Sambil berkata dia menuding kearah sebaris kamar, lantas
tanyanya lagi secara tiba-tiba.
“Khek-koan, kau kenal dengan Lo-sianseng itu?”
“Tidak kenal, Cuma saja aku tahu siapakah dia orang
adanya....dia adalah..ehmmm..dia adalah seorang yang sangat luar
biasa sekali.”
Si pelayan itu jadi ingin tahu lebih lanjut, desaknya kemudian.
“Bagaimana hebatnya?”
“Dia adalah seorang penulis yang paling terkenal pada saat ini.
Setiap tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak.”
“Aaaah..” teriak pelayan itu sambil menjulurkan lidahnya. “Setiap
tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak? Oohh Thian..”
“kamar yang baru saja ditinggali apa sudah kau beresi?”
“Belum”
“Kalau begitu mari kita pergi ke kamarnya untuk memeriksa
jikalau bisa menemukan tulisan-tulisannya yang dibuang
kemungkinan sekali kita bisa untung besar”
“Belum” sahut si pelayan itu dengan cepat. “Agaknya dia tidak
pernah membuang semacam barang pun.”
“Kalau begitu, mari kita pergi mencari” sahut Ti Then menarik
ujung bajunya.
Selesai berkata dia segera berjalan menuju kekamar tetamu yang
amat panjang.
Si pelayan yang melihat dia begitu bernapsunya terpaksa ikut
dari belakangnya dan membukakan pintu kamar dimana Cuo It Sian
pernah ditinggali.
“Hamba berani bertaruh dengan Khek koan" ujarnya tertawa,
“Lo-sianseng itu sama sekali tidak membuang tulisan apa pun juga”
Ti Then tidak mengambil bicara, dia segera berjalan masuk ke
dalam ruangan dan memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu,
akhirnya di bawah sebuah pembaringan dia menemukan sepasang
sepatu yang berbau amat busuk dan sudah berlubang, dalam hati
dia merasa sangat girang sekali sambil memungut sepatu tersebut
ujarnya.
“Sepasang sepatu bobrok ini apakah peninggalan dari Lo-
sianseng itu?”
“Benar, apakah barang itu
pelayan itu sambil tertawa.
pun sangat berharga?” tanya si
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil secarik kain lalu
membungkus sepatu itu dengan sangat berhati-hati dan dimasukkan
kembali ke dalam sakunya.
Setelah itu dia mengambil pula sebuah hancuran uang perak
yang disusupkan ke dalam tangan pelayan itu.
“Boleh bukan aku membawa pergi sepasang sepatu bobrok ini ?”
Si pelayan itu jadi kebingungan, dia memandang ke atas
hancuran keping perak yang ada di tangannya lantas memandang
pula ke arah Ti Then dengan pandangan keheranan.
“Khek-koan.” ujarnya. “Dengan uang sebanyak ini paling sedikit
kau masih bisa membeli dua pasang sepatu baru”
“Tetapi aku labih suka sepasang sepatu bobrok ini” sahut Ti Then
tertawa. “Karena barang yang pernah dipakai oleh seorang penulis
terkenal sangat berharga sekali.”
“Hamba tidak paham” ujar pelayan itu sambil gelengkan
kepalanya berulang kali.
“Sudahlah..” ujar Ti Then sambil menepuk-nepuk pundaknya.
“Karena diganggu nona tadi setan tidurku pun sudah diusir keluar
dari dalam badanku, aku segera mau meninggalkan rumah
penginapan ini, coba kau pergi menghitung rekeningku.”
“Kau mau pergi ?” tanya pelayan itu melengak.
Ti Then segera berjalan dari kamar itu untuk masuk ke dalam
kamarnya sendiri.
“Benar.” jawabnya. “Tetapi kau boleh berlega hati, aku sanggup
untuk membayar uang sewa kamar selama satu hari penuh.”
Sskembalinya di dalam kamarnya send:ri dia lantas memeriksa
apakah barangnya ada yang ketinggalan setelah itu baru berjalan
keluar untuk membayar rekening, akhirnya meninggalkan rumah
penginapan tersebut.
Sekeluarnya dari pintu rumah penginapan itu dia sudah
menemukan Wi Lian In serta si anying Cian Li Yen-nya sedang
menanti di ujung jalan, dengan cepat dia berjalan menuju
kearahnya dan lewat dari samping badannya.
“Tunggulah aku dipintu sebelah timur” ujarnya denan suara yang
amat lirih.
“Sudah terjadi urusan apa ?” tanya Wi Lian In dengan cemas.
Ti Then tidak menyawab,
perjalanannya kearah depan.
tapi
-ooo0dw0ooo-
melanjutkan
kembali
JILID 29.1 : Menggunakan anying Cian Li Yen
DALAM HATI Wi Lian In merasa amat heran bercampur terkejut,
tetapi dia tahu Ti Then berpesan demikian tentu ada sebab-
sebabnya kareoanya tanpa bertsnya lebih lanjut dia segera mensrik
anying Cian Li Yen-nya untuk berlari menuju kearah pintu kota
sebelah Timur.
Ti Tben segara berjalan melewati sebuah jalan kecil lantas berdiri
di pojokan lorong, secara diam-diam dia memperhatikan semua
orang yang berjalan mengikuti dari belakang Wi Lian In, setelah
dilihatnya bayangan dari Wi Lian In telah lenyap di ujung jalan dan
betul-betul yakin kalau tidak ada orang yang membututinya dari
belakang dia baru berani melanjutkan kembali langkahnya untuk
mengejar diri Wi Lian In.
“Mari ikut aku,” serunya,
“Ada orang yang membuntuti kita?” Tanya Wi Lian In dengan
cepat.
“Tidak ada.”
“Lalu kenapa kau begitu berhati-hati dan gerak-gerikmu begitu
rahasianya.”
“Aku mau tidak mau harus mengadakan persiapan, karena ada
seseorang yang kemungkinan sekali sudah mengetahui jejakmu.”
“Siapa?”
“Nanti saja aku beritahukan kepadamu” sahut Ti Then dengan
cepat,
Selesai berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju
ke tempat dimana pada pagi hsrinya dia menyembunyikan pakaian
serta pedang panjangnya.
Matanya dengan perlahan memeriksa sebentar keadaan
disekeliling tempat itu setelah dirasakannya tidak ada orang dia baru
duduk di atas tanah rumput.
“Kau duduklah” ujarnya kemudian.
Wi Lian In segera duduk saling berhadapan dengan dirinya.
“Eei . . . kenapa kau menyamar dengan wajah yang begitu
jeleknya?” tanyanya sambil teriawa.
Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya, kemudian balik
tanyanya:
“Lalu kenapa kau ikut keluar dari Benteng?"
“Aku harus tahu apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa
psmit,” sahut Wi Lian In sambil mengerutkan alisnya.
“Bilamana aku adalah ayahmu maka aku harus keras-keras
mengbajar pantatmu.”
“Apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa pamit aku harus
mengetahuinya dengan jelas” teriak Wi Lian In dengan gusar.
“Apa Shia Pek Tha tidak menjelaskan kepadamu?”
“Aku tanya kepadanya, dia bilang tidak tahu maka secara diam-
diam dengan membawa anying Cian Li Yen aku meninggalkan
Benteng. karena cuma anying Cian Li Yen saja yang bisa mengejar
dirimu, kau jangan harap bisa melepaskan dtri dari diriku.”
“Kali ini aku meninggalkan Benteng sebetulnya sedang pergi
membereskan satu persoalan yang diperintahkan oleh ayahmu, aku
sama sekali tidak bermaksud meninggalkan benteng Pek Kiam Po
untuk selama-lamanya” ujar Ti Then memberikan penjelasannya.
Lalu kenapa kau tidak memperbolehkan aku mengetahui ?” tanya
Wi Lian In kurang senang.
“Karena aku takut kau akan ikut keluar maka itu aku tidak
membiarkan kau mengetahuinya. "
“Seharusnya kau mengetahui sifatku, bilamana kau memberitahu
secara terus terang kepadaku kemungkinan sekali aku masih mau
berdiam di dalam Benteng.”
“Mungkinkah ?” tanya Ti Then sambil tertawa pahit,
“Sudah . . , sudahlah,” seru Wi Lian In sambil tertawa meringis.
“Sekarang aku sudah ikut keluar Benteng, lebih baik kau ceritakan
dulu apa tugas yang sudah diberikan ayahku untuk kau laksanakap”
Ti Then melirik sekejap memandang kearah anying Cian Li Yen
yang sedang berbaring di sampingnya, kemudian baru bertanya
“Kau menggunakan anying Cian Li Yen ini membuntuti diriku
apakah pernah melewati gunung Bu Leng san ?”
“Benar,” sahut Wi Lian In mengangguk.
“Di atas gunung ada sebuah rumah gubuk, kau menemukan
sesuatu di sana?” tanya Ti Then lebih lanjut.
“Benar, agaknya kau pernah menginap satu malam di dalam
gubuk tersebut bukan begitu?”
Sekali lagi Ti Then mengangguk, “Lalu sewaktu kau memasuki
rumah gubuk itu apakah sudah menemukan seseorang di sana ?”
tanyanya.
“Tidak, majikan rumah itu adalah seorang penebang kayu,
kemungkinan sekali dia sedang naik ke atas gunung untuk mencari
kayu”
Ti Then yang mendengar perkataan tersebnt dia segera
mengetahui kalau Wi Lian In sama sekali tidak bertemu dengan si
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan. Kwek Kwan San serta si
manusia berkerudung berbaju biru yang dikirim
majikan patung emas untuk mengawasi geraK geriknya itu
karenanya dia lantas berkata:
“Tidak salah, aku sudah menginap satu malam di rumah pencari
kayu itu untuk kemudian pada keesokan harinya meninggalkan
tempat itu.”
“Bilamana aku datang setengah hari lebih pagi kemungkinan
sekali masih bisa bertemu dengan dirimu, kemudian agaknya kau
melanjutkan perjalanan menuju kearah sebelah Timur dan menuju
ke gunung Cun san bukan demikian ?” ujar Wi Lian In.
“Betul, kalau memangnya kau pernah datang ke gunung Cun san
sudah seharusnya kau paham apa tugasku kali ini bukan?”.
“Aku mengejar terus sampai di depan mulut gua di atas gunung
Cun san, tetapi agaknya kau tidak memasuki gua tersebut
sebaliknya bersembunyi di belakang sebuah batu cadas yang besar,
apakah kau sedang menyelidiki seorang yang berada di dalam gua
tersebut?”
“Ehmmm..” sahut Ti Then mengangguk, “Tahukah kau siapa
yang bertempat tinggal di dalam gua tersebut?”
“Tidak tahu.”
“Gua tersebut bernama gua naga, tempat itu adalah tempat
tinggal dari si Cu Kiam Lojin Kan It Hong”
“Aaah , . kiranya Cu Kiam Lojin tinggal di dalam gua itu, buat apa
kau pergi mencari dirinya?” tanya Wi Liau In dengan sangat
terperanyat.
“Aku bukan pergi mencari dia, sebaliknya sedang menanti
kedatangan seseorang”
“Aah... sekarang aku sudah paham”
“Ehm..”
“Bukankah kau sedang menanti kedatangan Cuo It Sian?”
“Benar,” sahut Ti Then mengangguk. “Ayahmu mengira ada
kemungkinan dia bisa pergi mencari Cu Kiam Lojin untuk
membetulkan pedangnya, karena itu sengaja memerintahkan diriku
untuk pergi ke gunung Cun san menanti dan curi kembali pedang
itu”
“Lalu apakah dia sudah datang ke sana?”
“Sudah.”
“Lalu kau berhasil mencuri potongan pedang itu?”
“Tidak.”
“Kenapa tidak mau merampas dengan terang-terangan”
“Ayahmu memerintahkan diriku untuk mencuri potongan pedang
itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, dia orang tua
melarang aku merampas dengan terang-terangan.”
“Maksudnya?”
“Ayahmu tidak memberi keterangan”
“Apa Cu Kiam Lojin sudah berhasil menyambung kembali
potongan pedang tersebut?”
“Sudah.”
“Kau boleh mengadakan hubungan dengan Cu Kiam Lojin untuk
mencuri kembali potongan pedang tersebut”
“Sebetulnya aku pun mem punyai maksud untuk bertindak
demikian, cuma saja kedatanganku rada sedikit terlambat. Sewaktu
aku tiba digua naga di atas gunung Cun san, Cu Kiam Lojin sudah
berhasil menyambungkan potongan pedang dari Cuo It Sian itu
sedang bersama-sama keluar dari gua aku takut jejakku sampai
diketahui oleh Cuo It Sian maka sengaja aku bersembunyi di
belakang batu besar.”
“Akhirnya kau membuntuti Cuo It Sian terus sampai ke kota Hoa
Yong Sian?” timbrung Wi Lian In.
“Benar,” jawab TiThen membenarkan. “Tetapi aku hendak
menceritakan satu peristiwa yang menyedihkan terlebih dulu ......
sesaat sebelum Cuo It Sian meninggalkan gunung Cun san
mendadak dia sudah turun tangan jahat terhadap diri Cu Kiam
Lojin.”
“Iih...kenapa dia turun tangan jahat terhadap Cu Kiam Lojin ?”
tanya Wi Lian In terperanyat.
“Dia membinasakan diri Cu Kiam Lojin ada kemungkinan
dikarenakan dia tidak ingin membiarkan orang lain tahu kalau
pedang pendek tersebut sudah pernah patah menjadi dua untuk
kemudian disambung kembali.”
“Perkataan apa itu?”
“Aku tidak tahu, tetapi aku percaya putusnya pedang pendek itu
kemungkinan, sekali sudah menyimpan satu rahasia yang tidak
memperkenankan orang lain untuk mengetahuinya,”
“Tia tentu tahu rahasia terputusnya pedang itu.”
“Benar.”
“Kau melihat dengan mata kepalamu sendiri dia membunuh Cu
Kiam Lojin?”
“Benar,” jawab Ti Then mengangguk, “Sewaktu aku headak
masuk ke dalam gua naga uutuk mencari Cu Kiam Lojin mendadak
dari dalam gua berkumandang keluar suara orang yang sedang
berbicara.”
Segera dia menceritakan kisah dimana Cuo It Sian
membinasakan diri Cu Kiam Lojin kemudian bagaimana ditengah
jalan membinasakaa pula anak murid dari si si kakek pedang baja
Nyio Sam Pek yaitu si elang sakti Cau Ci Beng.”
Ketika Wi Lian In mendeugar kalau pedang pendek Biat Hun milik
Cuo It Sian itu sebenarnya adalah hadiah dari si kakek pedang baja
Nyio Sam Pek dia semakin merasa terkejut bercampur heran.
“Jika demikian adanya rahasia yang menyelimuti pedang pendek
milik Cuo It Sian ini mem punyai hubungan dan sangkut paut yang
sangat erat sekali dengan si kakek pedang baja Nyio Sam Pek?”
“Aku rasa tidak ada.”
“Tidak ada?” seru Wi Lian In keheranan.
“Betul, jika didengar dari perkataan si elang sakti Cau Ci Beng,
pada beberapa tahun yang lalu Cuo It Sian pernah membantu Nyio
Sam Pak membebaskan diri dari suatu bencana yang amat
membahayakan nyawanya, untuk membalas budi kebaikan ini Nyio
Sam Pal lantas menghadiahkan sepotong pedang pendek Biat Hun
itu kepada Cuo It Sian setelah itu Nyio Sam Pak sama sekali belum
pernah bertemu kembali dengan dirinya maka terputusnya pedang
pendek Biat Hun ini agaknya sama sekali tidak ada hubungannya
dengan diri Nyio Sam Pak.”
Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu” ujarnya kemudian, “Dia dapat turun tangan
membinasakan diri Cau Ci Beng kesemuanya dikarenakan takut Cau
Ci Beng menemukan jenasah dari Cu Kiam Lojin di dalam gua naga
kemudian menaruh curiga kalau dialah yang sudah turun tangan
membunuh orang tua itu.
“Tidak salah” sahut Ti Then membenarkan, “Tempat dimana dia
bertemu dengan Cau
Ci Beng cuma ada lima puluh lie jauhnya dari gunung Cun san,
dia takut Cau Ci Beng menemukan mayat dari Cu Kiam Lo jin lantas
menaruh curiga terhadap dirinya”
oooOooo
Halaman 13-14 robek
“Setelah mengetahui dia merasa ada yang mengikuti, aku
mengambil keputusan untuk menyamar dan ikut menginap di dalam
rumah penginapan tersebut bersamaan pula dengan ini mencari
kesempatan yang baik untuk mencuri kembali potongan pedang itu,
siapa tahu akhirnya aku sudah salah menganggap orang lain”
Ketika Wi Lian In mendengar dia sudah salah menganggap Cu
Khei Kui sebagai Cuo It Sian tidak kuasa lagi sudah tertawa geli.
“Masih untung saja Cu Khei Kui itu bukanlah diri Cuo It Sian”
ujarya.
“Apa artinya?” Tanya Ti Then melengak.
Wi Lian In tersenyum.
“Bilamana Cu Khei Kui itu adalah diri Cuo It Sian maka dengan
perbuatanku tadi berarti juga sudah membocorkan pekerjaanmu,
kau tentu akan membenci diriku setengah mati,” sahutnya.
“Betul,”sahut Ti Then sambil tertawa, “Tetapi untung saja dengan
perbuatanmu itu dengan cepat aku bias mengetahui kesalahan
anggapanku, jikalau kau tidak dating ke sini kemungkinan sekali aku
harus menunggunya sampai nanti malam baru tahu kalau aku sudah
salah menganggap orang lain sebagai diri Cuo It Sian, waktu itu
kemungkinan sekali dia orang sudah melarikan diri jauh-jauh"
“Kalau sekarang kita melakukan pengejaran masih bisa kecandak
tidak?” tanya Wi Lian In kemudian.
“Kemungkinan sekali”
“Untuk sementara tidak mungkin pulang ke rumah.”
“Tidak perduli dia hendak lari kemana pun aku masih ada satu
cara untuk mendapatkannya” ujar Ti Then tertawa.
“Kau hendak mencari dengan cara apa?”
Ti Then segera menuding kearah anying Cian Li Yen itu, dia
tertawa.
“Menggunakan Cian Li Yen untuk mencari jejaknya.”
“Bilamana kita hendak menggunakan Cian Li Yen seharusnya ada
semacam bararg dari Cuo It Sian baru bisa dilaksanakan,”
Dari dalam sakunya Ti Then segera mengambil keluar sepasang
sepatu bobrok yang ditemukannya di dalam kamar Cuo It Sian itu.
“Barangnya ada di sini.” serunya.
Melibat hal itu Wi Lian In jadi amat girang sekali.
“Barang ini adalah barang peninggalannya?” tanyanya cepat.
“Benar,”jawab Ti Then mengangguk.
“Bagus . . bagus sekali” teriaknya, “Mari kita segera melakukan
pengejaran.”
“Ayahmu tidak menghendaki kau ikut keluar dikarenakan dia
takut kau terjatuh kembali ke tangannya.”
“Kau jangan berpikir hendak mengusir aku pulang” sela Wi Lian
In cepat.
“Kalau begitu kau harus mengubah dulu wajahmu, dengan
demikian sewaktu mendekati dirinya tidak sampai bisa ditemui oleh
dirinya”
“Baiklah, nanti setelah sampai di dalam kota aku akan mencari
seperangkat baju -lagi dan barang-barang untuk mengubah wajah,
eei, kuda Ang Shan Khek-mu ada dimana?” ujar Wi Lian In
kemudian.
“Aku titipkan di rumah penginapan Im Hok di dalam kota.
“Karena kali ini aku keluar dari benteng secara diam-diam maka
tidak sampai menunggang kuda, entah di dalam kota bisa tidak
nembeli seekor kuda?”
“Kita pergi lihat-lihat saja.”
Sehabis berkata dia mengambil keluar pakaian serta pedangnya
dari balik semak dan bangkit berdiri.
Mereka berdua segera berjalan kembali ke dalam kota. Ti Then
kembali terlebih dahulu kemmah penginapan Im Hok untuk
mengambil kembali kuda Ang Shan Kheknya, lantas membeli bahan-
bahan untuk mengubah wajah buat Wi Lian In dan akbirnya di pasar
kuda membeli seekor kuda untuk kemudian melanjutkan perjalanan
keluar dari kota.
Sekeluar dari pintu kota sebelah Utara mereka berdua mencari
sebuah hutan untuk membiarkan Wi Lian In mengubah wajahnya
sendiri.
Ketika berjalan keluar kembali dari dalam hutan itu dari seorang
nona yang cantik Wi Lian In kini sudah berubah menjadi seorang
perempuan berusia pertengahan yang banyak berkeriput.
Kepalanya diikat dengan secarik kain berwarna bijau pakaiannya
memakai seperangkat baju amat besar sekali dengan sebuah tahi
lalat menghiasi di bawah bibirnya, kelihatan dia jauh lebih jelek
beberapa bagian.
“Selama di dalam perjalanan kali ini kita mau saling memanggil
sebagai suami istri atau saudara saja?” tanya Ti Then kemudian
sambil tertawa.
“Sesukamu,” sahut Wi Lian In sambil tertawa pula.
“Lebih baik kita jelaskan terlebih dulu sehingga jangan sampai di
depan orang lain memanggil aku Niocu kepadamu sedang kau
memanggil koko kepadaku”
“Bilamana harus jadi suami isteri kemungkinan sekali kau tidak
ma uterus terang, lebih baik kakak beradik saja” ujar Wi Lian In
sambil tertawa malu.
Ti Then tidak banyak berbicara, dari dalam sakunya dia
mengambil keluar kembali sepatu dari Cuo It Sian itu lantas
diberikan kepadanya.
“Sekarang kau berikanlah barang ini biar dicium Cian Li Yen”
Wi Lian In segera menyambut barang tersebut dan diciumkan
kepada anyingnya
Cian Li Yen.
“Hey Cian Li Yen,” serunya, “Kita mau pergi mencari dia orang,
kan bawalah kami Ke sana”
Cian Li Yen lantas mascium sepatu itu beberapa saat lamanya
dan kemudian berlari di tempat itu, agaknya dia tidak menemukan
hawa dari Cuo It Sian disekitar tempat ini terbukti dengan cepatnya
ia sudah menuju ke jalan raya.”
Ti Then serta Wi Lian In dengan cepat melarikan kudanya
mengikuti dari belakangnya, setelah berlari sampai di atas jalan raya
tampaklah Cian Li Yen berlarian bolak balik lari di atas jalan raya
tersebut, agaknya dia masih belum menemui juga bau dari Cuo It
Sian, akhirnya dia berdiri tidak bergerak di depan kuda Wi Lian In.
Kemungkisan sekali Cuo It Sian tidak melalui tempat ini, lebih
baik kita bawa Cian Li Yen kembali ke kota terlebih dulu, biar dia
mencari mulai dari rumah penginapan Ban Seng itu saja” ujar Ti
Then kemudian.
“Baiklah,” sahut Wi Lian In.
Dia segera menarik tali les kudanya
perjalanannya kembali ke kota Hoa Yang Sian.
dan
melanjutkan
Dengan disertai suara gonggongan yang keras Cian Li Yen
dengan cepat berlari terlebih dulu ke depan.
Tetapi sewaktu berada dua puluh kaki dari pintu kota mendadak
di sebuah perempatan jalan si Cian Li Yen, anying itu berhenti
berlari dan mulai menciumi tanah di sekeliling tempat itu, kemudian
angkat kepalanya dengan disertai suara gonggongan yang keras ia
berlari kembali menuju kea rah Barat laut.
Dengan cepat Wi Lian In melarikan kudanya mengikuti dari arah
belakang.
“Dia sudah mendapatkan bau badan dari Cuo It Sian,” teriaknya
cepat.
“Kalau begitu perintah dia untuk melanjutkan kejarannya kearah
depan”
“Cian Li Yen, apa jalan ini?” Tanya Wi Lian In kepada anyingnya
sambil menuding kearah satu jalan.
Sekali lagi si anying Cian Li Yen menggonggong kemudian berlari
melalui jalan raya tersebut.
Ti Then serta Wi Lian In segera melarikan kudanya di dalam kota
kecil itu, dia segera memerintahkan Wi Lian In untuk memanggil
kembali si anying Cian Li Yen.
“Aku mau melihat-lihat dulu ke dalam kota” ujarnya kemudian,
“Bilamana tidak menemui dirinya di dalam kota, kita baru
melanjutkan kembali pengejaran kita”
“Lebih baik kau masuk ke kota dengan berjalan kaki saja” seru
Wi Lian In dengan cepat. “Kemungkinan sekali dia kenal dengan
kuda Ang Shan Khek-mu itu”
Ti Tben segera merasakan perkataan tersebut sedikit pun tidak
salah, dia lantas turun dari kudanya dan menyerahkan tali les kuda
tersebut kepadanya untuk kemudian melanjutkan perjalanannya
masuk dalam kota dengan berjalan kaki.
Kota kecil ini cuma punya satu jalanan saja dengan tujuh,
delapan puluh rumah penduduk, di pinggir jalan ada rumah
penginapan ada pula rumah makan.
Ti Then dengan mengikuti jalan raya itu memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu dengan sangat teliti, tetapi walau pun sudah
sampai di ujung jalan tidak menemukan juga jejak dari Cuo It Sian,
terpaksa dia berjalan keluar menyambut dirinya.
“Khek koan...” serunya. “Tidak masuk ke dalam untuk beristirahat
sebentar?”
“Terima kasih” sahut Ti Then sambil menghentikan langkah
kakinya. “Cayhe sedang mencari seorang tua, apakah Loheng pagi
ini pernah melihat seorang kakek tua berbaju hijau yang lewat di
sini?”
“Ada . . ada .. bukankah kakek itu mem punyai perawakan tinggi
besar dengan rambutnya yang sudah pada memutih?” ujar pelayan
itu cepat.
“Benar ,. Benar” sahut Ti Then dengan amat girang.
Pelajan itu segera menuding kearah ujung jalan tersebut.
“Kurang lebih satu jam yang lalu dia berlalu dengan melewati
tempat ini dan melanjutkan perjalanannya ke sana.”
Ti Then benar-benar merasa sangat girang sekali, dia segera
rangkap tangan menjura
“Terima kasih atas petunjukmu” ujarnya tergesa-gesa, “Lain kali
jika lewat di sini lagi aku tentu akan mampir di rumah makanmu”
Selesai berkata dengan langkah yang tergesa-gesa dia berjalan
balik keluar kota itu kemudian memberi tanda untuk berrangkat
kepada diri Wi Lian In.
Sambil meloncat naik ke atas kudanya dia berkata:
“Dia sudah tidak ada di dalam kota ini lagi, mari cepat kita
berangkat.”
“Kau sudah mengadakan pencarian dengan teliti?” tanya Wi Lian
In lagi.
“Aku sudah bertanya dengan seorang pelayan dari rumah makan,
dia bilang pada satu jam yang lalu Cuo It Sian baru saja lewat dari
kota ini.”
“Kalau begitu,” seru Wi Lian In dengan amat girang sekali.
“Sebelum matahari terbenam nanti kita pasti bisa mengejar dirinya”
“Kita cuma bisa mencuri tidak boleh merampas, maka itu lebih
baik menanti setelah dia menginap di rumah penginapan kita baru
mencari kesempatan untuk turun tangan.” ujar Ti Then sambil
melarikan kudanya melanjutkan perjalanannya menuju kearah
depan.
“Entah jalan raya ini berhubungan dengan kota mana..”
“Aku sendiri juga tidak tahu, pokoknya ada Cian Li Yen yang
membawa jalan dan tujuan kita yaitu cuma mendapatkan Cuo It
Sian kembali, kita tidak usah takut sampai tersesat jalan”
Sambil berbicara mereka berdua melarikan kudanya melewati
kota kecil itu dengan dipimpin oleh si anying Cian Li Yen yang berlari
dipaling depan, kurang lebih mengejar lagi dua puluh li jauhnya
sampailah mereka d sebuah dusun kecil.
Waktu ini hari sudah mendekati siang, Ti Then seperti juga
semula menghentikan kudanya diluar dusun lantas dia sendiri
masuk mencari di sekeliling dusun setelah tidak melihat adanya
bayangan dari Cuo It Sian dia baru berjalan keluar dari dusun
tersebut.
Dengan membawa Wi Lian In akhirnya dia berjalan masuk
kembali ke dalam dusun dan bersantap di sebuab rumah makan
kecil, dari mulut sang pelayan mereka baru tahu kalau dusun ini
bernama Khao Kia Ciang.
Akbirnya dengan mengikuti jalan raya itu mereka berjalan
kembali sejauh tujuh puluh lie dan sampailah di sebuah kota besar
yang bernama Kong An.
Demikianlah setelah selesai bersantap mereka melanjutkan
perjalanannya kembali menuju kearah Barat laut dengan dipimpin
oleh si anying Cian Li Yen, karena di dalam pikiran mereka berdua
menduga tentunya Cuo It Sian menginap satu malam dikota Kong
An sian. Karena itu mereka melarikan kudanya cepat menuju ke
sana.
Sewaktu mendekati magrib akhirnya mereka berdua sampai juga
dikota Kong An sian, Ti Then segera menambat kuda
tunggangannya diluar kota.
“Lebih baik kita titipkan kuda kita dirumah penduduk diluar kota
saja, bagaimana pendapatmu?” tanyanya.
“Baik, di sebelah sana ada rumah penduduk.”
Dia segera melarikan kudanya menuju ke rumah penduduk yang
ditemuinya itu.
Sesampainya di depan pintu rumah penduduk itu terlihatlah
seorang katek tua sedang bermain dengan seorang bocah cilik yang
sedang belajar berjalan di sebuah lapangan penjemuran beras.
Ti Then segera turun dari kudanya dan merangkap tangannya
menjura.
“Lo-tiang. permisi.”
“Oooo . - silahkan, silahkan, Lo-te ada keperluan apa?” sahut
kakek tua itu sambil balas memberi hormat.
“Kedua ekor kuda dari cayhe kakak beradik..”
Baru saja dia berbicara sampai pada kata-kata yang terakhir
mendadak dia merasakan hatinya tergetar dengan amat kerasnya.
Karena kembali ada seorang kakek tua berbaju hijau yang secara
tiba-tiba saja berjalan keluar dari dalam ruangan rumah petani itu.
Sedang kskek tua berbaju hijau itu bukan lain adalah Cuo It Sian
itu si pembesar kota,
Hal ini benar-benar berada diluar dugaan mereka, mereka sama
sekati tidak menyangka kalau Cuo lt Sian bisa munculkan dirinya
dari rumah petani tersebut.
Di dalam sekejap itulah Ti Then cuma merasakan saking
kagetnya hampir-hampir sukmanya ikut melayang tetapi bagaimana
pun juga dia mem punyai satu sikap yang tidak gugup di waktu
menghadapi masalah ini, dengan cepat dia pura-pura tidak kenal,
memperhatikan pihak lawannya dan melanjutkan kata-katanya:
“Kuda ini adalah keturunan mongol yang amat bagus sekali,
karena kami membutuhkan uang pesangon maka salah satu
diantaranya akan kami jual”
Dia menuding ke arah kuda Ang Shan Khek yang ada di
sampingnya.
“Kuda ini amat bagus sekali, cuma tidak tahu Lo-tiang
membutuhkan tidak seekor kuda” ujarnya. “Bilamana membutuhkan
cayhe sanggup menjualnya dengan harga yang sedikit lebih murah,”
Wi Lian In yang melihat secara tiba-tiba Cuo It Sian munculkan
dirinya dari dalam ruangan rumah petani itu dia pun merasa sangat
terkejut sekali, ketika mendengar pada soal yang amat kritis itulah
Ti Tuen bisa berpura-pura mau menjual kuda tidak terasa lagi diam-
diam dia merasa kagum atas kecerdikan dari Ti Then ini.
“Benar, kuda kami ini membelinya dengan harga enam puluh
tahil perak,” sambungnya dengan cepat, “Bilamana Lo-tiang
bermaksud mau membelinya kita bisa kurangi dengan beberapa
tahil lagi.”
Ketika kakek tua itu mendengar perkataan tersebut dia segera
gelengkan kepalanya.
JILID 29.2 : Penguntitan yang terpergok
“Biar pun lo-te kurangi separuh pun lo-han tidak membelinya,”
ujarnya tersenyum.
Ti Then segera memperlihatkan rasa kecewa.
“Kalau begitu terpaksa kami harus menjualnya di pasar penjual
kuda” ujarnya kemudian.
Dia takut Cuo It Sian mengetahui wajah aslinya maka itu sembari
berkata dia segera menarik kuda Ang Shan Khek-nya untuk berlalu
dengan cepatnya dari sana.
Mendadak Cuo It Sian maju mendekati kearah diri Ti Then
sembari berteriak dengan keras:
“Lote, tunggu dulu.”
Dalam hati Ti Then merasa hatinya semakin menegang, terpaksa
dengan keraskan kepalanya dia putar badannya kembali.
“Lo-tiang ini, apakah kau bermaksud hendak membeli kuda ini?”
ujarnya sambil tertawa paksa.
Sambil tersenyum Cuo It Sian berjalan mendekati kuda Ang Shan
Khek itu dan ulur tangannya untuk membelai.
“Ternyata memang benar-benar
jempolan sekali...” serunya memuji.
seekor
kuda
yang
amat
“Pandangan mata lo-tiang ini sungguh luar biasa sekali,”
sambung Ti Then dengan cepat sambil memperlihatkan
senyumannya yang kepaksa.
“Kuda ini memang betul-betul seekor kuda jempolan yang sukar
ditemui walau pun cayhe tidak berani mengatakan di dalam sehari
kuda ini bisa menempuh seribu li tetapi untuk melakukan perjalanan
tiga, lima ratus li di dalam satu hari agaknya sama sekali tidak ada
persoalan lagi.”
Agaknya Cuo It Sian pun sudah mengenal akan kuda Ang Shan
Khek itu, pada air mukanya segera memperlihatkan senyuman yang
amat licik sekali.
“Lote, kau mendapatkan kuda ini dari mana?” tanyanya.
“Be... beli... beli dari daerah Mongol.”
“Kiranya tidak begitu bukan?” seru Cuo It Sian sembari
memandang dirinya dengaa sinar mata yang amat tajam sekali.
Ti Then sengaja m«nperlihatkan wajah yang sedikit ketakutan
tetapi dipaksa untuk menenangkan hatinya, dia segera
memperlihatkan satu senyuman yang kurang enak dipandang.
“Bagaimana kau bisa bijara begitu?” serunya.
“Karena Lobu pernah melihat kuda ini.”
“Eeeei... kau... kau orang tua pernah melihat kuda ini?” tanya Ti
Then pura-pura terkejut.
“Benar,” jawab Cuo It Sian sambil tertawa. “Bahkan tahu juga
nama dari kuda itu, dia bernama Ang Shan Khek bukan begitu?”
“Tidak... tidak... tidak...” teriak Ti Then sengaja ketakutan lalu
dengan gugupnya mundur beberapa langkah ke belakang.
Dengan amat cepatnya Cuo It Sian segera bergerak maju ke
depan telapak kirinya dengan dahsyatnya mencengkeram dada dari
Ti Then.
“Cepat bicara,” bentaknya dengan keras. “Kau mendapatkan
kuda Ang Shan Khek ini dari mana?”
Saking takutnya seluruh tubuh Ti Then gemetar dengan amat
kerasnya.
“Ada omongan kita bicarakan baik-baik... ada omongan kita bisa
bicarakan baik-baik “ serunya dengan gugup.
“Aduh...” teriak Wi Lian In pula yang ada di samping. “Lotiang ini
kenapa kau mencengkeram koko-ku?”
Cuo It Sian itu sipembesar kota sama sekali tidak memperdulikan
dirinya, dengan sekuat tenaga dia menggoyang-goyangkan badan Ti
Then.
“Kau mau bicara tidak?” serunya dengan suara yang amat berat
dan dingin sekali. Jikalau tidak mau bicara lohu sekali pukul
hancurkan badanmu.
“Baik... baik, aku bicara...” seru Ti Then cepat.
“Heei... sebetulnya begini, kuda ini... kuda hamba... hamba dapat
mencuri dari seorang pemuda.”
“Pemuda itu kurang lebih berusia dua puluh tahunan, wajahnya
tampan dengan memakai baju berwarna hitam betul tidak?” seru
Cuo It Sian sambil tertawa dingin.
Pada air muka Ti Then segera memperlihatkan
terperanyatnya yang bukan alang kepalang.
rasa
“Benar, benar,” jawabnya. “Bagaimana kau orang tua bisa tahu?”
Cuo It Sian tidak menyawab, sekali lagi dia tertawa dingin.
“Dia bukankah bernama Ti Then?” tanyanya.
“Hamba tidak tahu siapakah dirinya.” Ti Then menyawab sambil
gelengkan kepalanya berulang kali.
“Pada beberapa hari yang lalu waktu hamba berjalan melewati
kota Lok san Sian mendadak hamba dapat melihat pemuda itu
dengan menunggang kuda menginap disebuah rumah penginapan,
ketika hamba melihat kuda itu adalah seekor kuda jempolan rasa
serakah segera meliputi hatiku, maka pada malam hari itu juga
hamba segera mencuri kuda tersebut.”
“Nyali kalian sungguh tidak kecil.” bentak Cuo It Sian dengan
keras.
“Hamba harus mati... hamba harus mati...” teriak Ti Then dengan
seluruh tubuhnya gemetar amat keras, “Harap... harap kau orang
tua suka lepaskan hamba satu kali ini.”
“Apa kau benar tidak tahu siapakah pemuda tersebut?” tanya
Cuo It Sian kembali dengan suara yang amat berat.
“Hamba benar-benar tidak tahu, dia... dia ada hubungan apa
dengan kau orang tua?”
“Dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po. Orang-orang
Bu-lim menyebut sebagai si pendekar baju hitam Ti Then.”
“Oooh... Thian,” teriak Ti Then dengan amat kerasnya.
“Kiranya dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po,
sipendekar baju hitam Ti Then adanya... lalu kau... kau orang tua
adalah... adalah Pocu dari Benteng Pek Kiam Po... sipendekar
pedang naga emas Wi Toa Pocu?”
“Benar,” sahut Cuo It Sian sambil mengangguk sedang dan
mulutnya tiada hentinya memperdengarkan suara tertawa yang
amat dingin sekali.
“Heeei tidak kusangka ini hari aku bisa bagitu sialnya,” seru Ti
Then dengan wajah minta dikasihani, “Tidak kusangka sama sekali
hamba sudah mencuri kuda dari Kiauw tauw Benteng Pek Kiam Po
dan kini hendak menjualnya kepada Wi Toa Pocu.”
Wi Lian In- pun dengan cepat berjalan maju memohonkan am
pun.
“Kau orang tua kalau memangnya adalah Wi Toa Pocu yang
namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw seharusnya
tidak memikirkan dosa dari kami manusia rendah, mohon Wi Toa
Pocu suka mengam puni diri kokoku satu kali.”
Cuo It Sian melirik sekejap kearahnya, lantas kepada Ti Then
tanyanya dengan suara keren
“Siapakah namamu?”
“Hamba bernama Bun Ih dengan julukan si tikus pembuat lubang
sedangkan adikku bernama Bun Giok Kiauw dangan julukan kucing
malam.”
Cuo It Sian segera mendengus dengaa amat dinginnya.
“Cukup didengar dari julukan kalian kakak beradik Lohu sudah
tahu kalau kalian adalah manusia-manusia rendah yang sering
melakukan kejahatan. Seharusnya lohu turun tangan memberi
hukuman mati kepada kalian, tetapi mengingat kalian baru untuk
pertama kalinya terjatuh ketangan lohu maka kali ini aku kasih
kesempatan buat kalian untuk mengubah sifatmu yang jelek itu,
cepat menggelinding pergi.”
Berbicara sampai di sini dia segera mendorong badan Ti Then
dengan keras membuat dirinya jatuh berguling-guling di atas tanah
dengan amat kerasnya.
Dengan terburu-buru Ti Then merangkak bangun, lantas berkali-
kali menjura.
“Terima kasih Wi Pocu mau memberi am pun kepada kami,
hamba kakak beradik sejak ini hari tentu akan mengubah kelakuan
kami untuk membalas budi kebaikan dari Pocu.”
Berbicara sampai di sini dia segera putar tubuh dan kirim satu
kerdipan mata kepada Wi Lian in untuk kemudian bersama-sama
melarikan diri dari sana.
Wi Lian In- pun dengan cepat meloncat naik ke atas kuda
tunggangannya siap melarikan kuda tersebut dari sana.
Pada saat itulah terdengar Cuo It Sian yang ada di belakang
sudah membentak dengan suara yang amat dingin sekali.
“Kuda itu pun sekalian tinggal di sini.”
Dia agak melengak dibuatnya tetapi tidak berani membangkang
terpaksa cepat-cepat meloncat turun dari kudanya lantas sambil
mengikuti diri Ti Then melarikan diri dengan cepat dari sana.
Dua orang manusia seekor anying bersama-sama melarikan diri
ketempat yang amat sunyi sekali, kurang lebih setelah berlari satu,
dua li dan dilihatnya Cuo It Sian tidak mengadakan pengejaran Ti
Then baru mengajak Wi Lian In untuk menyusup masuk ke dalam
sebuah hutan.
Mereka berdua mencari sebuah hutan untuk duduk beristirahat.
Lama sekali mereka saling berpandangan kemudian tidak tertahan
lagi sudah tertawa terbahak-bahak.
“Aku sudah hidup dua puluh satu tahun lamanya tetapi
selamanya belum pernah menemukan urusan yang demikian
menggelikan” ujar Ti Then kemudian sambil tertawa.
“Kenapa tidak” sambung Wi Lian In segera. “Urusan ternyata
begitu tepatnya. sama sekali aku tidak menduga bisa bertemu
dengan dirinya di tempat tersebut.”
Ti Then segera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal
“Yang aneh, bagaimana dia bisa menginap dirumah petani
tersebut?” ujarnya.
“Kemungkinan sekali petani itu pun merupakan anak buahnya,”
seru Wi Lian In memberikan usulnya.
“Tidak mungkin,” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
“jarak dari tempat ini kekota Tiong Cing Hu ada seribu li lebih, tidak
mungkin dia bisa mem punyai anak buah ditempat ini.”
“Kalau tidak kenapa dia tidak menginap di dalam kota saja?”
Dengan perlahan-lahan Ti Then angkat kepalanya, dan
memandang dirinya dengan pandangan mata yang amat tajam
sekali.
“Kemungkinan sekali dia takut di dalam kota sudah bertemu
dengan orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja dia pinyam
rumah petani itu untuk menginap satu malam,” ujarnya kemudian.
“Jarak tempat ini dengan gunung Cun san sudah amat jauh sekali
kenapa dia masih takut dengan orang lain?” ujar Wi Lian ln dengan
cepat.
“Aku kira tentunya begini kemungkinan sekali di dalam kota
Tiong Cing Hu sama juga ada seorang Pembesar Kota Cuo It Sian
lagi.”
“Kau bilang apa?” Wi Lian In melengak.
“Dengan perkataan lain saja, tentunya dia sudah mengatur
seorang penggantinya di dalam rumahnya itu sehingga membuat
penduduk disekeliling tempat itu menganggap dia orang belum
pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang selangkah pun.
Dikarenakan hal itu sudah tentu dia tidak dapat bertemu dengan
orang-orang yang pernah dikenalnya di tengah jalan.”
“Kau berdasarkan akan hal apa bisa mengambil kesimpulan
demikian?” tanya Wi Lian In kebingungan.
“Pada beberapa hari yang lalu karena kita menaruh curiga dialah
orang yang sudah mengadakan jual beli dengan Hu Pocu serta
diam-diam membinasakan Hong Mong Ling pernah pergi kekota
Tiong Cing Hu untuk mencari dirinya sewaktu kita bertemu muka
tentunya kau masih ingat apa yang diucapkan untuk pertama
kalinya bukan?”
“Dia bilang apa?” tanya Wi Lian In.
“Sewaktu dia melihat kita sedang menaruh rasa curiga terhadap
dirinya, dia pernah bilang selama setengah tahun lamanya ini dia
sama sekali belum pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang
selangkah pun, bahkan berkata juga kalau penduduk disekitar
tempat itu setiap hari bisa melihat dirinya, bukan begitu?”
“Benar... benar...” sahut Wi Lian In sambil menganggukkan
kepalanya berulang kali. “Dia memang pernah mengucapkan kata-
kata tersebut.”
“Tetapi, ternyata dia bisa membinasakan Hong Mong Ling di atas
gunung Kim Teng san. Sedangkan orang-orang di kota Tiong Cing
Hu setiap hari bisa melihat dirinya? maka itu aku percaya tentu dia
mem punyai seorang pengganti. Dia hendak menggunakan tubuh
seorang penggantinya menutupi seluruh gerak geriknya yang
sebetulnya sedang direncanakan.”
“Kalau memangnya demikian maka bila mana dia berbuat
sesuatu pekerjaan yang jahat ditempat luaran siapa pun tidak akan
bisa menduga kalau pekerjaan itu adalah hasil perbuatannya,” seru
Wi Lian In dengan terperanyat.
“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Maka itu dia harus
menghindarkan diri dari pertemuan dengan orang-orang yang
pernah dikenal olehnya.”
“Dia berbuat demikian tentunya tujuan yang sedang dicari adalah
hendak mencuri potongan pedang dari ayahku.”
“Benar” sahut Ti Then mengangguk.
Wi Lian In segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Aku benar-benar tidak paham sebetulnya potongan pedang itu
mem punyai rahasia apa?” ujarnya.
“Aku percaya ada suatu hari kita bisa mengetahui keadaan yang
sesungguhnya.”
“Sekararg kita harus berbuat bagaimana?” ujar Wi Lian In
kemudian sambil menghela napas panjang.
“Lanjutkan kuntitan kita, ada kesempatan segera turun tangan
mencuri pedang tersebut.”
“Menurut pandanganmu, dia benar-benar tidak mengenal kita
atau cuma berpura-pura saja?”
“Kemungkinan sekali tidak, jikalau dia sudah kenal dengan kita
air mukanya tidak akan setenang itu.”
“Tetapi kedua ekor kuda itu kita harus mencari akal untuk
mencurinya kembali,” seru Wi Lian In.
“Kemungkinan sekali dia menginap dirumah petani itu, besok
pagi sesudah menanti dia pergi kita baru menuntunnya kembali.”
“Lalu malam ini kita mau menginap di mana?”
“Masuk ke dalam kota saja.”
“Kalau begitu mari kita segera berangkat” ujarnya Wi Lian In
kemudian sambil bangkit berdiri.
Mereka berdua segera berjalan keluar dari hutan itu untuk
melanjutkan perjalanannya masuk ke dalam kota dan mencari
sebuah rumah penginapan untuk masing-masing masuk ke dalam
kamarnya sendiri-sendiri beristirahat.
Keesokan harinya setelah bersantap pagi mereka berdua lantas
membajar rekening dan meninggalkan rumah penginapan tersebut.
Wi Lian In yang melihat hari masih amat pagi sekali, segera dia
menghentikan langkahnya.
“Lebih baik kita terlambat sedikit tiba di sana, kalau pergi terlalu
pagi kemungkinan sekali dia masih belum meninggalkan tempat
tersebut” ujarnya.
“Sejak semula dia sudah meninggalkan tempat itu.” Jawab Ti
Then sambil tertawa.
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Wi Lian In melengak,
Ti Then tersenyum.
“Kemarin malam pada kentongan ketiga aku sudah keluar kota
satu kali” ujarnya.
“Bagus sekali yaaa, ternyata kau melakukan gerak gerikmu
dengan amat rahasia, kenapa tidak beritahukan kepadaku terlebih
dulu?” seru Wi Lian In sambil melototkan matanya lebar-lebar.
“Jangan marah dulu” ujar Ti Then tertawa. “Aku rasa jika pergi
seorang diri jauh lebih leluasa sehingga tidak sampai ditemui
olehnya.”
Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat, dia merasa
benar-benar tidak senang.
“Aku tahu, tentunya kau benci karena aku mengikuti dirimu
terus, bukankah begitu?” serunya sambil mencibirkan bibirnya.
“Kalau memangnya begitu kemarin malam aku bisa langsung
membuntuti dirinya.”
Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata kepadanya.
“Sewaktu kau tiba dirumah petani itu, apa dia sedang siap-siap
mau berangkat dari sana?” tanyanya.
“Benar,” jawab Ti Then mengangguk.
“Kenapa kau tidak segera kembali kerumah penginapan untuk
membangunkan aku lantas bersama-sama menguntit dirinya?” omel
Wi Lian In lebih lanjut.
“Dia orang yang mengambil keputusan untuk berangkat ditengah
malam berarti juga kalau dia sudah menaruh rasa curiga terhadap
diri kita berdua bilamana pada waktu itu kita membuntuti dirinya
maka pastilah jejak kita segera akan di temukan olehnya.”
“Tetapi sekarang kemungkinan sekali dia sudah berada ditempat
yang amat jauh sekali” seru Wi Lian In.
Ti Then segera menuding kearah si anying Cian Li Yen yang ada
disisi badannya.
“Kita ada Cian Li Yen sebagai penunjuk jalan tidak takut dia akan
terbang ke atas langit,” ujarnya.
Pada waktu bercakap-cakap itulah tanpa terasa mereka berdua
sudah keluar dari pintu kota.
Tidak lama kemudian mereka sudah tiba di depan rumah petani
itu. Pada waktu itu sikakek tua yang kemarin sedang dengan bocah
cilik pada saat ini sedang menyapu diluar halaman, ketika dilihatnya
Ti Then serta Wi Lian In berjalan kearahnya tanpa terasa air
mukanya sudah berubah sangat hebat.
“Buat apa kalian datang kemari lagi?” tanyanya kurang tenang.
Ti Then sambil tersenyum segera merangkap tangannya memberi
hormat,
“Cayhe kakak beradik sengaja datang untuk meminta kuda kami.
Silahkan Lotiang suka menuntun keluar kedua ekor kuda itu dan
kembalikan kepada kami.”
“Kedua ekor kuda itu kalian dapatkan dengan jalan mencuri,
kalian begitu berani datang kemari lagi?” seru kakek tua itu.
“Bilamana tidak berani kami tidak akan kemari.”
“Pergi, pergi.” Teriak kakek tua itu sambil mengulap tangannya
berulang kali. “Kedua ekor kuda itu sudah tidak ada dirumah Lohan
lagi.”
“Sudah dibawa pergi orang itu?” tanya Ti Then kemudian.
“Benar, dia sudah berangkat pada tengah malam kemarin.”
“Haaa... haaa... aku tahu kalau Lo Tiang sedang berbohong,
hiii... bukan begitu?” Seru Ti Then sambil tertawa.
Sepasang mata kakek tua itu segera melotot keluar lebar-lebar.
“Kalau bicara lebih baik kalian sedikit tahu sopan,” serunya
dengan amat marah. “Lohan sudah hidup sampai sekarang,
selamanya belum pernah berbohong.”
“Cuma sayang kali ini kau sudah berbohong,” sambung Ti Then
dengan cepat.
“Jikalau kalian tidak mau pergi lagi Lohan segera akan lapor
kepada pengadilan biar mereka tangkap kalian,” ancam kakek tua
itu kemudian.
Air muka Ti Then segera berubah sangat hebat sekali.
“Boleh, boleh... silahkan Lotiang pergi melapor, cuma saja...
Heee... jikalau kau tidak cepat-cepat bawa kedua ekor kuda itu
keluar cayhe segera akan turun tangan membakar habis rumah
serta gudangmu itu.”
Mendengar ancaman tersebut sikakek tua itu benar-benar
merasa sangat terperanyat sekali.
“Cis... kalian pembegal kuda, nyali kalian sungguh besar,”
teriaknya dengan keras.
“Ditengah siang hari bolong kalian juga berani memperlihatkan
keganasan kalian?”
Wi Lian In agaknya merasa sikap dari Ti Then ini terlalu kasar
dan buas. Dengan diam-diam dia menyawil ujung bajunya.
“Koko,” ujarnya dengan suara yang amat lirih kemudian. “Sama
sekali perkataan dari lo tiang ini benar, kedua ekor kuda itu pastilah
sudah dibawa pergi oleh orang itu.”
“Tidak,” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
Wi Lian In jadi melengak.
“Kau melihat sendiri dia pergi dengan tangan kosong?” tanyanya.
“Benar,” sekali lagi Ti Then mengangguk.
Si kakek tua itu jadi mencak-mencak saking gusarnya.
“Jikalau kalian tidak percaya boleh pergi mencari disekeliling
tempat ini,” teriaknya dengan keras.
“Bagaimana kalau aku menirukan apa yang sudah kalian
bicarakan?” ujarnya Ti Then kemudian sambil tertawa dingin.
“Kau mau bicara apa?” tanyanya melengak
“Kemarin malam sewaktu orang itu mau pergi dia pernah berkata
demikian: Loheng kedua ekor kuda ini lohu tidak mau, baiknya aku
hadiahkan kepada kalian saja. Hnm waktu itu ternyata kau berlaku
sungkan sungkan dan cepat menyawab:
Tidak... tidak.. Lohan tidak berani menerimanya, lebih baik kau
Lo sianseng bawa pergi saja. Orang itu lantas tertawa dan berkata
lagi. Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi, di dalam Benteng Lohu
masih ada beratus-ratus ekor kuda jempolan, lohu sama sekali tidak
akan memandang tinggi kedua ekor kuda ini.
Mendengar
perkataan
tersebut
air
mukamu
segera
memperlihatkan rasa kegirangan. Cuma saja kemudian kau
menyawab dengan agak murung. Cuma saja jikalau kedua orang
pembegal kuda itu datang lagi Lo han harus berbuat bagaimana
untuk menghadapinya?
Dijawab oleh orang itu. Mereka tidak akan berani datang kemari
lagi, bilamana Lo heng takut, tidak urung untuk sementara waktu
bawalah kedua ekor kuda itu untuk dititipkan pada tetangga,
bilamana mereka datang lagi untuk meminta kudanya Lo heng boleh
bilang saja kuda tersebut sudah Lo hu bawa... beberapa patah kata
itu tentunya ceyhe tidak salah berbicara bukan?”
Mendengar perkataan tersebut air muka sikakek tua itu segera
berubah jadi pucat kehijau-hijauan.
“Kau... kau sudah mendengar semua pembicaraan kami?”
tanyanya.
“Tidak salah” sahut Ti Then Sambil mengangguk. “Bahkan aku
masih melihat putramu menuntun kedua ekor kuda tersebut
meninggalkan tempat ini.”
Kakek tua itu jadi amat sedih sekali, dengan cepat dia berteriak
keras.
“Hok Lay..... Hok Lay.....”
Dari dalam ruangan itu segera meloncat keluar seorang petani
berusia pertengahan yang pada tangannya mencekal sebuah
tongkat pikulan yang berat, dengan amat gusarnya dia berteriak-
berteriak terhadap diri Ti Then.
“Bajingan. sungguh besar nyalimu, kaliau mau pergi tidak? kalau
tidak pergi juga lohu segera akan menghajar putus sepasang kaki
anying kalian.”
Ti Then segera tertawa, dari dalam sakunya dia mengambil
sekerat perak.
“Begini saja,” ujarnya kemudian sambil menimang-nimang uang
perak itu. “Cayhe beri uang perak ini kalian sebagai uang ganti rugi,
bagaimana?”
Petani berusia pertengahan itu segera memperlihatkan sikapnya
untuk berkelahi, dia melintangkan tongkat pikulan itu ke depan.
“Tidak.” Teriaknya keras. “Kedua ekor kuda itu bukan milik
kalian, kalian tidak berhak untuk memintanya kembali.”
“Bukan milik kami apa mungkin milik kalian?” seru Ti Then sambil
tertawa dingin.
“Tidak salah,” jawab petani berusia pertengahan itu dengan amat
ketusnya.
“Lo sianseng itu berkata sendiri kalau kedua ekor kuda itu
dihadiahkan kepada kami. Sudah tentu kedua ekor kuda itu adalah
milik kami.”
Sepasang mata dari Ti Then dengan perlahan menyapu sekejap
kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya sebuah batu putih
menggeletak ditengah lapangan dia segera berjalan menuju ke sana
dan meraba sebentar batu itu.
“Batu ini sungguh besar sekali,” serunya sambil tertawa. “Tentu
ada tiga ratus kati beratnya bukan?”
“Kau hendak berbuat apa?” teriak petani berusia pertengahan itu
dengan gusarnya sambil maju dua langkah ke depan.
Dengan menggunakan sepasang tangannya Ti Then mengangkat
batu besar itu kemudian dipindahkan ketangan kanannya dan
diangkat dengan menggunakan satu tangan.
“Coba kau lihat, kau percaya bisa menangkan aku tidak?” ujarnya
sambil tertawa.
Sembari berkata dia berjalan mengelilingi lapangan tersebut.
Batu putih itu paling sedikit ada dua ratus kati beratnya, tetapi di
dalam tangannya kelihatan sangat enteng sekali seperti sedang
mengangkat kapas saja.
Kali ini petani berusia pertengahan itu benar-benar dibuat
terperanyat sampai termangu-mangu, sepasang matanya terbelalak
lebar-lebar untuk beberapa saat lamanya dia tidak sanggup untuk
mengucapkan sepatah kata pun.
Kakek tua itu semakin dibuat terperanyat lagi, dengan gugup
serunya,
“Sudah.... sudahlah Hok Lay, kau tidak usah banyak beribut
dengan dirinya lagi, cepat tuntun kedua ekor kuda itu bawa kemari
dan kembalikan kepada mereka.”
Agaknya petani berusia pertengahan itu masih tidak mau kalah,
dengan uring-urungan teriaknya,
“Kau jangan mengira tenagamu besar lalu kami takut dengah
dirimu, cukup aku berteriak maling aku mau lihat kalian akan
melarikan diri kearah mana,”
Tangan kanan dari Ti Then segera ditekuk kemudian didorong
kearah atas dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melemparkan batu putih tersebut beberapa kaki jauhnya ketengah
udara lantas tertawa terbahak-bahak.
“Haaaa... haaa... haaa... asal kau berteriak maling aku segera
lemparkan batu ini ke atas atap rumah kalian,” ancamnya.
Melihat kejadian itu sipetani berusia pertengahan itu tidak berani
banyak bercakap lagi saat inilah dia baru tidak berani mengumbar
nafsunya lagi. Sambil melempar tongkat itu ke atas tanah dengan
uring-uringan dia pergi dari sana.
JILID 29.3 : Pencuri tiga tangan insaf
Tidak lama kemudian kedua ekor kuda itu sudah dituntun
kembali.
Ti Then segera menyusupkan uang perak itu ketangan sikakek
tua tersebut kemudian menerima tali les kudanya dan bersama
sama dengan Wi Lian In melarikan kudanya meninggalkan tempat
itu.
Mereka berdua dengan cepatnya berlari menuju kejalan raya,
saat itulah terdengar Wi Lian In berkata sambil tertawa,
“Untung sekali kemarin malam kau sudah datang, kalau tidak kita
benar-benar bakal tertipu oleh mereka ayah beranak.”
“Hal ini tidak bisa menyalahkan mereka ayah beranak dua orang,
mereka sama sekali tidak tahu kalau kedua ekor kuda itu
sebenarnya adalah milik kita berdua, dia mengira kalau memangnya
Cuo It Sian sudah menjetujui untuk menghadiahkan kedua ekor
kuda itu kepada mereka, hal ini berarti juga sudah menjadi
miliknya.”
“Kemarin malam Cuo It Sian berangkat menuju kearah mana?”
tanya Wi Lian In kemudian.
Ti Then segera menuding kearah sebelah Barat.
“Dia melanjutkan perjalanannya melalui tempat itu, kelihatannya
dia bermaksud untuk kembali kekota Ciong Cing Hu.”
Mendadak Wi Lian In menarik
menghentikan perjalanannya.
tali
les
kudanya
untuk
“Coba kau ambil keluar sepatu milik Cuo It Sian itu dan berikan
kepada si anying Cian Li Yen agar dia membauinya kembali”
ujarnya.
“Baik,” sahut Ti Then dan dia segera mengeluarkan sepatu itu
dan membiarkan si anying Cian Li Yen untuk menciuminya beberapa
kali.
Setelah itu tampaklah si Cian Li Yen, segera berputar beberapa
kali di atas jalan raya untuk mencari jejaknya, setelah itu diiringi
suara gonggongannya yang amat keras ia lantas berlari menuju ke
arah sebelah Barat.
Mereka berdua dengan cepat mengikutinya dari belakang.
Hari kedua, orang berserta anying itu sudah tiba disebuah kota
untuk bersantap sesudah beristirahat sebentar lantas melanjutkan
kembali perjalanannya.
Menanti mendekati magrib mereka sudah melakukan perjalanan
seratus lie dan sampailah disebuah kota yang bernama Ngo Hong
Sian.
Wi Lian In segera memerintahkan anyingnya Cian Li Yen untuk
berhenti, setelah itu kepada Ti Then ujarnya.
“Apa mungkin dia ada di dalam kota ini?”
“Dia berangkat kemarin malam jika ditinyau dari kekuatan
kakinya saat ini kemungkinan sekali sudah meninggalkan kota
kurang lebih lima puluh lie jauhnya maka itu dia tidak mungkin
masih ada di dalam kota ini.”
“Dia melakukan perjalanan dengan berjalan kaki tidak mungkin
bisa menandingi kita yang menunggang kuda, kemungkinan sekali
dia sedang beristirahat di dalam kota,” ujar Wi Lian In memberikan
pendapatnya.
“Kemarin dia sudah menginap satu malam dirumah petani itu
sedangkan jarak antara kota Kong An Sian dengan tempat ini tidak
lebih cuma beberapa ratus li saja, sudah tentu dia tidak akan mau
masuk kekota, aku rasa ini hari tidak mungkin dia berani nginap di
dalam kota.”
“Coba kau lihat,” ujar Wi Lian In kemudian sambil menuding
kearah sianying Cian Li Yen. “Cian Li Yen terus mau lari masuk ke
dalam kota, jelas sekali dia pernah masuk ke dalam kota, lebih baik
kita sedikit berhati-hati.”
“Dia memang pernah masuk ke dalam kota.” Ujar Ti Then sambil
tersenyum. “Tetapi aku berani bertaruh saat ini dia pasti sudah tidak
ada di dalam kota lagi.”
“Baik, mari kita masuk ke dalam kota untuk memeriksa.”
Selesai berkata dia segera sentak kudanya untuk berjalan
memasuki pintu kota.
Cian Li Yen masih tetap berlari memimpin jalan di depan, setelah
berlari melewati beberapa buah jalan akhirnya dia berhenti sebentar
di depan sebuah rumah makan dan menciumi beberapa kali tempat
disekeliling tempat itu setelah itu baru melanjutkan kembali larinya
kearah sebelah depan.
Ti Then segera tersenyum.
