Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

“Benar, kamarnya ada tepat di hadapan kamarmu.”

Sambil berkata dia menuding kearah sebaris kamar, lantas

tanyanya lagi secara tiba-tiba.

“Khek-koan, kau kenal dengan Lo-sianseng itu?”

“Tidak kenal, Cuma saja aku tahu siapakah dia orang

adanya....dia adalah..ehmmm..dia adalah seorang yang sangat luar

biasa sekali.”

Si pelayan itu jadi ingin tahu lebih lanjut, desaknya kemudian.

“Bagaimana hebatnya?”

“Dia adalah seorang penulis yang paling terkenal pada saat ini.

Setiap tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak.”

“Aaaah..” teriak pelayan itu sambil menjulurkan lidahnya. “Setiap

tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak? Oohh Thian..”

“kamar yang baru saja ditinggali apa sudah kau beresi?”

“Belum”

“Kalau begitu mari kita pergi ke kamarnya untuk memeriksa

jikalau bisa menemukan tulisan-tulisannya yang dibuang

kemungkinan sekali kita bisa untung besar”

“Belum” sahut si pelayan itu dengan cepat. “Agaknya dia tidak

pernah membuang semacam barang pun.”

“Kalau begitu, mari kita pergi mencari” sahut Ti Then menarik

ujung bajunya.

Selesai berkata dia segera berjalan menuju kekamar tetamu yang

amat panjang.

Si pelayan yang melihat dia begitu bernapsunya terpaksa ikut

dari belakangnya dan membukakan pintu kamar dimana Cuo It Sian

pernah ditinggali.

“Hamba berani bertaruh dengan Khek koan" ujarnya tertawa,

“Lo-sianseng itu sama sekali tidak membuang tulisan apa pun juga”

Ti Then tidak mengambil bicara, dia segera berjalan masuk ke

dalam ruangan dan memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu,

akhirnya di bawah sebuah pembaringan dia menemukan sepasang

sepatu yang berbau amat busuk dan sudah berlubang, dalam hati

dia merasa sangat girang sekali sambil memungut sepatu tersebut

ujarnya.

“Sepasang sepatu bobrok ini apakah peninggalan dari Lo-

sianseng itu?”

“Benar, apakah barang itu

pelayan itu sambil tertawa.

pun sangat berharga?” tanya si

Dari dalam sakunya Ti Then mengambil secarik kain lalu

membungkus sepatu itu dengan sangat berhati-hati dan dimasukkan

kembali ke dalam sakunya.

Setelah itu dia mengambil pula sebuah hancuran uang perak

yang disusupkan ke dalam tangan pelayan itu.

“Boleh bukan aku membawa pergi sepasang sepatu bobrok ini ?”

Si pelayan itu jadi kebingungan, dia memandang ke atas

hancuran keping perak yang ada di tangannya lantas memandang

pula ke arah Ti Then dengan pandangan keheranan.

“Khek-koan.” ujarnya. “Dengan uang sebanyak ini paling sedikit

kau masih bisa membeli dua pasang sepatu baru”

“Tetapi aku labih suka sepasang sepatu bobrok ini” sahut Ti Then

tertawa. “Karena barang yang pernah dipakai oleh seorang penulis

terkenal sangat berharga sekali.”

“Hamba tidak paham” ujar pelayan itu sambil gelengkan

kepalanya berulang kali.

“Sudahlah..” ujar Ti Then sambil menepuk-nepuk pundaknya.

“Karena diganggu nona tadi setan tidurku pun sudah diusir keluar

dari dalam badanku, aku segera mau meninggalkan rumah

penginapan ini, coba kau pergi menghitung rekeningku.”

“Kau mau pergi ?” tanya pelayan itu melengak.

Ti Then segera berjalan dari kamar itu untuk masuk ke dalam

kamarnya sendiri.

“Benar.” jawabnya. “Tetapi kau boleh berlega hati, aku sanggup

untuk membayar uang sewa kamar selama satu hari penuh.”

Sskembalinya di dalam kamarnya send:ri dia lantas memeriksa

apakah barangnya ada yang ketinggalan setelah itu baru berjalan

keluar untuk membayar rekening, akhirnya meninggalkan rumah

penginapan tersebut.

Sekeluarnya dari pintu rumah penginapan itu dia sudah

menemukan Wi Lian In serta si anying Cian Li Yen-nya sedang

menanti di ujung jalan, dengan cepat dia berjalan menuju

kearahnya dan lewat dari samping badannya.

“Tunggulah aku dipintu sebelah timur” ujarnya denan suara yang

amat lirih.

“Sudah terjadi urusan apa ?” tanya Wi Lian In dengan cemas.

Ti Then tidak menyawab,

perjalanannya kearah depan.

tapi

-ooo0dw0ooo-

melanjutkan

kembali

JILID 29.1 : Menggunakan anying Cian Li Yen

DALAM HATI Wi Lian In merasa amat heran bercampur terkejut,

tetapi dia tahu Ti Then berpesan demikian tentu ada sebab-

sebabnya kareoanya tanpa bertsnya lebih lanjut dia segera mensrik

anying Cian Li Yen-nya untuk berlari menuju kearah pintu kota

sebelah Timur.

Ti Tben segara berjalan melewati sebuah jalan kecil lantas berdiri

di pojokan lorong, secara diam-diam dia memperhatikan semua

orang yang berjalan mengikuti dari belakang Wi Lian In, setelah

dilihatnya bayangan dari Wi Lian In telah lenyap di ujung jalan dan

betul-betul yakin kalau tidak ada orang yang membututinya dari

belakang dia baru berani melanjutkan kembali langkahnya untuk

mengejar diri Wi Lian In.

“Mari ikut aku,” serunya,

“Ada orang yang membuntuti kita?” Tanya Wi Lian In dengan

cepat.

“Tidak ada.”

“Lalu kenapa kau begitu berhati-hati dan gerak-gerikmu begitu

rahasianya.”

“Aku mau tidak mau harus mengadakan persiapan, karena ada

seseorang yang kemungkinan sekali sudah mengetahui jejakmu.”

“Siapa?”

“Nanti saja aku beritahukan kepadamu” sahut Ti Then dengan

cepat,

Selesai berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju

ke tempat dimana pada pagi hsrinya dia menyembunyikan pakaian

serta pedang panjangnya.

Matanya dengan perlahan memeriksa sebentar keadaan

disekeliling tempat itu setelah dirasakannya tidak ada orang dia baru

duduk di atas tanah rumput.

“Kau duduklah” ujarnya kemudian.

Wi Lian In segera duduk saling berhadapan dengan dirinya.

“Eei . . . kenapa kau menyamar dengan wajah yang begitu

jeleknya?” tanyanya sambil teriawa.

Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya, kemudian balik

tanyanya:

“Lalu kenapa kau ikut keluar dari Benteng?"

“Aku harus tahu apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa

psmit,” sahut Wi Lian In sambil mengerutkan alisnya.

“Bilamana aku adalah ayahmu maka aku harus keras-keras

mengbajar pantatmu.”

“Apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa pamit aku harus

mengetahuinya dengan jelas” teriak Wi Lian In dengan gusar.

“Apa Shia Pek Tha tidak menjelaskan kepadamu?”

“Aku tanya kepadanya, dia bilang tidak tahu maka secara diam-

diam dengan membawa anying Cian Li Yen aku meninggalkan

Benteng. karena cuma anying Cian Li Yen saja yang bisa mengejar

dirimu, kau jangan harap bisa melepaskan dtri dari diriku.”

“Kali ini aku meninggalkan Benteng sebetulnya sedang pergi

membereskan satu persoalan yang diperintahkan oleh ayahmu, aku

sama sekali tidak bermaksud meninggalkan benteng Pek Kiam Po

untuk selama-lamanya” ujar Ti Then memberikan penjelasannya.

Lalu kenapa kau tidak memperbolehkan aku mengetahui ?” tanya

Wi Lian In kurang senang.

“Karena aku takut kau akan ikut keluar maka itu aku tidak

membiarkan kau mengetahuinya. "

“Seharusnya kau mengetahui sifatku, bilamana kau memberitahu

secara terus terang kepadaku kemungkinan sekali aku masih mau

berdiam di dalam Benteng.”

“Mungkinkah ?” tanya Ti Then sambil tertawa pahit,

“Sudah . . , sudahlah,” seru Wi Lian In sambil tertawa meringis.

“Sekarang aku sudah ikut keluar Benteng, lebih baik kau ceritakan

dulu apa tugas yang sudah diberikan ayahku untuk kau laksanakap”

Ti Then melirik sekejap memandang kearah anying Cian Li Yen

yang sedang berbaring di sampingnya, kemudian baru bertanya

“Kau menggunakan anying Cian Li Yen ini membuntuti diriku

apakah pernah melewati gunung Bu Leng san ?”

“Benar,” sahut Wi Lian In mengangguk.

“Di atas gunung ada sebuah rumah gubuk, kau menemukan

sesuatu di sana?” tanya Ti Then lebih lanjut.

“Benar, agaknya kau pernah menginap satu malam di dalam

gubuk tersebut bukan begitu?”

Sekali lagi Ti Then mengangguk, “Lalu sewaktu kau memasuki

rumah gubuk itu apakah sudah menemukan seseorang di sana ?”

tanyanya.

“Tidak, majikan rumah itu adalah seorang penebang kayu,

kemungkinan sekali dia sedang naik ke atas gunung untuk mencari

kayu”

Ti Then yang mendengar perkataan tersebnt dia segera

mengetahui kalau Wi Lian In sama sekali tidak bertemu dengan si

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan. Kwek Kwan San serta si

manusia berkerudung berbaju biru yang dikirim

majikan patung emas untuk mengawasi geraK geriknya itu

karenanya dia lantas berkata:

“Tidak salah, aku sudah menginap satu malam di rumah pencari

kayu itu untuk kemudian pada keesokan harinya meninggalkan

tempat itu.”

“Bilamana aku datang setengah hari lebih pagi kemungkinan

sekali masih bisa bertemu dengan dirimu, kemudian agaknya kau

melanjutkan perjalanan menuju kearah sebelah Timur dan menuju

ke gunung Cun san bukan demikian ?” ujar Wi Lian In.

“Betul, kalau memangnya kau pernah datang ke gunung Cun san

sudah seharusnya kau paham apa tugasku kali ini bukan?”.

“Aku mengejar terus sampai di depan mulut gua di atas gunung

Cun san, tetapi agaknya kau tidak memasuki gua tersebut

sebaliknya bersembunyi di belakang sebuah batu cadas yang besar,

apakah kau sedang menyelidiki seorang yang berada di dalam gua

tersebut?”

“Ehmmm..” sahut Ti Then mengangguk, “Tahukah kau siapa

yang bertempat tinggal di dalam gua tersebut?”

“Tidak tahu.”

“Gua tersebut bernama gua naga, tempat itu adalah tempat

tinggal dari si Cu Kiam Lojin Kan It Hong”

“Aaah , . kiranya Cu Kiam Lojin tinggal di dalam gua itu, buat apa

kau pergi mencari dirinya?” tanya Wi Liau In dengan sangat

terperanyat.

“Aku bukan pergi mencari dia, sebaliknya sedang menanti

kedatangan seseorang”

“Aah... sekarang aku sudah paham”

“Ehm..”

“Bukankah kau sedang menanti kedatangan Cuo It Sian?”

“Benar,” sahut Ti Then mengangguk. “Ayahmu mengira ada

kemungkinan dia bisa pergi mencari Cu Kiam Lojin untuk

membetulkan pedangnya, karena itu sengaja memerintahkan diriku

untuk pergi ke gunung Cun san menanti dan curi kembali pedang

itu”

“Lalu apakah dia sudah datang ke sana?”

“Sudah.”

“Lalu kau berhasil mencuri potongan pedang itu?”

“Tidak.”

“Kenapa tidak mau merampas dengan terang-terangan”

“Ayahmu memerintahkan diriku untuk mencuri potongan pedang

itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, dia orang tua

melarang aku merampas dengan terang-terangan.”

“Maksudnya?”

“Ayahmu tidak memberi keterangan”

“Apa Cu Kiam Lojin sudah berhasil menyambung kembali

potongan pedang tersebut?”

“Sudah.”

“Kau boleh mengadakan hubungan dengan Cu Kiam Lojin untuk

mencuri kembali potongan pedang tersebut”

“Sebetulnya aku pun mem punyai maksud untuk bertindak

demikian, cuma saja kedatanganku rada sedikit terlambat. Sewaktu

aku tiba digua naga di atas gunung Cun san, Cu Kiam Lojin sudah

berhasil menyambungkan potongan pedang dari Cuo It Sian itu

sedang bersama-sama keluar dari gua aku takut jejakku sampai

diketahui oleh Cuo It Sian maka sengaja aku bersembunyi di

belakang batu besar.”

“Akhirnya kau membuntuti Cuo It Sian terus sampai ke kota Hoa

Yong Sian?” timbrung Wi Lian In.

“Benar,” jawab TiThen membenarkan. “Tetapi aku hendak

menceritakan satu peristiwa yang menyedihkan terlebih dulu ......

sesaat sebelum Cuo It Sian meninggalkan gunung Cun san

mendadak dia sudah turun tangan jahat terhadap diri Cu Kiam

Lojin.”

“Iih...kenapa dia turun tangan jahat terhadap Cu Kiam Lojin ?”

tanya Wi Lian In terperanyat.

“Dia membinasakan diri Cu Kiam Lojin ada kemungkinan

dikarenakan dia tidak ingin membiarkan orang lain tahu kalau

pedang pendek tersebut sudah pernah patah menjadi dua untuk

kemudian disambung kembali.”

“Perkataan apa itu?”

“Aku tidak tahu, tetapi aku percaya putusnya pedang pendek itu

kemungkinan, sekali sudah menyimpan satu rahasia yang tidak

memperkenankan orang lain untuk mengetahuinya,”

“Tia tentu tahu rahasia terputusnya pedang itu.”

“Benar.”

“Kau melihat dengan mata kepalamu sendiri dia membunuh Cu

Kiam Lojin?”

“Benar,” jawab Ti Then mengangguk, “Sewaktu aku headak

masuk ke dalam gua naga uutuk mencari Cu Kiam Lojin mendadak

dari dalam gua berkumandang keluar suara orang yang sedang

berbicara.”

Segera dia menceritakan kisah dimana Cuo It Sian

membinasakan diri Cu Kiam Lojin kemudian bagaimana ditengah

jalan membinasakaa pula anak murid dari si si kakek pedang baja

Nyio Sam Pek yaitu si elang sakti Cau Ci Beng.”

Ketika Wi Lian In mendeugar kalau pedang pendek Biat Hun milik

Cuo It Sian itu sebenarnya adalah hadiah dari si kakek pedang baja

Nyio Sam Pek dia semakin merasa terkejut bercampur heran.

“Jika demikian adanya rahasia yang menyelimuti pedang pendek

milik Cuo It Sian ini mem punyai hubungan dan sangkut paut yang

sangat erat sekali dengan si kakek pedang baja Nyio Sam Pek?”

“Aku rasa tidak ada.”

“Tidak ada?” seru Wi Lian In keheranan.

“Betul, jika didengar dari perkataan si elang sakti Cau Ci Beng,

pada beberapa tahun yang lalu Cuo It Sian pernah membantu Nyio

Sam Pak membebaskan diri dari suatu bencana yang amat

membahayakan nyawanya, untuk membalas budi kebaikan ini Nyio

Sam Pal lantas menghadiahkan sepotong pedang pendek Biat Hun

itu kepada Cuo It Sian setelah itu Nyio Sam Pak sama sekali belum

pernah bertemu kembali dengan dirinya maka terputusnya pedang

pendek Biat Hun ini agaknya sama sekali tidak ada hubungannya

dengan diri Nyio Sam Pak.”

Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.

“Kalau begitu” ujarnya kemudian, “Dia dapat turun tangan

membinasakan diri Cau Ci Beng kesemuanya dikarenakan takut Cau

Ci Beng menemukan jenasah dari Cu Kiam Lojin di dalam gua naga

kemudian menaruh curiga kalau dialah yang sudah turun tangan

membunuh orang tua itu.

“Tidak salah” sahut Ti Then membenarkan, “Tempat dimana dia

bertemu dengan Cau

Ci Beng cuma ada lima puluh lie jauhnya dari gunung Cun san,

dia takut Cau Ci Beng menemukan mayat dari Cu Kiam Lo jin lantas

menaruh curiga terhadap dirinya”

oooOooo

Halaman 13-14 robek

“Setelah mengetahui dia merasa ada yang mengikuti, aku

mengambil keputusan untuk menyamar dan ikut menginap di dalam

rumah penginapan tersebut bersamaan pula dengan ini mencari

kesempatan yang baik untuk mencuri kembali potongan pedang itu,

siapa tahu akhirnya aku sudah salah menganggap orang lain”

Ketika Wi Lian In mendengar dia sudah salah menganggap Cu

Khei Kui sebagai Cuo It Sian tidak kuasa lagi sudah tertawa geli.

“Masih untung saja Cu Khei Kui itu bukanlah diri Cuo It Sian”

ujarya.

“Apa artinya?” Tanya Ti Then melengak.

Wi Lian In tersenyum.

“Bilamana Cu Khei Kui itu adalah diri Cuo It Sian maka dengan

perbuatanku tadi berarti juga sudah membocorkan pekerjaanmu,

kau tentu akan membenci diriku setengah mati,” sahutnya.

“Betul,”sahut Ti Then sambil tertawa, “Tetapi untung saja dengan

perbuatanmu itu dengan cepat aku bias mengetahui kesalahan

anggapanku, jikalau kau tidak dating ke sini kemungkinan sekali aku

harus menunggunya sampai nanti malam baru tahu kalau aku sudah

salah menganggap orang lain sebagai diri Cuo It Sian, waktu itu

kemungkinan sekali dia orang sudah melarikan diri jauh-jauh"

“Kalau sekarang kita melakukan pengejaran masih bisa kecandak

tidak?” tanya Wi Lian In kemudian.

“Kemungkinan sekali”

“Untuk sementara tidak mungkin pulang ke rumah.”

“Tidak perduli dia hendak lari kemana pun aku masih ada satu

cara untuk mendapatkannya” ujar Ti Then tertawa.

“Kau hendak mencari dengan cara apa?”

Ti Then segera menuding kearah anying Cian Li Yen itu, dia

tertawa.

“Menggunakan Cian Li Yen untuk mencari jejaknya.”

“Bilamana kita hendak menggunakan Cian Li Yen seharusnya ada

semacam bararg dari Cuo It Sian baru bisa dilaksanakan,”

Dari dalam sakunya Ti Then segera mengambil keluar sepasang

sepatu bobrok yang ditemukannya di dalam kamar Cuo It Sian itu.

“Barangnya ada di sini.” serunya.

Melibat hal itu Wi Lian In jadi amat girang sekali.

“Barang ini adalah barang peninggalannya?” tanyanya cepat.

“Benar,”jawab Ti Then mengangguk.

“Bagus . . bagus sekali” teriaknya, “Mari kita segera melakukan

pengejaran.”

“Ayahmu tidak menghendaki kau ikut keluar dikarenakan dia

takut kau terjatuh kembali ke tangannya.”

“Kau jangan berpikir hendak mengusir aku pulang” sela Wi Lian

In cepat.

“Kalau begitu kau harus mengubah dulu wajahmu, dengan

demikian sewaktu mendekati dirinya tidak sampai bisa ditemui oleh

dirinya”

“Baiklah, nanti setelah sampai di dalam kota aku akan mencari

seperangkat baju -lagi dan barang-barang untuk mengubah wajah,

eei, kuda Ang Shan Khek-mu ada dimana?” ujar Wi Lian In

kemudian.

“Aku titipkan di rumah penginapan Im Hok di dalam kota.

“Karena kali ini aku keluar dari benteng secara diam-diam maka

tidak sampai menunggang kuda, entah di dalam kota bisa tidak

nembeli seekor kuda?”

“Kita pergi lihat-lihat saja.”

Sehabis berkata dia mengambil keluar pakaian serta pedangnya

dari balik semak dan bangkit berdiri.

Mereka berdua segera berjalan kembali ke dalam kota. Ti Then

kembali terlebih dahulu kemmah penginapan Im Hok untuk

mengambil kembali kuda Ang Shan Kheknya, lantas membeli bahan-

bahan untuk mengubah wajah buat Wi Lian In dan akbirnya di pasar

kuda membeli seekor kuda untuk kemudian melanjutkan perjalanan

keluar dari kota.

Sekeluar dari pintu kota sebelah Utara mereka berdua mencari

sebuah hutan untuk membiarkan Wi Lian In mengubah wajahnya

sendiri.

Ketika berjalan keluar kembali dari dalam hutan itu dari seorang

nona yang cantik Wi Lian In kini sudah berubah menjadi seorang

perempuan berusia pertengahan yang banyak berkeriput.

Kepalanya diikat dengan secarik kain berwarna bijau pakaiannya

memakai seperangkat baju amat besar sekali dengan sebuah tahi

lalat menghiasi di bawah bibirnya, kelihatan dia jauh lebih jelek

beberapa bagian.

“Selama di dalam perjalanan kali ini kita mau saling memanggil

sebagai suami istri atau saudara saja?” tanya Ti Then kemudian

sambil tertawa.

“Sesukamu,” sahut Wi Lian In sambil tertawa pula.

“Lebih baik kita jelaskan terlebih dulu sehingga jangan sampai di

depan orang lain memanggil aku Niocu kepadamu sedang kau

memanggil koko kepadaku”

“Bilamana harus jadi suami isteri kemungkinan sekali kau tidak

ma uterus terang, lebih baik kakak beradik saja” ujar Wi Lian In

sambil tertawa malu.

Ti Then tidak banyak berbicara, dari dalam sakunya dia

mengambil keluar kembali sepatu dari Cuo It Sian itu lantas

diberikan kepadanya.

“Sekarang kau berikanlah barang ini biar dicium Cian Li Yen”

Wi Lian In segera menyambut barang tersebut dan diciumkan

kepada anyingnya

Cian Li Yen.

“Hey Cian Li Yen,” serunya, “Kita mau pergi mencari dia orang,

kan bawalah kami Ke sana”

Cian Li Yen lantas mascium sepatu itu beberapa saat lamanya

dan kemudian berlari di tempat itu, agaknya dia tidak menemukan

hawa dari Cuo It Sian disekitar tempat ini terbukti dengan cepatnya

ia sudah menuju ke jalan raya.”

Ti Then serta Wi Lian In dengan cepat melarikan kudanya

mengikuti dari belakangnya, setelah berlari sampai di atas jalan raya

tampaklah Cian Li Yen berlarian bolak balik lari di atas jalan raya

tersebut, agaknya dia masih belum menemui juga bau dari Cuo It

Sian, akhirnya dia berdiri tidak bergerak di depan kuda Wi Lian In.

Kemungkisan sekali Cuo It Sian tidak melalui tempat ini, lebih

baik kita bawa Cian Li Yen kembali ke kota terlebih dulu, biar dia

mencari mulai dari rumah penginapan Ban Seng itu saja” ujar Ti

Then kemudian.

“Baiklah,” sahut Wi Lian In.

Dia segera menarik tali les kudanya

perjalanannya kembali ke kota Hoa Yang Sian.

dan

melanjutkan

Dengan disertai suara gonggongan yang keras Cian Li Yen

dengan cepat berlari terlebih dulu ke depan.

Tetapi sewaktu berada dua puluh kaki dari pintu kota mendadak

di sebuah perempatan jalan si Cian Li Yen, anying itu berhenti

berlari dan mulai menciumi tanah di sekeliling tempat itu, kemudian

angkat kepalanya dengan disertai suara gonggongan yang keras ia

berlari kembali menuju kea rah Barat laut.

Dengan cepat Wi Lian In melarikan kudanya mengikuti dari arah

belakang.

“Dia sudah mendapatkan bau badan dari Cuo It Sian,” teriaknya

cepat.

“Kalau begitu perintah dia untuk melanjutkan kejarannya kearah

depan”

“Cian Li Yen, apa jalan ini?” Tanya Wi Lian In kepada anyingnya

sambil menuding kearah satu jalan.

Sekali lagi si anying Cian Li Yen menggonggong kemudian berlari

melalui jalan raya tersebut.

Ti Then serta Wi Lian In segera melarikan kudanya di dalam kota

kecil itu, dia segera memerintahkan Wi Lian In untuk memanggil

kembali si anying Cian Li Yen.

“Aku mau melihat-lihat dulu ke dalam kota” ujarnya kemudian,

“Bilamana tidak menemui dirinya di dalam kota, kita baru

melanjutkan kembali pengejaran kita”

“Lebih baik kau masuk ke kota dengan berjalan kaki saja” seru

Wi Lian In dengan cepat. “Kemungkinan sekali dia kenal dengan

kuda Ang Shan Khek-mu itu”

Ti Tben segera merasakan perkataan tersebut sedikit pun tidak

salah, dia lantas turun dari kudanya dan menyerahkan tali les kuda

tersebut kepadanya untuk kemudian melanjutkan perjalanannya

masuk dalam kota dengan berjalan kaki.

Kota kecil ini cuma punya satu jalanan saja dengan tujuh,

delapan puluh rumah penduduk, di pinggir jalan ada rumah

penginapan ada pula rumah makan.

Ti Then dengan mengikuti jalan raya itu memeriksa keadaan

disekeliling tempat itu dengan sangat teliti, tetapi walau pun sudah

sampai di ujung jalan tidak menemukan juga jejak dari Cuo It Sian,

terpaksa dia berjalan keluar menyambut dirinya.

“Khek koan...” serunya. “Tidak masuk ke dalam untuk beristirahat

sebentar?”

“Terima kasih” sahut Ti Then sambil menghentikan langkah

kakinya. “Cayhe sedang mencari seorang tua, apakah Loheng pagi

ini pernah melihat seorang kakek tua berbaju hijau yang lewat di

sini?”

“Ada . . ada .. bukankah kakek itu mem punyai perawakan tinggi

besar dengan rambutnya yang sudah pada memutih?” ujar pelayan

itu cepat.

“Benar ,. Benar” sahut Ti Then dengan amat girang.

Pelajan itu segera menuding kearah ujung jalan tersebut.

“Kurang lebih satu jam yang lalu dia berlalu dengan melewati

tempat ini dan melanjutkan perjalanannya ke sana.”

Ti Then benar-benar merasa sangat girang sekali, dia segera

rangkap tangan menjura

“Terima kasih atas petunjukmu” ujarnya tergesa-gesa, “Lain kali

jika lewat di sini lagi aku tentu akan mampir di rumah makanmu”

Selesai berkata dengan langkah yang tergesa-gesa dia berjalan

balik keluar kota itu kemudian memberi tanda untuk berrangkat

kepada diri Wi Lian In.

Sambil meloncat naik ke atas kudanya dia berkata:

“Dia sudah tidak ada di dalam kota ini lagi, mari cepat kita

berangkat.”

“Kau sudah mengadakan pencarian dengan teliti?” tanya Wi Lian

In lagi.

“Aku sudah bertanya dengan seorang pelayan dari rumah makan,

dia bilang pada satu jam yang lalu Cuo It Sian baru saja lewat dari

kota ini.”

“Kalau begitu,” seru Wi Lian In dengan amat girang sekali.

“Sebelum matahari terbenam nanti kita pasti bisa mengejar dirinya”

“Kita cuma bisa mencuri tidak boleh merampas, maka itu lebih

baik menanti setelah dia menginap di rumah penginapan kita baru

mencari kesempatan untuk turun tangan.” ujar Ti Then sambil

melarikan kudanya melanjutkan perjalanannya menuju kearah

depan.

“Entah jalan raya ini berhubungan dengan kota mana..”

“Aku sendiri juga tidak tahu, pokoknya ada Cian Li Yen yang

membawa jalan dan tujuan kita yaitu cuma mendapatkan Cuo It

Sian kembali, kita tidak usah takut sampai tersesat jalan”

Sambil berbicara mereka berdua melarikan kudanya melewati

kota kecil itu dengan dipimpin oleh si anying Cian Li Yen yang berlari

dipaling depan, kurang lebih mengejar lagi dua puluh li jauhnya

sampailah mereka d sebuah dusun kecil.

Waktu ini hari sudah mendekati siang, Ti Then seperti juga

semula menghentikan kudanya diluar dusun lantas dia sendiri

masuk mencari di sekeliling dusun setelah tidak melihat adanya

bayangan dari Cuo It Sian dia baru berjalan keluar dari dusun

tersebut.

Dengan membawa Wi Lian In akhirnya dia berjalan masuk

kembali ke dalam dusun dan bersantap di sebuab rumah makan

kecil, dari mulut sang pelayan mereka baru tahu kalau dusun ini

bernama Khao Kia Ciang.

Akbirnya dengan mengikuti jalan raya itu mereka berjalan

kembali sejauh tujuh puluh lie dan sampailah di sebuah kota besar

yang bernama Kong An.

Demikianlah setelah selesai bersantap mereka melanjutkan

perjalanannya kembali menuju kearah Barat laut dengan dipimpin

oleh si anying Cian Li Yen, karena di dalam pikiran mereka berdua

menduga tentunya Cuo It Sian menginap satu malam dikota Kong

An sian. Karena itu mereka melarikan kudanya cepat menuju ke

sana.

Sewaktu mendekati magrib akhirnya mereka berdua sampai juga

dikota Kong An sian, Ti Then segera menambat kuda

tunggangannya diluar kota.

“Lebih baik kita titipkan kuda kita dirumah penduduk diluar kota

saja, bagaimana pendapatmu?” tanyanya.

“Baik, di sebelah sana ada rumah penduduk.”

Dia segera melarikan kudanya menuju ke rumah penduduk yang

ditemuinya itu.

Sesampainya di depan pintu rumah penduduk itu terlihatlah

seorang katek tua sedang bermain dengan seorang bocah cilik yang

sedang belajar berjalan di sebuah lapangan penjemuran beras.

Ti Then segera turun dari kudanya dan merangkap tangannya

menjura.

“Lo-tiang. permisi.”

“Oooo . - silahkan, silahkan, Lo-te ada keperluan apa?” sahut

kakek tua itu sambil balas memberi hormat.

“Kedua ekor kuda dari cayhe kakak beradik..”

Baru saja dia berbicara sampai pada kata-kata yang terakhir

mendadak dia merasakan hatinya tergetar dengan amat kerasnya.

Karena kembali ada seorang kakek tua berbaju hijau yang secara

tiba-tiba saja berjalan keluar dari dalam ruangan rumah petani itu.

Sedang kskek tua berbaju hijau itu bukan lain adalah Cuo It Sian

itu si pembesar kota,

Hal ini benar-benar berada diluar dugaan mereka, mereka sama

sekati tidak menyangka kalau Cuo lt Sian bisa munculkan dirinya

dari rumah petani tersebut.

Di dalam sekejap itulah Ti Then cuma merasakan saking

kagetnya hampir-hampir sukmanya ikut melayang tetapi bagaimana

pun juga dia mem punyai satu sikap yang tidak gugup di waktu

menghadapi masalah ini, dengan cepat dia pura-pura tidak kenal,

memperhatikan pihak lawannya dan melanjutkan kata-katanya:

“Kuda ini adalah keturunan mongol yang amat bagus sekali,

karena kami membutuhkan uang pesangon maka salah satu

diantaranya akan kami jual”

Dia menuding ke arah kuda Ang Shan Khek yang ada di

sampingnya.

“Kuda ini amat bagus sekali, cuma tidak tahu Lo-tiang

membutuhkan tidak seekor kuda” ujarnya. “Bilamana membutuhkan

cayhe sanggup menjualnya dengan harga yang sedikit lebih murah,”

Wi Lian In yang melihat secara tiba-tiba Cuo It Sian munculkan

dirinya dari dalam ruangan rumah petani itu dia pun merasa sangat

terkejut sekali, ketika mendengar pada soal yang amat kritis itulah

Ti Tuen bisa berpura-pura mau menjual kuda tidak terasa lagi diam-

diam dia merasa kagum atas kecerdikan dari Ti Then ini.

“Benar, kuda kami ini membelinya dengan harga enam puluh

tahil perak,” sambungnya dengan cepat, “Bilamana Lo-tiang

bermaksud mau membelinya kita bisa kurangi dengan beberapa

tahil lagi.”

Ketika kakek tua itu mendengar perkataan tersebut dia segera

gelengkan kepalanya.

JILID 29.2 : Penguntitan yang terpergok

“Biar pun lo-te kurangi separuh pun lo-han tidak membelinya,”

ujarnya tersenyum.

Ti Then segera memperlihatkan rasa kecewa.

“Kalau begitu terpaksa kami harus menjualnya di pasar penjual

kuda” ujarnya kemudian.

Dia takut Cuo It Sian mengetahui wajah aslinya maka itu sembari

berkata dia segera menarik kuda Ang Shan Khek-nya untuk berlalu

dengan cepatnya dari sana.

Mendadak Cuo It Sian maju mendekati kearah diri Ti Then

sembari berteriak dengan keras:

“Lote, tunggu dulu.”

Dalam hati Ti Then merasa hatinya semakin menegang, terpaksa

dengan keraskan kepalanya dia putar badannya kembali.

“Lo-tiang ini, apakah kau bermaksud hendak membeli kuda ini?”

ujarnya sambil tertawa paksa.

Sambil tersenyum Cuo It Sian berjalan mendekati kuda Ang Shan

Khek itu dan ulur tangannya untuk membelai.

“Ternyata memang benar-benar

jempolan sekali...” serunya memuji.

seekor

kuda

yang

amat

“Pandangan mata lo-tiang ini sungguh luar biasa sekali,”

sambung Ti Then dengan cepat sambil memperlihatkan

senyumannya yang kepaksa.

“Kuda ini memang betul-betul seekor kuda jempolan yang sukar

ditemui walau pun cayhe tidak berani mengatakan di dalam sehari

kuda ini bisa menempuh seribu li tetapi untuk melakukan perjalanan

tiga, lima ratus li di dalam satu hari agaknya sama sekali tidak ada

persoalan lagi.”

Agaknya Cuo It Sian pun sudah mengenal akan kuda Ang Shan

Khek itu, pada air mukanya segera memperlihatkan senyuman yang

amat licik sekali.

“Lote, kau mendapatkan kuda ini dari mana?” tanyanya.

“Be... beli... beli dari daerah Mongol.”

“Kiranya tidak begitu bukan?” seru Cuo It Sian sembari

memandang dirinya dengaa sinar mata yang amat tajam sekali.

Ti Then sengaja m«nperlihatkan wajah yang sedikit ketakutan

tetapi dipaksa untuk menenangkan hatinya, dia segera

memperlihatkan satu senyuman yang kurang enak dipandang.

“Bagaimana kau bisa bijara begitu?” serunya.

“Karena Lobu pernah melihat kuda ini.”

“Eeeei... kau... kau orang tua pernah melihat kuda ini?” tanya Ti

Then pura-pura terkejut.

“Benar,” jawab Cuo It Sian sambil tertawa. “Bahkan tahu juga

nama dari kuda itu, dia bernama Ang Shan Khek bukan begitu?”

“Tidak... tidak... tidak...” teriak Ti Then sengaja ketakutan lalu

dengan gugupnya mundur beberapa langkah ke belakang.

Dengan amat cepatnya Cuo It Sian segera bergerak maju ke

depan telapak kirinya dengan dahsyatnya mencengkeram dada dari

Ti Then.

“Cepat bicara,” bentaknya dengan keras. “Kau mendapatkan

kuda Ang Shan Khek ini dari mana?”

Saking takutnya seluruh tubuh Ti Then gemetar dengan amat

kerasnya.

“Ada omongan kita bicarakan baik-baik... ada omongan kita bisa

bicarakan baik-baik “ serunya dengan gugup.

“Aduh...” teriak Wi Lian In pula yang ada di samping. “Lotiang ini

kenapa kau mencengkeram koko-ku?”

Cuo It Sian itu sipembesar kota sama sekali tidak memperdulikan

dirinya, dengan sekuat tenaga dia menggoyang-goyangkan badan Ti

Then.

“Kau mau bicara tidak?” serunya dengan suara yang amat berat

dan dingin sekali. Jikalau tidak mau bicara lohu sekali pukul

hancurkan badanmu.

“Baik... baik, aku bicara...” seru Ti Then cepat.

“Heei... sebetulnya begini, kuda ini... kuda hamba... hamba dapat

mencuri dari seorang pemuda.”

“Pemuda itu kurang lebih berusia dua puluh tahunan, wajahnya

tampan dengan memakai baju berwarna hitam betul tidak?” seru

Cuo It Sian sambil tertawa dingin.

Pada air muka Ti Then segera memperlihatkan

terperanyatnya yang bukan alang kepalang.

rasa

“Benar, benar,” jawabnya. “Bagaimana kau orang tua bisa tahu?”

Cuo It Sian tidak menyawab, sekali lagi dia tertawa dingin.

“Dia bukankah bernama Ti Then?” tanyanya.

“Hamba tidak tahu siapakah dirinya.” Ti Then menyawab sambil

gelengkan kepalanya berulang kali.

“Pada beberapa hari yang lalu waktu hamba berjalan melewati

kota Lok san Sian mendadak hamba dapat melihat pemuda itu

dengan menunggang kuda menginap disebuah rumah penginapan,

ketika hamba melihat kuda itu adalah seekor kuda jempolan rasa

serakah segera meliputi hatiku, maka pada malam hari itu juga

hamba segera mencuri kuda tersebut.”

“Nyali kalian sungguh tidak kecil.” bentak Cuo It Sian dengan

keras.

“Hamba harus mati... hamba harus mati...” teriak Ti Then dengan

seluruh tubuhnya gemetar amat keras, “Harap... harap kau orang

tua suka lepaskan hamba satu kali ini.”

“Apa kau benar tidak tahu siapakah pemuda tersebut?” tanya

Cuo It Sian kembali dengan suara yang amat berat.

“Hamba benar-benar tidak tahu, dia... dia ada hubungan apa

dengan kau orang tua?”

“Dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po. Orang-orang

Bu-lim menyebut sebagai si pendekar baju hitam Ti Then.”

“Oooh... Thian,” teriak Ti Then dengan amat kerasnya.

“Kiranya dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po,

sipendekar baju hitam Ti Then adanya... lalu kau... kau orang tua

adalah... adalah Pocu dari Benteng Pek Kiam Po... sipendekar

pedang naga emas Wi Toa Pocu?”

“Benar,” sahut Cuo It Sian sambil mengangguk sedang dan

mulutnya tiada hentinya memperdengarkan suara tertawa yang

amat dingin sekali.

“Heeei tidak kusangka ini hari aku bisa bagitu sialnya,” seru Ti

Then dengan wajah minta dikasihani, “Tidak kusangka sama sekali

hamba sudah mencuri kuda dari Kiauw tauw Benteng Pek Kiam Po

dan kini hendak menjualnya kepada Wi Toa Pocu.”

Wi Lian In- pun dengan cepat berjalan maju memohonkan am

pun.

“Kau orang tua kalau memangnya adalah Wi Toa Pocu yang

namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw seharusnya

tidak memikirkan dosa dari kami manusia rendah, mohon Wi Toa

Pocu suka mengam puni diri kokoku satu kali.”

Cuo It Sian melirik sekejap kearahnya, lantas kepada Ti Then

tanyanya dengan suara keren

“Siapakah namamu?”

“Hamba bernama Bun Ih dengan julukan si tikus pembuat lubang

sedangkan adikku bernama Bun Giok Kiauw dangan julukan kucing

malam.”

Cuo It Sian segera mendengus dengaa amat dinginnya.

“Cukup didengar dari julukan kalian kakak beradik Lohu sudah

tahu kalau kalian adalah manusia-manusia rendah yang sering

melakukan kejahatan. Seharusnya lohu turun tangan memberi

hukuman mati kepada kalian, tetapi mengingat kalian baru untuk

pertama kalinya terjatuh ketangan lohu maka kali ini aku kasih

kesempatan buat kalian untuk mengubah sifatmu yang jelek itu,

cepat menggelinding pergi.”

Berbicara sampai di sini dia segera mendorong badan Ti Then

dengan keras membuat dirinya jatuh berguling-guling di atas tanah

dengan amat kerasnya.

Dengan terburu-buru Ti Then merangkak bangun, lantas berkali-

kali menjura.

“Terima kasih Wi Pocu mau memberi am pun kepada kami,

hamba kakak beradik sejak ini hari tentu akan mengubah kelakuan

kami untuk membalas budi kebaikan dari Pocu.”

Berbicara sampai di sini dia segera putar tubuh dan kirim satu

kerdipan mata kepada Wi Lian in untuk kemudian bersama-sama

melarikan diri dari sana.

Wi Lian In- pun dengan cepat meloncat naik ke atas kuda

tunggangannya siap melarikan kuda tersebut dari sana.

Pada saat itulah terdengar Cuo It Sian yang ada di belakang

sudah membentak dengan suara yang amat dingin sekali.

“Kuda itu pun sekalian tinggal di sini.”

Dia agak melengak dibuatnya tetapi tidak berani membangkang

terpaksa cepat-cepat meloncat turun dari kudanya lantas sambil

mengikuti diri Ti Then melarikan diri dengan cepat dari sana.

Dua orang manusia seekor anying bersama-sama melarikan diri

ketempat yang amat sunyi sekali, kurang lebih setelah berlari satu,

dua li dan dilihatnya Cuo It Sian tidak mengadakan pengejaran Ti

Then baru mengajak Wi Lian In untuk menyusup masuk ke dalam

sebuah hutan.

Mereka berdua mencari sebuah hutan untuk duduk beristirahat.

Lama sekali mereka saling berpandangan kemudian tidak tertahan

lagi sudah tertawa terbahak-bahak.

“Aku sudah hidup dua puluh satu tahun lamanya tetapi

selamanya belum pernah menemukan urusan yang demikian

menggelikan” ujar Ti Then kemudian sambil tertawa.

“Kenapa tidak” sambung Wi Lian In segera. “Urusan ternyata

begitu tepatnya. sama sekali aku tidak menduga bisa bertemu

dengan dirinya di tempat tersebut.”

Ti Then segera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal

“Yang aneh, bagaimana dia bisa menginap dirumah petani

tersebut?” ujarnya.

“Kemungkinan sekali petani itu pun merupakan anak buahnya,”

seru Wi Lian In memberikan usulnya.

“Tidak mungkin,” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,

“jarak dari tempat ini kekota Tiong Cing Hu ada seribu li lebih, tidak

mungkin dia bisa mem punyai anak buah ditempat ini.”

“Kalau tidak kenapa dia tidak menginap di dalam kota saja?”

Dengan perlahan-lahan Ti Then angkat kepalanya, dan

memandang dirinya dengan pandangan mata yang amat tajam

sekali.

“Kemungkinan sekali dia takut di dalam kota sudah bertemu

dengan orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja dia pinyam

rumah petani itu untuk menginap satu malam,” ujarnya kemudian.

“Jarak tempat ini dengan gunung Cun san sudah amat jauh sekali

kenapa dia masih takut dengan orang lain?” ujar Wi Lian ln dengan

cepat.

“Aku kira tentunya begini kemungkinan sekali di dalam kota

Tiong Cing Hu sama juga ada seorang Pembesar Kota Cuo It Sian

lagi.”

“Kau bilang apa?” Wi Lian In melengak.

“Dengan perkataan lain saja, tentunya dia sudah mengatur

seorang penggantinya di dalam rumahnya itu sehingga membuat

penduduk disekeliling tempat itu menganggap dia orang belum

pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang selangkah pun.

Dikarenakan hal itu sudah tentu dia tidak dapat bertemu dengan

orang-orang yang pernah dikenalnya di tengah jalan.”

“Kau berdasarkan akan hal apa bisa mengambil kesimpulan

demikian?” tanya Wi Lian In kebingungan.

“Pada beberapa hari yang lalu karena kita menaruh curiga dialah

orang yang sudah mengadakan jual beli dengan Hu Pocu serta

diam-diam membinasakan Hong Mong Ling pernah pergi kekota

Tiong Cing Hu untuk mencari dirinya sewaktu kita bertemu muka

tentunya kau masih ingat apa yang diucapkan untuk pertama

kalinya bukan?”

“Dia bilang apa?” tanya Wi Lian In.

“Sewaktu dia melihat kita sedang menaruh rasa curiga terhadap

dirinya, dia pernah bilang selama setengah tahun lamanya ini dia

sama sekali belum pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang

selangkah pun, bahkan berkata juga kalau penduduk disekitar

tempat itu setiap hari bisa melihat dirinya, bukan begitu?”

“Benar... benar...” sahut Wi Lian In sambil menganggukkan

kepalanya berulang kali. “Dia memang pernah mengucapkan kata-

kata tersebut.”

“Tetapi, ternyata dia bisa membinasakan Hong Mong Ling di atas

gunung Kim Teng san. Sedangkan orang-orang di kota Tiong Cing

Hu setiap hari bisa melihat dirinya? maka itu aku percaya tentu dia

mem punyai seorang pengganti. Dia hendak menggunakan tubuh

seorang penggantinya menutupi seluruh gerak geriknya yang

sebetulnya sedang direncanakan.”

“Kalau memangnya demikian maka bila mana dia berbuat

sesuatu pekerjaan yang jahat ditempat luaran siapa pun tidak akan

bisa menduga kalau pekerjaan itu adalah hasil perbuatannya,” seru

Wi Lian In dengan terperanyat.

“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Maka itu dia harus

menghindarkan diri dari pertemuan dengan orang-orang yang

pernah dikenal olehnya.”

“Dia berbuat demikian tentunya tujuan yang sedang dicari adalah

hendak mencuri potongan pedang dari ayahku.”

“Benar” sahut Ti Then mengangguk.

Wi Lian In segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Aku benar-benar tidak paham sebetulnya potongan pedang itu

mem punyai rahasia apa?” ujarnya.

“Aku percaya ada suatu hari kita bisa mengetahui keadaan yang

sesungguhnya.”

“Sekararg kita harus berbuat bagaimana?” ujar Wi Lian In

kemudian sambil menghela napas panjang.

“Lanjutkan kuntitan kita, ada kesempatan segera turun tangan

mencuri pedang tersebut.”

“Menurut pandanganmu, dia benar-benar tidak mengenal kita

atau cuma berpura-pura saja?”

“Kemungkinan sekali tidak, jikalau dia sudah kenal dengan kita

air mukanya tidak akan setenang itu.”

“Tetapi kedua ekor kuda itu kita harus mencari akal untuk

mencurinya kembali,” seru Wi Lian In.

“Kemungkinan sekali dia menginap dirumah petani itu, besok

pagi sesudah menanti dia pergi kita baru menuntunnya kembali.”

“Lalu malam ini kita mau menginap di mana?”

“Masuk ke dalam kota saja.”

“Kalau begitu mari kita segera berangkat” ujarnya Wi Lian In

kemudian sambil bangkit berdiri.

Mereka berdua segera berjalan keluar dari hutan itu untuk

melanjutkan perjalanannya masuk ke dalam kota dan mencari

sebuah rumah penginapan untuk masing-masing masuk ke dalam

kamarnya sendiri-sendiri beristirahat.

Keesokan harinya setelah bersantap pagi mereka berdua lantas

membajar rekening dan meninggalkan rumah penginapan tersebut.

Wi Lian In yang melihat hari masih amat pagi sekali, segera dia

menghentikan langkahnya.

“Lebih baik kita terlambat sedikit tiba di sana, kalau pergi terlalu

pagi kemungkinan sekali dia masih belum meninggalkan tempat

tersebut” ujarnya.

“Sejak semula dia sudah meninggalkan tempat itu.” Jawab Ti

Then sambil tertawa.

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Wi Lian In melengak,

Ti Then tersenyum.

“Kemarin malam pada kentongan ketiga aku sudah keluar kota

satu kali” ujarnya.

“Bagus sekali yaaa, ternyata kau melakukan gerak gerikmu

dengan amat rahasia, kenapa tidak beritahukan kepadaku terlebih

dulu?” seru Wi Lian In sambil melototkan matanya lebar-lebar.

“Jangan marah dulu” ujar Ti Then tertawa. “Aku rasa jika pergi

seorang diri jauh lebih leluasa sehingga tidak sampai ditemui

olehnya.”

Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat, dia merasa

benar-benar tidak senang.

“Aku tahu, tentunya kau benci karena aku mengikuti dirimu

terus, bukankah begitu?” serunya sambil mencibirkan bibirnya.

“Kalau memangnya begitu kemarin malam aku bisa langsung

membuntuti dirinya.”

Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata kepadanya.

“Sewaktu kau tiba dirumah petani itu, apa dia sedang siap-siap

mau berangkat dari sana?” tanyanya.

“Benar,” jawab Ti Then mengangguk.

“Kenapa kau tidak segera kembali kerumah penginapan untuk

membangunkan aku lantas bersama-sama menguntit dirinya?” omel

Wi Lian In lebih lanjut.

“Dia orang yang mengambil keputusan untuk berangkat ditengah

malam berarti juga kalau dia sudah menaruh rasa curiga terhadap

diri kita berdua bilamana pada waktu itu kita membuntuti dirinya

maka pastilah jejak kita segera akan di temukan olehnya.”

“Tetapi sekarang kemungkinan sekali dia sudah berada ditempat

yang amat jauh sekali” seru Wi Lian In.

Ti Then segera menuding kearah si anying Cian Li Yen yang ada

disisi badannya.

“Kita ada Cian Li Yen sebagai penunjuk jalan tidak takut dia akan

terbang ke atas langit,” ujarnya.

Pada waktu bercakap-cakap itulah tanpa terasa mereka berdua

sudah keluar dari pintu kota.

Tidak lama kemudian mereka sudah tiba di depan rumah petani

itu. Pada waktu itu sikakek tua yang kemarin sedang dengan bocah

cilik pada saat ini sedang menyapu diluar halaman, ketika dilihatnya

Ti Then serta Wi Lian In berjalan kearahnya tanpa terasa air

mukanya sudah berubah sangat hebat.

“Buat apa kalian datang kemari lagi?” tanyanya kurang tenang.

Ti Then sambil tersenyum segera merangkap tangannya memberi

hormat,

“Cayhe kakak beradik sengaja datang untuk meminta kuda kami.

Silahkan Lotiang suka menuntun keluar kedua ekor kuda itu dan

kembalikan kepada kami.”

“Kedua ekor kuda itu kalian dapatkan dengan jalan mencuri,

kalian begitu berani datang kemari lagi?” seru kakek tua itu.

“Bilamana tidak berani kami tidak akan kemari.”

“Pergi, pergi.” Teriak kakek tua itu sambil mengulap tangannya

berulang kali. “Kedua ekor kuda itu sudah tidak ada dirumah Lohan

lagi.”

“Sudah dibawa pergi orang itu?” tanya Ti Then kemudian.

“Benar, dia sudah berangkat pada tengah malam kemarin.”

“Haaa... haaa... aku tahu kalau Lo Tiang sedang berbohong,

hiii... bukan begitu?” Seru Ti Then sambil tertawa.

Sepasang mata kakek tua itu segera melotot keluar lebar-lebar.

“Kalau bicara lebih baik kalian sedikit tahu sopan,” serunya

dengan amat marah. “Lohan sudah hidup sampai sekarang,

selamanya belum pernah berbohong.”

“Cuma sayang kali ini kau sudah berbohong,” sambung Ti Then

dengan cepat.

“Jikalau kalian tidak mau pergi lagi Lohan segera akan lapor

kepada pengadilan biar mereka tangkap kalian,” ancam kakek tua

itu kemudian.

Air muka Ti Then segera berubah sangat hebat sekali.

“Boleh, boleh... silahkan Lotiang pergi melapor, cuma saja...

Heee... jikalau kau tidak cepat-cepat bawa kedua ekor kuda itu

keluar cayhe segera akan turun tangan membakar habis rumah

serta gudangmu itu.”

Mendengar ancaman tersebut sikakek tua itu benar-benar

merasa sangat terperanyat sekali.

“Cis... kalian pembegal kuda, nyali kalian sungguh besar,”

teriaknya dengan keras.

“Ditengah siang hari bolong kalian juga berani memperlihatkan

keganasan kalian?”

Wi Lian In agaknya merasa sikap dari Ti Then ini terlalu kasar

dan buas. Dengan diam-diam dia menyawil ujung bajunya.

“Koko,” ujarnya dengan suara yang amat lirih kemudian. “Sama

sekali perkataan dari lo tiang ini benar, kedua ekor kuda itu pastilah

sudah dibawa pergi oleh orang itu.”

“Tidak,” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

Wi Lian In jadi melengak.

“Kau melihat sendiri dia pergi dengan tangan kosong?” tanyanya.

“Benar,” sekali lagi Ti Then mengangguk.

Si kakek tua itu jadi mencak-mencak saking gusarnya.

“Jikalau kalian tidak percaya boleh pergi mencari disekeliling

tempat ini,” teriaknya dengan keras.

“Bagaimana kalau aku menirukan apa yang sudah kalian

bicarakan?” ujarnya Ti Then kemudian sambil tertawa dingin.

“Kau mau bicara apa?” tanyanya melengak

“Kemarin malam sewaktu orang itu mau pergi dia pernah berkata

demikian: Loheng kedua ekor kuda ini lohu tidak mau, baiknya aku

hadiahkan kepada kalian saja. Hnm waktu itu ternyata kau berlaku

sungkan sungkan dan cepat menyawab:

Tidak... tidak.. Lohan tidak berani menerimanya, lebih baik kau

Lo sianseng bawa pergi saja. Orang itu lantas tertawa dan berkata

lagi. Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi, di dalam Benteng Lohu

masih ada beratus-ratus ekor kuda jempolan, lohu sama sekali tidak

akan memandang tinggi kedua ekor kuda ini.

Mendengar

perkataan

tersebut

air

mukamu

segera

memperlihatkan rasa kegirangan. Cuma saja kemudian kau

menyawab dengan agak murung. Cuma saja jikalau kedua orang

pembegal kuda itu datang lagi Lo han harus berbuat bagaimana

untuk menghadapinya?

Dijawab oleh orang itu. Mereka tidak akan berani datang kemari

lagi, bilamana Lo heng takut, tidak urung untuk sementara waktu

bawalah kedua ekor kuda itu untuk dititipkan pada tetangga,

bilamana mereka datang lagi untuk meminta kudanya Lo heng boleh

bilang saja kuda tersebut sudah Lo hu bawa... beberapa patah kata

itu tentunya ceyhe tidak salah berbicara bukan?”

Mendengar perkataan tersebut air muka sikakek tua itu segera

berubah jadi pucat kehijau-hijauan.

“Kau... kau sudah mendengar semua pembicaraan kami?”

tanyanya.

“Tidak salah” sahut Ti Then Sambil mengangguk. “Bahkan aku

masih melihat putramu menuntun kedua ekor kuda tersebut

meninggalkan tempat ini.”

Kakek tua itu jadi amat sedih sekali, dengan cepat dia berteriak

keras.

“Hok Lay..... Hok Lay.....”

Dari dalam ruangan itu segera meloncat keluar seorang petani

berusia pertengahan yang pada tangannya mencekal sebuah

tongkat pikulan yang berat, dengan amat gusarnya dia berteriak-

berteriak terhadap diri Ti Then.

“Bajingan. sungguh besar nyalimu, kaliau mau pergi tidak? kalau

tidak pergi juga lohu segera akan menghajar putus sepasang kaki

anying kalian.”

Ti Then segera tertawa, dari dalam sakunya dia mengambil

sekerat perak.

“Begini saja,” ujarnya kemudian sambil menimang-nimang uang

perak itu. “Cayhe beri uang perak ini kalian sebagai uang ganti rugi,

bagaimana?”

Petani berusia pertengahan itu segera memperlihatkan sikapnya

untuk berkelahi, dia melintangkan tongkat pikulan itu ke depan.

“Tidak.” Teriaknya keras. “Kedua ekor kuda itu bukan milik

kalian, kalian tidak berhak untuk memintanya kembali.”

“Bukan milik kami apa mungkin milik kalian?” seru Ti Then sambil

tertawa dingin.

“Tidak salah,” jawab petani berusia pertengahan itu dengan amat

ketusnya.

“Lo sianseng itu berkata sendiri kalau kedua ekor kuda itu

dihadiahkan kepada kami. Sudah tentu kedua ekor kuda itu adalah

milik kami.”

Sepasang mata dari Ti Then dengan perlahan menyapu sekejap

kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya sebuah batu putih

menggeletak ditengah lapangan dia segera berjalan menuju ke sana

dan meraba sebentar batu itu.

“Batu ini sungguh besar sekali,” serunya sambil tertawa. “Tentu

ada tiga ratus kati beratnya bukan?”

“Kau hendak berbuat apa?” teriak petani berusia pertengahan itu

dengan gusarnya sambil maju dua langkah ke depan.

Dengan menggunakan sepasang tangannya Ti Then mengangkat

batu besar itu kemudian dipindahkan ketangan kanannya dan

diangkat dengan menggunakan satu tangan.

“Coba kau lihat, kau percaya bisa menangkan aku tidak?” ujarnya

sambil tertawa.

Sembari berkata dia berjalan mengelilingi lapangan tersebut.

Batu putih itu paling sedikit ada dua ratus kati beratnya, tetapi di

dalam tangannya kelihatan sangat enteng sekali seperti sedang

mengangkat kapas saja.

Kali ini petani berusia pertengahan itu benar-benar dibuat

terperanyat sampai termangu-mangu, sepasang matanya terbelalak

lebar-lebar untuk beberapa saat lamanya dia tidak sanggup untuk

mengucapkan sepatah kata pun.

Kakek tua itu semakin dibuat terperanyat lagi, dengan gugup

serunya,

“Sudah.... sudahlah Hok Lay, kau tidak usah banyak beribut

dengan dirinya lagi, cepat tuntun kedua ekor kuda itu bawa kemari

dan kembalikan kepada mereka.”

Agaknya petani berusia pertengahan itu masih tidak mau kalah,

dengan uring-urungan teriaknya,

“Kau jangan mengira tenagamu besar lalu kami takut dengah

dirimu, cukup aku berteriak maling aku mau lihat kalian akan

melarikan diri kearah mana,”

Tangan kanan dari Ti Then segera ditekuk kemudian didorong

kearah atas dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk

melemparkan batu putih tersebut beberapa kaki jauhnya ketengah

udara lantas tertawa terbahak-bahak.

“Haaaa... haaa... haaa... asal kau berteriak maling aku segera

lemparkan batu ini ke atas atap rumah kalian,” ancamnya.

Melihat kejadian itu sipetani berusia pertengahan itu tidak berani

banyak bercakap lagi saat inilah dia baru tidak berani mengumbar

nafsunya lagi. Sambil melempar tongkat itu ke atas tanah dengan

uring-uringan dia pergi dari sana.

JILID 29.3 : Pencuri tiga tangan insaf

Tidak lama kemudian kedua ekor kuda itu sudah dituntun

kembali.

Ti Then segera menyusupkan uang perak itu ketangan sikakek

tua tersebut kemudian menerima tali les kudanya dan bersama

sama dengan Wi Lian In melarikan kudanya meninggalkan tempat

itu.

Mereka berdua dengan cepatnya berlari menuju kejalan raya,

saat itulah terdengar Wi Lian In berkata sambil tertawa,

“Untung sekali kemarin malam kau sudah datang, kalau tidak kita

benar-benar bakal tertipu oleh mereka ayah beranak.”

“Hal ini tidak bisa menyalahkan mereka ayah beranak dua orang,

mereka sama sekali tidak tahu kalau kedua ekor kuda itu

sebenarnya adalah milik kita berdua, dia mengira kalau memangnya

Cuo It Sian sudah menjetujui untuk menghadiahkan kedua ekor

kuda itu kepada mereka, hal ini berarti juga sudah menjadi

miliknya.”

“Kemarin malam Cuo It Sian berangkat menuju kearah mana?”

tanya Wi Lian In kemudian.

Ti Then segera menuding kearah sebelah Barat.

“Dia melanjutkan perjalanannya melalui tempat itu, kelihatannya

dia bermaksud untuk kembali kekota Ciong Cing Hu.”

Mendadak Wi Lian In menarik

menghentikan perjalanannya.

tali

les

kudanya

untuk

“Coba kau ambil keluar sepatu milik Cuo It Sian itu dan berikan

kepada si anying Cian Li Yen agar dia membauinya kembali”

ujarnya.

“Baik,” sahut Ti Then dan dia segera mengeluarkan sepatu itu

dan membiarkan si anying Cian Li Yen untuk menciuminya beberapa

kali.

Setelah itu tampaklah si Cian Li Yen, segera berputar beberapa

kali di atas jalan raya untuk mencari jejaknya, setelah itu diiringi

suara gonggongannya yang amat keras ia lantas berlari menuju ke

arah sebelah Barat.

Mereka berdua dengan cepat mengikutinya dari belakang.

Hari kedua, orang berserta anying itu sudah tiba disebuah kota

untuk bersantap sesudah beristirahat sebentar lantas melanjutkan

kembali perjalanannya.

Menanti mendekati magrib mereka sudah melakukan perjalanan

seratus lie dan sampailah disebuah kota yang bernama Ngo Hong

Sian.

Wi Lian In segera memerintahkan anyingnya Cian Li Yen untuk

berhenti, setelah itu kepada Ti Then ujarnya.

“Apa mungkin dia ada di dalam kota ini?”

“Dia berangkat kemarin malam jika ditinyau dari kekuatan

kakinya saat ini kemungkinan sekali sudah meninggalkan kota

kurang lebih lima puluh lie jauhnya maka itu dia tidak mungkin

masih ada di dalam kota ini.”

“Dia melakukan perjalanan dengan berjalan kaki tidak mungkin

bisa menandingi kita yang menunggang kuda, kemungkinan sekali

dia sedang beristirahat di dalam kota,” ujar Wi Lian In memberikan

pendapatnya.

“Kemarin dia sudah menginap satu malam dirumah petani itu

sedangkan jarak antara kota Kong An Sian dengan tempat ini tidak

lebih cuma beberapa ratus li saja, sudah tentu dia tidak akan mau

masuk kekota, aku rasa ini hari tidak mungkin dia berani nginap di

dalam kota.”

“Coba kau lihat,” ujar Wi Lian In kemudian sambil menuding

kearah sianying Cian Li Yen. “Cian Li Yen terus mau lari masuk ke

dalam kota, jelas sekali dia pernah masuk ke dalam kota, lebih baik

kita sedikit berhati-hati.”

“Dia memang pernah masuk ke dalam kota.” Ujar Ti Then sambil

tersenyum. “Tetapi aku berani bertaruh saat ini dia pasti sudah tidak

ada di dalam kota lagi.”

“Baik, mari kita masuk ke dalam kota untuk memeriksa.”

Selesai berkata dia segera sentak kudanya untuk berjalan

memasuki pintu kota.

Cian Li Yen masih tetap berlari memimpin jalan di depan, setelah

berlari melewati beberapa buah jalan akhirnya dia berhenti sebentar

di depan sebuah rumah makan dan menciumi beberapa kali tempat

disekeliling tempat itu setelah itu baru melanjutkan kembali larinya

kearah sebelah depan.

Ti Then segera tersenyum.

“Kelihatannya dia pernah berhenti sebentar di dalam rumah

makan ini” ujarnya sambil menyengir.

