satu hal tolong nona Soh
Bun suka menyampaikannya kepada siocia kalian!”
“Urusan apa?”
“Baru saja aku pulang dari Istana Terlarang dan untung
tidak sampai mati. Benda yang diinginkan oleh nona Gak telah
berhasil kudapatkan”
“Benda yang diinginkan nona kami? benda apakah itu?”
Setelah berhenti sebentar lanjutnya: “Maksudmu kau telah
masuk kedalam Istana Terlarang?”
“Sedikitpun tidak salah" jawab Siauw Ling sambil
mengangguk.
Kembali Soh Bun berpikir sebentar, lalu berkata, “Nona
telah menitahkan budak untuk mengajak siangkong pulang
dan tinggalkan tempat ini walau keadaan apapun, apa yang
harus kulakukan sekarang?”
Siauw Ling menengadah dan berpikir beberapa waktu
lamanya, setelah itu ujarnya: "Baik kalau memang nona
bersikeras tak mau bertemu dengan aku, akupun tak bisa
berbuat apa2... disini ada sebuah barang, harap nona suka
menyampaikannya kepada nona Gak!"
“Jangan dibilang baru semacam sekalipun ada delapan atau
sepuluh macam barang pun budak akaa menyampaikannya
kepada nona”.

Siauw Ling merogoh sakunya dia ambil keluar kitab pusaka
peninggalan dari Raja Seruling Thio Hong. sambil diserahkan
ke tangan Soh Bun pesannya: "Tolong sampaikan kitab ini
kepada nona kalian!"
Tanpa di pandang lagi kitab itu segera dimasukkan kedalam
saku, ujarnya kembali: "Bila Siauw tayhiap bisa meresapi
maksud baik dari nona kami, kau pasti tak akan menyalahkan
dirinya”
Siauw Ling mengangguk. "Aku tahu. harap nona baik-baik
menjaga dirinya. Aku mohon diri lebih dahulu”.
“Budak tak merasa amat tak tenteram membiarkan Siauw
Siangkong harus berlalu dengan hati kecewa, harap siangkong
suka memaafkan!”
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi. Setelah mundur dari
gua dan menerabas padang rumput ia baru menghentikan
laugkahnya.
Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu tahu bahwa
perasaan hatinya ketika itu kurang gembira maka sepanjang
perjalanan mereka tetap membungkam. Menanti Siauw Ling
telah menghentikan langkahnya Pek-li Peng baru berkata
sambil menghela napas panjang. "Toako akulah yang telah
mencelakai dirimu!”
"Kenapa kau yang mencelakai aku?” tanya sang pemuda
tercengang.
"Nona Gak pasti merasa tak senang hati karena melihat aku
melakukan perjalanan bersama dirimu, karena itulah ia tak
sudi bertemu dengan engkau...."
Siauw Ling segera tertawa geli setelah mendengar
perkataan itu, serunya: "Terlalu banyak yang kau pikirkan...”
Dia ulur tangannya menggenggam tangan Pek-li Peng. lalu
duduk keatas tanah, lanjutnya: "Peng-ji, tahukah engkau
mengapa aku datang kemari?"

"Aku tahu, kedatanganmu adalah untuk mencari nona Gak
itu!”
"Tahukah kau mengapa aku datang kemari. Untuk mencari
dirinya? dan mengapa ia sampai berdiam ditempat yang
menakutkan seperti ini?...”
“Tentang soil itu aku kurang tahu.” sahut Pek-li Peng
sambil menggeleng.
Siauw Ling tertawa. "Baik! sekarang aku akan
memberitahukannya kepadamu...”
Pek-li Peng yang selama beberapa hari selalu bermuram
durja, tiba2 memperlihatkan senyuman manis diatas
wajahnya, ia berkata: “Apakah kedatanganmu kemari bukan
untuk menjenguk dirinya?”
Sekali lagi Siauw Ling menggeleng. ”Bukan begitu...”.
Rupanya ia sedang menyusun kalimat, setelah termenung
sebentar lalu melanjutkan, ”singkatnya begini. Ia telah berjanji
dengan seorang jago silat yang sangat tinggi ilmu silatnya
untuk bertempur ditempat ini, yakni didasar jurang Toan hun
gay tersebut. Sudah tentu pertarungan itu merupakan suatu
pertarungan yang menyangkut soal mati hidupnya”
“Jadi kau datang untuk membantu dirinya?”
"Sedikitpun tidak salah.” Siauw Ling membenarkan. “Orang
yang mengadakan janji dengan dirinya itu bukan saja memiliki
ilmu silat yang amat lihay, bahkan tulang punggungnya jauh
lebih hebat sepuluh kali lipat dari dirinya. Enci Gak pernah
melepaskan budi penolongan kepadaku. Aku bisa seperti saat
ini kesemuanya adalah berkat pemberian dari enci Gak.
Karena itu sekalipun pertarungan ini bagaimana sengit atau
bahayanya, aku tak bisa berpeluk tangan belaka disamping
kalangan”

“Hmmm.....” Pek-li Peng manggut, “dibalik persoalan ini
menyangkut soal budi. Kau memang sudah sepantasnya
memberi bantuan kepada nona Gak itu”.
Siauw Ling tersenyum. “Justru karena itulah aku telah
mangambil keputusan untuk tetap tinggal disini hingga
menanti sampai kedatangan orang orang itu....” katanya.
“Aku akan tetap tinggal disini untuk menemani dirimu”.
Tujuan Siauw Ling yang sebenarnya adalah ingin
menasehati gadis itu agar segera meninggalkan tempat
tersebut. Siapa tahu belum sempat maksud hatinya diutarakan
gadis Pek-li Peng telah memotong lebih dahulu, hal ini
membuat pemuda itu jadi tertegun dan terbungkam.
Terdengar Pek-li Peng menghela napas panjang dan
berkata kembali, “Aku tahu bahwa kehadiranku ditempai ini
tak bisa membantu dirimu...”
"Aaaai...! dalam pertempuran itu kesempatan bagi kita
untuk merebut kemenangan kecil sekali, kehadiranmu disini
bukankah terlalu bahaya sekali?” tukas Siauw Ling.
“Seandainya dalam pertempuran itu kau tak beruntung
mati dibunuh orang, apakah kau mengira aku bisa hidup lebih
jauh?”
Siauw Ling tertegun pikirnya didalam hati: “Waaah... entah
bagaimanakah penyelesaiannya dikemudian hari? rupanya
cinta kasihnya terhadap diriku sudah terlampau dalam..."
Setelah menyadari bahwa ia tak mampu menundukkan hati
Pek-li Peng agar berlalu dari situ, terpaksa ia berubah pikiran
katanya, "Peng-ji, boleh saja kalau kau ingin menemani aku
disini, tetapi kau harus menyanggupi dahulu dua syaratku!”
“Apa syaratmu itu?”

“Sebelum mendapat ijin dariku, kau dilarang turut campur
dalam persoalan itu atau pun ikut turut tangan secara
sembarangan”
Pek-li Peng berpikir sebentar, lalu menyanggupi. “Baik!
kukabulkan psrmintaanmu itu!”
Siauw Ling alihkan sorot matanya keatas wajah sepasang
pedagang dari kota Tiong ciu dan ujarnya lebih jauh, “Aku
rasa kalian berdua tentu sudah tahu bukan akan kelihayan
dari musuh yang bakal dihadapi? Berada disini tak berguna
bagi kalian, apalagi Sun Put Shia cianpwee serta Bu Wi
Tootiang sekalian sedang menanti dengan hati gelisah, sudah
seharusnya kalau kamu berdua segera pergi memberi kabar
kepada mereka”.
“Kami tahu bahwa ilmu silat yang kami miliki tak dapat
membantu toako, cuma....”
Sebelum perkataan dari Tu Kiu sempat di selesaikan, Sang
Pat buru-buru sudah menyambung: “Maksud toako, apakah
kami harus memberi kabar kepada Sun Put Shia serta Bu Wi
Tootiang sekalian kalau toako berada disini?”
“Tak usah, beritahu saja kepada mereka bahwa aku baik
sekali dan mereka tak usah menguatirkan diriku. Bila
persoalan ditempat ini sudah beres dan aku masih dapat hidup
dikolong langit maka dengan sendirinya aku akan pergi
mencari jejak kalian.”
"Toako” kata Sang Pat kemudian dengan wajah serius, “kau
harus baik2 menjaga diri demi kesejahteraan umat Bu-lim
dikolong langit. Siauw-te pergi dulu”.
Tu Kiu agaknya hendak berbicara lagi, tapi lengan bajunya
segera disambar oleh Sang Pat dan diajak berlalu dari sana.
Dengan termangu mangu Siauw Ling memandang
bayangan punggung kedua orang itu hingga lenyap dari
pandangan kemudian menghela napas panjang dan berkata,

“Peng-ji, kita harus mencari tempat yang bagus untuk
menyembunyikan diri.”
“Kenapa harus menyembunyikan diri?”
“Karena aku harus melatih beberapa macam ilmu silat,”
“Baik! aku akan melindungi diri toako”
Sejak itu hari sepasang muda mudi itupun berdiam diri
disekitar tempat itu.
Siauw Ling disamping harus berlatih tekun untuk
menguasai ilmu sentilan jari San ci sinkang dari Bu Siang
taysu, diapun mempelajari pula ilmu pedang dari Tam In Cing
bersama Pek-li Peng.
Pek-li Peng sendiri kecuali harus berlatih ilmu pedang
bersama Siauw Ling, diapun harus pergi berburu ayam atau
kelinci untuk menyangkal perut.
Tempat itu letaknya jauh dari pergaulan manusia. Setiap
hari kecuali makan dan beristirahat, mereka berlatih ilmu silat
untuk mengusir waktu. Dalam keadaan begini walaupun hanya
dua bulan namun kemajuan yang berhasil dicapai kedua orang
itu pesat sekali.
Suatu pagi, selesai berlatih ilmu silat Siauw Ling merasa
bahwa saat pertemuan sudah hampir tiba, ia lantas perpaling
kearah Pek-li Peng dan tertawa.
Waktu Pek-li Peng sedang memegang seekor kelinci,
melihat pemuda itu memandang kearahnya sambil tertawa, ia
segera berhenti bekerja dan menegur: "Eeei... apa yang kau
tertawakan?”
“Sayang sesali ditengah hutan yang terpencil ini tak ada
cermin, kalau ada coba cerminlah dirimu itu. Pakaian yang
dulu putih bersih kini telah berubah jadi hitam pekat. Seorang
nona yang cantik jelita telah berubah menjadi seorang
pengemis cilik”.

“Bagaimana dengan kau sendiri?” balas Pek-li Peng dengan
jengah, “rambut kusut badan dekil... Huuh! keadaannya tak
jauh berbeda dengan diriku”.
Siauw Ling menghela napas panjang. ”Peng-ji” katanya,
“selama beberapa waktu semua perhatian kita curahkan untuk
berlatih ilmu silat, sampai berada dimanapun kita tadi lupa.
Barusan aku telah menghitung hari disaat pertemuan antara
nona Gak dengan orang itu, rasanya pertemuan itu bakal
diadakan kalau bukan besok tentu lusa karena itu hari ini. Kita
harus bersihkan badan dan pindah kepuncak gunung sana!”
“Kenapa harus pindah ke puncak gunung?”
“Kita harus menjaga disitu secara bergilir. kita harus tahu
berapa banyak jago yang mereka bawa”.
Peng li Peng memandang sekejap keadaan disekeliling
tempat itu, lalu berkata: “Berbicara dari keadaan yang beradi
disekitar tempat ini, aku rasa tiada jalan lainnya lagi..."
Satelah membalik kelinci yang sedang di panggang, ia
melanjutkan: “Beberapa li disebelah barat sana terdapat
sebuah selokan dengan air yang jernih pergilah kesitu untuk
bersihkan badan!”
Kiranya selama berlatih ilmu silat hampir dua bulan
lamanya itu, Siauw Ling belum pernah tinggalkan tempat itu
barang sejengkalpun.
Setelah mendengar perkataan itu berangkatlah Siauw Ling
menuju kearah barat, tidak sampai satu li ia benar-benar
temukan sebuah sungai kecil. Setelah bersihkan badan dan
ganti pakaian ketampanan wajahnya pulih kembali seperti
sedia kala.
Keiika ia balik lagi ketempat semula, Pek-li Peng telah
selesai memanggang daging kelinci.
Menyaksikan keadaan gadis itu, Siauw Ling merasa amat
terharu, didekatinya Pek-li Peng dan dibelainya rambut yang

panjang. “Peng-ji”, pemuda itu berbisik, “selama dua bulan
terakhir ini kau tentu sengsara bukan?”
“Aku senang dan gembira sekali!” jawab Pek-li Peng sambil
tertawa manis. ”Nih... daging kelinci sudah matang makanlah
dahulu? aku hendak bersihkan badan dan tukar pakaian
dahulu!”.
Gadis itu bangkit dan segera berlalu.
Teringat akan kesengsaraan gadis she Pek-li selama dua
bulan ini Siauw Ling berpikir, “Dia adalah seorang gadis manja
yang sudah terbiasa hidup mewah dalam keratonnya. Setelah
mengikuti diriku bukan saja harus hidup diudara terbuka dan
sengsara, makanpun harus turun tangan sendiri. Cinta
kasihnya kepadaku tebal sekali. Dikemudian hari aku harus
bersikap baik2 kepadanya”.
Ketika Pek-li Peng telah ganti pakaian dan kembali kesitu.
sewaktu dilihatnya pemuda itu belum bersantap ia lantas
berseru: "Toako kenapa tidak makan?”
“Aku menunggu kedatanganmu!” jawab sang pemuda
sambil tersenyum.
Selesai mengisi perut dengari daging kelinci, berangkatlah
mereka kepuncak bukit.
“Batas waktu pertemuan sudah tiba. Waktu pada saat ini
berharga bagaikan emas” kata Pek-li Peng, “biarlah Siauwmoay
yang berjaga-jaga sedang kau gunakan waktu yang
amat singkat ini untuk memperdalam keyakinanmu atas ilmu
pedang dpii Tam In Cing”
Siauw Ling sendiripun tahu kalau Gak Siauw Cha hanya
mengandalkan kekuatan sendiri serta kekuatan dua orang
dayangnya. Satu-satunya orang yang diharapkan bantuannya
adalah dia sendiri. Bila Giok Siau Long-kun tidak mengundang
bala bantuan masih mendingan. Kalau sampai ada jago lihay
yang turut serta, maka pertarungan yang bakal berlangsung

mungkin jauh lebih sengit dari pada pertarungan diluar Istana
Terlarang.
Berpikir sampai disitu, diapun lantas berkata: “Peng-ji, aku
hendak memohon satu persoalan kepadamu, apakah kau sudi
mengabulkannya atau tidak?”
Mula mula Pek-li Peng tampak tertegun, lalu sambil tertawa
hambar katanya: “Toako, perkataanmu itu aneh sekali perduli
apapun yang kau minta aku pasti akan memenuhinya....”
“Aku tahu” sambung Siauw Ling,” tetapi dalam persoalan
ini keadaannya agak berbeda mungkin belum tentu kau sudi
mengabulkannya”.
“Oooh... toako, apakah sampai sekarang kau masih belum
tahu isi hatiku....?”
“Justru karena kau terlalu baik kepadaku, maka belum
tentu kau sanggupi permintaan ku ini...”
“Sungguh?" teriak Pek-li Peng dengan mata terbelalak.”Aku
sendiripun masih belum tahu urusan apakah itu, mana
mungkin bisa kutampik? coba katakanlah.”
“Tidak bisa kau harus sanggupi dahulu permintaanku itu
baru kuberitahukan kepadamu”.
“Baik, kukaburkan permintaanmu itu. Nah! katakanlah....”
ujar Pek-li Peng sambil mengangguk.
“Peng-ji, duduklah disini” bisik pemuda itu sambit menepuk
batu disisinya.
Pek-li Peng maju menghampiri dan duduk disisi pemuda itu,
sikapnya lembut dan menawan hati.
“Peng-ji bagaimanakah perasaanmu tentang ilmu silat yang
kau miliki jika dibandingkan dengan toako?”.
Pek-li Peng tersenyum. “Tentu saja aku tak bisa
menangkan toako"