“Kelihatannya dia pernah berhenti sebentar di dalam rumah
makan ini” ujarnya sambil menyengir.
“Tadi kau bilang dia tidak berani masuk ke dalam kota, kenapa
sekarang terbukti dia berani berhenti di dalam kota?”
“Kemungkinan sekali dia yang melakukan perjalanan jauh merasa
lelah dan lapar maka itu sengaja memberanikan dirinya untuk
masuk kota bersantap.”
Baru saja mereka bercakap cakap sampai di situ mendadak
tampak anying Cian Li Yen berbelok memasuki sebuah lorong kecil.
Mereka berdua cepat-cepat melarikan kudanya melanjutkan
kuntitannya.
“Aduh aku sudah lapar,” ujar Wi Lian In secara tiba-tiba, “Mari
kita makan dulu di sini kemudian baru melanjutkan kejaran kita.”
“Tidak,” potong Ti Then cepat, “Kita cuma bisa membeli sedikit
barang saja untuk kemudian dimakan diluar kota.”
Ketika itulah mereka bisa melihat ujung jalan terdapat sebuah
rumah makan segera kudanya dilarikan menuju ke sana dan Ti Then
meloncat turun dari kudanya untuk membeli sedikit ransum untuk
kemudian melanjutkan kembali perjalanannya kearah depan.
Selama di dalam perjalanan ini Cian Li Yen berbelok-belok lagi
beberapa lorong dan tikungan, akhirnya sampailah disebuah jalanan
yang amat sunyi sekali.
Lama kelamaan akhirnya Wi Lian In merasakan juga akan
sesuatu, dia tertawa,
“Dugaanmu sedikit pun tidak salah dia tentu takut ditemui oleh
orang-orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja mencari jalan
yang jarang sekali dilalui orang,”
“Jika dilihat dari keadaan sekarang ada kemungkinan dia sudah
berjalan keluar melalui pintu kota sebeelah selatan.”
“Dugaannya sedikit pun tidak salah”
Tidak lama kemudian si anying Cian Li Yen sudah memimpin
mereka berlari menuju ke kota sebelah selatan dan berlari terus
menuju keluar kota.
Kurang lebih setelah meninggalkan kota sejauh satu li sianying
Cian Li Yen berhenti berlari dan membaui sesuatu di pinggir jalan
lalu bergonggong tiada hentinya
“Eeei..... sudah terjadi urusan apa?” tanya Wi Lian In keheranan.
“Biar aku turun ke sana untuk lihat-lihat?”
Dengan cepat dia meloncat turun dari atas kuda dan berjalan
menuju ke samping jalan untuk memeriksa.
Terlihatlah di atas tanah rumput sudah dibasahi hampir separuh
bagian bahkan tercium bau yang amat menusuk hidung, dalam hati
seketika itu juga tahu apa yang sudah terjadi.
Dengan cepat dia menepuk-nepuk badan si anying Cian Li Yen.
“Cian Li Yen jangan menggonggong lagi jarak kita dengan pihak
musuh sudah amat dekat sekali kau janganlah sembarangan
menyalak, nanti malah jejak kita konangan.”
“Ada barang apa tuh di atas tanah rumput itu?” tanya Wi Lian In.
“Dia sudah kencing di sana.” Sahut Ti Then sambil naik ke atas
kuda tunggangannya. “Sehingga membuat tanah rumput itu jadi
basah kemungkinan sekali setengah jam yang lalu dia kencing di
sini.”
“Kalau jarak kita dengan dirinya mungkin sekali tidak sampai
sepuluh li saja,” ujarnya Wi Lian In.
“Benar, karenanya sejak sekarang gerak gerik kita harus jauh
lebih berhati-hati lagi.”
Dia segera
kepadanya.
mengangsurkan
makanan
yang
dibelinya
tadi
“Mari, kita sembari makan sembari melanjutkan perjalanan
ujarnya lagi.”
Wi Lian In segera mengambil satu biji bakpau buat sianying Cian
Li Yen-nya kemudian baru mengambil satu biji lagi buat dirinya
sendiri, ujarnya kemudian sembari bersantap,
“Kalau kita membuntuti dirinya terus menerus seperti ini aku rasa
bukanlah satu cara yang bagus, kita harus mencari satu akal untuk
turun tangan mencuri pedang itu...”
“Benar,” sahut Ti Then sembari makan bakpaunya. “Tetapi aku
masih belum mendapatkan cara untuk mencuri pedang tersebut...”
“Bilamana dia mau menginap dirumah penginapan ada
kemungkinan kita mem punyai kesempatan untuk turun tangan
mencuri. Tetapi jikalau dia tidak mau menginap dirumah penginapan
lalu kita mau berbuat apa?”
“Jarak dari sini ke kota Tiong Ting Hu masih ada beberapa hari
lamanya baiknya secara perlahan-lahan saja kita mencari
kesempatan untuk turun tangan.”
Padahal bukannya dia tidak punya siasat untuk mencuri pedang
tersebut sebaliknya dia tidak ingin memperoleh pedang tersebut
dengan cepat.
Karena dia tahu begitu dia berhasil mendapatkan pedang pendek
itu dan diserahkan kepada Wi Ci To maka ada kemungkinan sekali
dirinya segera akan dikawinkan dengan Wi Lian In, dia tetap tidak
ingin menikah dengan Wi Lian In di bawah perintah dari majikan
patung emas, karena itu dia hendak sengaja mengulur waktu lebih
lama lagi.
Tetapi dia pun tahu si manusia berkerudung berbaju biru,
pemuda yang dikirim majikan patung emas untuk mengawasi gerak
geriknya sedang mengawasi dirinya terus menerus, maka itu dia
harus mau tidak mau memperlihatkan juga sikap sedang berpikir
dan mencari siasat untuk mencuri pedang itu.
Sudah tentu Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal
ini. Terdengar dia berkata lagi,
“Tidak perduli bagaimana pun, kita harus berhasil mencuri
pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya di kota Tiong Cin
Hu. Bilamana membiarkan dia pulang ada kemungkinan kita akan
menemui kesukaran sewaktu turun tangan mencuri pedang itu.”
“Aku rasa hal ini belum tentu,” bantah Ti Then segera,
“Kemungkinan sekali setelah dia tiba dirumah, kita malah lebih
mudah untuk turun tangan.”
“Bagaimana bisa jadi?”
“Setelah sampai dirumah sudah tentu dia tidak akan membawa
pedang pendek itu di badannya terus menerus, asalkan... Iiih”
Mendadak dia memperdengarkan satu jeritan kaget bersamaan
pula menghentikan kudanya.
“Ada urusan apa?” tanya Wi Lian In dengan sangat terperanyat
sekali.
“Baru saja aku menemukan di atas jalan raya berkelebat sesosok
bajangan manusia hitam.”
Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat.
“Apa mungkin bajangan hitam itu adalah dirinya?” dengan suara
yang amat lirih.
“Ada kemungkinan,” sahut Ti Then sambil mengangguk.
Wi Lian In jadi merasa sangat tegang.
“Dia pastilah sudah menemukan diri kita bagaimana kita
sekarang?” tanyanya gugup.
“Biar aku cari satu siasat...” seru Ti Then termenung berpikir
sebentar.
“Bagaimana kalau
memberikan usulnya.
mengundurkan
diri?”
ujar
Wi
Lian
In
“Tidak,” jawab Ti Then dengan cepat. “Kita tidak boleh
mengundurkan diri diri. harus pura-pura tidak mengetahui akan hal
ini dan tetap melanjutkan perjalanan menuju ke depan.”
“Bilamana dia munculkan dirinya untuk menghalangi perjalanan
kita?” tanya Wi Lian In lebih lanjut.
“Kalau begitu kita pura-pura merasa sangat terkejut kemudian
melarikan kudanya untuk lari berpencar, jangan sekali-kali turun
tangan melawan dirinya.”
“Melarikan diri secara berpencar?” seru Wi Lian In sambil
mengerutkan alisnya.
“Benar, jikalau dia mengejar aku maka kau melarikan diri dulu
kekota Ngo Hong sian dan tunggu aku di sana, aku pasti bisa
meloloskan diri dari kejarannya. “Ayoh jalan, sikap kita harus seperti
tidak menemukan apa-apa.”
Setelah berbicara sampai di sini dia segera melarikan kudanya
untuk melanjutkan perjalanan kearah depan. Wi Lian In segera
mengikuti dari sampingnya.
Mereka berdua sembari makan bakpaunya bersama-sama
melanjutkan perjalanannya ke depan. Sikap mereka tenang-tenang
saja tanpa terdapat perubahan apa pun.
“Koko...” tiba-tiba Wi Lian In membuka mulutnya berbicara.
“Kuda Ang Shan Khek yang kita dapatkan dari Ti Kiauw tauw dari
benteng Pek Kiam Po itu agaknya tidak mudah untuk
melepaskannya, untuk keselamatan kita lebih baik lepaskan saja.”
Ti Then paham apa maksud dari perkataannya ini, segera dia
menyambung.
“Tidak, jikalau aku takut banyak urusan aku tidak akan begitu
berani merampas kembali kuda itu dari tangan sipetani tua
tersebut.”
“Tetapi,” ujar Wi Lian In lagi, “Bilamana sampai bertemu kembali
orang she Wi itu kemungkinan sekali kita bakal menemui kesulitan.”
“Jangan kuatir, kita tidak mungkin bisa ketemu lagi dengan
dirinya” ujar TI Then tertawa.
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan mendadak
terdengar suara bentakan yang amat keras sekali berkumandang
keluar dari dalam hutan di samping jalan diikuti munculnya seorang
lelaki kasar.
Lelaki ini berusia kurang lebih tiga puluh tahunan, wajahnya
kurus kering perawakannya juga tidak terlalu tinggi dengan
memakai baju berwarna hitam dan pada tangannya mencekal
sebilah golok yang memancarkan sinar yang berkilauan.
Jika dilihat dari potongan wajahnya yang amat buas dan kejam
sekali, jelas sekali dia adalah seorang pembegal dan bukannya Cuo
It Sian sipembesar kota itu.
Baik Ti Then mau pun Wi Lian In, yang melihat akan hal ini diam-
diam pada menghembuskan napas lega. Mereka cuma takut
bertemu muka dengan Cuo It Sian, jikalau terhadap orang lain
mereka masih tidak memandang sebelah mata pun.
Ketika lelaki berbaju hitam itu meloncat turun ketengah jalan
segera dia mengangkat goloknya dan dengan buasnya membentak.
“Jikalau kalian maui nyawa cepat serahkan buntalan serta kuda
itu.”
Ternyata sedikit pun tidak salah, dia orang bukan lain adalah
seorang pembegal jalan.
Wi Lian In segera tertawa cekikikan dan menghentikan kudanya.
“Aduh.... celaka.... aku sudah bertemu dengan sipembegal jalan.”
Sipembegal jalan itu sewaktu melihat pada wajah mereka sama
sekali tidak memperlihatkan rasa ketakutan barang sedikit pun juga,
dia sendiri malah merasa kurang aman dengan cepat tubuhnya
maju kembali satu langkah ke depan kemudian mengangkat
goloknya siap dibacok ke depan.
“Ayoh cepat turun dari kuda,” bentaknya dengan kasar. “Kalau
tidak Toaya-mu segera akan bacok-bacok kepala kalian jadi dua
bagian.”
“Jikalau kau mengingini buntalan serta kuda kami lebih baik
tanya dulu dengan Cian Li Yen-ku itu,” ujar Wi Lian In sambil
tertawa.
Si pembegal jalan itu jadi melengak.
“Siapa itu Cian Li Yen?” tanyanya.
Wi Lian In segera menunjuk si anying Cian Li Yen yang ada di
depan kudanya.
“Itulah dia,” jawabnya.
Sipembegal jalan itu melirik sekejap kearah sianying Cian Li Yen
itu lantas memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat
menyeramkan.
“Macan- pun Toaya-mu bisa bunuh apalagi cuma seekor anying.
Hee..... hee..... sungguh lucu sekali....”
“Kalau kau berani ayoh kau maju........ kau boleh coba-coba
rasanya digigit oleh Cian Li Yen.....”
Ti Then yang melihat Wi Lian In hendak memerintahkan
anyingnya untuk melancarkan serangannya kearah sipembegal jalan
itu dengan gugup dia mencegah.
“Tidak..... jangan, kau jangan memerintahkan sianying Cian Li
Yen untuk menggigitnya dulu.”
Dengan perlahan Wi Lian In putar kepalanya dan kirim satu
senyuman manis kepadanya.
“Kau tidak usah kuatir terhadap diri Cian Li Yen, dia sudah
memperoleh latihan yang amat keras sekali.... dengan kekuatannya
sudah cukup untuk memberi perlawanan terhadap seorang jagoan
berkepandaian tinggi dari dalam Bu-lim.”
“Aku tahu,” ujar Ti Then sambil tertawa, “Yang aku kuatirkan
kalau Jin-heng ini sampai digigit Cian Li Yen dan menemui ajalnya.”
Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah sipembegal
jalan itu lalu ujarnya sambil tertawa
“Aku lihat wajahmu rada sedikit kukenal agaknya aku pernah
bertemu dengan dirimu disuatu tempat.... siapa namamu??”
“Tidak usah banyak omong,” bentak sipembegal itu sambil
melototkan matanya lebar-lebar, aku mau tanya kalian ingini harta
atau jiwa? ayoh cepat jawab.”
Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya dengan amat teliti
tanpa memberikan jawaban, akhirnya secara tiba-tiba saja dia
tertawa terbahak-bahak.
“Haa... haa sekarang aku sudah teringat kembali,” sahutnya.
“Bukankah kau adalah si Sam Su Tou Ji atau sipencuri tiga tangan
Kauw Ban Li?”
Mendengar disebutnya nama itu airmuka sipencuri tiga tangan
segera berubah sangat hebat sekali, terburu-buru dia mundur satu
langkah ke belakang, sepasang matanya yang seperti tikus dengan
tajamnya berkedip-kedip beberapa kali.
“Kawan kau berasal dari golongan mana? kenapa kenal dengan
diriku?” tanyanya dengan terperanyat.
“Jika dibicarakan sebenarnya kita adalah termasuk kawan lama,”
ujar Ti Then sambil tertawa.
Seketika itu juga sipencuri tiga tangan dibuat melengak lagi.
“Kawan yang aku sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li pernah
temui tidak akan terlupakan kembali,” ujarnya.
“Sudah tentu, sudah tentu,” sahut Ti Then sambil mengangguk.
“Dahulu kau tidak pernah bertemu dengan wajahku semacam ini
maka sudah tentu kau tidak kenal lagi?”
“Lalu apakah kawan sedang menyamar?” tanya sipencuri tiga
tangan dengan terperanyat.
“Benar.”
Walau pun sipencuri tiga tangan masih tidak tahu siapakah
sebenarnya sipedagang berusia pertengahan yang ada di
hadapannya saat ini, tetapi dia tahu sudah bertemu dengan seorang
jagoan dari Bulim, tidak terasa lagi dia sudah mundur satu langkah
ke belakang.
“Kawan siapakah sebetulnya kau?” tanyanya.
“Kurang lebih dua tahun yang lalu kita pernah bertemu muka
dikota Tiang Ang hari itu aku hendak naik ke atas sebuah loteng
rumah makan sedang kau mau turun dari atas loteng, lagakmu
seperti orang sedang kemabokan dan sewaktu turun sudah
menabrak diriku... sudah ingat bukan?”
“Tidak salah,” sahut Si pencuri tiga tangan dengan wajah yang
sudah berubah memerah dia angkat bahunya ke atas. “Cayhe
memang pernah berkeluntungan selama dua tahun lamanya di
dalam kota Tiang An, di dalam dua tahun ini memang setiap hari
cayhe berada di dalam keadaan mabok terus. Entah siapakah
sebetulnya kau orang.”
“Seharusnya kau masih ingat dengan diriku” ujar Ti Then sambil
tertawa, “Karena setelah kejadian itu kau pernah berkata dengan
aku, kau bilang baru untuk pertama kalinya kau tertangkap sewaktu
menyalankan operasimu.”
Air muka sipencuri tiga tangan segera berubah semakin riku
sekali.
“Sesungguhnya aku semuanya sudah mengalami tiga kali gagal
dalam pekerjaanku, pertama kali tertangkap ditangan sipendekar
baju hitam Ti Then, sedangkan kedua serta ketiga kalinya air sungai
menenggelamkan kuil raja naga aku sudah mencopet kawan berasal
dari satu jalan.”
“Dan akulah orang yang untuk pertama kalinya menangkap
dirimu itu” sambung Ti Then sambil memperendah suaranya.
“Kau adalah....” teriak sipencuri tiga tangan dengan sangat
terperanyat.
“Stt.... jangan menyebut nama serta julukanku, kalau tidak aku
segera akan suruh kau merasakan bagaimana rasanya kalau otot
serta urat nadi di-pisah-pisahkan.”
Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi
semakin terkejut dengan cepat dia mengucek-ucek matanya lalu
dengan seluruh kekuatannya melototi diri Ti Then.
“Apa betul dirimu ?”
Ti Then segera mengangguk dan tersenyum.
“Hari itu kau berpura-pura mabok dan menumbuk aku sewaktu
naik ke atas loteng, mengambil kesempatan itu kau sudah mencuri
uang perakku, tetapi segera bisa aku ketahui, aku lantas kirim satu
totokan merubuhkan dirimu, tubuhmu lantas terjatuh ke bawah
loteng sehingga membuat seluruh wajah dan badanmu bengkak-
bengkak menghijau setelah itu.”
Sipencuri tiga tangan yang mendengar perkataan itu sampai di
sana dengan cepat dia membuang golok yang ada ditangannya dan
jatuhkan diri berlutut untuk kemudian menganggukan kepalanya.
“Hamba ada mata tak berbiji, ternyata kali ini sudah berani
mengganggu kau Ti.. Ti.. “
“Jangan sebut namaku,” seru Ti Then dengan cepat.
Seluruh tubuh si pencuti tiga tangan segera tergetar dengan
amat kerasnya.
“Baik... baik... sahutnya dengan gugup. Hamba harus mati,
silahkan kau orang suka memaafkan aku sekali ini lagi, lain kali
hamba bersumpah tidak akan berbuat jahat lagi dan tidak akan
melakukan perbuatan yang memalukan ini lagi.”
“Sekarang kau berdirilah, jangan terus menerus berlutut,” ujar Ti
Then sambil tertawa.
“Kalau kau suka memaafkan diriku dan mengam puni lagi diriku
maka hamba baru berani berdiri,” ujarnya sipencuri tiga tangan
sambil tetap melanjutkan anggukan kepalanya.
“Semuanya kau sudah membunuh berapa orang?” tanya Ti Then
kemudian.
“Seorang pun aku tidak membunuh,” sahut sipencuri tiga tangan
sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
“Omong kosong.”
“Sungguh,” seru sipencuri tiga tangan merengek. “Golok dari
hamba ini selamanya cuma digunakan untuk menakut-nakuti orang
yang lewat di sini saja, setetes darah pun belum pernah terciprat
dari golok tersebut.”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 30
“HMM.. nyalimu semakin lama semakin berani yaaa, pertama-
tama kau ahli mencopet harta benda orang lain, sekarang semakin
berani lagi perbuatanmu, berani benar menggunakan golok untuk
membunuh orang dan merampok harta kekayaan yang dibawa,”
bentak Ti Then dengan keras.
“Hamba benar-benar tidak membunuh seorang pun” teriak si
pencuri tiga tangan dengan keras. “Kali ini hamba jadi si pembegal
sesungguhnya dikarenakan desakan biaya hidup, hamba terpaksa
mau tidak mau harus melakukan pekerjaan ini.”
“Telur nenekmu, apakah ketiga buab tanganmu sudah dipotong
orang lain?” bentak Ti Then lebih lanjut,
Si pencuri tiga tangan segera tertawa pahit.
“Boleh dibilang memaag sudah dipotong orang lain” sahutnya
perlahan,
“Siapa yang punya keahlian yang begitu dahsyatnya sehingga
melarang kau untuk melakukan pekerjaan mencopet lagi?”
Liong Touw Lotoa kami sendiri,
“Miauw So Suseng?” seru Ti Then sambil memandang tajam
wajahnya.
“Benar, memang dia orang,” sahut si pencuri tiga tanga
mengangguk.
“Dia melarang, kau mencopet baraag milik orang lain?”
“Benar,” sekali lagi si pencuri tiga tangan mengangguk.
“Kenapa?”
“Ada satu kali di kota Tiang An juga hamba melihat ada seorang
kakek tua yang memakai baju yang amat perlente, dari badan kakek
berbaju perlente itu hamba berhasil meacuri sebuah intan permata
yang mahal harganya. sewaktu aku merasa kegirangan itulah
mendadak aku menghadap. saat itu terlihatlah banyak kawan-
kawan lain dari satu golongan sudah pada berkumpul di sana. Liong
Touw LoToa tanya di antara kita siapa yang sudah mencuri sebuah
intan permata dari badan seorang kakek tua yang memakai baju
perlente siauw jin segera mengaku akulah yang si pencuri, dengan
langkah lebar Liong Touw Lo toa segera menghampiri siauw jin dsn
lantas hadiahi beberapa tamparan membuat mukaku jadi beegkak”
“Kenapa?” tanya Ti Then tertawa. Dengaa wajah yang meringis
kera dia
menyawab
“Siauw jin punya mata tidak melihat gunung Thay san, kiranya
kakek tua berjubah perlente itu bukan lain adalah ayah dari Liong
Touw Lotoa kami”
“Haaa , haaaa .,. haaa , , bagus sekali bagus sekali” seru Ti Then
sambil tertawa terbahak-baha. Kau manusia rendah juga berani
mengganggu kepala Thay Swi memang harus mati , . memang
harus mati,”
“Heeeei . . .” Si pencuri tiga tangan menghela napas panyan-
panjang dengan sedihnya. “Selama beberapa tahun ini nasib siauw-
jin memang kurang mujur- selalu mendapatkan mangsa yang salah
saja,”
“Liong Touw Lo-toa kalian memang tidak seharusnya memberi
hukuman kepadaku dia boleh mencopet harta kekayaan milik orang
lain kenapa orang lain tidak diperkenankan mencopet harta
kekayaan milik ayahnya?”
“Dia bilang siauw-jin sudah memyeset kulit mukanya karena itu
menghukum hamba untuk Menutup tangan selama tiga tahun
lamanya. coba kau bayangkan jikalau mengharuskan hamba
menutup pintu selama tiga tahun lamanya dia selama tiga tahun ini
tidak dapat pekerjaan bagaimana siauw ji bisa mendapat uang
untuk membeli makanan? di dalam keadaan yang terpaksa siauw jin
mau tidak mau harus ganti pekerjaan sebagai pembegal jalan. tetapi
siauw jin benar-benar tidak pernah melukai barang seorang pun,
yang hamba minta cumalah harta kekayaan orang yang lewat di sini
karena hamba tahu melukai orang cuma mendatangkan kerepotan
saja karena itu siauw-jin tidak berani melakukan pekerjaan itu.”
“Eeeei apa kau sering sekali membegal harta kekayaan dari
orang yang lewat di jalan ini?” tiba-tiba Wi Lian In nyeletuk.
“Tidak,” jawab si pencuri tiga tangan sambil gelengkan
kepalanya. “Setiap tempat siauw-jin cuma melakukaa pekerjaan
selama tiga lima hari saja, siauw-jin tidak berani berdiam terlalu
lama.”
“Dijalan ini kau sudah melakukan berapa hari?” tanya Wi Lian In.
“Ini hari adalah hari kedua, tetapi cuma mendapatkan tiga kali
hasil saja, mendapat uang tidak seberapa banyak.”
“Kurang lebih setengah jam yang lalu apakah kau melihat ada
seorang kakek tua berbaju hijau lewat di sini.”
“Oouw . . . nona maksudkan si pembesar kota Cuo It Sian?”
tanya si pencuri tiga tangan.
“Tidak salah” sahut Wi Lian In dengan amat girang, “Kau melihat
dirinya?”
“Benar,” sahut si pencuri tiga tangan mengangguk. “Untung
sekali siauw-jin segera mengenal kembali kalau dia adalah si
pembesar kota sehingga tidak berani muuculkan diri untuk
menghalangi perjalanannya, jikalau siauw-jin tadi tidak sampai
melibat lebih jelas mungki nyawa anyingku pun sudah lenyap.”
“Dia melihat dirimu tidak?”
Sekail lagi sipencuri tiga tangan menggelengkan kepalanya
.Begitu siauw-jin melihat dirinya berjalan mendatang, siauw-jin
lantas bersembunyi di balik pepobonan dan tidak berani bergerak
sampai napas pun tidak berani terlalu keras”
“Bagus ,, bagus sekali,” seru Wi Lian In dengan amat girang
sekali, “Sekarang aku mau Tanya lagi„ ilmu mencopetmu lihay atau
tidak ?”
Si pencuri tiga tangan tidak mengetahui apa meksud dari
perkataan ini, dia jadi ragu-ragu sebentar.
“Tidak berani dikatakan terlalu lihay. yaa , , . . boleh di kata
cukup untuk memperoleh sesuap nasi saja.” sahutnya kemudian.
“Sebetulnya bagaimana ?” tanya Wi Lian In kemudian sambil
menoleh kaarah Ti Then. Ti Then tersenyum.
“Diantara kawan-kawan segolongannya bolwh dikata dia
merupakan salah seorang jagoannya yang berkepandaian paling
tinggi”
“Kalau begitu bagaimana kalau kita mintai bantuannya ?”
“Baik sih baik. cuma .. - ..”
“Kenapa ?”
“Kauw Ban Li,” seru Ti Then sambil menoleh kearah diri si
pencuri tiga tangan “Beranikah kau pergi msncuri barang yang ada
dibadan Cuo It Sian?”
Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi amat
terperanyat sekali dengan gugupnya dia menggelengkan kepalanya.
“Tidak . . . tidak , . . siauw-jin tidak berani.. siauw-jin tidak
berani” tolaknya dengan cepat, “Si pembesar kota Cuo It Sian
merupakan salah satu jagoan yang berkepandaian paling tinggi
pada saat ini di dalam Bu-lim bilamana tidak untung siauw-jin kena
tertawan bukankah nyawaku akan melayang ?”
“Cuo It Sian bukanlah seorang iblis tukang penjagal manusia,
buat apa kau takuti dirinya?” sambung Wi Lian In lebih lanjut.
“Tidak , . . tidak,” ber-turut sipencuri tiga tangan menggelengkan
kepalanya lagi berulang kali, “Sekali pun nyali siauw jin lebih besar
pun tidak akan berani mengganggu diri si pembesar kota itu.”
Kami ingin sekali mendapatkan semacam barang milik Cuo It
Sian. bilamana kau mau membantu usaha kita ini dan mencurikan
benda tersebut buat kami maka jasa mu itu bisa digunakan untuk
menebus dosamu kali ini. kami bisa lepaskan satu jalan hidup buat
dirimu, kalau tidak bmm. . , hm m. . .”
Mendengar perintahnya itu sepasang mata dari si pencuri tiga
tangan terbelalak lebar-lebar, dengan amat terkejut sekali serunya:
“Kalian berdua ingin mendapatkan barang apa dari sipembesar
kota Cuo It Sian itu?”
“Kau menyanggupi dulu untuk mencurikan buat kami sesudah itu
aku baru beritahu urusan ini kepadamu.”
Sinar mata dari si pencuri tiga tangan segera beralih ke atas
wajah dari Ti Then jelas air mukanya memperlihatkan keragu-
raguan serta rasa terperanyatnya.
“Kau dengan si pembesar kota adalah sama-sama seorang
pendekar yang mem punyai nama sangat terkenal sekali di dalam
Bu-lim” serunya, “kenapa . . kenapa . “
“Alasannya aku tidak bisa memberitahukan kepadamu,” jawab Ti
Then samnbil tertawa, “tetapi aku boleh beritahu kepadamu akan
sesuatu. jikalau ksu bantu mendapatkan barang itu berarti juga
sudah membantu kami untuk melakukan satu pekerjaan mulia.”
Agaknya rasa hormat dari si pencuri tiga tangan terhadap diri
sipembesar kota Cuo It Sian jauh melebihi rasa hormatnya terhadap
diri Ti Then mendengar perkataan tersebut dia tetap
memperlihatkan rasa keragu-raguannya.
“Sungguh ?” tanyanya.
“Kau tahu siapakah dia orang?” tanya Ti Then kemudian sambil
menuding kearah diri Wi Lian In.
“Siauw jin tidak tahu,” jawab si pencuri tiga tangan sambil
gelengkan kepalanya,
“Dia adalah putri kesayangan dari Wi Pocu dari Benteng Pek Kiam
Po. Wi Liao In adanya,”
“Aaaah kiranya nona Wi,” teriak si pencuri tiga tangan Kauw Ban
Li dengan amat terperanyat.
Dengan nada serta kedudukan dari nona Wi serta aku orang
tidak perduli kami hendak melakukan pekerjaan apa pun kau boleh
merasa berlega hati.”
“Aku masih bisa menanggung akan sesuatu, apa yang kami minta
bukanlah harta kekayaan melainkan semacam barang yang semula
adalah milik ayahku sendiri,”
Sipencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali.
“Aaaaa ... Cuo It Sian sudah mencuri barang milik ayahmu?”
“Kita tidak bisa mengatakan dia sudah mancuri barang milik
ayahku” sahut Wi Lian In lebih lanjut. “Pokoknya dikarenakan
semacam alasan yang tidak bisa dijelaskan. .- coba kau jawablah
dulu mau bekerja untuk kami atau tidak?”
“Yang Siauw jin takuti kalau sampai aku ketangkap olehnya
kemungkinan , kemungkinan” seru Si pencuri tiga tangan tetap ragu
ragu.
“Sekali pun begitu belum tentu harus menemui ajal” potong Wi
Lian In dengan cepat. “Asalkan kau tidak bilang kami yang
memerintahkan dirimu untuk melakukan pekerjaan tersebut maka
dia cuma menganggap kau sebagai searang pembegal jalan biasa
saja, paling banyak yaaa bakal merasakan sedikit penderitaan saja”
Si pencuri tiga tangan termenung berpikir sebentar, lalu tanyanya
lagi
“Jikalau Siauwjin tidak untung kena tangkap, bilamana dia
hendak turun tangan membinasakan hamba maukah kalian berdua
turun tangan menolong Siauw jin?”
“Tidak” jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
Diam-diam Si pencuri tiga tangan menarik napas panjang-
panjang dia tertawa pahit.
“Kalau begitu siauw jin tidak
pekerjaan ini” ujarnya.
punya nyali untuk melakukan
“Asalkan kau jangan bilang kami yang memerintahkan dirimu
untuk melakukan perbuatan tersebut, aku rasa tidak akan
berbahaya”
“Tidak bisa jadi . tidak bisa jadi” teriak si pencuri tiga tangan
Kauw Ban Li sambil goyangkan tangannya berulang kali.
“Kalau begitu yaa sudah,”
Dia tahu dengan kepandaian dari si pencuri tiga tangan bilamana
dia sudah menyanggupi untuk mencurikan pedang pendek yang ada
di tangan Cuo It Sian maka kemungkinan sekali pekerjaan tersebut
dapat mencapai hasil yang diharapkan, tetapi dia pun tidak
mengharapkan bisa berhasil tnencuri pedang pendek itu secepatnya,
karena itu dia orang tidak mau terlalu memaksa si pencuri tiga
tangan untuk melakukannya.
Tetapi Wi Lian In tidak mau melepaskan begitu ssya kesempatan
yang baik ini dia tertawa dingin.
“Tidak, kau harus menerima pekerjaan ini” tandasnya
Si pencuri tiga tangan jadi amat gugup sekali.
“Nona Wi, kau baik-baiklah melepaskan diriku, Siauw jin benar-
benar tidak punya nyali untuk mencopet barang milik si pembesar
kota” ujarnya setengah merengek.
“Walau pun kepandaian silatnya amat tinggi tetapi terhadap
perbuatan mencopet sama sekali dia tidak bisa berjaga-jaga buat
apa kau takuti dirinys ?”
“Tetapi ,. “
“Kalau kau tidak-setuju juga boleh saja” ujar Wi Lian In
kemudian sambil meloncat turun dari kudanya, “Sekarang ambil
kembali golokmu itu,”
“Nona Wi, kau bermaksud untuk berbuat apa?” tanya Si pencuri
tiga tangan dengan ketakutan lantas mundur beberapa langkah ke
belakang.
“Aku tidak dapat melepaskan seorang pembegal yang
mendatangkan celaka buat orang orang yang melakukan perjalanan
melewati tempat ini, tetapi aku sanggup untuk memberi satu
kesempatan buatmu untuk beradu jiwa, bilamana kau ingin tetap
hidup maka kau harus mengalahkan diriku”
Saking takutnya seluruh air muka Si pencuri tiga tangan sudah
berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat.
“Tidak, tidak” serunya sambil goyangkan tangannya berulang
kali. “Siauw jin tahu kalau kepandaian hamba bukanlah tandingan
dari nona Wi. Nona Wi kau am punilah aku orang ini,”
“pungut senyatamu dan berdiri!” perintah Wi Lian In dengan
suara yang amat dingin.
Si pencuri tiga tangan segera menoleh kearah Ti Tben dan
memohon kepadanya.
“Ti . . slauwhiap, kita sudah punya jodoh untuk bertemu muka
satu kali. tolonglah diriku dan lepaskan siauw jin kali ini”
“Sayang aku tidak berkuasa” seru Ti Then sambil gelengkan
kepalanya.
Mendadak Wi Lian In berkelebat dan maju mencengkeram baju
di dadanya lantas mengangkat badannya yang sedang berlutut di
atas tanah itu.
“Aku kasi muka padamu kau tidak mau menerima, ini hari
janganlah kau menyalahkan kalau nonamu tidak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu.”
Selesai berkata telapak tangannya segera diangkat dan siap-siap
turun tangan melancarkan serangan.
Si pencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali, teriaknya
kemudian.
“Baik, baiklah, siauw jin menerima permintaan kalian itu.”
Tangan kanan dari Wi Lian In segera di tekuk, kedua jari tengah
serta telunjuknya dengan bagaikan kilat cepatnya berkelebat
menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat pada iga kanannya lalu
baru lemparkan badannya ke atas tanah.
“Totokan ini aku menggunakan ilmu totokan tunggal dari
Benteng Pek Kiam Po kami di dalam kolong langit saat ini tiada
seorang pun yang bisa membebaskannya kecuali aku serta ayahku,
sekarang aku totok dulu jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat di
badanmu, enam bulan kemudian jikalau tidak diobati maka kau akan
muntah darah dan binasa.”
Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini si pencuri tiga tangan
benar-benar merasa ketakutan.
“Nona Wi” teriaknya ngeri. “Siauw jin sudah menyanggupi nona
untuk melakukan pekerjaan tersebut, kenapa sekarang nona masih
turun tangan juga mencelakai diri siauw jin?”
“Jangan takut, di dalam sepuluh hari ini kau tidak akan marasa
badannya berubah” ujar Wi Lian In tenang saja. “Menanti sesudah
kau berhasil memperoleh barang tersebut aku segera akan turun
tangan membebaskan jalan darahmu itu dan mengobatinya.”
“Bilamana siauw jin tidak sanggup untuk mencopet barang itu?”
tanya Si pencuri tiga tangan dengan kaget.
“Untuk menolong nyawamu
mendapatkan benda tersebut”
sendiri
kau
harus
berhasil
“Tapi kalau siauw-jin tidak untung tertawan olehnya, lalu . . .”
“Menanti setelah dia membebaskan dirimu aku baru turun tangan
menolong dirimu.”
“Baiklah,” ujar Si pencuri tiga tangan kemudian dengan sedih
lantas bangkit berdiri. “Sekarang beritahu kepada siauw jin kalian
menghendaki benda apa dari badannya.”
“Sebilah pedang yang bernama Biat Hun Kiam.”
“Pedang pendek itu apa selalu ada di badannya?” tanya Sipencuri
tiga tangan lebih lanjut.
“Tidak salah” sahut Wi Lian In mengangguk. “Kau harus bzrusaha
mencurinya dapat pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya
dikota Tiong Cing Hu.”
“Dia lewat ditempat ini setengah jam yang lalu, ada kemungkinan
saat ini sudah berada beberapa puluh li jauhnya, bolehkah siauw-jin
berangkat sekarang juga?”
“Dia tidak tahu ada orang yang hendak mengejar dirinya, kau
lebih baik mengejarnya dengan sekuat tenaga, kemungkinan sekali
masih bisa menyandak dirinya.”
“Setelah aku berhasil memperoleh barang itu siauw jin harus
mencari kalian kemana?” tanya sipencuri tiga tangan kemudian.
“Asalkan kau lari balik kemari sudah tentu bisa bertemu dengan
kita.”
“Baiklah,” ujar si pencuri tiga tangan sambil garuki kepalanya,
“Siauw jin segera akan mengejar dirinya, semoga saja di dalam dua
tiga hari ini bisa memperoleh hasil,”
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu
putar badannya beelalu dari sana.
“Tunggu dulu,” tiba-tiba Ti Then berteriak.
“Ti siauwhiap ada perintah apa lagi?” tanya sipencuri-tiga tangan
sambil putar badan.
“Tidak perduli kau berhasil mendapatkan barang itu atau tidak
lebih baik kau jangan membocorkan urusan ini ketempat luaran,
kalau tsdak sebelum kau berhasil mulai di dalam pekerjaanmu kau
bakal menemui kematian.”
“Baik, baik, baik . .” seru sipencuri tiga tangan berulang kali.
“Tentang hal ini siauw jin paham, sekali pun siauwjin sudah makan
nyali macan juga tidak akan berani membocorkan urusan ini
ketempat luaran”
“Kalau begitu baiklah, sekarang kau boleh pergi,” seru Ti Then
kemudian sambil mengulapkan tangannya.
Si pencuri tiga tangan cepat-cepat putar badannya dan berlari
meninggalkan tempat itu hanya di dalam sekejap saja dia sudah
lenyap di balik kegelapan.
Wi Lian In segera membungkukkan badannya memungut kembali
golok yang menggeletak di atas tanah itu lantas dibuangnya ke
tengah hutan setelah itu baru naik kembali ke atas kuda
tunggangannya dan tersenyum.
“Kau mengira dia bisa memperoleh hasil tidak ?”
“Ilmu mencopetnya sangat libsy sekali, ada kemungkinan dia bisa
memperoleh hasil,”
“Bilamana dia bisa memperoleh hasil kemungkinan sekali Cuo It
Sian tidak menduga kalau pekerjaan itu kita yang perbuat bukan ?”
tanya Wi Lian In kemudian.
“Bagaimana bisa jadi ?”
“Dulu sewaktu dia meocopet uang perakmu bukankah dia
berpura-pura seperti seorang mabok dan menumbuk dirimu ?”
“Tidak salah,” sahut Ti Then mengangguk.
“Bilamana waktu itu kau tidak merasa dan kemudian kau
menemukan uangmu sudah lenyap, tentu di dalam anggapanmu
sudah menduga dialah yang berbuat, bukan begitu ?”
“Benar”
“Kalau begitu jikalau dia mencopet dengan menggunakan cara
yang sama maka Cuo It Sian di kemudian hari bisa menduga kalau
pedang pendeknya itu ada kemungkinan dicopet orang lain,
sedangkan orang-orang Benteng Pek Kiam Po kita tidak ada seorang
pun yang memahami ilmu mencopet maka itu dia tidak akan
menduga kalsu pekerjaan itu kita yang perbuat.”
“Perkataanmu ini kedengarannya memang sangat beralasan”
seru Ti Then tersenyum.
“Apa mungkin salah?” tanya Wi Lian In heran.
“Menurut penglihatanmu: tidak perduli Si pencuri tiga tangan
hendak mencuri pedang pendek itu dengan cara apa pun sewaktu
Cuo It Sian menemukan pedang pendeknya kena tercuri maka dia
akan menduga itulah perbuatan dari kita.”
“Tetapi dia tidak mem punyai bukti.”
“Buat apa dia membutuhkan bukti?”
“Kalau begitu sewaktu dia menemukan pedang pendeknya tercuri
dan memastikan kalau perbuatan itu adalah hasil pekerjaan dari
Benteng Pek Kiam Po kita, coba kau pikir dia akan melakukan
gerakan apa lagi” tanya Wi Lian In.
“Sudah tentu dia akan berusaha untuk merebut kembali dari
tangan kita”
“Hmmm,” dengus Wi Lian Ia dengan dingin. “Kali ini dia jangan
harap bisa merebutnya kembali dari tangan kita,”
“Tetapi sekarang kita belum memperoleh hasil,”
“Aku percaya Si pencuri tiga tangan pasti akan berhasil” sahut Wi
Lian In sambil tertawa kikuk-
“Tadi kau menggunakan cara apa menotok jalan darah Hiat Bun
Sang ci Hiat-nya?” tanya Ti Then kemudian.
“Coba kau terka,” seru Wi Lian Im sambil tertawa ringan.
Ti Then segera angkat bahunya.
“Selamanya aku belum pernah mendengar kalau di dalam
Banteng Pek Kiam Po mem punyai semacam ilmu menotok jalan
darah yang menunggal, bukankah kau sedang beromong kosong?”
“Benar,” sahut Wi Lian In tertawa.
“Ehmmm?”
“Sungguh omong kosong”
“Kalau begitu kau menggunakan cara menotok yang mana
menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiatnya tanpa melukai
dirinya?”
“Kau masih tidak paham?”
“Benar.”
“Terus terang saja aku beritahu kepadamu aku sama sekali tidak
menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat-nya, aku sedang menipu
dirinya.”
“Aaaah , . . aaah ...”
“Bagus tidak?”
“Bagus sekali, haaa .haa “
000odwo000
Malam semakin kelam, mereka dengan menunggang kuda
melakukan perjalanan dengan sangat lambat sekali, setelah berjalan
selama satu kentongan akhirnya terlihatlah di samping jalan
terdapat sebuah kuil bobrok, mereka lantas masuk ke dalamnya
untuk beristirahat.
Keesokan harinya kembali mereka menunggang
melanjutkan perjalanannya mengejar ke depan.
kuda
Hari itu mereka berdua sudah melakukan perjalanan sejauh
ratusan li dan sampailah di sebuah kota kecil yang bernama Ngo Li
Pang-
Tiba-tiba tampaklah dari tempat kejauhan sipencuri tiga tangan
dengan amat cepatnya sedang berlari mendatang.
Baik Ti Then mau pun Wi Lian In yang melihat hal tersebut dalam
hati merasa sangat girang sekali, dengan cepat mereka melarikan
kudanya menyambut kedatangannya.
“Sudah berhasil?” tanya mereka hamper berbareng dan sama
sama meloncat turun dari atas kuda.
“Untung tidak menemui kegagalan, sudah aku dapatkan” seru si
pencuri tiga tangan sambil tertawa kegirangan.
Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar
sebuah pedang pendek beserta sarungnya !alu dengan
menggunakan sepasang tangannya diangsurkan kearah Ti Then.
Wi Lien In dengan cepat merebut pedang itu kemudian
dicabutnya pedang pendek tersebut untuk dilihat.
“Pedang ini
kegirangan.
tidak
salah
bukan?”
tanyanya
dengan
rasa
“Di dalam badannya tidak terdapat pedang yang kedua cuma ada
sebilah pedang itu saja,” ujar si pencuri tiga tangan sambil menyeka
keringat yang mengucur keluar membasahi dahinya.
Ti Then segera meminta kembali pedang itu dan dilihatnya
beberrpa saat lamanya, lantas dia memuji.
“Pekerjaan dari Cu Kiam Lojin memang sangat hebat sekali, dua
potong pedang yang sudah patah ternyata bisa disambung kembali
seperti sedia kala.”
“Kauw Ban Li, ilmu mencopetmu ternyata amat dahsyat sekali,
dia tidak merasa bukan?” tanya Wi Lian Ia tertawa.
“Waktu itu dia tidak merasa, tetapi sekarang ada kemungkinan
sudah merasa,”
“Kau turun tangan dimana?” taaja Wi Lian In lagi.
“Di dalam kota Hok Hong Sian tidak jauh dari tempat ini, dia
masuk ke dalam sebuah rumah makan.”
“Kapan?” tiba-tiba Ti Then menimbrung.
Si pencuri tiga tangan berdiam diri sebentar untuk tukar napas,
lantas baru jawabnya.
“Siang ini juga kurang lebih satu jam yang lalu”
“Kalau begitu kemungkinan sekali dia bisa balik kemari untuk
mencari, kita tidak boleh berbicara di tengah jalan, ayoh cepat
mencari satu tempat untuk menghindar,” seru Ti Then dsagan
cemas.
“Di atas bukit sana ada sebuah hutan, kita pergi ke dalam hutan
itu saja,” seru Wi Lian In kemudian sambil menuding kearah sebelah
kiri,
Selesai berkata dia segera meloncat turun dari kudanya dan
berjalan menuju ke atas bukit kecil itu.
Setelah mereka bertiga tiba di dalam hutan di atas bukit kecil itu
lantas bersama-sama duduk di atas rumput.
“Sudahlah,” terdengar Ti Then berkata. “Sekarang kita boleh
bcrcakap-cakap dengan hati lega, coba kau ceritakanlah kisahmu
sewaktu mencopet pedang pendek itu.”
Kemarin malam setelah siauw-jin meninggalkan kalian berdua
lantas melanjutkan perjalanan ke depan dengan mengikuti jalan
raya ini pagi ini aku sudah mengejarnya sampai di kota Hok Hong,
aku pikir dia tentu beristirahat di dalam kota itu makanya dengan
cepat siauw-jin melakukan penyelidikan. Setelah cari setengah
harian lamanya ternyata masih belum ketemu juga. Akhirnya
sewaktu siauw-jin hendak keluar dari kota mendadak tampak dia
berjalan masuk ke dalam kota.”
Dia barhenti sebentar untuk menukar napas. Lantas sambungnya
kembali.
“Siauw-jin melihat dia masuk ke dalam kota segera
membuntutinya dari tempat kejauhan, ketika melihat dia berjalan
masuk ke dalam sebuah rumah makan maka siauw-jin cepat-cepat
mengikutinya dari belakang, kita berpisah cuma dua kaki saja dan
saling berhadapan.
Dia minta macam-macam sayur untuk makan sedang siauw-jin
cuma minta semangkok mie saja maka itu sewaktu dia mulai makan
siauw-jin sudah selesai bersantap, sesudah membayar rekening
siauw-jin lantas berjalan lewat di samping badannya waktu itu kaki
kanannya direntangkan ditengah jalan maka siauw-jin pura-pura
tersangkut kakinya dan terjatuh ke depan.
Siauw-jin dengan mengambil kesempatan ini lantas mencekal
badannya untuk menahan badan sedangkan tangan yang lain
merogoh ke dalam sakunya mencuri pedang tersebut yang
kemudian hamba sembunyikan di dalam saku.
Setelah kejadian itu hamba pura-pura marah dan memakinya
beberapa kejap kemudian terburu-terburu aku meninggalkan rumah
makan itu dan lari kemari... demikianlah akhirnya aku menemukan
kalian di sini.”
“Bagus, perbuatanmu amat bagus sekali” seru Ti Then tertawa.
“Tetapi,” seru si pencuri tiga tangan itu lagi sambil tertawa pahit.
Sewaktu dia menemukan pedang pendeknya tercuri maka dia akan
tahu kalau perbuatan itu siauw-jin yang melakukannya dia tentu
masih teringat wayah dari siauw jin...”
“Soal ini tidak mengapa, dunia adalah amat luas sekali sedang
dia pun tidak tahu siapakah dirimu, untuk menemukan kau lagi
adalah amat sukar sekali.”
“Semoga saja demikian,” ujar sipencuri tiga tangan sambil
menghela napas panjang.
“Bilamana kau takut sampai ditemukan kembali olehnya maka
kau boleh jauh meninggalkan Siok Oauw dua daerah ini bersamaan
pula boleh sedikit merubah wayahmu, dengan demikian bukankah
tidak usah takut lagi dengan dirinya?”
Air muka sipencuri tiga tangan segera kelihatan sedikit murung.
“Siauw jin punya rencana untuk kembali bergulung didaerah
kota Tiang An saja tetapi...”
“Ada kesukaran apa?”
“Ti siauw-hiap dengan Liong Touw Lo toa kami apakah mem
punyai hubungan yang baik?” balik tanya sipencuri tiga tangan itu
sambil memandang tajam wayahnya.
“Tidak.” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
“Kalau begitu sudahlah.”
“Kau minta aku mewakili kau untuk mintakan keringanan dari
Liong Touw Lo toa kalian agar larangan tersebut bisa dicabut
kembali?”
“Benar,” sahut sipencuri tiga tangan sambil mengangguk, “Tetapi
kalau memangnya Ti Siauw hiap sama sekali tidak mem punyai
hubungan dengan Liong Toauw Lo toa kami hal itu tidak mungkin
bisa terjadi.”
“Sekali pun aku bisa memintakan keringanan dari Liong Touw Lo
toa kalian tetapi aku juga tidak bisa membantu pekerjaanmu ini,”
sahut Ti Then dengan wayah serius. “Bagaimana aku bisa
membantu seorang pencopet untuk minta keringanan kemudian
memberi kesempatan buat dirinya untuk mencopet harta kekayaan
orang lain?”
Air muka sipencuri tiga tangan itu segera berubah jadi memerah.
“Sekali pun siauw jin adalah seorang copet tetapi di dalam
kalangan penyahat pun ada caranya, siauwjin selamanya tidak
pernah turun tangan terhadap kaum miskin” serunya.
“Orang miskin tidak beruang sudah tentu kalian tidak bakal mau
turun tangan terhadap mereka.”
Sekali lagi sipencuri tiga tangan garuk garuk kepalanya, kepada
Wi Lian In kemudian ujarnya.
“Nona Wi sekarang kau boleh membantu siauw jin untuk
mengobati luka yang terluka dari tertotoknya jalan darah Hiat Bun
Sang Ci Hiat bukan?”
“Boleh.”
“Kalau begitu silahkan kau turun tangan sekarang juga.”
“Kau baru tertotok satu hari satu malam saja, luka dalam pun
belum terjadi. Sekarang cukup sedikit dipijit maka lukamu itu bakal
sembuh dengan sendirinya.”
“Baik... baik...” seru sipencuri tiga tangan dengan amat girang.
“Sebelum aku mengobati dirimu, aku memperingatkan satu
urusan lagi kepadamu, aku melarang kau untuk membocorkan
rahasia dimana kau pernah membantu kami mencurikan sebilah
pedang pendek dari diri Cuo It Sian, kalau tidak, jangan dikata kami
tidak akan mtngam puni dirimu. Cuo It Sian tahu akan hal ini dia
pun tidak bakal mau melepaskan dirimu.”
“Sudah tentu, sudah tentu,” sahut sipencuri tiga tangan berulang
kali.
“Siauw-jin sendiri juga tidak ingin mati, sudah tentu aku tidak
bakal membocorkan urusan ini ketempat luaran.”
“Ti Kiauw-tauw.” ujar Wi Lian In kemudian kepada diri Ti Then.
“Kau bantu aku pijitkan dirinya sebentar.”
Ti Then segera mengangguk.
“Baiklah, sekarang kau boleh berbaring di atas tanah.”
Sipencuri tiga tangan menurut dan merebahkan diri ke atas
tanah, Ti Then segera menepuk sebentar jalan darah Hiat Bun Sang
Ci Hiat di atas tubuhnya kemudian mengurutkan juga urat nadi yang
lain, setelah itu baru ujarnya,
“Sudah cukup, sekarang kau merasa nyaman tidak??”
“Sedikit pun tidak salah,” Sipencuri tiga tangan segera merasakan
badannya amat nyaman sekali, dengan cepat dia meloncat bangun.
“Nyaman..... nyaman sekali, serunya. Ti siauw hiap boleh dikata
mirip dengan Hoa Tou yang hidup kembali. Sungguh hebat sekali
kepandaianmu.”
“Ingat.” ujar Ti Then lagi sambil ketawa. “Di dalam enam bulan
ini kau dilarang mendekati lawan sejenis dan bermain perempuan.
Kalau tidak maka luka dalammu akan kambuh kembali.”
Sipencuri tiga tangan jadi melengak.
“Iiih... sungguh... sungguh??”
“Sudah tentu sungguh.”
Agaknya terhadap enam bulan dilarang bermain perempuan ini
sipencuri tiga tangan merasa sangat sedih dan tersiksa sekali dia
mengerutkan alisnya rapat-rapat lantas menghela napas panjang.
“Sungguh minta am pun, sungguh minta am pun...” serunya
sedih.
Mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In segera
berubah memerah.
“Apanya yang am pun am pun? cepat menggelinding pergi dari
sini,” bentaknya dengan keras.
“Ooh...” sipencuri tiga tangan segera sadar kembali, dengan
cepat dia merangkap tangannya menjura lantas putar badan
melarikan diri terbirit-terbirit dari sana.
Setelah Wi Lian In melihat dia telah pergi jauh, dia baru tertawa.
“Kau sungguh pintar omong kosong,” serunya.
“Orang semacam dia ini jikalau tidak dikasih sedikit pelajaran lain
kali masa bisa berubah jadi baik?
Dia mendengar selama setengah tahun tidak boleh main
perempuan ternyata wayahnya sudah berubah jadi amat murung
sekali, sungguh menggelikan.
Orang-Orang itu pinternya cuma makan, minum, judi, main
perempuan dan berbuat jahat, kini dia mendengar selama setengah
tahan lamanya harus mengekang napsu birahinya sudah tentu dia
merasa sedih hati.”
Wi Lian In segera menyawil ujung bajunya dengan tertawa malu-
malu ujarnya tiba-tiba.
“Eeeei..... aku mau tanya padamu, kau pernah bermain
perempuan tidak?”
“Tidak pernah..... tidak pernah.” seru Ti Then dengan gugap
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. “Sampai hari ini
juga aku masih seorang jejaka. kau jangan sembarangan
menuduh.”
“Hmmmm, aku tidak percaya.” Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya.
“Sungguh. Omong sesungguhnya sampai sekarang aku masih
tidak tahu bagaimana caranya bermain perempuan dan bagaimana
rasanya.”
“Kalau begitu begaimana kau bisa mengerti kata-kata main
perempuan dua kata itu?”
“Sekali pun belum pernah makan daging babi tetapi pernah juga
melihat babi lewat,” seru Ti Then sambil angkat bahunya. “Sekali
pun kita belum tahu bagaimana caranya main perempuan tapi tahu
juga kata-kata tersebut, bilamana sampai kata main perempuan saja
tidak tahu bukankah kau anggap aku sebagai seorang goblok?”
Wi Lian In tidak mengucapkan kata-kata lagi dia cuma tersenyum
saja.
“Kau tertawa apa?”
“Tidak mengapa, ayoh kita melanjutkan perjalanan lagi” seru Wi
Lian In kemudian sambil meloncat bangun.
Demikianlah mereka berdua segera naik kuda menuruni bukit
tersebut dan melanjutkan perjalanan kembali.
Karena takut ditengah perjalanan bertemu dengan Cuo It Sian,
maka mereka tidak berani menuju ke kota Hok Hong Sian melainkan
putar ke sebelah Selatan dan jauh-jauh menghindari kota tersebut
untuk kemudian melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke
sebelah Barat.
“Ayahku pada saat ini ada kemungkinan masih menunggu di kota
Tiong Cing Hu, bagaimana kalau kita langsung pergi mencari dirinya
lantas bersama-sama pulang ke dalam Benteng?” ujar Wi Lian In di
tengah jalan.
Ti Then yang secara diam-diam sedang berpikir kalau
pekerjaannya kali ini mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam tidak
lebih cuma membutuhkan dua puluh harian saja sudah tentu tidak
mau menyetujui usulnya ini, karena dia tahu bilamana dia
diharuskan mencari Wi Ci To dan mengajaknya pulang bersama-
sama maka ada kemungkinan dia segera akan menjodohkan
putrinya kepadanya, hal ini sudah tentu sangat menguntungkan
sekali terhadap usaha dari majikan patung emas karenanya dengan
cepat dia gelengkan kepalanya.
“Tidak, kita tidak perlu mencari ayahmu,” serunya.
“Kenapa?”
“Bilamana kita pergi kekota Tiong Cing Hu ada kemungkinan bisa
diketahui Cuo It Sian atau anak buahnya, sekarang kita sudah
memperoleh kembali pedang Bian Hun Kiam ini, lebih baik tidak
usah pergi mencari kerepotan lagi.”
“Jikalau kita mengubah kembali wayah kita siapa yang bakal
mengenal diri kita lagi?”
“Tetapi Cuo It Sian kenal dengan kuda serta anying ini” sahut Ti
Then.
Sambil menuding kearah kuda Ang Shan Khek serta sianying Cian
Lie Yen.
“Kalau kita tidak membawanya masuk ke dalam kota bukankah
hal ini sudah beres?” desak Wi Lian In lebih lanjut.
“Sekali pun dititipkan diluar benteng hal ini juga tidak aman.
Bukankah kau tahu sendiri kalau Cuo it Sian mem punyai banyak
lumbung padi diluar kota?”
“Hmmmm. Kau terlalu tidak bernyali” Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya.
“Ayahmu beberapa kali memesan wanti-wanti agar usaha kita ini
jangan sampai diketahui oleh Cuo it Sian, demi kebaikan lebih baik
kita tidak usah melewati kota Tiong Cing Hu saja,”
“Tetapi ayahku sama sekali tidak tahu kalau kita sudah
mendapatkan kembali pedang pendek itu, bilamana tidak memberi
kabar kepada dia orang tua...”
“Ayahmu pasti tahu” potong Ti Then dengan cepatnya.
“Bagaimana bisa jadi?” seru Wi Lian In melengak.
“Setelah Cuo It Sian mengetahui dia sudah kehilangan sebelah
pedang pendek. Coba kau pikir dia bisa berbuat bagaimana?”
“Pertama-tama dia akan pergi ke mana-mana untuk mencari diri
sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li.”
“Tidak salah,” sahut Ti Then membenarkan. “Tetapi dia tidak
tahu sipencuri tiga tangan adalah manusia dari daerah mana,
menurut keadaan pada waktu itu dia tidak mungkin bisa pergi
mencari diri sipencuri tiga tangan, maka itu akhirnya dia bisa
teringat untuk pergi kembali ke Benteng Pek Kiam Po kita.”
Dia berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi.
“Sewaktu da mengambil keputusan untuk pergi mengadakan
penyelidikan di dalam Benteng Pek Kiam Po maka dia tentu akan
pergi dulu ke kota Tiong Cing Hu, karena bagaimana pun dia pasti
akan lewat dikota tersebut bahkan ada kemungkinan dia harus
membawa beberapa orang pembantu...”
“Lalu bagaimana?” tanya Wi Lian In.
Setelah dia kembali kekota Tiong Cing Hu maka hal ini pasti akan
diketahui oleh ayahmu, sedang ayahmu cukup melihat sedikit
perubahan wayahnya saja maka dia bisa tahu kalau kita sudah
berhasil mendapatkan hasil, saat itu sudah tentu ayahmu akan
langsung kembali ke Benteng dengan sendirinya.
Bilamana Tia ditemukan oleh Cuo It Sian?
Hal itu tidak usah dikuatirkan lagi. Kepandaian silat dari ayahmu
jauh lebih tinggi dari kepandaian Cuo It Sian, sekali pun datang lagi
beberapa orang juga tidak bakal bisa menandingi dirinya.
We Lian In
mengangguk.
temenung
berpikir
sebentar.
Akhirnya
dia
Baiklah kita tidak usah pergi ke kota Tiong Cing Hu.
Sekembalinya ke dalam Benteng. Kita harus baik-baik
menyembunyikan kuda Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen itu
kalau tidak bilamana sampai diketahui oleh Cuo It Sian kalau sikuda
Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen ada di dalam benteng kami
maka dia segera akan tahu kalau Si tikus pembuat lubang Bun In
serta si kucing Bun Giok Kiauw yang ditemuinya hari itu dirumah
petani adalah kita orang.
Padahal Tia tidak seharusnya merasa takut terhadap dirinya,
jikalau dia diharuskan bertempur melawan orang dari benteng Pek
Kiam Po kita boleh dikata kepandaiannya masih terpaut sangat jauh
sekali.
Serangan terang-terangsan bisa ditangkis, serangan bokongan
sukar terhindar, dia tahu bertempur secara terang-terangan tidak
bakal menangkan kita sudah tentu dia akan bisa secara sembunyi
menculik orang kita.
“Bilamana membicarakan sampai soal ini aku teringat kembali
akan satu persoalan,” ujar Wi Lian In kemudian. “Kalau memangnya
pedang pendek ini adalah milik Cuo It Sian kenapa ayahku harus
merebutnya sedangkan Cuo It San yang tahu pedang tersebut
sudah diambil oleh ayahku kenapa dia tidak minta kembali secara
terbuka?”
“Di dalam hal ini sudah tentu ada persoalannya. Cuma saja kita
tidak tahu” ujar Ti Then tertawa.
“Masih ada lagi” ujar Wi Lian In lebih lanjut. “Ayahku
mendapatkan pedang pendek itu pasti ada gunanya, tetapi sebelum
Cuo It Sian merebut kembali pedang pendeknya itu kenapa Tia
sama sekali tidak pernah menggunakan pedang itu untuk melakukan
sesuatu pekerjaan.”
“Bagaimana kau bisa tahu tidak pernah,” bantah Ti Then dengan
cepat.
“Selama beberapa tahun ini aku merasa semua pekerjaan yang
dilakukan oleh Tia sama sekali tidak ada hubungan dengan pedang
pendek tersebut.”
“Kali ini kita berhasil mencuri kembali pedang pendek, aku rasa
ayahmu pasti bisa menceritakan seluruh kejadian kepada kita.”
“Semoga saja demikian.”
Pada wajahnya secara tiba-tiba tersungginglah satu senyumam
yang kemalu-kemaluan ujarnya.
“Semoga juga setelah urusan selesai kita bisa hidup dengan
tenang dan bahagia.”
“Benar,” sahut Ti Then mengangguk. “Sejak aku menyabat
sebagai Kiauw tauw sampai hari ini belum pernah secara sungguh-
sungguh menurunkan pelajaran ilmu silat kepada jago pedang kita,
aku rasa hal ini sungguh patut disesalkan.”
“Hal ini tidak dapat menyalahkan dirimu, omong terus terang saja
selama setengah tahun apabila tidak ada kau maka benteng Pek
Kiam Po kita entah sudah berubah jadi bagaimana?”
“Omong sebaliknya,” ujar Ti Then sambil tertawa. “Bilamana
tidak ada aku maka hubunganmu dengan Hong Mong Ling tidak
bakal retak. Sedangkan benteng Pek Kiam Po- pun tidak bakal
terkena serangan dari sianying langit rase bumi, kau tidak boleh
menyalahkan orang lain, semua bencana ini akulah yang membawa
datang.”