“Tadi kau bilang dia tidak berani masuk ke dalam kota, kenapa

sekarang terbukti dia berani berhenti di dalam kota?”

“Kemungkinan sekali dia yang melakukan perjalanan jauh merasa

lelah dan lapar maka itu sengaja memberanikan dirinya untuk

masuk kota bersantap.”

Baru saja mereka bercakap cakap sampai di situ mendadak

tampak anying Cian Li Yen berbelok memasuki sebuah lorong kecil.

Mereka berdua cepat-cepat melarikan kudanya melanjutkan

kuntitannya.

“Aduh aku sudah lapar,” ujar Wi Lian In secara tiba-tiba, “Mari

kita makan dulu di sini kemudian baru melanjutkan kejaran kita.”

“Tidak,” potong Ti Then cepat, “Kita cuma bisa membeli sedikit

barang saja untuk kemudian dimakan diluar kota.”

Ketika itulah mereka bisa melihat ujung jalan terdapat sebuah

rumah makan segera kudanya dilarikan menuju ke sana dan Ti Then

meloncat turun dari kudanya untuk membeli sedikit ransum untuk

kemudian melanjutkan kembali perjalanannya kearah depan.

Selama di dalam perjalanan ini Cian Li Yen berbelok-belok lagi

beberapa lorong dan tikungan, akhirnya sampailah disebuah jalanan

yang amat sunyi sekali.

Lama kelamaan akhirnya Wi Lian In merasakan juga akan

sesuatu, dia tertawa,

“Dugaanmu sedikit pun tidak salah dia tentu takut ditemui oleh

orang-orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja mencari jalan

yang jarang sekali dilalui orang,”

“Jika dilihat dari keadaan sekarang ada kemungkinan dia sudah

berjalan keluar melalui pintu kota sebeelah selatan.”

“Dugaannya sedikit pun tidak salah”

Tidak lama kemudian si anying Cian Li Yen sudah memimpin

mereka berlari menuju ke kota sebelah selatan dan berlari terus

menuju keluar kota.

Kurang lebih setelah meninggalkan kota sejauh satu li sianying

Cian Li Yen berhenti berlari dan membaui sesuatu di pinggir jalan

lalu bergonggong tiada hentinya

“Eeei..... sudah terjadi urusan apa?” tanya Wi Lian In keheranan.

“Biar aku turun ke sana untuk lihat-lihat?”

Dengan cepat dia meloncat turun dari atas kuda dan berjalan

menuju ke samping jalan untuk memeriksa.

Terlihatlah di atas tanah rumput sudah dibasahi hampir separuh

bagian bahkan tercium bau yang amat menusuk hidung, dalam hati

seketika itu juga tahu apa yang sudah terjadi.

Dengan cepat dia menepuk-nepuk badan si anying Cian Li Yen.

“Cian Li Yen jangan menggonggong lagi jarak kita dengan pihak

musuh sudah amat dekat sekali kau janganlah sembarangan

menyalak, nanti malah jejak kita konangan.”

“Ada barang apa tuh di atas tanah rumput itu?” tanya Wi Lian In.

“Dia sudah kencing di sana.” Sahut Ti Then sambil naik ke atas

kuda tunggangannya. “Sehingga membuat tanah rumput itu jadi

basah kemungkinan sekali setengah jam yang lalu dia kencing di

sini.”

“Kalau jarak kita dengan dirinya mungkin sekali tidak sampai

sepuluh li saja,” ujarnya Wi Lian In.

“Benar, karenanya sejak sekarang gerak gerik kita harus jauh

lebih berhati-hati lagi.”

Dia segera

kepadanya.

mengangsurkan

makanan

yang

dibelinya

tadi

“Mari, kita sembari makan sembari melanjutkan perjalanan

ujarnya lagi.”

Wi Lian In segera mengambil satu biji bakpau buat sianying Cian

Li Yen-nya kemudian baru mengambil satu biji lagi buat dirinya

sendiri, ujarnya kemudian sembari bersantap,

“Kalau kita membuntuti dirinya terus menerus seperti ini aku rasa

bukanlah satu cara yang bagus, kita harus mencari satu akal untuk

turun tangan mencuri pedang itu...”

“Benar,” sahut Ti Then sembari makan bakpaunya. “Tetapi aku

masih belum mendapatkan cara untuk mencuri pedang tersebut...”

“Bilamana dia mau menginap dirumah penginapan ada

kemungkinan kita mem punyai kesempatan untuk turun tangan

mencuri. Tetapi jikalau dia tidak mau menginap dirumah penginapan

lalu kita mau berbuat apa?”

“Jarak dari sini ke kota Tiong Ting Hu masih ada beberapa hari

lamanya baiknya secara perlahan-lahan saja kita mencari

kesempatan untuk turun tangan.”

Padahal bukannya dia tidak punya siasat untuk mencuri pedang

tersebut sebaliknya dia tidak ingin memperoleh pedang tersebut

dengan cepat.

Karena dia tahu begitu dia berhasil mendapatkan pedang pendek

itu dan diserahkan kepada Wi Ci To maka ada kemungkinan sekali

dirinya segera akan dikawinkan dengan Wi Lian In, dia tetap tidak

ingin menikah dengan Wi Lian In di bawah perintah dari majikan

patung emas, karena itu dia hendak sengaja mengulur waktu lebih

lama lagi.

Tetapi dia pun tahu si manusia berkerudung berbaju biru,

pemuda yang dikirim majikan patung emas untuk mengawasi gerak

geriknya sedang mengawasi dirinya terus menerus, maka itu dia

harus mau tidak mau memperlihatkan juga sikap sedang berpikir

dan mencari siasat untuk mencuri pedang itu.

Sudah tentu Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal

ini. Terdengar dia berkata lagi,

“Tidak perduli bagaimana pun, kita harus berhasil mencuri

pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya di kota Tiong Cin

Hu. Bilamana membiarkan dia pulang ada kemungkinan kita akan

menemui kesukaran sewaktu turun tangan mencuri pedang itu.”

“Aku rasa hal ini belum tentu,” bantah Ti Then segera,

“Kemungkinan sekali setelah dia tiba dirumah, kita malah lebih

mudah untuk turun tangan.”

“Bagaimana bisa jadi?”

“Setelah sampai dirumah sudah tentu dia tidak akan membawa

pedang pendek itu di badannya terus menerus, asalkan... Iiih”

Mendadak dia memperdengarkan satu jeritan kaget bersamaan

pula menghentikan kudanya.

“Ada urusan apa?” tanya Wi Lian In dengan sangat terperanyat

sekali.

“Baru saja aku menemukan di atas jalan raya berkelebat sesosok

bajangan manusia hitam.”

Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat.

“Apa mungkin bajangan hitam itu adalah dirinya?” dengan suara

yang amat lirih.

“Ada kemungkinan,” sahut Ti Then sambil mengangguk.

Wi Lian In jadi merasa sangat tegang.

“Dia pastilah sudah menemukan diri kita bagaimana kita

sekarang?” tanyanya gugup.

“Biar aku cari satu siasat...” seru Ti Then termenung berpikir

sebentar.

“Bagaimana kalau

memberikan usulnya.

mengundurkan

diri?”

ujar

Wi

Lian

In

“Tidak,” jawab Ti Then dengan cepat. “Kita tidak boleh

mengundurkan diri diri. harus pura-pura tidak mengetahui akan hal

ini dan tetap melanjutkan perjalanan menuju ke depan.”

“Bilamana dia munculkan dirinya untuk menghalangi perjalanan

kita?” tanya Wi Lian In lebih lanjut.

“Kalau begitu kita pura-pura merasa sangat terkejut kemudian

melarikan kudanya untuk lari berpencar, jangan sekali-kali turun

tangan melawan dirinya.”

“Melarikan diri secara berpencar?” seru Wi Lian In sambil

mengerutkan alisnya.

“Benar, jikalau dia mengejar aku maka kau melarikan diri dulu

kekota Ngo Hong sian dan tunggu aku di sana, aku pasti bisa

meloloskan diri dari kejarannya. “Ayoh jalan, sikap kita harus seperti

tidak menemukan apa-apa.”

Setelah berbicara sampai di sini dia segera melarikan kudanya

untuk melanjutkan perjalanan kearah depan. Wi Lian In segera

mengikuti dari sampingnya.

Mereka berdua sembari makan bakpaunya bersama-sama

melanjutkan perjalanannya ke depan. Sikap mereka tenang-tenang

saja tanpa terdapat perubahan apa pun.

“Koko...” tiba-tiba Wi Lian In membuka mulutnya berbicara.

“Kuda Ang Shan Khek yang kita dapatkan dari Ti Kiauw tauw dari

benteng Pek Kiam Po itu agaknya tidak mudah untuk

melepaskannya, untuk keselamatan kita lebih baik lepaskan saja.”

Ti Then paham apa maksud dari perkataannya ini, segera dia

menyambung.

“Tidak, jikalau aku takut banyak urusan aku tidak akan begitu

berani merampas kembali kuda itu dari tangan sipetani tua

tersebut.”

“Tetapi,” ujar Wi Lian In lagi, “Bilamana sampai bertemu kembali

orang she Wi itu kemungkinan sekali kita bakal menemui kesulitan.”

“Jangan kuatir, kita tidak mungkin bisa ketemu lagi dengan

dirinya” ujar TI Then tertawa.

Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan mendadak

terdengar suara bentakan yang amat keras sekali berkumandang

keluar dari dalam hutan di samping jalan diikuti munculnya seorang

lelaki kasar.

Lelaki ini berusia kurang lebih tiga puluh tahunan, wajahnya

kurus kering perawakannya juga tidak terlalu tinggi dengan

memakai baju berwarna hitam dan pada tangannya mencekal

sebilah golok yang memancarkan sinar yang berkilauan.

Jika dilihat dari potongan wajahnya yang amat buas dan kejam

sekali, jelas sekali dia adalah seorang pembegal dan bukannya Cuo

It Sian sipembesar kota itu.

Baik Ti Then mau pun Wi Lian In, yang melihat akan hal ini diam-

diam pada menghembuskan napas lega. Mereka cuma takut

bertemu muka dengan Cuo It Sian, jikalau terhadap orang lain

mereka masih tidak memandang sebelah mata pun.

Ketika lelaki berbaju hitam itu meloncat turun ketengah jalan

segera dia mengangkat goloknya dan dengan buasnya membentak.

“Jikalau kalian maui nyawa cepat serahkan buntalan serta kuda

itu.”

Ternyata sedikit pun tidak salah, dia orang bukan lain adalah

seorang pembegal jalan.

Wi Lian In segera tertawa cekikikan dan menghentikan kudanya.

“Aduh.... celaka.... aku sudah bertemu dengan sipembegal jalan.”

Sipembegal jalan itu sewaktu melihat pada wajah mereka sama

sekali tidak memperlihatkan rasa ketakutan barang sedikit pun juga,

dia sendiri malah merasa kurang aman dengan cepat tubuhnya

maju kembali satu langkah ke depan kemudian mengangkat

goloknya siap dibacok ke depan.

“Ayoh cepat turun dari kuda,” bentaknya dengan kasar. “Kalau

tidak Toaya-mu segera akan bacok-bacok kepala kalian jadi dua

bagian.”

“Jikalau kau mengingini buntalan serta kuda kami lebih baik

tanya dulu dengan Cian Li Yen-ku itu,” ujar Wi Lian In sambil

tertawa.

Si pembegal jalan itu jadi melengak.

“Siapa itu Cian Li Yen?” tanyanya.

Wi Lian In segera menunjuk si anying Cian Li Yen yang ada di

depan kudanya.

“Itulah dia,” jawabnya.

Sipembegal jalan itu melirik sekejap kearah sianying Cian Li Yen

itu lantas memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat

menyeramkan.

“Macan- pun Toaya-mu bisa bunuh apalagi cuma seekor anying.

Hee..... hee..... sungguh lucu sekali....”

“Kalau kau berani ayoh kau maju........ kau boleh coba-coba

rasanya digigit oleh Cian Li Yen.....”

Ti Then yang melihat Wi Lian In hendak memerintahkan

anyingnya untuk melancarkan serangannya kearah sipembegal jalan

itu dengan gugup dia mencegah.

“Tidak..... jangan, kau jangan memerintahkan sianying Cian Li

Yen untuk menggigitnya dulu.”

Dengan perlahan Wi Lian In putar kepalanya dan kirim satu

senyuman manis kepadanya.

“Kau tidak usah kuatir terhadap diri Cian Li Yen, dia sudah

memperoleh latihan yang amat keras sekali.... dengan kekuatannya

sudah cukup untuk memberi perlawanan terhadap seorang jagoan

berkepandaian tinggi dari dalam Bu-lim.”

“Aku tahu,” ujar Ti Then sambil tertawa, “Yang aku kuatirkan

kalau Jin-heng ini sampai digigit Cian Li Yen dan menemui ajalnya.”

Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah sipembegal

jalan itu lalu ujarnya sambil tertawa

“Aku lihat wajahmu rada sedikit kukenal agaknya aku pernah

bertemu dengan dirimu disuatu tempat.... siapa namamu??”

“Tidak usah banyak omong,” bentak sipembegal itu sambil

melototkan matanya lebar-lebar, aku mau tanya kalian ingini harta

atau jiwa? ayoh cepat jawab.”

Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya dengan amat teliti

tanpa memberikan jawaban, akhirnya secara tiba-tiba saja dia

tertawa terbahak-bahak.

“Haa... haa sekarang aku sudah teringat kembali,” sahutnya.

“Bukankah kau adalah si Sam Su Tou Ji atau sipencuri tiga tangan

Kauw Ban Li?”

Mendengar disebutnya nama itu airmuka sipencuri tiga tangan

segera berubah sangat hebat sekali, terburu-buru dia mundur satu

langkah ke belakang, sepasang matanya yang seperti tikus dengan

tajamnya berkedip-kedip beberapa kali.

“Kawan kau berasal dari golongan mana? kenapa kenal dengan

diriku?” tanyanya dengan terperanyat.

“Jika dibicarakan sebenarnya kita adalah termasuk kawan lama,”

ujar Ti Then sambil tertawa.

Seketika itu juga sipencuri tiga tangan dibuat melengak lagi.

“Kawan yang aku sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li pernah

temui tidak akan terlupakan kembali,” ujarnya.

“Sudah tentu, sudah tentu,” sahut Ti Then sambil mengangguk.

“Dahulu kau tidak pernah bertemu dengan wajahku semacam ini

maka sudah tentu kau tidak kenal lagi?”

“Lalu apakah kawan sedang menyamar?” tanya sipencuri tiga

tangan dengan terperanyat.

“Benar.”

Walau pun sipencuri tiga tangan masih tidak tahu siapakah

sebenarnya sipedagang berusia pertengahan yang ada di

hadapannya saat ini, tetapi dia tahu sudah bertemu dengan seorang

jagoan dari Bulim, tidak terasa lagi dia sudah mundur satu langkah

ke belakang.

“Kawan siapakah sebetulnya kau?” tanyanya.

“Kurang lebih dua tahun yang lalu kita pernah bertemu muka

dikota Tiang Ang hari itu aku hendak naik ke atas sebuah loteng

rumah makan sedang kau mau turun dari atas loteng, lagakmu

seperti orang sedang kemabokan dan sewaktu turun sudah

menabrak diriku... sudah ingat bukan?”

“Tidak salah,” sahut Si pencuri tiga tangan dengan wajah yang

sudah berubah memerah dia angkat bahunya ke atas. “Cayhe

memang pernah berkeluntungan selama dua tahun lamanya di

dalam kota Tiang An, di dalam dua tahun ini memang setiap hari

cayhe berada di dalam keadaan mabok terus. Entah siapakah

sebetulnya kau orang.”

“Seharusnya kau masih ingat dengan diriku” ujar Ti Then sambil

tertawa, “Karena setelah kejadian itu kau pernah berkata dengan

aku, kau bilang baru untuk pertama kalinya kau tertangkap sewaktu

menyalankan operasimu.”

Air muka sipencuri tiga tangan segera berubah semakin riku

sekali.

“Sesungguhnya aku semuanya sudah mengalami tiga kali gagal

dalam pekerjaanku, pertama kali tertangkap ditangan sipendekar

baju hitam Ti Then, sedangkan kedua serta ketiga kalinya air sungai

menenggelamkan kuil raja naga aku sudah mencopet kawan berasal

dari satu jalan.”

“Dan akulah orang yang untuk pertama kalinya menangkap

dirimu itu” sambung Ti Then sambil memperendah suaranya.

“Kau adalah....” teriak sipencuri tiga tangan dengan sangat

terperanyat.

“Stt.... jangan menyebut nama serta julukanku, kalau tidak aku

segera akan suruh kau merasakan bagaimana rasanya kalau otot

serta urat nadi di-pisah-pisahkan.”

Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi

semakin terkejut dengan cepat dia mengucek-ucek matanya lalu

dengan seluruh kekuatannya melototi diri Ti Then.

“Apa betul dirimu ?”

Ti Then segera mengangguk dan tersenyum.

“Hari itu kau berpura-pura mabok dan menumbuk aku sewaktu

naik ke atas loteng, mengambil kesempatan itu kau sudah mencuri

uang perakku, tetapi segera bisa aku ketahui, aku lantas kirim satu

totokan merubuhkan dirimu, tubuhmu lantas terjatuh ke bawah

loteng sehingga membuat seluruh wajah dan badanmu bengkak-

bengkak menghijau setelah itu.”

Sipencuri tiga tangan yang mendengar perkataan itu sampai di

sana dengan cepat dia membuang golok yang ada ditangannya dan

jatuhkan diri berlutut untuk kemudian menganggukan kepalanya.

“Hamba ada mata tak berbiji, ternyata kali ini sudah berani

mengganggu kau Ti.. Ti.. “

“Jangan sebut namaku,” seru Ti Then dengan cepat.

Seluruh tubuh si pencuti tiga tangan segera tergetar dengan

amat kerasnya.

“Baik... baik... sahutnya dengan gugup. Hamba harus mati,

silahkan kau orang suka memaafkan aku sekali ini lagi, lain kali

hamba bersumpah tidak akan berbuat jahat lagi dan tidak akan

melakukan perbuatan yang memalukan ini lagi.”

“Sekarang kau berdirilah, jangan terus menerus berlutut,” ujar Ti

Then sambil tertawa.

“Kalau kau suka memaafkan diriku dan mengam puni lagi diriku

maka hamba baru berani berdiri,” ujarnya sipencuri tiga tangan

sambil tetap melanjutkan anggukan kepalanya.

“Semuanya kau sudah membunuh berapa orang?” tanya Ti Then

kemudian.

“Seorang pun aku tidak membunuh,” sahut sipencuri tiga tangan

sambil gelengkan kepalanya berulang kali.

“Omong kosong.”

“Sungguh,” seru sipencuri tiga tangan merengek. “Golok dari

hamba ini selamanya cuma digunakan untuk menakut-nakuti orang

yang lewat di sini saja, setetes darah pun belum pernah terciprat

dari golok tersebut.”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 30

“HMM.. nyalimu semakin lama semakin berani yaaa, pertama-

tama kau ahli mencopet harta benda orang lain, sekarang semakin

berani lagi perbuatanmu, berani benar menggunakan golok untuk

membunuh orang dan merampok harta kekayaan yang dibawa,”

bentak Ti Then dengan keras.

“Hamba benar-benar tidak membunuh seorang pun” teriak si

pencuri tiga tangan dengan keras. “Kali ini hamba jadi si pembegal

sesungguhnya dikarenakan desakan biaya hidup, hamba terpaksa

mau tidak mau harus melakukan pekerjaan ini.”

“Telur nenekmu, apakah ketiga buab tanganmu sudah dipotong

orang lain?” bentak Ti Then lebih lanjut,

Si pencuri tiga tangan segera tertawa pahit.

“Boleh dibilang memaag sudah dipotong orang lain” sahutnya

perlahan,

“Siapa yang punya keahlian yang begitu dahsyatnya sehingga

melarang kau untuk melakukan pekerjaan mencopet lagi?”

Liong Touw Lotoa kami sendiri,

“Miauw So Suseng?” seru Ti Then sambil memandang tajam

wajahnya.

“Benar, memang dia orang,” sahut si pencuri tiga tanga

mengangguk.

“Dia melarang, kau mencopet baraag milik orang lain?”

“Benar,” sekali lagi si pencuri tiga tangan mengangguk.

“Kenapa?”

“Ada satu kali di kota Tiang An juga hamba melihat ada seorang

kakek tua yang memakai baju yang amat perlente, dari badan kakek

berbaju perlente itu hamba berhasil meacuri sebuah intan permata

yang mahal harganya. sewaktu aku merasa kegirangan itulah

mendadak aku menghadap. saat itu terlihatlah banyak kawan-

kawan lain dari satu golongan sudah pada berkumpul di sana. Liong

Touw LoToa tanya di antara kita siapa yang sudah mencuri sebuah

intan permata dari badan seorang kakek tua yang memakai baju

perlente siauw jin segera mengaku akulah yang si pencuri, dengan

langkah lebar Liong Touw Lo toa segera menghampiri siauw jin dsn

lantas hadiahi beberapa tamparan membuat mukaku jadi beegkak”

“Kenapa?” tanya Ti Then tertawa. Dengaa wajah yang meringis

kera dia

menyawab

“Siauw jin punya mata tidak melihat gunung Thay san, kiranya

kakek tua berjubah perlente itu bukan lain adalah ayah dari Liong

Touw Lotoa kami”

“Haaa , haaaa .,. haaa , , bagus sekali bagus sekali” seru Ti Then

sambil tertawa terbahak-baha. Kau manusia rendah juga berani

mengganggu kepala Thay Swi memang harus mati , . memang

harus mati,”

“Heeeei . . .” Si pencuri tiga tangan menghela napas panyan-

panjang dengan sedihnya. “Selama beberapa tahun ini nasib siauw-

jin memang kurang mujur- selalu mendapatkan mangsa yang salah

saja,”

“Liong Touw Lo-toa kalian memang tidak seharusnya memberi

hukuman kepadaku dia boleh mencopet harta kekayaan milik orang

lain kenapa orang lain tidak diperkenankan mencopet harta

kekayaan milik ayahnya?”

“Dia bilang siauw-jin sudah memyeset kulit mukanya karena itu

menghukum hamba untuk Menutup tangan selama tiga tahun

lamanya. coba kau bayangkan jikalau mengharuskan hamba

menutup pintu selama tiga tahun lamanya dia selama tiga tahun ini

tidak dapat pekerjaan bagaimana siauw ji bisa mendapat uang

untuk membeli makanan? di dalam keadaan yang terpaksa siauw jin

mau tidak mau harus ganti pekerjaan sebagai pembegal jalan. tetapi

siauw jin benar-benar tidak pernah melukai barang seorang pun,

yang hamba minta cumalah harta kekayaan orang yang lewat di sini

karena hamba tahu melukai orang cuma mendatangkan kerepotan

saja karena itu siauw-jin tidak berani melakukan pekerjaan itu.”

“Eeeei apa kau sering sekali membegal harta kekayaan dari

orang yang lewat di jalan ini?” tiba-tiba Wi Lian In nyeletuk.

“Tidak,” jawab si pencuri tiga tangan sambil gelengkan

kepalanya. “Setiap tempat siauw-jin cuma melakukaa pekerjaan

selama tiga lima hari saja, siauw-jin tidak berani berdiam terlalu

lama.”

“Dijalan ini kau sudah melakukan berapa hari?” tanya Wi Lian In.

“Ini hari adalah hari kedua, tetapi cuma mendapatkan tiga kali

hasil saja, mendapat uang tidak seberapa banyak.”

“Kurang lebih setengah jam yang lalu apakah kau melihat ada

seorang kakek tua berbaju hijau lewat di sini.”

“Oouw . . . nona maksudkan si pembesar kota Cuo It Sian?”

tanya si pencuri tiga tangan.

“Tidak salah” sahut Wi Lian In dengan amat girang, “Kau melihat

dirinya?”

“Benar,” sahut si pencuri tiga tangan mengangguk. “Untung

sekali siauw-jin segera mengenal kembali kalau dia adalah si

pembesar kota sehingga tidak berani muuculkan diri untuk

menghalangi perjalanannya, jikalau siauw-jin tadi tidak sampai

melibat lebih jelas mungki nyawa anyingku pun sudah lenyap.”

“Dia melihat dirimu tidak?”

Sekail lagi sipencuri tiga tangan menggelengkan kepalanya

.Begitu siauw-jin melihat dirinya berjalan mendatang, siauw-jin

lantas bersembunyi di balik pepobonan dan tidak berani bergerak

sampai napas pun tidak berani terlalu keras”

“Bagus ,, bagus sekali,” seru Wi Lian In dengan amat girang

sekali, “Sekarang aku mau Tanya lagi„ ilmu mencopetmu lihay atau

tidak ?”

Si pencuri tiga tangan tidak mengetahui apa meksud dari

perkataan ini, dia jadi ragu-ragu sebentar.

“Tidak berani dikatakan terlalu lihay. yaa , , . . boleh di kata

cukup untuk memperoleh sesuap nasi saja.” sahutnya kemudian.

“Sebetulnya bagaimana ?” tanya Wi Lian In kemudian sambil

menoleh kaarah Ti Then. Ti Then tersenyum.

“Diantara kawan-kawan segolongannya bolwh dikata dia

merupakan salah seorang jagoannya yang berkepandaian paling

tinggi”

“Kalau begitu bagaimana kalau kita mintai bantuannya ?”

“Baik sih baik. cuma .. - ..”

“Kenapa ?”

“Kauw Ban Li,” seru Ti Then sambil menoleh kearah diri si

pencuri tiga tangan “Beranikah kau pergi msncuri barang yang ada

dibadan Cuo It Sian?”

Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi amat

terperanyat sekali dengan gugupnya dia menggelengkan kepalanya.

“Tidak . . . tidak , . . siauw-jin tidak berani.. siauw-jin tidak

berani” tolaknya dengan cepat, “Si pembesar kota Cuo It Sian

merupakan salah satu jagoan yang berkepandaian paling tinggi

pada saat ini di dalam Bu-lim bilamana tidak untung siauw-jin kena

tertawan bukankah nyawaku akan melayang ?”

“Cuo It Sian bukanlah seorang iblis tukang penjagal manusia,

buat apa kau takuti dirinya?” sambung Wi Lian In lebih lanjut.

“Tidak , . . tidak,” ber-turut sipencuri tiga tangan menggelengkan

kepalanya lagi berulang kali, “Sekali pun nyali siauw jin lebih besar

pun tidak akan berani mengganggu diri si pembesar kota itu.”

Kami ingin sekali mendapatkan semacam barang milik Cuo It

Sian. bilamana kau mau membantu usaha kita ini dan mencurikan

benda tersebut buat kami maka jasa mu itu bisa digunakan untuk

menebus dosamu kali ini. kami bisa lepaskan satu jalan hidup buat

dirimu, kalau tidak bmm. . , hm m. . .”

Mendengar perintahnya itu sepasang mata dari si pencuri tiga

tangan terbelalak lebar-lebar, dengan amat terkejut sekali serunya:

“Kalian berdua ingin mendapatkan barang apa dari sipembesar

kota Cuo It Sian itu?”

“Kau menyanggupi dulu untuk mencurikan buat kami sesudah itu

aku baru beritahu urusan ini kepadamu.”

Sinar mata dari si pencuri tiga tangan segera beralih ke atas

wajah dari Ti Then jelas air mukanya memperlihatkan keragu-

raguan serta rasa terperanyatnya.

“Kau dengan si pembesar kota adalah sama-sama seorang

pendekar yang mem punyai nama sangat terkenal sekali di dalam

Bu-lim” serunya, “kenapa . . kenapa . “

“Alasannya aku tidak bisa memberitahukan kepadamu,” jawab Ti

Then samnbil tertawa, “tetapi aku boleh beritahu kepadamu akan

sesuatu. jikalau ksu bantu mendapatkan barang itu berarti juga

sudah membantu kami untuk melakukan satu pekerjaan mulia.”

Agaknya rasa hormat dari si pencuri tiga tangan terhadap diri

sipembesar kota Cuo It Sian jauh melebihi rasa hormatnya terhadap

diri Ti Then mendengar perkataan tersebut dia tetap

memperlihatkan rasa keragu-raguannya.

“Sungguh ?” tanyanya.

“Kau tahu siapakah dia orang?” tanya Ti Then kemudian sambil

menuding kearah diri Wi Lian In.

“Siauw jin tidak tahu,” jawab si pencuri tiga tangan sambil

gelengkan kepalanya,

“Dia adalah putri kesayangan dari Wi Pocu dari Benteng Pek Kiam

Po. Wi Liao In adanya,”

“Aaaah kiranya nona Wi,” teriak si pencuri tiga tangan Kauw Ban

Li dengan amat terperanyat.

Dengan nada serta kedudukan dari nona Wi serta aku orang

tidak perduli kami hendak melakukan pekerjaan apa pun kau boleh

merasa berlega hati.”

“Aku masih bisa menanggung akan sesuatu, apa yang kami minta

bukanlah harta kekayaan melainkan semacam barang yang semula

adalah milik ayahku sendiri,”

Sipencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali.

“Aaaaa ... Cuo It Sian sudah mencuri barang milik ayahmu?”

“Kita tidak bisa mengatakan dia sudah mancuri barang milik

ayahku” sahut Wi Lian In lebih lanjut. “Pokoknya dikarenakan

semacam alasan yang tidak bisa dijelaskan. .- coba kau jawablah

dulu mau bekerja untuk kami atau tidak?”

“Yang Siauw jin takuti kalau sampai aku ketangkap olehnya

kemungkinan , kemungkinan” seru Si pencuri tiga tangan tetap ragu

ragu.

“Sekali pun begitu belum tentu harus menemui ajal” potong Wi

Lian In dengan cepat. “Asalkan kau tidak bilang kami yang

memerintahkan dirimu untuk melakukan pekerjaan tersebut maka

dia cuma menganggap kau sebagai searang pembegal jalan biasa

saja, paling banyak yaaa bakal merasakan sedikit penderitaan saja”

Si pencuri tiga tangan termenung berpikir sebentar, lalu tanyanya

lagi

“Jikalau Siauwjin tidak untung kena tangkap, bilamana dia

hendak turun tangan membinasakan hamba maukah kalian berdua

turun tangan menolong Siauw jin?”

“Tidak” jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

Diam-diam Si pencuri tiga tangan menarik napas panjang-

panjang dia tertawa pahit.

“Kalau begitu siauw jin tidak

pekerjaan ini” ujarnya.

punya nyali untuk melakukan

“Asalkan kau jangan bilang kami yang memerintahkan dirimu

untuk melakukan perbuatan tersebut, aku rasa tidak akan

berbahaya”

“Tidak bisa jadi . tidak bisa jadi” teriak si pencuri tiga tangan

Kauw Ban Li sambil goyangkan tangannya berulang kali.

“Kalau begitu yaa sudah,”

Dia tahu dengan kepandaian dari si pencuri tiga tangan bilamana

dia sudah menyanggupi untuk mencurikan pedang pendek yang ada

di tangan Cuo It Sian maka kemungkinan sekali pekerjaan tersebut

dapat mencapai hasil yang diharapkan, tetapi dia pun tidak

mengharapkan bisa berhasil tnencuri pedang pendek itu secepatnya,

karena itu dia orang tidak mau terlalu memaksa si pencuri tiga

tangan untuk melakukannya.

Tetapi Wi Lian In tidak mau melepaskan begitu ssya kesempatan

yang baik ini dia tertawa dingin.

“Tidak, kau harus menerima pekerjaan ini” tandasnya

Si pencuri tiga tangan jadi amat gugup sekali.

“Nona Wi, kau baik-baiklah melepaskan diriku, Siauw jin benar-

benar tidak punya nyali untuk mencopet barang milik si pembesar

kota” ujarnya setengah merengek.

“Walau pun kepandaian silatnya amat tinggi tetapi terhadap

perbuatan mencopet sama sekali dia tidak bisa berjaga-jaga buat

apa kau takuti dirinys ?”

“Tetapi ,. “

“Kalau kau tidak-setuju juga boleh saja” ujar Wi Lian In

kemudian sambil meloncat turun dari kudanya, “Sekarang ambil

kembali golokmu itu,”

“Nona Wi, kau bermaksud untuk berbuat apa?” tanya Si pencuri

tiga tangan dengan ketakutan lantas mundur beberapa langkah ke

belakang.

“Aku tidak dapat melepaskan seorang pembegal yang

mendatangkan celaka buat orang orang yang melakukan perjalanan

melewati tempat ini, tetapi aku sanggup untuk memberi satu

kesempatan buatmu untuk beradu jiwa, bilamana kau ingin tetap

hidup maka kau harus mengalahkan diriku”

Saking takutnya seluruh air muka Si pencuri tiga tangan sudah

berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat.

“Tidak, tidak” serunya sambil goyangkan tangannya berulang

kali. “Siauw jin tahu kalau kepandaian hamba bukanlah tandingan

dari nona Wi. Nona Wi kau am punilah aku orang ini,”

“pungut senyatamu dan berdiri!” perintah Wi Lian In dengan

suara yang amat dingin.

Si pencuri tiga tangan segera menoleh kearah Ti Tben dan

memohon kepadanya.

“Ti . . slauwhiap, kita sudah punya jodoh untuk bertemu muka

satu kali. tolonglah diriku dan lepaskan siauw jin kali ini”

“Sayang aku tidak berkuasa” seru Ti Then sambil gelengkan

kepalanya.

Mendadak Wi Lian In berkelebat dan maju mencengkeram baju

di dadanya lantas mengangkat badannya yang sedang berlutut di

atas tanah itu.

“Aku kasi muka padamu kau tidak mau menerima, ini hari

janganlah kau menyalahkan kalau nonamu tidak akan berlaku

sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu.”

Selesai berkata telapak tangannya segera diangkat dan siap-siap

turun tangan melancarkan serangan.

Si pencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali, teriaknya

kemudian.

“Baik, baiklah, siauw jin menerima permintaan kalian itu.”

Tangan kanan dari Wi Lian In segera di tekuk, kedua jari tengah

serta telunjuknya dengan bagaikan kilat cepatnya berkelebat

menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat pada iga kanannya lalu

baru lemparkan badannya ke atas tanah.

“Totokan ini aku menggunakan ilmu totokan tunggal dari

Benteng Pek Kiam Po kami di dalam kolong langit saat ini tiada

seorang pun yang bisa membebaskannya kecuali aku serta ayahku,

sekarang aku totok dulu jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat di

badanmu, enam bulan kemudian jikalau tidak diobati maka kau akan

muntah darah dan binasa.”

Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini si pencuri tiga tangan

benar-benar merasa ketakutan.

“Nona Wi” teriaknya ngeri. “Siauw jin sudah menyanggupi nona

untuk melakukan pekerjaan tersebut, kenapa sekarang nona masih

turun tangan juga mencelakai diri siauw jin?”

“Jangan takut, di dalam sepuluh hari ini kau tidak akan marasa

badannya berubah” ujar Wi Lian In tenang saja. “Menanti sesudah

kau berhasil memperoleh barang tersebut aku segera akan turun

tangan membebaskan jalan darahmu itu dan mengobatinya.”

“Bilamana siauw jin tidak sanggup untuk mencopet barang itu?”

tanya Si pencuri tiga tangan dengan kaget.

“Untuk menolong nyawamu

mendapatkan benda tersebut”

sendiri

kau

harus

berhasil

“Tapi kalau siauw-jin tidak untung tertawan olehnya, lalu . . .”

“Menanti setelah dia membebaskan dirimu aku baru turun tangan

menolong dirimu.”

“Baiklah,” ujar Si pencuri tiga tangan kemudian dengan sedih

lantas bangkit berdiri. “Sekarang beritahu kepada siauw jin kalian

menghendaki benda apa dari badannya.”

“Sebilah pedang yang bernama Biat Hun Kiam.”

“Pedang pendek itu apa selalu ada di badannya?” tanya Sipencuri

tiga tangan lebih lanjut.

“Tidak salah” sahut Wi Lian In mengangguk. “Kau harus bzrusaha

mencurinya dapat pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya

dikota Tiong Cing Hu.”

“Dia lewat ditempat ini setengah jam yang lalu, ada kemungkinan

saat ini sudah berada beberapa puluh li jauhnya, bolehkah siauw-jin

berangkat sekarang juga?”

“Dia tidak tahu ada orang yang hendak mengejar dirinya, kau

lebih baik mengejarnya dengan sekuat tenaga, kemungkinan sekali

masih bisa menyandak dirinya.”

“Setelah aku berhasil memperoleh barang itu siauw jin harus

mencari kalian kemana?” tanya sipencuri tiga tangan kemudian.

“Asalkan kau lari balik kemari sudah tentu bisa bertemu dengan

kita.”

“Baiklah,” ujar si pencuri tiga tangan sambil garuki kepalanya,

“Siauw jin segera akan mengejar dirinya, semoga saja di dalam dua

tiga hari ini bisa memperoleh hasil,”

Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu

putar badannya beelalu dari sana.

“Tunggu dulu,” tiba-tiba Ti Then berteriak.

“Ti siauwhiap ada perintah apa lagi?” tanya sipencuri-tiga tangan

sambil putar badan.

“Tidak perduli kau berhasil mendapatkan barang itu atau tidak

lebih baik kau jangan membocorkan urusan ini ketempat luaran,

kalau tsdak sebelum kau berhasil mulai di dalam pekerjaanmu kau

bakal menemui kematian.”

“Baik, baik, baik . .” seru sipencuri tiga tangan berulang kali.

“Tentang hal ini siauw jin paham, sekali pun siauwjin sudah makan

nyali macan juga tidak akan berani membocorkan urusan ini

ketempat luaran”

“Kalau begitu baiklah, sekarang kau boleh pergi,” seru Ti Then

kemudian sambil mengulapkan tangannya.

Si pencuri tiga tangan cepat-cepat putar badannya dan berlari

meninggalkan tempat itu hanya di dalam sekejap saja dia sudah

lenyap di balik kegelapan.

Wi Lian In segera membungkukkan badannya memungut kembali

golok yang menggeletak di atas tanah itu lantas dibuangnya ke

tengah hutan setelah itu baru naik kembali ke atas kuda

tunggangannya dan tersenyum.

“Kau mengira dia bisa memperoleh hasil tidak ?”

“Ilmu mencopetnya sangat libsy sekali, ada kemungkinan dia bisa

memperoleh hasil,”

“Bilamana dia bisa memperoleh hasil kemungkinan sekali Cuo It

Sian tidak menduga kalau pekerjaan itu kita yang perbuat bukan ?”

tanya Wi Lian In kemudian.

“Bagaimana bisa jadi ?”

“Dulu sewaktu dia meocopet uang perakmu bukankah dia

berpura-pura seperti seorang mabok dan menumbuk dirimu ?”

“Tidak salah,” sahut Ti Then mengangguk.

“Bilamana waktu itu kau tidak merasa dan kemudian kau

menemukan uangmu sudah lenyap, tentu di dalam anggapanmu

sudah menduga dialah yang berbuat, bukan begitu ?”

“Benar”

“Kalau begitu jikalau dia mencopet dengan menggunakan cara

yang sama maka Cuo It Sian di kemudian hari bisa menduga kalau

pedang pendeknya itu ada kemungkinan dicopet orang lain,

sedangkan orang-orang Benteng Pek Kiam Po kita tidak ada seorang

pun yang memahami ilmu mencopet maka itu dia tidak akan

menduga kalsu pekerjaan itu kita yang perbuat.”

“Perkataanmu ini kedengarannya memang sangat beralasan”

seru Ti Then tersenyum.

“Apa mungkin salah?” tanya Wi Lian In heran.

“Menurut penglihatanmu: tidak perduli Si pencuri tiga tangan

hendak mencuri pedang pendek itu dengan cara apa pun sewaktu

Cuo It Sian menemukan pedang pendeknya kena tercuri maka dia

akan menduga itulah perbuatan dari kita.”

“Tetapi dia tidak mem punyai bukti.”

“Buat apa dia membutuhkan bukti?”

“Kalau begitu sewaktu dia menemukan pedang pendeknya tercuri

dan memastikan kalau perbuatan itu adalah hasil pekerjaan dari

Benteng Pek Kiam Po kita, coba kau pikir dia akan melakukan

gerakan apa lagi” tanya Wi Lian In.

“Sudah tentu dia akan berusaha untuk merebut kembali dari

tangan kita”

“Hmmm,” dengus Wi Lian Ia dengan dingin. “Kali ini dia jangan

harap bisa merebutnya kembali dari tangan kita,”

“Tetapi sekarang kita belum memperoleh hasil,”

“Aku percaya Si pencuri tiga tangan pasti akan berhasil” sahut Wi

Lian In sambil tertawa kikuk-

“Tadi kau menggunakan cara apa menotok jalan darah Hiat Bun

Sang ci Hiat-nya?” tanya Ti Then kemudian.

“Coba kau terka,” seru Wi Lian Im sambil tertawa ringan.

Ti Then segera angkat bahunya.

“Selamanya aku belum pernah mendengar kalau di dalam

Banteng Pek Kiam Po mem punyai semacam ilmu menotok jalan

darah yang menunggal, bukankah kau sedang beromong kosong?”

“Benar,” sahut Wi Lian In tertawa.

“Ehmmm?”

“Sungguh omong kosong”

“Kalau begitu kau menggunakan cara menotok yang mana

menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiatnya tanpa melukai

dirinya?”

“Kau masih tidak paham?”

“Benar.”

“Terus terang saja aku beritahu kepadamu aku sama sekali tidak

menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat-nya, aku sedang menipu

dirinya.”

“Aaaah , . . aaah ...”

“Bagus tidak?”

“Bagus sekali, haaa .haa “

000odwo000

Malam semakin kelam, mereka dengan menunggang kuda

melakukan perjalanan dengan sangat lambat sekali, setelah berjalan

selama satu kentongan akhirnya terlihatlah di samping jalan

terdapat sebuah kuil bobrok, mereka lantas masuk ke dalamnya

untuk beristirahat.

Keesokan harinya kembali mereka menunggang

melanjutkan perjalanannya mengejar ke depan.

kuda

Hari itu mereka berdua sudah melakukan perjalanan sejauh

ratusan li dan sampailah di sebuah kota kecil yang bernama Ngo Li

Pang-

Tiba-tiba tampaklah dari tempat kejauhan sipencuri tiga tangan

dengan amat cepatnya sedang berlari mendatang.

Baik Ti Then mau pun Wi Lian In yang melihat hal tersebut dalam

hati merasa sangat girang sekali, dengan cepat mereka melarikan

kudanya menyambut kedatangannya.

“Sudah berhasil?” tanya mereka hamper berbareng dan sama

sama meloncat turun dari atas kuda.

“Untung tidak menemui kegagalan, sudah aku dapatkan” seru si

pencuri tiga tangan sambil tertawa kegirangan.

Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar

sebuah pedang pendek beserta sarungnya !alu dengan

menggunakan sepasang tangannya diangsurkan kearah Ti Then.

Wi Lien In dengan cepat merebut pedang itu kemudian

dicabutnya pedang pendek tersebut untuk dilihat.

“Pedang ini

kegirangan.

tidak

salah

bukan?”

tanyanya

dengan

rasa

“Di dalam badannya tidak terdapat pedang yang kedua cuma ada

sebilah pedang itu saja,” ujar si pencuri tiga tangan sambil menyeka

keringat yang mengucur keluar membasahi dahinya.

Ti Then segera meminta kembali pedang itu dan dilihatnya

beberrpa saat lamanya, lantas dia memuji.

“Pekerjaan dari Cu Kiam Lojin memang sangat hebat sekali, dua

potong pedang yang sudah patah ternyata bisa disambung kembali

seperti sedia kala.”

“Kauw Ban Li, ilmu mencopetmu ternyata amat dahsyat sekali,

dia tidak merasa bukan?” tanya Wi Lian Ia tertawa.

“Waktu itu dia tidak merasa, tetapi sekarang ada kemungkinan

sudah merasa,”

“Kau turun tangan dimana?” taaja Wi Lian In lagi.

“Di dalam kota Hok Hong Sian tidak jauh dari tempat ini, dia

masuk ke dalam sebuah rumah makan.”

“Kapan?” tiba-tiba Ti Then menimbrung.

Si pencuri tiga tangan berdiam diri sebentar untuk tukar napas,

lantas baru jawabnya.

“Siang ini juga kurang lebih satu jam yang lalu”

“Kalau begitu kemungkinan sekali dia bisa balik kemari untuk

mencari, kita tidak boleh berbicara di tengah jalan, ayoh cepat

mencari satu tempat untuk menghindar,” seru Ti Then dsagan

cemas.

“Di atas bukit sana ada sebuah hutan, kita pergi ke dalam hutan

itu saja,” seru Wi Lian In kemudian sambil menuding kearah sebelah

kiri,

Selesai berkata dia segera meloncat turun dari kudanya dan

berjalan menuju ke atas bukit kecil itu.

Setelah mereka bertiga tiba di dalam hutan di atas bukit kecil itu

lantas bersama-sama duduk di atas rumput.

“Sudahlah,” terdengar Ti Then berkata. “Sekarang kita boleh

bcrcakap-cakap dengan hati lega, coba kau ceritakanlah kisahmu

sewaktu mencopet pedang pendek itu.”

Kemarin malam setelah siauw-jin meninggalkan kalian berdua

lantas melanjutkan perjalanan ke depan dengan mengikuti jalan

raya ini pagi ini aku sudah mengejarnya sampai di kota Hok Hong,

aku pikir dia tentu beristirahat di dalam kota itu makanya dengan

cepat siauw-jin melakukan penyelidikan. Setelah cari setengah

harian lamanya ternyata masih belum ketemu juga. Akhirnya

sewaktu siauw-jin hendak keluar dari kota mendadak tampak dia

berjalan masuk ke dalam kota.”

Dia barhenti sebentar untuk menukar napas. Lantas sambungnya

kembali.

“Siauw-jin melihat dia masuk ke dalam kota segera

membuntutinya dari tempat kejauhan, ketika melihat dia berjalan

masuk ke dalam sebuah rumah makan maka siauw-jin cepat-cepat

mengikutinya dari belakang, kita berpisah cuma dua kaki saja dan

saling berhadapan.

Dia minta macam-macam sayur untuk makan sedang siauw-jin

cuma minta semangkok mie saja maka itu sewaktu dia mulai makan

siauw-jin sudah selesai bersantap, sesudah membayar rekening

siauw-jin lantas berjalan lewat di samping badannya waktu itu kaki

kanannya direntangkan ditengah jalan maka siauw-jin pura-pura

tersangkut kakinya dan terjatuh ke depan.

Siauw-jin dengan mengambil kesempatan ini lantas mencekal

badannya untuk menahan badan sedangkan tangan yang lain

merogoh ke dalam sakunya mencuri pedang tersebut yang

kemudian hamba sembunyikan di dalam saku.

Setelah kejadian itu hamba pura-pura marah dan memakinya

beberapa kejap kemudian terburu-terburu aku meninggalkan rumah

makan itu dan lari kemari... demikianlah akhirnya aku menemukan

kalian di sini.”

“Bagus, perbuatanmu amat bagus sekali” seru Ti Then tertawa.

“Tetapi,” seru si pencuri tiga tangan itu lagi sambil tertawa pahit.

Sewaktu dia menemukan pedang pendeknya tercuri maka dia akan

tahu kalau perbuatan itu siauw-jin yang melakukannya dia tentu

masih teringat wayah dari siauw jin...”

“Soal ini tidak mengapa, dunia adalah amat luas sekali sedang

dia pun tidak tahu siapakah dirimu, untuk menemukan kau lagi

adalah amat sukar sekali.”

“Semoga saja demikian,” ujar sipencuri tiga tangan sambil

menghela napas panjang.

“Bilamana kau takut sampai ditemukan kembali olehnya maka

kau boleh jauh meninggalkan Siok Oauw dua daerah ini bersamaan

pula boleh sedikit merubah wayahmu, dengan demikian bukankah

tidak usah takut lagi dengan dirinya?”

Air muka sipencuri tiga tangan segera kelihatan sedikit murung.

“Siauw jin punya rencana untuk kembali bergulung didaerah

kota Tiang An saja tetapi...”

“Ada kesukaran apa?”

“Ti siauw-hiap dengan Liong Touw Lo toa kami apakah mem

punyai hubungan yang baik?” balik tanya sipencuri tiga tangan itu

sambil memandang tajam wayahnya.

“Tidak.” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

“Kalau begitu sudahlah.”

“Kau minta aku mewakili kau untuk mintakan keringanan dari

Liong Touw Lo toa kalian agar larangan tersebut bisa dicabut

kembali?”

“Benar,” sahut sipencuri tiga tangan sambil mengangguk, “Tetapi

kalau memangnya Ti Siauw hiap sama sekali tidak mem punyai

hubungan dengan Liong Toauw Lo toa kami hal itu tidak mungkin

bisa terjadi.”

“Sekali pun aku bisa memintakan keringanan dari Liong Touw Lo

toa kalian tetapi aku juga tidak bisa membantu pekerjaanmu ini,”

sahut Ti Then dengan wayah serius. “Bagaimana aku bisa

membantu seorang pencopet untuk minta keringanan kemudian

memberi kesempatan buat dirinya untuk mencopet harta kekayaan

orang lain?”

Air muka sipencuri tiga tangan itu segera berubah jadi memerah.

“Sekali pun siauw jin adalah seorang copet tetapi di dalam

kalangan penyahat pun ada caranya, siauwjin selamanya tidak

pernah turun tangan terhadap kaum miskin” serunya.

“Orang miskin tidak beruang sudah tentu kalian tidak bakal mau

turun tangan terhadap mereka.”

Sekali lagi sipencuri tiga tangan garuk garuk kepalanya, kepada

Wi Lian In kemudian ujarnya.

“Nona Wi sekarang kau boleh membantu siauw jin untuk

mengobati luka yang terluka dari tertotoknya jalan darah Hiat Bun

Sang Ci Hiat bukan?”

“Boleh.”

“Kalau begitu silahkan kau turun tangan sekarang juga.”

“Kau baru tertotok satu hari satu malam saja, luka dalam pun

belum terjadi. Sekarang cukup sedikit dipijit maka lukamu itu bakal

sembuh dengan sendirinya.”

“Baik... baik...” seru sipencuri tiga tangan dengan amat girang.

“Sebelum aku mengobati dirimu, aku memperingatkan satu

urusan lagi kepadamu, aku melarang kau untuk membocorkan

rahasia dimana kau pernah membantu kami mencurikan sebilah

pedang pendek dari diri Cuo It Sian, kalau tidak, jangan dikata kami

tidak akan mtngam puni dirimu. Cuo It Sian tahu akan hal ini dia

pun tidak bakal mau melepaskan dirimu.”

“Sudah tentu, sudah tentu,” sahut sipencuri tiga tangan berulang

kali.

“Siauw-jin sendiri juga tidak ingin mati, sudah tentu aku tidak

bakal membocorkan urusan ini ketempat luaran.”

“Ti Kiauw-tauw.” ujar Wi Lian In kemudian kepada diri Ti Then.

“Kau bantu aku pijitkan dirinya sebentar.”

Ti Then segera mengangguk.

“Baiklah, sekarang kau boleh berbaring di atas tanah.”

Sipencuri tiga tangan menurut dan merebahkan diri ke atas

tanah, Ti Then segera menepuk sebentar jalan darah Hiat Bun Sang

Ci Hiat di atas tubuhnya kemudian mengurutkan juga urat nadi yang

lain, setelah itu baru ujarnya,

“Sudah cukup, sekarang kau merasa nyaman tidak??”

“Sedikit pun tidak salah,” Sipencuri tiga tangan segera merasakan

badannya amat nyaman sekali, dengan cepat dia meloncat bangun.

“Nyaman..... nyaman sekali, serunya. Ti siauw hiap boleh dikata

mirip dengan Hoa Tou yang hidup kembali. Sungguh hebat sekali

kepandaianmu.”

“Ingat.” ujar Ti Then lagi sambil ketawa. “Di dalam enam bulan

ini kau dilarang mendekati lawan sejenis dan bermain perempuan.

Kalau tidak maka luka dalammu akan kambuh kembali.”

Sipencuri tiga tangan jadi melengak.

“Iiih... sungguh... sungguh??”

“Sudah tentu sungguh.”

Agaknya terhadap enam bulan dilarang bermain perempuan ini

sipencuri tiga tangan merasa sangat sedih dan tersiksa sekali dia

mengerutkan alisnya rapat-rapat lantas menghela napas panjang.

“Sungguh minta am pun, sungguh minta am pun...” serunya

sedih.

Mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In segera

berubah memerah.

“Apanya yang am pun am pun? cepat menggelinding pergi dari

sini,” bentaknya dengan keras.

“Ooh...” sipencuri tiga tangan segera sadar kembali, dengan

cepat dia merangkap tangannya menjura lantas putar badan

melarikan diri terbirit-terbirit dari sana.

Setelah Wi Lian In melihat dia telah pergi jauh, dia baru tertawa.

“Kau sungguh pintar omong kosong,” serunya.

“Orang semacam dia ini jikalau tidak dikasih sedikit pelajaran lain

kali masa bisa berubah jadi baik?

Dia mendengar selama setengah tahun tidak boleh main

perempuan ternyata wayahnya sudah berubah jadi amat murung

sekali, sungguh menggelikan.

Orang-Orang itu pinternya cuma makan, minum, judi, main

perempuan dan berbuat jahat, kini dia mendengar selama setengah

tahan lamanya harus mengekang napsu birahinya sudah tentu dia

merasa sedih hati.”

Wi Lian In segera menyawil ujung bajunya dengan tertawa malu-

malu ujarnya tiba-tiba.

“Eeeei..... aku mau tanya padamu, kau pernah bermain

perempuan tidak?”

“Tidak pernah..... tidak pernah.” seru Ti Then dengan gugap

sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. “Sampai hari ini

juga aku masih seorang jejaka. kau jangan sembarangan

menuduh.”

“Hmmmm, aku tidak percaya.” Seru Wi Lian In sambil

mencibirkan bibirnya.

“Sungguh. Omong sesungguhnya sampai sekarang aku masih

tidak tahu bagaimana caranya bermain perempuan dan bagaimana

rasanya.”

“Kalau begitu begaimana kau bisa mengerti kata-kata main

perempuan dua kata itu?”

“Sekali pun belum pernah makan daging babi tetapi pernah juga

melihat babi lewat,” seru Ti Then sambil angkat bahunya. “Sekali

pun kita belum tahu bagaimana caranya main perempuan tapi tahu

juga kata-kata tersebut, bilamana sampai kata main perempuan saja

tidak tahu bukankah kau anggap aku sebagai seorang goblok?”

Wi Lian In tidak mengucapkan kata-kata lagi dia cuma tersenyum

saja.

“Kau tertawa apa?”

“Tidak mengapa, ayoh kita melanjutkan perjalanan lagi” seru Wi

Lian In kemudian sambil meloncat bangun.

Demikianlah mereka berdua segera naik kuda menuruni bukit

tersebut dan melanjutkan perjalanan kembali.

Karena takut ditengah perjalanan bertemu dengan Cuo It Sian,

maka mereka tidak berani menuju ke kota Hok Hong Sian melainkan

putar ke sebelah Selatan dan jauh-jauh menghindari kota tersebut

untuk kemudian melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke

sebelah Barat.

“Ayahku pada saat ini ada kemungkinan masih menunggu di kota

Tiong Cing Hu, bagaimana kalau kita langsung pergi mencari dirinya

lantas bersama-sama pulang ke dalam Benteng?” ujar Wi Lian In di

tengah jalan.

Ti Then yang secara diam-diam sedang berpikir kalau

pekerjaannya kali ini mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam tidak

lebih cuma membutuhkan dua puluh harian saja sudah tentu tidak

mau menyetujui usulnya ini, karena dia tahu bilamana dia

diharuskan mencari Wi Ci To dan mengajaknya pulang bersama-

sama maka ada kemungkinan dia segera akan menjodohkan

putrinya kepadanya, hal ini sudah tentu sangat menguntungkan

sekali terhadap usaha dari majikan patung emas karenanya dengan

cepat dia gelengkan kepalanya.

“Tidak, kita tidak perlu mencari ayahmu,” serunya.

“Kenapa?”

“Bilamana kita pergi kekota Tiong Cing Hu ada kemungkinan bisa

diketahui Cuo It Sian atau anak buahnya, sekarang kita sudah

memperoleh kembali pedang Bian Hun Kiam ini, lebih baik tidak

usah pergi mencari kerepotan lagi.”

“Jikalau kita mengubah kembali wayah kita siapa yang bakal

mengenal diri kita lagi?”

“Tetapi Cuo It Sian kenal dengan kuda serta anying ini” sahut Ti

Then.

Sambil menuding kearah kuda Ang Shan Khek serta sianying Cian

Lie Yen.

“Kalau kita tidak membawanya masuk ke dalam kota bukankah

hal ini sudah beres?” desak Wi Lian In lebih lanjut.

“Sekali pun dititipkan diluar benteng hal ini juga tidak aman.

Bukankah kau tahu sendiri kalau Cuo it Sian mem punyai banyak

lumbung padi diluar kota?”

“Hmmmm. Kau terlalu tidak bernyali” Seru Wi Lian In sambil

mencibirkan bibirnya.

“Ayahmu beberapa kali memesan wanti-wanti agar usaha kita ini

jangan sampai diketahui oleh Cuo it Sian, demi kebaikan lebih baik

kita tidak usah melewati kota Tiong Cing Hu saja,”

“Tetapi ayahku sama sekali tidak tahu kalau kita sudah

mendapatkan kembali pedang pendek itu, bilamana tidak memberi

kabar kepada dia orang tua...”

“Ayahmu pasti tahu” potong Ti Then dengan cepatnya.

“Bagaimana bisa jadi?” seru Wi Lian In melengak.

“Setelah Cuo It Sian mengetahui dia sudah kehilangan sebelah

pedang pendek. Coba kau pikir dia bisa berbuat bagaimana?”

“Pertama-tama dia akan pergi ke mana-mana untuk mencari diri

sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li.”

“Tidak salah,” sahut Ti Then membenarkan. “Tetapi dia tidak

tahu sipencuri tiga tangan adalah manusia dari daerah mana,

menurut keadaan pada waktu itu dia tidak mungkin bisa pergi

mencari diri sipencuri tiga tangan, maka itu akhirnya dia bisa

teringat untuk pergi kembali ke Benteng Pek Kiam Po kita.”

Dia berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi.

“Sewaktu da mengambil keputusan untuk pergi mengadakan

penyelidikan di dalam Benteng Pek Kiam Po maka dia tentu akan

pergi dulu ke kota Tiong Cing Hu, karena bagaimana pun dia pasti

akan lewat dikota tersebut bahkan ada kemungkinan dia harus

membawa beberapa orang pembantu...”

“Lalu bagaimana?” tanya Wi Lian In.

Setelah dia kembali kekota Tiong Cing Hu maka hal ini pasti akan

diketahui oleh ayahmu, sedang ayahmu cukup melihat sedikit

perubahan wayahnya saja maka dia bisa tahu kalau kita sudah

berhasil mendapatkan hasil, saat itu sudah tentu ayahmu akan

langsung kembali ke Benteng dengan sendirinya.

Bilamana Tia ditemukan oleh Cuo It Sian?

Hal itu tidak usah dikuatirkan lagi. Kepandaian silat dari ayahmu

jauh lebih tinggi dari kepandaian Cuo It Sian, sekali pun datang lagi

beberapa orang juga tidak bakal bisa menandingi dirinya.

We Lian In

mengangguk.

temenung

berpikir

sebentar.

Akhirnya

dia

Baiklah kita tidak usah pergi ke kota Tiong Cing Hu.

Sekembalinya ke dalam Benteng. Kita harus baik-baik

menyembunyikan kuda Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen itu

kalau tidak bilamana sampai diketahui oleh Cuo It Sian kalau sikuda

Ang Shan Khek serta anying Cian Li Yen ada di dalam benteng kami

maka dia segera akan tahu kalau Si tikus pembuat lubang Bun In

serta si kucing Bun Giok Kiauw yang ditemuinya hari itu dirumah

petani adalah kita orang.

Padahal Tia tidak seharusnya merasa takut terhadap dirinya,

jikalau dia diharuskan bertempur melawan orang dari benteng Pek

Kiam Po kita boleh dikata kepandaiannya masih terpaut sangat jauh

sekali.

Serangan terang-terangsan bisa ditangkis, serangan bokongan

sukar terhindar, dia tahu bertempur secara terang-terangan tidak

bakal menangkan kita sudah tentu dia akan bisa secara sembunyi

menculik orang kita.

“Bilamana membicarakan sampai soal ini aku teringat kembali

akan satu persoalan,” ujar Wi Lian In kemudian. “Kalau memangnya

pedang pendek ini adalah milik Cuo It Sian kenapa ayahku harus

merebutnya sedangkan Cuo It San yang tahu pedang tersebut

sudah diambil oleh ayahku kenapa dia tidak minta kembali secara

terbuka?”

“Di dalam hal ini sudah tentu ada persoalannya. Cuma saja kita

tidak tahu” ujar Ti Then tertawa.

“Masih ada lagi” ujar Wi Lian In lebih lanjut. “Ayahku

mendapatkan pedang pendek itu pasti ada gunanya, tetapi sebelum

Cuo It Sian merebut kembali pedang pendeknya itu kenapa Tia

sama sekali tidak pernah menggunakan pedang itu untuk melakukan

sesuatu pekerjaan.”

“Bagaimana kau bisa tahu tidak pernah,” bantah Ti Then dengan

cepat.

“Selama beberapa tahun ini aku merasa semua pekerjaan yang

dilakukan oleh Tia sama sekali tidak ada hubungan dengan pedang

pendek tersebut.”

“Kali ini kita berhasil mencuri kembali pedang pendek, aku rasa

ayahmu pasti bisa menceritakan seluruh kejadian kepada kita.”

“Semoga saja demikian.”

Pada wajahnya secara tiba-tiba tersungginglah satu senyumam

yang kemalu-kemaluan ujarnya.

“Semoga juga setelah urusan selesai kita bisa hidup dengan

tenang dan bahagia.”

“Benar,” sahut Ti Then mengangguk. “Sejak aku menyabat

sebagai Kiauw tauw sampai hari ini belum pernah secara sungguh-

sungguh menurunkan pelajaran ilmu silat kepada jago pedang kita,

aku rasa hal ini sungguh patut disesalkan.”

“Hal ini tidak dapat menyalahkan dirimu, omong terus terang saja

selama setengah tahun apabila tidak ada kau maka benteng Pek

Kiam Po kita entah sudah berubah jadi bagaimana?”

“Omong sebaliknya,” ujar Ti Then sambil tertawa. “Bilamana

tidak ada aku maka hubunganmu dengan Hong Mong Ling tidak

bakal retak. Sedangkan benteng Pek Kiam Po- pun tidak bakal

terkena serangan dari sianying langit rase bumi, kau tidak boleh

menyalahkan orang lain, semua bencana ini akulah yang membawa

datang.”

“Omong kosong,” seru Wi Lian In dengan manyanya. “Kalau kau

berkata demikian, berarti juga kau senang kalau aku kawin dengan

Hong Mong Ling manusia jahanam itu?”