“Kalau aku tak bisa menangkan orang lain, kau tentu bukan
tandingannya bukan?"
“Tentu saja!”
“Karena itulah dalam persoalan ini kau tak boleh ikut
campur ataupun melibatkan diri”
“Aku tahu, aku hanya akan memberi semangat kepadamu
dari sisi kalangan...”
“Tidak boleh, kau tak boleh ikut" tampik Siauw Ling sambil
menggeleng. “Jika orang itu membunuh aku dan nona Gak
maka engkaupun pasti tak akan dilepaskan!”.
”Tidak... hanya dalam persoalan ini aku tak dapat
mengabulkan permintaanmu!”
“Peng-ji, kau telah mengabulkannya!" seru Siauw Ling
sambil tersenyum manis.
Pek-li Peng jadi amat sedih, deugan air mata bercucuran
katanya: “Toako, aku sudah tertipu!”
Siauw Ling segera peluk tubuh gadis itu dan dibelai
rambutnya dengan penuh kemesraan, katanya: "Peng ji,
dengarkan perkataanku, orang itu amat membenci nona Gak
dan membenci pula diriku. Aku tak dapat meramalkan
bagaimanakah akhir dari persengketaan ini, andaikata
pertempuran sampai terjadi maka situasinya tentu mengerikan
sekali...”
"Tak usah kau katakan lagi. aku sudah mengerti, apa yang
hendak kau lakukan?"
Siauw Ling menengadah dan menghembuskan napas
panjang. "Kalau orang itu datang nanti, pergilah ketempat kita
berlatih pedang dan tunggulah aku disitu. kalau aku menang
dan kau bisa keluar dalam keadaan hidup maka kujemput
dirimu disitu. Sebaliknya kalau dalam sehari semalam aku
belum juga datang menjemput dirimu, pulanglah kelaut utara”

Pek-li Peng mengerdipkan matanya dan melelehkan air
mata, senyuman pedih tersungging diujung bibirnya, ia
berkata: "Toako. akan kupecuhi keinginanmu itu: aku akan
menanti engkau disana.... Tetapi kalau kau tak datang
menjemput diriku maka akupun tak akan pulang lagi keistana
salju di laut utara”
“Kenapa?”
“Karena kalau kau tidak menjemput aku itu berarti kau
terluka atau mati!”
“Ehmm, tidak salah!”
“Kalau kau mati apakah aku bisa hidup lebih jauh?”.
Siauw Ling terbungkam lama sekali ia baru berkata, “Pengji
andaikata aku benar2 mati sekalipun kau juga mari belum
tentu bisa menghidupkan diriku kembali!”
“Sekalipun begitu hal itu jauh lebih mendingan dari pada
aku harus menanggung derita sepanjang masa!”
Sementara Siauw Ling ingin menasehati dirinya lagi, tiba2
terdengar Pek-li Peng berseru: “Toako... ada orang datang!”
Siauw Ling segera menengadah keatas, tampaklah
serombongan manusia dengan langkah lebar berjalan
mendekat, hatinya jadi keheranan, pikirnya: “Sekalipun Giok
Siauw long-kun datang dengan membawa bala bantuan, tidak
seharusnya dia undang begitu banyak pembantu!”
Berpikir demikian diapun lantas berkata: “Peng ji, mari kita
mencari tempat untuk menyembunyikan diri, jangan sampai
mereka melihat jejak kita”
Pek-li Peng mengiakan dan langsung loncat naik keatas
sebuah pohon siong disitu ia menyembunyikan diri dibalik
dedaunan yang lebat.
Siauw Ling sendiri segera menyusup kesamping dan
bersembunyi dibelakang sebuah batu cadas.

Rombongan pendatang itu makin lama semakin dekat,
dandanan serta raut wajah m reka kian terlihat lebih nyata.
Orang yang berjalan dipaling depan adalah manusia baju
hijau berwajah emas, bertangan besi yang pernah bertarung
melawan dirinya sewaktu ada dihalaman gedung kosong
tempo hari.
Dandanan orang itu istimewa sekali maka dalam sekilas
memandang, pemuda itu segera mengenali bahwa rombongan
yang barusan datang adalah rombongan dari Giok Siauw longkun
yang datang memenuhi janji.
Tetapi ada satu hal yang aneh, ternyata diantara
rombongan itu tidak nampak Giok Siauw long kun pribadi,
dibelakang manusia baju hijau itu mengikuti dua orang pria
baju hitam yang menggendong sebuah pembaringan lunak.
Dibelakang tanda tersebut mengikuti pula empat orang.
Orang pertama adalah seorang Rahib berusia setengah
baya dengan membawa senjata kebutan ditangan, orang
kedua adalah seorang perempuan tua yang rambutnya telah
beruban semua.
Sedang orang ketiga adalah seorang kakek tua berjubah
abu-abu, orang keempat seorang pemuda berpakaian ringkas.
Setelah memperhatikan sebentar raut wajah orang2 itu,
Siauw Ling berpikir didalam hati: "Setelah manusia berwajah
emas bertangan besi itu munculkan diri, semestinya Giok
Siauw Long-kun ikut datang tapi.... mengapa tidak kutemui
raut wajahnya?”
Pelbagai ingatan yang mencurigakan segera memenuhi
benaknya, ia tak tahu apa sebabnya Giok Siauw Long-kun
tidak datang.
Sementara itu rombongan para jago tersebut sudah
melewati jalan kecil dilambung bukit dan menuju kepadang
rumput dihadapannya.

Pek-li Peng segera loncat turun dari atas pohon, bisiknya :
“Toako, apakah orang2 itu yang kau tunggu?”
“Aku rasa tak bakal salah lagi, memang orarg2 itulah yang
harus kita tunggu”
“Oooh... toako. sungguhkah engkau tak akan membawa
serta diriku?” tanya Pek-li peng dengan sedih.
Terbayang betapa sengitnya pertempuran yang bakal
dihadapi, Siauw Ling segera berbisik dengan suara lirih:
“Peng-ji, coba lihatlah orang orang itu... jumlahnya ternyata
begitu banyak dan jauh diluar dugaan. Pertempuran yang
bakal ber langsung pasti seru sekali, bila kau ikut...”
“Justru karena jumlah mereka kelewat banyak, maka aku
ingin turut pula......”
“Kenapa?”
“Begitu banyak orang yang datang, masa kepandaian silat
mereka rata2 lihay semua. Masa aku tak mampu untuk
merobohkan dua orang pelayan yang menggotong tandu itu?”
Siauw Ling tertegun, serunya: “Peng-ji aku bukan
maksudkan ilmu silatmu terlalu rendah!”
“Aku tahu, bukankah kau takut di dalam pertempuran yang
amat sengit itu aku akan terluka?”
“Tidak salah.”
“Sejak permulaan aku toh sudah menerangkan... kalau kau
mati dalam pertarungan, maka akupun tak akan hidup
sebatang kara. Apakah kau tidak percaya dengan perkataanku
itu?”
“Jadi kau bersikeras hendak ikut?”
---oo0dw0oo---

Jilid: 12
PEK-LI PENG menggeleng.”Aku hanya berharap agar toako
suka membawa diriku, aku toh sudah menyanggupi
permintaanmu, dan hal itu tak dapat kusesalkan kembali!”
Dengan air muka serius Siauw Ling termenung dan
membungkam dalam seribu bahasa.
“Toako, kabulkanlah permintaanku!” seru Pek-li Peng
kembali, “tahukah engkau betapa tersiksa dan sengsaranya
aku harus berdiam seorang diri ditempat ini, tahukah engkau
betapa gelisah dan cemasnya hatiku menunggu kabar darimu
ditempat ini.... siksaan semacam ini beratus ratus kali lebih
menderita daripada menghadapi mara bahaya”
“Baiklah aku akan membawa serta dirimu”
Senyum manis seketika tersungging diujung bibir Pek-li
Peng dengan wajah berseri seri ia jatuhkan diri kedalam
pelukan pemuda itu, serunya manja :”Aku tahu kalau toako
bersikap baik sekali terhadap diriku, kau tentu tak akan tega
membiarkan aku berada digunung yang sunyi seorang diri...”
“Aaai..." Siauw Ling menghela napas panjang,”Peng-ji, aku
mau saja membawa dirimu. tetapi kaupun harus
mendengarkan perkataanku”
"Baik. aku akan menuruti perkataan dari toako”
Siauw Ling mendaki kepuncak bukit, dari situ dia lihat
rombongan para jago tadi sudah memasuki padang rumput
itu.
Sungguh luas padang rumput tadi. Ketika rombongan para
jago itu masuk kedalam semak maka lenyaplah orang2 itu
disana.
Siauw Ling menghela napas panjang, katanya.”Peng ji.
kitapun harus segera berangkat”
"Aku telah siap...”

Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan.”Toako, aku ingin
memohon satu urusan kepadamu, aku harap toako suka
mengabulkan permintaanku ini”
"Permintaan apa?”
"Jangan terlalu keras kepala dan jangan terlalu sungkan
dalam serangan. Walau pun toako adalah seorang pendekar
yang berhati welas dan berjiwa besar, akan tetapi musuh yang
kita hadapi saat ini terlampau banyak. Kau tak usah terlalu
membicarakan soal belas kasihan dengan mereka. Kalau kita
bisa membunuh seorang diantaranya berarti toako sudah
menyingkirkan seorang penghalang”
Siauw Ling tersenyum. "Aku sudah tahu, mari kita
berangkat!"
Pek-li Peng berpaling kesamping, dia lihat kemurungan dan
kekesalan yang semula menyelimuti wajah sianak muda itu
sekarang telah tersapu bersih. Sebagai gantinya nampaklah ia
bertambah gagah berwibawa.
Dalam hati segera berpikir.”Rupanya nona Gak mempunyai
kedudukan yang be-ratus2 kali lebih tinggi daripada aku dalam
pandangan matanya, karena itulah ia jadi kelihatan begitu
bersemangat...”
Meskipun dalam hati berpikir demikian, tentu saja
perkataan semacam itu tidak sampai diutarakan keluar.
Per-lahan2 kedua orang itu menuruni bukit dan masuk
kedalam padang rumpun yang liar.
Siauw Ling segera mengenakan sarung tangan berkulit
ularnya dan meraba pedang pendek dalam sakunya, lalu
berkata. “Peng-ji, aku sudah teringat akan dua persoalan, mari
kita percepat perjalanan kita”
Pek-li Peng segera mempercepat langkahnya menyusul
kesamping pemuda itu, tanyanya: “Urusan apa? bolehkah
diutarakan keluar sehingga akupun bisa ikut tahu!”

“Tentu saja boleh...”
Setelah berpikir sebentar, lanjutnya: “Sekarang aku teringat
sudah, kemungkinan besar orang yang berbaring diatas tandu
itu adalah Giok Siauw-long kun”
“Mengapa ia berbaring diatas tandu?"
“Mungkin tindakannya itu merupakan suatu siasat licik,
mungkin juga dia benar2 sudah sakit”
Agaknya Pek-li Peng masih ingin bertanya lebih lanjut,
tetapi Siauw Ling sudah keburu berkata kembali: “Sedang
persoalan yang kedua adalah tentang nikou berusia
pertengahan itu...”
“Kenapa dengan nikou berusia setengah baya itu?" tanya
Pek-li Peng keheranan.
“Aku sudah tak ingat jelas lagi apakah suhu dari nona Gak
adalah seorang Nikou atau Too-kou tetapi yang pasti dia
adalah seorang pendeta perempuan, ditinjau dari
kehadirannya maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
kedatangannya kalau bukan dikarenakan terlibat dalam soal
hubungan, atau ia mempunyai kepandaian yang istimewa
tentulah karena mendapat pahala yang besar..."
Ia menghela napas panjang lalu meneruskan: “Andaikata
orang itu benar benar adalah suhunya nona Gak, waah...!
urusan akan semakin berabe....”
“Kalau gurunya ikut datang bukankah berarti nona Gak
akan mendapat seorang pembantu lagi? kenapa kau malah
mengatakan berabe?”
“Andaikata orang itu benar benar adalah gurunya nona
Gak, maka berarti pula nona Gak tak bisa melakukan
perlawanan lagi, atau dengan perkataan lain terpaksa ia harus
mandah terima nasib!”