“Omong kosong,” seru Wi Lian In dengan manyanya. “Kalau kau
berkata demikian, berarti juga kau senang kalau aku kawin dengan
Hong Mong Ling manusia jahanam itu?”
“Aku tidak mengartikan demikian....”
“Jikalau kau tidak suka dengan aku omonglah. Terus terang
karena Tia ada kemungkinan sudah akan mengambil keputusan.”
“Kau marah lagi,” seru Ti Then sambil tertawa.
“Sudah tentu aku sangat marah.” seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya. “Kau orang sungguh membingungkan, kau
selalu menganggap kaulah yang sudah merusak hubunganku
dengan Hong Mong Ling.”
“Sudah..... sudahlah, kita tidak usah membicarakan lagi soal ini.”
“Bilamana kau sungguh suka padaku maka tidak seharusnya kau
merasa sedih dan menyesal dikarenakan persoalan tersebut.
Seharusnya kau menganggap kau telah menolong aku loloskan aku
dari mulut macan.”
Di dalam hati diam-diam Ti Then tertawa pahit.
“Tidak.” pikirnya di dalam hati, “Bilamana kau sungguh-sungguh
bisa kawin dengan Hong Mong Ling hal itu sungguh bagus sekali
dan tidak bakal terjadi urusan apa pun. Tetapi bilamana kau mau
kawin dengan aku hal itu benar-benar seperti juga menghantar kau
kemulut macan.”
Wi Lian In yang melihat dia tidak mengucapkan sepatah kata pun
segera memandang dirinya tajam-tajam.
“Lain kali kau tidak akan membicarakan perkataan ini lagi
bukan?” tanyanya.
“Tidak.” Sahut Ti Then sambil tertawa paksa.
“Aku sebetulnya sedang amat gembira, mendengar perkataanmu
itu sekarang aku merasa seluruh perutku jadi kotor dan mual
rasanya.”
“Baik, siauw-jin memang berdosa dan patut menerima hukuman
mati.” Seru Ti Then dengan cepat.
“Hmmm...” Dengus Wi Lian In, tetapi sebentar kemudian dia
sudah tertawa cekikikan.
Ti Then- pun tertawa, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata
pun.
“Di dalam hati aku sudah mem punyai perhitungan. Entah kau
setuju atau tidak?” ujar Wi Lian In kemudian.
“Coba katakanlah.”
“Setelah kita kembali ke dalam Benteng dan menyerahkan
pedang pendek Bian Hun Kiam itu kepada ayahku, bagaimana kalau
kita pergi kekota Tiang An untuk bermain dan sekalian membeli
sedikit barang?”
“Setuju,” seru Ti Then dengan amat girangnya. “Cuma saja ada
kemungkinan ayahmu tidak setuju. jikalau ayahmu menjetujui kita
pergi sudah tentu aku amat setuju sekali.”
“Hal ini sukar untuk dikatakan.”
“Coba kau bilang Tia ada alasan apa melarang kita pergi?”
“Alasannya ada dua, Pertama kita harus menyaga di dalam
benteng untuk bersiap-siap menghadapi serbuan dari Cuo It Sian
yang hendak merebut kembali pedangnya, Kedua, haaa... haaaa...
sesudah aku bicara kau jangan marah lho.”
“Kau bicaralah.”
“Hari itu sewaktu ada di dalam kebun bunga di dalam Benteng
kau pernah beritahu kepadaku katanya ayahmu bermaksud hendak
menjodohkan dirimu kepadaku, maka aku duga setelah kita kembali
ke dalam Benteng kemungkinan sekali ayahmu segera mengambil
keputusan, dengan demikian kita bukankah tidak bisa pergi?”
“Soal pertama aku tidak berani bicarakan, soal kedua kau tidak
perlu kuatir” seru Wi Lian In dengan malu lantas dia melototi dirinya
dengan gemas. “Sekali pun ayahku mengumumkan pernikahan kita
tetapi belum tentu langsung diadakan perayaannya, dia bisa
menunggu sesudah kita kembali dari kota Tiarg An kemudian
mencarikan satu hari yang amat bagus.”
“Kalau memangnya bisa begitu hal itu amat bagus sekali,” ujar Ti
Then tersenyum. “Aku pun sudah kepingin sekali pergi kekota
Tiang An untuk menarik uang lima belas laksa itu untuk dibagikan
kepada fakir miskin, uang kertas dari Giok Bian Lang-cun itu sudah
aku bawa selama berbulan-berbulan lamanya, kalau tidak cepat-
cepat diambil mungkin kertasnya akan hancur sendiri.”
“Dapatkah kau mengambil sedikit diantara uang itu untuk
membelikan satu hadiah buat aku,” tanya Wi Lian in sambil tertawa.
“Hal ini boleh saja, cuma saja kau akan menganggap hadiahku
sangat tidak berharga.”
“Kau punya rencana hendak menghadiahkan aku apa?”
“Jikalau diharuskan menggunakan uang lima belas laksa maka
tidak perduli mau beli barang apa pun tidak boleh lebih satu tahil
perak.”
“Iih..... satu tahil perak?” tanya Wi Lian In tertegun.
“Benar satu tahil perak,” sahut Ti Then sambil mengangguk.
“Aduuhh... kikir benar kau ini,” teriak Wi Lian In dengan amat
keras.
“Kalau uang sebesar lima belas laksa ini milikku maka aku boleh
menggunakan seluruh uang itu untuk membelikan hadiah buatmu.”
“Hmmm, tidak kusangka kau jujur benar,” seru Wi Lian In sambil
tertawa pahit.
00odwo00
Setelah menempuh perjalanan selama sembilan hari lamanya
akhirnya pada siang hari itu juga sampailah mereka di dalam
Benteng Pek Kiam Po dalam keadaan selamat.
Shia Pek Tha sekalian yang melihat Wi Lian In pulang bersama-
bersama Ti Then jadi merasa terkejut bercampur girang, mereka
masing-masing pada mengerubung maju untuk menanyakan
bagaimana caranya dia bisa menemukan kembali Ti Then.
Wi Lian In lantas menceritakan apa yang dirasanya boleh
dibicarakan, setelah itu baru kembali ke dalam kamarnya.
“Saudara-Saudara sekalian.” ujar Ti Then kemudian kepada para
jago pedang merah yang ada di sana. “Tentunya kalian ingin
mengetahui apa yang telah siauwte kerjakan sewaktu keluar dari
Benteng ini bukan? tetapi dikarenakan Pocu sudah pesan wanti-
wanti kepada siauw-te untuk jangan membocorkan rahasia ini maka
maaf siauw-te tidak dapat menceritakan hal ini kepada saudara
sekalian.
Satu-Satunya hal yang bisa siauw-te katakan adalah tugas yang
diserahkan kepada siauw-te oleh Pocu sudah siauw-te laksanakan
dan mencapai hasil yang diinginkan.”
“Pocu kita kapan baru bisa kembali ke dalam benteng?” tanya
Shia Pek Tha kemudian.
“Menurut dugaan siauw te, ada kemungkinan paling lambat
sepuluh hari kemudian Pocu baru kembali.”
“Pocu kami telah pergi kemana? Dapatkah Ti Kiauw tauw
memberitahukan kami?” sambung Ki Tong Hong lebih lanjut.
“Tidak bisa,” sahut Ti Then sambil tersenyum. “Karena apabila
siauwte mengatakan kemana Pocu sudah pergi berarti pula telah
membocorkan rahasia ini.”
“Sudahlah... sudahlah,” ujar Shia Pek Tha kemudian sambil
tertawa lalu menarik tangan Ti Then. “Tidak perduli Ti Kiauw tauw
mendapatkan tugas yang bagaimana pun untuk diselesaikan
ditempat luaran. Kali ini dia bisa pulang ke dalam Benteng dalam
keadaan selamat kita harus merayakannya, ayoh jalan, kita pergi
minum arak.”
Malam ini setelah bersama-bersama bersantap malam Ti Then
berserta Wi Lian In yang dikarenakan lelah melakukan perjalanan
jauh segera bersama kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.
Ti Then tahu pada tengah malam nanti patung emas bisa
munculkan dirinya. Tetapi dia yang dikarenakan sudah tidak merasa
terperanyat oleh kemisteriusan dari majikan patung emas maka itu
tidak sampai memikirkan kembali urusan itu di dalam hati, tidak
lama setelah dia naik ke atas pembaringan dia sudah tertidar
dengan amat pulas.
Ternyata sedikit pun tidak salah, baru saja lewat kentongan
ketiga majikan patung emas sudah munculkan dirinya.
Dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dia sudah
membuka atap rumah lantas menurunkan patung emasnya
kesampng pembaringan Ti Then.
“Ti Then, kau bangunlah” seru majikan patung emas dengan
mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suaranya.
Dengan terkejut Ti Then sadar dari pulasnya, sambil menggosok
matanya dia bangkit duduk.
“Selamanya tanpa kuundang kau datang sendiri,” serunya
dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.
“Apanya yang tidak benar?” tanya majikan patung emas sambil
tertawa.
“Aku baru bisa tidur pulas setelah tiba di dalam benteng, tetapi
kau selalu saja tidak membiarkan aku tertidur dengan nyaman dan
enak.”
“Aku mau tahu selama sebulan ini patung emasku sudah berbuat
pekerjaan apa saja ditempat luaran.”
“Seharusnya kau telah tahu dengan sendirinya bukan?”
“Apa maksudmu?”
“Apa dia belum pulang?”
“Siapa yang kau maksudkan dengan "dia"?”
“Manusia berkerudung baju biru yang kau kirim untuk mengawasi
seluruh gerak gerikku itu.”
Agaknya majikan patung emas merasa sangat kaget sekali.
“Kau... kau sudah bertemu dengan dirinya?” tanyanya cepat.
“Benar,” sahut Ti Then tenang. “Bahkan kita pernah bercakap-
cakap.”
“Harus dibunuh, harus dibunuh.” Seru majikan patung emas
sambil mendengus dingin. “Ternyata dia tidak melakukan
pekerjaannya sesuai dengan perintahku.”
“Kecuali kau perintahkan dirinya untuk mengawasi aku secara
diam-diam kau masih perintah dia untuk melakukan pekerjaan apa
lagi?”
“Tidak ada,” sahut majikan patung emas. “Aku cuma perintah dia
untuk mengawasi seluruh gerak gerikmu secara diam-diam karena
aku takut kau sengaja mengulur-ulur waktu dan tidak langsung
pergi mencuri pedang itu.”
“Sebetulnya dia adalah apamu?”
“Kau tidak tahu?”
“Walau pun kami pernah bercakap-cakap tetapi dia sama sekali
tidak membocorkan rahasiamu.”
“Kalau begitu bagus sekali.”
“Sebenarnya dia adalah apamu?” sekali lagi Ti Then bertanya.
“Kau tidak perlu tahu.”
Ti Then segera tersenyum.
“Sskali pun kau tidak berbicara kemungkinan sekali aku bisa
menebaknya sendiri.”
“Sekali lagi aku memberi peringatan kepadamu, jika kau berani
menyelidiki sesuatu yang menyangkut diriku, aku tidak akan berlaku
sungkan lagi terhadap dirimu.”
“Dia adalah putramu?” Ti Then tidak perduli tetapi bertanya
terus.
“Bukan.”
“Kalau begitu anak muridmu?”
Majikan patung emas segera menggerakkan patung emasnya
dengan gaya hendak menyerang.
“Kau cari mati?” tanyanya dengan gusar.
“Sekali pun aku kepingin mati belum tentu kau membiarkan aku
mati,” seru Ti Then mengejek.
“Kau sudah salah menduga” seru majikan patung emas tertawa
dingin. “Aku boleh gagal di dalam rencanaku tetapi aku tidak akan
membiarkan kau mengetahui siapakah aku orang.”
“Kau tidak berani membiarkan aku tahu, siapakah kau orang
tetapi berani membiarkan dia tahu, kalau memang demikian pada
waktu semula kenapa kau tidak menyuruh dia mewakili diriku?”
“Ada bermacam-macam persoalan, dia tidak bisa mewakili kau
untuk masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po.”
“Kelihatannya dia masih amat muda,” seru Ti Then membantah.
“Kepandaian silatnya- pun tidak jelek, ada alasan apa dia tidak bisa
menggantikan diriku?”
“Alasannya tidak bisa diutarakan keluar.”
“Aku tahu,” ujar Ti Then kemudian sambil tertawa. “Wajahnya
tentu tidak mendatangkan rasa simpatik dari orang lain, jikalau dia
yang disuruh masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi Lian In
tentu tidak suka kepadanya, bukan begitu??”
“Yangan banyak omong lagi,” potong majikan patung emas
dengan gusar. “Sekarang aku mau kau beritahu kepadaku, dimana
kau sudah menemukan dirinya sedang membuntuti dirimu? apa
yang sudah kalian bicarakan??”
“Sebetulnya aku tidak menemukan kalau dia sedang membuntuti
diriku, dialah yang munculkan diri dengan sendirinya.”
“Kenapa dia mau munculkan dirinya untuk bertemu muka dengan
dirimu?”
“Alasannya dia bisa munculkan diri dikarenakan hendak
menolong nyawaku, karena sewaktu ada di atas gunung Bu Leng
san secara tidak sengaja sudah terjatuh ke tangan sipendekar
tangan kiri Ciat Pit Yuan.”
“Iiih.... sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan bersembunyi
di atas gunung Bu Leng san?” tanya majikan patung emas dengan
sangat terperanyat.
“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Dia sudah menerima
seorang murid yang bernama Kwek Kwan San, guru murid dua
orang berdiam di dalam sebuah rumah gubuk di atas gunung
tersebut.
Waktu itu aku lewat di sana dan bertemu dengan muridnya Kwek
Kwan San, semula tidak tahu kalau dia adalah anak murid dari si
Cian Pit Yuan itu, sehingga menerima undangannya untuk menginap
satu malam di rumah gubuknya.”
Segera dia menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya
sewaktu ada di dalam rumah gubuk tersebut.
“Demikianlah akhirnya dia munculkan dirinya dan menolong aku
untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah.” Ujar Ti Then
mengakhiri kisahnya.
Sehabis mendengar kisahnya itu majikan patung emas baru bisa
menghela napas panjang.
“Oooh.... Kiranya demikian,” ujarnya. “Kalau begitu di dalam
keadaan seperti itu memang ada keharusan untuk munculkan
dirinya untuk menolong dirimu lolos dari bahaya maut, aku tidak
bisa menyalahkan dirinya.”
“Kemungkinan sekali dia bakal dengan cepat kembali kerumah.”
Ujar Ti Then dengan mengambil kesempatan ini.
“Benar.....” sahut majikan patung emas tanpa terasa.
Tapi sebentar kemudian dia sudah merasa kalau dia sudah salah
ngomong, cepat-cepat bantahnya.
“Aaaah.... tidak... tidak. Dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam
Benteng Pek Kiam Po ini.”
Mendengar perkataan tersebut diam-diam Ti Then merasa amat
geli sekali, pikirnya.
“Perduli kau adalah seekor rase tua berusia ribuan tahun,
akhirnya keterlanjur ngomong juga. Hmmm... hmmm.... sekarang
aku sudah tahu kalau kau mem punyai seorang anak buah yang
menyelinap di dalam Benteng Pek Kiam Po ini.”
Walau pun di dalam hatinya dia berpikir demikian tetapi pada
mulutnya dia sudah menyawab.
“Kalau begitu bagaimana kalian bisa bertemu dan saling
berhubungan berita?”
“Soal ini adalah rahasiaku. Kau tidak perlu tahu.”
“Rahasiamu sungguh tidak sedikit,” seru Ti Then tertawa.
“Tidak usah
laporanmu.”
banyak
omong
lagi,
sekarang
teruskanlah
“Setelah meninggalkan gunung Bu Ling san aku cepat-cepat
melakukan perjalanan menuju kegunung Cun san, setelah
mengetahui tempat tinggal dari Cu Kiam Lo jin, Kan It Hong adalah
di dalam gua naga serta gua macan maka aku segera berangkat
menuju kegua naga dan punya maksud untuk mencari dari gua itu
terlebih dulu, siapa tahu baru saja memasuki gua tersebut
mendadak dari dalam gua sudah berkumandang keluar suara orang
yang sedang berbicara....”
Majikan patung emas yang mendengar secara tiba-tiba Cuo It
Sian turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lojin dengan amat
terperanyatnya dia menjerit kaget.
“Nama besar serta sifat kependekaran Cuo It Sian sudah
memenuhi seluruh angkasa dan tersebar luas didalan Bu lim, tidak
kusangka sama sekali dia bisa melakukan pekerjaan yang demikian
rendahnya, kenapa dia turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lo
jin?”
“Dia tidak mengharapkan ada orang yang tahu kalau dia pernah
membetulkan pedang ditempatnya Cuo Kiam Lojin. Atau dengan
perkataan lain dia tidak ingin orang orang dari Bu lim mengetahui
kalau pedang pendeknya itu pernah patah jadi dua bagian.”
“Alasannya?” tanya majikan patung emas.
“Tidak tahu.”
“Ehmmm... kalau dikata mungkin Cuo It Sian pernah
menggunakan pedang itu untuk....” ujar majikan patung emas
setelah termenung berpikir keras, tetapi setelah sampai ditengah
jalan dia bungkam sekali.
Ti Then yang mendengar dia tidak melanjutkan kembali kata-
kata-nya segera bertanya.
“Kenapa?”
“Tidak mengapa.” Sahut majikan patung emas kemudian setelah
termenung berpikir keras bsberapa saat lamanya. “Lalu akhirnya
bagaimana?”
“Dia menyeret jenasah dari Cu Kiam Lojin ke dalam gua dan
menguburnya.
Karena aku sudah memperoleh larangan dari Wi Ci To untuk
munculkan diri merampas barang itu, secara diam-diam aku
membuntutinya terus dari belakang, aku punya maksud untuk
mencari kesempatan yang baik, malam itu setelah dia melakukan
perjalanan sejauh lima puluh li, mungkin dikarenakan telah lelah
maka akhirnya dia duduk beristirahat di atas tanah tidak lama
kemudian mendadak muncul kembali seorang yang melakukan
perjalanan malam.”
“Siapa?” timbrung majikan patuag emas dengan cepat.
“Tahukah kamu orang di dalam Bu lim ada seorang yang
bernama sikakek pedang baja Nyio Sam Pak?”
“Tahu,” sahut majikan patung emas. “Nama besar dari sikakek
pedang baja Nyio Sam Pak jauh di atas dari Cuo It Sian, apakah
orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah Nyio Sam Pak?”
“Bukan, orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah anak
murid dari Nyio Sam Pak yang bernama silang sakti Cau Ci Beng.”
Mendengar perkataan tersebut majikan patung emas jadi sangat
terperanyat.
“Apakah mereka sudah mengadakan pertemuan ditempat itu?”
“Bukan.” Bantah Ti Then kemudian. “Si elang sakti Cau Ci Beng
cuma lewat ditempat itu saja. Ketika dia menemukan Cuo It Sian
ada di sana dia segera berhenti dan memberi hormat, karena dia
pun kenal dengan dirinya, kiranya Cuo It Sian dengan suhunya Nyio
Sam Pak adalah kawan lama. Menurut apa yang aku dengar, pada
waktu yang lalu Cuo It Sian pernah membantu Nyio Sam Pak
menghindarkan diri dari suatu bencana, untuk membalas budi itu,
Nyio Sam Pak lantas menghadiahkan satu pedang Biat Hun
kepadanya, pedang itu adalah pedang yang dibawa Cuo It Sian
untuk disambung kembali di rumahnya Cu Kiam Lo jin.”
“Kalau demikian adanya rahasia yang menyelubungi pedang
pendek itu ada kemungkinan mem punyai sangkut pautnya dengan
diri Nyio Sam Pak,” ujar majikan patung emas memberikan
pendapatnya.
“Aku kira tidak ada.”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
Demikianlah akhirnya Ti Then menceritakan kembali bagaimana
Cuo It Sian membinasakan diri silang rajawali Cau Ci Beng...
akhirnya dia menambahkan.
“Ditinyau dari hal ini bilamana pedang pendek Biat Hun itu ada
rahasia yang mem punyai sangkut paut dengan diri Nyio Sam Pak
tidak seharusnya Cuo It Sian turun tangan membinasakan dirinya.”
“Heee.... heee....” terdengar majikan patung emas tertawa
dingin. “Di dalam satu hari berturut-turut membinasakan dua orang,
hati Cuo It Sian benar-benar amat kejam sekali.”
“Dia pernah bergumam seorang diri katanya semua ini adalah Wi
Ci To yang memaksa sehingga dia berbuat serong.”
“Menurut perkataan yang diucapkan itu aku menduga tentunya
dia pernah menggunakan pedang pendek itu untuk melakukan satu
urusan yang jahat, sehingga sewaktu Wi Ci To memperoleh pedang
tersebut, dia jadi kelabakan dengan sendirinya.”
“Soal ini aku pun pernah memikirkannya, tetapi aku rasa tidak
mirip.....”
“Kalau tidak, apa lagi alasan yang cocok?”
“Aku sendiri juga tidak tahu,” ujar Ti Then setelah ditanyakan
oleh majikan patung emas itu.
“Aku rasa agaknya Wi Ci To belum sampai memegang semua
buktinya, karena menurut perkataan dari Wi Ci To sendiri dia sudah
menyimpan potongan pedang itu selama tiga tahun lamanya, jikalau
dikata Wi Ci To sudah mencekal satu bukti yang nyata kenapa
selama tiga tahun ini dia tetap merahasiakannya?”
“Mungkin Wi Ci To hendak menggunakan kesempatan ini untuk
memaksakan sesuatu dengan dirinya, atau kemungkinan juga
setelah didesak beberapa kali akhirnya Cuo It Sian jadi nekat dan
mengambil tindakan untuk merebut kembali potongan pedang itu.”
“Tidak.”
“Kau menganggap Wi Ci To tidak bisa melakukan pekerjaan ini?”
tanya majikan patung emas sambil tertawa.
“Benar,” sahut Ti Then singkat.
“Kau tidak merasa Wi Ci To adalah seorang manusia yang amat
misterius?”
“Tetapi aku percaya dia adalah seorang yang jujur dan berhati
lurus,” sambung Ti Then cepat.
“Sudahlah, sekarang lanjutkan laporanmu, secara bagaimana kau
bisa mencuri kembali pedang pendek tersebut.”
Ti Then- pun segera menceritakan bagaimana disebuah rumah
penginapan dikota Hoa Yong Sian secara tidak sengaja dia sudah
bertemu dengan Wi Lian In dan bagaimana dengan menggunakan
ketajaman penciuman dari sianying Cian Li Yen melakukan kejaran
terhadap diri Cuo It Sian dan akhirnya kurang sedikit ketahuan
rahasianya sewaktu ada dirumah petani diluar kota Kong An Sian.
Dan paling akhir dia bagaimana menyuruh sipencuri tiga tangan
untuk mencuri kembali pedang pendek itu.....
Selesai mendengarkan kisah tersebut majikan patung emas
segera tertawa.
“Cuo It Sian dengan membuang banyak akal dan tenaga
bersusah payah untuk merebut kembali potongan pedang itu kini
tercuri kembali oleh kalian, bilamana dia tahu saking cemasnya
mungkin bisa jadi gila dengan sendirinya.”
“Aku sama sekali tidak menaruh simpatik kepadanya.”
“Lalu pedang Biat Hun Kiam itu apakah
dibadanmu?” tanya majikan patung emas tiba-tiba.
sekarang
“Benar.”
“Bagaimana kalau diperlihatkan sebentar kepadaku.”
“Tapi kau tidak boleh bawa lari lho.”
ada
Majikan patung emas tertawa.
“Bilamana aku bermaksud membawa lari bukankah sama saja
mendatangkan kerepotan buat diriku sendiri?”
Di dalam hati Ti Then tahu dia benar-benar sangat
mengharapkan dirinya bisa memperoleh penghargaan dari Wi Ci To
sehingga berhasil mempersunting Wi Lian In sebagai istrinya,
karena itu dia tidak mungkin dia mau membawa lari pedang pendek
Biat Hun tersebut karena bilamana dia sampai berbuat demikian
bukankah sama saja merusak rencana kita sendiri? Karena itu dia
segera melepaskan pedang pendek itu dan diberikan kepada patung
emas yang ada di hadapannya tersebut.
Majikan patung emas segera menarik patung emasnya itu ke atas
dan melihat sebentar pedang pendek itu.
“Pedang pendek ini kelihatannya biasa
keistimewaannya apa pun,” ujarnya kemudian.
saja,
tidak
ada
“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Aku pun tidak bisa
melihat adanya satu keistimewaan.”
“Tetapi aku benar-benar merasa kagum atas kelihayannya dari
Cu Kiam Lojin yang bisa menyambung pedang itu sehingga tidak
kelihatan sedikit bekas pun.”
“Benar.”
Majikan patung emas segera meletakkan pedang pendek itu ke
atas pergelangan tangan dari patung emasnya lagi dan
mengereknya turun ke bawah.
“Ini terimalah kembali,” serunya.
Setelah menerima kembali pedangnya, Ti Then lantas berkata
lagi.
“Eeei. aku mau pergi tidur, bagaimana kalau malam ini sampai di
sini saja??”
“Tidak, aku masih ada perkataan yang hendak ditanyakan
kepadamu, kapan Wi Ci To baru kembali?”
“Mungkin sepuluh hari lagi.” Sahut Ti Then dengan cepat.
“Aku dengar perkataan dari para jago yang ada di dalam Benteng
katanya Wi Ci To sudah memberikan putrinya kepadamu, maka itu
setelah dia pulang ke dalam Benteng dia pasti mengumumkan
pernikahan kalian.”
“Kalau tidak, kau jangan menyalahkan aku lho.”
“Kecuali secara diam-diam kau main setan, kalau tidak pasti
berhasil,” ujarnya majikan patung emas dengan suara berat.
“Aku tidak sedang main setan, maksudku bilamana sampai terjadi
lagi suatu peristiwa kemungkinan sekali Wi Ci To akan
menangguhkan perkawinan diantara kita. Hal ini jelas adalah suatu
alasan yang betul.”
“Setelah pedang pendek itu direbut kembali kau rasa bisa terjadi
peristiwa apa lagi?” tanya majikan patung emas.
“Hal ini sukar untuk dibicarakan, setelah Cuo It Sian menemukan
kalau pedang pendeknya sudah tercuri sudah tentu dia akan
menaruh curiga kalau pekerjaan ini pasti hasil perbuatan dari Wi Ci
To, maka itu aku menduga Cuo It Sian pasti datang. “
“Dia tidak punya bukti. Bagaimana berani datang kebenteng Pek
Kiam Po untuk mencari gara-gara?”
“Untuk merebut kembali pedang pendek itu dia sudah
membinasakan berpuluh-puluh orang banyaknya. Kau pikir kali ini
dia tidak berani memperlihatkan satu permainan setan lagi?”
“Bilamana dia berani datang mencari gara-gara lagi, hal ini
berarti pula hendak merusak rencanaku. Saat itu aku tidak akan
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirinya,” ancam majikan
patung emas dangan keren.
“Kau ingin berbuat apa?”
“Bunuh dirinya berarti juga membantu Bu lim melenyapkan satu
sumber bencana kau setuju bukan kalau aku turun tangan
membinasakan dirinya?”
“Aku tidak menolak.”
“Bagus sekali,” sahut majikan patung emas dengan girang. “Jika
tidak datang yaaa sudahlah, bilamana datang maka aku surah dia
tidak dapat kembali kekota Tiong Cing Hu lagi.”
Berbicara sampai di sini dia segera menarik patung emasnya ke
atas, menutup atap rumah dan lenyap tak berbekas.
Ti Then pun segera jatuhkan diri ke atas pembaringan dan sekali
lagi tertidur dengan amat pulasnya.
Tiga hari kemudian sipedang naga emas Wi Ci To sudah kembali
ke dalam Benteng Pek Kiam Po.
Begitu sampai di dalam Benteng dengan cepat dia
memerintahkan Ti Then untuk menghadap ke dalam kamar
bacanya.
“Ti Kiauw tauw, kau berhasil?” tanyanya.
“Benar...” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Untung boanpwe
berhasil mencuri kembali pedang Biat Hun ini.”
Sambil berkata dia mengambil keluar pedang pendek itu dan
diangsurkan ke depan.
Wi Ci To setelah menerima pedang ini lantas dengan telitinya
diperiksa sebentar. Tetapi sebentar kemudian air mukanya berubah
sangat hebat.
“Secara bagaimana kau pergi mencuri pedang pendek ini?”
tanyanya sambil mengangkat kepalanya.
Ti Then segera menceritakan seluruh kisahnya dengan amat jelas
sekali....
Ketika dilihatnya Wi Ci To sedang mengerutkan alisnya rapat-
rapat dia jadi merasa heran.
“Ada apanya yang tidak beres?” tanyanya.
Wi Ci To tertawa pahit lantas mengangkat pedangnya ke depan.
“Kau sudah tertipu,” serunya.
“Tertipu?” tanya Ti Then melengak.
“Benar, tetapi hal ini tidak bisa salahkan dirimu...”
“Pedang pendek itu adalah palsu?”
“Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, “Walau pun bentuk serta
besar kecilnya persis seperti pedang Biat Hun tersebut tetapi di atas
pedangnya tidak terdapat tulisan Biat Hun dua kata.”
Ti Then segera merasakan wajahnya amat panas sekali, matanya
terbelalak lebar-lebar.
“Apa mungkin tulisan itu sudah jadi lumer sswaktu Cu Kiam Lojin
menyambung kembali potongan itu?” tanyanya.
“Pasti tidak.”
Kening yang dikerut Ti Then semakin mengencang, dengan
gemasnya dia berseru,
“Tentulah sipencuri tiga tangan yang sudah main setan dengan
aku, dia tidak berani mencopet pedang pendek Cuo It Sian lantas
mencarikan satu pedang pendek lalu menipu diriku, bangsat cilik...”
“Tidak benar...” potong Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.
“Pasti bukan sipencuri tiga tangan yang main setan, karena dia
belum pernah melihat pedang Biat Hun tersebut sehingga tidak
mungkin pula baginya untuk pergi mencari sebilah pedang pendek
yang persis untuk menipu dirimu.”
“Kalau begitu boanpwe yang kena ditipu oleh Cuo It Sian
bajingan tua itu?” ujarnya Ti Then sambil membelalakan matanya.
“Benar, kemungkinan sekali sewaktu dia mengenal kembali kuda
Ang Shan Khek sewaktu ada dirumah petani itu dalam hatinya
sudah timbul rasa curiganya, karena itu dia segera
menyembunyikan pedang Biat Hun yang asli dan
mencarikan satu yang palsu untuk dibawa dibadannya.”
sengaja
Mendengar penjelasan tersebut Ti Then segera tertawa pahit.
“Bagaimana pun jahe yang tua jauh lebih pedas, boanpwe sama
sekali tidak menyangka kalau dia bisa berbuat demikian” ujarnya.
“Dia memang benar-benar pinter sekali, sekali ini hampir-hampir
saja lohu- pun kena ditipu olehnya.”
“Apakah di dalam kota Tiong Cing Hu dia sudah pasang seorang
penggantinya??”
“Benar, bagaimana kau bisa tahu?” tanya Wi Ci To melengak.
“Hal itu boanpwe ketahui setelah memikirkan dan mencocok-
cocokkan semua kejadian yang ada, beberapa bulan yang lalu
dikarenakan boanpwe menaruh curiga dialah yang sudah melakukan
jual beli dengan Hu Pocu, pernah bersama-bersama dengan Lian In
pergi menyambangi dirinya. Dia yang melihat boanpwe menaruh
curiga terhadap dirinya dia segera mengeluarkan satu bukti yang
amat kuat sekali, dia bilang setiap hari penduduk dikota Tiong Cing
Hu melihat dia ada di dalam kota dan minta boanpwe mengadakan
penyelidikan, saat itu boanpwe sudah tentu amat percaya.”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 31
IA BERHENTI sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi
”Dikemudian hari setelah boanpwe benar-benar yakin dialah yang
membinasakan diri Hong Mong Ling maka di dalam pikiranku segera
berkelebat satu ingatan. Boanpwe merasa pastilah ada seseorang
yang menyamar sebagai dirinya dan setiap hari ada dirumahnya
dikota Tiong Cing Hu untuk melindungi seluruh gerak geriknya, kali
ini dia pergi ke tempat Cu Kiam Lojin untuk membetulkan
pedangnya bahkan mem punyai maksud untuk membunuhnya pula,
sudah tentu dia menyuruh orang yang menyamar sebagai dirinya itu
untuk setiap hari berlalu lalang di dalam kota Tiong Cing Hu agar
semua orang melihatnya, dikemudian hari apabila ada orang yang
menaruh curiga terhadap dirinya dan menudub dialah yang sudah
membunuh Cu Kiam Lojin maka saat itulah dia akan meminta
penduduk disekitar kota Tiong Cing Hu untuk bertindak sebagai
saksi kalau dia orang sama sekali belum pernah meninggalkan kota
Tiong Cing Hu barang setapak pun."
"Memang demikian adanya " sahut Wi Ci To sambil mengangguk.
"Kali ini Lohu pergi kekota Tiong Cing Hu setiap hari bisa melihat dia
pergi main catur di dalam sebuah rumah penyual teh, selama itu
Lohu selalu tidak mengetahui kalau dia adalah Cuo It Sian palsu,
sampai pada tengah malam suatu hari di sana untuk keempat
kalinya Lohu masuk ke dalam rumahnya untuk mencuri pedang
pendek itu mendadak Lohu sudah menemukan ada dua orang Cuo
It Sian muncul di tanah lapangan halaman belakangnya saat itulah
Lohu baru tahu dia orang sebenarnya punya seseorang yang
sengaja menyamar sebagai dirinya . . "
"Waktu itu apakah pocu tidak mendengar dia membicarakan soal
dia orang sudah menggunakan sebilah pedang pendek yang lain
ditukar dengan pedang Biat hun Kiam yang asli?" tanya Ti Then
kemudian.
"Tidak!" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya." Hal itu
boleh dikata adalah kesalahan Lohu sendiri yang terlalu bernapsu
dan gegabah, ketika Lohu mendengar Cuo It Sian mengatakan
"Sudah dicuri dikota Hok Hong Sian" maka di dalam anggapanku
kau sudah berhasil mendapatkannya. karena itu secara diam-diam
aku sudah mengundurkan diri dari sana, dan tidak melanyutkan
mencuri dengar pembicaraan mereka."
"Lalu seharusnya bagaimana baiknya ?”
Wi Ci To termenung berpikir sebentar mendadak sambil
menengok kearah depan pintu ujarnya :
"Lian In, kau masuklah!"
Mendengar perkataan tersebut Ti Then jadi melengak, tetapi
sebentar kemudian dia sudah tertawa.
"Aaaaah ..... kiranya Lian In sedang mencuri dengar diluar kamar
.. ”
Tampak pintu kamar dengan perlahan-lahan didorong ke dalam
kemudian tampaklah Wi Lian In dengan wajah yang masih diliputi
oleh rasa malu berjalan masuk ke dalam kamar baca itu.
”Tia. ” serunya malu, "Pendengaranmu sungguh tajam sekali, aku
baru saja samppai ditempat ini.”
”Kalau begitu orang yang mencuri dengar diluar kamar sejak tadi
tentunya bukan kau orang melainkan budak setan lainnya,” ujar Wi
Ci To sambil tertawa gemas.
Ait muka Wi Lian In seketika itu juga berubah memerah.
„Hmm.“ dengusnya, „Tia sungguh pintar sekali memaki orang
dengan jalan berputar, aku tidak cuma berdiri sebentar saja diluar
kamar.“
„Apa yang aku bicarakan dengan Kiauwtauw kau sudah
mendengar semuanya, sekarang aku mau bertanya kepadamuo kau
punya akal apa yang baik?“ ujar Wi Ci To sambil tertawa.
„Hal ini harus melihat maksud hati dari Tia, jikalau Tia sudah
mengambil keputusan untuk merebut kembali pedang Biat Hun
Kiam itu maka aku bsserta Ti Kiauw tauw terpaksa harus pergi
mencuri lagi“
„Sudah tenta lohu punya maksud hati untuk merebut kembali
pedang pendek itu.
Cuma saja jikalau kita tidak mencarikan satu akal yang bagus
rasanya tidak akan mudah mendapatkan hasil.“
Tiba-tiba tampak Ti Then bangkit berdiri dan berjalan menuju ke
pintu kamar untuk menengok sebentar keadaan ditempat luaran,
setelah dilihatnya tidak ada jagoan pedang dari Benteng yang
berada disekeliling tempat itu dia baru berputar kembali dan berkata
dengan suara yang amat lirih sekali :
„Boanpwe punya satu akal, cuma saja tidak dapat dibicarakan
secara terus terang“
„Coba kau katakanlah,“ ujar Wi Ci To sambil memandang tajam
wajahnya.
Ti Then segera maju satu langkah mendekati badannya lantas
bungkukkan badannya membisikkan sesuatu ketelinganya, akhirnya
dia menambahkan :
„Pocu rasa bagaimana dengan siasat ini?”
Air muka Wi Ci To segera memperlihatkan rasa girangnya,
dengan cepat dia mengangguk.
"Siasat ini bagus sekali, kita boleh coba. . . , Coba . . . kita boleh
coba-Coba!" Serunya.
"Cuma saja tidak tahu bagaimana dengan perawakan badannya?"
"Lohu sendiri pun sudah ada tujuh, delapan tahun lamanya tidak
pernah bertemu dengan dirinya, bagaimana perawakan badannya
lohu sendiri juga tidak begitu jelas, tetapi bagaiamana pun kita
harus pergi melihatnya pula, sampai waktunya kita mengambil
keputusan kembali."
"Eeeei. . . . sebetulnya ada urusan apa?” tanya Wi Lian In tidak
sabaran lagi.
"Lian In!" ujar Wi Ci To tersenyum dan menoleh kearah putrinya.
"Siasat dari Ti Kiauw-tauw yang begitu baik untuk mencuri kembali
pedang itu, untuk kali ini terpaksa kau tidak boleh mengikutinya."
"Asalkan aku mengetahui alasan yang melarang aku ikut pergi
sudah tentu aku tidak akan pergi !" Seru Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya.
"Sudah tentu mem punyai alasan yang tidak memperbolehkan
kau ikut, bilamana kali ini kau tetap ngotot untuk ikut maka semua
siasat dari Ti Kiauw tauw tidak bisa dijalankan lagi.”
Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata yang amat gemas
terhadap diri Ti Then tanyanya dengan wajah yang penuh rasa tidak
senang.
”Apa tokh sebetulnya siasat yang kau usulkan itu?”
”Bila kau menyanggupi untuk tidak ikut pergi maka aku baru
beritahu kepadamu” sahut Ti Then tersenyum,
”Kau tidak mau bicara juga tidak mengapa” teriak Wi Lian In
semakin tidak senang, ”Pokoknya aku masih punya seekor anying
Cian Li Yen untuk membuntuti dirimu.”
Mendadak air muka Wi Ci To berubah jadi amat keren sekali,
”Kali ini jikalau kau menggunakan anying Cian Li Yen untuk
membuntuti lohu serta Ti Kiauw tauw lagi maka aku tidak akan
mengakui sebagai putriku lagi.“
Wi Lian In yang melihat ayahnya berbicara dengan demikian
serius dan keren tidak terasa lagi dia jadi bergidik.
”Tia, kau hendak pergi bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw ?”
tanyanya terperanyat.
”Benar, kami mau pergi menyambangi seseorang kemudian baru
pergi kekota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang.”
”Mau menyambangi siapa ?“ tanya Wi Lian In lebih lanjut,
„Kau kemarilah, aku akan memberitahukan siasat dari Ti
Kiauwtauw itu.”
Wi Lian In segera berjalan mendekati ayahnya. Wi Ci To pun
lantas memberitahukan siasat dari Ti Then itu dengan suara yang
amat lirih.
Selesai mendengar Wi Lian In mengangguk.
„Kira-kira harus membutuhkan beberapa lama?" tanyanya.
“Paling cepat juga satu setengah bulan,” sahut Wi Ci To setelah
berpikir sebentar.
“Aku setuju tidak ikut pergi, tetapi tentunya aku boleb pergi
ketempat lain untuk jalan-jalan bukan ?”
”Kau ingin pergi kemana?”
”Tiang An”
”Mau berbuat apa?“
„Aku sudah sebesar begini tetapi selamanya belum pernah pergi
kekota Tiang An, aku ingin mencari pengalaman sekalian membeli
barang aku dengar katanya barang yang ada di-ibu kota jauh lebih
baik dari barang-barang di kota lain.“
”Kalau mau main, kesempatan di kemudian hari masih amat
banyak“ ujar Wi Ci To tertawa. „Sedangkan mengenai pembelian
barang, jikalau barang itu adalah keperluan untuk perkawinanmu
nanti, kau boleh berlega hati aku bisa kirim orang untuk pergi beli
barang-barang tersebut buatmu.“
Air muka Wi Lian In segera berubah
mendepakkan kakinya ke atas tanah ujarnya.
memerah
sambil
”Siapa yang mau pergi beli barang keperluan kawin, aku cuma
ingin membeli sedikit barang saja.”
”Tidak perduli kau hendak membeli barang apa pun sebelum
lohu berhasil merebut kembali pedang pendek Biat Hun Kiam itu kau
dilarang meninggalkan benteng seorang diri, jikalau kau tidak mau
mendengar omonganku maka aku tidak akan menyayangi dirimu.”
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
”Tia, kau takut aku terjatuh kembali ke tangannya Cuo It Sian
bajingan tua itu?”
”Benar.”
”Soal ini sebetulnya Tia tidak perlu kuatir, perjalanan putrimu kali
ini menuju kekota Tiang An adalah . ..”
Medadak Wi Ci To ulapkan tangannya memotong pembicaraan
selanjutnya.
”Biarlah lohu beritahu satu persoalan lagi kepadamu. . ”
Sehabis berkata dia menarik dirinya ke samping badannya lalu
membisikkan sesuatu perkataan kepadanya.
Selesai mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In
segera berubah merah padam, dengan rasa amat malu sekali dia
menutupi wajahnya sendiri.
”Tidak, aku tidak mau.”
Dengan menundukkan kepalanya dia lari keluar dari kamar baca
tersebut.
Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak.
Ti Then yang melihat perubahan wajah antara ayah beranak itu
dia segera mengetahui tentunya Wi Ci To sudah mengatakan
sesuatu kepada putrinya, sehingga membuat dia merasa malu
sekali.
„Pocu, kau orang tua memberitahukan soal apa kepadanya ?“
tanyanya sambil tertawa paksa.
„Lohu beritahu kepadanya, bilamana dia tidak baik-baik tinggal di
dalam Benteng maka aku tidak akan membiarkan dia kawin“
Ti Then segera tersenyum, lalu dengan cepat mengalihkan bahan
pembicaraannya.
”Pocu punya rencana berangkat kapan ?”
”Bagaimana kalau besok pagi ?”
”Boanpwe ikuti saja keputusan dari Pocu.”
”Kalau begitu kita berangkat besok pagi saja.”
”Baikiah,” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya menjura.
”Pocu silahkan beristirahat, boanpwe ....”
”Ti Kiauw-tauw, silahkan duduk lagi” tiba-tiba Wi Ci To mengulap
tangannya memutuskan perkataan selanjutnya. ”Lohu masih ada
perkataan yang hendak dibicarakan dengan dirimu.”
Terpaksa Ti Then duduk kembali. “Pocu ada petunjuk apa?”
tanyanya.
Dengan sinar mata yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan
wajahnya, dia tersenyum,
”Ada satu persoalan yang selama ini Lohu belum pernah
menanyakan kepadamu, pernahkah kau kawin?” tanyanya.
”Belum” sahut Ti Then dengan hati berdebar-debar amat keras
sekali.
”Kalau begitu bagus sekali” seru Wi Ci To kegirangan. ”Aku mau
tanya satu persolan lagi, bagaimana pandanganmu terhadap putriku
itu?”
Wajah Ti Then segera berubah jadi merah padam seperti kepiting
rebus saking malunya.
”Lian In ba . . . bagus sekali,” sahutnya sambil tertawa malu-
malu.
”Selama hidupku lohu cuma mem punyai seorang putri dia saja,
maka itu rasa sayangku kepadanya amat berlebih-lebihan, tetapi
jika dilihat dari tindak tanduknya sifatnya boleh dikata tidak jelek.”
”Benar, benar . . ”
”Bilamana Ti Kiauw-tauw tidak menampik, bagaimana kalau Lohu
jodohkan saja kepadamu”
”Boanpwe tidak becus di dalam sega1a-galanya, mungkin tidak
memadai untuk mendapatkan diri Lian In,” sahut Ti Then sambil
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
”Ti Kiauw tauw tidak usab terlalu merendahkan diri, pemuda
yang demikian baiknya seperti dirimu boleh dikata selama hidupku
lohu baru untuk pertama kali menemuinya maka bilamana kita
bicarakan memadai atau tidak seharusnyalah putrikulah yang tidak
memadai,”
”Tidak berani, pocu terlalu memuji.”
”Bilamana kau mem punyai perhatian khusus terhadap putriku
maka setelah berhasil mencuri pedang pendek itu, lohu segera akan
menguruskan perkawinan kalian, tetapi bila kau tidak
punya
perhatian juga tidak mengapa, bagaimana?”
”Pocu bisa memandang tinggi boanpwe . boanpwe merasa
sangat berterima kasih sekali,” seru Ti Then dengan gugup. ”Cuma
saja , , Cuma saja . ,”
”Cuma saja bagaimana?”
”Cuma saja boanpwe bisa jadi seorang Kiauw tauw yang baik
tetapi belum tentu bisa jadi seoraog menantu yang baik”
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To segera tertawa
”Soal ini Lohu tidak akan merasa kuatir, omong terus terang saja
Lohu sudah memperhatikan dirimu lama sekali, terhadap seluruh
tindak tandukmu lohu boleh dikata sudah mengetahui amat jelas
sekali.”
”Tapi boanpwe merasa.. . merasa boanpwe bukanlah . . bukanlah
seorang manusia baik” seru Ti Then tertawa pahit.
”Tidak” seru Wi Ci To dengan tegas, ”Kau adalah seorang
pemuda yang amat bagus dan berhati jujur, walau pun dalam
hatimu ada kemungkinan sudah tersembunyi satu rahasia yang
tidak dapat diberitahukan kepada orang lain tetap! tidak perduli
apakah rahasia itu lohu berani memastikan kalau kau adalah
seorang manusia yang dapat dipercaya.”
Dalam hati Ti Then merasa semakin menyesal lagi.
”Dugaan dari Pocu sedikit pun tidak salah, Boanpwe mem punyai
suatu rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang lain . . ”
serunya terharu.
Wi Ci To segera goyangkan tangannya mencegah dia orang
untuk melanjutkan kembali perkataannya.
”Kalau memangnya tidak boleh diberitahukan kepada orang lain
lebih baik tidak usah dibicarakan lagi” ujarnya sambil tertawa
ramah, ”Lebih baik sekarang kita bicarakan soal perkawinan saja,
bilamana tidak setuju maka Lohu tetap adalah Pocu-mu sedangkan
kau pun tetap merupakan Kiauw-tauw diri Lohu,”
Sampai keadaan seperti ini boleh dikata situasi dari Ti Then
seperti naik di atas pungguag macan mau turun pun tidak sanggup
lagi. Terpaksa dia menigggalkan tempat duduknya dan jatuhkan diri
berlutut dihadapas Wi Ci To lantas menyalankan penghormatannya.
”Gakhu, ada dia di atas, terimalah satu penghormatannya.”
Wi Ci To benar-benar merasa sangat girang sekali, dengan cepat
dia ulur tangannya membimbing dia bangun kemudian tertawa
terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
”Haaa , . ha. bagus sekali. lain kali setelah kembali ke dalam
Benteng lohu pasti akan mencarikan satu hari yang bagus untuk
kawinkan diri kalian.”
Ti Then segera bangkit berdiri, tangannya dilurus ke bawah dan
berdiri tidak bergerak, dia tidak tahu haruskah hatinya merasa
murung atau girang, keadaannya amat mengenaskan sekali.
”Satu-satunya syarat yang harus kau terima adalah setelah kau
kawin dengan putriku maka kalian harus tetap tinggal di dalam
benteng, dan kau pun tetap menyabat sebagai Kiauw tauw dari
Benteng Pek Kiam Po” sambung Wi Ci To lagi sambil tertawa.
“Baik”
”Kau punya usul lain?” tanya Wi Ci To lagi.
“Tidak ada”
“Kalau begitu sekarang kau boleh kabarkan berita bagus ini
kepada Wi Lian In bersamaan pula peringatkan kepadanya untuk
jangan meninggalkan benteng setelah kita pergi, jika kau yang
mengatakannya dia malah mau mendengar, pergilah!”
Ti Then segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar
baca itu setelah menyalankan penghormatan kembali.
Setelah itu dia baru berjalan menuju kamar Wi Lian In.
Sesampainya di depan kamar Wi Lian In tampaklah pada waktu
itu si budak Cun Lan sedang berjalan keluar dari dalam ruangan.
Dia segera menghentikan langkah kakinya.
”Siocia ada di kamar?” tanyanya.
”Ada,” sahut Cun Lan singkat.
”Tolong panggil dia keluar.”
”Ti Kiauw tauw kenapa kau tidak mau masuk sendiri ke dalam?”
ujar Cun Lan sambil tertawa.
”Aaa . . . aku . aku boleh masuk ?” tanya Ti Then malu-malu.
”Sudah tentu boleh.” sahut Cun Lan sambil tertawa geli.
Selesai berkata bukannya masuk ke dalam kamar untuk melapor
sebaliknya malah lari keluar.
Ti Then tak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa dia melanjutkan
langkah kakinya masuk ke dalam kamar.
”Lian In . , , , Lian In , ,” teriaknya berulang kali.
”Siapa ?”
Suara dari Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamar,
jika didengar dari nada suaranya jelas membawa serta tertawa yang
ditahan-tahan agaknya dia sudah tahu Ti Then yang datang tetapi
sengaja bcr pura-pura tolol.
”Aku” sahut Ti Then sambil menghentikan langkah kakinya.
”Siapa kau?” tanya Wi Lian In lagi tetap tidak munculkan dirinya.
”Si tikus membuat lubang Bun Ih” sahut Ti Then tertawa.
”Kau hendak cari siapa ?”
”Mau cari calon istriku . .”
„Siapa calon isterimu itu ?“
“Wi Lian In”
“Sungguh besar nyalimu, jikalau didengar Tia mulutmu tentu
akan ditampar sampai keluar darah,”
“Aku tidak takut, aku memangnya mendapat peritah dari ayahmu
sengaja datang mencari calon istriku.”
Ketika Wi Lian In mendengar perkataannya yang terakhir ini
bagaikan segulung angin kencang dengan cepatnya berlari keluar,
jelas sekali kelihatan biji matanya yang jeli mengandung rasa girang
yang bukan alang kepalang.
”Kau . .kau bilang apa?” tanyanya girang bercampur malu-
”Aku mendapat perintah dari Gakhu dia orang tua untuk datang
kemari mencari calon istriku.” seru Ti Then sambil menepuk
dadanya sendiri.
Di hadapan Ti Then, Wi Lian In tidak merasa malu lagi seperti
sewaktu ada di hadapan ayahnya, mendengar perkataan ini dia
segera menarik tangan Ti Then,
”Tia bilang apa?”
”Dia orang tua tanya aku maukah mengawini dirimu sebagai
isteriny, bilaman mau maka dia menyuruh aku berlutut dan
menyalankan penghormatan besar kepadanya “
”Lalu kau sudah jalankan?” tanya Wi Lian In dengan sangat
cemas.
“Sudah,” sahut Ti Then mengangguk.
Wi Lian In jadi amat girang sekali.
“Lalu bagaimana?” tanyanya cepat.
“Dia bilang setelah kita berhasil mendapatkan pedang pendek itu
maka dia akan mengawinkan kita berdua, tetapi ada satu syarat.”
”Syarat apa?”
”Sebelum kita balik kembali ke dalam Benteng kau dilarang
meninggalkan Benteng, kalau berani melanggar batal.”
”Aku tidak pergi sudahlab, buat apa kau membicarakan soal itu
demikian seriusnya” seru Wi Lian In sambil tertawa,
”Kau adalah putri kesayangan dari ayahmu, kau tidak boleh
membuat dia merasa kuatir, begitulah tindakan seoraag anak yang
berbakti kepada orang tuanya.”
Wi Lian In segera mengangguk.
„Aku bersumpah tidak akan keluar pintu benteng barang
selangkah pun,” serunya kemudian.
„Jika di dalam Benteng kau merasa megganggur bolehlah kau
bantu aku membuatkan beberapa stel pakaian, sekarang apa pun
aku tidak punya sampai waktunya kswin kalau diharuskan memakai
baju yang kuno dan jelek bukankah akan menggelikan para tamu
saja?”
„Baiklah,“ sahut Wi Lian In sambil mengangguk berulang kali.
„Aku bisa pergi ke dalam kota untuk membeli bahan kain yang
paling bagus untuk membuatkan tiga lima stel pakaian buat dirimu,
ada lainnya?“
”Tidak ada”
”Kapan kau berangkat?”
”Besok pagi.”
Wi Lian In yang mendengar kekasihnya hendak berangkat
meninggalkan dirinya
Begitu cepat jelas dari air mukanya memperlihatkan rasa
keberatannya,
”Aku ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan
dirimu, bagaimana kalau kita duduk-duduk di dalam kebun burga?”
tanyanya.
”Baiklah.”
Sesampainya di dalam kebun bunga akhirnya Wi Lian In tidak
berbicara terlalu banyak, mereka berdua dengan berdiam diri saling
berpelukan dengan mesranya.
Malam itu sehabis bersantap malam Wi Ci To mengumpulkan
semua jago pedang merah yang ada di dalam Benteng dan
mengumumkan kalau besok bendak keluar Benteng bersama-sama
dengan Ti Then untuk membereskan satu urusan sesudah memesan
wanti-wanti dan menyerahkan seluruh pekerjaan yang ada di dalam
Benteng kepada anak muridnya dia membubarkan semua orang dan
mengundurkan diri ke kamar untuk beristirahat.
Ti Then pun kembali ke dalam kamarnya sendiri, si pelayan tua
Locia dengan matanya yang sipit berjalan masuk ke dalam kamar
membawa seteko air teh panas.
”Ti Kiauw tauw, aku dengar kau hendak keluar benteng lagi?”
tanyanya.
"Tidak salah, besok harus berangkat.”
”Kali ini kau hendak pergi kemana?"
"Rahasia ini tidak boleh dibocorkan."
"Aku budak tua masih mendengar satu berita bagus lagi, berita
baik ini tentunya Ti Kiauw-tauw boleh membocorkannya bukan?”
"Berita baik apa?" tanya Ti Then pura-pura bodoh-
Si Locia segera tertawa haa haa hi hi, ”Aku dengar katanya Pocu
telah menjodohkan sio-cia kepadamu, bukan begitu?"
"Kau dengar berita ini dari siapa?" tanya Ti Then sambil tertawa
tawar.
"Semua jago pedang yang ada di dalam benteng sudah pada
tahu."
”Mereka dengar dari siapa?"
"Katanya Sio-cia memberitahukan soal ini kepada Cun Lan, dan
Cun Lan lah yang membocorkan ke tempat luaran."
'Hmmm! budak itu memang sangat cerewet sekali!"
Si Lo-cia segera tertawa.
"Peristiwa yang patut digirangkan oleh siapa pun ini, kenapa Ti
Kiauw-tauw mengelabuhi kita juga ?" ujarnya.
"Teringat akulah yang merusak hubungan perkawinan antara
dirinya dengan Hong Mong Ling aku merasa sedikit tidak enak”
Senyuman yang menghiasi bibir Lo-cia segera lenyap tak
berbekas diganti dengan satu wajah yang serius,
"Ti Kiauw-tauw bagaimana bisa berkata demikian ?" ujarnya
keras. "Bangsat cilik itu sudah terpikat oleh kecantikan wajah
seorang pelacur rendahan hal ini sudah merupakan satu persoalan
yang amat memalukan sekali, bagaimana kau bisa berkata dirimulah
yang telah menghancurkan ikatan perkawinan mereka ?"
"Jago-jago pedang yang ada di dalam Benteng
mendengar berita ini, bagaimana tanggapan mereka.?"
setelah
"Semuanya setuju, mereka menganggap sio-cia memang paling
pantas kalau dijodohkan dengan diri Ti Kiauw-tauw!” Sahut Si Lo-cia
dengan cepat.
"Tidak ada seorang pun yang merasa tidak setuju ?"
"Tidak ada! Tidak ada !" Sahut Lo-cia dengan cepat gelengkan
kepalanya.
"Baiklah, Lo-cia, kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat
aku pun mau pergi tidur."
" Baik .... baik . . , ” sahut Lo-cia tertawa lalu bungkukan
badannya memberi hormat. "Ti Kiauw-tauw
pun. silahkan
beristirahat"
Sehabis berkata dia segera mengundurkan diri dari sana.
Ti Then berjalan mendekati depan jendela, setelah mendengar
Lo-cia telah kembali ke kamarnya sendiri dia baru mengambil lampu
dan mengetuk di depan jendela tiga kali, selesai memadamkan
lampu dia baru naik ke atas pembaringan untuk tidur.
Dia berbaring di atas pembaringan tidak bergerak sedikit pun,
tetapi dalam hati dia merasa pikirannya amat tajam sekali, bahkan
benar-benar membingungkan hatinya.
Wi Ci To mengatakan pedang pendek itu adalah palsu walau pun
hal ini berada diluar dugaannya semula tetapi dia merasa sangat
gembira sekali, karena dengan demikian dia bisa melarikan diri lagi
dari waktu yang sudah ditetapkan, dia tidak takut untuk dikawinkan
cepat-cepat dengan Wi Lian In tetapi di hadapan Wi Ci To sudah
bilang mau menjodohkan putrinya kepadanya, hal ini membuat
harapannya jadi musnah! Dia selalu mengharapkan Wi Ci To bisa
menghapuskan maksud hatinya ini.
Sekarang akhirnya datang juga kenyataan tersebut.
"Siasat serta rencana" yang disusun oleh majikan patung emas
akhirnya jadi kenyataan juga, setelah lewat satu setengah bulan
kemudian dia bakal jadi suami istri dengan Wi Lian In. Sewaktu dia
sudah jadi suami dari Wi Lian In maka majikan patung emas bisa
memerintahkan perintahnya yang kedua, apakah perintahnya itu?
Mencuri sebuah barang dari Wi Ci To yang sama sekali Tidak
berharga"
”Benar !” Majikan patung emas berkata demikian, tetapi
perkataan ini tidak tentu benar, jikalau apa yang diminta majikan
patung emas adalah semacam barang yang sama sekali "Tidak
berharga" kenapa dia tidak memintanya sscara terbuka kepada diri
Wi Ci To ? Sebaliknya menyusun rencana yang demikian ruwetnya
untuk menyalankan maksudnya itu?
Maka itu satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil olehnya
adalah :
Barang yang diminta majikan patung emas itu tentulah barang
yang paling disayang dan paling disenangi oleh Wi Ci To!
Kalau memangnya barang itu adalah barang yang paling
disayangi oleh Wi Ci To jikalau dirinya mengikuti perinlah dari
majikan patung emas dan mencuri barang tersebut bukankah
dengan demikian sudah membuat dosa terhadap mertuanya Wi Ci
To? merasa berdosa dengan istrinya Wi Lian In?
Berdosa terhadap Wi Ci To masih tidak begitu memberatkan,
tetapi kalau berdosa terhadap Wi Lian In hal ini merupakan satu
kesalahan yang maha besar bagaimana aku boleh merusak
kebahagian dari seorang nona!
Satu-satunyanya jalan adalah segera meninggalkan benteng Pek
Kiam Po, tidak lagi menjadi patung emasnya majikan patung emas,
tetapi dengan demikian majikan patung emas pasti tidak akan
melepaskan dirinya dengan begitu saja,
Kalau dirinya mati memang sama sekali tidak perlu disayangkan,
tetapi bagaimana dengan kerugian yang diderita oleh Yuan
Lociaopwe gara-gara dirinya?
Teringat akan diri "Yuan Locianpwe” .... orang tua penjual silat
itu ... hatinya semakin merasa seperti diiris-iris, sangat menderita
sekali, karenanya sekali pun sudah bolak-balik lama sekali dia tidak
bisa tidur juga.
Kurang lebih mendekati kentongan ketiga itulah dia baru dengan
perlahan tertidur dengan pulasnya.
Tetapi pada saat itu juga mendadak terdengar suara dari majikan
patung emas berkumandang masuk ke dalam telinganya.
"Ti Then, ada urusan apa kau mencari aku?" tanyanya.
Ti Then segera membuka matanya kembali, tampak majikan
patung emas sudah menurunkan patung emasnya ke samping
pembaringannya, dia segera bangun duduk.
"Apa kau tidak mendengar sedikit berita pun?" tanya Ti Then
dengan mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suara pula.
"Aku cuma tahu Wi Ci To sudah pulang, lainnya sama sekali tidak
tahu,"
"Kalau begitu sekarang aku mau beritahu kepadamu satu berita
baik dan satu berita jelek, harap setelah kau mendengar berita baik
itu jangan kelewat girang dan setelah mendengar berita jelek
jangan kelewat marah."
"Hmmmm!" dengus majikan patung emas dengan dingin. "Kau
bangsat cilik pinter juga putar-putar dulu kalau bicara. cepat
katakanlah!"
"Aku beritahu dulu berita jelek . . . besok pagi aku mau
meninggalkan Benteng Pek Kiam Po lagi"
"Mau apa ? tanya majikan patung emas cepat,
Ti Then tidak menyawab melainkan melanjutkan kembali kata-
katanya
"Wi Ci To minta aku pergi bersama-sama dirinya, paling cepat
satu setengah bulam kemudian baru pulang."
"Mau apa?" desak majikan patung emas lebih lanjut.
"Cari pedang.”
"Eehmm?”
"Pergi ke kota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang pendek Biat
hun Kiam milik Cuo it Sian itu lagi !"
"Hmm ! apakah Cuo It Sian mem punyai pedang pendek Biat Hun
Kiam yang kedua ?”
"Tidak ada, dia cuma ada sebilah saja."
"Kalau memang cumanya sebilah, bukankah pedang tersebut
sudah kau curi kembali?"
"Tidak, aku sudah kena tertipu oleh siasatnya Cuo It Sisn,
pedang yang aku curi pulang bukanlah pedang pendek Biat Hun
Kiam yang sebenarnya."
"Bagaimana bisa terjadi ?”
"Cuo It Siaii menduga tentu kami bisa berusaha uatuk mencuri
kembali pedang pendek itu maka dia menyembunyikan pedang Biat
Hun Kiam yang asli sebaliknya membawa satu pedang tiruan yang
persis seperti Biat Hun Kiam di dalam badannya, kami tidak
menduga dia bisa berbuat demikian- karenanya sudah tertipu."
"Wi Ci To yang memecahkan rahasla ini ?”
"Benar.”
"Kalian bakal mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam asli dengan
menggunai cara apa ?"
"Wi Ci To bilang setelah sampai di kota Tiong Cing Hu baru
mencari akal lagi..." sahut Ti Then dengan cepat,
"Harus membutuhkan satu setengah bulan lamanya ?"
"Benar, kau tahu Cuo It Sian adalah seorang rase tua yang amat
licik, dia tidak akan menyembunyikan pedang-pendek Biat Hun Kiam
itu di suatu tempat yang mudah dicuri orang lain."
"Hmmm ! sungguh banyak urusan yang terjadi !"
"Sekarang aku mau memberitahu satu berita yang baik, ini hari
Wi Ci To sudah menjodohkan Wi Lian In kepadaku”
"Dia bicara bagaimana ?"
”Dia tanya kepadaku maukah aku memperistri putrinya, jikalau
aku mau maka aku disuruh menyalankan upacara penghormatan
terlebih dulu maka aku melaksanakan permintaannya itu.”
”Dia bilang kapan baru melaksanakan perkawinan kalian?”
”Sudah tentu setelah berhasil mencuri pedang pendek Biat Hun
Kiam dan kembali ke dalam Benteng”
”Apakah dia tidak mengucapkan syarat apa?”
”Ada, dia minta aku tetap tinggal di dalam Benteag Pek Kiam Po
dan melanjutkan menyabat sebagai Kiauw-tauw, dan aku sudah
setuju.”
”Soal ini sedikit pun tidak jelek”
”Apa yang kau rencanakan sudah bakal jadi kenyataan bukan?”
sindir Ti Then.
”Ehmm . . .”
”Sekarang kau beleh beritahu apa tujuanmu yang sebenarnya?”
”Tidak dapat.”
”Lebih baik kau beritahu kepadaku saja barang apa yang kau
inginkan itu jikalau aku merasa bisa kuambilkan sekarang juga aku
bisa pergi mencurinya untukmu, kalau barang itu tidak dapat aku
ambil sekali pun aku sudah kawin dengan Wi Lian In juga sama
saja tidak bakal bisa ambilkan buat dirimu"
”Barang yang aku kehendaki cuma bisa diambil setelah kau
menikah deagan Wi Lian In” seru majikan patung emas dengan
tegas.
”Kalau
besitu
tidak
ada
halangannya
bukan
kalau
memberitahukan sekarang juga kepadaku?” desak Ti Then lebih
laajut.
”Waktunya belum tiba, tidak berguna memberitahukan urusan ini
kspadamu”
”Kalau waktunya sadah tiba tetapi aku tidak mengambilkan
buatmu kau mau berbuat apa?”
”Kalau demikian adanya maka kau tidak bakal lolos dari
krmatian.”
”Jikalau kau menghendaki aku melakukan satu pekerjaan yang
merugikan Wi Ci To ayah beranak aku lebih baik mati saja.”
”Sejak dulu aku sudah bilang barang yang aku minta sama sekali
tidak bakal mencelakai Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh jago
pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po, kau takut apa?”
bentak majikan patung emas dengan gusar.
”Kalau tidak bakal mendatangkan bencana buat mereka kenapa
kau tidak minta kepada Wi Ci To dengan terbuka saja?”
”Persoalannya maukah Wi Ci To menyerahkan barang itu
kepadaku”
”Hal ini membuktikan kalau barang itu sama sekali bukanlah
suatu barang yang sama sekali tidak berharga.”
”Terhadap dirinya boleh dikata barang itu sama sekali tidak
berharga, lain kali kau bakal bisa tahu kalau perkataanku ini sama
sekali bukan omong kosong.”
”Aku lihat, lebih baik kau turun saja kemari dan bunuh diriku.”
”Hmm, kau kepingin melawan?” teriak majikan patung emas
dengan gusar.
”Benar.”
”Kenapa?”
”Karena aku tidak mau berbuat sesuatu pekerjaan yang
menyalahi diri Wi Ci To beserta putrinya,”
”Kau sama sekali tidak mau percaya terhadap tanggungan yang
aku ucapkan?”
”Jikalau barang yang kau minta itu sama sekali tidak bakal
mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh
jago pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka
sekarang kau tidak ada keharusannya untuk menyembunyikan
urusan tersebut, sebaliknya kini kau tidak mau memberitahu dengan
berterus terang hal ini membuktikan kalau barang yang kau mintai
itu pasti bakal mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak
serta seluruh jago pedang dari Benteng Pek Kiam Po-”
”Kau sama sekali sudah salah menduga”
”Tapi aku percaya dugaanku sedikit pun tidak salah.”
”Apakah kau sudah mengambil keputusan sekali pun mati tidak
bakal melakukan pekerjaanku?”
”Benar.”
”Kalau begitu terpaksa aku harus membunuh mati dirimu”
”Hem, jangan ngomong terus, ayoh cepat turun kemari dan mulai
turun tangan.”
”Aku tidak perlu turun, cukup dengan menggunakan patung
emas ini saja sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawamu.”
ocoOooo
”KALAU BEGITU silahkan mulai turun tangan.”
”Aku mau pergi bunuh dulu dua orang kemudian baru datang
kemari lagi untuk membunuh dirimu.”
Berbicara sampai di sini majikan patung emas segera menarik
kembali patung emasnya ke atas.
Ketika Ti Then mendengar dia mau pergi membunuh dua orang
terlebih dulu hatinya jadi sangat terperanyat sekali,
”Kau mau pergi bunuh siapa?” tanyanya.
”Wi Ci To ayah beranak” sahut majikan patung emas sepatah
demi sepatah dengan amat dinginnya.
Seluruh tubuh Ti Then segera tergetar dengan amat kerasnya.
”Tidak, tunggu dulu” teriaknya terperanyat.
”Ada apa?” tanya majikan patung emas tertawa dingin.
”Kau berdasarkan alasan apa mau pergi membunuh mati mereka
ayah beranak?”
”Tanpa alasan.”
”Kau sedang menggertak diriku?”
”Tidak” potong majikan patung emas dengan suara yang amat
dingin sekali.
”Sebetulnya aku hendak menggunakan cara yang amat halus
untuk mendapatkan barang itu, tetapi kalau memangnya kau tidak
ingin jadi patung emasku lagi terpaksa aku harus pergi dengan
menggunakan kekerasan, kejadian ini terpaksa harus aku lakukan.”
”Mau pergi merampas belum tentu harus membunuh mati
mereka ayah beranak” tiba-tiba Ti Then nyeletuk, ”Terang-terangan
kau sedang menggertak diriku.”
”Kalau memangnya menggertak dirimu kau mau apa?” seru
majikan patung emas itu sambil memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan-
Dalam hati Ti Then benar-benar merasa amat bingung dan sedih
sekali, pikirannya kacau tak terhingga.
Dia tahu pihak musuhnya sedang menggertak dirinya dan
memaksa dirinya untuk melanjutkan mendengarkan perintahnya lagi
tetapi bilamana dirinya tidak mau menurut-dia bisa sungguh-
sungguh pergi membunuh mati Wi Ci To ayah bcranak dengan
kepandaian silat yang demikiao tingginya dari majikan patung emas,
Wi Ci To pasti bukan tandingannya.
Di dalam benaknya segera berkelebatlah berbagai ingatan
kemudian dengan cepatnya mengambil satu keputusan.
Jikalau dirinya menerima perintahnya terus pergi kawin dengan
Wi Lian-In, pergi mencurikan semacam barang milik Wi Ci To walau
pun mendatangkan satu bencana terhadap diri Wi Ci To ayah
beranak tetapi bagaimana pun juga bencana masih jauh lebih
ringan daripada ancaman membunuh yang dilancarkan majikan
patung emas pada saat ini.
Karena itu diam-diam dia menghela napas panjang.
”Baiklah,” ujarnya kemudian dengan menggunakan ilmu uutuk
menyampaikan suara, ”Boleh dihitung kau cukup ganas, aku
menyerah.”
Majikao patung emas segera tertawa,
”Lain kali kau bisa tahu kalau aku orang sama sekali tidak ganas,
justru karena aku tidak ingin mencelakai mereka ayah beranaklah
maka aku baru suruh kau pergi mencuri barangnya, jikalau berganti
dengan orang lain, dia tidak akan bersikap demikian.”
”Sudah . , sudahlah kau pergi sana, aku mau tidur” usir Ti Then
sambil mengulapkan tangannya.
”Aku mau memberi peringatan lagi kepadamu, jikalau kau berani
secara diam-diam merusak semua rencanaku maka segala akibat
harus kau tanggung sendiri.”
Sehabis berkata dia menutup kembali atap rumah dan lenyap tak
berbekas.
Dengan gemasnya Ti Then menggerutuk giginya, diam-diam
dalam hati makinya.
”Iblis, kau benar-benar iblis tua yang banyak berdosa.”
Dia tidak berhasil memadamkan rasa gusar yang membakar
hatinya, sepasang matanya dengan berapi-api memandang ke atas
atap, dari gelap berubah jadi terang dia sama sekali tidak pernah
memejamkan matanya sedikit pun.
Setelah terang tanah dia baru turun dari pembaringan untuk cuci
muka kemudian berjalan menuju ke ruang makan untuk bersantap
pagi bersama-sama dengan Wi Ci To. Wi Ci To yang melihat
sepasang matanya merah membengkak jadi merasa keheranan.
”Ti Kiauw tauw, kemarin malam kau tidak bisa tidur?” tanyanya.
”Benar, teringat sudah kana tipu oleh Cuo It Sian selama satu
malaman aku tidak dapat tertidur barang sekejap pun.” sahut Ti
Then sambil tertawa malu.
”Cuma sedikit urusan saja tidak perlu kau pikirkan terus di dalam
hati,”
”Baik”
”Setelah bersantap kita segera akan berangkat, . kali ini kau
harus tukar dengan kuda yang lain, kau tidak dapat menunggang
kuda Ang San Khek lagi”
”Benar.” Sahut Ti Then membenarkan. ”Masih ada satu persoalan
lagi, boanpwe duga Cuo It Sian kemungkinan sekali sudah kirim
orang untuk mengawasi gerak-gerik kita dari luar Benteng, maka
setelah kita keluar dari pintu Benteng ada kemungkinan dibuntuti
oleh mereka, maka itu lebih baik kita sedikit berganti wajah saja
kemudian jangan keluar dari pintu sebelah depan.”
”Baik, kita berbuat demikian saja” sahut Wi Ci To sambil
mengangguk.
Demikianlah setelah bersantap pagi mereka berdua segera
kembali ke dalam kamarnya masing-masing untuk menyamar, Wi Ci
To menyamar sebagai seorang sastrawan tua sedangkan Ti Then
menyamar sebagai seorang siucay muda.
Demikianlah setelah memilih dua ekor kuda jempolan di bawah
hantaran Shia Pek Tha serta para jago pedang merah lainnya Wi Ci
To serta Ti Then meninggalkan benteng dengan melalui pintu
benteng sebelah belakang.
Setelah mengitari satu lingkaran besar mereka baru memilih satu
jalan gunung untuk kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.
Satu jam kemudian tua muda dua orang itu sudah jauh
meninggalkan benteng Pek Kiam Po dan melanjutkan perjalanan
menuju kearah sebelah utara,
Ditengah perjalanan Wi Ci To tiba-tiba menoleh ke belakang
lantas ujarnya
”Agaknya tidak ada orang yang sedang membuntuti kita bukan ?”
”Kita sudah berganti wajah apa lagi turun gunung dengan
menggunakan jalan lain, bilamana ada orang juga yang membuntuti
diri kita maka pihak lawan boleh dikata pendengarannya amat luas.”
”Benar juga perkataanmu.”
”Apakah pedang pendek itu dibawa serta?”
”Sudah kubawa” sahut Wi Ci To sambil menepuk-nepuk
badannya.
”Pedang Biat Hun Kiam dari Cuo It Sian itu apakah ada sarung
pedangnya?”
”Sebetulnya ada cuma saja kemungkinan sudah hilang.”
”Semoga saja kali ini kita bisa berhasil mendapatkan pedang
tersebut dengan lancar.”
„Siasatmu amat bagus sekali“ ujar Wi Ci To. „Asalkan tidak terjadi
urusan lain lagi seharusnya kita bisa mendapatkan hasil.”
„Setelah mendapatkan kembali pedang pendek itu, dapatkah
boanpwe mengetahui Gak-hu hendak berbuat apa?”
Wi Ci To termenung berpikir sebentar akhirnya sahutnya:
„Pertama-tama Lohu cuma bisa beritahu padamu sedikit saja,
setelah Lohu dapatkan pedang pendek tersebut pada bulan
permulaan tahun depan aku mau membawanya ke atas gunung Hoa
San untuk mengadakan pertemuan dengan si kakek pemalas Kay
Kong Beng, Yuan Kuang Thaysu dari Siauw lim Pay serta
Ciangbunyin dari Bu tong Pay Leng Cing Ceng Tojin.“
„Kalau begitu pedang pendek Biat Hun Kiam ini ada sangkut paut
yang amat erat sekali dengan pertemuan di atas gunung Hoa san
itu?“
„Lohu tidak dapat menyawab pertanyaanmu lagi,“ sahut Wi Ci To
tersenyum.
„Benar,“ sahut Ti Then dengan gugup. „Sejak kini boanpwe tidak
akan menanyakan urusan ini lagi“
“Bukannya sengaja Lohu memperlihatkan kemisteriusan
sebaliknya hal ini meyangkut keselamatan dari Bu lim, makanya
tidak boleh bocor barang sedikit pun”
”Setiap diadakannya pertemuan
puncak para jago di atas
gunung Hoa san apakah mengharuskan Gak hu serta si kakek
pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Siauw lim Pay dan
ciaogbunyin dari Bu tong Pay untuk mengikutinya?” tanya Ti Then
mengalihkan bahan pembicaraan selanjutnya,
„Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, „Sebetulnya pertemuan itu
cuma satu tempatnya berkumpul para kawan lama dan bukannya
tempat satu pertenuan yang bermaksud merebut gelar jagoan.”
„Tempo hari boanpwe dengar dari ciangbynyin Siauw lim Pay
berkata, agaknya di atas pertemuan Hoa san ini juga khusus untuk
membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu lim?”
„Benar, kami empat orang saling berjanyi untuk setiap tiga tahun
berkumpul satu kali di atas gunung Hoa san, sebenarnya tujuan
kami cuma untuk mempererat persahabatan diantara kita sendiri,
hal ini disebabkan karena kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng
seorang di antara kami bertiga mem punyai anak murid yang sangat
banyak sekali dan sering terjadi keributan di dalam Bu lim, karena
itu kami sebagai pemimpinnya harus mem punyai satu ikatan
persahabatan yang erat sehingga dengan demikian suatu percek-
cokan diantara anak buah kita bisa diselesaikan dengan baik-baik.”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya.
”Tetapi waktu serta tempat berkumpulnya kami berempat
semakin lama semakin di ketahui oleh orang banyak, demikianlah
diantara mereka ternyata banyak yang sudah naik ke atas gunung
memohon kita membereskaankesukaran yang mereka hadapi, lama
kelamaan pertemuan Hoa san ini dari hubungan empat partai kini
jadi satu pertemuan Bu lim yang amat ramai sekali.”
”Bukankah hal itu bagus sekali?” seru Ti Then cepat.
Wi Ci To segera tertawa pahit.
”Benar,” sahutnya, ”Tetapi kadang-kadang kami menghadapi
juga persoalan yang benar-benar membuat orang sukar untuk
memecahkannya.”
”Dengan nama besar serta kedudukan dari Gak-hu serta tiga
orang cianpwe lainnya
apakah masih
diselesaikan?”
ada
juga
persoalan
yang
tidak
berhasil
”Benar, ada kalanya urusan yang kami hadapi bukanlah dapat
dibereskan cuma dengan kepandaian serta nama kita.”
”Gak-hu sering membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu
lim, sudah tentu banyak kenal dengan orang-orang Bu lim bukan?”
”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk-”Orang yang sedikit punya
nama tentu Lohu kenal, buat apa kau menanyakan urusan ini?"
”Aku ingin sekali mengetahui di dalam Bu lim pada saat ini
apakah ada orang yang memiliki kepandaian silat seperti yang
dimiliki si kakek pemalas Kay Kong Beng?”
”Ada seorang”
”Siapa?”
”Sayang lohu sendiri juga tidak kenal” sahut Wi Ci To tertawa.
”Siapakah nama serta sebutan orang itu?”
”Bu Beng Lojin.”
Ti Then jadi melengak tapi sebentat kemudsan wajahnya sudah
berubah memerah.
”Kepandaian silat dari suhuku apakah benar-benar ada di atas
kepandaian dari si kakek pemalas?” ujarnya tertawa.
Kiranya pada beberapa bulan yang lalu sewaktu tidak lama dia
memasuki benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pernah menanyakan
tentang asal-usul perguruannya,dia tidak dapat mengatakan
gurunya adalah majikan patung emas makanya dia lantas
menyebutkan seorang kakek tua tanpa nama yang sudah mewarisi
kepandaiannya itu, kini mendadak Wi Ci To menyebut kembali ”Bu
Beng Lojin” empat buah kata membuat hatinya rada sedikit tidak
tenang.
”Tidak salah,” sahut Wi Ci To mengangguk. “Walau pun Lohu
belum pernah bertemu dengan suhumu tetapi lohu berani
memastikan kalau kepandaian silat dari suhumu jauh berada di atas
dari kepandaian si kakek pemalas Kay Kong Beng.”
”Perkataan dari Gak-hu ini apakah diambil kesimpulan dari
kepandaian yang boanpwe miliki ?”
”Benar, kau sendiri terhadap kepandaian silat yang kau miliki
apakah masih merasa tidak jelas ?”
”Boanpwe merasa tenaga dalamku masih terlalu rendah . . .”
”Tidak” seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. ”Dengan
kepandaian yang kau miliki saat ini sebenarnya sudah jauh melebihi
dari lohu sendiri.”
”Gak-hu, kau jangan bicara demikian, sedikit kepandaian dari
boanpwe ini mana berani dibandingkan dengan diri Gak-hu” seru Ti
Then dengan gugup.
Wi Ci To tersenyum.
“Sungguh,” serunya. “Kau pernah mengalahkan si pendekar
pedang tangan kiri Cian Pit Yuan di dalam kurang dari seratus jurus
sedangkan tingkatan lohu dengan Cian Pit Yuan kira-kira terpaut
sedikit saja, bilamana lohu bermaksud hendak mengalahkan dirinya,
kecuali harus bertempur mati-matian sebanyak tiga-lima ratus jurus
jangan harap bisa memperoleh hasil, maka itu dengan kepandaian
silat yang kau miliki sekarang ini boleh dikata jauh berada di atas
kepandaian dari Lohu."
Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya lagi:
”Sedangkan perbedaan antara Lohu dengan si kakek pemalas
Kay Kong Beng cuma satu tingkat saja, karena itu dengan
kepandaian silat yang kau miliki sekarang sekali pun tidak bisa
melampaui diri si kakek pemalas Kay Kong Beng tetapi suhumu pasti
jauh lebih dahsyat dari diri si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Omong terus terang saja sekali pun kepandaian dari boanpwe
tidak rendah tetapi pernah dikalahkan di tangan seorang pemuda
yang satu tingkat dengan diriku" ujar Ti Then tiba-tiba.
Wi Ci To sedikit melengak.
“Sungguh?” tanyanya sambii memandang tajam wajahnya.
"Sungguh !" sahut Ti Then mengangguk.
"Siapakah dirinya ?"
”Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw !"
"Aaaah .... kiranya dia orang !"
"Gak hu tahu tentang orang ini bukan ?”
"Tahu !" sahut Wi Ci To mengangguk, "Dua tahun yang lalu lohu
pernah bertemu satu kali dengan dirinya dan dengan mata kepala
lohu sendiri bisa melihat dia mengalahkan dua orang jagoan
berkepandaian tinggi dari kalangan Hek to, tetapi jika dilihat dari
gerakan tubuhnya itu agaknya tidak seberapa lihay jika
dibandingkan dengan dirimu."
Ti Then tidak ingin mengatakan kalau sewaktu dia dikalahkan
oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw belum belajar
kepandaian silat dari majikan patung emas, karenanya dia segera
berbohong:
"Kemugkinan sekal dia sengaja menymbunykan kekuatan yang
sesungguhnya sehingga Gak hu sama sekali tidak dapat
melihatnya,"
”Ehmm . . . kemungkinan sekali memang demikian," sahut Wi Ci
To mengangguk. "Tetapi . . Lohu selalu merasa bahwa sekali pun
dia adalah seorang jagoan muda yang amat menonjol tetapi jika
dibandingkan dengan bakat serta keadaanmu agaknya dia tidak
dapat menandingi dirimu, bagaimana kau bisa dikalahkan olehnya ?"
Ti Then segera tertawa pahit.
”Kemungkinan sekali dikarenakan dia terjun di dalam dunia
kangouw rada pagian sehingga pengetahuannya jauh lebih matang
dari diri boanpwe sendiri " ujarnya.
”Siapakah suhumu ?"
"Tidak tahu!" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,
"Boanpwe pernah mengadakan penyelidikan kepada banyak orang
tetapi tidak ada seorang
pun yang mengetahui asal-usul
perguruannya.”
"Kenapa kau dikalahkan olehnya?”
”Setahun yang lalu!"
"Kenapa kau bergebrak dengan dirinya?"
"Persoalan ini jika dibicarakan terlalu panjang sekali” ujar Ti Then
sambil menghela napas ringan„ Tempo hari Gak-hu pernah bertanya
kepadaku apakah boanpwe ada rahasia yang tidak dapat diutarakan
keluar, lebih baik sekarang juga boanpwe ceritakan urusan ini . . "
Wi Ci To yang mendengar dia hendak menceritakan rahasia yang
selama ini terpendam di dalam hatinya tidak terasa lagi air mukanya
sedikit berubah.
”Jikalau kau merasa hal ini tidak leluasa untuk dibicarakan lebih
baik tidak usah diucapkan saja. Lohu pernah berkata kepada Wi Lian
In tidak perduli kau mengandung rahasia yang macam apa pun
Lohu percaya kau adalah seorang pemuda yang berhati lurus dan
jujur."
"Tidak, urusan ini sebetulnya tidak ada halangannya untuk
diberitahukan kepada Gak-hu, sebenarnya mau menceritakan
urusan ini kepada Gak-hu tetapi karena boanpwe takut urusan ini
sampai tersiar ditempat luaran sehingga mendatangkan satu
kekacauan
maka
selama
ini
boanpwe
tidak
pernah
membicarakannya,"
Dia bcrhenti sebentar lantas sambungnya lagi:
"Di dalam kota Tiang An dahulu pernah ada sebuah perusahaan
ekspedisi "Yong An-Piauw-kiok" yang merupakan perusahaan
terbesar diseluruh negeri tentu Gak-hu tahu bukan ??"
"Tahu!“ sahut Wi Ci To mengangguk, "Piauw-tauw dari Yong An
Piauw-kiok itu bernama Kim Kong So atau si tangan baja Yuan
Siauw Ci, aku dengar kepandaian silat yang dimilikinya tidak lemah
selamanya barang kawalannya belum pernah gagal bahkan menurut
apa yang lohu dengar dagangannya bagus sekali."
"Cuma sayang Yong An Piauw-kiok pada setahun yang lalu sudah
hancur dan tutup”
Wi Ci To jadl melengak.
„Iiih .... kenapa tentang urusan ini lohu belum pernah mendengar
orang berkata ?" tanyanya.
"Heey . . . tidak lama berselang piauw kiok itu sudah ditutup
gara-gara perbuatan dari seorang piauw-sunya."
"Siapakah piauw su itu ?" tanya Wi Ci To sambil memandang
tajam wajahnya.
"Dialah boanpwe sendiri."
Agaknya Wi Ci To merasa berita ini berada diluar dugaannya,
dengan amat terperanya dia bertanya:
"Aaaa, . . kiranya kau pernah menjadi piauw-su di perusahaan
ekspedisi Yong An Piauw-kiok ?"
"Benar !" sahut Ti Then mengangguk "Ada satu kali secara
kebetulan boanpwe bisa berkenalan dengan si tangan baja Siauw Ci,
dia mengundang boanpwe untuk bekerja di perusahaan
ekspedisinya, semula boanpwe menolak tetapi akhirnya setelah
mendapatkan desakan berulang kali akhrnya boanpwe menerimanya
juga."
"Nama besar dari perusahaan ekspedisi Yong An Piauw-kiok
sudah menggetarkan seluruh kolong langit, setiap piauw-su yang
ada diperusahaannya boleh dikata merupakan jago-jago pilihan, ada
banyak orang yang mau masuk pun tidak dapat kini si tangan baja
Yuan Siauw Ci ternyata mengundang kau untuk memasuki
perusahaannya hal ini jelas membuktikan kalau dia amat
memandang tinggi dirimu."
"Benar“ Sahut Ti Then membenarkan, "Piauw-su di dalam
perusahaan itu semuanya berjumlah tujuh puluh orang banyaknya,
masing-masing semuanya merupakan jagoan Bu-lim yang berilmu
tinggi dan memiliki pengalaman yang amat luas sekali,
sembarangan mengirim seorang pun sudah dapat membereskan
satu urusan maka itu barang siapa ssya yang bisa jadi piauw-su di
dalam perusahaan tersebut namanya segera akan terkenal di dalam
Bu-lim”
”Kau bekerja berapa bulan di perusahaan tersebut?" tukas Wi Ci
To.
"Cuma tiga bulan lamanya dan melidungi dua buah barang
kawalan, yang pertama aku mengikuti seorang piauw-su pergi
mencari pengalaman dan kedua kalinya pergi mengawal sendiri
sebuah barang kawalan rahasia, siapa tahu baru saja meninggalkan
kota Tiang An selama tiga hari peristiwa ternyata sudah terjadi..”
”Sebetulnya barang apa?” tanya Wi Ci To terkejut bercampur
heran.
"Satu peti mutiara, intan serta permata yang berharga seratus
dua puluh laksa tahil perak”
"Ooouuw, . . suatu barang kawalan yang begitu berharganya !"
Seru Wi Ci To sambil menghembuskan napas panjang.
”Benar, pemilik barang itu adalah seorang pembesar negeri yang
mem punyai pangkat tinggi, tujuannya adalah kota Thay Yuan Hu
yang semuanya ada seribu li jauhnya, dikarenakan jumlah yang
terlalu besar itulah apalagi perjalanan yang demikian jauhnya ini
Yuan Piauw-tau merasa untuk melindungi barang kawalan secara
terang-terangan terlalu bahaya maka itu dia mengambil keputusan
untuk melindungi barang kawalan tersebut secara diam-diam, dia
bertanya kepada para Piau-su yang ada di dalam perusahaan siapa
yang berani melindungi barang itu, mungkin dikarenakan jumlah
yang terlalu besar ternyata diantara piauw-su piauw-su itu tidak ada
yang berani menerima. .”
„Lalu kau beranikan diri untuk menerima?"
"Benar" Sahut Ti Then mengangguk, „Saat itu Yuan Piauw-tauw
pun sangat setuju kalau boanpwe yang bertanggung jawab,
alasannya karena boanpwe belum lama memasuki perusahaan
tersebut, sehingga orang yang mengetahui pun belum banyak,
karena hal itulah ada kemungkinan pcrhatian dari semua orang tidak
bisa dicurahkan kepada boanpwe semuanya."
„Hal ini sedikit pun tidak salah!"
"Tetapi Yuan Piauw-tauw jadi orang ternyata amat teliti sekali,
dia kirim dulu seorang piauw-su yang pura-pura sedang melindungi
barang kawalan itu melakukan
perjalanan, setelah lewat dua hari kemudian dia baru
mengijinkan boanpwe untuk meninggalkan kota Tiang An dengan
mengawal barang-barang tersebut."
Dengan sedihnya dia menghela napas panjang tambahnya:
"Demikianlah pada hari ketiga sewaktu ada dikota Cong Koan,
ternyata aku sudah
bertemu dengan si Hong Liuw Kiam Khek Ing Peng Siauw...”
”Sebelum kejadian itu diantara kalian apa saling kenal ?” tanya
Wi Ci To.
"Ada satu kali kami memang pernah bertemu, karena boanpwe
melihat kepandaian silatnya menonjoi jadi orang pun sangat bagus
maka di dalam hati aku sudah timbul rasa simpati, maka itu ketika
untuk kedua kalinya bertemu muka di sebuah rutnah makan dikota
Cong-kwan kami saling bersantap di dalam satu meja, dia bilang dia
mau pergi ke Thay Yuan Hu untuk mencari encinya sedang
boanpwe pun bilang ada urusan mau pergi ke kota Thay Yuan Hu
pula, demikianlah dia lantas mau berjalan bersama-sama dengan
boanpwe, boanpwe yang merasa dia adalah seorang dari kalangan
lurus maka dengan hati girang meluluskannya...”
”Apakah kau pernah memberitahukan soal kawalan barang
berharga itu ?" timbrung Wi Ci To tiba-tiba.
”Tidak” sahut Ti Then gelengkan kepalanya.
”Atau mungkin secara tidak berhati-hati
memperlihatkan barang berharga itu kepadanya ?"
kau
sudah
"Juga tidak, sebelum dia memperlihatkan wajah aslinya yang
menyengir kejam selamanya tidak pernah memandang sekeap pun
terhadap buntalan yang ada pada punggung boanpwe!"
"Jikalau demikian adanya dia tentu dari tempat lain berhasil
mendapatkan kabar kalau kau sedang mengawal sejumlah barang
kawalan menuju ke kota Thay Yuan Hu, maka itu sengaja
munculkan dirinya dikota Cong Kwan."
"Kemungkinan sekali memang demikian" sahut Ti Then
membenarkan." Tetapi yang aneh sewaktu Yuan Piauw-tauw
menerima barang kawalan itu mereka membicarakan di dalam
suasana yang amat rahasia sekali, kecuali Piauw-su yang ada di
dalam perusahaan sampai anak buah lainnya pun tidak tahu,
bagaimana mungkin dia bisa memperoleh berita ini ?"
"Kemungkinan sekali Piauw-su yang ada di dalam perusahaan
itulah yang sudah membocorkan keluar.”
"Tidak . . . tidak mungkin !" sahut Ti Then sambil gelengkan
kepalanya." Walau pun Yong An Piauw-kiok mem punyai tujuh puluh
orang Piauw-su tetapi setiap piauwsu sudah pernah memperoleh
pengawasan yang amat lama sekali dari Yuan Piauw-tauw,”
Setelah merasa aneh Wi Ci To segera tertawa dingin.
"Lohu tidak percaya kalau si Hong liuw Kiam Khek Ing Peng
Siauw mem punyai ilmu untuk meramal kejadian yang akan
datang."
"Hal ini sudah tentu, karena itulah boanpwe baru merasa sangat
keheranan"
"Kau bilang majikan dari pemilik barang itu adalah seorang
pembesar, siapakah namanya? dan apa jabatannya ?”
"Sampai saat ini boanpwe sendiri juga tidak tahu siapakah
sebenarnya orang itu karena dia pernah memohon kepada Yuan-
Piauw tauw untuk merahasiakannya, orang yang bekerja sebagai
pengawal barang memang mem punyai kewajiban untuk
merahasiakan namanya karena itu Yuan Piauw-tauw selama ini
selalu tidak mau menyebutkan siapakah nama yang sebenarnya.”
”Bagus, sekarsng lanjutkanlah lagi"
"Hari itu menunjukkan siang hari setelah kami bersantap dirumah
makan tersebut ternyata dia sudah berebut untuk membayar
rekening makanan setelah itu kita bersama-sama keluar kota, baru
saja berjalan enam, tujuh puluh li hari sudah menjadi gelap,
boanpwe segera usulkan untuk mencari penginapan sebaliknya dia
bilang malam hari hawanya amat nyaman sekali dan mau
melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li lagi, boanpwe
tidak curiga kepadanya maka itu menurut saja permintaannya dan
melanjutkan kembali perjalanan ke depan.
Siapa tahu baru saja berjalan empat lima li jauhnya dan tiba
disatu tempat yang amat sunyi dia menghentikan langkah kakinya,
sambil mendougakkan kepalanya memandang rembulan ujarnya
"Ti heng, malam ini tanggal berapa ?"
"Tanggal empat."
”Kalau begitu masih ada sebelas hari itu sampai batas waktu
yang terakhir."
"Urusan apa ?”
"Siauw-te sudah tertarik dengan seorang nona, dia adalah
seorang Putri hartawan dengan memiliki potongan wajah yang amat
cantik menarik, siauw-te kepingin memperistri dirinya tetapi
hartawan itu mengatakan siauw-te terlalu miskin, dia tidak mau
mengawinkan putrinya kepadaku..”
"Lalu bagaimana baiknya?"
"Nona itu menaruh rasa cinta yang mendalam sekali terhadap diri
siauw-te dan sanggup untuk lari dari rumah bersama-sama dengan
siauwte tapi sudah Siauw-te tolak maksudnya ini, siauw-te bilang
kalau lari dari rumah hal itu sangat memalukan sekali”
"Betul, perkataan dari Ing-heng ini sedikit pun tidak salah"
"Akhirnya Siauw-te pergi menemui ayahnya, begitu bertemu
Siauw- te segera bertanya dia mau minta uang berapa banyak baru
mau mengawinkan putrinya kepadaku, coba kau terka dia bilang
bagaimana?”
"Dia bilang apa?"
"Hmmm, dia minta seratus laksa tahil perak!”
"Oooohh...Thian!”
"Benar! ternyata jauh lebih mahal dari emas"
"Lalu akhirnya bagaimana?"
"Siauw-te mengabulkannya”
"Aaaah. . . Ing-heng punya seratus laksa tahil perak?"
"Tidak punya”
"Lalu, . . . lalu . . . Ing-heng punya rencana pergi meminyam
seratus laksa tahil perak?"
"Tidak salah, ternyata dia tidak jelek juga, dia sudah memberi
batas waktu selama satu bulan kepada Siauwte untuk pergi
meminyam."
"Aku rasa tidak mudah untuk memperolehnya."
"Siauw-te kira belum tentu.”
"Ehmmm??"
”Asalkan Ti-heng suka meminyamkan kepada Siauw-te. ....."
"Ing-heng jangan berguyon!"
"Sungguh, sekarang Ti-heng pinyamkan dulu kepada Siauw-te,
dua tahun kemudian dari seperti ini juga Siauw-te akan kembalikan
semua uangmu itu beserta bunganya! Perkataan yang sudah Siauw-
te katakan selamanya tidak pernah diingkari"
"Haaaaa ... . haaa . . . cuma sayang Siauw-te tidak
Seratus laksa tahil perak!"
punya
"Intan permata yang ada dibadan Ti-heng itu bukankah berharga
di atas seratus laksa tahil perak ?"
Waktu itu boanpwe yang mendengar perkataannya ini diam-diam
merasa sangat terperanyat sekali, boanpwe lantas tanya dia tahu
darimana kalau boanpwe membawa intan permata yang bernilaikan
lebih dari seratus laksa tahil perak, dia tertawa dan menyawab kalau
mendengar dari orang lain lalu boanpwe tanyai pula apa dia
bermaksud merampok barang kawalanku, dia bilang kalau boanpwe
tidak pinyamkan kepadanya maka dia akan turun tangan merampok
barang kawalan tersebut".
Berbicara sampai di sini wajah Ti Then segera tersungginglah
satu senyuman dengan perlahan-lahan sambungnya
”Boanpwe yang melihat perkataannya seperti tidak sedang guyon
dengan cepat cabut keluar pedang siap menghadapi serangannya,
dia yang melihat sikap boanpwe itu segera tertawa terbahak-bahak
dan berkata:"Bagus . . . bagus sekali, kita boleh bertanding dengan
pedang, kita lihat siapa lebih lihay diantara kita, bilamana siauw-te
kalah maka aku segera akan lari pergi dari sini-tetapi bilamana Ti-
heng yang secara tidak beruntung aku kalahkan maka minta
permata-tersebut harus kau tinggal . . . , demikianlah pada waktu
itu juga kami segera bertempur dengan amat serunya . .”
“Dia membawa pembantu tidak?” tukas Wi Ci To lagi,
"Tidak, sejak permulaan sampai terakhir dia mengalahkan
boanpwe sama sekali tidak pernah kelihatan munculnya orang yang
ketiga !"
"Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi darimu?" tanya Wi Ci To
lagi.
"Hal ini tidak begitu menyolok, ditengah pegunungan yang amat
sunyi itu bertempur dengan susah payah sebanyak seribu jurus
lebih, ketika mendekatinya
terang tanah akhirnya boanpwe dikalahkan satu jurus dan
terkena tusukan pedangnya pada bagian kakiku”
”Tidak dapat mengetahui asal-usul ilmu silatnya?”
”Benar, tidak tahu”
”Akhirnya harta kekayaan tersebut berhasil dia rampas?”
”Benar, sewaktu boanpwe terkena tusukannya dan rubuh ke atas
tanah dengan mengambil kesempatan itulah dia merebut buntalan
yang berisikan intan permata itu, sesaat sebelum meninggalkan
tempat itu dia berkata bahwa dua tahun kemudian dia akan
mengembalikan barang itu beserta bunganya, dia berjanyi dengan
boanpwe untuk bertemu kembali dua tahun kemudian, di tempat ini
juga, setelah itu dia segera berkelebat pergi dari sana.”
Wi Ci To segera menghela napas panjang.
”Heeei ..... sungguh tidak disangka si Hong Liuw Kiam Khek, Ing
Peng Siauw sebenarnya adalah manusia semacam itu akhirnya kau
berhasil menemukan dirinya?”
”Tidak” sahut Ti Then tertawa pahit, ”Sejak dia berhasil
memperoleh harta kekayaan itu jejaknya lantas lenyap tak
berbekas, walau pun boanpwe serta seluruh piauw-su yang ada di
dalam perusahaan ekspedisi Yong An Piauw kiok sudah dikerahkan
semuanya dan mencari ke semua tempat tetapi tidak menemukan
jejaknya juga.”
”Lalu bagaimana tanggungjawab orang she Yuan itu terhadap
pemilik barang tersebut?”
”Dikarenakan persoalan inilah seluruh harta benda dari Yuan
Piauw-tauw jadi ludas untuk mengganti kerugian tersebut, dengan
demikian perusahaan Yoang An Piauw-kiok pun hancur berantakan”
”Tidak aneh kalau setiap hari keadaanmu amat murung sekali,
kiranya
kau
merasa
tidak
tenang
dikarenakan
sudah
menghancurkan kejayaan dari Yong An Piauw kiok.”
”Yang membuat boanpwe merasa lebih sedih adalah seorang
Piauw tauw yang mentereng dari sebuah perusahaan ekspedisi yang
besar ternyata kini sudah terlantar di dalam Bu lim dengan menjual
silat sebagai biaya hidup.”
”Hei . . hal ini memang patut menerima simpatik dari orang lain”
seru Wi Ci To sambil menghela napas panjang.
”Maka itu boanpwe pernah bersumpah untuk mencari dapat
harta yang sudah di rampok oleh Ing Peng Siauw itu, sebelum
berhasil mencapai maksudku ini aku tidak akan berdiam diri”
”Bilamana sejak semula kau menceritakan urusan ini kepada diri
Lohu maka lohu bisa perintahkan seluruh jago pedang yang ada di
dalam Benteng untuk bantu kau mencarikan kabar dari dirinya”
”Justru boarpwe takut kalau berita ini sampai tersiar didaiam Bu-
lim sehingga memancing datangnya incaran dari jago-jago kalangan
Hek-to, dengan demikian bukankah urusan jadi semakin berabe?”
”Asalkan pesan wanti-wanti kepada mereka untuk jangan
membocorkan rahasia ini bukankah urusan sudah beres?”
Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
”Boanpwe ingin sekali pergi mencari dirinya sendiri, kemudian
mengajak dia bertempur hingga salah satu diantara kita ada yang
mati.”
”Dia bilang dua tahun kemudian hendak dikembalikan entah
perkataannya itu sungguh-sungguh atau cuma bohong belaka.”
”Hmmm.. sudah tentu omongan setan” seru Ti Then sambil
tertawa dingin.
”Menanti setelah urusan yang menyangkut diri Cuo It Sian ini
bisa dibikin beres maka lohu segera akan menggerakkan semua
jago pedang merah yang ada di dalam Benteng untuk pergi mencari
jejaknya, lohu tidak percaya kalau jejaknya tidak dapat ditemukan
kembali . . oooh, kalau memangnya ini hari kau sudah membuka
rahasiamu itu kepadaku, lohu mau tanyakan kembali satu persoalan
yang mencurigakan hatiku, tempo hari sewaktu lohu mengutarakan
maksudku hendak membantu dirimu kau pernah bilang asalkan lohu
mau berkelahi kemudian mengalahkan dirimu hal ini sama juga
sudah membantu kau membereskan satu persoalan yang rumit,
sebetulnya apa maksud dari perkataanmu itu?”
Ti Then segera tertawa malu.
“Padahal hal itu sebetulnya tidak mengandung maksud yang
mendalam, semula Gak hu masih menganggap boanpwe adalah Lu
Kong-cu yang pernah pergi ke sarang pelacuran Touw Hoa Yuan,
karena di dalam hati boanpwse ingin sekali meninggalkan Benteng
Pek Kiam Po, sedang waktu itu pun Gak-hu memaksa boanpwe
untuk tinggal beberapa hari di sana boanpwe tidak mendapatkan
cara untuk manolak permintaan itu karenanya sengaja boanpwe
berkata demikiao agar Gak-hu menaruh rasa curiga semakin
mendalam lagi terhadap boanpwe, dengan begitu boanpwe bisa
meninggalkan tempat itu dengan leluasa.”
“Oooh ... kiranya begitu ..” seru Wi Ci To sambil tertawa.
Mendadak Ti Then menuding kearah tempat kejauhan.
“Coba lihat” serunya. “Bukankah itu kota Tan Leng Sian?”
Wi Ci To segera angkat kepalanya memandang ternyata sedikit
pun tidak salah di hadapannya muncul sebuah kota yang cukup
besar, dia segera mengangguk.
“Tidak salah, itu memang kota Tan Leng sian,” sahutnya. ”Ini
hari kita sudah melakukan perjalanan sejauh seratus li.”
Dengan perlahan-lahan Ti Then menengok ke sebelah Barat, dia
lantas berkata lagi:
”Sang surya sudah turun gunung, hari ini kita mau menginap di
kota Tan Leog sian ataukah melakukan perjalanan malam?”
”Kita beristirahat saja.”
Hari berlalu dengan amat cepatnya, tidak terasa sepuluh hari
sudah berlalu tanpa terasa, siang hari itu mereka sudah tiba ditepi
gunung Lak Ban san didaerah Gong Si.
Dengan termangu-mangu Ti Then memandang kearah rentetan
pegunungan Lak Ban san yang lenggak lenggok dengan terjalnya
itu.
”Tempat ini boanpwe baru untuk pertama kali datang ke sini,
pemandangannya sungguh tidak jelek” ujarnya.
”Lohu sudah ada dua kali ke sini, perkam pungan Thiat Kiam san
ada diseberang gunung yang paling atas itu.”
”Bagaimana hubungan persahabatan antara Gak hu dengan si
kakek pedang baja Nyio Sam Pek?” tanya Ti Then.
”Tidak begitu rapat, tetapi juga tidak punya ganyaian sakit hati
apa-apa.”
”Menurut berita yang tersebar katanya ilmu pedangnya amat
lihay?”
“Tidak salah” sahut Wi Ci To mengangguk. “Di dalam Bu lim pada
saat ini namanya boleh dikata termasuk di dalam kesepuluh nama
jagoan yang terkenal di Bu lim, tetapi dia sudah sangat lama
mengundurkan dirinya, jarang sekali orang-orang yang menyebut
namanya lagi,”
”Berapa banyak anak muridnya?”
“Anak muridnya yang menonjol cuma ada puluhan orang saja
tetapi baik lelaki
Perempuan, tua muda kecil semuanya pada berlatih ilmu silat,
pangaruhnya amat besar sekali.”
”Kita harus mengembalikan wajah kita yang asli bukan ?”
”Benar.”
Tua muda dua orang segera turun dari atas kuda dan mencari
sebuah sumber air untuk mencuci bersih penyamarannya, setelah
masing-masing berganti pakaian mereka baru melanjutkan kembali
perjalanannya menuju ke atas gunung.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 32
Di Perkampungan Pedang Baja
KEISTIMEWAAN dari gunung Lak Ban san ini adalah curam serta
terjalnya gunung serta jalan kecil yang menghubungkan tempat itu,
bukan saja berliku-liku bahkan merupakan tempat berlindung yang
amat bagus sekali, pada jaman dahulu tempat. ini merupakan satu
tempat persembunyian yang amat bagus sewaktu berlindung.
Setelah berhenti sebentar untuk melihat keindahan alam. Mereka
segera melanjutkan perjalanannya naik keatas gunung Lak ban san
itu.
Dari kejauhan tampaklah tiga ekor kuda datang mendekati
mereka berdua.
Diatas kuda tersebut duduklah tiga orang lelaki berpakaian
singsat dengan sebilab pedang tersoren pada punggungnya, jelas
kelihatan sikap mereka yang amat gagah dan mengagumkan sekali.
Melihat datangnya orang-orang itu Wi Ci To segera merarik tali
les kudanya untuk menghentikan tunggangannya.
”Orang-orang dari perkampungan Thiat Kiam San sudab datang.”
ujarnya cepat kepada Ti Then.
Ti Then pun segera menghentikan kuda kemudian duduk sejajar
dengan Wi Ci To.
Hanya di dalam sekejap saja ketiga orang penunggang kuda itu
sudab mendekati diri merekaberdua.
Tampaklah ketiga orang itu sudah berusia empat puluhan sedang
yang ada di tengah mempunyai wajah yang amat keren sekali.
Setelah mendekat sejauh tiga kaki dari mereka berdua, lelaki
yang berwajah keren itu segera maju tiga langkah kedepan
kemudian terhadap Wi Ci To dia merangkap tangannya menjura.
”Yang datang bukankah Wi toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po?”
tanyanya.
“Lobu benar adanya,” sahut Wi Ci To sambil balas menjura.
”Cayhe Nyio Si Ih tidak mengetahui kalau Wi Toa Pocu mau
datang menyambangi, maaf tidak dapat menyambut kedatangan
Pocu dengan cepat” ujar lelaki berusia pertengahan itu lagi.
“Tidak berani..tidak berani“ jawab Wi Ci To tersenyum. „Kiranya
Lo-te adalah putera ketiga dari Nyio Lo Cung-cu, beberapa tahun
yang lalu sewaktu Lohu datang menyambangi ayahmu di gunung
Lak ban san ini kebetulan lote tidak ada di dalam perkampungan.“
„Benar“ sahut Nyio Si Ih dengan amat hormatnya.
Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah
dua penunggang kuda lainnya disamping Nyio Si Ih.
”Lalu, apakah mereka juga adalah...”
„Dia adalah Su sute dari boanpwe Huan Ceng Hong, sedang yang
ada disebelah kanan adalah Ngo sute dari boanpwe Cia Pu Leng.”
Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng dengan cepat pada maju
memberi hormat;
”Menghunjuk hormat buat Wi Toa Pocu” serunya berbareng.
Wi Ci To tersenyum.
“Oooh..kiranya Liong Hauw Ji Kiam (Dua jagoan pedang naga
dan harimau) yang namanya sudah menggetarkan dunia persilatan,
selamat bertemu..selamat bertemu..” serunya.
“Pujian dari Wi Toa Pocu, boanpwe berdua tidak berani
menerimanya,” jawab Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng terburu-
buru.
Wi Ci To
disampingnya.
lantas
menuding
kearah
Ti
Then
yang
ada
“Lohu juga mau perkenalkan kepada Lo-te bertiga, dia adalah Ti
Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng kami”
Ti Then yang masih duduk diatas kudanya sambil mengangguk
tersenyum ramah.
Mendengar perkataan tersebut air muka mereka segera
memperlihatkan rasa terkejutnya yang bukan alang kepalang,
sesudah melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya mereka baru
merangkap tangannya memberi hormat.
“Nama besar dari Ti Kiauw-tauw laksana meledaknya guntur di
siang hari bolong, ini hari bisa berkenalan sungguh kami merasa
sangat bangga sekali.”
Ti Then yang melihat sikap mereka sangat ramah dia pun dengan
terburu-buru turun dari kuda lalu membalas hormatnya itu. Wi Ci To
lantas melanjutkan bertanya.
“Kalian bertiga apakah ada urusan mau turun gunung?”
”Tidak” bantah Nyio Si Ih sambil menggelengkan kepalanya,
”Boanpwe mendapat perintah dari ayah untuk menyambangi
seorang sahabat, Wi Toa Pocu, kami akan antar kalian ke atas
gunung sebentar...”
”Eeii...bagaimana ayahmu bisa tahu kalau lohu mau datang?”
tanyanya keheranan.
”Bukan..bukan..setelah Wi Toa Pocu serta Ti Then naik keatas
gunung kami baru memperoleh kabar” sahut Nyio Si Ih tertawa.
Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To baru jadi paham
kembali.
”Oooh..kiranya begitu...keadaan dari ayahmu apakah baik-baik
saja?”
oooOOOooo
54
”Berkat lindungan Thian-dia orang tua berada dalam keadaan
baik-baik saja" Sahut
Nyio Si Ih dengan hormat.
„Karena ini karena lohu serta Ti Kiauw-tauw ada urusan lewat sini
karena teringat sudah lama lohu tidak bertemu dengan ayahmu,
maka sekalian naik ke gunung untuk menyambangi dirinya”
„Terima kasih atas kemurahan hati Wi Toa Pocu mau
menyambangi ayah, mari ikuti boanpwe naik keatas..“ sahut Nyio Si
Ih lagi.
„Baiklah“
Demikianlah Nyio Si Ih bertiga segera naik keatas kuda untuk
memimpin jalan di depan, sedangkan Wi Ci To serta Ti Then
mengikuti dari belakang.
Kurang lebih berjalan kembali selama setengah jam lamanya
akhirnya mereka baru tiba di puncak yang teratas dari gunung Lak
Ban san tersebut.
Setelah melewati sebuah hutan pohon siong yang lebat
tampaklah sebuah perkampungan yang amat besar dan megah
muncul di hadapan mata.
Di luar pintu besar di depan perkampungan tersebut terlihatlah
sudah ada tujuh delapan orang berdiri disisi pintu menanti
kedatangan tamu terhormat, diantaranya tampaklah seorang kakek
tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya.
Tidak usah dibicarakan lagi, sudah pasti kakek tua itu bukan lain
adalah si kakek pedang baja Nyio Sam Pak, begitu dia melihat
rombongan yang datang sambil tertawa tergelak dia maju
menyambut.
„Ha..ha..sungguh gembira hati ini, entah angin apa yang
membawa Wi Pocu sudi berkunjung ke perkampungan kami ini...“
Dengan cepat Wi Ci To meloncat turun dari atas kuda, dia pun
tertawa terbahak-bahak.
"Wajah Nyio-heng penuh dengan cahaya merah kelihatan sekali
amat segar bugar, sungguh patut digirangkan! sungguh patut
diselamatkan!" Serunya sambil merangkap tangannya menjura.
Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera angkat kepalanya dan
memperlihatkan sebaris giginya yang sudah tinggal tak seberapa
banyak itu.
"Coba kau lihat" ujarnya. "Gigiku sudah pada rontok semua,
bagaimana kau bisa
bilang masih kelihatan segar bugar?"
Wi Ci To tersenyum,
"Usia dari Nyio-heng sudah ada sembilan puluh enam, cuma
rontok beberapa buah gigi bukanlah satu urusan yang berat, ada
orang bilang begitu usia manusia mula menginjak tua bukan saja
giginya pada rontok bahkan telinganya akan tuli matanya akan buta,
kalau tidak dialah seorang bajingan."
"Haaaa .... haaaa .... haaaaa : . . kenapa tidak. , . . kenapa tidak"
Seru si kakek pedang baja Nyio Sam Pak tidak tertahan sambil
tertawa terbahak-bahak. “Untung sekali lolap bukanlah bajingan!
haaaa .... haaaa . . . “
Setelabt tertawa keras beberapa saat lamanya mendadak dia
menuding kearah Ti
Then, dan tanyanya :
"Siapakah bocah ini ?”
"Kiauw-tauw dari Benteng kami, dia bernama Ti-Then."
Dengan cepat Ti Then maju kedepan untuk memberi hormat.
"Boanpwe Ti Then menghunjuk hormat buat Nyio Locianpwe,"
Air muka Si-kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera
memperlihatkan rasa terkejut kemudian dengan telitinya dia
memperhatikan tubuh Ti Then dari atas sampai ke bawah, setelah
itu dengan tak henti-hentinya dia memperdengarkan suara
keheranannya.
"Usianya masih begitu muda tetapi sudah berhasil manjadi
Kiauwtauw dari
Benteng Pek Kiam Po, sungguh mengagumkan sekali . ...
sungguh mengagumkan sekali !” serunya berulang kali.
"Aku orang she Wi serta Ti Then dikarenakan ada sedikit urusan
melewati tempat ini, mendadak aku teringat kspada Nyio-heng yang
sudah ada bebeapa tahun tidak bertemu karenanya sengaja aku
naik keatas gunung untuk menyambangi diri Nyio-heng, harap
kedatangan dari lohu ini tidak sampai mengganggu ketenangan dari
Nyio-heng.”
"Mana .... mana " sahut Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak
dengan serius.
"Silahkan masuk kedalam untuk minum teh... silahkan !"
Serombongan orang-orang itu segera berjalan masuk kedalam
ruangan tengah, setelah duduk ditempat masing-masing dan
pelayan menghidangkan air teh Nyio Sam Pak baru buka mulut
berbicara,
„Wi Pocu tadi bilang ada urusan melewati tempat ini entah
urusan apa itu?”
“Sebetulnya bukan satu urusan yang besar, Cuma dikarenakan
anak murid dari orang she Wi yang bernama Cu Han Seng banyak
meninggalkan Benteng beberapa tahun yang lalu sampai kini
jejaknya tidak jelas dan baru-baru ini aku orang she Wi dengar di
dekat kota Kiu Sian ada orang pernah menemui dirinya maka aku
orang segera menyusul kesana untuk mencarinya, aku orang she Wi
takut dia sudah menemui satu peristiwa yang diluar dugaannya,”
"LaIu apa sudah ketemu ?” tanya Nyio Sam Pak memperhatikan
dirinya.
"Belum !"
”Wi Pocu rasa sudah terjadi urusan apa dengan dirinya ?"
Wi Ci To menghela napas panjang,
”Urusan sebetulnya adalah begini, dia adalah salah seorang
pendekar pedang putih dari Benteng kami, aku orang she Wi pernah
menentukan satu peraturan barang siapa diantara pendekar pedang
merah dia baru berhak untuk berkelana diluaran, sedangkan Ciu
Han Seng ini tidak lama setelah naik menjadi pendekar pedang
putih sudah meninggalkan Benteng, Hal ini berarti pula sudah
melanggar peraturan yang sudah aku orang she Wi tentukan . ."
”Karenanya Wi Pocu bermaksud menangkap dirinya pulang ke
Benteng untuk menjatuhi hukuman ?” Sambung Nyio Sam Pak
kemudian,
”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk.
”Tetapi sebab yang utama adalah tak takut dia sudah menemui
kejadian yang diluar
Dugaan, karena dia mempunyai satu dendam kesumat, orang
tuanya sudah dibunuh oleh majikan ular Yu Toa Hay dan dia terus
menerus ingin pergi mencari Yu Toa
Hay untuk membalas dendam, tetapi dengan kepandaian yang
dimiliki sekarang ini sebetulnya dia masih bukan tandingan dari Yu
Toa Hay itu.“
Dengan perlahan Nyio Sam Pak mengangguk,
"Kiranya masih ada bermacam-macam alasan yang demikian
ruwetnya, muridmut Ciu Han Seng tentunya kepingin cepat-cepat
membalas dendam orang tuanya sehingga tanpa pamit lagi dia
sudah meninggalkan Benteng, soal ini memang patut dikasihani”
"Benar. . .”
Dengan perlahan sinar mata dari Nyio Sam Pak dialihkan keatas
wajah Ti Then ia tertawa.
"Ti Kiauw-tauw, bisa diterima sebagai Kiauwvtauw dari Benteng
Pek Kiam Po tentunya kepandaian silat yang dimilikinya amat tinggi
sekali, entah dapatkah Lolap ikut mengetahui siapakah nama dari
gurumu"
”Tidak berani!" Sahut Ti Then sambil bungkukan badannya
memberi hormat. "Suhuku adalah Bu Beng Lo-jin, dia orang tua
sudah lama sekali mengundurkan diri dari-keramaian dunia."-
”Bu Beng Lojin?” tanya Njio Sam Pak dengan air muka keheran-
heranan. "Lolap sudah berkelana didalam Bu-lim selama lima, enam
puluh tahunan lamanya tetapi belum pernah mendengar kalau
didalam Bu-lim ada seorang jagoan berkepandaian tinggi yang
demikian hebatnya. ..."
”Perkataan yang diucapkan Ti Kiauw-tauw adalah perkataan yang
sungguh-sungguh!” Sambung Wi Ci To dengan cepat.-"Dia cuma
mendapatkan pelajaran ilmu silat saja dari Bu Beng Lojin itu
sedangkan mengenai hubungan antara guru dan murid agaknya
tidak terlalu penting..”
"Kenapa ?” tanya Nyio Sam Pak melengak.
"Kemungkinan sekali dimasa yang lalu Bu Beng Lojin pernah
menemui satu peristiwa yang menyedihkan hatinya sehingga dia
sudah mengasingkan diri tidak munculkan diri kembali kedalam Bu-
lim, waktu dia menerima Ti Kiauw-tauw-sebagai muridnya dia
pernah mengatakan sebab-sebabnya menerima murid, dia bilang
tidak tega melihat ilmu silatnya ikut terkubur kedalam liang kuburan
karena itu setelah Ti Kiauw-tauw berhasil didalam ilmu silatnya dia
lantas pergi meninggalkan dirinya. -sampai sekarang Ti Kiauw-tauw
sendiripun tidak tahu-dia telah berdiam dimana."
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak menghela napas
panjang. "Kelihatannya didalam dunia ini masih terdapat banyak
jagoan berkepandaian tinggi yang tidak diketahui oleh orang Bu-lim,
walaupun lolap belum pernah melihat kepandaian dari Ti Kiauw-
tauw tapi cukup ditinjau dari penghargaan yang diberikan Wi Pocu
kepadanya sehingga sukar dicarikan tandingannya pada saat in
Ini”
"Nyio locianpwe terlalu memuji,” ujar Ti Then merendah, ”Sedikit
kepandaian dari boanpwe tidaklah seberapa, sebenarnya masih
belum bisa dikatakan hebat”
”Kalau Ti Kiauw tauw bicara demikiao Wi Pocu kalian setelah
mendengar perkataan ini hatinya tentu akan sedih” ujar Nyio Sem
Pak sambil tertawa terbahak-bahak.
”Apa maksud dari perkataan Nyio Locianpwe ini?” tanya Ti Then
melengak.
”Pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya
adalah jagoan pedang yang sudah mempunyai nama besar di dalam
Bu-lim, bilamana sekarang Ti Kiauw tauw bilang kepandaianmu
tidak dapat melebihi orang lain maka bukankah para pendekar
pedang merah itu termasuk golongan rendahan”
Wi Ci To yang ada disamping tertawa terbahak-bahak.
„Padahal keadaan yang
sambungnya dengan cepat,
sesungguhny
memang
demikian”
„Anak buah dari aku orang she Wi jikalau dibandingkan dengan
Ti Kiauw tauw memang boleh dikata golongan rendah saja”
Sekali lagi Nyio Sam Pak tertawa tergelak.
„Sebaliknya anak murid golongan rendahan dari Wi Pocu itu
semuanya dapat menjabat sebagai Kiauwtauw dari perkampungan
Thiat Kiam san Cung kami”
”Nyio heng kita adalah kawan lama, buat apa kalau bicara begitu
merendahnya?” ujar Wi Ci To sambil tertawa.
Mendadak air muka Nyio Sam Pak berubah jadi amat sedih sekali,
lalu dengan perlahan-lahan dia menghela napas panjang.
„Suagguh kami orang dari perkampungan Thiat Kiam San cung
sudah tidak dapat mengembalikan kejayaan seperti dahulu lagi“
ujarnya dengan sedih. ”Semakin lama kita semakin merosot; coba
bayangkan pada masa yang lalu ada siapa yang berani datang ke
perkampungan Thiat Kiam san cung kami untuk mencari gara-gara?
sedan kini....”
Berbicara sampai disini dengan sedihnya dia menundukkan
kepalanya lalu menghela napas panjang,
”Kenapa ?” tanya Wi Ci To kaget,
Nyio Sam Pak segera tertawa pahit.
”Hei . . . lebih baik tidak usah kita ungkap lagi” serunya.
Wi Ci To yang melihat dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut,
dengan cepat dia mengalihkan bahan pembicaraannya.
”Putra pertama serta putra kedua dari Nyio heng apa tidak ada
didalam perkampungan?”
”Mereka ada urusan sudah meninggalkan perkampungan”
”Agaknya mereka berdua sudah memperoleh seluruh kepandaian
dari Nyio-heng, bahkan ..”
Dia angkat kepalanya memandang kearah Huan Ceng Hong serta
Cia Pu Leng yang
ada dibelakang badan Nyio Sam Pak itu lalu sambungnya lagi.
”Beberapa orang anak murid dari Nyio-heng ini pun sudah
mencapai kesempurnan, menurut perkataan seharusnya hal ini tidak
membuat Nyio-heng merasa kecewa.”
”Mereka suheng-te memangnya tidak membuat lolap merasa
kecewa,” sahut Nyio Sam Pak perlahan. ”Persoalannya sekarang
kepandaian yang lolap berikan kepada mereka sudah tidak cukup
bagi mereka untuk menghadapai segalanya.”
“Anak murid dari aku orang she Wi sekalipun pendekar pedang
merah yang paling tinggi pun sewaktu berkelana didalam dunia
kangouw belum tentu bisa menangkan seluruh pertempuran yang
dihadapinya, merekapun sama saja pernah memperoleh kekalahan,
tetapi lohu pernah beritahu kepada mereka, sebagai seoraog jagoan
pedang yang penting adalah semangat berlatih silat yang tidak ada
kunjung padamnya, belum tentu setiap menghadapi pertempuran
harus memperoleh kemenangan”
“Perkataan dari Wi Pocu sedikitpun tidak salah” ujar Nyio Sam
Pak tertawa, “Mereka suheng-te pun bisa memegang erat-erat
perkataaan tersebut”
“Kalau memangnya bisa demikian maka yang lainnya tidak perlu
dipikirkan lagi”
”Tetapi bilamana setiap kali menghadapi pertempuran sengit dan
seringkali menderita kekalahan begini pun bukanlah suatu cara yang
baik”
”Perkataan dari Nyio-heng ini apakah mempunyai bukti?”
Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar, akhirnya dia tertawa
pahit.
”Lebih baik tidak usah dikatakan saja, bilamana diceritakan malah
mendatangkan rsa malu saja”
”Bilamana Nyio-heng ada urusan yang sukar dibereskan lebih
baik kau ucapkanlah terus terang, aku orang she Wi dengan senang
hati akan turun tangan memberi bantuan”
Nyio Sam Pak Cuma gelengkan kepalanya tidak berbicara.
”Nyio-heng,” ujar Wi
pembicaraan. ”Pada masa
Ci
To
kemudian
berganti
bahan
Mendekat ini apakah kau pernah bertemu dengan si pembesar
kota uo It Sian?“
Ketika Nyio Sam Pak mendengar disebutnya si pembesar kota
Cuo It Sian mendadak semangatnya berkobar kembali.
”Tidak” jawabnya sambil gelengkan kepalanya, ”Sudah lama
sekali aku tidak bertemu dengan dirinya, apakah Wi Pocu pernah
melihat dirinya?”
”Tidak lama yang lalu aku pernah bertemu satu kali dengan
dirinya, aku orang she Wi dengar katanya Nyio-heng dengan dirinya
adalah kawan lama?”
”Benar,” sahut Nyio Sam Pak mengangguk, ”jadi orang tidak jelek
juga, bukan saja Bun mau pun Bu lihay bahkan berhati pendekar
dan suka menolong orang yang lemah, dia memang seorang
manusia yang patut diajak berkawan.”
”Benar...benar..” sahut Wi Ci To tersenyum.
”Kepergian putra pertama serta putera kedua dari lolap kali ini
pun ada kemungkinan sekalian mereka pergi juga menyambangi
dirinya.”
Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa sangat
terperanjat sekali.
”Aaah..kedua orang putera dari locianpwe pergi menyambangi
dirinya?” serunya tak terasa,
Dia teringat kembali akan peristiwa terbunuhnya si elang sakti
Cau Ci Beng oleh Cuo It Sian, urusan ini Nyio Sam Pak sampai
sekarang pun masih belum tahu.
Bilamana sekarang kedua orang putra dari Nyio Sam Pak menuju
ke rumahnya Cuo It Sian bukankah hal ini akan memancing rasa
curiga dari Cuo It Sian ? ada kemungkinannya sekali malah
menimbulkan napsu membunuh dari dirinya sehingga hal ini
membuat hatinya jadi amat cemas sekali.
Nyio Sam Pak yang melihat secara tiba-tiba dia orang
menimbrung bahkan air mukanya membawa rasa tegang tidak
terasa lagi jadi sedikit melengak.
”Ada yang tidak beres?” tanyanya cepat.
”Tidak mengapa ....tidak mengapa,”
Dengan perlahan Nyio Sam Pak menoleh ke arah diri Wi Ci To
lalu dengan wajah yang ragu-ragu tanyanya;
”Apakah diantara Wi Pocu dengan Cuo It Sian ada ganjalan hati?”
Wi Ci To sendiripun tahu Ti Then sedang merasa kuatir atas
keselamatan dari kedua orang putra Nyio Sam Pak itu, tetapi pada
saat ini dia merasa tidak leluasa untuk menceritakannya kareoa itu
dia segera gelengkaa kepalanya.
”Tidak ada, walaupun aku orang she-Wi sudah berkenalan amat
lama sekali dengan dirinya tetapi belum pernah terjadi sedikit
bentrokan pun”
Baru saja dia selesai berkata mendadak tampaklah seorang
pemuda berlari masuk ke dalam ruangan lalu dengan sikap yang
gugup dia berkata kepada Nyio Sam Pak-
”Cung cu, mereka datang merampok kayu lagi”
Air muka Nyio Sam pak segera berubah sangat hebat, mendadak
dia membanting hancur cawan yang ada di tangannya dan meloncat
bangun.
”Hmmm..sungguh keterlaluan sekali!”
”Sudah terjadi urusan apa?” tanya Wi Ci To melengak.
Dengan amat gusarnya Nyio sam Pak berjalan mondar mandir di
tengah ruangan, kemudian dia baru tertawa dingin.
”Hmmmm..itu iblis bongkok Ling Hu-Ih berani mencari gara-gara
dengan lolap”
Mendengar disebutnya si iblis bongkok Ling Hu Ih oleh Nyio Sam
Pak ini baik
Wi Ci To mau pun Ti Then bersama-sama jadi sangat terkejut
karena si iblis bongkok Ling Hu Ih ini adalah seorang manusia yang
paling lihay dari kalangan Hek-to, kepandaian mau pun nama
besarnya tidak ada di bawah dari si anjing langit rase bumi, bahkan
mempunyai julukan sebagai raja dari antara iblis.
Selama ini jejaknya tidak menentu karena itu sekalipun Wi Ci To
sudah amat lama mendengar nama besarnya tetapi belum pernah
bertemu muka, tetapi dia tahu si iblis bongkok Leng Hu Ih ini adalah
seorang manusia yang sukar untuk diganggu.
”Si iblis bongkok Leng Hu Ih sudah sampai di gunung Lak Ban
San?” Tanya Wi Ci To dengan terperanjat.
“Benar, sudah ada beberapa bulan lamanya” sahut Nyio Sam Pak
dengan air muka terharu.
”Apa tujuannya datang ke gunung Lak Ban san ini?”
”Mendirikan markas besar”
”Aaaah..ternyata ada urusan begini? Dia ingin menduduki gunung
ini sebagai raja?”
”Tidak salah, selama ini iblis tersebut selalu berkelana seorang
diri, tidak disangka secara tiba-tiba saja pada tiga bulan yang lalu
dia memimpin segerombolan manusia datang ke gunung Lak Ban
san dan berdiam kurang lebih tiga li dari perkampungan kami,
katanya mereka mau mendirikan markas besar disana”
”Bukankah hal ini berarti pula sedang menantang perang
terhadap Nyio-heng?” tanya Wi Ci To dengan air muka serius.
”Benar!” sahut Nyio Sam Pak tertawa dingin, ”Karena lolap sudah
mengumumkan kalau aku telah mengundurkan diri dari kalangan
dunia persilatan, maka lolap tidak ingin bergebrak lagi dengan orang
lain, karena itu sudah memerintahkan putraku yang pernah
mencegah, akhirnya setelah bergebrak, karena mereka berjumlah
amat banyak putraku sekalian tidak kuat menahan serangan mereka
dan setiap kali menderita kekalahan, pada waktu mendekat ini sikap
mereka semakin ganas lagi, ternyata pepohonan dan kayu-kayu
yang ada di sekitar tempat ini sudah diambili, bukankah hal ini
terang-terang sedang menantang aku?"
"Apakah dahulu Nyio heng pernah ada ganjalan hati dengan Ling
Hu Ih ?"
"Dengan dia orang sendiri tidak ada, tetapi dengan adik
misannya Si "Ping sin siucay" atau-siucay penyakitan Ciu Kia Leng
psrnah terjadi sedikit peristiwa pada tujuh delapan tahun yang lalu
dia sudah lolap hukum, kemungkinan sekali dengan berdasarkan
urusan inilah dia sengaja naik keatas gunung Lak Ban San untuk
mencari gara-gara"
“Tadi Nyio heng tidak mau menceritakan urusan tersebut apakah
yang dimaksud dengan peristiwa dari Leng Hu Ih ini?”
“Benar!" Sahut Nyio Sam Pak sambil menghela napas panjang.
"Omong terus terang saja dikarenakan lolap tidak mempunyai
pegangan yang kuat untuk memperoleh kemenangan maka selama
ini lohu terus menerus bersabar diri dan menghindarkan diri dan
setiap bentrokan langsung dengan mareka, tetapi ternyata mereka
mendesak terus menerus, bukankah hal ini semakin tidak
memandang sebelah mata pun kepada lolap?"
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi:
"Orang yang dibawa olehnya kali ini ada dua ratus orang lebih,
diantaranya ada beberapa orang yang merupakan jagoan
berkepandaian tinggi dari kalangan Hek-to, lolap yang merasa tidak
dapat menangkan mereka maka pada beberapa hari yang lalu sudah
memerintahkan kedua orang putraku untuk turun gunung mencari
bala bantuan. Cuo It Sian pun termasuk salah seorang yang lolap
mintai bantuannya."
Wi Ci To yang mendengar Cuo It Sian pun termasuk orang yang
diundang untuk membantu pertempuran ini tidak kuasa lagi dia
sudah melirik sekejap kearah Ti Then kemudian tanyanya:
“Bala bantuan yang diundang Nyio heng entah kapan baru bisa
tiba disini?"
“Paling cepat mungkin dua puluh hari kemudian baru bisa tiba”
"Ada satu persoalan yang aku orang she-Wi mengharapkan Nyio-
heng suka menjawabnya secara terus terang . . .”
"Urusan apa?" tanya Nyio Sam Pak sambil pandang tajam
wajahnya.
"Nyio-heng, maukah kau orang memandang aku orang she-Wi
sebagai teman?"
„Apa maksud perkataan dari Wi Pocu ini?”
"Bilamana Nyio-heng suka memandang aku orang she-Wi sebagai
teman maka sekarang juga kita pergi temui si iblis bongkok Leng Hu
Ih itu”
"Bisa memperoleh bantuan dari Wi Pocu sudah tentu sangat
bagus sekali, Cuma saja Wi Pocu baru saja tiba dari tempat
kejauhan, bagaimana boleh . . . ".
"Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi !" ujar Wi Ci-To sambil
bangkit berdiri, nenanti setelah membereskan Leng Hu Ih, Nyio-
heng baru baik-baik menjamu kita dengan beberapa cawan arak
saja"
"Kalau begitu Lolap segera akan memrntahkan anak muridku
untuk bikin persiapan" ujar Nyio Sam Pak dengan amat girang.
"Kemudian kita bersama-sama berangkat, pergi mencari diri Leng
Hu Ih untuk bertempur mati-matian"
”Tidak . ..tidak perlu" cegah Wi Ci To dengan cepat, "Lebih baik
Nyio-heng perintahkan anak muridmu untuk baik-- m-enjaga
perkampungan saja, cukup kita- tiga orang sudah dapat
membereskan mereka”
"Tetapi mereka berjumlah amat banyak” Seru Nyio Sam Pak
melengak-
Wi Ci To lantas tersenyum tawar, "Untuk menawan penjahat
harus menangkap rajanya terlebih dulu, asalkan kita berhasil
membunuh Leng Hu Ih maka sisanya tidak perlu ditakuti lagi."
"Tetapi mereka masih mempunyai beberapa orang pembantu
yang amat lihay sekali
seperti "Ci Hun Suseng" atau si-sastrawan banci Ong Cuo Ting"
Pan Bian si Sah" atau si muka aneh Ling Ang Lian" Boe-Cing atau Si
kakek tak berbudi Ko Cing Im serta It Kiam Pun Ci" atau bertemu
tidak mujur Cang Hiong, bilamana Leng Hu Ih tidak mau bertempur
satu lawan satu melainkan memerintahkan mereka-untuk turun
tangan mengerubuti..”
”Soai ini pun tidak usah dikuatirkan !" potong Wi Ci To dengan
cepat.
Nyio Sam Pak melihat dia orang mempunyai kepercayaan yang
begitu teguh tidak-banyak berbicara lagi kepada putranya yang
ketiga Nyio Si Ih lantas perintahnya: "Si Ih, kau pergi ambil pedang
baja dari Lolap!”
Nyio Si Ih dengan hormatnya menyahut kemudian dengan
tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan.
Tidak lama kemudian pedang bajanya sudah tiba.
Nyio Sam Pak segera menerima pedang itu dan dicabutnya
keluar, seperti baru saja bertemu dengan kawan lama ujarnya
kemudian sambil menghela napas panjang.
”Pedang baja ini sudah lolap simpan lama sekali, tidak kusangka
ini hari harus digunakan kembali !”
Pedang baja ini besar kecilnya persis dengan pedang pusaka
biasa, cuma saja dari badannya mengeluarkan sinar yang amat
tawar sekali, kelihatannya sangat aneh. Wi Ci To tersenyum,
“Pedang baja dari Nyio-heng ini pada masa yang lalu pernah
mengetarkan seluruh? dunia kangouw dan ditakuti oleh kaum
penjahat, kali ini bisa muncul kembali dari sarungnya membuat
Nyio-heng kelihatan makin gagah lagi" pujinya.
Nyio Sam Pak cuma tertawa tawar lalu memasukkan kembali
pedang bajanya ke dalam sarung, kepada putranya yang ketiga Nyio
Si Ih dia segera berpesan,
"Si Ih, kau baik-baiklah menjaga perkampungan, lolap bersama-
sama dengan Wi Pocu akan menemui Leng Hu Ih tersebut.”
Berbicara sampai disini dia segera menoleh kearah Wi Ci To serta
Ti Then.
”Mari kita berangkat !" ujarnya sambil tertawa.
Dengan demikian mereka bertiga segera berjalan meninggalkan
perkampungan Thiat kiam San Cung.
Nyio Sam Pak memimpin berjalan di depan, dengan melalui
sebuah jalan usus kambing yang kecil disamping kiri perkampungan
dia berjalan sejauh setengah li, mendadak terdengarlah suara
ditebangnya kayu berkumandang datang dari hutan sebelah depan.
Nyuo Sam Pak segera mempercepat langkahnya.
"Heee . . . heeee , . . kemarin dulu pemimpin yang meronda
disini adalah Hoa Hu Tiap atau sikupu-kupu bunga Hong It peng,
kemungkinan sekali ini hari pun dia juga yang pimpin" Serunya
sambil tertawa dingin.
"Bagaimana dengan kepandaian silatnya?" tanya Wi Ci To.
"Tidak lemah, muridku Cia Pu Leng pernah bergebrak melawan
dirinya tetapi bsrakhir dengan seimbang."
”Hoa Hu Tiap, atau sikupu-kupu bunga Hong It Peng ini boanpwe
pernah mendengar orang berkata" tiba-tiba tukas Ti Then." Menurut
apa yang boanpwe dengar dia adalah adik angkat dari Giok Bian
Langcoen, Coe Hoay Lo !"
"Tidas salah, mereka berdua adalah bajingan-bajingan cabul
yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk”
"Giok Bin Langcoen Coe Hoay Lo sudah boanpwe basmi" ujar Ti
Then sambil tertawa, "Ini hari biarlah si kupu-kupu bunga Hong It
Peng ini pun boanpwe basmi sekalian,"
Berbicara sampai disini mendadak di hutan sebelah depan
terdengar suara benturan yang amat keras sekali sehingga
memekikkan telinga, agaknya ada sebatang pohon besar yang
berhasil dirobohkan.
"Kurang ajar !" maki Nyio Sam Pak dengan gusar.
Tubuhnya segera berkelebat menubruk kearah hutan itu.
Wi Ci To serta Ti Then pun dengan cepat mengikuti dari
belakangnya di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba
dilapangan tersebut.
Pada saat ini di tengah lapangan ini ada dua puluh orang lelaki
herpakaian ringkas sedang menggergaji kayu sedaag yang lain
sedang memotong-motong kayu itu jadi beberapa bagian dan siap
digotong pergi.
Diantara mereka ada seorang yang mamakai baju berwarna-
warni dengan wajah kurus kering sedang berdiri bergandeng tangan
disana jika dilihat dari sikapnya jelas dialah pemimpin yang
memimpin pekerjaan di tempat ini.
Ketika pandangan matanya dapat melihal si kakek pedang baja
Nyio Sam P»k, Wi Ci To serta Ti Ihen menubruk datang air mukanya
sedikit berubah, tetapi dia orang sama sekali tidak memperhatikan
rasa jerinya.
Bukan begitu saja bahkan dia melengos dan pura-pura tidak
melihat kedatangan mereka itu.
Dengan wajah yang amat gusar sekali Nyio Sam Pak segera
berjalan menghampiri dirinya.
”Kau kah si kupu-kupu bunga, Hong It Peng ?” tanyanya dengan
suara yang berat.
”Cayhe memang adanya” sahut lelaki berusia pertengahan itu.
”Siapakah nama besar dari lo sianseng ? Ada keperluan apa
datang kemari ?” ”Lolap Nyio Sam Pak”
Si kupu kupu bunga Hong It Peng sengaja memperlihatkan rasa
terkejutnya, dengan gugup dia bungkukkan badannya menjura.
”Aaih . .. kiranya kiranya kau orang tua adalah Nyio Lo Cung-cu
selamat bertemu , selamat bertemu.”
”Siapa yang suruh kalian tebangi kayu-kayu disini?” seru Nyio
Sam Pak tertawa dingin.
Si kupu-kupu bunga Hong It Peng tertawa.
”Toako kami si iblis bongkok Leng Hu Ih yang suruh.”
Dia mengucapkan kata-kata Iblis bongkok Leng Hu Ih dengan
dengan amat tegas sekali agaknya dia mengira nama Leng Hu Ih
bisa mengejutkan orang yang mendengar.
”Sekarang aku perintah kalian untuk menghentikan penebangan
kayu dan cepat menggelnding pergi dari sini!” perintah Nyio Sam
Pak lagi dengan dingin.
Mehdengar perkataan itu si kupu-kupu bunga Hong It Peng
segera tertawa terbahak-bahak.
”Nyio lo Cung-cu kau sungguh pandai bergurau” ujarnya
mengejek. ”Hutan belantara ini bukannya harta milik kau Nyio Lo
Cungcu, siapa yang senang menebang siapa pun tidak ada yang
bisa mencegah.”
"Tetapi Lolap bisa mencegahnya,” ujar Nyio Sam Pak dingin.
Sinar mata dari si kupu kupu bunga segera melirik sekejap
kearab Wi Ci To serta
Ti Then yang berdiri disampingnya, agaknya dia sama sekali tidak
kenal dengan Pocu dari benteng Pek Kiam Po serta Ti Kiauwtauw
yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw ini, air
mukanya sama sekali tidak memperlibatkan sedkit rasa jeripun.
”Oouw kiranya ini hari Nyio Lo Cung-cu sudah memnbawa
pembantu” ejeknya dengan dingin, ”Makanya omonganmu begitu
besar hee...he..”
Sepasang mata dari Nyio Sam Pak segera melotot lebar-lebar
lantas tertawa seram-
”Tidak-salab,, ini hari lolap memang sengaja mengundang datang
dua orang pembantu tetapi untuk membasmi kau bajingan cabul
lolap percaya masih ada kekuatan”
Berbicara sampai kata-kata yang terakhir telapak tangan
kanannya segera didorong ke depan melancarkan satu pukulan
menghajar dada darI si kupu-kupu bunga itu.
Di tangan kirinya dia masih mencekal pedang bajanya, saat ini
dia tidak ingin menggunakan pedangnya melancarkan serangan, hal
ini sudab tentu dikarenakan dia lagi menjaga kedudukannya sendiri
dan tidak ingin bertempur secara resmi melawan si kupu kupu
bunga ini.
Dengan cepat si kupu-kupu bunga merasa datangnya serangan
tersebut amat hebat baru saja pundak dari Nyio Sam Pak sedikit
bergerak dia sudah meloncat mundur ke belakang.
“Hee . . hee . . tunggu sebentar!” serunya sambil tertawa aneh.
“Ada kentut cepat lepaskan!” teriak Nyio Sam Pak tertawa dingin.
Si kupu-kupu bunga segera memperlihatkan
menyengirnya yang sangat mengejek.
senyuman
”Nyio Lo cung cu.” ujarnya sambil menuding ke arah Wi Ci To
serta Ti Then yang berdiri disampingnya itu. ”Kedua orang
pembantu yang kau bawa ini hari sudah seharusnya kau kenalkan
dulu biar aku pun mengetahui nama mereka.”
”Yang tua adalah si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu dari
Benteng Pek Kiam Po, si pendekar pedang yang muda adalah Kiauw
tauw dari Benteag Pek Kiam Po si pendekar baju hitam Ti Then”
Seketika itu juga air muka si kupu-kupu bunga berubah sangat
hebat.
Dia orang yang mempunyai si iblis bongkok Leng Hu Ih sebagai
tulang punggung sebenarnya sama sekali tidak memandang sebelah
mata terhadap para pembantu yang diundang oleh Nyio Sam Pak
ini, tetapi ketika didengarnya kedua orang itu bukan lain adalah Wi
Ci To itu Pocu dari Benteng Pek Kiam Po serta si pendekar pedang
hitam Ti Then, seketika itu juga dia dibuat ketakutan. Sekalipun si
iblis bongkok Leng Hu Ih sendiri pun tidak berani mencari gara-gara
dengan Wi Ci To apalagi si kupu-kupu bunga sendiri ? Maka itu
didalam keadaan yang amat cemas itulah sikapnya pun sudah
berobah jauh lebih hormat lagi. Dengun gugup dia bungkukkan
badannya menjura terhadap diri Wi Ci To.
”Oooow . . kiranya Wi Toa Pocu sudah datang maaf cayhe
punya-mata tak berbiji . .maaf . . maaf . . ” serunya sambil
menyengir-nyengir, Wi Ci To segera melengos dia tidak ambil gubris
terhadap omongannya. Air muka si kupu-kupu bunga seketika itu
juga berubah memerah dan merasa sangat malu sekali, dengan
sekuat tenaga dia berusaha untuk tetap mempertahankan
senyuman di bibirnya-
”Hee . . . heea . cayhe . . cayhe membawa beberapa orang
saudara ini datang menebang kayu . .se.. sebetulnya mendapat
perintah dari toako Kami si iblis bungkuk Leng Hu Ih , , , kini kini ,
heee . hee , kini bilamana Wi Toa Pocu perintahkan kami untuk
berhenti . . cayhe . . , cayhe segera kembali ke markas uotuk
melaporkan urusan ini kepada toako kami“
Berbicara sampai disini dia segera menoleh dan teriaknya dengaa
keras kepada anak buahnya-
”Heeey saudara sekalian, berhenti menebang, ikut aku pulang..“
Mendengar perintah tersebut orang-orang itu lantas pada
berhenti bekerja dan membereskan alat-alatnya siap meninggalkan
tempat itu.
”Hong It Peng,” tiba-tiba terdengar Ti Then berseru sambil maju
kedspan, ”Biar mereka pulang sendiri,”
Air muka si kupu-kupu bunga segera berubah jadi pucar pasi, dia
segera memperlihatkan senyuman paksa.
”Ti Kiauwtauw ada petunjuk apa?” tanyanya.
Ti Then berjalan sampai beberapa langkah dan badannya baru
berhenti, kepada Nyio Sam Pak segera ujarnya.
„Nyio Locianpwe, kau orang tua boleh beristirahat dulu, orang ini
serahkan saja kepada boanpwe untuk dibereskan.”
Agaknya Nyio Sam Pak pun ingin sekali mengetahui kelihaian dari
Ti Then, dia segera tertawa dan mengundurkan diri dari sana, waktu
itu Ti Then baru menoleh kearah si kupu-kupu bunga.
”Aku dengar kau adalah adik angkat dari Giok Bian Langcoen Coe
Hoay Lo ?“
”Benar” sahut si kupu kupu bunga Hong It-peng sambil terpaksa
mengangguk.
”Kalau begitu seharusnya kau membalas dendam atas kematian
dari Giok Bian Langcoen, dia sudah aku bunuh mati”
„Cayhe mempunyai perintah yang belum terlaksana, saat ini
bukan waktunya untuk membicarakan soal balas dendam, nanti
setelah aku laporkan urusan ini kepada toako aku baru datang lagi
untuk minta beberapa pelajaran dari Ti kiauw tauw” usai berkata dia
putar badan siap meninggalkan tempat tersebut kembali.
”Berhenti!” bentak Ti Then sambil tertawa, si kupu kupu bunga
segera merasakan hatinya bergidik, terpaksa dengan keraskan
kepala dia putar badannya kembali.
“Ti Kiauw tauw kau punya perintah apa lagi?” tanyanya sambil
tertawa kering.
”Agaknya kau takut mati.?”
Air muka si kupu kupu bunga segera berubah memerah.
”Cayhe tidak paham apa maksud dari perkataan Ti Kiauwtauw
ini.”
”Selama hidupku aku paling benci terhadap manusia Jay Hoa Cat
yang tukang merusak perawan perempuan, maka itu setiap kali aku
bertemu dengan penjahat pemetik bunga aku tidak bakal akan
melepaskan dirinya.”
”Tapi cayhe bukanlah seorang penjahat pemetik bunga.”
”Sedikit-dikitnya satu golongaa dengan dia, kau adalah adik
angkat dari Giok Bian LangCoen maka sudah tentu sama sepeiti dia
kau pun Seoracg penjahat pemetik bunga.”
”Kalau bicara lebih baik kalau ada buktinya, Ti Kiauwtauw jangan
sembarangan menuduh.”
Ti Then segera tertawa dingin.
“Ditinjau dari julukanmu sebagai kupu kupu bunga, kupu-kupu
selamanya tidak bakal meninggalkan bunga.
Agaknya si kupu kupu banga merasa keadaan tidak baik, dengan
cepat dia menarik kembali rasa takutnya diikuti memperdengarkan
suara tertawanya yang sangat tidak enak.
”Kelihatannya ini hari Ti Kauwtauw tidak bermaksud melepaskan
cayhe?”
”Benar, kau boleh mulai melancarkan serangan” sahut Ti Then
mengangguk.
”Bagus sekali, cayhe akan menemani kau bermain sebentar”
Tubuhya segera bergerak mundur beberapa depa ke belakang
tangan kanannya merogoh ke dalam sakunya mencabut keluar
sebilah pedang emas yang memancarkan sinar yang amat-tajam,
Ti Then tetap tidak mencabut keluar pedangnya, dia tertawa
nyaring.
”Bagus sekali, sekarang silahkan mulai turun tangan”
Si Kupu kupu bunga segera menggetarkan pedang lemas di
tangannya sehingga memperdengarkan suara dengungan yang
amat keras, dia tertawa dingin.
”Kenapa kau tidak cabut keluar pedangmu?”
”Di dalam sepuluh jurus bilamana aku tidak dapat mencabut
nyawamu dengan menggunakan sepasang kepalanku ini maka ini
bari ku akan lepaskan satu kehidupan buat dirimu”
Walaupun si kupu-kupu bunga sudah lama mendengar nama
besar dari Ti Then dan mengetahui kalau dia memiliki kepandaian
silat yang amat tinggi, tetap; karena ia belum pernah melihatnya
dengan mata kepala sendiri maka dalam hatinya masih tak mau
percaya.
Kini mendengar perkataan dari Ti Then itu tak terasa dia jadi
gusar juga.
”Kita putuskan demikian, terimalah seranganku!” bentaknya
sambil tertawa seram.
Baru saja perkataannya selesai pedangnya sudah membabat
datang dengan cepat menusuk hati dari Ti Then.
Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti setelah ujung
pedangnya hampir mendekati badannya tubuhnya baru sedikit
miring kesamping, telapak tangannya diubah jadi cengkeraman
mengancam pergelangan tangan kanan pihak lawan.
Siapa tahu tusukan pedang dari si kupu kupu bunga itu tidak
lebih cuma serangan kosong belaka, melihat Ti Then miringkan
badannya menghindar dengan cepat dia gerakkan badannya maju
kedepan pedang lemasnya dari gaya minimal jadi membabat,
laksana berkelebatnya naga perak dia mengancam pergelangan
tangan kanan dari Ti Then.
Perubahan jurus yang sangat cepat ini benar-benar boleh dipuji
sebagai serangan jagoan kelas satu di Bulim,
Ti Then segera membentak keras, tubuhnya sedikit berjongkok
ke bawah telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepatnya menghajar
pusar dari pihak lawan.
Ketika si kupu-kupu bunga menemukan serangannya yang kedua
kembali mencapai sasaran yang kosong untuk mengubah jurus
kembali sudah tidak sempat saking terdesaknya terpaksa dia
mengundurkan dirinya kebelakang.
Tetapi bersamaan dengan mundurnya sang badan kebelakaog
itulah dia membentak keras lagi, pedang lemasnya membacok
pundak-kiri dari Ti Then.
Datangnya serangan pedang kali ini amat dahsyat dan ganas
sekali, bilamana pundak dari Ti Then ini terkena bacokannya maka
kontan segera akan terpapas putus jadi dua.
Tetapi menang kalahpun pada saat itu sudah dapat ditentukan.
Ketika pedang si kupu-kupu bunga dibabat kebawah itulah
mendadak dia merasakan pandangannya jadi kabur, dia sudah
kehilangan bayangan dari Ti Then.
Diikuti jalan darah Leng Thay hiat pada punggungnya terasa
seperti kena ditusuk, saking kesakitannya seketika itu juga dia tidak
sadarkan diri.
Tubuhnya sedikit bergoyang lantas rubuh tak dapat bergerak
lagi.
Kedua puluh orang penjahat lainnya sewaktu melihat pemimpin
mereka si kupu-kupn bunga hanya didalam tiga jurus saja sudah
menggeletak tak bangun, semuanya pada terkejut dan berdiri
termangu-mangu di sana. Untuk melarikan diri pun mereka sudah
lupa.
Nyio Sam Pak sendiripun dibuat terbelalak oleh kejadian ini.
Dia sejak semula sudah tahu kalau Ti Then tentu memiliki
kepandaian silat amat tinggi sekali hingga bisa diterima sebagai
Kiauwtauw didalam Benteng Pek Kiam Po tetapi dia tidak
menyangka kalau gerakan Ti Then dapat demikian lihaynya.
Lama sekali dia termangu-mangu kemudian dengan sangat
terperanjatnya berpikir.;
”Dalam tiga jurus saja dia sudah berhasil memukul rubuh si
kupu-kupu bungs. kepandaian yang demikian tingginya ini
kemungkinan Wi Ci To sendiripun tidak sanggup untuk
melakukannya.
Berpikir sampai disitu tidak tertahan lagi dia segera membuka
mulutnya bertanya:
”Ti Kiauw tauw, apa kau sudah membunuh dirinya ?”
”Benar” sahut Ti Then mengangguk,
Para penjahat lainnya sewaktu mendengar si kupu-kupu bunga
sudah binasa saat itu
seperti baru saja bangun dari impian, dengan cepat-cepat pada
melarikan diri dari sana dengan terbirit-birit,
”Semuanya berhenti!” tiba-tiba dengan suara yang seperti guntur
membelah bumi Ti Then membentak keras.
Mendengar suara bentakan yang memekikkan telinga itu suasana
di sekeli1ing kalangan jadi bergetar, para penjahat sudah mulai
melarikan diri terbirit-birit itu pun segera pada berhenti berlari dan
tidak berani bergerak barang sedikitpun.
”Maju dua orang dan angkat mayat ini, sisanya dengan berbaris
jadi satu mengikutinya dari belakang” perintah Ti Then lebih lanjut.
Para penjahat itu mana berani membangkang, segera tampaklah
dua orang penjahat maju ke depan menggotong mayat si kupu-
kupu bunga sedang yang lainnya berbaris jadi satu mengikutinya
dari belakang, tapi mereka tidak ada yang berani bergerak.
Karena mereka tidak tahu Ti Then hendak memerintahkan
mereka pergi ke perkampungan Thiat Kiam San-cung ataukah
kembali ke markas besarnya sendiri.
”Ayoh jalan! Kembali ke markas besar kalian!” perintah Ti Then
lebih lanjut.
Demikianlah dua orang yang menggotong mayat itu berjalan di
paling depan berbaris mengikuti dari belakangnya.
Thi Then, Nyio Sam Pak serta Wi Ci To tiga orang berjalan di
paling belakang, bagaikan sebuah ular panjang mereka beramai-
ramai bergerak menuju ke markas mereka.
Kurang lebih sesudah melakukan perjalanan sejauh dua li
setengah sampailah mereka di depan sebuah perkampungan.
Perkampungan itu belum selesai dibangun, saat ini masib ada
berpuluh-puluh orang penjahat sedang mendirikan pagar kayu serta
bahan tangga.
”Berhenti!” perintah Ti Then selanjutnya.
Kedua puluh orang penjahat itu agaknya sudah pernah mendapat
pendidikan yang amat keras sekali, mendengar perintah itu dengan
gerakan yang sama mereka menghentikan barisannya.
„Berlutut..!“
Para penjahat jadi melengak tapi mereka tidak
memmbangkang dengan cepat pada berlutut keatas tanah.
”Yang membopong mayat tidak usah berlutut”
berani
Kedua orang penjahat yang menggotong mayat itu mengikuti
perintah dan tetap berdiri.
”Bagus sekali, sekarang semua orang merangkak masuk kedalam
perkampungan dan suruh Leng Hu Ih menggelinding keluar!”
Para penjahat itu tidak ada yang berani membangkang, dengan
mengikuti dari belakang mayatnya si kupu-kupu bunga mereka
merangkak masuk kedalam perkampungan.
Para penjahat lainnya yang ada didalam perkampungan itu
semula tidak mengetahui apa yang sudah terjadi, ketika melihat ada
segerombolan orang merangkak masuk kedalam perkampungan
mereka pada tertawa terbahak-bahak kegelian.
Tetapi setelah melihat jelas kalau mereka adalah orang sendiri
bahksn melihat pula mayat tersebut bukan lain adalah mayat dari si
kupu kupu bunga air muka mereka baru pada berubah hebat.
Dengan meninggalkan pekerjaannya sendiri-sendiri mereka pada
melarikan diri masuk kedalam markasnya dengan terbirit-birit.
Tidak lama kemudian si iblis bungkuk Leng Hu Ih dengan
memimpin serombongan orang berjalaa keluar dari sarangnya.
Usianya ada enam puluh tahun, kepalanya besar dengan mata
yang bulat, wajahnya„ penuh barcambang walaupuo badannya
bongkok tetapi perawakannya besar dia amat ganas sakali
kelihatannya, pada saat ini air mukanya diliputi oleh napsu untuk
membunuh.
Orang yang mengikutinya dari belakang semuanya ada dua belas
orang banyaknya,
diantara mereka tidak ada seorangpun yang berwajah genah,
mereka semua mempunyai bentuk wajah yang bengis dan ganas
sekali-
Setelah berjalan keluar dari sarangnya mereka berhenti karang
lebih empat kaki dari antara Wi Ci To bertiga.
Si iblis bungkuk Leng Hu Ih segera mengulap tangannya
mencegah kedua belas orang pembantunya untuk berhenti sedang
dirinya maju tiga langkah kedepan, kepada Wi Ci To lantas rangkap
tangannya memberi hormat.
"Lo-heng ini apakah bukan si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu
dari Benteng Pek-Kiam Po ?” ujarnya,
"Lo-hu memang adanya" sahut Wi Ci To sambil balas hormatnya.
Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan.
”Nama besar dari saudara aku sudah mendengarnya seperti
mendengar guntur di siang hari bqlong, ini hari beruntung dapat
bertemu aku merasa sangat beruntung sekali "
"Haaaa .... haaa .... tidak berani ..tidak berani!"
Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperlihatkan sebaris
giginya yang putih runcing kemudian tertawa seram kembali.
"Selama puluhan tahun lamanya Wi Pocu memimpin Bu-lim dan
menjagoi seluruh kolong langit hal ini benar-benar patut dikagumi
oleh semua orang."
"Terima kasih. . . . terima kasih." Sahut Wi Ci To kembali.
oooooOooooo
“Tidak lama berselang aku dengar katanya Wi Pocu
menghancurkan istana Thian Teh Kong dan membasmi si anjing
langit rase bumi, entah benarkah urusan ini ?” tanya si iblis bongkok
Leng Hu Ih tertawa.
"Benar !"
"Ini hari Wi Pocu datang kemari entah ada keperluan apa ?"
"Sengaja datang menghantar kau ke-akherat !"
Air muka si iblis bongkok Leng Hu Ih segera berubah sangat
hebat.
"Perkataan dari Wi Pocu sungguh enak sekali !" serunya tertawa
serak.
Wi Ci To tersenyum.
"Selamanya lohu kalau berbicara tidak pernah berbelok-belok !"
"Bagus sekali, kalau begitu sekarang aku orang she-Leng Hu
ingin minta satu penyelasan kepadamu, kau mau menghantar aku
orang she Leng Hu menuju ke akherat berdasarkan alasan apa ?”
"Membasmi penjahat !”
"Kau mengartikan aku orang she Leng Hu yang memerintahkan
anak buahku pergi ke sekitar perkampungan Thiat Kiam San Cung
menebangi kayu ?" Seru Si iblis bongkok Leng Hu Ih tertawa dingin.
"Bukan !"
"Kalau begitu membasmi penyahat dua kata mempunyai maksud
apa ?”
"Kau mengumpulkan manusia-manusia celaka ini datang kemari
dan bendak mendirikan sarang hal ini terang-terangan sedang
mempersiapkan satu komplotan perampok, demi keselamatan dari
penduduk terpaksa lohu harus membasmi dulu bibit-bibit bencana
ini agar pendudukpun bisa terhindar dari bencana yang
menderitakan."
Tiba-Tiba Leng Hu lh tertawa terbahak-bahak.
"Haaa . , - . haaaa . haaa .. Wi Ci To ! Kau terlalu tidak pandang
diri kami,” teriaknya mendongkol.
“Orang lain mungkin takuti dirimu tetapi aku Leng Hu Ih tidak
bakal akan pandang sebelah matapun kepadamu!"
'*Selama hidup tujuan lohu membasmi penjahat bukanlah
bermaksud hendak jadi seorang pahlawan, kau tidak pandang lohu
hal ini tidak akan menyusahkan hati lohu."
“Nyio Sam Pak” tiba-tiba Leng Hu Ih menoleh kearah diri Nyio
Sam Pak lantas ejeknya dengan suara yang menghina,.”Lohu kira
kau adalah seorang manusia luar biasa, tidak disangka kau orang
lebih cuma seorang kawanan tikus bernyali:kecil, menanti setelah
kedatangan pembantu kau baru berani menongolkan kepala
bertemu dengan lohu!"
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak segera maju
kedepan.
"Bliamana kau berharap hendak berkelahi dengan lolap, sekarang
bukankah sudah ada kesempatan' ujarnya perlahan.
"Bagus. , . . bagus .... bagus sekali, hal ini memang sesuai
dengan maksud hati lohu!" Sahut Leng Hu Ih sambil angkat
kepalanya tertawa tertawa terbahak-bahak.
SambiI berkata dari tangan seorang sastrawan berusia pertengan
dia menerima sebilah pedang kemudian maju kedepan menyambut
kedatangan dari Nyio Sam Pak.
Melihat suasana sudah meruncing Wi Ci To segera berkata
dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya :
"Ti Kiauw tauw, badan Nyio Cungcu sudah lemah usianya pun
sudah lanjut,aku rasa dia tidak bakal bisa menahan serangannya
lebih baik kau saja yang menyambut serangan kali ini."
Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera maju kedepan
menghalangi Nyio Sam Pak.
“Nyio Locianpwe!" ujarnya sambil. rangkapkan tangannya
memberi hormat. "Kau orang tua sudah mengumumkan diri untuk
mundur dari dunia persilatan, tidak seharusnya kau orang tua
menggerakkan senjata lagi, biarlah pertempuran kali ini boanpwe
yang mewakili."
"Tidak !" tolak Nyio Sam Pak sambil tertawa, "Ti Kiauw tauw
silahkan mengundurkan diri. lolap mau turun tangan sendiri*
"Bilamana Nyio Locianpwe sayang kepada boanpwe maka
seharusnya pertempuran kali ini kau orang tua berikan kepada
Boanpwe, agar boanpwe
mengangkat nama !"
pun
mendapat
kesempatan
untuk
Berbicara sampai disini tidak menanti Nyio Sam Pak setuju atau
tidak dia segera menyambut datangnya Si iblis bongkok Leng Hu Ih.
“Hey manusia bongkok!” ujarnya sambil tertawa, “Seharusnya
kau mencari diriku dulu. dan balaskan dendam atas kematian dari
anak buahmu si kupu-kupu bunga”
"Menyingkir!" bentak Leng Hu lh sambil mengerutkan alisnya
rapat-rapat. "Kau bangsat cilik manusia macam apa. Kau berani juga
menantang Lohu bertempur?"
Kelihatannya dia sama sekali tidak mengetahui kalau Ti Then
adalah seorang manusia yang sukar untuk dihadapi.
"Ooow kau suruh aku menyingkir ? mudah sekali! asalkan kau
gerakan pedangmu aku bisa mundur .sendiri.”
Mendengar perkataan dari Ti Then ini Leng Hu Ih jadi amat gusar
sekali dengan cepat dia putar badan meninggalkan tempat itu.
"Cuo Ting!" perintahnya dengan dingin. “Kau turun tangan dan
jagal bangsat cilik itu!"
Jika didengar dari nada suaranya jelas dia tidak mau menurunkan
derajatnya berternpur dengan angkatan rendah.
Si sastrawan berusia pertengahan itu segera menyahut dan
meloncat maju kedepan.
Wajahnya adalah yang paling "Genah" diantara kedua belas
orang lainnya telapi bibirnya memakai gincu serta pipinya berbedak,
seorang lelaki dengan memakai gincu dibibirnya hal ini jelas
memperlihatkan kalau dia orang adalah seorang banci.
Ti Then yang melihat potongannya segera merasa dadanya amat
mual hamper muntah.
“Kau orang yang disebut sebagai sastrawan Banci Ong Cuo
Ting?” tanyanya.
“Benar” sahut si sastrawan banci Ong Cuo Ting dengan suara
yang melengking kecil dan gaya yang tengik.
“Kau sebenarnya lelaki atau perempuan?” bentak Ti Then dengan
mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Lalu kau melihat aku seorang lelaki atau perempuan?” balik
Tanya si sastrawan banci sambil paling kepalanya tertawa
melengking.
“Aku lihat kau mirip dengan seorang siluman!”
“Betul sekali!” sahut si sastrawan banci tertawa, “Aku memang
paling suka makan itunya manusia...hee..hiii..hiii..kau bocah cilik
lebih baik sedikit waspada!”
“Kau berbadan tidak laki-laki tidak perempuan sungguh membuat
orang merasa mual, harus dibunuh!”
Begitu kata-kata terakhir diucapkan keluar dari mulutnya,
serangannya sudah menyambar kedepan.
Agaknya si sastrawan banci itu tidak menyangka kalau gerakan Ti
Then bisa begitu cepatnya, dia jadi terperanjat lalu dengan terburu-
buru mundur beberapa tindak kebelakang.
Serangan kedua dari Ti Then segera menyambar dating lagi
menghajar pinggangnya.
“Rubuh!” bentaknya keras.
Pukulannya ini dilancarkan amat cepat sekali, sedangkan
ketepatannya serta kemantapannya luar biasa.
“Braaak!” punggung dari si sastrawan banci Ong Cuo Ting itu
segera terkena hajar sehingga badannya berjumpalitan diatas
tanah.
Melihat kejadian itu si iblis bongkok Leng Hu Ih baru merasa
terkejut, air mukanya berubah sangat hebat sekali, agaknya pada
saat ini dia baru mengetahui kalau Ti Then sebetulnya adalah
seorang manusia berbahaya.
“Pukulanku barusan cuma merupakan satu peringatan saja
kepadamu agar kau jangan terlalu memandang rendah musuhmu,
ayoh bangun kita bergebrak kembali!”
Air muka si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera berubah
memerah, dengan cepat dia melompat bangun.
“Bangsat cilik, kau pintar juga!” teriaknya.
Pukulannya tadi agaknya tidak sampai melukai badannya, tetapi
tidak urung nyalinya terpukul goyah juga, senyuman yang
menghiasi wajahnya seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Begitu tubuhnya meloncat meloncat bangun dia segera
merendahkan badannya memperkuat kuda-kuda kemudian pusatkan
seluruh perhatiannya menanti serangan lawan selanjutnya.
Ti Then sama sekali tidak memperlihatkan gaya apa pun, sambil
tertawa mengejek ujarnya.
“Kali ini lebih baik kau saja yang mulai menyerang!”
Si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera geserkan bandannya
bergerak maju, kemudian secara tiba-tiba membentak keras,
telapak tangannya laksana sebilah golok dengan tajamnya
membabat badan Ti Then.
Ti Then yang mendengar datangnya angin pukulan amat keras
dia segera mengetahui kalau serangan tersebut adalah serangan
yang benar-benar, telapak tangan kanannya segera diayun
menyambut kedatangannya.
Si sastrawan banci Ong Cuo Ting yang baru saja menerima satu
pukulannya tanpa menderita Iuka dalam hati dia mengira Ti Then
cuma mengandalkan kelincahan ilmu telapaknya saja sedangkan
tenaga dalamnya biasa saja, karena itu melihat Ti Then menyambut
datangnya serangan tersebut dalam hati merasa sangat girang
sekali, dia mengambil keputusan untuk mengadu keras. lawan keras
dengan diri Ti Then.
Mendalak ..." Braak !" ujung telapak masing-masing pihak
dengan menimbulkan suara yang amat keras saling berbentur satu
sama lainnya.
Si sastrawan banci segera menjerit ngeri tubuhnya berturut-turut
mundur tiga langkah kebelakang kemudian jatuh terduduk di atas
tanah, air mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat: sedang
keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya.. .
Sebaliknya Ti Then bagaikan batu karang saja dengan tenangnya
masih tetap berdiri tidak bergerak,
Air muka Leng Hu lh berubah sangat hebat.
"Cuo Ting, kau luka dimana?" tanyanya dengan cemas.
Tangan kiri dari Si sastrawan banci Ong Cuo Ting ditekan pada
lengan kanannya kemudian memperlihatkan rasa kesakitan.
"Aduuh . . . lengan kananku! aduuh .habis sudah lengan
kananku." Teriaknya meringis.
Leng Hu Ih segera maju kedepan dan menyincing ujubg baju
kanannya untuk memeriksa, tampaklah ujung telapaknya sudah
mendekok kedalam. sebuah lengan kanan yang bagus kini sudah
terhajar patah jadi empat bagian, tulang-tulangnya sudah hancur
lebur sedangkan otot-otot maupun urat nadinya sudah pada pecah
berantakan.
Tidak terasa lagi dia menghembuskan napas dingin. kepada
seorang kakek tua yang ada disampingnya dia segera berseru:
"Lo-ko, cepat kau bimbing Cuo Ting masuk kedalam...!”
Seorang kakek tua .segera menyahut dan membimbing Si
sastrawan banci masuk kedalam sarangnya.
Setelah itu Leng Hu Ih baru mendengus dingin. sepasang
matanya dengan perlahan beralih keatas wajah Ti Then,
Dengaa pandangan berapi-api dan penuh napsu membunuh
teriaknya sepatah demi sepatah:
“Bangsat cilik, lohu ternyata sudah salah menyangka dirimu!"
“Sekarang pun aku rasa masih belum terlambat" sambung Ti
Then dengan cepat.
Agaknya Leng Hu lh tetap tidak bermaksud untuk turun tangan
sendiri, dia kembali pergi ketempat semula
"Kim Ho, Kim Hay kalian kakak beradik cepat turun kedalam
kalangan, minta beberapa petunjuk dari Ti Kiaw tauw” perintahnya.
Dua orang kakek tua yang kurus kering dengan wajah yang sama
dan berusia kurang lebih lima puluh tahunan dengan mencekal gada
bersama-sama berjalan keluar dari barisan.
Wajah mereka seperti pinang dibelah dua- pakaian yang dipakai
pun sama sampai perawakan pun kembar, jelas sekali mereka
adalah saudara kembar.
Wi Ci To yang melihat munculnya sepasang saudara kembar yang
bernama Kim Ho serta Kim Hay itu air mukanya segera berubah
sangat hebat,.,
“Haaaa . . , haaa . . -haaaa . ; , kiranya Thian san Ji Lang! atau
dua ekor serigala dari Thian san, sudah lama kita tidak bertemu !"
ujarpja tiba-tiba.
Thian San Ji Lang segera tertawa seram.
"Wi Toa Pocu selama ini baik-baik kah ?'* ujarnya berbareng.
"Haaaa . . . haaa . . . pertempuran kita sewaktu ada diatas
gunung Thian mungkin sudah sepuluh tahun bukan?"
"Tidak salah, sepuluh tahun !"
"Kalian saudara-saudara kembar yang dapat turun tangan
bersama-sama bahkan memiliki kerja sama yang amat bagus
sungguh mengagumkan sekali untung sekali pada sepuluh tahun
yang lalu Lohu berhasil menangkan setengah jurus dari kalian, lohu
rasa setelah berpisah sepuluh tahun. kepandaian kalian berdua
tentu jauh lebih lihay bukan?''
Thian san Ji Lang segera tertawa dingin.
“Nanti setelah kita bertemu dengan Ti-kiauwtauw mu ini, cayhe
bersaudara masih ingin minta petunjuk dari Wi toa pocu, harap toa
pocu suka member muka kepada kami.”
“Bagus...bagus sekali, lohu akan menanti kedatangan kalian!”
Ti Then sebetulnya tidak tahu keadaan yang sebetulnya dari
Thian san Ji Lang ini, setelah mendengar pembicaraan dengan Wi Ci
To dia baru tahu kalau kedua orang saudara ini bukanlah manusia
sembarangan, dia tahu secara diam-diam Wi Ci To sedang memberi
peringatan kepadanya untuk jangan memandang enteng musuhnya,
dia lantas bertanya :
"Wajah kalian dua orang sungguh mirip sekali. tentunya anak
kembar bukan ?"
"Tidak salah !" sahut Thian San Ji Lang berbareng.
"Siapakah "Kim Ho ? dan siapa Kim Hay?”
"Aku Kim Ho” sahut orang yang ada di sebelah kiri.
“Aku Kim Hay !" sahut orang yang ada di sebelah kanan.
"Oooouw. . . Kim Ho adalah Lo-toa Kim Hay- adalah Lo-ji ?" tukas
Ti Then lagi sambil tertawa.
"Tidak salah!" sahut Kim Ho mengangguk, air mukanya berubah
amat keren sekali.
“Kalian menggunakan serigala sebagai julukan, tentunya bukan
manusia baik-baik !"
"Aku rasa tidak seberapa . . . . hanya saja kami doyan makan
daging manusia !" kata Kim Hay sambil tertawa seram.
"Ouuw begitu?? sungguh tepat sekali aku orang memang ahli
didalam menangkap srigala yang doyan makan manusia!”
"Tidak usah banyak omong lagi cepat cabut keluar pedangmu!"
bentak Kim Ho sambil melototkan matanya.
Dengan perlahan-lahan Ti Then mencabut keluar.pedangnya,
ujung pedangnya dituding keatas tanah sambil tertawa ringan.
“Silahkan - .!”
"Kau bangsat cilik jikalau kepingin hidup lebih lama lagi lebih baik
turun tangan terlebih dulu.";
"Sedikitpun tidak salah."
Ditengah suara pembicaraannya mendadak tubuhnya bergerak
maju kedepan, pedang panjangnya dengan cepat melancarkan
serangan gencar mengancam tubuh musuh-musuhnya.
Ditengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata
tampak dua kuntum bunga pedang dengan amat cepatnya
melayang kekiri dan kekanan.
Ternyata kedua orang srigala dari Thian san bukan marusia tolol,
gada ditangan masing-masing dengan cepat diangkat menangkis
datangnya serangan pedang dari Ti Then.
“Crring...criing”. . dua buah suara benturan berbunyi pada saat
yang bersamaan hal ini membuktikan bagaimana cepatnya gerakan
pedang dari Ti Then.
Baiu saja suara bentrokan tersebut bergema tubuhnya sudah
rnenerobos ke tengah antara Thian.san.Ji Lang; dengan jurus Hong
Cian Jan Im atau angin berhembus membuyarkan mega pedangnya
bagaikan kilat cepatnya melayang membabat bagian bawah dari
tubuh Thian san Ji Lang.
Ketenangannya
sambaran kilat,
laksana
perawan,
kecepatannya
laksana
Tetapi kepandaian silat dari Thian san Ji Lang pun amat tinggi
sekali, baru saja jurus serangan dari Ti Then dilancarkan kedepan
tubuh mereka pun melayang sejauh lima depa menghindarkan diri
dari serangan tersebut.
Kemudian disusul gada dari Kim Ho mendadak menekan
kebawah dengan jurus “Hay The Ci Sah” atau menusuk hiu di dasar
laut menangkis pedang dari Ti Then.
Satu bertahan yang lain menyerang, kerjasama mereka benar-
benar sangat hebat sekali.
Sekali pandang saja Thi sudah tahu kalau pertempuran kali ini
merupakan pertempuran yang paling seru sejak dia terjunkan
dirinya kedalam dunia Kangouw, tetapi dia sedikit pun tidak keder
sejak semula dia sudah tidak memperhatikan nyawanya sendiri,
bahkan dia sangat berharap didalam satu pertempuran yang amat
sengit sekali dia bisa mengakhiri hidupnya sehingga dengan
demikian bisa lolos dari perintah majikan patung emas.
Sudah tentu yang dimaksudkan dengan berharap bisa mengakhiri
hidupnya didalam satu pertempuran sengit bukannya berarti dia
mempunyai niat membiarkan musuhnya membinasakan dirinya
sebaliknya dia bermaksud hendak mengadu jiwa dengan
mengeluarkan seluruh kepandaiannya.
Maka itu setiap kali ia bisa bertemu dengan musuh tangguh
semangatnya malah berkobar, dia semakin berani untuk bergerak
maju dan semakin bertempur semakin bersemangat.
Karena itulah walaupun kerja sama dari Thian San Ji Lang amat
lihay sekali tetapi tidak sampai membuat dia jadi keder.
Tampak telapak tangannya bersama-sama dengan pedang di
tangannya mendadak melancarkan serangan berbareng ke depan.
Telapak kirinya dengan cepat disambar kedepan menghajar dada
dari Kim Hay sehingga dia orang terdesak mundur disusul badannya
maju kedepan, pedang ditangannya laksana seekor naga sakti
menyambut datangnya serangan dari Kim Ho.
Di dalam sekejap saja masing-masing pihak sudah saling serang
sebanyak lima puluh jurus.
Keadaan seperti semula siapa pun tidak ada yang berhasil
memperoleh kemenangan.
Nyio Sam Pak yang menonton jalannya pertempuran seketika itu
juga dibuat terbelalak dan mulut melongo.
Sebaliknya Leng Hu Ih serta jagow kelas satunya pun dibuat
terbelalak melihat pertempuran tersebut, mereka benar-benar tidak
dapat percaya akan kejadian yang dilihatnya di depan mata pada
saat ini.
Seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan ternyata
bisa bertempur seorang diri melawan Thian San Ji Lang yang
namanya telah menggetarkan dunia kangauw sejak puluhan tahun
yang lalu, bukan saja tidak kelihatan kalah bahkan semakin
bertempur semakin berani dan semakin lama semakin gagah.
Kembali tiga puluh jurus berlalu dengan cepatnya, hati Thian San
Ji Lang pun mulai goyah dan gugup.
Hal ini sudah tentu terjadi, bilamana pihak lawannya adalah Wi Ci
To sekali pun bertempur sangat lama mereka tidak bakal jadi gugup
kerena Wi Ci To adalah jagoan yang satu angkatan dengan mereka,
bilamana tidak berhasil mendapatkan kemenanga didalam waktu
yang singkat adalah soal yang jamak.
Sebaliknya Ti Then dia tidak lebih adalah seorang bocah yang
masih ingusan, ternyata dengan seorang diri dia bisa menahan
serangan gabungan dari Thian san Ji Lang bahkan semakin
bertempur semakin gagah, sudah tentu didalam hati mereka merasa
sangat terperanjat sekali-
Pertempuran diantara jagoan kelas satu paling mengutamakan
ketenang'an, sedikit mereka merasa gugup perhatiannya jadi buyar
dengan sendirinya kerja sama diantara mereka pun jadi rada
kendor, semakin bertempur mereka semakin jarang menyerang dan
akhirnya terdesak ada dibawah.
Ti Then yang berhasil merebut diatas angin jurus serangan yang
dilancarkan keluar pun semakin ganas lagi, jurus-jurus mematikan
dengan tak hentinya mengalir keluar, sinar pedangnya laksana
beribu-ribu jarum ganas dengan cepatnya menerjang kedepan
membuat keadaaan serasa kabur dibuatnya.
Mendadak suara jeritan ngeri menyayatkan hati berkumandang
keluar dari mulut Kim Hay.
Tampak tubuhnya mendadak meloncat kedepan meninggalkan
kalangan pertempuran, baru saja sepasang kakinya menempel
permukaan tanah tubuhnya sudah bergoyang-goyang tidak
hentinya.
Kiranya bagian lambungnya sudah tertusuk pedang..darah segar
dengan amat derasnya mengucur keluar membasahi bajunya.
Mungkin dikarenakan luka itu tepat ada di tempat bahaya maka
akhirnya dia tidak kuat menahan tubuhnya lagi dan rubuh ke atas
tanah.
“Lo-ji, kau...” teriak Kim Ho dengan perasaan terperanjat sekali.
Baru saja dia selesai berkata mendadak air mukanya sudah
berubah sangat hebat.
Karena pada saat itulah dia merasa lengan kanannya terasa amat
dingin, dalam hati dia segera tahu urusan tidak beres, tubuhnya
dengan terburu-buru meloncat beberapa kaki kedepan sedangkan
telapak kirinya pun tanpa terasa sudah menekan ke lengan
kanannya.
Tetapi dia segera menemuka tempat itu sudah kosong kemudian
disusul rasa nyeri yang amat sangat, air mukanya berubah sangat
berduka, sambil menghela napas panjang dia jatuhkan diri duduk
diatas tanah.
Darah segar dengan derasnya mengucur keluar dari lengannya.
Kiranya seluruh bagian dari lengan kanannya sudah kena dibabat
putus.
Gada serta tangan kanannya tepat terjatuh di depan kaki Ti
Then.
Leng Hu Ih semula menganggap dengan dikeluarkannya Thian
san Ji Lang maka kemenangan pasti ada di tangannya, siapa tahu
akhirnya satu mati yang satu terluka, membuat hatinya merasa
terkejut bercampur gusar, air mukanya jadi kehijau-hijauan, kulitnya
mengerut, setelah memerintahkan anak buahnya menggotong pergi
Thian San Ji Lang dia segera berjalan maju mendekati Ti Then.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 33
“BANGSAT CILIK!” Bentaknya sambil tertawa seram “Kau
memang betul-betul seorang manusia berbakat alam yang sukar
ditemui diantara Bu-lim, kau berhak bermain-main dengan Lohu.”
“Haaa . . . haaa . . haaahaa sebentar lagi kau bakal tahu bukan
saja aku punya hak untuk bermain dengan diirmu bahkan
mempunyai kekuatan pula untuk membereskan dirimu” sahut Ti
Then sambil tertawa terbahak-bahak.
Leng Hu Ih segera menggetakkan taagannya mencabut keluar
pedang panjang dari sarungnya sambil melemparkan sarung
pedangnya ke samping serunya dengan suara yang amat keras:
“Ayoh! mulai serang!".
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Wi Ci To berteriak mencegah.
Dia segera berjalan kesamping Ti Then dan mengulapkan
tangannya minta dia orang mengundurkan diri, lalu kepada Leng Hu
Ih ujarnya sambil tersenyum:
"Kiau-tauw dari Benteng kami sudah melayani
pertandingan, kali ini seharusnya adalah giliran Lohu!”
dua
kali
Sinar mata yang amat buas dari Leng Hu Ih berkelebat beberapa
kali, dia lantas mengangguk.
"Bagus .... bagus sekali, Lohu dari dulu memang mempunyai
maksud untuk terjadinya satu peristiwa seperti ini hari" sahutnya
sambil tertawa seram.
Dengan perlahan2 Wi Ci To mencabut keluar pedang panjangnya,
dia tersenyum tawar,
“Saudara mempunyai julukan sebagai iblis nomor satu didalam
Bu-lim, sekalipun diantara kita berdua tidak ada ikatan sakit bati
tetapi demi melenyapkan bibit bencana untuk Bu-lim lohu sudah
ambil keputusan untuk melenyapkan kau dari muka bumi, karena
itulah nanti kalau turun tangan kaupun tidak usah sungkan2 lagi.”
“Baik!" Teriak Leng Hu Ih tertawa seram dengan kerasnya. "Ini
hari juga kita tentukan siapa yang menang siapa kalah, kita lihat
saja setelah hari ini seluruh Bu-lim adalah milikmu atau milik Lohu!"
"Heee . . . heeee . , , kiranya saudara ingin mcrajai seluruh
sungai telaga." Tidak tertahan lagi Wi Ci To tertawa dingin.
"Tidak salah, urusan ini bukannya tidak dapat dikerjakan!"
“Sekalipun kau dapat membinasakan lohu jangan harap kau
dapat merajai seluruh Bu-lim, haruslah kau ketahui jago2 Bu-lim
yang kepandaiannya jauh melebihi lohu pun masih amat banyak
sekali!"
“Hee . . heeee . . . heeee . . . cuma ada dua orang saja, yang
satu adalah si kakek pemalas Kay Kong Beng sedang yang lain
adalah Suhunya bangsat cilik She-Ti itu, tetapi kedua orang ini aku
rasa tidak terlalu sukar untuk dihadapi."
"Haa . . haaa . . . haaa . . . lalu tahukah kau orang siapa
sebetulnya Suhu dari Ti Kiauw-tauw?” ejek Wi Ci To sambil tertawa
ter-bahak2.
"Lohu dapat menyelidikinya dengan seksama."
"Kau orang sama sekali tidak mengetahui siapakah Suhu dari Ti
Kiauw-tauw,
bagaimana kau bisa tahu kalau dia orang tidak sukar untuk
dihadapi?”
“Tidak usah banyak omong lagi, ayoh, mulai serang” bentak Leng
Hu Ih tidak sabaran lagi kemudian mendesak maju satu langkah
kedepan.
“Lohu lihat lebih baik kau saja mulai menyerang, tidak perduli
kau bagaimana sombongnya dimata lohu kau orang tidak lebih
cuma seorang cacad, bagaimana lohu tega untuk turun tangan
terlebih dulu terhadap seorang yang sudab cacad?”
Mendengar perkataan tersebut Leng Hu Ih benar-benar dibuat
amat gusar, dia segera berpekik nyaring lalu membentak keras.
“Mulutmu jelek harus dihancurkan, lihat pedang!”
Tubuhnya berkelebat kedepan, sekonyong-konyong pedang
panjangnya ditusuk kehadapan dada Wi Ci To.
Kecepatan geraknya benar-benar membuat Ti Then yang berdiri
disamping pun merasa sangat terperanjat, dia dapat melihat
kecepatan gerak dari Leng Hu Ih tidak berada dibawah dirinya,
karenanya dia mulai merasa kuatir terhadap keselamatan dari Wi Ci
To, dia takut Wi Ci To tidak sanggup menahan datangnya serangan
yang begitu gencar dari Leng Hu Ih.
Tetapi bagaimanapun Wi Ci To adalah seorang ahli di dalam ilmu
pedang, tampak tubuhnya sedikit miring kesamping dengan amat
indahnya dia berhasil menggeserkan kedudukkannya dan dengan
amat cepatnya menghindarkan diri dari tusukan pedang Leng Hu Ih
ini.
Pokoknya diapun berhasil juga untuk balas melancarkan satu
tusukan mengarah badan musuhnya.
Tusukannya ini amat aneh dan dahsyat sekali, pedangnya dari
arah bawah menuju keatas menusuk leher dari Leng Hu Ih.
Sebaliknya gerakan dari Leng Hu Ih untuk memecahkan
datangnya jurus serangan itupun sangat aneh sekali, tampak
sepasang kakinya tidak bergerak tubuhnya bagian atas menjatuhkan
diri kebelakang pedang pedangnya dengan mendatarkan dada
ditusuk kedepan menutul tubuh pedang dari Wi Ci To, kecepatannya
luar biasa sekali.
Sekali pandang saja Ti Then dapat melihat kalau di dalam jurus
serangannya ini secara diam-diam sudah terkandung satu serangan
mematikan yang amat ganas sekali.
Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah, pada waktu pedang
panjang dari Wi Ci To menyambar kedepan menangkis datangnya
serangan dari Leng Hu Ih itulah mendadak Leng Hu Ih melancarkan
satu jurus yang amat aneh.
Pedangnya bagaikan ular dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat berturut-turut menusuk jalan darah "Tiong Ting, Hun Swe serta
"Tan Thian" tiga buah jalan darah penting.
Wi Ci To tidak sempat menangkis datangnya serangan tadi,
seketika itu juga dia kena terdesak mundur tiga langkah ke
belakang.
Leng Hu Ih segera mendesak kedepan pedang panjangnya
bagaikan bayangan setan berkelebat keatas kebawah tak ada
hentinya menyerang keseluruh tubuh Wi Ci To.
Dalam hati Ti Then merasa sangat tegang sekali, tidak kuasa lagi
kepada Nyio Sam Pak yang disampingnya dia berbisik dengan suara
yang amat lirih,
"Si bongkok ini sungguh lihay sekali jalannya jurus pedang amat
aneh dan ganas,”
"Benar!" sahut Nyio Sam Pak mengangguk. "Katanya ilmu
pedangnya ini dia dapatkan dari seorang hwesio Si Ih yang amat
lihay.”
Baru saja Ti Then mau membuka mulut lagi mendadak dari
dalam sarang musuh berkelebat datang tiga sosok bayangan
manusia. Sewaktu dilihat lebih jelas lagi ternyata mereka adalah
ketiga orang yang membawa pergi si sastrawan banci serta Thian-
shan Ji lang itu.
Ketika memandang pula kearah keenam orang yang ada ditengah
kalangan tampaklah mereka dengan mata melotot sedang
memandangi dirinya tajam2. Di dalam hati dia segera tahu kalau
mereka mempunyai maksud untuk mengerubuti dirinya berdua.
Kepada diri Nyio Sam Pak kembali ujarnya dengan suara yang
perlahan:
“Nyio Locianpwe apa kau kenal dengas kesembilan orang itu?”
“Kenal . . kenal..” sahut Nyio Ssm Pak dengan cepat, “Dari kiri
kekanan adalah Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong, si ketemu tidak
mujur Cing Hiong, si muka aneh Leng Ang Lian, Kui Kok Yau Tong
atau si siluman bocah dari lembah setan Yu Si, atau si malaikat
botak Yu Sam San, Ci Hua Kui atau si sastrawan rambut merah
Gong Pit Kay, sedang tiga orang yang baru datang itu adalah Ang
Liuw Ci atau si bisul merah Tiauw Ih, Touw Ciauw Liong atau si
naga bertanduk tunggal Lu Cian San serta Sam Cian Lang Ci atau si
mata keranjang Si Koan Khei.”
“Anak buah dari si iblis bongkok apakah cuma ini saja yang
lihay?” tanya Ti Then kembali.
“Masih ada tujuh, delapan orang yang tidak datang mungkin
orang-orang itu sudah mendapat perintah untuk turun gunung
menyelesaikan sesuatu tugas.”
“Dari antara kesembilan orang ini Nyio locianpwe percaya bisa
sekaligus menghadapi berapa orang?”
“Paling banyak cuma tiga orang saja” sahut Nyio Sam Pak setelah
termenung berpikir sebentar, “Ti Kiauw tauw apakah mengira
mereka bakal maju mengerubuti kita?”
“Benar, coba kau lihat mereka sudah saling bertukar pandangan,
aku rasa sebentar lagi mereka akan bergerak”
“Lalu Ti Kiauw tauw sendiri bisa menerima berapa orang?” balik
tanya Nyio Sam Pak.
Didalam hati Ti Then merasa dengan kekuatannya sendiri
didalam sekejap saja dia bisa menerima empat orang musuh, tetapi
agar membuat pihak sana tidak merasa terlalu malu maka
jawabnya;
“Boanpwe sendiri pun cuma bisa menghadapi tiga orang saja,
maka itu bilamana mereka bersembiian bersama-sama menyerang
kiranya kita bakal menemui kerepotan, kita harus menggunakan
cara yang paling cepat dan diluar dugaan turun tangan terlebih dulu
membereskan dua orang dari antaranya,”
“Coba kau lihat, mereka sudah datang” tiba-tiba Nyio Sam Pak
berteriak dengan air muka berubah hebat,
Sedikitpun tidak salah, Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong
sekalian bersembilan bersama-sama mencabut keluar senjata
tajamnya masing-masing kemudian dengan gagahnya berjalan
mengbampiri diri Ti Tben serta Nyio Sam Pak yang masih berdiri tak
bergerak.
Menanti setelah mereka hampir mendekati dirinya mendadak Ti
Then tertawa nyaring, “Heee .. . hee . . . kalian ingin mengandalkan
jumlah banyak untuk memperoleh kemenangan ?”
Baru saja perkataan tersebut diucapkan keluar mendadak
tubuhnya berkelebat ke depan, saking cepatnya sehingga orang lain
tidak dapat melihat jelas tahu-tahu tubuhnya sudah berada diantara
kesembilan orang itu.
Di tengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata
terdengarlah dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang memenuhi angkasa.
Diikuii suara jatuhnya dua tubuh manusia ke atas tanah.
Orang yang rubuh binasa diatas tanah adalah si Setan rambut
merah Gong Pit Kay serta si naga bertanduk tunggal Lu Cing San.
Bagian badannya yang terkena pedang adalah diatas kening
serta pada lehernya, begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah
napasnya pun ikut putus.
Sebenarnya mereka pun sudah bersiap sedia untuk ikut maju
mengerubuti Ti Then berdua, mereka pun dapat melihat tubuh Ti
Then yang menerjang kearah mereka tetapi walaupun sudah
bersusah payah untuk menghindar keadaan masih tidak
mengijinkan.
Hal ini seketika itu juga membuat sisanya bertujuh jadi
termangu-mangu. Sudah tentu mereka semua adalah jago-jago dari
kalangan Hek-to yang sering memperoleh kemenangan didalam
menghadapi pertempurannya, mereka semua berani menerjang dan
berani beradu jiwa, setelah termangu-mangu beberapa saat
lamanya kesadarannya pun jadi pulih kembali, mereka mulai
berteriak-teriak dan maju kedepan mengerubuti Ti Then.
Tampak bayangan golok serta pedang berkelebat memenuhi
angkasa membuat pandangan jadi kabur, hanya dalam sekejap saja
Ti Then sudah terjerumus di dalam dengan keadaan yang sangat
berbahaya sekali.
Walaupun dia orang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi
tetapi dengan kekuatan seorang diri mana mungkin dia dapat
menahan serangan gabungan dari tujuh orang jagoan kelas satu
dari kalangan Hek to ini, karena tujuh orang ada empat belas buah
tangan sebaliknya dia orang cuma ada dua tangan saja.
Dua tangan tidak mungkin bisa menahan serangan berbareng
dari empat belas buah tangan.
Nyio Sam Pak tidak berani berlaku ayal lagi, dengan
menggerakkan pedangnya dia pun segera menubruk masuk
kedalam kalangan.
Dengan menggunakan jurus Hong In Yong atau angin bertiup
ombak menggulung secara terpisah dia menyerang si siluman bocah
dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw Ih berdua.
Dia orang adalah seorang ahli pedang yang sudah sangat
terkenal didalam Bu lim bahkan tenaga dalamnya amat tinggi sekali,
si siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta sibisul merah Tiauw
Ih mana berani memandang enteng musuhnya, berturut-turut
mereka menggerakan pedangnya menangkis datangnya serangan
tersebut.
Demikianlah dengan cepatnya Nyio Sam Pak sudah terjerumus
kedalam satu pertempuran yang amat seru sekali melawan si
siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw ih.
Beberapa jurus lewat dengan cepatnya, sewaktu dilihatnya Ti
Then yang harus melawan lima orang ternyata sudah terdesak 'U
dibawaJi acgin. sec&ra mendadak dibawah angin, secara nendadak
dia sudah kirim satu tusukan kearah si ketemu tidak mujur.
“Ayoh kemari seorang lagi!” bentaknya dengan keras. “Kalian
lima orang tua bangka mengerubuti seorang pemuda apakah tidak
merasa malu?”
“Bagus sekali,” sahut si ketemu tidak mujur Cang Hiong sambil
tertawa dingin, “Kalau kau orang tidak ingin berumur panjang, aku
si orang tua segera kirim kau pulang ke rumah nenekmu.”
Gada di tangannya dengan mengarah tepat kepala Nyio Sam Pak
membacok ke bawah.
Dengan adanya hal ini Ti Then segera merasakan tekanan yang
mendesak dirinya jauh lebih enteng lagi, tempo hari sewaktu ada di
dalam Benteng Pek Kiam Poo dia pernah membasmi habis
kedelapan belas malaikat iblis dari si anjing langit rase bumi,
sekalipun sekarang dia merasa si kakek tak berbudi si malaikat
botak serta si mata keranjang memiliki kepandaian silat yang jauh
lebih tinggi dari kedelapan belas orang
malaikat iblis tersebut tetapi dia merasa untuk merebut
kemenangan bukanlah suatu persoalan yang menyulitkan.
Dugaannya sedikitpun tidak meleset, setelah berlalu puluhan
jurus perlahan-lahan dia berhasil merebut posisi yang lebih baik lagi.
Senjata yang digunakan si kakek tak berbudi empat orang adalah
toya, pedang, cambuk serta kipas, mereka yang melihat Ti Then
dari kedudukan banyak bertahas sedikit menyerang, makin lama
berubah jadi kedudukan banyak menyerang sedikit bertahan hatinya
mulai merasa terkejut bercampur gusar, empat macam senjata
bagaikan titiran air hujan dan tiupan angin topan dengan gencarnya
menyerang tubuh Ti Then.
Didalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan
cepatnya, walau pun si kakek tak berbudi berempat masih berada
diatas angin tetapi toya, pedang, cambuk serta kipas empat macam
senjata tajamnya untuk menjiwit ujung baju dari Ti Then pun tidak
sanggup.
Saat ini Wi Ci To serta si iblis bongkok Leng Hu Ih pun sedang
bertempur dengan amat serunya, untuk beberapa saat lamanya
tidak dapat ditentukan siapa yang kuat siapa yang lemah.
Sebaliknya Nyio Sam Pak ada sedikit tidak kuat menahan
serangan musuhnya, ilmu pedangnya amat lihay sekali tetapi
dikarenakan usianya yang sudah lanjut ditambah pula badannya
sudah mulai lemah, setelah bergebrak mendekati ratusan jurus
gerakannya mulai menjadi perlahan, kelihatannya dia sudah tidak
ada harapan lagi untuk merebut kemenangan.
Ti Then, yang melihat akan hal ini diam-diam didalam hati
merasa amat cemas sekali mendadak dia bersuit panjang, jurus
pedangnya berkelebat semakin cepat lagi menerjang musuh-
musuhnya.
Tiba-tiba si malaikat botak Yu Sam San mendengus berat,
dengan terhuyung-huyung tubuhnya mundur beberapa langkah
kebelakang, dari kaki kirinya mengucur keluar darah segar dengan
amat derasnya jelas dia sudah tersambar pedang dari Ti Then.
Ti Then yang serangannya mendapatkan hasil semangatnya
semakin berkobar, pedang panjangnya dengan mengikuti
gerakannya menekan kebawah kemudian laksana serentetan sinar
kilat dengan cepatnya membabat sepasang kaki dari si kakek tak
berbudi.
Dengan terburu-buru si kakek tak berbudi meloncat menghindar,
sepasang tangannya mencekal toya besinya semakin kencang
kemudian dengan mengarah kepala Ti Then membacok kebawah.
Jurus serangannye amat kuat dan dahsyat, gerakannya pun
cepat bagaikan sambaran kilat.
Ti Then tertawa dingin mendadak tubuhnya miring kesamping
kemudian berputar kearah kanan, pedangnya dari gerakan
membacok diubah jadi gerakan menusuk dengan menggunakan
jurus Huan Liong Ci Hauw atau naga membalik menusuk macan
berbalik menerjang si mata keranjang Su Koan Khei terdengar dia
berpekik aneh kemudian dengan gugupnya mengebutkan kipasnya
menangkis datangnya serangan tersebut tetapi akhirnya dia tidak
berhasil juga untuk menghindarkan diri dari seluruh serangan
tersebut pinggangnya dengan kerasnya kena tertusuk pedang Ti
Then.
“Aduuuh ...!”
Dengan amat terperanjatnya dia berteriak keras kemudian ujung
kakinya menutul permukaan tanah dengan cepatnya mengundurkan
diri sejauh dua kaki ke belakang, kedua tangannya menekan
menutupi luka pada pinggangnya kemudian dengan terbirit-birit
melarikan diri kedalam sarangnya.
Si malaikat botak Yu Sam Sian pun tidak berani bertempur lebih
lama lagi cambuknya dengan cepat disambar kebawah kemudian
dengan menyeret kaki kirinya yang terluka mengikuti dari belakang
si mata keranjang, mengundurkan diri kedalam sarang dengan ter-
gesa2,
Dengan demikian orang yang mengerubuti diri Ti Then kini
tinggal dua orang saja yaitu si kakek tak berbudi serta si muka
aneh.
Ti Then merasa semakin enteng lagi, serangan yang dilancarkan
semakin ganas lagi, seketika itu juga membuat si kakek tak berbudi
serta si muka aneh terdesak mundur terus dan tidak kuat untuk
bertahan lebih lanjut.
Tetapi pada saat itulah Nyio Sam Pak berhasil dipukul kaki
kanannya oleh gada dari si ketemu tidak untung Cang Hiang
sehingga terjatuh keatas tanah.
Senjata siluman bocah dari lembah setan Yu Si adalah sepasang
tombak pendek, ketika dilihatnya Nyio Sam Pak rubuh keatas tanah
dia segera tertawa aneh.
Dengan mengambil kesempatan ini sepasang tombaknya dengan
disertai tenaga yang dahsyat ditusuk keatas lambung Nyio Sam Pak.
Bilamana tusukannya ini mendapatkan hasil maka seketika itu
juga seluruh isi perut dari Nyio Sam Pak akan berserakan diatas
tanah.
Tetapi pada saat yang amat kritis itulah mendadak Si siluman
bocah dari lembah setan Yu Si menjerit ketakutan, tubuhnya dengan
sempoyongan mundur satu kaki lebih kemudian rubuh keatas tanah
tak bergerak lagi.
Tepat pada bagian ulu hatinya tertancaplah sebuah gagang
pedang yang menembus sampai pada punggungnya. Matinya amat
cepat sekali, begitu tubuhnya menggeletak diatas tanah sepasang
matanya mendelik keluar dan tidak bernyawa lagi.
Orang yang baru saja turun tangan melancarkan serangan itu
bukan lain adalah Ti Then adanya.
Ti Then yang melihat Nyio Sam Pak rubuh diatas tanah
dikarenakan jaraknya ada tiga kaki jauhnya didalam keadaan cemas
dalam hati segera mengambil keputusan untuk menyambitkan
pedangnya guna menolong nyawa dari Nyio Sam Pak.
Begitu pedangnya disambitkan kedepan tubuhnya ikut menubruk
maju kedepan tubuh Nyio Sam Pak.
Telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya dihantam kedepan
menghajar dada dari si ketemu tidak mujur.
Si ketemu tidak mujur yang dikarenakan melihat si siluman bocah
dari lembah setan Yu Si secara tiba tiba menemui ajalnya terkena
sambitan pedang pada saat ini saking terkejutnya sudah dibuat
termangu-mangu, maka itu sewaktu pukulan Ti Then menyambar
datang ternyata dia sudah lupa untuk menangkis maupun
menghindar,
“Braak . .” dengan disertai suara yang amat keras tubuhnya
terpukul pental keatas udara, serentetan darah segarpun mengikuti
melayang sang tubuh memancar keluar dari mulutnya.
Sewaktu tubuhnya mencapai tanah dia sudah tidak bergerak lagi.
Sebaliknya si bisul merah Tiauw Ih yang melihat kehebatan Ti
Then laksana malaikat dari angkasa saking takutnya dia tidak berani
bergebrak lebih lanjut, sepasang kakinya menutul permukaan tanah
kuat-kuat kemudian mengundurkan diri beberapa kaki jauhnya.
Si kakek tak berbadi serta si muka aneh pun tidak berani maju
kembali, dengan perlahan mereka mulai menggeserkan kakinya
kebelakang, agaknya mereka bermaksud untuk molor pergi.
Melihat sikap mereka itu Ti Then segera mendesak tiga langkah
kedepan.
“Heee - , . heee . . . jangan lari!” bentaknya sambil tertawa
dingin. “Kalian bertiga harus bertempur lagi dengan aku”
Air muka si kakek tak berbudi seketika itu juga berubah jadi
pucat pasi bagaikan mayat, mendadak dia putar tubuh kemudian
bagaikan segulung asap berlalu dengan tergesa-gesa dari sana,
Si muka aneh serta si bisul merah yang melihat si kakek tak
berbudi melarikan diri sudah tentu tidak berani berdiam lebih lama
lagi disana, mereka pun dengan cepat melarikan diri terbirit-birit
dari kalangan.
Ti Then segera tertawa terbahak-bahak kemudian baru putar
badannya dan berkata kepada Nyio Sam Pak.
“Bagaimana dengan luka Nyio Locianpwe ?”
Nyio Sam Pak tidak menjawab, sepasang matanya dengan
terbelalak lebar-lebar melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya
dia orang banar-benar dibuat melongo.
Lama sekali baru terdengar dia orang menghela napas panjang
kemudian gelengkan kepalanya berulang kali.
“Oooh . . . Thian, kepandaian silat dari Kiauw-tauw ini sebetulnya
dilatih dengan cara bagaimana?”
Ti Then cuma tersenyum tidak menjawab, dia segera maju
kedepan membimbingnya bangun.
"Heeeei, masih untung kakiku tidak sampai putus ..." ujar Nyio
Sam Pak kemudian sambil tundukkan kepalanya memperhatikan
kaki kanannya. "Ombak belakang sungai Tiang Kang mendorong
ombak di depannya, manusia baru menggantikan manusia-manusia
lama, perkataan ini ternyata sedikit pun tidak salah. Lolap memang
sudah terlalu tua,”
Ti Then yang melihat dia tidak menemui cedera yang berarti
segera menoleh memandang kearah pertempuran yang masih
berlangsung dengan sengitnya antara Wi Ci To dengan Leng Hu Ih,
ketika melihat mereka masih bartempur dengan begitu ramainya tak
terasa dia sudah tersenyum.
"Mereka benar-benar sepasang musuh yang bagus!" ujarnya.
"Tidak-" Bantah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Si iblis bungkuk
hampir kalah, coba kau lihat keringat sudah mulai mengucur
membasahi keningnya, sebaiiknya keaadaan Wi Poocu masih biasa
saja seperti sedia kala . .”
"Tidak salah, si iblis bungkuk tidak bakal bisa bertahan seratus
jurus lagi."
"Tetapi ..." ujar Nyio Sam Pak dengan suara yang amat lirih.
"Bilamana dia ingin melarikan diri agaknya Wi Poocu tidak bakal bisa
menghalangi dirinya."
Ti Then segera mengangguk tanda menyetujui pendapat ini, dia
pun sudah bisa melihat kalau Leng Hu Ih adalah seorang manusia
yang luar biasa.
Bilamana dia orang dibandingkan dengan diri si pendekar pedang
tangan kiri Cian Pit Yuan, dia orang memang jauh lebih tinggi satu
tingkat darinya.
Terdengar dengan perlahan Nyio Sam Pak menghela napas
panjang, lalu gumamnya seorang diri, "Bilamana iblis ini tidak
dibasmi maka dia merupakan satu bencana yang tak terhingga
dikemudian hari ....”
"Tadi dia bilang mau bertempur mati-matian melawan Poocu,
entah benar tidak perkataannya itu”
"Menurut penglihatan lolap dia tidak bakal mau bertempur
mati2an melawan Wi poocu, dia pasti akan melarikan diri" sahut
Nyio Sam Pak tertawa.
Tetapi dia tidak akan berhasil meloloskan dirinya. . .”
Perkataannya yang gagah dan tegas ini menunjukkan kalau
didalam hatinya dia sudah berniat untuk membasmi si iblis bungkuk
Leng Hu Ih tersebut.
Selesai berkata dia segera berjalan menuju kedepan mayat dari si
siluman bocah dari lembah satan dan mencabut keluar pedangnya,
setelah membersihkan darah yang menempel pada tubuh pedang
itu dia baru kembali lagi kesamping badan Nyio Sam Pak.
“Ti Kiauw-tauw ini hari sudah menolong lolap lolos dari kematian,
entah lolap harus berbuat bagaimana untuk membalas budimu yang
besar itu?” ujar Nyio Sam Pak kemudian sambil memandang diri Ti
Then tajam2.
ooOoo
56
“Nyio locinpwe kau tidak usah begitu sungkan2, membasmi
kaum penjahat dan menolong sesamanya adalah tugas kami, buat
apa Locianpwe memikirkannya didalam hati ?" Seru Ti Then dengan
cepat.
Pada saat itulah mendadak terdengar si iblis bongkok Leng Hu Ih
yang ada didalam kalangan berteriak keras, dengan cepat dia
menoleh kearah tengah kalangan.
Tampaklah pada saat itu si iblis bongkok Leng Hu Ih sedang
melayang kebelakang untuk mengundurkan diri.
Sejak semula Ti Then sudah memperhatikan dirinya, begitu
melihat dia mengundurkan dirinya kebelakang dengan cepat
tubuhnya bergerak, maju kedepan untuk menghalangi perjalanan
mundurnya.
“Hey Bungkuk ! mati hidup belum ditentukan kau sudah ingin lari
?" bentaknya keras. f
Dibagian dada dari si-iblis bongkok Leng Hu Ih sudah tergores
sebuah luka yang panjang, darah segar menetes keluar membasahi
bajunya. jelas dia audah berhasil di lukai oleh ujung pedang dari Wi
Ci To.
Ketika dilihatnya Ti Then menghalangi jalan mundurnya, pada air
mukanya jelas menampilkan rasa gusarnya yang amat sangat;
"Siapa yang menghalangi aku mati!" bentaknya dengan keras.
Pedang ditangannya dengan kecepatan yang luar biasa ditusuk
kedada Ti Then.
Dengan cepat Ti Then menggeserkan badannya kesamping,
pedangnya dengan menggunakan jurus "Giok Ti Heng Coei" atau
seruling pualam berbunyi alun, membabat pinggangnya.
Siapa tahu jurus serangan yang baru saja dilancarkan oleh Leng
Hu Ih ini cuma sebuah jurus tipuan belaka, baru saja menyambar
sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya menyingkir kesamping
untuk kemudian berkelebat pergi.
Ti Then segera tertawa terbahak2 bagaikan bayangan setan dia
mengikuti dari belakangnya dan menghalangi didepannya.
“Kau tidak bakal bisa lolos dari sini!” teriaknya keras sambil
membabat pedangnya ke depan. "Lebih baik kau tinggal disini untuk
baik2 bergebrak dengan aku saja”
"Baik. Lohu akan mengadu jiwa dengan kau bangsat cilik!"
Bentak Leng Hu Ih dengan gusarnya sambil menangkis datangnya
serangan itu.
Ditengah suara teriakannya yang amat nyaring kembali dia
melancarkan tujuh kali tusukan mengancam tubuh Ti Then.
Ti Then harus mengundurkan diri tujuh tindak baru berhasil
memecahkan ke tujuh buah serangan dahsyatnya itu, dengan cepat
dia balas melancarkan tujuh buah se rangaa dahsyat pula mendesak
dia orang sehingga terpaksa mundur tujuh delapan tindak
kebelakang,
Wi Ci To tahu Ti Then tidak bakal menderita kekalahan ditangan
Leng Hu Ih karenanya didalam hati dia merasa berlega hati, dia
segera berjalan mendekati diri Nyio Sam Pak dan tanyanya dengan
penuh perhatian :
"Agaknya tadi Nyio-heng terluka, bagaimana?? Tidak mengapa?"
"Tidak mengapa!" Sahut Nyio Sam Pak sambil gelengkan
kepalanya. "Sedikit aku berlaku ayal kaki kananku terkena satu kali
gebukan dari gadanya Si ketemu tidak mujur"
"Masih dapat berjalan?”
"Bisa!”
"Kalau begitu mari kita serbu kedalam sarangnya dan sekalian
membakarnya"
“Tetapi menang
bagaimana kita..”
kalah
diantara
mereka
belum
ketahuan,
Seru Nyio Sam Pak sambil menuding ketengah kalangan dimana
Ti Then serta Leng Hu Ih sedang bergebrak dengan amat serunya.
"Kau tidak usah menaruh rasa kuatir terhadap diri Ti Kiauw-tauw"
Potong Wi Ci To dengan cepat "Tidak sampai seberapa lama dia
sudah dapat membereskan musuhnya.”
"Bukan begitu, maksud lolap bilamana kita meninggalkan tempat
ini dan anak buahnya ber-sama2 mengerubuti diri Ti Kiauw-tauw
bukankah urusan akan berabe?"
“Justru dikarenakan takut anak buahnya menyerbu kesini dalam
jumlah yang besar maka aku orang she-Wi bermaksud untuk
menerjang dulu kedalam sarangnya dan hancurkan seluruh orang
yang ada disana."
Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar akhirnya dia
mengangguk. "Baiklah. mari kita masuk!”
Demikianlah dengan cepat mereka berdua berkelebat menaiki
tangga didepan sarang tersebut kemudian menerjang masuk kearah
dalam.
Leng Hu Ih yang melihat Wi Ci To serta Nyio Sam Pak menerjang
masuk ke dalam sarangnya dan dia segera tahu mereka hendak
menghancurkan seluruh isinya tidak terasa lagi didalam hati merasa
tarkejut bercampur gusar.
Dia meraung keras, ber-turut2 pedangnya dibabat kedepan
memaksa mundur Ti Then kebelakang kemudian dengan meminjam
kesempatan itu hendak menerjang masuk pula kedalam sarang
tersebut dan mencegah Wi Ci To berdua menghancurkan
gerakannya.
Sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia orang
mengundurkan diri dari sana, ditengah suara tertawanya yang amat
keras tubuhnya segera meloncat keatas mengejar dari belakang.
Sekali loncat Leng Hu ih sudah mencapai tiga kaki jauhnya, ilmu
meringankan tubuhnya jelas sangat hebat, tetapi baru saja
sepasang kakinya menncapai atas tanah Ti Then pun dalam waktu
yang bersamaan melayang lima depa dihadapannya, pedang
panjangnya dengan amat gencar melancarkan serangan mendesak
dirinya membuat dia orang kembali terkurung didalam bayangan2
pedang yang amat rapat itu.
Sekali lagi mereka berdua bergebrak beberapa jurus banyaknya
diatas tangga itu.
Leng Hu Ih yang melihat dia tidak berhasil meloloskan diri tidak
kuasa lagi segera memaki dengan gusarnya:
"Neneknya . . anak anjing! lohu dengan kalian Benteng Pek Kiam
Poo ada sakit hati apa? kenapa kalian mau membasmi kami sampai
keakar2nya?”
"Kami Benteng Pek Kiam Poo selalu mengutamakan sifat
pendekar untuk membasmi kaum penjahat yang mengacau
ketentraman Bu-lim, selamanya kami menganggap kaum penjahat
sebagai musuh2 kita yang harus dibasmi" ujar Ti Then sambil
tertawa berat.
Leng Hu Ih setelah berhasil menangkis beberapa jurus serangan,
mendadak tubuhnya meloncat keatas kemudian berjumpalitan
ditengah udara dan melayang turun ditangga yang lebih depan.
Dengan cepat Ti Then meloncat mengejar.
"Mau pergi boleh saja, tetapi sebuah tanganmu harus ditinggal"
Serunya sambil tertawa nyaring.
Mendadak Leng Hu Ih putar badannya dan mengayunkan
tangannya kebelakang.
"Barang ini kau terimalah !" teriaknya sambil tertawa keras-
Segenggam kapur dengan cepatnya menyambar datang.
Ti Then menduga dia orang sedang menyambitkan senjata
rahasia ke arahnya tetapi sama sekali tidak menyangka kalau
senjata rahasianya adalah segenggam kapur yang khusus digunakan
untuk melukai mata, dikarenakan jaraknya terlalu dekat baru saja
dia bermaksud menutup matanya keadaan sudah terlambat.
Ada sebagian kecil dari kapur itu sudah tepat menghajar matanya
sehingga terasa amat perih.
Mata adalah bagian badan yang paling lemah, setiap jago Bu-lim
yang terkena kapur tersebut bilamana bukannya untuk sementara
akan jadi buta maka untuk selamanya dia tidak dapat melihat lagi,
karenanya keadaan seperti itu sangat berbahaya sekali.
Sudah tentu Ti Then tidak terkecuali, dia merasakan sepasang
matanya amat sakit, seketika itu juga pandangannya jadi gelap tak
dapat melihat suatu apapun.
Rasa terperanjatnya kali ini benar2 luar biasa, dengan gugup dia
menghentikan gerakannya dan meloncat turun dan atas tangga.
Dikarenakan dia orang tak dapat melihat suatu apapun, begitu
mencapai permukaan tanah seketika itu juga tubuhnya jatuh
terjengkang tak dapat bergerak.
Melihat hal itu Leng Hu Ih jadi amat girang sekaii, dengan cepat
dia menubruk kebawah.
"Bangsat cilik, serahkan nyawamu!” Bentaknya sambil tertawa
keras.
Pedangnya digetarkan dengan cepat mengarah ulu hati Ti Then,
dia menyerang kearah bawah.
Walaupun sepasang mata Ti Then sudah jadi buta tetapi
telinganya masih tajam dan dapat membedakan datangnya angin
serangan.
Dengan gesitnya dia menggelinding ke samping menghindarkan
diri dari tusukan pedang tersebut, diikuti tubuhnya meloncat keatas
dengan mengikuti arah datangnya angin serangan tadi menyapu ke
depan.
Serangannya kali ini mengancam sepasang kaki dari Leng Hu Ih.
Kecepatan serangannya amat dahsyat seperti menggunakan
mata yang normal.
Dengan lekas Leng Hu Ih meloncat kesamping untuk
menghindarkan diri dari babatan itu, pada wajahnya segera
tersungginglah satu senyuman yang amat buas dan ganas sekali,
“Heee . . . . bangsat cilik. kau masih ingin mempamerkan
kepandaianmu ?” ejeknya dingin.
Air muka Ti Then amat tawar sekali, dengan perlahan-lahan dia
menekukkan kaki kirinya kebawah sehingga membentuk gaya
setengah berlutut pedang panjangnya dilintangkan didepan dada
memperhatikan sikap menanti serangan.
“Hmm.... sekarang adalah kssempaian yang baik buatmu, ayoh
maju!” serunya dingin.
Dengan diam2 Leng Hu Ih bergeser tiga langkah kesamping
kemudian secara
diam2 menusuk kearah pinggangnya, menanti ujung pedangnya
sudah berada satu dua coen dari pinggangnya dia baru membentak
dengan keras :
"Awas !”
Mendadak tubuh Ti Then berputar setengah lingkaran, didalam
keadaan yang amat kritis dia sudah membabat pedangnya
kesamping memukul miring serangaanya itu, kemudian dengan
mengikuti gerakan badannya sang pedang membacok kearah
dadanya.
Gerakannya amat keras dan aneh sekali. Dengan ter-buru2 Leng
Hu Ih meloncat mundur kebelakang.
"Heee . . . heee .... bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa
seram." Aku mau lihat kau masih bisa terima berapa jurus serangan
dari Lohu !"
Selesai berkata tubuhnya bergerak maju lagi melancarkan
serangan ganas.
Dengan mengandalkan pendengarannya Ti Then segera
menggerakkan pedangnya menangkis serangan tersebut, semakin
lama dia merasa semakin tidak tahan akhirnya terpaksa dia
meloncat bangun untuk menghindar.
Leng Hu Ih tidak mau memberi kesempatan buatnya untuk
bertukar napas. tubuhnya sekali lagi menubruk maju kedepan,
serangannya pun semakin lama semakin gencar semakin lama
semakin dahsyat.
"Hey bangsat cilik" teriaknya sembari menyerang sembari
tertawa seram. "Ini hari kau sudah membinasakan empat orang
anak buah dari Lohu, sekarang lohu mau tabas putus sepasang
tangan serta sepasang kakimu terlebih dulu untuk membalaskan
dendam atas kematian dari mereka berempat! "
Ti Then dengan sekuat tenaga menahan datangnya serangan itu,
sembari bertempur tangannya yang lain segera mengucak matanya
berusaha untuk mengembalikan penglihatannya tetapi sekalipun
sudah berusaha amat lama dia semakin merasa matanya semakin
sakit sehingga tak terasa lagi didalam hati dia menghela napas
panjang.
"Sudahlah " pikirnya kemudian, “tidak kusangka aku Ti Then ini
hari harus menemui ajalnya ditangan Si iblis bungkuk ini tetapi . .
bagaimana aku boleh mati dengan sama sekali tidak berharga ini ?
Aaku harus mengadu jiwa dengan dirinya."
Baru saja berpikir sampai disitu mendadak dia merasakan
lengannya amat sakit sekali agaknya Leng Hu Ih sudah berhasil
menggores luka lengannya.
Masih untung luka tersebut tidak terlalu berat, dengan tergesa-
gesa dia angkat badannya untuk menangkis.
“Traaaang . . “ dengan tepatnya dia berhasil memukul kesamping
pedang dari Leng Hu Ih, dia tidak mau membuaug kesempatan lagi
tubuhnya dengan cepat bergerak maju mendesaknya lebih lanjut.
Ssbaliknya Leng Hu Ih tidak mau mengadu jiwa dengan dirinya,
ketika dilihat tempat kedudukkannya sudah diketahui dengan cepat
tubuhnya meloncat kesamping.
Kemudian dengan perlahan-lahan dia memutar kebelakang badan
Ti Then, sambil meringankan tindakannya dengan tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun dia mendesak maju kembali.
Ti Then dengan pusatkan seluruh perhatiannya mendengar,
dikarenakan tidak mendengar juga pihak lawannya menyerang
terpaksa dia putar badannya melancarkan serangan dengan
menggunakan jurus Ya Can Pat huan atau delapan penjuru
petempur malam.
Leng Hu Ih tetap berdiam ditempat sama sekali tidak bergerak.
“Leng Hu Ih, kau terlalu tolol” Maki Ti Then kemudian sambil
menghentikan gerakammya. “Bagaimana sudah begitu lama kau
masih belum sanggup untuk membinasakan diriku ?”
Didalam hati Ti Then tahu dia hendak melancarkan serangan
bokongan kepadanya karena itu di dalam hati dia pun segera
mengambil keputusan untuk dengan siasat melawan siasat.
Dia akan berdiri tenang menunggu datangnya serangan musuh,
menanti pedangnya sudah menempel badannya dengan
menggunakan saat yang amat kritis itulah dia hendak balas
melancarkan satu serangan beradu jiwa dengan dirinya.
Karena itu keadaannya jadi semakin tegang lagi, dengan
dinginnya dia berdiri menanti.
Leng Hu Ih yang melihat pihak lawannya pun hendak
menggunakan tenang ma lawan tenang semakin tidak berani
bergerak lagi, sepasang matanya yang buas dengan cepatnya
berputar-putar, mendadak dengan perlahan-lahan dia berjongkok
memungut sebuah batu kemudian dengan perlahan-lahan bangkit
dan mneyambitkan batu itu kedepan tubuh Ti Then.
“Plooook!” dengan disertai suata yang amat nyaring batu itu
tepat terjatuh dihadapannya.
Tubuh Ti Then segera kelihatan bergetar amat keras.
Tetapi dia pun tidak turun tangan, dia hendak menanti sampai
pedang pihak lawan menempel badannya dia baru melancarkan
serangan balasannya.
Sebaliknya Leng Hu Ih menduga Ti Then pasti akan terkena
pancingannya dan turun tangan melancarkan serangan, karena itu
begitu melihat badan Ti Then sedikit tergetar dengan cepat dia
ayunkan pedangnya menyerang lengan sebelah kanan dari Ti Then.
Dia tetap mempunyai rencana untuk membacok putus tangan
serta kaki Ti Then dulu kemudian baru membinasakan diri Ti Then
dengan perlahan-lahan.
Tampaklah sinar pedang berkelebat menyilaukan mata,
pedangnya dengan amat tepat sekali berhasil membacok lengan
kanan dari Ti Then,
Sedang Ti Then pun dengan menggunakan saat pedang tersebut
menempel badannya mendadak dia putar pedangnya dari bawah-
ketiak kanannya menusuk kearah belakang.
"Aaaaaah ,„.„..".
Suara teriakan ngeri yang mendirikan bulu roma segera bergema
keluar dari mulut Leng Hu Ih.
Ti Then segera merasakan kalau pedangnya dengan amat tepat
sekali berhasil menusuk lambung lawannya, didalam hati dia merasa
sangat girang sekali, dengan cepat tubuhnya berputar kebelakang
kaki kanannya dengan kecepatan yang luar biasa melancarkan
tendangan kilat menghajar lambungnya kemudian sembari
mencabut keluar pedangnya dia meloncat mundur satu langkah.
Dia sama sekali tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan,
karena itu begitu ujung kakinya mencapui permukaan tanah dengan
pusatkan seluruh perhatiannya dia siap-siap menghadapi perubahan
selanjutnya,
Tetapi walaupun sudah ditunggu beberapa saat lamanya masih
belum terdengar juga suara rubuh maupun berjalannya Leng Hu Ih,
didalam hati diam2 dia merasa terkejut bercampur curiga, tidak
kuasa lagi tanyanya dengan suara keras;
"Hey bungkuk, kau sudah mati?”
Leng Hu Ih tidak menjawab.
Tadi dia merasakan pedangnya itu dengan amat tepat sekali
berhasil menusuk lambung dari pihak lawannya bahkan pedangnya
menancap sangat dalam sekali, menurut keadaan biasa seharusnya
pihak lawan sudah menemui ajalnya.
Tetapi kenapa dia tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan?
karenanya didalam hati dia merasa tidak paham. pedangnya segera
dikibaskan kembali dengan menggunakan jurus Ya Can Pat Hong
atau delapan penjuru bertempur malam.
Akhirnya dia sama sekali menemui sasaran yang kosong.
“Apa mungkin dengan membawa luka dia sudah melarikan diri ?”
pikirnya didalam hati- “Bilamana memang demikian adanya maka
tentunya dia meloncat pergi sewaktu aku mencabut keluar
pedangku tadi . . ?”
Berpikir akan hal ini rasa tegang yang mencekam didalam hatinya
pun manjadi kendor kembali, dia mulai merasakan lengan kanannya
terasa amat sakit.
Ketika dia meraba dengan menggunakan tangannya saat itulah
dia baru menemukan kalau luka pada lengannya itu tidak kecil,
panjangnya ada dua coen dengan lebar tiga coen bahkan hampir
melukai tulangnya, darah segar dengan tak-henti2nya menetes
keluar membasahi bajunya, dengan cepat jari tangannya berkelebat
menotok jalan darah yang dekat dengan tempat tersebut.
Setelah itu kepalanya didongak memandang kearah sebelah
sarang penjahat itu, secara samar2 dia merasakan ada sinar merah
yang muncul didaerah sekitar tempat itu, tak kuasa lagi dia
bergumam seorang diri;
“Aaah...... itu tentu warna api, Wi Ci To serta Nyio Sam Pak
sudah membakar sarang perampok tersebut"
Berpikir sampai disitu mendadak telingany mendengar suara
hiruk pikuk yang amat keras sekali berkumandang datang dari
tempat kejauhan,
Jika didengar dari suara tersebut agaknya berasat dari anak buah
dari si iblis bongkok yang sedang melarikan diri kocar kacir dari
dalam sarangnya.
"Ehmm .... bilamana diantara orang2 itu ada seorang jagoan
yang melarikan diri melewati tempat ini dan melihat aku sedang
terluka...”
Berpikir akan hal ini dengan ter-gesa2 dia berjalan menuju
kesebelah kanan.
Dia masih ingat disebelah kanas dari tempat itu terdapat sebuah
hutan yang amat lebat dia bermaksud untuk bersembunyi beberapa
saat lamanya didalam hutan itu, karena mata serta kedua luka
dilengannya sudah sukar buatnya untuk bergebrak kembali.
Tetapi baru saja dia berjalan beberapa langkah mendadak
terdengarlah suara tersampoknya ujung pakaian berkelebat dating
dengan kecepatan yang luar biasa.
Dengan cepat dia putar badannya siap2 menghadapi sesuatu.
“Ti Kiauw-tau kau kenapa?”
Suara dari Wi Ci To.
Mendengar suara itu Ti Then segera menghembuskan napas
lega, dengan wajah yang menampilkan senyuman pahit dia berkata:
“Gakhu..kau...”
Wi Ci To yang melihat wajahnya sudah dipenuhi dengan kapur
menjadi amat terperanjat sekali, dengan cepat dia berlari mendekat.
“Kenapa matamu?” tanyanya dengan cemas.
“Karena sedikit tidak waspada, mataku sudah terkena sambitan
kapur dari si iblis bongkok..”
Belum habis dia berbicara tiba-tiba terdengarlah suara dari Nyio
Sam Pak berkumandang keluar dari belakang Wi Ci To.
“Aaaah...kau sudah bunuh iblis ini!” teriaknya dengan keras.
“Aaaah..dia sunguh-sungguh sudah mati?” Tanya Ti Then
kegirangan.
“Kau...kau membinasakan dirinya setelah matamu dibutakan
olehnya?” tanya Wi
Ci To dengan terperanjat.
“Benar” sahut Ti Then mengangguk, “Dia ingin menabas tangan
serta kaki dari boanpwe tetapi akhirya boanpwe berhasil menusuk
dirinya... agaknya boanpwe berhasil menusuk lambungnya”
“Tidak!” seru Nyio Sam Pak membenarkan kesalahannya, “Kau
sudah menusuk ulu hatinya”
“Oooh..lalu mayatnya apa rubuh disana?”
“Benar”
“Sungguh aneh sekali” gumam Ti Then seorang diri, “Kenapa
boanpwe tidak mendengar tubuhnya rubuh keatas tanah?”
“Tentunya dia rubuh keatas tanah dengan perlahan” sahut Wi Ci
To memberikan pendapatnya, “Matamu sudah tidak dapat melihat?”
"Benar, aku cuma bisa melihat sinar putih yang rada samar2 dan
buram . .”
Wi Ci To dengan ter-gesa2 memasukkan pedangnya kedalam
sarung kemudian serunya dengan cemas:
"Mari, lohu gendong kau pulang kedalam perkampungan !"
Tidak menanti Ti Then memberikan jawabannya dengan cepat
dia sudah menggendong badan Ti Then dan lari menuju ke
perkampungan Thiat Kiam San Cung.
Nyio Sam Pak sambil menenteng pedang-segera mengikuti dari
belakangnya.
"Bagaimana dengan sarang mereka ?” tanya Ti Then kemudian
ditengah jalan.
"Sedang terbakar hebat, anak buah mereka sebanyak seratus
orang sudah bubaran bagaikan buuung !". Sahut Wi Ci To.
"Diantara pembantu2 Leng Hu Ih kini cuma Sikakek tak berbudi,
Si muka aneh serta sibisul merah tiga orang saja yang berhasil
meloloskan diri" Sambung Nyio Sam Pak lebih lanjut. "Boleh dikata
pertempuran kita kali ini memperoleh kemenangan total, cuma saja
Ti Kiauw-tauw sudah menderita luka. hal ini benar2 membuat lolap
merasa tidak tenang".
“Nyio Locianpwe buat apa mengucapkan kata2 tersebut ? sedikit
luka dari boanpwe ini tidaklah seberapa buat apa locianpwe merasa
kuatir ?".
"Tetapi bilamana sepasang mata dari Ti Then Kiauw-tauw tidak
dapat melihat kembali, maka „ . . . "
“Tidak! dia dapat melihat lagi," Sela Wi Ci To dengan cepat."
Setelah kembali kedalam perkampungan nanti, asalkan dibersihkan
beberapa kali dengan menggunakan air maka dia bisa melihat
kembali seperti sedia kala”
“Semoga saja demikian..." sambung Nyio Sam Pak sambil
menghela napas panjang.
"Bilamana tidak dapat melihat juga tidak mengapa, nyawa dari
boanpwepun ini didapat dari pungutan, ada apanya yang dapat
disesali ?"
Di dalam keadaan buta ternyata Ti Kiauw tauw masih bisa
melukai dan membinasakan Leng Hu Ih, hal ini sungguh2 sukar
untuk dipercaya!"
"Soal ini mungkin dikarenakan dia orang terlalu memandang
rendah diriku.
Bilamana bukannya dia ingin membacok putus sepasang tangan
serta kaki dari boanpwe kemungkinan sekali dia sudah berhasil
membinasakan diri boanpwe.”
Mereka bertiga sembari berjalan sembari ber-cakap2, tidak
selang seperempat jam kemudian mereka sudah tiba didalam
perkampungan Thiat Sam Kiam san Cung.
Nyio Si Ih sekalian yang melihat Ti Then menderita luka jadi
merasa terkejut, dengan cepat mereka pada maju mengerubung
dan menanyakan parsoalannya..
Tetapi Nyio Sam pak sudah mengulapkan tangannya mencegah,
tegurnya:
“Nanti saja kita bicarakan lagi, sekarang cepat ambil beberapa
pikul air bersih,”
Huan Ceng Koei serta Cia Pu Leng yang ada dikalangan dengan
tergesa2 segera berlalu.
Kepada putranya Nyio Si Ih dengan cepatnya Nyio Sam Pak
memberi perintah lagi.
“Si Ih, cepat kau siapkan obat2an dan menolong Ti Kiauw-tauw
balutkan lukanya.”
“Baik!” sahut Nyio Si Ih kemudian dengan tergesa-gesa berlalu
dari sana. Beberapa saat kemudian Huan, Cio dua orang sudah
mengambil empat pikulan air bersih, Wi Ci To segera membimbing
Ti Then untuk berjongkok dihadapan air bersih itu dan serunya.
“Mari masukkan kepalamu kedalam air!”
Ti Then segera menurut dan memasukkan kepalanya kedalam
air, kapur yang di wajahnya setelah terkena sir segera pada buyar
dari kawahnya,
Wi Ci To yang melihat air yang bersih atu sudah tercampur
sehingga kotor segera ganti dengan air yang baru.
“Sekarang coba kau membuka matamu dengan perlahan-lahan”
katanya,
Sekali lagi Ti Then memasukkan kepalanya kedalam air kemudian
dengan ptrlahan-lahan membuka matanya,
Ternyata sedikitpun tidak salah, rasa sakit sudah semakin
berkurang, kaput yan masih tertinggal didalam matapun sebagian
besar sudah larut kedalam air.
Ketika dia angkat kepalanya secara samar2 dia dapat melihat
beberapa sosok bayangan yang kabur, dalam hati dia merasa
sangat girang sekali.
"Aaah . . , sudah lebih baikan!".
"Sudah dapat melihat??" tanya Wi Ci To dengan cepat.
"Masih sedikit kabur, tetapi sudah dapat melihat bentuk badan
orang!".
"Coba ganti sepikul air lagi!”
Setelah mencuci lagi dengan sebaskom air bayangan orang yang
semula kelihatan kabur kini jauh lebih jelas lagi, cuma saja jaraknya
masih kelihatan jauh.
Wi Ci To yang melihat Nyio Si Ih sudah membawa obat2an
datang kesana lantas ujarnya kemudian:
"Sekarang balut dulu lukamu, setelah itu lohu akan bantu
mencucikan kembali matamu dengan perlahan".
Demikianlah dengan dibimbing oleh Wi Ci To, Ti Then
dibaringkan keatas sebuah pembaringan.
Wi Ci To serta Nyio Sam Pak segera turun tangan sendiri
mencucikan mulut luka itu kemudian baru diberi obat dan di
bungkus dengan kain.
"Kau sudah banyak mengalirkan darah, sekarang merasa
bagaimana?" tanya Wi Ci To tiba2.
"Sekarang aku merasa rada lapar! " sahut Ti Then sambil
tersenyum.
"Aaaah ..." seru Nyio Sam Pak tertahan, kepada putranya Nyio Si
Ih cepat ujarnya:
"Si Ih, perjamuan telah dipersiapkan?".
"Sejak semula telah dipersiapkan " sahut Nyio Si Ih dengan
sangat hormat.
"Sekarang Ti Kiauw-tauw tidak dapat makan dimeja perjamuan, .
kau cepatlah bawa kemari makanan tersebut".
Nyio Si ih lantas menyahut dan berlalu dari sana.
"Nyio-heng!" tiba? terdengar Wi Ci To berkata. "Disini apakah ada
kapas yang bersih?”
"Buat apa Wi Poocu memerlukan kapas?" tanya Nyio Sam Pak
melengak.
"Bersihkan matanya!" Sahut Wi Ci To sambil menuding kearah Ti
Then. "Matanya harus dibersihkan dengan menggunakan-kapas
baru dapat bersih dari kapur".
Nyio Sam Pak lalu memerintahkan anak buahnya untuk pergi
mengambil kapas, kemudian dengan rasa girang ujarnya:
"Jika dilihat keadaan ini penglihatan dari Ti Kiauw-tauw akan
dapat pulih kembali seperti sedia kala”
“Benar! " sahut Wi Ci To mengangguk. “kapur memang barang
yang paling mudah melukai mata, tetapi kalau dapat cepat2
dibersihkan dengan air maka hal itu tidak lagi terlalu bahaya".
Leng Hu Ih selamanya menyebut dirinya sebagai iblis nomor satu
didalam Bu-lim dan selamanya bersikap amat sombong sekali, tidak
disangka didalam sakunya dia pun memiliki benda yang amat
rendah seperti ini! ".
"Mungkin benda ini sudah dipersiapkan untuk menghadapi kita
berdua dia sebeenarnya adalah orang dari kalangan Hek-to sudah
tentu berbuat apa pun dia tidak takut".
Sewaktu berbicara sampai disana tampaklah Nyio Si Ih dengan
membawa nampan makanan yang lezat sudah berjalan masuk ke
dalam.
Baru saja makanan itu diletakkan di meja orang
diperintahkan untuk membawa kapas pun sudah tiba.
yang
"Mau cuci mata dulu atau makan dulu?" tanya Nyio Sam Pak
kemudian.
“Cuci mata dulu" Sahut Wi Ci To,
Dia mengambil sebuah bangku dan membiarkan kepala dari Ti
Then menjulur keluar dari dalam pembaringan dan bersandar diatas
bangku tersebut. setelah itu dia mengambil kapas dibasahi dulu
dengan air dingin kemudian baru mulai membuka mata dari Ti Then
dan membersihkan kapur yang masih tertinggal didalam kelopak
matanya itu.
Sesudah dicuci beberapa kali akhirnya rasa sakit yang diderita Ti
Then pun jauh berkurang, sedangkan penglihatannya sudah pulih
delapan bagian,
"Sekarang bagaimana rasanya ?" tanya Wi Ci To.
“Sudah hampir pulih seluruhnya cuma saja masih merasa sedikit
sakit."
“Soal ini tidak bisa terhindar lagi tetapi setelah lewat satu dua
hari tentu akan sembuh kembali seperti sediakala, sekarang kau
duduklah dan bersantap.”
"Tidak!” cegah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Tangan kanan dari
Ti Kiauw-tauw masih belum sembuh. biarlah dia tetap berbaring
Lolap akan suruh putraku membantu dia!”
Dengan cepat dia menekan badan Ti Then untuk berbaring
kembali, setelah itu kepada putranya Nyio Si Ih perintahnya:
"Si Ih, coba kau bantulah Ti Kiauw-tauw untuk menyiapkan
makanan itu kepadanya!"
"Tidak perlu begitu. boanpwe bisa makan dengan menggunakan
tangan kiri." Seru Ti Then menampik.
Tetapi walaupun dia sudah berbicara secara bagaimanapun dia
orang tua tidak memperkenankan juga dia makan sendiri. Ti Then
tidak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa sahutnya kemudian:
"Kalau begitu silahkan Nyio Locian-pwe pergi bersantap, cuma
dikarenakan sedikit luka dari boanpwe membuat Lo-cianpwe pun
harus bingung- benar2 membuat boanpwe merasa tidak tenang."
"Baiklah!” ujar Nyio-Sam Pak kemudian dan menoleh kearah Wi
Ci To. "Mari kita pergi makan dulu, nanti kita datang lagi!"
Setelab dua orang tua itu pergi Nyio Si Ih mulai membantu Ti
Then menyuapinya, dia orang sampai waktu ini masih tidak tahu
bagaimana Ti Then terkena sambitan kapur oleh pihak lawan serta
bagaimana kesudahan pertempuran melawan Leng Hu Ih, tidak
tertahan lantas tanyanya;
“Ti-heng siapa yang sudah melukai matamu itu ?”
"Leng Hu Ih”
"Oooh. . . kau sudah bergebrak dengan si iblis bungkuk Leng Hu
Ih ?" tanya Nyio Si Ih terkejut.
"Benar."
"Lalu bagaimana kesudahannya ?" Sembari menyuapi makan Ti
Then segera menceritakan bagaimana dia sudah mengalahkan diri
iblis bungkuk itu.
Ketika Nyio Si Ih mendengar dia orang sudah berhasil
membinasakan diri iblis bungkuk Leng Hu Ih tidak terasa lagi
sepasang matanya sudah terpentang lebar2, dengan wajah kurang
percaya tanyanya dengan terkejut.
"Sungguh ? kau . . . kau bisa menangkan si iblis bungkuk Leng
Hu Sian?"
Ti Then cuma tersenyum saja tidak menjawab.
xxxx
Malam ini dengan alasan hendak menjaga Ti Then Wi Ci To tidur
satu kamar dengan diri Ti Then.
Nyio Sam Pak menemani mereka berdua sampai tengah malam
baru pamit untuk pulang ke kamarnya.
Setelah melihat bayangan punggungnya lenyap dari balik pintu,
Ti Then baru menoleh ke arah Wi Ci To dan tersenyum pahit.
"Siasat kita aku rasa sukar untuk dijalankan lagi" ujarnya dengan
suara yang rendah. "Gak-hu punya rencana berbuat bagaimana?”
"Lohu sendiri juga tidak mengetahui cara untuk menghadapi
perubahan ini..” sahut Wi Ci To kemudian dengan wajah serius
setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya.
“Ini hari kita harus membantu Nyio-locianpwe melenyapkan si
iblis bungkuk Leng Hu Ih, walau pun urusan terjadi di luar dugaan
tetapi boleh dikata perjalanan kita tidak sia-sia, bilamana kita tidak
pergi ke perkampungan Thiat Kiam San Cung terlebih dulu
bagaimana bisa tahu kalau Nyio locianpwe juga mengundang Cuo It
Sian untuk member bantuan?”
“Benar!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk "Untung sekali Nyio
Cung-cu berkata kalau paling cepat Cuo It Sian baru sampai disini
dua puluh hari kemudian, maka itu kita masih punya kesempatan
untuk mengubah siasat”
"Gak-hu menduga apakah Cuo It Sian bisa menerima undangan
dari Nyio Locian-pwe untuk datang ke perkampungan Thiat Kian San
Cung?”
"Delapan bagian dia bisa dating!”
"Tetapi ada kemungkinan juga dia tidak berani datang, karena
dia sudah membinasakan anak murid dari Nyio locianpwe, Si elang
sakti Cau Ci Beng, sewaktu putra dari Nyio Locianpwe sampai di
rumahnya dan menjelaskan maksud hatinya untuk memohon
bantuannya membasmi Si iblis bungkuk Leng Hu Ih, mungkin dia
sudah menaruh curiga kalau rahasia dimana dia sudah membunuh
mati si elang sakti Cau Ci Beng telah diketahui oleh dia orang tua
sehingga dengan demikian dia sudah menaruh salah anggapan
bahwa undangannya untuk mengunjungi perkampungan Thiat Kiam
San Cung hanyalah satu siasat balaka !"
"Sudah tentu dia bisa berpikir sampai kesana, tetapi lohu percaya
dia bisa datang karena diapun menduga kalau pembunuhan yang
dilakukan ditengah malam buta itu tidak bakal bisa diketahui oleh
siapapun juga, maka itu Nyio Cung-cu tidak mungkin bisa
mengatahui kalau Cau Ci Beng mati ditangannya, bahkan bilamana
dia tidak datang maka hal ini semakin bisa diperlihatkan kecurigaan
yang lebih besar !"
Dia berhenti sebentar untuk kemudian katanya lagi :
"Sudah tentu jikalau dia tidak datang kita bisa melakukan
pekerjaan sesuai dengan rencana,"
"Bilamana dia sudah datang apakah Gak-hu merasa dia dapat
membawa pedang Biat Hun Kiam-nya ?" tanya Ti Then
“Sukar untuk dibiarakan, dia ada kemungkinan membawa serta
pedang tersebut ada kemuugkinan juga tidak membawa pedang itu
. . .”
“Apa maksud perkataanmu itu ?”
“Untuk menutupi rahasia patahnya pedang pendek itu ada
kemungkinan dia bisa membawa serta pedang pendek Biat Hun
Kiam itu untuk sengaja diperlihatkan kepada Nyio Cung cu sehingga
dengan demikian bisa ada orang yang membuktiksn kalau pedang
pendek Biat Hun Kiam itu belum pernah terputus , . .”
“Oooh „ , . . sekarang boanpwe paham sudah,” tiba-tiba potong
Ti Then sambil tertawa.
“Kau sudah memahami apa?” tanya Wi Ci To melengak.
“Dahulu dia pernah menggunakan pedang pendek Biat Hun Kiam
itu untuk melakukan satu perbuatan yang merugikan masyarakat,
akhirnya pedang pendek itu patah jadi dua dan secara tidak sengaja
sudah didapatkan oleh Gak-hu sehingga menangkap pangkal
peristiwa inu, bukan begitu?” ujar Ti Then sambil tertawa.
“Benar” sahut Wi Ci To kemudian sambil mengangguk sesudah
berpikir sebentar. “Sekarang kau adalah menantuku, maka aku
sudah menaruh kepercayaan kepadamu, peristiwa yang terjadi
memang seperti apa yang kau duga, dia memang pernah
menggunakan pedang ini untuk melakukan satu perbuatan yang
merugikan orang lain.”
“Peristiwa apa?”
Dengan perlahan-lahan Wi Ci To menghela napas panjang.
“Orang itu sebetulnya tidak jelek” ujarnya. “Pada masa yang lalu
setelah lulus ujian dia lantas diangkat sebagai pembesar negeri dan
memangku jabatan disatu kota tetapi dia orang bersifat jujur dan
suka menegakkan keadilan bahkan paling tidak suka melihat cara
bekerja dari pembesar lainnya, akhirnya karena tidak betah dia
meletakkan jabatan dan kembali kedesa, beberapa tahun kemudian
dia mulai berkelana didalam Bu-lim. dikarenakan semasa kecilnya
dia pernah memperoleh pelajaran ilmu silat dari seorang manusia
aneh di dalam Bu-lim maka tidak sampai satu tahun dia
mengembara namanya sudah terkenal sekali diseluruh sungai telaga
bahkan di dalam beberapa tahun itupun dia sering melakukan
pekerjaan baik maka orang2 sudah menganggap dia sebagai
seorang pendekar yang patut dihormati.
Heei.. , , siapa tahu setelah tiba di masa tuanya ternyata
perbuatannya malah tidak keruan dan sudah melakukan satu
perbuatan yang sangat tercela sekali”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambil
tertawa dingin sambungnya:
“Urusan sudah begini, pada suatu tengah malam empat tahun
yang lalu, dikarenakan lohu ada urusan hendak pergi menyambangi
Yuan Koan Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw lim pay ditengah
perjalanan melewati sebuah dusun didekat kota Tiong Cing Hu yaitu
dusun Sak Peng, mendadak dari sebuah rumah petani
berkumandang datang suara jeritan ngeri dari seorang perempuian,
lohu dengan cepat mengejar kesana begitu masuk kedalam pintu
satu pemandangan yang amat memalukan dan mengerikan
terpampang dihadapan mata,
Didalam rumah itu menggeletaklah sepasang suami istri, yang
lelaki sudah tertotok jalan darah kematiannya sehingga binasa
diatas lantai, yaug perempuan telanjang bulat menggeletak diatas
pembaringan, jelas sekali bagian bawah badannya sudah mengalami
perkosaan yang ganas, pada dadanya masih mengalir keluar darah
segar dengan amat derasnya sedang disamping badannya
menggeletaklah potongan pedang pendek tersebut.
Jika ditinjau dari keadaan itu jelas perempuan tersebut sudah
diperkosa dulu kemudian baru dibunuh dan alat untuk melakukan
pembunuhan itu bukan lain adalah pedang pendek tersebut entah
secara bagaimana pedang pendek yang digunakan untuk menusuk
dada perempuan itu bisa putus sedangkan pembunuhnya mungkin
karena keadaannya amat gugup ternyata potongan pedang itu pun
sudah lupa untuk memungutnya kembali.”
Ketika mendengar kisah tersebut sampai disana Ti Then segera
mengerti, bangsat tukang perkosa itu bukan lain adalah si pembesar
kota Cuo It Sian, tidak terasa lagi hawa amarah sudah membara
didalam dadanya.
“Hmm, sungguh ganas perbuatannya!” makinya dengan gusar.
Sekali lagi Wi Ci To menghela napas panjang, sambungnya lagi :
“Ketika Lohu melangkah masuk kedalam kamarnya perempuan
tersebut masih belum putus nyawa, begitu bertemu dengan lohu
dengan kata kata terputus dia cuma mengucapkan Cuo It Sian tiga
kata saja setelah itu napasnya putus dan menemui ajalnya.”
“Dia mempunyai banyak uang, untuk main perempuan masih
mempunyai cara yang amat banyak sekali, tidak kusangka ternyata
dia masih menggunakan juga cara yang demikian kejamnya. Hmm,
patut dibunuh”
Wi Ci To tersenyum.
“Manusia adakalanya memang sangat menggelikan” ujarnya lagi
dengan perlahan. “Terang-terangan didalam hati mempunyai sifat
suka main perempuan tetapi dihadapan orang lain sengaja
memperlihatkan sikap yang keren dan berwibawa di wajahnya
memperlihatkan sikapnya yang sok suci . . . karena itu untuk
melampiaskan napsu binatangnya terpaksa dia melakukan pekerjaan
mencuri, demikian pula dengan keadaan dari Cuo It Sian, terang
terangan dia kepingin sekali main perempuan tetapi tidak berani
memperlihatkan keinginannya itu secara terbuka didalam keadaan
yang kebelet pikiran serta kesadarannya jadi terganggu,
kesadarannya jadi kalut sehingga tanpa memikirkan akibatnya dia
sudah melakukan pekerjaan yang amat rendah dan memalukan itu.”
“Tetapi jikalau ditinjau kekayaan yang berlimpah limpah untuk
mencari perempuan atau gundik bukanlah satu soal yang amat sulit,
didalam rumahnya dia menyembunyikan perempuan ada siapa yang
bakal tahu ?” ujar Ti Then sambil tertawa.
“Dengan usianya yang sudah lanjut boleh dikata sudah patut
menjadi kakeknya orang lain, bagaimana pun dia harus
memperlihatkan juga kewibawaannya apalagi ada beberapa patah
kata entah kau pernah dengar orang berkata atau tidak ?”
“Perkataan apa ?” tanya Ti Then cepat.
“Daripada istri lebih baik gundik, daripada gundik lebih baik
budak perempuan, daripada budak perempuan lebih baik
memperkosa.”
“Hmmm, sungguh mirip tulang kere!” seru Thi Then sambil
tertawa pahit.
Mendadak Wi Ci To mendehem perlahan, senyuman yang
menghiasi bibirnya pun
telah lenyap.
“Pokoknya” ujarnya lagi dengan serius, “Perbuatan dari Cuo It
Sian memperkosa perempuan itu bukan dikarenakan godaan hatinya
saja. sebab yang penting adalah dikarenakan perempuan itu
mempunyai wajah yang amat cantik serta bentuk badan yang
montok dan menggiurkan.”
“Aaaah.., perempuan ini sangat cantik?” tanya Ti Then tertegun.
“Benar.” sahut Wi Ci To mengangguk, “Boleh dikata saking
cantiknya sukar untuk dibandingkan, apalagi sepasang matanya
yang hitam dan besar itu membuat setiap orang yang melihatnya
pasti akan terpikat. Sudah tentu Cuo It Sian terpikat hatinya oleh
kecantikan wajah perempuan itu sewaktu menarik hasil panennya
sehingga saking tidak tahannya dia sudah melakukan perbuatan
tersebut.”
“Lalu apakah suami dari perempuan itu adalah anak buah dari
Cuo It Sian?” tanya Ti Then keheranan-
“Tidak salah, kalau tidak bagaimana perempuan itu bisa
mengetahui
kalau
orang
yang
memperkosa
kemudian
membunuhnya adalah hasil perbuatan dari Cuo It Sian?”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya
lagi.
“Berbicara selanjutnya, sewaktu loho melihat perempuan itu telah
mati untuk menghindarkan diri dari kesalah pahaman dari orang-
orang kampung, maka lohu segera pungut kembali potongan
pedang itu dan meninggalkan dusun itu kembali ke kota Tiong Cing
Hu”
Sewaktu Lohu sampai dirumahnya waktu itu dia masih belum
tidur, ketika lohu munculkan dirinya dan bertemu dengan dia
kemudian memperlihatkan pula potongan pedang itu dia segera jadi
ketakutan bahkan secara tiba-tiba sudah berlutut dihadapan lohu
untuk minta diampuni dosanya, dengan memandang jasa yang
pernah diperbuat sewaktu berkelana didalam Bu-lim dia berjanji
empat tahun kcmudian dia akan bunuh diri dihadapan lohu untuk
menebus dosanya”
“Kenapa dia mengajukan permintaan itu?”
"Dia bilang dia masih ada perintah dari suhunya yang masih
belum diselesaikan, menurut perkataannya sesaat suhunya
menemui ajalnya dia minta dia orang bantu mencarikan keturunan
dari seorang tuan penolongnya kemudian mewariskan seluruh
kepandaian silat itu kepada putra atau cucu dari orang itu, dan
selama ini dia masih belum menjalankan tugasnya itu karenanya dia
berharap sebelum meninggalkan dunia ini dia ingin menyelesaikan
dulu perintah dari Suhunya ini..”
"Perkataannya ini apa sungguh-sungguh?”
"Waktu itu wajahnya dipenuhi dengan air mata bahkan sudah
mengangkat sumpah. Lohu segera mempercayainya dan
mengijinkan dia hidup empat tahun lagi. Saat itu perduli dia sudah
berhasil menemukan keturunan dari tuan penolongnya itu atau tidak
dia diharuskan bunuh diri untuk menebus dosa tersebut.”
"Lalu apakah Gak-hu tidak pernah memikirkan bilamana sampai
waktunya dia mungkiri sumpahnya dan tidak mau membunuh diri
untuk menebus dosanya itu?".
“Lohu pernah memberitahu kepadany dengan jelas bilamana
sampai waktunya dia tidak mau bunuh diri untuk menebus dosa
tersebut maka pada pertemuan puncak di gunung Hoa san tahun
besok dihadapan orang banyak Lohu akan membongkar rahasianya
ini”
“Dan potongan pedang itu sebagai barang buktinya ? sambung Ti
Then lebih lanjut.
“Benar” sahut Wi Ci To membenarkan.
“Selama tiga tahun ini secara diam-diam beberapa kali Lohu
memeriksa gerak-geriknya; aku menemukan dia agaknya memang
benar sedang mencari- keturunan tuan penolongnya sesuai dengan
pesan terakhir suhunya, tetapi waktu hari itu Lohu mendengar
pengakuan dari Hu-Poocu yang berlutut sambil menjelaskan
maksudnya mengadakan jual beli dengan Cuo It Sian, Lohu baru
merasa aku orang sudah tertipu*, kiranya dia sengaja ulur waktu
sebenarnya sedang berusaha untuk mencuri kembali potongan
pedang itu untuk melenyapkan bukti”
“Setelah Hu poocu bunuh diri seharusnya Gak-hu lantas
mengumumkan kejahatannya”
“Waktu itu dikarenakan sedang mempersispkan perjanjian
dengan si anjing langit rase bumi lohu tidak ada waktu untuk
mengumumkan kejahatannya dihadapan umum tetapi menanti
setelah aku berhasil menghancurkan istana Thian Teh Kong dia
sudah berhasil menawan Ih Koen, Cha Cay Hiong serta Pau Kia Yen
tiga orang”
“Sewaktu dia orang sesudah memperkosa lalu membunuh
perempuan itu, potongan pedang yang lain masih tertinggal didalam
badan perempuan itu, akhirnya bagamana dia bisa mengambil
kembali potongan pedang yang masih tertinggal itu ?” tanya Ti Then
lagi.
“Hari itu setelah lohu perintah kau pergi kegunung Cun san untuk
mencuri kembali potongan pedang tersebut, lohu segera berangkat
menuju ke dusun Sam Peng untuk mengadakan penyelidikan, saat
itulah lohu baru tahu pada malam setelah perempuan itu diperkosa
kemudian dibunuh dan tepatnya setelah lohu meninggalkan diri Cuo
It Sian dia segera kembali lagi ke perkampungan Sam Peng untuk
mengambil keluar potongan pedang yang masih tertinggal dibadan
perempuan itu kemudian minjam kesempatan sebelum terang tanah
dia sudah bakar habis rumah petani itu, karenanya sewaktu Lohu
mengadakan penyelidikan didusun Sam Peng orang2 dusun
disekeliling tempat itu semuanya bilang sepasang suami istri itu
menemui ajalnya karena rumah yang mereka diami sudah terbakar,
mereka sama sekali tidak tahu kalau mereka sudah mati terlebih
dahulu ditangan Cuo It Sian.
Ditinjau dari hal ini saja jelas sekali sejak semula dia sudah punya
rencana untuk merebut kembali potongan pedang itu dari tangan
Lohu dan hendak mencuci bersih dosanya."
-oooOdwOooo-
“PERISTIWA ini sekalipun Gak-hu tidak dapat segera
mengumumkan dihadapan Bu-lim seharusnya boleh juga
diberitahukan kepada para jago yang ada didalam Benteng "ujar Ti
Then kemudian. “Kenapa Gak-hu selalu tidak mau berkata?"
“Sesudah potongan pedang itu berhasil dia orang dapatkan
kembali lohu sendiri pun tidak mempunyai bukti lagi untuk
membuktikan dosanya secara terbuka berarti juga sudah membuka
kedoknya yang sebenarnya dia mempunyai pengaruh dan harta
yang cukup banyak dan dapat menggunakan uangnya untuk
membeli kekuatan dari luar untuk melawan Benteng kita, maka itu
Lohu harus berpikir sebelum membeberkan dosa dihadapan umum."
“Tetapi pedang pendek itu sudah disambung seperti sedia kala,
sekalipun kita rebut kembali apakah bisa digunakan sebagai bukti
atas kejahatannya?”
“Dapat”
“Bagaimana bisa jadi ?” tanya Ti Then tidak paham.
“Pedang pendek itu adalah hadiah dari Nyio Sam Pak kepadanya
di kemudian hari setelah ada ditangan kita sekalipun dia mau
memberi penjelasan juga tidak bakal jadi terang apalagi ada kau
sebagai yang dengan mata kepala sendiri melihat dia
membinasakan Cu Kiam Lojien serta Si elang sakti Cau Ci Beng- lain
kali di hadapan para jago dalam Bu lim kau bisa menunjukan pula
tempat dimana Cu Kiam Lo-jien serta Si elang sakti Cau Ci Beng
dikubur.”
Ti Then segsra mengangguk membenarkan.
“Tadi Gak-hu bilang kalau memangnya dia menerima undangan
tersebut datang ke Perkampungan Thiat Kiam San cung ada
kemungkinan pedang pendek Biat Hun Kiam itu dibawa serta
kemudian sengaja diperlihatkan pada Nyio locianpwe sehingga
dengan demikian ada orang yang membuktikan kalau pedang
pendek itu belum pernah patah.”
Tidak menanti dia meneruskan perkataannya Wi Ci To sudah
menyambung.
“Sebaliknya alasannya tidak dibawa serta kemungkinan sekali dia
takut hilang.”
“Kalau begitu sekarang kita pura-pura mengatakan dia datang
dengan membawa pedang pendek itu. kita harus carikan satu akal
untuk mendapatkan pedang tersebut”
“Kau punya pendapat apa ?”
“Sebenarnya maksud kita datang kemari adalah hendak melihat
wajah serta perawakan dari Nyio Locianpwe kemudian oleh Gak-hu
atau boanpwe yang menyamar sebagai Nyio Locianpwe pergi ke
kota Tiong Cing Hu untuk memeriksa pedang itu kemudian menukar
pedang yang asli dengan yang palsu- Kini kalau memangnya Cuo It
Sian akan datang di perkampungan Thiat Kiam San Cung bagaimana
kalau kita jelaskan seluruh persoalan itu kepada dia orang tua
kemudian minta dia menanyakan pedang Biat Hun Kiam itu sesudah
dia tiba didalam perkampungan, bilamana Cuo It Sian membawa
serta pedang pendek Biat Hun Kiam itu maka dia akan mengambil
keluar untuk diperlihatkan kepada Nyio Locianpwe, saat itulah kita
dengan menurut rencana yang semula turun tangan dan biarlah
Nyio Locianpwe yang menukar pedang yang asli itu dengan yang
palsu".
"Bilamana siasat ini diketahui olehnya?" tanya Wi Ci To setelah
termenung berpikir sebentar.
Ti Then segera tersenyum manis.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 34.1 : Cuo It Sian akhirnya datang juga
“Kalau begitu kita harus menawannya secepat mungkin, dia
sudah memperkosa dan membunuh orang jikalau dibicarakan dari
dosanya ini kita boleh membasminya terlebih dahulu tanpa menanti
pertemuan puncak para jago diatas gunung Hoa San tahun depan”
Wie Ci To termenung berpikir sejenak akhirnya dengan tegasnya
dia mengangguk.
“Baiklah, kau tidurlah terlebih dulu,” ujarnya kemudian. “Loohu
sekarang juga akan pergi menemui Nyio Cung-cu dan menceritakan
seluruh peristiwa ini kepadanya”
Selesai berkata dia segera mengambil mantelnya dan turun dari
atas pembaringan untuk pergi dari dalam kamar.
Dengan perlahan Ti Then menghembuskan napas lega, teka teki
yang menyelimuti hatinya selama beberapa bulan ini boleh dikata ini
hari sudah terpecahkan, tidak terasa diam2 dia sudah memperingati
diri sendiri.
Seorang manusia yang benar2 sejati tidaklah seharusnya berbuat
kejahatan seperti Cuo It Sian ini sebetulnya dia adalah seorang yang
suci dan berbudi, tetapi dikarenakan menuruti hawa napsu didalam
hatinya sehingga melakukan pekerjaan yang begitu memalukan
bahkan setelah peristiwa itu dia tidak mempunyai keberanian untuk
menebus dosanya, akhirnya semakin terjerumus kedalam lembah
kehinaan yang lebih mendalam sehingga tidak dapat terhindar lagi
dia harus menebus dosa itu hal ini sungguh menakutkan sekali ....
Selanjutnya dia memikirkan dirinya sendiri, teringat dirinya yang
diperintahkan oleh Majikan Patung Emas untuk memperisteri Wie
Lian In maka keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan keadaan
dari Cuo It Sian yang sudah memperkosa perempuan itu, untuk
berpaling pun sudah terlambat !
Bolehkah dirinya kawin dengan Wie Lian In? Tidak boleh!!!
Tetapi majikan patung emas sudah menerangkan dengan begitu
jelasnya, bilamana dirinya tidak mau mendengarkan kembali
perintahnya untuk memperistri Wie-Lian In dan bantu dia mencapai
pada tujuannya maka terpaksa dia akan melakukan satu tindakan
"Kekerasan".
Tindakan " Kekerasannya " itu sudah tentu hendak turun tangan
membinasakan Wie Ci To serta Wie Lian In, dengan kepandaian
silatnya yang begitu dahsyat dan sempurna untuk membinasakan
Wie Ci To boleh dikata satu pekerjaan yang amat mudah sekali.
Kalau begitu, jikalau dia mau mengikuti perintahnya dan
memperistri Wie Lian In bukankah hal ini sama saja dengan telah
menolong Wie Ci To dari kematian, tetapi persoaiannya terletak
setelah dia kawin dengan Wie Lian In ... .
Semakin berpikir semakin bingung dan semakin mangkel, selama
satu malaman dia tidak dapat memejamkan matanya barang
sekejappun.
XXXXX
Hari sudah terang . .
Dengan wajah yang sangat terharu Nyio Sam Pak bersama
dengan Wie Ci To berjalan masuk kedalam kamar Ti Then,
Setelah duduk di dalam kamar dia baru menghela napas panjang
dan ujarnya,
“Ti Kiauw tauw, tempat terkuburnya jenasah muridku apakah kau
masih bisa menemukannya ?”
“Sudah tentu bisa” sahut Ti Then mengangguk- “Sekalipun
boanpwee tidak tahu nama dari tempat pegunungan yang amat
sunyi tersebut tetapi dengan amat mudahnya boanpwee bisa
menemukannya kembali.”
Titik2 air mata mulai mengucur keluar membasahi wajahnya,
kemudian sambil gelengkan kepalanya dia menghela napas panjang,
“Tidak kusangka Cuo It Sian sebetulnya adalah seorang manusia
yang berhati begitu kejam. tidak aneh kalau muridku sampai kini
belum kembali juga, kiranya dia sudah menemui bencana.”
“Karena dia sudah membinasakan Cu Kiam Loojien didadalam
hatinya dia baru ambil keputusan untuk membereskan sekalian
muridmu karena muridmu bilang mau pergi kegunung Cun San
mencari Cu Kiam Loojien untuk mengambil pedang, sedangkan
tempat itunya amat dekat sekali dengan gunung Cun San apalagi
ditengah malam bisa pula dia takut setelah muridmu menemukan
mayat dari Cu Kiam Loojin lantas menaruh curiga dialah
pembunuhnya, karena itu tanpa berhenti lagi dia menusuk mati
sekalian muridmu,” kata Ti Then.
“Sungguh kejam, terlalu kejam!” maki Nyio Sam Pak dengan
amat gusarnya.
“Kali ini orang yang pergi mengundang dia datang kemari adalah
putra sulung dari Nyio cungcu atau putra yang kedua ?” tanya Wie
Ci To tiba2.
Air muka Nyio Sam Pak seketika itu juga berubah sangat hebat.
“Putra sulung loolap Si Ce.” sahutnya sambil mendongakkan
kepalanya. “Maksud Wie Poocu . . . kemungkinan dia bisa turun
tangan membinasakan putraku ?”
“Loohu rasa tidak mungkin” sahut Wie Ci To sambil gelengkan
kepalanya. “Sekalipun dia menaruh curiga kalau undangan Nyio
heng kepadanya untuk mengunjungi perkampungan Thiat Kiam San
Cung adalah bertujuan untuk membalas dendam atas kematian dari
muridmu dia pun tidak akan berani turun tangan untuk sekalian
membunuh mati putra dari Nyio heng karena sekalipun dia bunuh
putramu juga tidak ada gunanya.”
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak baru merasa rada
lega.
"Putraku sudah ada tiga, empat hari lamanya meninggalkan
perkampungan, sekali pun mengirim orang untuk suruh dia pulang
juga tidak bakal kecandak" ujarnya perlahan.
"Kalau begitu kitapun terpaksa harus menggunakan siasat
melawan siasat seperti apa yang aku orang She Wie katakan
kemarin malam . . . menanti saja kedatangannya!" Sahut Wie Ci To
kemudian.
"Bilamana dia datang juga untuk memenuhi undangan mungkin
setengah bulan kemudian baru bisa tiba ditempat ini" ujar Nyio Sam
Pak lagi sambil menggigit kencang bibirnya. "Loolap cuma takut dia
orang tidak berani datang untuk memenuhi undangan".
"Kalau begitu kita tunggu dua puluh hari dulu disini bilamana dia
tidak datang juga maka kita ber-sama2 pergi ke kota Tiong Cing Hu
untuk mengunjungi diri nya".
Nyio Sam Pak segera mengangguk.
"Sewaktu dia tiba di perkampungas Thiat Kiam San Cung waktu
itu janganlah sekali-kali membiarkan diapun tahu kalau kita ada
didalam perkampungan "Tukas Ti Then pula. "Maka itu Nyio
Loocianpwee harus baik2 memberi pesan wanti2 sama orang2
perkampungan agar semuanya baik2 menjaga rahasia ini"
“Soal ini loolap paham” sahut Nyio Sam Pak mengangguk.
Demikianlah mulai hari itu Wie Ci To serta Ti Then pun tinggal
didalam perkampungan Thiat Kiam San Cung.
Didalam sekejap saja sepuluh hari lewat dengan cepatnya . ..
sepasang mata serta kedua tempat luka pedang ditangan Ti Then
pun sudah sembuh seperti sedia kala, dikarenakan Nyio Sam Pak
menaruh rasa terima kasih atas bantuan mereka membasmi Si iblis
bungkuk Leng Hu Ih serta anak buah-nya. setiap hari tentu dengan
masakan yang paling lezat dia menjamu Wie Ci To berdua, karena
itulah sekalipun sewaktu luka Ti Then sudah kehilangan banyak
darah tetapi saat ini boleh dikata sudah sembuh kembali seperti
sedia kala.
Hari itu putra kedua dari Nyio Sam Pak, Nyio Si Jien sudah
kembali kedalam perkampungan dengan membawa dua orang
jagoan kelas satu dari Bu lim merekapun merupakan kawan akrab
dari Nyio Sam Pak, yang satu adalah Im Si Tiauw Ong atau si kakek
tukang pancing Shia Si Yuen sedangkan yang lain adalah toosu dari
Bu-tong pay Lam Yang Cu.
Setelah mereka meadengar penjelasan dari Nyio Sam Pak dan
mengetahui berkat bantuan dari Pek Kiam-Pocu Wie Ci To kawanan
iblis bungkuk Leng Hu Ih berhasil dibasmi maka mereka berdua
cuma tinggal satu hari saja didalam perkampungan kemudian pada
hari kedua pamit diri untuk kembali ketempat asalnya.
Didalam sekejap mata empat hari kembali berlalu dengan
cepatnya. Nyio Sam Pak pun menduga ada kemungkinan Cuo It Sian
hampir datang karenanya dia segera rnempersiapkan satu kamar
rahasia buat Wie Ci To serta Ti Then untuk bersembunyi setelah itu
dia mengumpulkan seluruh anggota perkampungannya untuk diberi
wanti2 jangan sampai membocorkan rahasia dimana Wie Ci To serta
Ti Then berhasil menghancurkan si iblis bungkuk Leng Hu Ih
kemudian mertamu selama beberapa lama didalam perkampungan.
Keesokan harinya Nyio Si Ce yang diperintahkan Nyio Sam Pak
untuk mengundang Cuo It Sian mendadak muncul kembali didalam
perkampungan Thiat Kiam San Cung seorang diri.
Nyio Sam Pak yang melihat putranya kembali dalam keadaan
selamat, hatinya jadi amat lega sekali.
"Si Ce kau sudah kembali?" serunya kegirangan.
"Benar Tia !" Sahut Nyio Si Ce cepat. "Selama dua puluh hari ini
apakah Si iblis bungkuk Leng Hu Ih tidak mencari gara2 lagi dengan
kita ?”
"Tidak, kau sudah bertemu dengan Cuo It Sian ?".
"Benar, dia telah menyanggupi untuk datang membantu kita
mengusir Si iblis bungkuk tersebut ".
"Lalu kenapa dia tidak datang ber-sama2 kau? " tanya Nyio Sam
Pak kemudian.
"Dia bilang masih ada urusan yang harus diselesaikan, dan
memerintahkan aku untuk pulang dulu. dia bilang dua hari
kemudian akan menjusul sendiri kemari ".
"Bagus, kau ikutlah Loolap!" ujar Nyio Sam Pak kemudian sambil
mengangguk.
Dengan memimpin putranya Nyio Si Ce dia berjalan masuk
kedalam kamar rahasia itu, ujarnya kemudian sambil menuding
kearah Wie Ci To serta Ti Then yang sedang bermain catur didalam
kamar rahasia tersebut.
"Mereka adalah Wie Toa Poocu dari Benteng Pek Kiam Poo serta
Ti Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Poo, cepat kau maju
menyambut mereka !",
Nyio Si Ce yang mendengar perkenalan dari ayahnya itu semula
rada tertegun tetapi sebentar kemudian dengan wajah kegirangan
segera maju memberi hormat,
Menanti setelah mereka mengucapkan kata2 merendah barulah
ujarnya kembali.
“Si Ce, sekarang kau ceritakanlah keadaanmu sewaktu bertemu
dengan Cuo It Sian kepada kita semua”
Nyio Si Ce yang mendengar perkataan tersebut ada sesuatu yang
tidak beres segera jadi tertegun,
“Cuo Loocianpwee dia . . . dia kenapa ?” tanyanya keheranan.
“Nanti saja aku beritahu padamu. sekarang kau ceritakanlah
dahulu kisahmu”
“Aku melakukan perjalanan siang malam dengan cepatnya pada
hari kesembilan sudah tiba di kota Tiong Cing Hu. setibanya didepan
rumah Cuo Loocianpwee kebetulan dia sedang keluar rumah dan
agaknya mau pergi keluar, ketika melihat putramu datang agaknya
dia merasa sangat terkejut sekali dan katanya . Iih ...bukankah kau
adalah putra sulung dari Nyio Sam Pak dari perkampungan Thiat
Kiam San Cung, Nyio Si Ce? putramu lantas cepat turun dari kuda
memberi hormat. Dia tanya kepadaku ada urusan apa datang
kekota Tiong Cing Hu, aku menjawab mendapatkan perifctah dari
Tia untuk menyambangi dirinya dan ada urusan yang hendak
dirundingkan, setelah mendengar perkataan tersebut air mukanya
kelihatan rada aneh, lama sekali dia mamperhatikan aku tanpa
mempersilahkan aku masuk kedalam rumah. Setelah berada
didalam rumah dia baru tanya ada urusan apa putramu suruh
datang kemari, aku lantas menceritakan kisah dimana si iblis
bungkuk Leng Hu Ih datang ke atas gunung Lak Ban san untuk
mendirikan sarang dan mencari gara-gara dengan kita dari
perkampungan Thiat Kiam San Cung kemudian mengutarakan
sekalian msksudnya minta dia suka membantu.
Dia lalu menanyai keadaan dari si iblis bungkuk Leng Hu Ih
dengan amat teliti, setelah itu termenung berpikir beberapa saat
lamanya kemudian baru menyetujui, tetapi dia bilang masih ada
urusan yang harus dikerjakan terlebih dulu maka itu dia
memerintahkan aku untuk kembali dulu dan dua hari kemudian dia
baru menyusul kemari.”
Dengan perlahan Nyio Sams Pak mengangguk, kepada Wie Ci Tc
lantas tanyanya.
"Menurut Wie Poocu bagaimana ?".
"Bilamana dia telah menyanggupi untuk datang memberi bantuan
seharusnya ikut datang pula dengan putramu ..." Sahut Wie Ci To
setelah termenung berpikir sebentar.
"Benar. tetapi jika ditinjau dari keadaan ini ada kemungkinan dia
tidak berani datang".
"Tidak tentu, jikalau dia tidak datang bagaimana dia orang akan
memberi alasannya kepada Nyio Loocianpwee ?? " Sela Ti Then
kemudian. "Menurut pendapat boan-pwee tentu dia akan secara
diam2 datang kegunung Lak Ban san dulu untuk memeriksa apakah
Si iblis bungkuk Leng Hu Ih pernah mendirikan sarangnya diatas
gunung ini setelah itu baru datang ke perkampungan kita”
"Bilamana demikian adanya, jikaiau dia melihat sarang itu sudah
terbakar belum tentu mau datang!"
"Dia pasti datang, asalkan dia orang sudah memeriksa dan
mengetahui kalau memang pernah terjadi urusan ini maka dia pati
akan datang kemari".
"Bilamana dia datang kemari, lalu loo-lap harus menjelaskan
kepadanya dengan cara apa?" tanya Nyio Sam Pak lagi.
"Katakan saja secara tiba2 datang seorang jagoan Bu-lim yang
tidak diketahui namanya, dengan seorang diri dia pergi mencari
siiblis bungkuk Leng Hu Ih lalu membunuh dirinya dan membakar
sarangnya.
"Bilamana kita harus memberi penjelasan secara begini maka kita
harus mengirim orang untuk menjaga dibekas sarang itu, kalau
tidak bilamana ada kaum penjahat yang tersisa dan ditanyai oleh
Cuo It Sian bukankah urusan-akan berabe??" timbrung Wie Ci To.
"Benar! " sahut Nyio Sam Pak mengangguk "Nanti Loolap akan
kirim orang untuk pergi kesana"-.
Nyio Si Ce yang mendengar dari pembicaraan orang2 itu agaknya
mengandung "Siasat" tidak terasa dalam hati merasa terkejut
bercampur ragu2.
"Tia! Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" tanyanya keberanan.
"Kau duduklah" Seru Nyio Sam Pak kemudian dengan wajah
serius. "Aku akan menceritakan kepadamu dengan perlahan ...."
xxx
Hari ketiga siang sejak Nyio Si Ce pulang kedalam perkampungan
mendadak dengan tergesa-gesa Nyio Sam Pak berjalan masuk
kedalam kamar rahasia, kepada Wie Ci To ujarnya.
“Dugaan dari Wie Poocu sedikitpun tak salah. Cuo It Sian sudah
hampir datang.”
Semangat Wie Ci To segera berkobar kembali.
“Apakah dia pergi memeriksa dulu keadaan dari sarang
tersebut?” tanyanya cepat.
“Benar,” sahut Nyio Sam Pak sambil mengangguk. “Seorang anak
buah Loolap yang diperintahkan untuk menjaga disekitar sarang itu
baru saja melepaskan burung merpati yang kirim kabar katanya Cuo
It Sian sudah munculkan dirinya di belakang sarang tersebut,
bahkan katanya sebentar lagi segera tiba.”
“Apakah dia orang pernah berbicara dengan anak buah dari Nyio
heng itu?” tanya Wie Ci To kegirangan.
“Tidak! Loolap perintah dia untuk menyamar sebagai anak buah
dari si iblis bungkuk Leng Hu Ih dan bersembunyi di sekeliling hutan
itu, begitu ditemui oleh Cuo It Sian maka dia harus mengaku
sebagai sisa dari anak buahnya si iblis bungkuk. Akhirnya Cuo It
Sian tidak menganiaya dirinya, di atas suratnya dia melaporkan
bahwa Cuo It Sian cuma memeriksa sebentar abu dari sarang
tersebut setelah itu lantas berangkat menuju kemari.”
Wie Ci To segera mengambil keluar pedang pendek palsu yang
persis seperti pedang pendek Biat Hun Kiam itu kepadanya.
“Kalau begitu bagus sekali” serunya sekarang kita harus bekerja
sesuai dengan rencana”
Pedang pendek yang mirip dengan pedang Biat Hun Kiam itu
adalah pedang yang dicuri si pencuri tiga tangan dari badan Cuo It
Sian. Cuo It Sian pernah menggunakan pedang itu untuk menipu Ti
Then sekarang Wie Ci To pun ikut menggunakan cara yang sama
untuk menipu diri Cuo It Sian-
Setelah menerima pedang
memasukkanya ke dalam saku.
itu
Nyio
Sam
Pak
segera
“Mungkin dia sudah hampir tiba” katanya dengan cepat. “Loolap
segera pergi menyambutnya”
Selesai berkata dia segera putar badan berlalu.
Baru saja tiba diluar kamar rahasia itu tampaklah putra
sulungnya Nyio Si Ce dengan tergesa-gesa sudah datang.
"Tia! Dia sudah tiba didepan pintu perkampungan! " lapornya
dengan suara yang perlahan.
Dengan langkah yang cepat Nyio Sam Pak segera berjalan keluar
dari pintu perkampungan.
"Cepat buka pintu menyambut! " teriaknya.
Dengan membawa ketiga orang putranya Nyio Sam Pak segera
berjalan keluar dari pintu perkampungan-
Tampaklah sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya
muncul diatas jalanan luar perkampungnn tersebut,
Gerak gerik dari bayangan tersebut amat cepat sekali, hanya
didalam sekejap saja sudah berada kurang lebih sepuluh kaki dari
depan pintu perkampungan.
Dia . . . bukan lain adalah si pembesar kota Cuo It Sian!!
Dengan wajah penuh senyuman
merangkap tangannya menjura.
Nyio-Sam
Pak
segera
"Cuo-heng, Loo-lap sedikit terlambat menyambut, maaf . . .
maaf"..
Cuo It Sian segera tertawa terbahak2,
menepuk2 pundak dari Nyio Sam Pak;
sahutnya
sambil
"Jangan terlalu sungkan2 , . . . Nyio-heng kita adalah kawan
lama yang sudah ada puluhan tahun lamanya buat apa masih
membicarakan segala macam adat?"
"Haah . . . haaa . . . haaa . . , , ada beberapa tahun tidak
bertemu ternyata Cuo heng masih tidak kelihatan tua, sebetulnya
Cuo-heng lah yang lebih pandai merawat badan" ujar Nyio Sam Pak
sambil tertawa ter-bahak2.
“Mana . . . mana . . . bilamana siauw-te sudah menginjak usia
seperti Nyio-heng kiranya tidak bakal bisa sehat seperti diri Nyio
heng sekarang ini !"
“Mari kita bicara didalam saja” ujar Nyio Sam Pak kemudian
sambil menggandeng tangannya.
Mereka segera berjalan masuk kedalam ruangan tengah, setelah
duduk Nyio Si Ce lantas menyuguhi air teh.
Kemudian Nyio Sam Pak memerintahkan putranya yang kedua,
ketiga dan beberapa orang anak muridnya untuk ber-sama2 maju
memberi hormat.
Sesudah semuanya selesai Nyio Sam Pak baru berkata dengan
suara yang serius.
“Kali ini Loolap mcngundang Cuo-heng jauh2 datang kemari
sungguh merasa tidak enak."
“Aaaah . . buat apa Nyio heng berbicara demikian” seru Cuo It
Sian dengan cepat. “Bilamana kawan ada kesusahan sudah
seharusnya aku turun tangan membantu apa lagi si iblis bungkuk
Leng Hu Ih adalah seorang penjahat Bu lim yang patut dibasmi
bilamana Siauwte dapat ikut serta di dalam pembasmian penjahat
ini boleh dikata merupakan satu urusan yang patut digembirakan”
“Cuma sayang urusan sudah bisa dibikin bares.”
“Iiih . . bagaimana bisa beres?” tanya Cuo It Sian sengaja
memperlihatkan rasa kagetnya.
“Urusan sudah terjadi diluar dugaan, hari itu setelah Loolap
memberitahukan Si Cie, Si Jien dua orang bersaudara untuk turun
gunung -mengundang Cuo heng serta Im Si Tiauw Ong dan Lam
Yang Ci dari Bu tong Pay, mendadak pada hari ketiga putraku yang
bungsu Si Ih datang melapor, katanya didepan sarangnya Leng Hu
Ih sudah kedatangan seorang jagoan berkepandaian tinggi yang
sedang bertempur dengan amat serunya melawan Leng Hu Ih”
“Entah siapakah jagoan Bu lim itu?” timbrung Cuo It Sian-
“Cuo-heng dengarkan dulu Loolap menceritakan urusan ini
dengan perlahan lahan, ketika loolap mendengar ada orang yang
sedang bertempur seru dengan Leng Hu Ih maka segera loolap
mengumpulkan seluruh anak muridku untuk menerjang kesana,
siapa tahu setibanya didepan sarang itu tampaklah Leng Hu Ih
sudah menggeletak mati sedangkan sarangnya pun sudah berada
didalam lautan api.”
“Aaah . . , sudah tentu perbuatan dari si kakek pemalas Kay Kong
Beng “ seru Cuo It Sian dengan wajah terperanjat.
“Bukan,” sahut Nyio Sam Pak tersenyum dan gelengkan
kepalanya.
Air muka Cuo It Sian segera berubah hebat,
“Kalau tidak tentu perbuatan dari Pek Kiam Poocu Wie Ci To,”
Serunya lagi dengan sinar mata yanng berkedip2,
“Juga bukan!”
Dengan pandangan tajam Cuo It Sian memandang diri Nyio Sam
Pak tidak berkedip,
“Kalau tidak tentunya Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kjam Poo . .
si pendekar Ti Then” sahutnya sepatah demi sepatah.
“Bukan .... bukan “
Rasa tegang dari Cuo It Sian pun segera lenyap tak berbekas,
diganti dengan senyuman yang amat ramah menghiasi bibirnya.
“Lalu siapa ?”
Nyio Sam Pak mendehem dulu beberapa kali kemudian baru
sambungnya:
"Loolap sekalian yang melihat Si iblis-bungkuk Leng Hu Ih sudah
mati tetapi anak buahnya masih ada maka segera menghajar
mereka sehingga dibuat kocar kacir tidak karuan, waktu itu Loohu
berhasil membunuh Si kupu kupu bunga Hong it Peng, Si manusia
banci Ong Cuo Ting. Thian San Ji Lang-' Kiem Hoo dan Kiem Hay, Si
ketemu tidak mujur Cang Hiong serta si Siluman bocah dari lembah
setan Yu Si beberapa orang”
"Lalu siapa yang telah membinasakan Leng Hu Ih itu ?",
"Setelah Loolap berhasil mernperoleh kemenangan segera
menangkap seorang penjahat untuk ditanyai. Katanya orang yang
berhasil membinasakan Leng Hu Ih adalah seorang kakek tua
berbaju hijau yang usianya sudah ada tujuh puluh tahunan,
wajahnya amat segar dan berwibawa, ketika dia bertemu muka
dengan Leng Hu Ih didepan sarangnya dia orang cuma
mengucapkan sepatah kata saja, katanya: "Hey bungkuk kau masih
ingat hutangmu pada tiga belas tahun yang lalu ?" setelah itu
mereka segera bertempur"
"Tadi sewaktu Nyio-heng sampai di sana dia orang sudah pergi ?”
tanya Cuo It Sian-
"Benar !" Sahut Nyio Sam Pak mengangguk. "Setelah dia berhasil
membunuh Leng Hu Ih dan membakar sarangnya lantas tanpa
mengucapkan kata2 lagi sudah berlalu dari sana".
"Tahukah kau dia meaggunakan senjata apa ?"
"Menurut jawaban dari penjahat itu dia menggunakan pedang”
"Sunggug aneh sekali" Seru Cuo It Sian sambil mengerutkan
alisnya rapat2. "Leng Hu Ih mempunyai julukan sebagai raja iblis
dari seluruh Bu-lim. jago2 Bu-lim pada saat ini kecuali si kakek
pemalas Kay Kong Beng, Pek Kiam Poocu Wie Ci To serta si
pendekar baju hitam Ti Then, siapa lagi yang bisa membinasakan
diri Leng Hu Ih ??".
"Loohu sendiripun tidak dapat mengetahui dia adalah Nabi dari
mana, cuma saja didalam Bu-lim yang demikian luasnya memang
pasti ada beberapa orang jagoan yang berkepandaian amat tinggi
sekali tanpa diketahui oleh orang lain".
Lama sekali Cuo It Sian termenung berpikir keras, lalu
gumamnya seorang diri:
“Ehmm ... apa muagkin dia . “
“Cuo-heng sudah teringat akan siapa ?”
“Seorang yang bernama Boe Beng Loojien”
“Boe Beng Loojien?” Tanya nyio Sam pak pura-pura terkejut.
“Benar,” sahut Cuo It Sian mengangguk. Wajahnya berubah amat
serius sekali. “Dia adalah suhu dari si pendekar baju hitam Ti Then
itu-Kiauw tauw dari benteng Pek Kiam Poo . , tahukah Nyio heng
akan si pendekar baju hitam Ti Then- pemuda-ini ?”
“Loolap pernah mendengar cuma tidak begitu jelas, dia adalah
pemuda macam apa ?”
“Usianya ada dua puluh tahunan, tetapi kepandaian silat yang
dimilikinya amat tinggi sekaii sukar diukur dia pernah mengalahkan
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan,”
Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak segera menghela
napas panjang,
“Heeei . kepandaian silat dari si pendekar pedang tangan kiri Cian
Pit Yuan tidak ada dibawah kepandaian dari Wie Ci To, kalau
memangnya si pendekar baju hiram Ti Then bisa mengalahkan
dirinya maka kepandaian silatnya jelas jauh diatas kepandaian dari
Wie Ci To,”
“Ehmin . . . !” sahut Cuo It Sian mengangguk. "Sekalipun tidak
dapat melampaui Wie Ci To, sedikit2nya juga tidak ada dibawah Wie
Ci To sendiri!"
“Sebenarnya dia dengan Wie Ci To ada sangkut paut apa?" tanya
Nyio Sam Pak kemudian dengan wajah serius.
"Katanya pula si pendekar baju hitam itu Ti Then melakukan
perjalanan lewat diluar kola Go-bie dan menemukan murid dari Wie
Ci To yaitu Hong Mong Ling menggeletak dijalan dalam keadaan
tidak sadar, dia lantas menolongnya kembali ke Benteng Pek Kiam
Poo, akhirnya Wie Ci To menemukan kalau Ti Then memiliki
kepandaian silat yang amat tinggi sekali, karenanya dia diangkat
sebagai kiauwtauw didalam Benteng Pek Kiam Poo,"
“Seorang bocah cilik yang baru berusia dua puluh tahunan
ternyata berhasil memiliki kepandaian silat yang tinggi sungguh
bukanlah satu pekerjaan yang gampang”
"Siauw-te pernah dua kali bertemu muka dengan dirinya, dia
mengaku suhunya bernama Boe Beng Loojien, mengenai siapakah
namanya yang sebetulnya dia sendiripun tidak tahu, tidak perduli
perkataannya ini benar atau tidak dengan kepandaian silatnya yang
begitu tinggi, kepandaiannya tidak mungkin bisa dimilikinya sejak
lahir- dia pasti ada seorang suhu bahkan kepandaian silat dari
suhunya itu pasti jauh berada diatas kepandaian silat dari si kakek
pemalas Kay Kong Beng.”
Jilid 34.2 : Ada saksi pengakuan Cuo It Sian
Dengan cepat Nyio Sam Pak menganggukkan kepalanya,
“Benar” sahutnya, “Kalau memangnya kepandaian silat yang
dimiliki Ti Then tidak berada dibawah kepandaian silat dari Wie Ci
To maka kepandaian silat dari suhunya pasti berada diatas si kakek
pemalas Kay Kong Beng.”
“Maka itu siauwte menduga orang yang membinasakan Leng Hu
Ih itu ada kemungkinan besar adalah suhunya Ti Then, Si Boe Beng
Lojin”
“Hey . cuma sayang kedatangan loolap ada sedikit terlambat,
kalau tidak loolap tentu akan berkenalan dengan jagoan yang
memiliki kepandaian silat amat tinggi ini”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi
sambil tertawa:
“Heei tapi dengan kejadian itu kedatangan dari Cuo heng dari
tempat jauh ini akan sia-sia belaka tetapi tidak mengapa asalkan
Cuo-heng ada kesenangan pasti ada yang hendak dibunuh”
“Aaaah .... masih ada musuh?” tanya Cuo It Sian melengak.
“Ada!”
“Siapa ?”
“Loolap” sahut Nyio Sam Pak sambil menuding hidungnya sendiri.
“Haa haaa kiranya sengaja Nyio-heng mengundang siauw-te
kemari sebetulnya hendak memuaskan keinginanmu untuk main
catur,” seru Cuo It Sian tertawa keras.
“Kali ini bilamana Cuo-heng tidak mau melayani Loolap untuk
bermain sebanyak sepuluh atau delapan kali, Loolap tidak akan
melepaskan kau pergi”
“Baik, siauw-te akan melayani sampai akhir”
Saat itulah Cia Pu Leng sudah berjalan masuk ke dalam ruangan,
“Suhu, perjamuan sudah dipersiapkan” Lapornya kepada Nyio
Sam Pak,
Nyio Sam Pak segera bangkit berdiri meninggalkan tempat
duduknya,
Mereka segera berjalan menuju ke ruangan makan, tampak
ditengah ruangan sudah tersedia satu meja perjamuan yang
mewah.
Nyio Sam Pak segera mempersilahkan Cuo It Sian untuk
menduduki tempat yang teratas sedang dirinya duduk disampingnya
kemudian memerintahkan pula Si Ce, Si Jien serta Si Ih untuk
menemaninya.
Tua muda lima orang segera angkat cawan dan meneguknya
dengan gembira.
"Nyio-heng bilang sudah mengundang pula sikakek tukang
pancing serta Lam Yang Ci dari Bu-tong Pay, kenapa mereka tidak
ikut datang untuk sama2 bersantap?”
"Mereka sudah datang, tetapi ketika mendengar Leng Hu Ih
sudah mati keesokan harinya lalu pada berlalu dari perkampungan”
"Lama sekali tidak bertemu dengan si kakek tukang pancing, dia
orang apakah masih suka mancing seperti dulu?"
"Benar, Shia Si Yuen loo-heng ini memang sangat menyenangkan
sekali .”
"Katanya dia suka mancing ikan dikarenakan untuk menghindari
istrinya yang cerewet, lama kelamaan dia maiah terkena demam
mancing."
Nyio Sam Pak segera angkat cawannya dan menghormati
kembali satu cawan kepadanya, setelah itu baru tanyanya:
"Beberapa tahun ini Cuo-heng sendiri mengisi kekosongan waktu
dengan bekerja apa ?”
"Beberapa tahun akhir ini Siauw-te jarang melakukau perjalanan
jauh, setiap hari duduk dirumah teh untuk ngomong2."
"Kenapa tidak mencari seorang murid?"
"Siauw-te memang bermaksud demikian, cuma saja untuk
mencari seorang pemuda yang mempunyai hati serta sifat yang baik
dan jujur bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, bahkan sifat
dari Siauw-te pun sangat pemalas. tidak sabaran untuk memberi
petunjuk kepada murid maka itu sampai sekarang Siauw-te tidak
pernah menerima seorang murid pun”
Nyio Sam Pak lantas tersenyum.
"Sebaliknya Loo-lap mempunyai murid yang tidak sedikit
jumlahnya. bilamana Cuo-heng tidak menampik atas kebodohan
mereka aku akan hadiahkan seorang muridku agar jadi ahli
warismu"
“Haaa . . . haaa , . . Nyio-heng jangan berguyon” ujar Cuo It Sian
sambil tertawa terbahak2, “Bagaimana mungkin muridmu boleh
diberikan kepada orang lain?”
“Sungguh,” jawab Nyio Sam Pak dengan serius, “Kepandaian dari
Loolap ada batasnya, bilamana mereka mengikuti loolap terus
sebetulnya tidak bakal bisa memperoleh kemajuan, bilamana Cuo-
heng benar benar ada maksud loolap pasti akan memberikan
seorang kepadamu, usianya tidak begitu besar cuma dua puluh tiga
tahun bahkan sifatnya pun amat bagus sekali,”
Cuo It Sian melihat dia orang berkata dengan nada yang serius,
tidak terasa sudah tanyanya sambii memperhatikan wajahnya
tajam:
“Siapa?”
“Itu orang yang sudah melayani Cuo-heng sewaktu Cuo-heng
mertamu di perkampungan Loolap tempo hari,”
“Siapa?” tanya Cuo It Sian agak melengak.
“Sekarang dia tidak ada di dalam perkampungan, Loolap sedang
mengirim dia pergi ke gunuog Cun San untuk mengambil kembali
sebilah pedang dari Cu Kiam Loojien, tetapi ada kemungkinan
sebentar lagi dia bakal kembali... Cuo-heng apa sudah tidak ingat
lagi dengan dirinya ?”
Dengan perlahan Cuo It Sian angkat cawannya untuk meneguk
habis isinya, lantas dia tertawa terbahak-bahak.
“Kelihatannya siauw-te harus berpikir keras lagi . . eeee „aduh
siapa toh namanya? loolap sudah agak lupa.”
“Dia bernama Cau Ci Beng”
“Oooh ... benar... benar” sahut Cuo It Sian dengan wajah yang
biasa saja. “Agaknya dia mempunyai julukan sebagai si . si . . “
“Si elang sakti !”
“Ehm , „ tidak salah.. tidak salah, memang benar si elang sakti”
sahut Cuo It Sian keras, “Bagaimana Nyio heng secara tiba-tiba
punya maksud hendak memberikan dia orang sebagai muridnya
siauw-te?”
“Dia mempunyai bakat yang amat bagus sekali tidak sampai
seberapa lama seluruh kepandaian silat dari Loolap sudah berhasil
dipelajari seluruhnya, diam2 Loolap pergi mengadakan pameriksaan
Loolap rasa bilamana dia dapat memperoleh seorang guru yang
ternama maka di kemudian hari dia tentu akan jadi seorang jagoan
Bu-lim. Setelah pikir pulang pergi Loolap rasa cuma Cuo-heng
seorang saja semua yang mempunyai hubungan persahabatan yang
erat dengan loolap bahkan Cuo-heng memiliki kepandaian silat yang
tinggi pula maka itu Loolap rasa hanya Cuo-heng seorang saja yang
patut menjadi gurunya itulah sebabnya kenapa Loolap mempunyai
maksud untuk memberikannya kepada Cuo-heng”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambil tersenyum
tambahnya:
"Tetapi Loolap tidak terlalu memaksa bilamana Cuo-heng tidak
berminat yaa.. sudahlah."
Cuo It Sian tersenyum tawar.
“Urusan ini harus menunggu dia orang menyetujuinya baru bisa
jadi. aku lihat lebih baik tunggu sampai dia pulang dulu baru kita
bicarakan lagi"
“Baiklah, kita tunggu dia pulang dulu baru dibicarakan kembali.”
Berbicara sampai disini kepada putranya yang ketiga Si Ih lantas
tanyanya, " Si Eh, Ci Beng, bocah itu agaknya sudah pergi sangat
lama bukan?”
“Benar, sudah ada sebulan lamanya” Sahut Nyio Si Ih dengan
hormatnya.
Nyio Sam Pak segera mengerutkan alisnya rapat2.
"Bocah ini segala-galanya baik cuma sayang dia rada suka
bermain!" Serunya.
"Nyio-heng apa suruh dia pergi mengambil pedang dirumah
kediamannya Cu Kiam Loojien?" tiba2 Cuo It Sian bertanya.
"Benar, tahun yang lalu Loolap pergi melakukan perjalanan
kedaerah Lam Huang dan secara tidak sengaja sudah menemukan
sebuah besi baja yang bagus, maka loolap lantas serahkan besi itu
kepada Cu Kiam Loojien untuk dibuatkan sebilah pedang, bulan
kemarin Cu Kiam Loojien datang mengirim surat katanya pedang
tersebut sudah jadi maka loolap lantas kirim orang untuk
mengambilnya."
"Haaaa . . . haaaa . . . walau pun Nyio-heng sudah
mengundurkan diri dari keramaian dunia, tetapi kegemarannya
terhadap pedang agaknya belum pernah hilang" ujar Cuo It Sian
sambil tertawa.
"Benar . . . benar . . . mari, mari . . kita minum arak."
Mereka berlima kembali saling maneguk satu cawan setelah itu
mulai bersantap.
Tiba-tiba agaknya Nyio Sam Pak sudah teringat akan sesuatu,
daging yang sudah disumpit dan hendak dimasukkan kedalam mulut
mendadak ditarik kembali.
“Aaaah , , benar” ujarnya sambil angkat kepalanya, “Pedang Biat
Hun Kiam yang tempo hari Loolap hadiahkan kepada Cuo-heng
apakah masih ada ?”
“Masih ada, masih ada, Siauw-te selalu membawanya didalam
badan.”
Agaknya Nyio Si Ih tidak mengerti apa yang dibicarakan itu.
cepat tanyanya: Apa itu pedang pendek Biat Hun Kiam ?”
“Oooh sebilah pedang pendek dari jaman Cun Ciu, dahulu loolap
hadiahkan kepada Cuo heng.”
“Bagaimana macamnya pedang pendek dari jaman Cun Ciu itu ?”
tanya Nyio Si Ih lagi dengan wajah ke-heran2an.
“Cuo-heng” ujar Nyio Sam Pak kemudian kepada diri Cuo It Sian.
“Sewaktu tempo hari loolap hadiahkan pedang Biat itu kepada
Cuo heng bocah-bocah masih kecil sehingga belum pernah melihat
bagaimana bentuk dari pedang Biat Hun Kiam itu, sekarang
dapatkah Cuo-heng mengambilnya keluar untuk dilihat-lihat ?”
Cuo It Sian segerai mengangguk, dari dalam sakunya dia
mengambil keluar pedang pendek Biat Hun Kiam itu kemudian
diangsurkan kepada Nyio Si Ih.
“Hian-tit silahkan melihat” ujarnya sambil tertawa.
Nyio Si ih segera bangkit berdiri dan menerima pedang itu
dengaa menggunakan sepasang tangannya, setelah itu perlahan
mencabut keluar pedang pendek itu.
Ketika dilihatnya pedang tersebut memancarkan sinar yang
menyilaukan mata tidak terasa lagi dia sudah memuji.
“Sebuah pedang yang amat bagus,”
“Mari berikan kepadaku” ujar Nyio Si Jien dengan cepat.
Mereka tiga bersaudara segera saling bergilir memandang
pedang tersebut, akhirnya Nyio Sam Pak menerima pedang itu.
Sembari memperhatikan pedang itu ujarnya.
“Pedang Biat Hun Kiam ini memang merupakan sebilah pedang
yang amat bagus sekali cuma saja mendatangkan hawa membunuh
yang tidak enak, apakah Cuo heng pernah menggunakan pedang ini
untuk membunuh seseorang ?”
“Tidak pernah! " sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya.
Baru saja dia berbicara sampai disitu mendadak dari depan
ruangan berkumandang suara terjatuhnya barang yang pecah
berantakan.
Cuo It Sian yang didalam hatinya memang sudah menaruh
curiga, begitu mendengar suara terjatuhnya barang pecah belah itu
dengan cepat meloncat bangun kemudian putar badannya
menengok keluar.
"Ada urusan apa?" teriaknya.
Diatas lantai didepan pintu tampaklah pecahan mangkok serta
tumpahan kuah yang mengotori seluruh permukaan.
Kiranya seorang pelayan yang membawa satu nampan kuah
ayam entah secara bagaimana sewaktu ada didepan pintu itu sudah
jatuh sehingga kuahnya tumpah.
"Nyio An, kau kenapa tidak berhati~hati!" Bentak Nyio Sam Pak
dengan gusar
"Nyio An" si pelayan itu segera memperlihatkan rasa takutnya,
dengan badan gemetar sahutnya dengan gugup:
"Ham . . . hamba . , hamba . salah! kaki . . . kaki hamba kena . .
. kena ter ter - . . tersangkut batu . .”
“Cepat ambil sapu dan bersihkan tempat itu !" bentak Nyio Sam
Pak lagi dengan gusar.
Nyio An segera menyahut dan dengan ter-gesa2 mengundurkan
diri dari sana.
"Hmmm! Usianya sudah lanjut tetapi bekerja selalu saja tidak
keruan !" Maki Nyio Sam Pak lagi.
"Nyio-heng tidak usah memaki dirinya lagi" cegah Cuo It Sian
dengan cepat. "Kemungkinan sekali kuah itu memang amat panas
sekali."
Nyio Sam Pak segera memasukkan kembali pedang pendek itu
kedalam sarungnya lalu diserahkan kembali kepadanya.
"Cuo-heng silahkan duduk kembali" ujarnya sambil tertawa,
"Budak itu sungguh bodoh, baik2 semangkuk kuah ayam kini malah
hancur berantakan tidak keruan !”
Cuo It Sian segera menerima kembali pedang pendek itu, baru
saja hendak dimasukkan kembali kedalam badannya mendadak air
mukanya berubah sangat hebat, sambil mencabut kembali pedang
pendeknya jelas wajahnya berubah semakin seram.
"Nyio-heng sebenarnya kau mau berbuat apa ?" tanyanya sambil
memandang tajam diri Nyio Sam Pak.
“Kenapa?” balas tanya Nyio Sam Pak sambil tertawa,
“Bilamana Nyio-heng merasa keberatan untuk memberikan
pedang Biat Hun Kiam itu kepadaku lebih baik mintalah kembali
secara terus terang, di siang hari bolong buat apa kau melakukan
pekerjaan itu?”
Sembari berkata tangannya dengan cepat disamber menekan
pundak kanan dari Nyio Si Ce.
“Si Ce-heng cepat menyingkir.”
Suara peringatan itu keluar dari mulutnya Ti Then.
Secara diam-diam dia bersama-sama dengan Wie Ci To sudah
munculkau dirinya di depan ruangan makan tersebut.
Mendeogar suara peringatan itu Nyio Si Ce segera berjumpalitan
kebelakang ber-sama2 dengas kursinya dia mundur kebelakang
lantas dengan meminjam kesempatan itu meloncat sejauh dua kaki
lebih.
Nyio Si Jien serta Nyio Si Ih bersaudara pun bersama-sama
meloncat dua kaki kebelakang meninggalkan meja perjamuan.
Cuo It Sian yang telapak tangannya menekan tempat kosong
tubuhnya dengan cepat berputar kamudian menoleh memandang
kearah pintu luar,
Begitu melihat Wie Ci To serta Ti Then muncul didepan pintu
ruangan, air mukanya seketika itu juga berubah jadi pucat pasi
bagaikan mayat.
“Heee heee. kiranya Wie Poccu juga sudah datang,” ujarnya
sambil tertawa dingin “Kalian terus menerus memfitnah dan
mendesak loohu untuk menyerahkan harta kekayaan loohu, kalian
sungguh kejam sekali.”
“Hmmmm, orang she Cuo sampai keadaan seperti ini juga ingin
sekalian menggigit loohu,”
“Nyio-heng.” ujar Cuo It Sian kemudian kepada diri Nyio Sam
Pak.
“Wie Poocu ini demi berhasilnya maksud hati untuk merebut
harta kekayaan dari loohu berulang kali dia berusaha memfitnah aku
dengan merebut pedang Biat Hun Kiam tersebut, karena dia hendak
menggunakan pedang Biat Hun Kiam itu sebagai bukti menuduh
siauw-te sudah membunuh orang, kau jangan sampai kena tertipu
olehnya,”
Wajah Nyio Sam Pak segera berubah jadi amat keren. Sinar
matanya dengan perlahan menyapu sekejap keatas wajahnya lalu
dengan dinginnya bertanya;
“Apakab Cuo-heng benar2 tidak pernah membunuh orang ?”
"Tidak! Siauw-te buat apa membunuh orang? Seharusnya Nyio-
heng tahu bagaimana aku jadi orang . . .”
"Kalau begitu !" Potong Nyio Sam Pak dengan cepat. "Siapa yang
sudah membunuh mati Cu Kiam Loojien serta muridku Cau Ci
Beng?".
Selama ini Cuo It Sian selalu menganggap perbuatannya
membunuh mati Cu Kiam Loojien serta si elang sakti Cau Ci Beng
tidak akan diketahui orang lain. Saat ini mendengar secara tiba2
Nyio Sam Pak mengungkat kembali akan kedua orang itu didalam
hati dia merasa sangat terkejut sekali.
"Siapa yang sudah melihat ?” tanyanya tanpa terasa.
"Ti Kiauw-tauw“ Sahut Nyio Sam Pak dengan wajah yang amat
adem.
Mendadak Cuo It Sian tertawa keras dengan amat seramnya.
"Nyio-heng, persahabatan kita sudah ada puluhan tahun
lamanya, apakah sampai ini hari kau masih tidak memahami sifat
dari Siauw-te? Kenapa bukannya kau mempercayai omongan Siauw-
te bahkan sebaliknya mempercayai omongan sembarangan,
omongan fitnah dari mereka berdua yang ingin mencelakai Siauw-te
?”
"Mata loolap masih belum kabur, siapa yang benar siapa yang
salah masih dapat membedakan dengan jelas " Seru Nyio Sam Pak
sambil tertawa dingin. "Apa lagi dari tindak tandukmu tadi yang
hendak menawan putraku Si Ce. loolap sudah tahu kalau perkataan
dari Wie, Ti dua orang tidak salah!”
Sepasang mata dari Cuo It Sian dengan mengandung rasa benci
yang amat sangat memandang diri Wie Ci To berdua tanpa
berkedip, dari wajahnya tersungginglah satu senyuman dingin yang
amat menyeramkan.
"Tidak salah! " ujarnya kemudian. "Cu Kiam Loojien serta
muridmu Cau Ci Beng memang loohu yang bunuh tetapi kalian tidak
punya bukti, dengan nama baik serta kedudukan yang terhormat
dari loohu didalam Bu-lim aku rasa didalam dunia kangouw tidak
bakal ada orang yang mempercayai tuduhan j&ng kalian lancarkau
kepada loohu!
"Tetapi beberapa patah kata perkataan yang kau ucapkan
barusan ini merupakan satu bukti yang nyata !" Sahut Wie Ci To
sambil tertawa nyaring;
"Tetapi kecuali kalian, ada siapa yang mendengar
perkataanku ini?" ejek Cuo It Sian sambil tertawa dingin.
pula
“Masih ada loolap!”
Bersamaan dengan berkumandangnya suara itu didepan pintu
muncul kembali seorang.
00O00
58
Dia adalah seorang hweesio tua yang memakai baju lhasa
berwarna abu2 dengan ditangannya membawa sebuah tongkat.
Melihat munculnya orang itu air muka Cuo It Sian berubah
semakin hebat lagi.
"Siapa kau ?" tanyanya dengan cepat.
Walaupun dia tidak tahu siapakah hweesio tua itu tetapi dia tahu
dia orang bukanlah anggota dari perkampungan Thiat Kiam San
Cung ini.
Bilamana seseorang yang bukan termasuk orang dari
perkampungan Thiat Kiam San Cung mendengar perkataannya
tersebut sudah tentu lebih dari cukup untuk menjadi seorang saksi,
karenanya hal ini benar2 membuat dia merasa sangat terperanjat.
Dengan sikap yang amat keras dan berwibawa hweesio tua itu
bungkukkan badannya memberi hormat:
"Loolap It Ie !"
"Ciangbunjin dari Ngo Thay San. It Ie Sangjien?" tanya Cuo It
Sian dengan kaget, tubuhnya tergetar dengan amat keras sekali.
"Benar loolap adanya!" sahut hweesio itu sambil mengangguk.
Air muka Cuo It Sian semakrn pucat lagi. dia percaya dengan
nama serta kedudukannya yang ada didalam Bu-lim sekali pun Wie
Ci To serta Nyio Sam Pak menuduh dia pernah melakukan
pembunuhan dan perkosaan dengan diri mereka sebagai saksinya
orang2 didalam Bu-lim sebagian besar tidak akan mau percaya
karena itu tadi dia berani mengaku kalau Cu Kiam Loojien serta Cau
Ci Beng memang dia yang bunuh, siapa sangka pada saat yang
bersamaan It Ie Sangjien dari Ngo Thay San sudah munculkan diri
disana.
Dia tahu dengan kedudukan It Ie Sangjien sebagai seorang
pendeta yang beribadat tinggi setiap perkataan dan perbuatannya
tentu akan dihormati oleh semua orang bilamana dia orang
bertindak sebagai saksinya maka bukankah kedudukan akan jadi
kepepet.
Nyio Sam Pak yang melihat air mukanya penuh diliputi oleh
perasaan terkejut tak terasa lagi dia sudah tersenyum.
“Wie Poocu menduga kau tentu tidak akan mengakui dosa2
tersebut maka mengusulkan kepada Loolap untuk kirim orang pergi
ke gunung Ngo Thay San mengundang datang It Ie Sangjien ini,
sekarang kau sudah mengaku telah membunuh orang dan It Ie
Sangjien pun sudah mendengarnya dengan jelas, kau ada perkataan
apalagi yang hendak dikatakan?".
Lama sekali Cuo It Sian termenung akhirnya dia menghela napas
panjang.
"Hey kau orang she-Wie, hatimu sungguh begitu atos" ujarnya
sambil menoleh kearab Wie Ci To. “Loohu dikarenakan menuruti
napsu sendiri sehingga melakukan satu perbuatan yang memalukan
kau tanpa mengingat perbuatan mulia yang sudah loohu lakukan
selama ini didalam Bu-lim memaksa Loohu harus melakukan bunuh
diri juga, kau .... kau sungguh kejam! ".
Berbicara sampai disini tidak kuasa lagi dua titik air mata
menetes keluar membasahi pipinya.
Air muka Wie Ci To segera berubah sangat hebat, dengan nada
yang amat keren dan serius ujarnya;
"Tanpa sebab kau sudah membunuh anak buahmu sendiri, lalu
memperkosa istrinya kau manusia yang tidak lebih menyerupai
binatang masih berani membela diri juga ?".
Dengan perlahan Cuo It Sian menundukkan kepalanya rendah2.
Ujar Wie Ci To lagi :
"Untuk menutupi dosamu kau sudah menggunakan pelbagai cara
yang memalukan untuk mtnculik Ti Kiauw-tau serta Siauw-li bahkan
membinasakan pula sekeluarga petani didusun Thay Peng Cung,
diikuti membunuh Cu Kiam Loojien serta si elang sakti Cau Ci Beng.
Perbuatanmu sungguh kejam sekali".
"Hee . . . heee . . . Wie Ci To. Di mana dapat mengampuni orang
ampunilah dia orang" ujar Cuo It Sian sambil tertawa seram. "Loohu
sudah hidup sampai begini tua apakah kau benar2 ingin merusak
nama baik dari Loohu?".
"Perkataan dari Loohu pada tiga tahun yang lalu ini hari masih
terhitung." ujar Wie Ci To dengan suara yang berat. "Bila mana kau
mau bunuh diri untuk menebus dosa ini maka loohu tidak akan
mengumumkan dosamu ini secara terbuka !".
“Bagaimana kalau Loohu menggunakan seluruh kekayaanku
untuk menolong orang miskin sebagai tebusan atas dosaku itu,
setelah itu loohu akan mengundurkan diri dari keramaian Bu-lim ..."
serunya lagi dengan ter-sedu2.
"Tidak bisa !" Potong Wie Ci To dengan keras.
"Kalau begitu kau benar2 mengingini nyawa dari Loohu ini?" Seru
Cuo It Sian sambil tertawa dingin. "Ayoh cepat turun tangan !".
Baru saja kata2 terachir diucapkan mendadak dengan gaya
burung bangau menerjang kelangit tubuhnya meluncur keatas atap.
"Braaaak ....!" dengan disertai suara yang amat keras sekali atap
rumah itu sudah hancur berantakan sedang tubuhnya dengan
melalui lubang diatas atap itu menerjang keluar.
Wie Ci To segera membentak keras, tubuhnya pun segera
meloncat naik keatas wuwungan rumah,
Sewaktu dilihatnya Cuo It Sian melarikan diri kebelakang
perkampungan diapun dengan cepat mengikuti dari belakang,
dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay
dengan cepatnya dia mengejar dari belakang.
Ti Then serta Nyio Sam Pak dengan cepat mengikutinya pula dari
arah belakang untuk melakukan pengejaran.
Cuo It Sian melarikan diri dengan amat cepatnya. hanya didalam
sekejap saja dia sudah melewati empat buah rumah bagaikan kilat
cepatnya dia melarikan diri terus kedepan.
Tetapi agaknya orang2 didalam perkampungan Thiat Kiam San
Cung itu sudah mengadakan persiapan, sewaktu sepasang kaki dari
Cuo It Sian menginjak pada atap bangunan yang kelima mendadak
tampaklah dari atas wuwungan rumah muncul sesosok bayangan
manusia yang dengan dahsyatnya membabat sepasang kaki dari
Cuo It Sian.
"Turun !” Bentaknya.
Di dalam keadaan yang ter-gesa2 Cuo It Sian jadi terperanjat
sekali, tetapi bagaimanapun dia adalah seorang jago kawakan.
tubuhnya dengan cepat menjatuhkan diri kebawah kemudian
berbelok kekanan melanjutkan larinya.
Disebelah kanan merupakan bangunan yang berloteng.
Siapa tahu diatas loteng itupun sudah ada orang yang
bersembunyi disana, baru saja tubuhnya hampir mencapai atas
loteng itu mendadak kembali tampaklah seorang yang muncul
kembali dari atas bangunan itu sambil melancaikan satu serangan
dahsyat kearahnya.
Dengan cepat Cuo It Sian berjumpalitan ditengah udara. karena
tidak sempat lagi untuk menangkis lagi datangnya serangan
tersebut, sembari mengebutkan ujung jubahnya dia melayang turun
keatas tanah.
Wie Ci To, Ti Then, Nyio Sam Pak serta It Ie Sangjien waktu
itupun sudah tiba disana dan mengurungnya rapat2.
Cuo It Sian yang melihat dia orang tidak dapat melarikan diri lagi,
air mukanya gera berubah jadi pucat pasi.
"Bagus . . bagus" serunya sambil tertawa seram. "Walaupun ini
hari loohu tidak bisa meloloskan diri dari kematian tetapi kau orang
she-Wie pun jangan harap dapat hidup lebih lama lagi".
Air muka Wie Ci To segera berubah sangat adem.
"Seluruh perbuatan dari loohu selama hidup belum pernah
tercela, sekalipun setelah mati kau jadi setan loohu juga tidak akan
takut!" sahutnya.
"Tidak salah! " seru Cuo It Sian dengan gusar. "Kau orang she-
Wie memang suci bersih dan jujur, tetapi kaupun jangan harap bisa
lolos, ada satu hari kau pun akan menyesal sendiri”
"Untuk membasmi penjahat sekalipun loohu harus mati juga
tidak akan menyesal!" ujar Wie Ci To lagi sambil tertawa dingin.
Jilid 34.3 : Ancaman pasukan aneh
“Kau tunggu saja Loohu sejak semula sudah atur satu pasukan
aneh yang dapat menghancurkan dirimu, tidak sampai setengah
tahun kemudian kau beserta seluruh benteng Pek Kiam Poo jangan
harap bisa meloloskan diri dari bencana ini!”
Selesai berkata tangan kanannya dengan cepat digaplokkan
keatas kepalanya sendiri.
Terdengar suara hancurnya tulang batok kepalanya seketika itu
juga hancur berantakan dan berserakan diatas tanah, setelah itu
tubuhnya dengan perlahan roboh keatas tanah menemui ajalnya.
Melihat kejadian itu It Ih sagjien segera memejamkan matanya,
“Omintobud . , ,siancay „ , ,siancay” serunya berulang kali.
Nyio Sam Pak berdiam diri lama sekali setelah itu dia baru
menghela napas panjang.
“Walaupun dia sudah bunuh diri tetapi dia orang sama sekali
tidak memperlihatkan rasa menyesalnya . . , heeai . . . sungguh
sayang..sungguh sayang..”
“Dia selalu menganggap perbuatan baiknya yang selama ini
dipupuk bisa menghapuskan kejahatan yang pernah diperbuat itu
siapa sangka sekalipun seorang budiman hanya karena sedikit salah
saja maka jasanya yang terdahulu akan ikut lenyap dengan
sendirinya, apalagi kejahatan yang diperbuat olehnya kali ini benar-
benar merupakan satu kejahatan yang luar biasa.”
“Bilamana bukannya ini hari loolap mendengar dengan mata
kepala sendiri akan pengakuannya mungkin loolap masih tidak akan
percaya kalau dia pernah melakukan perbuatan dengan
memperkosa istri orang lain” ujar Nyio Sam Pak lagi sambil
menghela napas panjang, “Dengan sifatnya sebenarnya tidaklah
mungkin bisa melakukan pekerjaan semacam itu.”
“Manusia tidak akan terhindar dari sifat kebinatangannya,
bilamana tidak dapat mawas diri maka sukar sekali buat kita untuk
bisa menghindarkan diri dari perbuatan semacam itu” ujar Wie Ci
TO.
“Benar” sambung It Ih sangjien dengan cepat, “Perkataan dari
Wie sicu sedikitpun tidak salah, mungkin Cuo sicu bisa berbicara
demikian dikarenakan hartanya yang banyak dirumah membuat dia
harus bersikap keras dan berwibawa, karenanya untuk memuaskan
napsu kebinatangannya dia harus melakukan perbuatan semacam
ini”
"Dia bilang sudah mengatur satu pasukan aneh, entah siasat apa
lagi itu?" ujar Nyio Sam Pak tiba2 sambil angkat kepalanya
memandang kearah diri Wie Ci To.
“Mungkin omong kosong untuk gertakan saja !" Jawab Wie Ci To
sambil tertawa dingin.
"Lebih baik Wie Poocu sedikit berhati2, loolap dahulupun mengira
dia adalah seorang kawan yang patut untuk diajak sebagai teman,
tetapi dari sini sudah dapat dilihat kalau dia orang adalah seorang
yang amat licik sekali bahkan suka untuk menggunakan akal,
kemungkinan sekali sejak semula dia memang sudah
mempersiapkan semacam siasat yang hendak mencelakai Wie
Poocu serta Benteng Pek Kiam Poo"
"Ini hari ada It Ih Sangjien yang bertindak sebagai saksi, lain kali
bilamana di antara Benteng kami dengan pihak Cuo It Sian terjadi
sesuatu urusan, aku rasa mudah sekali untuk dapat dibereskan. . . "
"Sekarang kita hendak mengurus jenazahnya dengan cara
bagaimana ?" tanya Nyio Sam Pak kemudian.
"Baik2 menguburkan dirinya saja"
"Baiklah, urusan ini serahkan saja kepada putriku untuk pergi
menguruskannya, mari kila kembali keruangan tengah saja".
xxxxx
Keesokan harinya It Ih Sangjien berpamitan pada Nyio Sam Pak
serta Wie Ci To untuk kembali kegunung Ngo Thay san.
Wie Ci To yang merasa tidak tenang atas perkataan-perkataan
yang sudah diucapkan oleh Cuo It Sian sesaat hendak bunuh diri,
setelah menghantarkan It Ih Sangjien pulang diapun segera berkata
kepada Nyio Sam Pak:
"Nyio-heng, aku orang she-Wie pun harus pulang".
"Tidak!!" cegah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Wie Poocu harus
tinggai lagi beberapa hari baru pulang".
"Bilamana dilain waktu ada kesempatan kita bertemu lagi,
sekarang aku orang she Wie harus pulang ke benteng untuk
mengurusi perkawinan".
“Perkawinan siapa?” tanya Nyio Sam Pak melengak.
“Putriku.”
Nyio Sam Pak pernah mendengar Ti Then memanggilnya sebagai
Gak hu, mendengar perkataan tersebut dia segera memandang
sekejap kearah Ti Then.
“Menantu dari Wie Poocu apakah Ti Kiauw tauw ini?” tanyanya
sambil tertawa.
“Benar.” sahut Wie Ci To mengangguk.
“Aku orang she Wie sudah berkata bilamana urusan dari Cuo It
Sian ini sudah beres aku akan segera melangsungkan perkawinan
mereka.”
“Putrimu bisa dijodohkan dengan Ti Kiauw tauw boleh dikata
merupakan pasangan yang setimpal” ujar Nyio Sam Pak dengan
girang. “Selamat. selamat, sampai waktunya jangan lupa memberi
kabar kepada Loolap,”
“Tentu, tentu..” sahut Wie Ci To tertawa.
Mendadak Nyio Sam Pak menarik kembali senyuman yang
menghiasi bibirnya itu, lalu ujarnya dengan serius,
“Bilamana Wie Poocu benar-benar bermaksud berangkat ini hari,
loolap ada satu permintaan.”
“Nyio-heng silahkan berbicara, asalkan aku orang she Wie bisa
melaksanakan pasti akan melakukannya!”
“Sebetulnya bukan satu urusan yang besar cuma saja jenasah
dari muridku Cau Ci Beng Loolap ingin memindahkan ia kedalam
perkampungan, bilamana tidak menunda perjalanan kalian
bagaimana kalau loolap perintahkan Si Ce serta Si Jien untuk
mengikuti kalian ? Cukup Wie Poocu suka menujukkan tempat
terkuburnya Cau Ci Beng biarlah putraku yang bekerja sendiri”
“Baiklah” sahut Wie Ci To kemudian sambil mengangguk. “Kalau
begitu putramu boleh siap-siap untuk melakukan perjalanan.”
Nyio Sam Pak segera menoleh kearah putranya Nyio Si Ce serta
Nyio Si Jien.
“Kalian cepatlah mengadakan persiapan, Wie Poocu serta Ti
Kiauw tauw sebentar lagi akan berangkat.”
Kedua orang bersaudara itu segera menyahut dan masuk
kedalam untuk mengadakan persiapan,
Agaknya Nyio Sam Pak teringat kembali akan sesuatu, mendadak
dia bangkit berdiri, "Ooooh benar, kalian berdua tunggulah
sebentar, loolap akan pergi kedalam sebentar”
Dengan tergesa-gesa dia meninggalkan ruangan besar, tidak
selang lama kemudian dia sudah berjalan masuk kembali kedalam
ruangan dengan membawa satu kotak.
Ujarnya kemudian sambil tertawa tawar,
"Putrimu dengan Ti Kiauw-tauw akau melangsungkan
perkawinannya, loolap tidak ada barang apa2 cuma sedikit hadiah
ini harap kau suka menerimanya"
Air muka Ti Then segera terasa amat panas,
"Tidak . . . Nyio loocianpwee kau jangan berbuat demikian,
boanpwee tidak berani menerimanya "ujarnya dengan gugup„
Nyio Sam Pak duduk kembali keterapas semula setelah ltu dia
tertawa ter~bahak2.
"Jangan dikata Ti Kiauw-tauw sudah menolong loolap membasmi
Si-iblis bungkuk Leng Hu Ih, sekalipun dengan persahabatan antara
loolap dengan Wie Poocu kedua hadiah ini harus diberikan juga
kepadamu."
Sambil berkata dia meletakkan kotak yang semula kesamping
kemudian dari dalam sakunya mengambil keluar pula satu kotak
yang amat indah itu.
Ketika kotak itu dibuka, tampaklah sebuah intan sebesar jari
kelingking muncul di hadapan mata.
“Intan iai adalah pemberian dari seorang kawanku dari daerah Si
Ik pada beberapa tahun yang lalu” ujarnya kemudian. “Sekarang
loolap akan menghadiahkannya kepada putri Wie Poocu sebagai
tanda selamat.”
Intan tersebut berwarna biru dan memancarkan sinar yang
berkilauan. jelas sekali harganya tidak ternilai,
Agaknya Wie Ci To juga mengerti bagaimana berharganya
barang tersebut, dengan cepat dia gelengkan kepalanya.
“Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi..” tolaknya, “Bagaimana Nyio
heng boleh menghadiahkan barang itu kepada siauwli? Bilamana
Nyio heng memang bermaksud untuk memberi hadiah maka hadiah
itu tidak boleh kelewat seratus tahil perak”
Intan tersebut boleh dikata mempunyai harta sebesar sepuluh
laksa tahil.
“Sekalipun berharga sepuluh laksa tahil tetapi barang itupun
merupakan benda mati” ujar Nyio Sam Pak tertawa. “Bilamana
bukannya kalian datang tepat pada waktunya mungkin loolap
beserta seluruh isi perkampungan ini sudah tanpa bernyawa lagi,
apakah intan ini masih bisa disimpan?”
“Tidak bisa . . tidak bisa!” seru Wie Ci To terus sambil gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Eeh . . . eeh , . . bukannya disumbangkan untuk Wie Poocu,
kenapa kau orang begitu ribut?”
Berbicara sampai disini dia segera mengangsurkan intan itu
kepada Ti Then.
"Ti Kiauw-tauw harap suka mewakili aku untuk menyerahkan
barang ini kepada nona Wie sesampainya didalam Benteng".
Ti Then menoleh memandang kearah Wie Ci To, dia tidak berani
untuk menerimanya.
"Wie Poocu, sebenarnya kau tahu bagaimana sifat dari Loolap"
ujar Nyio Sam Pak lagi. "Bilamana ini hari kau tidak mau
menerimanya maka Loolap akan suruh orang sengaja mengirim
benda terebut ke-dalam Benteng Pek Kiam Poo!".
"Baiklah, kau terimalah!" ujar Wie Ci To kemudian sambil
mengerutkan alisnya.
Saat itulah Ti Then baru berani menerima intan tersebut.
“Sudah seharusnya boanpwee mewakili nona Wie mengucapkan
terima kasih atas pemberian dari Nyio Loocianpwee ini " ujarnya
perlahan.
Setelah itu dengan hormatnya dia menjura memberi hormat.
Nyio Sam Pak segera tertawa ter-bahak2 dia mengambil pula
kotak yang lebih besar itu.
"Yang ini loolap hadiahkan untuk Ti Kiauw-tauw sebagai hadiah.
Sedikit sumbangan ini harap kau suka menerimanya." ujarnya lagi
sambil tertawa.
"Barang itu barang pusaka apa lagi ?" Timbrung Wie Ci To dari
samping.
Nyio Sam Pak segera membuka kotak itu, dia tersenyum.
"Sebuah pakaian yang terbuat dari kulit ! " Serunya.
Pakaian yang terbuat dari kulit itu berwarna putih, diatasnya
dengan amat rapatnya tertancap jarum2 yang amat tajam.
Melihat barang tersebut air muka Wie Ci To segera berubah amat
hebat "Aaah . . , Luan Wee Cia ?? " Serunya.
"Penglihatan Poocu sungguh lihay. memang tameng landak
adanya."
Luan Wee Cia atau baju luar tameng landak ini jika dibicarakan di
daiam Bu-lim boleh dikata merupakan satu barang yang sangat
berharga sekali, jikalau dipakai dibadan boleh dikata mirip dengan
sebuah tameng besi yang amat dahsyat tidak perduli senjata atau
telapak tangan jangan harap bisa melukai barang seujung rambut
pun”
“Tidak, tidak” seru Wie Ci To lagi sambil gelengkan kepalanya.
“Barang pusaka yang demikian berharganya seharusnya Nyio heng
...”
“Seharusnya diberikan orang lain” sambung Nyio Sam Pak
dengan cepat. “Dan orang yang paling cocok untuk menerima
barang tersebut adalah Ti Kiauw tauw”
“Nyio Loocianpwee harap menerimanya kembali, boanpwee tidak
berani menerimanya,” tampik Ti Then cepat,
“Apa kau orang baru menerima barang ini bilamana Loolap sudah
berlutut dihadapanmu?”
“Tidak. tidak ada urusan semacam ini” teriak Ti Then sambil
membelalakkan matanya,
“Ti Kiauw tauw membantu perkampungan kami melenyapkan
musuh besar, budi semacam ini apa halangannya kalau loolap
berlutut dihadapanmu ?”
Sehabis berkata dia sungguh2 mau jatuhkan diri berlutut.
Ti Then benar2 amat terperanjat sekali, dengan gugup dia
meninggalkan tempat duduknya sambil berteriak.
“Sudah. sudahlah boanpwee menerimanya”
“Haaa haaa loolap tidak takut kau tidak menerimanya” seru Nyo
Sam Pak sambil tertawa terbahak-bahak.
Setelah menerima pakaian luar tameng landak itu Ti Then segera
bungkukkan badannya memberi hormat.
“Barang yang demikian berharganya boanpwee benar-benar tidak
berani untuk menerimanya,” ujarnya cepat. “Bilamana dikemudian
hari Nyio Loocianpwee membutuhkan sesuatu harap segera kirim
orang pergi mencari boanpwee”
“Baik, baik bilamana memang ada kejadian seperti itu Loolap
segera akan kirim orang untuk meminjamnya dari tangan Ti Kiauw
tauw.”
Saat itulah tampak Nyio Si Ce dua bersaudara dengan membawa
buntalan sudah berjalan keluar.
“Baiklah,” ujar Wie Ci To kemudian sambil merangkap tangannya
member hormat: “Sekarang juga loohu pamit dulu, setelah hari
perkawinan siauwli ditetapkan tentu loohu akan kirim orang untuk
memberi kabar kepada Nyio-heng, sampai waktunya Nyio-heng
harus dating ber-sama2 dengan putramu”
"Sudah tentu ! sudah tentu !"
Dia menghantar Wie Ci To serta Ti Then sampai diluar
perkampungan, setelah
mereka berangkat
perkampungan.
dia
baru
balik
kembali
kedalam
Wie Ci To, Ti Then serta dua bersaudara dari keluarga Nyio
masing2 dengan menunggang seekor kuda mengikuti jalan gunung
menuruni gunung Lak Ban San tersebut kemudian melanjutkan
perjalanannya menuju kearah Timur.
Selama ditengah perjalanan tidak terjadi peristiwa apa2, pada
hari yang kelima mereka sudah tiba dikota Tiang An.
Ti Then dengan mengambil kesempatan itu segera menguangkan
kertas uang sebesar lima belas laksa tahil perak yang didapatkan
dari tangan Giok Bien Langcoen, Coe Hoay Loo itu kemudian
membelikan juga beberapa macam kado buat Wie Lian In.
Setelah menginap satu malam didalam kota, keesokan harinya
mereka kembali melajutkan perjalanannya.
Sebelum meninggalkan kota Tiang An Ti Then memasukkan uang
sebanyak lima belas laksa tahil itu kedalam empat buah karung,
kemudian dengan minta bantuan dari Wie Ci To serta dua
bersaudara dari keluarga Nyio setiap kali mereka memasuki kota
dan menemukan rumah orang miskin secara diam2 lantas memberi
beberapa tahil perak kedalamnya.
Demikianlah sembari melakukan perjalanan mereka menyebarkan
uang tersebut kepada kaum miskin. Sewaktu memasuki daerah Auw
Leng uang sebesar lima belas laksa tahil perak sudah tersebar habis.
Ti Then merasa sangat gembira sekali, ujarnya sambil tertawa:
"Beberapa hari ini aku rasakan sebagai hari2 yang paling
berbahagia buatku selama hidupnya !"
"Inilah yang dinamakan berbuat amal paling menyenangkan"
Seru bang Wie Ci To sambil tersenyum,
"Harta kekayaan dari Cuo It Sian jika dihitung ada seberapa
banyaknya ?".
"Dia adalah manusia yang paling kaya di wilayah daerah Siok
Ceng bilamana dihitung dengan sawah dan tanahnya mungkin ada
diatas seribu laksa tahil perak".
“Uang yang sebegitu banyaknya bisa menolong banyak orang
miskin, hari itu kenapa Gak-hu tidak mau menerima uang
tebusannya itu untuk kemudian dibagi bagikan kepada orang miskin
?”
“Tidak, dosa dari seorang manusia tidak dapat ditebus dengan
menggunakan uang” seru Wie Ci To dengan keren.
“Dengan kematian ini entah harta kekayaan yang sebegitu
banyaknya itu hendak diberikan kepada siapa?”
“Dia ada seorang putra yang sejak semula sudah meninggalkan
rumah entah pergi kemana, kali ini setelah mendengar ayahnya
bunuh diri kemungkinan sekali bisa pulang untuk mengatur urusan
terakhir dari ayahnya”
“Putranya apa bisa bersilat ?”
“Loohu dengar tidak bisa, dia adalah seorang sastrawan yang
pernah lulus ujian Negara, agaknya bernama Ing Koei”
“Perkataan yang diucapkan Cuo It Sian sebelum bunuh diri Gak-
hu merasa sungguh-sungguh atau bohong ?”
“Loohu sendiri juga tidak jelas...”
”Bilamana urusan ini adalah nyata” sambung Nyio Si Ce dengan
cepat. “Dan Wie Loocianpwee merasa sulit untuk dihadap mereka
segeralah kirim orang untuk memberi kabar kepada kami- walaupun
Tia dia orang tua sudah mengundurkan diri dari dunia kangouw
tetapi kami bersaudara nanti akan memberi bantuan kepada Wie
loocianpwee untuk sumbang sedikit tenaga.”
“Baik” ujar Wie Ci To sambil tertawa.
Tua muda empat orang sembari berjalan sembari bercakap
cakap, kembali berjalan sepuluh hari lagi sampailah mereka di
tengah tanah tandus antara gunung Cun san dengan kota Hoa Yong
Sian, yaitu tempat dimana Si elang sakti Cau Ci Beng menemui
ajalnya.
Ti Then segera turun dari kudanya dibawah pohon tersebut,
sambil menuding keatas tanah gundukan dibawah pohon yang
rindang itu ujarnya,
“Cau-heng dikubur ditempat ini.”
Nyio Si Ce serta Nyio Si Jien lantas meloncat turun dari kuda,
kemudian setelah mencabut keluar pedangnya mereka mulai
menggali kuburan tersebut.
Tidak begitu dalam mereka menggali segera tersiarlah bau busuk
mayat yang amat menusuk hidung.
Mereka dua orang bersaudara segera berhenti menggali.
"Cau sute kau menemui kematian dengan begitu kasihannya !"
ujar Nyio Si Jien sambil melelehkan air mata.
Dengan perlahan Nyio Si Jien menoleh kearah Wie Ci To,
kemudian ujarnya:
"Wie Loocianpwee serta Ti-heng apakah hendak kembali kedalam
Benteng?"
"Loohu akan menuuggu setelah jenazahnya akan dikeluarkan dari
tanah baru berangkat”
"Tidak !" Seru Nyio Si Ce dengan gugup, "Wie Loocianpwee serta
Ti-heng yang bersusah payah sudah menghantar kami bersaudara
sampai disini sudah lebih dari cukup, kini biarlah Si Jien mengikuti
Loocianpwee ber-sama2 melakukan perjalanan sampai dikota Hoa
Yong Sian untuk membeli kereta- peti mati dan barang2 lain setelah
itu Wie Loocianpwee berdua boleh berangkat kembali ke Benteng.”
"Tidak membutuhkan bantuan Loohu?".
“Tidak, urusan yang demikian kecilnya ini, kami bersaudara bisa
membereskan sendiri".
“Kalau begitu Loohu berpisah dulu sampai disini, sampai
waktunya perkawinan antara Ti Kiauw-tauw serta siauw-li, kalian
dua bersaudara harus datang pula untuk minum arak kegirangan".
“Tentu . . . tentu, kami pasti datang" sahut Nyio Si Ce sambil
merangkap tangannya memberi hormat.
Demikianlah Wie Ci To, Ti Then serta Nyio Si Jien segera
melanjutkan kembali perjalanannya kearah Barat kembali ke kota
Hoa Yong Sian.
Tidak sampai dua puluh li mereka sudah berada didalam kota,
setelah menemani Nyio Si Jien membeli kereta serta peti mati dan
menghantar dia orang melakukan perjalanan, Ti Then serta Wie Ci
To baru bersantap siang kemudian melanjutkan perjalanan kembali
ke Benteng.
Air muka Wie Ci To penuh dihiasi senyuman kegembiraan,
ujarnya di tengah perjalanan:
"Kali ini kita dapat membereskan Cuo It Sian dengan begitu
mudahnya sungguh berada diluar dugaan . .”
“Benar.” sahut Ti Then mengangguk, “Dengan demikian kita
sudah membuang banyak kerepotan dari pada harus melakukan
sesuai dengan rencana dimana mengharuskan Gak-hu menyamar
sebagai Nyio Sam Pak, walaupun kita berhasil mencuri pedang itu
tetapi untuk membereskan nyawanya harus menanti dulu sampai
tahun besok setelah Gak hu mengumumkan dosanya di hadapan
umum, wah kalau sampai waktu itu baru bisa turun tangan untuk
membinasakan dirinya mungkin hati pun sudah mangkel sekali.”
“Cuo It Sian bilang Loohu bernapsu untuk membunuh dirinya
terus menerus, berarti pula dia sedang menegur loohu tidak
mempunyai hati untuk mengampuni orang lain, kau rasa
bagaimana?”
“Tidak, dia yang melakukan pekerjaan jahat dosanya amat besar
sekali tidak boleh diampuni lagi.”
“Karena kau akan menjadi menantu loohu maka loohu akan
memberi nasehat kepadamu kau janganlah sekali-kali menganggap
dengan kepandaian silat yang amat tinggi dan pergi kesana kemari
tanpa diketahui orang lain sekalipun melakukan suatu perbuatan
salah tidak bakal bisa ketahuan, kau harus ingat akan kata-kata
yang mengatakan : Sekaiipun kau bisa mengelabui orang tetapi
jangan barap bisa mengelabui dirimu sendiri, apa lagi mengelabui
mata hati Lao Thian-ya setiap orang yang percaya berbuat jahat dia
tentu akan menerima karma sesuai dengan perbuatannya,”
Ti Then yang teringat akan dirinya yang mendapat perintah dan
majikan patung emas untuk pergi memperistri putri orang lain uatuk
kemudian melaksanakan satu rencana busuk dalam hati merasa
sangat menyesal sekali, saking gemasnya dia kepingin sekali
mencari sebuah lubang untuk diterobosi.
Dia ingin sekali menceritakan seluruh rencana yang sudah
disusun oleh majikan patung emas dan rahasia dimana dia orang
telah digunakan oleh majikan patung emas tetapi setelah teringat
akan sesuatu dia batalkan kembali maksudnya itu.
Karena sejak bersama-sama dengan Wie Ci To meninggalkan
Benteng Pek Kiam Poo sampai kedalam perkampungan Thiat Kiam
San Cung dan hingga kini walaupun dia belum pernah bertemu
kembali dengan pemuda berbaju biru itu orang yang dikirim majikan
patung emas untuk mengawasi gerak geriknya tetapi dia selalu
merasa pemuda berbaju biru itu masih mengawasi terus akan
dirinya, bilamana sekarang dia membeberkan semua rahasia dari
majikan patung emas bilamana sampai terdengar atau terlihat oleh
pemuda berbaju biru itu dan dilaporkan kepada majikan patung
emas. Walaupun hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dia orang
tetapi Wie Ci To beserta seluruh anggota Benteng Pek Kiam Poo
akan menemui bencana yang luar biasa ada kemungkinan majikan
patung emas segera akan turun tangan .... membunuh Wie Ci To
atau menculik Wie Lian In!"
Maka itu setelah berpikir bolak balik akhirnya dia merasa lebih
baik urusan jangan dibicarakan dulu, menanti setelah dia
mendapatkan satu cara untuk menghadapi majikan patung emas
waktu itulah dia baru minta ampun dihadapan Wie Ci To.
Wie Ci To yang melihat setelah dia orang mendengar
perkataannya itu air mukanya segera kelihatan sangat aneh dalam
anggapannya dia mengira perkataannnya sudah terlalu berat,
segera dia tertawa.
"Loohu percaya penuh kau pasti bukanlah manusia semacam itu,
perkataan yang aku ucapkan ini hari cumalah omongan sepintas lalu
saja.”
"Nasehat dari Gak-hu sedikitpun tidak salah, aku orang pasti
akan mengingatkan terus didalam hati."
"Loohu bisa mempunyai seorang menantu seperti kau dalam hati
loohu merasa amat girang sekali " ujar Wie Ci To tersenyum dan
menganggukkan kepalanya.
Mendadak terdengar Ti Then menghela napas panjang.
"Seperti Cuo It Sian, orang yang memiliki nama baik didalam Bu-
lim setelah melakukan sedikit kesalahan saja maka namanya akan
jadi rusak. Sebaliknya kita yang sudah turun tangan memberi
hukuman pun menemui banyak kesukaran. coba bayangkan saja
disamping harus menghukum dia kita pun harus memberi
penjelasan kepada orang2 Bu-lim lainnya. Setelah dipikir-pikir aku
rasa membunuh orang2 dari kalangan Hek-to jauh lebih gampang
lagi misalnya saja boanpwee sudah membinasakan Giok Bien
Langcoen Coe Hoay Loo jelas tidak usah diterangkan lagi orang2
lainpun sudah pada tahu kenapa boanpwee membunuhnya".
"Benar. perkataan tersebut sedikitpun tidak salah. Menghadapi
Cuo It Sian, Loohu merasa benar2 merupakan satu pekerjaan yang
paling susah”
"Kejadian yang seperti peristiwa Cuo It Sian ini apakah Gak-hu
pernah menemuinya lagi ?" tanya Ti Then kemudian dengan
meminjam kesempatan ini.
"Sudah tidak ada!" Sahut Wie Ci To sambil gelengkan kepalanya.
“Selama hidupnya Gak-hu kecuali mengikat permusuhan dengan
si pendekar pedang tangan kiri apakah tidak pernah mengikat
permusuhan dengan jago2 Bu lim lainnya?”
“Tidak ada. buat apa kau menanyakan hal ini?”
“Tidak mempunyai arti yang istimewa, boanpwee
sembarangan bertanya saja!” sahut Ti Then tertawa.
Dengan perlahan Wie Ci To menghela napas panjang.
---ooo0dw0ooo---
cuma
Jilid 35
“LOOHU jarang sekali mengikat permusuhan dengan orang lain
dikarenakan urusan pribadi bilamana para jagoan dsri kalangan hek-
to yang pernah loohu kasi hukuman dahulu sekarang menaruh
dendam kepadaku hal itu yaa boleh dikata merupakan satu hal yang
jamak.”
“Sewaktu boanpwee belum memasuki benteng Pek Kiam Poo,
terhadap diri Gak-hu pun pernah menaruh satu perasaan ... “ kata Ti
Then.
“Eeeei . . . perasaan apa ?” tanya Wie Ci To sembari
memperhatikan wajahnya dalam2.
Setelah mendengar perkataan dari boanpwee, Gak-hu jangan
marah lhoo.” ujar Ti Then tertawa.
"Loohu tidak akan marah, kau boleh langsung berkata terus
terang saja."
„Boanpwee merasa seluruh perbuatan serta gerak gerik dari Gak-
hu mengandung kemisteriusan hingga membuat orang merasa
susah untuk mengambil dugaan.”
"Kau maksudkan dari segi apa?" tanya Wie Ci To tertawa.
"Semisalnya dengan loteng penyimpan kitab itu ....”
"Rahasia yang menyelubungi loteng Penyimpan kitab itu sudah
kau ketahui “ Potong Wie Ci To dengan cepat. "Di tempat itu kecuali
menyimpan sebuah kenangan lama yang sukar loohu lupakan sama
sekali tidak menyimpan rahasia apapun !"
"Sudah tentu boanpwee mau pecaya terhadap apa yang Gak-hu
katakan. tetapi boanpwee rasa orang luar tidak bakal mau percaya.
mereka tentu akan menganggap Gak-hu menyimpan barang pusaka
yang berharga didalam Loteng penyimpan kitab tersebut."
Wie Ci To yang mendengar perkataan itu lantas tertawa.
"Jago Bu~lim yang mengetahui kalau loohu memiliki sebuah
Loteng Penyimpan
kitab yang melarang setiap orang memasuki tempat itu sudah
tidak sedikit jumlahnya, tetapi selama puluhan tahun ini tiada
seorang pun yang berani mengadakan penyelidikan kedalam Loteng
tersebut, kini mereka sudah tidak merasa keheranan lagi terhadap
tempat itu."
“Hanya untuk menyimpan sebuah lukisan serta sebuah rahasia
pribadi Gak-hu harus membangun sebuah loteng penyimoan kitab
yang demikian kuatnya boanpwee rasa hal ini rada luar biasa, sama
saja dengan persoalan kecil yang dibesar2kan"
“Kau berkata demikian apa mungkin di hatimupun sudah
menaruh curiga kalau di dalam Loteng penyimpan kitab dari loohu
itu sudah tersimpan semacam barang pusaka yang berharga ?"
Tanya Wie Ci To sambil memandang tajam dirinya kemudian
tertawa.
“Boanpwee menduga bilamana Gak-hu benar2 sudah menyimpan
semacam barang di dalam loteng penyimpan kitab itu maka barang
itu pasti bukan barang pusaka yang berharga melainkan sebuah
benda yang sama sekali tidak berharga tetapi mempunyai sangkut
paut yang amat besar sekali dengan keselamatan kita semua, atau
boleh dikata sifat dari barang itu ada kemiripan dengan potongan
pedang pendek dari Cuo It Sian, bukan begitu ?"
Wie Ci To tersenyum tetapi tidak memberikan jawabannya, lewat
beberapa saat kemudian baru menggelengkan kepalanya.
“Tidak benar. dugaanmu sama sekali salah”
Ti Then pun tertawa. dia tidak banyak berbicara lagi.
Setengah bulan kemudian, akhirnya tua muda dua orang tiba
juga didalam Benteng Pek Kiam Poo.
Wie Lian In serta para jagoan pedang yang ada di dalam Benteng
sewaktu mendengar berita ini cepat pada keluar pintu Benteng
untuk melakukan penyambutan kemudian bsrsama sama masuk
kedalam Benteng dan duduk beristirahat di dalam ruangan tamu.
Wie Ci To yang dikarenakan Cuo It Sian sudah melakukan bunuh
diri maka dia tidak mengumumkan akan kejahatan yang sudah
diperbuat olehnya, oleh sebab itulah terhadap pengalamannya
selama ia meninggalkan benteng bersama-sama dengan Ti Then
sepatah katapun tidak dia ungkat, dia cuma menanyakan keadaan
dari Benteng dari diri si pendekar penembus ulu hati Shia Pek Tha,
“Keadaan Benteag aman tenteram tidak terjadi urusan apapun.”
Terdengar Shia Pek Tha memberikan laporannya. “Cuma si Cui
lojien dari gunung Cing Shia pernah datang berkunjung mencari
poocu untuk diajak main catur tetapi setelah mengetahui poocu
tidak ada dalam benteng dia lantas pulang,”
“Baiklah, tidak ada urusan lagi. kalian boleh mengundurkan diri”
seru Wie Ci To kemudian sambil mengangguk.
Msnanti setelah Shia Pek Tha serta para jagoan pedang mersh
sudah pada mengundurkan diri dari dalam ruangan, Wie Ci To
bangun berdiri dan kirim satu senyuman kepada diri Wie Lian In.
“In-jie.” ujarnya dengan halus.
“Bilamana kau ingin mengetahui bagaimana kesudahan dari
pekerjaan yang dilakukan loohu serta Ti Kiauw tauw, kau boleh
suruh Ti Kiauw tauw menceritakannya loohu sekarang mau
beristirahat dulu,”
Selesai berkata dia segera berjaian keluar dari ruangan tersebut.
Menanti setelah bayangan punggung dari Wie Ci To lenyap dari
pandangan, dengan tidak sabaran lagi Wie Lian In segera menoleh
dan mendesak Ti Then dengan kata2 yang keras.
“Cepat ceritakan, kalian berhasil atau tidak ?”
“Haaa . , haaa . . jangaa keburu, biarlah aku mengembalikan
buntalan kedalam kamar dan cuci muka dulu nanti aku tentu
menceritakan kisah ini dengan jelas.
“Baiklah kalau begitu cepatlah kau pergi aku tunggu dirimu
didalam kebun.”
Sekembalinya dalam kamar, Ti Then meletakkan dulu
buntalannya keatas meja setelah itu dia baru perintah si Loo-cia
mengambil air untuk mencuci muka.
Setelah semuanya selesai dengan langkah perlahan dia baru
berjalan menuju kedalam kebun.
Sejak semula Wie Lian In sudah menanti didalam gardu, sewaktu
melihat Ti Then muncul disana dia lantas menepuk2 bangu yang
ada disamping badannya.
"Mari, duduk disini!" katanya.
Ti Then tanpa berbicara lagi segera duduk disisi badannya.
Wie Lian In segera menjatuhkan diri kedalam pelukannya,
dengan wajah yang kikuk ujarnya perlahan:
"Aku mau tanya padamu, beberapa hari ini apakah kau
merindukan diriku?".
"Sudah tentu! tiada seharipun aku tidak merindukan akan
dirimu!" sahut Ti Then sembari merangkul pinggangnya yang
ramping itu.
"Sungguh ?”
"Sungguh !!"
"Akupun sangat merindukin dirimu” ujar Wie Lian In lagi dengan
pandangan
penuh cinta. "Ada berapa kali aku bermaksud untuk menyusul
dirimu".
"Aaaah . . . masih untung kau tidak menyusul diriku".
"Kenapa?” Tanya Wie Lian In keheranan.
"Urusan sudah terjadi diluar dugaan, kami tidak jadi pergi kekota
Tiong Cing Hu. Aku dengan ayahmu berhasil membereskan diri Cuo
It Sian didalam perkampungan Thiat Kiam San cung".
“Aaaah . , . Cuo It Sian juga pergi ke perkampungan Thiat Kiam
San Cung?" tanya Wie Lian In dengan terperanjat.
"Benar, urusan sebenarnya adalah begini”
Diapun segera menceritakan seluruh kejadian itu kepada diri Wie
Lian In.
"Demikianlah. . . . akhirnya dia terdesak dan bunuh diri
dihadapan kita !" Terdengar Ti Then mengakhiri ceritanya.
Wie Lian In setelah selesai mendengar cerita itu segera
menghembuskan napas panjang2.
"Sungguh tidak disangka bajingan tua itu bisa dilenyapknn
dengan demikian mudahnya, bagaimana dia mau melakukan bunuh
diri ?" tanyanya.
“Didalam keadaan seperti itu dia tahu untuk meloloskan diri
bukanlah satu pekerjaan yang gampang, apalagi ayahmu pun sudah
memberi ancaman bilamana dia tidak mau melakukan bunuh diri
untuk menebus dosanya maka seluruh kejahatan yang diperbuat
akan diumumkan didalam Bu-lim maka itu terpaksa dia harus
memilih jalan bunuh diri ini.”
Dengan pandangan penuh rasa kuatir Wie Lian In segera
dongakkan kepalanya memandang sepasang mata Ti Then,
“Kau bilang matamu kena disambit kapur oleh si iblis bungkuk
Leng Hu Ih, sekarang spa sudah sembuh ?” tanyanya.
“Sama sekali sudah sembuh.”
“Luka yang dilengan ?”
“Juga telah sembuh.”
“Setelah kau serta Tia menghantarkan dua bersaudara dari
keluarga Nyio menemukan tempat dikuburnya jenszah Cau Ci Beng
lalu segera berangkat pulang?”
Dari dalam sakunya dia lantas mengambil keluar sebuah kotak
dan diangsurkan kepada Wie Lian In.
“Ini terimalah barang hadiah untukmu dari! Nyio Loo cung-cu
coba bukalah untuk dilihat-lihat.
“Barang hadiah ?” Tanya Wie Lisn In melengak.
“Benar. sewaktw dia mendengar ayahmu bilang kau hendak
kawin dengan aku. maka hadiah ini lantas dititipkan kepadaku untuk
disampaikan kepadamu,” ujar Ti Then sambil tertawa.
Air muka Wie Lian In seketika itu juga berobah merah.
“Ayahku bilang spa ?” tanyanya dengan malu.
“Dia bilang setelah kembali kedalam Benteng maka dia orang tua
segera akan mempersiapkan perkawinan kita.”
Wie Lian In segera membuka kotak itu sewaktu dilihatnya isi dari
kotak itu bukan lain adalah sebuah berlian biru tidak kuasa lagi
matanya terbelalak lebar,
“Oooh, , Thian!” teriaknya kaget. “Berlian biru ini sangat
berharga sekali.”
“Menurut taksiran ayahmu ada kemungkinan berlian itu bernilai
sapuluh- laksa tahil perak”
“Barang yang demikian berharganya bagaimana kau berani
menerimanya ?” tanya Wie Lian In dengan terkejut bercampur
girang.
“Nyio Loo cung-cu jadi orang sangat lapang dada dia paksa aku
untuk menerimanya bahkan dia bilang bilamana aku tidak mau
terima maka dia sengaja akan kirim orang untuk menghantarkan
barang itu kemari”
Wie Lian In segera mengambil keluar berlian biru itu dan
ditelitinya beberapa saat setelah itu sambil tertawa katanya:
"Mungkin untuk membalas budi kalian yang sudah membantu dia
membasmi si iblis bungkuk Leng Hu Ih dan anak buahnya maka
sengaja dia hadiahkan barang2 yang berharga, waah . . . aku yang
tidak ikut2 malah kecipratan rejeki . .”
“Dia masih hadiahkan barang ini untukku" ujar Ti Then kembali
sambil mengeluarkan baju tameng landak psmberian Nyio Sam Pak
itu. “Tahukah kau barang apakah ini ??".
Wie Lian In lantas terima pakaian luar tameng landak itu dan
diperhatikan beberapa saat lamanya.
"Ooooh sebuah pakaian dalam, agaknya terbuat dari kulit
semacam binatang!" katanya.
"Eeehni . . baju ini kalau dipakai dibadan bisa tahan tusukan
senjata tajam bahkan dapat msmunahkan pula tenaga lweekang
dari jagoan macam apapun".
"Apakah baju luar tameng landak ?” tanya Wie Lian In dengan
bersemangat.
"Tidak salah, ternyata kau mengerti juga akan barang berharga"
sahut Ti Then sembari mengangguk.
Wie Lian In menarik napas panjang.
“Barang semacam ini bukankah merupakan satu barang pusaka
yang di-idam2kan oleh setiap jago Bu-lim?” Serunya dengan hati
sangat gembira.
“Sebetulnya aku tidak berani menerima pemberian hadiah yang
sangat berharga ini, tetapi Nyio Loo Cung-cu terus menerus
mendesak bahkan dia bilang jikalau aku tidak mau menerima maka
dia mau berlutut dihadapanku, aku tidak punya akal lagi terpaksa
barang ini aku terima.”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas setelah itu sambil
tertawa tambahnya :
"Padahal aku tidak membutuhkan barang semacam ini, aku
sudah mengambil keputusan untuk hadiahkan barang ini kepada
orang lain!".
Mendengar keputusan dari Ti Then ini tidak terasa lagi Wie Lian
In jadi merasa tegang.
“Tidak boleh . . . tidak boleb, tidak bisa jadi!" Serunya dengan
gugup. "Barang pusaka yang di-idam2kan oleh setiap jagoan Bu-lim
bagaimana boleh kau hadiahkan kepada orang lain, kau jangan
berbuat ke-tolol2an!”
“Aku mau hadiahkan barang ini buat calon istriku yang tercinta
apa juga tidak boleh ?” Tanya Ti Then sambil memandang diri Wie
Lian In dengan mesra.
Wie Lian In agak tertegun dibuatnya, tetapi sebentar kemudian
dia sudah tertawa cekikikan.
“Hmmm sungguh pintar mulutmu, aku tidak mau!” Teriaknya.
“Kenapa kau tidak mau ? Tanya Ti Then melengak. “Barang
semacam ini sangat berguna sekali buat dirimu, lain kali bilamana
kau keluar Benteng harus memakainya dibadanmu. jikalau misalnya
sampai bertemu dengan jagoan yang memiliki kepandaian silat amat
tinggi jadi tidak sampai menderita luka.
oooOOOooo
59
Dengan perlahan Wie Lian In segera mencubit pahanya, lalu
dengan wajah penuh perasaan cinta kasih ujarnya dengan suara
perlahan:
“Oooh.., engkohku yang bodoh, beberapa hari kemudian
barangmu sama juga dengan barangku, barangku sama juga seperti
barangmu, buat spa kau hadiahkan barang itu kepadaku ?”
Ti Then yang merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,segera
angkat bahunya dan tertawa.
“Kalau begitu lain kali bilamana kau mau keluar pintu maka harus
mengabulkan permintaanku untuk memakainya dibadan.”
Wie Lian In segera menganggukkan kepalanya lalu menempelkan
pipinya keatas dadanya, dia benar2 sudah dimabuk oleh cinta.
Dari dalam sakunya kembali Ti Then mengambil keluar sebuah
kotak.
"Ehmm yang sekarang ini adalah hadiahku yang aku beli sewaktu
ada di kota Tiang An, entah sukakah kau dengan barang2 ini?"
tanyanya.
"Asalkan kau yang membeli aku tentu suka!"
Sembari berkata dia membuka kotak itu untuk dilihat isinya,
terlihatlah tusuk konde, anting2, gelang dan macam2 perhiasan
yang memancarkan cahaya terang muncul dihadapan matanya,
tidak kuasa lagi dalam hati dia merasa amat girang,
"Bukankah kau pernah bilang hendak membelikan hadiah buatku
yang nilainya tidak melebihi satu tahil perak?" Godanya sambil
tertawa, "Aku rasa barang2 perhiasan ini tidak sampai satu tahil
perak bukan ?"
"Barang2 itu aku beli dengan menggunakan uangku sendiri maka
harganya tidak ada batas-batasnya."
"Aku pun sudah belikan beberapa pakaian buat-mu, sekarang
barang-barang itu sudah ada didalam kamarku biar nanti aku
ambilkan buat kau lihat..."
Mereka berdua duduk ber-mesra2an hingga jauh malam
menjelang datang, waktu itulah sambil bergandengan tangan
mereka baru berjalan keluar dari dalam kebun menuju kekamar
baca untuk menjenguk Wie Ci To sebentar, kemudian ber~sama2
pergi bersantap malam.
Sehabis bersantap Ti Then kambali ke kamarnya untuk
membersihkan badan, berganti pakaian lalu jalan2 keluar untuk
melakukan perondaan disekeliling Benteng. Sehabis berkata
sebentar dengan para jagoan pedang dia baru kembali kedalam
kamarnya untuk beristirahat.
Dia tahu tanpa diundang majikan patung emas pasti akan
munculkan dirinya ditengah malam, karenanya tanpa mengirim
tanda lagi dia lantas naik keatas pembaringan untuk tidur.
Ternyata sedikitpun tidak salah, seperti juga beberapa kali yang
lain pada kentongan ketiga tanpa diundang majikan patung emas
sudah munculkan dirinya diatas atap rumah, setelah membuka atap
dengan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia mulai menurunkan
patung emasnya.
Kali ini Ti Then merasakan kedatangannya jauh lebih jelas, sesaat
sebelum patung emas itu berada ditepi pembaringannya dia sudah
terjaga dari pulasnya, dia segera bangun dari tidurnya lalu menarik
tali hitam yang mengikat patung emas tersebut.
“Hey agaknya kali ini kau merasa begitu ter-buru2, kenapa selalu
saja kau tidak memberikan waktu buatku untuk beristirahat dengan
nyenyak?" Teriaknya dengan menggunakan ilmu menyampaikan
suara.
Nada ucapan dari majikan patung emas masih tetap dingin, kaku
dan sangat tawar sekali.
“Apakah setiap kali kau meninggalkan benteng Pek Kiam Poo
tidak pernah tidur dengan nyenyak?" Serunya dengan menggunakan
ilmu untuk menyampaikan suara pula.
"Perjalanan jauh melelahkan badan, setelah kembali kedalam
Benteng sudah tentu harus tidur dulu semalam dengan
nyenyaknya!".
“Kau tidak usah banyak bicara lagi, ayoh cepat melaporkan
seluruh pengalamanmu dengan jelas!" Perintah majikan patung
emas dengan angkernya.
"Orang yang kau kirim untuk mengawasi diriku apa masih belum
kembali?” tanya Ti Then sambil tertawa.
"Bagaimana kau tahu kalau aku kirim orang lagi untuk
mengawasi seluruh gerak-gerikmu?”
"Hal ini sudah ada didalam dugaanku! " Jawab Ti Then tertawa
geli.
"Kali ini dugaanmu sama sekali meleset aku tidak kirim orang
untuk membuntuti dirimu".
"Kenapa ?”
Majikan Patung emas segera tertawa dingin.
"Karena aku tahu kau merasa sayang terhadap nyawa Wie Ci To
ayah beranak, untuk melindungi mereka dari bencana yang tidak
diinginkan sudah tentu kau tidak akan bermaksud untuk merusak
rencanaku dari tengah jalan " katanya.
"Akhir dari Cuo It Sian adalah sebuah cermin buatmu, orang yang
bermaksud jahat tentu akan memperoleb akhir yang tidak
menyenangkan !"
"Hmm! kau bangsat cilik berani memberi nasehat kepadaku ?? "
Teriak majikan Patung emas dengan gusar. "Cuo It Sian tetap Cuo It
Sian sedang aku tetap aku?”
"Jadi maksudmu kepandaian silat yang kau miliki jauh lebih lihay
dari kepandaian Cuo It Sian sehingga tidak ada orang yang bisa
menguasahi dirimu lagi ?”
"Sedikitpun tidak salah!” jawab majikan patung emas tidak ragu2
lagi.
"Heee . . . heee kalau begitu anggapan kau itu adalah salah
besar! walaupun kepandaian silatmu tiada orang yang dapat
melawan tetapi Thian bisa menghukum dirimu, bilamana kau
berbuat jahat maka karmanya akan selalu mengikuti dirimu.”
"Sudah cukup belum perkataanmu ?” potong majikan patung
emas dengan gusarnya.
Dalam hati Ti Then tahu hawa amarahnya sebentar lagi akan
berkobar karenanya nada ucapannya semakin dipertajam.
"Belum selesai” jawabnya sambil tertawa "Sekarang aku mau
mulai dengan laporanku „„”
Demikianiah dia segera menyerukan seluruh kejadian yang
dialaminya sewaktu ada didalam perkampungan Thiat Kiam San
Cung.
Dengan tenangnya majikan patung emas mendengarkan kisah itu
hingga habis setelah itu barulah ujarnya:
"Jadi dengan demikian peristiwa yang menyangkut diri Cuo it
Sian dapat dikatakan sudah beres?"
"Benar!!" sahut Ti Then mengangguk "Tetapi sesaat sebelum dia
melakukan bunuh diri pernah mengancam katanya dia sudah
mengatur satu pasukan aneh yang di dalam setengah tahun
mendatang bakal mendatangkan bencana bagi Benteng Pek Kiam
Poo, perkataan ini bilamana sungguh2 maka lain kali kita masih ada
urusan lagi!"
"Hmm! orangnya sudah mati masih bisa memperlihatkan
permainan setan apa lagi?" Seru majikan patung emas sambil
mendengus dingin.
"Aku pun berpikir demikian , , , "
"Sekarang kita bicarakan soal perkawinanmu dengan Wie Lian In,
apakah Wie Ci To pernah menyinggung kembali persoalan ini?" ujar
majikan
patung
emas
kemudian
mengalihkan
bahan
pembicaraannya.
"Pernah! dia bilang setelah kembaii ke dalam Benteng maka dia
akan mulai mengadakan persiapan. aku rasa kejadian itu pasti bakal
berlangsung didalam satu, dua bulan mendatang.
“Kalau memangnya sudah mulai mengadakan persiapan lalu buat
apa harus menunggu satu dua bulan lagi ?".
"Sudah tentu harus memilih satu hari yang bagus agar semua
tetamu ditempat kejauhan bisa ada kesempatan untuk mendatangi
Benteng Pek Kiam Poo, kau bilang benar tidak? " Seru Ti Then
tertawa.
“Ehmmm .... tidak salah...Wie Ci To mempunyai sahabat serta
kenalan ysng amat banyak dan tersebar diseluruh Bu-lim, tetamu
yang diundang tentu sangat banyak sekali".
"Tujuanmu sudah hampir tercapai pada apa yang kau inginkan,
maka itu sekarang aku mau menjelaskan telebih dahulu akan
aesuatu hal kepadamu. Sewaktu aku sudah jadi suami istri dengan
Wie Lian In maka tidak perduli kau mau mencuri atau berbuat
apapun pokoknya tidak boleh melukai keselamatan barang
seorangpun dari anggota Benteng Pek Kiam Poo, kalau tidak sekali
pun harus mati aku juga tidak akan melakukan perintahmu !"
"Boleh”.
Ti Then lalu termenung sebentar, mendadak sambil tertawa
ujarnya lagi :
“Kau pernah bilang perintahmu yang kedua baru akan kau
sampaikan setelah aku kawin dengan Wie Lian In tetapi setelah aku
kawin dengan Wie Lian In maka aku akan tidur satu pembaringan
dengan dirinya. Saat itu bagaimana kau bisa memberikan
perintahmu yang kedua ? Apakah kau hendak menggunakan cara
yang sama seperti sekarang, menurunkan patung emas dari atas
atap untuk bercakap-cakap dengan aku ?".
"Soal ini sampai waktunya sudah tentu ada caranya sendiri".
"Baiklah, jikalau kau tidak ada perkataan yang lain sekarang
silahkan untuk mengundurkan diri".
"Aku masih ada beberapa patah kata lagi yang hendak aku
sampaikan kepadamu. Aku tahu selama ini kau menerima
perintahku untuk kawin dengan Wie Lian In dengan rasa tidak puas,
kemungkinan sekali kau bisa melaporkan urusan ini kepada diri Wie
Ci To. Hmm! bilamana kau berani berbuat demikian maka kau akan
menyesal karena kesemuanya ini tidak bakal biss lolos dari
pengawasanku begitu aku menemukan kau bermaksud untuk
membocorkan hal ini kepadanya maka aku segera akan turun
tangan membunuh mereka ayah beranak terlebih dulu, setelah itu
baru membasmi seluruh jagoan pedang yang ada di dalam
Benteng,"
Mendengar ancaman itu Ti Then segera merasakan hatinya
bergidik.
"Bilamana kau ada nyali untuk membinasakan diri Wie Ci To
kenapa tidak kau lakukan sejak semula?" Tantang Ti Then dengan
kesal. "Kenapa kau kirim aku kemari untuk melakukan segala
macam siasat dengan ber-sembunyi2 ?".
"Setiap manusia mempunyai rasa cinta kasih yang tersembunyi,
jika tidak sampai pada keadaan yang benar2 terpaksa aku tidak
ingin membuka pantangam membunuh!" jawab majikan patung
emas dengan dingin.
Selesai berkata dia segera menarik kembali patung emasnya.
Dua hari kemudian mendadak Wie Ci To memerintahkan seluruh
jagoan pedang
merah yang ada didalam Benteng untuk ber-sama2 bersantap
siang.
Semua orang yang mendengar pemberitahuan itu segera
mengetahui kalau di dalam perjamuan nanti tentu Poocu mereka
akan menyampaikan sesuatu hal. Maka tanpa membuang tempo lagi
mereka segers berkumpul didalam ruangan makan.
Ternyata sedikitpun tidak salah, setelah bsrsantap Wie Ci To
lantas mengumumkan kalau putrinya akan dijodohkan dengan Ti
Then.
Seluruh jago pedang merah segera menyambut pengumuman itu
dengan hati girang, ditengah suara sorakan yang gegap gempita
mereka pada angkat cawannya memberi selamat buat Wie Ci To
serta diri Ti Then. Tampak sambil tersenyum Wie Ci To berkata lagi.
"Loohu sudah pilihkan suatu hari yang baik uatuk perkawinan itu,
yaitu pada tanggal dua puluh delapan bulan depan, jaraknya dari ini
hari masih ada lima puluh hari!"
"Apakah perlu mengadakan perayaan dengan mengundang sanak
keluarga serta sahabat karib?" Tanya Shia Pek Tha.-
"Sudah tentu!"
“Kalau begitu kita harus segera membuat undangan untuk
disebarkan kepada semua teman kalau tidak bagaimana mungkin
para sahabat dan handai taulan bisa mengetahui waktunya?”
“Benar, perkataanmu sedikitpun tidak salah” Sahut Wie Ci To
sambil mengangguk.
“Selesai bersantap cepatlah kalian membuat surat undangan
untuk kemudian segera disebarkan, dan sampaikan pula perintahku
bagi seluruh jagoan pedang merah yang masih berkelana di tempat
luaran untuk kembali ke benteng pada waktunya dan ikut di dalam
perayaan ini.”
“Terima perintah”
Sehabis bersantap Shia Pek Tha segera kembali kedalam
kamarnya untuk mulai menulis surat undangan.
Sebaliknya Ti Then seperti juga seorang tawanan yang baru saja
menerima keputusan hukuman mati, hatinya merasa amat murung.
Dengan perlahan dia mulai menjauhi orang-orang lain ustuk
kembali kedalam kamarnya dan termenung selama setengah harian
lamanya. tetapi sebentar kemudian satu ingatan sudah berkelebat
didalam benaknya baru saja dia meloncat bangun dengan wajah
yang kukuh mendadak pintu kamar sudah dibuka.
"Ti Kiauw-tauw selamat .... selamat untukmu.'" Seru Loo-cia itu si
pelayan tua sambil tertawa ha haa-hihi.
Ti Then tertawa tawar dan tidak mengucapkan sepatah katapun,
dia lantas berjalan meninggalkan kamar menuju kekamar baca dari
Wie Ci To.
Didalam hati dia sudah mengambil keputusan untuk membuka
seluruh rahasia hatinya dihadapan Wie Ci To, karena semakin lama
dia berpikir semakin terasa olehnya kalau dirinya tidak seharusnya
menerima perintah dari majikan patung emas untuk merusak nama
baik serta kesucian dari seorang nona.
Dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju kedepan kamar
baca Wie Ci To lalu mulai mengetuk pintu.
"Siapa ?" Terdengar suara dari Wie Ci To berkumandang keluar
dari dalam kamar baca itu.
“Boanpwee adanya !”
"Silahkan masuk !".
Ti Then segera mendorong pintu itu ke samping lalu berjalan
masuk kedalam.
Tidak! pada saat kaki kanannya mulai melangkah masuk kedalam
pintu kamar itulah mendadak dia dibuat benar2 tertegun.
Karena ada serentetan suara yang halus seperti suara nyamuk
bergema masuk kedalam telinganya:
“Ti Then ! Bilamana kau mengira aku tidak berani membunuh
mati mereka ayah beranak maka dugaanmu itu adalah salah
besar!”.
Orang yang mengirim suara itu tentu majikan patung emas
adanya.
Ti Then segera merasakan hatinya berdebar keras, tanpa terasa
lagi kepalanya sudah menoleh memperhatikan keadaan disekeliling
tempat itu. Dia sangat mengharapkam bisa menemukan tempat
persembunyian majikan patung emas itu.
Didalam hati dia benar2 merasa sangat terkejut karena tidak
menduga majikan patung emas berani munculkan dirinya ditengah
siang hari bolong, diapun sama seka1i tidak mengira kalau pihak
lawan bisa mengerti apa yang sedang dipikirkan dihatinya.
Tetapi sewaktu dia menoleh dan memeriksa keadaan disekeliling
tempat itu apa pun tidak kelihatan. suasana disekitar tempat itu
amat sunyi sekali tidak tampak sesosok bayangan manusiapun.
"Ada urusan apa?" Terdengar Wie Ci To sudah membuka mulut
bertanya.
Dengan ter-buru2 Ti Then berusaha untuk menenangkan hatinya
lalu melanjutkan langkahnya berjalan masuk kedalam kamar baca
tersebut.
“Aaaah . . . tidak mengapa . ..” jawabnya sambil sertawa paksa.
“Air mukamu rada tidak benar, apakah terlalu banyak minum
arak ?”
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 1 komentar... read them below or add one }
poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya
Posting Komentar