“Aku tidak mengartikan demikian....”

“Jikalau kau tidak suka dengan aku omonglah. Terus terang

karena Tia ada kemungkinan sudah akan mengambil keputusan.”

“Kau marah lagi,” seru Ti Then sambil tertawa.

“Sudah tentu aku sangat marah.” seru Wi Lian In sambil

mencibirkan bibirnya. “Kau orang sungguh membingungkan, kau

selalu menganggap kaulah yang sudah merusak hubunganku

dengan Hong Mong Ling.”

“Sudah..... sudahlah, kita tidak usah membicarakan lagi soal ini.”

“Bilamana kau sungguh suka padaku maka tidak seharusnya kau

merasa sedih dan menyesal dikarenakan persoalan tersebut.

Seharusnya kau menganggap kau telah menolong aku loloskan aku

dari mulut macan.”

Di dalam hati diam-diam Ti Then tertawa pahit.

“Tidak.” pikirnya di dalam hati, “Bilamana kau sungguh-sungguh

bisa kawin dengan Hong Mong Ling hal itu sungguh bagus sekali

dan tidak bakal terjadi urusan apa pun. Tetapi bilamana kau mau

kawin dengan aku hal itu benar-benar seperti juga menghantar kau

kemulut macan.”

Wi Lian In yang melihat dia tidak mengucapkan sepatah kata pun

segera memandang dirinya tajam-tajam.

“Lain kali kau tidak akan membicarakan perkataan ini lagi

bukan?” tanyanya.

“Tidak.” Sahut Ti Then sambil tertawa paksa.

“Aku sebetulnya sedang amat gembira, mendengar perkataanmu

itu sekarang aku merasa seluruh perutku jadi kotor dan mual

rasanya.”

“Baik, siauw-jin memang berdosa dan patut menerima hukuman

mati.” Seru Ti Then dengan cepat.

“Hmmm...” Dengus Wi Lian In, tetapi sebentar kemudian dia

sudah tertawa cekikikan.

Ti Then- pun tertawa, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata

pun.

“Di dalam hati aku sudah mem punyai perhitungan. Entah kau

setuju atau tidak?” ujar Wi Lian In kemudian.

“Coba katakanlah.”

“Setelah kita kembali ke dalam Benteng dan menyerahkan

pedang pendek Bian Hun Kiam itu kepada ayahku, bagaimana kalau

kita pergi kekota Tiang An untuk bermain dan sekalian membeli

sedikit barang?”

“Setuju,” seru Ti Then dengan amat girangnya. “Cuma saja ada

kemungkinan ayahmu tidak setuju. jikalau ayahmu menjetujui kita

pergi sudah tentu aku amat setuju sekali.”

“Hal ini sukar untuk dikatakan.”

“Coba kau bilang Tia ada alasan apa melarang kita pergi?”

“Alasannya ada dua, Pertama kita harus menyaga di dalam

benteng untuk bersiap-siap menghadapi serbuan dari Cuo It Sian

yang hendak merebut kembali pedangnya, Kedua, haaa... haaaa...

sesudah aku bicara kau jangan marah lho.”

“Kau bicaralah.”

“Hari itu sewaktu ada di dalam kebun bunga di dalam Benteng

kau pernah beritahu kepadaku katanya ayahmu bermaksud hendak

menjodohkan dirimu kepadaku, maka aku duga setelah kita kembali

ke dalam Benteng kemungkinan sekali ayahmu segera mengambil

keputusan, dengan demikian kita bukankah tidak bisa pergi?”

“Soal pertama aku tidak berani bicarakan, soal kedua kau tidak

perlu kuatir” seru Wi Lian In dengan malu lantas dia melototi dirinya

dengan gemas. “Sekali pun ayahku mengumumkan pernikahan kita

tetapi belum tentu langsung diadakan perayaannya, dia bisa

menunggu sesudah kita kembali dari kota Tiarg An kemudian

mencarikan satu hari yang amat bagus.”

“Kalau memangnya bisa begitu hal itu amat bagus sekali,” ujar Ti

Then tersenyum. “Aku pun sudah kepingin sekali pergi kekota

Tiang An untuk menarik uang lima belas laksa itu untuk dibagikan

kepada fakir miskin, uang kertas dari Giok Bian Lang-cun itu sudah

aku bawa selama berbulan-berbulan lamanya, kalau tidak cepat-

cepat diambil mungkin kertasnya akan hancur sendiri.”

“Dapatkah kau mengambil sedikit diantara uang itu untuk

membelikan satu hadiah buat aku,” tanya Wi Lian in sambil tertawa.

“Hal ini boleh saja, cuma saja kau akan menganggap hadiahku

sangat tidak berharga.”

“Kau punya rencana hendak menghadiahkan aku apa?”

“Jikalau diharuskan menggunakan uang lima belas laksa maka

tidak perduli mau beli barang apa pun tidak boleh lebih satu tahil

perak.”

“Iih..... satu tahil perak?” tanya Wi Lian In tertegun.

“Benar satu tahil perak,” sahut Ti Then sambil mengangguk.

“Aduuhh... kikir benar kau ini,” teriak Wi Lian In dengan amat

keras.

“Kalau uang sebesar lima belas laksa ini milikku maka aku boleh

menggunakan seluruh uang itu untuk membelikan hadiah buatmu.”

“Hmmm, tidak kusangka kau jujur benar,” seru Wi Lian In sambil

tertawa pahit.

00odwo00

Setelah menempuh perjalanan selama sembilan hari lamanya

akhirnya pada siang hari itu juga sampailah mereka di dalam

Benteng Pek Kiam Po dalam keadaan selamat.

Shia Pek Tha sekalian yang melihat Wi Lian In pulang bersama-

bersama Ti Then jadi merasa terkejut bercampur girang, mereka

masing-masing pada mengerubung maju untuk menanyakan

bagaimana caranya dia bisa menemukan kembali Ti Then.

Wi Lian In lantas menceritakan apa yang dirasanya boleh

dibicarakan, setelah itu baru kembali ke dalam kamarnya.

“Saudara-Saudara sekalian.” ujar Ti Then kemudian kepada para

jago pedang merah yang ada di sana. “Tentunya kalian ingin

mengetahui apa yang telah siauwte kerjakan sewaktu keluar dari

Benteng ini bukan? tetapi dikarenakan Pocu sudah pesan wanti-

wanti kepada siauw-te untuk jangan membocorkan rahasia ini maka

maaf siauw-te tidak dapat menceritakan hal ini kepada saudara

sekalian.

Satu-Satunya hal yang bisa siauw-te katakan adalah tugas yang

diserahkan kepada siauw-te oleh Pocu sudah siauw-te laksanakan

dan mencapai hasil yang diinginkan.”

“Pocu kita kapan baru bisa kembali ke dalam benteng?” tanya

Shia Pek Tha kemudian.

“Menurut dugaan siauw te, ada kemungkinan paling lambat

sepuluh hari kemudian Pocu baru kembali.”

“Pocu kami telah pergi kemana? Dapatkah Ti Kiauw tauw

memberitahukan kami?” sambung Ki Tong Hong lebih lanjut.

“Tidak bisa,” sahut Ti Then sambil tersenyum. “Karena apabila

siauwte mengatakan kemana Pocu sudah pergi berarti pula telah

membocorkan rahasia ini.”

“Sudahlah... sudahlah,” ujar Shia Pek Tha kemudian sambil

tertawa lalu menarik tangan Ti Then. “Tidak perduli Ti Kiauw tauw

mendapatkan tugas yang bagaimana pun untuk diselesaikan

ditempat luaran. Kali ini dia bisa pulang ke dalam Benteng dalam

keadaan selamat kita harus merayakannya, ayoh jalan, kita pergi

minum arak.”

Malam ini setelah bersama-bersama bersantap malam Ti Then

berserta Wi Lian In yang dikarenakan lelah melakukan perjalanan

jauh segera bersama kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.

Ti Then tahu pada tengah malam nanti patung emas bisa

munculkan dirinya. Tetapi dia yang dikarenakan sudah tidak merasa

terperanyat oleh kemisteriusan dari majikan patung emas maka itu

tidak sampai memikirkan kembali urusan itu di dalam hati, tidak

lama setelah dia naik ke atas pembaringan dia sudah tertidar

dengan amat pulas.

Ternyata sedikit pun tidak salah, baru saja lewat kentongan

ketiga majikan patung emas sudah munculkan dirinya.

Dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dia sudah

membuka atap rumah lantas menurunkan patung emasnya

kesampng pembaringan Ti Then.

“Ti Then, kau bangunlah” seru majikan patung emas dengan

mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suaranya.

Dengan terkejut Ti Then sadar dari pulasnya, sambil menggosok

matanya dia bangkit duduk.

“Selamanya tanpa kuundang kau datang sendiri,” serunya

dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara.

“Apanya yang tidak benar?” tanya majikan patung emas sambil

tertawa.

“Aku baru bisa tidur pulas setelah tiba di dalam benteng, tetapi

kau selalu saja tidak membiarkan aku tertidur dengan nyaman dan

enak.”

“Aku mau tahu selama sebulan ini patung emasku sudah berbuat

pekerjaan apa saja ditempat luaran.”

“Seharusnya kau telah tahu dengan sendirinya bukan?”

“Apa maksudmu?”

“Apa dia belum pulang?”

“Siapa yang kau maksudkan dengan "dia"?”

“Manusia berkerudung baju biru yang kau kirim untuk mengawasi

seluruh gerak gerikku itu.”

Agaknya majikan patung emas merasa sangat kaget sekali.

“Kau... kau sudah bertemu dengan dirinya?” tanyanya cepat.

“Benar,” sahut Ti Then tenang. “Bahkan kita pernah bercakap-

cakap.”

“Harus dibunuh, harus dibunuh.” Seru majikan patung emas

sambil mendengus dingin. “Ternyata dia tidak melakukan

pekerjaannya sesuai dengan perintahku.”

“Kecuali kau perintahkan dirinya untuk mengawasi aku secara

diam-diam kau masih perintah dia untuk melakukan pekerjaan apa

lagi?”

“Tidak ada,” sahut majikan patung emas. “Aku cuma perintah dia

untuk mengawasi seluruh gerak gerikmu secara diam-diam karena

aku takut kau sengaja mengulur-ulur waktu dan tidak langsung

pergi mencuri pedang itu.”

“Sebetulnya dia adalah apamu?”

“Kau tidak tahu?”

“Walau pun kami pernah bercakap-cakap tetapi dia sama sekali

tidak membocorkan rahasiamu.”

“Kalau begitu bagus sekali.”

“Sebenarnya dia adalah apamu?” sekali lagi Ti Then bertanya.

“Kau tidak perlu tahu.”

Ti Then segera tersenyum.

“Sskali pun kau tidak berbicara kemungkinan sekali aku bisa

menebaknya sendiri.”

“Sekali lagi aku memberi peringatan kepadamu, jika kau berani

menyelidiki sesuatu yang menyangkut diriku, aku tidak akan berlaku

sungkan lagi terhadap dirimu.”

“Dia adalah putramu?” Ti Then tidak perduli tetapi bertanya

terus.

“Bukan.”

“Kalau begitu anak muridmu?”

Majikan patung emas segera menggerakkan patung emasnya

dengan gaya hendak menyerang.

“Kau cari mati?” tanyanya dengan gusar.

“Sekali pun aku kepingin mati belum tentu kau membiarkan aku

mati,” seru Ti Then mengejek.

“Kau sudah salah menduga” seru majikan patung emas tertawa

dingin. “Aku boleh gagal di dalam rencanaku tetapi aku tidak akan

membiarkan kau mengetahui siapakah aku orang.”

“Kau tidak berani membiarkan aku tahu, siapakah kau orang

tetapi berani membiarkan dia tahu, kalau memang demikian pada

waktu semula kenapa kau tidak menyuruh dia mewakili diriku?”

“Ada bermacam-macam persoalan, dia tidak bisa mewakili kau

untuk masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po.”

“Kelihatannya dia masih amat muda,” seru Ti Then membantah.

“Kepandaian silatnya- pun tidak jelek, ada alasan apa dia tidak bisa

menggantikan diriku?”

“Alasannya tidak bisa diutarakan keluar.”

“Aku tahu,” ujar Ti Then kemudian sambil tertawa. “Wajahnya

tentu tidak mendatangkan rasa simpatik dari orang lain, jikalau dia

yang disuruh masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi Lian In

tentu tidak suka kepadanya, bukan begitu??”

“Yangan banyak omong lagi,” potong majikan patung emas

dengan gusar. “Sekarang aku mau kau beritahu kepadaku, dimana

kau sudah menemukan dirinya sedang membuntuti dirimu? apa

yang sudah kalian bicarakan??”

“Sebetulnya aku tidak menemukan kalau dia sedang membuntuti

diriku, dialah yang munculkan diri dengan sendirinya.”

“Kenapa dia mau munculkan dirinya untuk bertemu muka dengan

dirimu?”

“Alasannya dia bisa munculkan diri dikarenakan hendak

menolong nyawaku, karena sewaktu ada di atas gunung Bu Leng

san secara tidak sengaja sudah terjatuh ke tangan sipendekar

tangan kiri Ciat Pit Yuan.”

“Iiih.... sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan bersembunyi

di atas gunung Bu Leng san?” tanya majikan patung emas dengan

sangat terperanyat.

“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Dia sudah menerima

seorang murid yang bernama Kwek Kwan San, guru murid dua

orang berdiam di dalam sebuah rumah gubuk di atas gunung

tersebut.

Waktu itu aku lewat di sana dan bertemu dengan muridnya Kwek

Kwan San, semula tidak tahu kalau dia adalah anak murid dari si

Cian Pit Yuan itu, sehingga menerima undangannya untuk menginap

satu malam di rumah gubuknya.”

Segera dia menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya

sewaktu ada di dalam rumah gubuk tersebut.

“Demikianlah akhirnya dia munculkan dirinya dan menolong aku

untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah.” Ujar Ti Then

mengakhiri kisahnya.

Sehabis mendengar kisahnya itu majikan patung emas baru bisa

menghela napas panjang.

“Oooh.... Kiranya demikian,” ujarnya. “Kalau begitu di dalam

keadaan seperti itu memang ada keharusan untuk munculkan

dirinya untuk menolong dirimu lolos dari bahaya maut, aku tidak

bisa menyalahkan dirinya.”

“Kemungkinan sekali dia bakal dengan cepat kembali kerumah.”

Ujar Ti Then dengan mengambil kesempatan ini.

“Benar.....” sahut majikan patung emas tanpa terasa.

Tapi sebentar kemudian dia sudah merasa kalau dia sudah salah

ngomong, cepat-cepat bantahnya.

“Aaaah.... tidak... tidak. Dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam

Benteng Pek Kiam Po ini.”

Mendengar perkataan tersebut diam-diam Ti Then merasa amat

geli sekali, pikirnya.

“Perduli kau adalah seekor rase tua berusia ribuan tahun,

akhirnya keterlanjur ngomong juga. Hmmm... hmmm.... sekarang

aku sudah tahu kalau kau mem punyai seorang anak buah yang

menyelinap di dalam Benteng Pek Kiam Po ini.”

Walau pun di dalam hatinya dia berpikir demikian tetapi pada

mulutnya dia sudah menyawab.

“Kalau begitu bagaimana kalian bisa bertemu dan saling

berhubungan berita?”

“Soal ini adalah rahasiaku. Kau tidak perlu tahu.”

“Rahasiamu sungguh tidak sedikit,” seru Ti Then tertawa.

“Tidak usah

laporanmu.”

banyak

omong

lagi,

sekarang

teruskanlah

“Setelah meninggalkan gunung Bu Ling san aku cepat-cepat

melakukan perjalanan menuju kegunung Cun san, setelah

mengetahui tempat tinggal dari Cu Kiam Lo jin, Kan It Hong adalah

di dalam gua naga serta gua macan maka aku segera berangkat

menuju kegua naga dan punya maksud untuk mencari dari gua itu

terlebih dulu, siapa tahu baru saja memasuki gua tersebut

mendadak dari dalam gua sudah berkumandang keluar suara orang

yang sedang berbicara....”

Majikan patung emas yang mendengar secara tiba-tiba Cuo It

Sian turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lojin dengan amat

terperanyatnya dia menjerit kaget.

“Nama besar serta sifat kependekaran Cuo It Sian sudah

memenuhi seluruh angkasa dan tersebar luas didalan Bu lim, tidak

kusangka sama sekali dia bisa melakukan pekerjaan yang demikian

rendahnya, kenapa dia turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lo

jin?”

“Dia tidak mengharapkan ada orang yang tahu kalau dia pernah

membetulkan pedang ditempatnya Cuo Kiam Lojin. Atau dengan

perkataan lain dia tidak ingin orang orang dari Bu lim mengetahui

kalau pedang pendeknya itu pernah patah jadi dua bagian.”

“Alasannya?” tanya majikan patung emas.

“Tidak tahu.”

“Ehmmm... kalau dikata mungkin Cuo It Sian pernah

menggunakan pedang itu untuk....” ujar majikan patung emas

setelah termenung berpikir keras, tetapi setelah sampai ditengah

jalan dia bungkam sekali.

Ti Then yang mendengar dia tidak melanjutkan kembali kata-

kata-nya segera bertanya.

“Kenapa?”

“Tidak mengapa.” Sahut majikan patung emas kemudian setelah

termenung berpikir keras bsberapa saat lamanya. “Lalu akhirnya

bagaimana?”

“Dia menyeret jenasah dari Cu Kiam Lojin ke dalam gua dan

menguburnya.

Karena aku sudah memperoleh larangan dari Wi Ci To untuk

munculkan diri merampas barang itu, secara diam-diam aku

membuntutinya terus dari belakang, aku punya maksud untuk

mencari kesempatan yang baik, malam itu setelah dia melakukan

perjalanan sejauh lima puluh li, mungkin dikarenakan telah lelah

maka akhirnya dia duduk beristirahat di atas tanah tidak lama

kemudian mendadak muncul kembali seorang yang melakukan

perjalanan malam.”

“Siapa?” timbrung majikan patuag emas dengan cepat.

“Tahukah kamu orang di dalam Bu lim ada seorang yang

bernama sikakek pedang baja Nyio Sam Pak?”

“Tahu,” sahut majikan patung emas. “Nama besar dari sikakek

pedang baja Nyio Sam Pak jauh di atas dari Cuo It Sian, apakah

orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah Nyio Sam Pak?”

“Bukan, orang yang melakukan perjalanan malam itu adalah anak

murid dari Nyio Sam Pak yang bernama silang sakti Cau Ci Beng.”

Mendengar perkataan tersebut majikan patung emas jadi sangat

terperanyat.

“Apakah mereka sudah mengadakan pertemuan ditempat itu?”

“Bukan.” Bantah Ti Then kemudian. “Si elang sakti Cau Ci Beng

cuma lewat ditempat itu saja. Ketika dia menemukan Cuo It Sian

ada di sana dia segera berhenti dan memberi hormat, karena dia

pun kenal dengan dirinya, kiranya Cuo It Sian dengan suhunya Nyio

Sam Pak adalah kawan lama. Menurut apa yang aku dengar, pada

waktu yang lalu Cuo It Sian pernah membantu Nyio Sam Pak

menghindarkan diri dari suatu bencana, untuk membalas budi itu,

Nyio Sam Pak lantas menghadiahkan satu pedang Biat Hun

kepadanya, pedang itu adalah pedang yang dibawa Cuo It Sian

untuk disambung kembali di rumahnya Cu Kiam Lo jin.”

“Kalau demikian adanya rahasia yang menyelubungi pedang

pendek itu ada kemungkinan mem punyai sangkut pautnya dengan

diri Nyio Sam Pak,” ujar majikan patung emas memberikan

pendapatnya.

“Aku kira tidak ada.”

“Bagaimana kau bisa tahu?”

Demikianlah akhirnya Ti Then menceritakan kembali bagaimana

Cuo It Sian membinasakan diri silang rajawali Cau Ci Beng...

akhirnya dia menambahkan.

“Ditinyau dari hal ini bilamana pedang pendek Biat Hun itu ada

rahasia yang mem punyai sangkut paut dengan diri Nyio Sam Pak

tidak seharusnya Cuo It Sian turun tangan membinasakan dirinya.”

“Heee.... heee....” terdengar majikan patung emas tertawa

dingin. “Di dalam satu hari berturut-turut membinasakan dua orang,

hati Cuo It Sian benar-benar amat kejam sekali.”

“Dia pernah bergumam seorang diri katanya semua ini adalah Wi

Ci To yang memaksa sehingga dia berbuat serong.”

“Menurut perkataan yang diucapkan itu aku menduga tentunya

dia pernah menggunakan pedang pendek itu untuk melakukan satu

urusan yang jahat, sehingga sewaktu Wi Ci To memperoleh pedang

tersebut, dia jadi kelabakan dengan sendirinya.”

“Soal ini aku pun pernah memikirkannya, tetapi aku rasa tidak

mirip.....”

“Kalau tidak, apa lagi alasan yang cocok?”

“Aku sendiri juga tidak tahu,” ujar Ti Then setelah ditanyakan

oleh majikan patung emas itu.

“Aku rasa agaknya Wi Ci To belum sampai memegang semua

buktinya, karena menurut perkataan dari Wi Ci To sendiri dia sudah

menyimpan potongan pedang itu selama tiga tahun lamanya, jikalau

dikata Wi Ci To sudah mencekal satu bukti yang nyata kenapa

selama tiga tahun ini dia tetap merahasiakannya?”

“Mungkin Wi Ci To hendak menggunakan kesempatan ini untuk

memaksakan sesuatu dengan dirinya, atau kemungkinan juga

setelah didesak beberapa kali akhirnya Cuo It Sian jadi nekat dan

mengambil tindakan untuk merebut kembali potongan pedang itu.”

“Tidak.”

“Kau menganggap Wi Ci To tidak bisa melakukan pekerjaan ini?”

tanya majikan patung emas sambil tertawa.

“Benar,” sahut Ti Then singkat.

“Kau tidak merasa Wi Ci To adalah seorang manusia yang amat

misterius?”

“Tetapi aku percaya dia adalah seorang yang jujur dan berhati

lurus,” sambung Ti Then cepat.

“Sudahlah, sekarang lanjutkan laporanmu, secara bagaimana kau

bisa mencuri kembali pedang pendek tersebut.”

Ti Then- pun segera menceritakan bagaimana disebuah rumah

penginapan dikota Hoa Yong Sian secara tidak sengaja dia sudah

bertemu dengan Wi Lian In dan bagaimana dengan menggunakan

ketajaman penciuman dari sianying Cian Li Yen melakukan kejaran

terhadap diri Cuo It Sian dan akhirnya kurang sedikit ketahuan

rahasianya sewaktu ada dirumah petani diluar kota Kong An Sian.

Dan paling akhir dia bagaimana menyuruh sipencuri tiga tangan

untuk mencuri kembali pedang pendek itu.....

Selesai mendengarkan kisah tersebut majikan patung emas

segera tertawa.

“Cuo It Sian dengan membuang banyak akal dan tenaga

bersusah payah untuk merebut kembali potongan pedang itu kini

tercuri kembali oleh kalian, bilamana dia tahu saking cemasnya

mungkin bisa jadi gila dengan sendirinya.”

“Aku sama sekali tidak menaruh simpatik kepadanya.”

“Lalu pedang Biat Hun Kiam itu apakah

dibadanmu?” tanya majikan patung emas tiba-tiba.

sekarang

“Benar.”

“Bagaimana kalau diperlihatkan sebentar kepadaku.”

“Tapi kau tidak boleh bawa lari lho.”

ada

Majikan patung emas tertawa.

“Bilamana aku bermaksud membawa lari bukankah sama saja

mendatangkan kerepotan buat diriku sendiri?”

Di dalam hati Ti Then tahu dia benar-benar sangat

mengharapkan dirinya bisa memperoleh penghargaan dari Wi Ci To

sehingga berhasil mempersunting Wi Lian In sebagai istrinya,

karena itu dia tidak mungkin dia mau membawa lari pedang pendek

Biat Hun tersebut karena bilamana dia sampai berbuat demikian

bukankah sama saja merusak rencana kita sendiri? Karena itu dia

segera melepaskan pedang pendek itu dan diberikan kepada patung

emas yang ada di hadapannya tersebut.

Majikan patung emas segera menarik patung emasnya itu ke atas

dan melihat sebentar pedang pendek itu.

“Pedang pendek ini kelihatannya biasa

keistimewaannya apa pun,” ujarnya kemudian.

saja,

tidak

ada

“Benar,” sahut Ti Then membenarkan. “Aku pun tidak bisa

melihat adanya satu keistimewaan.”

“Tetapi aku benar-benar merasa kagum atas kelihayannya dari

Cu Kiam Lojin yang bisa menyambung pedang itu sehingga tidak

kelihatan sedikit bekas pun.”

“Benar.”

Majikan patung emas segera meletakkan pedang pendek itu ke

atas pergelangan tangan dari patung emasnya lagi dan

mengereknya turun ke bawah.

“Ini terimalah kembali,” serunya.

Setelah menerima kembali pedangnya, Ti Then lantas berkata

lagi.

“Eeei. aku mau pergi tidur, bagaimana kalau malam ini sampai di

sini saja??”

“Tidak, aku masih ada perkataan yang hendak ditanyakan

kepadamu, kapan Wi Ci To baru kembali?”

“Mungkin sepuluh hari lagi.” Sahut Ti Then dengan cepat.

“Aku dengar perkataan dari para jago yang ada di dalam Benteng

katanya Wi Ci To sudah memberikan putrinya kepadamu, maka itu

setelah dia pulang ke dalam Benteng dia pasti mengumumkan

pernikahan kalian.”

“Kalau tidak, kau jangan menyalahkan aku lho.”

“Kecuali secara diam-diam kau main setan, kalau tidak pasti

berhasil,” ujarnya majikan patung emas dengan suara berat.

“Aku tidak sedang main setan, maksudku bilamana sampai terjadi

lagi suatu peristiwa kemungkinan sekali Wi Ci To akan

menangguhkan perkawinan diantara kita. Hal ini jelas adalah suatu

alasan yang betul.”

“Setelah pedang pendek itu direbut kembali kau rasa bisa terjadi

peristiwa apa lagi?” tanya majikan patung emas.

“Hal ini sukar untuk dibicarakan, setelah Cuo It Sian menemukan

kalau pedang pendeknya sudah tercuri sudah tentu dia akan

menaruh curiga kalau pekerjaan ini pasti hasil perbuatan dari Wi Ci

To, maka itu aku menduga Cuo It Sian pasti datang. “

“Dia tidak punya bukti. Bagaimana berani datang kebenteng Pek

Kiam Po untuk mencari gara-gara?”

“Untuk merebut kembali pedang pendek itu dia sudah

membinasakan berpuluh-puluh orang banyaknya. Kau pikir kali ini

dia tidak berani memperlihatkan satu permainan setan lagi?”

“Bilamana dia berani datang mencari gara-gara lagi, hal ini

berarti pula hendak merusak rencanaku. Saat itu aku tidak akan

berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirinya,” ancam majikan

patung emas dangan keren.

“Kau ingin berbuat apa?”

“Bunuh dirinya berarti juga membantu Bu lim melenyapkan satu

sumber bencana kau setuju bukan kalau aku turun tangan

membinasakan dirinya?”

“Aku tidak menolak.”

“Bagus sekali,” sahut majikan patung emas dengan girang. “Jika

tidak datang yaaa sudahlah, bilamana datang maka aku surah dia

tidak dapat kembali kekota Tiong Cing Hu lagi.”

Berbicara sampai di sini dia segera menarik patung emasnya ke

atas, menutup atap rumah dan lenyap tak berbekas.

Ti Then pun segera jatuhkan diri ke atas pembaringan dan sekali

lagi tertidur dengan amat pulasnya.

Tiga hari kemudian sipedang naga emas Wi Ci To sudah kembali

ke dalam Benteng Pek Kiam Po.

Begitu sampai di dalam Benteng dengan cepat dia

memerintahkan Ti Then untuk menghadap ke dalam kamar

bacanya.

“Ti Kiauw tauw, kau berhasil?” tanyanya.

“Benar...” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Untung boanpwe

berhasil mencuri kembali pedang Biat Hun ini.”

Sambil berkata dia mengambil keluar pedang pendek itu dan

diangsurkan ke depan.

Wi Ci To setelah menerima pedang ini lantas dengan telitinya

diperiksa sebentar. Tetapi sebentar kemudian air mukanya berubah

sangat hebat.

“Secara bagaimana kau pergi mencuri pedang pendek ini?”

tanyanya sambil mengangkat kepalanya.

Ti Then segera menceritakan seluruh kisahnya dengan amat jelas

sekali....

Ketika dilihatnya Wi Ci To sedang mengerutkan alisnya rapat-

rapat dia jadi merasa heran.

“Ada apanya yang tidak beres?” tanyanya.

Wi Ci To tertawa pahit lantas mengangkat pedangnya ke depan.

“Kau sudah tertipu,” serunya.

“Tertipu?” tanya Ti Then melengak.

“Benar, tetapi hal ini tidak bisa salahkan dirimu...”

“Pedang pendek itu adalah palsu?”

“Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, “Walau pun bentuk serta

besar kecilnya persis seperti pedang Biat Hun tersebut tetapi di atas

pedangnya tidak terdapat tulisan Biat Hun dua kata.”

Ti Then segera merasakan wajahnya amat panas sekali, matanya

terbelalak lebar-lebar.

“Apa mungkin tulisan itu sudah jadi lumer sswaktu Cu Kiam Lojin

menyambung kembali potongan itu?” tanyanya.

“Pasti tidak.”

Kening yang dikerut Ti Then semakin mengencang, dengan

gemasnya dia berseru,

“Tentulah sipencuri tiga tangan yang sudah main setan dengan

aku, dia tidak berani mencopet pedang pendek Cuo It Sian lantas

mencarikan satu pedang pendek lalu menipu diriku, bangsat cilik...”

“Tidak benar...” potong Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.

“Pasti bukan sipencuri tiga tangan yang main setan, karena dia

belum pernah melihat pedang Biat Hun tersebut sehingga tidak

mungkin pula baginya untuk pergi mencari sebilah pedang pendek

yang persis untuk menipu dirimu.”

“Kalau begitu boanpwe yang kena ditipu oleh Cuo It Sian

bajingan tua itu?” ujarnya Ti Then sambil membelalakan matanya.

“Benar, kemungkinan sekali sewaktu dia mengenal kembali kuda

Ang Shan Khek sewaktu ada dirumah petani itu dalam hatinya

sudah timbul rasa curiganya, karena itu dia segera

menyembunyikan pedang Biat Hun yang asli dan

mencarikan satu yang palsu untuk dibawa dibadannya.”

sengaja

Mendengar penjelasan tersebut Ti Then segera tertawa pahit.

“Bagaimana pun jahe yang tua jauh lebih pedas, boanpwe sama

sekali tidak menyangka kalau dia bisa berbuat demikian” ujarnya.

“Dia memang benar-benar pinter sekali, sekali ini hampir-hampir

saja lohu- pun kena ditipu olehnya.”

“Apakah di dalam kota Tiong Cing Hu dia sudah pasang seorang

penggantinya??”

“Benar, bagaimana kau bisa tahu?” tanya Wi Ci To melengak.

“Hal itu boanpwe ketahui setelah memikirkan dan mencocok-

cocokkan semua kejadian yang ada, beberapa bulan yang lalu

dikarenakan boanpwe menaruh curiga dialah yang sudah melakukan

jual beli dengan Hu Pocu, pernah bersama-bersama dengan Lian In

pergi menyambangi dirinya. Dia yang melihat boanpwe menaruh

curiga terhadap dirinya dia segera mengeluarkan satu bukti yang

amat kuat sekali, dia bilang setiap hari penduduk dikota Tiong Cing

Hu melihat dia ada di dalam kota dan minta boanpwe mengadakan

penyelidikan, saat itu boanpwe sudah tentu amat percaya.”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 31

IA BERHENTI sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi

”Dikemudian hari setelah boanpwe benar-benar yakin dialah yang

membinasakan diri Hong Mong Ling maka di dalam pikiranku segera

berkelebat satu ingatan. Boanpwe merasa pastilah ada seseorang

yang menyamar sebagai dirinya dan setiap hari ada dirumahnya

dikota Tiong Cing Hu untuk melindungi seluruh gerak geriknya, kali

ini dia pergi ke tempat Cu Kiam Lojin untuk membetulkan

pedangnya bahkan mem punyai maksud untuk membunuhnya pula,

sudah tentu dia menyuruh orang yang menyamar sebagai dirinya itu

untuk setiap hari berlalu lalang di dalam kota Tiong Cing Hu agar

semua orang melihatnya, dikemudian hari apabila ada orang yang

menaruh curiga terhadap dirinya dan menudub dialah yang sudah

membunuh Cu Kiam Lojin maka saat itulah dia akan meminta

penduduk disekitar kota Tiong Cing Hu untuk bertindak sebagai

saksi kalau dia orang sama sekali belum pernah meninggalkan kota

Tiong Cing Hu barang setapak pun."

"Memang demikian adanya " sahut Wi Ci To sambil mengangguk.

"Kali ini Lohu pergi kekota Tiong Cing Hu setiap hari bisa melihat dia

pergi main catur di dalam sebuah rumah penyual teh, selama itu

Lohu selalu tidak mengetahui kalau dia adalah Cuo It Sian palsu,

sampai pada tengah malam suatu hari di sana untuk keempat

kalinya Lohu masuk ke dalam rumahnya untuk mencuri pedang

pendek itu mendadak Lohu sudah menemukan ada dua orang Cuo

It Sian muncul di tanah lapangan halaman belakangnya saat itulah

Lohu baru tahu dia orang sebenarnya punya seseorang yang

sengaja menyamar sebagai dirinya . . "

"Waktu itu apakah pocu tidak mendengar dia membicarakan soal

dia orang sudah menggunakan sebilah pedang pendek yang lain

ditukar dengan pedang Biat hun Kiam yang asli?" tanya Ti Then

kemudian.

"Tidak!" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya." Hal itu

boleh dikata adalah kesalahan Lohu sendiri yang terlalu bernapsu

dan gegabah, ketika Lohu mendengar Cuo It Sian mengatakan

"Sudah dicuri dikota Hok Hong Sian" maka di dalam anggapanku

kau sudah berhasil mendapatkannya. karena itu secara diam-diam

aku sudah mengundurkan diri dari sana, dan tidak melanyutkan

mencuri dengar pembicaraan mereka."

"Lalu seharusnya bagaimana baiknya ?”

Wi Ci To termenung berpikir sebentar mendadak sambil

menengok kearah depan pintu ujarnya :

"Lian In, kau masuklah!"

Mendengar perkataan tersebut Ti Then jadi melengak, tetapi

sebentar kemudian dia sudah tertawa.

"Aaaaah ..... kiranya Lian In sedang mencuri dengar diluar kamar

.. ”

Tampak pintu kamar dengan perlahan-lahan didorong ke dalam

kemudian tampaklah Wi Lian In dengan wajah yang masih diliputi

oleh rasa malu berjalan masuk ke dalam kamar baca itu.

”Tia. ” serunya malu, "Pendengaranmu sungguh tajam sekali, aku

baru saja samppai ditempat ini.”

”Kalau begitu orang yang mencuri dengar diluar kamar sejak tadi

tentunya bukan kau orang melainkan budak setan lainnya,” ujar Wi

Ci To sambil tertawa gemas.

Ait muka Wi Lian In seketika itu juga berubah memerah.

„Hmm.“ dengusnya, „Tia sungguh pintar sekali memaki orang

dengan jalan berputar, aku tidak cuma berdiri sebentar saja diluar

kamar.“

„Apa yang aku bicarakan dengan Kiauwtauw kau sudah

mendengar semuanya, sekarang aku mau bertanya kepadamuo kau

punya akal apa yang baik?“ ujar Wi Ci To sambil tertawa.

„Hal ini harus melihat maksud hati dari Tia, jikalau Tia sudah

mengambil keputusan untuk merebut kembali pedang Biat Hun

Kiam itu maka aku bsserta Ti Kiauw tauw terpaksa harus pergi

mencuri lagi“

„Sudah tenta lohu punya maksud hati untuk merebut kembali

pedang pendek itu.

Cuma saja jikalau kita tidak mencarikan satu akal yang bagus

rasanya tidak akan mudah mendapatkan hasil.“

Tiba-tiba tampak Ti Then bangkit berdiri dan berjalan menuju ke

pintu kamar untuk menengok sebentar keadaan ditempat luaran,

setelah dilihatnya tidak ada jagoan pedang dari Benteng yang

berada disekeliling tempat itu dia baru berputar kembali dan berkata

dengan suara yang amat lirih sekali :

„Boanpwe punya satu akal, cuma saja tidak dapat dibicarakan

secara terus terang“

„Coba kau katakanlah,“ ujar Wi Ci To sambil memandang tajam

wajahnya.

Ti Then segera maju satu langkah mendekati badannya lantas

bungkukkan badannya membisikkan sesuatu ketelinganya, akhirnya

dia menambahkan :

„Pocu rasa bagaimana dengan siasat ini?”

Air muka Wi Ci To segera memperlihatkan rasa girangnya,

dengan cepat dia mengangguk.

"Siasat ini bagus sekali, kita boleh coba. . . , Coba . . . kita boleh

coba-Coba!" Serunya.

"Cuma saja tidak tahu bagaimana dengan perawakan badannya?"

"Lohu sendiri pun sudah ada tujuh, delapan tahun lamanya tidak

pernah bertemu dengan dirinya, bagaimana perawakan badannya

lohu sendiri juga tidak begitu jelas, tetapi bagaiamana pun kita

harus pergi melihatnya pula, sampai waktunya kita mengambil

keputusan kembali."

"Eeeei. . . . sebetulnya ada urusan apa?” tanya Wi Lian In tidak

sabaran lagi.

"Lian In!" ujar Wi Ci To tersenyum dan menoleh kearah putrinya.

"Siasat dari Ti Kiauw-tauw yang begitu baik untuk mencuri kembali

pedang itu, untuk kali ini terpaksa kau tidak boleh mengikutinya."

"Asalkan aku mengetahui alasan yang melarang aku ikut pergi

sudah tentu aku tidak akan pergi !" Seru Wi Lian In sambil

mencibirkan bibirnya.

"Sudah tentu mem punyai alasan yang tidak memperbolehkan

kau ikut, bilamana kali ini kau tetap ngotot untuk ikut maka semua

siasat dari Ti Kiauw tauw tidak bisa dijalankan lagi.”

Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata yang amat gemas

terhadap diri Ti Then tanyanya dengan wajah yang penuh rasa tidak

senang.

”Apa tokh sebetulnya siasat yang kau usulkan itu?”

”Bila kau menyanggupi untuk tidak ikut pergi maka aku baru

beritahu kepadamu” sahut Ti Then tersenyum,

”Kau tidak mau bicara juga tidak mengapa” teriak Wi Lian In

semakin tidak senang, ”Pokoknya aku masih punya seekor anying

Cian Li Yen untuk membuntuti dirimu.”

Mendadak air muka Wi Ci To berubah jadi amat keren sekali,

”Kali ini jikalau kau menggunakan anying Cian Li Yen untuk

membuntuti lohu serta Ti Kiauw tauw lagi maka aku tidak akan

mengakui sebagai putriku lagi.“

Wi Lian In yang melihat ayahnya berbicara dengan demikian

serius dan keren tidak terasa lagi dia jadi bergidik.

”Tia, kau hendak pergi bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw ?”

tanyanya terperanyat.

”Benar, kami mau pergi menyambangi seseorang kemudian baru

pergi kekota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang.”

”Mau menyambangi siapa ?“ tanya Wi Lian In lebih lanjut,

„Kau kemarilah, aku akan memberitahukan siasat dari Ti

Kiauwtauw itu.”

Wi Lian In segera berjalan mendekati ayahnya. Wi Ci To pun

lantas memberitahukan siasat dari Ti Then itu dengan suara yang

amat lirih.

Selesai mendengar Wi Lian In mengangguk.

„Kira-kira harus membutuhkan beberapa lama?" tanyanya.

“Paling cepat juga satu setengah bulan,” sahut Wi Ci To setelah

berpikir sebentar.

“Aku setuju tidak ikut pergi, tetapi tentunya aku boleb pergi

ketempat lain untuk jalan-jalan bukan ?”

”Kau ingin pergi kemana?”

”Tiang An”

”Mau berbuat apa?“

„Aku sudah sebesar begini tetapi selamanya belum pernah pergi

kekota Tiang An, aku ingin mencari pengalaman sekalian membeli

barang aku dengar katanya barang yang ada di-ibu kota jauh lebih

baik dari barang-barang di kota lain.“

”Kalau mau main, kesempatan di kemudian hari masih amat

banyak“ ujar Wi Ci To tertawa. „Sedangkan mengenai pembelian

barang, jikalau barang itu adalah keperluan untuk perkawinanmu

nanti, kau boleh berlega hati aku bisa kirim orang untuk pergi beli

barang-barang tersebut buatmu.“

Air muka Wi Lian In segera berubah

mendepakkan kakinya ke atas tanah ujarnya.

memerah

sambil

”Siapa yang mau pergi beli barang keperluan kawin, aku cuma

ingin membeli sedikit barang saja.”

”Tidak perduli kau hendak membeli barang apa pun sebelum

lohu berhasil merebut kembali pedang pendek Biat Hun Kiam itu kau

dilarang meninggalkan benteng seorang diri, jikalau kau tidak mau

mendengar omonganku maka aku tidak akan menyayangi dirimu.”

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.

”Tia, kau takut aku terjatuh kembali ke tangannya Cuo It Sian

bajingan tua itu?”

”Benar.”

”Soal ini sebetulnya Tia tidak perlu kuatir, perjalanan putrimu kali

ini menuju kekota Tiang An adalah . ..”

Medadak Wi Ci To ulapkan tangannya memotong pembicaraan

selanjutnya.

”Biarlah lohu beritahu satu persoalan lagi kepadamu. . ”

Sehabis berkata dia menarik dirinya ke samping badannya lalu

membisikkan sesuatu perkataan kepadanya.

Selesai mendengar perkataan tersebut air muka Wi Lian In

segera berubah merah padam, dengan rasa amat malu sekali dia

menutupi wajahnya sendiri.

”Tidak, aku tidak mau.”

Dengan menundukkan kepalanya dia lari keluar dari kamar baca

tersebut.

Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak.

Ti Then yang melihat perubahan wajah antara ayah beranak itu

dia segera mengetahui tentunya Wi Ci To sudah mengatakan

sesuatu kepada putrinya, sehingga membuat dia merasa malu

sekali.

„Pocu, kau orang tua memberitahukan soal apa kepadanya ?“

tanyanya sambil tertawa paksa.

„Lohu beritahu kepadanya, bilamana dia tidak baik-baik tinggal di

dalam Benteng maka aku tidak akan membiarkan dia kawin“

Ti Then segera tersenyum, lalu dengan cepat mengalihkan bahan

pembicaraannya.

”Pocu punya rencana berangkat kapan ?”

”Bagaimana kalau besok pagi ?”

”Boanpwe ikuti saja keputusan dari Pocu.”

”Kalau begitu kita berangkat besok pagi saja.”

”Baikiah,” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya menjura.

”Pocu silahkan beristirahat, boanpwe ....”

”Ti Kiauw-tauw, silahkan duduk lagi” tiba-tiba Wi Ci To mengulap

tangannya memutuskan perkataan selanjutnya. ”Lohu masih ada

perkataan yang hendak dibicarakan dengan dirimu.”

Terpaksa Ti Then duduk kembali. “Pocu ada petunjuk apa?”

tanyanya.

Dengan sinar mata yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan

wajahnya, dia tersenyum,

”Ada satu persoalan yang selama ini Lohu belum pernah

menanyakan kepadamu, pernahkah kau kawin?” tanyanya.

”Belum” sahut Ti Then dengan hati berdebar-debar amat keras

sekali.

”Kalau begitu bagus sekali” seru Wi Ci To kegirangan. ”Aku mau

tanya satu persolan lagi, bagaimana pandanganmu terhadap putriku

itu?”

Wajah Ti Then segera berubah jadi merah padam seperti kepiting

rebus saking malunya.

”Lian In ba . . . bagus sekali,” sahutnya sambil tertawa malu-

malu.

”Selama hidupku lohu cuma mem punyai seorang putri dia saja,

maka itu rasa sayangku kepadanya amat berlebih-lebihan, tetapi

jika dilihat dari tindak tanduknya sifatnya boleh dikata tidak jelek.”

”Benar, benar . . ”

”Bilamana Ti Kiauw-tauw tidak menampik, bagaimana kalau Lohu

jodohkan saja kepadamu”

”Boanpwe tidak becus di dalam sega1a-galanya, mungkin tidak

memadai untuk mendapatkan diri Lian In,” sahut Ti Then sambil

menundukkan kepalanya rendah-rendah.

”Ti Kiauw tauw tidak usab terlalu merendahkan diri, pemuda

yang demikian baiknya seperti dirimu boleh dikata selama hidupku

lohu baru untuk pertama kali menemuinya maka bilamana kita

bicarakan memadai atau tidak seharusnyalah putrikulah yang tidak

memadai,”

”Tidak berani, pocu terlalu memuji.”

”Bilamana kau mem punyai perhatian khusus terhadap putriku

maka setelah berhasil mencuri pedang pendek itu, lohu segera akan

menguruskan perkawinan kalian, tetapi bila kau tidak

punya

perhatian juga tidak mengapa, bagaimana?”

”Pocu bisa memandang tinggi boanpwe . boanpwe merasa

sangat berterima kasih sekali,” seru Ti Then dengan gugup. ”Cuma

saja , , Cuma saja . ,”

”Cuma saja bagaimana?”

”Cuma saja boanpwe bisa jadi seorang Kiauw tauw yang baik

tetapi belum tentu bisa jadi seoraog menantu yang baik”

Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To segera tertawa

”Soal ini Lohu tidak akan merasa kuatir, omong terus terang saja

Lohu sudah memperhatikan dirimu lama sekali, terhadap seluruh

tindak tandukmu lohu boleh dikata sudah mengetahui amat jelas

sekali.”

”Tapi boanpwe merasa.. . merasa boanpwe bukanlah . . bukanlah

seorang manusia baik” seru Ti Then tertawa pahit.

”Tidak” seru Wi Ci To dengan tegas, ”Kau adalah seorang

pemuda yang amat bagus dan berhati jujur, walau pun dalam

hatimu ada kemungkinan sudah tersembunyi satu rahasia yang

tidak dapat diberitahukan kepada orang lain tetap! tidak perduli

apakah rahasia itu lohu berani memastikan kalau kau adalah

seorang manusia yang dapat dipercaya.”

Dalam hati Ti Then merasa semakin menyesal lagi.

”Dugaan dari Pocu sedikit pun tidak salah, Boanpwe mem punyai

suatu rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang lain . . ”

serunya terharu.

Wi Ci To segera goyangkan tangannya mencegah dia orang

untuk melanjutkan kembali perkataannya.

”Kalau memangnya tidak boleh diberitahukan kepada orang lain

lebih baik tidak usah dibicarakan lagi” ujarnya sambil tertawa

ramah, ”Lebih baik sekarang kita bicarakan soal perkawinan saja,

bilamana tidak setuju maka Lohu tetap adalah Pocu-mu sedangkan

kau pun tetap merupakan Kiauw-tauw diri Lohu,”

Sampai keadaan seperti ini boleh dikata situasi dari Ti Then

seperti naik di atas pungguag macan mau turun pun tidak sanggup

lagi. Terpaksa dia menigggalkan tempat duduknya dan jatuhkan diri

berlutut dihadapas Wi Ci To lantas menyalankan penghormatannya.

”Gakhu, ada dia di atas, terimalah satu penghormatannya.”

Wi Ci To benar-benar merasa sangat girang sekali, dengan cepat

dia ulur tangannya membimbing dia bangun kemudian tertawa

terbahak-bahak dengan amat kerasnya.

”Haaa , . ha. bagus sekali. lain kali setelah kembali ke dalam

Benteng lohu pasti akan mencarikan satu hari yang bagus untuk

kawinkan diri kalian.”

Ti Then segera bangkit berdiri, tangannya dilurus ke bawah dan

berdiri tidak bergerak, dia tidak tahu haruskah hatinya merasa

murung atau girang, keadaannya amat mengenaskan sekali.

”Satu-satunya syarat yang harus kau terima adalah setelah kau

kawin dengan putriku maka kalian harus tetap tinggal di dalam

benteng, dan kau pun tetap menyabat sebagai Kiauw tauw dari

Benteng Pek Kiam Po” sambung Wi Ci To lagi sambil tertawa.

“Baik”

”Kau punya usul lain?” tanya Wi Ci To lagi.

“Tidak ada”

“Kalau begitu sekarang kau boleh kabarkan berita bagus ini

kepada Wi Lian In bersamaan pula peringatkan kepadanya untuk

jangan meninggalkan benteng setelah kita pergi, jika kau yang

mengatakannya dia malah mau mendengar, pergilah!”

Ti Then segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar

baca itu setelah menyalankan penghormatan kembali.

Setelah itu dia baru berjalan menuju kamar Wi Lian In.

Sesampainya di depan kamar Wi Lian In tampaklah pada waktu

itu si budak Cun Lan sedang berjalan keluar dari dalam ruangan.

Dia segera menghentikan langkah kakinya.

”Siocia ada di kamar?” tanyanya.

”Ada,” sahut Cun Lan singkat.

”Tolong panggil dia keluar.”

”Ti Kiauw tauw kenapa kau tidak mau masuk sendiri ke dalam?”

ujar Cun Lan sambil tertawa.

”Aaa . . . aku . aku boleh masuk ?” tanya Ti Then malu-malu.

”Sudah tentu boleh.” sahut Cun Lan sambil tertawa geli.

Selesai berkata bukannya masuk ke dalam kamar untuk melapor

sebaliknya malah lari keluar.

Ti Then tak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa dia melanjutkan

langkah kakinya masuk ke dalam kamar.

”Lian In . , , , Lian In , ,” teriaknya berulang kali.

”Siapa ?”

Suara dari Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamar,

jika didengar dari nada suaranya jelas membawa serta tertawa yang

ditahan-tahan agaknya dia sudah tahu Ti Then yang datang tetapi

sengaja bcr pura-pura tolol.

”Aku” sahut Ti Then sambil menghentikan langkah kakinya.

”Siapa kau?” tanya Wi Lian In lagi tetap tidak munculkan dirinya.

”Si tikus membuat lubang Bun Ih” sahut Ti Then tertawa.

”Kau hendak cari siapa ?”

”Mau cari calon istriku . .”

„Siapa calon isterimu itu ?“

“Wi Lian In”

“Sungguh besar nyalimu, jikalau didengar Tia mulutmu tentu

akan ditampar sampai keluar darah,”

“Aku tidak takut, aku memangnya mendapat peritah dari ayahmu

sengaja datang mencari calon istriku.”

Ketika Wi Lian In mendengar perkataannya yang terakhir ini

bagaikan segulung angin kencang dengan cepatnya berlari keluar,

jelas sekali kelihatan biji matanya yang jeli mengandung rasa girang

yang bukan alang kepalang.

”Kau . .kau bilang apa?” tanyanya girang bercampur malu-

”Aku mendapat perintah dari Gakhu dia orang tua untuk datang

kemari mencari calon istriku.” seru Ti Then sambil menepuk

dadanya sendiri.

Di hadapan Ti Then, Wi Lian In tidak merasa malu lagi seperti

sewaktu ada di hadapan ayahnya, mendengar perkataan ini dia

segera menarik tangan Ti Then,

”Tia bilang apa?”

”Dia orang tua tanya aku maukah mengawini dirimu sebagai

isteriny, bilaman mau maka dia menyuruh aku berlutut dan

menyalankan penghormatan besar kepadanya “

”Lalu kau sudah jalankan?” tanya Wi Lian In dengan sangat

cemas.

“Sudah,” sahut Ti Then mengangguk.

Wi Lian In jadi amat girang sekali.

“Lalu bagaimana?” tanyanya cepat.

“Dia bilang setelah kita berhasil mendapatkan pedang pendek itu

maka dia akan mengawinkan kita berdua, tetapi ada satu syarat.”

”Syarat apa?”

”Sebelum kita balik kembali ke dalam Benteng kau dilarang

meninggalkan Benteng, kalau berani melanggar batal.”

”Aku tidak pergi sudahlab, buat apa kau membicarakan soal itu

demikian seriusnya” seru Wi Lian In sambil tertawa,

”Kau adalah putri kesayangan dari ayahmu, kau tidak boleh

membuat dia merasa kuatir, begitulah tindakan seoraag anak yang

berbakti kepada orang tuanya.”

Wi Lian In segera mengangguk.

„Aku bersumpah tidak akan keluar pintu benteng barang

selangkah pun,” serunya kemudian.

„Jika di dalam Benteng kau merasa megganggur bolehlah kau

bantu aku membuatkan beberapa stel pakaian, sekarang apa pun

aku tidak punya sampai waktunya kswin kalau diharuskan memakai

baju yang kuno dan jelek bukankah akan menggelikan para tamu

saja?”

„Baiklah,“ sahut Wi Lian In sambil mengangguk berulang kali.

„Aku bisa pergi ke dalam kota untuk membeli bahan kain yang

paling bagus untuk membuatkan tiga lima stel pakaian buat dirimu,

ada lainnya?“

”Tidak ada”

”Kapan kau berangkat?”

”Besok pagi.”

Wi Lian In yang mendengar kekasihnya hendak berangkat

meninggalkan dirinya

Begitu cepat jelas dari air mukanya memperlihatkan rasa

keberatannya,

”Aku ada banyak persoalan yang hendak dibicarakan dengan

dirimu, bagaimana kalau kita duduk-duduk di dalam kebun burga?”

tanyanya.

”Baiklah.”

Sesampainya di dalam kebun bunga akhirnya Wi Lian In tidak

berbicara terlalu banyak, mereka berdua dengan berdiam diri saling

berpelukan dengan mesranya.

Malam itu sehabis bersantap malam Wi Ci To mengumpulkan

semua jago pedang merah yang ada di dalam Benteng dan

mengumumkan kalau besok bendak keluar Benteng bersama-sama

dengan Ti Then untuk membereskan satu urusan sesudah memesan

wanti-wanti dan menyerahkan seluruh pekerjaan yang ada di dalam

Benteng kepada anak muridnya dia membubarkan semua orang dan

mengundurkan diri ke kamar untuk beristirahat.

Ti Then pun kembali ke dalam kamarnya sendiri, si pelayan tua

Locia dengan matanya yang sipit berjalan masuk ke dalam kamar

membawa seteko air teh panas.

”Ti Kiauw tauw, aku dengar kau hendak keluar benteng lagi?”

tanyanya.

"Tidak salah, besok harus berangkat.”

”Kali ini kau hendak pergi kemana?"

"Rahasia ini tidak boleh dibocorkan."

"Aku budak tua masih mendengar satu berita bagus lagi, berita

baik ini tentunya Ti Kiauw-tauw boleh membocorkannya bukan?”

"Berita baik apa?" tanya Ti Then pura-pura bodoh-

Si Locia segera tertawa haa haa hi hi, ”Aku dengar katanya Pocu

telah menjodohkan sio-cia kepadamu, bukan begitu?"

"Kau dengar berita ini dari siapa?" tanya Ti Then sambil tertawa

tawar.

"Semua jago pedang yang ada di dalam benteng sudah pada

tahu."

”Mereka dengar dari siapa?"

"Katanya Sio-cia memberitahukan soal ini kepada Cun Lan, dan

Cun Lan lah yang membocorkan ke tempat luaran."

'Hmmm! budak itu memang sangat cerewet sekali!"

Si Lo-cia segera tertawa.

"Peristiwa yang patut digirangkan oleh siapa pun ini, kenapa Ti

Kiauw-tauw mengelabuhi kita juga ?" ujarnya.

"Teringat akulah yang merusak hubungan perkawinan antara

dirinya dengan Hong Mong Ling aku merasa sedikit tidak enak”

Senyuman yang menghiasi bibir Lo-cia segera lenyap tak

berbekas diganti dengan satu wajah yang serius,

"Ti Kiauw-tauw bagaimana bisa berkata demikian ?" ujarnya

keras. "Bangsat cilik itu sudah terpikat oleh kecantikan wajah

seorang pelacur rendahan hal ini sudah merupakan satu persoalan

yang amat memalukan sekali, bagaimana kau bisa berkata dirimulah

yang telah menghancurkan ikatan perkawinan mereka ?"

"Jago-jago pedang yang ada di dalam Benteng

mendengar berita ini, bagaimana tanggapan mereka.?"

setelah

"Semuanya setuju, mereka menganggap sio-cia memang paling

pantas kalau dijodohkan dengan diri Ti Kiauw-tauw!” Sahut Si Lo-cia

dengan cepat.

"Tidak ada seorang pun yang merasa tidak setuju ?"

"Tidak ada! Tidak ada !" Sahut Lo-cia dengan cepat gelengkan

kepalanya.

"Baiklah, Lo-cia, kau kembalilah ke kamarmu untuk beristirahat

aku pun mau pergi tidur."

" Baik .... baik . . , ” sahut Lo-cia tertawa lalu bungkukan

badannya memberi hormat. "Ti Kiauw-tauw

pun. silahkan

beristirahat"

Sehabis berkata dia segera mengundurkan diri dari sana.

Ti Then berjalan mendekati depan jendela, setelah mendengar

Lo-cia telah kembali ke kamarnya sendiri dia baru mengambil lampu

dan mengetuk di depan jendela tiga kali, selesai memadamkan

lampu dia baru naik ke atas pembaringan untuk tidur.

Dia berbaring di atas pembaringan tidak bergerak sedikit pun,

tetapi dalam hati dia merasa pikirannya amat tajam sekali, bahkan

benar-benar membingungkan hatinya.

Wi Ci To mengatakan pedang pendek itu adalah palsu walau pun

hal ini berada diluar dugaannya semula tetapi dia merasa sangat

gembira sekali, karena dengan demikian dia bisa melarikan diri lagi

dari waktu yang sudah ditetapkan, dia tidak takut untuk dikawinkan

cepat-cepat dengan Wi Lian In tetapi di hadapan Wi Ci To sudah

bilang mau menjodohkan putrinya kepadanya, hal ini membuat

harapannya jadi musnah! Dia selalu mengharapkan Wi Ci To bisa

menghapuskan maksud hatinya ini.

Sekarang akhirnya datang juga kenyataan tersebut.

"Siasat serta rencana" yang disusun oleh majikan patung emas

akhirnya jadi kenyataan juga, setelah lewat satu setengah bulan

kemudian dia bakal jadi suami istri dengan Wi Lian In. Sewaktu dia

sudah jadi suami dari Wi Lian In maka majikan patung emas bisa

memerintahkan perintahnya yang kedua, apakah perintahnya itu?

Mencuri sebuah barang dari Wi Ci To yang sama sekali Tidak

berharga"

”Benar !” Majikan patung emas berkata demikian, tetapi

perkataan ini tidak tentu benar, jikalau apa yang diminta majikan

patung emas adalah semacam barang yang sama sekali "Tidak

berharga" kenapa dia tidak memintanya sscara terbuka kepada diri

Wi Ci To ? Sebaliknya menyusun rencana yang demikian ruwetnya

untuk menyalankan maksudnya itu?

Maka itu satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil olehnya

adalah :

Barang yang diminta majikan patung emas itu tentulah barang

yang paling disayang dan paling disenangi oleh Wi Ci To!

Kalau memangnya barang itu adalah barang yang paling

disayangi oleh Wi Ci To jikalau dirinya mengikuti perinlah dari

majikan patung emas dan mencuri barang tersebut bukankah

dengan demikian sudah membuat dosa terhadap mertuanya Wi Ci

To? merasa berdosa dengan istrinya Wi Lian In?

Berdosa terhadap Wi Ci To masih tidak begitu memberatkan,

tetapi kalau berdosa terhadap Wi Lian In hal ini merupakan satu

kesalahan yang maha besar bagaimana aku boleh merusak

kebahagian dari seorang nona!

Satu-satunyanya jalan adalah segera meninggalkan benteng Pek

Kiam Po, tidak lagi menjadi patung emasnya majikan patung emas,

tetapi dengan demikian majikan patung emas pasti tidak akan

melepaskan dirinya dengan begitu saja,

Kalau dirinya mati memang sama sekali tidak perlu disayangkan,

tetapi bagaimana dengan kerugian yang diderita oleh Yuan

Lociaopwe gara-gara dirinya?

Teringat akan diri "Yuan Locianpwe” .... orang tua penjual silat

itu ... hatinya semakin merasa seperti diiris-iris, sangat menderita

sekali, karenanya sekali pun sudah bolak-balik lama sekali dia tidak

bisa tidur juga.

Kurang lebih mendekati kentongan ketiga itulah dia baru dengan

perlahan tertidur dengan pulasnya.

Tetapi pada saat itu juga mendadak terdengar suara dari majikan

patung emas berkumandang masuk ke dalam telinganya.

"Ti Then, ada urusan apa kau mencari aku?" tanyanya.

Ti Then segera membuka matanya kembali, tampak majikan

patung emas sudah menurunkan patung emasnya ke samping

pembaringannya, dia segera bangun duduk.

"Apa kau tidak mendengar sedikit berita pun?" tanya Ti Then

dengan mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suara pula.

"Aku cuma tahu Wi Ci To sudah pulang, lainnya sama sekali tidak

tahu,"

"Kalau begitu sekarang aku mau beritahu kepadamu satu berita

baik dan satu berita jelek, harap setelah kau mendengar berita baik

itu jangan kelewat girang dan setelah mendengar berita jelek

jangan kelewat marah."

"Hmmmm!" dengus majikan patung emas dengan dingin. "Kau

bangsat cilik pinter juga putar-putar dulu kalau bicara. cepat

katakanlah!"

"Aku beritahu dulu berita jelek . . . besok pagi aku mau

meninggalkan Benteng Pek Kiam Po lagi"

"Mau apa ? tanya majikan patung emas cepat,

Ti Then tidak menyawab melainkan melanjutkan kembali kata-

katanya

"Wi Ci To minta aku pergi bersama-sama dirinya, paling cepat

satu setengah bulam kemudian baru pulang."

"Mau apa?" desak majikan patung emas lebih lanjut.

"Cari pedang.”

"Eehmm?”

"Pergi ke kota Tiong Cing Hu untuk mencuri pedang pendek Biat

hun Kiam milik Cuo it Sian itu lagi !"

"Hmm ! apakah Cuo It Sian mem punyai pedang pendek Biat Hun

Kiam yang kedua ?”

"Tidak ada, dia cuma ada sebilah saja."

"Kalau memang cumanya sebilah, bukankah pedang tersebut

sudah kau curi kembali?"

"Tidak, aku sudah kena tertipu oleh siasatnya Cuo It Sisn,

pedang yang aku curi pulang bukanlah pedang pendek Biat Hun

Kiam yang sebenarnya."

"Bagaimana bisa terjadi ?”

"Cuo It Siaii menduga tentu kami bisa berusaha uatuk mencuri

kembali pedang pendek itu maka dia menyembunyikan pedang Biat

Hun Kiam yang asli sebaliknya membawa satu pedang tiruan yang

persis seperti Biat Hun Kiam di dalam badannya, kami tidak

menduga dia bisa berbuat demikian- karenanya sudah tertipu."

"Wi Ci To yang memecahkan rahasla ini ?”

"Benar.”

"Kalian bakal mencuri kembali pedang Biat Hun Kiam asli dengan

menggunai cara apa ?"

"Wi Ci To bilang setelah sampai di kota Tiong Cing Hu baru

mencari akal lagi..." sahut Ti Then dengan cepat,

"Harus membutuhkan satu setengah bulan lamanya ?"

"Benar, kau tahu Cuo It Sian adalah seorang rase tua yang amat

licik, dia tidak akan menyembunyikan pedang-pendek Biat Hun Kiam

itu di suatu tempat yang mudah dicuri orang lain."

"Hmmm ! sungguh banyak urusan yang terjadi !"

"Sekarang aku mau memberitahu satu berita yang baik, ini hari

Wi Ci To sudah menjodohkan Wi Lian In kepadaku”

"Dia bicara bagaimana ?"

”Dia tanya kepadaku maukah aku memperistri putrinya, jikalau

aku mau maka aku disuruh menyalankan upacara penghormatan

terlebih dulu maka aku melaksanakan permintaannya itu.”

”Dia bilang kapan baru melaksanakan perkawinan kalian?”

”Sudah tentu setelah berhasil mencuri pedang pendek Biat Hun

Kiam dan kembali ke dalam Benteng”

”Apakah dia tidak mengucapkan syarat apa?”

”Ada, dia minta aku tetap tinggal di dalam Benteag Pek Kiam Po

dan melanjutkan menyabat sebagai Kiauw-tauw, dan aku sudah

setuju.”

”Soal ini sedikit pun tidak jelek”

”Apa yang kau rencanakan sudah bakal jadi kenyataan bukan?”

sindir Ti Then.

”Ehmm . . .”

”Sekarang kau beleh beritahu apa tujuanmu yang sebenarnya?”

”Tidak dapat.”

”Lebih baik kau beritahu kepadaku saja barang apa yang kau

inginkan itu jikalau aku merasa bisa kuambilkan sekarang juga aku

bisa pergi mencurinya untukmu, kalau barang itu tidak dapat aku

ambil sekali pun aku sudah kawin dengan Wi Lian In juga sama

saja tidak bakal bisa ambilkan buat dirimu"

”Barang yang aku kehendaki cuma bisa diambil setelah kau

menikah deagan Wi Lian In” seru majikan patung emas dengan

tegas.

”Kalau

besitu

tidak

ada

halangannya

bukan

kalau

memberitahukan sekarang juga kepadaku?” desak Ti Then lebih

laajut.

”Waktunya belum tiba, tidak berguna memberitahukan urusan ini

kspadamu”

”Kalau waktunya sadah tiba tetapi aku tidak mengambilkan

buatmu kau mau berbuat apa?”

”Kalau demikian adanya maka kau tidak bakal lolos dari

krmatian.”

”Jikalau kau menghendaki aku melakukan satu pekerjaan yang

merugikan Wi Ci To ayah beranak aku lebih baik mati saja.”

”Sejak dulu aku sudah bilang barang yang aku minta sama sekali

tidak bakal mencelakai Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh jago

pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po, kau takut apa?”

bentak majikan patung emas dengan gusar.

”Kalau tidak bakal mendatangkan bencana buat mereka kenapa

kau tidak minta kepada Wi Ci To dengan terbuka saja?”

”Persoalannya maukah Wi Ci To menyerahkan barang itu

kepadaku”

”Hal ini membuktikan kalau barang itu sama sekali bukanlah

suatu barang yang sama sekali tidak berharga.”

”Terhadap dirinya boleh dikata barang itu sama sekali tidak

berharga, lain kali kau bakal bisa tahu kalau perkataanku ini sama

sekali bukan omong kosong.”

”Aku lihat, lebih baik kau turun saja kemari dan bunuh diriku.”

”Hmm, kau kepingin melawan?” teriak majikan patung emas

dengan gusar.

”Benar.”

”Kenapa?”

”Karena aku tidak mau berbuat sesuatu pekerjaan yang

menyalahi diri Wi Ci To beserta putrinya,”

”Kau sama sekali tidak mau percaya terhadap tanggungan yang

aku ucapkan?”

”Jikalau barang yang kau minta itu sama sekali tidak bakal

mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak beserta seluruh

jago pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka

sekarang kau tidak ada keharusannya untuk menyembunyikan

urusan tersebut, sebaliknya kini kau tidak mau memberitahu dengan

berterus terang hal ini membuktikan kalau barang yang kau mintai

itu pasti bakal mendatangkan bencana buat Wi Ci To ayah beranak

serta seluruh jago pedang dari Benteng Pek Kiam Po-”

”Kau sama sekali sudah salah menduga”

”Tapi aku percaya dugaanku sedikit pun tidak salah.”

”Apakah kau sudah mengambil keputusan sekali pun mati tidak

bakal melakukan pekerjaanku?”

”Benar.”

”Kalau begitu terpaksa aku harus membunuh mati dirimu”

”Hem, jangan ngomong terus, ayoh cepat turun kemari dan mulai

turun tangan.”

”Aku tidak perlu turun, cukup dengan menggunakan patung

emas ini saja sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawamu.”

ocoOooo

”KALAU BEGITU silahkan mulai turun tangan.”

”Aku mau pergi bunuh dulu dua orang kemudian baru datang

kemari lagi untuk membunuh dirimu.”

Berbicara sampai di sini majikan patung emas segera menarik

kembali patung emasnya ke atas.

Ketika Ti Then mendengar dia mau pergi membunuh dua orang

terlebih dulu hatinya jadi sangat terperanyat sekali,

”Kau mau pergi bunuh siapa?” tanyanya.

”Wi Ci To ayah beranak” sahut majikan patung emas sepatah

demi sepatah dengan amat dinginnya.

Seluruh tubuh Ti Then segera tergetar dengan amat kerasnya.

”Tidak, tunggu dulu” teriaknya terperanyat.

”Ada apa?” tanya majikan patung emas tertawa dingin.

”Kau berdasarkan alasan apa mau pergi membunuh mati mereka

ayah beranak?”

”Tanpa alasan.”

”Kau sedang menggertak diriku?”

”Tidak” potong majikan patung emas dengan suara yang amat

dingin sekali.

”Sebetulnya aku hendak menggunakan cara yang amat halus

untuk mendapatkan barang itu, tetapi kalau memangnya kau tidak

ingin jadi patung emasku lagi terpaksa aku harus pergi dengan

menggunakan kekerasan, kejadian ini terpaksa harus aku lakukan.”

”Mau pergi merampas belum tentu harus membunuh mati

mereka ayah beranak” tiba-tiba Ti Then nyeletuk, ”Terang-terangan

kau sedang menggertak diriku.”

”Kalau memangnya menggertak dirimu kau mau apa?” seru

majikan patung emas itu sambil memperdengarkan suara

tertawanya yang amat menyeramkan-

Dalam hati Ti Then benar-benar merasa amat bingung dan sedih

sekali, pikirannya kacau tak terhingga.

Dia tahu pihak musuhnya sedang menggertak dirinya dan

memaksa dirinya untuk melanjutkan mendengarkan perintahnya lagi

tetapi bilamana dirinya tidak mau menurut-dia bisa sungguh-

sungguh pergi membunuh mati Wi Ci To ayah bcranak dengan

kepandaian silat yang demikiao tingginya dari majikan patung emas,

Wi Ci To pasti bukan tandingannya.

Di dalam benaknya segera berkelebatlah berbagai ingatan

kemudian dengan cepatnya mengambil satu keputusan.

Jikalau dirinya menerima perintahnya terus pergi kawin dengan

Wi Lian-In, pergi mencurikan semacam barang milik Wi Ci To walau

pun mendatangkan satu bencana terhadap diri Wi Ci To ayah

beranak tetapi bagaimana pun juga bencana masih jauh lebih

ringan daripada ancaman membunuh yang dilancarkan majikan

patung emas pada saat ini.

Karena itu diam-diam dia menghela napas panjang.

”Baiklah,” ujarnya kemudian dengan menggunakan ilmu uutuk

menyampaikan suara, ”Boleh dihitung kau cukup ganas, aku

menyerah.”

Majikao patung emas segera tertawa,

”Lain kali kau bisa tahu kalau aku orang sama sekali tidak ganas,

justru karena aku tidak ingin mencelakai mereka ayah beranaklah

maka aku baru suruh kau pergi mencuri barangnya, jikalau berganti

dengan orang lain, dia tidak akan bersikap demikian.”

”Sudah . , sudahlah kau pergi sana, aku mau tidur” usir Ti Then

sambil mengulapkan tangannya.

”Aku mau memberi peringatan lagi kepadamu, jikalau kau berani

secara diam-diam merusak semua rencanaku maka segala akibat

harus kau tanggung sendiri.”

Sehabis berkata dia menutup kembali atap rumah dan lenyap tak

berbekas.

Dengan gemasnya Ti Then menggerutuk giginya, diam-diam

dalam hati makinya.

”Iblis, kau benar-benar iblis tua yang banyak berdosa.”

Dia tidak berhasil memadamkan rasa gusar yang membakar

hatinya, sepasang matanya dengan berapi-api memandang ke atas

atap, dari gelap berubah jadi terang dia sama sekali tidak pernah

memejamkan matanya sedikit pun.

Setelah terang tanah dia baru turun dari pembaringan untuk cuci

muka kemudian berjalan menuju ke ruang makan untuk bersantap

pagi bersama-sama dengan Wi Ci To. Wi Ci To yang melihat

sepasang matanya merah membengkak jadi merasa keheranan.

”Ti Kiauw tauw, kemarin malam kau tidak bisa tidur?” tanyanya.

”Benar, teringat sudah kana tipu oleh Cuo It Sian selama satu

malaman aku tidak dapat tertidur barang sekejap pun.” sahut Ti

Then sambil tertawa malu.

”Cuma sedikit urusan saja tidak perlu kau pikirkan terus di dalam

hati,”

”Baik”

”Setelah bersantap kita segera akan berangkat, . kali ini kau

harus tukar dengan kuda yang lain, kau tidak dapat menunggang

kuda Ang San Khek lagi”

”Benar.” Sahut Ti Then membenarkan. ”Masih ada satu persoalan

lagi, boanpwe duga Cuo It Sian kemungkinan sekali sudah kirim

orang untuk mengawasi gerak-gerik kita dari luar Benteng, maka

setelah kita keluar dari pintu Benteng ada kemungkinan dibuntuti

oleh mereka, maka itu lebih baik kita sedikit berganti wajah saja

kemudian jangan keluar dari pintu sebelah depan.”

”Baik, kita berbuat demikian saja” sahut Wi Ci To sambil

mengangguk.

Demikianlah setelah bersantap pagi mereka berdua segera

kembali ke dalam kamarnya masing-masing untuk menyamar, Wi Ci

To menyamar sebagai seorang sastrawan tua sedangkan Ti Then

menyamar sebagai seorang siucay muda.

Demikianlah setelah memilih dua ekor kuda jempolan di bawah

hantaran Shia Pek Tha serta para jago pedang merah lainnya Wi Ci

To serta Ti Then meninggalkan benteng dengan melalui pintu

benteng sebelah belakang.

Setelah mengitari satu lingkaran besar mereka baru memilih satu

jalan gunung untuk kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.

Satu jam kemudian tua muda dua orang itu sudah jauh

meninggalkan benteng Pek Kiam Po dan melanjutkan perjalanan

menuju kearah sebelah utara,

Ditengah perjalanan Wi Ci To tiba-tiba menoleh ke belakang

lantas ujarnya

”Agaknya tidak ada orang yang sedang membuntuti kita bukan ?”

”Kita sudah berganti wajah apa lagi turun gunung dengan

menggunakan jalan lain, bilamana ada orang juga yang membuntuti

diri kita maka pihak lawan boleh dikata pendengarannya amat luas.”

”Benar juga perkataanmu.”

”Apakah pedang pendek itu dibawa serta?”

”Sudah kubawa” sahut Wi Ci To sambil menepuk-nepuk

badannya.

”Pedang Biat Hun Kiam dari Cuo It Sian itu apakah ada sarung

pedangnya?”

”Sebetulnya ada cuma saja kemungkinan sudah hilang.”

”Semoga saja kali ini kita bisa berhasil mendapatkan pedang

tersebut dengan lancar.”

„Siasatmu amat bagus sekali“ ujar Wi Ci To. „Asalkan tidak terjadi

urusan lain lagi seharusnya kita bisa mendapatkan hasil.”

„Setelah mendapatkan kembali pedang pendek itu, dapatkah

boanpwe mengetahui Gak-hu hendak berbuat apa?”

Wi Ci To termenung berpikir sebentar akhirnya sahutnya:

„Pertama-tama Lohu cuma bisa beritahu padamu sedikit saja,

setelah Lohu dapatkan pedang pendek tersebut pada bulan

permulaan tahun depan aku mau membawanya ke atas gunung Hoa

San untuk mengadakan pertemuan dengan si kakek pemalas Kay

Kong Beng, Yuan Kuang Thaysu dari Siauw lim Pay serta

Ciangbunyin dari Bu tong Pay Leng Cing Ceng Tojin.“

„Kalau begitu pedang pendek Biat Hun Kiam ini ada sangkut paut

yang amat erat sekali dengan pertemuan di atas gunung Hoa san

itu?“

„Lohu tidak dapat menyawab pertanyaanmu lagi,“ sahut Wi Ci To

tersenyum.

„Benar,“ sahut Ti Then dengan gugup. „Sejak kini boanpwe tidak

akan menanyakan urusan ini lagi“

“Bukannya sengaja Lohu memperlihatkan kemisteriusan

sebaliknya hal ini meyangkut keselamatan dari Bu lim, makanya

tidak boleh bocor barang sedikit pun”

”Setiap diadakannya pertemuan

puncak para jago di atas

gunung Hoa san apakah mengharuskan Gak hu serta si kakek

pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Siauw lim Pay dan

ciaogbunyin dari Bu tong Pay untuk mengikutinya?” tanya Ti Then

mengalihkan bahan pembicaraan selanjutnya,

„Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, „Sebetulnya pertemuan itu

cuma satu tempatnya berkumpul para kawan lama dan bukannya

tempat satu pertenuan yang bermaksud merebut gelar jagoan.”

„Tempo hari boanpwe dengar dari ciangbynyin Siauw lim Pay

berkata, agaknya di atas pertemuan Hoa san ini juga khusus untuk

membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu lim?”

„Benar, kami empat orang saling berjanyi untuk setiap tiga tahun

berkumpul satu kali di atas gunung Hoa san, sebenarnya tujuan

kami cuma untuk mempererat persahabatan diantara kita sendiri,

hal ini disebabkan karena kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng

seorang di antara kami bertiga mem punyai anak murid yang sangat

banyak sekali dan sering terjadi keributan di dalam Bu lim, karena

itu kami sebagai pemimpinnya harus mem punyai satu ikatan

persahabatan yang erat sehingga dengan demikian suatu percek-

cokan diantara anak buah kita bisa diselesaikan dengan baik-baik.”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya.

”Tetapi waktu serta tempat berkumpulnya kami berempat

semakin lama semakin di ketahui oleh orang banyak, demikianlah

diantara mereka ternyata banyak yang sudah naik ke atas gunung

memohon kita membereskaankesukaran yang mereka hadapi, lama

kelamaan pertemuan Hoa san ini dari hubungan empat partai kini

jadi satu pertemuan Bu lim yang amat ramai sekali.”

”Bukankah hal itu bagus sekali?” seru Ti Then cepat.

Wi Ci To segera tertawa pahit.

”Benar,” sahutnya, ”Tetapi kadang-kadang kami menghadapi

juga persoalan yang benar-benar membuat orang sukar untuk

memecahkannya.”

”Dengan nama besar serta kedudukan dari Gak-hu serta tiga

orang cianpwe lainnya

apakah masih

diselesaikan?”

ada

juga

persoalan

yang

tidak

berhasil

”Benar, ada kalanya urusan yang kami hadapi bukanlah dapat

dibereskan cuma dengan kepandaian serta nama kita.”

”Gak-hu sering membereskan pertikaian yang terjadi di dalam Bu

lim, sudah tentu banyak kenal dengan orang-orang Bu lim bukan?”

”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk-”Orang yang sedikit punya

nama tentu Lohu kenal, buat apa kau menanyakan urusan ini?"

”Aku ingin sekali mengetahui di dalam Bu lim pada saat ini

apakah ada orang yang memiliki kepandaian silat seperti yang

dimiliki si kakek pemalas Kay Kong Beng?”

”Ada seorang”

”Siapa?”

”Sayang lohu sendiri juga tidak kenal” sahut Wi Ci To tertawa.

”Siapakah nama serta sebutan orang itu?”

”Bu Beng Lojin.”

Ti Then jadi melengak tapi sebentat kemudsan wajahnya sudah

berubah memerah.

”Kepandaian silat dari suhuku apakah benar-benar ada di atas

kepandaian dari si kakek pemalas?” ujarnya tertawa.

Kiranya pada beberapa bulan yang lalu sewaktu tidak lama dia

memasuki benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pernah menanyakan

tentang asal-usul perguruannya,dia tidak dapat mengatakan

gurunya adalah majikan patung emas makanya dia lantas

menyebutkan seorang kakek tua tanpa nama yang sudah mewarisi

kepandaiannya itu, kini mendadak Wi Ci To menyebut kembali ”Bu

Beng Lojin” empat buah kata membuat hatinya rada sedikit tidak

tenang.

”Tidak salah,” sahut Wi Ci To mengangguk. “Walau pun Lohu

belum pernah bertemu dengan suhumu tetapi lohu berani

memastikan kalau kepandaian silat dari suhumu jauh berada di atas

dari kepandaian si kakek pemalas Kay Kong Beng.”

”Perkataan dari Gak-hu ini apakah diambil kesimpulan dari

kepandaian yang boanpwe miliki ?”

”Benar, kau sendiri terhadap kepandaian silat yang kau miliki

apakah masih merasa tidak jelas ?”

”Boanpwe merasa tenaga dalamku masih terlalu rendah . . .”

”Tidak” seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. ”Dengan

kepandaian yang kau miliki saat ini sebenarnya sudah jauh melebihi

dari lohu sendiri.”

”Gak-hu, kau jangan bicara demikian, sedikit kepandaian dari

boanpwe ini mana berani dibandingkan dengan diri Gak-hu” seru Ti

Then dengan gugup.

Wi Ci To tersenyum.

“Sungguh,” serunya. “Kau pernah mengalahkan si pendekar

pedang tangan kiri Cian Pit Yuan di dalam kurang dari seratus jurus

sedangkan tingkatan lohu dengan Cian Pit Yuan kira-kira terpaut

sedikit saja, bilamana lohu bermaksud hendak mengalahkan dirinya,

kecuali harus bertempur mati-matian sebanyak tiga-lima ratus jurus

jangan harap bisa memperoleh hasil, maka itu dengan kepandaian

silat yang kau miliki sekarang ini boleh dikata jauh berada di atas

kepandaian dari Lohu."

Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang kemudian

sambungnya lagi:

”Sedangkan perbedaan antara Lohu dengan si kakek pemalas

Kay Kong Beng cuma satu tingkat saja, karena itu dengan

kepandaian silat yang kau miliki sekarang sekali pun tidak bisa

melampaui diri si kakek pemalas Kay Kong Beng tetapi suhumu pasti

jauh lebih dahsyat dari diri si kakek pemalas Kay Kong Beng."

"Omong terus terang saja sekali pun kepandaian dari boanpwe

tidak rendah tetapi pernah dikalahkan di tangan seorang pemuda

yang satu tingkat dengan diriku" ujar Ti Then tiba-tiba.

Wi Ci To sedikit melengak.

“Sungguh?” tanyanya sambii memandang tajam wajahnya.

"Sungguh !" sahut Ti Then mengangguk.

"Siapakah dirinya ?"

”Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw !"

"Aaaah .... kiranya dia orang !"

"Gak hu tahu tentang orang ini bukan ?”

"Tahu !" sahut Wi Ci To mengangguk, "Dua tahun yang lalu lohu

pernah bertemu satu kali dengan dirinya dan dengan mata kepala

lohu sendiri bisa melihat dia mengalahkan dua orang jagoan

berkepandaian tinggi dari kalangan Hek to, tetapi jika dilihat dari

gerakan tubuhnya itu agaknya tidak seberapa lihay jika

dibandingkan dengan dirimu."

Ti Then tidak ingin mengatakan kalau sewaktu dia dikalahkan

oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ing Peng Siauw belum belajar

kepandaian silat dari majikan patung emas, karenanya dia segera

berbohong:

"Kemugkinan sekal dia sengaja menymbunykan kekuatan yang

sesungguhnya sehingga Gak hu sama sekali tidak dapat

melihatnya,"

”Ehmm . . . kemungkinan sekali memang demikian," sahut Wi Ci

To mengangguk. "Tetapi . . Lohu selalu merasa bahwa sekali pun

dia adalah seorang jagoan muda yang amat menonjol tetapi jika

dibandingkan dengan bakat serta keadaanmu agaknya dia tidak

dapat menandingi dirimu, bagaimana kau bisa dikalahkan olehnya ?"

Ti Then segera tertawa pahit.

”Kemungkinan sekali dikarenakan dia terjun di dalam dunia

kangouw rada pagian sehingga pengetahuannya jauh lebih matang

dari diri boanpwe sendiri " ujarnya.

”Siapakah suhumu ?"

"Tidak tahu!" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya,

"Boanpwe pernah mengadakan penyelidikan kepada banyak orang

tetapi tidak ada seorang

pun yang mengetahui asal-usul

perguruannya.”

"Kenapa kau dikalahkan olehnya?”

”Setahun yang lalu!"

"Kenapa kau bergebrak dengan dirinya?"

"Persoalan ini jika dibicarakan terlalu panjang sekali” ujar Ti Then

sambil menghela napas ringan„ Tempo hari Gak-hu pernah bertanya

kepadaku apakah boanpwe ada rahasia yang tidak dapat diutarakan

keluar, lebih baik sekarang juga boanpwe ceritakan urusan ini . . "

Wi Ci To yang mendengar dia hendak menceritakan rahasia yang

selama ini terpendam di dalam hatinya tidak terasa lagi air mukanya

sedikit berubah.

”Jikalau kau merasa hal ini tidak leluasa untuk dibicarakan lebih

baik tidak usah diucapkan saja. Lohu pernah berkata kepada Wi Lian

In tidak perduli kau mengandung rahasia yang macam apa pun

Lohu percaya kau adalah seorang pemuda yang berhati lurus dan

jujur."

"Tidak, urusan ini sebetulnya tidak ada halangannya untuk

diberitahukan kepada Gak-hu, sebenarnya mau menceritakan

urusan ini kepada Gak-hu tetapi karena boanpwe takut urusan ini

sampai tersiar ditempat luaran sehingga mendatangkan satu

kekacauan

maka

selama

ini

boanpwe

tidak

pernah

membicarakannya,"

Dia bcrhenti sebentar lantas sambungnya lagi:

"Di dalam kota Tiang An dahulu pernah ada sebuah perusahaan

ekspedisi "Yong An-Piauw-kiok" yang merupakan perusahaan

terbesar diseluruh negeri tentu Gak-hu tahu bukan ??"

"Tahu!“ sahut Wi Ci To mengangguk, "Piauw-tauw dari Yong An

Piauw-kiok itu bernama Kim Kong So atau si tangan baja Yuan

Siauw Ci, aku dengar kepandaian silat yang dimilikinya tidak lemah

selamanya barang kawalannya belum pernah gagal bahkan menurut

apa yang lohu dengar dagangannya bagus sekali."

"Cuma sayang Yong An Piauw-kiok pada setahun yang lalu sudah

hancur dan tutup”

Wi Ci To jadl melengak.

„Iiih .... kenapa tentang urusan ini lohu belum pernah mendengar

orang berkata ?" tanyanya.

"Heey . . . tidak lama berselang piauw kiok itu sudah ditutup

gara-gara perbuatan dari seorang piauw-sunya."

"Siapakah piauw su itu ?" tanya Wi Ci To sambil memandang

tajam wajahnya.

"Dialah boanpwe sendiri."

Agaknya Wi Ci To merasa berita ini berada diluar dugaannya,

dengan amat terperanya dia bertanya:

"Aaaa, . . kiranya kau pernah menjadi piauw-su di perusahaan

ekspedisi Yong An Piauw-kiok ?"

"Benar !" sahut Ti Then mengangguk "Ada satu kali secara

kebetulan boanpwe bisa berkenalan dengan si tangan baja Siauw Ci,

dia mengundang boanpwe untuk bekerja di perusahaan

ekspedisinya, semula boanpwe menolak tetapi akhirnya setelah

mendapatkan desakan berulang kali akhrnya boanpwe menerimanya

juga."

"Nama besar dari perusahaan ekspedisi Yong An Piauw-kiok

sudah menggetarkan seluruh kolong langit, setiap piauw-su yang

ada diperusahaannya boleh dikata merupakan jago-jago pilihan, ada

banyak orang yang mau masuk pun tidak dapat kini si tangan baja

Yuan Siauw Ci ternyata mengundang kau untuk memasuki

perusahaannya hal ini jelas membuktikan kalau dia amat

memandang tinggi dirimu."

"Benar“ Sahut Ti Then membenarkan, "Piauw-su di dalam

perusahaan itu semuanya berjumlah tujuh puluh orang banyaknya,

masing-masing semuanya merupakan jagoan Bu-lim yang berilmu

tinggi dan memiliki pengalaman yang amat luas sekali,

sembarangan mengirim seorang pun sudah dapat membereskan

satu urusan maka itu barang siapa ssya yang bisa jadi piauw-su di

dalam perusahaan tersebut namanya segera akan terkenal di dalam

Bu-lim”

”Kau bekerja berapa bulan di perusahaan tersebut?" tukas Wi Ci

To.

"Cuma tiga bulan lamanya dan melidungi dua buah barang

kawalan, yang pertama aku mengikuti seorang piauw-su pergi

mencari pengalaman dan kedua kalinya pergi mengawal sendiri

sebuah barang kawalan rahasia, siapa tahu baru saja meninggalkan

kota Tiang An selama tiga hari peristiwa ternyata sudah terjadi..”

”Sebetulnya barang apa?” tanya Wi Ci To terkejut bercampur

heran.

"Satu peti mutiara, intan serta permata yang berharga seratus

dua puluh laksa tahil perak”

"Ooouuw, . . suatu barang kawalan yang begitu berharganya !"

Seru Wi Ci To sambil menghembuskan napas panjang.

”Benar, pemilik barang itu adalah seorang pembesar negeri yang

mem punyai pangkat tinggi, tujuannya adalah kota Thay Yuan Hu

yang semuanya ada seribu li jauhnya, dikarenakan jumlah yang

terlalu besar itulah apalagi perjalanan yang demikian jauhnya ini

Yuan Piauw-tau merasa untuk melindungi barang kawalan secara

terang-terangan terlalu bahaya maka itu dia mengambil keputusan

untuk melindungi barang kawalan tersebut secara diam-diam, dia

bertanya kepada para Piau-su yang ada di dalam perusahaan siapa

yang berani melindungi barang itu, mungkin dikarenakan jumlah

yang terlalu besar ternyata diantara piauw-su piauw-su itu tidak ada

yang berani menerima. .”

„Lalu kau beranikan diri untuk menerima?"

"Benar" Sahut Ti Then mengangguk, „Saat itu Yuan Piauw-tauw

pun sangat setuju kalau boanpwe yang bertanggung jawab,

alasannya karena boanpwe belum lama memasuki perusahaan

tersebut, sehingga orang yang mengetahui pun belum banyak,

karena hal itulah ada kemungkinan pcrhatian dari semua orang tidak

bisa dicurahkan kepada boanpwe semuanya."

„Hal ini sedikit pun tidak salah!"

"Tetapi Yuan Piauw-tauw jadi orang ternyata amat teliti sekali,

dia kirim dulu seorang piauw-su yang pura-pura sedang melindungi

barang kawalan itu melakukan

perjalanan, setelah lewat dua hari kemudian dia baru

mengijinkan boanpwe untuk meninggalkan kota Tiang An dengan

mengawal barang-barang tersebut."

Dengan sedihnya dia menghela napas panjang tambahnya:

"Demikianlah pada hari ketiga sewaktu ada dikota Cong Koan,

ternyata aku sudah

bertemu dengan si Hong Liuw Kiam Khek Ing Peng Siauw...”

”Sebelum kejadian itu diantara kalian apa saling kenal ?” tanya

Wi Ci To.

"Ada satu kali kami memang pernah bertemu, karena boanpwe

melihat kepandaian silatnya menonjoi jadi orang pun sangat bagus

maka di dalam hati aku sudah timbul rasa simpati, maka itu ketika

untuk kedua kalinya bertemu muka di sebuah rutnah makan dikota

Cong-kwan kami saling bersantap di dalam satu meja, dia bilang dia

mau pergi ke Thay Yuan Hu untuk mencari encinya sedang

boanpwe pun bilang ada urusan mau pergi ke kota Thay Yuan Hu

pula, demikianlah dia lantas mau berjalan bersama-sama dengan

boanpwe, boanpwe yang merasa dia adalah seorang dari kalangan

lurus maka dengan hati girang meluluskannya...”

”Apakah kau pernah memberitahukan soal kawalan barang

berharga itu ?" timbrung Wi Ci To tiba-tiba.

”Tidak” sahut Ti Then gelengkan kepalanya.

”Atau mungkin secara tidak berhati-hati

memperlihatkan barang berharga itu kepadanya ?"

kau

sudah

"Juga tidak, sebelum dia memperlihatkan wajah aslinya yang

menyengir kejam selamanya tidak pernah memandang sekeap pun

terhadap buntalan yang ada pada punggung boanpwe!"

"Jikalau demikian adanya dia tentu dari tempat lain berhasil

mendapatkan kabar kalau kau sedang mengawal sejumlah barang

kawalan menuju ke kota Thay Yuan Hu, maka itu sengaja

munculkan dirinya dikota Cong Kwan."

"Kemungkinan sekali memang demikian" sahut Ti Then

membenarkan." Tetapi yang aneh sewaktu Yuan Piauw-tauw

menerima barang kawalan itu mereka membicarakan di dalam

suasana yang amat rahasia sekali, kecuali Piauw-su yang ada di

dalam perusahaan sampai anak buah lainnya pun tidak tahu,

bagaimana mungkin dia bisa memperoleh berita ini ?"

"Kemungkinan sekali Piauw-su yang ada di dalam perusahaan

itulah yang sudah membocorkan keluar.”

"Tidak . . . tidak mungkin !" sahut Ti Then sambil gelengkan

kepalanya." Walau pun Yong An Piauw-kiok mem punyai tujuh puluh

orang Piauw-su tetapi setiap piauwsu sudah pernah memperoleh

pengawasan yang amat lama sekali dari Yuan Piauw-tauw,”

Setelah merasa aneh Wi Ci To segera tertawa dingin.

"Lohu tidak percaya kalau si Hong liuw Kiam Khek Ing Peng

Siauw mem punyai ilmu untuk meramal kejadian yang akan

datang."

"Hal ini sudah tentu, karena itulah boanpwe baru merasa sangat

keheranan"

"Kau bilang majikan dari pemilik barang itu adalah seorang

pembesar, siapakah namanya? dan apa jabatannya ?”

"Sampai saat ini boanpwe sendiri juga tidak tahu siapakah

sebenarnya orang itu karena dia pernah memohon kepada Yuan-

Piauw tauw untuk merahasiakannya, orang yang bekerja sebagai

pengawal barang memang mem punyai kewajiban untuk

merahasiakan namanya karena itu Yuan Piauw-tauw selama ini

selalu tidak mau menyebutkan siapakah nama yang sebenarnya.”

”Bagus, sekarsng lanjutkanlah lagi"

"Hari itu menunjukkan siang hari setelah kami bersantap dirumah

makan tersebut ternyata dia sudah berebut untuk membayar

rekening makanan setelah itu kita bersama-sama keluar kota, baru

saja berjalan enam, tujuh puluh li hari sudah menjadi gelap,

boanpwe segera usulkan untuk mencari penginapan sebaliknya dia

bilang malam hari hawanya amat nyaman sekali dan mau

melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li lagi, boanpwe

tidak curiga kepadanya maka itu menurut saja permintaannya dan

melanjutkan kembali perjalanan ke depan.

Siapa tahu baru saja berjalan empat lima li jauhnya dan tiba

disatu tempat yang amat sunyi dia menghentikan langkah kakinya,

sambil mendougakkan kepalanya memandang rembulan ujarnya

"Ti heng, malam ini tanggal berapa ?"

"Tanggal empat."

”Kalau begitu masih ada sebelas hari itu sampai batas waktu

yang terakhir."

"Urusan apa ?”

"Siauw-te sudah tertarik dengan seorang nona, dia adalah

seorang Putri hartawan dengan memiliki potongan wajah yang amat

cantik menarik, siauw-te kepingin memperistri dirinya tetapi

hartawan itu mengatakan siauw-te terlalu miskin, dia tidak mau

mengawinkan putrinya kepadaku..”

"Lalu bagaimana baiknya?"

"Nona itu menaruh rasa cinta yang mendalam sekali terhadap diri

siauw-te dan sanggup untuk lari dari rumah bersama-sama dengan

siauwte tapi sudah Siauw-te tolak maksudnya ini, siauw-te bilang

kalau lari dari rumah hal itu sangat memalukan sekali”

"Betul, perkataan dari Ing-heng ini sedikit pun tidak salah"

"Akhirnya Siauw-te pergi menemui ayahnya, begitu bertemu

Siauw- te segera bertanya dia mau minta uang berapa banyak baru

mau mengawinkan putrinya kepadaku, coba kau terka dia bilang

bagaimana?”

"Dia bilang apa?"

"Hmmm, dia minta seratus laksa tahil perak!”

"Oooohh...Thian!”

"Benar! ternyata jauh lebih mahal dari emas"

"Lalu akhirnya bagaimana?"

"Siauw-te mengabulkannya”

"Aaaah. . . Ing-heng punya seratus laksa tahil perak?"

"Tidak punya”

"Lalu, . . . lalu . . . Ing-heng punya rencana pergi meminyam

seratus laksa tahil perak?"

"Tidak salah, ternyata dia tidak jelek juga, dia sudah memberi

batas waktu selama satu bulan kepada Siauwte untuk pergi

meminyam."

"Aku rasa tidak mudah untuk memperolehnya."

"Siauw-te kira belum tentu.”

"Ehmmm??"

”Asalkan Ti-heng suka meminyamkan kepada Siauw-te. ....."

"Ing-heng jangan berguyon!"

"Sungguh, sekarang Ti-heng pinyamkan dulu kepada Siauw-te,

dua tahun kemudian dari seperti ini juga Siauw-te akan kembalikan

semua uangmu itu beserta bunganya! Perkataan yang sudah Siauw-

te katakan selamanya tidak pernah diingkari"

"Haaaaa ... . haaa . . . cuma sayang Siauw-te tidak

Seratus laksa tahil perak!"

punya

"Intan permata yang ada dibadan Ti-heng itu bukankah berharga

di atas seratus laksa tahil perak ?"

Waktu itu boanpwe yang mendengar perkataannya ini diam-diam

merasa sangat terperanyat sekali, boanpwe lantas tanya dia tahu

darimana kalau boanpwe membawa intan permata yang bernilaikan

lebih dari seratus laksa tahil perak, dia tertawa dan menyawab kalau

mendengar dari orang lain lalu boanpwe tanyai pula apa dia

bermaksud merampok barang kawalanku, dia bilang kalau boanpwe

tidak pinyamkan kepadanya maka dia akan turun tangan merampok

barang kawalan tersebut".

Berbicara sampai di sini wajah Ti Then segera tersungginglah

satu senyuman dengan perlahan-lahan sambungnya

”Boanpwe yang melihat perkataannya seperti tidak sedang guyon

dengan cepat cabut keluar pedang siap menghadapi serangannya,

dia yang melihat sikap boanpwe itu segera tertawa terbahak-bahak

dan berkata:"Bagus . . . bagus sekali, kita boleh bertanding dengan

pedang, kita lihat siapa lebih lihay diantara kita, bilamana siauw-te

kalah maka aku segera akan lari pergi dari sini-tetapi bilamana Ti-

heng yang secara tidak beruntung aku kalahkan maka minta

permata-tersebut harus kau tinggal . . . , demikianlah pada waktu

itu juga kami segera bertempur dengan amat serunya . .”

“Dia membawa pembantu tidak?” tukas Wi Ci To lagi,

"Tidak, sejak permulaan sampai terakhir dia mengalahkan

boanpwe sama sekali tidak pernah kelihatan munculnya orang yang

ketiga !"

"Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi darimu?" tanya Wi Ci To

lagi.

"Hal ini tidak begitu menyolok, ditengah pegunungan yang amat

sunyi itu bertempur dengan susah payah sebanyak seribu jurus

lebih, ketika mendekatinya

terang tanah akhirnya boanpwe dikalahkan satu jurus dan

terkena tusukan pedangnya pada bagian kakiku”

”Tidak dapat mengetahui asal-usul ilmu silatnya?”

”Benar, tidak tahu”

”Akhirnya harta kekayaan tersebut berhasil dia rampas?”

”Benar, sewaktu boanpwe terkena tusukannya dan rubuh ke atas

tanah dengan mengambil kesempatan itulah dia merebut buntalan

yang berisikan intan permata itu, sesaat sebelum meninggalkan

tempat itu dia berkata bahwa dua tahun kemudian dia akan

mengembalikan barang itu beserta bunganya, dia berjanyi dengan

boanpwe untuk bertemu kembali dua tahun kemudian, di tempat ini

juga, setelah itu dia segera berkelebat pergi dari sana.”

Wi Ci To segera menghela napas panjang.

”Heeei ..... sungguh tidak disangka si Hong Liuw Kiam Khek, Ing

Peng Siauw sebenarnya adalah manusia semacam itu akhirnya kau

berhasil menemukan dirinya?”

”Tidak” sahut Ti Then tertawa pahit, ”Sejak dia berhasil

memperoleh harta kekayaan itu jejaknya lantas lenyap tak

berbekas, walau pun boanpwe serta seluruh piauw-su yang ada di

dalam perusahaan ekspedisi Yong An Piauw kiok sudah dikerahkan

semuanya dan mencari ke semua tempat tetapi tidak menemukan

jejaknya juga.”

”Lalu bagaimana tanggungjawab orang she Yuan itu terhadap

pemilik barang tersebut?”

”Dikarenakan persoalan inilah seluruh harta benda dari Yuan

Piauw-tauw jadi ludas untuk mengganti kerugian tersebut, dengan

demikian perusahaan Yoang An Piauw-kiok pun hancur berantakan”

”Tidak aneh kalau setiap hari keadaanmu amat murung sekali,

kiranya

kau

merasa

tidak

tenang

dikarenakan

sudah

menghancurkan kejayaan dari Yong An Piauw kiok.”

”Yang membuat boanpwe merasa lebih sedih adalah seorang

Piauw tauw yang mentereng dari sebuah perusahaan ekspedisi yang

besar ternyata kini sudah terlantar di dalam Bu lim dengan menjual

silat sebagai biaya hidup.”

”Hei . . hal ini memang patut menerima simpatik dari orang lain”

seru Wi Ci To sambil menghela napas panjang.

”Maka itu boanpwe pernah bersumpah untuk mencari dapat

harta yang sudah di rampok oleh Ing Peng Siauw itu, sebelum

berhasil mencapai maksudku ini aku tidak akan berdiam diri”

”Bilamana sejak semula kau menceritakan urusan ini kepada diri

Lohu maka lohu bisa perintahkan seluruh jago pedang yang ada di

dalam Benteng untuk bantu kau mencarikan kabar dari dirinya”

”Justru boarpwe takut kalau berita ini sampai tersiar didaiam Bu-

lim sehingga memancing datangnya incaran dari jago-jago kalangan

Hek-to, dengan demikian bukankah urusan jadi semakin berabe?”

”Asalkan pesan wanti-wanti kepada mereka untuk jangan

membocorkan rahasia ini bukankah urusan sudah beres?”

Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.

”Boanpwe ingin sekali pergi mencari dirinya sendiri, kemudian

mengajak dia bertempur hingga salah satu diantara kita ada yang

mati.”

”Dia bilang dua tahun kemudian hendak dikembalikan entah

perkataannya itu sungguh-sungguh atau cuma bohong belaka.”

”Hmmm.. sudah tentu omongan setan” seru Ti Then sambil

tertawa dingin.

”Menanti setelah urusan yang menyangkut diri Cuo It Sian ini

bisa dibikin beres maka lohu segera akan menggerakkan semua

jago pedang merah yang ada di dalam Benteng untuk pergi mencari

jejaknya, lohu tidak percaya kalau jejaknya tidak dapat ditemukan

kembali . . oooh, kalau memangnya ini hari kau sudah membuka

rahasiamu itu kepadaku, lohu mau tanyakan kembali satu persoalan

yang mencurigakan hatiku, tempo hari sewaktu lohu mengutarakan

maksudku hendak membantu dirimu kau pernah bilang asalkan lohu

mau berkelahi kemudian mengalahkan dirimu hal ini sama juga

sudah membantu kau membereskan satu persoalan yang rumit,

sebetulnya apa maksud dari perkataanmu itu?”

Ti Then segera tertawa malu.

“Padahal hal itu sebetulnya tidak mengandung maksud yang

mendalam, semula Gak hu masih menganggap boanpwe adalah Lu

Kong-cu yang pernah pergi ke sarang pelacuran Touw Hoa Yuan,

karena di dalam hati boanpwse ingin sekali meninggalkan Benteng

Pek Kiam Po, sedang waktu itu pun Gak-hu memaksa boanpwe

untuk tinggal beberapa hari di sana boanpwe tidak mendapatkan

cara untuk manolak permintaan itu karenanya sengaja boanpwe

berkata demikiao agar Gak-hu menaruh rasa curiga semakin

mendalam lagi terhadap boanpwe, dengan begitu boanpwe bisa

meninggalkan tempat itu dengan leluasa.”

“Oooh ... kiranya begitu ..” seru Wi Ci To sambil tertawa.

Mendadak Ti Then menuding kearah tempat kejauhan.

“Coba lihat” serunya. “Bukankah itu kota Tan Leng Sian?”

Wi Ci To segera angkat kepalanya memandang ternyata sedikit

pun tidak salah di hadapannya muncul sebuah kota yang cukup

besar, dia segera mengangguk.

“Tidak salah, itu memang kota Tan Leng sian,” sahutnya. ”Ini

hari kita sudah melakukan perjalanan sejauh seratus li.”

Dengan perlahan-lahan Ti Then menengok ke sebelah Barat, dia

lantas berkata lagi:

”Sang surya sudah turun gunung, hari ini kita mau menginap di

kota Tan Leog sian ataukah melakukan perjalanan malam?”

”Kita beristirahat saja.”

Hari berlalu dengan amat cepatnya, tidak terasa sepuluh hari

sudah berlalu tanpa terasa, siang hari itu mereka sudah tiba ditepi

gunung Lak Ban san didaerah Gong Si.

Dengan termangu-mangu Ti Then memandang kearah rentetan

pegunungan Lak Ban san yang lenggak lenggok dengan terjalnya

itu.

”Tempat ini boanpwe baru untuk pertama kali datang ke sini,

pemandangannya sungguh tidak jelek” ujarnya.

”Lohu sudah ada dua kali ke sini, perkam pungan Thiat Kiam san

ada diseberang gunung yang paling atas itu.”

”Bagaimana hubungan persahabatan antara Gak hu dengan si

kakek pedang baja Nyio Sam Pek?” tanya Ti Then.

”Tidak begitu rapat, tetapi juga tidak punya ganyaian sakit hati

apa-apa.”

”Menurut berita yang tersebar katanya ilmu pedangnya amat

lihay?”

“Tidak salah” sahut Wi Ci To mengangguk. “Di dalam Bu lim pada

saat ini namanya boleh dikata termasuk di dalam kesepuluh nama

jagoan yang terkenal di Bu lim, tetapi dia sudah sangat lama

mengundurkan dirinya, jarang sekali orang-orang yang menyebut

namanya lagi,”

”Berapa banyak anak muridnya?”

“Anak muridnya yang menonjol cuma ada puluhan orang saja

tetapi baik lelaki

Perempuan, tua muda kecil semuanya pada berlatih ilmu silat,

pangaruhnya amat besar sekali.”

”Kita harus mengembalikan wajah kita yang asli bukan ?”

”Benar.”

Tua muda dua orang segera turun dari atas kuda dan mencari

sebuah sumber air untuk mencuci bersih penyamarannya, setelah

masing-masing berganti pakaian mereka baru melanjutkan kembali

perjalanannya menuju ke atas gunung.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 32

Di Perkampungan Pedang Baja

KEISTIMEWAAN dari gunung Lak Ban san ini adalah curam serta

terjalnya gunung serta jalan kecil yang menghubungkan tempat itu,

bukan saja berliku-liku bahkan merupakan tempat berlindung yang

amat bagus sekali, pada jaman dahulu tempat. ini merupakan satu

tempat persembunyian yang amat bagus sewaktu berlindung.

Setelah berhenti sebentar untuk melihat keindahan alam. Mereka

segera melanjutkan perjalanannya naik keatas gunung Lak ban san

itu.

Dari kejauhan tampaklah tiga ekor kuda datang mendekati

mereka berdua.

Diatas kuda tersebut duduklah tiga orang lelaki berpakaian

singsat dengan sebilab pedang tersoren pada punggungnya, jelas

kelihatan sikap mereka yang amat gagah dan mengagumkan sekali.

Melihat datangnya orang-orang itu Wi Ci To segera merarik tali

les kudanya untuk menghentikan tunggangannya.

”Orang-orang dari perkampungan Thiat Kiam San sudab datang.”

ujarnya cepat kepada Ti Then.

Ti Then pun segera menghentikan kuda kemudian duduk sejajar

dengan Wi Ci To.

Hanya di dalam sekejap saja ketiga orang penunggang kuda itu

sudab mendekati diri merekaberdua.

Tampaklah ketiga orang itu sudah berusia empat puluhan sedang

yang ada di tengah mempunyai wajah yang amat keren sekali.

Setelah mendekat sejauh tiga kaki dari mereka berdua, lelaki

yang berwajah keren itu segera maju tiga langkah kedepan

kemudian terhadap Wi Ci To dia merangkap tangannya menjura.

”Yang datang bukankah Wi toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po?”

tanyanya.

“Lobu benar adanya,” sahut Wi Ci To sambil balas menjura.

”Cayhe Nyio Si Ih tidak mengetahui kalau Wi Toa Pocu mau

datang menyambangi, maaf tidak dapat menyambut kedatangan

Pocu dengan cepat” ujar lelaki berusia pertengahan itu lagi.

“Tidak berani..tidak berani“ jawab Wi Ci To tersenyum. „Kiranya

Lo-te adalah putera ketiga dari Nyio Lo Cung-cu, beberapa tahun

yang lalu sewaktu Lohu datang menyambangi ayahmu di gunung

Lak ban san ini kebetulan lote tidak ada di dalam perkampungan.“

„Benar“ sahut Nyio Si Ih dengan amat hormatnya.

Dengan perlahan Wi Ci To mengalihkan pandangannya kearah

dua penunggang kuda lainnya disamping Nyio Si Ih.

”Lalu, apakah mereka juga adalah...”

„Dia adalah Su sute dari boanpwe Huan Ceng Hong, sedang yang

ada disebelah kanan adalah Ngo sute dari boanpwe Cia Pu Leng.”

Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng dengan cepat pada maju

memberi hormat;

”Menghunjuk hormat buat Wi Toa Pocu” serunya berbareng.

Wi Ci To tersenyum.

“Oooh..kiranya Liong Hauw Ji Kiam (Dua jagoan pedang naga

dan harimau) yang namanya sudah menggetarkan dunia persilatan,

selamat bertemu..selamat bertemu..” serunya.

“Pujian dari Wi Toa Pocu, boanpwe berdua tidak berani

menerimanya,” jawab Huan Ceng Hong serta Cia Pu Leng terburu-

buru.

Wi Ci To

disampingnya.

lantas

menuding

kearah

Ti

Then

yang

ada

“Lohu juga mau perkenalkan kepada Lo-te bertiga, dia adalah Ti

Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng kami”

Ti Then yang masih duduk diatas kudanya sambil mengangguk

tersenyum ramah.

Mendengar perkataan tersebut air muka mereka segera

memperlihatkan rasa terkejutnya yang bukan alang kepalang,

sesudah melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya mereka baru

merangkap tangannya memberi hormat.

“Nama besar dari Ti Kiauw-tauw laksana meledaknya guntur di

siang hari bolong, ini hari bisa berkenalan sungguh kami merasa

sangat bangga sekali.”

Ti Then yang melihat sikap mereka sangat ramah dia pun dengan

terburu-buru turun dari kuda lalu membalas hormatnya itu. Wi Ci To

lantas melanjutkan bertanya.

“Kalian bertiga apakah ada urusan mau turun gunung?”

”Tidak” bantah Nyio Si Ih sambil menggelengkan kepalanya,

”Boanpwe mendapat perintah dari ayah untuk menyambangi

seorang sahabat, Wi Toa Pocu, kami akan antar kalian ke atas

gunung sebentar...”

”Eeii...bagaimana ayahmu bisa tahu kalau lohu mau datang?”

tanyanya keheranan.

”Bukan..bukan..setelah Wi Toa Pocu serta Ti Then naik keatas

gunung kami baru memperoleh kabar” sahut Nyio Si Ih tertawa.

Mendengar perkataan tersebut Wi Ci To baru jadi paham

kembali.

”Oooh..kiranya begitu...keadaan dari ayahmu apakah baik-baik

saja?”

oooOOOooo

54

”Berkat lindungan Thian-dia orang tua berada dalam keadaan

baik-baik saja" Sahut

Nyio Si Ih dengan hormat.

„Karena ini karena lohu serta Ti Kiauw-tauw ada urusan lewat sini

karena teringat sudah lama lohu tidak bertemu dengan ayahmu,

maka sekalian naik ke gunung untuk menyambangi dirinya”

„Terima kasih atas kemurahan hati Wi Toa Pocu mau

menyambangi ayah, mari ikuti boanpwe naik keatas..“ sahut Nyio Si

Ih lagi.

„Baiklah“

Demikianlah Nyio Si Ih bertiga segera naik keatas kuda untuk

memimpin jalan di depan, sedangkan Wi Ci To serta Ti Then

mengikuti dari belakang.

Kurang lebih berjalan kembali selama setengah jam lamanya

akhirnya mereka baru tiba di puncak yang teratas dari gunung Lak

Ban san tersebut.

Setelah melewati sebuah hutan pohon siong yang lebat

tampaklah sebuah perkampungan yang amat besar dan megah

muncul di hadapan mata.

Di luar pintu besar di depan perkampungan tersebut terlihatlah

sudah ada tujuh delapan orang berdiri disisi pintu menanti

kedatangan tamu terhormat, diantaranya tampaklah seorang kakek

tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya.

Tidak usah dibicarakan lagi, sudah pasti kakek tua itu bukan lain

adalah si kakek pedang baja Nyio Sam Pak, begitu dia melihat

rombongan yang datang sambil tertawa tergelak dia maju

menyambut.

„Ha..ha..sungguh gembira hati ini, entah angin apa yang

membawa Wi Pocu sudi berkunjung ke perkampungan kami ini...“

Dengan cepat Wi Ci To meloncat turun dari atas kuda, dia pun

tertawa terbahak-bahak.

"Wajah Nyio-heng penuh dengan cahaya merah kelihatan sekali

amat segar bugar, sungguh patut digirangkan! sungguh patut

diselamatkan!" Serunya sambil merangkap tangannya menjura.

Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera angkat kepalanya dan

memperlihatkan sebaris giginya yang sudah tinggal tak seberapa

banyak itu.

"Coba kau lihat" ujarnya. "Gigiku sudah pada rontok semua,

bagaimana kau bisa

bilang masih kelihatan segar bugar?"

Wi Ci To tersenyum,

"Usia dari Nyio-heng sudah ada sembilan puluh enam, cuma

rontok beberapa buah gigi bukanlah satu urusan yang berat, ada

orang bilang begitu usia manusia mula menginjak tua bukan saja

giginya pada rontok bahkan telinganya akan tuli matanya akan buta,

kalau tidak dialah seorang bajingan."

"Haaaa .... haaaa .... haaaaa : . . kenapa tidak. , . . kenapa tidak"

Seru si kakek pedang baja Nyio Sam Pak tidak tertahan sambil

tertawa terbahak-bahak. “Untung sekali lolap bukanlah bajingan!

haaaa .... haaaa . . . “

Setelabt tertawa keras beberapa saat lamanya mendadak dia

menuding kearah Ti

Then, dan tanyanya :

"Siapakah bocah ini ?”

"Kiauw-tauw dari Benteng kami, dia bernama Ti-Then."

Dengan cepat Ti Then maju kedepan untuk memberi hormat.

"Boanpwe Ti Then menghunjuk hormat buat Nyio Locianpwe,"

Air muka Si-kakek pedang baja Nyio Sam Pak segera

memperlihatkan rasa terkejut kemudian dengan telitinya dia

memperhatikan tubuh Ti Then dari atas sampai ke bawah, setelah

itu dengan tak henti-hentinya dia memperdengarkan suara

keheranannya.

"Usianya masih begitu muda tetapi sudah berhasil manjadi

Kiauwtauw dari

Benteng Pek Kiam Po, sungguh mengagumkan sekali . ...

sungguh mengagumkan sekali !” serunya berulang kali.

"Aku orang she Wi serta Ti Then dikarenakan ada sedikit urusan

melewati tempat ini, mendadak aku teringat kspada Nyio-heng yang

sudah ada bebeapa tahun tidak bertemu karenanya sengaja aku

naik keatas gunung untuk menyambangi diri Nyio-heng, harap

kedatangan dari lohu ini tidak sampai mengganggu ketenangan dari

Nyio-heng.”

"Mana .... mana " sahut Si kakek pedang baja Nyio Sam Pak

dengan serius.

"Silahkan masuk kedalam untuk minum teh... silahkan !"

Serombongan orang-orang itu segera berjalan masuk kedalam

ruangan tengah, setelah duduk ditempat masing-masing dan

pelayan menghidangkan air teh Nyio Sam Pak baru buka mulut

berbicara,

„Wi Pocu tadi bilang ada urusan melewati tempat ini entah

urusan apa itu?”

“Sebetulnya bukan satu urusan yang besar, Cuma dikarenakan

anak murid dari orang she Wi yang bernama Cu Han Seng banyak

meninggalkan Benteng beberapa tahun yang lalu sampai kini

jejaknya tidak jelas dan baru-baru ini aku orang she Wi dengar di

dekat kota Kiu Sian ada orang pernah menemui dirinya maka aku

orang segera menyusul kesana untuk mencarinya, aku orang she Wi

takut dia sudah menemui satu peristiwa yang diluar dugaannya,”

"LaIu apa sudah ketemu ?” tanya Nyio Sam Pak memperhatikan

dirinya.

"Belum !"

”Wi Pocu rasa sudah terjadi urusan apa dengan dirinya ?"

Wi Ci To menghela napas panjang,

”Urusan sebetulnya adalah begini, dia adalah salah seorang

pendekar pedang putih dari Benteng kami, aku orang she Wi pernah

menentukan satu peraturan barang siapa diantara pendekar pedang

merah dia baru berhak untuk berkelana diluaran, sedangkan Ciu

Han Seng ini tidak lama setelah naik menjadi pendekar pedang

putih sudah meninggalkan Benteng, Hal ini berarti pula sudah

melanggar peraturan yang sudah aku orang she Wi tentukan . ."

”Karenanya Wi Pocu bermaksud menangkap dirinya pulang ke

Benteng untuk menjatuhi hukuman ?” Sambung Nyio Sam Pak

kemudian,

”Benar” sahut Wi Ci To mengangguk.

”Tetapi sebab yang utama adalah tak takut dia sudah menemui

kejadian yang diluar

Dugaan, karena dia mempunyai satu dendam kesumat, orang

tuanya sudah dibunuh oleh majikan ular Yu Toa Hay dan dia terus

menerus ingin pergi mencari Yu Toa

Hay untuk membalas dendam, tetapi dengan kepandaian yang

dimiliki sekarang ini sebetulnya dia masih bukan tandingan dari Yu

Toa Hay itu.“

Dengan perlahan Nyio Sam Pak mengangguk,

"Kiranya masih ada bermacam-macam alasan yang demikian

ruwetnya, muridmut Ciu Han Seng tentunya kepingin cepat-cepat

membalas dendam orang tuanya sehingga tanpa pamit lagi dia

sudah meninggalkan Benteng, soal ini memang patut dikasihani”

"Benar. . .”

Dengan perlahan sinar mata dari Nyio Sam Pak dialihkan keatas

wajah Ti Then ia tertawa.

"Ti Kiauw-tauw, bisa diterima sebagai Kiauwvtauw dari Benteng

Pek Kiam Po tentunya kepandaian silat yang dimilikinya amat tinggi

sekali, entah dapatkah Lolap ikut mengetahui siapakah nama dari

gurumu"

”Tidak berani!" Sahut Ti Then sambil bungkukan badannya

memberi hormat. "Suhuku adalah Bu Beng Lo-jin, dia orang tua

sudah lama sekali mengundurkan diri dari-keramaian dunia."-

”Bu Beng Lojin?” tanya Njio Sam Pak dengan air muka keheran-

heranan. "Lolap sudah berkelana didalam Bu-lim selama lima, enam

puluh tahunan lamanya tetapi belum pernah mendengar kalau

didalam Bu-lim ada seorang jagoan berkepandaian tinggi yang

demikian hebatnya. ..."

”Perkataan yang diucapkan Ti Kiauw-tauw adalah perkataan yang

sungguh-sungguh!” Sambung Wi Ci To dengan cepat.-"Dia cuma

mendapatkan pelajaran ilmu silat saja dari Bu Beng Lojin itu

sedangkan mengenai hubungan antara guru dan murid agaknya

tidak terlalu penting..”

"Kenapa ?” tanya Nyio Sam Pak melengak.

"Kemungkinan sekali dimasa yang lalu Bu Beng Lojin pernah

menemui satu peristiwa yang menyedihkan hatinya sehingga dia

sudah mengasingkan diri tidak munculkan diri kembali kedalam Bu-

lim, waktu dia menerima Ti Kiauw-tauw-sebagai muridnya dia

pernah mengatakan sebab-sebabnya menerima murid, dia bilang

tidak tega melihat ilmu silatnya ikut terkubur kedalam liang kuburan

karena itu setelah Ti Kiauw-tauw berhasil didalam ilmu silatnya dia

lantas pergi meninggalkan dirinya. -sampai sekarang Ti Kiauw-tauw

sendiripun tidak tahu-dia telah berdiam dimana."

Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak menghela napas

panjang. "Kelihatannya didalam dunia ini masih terdapat banyak

jagoan berkepandaian tinggi yang tidak diketahui oleh orang Bu-lim,

walaupun lolap belum pernah melihat kepandaian dari Ti Kiauw-

tauw tapi cukup ditinjau dari penghargaan yang diberikan Wi Pocu

kepadanya sehingga sukar dicarikan tandingannya pada saat in

Ini”

"Nyio locianpwe terlalu memuji,” ujar Ti Then merendah, ”Sedikit

kepandaian dari boanpwe tidaklah seberapa, sebenarnya masih

belum bisa dikatakan hebat”

”Kalau Ti Kiauw tauw bicara demikiao Wi Pocu kalian setelah

mendengar perkataan ini hatinya tentu akan sedih” ujar Nyio Sem

Pak sambil tertawa terbahak-bahak.

”Apa maksud dari perkataan Nyio Locianpwe ini?” tanya Ti Then

melengak.

”Pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya

adalah jagoan pedang yang sudah mempunyai nama besar di dalam

Bu-lim, bilamana sekarang Ti Kiauw tauw bilang kepandaianmu

tidak dapat melebihi orang lain maka bukankah para pendekar

pedang merah itu termasuk golongan rendahan”

Wi Ci To yang ada disamping tertawa terbahak-bahak.

„Padahal keadaan yang

sambungnya dengan cepat,

sesungguhny

memang

demikian”

„Anak buah dari aku orang she Wi jikalau dibandingkan dengan

Ti Kiauw tauw memang boleh dikata golongan rendah saja”

Sekali lagi Nyio Sam Pak tertawa tergelak.

„Sebaliknya anak murid golongan rendahan dari Wi Pocu itu

semuanya dapat menjabat sebagai Kiauwtauw dari perkampungan

Thiat Kiam san Cung kami”

”Nyio heng kita adalah kawan lama, buat apa kalau bicara begitu

merendahnya?” ujar Wi Ci To sambil tertawa.

Mendadak air muka Nyio Sam Pak berubah jadi amat sedih sekali,

lalu dengan perlahan-lahan dia menghela napas panjang.

„Suagguh kami orang dari perkampungan Thiat Kiam San cung

sudah tidak dapat mengembalikan kejayaan seperti dahulu lagi“

ujarnya dengan sedih. ”Semakin lama kita semakin merosot; coba

bayangkan pada masa yang lalu ada siapa yang berani datang ke

perkampungan Thiat Kiam san cung kami untuk mencari gara-gara?

sedan kini....”

Berbicara sampai disini dengan sedihnya dia menundukkan

kepalanya lalu menghela napas panjang,

”Kenapa ?” tanya Wi Ci To kaget,

Nyio Sam Pak segera tertawa pahit.

”Hei . . . lebih baik tidak usah kita ungkap lagi” serunya.

Wi Ci To yang melihat dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut,

dengan cepat dia mengalihkan bahan pembicaraannya.

”Putra pertama serta putra kedua dari Nyio heng apa tidak ada

didalam perkampungan?”

”Mereka ada urusan sudah meninggalkan perkampungan”

”Agaknya mereka berdua sudah memperoleh seluruh kepandaian

dari Nyio-heng, bahkan ..”

Dia angkat kepalanya memandang kearah Huan Ceng Hong serta

Cia Pu Leng yang

ada dibelakang badan Nyio Sam Pak itu lalu sambungnya lagi.

”Beberapa orang anak murid dari Nyio-heng ini pun sudah

mencapai kesempurnan, menurut perkataan seharusnya hal ini tidak

membuat Nyio-heng merasa kecewa.”

”Mereka suheng-te memangnya tidak membuat lolap merasa

kecewa,” sahut Nyio Sam Pak perlahan. ”Persoalannya sekarang

kepandaian yang lolap berikan kepada mereka sudah tidak cukup

bagi mereka untuk menghadapai segalanya.”

“Anak murid dari aku orang she Wi sekalipun pendekar pedang

merah yang paling tinggi pun sewaktu berkelana didalam dunia

kangouw belum tentu bisa menangkan seluruh pertempuran yang

dihadapinya, merekapun sama saja pernah memperoleh kekalahan,

tetapi lohu pernah beritahu kepada mereka, sebagai seoraog jagoan

pedang yang penting adalah semangat berlatih silat yang tidak ada

kunjung padamnya, belum tentu setiap menghadapi pertempuran

harus memperoleh kemenangan”

“Perkataan dari Wi Pocu sedikitpun tidak salah” ujar Nyio Sam

Pak tertawa, “Mereka suheng-te pun bisa memegang erat-erat

perkataaan tersebut”

“Kalau memangnya bisa demikian maka yang lainnya tidak perlu

dipikirkan lagi”

”Tetapi bilamana setiap kali menghadapi pertempuran sengit dan

seringkali menderita kekalahan begini pun bukanlah suatu cara yang

baik”

”Perkataan dari Nyio-heng ini apakah mempunyai bukti?”

Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar, akhirnya dia tertawa

pahit.

”Lebih baik tidak usah dikatakan saja, bilamana diceritakan malah

mendatangkan rsa malu saja”

”Bilamana Nyio-heng ada urusan yang sukar dibereskan lebih

baik kau ucapkanlah terus terang, aku orang she Wi dengan senang

hati akan turun tangan memberi bantuan”

Nyio Sam Pak Cuma gelengkan kepalanya tidak berbicara.

”Nyio-heng,” ujar Wi

pembicaraan. ”Pada masa

Ci

To

kemudian

berganti

bahan

Mendekat ini apakah kau pernah bertemu dengan si pembesar

kota uo It Sian?“

Ketika Nyio Sam Pak mendengar disebutnya si pembesar kota

Cuo It Sian mendadak semangatnya berkobar kembali.

”Tidak” jawabnya sambil gelengkan kepalanya, ”Sudah lama

sekali aku tidak bertemu dengan dirinya, apakah Wi Pocu pernah

melihat dirinya?”

”Tidak lama yang lalu aku pernah bertemu satu kali dengan

dirinya, aku orang she Wi dengar katanya Nyio-heng dengan dirinya

adalah kawan lama?”

”Benar,” sahut Nyio Sam Pak mengangguk, ”jadi orang tidak jelek

juga, bukan saja Bun mau pun Bu lihay bahkan berhati pendekar

dan suka menolong orang yang lemah, dia memang seorang

manusia yang patut diajak berkawan.”

”Benar...benar..” sahut Wi Ci To tersenyum.

”Kepergian putra pertama serta putera kedua dari lolap kali ini

pun ada kemungkinan sekalian mereka pergi juga menyambangi

dirinya.”

Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa sangat

terperanjat sekali.

”Aaah..kedua orang putera dari locianpwe pergi menyambangi

dirinya?” serunya tak terasa,

Dia teringat kembali akan peristiwa terbunuhnya si elang sakti

Cau Ci Beng oleh Cuo It Sian, urusan ini Nyio Sam Pak sampai

sekarang pun masih belum tahu.

Bilamana sekarang kedua orang putra dari Nyio Sam Pak menuju

ke rumahnya Cuo It Sian bukankah hal ini akan memancing rasa

curiga dari Cuo It Sian ? ada kemungkinannya sekali malah

menimbulkan napsu membunuh dari dirinya sehingga hal ini

membuat hatinya jadi amat cemas sekali.

Nyio Sam Pak yang melihat secara tiba-tiba dia orang

menimbrung bahkan air mukanya membawa rasa tegang tidak

terasa lagi jadi sedikit melengak.

”Ada yang tidak beres?” tanyanya cepat.

”Tidak mengapa ....tidak mengapa,”

Dengan perlahan Nyio Sam Pak menoleh ke arah diri Wi Ci To

lalu dengan wajah yang ragu-ragu tanyanya;

”Apakah diantara Wi Pocu dengan Cuo It Sian ada ganjalan hati?”

Wi Ci To sendiripun tahu Ti Then sedang merasa kuatir atas

keselamatan dari kedua orang putra Nyio Sam Pak itu, tetapi pada

saat ini dia merasa tidak leluasa untuk menceritakannya kareoa itu

dia segera gelengkaa kepalanya.

”Tidak ada, walaupun aku orang she-Wi sudah berkenalan amat

lama sekali dengan dirinya tetapi belum pernah terjadi sedikit

bentrokan pun”

Baru saja dia selesai berkata mendadak tampaklah seorang

pemuda berlari masuk ke dalam ruangan lalu dengan sikap yang

gugup dia berkata kepada Nyio Sam Pak-

”Cung cu, mereka datang merampok kayu lagi”

Air muka Nyio Sam pak segera berubah sangat hebat, mendadak

dia membanting hancur cawan yang ada di tangannya dan meloncat

bangun.

”Hmmm..sungguh keterlaluan sekali!”

”Sudah terjadi urusan apa?” tanya Wi Ci To melengak.

Dengan amat gusarnya Nyio sam Pak berjalan mondar mandir di

tengah ruangan, kemudian dia baru tertawa dingin.

”Hmmmm..itu iblis bongkok Ling Hu-Ih berani mencari gara-gara

dengan lolap”

Mendengar disebutnya si iblis bongkok Ling Hu Ih oleh Nyio Sam

Pak ini baik

Wi Ci To mau pun Ti Then bersama-sama jadi sangat terkejut

karena si iblis bongkok Ling Hu Ih ini adalah seorang manusia yang

paling lihay dari kalangan Hek-to, kepandaian mau pun nama

besarnya tidak ada di bawah dari si anjing langit rase bumi, bahkan

mempunyai julukan sebagai raja dari antara iblis.

Selama ini jejaknya tidak menentu karena itu sekalipun Wi Ci To

sudah amat lama mendengar nama besarnya tetapi belum pernah

bertemu muka, tetapi dia tahu si iblis bongkok Leng Hu Ih ini adalah

seorang manusia yang sukar untuk diganggu.

”Si iblis bongkok Leng Hu Ih sudah sampai di gunung Lak Ban

San?” Tanya Wi Ci To dengan terperanjat.

“Benar, sudah ada beberapa bulan lamanya” sahut Nyio Sam Pak

dengan air muka terharu.

”Apa tujuannya datang ke gunung Lak Ban san ini?”

”Mendirikan markas besar”

”Aaaah..ternyata ada urusan begini? Dia ingin menduduki gunung

ini sebagai raja?”

”Tidak salah, selama ini iblis tersebut selalu berkelana seorang

diri, tidak disangka secara tiba-tiba saja pada tiga bulan yang lalu

dia memimpin segerombolan manusia datang ke gunung Lak Ban

san dan berdiam kurang lebih tiga li dari perkampungan kami,

katanya mereka mau mendirikan markas besar disana”

”Bukankah hal ini berarti pula sedang menantang perang

terhadap Nyio-heng?” tanya Wi Ci To dengan air muka serius.

”Benar!” sahut Nyio Sam Pak tertawa dingin, ”Karena lolap sudah

mengumumkan kalau aku telah mengundurkan diri dari kalangan

dunia persilatan, maka lolap tidak ingin bergebrak lagi dengan orang

lain, karena itu sudah memerintahkan putraku yang pernah

mencegah, akhirnya setelah bergebrak, karena mereka berjumlah

amat banyak putraku sekalian tidak kuat menahan serangan mereka

dan setiap kali menderita kekalahan, pada waktu mendekat ini sikap

mereka semakin ganas lagi, ternyata pepohonan dan kayu-kayu

yang ada di sekitar tempat ini sudah diambili, bukankah hal ini

terang-terang sedang menantang aku?"

"Apakah dahulu Nyio heng pernah ada ganjalan hati dengan Ling

Hu Ih ?"

"Dengan dia orang sendiri tidak ada, tetapi dengan adik

misannya Si "Ping sin siucay" atau-siucay penyakitan Ciu Kia Leng

psrnah terjadi sedikit peristiwa pada tujuh delapan tahun yang lalu

dia sudah lolap hukum, kemungkinan sekali dengan berdasarkan

urusan inilah dia sengaja naik keatas gunung Lak Ban San untuk

mencari gara-gara"

“Tadi Nyio heng tidak mau menceritakan urusan tersebut apakah

yang dimaksud dengan peristiwa dari Leng Hu Ih ini?”

“Benar!" Sahut Nyio Sam Pak sambil menghela napas panjang.

"Omong terus terang saja dikarenakan lolap tidak mempunyai

pegangan yang kuat untuk memperoleh kemenangan maka selama

ini lohu terus menerus bersabar diri dan menghindarkan diri dan

setiap bentrokan langsung dengan mareka, tetapi ternyata mereka

mendesak terus menerus, bukankah hal ini semakin tidak

memandang sebelah mata pun kepada lolap?"

Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi:

"Orang yang dibawa olehnya kali ini ada dua ratus orang lebih,

diantaranya ada beberapa orang yang merupakan jagoan

berkepandaian tinggi dari kalangan Hek-to, lolap yang merasa tidak

dapat menangkan mereka maka pada beberapa hari yang lalu sudah

memerintahkan kedua orang putraku untuk turun gunung mencari

bala bantuan. Cuo It Sian pun termasuk salah seorang yang lolap

mintai bantuannya."

Wi Ci To yang mendengar Cuo It Sian pun termasuk orang yang

diundang untuk membantu pertempuran ini tidak kuasa lagi dia

sudah melirik sekejap kearah Ti Then kemudian tanyanya:

“Bala bantuan yang diundang Nyio heng entah kapan baru bisa

tiba disini?"

“Paling cepat mungkin dua puluh hari kemudian baru bisa tiba”

"Ada satu persoalan yang aku orang she-Wi mengharapkan Nyio-

heng suka menjawabnya secara terus terang . . .”

"Urusan apa?" tanya Nyio Sam Pak sambil pandang tajam

wajahnya.

"Nyio-heng, maukah kau orang memandang aku orang she-Wi

sebagai teman?"

„Apa maksud perkataan dari Wi Pocu ini?”

"Bilamana Nyio-heng suka memandang aku orang she-Wi sebagai

teman maka sekarang juga kita pergi temui si iblis bongkok Leng Hu

Ih itu”

"Bisa memperoleh bantuan dari Wi Pocu sudah tentu sangat

bagus sekali, Cuma saja Wi Pocu baru saja tiba dari tempat

kejauhan, bagaimana boleh . . . ".

"Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi !" ujar Wi Ci-To sambil

bangkit berdiri, nenanti setelah membereskan Leng Hu Ih, Nyio-

heng baru baik-baik menjamu kita dengan beberapa cawan arak

saja"

"Kalau begitu Lolap segera akan memrntahkan anak muridku

untuk bikin persiapan" ujar Nyio Sam Pak dengan amat girang.

"Kemudian kita bersama-sama berangkat, pergi mencari diri Leng

Hu Ih untuk bertempur mati-matian"

”Tidak . ..tidak perlu" cegah Wi Ci To dengan cepat, "Lebih baik

Nyio-heng perintahkan anak muridmu untuk baik-- m-enjaga

perkampungan saja, cukup kita- tiga orang sudah dapat

membereskan mereka”

"Tetapi mereka berjumlah amat banyak” Seru Nyio Sam Pak

melengak-

Wi Ci To lantas tersenyum tawar, "Untuk menawan penjahat

harus menangkap rajanya terlebih dulu, asalkan kita berhasil

membunuh Leng Hu Ih maka sisanya tidak perlu ditakuti lagi."

"Tetapi mereka masih mempunyai beberapa orang pembantu

yang amat lihay sekali

seperti "Ci Hun Suseng" atau si-sastrawan banci Ong Cuo Ting"

Pan Bian si Sah" atau si muka aneh Ling Ang Lian" Boe-Cing atau Si

kakek tak berbudi Ko Cing Im serta It Kiam Pun Ci" atau bertemu

tidak mujur Cang Hiong, bilamana Leng Hu Ih tidak mau bertempur

satu lawan satu melainkan memerintahkan mereka-untuk turun

tangan mengerubuti..”

”Soai ini pun tidak usah dikuatirkan !" potong Wi Ci To dengan

cepat.

Nyio Sam Pak melihat dia orang mempunyai kepercayaan yang

begitu teguh tidak-banyak berbicara lagi kepada putranya yang

ketiga Nyio Si Ih lantas perintahnya: "Si Ih, kau pergi ambil pedang

baja dari Lolap!”

Nyio Si Ih dengan hormatnya menyahut kemudian dengan

tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan.

Tidak lama kemudian pedang bajanya sudah tiba.

Nyio Sam Pak segera menerima pedang itu dan dicabutnya

keluar, seperti baru saja bertemu dengan kawan lama ujarnya

kemudian sambil menghela napas panjang.

”Pedang baja ini sudah lolap simpan lama sekali, tidak kusangka

ini hari harus digunakan kembali !”

Pedang baja ini besar kecilnya persis dengan pedang pusaka

biasa, cuma saja dari badannya mengeluarkan sinar yang amat

tawar sekali, kelihatannya sangat aneh. Wi Ci To tersenyum,

“Pedang baja dari Nyio-heng ini pada masa yang lalu pernah

mengetarkan seluruh? dunia kangouw dan ditakuti oleh kaum

penjahat, kali ini bisa muncul kembali dari sarungnya membuat

Nyio-heng kelihatan makin gagah lagi" pujinya.

Nyio Sam Pak cuma tertawa tawar lalu memasukkan kembali

pedang bajanya ke dalam sarung, kepada putranya yang ketiga Nyio

Si Ih dia segera berpesan,

"Si Ih, kau baik-baiklah menjaga perkampungan, lolap bersama-

sama dengan Wi Pocu akan menemui Leng Hu Ih tersebut.”

Berbicara sampai disini dia segera menoleh kearah Wi Ci To serta

Ti Then.

”Mari kita berangkat !" ujarnya sambil tertawa.

Dengan demikian mereka bertiga segera berjalan meninggalkan

perkampungan Thiat kiam San Cung.

Nyio Sam Pak memimpin berjalan di depan, dengan melalui

sebuah jalan usus kambing yang kecil disamping kiri perkampungan

dia berjalan sejauh setengah li, mendadak terdengarlah suara

ditebangnya kayu berkumandang datang dari hutan sebelah depan.

Nyuo Sam Pak segera mempercepat langkahnya.

"Heee . . . heeee , . . kemarin dulu pemimpin yang meronda

disini adalah Hoa Hu Tiap atau sikupu-kupu bunga Hong It peng,

kemungkinan sekali ini hari pun dia juga yang pimpin" Serunya

sambil tertawa dingin.

"Bagaimana dengan kepandaian silatnya?" tanya Wi Ci To.

"Tidak lemah, muridku Cia Pu Leng pernah bergebrak melawan

dirinya tetapi bsrakhir dengan seimbang."

”Hoa Hu Tiap, atau sikupu-kupu bunga Hong It Peng ini boanpwe

pernah mendengar orang berkata" tiba-tiba tukas Ti Then." Menurut

apa yang boanpwe dengar dia adalah adik angkat dari Giok Bian

Langcoen, Coe Hoay Lo !"

"Tidas salah, mereka berdua adalah bajingan-bajingan cabul

yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk”

"Giok Bin Langcoen Coe Hoay Lo sudah boanpwe basmi" ujar Ti

Then sambil tertawa, "Ini hari biarlah si kupu-kupu bunga Hong It

Peng ini pun boanpwe basmi sekalian,"

Berbicara sampai disini mendadak di hutan sebelah depan

terdengar suara benturan yang amat keras sekali sehingga

memekikkan telinga, agaknya ada sebatang pohon besar yang

berhasil dirobohkan.

"Kurang ajar !" maki Nyio Sam Pak dengan gusar.

Tubuhnya segera berkelebat menubruk kearah hutan itu.

Wi Ci To serta Ti Then pun dengan cepat mengikuti dari

belakangnya di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba

dilapangan tersebut.

Pada saat ini di tengah lapangan ini ada dua puluh orang lelaki

herpakaian ringkas sedang menggergaji kayu sedaag yang lain

sedang memotong-motong kayu itu jadi beberapa bagian dan siap

digotong pergi.

Diantara mereka ada seorang yang mamakai baju berwarna-

warni dengan wajah kurus kering sedang berdiri bergandeng tangan

disana jika dilihat dari sikapnya jelas dialah pemimpin yang

memimpin pekerjaan di tempat ini.

Ketika pandangan matanya dapat melihal si kakek pedang baja

Nyio Sam P»k, Wi Ci To serta Ti Ihen menubruk datang air mukanya

sedikit berubah, tetapi dia orang sama sekali tidak memperhatikan

rasa jerinya.

Bukan begitu saja bahkan dia melengos dan pura-pura tidak

melihat kedatangan mereka itu.

Dengan wajah yang amat gusar sekali Nyio Sam Pak segera

berjalan menghampiri dirinya.

”Kau kah si kupu-kupu bunga, Hong It Peng ?” tanyanya dengan

suara yang berat.

”Cayhe memang adanya” sahut lelaki berusia pertengahan itu.

”Siapakah nama besar dari lo sianseng ? Ada keperluan apa

datang kemari ?” ”Lolap Nyio Sam Pak”

Si kupu kupu bunga Hong It Peng sengaja memperlihatkan rasa

terkejutnya, dengan gugup dia bungkukkan badannya menjura.

”Aaih . .. kiranya kiranya kau orang tua adalah Nyio Lo Cung-cu

selamat bertemu , selamat bertemu.”

”Siapa yang suruh kalian tebangi kayu-kayu disini?” seru Nyio

Sam Pak tertawa dingin.

Si kupu-kupu bunga Hong It Peng tertawa.

”Toako kami si iblis bongkok Leng Hu Ih yang suruh.”

Dia mengucapkan kata-kata Iblis bongkok Leng Hu Ih dengan

dengan amat tegas sekali agaknya dia mengira nama Leng Hu Ih

bisa mengejutkan orang yang mendengar.

”Sekarang aku perintah kalian untuk menghentikan penebangan

kayu dan cepat menggelnding pergi dari sini!” perintah Nyio Sam

Pak lagi dengan dingin.

Mehdengar perkataan itu si kupu-kupu bunga Hong It Peng

segera tertawa terbahak-bahak.

”Nyio lo Cung-cu kau sungguh pandai bergurau” ujarnya

mengejek. ”Hutan belantara ini bukannya harta milik kau Nyio Lo

Cungcu, siapa yang senang menebang siapa pun tidak ada yang

bisa mencegah.”

"Tetapi Lolap bisa mencegahnya,” ujar Nyio Sam Pak dingin.

Sinar mata dari si kupu kupu bunga segera melirik sekejap

kearab Wi Ci To serta

Ti Then yang berdiri disampingnya, agaknya dia sama sekali tidak

kenal dengan Pocu dari benteng Pek Kiam Po serta Ti Kiauwtauw

yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw ini, air

mukanya sama sekali tidak memperlibatkan sedkit rasa jeripun.

”Oouw kiranya ini hari Nyio Lo Cung-cu sudah memnbawa

pembantu” ejeknya dengan dingin, ”Makanya omonganmu begitu

besar hee...he..”

Sepasang mata dari Nyio Sam Pak segera melotot lebar-lebar

lantas tertawa seram-

”Tidak-salab,, ini hari lolap memang sengaja mengundang datang

dua orang pembantu tetapi untuk membasmi kau bajingan cabul

lolap percaya masih ada kekuatan”

Berbicara sampai kata-kata yang terakhir telapak tangan

kanannya segera didorong ke depan melancarkan satu pukulan

menghajar dada darI si kupu-kupu bunga itu.

Di tangan kirinya dia masih mencekal pedang bajanya, saat ini

dia tidak ingin menggunakan pedangnya melancarkan serangan, hal

ini sudab tentu dikarenakan dia lagi menjaga kedudukannya sendiri

dan tidak ingin bertempur secara resmi melawan si kupu kupu

bunga ini.

Dengan cepat si kupu-kupu bunga merasa datangnya serangan

tersebut amat hebat baru saja pundak dari Nyio Sam Pak sedikit

bergerak dia sudah meloncat mundur ke belakang.

“Hee . . hee . . tunggu sebentar!” serunya sambil tertawa aneh.

“Ada kentut cepat lepaskan!” teriak Nyio Sam Pak tertawa dingin.

Si kupu-kupu bunga segera memperlihatkan

menyengirnya yang sangat mengejek.

senyuman

”Nyio Lo cung cu.” ujarnya sambil menuding ke arah Wi Ci To

serta Ti Then yang berdiri disampingnya itu. ”Kedua orang

pembantu yang kau bawa ini hari sudah seharusnya kau kenalkan

dulu biar aku pun mengetahui nama mereka.”

”Yang tua adalah si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu dari

Benteng Pek Kiam Po, si pendekar pedang yang muda adalah Kiauw

tauw dari Benteag Pek Kiam Po si pendekar baju hitam Ti Then”

Seketika itu juga air muka si kupu-kupu bunga berubah sangat

hebat.

Dia orang yang mempunyai si iblis bongkok Leng Hu Ih sebagai

tulang punggung sebenarnya sama sekali tidak memandang sebelah

mata terhadap para pembantu yang diundang oleh Nyio Sam Pak

ini, tetapi ketika didengarnya kedua orang itu bukan lain adalah Wi

Ci To itu Pocu dari Benteng Pek Kiam Po serta si pendekar pedang

hitam Ti Then, seketika itu juga dia dibuat ketakutan. Sekalipun si

iblis bongkok Leng Hu Ih sendiri pun tidak berani mencari gara-gara

dengan Wi Ci To apalagi si kupu-kupu bunga sendiri ? Maka itu

didalam keadaan yang amat cemas itulah sikapnya pun sudah

berobah jauh lebih hormat lagi. Dengun gugup dia bungkukkan

badannya menjura terhadap diri Wi Ci To.

”Oooow . . kiranya Wi Toa Pocu sudah datang maaf cayhe

punya-mata tak berbiji . .maaf . . maaf . . ” serunya sambil

menyengir-nyengir, Wi Ci To segera melengos dia tidak ambil gubris

terhadap omongannya. Air muka si kupu-kupu bunga seketika itu

juga berubah memerah dan merasa sangat malu sekali, dengan

sekuat tenaga dia berusaha untuk tetap mempertahankan

senyuman di bibirnya-

”Hee . . . heea . cayhe . . cayhe membawa beberapa orang

saudara ini datang menebang kayu . .se.. sebetulnya mendapat

perintah dari toako Kami si iblis bungkuk Leng Hu Ih , , , kini kini ,

heee . hee , kini bilamana Wi Toa Pocu perintahkan kami untuk

berhenti . . cayhe . . , cayhe segera kembali ke markas uotuk

melaporkan urusan ini kepada toako kami“

Berbicara sampai disini dia segera menoleh dan teriaknya dengaa

keras kepada anak buahnya-

”Heeey saudara sekalian, berhenti menebang, ikut aku pulang..“

Mendengar perintah tersebut orang-orang itu lantas pada

berhenti bekerja dan membereskan alat-alatnya siap meninggalkan

tempat itu.

”Hong It Peng,” tiba-tiba terdengar Ti Then berseru sambil maju

kedspan, ”Biar mereka pulang sendiri,”

Air muka si kupu-kupu bunga segera berubah jadi pucar pasi, dia

segera memperlihatkan senyuman paksa.

”Ti Kiauwtauw ada petunjuk apa?” tanyanya.

Ti Then berjalan sampai beberapa langkah dan badannya baru

berhenti, kepada Nyio Sam Pak segera ujarnya.

„Nyio Locianpwe, kau orang tua boleh beristirahat dulu, orang ini

serahkan saja kepada boanpwe untuk dibereskan.”

Agaknya Nyio Sam Pak pun ingin sekali mengetahui kelihaian dari

Ti Then, dia segera tertawa dan mengundurkan diri dari sana, waktu

itu Ti Then baru menoleh kearah si kupu-kupu bunga.

”Aku dengar kau adalah adik angkat dari Giok Bian Langcoen Coe

Hoay Lo ?“

”Benar” sahut si kupu kupu bunga Hong It-peng sambil terpaksa

mengangguk.

”Kalau begitu seharusnya kau membalas dendam atas kematian

dari Giok Bian Langcoen, dia sudah aku bunuh mati”

„Cayhe mempunyai perintah yang belum terlaksana, saat ini

bukan waktunya untuk membicarakan soal balas dendam, nanti

setelah aku laporkan urusan ini kepada toako aku baru datang lagi

untuk minta beberapa pelajaran dari Ti kiauw tauw” usai berkata dia

putar badan siap meninggalkan tempat tersebut kembali.

”Berhenti!” bentak Ti Then sambil tertawa, si kupu kupu bunga

segera merasakan hatinya bergidik, terpaksa dengan keraskan

kepala dia putar badannya kembali.

“Ti Kiauw tauw kau punya perintah apa lagi?” tanyanya sambil

tertawa kering.

”Agaknya kau takut mati.?”

Air muka si kupu kupu bunga segera berubah memerah.

”Cayhe tidak paham apa maksud dari perkataan Ti Kiauwtauw

ini.”

”Selama hidupku aku paling benci terhadap manusia Jay Hoa Cat

yang tukang merusak perawan perempuan, maka itu setiap kali aku

bertemu dengan penjahat pemetik bunga aku tidak bakal akan

melepaskan dirinya.”

”Tapi cayhe bukanlah seorang penjahat pemetik bunga.”

”Sedikit-dikitnya satu golongaa dengan dia, kau adalah adik

angkat dari Giok Bian LangCoen maka sudah tentu sama sepeiti dia

kau pun Seoracg penjahat pemetik bunga.”

”Kalau bicara lebih baik kalau ada buktinya, Ti Kiauwtauw jangan

sembarangan menuduh.”

Ti Then segera tertawa dingin.

“Ditinjau dari julukanmu sebagai kupu kupu bunga, kupu-kupu

selamanya tidak bakal meninggalkan bunga.

Agaknya si kupu kupu banga merasa keadaan tidak baik, dengan

cepat dia menarik kembali rasa takutnya diikuti memperdengarkan

suara tertawanya yang sangat tidak enak.

”Kelihatannya ini hari Ti Kauwtauw tidak bermaksud melepaskan

cayhe?”

”Benar, kau boleh mulai melancarkan serangan” sahut Ti Then

mengangguk.

”Bagus sekali, cayhe akan menemani kau bermain sebentar”

Tubuhya segera bergerak mundur beberapa depa ke belakang

tangan kanannya merogoh ke dalam sakunya mencabut keluar

sebilah pedang emas yang memancarkan sinar yang amat-tajam,

Ti Then tetap tidak mencabut keluar pedangnya, dia tertawa

nyaring.

”Bagus sekali, sekarang silahkan mulai turun tangan”

Si Kupu kupu bunga segera menggetarkan pedang lemas di

tangannya sehingga memperdengarkan suara dengungan yang

amat keras, dia tertawa dingin.

”Kenapa kau tidak cabut keluar pedangmu?”

”Di dalam sepuluh jurus bilamana aku tidak dapat mencabut

nyawamu dengan menggunakan sepasang kepalanku ini maka ini

bari ku akan lepaskan satu kehidupan buat dirimu”

Walaupun si kupu-kupu bunga sudah lama mendengar nama

besar dari Ti Then dan mengetahui kalau dia memiliki kepandaian

silat yang amat tinggi, tetap; karena ia belum pernah melihatnya

dengan mata kepala sendiri maka dalam hatinya masih tak mau

percaya.

Kini mendengar perkataan dari Ti Then itu tak terasa dia jadi

gusar juga.

”Kita putuskan demikian, terimalah seranganku!” bentaknya

sambil tertawa seram.

Baru saja perkataannya selesai pedangnya sudah membabat

datang dengan cepat menusuk hati dari Ti Then.

Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti setelah ujung

pedangnya hampir mendekati badannya tubuhnya baru sedikit

miring kesamping, telapak tangannya diubah jadi cengkeraman

mengancam pergelangan tangan kanan pihak lawan.

Siapa tahu tusukan pedang dari si kupu kupu bunga itu tidak

lebih cuma serangan kosong belaka, melihat Ti Then miringkan

badannya menghindar dengan cepat dia gerakkan badannya maju

kedepan pedang lemasnya dari gaya minimal jadi membabat,

laksana berkelebatnya naga perak dia mengancam pergelangan

tangan kanan dari Ti Then.

Perubahan jurus yang sangat cepat ini benar-benar boleh dipuji

sebagai serangan jagoan kelas satu di Bulim,

Ti Then segera membentak keras, tubuhnya sedikit berjongkok

ke bawah telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepatnya menghajar

pusar dari pihak lawan.

Ketika si kupu-kupu bunga menemukan serangannya yang kedua

kembali mencapai sasaran yang kosong untuk mengubah jurus

kembali sudah tidak sempat saking terdesaknya terpaksa dia

mengundurkan dirinya kebelakang.

Tetapi bersamaan dengan mundurnya sang badan kebelakaog

itulah dia membentak keras lagi, pedang lemasnya membacok

pundak-kiri dari Ti Then.

Datangnya serangan pedang kali ini amat dahsyat dan ganas

sekali, bilamana pundak dari Ti Then ini terkena bacokannya maka

kontan segera akan terpapas putus jadi dua.

Tetapi menang kalahpun pada saat itu sudah dapat ditentukan.

Ketika pedang si kupu-kupu bunga dibabat kebawah itulah

mendadak dia merasakan pandangannya jadi kabur, dia sudah

kehilangan bayangan dari Ti Then.

Diikuti jalan darah Leng Thay hiat pada punggungnya terasa

seperti kena ditusuk, saking kesakitannya seketika itu juga dia tidak

sadarkan diri.

Tubuhnya sedikit bergoyang lantas rubuh tak dapat bergerak

lagi.

Kedua puluh orang penjahat lainnya sewaktu melihat pemimpin

mereka si kupu-kupn bunga hanya didalam tiga jurus saja sudah

menggeletak tak bangun, semuanya pada terkejut dan berdiri

termangu-mangu di sana. Untuk melarikan diri pun mereka sudah

lupa.

Nyio Sam Pak sendiripun dibuat terbelalak oleh kejadian ini.

Dia sejak semula sudah tahu kalau Ti Then tentu memiliki

kepandaian silat amat tinggi sekali hingga bisa diterima sebagai

Kiauwtauw didalam Benteng Pek Kiam Po tetapi dia tidak

menyangka kalau gerakan Ti Then dapat demikian lihaynya.

Lama sekali dia termangu-mangu kemudian dengan sangat

terperanjatnya berpikir.;

”Dalam tiga jurus saja dia sudah berhasil memukul rubuh si

kupu-kupu bungs. kepandaian yang demikian tingginya ini

kemungkinan Wi Ci To sendiripun tidak sanggup untuk

melakukannya.

Berpikir sampai disitu tidak tertahan lagi dia segera membuka

mulutnya bertanya:

”Ti Kiauw tauw, apa kau sudah membunuh dirinya ?”

”Benar” sahut Ti Then mengangguk,

Para penjahat lainnya sewaktu mendengar si kupu-kupu bunga

sudah binasa saat itu

seperti baru saja bangun dari impian, dengan cepat-cepat pada

melarikan diri dari sana dengan terbirit-birit,

”Semuanya berhenti!” tiba-tiba dengan suara yang seperti guntur

membelah bumi Ti Then membentak keras.

Mendengar suara bentakan yang memekikkan telinga itu suasana

di sekeli1ing kalangan jadi bergetar, para penjahat sudah mulai

melarikan diri terbirit-birit itu pun segera pada berhenti berlari dan

tidak berani bergerak barang sedikitpun.

”Maju dua orang dan angkat mayat ini, sisanya dengan berbaris

jadi satu mengikutinya dari belakang” perintah Ti Then lebih lanjut.

Para penjahat itu mana berani membangkang, segera tampaklah

dua orang penjahat maju ke depan menggotong mayat si kupu-

kupu bunga sedang yang lainnya berbaris jadi satu mengikutinya

dari belakang, tapi mereka tidak ada yang berani bergerak.

Karena mereka tidak tahu Ti Then hendak memerintahkan

mereka pergi ke perkampungan Thiat Kiam San-cung ataukah

kembali ke markas besarnya sendiri.

”Ayoh jalan! Kembali ke markas besar kalian!” perintah Ti Then

lebih lanjut.

Demikianlah dua orang yang menggotong mayat itu berjalan di

paling depan berbaris mengikuti dari belakangnya.

Thi Then, Nyio Sam Pak serta Wi Ci To tiga orang berjalan di

paling belakang, bagaikan sebuah ular panjang mereka beramai-

ramai bergerak menuju ke markas mereka.

Kurang lebih sesudah melakukan perjalanan sejauh dua li

setengah sampailah mereka di depan sebuah perkampungan.

Perkampungan itu belum selesai dibangun, saat ini masib ada

berpuluh-puluh orang penjahat sedang mendirikan pagar kayu serta

bahan tangga.

”Berhenti!” perintah Ti Then selanjutnya.

Kedua puluh orang penjahat itu agaknya sudah pernah mendapat

pendidikan yang amat keras sekali, mendengar perintah itu dengan

gerakan yang sama mereka menghentikan barisannya.

„Berlutut..!“

Para penjahat jadi melengak tapi mereka tidak

memmbangkang dengan cepat pada berlutut keatas tanah.

”Yang membopong mayat tidak usah berlutut”

berani

Kedua orang penjahat yang menggotong mayat itu mengikuti

perintah dan tetap berdiri.

”Bagus sekali, sekarang semua orang merangkak masuk kedalam

perkampungan dan suruh Leng Hu Ih menggelinding keluar!”

Para penjahat itu tidak ada yang berani membangkang, dengan

mengikuti dari belakang mayatnya si kupu-kupu bunga mereka

merangkak masuk kedalam perkampungan.

Para penjahat lainnya yang ada didalam perkampungan itu

semula tidak mengetahui apa yang sudah terjadi, ketika melihat ada

segerombolan orang merangkak masuk kedalam perkampungan

mereka pada tertawa terbahak-bahak kegelian.

Tetapi setelah melihat jelas kalau mereka adalah orang sendiri

bahksn melihat pula mayat tersebut bukan lain adalah mayat dari si

kupu kupu bunga air muka mereka baru pada berubah hebat.

Dengan meninggalkan pekerjaannya sendiri-sendiri mereka pada

melarikan diri masuk kedalam markasnya dengan terbirit-birit.

Tidak lama kemudian si iblis bungkuk Leng Hu Ih dengan

memimpin serombongan orang berjalaa keluar dari sarangnya.

Usianya ada enam puluh tahun, kepalanya besar dengan mata

yang bulat, wajahnya„ penuh barcambang walaupuo badannya

bongkok tetapi perawakannya besar dia amat ganas sakali

kelihatannya, pada saat ini air mukanya diliputi oleh napsu untuk

membunuh.

Orang yang mengikutinya dari belakang semuanya ada dua belas

orang banyaknya,

diantara mereka tidak ada seorangpun yang berwajah genah,

mereka semua mempunyai bentuk wajah yang bengis dan ganas

sekali-

Setelah berjalan keluar dari sarangnya mereka berhenti karang

lebih empat kaki dari antara Wi Ci To bertiga.

Si iblis bungkuk Leng Hu Ih segera mengulap tangannya

mencegah kedua belas orang pembantunya untuk berhenti sedang

dirinya maju tiga langkah kedepan, kepada Wi Ci To lantas rangkap

tangannya memberi hormat.

"Lo-heng ini apakah bukan si pedang naga emas Wi Ci To, Pocu

dari Benteng Pek-Kiam Po ?” ujarnya,

"Lo-hu memang adanya" sahut Wi Ci To sambil balas hormatnya.

Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperdengarkan suara

tertawanya yang amat menyeramkan.

”Nama besar dari saudara aku sudah mendengarnya seperti

mendengar guntur di siang hari bqlong, ini hari beruntung dapat

bertemu aku merasa sangat beruntung sekali "

"Haaaa .... haaa .... tidak berani ..tidak berani!"

Si iblis bongkok Leng Hu Ih segera memperlihatkan sebaris

giginya yang putih runcing kemudian tertawa seram kembali.

"Selama puluhan tahun lamanya Wi Pocu memimpin Bu-lim dan

menjagoi seluruh kolong langit hal ini benar-benar patut dikagumi

oleh semua orang."

"Terima kasih. . . . terima kasih." Sahut Wi Ci To kembali.

oooooOooooo

“Tidak lama berselang aku dengar katanya Wi Pocu

menghancurkan istana Thian Teh Kong dan membasmi si anjing

langit rase bumi, entah benarkah urusan ini ?” tanya si iblis bongkok

Leng Hu Ih tertawa.

"Benar !"

"Ini hari Wi Pocu datang kemari entah ada keperluan apa ?"

"Sengaja datang menghantar kau ke-akherat !"

Air muka si iblis bongkok Leng Hu Ih segera berubah sangat

hebat.

"Perkataan dari Wi Pocu sungguh enak sekali !" serunya tertawa

serak.

Wi Ci To tersenyum.

"Selamanya lohu kalau berbicara tidak pernah berbelok-belok !"

"Bagus sekali, kalau begitu sekarang aku orang she-Leng Hu

ingin minta satu penyelasan kepadamu, kau mau menghantar aku

orang she Leng Hu menuju ke akherat berdasarkan alasan apa ?”

"Membasmi penjahat !”

"Kau mengartikan aku orang she Leng Hu yang memerintahkan

anak buahku pergi ke sekitar perkampungan Thiat Kiam San Cung

menebangi kayu ?" Seru Si iblis bongkok Leng Hu Ih tertawa dingin.

"Bukan !"

"Kalau begitu membasmi penyahat dua kata mempunyai maksud

apa ?”

"Kau mengumpulkan manusia-manusia celaka ini datang kemari

dan bendak mendirikan sarang hal ini terang-terangan sedang

mempersiapkan satu komplotan perampok, demi keselamatan dari

penduduk terpaksa lohu harus membasmi dulu bibit-bibit bencana

ini agar pendudukpun bisa terhindar dari bencana yang

menderitakan."

Tiba-Tiba Leng Hu lh tertawa terbahak-bahak.

"Haaa . , - . haaaa . haaa .. Wi Ci To ! Kau terlalu tidak pandang

diri kami,” teriaknya mendongkol.

“Orang lain mungkin takuti dirimu tetapi aku Leng Hu Ih tidak

bakal akan pandang sebelah matapun kepadamu!"

'*Selama hidup tujuan lohu membasmi penjahat bukanlah

bermaksud hendak jadi seorang pahlawan, kau tidak pandang lohu

hal ini tidak akan menyusahkan hati lohu."

“Nyio Sam Pak” tiba-tiba Leng Hu Ih menoleh kearah diri Nyio

Sam Pak lantas ejeknya dengan suara yang menghina,.”Lohu kira

kau adalah seorang manusia luar biasa, tidak disangka kau orang

lebih cuma seorang kawanan tikus bernyali:kecil, menanti setelah

kedatangan pembantu kau baru berani menongolkan kepala

bertemu dengan lohu!"

Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak segera maju

kedepan.

"Bliamana kau berharap hendak berkelahi dengan lolap, sekarang

bukankah sudah ada kesempatan' ujarnya perlahan.

"Bagus. , . . bagus .... bagus sekali, hal ini memang sesuai

dengan maksud hati lohu!" Sahut Leng Hu Ih sambil angkat

kepalanya tertawa tertawa terbahak-bahak.

SambiI berkata dari tangan seorang sastrawan berusia pertengan

dia menerima sebilah pedang kemudian maju kedepan menyambut

kedatangan dari Nyio Sam Pak.

Melihat suasana sudah meruncing Wi Ci To segera berkata

dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya :

"Ti Kiauw tauw, badan Nyio Cungcu sudah lemah usianya pun

sudah lanjut,aku rasa dia tidak bakal bisa menahan serangannya

lebih baik kau saja yang menyambut serangan kali ini."

Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera maju kedepan

menghalangi Nyio Sam Pak.

“Nyio Locianpwe!" ujarnya sambil. rangkapkan tangannya

memberi hormat. "Kau orang tua sudah mengumumkan diri untuk

mundur dari dunia persilatan, tidak seharusnya kau orang tua

menggerakkan senjata lagi, biarlah pertempuran kali ini boanpwe

yang mewakili."

"Tidak !" tolak Nyio Sam Pak sambil tertawa, "Ti Kiauw tauw

silahkan mengundurkan diri. lolap mau turun tangan sendiri*

"Bilamana Nyio Locianpwe sayang kepada boanpwe maka

seharusnya pertempuran kali ini kau orang tua berikan kepada

Boanpwe, agar boanpwe

mengangkat nama !"

pun

mendapat

kesempatan

untuk

Berbicara sampai disini tidak menanti Nyio Sam Pak setuju atau

tidak dia segera menyambut datangnya Si iblis bongkok Leng Hu Ih.

“Hey manusia bongkok!” ujarnya sambil tertawa, “Seharusnya

kau mencari diriku dulu. dan balaskan dendam atas kematian dari

anak buahmu si kupu-kupu bunga”

"Menyingkir!" bentak Leng Hu lh sambil mengerutkan alisnya

rapat-rapat. "Kau bangsat cilik manusia macam apa. Kau berani juga

menantang Lohu bertempur?"

Kelihatannya dia sama sekali tidak mengetahui kalau Ti Then

adalah seorang manusia yang sukar untuk dihadapi.

"Ooow kau suruh aku menyingkir ? mudah sekali! asalkan kau

gerakan pedangmu aku bisa mundur .sendiri.”

Mendengar perkataan dari Ti Then ini Leng Hu Ih jadi amat gusar

sekali dengan cepat dia putar badan meninggalkan tempat itu.

"Cuo Ting!" perintahnya dengan dingin. “Kau turun tangan dan

jagal bangsat cilik itu!"

Jika didengar dari nada suaranya jelas dia tidak mau menurunkan

derajatnya berternpur dengan angkatan rendah.

Si sastrawan berusia pertengahan itu segera menyahut dan

meloncat maju kedepan.

Wajahnya adalah yang paling "Genah" diantara kedua belas

orang lainnya telapi bibirnya memakai gincu serta pipinya berbedak,

seorang lelaki dengan memakai gincu dibibirnya hal ini jelas

memperlihatkan kalau dia orang adalah seorang banci.

Ti Then yang melihat potongannya segera merasa dadanya amat

mual hamper muntah.

“Kau orang yang disebut sebagai sastrawan Banci Ong Cuo

Ting?” tanyanya.

“Benar” sahut si sastrawan banci Ong Cuo Ting dengan suara

yang melengking kecil dan gaya yang tengik.

“Kau sebenarnya lelaki atau perempuan?” bentak Ti Then dengan

mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Lalu kau melihat aku seorang lelaki atau perempuan?” balik

Tanya si sastrawan banci sambil paling kepalanya tertawa

melengking.

“Aku lihat kau mirip dengan seorang siluman!”

“Betul sekali!” sahut si sastrawan banci tertawa, “Aku memang

paling suka makan itunya manusia...hee..hiii..hiii..kau bocah cilik

lebih baik sedikit waspada!”

“Kau berbadan tidak laki-laki tidak perempuan sungguh membuat

orang merasa mual, harus dibunuh!”

Begitu kata-kata terakhir diucapkan keluar dari mulutnya,

serangannya sudah menyambar kedepan.

Agaknya si sastrawan banci itu tidak menyangka kalau gerakan Ti

Then bisa begitu cepatnya, dia jadi terperanjat lalu dengan terburu-

buru mundur beberapa tindak kebelakang.

Serangan kedua dari Ti Then segera menyambar dating lagi

menghajar pinggangnya.

“Rubuh!” bentaknya keras.

Pukulannya ini dilancarkan amat cepat sekali, sedangkan

ketepatannya serta kemantapannya luar biasa.

“Braaak!” punggung dari si sastrawan banci Ong Cuo Ting itu

segera terkena hajar sehingga badannya berjumpalitan diatas

tanah.

Melihat kejadian itu si iblis bongkok Leng Hu Ih baru merasa

terkejut, air mukanya berubah sangat hebat sekali, agaknya pada

saat ini dia baru mengetahui kalau Ti Then sebetulnya adalah

seorang manusia berbahaya.

“Pukulanku barusan cuma merupakan satu peringatan saja

kepadamu agar kau jangan terlalu memandang rendah musuhmu,

ayoh bangun kita bergebrak kembali!”

Air muka si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera berubah

memerah, dengan cepat dia melompat bangun.

“Bangsat cilik, kau pintar juga!” teriaknya.

Pukulannya tadi agaknya tidak sampai melukai badannya, tetapi

tidak urung nyalinya terpukul goyah juga, senyuman yang

menghiasi wajahnya seketika itu juga lenyap tak berbekas.

Begitu tubuhnya meloncat meloncat bangun dia segera

merendahkan badannya memperkuat kuda-kuda kemudian pusatkan

seluruh perhatiannya menanti serangan lawan selanjutnya.

Ti Then sama sekali tidak memperlihatkan gaya apa pun, sambil

tertawa mengejek ujarnya.

“Kali ini lebih baik kau saja yang mulai menyerang!”

Si sastrawan banci Ong Cuo Ting segera geserkan bandannya

bergerak maju, kemudian secara tiba-tiba membentak keras,

telapak tangannya laksana sebilah golok dengan tajamnya

membabat badan Ti Then.

Ti Then yang mendengar datangnya angin pukulan amat keras

dia segera mengetahui kalau serangan tersebut adalah serangan

yang benar-benar, telapak tangan kanannya segera diayun

menyambut kedatangannya.

Si sastrawan banci Ong Cuo Ting yang baru saja menerima satu

pukulannya tanpa menderita Iuka dalam hati dia mengira Ti Then

cuma mengandalkan kelincahan ilmu telapaknya saja sedangkan

tenaga dalamnya biasa saja, karena itu melihat Ti Then menyambut

datangnya serangan tersebut dalam hati merasa sangat girang

sekali, dia mengambil keputusan untuk mengadu keras. lawan keras

dengan diri Ti Then.

Mendalak ..." Braak !" ujung telapak masing-masing pihak

dengan menimbulkan suara yang amat keras saling berbentur satu

sama lainnya.

Si sastrawan banci segera menjerit ngeri tubuhnya berturut-turut

mundur tiga langkah kebelakang kemudian jatuh terduduk di atas

tanah, air mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat: sedang

keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya.. .

Sebaliknya Ti Then bagaikan batu karang saja dengan tenangnya

masih tetap berdiri tidak bergerak,

Air muka Leng Hu lh berubah sangat hebat.

"Cuo Ting, kau luka dimana?" tanyanya dengan cemas.

Tangan kiri dari Si sastrawan banci Ong Cuo Ting ditekan pada

lengan kanannya kemudian memperlihatkan rasa kesakitan.

"Aduuh . . . lengan kananku! aduuh .habis sudah lengan

kananku." Teriaknya meringis.

Leng Hu Ih segera maju kedepan dan menyincing ujubg baju

kanannya untuk memeriksa, tampaklah ujung telapaknya sudah

mendekok kedalam. sebuah lengan kanan yang bagus kini sudah

terhajar patah jadi empat bagian, tulang-tulangnya sudah hancur

lebur sedangkan otot-otot maupun urat nadinya sudah pada pecah

berantakan.

Tidak terasa lagi dia menghembuskan napas dingin. kepada

seorang kakek tua yang ada disampingnya dia segera berseru:

"Lo-ko, cepat kau bimbing Cuo Ting masuk kedalam...!”

Seorang kakek tua .segera menyahut dan membimbing Si

sastrawan banci masuk kedalam sarangnya.

Setelah itu Leng Hu Ih baru mendengus dingin. sepasang

matanya dengan perlahan beralih keatas wajah Ti Then,

Dengaa pandangan berapi-api dan penuh napsu membunuh

teriaknya sepatah demi sepatah:

“Bangsat cilik, lohu ternyata sudah salah menyangka dirimu!"

“Sekarang pun aku rasa masih belum terlambat" sambung Ti

Then dengan cepat.

Agaknya Leng Hu lh tetap tidak bermaksud untuk turun tangan

sendiri, dia kembali pergi ketempat semula

"Kim Ho, Kim Hay kalian kakak beradik cepat turun kedalam

kalangan, minta beberapa petunjuk dari Ti Kiaw tauw” perintahnya.

Dua orang kakek tua yang kurus kering dengan wajah yang sama

dan berusia kurang lebih lima puluh tahunan dengan mencekal gada

bersama-sama berjalan keluar dari barisan.

Wajah mereka seperti pinang dibelah dua- pakaian yang dipakai

pun sama sampai perawakan pun kembar, jelas sekali mereka

adalah saudara kembar.

Wi Ci To yang melihat munculnya sepasang saudara kembar yang

bernama Kim Ho serta Kim Hay itu air mukanya segera berubah

sangat hebat,.,

“Haaaa . . , haaa . . -haaaa . ; , kiranya Thian san Ji Lang! atau

dua ekor serigala dari Thian san, sudah lama kita tidak bertemu !"

ujarpja tiba-tiba.

Thian San Ji Lang segera tertawa seram.

"Wi Toa Pocu selama ini baik-baik kah ?'* ujarnya berbareng.

"Haaaa . . . haaa . . . pertempuran kita sewaktu ada diatas

gunung Thian mungkin sudah sepuluh tahun bukan?"

"Tidak salah, sepuluh tahun !"

"Kalian saudara-saudara kembar yang dapat turun tangan

bersama-sama bahkan memiliki kerja sama yang amat bagus

sungguh mengagumkan sekali untung sekali pada sepuluh tahun

yang lalu Lohu berhasil menangkan setengah jurus dari kalian, lohu

rasa setelah berpisah sepuluh tahun. kepandaian kalian berdua

tentu jauh lebih lihay bukan?''

Thian san Ji Lang segera tertawa dingin.

“Nanti setelah kita bertemu dengan Ti-kiauwtauw mu ini, cayhe

bersaudara masih ingin minta petunjuk dari Wi toa pocu, harap toa

pocu suka member muka kepada kami.”

“Bagus...bagus sekali, lohu akan menanti kedatangan kalian!”

Ti Then sebetulnya tidak tahu keadaan yang sebetulnya dari

Thian san Ji Lang ini, setelah mendengar pembicaraan dengan Wi Ci

To dia baru tahu kalau kedua orang saudara ini bukanlah manusia

sembarangan, dia tahu secara diam-diam Wi Ci To sedang memberi

peringatan kepadanya untuk jangan memandang enteng musuhnya,

dia lantas bertanya :

"Wajah kalian dua orang sungguh mirip sekali. tentunya anak

kembar bukan ?"

"Tidak salah !" sahut Thian San Ji Lang berbareng.

"Siapakah "Kim Ho ? dan siapa Kim Hay?”

"Aku Kim Ho” sahut orang yang ada di sebelah kiri.

“Aku Kim Hay !" sahut orang yang ada di sebelah kanan.

"Oooouw. . . Kim Ho adalah Lo-toa Kim Hay- adalah Lo-ji ?" tukas

Ti Then lagi sambil tertawa.

"Tidak salah!" sahut Kim Ho mengangguk, air mukanya berubah

amat keren sekali.

“Kalian menggunakan serigala sebagai julukan, tentunya bukan

manusia baik-baik !"

"Aku rasa tidak seberapa . . . . hanya saja kami doyan makan

daging manusia !" kata Kim Hay sambil tertawa seram.

"Ouuw begitu?? sungguh tepat sekali aku orang memang ahli

didalam menangkap srigala yang doyan makan manusia!”

"Tidak usah banyak omong lagi cepat cabut keluar pedangmu!"

bentak Kim Ho sambil melototkan matanya.

Dengan perlahan-lahan Ti Then mencabut keluar.pedangnya,

ujung pedangnya dituding keatas tanah sambil tertawa ringan.

“Silahkan - .!”

"Kau bangsat cilik jikalau kepingin hidup lebih lama lagi lebih baik

turun tangan terlebih dulu.";

"Sedikitpun tidak salah."

Ditengah suara pembicaraannya mendadak tubuhnya bergerak

maju kedepan, pedang panjangnya dengan cepat melancarkan

serangan gencar mengancam tubuh musuh-musuhnya.

Ditengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata

tampak dua kuntum bunga pedang dengan amat cepatnya

melayang kekiri dan kekanan.

Ternyata kedua orang srigala dari Thian san bukan marusia tolol,

gada ditangan masing-masing dengan cepat diangkat menangkis

datangnya serangan pedang dari Ti Then.

“Crring...criing”. . dua buah suara benturan berbunyi pada saat

yang bersamaan hal ini membuktikan bagaimana cepatnya gerakan

pedang dari Ti Then.

Baiu saja suara bentrokan tersebut bergema tubuhnya sudah

rnenerobos ke tengah antara Thian.san.Ji Lang; dengan jurus Hong

Cian Jan Im atau angin berhembus membuyarkan mega pedangnya

bagaikan kilat cepatnya melayang membabat bagian bawah dari

tubuh Thian san Ji Lang.

Ketenangannya

sambaran kilat,

laksana

perawan,

kecepatannya

laksana

Tetapi kepandaian silat dari Thian san Ji Lang pun amat tinggi

sekali, baru saja jurus serangan dari Ti Then dilancarkan kedepan

tubuh mereka pun melayang sejauh lima depa menghindarkan diri

dari serangan tersebut.

Kemudian disusul gada dari Kim Ho mendadak menekan

kebawah dengan jurus “Hay The Ci Sah” atau menusuk hiu di dasar

laut menangkis pedang dari Ti Then.

Satu bertahan yang lain menyerang, kerjasama mereka benar-

benar sangat hebat sekali.

Sekali pandang saja Thi sudah tahu kalau pertempuran kali ini

merupakan pertempuran yang paling seru sejak dia terjunkan

dirinya kedalam dunia Kangouw, tetapi dia sedikit pun tidak keder

sejak semula dia sudah tidak memperhatikan nyawanya sendiri,

bahkan dia sangat berharap didalam satu pertempuran yang amat

sengit sekali dia bisa mengakhiri hidupnya sehingga dengan

demikian bisa lolos dari perintah majikan patung emas.

Sudah tentu yang dimaksudkan dengan berharap bisa mengakhiri

hidupnya didalam satu pertempuran sengit bukannya berarti dia

mempunyai niat membiarkan musuhnya membinasakan dirinya

sebaliknya dia bermaksud hendak mengadu jiwa dengan

mengeluarkan seluruh kepandaiannya.

Maka itu setiap kali ia bisa bertemu dengan musuh tangguh

semangatnya malah berkobar, dia semakin berani untuk bergerak

maju dan semakin bertempur semakin bersemangat.

Karena itulah walaupun kerja sama dari Thian San Ji Lang amat

lihay sekali tetapi tidak sampai membuat dia jadi keder.

Tampak telapak tangannya bersama-sama dengan pedang di

tangannya mendadak melancarkan serangan berbareng ke depan.

Telapak kirinya dengan cepat disambar kedepan menghajar dada

dari Kim Hay sehingga dia orang terdesak mundur disusul badannya

maju kedepan, pedang ditangannya laksana seekor naga sakti

menyambut datangnya serangan dari Kim Ho.

Di dalam sekejap saja masing-masing pihak sudah saling serang

sebanyak lima puluh jurus.

Keadaan seperti semula siapa pun tidak ada yang berhasil

memperoleh kemenangan.

Nyio Sam Pak yang menonton jalannya pertempuran seketika itu

juga dibuat terbelalak dan mulut melongo.

Sebaliknya Leng Hu Ih serta jagow kelas satunya pun dibuat

terbelalak melihat pertempuran tersebut, mereka benar-benar tidak

dapat percaya akan kejadian yang dilihatnya di depan mata pada

saat ini.

Seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan ternyata

bisa bertempur seorang diri melawan Thian San Ji Lang yang

namanya telah menggetarkan dunia kangauw sejak puluhan tahun

yang lalu, bukan saja tidak kelihatan kalah bahkan semakin

bertempur semakin berani dan semakin lama semakin gagah.

Kembali tiga puluh jurus berlalu dengan cepatnya, hati Thian San

Ji Lang pun mulai goyah dan gugup.

Hal ini sudah tentu terjadi, bilamana pihak lawannya adalah Wi Ci

To sekali pun bertempur sangat lama mereka tidak bakal jadi gugup

kerena Wi Ci To adalah jagoan yang satu angkatan dengan mereka,

bilamana tidak berhasil mendapatkan kemenanga didalam waktu

yang singkat adalah soal yang jamak.

Sebaliknya Ti Then dia tidak lebih adalah seorang bocah yang

masih ingusan, ternyata dengan seorang diri dia bisa menahan

serangan gabungan dari Thian san Ji Lang bahkan semakin

bertempur semakin gagah, sudah tentu didalam hati mereka merasa

sangat terperanjat sekali-

Pertempuran diantara jagoan kelas satu paling mengutamakan

ketenang'an, sedikit mereka merasa gugup perhatiannya jadi buyar

dengan sendirinya kerja sama diantara mereka pun jadi rada

kendor, semakin bertempur mereka semakin jarang menyerang dan

akhirnya terdesak ada dibawah.

Ti Then yang berhasil merebut diatas angin jurus serangan yang

dilancarkan keluar pun semakin ganas lagi, jurus-jurus mematikan

dengan tak hentinya mengalir keluar, sinar pedangnya laksana

beribu-ribu jarum ganas dengan cepatnya menerjang kedepan

membuat keadaaan serasa kabur dibuatnya.

Mendadak suara jeritan ngeri menyayatkan hati berkumandang

keluar dari mulut Kim Hay.

Tampak tubuhnya mendadak meloncat kedepan meninggalkan

kalangan pertempuran, baru saja sepasang kakinya menempel

permukaan tanah tubuhnya sudah bergoyang-goyang tidak

hentinya.

Kiranya bagian lambungnya sudah tertusuk pedang..darah segar

dengan amat derasnya mengucur keluar membasahi bajunya.

Mungkin dikarenakan luka itu tepat ada di tempat bahaya maka

akhirnya dia tidak kuat menahan tubuhnya lagi dan rubuh ke atas

tanah.

“Lo-ji, kau...” teriak Kim Ho dengan perasaan terperanjat sekali.

Baru saja dia selesai berkata mendadak air mukanya sudah

berubah sangat hebat.

Karena pada saat itulah dia merasa lengan kanannya terasa amat

dingin, dalam hati dia segera tahu urusan tidak beres, tubuhnya

dengan terburu-buru meloncat beberapa kaki kedepan sedangkan

telapak kirinya pun tanpa terasa sudah menekan ke lengan

kanannya.

Tetapi dia segera menemuka tempat itu sudah kosong kemudian

disusul rasa nyeri yang amat sangat, air mukanya berubah sangat

berduka, sambil menghela napas panjang dia jatuhkan diri duduk

diatas tanah.

Darah segar dengan derasnya mengucur keluar dari lengannya.

Kiranya seluruh bagian dari lengan kanannya sudah kena dibabat

putus.

Gada serta tangan kanannya tepat terjatuh di depan kaki Ti

Then.

Leng Hu Ih semula menganggap dengan dikeluarkannya Thian

san Ji Lang maka kemenangan pasti ada di tangannya, siapa tahu

akhirnya satu mati yang satu terluka, membuat hatinya merasa

terkejut bercampur gusar, air mukanya jadi kehijau-hijauan, kulitnya

mengerut, setelah memerintahkan anak buahnya menggotong pergi

Thian San Ji Lang dia segera berjalan maju mendekati Ti Then.

---ooo0dw0ooo---

Jilid 33

“BANGSAT CILIK!” Bentaknya sambil tertawa seram “Kau

memang betul-betul seorang manusia berbakat alam yang sukar

ditemui diantara Bu-lim, kau berhak bermain-main dengan Lohu.”

“Haaa . . . haaa . . haaahaa sebentar lagi kau bakal tahu bukan

saja aku punya hak untuk bermain dengan diirmu bahkan

mempunyai kekuatan pula untuk membereskan dirimu” sahut Ti

Then sambil tertawa terbahak-bahak.

Leng Hu Ih segera menggetakkan taagannya mencabut keluar

pedang panjang dari sarungnya sambil melemparkan sarung

pedangnya ke samping serunya dengan suara yang amat keras:

“Ayoh! mulai serang!".

"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Wi Ci To berteriak mencegah.

Dia segera berjalan kesamping Ti Then dan mengulapkan

tangannya minta dia orang mengundurkan diri, lalu kepada Leng Hu

Ih ujarnya sambil tersenyum:

"Kiau-tauw dari Benteng kami sudah melayani

pertandingan, kali ini seharusnya adalah giliran Lohu!”

dua

kali

Sinar mata yang amat buas dari Leng Hu Ih berkelebat beberapa

kali, dia lantas mengangguk.

"Bagus .... bagus sekali, Lohu dari dulu memang mempunyai

maksud untuk terjadinya satu peristiwa seperti ini hari" sahutnya

sambil tertawa seram.

Dengan perlahan2 Wi Ci To mencabut keluar pedang panjangnya,

dia tersenyum tawar,

“Saudara mempunyai julukan sebagai iblis nomor satu didalam

Bu-lim, sekalipun diantara kita berdua tidak ada ikatan sakit bati

tetapi demi melenyapkan bibit bencana untuk Bu-lim lohu sudah

ambil keputusan untuk melenyapkan kau dari muka bumi, karena

itulah nanti kalau turun tangan kaupun tidak usah sungkan2 lagi.”

“Baik!" Teriak Leng Hu Ih tertawa seram dengan kerasnya. "Ini

hari juga kita tentukan siapa yang menang siapa kalah, kita lihat

saja setelah hari ini seluruh Bu-lim adalah milikmu atau milik Lohu!"

"Heee . . . heeee . , , kiranya saudara ingin mcrajai seluruh

sungai telaga." Tidak tertahan lagi Wi Ci To tertawa dingin.

"Tidak salah, urusan ini bukannya tidak dapat dikerjakan!"

“Sekalipun kau dapat membinasakan lohu jangan harap kau

dapat merajai seluruh Bu-lim, haruslah kau ketahui jago2 Bu-lim

yang kepandaiannya jauh melebihi lohu pun masih amat banyak

sekali!"

“Hee . . heeee . . . heeee . . . cuma ada dua orang saja, yang

satu adalah si kakek pemalas Kay Kong Beng sedang yang lain

adalah Suhunya bangsat cilik She-Ti itu, tetapi kedua orang ini aku

rasa tidak terlalu sukar untuk dihadapi."

"Haa . . haaa . . . haaa . . . lalu tahukah kau orang siapa

sebetulnya Suhu dari Ti Kiauw-tauw?” ejek Wi Ci To sambil tertawa

ter-bahak2.

"Lohu dapat menyelidikinya dengan seksama."

"Kau orang sama sekali tidak mengetahui siapakah Suhu dari Ti

Kiauw-tauw,

bagaimana kau bisa tahu kalau dia orang tidak sukar untuk

dihadapi?”

“Tidak usah banyak omong lagi, ayoh, mulai serang” bentak Leng

Hu Ih tidak sabaran lagi kemudian mendesak maju satu langkah

kedepan.

“Lohu lihat lebih baik kau saja mulai menyerang, tidak perduli

kau bagaimana sombongnya dimata lohu kau orang tidak lebih

cuma seorang cacad, bagaimana lohu tega untuk turun tangan

terlebih dulu terhadap seorang yang sudab cacad?”

Mendengar perkataan tersebut Leng Hu Ih benar-benar dibuat

amat gusar, dia segera berpekik nyaring lalu membentak keras.

“Mulutmu jelek harus dihancurkan, lihat pedang!”