“Kok aneh...! suhu tidak membantu murid sendiri, masa dia
akan membantu orang lain!”
“Gurunya nona Gak mempunyai hubungan famili dengan
Giok Siauw Long kun, kalau berbicara tentang bubuugan dan
tali persaudaraan maka yang bakal rugi adalah nona Gak
sendiri, maka dari itu kita harus cepat cepat menyusul kesana
untuk menahan babak pertarungan yang pertama”
Selesai menerangkan duduk perkaranya, dengan cepat
Siauw Ling meluncur ke depan.
Dengan kencang Pek-li Peng membuntuti dari belakangnya.
Dalam waktu singkat mereka sudah melewati selat sempit dan
tiba ditepi jurang Toan-hun gay yang tertutup kabut itu.
Ketika mereka melongok kebawah, maka yang terlihat
hanyalah kabut tebal belaka, tak terlihat sesosok bayangan
mmusiapun yang berada disana.
Siauw Ling berpaling sekejap kebelakang lalu berkata:
“Peng-ji, mereka telah masuk kedasar jurang Toan-hun-gay,
mari kita kejar kebawah”.
“Dua bulan berselang nona Soh Bun pernah munculkan
diri dari sana. Disekitar tempat itu tentu ada tempat berpijak,
mari kita cari tempat berpijak itu!”
Dengan andalkan daya ingat yang masih ada mereka
segera meneliti sekitar jurang tersebut, namun walaupun
sudah dicari lama sekali usaha itu belum juga mendatangkan
hasil.
“Peng ji!” seru Siauw Ling kemudian dengan alis berkerut,
“aku tidak percaya kalau Soh Bun dapat meloncat naik keatas
tepi jurang dengan sekali lompatan”.
“Benar orang orang itupun tak mungkin bisa turun semua
kebawah tanpa tempat pijakan kaki”

Siauw Ling berpikir sebentar lalu berseru, “Aaah...! benar
Giok Siauw Long-kun adalah seorang manusia licik yang punya
banyak akal. Setelah turun kedasar jurang ia pasti sudah
merusak tempat pijakan tersebut agar bala bantuan dari nona
Gak tak bisa masuk kedalam”.
“Meskipun pandangan dari toako ada kemungkinan
benarnya, namun Siauw moay pun mempunyai pandangan
lain”
“Coba katakanlah!”
“Aku rasa Giok-Siauw Long-kun tak mungkin bisa punya
pikiran sampai kesitu, apalagi merusak jalan masuk menuju
kejurang Toan hun gay... hal ini semakin tak mungkin lagi...”
Setelah sampai sebentar ia melanjutkan: “Giok Siauw long
kun amat membenci dirimu, bukankah dikarenakan ia
memandang dirimu sebagai musuh cintanya?”
Tertegun hati Siauw Ling mendengar perka taan itu,
sahutnya kemudian: “Mungkin saja Giok Siauw Long-kun
mempunyai pikiran demikian!”
“Kalau memang begitu, hal ini semakin tak mungkin lagi!”
“Kenapa?”
“Bala bantuan yang dibawanya datang mungkin bukan
ditujukan untuk menghadapi nona Gak. Aku lihat lebih besar
kemungkinannya tokoh2 sakti itu sengaja dipersiapkan untuk
menghadapi dirimu”
Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya, lalu
mengangguk. “Benar juga perkataanmu itu” katanya.
“Tempat ini terpencil letaknya dan jarang sekali yang
mengetahui tentang persoalan ini, apalagi ilmu silat yang
dimiliki Giok Siauw Long-kun amat lihay. Jago-jago biasa tentu
saja tak akan dipandang sebelah matapun olehnya. Aku rasa

mungkin saja sejak permulaan ia telah menduga bahwa orang
yang datang kemari hanya kau seorang”
“Benar! perkataanmu memang masuk di akal” kembali
Siauw Ling mengangguk tanda membenarkan.
“Seandainya aku adalah Giok Siauw Long-kun, maka aku
berharap dalam pertempuran ini dapat membinasakan dirimu,
sekalipun saat itu perbuatannya mungkin akan menyakiti hati
nona Gak. Bukankah dikemudian hari persoalan itu bisa
diusahakan untuk di selesaikan secara baik baik”
“Jadi kalau begitu tempat berpijak di dasar jurang Toanhun-
gay itu bukan dirusak oleh Giok Siauw Long-kun?”
“Menurut penilaianku, kemungkinan besar perbuatan ini
dilakukan oleh nona Soh Bun atas perintah enci Gak mu yang
takut engkau ikut datang menempuh bahaya, ia berbuat
demikian untuk mencegah agar kau tak bisa masuk kesitu....”
Berbicara sampai disini mendadak nada suaranya berubah,
terusnya: “Mungkin juga sedari permulaan ia telah menduga
kalau kau bakal balik lagi kemari maka dilakukannya tindakan
sedia payung sebelum hujan dan dihapuslah tempat berpijak
itu....”
Apa yang dipikirkan Siauw Ling sekarang adalah
keselamatan dari Gak Siauw Cha. Dia sama sekali tidak
perhatikan perubahan dari sikap Pek-li Peng, yang dipikirkan
olehnya hanyalah bagaimana caranya masuk kejurang dan
membantu Gak Siauw Cha.
Segera ujarnya dengan suara cemas: ”Lalu bagaimana
caranya kita menuruni jurang ini?”
“Berteriak saja diatas tebing jurang ini” jawab Pek-li Peng
dengan suara sedih, dengan demikian enci Gak yang kau
cintai itu tentu akan mengirim orang untuk menyambut ke
datanganmu...”

Siauw Ling merasa cara itu benar juga, maka pikirnya. “Apa
boleh buat, rasanya kecuali berbuat demikian tak ada cara lain
lagi yang dapat ditempuh”
Berpikir demikian diapun lantas berteriak dengan suara
keras. “Enci Gak, Siauw te telah datang memenuhi janji, harap
engkau membeli petunjuk bagaimana caranya memasuki
jurang ini?”
Teriakan itu diulang sampai beberapa kali, akan tetapi tidak
kedengaran jawaban...
Pada mulanya maksud Pek-li Peng adalah untuk menyindir
pemuda itu, sungguh tak nyana ternyata pemuda itu benar2
berteriak, hal ini membuat hatinya terasa makin sedih hingga
untuk beberapa saat ia tak mampu mengucapkan pepatah
katapun.
Siauw Ling berpaling sekejap kearah Pek-li Peng dan
ujarnya: “Peng-ji, rupanya dia tak mau memberi jawaban,
terpaksa kita harus turun kebawah jurang dengan jalan
menempuh bahaya”
“Jurang itu dilemuti oleh kabut yang sangat tebal,
pemandangan sejauh beberapa tombak sukar dilihat dengan
pandangan m ta, dinding batupun licin sekali, bagaimana
caranya kita turun kebawah?”
“Kita toh membawa pakaian, robek saja pakaian itu
kemudian diikat jadi satu untuk membentuk tali, dengan cara
begitu rasanya kita dapat merambat turun kebawah”
Pek-li Peng tidak banyak bicara lagi, dia lepaskan
buntalannya dan ambil keluar pakaian yang dibawa, tetapi
sebelum ia sempat merobek pakaian tersebut, mendadak
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, dan tahu2 Soh
Bun sudah meloncat naik ke atas jurang.
“Eeeei... kenapa kau datang kemari?" tegur Siauw Ling
setelah tertegun sebentar.

Soh Bun tidak menjawab, dengan alis berkerut ia balik
bertanya, “Kenapa kalian juga masih belum pergi?”
“Bagaimana dengan enci Gak ku?”
“Dia baik sekali....”
Setelah berhenti sebentar lanjutnya, “Ia telah membaca isi
kitab pemberianmu dan merasa berterima kasih sekali.
Barusan setelah mendengar teriakanmu ia telah mengirim
suara kepada budak untuk datang kemari memberi tahu
kepada kalian, nona minta agar kalian segera tinggalkan
tempat ini sebab kitab catatan dari Raja seruling telah
memberikan kesempatan hidup baginya, nona minta agar
kalian tak usah mencampuri lagi urusan ini”
Siauw Ling segera menggeleng. “Nona Soh Bun. kalau kita
mau pergi dari sini maka sekarang tak nanti akan balik lagi
kemari. terus terang saja kukatakan, aku serta adik angkatku
ini sudah menunggu hampir dua baian lamanya ditempat
ini...”
“Kami tahu bahwa selama ini kalian selalu menanti disini”
sela Soh Bun dengan cepat, “tetapi keputusan nona kami
sudah bulat, ia tidak akan memperkenankan kalian untuk turut
serta dalam persoalan ini. Aku lihat lebih baik kalian segera
mengundurkan diri dari tempat ini dan pulang saja”.
“Melarang aku turut campur dalam masalah ini adalah
urusan nona kalian sendiri, mau menurut atau tidak toh itu
urusanku sendiri, harap nona tak usah banyak bicara lagi”
Soh Bun mengerutkan dahinya. “Kalau aku tidak
memberitahukan kepada kalian bagaimana caranya menuruni
jurang ini, apa yang bisa kalian lakukan?”
Siauw Ling tertawa-tawa mendengar perkataan itu.
“Oooh,.. tentang soal itu nona tak usah kuatir. kami telah
mendapatkan akal untuk menuruni jurang ini, silahkan nona
berlalu dari sini!”

“Apa cara kalian itu?” seru Soh Bun dengan wajah tertegun.
“Kami akan merobek pakaian yang dibawa, lalu
mengikatnya jadi satu membentuk tali, dengan cara itu kita
dapat merambat turun kebawah”
“Apakah kalian bersikeras ingin turun ke bawah?”
“Sedikitpun tidak salah, sekalipun nona Gak naik keatas
tebing sendiri juga tak dapat menghalangi niatku ini”
Melihat nekad pemuda itu, akhirnya Soh Bun menghela
napas panjang. “Aaai.. jadi kalau begitu, akupun tak mampu
menghalangi tekad kalian itu?”
“Sedikitpun tidak salah, jika nona takut dijatuhi hukuman
oleh nona Gak, lebih baik menyingkirlah dari sini. kau tak usah
mencampuri urusan kami lagi”
Sok Bun berpikir sebentar, lalu menjawab. “Baiklah, aku
akan memberitahukan kepadamu bagaimana caranya
menuruni jurang ini. Andaikata dalam pertempuran ini kita
berhasil merebut kemenangan maka paling banter nona akan
memaki diriku habis2an. Sebaliknya kalau dalam pertempuran
ini kita tak beruntung dan menderita kalah, maka jiwa kita
semua akan lenyap dan waktu itu nonapun tak bisa memberi
hukuman lagi kepadaku”.
Siauw Ling menghela napas panjang. “Nona kalau engkau
rela membantu diri ku... aku akan merasa berterima sekali
kepadamu. Jika dikemudian hari nona Gak mempersoalkan hal
ini. biarlah aku yang memikulnya seorang diri”.
Mendengar perkataan itu Soh Bun tertawa cekikikan. “Hiih
hiih hiih...pada hal cara untuk menuruni jurang ini gampang
sekali, asal diperhatikan dengan seksama maka tempat itu
akan ditemukan dengan mudah”.
“Aku sudah memperhatikannya beberapa lama, tapi tidak
kutemukan jalan untuk menuruni jurang ini”

“Coba periksalah lagi dengan seksama....”
Siauw Ling segera melongok kembali kebawah jurang, kali
ini pada jarak satu tombak disebelah kiri ia temukan sebuah
undak undakan batu yang bisa dipergunakan sebagai tempat
berpijak, dengan alis berkerut segera serunya: “Kenapa tadi
tidak kulihat tempat berpijak itu?”
“Tadi tempat itu kami tutup dengan rumput hijau, kecuali
orang yang mengeiahui rahasia tersebut jarang sekali ada
orang yang bisa menemukan tempat berpijakan itu”
“Saat ini waktu berharga sekali bagaikan emas, kita tak
boleh berdiam terlalu lama lagi ditempat ini”
Habis berkata dia segera loncat turun lebih dahulu kebawah
jurang.
Kiranya di balik dinding jurang itu setiap jarak tujuh
delapan depa terdapat sebuah tonjolan batu karang yang bisa
dipergunakan untuk tempat pijakan kaki. Keadaan tersebut
tidak jauh berbeda seperti tangga yang terbuat dari batu.
Soh Bun berpaling dan memandang sekejap kearah Pek-li
Peng, lalu tanyanya. “Apakah nona juga akan turun
kebawah?”
“Tentu saja!” jawab gadis itu sambil mengangguk.
“Hati2liah.... lihat yang tepat tonjolan batu karang itu
kemudian baru loncat tarun ke bawah”
“Terima kasih atas perhatianmu” iapun mengikuti Sok Bun
loncat turun kebawah.
---oo0dw0oo---
DALAM jurang itu tidak lebih hanya mencapai tiga puluh
tombak, tetapi berhubung kabut yang menyelimuti tempat itu
terlalu tebal sehingga menutup pemandangan disekeliling

sana, maka sukar bagi orang untuk melihat jelas berapa dalam
jurang itu.
Dalam sekejap mata Siauw Ling telah loncat turun kedasar
jurang, disana ia lihat kabut masih menyelimuti seluruh
permukaan dengan tebalnya, pemuda itu tak tahu kemana dia
harus pergi.
Tiba tiba terdengar Soh Bun berteriak: ”Siauw siangkong,
jangan ter-buru2 budak akan membawa jalan bagimu...."
Meskipun Siauw Ling merasa gelisah dan cemas sekali,
tetapi karena dia tak tahu jalan mana yang harus dilalui maka
terpaksa ia harus menunggu dengan hati sabar.
Soh Bun meloncat kedepan, dengan langkah yang cepat dia
bergerak menuju kearah selatan.
Siauw Ling menyusul dibelakangnya sedang Pek-li Peng
berada diurutan paling belakang.
Setelah berjalan sejauh belasan tombak, tiba-tiba Soh Bun
membelok dan masuk ke dalam sebuah gua.
Mulut gua itu kecil dan sempit sekali, paling banter hanya
memuat dua orang yang jalan berdampingan, kabut tebal
sekali dan menyelimuti sekitar tempat ini. Apabila tidak hapal
dengan daerah disana sukar untuk menentukan letak gua tadi.
Dengan cepat ketiga orang itu menyusup masuk kedalam
gua, setelah membelok pada dua tikungan, pemandangan di
bada pannya tiba-tiba berubah.
Tampak dua buah lentera tergantung di atas langit2 gua
membuat suasana ditempat itu terang benderang, dihadapan
mereka muncullah sebuah ruang batu yang luasnya mencapai
dua tombak persegi.
Dalam ruangan itu tak nampak meja atau kursi, semua
orang yang hadir disitu duduk bersila semua diatas tanah.

Gak Siauw Cha duduk bersandar didinding batu sebelah
belakang, seorang dayang baju merah berdiri disisinya.
Seorang nikou berusia pertengahan dan seorang nyonya
tua yang rambutnya telah beruban semua duduk
berdampingan disist kiiri.
Sedangkan kakek jubah abu2 dan pemuda berpakaian
ringkas duduk disebelah kanan, mantel yang dikenakan
pemuda itu sudah di lepas dan pedangnya dicekal dalam
tangan.
Disisi tubuh kakek berjubah abu-abu tadi duduklah Giok
Siauw Long-kun dengan wajah yang layu dan berpenyakitan.
Manusia baju hijau berwajah emas serta dua orang pita baju
hitam yang menggotong tandu tadi berdiri dibelakang pemuda
tersebut.
Ketika Soh Bun muncul disana sambil, mengiringi Siauw
Ling, perhatian semua orang yang ada didalam ruangan itu
segera dialihkan kedepan.
Gak Siauw Cha mengerutkan dahinya, bibir bergerak
seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya niat itu
dibatalkan.
Soh Bun mempercepat langkah kakinya menghampiri
kearah Gak Siauw Cha, kemudian berdiri disamping dayang
baju merah itu.
Nikou berusia pertengahan itu dengan pandangan tajam
memperhatikan Siauw Ling sekejap, lalu sambil berpaling
kearah Gak Siauw Cha tegurnya ketus : “Siapakah orang ini?"
"Aku adalah Siauw Ling!" jawab pemuda itu sebelum Gak
Siauw Cha sempat menjawab.
“Dialah orang yang kumaksudkan” sambung Giok Siauw
long-kun dari samping.

Nenek tua berambut putih itu segera tertawa dingin.
“Heeeehh... heeehh... heeehh... bagus. bagus sekali
kedatangannya,” dia berseru. “ini hari kita bisa bikin beres
persoalan ini!”
Siauw Ling mendengus dingin, setelah menyapu sekejap
sekeliling tempat itu ia segera menuju ke sudut ruangan dan
duduk disana.
Pek-li Peng dengan kencang mengikuti di belakang Siauw
Ling, melihat pemuda itu duduk iapun duduk disampingnya.
Siauw Ling tidak tahu bagaimanakah perasaan hati Gak
Siauw Cha pada saat ini, maka dari itu terhadap sindiran sang
nenek tua berambut putih tadi sama sekali tidak ambil perduli.
Terdengar rahib setengah baya itu menghela napas
panjang lalu bertanya, "Siauw Cha sumoay, dialah yang
bernama Siauw Ling?”
Gak Siauw Cha mengangguk, ia tetap membungkam.
Rahib setengah baya itu mekebutkan senjata hud tin-nya
diudara, kemudian berkata kembali: "Siauw Cha, sudah tiga
puluh tahun lamanya aku tak pernah berkelahi dengan orang.
Aku tidak ingin melakukan pembunuhan lagi. Oleh sebab itu
aku berharap agar pertikaian yang terjadi pada saat ini dapat
diselesaikan secara damai, aku tidak ingin terjadi
persengketan lagi diantara kita semua”.
”Siauw moay benar2 tidak mengerti dimanakah
persengketan yang terjadi diantara kita.” ujar Gak Siauw cha
sambil tertawa getir.
"Kurang ajar”, maki nenek berambut putih dengan gusar
”Tempo hari kalau bukan enciku yang menyelamatkan
jiwamu, sekarang mayatmu sudah hancur, budak ingusan
yang lupa budi..."

"Ooo...nenek!” sela Giok Siauw long kun dari samping
“bicaralah secara baik2 dalam persoalan ini nona Gak tak bisa
disalahkan...”
Ia menyapu sekejap Searah Siauw Ling la lu
menambahkan. “Seandainya tiada Siauw Ling, tak nanti bakal
terjadi peristiwa semacam ini”
“Dan sekarang kebetulan sekali Siauw Ling sudah hadir
disini”, sambung rahib setengah baya itu dengan cepat, “kita
dapat membicarakan persoalan ini sampai beres dan jelas”.
“Persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan Siauw
Ling”, tiba2 Gak Siauw cha menimbrung, persoalan timbul
lantaran aku, apa yang hendak kalian lakukan silahkan cari
aku seorang”
Dengan penuh kegusaran nenek berambut putih loncat
bangun dari atas tanab, lalu berteriak keras: “Budak sialan
yang lupa budi, engkau anggap aku tak mampu untuk
menjagal dirimu?”
Gak Siauw Cha tertawa getir. “Keadaan yang boanpwee
hadapi serba salah dan sukar sekali ambil keputusan, aku
harap saudara sekalian suka bertindak ramah..."
“Bertindak ramah? Huh...! kalau kulepaskan dirimu,
bagaimana dengan penyakit yang diderita cucuku? siapa yang
akan menyembuhkan?”
Dengan sepasang alis berkerut Gak Siauw cha segera
berpaling kearah Ciok Siauw long kun dan bertanya lirih. "Thio
heng, penyakit apa yang kau derita?”
“Penyakit mala rindu!” jawab manusia baju hijau bertangan
besi dengan ketus, “sejak sikap nona Gak terhadap kongcu
kami berubah jadi dingin dan tawar, selama tiga bulan
belakangan kongcu selalu termangu seperti orang bodoh.
Tidak makan tidak minun seringkali duduk membungkam
sampai jaga malam. Seorang jago gagah yang lebih hebat dari

naga ataupun harimau dalam tiga bulan yang singkat telah
berubah jadi begini. Aku hingga bertanya kepada nona.
begitukah sikap nona terhadap siangkong kami yang berulang
kali melepaskan budi pertolongan kepadamu? tenteramkah
hatimu?”
Gak Siauw cha menghela napas panjang, sorot matanya
dialihkan kembali keatas wajah Gak Siauw long kun sambil
berkata, “Thio-heng, mengapa kau harus berbuat begitu?
gadis cantik dikolong langit toh banyak sekali. Bagi Thio heng
yang berwajah tampan dan berasal dari keluarga kenamaan
justru merupakan idaman dari setiap gadis yang ada dikolong
langit, mengapa karena aku Gak Siauw cha..."
Giok Siauw Long-kun tertawa getir sambungnya, “Kecuali
samudra jadi kering dan gunung Wu San tidak diliputi awan...
selamanya aku tak dapat melupakan dirimu...”
"Hmmm! tidak becus” maki nenek berambut putih sambil
mendengus dingin, “keluarga Thio bisa muncul seorang
keturunan semacam engkau, benar tentu telah memalukan
nenek moyang hita...”
Dengan air mata bercucuran Giok Siauw Long-kun
membungkam dalam seribu bahasa.
Sementara itu Siauw Ling yang berada di samping berpikir
didalam hati kecilnya: “Sewaktu aku bertemu dengan Giok
Siauw Long kun tempo hari, ia begitu sombong dan tinggi
hati. Sungguh tak nyana hanya berpisah beberapa bulan saja
ia telah berubah jadi begitu lesu dan tak bertenaga...aaai!
cinta memang bibit bencana...”
Setelah memaki Giok Siauw Long-kun, nenek tua berambut
putih itu alihkan kembali sorot matanya ke arah Gak Siauw
Cha, ujarnya dengan dingin : “Walaupun didalam persoalan ini
harus salahkan cucu keluarga Thio tidak becus, tetapi
andaikata engkau tidak menggaet dirinya diapun tak akan
begitu tergila gila kepada dirimu. Bila kita tinjau persoalan ini

lebih jauh maka semua kesalahan tetap berpangkal pada
engkau sibudak tusuk yang tak kenal budi”
“Locianpwee, engkau mengucapkan kata2 yang begitu tak
enak didengar, apakah maksudmu hendak membikin malu diri
boan-pwee?” seru Gak Siauw Cha dengan cepat.
“Hmmm!, kalau aku memang sengaja bikin malu dirimu,
kau mau apa?”
“Locianpwee!" seru Gak Siauw Cha kembali sambil
mengerutkan alisnya, “ucapan mu begitu pedas dan tak sedap
didengar, apakah maksudmu hendak mendesak dirimu
sehingga tak bisa melangkah mundur lagi dari persoalan ini?"
Nenek berambut putih tertawa dingin. “Meskipun cucuku
tidak becus, tetapi dia adalah satu satunya keturunan dari
keluarga Thio kami. Apakah engkaupun tidak mencoba untuk
pikirkan diriku?” serunya pula.
“Kalau urusan dibicarakan secara begini, bicara tiga hari
tiga malampun percuma dan tak akan mendapatkan sesuatu
hasil. Lebih baik kita bicarakan pokok persoalan yang
sebenarnya saja" sambung rahib setengah baya dari samping.
Gak Siauw-cha menggerakkan bibirnya seperti mau
mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat itu dibatalkan.
Rupanya kemarahan nenek berambut putih itu masih belum
reda, kembali dia berseru: “Ini hari kita harus membuat satu
keputusan mengenai masalah ini. Perduli apapun yang bakal
terjadi, hasil yang pasti harus bisa diputuskan!”
“Hal itu tentu saja pin-ni sengaja datang kemari untuk
menjalankan perintah dari guruku. Bagaimanapun juga aku
tentu akan memberikan suatu pertanggungan jawab kepada
kau orang tua...”
Setelah berhenti sebentar, rahib tersebut alihkan sorot
matanya kearah Gak Siauw cha dan menambahkan. “Siauw
cha aku rasa dalam hati kecilmu tentu sudah punya

perhitungan yang masak mengenai situasi pada hari ini.
Sewaktu belum datang kemari, suhu telah berpesan agar
engkau bisa memberikan suatu pertanggungan jawab kepada
Thio si heng”
“Lalu apa yang suci kehendaki atas diri Siauw moay” tanya
Gak Siauw Cha sambil mengerdipkan matanya.
“Sudah tiga puluh tahun lamanya aku tak pernah
mencampuri urusan keduniawian. Kedatanganku kali inipun
karena atas perintah dari suhu. Setelah sampai disini aku
selalu berharap agar urusan bisa diselesaikan secara baik2
hingga peristiwa yang tidak diinginkan bisa dihindari”.
“Suci katakan saja secara urus terang, apa yang harus
Siauw moay lakukan....?”
Rahib setengah baya itu melirik sekejap kearah Siauw Ling,
ia merasa bahwa pemuda itu tampan dan gagah sekali,
meskipun Giok Siauw Long-kun sendiri termasuk seorang
pemuda yang tampan tapi kalau dibandingkan dengan Siauw
Ling boleh dibilang tidak sebanding.
Tanpa terasa dalam hati kecilnya segera berpikir: “Jikalau
aku suruh ia memilih salah satu diantara kedua orang itu,
sudah tentu dia akan memilih Siauw Ling karena pemuda ini
jauh lebih gagah daripada Giok Siauw long kun.....”
Berpikir sampai disini, diapun berkata: ”Asal mula dari
keributan ini adalah di karenakan engkau yang berubah hati
dan lupa budi...”
“Apakah suci pun berpendapat demikian?” sela Gak Siauw
Cha.
“Perduli kesulitan apa yang mencekam hatimu dan perduli
apa yang engkau pikirkan, tetapi antara engkau Thio si-heng
sudah terbukti pernah terlibat dalam hubungan Cinta,
bukankah hal ini tidak salah lagi?”
“Maksud suci...?”

“Mari kita bahas persoalan ini satu demi satu. Kita kupas
semua masalah yang ssdang dihadapi sehingga akhirnya
berhasil menemukan sebab musabab dari peristiwa ini. cukup
engkau jawab semua pertanyaan yang kuajukan”.
Rupanya Git Siauw Cha menaruh sikap yang sangat hormat
terhadap Rahib berusia setengah baya ini, ia cuma
mengangguk dan tidak membantah.
Setelah menghela napas panjang Rahib berusia
pertengahan itu berkata kembali: “Seandainya Gak samoay
tidak menjawab pertanyaanku, itu berarti api yang kukatakan
tidak salah, lagi”.
“Kita memang pernah terjalin dalam suatu bubungan yang
sangat baik, tetapi sebelum kejadian aku pernah mengatakan
sesuatu kepadanya, karena itu dalam peristiwa yang sekarang
telah terjadi, kalian tak dapat menyalahkan diriku”
“Apa yang engkau katakan kepadanya?” seru nenek
berambut putih dengan gusar.
“Aku berkala kepada Thio heng, seandainya Siauw Ling
masih hidup dikolong langit maka hubunganku dengan dirinya
tak dapat dilakukan kembali”
Nenek berambut putih itu berpaling ke arah Giok Siauw
Long kun dan menegur: "Cun ji, benarkah ucapannya itu?”
“Sedikitpun tidak salah. Giok Siauw long kun” mengangguk,
“ia memang pernah berkata demikian kepadaku, cuma aku
belum..."
Kakek berjubah abu2 yang selama ini tak pernah buka
suara, tiba2 menimbrung: “Urusan ini gampang sekali untuk
diselesaikan, kita bunuh saja orang yang bernama Siauw Ling
itu, bukankah urusan jadi beres?”
Siauw Ling segara mengerutkan dahinya, belum sempat ia
buka suara Gak Siauw cha telah menyela lebih dahulu,

“Saudaraku masalah ini tiada sangkut pautnya dengan dirimu.
Engkau tak usah ikut bicara”
Selamanya Siauw Ling memang amat menghormati Gak
Siauw-cha, mendengar perkataan itu terpaksa ia
membungkam.
Rahib setengah baya itu menghembuskan napas panjang,
ujarnya kembali: “Sebelum datang kemari suhu telah berpesan
kepada pin-ni untuk menyelidiki latar belakang dari peristiwa
ini. Jikalau Gak Su-moay memang berada dipihak yang benar
tentu saja pin-ni akan berusaha untuk membebaskan dirimu
dari kemelut persoalan ini. Oleh sebab itu pin-ni berharap bisa
mengetahui jelas latar belakang dari peristiwa ini agar setelak
kembali dari sini dapat memberikan pertanggungan jawab
yang sempurna kepada suhu. Kedua kalinya dapat pula
memberikan keputusan yang bijaksana. Maka dari itu sebelum
latar belakang dan persoalan ini berhasil pin-ni bikin terang,
aku tidak ingin terjadinya peristiwa berdarah ditempat ini”
Nenek berambut putih itu segera mendengus dingin.
“Hmmm! sejak suhumu mengabdikan diri ke pada Buddha.
wataknya berubah jadi sombong dan tinggi hati. Ia sudah tak
pernah memandang sebelah matapun terhadap aku yang
menjadi ensonya. Sebelum mendiang suamiku lenyap didalam
Istana Terlarang, ia masih seringkali berkunjung ke
perkampungan Pek in sancung dan memanggil aku Enso. Tapi
sejak suamiku lenyap dalam Istana Terlarang selama empat
puluh tahun lebih belum pernah ia menginjakkan kakinya lagi
diperkampungan Pek in sancung dan belum pernah
memanggil aku sebagai ensonya lagi. se-olah2 ia sudah bukan
termasuk anggota keluarga Thio kami lagi”
Rahib setengah baya itu tertawa rawan. “Watak suhuku
dingin diluar panas di dalam. Karena masalah terjerumusnya
Thio lo cianpwee didalam Istana Terlarang beliau telah
menghabiskan waktu selama tiga tahun dengan harapan bisa
temukan letak istana tersebut serta menyelamatkan Thio

locian-pwee, karena usahanya ini menemui kegagalan maka
beliau jadi malu untuk pulang ke perkampungan Pek in
sancung dan akhirnya cukur rambut jadi Rahib. Sekalipun pinni
sendiripun tak berani mengganggu dirinya secara
sembarangan...”
“'Lalu apa sebabnya ia bersedia menerima Gak Siauw cha
dan mewariskan ilmu silat ke padanya?”
Rahib setengah baya itu melirik sekejap kearah Giok Siauw
Long-kun. kemudian menjawab: “Mengenai peristiwa ini harus
ditanyakan kepada Thio Si-heng. Menurut apa yang pin-ni
ketahui justru karena permohonan serta desakan dari Thio siheng
lah maka dalam keadaan apa boleh buat suhu telah
menerima Gak su-moay. Sekalipun begitu suhu tak pernah
menerimanya sebagai murid dan tak pernah mewariskan ilmu
silat kepadanya”
“Kalau memang secara resmi ia belum di terima jadi murid,
mengapa kalian saling menyebut sumoay dan suci dengan
begitu mesrahnya!”.
Rahib setengah baya itu mengerutkan dahinya tapi dengan
suara yang tenang dia menjawab. “Suatu ketika suhu telah
menutupi diri selama beberapa waktu dan beliau serahkan
Siauw moay ini kepadaku, selama ia belajar silat dalam
perguruanku kalau bukan dipanggil sumoay lalu aku harus
panggil apa?”.
Nenek berambut putih itu berpaling sekejap kearah Giok
Siauw Long kun, lalu berkata. "Cun-ji, terhadap budak busuk
ini bukan saja engkau pernah lepaskan budi pertolongan
bahkan pernah mohonkan pula kepada bibimu untuk
menerimanya sebagai murid, kini sayapnya telah tumbuh...
Heeh heeh heeh... tentu saja dia tak akan memperdulikan
dirimu lagi”

Walaupun beberapa patah katanya ini bernada keras dan
tak sedap didengar, tapi membawa perasaan haru yang
memilukan hati.
Gak Siauw cha segera mengerutkan dahinya, tanpa terasa
air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, ia hendak
mengucapkan sesuatu namun niat itu dibatalkan kembali.
Giok Siauw long kun menghela napas panjang. “Nenek,
semua kejadian toh sudah berlalu apa gunanya engkau
bicirakan lagi? penyakit yang kuderita mungkin sudah tak
dapat disembuhkan lagi, kalau memang nona Gak telah
berubah hati, kitapun tak usah mempeributkan persoalan ini
lagi...”
Bicara sampat disini ia ter-batuk2 dan memotong
perkataannya yang belum selesai itu. “Nak. apa maksudmu
berkata begitu?”
“Maksudku, lebih baik kita jangan mengganggu nona Gak
lagi?”
Nenek berambut putih itu tertawa dingin. “Heehh heehh
heehh... ayah ibumu sudah mati. Keturunan keluarga Giok
harus digantungkan pada dirimu Nah! ketahuilah bahwa
tanggung jawab yang kau pikul berat sekali, engkau tak boleh
memandang kematian dengan begitu ringan”
“Sekalipun aku tak ingin mati. tapi hal ini tak bisa dihindari
juga... apa yang musti kukatakan?”
“Kalau engkau mati, maka orang lainpun harus
mengorbankan pula jiwanya untuk menemani dirimu!”
Tanya jawab antara nenek dan cucu ini penuh mengandung
rasa sedih, pedih dan dendam.
Rahib setengaah baya itu berbatuk berat, ujarnya:
“Loocianpwee, kedatangan kita kemari toh bertujuan untuk
menanyai maksud serta tujuan dari nona Gak...”

"Sedikitpun tidak salah, kita harus tanyakan dulu
bagaimanakah maksud nona Gak sendiri” sambung kakek
berjubah abu2.
Sorot mata Rahib setengah baya itu perlahan2 dialihkan
keatah wajah nenek berambut putih itu. kemudian berkata
kembali: “Locianpwe kalau engkau mengharapkan agar
boanpwee bisa menyelesaikan persoalan ini sebaik baiknya,
maka aku harap engkau bisa memberi sedikit waktu
kepadaku”
Nenek berambut putih itu memandang sekejap kearah Giok
Siauw long kun kemudian menjawab dengan sedih: “Baiklah!
aku tidak akan berbicara lagi.
Tiba2 rahib setengah baya itu bangkit berdiri dan berseru,
“Gak sumoay, kemarilah aku hendak berbicara dengan dirimu”
“Suci, apa yang hendak kau bicarakan kepadaku?”, tanya
Gak Siauw cha sambil bangkit berdiri dan menghampiri rahib
tersebut.
“Ikuti saja diriku?" seraya berkala pendeta wanita tadi
berjalan menuju keluar.
Gak Siauw sha berpaling sekejap kearah Siauw Ling, lalu
mengikuti Rahib setengah baya itu menuju keluar.
Soh Bun serta dayang baju merah lainnya saling bertukar
pandangan sekejap kemudian mengikuti dibelakang
majikannya.
“Peng-ji” bisik Siauw Ling dengan cepat, “tunggulah
sebentar disini!" dia bangkit dan ikut menyusul keluar.
Sementara itu nenek berambut putih serta kakek berjubah
abu abu telah berdiri semua, setelah melepaskan Gak Siauw
cha serta rahib setengah baya itu. mereka hadang jalan pergi
Soh Bun, dayang baju merah serta Siauw Ling.

"Saudara saudara sekalian, aku harap kalian suka duduk
kembali ditempat semula" seru kakek berjubah abu2 sambil
tertawa dingin.
Dengan langkah lebar Siauw Ling melampaui kedua orang
dayang itu, serunya dengan lantang : “Andaikata aku
bersikeras hendak ikut ke luar?"
“Hanya ada satu jalan bisa kau tempuh!"
“Apa maksudmu?"
“Terjanglah keluar dengan andalkan ilmu silatmu”
Diam diam Siauw Ling mengepos napas, sebelum ia sempat
berbuat sesuatu tiba2 Gak Siauw-cha berpaling dan berseru:
“Kalian semua mundur kembali ketempat semula!".
Soh Bun serta dayang baju merah itu mengiakan, mereka
segera mengundurkan diri kebelakang.
Siauw Ling dengan paksakan diri menahan hawa gusar
yang berkobar dalam dadanya, perlahan lahan ia mundur
ketempat semula. Dengan pandangan dingin nenek berambut
putih itu menatap sekejap kearah Siauw Ling, kemudian
ujarnya: "Keponakan cilik, kemarilah. Aku ada persoalan
hendak dibicarakan dengan dirimu”
“Locianpwe ada urusan apa?” tanya pemuda itu sambil
maju kedepan.
Dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan kilat
nenek berambut putih itu menatap tajam wajah Siauw Ling,
lalu ujarnya. “Gadis cantik dikolong langit tak terhitung
jumlahnya, mengapa kau musti berebut Gak Siauw-cha
dengan cucuku?"
“Perkataan dari locianpwee apa tidak keliru...?"
“Omong kosong" bentak si netek dengan gusar. “Aku sudah
hidup sembilan puluh tahun lamanya, masa ucapanku bisa
keliru”

“Aku sama sekali tidak berhasrat menyaingi cucumu cari
nama. Juga tak ada niat untuk berebut hati dengan dirinya.
Kedatanganku kemari justru dikarenakan Locianpwee dengan
andalkan jumlah yang banyak hendak memaksa nona Gak
untuk mengawini cucumu....."
Dengan gusarnya nenek berambut putih itu mendengus
dingin. “Hmm! selama puluhan tahun terakhir belum pernah
ada orang bersikap begitu kurang ajar terhadapku diriku!”
“Perempuan ini bagaimana sih?" pikir Siauw Ling didalam
hati, “usianya makin meningkat tapi wataknya masih begitu
berangasan... sekarang aku masih belum tahu bagaimanakah
rencana enci Gak. Baiklah aku jangan bentrok muka lebih
dahulu dengan dirinya....”
Berpikir sampai disini ia segera tekan hawa amarahnya
didalam hati, setelah tertawa ewa katanya: “Kalau locianpwee
ingin berbicara dengan diriku selamanya aku akan menjawab
secara terus terang, kalau engkau tak bersedia banyak bicara
dengan diriku, boanpwee pun tidak ingin banyak ribut lagi...”
Nenek berambut putih itu berpaling dan memandang
sekejap kearah Gion Siauw long kun. kemudian berkata:
“Baiklah! selama hidup belum pernah aku memohon sekejap
pun kepada orang lain. Sekarang aku ingin memohon sesuatu
kepadamu, tentu saja kesediaanmu itu akan kubalas!"
Meskipun dalam hati kecilnya Siauw Ling tahu bahwa apa
yang diminta pasti merupakan suatu persoalan yang sulit,
namun tak tahan lagi ia bertanya: “Apa yang kau ingitkan?"
“Segera angkat kaki dan tinggalkan tempat ini”
Siauw Ling seketika itu juga mengerutkan dahinya, ia
berpikir: “Dengan mempertaruhkan keselamatan aku masuk
kedalam Istana Terlarang, kemudian jauh jauh datang kemari
untuk membantu enci Gak, masa aku harus angkat kaki dari
tempat ini dengan begitu saja...."

Rupanya sejak semula nenek berambut putih itu sudah
tahu kalau Siauw Ling pasti akan menampik permintaannya
itu. tidak menunggu sianak muda itu menjawab ia telah
berkata kembali: “Balas jasa yang kusediakan untukmu juga
tak kalah besarnya dengan pengorbanan yang kau lakukan
bagi kami, ketahuilah dalam kolong langit dewasa ini kecuali
perkampungan Pek-in-san-cung kami, mungkin sudah jarang
sekali ada orang yang berani memusuhi Shen Bok Hong.
Sekalipun ada itu pun punya keinginan sayang tenaga tidak
memadahi. Aku bersedia mengutus tiga orang jago yang
paling lihay dari perkampungan Pek-in san-cung kami untuk
membantu dirimu melawan kekuasaan Shen Bok Hong, bila
mana perlu akupun bersedia turun tangan sendiri untuk
mensukseskan usahamu itu, coba bayangkanlah bukankah
penghargaan yang kusediakan cukup besar?"
Siauw Ling segera gelengkan kepalanya. “Permusuhanku
dengan Shen Bok Hong adalah satu masalah, pertikaian antara
cucumu dengan enci Gak adalah masalah yang lain pula. Mana
mungkin kedua macam masalah yang berbeda satu sama
lainnya ini bisa dibicarakan menjadi satu...."
Rupanya nenek berambut putih itu amat gelisah, mungkin
ia berharap sebelum rahib setengah baya serta Gak Siauw cha
kembali kedalam ruangan satu persoalan mengenai Siauw Ling
bisa diselesaikan lebih dahulu.
Dia tidak ingin menjelasan pemuda itu dengan alis berkerut
tukasnya: “Jadi kalau begitu, engkau sudah bertekad bulat
untuk mencampuri urusan ini?"
“Asal pertikaian antara kalian dengan nona Gak bisa
diselesaikan secara baik2 dan bijaksana, akupun tak akan
turut campur, tetapi kalau situasi berubah jadi api bertemu air
sehingga pertarungan tak bisa dihindari lagi, terpaksa aku tak
dapat berpeluk tangan belaka...”

"Seandainya sekarang juga kucabut lebih dahulu selembar
jiwamu?" jengek sang nenek berambut putih sambil tertawa
dingin.
"Boanpwee berani datang kemari, tentu dengan persiapan
yang mutang. Soal matii atau hidup sudah tidak kupikirkan
lagi"
Nenek berambut putih itu segera mengempos tenaga,
tetapi sebelum serangan sempat dilancarkan tiba2 terdengar
suara langkah kaki manusia berkumandang datang, ia segera
batalkan maksudnya dan putar badan.
Dengan wajah serius rahib berusia pertengahan itu melirik
sekejap kearah Siauw Ling serta nenek berambut putih itu,
lalu katanya: “Locianpwee, pin-ni telah membicarakan
masalah ini dengan Gak sumoay...”
“Adik iparku adalah seorang yang hebat, setelah jadi
pendeta. ia adalah seorang Rahib yang agung, engkau sebagai
muridnya tentu sudah mendapat warisan kepandaiannya,
apakah silat lidahmu telah berhasil membujuk Gak sumoaymu
itu?"
Kegusaran dan rasa mendongkol yang selalu mengeram
dalam dadanya membuat ucapan nenek ini selalu pedas,
mengandung sindiran dan tak sedap didengar sekalipun ia
sendiri ingin mengucapkan beberapa patah kata yang enak
didengar.
Rupinya imam rahib setengah baya ini cukup tebal sambil
menggeleng sahutnya: “Mungkin pin-ni tak sanggup
memenuhi apa yang diharapkan oleh guruku”
“Kalau memang engkau tak mampu menundukkan hati Gak
sumoaymu itu, terpaksa kita harus menempuh jalan
kekerasan” kata sang nenek berambut putih dengan air muka
berubah hebat.

“Sebelum persoalan mencapai pada jalan buntu, pin-ni
masih belum berhasrat untuk menggunakan jalan yang
terakhir itu"
“Menurut penglihatanku, seharusnya kita sudah
menghadapi jalan buntu”
“Locianpwee harus tahu. kedatangan pin-ni adalah dalam
rangka melaksanakan tugas suhuku. Terhadap suhu maupun
locianpwee aku pasti akan memberikan suatu pertanggungan
jawab”
“Kalau begitu bagus sekali, sekarang kita boleh mulai turun
tangan, kau hadapi Siauw sumoay itu. biar aku yang
menghadapi San Ling!”
"Tunggu sebentar, aku harap locianpwee suka bersabar
beberapa saat lagi, ada beberapa patah kata ingin pin-ni
tanyakan lebih dahulu kepada Thio Suheng”
"Baik, tanyalah” kata nenek berambut putih itu kemudian
sambil menyingkir kesamping .
Perlahan2 rahib setengah baya itu alihkan sorot matanya
kearah Giok Siauw long kun kemudian ujarnya: “Thio si-heng.
pin-ni ada beberapa urusan hendak ditanyakan kepadaku, aku
harap Thio suheng suka menjawab secara jujur”
Giok Siauw long kun mengangguk. "Apa yang ingin kau
tanyakan?” ujarnya,
“Benarkah nona Gak pernah berkata kepadamu, seandainya
Siauw Ling ada kabar beritanya maka ia akan tinggalkan
dirimu?"
Giok Siauw long kun mengangguk. "Sedikitpun tidak salah,
memang ia pernah berkata demikian!”
“Apa jawabmu pada waktu itu?”
"Waktu itu aku tidak menjawab” sahut Giok Siauw long kun
setengah termenung sebentar.

Rahib setengah baya itu segera alihkan sorot matanya
keatas wajah Gak Siauw Cha, lalu tanyanya: “Gak sumoay,
apakah Thio si-heng memberi jawaban kepadamu?"
“Tidak!”
"Apa yang dijawab oleh Thio si-heng pa di waktu itu?
masalah itu penting sekali, aku harap engkau tak usah malu2
dan menjawab dengan sejujurnya, sebab pada waktu itu yang
bicara ada maksud, yang mendengar sama sekali tak menaruh
perhatian. Mungkin Thio si-heng sudah lupa, tapi engkau yang
bicara dengan mengandung maksud2 tertentu pasti
mengingatnya selalu bukan?"
“Jawaban Thio heng pada waktu itu mengatakan bahwa
mayat Siauw Ling sudah tenggelam disungai Tiang-kang,
darimana ia bisa hidup kembali...”
“Sekalipun ia sudah dianggap telah menjawab” sela nenek
berambut putih dari samping, “jawaban itu tidaklah berarti
bahwa ia menyetujui kalau engkau kembali kesisi Siauw Ling!”
“Gak sumosy. benarkah kata2mu adakah jawaban yang
sejujurnya?” tanya rabib setengah baya dengan suara
mendalam.
"Siau moay tak berani membohongi suci, setiap patah
kataku adalah jawaban yang sejujurnya”
Rabib setengah baya itu segera alihkan torot matanya
Kearah Giok Siau Long-kun, dan bertanya: “Thio si-heng, apa
yang dikatakan nona Gak benar atau tidak?”
Giok Siauw long kuo termenung sebentar, lalu menjawab.
“Perkataan yang nona ucapkan sedikit pun tidak salah. Yang
bicara ada maksud yang mendengar tidak menaruh perhatian.
Aku sudah tidak mengingatnya kembali kata2 tersebut”
“Tapi ada satu hal. Aku rasa Thio si-heng tentu masih
mengingatnya deagan jelas bukan?"

“Persoalan apa?”
“Pernahkah nona Gak Siauw-cha menerinu pinanganmu
untuk jadi istrimu?”
"Nona Gak dan Cun ji seringkali melakukan perjalanan
bersama, berpesiar ketempat tempat kenamaan, bilamana
mereka tak ada rasa cinta, kenapa pergi kesana kemari
seorang diri?" sambung nenek berambut putih dari samping
kalangan.
“Antara cinta dan pinangan adalah dua masalah yang
berbeda, pin-ni rasa sudah sepantasnya kalau kuselidiki
persoalan ini hingga jelas” sorot matanya dialihkan kembali
keatas wajah Gak Siauw cha, tanyanya: “Gak sumoay
pernahkah engkau menerima pinangan dari Thio si-heng
untuk menjadi istrinya?"
“Thio si-heng pernah membicarakan soal perkawinan
dengan Siauw moay. Pada waktu itu Siauw moay menjawab
harus tunggu dua tahun lagi baru urusan ini bisa dibicarakan.
Andaikata saudara Siauw masih belum juga ada kabar
beritanya maka aku bersedia untuk menerima pinangannya
sebagai balas budi atas pertolongan yang diberikannya
kepadaku berulang kali...."
Tiba tiba manusia berwajah emas bertangan besi
menimbrung dari samping kalangan: “Seandainya kongcu
kami berulang kali tidak menolong dirimu, sekalipun nona
punya sepuluh lembar nyawapun sudah habis semua,
sekalipun Siauw Ling masih hidup dikolong langitpun mayat
nona telah jadi abu”
Gak Siauw-cha sama sekali tidak menggubris perkataan
manusia bertangan besi itu, la lanjutkan kembali kata katanya:
“Tetapi tidak sampai dua tahun setelah kuucapkan perkataan
itu, Siauw Ling telah munculkan diri dalam dunia persilatan.
Setelah Siauw moay mendengar kabar ini, aku segera

tinggalkan surat dan secara diam diam meninggalkan Thio siheng”
“Thio si heng, benarkah apa yang dikatakan itu?” tanya
rahib setengah baya sambil berpaling kearah Giok Siauw long
kun.
“Sedikitpun tidak salah" pemuda itu mengangguk.
“Bagus, Nah Gak surnoay, lanjutkanlah perkataanmu!”
Gak Siau, Cha menghela napas panjang, terusnya: “Sejak
itu Thio suheng telah mengejar jejakku walaupun aku berada
diujung langit dasar samudra, tapi perhatian Siauw moay
sudah tertujukan pada pencarian jejak saudara Siauw. maka
selama ini aku tak berani menjumpai diri Thio si heng lagi”.
“Walaupun kami tak pernah saling bertemu akan tetapi
sering berhubungan lewat irama seruling dan petikan khim”
sambung Giok Siauw long kun.
“Sekalipun Thio si beng selalu menggunakan irama
serulingnya mendesak aku agar menerima pinangannya, akan
tetapi siauw moay pun selalu menasehati Thio si heng lewat
petikan khim, aku selalu berharap agar ia jangan terombang
ambing oleh perasaan cinta. Aku rasa Thio si heng tak akan
menyangkal bukan?”
Giok Siauw long kun menghela napas panjang. “Samudra
boleh kering, batu boleh lapuk tapi cintaku padamu tak akan
luntur untuk selamanya nona Gak”
“Bocah tak becus...” maki nenek berambut putih sambil
mendepakan kakinya diatas tanah.
Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah rahib
setengah baya itu. serunya: “Engkau tak usah bertanya lebih
lanjut”
“Masih ada beberapa hal pin-ni merasa kurang jelas, aku
berharap bisa bertanya beberapa patah kata lagi”

“Ditanya pulang pergi toh akhirnya sama saja, cucuku yang
tidak becus ini ter-gila2 pada nona Gak, sebaliknya perasaan
cinta nona Gak bercabang dan selain memikirkan Siauw Ling.
Aku benar benar tak habis mengerti pertanyaan apa lagi yang
hendak kau ajukan kepada mereka berdua?"
Rahib setengah baya itu termenung sebentar, kemudian
berkata: “Locianpwee, dari pertanyaan pertanyaan itu pin-ni
ingin mencari kesalahan dari sumoay agar bisa dipergunakan
sebagai tuduhan untuk minta pertanggungan jawabnya”
“Apa susahnya mencari kesalahan orang? kalau engkau
membutuhkan maka sekarang juga aku bisa memberitahukan
suatu alasan yarg kuat bagi kita untuk membekuk budak cilik
itu”
“Pin-ni sudah lama tiada napsu angkara murka lagi. Kalau
engkau suruh aku turun tangan terhadap Gak sumoay tanpa
alasan tertentu, sulit bagiku untuk turun tangan, maka dari itu
aku harus mencari dulu kesalahannya...”
“Dia berpikir cabang, lupa akan budi yang pernah diberikan
orang lain kepadanya, tidakkah cukup alasan ini?"
"Akan tetapi dibalik masalah tersebut terdapat kejadian lain
yang sama sekali tidak menunjukkan bahwa Gak sumoay
salah”
Nenek berambut putih itu segera tertawa dingin, “Engkau
disuruh suhumu dateng kemari untuk membantu aku ataukah
datang untuk mempertimbangkan masalah ini?”
“Suhu beritahu kepada pin-ni agar menyelidiki latar
belakang dari persoalan itu. kemudian baru mengambil
keputusan yang adil”
Air muka nenek berambut putih itu berubah hebat
sementara ia hendak mengumbar hawa napsunya. tiba2 kakek
berbaju abu2 berkata. "Lo thay thay, engkau jangan marah,
aku rasa Sam ciat su tay pasti mempunyai cara untuk

menyelesaikan persoalan ini sebaik baiknya. Dia tentu akan
memberikan pertanggungan jawab kepada perkampungan Pek
in san cung kami"
“Hmm! baiklah, kita lihat dulu bagaimana caranya dia
menyelesaikan masalah ini”
Habis berkata ia balik kesudut ruangan dan duduk bersila
disitu matanya dipejamkan rapat2 dan tidak menggubris
semua orang lagi.
Rahib setengah baya itu memandang sekejap kearah Gak
Siauw-cha lalu memindang pula kearah Giok Siauw long kun,
kemudian bisiknya sambil menghela napas panjang:
“Dosa....dosa"
KaKek berjubah abu abu dengan hormat memberi hormat
kepada rahib setengah baya itu, kemudian berkata: “Sam ciat
sutay, keluarga Thio tinggal satu keturunan saja. Andaikata
majikan kecil kami benar benar mengalami sesuatu yang tidak
beres, bagaimanakah pertanggungan jawab su tay terhadap
locungcu yang terjerumus didalam istana terlarang”
Sam ciat su tay menghela napas panjang gumamnya
seorang diri: “Tempo hari ketika suhu hendak mencukur
rambutku pernah ia bertanya kepadaku hendak gunakan gelar
apa, waktu itu aku jawab hendak gunakan gelar Samciat.
maksudku adalah agar pikiranku tertuju pada sang Budha
yang maha pengasih dan penyayang, aku akan pantang
bercinta, pantang berkeluarga dan pantang bersahabat
sungguh tak kusangka setelah puluhan tahun bertapa akhirnya
aku dibikin pusing juga oleh masalah cinta”
Siauw Ling yang menyaksikan Sam ciat su tay sedang
mengalami kesulitan dan murung sekali, tak tahan lagi sebera
berkata: "Sutay adalah seorang pertapa, apa sebabnya
engkau musti melibatkan diri dalam masalah cinta muda
madi?. Bila aku menjadi dirimu maka detik ini juga aku segera
mengundurkan diri dari persoalan ini"

"Siapakah engkau?” tegur Sam ciat sutay sambil tertawa
dingin.
“Aku adalah Siauw Ling”
“Hmm! berada dalam keadaan serta situasi seperti ini, apa
hakmu untuk berbicara dengan pin ni?”
“Rahib ini benar2 tak tahu diri” pikir Siauw Ling didalam
hati kecilnya, secara baik2 aku nasehati dirinya, eeei... dia
malah marah, apakah aku telah salah bicara?"
Sementara ia hendak buka suara lagi, tiba-tiba Gak Siauw
cha membentak keras: “Saudara Siauw, ditempat ini tak ada
urusanmu, engkau tak usah banyak bicara”
Selamanya pemuda ini paling menghormat Gak Siauw cha,
setelah gadis itu menegur diapun segera membungkam.
Sam Siat Sutay menghela napas panjang, ujarnya. "Gak
Siauw cha, garis besar jalannya peristiwa telah kuketahui,
masalah yang pelik pun tak akan kutanyakan lebih jauh.
Engkau sendiri terdapat banyak hal yang keliru. Meskipun ada
alasannya tapi engkau sudah mengingkari janji, sekarang
urusan telah jadi begini, apa rencanamu selanjutnya untuk
menyelesaikan masalah ini?"
Gak Siauw cha tertawa getir. ”Seandainya Thio si heag
datang kemari seorang diri, sekalipun hati Siauw moay
sekeras baja namun bila mengingat masa lalu mungkin hatiku
akan leleh dan berubah pikiran. Tapi kini Thio su heng telah
membawa banyak orang datang kesini, bahkan hendak
memaksa Siauw moay untuk menuruti kehendaknya, hal ini
membuat akupun tak bisa berbuat apa apa lagi"
“Thio locianpwee menyayangi cucunya, sekalipun ikut
datang kemari rasanya juga bukan tindakan yang keliru”.
"Tetapi kecuali lo-taya-tay masih ada pula beberapa orang
lainnya, bagaimana penjelasan tentang mereka?"

“Sumoay, engkau boleh mengingkari janji cintamu tetapi
tak boleh membantah perintah perguruan”
"Suhu memerintahkan Siauw-moay untuk berbuat
bagaimana?”
“Walaupun suhu adalah seorang manusia yang suka
bertindak adil dan bijaksana, tetapi sumoay jangan lupa.
begaimanapun juga toh ia tetap merupakan bibi dari Giok
Siauw long-kun.”
Mula mula Gak Siauw-cha nampak tertegun lalu tertawa
ewa. “Bagaimanakah pesan suhu yang disampaikan kepada
suci?. Harap suci suka mengutarakan keluar dengan sejelas2nya”
“Suhu memerintahkan aku datang kemari untuk mencari
tahu duduknya persoalan serta memeriksa apakah engkau
bersalah atau tidak”
“Siauw moay toh sudah berterus terang, bila ada kesalahan
aku rasa suci pun pasti sudah memahami”
“Walaupun alasanmu tepat semua, tapi kesalahan masih
tetap ada pada dirimu...”
“Siauw moay didesak untuk melupakan budi seandainya
suci yang menjadi Siauw-moay. ma ka apa yang hendak kau
lakukan?”
“Persoalan muncul karena dirimu, kesulitan muncul karena
kau cari sendiri..apa yang bisa kubantu pada dirimu?”
“Pengalaman Siauw moay telah suci pahami, apakah Thio
suheng sama sekali tidak bersalah?”
Air muka Sam-ciat Sutay berubah jadi dingin dan serius,
perlahan lahan katanya: “Sebelum aku tinggalkan diri suhu.
Beliau telah bergumam seorang diri. walaupun perkataan itu
bukan sengaja ditujukan kepadaku akan tetapi sudah aku
dengar dengan jelas”

“Apa yang suhu katakan?"
“Beliau berkata, ia mendapat budi perawatan dari keluarga
Thio. mendapat budi karena mendapatkan warisan ilmu silat
dari kakaknya, tapi sekarang menghadapi peristiwa yang
dapat mengakibatkan putusnya keturunan keluarga Thio.... ia
tak mampu membantu apa apa”
Gak Siauw-cha membelalakkan matanya lebar lebar, tanpa
sadar air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Sepatah demi sepatah Sam ciat sutay berkata kembali,
“Gak sumoay, tahukah engkau apa arti dari kata2 suhu itu?”
“Siauw moay mengerti!”
“Lalu apakah artinya?”
“Asalkan persoalan bisa beres, Siauw moay bersedia
mengorbankan diri, tapi kenyataannya sekalipun Siauw moay
bersedia mengorbankan diri urusan pun tak akan beres”
Sam ciat sutay segera alihkan sorot matanya keatas wajah
Siauw Ling, kemudian katanya: “Apakah disebabkan Siauw
Ling masih hidup dikolong langit, maka engkau tak dapat
mengingkari janjimu kepadanya?”
“Suci.....”
“Hmm!, asal engkau bersedia mengorbankan diri, persoalan
selanjutnya tak usah kau pikirkan lagi" tukas Sam ciat sutay
dengan dingin.
Sambil putar badan ia segera berjalan mendekati sianak
muda itu.
“Suci” teriak Gak Siauw cha dengan gelisah “persoalan ini
sama sekali tak ada hubungannya dengan Siauw Ling. Suci
telah salah paham dengan maksud Siauw moay”
“Seandainya Siauw Ling tidak hidup kembali, pada saat ini
sumoay telah menjadi menantunya keluarga Thio. Tali mati

yang mempersulit masalah ini harus dihilangkan secepatnya,
dan sumber tadi tali mati itu bukan lain adalah hidupnya
kembali Siauw Ling dikolong langit”.
Perkataan rahib itu diucapkan dengan bergumam, seolah
olah sengaja ditujukan untuk Siauw Ling dan Gak Siauw cha.
Gadis she Gak segera maju kedepan dengan maksud
menghalangi jalan pergi Sam ciat Sutay, tapi Siauw Ling sudah
maju kedepan dan berseru sambil ulapkan tangannya: “Enci
Gak, harap engkau mundur kebelakang, kalau memang sutay
ini mencari Siauw-te maka itu berarti sudah menjadi
urusanku”
Sam lcict sutay sendiri sudah ayun pula tangan kirinya
menghadang Gak Siauw Cha maju kedepan. tegurnya pula
dengan dingin. “Kau boleh mundur kebelakang. aku punya
Cira yang baik untuk menyelesaikan persoalan ini”
Dari keadaan yang terbentang didepan mata Siauw cha
tahu bahwa gelagat tidak menguntungkan pihaknya, dalam
hati ia segera berpikir: "Aaai...! rupanya pertarungan tak bisa
dihindari lagi..."
Diam2 ia menghimpun hawa murninya dan bersiap siaga
lalu muudur kebelakang, asalkan ada orang yang turun tangan
menyerang Siauw Ling maka dia akan segera melancarkan
serangan untuk memberi pertolongan.
Setelah membentak mundur Gak Siauw cha, kepada Siauw
Ling rahib setengah baya itu segera berkata: "Apa yang
barusan kami bicarakan, tentu sudah kau pahami bukan?"
"Sedikitpun tidak salah, sudah kudengar semua dengan
sejelasnya"
“Untuk menyelamatkan selembar jiwa Thio siheng, pin-ni
ingin sekali melenyapkan simpul tali mati ini”
“Tolong tanya bagaimanakah caranya Su-tay untuk
menghilangkan simpul tali mati ini?”.

“Gampang sekali, simpul tali mati ini justru merupakan
persoalan mati hidup engkau orang she Siauw!”
Siauw Ling segera tertawa dingin. “Jadi maksud sutay aku
harus gorok leher bunuh diri dihadapanmu?” ejeknya.
“Menolong selembar jiwa harus mengorbankan jiwa lain,
tindakan tersebut bukan tindakan yang diajarkan oleh Sang
Budha, pin-ni tidak ingin melakukan perbuatan tersebut!”
“Kecuali jalan tersebut Sutay masih mempunyai cara apa
lagi?” tanya Siauwling dengan alis berkerut.
“Ada satu cara yang dapat membuat engkau orang she
Siauw mulai sekaiang lenyap dari permukaan bumi”
“Aneh benar rahib ini” pikir Pek-li Peng didalam hati, dia tak
mau membunuh Siauw toako, tapi hendak melenyapkan
dirinya dari muka bumi entah cara apakah yang hendak ia
pergunakan?”
Sementara itu Siauw Ling telah berkata: “Apakah pendapat
sutay? coba engkau utarakan keluar...”
Dengan sorot mata yang tajam Sam ciat sutay menyapu
sekejap wajah Gak Siauw Cha serta Pek-li Peng kemudian
berkata: "Sekalipan seorang enghiong yang gagah atau gadis
yang cantik akhirnya tak ada yang lolos dari kematian dan
berobah jadi tulang putih, mengingat engkau berusia muda
belum lama muncul dalam dunia persilatan tapi sudah
mendatangkan banyak masalah cinta. Apa salahnya kalau kau
buang saja semua pikiran keduniawian dan mengikuti pin-ni
jadi pendeta? pin-ni akan mencari kan guru yang baik
untukmu belajar agama..... bukankah hal itu jauh lebih baik?"
“Oooh... rupanya dia hendak suruh toako jadi pendeta...”
pikir Pek-li Peng didalam hati.
"Maksud sutay. apakah engkau hendak suruh aku cukur
rambut jadi hweesio?..." ujar Siauw Ling selelah berpikir
sebentar.

"Sedikitpun tidak salah, setelah cukur rambut jadi pendeta
maka tiada kemurungan dan kesulitan yang kau alami lagi....
Nama Siauw Ling pun sejak kini akan lenyap dari permukaan
bumi”
Siauw Ling tersenyum. “Sutay menganjurkan yang baik,
aku merasa tertarik sekali...”
“Jadi kau sudah menyanggupi?" sambung Sam ciat Sutay
dengan cepat.
Siauw Ling menggeleng. “Sayang persoalan yang kuhadapi
masih terlalu banyak, sekarang aku masih belum dapat
mengabulkan permintaanmu itu" jawabnya.
Sam ciat sutay segera tertawa dingin, “Pin-ni sudah tahu
bahwa engkau bukan manusia yang cocok untuk belajar
agama, tetapi engkau harus tahu bahwa berlayar mengikuti
perahu kebajikan akan membawa engkau menuju ketepian
yang berbahagia, engkau akan terlepas dari segala
kesengsaraan dan kesulitan...."
---oo0dw0oo---
Jilid: 13
TIBA tiba ia pejamkan matanya, merangkap tangan didada
dan berbisik, “Lam bu Omitohud! siancay..... siancay....."
Tiba2 ia buka matanya kembali,dengan napsu membunuh
menyelimuti wajahnya ia berseru : “Siauw sicu...!”
“Sutay, ada urusan apa?”
“Engkau tak mau jadi pendeta, aku rasa didalam hati
kecilmu pasti sudah mempunyai rencana tertentu, pin-ni
bersedia mendengarkan pendapatmu yang tinggi itu”
“Bukannya aku tak bersedia, dalam kenyataannya memang
masih banyak masalah yang belum sempat kuselesaikan.

Dewasa ini kaum iblis merajalela dalam dunia persilatan. Nafsu
membunuh telah menyelimuti seluruh jagad. Aku orang she
Siauw sebagai warga persilatan sudah kewajiban untuk
menyumbangkan tenaganya bagi umat persilatan, aku harus
mempertahankan keadilan dan kebenaran yang selalu
ditegakkan dalam sungai telaga selama beratus ratus tahun
lamanya...”
“Hmm! sudah puluhan tahun lamanya pin-ni tak pernah
terpengaruh oleh napsu" sela Sam Ciat taysu tiba2 dengan
suara dingin.
"Dan sekarang?”
"Pin-ni telah menggunakan segenap kemampuan yang
kumiliki untuk menasehati dirimu, sayang batu yang keras tak
dapat anggukkan kepala, akupun tak bisa berbuat apa-apa
lagi...”
Siauw Ling gelengkan kepalanya dan menghela napas
panjang. “Sutay, terpengaruh oleh napsu adalah sikap yang
wajar dari seorang umat manusia, apakah hal inipun ingin
merupakan ajaran dari agama?”
Perkataan ini diutarakan cukup tajam, hal itu membuat air
muka Sam Ciat sutay seketika berubah hebat.
Tidak menunggu rahib tersebut buka suara, Siauw Ling
telah berkata kembali. “Perselisihan antara Giok Siauw long
kun dengan enci Gak adalah urusan pribadi mereka sendiri.
Masalah tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan
umat persilatan, tiada sangkut pautnya dengan keadilan dalam
persilatan. Sutay sendiri walaupun sudah bertapa puluhan
tahun lamanya akan tetapi terpengaruh juga oleh napsu, apa
lagi mereka hanya manusia biasa apakah tidak mungkin untuk
terpengaruh pula oleh napsu seperti halnya dengan keadaan
sutay barusan? Hmm... sungguh tak nyana kalian telah
menimpakan semua kesalahan itu di atas pundak aku orang
she-Siauw"

"Pada saat ini waktu sangat berharga sekali, kalau memang
engkau tak mau menempuh jalan yang pin-ni tunjukkan,
tentunya engkau sudah mempunyai cara penyelesaian yang
baik bukan?"
"Aku sama sekali tak punya cara lain yang baik,”sahut
Siauw Ling sambil menggeleng, hal ini harus dilihat
bagaimanakah pendapat lain dari sutay”
“Pin-ni masih ada satu jalan lain”
“Coba katakanlah"
“Seseorang yang hidup dikolong langit, sekalipun hidup
sampai seratus tahun akhirnya akan mati juga. Bilamana
Siauw sicu bersedia bunuh diri dihadapan kami maka bukan
saja akan menghilangkan rasa sakit dikala sekarat, engkaupun
akan meninggalkan kesan yang baik bagi kami semua”
“Andaikata diantara aku dan Giok Siauw Longkun ada
seorang harus mati, kenapa orang yang harus mati adalah
diriku?"
"Karena dia she Thio sedang kau she Siauw, lagi pula
engkau sudah pernah disiarkan mati tenggelam didalam
sungai Tiang kang”
Siauw Ling segera tertawa dingin, “Toh kau Sam Ciat sutay
juga bukan she-Thio?” jengeknya.
Gak Siauw-cha sebenarnya hendak mencegah terjadinya
percekcokan antara Siauw Ling dengan Sam Ciat sutay.
Asalkan rahib setengah baya itu dapat melepaskan diri dari
masalah ini maka situasi yang dihadapinya peda saat ini akan
mengalami perubahan besar.
Tetapi Sam Ciat sutay yang biasanya selalu tenang dan
tidak terpengaruh oleh emosi itu. Dengan terang terangan
telah memperlihatkan sikapnya yang membela Giok Siauw
long-kun, itu berarti pertentangan tak bisa dihindari lagi. Maka
gadis itu pun tidak jadi menghalangi parcekcokan di antara

mereka lagi, hanya saja secara diam diam ia bersiap sedia
sambil menonton perubahan situasi dalam gelanggang.
Setelah mengucapkan kata-2 sindiran yang amat pedas itu,
Siauw Ling menduga ada kemungkinan besar Sam Ciat sutay
akan melakukan sergapan, diam-diam ia himpun kekuatannya
dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan dengan
kekerasan.
Siapa tahu kejadiannya sama sekali berada diluar
dugaannya, bukan saja Sam Ciat sutay tidak segera turun
tangan, sorot matanya malah dialihkan kembali kearah Gik
Siauw-cha. "Sumoay, sudah kau pikirkan persoalan ini masakmasak?"
Walaupun didalam hati kecilnya Gak Siauw-cha mengetahui
apa yang dimaksudkan, tapi ia pura2 berlagak pilon. "Suci
suruh Siauw-moay memikirkan tentang soal apa?" tanyanya.
"Coba pikirkanlah situasi yang kau hadapi pada saat ini.
Andaikata kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan,
mungkin sebelum ada korban yang berjatuhan tak akan
berhenti"
Dengan wajah serius Gak Siauw-cha melihat sekejap
kearah Giok Siauw Long kun, lalu berkata: “Terhadap penyakit
yang diderita Thio heng bukan saja Siauw moay merasa
kasihan bahkan justru perhatian khusus. Siauw moay pun
mengetahui sampai dimanakah kelihaiannya dari Thio lohujin.
Bila berbicara dari sudut perasaan yang halus, mungkin Siauwmoay
sudah banyak mengecewakan diri Thio heng. Akan
tetapi berbicara dari sudut ceng li, Siauw moay sama sekali
tidak merugikan dirinya apapun. sewaktu aku menjalin
hubungan dengan Thio-beng, toh sudah Siauw-moay jelaskan
bahwa seandainya Siauw Ling masih hidup dikolong langit
maka Siauw moay akan tinggalkan dirinya”
Ia menghembuskan napas panjang, kemudian melanjutkan:
“Penyakit parah yang diderita Thio-heng, perduli apakah hal

itu disebabkan karena ada hubungannya dengan diriku sudah
sewajarnya kalau Siauw moay merawat serta melayaninya.
Akan kuusahakan sedapat mungkin untuk menyembuhkan
sakitnya secepat mungkin. Akan tetspi situasi yang terbentang
didepan mata pada saat ini bukan saja membuat aku jadi
kecewa dan putus asa, bahkan akupun merasa terdesak
sekali. Ketika aku berjanji dengan Thio-heng untuk berjumpa
disini, pertemuan tersebut hanya bersifat pribadi. Siapa tahu
bukan saja Thio heng telah mengundang Thio lo hujin serta
suci bahkan menggerakkan pula para jago lihay dari
perkampungan Pek-in-san-cung dengan maksud memaksa aku
menuruti permintaannya. Sekalipun semula Siauw moay
memang menaruh hati kepadanya, kini dari cinta telah
berubah jadi benci, hatiku pun ikut jadi dingin”
“Alasan-alasanmu itu kendatipun tidak kau ucapkan,
akupun sudah tahu. tapi keadaan yang terbentang didepan
mata pada saat ini memaksa engkau mau tak mau harus
memenuainya juga” kata Sam Ciat sutay dengan dingin.
“Suci, kau suruh aku menyanggupi apa?” tanya Gak Siauwcha
sambil membelalakkan matanya.
“Perkawinanmu dengan Thio si heng, karena engkau, ia
telah menderita sakit rindu yang berat, dikolong langit kecuali
engkau rasanya sudah tiada obat lagi yang dapat
menyembuhkan penyakitnya itu"
Gak Siauw-cha termenung dan berpikir sebentar, kemudian
menjawab: “Andaikata Siauw tnoay tidak mengabulkan suci
pasti akan menaruh curiga bahwa aku punya hubungan gelap
dengan Siauw Ling..."
"Jadi kalau begitu, engkau sudah mengabulkan?” sambung
Sam Ciat sutay dengan cepat sambil tersenyum kegirangan
Dengan imannya yang tebal di-hari2 biasa rasa gusar itu
girang selamanya tidak terlihat diatas wajahnya, tapi kali ini
dia tak dapat menutupi rasa kegirangannya itu.

"Untuk sementara waktu suci jangan keburu senang hati,
Siauw moay masih ada perkataan lain yang hendak
kulanjutkan”
"Rupanya engkau masih ada urusan hendak diucapkan
keluar, bukankah begitu?” seru Sam Ciat sutay dengan air
muka berubah hebat.
"Sedikitpun tidak salah, mumpung sekarang ada
kesempatan Siauw moay mengutarakan semua perkataan
yang terkanduug dalam hatiku, mungkin setelah lewat
beberapa saat lagi Siauw moay sudah tak dapat
membicarakan persoalan ini lagi. Dengan begitu suci pun bisa
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya hingga sewaktu
berada dihadapan suhu, engkau dapat memberi keterangan
kepada beliau...."
“Urusan telah jadi begini, aku tidak ingin mendengar
pembicaraan yang lebih banyak lagi" tukas Sam Ciat sutay
dengan cepat, tetapi bila engkau ingin perlihatkan baktimu
kepada suhu dan hendak menyampaikan duduk perkara yang
sebenarnya kepada dia orang tua, suci akan kerjakan sedapat
mungkin...aku harap penjelasanmu itu bisa diutarakan secara
singkat tapi jelas, ketahuilah keputusan yang salah diambil
kemungkinan besar dapat mengakibatkan terjadinya tragedi
yang menyedihkan”
Gak Siauw-cha tertawa hambar. “Siauw moay telah
menduga sampai kesitu. Perhatian dari suci akan kuterima
didalam hati...."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, “Beberapa kali
Thio heng pernah berkunjung kepadaku, tapi setiap kali aku
telah menampik untuk bertemu dengan dirinya, hal ini
disebabkan sebelum meninggal dunia ibuku telah
meninggalkan sepucuk surat wasiat dan dalam surat tadi
mendiang ibuku telah berpesan agar aku menjaga Siauw Ling
baik2. Isi selengkapnya tidak akan kuungkapkan tapi yang

pasti dalam surat wasiat tadi dengan jelas sudah tercantum
bahwa beliau telah menetapkan perkawinanku."
“Oooh.. jadi ada kejadian semacam itu?" tanya Sam Ciat
sutay setelah tertegun sebentar.
“Semua perkataan Siauw moay diucapkan sejujurnya, tak
sepatah katapun yang bohong”
“Sekarang surat wasiat itu berada dimana?"
“Siauw moay simpan didalam saku!"
“Baik! lanjutkan perkataanmu”
“Oleh sebab itu, walaupun berulang kali Thio heng
menolong aku dan Siauw moay ingin membalas budi, tapi
setiap kali sudah kuterangkan kepadanya bilamana Siauw Ling
masih hidup, aku akan tinggalkan dirinya..."
“Apakah sumoay pernah mengungkapkan kepada Thio si
heng mengenai urusan surat wasiat?"
“Tidak!”
“Nah, disinilah letak kesalahanmu, seandainya kau
terangkan duduk perkara yang se benarnya tidak nanti akan
terjadi peristiwa seperti ini"
“Ketika itu apabila Thio heng mendesak lebih jauh Siauw
moay telah bersiap akan memperlihatkan surat wasiat itu. Tapi
pada waktu itu Tlio-heng berlagak sok berjiwa besar dan cuma
tertawa hambar belaka tanpa mendesak lebih jauh, tentu saja
Siauw moay tidak berani mengeluarkan surat wasiat ibuku dan
memperlihatkan kepadanya”
"Pada waktu itu berita kematian Siauw Ling didasar sungai
sudah begitu pasti” kata Giok Siauw long kun sambil
mengangguk. “Ketika aku melakukan pemeriksaan ditepi
sungai dimana Siauw Ling tercebur, ombak sungai Tiang kang
sedang menggulung dengan hebatnya. Jangan dibilang
seseorang yang tidak mengerti akan ilmu silat, sekalipun

seorang jago yang sangat lihaypun pasti tidak mengerti ilmu
dalam air. Setelah tercebur didalam sungai pasti akan
menemui ajalnya, karena itu aku lantas menduga bahwa
Siauw Ling pasti sudah mati"
Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Siauw Ling
kemudian berseru: “Tapi dalam kenyataan, toh dia masih
hidup segar bugar dikolong langit”
“Oleh sebab itulah” seru Gak Siauw-cha kemudian. “dalam
persoalan ini tak dapat dikatakan kalau aku telah mengingkari
janji dan melupakan budi”.
Tiba tiba Thio lo hujin menimbrung: “Seandainya cucuku
tidak berulang kait menolong dirimu, sekarang engkau sudah
mati. Sekalipun Siauw Ling masih hidup dikolong langit,
diapun tak dapat berjumpa dengan dirimu"
“Sedikitpun tidak salah. Tindakan boan-pwee meninggalkan
Thio heng memang bisa dianggap lupa budi, tetapi bagaimana
seandainya aku meninggalkan Siauw Ling? mereka pernah
menolong ibuku dan dalam surat wasiatnya ibuku telah
menetapkan perkawinanku dengan dirinya. Kalau locianpwee
yaag menjadi aku maka bagaimanakah tindakan-locianpwee
untuk mengatasi persoalan ini?".
“Belum pernah kutemui kejadian seperti ini, tentu saja aku
tak usah pikirkan persoalan itu”
Gak Siauw-cha memanjang sekejap kearah Sam Ciat taysu,
kemudian melanjutkan: “Begitulah kenyataan yang
sesungguhnya seandainya Thio heng datang menepati janji
seorang diri maka keadaan Siauw moay akan bertambah
susah, tapi justru kedatangan Thio heng yang disertai orang
banyak untuk memaksakan perkawinan itu, hal ini malah
meringankan bebanku”
“Sudah selesai perkataanmu itu?"

“Perkataan Siauw moay sudah selesai semoga saja setelah
aku mati suci dapat menyampaikan pesan tersebut kepada
suhu untuk itu Siauw moay ucapkan banyak2 terima kasih”
“Bagus sekali” sambung Thio Lo hujin dengan cepat. “kalau
memang engkau merasa serba salah memang mati adalah
satu-satunya jalan yang paling baik.....!"
Dalam hati kecilnya secara diam diam ia sudah membuat
pertimbangan, andaikata Gak Siauw-cha masih hidup maka
Giok Siauw long kun akan selalu terbayang oleh kecantikan
wajahnya, penyakit rindu yang dideritapun kian hari akan kian
bertambah parah sehingga akhirnya menemui ajalnya,
sebaliknya kalau Gak Siauw-cha mati didepan matanya maka
kematian tersebut kian lama akan kian mengaburkan
kenangannya terhadap gadis itu, penyakit rindu yang
dideritapun akan bertambah ringan, suatu ketika bila ia
carikan seorang nona cantik lagi baginya, tidak sukar untuk
menyembuhkan sakit rindunya itu.
Dengan pandangan yang tajam Gak Siauw-cha melirik
sekejap kearah Thio Lo hujin, kemudian berkata. “Locianpwee,
meskipun boanpwee harus mati. tetapi aku tidak bersedia
untuk melakukan bunuh diri”
“Kematian macam apakah yang kau harapkan?"
Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Sam Ciat sutay,
kemudian menjawab: “Suci, aku rasa suci pasti sudah tahu
bagai manakah watak Siauw moay. Meskipun aku seorang
perempuan tapi aku mempunyai kekerasan jiwa yang tak
kalah dengin kaum pria. Jikalau Thio locianpwee mendesak
diriku terus menerus, terpaksa Siauw moay akan melakukan
perlawanan”
“Hmmm! pikirkanlah se-baik2nya, andaikata terjadi
pertarungan, apakah akibat yang bakal kita temui?" seru Sam
Ciat sutay dengan dingin.

“Sudah Siauw moay pikirkan, paling banter aku bakal mati
didasar lembah Toan hun gay ini”
Sam Ciat sutay tertawa dingin. “Percayakah engkau bahwa
kamu pasti mati disini?" serunya.
“Sekarang atau besok akhirnya toh mati, Siauw moay tidak
takut mati, apa yang musti kutakuti lagi?”
Sam Ciat sutay menghembuskan napas panjang. perlahan2
katanya: “Aku mendapat tugas dari suhu untuk datang
kemari menyelesaikan masalah ini, tentu saja aku tak dapat
berpeluk tangan belaka, andaikata engkau tak bersedia
mendengarkan perkataanku, sucipun tak dapat membantu
dirimu lagi...”
"Siauw moay memahami kesulitan dari suci aku tak berani
mendendam atau membenci dirimu”
"Engkau tak usah bayangkan yang bagus2, tahukah engkau
seandainya terjadi pertarungan maka siapakah yang akan kau
hadapi untuk pertama kalinya?"
"Aku rasa tentu bukan suci!” sahut Gak Siauw-cha setelah
tertegun sebentar.
“Salah kau, justru akulah yang akan kau hadapi lebih dulu”
Gak Siauw-cha tertawa getir. ”Suci, mengapa kau harus
turun tangan lebih dahulu? mengapa kau tak bersedia
memberi satu kali kesempatan saja kepadaku?"
“Kalau engkau dapat meresapi keluhuran budi suhu, maka
bisa kau sadari pula kesulitan yang kuhadapi saat ini. Dan
kaupun tak akan melakukan pertarungan ditempat ini”
"Aku sudah mengutarakan semua duduk perkara yang
sebenarnya, dan suci-pun seharusnya sudah memahami
semua...”
"Aku sudah tahu, tapi aku tak dapat melepaskan dirimu”
sela Sam Ciat sutay* dengan ketus, ”sekarang hanya ada dua

jalan yang bisa kau pilih, bersedia jadi menantu keluarga Thio
atau melangsungkan pertarungan dengan kami”
"Aku hanya berharap suci bersedia mundur selangkah
kebelakang, agar aku dapat....”
“Tidak, aku harus menghadapi dirimu lebih dahulu, sebab
dibalik tindakanku ini terdapat banyak alasan...”
“Enci Gak” sela Siauw Ling secara tiba2. ”kalau engkau tak
bersedia untuk bertarung melawan sutay ini. bagaimana kalau
Siauw-te saja yang mewakili dirimu?"
"Disini tak ada urusanmu, ayoh cepat mengundurkan diri
dari lembah ini.... Soh Bun, antar dia berlalu dari sini!"
“Haa... haa... haa...” Siauw Ling tertawa tergelak, “enci
Gak, urusan toh sudah berubah jadi begini, menurut
pendapatmu apakah aku bersedia untuk pergi dari sini?"
“Sebelum aku mati aku dapat memohon kepada suci untuk
melepaskan engkau pergi dari sini. Hubungan kami sudah
berlangsung banyak tahun lagipula urusan ini tak ada sangkut
pautnya dengan dirimu, aku rasa ia pasti atan bersedia
membantu diriku”
“Sekalipun sucimu bersedia melepaskan aku. belum tentu
keluarga Thio bersedia mengampuni diriku, ini hari meskipun
aku tidak mati dalam lembah Toan hun gay, dikemudian hari
bakal mati juga didalam pengejaran mereka. Pada waktu itu
Siauw te bakal menghadapi mereka seorang diri. Daripada
begitu apa salahnya kalau ini hari aku akan bekerja sama
dengan cici untuk menentukan menang kalah dengan
mereka?"
“Sekarang engkau telah menjadi seorang pendekar besar
yang bernama besar dalam dunia persilatan, semua harapan
umat persilatan telah dijatuhkan keatas pundakmu. jika
engkau ingin mati maka sudah sepantasnya mati karena
hendak menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat

persilatan buat apa engkau harus mengorbankan diri karena
urusan cewek?"
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling] dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-budi-ksatria-2-seri-kunci-wasiat.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Budi Ksatria 2 [Seri Kunci Wasiat Pendekar Siauw Ling] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-budi-ksatria-2-seri-kunci-wasiat.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar