Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 07 Oktober 2011

“Lalu bagaimana pendapat saudara Siauw?” Kiem Hoa Hujien balik bertanya sambil
tertawa terbahak-bahak.
“Lebih baik cici melanjutkan perjalanan lebih dulu bersama kami, dengan begitu
siauwte bisa bertanggung jawab melindungi keselamatan cici.”
“Apakah kau hendak nasehatiku untuk melepaskan jalan gelap kembali kejalan terang
dan lepaskan diri dari pengaruh perkampungan Pek Hoa San cung….??”
“Siauwte tidak berani memaksa cici untuk berubah pendapat aku cuma berharap agar
cici mau merawat lukamu lebih dahulu hingga sembuh baru kemudian meneruskan
kembali perjalananmu seorang diri.”
Mendadak Kiem Hoa Hujien tarik kembali senyumannya, lalu berkata lirih, “Seandainya
saat ini aku ikut kalian kembali ketepi telaga, maka dengan cepat Djen Bok Hong akan
mengetahui kabar berita ini.”
“Apakah cici sangat jeri terhadap diri Djen Bok Hong?????”
“Asal ia hentikan pemberian obat penawar kebadanku maka racun yang mengeram
dalam tubuhku segera bekerja dan akhirnya mati. Coba katakan menakutkan tidak
kejadian ini??”
“Dalam hati siauwte mempunyai satu persoalan yang tidak dipahami, apakah cici suka
menjelaskan??”
“Coba katakan persoalan apa yang tidak kau pahami, asal cici tahu pasti akan
kukatakan kepadamu.”
“Siauwte pernah berdiam agak lama didalam perkampungan Pek Hoa San cung, apa
sebabnya Djen Bok Hong tidak melepaskan racun kedalam tubuhku?”
“Peristiwa ini boleh dibilang rejekimu yang bagus, mungkin saja ia tidak sempat
melakukan perbuatan tersebut atau mungkin tidak berpikir sampai disitu. Karena menurut
pikirannya kau seorang bocah yang baru turun gunung mana berani menentang dirinya.”
Siauw Ling membungkam lama sekali ia termenung kemudian baru berkata, “Aku mau
mempertahankan selembar jiwaku, maka mau tak mau harus pergi….”
“Tapi luka yang kau derita amat parah, ditambah pula tiada orang yang melindungi
dirimu dalam perjalanan, bukankah hal ini sangat berbahaya bagi dirimu?”
Mendengar perkataan itu Kiem Hoa Hujien tertawa.
“Saudara Siauw legakanlah hatimu, dengan andalkan makhluk berbisa yang cici miliki
aku masih mampu menjaga diri.”

Habis berkata ia lantas ulapkan tangannya dan berlalu dari situ dengan langkah
perlahan.
Berhubung luka dan kesehatannya belum sembuh seperti sedia kala, maka langkah
perempuan itu masih gontai dan sempoyongan kesana kemari, seolah-olah setiap saat ia
bisa roboh ketanah.
Makin dilihat Siauw Ling merasa makin tidak tega, buru-buru ia mengejar kedepan dan
menghadang jalan pergi Kiem Hoa Hujien, serunya sambil menjura, “Cici! sudah berulang
kali kau menolong jiwaku namun siauwte belum pernah membalas budi kebaikanmu.
Sekarang luka yang kau derita masih amat parah. Sama sekali tiada tenaga untuk
melindungi diri sendiri. Aku Siauw Ling mengerti bahwa aku tak mampu, namun
bagaimanapun juga aku tak rela membiarkan kau pergi seorang diri.”
Sekilas cahaya memancar keluar dari balik mata perempuan Biauw itu. Ia tatap wajah
Siauw Ling kemudian tertawa.
“Sudahlah…. tak usah kau tunjukkan sikap seorang gadis. Cici sudah terbiasa
menderita, tidak tega kutelan ucapanmu yang mempesonakan hati itu….”
Tak menunggu jawaban dari Siauw Ling lagi, buru-buru ia putar badan dan berlalu.
Mimpipun Siauw Ling tak pernah menyangka kalau Kiem Hoa Hujien bisa mengucapkan
kata-kata seperti itu. Ia termangu-mangu ditempat semula dan untuk beberapa saat tak
tahu harus berbuat apa.
Tampak Kiem Hoa Hujien dengan langkah gontai berlalu dari situ.
Lama sekali Siauw Ling berdiri mematung ditempatnya, menanti bayangan punggung
perempuan itu sudah lenyap dari pandangan ia baru berpaling dan mendekati Boe Wie
Tootiang.
“Aku tidak menyangka kalau hatinya begitu keras!” ujarnya.
“Kiem Hoa Hujien punya akal yang cerdik dan pintar, aku rasa ia dapat melindungi
keselamatan sendiri tanpa perlu kita kuatirkan lagi.”
“Setelah menerima budi orang lain yang begitu besar tanpa bisa membalasnya, hal ini
membuat hatiku sedih dan tidak tentram.”
“Waktu dikemudian hari masih panjang, kau tak usah gelisah begitu….” sela Soen Put
Shia. “Tatkala Kiem Hoa Hujien hendak berlalu tadi, meski ucapannya ketua dan tegas
namun wajahnya tak dapat menyembunyikan kesedihan hatinya!”
“Dari mana Tootiang bisa tahu?”
“Kalau hatinya tidak sedih, tidak nanti ia menangis.”

“Tapi…. aku berdiri sangat dekat dengan dirinya, mengapa tidak kutemui air mata yang
jatuh berlinang dari kelopak matanya?”
“Siauw thayhiap tidak memperhatikan dengan cermat maka tidak kau lihat hal itu
tatkala ia putar badan tadi pinto dengan tegas dapat melihat bahwa ia sedang menyeka
air mata.”
Siauw Ling termenung beberapa saat kemudian baru menjawab.
“Aah, mungkin saja ucapan tootiang benar, sebab kau melihat lebih jelas dari pada diri
cayhe.”
Perjalanan dilakukan sangat cepat, dalam sekejap mata mereka sudah tiba ditepi
telaga.
Setibanya dibawah tebing Boe Wie Tootiang segera menunjukkan sikap yang aneh,
tampak ia berpaling sekejap kearah Siauw Ling dengan sinar mata sedih lalu berkata,
“Rupanya kedatangan kita kembali terlambat selangkah.”
“Apakah sudah terjadi peristiwa yang ada diluar dugaan.”
“Tidak salah, apabila mereka tidak membuyarkan diri maka disini tentu terjadi peristiwa
yang mengejutkan.”
“Ehmm, perkataan ini sedikitpun tidak salah” pikir Siauw Ling. “Seandainya ditempat ini
masih terdapat anak murid Bu tong pay kenapa tidak nampak seorang manusiapun yang
akan datang menyambut ciangbunjiennya? atau paling sedikit ditempat ini harus ada
orang yang menjaga….”
Dalam pada itu Soen Put Shia, Tiong Cho Siang ku, Suma Kan, Ong Hong serta Thio Kie
An pun secara lapat-lapat dapat merasakan suatu perasaan yang sangat aneh.
Boe Wie Tootiang segera percepat langkahnya menerjang masuk kedalam sebuah
rumah gubuk.
Dengan kencang Siauw Ling mengikuti dari belakang, hawa murninya yang disiapkan
seluruh badan guna menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Sesuah mengalami pelbagai pertempuran sengit makin lama pengalamannya semakin
bertambah. Walaupun diluar ia tidak mengucapkan sepatah katapun dalam hati ia
mengerti bahwa jago-jago yang dibawa datang Boe Wie Tootiang kali ini sebagian besar
merupakan jago-jago lihay dari partainya, segenap kekuatan ini partai Bu tong telah
dikumpulkan disitu, maka seandainya mereka mengalami kejadian yang diluar dugaan,
kemungkinan besar hal ini akan menggoncangkan kekuatan partai ditengah dunia
persilatan.
Sementara ia masih berpikir sampailah kedua orang itu didalam ruangan gubuk.
Mendadak Boe Wie Tootiang berhenti berpaling sekejap kearah Siauw Ling. Kemudian
mengulur tangan kirinya menekan pintu.

Meski toosu itu berusaha mempertahankan ketenangan hatinya, namun Siauw Ling
tentukan bahwa tangan kirinya gemetar keras, seolah-olah pintu kayu itu secara tiba-tiba
telah berubah menjadi amat berat sekali sehingga Boe Wie Tootiang harus mengeluarkan
segenap kekuatan tubuhnya untuk mendorong pintu tadi.
Dalam hati Siauw Ling menghela napas panjang, mendadak ia maju selangkah kedepan
dan berjaga disisi Boe Wie Tootiang.
Ia mengerti perasaan hati Boe Wie Tootiang pada saat ini sangat berat. Reaksinya tidak
akan secepat pada waktu-waktu biasa, kemungkinan besar dalam gubuk itu menggeletak
mayat-mayat dari anggota partai Bu tong kemungkinan juga bersembunyi musuh yang
amat tangguh, maka ia berjaga disisi Boe Wie Tootiang sambil mempersiapkan diri untuk
menolong jiwa toosu tua itu disetiap saat.
Terdengar pintu kayu terbuka lebar, dibawah sorot cahaya matahari semua
pemandangan dalam ruangan dapat dilihat jelas.
Apa yang mereka jumpai saat ini ternyata jauh ada diluar dugaan semua orang. Dalam
ruangan itu tidak nampak ada mayat yang bergelimpangan, juga tidak nampak ada musuh
tangguh yang bersembunyi disana.
Dalam ruangan gubuk yang sempit tampaklah Im Yang cu sedang duduk bersemedhi.
Dikedua belah sisinya duduk enam orang anggota partai Bu tong yang sama-sama
menggembol pedang.
Rupanya ketujuh orang itu telah menderita luka dalam yang amat parah. Dan saat itu
mereka sedang bersemedhi sambil mengobati lukanya.
Sementara itu Siauw Ling telah siapkan segenap kekuatannya diatas telapak, sesudah
menyaksikan keadaan dalam ruangan itu ia lantas menghembuskan napas lepas lega dan
buyarkan tenaga murninya.
“Sute, baik-baik keadaanmu?” Boe Wie Tootiang segera menegur sambil melangkah
kedepan.
Im Yang cu membuka sedikit matanya untuk memandang sekejap kearah Boe Wie
Tootiang serta Siauw Ling, setelah itu pejamkan kembali matanya dan bungkam dalam
seribu bahasa.
Kembali Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.
“Sute parahkah luka dalam yang kau derita?” sambil bertanya ia maju lebih kedepan.
Selagi lagi Im Yang cu buka matanya memandang sekejap kearah suhengnya, setelah
itu mengangguk.
“Sute, dimanakah letak lukamu? coba perhatikan kepadaku!”

Im Yang cu tetap duduk tenang ditempatnya semula menanti Boe Wie Tootiang sudah
tiba disisinya mendadak ia loncat bangun. Jari tangannya bagaikan sebatang tombak
langsung menotok jalan darah Thay pao hiat diatas iganya.
Sementara itu Boe Wie Tootiang berada dalam keadaan sedih, mimpipun ia tak pernah
menyangka kalau Im Yang cu secara tiba-tiba melancarkan serangan kearahnya, sedang
berdiri tertegun ujung jari Im Yang cu telah menempel diatas jubahnya.
Menghadapi kejadian diluar dugaan ini, terpopoh-popoh ia tarik napas dalam-dalam dan
mengegos kesamping.
Namun serangan Im Yang cu amat cepat dan aneh, perubahan jurus dilakukan seperti
sambaran kilat. Menjumpai Boe Wie Tootiang mengegos kesamping, pergelangan
kanannya ditekan kebawah kemudian mengancam jalan darah Keng bun hiat ditubuhnya.
Boe Wie Tootiang memang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, tapi dalam keadaan
sedih dan tidak bersiap sedia, ia tak mampu untuk menghindarkan diri lebih jauh. Baru
saja badannya berusaha miring kesamping, totokan tadi dengan telak telah mampir diatas
jalan darahnya. Seketika itu juga separuh badannya jadi kaku.
Tapi bagaimanapun juga dia adalah ciangbunjien suatu partai besar. Kesempurnaan
ilmu silatnya bukan kosong belaka. Begitu tertotok ia mendengus dingin, telapaknya
dibalik membabat kebawah menghajar uratnya dipergelangan kanan Im Yang cu.
Dikala Im Yang cu melancarkan serangan bokongan tadi, enam orang toojien yang
duduk disamping Im Yang cu serentak loncat bangun dan menerjang kearah Siauw Ling.
Rupanya enam orang itu telah saling menentukan jalan darah yang hendak mereka
ancam. Enam orang dua belas telapak. Pada saat yang berbareng sama-sama
menghantam dua belas buah jalan darah penting ditubuh si anak muda itu.
Siauw Ling yang baru saja membuyarkan tenaga sinkangnya jadi terkejut menyaksikan
ancaman. Melihat bayangan telapak melanda datang dari delapan penjuru, buru-buru ia
kebas sepasang telapaknya kesamping untuk melindungi jalan darahnya, kemudian
badannya melesat kesamping kalangan.
Bluuk! blukk! sekalipun ia berhasil berkelit kesamping, tak urung bahu kiri dan
punggungnya terhajar dengan keras.
Masih untung tenaga khiekang yang dilatih Siauw Ling telah menunjukkan hasil,
walaupun terhantam ia tidak sampai menderita luka parah.
Sementara itu keenam orang toojien tadi sama-sama terkesiap tatkala menjumpai
Siauw Ling sama sekali tidak roboh walaupun sudah kena terhantam telak bahkan kedua
orang toojien yang berhasil mendaratkan kepalannya ditubuh si anak muda tadi
merasakan tangannya jadi linu dan kaku.
“Cabut pedang gunakan barisan Lak Hoo Kiam Tin untuk mengurung dirinya….”
Cahaya pedang seketika berkelebat memenuhi seluruh ruang. Segulung bayangan
pedang langsung mengancam Siauw Ling.

Si anak muda itu sendiri walaupun tidak sampai menderita luka parah akibat serangan
tadi, namun untuk beberapa saat darah segar dalam dadanya bergolak keras. Ia tak
sanggup mengerahkan tenaga murninya untuk melancarkan serangan balasan.
Menanti enam orang toojien itu mencabut pedangnya dan mengurung dirinya diempat
penjuru. Siauw Ling baru menghembuskan napas panjang, diiringi bentakan keras secara
beruntun ia kirim empat buah serangan berantai yang membendung datangnya ancaman
dari empat penjuru, setelah itu pedangnya diloloskan, dengan jurus Im Khie Mie Ghong
atau hawa udara memenuhi angkasa menciptakan selapis hawa pedang yang melindungi
tubuhnya.
Terdengar suara dentingan yang amat nyaring, enam bilah pedang yang mengancam
tubuh pemuda she Siauw itu semuanya tersampok kesamping.
Rupanya keenam orang toojien itu menyadari bahwasanya mereka telah berjumpa
dengan musuh tangguh yang belum pernah ditemui sebelumnya, setelah pedangnya
dipukul mental oleh hawa pedang Siauw Ling, tak seorangpun diantara mereka yang
berani maju sendirian kedepan, enam pedang bersatu padu memainkan suatu rangkaian
ilmu pedang yang mengutamakan kerja sama, seketika itu juga Siauw Ling terkurung
didalam barisan Lak Hoo Kiam Tin tersebut.
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling dari sarung ia segera melancarkan
serangan kilat dengan harapan bisa melukai beberapa orang lebih dulu untuk
memadamkan kegusaran hatinya.
Siapa sangka barisan pedang Lak Hoo Kiam Tin merupakan suatu kerja sama yang
amat sempurna, seluruh tusukan kilat dari Siauw Ling bukan saja gagal mengenai
sasarannya bahkan terpatahkan semua ditengah jalan.
Secara beruntun si anak muda itu melancarkan kembali berpuluh-puluh buah tusukan
maut, namun setiap kali serangannya gagal total. Sekarang ia baru sadar bahwa dirinya
sudah terkurung didalam suatu barisan pedang yang mempunyai perubahan aneh, dia tak
berani bertindak gegabah lagi permainan pedangnya berubah dan dari posisi menyerang
kini ia berubah jadi posisi bertahan.
Tatkala masih belajar ilmu silat dilembah tiga Nabi tempo dulu. Dari suhunya Cung San
Pek. Pemuda ini pernah mendengar uraian mengenai keampuhan dari suatu barisan
pedang. Dalam barisan yang ampuh tenaga serangan mereka bukanlah terdiri dari satu
tambah satu jadi dua. Tetapi pada setiap sudut terhimpunlah tenaga serangan dari
segenap anggota yang berdiri pada posisi barusan itu, satu dengan yang lain bersatu padu
menjadi satu tubuh. Maka tenaga merekapun ampuh dan luar biasa.
Barisan Lak Hoo Kiam Tin dari keenam orang toojien itu memang ampuh dan berhasil
mengurung Siauw Ling ditengah kalangan, namun setelah si anak muda itu mengubah
posisinya dari menyerang jadi bertahan dan bertahan dengan memakai ilmu pedang sakti
ajaran Cung San Pek. Maka sekalipun pengaruh dari barisan itu sangat mengejutkan
hatipun tak sanggup melukai tubuhnya.

Dipihak sial Siauw Ling bisa bertahan untuk sementara waktu dipihak lain Boe Wie
Tootiang telah terjerumus dalam posisi yang sangat berbahaya, dibawah desakan Im Yang
cu yang menyerang kian lama kian bertambah cepat ia mulai kacau dan gugup tidak
karuan.
Kiranya setelah jalan darahnya tertotok, seluruh badannya kini jadi kaku dan tak mau
turut perintah, dengan sendirinya dalam melancarkan seranganpun mendapat gangguan
yang amat besar. Setelah diteter terus oleh Im Yang cu ia jadi gelagapan dan setiap kali
harus meloloskan diri dari lubang jarum.
Siauw Ling dapat melihat jelas keadaan Boe Wie Tootiang yang berbahaya, namun dia
yang terkurung didalam barisan Lak Hoo Kiam Tin sama sekali tak berkutik lama kelamaan
hatinya jadi gelisah, pikirnya, “Soen Put Shia sekalian merupakan jago-jago kangouw yang
mempunyai pengalaman luas. Kenapa sampai sekarang belum juga munculkan diri….”
Mendadak…. terdengar suara bentrokan keras bagaikan guntur membelah bumi, diikuti
tubuh Boe Wie Tootiang mundur dengan sempoyongan dan akhirnya roboh keatas tanah.
Laksana kilat Im Yang cu putar jari tangan kanannya menotok jalan darah diatas tubuh
toosu tua itu.
Siauw Ling semakin gelisah, kembali pikirnya, “Sampai sekarang Soen Put Shia sekalian
belum juga munculkan diri, jangan-jangan merekapun sudah dihadang musuh tangguh.
Aaaai…. rupanya aku tak boleh terlalu mengharapkan bantuan dari mereka lagi….”
Pikirannya berputar dan permainan pedangnya segera berubah, dengan pedang
ditangan kanan dan serangan telapak ditangan kiri sekuat tenaga ia desak musuhnya
habis-habisan.
Pada saat yang bersamaan ia gunakan kepandaian silat yang maha sakti ajaran Cung
San Pek serta Lam It Kong. Angin pukulan segera menderu-deru bagaikan bendungan
yang ambrol, seluruh barisan Lak Hoo Kiam Tin didesaknya hingga kacau balau tidak
karuan.
Kendati daya pengaruh dari barisan Lak Hoo Kiam Tin berhasil ditekan oleh Siauw Ling
sehingga tak berkutik, namun untuk beberapa saat lamanya si anak muda itupun sulit
untuk melepaskan diri dari kepungan.
Dalam pada itu Im Yang cu menotok jalan darah dari Boe Wie Tootiang, dari sakunya
dia ambil keluar seutas tali serat yang kuat dan membelenggu seluruh tubuh toosu tua itu
erat-erat.
Hawa gusar yang berkobar dalam dada Siauw Ling seketika memuncak setelah
menyaksikan Boe Wie Tootiang dibelenggu orang tanpa bisa ia tolong. Pedang ditangan
kanannya secara beruntun melancarkan tiga tusukan berantai sehingga menciptakan
selapis bunga-bunga pedang kuat, sedang tangan kirinya laksana kilat mengenakan
sarung tangan berkulit ular.
Sesudah meninjau keadaan situasi disitu, pemuda ini sadar bilamana ia tidak digunakan
otak serta akal yang lihay, sekalipun ilmu silatnya sangat lihay jjuga sulit untuk lolos dari

kepungan barisan dari Lak hoo Kiam Tin ini, kendati ia masih mampu untuk berbuat
demikian namun paling sedikit harus membutuhkan waktu yang panjang untuk
melancarkan pertarungan sengit. Oleh sebab itu dia lantas mendapat ilham untuk
menggunakan tindakan yang ada diluar dugaan orang untuk menghancurkan pertahanan
musuh dalam satu kali serangan dahsyat.
Pada saat itu walaupun Siauw Ling belum memahami seluruh perubahan dari barisan
Lak Hoo Kiam Tin ini namun secara lapat-lapat ia sudah dapat meraba jalannya barisan
tadi, maka permainan pedang sedikit merandek dan sengaja memperlihatkan titik
kelemahan.
Enam orang toojien dalam barisan Lak Hoo Kiam Tin yang didesak habis-habisan oleh
serangan balasan Siauw Ling yang gencar bagaikan titiran angin puyuh itu diam-diam
merasa terkejut dan ngeri, sekalipun begitu mereka sadar bahwa selama barisan pedang
tidak buyar maka untuk sementara pihak musuh masih sanggup dibendung. Sebaliknya
kalau barisan mereka jadi kacau dan mereka berenam harus bertempur sendiri-sendiri,
tidak sampai sepuluh gebrakan mereka pasti keok. Oleh sebab itulah dengan sepenuh
tenaga mereka mempertahankan terus keutuhan barisan pedang itu.
Secara tiba-tiba mereka temukan titik kelemahan diantara serangan pihak lawan yang
gencar. Tanpa berpikir panjang lagi dua bilah pedang segera menerobos masuk melalui
celah kosong tadi.
Dalam keadaan seperti ini bila Siauw Ling putar pedangnya untuk menangkis, walaupun
kedua bilah pedang itu akan tertangkis olehnya, tetapi pada saat itulah empat bilah
pedang lainnya akan menyerang masuk dari empat penjuru dan mencabut jiwanya.
siapa sangka Siauw Ling sama sekali tidak menangkis datangnya ancaman, sebaliknya
dengan tangan kiri ia mencengkeram senjata musuh.
Orang yang mencekal pedang itu tertawa dingin. Gerakan pedangnya sengaja
diperlambat agar kelima jari Siauw Ling berhasil mencekal senjatanya. Dalam hati ia
berpikir, “Hmm! sekalipun kau pernah melatih ilmu kebal Kim ciong cau ataupun Thiat poh
san, tidak nanti dapat kau tahan babatan ujung senjataku dari samping…. sombong dan
tekebur benar manusia tolol ini!”
Sementara otaknya masih berpikir, pedangnya telah dicengkeram si anak muda itu.
Hawa murninya segera disalurkan melalui pedang dan mendorong senjata tadi keluar.
Gerakan tersebut merupakan suatu gerakan yang lihay sekali, bagaimanapun juga
tubuh manusia terdiri dari darah dan daging, walau ilmu kebal macam apapun yang
berhasil ia latih kesemuanya berhasil karena mengandalkan kekuatan tenaga khiekang
yang kuat.
Toojien itu membiarkan pedangnya dicengkeram Siauw Ling kemudian baru melakukan
gerakan berputar, inilah cara yang jitu untuk memecahkan pertahanan hawa khiekang
rupanya ia ada maksud membabat kutung jari tangan si anak muda itu.
Tapi sayang seribu kali sayang, mimpipun ia tak akan mengira kalau Siauw Ling telah
mengenakan sarung tangan kulit ular yang tidak mempan bacokan senjata apapun.

Babatan toojien itu bukan saja gagal mengutungkan jari tangan si anak muda itu,
dengan menggunakan kesempatan yang baik inilah satu pukulan jitu dilepaskan Siauw
Ling membuat tubuh toosu tadi terhuyung mundur kebelakang.
Dengan bergesernya toojien tadi dari tempat kedudukannya, perubahan daripada
seluruh barisan Lak Hoo Kiam Tin pun mengalami kemacetan.
Siauw Ling segera mengirim satu tendangan kilat menghajar lutut kiri toojien tadi.
Terdengar toojien tersebut mendengus berat. Seketika itu juga lutut kirinya terhajar
patah dan roboh keatas tanah.
Dengan hilangnya satu orang, seluruh perubahan barisan Lak Hoo Kiam Tin tersumbat,
daya pengaruhnyapun seketika lenyap tak berbekas.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik inilah Siauw Ling melancarkan serangan
balasan, pedangnya berkelabat kesana kemari menggunakan jurus-jurus yang aneh.
Diantara berkelabatnya cahaya pedang terdengar dua orang menjerit ngeri, mereka
berdua sama-sama terluka parah diujung pedang si anak muda itu.
Dalam pada itu Im Yang cu telah selesai membelenggu Boe Wie Tootiang, tatkala
menyaksikan Siauw Ling berhasil bikin kocar kacir barisan Lak Hoo Kiam Tinnya sambil
cabut senjata ia segera menerjang kedepan.
“kalian mundur semua!” teriaknya.
Setelah tiga orang terluka maka saat ini tinggal tiga orang saja yang masih
mempertahankan diri. Walaupun begitu mereka telah terdesak hebat oleh serangan
pedang Siauw Ling yang gencar dan dahsyat. Memang kalau hanya berkisar pada sedetik
kemudian.
Oleh sebab itu mendengar bentakan tadi buru-buru mereka tarik kembali senjatanya
dan mengundurkan diri.
Dari bentakan tadi Siauw Ling bisa menangkap bahwa suara itu tidak mirip dengan
suara dari Im Yang cu, pedangnya segera disilangkan didepan dada dan bentaknya dingin,
“Siapa kau? menyaru sebagai orang Bu tong pay untuk berbuat gila, macam begitukah
tindakan seorang enghiong?”
Im Yang cu tertawa, mendadak tangannya mengusap keatas wajahnya dan muncullah
seraut wajah panjang yang kurus kering.
“Kaukah yang bernama Siauw Ling?” tegurnya.
“Sedikitpun tidak salah, siapa kau?”
Orang itu tertawa hambar.

“Pernahkah kau mendengar akan nama besar dari Lam Hay Ngo Seng lima rasul dari
lautan Lam Hay?”
“Lima rasul dari Lam Hay? agaknya cayhe tak pernah mendengar nama ini. Tapi aku sih
pernah mendengar orang membicarakan soal lima manusia laknat dari Lam Hay.”
“Hm! Lima rasul juga boleh, lima laknat juga tak mengapa, pokoknya itulah kami lima
orang bersaudara!”
“Apakah kau serta beberapa orang itu?” jengek Siauw Ling sambil menyapu sekejap
tiga orang toojien yang menggeletak diatas tanah.
Orang itu tertawa hambar.
“Seandainya lima manusia laknat dari Lam Hay bisa dilukai orang dengan begitu
gampang apa gunanya kami memiliki gelar lima manusia laknat?”
“Lalu siapakah keenam orang yang menyaru sebagai anak murid Bu tong pay itu?”
“Jago pedang dari perkampungan Pek Hoa San cung!”
“Oooh…. sungguh tak kusangka lima manusia laknat dari Lam Hay yang mempunyai
nama besar dalam dunia kangouw ternyata sudah menjadi kaki tangan dari pihak
perkampungan Pek Hoa San cung” jengek Siauw Ling sambil tertawa dingin.
Orang itu tidak menunjukkan reaksi apapun hanya dengan hambar sahutnya:
“Aku rasa lebih baik kau tak usah mencampuri urusan pribadi kami.”
“Kelihatan orang ini licik dan berpikiran panjang, entah dalam urusan yang keberapa
dari Lam Hay Ngo Hiong?” pikir pemuda itu, segera tegurnya, “Apakah kau adalah
pemimpin dari manusia laknat?”
“Diantara lima saudara aku menduduki urutan yang paling buncit, cayhe bukan lain
adalah Leng Chiu Siauw su sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan!”
Rupanya Siauw Ling sengaja mengajak orang itu bercakap-cakap dengan harapan bisa
peroleh sedikit waktu guna memeriksa keadaan situasi ditempat luar.
Siapa sangka Soen Put Shia serta sepasang pedagang dari Tiong chin sekalian belum
juga ada kabar beritanya. Mereka lenyap bagaikan batu yang tenggelam ditengah
samudra, bukan saja tidak nampak mereka muncul disitu suara merekapun tak
kedengaran.
Agaknya sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goanpun sedang menantikan sesuatu,
sambil menatap wajah Siauw Ling ia bersiap siaga.
“Aku rasa lima manusia laknat dari Lam Hay tentu hadir semua disini, bukan begitu?”
mendadak Siauw Ling menegur lagi sambil putar pedangnya.

“Tentang soal itu sih, maaf kalau cayhe tak suka memberi jawaban.”
“Kalian datang kemari dengan menyaru sebagai anggota partai Bu tong, apakah
perbuatan kalian adalah karena sedang menjalankan perintah dari Djen Bok Hong?”
“Tentang soal ini lebih baik saudarapun tak usah banyak tanya.”
“Kalian lima manusia laknat mau jual tenaga bagi Djen Bok Hong. Apakah kalian
bekerja tanpa peroleh imbalan?”
“Itu sih tidak” Thian Tiong Goan tertawa hambar. “Selamanya lima manusia laknat dari
Lam Hay tidak pernah melakukan jual beli yang merugikan, tentu saja kami tak sudi jual
tenaga tanpa peroleh imbalan apapun….”
“Berapa sih imbalan yang diberikan Djen Bok Hong kepada kalian berlima, sehingga
lima manusia laknat dari Lam Hay sudi jual nyawa bagi dirinya?”
Kembali sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan tertawa hambar.
“Hey orang she Siauw, apakah kau tidak merasa pertanyaan yang kau ajukan sudah
terlalu banyak?”
“Djen Bok Hong sanggup mengundang kalian Lam Hay Ngo Hiong untuk jual nyawa
baginya, kenapa cayhe tak sanggup untuk mengundang pula dirimu….”
“Kau bicara tanpa memandang martabat orang lain. Cayhe ingin mohon petunjukmu
lebih dahulu!” teriak Thian Tiong Goan tiba-tiba pedangnya segera berkelebat menusuk
kearah dada lawan.
Siauw Ling putar senjatanya menangkis, sementara dalam hati pikirnya, “Djen Bok
Hong mengutus lima manusia laknat dari Lam Hay untuk siapkan jebakan disini. Hal ini
menunjukkan pula bahwa sejumlah jagoan lihay telah dipersiapkan pada barisan
berikutnya. Satu jalan yang dapat kutempuh sekarang adalah menangkap orang ini lalu
mencari keterangan dari mulutnya….”
Tetapi justru karena pikiran ini, maka banyak jurus serangan yang ampuh dan lihay dari
Siauw Ling sulit digunakan. Ia takut serangannya terlalu dahsyat sehingga membinasakan
orang ini.
Ilmu pedang Thian Tiong Goan lihay juga, serangannya kian lama kian bertambah
dahsyat hingga membuat sekeliling tempat itu penuh dengan cahaya pedangnya.
Siauw Ling tercekam dalam rasa was-was, banyak jurusnya sukar dikeluarkan. Dari
menyerang ia malah terdesak keposisi bertahan.
Empat lima puluh jurus dengan cepatnya telah berlalu, namun kedua belah pihak masih
bertahan dalam keadaan seimbang. Siapapun tidak berhasil merebut kemenangan.

Makin lama Siauw Ling semakin gelisah pikirnya, “Kalau harus begitu terus menerus,
mana mungkin aku bisa dapat kesempatan untuk menangkan dia? aaai…. terpaksa aku
harus turun tangan keji!”
Dengan berubahnya jalan pikiran si anak muda itu maka tanpa sadar sama halnya
dengan ia menolong dirinya lepas dari belenggu permainan pedangnya segera berubah
dan mulai mengirim serangan-serangan balasan yang dahsyat dan mengancam tempattempat
penting sekujur tubuh pelajar bertangan dingin itu.
Dengan adanya perubahan ini maka situasi dalam kalanganpun berubah jadi
sebaliknya, dari bertahan sekarang dia lebih banyak menyerang.
Sudah lama Thian Tiong Goan kenal akan nama besar dari Siauw Ling. Maka sejak
bertempur pertama kali tadi ia selalu bertindak hati-hati, setiap serangan dilancarkan
dengan cermat dan seksama, namun setelah lebih dua puluh gebrakan dia mulai merasa
heran dari jurus-jurus serangan si anak muda itu dirasakan adanya suatu keganjilan besar,
dia merasa dalam serangannya pemuda itu sukar untuk mengerahkan kemampuannya
hingga mencapai pada gerakannya ia selalu terganggu oleh sesuatu.
Namun lama kelamaan dia menjadi terbiasa dengan keadaan itu, dan serangan yang
dilancarkan dari ujung pedangnyapun kian bertambah dahsyat.
Siauw Ling sendiri walaupun tak bisa kerahkan kekuatannya namun karena ilmu
pedangnya memang ampuh dan sakti. Maka setiap kali Thian Tiong Goan menambahi
tenaga serangannya dengan satu barisan maka daya pertahanan yang dipancarkan
pemuda itupun semakin kuat, maka untuk sementara keadaan seimbang masih bisa
dipertahankan terus.
Menanti Siauw Ling menyerang tanpa menguatirkan keselamatan musuhnya, Thian
Tiong Goan baru sadar bahwasanya dia telah berjumpa dengan musuh tangguh, buruburu
pedangnya ditarik siap mengundurkan diri siapa sangka permainan pedang Siauw
Ling makin dahsyat. Seketika ia terkurung ditengah lapisan bayangan pedangnya.
Puluhan gebrakan kembali lewat dengan cepatnya. Thian Tiong Goan mulai tidak tahan
dan terdesak hebat.
Mendadak si anak muda itu melancarkan sebuah serangan aneh. Pedangnya dengan
telak menghantam diatas pergelangan kanan lawan hingga membuat senjata pelajar
bertangan dingin itu terlepas dari tangan.
“Mengaku kalah tidak?” teriaknya sambil tertawa dingin.
“Nama besar Siauw thayhiap benar-benar bukan nama kosong belaka cayhe mengucap
banyak terima kasih!”
Tiba-tiba sesosok bayang manusia berkelebat lewat, seorang toojien sambil membawa
pedang lari kedalam.
Siauw Ling melirik sekejap kearah orang itu, diikuti pedangnya menyapu kedepan.

Saat dilancarkan serangan ini benar-benar amat tepat, baru saja toojien itu mencekal
pedangnya untuk diangsurkan kearah Thian Tiong Goan, babatan pedang si anak muda
itu telah menyapunya.
Sreeet….! percikan darah muncrat keempat penjuru, separuh lengan kanan sitoojien itu
beserta pedangnya segera rontok keatas tanah.
Thian Tiong Goan tertawa dingin, mendadak ia lancarkan sebuah serangan
menghantam dada si anak muda itu.
Dengan tangan kirinya Siauw Ling sambut datangnya serangan itu dengan keras lawan
keras, dalam sebuah bentrokan dahsyat Thian Tiong Goan tergetar keras sampai mundur
satu langkah kebelakang.
Sebenarnya menggunakan kesempatan itu sipelajar bertangan dingin bisa melarikan diri
dari gubuk tersebut, namun ia tidak bebuat demikian sebaliknya malah berdiri tenang
disitu.
Pertama Siauw Ling menguatirkan keselamatan orang tuanya, kedua dia ingin
memperlihatkan sedikit keterangan dari mulut orang she Thian ini, maka dia tidak ingin
melukai dirinya dan berharap bisa menangkap orang itu dalam keadaan hidup-hidup.
Tetapi setelah saling bergebrak tadi, ia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu
luar biasa sekali, untuk menghajarnya dengan tepat diharuskan mencari satu akal yang
jitu.
Kedua belah pihak saling berhadapan dengan mulut membungkam, lewat seperminum
teh kemudian mendadak Thian Tiong Goan tertawa dan berkata, “Siauw thayhiap tidak
sepantasnya kau menerima pukulan tadi!”
“Kenapa? aku rasa serangan telapakmu sama sekali tiada hal yang patut dibanggakan!”
“Diantara jari tangan telah kusembunyikan jarum lembut yang amat berbisa. Ketika
menerima seranganku tadi maka tanpa sadar kau telah keracunan hebat, daya kerja racun
itu sangat cepat. Aku rasa pada saat ini kau tentu sudah merasakan sesuatu yang aneh
bukan dalam tubuhmu?”
Mula-mula Siauw Ling rada tertegun, namun dengan cepat pikirnya, “Sungguh keji hati
orang ini, untung tangan kiriku telah mengenakan sarung tangan kulit ular, sekalipun
tusukan pedang aku tidak takut, kenapa harus jeri kepada pedang beracunmu?”
Maka ia lantas tertawa dingin, “Cayhe tidak mempan terhadap serangan racun macam
apapun juga.”
“Hmm, racun keji dari kami Lam Hay Ngo Hiong berbeda dari kami sendiri. Dikolong
langit tak akan ada obat lain yang bisa memusnahkan racun ini.”
Setelah berkelana selama beberapa waktu didalam dunia persilatan. Pengetahuan
maupun pengalaman Siauw Ling telah banyak bertambah, mendengar ucapan itu dia
lantas menjawab, “Apabila saudara tidak percaya, tunggu saja nanti.”

Thian Tiong Goan termenung sejenak, ketika ia lantas mendehem dan berkata, “Aku
akan menghitung sampai angka sepuluh racun yang mengeram dalam tubuhmu belum
juga bekerja, maka sejak ini hari aku orang she Thian akan segera menyingkir setiap kali
berjumpa dengan dirimu!”
Siauw Ling tertawa hambar.
“Terlalu serius ucapanmu barusan, aku orang she Siauw tidak sanggup
menerimanya….” Ia merandek sejenak untuk tukar napas, kemudian tambahnya:
“Seandainya racun yang mengeram dalam tubuh cayhe tidak bersih, aku minta saudara
menjawab tiga buah pertanyaanku, maukah kau berjanji?”
“Haaa…. haaa…. seandainya kau benar-benar kebal terhadap racunku, janga dikata tiga
buah pertanyaan sekalipun tiga puluh pertanyaan juga cayhe jawab semua.”
“Kalian lima manusia laknat dari Lam Hay adalah manusia-manusia kenamaan dalam
dunia persilatan. Tahukah kau akan pepatah yang mengatakan….”
“Perkataan dari seorang kongcu berat laksana gunung Thay san, sekali telah diucapkan
dikejar dengan empat kudapun sukar ditarik kembali….”
“Hmm! meskipun tingkah laku kami Lam Hay Ngo Hiong rada latah dan tinggi hati
namun selamanya kami selalu pegang janji. Setiap ucapan yang telah kami utarakan tidak
nanti disesal kembali.”
“Bagus kalau begitu. Nah, saudara boleh mulai menghitung!”
Dalam hati kecilnya si anak muda ini sadar ketidak munculnya Soen Put Shia serta
Tiong Cho Siang Ku sekalian tentu disebabkan sesuatu yang luar biasa kemungkinan besar
merekapun menemui hadangan, dan sedang melangsungkan pertarungan sengit atau
mungkin juga mereka sudah dibokong orang dan tertangkap musuh. Satu-satunya
kemungkinan baginya untuk mengetahui kejadian itu hanyalah menaklukan pelajar
bertangan dingin ini, maka dengan sabarnya dia menanti hitungan lawan.
Terdengar Thian Tiong Goan mulai menghitung dengan suara lantang, “Satu, dua, tiga,
empat…. sembilan….”
Namun Siauw Ling masih tetap tenang-tenang saja berdiri disisi kalangan. Wajahnya
penuh senyuman dan badannya tak berkutik.
Dan muka Thian Tiong Goan berobah hebat dengan termangu-mangu ia menatap
wajah si anak muda itu lama sekali…. mendadak tegurnya, “Benarkah saudara sama sekali
tidak keracunan.”
Siauw Ling tersenyum.
“Bukankah sejak tadi aku sudah bilang bahwa cayhe tidak mempan terhadap segala
macam racun? siapa suruh kau tidak percaya? nah! sekarang sudah percaya?”

Ia merandek sejenak, lalu dengan suara keras serunya, “Hitunganmu tinggal satu yang
belum kau sebutkan, kenapa tidak kau teruskan?”
Sepasang matanya Thian Tiong Goan berkedip, mendadak ia tertawa seram.
“Seandainya cayhe tidak sebutkan hitungan yang kesepuluh bukankah pertaruhan ini
jadi berlangsung selamanya tak bisa ditentukan siapa yang menang dan siapa yang
kalah?”
Ucapan itu sungguh berada diluar dugaan Siauw Ling. Dari tertegun dia jadi naik pitam,
serunya, “Hmm, ternyata nama besar Lam Hay Ngo Hiong hanyalah nama kosong belaka.
Kalian tidak lebih hanyalah manusia bejad yang bermoral rendah!”
“Menggunakan tentara jangalah lupa memakai siasat, siapa suruh Siauw thayhiap
kurang berpengalaman dalam menghadapi masalah dunia persilatan. Janganlah kau
salahkan aku orang she Thian yang jauh lebih unggul otaknya.”
Dalam hati Siauw Ling benar-benar mendongkol bercampur gusar, segera seurnya
ketus, “Kau anggap dengan andalkan beberapa patah kata untuk menipu diriku, kau
pantas bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan selamat?”
Thian Tiong Goan tersenyum.
“Kecuali dalam ilmu silat Siauw thayhiap bisa kalahkan diriku sehingga membuat hatiku
kagum terhadap kau.”
“Hmmm! itu bukan pekerjaan yang terlalu menyulitkan diriku!”
Dalam keadaan gusar, napsu membunuhnya segera berkobar. Perlahan-lahan dia
angkat pedangnya seraya berkata, “Asalkan kau dapat menerima tiga buah tusukan
pedangku lagi, maka aku orang she Siauw tak akan menyusahkan cuwi sekalian.”
Dari cara Siauw Ling mengangkat pedangnya. Sipelajar bertangan dingin telah
menduga kalau pihak lawan memahami serangan hawa pedang, didalam serangannya
nanti pasti luar biasa dahsyatnya. Tentu saja dia tak berani bertindak gegabah, sambil
salurkan hawa murninya bersiap sedia, matanya melirik kesana kemari cari jalan keluar,
diam-diam ia kerahkan ilmu menyampaikan suaranya memanggil dua orang toojien yang
menyaru sebagai anggota Bu tong pay itu untuk bersama-sama melawan Siauw Ling.
Mendadak terdengar si anak muda itu membentak keras, pedangnya berkelebat
kedepan menciptakan selapis cahaya keperak-perakan yang menyilaukan mata, bersamasama
pedangnya ia tubruk tubuh orang she Thian itu.
Thian Tiong Goan cepat-cepat angkat pedangnya menangkis, kemudian laksana kilat
dia mundur kebelakang.
Dalam serangannya barusan Siauw Ling telah gunakan ilmu pedang terbang ajaran
Cung San Pek, suatu ilmu pedang tingkat yang paling tinggi.

Sejak tinggalkan perguruan Siauw Ling terus menerus berkelana dalam Bulim. Ilmu
pedang yang dipelajaripun hanya merupakan permulaannya saja, karena situasi yang
terlalu mendesak pada diri ini terpaksa dia harus keluarkan kepandaian itu.
Terdengar suara senjata beradu nyaring, hawa pedang membumbung tinggi keangkasa
dan menyambar kedepan.
Dua jeritan ngeri yang menyayat hati segera bergema memecahkan kesunyian, dua
orang perkumpulan Pek Hoa san cung itu yang menyamar sebagai anggota Bu tong itu
roboh keatas tanah dan menemui ajalnya seketika itu juga.
Yang satu terbabat pinggangnya sampai putus jadi dua bagian, sedangkan yang lain
terbabat kepalanya hingga butiran batok kepala itu mencelat sejauh enam tujuh depa dari
kalangan.
Thian Tiong Goan yang licik hanya kehilangan pedangnya dalam serangan tersebut,
dengan cepat ia sambar tubuh Boe Wie Tootiang kemudian loncat kedepan dan lari keluar
dari rumah gubuk itu.
Rupanya Siauw Ling tidak menyangka kalau seranga pedangnya barusan bisa
menghasilkan akibat yang mengerikan untuk beberapa saat ia berdiri termangu-mangu
ditempatnya semula.
Dalam sekejap mata itulah Thian Tiong Goan dengan membawa Boe Wie Tootiang telah
lari tak berbekas.
Setelah mendusin dari lamunannya Siauw Ling segera mengempos tenaga mengejar
keluar. Ia lihat Thian Tiong Goan telah berada lima tombak jauhnya dan sedang lari naik
gunung. Sementara bayangan dari Soen Put Shia serta Tiong Cho Siang Ku sekalian belum
kelihatan juga.
Dalam keadaan serta situasi seperti ini tak sempat bagi Siauw Ling untuk memikirkan
nasib Soen Put Shia sekalian lagi, ia segera mengempos tenaga mengejar kearah pelajar
bertangan dingin.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siauw Ling adalah ajaran langsung dari Liuw Sian
cu jago gingkang nomor wahid dikolong langit, dalam pengerahan tenaga hingga
mencapai pada puncak ini bisa dibayangkan betapa cepatnya lari si anak muda itu. Tidak
sampai seratus tombak ia telah berhasil menyusul Thian Tiong Goan hanya dua tombak
dibelakangnya, ia segera berseru keras, “Apabila kau tidak mau menghentikan larimu,
jangan salahkan kalau aku Siauw Ling akan melukai orang dengan senjata rahasia!”
Belum habis ia berkata tiba-tiba Thian Tiong Goan putar badan sambil mengayun
tangannya, serentetan cahaya pudar laksana kilat meluncur kebelakang.
Siauw Ling putar pedang melindungi badan ting…. ting…. semua senjata rahasia yang
menyambar datang berhasil disampok rontok semua oleh pedangnya.
Tetapi dengan hadangan ini, maka dengan menggunakan kesempatan Thian Tiong
Goan berhasil lari kedepan enam tujuh depa lebih jauh dari semula.

Jilid 19
Sementara itu pelajar bertangan dingin telah tiba dipinggang gunung. Siauw Ling sadar
apabila ia biarkan orang itu menyusup kedalam semak belukar maka sulit baginya untuk
menyusul manusia licik itu. Hatinya jadi sangat gelisah, mendadak ia mengepos tenaga
ilmu meringankan tubuh. “Pat Poh Kan san” dikerahkan hingga mencapai pada
puncaknya…. dalam beberapa tombak saja dibelakang tubuhnya.
Ilmu meringankan tubuh dari Thian Tiong Goan memang lihay. Tetapi kalau
dibandingkan nomor wahid dari kolong langit dia masih kalah satu tingkat, apalagi pada
punggungnya harus menggendong Boe Wie Tootiang, semakin sulit lagi posisinya.
Maka setelah saling menerjang beberapa tombak lagi, Siauw Ling telah berada tujuh
delapan depa dibelakangnya.
Siauw Ling segera siapkan pedangnya untuk mengirim tusukan maut, mendadak
terdengar gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang ditengah angkasa, diikuti
seseorang berseru lantang, “Saudara Siauw, jangan kuatir. Orang ini tak akan berhasil
melepaskan diri dari cengkeraman kita!”
Bersamaan dengan munculnya bentakan nyaring, tiba-tiba dari balik bukit meloncat
keluar seorang pengemis tua berambut kusut.
Sekilas pandangan Siauw Ling segera kenali orang itu sebagai Soen Put Shia yang
dikuatirkan selama ini, ia jadi tercengang, pikirnya, “Aneh…. kenapa mereka semua telah
mengundurkan diri keatas gunung?”
Dalam pada itu tampaklah Soen put Shia teah ayunkan telapaknya mengirim satu
pukulan dahsyat, sambil menghadang jalan pergi Thian Tiong serunya ketus, “Lepaskan
toosu tua itu!”
“Hmm, tidak semudah itu kawan” sambil berseru orang she Thian inipun ayunkan
tangan kanannya menyambut datangnya serangan itu dengan keras lawan keras.
Braak….! sepasang telapak saling beradu satu sama lainnya, Thiong Tiong Goan segera
terdesak mundur satu langkah kebelakang.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Siauw Ling menyusul kedepan,
tangannya diayunkan dan segera melancarkan totokan dengan ilmu Siuw loe sin cian
menghajar jalan darah Hoei Yang Hiat pada kaki kiri Thiong Tiong Goan.
Ilmu jari Sin Loo Cie merupakan salah satu ilmu kebanggaan Liuw San Cu. Selama
puluhan tahun berdiam dalam lembah tiga rasul boleh dibilang segenap kemampuan serta
pikirannya dipusatkan pada ilmu jari ini. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ilmu
tersebut setelah diajarkan sendiri kepada Siauw Ling.

Serentetan tenaga totokan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun menyambar kedepan
dan menghantam jalan darah Hoei Yang Hiat dikaki Thiong Tiong Goan orang itu secara
mendadak merasakan kaki kirinya jadi kaku dan hampir-hampir saja roboh tertunduk
diatas tanah.
Siauw Ling bertindak cepat tangan kirinya segera menyambar tubuh Boe Wie Tootiang
dari tangannya. Sementara pedang ditangan kanannya menghantam kemuka…. Plaak!
dengan telak menghajar sikut kanannya.
Tenaga kweekang yang dimiliki Thiong Tiong Goan benar-benar amat sempurna,
meskipun jalan darah dikaki kirinya tertotok oleh ilmu Siuw Loo cie dari Siauw Ling namun
lukanya bukan ditempat yang penting maka dia masih bisa mempertahankan diri. Tetapi
setelah Siauw Ling menghajar sikutnya dengan pedang, dimana dalam hantaman tadi
telah digunakan tenaga yang sangat besar. Ia tak sanggup mempertahankan diri lagi….
Blukk! tidak ampun lagi badannya segera jatuh keatas tanah.
Pedang Siauw Ling berkelebat memutuskan tali yang membelenggu tubuh Boe Wie
Tootiang, sambil bekerja ujarnya, “Loocianpwee orang ini adalah salah satu dari manusia
laknat yang bermukim di Lam Hay. Ilmu silatnya sangat lihay dan otaknya licik sekali.
Baik-baiklah jaga dirinya agar jangan salah melarikan diri, aku hendak bebaskan dulu Boe
Wie Tootiang dari pengaruh totokan.”
Selesai bicara tanpa menunggu jawaban lagi Siauw Ling letakkan Boe Wie Tootiang
keatas tanah, dengan ilmu Tui Kiong Kok Hiat ia urut sekujur tubuh toosu tua itu.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Boe Wie Tootiang baru membuka matanya dan
menghembuskan napasnya panjang.
“siauw thayhiap, terima kasih atas pertolonganmu” bisiknya.
“Aaai….! Tootiang tak perlu sungkan-sungkan.”
Perlahan-lahan Boe Wie Tootiang bangkit berdiri, sambil melirik sekejap kearah Soen
Put Shia katanya, “Apakah diantara rombongan Loocianpwee ada yang terluka?”
“Kecuali aku sipengemis tua, semua orang berada dalam keadaan terluka!” jawab Soen
Put Shia dengan wajah serius.
Sepasang alis Siauw Ling segera berkerut sementara dia mau bicara Soen Put Shia
telah keburu bicara lebih dahulu, “Ada satu persoalan yang belum kujelaskan yaitu
simacan tutul berkepala sembilan Ong Hong telah dihajar orang sampai terjungkal
kedalam jurang, dia mati dengan badan hancur lebur.”
“Bukankah Loocianpwee mengikuti terus dibelakang boanpwee?” tanya Siauw Ling.
“Ketika aku sipengemis tua melihat kalian masuk kedalam gubuk dan lama sekali tak
ada sesuatu gerak gerik apapun aku lantas menggape Tiong Cho Siang Ku untuk
bersama-sama memeriksa keadaan disitu, mendadak sebuah senjata rahasia menyambar
datang dari empat penjuru bagaikan titiran hujan gerimis. Karena perubahan yang terjadi

secara tiba-tiba ini hampir saja membuat aku sipengemis tua terhajar pula oleh senjata
rahasia itu….”
“Jadi mereka semua terluka karena serangan senjata rahasia itu?”
“Yang terluka dalam hujan senjata rahasia itu adalah Suma Kan siperamal sakti dari
timur serta Ong Hong dua orang. Sepasang pedagang dari Tiong chin benar-benar tidak
malu disebut jagoan yang berpengalaman luas. Kewaspadaan mereka sangat tinggi
melebih aku sipengemis tua, walaupun mereka berhasil meloloskan diri dari serangan
senjata rahasia gelombang pertama. Namun disebabkan hendak melindungi Thio Kie An
maka dalam serangan gelombang kedua mereka masing-masing terluka pula oleh senjata
rahasia lawan! Aaaai….! dengan kemajuan yang dimiliki kedua orang itu. Seandainya
bukan karena harus melindungi keselamatan Thio kie An, tidak mungkin mereka terluka
oleh senjata-senjata itu.
“Senjata rahasia apakah yang digunakan pihak musuh? begitu lihaykah serangan
tersebut?”
“Datangnya bagaikan hujan badai, semuanya merupakan senjata rahasia kecil
semacam On Boe Tin, Bwee Hoa Ciam serta sebangsanya.”
Siauw Ling menghela napas panjang.
“Aaai….! dibawah hujan senjata rahasia yang demikian kejinya, sekalipun cuma satu
dua orang yang melalukan seranganpun sudah sukar untuk menghindarkan diri, apabila
terjebak dalam perangkap yang telah sengaja mereka atur benar-benar sulitnya bukan
kepalang.”
“Begitu menyaksikan situasi tidak menguntungkan aku sipengemis tua segera turunkan
perintah untuk mengundurkan diri keatas gunung tempat dimana terjadi pertarungan
hanya terpaut enam tujuh tombak saja daerah pegunungan, setelah tiba diatas bukit
mula-mula Suma Kan yang tak sanggup mempertahankan diri, dia roboh keatas tanah.
terpaksa aku sipengemis tua harus membopong tubuhnya untuk mengundurkan diri!”
“Untung mereka tidak kirim orang untuk melakukan pengejaran” sela Siauw Ling.
“Siapa bilang tidak….” Soen Put Shia merandek sejenak, lalu terusnya: “Setelah
kuperiksa keadaan luka dari Suma Kan, segera kuketahui bahwa ia sudah terkena senjata
rahasia beracun, maka aku lantas punya pikiran, yaitu semua senjata rahasia yang telah
dipergunakan pada hari itu semuanya telah dipolesi racun. mereka tidak beritahu aku
pengemis tua dan akupun ogah banyak bertanya, dengan memimpin jalan kubawa
mereka mundur terus kegunung dengan harapan bisa mendapatkan goa atau selat yang
sempit untuk mereka beristirahat, dalam keadaan seperti ini aku tak bisa berpikir panjang
lagi…. Aaaai! siapa tahu bukan saja goa dan selat tak berhasil kutemukan para
pengejarpun telah tiba!”
“Siapa saja yang munculkan diri?”
“Belasan orang lelaki kekar baju hitam, ditangan mereka masing-masing membawa
sebuah tabung yang berisi senjata rahasia Bwee Hoa Ciam serta sebangsanya serta

sebilah senjata tajam yang beraneka ragam. Aku pengemis tua yang mula-mula
memimpin perjalanan sekarang terpaksa harus berada dipaling belakang untuk
membendung serangan musuh. Tu Kioe yang keracunan paksakan diri untuk
menggendong Suma Kan yang berada dipunggungku. Tapi sayang racun yang mengeram
didalam tubuh mereka telah bekerja, sehingga gerakan kami lambat sekali. Aku
sipengemis tua tidak enak memaksa mereka lagi pula dipaksapun percuma maka baru
saja mundur puluhan tombak musuh tangguh telah kami temui, dengan seorang diri aku
harus bergebrak melawan belasan orang. Sedikit meleng pada suatu saat Ong Hong telah
dihajar orang sampai masuk jurang….”
“Situasi terlalu mendesak, dalam peristiwa ini tak dapat salahkan diri Loocianpwee”
hibur Siauw Ling.
“Walaupun begitu, namun dalam hati kecilku tetap terdapat semacam perasaan malu
dan menyesal yang tak terhingga.”
Siauw Ling, tak tahan segera serunya, “Lalu bagaimana selanjutnya?”
Soen Put Shia menyapu sekejap Boe Wie Tootiang, kemudian sahutnya, “Kalau
dibicarakan, mau tak mau aku sipengemis tua harus mengagumi perhitungan serta
dugaan yang sempurna dari Tootiang!”
“Aaai! seandainya pinto adalah orang yang punya pikiran sempurna. Tidak nanti pada
hari ini kita alami kekalahan total semacam ini” ujar Boe Wie Tootiang sambil menghela
napas sedih. “Seluruh kekuatan inti dari partai Bu tong telah mengalami penjagalan yang
mengerikan.”
“Apa? jadi orang yang menyambut kedatangan aku sipengemis tua dan bantu pukul
mundur kaum bajingan itu bukanlah anak murid partai Bu tong….?”
“Pinto tak berani menerima jasa tersebut!”
“Waah, kalau begitu aneh sekali!”
“Sebenarnya apa yang telah terjadi?” tanya Siauw Ling.
“Tatkala aku sipengemis tua saksikan Ong Hong dihantam orang sampai masuk
kedalam jurang tanpa bisa menolong. Hatiku gelisah bercampur gusar, beruntun
kulepaskan beberapa pukulan maut, meskipun dua orang lawan berhasil kulukai namun
aku tak sanggup membendung serangan mereka yang begitu gencar dan dahsyat. Aaai!
bilamana aku harus bertahan terus dalam keadaan begini tanpa datangnya bala bantuan,
mungkin setengah jam kemudian akupun bakal roboh terluka. pada saat itulah kami kena
didesak hingga tersudut, ada seseorang yang memiliki kepandaian silat agak tinggi
berhasil melewati aku pengemis tua, dan langsung mengejar kearah Tiong Cho Siang Ku
sekalian.”
“Loocianpwee” teriak Siauw Ling terperanjat. “Jadi kalau begitu kedua orang saudaraku
telah mati dibunuh orang?”
Soen Put Shia menggeleng.

“Seandainya mereka berdua sampai terbunuh aku sipengemis tua tak akan punya muka
untuk unjukkan diri bertemu dengan kalian berdua.”
“Sebetulnya apa yang telah terjadi?”
“Hatiku benar-benar gelisah ketika menyaksikan situasi yang amat kritis itu, diriku
terkepung rapat dalam desakan musuh dan tak mungkin pisahkan diri untuk menolong
mereka, sementara racun dalam tubuh merekapun telah bekerja. Tak ada tenaga dalam
tubuh mereka untuk melawan, bayangkan saja betapa kritisnya situasi waktu itu. Dikala
maut hampir tiba itulah mendadak terdengar suitan panjang berkumandang datang.
Empat orang manusia berbaju hitam membawa poo kiam laksana tentara langit yang
turun kebumi segera menyerang kesana kemari dengan dahsyatnya, empat rentetan
cahaya perak menggulung keempat penjuru laksana ombak ditengah samudra. Tidak
sampai seperminum teh lamanya sebagian besar para pengejar telah mereka lukai atau
mereka bunuh, sisanya karena melihat situasi tidak menguntungkan segera melarikan diri
terbirit-birit.”
“Apakah loocianpwee telah tanyakan asal usul keempat orang itu?” tanya Boe Wie
Tootiang.
“Sementara aku sipengemis tua siap bertanya, keempat orang itu telah putar badan
dan berlalu dari situ, dalam sekejap mata bayangan mereka sudah lenyap tak berbekas.”
“Apakah loocianpwee melihat jelas bagaimanakah raut mukanya?”
Soen Put Shia termenung sejenak, kemudian baru menjawab, “Keempat orang itu
sama-sama mengenakan kain kerudung berwarna hitam sehingga sulit bagiku untuk
melihat raut wajahnya.”
Ia merandek sejenak lalu tambahnya, “Aaaah, kalau bukan pertanyaanmu barusan
hampir saja aku pengemis tua lupa mengutarakannya keluar, diantara keempat bayangan
itu dua orang mempunyai perawakan yang istimewa kecil dan rampingnya, potongan
tubuhnya tidak mirip perawakan tua.”
“Waduh…. aku jadi semakin bingung.”
“Rupanya mereka sudah mengetahui lebih dahulu kalau Djen Bok Hong telah kirim
orang untuk mencegat kita disitu” ujar Boe Wie Tootiang. “Tapi dengan sendirinya mereka
sungguh ada maksud menolong, kenapa tidak memperingatkan kita jauh sebelumnya?”
“Aku sipengemis tuapun merasakan banyaknya kecurigaan serta kesangsian didalam
persoalan ini, sungguh membuat orang jadi bingung dan tidak habis mengerti.”
“Mereka suka turun tangan membantu kita bahkan melukai pula begitu banyak jago
dari perkampungan Pek Hoa San cung. Jelas keempat orang itu adalah kawan bukan
lawan….”
Seandainya mereka datang dengan tujuan membantu, kenapa tidak meninggalkan
nama?”

“Benar!” Boe Wie Tootiang menyambung. “Seandainya sudah mengetahui dahulu
rencana dari Djen Bok Hong dan benar-benar ada maksud menolong kita sekalian. Kenapa
tidak beri kabar lebih dahulu kepada partai kami sehingga mengakibatkan kekuatan ini
dari partai Bu tong serta beberapa orang sahabat Bulim yang sedang merawat luka mati
binasa semua.”
“Tadi, cayhe telah perhatikan keadaan disekeliling gubuk dan kurasa tiada tana pernah
terjadi suatu pertempuran disana. Mungkin saja Im Yang Tootiang dengan membawa
segenap anggota partai Bu tong telah menyingkir dari sini.”
“Kenapa tidak kita kompas saja orang ini?” tiba-tiba Soen Put Shia menyela sambil
menyapu sekejap wajah Thian Tiong Goan.
“Sedikitpun tidak salah!” seru Siauw Ling dengan langkah lebar ia segera mendekati
orang she Thian itu, telapaknya berkelebat membebaskan jalan darahnya yang tertotok
setelah ia menotoknya jalan darahnya diatas lengan serta kakinya. Kemudian ia berkata
dengan suara dingin, “Kau menyaru sebagai Im Yang cu, tentu mengetahui bukan kabar
berita mengenai Im Yang tootiang?”
Perlahan-lahan Thian Tiong Goan melirik sekejap wajah Siauw Ling, lalu tertawa
hambar dan mengangguk.
“Sedikitpun tidak salah!”
“Sekarang Im Yang Tootiang berada dimana?”
“Kalau cayhe tidak ingin jawab?”
Sepasang mata Soen Put Shia kontan melotot bulat-bulat serunya ketus, “Telah lama
aku sipengemis tua mendengar akan nama besar dari Lam Hay Ngo Hiong. Namun aku
tidak percaya kalau kau adalah lelaki jantan yang terdiri dari baja yang kuat. Siauw
thayhiap tidak tega turun tangan terhadap dirimu, namun aku sipengemis tua tega untuk
melakukan siksaan macam apapun akan kutotok lebih dahulu jalan darah Nge Im Ciat
Hiatmu agar kau rasakan bagaimana kalau aliran darah harus terkumpul didalam paruparu.”
Thian Tiong Goan tertawa dingin.
“Kau anggap kami lima manusia laknat dari Lam Hay adalah kawanan tikus yang takut
mati??”
“Bagus! kalau kau tidak percaya, segera akan kusuruh kau cicipi bagaimana rasanya”
sambil berseru pengemis tua segera mendekati tubuh Thian Tiong Goan, angkat tangan
kanannya dan berkata lagi, “Bagaimana kalau aku pengemis tua memberi waktu
seperminum teh lagi bagimu untuk pikir-pikir?”
“Seandainya cayhe katakan kabar berita mengenai Im Yang cu, apa yang hendak kalian
lakukan terhadap diriku??” tanya Thian Tiong Goan setelah termenung sebentar.

“Tentang soal ini harus diputuskan sendiri oleh Tootiang!” jawab Soen Put Shia sambil
berpaling kearah toosu tua itu.
Sepasang mata Boe Wie Tootiang memancarkan cahaya tajam, seraya menatap wajah
orang she Thian itu katanya perlahan-lahan, “Kami dari partai Bu tong sama sekali tidak
pernah mengikat tali permusuhan apapun dengan kalian lima manusia laknat dari Lam
Hay pinto benar-benar tidak mengerti apa sebabnya kalian Lam Hay Ngo Hong memusuhi
partai kami.”
Meskipun berada dipinggir maut Thian Tiong Goan sama seklai tidak jadi gugup, ia
tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun setelah mendehem
jawabnya, “Setelah munculkan diri dalam dunia persilatan kami lima bersaudara dari Lam
Hay pernah menjelajahi seluruh dunia persilatan selama sembilan kali. tetapi boleh
dibilang baru ini hari untuk pertama kalinya jatuh ditangan orang.”
“seandainya cuwi sekalian betul-betul ada maksud mengikat tali permusuhan. kami lima
bersaudara dari Lam Hay silahkan turun tangan keji diri cayhe, tapi jangan harap cuwi
sekalian bisa menyiksa diriku, sebab dalam sekejap mata aku bisa putuskan napasku. Tapi
kalian harus ingat setelah aku mati maka berhati-hatilah kalian semua, setiap saat
keempat orang saudara angkatku bisa datang untuk mencari balas. Selama salah satu
diantara mereka masih hidup, dengan cara dan tipu muslihat macam apapun dendam
berdarah ini pasti akan dituntut balas.”
“Itu urusan dari kalian lima manusia laknat” sela Siauw Ling. “Sekarang yang kami
tanyakan adalah kabar berita mengenai Im Yang Tootiang serta anak murid partai Bu tong
lainnya.”
“Bebaskan dulu jalan darahku, maka segera kukatakan jejak mereka!”
“Lima manusia laknat dari Lam Hay sudah terkenal akan kelicikan, kekejian serta
kebuasannya sudah lama aku sipengemis tua mengetahui nama kalian….”
“Tidak salah” tukas Thian Tiong Goan. “Meskipun kami lima bersaudara dari Lam Hay
seringkali melakukan perbuatan jahat dan seringkali main akal-akalan, namun setiap janji
yang telah diutarakan tak pernah kami ingkari.”
“Nanti dulu kawan!” tiba-tiba Siauw Ling berseru dengan ketus. “Apakah kau sudah
lupa akan tipu muslihat yang telah kau gunakan untuk membohongi aku sewaktu berada
didalam rumah gubuk tadi?”
“Tadi aku cuma menipu dirimu toh janji yang kuucapkan tak pernah diingkari?
mengenai urusan tadi harus salahkan usiamu yang terlalu muda dan kurang
berpengalaman menghadapi masalah dunia persilatan, asalkan sebelum bertaruhan tadi
kau tambahkan dengan sepatah kata dan tentunya batas waktunya, mau tak mau angka
yang terakhir harus kuucapkan juga dan pertaruhan itu kaulah yang menang.”
Siauw Ling termenung pikirnya, “Ucapannya sama sekali tidak salah, sebelum angka
yang kesepuluh diucapkan dia memang tak bisa terhitung kalah!”

Berpikir begitu, mendadak tangannya berkelebat membebaskan jalan darah Thian
Tiong Goan yang tertotok, serunya lantang, “Nah sekarang katakanlah.”
Thian Tiong Goan tidak langsung menjawab, ia pejamkan matanya lebih dulu untuk
mengatur pernapasan menunggu hingga hawa murni telah menjadi beredar dengan lancar
dia baru buka matanya kembali menyapu Siauw Ling sekalian.
“Waktu cayhe tiba ditempat ini, beberapa buah rumah gubuk itu telah berada dalam
keadaan kosong tanpa penghuni” katanya kemudian.
“Sungguhkah ucapanmu?”
“Setelah cayhe berjanji untuk menjawab, tentu saja setiap patah kataku adalah katakata
yang sejujurnya.”
Alis Siauw Ling kontan berkerut.
“Dalam melaksanakan tugasmu kali ini bukan saja kau gagal peroleh saja bahkan
sebagian besar anak buahmu mati ataupun terluka, bagaimana tanggung jawabmu bila
bertemu dengan Djen Bok Hong nanti?”
“Soal ini tak perlu kau risaukan” sahut Thian Tiong Goan. “Djen toa Cungcu pernah
beritahu kepada cayhe tentang kelihayan ilmu pedangmu yang dikatakan luar biasa
setelah perjumpaan hari ini kuakui bahwa ucapan sama sekali tidak bohong. Pemberianmu
pada hari ini akan cayhe ingat selalu didalam hati. Semoga dikemudian hari kami lima
bersaudara dari Lam Hay bisa mendapat petunjuk lagi akan ilmu silat Siauw thayhiap yang
lihay.”
“Setiap saat aku orang she Siauw akan menantikan kedatanganmu.”
Tiba-tiba Soen Put Shia tertawa dingin.
“Eeeei…. bagaimana? setelah mengucapkan beberapa patah kata yang tak berguna itu.
Kau lantas mau pergi?” tegurnya.
“Heee…. heee…. mungkin cayhe tak sanggup mengalahkan kalian bertiga. Namun
untuk pergi dari sini rasanya masih lebih dari cukup!”
Seraya berkata badannya melayang ketengah udara. Pada saat yang bersamaan tangan
kirinya menyerang Soen Put Shia, kaki kanannya menendang Boe Wie Tootiang sedang
tangan kanannya diayun kearah Siauw Ling, dimana serentetan cahaya perak segera
menyambar keempat penjuru.
Berada dalam jarak yang demikian dekatnya sekalipun Siauw Ling sudah bersiap siaga
tak urung dibikin gelagapan juga. Dalam keadaan terdesak dan kritis cepat-cepat
telapaknya melancarkan satu pukulan sementara tubuhnya dengan gerakan Jembatan
Gantung menjatuhkan diri kebelakang!
Soen Put Shia membentak keras, telapaknya disapu keluar mengirim satu serangan
balasan yang tak kalah hebatnya.

Boe Wie Tootiang mendendam atas bokongannya tadi, melihat datangnya tendangan ia
tidak menghindar. Jarinya laksana batang tombak langsung menotok jalan darah “Hian
Ciong” diatas kaki Thian Tiong Goan.
Dalam pertarungan antara jago-jago Bulim siapapun diantara mereka tak mau
membuang kesempatan baik yang diperoleh, dalam sekali gerakan Thian Tiong Goan telah
menyerang ketiga orang musuhnya dengan senjata rahasia, tendangan serta serangan
telapak. Namun dengan perbuatannya ini justru telah mengundang serangan balasan dari
Soen Put Shia serta Boe Wie Tootiang.
Siapa sangka serangan dari Thian Tiong Goan cuma serangan tipuan belaka. Setelah
melancarkan tendangan dan pukulan tadi badannya segera jumpalitan kebelakang, begitu
mencapai permukaan tanah badannya segera melesat satu tombak jauhnya dari tempat
semula, serunya sambil tertawa terbahak-bahak, “Haaah…. haah…. haah…. maaf cayhe
tak dapat melayani lebih lama lagi, kesempatan dikemudian hari masih banyak, sampai
bertemu lagi!”
Habis bicara badannya segera melayang tujuh delapan tombak jauhnya dari tempat
semula.
Siauw Ling enjotkan badannya siap mengejar, namun segera dicegah oleh Boe Wie
Tootiang.
“Biarlah dia pergi! yang penting kita harus menolong mereka yang terluka!”
Siauw Ling merandek dan ia segera ingat kembali kalau Tiong Cho Siang Ku sekalian
telah terkena senjata rahasia beracun, buru-buru kepada Soen Put Shia tanyanya,
“Loocianpwee, dimana mereka berada?”
“Aaaai….! dimana semak tidak jauh dari sini. Djen Bok Hong betul-betul manusia luar
biasa, walau aku sipengemis tua memusuhi dirinya tetapi tak bisa dikagumi kelihayannya.
Jangan dikata jago-jago biasa sampai lima manusia laknat dari Lam Haypun berhasil ia
taklukan, benar-benar luar biasa.”
Sementara bercakap-cakap mereka sudah tiba didepan sebuah semak. Soen Put shia
segera masuk lebih dahulu.
Siauw Ling, Boe Wie Tootiang dengan ketat mengikuti dibelakang pengemis tua itu,
setelah berjalan dua tiga tombak sampailah mereka dibawah sebuah tebing terjal.
Tampak Suma Kan serta Tiong Cho Siang Ku duduk bersila diatas tanah, rupanya
mereka sedang mengatur pernapasan sedangkan Thio kie An pejamkan mata untuk
bersandar disisi batu besar. Dua ekor anjing raksasapun berada disisi majikannya.
“Aneh!” tiba-tiba Soen Put Shia berseru dengan alis berkerut. “Rupanya luka beracun
yang mereka derita sudah sembuh semua!”
Si sie poa emas Sang Pat yang sedang bersemedhi segera membuka matanya
memandang sekejap ketiga orang itu, lalu sambil tertawa sahutnya, “Setelah loocianpwee

berlalu, seorang manusia berbaju hitam menghampiri kami, dengan sebatang besi ia
berani isap jarum beracun yang bersarang ditubuh kami kemudian menghadiahkan sebutir
pil pemusnah pada kami tiap-tiap orang. Setelah selesai bekerja iapun berlalu lagi dengan
langkah cepat. Lihay sekali orang itu dikala menyembuhkan luka kami. Bukan saja hapal
bahkan cepatnya luar biasa.”
“Kalian tidak menanyakan siapa namanya?”
“Tanya sih sudah cuma ia tidak menyahut barang sekecappun!”
“Setiap kali mereka membantu kita selain saja tak suka tinggalkan nama mereka, entah
apa maksud tujuannya?” kata Siauw Ling menunjukkan rasa tercengannya.
“Bagaimanakah raut wajah orang itu?” tanya Boe wie Tootiang.
“Menurut pendapat siauwte rupanya dia adalah seorang nona” jawab Suma Kan tibatiba
sambil membuka matanya.
“Seorang gadis?”
“Potongan tubuhnya kecil dan ramping, sepuluh jarinya panjang-panjang dari mulus
dan dari tubuhnya menyiarkan bau harum semerbak, delapan bagian dia pasti seorang
gadis.”
Siauw Ling tidak memberikan komentar apa-apa namun dalam hati ia merasa
tercengang, pikirnya, “Dari mana datangnya perempuan-perempuan itu? sungguh bikin
hati orang jadi tak habis mengerti!”
Sementara itu terdengar Boe Wie Tootiang telah berkata, “Dalam separuh hidupku
belum pernah pinto berhubungan dengan patriot wanita, partai Bu tong pun tidak pernah
bersahabat dengan suatu aliran perguruan dalam dunia persilatan yang dipimpin seorang
wanita. pinto rasa mereka datang membantu pasti bukanlah disebabkan Bu tong pay
kami.”
“Aku sipengemis tuapun tidak pernah berhubungan dengan kaum wanita dalam
hidupku, jelas merekapun bukan datang menolong karena aku sipengemis tua!”
“Cayhe sendiripun tak dapat menemukan enghiong perempuan manakah yang diamdiam
datang membantu” ujar Siauw Ling, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam
benaknya. “Mungkinkah dia.”
“Siapa?” Soen Put Shia segera bertanya.
“Boanpwee hanya menduga-duga saja. Belum tentu dugaan itu tepat dan benar.”
“Katakanlah agar semua orang mendengar dengan begitu kamipun bisa ikut
memikirkan persoalan itu.”
“Putri dari Pek thian Coen cu, nona Pek li!”

“Hahh…. haa…. pasti dia! kalau bukan dia siapa lagi yang memiliki ilmu silat sedemikian
dahsyatnya dan bertindak laksana naga sakti yang kelihatan kepalanya tak tampak
ekornya.”
Namun dengan cepat Boe Wie Tootiang menggeleng.
“Pendapat pinto jauh berbeda dengan kalian berdua enghiong perempuan yang secara
diam-diam membantu kita pasti bukan nona Pek Li.”
“Kenapa?”
“Seandainya dia adalah nona Pek li. Mungkin sejak dulu-dulu ia sudah unjukkan diri
untuk berjumpa dengan kita. Bukankah dia melarikan diri dari rumah karena ingin
berjumpa dengan Siauw thayhiap? Kenapa setelah berjumpa dia tak unjukkan diri?”
“Ehmm, ucapanmu sedikitpun tidak salah tetapi kalau bukan dia lalu siapa?”
“soal itu pintopun sukar menduga” seraya menyahut toosu tua ini melirik sekejap
kearah Siauw Ling.
“Saudara Siauw” seru Soen Put Shia tiba-tiba. “Kau tak usah berlagak pilon lagi,
siapakah orang itu harap cepat kau katakan?”
“Tentang soal ini…. boanpwee sendiripun benar-benar tak tahu.”
Dari perubahan air mukanya Soen Put Shia mengerti bahwa si anak muda ini tidak
senang berbohong. Maka ia menghela napas panjang.
“Aaai! kalau begitu sunggu aneh, sudah puluhan tahun lamanya aku sipengemis tua
berkelana didalam dunia persilatan tetapi belum pernah kujumpai pihak tidak saling
mengenal tetapi secara diam-diam selalu membantu kita dan lagi setiap kali tentu secara
kebetulan kita sedang menghadapi situasi yang krisis. Setelah membantu tanpa tinggalkan
nama segera berlalu kembali…. aneh…. aneh sungguh aneh!”
“Rupanya untuk beberapap saat kita akan berhasil menemukan kunci rahasia ini, tetapi
pinto rasa teka teki ini tak akan berlangsung terlalu lama, dalam sepuluh hari atau paling
lambat dua bulan kemudian jawabannya pasti berhasil kita peroleh.”
“Mungkinkah mereka berbuat demikian karena mempunyai satu rencana busuk, seperti
misalnya minta balas budi dari kita?” tiba-tiba Soen Put Shia mengajukan pendapatnya.
“Soal ini sukar untuk dikatakan!”
“Aaai! kita semua telah menerima budi pertolongannya. Suatu saat bila mereka ajukan
syarat untuk membalas budi yang pernah mereka lepaskan…. wah, saat itulah kita akan
mengalami kesulitan coba menurut kalian haruskah kita terima syaratyang diajukan??”
“Seandainya syarat yang mereka ajukan tidak akan mengganggu ketentraman umat
manusia, tentu saja harus kita terima. Sebaliknya kalau syarat yang mereka ajukan

membahayakan umat dan manusia merugikan masyarakat kita harus menolaknya mentahmentah.”
Tu Kioe yang selama ini pejamkan matanya mengatur pernapasan tiba-tiba buka
matanya dan berkata dengan suara dingin bagaikan es, “Ada satu persoalan yang hendak
cayhe sampaikan kediri Tootiang!”
“Persoalan apa?”
“Sebelum meninggalkan tempat ini orang yang menyembuhkan luka racunku tadi telah
beritahukan satu persoalan yang mohon cayhe sampaikan kepada diri Tootiang!”
“Apa yang dia katakan?”
“Dia bilang anak murid partai Bu tong dibawah pimpinan Im Yang Tootiang telah
mengundurkan diri dua puluh li kearah barat, sekarang mereka sedang menanti didalam
sebuah kuil kuno dan minta kita segera berangkat kesitu untuk berkumpul dengan
mereka.”
Boe Wie Tootiang jadi kaget bercampur girang. Sekalipun dia punya iman yang tebal
tak urung rasa gembiranya sukar disembunyikan dibalik wajahnya yang ramah itu.
“Benarkah ucapanmu itu?”
“Benar atau tidak cayhe kurang begitu tahu, tetapi orang itu berkata demikian dan
cayhe pun sekarang sampaikan kepada diri Tootiang tanpa cayhe kurangi sepatah
katapun.”
Boe Wie Tootiang kerutkan dahinya. Ia bungkam dalam seribu bahasa.
Dari perubahan air muka toosu tua itu Soen Put Shia mengerti betapa gelisahnya hati
Boe Wie Tootiang saat ini, tentu dia ingin buru-buru berangkat kekuil kuno yang
dimaksudkan untuk mengecek kebenaran kabar ini, maka dia lantas bertanya, “Orang itu
suruh kita berangkat bersama ataukah hanya suruh Boe Wie Tootiang seorang diri
berangkat kesitu?”
“Orang itu suruh kita berangkat kekuil kuno tersebut untuk berkumpul dengan mereka.
Kata “kita” disini sudah tentu bukan dimaksudkan Boe Wie Tootiang!”
“Lalu bagaimana keadaan luka yang cuwi sekalian derita? apakah sudah sanggup untuk
meneruskan perjalanan?”
“Cayhe rasa sudah lebih cukup!” serasa berkata si pit besi berwajah dingin ini bangkit
berkata, “Kamipun sudah sanggup melanjutkan perjalanan!” Sang Pat serta Suma Kan
bersama-sama bangun berdiri.
“Kalau begitu mari kita berangkat!” kata Siauw Ling dengan langkah lebar ia dekati Thio
Kie An dan siap membopongnya.

“Toako, tak usah kau repot-repot sendiri” cepat Tu Kioe loncat kedepan dan
menyambar tubuh orang she Thio itu untuk kemudian dibopongnya.
“Saudara, janganlah terlalu memaksa….”
“Tidak mengapa, aku sudah sehat kembali!”
Begitulah para jagopun meneruskannya kedepan, sepanjang jalan yang tampak cuma
pegunungan dengan tebing yang curam, tak nampak sosok bayangan manusiapun disitu.
Kurang lebih dua puluh li kemudian, tampaklah sebuah kuil kuno berdiri angker
dibawah sebuah bukit yang tinggi.
Boe Wie Tootiang perhatikan sejenak suasana disekeliling kuil tadi meskipun
bangunannya sudah rusak namun berdiri diatas tanah yang luas, segera ujarnya,
“Janganlah kita mempercayai ucapan orang itu seratus persen, harap cuwi sekalian
menanti sejenak diluar kuil, biar pinto memeriksanya lebih dahulu!!”
“Mari, biar aku sipengemis tua yang menemani!!”
Tanpa banyak bicara kedua orang itu segera berjalan mendekati kuil tersebut.
Ketika tiba didepan pintu, terlihatlah Im Yang cu dengan membawa Cheng Yap Cing
munculkan diri menyongsong kedatangan mereka.
Sesudah mengalami pahit getir sewaktu ada didalam gubuk tadi Boe Wie Tootiang
bertindak lebih hati-hati segera membentaknya.
“Berhenti!”
Waktu Im Yang cu sedang bersiap-siap memberi hormat suhengnya, mendengar
bentakan itu dia tertegun dan berdiri mendelong.
“Apabila siauwte ada kesalahan, harap ciangbun suheng suka jatuhi hukuman kepada
diriku!” segera berkata ia merangkap tangannya memberi hormat.
“Aaai….! kalian datanglah kemari” bisik Boe Wie Tootiang sambil menghela napas
panjang. “Baru saja siauw heng ditipu orang, maka dari itu sikapku masih was-was
selalu.”
“Suheng ditipu siapa?”
“Ada orang menyaru jadi dirimu dan membokong aku dengan cara yang licik, jalan
darahku tertotok dan hampir saja aku melayang. Seandainya Siauw thayhiap serta Soen
Loocianpwee tidak turun tangan, mungkin pada saat ini Siauw heng sudah berada didalam
cengkeraman musuh.”
“Aaai, sudah terjadi peristiwa macam begini?” teriak Cheng Yap Chin.

Boe Wie Tootiang mengangguk, diapun lantas menceritakan bagaimana sipelajar
bertangan dingin Thian Tiong Goan menyaru sebagai Im Yang cu…. kemudian bagaimana
ia ditawan dan dibebaskan oleh Siauw Ling serta Soen Put Shia….
Akhirnya dia menambahkan, “Bagaimana keadaan luka dari Be Cong Piauw Pacu?”
“Sudah rada baikan, sekarang dia sudah bisa bersantap dan bicara….” bicara sampai
disitu Im Yang cu merandek sejenak, lalu tambahnya: “Dia menanyakan diri Siauw
thayhiap!”
“Apa yang dia katakan?”
“Ucapannya kurang jelas dan bicaranya masih sukar, hanya pertanyaan itu saja yang
sempat diutarakan.”
Seakan-akan teringat sesuatu yang aneh tiba-tiba Soen Put Shia bertanya, “Darimana
kalian bisa tahu kalau Djen Bok Hong telah kirim orang untuk melancarkan serangan
bokongan dan bersembunyi disini?”
“Siauwte sendiripun bingung tak habis mengerti. Justru kami hendak tanyakan
persoalan ini kepada suheng” sahut Im Yang cu seraya mengalihkan sinar mata kearah
Boe Wie Tootiang.
“Apa yang terjadi?”
“Tidak lama setelah ciangbun suheng sekalian berangkat tiba-tiba siauwte temukan
secarik kertas ditancapkan orang didepan pintu gubuk kita, diatas surat tadi tertulis
dengan jelas kata-kata yang mengatakan bahwa Djen Bok Hong telah kirim banyak jago
lihaynya untuk bersiap-siap membasmi segenap anggota Bu tong pay. Dalam surat itu
meminta siauwte segera kumpulkan segenap anak murid Bu tong pay dan membawa
beberapa orang yang terluka untuk menghindarkan diri dari bencana ini. Bahkan dalam
surat ini tercantum pula dengan jelas keterangan mengenai letaknya kuil dibawah bukit
ini, menurut surat itu disinilah tempat yang paling aman untuk menyelamatkan diri.”
“Apakah diatas surat itu ada tanda tangan atau tidak mengenai sipenulis surat itu?”
“Tidak ada, bahkan tanda atau kode apapun tidak ada, sekarang surat itu disimpan oleh
dua orang imam bocah yang mengawal suheng.”
“Apakah kalian lakukan perintah diatas surat itu begitu setelah menerima surat tadi?”
“Lama sekali siauwte rundingkan persoalan ini dengan samte, kami merasa bahwa dari
pada bertahan disana memang jauh lebih baik untuk menyingkir, maka sambil mengutus
dua orang anggota partai kita untuk mencari kuil kuno seperti yang dimaksudkan dalam
surat itu. Dan kamipun mengundurkan diri keatas gunung.”
“Siapakah orang itu?” seru Soen Put Shia dengan nada tercengang dan tidak habis
mengerti. “Rupanya dia selalu bersembunyi ditempat kegelapan dan terus menerus
membantu kita.”

Dalam pada itu Siauw Ling beserta Suma Kan dan Tiong Cho Siang Ku sekalian telah
turun kebawah, mengikuti dibelakang Soen Put Shia merekapun masuk kedalam kuil.
“Bukan saja orang itu sudah membantu kita secara diam-diam bahkan menolong pula
partai Bu tong dari kemusnahan” ujar Boe Wie Tootiang setibanya didalam ruang kuil.
“Rupanya dia begitu paham dan tahu akan setiap gerak gerik dari Djen Bok Hong,
sungguh aneh sekali….”
Tiba-tiba Siauw Ling menimbrung dari samping, “Mungkinkah orang itu adalah tokoh
sakti yang telah memukul mundur Djen Bok Hong dengan irama musiknya itu?”
Boe Wie Tootiang termenung sebentar kemudian baru menyahut, “Gerak geriknya
bukan saja bagaikan naga sakti dalam kabut yang nampak kepala tak kelihatan ekornya,
bahkan diapun mempunyai banyak sekali bawahan yang memiliki ilmu silat sangat lihay.
Dibawah komandonya mereka bergerak kesana kemari dengan leluasa.”
“Tidak salah, dia memang terhitung manusia misterius dikolong langit dewasa ini.”
“Yang aneh lagi, apa sebabnya orang itu selalu membantu kita?” sambung Siauw Ling.
“Sudah banyak kejahatan serta kemunafikkan yang dilakukan Djen Bok Hong dalam
dunia musuh yang menaruh dendam dengan dirinyapun kian lama bertambah banyak,
mungkin saja orang itu mempunyai ikatan dendam sedalam lautan dengan diri Djen Bok
Hong.”
“Kalau ucapan dari Soen Loocianpwee tidak salah, maka menurut pinto orang itu
bukanlah manusia yang berhasil pukul mundur Djen Bok Hong dengan irama musiknya.”
“Kenapa?”
“Begitu mendengar irama musik tersebut dengan penuh rasa takut tergopoh-gopoh
Djen Bok Hong melarikan diri. Hal itu menerangkan bahwasanya Djen Bok Hong menaruh
rasa amat takut dengan orang itu, atau paling sedikit dia takut mendengar suara
bagungan dari irama Khiem serta seruling itu.”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Seandainya Djen Bok Hong sangat jeri terhadap orang itu sedang orang itu terikat
dendam sedalam lautan dengan Djen Bok Hong, bukankah dia bisa secara langsung
mencari diri ketua dari perkampungan Pek Hoa San cung ini?”
Sementara masih bercakap-cakap, mereka sudah tiba dipendopo tengah.
Kuil kuno itu meski secara lapat-lapat bisa tertampak kemegahannya pada masa yang
silam namun berhubung sudah termakan waktu yang lama maka sebagian besar sudah
rusak. Satu-satunya bangunan yang masih utuh hanyalah pendopo tengah kuat dan
megah. Karena itulah Be Boen Hoei serta beberapa orang yang terluka semuanya
berkumpul disitu.

Dua puluh orang anggota partai Bu tong dengan terbagi jadi dua rombongan, satu
rombongan beristirahat dalam pendopo tengah sambil melindungi yang luka, rombongan
lain tersebar disekeliling kuil itu menjaga keamanan. Sekalipun sepintas lalu tempat itu
kelihatan tak ada penjagaan tetapi setiap manusia yang berada lima li dari kuil itu sudah
diketahui oleh mereka.
Perlahan-lahan Siauw Ling masuk kedalam ruang pendopo. Disitu ia temui patung arca
ditengah ruangan telah hancur namun suasananya amat bersih dan kering.
Pada sudut ruangan berbaringlah tiga orang manusia, rupanya mereka sudah pulas
semua. Ketika Siauw Ling sekalian masuk kedalam ruangan tak seorangpun diantara
mereka yang tahu.
“Tootiang” ujar Siauw Ling sambil memandang sekejap kearah Im Yang cu.
“Bolehkah cayhe memeriksa keadaan luka yang mereka derita?”
“Tentu saja boleh….”
Ia merandek sejenak, lalu sambungnya, “Luka yang diderita tiga orang ini sangat
parah, sekalipun hingga kini jiwanya masih bisa diselamatkan tetapi kesadarannya belum
sama sekali jernih, mungkin mereka sulit untuk kenali kembali diri Siauw thayhiap.”
“Tidak mengapa, aku cuma ingin melihat keadaan luka mereka saja. Pokoknya aku tak
akan mengganggu ketenangannya” perlahan-lahan ia maju kemuka.
Dimana ketiga orang itu berbaring dialasi dengan sebuah selimut yang sangat tebal.
Badan mereka ditutupi pula dengan sebuah selimut warna putih, Be Boen Hoei pejamkan
matanya seperti sudah tertidur pulas, sedangkan dua orang lainnya sukar dilihat raut
wajahnya karena kepala mereka kecuali sepasang matanya telah dibalut dengan kain
putih.
Menyaksikan keadaan mereka, Siauw Ling menghela napas panjang.
“Apakah ilmu silat yang mereka miliki bisa dipertahankan?” tanyanya kemudian.
“Ilmu silatnya mungkin tidak sampai musnah. Namun dua diantara mereka bertiga
mungkin bakal cacad seumur hidup.”
Boe Wie Tootiang yang berdiri disisi kalanganpun ikut menghela napas panjang.
“Pinto telah berusaha menolong dan mengobati luka mereka dengan obat paling
mujarab dari partai Bu tong kami. Dapatkah menolong mereka terhindar dari badan yang
cacad masih sulit bagi pinto untuk terangkan.”
“Seandainya siraja obat bertangan keji ada disini, badan mereka pasti akan tetap utuh”
pikir Siauw Ling, teringat akan kehebatan ilmu pertabiban yang dimiliki orang itu timbul
rasa kagum dalam hatinya.

Tiba-tiba terdengar Thio Kie An menghela napas dan berkata, “Cayhe benar-benar
merasa sangat lapar, apakah disini terdapat sedikit makanan untuk menangsal perutku
yang sudah tak tahan ini?”
Kiranya setibanya dalam ruang pendopo Tu Kioe telah turunkan Thio Kie An dibelakang
pintu. Kakinya masih terikat diatas kaki kursinya maka ia tak dapat bangun dan harus
berbaring dipintu.
Boe Wie Tootiang segera berpaling kearah sutenya sambil berkata, “Suruh mereka
siapkan makanan!”
“Siauwte telah perintahkan mereka untuk menyiapkan makanan, mungkin sebentar lagi
bakal dihantar kemari.”
Dalam pada itu terlihatlah dua orang bocah berbaju hijau muncul ditengah pendopo
sambil membawa sayur dan nasi.
Setelah melakukan pertempuran sengit sehari semalam dan harus melanjutkan pula
perjalanan jauh. Boleh dibilang para jago sudah mulai merasa sangat lapar sekali hanya
beberapa orang memiliki ilmu silat lihay saja yang masih sanggup bertahan, tidak aneh
begitu nasi dan sayur dihidangkan mereka segera melahapnya dengan penuh bernapsu.
Setelah bersantap sambil memandang kearah Siauw Ling ujar Boe Wie Tootiang,
“Tempat ini tak bisa didiami terlalu lama menurut pendapat pinto sesudah beristirahat
sebentar dan pulihkan tenaga kita harus segera melanjutkan perjalanan….”
Belum habis dia berkata, tampak seorang tootiang berusia pertengahan dengan napas
tersengal-sengal lari masuk kedalam. Sesudah memberi hormat kepada Boe Wie Tootiang
katanya, “Lapor ciangbun suhu, diluar kuil telah muncul jejak manusia!”
Boe Wie Tootiang kerutkan dahinya, belum sempat dia menjawab Im Yang cu telah
bangun berdiri sambil lari keluar dari ruangan.
“Biar aku yang pergi menengok!”
“Seandainya ada orang dari perkampungan Pek Hoa San cung yang membuntuti kita
dari tempat kejauhan, tidak sukar bagi mereka untuk menemukan kuil kuno ini” gumam
Soen Put Shia.
“Kalau begitu biarlah siauwte hitungkan nasib kita, apakah kita bakal temui rejeki atau
bencana?” sambung Suma Kan cepat.
Begitu berkata tanpa memperdulikan orang itu lagi dia ambil keluar sebuah kulit kurakura
dari sakunya. Enam buah mata uang emas dimasukkan kedalam kulit kura-kura tadi,
sesudah digoyangkan beberapa kali mata uang tersebut segera disebarkan keatas tanah.
Para jago bungkam dalam seribu bahasa, sinar mata mereka dipusatkan keatas wajah
Suma Kan sambil menantikan hasil ramalannya.

Siapa sangka sudah lama mereka menunggu namun belum juga kedengaran Suma Kan
menjawab. Hal ini membuat hati para jago jadi heran dan tercegang.
Mereka segera menoleh, tampak Suma Kan dengan mata terbelalak dan wajah
termangu-mangu sedang mengawasi hasil ramalannya.
“Bagaimana dengan hasil ramalanmu?” tiba-tiba Soen Put Shia tak kuat menahan diri
dan bertanya. “Apakah kita bakal bertemu dengan rejeki atau bencana?”
“Kalau menurut perhitunganku ramalan ini termasuk bencana, namun diantara bencana
inilah yang membuat cayhe jadi bingung dan tidak habis mengerti. Harus kukatakan
ramalanku ini sebagai bencana atau rejeki.”
“Jadi menurut perhitunganmu mula-mula ramalanmu ini menunjukkan bencana lebih
dulu kemudian baru rejeki?”
“Ramalan ini merupakan ramalan yang paling aneh, biarlah siauwte pikirkan lebih dulu!”
“Waah…. kalau kita harus menunggu sampai kau berhasil mengetahui ramalanmu ini
bencana atau rejeki, mungkin musuh tangguh telah menerjang kedalam kuil ini” omel
Soen Put Shia.
Mendadak tampak Im Yang cu lari masuk kedalam ruangan dengan terburu-buru,
begitu tiba didalam segera serunya, “Celaka! musuh tangguh telah tiba didepan mata
bahkan kedatangan mereka cepat sekali, sekarang mereka sudah berada kurang lebih tiga
li dari kuil ini.”
“Berapa banyak musuh yang telah datang?” seru Siauw Ling sambil bangkit berdiri.
“Sepintas lalu, agaknya berada diatas belasan orang!”
“Cayhe rasa kita tidak boleh bertindak sungkan-sungkan lagi terhadap orang-orang dari
perkampungan Pek Hoa San cung. Ketemu satu kita basmi satu ketemu sepuluh kita
habisi sepuluh orang itu.”
“Kalau cuma belasan orang rasanya kita masih sanggup untuk menghadapinya” Soen
Put Shia menambahkan pula.
“Aku telah kirim tanda rahasia untuk tarik kembali segenap anggota partai Bu tong
yang tersebar diempat penjuru untuk berkumpul dalam kuil ini.”
Boe Wie Tootiang mengangguk.
“Betul, setelah kita basmi para kawanan bajingan itu dengan cepat kita tinggalkan
tempat ini” katanya.
“Kalau begitu biarlah cayhe membantu para murid yang bertahan didepan pintu besar”
seru Cheng Yap Cing selesai berkata ia lantas enjotkan badannya melayang keluar dari
pendopo itu.

Sepeninggalnya pemuda she Cing itu, Boe Wie Tootiang alihkan sinar matanya kearah
Soen Put Shia seraya berkata, “Loocianpwee harap kau pegang tampuk pimpinan dan
segera mengatur pertahanan!”
“Haaah…. haaah…. haaah…. aku rasa lebih baik tootiang saja yang memegang tampuk
pimpinan biar loohu serta saudara Siauw yang bertugas menghadapi musuh tangguh.”
Tanpa menantikan jawaban dari toosu tua itu lagi, bersama Siauw Ling ia lantas keluar
dari ruangan.
Dalam pada itu anak murid dari partai Bu tong yang tertinggal dalam kuil telah
menyebarkan diri disekeliling pendopo tersebut, pedang telah dicabut dan mereka berada
dalam keadaan siap siaga.
Boe Wie Tootiang menyapu sekejap wajah para jago yang ada diruang pendopo lalu
ujarnya, “Masalah yang paling penting dewasa ini adalah melindungi serta
mempertahankan keselamatan Be Cong Piauw Pacu bertiga, karena itu pinto rasa kecuali
anak murid Bu tong pay yang telah dibagi jadi dua orang serombongan menjaga dipintu
dan jendela. Pinto harap cuwi sekalian bersama kami bertahan diluar pendopo, entah
bagaimana menurut pendapat cuwi sekalian?”
Si sie poa emas Sang pat termenung sejenak kemudian jawabnya, “Rencana dari
tootiang memang sempurna tetapi entah apa maksud kedatangan pihak lawan?”
“Kalau menurut pendapat pinto lebih baik kita duduk disini sambil menantikan
kedatangan musuh. Kita berusaha pancing mereka masuk kedalam kuil kemudian baru
dibasmi sampai habis, entah apakah pendapat Soen loocianpwee sesuai dengan pendapat
pinto?”
“Ucapan Tootiang tepat sekali, akan siauwte sampaikan pesan ini kepada Soen
Loocianpwee!” sahut Sang Pat, dengan langkah lebar dia lantas melangkah keluar.
Sementara itu Soen Put Shia serta Siauw Ling berjalan keluar dari pendopo. Baru saja
mereka tiba didepan pintu tampaklah belasan lelaki kekar berbaju hitam laksana kilat telah
meluncur datang.
Cheng Yang Cing dengan memimpin empat orang anak murid partai Bu tong, dengan
pedang terhunus berdiri sejajar didepan pintu.
Suatu ingatan tiba-tiba berkelebat dalam benak Soen Put Shia, pikirnya, “Kenapa aku
tidak bersembunyi dahulu dibelakang pintu sambil memeriksa siapakah yang datang?
kalau musuh yang datang cuma beberapa orang kurcaci rasanya aku tak usah muncul
sendiri, secara diam-diam kubantu saja Cheng Yap Cing dari dalam….”
Selama apa yang telah dipikirkan segera dilakukan, tanpa memperdulikan apakah Siauw
Ling setuju atau tidak ia tarik tanga si anak muda itu untuk diajak bersembunyi dibelakang
pintu.
Ketika menengok lagi keluar, tampaklah tiga orang lelaki kekar dengan cepatnya telah
tiba lebih dulu disana.

Jilid 20
Orang yang ada disebelah kiri mempunyai perawakan yang tinggi besar, wajahnya
berwarna merah darah dengan sepasang tongkat besi Thiat Hoay Ciang tersoren
dipanggungnya. Ia mengenakan jubah warna merah, sepatu warna merah dan seluruh
tubuhnya merah bagaikan kobaran api.
Sedang orang yang ada disebelah kanan berjubah biru menyoren pedang. Dia bukan lain
adalah sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan.
Dan orang yang ada ditengah memakai jubah warna hitam, diatas alis sebelah kirinya
terdapat codet bekas bacokan golok, hingga alisnya yang panjang dan tebal terpotong jadi
dua bagian.
Setelah melihat siapa yang datang dengan suara lirih Siauw Ling segera berbisik,
“Sipelajar bertangan dingin itu berani mengejar sampai kesini. Aku rasa dia pasti sudah
membuat suatu persiapan, mungkin saja kedua orang itu adalah anggota dari Lam Hay
Ngo Hiong.”
“Aku sipengemis tuapun mempunyai perasaan yang sama!”
“Kalau benar mereka adalah manusia-manusia dari lima laknat, aku rasa Cheng Yap Cing
bukan tandingannya, kita harus segera munculkan diri untuk membantu dirinya.”
“Tidak mengapa, lebih baik kita perhatikan dulu secara diam-diam.”
Untuk sesaat Siauw Ling tak dapat menebak maksud hati Soen Put Shia, terpaksa ia
menurut dan berdiri membungkam ditempat semula.
Sungguh cepat gerakan tubuh ketiga orang itu. Dalam sekejap mata mereka sudah berada
dihadapan Cheng Yap Cing dan berhenti kurang lebih empat lima didepan jago muda dari
Bu tong pay ini.
Tampak orang berbaju hitam yang berada ditengah menoleh dan memandang sekejap
kearah Thian Tiong Goan lalu tanyanya, “Apakah orang itu?”
“Bukan….”
“Kalian bertiga hendak cari siapa?” tegur Cheng Yap Cing sambil memutar pedangnya.
“Siauw Ling” jawab orang berbaju hitam sambil menyapu wajah jago muda itu beserta
keempat orang tootiang lainnya.
“Tidak salah, Siauw thayhiap memang berada didalam kuil ini dan tidak sulit bila kalian
bertiga jika mau bertemu dengan dirinya, tetapi sebelum itu kalian harus menangkan dulu
pedangku ini!”

“Hmm! siapa kau?”
“Sejak Siauw Ling terjun kedalam dunia persilatan jejaknya selalu misterius” pikir Cheng
Yap Cing didalam hati. Tetapi setiap kali ia berhasil menonjolkan diri. Dalam waktu yang
singkat bukan saja namanya telah terkenal dikolong jagad bahkan secara diam2 dia sudah
menjadi orang yang paling dihormati dalam Bulim, setelah lewat beberapa saat lagi tidak
sukar baginya untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin Bulim. Sebaliknya kami partai
Bu tong sudah bertahun-tahun lamanya tancapkan kaki didunia persilatan, dia bukan saja
nama besarnya sukar menonjol malah jangan-jangan partai kami bisa ternadih oleh nama
besarnya. Seandainya ketiga orang itu memang benar-benar mau menantang Siauw Ling,
kenapa aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk kalahkan mereka. Diluar aku
bertindak demi Siauw Ling tapi secara diam-diam aku bisa gemilangkan nama besar partai
kami….”
Saking asyiknya dia berpikir sampai lupa sang alis berjubah hitam itu berkerut kencang,
napsu membunuhnya memancar keluar dari balik sinar matanya, jelas ia merasa sangat
gusar, Tetapi entah apa sebabnya ternyata rasa marah yang bergolak dalam hatinya
ditekan selalu, terdengar ia bertanya setelah mendehem berat.
“Apakah kau anak murid Bu tong pay?”
“Sedikitpun tidak salah, cayhe adalah Cheng Yap Cing anak murid partai Bu tong. Kalian
bertiga berani datang kemari menantang Siauw thayhiap. Aku rasa kamu tentu bukan
manusia tanpa nama bukan?”
“Lima rasul dari Lam Hay, kau tentu pernah mendengar bukan!” sahut orang berbaju
hitam itu sambil angkat tangan kanannya dan perlihatkan lima jari.
Cheng Yap Cing tertegun.
“Aaah, sudah lama cayhe mendengar akan nama kalian” sahutnya tanpa terasa.
Selama ini orang berjubah serba merah yang ada disebelah kiri serta pelajar bertangan
dingin Thian Tiong Goan membungkam dalam seribu bahasa. Jelas hal ini menunjukkan
bilamana kedudukan orang berjubah hitam ini jauh lebih tinggi dari pada mereka berdua.
Terdengar orang berjubah hitam itu berkata kembali, “Kalau kau sudah tahu akan nama
besar lima rasul, ayo cepat lapor kedalam….”
“Apa yang perlu dilaporkan?”
“Laporkan kepada Siauw Ling dan katakanlah lima rasul dari Lam Hay ada urusan penting
dan hendak bertemu dengan dirinya.”
“Cuwi cuma bertiga, kenapa disebut lima rasul?”
Hijau membesi seluruh wajah orang berbaju hitam itu hingga tampak begitu
menyeramkan, jelas orang ini mempunyai perangai yang buruk dan watak yang sangat
berangasan, tetapi oleh sesuatu kekuatan yang tak terwujud ia tak bisa mengumbar

tabiatnya dan seakan-akan terbelenggu. Dengan paksaan diri ditangannya emosi dan
golakan hawa amarahnya.
Tampak dia menggelengkan dan berseru, “Apakah kau ingin mengetahuinya sampai
jelas?”
“Sedikitpun tidak salah.”
Mendadak orang berjubah hitam itu mendepakkan kakinya keatas tanah. Pasir dan batu
berterbangan memenuhi angkasa, diatas permukaan tanah yang keras seketika muncul
sebuah bekas kaki sedalam dua coen, sahutnya dengan dingin, “Cayhe adalah Soh Hoen
Ciang sitelapak membentot sukma Soen Seng, dalam lima rasul dari Lam Hay menduduki
urutan kedua….” sinar matanya beralih kearah orang berbaju merah disebelah kirinya.
“Dan dia adalah samte kami Cay Wie” kembali matanya beralih kearah Thian Tiong Goan.
“Dan dia adalah Ngo te kami sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan. Nah apa yang
ingin kau tanyakan lagi?”
Soen Put Shia dan Siauw Ling yang bersembunyi dibelakang pintu dapat mendengar
semua percakapan itu dengan cepat pengemis tua itu jadi keheranan bisiknya, “Tempo
dulu lima manusia laknat dari Lam Hay pernah membasmi habis semua anggota dari
partai Ciang Shia serta Go Bie, waktu mereka kejam, buas dan tidak berperi kemanusiaan,
sedikit-sedikit saja lantas turun sangat membunuh. Kenapa sikapnya hari ini begitu sadar
dan lunak? sungguh aneh!”
“Kalau ditinjau dari wajahnya yang penuh diliputi napsu membunuh, jelas hawa gusar
yang bergelora dalam dadanya saat ini sukar dilukiskan lagi dengan kata-kata. Cuma saja
ia bersabar terus mempertahankan diri!”
“Nah disitulah letak keanehannya, ia bersabar diri dan menekan hawa gusar yang
berkobar dalam dadanya, maksud dan tujuannya tidak lain ingin bertemu dengan dirimu.”
Dengan tidak dapat menahan kesabarannya lantas ia telah bertanya lagi, “Apa maksudmu
kami bertiga mencari Siauw Ling berada disini atau tidak, kau harus tahu bahwa
kesabaran cayhe ada batasnya.”
teriak sitelapak pembetot sukma penuh kegusaran.
Siauw Ling siap melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, namun Soen Put Shia
segera menahan tubuhnya seraya berbisik, “Jangan gugup, tunggulah sejenak lagi!”
Cheng Yap Cing yang ada dikalangan ingin sekali mencemerlangkan nama partainya. Ia
segera kebas pedang ditangan dan berseru, “Tidak sulit kalau kau hendak berjumpa
dengan Siauw thayhiap namun tembusi dulu pos pertahanan ini.”
“Kalau terus menerus menyusahkan diriku, entah apa maksudmu yang sebenarnya?” ia
lantas ulapkan tangan kirinya.
Ada disebelah kiri dengan cepat meloncat keluar, tangan kanannya diayun dan dengan
keras ia cengkeram pedang Cheng Yap Cing.

Jago muda dari Bu tong pay ini tidak menyangka kalau serangan musuh datangnya begitu
cepat, hampir saja pedangnya kena dirampas. Dalam keadaan terdesak dan gugup, cepat
ia loncat mundur lima depa kebelakang. Pedangnya diayun dan menciptakan serentetan
bunga pedang.
Cay Wie membentak keras. Weeesss….! tangan kanannya diayun kemuka mengirim satu
pukulan dahsyat. Badannya maju dua langkah kedepan dan tangan kirinya segera
mencabut keluar tongkat besi yang tersoren dibahunya.
Bukan saja gerak geriknya gagah dan ampuh, serangannya tajam dan mengerikan,
ternyata ia sudah anggap pedang baja ditangan Cheng Yap Cing itu bagaikan benda yang
tak berharga.
Cheng Yap Cing sendiri terperanjat luar biasa tak kala merasakan datangnya angin
serangan lawan yang begitu dahsyat bahkan mengandung daya tekanan yang hebat,
segera pikirnya, “Sungguh dahsyat angin pukulan orang ini, rupanya dia bukan manusia
sembarangan….”
Dalam pada itu Cay Wie telah meloloskan senjatanya.
Buru-buru Cheng Yap Cing melancarkan serangan balasan, pedangnya dengan jurus
“Seng Ko To Kwa” atau binatang berguguran diatas sungai menciptakan beratus-ratus titik
cahaya tajam menyelimuti seluruh angkasa.
Jurus serangan ini merupakan jurus yang ampuh diantara ilmu pedang Bu tong Kiam
Hoat, serangannya rapat dan tajam. Dalam serangan disertai pula dengan pertahanan
membuat seluruh badannya terlindung dengan rapatnya.
Siapa sangka Cay Wie jeri dengan ancaman ini, tongkat besinya disodok kedepan dan
menyerang masuk melalui cahaya pedang yang sangat rapat tadi.
Traaaang….! Traaang….! suara bentrokan senjata berkumandang tiada hentinya
memekikkan telinga. Cheng Yap Cing tak sanggup mempertahankan diri dan ia terdesak
mundur satu langkah kebelakang, pergelangan tangannya secara rapat-rapat terasa kaku
dan linu setelah Cheng Yap Cing dengan serangan dua tongkat besi ditangan kirinya,
dengan cepat tangan kanannya meloloskan tongkat besi kedua dan melancarkan
serangannya.
“Tahan!” tiba-tiba Soen Seng membentak Cay Wie tarik kembali tongkat besinya dan
segera loncat mundur kebelakang.
“Kedatangan cayhe kemari sama sekali tiada bermaksud memusuhi kalian, kami
mempunyai persoalan penting yang hendak disampaikan kepada diri Siauw Ling” seru
Soen Seng kembali seraya ulapkan tangannya Cheng Yap Cing membungkam, apa yang
dipikirkan dalam hatinya adalah jurus “Seng Hoo Too Kwa” yang barusan berhasil
dipecahkan oleh Cay Wie itu. Dia merasa serangan tongkatnya tanpa pakai aturan, namun
entah apa sebabnya ternyata semua perubahan tadi berhasil dipecahkan. Ia merasa
terkejut, kaget tercengang dan tidak puas.

Tatkala Cay Wie melihat Cheng Yap Cing tidak menjawab perkataan toakonya, gusar
segera serunya, “Mungkin Siauw Ling tidak berada disini, orang ini sengaja berpura-pura
tuli dan bisu, tak mau memperdulikan kita. Aku rasa tak usah kita banyak bicara lagi
dengan mereka biarlah siauwte jagal dulu orang ini serta keempat orang toosu tua hidung
kerbau itu.”
Tongkatnya segera dipersiapkan untuk melancarkan serangan kembali.
Mendadak…. terdengar gelak tertawa nyaring berkumandang datang, seorang pemuda
berpakaian ringkas perlahan-lahan munculkan diri dari balik pintu.
Orang itu adalah Siauw Ling yang menyaksikan pertarungan antara Cay Wie dengan
Cheng Yap Cing hatinya merasa sangat terperanjat, segera pikirnya, “Orang itu bertempur
tanpa memakai aturan tetapi setiap serangan dan hantamannya mengandung daya
tekanan yang luar biasa, mungkin Cheng Yap Cing bukan tandingannya. Karena itulah
sambil tertawa terbahak-bahak ia lantas munculkan diri mendekati orang she Soen itu.”
Cheng Yap Cing melirik sekejap kearah Siauw Ling, dengan wajah jengah ia masukkan
kembali pedangnya kedalam sarung dan mengundurkan diri kesamping.
Dari serangan Cay Wie yang ganas serta daya tekanan yang dahsyat dalam gerakannya
yang sederhana itu pemuda she Siauw lantas berpendapat bila ia tidak memiliki tenaga
dalam yang sakti dan maha dahsyat, murni otaknya berputar mencari akal untuk
menghadapi dirinya.
Tampak sitelapak tangan pembetot sukma Soen Seng maju dua langkah kemuka, setelah
menjura katanya, “Apakah saudara adalah Siauw Ling?”
Siauw Ling tidak menjawab. Matanya menyapu sekejap keadaan lawan dimana ia jumpai
kesembilan orang lelaki berbaju hitam mengiringi ketiga orang itu, berdiri jauh dibelakang
Soen Seng, telah termenung sejenak ia menyahut, “Cayhe memang Siauw Ling adanya,
entah ada maksud apa kalian bertiga datang mencari aku?”
“Tadi, adik kami telah melakukan kesalahan terhadap dirimu, disini cayhe mohonkan
maaf.”
“Aaah…. tidak mengapa” seru Siauw Ling sambil tertawa hambar, sementara hatinya
tercengang pikirya, “Sebetulnya apa yang telah terjadi? apakah kedatangan mereka tidak
untuk balas dendam bagi kekalahan yang diderita Thian Tiong tadi….”
Terdengar Soen Seng mendehem ringan dan berkata kembali, “Kami lima bersaudara dari
Lam Hay tidak pernah mempunyai maksud untuk memusuhi diri Siauw thayhiap, namun
apa daya takdir menentukan demikian ditambah pula Djen Bok Hong menghasut dari
belakang, hingga akhirnya kami terpaksa sudah berbuat kasar terhadap diri Siauw
thayhiap.”
“Kau tak usah sungkan-sungkan!”

“Terus terang saja Siauwte katakan, bahwa kedatangan kami kali ini pertama adalah
untuk minta maaf dan kedua, ada suatu urusan hingga terpaksa kami harus merepotkan
Siauw thayhiap!”
Siauw Ling berpaling. Ia jemput Soen Put Shia telah menyusul kesisi tubuhnya, namun
jago tua sudah punya pengalaman luas dan telah lama berkelana dalam dunia persilatan
ini sedang berdiri dengan wajah bimbang dan ragu jelas iapun dibikin tercengang oleh
sikap orang. Ketika Soen Seng tidak mendengar jawaban dari Siauw Ling kembali dia
menjura sambil berkata, “Maukah Siauw thayhiap membantu diri kami?”
“Katakan dulu persoalan apa yang sedang kau hadapi. Nanti cayhe baru ambil keputusan!”
Soen seng tertunduk, dengan nada lirih sahutnya, “Sejak terjun kedunia kangouw kami
lima bersaudara dari Lam Hay belum pernah mohon bantuan orang lain, tapi hari ini
terpaksa kami harus memohon kepada Siauw thayhiap agar suka ringan tangan menolong
kami.”
“Terangkanlah dahulu persoalan apa yang sebenarnya kalian hadapi!” karena semakin
bingung terpaksa si anak muda itu berkata demikian.
“Sejak berkelana dalam dunia kangouw banyak permusuhan yang telah kami ikat,
tentunya Siauw thayhiap pernah mendengar bukan peristiwa pembasmian terhadap partai
Cing Shia serta partai Go Bie yang kami lakukan tempo dulu.”
Meskipun tidak paham apa maksudnya pihak lawan berkata demikian, namun Siauw Ling
mengangguk juga.
“Tidak salah.”
“Bila persoalan itu sudah siauwte utarakan keluar namun Siauw thayhiap tak sudi
menolong. Bisa jadi kami lima bersaudara dari Lam Hay tak ada mula lagi untuk tancapkan
kaki dalam dunia persilatan.”
Jelas maksud perkataan itu adalah mengartikan bila masalahnya telah dikatakan maka bila
Siauw Ling tak mau menolong, mereka tentu akan memaksa terus.
“Bilamana permintaan saudara adalah permintaan yang terbuka dan jujur maka
bagimanapun juga aku orang she Siauw pasti akan membantu dengan segenap tenaga,
sebaliknya kalau perminataan itu adalah permintaan yang kelewat batas dan memalukan
sekalipun kepalaku dipancung, jangan harap cayhe sudi mengabulkan.”
Cheng Yap Cing yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa malu sendiri pikirnya,
“Siauw Ling betul-betul manusia budiman yang bijaksana, aku benar-benar bukan
tandingannya….”
“Baik!” jawab Soen seng sesudah termenung sejenak. “Sekalipun sudah siauwte katakan
dan siauw thayhiap tak sudi menolong cayhepun tidak akan memaksa.”
“Nah katakanlah!”

“Secara tiba-tiba Loo toa serta Loo su dari kelima saudara telah mengindap penyakit edan
yang parah, kami tahu bahwa dikolong langit dewasa ini cuma Siauw thayhiap seorang
saja yang sanggup menyembuhkan penyakit ini. Kami mohon agar Siauw thayhiap suka
menolong kami dan sembuhkan penyakit Loo toa serta Loo su kami. Lima bersaudara dari
Lam Hay pasti tak akan melupakan budi kebaikanmu itu!”
“Mengobati penyakit edan?” seru Siauw Ling tertegun.
“Tidak salah. Sakit yang diderita toako serta sute kami datangnya terlalu mendadak,
meskipun cuma dua belas jam namun mereka sudah gila hebat hingga saudara dan
kenakalanpun tak dinilai lagi. Telah kujelajahi daerah sekeliling tempat ini, tiga belas
orang tabib telah kami undang namun mereka tak sanggup menyembuhkan penyakit itu,
sebab itulah maka terpaksa kami harus merepotkan diri Siauw thayhiap.”
“Kalau urusan menyembuhkan penyakit Boe Wie Tootiang adalah jago yang lihay” pikir
Siauw Ling. “Aku orang she Siauw sama sekali tidak mengerti akan ilmu pertabiban,
kenapa mereka mencari aku?”
Dari sakunya Soen Seng ambil keluar secarik kertas, sambil diangsurkan kemuka
sahutnya, “Apakah Siauw Ling thayhiap kenal dengan sipengirim surat ini?”
Siauw Ling segera menerima surat itu dan dibaca isinya, “Penyakit aneh yang diderita
saudara kalian sangat ganas dan berbahaya, bilamana didalam dua puluh empat jam tidak
disembuhkan maka urat nadinya akan pecah dan mati binasa. Keadaannya mengerikan
dan mendirikan bulu roma.
“Untung Thian maha pengasih, dengan ini kutunjukkan satu jalan hidup buat kalian. Satusatunya
orang yang bisa menyembuhkan penyakit edan ini kecuali dirimu adalah Siauw
Ling, tetapi sayang aku masih ada urusan lain yang harus dikerjakan maka tak bisa
kubantu kamu semua. gunakanlah kesempatan yang sangat baik ini untuk mohon bantuan
Siauw Ling.”
Sederhana sekali isi surat itu, dibawahnya tidak tercantum pula tanda tangan ataupun
tanda apapun jua.
Siauw Ling berdiri tertegun, dibacanya berulang kali surat tadi sedang dalam hati ia tidak
habis mengerti siapakah yang sedang mengajak dia bergurau.
“Apa yang ditulis dalam surat itu?” tanya Soen Put Shia.
“Bacalah sendiri Loocianpwee!”
Soen Put Shia menerima surat tadi dan dibacanya, dalam hati ia merasa tercengang dan
tidak habis mengerti.
“Siauw thayhiap, kau tentu kenal dengan orang ini bukan?” tanya Soen seng.
“Soal ini….”

“Kalau tidak kenal, mana mungkin dia bisa memberi petunjuk kepada kalian?” sambung
Soen Put Shia dengan cepat.
Siauw Ling jadi terperanjat segera pikirnya, “Menyembuhkan sakit seseorang menyangkut
mati hidup orang itu, mana boleh kuanggap sebagai suatu permainan?”
Sementara dia mau membantah. Soen Put Shia telah berkata lebih jauh, “Dimanakah dua
orang terluka itu?”
“Berada dalam sebuah rumah manusia bijaksana yang penuh welas asih, setelah dia
mengetahui akan kejadian ini sudah tentu akan membantu sekuat tenaga.”
“Cayhe merasa amat berterima kasih atas kesediaan Siauw thayhiap untuk menolong
kedua orang saudara kami.”
“Tetapi sayang kalian bersekongkol dengan Djen Bok Hong sedangkan ketua dari
perkampungan Pek Hoa San cung adalah musuh besar dari Siauw thayhiap. Seandainya
kami menolong kedua orang saudara bukan berarti kami telah mengundang musuh yang
lebih tangguh?”
“Kalau Siauw thayhiap suka menolong toako serta sute kami, dengan sendirinya kami lima
bersaudara dari Lam Hay tak akan membantu Djen Bok Hong lagi untuk memusuhi diri
Siauw thayhiap.”
“Haaah…. haaah…. haaah….” Soen Put Shia segera tertawa terbahak-bahak, sambil
menuding kearah Thian Tiong Goan serunya: “Ngo te kalian dengan membawa jago-jago
lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung telah turun tangan keji dan melukai beberapa
orang saudara dari Siauw thayhiap dengan senjata rahasia beracun. Bagaimana pula
pertanggungan jawab kalian terhadap persoalan ini?”
“Cayhe datang kemari justru hendak menyembuhkan luka beracun yang mereka derita”
buru-buru Thian Tiong Goan berseru.
Soen Put Shia mendengus dingin.
“Hmm, kalau kami harus menunggu sampai kau datang memberi obat pemusnah,
mungkin mereka sudah mati sejak tadi.”
Soen seng melirik sekejap kearah Thian Tiong Goan lalu berkata, “Ilmu pertabiban yang
dimiliki Siauw thayhiap sangat sempurna hanya senjata rahasia beracun saja tentu takkan
menyusahkan dirinya. Ngo te! kau telah berbuat salah terhadap Siauw thayhiap, ayo cepat
maju kedepan minta maaf.”
Apa boleh buat, terpaksa dengan langkah perlahan Thian Tiong Goan maju dua langkah
kemuka dan menjura.
“Bilamana cayhe sudah melakukan kesalahan terhadap Siauw thayhiap, harap Siauw
thayhiap suka memaafkan!”

“Dalam suatu petarungan sudah jamak kalau saling luka melukai. Tak usah kau
murungkan tentang persoalan itu.”
“Siauw thayhiap berpikiran luas dan berlapang dada, cayhe merasa amat kagum.”
“Hmm…. hmm…. kelicikan dunia kangouw bagaimanapun juga harus dijaga” jengek Soen
Put Shia dari samping. “Siapa tahu kalau tindakan kalian saat ini bukan lain adalah hendak
memancing Siauw thayhiap masuk perangkap….”
“Walaupun lima bersaudara dari Lam Hay sering kali turun tangan keji namun belum
pernah kami bicara bohong.”
“Lalu siapakah yang berdiri dibelakang kalian?”
“Jago-jago dari perkampungan Pek Hoa San cung!”
“Bagus sekali!” teriak Soen Put Shia sambil tertawa dingin. “Orang-orang dari
perkampungan Pek Hoa San cung pun berjalan bersama kalian, sudah semakin jelas lagi
kalau surat itu bukan lain adalah siasat licik dari Djen Bok Hong.”
“Baiklah. Kalau kalian tidak percaya terpaksa aku harus bunuh dulu orang-orang dari
perkampungan Pek Hoa San cung ini sebagai pertanda bahwa ucapan kami adalah jujur!”
Mendadak ia putar badan dan menubruk kearah barisan lelaki yang berada dibelakangnya.
Tampak sepasang telapaknya diayun berantai, dua orang lelaki berbaju hitam ini sebelum
sempat mencabut keluar senjatanya telah roboh binasa diatas tanah.
Cay Wie serta Thian Tiong Goan pun segera mengikuti jejak kakaknya. Badan mereka
menubruk kearah lelaki berbaju hitam itu dan tampaklah bayangan tombak berputar
cahaya pedang menggulung, dalam sekejap mata semua orang berbaju hitam yang ada
disitu mati konyol tanpa sempat memberikan perlawanan.
Menyaksikan keganasan orang dalam hati Siauw Ling lantas berpikir, “Nama besar lima
manusia laknat dari Lam Hay benar2 bukan nama kosong belaka, bukan saja hati mereka
kejam bahkan keji dan telengas sekali….”
Sebaliknya Soen put shia sendiripun tidak menyangka kalau ketiga orang itu segera
bertindak setelah ia sampai tertegun dan berdiri melongo.
“Siauw thayhiap sekarang kau sudah percaya bukan.” Soen Seng kemudian melangkah
datang.
“Setelah kalian bertiga membinasakan jagoan dari perkampungan Pek Hoa San cung,
bagaimana pertanggungan jawab kalian dikemudian hari dihadapan Djen Bok Hong?”
“Sebelum berkenalan dengan Siauw thayhiap kami memang dipergunakan oleh Djen Bok
Hong untuk memusuhi Siauw thayhiap, tetapi kini sesudah kita bersahabat sudah tentu
kami tak akan berbakti lagi kepada pihak perkampungan Pek Hoa San cung.”

“Sekalipun kau binasakan Djen Bok Hong tak nanti aku sanggup menyembuhkan sakit
edan yang diderita kedua orang saudaramu” pikir Siauw Ling.
Dia merasa bahwa persoalan ini tak bisa diundurkan lagi, sementara dia siap
menerangkan kalau ia tak pandai ilmu pertabiban kembali Soen put shia menimbrung
lebih dulu, “Harap kalian bertiga menunggu sejenak diluar kuil, biar sipengemis tua
rundingkan dahulu persoalan ini dengan diri Siauw thayhiap.”
“Jadi kawan atau jadi lawan semuanya terngantung pada keputusan Siauw thayhiap.
Kalian berdua silahkan berlalu!”
“Saudara Siauw, mari ikut aku dipengemis tua!” seru Soen put shia sambil putar badan
dan berjalan masuk kedalam kuil.
Siauw Ling tak berkutik terpaksa dia mengikuti dibelakang pengemis tua itu, setibanya
didalam kuil segera tegurnya, “Loocianpwee, kenapa kau sanggupi untuk menyembuhkan
luka yang mereka derita?”
“Apabila membiarkan lima manusia laknat dari Lam Hay membantu pihak perkampungan
Pek Hoa San cung dengan sekuat tenaga, itu berarti membuat Djen Bok Hong bagaikan
harimau yang tumbuh sayap, kita harus berusaha untuk memisahkan kerjasama diantara
mereka!”
“Tetapi boanpwee sama sekali tidak paham akan ilmu pertabiban, dari mana bisa
kusembuhkan sakit edan yang mereka derita?”
“Dalam hal ini keadaan aku sipengemis tua tiada berbeda denganmu, itulah sebabnya kita
harus rundingkan dahulu persoalan ini dengan diri Boe Wie Tootiang.”
Ia percepat langkahnya dan lari masuk kedalam pendopo tengah.
Sementara itu Boe wie Tootiang, Tiong Cho Siang ku serta Suma Kan sekalian sedang
merasa keheranan karena lama sekali belum juga kedengaran ada suara pertempuran,
melihat ketiga orang itu munculkan diri mereka segera menyongsong.
Begitu tiba diruang tengah, Soen put shia segera berseru, “Peristiwa aneh jarang terjadi
dalam kolong langit, tapi tahun ini sungguh banyak yang telah terjadi, aneh, aneh,
sungguh aneh.”
“Persoalan apa yang aneh?” tegur Boe Wie Tootiang.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. ruapanya kemampuan Siauw Ling yang disiarkan dalam
kolong langit telah meningkat sehingga seakan2 persoalan apapun sanggup dilakukan
olehnya!”
“Sebenarnya apa yang sudah terjadi?”
“Tiga orang bersaudara dari Lam Hay Ngo Hiong telah datang kemari untuk minta tolong
Siauw Ling guna menyembuhkan sakit edan yang diderita saudara mereka.”

“Aaah, sudah terjadi kejadian seaneh itu?”
“Tapi sang siauwte tidak mengerti sama sekali tentang ilmu pertabiban” sahut Siauw Ling
sambil melangkah masuk. “Mana mungkin sakit edan dari Lam Hay sanggup
kusembuhkan?”
“Yang aneh lagi, dari mana mereka bisa datang mencari dirimu?”
“Mungkin saja ada orang yang sengaja hendak menyusahkan diriku, maka disuruhnya Lam
Hay Ngo Hiong datang kemari untuk mencari aku, sehingga kalau sampai aku tak mampu
menyembuhkan sakit mereka maka antara mereka dengan kami akan terikat dendam sakit
hati.”
“Tidak salah, mungkin saja memang demikian?”
“Sudah siauwte tolak berulang kali, tetapi mereka belum mau juga percaya!”
“Lalu bagaimana menurut pendapat Siauw thayhiap?”
“Mereka datang membawa sepucuk surat dalam surat tadi mengatakan bahwa hanya
cayhe yang sanggup menyembuhkan sakit edan tersebut, maka Lam Hay Ngo Hiong
ngotot terus memohon kepada diriku.”
“Sudah kau sanggupi?”
“Keadaan sangat mendesak, tidak disanggupipun rasanya tak mati.”
“Siapakah yang menulis surat itu? apakah Siauw thayhiap bisa kenali tulisannya?”
“Sungguh menjengkelkan, pada akhir surat itu sama sekali tak ada tanda tangannya.”
Boe Wie Tootiang termenung sejenak, kemudian jawabnya, “Kalian memang Siauw
thayhiap sudah menyanggupi mari kita tengok keadaan sakit mereka.”
“Tapi cayhe….”
“Pinto akan pergi bersamaan, kita bekerja mengikuti keadaan pada saat itu.”
Siauw Ling berpikir sebentar, akhirnya dia mengangguk.
“Yaaah, terpaksa kita harus berbuat demikian.”
“Biarlah aku sipengemis tua berangkat bersama kalian! seandainya sampai terjadi
pertarungan, dengan jumlah kita persis seorang lawan seorang!”
“Tempat ini tak bisa didiami lebih jauh, akupun akan suruh mereka sekalian berangkat….”
kata Boe Wie Tootiang. Dia berpaling memandang sekejap kearah Im Yang cu kemudian
sambungnya, “Turunkan perintah agar mereka semua siap sedia, bawalah beberapa orang
yang terluka parah itu menyingkir dari sini.”

“Lalu kita akan bertemu lagi dimana?”
“Ehm…. kalian berangkatlah lebih dulu keselat Huang Yang Kok!”
Im Yang cu mengiakan dan segera berlalu.
“Mari kita jumpai Lam Hay Ngo Hiong!” teriak Boe Wie Tootiang kemudian, bersama
Siauw Ling kemudian mereka lantas keluar dari kuil.
Sementara itu sitelapak pembetot sukma Soen seng sedang menanti dengan hati gelisah
melihat mereka keluar dia maju menyongsong.
“Siauw thayhiap, kau suka berangkat bersama kami bukan?” serunya sambil menjura.
Siauw Ling berpaling memandang sekejap kearah Boe Wie Tootiang kemudian menjawab,
“Cayhe ingin berangkat bersama2 Boe Wie Tootiang, karena ilmu pertabiban dari Tootiang
sangat lihay dan sempurna, dia merupakan pembantu yang paling berharga bagiku.”
“Ooh, sudah lama kami mengagumi nama besar Tootiang, dengan senang hati kami
persilahkan Tootiang untuk ikut berangkat.”
“Menolong orang bagaikan menolong api. Urusan tak boleh ditunda2 lagi setelah kita
setuju ayoh mari kita berangkat!” ajak Soen put shia.
Boe Wie Tootiang berbisik memesan beberapa patah kata kepada Cheng Yap Cing,
kemudian segera berangkat.
Begitulah dibawah pimpinan sitelapak pembetot sukma Soen seng, Cay Wie serta Thian
tiong Goan, berangkatlah Siauw Ling sekalian mengikuti dibelakangnya.
Keenam orang itu merupakan jago-jago lihay dalam dunia persilatan, perjalanan yang
dilakukan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh ini betul2 cepatnya luar biasa.
Perjalanannya kian lama kian bertambah cepat, Siauw Ling segera mengerti bila Lam Hay
Sam Mo sengaja hendak mengunggul kemampuan larinya, hawa murni segera disusulkan
keluar dan ia percepat larinya.
Enam sosok bayangan manusia berkelebat dengan cepatnya ditengah jalan gunung yang
licin dan terjal, begitu cepat seakan2 bintang kejora yang sedang mengejar rembulan.
Kurang lebih empat puluh li kemudian Soen seng baru berhenti, serunya sambil berpaling,
“Kita sudah sampai!”
Siauw Ling tertegun, kiranya dimana mereka berhenti saat ini merupakan ujung dari pada
sebuah selat, kedua belah sisi mereka merupakan dinding tebing yang menulang
keangkasa, dihadapannya terdapat pula sebuah bukit menghalangi perjalanan mereka.
Didasar lembah penuh tumbuh semak belukar yang lebat serta pohon2 yang pendek,
suasana serta pemandangannya amat miskin dan seram.
“Dimana kedua orang saudara kalian….” Boe Wie Tootiang segera menegur.

“Mereka berada didalam sebuah goa yang rahasia sekali letaknya, mari ikuti diri cayhe!”
Siauw Ling sekalian tidak banyak bicara, dengan ketat mereka ikuti dari belakang.
Setibanya dibawah bukit yang menghalangi perjalanan mereka itu Soen seng berhenti dan
segera berseru lantang, “Dua bocah pelindung, kalian ada dimana?”
“Tecu ada disini!” jawaban yang tinggi lengking menyahut dari balik batu besar ditepi
dinding tebing, diikuti munculnya dua orang bocah berusia empat lima belas tahun dengan
memakai baju hijau dan menyoren pedang dipunggung.
Sekilas pandang Siauw Ling dapat melihat jelas wajah kedua orang bocah itu, air muka
mereka berdua berwarna hijau kekuning2an seakan2 orang yang sudah lama kelaparan,
namun sorot matanya tajam bercahaya jelas mereka miliki tenaga kweekang yang
sempurna.
Empat buah sorot mata yang tajam dari kedua orang bocah itu menyapu sekejap wajah
Siauw Ling, lalu bersama2 menjura kearah Soen seng sambil berseru, “Menghunjuk
hormat buat Susiok bertiga!”
“Tak usah banyak adat, bagaimana keadaan sakit suhu kalian?”
“Belum menunjukkan tanda2 membaik!” jawab sang bocah yang ada disebelah kiri.
“Ehmm, Siauw thayhiap telah datang, cepat payang suhu kalian keluar agar penyakitnya
bisa diperiksa oleh Siauw thayhiap!”
Kedua bocah itu mengiakan, mereka sapu sekejap wajah ketiga orang itu dengan sorot
mata tajam kemudian perlahan2 berjalan masuk kebalik batu.
“Dibalik batu cadas itu pasti sudah diatur sesuatu yang lihay” Boe Wie Tootiang segera
membatin. “Karena itu mereka tidak ijinkan kami sekalian masuk kedalam….”
Siauw Ling serta Soen put shia pun mempunyai kecurigaan kesana, meski begitu mereka
tetap bersabar dan tidak buka suara.
Rupanya Soen seng dapat menebak kecurigaan Siauw Ling sekalian, ia mendehem dan
segera berkata, “Penyakit dari toako serta sute kami sangat parah, keadaan gua porak
poranda tidak karuan. Kami merasa kurang leluasa untuk mengundang cuwi sekalian
duduk didalam gua!”
“Hmm, mungkin saja disitu ada apa2nya” batin Soen Put shia, tapi diluar dia lantas
tertawa terbahak2.
“Haah…. haah…. haah…. kami datang kemari adalah untuk memeriksa penyakit dari kakak
serta adikmu, masuk kedalam gua atau tidak itu bukan urusan penting!”
Soen Seng tertawa hambar, diapun tidak banyak bicara lagi.

Kurang lebih seperminum teh kemudian tampaklah dua orang bocah berbaju hijau sambil
menyoren pedang menggotong keluar sebuah tandu lemas yang terbuat dari rotan.
Diatas ranjang reotan tadi berbaring seorang pelajar berbaju biru yang berwajah hijau
kekuning2an seperti halnya dengan wajah kedua orang bocah itu.
“Turunkan kebawah!” perintah Soen seng. Kedua orang bocah berbaju hijau itu segera
turunkan pembaringan rotan tadi keatas tanah kemudian mundur lima depa kebelakang.
Waktu itu pelajar berbaju biru tadi berbaring dengan mata terpejam rapat2 rupanya ia
sedang tertidur pulas.
Siauw Ling memandang sekejap wajahnya lalu seraya menoleh kearah Soen seng ujarnya,
“Saudara ini adalah….”
“Pemimpin dari Lam Hay Ngo Hiong loota kami, Kioe Kiam Sin Hoan atau sembilan pedang
gelang sakti Thio Cu Yoe adanya!”
“Aaah, kiranya pemimpin dari lima rasul maaf…. maaf!”
“Aaai….! toako kami ini bukan saja mempunyai kecerdasan yang melebihi kami sekalian
bahkan ilmu silatnya jauh diatas kami semua. Sembilan bilah pedang pendeknya bisa
menjagal harimau dari seratus tindak. Sepasang gelang saktinya bisa merontokkan burung
yang terbang sepuluh tombak ditengah udara. Oleh sebab itu ia dikenal orang sebagai
sembilan pedang gelang sakti. Sungguh tak nyana manusia gagah seperti dia ternyata
harus menderita penyakit yang begitu parah….”
Terhadap soal pembicaraan Siauw Ling boleh dibilang sama sekali tak berpengalaman,
melihat Thio Cu Yoe pejamkan mata tak sadar ia jadi bingung dan tak tahu apa yang
harus dilakukan.
“Siauw thayhiap, lebih baik kau tanyakan dahulu keadaan sakit dari Thio heng ini” kata
Boe wie Tootiang sambil mendehem.
“Ehmm…. memang seharusnya demikian….” sinar matanya beralih kearah Soen seng dan
menambahkan: “Apakah kakakmu selalu berada dalam keadaan tidak sadar?”
Soen seng menggeleng.
“Dia jadi gila dan terhadap saudara sendiripun tidak kenal, maka dari itu dalam keadaan
terpaksa cayhe totok jalan darahnya.”
“Bila ingin mengetahui keadaan sakitnya kita harus bebaskan dahulu jalan darahnya yang
tertotok!” saran Siauw Ling.
Soen seng ragu2, ia termenung sebentar lalu berkata, “Pada saat ini kesadarannya telah
kacau dan hilang, seandainya jalan darahnya kita bebaskan apakah tidak takut kalau ia
turun tangan melukai orang?”

Mula2 Siauw Ling tertegun oleh ucapan tersebut, tetapi dengan cepat dia menjawab,
“Tidak mengapa, asal sedikit lebih berhati2 rasanya sudah cukup….!”
“Hiante berdua harap berhati2″ pesan Soen seng kemudian sambil memandang sekejap
kearah Cay Wie serta Thian tiong Goan. Setelah itu dia baru bebaskan jalan darah Thio Cu
Yoe yang tertotok.
Tampak seorang she Thio itu membuka matanya lebar2 dipandangnya sekejap beberapa
orang itu kemudian berontak seakan2 mau bangkit berdiri.
Tetapi beberapa jalan darah yang ada dilengan serta kakinya masih tertotok. Oleh karena
itu walaupun dia ingin bangkit namun tiada tenaga sama sekali untuk melaksanakan.
“Jalan darah pingsannya telah kubebaskan” bisik Soen seng.
“Ehmm, alangkah baiknya kalau semua jalan darah ditubuhnya dibebaskan, agar siauwte
bisa segera periksa denyutan nadinya.”
“Bebaskan jalan darah dilengan serta kakinya?”
Siauw Ling sama sekali tidak mengerti apakah urat nadi seseorang bisa diperiksa atau
tidak setelah jalan darah dilengannya tertotok, namun ucapan telah diutarakan terpaksa ia
mengangguk.
“Tidak salah, jalan darah dilengannya harus dibebaskan lebih dulu!”
“Kalau begitu berhati2lah Siauw thayhiap” sambil berseru tangannya bergerak cepat
membebaskan jalan darah dilengan Thio Cu Yoe, kemudian buru2 loncat mundur tiga
langkah kebelakang.
Diam2 Siauw Ling mengempos tenaga dalamnya memperlihatkan reaksi orang she Thio
itu.
Tampak Thio Cu Yoe mengulet lalu bangun duduk.
“Bagaimana keadaan sakit anda?” tegur Siauw Ling kemudian setelah menenangkan
hatinya.
“Siapa kau?” tegur Thio Cu Yoe sambil menatap wajah lawannya dengan tajam.
“Cayhe Siauw Ling.”
“Heeeh…. heee kiranya kau adalah Siauw Ling, selamat berjumpa!”
“Sadar sekali pikirannya” pikir Siauw Ling. “Sama sekali tidak menunjukkan tanda sedang
sakit.”
Sementara otaknya sedang berputar, mendadak pergelangan kirinya mengencang dan
urat nadinya sudah dicengkeram oleh Thio Cu Yoe.

Siauw Ling segera salurkan hawa murninya untuk melindungi nadi, kemudian sambil
tertawa tegurnya, “Segar sekali ingatanmu kawan?”
Tampak tangan kanan Thio Cu Yoe tiba2 diayun kemuka menghantam dada Siauw Ling,
serangan itu membawa deruan angin yang tajam serta daya tekanan yang luar biasa.
Cepat2 si anak muda itu ayun tangan kanan menangkis.
“Cayhe memperoleh undangan dari adik saudara untuk datang memeriksa penyakit yang
diderita Thio heng.”
Beberapa kali Thio Cu Yoe hendak bangkit berdiri, namun berhubung jalan darah dilutut
serta kakinya masih tertotok maka setiap kali badannya roboh kembali keatas
pembaringan. Sekalipun begitu serangan pada tangan kanannya tetap ganas dan dahsyat.
Semua hantaman mengancam tempat berbahaya didepan dadanya Siauw Ling.
Sesudah pergelangan kiri si anak muda itu dicengkeram dengan tangan kirinya, maka
jarak kedua belah pihak boleh dibilang cuma terpaut beberapa depa saja, Siauw Ling pun
tidak melancarkan serangan balasan, setiap kali telapaknya selalu berputar menangkis
setiap serangan serta ancaman yang datang dari Thio Cu Yoe, dengan demikian maka
untuk sementara waktu kedua belah pihak masih tetap bertahan.
Dalam sekejap mata Siauw Ling telah punahkan sebelas jurus serangan dahsyat dari Thio
Cu Yoe.
Sementara itu Soen put shia yang ada disisi kalangan mengikuti jalannya pertempuran itu
dengan mata melotot dia merasa betapa serangan dari Thio Cu Yoe kian lama kian
bertambah dahsyat dan telengas, tanpa sadar ia jadi curiga pikirnya, “Seandainya Djen
Bok Hong mengatur siasat licik dnegan suruh orang itu pura2 sakit lalu memancing
kedatangan Siauw Ling kemari maka keadaan kami teramat bahaya. Apalagi kalau dia
sudah persiapkan orang2nya disekitar sini…. aku harus bertindak hati2.”
Karena berpikir demikian, segera teriaknya dengan suara lantang, “Saudara Siauw hati2,
cepat totok jalan darahnya.”
Sesudah saling bergebrak sebanyak belasan jurus Siauw Ling sendiripun merasakan
keadaannya kurang beres, dia merasakan urat nadi pada pergelangan kirinya yang
dicengkeram kian lama kian bertambah kencang dan dia mulai merasa tidak tahan.
Pemuda ini sadar bila jalan darahnya tercengkeram hilangnya daya kemampuannya untuk
melawan musuh bahkan ada kemungkinan bakal terluka ditangannya.
Mendengar teriakan dari pengemis tua, dia tidak sungkan2 lagi, serangan balasan segera
dilancarkan dan sekali totok dia hajar bahu Thio Cu Yoe.
Serangan ini cukup berat datangnya, seketika itu juga Thio Cu Yoe merasakan sekujur
badannya kaku, ia tak bertenaga untuk melancarkan serangan lagi, sambil mengedorkan
cengkeramannya dia roboh kebelakang.

“Siauw thayhiap, kau tidak terluka bukan?” tegur Soen seng cepat, kemudian sambil
melirik sekejap toakonya ia bertanya lebih jauh, “Apakah Siauw thayhiap menotok jalan
darahnya kembali?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Aaai, itu berarti kita tak akan berhasil memeriksa denyutan nadinya….!”
“Keadaan memang demikian, terpaksa cayhe harus mencari akan lain!” seraya berkata
diam2 ia totok jalan darah dilengan Thio Cu Yoe, kemudian tangan kanannya
mencengkeram pergelangan tangan kiri orang itu.
Tampak denyutan nadinya sangat lambat, mungkin hal itu disebabkan karena jalan darah
pada lengannya tertotok, kecuali itu Siauw Ling tak berhasil menemukan tanda2 aneh
lainnya.
“Siauw thayhiap, bagaimana denyutan nadi orang ini?” terdengar Boe Wie Tootiang
bertanya.
Dari pemeriksaan tadi Siauw Ling tidak berhasil menemukan perubahan apapun, namun
dalam keadaan yang mendesak terpaksa sahutnya, “Denyutan nadi orang ini tidak tetap,
jelas menunjukkan tanda2 menderita penyakit.”
Soen seng menghela napas panjang, sambil angkat kepalanya memandang cuaca ia
berkata, “Toako kami sudah sehari semalam menderita penyakit aneh itu, untuk mencari
Siauw thayhiap telah kehilangan waktu selama empat lima jam lagi, apalagi ucapan dari
orang yang meninggalkan surat itu tidak salah, maka hingga kini cuma tinggal tujuh
sampai delapan jam saja kesempatan untuk hidup baginya.”
“Cayhe akan berusaha keras menyembuhkan sakitnya.”
“Rupanya Siauw thayhiap belum berhasil juga menemukan sesuatu tanda pada penyakit
toako.” sela Thian Tiong Goan dari samping sambil melirik sekejap saudaranya.
“Hmmm!” Soen put shia mendengus dingin. “Kalau sakit yang diderita saudaramu cuma
penyakit biasa saja saudaramu tak nanti pergi mengundang kehadiran Siauw thayhiap.”
“Sedikitpun tidak salah” buru2 Soen seng menyambung seraya menjura dalam2.
“Saudaraku ini masih muda dan tak tahu urusan, bilamana ucapannya menyinggung
perasaan cuwi sekalian, disini heng te mewakili dirinya mohon maaf!”
Menghadapi orang yang menderita sakit aneh ini Siauw Ling benar2 dibikin gelagapan dan
tidak tahu apa yang harus dilakukan, segera ujarnya, “Penyakit yang diderita saudara
kalian memang luar biasa dan berbeda dengan penyakit2 lain, cayhe hendak rundingkan
dahulu persoalan ini dengan Boe Wie Tootiang kemudian baru tentukan penyakit aneh
apakah yang sudah dia derita.”
“Meskipun cayhe tidak mengerti akan ilmu pertabiban tetapi kalau dibicarakan dengan
kemampuan Toako, boleh dikata ilmu silatnya telah mencapai pada taraf tidak mempan

terhadap penyakit apapun, siapa sangka secara tiba2 ia terserang penyakit aneh. Karena
itulah cayhe lantas curiga mungkin ada orang sengaja mencelakai dirinya.”
“Penyakit yang diderita saudaramu memang patut dicurigai!”
“Kalau begitu terpaksa kami harus merepotkan kalian berdua!” sambil membawa Cay Wie
serta Thian Tiong Goan ia mundur satu tombak kebelakang dan duduk bersila disitu.
Siauw Ling menyapu sekejap wajah kedua orang bocah berbaju hijau itu, lalu katanya
pula, “Kalian mundurlah sedikit kebelakang cayhe hendak merundingkan keadaan majikan
kalian dengan diri Tootiang.”
Kedua orang bocah berbaju hijau itu saling bertukar pandangan, kemudian bersama2
mundur lima langkah kebelakang.
Setelah kedua orang itu berlalu Siauw Ling baru berkata kepada Boe Wie Tootiang,
“Siauwte benar2 tidak mengerti akan ilmu pertabiban, tak kuketahui penyakit apa yang
sebenarnya diderita orang ini, bagaimana kalau tootiang yang memeriksanya?”
Boe wie Tootiang mengangguk, dia pegang urat nadi pada pergelangan kiri Thio Cu Yoe
untuk diperiksa, kemudian dengan alis berkerut ujarnya, “Pinto rasa dia tidak ada tanda2
menderita sakit.”
“Apakah orang ini sedang pura2 sakit?”
“Aku rasa dia telah terluka!”
Pembicaraan mereka berdua dilakukan degan suara yang amat lirih, sehingga dua orang
bocah berbaju hijau yang memperhatikan secara diam2 tak sanggup mengetahui sesuatu
apapun.
“Apakah Tootiang mempunyai cara untuk mengobatinya?” tanya Siauw Ling.
“Pinto hanya bisa membuat resep sesuai dengan hasil pemeriksaan nadi, bisakah manjur
sukar dikatakan!”
“Aaaai, entah siapa yang telah bergurau dengan kita, bukan saja telah meninggalkan
peringatan bahkan menuding diriku yang bisa sembuhkan penyakit ini, dan yang aneh lagi
ternyata Lam Hay Ngo Hiong begitu mempercayai ucapannya.”
“Kalau orang yang meninggalkan surat itu ada maksud hendak membantu dirimu untuk
menaklukan Lam Hay Ngo Hiong dia pasti akan membantu kita secara diam2.”
“Hingga kini belum ada sesuatu gerak gerik apapun, mungkin dia sengaja hendak
mengacau kita.”
“Pinto rasa satu2nya jalan yang bisa kita tempuh sekarang adalah membuat dahulu
sebuah resep, lalu suruhlah mereka tunggu sejenak. Kalau tidak ada reaksi juga maka
kaulah yang membuat sebuah resep menuntut petunjukan, sekalipun tidak berhasil
melukai luka dalamnya sedikit banyak tidak sampai mencelakai jiwanya.”

“Mengikuti keadaan yang ada saat ini, aku rasa terpaksa kita harus bertindak demikian.”
Dalam pada itu Soen seng sekalian yang telah mengundurkan diri sejauh satu tombak
kendati sedang bersemedi namun secara diam2 mereka perhatikan setiap gerak gerik dari
Siauw Ling. Ketika dilihatnya pemuda itu sedang bicara berbisik2 dengan Boe Wie
Tootiang seakan2 sedang merundingkan penyakit dari Thio Cu Yoe terpaksa mereka
menunggu dengan sabar.
Siapa sangka setengah jam sudah lewat tanpa menemukan gerak gerik apapun dari Siauw
Ling, akhirnya dia tidak sabar lagi dan segera maju kedepan dengan langkah lebar
serunya seraya menjura, “Lima bersaudara dari Lam Hay telah membuktikan ketulusan
hati kami, semoga Siauw thayhiap suka turun tangan menyembuhkan penyakit yang
diderita toako kami.”
Dalam hati Siauw Ling betul2 tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika itu, namun diluar
ia tetap berlagak tenang.
“Menurut denyutan nadi kakak kalian rupanya dia tidak menderita penyakit!”
“Tidak menderita penyakit?” seru sitelapak pembetot sukma Soen seng dengan hati
terperanjat. “Lalu kenapa dia?”
“Rupanya menderita luka dalam yang parah!”
“Kejadian yang sebenarnya cayhe tidak begitu jelas!” kata Soen seng setelah termenung
sejenak. “Ketika aku tiba kembali disini penyakit edan toako kami sedang kumat
bagaimana caranya sampai dia menderita penyakit aneh seperti itu ataukah dia cuma
menderita luka dalam, cayhe tidak mengetahuinya.”
“Aaah, kenapa aku tidak tanyakan keadaan penyakitnya lebih dulu?” pikir pemuda kita.
Sinar matanya segera beralih memandang sekejap kearah dua orang bocah berbaju hijau
itu. “Apakah kedua orang murid kakak kalianpun tidak tahu kejadian yang sebenarnya?”
Soen seng segera ulapkan tangannya, dua orang bocah berbaju hijau itu segera
mengiakan dan maju kemuka.
Jilid 20
Orang yang ada disebelah kiri mempunyai perawakan yang tinggi besar, wajahnya
berwarna merah darah dengan sepasang tongkat besi Thiat Hoay Ciang tersoren
dipanggungnya. Ia mengenakan jubah warna merah, sepatu warna merah dan seluruh
tubuhnya merah bagaikan kobaran api.
Sedang orang yang ada disebelah kanan berjubah biru menyoren pedang. Dia bukan
lain adalah sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan.
Dan orang yang ada ditengah memakai jubah warna hitam, diatas alis sebelah kirinya
terdapat codet bekas bacokan golok, hingga alisnya yang panjang dan tebal terpotong jadi
dua bagian.

Setelah melihat siapa yang datang dengan suara lirih Siauw Ling segera berbisik,
“Sipelajar bertangan dingin itu berani mengejar sampai kesini. Aku rasa dia pasti sudah
membuat suatu persiapan, mungkin saja kedua orang itu adalah anggota dari Lam Hay
Ngo Hiong.”
“Aku sipengemis tuapun mempunyai perasaan yang sama!”
“Kalau benar mereka adalah manusia-manusia dari lima laknat, aku rasa Cheng Yap
Cing bukan tandingannya, kita harus segera munculkan diri untuk membantu dirinya.”
“Tidak mengapa, lebih baik kita perhatikan dulu secara diam-diam.”
Untuk sesaat Siauw Ling tak dapat menebak maksud hati Soen Put Shia, terpaksa ia
menurut dan berdiri membungkam ditempat semula.
Sungguh cepat gerakan tubuh ketiga orang itu. Dalam sekejap mata mereka sudah
berada dihadapan Cheng Yap Cing dan berhenti kurang lebih empat lima didepan jago
muda dari Bu tong pay ini.
Tampak orang berbaju hitam yang berada ditengah menoleh dan memandang sekejap
kearah Thian Tiong Goan lalu tanyanya, “Apakah orang itu?”
“Bukan….”
“Kalian bertiga hendak cari siapa?” tegur Cheng Yap Cing sambil memutar pedangnya.
“Siauw Ling” jawab orang berbaju hitam sambil menyapu wajah jago muda itu beserta
keempat orang tootiang lainnya.
“Tidak salah, Siauw thayhiap memang berada didalam kuil ini dan tidak sulit bila kalian
bertiga jika mau bertemu dengan dirinya, tetapi sebelum itu kalian harus menangkan dulu
pedangku ini!”
“Hmm! siapa kau?”
“Sejak Siauw Ling terjun kedalam dunia persilatan jejaknya selalu misterius” pikir Cheng
Yap Cing didalam hati. Tetapi setiap kali ia berhasil menonjolkan diri. Dalam waktu yang
singkat bukan saja namanya telah terkenal dikolong jagad bahkan secara diam2 dia sudah
menjadi orang yang paling dihormati dalam Bulim, setelah lewat beberapa saat lagi tidak
sukar baginya untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin Bulim. Sebaliknya kami partai
Bu tong sudah bertahun-tahun lamanya tancapkan kaki didunia persilatan, dia bukan saja
nama besarnya sukar menonjol malah jangan-jangan partai kami bisa ternadih oleh nama
besarnya. Seandainya ketiga orang itu memang benar-benar mau menantang Siauw Ling,
kenapa aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk kalahkan mereka. Diluar aku
bertindak demi Siauw Ling tapi secara diam-diam aku bisa gemilangkan nama besar partai
kami….”
Saking asyiknya dia berpikir sampai lupa sang alis berjubah hitam itu berkerut kencang,
napsu membunuhnya memancar keluar dari balik sinar matanya, jelas ia merasa sangat

gusar, Tetapi entah apa sebabnya ternyata rasa marah yang bergolak dalam hatinya
ditekan selalu, terdengar ia bertanya setelah mendehem berat.
“Apakah kau anak murid Bu tong pay?”
“Sedikitpun tidak salah, cayhe adalah Cheng Yap Cing anak murid partai Bu tong. Kalian
bertiga berani datang kemari menantang Siauw thayhiap. Aku rasa kamu tentu bukan
manusia tanpa nama bukan?”
“Lima rasul dari Lam Hay, kau tentu pernah mendengar bukan!” sahut orang berbaju
hitam itu sambil angkat tangan kanannya dan perlihatkan lima jari.
Cheng Yap Cing tertegun.
“Aaah, sudah lama cayhe mendengar akan nama kalian” sahutnya tanpa terasa.
Selama ini orang berjubah serba merah yang ada disebelah kiri serta pelajar bertangan
dingin Thian Tiong Goan membungkam dalam seribu bahasa. Jelas hal ini menunjukkan
bilamana kedudukan orang berjubah hitam ini jauh lebih tinggi dari pada mereka berdua.
Terdengar orang berjubah hitam itu berkata kembali, “Kalau kau sudah tahu akan nama
besar lima rasul, ayo cepat lapor kedalam….”
“Apa yang perlu dilaporkan?”
“Laporkan kepada Siauw Ling dan katakanlah lima rasul dari Lam Hay ada urusan
penting dan hendak bertemu dengan dirinya.”
“Cuwi cuma bertiga, kenapa disebut lima rasul?”
Hijau membesi seluruh wajah orang berbaju hitam itu hingga tampak begitu
menyeramkan, jelas orang ini mempunyai perangai yang buruk dan watak yang sangat
berangasan, tetapi oleh sesuatu kekuatan yang tak terwujud ia tak bisa mengumbar
tabiatnya dan seakan-akan terbelenggu. Dengan paksaan diri ditangannya emosi dan
golakan hawa amarahnya.
Tampak dia menggelengkan dan berseru, “Apakah kau ingin mengetahuinya sampai
jelas?”
“Sedikitpun tidak salah.”
Mendadak orang berjubah hitam itu mendepakkan kakinya keatas tanah. Pasir dan batu
berterbangan memenuhi angkasa, diatas permukaan tanah yang keras seketika muncul
sebuah bekas kaki sedalam dua coen, sahutnya dengan dingin, “Cayhe adalah Soh Hoen
Ciang sitelapak membentot sukma Soen Seng, dalam lima rasul dari Lam Hay menduduki
urutan kedua….” sinar matanya beralih kearah orang berbaju merah disebelah kirinya.
“Dan dia adalah samte kami Cay Wie” kembali matanya beralih kearah Thian Tiong Goan.
“Dan dia adalah Ngo te kami sipelajar bertangan dingin Thian Tiong Goan. Nah apa yang
ingin kau tanyakan lagi?”

Soen Put Shia dan Siauw Ling yang bersembunyi dibelakang pintu dapat mendengar
semua percakapan itu dengan cepat pengemis tua itu jadi keheranan bisiknya, “Tempo
dulu lima manusia laknat dari Lam Hay pernah membasmi habis semua anggota dari
partai Ciang Shia serta Go Bie, waktu mereka kejam, buas dan tidak berperi kemanusiaan,
sedikit-sedikit saja lantas turun sangat membunuh. Kenapa sikapnya hari ini begitu sadar
dan lunak? sungguh aneh!”
“Kalau ditinjau dari wajahnya yang penuh diliputi napsu membunuh, jelas hawa gusar
yang bergelora dalam dadanya saat ini sukar dilukiskan lagi dengan kata-kata. Cuma saja
ia bersabar terus mempertahankan diri!”
“Nah disitulah letak keanehannya, ia bersabar diri dan menekan hawa gusar yang
berkobar dalam dadanya, maksud dan tujuannya tidak lain ingin bertemu dengan dirimu.”
Dengan tidak dapat menahan kesabarannya lantas ia telah bertanya lagi, “Apa
maksudmu kami bertiga mencari Siauw Ling berada disini atau tidak, kau harus tahu
bahwa kesabaran cayhe ada batasnya.”
teriak sitelapak pembetot sukma penuh kegusaran.
Siauw Ling siap melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, namun Soen Put
Shia segera menahan tubuhnya seraya berbisik, “Jangan gugup, tunggulah sejenak lagi!”
Cheng Yap Cing yang ada dikalangan ingin sekali mencemerlangkan nama partainya. Ia
segera kebas pedang ditangan dan berseru, “Tidak sulit kalau kau hendak berjumpa
dengan Siauw thayhiap namun tembusi dulu pos pertahanan ini.”
“Kalau terus menerus menyusahkan diriku, entah apa maksudmu yang sebenarnya?” ia
lantas ulapkan tangan kirinya.
Ada disebelah kiri dengan cepat meloncat keluar, tangan kanannya diayun dan dengan
keras ia cengkeram pedang Cheng Yap Cing.
Jago muda dari Bu tong pay ini tidak menyangka kalau serangan musuh datangnya
begitu cepat, hampir saja pedangnya kena dirampas. Dalam keadaan terdesak dan gugup,
cepat ia loncat mundur lima depa kebelakang. Pedangnya diayun dan menciptakan
serentetan bunga pedang.
Cay Wie membentak keras. Weeesss….! tangan kanannya diayun kemuka mengirim
satu pukulan dahsyat. Badannya maju dua langkah kedepan dan tangan kirinya segera
mencabut keluar tongkat besi yang tersoren dibahunya.
Bukan saja gerak geriknya gagah dan ampuh, serangannya tajam dan mengerikan,
ternyata ia sudah anggap pedang baja ditangan Cheng Yap Cing itu bagaikan benda yang
tak berharga.
Cheng Yap Cing sendiri terperanjat luar biasa tak kala merasakan datangnya angin
serangan lawan yang begitu dahsyat bahkan mengandung daya tekanan yang hebat,
segera pikirnya, “Sungguh dahsyat angin pukulan orang ini, rupanya dia bukan manusia
sembarangan….”

Dalam pada itu Cay Wie telah meloloskan senjatanya.
Buru-buru Cheng Yap Cing melancarkan serangan balasan, pedangnya dengan jurus
“Seng Ko To Kwa” atau binatang berguguran diatas sungai menciptakan beratus-ratus titik
cahaya tajam menyelimuti seluruh angkasa.
Jurus serangan ini merupakan jurus yang ampuh diantara ilmu pedang Bu tong Kiam
Hoat, serangannya rapat dan tajam. Dalam serangan disertai pula dengan pertahanan
membuat seluruh badannya terlindung dengan rapatnya.
Siapa sangka Cay Wie jeri dengan ancaman ini, tongkat besinya disodok kedepan dan
menyerang masuk melalui cahaya pedang yang sangat rapat tadi.
Traaaang….! Traaang….! suara bentrokan senjata berkumandang tiada hentinya
memekikkan telinga. Cheng Yap Cing tak sanggup mempertahankan diri dan ia terdesak
mundur satu langkah kebelakang, pergelangan tangannya secara rapat-rapat terasa kaku
dan linu setelah Cheng Yap Cing dengan serangan dua tongkat besi ditangan kirinya,
dengan cepat tangan kanannya meloloskan tongkat besi kedua dan melancarkan
serangannya.
“Tahan!” tiba-tiba Soen Seng membentak Cay Wie tarik kembali tongkat besinya dan
segera loncat mundur kebelakang.
“Kedatangan cayhe kemari sama sekali tiada bermaksud memusuhi kalian, kami
mempunyai persoalan penting yang hendak disampaikan kepada diri Siauw Ling” seru
Soen Seng kembali seraya ulapkan tangannya Cheng Yap Cing membungkam, apa yang
dipikirkan dalam hatinya adalah jurus “Seng Hoo Too Kwa” yang barusan berhasil
dipecahkan oleh Cay Wie itu. Dia merasa serangan tongkatnya tanpa pakai aturan, namun
entah apa sebabnya ternyata semua perubahan tadi berhasil dipecahkan. Ia merasa
terkejut, kaget tercengang dan tidak puas.
Tatkala Cay Wie melihat Cheng Yap Cing tidak menjawab perkataan toakonya, gusar
segera serunya, “Mungkin Siauw Ling tidak berada disini, orang ini sengaja berpura-pura
tuli dan bisu, tak mau memperdulikan kita. Aku rasa tak usah kita banyak bicara lagi
dengan mereka biarlah siauwte jagal dulu orang ini serta keempat orang toosu tua hidung
kerbau itu.”
Tongkatnya segera dipersiapkan untuk melancarkan serangan kembali.
Mendadak…. terdengar gelak tertawa nyaring berkumandang datang, seorang pemuda
berpakaian ringkas perlahan-lahan munculkan diri dari balik pintu.
Orang itu adalah Siauw Ling yang menyaksikan pertarungan antara Cay Wie dengan
Cheng Yap Cing hatinya merasa sangat terperanjat, segera pikirnya, “Orang itu bertempur
tanpa memakai aturan tetapi setiap serangan dan hantamannya mengandung daya
tekanan yang luar biasa, mungkin Cheng Yap Cing bukan tandingannya. Karena itulah
sambil tertawa terbahak-bahak ia lantas munculkan diri mendekati orang she Soen itu.”

Cheng Yap Cing melirik sekejap kearah Siauw Ling, dengan wajah jengah ia masukkan
kembali pedangnya kedalam sarung dan mengundurkan diri kesamping.
Dari serangan Cay Wie yang ganas serta daya tekanan yang dahsyat dalam gerakannya
yang sederhana itu pemuda she Siauw lantas berpendapat bila ia tidak memiliki tenaga
dalam yang sakti dan maha dahsyat, murni otaknya berputar mencari akal untuk
menghadapi dirinya.
Tampak sitelapak tangan pembetot sukma Soen Seng maju dua langkah kemuka,
setelah menjura katanya, “Apakah saudara adalah Siauw Ling?”
Siauw Ling tidak menjawab. Matanya menyapu sekejap keadaan lawan dimana ia
jumpai kesembilan orang lelaki berbaju hitam mengiringi ketiga orang itu, berdiri jauh
dibelakang Soen Seng, telah termenung sejenak ia menyahut, “Cayhe memang Siauw Ling
adanya, entah ada maksud apa kalian bertiga datang mencari aku?”
“Tadi, adik kami telah melakukan kesalahan terhadap dirimu, disini cayhe mohonkan
maaf.”
“Aaah…. tidak mengapa” seru Siauw Ling sambil tertawa hambar, sementara hatinya
tercengang pikirya, “Sebetulnya apa yang telah terjadi? apakah kedatangan mereka tidak
untuk balas dendam bagi kekalahan yang diderita Thian Tiong tadi….”
Terdengar Soen Seng mendehem ringan dan berkata kembali, “Kami lima bersaudara
dari Lam Hay tidak pernah mempunyai maksud untuk memusuhi diri Siauw thayhiap,
namun apa daya takdir menentukan demikian ditambah pula Djen Bok Hong menghasut
dari belakang, hingga akhirnya kami terpaksa sudah berbuat kasar terhadap diri Siauw
thayhiap.”
“Kau tak usah sungkan-sungkan!”
“Terus terang saja Siauwte katakan, bahwa kedatangan kami kali ini pertama adalah
untuk minta maaf dan kedua, ada suatu urusan hingga terpaksa kami harus merepotkan
Siauw thayhiap!”
Siauw Ling berpaling. Ia jemput Soen Put Shia telah menyusul kesisi tubuhnya, namun
jago tua sudah punya pengalaman luas dan telah lama berkelana dalam dunia persilatan
ini sedang berdiri dengan wajah bimbang dan ragu jelas iapun dibikin tercengang oleh
sikap orang. Ketika Soen Seng tidak mendengar jawaban dari Siauw Ling kembali dia
menjura sambil berkata, “Maukah Siauw thayhiap membantu diri kami?”
“Katakan dulu persoalan apa yang sedang kau hadapi. Nanti cayhe baru ambil
keputusan!” Soen seng tertunduk, dengan nada lirih sahutnya, “Sejak terjun kedunia
kangouw kami lima bersaudara dari Lam Hay belum pernah mohon bantuan orang lain,
tapi hari ini terpaksa kami harus memohon kepada Siauw thayhiap agar suka ringan
tangan menolong kami.”
“Terangkanlah dahulu persoalan apa yang sebenarnya kalian hadapi!” karena semakin
bingung terpaksa si anak muda itu berkata demikian.

“Sejak berkelana dalam dunia kangouw banyak permusuhan yang telah kami ikat,
tentunya Siauw thayhiap pernah mendengar bukan peristiwa pembasmian terhadap partai
Cing Shia serta partai Go Bie yang kami lakukan tempo dulu.”
Meskipun tidak paham apa maksudnya pihak lawan berkata demikian, namun Siauw
Ling mengangguk juga.
“Tidak salah.”
“Bila persoalan itu sudah siauwte utarakan keluar namun Siauw thayhiap tak sudi
menolong. Bisa jadi kami lima bersaudara dari Lam Hay tak ada mula lagi untuk tancapkan
kaki dalam dunia persilatan.”
Jelas maksud perkataan itu adalah mengartikan bila masalahnya telah dikatakan maka
bila Siauw Ling tak mau menolong, mereka tentu akan memaksa terus.
“Bilamana permintaan saudara adalah permintaan yang terbuka dan jujur maka
bagimanapun juga aku orang she Siauw pasti akan membantu dengan segenap tenaga,
sebaliknya kalau perminataan itu adalah permintaan yang kelewat batas dan memalukan
sekalipun kepalaku dipancung, jangan harap cayhe sudi mengabulkan.”
Cheng Yap Cing yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa malu sendiri
pikirnya, “Siauw Ling betul-betul manusia budiman yang bijaksana, aku benar-benar
bukan tandingannya….”
“Baik!” jawab Soen seng sesudah termenung sejenak. “Sekalipun sudah siauwte
katakan dan siauw thayhiap tak sudi menolong cayhepun tidak akan memaksa.”
“Nah katakanlah!”
“Secara tiba-tiba Loo toa serta Loo su dari kelima saudara telah mengindap penyakit
edan yang parah, kami tahu bahwa dikolong langit dewasa ini cuma Siauw thayhiap
seorang saja yang sanggup menyembuhkan penyakit ini. Kami mohon agar Siauw
thayhiap suka menolong kami dan sembuhkan penyakit Loo toa serta Loo su kami. Lima
bersaudara dari Lam Hay pasti tak akan melupakan budi kebaikanmu itu!”
“Mengobati penyakit edan?” seru Siauw Ling tertegun.
“Tidak salah. Sakit yang diderita toako serta sute kami datangnya terlalu mendadak,
meskipun cuma dua belas jam namun mereka sudah gila hebat hingga saudara dan
kenakalanpun tak dinilai lagi. Telah kujelajahi daerah sekeliling tempat ini, tiga belas
orang tabib telah kami undang namun mereka tak sanggup menyembuhkan penyakit itu,
sebab itulah maka terpaksa kami harus merepotkan diri Siauw thayhiap.”
“Kalau urusan menyembuhkan penyakit Boe Wie Tootiang adalah jago yang lihay” pikir
Siauw Ling. “Aku orang she Siauw sama sekali tidak mengerti akan ilmu pertabiban,
kenapa mereka mencari aku?”
Dari sakunya Soen Seng ambil keluar secarik kertas, sambil diangsurkan kemuka
sahutnya, “Apakah Siauw Ling thayhiap kenal dengan sipengirim surat ini?”

Siauw Ling segera menerima surat itu dan dibaca isinya, “Penyakit aneh yang diderita
saudara kalian sangat ganas dan berbahaya, bilamana didalam dua puluh empat jam tidak
disembuhkan maka urat nadinya akan pecah dan mati binasa. Keadaannya mengerikan
dan mendirikan bulu roma.
“Untung Thian maha pengasih, dengan ini kutunjukkan satu jalan hidup buat kalian.
Satu-satunya orang yang bisa menyembuhkan penyakit edan ini kecuali dirimu adalah
Siauw Ling, tetapi sayang aku masih ada urusan lain yang harus dikerjakan maka tak bisa
kubantu kamu semua. gunakanlah kesempatan yang sangat baik ini untuk mohon bantuan
Siauw Ling.”
Sederhana sekali isi surat itu, dibawahnya tidak tercantum pula tanda tangan ataupun
tanda apapun jua.
Siauw Ling berdiri tertegun, dibacanya berulang kali surat tadi sedang dalam hati ia
tidak habis mengerti siapakah yang sedang mengajak dia bergurau.
“Apa yang ditulis dalam surat itu?” tanya Soen Put Shia.
“Bacalah sendiri Loocianpwee!”
Soen Put Shia menerima surat tadi dan dibacanya, dalam hati ia merasa tercengang
dan tidak habis mengerti.
“Siauw thayhiap, kau tentu kenal dengan orang ini bukan?” tanya Soen seng.
“Soal ini….”
“Kalau tidak kenal, mana mungkin dia bisa memberi petunjuk kepada kalian?” sambung
Soen Put Shia dengan cepat.
Siauw Ling jadi terperanjat segera pikirnya, “Menyembuhkan sakit seseorang
menyangkut mati hidup orang itu, mana boleh kuanggap sebagai suatu permainan?”
Sementara dia mau membantah. Soen Put Shia telah berkata lebih jauh, “Dimanakah
dua orang terluka itu?”
“Berada dalam sebuah rumah manusia bijaksana yang penuh welas asih, setelah dia
mengetahui akan kejadian ini sudah tentu akan membantu sekuat tenaga.”
“Cayhe merasa amat berterima kasih atas kesediaan Siauw thayhiap untuk menolong
kedua orang saudara kami.”
“Tetapi sayang kalian bersekongkol dengan Djen Bok Hong sedangkan ketua dari
perkampungan Pek Hoa San cung adalah musuh besar dari Siauw thayhiap. Seandainya
kami menolong kedua orang saudara bukan berarti kami telah mengundang musuh yang
lebih tangguh?”

“Kalau Siauw thayhiap suka menolong toako serta sute kami, dengan sendirinya kami
lima bersaudara dari Lam Hay tak akan membantu Djen Bok Hong lagi untuk memusuhi
diri Siauw thayhiap.”
“Haaah…. haaah…. haaah….” Soen Put Shia segera tertawa terbahak-bahak, sambil
menuding kearah Thian Tiong Goan serunya: “Ngo te kalian dengan membawa jago-jago
lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung telah turun tangan keji dan melukai beberapa
orang saudara dari Siauw thayhiap dengan senjata rahasia beracun. Bagaimana pula
pertanggungan jawab kalian terhadap persoalan ini?”
“Cayhe datang kemari justru hendak menyembuhkan luka beracun yang mereka derita”
buru-buru Thian Tiong Goan berseru.
Soen Put Shia mendengus dingin.
“Hmm, kalau kami harus menunggu sampai kau datang memberi obat pemusnah,
mungkin mereka sudah mati sejak tadi.”
Soen seng melirik sekejap kearah Thian Tiong Goan lalu berkata, “Ilmu pertabiban yang
dimiliki Siauw thayhiap sangat sempurna hanya senjata rahasia beracun saja tentu takkan
menyusahkan dirinya. Ngo te! kau telah berbuat salah terhadap Siauw thayhiap, ayo cepat
maju kedepan minta maaf.”
Apa boleh buat, terpaksa dengan langkah perlahan Thian Tiong Goan maju dua langkah
kemuka dan menjura.
“Bilamana cayhe sudah melakukan kesalahan terhadap Siauw thayhiap, harap Siauw
thayhiap suka memaafkan!”
“Dalam suatu petarungan sudah jamak kalau saling luka melukai. Tak usah kau
murungkan tentang persoalan itu.”
“Siauw thayhiap berpikiran luas dan berlapang dada, cayhe merasa amat kagum.”
“Hmm…. hmm…. kelicikan dunia kangouw bagaimanapun juga harus dijaga” jengek
Soen Put Shia dari samping. “Siapa tahu kalau tindakan kalian saat ini bukan lain adalah
hendak memancing Siauw thayhiap masuk perangkap….”
“Walaupun lima bersaudara dari Lam Hay sering kali turun tangan keji namun belum
pernah kami bicara bohong.”
“Lalu siapakah yang berdiri dibelakang kalian?”
“Jago-jago dari perkampungan Pek Hoa San cung!”
“Bagus sekali!” teriak Soen Put Shia sambil tertawa dingin. “Orang-orang dari
perkampungan Pek Hoa San cung pun berjalan bersama kalian, sudah semakin jelas lagi
kalau surat itu bukan lain adalah siasat licik dari Djen Bok Hong.”

“Baiklah. Kalau kalian tidak percaya terpaksa aku harus bunuh dulu orang-orang dari
perkampungan Pek Hoa San cung ini sebagai pertanda bahwa ucapan kami adalah jujur!”
Mendadak ia putar badan dan menubruk kearah barisan lelaki yang berada
dibelakangnya.
Tampak sepasang telapaknya diayun berantai, dua orang lelaki berbaju hitam ini
sebelum sempat mencabut keluar senjatanya telah roboh binasa diatas tanah.
Cay Wie serta Thian Tiong Goan pun segera mengikuti jejak kakaknya. Badan mereka
menubruk kearah lelaki berbaju hitam itu dan tampaklah bayangan tombak berputar
cahaya pedang menggulung, dalam sekejap mata semua orang berbaju hitam yang ada
disitu mati konyol tanpa sempat memberikan perlawanan.
Menyaksikan keganasan orang dalam hati Siauw Ling lantas berpikir, “Nama besar lima
manusia laknat dari Lam Hay benar2 bukan nama kosong belaka, bukan saja hati mereka
kejam bahkan keji dan telengas sekali….”
Sebaliknya Soen put shia sendiripun tidak menyangka kalau ketiga orang itu segera
bertindak setelah ia sampai tertegun dan berdiri melongo.
“Siauw thayhiap sekarang kau sudah percaya bukan.” Soen Seng kemudian melangkah
datang.
“Setelah kalian bertiga membinasakan jagoan dari perkampungan Pek Hoa San cung,
bagaimana pertanggungan jawab kalian dikemudian hari dihadapan Djen Bok Hong?”
“Sebelum berkenalan dengan Siauw thayhiap kami memang dipergunakan oleh Djen
Bok Hong untuk memusuhi Siauw thayhiap, tetapi kini sesudah kita bersahabat sudah
tentu kami tak akan berbakti lagi kepada pihak perkampungan Pek Hoa San cung.”
“Sekalipun kau binasakan Djen Bok Hong tak nanti aku sanggup menyembuhkan sakit
edan yang diderita kedua orang saudaramu” pikir Siauw Ling.
Dia merasa bahwa persoalan ini tak bisa diundurkan lagi, sementara dia siap
menerangkan kalau ia tak pandai ilmu pertabiban kembali Soen put shia menimbrung
lebih dulu, “Harap kalian bertiga menunggu sejenak diluar kuil, biar sipengemis tua
rundingkan dahulu persoalan ini dengan diri Siauw thayhiap.”
“Jadi kawan atau jadi lawan semuanya terngantung pada keputusan Siauw thayhiap.
Kalian berdua silahkan berlalu!”
“Saudara Siauw, mari ikut aku dipengemis tua!” seru Soen put shia sambil putar badan
dan berjalan masuk kedalam kuil.
Siauw Ling tak berkutik terpaksa dia mengikuti dibelakang pengemis tua itu, setibanya
didalam kuil segera tegurnya, “Loocianpwee, kenapa kau sanggupi untuk menyembuhkan
luka yang mereka derita?”

“Apabila membiarkan lima manusia laknat dari Lam Hay membantu pihak
perkampungan Pek Hoa San cung dengan sekuat tenaga, itu berarti membuat Djen Bok
Hong bagaikan harimau yang tumbuh sayap, kita harus berusaha untuk memisahkan
kerjasama diantara mereka!”
“Tetapi boanpwee sama sekali tidak paham akan ilmu pertabiban, dari mana bisa
kusembuhkan sakit edan yang mereka derita?”
“Dalam hal ini keadaan aku sipengemis tua tiada berbeda denganmu, itulah sebabnya
kita harus rundingkan dahulu persoalan ini dengan diri Boe Wie Tootiang.”
Ia percepat langkahnya dan lari masuk kedalam pendopo tengah.
Sementara itu Boe wie Tootiang, Tiong Cho Siang ku serta Suma Kan sekalian sedang
merasa keheranan karena lama sekali belum juga kedengaran ada suara pertempuran,
melihat ketiga orang itu munculkan diri mereka segera menyongsong.
Begitu tiba diruang tengah, Soen put shia segera berseru, “Peristiwa aneh jarang terjadi
dalam kolong langit, tapi tahun ini sungguh banyak yang telah terjadi, aneh, aneh,
sungguh aneh.”
“Persoalan apa yang aneh?” tegur Boe Wie Tootiang.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. ruapanya kemampuan Siauw Ling yang disiarkan dalam
kolong langit telah meningkat sehingga seakan2 persoalan apapun sanggup dilakukan
olehnya!”
“Sebenarnya apa yang sudah terjadi?”
“Tiga orang bersaudara dari Lam Hay Ngo Hiong telah datang kemari untuk minta
tolong Siauw Ling guna menyembuhkan sakit edan yang diderita saudara mereka.”
“Aaah, sudah terjadi kejadian seaneh itu?”
“Tapi sang siauwte tidak mengerti sama sekali tentang ilmu pertabiban” sahut Siauw
Ling sambil melangkah masuk. “Mana mungkin sakit edan dari Lam Hay sanggup
kusembuhkan?”
“Yang aneh lagi, dari mana mereka bisa datang mencari dirimu?”
“Mungkin saja ada orang yang sengaja hendak menyusahkan diriku, maka disuruhnya
Lam Hay Ngo Hiong datang kemari untuk mencari aku, sehingga kalau sampai aku tak
mampu menyembuhkan sakit mereka maka antara mereka dengan kami akan terikat
dendam sakit hati.”
“Tidak salah, mungkin saja memang demikian?”
“Sudah siauwte tolak berulang kali, tetapi mereka belum mau juga percaya!”
“Lalu bagaimana menurut pendapat Siauw thayhiap?”

“Mereka datang membawa sepucuk surat dalam surat tadi mengatakan bahwa hanya
cayhe yang sanggup menyembuhkan sakit edan tersebut, maka Lam Hay Ngo Hiong
ngotot terus memohon kepada diriku.”
“Sudah kau sanggupi?”
“Keadaan sangat mendesak, tidak disanggupipun rasanya tak mati.”
“Siapakah yang menulis surat itu? apakah Siauw thayhiap bisa kenali tulisannya?”
“Sungguh menjengkelkan, pada akhir surat itu sama sekali tak ada tanda tangannya.”
Boe Wie Tootiang termenung sejenak, kemudian jawabnya, “Kalian memang Siauw
thayhiap sudah menyanggupi mari kita tengok keadaan sakit mereka.”
“Tapi cayhe….”
“Pinto akan pergi bersamaan, kita bekerja mengikuti keadaan pada saat itu.”
Siauw Ling berpikir sebentar, akhirnya dia mengangguk.
“Yaaah, terpaksa kita harus berbuat demikian.”
“Biarlah aku sipengemis tua berangkat bersama kalian! seandainya sampai terjadi
pertarungan, dengan jumlah kita persis seorang lawan seorang!”
“Tempat ini tak bisa didiami lebih jauh, akupun akan suruh mereka sekalian
berangkat….” kata Boe Wie Tootiang. Dia berpaling memandang sekejap kearah Im Yang
cu kemudian sambungnya, “Turunkan perintah agar mereka semua siap sedia, bawalah
beberapa orang yang terluka parah itu menyingkir dari sini.”
“Lalu kita akan bertemu lagi dimana?”
“Ehm…. kalian berangkatlah lebih dulu keselat Huang Yang Kok!”
Im Yang cu mengiakan dan segera berlalu.
“Mari kita jumpai Lam Hay Ngo Hiong!” teriak Boe Wie Tootiang kemudian, bersama
Siauw Ling kemudian mereka lantas keluar dari kuil.
Sementara itu sitelapak pembetot sukma Soen seng sedang menanti dengan hati
gelisah melihat mereka keluar dia maju menyongsong.
“Siauw thayhiap, kau suka berangkat bersama kami bukan?” serunya sambil menjura.
Siauw Ling berpaling memandang sekejap kearah Boe Wie Tootiang kemudian
menjawab, “Cayhe ingin berangkat bersama2 Boe Wie Tootiang, karena ilmu pertabiban
dari Tootiang sangat lihay dan sempurna, dia merupakan pembantu yang paling berharga
bagiku.”

“Ooh, sudah lama kami mengagumi nama besar Tootiang, dengan senang hati kami
persilahkan Tootiang untuk ikut berangkat.”
“Menolong orang bagaikan menolong api. Urusan tak boleh ditunda2 lagi setelah kita
setuju ayoh mari kita berangkat!” ajak Soen put shia.
Boe Wie Tootiang berbisik memesan beberapa patah kata kepada Cheng Yap Cing,
kemudian segera berangkat.
Begitulah dibawah pimpinan sitelapak pembetot sukma Soen seng, Cay Wie serta Thian
tiong Goan, berangkatlah Siauw Ling sekalian mengikuti dibelakangnya.
Keenam orang itu merupakan jago-jago lihay dalam dunia persilatan, perjalanan yang
dilakukan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh ini betul2 cepatnya luar biasa.
Perjalanannya kian lama kian bertambah cepat, Siauw Ling segera mengerti bila Lam
Hay Sam Mo sengaja hendak mengunggul kemampuan larinya, hawa murni segera
disusulkan keluar dan ia percepat larinya.
Enam sosok bayangan manusia berkelebat dengan cepatnya ditengah jalan gunung
yang licin dan terjal, begitu cepat seakan2 bintang kejora yang sedang mengejar
rembulan.
Kurang lebih empat puluh li kemudian Soen seng baru berhenti, serunya sambil
berpaling, “Kita sudah sampai!”
Siauw Ling tertegun, kiranya dimana mereka berhenti saat ini merupakan ujung dari
pada sebuah selat, kedua belah sisi mereka merupakan dinding tebing yang menulang
keangkasa, dihadapannya terdapat pula sebuah bukit menghalangi perjalanan mereka.
Didasar lembah penuh tumbuh semak belukar yang lebat serta pohon2 yang pendek,
suasana serta pemandangannya amat miskin dan seram.
“Dimana kedua orang saudara kalian….” Boe Wie Tootiang segera menegur.
“Mereka berada didalam sebuah goa yang rahasia sekali letaknya, mari ikuti diri cayhe!”
Siauw Ling sekalian tidak banyak bicara, dengan ketat mereka ikuti dari belakang.
Setibanya dibawah bukit yang menghalangi perjalanan mereka itu Soen seng berhenti
dan segera berseru lantang, “Dua bocah pelindung, kalian ada dimana?”
“Tecu ada disini!” jawaban yang tinggi lengking menyahut dari balik batu besar ditepi
dinding tebing, diikuti munculnya dua orang bocah berusia empat lima belas tahun dengan
memakai baju hijau dan menyoren pedang dipunggung.
Sekilas pandang Siauw Ling dapat melihat jelas wajah kedua orang bocah itu, air muka
mereka berdua berwarna hijau kekuning2an seakan2 orang yang sudah lama kelaparan,
namun sorot matanya tajam bercahaya jelas mereka miliki tenaga kweekang yang
sempurna.

Empat buah sorot mata yang tajam dari kedua orang bocah itu menyapu sekejap wajah
Siauw Ling, lalu bersama2 menjura kearah Soen seng sambil berseru, “Menghunjuk
hormat buat Susiok bertiga!”
“Tak usah banyak adat, bagaimana keadaan sakit suhu kalian?”
“Belum menunjukkan tanda2 membaik!” jawab sang bocah yang ada disebelah kiri.
“Ehmm, Siauw thayhiap telah datang, cepat payang suhu kalian keluar agar
penyakitnya bisa diperiksa oleh Siauw thayhiap!”
Kedua bocah itu mengiakan, mereka sapu sekejap wajah ketiga orang itu dengan sorot
mata tajam kemudian perlahan2 berjalan masuk kebalik batu.
“Dibalik batu cadas itu pasti sudah diatur sesuatu yang lihay” Boe Wie Tootiang segera
membatin. “Karena itu mereka tidak ijinkan kami sekalian masuk kedalam….”
Siauw Ling serta Soen put shia pun mempunyai kecurigaan kesana, meski begitu
mereka tetap bersabar dan tidak buka suara.
Rupanya Soen seng dapat menebak kecurigaan Siauw Ling sekalian, ia mendehem dan
segera berkata, “Penyakit dari toako serta sute kami sangat parah, keadaan gua porak
poranda tidak karuan. Kami merasa kurang leluasa untuk mengundang cuwi sekalian
duduk didalam gua!”
“Hmm, mungkin saja disitu ada apa2nya” batin Soen Put shia, tapi diluar dia lantas
tertawa terbahak2.
“Haah…. haah…. haah…. kami datang kemari adalah untuk memeriksa penyakit dari
kakak serta adikmu, masuk kedalam gua atau tidak itu bukan urusan penting!”
Soen Seng tertawa hambar, diapun tidak banyak bicara lagi.
Kurang lebih seperminum teh kemudian tampaklah dua orang bocah berbaju hijau
sambil menyoren pedang menggotong keluar sebuah tandu lemas yang terbuat dari rotan.
Diatas ranjang reotan tadi berbaring seorang pelajar berbaju biru yang berwajah hijau
kekuning2an seperti halnya dengan wajah kedua orang bocah itu.
“Turunkan kebawah!” perintah Soen seng. Kedua orang bocah berbaju hijau itu segera
turunkan pembaringan rotan tadi keatas tanah kemudian mundur lima depa kebelakang.
Waktu itu pelajar berbaju biru tadi berbaring dengan mata terpejam rapat2 rupanya ia
sedang tertidur pulas.
Siauw Ling memandang sekejap wajahnya lalu seraya menoleh kearah Soen seng
ujarnya, “Saudara ini adalah….”

“Pemimpin dari Lam Hay Ngo Hiong loota kami, Kioe Kiam Sin Hoan atau sembilan
pedang gelang sakti Thio Cu Yoe adanya!”
“Aaah, kiranya pemimpin dari lima rasul maaf…. maaf!”
“Aaai….! toako kami ini bukan saja mempunyai kecerdasan yang melebihi kami sekalian
bahkan ilmu silatnya jauh diatas kami semua. Sembilan bilah pedang pendeknya bisa
menjagal harimau dari seratus tindak. Sepasang gelang saktinya bisa merontokkan burung
yang terbang sepuluh tombak ditengah udara. Oleh sebab itu ia dikenal orang sebagai
sembilan pedang gelang sakti. Sungguh tak nyana manusia gagah seperti dia ternyata
harus menderita penyakit yang begitu parah….”
Terhadap soal pembicaraan Siauw Ling boleh dibilang sama sekali tak berpengalaman,
melihat Thio Cu Yoe pejamkan mata tak sadar ia jadi bingung dan tak tahu apa yang
harus dilakukan.
“Siauw thayhiap, lebih baik kau tanyakan dahulu keadaan sakit dari Thio heng ini” kata
Boe wie Tootiang sambil mendehem.
“Ehmm…. memang seharusnya demikian….” sinar matanya beralih kearah Soen seng
dan menambahkan: “Apakah kakakmu selalu berada dalam keadaan tidak sadar?”
Soen seng menggeleng.
“Dia jadi gila dan terhadap saudara sendiripun tidak kenal, maka dari itu dalam
keadaan terpaksa cayhe totok jalan darahnya.”
“Bila ingin mengetahui keadaan sakitnya kita harus bebaskan dahulu jalan darahnya
yang tertotok!” saran Siauw Ling.
Soen seng ragu2, ia termenung sebentar lalu berkata, “Pada saat ini kesadarannya
telah kacau dan hilang, seandainya jalan darahnya kita bebaskan apakah tidak takut kalau
ia turun tangan melukai orang?”
Mula2 Siauw Ling tertegun oleh ucapan tersebut, tetapi dengan cepat dia menjawab,
“Tidak mengapa, asal sedikit lebih berhati2 rasanya sudah cukup….!”
“Hiante berdua harap berhati2″ pesan Soen seng kemudian sambil memandang sekejap
kearah Cay Wie serta Thian tiong Goan. Setelah itu dia baru bebaskan jalan darah Thio Cu
Yoe yang tertotok.
Tampak seorang she Thio itu membuka matanya lebar2 dipandangnya sekejap
beberapa orang itu kemudian berontak seakan2 mau bangkit berdiri.
Tetapi beberapa jalan darah yang ada dilengan serta kakinya masih tertotok. Oleh
karena itu walaupun dia ingin bangkit namun tiada tenaga sama sekali untuk
melaksanakan.
“Jalan darah pingsannya telah kubebaskan” bisik Soen seng.

“Ehmm, alangkah baiknya kalau semua jalan darah ditubuhnya dibebaskan, agar
siauwte bisa segera periksa denyutan nadinya.”
“Bebaskan jalan darah dilengan serta kakinya?”
Siauw Ling sama sekali tidak mengerti apakah urat nadi seseorang bisa diperiksa atau
tidak setelah jalan darah dilengannya tertotok, namun ucapan telah diutarakan terpaksa ia
mengangguk.
“Tidak salah, jalan darah dilengannya harus dibebaskan lebih dulu!”
“Kalau begitu berhati2lah Siauw thayhiap” sambil berseru tangannya bergerak cepat
membebaskan jalan darah dilengan Thio Cu Yoe, kemudian buru2 loncat mundur tiga
langkah kebelakang.
Diam2 Siauw Ling mengempos tenaga dalamnya memperlihatkan reaksi orang she Thio
itu.
Tampak Thio Cu Yoe mengulet lalu bangun duduk.
“Bagaimana keadaan sakit anda?” tegur Siauw Ling kemudian setelah menenangkan
hatinya.
“Siapa kau?” tegur Thio Cu Yoe sambil menatap wajah lawannya dengan tajam.
“Cayhe Siauw Ling.”
“Heeeh…. heee kiranya kau adalah Siauw Ling, selamat berjumpa!”
“Sadar sekali pikirannya” pikir Siauw Ling. “Sama sekali tidak menunjukkan tanda
sedang sakit.”
Sementara otaknya sedang berputar, mendadak pergelangan kirinya mengencang dan
urat nadinya sudah dicengkeram oleh Thio Cu Yoe.
Siauw Ling segera salurkan hawa murninya untuk melindungi nadi, kemudian sambil
tertawa tegurnya, “Segar sekali ingatanmu kawan?”
Tampak tangan kanan Thio Cu Yoe tiba2 diayun kemuka menghantam dada Siauw Ling,
serangan itu membawa deruan angin yang tajam serta daya tekanan yang luar biasa.
Cepat2 si anak muda itu ayun tangan kanan menangkis.
“Cayhe memperoleh undangan dari adik saudara untuk datang memeriksa penyakit
yang diderita Thio heng.”
Beberapa kali Thio Cu Yoe hendak bangkit berdiri, namun berhubung jalan darah dilutut
serta kakinya masih tertotok maka setiap kali badannya roboh kembali keatas
pembaringan. Sekalipun begitu serangan pada tangan kanannya tetap ganas dan dahsyat.
Semua hantaman mengancam tempat berbahaya didepan dadanya Siauw Ling.

Sesudah pergelangan kiri si anak muda itu dicengkeram dengan tangan kirinya, maka
jarak kedua belah pihak boleh dibilang cuma terpaut beberapa depa saja, Siauw Ling pun
tidak melancarkan serangan balasan, setiap kali telapaknya selalu berputar menangkis
setiap serangan serta ancaman yang datang dari Thio Cu Yoe, dengan demikian maka
untuk sementara waktu kedua belah pihak masih tetap bertahan.
Dalam sekejap mata Siauw Ling telah punahkan sebelas jurus serangan dahsyat dari
Thio Cu Yoe.
Sementara itu Soen put shia yang ada disisi kalangan mengikuti jalannya pertempuran
itu dengan mata melotot dia merasa betapa serangan dari Thio Cu Yoe kian lama kian
bertambah dahsyat dan telengas, tanpa sadar ia jadi curiga pikirnya, “Seandainya Djen
Bok Hong mengatur siasat licik dnegan suruh orang itu pura2 sakit lalu memancing
kedatangan Siauw Ling kemari maka keadaan kami teramat bahaya. Apalagi kalau dia
sudah persiapkan orang2nya disekitar sini…. aku harus bertindak hati2.”
Karena berpikir demikian, segera teriaknya dengan suara lantang, “Saudara Siauw
hati2, cepat totok jalan darahnya.”
Sesudah saling bergebrak sebanyak belasan jurus Siauw Ling sendiripun merasakan
keadaannya kurang beres, dia merasakan urat nadi pada pergelangan kirinya yang
dicengkeram kian lama kian bertambah kencang dan dia mulai merasa tidak tahan.
Pemuda ini sadar bila jalan darahnya tercengkeram hilangnya daya kemampuannya untuk
melawan musuh bahkan ada kemungkinan bakal terluka ditangannya.
Mendengar teriakan dari pengemis tua, dia tidak sungkan2 lagi, serangan balasan
segera dilancarkan dan sekali totok dia hajar bahu Thio Cu Yoe.
Serangan ini cukup berat datangnya, seketika itu juga Thio Cu Yoe merasakan sekujur
badannya kaku, ia tak bertenaga untuk melancarkan serangan lagi, sambil mengedorkan
cengkeramannya dia roboh kebelakang.
“Siauw thayhiap, kau tidak terluka bukan?” tegur Soen seng cepat, kemudian sambil
melirik sekejap toakonya ia bertanya lebih jauh, “Apakah Siauw thayhiap menotok jalan
darahnya kembali?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Aaai, itu berarti kita tak akan berhasil memeriksa denyutan nadinya….!”
“Keadaan memang demikian, terpaksa cayhe harus mencari akan lain!” seraya berkata
diam2 ia totok jalan darah dilengan Thio Cu Yoe, kemudian tangan kanannya
mencengkeram pergelangan tangan kiri orang itu.
Tampak denyutan nadinya sangat lambat, mungkin hal itu disebabkan karena jalan
darah pada lengannya tertotok, kecuali itu Siauw Ling tak berhasil menemukan tanda2
aneh lainnya.

“Siauw thayhiap, bagaimana denyutan nadi orang ini?” terdengar Boe Wie Tootiang
bertanya.
Dari pemeriksaan tadi Siauw Ling tidak berhasil menemukan perubahan apapun, namun
dalam keadaan yang mendesak terpaksa sahutnya, “Denyutan nadi orang ini tidak tetap,
jelas menunjukkan tanda2 menderita penyakit.”
Soen seng menghela napas panjang, sambil angkat kepalanya memandang cuaca ia
berkata, “Toako kami sudah sehari semalam menderita penyakit aneh itu, untuk mencari
Siauw thayhiap telah kehilangan waktu selama empat lima jam lagi, apalagi ucapan dari
orang yang meninggalkan surat itu tidak salah, maka hingga kini cuma tinggal tujuh
sampai delapan jam saja kesempatan untuk hidup baginya.”
“Cayhe akan berusaha keras menyembuhkan sakitnya.”
“Rupanya Siauw thayhiap belum berhasil juga menemukan sesuatu tanda pada
penyakit toako.” sela Thian Tiong Goan dari samping sambil melirik sekejap saudaranya.
“Hmmm!” Soen put shia mendengus dingin. “Kalau sakit yang diderita saudaramu cuma
penyakit biasa saja saudaramu tak nanti pergi mengundang kehadiran Siauw thayhiap.”
“Sedikitpun tidak salah” buru2 Soen seng menyambung seraya menjura dalam2.
“Saudaraku ini masih muda dan tak tahu urusan, bilamana ucapannya menyinggung
perasaan cuwi sekalian, disini heng te mewakili dirinya mohon maaf!”
Menghadapi orang yang menderita sakit aneh ini Siauw Ling benar2 dibikin gelagapan
dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, segera ujarnya, “Penyakit yang diderita saudara
kalian memang luar biasa dan berbeda dengan penyakit2 lain, cayhe hendak rundingkan
dahulu persoalan ini dengan Boe Wie Tootiang kemudian baru tentukan penyakit aneh
apakah yang sudah dia derita.”
“Meskipun cayhe tidak mengerti akan ilmu pertabiban tetapi kalau dibicarakan dengan
kemampuan Toako, boleh dikata ilmu silatnya telah mencapai pada taraf tidak mempan
terhadap penyakit apapun, siapa sangka secara tiba2 ia terserang penyakit aneh. Karena
itulah cayhe lantas curiga mungkin ada orang sengaja mencelakai dirinya.”
“Penyakit yang diderita saudaramu memang patut dicurigai!”
“Kalau begitu terpaksa kami harus merepotkan kalian berdua!” sambil membawa Cay
Wie serta Thian Tiong Goan ia mundur satu tombak kebelakang dan duduk bersila disitu.
Siauw Ling menyapu sekejap wajah kedua orang bocah berbaju hijau itu, lalu katanya
pula, “Kalian mundurlah sedikit kebelakang cayhe hendak merundingkan keadaan majikan
kalian dengan diri Tootiang.”
Kedua orang bocah berbaju hijau itu saling bertukar pandangan, kemudian bersama2
mundur lima langkah kebelakang.

Setelah kedua orang itu berlalu Siauw Ling baru berkata kepada Boe Wie Tootiang,
“Siauwte benar2 tidak mengerti akan ilmu pertabiban, tak kuketahui penyakit apa yang
sebenarnya diderita orang ini, bagaimana kalau tootiang yang memeriksanya?”
Boe wie Tootiang mengangguk, dia pegang urat nadi pada pergelangan kiri Thio Cu Yoe
untuk diperiksa, kemudian dengan alis berkerut ujarnya, “Pinto rasa dia tidak ada tanda2
menderita sakit.”
“Apakah orang ini sedang pura2 sakit?”
“Aku rasa dia telah terluka!”
Pembicaraan mereka berdua dilakukan degan suara yang amat lirih, sehingga dua
orang bocah berbaju hijau yang memperhatikan secara diam2 tak sanggup mengetahui
sesuatu apapun.
“Apakah Tootiang mempunyai cara untuk mengobatinya?” tanya Siauw Ling.
“Pinto hanya bisa membuat resep sesuai dengan hasil pemeriksaan nadi, bisakah
manjur sukar dikatakan!”
“Aaaai, entah siapa yang telah bergurau dengan kita, bukan saja telah meninggalkan
peringatan bahkan menuding diriku yang bisa sembuhkan penyakit ini, dan yang aneh lagi
ternyata Lam Hay Ngo Hiong begitu mempercayai ucapannya.”
“Kalau orang yang meninggalkan surat itu ada maksud hendak membantu dirimu untuk
menaklukan Lam Hay Ngo Hiong dia pasti akan membantu kita secara diam2.”
“Hingga kini belum ada sesuatu gerak gerik apapun, mungkin dia sengaja hendak
mengacau kita.”
“Pinto rasa satu2nya jalan yang bisa kita tempuh sekarang adalah membuat dahulu
sebuah resep, lalu suruhlah mereka tunggu sejenak. Kalau tidak ada reaksi juga maka
kaulah yang membuat sebuah resep menuntut petunjukan, sekalipun tidak berhasil
melukai luka dalamnya sedikit banyak tidak sampai mencelakai jiwanya.”
“Mengikuti keadaan yang ada saat ini, aku rasa terpaksa kita harus bertindak
demikian.”
Dalam pada itu Soen seng sekalian yang telah mengundurkan diri sejauh satu tombak
kendati sedang bersemedi namun secara diam2 mereka perhatikan setiap gerak gerik dari
Siauw Ling. Ketika dilihatnya pemuda itu sedang bicara berbisik2 dengan Boe Wie
Tootiang seakan2 sedang merundingkan penyakit dari Thio Cu Yoe terpaksa mereka
menunggu dengan sabar.
Siapa sangka setengah jam sudah lewat tanpa menemukan gerak gerik apapun dari
Siauw Ling, akhirnya dia tidak sabar lagi dan segera maju kedepan dengan langkah lebar
serunya seraya menjura, “Lima bersaudara dari Lam Hay telah membuktikan ketulusan
hati kami, semoga Siauw thayhiap suka turun tangan menyembuhkan penyakit yang
diderita toako kami.”

Dalam hati Siauw Ling betul2 tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika itu, namun
diluar ia tetap berlagak tenang.
“Menurut denyutan nadi kakak kalian rupanya dia tidak menderita penyakit!”
“Tidak menderita penyakit?” seru sitelapak pembetot sukma Soen seng dengan hati
terperanjat. “Lalu kenapa dia?”
“Rupanya menderita luka dalam yang parah!”
“Kejadian yang sebenarnya cayhe tidak begitu jelas!” kata Soen seng setelah
termenung sejenak. “Ketika aku tiba kembali disini penyakit edan toako kami sedang
kumat bagaimana caranya sampai dia menderita penyakit aneh seperti itu ataukah dia
cuma menderita luka dalam, cayhe tidak mengetahuinya.”
“Aaah, kenapa aku tidak tanyakan keadaan penyakitnya lebih dulu?” pikir pemuda kita.
Sinar matanya segera beralih memandang sekejap kearah dua orang bocah berbaju hijau
itu. “Apakah kedua orang murid kakak kalianpun tidak tahu kejadian yang sebenarnya?”
Soen seng segera ulapkan tangannya, dua orang bocah berbaju hijau itu segera
mengiakan dan maju kemuka.
Jilid 21
Diam2 Siauw Ling periksa keadaan dua orang bocah berbaju hijau itu, ia rasa meskipun
usianya masih sangat muda namun sikap maupun tingkah lakunya dingin dan hambar,
diam2 pikirnya, “Entah ilmu silat apakah yang telah dilatih kedua orang ini? usianya masih
sangat muda namun berhasil melatih diri hingga sikap maupun tingkah lakunya dingin
serta hambar….”
Dalam pada itu terdengar Soen Seng telah berkata, “Siauw thayhiap hendak
menanyakan sesuatu kepada kalian, bilamana kamu berdua mengetahuinya segera jawab
dengan sejujurnya, jangan ada yang disimpan dalam hati ataupun dirahasiakan!”
Dua orang bocah berbaju hijau itu mengiakan, empat mata bersama2 dialihkan keatas
wajah Siauw Ling dan bertanya hampir berbareng, “Apa yang hendak Siauw thayhiap
tanyakan?”
“Dimanakah suhu kalian terkena penyakit aneh ini?”
“Dalam lembah ini juga” jawab bocah yang ada disebelah kiri. “Karena ada urusan
penting suhu serta Su siok telah berangkat meninggalkan tempat ini, tapi belum sampai
setengah jam mereka telah kembali lagi kesini!”
“Kemudian?” sela Boe Wie Tootiang.

Jawab bocah berbaju hijau yang ada disebelah kanan, “Sejak kedatangan mereka kami
telah melihat tanda2 yang tidak beres diatas wajah suhu serta Su siok, tetapi karena
peraturan perguruan yang keras dan ketat kami tak berani bicara sembarangan ataupun
menegur, begitulah mula2 Su siok yang tidak tahan dan segera roboh diatas tanah,
sedangkan suhu seperti mau mengatakan sesuatu tetapi sebelum kata2 itu sempat
diutarakan beliaupun ikut roboh tidak sadarkan diri. Menjumpai peristiwa yang berada
diluar dugaan ini hati kami jadi gugup bercampur kaget. Maka suheng lantas kuminta
untuk menjaga suhu sedang siauwte pergi mencari susiok berdua.”
“Ah, benar” diam2 Boe Wie Tootiang membatin. “Tentu kelima manusia laknat dari Lam
Hay ini telah berjanji untuk menanti ditepi guna menyambut kedatangan Thian tiong
Goan, siapa tahu terjadi perubahan diluar dugaan sehingga rencana mereka gagal total.”
Terdengar Soen seng melanjutkan, “Ketika mendengar kabar yang mengejutkan ini
cayhe buru2 lari pulang dan berusaha menyadarkan toako serta sute dengan cara
pengurutan jalan darah, namun kesadaran kedua orang itu tetap buram dan kabur. Bukan
saja tak kenal dengan kawan, saudara sendiripun tak dikenal lagi, begitu bangun dia
segera turun tangan menyerang diriku, karena keadaan yang terpaksa itulah jalan darah
mereka segera kutotok, sesudah bingung dan ribut beberapa jam lamanya barulah kami
temukan secarik surat tertinggal diatas batu cadas, dimana orang itu memberi petunjuk
kepada kami agar pergi mencari Siauw thayhiap untuk menyembuhkan penyakit mereka
berdua. Dan surat itupun sudah Siauw thayhiap baca!”
“Baiklah” Siauw Ling mengangguk. “Siauwte akan segera membuka sebuah resep dan
berikan dulu kepada toako kalian!”
“Bila Siauw thayhiap suka menolong, kami lima bersaudara dari Lam Hay pasti akan
mengingat terus budi kebaikan ini.”
“Harap sediakan pit dan bak, cayhe akan membuka resep!”
Soen seng segera perintahkan kedua orang bocah itu untuk mengambil pit dan bak,
sebentar saja mereka telah kembali dengan barang yang diminta.
Dalam hati Siauw Ling merasa serba salah terpaksa ia tulis juga resep obat seperti apa
yang diucapkan Boe Wie Tootiang tadi. Soen seng sendiri tidak tahu apakah pemuda itu
bisa membuka resep atau tidak, sepasang matanya dengan tajam menatap terus gerakan
ujung pit dari Siauw Ling.
Baru saja si anak muda itu menuliskan dua macam nama obat, terdengar Boe Wie
Tootiang secara tiba2 berseru, “Siauw thayhiap tunggu sebentar.”
“Ada apa Tootiang?”
“Lebih baik kita rundingkan lebih jauh sebelum membuka resep!”
Air muka Soen seng berubah hebat, rupanya dia mau mengumbar hawa gusarnya
namun akhirnya ditahan juga golakan hatinya itu.

Seakan2 tidak pernah menjumpai perubahan air muka orang she Soen itu, ambil
memandang kearah Siauw Ling ujar toosu tua itu.
“Apakah Siauw thayhiap ada maksud membuka sebuah resep untuk menawarkan racun
yang mengeram dalam tubuh Thio heng?”
Siauw Ling tak tahu apa maksud Boe Wie Tootiang mengucapkan kata2 tersebut,
terpaksa ia manggut.
“Sedikitpun tidak salah!”
“Walaupun kita harus sangat hati2 dalam menggunakan obat namun menurut
pandangan pinto keadaan pada saat ini berbeda, kesempatan buat hidup Thio heng ini
sudah tidak lama lagi. Kita harus menggunakan suatu cara yang luar biasa untuk bisa
menghadapinya.”
Siauw Ling melirik sekejap kearah Soen seng, menyaksikan orang itu berdiri disamping
dengan wajah penuh berharap terpaksa ia berkata, “Seandainya kita salah tangan hingga
melukai orang, bukankah hal ini malah akan menciptakan kesalah pahaman yang amat
besar.”
“Orang yang meninggalkan surat itu dengan jelas telah mengutarakan bahwa Siauw
thayhiap bisa menyembuhkan penyakit semacam ini, cayhe rasa cara pengobatanmu tentu
luar biasa sekali. Silahkan Siauw thayhiap turun tangan sekehendak hatinya asalkan cara
pengobatannya tidak keliru, meskipun tak bisa disembuhkan juga tak mengapa. Kami lima
bersaudara dari Lam Hay sama saja akan berterima kasih kepadamu!”
Ucapan ini amat cengli dan masuk diakal, sama sekali tidak mengandung nada paksaan
atau main menang sendiri.
Siauw Ling jadi terkesiap setelah mendengar perkataan itu, diam2 pikirnya, “Mereka
menaruh kepercayaan penuh terhadap diriku, seandainya aku gagal untuk menyembuhkan
penyakit gila yang diderita orang ini, bukan saja kegagalan ini akan mengecewakan hati
mereka dalam hati kecil dan orang she Siauw sendiripun akan tidak tentram….”
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar suara suitan yang amat tinggi dan
nyaring berkumandang datang.
“Suara apakah itu?” seru Soen seng cepat dengan alis berkerut.
“Rupanya mirip suara suitan seseorang biar siauwte pergi memeriksanya!” Thian tiong
Goan sambil bangkit berdiri.
“Ehmm, berhati2lah!”
Thian Tiong Goan mengangguk dia lantas loncat ketengah udara dan melayang kearah
berasalnya suara suitan tadi.
Menggunakan kesempatan itu Boe Wie Tootiang segera berkata dengan ilmu
menyampaikan suara, “Siauw thayhiap, setelah pinto pikirkan berulang kali aku rasa

hanya membuka sebuah resep saja sulit untuk menyembuhkan penyakit yang diderita
Thio Cu Yoe, bahkan ada kemungkinan malahan akan menimbulkan kecurigaan dalam hati
mereka….”
“Lalu apa yang harus kita lakukan?”
“Menurut pendapat pinto, lebih baik Siauw thayhiap menguruti seluruh jalan darahnya
dengan ilmu Tui Kiong Ko Hiat, dengan urutanmu ini kita akan bikin mereka jadi bingung
dan tak bisa menebak. Setelah itu barulah kita susun rencana lebih jauh!”
“Kurang ajar benar orang yang meninggalkan surat itu” pikir Siauw Ling didalam hati.
“Hingga kini belum ada juga kabar berita darinya, jelas dia ada maksud mengajak
bergurau dengan diriku.”
Sejak dilahirkan belum pernah si anak muda ini merasakan kekikukan seperti hari ini,
terang2an dia tidak mengerti apapun tentang ilmu pertabiban namun dia terpaksa harus
berlagak seakan2 mengetahuinya.
Menyaksikan sikap Siauw Ling serta kegelisahan hatinya suatu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benak Soen put shia dia segera menjura kepada Soen seng sambil
berkata, “Suara suitan itu tinggi melengking hingga menembusi awan, aku pengemis tua
rasa yang datang pasti bukan orang Bulim biasa, adikmu seorang belum tentu
tandingannya, bagaimana kalau aku temani dirimu pergi kesitu?”
Soen seng termenung sebentar kemudian mengangguk, kepada dua orang bocah
berbaju hijau itu pesannya, “Baik2lah menjaga suhu kalian!”
Dengan cepat kedua orang itu segera erlalu dari sana dan lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Soen seng yang mengawasi terus gerak gerik mereka setiap saat,
Siauw Ling tampak lebih tenang, kepada Boe Wie Tootiang segera bisiknya, “Sulit bagi aku
orang she Siauw untuk melakukan pekerjaan yang menempuh bahaya semacam ini, aku
lihat lebih baik kita berterus terang saja kepada mereka.”
Belum sempat Boe Wie Tootiang menjawab mendadak tampak bocah berbaju hijau
yang ada disebelah kiri telah menggerakkan bibirnya serentetan suara yang lembut dan
lirih segera memancar masuk kedalam telinga Siauw Ling terdengar ia berkata, “Thio Cu
Yoe terluka karena tusukan jarum emas pada jalan darah yang aneh letaknya. Pada batok
kepala bagian belakangnya tertancap tiga batang jaum emas, asalkan jarum emas itu kau
cabut keluar maka kesadarannya akan segera pulih kembali seperti sedia kala.”
Beberapa patah kata yang halus dan lembut itu dalam pendengaran Siauw Ling
dirasakan bagaikan guntur membelah bumi disiang hari bolong, seketika dia berdiri
termangu2.
Terdengar suara yang halus lembut itu berkumandang kembali, “Sebenarnya aku
hendak memberitahukan rahasia ini sejak tadi, namun karena Soen seng jadi orang terlalu
teliti maka dari pada rahasia ini konangan terpaksa aku harus menanti saat yang tepat.
Sekarang tiada halangannya bagimu untuk mengurut jalan darah disekujur badan Thio Cu
Yoe dengan ilmu Tui Kiong Ko Hiat, menanti Soen seng telah kembali nanti katakan pula

beberapa patah kata yang menakutkan hatinya, setelah itu jarum emas dibelakang batok
kepalanya baru kau cabut….” ia merandek sejenak, kemudian tambahnya lagi, “Ilmu silat
yang dimiliki Lam Hay Ngo Hiong sangat lihay, dengan pelepasan budi pada hari ini akan
mendatangkan manfaat yang besar bagi kalian dikemudian waktu. Urusan selanjutnya
aturlah sendiri! sebab sebelum kentongan pertama malam nanti aku harus kembali untuk
memberikan laporan!”
Bicara sampai disitu suara tadi lantas sirap.
Siauw Ling merasa kaget, terperanjat bercampur malu dengan cepat ia mendongak,
bocah berbaju hijau disebelah kiri tersenyum manis kearahnya kemudian pulih kembali
sikapnya yang dingin dan hambar.
Ketika memeriksa lagi bocah yang ada disebelah kanan, tampak orang itu masih berdiri
dengan wajah yang serius, jelas dia sama sekali tidak merasakan adanya kejadian yang
berlangsung disisinya, tanpa terasa pemuda kita menghela panjang, pikirnya, “Entah
siapakah yang mempunyai keberanian sebesar ini untuk mengatur rencana yang begini
besar dan mengerikan. Dia betul2 luar biasa….”
Dalam pada saat itu terdengar Boe Wie Tootiang telah berkata, “Siauw thayhiap,
urusan telah menjadi begini kalau kita berpura2 terus mungkin Lam Hay Ngo Hiong akan
menaruh curiga terhadap kita. Pinto rasa lebih baik aku ajarkan ilmu menusuk jalan darah
dengan jarum emas kepadamu. Tusukan beberapa kali tubuhnya lalu tinggalkan satu
resep kepadanya. Setelah utu segera kita pamit….”
Siauw Ling mengerti suara yang didengarnya barusan hanya dia seorang saja yang
mendengar, maka ia lantas menjawab, “Tak usah Tootiang kuatirkan lagi, cayhe telah
memperoleh cara untuk menyembuhkan penyakitnya.”
“Sungguh?” seru Boe Wie Tootiang tertegun.
“Aku rasa tak bakal salah lagi, menanti Soen seng telah kembali nanti kita segera turun
tangan.”
Boe Wie Tootiang tahu bahwa Siauw Ling tak pernah bicara tanpa ada keyakinan yang
penuh, tapi iapun bingung darimana secara tiba2 si anak muda ini berhasil memperoleh
cara untuk menyembuhkan penyakit Thio Cu Yoe.
Sebagai orang yang beriman tebal, sekalipun hatinya ingin tahu namun karena Siauw
Ling tak mau bicara diapun tidak bertanya lebih jauh. Tampak Siauw Ling ulur tangan
kanannya memeriksa sejenak urat nadi dipergelangan kiri Thio Cu Yoe, setelah itu tangan
kanannya mulai menguruti beberapa jalan darah ditubuh orang she Thio tadi.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Soen put shia, Thian Tiong Goan serta Soen
seng baru muncul kembali disitu.
Siauw Ling segera berhenti mengurut, sambil memandang wajah orang she Soen itu
katanya, “Soen heng, apakah kau telah menemukan seseorang yang mencurigakan?”
Soen seng menggeleng.

“Cayhe telah mengelilingi sekitar tempat ini namun tak kujumpai jejak musuh yang
berkeliaran disini.”
Siauw Ling mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, keberaniannya semakin
meningkat, setelah menghembuskan napas panjang katanya, “Cayhe sudah periksa
denyutan nadi toako kalian dengan seksama, dan sama sekali tak kujumpai tanda penyakit
ditubuhnya….”
“Tetapi ia menunjukkan gejala2 edan, apakah sengaja dia berbuat demikian?”
“Tentu saja tidak begitu….”
“Lalu apa sebabnya?”
“Dia sudah dibokong orang dengan cara yang luar biasa sekali, urat syarafnya telah
terluka hingga kesadarannya jadi hilang. Reaksinya jadi lamban sekalipun ilmu silatnya
tidak sampai punah sama sekali namun terganggu gerakan oleh sebab itulah kalian
dengan mudah bisa menaklukannya.”
“Tidak salah, bagi orang lain tak nanti bisa hadapi toako kami dalam seratus gebrakan
saja….” dia merandek sejenak, setelah tukar napas sambungnya: “Tanda2 penyakit telah
ditemukan, apakah Siauw thayhiap telah mendapatkan pula cara pengobatan?”
“Bila tanda penyakitnya belum ditemukan memang sukar untuk disembuhkan, tapi ini
siauwte telah berhasil menemukan tanda2 penyakit yang diderita toako kalian. Sudah
tentu penyakitnya bisa cayhe sembuhkan hanya saja dewasa ini aku masih belum bisa
memastikan dimanakah letak lukanya baru dapat kusembuhkan.”
“Kalau begitu terpaksa harus merepotkan Siauw thayhiap!”
“Setelah cayhe sanggupi, tentu akan kuusahakan dengan segenap tenaga….”
tangannya mulai bergerak dari arah dada Thio Cu Yoe dan diperiksanya keatas.
Boe Wie Tootiang sendiri merasa amat tercengang dengan sikap serta tingkah laku
Siauw Ling, diam2 ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh untuk
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ketika berpaling, ia temukan wajah Soen put shia pun diliputi dengan kebimbangan
serta keraguan, jelas sipengemis tua ini pun dibuat bingung tak habis mengerti oleh sikap
pemuda itu.
Dengan sepasang mata yang melotot bulat serta memancarkan cahaya tajam Soen
seng menatap terus sepasang tangan Siauw Ling. Jelas walaupun diluar ia bicara lunak
namun dalam hati penuh diliputi kecurigaan, ia tahu Siauw Ling turun tangan keji dengan
menggunakan kesempatan baik itu, maka setiap gerakan kian keatas dan akhirnya mulai
beralih keatas batok kepala.
Mendadak Soen Put shia mendehem dan tegurnya, “siauw thayhiap mungkinkah luka
itu terletak diatas batok kepala?”

“Sedikitpun tidak salah!” jawab Siauw Ling dingin, matanya berkilat dan tangannya
bergerak lebih jauh.
Tiba2 dia angkat tangannya, antara jari tengah dan jari telunjuknya menjepit sebatang
jarum emas sepanjang satu coen.
Air muka Soen seng berubah hebat, perlahan2 ia jongkok kebawah.
Sementara itu Cay Wie dan Thian Tiong Goan telah berubung kedepan, seluruh sinar
matanya ditunjukkan keatas telapak tangan Siauw Ling.
Si anak muda itu melirik sekejap wajah bocah berbaju hijau yang ada disebelah kiri itu
kemudian angsurkan jarum emas tadi ketangan Soen seng.
Sitelapak pembetot sukma menerima jarum emas tadi, air mukanya sekarang tercermin
rasa kaget, tertegun bercampur kagum.
Perlahan2 Siauw Ling menyingkap rambut Thio Cu Yoe yang awut2an, tampaklah dua
batang jarum emas telah menembusi batok kepalanya, satu sama lain hanya terpaut satu
coen.
“Oooow…. sungguh keji serangan bokongan ini” seru Soen seng sambil
menghembuskan napas panjang.
“Nah, sekarang sudah aman” kata Siauw Ling sambil cabut keluar dua batang jarum
lainnya. “Andai kata otak toako kalian tidak terluka, asal istirahat beberapa saat saja
kesadarannya akan pulih kembali seperti sedia kala.”
“Seandainya terluka?”
“Wah…. rada repot?”
“Siauw thayhiap harap kau suka menolong orang sampai akhir. Kami lima bersaudara
dari Lam Hay tentu tak akan melepaskan budi kebaikanmu ini.”
Dalam hati Siauw Ling merasa malu sendiri, tapi ujarnya pula, “Jangan keburu kuatir,
kalau menurut pemeriksaan siauwte aku rasa otak toako kalian belum sampai terluka.”
“Moga2 saja demikian adanya….” kepada Cay Wie segera serunya: “Gotong kemari Loo
su kita!”
Cay Wie mengiakan, beberapa saat kemudian dia sudah muncul kembali bersama dua
orang lelaki yang menggotong sebuah tandu.
“Ehmm…. rupanya dibelakang batu cadas itu dia sudah sembunyikan orang dalam
jumlah banyak” pikir pemuda itu sepasang tangannya segera bekerja cepat, dari belakang
batok kepala Su Hiong dia cabut keluar tiga batang jarum emas.

mendadak Thian Tiong Goan berseru, “Siauw thayhiap, tolong tanya apakah kedua
orang kakak kami perlu diberi obat2an?”
“Tak usah, asalkan istirahat cukup mereka akan sembuh kembali seperti sedia kala.
Nah, sekarang kita tinggal tunggu saat yang tepat untuk membebaskan jalan darah
mereka!”
Habis berkata ia bangun berdiri dan menghembuskan napas panjang, seakan2 dengan
hembusan itu dia mau buang semua beban yang menekan hatinya selama ini.
Lima manusia laknat dari Lam Hay yang tersohor akan keganasan serta kekejiannya,
detik ini sudah tunduk dan kagum seratus persen terhadap Siauw Ling, walaupun mereka
ingin cepat2 membebaskan jalan darah toako mereka namun sebelum Siauw Ling
mengijinkan, tak seorangpun diantara mereka yang berani berkutik.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Siauw Ling baru berkata, “Baiklah, sekarang
jalan darah mereka boleh kalian bebaskan!”
Soen seng mengiakan, tangan kanannya bergerak cepat segera membebaskan jalan
darah Thio Cu Yoe yang tertotok.
Siauw Ling sendiri walaupun sudah diberitahu oleh bocah berbaju hijau itu
bahwasannya kesadaran Thio Cu Yoe berdua akan segera pulih setelah ketiga batang
jarum emas itu dicabut, namun tak urung dia tetap berkuatir juga. Segenap perhatiannya
dipusatkan untuk memperhatikan setiap gerak gerik dari orang she Thio itu.
Terlihatlah Thio Cu Yoe perlahan2 membuka matanya, memandang sekejap kearah
Siauw Ling dan segera bangkit berdiri.
Sebagai pemimpin dari lima manusia laknat kepandaian silatnya bukan saja paling lihay
bahkan otaknya paling tajam dan teliti. Dengan menggunakan kesempatan dikala bangkit
berdiri itu dia periksa keadaan disekeliling situ.
Soen seng mengerti akan kekejaman serta ketelengasan toakonya, karena takut dia
turun tangan secara tiba2 sehingga melukai Siauw Ling maka sambil menuding kearah si
anak muda itu buru2 serunya, “Saudara ini adalah Siauw thayhiap yang sengaja
memenuhi undangan siauwleng untuk mengobati luka toako….!”
Sikap Thio Cu Yoe ketus dan dingin tidak menunggu sampai Soen seng menyelesaikan
katanya dia telah menukas, “Hebatkah luka yang kuderita?”
“Toako dibokong orang. Jalan darahnya ditusuk orang dengan jarum emas….”
Thio Cu Yoe menjemput jarum emas tadi dari tangan Soen seng. Setelah diperiksa
sejenak katanya, “Ceritakanlah kejadian yang telah berlangsung setelah aku terluka….”
“Luka toako terletak diatas batok kepala, beberapa buah jalan darah aneh dibelakang
kepala telah ditusuk orang dengan jarum emas sehingga kesadarannya punah sama
sekali….”

Thio Cu Yoe geleng kepalanya, tidak biarkan Soen seng bicara lebih jauh, ia berpaling
kearah Cay Wie dan berseru, “Bebaskan jalan darah dari Su Hiong.”
Wajah Thio Cu Yoe dingin kaku, sepasang matanya dengan tajam menatap diatas
wajah saudaranya yang keempat, sepatah katapun tidak diucapkan keluar.
Seketika suasana dalam kalangan jadi sunyi senyap, begitu heningnya sehingga suara
jatuhnya jarum keatas tanahpun dapat kedengaran dengan nyata.
Menanti Su Hiong telah siuman kembali, Thio Cu Yoe aru alihkan sinar matanya kearah
Siauw Ling dan berkata seraya menjura.
“Sebetulnya kami lima bersaudara hendak memusuhi diri Siauw heng, tapi berhubung
Siauw heng telah melepaskan budi pertolongan kepada kami, maka sudah barang tentu
Lam Hay Ngo hengte tidak akan memusuhi dirimu lagi.”
Panas hati Soen Put shia mendengar ucapan itu, tanpa terasa ia mendengus dingin.
Dengan pandangan dingin Thio Cu Yoe berpaling memandang sekejap kearah pengemis
tua, lalu ujarnya lagi, “Siauw thayhiap telah menolong cayhe, rasanya kalau Lam Hay Ngo
Hengte tidak memusuhi dirimu lagi itu sudah cukup sebagai tanda terima kasih atas
pertolonganmu. Gunung nan hijau tak akan berubah, kita berpisah sampai disini saja dan
selamat tinggal.”
Habis bicara sang loo toa dari lima bersaudara ini bangkit berdiri lalu berjalan menuju
kebelakang batu cadas.
Sekilas perasaan tidak enak berkelebat diatas wajah Soen seng, dia melirik sekejap
kearah Siauw Ling kemudian mengikuti dibelakang Thio Cu Yoe berlalu pula dari situ.
Berikutnya Sam Hiong, Su Hiong serta Ngo Hiong pun mengintil dibelakang Soen seng
lenyap dibalik batu cadas.
Soen put shia semakin panas hatinya, memandang batu cadas hitam didepan sana
rupa2nya dia mau mengumbar napsu, namun cepat2 Boe Wie Tootiang menghalangi
niatnya itu.
“Mari kita pergi saja dari sini!” bisiknya lirih.
Demikianlah ketiga orang itu segera berputar badan dan berlalu, sesaat kemudian tujuh
delapan li telah dilewati.
Soen Put shia menghembuskan napas panjang gerutunya, “Huu….! tahu begini, tidak
seharusnya kita tolong lima manusia laknat dari Lam Hay, agar manusia sombong itu tahu
rasa….”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Kepandaian silat yang dimiliki lima manusia laknat dari Lam Hay memang luar biasa,
namun permusuhan yang mereka ikut dikalangan Bulim pun tak terhingga banyaknya,

terutama sekali perbuatan mereka membasmi partai Go bie serta Cing Shia boleh dibilang
hampir memusnahkan segenap kekuatan inti dari kedua partai tersebut. Menurut apa
yang pinto ketahui kedua partai itu selalu ingat terus akan dendam berdarah sedalam
lautan itu, dan kini mereka telah bekerja sama mempelajari ilmu silat serta bersumpah
kalau tidak berhasil membasmi Lam Hay Ngo Hiong tak akan berkelana lagi didalam dunia
persilatan. Seandainya kita telah mengadakan hubungan dengan kelima manusia laknat
itu, bagaimana tanggung jawab kita dihadapan umat Bulim dikemudian hari.”
Soen Put shia termenung sejenak kemudian mengangguk.
“Ehmm, perkataanmu memang tidak salah.”
“Nah, itulah dia, apa sebabnya kita mengharapkan mereka baiki kita? asalkan mereka
tidak membantu Djen Bok Hong untuk memusuhi kita lagi, berarti kita sudah kehilangan
beberapa orang musuh tangguh, hasil yang kita peroleh pun boleh dibilang sudah amat
besar sekali.”
“Tootiang bagaimana pandanganmu terhadap sumber bencana serta kekacauan yang
sedang melanda dunia pesilatan dewasa ini?” mendadak Siauw Ling menyela.
Mendengar si anak muda itu secara tiba2 mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain
Boe Wie Tootiang rada tertegun, setelah termenung sejenak dia lantas balik bertanya,
“Maksud Siauw thayhiap, siapakah pentolan dari sumber bencana serta kekacauan dalam
dunia persilatan dewasa ini?”
“Kalau membicarakan soal pentolan dari sebab2nya terjadi kekacauan dalam Bulim
dewasa ini sudah tentu bukan lain dari pada Djen Bok Hong, maksud cayhe seandianya
kita berhasil membinasakan iblis bongkok ini apakah pertikaian dalam dunia kangouw
segera akan lenyap dan dunia akan jadi aman tenteram?”
Dengan cepat Boe wie Tootiang menggeleng.
“Menurut pandangan pinto, sekalipun kita berhasil membinasakan Djen Bok Hong,
paling banter untuk sementara waktu dunia kangouw akan jadi aman tenang, tetapi dalam
kenyataan dunia persilatan masih berada didalam cengkeraman napsu dan ambisi,
seorang iblis berhasil ditumpas akan muncul lagi iblis lain….”
“Jadi kalau begitu meskipun Djen Bok Hong merupakan gembong iblis yang punya
ambisi besar tetapi dia bukanlah sumber dari segala kekacauan serta bencana yang
melanda dunia persilatn dewasa ini” tukas Siauw Ling.
“Sekalipun Djen Bok Hong amat keji dan telengas tetapi dia tidak lain hanya
melambangkan sebagai seorang iblis yang jahat, kalau mau dicari sumber dari semua
keonaran serta kekacauan yang melanda dunia persilatan dewasa ini maka haruslah kita
katakan anak kunci istana terlaranglah sumbernya. Sejak ribuan tahun berselang ilmu silat
makin berkembang mengikuti perubahan jaman dan pertarungan memperebutkan nama
serta kedudukan. Setelah ilmu silat2 sakti itu beserta jago-jagonya lenyap didalam istana
terlarang maka semua orang tadi tertarik dan ingin tahu apa yang terjadi dalam istana
tersebut, setiap orang mempunyai pendapat yang sama yaitu barang siapa yang berhasil
memasuki istana terlarang berarti dia akan memperoleh hasil yang tak terhingga,

sekalipun setelah memasuki istana terlarang belum tentu bisa menjagoi seluruh Bulim,
tetapi mereka telah berpendapat barang siapa ingin merajai dunia persilatan maka dia
harus masuk dulu kedalam istana terlarang!”
“Kenapa setiap orang berpendapat yang demikian anehnya?”
“Sebab kebanyakan orang percaya bahwa jago-jago sakti yang terkurung didalam
istana terlarang itu pasti telah meninggalkan segenap kepandaian silat sakti yang mereka
miliki selama hidupnya.”
“Ooo kiranya begitu.”
Boe Wie Tootiang menghembuskan napas panjang dan tertawa.
“Mungkin saja didalam istana terlarang tiada terdapat benda lain kecuali beberapa
sosok kerangka putih….” katanya.
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, “Sebelum pintu istana terlarang dibuka,
siapapun tak bisa menduga apa isinya istana tersebut, dan pinto sendiripun hanya
menduga2 mengikuti jalan pikiranku sendiri. Hanya saja dalam hati pinto ada satu
persoalan yang tidak kupahami, harap Siauw thayhiap suka menerangkan.”
“Persoalan apa?”
“Darimana Siauw thayhiap bisa tahu kalau dibelakang batok kepala Thio Cu Yoe telah
ditusuk orang dengan tiga batang jarum emas.”
“Oooh soal itu? Aai….! kalau bukan cayhe saksikan dengan mata kepala sendiri dan
mendengar serta melaksanakan dengan tangan, barang siapapun yang beritahu
kepadaku, belum tentu aku mau percaya.”
“Saudara Siauw” seru Soen put shia dengan alis berkerut. “Kalau kau tidak berkata
demikian, mungkin aku masih bisa menduga sedikit banyak, tapi sekarang aku sipengemis
tua malah semakin dibuat kebingungan.”
“Barang siapa yang tidak tahu duduknya perkara dia tentu anggap kejadian ini rada
aneh dan misterius, aku orang she Siauw lama sekali tidak mengerti akan ilmu pertabiban
dari mana aku bisa tahu kalau dibelakang batok kepala Thio Cu Yoe telah ditusuk orang
dengan tiga batang jarum emas, tetapi kalau kubongkar rahasia ini sebetulnya sama sekali
tak ada harganya, sebab ada orang secara diam2 telah memberi bisikan kepadaku!”
“Siapakah orang itu?” tanya Boe Wie Tootiang.
“Apakah diantara lima manusia laknat dari Lam Hay telah terjadi saling bokong
membokong?” sambung Soen put shia pula.
Siauw Ling segera menggeleng.

“Aaaiii…. kalau dikatakan memang akan membuat orang jadi tidak percaya, orang yang
memberi bisikan kepadaku itu bukan lain adalah satu diantara kedua orang bocah berbaju
hijau itu!”
“Oooh, kiranya dia sungguh bikin orang sukar untuk percaya.”
“Setelah jarum emas itu ditusukkan kedalam jalan darah, kesadaran serta kejernihan
pikiran seorang segera lenyap tak berbekas. Kepandaian ini jelas merupakan satu
kepandaian yang dalamnya luar biasa. Mana mungkin bocah berbaju hijau itu tahu akan
ilmu tersebut?” seru sang pengemis kurang percaya.
“Dalam kenyataan memang dia yang memberi bisikan kepadaku dengan ilmu
menyampaikan suara!”
“Waaah…. waaah…. kejadian ini sungguh membuat pinto jadi tak habis mengerti.”
“Pada bagian yang mana Tootiang merasa tidak mengerti?”
“Pinto rasa kedua orang bocah berbaju hijau itu adalah anak murid dari Thio Cu Yoe,
kenapa secara diam2 mereka malah membantu dirimu?”
“Menurut bocah berbaju hijau itu katanya malam ini sebelum kentongan pertama dia
akan berangkat pulang untuk memberi laporan kepada majikannya, sudah tentu dia bukan
anak murid dari Thio Cu Yoe.”
“Jadi maksudmu dia datang karena sedang menjalankan tugas majikannya untuk
membantu kita secara diam2?”
“Orang itu dapat menusukkan tiga batang jarum emas diatas kepala Toa Hing serta Su
Hiong tanpa disadari oleh kedua orang itu, berarti pula kalau dia ingin mencabut nyawa
mereka berdua perbuatan itu bisa dilakukan dengan gampang sekali bagaikan membalik
telapak sendiri” kata Soen put shia memberikan pendapatnya. “Diantara lima manusia
laknat dari Lam Hay ilmu silat Thio Cu Yoe paling tinggi dan paling lihay, tetapi dia masih
bis dikecundangi orang dengan gampang dan mudah. Hal ini semakin membuktikan kalau
dia ingin membinasakan mereka berlima, pekerjaan ini bisa dilakukan tanpa susah payah.”
“Benar!” Boe Wie Tootiang membenarkan. “Dia telah memaku jalan darah dibelakang
batok kepala Toa Hiong serta Su Hiong dengan tiga batang jarum emas, kemudian
mengutus pula seseorang untuk menyaru sebagai murid Thio Cu Yoe guna memberi
bisikan kepada kita. Kalau dipikir keberanian orang itu betul2 luar biasa, hasil karyanya
sangat hebat dan sukar disaingi orang lain.”
“Orang itu harus mempunyai seorang anak buah yang mempunyai perawakan serta
raut wajah yang mirip dengan murid Thio Cu Yoe kalau tidak rencana ini tidak bisa
dijalankan dengan sempurna.”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Kalau soal itu sih tidak perlu, asal dia memiliki ilmu merubah wajah yang sempurna.
Raut wajah seseorang dapat dirubah sekehendak hatinya!”

“Saudara Siauw, apakah dia telah memberitahukan asal usul kepadamu” tanya sang
pengemis.
“Tidak, dia hanya menerangkan bagaimana caranya mencabut jarum emas itu dari jalan
darah diatas kepala, kemudian menerangkan pula sebelum kentongan pertama malam
nanti dia harus pulang memberi laporan, soal asal usulnya tak diungkap barang sepatah
katapun, hanya saja kalau didengar dari nada suaranya aku rasa dia bukan seorang lelaki
tulen.”
“Maksudmu perempuan yang menyaru jadi lelaki?”
“Betulkah perempuan yang menyaru jadi lelaki aku kurang tahu, hanya saja aku dengar
suara halus dan lembut tidak mirip suara seorang pria!”
“Benar!” Boe Wie Tootiang mengangguk. “Tentu mereka sudah tangkap lebih dahulu
kedua orang pengiring Thio Cu Yoe, kemudian dengan ilmu merubah wajah dia urus pula
anak buahnya untuk menyelinap kesisi Thio Cu Yoe. Berhubung perawakan bocah
pengiring Thio Cu Yoe sangat kecil maka terpaksa ia gunakan perempuan yang menyaru
sebagai pria.”
“Ehmm! memang beralasan.”
“Perduli apakah orang itu pria atau perempuan yang terpenting bagi kita adalah
mengetahui asal usulnya.”
“Menurut pandangan pinto dalam waktu singkat belum tentu orang itu suka
memperlihatkan asal usulnya yang sebenarnya.”
“Aku sipengemis tua selalu tidak habis mengerti ada banyak orang muncul dalam dunia
persilatan tidak dengan sikap yang terang2an dan terbuka sebaliknya sengaja berlagak
misterius, berbuat kasak kusuk. Entah apa maksud mereka yang sebenarnya?”
“Ada orang berbuat demikian karena keadaan yang terpaksa, misalnya saja pihak
musuh yang terlalu besar, tapi ada pula sebagian orang yang meminjam kemisteriusan
tersebut untuk merahasiakan asal usulnya sendiri.”
“Soen Loocianpwee serta Tootiang sudah banyak tahun berkelana dalam dunia
persilatan, apakah kalian tidak berhsil menemukan sesuatu titik terang?”
Boe Wie Tootiang menggeleng.
“Aku sudah putar otakku banyak waktu tetapi belum berhasil juga untuk mengetahui
siapakah orang itu.”
“Kalau sipengemis tua berhasil menemukan sesuatu titik terang, sejak tadi aku sudah
suruh dia tampil kedepan!”

“Kalau dibicarakan menurut keadaan sekarang, rupanya anak buah orang itu lebih
banyak perempuannya daripada kaum pria, bahkan setiap kali selalu membantu kita
dengan segenap tenaga.”
Boe Wie Tootiang gerakan bibirnya seperti mau bicara, namun akhirnya dibatalkan
niatnya itu.
“Saudara Siauw, kau tak usah buang tenaga dengan percuma untuk memikirkan
persoalan itu” seru Soen Put shia. “Rupanya bukan saja gerak gerik dari Djen Bok Hong
berhasil ia ketahui bagaikan melihat jari tangan sendiri, bahkan gerak gerik kitapun
rasanya telah berada dibawah pengawasannya. Kalau dia ingin berjumpa dengan dirimu
meskipun kau tidak ingin bertempurpun tak mungkin, sebaiknya kalau dia tak ingin
bertemu dengan kita dibicarakanpun tak ada gunanya.”
“Aaa….! entah apakah orang ini yang telah menolong ayah ibuku….”
Belum habis dia berbicara tiba2…. sreet! sebatang anak panah meluncur datang dan
menancap diatas sebuah pohon besar lima depa disisi Siauw Ling.
Pada ujung anak panah terikat sebuah tabung tadi terdapat sepucuk surat.
Laksana kilat Boe Wie Tootiang melayang kesisi anak panah tadi dan mencabutnya,
terbacalah diatas surat itu bertulisan beberapa patah kata yang berbunyi demikian, “Surat
ini ditujukan untuk Siauw Ling pribadi!”
Karena itu perlahan2 surat tadi segera diserahkan ketangan Siauw Ling.
Sepintas lalu Siauw Ling membaca sampul surat tadi, kemudian membuka isinya dan
segera dibaca.
“Rupanya Djen Bok Hong telah sadar bahwa dirimu sukar ditaklukan dan digunakan
tenaganya, maka dia telah mengambil keputusan untuk membinasakan dirimu. Menurut
apa yang kuketahui caranya turun tangan teramat keji dan telengas. Rupanya dia hendak
menggunakan sejenis obat racun yang sangat ganas untuk meracuni dirimu sampai mati.
Disamping itu telah mengutus pula beratus2 orang jago lihay untuk menghadapi kau
seorang. Rencana ini dijalankan Djen bok Hong dengan rapi dan sangat dirahasiakan,
karena itu apa yang kuketahui sangat terbatas, semoga setelah kau membaca surat ini
dalam tingkah lakumu sehari2 bisa lebih waspada dan berhati2.”
Dibawah surat tadi tak ada nama ataupun sesuatu tanda pengenal.
Selesai membaca surat itu Siauw Ling menghela napas panjang, dia segera
menyerahkan surat tersebut ketangan Boe Wie Tootiang.
Toosu itu membaca pula isinya, kemudian katanya, “Kita boleh mempercayai akan
kebenaran berita ini, tapi kitapun tak usah jadi patah semangat karena peringatan ini,
bagaimanapun juga memang ada baiknya kalau kita bikin persiapan.”
Sementara itu Soen Put shia pun telah selesai pula membaca surat tadi dia lantas
berkata, “Mengenai persoalan ini aku sipengemis tua mempunyai satu akal, yaitu kita

lawan rencana keji Djen Bok Hong dengan siasat pula, kita saksikan saja rencana keji apa
yang telah dipersiapkan Djen Bok Hong terhadap saudara Siauw.”
“Entah bagaimana menurut pendapat Loocianpwee?”
“Lebih baik kita kembali dulu kepartai tootiang, disana baru kita bicarakan lagi….”
Pengemis itu merandek sejenak, lalu tambahnya, “Agaknya aku sipengemis tua masih
ingat kalau kau telah memerintahkan sutemu membawa para jago menanti kedatangan
kita dilembah Huang Yang Kok, bukankah begitu?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Sudah banyak tempat yang aku jelajahi, namun tak bisa kubayangkan dimanakah letak
lembah Huang Yang Kok tersebut?”
“Lembah Huang Yang Kok hanyalah suatu kata sandi belaka, biarlah pinto yang
membawa jalan, tidak sampai satu jam kita sudah akan tiba ditempat tujuan.”
Tanah pegunungan jarang sekali disinggahi orang, ketiga orang itu segera melakukan
perjalanan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, tidak sampai satu jam
sampailah mereka didalam sebuah lembah yang subur dan nyaman.
Dalam lembah itu penuh tumbuh pepohonan yang rindang, tanah seluas beberapa
ratus tombak boleh dikata tampak hijau permai.
“Tempat inikah yang kau maksudkan sebagai lembah Huang Yang Kok….?” tanya Soen
put shia.
“Sedikitpun tidak salah. Pinto telah menetapkan tempat ini dinamakan lembah Huang
Yang Kok….” sembari berbicara toosu itu bertepuk tangan tiga kali.
Dari balik pepohonan yang rindang kurang lebih tiga tombak dari kalangan segera
muncul Ceng Yap Cing, serunya sambil menjura, “Selamat datang suheng!”
“Ehmm, bagaimana keadaan luka dari Be Cong Piauw Pacu?”
“Sudah radaan baik” tanpa banyak bicara dia segera membawa beberapa orang
menerobosi pepohonan yang rindang.
Mengikuti dibelakang jago muda dari Bu tong pay, diam2 Siauw Ling memperhatikan
keadaan disekeliling tempat itu, tampaklah sebuah bukit karang yang menonjol keudara
berdiri disebuah bidang tanah kosong seluas tiga tombak persegi, pepohonan nan hijau
mengelilingi sekelilingnya dan menutupi cahaya sang surya, belasan orang anak murid Bu
tong pay dengan pedang masih tersoren dipunggung duduk mengatur pernapasan disitu.
Diam2 Soen put shia menghela napas panjang pikirnya, “Partai Bu tong termasuk juga
suatu partai besar yang tersebar didalam dunia persilatan dewasa ini. Hanya dikarenakan
harus bermusuhan dengan pihak perkumpulan Pek Hoa San cung, terpaksa mereka harus
kumpulkan kekuatan inti partai untuk menyingkir kesana kemari….”

Sementara itu terdengar Siauw Ling Siauw Ling bertanya, “Soen Loocianpwee, apakah
kau mempunyai rencana bagus untuk menghadapi utusan2 yang dikirim Djen Bok Hong?”
Soen Put shia mendongak dan tertawa terbahak2.
“Cara dari aku sipengemis tua hampang sekali, cuma kita musti pandai ilmu merubah
wajah!”
“Pinto mengetahui sedikit banyak mengenai ilmu merubah wajah!”
“Kalau begitu kebetulan sekali….”
Dia merandek sejenak, lalu sambungnya lebih jauh, “Dengan pelbagai macam akal Djen
Bok Hong berusaha hendak menculik orang tua saudara Siauw, maksudnya bukan lain
adalah Siauw Ling terjepit dan tenaganya bisa digunakan, tetapi keinginannya ini selalu
tidak berhasil dipenuhi sementara dalam hatinya semakin merasa yakin kalau Siauw Ling
adalah satu2nya musuh tangguh yang bakal menghalangi cita2nya untuk menjagoi Bulim,
maka dalam keadaan begini dia merasa betapapun juga saudara Siauw harus segera
dilenyapkan. Maka itulah dikirim beratus2 orang jago untuk membinasakan saudara
Siauw.”
“Kendati begitu Djen Bok Hong pun bukan manusia bodoh, dia tentu tahu sampai
dimanakah kepandaian silat yang dimiliki Siauw Ling dan tahu pula sampai dimana
kemampuan dari jago-jagonya. Karena itu menurut pendapatmu para jago lihay yang
dikirim olehnya pasti membawa sesuatu benda yang luar biasa, dan tak usah pikir lebih
lanjut benda itu pasti mengandung racun yang amat keji, karena itu aku sipengemis tua
mengusulkan lebih baik utuslah beberapa orang murid partai Bu tong untuk menyaru
sebagai Siauw Ling yang mana secara diam2 aku serta saudara Siauw akan melindungi
setelah kamipun dirubah wajahnya. Suatu ketika kita berhasil mengetahui senjata keji
apakah yang mereka andalkan, rasanya tidak sulit untuk menghadapi manusia2 tersebut.”
Boe Wie Tootiang membungkam beberapa saat lamanya, sementara ia menatap wajah
Siauw Ling tajam2.
“Cara yang loocianpwee utarakan memang luar biasa” katanya. “Tetapi pinto rasa
bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menyaru seperti wajah Siauw thayhiap.”
“Itupun tak ada sulitnya, asal kita bisa membali wajahnya sedikit banyak mirip dengan
Siauw thayhiap kemudian kalau siang hari kita bersembunyi didalam rumah penginapan
dan menghindarkan diri dari perjumpaan dengan orang lain, asal kabar ini tersiar orang2
dari Djen Bok Hong pun tidak akan mencari kita.”
Boe Wie Tootiang mengangguk.
“Disebabkan nama besar dan pengaruh Djen Bok Hong yang besar dewasa ini partai2
besar tak satupun yang berani memusuhi dirinya secara terang2an, sebaliknya Siauw
thayhiap bisa angkat nama dalam waktu singkat semuanya bukan lain adalah karena dia
berani melawan kekuatan Djen Bok Hong. Sejak dahulu hingga kini jarang sekali kita

menemui manusia macam Siauw thayhiap yang bisa dihormati serta disegani orang dalam
waktu yang tak seberapa lama.”
Dia angkat kepala dan menghembuskan napas panjang, sambungnya lebih jauh, “Letak
partai Bu tong boleh dibilang paling dekat dengan perkampungan Pek Hoa San cung
sekarang kami telah menjadi sasaran utama dari Djen Bok Hong. Aaai….! sejak Thio Sam
Hong Couwsu mendirikan Bu tong pay belum pernah partai kami dipaksak orang sehingga
harus mengungsi ketempat lain, pinto sebagai seorang ciangbunjien bukan saja tidak
sanggup menjayakan nama partai sebaliknya malah harus memimpin kekuatan ini Bu tong
pay berkeliaran dimana2….”
“Tootiang, kau tak usah mendendam kewibawaan serta keberanian sediri, didalam
dunia persilatan semua orang sanggup partai Siauw lim sebagai pemimpin tulang
punggungnya dunia kangouw, sebagai pemimpin kalangan lurus, tetapi dalam pandangan
aku sipengemis tua tidaklah demikian, partai kalian dijadikan sasaran terutama dari
perkampungan Pek Hoa San cung, itu berarti Djen Bok Hong lebih memandang tinggi
partai Bu tong dari pada Siauw lim pay.”
Boe Wie Tootiang tersenyum.
“Loocianpwee terlalu memuji Djen Bok Hong memandang partai Bu tong sebagai
sasaran yang terutama hal ini bukan lain disebabkan letak gunung kami yang
menguntungkan.”
“Cayhe merasa tidak habis mengerti akan sesuatu persoalan, tolong tootiang suka
memberi penjelasan” tiba2 Siauw Ling menimbrung dari samping.
“Silahkan Siauw thayhiap utarakan persoalanmu.”
“Tootiang membawa semua inti kekuatan partai Bu tong menyingkir kemari, apakah
dalam istana Sam Goan Koan digunung Bu tong san masih ada kekuatan? seandainya
Djen Bok Hong mengutus jago-jagonya untuk menyerang Sam Goan. Bukankah anak
murid tootiang yang ada disitu bakal runyam dan hancur binasa?”
“Tentang soal ini pinto telah memikirkannya” jawab Boe Wie Tootiang setelah
termenung sebentar. “Tetapi aku rasa Djen Bok Hong sebagai jagoan yang licik dan
berambisi besar dia tak nanti akan melakukan hal itu, sebab meskipun dia basmi anak
muridku yang ada dikuil Sam Goan Koan belum berarti partai Bu tong sudah roboh bahkan
dengan adanya peristiwa tersebut mungkin malahan akan membangkitkan semangat
juang jago-jago kami dan memperdalam rasa dendam kami terhadapnya. pinto rasa Djen
Bok Hong yang licik tidak nanti akan berbuat demikian.”
“Sedikitpun tidak salah, aku sipengemis tuapun mempunyai pendapat yang sama.”
“Aaah, kalau begitu maksud Boe Wie Tootiang dengan membawa jago-jago partainya
berkelana didalam dunia persilatan tidak lain adalah untuk menghindari serbuan secara
besar2an dari Djen Bok Hong” pikir Siauw Ling didalam hati.
Mendadak terlihatlah Soen Put shia mendepakkan kakinya keras2 keatas tanah sambil
berseru, “Hingga kini aku sipengemis tua belum juga habis mengerti, apa sebabnya

sembilan partai besar tidak mau bersatu padu untuk memberikan suatu pelajaran yang
keras atas diri Djen Bok Hong? bila waktu kian hari kian berlarut kekuatan serta pengaruh
Djen Bok Hong akan semakin kuat, apakah mereka baru mau bangkit berdirisetelah alis
mata mereka terbakar….?”
“Ai, meskipun perkataan loocianpwee sedikitpun tidak salah, namun masing2 partai
besar mempunyai kesulitannya masing2″ kata Boe Wie Tootiang sambil menghela napas.
“Menurut apa yang pinto ketahui, para ciangbunjien dari pelbagai partai besar bukannya
tidak mengetahui akan pendapat itu. Cuma saja kekuatan dari Djen Bok Hong terlalu
besar dan kuat, siapapun tidak ingin menjadi panglima pembuka jalan. Aaai…. satu kali
salah melangkah bisa jadi segenap partainya bakal musnah, oleh sebab itu para partai
besar secara diam2 telah memilih jago-jago andalannya untuk mencari berita anak kunci
istana rahasia dengan jalan menyaru, mereka berharap bisa mendapatkan ilmu silat
peninggalan jago-jago tadi dan berhasil menaklukkan Djen Bok Hong, angkat nama
partainya dan menjagoi Bulim….”
Berbicara sampai disini ia merandek dan menoleh memandang sekejap kearah Siauw
Ling, setelah itu ujarnya lagi, “Pinto ada beberapa persoalan yang rasanya tidak pantas
untuk ditanyakan, namun pinto berharap Siauw thayhiap suka menjawabnya.”
“Apakah persoalan itu menyangkut soal kunci istana terlarang” sahut Siauw Ling sambil
tersenyum.
“Sedikitpun tidak salah, menurut berita yang tersiar didalam dunia persilatan katanya
anak kunci istana telah jatuh ketangan Gak Im Kauw, entah benarkah kabar tersebut?”
“Kendati boanpwee pernah berjumpa dengan Gak Im Kauw” sahut Siauw Ling seraya
menggeleng. “Namun pada waktu itu boanpwee masih merupakan seorang bocah yang
sama sekali tidak mengetahui urusan Bulim, tentu saja tidak mengerti pula akan persoalan
anak kunci istana terlarang tersebut.”
“Menurut kabar beritanya katanya Gak Im Kauw telah meninggal dunia, benar tidak
kejadian ini?”
“Kabar tersebut sama sekali bukan berita sensasu, bibi Im ku memang benar2 telah
meninggal dunia.”
Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.
“Pinto akan mengajukan satu pertanyaan lagi, yaitu apakah kunci istana terlarang telah
jatuh ketangan Gak Siauw Tjha?”
Jilid 22
Sebelum Siauw Ling sempat menjawab, mendadak terdengar seseorang tertawa dan
menyahuti, “Sedikitpun tidak salah benda itu memang sudah terjatuh ketangan nona Gak
Siauw.” semua orang segera berpaling, tampaklah Tiong Cho Siang ku beserta Suma Kan,
Im Yang Cu sekalian sedang bergerak mendekati, orang yang menjawab barusan bukan
lain adalah Sang Pat.

Terdengar si sie poa emas Sang Pat tertawa terbahak2, dia melirik sekejap kearah si
anak muda itu dan lantas membungkam.
Sementara itu Siauw Lingpun melirik sekejap kearah Sang Pat, kemudian ujarnya,
“Mengenai persoalan ini, kedua orang saudaraku mengetahui lebih jelas, lebih baik
Tootiang bertanya kepada mereka saja!”
Sang Pat tertawa jengah, ujarnya, “Menurut pemberitahuan dari nona Gak sendiri,
katanya anak kunci istana terlarang memang betul2 sudah terjatuh ketangannya, tetapi
dia tidak membawa dibadan dan cayhe sendiripun tak tahu benda itu telah disimpan
dimana….”
“Ai…. kalau begitu, pinto berharap agar nona Gak bisa cepat2 masuk kedalam istana
terlarang, guna mempalajari ilmu sakti dan berhasil menaklukkan Djen Bok Hong.”
Mengungkap soal Gak Im Kauw beserta Gak Siauw Tjha, Siauw Ling merasa hatinya
teramat sedih, jenasah Bibi Im nya yang belum dikebumikan, jejak Gak Siauw Tjha yang
lenyap tak berbekas membuat hatinya terasa sangat pedih, tanpa terasa dia menghela
napas panjang dan tundukkan kepalanya rendah2.
Sang Pat sendiri sebetulnya sedang merasa amat bersemangat untuk membicarakan
soal kunci istana terlarang namun menyaksikan kepedihan hati toakonya, dia jadi
bungkam dalam seribu bahasa dan tak berani banyak bicara lagi.
Soen Put Shia menyapu sekejap wajah para jago, kemudian dia berkata, “Gak Im Kauw
telah meninggal dunia, sejak Gak Siauw Tjha tidak diketahui dua berarti kabar berita
mengenai kunci istana terlarang pun sukar ditemukan bagaikan batu yang tenggelam
ditengah samudra, menurut aku sipengemis tua lebih baik urusan ini tak usah dibicarakan
lagi.”
“Persoalan paling penting yang sedang kita hadapi saat ini adalah bagaimana caranya
menghadapi Djen Bok Hong serta menyelamatkan umat Bulim dari penjagalan besar2an,
apakah sebelum kunci istana terlarang muncul dalam dunia kangouw lantas kita tak
sanggup melenyapkan Djen Bok Hong dari muka bumi?”
“Kepedihan hati Siauw Ling seketika tersapu lenyap dari kobaran semangat dari Soen
put shia barusan, dia segera busungkan dada dan menyahut, “Sedikitpun tidak salah!
dewasa ini para partai besar para orang gagah dari pelbagai daerah tak berani melakukan
perlawanan atas tindak tanduk Djen Bok Hong bukan lain adalah disebabkan karena
mereka sudah dibikin jeri oleh kejadian benggolan iblis tersebut. Menurut pendapat cayhe
lebih baik kita kasih pelajaran buat Djen Bok Hong agar jabar kekalahannya tersebar luas
didalam dunia kangouw, dengan berbuat demikian kemungkinan besar kita bisa
memancing semangat perlawanan dari partai2 besar.”
“Sedikitpun tidak salah!”teriak Soen put shia sambil acungkan jempolnya. “Bagus….
bagus sekali, semangat jantan memang biasanya muncul pada usia muda!”

“Siauw thayhiap, meskipun apa yang kau utarakan barusan memang merupakan satu
tindakan yang tepat, namun menurut pinto bilamana kita campurkan pula sedikit rencana
yang masak, niscaya hasil yang kita peroleh akan semakin cepat.”
“Bagaimana maksud tootiang?”
“Bilamana kita sudah peroleh sedikit kemenangan maka kita musti sengaja
memperbesar kemenangan itu disamping menyiarkan pula kabar berita yang mengatakan
bahwa Djen Bok Hong ada rencana menyerang sesuatu partai besar, dengan berbuat
demikian ada kemungkinan bisa bangkitkan semangat perlawanan mereka jauh lebih
cepat, asal semua partai besar mau bersatu padu niscaya dengan mudah Djen Bok Hong
dapat disingkirkan dari muka bumi.”
“Betul, menggunakan tentara memang musti diimbangi dengan siasat yang lihay makin
licik siasat tersebut makin bagus. Terhadap manusia keji macam dia memang sepantasnya
kalau kita hadapi dengan tindakan apapun.”
“Aaaai…. tapi ada satu persoalan cayhe harus terangkan terlebih dahulu.”
“Persoalan apa?”
“Menurut apa yang cayhe ketahui, dalam tubuh tiap partai besar termasuk juga Kay
pang serta Sin Hong Pang telah disusuni mata2 dari Djen Bok Hong, oleh karena itu setiap
gerak gerik partai2 besar dengan cepat dapat diketahui oleh Djen Bok Hong. Masalah ini
menyangkut mati hidupnya seluruh umat Bulim bagaimanapun juga kita harus rencanakan
dulu masak2.”
“Akh, telah terjadi peristiwa itu?” teriak Boe Wie Tootiang tertegun.
“Aku orang she Siauw pernah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, sudah tentu
tidak akan salah lagi, hanya saja sayang tatkala mereka bertemu dengan Djen Bok Hong
waktu itu telah mengenakan kain kerudung semua, sehingga sulit bagi cayhe untuk
mengenali mereka.”
“Oooh, sungguh menakutkan, pinto akan segera membuat surat untuk para partai
besar agar merekapun bisa memperhatikan tentang persoalan ini….!”
Siauw Ling membungkam sesaat, sementara sepasang matanya dengan tajam
menyapu sekejap wajah para jago Bu tong pay yang duduk disekitar sana, setelah itu
katanya, “Dalam tubuh partai Bu tong sendiripun disusupi mata2 perkampungan Pek Hoa
San cung, dikala Tootiang mengutus orang untuk menyampaikan surat kepada para partai
besar alangkah baiknya kalau direncanakan lagi dengan lebih seksama.”
“Tentang persoalan ini pinto pasti akan memikirkannya baik2″ sahut Boe Wie Tootiang
dengan wajah serius, sinar matanya perlahan2 menyapu sekejap para jago yang ada
disekeliling tempat itu kemudian tegurnya, “Untuk sementara waktu kalian boleh
mengundurkan diri dari sini.”
Belasan jagoan Bu tong pay yang duduk disekeliling sama berbareng bangkit berdiri
dan segera mengundurkan diri.

Dengan begitu maka disekitar tempat itu tinggal Soen put shia, Tiong Cho Siang Ku,
Siauw Ling, Suma Kan, Boe Wie Tootiang, Im Yang Cu serta Ceng Yap Ching beberapa
orang.
Menanti semua anak muridnya telah pergi jauh, Boe Wie Tootiang baru berkata dengan
suara lirih.
“Kita tak boleh terlalu melancarkan kekuatan kita, paling baik dibagi jadi dua
rombongan saja, disamping itu harus sling berhubungan kelompok yang lain. Sehingga
seandainya salah satu rombongan kepergok Djen Bok Hong, kita masih sanggup
menghadapinya dengan seimbang.”
“Ucapan tootiang sedikitpun tidak salah.”
“Tetapi kita harus menyiapkan pula beberapa orang Siauw Ling gadungan agar
pengawasan Djen Bok Hong terhadap kita jadi semakin kacau” Soen Put shia
mengusulkan.
“Memang sudah seharusnya demikian.”
Setelah berunding masak maka para jagopun mulai melaksanakan tugasnya masing2.
Dan dengan demikian suatu pertarungan adu kepintaranpun segera berlangsung.
Boe Wie Tootiang sendiri kecuali mengirim beberapa orang muridnya untuk
menyampaikan surat peringatan untuk pelbagai partai besar, diapun memilih enam orang
muridnya yang memiliki ilmu pedang terlihay untuk melepaskan jubah memakai pakaian
biasa dan menyaru sebagai Siauw Ling kemudian dibawah perlindungan Ceng Yap Chin,
Soen Put shia serta Siauw Ling sekalian berangkat meninggalkan lembah Huang Yang Kok.
Im Yang Cu dengan membawa sebagian murid Bu tong Pay mendapat tugas melindungi
keselamatan Be Boen Hwie yang terluka.
Pada saat ini semua jago telah mendapatkan make up yang amat sempurna, tidak
terkecuali pula Boe Wie Tootiang sang ciangbunjien dari partai Bu tong, dia menyaru
sebagai seorang sastrawan yang gagal dalam ujian.
Soen put shia menyaru jadi seorang kusir kereta, Suma Kan sendiri menyaru sebagai
tukang ramal.
Bagi Tiong Cho Siang Ku berdua yang sudah sering menyaru, kali ini mereka menyaru
menjadi sepasang kusir keledai.
Ceng Yap Chin dan Siauw Ling memakai jubah lebar dan menyaru jadi kakek setengah
tua, mereka berdua masing2 menunggang seekor keledai.
Enam orang jago Bu tong pay menyaru jadi tukang kuli pikul. Pedagang dan macam2
ragam yang dengan cepat mencampur baurkan diri dengan para pejalan kaki dijalan raya
menuju kota Oh Cioe.

Sepanjang jalan diam2 para jago memperhatikan situasi disekitar mereka, sedikitpun
tidak salah mereka telah temukan banyak jago Bulim yang bersimpang siur ditengah jalan.
Dunia persilatan benar2 telah mengalami goncangan yang sangat hebat.
Kendati Djen Bok Hong terkenal akan ketajaman pendengarannya, namun kali ini
mimpipun dia tidak menyangka kalau Boe Wie Tootiang sekalian bakal muncul dalam
dunia persilatan dengan jalan menyaru. Karena itu sepanjang perjalanan mereka tidak
mengalami peristiwa apapun.
Hari itu tatkala sang surya telah condong kearah barat mereka telah tiba diluar kota
Ooh Chioe.
Pada saat itulah Sang Pat berbisik kepada Siauw Ling yang menunggang keledai,
“Diluar pintu kota sebelah selatan terdapat sebuah rumah penginapan yang amat besar
bernama Lak Hoo karena kamarnya sangat banyak maka orang yang menginap disitupun
paling banyak ragamnya, seandainya Djen Bok Hong menaruh orang dikota ini maka
sembilan puluh persen mata2 itu pasti berada dirumah penginapan Lak Hoo. Setelah kita
tiba disini alangkah baiknya kalau menginap disini saja!”
“Baiklah!” sahut Siauw Ling sambil mengangguk. “Mari kita percepat sedikit menuju
kesana, tinggalkanlah kode rahasia yang menunjukkan arah tujuan kita, kalau kita
bersama2 memasuki rumah penginapan itu niscaya kehadiran kita akan dicurigai mata2
Djen Bok Hong, keadaan pada saat ini jauh berbeda dengan keadaan dihari2 biasa,
janganlah kita salah bertindak sehingga mengakibatkan keadaan kita ditempat terang dan
musuh ada ditempat kegelapan.”
Sang Pat mengangguk dia segera tinggalkan kode rahasia dan segera berangkat
menuju kerumah penginapan Lak Hoo.
Ketika mereka tiba disana, saat itu menunjukkan senja hari.
Sang Pat serahkan keledainya pada sang pelayan dan memesan sebuah ruang berikut
halaman, kemudian melangkah masuk lebih dahulu.
Suasana dalam penginapan terang benderang ketika itu saatnya orang bersantap
malam, dalam sebuah ruang yang sangat luas tertera puluhan meja besar tetapi
kebanyakan telah diisi orang. Hal ini menunjukkan kalau rumah penginapan itu memang
ramai sekali.
Diam2 Siauw Ling memperhatikan keadaan sekeliling tempat itu, mendadak ia temukan
dua orang lelaki kekar berbaju hitam yang sedang duduk saling berhadapan. Raut wajah
orang itu sepintas lalu kelihatan sangat dikenal, hanya saja untuk sesaat ia tak sanggup
mengingat2nya siapa gerangan orang tadi.
Ia takut pihak lawan menaruh curiga maka tak berani banyak memandang, mengikuti
dibelakang Sang Pat si anak muda itu segera melangkah masuk kedalam.

Tempat itu merupakan sebuah ruang tamu yang sangat luas, ditengah ruangan tertera
sebuah meja berkaki delapan, mungkin biasanya digunakan untuk bersantap.
Pelayan yang menghantar mereka melirik sekejap kearah Siauw Ling serta Ceng Yap
Chin, menaksikan kedua orang itu memakai baju yang kasar serta bertingkah laku
kampungan segera berkata dengan suara lantang, “Loocianpwee berdua, ruangan ini
mahal sekali, kalau kalian tidak ingin terlalu banyak mengeluarkan uang lebih baik pindah
saja kekamar yang jauh lebih murah.”
Sang Pat tidak ingin ribut, cepat2 dia merogoh keluar dua tali emas dari sakunya.
Sambil disodorkan ketangan pelayan itu tanyanya, “Cukup tidak? walaupun kedua orang
wanggwe ini jarang sekali keluar rumah, tetapi dalam mengeluarkan uang mereka amat
royal.”
Dari ucapan pihak lawan rupanya pelayan menyadari kalau ia telah berjumpa dengan
orang yang sedang berpergian, buru2 ia tertawa paksa.
“Oooh, cukup, cukup, silahkan kalian berempat beristirahat, hamba segera siapkan
sepoci air teh panas untuk kalian.”
Menanti pelayan itu sudah lenyap dari pandangan. Siauw Ling lantas berbisik kepada
Sang Pat.
“Sang heng, apakah kau telah menemukan manusia2 yang patut dicurigai?”
Sang Pat mengangguk.
“Ehmm Kiam Bun Siang Ing! Toa Hong Kiam, sipedang pengejar angin Pey Pek Lie dan
Boe Im Kiam sipedang tanpa bayangan Than Tong.”
“Dalam dunia persilatan Kiam Bun Siang Ing merupakan jagoan yang punya nama.”
sela Tu Kioe dengan suaranya yang adem. “Tak nyana mereka sudi diperalat oleh Djen
Bok Hong….”
“Sussttt….! hati2 kalau bicara!”
Tu Kioe membungkam dan segera berjalan kehalaman tengah.
Menyaksikan Tu Kioe sudah berjaga diluar halaman. Sang Pat baru berkata lagi dengan
suara lirih, “Kalau memang Kiam Bun Siang Ing telah muncul disini, berarti pula pihak
perkampungan Pek Hoa San cung telah mengirim jago-jagonya kekota Ooh Chioe, hanya
ada satu persoalan yang mencurigakan masih tak dapat siauwte pahami.”
“Persoalan apa?”
“Djen Bok Hong telah mengutus beratus orang jago lihaynya untuk menemukan jejak
toako dan siap turun tangan keji, tidak mungkin mereka bakal turun tangan secara
terang2an, kalau Kiam Bun Siang Ingpun mendapat tugas untuk membinasakan toako,
tidak nanti dia akan munculkan diri secara terang2an didalam rumah penginapan Lak Hoo
ini….”

“Tidak salah, kalau mereka datang dengan jalan menyaru rasanya jauh lebih gampang
membokong diriku.”
“Kecuali orang yang memberi peringatan kepada kita telah bersekongkol dengan Djen
Bok Hong, rasanya benggola iblis itu tak nanti bisa menyangka kalau kita bisa munculkan
diri didalam kota yang penuh dengan mata2nya.”
“Ehmm, ucapanmu memang sangat beralasan” Siauw Ling membenarkan setelah
termenung sejenak.
“Seandainya jago-jago perkampungan Pek Hoa San cung berbondong2 muncul disini
setelah toako tampil dikota Ooh Chioe dan ketahui mata2 Djen Bok Hong. Kejadian ini tak
suah diherankan. Tapi sebelum toako muncul jago-jago mereka sudah berdatangan disini,
peristiwa ini benar2 membikin orang tidak habis mengerti.”
“Bila kita dapat menawan Kiam Bun Siang Ing dalam keadaan hidup2 mungkin
duduknya perkara bisa kita ketahui dengan jelas” sela Ceng Yap Chin dari samping.
“Cayhe rasa tindakan ini tak boleh sekali2 dilakukan….”
Terdengar suara batuk ringan Tu Kioe berkumandang datang.
Sang Pat segera membungkam.
Ketika berpaling tampaklah sang pelayan dengan tangan kanan membawa poci teh,
tangan kiri membawa sebuah nampan kayu melangkah datang dengan tindakan lebar.
“Kalian berempat ingin makan apa?” tegurnya.
Sang Pat memesan beberapa macam sayur lezat, pelayan itupun mengundurkan diri.
Ceng Yap Chin mendehem perlahan ujarnya, “Sang heng tidak setuju dengan pendapat
siauwte apakah kau mempunyai usul lain yang jauh lebih sempurna?”
“Menurut pendapat siauwte, kedatangan mereka pasti mempunyai rencana lain.”
“Lalu bagaimana tindakan kita?”
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat] dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-5.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Rahasia Istana Terlarang 5 [Serial Kunci Wasiat] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-5.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...