Tubuhnya berkelebat kedepan, sekonyong-konyong pedang

panjangnya ditusuk kehadapan dada Wi Ci To.

Kecepatan geraknya benar-benar membuat Ti Then yang berdiri

disamping pun merasa sangat terperanjat, dia dapat melihat

kecepatan gerak dari Leng Hu Ih tidak berada dibawah dirinya,

karenanya dia mulai merasa kuatir terhadap keselamatan dari Wi Ci

To, dia takut Wi Ci To tidak sanggup menahan datangnya serangan

yang begitu gencar dari Leng Hu Ih.

Tetapi bagaimanapun Wi Ci To adalah seorang ahli di dalam ilmu

pedang, tampak tubuhnya sedikit miring kesamping dengan amat

indahnya dia berhasil menggeserkan kedudukkannya dan dengan

amat cepatnya menghindarkan diri dari tusukan pedang Leng Hu Ih

ini.

Pokoknya diapun berhasil juga untuk balas melancarkan satu

tusukan mengarah badan musuhnya.

Tusukannya ini amat aneh dan dahsyat sekali, pedangnya dari

arah bawah menuju keatas menusuk leher dari Leng Hu Ih.

Sebaliknya gerakan dari Leng Hu Ih untuk memecahkan

datangnya jurus serangan itupun sangat aneh sekali, tampak

sepasang kakinya tidak bergerak tubuhnya bagian atas menjatuhkan

diri kebelakang pedang pedangnya dengan mendatarkan dada

ditusuk kedepan menutul tubuh pedang dari Wi Ci To, kecepatannya

luar biasa sekali.

Sekali pandang saja Ti Then dapat melihat kalau di dalam jurus

serangannya ini secara diam-diam sudah terkandung satu serangan

mematikan yang amat ganas sekali.

Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah, pada waktu pedang

panjang dari Wi Ci To menyambar kedepan menangkis datangnya

serangan dari Leng Hu Ih itulah mendadak Leng Hu Ih melancarkan

satu jurus yang amat aneh.

Pedangnya bagaikan ular dengan kecepatan bagaikan sambaran

kilat berturut-turut menusuk jalan darah "Tiong Ting, Hun Swe serta

"Tan Thian" tiga buah jalan darah penting.

Wi Ci To tidak sempat menangkis datangnya serangan tadi,

seketika itu juga dia kena terdesak mundur tiga langkah ke

belakang.

Leng Hu Ih segera mendesak kedepan pedang panjangnya

bagaikan bayangan setan berkelebat keatas kebawah tak ada

hentinya menyerang keseluruh tubuh Wi Ci To.

Dalam hati Ti Then merasa sangat tegang sekali, tidak kuasa lagi

kepada Nyio Sam Pak yang disampingnya dia berbisik dengan suara

yang amat lirih,

"Si bongkok ini sungguh lihay sekali jalannya jurus pedang amat

aneh dan ganas,”

"Benar!" sahut Nyio Sam Pak mengangguk. "Katanya ilmu

pedangnya ini dia dapatkan dari seorang hwesio Si Ih yang amat

lihay.”

Baru saja Ti Then mau membuka mulut lagi mendadak dari

dalam sarang musuh berkelebat datang tiga sosok bayangan

manusia. Sewaktu dilihat lebih jelas lagi ternyata mereka adalah

ketiga orang yang membawa pergi si sastrawan banci serta Thian-

shan Ji lang itu.

Ketika memandang pula kearah keenam orang yang ada ditengah

kalangan tampaklah mereka dengan mata melotot sedang

memandangi dirinya tajam2. Di dalam hati dia segera tahu kalau

mereka mempunyai maksud untuk mengerubuti dirinya berdua.

Kepada diri Nyio Sam Pak kembali ujarnya dengan suara yang

perlahan:

“Nyio Locianpwe apa kau kenal dengas kesembilan orang itu?”

“Kenal . . kenal..” sahut Nyio Ssm Pak dengan cepat, “Dari kiri

kekanan adalah Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong, si ketemu tidak

mujur Cing Hiong, si muka aneh Leng Ang Lian, Kui Kok Yau Tong

atau si siluman bocah dari lembah setan Yu Si, atau si malaikat

botak Yu Sam San, Ci Hua Kui atau si sastrawan rambut merah

Gong Pit Kay, sedang tiga orang yang baru datang itu adalah Ang

Liuw Ci atau si bisul merah Tiauw Ih, Touw Ciauw Liong atau si

naga bertanduk tunggal Lu Cian San serta Sam Cian Lang Ci atau si

mata keranjang Si Koan Khei.”

“Anak buah dari si iblis bongkok apakah cuma ini saja yang

lihay?” tanya Ti Then kembali.

“Masih ada tujuh, delapan orang yang tidak datang mungkin

orang-orang itu sudah mendapat perintah untuk turun gunung

menyelesaikan sesuatu tugas.”

“Dari antara kesembilan orang ini Nyio locianpwe percaya bisa

sekaligus menghadapi berapa orang?”

“Paling banyak cuma tiga orang saja” sahut Nyio Sam Pak setelah

termenung berpikir sebentar, “Ti Kiauw tauw apakah mengira

mereka bakal maju mengerubuti kita?”

“Benar, coba kau lihat mereka sudah saling bertukar pandangan,

aku rasa sebentar lagi mereka akan bergerak”

“Lalu Ti Kiauw tauw sendiri bisa menerima berapa orang?” balik

tanya Nyio Sam Pak.

Didalam hati Ti Then merasa dengan kekuatannya sendiri

didalam sekejap saja dia bisa menerima empat orang musuh, tetapi

agar membuat pihak sana tidak merasa terlalu malu maka

jawabnya;

“Boanpwe sendiri pun cuma bisa menghadapi tiga orang saja,

maka itu bilamana mereka bersembiian bersama-sama menyerang

kiranya kita bakal menemui kerepotan, kita harus menggunakan

cara yang paling cepat dan diluar dugaan turun tangan terlebih dulu

membereskan dua orang dari antaranya,”

“Coba kau lihat, mereka sudah datang” tiba-tiba Nyio Sam Pak

berteriak dengan air muka berubah hebat,

Sedikitpun tidak salah, Si kakek tak berbudi Ko Cing Liong

sekalian bersembilan bersama-sama mencabut keluar senjata

tajamnya masing-masing kemudian dengan gagahnya berjalan

mengbampiri diri Ti Tben serta Nyio Sam Pak yang masih berdiri tak

bergerak.

Menanti setelah mereka hampir mendekati dirinya mendadak Ti

Then tertawa nyaring, “Heee .. . hee . . . kalian ingin mengandalkan

jumlah banyak untuk memperoleh kemenangan ?”

Baru saja perkataan tersebut diucapkan keluar mendadak

tubuhnya berkelebat ke depan, saking cepatnya sehingga orang lain

tidak dapat melihat jelas tahu-tahu tubuhnya sudah berada diantara

kesembilan orang itu.

Di tengah berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata

terdengarlah dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati

berkumandang memenuhi angkasa.

Diikuii suara jatuhnya dua tubuh manusia ke atas tanah.

Orang yang rubuh binasa diatas tanah adalah si Setan rambut

merah Gong Pit Kay serta si naga bertanduk tunggal Lu Cing San.

Bagian badannya yang terkena pedang adalah diatas kening

serta pada lehernya, begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah

napasnya pun ikut putus.

Sebenarnya mereka pun sudah bersiap sedia untuk ikut maju

mengerubuti Ti Then berdua, mereka pun dapat melihat tubuh Ti

Then yang menerjang kearah mereka tetapi walaupun sudah

bersusah payah untuk menghindar keadaan masih tidak

mengijinkan.

Hal ini seketika itu juga membuat sisanya bertujuh jadi

termangu-mangu. Sudah tentu mereka semua adalah jago-jago dari

kalangan Hek-to yang sering memperoleh kemenangan didalam

menghadapi pertempurannya, mereka semua berani menerjang dan

berani beradu jiwa, setelah termangu-mangu beberapa saat

lamanya kesadarannya pun jadi pulih kembali, mereka mulai

berteriak-teriak dan maju kedepan mengerubuti Ti Then.

Tampak bayangan golok serta pedang berkelebat memenuhi

angkasa membuat pandangan jadi kabur, hanya dalam sekejap saja

Ti Then sudah terjerumus di dalam dengan keadaan yang sangat

berbahaya sekali.

Walaupun dia orang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi

tetapi dengan kekuatan seorang diri mana mungkin dia dapat

menahan serangan gabungan dari tujuh orang jagoan kelas satu

dari kalangan Hek to ini, karena tujuh orang ada empat belas buah

tangan sebaliknya dia orang cuma ada dua tangan saja.

Dua tangan tidak mungkin bisa menahan serangan berbareng

dari empat belas buah tangan.

Nyio Sam Pak tidak berani berlaku ayal lagi, dengan

menggerakkan pedangnya dia pun segera menubruk masuk

kedalam kalangan.

Dengan menggunakan jurus Hong In Yong atau angin bertiup

ombak menggulung secara terpisah dia menyerang si siluman bocah

dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw Ih berdua.

Dia orang adalah seorang ahli pedang yang sudah sangat

terkenal didalam Bu lim bahkan tenaga dalamnya amat tinggi sekali,

si siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta sibisul merah Tiauw

Ih mana berani memandang enteng musuhnya, berturut-turut

mereka menggerakan pedangnya menangkis datangnya serangan

tersebut.

Demikianlah dengan cepatnya Nyio Sam Pak sudah terjerumus

kedalam satu pertempuran yang amat seru sekali melawan si

siluman bocah dari lembah setan Yu Si serta si bisul merah Tiauw ih.

Beberapa jurus lewat dengan cepatnya, sewaktu dilihatnya Ti

Then yang harus melawan lima orang ternyata sudah terdesak 'U

dibawaJi acgin. sec&ra mendadak dibawah angin, secara nendadak

dia sudah kirim satu tusukan kearah si ketemu tidak mujur.

“Ayoh kemari seorang lagi!” bentaknya dengan keras. “Kalian

lima orang tua bangka mengerubuti seorang pemuda apakah tidak

merasa malu?”

“Bagus sekali,” sahut si ketemu tidak mujur Cang Hiong sambil

tertawa dingin, “Kalau kau orang tidak ingin berumur panjang, aku

si orang tua segera kirim kau pulang ke rumah nenekmu.”

Gada di tangannya dengan mengarah tepat kepala Nyio Sam Pak

membacok ke bawah.

Dengan adanya hal ini Ti Then segera merasakan tekanan yang

mendesak dirinya jauh lebih enteng lagi, tempo hari sewaktu ada di

dalam Benteng Pek Kiam Poo dia pernah membasmi habis

kedelapan belas malaikat iblis dari si anjing langit rase bumi,

sekalipun sekarang dia merasa si kakek tak berbudi si malaikat

botak serta si mata keranjang memiliki kepandaian silat yang jauh

lebih tinggi dari kedelapan belas orang

malaikat iblis tersebut tetapi dia merasa untuk merebut

kemenangan bukanlah suatu persoalan yang menyulitkan.

Dugaannya sedikitpun tidak meleset, setelah berlalu puluhan

jurus perlahan-lahan dia berhasil merebut posisi yang lebih baik lagi.

Senjata yang digunakan si kakek tak berbudi empat orang adalah

toya, pedang, cambuk serta kipas, mereka yang melihat Ti Then

dari kedudukan banyak bertahas sedikit menyerang, makin lama

berubah jadi kedudukan banyak menyerang sedikit bertahan hatinya

mulai merasa terkejut bercampur gusar, empat macam senjata

bagaikan titiran air hujan dan tiupan angin topan dengan gencarnya

menyerang tubuh Ti Then.

Didalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan

cepatnya, walau pun si kakek tak berbudi berempat masih berada

diatas angin tetapi toya, pedang, cambuk serta kipas empat macam

senjata tajamnya untuk menjiwit ujung baju dari Ti Then pun tidak

sanggup.

Saat ini Wi Ci To serta si iblis bongkok Leng Hu Ih pun sedang

bertempur dengan amat serunya, untuk beberapa saat lamanya

tidak dapat ditentukan siapa yang kuat siapa yang lemah.

Sebaliknya Nyio Sam Pak ada sedikit tidak kuat menahan

serangan musuhnya, ilmu pedangnya amat lihay sekali tetapi

dikarenakan usianya yang sudah lanjut ditambah pula badannya

sudah mulai lemah, setelah bergebrak mendekati ratusan jurus

gerakannya mulai menjadi perlahan, kelihatannya dia sudah tidak

ada harapan lagi untuk merebut kemenangan.

Ti Then, yang melihat akan hal ini diam-diam didalam hati

merasa amat cemas sekali mendadak dia bersuit panjang, jurus

pedangnya berkelebat semakin cepat lagi menerjang musuh-

musuhnya.

Tiba-tiba si malaikat botak Yu Sam San mendengus berat,

dengan terhuyung-huyung tubuhnya mundur beberapa langkah

kebelakang, dari kaki kirinya mengucur keluar darah segar dengan

amat derasnya jelas dia sudah tersambar pedang dari Ti Then.

Ti Then yang serangannya mendapatkan hasil semangatnya

semakin berkobar, pedang panjangnya dengan mengikuti

gerakannya menekan kebawah kemudian laksana serentetan sinar

kilat dengan cepatnya membabat sepasang kaki dari si kakek tak

berbudi.

Dengan terburu-buru si kakek tak berbudi meloncat menghindar,

sepasang tangannya mencekal toya besinya semakin kencang

kemudian dengan mengarah kepala Ti Then membacok kebawah.

Jurus serangannye amat kuat dan dahsyat, gerakannya pun

cepat bagaikan sambaran kilat.

Ti Then tertawa dingin mendadak tubuhnya miring kesamping

kemudian berputar kearah kanan, pedangnya dari gerakan

membacok diubah jadi gerakan menusuk dengan menggunakan

jurus Huan Liong Ci Hauw atau naga membalik menusuk macan

berbalik menerjang si mata keranjang Su Koan Khei terdengar dia

berpekik aneh kemudian dengan gugupnya mengebutkan kipasnya

menangkis datangnya serangan tersebut tetapi akhirnya dia tidak

berhasil juga untuk menghindarkan diri dari seluruh serangan

tersebut pinggangnya dengan kerasnya kena tertusuk pedang Ti

Then.

“Aduuuh ...!”

Dengan amat terperanjatnya dia berteriak keras kemudian ujung

kakinya menutul permukaan tanah dengan cepatnya mengundurkan

diri sejauh dua kaki ke belakang, kedua tangannya menekan

menutupi luka pada pinggangnya kemudian dengan terbirit-birit

melarikan diri kedalam sarangnya.

Si malaikat botak Yu Sam Sian pun tidak berani bertempur lebih

lama lagi cambuknya dengan cepat disambar kebawah kemudian

dengan menyeret kaki kirinya yang terluka mengikuti dari belakang

si mata keranjang, mengundurkan diri kedalam sarang dengan ter-

gesa2,

Dengan demikian orang yang mengerubuti diri Ti Then kini

tinggal dua orang saja yaitu si kakek tak berbudi serta si muka

aneh.

Ti Then merasa semakin enteng lagi, serangan yang dilancarkan

semakin ganas lagi, seketika itu juga membuat si kakek tak berbudi

serta si muka aneh terdesak mundur terus dan tidak kuat untuk

bertahan lebih lanjut.

Tetapi pada saat itulah Nyio Sam Pak berhasil dipukul kaki

kanannya oleh gada dari si ketemu tidak untung Cang Hiang

sehingga terjatuh keatas tanah.

Senjata siluman bocah dari lembah setan Yu Si adalah sepasang

tombak pendek, ketika dilihatnya Nyio Sam Pak rubuh keatas tanah

dia segera tertawa aneh.

Dengan mengambil kesempatan ini sepasang tombaknya dengan

disertai tenaga yang dahsyat ditusuk keatas lambung Nyio Sam Pak.

Bilamana tusukannya ini mendapatkan hasil maka seketika itu

juga seluruh isi perut dari Nyio Sam Pak akan berserakan diatas

tanah.

Tetapi pada saat yang amat kritis itulah mendadak Si siluman

bocah dari lembah setan Yu Si menjerit ketakutan, tubuhnya dengan

sempoyongan mundur satu kaki lebih kemudian rubuh keatas tanah

tak bergerak lagi.

Tepat pada bagian ulu hatinya tertancaplah sebuah gagang

pedang yang menembus sampai pada punggungnya. Matinya amat

cepat sekali, begitu tubuhnya menggeletak diatas tanah sepasang

matanya mendelik keluar dan tidak bernyawa lagi.

Orang yang baru saja turun tangan melancarkan serangan itu

bukan lain adalah Ti Then adanya.

Ti Then yang melihat Nyio Sam Pak rubuh diatas tanah

dikarenakan jaraknya ada tiga kaki jauhnya didalam keadaan cemas

dalam hati segera mengambil keputusan untuk menyambitkan

pedangnya guna menolong nyawa dari Nyio Sam Pak.

Begitu pedangnya disambitkan kedepan tubuhnya ikut menubruk

maju kedepan tubuh Nyio Sam Pak.

Telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya dihantam kedepan

menghajar dada dari si ketemu tidak mujur.

Si ketemu tidak mujur yang dikarenakan melihat si siluman bocah

dari lembah setan Yu Si secara tiba tiba menemui ajalnya terkena

sambitan pedang pada saat ini saking terkejutnya sudah dibuat

termangu-mangu, maka itu sewaktu pukulan Ti Then menyambar

datang ternyata dia sudah lupa untuk menangkis maupun

menghindar,

“Braak . .” dengan disertai suara yang amat keras tubuhnya

terpukul pental keatas udara, serentetan darah segarpun mengikuti

melayang sang tubuh memancar keluar dari mulutnya.

Sewaktu tubuhnya mencapai tanah dia sudah tidak bergerak lagi.

Sebaliknya si bisul merah Tiauw Ih yang melihat kehebatan Ti

Then laksana malaikat dari angkasa saking takutnya dia tidak berani

bergebrak lebih lanjut, sepasang kakinya menutul permukaan tanah

kuat-kuat kemudian mengundurkan diri beberapa kaki jauhnya.

Si kakek tak berbadi serta si muka aneh pun tidak berani maju

kembali, dengan perlahan mereka mulai menggeserkan kakinya

kebelakang, agaknya mereka bermaksud untuk molor pergi.

Melihat sikap mereka itu Ti Then segera mendesak tiga langkah

kedepan.

“Heee - , . heee . . . jangan lari!” bentaknya sambil tertawa

dingin. “Kalian bertiga harus bertempur lagi dengan aku”

Air muka si kakek tak berbudi seketika itu juga berubah jadi

pucat pasi bagaikan mayat, mendadak dia putar tubuh kemudian

bagaikan segulung asap berlalu dengan tergesa-gesa dari sana,

Si muka aneh serta si bisul merah yang melihat si kakek tak

berbudi melarikan diri sudah tentu tidak berani berdiam lebih lama

lagi disana, mereka pun dengan cepat melarikan diri terbirit-birit

dari kalangan.

Ti Then segera tertawa terbahak-bahak kemudian baru putar

badannya dan berkata kepada Nyio Sam Pak.

“Bagaimana dengan luka Nyio Locianpwe ?”

Nyio Sam Pak tidak menjawab, sepasang matanya dengan

terbelalak lebar-lebar melototi diri Ti Then beberapa saat lamanya

dia orang banar-benar dibuat melongo.

Lama sekali baru terdengar dia orang menghela napas panjang

kemudian gelengkan kepalanya berulang kali.

“Oooh . . . Thian, kepandaian silat dari Kiauw-tauw ini sebetulnya

dilatih dengan cara bagaimana?”

Ti Then cuma tersenyum tidak menjawab, dia segera maju

kedepan membimbingnya bangun.

"Heeeei, masih untung kakiku tidak sampai putus ..." ujar Nyio

Sam Pak kemudian sambil tundukkan kepalanya memperhatikan

kaki kanannya. "Ombak belakang sungai Tiang Kang mendorong

ombak di depannya, manusia baru menggantikan manusia-manusia

lama, perkataan ini ternyata sedikit pun tidak salah. Lolap memang

sudah terlalu tua,”

Ti Then yang melihat dia tidak menemui cedera yang berarti

segera menoleh memandang kearah pertempuran yang masih

berlangsung dengan sengitnya antara Wi Ci To dengan Leng Hu Ih,

ketika melihat mereka masih bartempur dengan begitu ramainya tak

terasa dia sudah tersenyum.

"Mereka benar-benar sepasang musuh yang bagus!" ujarnya.

"Tidak-" Bantah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Si iblis bungkuk

hampir kalah, coba kau lihat keringat sudah mulai mengucur

membasahi keningnya, sebaiiknya keaadaan Wi Poocu masih biasa

saja seperti sedia kala . .”

"Tidak salah, si iblis bungkuk tidak bakal bisa bertahan seratus

jurus lagi."

"Tetapi ..." ujar Nyio Sam Pak dengan suara yang amat lirih.

"Bilamana dia ingin melarikan diri agaknya Wi Poocu tidak bakal bisa

menghalangi dirinya."

Ti Then segera mengangguk tanda menyetujui pendapat ini, dia

pun sudah bisa melihat kalau Leng Hu Ih adalah seorang manusia

yang luar biasa.

Bilamana dia orang dibandingkan dengan diri si pendekar pedang

tangan kiri Cian Pit Yuan, dia orang memang jauh lebih tinggi satu

tingkat darinya.

Terdengar dengan perlahan Nyio Sam Pak menghela napas

panjang, lalu gumamnya seorang diri, "Bilamana iblis ini tidak

dibasmi maka dia merupakan satu bencana yang tak terhingga

dikemudian hari ....”

"Tadi dia bilang mau bertempur mati-matian melawan Poocu,

entah benar tidak perkataannya itu”

"Menurut penglihatan lolap dia tidak bakal mau bertempur

mati2an melawan Wi poocu, dia pasti akan melarikan diri" sahut

Nyio Sam Pak tertawa.

Tetapi dia tidak akan berhasil meloloskan dirinya. . .”

Perkataannya yang gagah dan tegas ini menunjukkan kalau

didalam hatinya dia sudah berniat untuk membasmi si iblis bungkuk

Leng Hu Ih tersebut.

Selesai berkata dia segera berjalan menuju kedepan mayat dari si

siluman bocah dari lembah satan dan mencabut keluar pedangnya,

setelah membersihkan darah yang menempel pada tubuh pedang

itu dia baru kembali lagi kesamping badan Nyio Sam Pak.

“Ti Kiauw-tauw ini hari sudah menolong lolap lolos dari kematian,

entah lolap harus berbuat bagaimana untuk membalas budimu yang

besar itu?” ujar Nyio Sam Pak kemudian sambil memandang diri Ti

Then tajam2.

ooOoo

56

“Nyio locinpwe kau tidak usah begitu sungkan2, membasmi

kaum penjahat dan menolong sesamanya adalah tugas kami, buat

apa Locianpwe memikirkannya didalam hati ?" Seru Ti Then dengan

cepat.

Pada saat itulah mendadak terdengar si iblis bongkok Leng Hu Ih

yang ada didalam kalangan berteriak keras, dengan cepat dia

menoleh kearah tengah kalangan.

Tampaklah pada saat itu si iblis bongkok Leng Hu Ih sedang

melayang kebelakang untuk mengundurkan diri.

Sejak semula Ti Then sudah memperhatikan dirinya, begitu

melihat dia mengundurkan dirinya kebelakang dengan cepat

tubuhnya bergerak, maju kedepan untuk menghalangi perjalanan

mundurnya.

“Hey Bungkuk ! mati hidup belum ditentukan kau sudah ingin lari

?" bentaknya keras. f

Dibagian dada dari si-iblis bongkok Leng Hu Ih sudah tergores

sebuah luka yang panjang, darah segar menetes keluar membasahi

bajunya. jelas dia audah berhasil di lukai oleh ujung pedang dari Wi

Ci To.

Ketika dilihatnya Ti Then menghalangi jalan mundurnya, pada air

mukanya jelas menampilkan rasa gusarnya yang amat sangat;

"Siapa yang menghalangi aku mati!" bentaknya dengan keras.

Pedang ditangannya dengan kecepatan yang luar biasa ditusuk

kedada Ti Then.

Dengan cepat Ti Then menggeserkan badannya kesamping,

pedangnya dengan menggunakan jurus "Giok Ti Heng Coei" atau

seruling pualam berbunyi alun, membabat pinggangnya.

Siapa tahu jurus serangan yang baru saja dilancarkan oleh Leng

Hu Ih ini cuma sebuah jurus tipuan belaka, baru saja menyambar

sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya menyingkir kesamping

untuk kemudian berkelebat pergi.

Ti Then segera tertawa terbahak2 bagaikan bayangan setan dia

mengikuti dari belakangnya dan menghalangi didepannya.

“Kau tidak bakal bisa lolos dari sini!” teriaknya keras sambil

membabat pedangnya ke depan. "Lebih baik kau tinggal disini untuk

baik2 bergebrak dengan aku saja”

"Baik. Lohu akan mengadu jiwa dengan kau bangsat cilik!"

Bentak Leng Hu Ih dengan gusarnya sambil menangkis datangnya

serangan itu.

Ditengah suara teriakannya yang amat nyaring kembali dia

melancarkan tujuh kali tusukan mengancam tubuh Ti Then.

Ti Then harus mengundurkan diri tujuh tindak baru berhasil

memecahkan ke tujuh buah serangan dahsyatnya itu, dengan cepat

dia balas melancarkan tujuh buah se rangaa dahsyat pula mendesak

dia orang sehingga terpaksa mundur tujuh delapan tindak

kebelakang,

Wi Ci To tahu Ti Then tidak bakal menderita kekalahan ditangan

Leng Hu Ih karenanya didalam hati dia merasa berlega hati, dia

segera berjalan mendekati diri Nyio Sam Pak dan tanyanya dengan

penuh perhatian :

"Agaknya tadi Nyio-heng terluka, bagaimana?? Tidak mengapa?"

"Tidak mengapa!" Sahut Nyio Sam Pak sambil gelengkan

kepalanya. "Sedikit aku berlaku ayal kaki kananku terkena satu kali

gebukan dari gadanya Si ketemu tidak mujur"

"Masih dapat berjalan?”

"Bisa!”

"Kalau begitu mari kita serbu kedalam sarangnya dan sekalian

membakarnya"

“Tetapi menang

bagaimana kita..”

kalah

diantara

mereka

belum

ketahuan,

Seru Nyio Sam Pak sambil menuding ketengah kalangan dimana

Ti Then serta Leng Hu Ih sedang bergebrak dengan amat serunya.

"Kau tidak usah menaruh rasa kuatir terhadap diri Ti Kiauw-tauw"

Potong Wi Ci To dengan cepat "Tidak sampai seberapa lama dia

sudah dapat membereskan musuhnya.”

"Bukan begitu, maksud lolap bilamana kita meninggalkan tempat

ini dan anak buahnya ber-sama2 mengerubuti diri Ti Kiauw-tauw

bukankah urusan akan berabe?"

“Justru dikarenakan takut anak buahnya menyerbu kesini dalam

jumlah yang besar maka aku orang she-Wi bermaksud untuk

menerjang dulu kedalam sarangnya dan hancurkan seluruh orang

yang ada disana."

Nyio Sam Pak termenung berpikir sebentar akhirnya dia

mengangguk. "Baiklah. mari kita masuk!”

Demikianlah dengan cepat mereka berdua berkelebat menaiki

tangga didepan sarang tersebut kemudian menerjang masuk kearah

dalam.

Leng Hu Ih yang melihat Wi Ci To serta Nyio Sam Pak menerjang

masuk ke dalam sarangnya dan dia segera tahu mereka hendak

menghancurkan seluruh isinya tidak terasa lagi didalam hati merasa

tarkejut bercampur gusar.

Dia meraung keras, ber-turut2 pedangnya dibabat kedepan

memaksa mundur Ti Then kebelakang kemudian dengan meminjam

kesempatan itu hendak menerjang masuk pula kedalam sarang

tersebut dan mencegah Wi Ci To berdua menghancurkan

gerakannya.

Sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia orang

mengundurkan diri dari sana, ditengah suara tertawanya yang amat

keras tubuhnya segera meloncat keatas mengejar dari belakang.

Sekali loncat Leng Hu ih sudah mencapai tiga kaki jauhnya, ilmu

meringankan tubuhnya jelas sangat hebat, tetapi baru saja

sepasang kakinya menncapai atas tanah Ti Then pun dalam waktu

yang bersamaan melayang lima depa dihadapannya, pedang

panjangnya dengan amat gencar melancarkan serangan mendesak

dirinya membuat dia orang kembali terkurung didalam bayangan2

pedang yang amat rapat itu.

Sekali lagi mereka berdua bergebrak beberapa jurus banyaknya

diatas tangga itu.

Leng Hu Ih yang melihat dia tidak berhasil meloloskan diri tidak

kuasa lagi segera memaki dengan gusarnya:

"Neneknya . . anak anjing! lohu dengan kalian Benteng Pek Kiam

Poo ada sakit hati apa? kenapa kalian mau membasmi kami sampai

keakar2nya?”

"Kami Benteng Pek Kiam Poo selalu mengutamakan sifat

pendekar untuk membasmi kaum penjahat yang mengacau

ketentraman Bu-lim, selamanya kami menganggap kaum penjahat

sebagai musuh2 kita yang harus dibasmi" ujar Ti Then sambil

tertawa berat.

Leng Hu Ih setelah berhasil menangkis beberapa jurus serangan,

mendadak tubuhnya meloncat keatas kemudian berjumpalitan

ditengah udara dan melayang turun ditangga yang lebih depan.

Dengan cepat Ti Then meloncat mengejar.

"Mau pergi boleh saja, tetapi sebuah tanganmu harus ditinggal"

Serunya sambil tertawa nyaring.

Mendadak Leng Hu Ih putar badannya dan mengayunkan

tangannya kebelakang.

"Barang ini kau terimalah !" teriaknya sambil tertawa keras-

Segenggam kapur dengan cepatnya menyambar datang.

Ti Then menduga dia orang sedang menyambitkan senjata

rahasia ke arahnya tetapi sama sekali tidak menyangka kalau

senjata rahasianya adalah segenggam kapur yang khusus digunakan

untuk melukai mata, dikarenakan jaraknya terlalu dekat baru saja

dia bermaksud menutup matanya keadaan sudah terlambat.

Ada sebagian kecil dari kapur itu sudah tepat menghajar matanya

sehingga terasa amat perih.

Mata adalah bagian badan yang paling lemah, setiap jago Bu-lim

yang terkena kapur tersebut bilamana bukannya untuk sementara

akan jadi buta maka untuk selamanya dia tidak dapat melihat lagi,

karenanya keadaan seperti itu sangat berbahaya sekali.

Sudah tentu Ti Then tidak terkecuali, dia merasakan sepasang

matanya amat sakit, seketika itu juga pandangannya jadi gelap tak

dapat melihat suatu apapun.

Rasa terperanjatnya kali ini benar2 luar biasa, dengan gugup dia

menghentikan gerakannya dan meloncat turun dan atas tangga.

Dikarenakan dia orang tak dapat melihat suatu apapun, begitu

mencapai permukaan tanah seketika itu juga tubuhnya jatuh

terjengkang tak dapat bergerak.

Melihat hal itu Leng Hu Ih jadi amat girang sekaii, dengan cepat

dia menubruk kebawah.

"Bangsat cilik, serahkan nyawamu!” Bentaknya sambil tertawa

keras.

Pedangnya digetarkan dengan cepat mengarah ulu hati Ti Then,

dia menyerang kearah bawah.

Walaupun sepasang mata Ti Then sudah jadi buta tetapi

telinganya masih tajam dan dapat membedakan datangnya angin

serangan.

Dengan gesitnya dia menggelinding ke samping menghindarkan

diri dari tusukan pedang tersebut, diikuti tubuhnya meloncat keatas

dengan mengikuti arah datangnya angin serangan tadi menyapu ke

depan.

Serangannya kali ini mengancam sepasang kaki dari Leng Hu Ih.

Kecepatan serangannya amat dahsyat seperti menggunakan

mata yang normal.

Dengan lekas Leng Hu Ih meloncat kesamping untuk

menghindarkan diri dari babatan itu, pada wajahnya segera

tersungginglah satu senyuman yang amat buas dan ganas sekali,

“Heee . . . . bangsat cilik. kau masih ingin mempamerkan

kepandaianmu ?” ejeknya dingin.

Air muka Ti Then amat tawar sekali, dengan perlahan-lahan dia

menekukkan kaki kirinya kebawah sehingga membentuk gaya

setengah berlutut pedang panjangnya dilintangkan didepan dada

memperhatikan sikap menanti serangan.

“Hmm.... sekarang adalah kssempaian yang baik buatmu, ayoh

maju!” serunya dingin.

Dengan diam2 Leng Hu Ih bergeser tiga langkah kesamping

kemudian secara

diam2 menusuk kearah pinggangnya, menanti ujung pedangnya

sudah berada satu dua coen dari pinggangnya dia baru membentak

dengan keras :

"Awas !”

Mendadak tubuh Ti Then berputar setengah lingkaran, didalam

keadaan yang amat kritis dia sudah membabat pedangnya

kesamping memukul miring serangaanya itu, kemudian dengan

mengikuti gerakan badannya sang pedang membacok kearah

dadanya.

Gerakannya amat keras dan aneh sekali. Dengan ter-buru2 Leng

Hu Ih meloncat mundur kebelakang.

"Heee . . . heee .... bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa

seram." Aku mau lihat kau masih bisa terima berapa jurus serangan

dari Lohu !"

Selesai berkata tubuhnya bergerak maju lagi melancarkan

serangan ganas.

Dengan mengandalkan pendengarannya Ti Then segera

menggerakkan pedangnya menangkis serangan tersebut, semakin

lama dia merasa semakin tidak tahan akhirnya terpaksa dia

meloncat bangun untuk menghindar.

Leng Hu Ih tidak mau memberi kesempatan buatnya untuk

bertukar napas. tubuhnya sekali lagi menubruk maju kedepan,

serangannya pun semakin lama semakin gencar semakin lama

semakin dahsyat.

"Hey bangsat cilik" teriaknya sembari menyerang sembari

tertawa seram. "Ini hari kau sudah membinasakan empat orang

anak buah dari Lohu, sekarang lohu mau tabas putus sepasang

tangan serta sepasang kakimu terlebih dulu untuk membalaskan

dendam atas kematian dari mereka berempat! "

Ti Then dengan sekuat tenaga menahan datangnya serangan itu,

sembari bertempur tangannya yang lain segera mengucak matanya

berusaha untuk mengembalikan penglihatannya tetapi sekalipun

sudah berusaha amat lama dia semakin merasa matanya semakin

sakit sehingga tak terasa lagi didalam hati dia menghela napas

panjang.

"Sudahlah " pikirnya kemudian, “tidak kusangka aku Ti Then ini

hari harus menemui ajalnya ditangan Si iblis bungkuk ini tetapi . .

bagaimana aku boleh mati dengan sama sekali tidak berharga ini ?

Aaku harus mengadu jiwa dengan dirinya."

Baru saja berpikir sampai disitu mendadak dia merasakan

lengannya amat sakit sekali agaknya Leng Hu Ih sudah berhasil

menggores luka lengannya.

Masih untung luka tersebut tidak terlalu berat, dengan tergesa-

gesa dia angkat badannya untuk menangkis.

“Traaaang . . “ dengan tepatnya dia berhasil memukul kesamping

pedang dari Leng Hu Ih, dia tidak mau membuaug kesempatan lagi

tubuhnya dengan cepat bergerak maju mendesaknya lebih lanjut.

Ssbaliknya Leng Hu Ih tidak mau mengadu jiwa dengan dirinya,

ketika dilihat tempat kedudukkannya sudah diketahui dengan cepat

tubuhnya meloncat kesamping.

Kemudian dengan perlahan-lahan dia memutar kebelakang badan

Ti Then, sambil meringankan tindakannya dengan tanpa

mengeluarkan sedikit suara pun dia mendesak maju kembali.

Ti Then dengan pusatkan seluruh perhatiannya mendengar,

dikarenakan tidak mendengar juga pihak lawannya menyerang

terpaksa dia putar badannya melancarkan serangan dengan

menggunakan jurus Ya Can Pat huan atau delapan penjuru

petempur malam.

Leng Hu Ih tetap berdiam ditempat sama sekali tidak bergerak.

“Leng Hu Ih, kau terlalu tolol” Maki Ti Then kemudian sambil

menghentikan gerakammya. “Bagaimana sudah begitu lama kau

masih belum sanggup untuk membinasakan diriku ?”

Didalam hati Ti Then tahu dia hendak melancarkan serangan

bokongan kepadanya karena itu di dalam hati dia pun segera

mengambil keputusan untuk dengan siasat melawan siasat.

Dia akan berdiri tenang menunggu datangnya serangan musuh,

menanti pedangnya sudah menempel badannya dengan

menggunakan saat yang amat kritis itulah dia hendak balas

melancarkan satu serangan beradu jiwa dengan dirinya.

Karena itu keadaannya jadi semakin tegang lagi, dengan

dinginnya dia berdiri menanti.

Leng Hu Ih yang melihat pihak lawannya pun hendak

menggunakan tenang ma lawan tenang semakin tidak berani

bergerak lagi, sepasang matanya yang buas dengan cepatnya

berputar-putar, mendadak dengan perlahan-lahan dia berjongkok

memungut sebuah batu kemudian dengan perlahan-lahan bangkit

dan mneyambitkan batu itu kedepan tubuh Ti Then.

“Plooook!” dengan disertai suata yang amat nyaring batu itu

tepat terjatuh dihadapannya.

Tubuh Ti Then segera kelihatan bergetar amat keras.

Tetapi dia pun tidak turun tangan, dia hendak menanti sampai

pedang pihak lawan menempel badannya dia baru melancarkan

serangan balasannya.

Sebaliknya Leng Hu Ih menduga Ti Then pasti akan terkena

pancingannya dan turun tangan melancarkan serangan, karena itu

begitu melihat badan Ti Then sedikit tergetar dengan cepat dia

ayunkan pedangnya menyerang lengan sebelah kanan dari Ti Then.

Dia tetap mempunyai rencana untuk membacok putus tangan

serta kaki Ti Then dulu kemudian baru membinasakan diri Ti Then

dengan perlahan-lahan.

Tampaklah sinar pedang berkelebat menyilaukan mata,

pedangnya dengan amat tepat sekali berhasil membacok lengan

kanan dari Ti Then,

Sedang Ti Then pun dengan menggunakan saat pedang tersebut

menempel badannya mendadak dia putar pedangnya dari bawah-

ketiak kanannya menusuk kearah belakang.

"Aaaaaah ,„.„..".

Suara teriakan ngeri yang mendirikan bulu roma segera bergema

keluar dari mulut Leng Hu Ih.

Ti Then segera merasakan kalau pedangnya dengan amat tepat

sekali berhasil menusuk lambung lawannya, didalam hati dia merasa

sangat girang sekali, dengan cepat tubuhnya berputar kebelakang

kaki kanannya dengan kecepatan yang luar biasa melancarkan

tendangan kilat menghajar lambungnya kemudian sembari

mencabut keluar pedangnya dia meloncat mundur satu langkah.

Dia sama sekali tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan,

karena itu begitu ujung kakinya mencapui permukaan tanah dengan

pusatkan seluruh perhatiannya dia siap-siap menghadapi perubahan

selanjutnya,

Tetapi walaupun sudah ditunggu beberapa saat lamanya masih

belum terdengar juga suara rubuh maupun berjalannya Leng Hu Ih,

didalam hati diam2 dia merasa terkejut bercampur curiga, tidak

kuasa lagi tanyanya dengan suara keras;

"Hey bungkuk, kau sudah mati?”

Leng Hu Ih tidak menjawab.

Tadi dia merasakan pedangnya itu dengan amat tepat sekali

berhasil menusuk lambung dari pihak lawannya bahkan pedangnya

menancap sangat dalam sekali, menurut keadaan biasa seharusnya

pihak lawan sudah menemui ajalnya.

Tetapi kenapa dia tidak mendengar suara rubuhnya pihak lawan?

karenanya didalam hati dia merasa tidak paham. pedangnya segera

dikibaskan kembali dengan menggunakan jurus Ya Can Pat Hong

atau delapan penjuru bertempur malam.

Akhirnya dia sama sekali menemui sasaran yang kosong.

“Apa mungkin dengan membawa luka dia sudah melarikan diri ?”

pikirnya didalam hati- “Bilamana memang demikian adanya maka

tentunya dia meloncat pergi sewaktu aku mencabut keluar

pedangku tadi . . ?”

Berpikir akan hal ini rasa tegang yang mencekam didalam hatinya

pun manjadi kendor kembali, dia mulai merasakan lengan kanannya

terasa amat sakit.

Ketika dia meraba dengan menggunakan tangannya saat itulah

dia baru menemukan kalau luka pada lengannya itu tidak kecil,

panjangnya ada dua coen dengan lebar tiga coen bahkan hampir

melukai tulangnya, darah segar dengan tak-henti2nya menetes

keluar membasahi bajunya, dengan cepat jari tangannya berkelebat

menotok jalan darah yang dekat dengan tempat tersebut.

Setelah itu kepalanya didongak memandang kearah sebelah

sarang penjahat itu, secara samar2 dia merasakan ada sinar merah

yang muncul didaerah sekitar tempat itu, tak kuasa lagi dia

bergumam seorang diri;

“Aaah...... itu tentu warna api, Wi Ci To serta Nyio Sam Pak

sudah membakar sarang perampok tersebut"

Berpikir sampai disitu mendadak telingany mendengar suara

hiruk pikuk yang amat keras sekali berkumandang datang dari

tempat kejauhan,

Jika didengar dari suara tersebut agaknya berasat dari anak buah

dari si iblis bongkok yang sedang melarikan diri kocar kacir dari

dalam sarangnya.

"Ehmm .... bilamana diantara orang2 itu ada seorang jagoan

yang melarikan diri melewati tempat ini dan melihat aku sedang

terluka...”

Berpikir akan hal ini dengan ter-gesa2 dia berjalan menuju

kesebelah kanan.

Dia masih ingat disebelah kanas dari tempat itu terdapat sebuah

hutan yang amat lebat dia bermaksud untuk bersembunyi beberapa

saat lamanya didalam hutan itu, karena mata serta kedua luka

dilengannya sudah sukar buatnya untuk bergebrak kembali.

Tetapi baru saja dia berjalan beberapa langkah mendadak

terdengarlah suara tersampoknya ujung pakaian berkelebat dating

dengan kecepatan yang luar biasa.

Dengan cepat dia putar badannya siap2 menghadapi sesuatu.

“Ti Kiauw-tau kau kenapa?”

Suara dari Wi Ci To.

Mendengar suara itu Ti Then segera menghembuskan napas

lega, dengan wajah yang menampilkan senyuman pahit dia berkata:

“Gakhu..kau...”

Wi Ci To yang melihat wajahnya sudah dipenuhi dengan kapur

menjadi amat terperanjat sekali, dengan cepat dia berlari mendekat.

“Kenapa matamu?” tanyanya dengan cemas.

“Karena sedikit tidak waspada, mataku sudah terkena sambitan

kapur dari si iblis bongkok..”

Belum habis dia berbicara tiba-tiba terdengarlah suara dari Nyio

Sam Pak berkumandang keluar dari belakang Wi Ci To.

“Aaaah...kau sudah bunuh iblis ini!” teriaknya dengan keras.

“Aaaah..dia sunguh-sungguh sudah mati?” Tanya Ti Then

kegirangan.

“Kau...kau membinasakan dirinya setelah matamu dibutakan

olehnya?” tanya Wi

Ci To dengan terperanjat.

“Benar” sahut Ti Then mengangguk, “Dia ingin menabas tangan

serta kaki dari boanpwe tetapi akhirya boanpwe berhasil menusuk

dirinya... agaknya boanpwe berhasil menusuk lambungnya”

“Tidak!” seru Nyio Sam Pak membenarkan kesalahannya, “Kau

sudah menusuk ulu hatinya”

“Oooh..lalu mayatnya apa rubuh disana?”

“Benar”

“Sungguh aneh sekali” gumam Ti Then seorang diri, “Kenapa

boanpwe tidak mendengar tubuhnya rubuh keatas tanah?”

“Tentunya dia rubuh keatas tanah dengan perlahan” sahut Wi Ci

To memberikan pendapatnya, “Matamu sudah tidak dapat melihat?”

"Benar, aku cuma bisa melihat sinar putih yang rada samar2 dan

buram . .”

Wi Ci To dengan ter-gesa2 memasukkan pedangnya kedalam

sarung kemudian serunya dengan cemas:

"Mari, lohu gendong kau pulang kedalam perkampungan !"

Tidak menanti Ti Then memberikan jawabannya dengan cepat

dia sudah menggendong badan Ti Then dan lari menuju ke

perkampungan Thiat Kiam San Cung.

Nyio Sam Pak sambil menenteng pedang-segera mengikuti dari

belakangnya.

"Bagaimana dengan sarang mereka ?” tanya Ti Then kemudian

ditengah jalan.

"Sedang terbakar hebat, anak buah mereka sebanyak seratus

orang sudah bubaran bagaikan buuung !". Sahut Wi Ci To.

"Diantara pembantu2 Leng Hu Ih kini cuma Sikakek tak berbudi,

Si muka aneh serta sibisul merah tiga orang saja yang berhasil

meloloskan diri" Sambung Nyio Sam Pak lebih lanjut. "Boleh dikata

pertempuran kita kali ini memperoleh kemenangan total, cuma saja

Ti Kiauw-tauw sudah menderita luka. hal ini benar2 membuat lolap

merasa tidak tenang".

“Nyio Locianpwe buat apa mengucapkan kata2 tersebut ? sedikit

luka dari boanpwe ini tidaklah seberapa buat apa locianpwe merasa

kuatir ?".

"Tetapi bilamana sepasang mata dari Ti Then Kiauw-tauw tidak

dapat melihat kembali, maka „ . . . "

“Tidak! dia dapat melihat lagi," Sela Wi Ci To dengan cepat."

Setelah kembali kedalam perkampungan nanti, asalkan dibersihkan

beberapa kali dengan menggunakan air maka dia bisa melihat

kembali seperti sedia kala”

“Semoga saja demikian..." sambung Nyio Sam Pak sambil

menghela napas panjang.

"Bilamana tidak dapat melihat juga tidak mengapa, nyawa dari

boanpwepun ini didapat dari pungutan, ada apanya yang dapat

disesali ?"

Di dalam keadaan buta ternyata Ti Kiauw tauw masih bisa

melukai dan membinasakan Leng Hu Ih, hal ini sungguh2 sukar

untuk dipercaya!"

"Soal ini mungkin dikarenakan dia orang terlalu memandang

rendah diriku.

Bilamana bukannya dia ingin membacok putus sepasang tangan

serta kaki dari boanpwe kemungkinan sekali dia sudah berhasil

membinasakan diri boanpwe.”

Mereka bertiga sembari berjalan sembari ber-cakap2, tidak

selang seperempat jam kemudian mereka sudah tiba didalam

perkampungan Thiat Sam Kiam san Cung.

Nyio Si Ih sekalian yang melihat Ti Then menderita luka jadi

merasa terkejut, dengan cepat mereka pada maju mengerubung

dan menanyakan parsoalannya..

Tetapi Nyio Sam pak sudah mengulapkan tangannya mencegah,

tegurnya:

“Nanti saja kita bicarakan lagi, sekarang cepat ambil beberapa

pikul air bersih,”

Huan Ceng Koei serta Cia Pu Leng yang ada dikalangan dengan

tergesa2 segera berlalu.

Kepada putranya Nyio Si Ih dengan cepatnya Nyio Sam Pak

memberi perintah lagi.

“Si Ih, cepat kau siapkan obat2an dan menolong Ti Kiauw-tauw

balutkan lukanya.”

“Baik!” sahut Nyio Si Ih kemudian dengan tergesa-gesa berlalu

dari sana. Beberapa saat kemudian Huan, Cio dua orang sudah

mengambil empat pikulan air bersih, Wi Ci To segera membimbing

Ti Then untuk berjongkok dihadapan air bersih itu dan serunya.

“Mari masukkan kepalamu kedalam air!”

Ti Then segera menurut dan memasukkan kepalanya kedalam

air, kapur yang di wajahnya setelah terkena sir segera pada buyar

dari kawahnya,

Wi Ci To yang melihat air yang bersih atu sudah tercampur

sehingga kotor segera ganti dengan air yang baru.

“Sekarang coba kau membuka matamu dengan perlahan-lahan”

katanya,

Sekali lagi Ti Then memasukkan kepalanya kedalam air kemudian

dengan ptrlahan-lahan membuka matanya,

Ternyata sedikitpun tidak salah, rasa sakit sudah semakin

berkurang, kaput yan masih tertinggal didalam matapun sebagian

besar sudah larut kedalam air.

Ketika dia angkat kepalanya secara samar2 dia dapat melihat

beberapa sosok bayangan yang kabur, dalam hati dia merasa

sangat girang sekali.

"Aaah . . , sudah lebih baikan!".

"Sudah dapat melihat??" tanya Wi Ci To dengan cepat.

"Masih sedikit kabur, tetapi sudah dapat melihat bentuk badan

orang!".

"Coba ganti sepikul air lagi!”

Setelah mencuci lagi dengan sebaskom air bayangan orang yang

semula kelihatan kabur kini jauh lebih jelas lagi, cuma saja jaraknya

masih kelihatan jauh.

Wi Ci To yang melihat Nyio Si Ih sudah membawa obat2an

datang kesana lantas ujarnya kemudian:

"Sekarang balut dulu lukamu, setelah itu lohu akan bantu

mencucikan kembali matamu dengan perlahan".

Demikianlah dengan dibimbing oleh Wi Ci To, Ti Then

dibaringkan keatas sebuah pembaringan.

Wi Ci To serta Nyio Sam Pak segera turun tangan sendiri

mencucikan mulut luka itu kemudian baru diberi obat dan di

bungkus dengan kain.

"Kau sudah banyak mengalirkan darah, sekarang merasa

bagaimana?" tanya Wi Ci To tiba2.

"Sekarang aku merasa rada lapar! " sahut Ti Then sambil

tersenyum.

"Aaaah ..." seru Nyio Sam Pak tertahan, kepada putranya Nyio Si

Ih cepat ujarnya:

"Si Ih, perjamuan telah dipersiapkan?".

"Sejak semula telah dipersiapkan " sahut Nyio Si Ih dengan

sangat hormat.

"Sekarang Ti Kiauw-tauw tidak dapat makan dimeja perjamuan, .

kau cepatlah bawa kemari makanan tersebut".

Nyio Si ih lantas menyahut dan berlalu dari sana.

"Nyio-heng!" tiba? terdengar Wi Ci To berkata. "Disini apakah ada

kapas yang bersih?”

"Buat apa Wi Poocu memerlukan kapas?" tanya Nyio Sam Pak

melengak.

"Bersihkan matanya!" Sahut Wi Ci To sambil menuding kearah Ti

Then. "Matanya harus dibersihkan dengan menggunakan-kapas

baru dapat bersih dari kapur".

Nyio Sam Pak lalu memerintahkan anak buahnya untuk pergi

mengambil kapas, kemudian dengan rasa girang ujarnya:

"Jika dilihat keadaan ini penglihatan dari Ti Kiauw-tauw akan

dapat pulih kembali seperti sedia kala”

“Benar! " sahut Wi Ci To mengangguk. “kapur memang barang

yang paling mudah melukai mata, tetapi kalau dapat cepat2

dibersihkan dengan air maka hal itu tidak lagi terlalu bahaya".

Leng Hu Ih selamanya menyebut dirinya sebagai iblis nomor satu

didalam Bu-lim dan selamanya bersikap amat sombong sekali, tidak

disangka didalam sakunya dia pun memiliki benda yang amat

rendah seperti ini! ".

"Mungkin benda ini sudah dipersiapkan untuk menghadapi kita

berdua dia sebeenarnya adalah orang dari kalangan Hek-to sudah

tentu berbuat apa pun dia tidak takut".

Sewaktu berbicara sampai disana tampaklah Nyio Si Ih dengan

membawa nampan makanan yang lezat sudah berjalan masuk ke

dalam.

Baru saja makanan itu diletakkan di meja orang

diperintahkan untuk membawa kapas pun sudah tiba.

yang

"Mau cuci mata dulu atau makan dulu?" tanya Nyio Sam Pak

kemudian.

“Cuci mata dulu" Sahut Wi Ci To,

Dia mengambil sebuah bangku dan membiarkan kepala dari Ti

Then menjulur keluar dari dalam pembaringan dan bersandar diatas

bangku tersebut. setelah itu dia mengambil kapas dibasahi dulu

dengan air dingin kemudian baru mulai membuka mata dari Ti Then

dan membersihkan kapur yang masih tertinggal didalam kelopak

matanya itu.

Sesudah dicuci beberapa kali akhirnya rasa sakit yang diderita Ti

Then pun jauh berkurang, sedangkan penglihatannya sudah pulih

delapan bagian,

"Sekarang bagaimana rasanya ?" tanya Wi Ci To.

“Sudah hampir pulih seluruhnya cuma saja masih merasa sedikit

sakit."

“Soal ini tidak bisa terhindar lagi tetapi setelah lewat satu dua

hari tentu akan sembuh kembali seperti sediakala, sekarang kau

duduklah dan bersantap.”

"Tidak!” cegah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Tangan kanan dari

Ti Kiauw-tauw masih belum sembuh. biarlah dia tetap berbaring

Lolap akan suruh putraku membantu dia!”

Dengan cepat dia menekan badan Ti Then untuk berbaring

kembali, setelah itu kepada putranya Nyio Si Ih perintahnya:

"Si Ih, coba kau bantulah Ti Kiauw-tauw untuk menyiapkan

makanan itu kepadanya!"

"Tidak perlu begitu. boanpwe bisa makan dengan menggunakan

tangan kiri." Seru Ti Then menampik.

Tetapi walaupun dia sudah berbicara secara bagaimanapun dia

orang tua tidak memperkenankan juga dia makan sendiri. Ti Then

tidak dapat berbuat apa-apa lagi terpaksa sahutnya kemudian:

"Kalau begitu silahkan Nyio Locian-pwe pergi bersantap, cuma

dikarenakan sedikit luka dari boanpwe membuat Lo-cianpwe pun

harus bingung- benar2 membuat boanpwe merasa tidak tenang."

"Baiklah!” ujar Nyio-Sam Pak kemudian dan menoleh kearah Wi

Ci To. "Mari kita pergi makan dulu, nanti kita datang lagi!"

Setelab dua orang tua itu pergi Nyio Si Ih mulai membantu Ti

Then menyuapinya, dia orang sampai waktu ini masih tidak tahu

bagaimana Ti Then terkena sambitan kapur oleh pihak lawan serta

bagaimana kesudahan pertempuran melawan Leng Hu Ih, tidak

tertahan lantas tanyanya;

“Ti-heng siapa yang sudah melukai matamu itu ?”

"Leng Hu Ih”

"Oooh. . . kau sudah bergebrak dengan si iblis bungkuk Leng Hu

Ih ?" tanya Nyio Si Ih terkejut.

"Benar."

"Lalu bagaimana kesudahannya ?" Sembari menyuapi makan Ti

Then segera menceritakan bagaimana dia sudah mengalahkan diri

iblis bungkuk itu.

Ketika Nyio Si Ih mendengar dia orang sudah berhasil

membinasakan diri iblis bungkuk Leng Hu Ih tidak terasa lagi

sepasang matanya sudah terpentang lebar2, dengan wajah kurang

percaya tanyanya dengan terkejut.

"Sungguh ? kau . . . kau bisa menangkan si iblis bungkuk Leng

Hu Sian?"

Ti Then cuma tersenyum saja tidak menjawab.

xxxx

Malam ini dengan alasan hendak menjaga Ti Then Wi Ci To tidur

satu kamar dengan diri Ti Then.

Nyio Sam Pak menemani mereka berdua sampai tengah malam

baru pamit untuk pulang ke kamarnya.

Setelah melihat bayangan punggungnya lenyap dari balik pintu,

Ti Then baru menoleh ke arah Wi Ci To dan tersenyum pahit.

"Siasat kita aku rasa sukar untuk dijalankan lagi" ujarnya dengan

suara yang rendah. "Gak-hu punya rencana berbuat bagaimana?”

"Lohu sendiri juga tidak mengetahui cara untuk menghadapi

perubahan ini..” sahut Wi Ci To kemudian dengan wajah serius

setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya.

“Ini hari kita harus membantu Nyio-locianpwe melenyapkan si

iblis bungkuk Leng Hu Ih, walau pun urusan terjadi di luar dugaan

tetapi boleh dikata perjalanan kita tidak sia-sia, bilamana kita tidak

pergi ke perkampungan Thiat Kiam San Cung terlebih dulu

bagaimana bisa tahu kalau Nyio locianpwe juga mengundang Cuo It

Sian untuk member bantuan?”

“Benar!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk "Untung sekali Nyio

Cung-cu berkata kalau paling cepat Cuo It Sian baru sampai disini

dua puluh hari kemudian, maka itu kita masih punya kesempatan

untuk mengubah siasat”

"Gak-hu menduga apakah Cuo It Sian bisa menerima undangan

dari Nyio Locian-pwe untuk datang ke perkampungan Thiat Kian San

Cung?”

"Delapan bagian dia bisa dating!”

"Tetapi ada kemungkinan juga dia tidak berani datang, karena

dia sudah membinasakan anak murid dari Nyio locianpwe, Si elang

sakti Cau Ci Beng, sewaktu putra dari Nyio Locianpwe sampai di

rumahnya dan menjelaskan maksud hatinya untuk memohon

bantuannya membasmi Si iblis bungkuk Leng Hu Ih, mungkin dia

sudah menaruh curiga kalau rahasia dimana dia sudah membunuh

mati si elang sakti Cau Ci Beng telah diketahui oleh dia orang tua

sehingga dengan demikian dia sudah menaruh salah anggapan

bahwa undangannya untuk mengunjungi perkampungan Thiat Kiam

San Cung hanyalah satu siasat balaka !"

"Sudah tentu dia bisa berpikir sampai kesana, tetapi lohu percaya

dia bisa datang karena diapun menduga kalau pembunuhan yang

dilakukan ditengah malam buta itu tidak bakal bisa diketahui oleh

siapapun juga, maka itu Nyio Cung-cu tidak mungkin bisa

mengatahui kalau Cau Ci Beng mati ditangannya, bahkan bilamana

dia tidak datang maka hal ini semakin bisa diperlihatkan kecurigaan

yang lebih besar !"

Dia berhenti sebentar untuk kemudian katanya lagi :

"Sudah tentu jikalau dia tidak datang kita bisa melakukan

pekerjaan sesuai dengan rencana,"

"Bilamana dia sudah datang apakah Gak-hu merasa dia dapat

membawa pedang Biat Hun Kiam-nya ?" tanya Ti Then

“Sukar untuk dibiarakan, dia ada kemungkinan membawa serta

pedang tersebut ada kemuugkinan juga tidak membawa pedang itu

. . .”

“Apa maksud perkataanmu itu ?”

“Untuk menutupi rahasia patahnya pedang pendek itu ada

kemungkinan dia bisa membawa serta pedang pendek Biat Hun

Kiam itu untuk sengaja diperlihatkan kepada Nyio Cung cu sehingga

dengan demikian bisa ada orang yang membuktiksn kalau pedang

pendek Biat Hun Kiam itu belum pernah terputus , . .”

“Oooh „ , . . sekarang boanpwe paham sudah,” tiba-tiba potong

Ti Then sambil tertawa.

“Kau sudah memahami apa?” tanya Wi Ci To melengak.

“Dahulu dia pernah menggunakan pedang pendek Biat Hun Kiam

itu untuk melakukan satu perbuatan yang merugikan masyarakat,

akhirnya pedang pendek itu patah jadi dua dan secara tidak sengaja

sudah didapatkan oleh Gak-hu sehingga menangkap pangkal

peristiwa inu, bukan begitu?” ujar Ti Then sambil tertawa.

“Benar” sahut Wi Ci To kemudian sambil mengangguk sesudah

berpikir sebentar. “Sekarang kau adalah menantuku, maka aku

sudah menaruh kepercayaan kepadamu, peristiwa yang terjadi

memang seperti apa yang kau duga, dia memang pernah

menggunakan pedang ini untuk melakukan satu perbuatan yang

merugikan orang lain.”

“Peristiwa apa?”

Dengan perlahan-lahan Wi Ci To menghela napas panjang.

“Orang itu sebetulnya tidak jelek” ujarnya. “Pada masa yang lalu

setelah lulus ujian dia lantas diangkat sebagai pembesar negeri dan

memangku jabatan disatu kota tetapi dia orang bersifat jujur dan

suka menegakkan keadilan bahkan paling tidak suka melihat cara

bekerja dari pembesar lainnya, akhirnya karena tidak betah dia

meletakkan jabatan dan kembali kedesa, beberapa tahun kemudian

dia mulai berkelana didalam Bu-lim. dikarenakan semasa kecilnya

dia pernah memperoleh pelajaran ilmu silat dari seorang manusia

aneh di dalam Bu-lim maka tidak sampai satu tahun dia

mengembara namanya sudah terkenal sekali diseluruh sungai telaga

bahkan di dalam beberapa tahun itupun dia sering melakukan

pekerjaan baik maka orang2 sudah menganggap dia sebagai

seorang pendekar yang patut dihormati.

Heei.. , , siapa tahu setelah tiba di masa tuanya ternyata

perbuatannya malah tidak keruan dan sudah melakukan satu

perbuatan yang sangat tercela sekali”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambil

tertawa dingin sambungnya:

“Urusan sudah begini, pada suatu tengah malam empat tahun

yang lalu, dikarenakan lohu ada urusan hendak pergi menyambangi

Yuan Koan Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw lim pay ditengah

perjalanan melewati sebuah dusun didekat kota Tiong Cing Hu yaitu

dusun Sak Peng, mendadak dari sebuah rumah petani

berkumandang datang suara jeritan ngeri dari seorang perempuian,

lohu dengan cepat mengejar kesana begitu masuk kedalam pintu

satu pemandangan yang amat memalukan dan mengerikan

terpampang dihadapan mata,

Didalam rumah itu menggeletaklah sepasang suami istri, yang

lelaki sudah tertotok jalan darah kematiannya sehingga binasa

diatas lantai, yaug perempuan telanjang bulat menggeletak diatas

pembaringan, jelas sekali bagian bawah badannya sudah mengalami

perkosaan yang ganas, pada dadanya masih mengalir keluar darah

segar dengan amat derasnya sedang disamping badannya

menggeletaklah potongan pedang pendek tersebut.

Jika ditinjau dari keadaan itu jelas perempuan tersebut sudah

diperkosa dulu kemudian baru dibunuh dan alat untuk melakukan

pembunuhan itu bukan lain adalah pedang pendek tersebut entah

secara bagaimana pedang pendek yang digunakan untuk menusuk

dada perempuan itu bisa putus sedangkan pembunuhnya mungkin

karena keadaannya amat gugup ternyata potongan pedang itu pun

sudah lupa untuk memungutnya kembali.”

Ketika mendengar kisah tersebut sampai disana Ti Then segera

mengerti, bangsat tukang perkosa itu bukan lain adalah si pembesar

kota Cuo It Sian, tidak terasa lagi hawa amarah sudah membara

didalam dadanya.

“Hmm, sungguh ganas perbuatannya!” makinya dengan gusar.

Sekali lagi Wi Ci To menghela napas panjang, sambungnya lagi :

“Ketika Lohu melangkah masuk kedalam kamarnya perempuan

tersebut masih belum putus nyawa, begitu bertemu dengan lohu

dengan kata kata terputus dia cuma mengucapkan Cuo It Sian tiga

kata saja setelah itu napasnya putus dan menemui ajalnya.”

“Dia mempunyai banyak uang, untuk main perempuan masih

mempunyai cara yang amat banyak sekali, tidak kusangka ternyata

dia masih menggunakan juga cara yang demikian kejamnya. Hmm,

patut dibunuh”

Wi Ci To tersenyum.

“Manusia adakalanya memang sangat menggelikan” ujarnya lagi

dengan perlahan. “Terang-terangan didalam hati mempunyai sifat

suka main perempuan tetapi dihadapan orang lain sengaja

memperlihatkan sikap yang keren dan berwibawa di wajahnya

memperlihatkan sikapnya yang sok suci . . . karena itu untuk

melampiaskan napsu binatangnya terpaksa dia melakukan pekerjaan

mencuri, demikian pula dengan keadaan dari Cuo It Sian, terang

terangan dia kepingin sekali main perempuan tetapi tidak berani

memperlihatkan keinginannya itu secara terbuka didalam keadaan

yang kebelet pikiran serta kesadarannya jadi terganggu,

kesadarannya jadi kalut sehingga tanpa memikirkan akibatnya dia

sudah melakukan pekerjaan yang amat rendah dan memalukan itu.”

“Tetapi jikalau ditinjau kekayaan yang berlimpah limpah untuk

mencari perempuan atau gundik bukanlah satu soal yang amat sulit,

didalam rumahnya dia menyembunyikan perempuan ada siapa yang

bakal tahu ?” ujar Ti Then sambil tertawa.

“Dengan usianya yang sudah lanjut boleh dikata sudah patut

menjadi kakeknya orang lain, bagaimana pun dia harus

memperlihatkan juga kewibawaannya apalagi ada beberapa patah

kata entah kau pernah dengar orang berkata atau tidak ?”

“Perkataan apa ?” tanya Ti Then cepat.

“Daripada istri lebih baik gundik, daripada gundik lebih baik

budak perempuan, daripada budak perempuan lebih baik

memperkosa.”

“Hmmm, sungguh mirip tulang kere!” seru Thi Then sambil

tertawa pahit.

Mendadak Wi Ci To mendehem perlahan, senyuman yang

menghiasi bibirnya pun

telah lenyap.

“Pokoknya” ujarnya lagi dengan serius, “Perbuatan dari Cuo It

Sian memperkosa perempuan itu bukan dikarenakan godaan hatinya

saja. sebab yang penting adalah dikarenakan perempuan itu

mempunyai wajah yang amat cantik serta bentuk badan yang

montok dan menggiurkan.”

“Aaaah.., perempuan ini sangat cantik?” tanya Ti Then tertegun.

“Benar.” sahut Wi Ci To mengangguk, “Boleh dikata saking

cantiknya sukar untuk dibandingkan, apalagi sepasang matanya

yang hitam dan besar itu membuat setiap orang yang melihatnya

pasti akan terpikat. Sudah tentu Cuo It Sian terpikat hatinya oleh

kecantikan wajah perempuan itu sewaktu menarik hasil panennya

sehingga saking tidak tahannya dia sudah melakukan perbuatan

tersebut.”

“Lalu apakah suami dari perempuan itu adalah anak buah dari

Cuo It Sian?” tanya Ti Then keheranan-

“Tidak salah, kalau tidak bagaimana perempuan itu bisa

mengetahui

kalau

orang

yang

memperkosa

kemudian

membunuhnya adalah hasil perbuatan dari Cuo It Sian?”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian sambungnya

lagi.

“Berbicara selanjutnya, sewaktu loho melihat perempuan itu telah

mati untuk menghindarkan diri dari kesalah pahaman dari orang-

orang kampung, maka lohu segera pungut kembali potongan

pedang itu dan meninggalkan dusun itu kembali ke kota Tiong Cing

Hu”

Sewaktu Lohu sampai dirumahnya waktu itu dia masih belum

tidur, ketika lohu munculkan dirinya dan bertemu dengan dia

kemudian memperlihatkan pula potongan pedang itu dia segera jadi

ketakutan bahkan secara tiba-tiba sudah berlutut dihadapan lohu

untuk minta diampuni dosanya, dengan memandang jasa yang

pernah diperbuat sewaktu berkelana didalam Bu-lim dia berjanji

empat tahun kcmudian dia akan bunuh diri dihadapan lohu untuk

menebus dosanya”

“Kenapa dia mengajukan permintaan itu?”

"Dia bilang dia masih ada perintah dari suhunya yang masih

belum diselesaikan, menurut perkataannya sesaat suhunya

menemui ajalnya dia minta dia orang bantu mencarikan keturunan

dari seorang tuan penolongnya kemudian mewariskan seluruh

kepandaian silat itu kepada putra atau cucu dari orang itu, dan

selama ini dia masih belum menjalankan tugasnya itu karenanya dia

berharap sebelum meninggalkan dunia ini dia ingin menyelesaikan

dulu perintah dari Suhunya ini..”

"Perkataannya ini apa sungguh-sungguh?”

"Waktu itu wajahnya dipenuhi dengan air mata bahkan sudah

mengangkat sumpah. Lohu segera mempercayainya dan

mengijinkan dia hidup empat tahun lagi. Saat itu perduli dia sudah

berhasil menemukan keturunan dari tuan penolongnya itu atau tidak

dia diharuskan bunuh diri untuk menebus dosa tersebut.”

"Lalu apakah Gak-hu tidak pernah memikirkan bilamana sampai

waktunya dia mungkiri sumpahnya dan tidak mau membunuh diri

untuk menebus dosanya itu?".

“Lohu pernah memberitahu kepadany dengan jelas bilamana

sampai waktunya dia tidak mau bunuh diri untuk menebus dosa

tersebut maka pada pertemuan puncak di gunung Hoa san tahun

besok dihadapan orang banyak Lohu akan membongkar rahasianya

ini”

“Dan potongan pedang itu sebagai barang buktinya ? sambung Ti

Then lebih lanjut.

“Benar” sahut Wi Ci To membenarkan.

“Selama tiga tahun ini secara diam-diam beberapa kali Lohu

memeriksa gerak-geriknya; aku menemukan dia agaknya memang

benar sedang mencari- keturunan tuan penolongnya sesuai dengan

pesan terakhir suhunya, tetapi waktu hari itu Lohu mendengar

pengakuan dari Hu-Poocu yang berlutut sambil menjelaskan

maksudnya mengadakan jual beli dengan Cuo It Sian, Lohu baru

merasa aku orang sudah tertipu*, kiranya dia sengaja ulur waktu

sebenarnya sedang berusaha untuk mencuri kembali potongan

pedang itu untuk melenyapkan bukti”

“Setelah Hu poocu bunuh diri seharusnya Gak-hu lantas

mengumumkan kejahatannya”

“Waktu itu dikarenakan sedang mempersispkan perjanjian

dengan si anjing langit rase bumi lohu tidak ada waktu untuk

mengumumkan kejahatannya dihadapan umum tetapi menanti

setelah aku berhasil menghancurkan istana Thian Teh Kong dia

sudah berhasil menawan Ih Koen, Cha Cay Hiong serta Pau Kia Yen

tiga orang”

“Sewaktu dia orang sesudah memperkosa lalu membunuh

perempuan itu, potongan pedang yang lain masih tertinggal didalam

badan perempuan itu, akhirnya bagamana dia bisa mengambil

kembali potongan pedang yang masih tertinggal itu ?” tanya Ti Then

lagi.

“Hari itu setelah lohu perintah kau pergi kegunung Cun san untuk

mencuri kembali potongan pedang tersebut, lohu segera berangkat

menuju ke dusun Sam Peng untuk mengadakan penyelidikan, saat

itulah lohu baru tahu pada malam setelah perempuan itu diperkosa

kemudian dibunuh dan tepatnya setelah lohu meninggalkan diri Cuo

It Sian dia segera kembali lagi ke perkampungan Sam Peng untuk

mengambil keluar potongan pedang yang masih tertinggal dibadan

perempuan itu kemudian minjam kesempatan sebelum terang tanah

dia sudah bakar habis rumah petani itu, karenanya sewaktu Lohu

mengadakan penyelidikan didusun Sam Peng orang2 dusun

disekeliling tempat itu semuanya bilang sepasang suami istri itu

menemui ajalnya karena rumah yang mereka diami sudah terbakar,

mereka sama sekali tidak tahu kalau mereka sudah mati terlebih

dahulu ditangan Cuo It Sian.

Ditinjau dari hal ini saja jelas sekali sejak semula dia sudah punya

rencana untuk merebut kembali potongan pedang itu dari tangan

Lohu dan hendak mencuci bersih dosanya."

-oooOdwOooo-

“PERISTIWA ini sekalipun Gak-hu tidak dapat segera

mengumumkan dihadapan Bu-lim seharusnya boleh juga

diberitahukan kepada para jago yang ada didalam Benteng "ujar Ti

Then kemudian. “Kenapa Gak-hu selalu tidak mau berkata?"

“Sesudah potongan pedang itu berhasil dia orang dapatkan

kembali lohu sendiri pun tidak mempunyai bukti lagi untuk

membuktikan dosanya secara terbuka berarti juga sudah membuka

kedoknya yang sebenarnya dia mempunyai pengaruh dan harta

yang cukup banyak dan dapat menggunakan uangnya untuk

membeli kekuatan dari luar untuk melawan Benteng kita, maka itu

Lohu harus berpikir sebelum membeberkan dosa dihadapan umum."

“Tetapi pedang pendek itu sudah disambung seperti sedia kala,

sekalipun kita rebut kembali apakah bisa digunakan sebagai bukti

atas kejahatannya?”

“Dapat”

“Bagaimana bisa jadi ?” tanya Ti Then tidak paham.

“Pedang pendek itu adalah hadiah dari Nyio Sam Pak kepadanya

di kemudian hari setelah ada ditangan kita sekalipun dia mau

memberi penjelasan juga tidak bakal jadi terang apalagi ada kau

sebagai yang dengan mata kepala sendiri melihat dia

membinasakan Cu Kiam Lojien serta Si elang sakti Cau Ci Beng- lain

kali di hadapan para jago dalam Bu lim kau bisa menunjukan pula

tempat dimana Cu Kiam Lo-jien serta Si elang sakti Cau Ci Beng

dikubur.”

Ti Then segsra mengangguk membenarkan.

“Tadi Gak-hu bilang kalau memangnya dia menerima undangan

tersebut datang ke Perkampungan Thiat Kiam San cung ada

kemungkinan pedang pendek Biat Hun Kiam itu dibawa serta

kemudian sengaja diperlihatkan pada Nyio locianpwe sehingga

dengan demikian ada orang yang membuktikan kalau pedang

pendek itu belum pernah patah.”

Tidak menanti dia meneruskan perkataannya Wi Ci To sudah

menyambung.

“Sebaliknya alasannya tidak dibawa serta kemungkinan sekali dia

takut hilang.”

“Kalau begitu sekarang kita pura-pura mengatakan dia datang

dengan membawa pedang pendek itu. kita harus carikan satu akal

untuk mendapatkan pedang tersebut”

“Kau punya pendapat apa ?”

“Sebenarnya maksud kita datang kemari adalah hendak melihat

wajah serta perawakan dari Nyio Locianpwe kemudian oleh Gak-hu

atau boanpwe yang menyamar sebagai Nyio Locianpwe pergi ke

kota Tiong Cing Hu untuk memeriksa pedang itu kemudian menukar

pedang yang asli dengan yang palsu- Kini kalau memangnya Cuo It

Sian akan datang di perkampungan Thiat Kiam San Cung bagaimana

kalau kita jelaskan seluruh persoalan itu kepada dia orang tua

kemudian minta dia menanyakan pedang Biat Hun Kiam itu sesudah

dia tiba didalam perkampungan, bilamana Cuo It Sian membawa

serta pedang pendek Biat Hun Kiam itu maka dia akan mengambil

keluar untuk diperlihatkan kepada Nyio Locianpwe, saat itulah kita

dengan menurut rencana yang semula turun tangan dan biarlah

Nyio Locianpwe yang menukar pedang yang asli itu dengan yang

palsu".

"Bilamana siasat ini diketahui olehnya?" tanya Wi Ci To setelah

termenung berpikir sebentar.

Ti Then segera tersenyum manis.

---ooo0dw0ooo---

Jilid 34.1 : Cuo It Sian akhirnya datang juga

“Kalau begitu kita harus menawannya secepat mungkin, dia

sudah memperkosa dan membunuh orang jikalau dibicarakan dari

dosanya ini kita boleh membasminya terlebih dahulu tanpa menanti

pertemuan puncak para jago diatas gunung Hoa San tahun depan”

Wie Ci To termenung berpikir sejenak akhirnya dengan tegasnya

dia mengangguk.

“Baiklah, kau tidurlah terlebih dulu,” ujarnya kemudian. “Loohu

sekarang juga akan pergi menemui Nyio Cung-cu dan menceritakan

seluruh peristiwa ini kepadanya”

Selesai berkata dia segera mengambil mantelnya dan turun dari

atas pembaringan untuk pergi dari dalam kamar.

Dengan perlahan Ti Then menghembuskan napas lega, teka teki

yang menyelimuti hatinya selama beberapa bulan ini boleh dikata ini

hari sudah terpecahkan, tidak terasa diam2 dia sudah memperingati

diri sendiri.

Seorang manusia yang benar2 sejati tidaklah seharusnya berbuat

kejahatan seperti Cuo It Sian ini sebetulnya dia adalah seorang yang

suci dan berbudi, tetapi dikarenakan menuruti hawa napsu didalam

hatinya sehingga melakukan pekerjaan yang begitu memalukan

bahkan setelah peristiwa itu dia tidak mempunyai keberanian untuk

menebus dosanya, akhirnya semakin terjerumus kedalam lembah

kehinaan yang lebih mendalam sehingga tidak dapat terhindar lagi

dia harus menebus dosa itu hal ini sungguh menakutkan sekali ....

Selanjutnya dia memikirkan dirinya sendiri, teringat dirinya yang

diperintahkan oleh Majikan Patung Emas untuk memperisteri Wie

Lian In maka keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan keadaan

dari Cuo It Sian yang sudah memperkosa perempuan itu, untuk

berpaling pun sudah terlambat !

Bolehkah dirinya kawin dengan Wie Lian In? Tidak boleh!!!

Tetapi majikan patung emas sudah menerangkan dengan begitu

jelasnya, bilamana dirinya tidak mau mendengarkan kembali

perintahnya untuk memperistri Wie-Lian In dan bantu dia mencapai

pada tujuannya maka terpaksa dia akan melakukan satu tindakan

"Kekerasan".

Tindakan " Kekerasannya " itu sudah tentu hendak turun tangan

membinasakan Wie Ci To serta Wie Lian In, dengan kepandaian

silatnya yang begitu dahsyat dan sempurna untuk membinasakan

Wie Ci To boleh dikata satu pekerjaan yang amat mudah sekali.

Kalau begitu, jikalau dia mau mengikuti perintahnya dan

memperistri Wie Lian In bukankah hal ini sama saja dengan telah

menolong Wie Ci To dari kematian, tetapi persoaiannya terletak

setelah dia kawin dengan Wie Lian In ... .

Semakin berpikir semakin bingung dan semakin mangkel, selama

satu malaman dia tidak dapat memejamkan matanya barang

sekejappun.

XXXXX

Hari sudah terang . .

Dengan wajah yang sangat terharu Nyio Sam Pak bersama

dengan Wie Ci To berjalan masuk kedalam kamar Ti Then,

Setelah duduk di dalam kamar dia baru menghela napas panjang

dan ujarnya,

“Ti Kiauw tauw, tempat terkuburnya jenasah muridku apakah kau

masih bisa menemukannya ?”

“Sudah tentu bisa” sahut Ti Then mengangguk- “Sekalipun

boanpwee tidak tahu nama dari tempat pegunungan yang amat

sunyi tersebut tetapi dengan amat mudahnya boanpwee bisa

menemukannya kembali.”

Titik2 air mata mulai mengucur keluar membasahi wajahnya,

kemudian sambil gelengkan kepalanya dia menghela napas panjang,

“Tidak kusangka Cuo It Sian sebetulnya adalah seorang manusia

yang berhati begitu kejam. tidak aneh kalau muridku sampai kini

belum kembali juga, kiranya dia sudah menemui bencana.”

“Karena dia sudah membinasakan Cu Kiam Loojien didadalam

hatinya dia baru ambil keputusan untuk membereskan sekalian

muridmu karena muridmu bilang mau pergi kegunung Cun San

mencari Cu Kiam Loojien untuk mengambil pedang, sedangkan

tempat itunya amat dekat sekali dengan gunung Cun San apalagi

ditengah malam bisa pula dia takut setelah muridmu menemukan

mayat dari Cu Kiam Loojin lantas menaruh curiga dialah

pembunuhnya, karena itu tanpa berhenti lagi dia menusuk mati

sekalian muridmu,” kata Ti Then.

“Sungguh kejam, terlalu kejam!” maki Nyio Sam Pak dengan

amat gusarnya.

“Kali ini orang yang pergi mengundang dia datang kemari adalah

putra sulung dari Nyio cungcu atau putra yang kedua ?” tanya Wie

Ci To tiba2.

Air muka Nyio Sam Pak seketika itu juga berubah sangat hebat.

“Putra sulung loolap Si Ce.” sahutnya sambil mendongakkan

kepalanya. “Maksud Wie Poocu . . . kemungkinan dia bisa turun

tangan membinasakan putraku ?”

“Loohu rasa tidak mungkin” sahut Wie Ci To sambil gelengkan

kepalanya. “Sekalipun dia menaruh curiga kalau undangan Nyio

heng kepadanya untuk mengunjungi perkampungan Thiat Kiam San

Cung adalah bertujuan untuk membalas dendam atas kematian dari

muridmu dia pun tidak akan berani turun tangan untuk sekalian

membunuh mati putra dari Nyio heng karena sekalipun dia bunuh

putramu juga tidak ada gunanya.”

Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak baru merasa rada

lega.

"Putraku sudah ada tiga, empat hari lamanya meninggalkan

perkampungan, sekali pun mengirim orang untuk suruh dia pulang

juga tidak bakal kecandak" ujarnya perlahan.

"Kalau begitu kitapun terpaksa harus menggunakan siasat

melawan siasat seperti apa yang aku orang She Wie katakan

kemarin malam . . . menanti saja kedatangannya!" Sahut Wie Ci To

kemudian.

"Bilamana dia datang juga untuk memenuhi undangan mungkin

setengah bulan kemudian baru bisa tiba ditempat ini" ujar Nyio Sam

Pak lagi sambil menggigit kencang bibirnya. "Loolap cuma takut dia

orang tidak berani datang untuk memenuhi undangan".

"Kalau begitu kita tunggu dua puluh hari dulu disini bilamana dia

tidak datang juga maka kita ber-sama2 pergi ke kota Tiong Cing Hu

untuk mengunjungi diri nya".

Nyio Sam Pak segera mengangguk.

"Sewaktu dia tiba di perkampungas Thiat Kiam San Cung waktu

itu janganlah sekali-kali membiarkan diapun tahu kalau kita ada

didalam perkampungan "Tukas Ti Then pula. "Maka itu Nyio

Loocianpwee harus baik2 memberi pesan wanti2 sama orang2

perkampungan agar semuanya baik2 menjaga rahasia ini"

“Soal ini loolap paham” sahut Nyio Sam Pak mengangguk.

Demikianlah mulai hari itu Wie Ci To serta Ti Then pun tinggal

didalam perkampungan Thiat Kiam San Cung.

Didalam sekejap saja sepuluh hari lewat dengan cepatnya . ..

sepasang mata serta kedua tempat luka pedang ditangan Ti Then

pun sudah sembuh seperti sedia kala, dikarenakan Nyio Sam Pak

menaruh rasa terima kasih atas bantuan mereka membasmi Si iblis

bungkuk Leng Hu Ih serta anak buah-nya. setiap hari tentu dengan

masakan yang paling lezat dia menjamu Wie Ci To berdua, karena

itulah sekalipun sewaktu luka Ti Then sudah kehilangan banyak

darah tetapi saat ini boleh dikata sudah sembuh kembali seperti

sedia kala.

Hari itu putra kedua dari Nyio Sam Pak, Nyio Si Jien sudah

kembali kedalam perkampungan dengan membawa dua orang

jagoan kelas satu dari Bu lim merekapun merupakan kawan akrab

dari Nyio Sam Pak, yang satu adalah Im Si Tiauw Ong atau si kakek

tukang pancing Shia Si Yuen sedangkan yang lain adalah toosu dari

Bu-tong pay Lam Yang Cu.

Setelah mereka meadengar penjelasan dari Nyio Sam Pak dan

mengetahui berkat bantuan dari Pek Kiam-Pocu Wie Ci To kawanan

iblis bungkuk Leng Hu Ih berhasil dibasmi maka mereka berdua

cuma tinggal satu hari saja didalam perkampungan kemudian pada

hari kedua pamit diri untuk kembali ketempat asalnya.

Didalam sekejap mata empat hari kembali berlalu dengan

cepatnya. Nyio Sam Pak pun menduga ada kemungkinan Cuo It Sian

hampir datang karenanya dia segera rnempersiapkan satu kamar

rahasia buat Wie Ci To serta Ti Then untuk bersembunyi setelah itu

dia mengumpulkan seluruh anggota perkampungannya untuk diberi

wanti2 jangan sampai membocorkan rahasia dimana Wie Ci To serta

Ti Then berhasil menghancurkan si iblis bungkuk Leng Hu Ih

kemudian mertamu selama beberapa lama didalam perkampungan.

Keesokan harinya Nyio Si Ce yang diperintahkan Nyio Sam Pak

untuk mengundang Cuo It Sian mendadak muncul kembali didalam

perkampungan Thiat Kiam San Cung seorang diri.

Nyio Sam Pak yang melihat putranya kembali dalam keadaan

selamat, hatinya jadi amat lega sekali.

"Si Ce kau sudah kembali?" serunya kegirangan.

"Benar Tia !" Sahut Nyio Si Ce cepat. "Selama dua puluh hari ini

apakah Si iblis bungkuk Leng Hu Ih tidak mencari gara2 lagi dengan

kita ?”

"Tidak, kau sudah bertemu dengan Cuo It Sian ?".

"Benar, dia telah menyanggupi untuk datang membantu kita

mengusir Si iblis bungkuk tersebut ".

"Lalu kenapa dia tidak datang ber-sama2 kau? " tanya Nyio Sam

Pak kemudian.

"Dia bilang masih ada urusan yang harus diselesaikan, dan

memerintahkan aku untuk pulang dulu. dia bilang dua hari

kemudian akan menjusul sendiri kemari ".

"Bagus, kau ikutlah Loolap!" ujar Nyio Sam Pak kemudian sambil

mengangguk.

Dengan memimpin putranya Nyio Si Ce dia berjalan masuk

kedalam kamar rahasia itu, ujarnya kemudian sambil menuding

kearah Wie Ci To serta Ti Then yang sedang bermain catur didalam

kamar rahasia tersebut.

"Mereka adalah Wie Toa Poocu dari Benteng Pek Kiam Poo serta

Ti Then, Ti Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Poo, cepat kau maju

menyambut mereka !",

Nyio Si Ce yang mendengar perkenalan dari ayahnya itu semula

rada tertegun tetapi sebentar kemudian dengan wajah kegirangan

segera maju memberi hormat,

Menanti setelah mereka mengucapkan kata2 merendah barulah

ujarnya kembali.

“Si Ce, sekarang kau ceritakanlah keadaanmu sewaktu bertemu

dengan Cuo It Sian kepada kita semua”

Nyio Si Ce yang mendengar perkataan tersebut ada sesuatu yang

tidak beres segera jadi tertegun,

“Cuo Loocianpwee dia . . . dia kenapa ?” tanyanya keheranan.

“Nanti saja aku beritahu padamu. sekarang kau ceritakanlah

dahulu kisahmu”

“Aku melakukan perjalanan siang malam dengan cepatnya pada

hari kesembilan sudah tiba di kota Tiong Cing Hu. setibanya didepan

rumah Cuo Loocianpwee kebetulan dia sedang keluar rumah dan

agaknya mau pergi keluar, ketika melihat putramu datang agaknya

dia merasa sangat terkejut sekali dan katanya . Iih ...bukankah kau

adalah putra sulung dari Nyio Sam Pak dari perkampungan Thiat

Kiam San Cung, Nyio Si Ce? putramu lantas cepat turun dari kuda

memberi hormat. Dia tanya kepadaku ada urusan apa datang

kekota Tiong Cing Hu, aku menjawab mendapatkan perifctah dari

Tia untuk menyambangi dirinya dan ada urusan yang hendak

dirundingkan, setelah mendengar perkataan tersebut air mukanya

kelihatan rada aneh, lama sekali dia mamperhatikan aku tanpa

mempersilahkan aku masuk kedalam rumah. Setelah berada

didalam rumah dia baru tanya ada urusan apa putramu suruh

datang kemari, aku lantas menceritakan kisah dimana si iblis

bungkuk Leng Hu Ih datang ke atas gunung Lak Ban san untuk

mendirikan sarang dan mencari gara-gara dengan kita dari

perkampungan Thiat Kiam San Cung kemudian mengutarakan

sekalian msksudnya minta dia suka membantu.

Dia lalu menanyai keadaan dari si iblis bungkuk Leng Hu Ih

dengan amat teliti, setelah itu termenung berpikir beberapa saat

lamanya kemudian baru menyetujui, tetapi dia bilang masih ada

urusan yang harus dikerjakan terlebih dulu maka itu dia

memerintahkan aku untuk kembali dulu dan dua hari kemudian dia

baru menyusul kemari.”

Dengan perlahan Nyio Sams Pak mengangguk, kepada Wie Ci Tc

lantas tanyanya.

"Menurut Wie Poocu bagaimana ?".

"Bilamana dia telah menyanggupi untuk datang memberi bantuan

seharusnya ikut datang pula dengan putramu ..." Sahut Wie Ci To

setelah termenung berpikir sebentar.

"Benar. tetapi jika ditinjau dari keadaan ini ada kemungkinan dia

tidak berani datang".

"Tidak tentu, jikalau dia tidak datang bagaimana dia orang akan

memberi alasannya kepada Nyio Loocianpwee ?? " Sela Ti Then

kemudian. "Menurut pendapat boan-pwee tentu dia akan secara

diam2 datang kegunung Lak Ban san dulu untuk memeriksa apakah

Si iblis bungkuk Leng Hu Ih pernah mendirikan sarangnya diatas

gunung ini setelah itu baru datang ke perkampungan kita”

"Bilamana demikian adanya, jikaiau dia melihat sarang itu sudah

terbakar belum tentu mau datang!"

"Dia pasti datang, asalkan dia orang sudah memeriksa dan

mengetahui kalau memang pernah terjadi urusan ini maka dia pati

akan datang kemari".

"Bilamana dia datang kemari, lalu loo-lap harus menjelaskan

kepadanya dengan cara apa?" tanya Nyio Sam Pak lagi.

"Katakan saja secara tiba2 datang seorang jagoan Bu-lim yang

tidak diketahui namanya, dengan seorang diri dia pergi mencari

siiblis bungkuk Leng Hu Ih lalu membunuh dirinya dan membakar

sarangnya.

"Bilamana kita harus memberi penjelasan secara begini maka kita

harus mengirim orang untuk menjaga dibekas sarang itu, kalau

tidak bilamana ada kaum penjahat yang tersisa dan ditanyai oleh

Cuo It Sian bukankah urusan-akan berabe??" timbrung Wie Ci To.

"Benar! " sahut Nyio Sam Pak mengangguk "Nanti Loolap akan

kirim orang untuk pergi kesana"-.

Nyio Si Ce yang mendengar dari pembicaraan orang2 itu agaknya

mengandung "Siasat" tidak terasa dalam hati merasa terkejut

bercampur ragu2.

"Tia! Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" tanyanya keberanan.

"Kau duduklah" Seru Nyio Sam Pak kemudian dengan wajah

serius. "Aku akan menceritakan kepadamu dengan perlahan ...."

xxx

Hari ketiga siang sejak Nyio Si Ce pulang kedalam perkampungan

mendadak dengan tergesa-gesa Nyio Sam Pak berjalan masuk

kedalam kamar rahasia, kepada Wie Ci To ujarnya.

“Dugaan dari Wie Poocu sedikitpun tak salah. Cuo It Sian sudah

hampir datang.”

Semangat Wie Ci To segera berkobar kembali.

“Apakah dia pergi memeriksa dulu keadaan dari sarang

tersebut?” tanyanya cepat.

“Benar,” sahut Nyio Sam Pak sambil mengangguk. “Seorang anak

buah Loolap yang diperintahkan untuk menjaga disekitar sarang itu

baru saja melepaskan burung merpati yang kirim kabar katanya Cuo

It Sian sudah munculkan dirinya di belakang sarang tersebut,

bahkan katanya sebentar lagi segera tiba.”

“Apakah dia orang pernah berbicara dengan anak buah dari Nyio

heng itu?” tanya Wie Ci To kegirangan.

“Tidak! Loolap perintah dia untuk menyamar sebagai anak buah

dari si iblis bungkuk Leng Hu Ih dan bersembunyi di sekeliling hutan

itu, begitu ditemui oleh Cuo It Sian maka dia harus mengaku

sebagai sisa dari anak buahnya si iblis bungkuk. Akhirnya Cuo It

Sian tidak menganiaya dirinya, di atas suratnya dia melaporkan

bahwa Cuo It Sian cuma memeriksa sebentar abu dari sarang

tersebut setelah itu lantas berangkat menuju kemari.”

Wie Ci To segera mengambil keluar pedang pendek palsu yang

persis seperti pedang pendek Biat Hun Kiam itu kepadanya.

“Kalau begitu bagus sekali” serunya sekarang kita harus bekerja

sesuai dengan rencana”

Pedang pendek yang mirip dengan pedang Biat Hun Kiam itu

adalah pedang yang dicuri si pencuri tiga tangan dari badan Cuo It

Sian. Cuo It Sian pernah menggunakan pedang itu untuk menipu Ti

Then sekarang Wie Ci To pun ikut menggunakan cara yang sama

untuk menipu diri Cuo It Sian-

Setelah menerima pedang

memasukkanya ke dalam saku.

itu

Nyio

Sam

Pak

segera

“Mungkin dia sudah hampir tiba” katanya dengan cepat. “Loolap

segera pergi menyambutnya”

Selesai berkata dia segera putar badan berlalu.

Baru saja tiba diluar kamar rahasia itu tampaklah putra

sulungnya Nyio Si Ce dengan tergesa-gesa sudah datang.

"Tia! Dia sudah tiba didepan pintu perkampungan! " lapornya

dengan suara yang perlahan.

Dengan langkah yang cepat Nyio Sam Pak segera berjalan keluar

dari pintu perkampungan.

"Cepat buka pintu menyambut! " teriaknya.

Dengan membawa ketiga orang putranya Nyio Sam Pak segera

berjalan keluar dari pintu perkampungan-

Tampaklah sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya

muncul diatas jalanan luar perkampungnn tersebut,

Gerak gerik dari bayangan tersebut amat cepat sekali, hanya

didalam sekejap saja sudah berada kurang lebih sepuluh kaki dari

depan pintu perkampungan.

Dia . . . bukan lain adalah si pembesar kota Cuo It Sian!!

Dengan wajah penuh senyuman

merangkap tangannya menjura.

Nyio-Sam

Pak

segera

"Cuo-heng, Loo-lap sedikit terlambat menyambut, maaf . . .

maaf"..

Cuo It Sian segera tertawa terbahak2,

menepuk2 pundak dari Nyio Sam Pak;

sahutnya

sambil

"Jangan terlalu sungkan2 , . . . Nyio-heng kita adalah kawan

lama yang sudah ada puluhan tahun lamanya buat apa masih

membicarakan segala macam adat?"

"Haah . . . haaa . . . haaa . . , , ada beberapa tahun tidak

bertemu ternyata Cuo heng masih tidak kelihatan tua, sebetulnya

Cuo-heng lah yang lebih pandai merawat badan" ujar Nyio Sam Pak

sambil tertawa ter-bahak2.

“Mana . . . mana . . . bilamana siauw-te sudah menginjak usia

seperti Nyio-heng kiranya tidak bakal bisa sehat seperti diri Nyio

heng sekarang ini !"

“Mari kita bicara didalam saja” ujar Nyio Sam Pak kemudian

sambil menggandeng tangannya.

Mereka segera berjalan masuk kedalam ruangan tengah, setelah

duduk Nyio Si Ce lantas menyuguhi air teh.

Kemudian Nyio Sam Pak memerintahkan putranya yang kedua,

ketiga dan beberapa orang anak muridnya untuk ber-sama2 maju

memberi hormat.

Sesudah semuanya selesai Nyio Sam Pak baru berkata dengan

suara yang serius.

“Kali ini Loolap mcngundang Cuo-heng jauh2 datang kemari

sungguh merasa tidak enak."

“Aaaah . . buat apa Nyio heng berbicara demikian” seru Cuo It

Sian dengan cepat. “Bilamana kawan ada kesusahan sudah

seharusnya aku turun tangan membantu apa lagi si iblis bungkuk

Leng Hu Ih adalah seorang penjahat Bu lim yang patut dibasmi

bilamana Siauwte dapat ikut serta di dalam pembasmian penjahat

ini boleh dikata merupakan satu urusan yang patut digembirakan”

“Cuma sayang urusan sudah bisa dibikin bares.”

“Iiih . . bagaimana bisa beres?” tanya Cuo It Sian sengaja

memperlihatkan rasa kagetnya.

“Urusan sudah terjadi diluar dugaan, hari itu setelah Loolap

memberitahukan Si Cie, Si Jien dua orang bersaudara untuk turun

gunung -mengundang Cuo heng serta Im Si Tiauw Ong dan Lam

Yang Ci dari Bu tong Pay, mendadak pada hari ketiga putraku yang

bungsu Si Ih datang melapor, katanya didepan sarangnya Leng Hu

Ih sudah kedatangan seorang jagoan berkepandaian tinggi yang

sedang bertempur dengan amat serunya melawan Leng Hu Ih”

“Entah siapakah jagoan Bu lim itu?” timbrung Cuo It Sian-

“Cuo-heng dengarkan dulu Loolap menceritakan urusan ini

dengan perlahan lahan, ketika loolap mendengar ada orang yang

sedang bertempur seru dengan Leng Hu Ih maka segera loolap

mengumpulkan seluruh anak muridku untuk menerjang kesana,

siapa tahu setibanya didepan sarang itu tampaklah Leng Hu Ih

sudah menggeletak mati sedangkan sarangnya pun sudah berada

didalam lautan api.”

“Aaah . . , sudah tentu perbuatan dari si kakek pemalas Kay Kong

Beng “ seru Cuo It Sian dengan wajah terperanjat.

“Bukan,” sahut Nyio Sam Pak tersenyum dan gelengkan

kepalanya.

Air muka Cuo It Sian segera berubah hebat,

“Kalau tidak tentu perbuatan dari Pek Kiam Poocu Wie Ci To,”

Serunya lagi dengan sinar mata yanng berkedip2,

“Juga bukan!”

Dengan pandangan tajam Cuo It Sian memandang diri Nyio Sam

Pak tidak berkedip,

“Kalau tidak tentunya Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kjam Poo . .

si pendekar Ti Then” sahutnya sepatah demi sepatah.

“Bukan .... bukan “

Rasa tegang dari Cuo It Sian pun segera lenyap tak berbekas,

diganti dengan senyuman yang amat ramah menghiasi bibirnya.

“Lalu siapa ?”

Nyio Sam Pak mendehem dulu beberapa kali kemudian baru

sambungnya:

"Loolap sekalian yang melihat Si iblis-bungkuk Leng Hu Ih sudah

mati tetapi anak buahnya masih ada maka segera menghajar

mereka sehingga dibuat kocar kacir tidak karuan, waktu itu Loohu

berhasil membunuh Si kupu kupu bunga Hong it Peng, Si manusia

banci Ong Cuo Ting. Thian San Ji Lang-' Kiem Hoo dan Kiem Hay, Si

ketemu tidak mujur Cang Hiong serta si Siluman bocah dari lembah

setan Yu Si beberapa orang”

"Lalu siapa yang telah membinasakan Leng Hu Ih itu ?",

"Setelah Loolap berhasil mernperoleh kemenangan segera

menangkap seorang penjahat untuk ditanyai. Katanya orang yang

berhasil membinasakan Leng Hu Ih adalah seorang kakek tua

berbaju hijau yang usianya sudah ada tujuh puluh tahunan,

wajahnya amat segar dan berwibawa, ketika dia bertemu muka

dengan Leng Hu Ih didepan sarangnya dia orang cuma

mengucapkan sepatah kata saja, katanya: "Hey bungkuk kau masih

ingat hutangmu pada tiga belas tahun yang lalu ?" setelah itu

mereka segera bertempur"

"Tadi sewaktu Nyio-heng sampai di sana dia orang sudah pergi ?”

tanya Cuo It Sian-

"Benar !" Sahut Nyio Sam Pak mengangguk. "Setelah dia berhasil

membunuh Leng Hu Ih dan membakar sarangnya lantas tanpa

mengucapkan kata2 lagi sudah berlalu dari sana".

"Tahukah kau dia meaggunakan senjata apa ?"

"Menurut jawaban dari penjahat itu dia menggunakan pedang”

"Sunggug aneh sekali" Seru Cuo It Sian sambil mengerutkan

alisnya rapat2. "Leng Hu Ih mempunyai julukan sebagai raja iblis

dari seluruh Bu-lim. jago2 Bu-lim pada saat ini kecuali si kakek

pemalas Kay Kong Beng, Pek Kiam Poocu Wie Ci To serta si

pendekar baju hitam Ti Then, siapa lagi yang bisa membinasakan

diri Leng Hu Ih ??".

"Loohu sendiripun tidak dapat mengetahui dia adalah Nabi dari

mana, cuma saja didalam Bu-lim yang demikian luasnya memang

pasti ada beberapa orang jagoan yang berkepandaian amat tinggi

sekali tanpa diketahui oleh orang lain".

Lama sekali Cuo It Sian termenung berpikir keras, lalu

gumamnya seorang diri:

“Ehmm ... apa muagkin dia . “

“Cuo-heng sudah teringat akan siapa ?”

“Seorang yang bernama Boe Beng Loojien”

“Boe Beng Loojien?” Tanya nyio Sam pak pura-pura terkejut.

“Benar,” sahut Cuo It Sian mengangguk. Wajahnya berubah amat

serius sekali. “Dia adalah suhu dari si pendekar baju hitam Ti Then

itu-Kiauw tauw dari benteng Pek Kiam Poo . , tahukah Nyio heng

akan si pendekar baju hitam Ti Then- pemuda-ini ?”

“Loolap pernah mendengar cuma tidak begitu jelas, dia adalah

pemuda macam apa ?”

“Usianya ada dua puluh tahunan, tetapi kepandaian silat yang

dimilikinya amat tinggi sekaii sukar diukur dia pernah mengalahkan

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan,”

Mendengar perkataan tersebut Nyio Sam Pak segera menghela

napas panjang,

“Heeei . kepandaian silat dari si pendekar pedang tangan kiri Cian

Pit Yuan tidak ada dibawah kepandaian dari Wie Ci To, kalau

memangnya si pendekar baju hiram Ti Then bisa mengalahkan

dirinya maka kepandaian silatnya jelas jauh diatas kepandaian dari

Wie Ci To,”

“Ehmin . . . !” sahut Cuo It Sian mengangguk. "Sekalipun tidak

dapat melampaui Wie Ci To, sedikit2nya juga tidak ada dibawah Wie

Ci To sendiri!"

“Sebenarnya dia dengan Wie Ci To ada sangkut paut apa?" tanya

Nyio Sam Pak kemudian dengan wajah serius.

"Katanya pula si pendekar baju hitam itu Ti Then melakukan

perjalanan lewat diluar kola Go-bie dan menemukan murid dari Wie

Ci To yaitu Hong Mong Ling menggeletak dijalan dalam keadaan

tidak sadar, dia lantas menolongnya kembali ke Benteng Pek Kiam

Poo, akhirnya Wie Ci To menemukan kalau Ti Then memiliki

kepandaian silat yang amat tinggi sekali, karenanya dia diangkat

sebagai kiauwtauw didalam Benteng Pek Kiam Poo,"

“Seorang bocah cilik yang baru berusia dua puluh tahunan

ternyata berhasil memiliki kepandaian silat yang tinggi sungguh

bukanlah satu pekerjaan yang gampang”

"Siauw-te pernah dua kali bertemu muka dengan dirinya, dia

mengaku suhunya bernama Boe Beng Loojien, mengenai siapakah

namanya yang sebetulnya dia sendiripun tidak tahu, tidak perduli

perkataannya ini benar atau tidak dengan kepandaian silatnya yang

begitu tinggi, kepandaiannya tidak mungkin bisa dimilikinya sejak

lahir- dia pasti ada seorang suhu bahkan kepandaian silat dari

suhunya itu pasti jauh berada diatas kepandaian silat dari si kakek

pemalas Kay Kong Beng.”

Jilid 34.2 : Ada saksi pengakuan Cuo It Sian

Dengan cepat Nyio Sam Pak menganggukkan kepalanya,

“Benar” sahutnya, “Kalau memangnya kepandaian silat yang

dimiliki Ti Then tidak berada dibawah kepandaian silat dari Wie Ci

To maka kepandaian silat dari suhunya pasti berada diatas si kakek

pemalas Kay Kong Beng.”

“Maka itu siauwte menduga orang yang membinasakan Leng Hu

Ih itu ada kemungkinan besar adalah suhunya Ti Then, Si Boe Beng

Lojin”

“Hey . cuma sayang kedatangan loolap ada sedikit terlambat,

kalau tidak loolap tentu akan berkenalan dengan jagoan yang

memiliki kepandaian silat amat tinggi ini”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya lagi

sambil tertawa:

“Heei tapi dengan kejadian itu kedatangan dari Cuo heng dari

tempat jauh ini akan sia-sia belaka tetapi tidak mengapa asalkan

Cuo-heng ada kesenangan pasti ada yang hendak dibunuh”

“Aaaah .... masih ada musuh?” tanya Cuo It Sian melengak.

“Ada!”

“Siapa ?”

“Loolap” sahut Nyio Sam Pak sambil menuding hidungnya sendiri.

“Haa haaa kiranya sengaja Nyio-heng mengundang siauw-te

kemari sebetulnya hendak memuaskan keinginanmu untuk main

catur,” seru Cuo It Sian tertawa keras.

“Kali ini bilamana Cuo-heng tidak mau melayani Loolap untuk

bermain sebanyak sepuluh atau delapan kali, Loolap tidak akan

melepaskan kau pergi”

“Baik, siauw-te akan melayani sampai akhir”

Saat itulah Cia Pu Leng sudah berjalan masuk ke dalam ruangan,

“Suhu, perjamuan sudah dipersiapkan” Lapornya kepada Nyio

Sam Pak,

Nyio Sam Pak segera bangkit berdiri meninggalkan tempat

duduknya,

Mereka segera berjalan menuju ke ruangan makan, tampak

ditengah ruangan sudah tersedia satu meja perjamuan yang

mewah.

Nyio Sam Pak segera mempersilahkan Cuo It Sian untuk

menduduki tempat yang teratas sedang dirinya duduk disampingnya

kemudian memerintahkan pula Si Ce, Si Jien serta Si Ih untuk

menemaninya.

Tua muda lima orang segera angkat cawan dan meneguknya

dengan gembira.

"Nyio-heng bilang sudah mengundang pula sikakek tukang

pancing serta Lam Yang Ci dari Bu-tong Pay, kenapa mereka tidak

ikut datang untuk sama2 bersantap?”

"Mereka sudah datang, tetapi ketika mendengar Leng Hu Ih

sudah mati keesokan harinya lalu pada berlalu dari perkampungan”

"Lama sekali tidak bertemu dengan si kakek tukang pancing, dia

orang apakah masih suka mancing seperti dulu?"

"Benar, Shia Si Yuen loo-heng ini memang sangat menyenangkan

sekali .”

"Katanya dia suka mancing ikan dikarenakan untuk menghindari

istrinya yang cerewet, lama kelamaan dia maiah terkena demam

mancing."

Nyio Sam Pak segera angkat cawannya dan menghormati

kembali satu cawan kepadanya, setelah itu baru tanyanya:

"Beberapa tahun ini Cuo-heng sendiri mengisi kekosongan waktu

dengan bekerja apa ?”

"Beberapa tahun akhir ini Siauw-te jarang melakukau perjalanan

jauh, setiap hari duduk dirumah teh untuk ngomong2."

"Kenapa tidak mencari seorang murid?"

"Siauw-te memang bermaksud demikian, cuma saja untuk

mencari seorang pemuda yang mempunyai hati serta sifat yang baik

dan jujur bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, bahkan sifat

dari Siauw-te pun sangat pemalas. tidak sabaran untuk memberi

petunjuk kepada murid maka itu sampai sekarang Siauw-te tidak

pernah menerima seorang murid pun”

Nyio Sam Pak lantas tersenyum.

"Sebaliknya Loo-lap mempunyai murid yang tidak sedikit

jumlahnya. bilamana Cuo-heng tidak menampik atas kebodohan

mereka aku akan hadiahkan seorang muridku agar jadi ahli

warismu"

“Haaa . . . haaa , . . Nyio-heng jangan berguyon” ujar Cuo It Sian

sambil tertawa terbahak2, “Bagaimana mungkin muridmu boleh

diberikan kepada orang lain?”

“Sungguh,” jawab Nyio Sam Pak dengan serius, “Kepandaian dari

Loolap ada batasnya, bilamana mereka mengikuti loolap terus

sebetulnya tidak bakal bisa memperoleh kemajuan, bilamana Cuo-

heng benar benar ada maksud loolap pasti akan memberikan

seorang kepadamu, usianya tidak begitu besar cuma dua puluh tiga

tahun bahkan sifatnya pun amat bagus sekali,”

Cuo It Sian melihat dia orang berkata dengan nada yang serius,

tidak terasa sudah tanyanya sambii memperhatikan wajahnya

tajam:

“Siapa?”

“Itu orang yang sudah melayani Cuo-heng sewaktu Cuo-heng

mertamu di perkampungan Loolap tempo hari,”

“Siapa?” tanya Cuo It Sian agak melengak.

“Sekarang dia tidak ada di dalam perkampungan, Loolap sedang

mengirim dia pergi ke gunuog Cun San untuk mengambil kembali

sebilah pedang dari Cu Kiam Loojien, tetapi ada kemungkinan

sebentar lagi dia bakal kembali... Cuo-heng apa sudah tidak ingat

lagi dengan dirinya ?”

Dengan perlahan Cuo It Sian angkat cawannya untuk meneguk

habis isinya, lantas dia tertawa terbahak-bahak.

“Kelihatannya siauw-te harus berpikir keras lagi . . eeee „aduh

siapa toh namanya? loolap sudah agak lupa.”

“Dia bernama Cau Ci Beng”

“Oooh ... benar... benar” sahut Cuo It Sian dengan wajah yang

biasa saja. “Agaknya dia mempunyai julukan sebagai si . si . . “

“Si elang sakti !”

“Ehm , „ tidak salah.. tidak salah, memang benar si elang sakti”

sahut Cuo It Sian keras, “Bagaimana Nyio heng secara tiba-tiba

punya maksud hendak memberikan dia orang sebagai muridnya

siauw-te?”

“Dia mempunyai bakat yang amat bagus sekali tidak sampai

seberapa lama seluruh kepandaian silat dari Loolap sudah berhasil

dipelajari seluruhnya, diam2 Loolap pergi mengadakan pameriksaan

Loolap rasa bilamana dia dapat memperoleh seorang guru yang

ternama maka di kemudian hari dia tentu akan jadi seorang jagoan

Bu-lim. Setelah pikir pulang pergi Loolap rasa cuma Cuo-heng

seorang saja semua yang mempunyai hubungan persahabatan yang

erat dengan loolap bahkan Cuo-heng memiliki kepandaian silat yang

tinggi pula maka itu Loolap rasa hanya Cuo-heng seorang saja yang

patut menjadi gurunya itulah sebabnya kenapa Loolap mempunyai

maksud untuk memberikannya kepada Cuo-heng”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambil tersenyum

tambahnya:

"Tetapi Loolap tidak terlalu memaksa bilamana Cuo-heng tidak

berminat yaa.. sudahlah."

Cuo It Sian tersenyum tawar.

“Urusan ini harus menunggu dia orang menyetujuinya baru bisa

jadi. aku lihat lebih baik tunggu sampai dia pulang dulu baru kita

bicarakan lagi"

“Baiklah, kita tunggu dia pulang dulu baru dibicarakan kembali.”

Berbicara sampai disini kepada putranya yang ketiga Si Ih lantas

tanyanya, " Si Eh, Ci Beng, bocah itu agaknya sudah pergi sangat

lama bukan?”

“Benar, sudah ada sebulan lamanya” Sahut Nyio Si Ih dengan

hormatnya.

Nyio Sam Pak segera mengerutkan alisnya rapat2.

"Bocah ini segala-galanya baik cuma sayang dia rada suka

bermain!" Serunya.

"Nyio-heng apa suruh dia pergi mengambil pedang dirumah

kediamannya Cu Kiam Loojien?" tiba2 Cuo It Sian bertanya.

"Benar, tahun yang lalu Loolap pergi melakukan perjalanan

kedaerah Lam Huang dan secara tidak sengaja sudah menemukan

sebuah besi baja yang bagus, maka loolap lantas serahkan besi itu

kepada Cu Kiam Loojien untuk dibuatkan sebilah pedang, bulan

kemarin Cu Kiam Loojien datang mengirim surat katanya pedang

tersebut sudah jadi maka loolap lantas kirim orang untuk

mengambilnya."

"Haaaa . . . haaaa . . . walau pun Nyio-heng sudah

mengundurkan diri dari keramaian dunia, tetapi kegemarannya

terhadap pedang agaknya belum pernah hilang" ujar Cuo It Sian

sambil tertawa.

"Benar . . . benar . . . mari, mari . . kita minum arak."

Mereka berlima kembali saling maneguk satu cawan setelah itu

mulai bersantap.

Tiba-tiba agaknya Nyio Sam Pak sudah teringat akan sesuatu,

daging yang sudah disumpit dan hendak dimasukkan kedalam mulut

mendadak ditarik kembali.

“Aaaah , , benar” ujarnya sambil angkat kepalanya, “Pedang Biat

Hun Kiam yang tempo hari Loolap hadiahkan kepada Cuo-heng

apakah masih ada ?”

“Masih ada, masih ada, Siauw-te selalu membawanya didalam

badan.”

Agaknya Nyio Si Ih tidak mengerti apa yang dibicarakan itu.

cepat tanyanya: Apa itu pedang pendek Biat Hun Kiam ?”

“Oooh sebilah pedang pendek dari jaman Cun Ciu, dahulu loolap

hadiahkan kepada Cuo heng.”

“Bagaimana macamnya pedang pendek dari jaman Cun Ciu itu ?”

tanya Nyio Si Ih lagi dengan wajah ke-heran2an.

“Cuo-heng” ujar Nyio Sam Pak kemudian kepada diri Cuo It Sian.

“Sewaktu tempo hari loolap hadiahkan pedang Biat itu kepada

Cuo heng bocah-bocah masih kecil sehingga belum pernah melihat

bagaimana bentuk dari pedang Biat Hun Kiam itu, sekarang

dapatkah Cuo-heng mengambilnya keluar untuk dilihat-lihat ?”

Cuo It Sian segerai mengangguk, dari dalam sakunya dia

mengambil keluar pedang pendek Biat Hun Kiam itu kemudian

diangsurkan kepada Nyio Si Ih.

“Hian-tit silahkan melihat” ujarnya sambil tertawa.

Nyio Si ih segera bangkit berdiri dan menerima pedang itu

dengaa menggunakan sepasang tangannya, setelah itu perlahan

mencabut keluar pedang pendek itu.

Ketika dilihatnya pedang tersebut memancarkan sinar yang

menyilaukan mata tidak terasa lagi dia sudah memuji.

“Sebuah pedang yang amat bagus,”

“Mari berikan kepadaku” ujar Nyio Si Jien dengan cepat.

Mereka tiga bersaudara segera saling bergilir memandang

pedang tersebut, akhirnya Nyio Sam Pak menerima pedang itu.

Sembari memperhatikan pedang itu ujarnya.

“Pedang Biat Hun Kiam ini memang merupakan sebilah pedang

yang amat bagus sekali cuma saja mendatangkan hawa membunuh

yang tidak enak, apakah Cuo heng pernah menggunakan pedang ini

untuk membunuh seseorang ?”

“Tidak pernah! " sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya.

Baru saja dia berbicara sampai disitu mendadak dari depan

ruangan berkumandang suara terjatuhnya barang yang pecah

berantakan.

Cuo It Sian yang didalam hatinya memang sudah menaruh

curiga, begitu mendengar suara terjatuhnya barang pecah belah itu

dengan cepat meloncat bangun kemudian putar badannya

menengok keluar.

"Ada urusan apa?" teriaknya.

Diatas lantai didepan pintu tampaklah pecahan mangkok serta

tumpahan kuah yang mengotori seluruh permukaan.

Kiranya seorang pelayan yang membawa satu nampan kuah

ayam entah secara bagaimana sewaktu ada didepan pintu itu sudah

jatuh sehingga kuahnya tumpah.

"Nyio An, kau kenapa tidak berhati~hati!" Bentak Nyio Sam Pak

dengan gusar

"Nyio An" si pelayan itu segera memperlihatkan rasa takutnya,

dengan badan gemetar sahutnya dengan gugup:

"Ham . . . hamba . , hamba . salah! kaki . . . kaki hamba kena . .

. kena ter ter - . . tersangkut batu . .”

“Cepat ambil sapu dan bersihkan tempat itu !" bentak Nyio Sam

Pak lagi dengan gusar.

Nyio An segera menyahut dan dengan ter-gesa2 mengundurkan

diri dari sana.

"Hmmm! Usianya sudah lanjut tetapi bekerja selalu saja tidak

keruan !" Maki Nyio Sam Pak lagi.

"Nyio-heng tidak usah memaki dirinya lagi" cegah Cuo It Sian

dengan cepat. "Kemungkinan sekali kuah itu memang amat panas

sekali."

Nyio Sam Pak segera memasukkan kembali pedang pendek itu

kedalam sarungnya lalu diserahkan kembali kepadanya.

"Cuo-heng silahkan duduk kembali" ujarnya sambil tertawa,

"Budak itu sungguh bodoh, baik2 semangkuk kuah ayam kini malah

hancur berantakan tidak keruan !”

Cuo It Sian segera menerima kembali pedang pendek itu, baru

saja hendak dimasukkan kembali kedalam badannya mendadak air

mukanya berubah sangat hebat, sambil mencabut kembali pedang

pendeknya jelas wajahnya berubah semakin seram.

"Nyio-heng sebenarnya kau mau berbuat apa ?" tanyanya sambil

memandang tajam diri Nyio Sam Pak.

“Kenapa?” balas tanya Nyio Sam Pak sambil tertawa,

“Bilamana Nyio-heng merasa keberatan untuk memberikan

pedang Biat Hun Kiam itu kepadaku lebih baik mintalah kembali

secara terus terang, di siang hari bolong buat apa kau melakukan

pekerjaan itu?”

Sembari berkata tangannya dengan cepat disamber menekan

pundak kanan dari Nyio Si Ce.

“Si Ce-heng cepat menyingkir.”

Suara peringatan itu keluar dari mulutnya Ti Then.

Secara diam-diam dia bersama-sama dengan Wie Ci To sudah

munculkau dirinya di depan ruangan makan tersebut.

Mendeogar suara peringatan itu Nyio Si Ce segera berjumpalitan

kebelakang ber-sama2 dengas kursinya dia mundur kebelakang

lantas dengan meminjam kesempatan itu meloncat sejauh dua kaki

lebih.

Nyio Si Jien serta Nyio Si Ih bersaudara pun bersama-sama

meloncat dua kaki kebelakang meninggalkan meja perjamuan.

Cuo It Sian yang telapak tangannya menekan tempat kosong

tubuhnya dengan cepat berputar kamudian menoleh memandang

kearah pintu luar,

Begitu melihat Wie Ci To serta Ti Then muncul didepan pintu

ruangan, air mukanya seketika itu juga berubah jadi pucat pasi

bagaikan mayat.

“Heee heee. kiranya Wie Poccu juga sudah datang,” ujarnya

sambil tertawa dingin “Kalian terus menerus memfitnah dan

mendesak loohu untuk menyerahkan harta kekayaan loohu, kalian

sungguh kejam sekali.”

“Hmmmm, orang she Cuo sampai keadaan seperti ini juga ingin

sekalian menggigit loohu,”

“Nyio-heng.” ujar Cuo It Sian kemudian kepada diri Nyio Sam

Pak.

“Wie Poocu ini demi berhasilnya maksud hati untuk merebut

harta kekayaan dari loohu berulang kali dia berusaha memfitnah aku

dengan merebut pedang Biat Hun Kiam tersebut, karena dia hendak

menggunakan pedang Biat Hun Kiam itu sebagai bukti menuduh

siauw-te sudah membunuh orang, kau jangan sampai kena tertipu

olehnya,”

Wajah Nyio Sam Pak segera berubah jadi amat keren. Sinar

matanya dengan perlahan menyapu sekejap keatas wajahnya lalu

dengan dinginnya bertanya;

“Apakab Cuo-heng benar2 tidak pernah membunuh orang ?”

"Tidak! Siauw-te buat apa membunuh orang? Seharusnya Nyio-

heng tahu bagaimana aku jadi orang . . .”

"Kalau begitu !" Potong Nyio Sam Pak dengan cepat. "Siapa yang

sudah membunuh mati Cu Kiam Loojien serta muridku Cau Ci

Beng?".

Selama ini Cuo It Sian selalu menganggap perbuatannya

membunuh mati Cu Kiam Loojien serta si elang sakti Cau Ci Beng

tidak akan diketahui orang lain. Saat ini mendengar secara tiba2

Nyio Sam Pak mengungkat kembali akan kedua orang itu didalam

hati dia merasa sangat terkejut sekali.

"Siapa yang sudah melihat ?” tanyanya tanpa terasa.

"Ti Kiauw-tauw“ Sahut Nyio Sam Pak dengan wajah yang amat

adem.

Mendadak Cuo It Sian tertawa keras dengan amat seramnya.

"Nyio-heng, persahabatan kita sudah ada puluhan tahun

lamanya, apakah sampai ini hari kau masih tidak memahami sifat

dari Siauw-te? Kenapa bukannya kau mempercayai omongan Siauw-

te bahkan sebaliknya mempercayai omongan sembarangan,

omongan fitnah dari mereka berdua yang ingin mencelakai Siauw-te

?”

"Mata loolap masih belum kabur, siapa yang benar siapa yang

salah masih dapat membedakan dengan jelas " Seru Nyio Sam Pak

sambil tertawa dingin. "Apa lagi dari tindak tandukmu tadi yang

hendak menawan putraku Si Ce. loolap sudah tahu kalau perkataan

dari Wie, Ti dua orang tidak salah!”

Sepasang mata dari Cuo It Sian dengan mengandung rasa benci

yang amat sangat memandang diri Wie Ci To berdua tanpa

berkedip, dari wajahnya tersungginglah satu senyuman dingin yang

amat menyeramkan.

"Tidak salah! " ujarnya kemudian. "Cu Kiam Loojien serta

muridmu Cau Ci Beng memang loohu yang bunuh tetapi kalian tidak

punya bukti, dengan nama baik serta kedudukan yang terhormat

dari loohu didalam Bu-lim aku rasa didalam dunia kangouw tidak

bakal ada orang yang mempercayai tuduhan j&ng kalian lancarkau

kepada loohu!

"Tetapi beberapa patah kata perkataan yang kau ucapkan

barusan ini merupakan satu bukti yang nyata !" Sahut Wie Ci To

sambil tertawa nyaring;

"Tetapi kecuali kalian, ada siapa yang mendengar

perkataanku ini?" ejek Cuo It Sian sambil tertawa dingin.

pula

“Masih ada loolap!”

Bersamaan dengan berkumandangnya suara itu didepan pintu

muncul kembali seorang.

00O00

58

Dia adalah seorang hweesio tua yang memakai baju lhasa

berwarna abu2 dengan ditangannya membawa sebuah tongkat.

Melihat munculnya orang itu air muka Cuo It Sian berubah

semakin hebat lagi.

"Siapa kau ?" tanyanya dengan cepat.

Walaupun dia tidak tahu siapakah hweesio tua itu tetapi dia tahu

dia orang bukanlah anggota dari perkampungan Thiat Kiam San

Cung ini.

Bilamana seseorang yang bukan termasuk orang dari

perkampungan Thiat Kiam San Cung mendengar perkataannya

tersebut sudah tentu lebih dari cukup untuk menjadi seorang saksi,

karenanya hal ini benar2 membuat dia merasa sangat terperanjat.

Dengan sikap yang amat keras dan berwibawa hweesio tua itu

bungkukkan badannya memberi hormat:

"Loolap It Ie !"

"Ciangbunjin dari Ngo Thay San. It Ie Sangjien?" tanya Cuo It

Sian dengan kaget, tubuhnya tergetar dengan amat keras sekali.

"Benar loolap adanya!" sahut hweesio itu sambil mengangguk.

Air muka Cuo It Sian semakrn pucat lagi. dia percaya dengan

nama serta kedudukannya yang ada didalam Bu-lim sekali pun Wie

Ci To serta Nyio Sam Pak menuduh dia pernah melakukan

pembunuhan dan perkosaan dengan diri mereka sebagai saksinya

orang2 didalam Bu-lim sebagian besar tidak akan mau percaya

karena itu tadi dia berani mengaku kalau Cu Kiam Loojien serta Cau

Ci Beng memang dia yang bunuh, siapa sangka pada saat yang

bersamaan It Ie Sangjien dari Ngo Thay San sudah munculkan diri

disana.

Dia tahu dengan kedudukan It Ie Sangjien sebagai seorang

pendeta yang beribadat tinggi setiap perkataan dan perbuatannya

tentu akan dihormati oleh semua orang bilamana dia orang

bertindak sebagai saksinya maka bukankah kedudukan akan jadi

kepepet.

Nyio Sam Pak yang melihat air mukanya penuh diliputi oleh

perasaan terkejut tak terasa lagi dia sudah tersenyum.

“Wie Poocu menduga kau tentu tidak akan mengakui dosa2

tersebut maka mengusulkan kepada Loolap untuk kirim orang pergi

ke gunung Ngo Thay San mengundang datang It Ie Sangjien ini,

sekarang kau sudah mengaku telah membunuh orang dan It Ie

Sangjien pun sudah mendengarnya dengan jelas, kau ada perkataan

apalagi yang hendak dikatakan?".

Lama sekali Cuo It Sian termenung akhirnya dia menghela napas

panjang.

"Hey kau orang she-Wie, hatimu sungguh begitu atos" ujarnya

sambil menoleh kearab Wie Ci To. “Loohu dikarenakan menuruti

napsu sendiri sehingga melakukan satu perbuatan yang memalukan

kau tanpa mengingat perbuatan mulia yang sudah loohu lakukan

selama ini didalam Bu-lim memaksa Loohu harus melakukan bunuh

diri juga, kau .... kau sungguh kejam! ".

Berbicara sampai disini tidak kuasa lagi dua titik air mata

menetes keluar membasahi pipinya.

Air muka Wie Ci To segera berubah sangat hebat, dengan nada

yang amat keren dan serius ujarnya;

"Tanpa sebab kau sudah membunuh anak buahmu sendiri, lalu

memperkosa istrinya kau manusia yang tidak lebih menyerupai

binatang masih berani membela diri juga ?".

Dengan perlahan Cuo It Sian menundukkan kepalanya rendah2.

Ujar Wie Ci To lagi :

"Untuk menutupi dosamu kau sudah menggunakan pelbagai cara

yang memalukan untuk mtnculik Ti Kiauw-tau serta Siauw-li bahkan

membinasakan pula sekeluarga petani didusun Thay Peng Cung,

diikuti membunuh Cu Kiam Loojien serta si elang sakti Cau Ci Beng.

Perbuatanmu sungguh kejam sekali".

"Hee . . . heee . . . Wie Ci To. Di mana dapat mengampuni orang

ampunilah dia orang" ujar Cuo It Sian sambil tertawa seram. "Loohu

sudah hidup sampai begini tua apakah kau benar2 ingin merusak

nama baik dari Loohu?".

"Perkataan dari Loohu pada tiga tahun yang lalu ini hari masih

terhitung." ujar Wie Ci To dengan suara yang berat. "Bila mana kau

mau bunuh diri untuk menebus dosa ini maka loohu tidak akan

mengumumkan dosamu ini secara terbuka !".

“Bagaimana kalau Loohu menggunakan seluruh kekayaanku

untuk menolong orang miskin sebagai tebusan atas dosaku itu,

setelah itu loohu akan mengundurkan diri dari keramaian Bu-lim ..."

serunya lagi dengan ter-sedu2.

"Tidak bisa !" Potong Wie Ci To dengan keras.

"Kalau begitu kau benar2 mengingini nyawa dari Loohu ini?" Seru

Cuo It Sian sambil tertawa dingin. "Ayoh cepat turun tangan !".

Baru saja kata2 terachir diucapkan mendadak dengan gaya

burung bangau menerjang kelangit tubuhnya meluncur keatas atap.

"Braaaak ....!" dengan disertai suara yang amat keras sekali atap

rumah itu sudah hancur berantakan sedang tubuhnya dengan

melalui lubang diatas atap itu menerjang keluar.

Wie Ci To segera membentak keras, tubuhnya pun segera

meloncat naik keatas wuwungan rumah,

Sewaktu dilihatnya Cuo It Sian melarikan diri kebelakang

perkampungan diapun dengan cepat mengikuti dari belakang,

dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay

dengan cepatnya dia mengejar dari belakang.

Ti Then serta Nyio Sam Pak dengan cepat mengikutinya pula dari

arah belakang untuk melakukan pengejaran.

Cuo It Sian melarikan diri dengan amat cepatnya. hanya didalam

sekejap saja dia sudah melewati empat buah rumah bagaikan kilat

cepatnya dia melarikan diri terus kedepan.

Tetapi agaknya orang2 didalam perkampungan Thiat Kiam San

Cung itu sudah mengadakan persiapan, sewaktu sepasang kaki dari

Cuo It Sian menginjak pada atap bangunan yang kelima mendadak

tampaklah dari atas wuwungan rumah muncul sesosok bayangan

manusia yang dengan dahsyatnya membabat sepasang kaki dari

Cuo It Sian.

"Turun !” Bentaknya.

Di dalam keadaan yang ter-gesa2 Cuo It Sian jadi terperanjat

sekali, tetapi bagaimanapun dia adalah seorang jago kawakan.

tubuhnya dengan cepat menjatuhkan diri kebawah kemudian

berbelok kekanan melanjutkan larinya.

Disebelah kanan merupakan bangunan yang berloteng.

Siapa tahu diatas loteng itupun sudah ada orang yang

bersembunyi disana, baru saja tubuhnya hampir mencapai atas

loteng itu mendadak kembali tampaklah seorang yang muncul

kembali dari atas bangunan itu sambil melancaikan satu serangan

dahsyat kearahnya.

Dengan cepat Cuo It Sian berjumpalitan ditengah udara. karena

tidak sempat lagi untuk menangkis lagi datangnya serangan

tersebut, sembari mengebutkan ujung jubahnya dia melayang turun

keatas tanah.

Wie Ci To, Ti Then, Nyio Sam Pak serta It Ie Sangjien waktu

itupun sudah tiba disana dan mengurungnya rapat2.

Cuo It Sian yang melihat dia orang tidak dapat melarikan diri lagi,

air mukanya gera berubah jadi pucat pasi.

"Bagus . . bagus" serunya sambil tertawa seram. "Walaupun ini

hari loohu tidak bisa meloloskan diri dari kematian tetapi kau orang

she-Wie pun jangan harap dapat hidup lebih lama lagi".

Air muka Wie Ci To segera berubah sangat adem.

"Seluruh perbuatan dari loohu selama hidup belum pernah

tercela, sekalipun setelah mati kau jadi setan loohu juga tidak akan

takut!" sahutnya.

"Tidak salah! " seru Cuo It Sian dengan gusar. "Kau orang she-

Wie memang suci bersih dan jujur, tetapi kaupun jangan harap bisa

lolos, ada satu hari kau pun akan menyesal sendiri”

"Untuk membasmi penjahat sekalipun loohu harus mati juga

tidak akan menyesal!" ujar Wie Ci To lagi sambil tertawa dingin.

Jilid 34.3 : Ancaman pasukan aneh

“Kau tunggu saja Loohu sejak semula sudah atur satu pasukan

aneh yang dapat menghancurkan dirimu, tidak sampai setengah

tahun kemudian kau beserta seluruh benteng Pek Kiam Poo jangan

harap bisa meloloskan diri dari bencana ini!”

Selesai berkata tangan kanannya dengan cepat digaplokkan

keatas kepalanya sendiri.

Terdengar suara hancurnya tulang batok kepalanya seketika itu

juga hancur berantakan dan berserakan diatas tanah, setelah itu

tubuhnya dengan perlahan roboh keatas tanah menemui ajalnya.

Melihat kejadian itu It Ih sagjien segera memejamkan matanya,

“Omintobud . , ,siancay „ , ,siancay” serunya berulang kali.

Nyio Sam Pak berdiam diri lama sekali setelah itu dia baru

menghela napas panjang.

“Walaupun dia sudah bunuh diri tetapi dia orang sama sekali

tidak memperlihatkan rasa menyesalnya . . , heeai . . . sungguh

sayang..sungguh sayang..”

“Dia selalu menganggap perbuatan baiknya yang selama ini

dipupuk bisa menghapuskan kejahatan yang pernah diperbuat itu

siapa sangka sekalipun seorang budiman hanya karena sedikit salah

saja maka jasanya yang terdahulu akan ikut lenyap dengan

sendirinya, apalagi kejahatan yang diperbuat olehnya kali ini benar-

benar merupakan satu kejahatan yang luar biasa.”

“Bilamana bukannya ini hari loolap mendengar dengan mata

kepala sendiri akan pengakuannya mungkin loolap masih tidak akan

percaya kalau dia pernah melakukan perbuatan dengan

memperkosa istri orang lain” ujar Nyio Sam Pak lagi sambil

menghela napas panjang, “Dengan sifatnya sebenarnya tidaklah

mungkin bisa melakukan pekerjaan semacam itu.”

“Manusia tidak akan terhindar dari sifat kebinatangannya,

bilamana tidak dapat mawas diri maka sukar sekali buat kita untuk

bisa menghindarkan diri dari perbuatan semacam itu” ujar Wie Ci

TO.

“Benar” sambung It Ih sangjien dengan cepat, “Perkataan dari

Wie sicu sedikitpun tidak salah, mungkin Cuo sicu bisa berbicara

demikian dikarenakan hartanya yang banyak dirumah membuat dia

harus bersikap keras dan berwibawa, karenanya untuk memuaskan

napsu kebinatangannya dia harus melakukan perbuatan semacam

ini”

"Dia bilang sudah mengatur satu pasukan aneh, entah siasat apa

lagi itu?" ujar Nyio Sam Pak tiba2 sambil angkat kepalanya

memandang kearah diri Wie Ci To.

“Mungkin omong kosong untuk gertakan saja !" Jawab Wie Ci To

sambil tertawa dingin.

"Lebih baik Wie Poocu sedikit berhati2, loolap dahulupun mengira

dia adalah seorang kawan yang patut untuk diajak sebagai teman,

tetapi dari sini sudah dapat dilihat kalau dia orang adalah seorang

yang amat licik sekali bahkan suka untuk menggunakan akal,

kemungkinan sekali sejak semula dia memang sudah

mempersiapkan semacam siasat yang hendak mencelakai Wie

Poocu serta Benteng Pek Kiam Poo"

"Ini hari ada It Ih Sangjien yang bertindak sebagai saksi, lain kali

bilamana di antara Benteng kami dengan pihak Cuo It Sian terjadi

sesuatu urusan, aku rasa mudah sekali untuk dapat dibereskan. . . "

"Sekarang kita hendak mengurus jenazahnya dengan cara

bagaimana ?" tanya Nyio Sam Pak kemudian.

"Baik2 menguburkan dirinya saja"

"Baiklah, urusan ini serahkan saja kepada putriku untuk pergi

menguruskannya, mari kila kembali keruangan tengah saja".

xxxxx

Keesokan harinya It Ih Sangjien berpamitan pada Nyio Sam Pak

serta Wie Ci To untuk kembali kegunung Ngo Thay san.

Wie Ci To yang merasa tidak tenang atas perkataan-perkataan

yang sudah diucapkan oleh Cuo It Sian sesaat hendak bunuh diri,

setelah menghantarkan It Ih Sangjien pulang diapun segera berkata

kepada Nyio Sam Pak:

"Nyio-heng, aku orang she-Wie pun harus pulang".

"Tidak!!" cegah Nyio Sam Pak dengan cepat. "Wie Poocu harus

tinggai lagi beberapa hari baru pulang".

"Bilamana dilain waktu ada kesempatan kita bertemu lagi,

sekarang aku orang she Wie harus pulang ke benteng untuk

mengurusi perkawinan".

“Perkawinan siapa?” tanya Nyio Sam Pak melengak.

“Putriku.”

Nyio Sam Pak pernah mendengar Ti Then memanggilnya sebagai

Gak hu, mendengar perkataan tersebut dia segera memandang

sekejap kearah Ti Then.

“Menantu dari Wie Poocu apakah Ti Kiauw tauw ini?” tanyanya

sambil tertawa.

“Benar.” sahut Wie Ci To mengangguk.

“Aku orang she Wie sudah berkata bilamana urusan dari Cuo It

Sian ini sudah beres aku akan segera melangsungkan perkawinan

mereka.”

“Putrimu bisa dijodohkan dengan Ti Kiauw tauw boleh dikata

merupakan pasangan yang setimpal” ujar Nyio Sam Pak dengan

girang. “Selamat. selamat, sampai waktunya jangan lupa memberi

kabar kepada Loolap,”

“Tentu, tentu..” sahut Wie Ci To tertawa.

Mendadak Nyio Sam Pak menarik kembali senyuman yang

menghiasi bibirnya itu, lalu ujarnya dengan serius,

“Bilamana Wie Poocu benar-benar bermaksud berangkat ini hari,

loolap ada satu permintaan.”

“Nyio-heng silahkan berbicara, asalkan aku orang she Wie bisa

melaksanakan pasti akan melakukannya!”

“Sebetulnya bukan satu urusan yang besar cuma saja jenasah

dari muridku Cau Ci Beng Loolap ingin memindahkan ia kedalam

perkampungan, bilamana tidak menunda perjalanan kalian

bagaimana kalau loolap perintahkan Si Ce serta Si Jien untuk

mengikuti kalian ? Cukup Wie Poocu suka menujukkan tempat

terkuburnya Cau Ci Beng biarlah putraku yang bekerja sendiri”

“Baiklah” sahut Wie Ci To kemudian sambil mengangguk. “Kalau

begitu putramu boleh siap-siap untuk melakukan perjalanan.”

Nyio Sam Pak segera menoleh kearah putranya Nyio Si Ce serta

Nyio Si Jien.

“Kalian cepatlah mengadakan persiapan, Wie Poocu serta Ti

Kiauw tauw sebentar lagi akan berangkat.”

Kedua orang bersaudara itu segera menyahut dan masuk

kedalam untuk mengadakan persiapan,

Agaknya Nyio Sam Pak teringat kembali akan sesuatu, mendadak

dia bangkit berdiri, "Ooooh benar, kalian berdua tunggulah

sebentar, loolap akan pergi kedalam sebentar”

Dengan tergesa-gesa dia meninggalkan ruangan besar, tidak

selang lama kemudian dia sudah berjalan masuk kembali kedalam

ruangan dengan membawa satu kotak.

Ujarnya kemudian sambil tertawa tawar,

"Putrimu dengan Ti Kiauw-tauw akau melangsungkan

perkawinannya, loolap tidak ada barang apa2 cuma sedikit hadiah

ini harap kau suka menerimanya"

Air muka Ti Then segera terasa amat panas,

"Tidak . . . Nyio loocianpwee kau jangan berbuat demikian,

boanpwee tidak berani menerimanya "ujarnya dengan gugup„

Nyio Sam Pak duduk kembali keterapas semula setelah ltu dia

tertawa ter~bahak2.

"Jangan dikata Ti Kiauw-tauw sudah menolong loolap membasmi

Si-iblis bungkuk Leng Hu Ih, sekalipun dengan persahabatan antara

loolap dengan Wie Poocu kedua hadiah ini harus diberikan juga

kepadamu."

Sambil berkata dia meletakkan kotak yang semula kesamping

kemudian dari dalam sakunya mengambil keluar pula satu kotak

yang amat indah itu.

Ketika kotak itu dibuka, tampaklah sebuah intan sebesar jari

kelingking muncul di hadapan mata.

“Intan iai adalah pemberian dari seorang kawanku dari daerah Si

Ik pada beberapa tahun yang lalu” ujarnya kemudian. “Sekarang

loolap akan menghadiahkannya kepada putri Wie Poocu sebagai

tanda selamat.”

Intan tersebut berwarna biru dan memancarkan sinar yang

berkilauan. jelas sekali harganya tidak ternilai,

Agaknya Wie Ci To juga mengerti bagaimana berharganya

barang tersebut, dengan cepat dia gelengkan kepalanya.

“Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi..” tolaknya, “Bagaimana Nyio

heng boleh menghadiahkan barang itu kepada siauwli? Bilamana

Nyio heng memang bermaksud untuk memberi hadiah maka hadiah

itu tidak boleh kelewat seratus tahil perak”

Intan tersebut boleh dikata mempunyai harta sebesar sepuluh

laksa tahil.

“Sekalipun berharga sepuluh laksa tahil tetapi barang itupun

merupakan benda mati” ujar Nyio Sam Pak tertawa. “Bilamana

bukannya kalian datang tepat pada waktunya mungkin loolap

beserta seluruh isi perkampungan ini sudah tanpa bernyawa lagi,

apakah intan ini masih bisa disimpan?”

“Tidak bisa . . tidak bisa!” seru Wie Ci To terus sambil gelengkan

kepalanya berulang kali.

"Eeh . . . eeh , . . bukannya disumbangkan untuk Wie Poocu,

kenapa kau orang begitu ribut?”

Berbicara sampai disini dia segera mengangsurkan intan itu

kepada Ti Then.

"Ti Kiauw-tauw harap suka mewakili aku untuk menyerahkan

barang ini kepada nona Wie sesampainya didalam Benteng".

Ti Then menoleh memandang kearah Wie Ci To, dia tidak berani

untuk menerimanya.

"Wie Poocu, sebenarnya kau tahu bagaimana sifat dari Loolap"

ujar Nyio Sam Pak lagi. "Bilamana ini hari kau tidak mau

menerimanya maka Loolap akan suruh orang sengaja mengirim

benda terebut ke-dalam Benteng Pek Kiam Poo!".

"Baiklah, kau terimalah!" ujar Wie Ci To kemudian sambil

mengerutkan alisnya.

Saat itulah Ti Then baru berani menerima intan tersebut.

“Sudah seharusnya boanpwee mewakili nona Wie mengucapkan

terima kasih atas pemberian dari Nyio Loocianpwee ini " ujarnya

perlahan.

Setelah itu dengan hormatnya dia menjura memberi hormat.

Nyio Sam Pak segera tertawa ter-bahak2 dia mengambil pula

kotak yang lebih besar itu.

"Yang ini loolap hadiahkan untuk Ti Kiauw-tauw sebagai hadiah.

Sedikit sumbangan ini harap kau suka menerimanya." ujarnya lagi

sambil tertawa.

"Barang itu barang pusaka apa lagi ?" Timbrung Wie Ci To dari

samping.

Nyio Sam Pak segera membuka kotak itu, dia tersenyum.

"Sebuah pakaian yang terbuat dari kulit ! " Serunya.

Pakaian yang terbuat dari kulit itu berwarna putih, diatasnya

dengan amat rapatnya tertancap jarum2 yang amat tajam.

Melihat barang tersebut air muka Wie Ci To segera berubah amat

hebat "Aaah . . , Luan Wee Cia ?? " Serunya.

"Penglihatan Poocu sungguh lihay. memang tameng landak

adanya."

Luan Wee Cia atau baju luar tameng landak ini jika dibicarakan di

daiam Bu-lim boleh dikata merupakan satu barang yang sangat

berharga sekali, jikalau dipakai dibadan boleh dikata mirip dengan

sebuah tameng besi yang amat dahsyat tidak perduli senjata atau

telapak tangan jangan harap bisa melukai barang seujung rambut

pun”

“Tidak, tidak” seru Wie Ci To lagi sambil gelengkan kepalanya.

“Barang pusaka yang demikian berharganya seharusnya Nyio heng

...”

“Seharusnya diberikan orang lain” sambung Nyio Sam Pak

dengan cepat. “Dan orang yang paling cocok untuk menerima

barang tersebut adalah Ti Kiauw tauw”

“Nyio Loocianpwee harap menerimanya kembali, boanpwee tidak

berani menerimanya,” tampik Ti Then cepat,

“Apa kau orang baru menerima barang ini bilamana Loolap sudah

berlutut dihadapanmu?”

“Tidak. tidak ada urusan semacam ini” teriak Ti Then sambil

membelalakkan matanya,

“Ti Kiauw tauw membantu perkampungan kami melenyapkan

musuh besar, budi semacam ini apa halangannya kalau loolap

berlutut dihadapanmu ?”

Sehabis berkata dia sungguh2 mau jatuhkan diri berlutut.

Ti Then benar2 amat terperanjat sekali, dengan gugup dia

meninggalkan tempat duduknya sambil berteriak.

“Sudah. sudahlah boanpwee menerimanya”

“Haaa haaa loolap tidak takut kau tidak menerimanya” seru Nyo

Sam Pak sambil tertawa terbahak-bahak.

Setelah menerima pakaian luar tameng landak itu Ti Then segera

bungkukkan badannya memberi hormat.

“Barang yang demikian berharganya boanpwee benar-benar tidak

berani untuk menerimanya,” ujarnya cepat. “Bilamana dikemudian

hari Nyio Loocianpwee membutuhkan sesuatu harap segera kirim

orang pergi mencari boanpwee”

“Baik, baik bilamana memang ada kejadian seperti itu Loolap

segera akan kirim orang untuk meminjamnya dari tangan Ti Kiauw

tauw.”

Saat itulah tampak Nyio Si Ce dua bersaudara dengan membawa

buntalan sudah berjalan keluar.

“Baiklah,” ujar Wie Ci To kemudian sambil merangkap tangannya

member hormat: “Sekarang juga loohu pamit dulu, setelah hari

perkawinan siauwli ditetapkan tentu loohu akan kirim orang untuk

memberi kabar kepada Nyio-heng, sampai waktunya Nyio-heng

harus dating ber-sama2 dengan putramu”

"Sudah tentu ! sudah tentu !"

Dia menghantar Wie Ci To serta Ti Then sampai diluar

perkampungan, setelah

mereka berangkat

perkampungan.

dia

baru

balik

kembali

kedalam

Wie Ci To, Ti Then serta dua bersaudara dari keluarga Nyio

masing2 dengan menunggang seekor kuda mengikuti jalan gunung

menuruni gunung Lak Ban San tersebut kemudian melanjutkan

perjalanannya menuju kearah Timur.

Selama ditengah perjalanan tidak terjadi peristiwa apa2, pada

hari yang kelima mereka sudah tiba dikota Tiang An.

Ti Then dengan mengambil kesempatan itu segera menguangkan

kertas uang sebesar lima belas laksa tahil perak yang didapatkan

dari tangan Giok Bien Langcoen, Coe Hoay Loo itu kemudian

membelikan juga beberapa macam kado buat Wie Lian In.

Setelah menginap satu malam didalam kota, keesokan harinya

mereka kembali melajutkan perjalanannya.

Sebelum meninggalkan kota Tiang An Ti Then memasukkan uang

sebanyak lima belas laksa tahil itu kedalam empat buah karung,

kemudian dengan minta bantuan dari Wie Ci To serta dua

bersaudara dari keluarga Nyio setiap kali mereka memasuki kota

dan menemukan rumah orang miskin secara diam2 lantas memberi

beberapa tahil perak kedalamnya.

Demikianlah sembari melakukan perjalanan mereka menyebarkan

uang tersebut kepada kaum miskin. Sewaktu memasuki daerah Auw

Leng uang sebesar lima belas laksa tahil perak sudah tersebar habis.

Ti Then merasa sangat gembira sekali, ujarnya sambil tertawa:

"Beberapa hari ini aku rasakan sebagai hari2 yang paling

berbahagia buatku selama hidupnya !"

"Inilah yang dinamakan berbuat amal paling menyenangkan"

Seru bang Wie Ci To sambil tersenyum,

"Harta kekayaan dari Cuo It Sian jika dihitung ada seberapa

banyaknya ?".

"Dia adalah manusia yang paling kaya di wilayah daerah Siok

Ceng bilamana dihitung dengan sawah dan tanahnya mungkin ada

diatas seribu laksa tahil perak".

“Uang yang sebegitu banyaknya bisa menolong banyak orang

miskin, hari itu kenapa Gak-hu tidak mau menerima uang

tebusannya itu untuk kemudian dibagi bagikan kepada orang miskin

?”

“Tidak, dosa dari seorang manusia tidak dapat ditebus dengan

menggunakan uang” seru Wie Ci To dengan keren.

“Dengan kematian ini entah harta kekayaan yang sebegitu

banyaknya itu hendak diberikan kepada siapa?”

“Dia ada seorang putra yang sejak semula sudah meninggalkan

rumah entah pergi kemana, kali ini setelah mendengar ayahnya

bunuh diri kemungkinan sekali bisa pulang untuk mengatur urusan

terakhir dari ayahnya”

“Putranya apa bisa bersilat ?”

“Loohu dengar tidak bisa, dia adalah seorang sastrawan yang

pernah lulus ujian Negara, agaknya bernama Ing Koei”

“Perkataan yang diucapkan Cuo It Sian sebelum bunuh diri Gak-

hu merasa sungguh-sungguh atau bohong ?”

“Loohu sendiri juga tidak jelas...”

”Bilamana urusan ini adalah nyata” sambung Nyio Si Ce dengan

cepat. “Dan Wie Loocianpwee merasa sulit untuk dihadap mereka

segeralah kirim orang untuk memberi kabar kepada kami- walaupun

Tia dia orang tua sudah mengundurkan diri dari dunia kangouw

tetapi kami bersaudara nanti akan memberi bantuan kepada Wie

loocianpwee untuk sumbang sedikit tenaga.”

“Baik” ujar Wie Ci To sambil tertawa.

Tua muda empat orang sembari berjalan sembari bercakap

cakap, kembali berjalan sepuluh hari lagi sampailah mereka di

tengah tanah tandus antara gunung Cun san dengan kota Hoa Yong

Sian, yaitu tempat dimana Si elang sakti Cau Ci Beng menemui

ajalnya.

Ti Then segera turun dari kudanya dibawah pohon tersebut,

sambil menuding keatas tanah gundukan dibawah pohon yang

rindang itu ujarnya,

“Cau-heng dikubur ditempat ini.”

Nyio Si Ce serta Nyio Si Jien lantas meloncat turun dari kuda,

kemudian setelah mencabut keluar pedangnya mereka mulai

menggali kuburan tersebut.

Tidak begitu dalam mereka menggali segera tersiarlah bau busuk

mayat yang amat menusuk hidung.

Mereka dua orang bersaudara segera berhenti menggali.

"Cau sute kau menemui kematian dengan begitu kasihannya !"

ujar Nyio Si Jien sambil melelehkan air mata.

Dengan perlahan Nyio Si Jien menoleh kearah Wie Ci To,

kemudian ujarnya:

"Wie Loocianpwee serta Ti-heng apakah hendak kembali kedalam

Benteng?"

"Loohu akan menuuggu setelah jenazahnya akan dikeluarkan dari

tanah baru berangkat”

"Tidak !" Seru Nyio Si Ce dengan gugup, "Wie Loocianpwee serta

Ti-heng yang bersusah payah sudah menghantar kami bersaudara

sampai disini sudah lebih dari cukup, kini biarlah Si Jien mengikuti

Loocianpwee ber-sama2 melakukan perjalanan sampai dikota Hoa

Yong Sian untuk membeli kereta- peti mati dan barang2 lain setelah

itu Wie Loocianpwee berdua boleh berangkat kembali ke Benteng.”

"Tidak membutuhkan bantuan Loohu?".

“Tidak, urusan yang demikian kecilnya ini, kami bersaudara bisa

membereskan sendiri".

“Kalau begitu Loohu berpisah dulu sampai disini, sampai

waktunya perkawinan antara Ti Kiauw-tauw serta siauw-li, kalian

dua bersaudara harus datang pula untuk minum arak kegirangan".

“Tentu . . . tentu, kami pasti datang" sahut Nyio Si Ce sambil

merangkap tangannya memberi hormat.

Demikianlah Wie Ci To, Ti Then serta Nyio Si Jien segera

melanjutkan kembali perjalanannya kearah Barat kembali ke kota

Hoa Yong Sian.

Tidak sampai dua puluh li mereka sudah berada didalam kota,

setelah menemani Nyio Si Jien membeli kereta serta peti mati dan

menghantar dia orang melakukan perjalanan, Ti Then serta Wie Ci

To baru bersantap siang kemudian melanjutkan perjalanan kembali

ke Benteng.

Air muka Wie Ci To penuh dihiasi senyuman kegembiraan,

ujarnya di tengah perjalanan:

"Kali ini kita dapat membereskan Cuo It Sian dengan begitu

mudahnya sungguh berada diluar dugaan . .”

“Benar.” sahut Ti Then mengangguk, “Dengan demikian kita

sudah membuang banyak kerepotan dari pada harus melakukan

sesuai dengan rencana dimana mengharuskan Gak-hu menyamar

sebagai Nyio Sam Pak, walaupun kita berhasil mencuri pedang itu

tetapi untuk membereskan nyawanya harus menanti dulu sampai

tahun besok setelah Gak hu mengumumkan dosanya di hadapan

umum, wah kalau sampai waktu itu baru bisa turun tangan untuk

membinasakan dirinya mungkin hati pun sudah mangkel sekali.”

“Cuo It Sian bilang Loohu bernapsu untuk membunuh dirinya

terus menerus, berarti pula dia sedang menegur loohu tidak

mempunyai hati untuk mengampuni orang lain, kau rasa

bagaimana?”

“Tidak, dia yang melakukan pekerjaan jahat dosanya amat besar

sekali tidak boleh diampuni lagi.”

“Karena kau akan menjadi menantu loohu maka loohu akan

memberi nasehat kepadamu kau janganlah sekali-kali menganggap

dengan kepandaian silat yang amat tinggi dan pergi kesana kemari

tanpa diketahui orang lain sekalipun melakukan suatu perbuatan

salah tidak bakal bisa ketahuan, kau harus ingat akan kata-kata

yang mengatakan : Sekaiipun kau bisa mengelabui orang tetapi

jangan barap bisa mengelabui dirimu sendiri, apa lagi mengelabui

mata hati Lao Thian-ya setiap orang yang percaya berbuat jahat dia

tentu akan menerima karma sesuai dengan perbuatannya,”

Ti Then yang teringat akan dirinya yang mendapat perintah dan

majikan patung emas untuk pergi memperistri putri orang lain uatuk

kemudian melaksanakan satu rencana busuk dalam hati merasa

sangat menyesal sekali, saking gemasnya dia kepingin sekali

mencari sebuah lubang untuk diterobosi.

Dia ingin sekali menceritakan seluruh rencana yang sudah

disusun oleh majikan patung emas dan rahasia dimana dia orang

telah digunakan oleh majikan patung emas tetapi setelah teringat

akan sesuatu dia batalkan kembali maksudnya itu.

Karena sejak bersama-sama dengan Wie Ci To meninggalkan

Benteng Pek Kiam Poo sampai kedalam perkampungan Thiat Kiam

San Cung dan hingga kini walaupun dia belum pernah bertemu

kembali dengan pemuda berbaju biru itu orang yang dikirim majikan

patung emas untuk mengawasi gerak geriknya tetapi dia selalu

merasa pemuda berbaju biru itu masih mengawasi terus akan

dirinya, bilamana sekarang dia membeberkan semua rahasia dari

majikan patung emas bilamana sampai terdengar atau terlihat oleh

pemuda berbaju biru itu dan dilaporkan kepada majikan patung

emas. Walaupun hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dia orang

tetapi Wie Ci To beserta seluruh anggota Benteng Pek Kiam Poo

akan menemui bencana yang luar biasa ada kemungkinan majikan

patung emas segera akan turun tangan .... membunuh Wie Ci To

atau menculik Wie Lian In!"

Maka itu setelah berpikir bolak balik akhirnya dia merasa lebih

baik urusan jangan dibicarakan dulu, menanti setelah dia

mendapatkan satu cara untuk menghadapi majikan patung emas

waktu itulah dia baru minta ampun dihadapan Wie Ci To.

Wie Ci To yang melihat setelah dia orang mendengar

perkataannya itu air mukanya segera kelihatan sangat aneh dalam

anggapannya dia mengira perkataannnya sudah terlalu berat,

segera dia tertawa.

"Loohu percaya penuh kau pasti bukanlah manusia semacam itu,

perkataan yang aku ucapkan ini hari cumalah omongan sepintas lalu

saja.”

"Nasehat dari Gak-hu sedikitpun tidak salah, aku orang pasti

akan mengingatkan terus didalam hati."

"Loohu bisa mempunyai seorang menantu seperti kau dalam hati

loohu merasa amat girang sekali " ujar Wie Ci To tersenyum dan

menganggukkan kepalanya.

Mendadak terdengar Ti Then menghela napas panjang.

"Seperti Cuo It Sian, orang yang memiliki nama baik didalam Bu-

lim setelah melakukan sedikit kesalahan saja maka namanya akan

jadi rusak. Sebaliknya kita yang sudah turun tangan memberi

hukuman pun menemui banyak kesukaran. coba bayangkan saja

disamping harus menghukum dia kita pun harus memberi

penjelasan kepada orang2 Bu-lim lainnya. Setelah dipikir-pikir aku

rasa membunuh orang2 dari kalangan Hek-to jauh lebih gampang

lagi misalnya saja boanpwee sudah membinasakan Giok Bien

Langcoen Coe Hoay Loo jelas tidak usah diterangkan lagi orang2

lainpun sudah pada tahu kenapa boanpwee membunuhnya".

"Benar. perkataan tersebut sedikitpun tidak salah. Menghadapi

Cuo It Sian, Loohu merasa benar2 merupakan satu pekerjaan yang

paling susah”

"Kejadian yang seperti peristiwa Cuo It Sian ini apakah Gak-hu

pernah menemuinya lagi ?" tanya Ti Then kemudian dengan

meminjam kesempatan ini.

"Sudah tidak ada!" Sahut Wie Ci To sambil gelengkan kepalanya.

“Selama hidupnya Gak-hu kecuali mengikat permusuhan dengan

si pendekar pedang tangan kiri apakah tidak pernah mengikat

permusuhan dengan jago2 Bu lim lainnya?”

“Tidak ada. buat apa kau menanyakan hal ini?”

“Tidak mempunyai arti yang istimewa, boanpwee

sembarangan bertanya saja!” sahut Ti Then tertawa.

Dengan perlahan Wie Ci To menghela napas panjang.

---ooo0dw0ooo---

cuma

Jilid 35

“LOOHU jarang sekali mengikat permusuhan dengan orang lain

dikarenakan urusan pribadi bilamana para jagoan dsri kalangan hek-

to yang pernah loohu kasi hukuman dahulu sekarang menaruh

dendam kepadaku hal itu yaa boleh dikata merupakan satu hal yang

jamak.”

“Sewaktu boanpwee belum memasuki benteng Pek Kiam Poo,

terhadap diri Gak-hu pun pernah menaruh satu perasaan ... “ kata Ti

Then.

“Eeeei . . . perasaan apa ?” tanya Wie Ci To sembari

memperhatikan wajahnya dalam2.

Setelah mendengar perkataan dari boanpwee, Gak-hu jangan

marah lhoo.” ujar Ti Then tertawa.

"Loohu tidak akan marah, kau boleh langsung berkata terus

terang saja."

„Boanpwee merasa seluruh perbuatan serta gerak gerik dari Gak-

hu mengandung kemisteriusan hingga membuat orang merasa

susah untuk mengambil dugaan.”

"Kau maksudkan dari segi apa?" tanya Wie Ci To tertawa.

"Semisalnya dengan loteng penyimpan kitab itu ....”

"Rahasia yang menyelubungi loteng Penyimpan kitab itu sudah

kau ketahui “ Potong Wie Ci To dengan cepat. "Di tempat itu kecuali

menyimpan sebuah kenangan lama yang sukar loohu lupakan sama

sekali tidak menyimpan rahasia apapun !"

"Sudah tentu boanpwee mau pecaya terhadap apa yang Gak-hu

katakan. tetapi boanpwee rasa orang luar tidak bakal mau percaya.

mereka tentu akan menganggap Gak-hu menyimpan barang pusaka

yang berharga didalam Loteng penyimpan kitab tersebut."

Wie Ci To yang mendengar perkataan itu lantas tertawa.

"Jago Bu~lim yang mengetahui kalau loohu memiliki sebuah

Loteng Penyimpan

kitab yang melarang setiap orang memasuki tempat itu sudah

tidak sedikit jumlahnya, tetapi selama puluhan tahun ini tiada

seorang pun yang berani mengadakan penyelidikan kedalam Loteng

tersebut, kini mereka sudah tidak merasa keheranan lagi terhadap

tempat itu."

“Hanya untuk menyimpan sebuah lukisan serta sebuah rahasia

pribadi Gak-hu harus membangun sebuah loteng penyimoan kitab

yang demikian kuatnya boanpwee rasa hal ini rada luar biasa, sama

saja dengan persoalan kecil yang dibesar2kan"

“Kau berkata demikian apa mungkin di hatimupun sudah

menaruh curiga kalau di dalam Loteng penyimpan kitab dari loohu

itu sudah tersimpan semacam barang pusaka yang berharga ?"

Tanya Wie Ci To sambil memandang tajam dirinya kemudian

tertawa.

“Boanpwee menduga bilamana Gak-hu benar2 sudah menyimpan

semacam barang di dalam loteng penyimpan kitab itu maka barang

itu pasti bukan barang pusaka yang berharga melainkan sebuah

benda yang sama sekali tidak berharga tetapi mempunyai sangkut

paut yang amat besar sekali dengan keselamatan kita semua, atau

boleh dikata sifat dari barang itu ada kemiripan dengan potongan

pedang pendek dari Cuo It Sian, bukan begitu ?"

Wie Ci To tersenyum tetapi tidak memberikan jawabannya, lewat

beberapa saat kemudian baru menggelengkan kepalanya.

“Tidak benar. dugaanmu sama sekali salah”

Ti Then pun tertawa. dia tidak banyak berbicara lagi.

Setengah bulan kemudian, akhirnya tua muda dua orang tiba

juga didalam Benteng Pek Kiam Poo.

Wie Lian In serta para jagoan pedang yang ada di dalam Benteng

sewaktu mendengar berita ini cepat pada keluar pintu Benteng

untuk melakukan penyambutan kemudian bsrsama sama masuk

kedalam Benteng dan duduk beristirahat di dalam ruangan tamu.

Wie Ci To yang dikarenakan Cuo It Sian sudah melakukan bunuh

diri maka dia tidak mengumumkan akan kejahatan yang sudah

diperbuat olehnya, oleh sebab itulah terhadap pengalamannya

selama ia meninggalkan benteng bersama-sama dengan Ti Then

sepatah katapun tidak dia ungkat, dia cuma menanyakan keadaan

dari Benteng dari diri si pendekar penembus ulu hati Shia Pek Tha,

“Keadaan Benteag aman tenteram tidak terjadi urusan apapun.”

Terdengar Shia Pek Tha memberikan laporannya. “Cuma si Cui

lojien dari gunung Cing Shia pernah datang berkunjung mencari

poocu untuk diajak main catur tetapi setelah mengetahui poocu

tidak ada dalam benteng dia lantas pulang,”

“Baiklah, tidak ada urusan lagi. kalian boleh mengundurkan diri”

seru Wie Ci To kemudian sambil mengangguk.

Msnanti setelah Shia Pek Tha serta para jagoan pedang mersh

sudah pada mengundurkan diri dari dalam ruangan, Wie Ci To

bangun berdiri dan kirim satu senyuman kepada diri Wie Lian In.

“In-jie.” ujarnya dengan halus.

“Bilamana kau ingin mengetahui bagaimana kesudahan dari

pekerjaan yang dilakukan loohu serta Ti Kiauw tauw, kau boleh

suruh Ti Kiauw tauw menceritakannya loohu sekarang mau

beristirahat dulu,”

Selesai berkata dia segera berjaian keluar dari ruangan tersebut.

Menanti setelah bayangan punggung dari Wie Ci To lenyap dari

pandangan, dengan tidak sabaran lagi Wie Lian In segera menoleh

dan mendesak Ti Then dengan kata2 yang keras.

“Cepat ceritakan, kalian berhasil atau tidak ?”

“Haaa . , haaa . . jangaa keburu, biarlah aku mengembalikan

buntalan kedalam kamar dan cuci muka dulu nanti aku tentu

menceritakan kisah ini dengan jelas.

“Baiklah kalau begitu cepatlah kau pergi aku tunggu dirimu

didalam kebun.”

Sekembalinya dalam kamar, Ti Then meletakkan dulu

buntalannya keatas meja setelah itu dia baru perintah si Loo-cia

mengambil air untuk mencuci muka.

Setelah semuanya selesai dengan langkah perlahan dia baru

berjalan menuju kedalam kebun.

Sejak semula Wie Lian In sudah menanti didalam gardu, sewaktu

melihat Ti Then muncul disana dia lantas menepuk2 bangu yang

ada disamping badannya.

"Mari, duduk disini!" katanya.

Ti Then tanpa berbicara lagi segera duduk disisi badannya.

Wie Lian In segera menjatuhkan diri kedalam pelukannya,

dengan wajah yang kikuk ujarnya perlahan:

"Aku mau tanya padamu, beberapa hari ini apakah kau

merindukan diriku?".

"Sudah tentu! tiada seharipun aku tidak merindukan akan

dirimu!" sahut Ti Then sembari merangkul pinggangnya yang

ramping itu.

"Sungguh ?”

"Sungguh !!"

"Akupun sangat merindukin dirimu” ujar Wie Lian In lagi dengan

pandangan

penuh cinta. "Ada berapa kali aku bermaksud untuk menyusul

dirimu".

"Aaaah . . . masih untung kau tidak menyusul diriku".

"Kenapa?” Tanya Wie Lian In keheranan.

"Urusan sudah terjadi diluar dugaan, kami tidak jadi pergi kekota

Tiong Cing Hu. Aku dengan ayahmu berhasil membereskan diri Cuo

It Sian didalam perkampungan Thiat Kiam San cung".

“Aaaah . , . Cuo It Sian juga pergi ke perkampungan Thiat Kiam

San Cung?" tanya Wie Lian In dengan terperanjat.

"Benar, urusan sebenarnya adalah begini”

Diapun segera menceritakan seluruh kejadian itu kepada diri Wie

Lian In.

"Demikianlah. . . . akhirnya dia terdesak dan bunuh diri

dihadapan kita !" Terdengar Ti Then mengakhiri ceritanya.

Wie Lian In setelah selesai mendengar cerita itu segera

menghembuskan napas panjang2.

"Sungguh tidak disangka bajingan tua itu bisa dilenyapknn

dengan demikian mudahnya, bagaimana dia mau melakukan bunuh

diri ?" tanyanya.

“Didalam keadaan seperti itu dia tahu untuk meloloskan diri

bukanlah satu pekerjaan yang gampang, apalagi ayahmu pun sudah

memberi ancaman bilamana dia tidak mau melakukan bunuh diri

untuk menebus dosanya maka seluruh kejahatan yang diperbuat

akan diumumkan didalam Bu-lim maka itu terpaksa dia harus

memilih jalan bunuh diri ini.”

Dengan pandangan penuh rasa kuatir Wie Lian In segera

dongakkan kepalanya memandang sepasang mata Ti Then,

“Kau bilang matamu kena disambit kapur oleh si iblis bungkuk

Leng Hu Ih, sekarang spa sudah sembuh ?” tanyanya.

“Sama sekali sudah sembuh.”

“Luka yang dilengan ?”

“Juga telah sembuh.”

“Setelah kau serta Tia menghantarkan dua bersaudara dari

keluarga Nyio menemukan tempat dikuburnya jenszah Cau Ci Beng

lalu segera berangkat pulang?”

Dari dalam sakunya dia lantas mengambil keluar sebuah kotak

dan diangsurkan kepada Wie Lian In.

“Ini terimalah barang hadiah untukmu dari! Nyio Loo cung-cu

coba bukalah untuk dilihat-lihat.

“Barang hadiah ?” Tanya Wie Lisn In melengak.

“Benar. sewaktw dia mendengar ayahmu bilang kau hendak

kawin dengan aku. maka hadiah ini lantas dititipkan kepadaku untuk

disampaikan kepadamu,” ujar Ti Then sambil tertawa.

Air muka Wie Lian In seketika itu juga berobah merah.

“Ayahku bilang spa ?” tanyanya dengan malu.

“Dia bilang setelah kembali kedalam Benteng maka dia orang tua

segera akan mempersiapkan perkawinan kita.”

Wie Lian In segera membuka kotak itu sewaktu dilihatnya isi dari

kotak itu bukan lain adalah sebuah berlian biru tidak kuasa lagi

matanya terbelalak lebar,

“Oooh, , Thian!” teriaknya kaget. “Berlian biru ini sangat

berharga sekali.”

“Menurut taksiran ayahmu ada kemungkinan berlian itu bernilai

sapuluh- laksa tahil perak”

“Barang yang demikian berharganya bagaimana kau berani

menerimanya ?” tanya Wie Lian In dengan terkejut bercampur

girang.

“Nyio Loo cung-cu jadi orang sangat lapang dada dia paksa aku

untuk menerimanya bahkan dia bilang bilamana aku tidak mau

terima maka dia sengaja akan kirim orang untuk menghantarkan

barang itu kemari”

Wie Lian In segera mengambil keluar berlian biru itu dan

ditelitinya beberapa saat setelah itu sambil tertawa katanya:

"Mungkin untuk membalas budi kalian yang sudah membantu dia

membasmi si iblis bungkuk Leng Hu Ih dan anak buahnya maka

sengaja dia hadiahkan barang2 yang berharga, waah . . . aku yang

tidak ikut2 malah kecipratan rejeki . .”

“Dia masih hadiahkan barang ini untukku" ujar Ti Then kembali

sambil mengeluarkan baju tameng landak psmberian Nyio Sam Pak

itu. “Tahukah kau barang apakah ini ??".

Wie Lian In lantas terima pakaian luar tameng landak itu dan

diperhatikan beberapa saat lamanya.

"Ooooh sebuah pakaian dalam, agaknya terbuat dari kulit

semacam binatang!" katanya.

"Eeehni . . baju ini kalau dipakai dibadan bisa tahan tusukan

senjata tajam bahkan dapat msmunahkan pula tenaga lweekang

dari jagoan macam apapun".

"Apakah baju luar tameng landak ?” tanya Wie Lian In dengan

bersemangat.

"Tidak salah, ternyata kau mengerti juga akan barang berharga"

sahut Ti Then sembari mengangguk.

Wie Lian In menarik napas panjang.

“Barang semacam ini bukankah merupakan satu barang pusaka

yang di-idam2kan oleh setiap jago Bu-lim?” Serunya dengan hati

sangat gembira.

“Sebetulnya aku tidak berani menerima pemberian hadiah yang

sangat berharga ini, tetapi Nyio Loo Cung-cu terus menerus

mendesak bahkan dia bilang jikalau aku tidak mau menerima maka

dia mau berlutut dihadapanku, aku tidak punya akal lagi terpaksa

barang ini aku terima.”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas setelah itu sambil

tertawa tambahnya :

"Padahal aku tidak membutuhkan barang semacam ini, aku

sudah mengambil keputusan untuk hadiahkan barang ini kepada

orang lain!".

Mendengar keputusan dari Ti Then ini tidak terasa lagi Wie Lian

In jadi merasa tegang.

“Tidak boleh . . . tidak boleb, tidak bisa jadi!" Serunya dengan

gugup. "Barang pusaka yang di-idam2kan oleh setiap jagoan Bu-lim

bagaimana boleh kau hadiahkan kepada orang lain, kau jangan

berbuat ke-tolol2an!”

“Aku mau hadiahkan barang ini buat calon istriku yang tercinta

apa juga tidak boleh ?” Tanya Ti Then sambil memandang diri Wie

Lian In dengan mesra.

Wie Lian In agak tertegun dibuatnya, tetapi sebentar kemudian

dia sudah tertawa cekikikan.

“Hmmm sungguh pintar mulutmu, aku tidak mau!” Teriaknya.

“Kenapa kau tidak mau ? Tanya Ti Then melengak. “Barang

semacam ini sangat berguna sekali buat dirimu, lain kali bilamana

kau keluar Benteng harus memakainya dibadanmu. jikalau misalnya

sampai bertemu dengan jagoan yang memiliki kepandaian silat amat

tinggi jadi tidak sampai menderita luka.

oooOOOooo

59

Dengan perlahan Wie Lian In segera mencubit pahanya, lalu

dengan wajah penuh perasaan cinta kasih ujarnya dengan suara

perlahan:

“Oooh.., engkohku yang bodoh, beberapa hari kemudian

barangmu sama juga dengan barangku, barangku sama juga seperti

barangmu, buat spa kau hadiahkan barang itu kepadaku ?”

Ti Then yang merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,segera

angkat bahunya dan tertawa.

“Kalau begitu lain kali bilamana kau mau keluar pintu maka harus

mengabulkan permintaanku untuk memakainya dibadan.”

Wie Lian In segera menganggukkan kepalanya lalu menempelkan

pipinya keatas dadanya, dia benar2 sudah dimabuk oleh cinta.

Dari dalam sakunya kembali Ti Then mengambil keluar sebuah

kotak.

"Ehmm yang sekarang ini adalah hadiahku yang aku beli sewaktu

ada di kota Tiang An, entah sukakah kau dengan barang2 ini?"

tanyanya.

"Asalkan kau yang membeli aku tentu suka!"

Sembari berkata dia membuka kotak itu untuk dilihat isinya,

terlihatlah tusuk konde, anting2, gelang dan macam2 perhiasan

yang memancarkan cahaya terang muncul dihadapan matanya,

tidak kuasa lagi dalam hati dia merasa amat girang,

"Bukankah kau pernah bilang hendak membelikan hadiah buatku

yang nilainya tidak melebihi satu tahil perak?" Godanya sambil

tertawa, "Aku rasa barang2 perhiasan ini tidak sampai satu tahil

perak bukan ?"

"Barang2 itu aku beli dengan menggunakan uangku sendiri maka

harganya tidak ada batas-batasnya."

"Aku pun sudah belikan beberapa pakaian buat-mu, sekarang

barang-barang itu sudah ada didalam kamarku biar nanti aku

ambilkan buat kau lihat..."

Mereka berdua duduk ber-mesra2an hingga jauh malam

menjelang datang, waktu itulah sambil bergandengan tangan

mereka baru berjalan keluar dari dalam kebun menuju kekamar

baca untuk menjenguk Wie Ci To sebentar, kemudian ber~sama2

pergi bersantap malam.

Sehabis bersantap Ti Then kambali ke kamarnya untuk

membersihkan badan, berganti pakaian lalu jalan2 keluar untuk

melakukan perondaan disekeliling Benteng. Sehabis berkata

sebentar dengan para jagoan pedang dia baru kembali kedalam

kamarnya untuk beristirahat.

Dia tahu tanpa diundang majikan patung emas pasti akan

munculkan dirinya ditengah malam, karenanya tanpa mengirim

tanda lagi dia lantas naik keatas pembaringan untuk tidur.

Ternyata sedikitpun tidak salah, seperti juga beberapa kali yang

lain pada kentongan ketiga tanpa diundang majikan patung emas

sudah munculkan dirinya diatas atap rumah, setelah membuka atap

dengan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia mulai menurunkan

patung emasnya.

Kali ini Ti Then merasakan kedatangannya jauh lebih jelas, sesaat

sebelum patung emas itu berada ditepi pembaringannya dia sudah

terjaga dari pulasnya, dia segera bangun dari tidurnya lalu menarik

tali hitam yang mengikat patung emas tersebut.

“Hey agaknya kali ini kau merasa begitu ter-buru2, kenapa selalu

saja kau tidak memberikan waktu buatku untuk beristirahat dengan

nyenyak?" Teriaknya dengan menggunakan ilmu menyampaikan

suara.

Nada ucapan dari majikan patung emas masih tetap dingin, kaku

dan sangat tawar sekali.

“Apakah setiap kali kau meninggalkan benteng Pek Kiam Poo

tidak pernah tidur dengan nyenyak?" Serunya dengan menggunakan

ilmu untuk menyampaikan suara pula.

"Perjalanan jauh melelahkan badan, setelah kembali kedalam

Benteng sudah tentu harus tidur dulu semalam dengan

nyenyaknya!".

“Kau tidak usah banyak bicara lagi, ayoh cepat melaporkan

seluruh pengalamanmu dengan jelas!" Perintah majikan patung

emas dengan angkernya.

"Orang yang kau kirim untuk mengawasi diriku apa masih belum

kembali?” tanya Ti Then sambil tertawa.

"Bagaimana kau tahu kalau aku kirim orang lagi untuk

mengawasi seluruh gerak-gerikmu?”

"Hal ini sudah ada didalam dugaanku! " Jawab Ti Then tertawa

geli.

"Kali ini dugaanmu sama sekali meleset aku tidak kirim orang

untuk membuntuti dirimu".

"Kenapa ?”

Majikan Patung emas segera tertawa dingin.

"Karena aku tahu kau merasa sayang terhadap nyawa Wie Ci To

ayah beranak, untuk melindungi mereka dari bencana yang tidak

diinginkan sudah tentu kau tidak akan bermaksud untuk merusak

rencanaku dari tengah jalan " katanya.

"Akhir dari Cuo It Sian adalah sebuah cermin buatmu, orang yang

bermaksud jahat tentu akan memperoleb akhir yang tidak

menyenangkan !"

"Hmm! kau bangsat cilik berani memberi nasehat kepadaku ?? "

Teriak majikan Patung emas dengan gusar. "Cuo It Sian tetap Cuo It

Sian sedang aku tetap aku?”

"Jadi maksudmu kepandaian silat yang kau miliki jauh lebih lihay

dari kepandaian Cuo It Sian sehingga tidak ada orang yang bisa

menguasahi dirimu lagi ?”

"Sedikitpun tidak salah!” jawab majikan patung emas tidak ragu2

lagi.

"Heee . . . heee kalau begitu anggapan kau itu adalah salah

besar! walaupun kepandaian silatmu tiada orang yang dapat

melawan tetapi Thian bisa menghukum dirimu, bilamana kau

berbuat jahat maka karmanya akan selalu mengikuti dirimu.”

"Sudah cukup belum perkataanmu ?” potong majikan patung

emas dengan gusarnya.

Dalam hati Ti Then tahu hawa amarahnya sebentar lagi akan

berkobar karenanya nada ucapannya semakin dipertajam.

"Belum selesai” jawabnya sambil tertawa "Sekarang aku mau

mulai dengan laporanku „„”

Demikianiah dia segera menyerukan seluruh kejadian yang

dialaminya sewaktu ada didalam perkampungan Thiat Kiam San

Cung.

Dengan tenangnya majikan patung emas mendengarkan kisah itu

hingga habis setelah itu barulah ujarnya:

"Jadi dengan demikian peristiwa yang menyangkut diri Cuo it

Sian dapat dikatakan sudah beres?"

"Benar!!" sahut Ti Then mengangguk "Tetapi sesaat sebelum dia

melakukan bunuh diri pernah mengancam katanya dia sudah

mengatur satu pasukan aneh yang di dalam setengah tahun

mendatang bakal mendatangkan bencana bagi Benteng Pek Kiam

Poo, perkataan ini bilamana sungguh2 maka lain kali kita masih ada

urusan lagi!"

"Hmm! orangnya sudah mati masih bisa memperlihatkan

permainan setan apa lagi?" Seru majikan patung emas sambil

mendengus dingin.

"Aku pun berpikir demikian , , , "

"Sekarang kita bicarakan soal perkawinanmu dengan Wie Lian In,

apakah Wie Ci To pernah menyinggung kembali persoalan ini?" ujar

majikan

patung

emas

kemudian

mengalihkan

bahan

pembicaraannya.

"Pernah! dia bilang setelah kembaii ke dalam Benteng maka dia

akan mulai mengadakan persiapan. aku rasa kejadian itu pasti bakal

berlangsung didalam satu, dua bulan mendatang.

“Kalau memangnya sudah mulai mengadakan persiapan lalu buat

apa harus menunggu satu dua bulan lagi ?".

"Sudah tentu harus memilih satu hari yang bagus agar semua

tetamu ditempat kejauhan bisa ada kesempatan untuk mendatangi

Benteng Pek Kiam Poo, kau bilang benar tidak? " Seru Ti Then

tertawa.

“Ehmmm .... tidak salah...Wie Ci To mempunyai sahabat serta

kenalan ysng amat banyak dan tersebar diseluruh Bu-lim, tetamu

yang diundang tentu sangat banyak sekali".

"Tujuanmu sudah hampir tercapai pada apa yang kau inginkan,

maka itu sekarang aku mau menjelaskan telebih dahulu akan

aesuatu hal kepadamu. Sewaktu aku sudah jadi suami istri dengan

Wie Lian In maka tidak perduli kau mau mencuri atau berbuat

apapun pokoknya tidak boleh melukai keselamatan barang

seorangpun dari anggota Benteng Pek Kiam Poo, kalau tidak sekali

pun harus mati aku juga tidak akan melakukan perintahmu !"

"Boleh”.

Ti Then lalu termenung sebentar, mendadak sambil tertawa

ujarnya lagi :

“Kau pernah bilang perintahmu yang kedua baru akan kau

sampaikan setelah aku kawin dengan Wie Lian In tetapi setelah aku

kawin dengan Wie Lian In maka aku akan tidur satu pembaringan

dengan dirinya. Saat itu bagaimana kau bisa memberikan

perintahmu yang kedua ? Apakah kau hendak menggunakan cara

yang sama seperti sekarang, menurunkan patung emas dari atas

atap untuk bercakap-cakap dengan aku ?".

"Soal ini sampai waktunya sudah tentu ada caranya sendiri".

"Baiklah, jikalau kau tidak ada perkataan yang lain sekarang

silahkan untuk mengundurkan diri".

"Aku masih ada beberapa patah kata lagi yang hendak aku

sampaikan kepadamu. Aku tahu selama ini kau menerima

perintahku untuk kawin dengan Wie Lian In dengan rasa tidak puas,

kemungkinan sekali kau bisa melaporkan urusan ini kepada diri Wie

Ci To. Hmm! bilamana kau berani berbuat demikian maka kau akan

menyesal karena kesemuanya ini tidak bakal biss lolos dari

pengawasanku begitu aku menemukan kau bermaksud untuk

membocorkan hal ini kepadanya maka aku segera akan turun

tangan membunuh mereka ayah beranak terlebih dulu, setelah itu

baru membasmi seluruh jagoan pedang yang ada di dalam

Benteng,"

Mendengar ancaman itu Ti Then segera merasakan hatinya

bergidik.

"Bilamana kau ada nyali untuk membinasakan diri Wie Ci To

kenapa tidak kau lakukan sejak semula?" Tantang Ti Then dengan

kesal. "Kenapa kau kirim aku kemari untuk melakukan segala

macam siasat dengan ber-sembunyi2 ?".

"Setiap manusia mempunyai rasa cinta kasih yang tersembunyi,

jika tidak sampai pada keadaan yang benar2 terpaksa aku tidak

ingin membuka pantangam membunuh!" jawab majikan patung

emas dengan dingin.

Selesai berkata dia segera menarik kembali patung emasnya.

Dua hari kemudian mendadak Wie Ci To memerintahkan seluruh

jagoan pedang

merah yang ada didalam Benteng untuk ber-sama2 bersantap

siang.

Semua orang yang mendengar pemberitahuan itu segera

mengetahui kalau di dalam perjamuan nanti tentu Poocu mereka

akan menyampaikan sesuatu hal. Maka tanpa membuang tempo lagi

mereka segers berkumpul didalam ruangan makan.

Ternyata sedikitpun tidak salah, setelah bsrsantap Wie Ci To

lantas mengumumkan kalau putrinya akan dijodohkan dengan Ti

Then.

Seluruh jago pedang merah segera menyambut pengumuman itu

dengan hati girang, ditengah suara sorakan yang gegap gempita

mereka pada angkat cawannya memberi selamat buat Wie Ci To

serta diri Ti Then. Tampak sambil tersenyum Wie Ci To berkata lagi.

"Loohu sudah pilihkan suatu hari yang baik uatuk perkawinan itu,

yaitu pada tanggal dua puluh delapan bulan depan, jaraknya dari ini

hari masih ada lima puluh hari!"

"Apakah perlu mengadakan perayaan dengan mengundang sanak

keluarga serta sahabat karib?" Tanya Shia Pek Tha.-

"Sudah tentu!"

“Kalau begitu kita harus segera membuat undangan untuk

disebarkan kepada semua teman kalau tidak bagaimana mungkin

para sahabat dan handai taulan bisa mengetahui waktunya?”

“Benar, perkataanmu sedikitpun tidak salah” Sahut Wie Ci To

sambil mengangguk.

“Selesai bersantap cepatlah kalian membuat surat undangan

untuk kemudian segera disebarkan, dan sampaikan pula perintahku

bagi seluruh jagoan pedang merah yang masih berkelana di tempat

luaran untuk kembali ke benteng pada waktunya dan ikut di dalam

perayaan ini.”

“Terima perintah”

Sehabis bersantap Shia Pek Tha segera kembali kedalam

kamarnya untuk mulai menulis surat undangan.

Sebaliknya Ti Then seperti juga seorang tawanan yang baru saja

menerima keputusan hukuman mati, hatinya merasa amat murung.

Dengan perlahan dia mulai menjauhi orang-orang lain ustuk

kembali kedalam kamarnya dan termenung selama setengah harian

lamanya. tetapi sebentar kemudian satu ingatan sudah berkelebat

didalam benaknya baru saja dia meloncat bangun dengan wajah

yang kukuh mendadak pintu kamar sudah dibuka.

"Ti Kiauw-tauw selamat .... selamat untukmu.'" Seru Loo-cia itu si

pelayan tua sambil tertawa ha haa-hihi.

Ti Then tertawa tawar dan tidak mengucapkan sepatah katapun,

dia lantas berjalan meninggalkan kamar menuju kekamar baca dari

Wie Ci To.

Didalam hati dia sudah mengambil keputusan untuk membuka

seluruh rahasia hatinya dihadapan Wie Ci To, karena semakin lama

dia berpikir semakin terasa olehnya kalau dirinya tidak seharusnya

menerima perintah dari majikan patung emas untuk merusak nama

baik serta kesucian dari seorang nona.

Dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju kedepan kamar

baca Wie Ci To lalu mulai mengetuk pintu.

"Siapa ?" Terdengar suara dari Wie Ci To berkumandang keluar

dari dalam kamar baca itu.

“Boanpwee adanya !”

"Silahkan masuk !".

Ti Then segera mendorong pintu itu ke samping lalu berjalan

masuk kedalam.

Tidak! pada saat kaki kanannya mulai melangkah masuk kedalam

pintu kamar itulah mendadak dia dibuat benar2 tertegun.

Karena ada serentetan suara yang halus seperti suara nyamuk

bergema masuk kedalam telinganya:

“Ti Then ! Bilamana kau mengira aku tidak berani membunuh

mati mereka ayah beranak maka dugaanmu itu adalah salah

besar!”.

Orang yang mengirim suara itu tentu majikan patung emas

adanya.

Ti Then segera merasakan hatinya berdebar keras, tanpa terasa

lagi kepalanya sudah menoleh memperhatikan keadaan disekeliling

tempat itu. Dia sangat mengharapkam bisa menemukan tempat

persembunyian majikan patung emas itu.

Didalam hati dia benar2 merasa sangat terkejut karena tidak

menduga majikan patung emas berani munculkan dirinya ditengah

siang hari bolong, diapun sama seka1i tidak mengira kalau pihak

lawan bisa mengerti apa yang sedang dipikirkan dihatinya.

Tetapi sewaktu dia menoleh dan memeriksa keadaan disekeliling

tempat itu apa pun tidak kelihatan. suasana disekitar tempat itu

amat sunyi sekali tidak tampak sesosok bayangan manusiapun.

"Ada urusan apa?" Terdengar Wie Ci To sudah membuka mulut

bertanya.

Dengan ter-buru2 Ti Then berusaha untuk menenangkan hatinya

lalu melanjutkan langkahnya berjalan masuk kedalam kamar baca

tersebut.

“Aaaah . . . tidak mengapa . ..” jawabnya sambil sertawa paksa.

“Air mukamu rada tidak benar, apakah terlalu banyak minum

arak ?”
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-6-thi-ten.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 6 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-6-thi-ten.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar