PUSAKA
Seruling Pelenyap Sukma (Thiat Tjui Tjen Bu Lim)
Oleh : Tjan ID
sumber : dimhad
Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com
Jilid 1 : Jago pedang yang dikhianati kekasih
Di SUATU JALAN bukit yang sepi nun jauh di sana, dibawah
rembulan yang redup, lamat-lamat tampak dua sosok manusia
sedang berlarian dengan langkah tergesa-gesa.
Menanti mereka semakin mendekat, tampaklah kalau dua
orang itu adalah seorang nenek berambut putih yang sedang
menggandeng tangan seorang bocah cilik.
Sambil berlari kencang, tiada hentinya nenek berambut
putih itu berpaling kebelakang memandang kearah belakang
dengan sinar mata gugup, panik dan ketakutan.
Sekilas pandangan saja, dapat diketahui kalau mereka
sedang menghindarkan diri dari suatu persoalan atau
pengejaran dari sementara orang.
Tapi bila dilihat dari langkahnya yang lamban serta
perawakan tubuhnya yang telah menua, bisa diketahui pula
jika dia bukan seorang manusia persilatan, melainkan seorang
nenek biasa yang berhati baik. Didepan sana terbentang
sebuah hutan bambu yang amat lebat, melihat itu bagaikan
sipenjelajah gurun pasir yang bertemu dengan tanah hijau,
wajah nenek itu segera berseri, dengan cepat dibopongnya
bocah itu kemudian sambil mengerahkan sisa tenaga yang
dimilikinya, dia kabur masuk ke dalam hutan dengan napas
tersengal.
Setelah berada didalam hutan, nenek itu kembali berpaling
dan celingukan beberapa waktu lamanya ke tempat luaran
sana, kemudian itu baru ia hembuskan napas panjang dan
meletakkan sibocah ketanah.
Sambil duduk kelelahan. ia berkata: "Aaaaiii. masih untung
Thian melindungi kita dan lolos dari mulut harimau, mari kita
beristirahat sebentar!"
Baru selesai sinenek bergumam, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara seram yang kedengarannya
mendirikan bulu roma orang. mendengar suara itu si nenek
segera berpaling...
Mendadak ia menjerit tertahan saking kaget dan takutnya.
"Aaaah..."
Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah
berdiri berjajar tiga orang bersenjata golok yang mengenakan
kain kerudung hitam diatas wajahnya.
Ditengah jeritan kaget sinenek, dari balik hutan secara
beruntun muncul lagi empat lima orang berkerudung hitam.
Ia tak berani berayal lagi, buru-buru dibopongnya tubuh
bocah itu ingin menerjang ke luar dari kepungan, siapa tahu
baru saja ia bangkit berdiri, dua orang manusia telah muncul
dihadapannya dan menghadang jalan pergi nya.
Tergetar keras perasaan sinenek setelah menjumpai empat
penjuru penuh dengan musuh. hatinya menjadi dingin
separuh, buru-buru ia menjatuhkan diri berlutut, lalu sambil
menangis pintanya:
"Kumohon kepada hohan sekalian agar mengampuni
selembar jiwa bocah ini, keluarga Suma tinggal seorang sauya
ini saja, dia masih kecil dan tak tahu urusan, kumohon kepada
kalian kasihanilah selembar jiwanya."
Sambil berkata, air mata nenek itu jatuh bercucuran
dengan amat derasnya.. sungguh mengenaskan sekali
keadaannya.
Siapa tahu yang diperoleh sebagai penggantinya adalah
gelak tertawa licik yang mendekati kalap.
Terdengar salah seorang diantaranya berkata;
"Toaya sekalian bertugas disini memang bertujuan untuk
melenyapkan keturunan Suma Tiong Ko, kau sinenek jelek
yang sudah hampir mampus. untuk menyelamatkan diri saja
belum tentu sanggup, masih berani benar memikirkan
keselamatan orang lain, lebih tak usah banyak ngebacot lagi!"
Mendengar perkataan itu, sinenek bertambah gelisah,
sambil menangis tersedu-sedu kembali pintanya,
"Ooohhh... hohan sekalian, kalau mau membunuh, aku
saja! Kumohon kepada kalian agar suka mengampuni
selembar jiwanya, berbuatlah sedikit kebajikan!"
"Mengampuni jiwanya? Berbuat kebajikan? Hmmn Toaya
tak pernah memikirkan soal tetek bengek semacam itu, toaya
hanya tahu setia pada tugas tidak tahu apa artinya memberi
pengampunan dan apa artinya berbuat kebaikan, enyah kau
dari sini! Kalau tidak, terhitung kau sendiripun kujagal
sekalian!"
Sehabis mendengar kata kata yang sama sekali tiada
harapan itu, si nenek berambut putih itu menangis semakin
menjadi, tampal ia memeluk bocah itu makin kencang, isak
tangisnya juga makin nyaring menggema di dalam hutan itu.
Si bocah yang berada dalam pelukannya itu melototkan
sepasang matanya yang jeli, dia mengawasi terus lelaki
bersenjata golok disekeliling tempat itu dengan penuh
kebencian, dan balik sorot matanya yang masih polos, jelas
terlihat tiada perasaan jeri atau ketakutan yang terpancar
keluar.
Mendadak terdengar salah seorang lelaki itu membentak
keras, tubuhnya bergerak ke muka menghampiri nenek itu,
kemudian sambil mendorong tubuh nenek itu kebelakang,
makinya kalang kabut.
Kasihan si nenek yang telah lanjut usia itu, kena didorong
oleh lelaki tadi, bagaikan mabuk arak saja tubuhnya segera
mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, begitu
terjatuh ketanah, dia mengaduh tiada hentinya..
Kemudian sambil mengayunkan goloknya ke bocah itu,
lelaki berkerudung itu tertawa seram.
"Heeh .. . heeh ...bocah keparat, kau jangan salahkan kalau
Toayamu berhati kejam!"
Selesai berkata dia lantas mengayunkan goloknya
membacok tubuh bocah tersebut.
Melihat majikan mudanya terancam bahaya disaat yang
kritis inilah mendadak ia menubruk ke atas bocah itu dan
melindunginya dengan menggunakan tubuh sendiri.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
dari mulut nenek itu, percikan darah segar segera
berhamburan mengotori sekujur badan lelaki itu.
Ketika semua orang berpaling ketempat kejadian maka
tampaklah ayunan golok dari lelaki itu sudah menembusi perut
si nenek sehingga ususnya pada keluar semua...
Kasihan si nenek yang setia membela majikannya sampai
mati, demi keselamatan majikan mudanya dia rela
mengorbankan nyawanya.
Lelaki berkerundung itu segera mendengus dingin, sambil
membersihkan goloknya dan noda darah, dia mencaci maki
kalang kalut:
"Nenek jelek, nenek sialan, tampaknya kau memang sudah
bosan hidup, pingin mati saja"
Seraya berkata dengan gemas dia lantas menendang mayat
si nenek yang masih menindih diatas tubuh bocah itu sehingga
mencelat ke tempat jauh sekali dari sana.
Betul betul perbuatan orang pembunuh keji yang
membunuh orang tak berkedip, kekejaman, kebuasan dan
kebrutalannya sukar dilukiskan dengan kata kata.
Bocah itu melirik sekejap kearah mayat si nenek yang mati
demi menyelamatkan jiwanya itu, kemudian menangis tersedu
sedu,
Melihat itu dengan gusar lelaki berkerundung tersebut
membentak keras :
"Menangis, menangis terus! Hm, hayolah menangis sampai
puas. beritahu pada raja akhirat nanti, akulah yang telah
mengirimmu Pulang ke sana . !"
Begitu selesai berkata, goloknya kembali diayunkan
kedepan untuk membacok batok kepala bocah itu.
Disaat yang amat kritis inilah, dari tengah udara
berkumandang suara pekikan yang nyaring memekikkan
telinga.
Tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat telah meluncur masuk ketengah
arena, kemudian tampak cahaya putih berkelebat lewat,
serentetan jeritan ngeri yang memilukan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan.
Dengan perasaan terkesiap kawanan jago berkerundung
yang berada disekeliling tempat tu berpaling, entah sejak
kapan tahu tahu di tengah arena telah bertambah dengan
seorang busu setengah umur yang memegang sebilah
pedang.
Sementara itu, si lelaki berkerundung yang telah
menyiapkan bacokan mautnya terhadap bocah tadi, kini sudah
tewas ditanah.
Seketika itu juga suasana dalam hutan itu menjadi gempar,
serentak semua orang menyebarkan diri ke empat penjuru
dan bersiap siaga mengurung busu setengah umur itu rapat
rapat.
busu berusia setengah umur itu kira-kira telah berusia
empat puluh tahun, matanya tajam dengan wajah yang
tampan, dibawah janggutnya memelihara segumpal jenggot
kambing, pakaiannya ringkas dan nampak sangat gagah
sekali.
Dengan sorot matanya yang tajam dia memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian dengan dingin ujarnya:
"Kawanan tikus! Apakah kalian ingin membunuh orang
sampai keakar-akarnya?"
Tak seorang manusiapun yang menjawab, semua orang
bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan.
Sampai lama kemudian, salah seorang diantaranya baru
berkata.
"Orang she Wan, lebih baik kau jangan mencampuri urusan
orang lain, apakah kau berani menanggung peristiwa yang
berlangsung pada hari ini?"
Lelaki setengah umur itu menatap tajam pembicaraan
tersebut lekat lekat, lalu sahutnya :
"Iya,aku Wan Liang akan menanggungnya seorang diri. jika
kalian tidak puas, silahkan maju bersama-sama, kalau tidak,
cepat sipat ekor dan pergi dari sini!"
Suaranya nyaring dan bertenaga penuh, selesai berkata ia
lantas mengawasi orang-orang disekitar tempat itu dengan
sinis.
Mendadak terdengar beberapa kali bentakan nyaring
berkumandang memecahkan keheningan, lelaki berkerudung
yang berada disekeliling tempat itu serentak maju bersama
dan mengayunkan golok mereka untuk membacok tubuh Wan
Liang.
Sungguh hebat manusia yang bernama Wan liang itu.
melihat sergapan dari kawan lelaki berkerudung itu. dia
tertawa dingin lalu berpekik keras, suara nyaring menjulang
tinggi sampai keangkasa.
Mendadak sepasang bahunya digetarkan sambil melejit
keudara dengan menggunakan suatu gerakan tubuh yang
cepat bagaikan sambaran kilat dia meluncur mengitari
sekeliling tempat itu ....
Seketika itu juga timbul di arena pertarungan tampak
serentetan cahaya putih berkelebat lewat, bagaikan kupu kupu
yang terbang diantara bebungaan, dia meluncur kesana
kemari dengan lincahnya. Dalam waktu singkat jeritan ngeri
yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan, bayangan manusia berkelebat, cahaya putih
menyambar, jeritan ngeri segera bergema memecah
keheningan.
Tahu tahu ditengah arena telah bertambah dengan enam
sosok mayat yang membujur di tanah-
Sisanya yang dua orang segera melarikan diri terbirit-birit
meninggalkan tempat kejadian.
Busu setengah umur yang mengaku bernama "Wan Liang"
itu tetap berdiri tenang ditempat semula seakan akan tak
pernah terjadi suatu peristiwa apapun, dengan napas tenang,
wajah tidak berubah, dia berdiri tertawa disitu.
Akhirnya ia menatap bocah tersebut dan menegur sambil
tertawa: "Nah, kau merasa terkejut sekali dengan peristiwa
ini?"
Sampai sebesar itu, belum pernah bocah tersebut
menyaksikan mayat mnnusia yang bergelimpangan serta
pertarungan yang begitu sengit sejak tadi ia sudah berdiri
tertegun disitu dengan tubuh kaku.
Menanti Wan Liang menegur, dia baru tersadar kembali
dari lamunan, dengan cepat ia menjatuhkan diri berlutut
sambil berkata:
"Oooh . Pousat yaya terima kasih atas pertolonganmu itu
sehingga membuat aku..."
Menyaksikan kejadian itu, Busu setengah umur itu segera
memegang perutnya sambil tertawa terbahak-bahak, suara
tertawanya yang keras segera menelan ucapan bocah itu
berikutnya.
Selesai tertawa, ia baru berkata: "Hayo bangun, tak usah
mengucapkan kata kata yang tak berguna lagi..."
Sembari berkata dia lantas membangunkan bocah itu dan
diperhatikan sejenak.
Tampak bocah itu berwajah tampan dengan bibir yang
merah serta dua baris gigi yang putih. pada hakekatnya dia
merupakan seorang
bocah yang amat menarik.
Wan Liang segera menepuk nepuk bahu bocah itu
kemudian menghela napa panjang, pikirnya.
"Bocah ini benar benar amat kasihan dan menyenangkan.
aku bisa menolongnya, hal ini merupakan suatu kemujuran.
Kalau dilihat dari potongan badannya, jelas dia merupakan
bahan bagus unutk berlatih silat... tapi apa mungkin aku bisa
membawanya pergi?"
berpikir sampai disitu. dia telah bersiap siap membalikkan
badannya untuk pergi, tapi ketika dilihatnya bocah itu
menangis dengan begini sedihnya ia lantas menghela napas
panjang. pikirnya dihati:
"Wan Liang wahai Wan Liang . . menolong orang lain
merupakan kewajiban bagi setiap umat manusia, apakah kau
tega membiarkan bocah yang tak tahu urusan ini mesti
berdiam di sini dihembus angin dingin?"
Berpikir sampai disini, tanpa terasa busu berusia
pertengahan itu mundur beberapa langkah lagi, mendesak ia
mendongakkan kepalanya berpekik nyaring, lalu membalikkan
badan berlalu dari sana.
Dalam waktu singkat tampak bayangan tubuhnya
berkelebat lewat dan lenyap dibalik hutan sana.
Sinar rembulan yang redup kini telah menembusi hutan
menyoroti si bocah yang berada disana seorang diri. ia sedang
mendekan diatas tubuh nenek tersebut sambil menangis
tersedu-sedu.
"Thio popo... Thio popo... " gugamnya terus menerus.
-ooo)(00000)(000-
BUKIT CIAT THIAN Hong menjulang tinggi keangkasa dan
berdiri angker diantara bukit-bukit yang lain.
Waktu itu matahari sudah tenggelam kelangit barat
mendatangkan sinar yang kemerah-merahan, kemudian awan
gelappun mendekati tanah perbukitan itu dan menyelimuti
seluruh jagad.
Tebing Goan Gwat Peng berbentuk sebuah topi yang datar
menutupi puncak Ciat Thian Hong.
Diatas tanah datar tersebut duduk berkerumun beberapa
orang, ada yg berdiri, ada yang berbincang bincang, ada pula
yang sedang memandang ketempat kejauhan.
Tiba tiba dari tanah datar dipuncak bukit itu berkumandang
datang dua kali pekikan nyaring, menyusul kemudian tampak
dua sosok bayangan manusia dengan kecepatan seperti angin
puyuh melayang turun di atas tanah datar itu, gerakannya
cepat dan mengagumkan sekali.
Bayangan manusia itu seperti dari seorang pria dan
seorang wanita, usia mereka diantara tiga empat puluh
tahunan
Begitu tiba ditempat tujuan, mereka mengawasi sekejap
sekeliling tempat itu. kemudian si pria berkata sambil tertawa
terbahak-bahak: "Haaahhh. . . haaahhh. . Haaabbh.... rupanya
kalian sudah berdatangan lebih awal, aaiii ... tiga orang
saudara dari bukit Tiang pek san-pun telah jauh-jauh
berangkat kemari, sungguh tak kusangka, oooh .... masih ada
Kang pangcu dari sungai kuning juga telah datang.... selamat
berjumpa, selamat bejumpa. rasanya tidak sia-sia perjalanan
aku orang she Siau hari ini"
Selesai berkata dia lantas menyalami setiap orang yang
hadir disana dan mengajaknya berbincang-bincang sebentar.
Sementara itu, seorang kakek berambut putih telah datang
menghampiri kedua orang itu, lalu sambil menjura katanya.
"Siau tayhiap berdua telah datang terlambat, membuat
kami harus menunggu dengan cemas, sewaktu datang tadi
apakah kalian berdua telah melihat dia?"
Orang yang berbicara tadi adalah Pangcu dari perkumpulan
Tiang Ciau Pang disungai kuning Kang Hong Siang adanya. dia
berusia tujuh puluh tahun dan mempunyai anak buah
sebanyak ribuan orang lebih. boleh dibilang perkumpulannya
merupakan perkumpulan paling besar, paling tangguh dan
paling berpengaruh didalam dunia persilatan dewasa ini.
Lelaki she Siau itu segera tertawa ter-bahak2,
"Haaaahh haaah haaah .. tampaknya Kang tangkeh
seorang yang terburu napsu, kalau waktunya belum sampai,
mana mungkin dia akan datang lebih awal? Lagi pula malam
ini kita telah menanti kedatangannya disini, apakah kita mesti
kuatir dia lagi kelangit?"
Ternyata sepasang suami istri ini adalah Bi Kun Lun (Kun
lun indah) Sian Wie Goan dan Siau Hu Yong(Hu Yong
Tertawa) Chin lan eng dua orang jago yang dianggap sebagai
pemimpin dunia persilatan dewasa ini.
Dalam pada itu, rembulan sudah berada di angkasa
membuat suasana diatas tanah datar dipuncak bukit itu
nampak agak terang, semua orang segera berkumpul ke
tengah lapangan tersebut.
Bi Kunlun Siau Wie Goan mendongakkan kepalanya
memandang waktu, kemudian ujarnya dengan wajah berseri:
"Waktunya sudah tiba, murgkin orang She Wan akan
mengingkari janjinya.."
Belum selesai dia berkata, mendadak dari tengah udara
telah berkumandang datang suara pekikan panjang yang amat
nyaring....
Mendengar pekikan tersebut, semua orang menjadi
tertegun, pada saat itulah tampak sesosok bayangan hitam
secepat kilat telah meluncur ditengah udara lalu melayang
turun ke tanah.
Serta merta semua orang mundur beberapa langkah
dengan terperanjat. Dengan manisnya orang itu segera
melayang turun ke atas permukaan tanah.
"Haaahhh... haaahhh . .. haaahhh . . . aku orang she Wan
sudah datang terlambat, bila kalian harus menunggu agak
lama, harap suka dimaafkan" katanya lantang.
Rupanya orang yang baru datang itu adalah si busu berusia
pertengahan Wan Liang.
Tampak sekulum senyum, menghiasi bibirnya. Dia berdiri
ditengah arena dengan angkuh dan mengawasi setiap orang
disekitar arena dengan pandangan tajam, akhirnya sorot mata
tersebut berhenti diatas tubuh Bi Kun-lun Siauw Wie Goan.
Mendadak paras mukanya berubah menjadi amat serius,
katanya sambil tertawa dingin :
"Hmm. ...hmm.....sudah kuduga kalau permainan ini
merupakan sandiwara hasil ciptaanmu, Siau Wie Goan,
kuberitahu kepadamu, aku Wan Liang bersikap cukup baik
kepadamu, menganggap kau sebagai saudara sendiri siapa
tahu kau si manusia munafik berwajah manusia berhati
binatang, apa maksudmu merusak nama baikku? Bahkan pada
hari ini telah mengundang jago-jago dari golongan putih dan
golongan hitam untuk menungguku disini, masa kau anggap
aku tidak tahu kalau tujuanmu adalah menginginkan batok
kepalaku ini....? Hm, sekarang aku orang she Wan sudah
datang memenuhi janji, akan kulihat permainan setan macam
apa lagi yang bisa kau tunjukkan kepadaku?"
Sekulum senyuman manis selalu saja menghiasi ujung bibir
Bi Kun Lun Siau Wie Goan, katanya dengan santai :
"Saudara Wan, kau salah paham, berbicara dari hubungan
persahabatan kita ini, masa aku tega melakukan perbuatan
semacam ini kepadamu? Tindak tandukmu itu hanya dalam
hati kecilmu yang tahu, sekalipun aku Siau Wie Goan ingin
melindungi dirimu juga tidak mungkin bisa mewujudkan
keinginanku tersebut ..."
Mendengar perkataan itu, Wan Liang menjadi gusar sekali
sehingga dari balik matanya memancar cahaya berapi api
yang penuh diliputi kegusaran, sambil menggigit bibir serunya
"Siau Wie Goan, kau merampas cinta dan menjebak
temanmu itu ketempat yang memalukan, bahkan secara diam
diam menghubungi kawanan jago dari golongan hitam dan
putih untuk bersama sama menyerang diriku, sekarang masih
bisanya mengucapkan kata kata yang sok gagah, hmm ... kau
anggap aku orang she Wan adalah seorang bocah berusia tiga
tahun yang bisa kau tipu mentah mentah .. .. "
Belum habis dia berkata. Bi Kun Lun Siau Wie-Goan telah
menimbrung lagi:
"Sekarang sudah bukan saatnya berdebat mempersoalkan
masalah itu lagi, malam ini begitu banyak teman yang telah
berada disini, mereka sudah menunggu dengan tak sabar.
sedangkan aku orang she Siau cuma kebetulan saja ikut
menghadiri pertemuan ini, bila kau merasa ada persoalan,
sampaikan saja kepada mereka!"
Setelah berhenti sebentar, dengan wajah penuh senyuman
dia melanjutkan: "Wan heng, mari ku perkenalkan beberapa
orang teman kepadamu, dia adalah Kang pangcu, ketiga
orang bersaudara itu datang dari Tiang Pek San, dan dia ini
adalah ketua Go Bi Pay..."
"Aku orang she Wan sudah tahu.terima kasih banyak atas
perkenalanmu, aku she Wan sudah lama mengenal mereka,
buat apa kita mesti banyak berbicara lagi."
Lotoa dari Tiang Pek Sam Sat(Tiga Malaikat bengis dari
Tiang Pek San) Li Gi segera tertawa dingin tiada hentinya, lalu
berkata:
"Bagus, bagus... tampaknya ucapan dari jago pedang angin
puyuh memang cukup cepat dan tegas. nama besarmu bukan
cuma nama kosong belaka. jauh-jauh kami datang kemari
tentu saja bukan dikarenakan ingin bersilat lidah belaka. mari
biar aku orang she Li yang mencoba kepandaian silatmu lebih
dulu."
Selesai berkata ia lantas meloloskan sebilah golok dan
bersiap siap untuk melancarkan serangan.
Kit Hong Kiam Khek Wan Li cukup sadar akan keadaan
yang dihadapinya, selesai itu diapun telah bertekad untuk
menghadapi masalah tersebut dengan pertaruhan selembar
jiwanya. maka begitu dilihatnya Lotoa dari Tiang Pek Sam Sat,
si bintang berkepala sembilan Li Gi telah meloloskan
senjatanya tanpa sungkan sungkan lagi diapun segera
mencabut keluar pedang Kit Hong Kiam yang tersoren
dibelakang punggungnya.
Terdengar suara dentingan yang amat nyaring menggema
memecahkan keheningan menyusul kemudian terlihat cahaya
biru memancar ke empat penjuru.
Si Bintang berkepala sembilan logi segera meloloskan
pedangnya daridalam sarung kemudia serunya tertawa:
"Pedang bagus!"
Setelah memegang senjatanya, Kit Hong Kiam khek Wan
Liang segera menggetar pelan senjata mestikanya itu,
ditengah udara segera muncul tiga kuntum bunga pedang
yang menyilaukan mata.
Demonstrasi jurus Bwe Hoa Sam Long (Tiga Kuntum Bunga
Bwee melompat) tersebut dengan cepat memancing pujian
semua orang.
Sebenarnya tujuan dari Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
bukan untuk memamerkan kepandaiannya, tapi kejadian ini
justru telah membangkitkan amarah dari bintang berkepala
sembilan Li Gi.
Tampak sepasang matanya melotot besar dengan
memancarkan cahaya kebuasan. ditatapnya wajah Kit Hong
Kiam Khek Wan Liang dengan penuh kegusaran, kemudian
sambil tertawa seram katanya,
"Orang she Wan, lebih baik jangan menjual lagak lagi
disini. mari kita tentukan kemampuan kita diujung senjata!"
Begitu selesai berkata, goloknya segera diputar kencang,
lalu membacok ketubuh Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
dengan mempergunakan jurus Soat Kay Hoan-San (salju
menyelimut Hoa san).
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang merupakan seorang tokoh
sakti dalam dunia persilatan dewasa ini, ilmu pedangnya
sangat lihay sekali, meski belum sampai setahun dia terjun
kedalam dunia persilatan, akan tetapi nama besarnya telah
menggetarkan seluruh kolong langit.
Ilmu pedangnya yang telah mencapai puncak
kesempurnaan itu boleh dibilang merupakan seorang jago
pedang paling tangguh selama seratus tahun belakangan ini.
Ketika dilihatnya golok Kiu Tau Siu Li Gi membacok datang,
sambil mendengus dingin dia miringkan kepalanya kesamping
dan mengegos dari ancaman tersebut, kemudian dengan
cekatan dia mundur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
"Li tangkeh!" ujarnya dengan lantang, "kalau hanya
mengandalkan kemampuanmu seorang masih ketinggalan
jauh sekali, mengapa kalian bertiga tidak maju bersama sama
saja?"
Cemoohan yang bernada mengejek ini kontan saja
membuat paras muka Kiu tau siu Li Gi menjadi merah padam.
kegusarannya makin membara, bentaknya keras :
"Keparat she Wan, serahkan selembar jiwa anjingmu!"
Seusai bekata bagaikan anjing gila dia menubruk kedepan.
goloknya diayun ke udara dan membacok batok kepala Kit
Hong Kiam Khek Wan Liang secara keji.
Pada saat itulah dari dalam arena kembali melompat keluar
dua sosok bayangan manusia sambil mengayun golok masing
masing. mereka menyerang Kit Hong Kiam Khek secara ganas.
Tak bisa disangkal lagi, kedua orang itu bukan lain adalah
loji dan losam dari Tiang Pek Sam Sat, Pia Mia Siu(Binatang
beradu jiwa )Li Khing, dan Liat hwe Siu(binatang berangasan)
Li Hiong.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang menjadi girang. setelah
dilihatnya ketiga orang itu turun tangan bersama, tanpa terasa
ia mendongakan kepalanya dan berpekik nyaring, menyusul
kemudian sambil menerjang kemuka, dia mengembangkan
permainan ilmu pedang Kit Hong Kiam Hoatnya untuk
melancarkan serangan balasan.
Tiang Pek Sam Sat bukan manusia sembarangan. mereka
sudah terkenal dalam dunia persilatan, sudah banyak
kejahatan yang mereka lakukan, kekejamannya bukan
kepalang, tak sedikit manusia yang tewas ditangan mereka.
Dalam kalangan Liok lim, mereka dikenal sebagai jago kelas
satu yang disegani banyak orang, Akan tetapi bila
dibandingkan dengan kehebatan Kit Hong Kiam khek, maka
kemampuan mereka itu boleh dibilang masih selisih jauh
sekali.
Tak selang berapa saat kemudian, empat orang yang
berada diarena pertarungan itu sudah saling bergebrak
sebanyak sepuluh gebrakan lebih.
Mendadak Tiang Pek Sam Sat berpekik aneh, tubuh mereka
melejit setinggi satu kaki lebih, kemudian dengan membentuk
satu garis, tiga bilah golok mereka dengan posisi segitiga,
terbagi menjadi atas, kiri dan kanan bagaikan sebuah jalan
mengurung tubuh Kit Hong Kiam Khek.
Menghadapi ancaman tersebut, Kit Hong Kiam khek Wan
Liang mendengus dingin, dengan jurus Ki-hwee liau-thian
(mengangkat obor membakar langit) pedangnya diangkat
diatas kepala.sepasang matanya mengawasi ketiga kuntum
bunga golok yang meluncur tiba dari tengah angkasa itu
dengan seksama ....
Dengan kecepatan bagaikan sambaran petir ketiga kuntum
bunga golok yang meluncur datang dari tengah angkasa itu
telah tiba dalam sekejap mata . ...
Traaaang benturan senjata yang amat nyaring
berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian
terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati bergema,
bayangan manusia segera berpisah, loji dari Tiang Pek Sam
Sat, si binatang beradu jiwa Li Kheng telah terkapar ditanah
dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Dan sebaliknya si binatang berkepala sembilan Li Gi dan si
binatang berangan Li Hong segera melejit kesamping untuk
menghindarkan diri, kemudian tanpa berpaling lagi mereka
kabur menyematkan diri dari tempat tersebut.
Sehabis melukai ketiga orang lawannya Itu, Kit Hong Kiam
Khek Wan Liang berdiri tenang seakan-akan tak pernah terjadi
sesuatu apapun, ia berdiri ditempat dengan senyum dikulum,
lalu sambil tersenyum tegurnya :
"Sekarang, tiba giliran siapa"
Bi Kun lun Siau Wie Goan maju dua langkah kedepan, lalu
sahutnya sambil tertawa seram :
"Atas kesudian beberapa orang sahabat yang hadir di arena
malam ini untuk mempercayai diriku, aku telah diangkat
menjadi pemimpin mereka sesungguhnya tujuan kami
mengundang kehadiran saudara Wan kemari, tak lain adalah
berharap kau suka meluluskan satu permintaan kami."
"Apakah permintaan kalian itu?" tanya Kit Hong Kiam Khek
Wan Liong sambil tertawa dingin.
"Minta kepadamu untuk selamanya mengundurkan diri dari
dunia persilatan..." jawab Bi Kun Lun Siau Wie Goan tegas.
"Kalau tidak . . ?" Wan Liang balik bertanya
"Terpaksa aku harus berbuat kasar kepadamu" Baru selesai
Bi Kun Lun Siau Wie-Goan mengutarakan kata katanya, Siau
Hu Yong Cian Lan Eng yong berada disampingnya telah
menukas dengan wajah sedingin es
"Wie-Goan buat apa banyak bicara dengannya, waktu
sudah tidak pagi lagi."
Begitu mendengar ucapan tersebut, seketika itu juga Kit
Hong Kiam Khek merasakan sorot matanya memancarkan
cahaya berapi, dia tak menyangka kalau kekasih yang
dicintainya, kini telah berubah menjadi seorang manusia sekeji
ini.
Tak tahan lagi, akhirnya dia mencaci maki dengan penuh
kegusaran :
"Perempuan rendah, . sekalipun sudah menjadi setan, aku
orang she Wan ingin mendahar darah dan dagingmu!"
Siau Hu yong Chin Lan Eng segera tertawa terkekeh-kekeh
dengan jalangnya :
"Heehh... . heeehhh. ,.. Wan tayhiap yang sok suci dan sok
gagah, memangnya kau anggap bisa menelan aku Lan eng
dengan begitu saja ? Malam ini, bila kau bisa meninggalkan
tempat ini dalam keadaan selamatpun sudah merupakan suatu
kemujuran bagimu"
Saking marahnya Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sempat
tertawa nyaring, suaranya ibarat monyet monyet di selat Wi
sia yang berpekik bersama, suaranya penuh kepedihan.
kesedihan, seperti menjerit, seperti menangis, mengerikan
sekali kedengarannya.
Begitu selesai tertawa, mendadak ia melotot besar,
mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil menggertak
gigi bentaknya.
"Aku orang she Wan tidak percaya kalau kau si perempuan
rendah bisa memiliki kemampuan untuk menahanku disini,
malam ini aku orang she Wan datang dengan membawa tekad
untuk beradu jiwa, tapi setelah mendengar perkataan itu, aku
orang she Wan justru tak akan mati, ingin kulihat apa yang
bisa kau lakukan terhadap diriku?"
Baru selesai Kit Hong Kiam Khek Wan Liang berkata,
mendadak terdengar suara seseorang yang tua tapi nyaring
bergema datang.
"Omitohud!"
Dari sudut tanah lapang itu pelan pelan berjalan mendekat
seorang pendeta tua.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera berpaling sekejap ke
arahnya, ternyata orang itu adalah Leng Kong taysu,
ciangbujin dari partai Go bi .. ..
Dengan langkah pelan Leng kHong toysu berjalan ketengah
arena, kemudian tegurnya:
"Wan tayhiap, sejak berpisah baik baikkah kau? Mengingat
hubungan persahabatan kita selama beberapa tahun, pinceng
ingin menasehatimu dengan sepatah kata: Turutilah anjuran
dari Siau tayhiap, sejak detik ini mengundurkan diri dari
keramaian dunia persilatan dan jangAn muncul kembali dalam
keramaian dunia!"
"Mengapa? Persoalan dari aku orang she Wan hanya aku
sendiri yang bisa memutuskan. Hari ini, mengapa taysu malah
berkomplot dengan kaum munafik untuk menghadapi aku?"
Malam ini, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sudah cukup
menyadari akan situasi yang dihadapinya, diapun tahu
kesalahan pahaman umat persilatan kepadanya tak mungkin
bisa dijelaskan dalam sepatah kata saja, oleh karena itu sikap
maupun caranya berbicara pun turut berubah menjadi agak
keras dan ketus.
Tapi dengan demikian. hal ini justru telah telah
membangkitkan kemarahan umum dari semua jago lihay yang
berkumpul diarena hari ini.
Belum sempat Leng KHong taysu menjawab pertanyaan itu,
ketua Tiang Ciu Pang dari sungai kuning Kang Hong Siang
telah membentak dengan penuh kegusaran:
"Orang she Wan, yakinkah kau dapat mengundurkan diri
dengan selamat..?"
"Soal ini tidak perlu kau risaukan!" jawab Kit Hong Kiam
Khek Wan Liang sinis.
"Bagus sekali!" ketua Tiang ciau pang Kang-Hong Siang
tertawa lebar, "rupanya kau orang she Wan, seorang manusia
tak tahu diri, hm... kau anggap kepandaian yang kau miliki
sudah terhitung sangat liehay? Siapa tahu lohu dapat
memenuhi harapanmu itu".
Begitu selesai berkata dia segera menggerakkan sepasang
bahunya dan bergerak kedepan dengan kecepatan luar biasa,
belum tiba pada sasarannya, sebuah pukulan dahsyat yang
disertai desingan angin tajam telah di lontarkan keatas tubuh
Kit Hong Kiam Khek.
Sebelum peristiwa ini, antara Kang Hong Siang dan Wan
Liang memang sudah pernah terikat oleh suatu perselisihan,
kin begitu musuh besar saling bertemu,tanpa terasa lagi
Padam seluruh wajahnya, tanpa banyak berbicara lagi
pertarungan sengit segera berkobar.
Padahal keadaan seperti ini justru merupakan apa yang
dihadapkan oleh Kit Hong Kiam Khek Wan Liang, sebab
berbicara soal kemampuan. dia masih sanggup untuk
mengungguli setiap orang yang hadir diarena bila pertarungan
dilangsungkan satu lawan satu.
Tapi orang kuno pernah berkata. Sepasang tangan susah
menghadapi empat tangan, hohan sukar menahan kerubutan
orang banyak Andai kata belasan orang jago lihay yang hadir
sekarang menyerang bersama sama, betapapun lihaynya ilmu
silat yang dimiiki Kit Hong Kiam Khek Wan Lang, toh lebih
banyak ancaman bahayanya daripada keuntungan.
Maka diapun segera menggunakan sistim memecah belah
kekuatan lawan untuk mengobarkan kemarahan mereka satu
demi satu, kemudian membereskan pula mereka satu demi
satu, sehingga dengan demikian, akan makin melemah
kekuatan lawannya.
Tatkala serangan dari Kang Hong Siang di lancarkan
datang, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang juga tak sungkan
sungkan lagi, pedang mustikanya segera diayunkan ke udara
membentuk serentetan bianglala yang amat menyilaukan
mata, lalu dengan Jurus Khong Ciok Say "burung merak
mementangkan sayap" pedangnya membuat selapis kabut
pedang yang tebal untuk membendung lebih dulu ancaman
dahsyat lawan, setelah itu sambil berpekik nyaring tubuh
berikut pedangnya melebur menjadi satu mulai
mengembangkan permainan ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat
yang telah didalaminya selama dua puluh tahunan itu.
"Sreeet, sreseet, sreeet....." tiga buah serangan berantai di
lancarkan secara beruntun memaksa Kang pangcu yang
menjagoi sungai Huang Ho ini terdesak mundur sejauh satu
kaki-
Belum lagi dirinya berdiri tegak, suatu pekikan nyaring
kembali berkumandang, pedangnya dengan menciptakan
selapis cahaya tajam langsung membabat batok kepala Kang
Hong Siang dengan 'Liu tian ciau ka' "kilat dan guntur menjadi
satu".
Pada hakekatnya serangan tersebut dilancarkan dengan
kecePatan yang amat sukar diikuti dengan pandangan mata,
mimpipun Kang Hong Siang tidak mengira kalau ilmu pedang
Kit Hong Kiam yang amat termashur itu mengandung jurus
ampuh yang mematikan.
Menanti ia menyadari tibanya cahaya biru didepan mata,
keadaan sudah terlambat, tanap terasa ia menjerit kaget:
"Habislah riwayat ku kali ini!"
dengan cepat ia memejamkan matanya menantikan
datangnya kematian.
Di saat yang kritis itu. mendadak dari tengah arena
meluncur dua sosok bayangan hitam kemudian menyusul dari
arena itu berkumandanglah suara bentrokan senjata yang
amat nyaring...
Tiba tiba saja Kang Hong Siang merasakan munculnya
segulung angin pukulan yang dahsyat itu menghantarnya
keluar dari arena dan jatuh terkapar ditanah.
Menanti dia dapat kembali, tampaklah Leng Khong toysu
dan Bi Kun Lun Siau Wie Goan telah menyelamatkan selembar
jiwanya barusan.
sementara itu, Bi Kun Lun Siau Wie Goan telah menjadi
naik pitam, dia itu lantas membentak dengan nyaring:
"Saudara sekalian malam ini dia tak boleh dibiarkan pergi
lagi dalam keadaan hidup.:
Selesai berkata dia segera meloloskan pedang nya lebih
dulu.
Kawanan jago lainnya juga meloloskan senjata masing
masing, hanya Leng kong taysu, ketua dari Go bi pay saja
yang menggulung bajunya sehingga kelihatan lengannya yang
kekar, ia tidak mempergunakan senjata tajam,.
Menyaksikan situasi yang terbentang ada di depan mata
itu, seketika itu juga Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
merasakan hatinya turut menjadi tegang, dia cukup tahu kalau
kawanan jago yang hadir di arena sekarang terdiri dari jago
jago golongan putih maupun hitam, sebagian besar jago jago
itu merupakan kelas satu dalam dunia persilatan, bukan
berarti suatu pekerjaan gampang untuk melarikan diri dari
kepungan dengan selamat.
Tampak sorot matanya itu terakhir berhenti diatas tubuh Bi
Kun Lun Siau Wie Goan, dibalik sorot matanya itu terpancar
keluar rasa benci dan dendam yang amat tebal.
Selama ini Bi Kun Lun Siau Wie Goan hanya tertawa dingin
tiada hentinya, sedang istrinya Siau Hu Yong Chi Lan Eng
tertawa jalang, tampaknya mereka sengaja berbuat demikian
untuk membangkitkan kemarahan dari Kit Hong Kiam Khek
Wan Liang agar lebih cepat turun tangan untuk menentukan
mati hidup mereka.
Benar juga, Kit Hong Kiam Khek segera masuk perangkap,
dengan sorot mata yang berapi-api seperti binatang buas. dia
memandang ke kiri kanan dengan garangnya, persis seperti
seekor harimau yang sedang mengincar mangsanya.
Anehnya, sekalipun kawan jago tersebut sudah begitu lama
melakukan pengepungan, namun tak seorangpun diantara
mereka yang maju untuk melancarkan serangan
Tapi hal inipun tak bisa disalahkan. Kit Hong Kiam Khek
Wan Liang sudah termashur dipersilatan sebagai seorang
jagoan yang amat dahsyat. bagaimanapun banyaknya
kawanan jago yang mengurungnya, tak urung mereka dibikin
tercekat juga oleh kegagahan lawannya.
It ci hoa kim (pedang satu huruf) Yu liang gi dari Thian
cong pay tak dapat menahan sabarnya lagi, mendadak ia
membentak keras.
"Apalagi yang mesti dinantikan?"
Begitu selesai berkata (bunga kuncup baru mekar),
kemudian dengan membawa sambaran angin tajam
membacok tubuh Wan Liang.
Begitu It Ci hoa Kiam Yu liang gi mempelopori serangan
tersebut, To gan sinkun (malaikat sakti bermata tunggal) Cong
Eng hui yang berada disebelah kanannya segera
menggerakkan senjata andalannya Siang coa kou (sepasang
kaitan ular) untuk menyerang Kit Hong Kiam Khek.
Begitu dua orang itu sudah melibatkan diri dalam
pertempuran, serentak puluhan orang jago lihay lainnya turut
melepaskan pula serangan-serangan.
Walaupun Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sudah bertekad
untuk melangsungkan pertarungan sengit, setelah
menyaksikan kejadian itu, tak urung naik pitam juga
dibuatnya, dia segera membentak gusar: "Bedebah, kalian
benar-benar tak tahu malu !"
Pedang Kit Hong Kiamnya segera berubah dengan jurus
Ban Hong jut ciau (selaksa lebah keluar sarang), secepat kilat
dia menerjang It ci hoa Kiam Yu Liang Gi, tapi sampai
ditengah jalan, nendadak dia marubah jurus serangannnya
menjadi Thian ho ta sia (sungai langit tumpah kebawah)
dengan kecepatan tinggi ia berganti menususk pergelangan
tangan dari To Gan sinkun Cong Eng hui.
Jurus serangan ini sekilas pandangan seperti terdiri dari
dua gerakan, padahal diantara maju mundurnya terbentuk
selapis cahaya tajam yang bersambungan,
It-ci hoa-Kiam Yu Liang gi. si jagoan pedang dari Thiam-
cong-pay itu segera merasakan pandangan matanya menjadi
kabur, sementara dia mundur dengan gugup, pedang sakti
dari
Kit Hong Kiam Khek telah berganti arah mengancam To
gan-sinkun.
Dipihak lain To Gan sinkun Cong Eng hui mimpipun tak
pernah menduga kalau Kit Hong Kiam Khek bakal
mempergunakan taktik suara ditimur menyerang kebara unutk
memperdaya dirinya, menanti desingan angin pedang sudah
tiba didepan badan, untuk menghindar tak sempat lagi.
Tahu tahu ujung pedang Wan Liang secepat kilat sudah
menyambar diatas pergelangan tangannya secara telak.
Mendadak terdengar To gan sinkun Cong Eng hui menjerit
keras, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan, sambil memegangi pergelangan tangannya
yang terluka dia mengundurkan diri dari arena pertarungan.
Beberapa macam gerakan itu dilakukan dalam waktu
singkat, meski panjang untuk diceritakan. padahal
kecepatannya ibarat sambaran cahaya berkilat saja.
Dalam waktu singkat seluruh arena telah diliputi kilatan
golok dan pedang serta suara teriakan yang memekakan
telinga, diantaranya terdengar beberapa kali jeritan ngeri serta
teriakan kesakitan.
Dalam sekejap mata, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang telah
dikepung musuh dari empat penjuru, semua musuh yang
dihadapinya rata rata merupakan jagoan kelas satu, walaupun
ia sudah mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya
untuk melawan, namun setiap saat dia mesti menghadapi
rintangan yang cukup berat.
Betul dia tangguh dan berilmu tinggi, tapi mungkinkah dia
untuk menghadapi kerubutuan puluhan orang sekaligus.
Ternyata Bi Kun Lun siau Wie Goan cukup licik, setiap kali
melancarkan serangan dia selalu meninggalkan beberapa
bagian tenaga murninya. sikap tersebut seakan-akan hendak
memberi kesempatan bagi Kit Hong Kiam Khek untuk
mengatur naps, tapi bagi pandangan orang yang pintar maka
tindakan semacam ini justru menunjukkan kelicikan, seakan-
akan dia merasa tidak puas sebelum menyaksikan Wan Liang
mati kelelahan dan kehabisan tenaga.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang cukup memahami keadaan
tersebut, maka diapun khusus mencari Siau Wie Goan sebagai
sasarannya, jurus serangan demi jurus serangan semuanya
dibacokkan ketubuh Bi kun lun.
Tak selang setengah perminum teh kemudian sekujur
badan Kit Hong Kiam Khek sudah penuh dengan luka bacokan
, darah segar telah membasahi seluruh badannya, namun dia
masih tetap melawan dengan gagah beraninya.
Siau Hu Yong Chin Lan Eng katanya saja turut ambil bagian
dalam kerubutan tersebut, tapi dia lebih tepat kalau dibilang
membantu mencaci maki.
Perempuan jalang yang tak tahu malu ini sembari
melancarkan serangan, ia selalu melontarkan kata kata
cemoohan dengan kata yang kotor dan cabul untuk
merangsang kegusaran Wan Liang.
Bahkan boleh dibilang setiap kata yang diucapkan olehnya
terasa bagiakan sebilah pisau yang menembusi perasan Wan
Liang, membuat ia merasa amat menderita.
Begitulah disamping harus melakukan perlawanan mati-
matian terhadap ancaman yang datang dari kawanan jago
lihay, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang juga harus menaan sakit
hatinya akibat cemoohan orang, batinnya mengalami
penderitaan, siksaan yang amat sangat ini membuat jago tua
ini teringat untuk mati.
Tapi baru saja ingatan untuk mati melintas didalam
benaknya, napsu untuk hidup serta bara api dendam yang
membara dalam bati semakin berkobar, dengan cepat ingatan
mana melintas dalam benaknya, diam-diam dia pun berpikir :
"Aku tak boleh mati, bagaimanapun juga aku harus tetap
hidup lebih lanjut !"
Begitu ingatan mana melintas lewat, tiba-tiba ia
mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring, segenap
sisa tenaga dalam yang di milikinya dihimpan menjadi satu,
dengan mennjejakkan kakinya ketanah. Dia melambung tinggi
dua kaki lebih ke tengah udara, kemudian berjumpalitan,
pedang menciptakan berkuntum bunga pedang yang bagaikan
hujan gerimis menyelimuti tubuh semua orang.
Waktu itu para jago bertarung dengan penuh napsu,
menyaksikan ia melambung keudara. serentak semua orang
mengangkat goloknya ke atas pula.
"Omitohud" seru Leng Khong taysu dari Go Bi Pay
menyusul dibelakang tubuh Wan Liang, dia melejit pula
ketengah udara sambil melancarkan sebuah pukulan.
Bila digencet dari atas dan bawah, bagaimanapun lihaynya
ilmu silat yang kau miliki, rasanya sulit juga untuk
menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Kit liong-Kiam-kek Wan Liang memang cukup lihay,
tubuhnya yang baru melesat sejauh satu kaki dari permukaan
tanah itu mendadak menghentikan gerakan badannya, lalu
dengan ilmunya Sia Khong Teng sin (Menghentikan badan
ditengah udara) dia menahan gerakan tubuhnya, kemudian
pedanga yang sebenarnya hendak membacok kebawah itu
diangkat keatas secara tiba-tiba.
Dengan meringankan tubuh Liu Im ti (Tangga awan
berjalan) yang amat liehay itu, tubuhnya melejit keudara, saat
itulah dia bertemu dengan sergapan yang dilepaskan Leng
Khong taysu dari atas kebawah.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang sangat membenci kawanan
jago silat yang menganggap dirinya pendekar tapi
kenyataannya berbuat sewewenang wenang, tanpa berpikir
panjang lagi pedangnya dengan manggunakan jurus Thian
khong lui hee (guntur menggelegar dari tengah angkasa)
langsung membabat sepasang kaki Leng Kong taysu.
Kasihan Leng khong taysu yang terlalu memandang enteng
lawannya itu, tatkala menyaksikan pedang saktinya
menyambar kebawah, tubuhnya sudah tak sanggup lagi untuk
melejit keudara.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan. kaki Leng Hong taysu tahu-tahu
sudah terpapas kutung menjadi dua bagian, orangnya pun
segera ribih terkapar keatas tanah dan jatuh tak sadarkan diri.
Bi Kun Lun Siau Wie Goan yang pertama menemukan
peristiwa ini, sambil membentak gusar tubuh berikut
pedangnya segera melebur menjadi satu, kemudian meluncur
kearah mana Kit Hong Kiam Khek terjatuh tadi.
Sayang keadaan sudah terlambat. tubuh Kit Hong Kiam
Khek telah lenyap dibawah tebing Goan Gwat Peng tersebut.
-Bagian Pertama-
SENJA TELAH menjelang tiba, matahari sore dengan
membawa sisa cahayanya telah bersembunyi dibalik bukit,
angin berhembus kencang menggugurkan dedaunan yang
mengering.
Dalam suasana beginilah, lamat lamat terdengar suara
derap kaki kuda yang lemah diiringi suara gemerisik
berkumandang datang diri bawah bukit sana ....
Tak lama kemudian, dari balik tikungan bukit muncul
seekor kuda kurus yang bernafas memburu dan tubuh penuh
dengan pasir, di-atas kuda tadi duduk seorang lelaki setengah
umur yang berpakaian dengan warna luntur. sebilah pedang
antik tersoren dipinggangnya, tapi wajahnya murung dan
sedih. .
Dengan termangu dia duduk diatas pelana sambil
membawa sinar mata ke tempat sana.
Dalam pangkuannya sebelah depan duduk pula bocah
berumur lima, enam tahun yang berwajah tampan dengan
bibir yang merah serta dua baris gigi berwarna putih.
Kuda itu, dengan susah payah berjalan maju ke depan.
Mendadak terdengar bunyi burung yang ber-kaok kaok,
ketika lelaki setengah umur itu mendongakkan kepalanya
tampaklah seekor burung gagak sedang bertengger diatas
dahan sambil berbunyi tiada hentinya.
Dengan rasa segan lelaki setengah umur itu menarik
kembali sinar matanya yang sayu, kemudian tertawa dingin,
gumamnya:
"Binatang sialan, kaupun dapat mewartakan suasana
murung bagi diriku .. . ."
Tiba tiba kuda kurus itu terkulai lemas dan roboh terkapar
keatas tanah ....
Dengan tubuh terkejut lelaki setengah umur itu menyambut
tubuh si bocah dan melompat turun dari atas pelana.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya, tampak bayangan abu
abu berkelebat lewat, lelaki setengah umur itu sudah
melayang turun ke atas tanah.
Tangannya yang satu menahan tali lesnya, sementara
tangan yang lain mengelus bulu surai kuda tersebut sambil
ujarnya dengan penuh perhatian :
"Siau hek, kau terlalu lelah, mari kita istirahat sebentar,
menanti kesehatan tubuhmu sudah pulih kembali kita baru
lanjutkan perjalanan ini... "
"Aaai... kau pasti akan menggerutu kepada ku sebagai
majikan yang tak pernah memikirkan tentang dirimu, padahal
aku sendiri pun merasa murung dan sedih, coba bayangkan,
Hanya setahun, dalam setahun yang singkat, kau dan aku
telah berubah ... bukankah begitu? Siau hek..."
Kuda kurus yang bernama "Siau hek" itu seakan akan
mengerti dengan perkataan dari majikannya, dia meringkik
tiada hentinya seperti lagi menghela nafas.
Lelaki berusia pertengahan itu segers menepuk nepuk leher
si kuda menitahkan kepadanya untuk beristirahat. lalu sambil
duduk di sampingnya, dengan penuh kasih sayang dia
membelai bulu surai kuda itu seraya katanya-
"Kau bertambah kurus Siau hek, untung kau dan aku tak
usah menempuh badai lagi. teringat tahun berselang, kita
masih termasyur sampai dimana-mana, kapankah kita pernah
menjadi anjinga yang dikejar kejar orang? Apakah inilah balas
jasa yang harus kita terima bagi perjuangan kita selama
sepuluh tahun?"
Gumamam tersebut segera menyentuh perasaan sedih
yang mencekam perasaan lelaki setengah umur itu, dia separti
merasakan tekanan batin yang amat hebat tapi tak sanggup
untuk mengutarakannya keluar, selesai berkata ternyata dia
mendekam diatas tengkuk si Siau hek dan menangis tersedu
sedu ....
Air mata yang panas meleleh keluar membasahi pipinya
dan menembusi pakaiannya, tiap air mata berarti setetes
darah, suatu persoalan.
Yaa, selama sepuluh tahun berjuang, menanamkan
kebaikan dan kebajikan bagi manusia tapi hasil yang
diperolehnya hanya cemoohan dan dendam kesumat, bahkan
kekasih yang di cintai bagaikan nyawa sendiripun telah
meninggalkan pelukannya berpindah ke pelukan orang-lain.
Yang lebih mengenaskan lagi adalah ia lari ke dalam
pelukan seorang lelaki yang sebetulnya merupakan sobat karib
yang dianggap bagaikan saudara kandung sendiri, tak heran
kalau dia jadi sedih dan melelehkan air mata.
"Hayo bangun Siau hek! Kita sudah hidup miskin dan
terdesak, tiada sesuatu kenangan yang bisa diingat kembali"
Ucapan semacam itu entah sudah diulang beberapa kali,
dan sslalu diucapkan dalam keadaan kecewa dan sedih
Siau hek segera menggerakkan lehernya sambil meringkik
panjang, tiba tiba ia bangkit berdiri.
Mula mula lelaki itu membimbing bocah itu terlebih dulu,
kemudian ia baru naik keatas punggung kudanya dan
melanjutkan perjalanannya menelusuri jalan.
Waktu itu sudah bulan sembilan, angin musim gugur
berhembus kencang menggugurkan dedaunan dan
menggoyangkan dahan serta ranting, membuat suasana jadi
bertambah suram dan gelap ....
Ditengah keheningan yang mencekam hanya ada derap
kaki kuda serta deruan angin kencang yang membelah bumi,
suasana semacam ini membuat pendekar itu merasa dirinya
makin kesepian, makin terasing dari keramaian dunia.
Ternyata lelaki setengah umur itu tak lain adalah Kit Hong
Kiam Khek Wan Liang yang pernah menggetarkan seluruh
dunia.
Apakah dia benar benar telah mengundurkan diri dari
keramaian dania persilatan?
Berapa tahun berselang, baik jago dari golongan putih
maupun golongan hitam segera akan mengacungkan
jempolnya bila menyinggung tentang Kit Hong Kiam Khek Wan
Liang.
Tapi sekarang, apa sebabnya dia bisa berubah menjadi
begitu mengenaskan dan menyedihkan?
Dia sesungguhnya lagi menghindarkan diri dari apa?
Sedang menantikan apa?
Waktu itu, setelah dari tebing Koan jit peng Kit Hong Kiam
Khek telah jatuh tak sadarkan diri.
Orang bilang: Siapa menanam kebaikan dia akan mendapat
kebaikan Kit Hong Kiam Khek Wan Liang pernah menolong
nyawa seorang bocah didalam sebuah hutan yang lebat,
akhirnya selembar jiwanya ditolong pula oleh bocah kecil itu.
Ketika Kit Hong Kiam Khek Wan Liang tersadar kembali dari
pingsannya dan melihat si bocah kecil yang duduk
disampingnya, seketika itu juga keinginan untuk hidup segera
tumbuh dalam hatinya, dia bertekad hendak hidup lebih jauh,
bertekad hendak mencari kecepatan uniuk membalas dendam,
membalas sakit hati.
Maka sambil memaksakan diri dia mengambil obat dari
sakunya, lalu menitahkan kepada bocah itu untuk
mengobatinya.
Bocah itu adalah putra dari Suma Tiong-yu, seorang
pembesar setia dari Pemerintah asa itu, selain cerdik juga
berbakat bagus, oleh karena itu ia dapat melaksanakan
perawatan yang baik untuk menyembuhkan luka dari lelaki
tersebut.
Berhubung kedua orang itu sama sama hidup sebatang
kara maka timbul perasaan simpatik diantara kedua belah
pihak.
Kit-Hong-Kiam-kek Wan Liang merasa marah karena
difitnah orang dan dikucilkan dari dunia persilatan, sebaliknya
Suma Thian-yu, si bocah itu telah kehilangan kedua orang tua
nya dan tak punya tempat tinggal lagi.
Maka dari itu, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera
mengambil keputusan untuk mengajaknya melakukan
perjalanan bersama. Setelah beristirahat selama beberapa hari
dibawah bukit Ciat thian Hong, sambil berusaha
menghindarkan diri dari pengejaran Bi Kun Lun Siau Wie
Goan, diapun berusaha menyembuhkan luka nya.
Ternyata setelah sehat kembali, Kit Hong kiam Khek Wan
Liang merasakan pukulan batin yang amat berat membuatnya
berusaha untuk menghindarkan diri dari kenyataan, sering
merasakan tersentuh hatinya dan sedih, padahal penderitaan
yang dialaminya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan
dengan apa yang diderita bocah kecil itu.
Suma Thian yu pernah bermaksud untuk belajar silat dari
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang namun permintaan itu ditolak
olehnya.
Perlu diketahui, selama hidupnya Kit Hong Kiam khek Wan
Liang selalu terbenam dalam ilmu silat, maka masa depannya
menjadi hancur tak karuan, sini dia merasa muak terhadap
Segala macam perselisihan dau pembunuhan dalam dunia
persilatan
Mengingat apa yang telah dialaminya selama ini, sudah
tentu dia tak ingin menyaksikan bocah itu mengalami nasib
yang sama seperti diri nya, tak heran kalau permintaan bocah
itu di tolak tegas-tegas.
Waktu malam sudah kelam, angin berhembus kencang
membuat suasana amat mengerikan.
Setelah melewati sebuah gunung yang tinggi, didepan
muncul sebuah bukit kecil yang diliputi kabut tebal,lama sekali
Kit Hong Kiam khek Wan Liang memperhatikan bukit tersebut,
akhirnya dia bergumam lagi kepada si kuda Siau-hek
"Sudah sampai siau Hek, didepan sanalah bukit Gi Im Hong
masih ingatkah kau? Enam tahun berselang aku pernah
memberitahukan kepadamu dikemudian hari aku akan
mengajaknya berdiam dibukit ini tak kusangka enam tahun
kemudian, kami benar-benar telah kembali kesini, bukit Gi im
hong masih tetap seperti dulu, tapi di. . ,"
Dengan sedih dia menghela napas panjang, semua
kemurungan yang memenuhi dadanya selama inipun buyar
mengikuti helaan napas tersebut.
Tanpa terasa bayangan tubuh Siau Hu yong Chin Lan eng
melintas kembali dalam benaknya, wajahnya yang menawan,
senyumnya yang manis, dan suaranya yang begitu merdu.
Sumpah setianya masih mendengung dalam telinganya,
cinta kasihnya yang dalam serasa masih menyelimuti dadanya,
tanpa terasa Wan Liang menjadi melamun, terbuai oleh
lamunan nya yang indah.
Hingga burung gagak berbunyi memecahkan kesunyian, ia
baru tersadar dari lamunannya
Puncak Gi Im Hong terletak dalam propinsi Oulam dalam
deretan pegunungan Kil ih san, puncak itu menjulang tinggi ke
angkasa dikelilingi banyak bukit lainnya.
"Rumah" dari Kit Hong Kiam Khek Wan Liang terletak
dipunggung bukit terjal tersebut, yaitu didalam sebuah gua
kuno yang dikelilingi oleh semak belukar.
Gua itu ditemukan Kit Hong Kiam Khek Wan Liang pada
enam tahun berselang, ketika ia sedang menemani Siau hu
yong Chin San eng berpesiar ketempat itu, waktu itu mereka
telah bekerja keras hampir sebulan lamanya untuk
mendandani gua itu, bahkan menyiapkan pula alat
perlengkapan rumah tangga sebagai tempat mereka berdiam
dikemudian hari.
Tapi, perubahan manusia sukar diduga siapa sangka enam
tahun kemudian, yang datang kembali ke gua hanya seorang
pendekar pedang yang murung dan sedih.
Yaa, siapakah yang dapat menduga perubahan nasib yang
bakal menimpa dirinya ?
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang dengan mengajak Yu Ji dan
kuda kurus menuju kedepan gua. ternyata ia tak berani masuk
kedalam, semua benda yang berada disana hanya akan
membangkitkan kenangan dan kesedihan di dalam hatinya
saja.
Tiba didepan gua, lamat lamat Wan Liang mengendus bau
harum tubuh dari kekasihnya, andaikata yang masuk kedalam
rumah- mereka sekarang adalah mereka berdua, tentu indah
sekali suasananya ketika itu. . .Angin gunung berhembus
kencang membuat Yu ji merasa kedinginan setengah mati,
tanpa terasa dengan gigi beradu pintanya kepada Wan Liang;
"Paman, aku kedinginan; bagaimana kalau kita imasuk
untuk beristirahat ?"
Mendengar perkataan itu, Kit Hong Kiam Khek Wan Liang
baru tersentak bangun dari lamunannya.ia melirik sekejap
kearah Yu ji, benar juga ia telah mengkerut menjadi satu dan
gemetar tiada hentinya. Dengan perasaan hati yang kecut
Wan Liang segera membawanya melompat turun dari atas
kuda, dengan cepat ia menemukan tombol rahasia pembuka
pintu, setelah mengikat kudanya didahan pohon, dia
membopong bocah itu masuk kedalam gua.
Ruangan gua itu sangat luas, setelah melalui gerbang,
mereka melewati sebuah lorong yang panjang satu kaki,
didalam terdapat ruangan-ruangan gua yang terang
benderang. pada langit-langit gua itu penuh terdapat mutiara
yang digunakan sebagai alat penerang.
Kit Hong Kiam Khek Wan Liang segera menurunkan Suma
Thian yu keatas tanah, kemudian melangkah masuk kedalam
pintu sebelah kanan.
Baru saja melangkah maju setengah tindak, mendadak ia
menjerit tertahan dengan penuh lain kaget:
"Haaaah?" Seperti orang kalap ia menerjang masuk
keruang dalam.
Suma Thian yu dibikin tertegun oleh tindak tanduknya yang
aneh itu, dia cepat memburu kedalam ruangan dan mengintip
dengan rasa ingin tahu
Tampak Kit Hong Kiam Khek sedang berdiri termangu
memegang sebuah kotak kayu yang berukir indah, matanya
mendelong sementara tangannya yang memegang kotak
tersebut gemetar tiada hentinya.
Lama kemudian, ia baru membuka kotak itu, ternyata
didalamnya berisi secarik kertas...
Dengan wajah pucat, bibir gemetar keras dan mata melotot
besar, lama sekali Kit Hong kiam khek Wan Liang tertegun,
akhirnya dia merobek robek kertas itu, membanting kotak
kayu itu ketanah dan menyumpah dengan penuh kegusaran:
"Perempuan lonte, kamu benar benar perempuan lonte yang
tidak tahu malu, watakmu memang watak lonte, melihat orang
lain lantas tertarik, bukan cuma menyia nyiakanku, kaupun
memaki aku . .. Hmm! Kau perempuan berhati busuk seperti
ular beracun, kau anggap perbuatanmu itu akan membuatku
marah dan mampus? Haaahhh . . . .haa ha ha haa.....aku
justru tak akan mampus, lihat saja nanti..."
Dalam gelak tawa yang amat keras itulah segenap amarah
dan rasa bencinya dilampiaskan keluar, suaranya mengerikan
sekali, seperti orang tertawa dan juga bagai orang menangis
seperti berteriak, lalu seperti monyet yang berpekik, membuat
tiap orang yang sempat mendengarkan suara tertawanya itu
menjadi bergidik.
Dalam waktu singkat seluruh cahaya dalam gua itu
bagaikan bergoncang keras, seperti ada gempa bumi yang
tiba tiba melanda tempat itu, membuat Yu ji yang berada
didepan pintu pun merasakan sukmanya serasa melayang
meninggalkan tubuh, bulu kuduknya pada bangun berdiri,
tangan kakinya gemetar keras.
Jilid 2. Yu-ji, Pewaris muda Bu Tong Pay
DAN tiba-tiba suara tertawanya berhenti, seperti sebuah
bola yang kehabisan udara tiba-tiba dia menjatuhkan diri
diatas meja dan menangis tersedu sedu.
Dalam waktu singkat rasa gusar yang membara kini
berubah menjadi keheningan dan kesedihan, dari sini dapat
diketahui betapa rumitnya pertentangan batin yang sedang
melanda didalam hati. Sampai lama kemudian Wan Liang baru
menghentikan tangisnya dan mendongakkan kepala,
kebetulan ia saksikan Suma Thian yu sedang berjongkok
hendak memungut giok bei retak yang melompat keluar dalam
kotak kayu itu. Hawa amarah yang selama ini mencekam
perasaannya mendadak saja meledak dengan suara
menggelegar bentaknya keras-keras:
"Yu ji, jangan pungut benda itu!"
Suma Thian yu amat terkejut, merah padam wajahnya
karena jengah, dengan cepat ia letakkan kembali giok bei
yang dipunggutnya ketempat semula, kemudian Siap
meninggalkan tempat itu. Dalam pada itu, kemarahan kit hong
kiam kek Wan Liang telah mereda, pelan-pelan dia berkata
lagi:
"Yu ji, ambil benda itu! Ia menandakan hati paman telah
retak, bawalah, aku percaya, waktu dapat mengobati luka
paman yang sudah parah ini."
Suma Thian-yu benar benar dibikin pusing dan tak habis
mengerti oleh sikap pamannya yang luar biasa itu, untuk
sesaat dia tak tahu harus memungut benda itu atau jangan.
Melihat kejadian itu, Wan Liang segera berseru kembali:
"Apa yang kau sangsikan lagi. Biarpun diatasnya telah
bertambah dengan sebuah bekas retakan, namun tidak
mengurangi kecemerlanganannya yang asli, Yu ji, kau masih
muda, sekarang tak akan kau pahami keadaan tersebut,
sekalipun ku utarakan hal yang sesungguhnya belum tentu
kau akan mengerti, biarkan waktu yang menjelaskan
kesemuanya ini kepadamu!”
Seusai berkata, kembali dia menghela napas. Berapa
banyak yang diketahui Suma thian yu? Dalam benaknya yang
masih polos dia merasa bahwa mainan giok bei yang terletak
ditanah itu sangat indah, tentu saja ia tak tahu kalau dibalik
mainan giok bei itu sebenarnya tersimpan suatu kenangan
yang indah juga memedihkan hati, sekalipun diatasnya diliputi
kesedihan dan awan gelap namun cahaya aslinya masih tetap
bersinar terang.
Suma Thian yu tidak sangsi lagi, dengan sangat berhati-hati
ia memungut benda itu dari atas tanah lalu menyimpannya
kedalam saku. Yu ji amar menyukainya, meski diatasnya telah
bertambah dengan sebuah celah yang cukup dalam.
Pelan-pelan kit hong kiam kek berjalan keluar, ditatapnya
Suma Thian yu sekejap, kemudian tegurnya: 'Kau sudah
lapar? Apakah ter biasa makan rangsum kering?"
"Ehmm..!” Suma Thian yu mengiakan, padahal dia tak tahu
apa yang disebut rangsum kering, jangankan melihat
bentuknya, mendengar namanya pun belum pernah.
Wan Liang berjalan kesamping Siau Hek, dari dalam
kantung kulitnya ia mengeluarkan sebungkus rangsum kering,
sambil di angsurkan ke tangan Suma Thian yu katanya:
“ Untuk sementara waktu makanlah rangsum kering ini
untuk menahan lapar, kalau menginginkan air, diatas dinding
yang dibelakang tubuhmu terdapat mata air yang agak dingin
airnya, jangan diminum sekaligus, lebih baik kumurkan dulu
dimulut, kemudian baru ditelan kalau tidak, badanmu bisa tak
tahan."
Suma Thian yu segera membuka bungkusan kertas itu,
ternyata yang dimaksudkan sebagai rangsum kering adalah
kerak nasi yang mengeras bagai batu, tanpa terasa keningnya
berkerut dan agak lama dia ragu untuk memakannya.
Tapi, ketika ia teringat disampingnya berdiri si paman
berwatak aneh yang sedang mengawasi gerak geriknya, maka
tanpa berpikir panjang lagi ia segera menggigitnya.
Sebab kalau dia ragu, berarti memberitahukan kepada
paman itu kalau dia bukan seorang anak yang tahan uji.
Begitulah, setelah menggigit sepotong dia memakanrnya
dengan lagak seakan-akan enak, malah sambil makan dia
berkata.
Eeehmm...enak sekali rasanya, paman, mengapa kau tidak
turut makan..?
Sejak permulaan hingga sekarang, kit hong kiam kek Wan
Liang mengawasi terus gera-gerik bocah itu, melihat keuletan
sibocah tersebut, saking terharunya air matanya jatuh
bercucuran, katanya kemudian dengan suara parau.
“ Nak, kau memang hebat sekali, dengan usiamu begitu
muda, ternyata kau begitu ulet, tahan uji dan mempunyai
semangat besar untuk mengendalikan diri, masa depan mu
pasti cemerlang.”
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sekulum senyuman
segar menghiasi wajahnya.
Ketika Yu ji mendongakkan kepalanya dan menemukan
senyuman menghiasi wajah paman nya, dia menjadi tertegun.
Semenjak berkenalan dengan pamannya, baru pertama kali
ini dia menyaksikan orang itu tertawa, segera pikirnya:
"Ternyata paman bukan orang yang menakutkan!
senyuman itu begitu ramah dan menawan hati"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia lantas menubruk
kedalam pelukan Kit hong kiam kek Wan Liang sambil berseru:
"Paman....”
Kit hong kiam kek Wan Liang memeluk tubuh suma Thian
yu erat erat, saking terharunya dia sampai tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun, sampai lama, lama sekali,
sambil membelai tubah Yu ji, dia bergumam lirih.
"Yu ji, kau ... kau masih kedinginan?”
"Masih sedikit, paman"
"Selewatnya berapa hari, paman akan mengajarkan
semacam sim hoat tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin,
bersediakah kau untuk mempelajarinya...?"
Mendengar kabar itu, Suma Thian yu menjadi girang
setengah mati, dengan wajah berseri segera sahutnya:
"Sungguh paman? Ohh, paman, kau betul-betul sangat baik
kepadaku, tak kusangka kalau paman bersedia mengajarkan
kepandaian ilmu silat kepadaku"
Kit hong kiam kek wan Liang mengelengkan kepalanya
berulang kali, sambil tertawa getir ujarnya:
“ Bukan, bukan begitu, aku hanya akan mengajarkan tenaga
dalam saja untuk mengusir hawa dingin"
"Mengapa?”
Sejak mengetahui kalau pamannya dapat terbang, Suma
Thian yu merasa kagum sekali, maka betapa kecewanya dia
setelah mengetahui kalau pamannya tidak berhasrat untuk
mewariskan kepandaian tersebut bepadanya.
Buru-buru dia berseru lagi:
“ Yu ji ingin terbang, terbang ke angkasa dengan bebas,
hidup bahagia, mengapa paman tidak bersedia
mengajarkannya kepadaku?"
"Anak baik" kata Kit hong kiam kek wan Liang sambil
menghela napas, "aku tidak berharap kaupun mengikut jejak
hidup dari paman, kalau kuterangkan sekarang mungkin kau
belum dapat memahaminya, waktu itu kalau paman tidak
belajar silat, bagaimana mungkin kualami nasib yang tragis
seperti apa yang kualami sekarang. Aaaai.... untuk
menyesalpun sudah tak sempat lagi buat paman, mengapa
pula aku harus menyeret mu untuk terjun pula kedunia seperti
ini?”
Berbicara sampai disitu, diamatinya Yu ji beberapa saat,
dirabanya tulang badan sekujur badannya, lalu berguman.
“ Tapi... mengapa pula aku harus menyia-nyiakan bakat
yang begini baiknya untuk berlatih silat?”
Tapi setelah termenung beberapa saat, kembali dia
menggelengkan kepalanya berulang kali sambil melanjutkan:
"Tidak, aku tak bisa berbuat demikian hal ini harus
disalahkan apa sebabnya aku bisa menerima nasib setragis ini"
Dengan kebingungan Suma thian yu memandang tingkah
laku Wan Liang yang sangat aneh, kemudian tanyanya dengan
tercengang:
Paman, apa yang sedang kau katakan?”
"Ahh...tidak" Kit hong kiam kek Wan liang menyambut,
dengan perasaan apa boleh buat dia melanjutakan, "aku rasa
lebih baik pu satkan saja semua pikiianmu untuk memperoleh
kesuksesan dibidang satra, dikemudian hari kau bisa
menyamai ayahmu, menjadi pembesar yang berpangkat
tinggi, sukakah kau akan pangkat tinggi?"
Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, tak tahu apa yang meski dijawab, padahal dia sendiri pun
tidak begitu mengerti apa yang dimaksudkan dengan sastra,
dan apa pula yang dimaksudkan dengan ilmu silat, dalam
keadaan begitu, bayangkan saja, bagaimana mungkin dia bisa
menentukan pilihannya untuk menjawab.
Walau demikian, perasaan yang bersembunyi didalam
hatinya berbicara bahwa dia enggan menjadi pembesar, sebab
kehidupan semacam itu terlampau terikat, tidak bebas.
Kembali Kit hong kiam kek Wan Liang berkata:
"Jangan banyak curiga, andaikata paman bersedia
melepaskan ilmu silat untuk mengejar bidang sastra, sejak
dahulu aku telah merebut gelar Congkoan, kau anggap paman
tidak mengeri akan Su siu ngo keng?"
"Tidak, tidak, Yu ji bukan berpendapat demikian, hanya
saja Yu ji merasa malas untuk mempelajarinya....."
"Sekarang, waktu sudah tidak pagi, malam ini kau boleh
berada bersama paman, aku lihat kaupun sudah cukup lelah,
lebih baik pergi-beristirahat lebih dulu"
Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu terbangun dari
tidurnya, ia tidak menemukan pamannya berada dalam kamar,
cepat-cepat bocah itu bangun sambil lari keluar.
Baru tiba dimulut gua, dia saksikan Kit hong klam kek wan
Liang sedang berjalan masuk sambil menenteng pedang.
Dengan suara keras Yu ji segera berteriak, "Paman, pagi
benar kau sudah bangun, Yu ji mengira kau sudah pergi
meninggalkan tempat ini!"
Kit hong kiam kek wan Liang segera tersenyum.
“ Anak bodoh, mana paman akan meninggalkan dirimu
seorang diri? Di sini adalah rumah ku, sekarang merupakan
ruman kita, mengapa tanpa sebab aku harus pergi
meninggalkan tempat ini?"
“ Yaa, benar”. Tempat ini adalah rumah kita, paman,"
apakah setiap hari kau tentu akan bangun tidur sepagi ini?"
"Ehmm, udara pagi membantu manusia untuk
menyehatkan badan, dikemudian hari kaupun tak boleh malas
tidur terus, setiap pagi harus bangun iebih awal lagi"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan,
"Mari kita perbaiki sedikit pintu luar gua ini, daripada
membiarkan orang jahat berhasil memasuki tempat ini”
"Bagaimana cara memperbaikinya?"
"Sederhana sekali, asal kita sumbat pintu gua yang
pertama, lalu membuka pintu gua yang lain, hal ini akan
beres"
Dengan kecerdasan dan ilmu silat yang dimiliki Kit hong
kiam kek, tak selang beberapa lama kemudian pekerjaan
mereka untuk memindahkan pintu gua tersebut dapat berjalan
dengan lancar.
Sambil menepuk-nepuk bajunya membersihkan dari debu,
Wan Liang berkata dengan penuh rasa percaya pada diri
sendiri:
"Siau wi goan, wahai Siau wi goan, sekali pun kau lebih
licikpun tak akan berhasil menemukan aku Wan Liang!"
Kemudian kepada Yu ji yang berada disampingnya dia
berpesan.
“ Yu ji, selanjutnya kau pun tak boleh bermain-main disini,
mengerti?"
"Mengapa?" dengan perasaan tak mengerti dia
membelalakan matanya lebar-lebar dan bertanya keheranan,
"kalau tidak bermain di sini, aku harus bermain dimana?"
“ Masuk keluar lewat pintu belakang, disitu merupakan gua
bagian belakang, didepan gua adalah hutan bambu yang amat
luas, pagi hari kalau kau suka bermain, bermainlah disitu, tapi
kau harus ingat dengan pesan paman, jangan membiarkan
jejak kita diketahui orang, mengerti?”
Suma Thian yu masih tidak habis mengerti tapi dia tak
berani bertanya lebih jauh, sebab dia cukup menyadari bahwa
watak pamannya ini aneh sekali, sekali salah bertanya bisa
jadi akan mengakibatkan datangnya dampratan atau teguran
marah.
Malam musim gugur adalah malam yang dingin, terutama
sekali ditempat ketinggian puncak Gi im hong di bukit Kiu ih
san, boleh dibilang tempat itu tidak cocok untuk dihuni
manusia maupun binatang.
Oleh karena itu, bukan saja Kit hong kiam kek Wan Liang
telah mewariskan tenaga dalamnya kepada Yu ji, lagi pula
diapun mengeluarkan empat butir pil Ku goan cing wan yang
selama ini dianggapnya sebagai mestika yang melebihi nyawa
sendiri untuk Yu ji telan, bahkan membantunya pula untuk
menembusi jalan darah penting dalam tubuhnya.
Setelah lewat beberapa bulan lamanya, tubuh Suma Thian
yu yang lemah kini menjadi kekar dan kuat, terutama sekali
udara disitu memang berjalan lancar.
Dalam waktu singkat, tiga tahun sudah berlalu tanpa
terasa, kecuali mempunyai dasar tenaga dalam yang kuat, Yu
ji hanya pandai ilmu sastra dan ilmu sejarah, karena selain
kepandaian itu, Kit hong kiam kek Wan Liang tidak
mengajarkan ilmu pedang kepadanya.
Padahal didalam kenyataannya usaha Kit hong kiam kek
Wan Liang hanya sia-sia belaka sebab setiap kau dia keluar
untuk berlatih pedangnya, suma Thian yu selalu mengintip
secara diam-diam dan menyerap kepandaian tersebut sedikit
demi sedikit.
Dalam dua tahun saja, seluruh jurus pedang Kit hong kiam
hoat yang paling diandalkan oleh Kit hong kiam kek Wan Liang
telah ber hasil dicuri semua oleh Suma Thian yu.
Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang bocah yang
cerdik dan mempunyai bakat bagus untuk belajar silat, dia pun
mempunyai ingatan yang luar biasa, tiap kali berhasil
menyadap suatu jurus pedang pada malam harinya, maka
dipagi harinya kemudian ia mencoba untuk melatih diri.
Meski begitu, dalam kenyataanya Kit hong kiam kek sendiri
sama sekali tidak memahami akan rahasia tersebut.
Mungkin inilah yang dinamakan takdir, bila takdir
menghendaki demikian, siapakah yang bisa membantahnya
lagi?
Suatu hari Suma Thian yu bermain main seorang diri ke
dalam hutan bambu diluar gua, setiap kali keluar dari guanya,
dia selalu menuruti pesan dari Wan Liang untuk mgmeriksa
dahulu sekeliling tempat itu, bila tidak menemukan manusia
yang mencurigakan, ia harus kabur keluar dari gua secepat
cepatnya menuju kehutan bambu.
Bagaikan pencuri saja, Suma Thian yu selalu berpaling
dengan curiga untuk memperhatikan apakah pamannya Wan
Liang membuntuti atau tidak, kemudia dia akan lari
kebelakang sebuah batu besar, mengambil sebuah pedang
yang terbuat dari bambu dan melatih diri dengan amat tekun.
Setelah pedang bambu ada ditangan, Suma thian yu mulai
melatih ilmu pedang Kit hong kiam hoatnya dari awal sampai
akhir, semua jurus serangan dirangkaikan menjadi satu dan
menyerangnya dengan kecepatan tinggi, sebentar menyerang
sebentar bertahan sebentar meninggi sebentar merendah,
ketika mencapai pada puncaknya, hampir saja seluruh
bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan mata.
Seorang bocah cilik yang berusia delapan tahun ternyata
sanggup membawakan ilmu Pedang kit hong kiam hoat yang
pernah mengemparkan dunia persilatan itu dengan begitu
hafal dan matang, seandainya dia tidak berbakat bagus, mana
mungkin hal ini dapat dilakukan?
Setiap kali melatih diri, Suma Thian yu selalu akan
termenung sampai lama sekali, ada kalanya dia membuat
garis-garis ditanah untuk memecahkan perubahan jurus
serangannya, setelah itu garis- garis itu akan dihapus dengan
kaki dan mulai berlatih lagi agak awal.
Semangat dan keuletan semacam ini betul-betul sesuatu
yang luar biasa sekali.
Hari ini Suma thian yu keluar dari guanya itu jauh lebih itu,
dalam gua tak ada persoalan yang harus dikerjakan, muka
diapun menggunakan waktu yang paling baik untuk
melakukan penyelidikan kemudian melatih ilmu pedang
curiaannya itu bersungguh-sungguh.
Tatkala dia selesai berlatih dan baru saja akan kembali
kedalam gua, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar
suara seseorang yang serak tua sedang memuji:
“ Ilmu pedang bagus! Ilmu pedang bagus! Betul-betul luar
biasa sekali......"
Mendengar teguran itu, Suma Thian yu menjadi tertegun,
dia mengira jejaknya ketahuan pamannya, dengan cepat dia
berpaling kebelakang.
Tapi dengan cepat dia merasa terkejut, ternyata hutan itu
sepi dan kosong, tak nampak sesosok bayangan manusia pun
berada disana.
“ Mungkinkah aku telah salah mendengar? Aaaaah, tidak
mungkin, tidak mungkin aku salah mendengar, kalau
tidak.....aaah, jangan-jangan di sini ada setannya...."
Teringat akan setan, tanpa terasa bulu kuduknya pada
bangun berdiri, hawa dingin pun segera menyerang ke dalam
ulu hatinya.
"Bocah, aku berada disini!” suara yang parau tua itu
kembali berkumandang datang.
Mendengar seruan tersebut, dengan cepat Suma Thian yu
berpaling tapi dengan cepat dia menjerit kaget:
"Aahh!”
Ternyata diatas batu cadas raksasa itu, entah sejak kapan
telah duduk seorang kakek yang amat gagah.
Tampak kakek itu memakai baju pendeta yang berwarna
abu-abu, jenggotnya sepanjang dada, ketika berkibar
terhembus angin kelihatan menambah kewibawaannya.
Suma Thian yu segera tertarik oleh kelihaian yang
mengagumkan itu, meski dia merasa kakek itu ramah dan
amat simpatik, tapi dia masih tetap berdiri termangu disitu
sambil mengawasi dengan mulut melongo.
Sampai lama sekali, dia baru bisa menegur.
Siapakah kau orang tua?" Dengan ramah kakek itu
mengape kearahnya lalu ujarnya sambil tersenyum manis:
“ Mari, kemarilah, kau tak usah takut bocah!”
Seakan akan mempunyai suatu daya pengaruh yang besar
tak terbantahkan, tak sadar Suma Thian yu berjalan
mendekatinya, tapi sepasang matanya masih menampikkan
sorot mata takut.
Dengan cepat kakek berambut putih menjulurkan
tangannya untuk membelai rambut Suma Thian yu, lalu sambil
tertawa katanya.
“ Bocah, siapakah namamu? Darimana kau pelajari ilmu
pedang tersebut?"
Dengan hormat sekali Suma Thian yu menjawab.
“ Aku bernama Suma Thian yu, ilmu pedang ini...
Tiba-tiba dia merasa rikuh untuk mengatakanya keluar,
yaa, bagaimanapun juga kepandaian tersebut diperoleh
dengan jalan mencuri, bagaimana mungkin dia dapat berterus
terang kepada orang lain?
Melihat bocah itu ragu-ragu untuk menjawab, kakek
berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.... haahhh.... haaahhh....tak usah malu, dengan
usiamu yang begitu muda, kau bisa mencuri belajar demi
kepentingan pribadi, hal mana boleh dibilang sesuatu yang
luar biasa, juga menunjukkan hasratmu untuk maju”
Mendengar perkatan itu, Suma Thian yu merasakan hatinya
bergetar keras, segera pikirnya:
Darimana dia bisa tahu kalau aku belajar dengan mencuri?
Jangan-jangan dia adalah dewa?”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa merah padam selembar
wajahnya karena jengah, tanpa terasa dia menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
Kembali kakek berambut putih itu berkata:
“ Bocah, tiada sesuatu yang perlu dijengahkan, semua
persoalanmu cukup kupahami, kau tahu sudah berapa lama
aku datang kemari?
Ketika di tunggunya sebentar dan tidak melihat, Yu ji
menjawab, dia menyambung kata–katanya lebih jauh:
"Aku sudah semenjak tiga hari berselang memperhatikan
gerak gerikmu, dengan usiamu yang begitu muda tapi tekun
melatih diri, dikemudian hari kau pasti akan berhasil dengan
sukses"
Dengan mulut membungkam Suma Thian yu mendengar
perkataan itu tanpa berbicara, dia hanya merasakan kakek ini
terlampau misterius, pada hakekatnya seperti dewa dalam
dongeng, tanpa terasa timbul rasa hormatnya kepada kakek
itu.
"Bocah, beritahu kepadaku, siapakah orang yang berdiam
bersamamu didalam gua itu!” tanya si kakek lebih jauh,
"jangan takut, aku bu kan orang jahat....."
“ ....." dengan cepat Suma Thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali tanpa menjawab, tak sepatah katapun
yang diutarakan keluar dari mulutnya.
"Bagus sekali!, bagus sekali, tak mau menjawab tak
apalah” kakek berambut putih itu tertwa terbahak-bahak dan
mengganguk memuji.
Yu ji segera mendongakkan kepalanya memandang ke arah
kakek itu dengan pandang menyesal, sorot mata itu seakan-
akan sedang memberi-tahukan kepada si kakek bahwa dia tak
dapat menjawab sejujurnya.
Tampak kakek itu bisa memahami maksud hati diri Yu ji,
sambil tertawa dia lantas manggut-manggut.
"bocah, kau tak usah berbicara lagi, aku cukup memahami
maksud hatimu itu, apa yang kau lakukan memang benar, aku
tak dapat menyalahkan dirimu"
Setelah mendengar perkataan dari kakek itu, Suma Thian
yu merasa semakin rikuh sehingga selembar wajahnya
berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
"Bocah, inginkah kau untuk mempelajari ilmu silat yang luar
biasa?" mendadak kakek itu mengalihkan pokok
pembicaraannya ke soal lain.
"Ingin.....”
“ Dapatkah kau hidup menderita?" tanya si kakek lebih jauh.
“ Dapat, aku dapat, apakah kau orang tua bersedia memberi
pelajaran ilmu silat padaku?”
Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah....haah...tulang belulang lohu sudah hampir
mengering, mana mungkin aku bisa memberi pelajaran
Kepadamu, lagipula akupun tak tahu harus menggunakan
kepandaian apa saja untuk memberi pelajaran Kepadamu!"
Mendengar jawaban tersebut, Yu ji menjadi tertegun, lalu
dengan keheranan dia bertanya.
"Kalau begitu....."
Belum habis dia berkata, kakek berambut putih itu sudah
menukas kembali:
"Besok pagi kau boleh datanglagi kesini, tapi ingat jangan
kau ceritakan pertemuan kita pada hari ini kepada siapun,
termasuk orang dalam gua itu, mengerti?"
“ Yu ji turut perintah" dengan hormat sekali Suma Thian yu
segera membungkukan badannya memberi hormat.
Siapa tahu ketika mendongakkan kepalanya lagi, bocah itu
segera menjerit kaget.
Rupanya sikakek berambut putih yang semula berada
didepan matanya itu kini sydah lenyap tak berbekas.
Tampaknya dikala dia menganggukan kepalanya tadi,
kakek itu sudah pergi meninggalkan tempat itu, sedemikian
cepat gerakan tubuh nya sehingga sukar rasanya untuk di
percayai.
Dengan termangu-mangu Suma Thian yu memandang
ketempat kejauhan sana, sementara benaknya masih dipenuhi
oleh semua gerak-gerik, tingkah laku, serta setiap patah kata
yang dilakukan kakek itu.
Dalam hati kecilnya mulai diliputi perasaan curiga, terutama
sekali kata sikakek menjelang kepergiannya tadi, seakan-akan
si kakek itu sudah tahu kalau orang yang menghuni didalam
gua itu adalah Kit hong kiam kek Wan Liang.
Tanpa terasa Suma Thian yu menjadi agak takut, dia tak
tahu kakek berambut putih tadi seorang kawan atau lawan.
Dia hanya merasa bahwa kemunculan kakek berambut
putih itu kelewat aneh, dan kepergiannya juga terlampau
misterius.
"Siapakah dia?" tanpa terasa Suma Thian yu bergumam
seorang diri.
Yaa, siapakah dia? Siapakah kakek yang aneh itu?
Mungkinkah dia adalah orang yang bermaksud jahat terhadap
Kit hong kiam kek Wan Liang?
Mungkinkah dia adalah seorang musuh paman nya yang
sedang mengincar keselamatannya? Atau orang ia. lewat
secara kebetulan saja?
Atau mungkin dia memang benar-benar ada niat untuk
memberi pelajaran ilmu silat kepadanya?
Pelbagai ingatan yang berkecamuk dalam benaknya itu,
membuat Yu ji jadi termangu-mangu.
Bagian Kedua
MUSIM panas kembali telah menjelang tiba.
Setiap pagi, dari dalam hutan bambu disebelah barat
puncak Gi im hong di bukit Kiu ih san, selalu muncul segulung
cahaya pedang yang menyambar-nyambar.
Cahaya tersebut dipancarkan dari pedang Suma Thian yu
setiap kali dia melatih kepandal silatnya.
Cuma sekarang dia sudah bukan Yu ji yang dulu, waktu
terasa berlalu dengan begitu cepat, delapan tahun sudah
lewat tanpa terasa, dari seorang bocah yang manis, kini Suma
Thian yu telah berubah jadi seorang pemuda tampan.
Tatkala dia telah selesai melatih ilmu pedang Kit hong kiam
hoat nya, sambil menarik kembali pedang bambunya dia
lantas bergumam:
“ Heran, mengapa suhu belum juga datang? Aahh benar,
dia orangtua telah berkata kalau hari ini kedatangannya akan
sedikit terlambat”
Sambil berkata dengan menentang pedang bambu, pelan-
pelan dia berjalan keluar dari hutan bambu itu.
Tatkala baru tiba ditepi hutan, mendadak... "Sreeett”
setitikk cahaya emas menyambar kearahnya dari depan sana.
Suma thian yu menjadi amat terperanjat, sambil menekuk
kaki kirinya dan menarik kebelakang secara tiba-tiba tubuhnya
melesat ke belakang dengan gerakan datar, kemudian setelah
melihat kearah benda itu, pikirnya dengan geli.
"Aaaah... benda kecil ini hanya mengagetkan hati ku saja,
aku masih mengira ada senjata rahasia yang di sambit
datang"
Ternyata benda kuning tersebut adalah ekor ular kecil yang
berwarna kuning emas, panjangnya kurang lebih satu depa
dan seluruh badannya memancarkan cahaya emas seandainya
ular itu tak bergerak di tanah, orang pasti akan mengiranya
sekeping emas.
tatkala ular emas itu menyaksikan Suma thian yu dapat
menggegos seranggannya dengan gampang dan sedikitpun
tidak gugup, dengan cepat dia sadar kalau telah berjumpa
dengan musuh tangguh, cepat-cepat ia melarikan diri keluar
hutan.
Walaupun Suma Thian yu dibesarkan diatas gunung, tapi
baru pertama kali ini dia saksikan ular kecil seindah ini, tanpa
terasa timbul sifat kekanak-kanakannya, tanpa memikirkan
tentang ancaman mara bahaya lagi, dia segera melakukan
pengejaran dari belakang.
Delapan tahun melatih diri dengan tekun, apa lagi
mendapat petunjuk dari guru yang pandai, ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki Suma Thian yu sekarang boleh dibilang
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali...
Tampak tubuhnya melejit ketengah udara lalu mengejar
dari belakang tubuh ular emas tersebut.
Bagaikan dibelakang tubuhnya ada matanya, ternyata ular
emas itupun merasa kalau Suma Thian yu sedang mengejar
dirinya, mendadak dia melingkarkan tubuhnya menjadi satu
hingga berbentuk gelang, kemudian menggelinding sejauh
dua kaki lebih dari tempat semula dengan suatu gerakan yang
amat cekatan.
Tatkala Suma Thian yu menyaksikan mahluk kecil itu
pandai sekali berkelit dan melarikan diri, timbul perasaan ingin
tahu dan gembira nya didalam hati dia merasa semakin
tertarik dengan binatang tersebut.
Sebenarnya asal dia sambit binatang itu dengan batu,
niscaya ular emas itu akan terbunuh, tapi dia tak tega berbuat
begitu, ia merasa kalau bisa ditangkap hidup-hidup, sudah
pasti makhluk kecil itu merupakan kawan bermain yang
menyenangkan.
Maka selangkah demi selangkah dia mengejar terus dengan
ketat.
Akhirnya ular berwarna emas itu telah lari menuju kedepan
sebuah gua, Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu
menjadi amat gelisah, kuatir ular emas itu lari kedalam gua
sehingga lebih sukar untuk menangkapnya.
Maka kakinya lantas menjejak tanah, kemudian seluruh
tubuhnya melambung ketengah udara bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya dia menerjang kearah mana ular
emas itu melarikan diri.
Si ular emas itupun cukup licik, ternyata ia melejitkan
tubuhnya lalu sambil membabatkan ekornya ketanah, secepat
kilat ular tadi menyusup kedalam semak belukar disamping
gua tersebut.
Tindakannya ini sama sekali diluar dugaan Suma Thian yu,
maka ketika ia menyadari akan hal ini, keadaan sudah
terlambat, ular emas tadi telah menyusup masuK kebalik
semak belukar.
Buru-buru Suma Thian yu melayang turun keatas tanah
dan memeriksa sekeliling semak tersebut, namun bayangan
tubuh dari ular emat tadi sudah lenyap tak berbekas.
Akhirnya dengan gemas bercampur dongkol didepak-
depakan kakinya keatas tanah sambil menghela napas.
"Benar-benar seekor binatang yang licik, sebenarnya saya
hanya ingin mengajakmu bermain, siapa tahu kau
ketakutan..."
Tapi pemuda itu enggan menyerah dengan begitu saja,
dengan cepat dia mengambil sebatang ranting pohon dan
menghantam kesana kemari di sekeliling semak tersebut,
dalam anggapannya asal ular emas kecil itu masih
bersembunyi disana, niscaya dia akan kabur keluar.
Siapa tahu walapun sudah dibongkar sekian lama ternyata
tiada hasilnya barang sedikitpun, akhirnya dengan hati
mendongkol dia mema tahkan ranting pohon tersebut sembari
menyumpah.
“ Ingat saja”, bila kena kutemukan lagi dikemudian hari,
pasti tak akan kuampuni dirimu.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, Suma
Thian yu segera memandang sekejap kedalam gua, lalu
gumamnya.
Jangan-jangan dia kabur kedalam gua?
Berpikir sampai disitu, tanpa ragu-ragu lagi dia berjalan
menuju ke depan gua, tapi melihat keadaan gua tersebut ia
menjadi tertegun.
Semak yang lebat telah tumbuh diluar gua itu sehingga
hampir saja menutupi seluruh gua tadi, menengok dari luar,
keadaan dalam gua itu gelap gulita dan terasa menyiarkan
bau amis yang menusuk hidung.
Dalam keadaan demikian, betapapun besarnya nyali Suma
Thian yu, tak urung hatinya agak keder juga, dia menjadi
sangsi untuk me lanjutkan perjalanannya memasuki gua
tersebut.
Seandainya dalam gua itu berdiam binatang buas atau ular
beracun, bukankah tindakannya memasuki gua tersebut akan
sangat membahayakan keselamatan jiwanya, apalagi kalau
ular emas itu sudah terlanjur kabur, untuk menangkapnya
kembali pun bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Berpikir demikian, dengan putus asa dia lantas memandang
sekejap ke arah depan gua.
Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, dengan girang
serunya kemudian:
"Aaah, ada akal, kali ini kau simakhluk kecil jangan harap
bisa lolos lagi!"
Tampak pedang bambunya diayunkan keatas semak
didepan gua itu dengan sepenuh tenaga, seketika itu juga
semua rumput dan ilalang sudah terpapas bersih, apalagi
setelah di injak-injak, tak selang berapa saat kemudian, depan
gua itu menjadi rata dan suasana didalam gua itupun menjadi
lebih terang.
Tindakannya ini bukan khusus untuk membuat terangnya
suasana dalam gua saja, setelah terjadinya kegaduhan
barusan, andaikata didalam gua tersembunyi binatang buas
atau ular beracun, niscaya binatang-binatang itu sudah kabur
keluar.
Tapi sudah sekian lama ia menunggu, ternyata didalam gua
tenang-tenang saja tanpa terjadinya suatu peristiwa, hal ini
membuktikan kalau didalam gua itu memang tidak terdapat
makhluk beracun atau binatang buas.
Dengan memberanikan diri Suma Thian yu lantas
melangkah masuk kedalam gua itu.
Mendadak ia menangkap suara rintihan yang sangat lemah
berkumandang datang dari dalam gua itu, suara tersebut
bagaikan rintihan kesakitan dari sejenis binatang, tapi menurut
dugaannya, sudah jelas suara tersebut bukan suara manusia.
Bau apek didalam gua tersebut amat tebal, hal ini
merupakan bukti kalau tempat itu sudah lama tak pernah
dijamah manusia sehingga udaranya lembab, tapi darimana
datangnya suara rintihan tersebut.
Delapan tahun melatih diri dengan tekun tenaga dalam
yang dimiliki Suma Thian yu sekarang telah membuat pemuda
tersebut bisa memandang ditempat kegelapan, kini dia sudah
memperhatikan keadaan dalam gua, namun tiada sesuatupun
yang berhasil ditemukan, semen-tara suara aneh tadi masih
saja berkumandang tiada hentinya.
Maka dari dalam sakunya dia mengeluarkan korek api dan
membuat alat penerangan yang diangkat keatas, ketika ia
mencoba memeriksa sekitar tempat itu, hatinya semakin
keheranan ternyata di tempat itu tidak dijumpai apa-apa, gua
itu kosong melompong.
Anehnya, suara yang sangat aneh itu masih saja
berkumandang datang dari dalam gua itu.
Jika tiada benda, tiada makhluk, darimana datangnya suara
aneh itu?
Tanpa terasa peristiwa ini membuat Suma Thian yu tidak
habis mengerti, untuk sesaat lamanya dia berdiri termangu
disitu sambil termenung, kemudian atas dorongan rasa ingin
tahu yang tebal, dia melanjutkan kembali perjalanannya
memasuki gua itu.
Cahaya api yang berada ditangannya membuat suasana
dalam gua itu menjadi terang.
Mendadak Suma Thian yu menemukan dinding gua yang
datar dan licin itu penuh didapati tonjolan-tonjolan serta
lekukan-lekukan yang sangat aneh, tapi oleh karena sudah
berusia lama hingga diatasnya sudah dilampiri oleh debu dan
pasir, seandainya tidak diperiksa dengan seksama sulit
rasanya uniuk menemukan rahasia tersebut.
Buru-buru Suma Thian yu menggosoknya dengan tangan,
setelah pasiur dan debu itu hilang, diatas dinding tersebut
segera muncul sebuah ukiran berbentuk manusia.
Penemuan ini segera saja membuat pemuda itu kegirangan
sampai lupa daratan, buru-buru dia membersihkan dinding
yang lain dari debu dan pasir, setiap kali dia selesai
membersihkan sebuah tonjolan maka muncul pula sebuah
ukiran berbentuk manusia.
Bentuk ukiran dari manusia-manusia itu ada yang
berbentuk duduk atau berukir secara hidup dan indah.
Suma thian yu tahu kalau ukiran manusiadibuat oleh
kepandaian silat yang maha sakti, sudah pasti disinilah
seorang tokoh silat jaman dahulu kala meninggalkan ilmu
silatnya,
Selama delapan tahun terakhir ini, dia seringkali
mendengar suhu serta paman Wan nya membicarakan
kejadian semacam ini.
Kejadian ini boleh dibilang merupakan suatu penemuan
yang tak terduga, andaikata dia juga tahu kalau ular kecil
berwarna emas itu merupakan raja ular yang paling beracun di
didunia ini, sampai matipun dia tak akan berani untuk
mengejarnya, dan mungkin dia pun tak akan terpancing
sampai di dalam gua kuno ini..
Sementara dia sedang berdiri sambil memperhatikan
bentuk gaya dari ukiran tersebut, mendadak terendus bau
harum yang menyegarkan muncul dari balik gua itu, bau itu
harum sekali, seperti bunga anggrek, seperti juga bau buah
yang matang, tapi yang pasti bau harum tersebut membuat
sekujur badannya segera segar kembali.
Dalam sekejap mata pula bau busuk yang semula
menyelimuti gua itu tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tapi suara aneh tadi bergema semakin nyaring daripada
tadi, untuk sesaat lamanya Suma Thian yu menjadi lupa
dengan ukiran di atas dinding yang baru saja ditemukannya
itu.
Dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk kedalam
gua menghampiri sumber dari suara aneh tersebut.
Tapi, walaupun Yu ji telah menggeledah seluruh isi gua itu,
alhasil dia tidak berhasil menemukan sesuatu apapun yang
mencuri-gakan, hal ini membuatnya semakin tertegun dan
keheranan.
Dalam pada itu bahan penerangan yang di bawanya sudah
hampir habis, dia lantas membuang sisa obornya ke tanah
dengan harapan akan pergunakan sisa waktu yang amat
sedikit itu untuk mengingat ingat gerakan aneh yang tertera
diatas dinding.
Siapa tahu, pada saat itulah suatu peristiwa aneh kembali
terjadi di depan matanya.
Tatkala sisa obor itu dibuang ke atas tanah, tiba-tiba saja ia
temukan disudut dinding gua itu tumbuh sebatang rumput liar
yang kecil dan pendek, tanpa terasa ia teringat kembali
dengan bau harum semerbak yang diendusnya tadi, jangan-
jangan bau harum tadi berasal dari rumput liar ini?".
Ternyata dugaannya memang benar, sewaktu dia
membungkukkkan badannya mendekati rumput liar tersebut,
bau harum semerbak yang terendus makin menebal,
sebaliknya suara eneh yang kedengaran tadipun makin lama
semakin bertambah nyaring.
Tampak olehnya rumput liar itu terbagi menjadi tiga daun,
bentuk daunnya seperti pedang dengan panjang sejari tangan,
warnanya merah darah.
Sejak kecil Suma Thian yu memang dipelajari nama dan
bentuk pelbagai rumput dan tumbuhan aneh dari kit hong
kiam kek Wan Liong, meski begitu, ternyata dia tidak
mengetahui nama dari rumput aneh dijumpainya sekarang.
Dasar sifat kanak-kanakanya belum hilang, ternyata Suma
Thian yu memetik selembar daun pedang tersebut dari
tangkainya dan dien-dus dekat lubang hidungnya.
Siapa tahu, begitu daun tadi tersentuh oleh tangan Suma
Thian yu, tiba-tiba saja daun tadi menjadi layu dan bau
harumnya pun seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kenyataan ini membuat Suma Thian yu semakin
tercengang. Bukankah daun itu masih segar sewaktu dipetik?
Mengapa begitu tersentuh dengan tangannya lantas layu dan
mati?
Setelah mengalami pengalaman tersebut, dia tak berani
bertindak gegabah lagi, ia tahu tumbuhan aneh semacam ini
merupakan suatu tumbuhan yang amat langka, menyia-
nyiakan selembar daun yang di lakukannya barusan sudah
merupakan pantangan yane besar, jika sisa yang tinggal dua
lembar itu harus disia-siakan belaka, hal ini benar benar
merupakan suatu tindakan yang patut disesalkan.
Maka diapun membungkukkan badan dan menjilat daun
berbentuk pedang itu dengan lidahnya.
Baru saja ujung lidahnya menyentuh daun tersebut,
mendadak... , "Weees!" diiringi suara yang pelan, segulung
cairan segar segera meleleh keluar lewat lidahnya masuk ke
dalam perut.
Seketika itu juga sekujur badannya gemetar keras, rongga
badannya terasa merekah besar, apalagi ketika cairan tadi
masuk ke dalam perutnya, pemuda itu segera merasakan
tubuhnya seakan-akan terjerumus ke dalam gudang es yang
dingin sekali.
Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Suma Thian yu,
buru-buru dia duduk bersila sambil bersemadi, ilmu Ciong
goan sim hoat ajaran Kit hong kiam kek Wan Liang segera
dikerahkan untuk mengelilingi seluruh badannya.
Tak lama kemudian hawa dingin tadi lenyap tak berbekas,
dia segera merasakan sekujur badannya menjadi lebih enteng
dan segar.
Dasar pemuda yang pintar, lagipula memang berbakat
alam, dengan cepat ia sadar kalau benda yang dihisapnya
adalah suatu benda yang amat langka, maka dengan kilat ia
membungkukkan badannya lagi dan menempelkan lidahnya
keatas daun terakhir yang masih tersisa.
Kali ini, tatkala caiian tersebut masuk kedalam tubuhnya,
bukan saja membuat badannya saja bergetar keras, seluruh
lidahnya kontan menjadi kaku bercampur gatal, segulung
cairan panas secepat kilat menerjang masuk melalui rongga
mulut dan mengalir ke dalam perutnya.
Begitu hawa panas tadi berjumpa dengan hawa dingin yang
berada dalam perutnya, seketika itu juga terjadi suatu reaksi
yang sangat hebat, seketika itu juga Yu ji merasakan perutnya
seperti mau meledak, rasa sakit yang melilit perutnya tak
terlukiskan dengan kata-kata, buru-buru dia memejamkan
matanya untuk mengatur pernapasan.
Tak lama kemudian, semua penderitaan yang dialaminya
itu telah hilang tak berbekas, aliran hawa panas itupun
dengan melewati pusar bergerak naik keatas menuju Khi hay
hiat, lalu seperti seekor tikus yang terjang kesana terjang
kemari secara beruntun menembusi jalan darah Im ciau, Hun
sui, Kian it, ki ciau dan Thim liong ki hiat.
Kemudian setelah berhenti cukup lama didalam jalan darah
Tham tiong hiat, Yu ji merasakan hawa panas menyengat
sekujur badannya membuat peluh jatuh bercucuran
menbasahi sekujur tubuhnya.
Dengan cepat pemuda itu tahu kalau ilmu Ciong goan sim
hoat ajaran paman Wannya masih belum mampu untuk
mengusir hawa panas dalam tubuhnya itu untuk bergerak
lebih ke atas.
Maka dengan cepat dia mencoba untuk menggabungkan
ilmu Hu siang sin kang ajaran dari kakek berambut putih itu
dengan kepandaian ajaran paman Wannya, ternyata ilmu
gabungan ini luar biasa sekali, akhirnya hawa panas yang
menyengat badan itu berhasil menembusi jalan darah Tham
tiong hiatnya mencapai jalan darah Hoa kay hiat diatas ubun-
ubun, kemudian setelah mengitari tubuhnya sekali lagi hawa
panas tadi mengalir kembali ke dalam pusar.
Bagaikan baru lolos dari beban berat, Suma Thian yu meng
hembuskan napas panjang, dan sambil menyeka keringat,
ketika angin berhembus lewat, dia merasakan tubuhnya
sangat enteng sekali seperti tak berbobot lagi.
Kebetulan pada waktu itu api obor sudah, padam, tinggal
sisa cahaya kuning yang redup tapi suasana dalam gua itu
justru terasa makin terang benderang, hal ini membuat Thian
yu semakin keheranan.
Padahal, darimana dia bisa tahu kalau hal tersebut justru
merupakan kasiat dari ke dua lembar daun berbentuk pedang
itu?
Sementara dia masih kebingungan, mendadak dari atas
langit langit gua berkumandang suara batuan yang retak,
diikuti permukaan tanah di mana ia berpijak bergoncang
keras.
Tanpa terasa pemuda itu segera menjerit kaget: "Aaah,
gempa bumi!"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia
lantas melejit keluar dari dalam gua, baru saja tubuhnya
mencapai pintu gua, dari belakang tubuhnya berkumandang
suara gemuruh yang amat memekakan telinga.
Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, apa yang terlihat
membuat ia terkejut sehingga peluh dingin bercucuran.
"Sungguh berbahaya!" pekiknya dalam hati.
Ternyata gua itu tak sanggup menahan getaran gempa
yang amat dahsyat itu sehingga runtuh kebawah.
Memandang reruntuhan batu gunung yang menimpa gua
itu, Suma Thian yu menghela napas panjang gumamnya:
"Sayang sekali, kepandaian sakti yang tertera dalam gua itu
akan punah dengan begitu saja.
Kalau takdir telah berkata demikian siapa yang bisa
membantah? Coba kalau Suma Thian yu sehari lebih awal
menemukan gua itu, bukankah ilmu silat maha sakti yang
tertera diatas dinding akan berhasil dipelajarinya?
Tapi, andaikata sehari lebih awal dia temukan gua itu,
belum tentu dia akan menjumpai rumput mestika tersebut.
Ya,jika takdir telah mengatur segala sesuatunya, siapa pula
yang bisa membantah?
Kini, gua kuno tersebut sudah rata dengan tanah, namun
goncangan diluar masih berlangsung terus dengan
dahsyatnya, pohon bertum bangau, batu cadas bergulingan,
seluruh jagad seakan berubah menjadi mengerikan, bagaikan
hari kiamat sudah hampir tiba.
Menyaksikan bencana alam yang sedang berlangsung itu,
mendadak Suma Thian yu teringat dengan gurunya, diam-
diam ia berpekik dalam hati kecilnya:
"Aduh celaka, suhu pasti sedang menanti dengan hati yang
amat gelisah....."
Berpikir demikian, cepat-cepat dia melejit ketengah udara,
lalu secepat kilat dia meluncur kedepan menembusi hutan
bambu yang lebat.
Tapi begitu sampai didalam hutan bambu, ternyata gempa
bumi telah berhenti, sedang diatas batu cadas besar itupun
tampak seorang kakek berambut pulih sedang duduk dengan
tenang disana.
Menghadapi serangkaian peristiwa yang beruntun itu, Suma
Thian yu benar-benar dibuat kebingungan tak karuan,
pikirnya:
"Jangan-jangan aku berada impian? Atau mungkin gempa
bumi itu hanya tipuan?”
Sementara dia diliputi oleh perasaan curiga dan tidak habis
mengerti, mendadak terdengar kakek berambut putih
menegur:
"Kau telah pergi kemana? Sudah hampir setengah jam
lamanya aku menantikan kedatanganmu"
Dengan cepat Suma Thian yu menghampiri gurunya, lalu
sambil berlutut jawabnya dengan agak gagap:
""Tecu tahu salah, aku... "
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, si
kakek berambut putih itu telah menjerit tertahan, lalu
tanyanya dengan keheranan:
“ Apa yang telah kau jumpai? Cepat katakan kepadaku
dengan berterus teriang..."
Tentu saja Suma Thian yu tak berani berbohong, dia lantas
membeberkan bagaimana ia menemukan ular beracun,
bagaimana masuk ke dalam gua dan bagaimana dia salah
makan daun liar....
Kakek berambut putih itu mendengarkan semua penuturan
dengan seksama, menanti anak muda itu telah menyelesaikan
kata-katanya, sambil tertawa kakek itu baru berkata:
"Suatu penemuan aneh, betul-betul suatu penemuan aneh,
ini baru cerita besar, suatu peristiwa yang besar sekaii. Yu ji,
penemuan aneh seperti ini bukan setiap orang dapat
mengalaminya, akupun tak usah menguatirkan
keselamatanmu lagi. Mulai sekarang, urat Jin meh dan tok
meh dalam tubuhmu sudah tembus, tenaga dalammu telah
mencapai puncak kesempurnaan, asal kau bersedia melatih
diri beberapa saat lagi, tak sulit untuk membawamu mencapai
puncak kesem-purnaan yang tak terhingga"
Suma Thian yu hanya termanggu seperti tidak memahami
perkataan tersebut, namun kakek rambut putih itu tidak ambil
perduli, kemudian dia berkata lebih lanjut.
"Tahukah kau, rumput Jiar apakah yang telah kau makan
itu?"
“ Tecu tidak tahu.”
"Rumput itu dimakan Jin sian kiam lan, meskipun kau
hanya berhasil makan dua lembar saja, hal sudah merupakan
suatu kejadian yang luar biasa, daun yang tengah
membantumu untuk menembusi nadi Jin meh dan tok-meh
dalam dada, sedang dua lembar lainnya, yang satu bisa
membuat orang melihat dalam kegelapan seperti ditempat
terang, sedang yang lainnya berkhasiat kebal racun,
tampaknya daun yang terbuang sia-sia itu adalah rumput
kebal racun, tapi ada satu hal tak usah kau kuatir, yakni
tangan kirimu sudah kebal terhadap segala macam serangan
beracun.
Mengetahui kalau lengan kirinya kebal terhadap segala
macam racun, tanpa terasa dia bertanya dengan wajah
keheranan:
"Mengapa suhu!"
Kakek berambut putih itu segera tersenyum.
"Nak, apakah kau lupa bahwa daun itu kau petik dengan
tangan kirimu? Tatkala tanganmu menyentuh daun kebal
racun tersebut, sari racun tersebut telah menyusup masuk
kedalam kulit badanmu, itulah sebabnya daun itu dengan
cepat menjadi layu, tapi justru karena itu, telapak tangan
kirimu menjadi menyerap sari daun tersebut yang
menyebabkan lengan itu menjadi kebal terhadap racun.
Suma Thian yu yang mendengar ucapan tersebut menjadi
amat keheranan, sudan barang tentu rasa girangnya tak
terlukiskan dengan kata-kata.
Sampai lama kemudian, kakek berambut putih itu baru
bertanya lagi:
"Yuji, sudah berapa tahun kau mengikuti diriku?”
“ Sudah delapan tahun suhu!”
“ Betul, sudah delapan tahun” kakek berambut putih itu
meng-angguk, selama delapan tahun ini, apa saja yang telah
kau pelajari?”
Mendengar pertanyaan itu, Suma Thian yu segera
menundukkan kepalanya dan tak berani menjawab.
Si kakek berambut putih itu cukup tahu akan tabiat bocah
itu yang suka merendah dan sedikupun tidak angkuh, maka
sambil tertawa ramah katanya lagi:
"Yu ji, tahukah kau siapa nama gurumu?”
Suma thian yu memandangi gurunya dengan termangu,
kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“ Tecu yang tak berbakti sama sekali tak tahu siapa nama
suhu..."
"Hal ini tak menyalahkan dirimu” kata kakek berambut
putih itu sambil mengelus jenggotnya dan tertawa, "aku tak
pernah menyinggung soal ini kepadamu, tahukah kau
mengapa aku tidak memberitahukan hal ini kepadamu?”
“ Yu ji tak tahu!"
"Menerima murid mudah, mendidik murid sukar, andaikata
aku menghasilkan seorang murid yang tak becus bukankah hal
ni hanya akan menambah dosa bagi umat persilatan?”
Setelah berhenti sebentar, kakek berambut putih itu
menyambung lebih jauh.
"Selama delapan tahun ini aku selalu dan tiap saat
mengamati tabiat serta gerak gerikmu, kuketahui kemudian
bahwa kau adalah seorang yang polos, jujur dan setia,
sedikitpun tidak mempunyai sifat angkuh, kau memang tidak
memalukan menjadi muridku"
Kembali dia berhenti menarik napas panjang, kemudian
melanjutkan.
"Hari ini aku baru secara resmi menerima sebagai murid,
kau harus tahu tingkat kedudukkanmu dalam dunia persilatan
sekarang adalah sangat tinggi, dikemudian hari jika kau sudah
berpisah dariku untuk turun kegunung dan be kelana dalam
dunia persilatan, ingatlah selalu bahwa manusia itu adalah
sederajat, jangan anggkuh, jangan takabur, bersikaplah jujur
kepada orang, ingatlah selalu dengan ajaran Nabi, dengan
begitu kau baru bisa mengamalkan baktimu untuk umat
manusia, mengerti?”.
Dengan hati yang tulus Suma Thian yu menerima nasehat
itu, sahutnya dengan hormat:
"Tecu menerima perintah"
Kakek berembut putih itu segera tertawa lebar, katanya
lagi:
"Tahun ini aku telah berusia sembilan puluh tahun, orang
persilatan menyebutku Put Go cu, artinya belum bisa
menyadari ajaran agama To yang sebenarnya. Perguruanku
bersumber dari Bu tong pay, sekarang Hian cing tojin adalah
keponakan muridku atau juga kakak seperguruanmu, jadi
orang jujur dan bijaksana, berbicara soal ilmu silat dia
terhitung jago nomor satu dunia persilatan, bila kau telah
berjumpa dengannya nanti, harap kau bersikap jujur dan tulus
hati kepadanya."
Ketika mengetahui kalau gurunya adalah ketua pendekar
besar yang nama besarnya telah menggetarkan dunia
persilatan pada enam puluh tahun berselang, hatinya merasa
gembira sekali sehingga untuk sesaat lamanya hanya menjadi
ternganga dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Perlu dimengerti, Put Go cu adalah seorang pendekar besar
yang paling kosen dari partai Bu tong semenjak perguruan ini
didirikan, sejak berusia delapan belas tahun ia terjun dalam
dunia persilatan, dengan mengandalkan sebatang hud tim
(kebutan) dia malang melintang dalam dunia persilatan tanpa
tandingan,bersama dengan Tan Pak cu mereka berdua disebut
Tionggoan ji cu.
Ilmu pukulan Tay cing to liong ciang yang amat termashur
dalam partai Bu tong sekarang, tak lain adalah hasil ciptaan
dari kakek itu.
Semenjak mengundurkan diri dari dunia persilatan, Put Go
cu menemukan puncak Gi im hong sebagai tempat
pertapaannya, siapa tahu selama berkelana dia tak menerima
murid, kemudian ia telah menemukan seorang ahli waris yang
kesetiannya bisa diandalkan.
Kiranya sewaktu Kit hong kiam kek Wan liang mengajak
Suma Thian yu datang ke bukit itu, secara kebetulan
kedatangan mereka diketahui Put Go cu yang meneliti bentuk
badan Suma thian yu segera berkesimpulan kalau bocah ini
amat berbakat untuk belajar silat.
Hanya saja pada waktu itu dia mengira Suma thian yu
sebagai murid Kit hong kiam kek, maka ia tak berani bertindak
secara gegabah.
Kendatipun demikian, setiap hari Put Go Cu selalu datang
disekitar tempat itu untuk mengawasi keadaan dari bocah itu.
Lama kelamaan, akhirnya ia berhasil menemukan
rahasianya, dia tahu kalau Kit hong kiam kek Wan Liang tak
lebih hanya memeliharanya tanpa bermaksud untuk
menerimanya menjadi murid.
Kenyataan ini justru amat cocok dengan keinginan Put go
cu, maka dia pun segera memunculkan diri dan menerimanya
menjadi murid.
Selama delapan tahun, disamping harus berlatih Bu siang
sin kang, Suma Thian yu juga melatih ilmu pukulan Tay cing
to liong ciang, meski hanya delapan tahun, ia telah berhasil
mendapatkan semua kepandaian dari Put Go cu, yang kurang
sekarang tinggal kematangannya.
Sudah barang tentu, siapa tak akan mengira kalau jago tua
tersebut tinggal dibukit Gi im hong, lebih tak menyangka kalau
dia bakal menerima seorang murid yang begitu muda, jodoh
semacam ini boleh dibilang merupakan kemujuran Yu ji.
Lama sekali Put Go cu memperhatikan wajah Yu ji,
kemudian ia baru berkata lagi:
"Yu ji, sekarang aku sudah tak mempunyai kepandaian
apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu, satu-satunya
harapanku sekarang melihat kau menjadi tenar, memberi
bantuan kepada umat manusia dan berbakti untuk dunia
persilatan, gunakanlah kebenaran untuk menundukkan orang,
jangan menggunakan pedang untuk menaklukkan orang, kau
harus tahu, dunia persilatan merupakan gudang orang pintar,
diatas gunung masih ada gunung, diatas manusia pandai
masih ada manusia pandai yang lain, dengan kepandaian yang
kau miliki sekarang, meski cukup tangguh kemampuanmu,
tapi kalau tidak baik-baik melatih diri, tak akan lama kau bisa
tenar dalam dunia persilatan......."
Setiap patah kata dari Put Go cu merupakan nasehat yang
tiada tara harganya, dengan hati yang tulus Suma Thian yu
mendengarkan dengan seksama, diam-diam dia mengingat
semua perkataan itu didalam hati.
"In su!" ujarnya kemudian, "Yu ji pasti akan melaksanakan
pesan kau orang tua dengan bersungguh hati, pasti akan
kuhadapi orang dengan cinta kasih dan menyelamatkan
umat manusia dari penindasan."
"Bagus sekali, aku selalu percaya dengan watakmu, mulai
besok kau tak usah datang kemari lagi.
"In su, kau orang tua........"
“Tak usah banyak bicara lagi” tukas Put go cu hambar "aku
cukup mengetahui maksud hatimu, kau berharap agar aku
jangan meninggal kan dirimu bukan!”
"Betul!" Suma Thian yu manggut-manggut, wajahnya
penuh dengan air mata membuat pandangan matanya
menjadi kabur.
Dengan cepat Put Go cu menghibur:
“ Di dunia ini tiada perjamuan yang tak buyar, asal dalam
hatimu selalu teringat dengan perkataanku, meski terpisah
oleh samudra yang luas, sesungguhnya aku tak berbisah dari
hati mu. Anak bodoh, kau sudah bukan anak kecil lagi, setelah
belajar silat kaupun harus terjun ke dunia persilatan untuk
melatih diri, asal kau bersedia melakukan perbuatan-
perbuatan yang bermanfaat bagi umat manusia, membantu
kaum lemah dan menegakkan keadilan, aku sudah merasa
puas sekali."
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan:
"Kalau ilmu silat hanya dipendam terus di atas pegunungan
yang sepi, maka kepandaian tersebut tersebut ibarat barang
yang tak berguna, apalagi kau toh masih ada dendam
keluarga yang harus dituntut balas”
Menyinggung kembali soal “dendam keluarga”, Suma Thian
yu segera merasakan darah yang beredar dalam tubuhnya
bergolak keras, tadi dia masih merasa berat hati untuk
meninggalkan gurunya, tapi sekarang keadaannya menjadi
berbeda, api dendam telah membara dalam dadanya, pada
saat ini dia malah berharap bisa terbanh meninggalkan tempat
itu.
Memandang hawa amarah yang mulai menyelimuti wajah
Suma Thian yu, Put Go cu menggelengkan kepalanya secara
diam-diam sambil menghela napas panjang.
Jilid 3. Kitab pusaka yang tidak ada tulisannya
"Dunia persilatan yang banyak urusan dan banyak
kesulitan, kini telah bertambah lagi dengan seorang bintang
pembuluh, napsu mem- bunuh yang berkobar didada orang ini
kelewat besar!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya,
"Siapakah musuh besarmu ?"
Sebenarnya Suma Thian-yu sudah terjerumus dalam
pengaruh api dendam yang membara, mendengar perkataan
itu dia menjadi tertegun lalu menghela napas panjang, dan
sahutnya :
“ Hingga kini tecu masih belum tahu siapa musuh besarku”
Tampaknya Pu Go cu juga merasa agak tercengang oleh
kejadian tersebut, masa siapakah musuh besar pembunuh
ayahnya juga tidak di Ketahui? Dengan cepat dia mendesak
lebih jauh:
Dunia luas, kemana kau hendak mencari musuhmu?"
Apakah sedikit jejakpun tidak kau temukan?”
"Tidak" Suma Thian yu menghela napas Panjang. Ketika
peristiwa itu terjadi, tecu baru berusia lima tahun, akupun
dibopong oleh Thio popo untuk melarikan diri, oleh karena itu
siapakah pembunuh ayahku belum kuketahui"
"Hm, apa yang pernah dikatakan Thio popo"
“ Dia hanya pernah berkata pada tecu bahwa musuh
besarku adalah seorang penjahat pemetik bunga (Jai hoa cat)
yang berhasil buron dari penjara, namanya kurang jelas, suhu,
apakan kau tahu siapakah penjahat pemetik bunga tersebut?”
Put Go cu termenung dan berpikir sebentar, kemudian
sahutnya:
"Aaahh jumlahnya terlalu banyak, sulit bagiku untuk
mengingat ingat begitu banyak orang, untung saja masih ada
setitik cahaya terang ini, cepat atau lambat pasti akan berhasil
kau temukan orangnya"
Selesai berkata, dia memandang sebentar keadaan cuaca,
kemudian katanya lagi kepada Suma Thian yu:
"Waktu sudah tidak pagi lagi, kaupun harus pulang, tapi
sebelum perpisahan ini aku inun sekali menyaksikan hasil
latihanmu selama de lapan tahun ini, ilmu pedang Kit hong
kiam hoat telah berhasil kau ketahui inti sarimu pukulan Tay
cing to liong pat si ajaranku itu satu kali"
Mendengar perkataan itu, Suma Tian yu segera
merasakan semangatnya bangkit kembali, sahutnya.
"Tecu terima perintah!"
Menyusul kemudian dia melompat ke tengah lapangan dan
memberi hormat dulu kepada Put Go cu, kemudian tenaga
dalamnya dihimpun kedalam telapak tangan dan sejurus demi
sejurus dimainkan depan penuh semangat.
Dalam waktu singkat seluruh arena telah di liputi oleh
deruan angin pukulan yang memekikkan telinga, demikian
dahsyatnya permainan tersebut sehingga bayangan tubuhnya
hampir saja tidak terlihat lagi.
put Go cu yang menyaksikan kejadian itu merasa gembira
sekali, apalagi setelah mengetahui betapa pesatnya kemajuan
yang telah dicapai muridnya itu, tanpa terasa ia lantas
mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tu ji, berhenti!" mendadak Put Go cu mera bentak keras.
"Suhu, apakah tecu salah ?"
Put Go cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
“ Tidak, tidak salah, aku merasa gembira sekali setelah
menyaksikan hasil yang berhasil kau capai itu"
Suma Thian yu tidak memahami apa yang dimaksudkan
gurunya, mendengar perkataan itu, dia lantas bertanya.
Cepatlah pulang pulang, dalam gua telah terjadi peristiwa"
tukas Put Go cu cepat.
"Apa?" Suma Thian-yu menjerit keras saking kagetnya.
Put Gho cu tidak menjawab pertanyaan itu, dia segera
menarik tangan Suma Thian-yu sambil serunya dengan
gelisah:
"Cepat, hayo cepat berangkat, kalau terlambat kau tak
akan sempat melihat pamanmu lagi"
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu
sudah melayang sejauh satu kaki lebih, kemudian dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat meluncur ke arah gua
kuno tersebut.
Hingga detik itu, Suma Thian yu masih tertegun dan tidak
habis mengerti, dia tak tahu apa gerangan yang sebenarnya
telah terjadi.
Selama sepuluh tahun berdiam disitu, puncak Gi im hong
selalu berada dalam keadaan tenang, bayangan musuh yang
selalu dikuatirkan Kit hong kiam kek Wan Liang tak pernah
muncul disana, dia yakin hal ini mungkin disebabkan
perubahan pintu guanya, atau mungkin juga dia sudah
dilupakan oleh umat persilatan.
"Tapi, siapa tahu.....”
Ketika Put Go cu dan Suma Thian-yu berdua tiba didepan
gua, pemandangan yang terbentang dihadapan mereka
membuat kedua orang itu merasakan tubuhnya bergetar
keras.
Ternyata dalam mulut gua itu penuh dengan tanda darah
yang mem basahi hampir semua lapangan yang berada disitu,
rumput-rumput telah berubah menjadi merah, tiga sosok
mayat yang bermandikan darah terkapar kaku disitu.
Dengan cemas Put Go cu segera berseru:
"Kau cepat masuk ke dalam gua!”
Waktu itu Suma Thian-yu sudah kehilangan pegangan,
mendengar perkataan itu dengan cepat dia menyelinap masuk
kedalam gua.
Namun baru saja masuk ke gua, mendadak kakinya terikat
oleh sesuatu benda sehingga hampir saja kakinya jatuh
terjungkal ke atas tanah, ketika ia mengamati benda itu,
ternyata dia adalah bangkai Siau-hek, si kuda kurus yang setia
kepada majikannya.
Sementara itu Put Go cu jaga telah masuk ke dalam gua,
menyaksikan pemandangan yang terbentang didepan mata
itu, ujarnya dengan sedih:
"Jangan gugup, jangan panik, anak Yu! Yang penting
sekarang adalah mencari pamanmu.”
Selesai berkata, mereka berdua segera melakukan
pemeriksaan keseluruh gua, namun tak dijumpai bayangan
tubuh dari Kit hong kiam kek. Suma Thian yu semakin gugup
bercampur gelisah, gumamnya berulang kali.
"Aduh celaka, aduh celaka...."
"Tampaknya Put Go cu pun merasakan kalau gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia menarik tangan suma thian yu
dan mengajak nya keluar, seluruh bukit telah diperiksa namun
bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang belun juga
ditemukan.
Perasaan hati mereka dewasa ini berat bagaikan dibanduli
barang seberat ribuan kati, terutama Suma Thian-yu, dia
merasakan jantung nya berdebar debar keras, seakan-akan
hendak melompat keluar dari rongga dadanya saja....
Pemuda itu sudah mendapat firasat jelek, sudah pasti
paman Wan nya mengalami nasib tragis, sejak kematian
Siauw hek dan ditemukannya tiga sosok mayat didepan gua,
tak bisa disangkal lagi suatu pertarungan sengit pasti telah
berlangsung disana, dan besar kemungkinannya paman Wan
telah mengalami musibah dalam pertarungan itu.
Berpikir sampai disini, Suma Thian yu sema kin gugup dan
panik, kalau bisa dia ingin cepat cepat menemukan paman
Wan.
Bagaikan orang kalap saja dia segera melepaskan diri dan
cekalan tangan Put Gho cu, kemudian sambil lari ke depan,
teriaknya ber ulang kali:
"Paman, paman, kau berada di mana....”
"Paman! Paman....."
Dia berteriak dengan sekuat tenaga, sambil berteriak
sembari berlari, semua jalan di telusuri tanpa tujuan.
Tapi tiada jejak apapun yang berhasil ditemukan, tidak
terdengar pula suara jawaban.
“ Habis sudah, habis sudah sekarang, paman lelah lenyap
tak berbekas... habis sudah sekarang!"
"Paman, Yu ji berada disini, paman...kau berada
dimana....?"
Put Go cu yang menyaksikan kejadian itu turut merasakan
hatinya menjadi kecut, dia kuatir kesedihan yang memuncak
akan berakhir dengan isi perut yang terluka, buru buru
serunya:
“ Yuji, Yu ji,.. hati-hati dengan kesehatan badanmu,
pamanmu tak bakal tertimpa kejadian apa apa."
Ucapan tersebut tentu saja terbatas pada menghibur saja,
sebab bahkan Put Go cu pribadipun tidak berani menjamin
kalau kit hong kiam kek tak tertimpa kejadian apa apa.
Mendadak terdengar Suma Thian-yu menjerit kaget,
dengan kecepatan tinggi dia melesat kedalam hutan sebelah
depan sana dan meluncur kebawah sebatang pohon.
Ketika Put Go cu turut menyusul ke situ tampaklah Suma
Thian yu sedang memeluk seorang kakek yang berpelepotan
darah, orang itu tak lain adalah Kit-bong-kiam kek Wan Liang.
Put Go cu tak berani berayal lagi, buru-buru dia berjongkok
sambil menguruti dada Wan Liang, kemudian mengambil
keluar buli-buli kecil dari sakunya dan mengeluarkan sebutir pil
berwarna kuning.
Dengan cekatan dia membuka mulut Kit hong kiam kek dan
menjejalkan obat itu keda lam mulutnya, kemudian diapun
membantunya untuk menguruti kembali dadanya.
Tak lama kemudian put Go cu menghentikan usahanya,
sambil menghela napas dia mengelengkan kepalanya berulang
kali.
"Aaaai......lukanya kelewat parah, bajingan itupan amat
kejam, tak dengan cara sekeji ini dia melukai dirinya,
sekalipun ada obat mestika, paling-paling hanya akan
memperpanjang kehidupannya beberapa waktu saja"
Mendengar perkataan itu, Suma thian yu merasakan
hatinya dingin separuh, dengan sedih dia menundukkan
kepalanya, lalu sambil me-meluk tubuh paman Wan nya ia
menangis tersedu-sedu.
"Paman...ooh paman... dengarkah kau suara panggilanku?
Paman...aku adalah Yuji...Yuji yang paling kau sayang,
dengarkah kau... paman"
"Jangan berteriak lagi" cegah Put Go cu dengan cepat,
"sebentar dia akan mendusin, kalau bisa jangan membuat
hatinya sedih"
Benar juga, tak lama Put Go cu menyelesaikan kata-
katanya, Kit hong kiam kek Wan liang segera menggerakkan
badannya dan membuka matanya lebar-lebar, tapi kemudian
menutup kembali.
Setelah lewat beberapa saat lagi dia baru membuka
matanya yang telah pudar dan memandang sekejap kearah Yu
ji, sambil menahan rasa sakit katanya:
"Aku sudah tak sanggup lagi, nak, paman sudah tua ...
aaai, dia kelewat kejam....dia.....”
"Paman, jangan banyak berbicara lagi," buru-buru suma
Thian yu berseru, "kau pasti akan sembuh kembali,
beristirahatlah dengan tenang, kau pasti akan sembuh
kembali."
Kit hong kiam kek Wan Liang mengerutkan dahinya
menahan rasa sakit yang luar biasa, pelan-pelan suma Thian
yu membaringkannya ke tanah, tapi dengan susah payah Kit
hong kiam kek berusaha menahan tubuhnya dan meronta
bangun, ujarnya sambil menggelengkan kenapanya berulang
kali :
"Nak, aku salah.... aku.... aku tidak baik....baik...
memelihara dirimu.... semua urusanmu telah ku....
kuketahui.... aduh, aduuh... apakah Locianpwe ini adalah
gurumu....?”
Suma Thian yu segera mengangguk, sahutnya dengan
jujur.
“ Benar paman, Yu ji, paman, tahukah kau bahwa Yu ji tak
seharusnya mengelabuhimu"
Pelan-pelan Kit hong-kiam-kek Wan Liang mengangguk,
sahutnya sambil tertawa getir.
"Nak, paman tak akan menyalahkan dirimu, tidak
seharusnya paman me......melarang kau untuk...untuk belajar
ilmu silat"
Ketika secara tiba-tiba dia menyaksikan Put Go cu berjalan
masuk dari tepi hutan, tanpa terasa bisiknya dengan lirih.
"Siapa dia?”
Tak heran kalau Kit hong-kiam-kek wan Liang tidak kenal
dengan Put Go cu, sebab ketika Kit hong kiam kek wan Liang
terjun kedalam dunia persilatan, Put Go cu telah
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan
Dengan suara rendah dan hormat Suma Thian yu
menjawab: "Dia orang tua adalah Put Go cu, nama yang
sesungguhnya tidak Yu-ji ketahui"
Begitu mengetahui kalau guru dari Suma Thian yu adalah
Put Go cu, salah seorang dari Tionggoan Jicu yang amat
termasyhur itu, Kit hong kiam kek Win Liang merasa tertegun,
kemudian dengan perasaan lega bisiknya lirih :
"Inilah rejekimu nak, paman terlalu gembira, sangat
gembira sekali.........”
Berkata sampai disitu, mendadak tubuhnya mengejang
keras dan muntah darah segar.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu menjadi
terperanjat sekali, buru-buru teriak nya:
"Suhu cepat kemari, pamanku sudah parah
keadaannya....."
Baru habis dia berkata, Put Go cu yang sedang meronda
ditepi hutan itu telah melayang datang, sambil
membangunkan kepala Kit hong kiam kek dan menekan
nadinya, diam-diam menghela napas sambil menggelegnkan
kepalanya.
"Aaai, tampaknya ia sudah tak bisa bertahan lagi"
Sembari berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya
untuk menguruti nadinya, tak lama Kemudian Kit hong kiam
kek Wan Liang membuka kembali matanya.
Setelah memandang sekejap kearah Suma thian yu dan Put
Go cu, katanya sambil tertawa getir.
"Locianpwee, boanpwe sudah tak sanggup lagi untuk
bertahan, tidak kusangka akhirnya aku harus tewas di tangan
perempuan rendah itu, mati bukan sesuatu yang menakutkan,
tapi jika dendam sakit hati ini belum terbalas......penasaran
rasanya hatiku
Ia lantas berpaling kearah Suma thian yu, kemudian
lanjutnya.
"Yu ji, paman mati penasaran, setelah... setelah sampai
dalam dunia persilatan, jangan... jangan kau sebut naa...
nama dari paman tak akan ada orang yang bi... bisa
mengampuni dii.... dirimu”
Berbicara sampai disitu. dia seperti teringat akan sesuatu,
sekujur badannya gemetar keras, mukanya berubah menjadi
merah, sambil miringkan badannya dan menuding ke arah
pedangnya yang tergelecak empat kaki dihadapannya, dia
berkata.
"Sebenarnya pedang itu ingin kuhadiahkan kepadamu, tapi
jika kau membawa pedang tersebut malah justru akan
mendatangkan ketidak beruntungan saja.....'
Tatkala Suma Thian yu menyaksikan kesegaran Kit hong
kiam kek Wan Liang tiba-tiba pulih kembali, ucapan yang
diutarakan juga ti dak terputus-putus lagi, dia mengira lukanya
sudah membaik, hatinya, menjadi girang sekali.
Paman kau pasti akan menjadi baik, teriaknya dengan
gembira "bukankah kau sudah merasa agak baikan sekarang?"
Kit hong kiam kek segera menggelengkan kepalanya
berulangkali, sahutnya sambil tertawa rawan.
"Anak bodoh, terlampau sedikit yang kau ketahui, ingat...
ingat de.. dengan ke.. kelicikan kebusukan dunia persilatan...
Ketika berbicara sampai disitu, tiba-tiba hatinya terasa
amat sakit, dengan memaksakan diri ia berusaha untuk
mengendalikan rasa sakit tadi lalu berkata lebih jauh.
Bila bertemu de...dengannya.... Siauhu yong .... kau... kau
mesti....
Belum habis dia berkata, mendadak sekujur badannya
mengejang keras, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat
dan seorang jago pedang yang amat termashyur dalam
dunia persilatan pun telah mengakhiri hidupnya.
Dia sebenarnya masih ingin meninggalkan pesan-pesannya,
banyak persoalan yang harus ditinggalkan, tapi mampukah dia
mengutarakan semua isi hatinya itu?
Seorang pendekar besar telah mengakhi hidupnya disebuah
bukit yang terpencil, jauh dari keramaian dunia.
Apa yang berhasil diperolehnya? Susah payah hidup
didunia, mengandalkan kepandaian silatnya menumpas kaum
penjahat, tapi apakah yang berhasil diraihnya atas jerih
payahnya?
Menyaksikan paman Wannya berpulang ke alam baka,
Suma thian yu merasa sedih sekali, dia segera memeluk
jenasahnya dan menangis tersedu-sedu.
Put Go cu adalah seorang jago yang sudah lama
mengasingkan diri dari keramaian dunia, terhadap segala
persoalan dia memandang ham bar, soal mati hiduppun bukan
masalah besar baginya, tapi sekarang toh menundukkan juga
kepalanya dengan wajah sedih.
"Bu liang siu hud" bisiknya lirih.
Perasaan hatinya yang tenang kini mulai bergejolak lagi,
entah ia sedih karena kematian pendekar besar itu? Ataukah
merasa terharu menyaksikan nasib Suma thian yu yang
mengenaskan?
Sampai lama, kemudian, Put Go cu baru berkata lagi:
"Anak Yu, tak usah menangis, ia tak akan mendengar suara
isak tangismu lagi, orang yang sudah matipun tak akan bisa
hidup kem bali, apa gunanya meui menangis? Kau harus
teguhkan hatimu dan melakukan suatu pekerjaan besar yang
menggemparkan dunia persilat an sehingga tak sampai
menyia-nyiakan harapannya."
Ketika mendengar ucapan tersebut, Suma thian yu
bukannya berhenti menangis, dia makin sedih.
Ia terkenang kembali kejadian dimasa lalu, yakni pada
sepuluh tahun berselang, waktu itu ada suatu ketika dia takut
kepada pamannya yang berwatak aneh ini, dia membencinya,
karena dia tidak mengerti.
Teringat Wan Liang pernah berkata begini kepadanya: "Kau
masih muda, bagaimanapun juga yang kau pahami masih
terlampau sedikit."
Yaa, benar, dia memang mengetahui sedikit tentang
pamannya itu, mengetahui secara sepintas saja.
Siapa tahu ketika Suma thian yu sudah mulai merasa
betapa kasih dan ramahnya paman Wan, ternyata paman Wan
telah pergi mening galkannya untuk selamanya, padahal Thian
yu masih membutuhkan banyak petunjuk tentang kehidupan
didunia ini tapi siapa yang akan memberi petunjuk
kepadanya?
Berpikir sampai disini, tanpa terasa air matanya kembali
jatuh berlinang.
Dia tahu, mulai sekarang dia akan menjadi anak tanpa
sanak tanpa keluarga dan tanpa rumah. Sewaktu Thio Popo
membawanya meninggalkan rumah dulu, dia masih belum
tahu apa menderitanya "tak punya rumah", kini nasib jelek
menimpa dirinya tanpa terasa, bagaimana mungkin kejadian
ini tidak membuat sedih dan mencucurkan air mata.?
Bagian KETIGA
"BANGUNLAH Thian-yu" tiba tiba Put Gho cu memecahkan
kesunyian, "cepat kubur jenasah pamanmu, karena suatu
persoalan aku tak dapat tinggal kelewat lama disini"
Dengan air mata bercucuran Suma thian yu bangkit berdiri
dari atas tanah, lalu memandang sedih ke arah Put Gho cu,
sepasang mata nya yang merah telah basah oleh air mata.
Put Gho cu tak tega menyaksikan kajadian itu, segera
hiburnya:
"Kesempatan dimasa datang masih amat panjang, suatu
ketika kita murid dan guru pasti akan berjumpa lagi,
sepeninggal aku nanti, cepatlah kebumikan jenasah pamanmu,
tinggalkan tempat ini dan ingat baik baik pesan terakhir dari
pamanmu, dunia persilatan penuh de ngan mara bahaya, lebih
baik kau jangan kelewat menonjolkan diri, dalam menghadapi
semua persoalan pun harus berhati-hati"
Sembari berkata dia membelai rambut pemuda itu dengan
lembut, setelah memperhatikannya beberapa lama, ia baru
berkata:
"Nah, aku pergi dulu!”
Selesai berkata, tampak sepasang bahunya bergerak, tahu-
tahu dengan kecepatan luar biasa dia lenyap dari pandangan
mata Yu ji.
Bagaikan baru bangun dari impian, buru-buru Suma thian
yu berlutut dan menyembah tiga kali, katanya:
"Suhu diatas, tecu tak akan menyia-nyiakan harapanmu"
Ketika ucapan tersebut diucapkan, Put Gho cu mungkin
sudah berada setengah li jauhnya dari tempat tersebut.
Setelah Put Gho cu pergi, Suma Thian yu gera memungut
pedang Kit hong kiam milik paman Wan yang tergeletak di
tanah, lalu sambi1 memandang ujung pedang, itu gumannya:
"Paman, kau orang tua tak akan pernah mati, Thian yu
pasti akan mempergunakan pedang ini untuk membangun
kembali nama besar serta kegagahan kau orang tua seperti
dimasa lalu.
"Paman, sekalipun dunia persilatan amat berbahaya dan
penuh dengan siasat, Thian yu juga akan menelusurinya demi
membalaskan dendam bagi sakit hatimu.
"Beristirahatlah dengan tenang paman, berbaringlah disini
dengan segala kedamaian, tak usah kuatir, tiada sesuatu yang
ber harga untuk kau orang tua pikirkan, tak lama kemudian di
dalam dunia persilatan akan muncul kembali seorang Kit hong
kiam kek (jago pedang angin puyuh), dialah Thian yu, juga
merupakan duplikat dari kau orang tua!"
Sambil berkata dia mendongakkan kepalanya memandang
awan tebal di angkasa, awan yang melayang jauh di udara
dan tak mungkin bisa diraba seperti juga meraba impian.
Suasana disekeliling tempat itu serasa begitu, seakan-akan
keadaan pun turut berduka cita atas meninggalnya pendekar
besar itu.
Mungkin gempa bumi yang terjadi tadi merupakan pertanda
datangnya nasib buruk paman? Kalau memang begitu, ooh...
betapa agungnya paman"
"Yaa, paman memang seorang yang agung” gumam Suma
thian yu dengan suara lirih.
Kemudian ia mempergunakan pedangnya untuk menggali
liang dan membaringkan jerazah Kit hong kiam kek kedalam
liang tersebut, tak selang beberapa saat kemudian disitu telah
bertambah dengan sebuah kuburan baru, seorang pendekar
besarpun beristirahat untuk selamanya disana, yaa untuk
selama-lamanya...
Dengan termangu Suma thian yu memperhatikan kuburan
tersebut, tanpa bicara, sorot matanya kaku dan tak bersinar,
tanpa berkedip memandang keatas pusara, sementara titik air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ia tak perlu berkat apa-apa lagi, tiada orang yang
mendengarkan suaranya lagi.
Dia berdoa, diam-diam dan secara bersungguh-sungguh...
Pikirannya amat kalut seakan dia jauh dari dunia ini, jauh dari
mmasyarakat tanpa sanak, tanpa keluarga, yang ada hanya
keheningan bukit yang mencekam seluruh jagad.
Lama...lama sekali...akhirnya dia bangkit berdiri, baru saja
akan membalikan badan, tiba-tiba....
Dua sosok bayangan manusia entah sendiri kapan telah
berdiri dibelakangnya, mereka datang tanpa suara berdiri
disitu tanpa bergerak membuat Suma thian yu benar-benar
merasa terperanjat sekali.
Padahal dengan kepandaian silat yang miliki sekarang,
secarik daun yang jatuh dari jarak sepuluh kakipun dapat
didengar olehnya dengan jelas, tapi mengapa dia tak
mendengar apa-apa akan kehadiran kedua orang itu?
Setelah menenangkan hatinya, Suma thian yu baru
memperhatikan kedua orang itu dengan seksama, mereka
berdua adalah kakek berusia kira-kira lima puluh tahun yang
berwajah serupa, kedua-duanya mengenakan jubah panjang
hitam.
Waktu itu, kedua orang kakek tersebutpun sedang
mengawasi Suma Thian-yu tanpa berkedip, mereka hanya
berdiri mematung disana tanpa bergerak barang sedikitpun
juga.
Satu-satunya perbedaan yang terdapat pada kedua orana
kakek itu adalah diatas pipi sebelah kiridari kakek yang ada
disebelah kanan terdapat sebuah tahi lalat sebesar kacang
kedelai.
Bila dilihat dari raut wajah kedua orang ini, tampaknya
bukan termasuk orang jahat, agak lega juga Suma Thian yu
menjumpai hal ini.
Buru buru dia menjura seraya menegur:
"Entah ada urusan apa cianpwee berdua datang kemari?"
Kedua orang Kakek itu tidak menjawab, hanya senyuman
hambar menghiasi bibirnya', mereka tidak bersuara pun tidak
bergerak.
Suma Thian yu lantas mengira kedua orang itu kalau bukan
bisu tentu tuli, maka dengan suara yang lebih keras serunya:
"Entah ada urusan apa cianpwe berdua....”
Belum habis dia berkata, tiba-tiba terdengar kakek bertahi
lalat hitam disebelah kanani itu menukas dengan suara
lembut.
"Kau tak usah bertanya lagi, aku sudah tahu kuburan
siapakah itu.... "
Sambil berkata ia lautas menuding ke arah gundukan tanah
baru di belakang Suma Thian yu.
Suma Thian yu tidak kenal dengan kedua, orang kakek itu,
mendengar mereka berdua langsung menanyakan soal
kuburan pamannya begitu bertemu, dikiranya kedua orang ini
ada sangkut pautnya dengan orang jahat pembunuh
pamannya, kontan saja amarahnya berkobar.
"Ada kepentingan apa kau menanyakan tentang persoalan
ini?" bentaknya kemudian.
Dua orang kakek itu tidak menjadi gusar lantaran peristiwa
tersebut, malah justru tertawa bodoh.
Dengan suara yang tenang dan halus kakek bertahi lalat itu
segera bertanya lagi:
“ Yang berada didalam sana tentunya orang mati bukan?
Siapakah orang mati itu?”
Geli dan mendongkol Suma thian yu dihadapkan
pertanyaan bloon semacam itu, dengan cepat dia berpikir:
"Aaah, jangan-jangan kedua orang ini cuma orang bodoh?
karena berpendapat demikian maka tanpa terasa anmarahnya
menjadi reda, dengan suara lembut ia menyahut:
“ Orang mati siapakah yang berada disitu, tak usah kalian
urus, aku rasa andaikata kalian mempunyai urusan penting
lainnya, lebih baik cepatlah tinggalkan tempat ini"
Mendengar ucapan mana, kedu orang kakek itu segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak,
suaranya keras hingga memantul diseluruh hutan.
Sedemikian kerasnya suara tertawa tersebut akhirnya Suma
thian yu merasa tak tahan, dengan suara keras jeritnya:
"Hey, apa yang kau tawakan? Menjemukan"
Dua orang kakek itu menghentikan suara tertawanya
kemudian memandang bodoh ke arah Suma Thia yu, setelah
itu katanya:
"Bocah muda, masih kecil sudah berangasan sekali, lain kali
pasti sukar mendapat bini!”
Selesai berkata, lagi lagi mereka tertawa terbahak-bahak.
Pada hakekatnya Suma Thian yu dibikin kebingungan
setengah mati oleh tingkah lakunya kedua orang itu. coba
kalau Kedua orang itu tidak bermaksud jahat kepadanya,
niscaya dia sudah memburu kedepan untuk menghajar
mereka berdua.
“ Hmm, rupanya kaliau berdua ada maksud untuk
memperolok orang? Apa yang lucu? Kalau ada orang mati
seharusnya turut berduka cita. masa kalian malah tertawa
tergeletak di depan kuburan seseorang yang baru saja mati..."
Teguran dari Suma Thian yu ini amat keras tapi tidak
pantas untuk dipakai menegur orang yang berusia lanjut,
semestinya, dua orang Kakek itu akan mencak-mencak
kegusaran setelah mendengar teguran itu, siapa tahu apa
yang kemudian terjadi justru merupakan kebalikannya.
Terdengar kakek bertahi lalat disebelah kanan itu segera
berkata:
“ Perkataan bocah ini benar juga, kita memang seharusnya
bersedih hati, hei hiante, mari kita bersedih hati!"
Begitu selesai berkata, ternyata ia benar-benar menangis
tersedu sedu, disusul kemudian oleh kakek yang ada disebelah
kirinya. Dalam waktu singkat, isak tangis mereda telah
menyelimuti seluruh angkasa.
Menyaksikan dua orang kakek sinting yang sebentar
tertawa sebentar menangis ini, suma thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil menghela nafas panjang:
“ Cukup, cukup.. . tangisan kalian berdua sudah cukup,
asal..." cegahnya dengan cepat.
Dua orang kakek itu segera berhenti menangis, seperti
merasa sayang sekali dengan butiran air matanya, begitu
berhenti menangis, air mata merekapun berhenti mengalir.
“Nah bocah cilik" kata kakek bertahi lalat itu kemudian,
"permintaanmu telah kulakukan dengan baik, sekarang
gantian kami bersaudara yang ingin memohon kepadamu"
Tingkah laku yang kocak dan tata bahasa kedua orang
kakek yang halus segera mendatangkan perasaan simpatik
dalam hati Suma Thian yu, maka diapun segera mengangguk.
"Baiklah, asal bisa kulakukan pasti akan ku lakukan,
katakanlah terus terang"
"Nah begitu baru anak pintar, kakek bertahi lalat itu
tertawa, "sekarang aku hendak bertanya dulu, kau tinggal
dimana?"
"Buat apa kau menanyakan tentang soal ini!”
"Tak usah kaugubris, jawab saja pertanyaan ku itu!”
"Maaf, sebelum kuketahui asal usul kalian berdua yang
sebenarnya, jangan harap bisa mendapat jawaban dariku"
"Wah, itu tak benar namanya" desak kakek bertahi lalat
dengan cepat, "bukankah kau sendiri yang telah berjanji akan
melakukan permintaanku, jangan kuatir, kami berdua bukan
penjahat"
Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali.
"Siapa yang akan mempercayai ucapanmu? Kalau di lihat
dari cara kalian yang datang secara sembunyi-sembunyi saja
sudah diketahui kalau kamu berdua agak tidak beres, masa
aku tidak boleh curiga?"
Mendengar perkataan itu, si kakek bertahi lalat tersebut
segera manggut-manggut memuji, sambungnya cepat:
"Baiklah, kubatalkan pertanyaanku ini dan sekarang jawab
saja kepada kami siapakah orang yang telah tiada ini?"
"Maaf, pertanyaan inipun tak dapat kujawab"
"Waah... aneh betul kau ini. kalau tidak ingin berterus
terang katakan saja secara blak-blakan. Hei, bocah cilik,
sebenarnya apakah maksudmu?”
"Tidak karena apa apa, hanya sepatah kata bisa kujawab,
aku tidak memahami maksud tujuan kalian berdua.”
Kakek bertahi lalat itu segera garuk-garuk kepala yang tak
gatal, lalu sambil berpaling ke arah kakek yang lain, dia
berseru:
"Hiante, lebih baik kita jangan mencampuri urusan lagi,
mari kita pulang saja dan tidur"
Kakek kedua ini macam orang bisu saja, sejak muncul
sampai sekarang ia tak berbicara sepatah katapun, kakaknya
menangis, diapun menangis, kakaknya tertawa, diapun
tertawa, sekarang kakaknya hendak pergi ternyata dia pun
benar-benar membalikkan badan dan pergi semua tingkah
lakunya sungguh tidak habis di-mengerti.
Yaa, manusia aneh! Kedua orang itu betul-betul aneh,
meski dalam dunia terdapat banyak urusan aneh, namun
belum pernah di jumpai manusia seaneh kedua orang ini.
Sebelum pergi, kakek bertani lalat ini sempat berpaling dan
tertawa bodoh kepada Suma Thian yu seraya berkata:
"Hei bocah, sekalipun kau tidak bilang aku juga tahu, kami
berbuat begini tak lain Cuma ingin mengetahui apakah kau
bisa tutup mulut memegang rahasia atau tidak, padahal
suhumu itu sudah memberitahukan semuanya ini kepadaku,
setelah berjumpa hari ini, hah ... haah.... ternyata apa yang
dikatakan memang tidak bohong!”
Berbicara sampai disini, dia lantas bersama adiknya
berjalan seenaknya menuju ke hutan.
Waktu itu suma thian yu tak sempat berpikir untuk
memberitahu asal usul kedua kakek tersebut karena pertama
dia sedang sedih, kedua diapun sudah dibikin pusing oleh
ulah kedua kakek kembar itu.
Tapi setelah mendengar perkataan terakhir si kakek bertahi
lalat, hatinya kontan bergetar keras, pikirnya cepat.
“ Heran, darimana ia bisa kenal dengan suhuku?"
Baru saja ingatan tersebut meiintas dalam benaknya, satu
ingatan lain secepat kilat telah melintas dalam benaknya,
dengan suara lantang segera bentaknya.
"Cianpwee berdua, harap tunggu sebentar"
Waktu itu, kedua orang kakek kembar tersebut telah tiba
ditepi hutan, mendadak mereka berhenti, kemudian sambil
membalikkan ba-dan, satu dari kiri yang lain dari kanan
mereka bersama-sama berjalan balik, sementara senyuman
bloon masih menghiasi bibirnya.
Dengan seksama Suma Thian yu segera mengamati wajah
kedua orang kakek itu begitu merasa dugaannya tak meleset
dan tahu kalau mereka adalah tokoh persilatan yang pernah
disingung suhunya, diam-diam ia menyesali dirinya yang
bermata tak berbiji hingga hampir saja menyia nyiakan suatu
kesempatan bagus.
Buru-buru dia berlutut ketanah, lalu berseru.
"Locianpwee berdua, harap kalian suka memaafkan Thian
yu yang punya mata tak berbiji sehingga berbuat kurang ajar
kepada kalian, atas kesalahanku tadi, mohon cianpwee berdua
sudi memaafkan"
Hiiii hiiii hiiii... kau hilang apa bocah cilik?" kakek hertahi
lalat itu tertawa terkekeh-kekeh, apa itu cianpwe? Aku tidak
mengerti, siapa sih cianpwe mu itu?”
Suma Thian yu tahu kalau manusia aneh semacam mereka
adalah manusia manusia yang tak suka akan segala adat
istiadat dan tata cara yang menjemukan, meski demikian,
sebagai searang angkatan muda, ia tidak ingin bersikap
kurang hormat, maka ia bertanya dengan hormat:
“ Benarkah Locianpwe berdua adalah... "
Kakek bertahi lalat itu segera menggoyangkan tangannya
berulang kali mencegah dia berbicara lebih jauh, ujarnya:
"Bukan, bukan, apakah hanya di karenakan persoalan ini
saja kau undang kami kemari?"
Belum habis dia berkata, si kakek disebelah kiri yang
bersikap macam orang bisu itu sudah menepuk bahu
rekannya, kemudian menuding ke luar hutan, anehnya dia
tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Si Kakek bertahi lalat itu segera berpaling dan tertawa,
sahutnya tak sabar:
"Sudah tahu adikku, kawanan anjing cilik itu belum pergi
bukan? baik, mari kita pergi!"
Kepada Suma Thian yu lanjutnya:
“ Hei bocah, kita jumpa lagi malam nanti!"
Nadanya amat terburu-buru seperti sudah tidak sabar
untuk menunggu suatu persoalan sehingga begitu selesai
berkata, buru-buru dia sudah membalikkan badan dan berlalu
dari situ.
Tapi kasihan sekali, langkahnya justeru sedemikian
lambannya hingga selangkah demi selangkah persis seperti
langkah seorang nenek berusia delapan puluh tahunan.
Tapi anehnya, gerakan tubuh yang nampak sangat lamban
itu justru cepat sekali bagaikan sambaran kilat, hanya didalam
sekejap mata saja ia sudah lenyap dari pandangan sianak
muda itu.
Memandang arah lenyapnya bayangan tubuh kedua orang
itu, Suma Thiau yu menggelengkankepalanya berulang kali
sambil bergumam:
"Manusia aneh, benar-benar manusia aneh!”
Malam kembali menyelimuti seluruh angkasa dan
meninggalkan keheningan yang luar biasa, terutama sekali
ditengah pegunungan yang jauh dari keramaian manusia.
Bukit Kiu gi san kembali diliputi oleh keheringan yang mati,
seram dan menggidikkan hati.
Suma Thian yu masih ingat dengan ucapan yang diutarakan
kedua orang manusia aneh itu menjelang kepergiannya tadi,
maka dia telah menelusuri seluruh bukit, semak belukar, sejak
kentongan pertama sampai tengah malam, tapi ia gagal
menemukan jejak dari kedua orang manusia aneh tersebut.
Ia sangat gelisah, tapi tak bisa menyalahkan kepada
pemuda ini, bagaimana tidak?
Sewaktu akan pergi meninggalkannya tadi kedua orang
manusia aneh itu hanya mengatakan "kita jumpa lagi malam
nanti”, tanpa menerang kan waktunya, maupun tempat
pertemuan, pada hal bukit Kiu gi san begitu besar, kemana dia
harus pergi mencarinya?
Manusia aneh memang selalu berwatak aneh, bila ia tak
ingin berjumpa denganmu, meski kau jelajahi seluruh bukit
juga tak akan menemukan nya, sebaliknya bila ia ingin
bertemu dengan dirimu, sekalipun kau kabur keujung langit,
dia tetap akan muncul juga dihadapanmu.
Justru karena alasan inilah, akibatnya Suma Ghian yu mesti
lari semalaman suntuk tanpa hasil, meski badan sudah basah
kuyup namun hasilnya tetap nihil.
Akhirnya dengan kecewa dia duduk dibawah sebatang
pohon siong sambil bergumam:
“ Aaii, tampaknya aku tertipu, tahu begini aku tak akan
kemari untuk dihembus angin barat laut sambil menahan
kedinginannya."
Sambil mengomel dia mengambil sebutir batu kecil dari
atas tanah, lalu ditimpuk secara gemas kedalam hutan sana.
"Sialan, aku tak akan mencari lagi, anggap saja aku sedang
sial!" omelnya lagi.
Batu yang ditimpuk kedalam hutan bagaikan tenggelam ke
dasar samudera saja, hilang lenyap dengan begitu saja,
kemudian disusul suara seorang bergema dari balik hutan:
"Aduuuh .... sialan, manusia kurang ajar darimana yang tak
punya mata, apakah tidak tahu kalau dalam hutan ada
orangnya? Aduuh biyung ... sakit betul kepalaku!"
Suma Thian yu terperanjat sekali setelah mendengar
perkataan itu, buru-buru dia melejit ke udara dan melesat ke
dalam hutan.
Dari situ ia saksikan ada dua orang kakek sedang keluar
bersama dari balik pepohonan.
Dan begitu mengetahui siapakah kedua kakek itu, Suma
Tnian yu bersorak kegirangan :
“ Ohh cianpwee, rupanya kau?"
Dari balik hutan berjalan keluar sepasang kakek berbaju
hitam,
dengan pandangan kebodoh-bodohan mereka sedang
mengawasi wajah Suma Thian yu tanpa berkedip, kemudian
terdengar kakek bertahi lalat itu mengomel:
"Hei bocah, rupanya kau sudah tak sabar untuk menanti
sejenak lagi? Anak muda sudah tak bisa bersabar, ketemu
orang memanggil cian pwe, cianpwe melulu, sungguh
menjemukan"
Tertebak jitu isi hatinya, merah padam selembar wajah
Suma Thian yu karena jengah, sungguh menyesal hatinya.
Lama kemudian ia baru berkata agak tergagap.
"Entah ada persoalan apakah cianpwee menyuruh Thian yu
datang kemari?”
"Siapa yang suruh kau kemari?" bentak kakek bertahi lalat
itu, "anak muda tidak belajar baik, justru senang berbohong,
aku toh hanya mengatakan akan bertemu lagi entar malam,
siapa yang menyuruh kau kemari?"
Sekali lagi paras muka Suma Thian yu berubah jadi merah
padam sesudah mendengar teguran itu, ia tersipu-sipu hingga
tak bisa menjawab, sedangkan didalam hati pikirnya:
"Wu san sian gi siu (Sepasang kakek tolol dari bukit Wu
san) betul-betul terhitung manusia paling aneh didunia ini,
coba kalau suhu tidak berpesan agar menahan sabar terhadap
manusia semacam ini, aku benar-benar segan untuk
berurusan dengan mereka!"
Baru saja dia berpikir sampai disitu, mendadak kakek
bertahi lalat itu telah membentak gusar:
"Bocah, kau jangan memikirkan akal busuk dalam hatimu,
kesabaran dapat menghindari segala malapetaka, kau tahu hal
ini bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan!
Bila kau tak memiliki kesabaran tersebut, lebih baik cepatlah
tinggalkan tempat ini!”
Suma Thian yu merasa amat terperanjat, segera pikirnya:
"Sungguh lihay, jangan jangan diatas mukaku tertera
tulisan besar? Kalau tidak, mengapa ia dapat menebak suara
hatiku secara jitu?"
Berpikir sampai disitu, buru-buru dia berkata:
“ Boanpwe tidak berani."
Menyaksikan tampang pemuda yang macam monyet
kepanasan itu, kakek bertahi lalat tersebut segera tertawa
lebar.
"Haah...haaah.... kalau bicara tidak sejujurnya, si bocah
tidak bisa diajar, hiante mari kita pergi saja!"
Selesai berkata kedua orang itu segera membalikkan badan
siap pergi meninggalkan tempat itu.
Suma Thian yu menjadi amat gelisah setelah menyaksikan
peristiwa tersebut, buru-buru dia maju beberapa tindak
kedepan menghadang dihadapan kedua kakek tersebut,
kemudian sambil menjatuhkan diri berlutut katanya:
"Locianpwe, jangan pergi dulu, boanpwe masih ada urusan
hendak dilaporkan”
Kakek bertahi lalat itu segera membalikan badannya sambil
melototkan matanya besar-besar, serunya dengan gusar.
"Huuh..... dasar bertulang lunak, maunya belajar
merangkak macam anjing budukan. Hmm.. Seorang lelaki
sejati tak akan sembarangan berlutut!”
Mendengar ucapan tersebut, tidak menunggu lebih lama
lagi Suma Thian yu segera melompat bangun, kemudian
dengan wajah serius.
Diam-diam kakek bertahi lalat itu mangut-manggutlalu
berpaling dan memandang adiknya yang berada disamping,
tampak kakek itu pun turut manggut-manggut .
Seolah-olah telah mendapat ijin, kakek itu berpaling
kembali kearah Suma thian yu sambil katanya:
"Hei bocah, apa tujuanmu memohon sesuatu kepada lohu?"
Agak tertegun Suma Thian yu mendapat pertanyaan
tersebut untuk sesaat lamarya dia tak sanggup menjawab.
"Yaa, benar! Karena apakah aku memohon kepadanya?"
“ Tiada suatu permintaan bukan?” kakek bertahi lalat itu
tersenyum, “bagus sekali! Tapi lohu menyuruh kau
menghadap justru karena aku hendak memohon sesuatu
kepadamu”
“ Selama boanpwe sanggup untuk melaksanakannya, pasti
akan kulaksanakan dengan sebaik-baiknya”
Dia mengira kakek itu hendak menanyakan kembali
persoalan yang menyangkut diri paman Wan, dulu ia belum
memahami asal usul kakek ini, maka rahasia tidak dibocorkan,
tapi sekarang, setelah tahu kalau kakek ini adalah seorang
pendekar sejati yang berilmu tinggi, ia lantas berpendapat
bahwa tiada pentingnya untuk merahasiakan hal tersebut.
Maka dia telah bersiap-siap, jika seandainya kakek itu
bertanya kembali tentang paman Wan maka diapun akan
menjawab dengan sejujur nya.
Kakek bertahi lalat itu segera berseri wajahnya.
Sungguh?" dia berseru, "ahaa .. . kalau begitu tak salah lagi
pilihanku, aku tahu dengan bakat serta kecerdasanmu, sudah
pasti tak akan muncul persoalan apa-apa"
Dari dalam sakunya dia lantas mengeluarkan secarik kertas
yang telah berwarna kuning lantas diserahkan kepada Suma
thian yu sambil katanya berseru menjawab.
"Dalam tiga hari, kau mesti memahami isi tulisan yang
tertera diatas kertas ini, kalau tidak jangan harap bisa
meninggalkan bukit kiu gi san barang setengah langkahpun."
Suma Thian yu menerima kertas kuning itu dan
memperhatikannya sekejap, mendadak ia berseru dengan
wajah tercengang.
“ Kertas ini...."
“ Kertas ini berisikan ranasia ilmu silat yang maha sakti,
bukankah kau gila silat?Kertas ini kutemukan beberapa hari
berselang diatas bukit ini, sayang lohu tak becus dan tak
sanggup memahami rahasia dari kepandaian silat tersebut,
maka sekarang kuberitahukan kepada mu agar dalam tiga hari
harus bisa menyelesaikan apa yang lohu perintahkan,
beranikah kau untuk mencobanya?"
Setelah termenung sejenak, akhirnya dia berkata.
“ Boanpwe bersedia untuk mencoba, tapi aku tidak
mempunyai keyakinan untuk pasti berhasil”
“ Tidak bisa!” teriak kakek bertahi lalat ini dengan gusar,
“ tanpa suatu keyakinan, pekerjaan apapun tidak akan berhasil
dilaksanakan, bisa juga mesti dkerjakan, tidak bisa juga mesti
dilakukan, pokoknya kau tak boleh putus asa, tak boleh
berhenti ditengah jalan, mengerti?”
Ucapan tersebut dengan cepat menimbulkan perasaan anti
pati dalam hati Suma thian yu, dia merasa kakek ini terlalu
berlagak, memaksa orang lain untuk menuruti kemauannya
sehingga menimbulkan perasaan jemu bagi yang
mendengarkan.
Setelah termenung sejenak, akhirnya ia berkata:
"Pentingkah kertas ini bagimu? Seandainya boanpwe tidak
bersedia atau tidak bisa, apa pula yang bisa kau lakukan?"
“ Tidak mau harus mau, tidak bisa harus bisa, tiga hari
kemudian kita berdua akan kembali” sahut si kakek bertahi
lalat sambil menarik wajahnya.
Dia segera melemparkan kertas itu kehadapan Suma Thian
yu, kemudian sambil membalikkan badannya bagaikan
hembusan angin melun- cur masuk ke dalam hitan, sekejap
kemudian bayangan tubuh kedua orang itu sudah lenyap dari
pandangan.
Suma Thian yu ingin menghalangi kepergian mereka, tapi
terlambat, akhirnya sambil gelengkan kepalanya dia menghela
napas panjang.
"Aaaai.... dasar orang aneh tetap orang aneh....masa
memaksa orang untuk melakukan pekerjaan yang tak ingin
dilakukan olehnya?"
Diambilnya kertas itu dan diperiksnya dengan seksama,
kemudian dibalik dan diteliti bagian yang lain, namun itu
segera berdiri tertegun. Kitab pusaka apakah itu? Ternyata
kertas itu kosong melompong sama sekali tak ada isinya baik
cuma satu huruf maupun sebuah garispun.
Dengan gemas dia lantas menyumpah:
"Sialan, lagi-lagi aku tertipu, aaai.... Wu san siang gi
memang manusia manusia yang gemar menggoda orang,
baik! Tiga hari kemudian, bila aku tidak merobek-robek kertas
itu di hadapan mereka, aku tak akan bernama Suma Thian
yu!"
Sambil berkata diapun masukkan kertas itu ke dalam
sakunya, suatu perasaan sedih karena dipermainkan orang
segera menyelimuti perasaannya, dia ingin menangis, ingin
menggunakan kesempatan itu untuk melampiaskan keluar
semua kekesalan yang mencekam perasaannya.
Ia mendongakkan kepalanya memandang bintang yang
bertaburan di angkasa, lalu memandang sungai dan daratan
rendah dibawah bukit, pemuda itu merasa ia tak boleh tinggal
dalam bukit terus menerus, sebagai seorang lelaki, ia harus
berkelana ke mana-mana, harus mencari pengaman dan
memperjuangkan suatu karya yang besar bagi sejarah
hidupnya.
Apalagi dendam orang tuanya yang belum dibalas, sakit
hati paman Wan juga belum di tuntut....
"Aku harus pergi!"
Lama kemudian ia baru mengucapkan kata-kata tersebut.
Tapi dengan cepat ia teringat kembali kalau janji
pertemuannya tiga hari mendatang belum dipenuni, entah
baeaimana pun, janji tetap janji, ia tak ingin mengingkar janji,
dia ingin menuntut suatu keadilan dari orang yang telah
mempermainkan dirinya, Wu san sian gi.
Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san merupakan
sepasang pendekar yang bernama besar dalam dunia
persilatan, mereka berdua adalah saudara sekandung.
Kakek bertahi lalat adalah kakaknya Ma Khong Sian dengan
julukan Tay gi siu (kakek bodoh pertama), sedangkan adiknya
ji gi siu (kakek bodoh kedua) Khoug Bong, jangan dilihat dia
seperti orang bisu, sesungguhnya kakek ini merupakan
seorang jago pendebat yang pandai sekali bersilat lidah.
Usia Wa san siang gi telah mencapai enam puluh tahun,
sepanjang hidupnya mereka selalu berjiwa pendekar,
menolong kaum yang lemah dan membabat kaum alim, nama
besarnya sudah termasyur diseluruh dunia persilatan.
Sejak terjun ke arena persilatan, kedua orang ini selalu
muncul bersama, bahkan lagaknya macam orang bloon,
padahal Toa gi siu Khong Sian yang berlagak bodoh adalah
seorang yang amat cerdas, sedang Ji gi siu Khong Bong yang
berlagak macam orang bisu adalah seorang pendebat yang
pandai bersilat lidah.
Sekalipun demikian, mereka gemar berlagak seperti orang
bloon, bahkan sewaktu berada di hadapan Suma Thian yu,
gerak gerik mereka macam orang yang terkena oleh sebuah
penyakit ingatan.
Berapa hari berselang, ketika kedua orang kakek itu sedang
berpesiar di lembah Ong im kok di bukit Kiu gi san, tanpa
sengaja mereka telah menemukan kertas kulit itu, sebagai
manusia yang berpengalaman luas, dalam sekilas pandangan
saja mereka sudah tahu kalau kertas kulit ini bukan benda
sembarangan.
Mereka tahu kalau kertas kulit itu bukan berisikan ilmu silat
maha sakti peninggalan dari seorang tokoh silat dimasa
lampau, tentulah secarik peta rahasia yang berisikan harta
karun, maka kertas itupun segera disimpan kedalam saku.
Dengan watak Wu san siang gi yang tawar terhadap nama
serta keuntungan meterial, penemuan tersebut tidak
dianggap kelewat serius, mau ilmu silat juga boleh, barang
mestika juga boleh, mereka berdua sama-sama merasa tidak
tertarik.
Mereka berpendapat tujuan belajar silat adalah untuk
menyehatkan badan dan menjauhkan diri dari segala macam
penyakit, bukan bertujuan untuk mencari nama atau
kedudukan, harta kekayaan pun dipakai untuk menolong kaum
miskin, bukan uniuk mencari keuntungan bagi kepentingan
sendiri.
Oleh karena itu, mereka berdua berhasrat untuk mencari
seseorang yang dapat dipercaya dan menghadiahkan kertas
kulit yang ditemukan itu kepadanya, dari pada membiarkanya
hingga terjatuh ketangan kaum sesat dan menimbulkan
kerugian bagi umat persilatan.
Karena itulah mereka lantas mencari Suma thian yu yang
jujur dan dapat dipercaya dan menyerahkan kertas itu
kepadanya untuk dise lidiki. Dengan tanpa tujuan Suma thian
yu berjalan kesana kemari diatas bukit Kui gi san, pelbagai
ingatan berkecamuk dalam benaknya sampai pikirannya belum
dapat juga menjadi tenang kembali.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang bocah yang berusia
enam belas tahun, lagi pula tak pernah terjun kedunia
persilatan, padahal begitu luas, kemanakah dia harus pergi
sekarang?
Mendadak terdengar suara benturan nyaring, “Plaak” entah
dari mana datangnya segulung kertas, ternyata dengan tepat
menghantam diatas kakinya.
Suma thian yu merasa amat terkejut cepat-cepat
dipungutnya kertas itu dan diperiksa isinya.
Terbaca diatas kertas itu terasa beberapa huruf yang
berbunyi demikian:
“ Hati yang tenteram dapat menjernihkan pikiran, Pikiran
yang jernih dapat menemukan kesimpulan, batas waktu tiga
hari akan berlalu dengan singkat, harap pergunakan setiap
detik sebaik-baiknya.”
Dibawah surat itu tidak dicantumkan tangan, tapi dalam
sekilas pandang saja, Suma thian yu mengetahui kalau surat
itu ditulis oleh Wu san siang gi, itu berarti kemurungan serta
kegelisahan yang mencekam perasaanya semalam diketahui
semua oleh kedua orang kakek tersebut.
Atau dengan perkataan lain, kedua orang kakek itu tentu
berada disekeliling sana sambil mengawasi gerak-geriknya
setiap saat.
Berpikir sampai disitu, peluh dingin segera membasahi
badannya, karena ngeri buru-buru teriaknya:
“Locianpwe, harap segera menampilkan diri , boanpwe
hendak berbicara dengan mu”
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar suara yang
amat lirih berkumandang disisi telinganya.
“ Tiada pekerjaan yang sukar didunia, yang penting adalah
kemauan. Maksud hatimu dapat lohu mengerti, kau harus tahu
tinggi persoalan yang sukar didunia ini, yang penting asal kau
ada kemauan dan dan bersedia untuk berjuang, dengan
begitu masalah besar baru dapat tercapai. Jangan kau lihat
kertas itu tidak berhuruf, sesungguhnya adalah Bu Khek.”
Pembicaran tersebut dilakukan orang kakek tersebut dari
berapa li jauhnya dari tempat itu, demonstrasi ilmu
menyampaikan suara yang amat sempurna ini segera
membuat Suma Thian yu merasa kagum sekali.
Mendengar kata "Bu khek" yang diutarakan Wu san siang
gi, Suma Thian yu yang cerdas tiba-tiba saja teringat dengan
perkataan dari gurunya Put Gho cu:
"Bu khek menimbulkan unsur panas dan dingin. Unsur
panas dan dingin atau Tay khek akan menimbulkan Ji gi, akan
menimbulkan Sam cay lalu menjadi Bu siu, lalu dari Bu siu
menjadi ngo heng, lak hap, jit seng dan akhir nya menjadi pat
kwa...."
Maka bila mendengar kata Bu khek yang di ucapkan kakek
itu, jangan-jangan diatas kertas tanpa kata ini sesungguhnya
tersimpan suatu rahasia yang amat besar?
Memikir sampai disini, satu ingatan segera terlintas dalam
benaknya, rasa percaya pada diri sendiripun muncul kembali,
buru buru dia mengeluarkan kertas itu dan diperiksanya
dengan seksama.
selang berapa saat, ia menggelengkan kepala berulang kali
sambil menghela napas panjang, gumamnya:
"Wahai Thian yu. .. benarkah kamu begitu bodoh, tak
becus, tak punya kemampuan?"
Dengan gemas di cengkeramnya kertas itu lalu beranjak
pergi meninggalkan tempat itu.
Baru berjalan sepuluh langkah, mendadak dari arah bawah
bukit sana berkumandanglah suara pekikkan nyaring yang
amat memekikkan telinga, ia tertegun dan segera berpaling
kearah sana, tampaklah dua sosok bayangan hitam dengan
kecepatan bagai hembusan angin bergerak mendekat.
Sekejap mata berkumandang kembali suara keras bergema
tinggi ke angkasa, mendengar pekikan itu Suma Thian yu
tertegun, cepat ia mendongakkan kepalanya, tahu-tahu dua
sosok bayangan manusia telah muncul dihadapannya.
Menyaksikan kejadian itu, diam-diam Suma Thian yu
menggerutu dalam hatinya;
“ Sungguh cepat gerakan tubuh orang ini!“
Ingatan tersebut baru lewat, sipendatang tadi telah
melayang turun dihadapan mukanya.
Orang yang disebelah kiri adalah seorang kakek berusia
lima puluh tahunan, bermata garang bermulut lebar,
bertelinga tikus dan memelihara jenggot hitam yang panjang,
dia memakai jubah pendeta dengan sebilah pedang
tergantung dipunggungnya, tapi rambutnya yang panjang
dibiarkan terurai panjang, sehingga tampangnya amat tak
sedap dilihat.
Orang kedua adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahunan, berwajah persegi dengan mata seperti mata elang,
hidung membengkak besar, mulut model paruh, berpakaian
ringkas dan membawa senjata sepasang martil besar,
tampangnya sangat garang.
Begitu sampai disitu, kedua orang iut dengan keempat
buah mata bajingannya mengawasi Suma thian yu sekejap
lalu mendengus dan segera melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan.
Suma Thian yu menjadi melongo menyaksikan tingkah laku
kedua orang yang tak dikenalnya itu, ia tak habis mengerti
mengapa kedua orang itu muncul secara tergesa-gesa,
berhenti sebentar dihadapan nya, lalu setelah mendengus
berlalu pula dengan tergesa-gesa?
Yang lebih aneh lagi, selama dua hari belakangan ini
hampir semua orang yang dijumpainya adalah manusia-
manusia persilatan yang serba aneh dan mencengangkan.
Setelah termanggu-manggu berapa saat lamanya, pemuda
itu melanjutkan kembali perjalanannya menuruni bukit itu,
sembari berjalan benaknya berputar terus memikirkan kertas
tanpa kata yang konon berisi ilmu silat lihay itu.
Tak terasa sampailah anak muda itu ditepi sebuah selokan
dengan air yang jernih dan deras.
Pikiran yang kusut selama beberapa hari belakangan ini
serta badannya yang penat, membuat pemuda itu murung,
amat kusut dan sedih, tanpa terasa ia duduk ditepi sungai dan
mengawasi air yang mengalir dengan termangu.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya keheningan itu
dipecahkan oleh berkumandangnya suara pekikan keras
dikejauhan sana.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu berpaling, dari
kejauhan sana ia saksikan dua sosok bayangan manusia
sedang meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Tak usah diamati lebih jauh pun ia dapat mengenalinya
sebagai dua orang manusia kejam yang pernah dijumpainya
tadi.
Begitu sampai disitu, kedua orang manusia buas itu
melangkah kedepan menghampiri Suma Thian yu, mereka
baru berhenti setibanya satu kaki di depan pemuda tersebut,
sementara keempat biji matanya mengawasi terus pedang
dipunggung pemuda itu tanpa berkedip.
Jilid 4
TIBA-TIBA lelaki setengah umur itu membentak keras:
"Hei, bocah cilik! Apa hubunganmu dengan she Wan
tersebut?"
Suma thian yu mambalikan badannya dan melirik sekejap
kearah orang itu dengan pandangan dingin, lalu sahutnya:
"Tak usah kau urus!”
Jawaban ini bukan menggusarkan lelaki setengah umur itu,
dia malah tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, sambil
menuding kearah Suma thian yu katanya kepada tosu tua itu:
"Coba kau lihat! Bocah keparat ini benar-benar tak tahu
tingginya langit dan tebalnya bumi, ternyata dia berani
bersikap kurang ajar kepada kaum tua, heehh... heehh,..
heehh..."
Suma thian yu merasa gusar sekali menyaksikan sikap hina
lawannya, dengan cepat ia melompat bangun kemudian
bentaknya:
"Hei, apa yang kau tertawakan? jangan cengar-cengir
dihadapanku.
Lelaki setengah umur itu segera menarik kembali
senyumannya dan berhenti tertawa.
“ Hmm, bocah cilik, apa Hubunganmu dengan orang she
Wan? Cepat katakan..hardiknya kembali.
"Sauya justru tak mau menjawab, mau apa kau?” dengan
nada yang lebih ketus Suma thian yu menyahut.
Ucapan tersebut segera menggusarkan lelaki setengah
umur itu, sorot matanya memancarkan kebuasan, hawa napsu
membunuhpun menyelimuti seluruh wajahnya, dengan
menyeramkan dia membentak:
"Hei bocah, orang she Wan itu pun tak berani bersikap
kurang ajar dihadapanku, kau sibocah kunyuk yang masih
berbau air tetek berani kurang ajar kepadaku? Hmm, benar-
benartak tahu diri”
Bukannya takut, Suma Thian yu malah selangkah demi
selangkah maju kedepan menghampiri kedua orang itu.
Kagum sekali sitosu tua itu menyaksikan keberanian orang,
segera katanya pula:
“ Hei bocah muda, lohu tak tega membunuhmu, asal
pedang yang kau gembol diserahkan kepadaku, kau segera
akau kulepaskan."
Mendengar itu, Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak.
“ Haaah.... haaahh..... rupanya pedang inilah yang kau
incar, apa susahnya?”
Sembari berkata dia lantas meloloskan pedang Kit hong
kiam peninggalan paman Wan nya dan disodorkan kedepan,
katanya lagi sam bil tertawa dingin:
"Pedang ini sudah berada ditangan sauya sekarang, nih
ambillah sendiri........"
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring.
“ Bocah muda lihat serangan.”
Tosu tua itu mengayunkan pedangnya dari bawah keatas
dengan jurus Sit gou huang gwat (badak sakti menengok
rembulan) dan menu suk tenggorokan Suma Thian yu.
Si anak nuda itu berilmu tinggi dan bernyali besar, ketika
menyaksikan pedang lawan menusuk ke arah dadanya, dia
miringkan kepalanya sambil membuang bahunya kesamping,
lalu tertawa nyaring.
Denean cepat gerakan tubuhnya dirubah, pedang Kit hong
kiam kek menusuk balik ketenggorokan tosu tua tersebut
dengan jurus Ciong liong ji hay (naga sakti masuk samudera).
"Kalau diberi tanpa membalas, tidak sopan namanya!" dia
berseru.
Tindakannya yang tenang dalam menghadapi bahaya dan
serangannya yang cepat daLam perubahan, mau tak mau
membuat lelaki setengah umur yang menyaksikan jalannya
pertarungan itu diam-diam bersorak memuji.
He. tarungan segera berlangsung d* nya. roareka berdua
saling m?n*
Pertarungan segera berlangsung dengan serunya, mereka
berdua saling menyerang dan saling mendesak, semua
ancaman dilakukan dengan
cepat lawan cepat, dengan cepat menaklukkan cepat.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat,
ternyata kekuatan mereka berdua seimbang.
Bagi Suma Thian yu, meski pertarungan kali ini adalah
penarungannya yang pertama, tapi oleh karena latihannya
teratur dan tekun, maka sewaktu di praktekkan ia sama sekali
tidak gugup atau tegang, malahan semua ancaman di lakukan
secara tepat dan sempurna.
Tosu tua itu makin bertarung semakin kaget pikirnya
kemudian:
"Sewaktu orang she Wan itu masih hidup, namun
kemampuannya sudah mencapai taraf yang begitu hebat,
kalau dibiarkan hidup niscaya dia akan merupakan ancaman
besar dikemudian hari, aku tak boleh membiarkan ia hidup
terus!”
Berpikir begitu, gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah,
serangan yang dilancarkanpun makin lama semakin dahsyat.
Lambat laun Suma Thian yu kena dikurung kembali oleh
gerakan ilmu pedang lawan yang amat dahsyat itu.
Mendadak Suma Thian yu berpekik, pedang Kit hong
kiamnya di rubah menjadi gerakan Kian hou in liang (harimau
muncul naga ber- sembunyi), telapak tangan kirinya di
ayunkan kemuka cepat, pedangnya di iringi kilauan cahaya
tajam langsung meluncur ke tubuh tosu tua itu.
Di tengah jeritan mana, tampak bayangan orang saling
memisah dan mundur kebelakang.
Suma Thim yu telah bendiri kembali ditempatnya semula
dengan wajah tidak berubah, sikapnya sangat tenang seakan-
akan tak pernah terjadi sesuatu apapun.
Sebaliknya keadaan dari tosu tua itu mengerikan, jubah
sebelah kirinya telah robek sebagian oleh sambaran pedang
Kit hong kiam, dibawah ketiak kirinya telah bertambah dengan
sebuah jalur luka yang memanjang, darah segar bercucuran
amat deras.
Waktu itu dia sedang mundur dengan sempoyongan.
Walaupun berhasil dengan serangannya, Suma thian yu tidak
melakukan pengejaran lebih jauh, dari sini dapat diketahui
betapa mulia dan bajiknya pemuda ini, dia tidak ingin mencari
keuntungan disaat orang sedang tak siap atau berada diposisi
lemah.
Lelaki setengah umur yang menonton jalannya pertarungan
itu dari samping arena maju memayang tosu tua itu buru-buru
tegurnya:
"Tidak pernah menduga bukan It tim totiang?"
"Tidak mengapa, tak kusangka bocah keparat itu sangat
lihay, Sim kong! Bereskan dia, jangan biarkan dia hidup"
Ternyata lelaki setengah umur itu bersama Hek hong hou
(harimau angin hitam) It im kong sedangkan tosu tua itu
adalah It tim tootiang dari partai Hoa san.
Perlu diketahui, suhu dan si Harimau angin malam Sim
Kong adalah seorang gembong iblis kelas satu dari golongan
Liok- lim dewasa ini, dia merupakan seorang manusia yang
paling disegani baik oleh golongan putih maupun golongan
hitam.
Asal orang mendengar nama Hoat Kang-si (si mayat hidup)
Ciu Jit hwe, bulu kuduknya pasti pada bangun berdiri Karena
ngeri
Si Mayat hidup Ciu Jit hwe mempunyai tiga orang murid,
murid yang pertama adalah Hek hong hou (Harimau angin
hitam) Sim kong murid kedua bernama Cing bin kui (setan
muka hijau) kang Tham, sedang murid yang ketiga adalah
seorang perempuan, mereka menyebutnya Yan tho hoo
(Gadis cantik bunga tho) Hoo hong, selain b banyak sudah
kejahatan yang telan dilakukan, merekapun memiliki segenap
kepandaian silat dari Si Mayat hidup Ciu Jit hwe.
000O000
IT TIM TOJIN termasuk jago pedang nomor satu pula
didalam partai Hoa san pay, ia sudah mempunyai pengalaman
selama puluhan tahun dalam permainan ilmu pedang, orang
ini pun merupakan seorang tosu Siluman yang sukar dihadapi.
Tak heran kalau Suma Thian yu menjadi tertegun sesudah
mendengar pembicaraan mereka, mimpipun dia tak
menyangka kalau lelaki se tengah umur itu tak lain adalah Hek
hong hou yang termasyur itu.
Setiap kali paman Wan membicarakan soal dunia persilatan
dengannya, dia selalu menyinggung pula tentang kebuaasan
serta keganasan Sim Kong, bahkan selalu berpesan kepadanya
agar berhati hati bila bila suatu hari bertemu dengannya.
Seperminuman teh kemudian, Hek hong hou Sim kong
telah selesai membalut luka yang diderita It tim tojin, dengan
sorot mata yang memancarkan sinar kebuasan, selangkah
demi selangkah dia maju mendekati Suma thian yu dan
berhenti satu kaki dihadapannya.
Tiba-tiba dia tertawa seram, katanya:
“ Bocah keparat, toaya akan menggunakan tangan telanjang
untuk mencoba kelihayan Kit hong kiam hoat yang tersohor
itu, nah lancarkan seranganmu!”
Suma thian yu tidak sungkan-sungkan lagi, dengan alis
berkernyit, dia tusuk jalan darah Kiu wi hiat diatas dada Hek
hong hou Sim kong dengan jurus Im liong tham jiu (naga
mega merentangkan cakar).
“ Serangan yang bagus!” seru Hek hong hou Sim kong
sambil tertawa dingin.
Sepasang tangannya segera direntangkan dengan juris
Hiong ciau kian sui (ular ganas mengunting air), ia tangkis
datannya serangan pedang itu dengan tangan telanjang.
Suma thian yu tak menyangka kalau musuhnya bakal
menghadapi serangan tersebut dengan tangan kosong belaka,
ia jadi terperanjat.
“ Taak!” ketika pedang dan lengan saling beradu ternyata
lengan si harimau angin hitan Sim Kong sama sekali tidak
menderita cedera apa-apa, sebaliknya lengan kanan Suma
Tihan yu yang menggenggam pedang tergetar keras sampai
kesemutan, telapak tangan menjadi panas, hampir saja
pedangnya terlepas dari genggaman.
Kejadian ini semakin mengejutkan hati Suma Thian yu,
cepat-cepat dia menarik kembali pedangnya sambil melompat
mundur.
Ketika matanya dialihkan kewajah lawan, di lihatnya si
harimau angin hitam Sim Kong sedang memandangnya sambil
tertawa dingin, wa jahnya diliputi oleh sikap sinis dan
menghina.
Suma Thian yu menjadi sedih sekali, hatinya terasa sakit
bagaikan diiris-iris dengan pisau, sedihnya bukan kepalang ia
tak menyangka sudah sepuluh tahun belajar ilmu dan akhirnya
nyaris terluka ditangan orang pada gebrakan yang pertama,
rasa malu dan menyesal bercampur aduk menjadi satu.
Si Harimau angin hitam Sim kong segera tertawa seram,
ejeknya:
“ Bocah keparat, hari ini toaya akan menyuruh kau
menyerah dengan hasil takluk, ayolah!”
Bagi seorang laki-laki, kepala boleh dipenggal namun harga
diri tak boleh digadaikan, dengan menggertak gigi, Suma thian
yu segera membentak keras:
“ Bajingan busuk, aku akan beradu jiwa denganmu,
serahkan nyawa anjingmu!”
“ Sreet! sreet! sreet! Secara beruntun ia lepaskan tiga buah
serangan berantai yang amat dahsyat.
Namun si harimau angin hitam sim kong masih tetap
berlagak pilon, seakan-akan serangan ini dianggap enteng
saja, tampak tubuhnya berkelit kekiri menggegos kekanan,
dengan amat mudah sekali dia telah meloloskan diri dari
serangan itu.
“ Bocah keparat” ejeknya dengan tertawa dingin, “lebih baik
berlatihlah sepuluh tahun lagi, saat itu boleh datang lagi untuk
bertarung melawanku. Nah, hati-hati, toaya akan menyuruh
kau minum air”
Mendadak bayangan tubuh Hek hong hou lenyap tak
berbekas, sementara Suma thian yu masih tertegun, tiba-tiba
dadanya terasa menjadi kencang, ketika ia merasakan ada
suatu ancaman bahaya, sayang keadaan sudah terlambat,
segulung angin pukulan yang dahsyat telah mendorong
tubuhnya hingga terjengkal kebelakang.
Baru saja ia menjejakkan kakinya untuk melompat
kedepan, tahu-tahu kakiknya terasa dingin dan....”Byuuur”
seluruh badannya tercebut ke danau.
Padahal ilmu silat yang dimiliki Suma thian yu terhitung
tangguh, cuma sayang pengalamannya masih cetek, sedang
Hek hong hou Sim kong adalah seorang jago yang tangguh,
sepanjang hidupnya entah sudah berapa banyak pertarungan
sengit dialaminya, karena itu baik dibidang pengalaman
maupun taktik, ia sepuluh kali lipat lebih hebat dari Suma
thian yu.
Tak heran kalau begitu pertarungan berlangsung, dia lantas
memilih posisi yang lebih menguntungkan dengan memaksa
Suma thian yu membelakangi sungai, dengan tanah dekat
sungai yang gembur tanpa disadari keadaan tersebut
melemahkan posisi kekuatan yang dimiliki pemuda itu sebesar
tiga bagian lebih.
Kasihan Suma Thian yu yang tak tahu keadaan yang
sebenarnya, dia mengira ilmu silat sendiri yang tak becus.
Begitu tercebur ke dalam air, Suma Thian yu segera
menjejakkan kakinya dan muncul kembali dipermukaan air, ia
saksikan Hek hong hou Kim Kong sedang tertawa terpingkal-
pingkal. Ia memandang searahnya dengan wajah mengejek,
sedangkan It tim tojin yang terlukapun sekarang ikut tertawa
tergelak.
Suma Thian yu merasa sedih sekali tanna terasa air
matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, sambil
menggigit bibir dia bersiap sedia naik kembah ke daratan
untuk beradu jiwa dengan lawan.
Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, dia
merasa kemampuannya masih selisih jauh bila dibandingkan
dengan musuhnya, naik ke atas daratan untuk melanjutkan
pertarungan berarti hanya mencari penyakit buat diri sendiri,
tapi kalau tidak naik ke daratan, dia merasa sukar untuk
menelan penghinaan tersebut dengan begitu saja....
Pelbagai ingatan sagera berkecamuk didalam benaknya,
sekarang dia tidak sangsi lagi, dia harus pergi meninggalkan
tempat itu, sekalipun dianggap sebagai pengecut dia juga
harus pergi, karena dia tak ingin mampus dengan begitu saja.
Seorang lelaki yang ingin membalas dendam tiga tahun pun
belum terlambat, asal bukit nan hijau,kenapa dia kuatir
kekurangan kayu bakar,? Maka sekali lagi ia menyelam
kedalam air dan tak muncul kembali.
Dengan amat tenang kedua orang manusia bengis itu
menunggu ditepi sungai, tapi setelah tunggu punya tunggu
Suma Thian yu belum juga menampakkan diri, mereka segera
berseru tertahan:
“ Kita tertipu!"
Hek hong-hou Sim Kong yang melongok ke air lebih dulu,
ketika bayangan tubuh dari Suma Thian yu tidak ditemukan,
dia segera men- depak-depakkan kakinya sambil menyumpah:
"Bocah keparat, sialan kau! Hmm, sekalipun kau kabur
keujung langit, suatu ketika kau pasti akan terjatuh kembali ke
tangan toaya!"
It tim tojin yang terluka ikut memburu ke tepi sungai
memandang air sungai yang tenang, ia berkata:
“ Tampaknya bocah keparat itu pandai ilmu berenang,
tampaknya hari ini kedatangan kita sia-sia belaka, sialnya
pedang mustika itupun di bawa kabur keparat tersebut, waah,
bagaimana pertanggung jawabku nanti kepada guruku?”
"Hmm, keenakan buat keparat itu, baiklah, untuk
sementara waktu pedang Kit hong kiam itu biar disimpan
olehnya, tapi cepat atau lam bat pedang itu pasti terjatuh
kembali ketangan kami. Mari berangkat, kita menuju kehilir,
mungkin keparat itu sudah berenang menuju kearah sana.
Sambil membimbing It tim tojin, dia segera melakukan
pengejaran menuju kearah hilir.
Benarkah Suma Thian yu menuju kehilir? Ternyata pemuda
itu belum pergi jauh, dia masih berada dalam air didekat
tempat kejadian, hanya saja membunyikan diri dibalik
tumbuhan gelaga yang amat lebat, dengan menahan napas
dia bersembunyi terus disana sampai kedua orang itu pergi
meninggalkan tempat itu.
Ketika kedua orang manusia bengis itu pergi, dia baru
menampakkan diri dari tempat persembunyiannya dan naik
keatas daratan, kemudian dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dia kabur meninggalkan tempat itu.
Sekarang dia sudah basah kuyup, terhembus angin gunung
yang dingin, tubuhnya segera mengigil karena kedinginan,
dengan sedih tubuhnya berbaring diatas tanah
membayangkan kembali pendidikan paman Wan nya selama
sepuluh tahun, didikan gurunya selama delapan tahun,
ternyata semua yang diharapkan gagal total, baru tejun
kearena untuk pertama kalinya, dia harus menderita
kekalahan secara mengenaskan....
Makin dipikir hatinya makin sedih, wajahnya menjadi amat
murung dan kesal.
Mendadak ia teringat kembali pada kertas tanpa kata yang
masih berada dalam sakunya.
“ aahh... habis sudah, habis sudah, sudah pasti kertas kulit
itu sudah basah kuyup...”
Sambil berkata dia memandang gulungan kertas yang
berada dalam genggamannya, karena binggung dia sampai
tak mempunyai keberanian untuk membuka kertas itu dan
diperiksa isinya.
Saking gelisahnya dia menangis tersedu-sedu, kini batas
waktu yang ditentukan tiga hari tinggal dua hari, tapi bukan
saja ia tak dapat membongkar rahasia dibalik kertas tanpa
kata itu, bahkan kertasnya menjadi kumal, bagaimana
mungkin dia dapat memberikan pertanggungan jawabnya
kepadi Wu san Siang gi nanti?
“Thian yu wahai Thian yu, kenapa nasibmu seburuk itu?
Aaai.... sudahlah, biar aku menerima semua penderitaan
tersebut"
Sambil berkata dia lantas membuka genggaman tangannya
dengan sangat berhati hati, ternyata kertas itu sudah melekat
menjadi satu karena terendam dalam air.
Dengan sangat berhati-hati Sama Thian yu segera
memisahkan kertas yang melekat itu satu persatu, mendadak
ia menjerit kaget.
"Aaaaah...!”
Sepasang matanya segera memancarkan cahaya tajam,
sementara kemurungan yang mencekam pikirannya tadi
seketika lenyap tak berbekas. Rupanya diantara kertas yang
kosong tadi, kini sudahmuncul beberapa buah garis hitam.
Penemuan ini segera menggirangkan hati Suma thian yu,
bagaikan menemukan harta pusaka saja, dia bersorak sorai
kegirangan.
Buru-buru dia menggunakan kukunya untuk mengorek
lapisan lilin yang melekat diatas kertas tersebut.
Lambat laun garis garis hitam tadi kini telah berubah
menjadi sebaris tulisan.
Jantung Suma thian yu pun ikut berdebar keras mengikuti
munculnya sebarisan tulisan itu.
Akhirnya dia melompat bangun dan berjingkak-jingkrak
seperti orang gila, semua kemurungan yang semula
mencekam perasaannya, kini sudah lenyap tak berbekas, dia
berterima kasih kepada Hek hong hou sekarang, betapa tidak?
seandainya ia tidak mendorongnya sehingga tercebur kedalam
air, bagaimana mungkin rahasia dari kertas tanpa kata itu
dapat diketahui olehnya?
"Aku telah menemukannya, aku telah menemukannya..."
seperti orang gila Suma Thian yu berteriak-teriak keras.
"Hei bocah, apa yang telah kau temukan?” suara seorang
kakek menegur secara tiba-tiba.
Mendengar teguran tersebut, dengan terperanjat Suma
Thian yu segera berpaling, tapi dengan copat dia berdiri
tertegun.
Entah sedari kapan, dibelakang tubuhnya berdiri seorang
pengemis tua yang berambut kusut dan pakaian compang-
camping tak karuan...
Cepat-cepat Suma thian yu masukan kertas itu ke dalam
sakunya, kemudian menyahut:
“ Aaah, aku cuma main-main, tidak ada apa-apa"
Pengemis tua itu segera memejamkan matanya, lalu
tertawa tarbahak-bahak.
"Ha ha ha ha.....bocah, kau tak usah membohongi aku,
kertas apa yang berada dalam genggamanmu itu ?"
"Oooh, tadi rfcu telah kehilangan sebuah surat, tapi
sekarang telah kutemukan kembali”
Oooh kau adalah anaknya Wan Liang? kembali pengemis
tua itu bertanya.
Suma Thian yu merasa keheranan, selama beberapa hari
belakangan ini, setiap orang yang dijumpainya selalu
menanyakan soal paman Wan padanya, mungkinkah paman
Wan telah menyalahi begitu banyak orang? Kalau tidak,
mengapa begitu banyak orang yang datang menanyakan
dirinya dan mencari jejaknya?
"Ada urusan apa kau bertanya tentang dirinya? Dia orang
tua sudah tiada, dia adalah pamanku”
“ Ooh, tidak apa-apa, oleh karena aku sipengemis tua
menyaksikan pedang yang kau bawa itu adalah miliknya maka
aku menjadi teringat akan dirinya dan bertanya kepadamu"
Setelah berhenti sebentar, dia bertanya lagi.
"Hei bocah, siapakah namaamu?”
Suma Thian yu menyaksikan pengemis tua itu berwajah
gagah dan berwibawa, meski memakai pakaian yang kotor
dan penuh tambalan, namun tidak menutupi kegagahannya,
dengan cepat dia menduga kalau pengemis tua inipun seorang
pendekar lihay.
Maka dengan suara yang tulus dan hormat, sahutnya:
"Boanpwe she Suma bernama Thian yu
"Oooh....... dimanakah rumahmu?"
"Aku tak punya rumah!"
Teringat rumah, tanpa terasa Suma Thian yu menjadi amat
sedih sekali hampir saja air matanya jatuh bercucuran.
“ Apa hubunganmu dengan Suma Tiong ko?"
"Dia adalah mendiang ayahku, mengapa lo cianpwee
menanyakan soal ini?"
Pengemis tua itu tidak menjawab, dia hanya mengawasi
Suma Thian yu dari atas kepala sampai kakinya dengan
seksama, sekulum senyuman segera tersungging diujung
bibirnya.
Sementara itu Suma thian yu berusa untuk mengingat-ingat
siapakah gerangan pengemis tua itu, maka diingatnya kembali
wajah serta ciri khasnya setiap jago persilatan yang pernah
didengar dari paman Wan nya itu, akhirnya dia teringat
dengan seseorang, dengan sikap lebih menghormat, pemuda
itupun bertanya:
“ Locianpwe, apakah kau she wi....?”
“ Aahh sudah lupa, aku si pengemis tua sudah melupakan
nama serta julukan kusendiri”
Dari sini bisa diketahui kalau pengemis ini tak lain adalah
she “wi” yang dimaksudkan Suma thian yu tadi.
Sebahgai seorang yang cerdas, tentu saja Suma thian yu
mengetahui akan hal itu, buru-buru dia membungkukkan
badanya untuk memberi hormat, lalu ujarnya;
“ Maafkan kalau boanpwe punya mata tapi tidak berbiji, dari
mulut suhiku boanpwe tahu kalau locianpwe adalah seorang
pendekar gagah dan besar, sungguh beruntung hari ini
boanpwe bisa bertemu muka, kejadian seperti ini merupakan
suatu kemujuran bagiku”
“ Ciiss, kaupun suka akan segala macam adat istiadat, apa
itu locianpwe ...locianpwe, huuh, sungguh aku si pengemis tua
jadi jemu, kalau kau tak segera meluruskan punggungmu,
jangan salahkan kalau aku si pengemis tua akan menggebuk
orang...”
Rupanya ternyata pengemis tua ini adalah Siau yau kuy
atau penge mis yang hidup senang Wi Kian, umurnya sudah
tua tapi masih suka berkelana kesana kemari tanpa aturan, ia
merupakan seorang lawan paling tangguh dari kawanan iblis
dari golongan hitam.
Siau yau kuy Wi Kian amat membenci segala macam
kejahatan, setiap penjahat yanp terjatuh ketangannya, jarang
sekali ada yang bisa lolos dalam keadaan hidup.
Kepandaian yang paling diandalkan adalah, Tan ci kang dan
Kui goan khi kang, dihari-nari biasanyadiapun menciptakan
Siau yau pang hong yand dikombinasikan dengan ilmu toya
penggebuk anjingnya, kepandaian tersebut amat lihay dan
disegani banyak orang.
Semenjak Sian yau kay menampakkan diri, Suma Thian yu
lantas mengingat-ingat siapa gerangan tokoh persilatan ini,
akhirnya dia dapat menginggat juga akan diri Siau yau kay ini.
Sementara itu, Siau yau kay sedang mengangkat tongkat
Ta kau pangnya sambil berlagak mau memukul, sedang
dimulut dia bertanya:
"Bocah, barang apa yang berada dalam saku mu? Basanya
bukan hanya sepucuk surat biasa, bukan? Hayo cepat jawab,
kalau tidak aku si pengemis segera akan membereskan
dirimu!”
Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu kalau hal ini tak bisa dirahasiakan lagi,
maka diambilnya kertas tanpa kata itu dan disodorkan
kehadapan Sian yau kay seraya berkata:
“ Yaa, kertas ini memang bukan sepucuk surat melainkan
selembar kitap pusaka yang berisikan ilmu silat maha sakti,
silahkan locian pwe periksa.”
Seraya berkata dia lantas menceritakan secara ringkas
bagaimana berhasil menjumpai Wu san siang gi siu, bagaima
tercebur keair dan lantaran bencana jadi untung dengan
ditemukannya rahasia kitab tanpa kata itu.
Setelah mendengar penuturan tersebut, Siau yau kay Wi
Kian segara tertawa, ujarnya:
"Nak, simpan baik-baik benda itu, aku sipengemis bukan
bermaksud untuk mendapatkan nya, melainkan hanya ingin
tahu saja. Sebab benda mustika semacam ini biasanya
hanyaakan diperoleh oleh mereka yang berjodoh, sekarang
kau berhasil mendapatkannya, ini berarti kau punya jodoh,
dikemudian hari hasil yang kau peroleh tentu hebat, simpanlah
baik-baik dan jangan diperlihatkan kepada orang lain.”
“ Locianpwe, mengapa ilmu silat si lelaki she Sim itu begitu
lihaynya?”
“ Hek hong hou atau harimau angin hitam Sim kiong atau
setan muka hijau Sam Tham serta Yan too hoa atau
perempuan cantik bunga too ho Hong adalah jago-jago lihay
dari golongan Liok lim yang sangat iihay, kecuali kalah dengan
berapa orang gembong iblis, ilmu silat mereka boleh dibilang
sudah terhitung tangguh”
Berbicara sampai disini, Siau yau kay berhenti sebentar
untuk menelan air liur kemudian sesudah berhenti sejenak,
lanjutnya lebih jauh.
Terutama si Mayat hidup, gembong iblis ini cukup
pusingnya banyak orang, jangankan aku sipengemis tidak
mampu mengalahkan dia, biar empek bodohmu berdua juga
hanya mampu bertarung seimbang, aai...dalam dunia
persilatan dewasa ini timbul suasana yang memedihkan yang
tragis, hawa sesat dan dan hawa iblis sudah merajai dunia
persilatan, sementara kawanan pendekar yang mengaku
dirinya orang putihpun sudah berbondong-bondong
menyeberang ke golongen sesat, coba bayangkan sendiri
suasana begini pantas untuk disedihkan atau tidak?”
Suma Thian yu segera merasa hatinya terdengar keras
sesudah mendengar perkataan itu, dengan cepat serunya.
"Locianpwee, setelah mendengar perkataan itu, aku
menjadi keheranan, apakah dalam dunia persilatan sudah
tidak terdapat lagi seorang lelaki sejati yang mau menjunjung
tinggi keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan serta
melenyapkan kaum durjana serta kaum iblis dari muka bumi?"
"Siapa? Siapa yang bersedia memikul tanggung jawab
yang amat berat ini? Sekalipun ada, mereka juga tak tahu
bagaimana mesti turun tangan.
Misalnya saja seserti paman Wan mu itu, dia terasing
dalam dunia persilatan karena menjunjung kebenaran dan
keadilan, tapi tiada orang yang mau memahami cita-
citanyaitu, setelah ada contoh yang nyata, aai...siapakah yang
sudi mengorbankan diri lagi meneruskan cita-cita luhurnya
itu?”
“ Aku Suma Thian yu pasti akun berusaha keras untuk
melanjurkan cita-cita luhur paman Wan yang belum
terselesaikan itu, sekalipun harus terjun ke lautan api atau
menyerempet bahaya, aku tak akan menolak, aku pasti akan
lenyapkan kaum durjana dari muka bumi dan menegakkan
kembali keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan!"
Siau yau kay memuji tiada hentinya sehabis mendengar
perkataan itu, tanpa terasa ia memperhatikan pemuda itu
beberapa kejap lagi, kemudian katanya:
“ Nak, kegagahanmu sungguh mengangumkan, tapi...aaii,
bukanya aku si pengemis tua ini hendak menghinamu, dengan
kepandaian silat yang kau miliki sekarang, meski kau terhitung
juga seorang jago pilihan dari golongan muda tapi kalau ingin
di bandingkan dengan angkatan yang lebih tua, kepandaian
silatmu masih ketinggalan jauh sekali."
Setelah berhenti sesaat, dia berkata lebih jauh. “Dengan
usia kamu yang begitu muda sudah sepantasnya bila kau
mencari guru yang pandai lari serta belajar ilmu silat yang
lebih hebat, sehingga begitu munculkan diri, kepandaianmu
akau mengejutkan setiap orang."
Suma Thian yu merasa sangat tidak puas setelah
mendengar perkataan itu, ia merasa sudah tak dapat
berdiam lebih lama lagi disitu, betul melatih diri di gunung
yang sepi dapat mendidik disiplin yang tinggi baginya, tapi dia
harus segera melaksanakan cita-citanya serta tugas yang di
bebankan kepadanya.
Ia memang tidak sangsi terhadap perkataan dari Siau yau
kay, sebab apa yang dialami barusan dimana tubuhnya simpai
tercebur dalam air sudah merupakan suatu bukti yang nyata,
Siau yau kay yang berpengalaman luas, sekali pandang ia
dapat menebak isi hatinya, maka sambil tertawa katanya.
"Nak, sewaktu muda dulu, aku si pengemis juga
mempunyai watak seperti kau, itulah seperti kau, itulah
sebabnya penderitaan yang baru kualami amat banyak, bila
kau bersikeras ingin turun gunung, tentu saja aku si
pengemis tua tak akan menghalangi mu, tapi kau harus
mampu menyentuh ujung bajuku didalam sepuluh gebrakan"
Ucapan tersebut segera dirasakan oleh Suma Thian yu
sebagai suatu penghinaan terhadap kemampuannya, dia
merasa dengan mengandal kan ilmu Kit hong kiam hoat seria
Lay cing to liong pat si yang telah dipelajarinya selama
belasan tahun, mustahil dia tak mampu menyentuh ujung baju
lawan.
Maka dengan cepat dia memutar otaknya mencari jalan,
sementara diluarnya dia berkata dengan wajah tak berubah.
"Boanpwee tak berani"
"Kau tak berani? Hmm, Aku si pengemis tua tak akan
membiarkan kau menganggur dengan seenaknya"
Selesai berkata tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, "plaak.!" bahu kanan Suma Thian yu sudah terhajar
telak.
"Hayo balas!” teriak Siau yau kay dengan lantang, “hei
bocah apakah kau hanya akan berdiri melulu disitu untuk
menantikan kema-tianmu...?"
Karena tanpa sebab dirinya dihajar orang, tentu saja Suma
Thian yu mandah menyerah, buru buru dia mengembangkan
permainan jurus silat Tay cing To liong pat si untuk
menghadapi serangan lawan.
Siau yau kay segera tersenyum begitu dilihatnya Suma
Thian yu melancarkan serangan balasan, mendadak dia
memutar badannya kencang sambil berkelit kesamping,
setelah itu diapun mengambangkan ilmu meringgankan
tubuhnya yang sempurna menerobos kesana kemari bagaikan
kupu kupu yang terbang diantara aneka bunga, sebentar
kekekiri sebentar ke kanan, tiada hentinya ia berPUtar
mengelilingi tubuh Suma Thian yu.
Semakin bertarung, Suma Thian yu merasa semakin
bersemangat, serangan demi serangan yg dilancarkan dengan
ilmu Tay cing to liong pai si dikembangkan semakin gencar
dan kuat, bahkan diepaskan secara beruntun tanpa henti.
Namun anehnya, setiap kali serangannya sudah hampir
menyentuh tubuh lawan, tiba-tiba saja bayangan tubuh lawan
hilang tak berbe kas, bahkan sebagai balasannya dia seringkali
merasa dijawil orang dari belakang punggungnya atau ditiup
tengkuknya, akan tetapi bila dia membalikkan badan untuk
menyerang, tahu-tahu bayangan tubuh lawan hiiang lagi.
Pertarungan semacam ini pada hakekatnya tidak mirip lagi
sebagai suatu pertarungan, melainkan mirip joged kera saja,
bagaimanapun Suma thian yu mengerahkan segenap tenaga
dan kemampuannya untuk melancarkan serangan, dia selalu
tak mampu mengapa-ngapakan lawannya.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah lewat, dengan
wajah sedih Suma Thian yu segera menghela napas, dia
mengendorkan kembali tangannya dan menundukkan kepala
dengan air mata bercucuran.
Menyaksikan kejadian itu, Siau ya kau segera tertawa
terbahak bahak, "Haaa..haaa.. haaa..” tak usah bersedih hati
bocah muda, de ngan usiamu yang begitu muda ternyata
sudah memiliki kemapuansetaraf ini, hal mana sudah
merupakan sesuatu yang luar biasa, aku si pengamis tua ingin
bertanya kepadamu, siapa gerangan yang telah mewariskan
ilmu pukulan Tay cing to liong ciang tersebut kepadamu."
"Ilmu itu diajarkan oleh guru boanpwee, Put Gu cu!"
“ Aaah, dia masih hidup?” seru Siau yau kay tercengang,
kemudian gumamnya lagi, “tak heran kalau kau lebih tangguh
dari Wan liong, rupanya orang itulah yang telah mewariskan
kepandaian silatnya kepadamu”
"Locianpwee, Thian yu tidak ingin turun gunung lagi,
mohon kau orang tua sudilah kiranya mewariskan sedikit
kepandaian kepadaku agar memperbaiki kemampuan
boanpwee yang amat minim ini." pinta Suma Thian yu
kemudian dengan wajah murung.
"Haaah ...haaah .. .haaah. .. aku si pengemis memang
berwatak malas, selamanya tak pernah mengajar orang lain,
ditambah pula aku orangnya suka lari kesana kesini, kalau
menyuruh aku tinggal disisni untuk mengajar murid, jangan
toh setahun, seharipun aku bisa mampus kekeringan.”
"Tapi
"Aku tahu, kau merasa putus asa bukan? Padahal dengan
kepandaian silat yang kamu miliki sekarang, semestinya tak
bakal kalah ditangan si harimau angin hitam Sim kong, aku
curiga dengan peristiwa terceburnya engkau kedalam air...
sebab menurut penilaianku, ketidakbecusan dirimu,
semestinya kalian bisa bertarung seimbang!”
"Tidak !” Aku tak mampu mengalahkan dia, bahkan
bayangan tubuhnya pun tak sempat ku lihat, tahu-tahu aku
sudah tercebur ke dalam air, jangankan mengalahkan,
berbicara seimbang saja tak mungkin"
"Kau keliru anak muda" ucap Siau yau kay cepat "dilihat
dari sinnar matamu, seharusnya kau sudah memiliki tenaga
dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan, sepantasnya
tak mungkin bisa kalah di tangan Sim Kong, apalagi ilmu
pedang Kithong kiam hoat dan Tay cing lo liong pat si
merupakan ilmu sakti didalam dunia persilatan, salah saja
diantara kepandaian tersebut sudah cukup untuk menjagoi
dunia peralatan, aku lihat.... mungkin hal ini disebabkan
kurang tahu dalam menghadapi lawan, seandainya aku
sipengemis tua tahu kalau kau sudah menguasahi ilmu Tay
cing lo liong pat si, aku benar benar tak berani sesumbar
dengan mengatakan akan melayanimu sebanyak sepuluh
jurus.!"
Setelah mendengar penjelasan dari Siau yau kay, dan
melihat pengemis itu tidak bermaksud mencemooh dirinya,
tanpa terasa rasa percaya pada diri sendiri muncul kembali
dalam benak Suma Thian yu, buru-buru dia menceritakan
kembali apa yang dialaminya.
Mendengarkan penuturan itu, Siau yau kay mengelus
jenggotnya sambil tersenyum, setelah itu katanya:
"Nah itulah dia, tak heran kalau dikalahkan. Baiklah, aku
sipengemis tua akan berbuat baik kepadamu untuk
mengajarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh tersebut
untukmu, anggap saja tanda mata atas penemuan kita ini"
Sembari bcrkata, dia lantas merentangkan sepasang
lengannya dan mundur sejauh satu kaki.
Tiba tiba nampaklah Siau yau kay Wi Kian menggerakkan
tubuhnya dengan cepat, terasa bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu dia sudah berkelebat kian kemari dengan
kecepatan bagai sambaran petir, namun gerakkan tersebut
tak pernah lebih dari wilayah seluas lima langkah.
Suma Thian yu segera memusatkan segenap pikiran dan
perhatiannya untuk mengikuti gerakan tadi, namun dia
menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela
napas, sebab ia sama sekali tidak berhasil menyaksikan
rahasia dari ilmu langkah tersebut.
Hal ini membuat pemuda itu diam-diam menyumpahi
kebodohan dirinya.
Dalam waktu singkat Siau yau kay itu telah selesai
melakukan ilmu langkah Ciok tiong luan poh tersebut dan balik
kehadapan Suma Thian yu, tanyanya: "Bagaimana? Sudah kau
lihat jelas?”
Dengan perasaan menyesal Suma thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali, dengan wajah merah padam seperti
kepiting rebus, sahutnya tergagap.
“ Boanpwe bodoh, tak berhasil kusaksikan rahasia dari ilmu
langkah tersebut"
"Anak bodoh, masa karena soal itu saja harus bersedih
hati? Bila sekilas pandangan saa kau sudah dapat menangkap
rahasia ilmu langkah tersebut, lantas apa artinya ilmu rahasia
tersebut? bagaimana perasaanmu ketika berhadapan dengan
aku si pengemis tua tadi?"
"Benar-benar sukar diraba gerakannya, tak dapat ditangkap
bayangannya, bagaikan sedang mengejar angin menangkap
bayangan saja" puji Suma Thian yu tanpa berpikir panjang
lagi.
"Padahal aku bisa berbuat demikian karena mengandalkan
ilmu langkah tersebut" kata Sian yau kay menerangkan, "nak,
kau harus baik-baik melatih diri, bila ada jodoh kita akan
bersua lagi dikemudian hari. Sekarang, aku si pengemis tua
hendak pergi mencari empek bodohmu itu"
Selesai berkata, tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu bayangan tubuh dari Siau yau kay sudah
lenyap tak berbekas.
Kejadian ini sekali lagi membuat sepasang mata anak muda
itu terbelalak lebar-lebar dengan mulut melongo.
Sampai lama kemudian, dia baru bergumam:
"Untuk memahami saja tak bisa, bagaimana mungkin bisa
dilatih? Sekalipun dewa juga tak mungkin bisa memahami ilmu
langkah semacam itu bila Cuma memandang dalam sekejap
mata saja!”
Berpikir demikian, pelan-pelan dia berjalan turun gunung,
tapi sewaktu melewati tempat dimana Siau yau kay
mendemonstrasikan ilmu serakan tubuhnya itu, mendadak.....
"Aaaah!" dia menjerit kaget.
Tampak diatas permukaan tanah telah muncul enam belas
buah bekas telapak kaki yang amat dalam, setiap telapak kaki
itu mendesak dalam tanah sedalam setengah depa, rumput
yang semula tumbuh diatas bekas telapak kaki itu, kini sudah
melayu dan dan mati membuat Suma Thian yumerasa terkejut
sekaligus keheranan.
Penemuan mana tentu saja membuat Suma thian yu
merasa amat berterima kasih, buru-buru dia berpaling kearah
mana Siau yu kay melenyapkan diri dan menjura dalam,
katanya:
"Terima kasih banyak locianpwc atas petunjukmu!”
Kemudian dengan perasaan gembira, penuh rasa percaya
pada diri sendiri, selangkah demi salangkah dia mulai melatih
diri dengan mengikuti bekas telapak kaki yang sudah ada.
Seringkali kejadian yang ada di dunia ini memang aneh
sekali, sesuatu pekerjaan yang mungkin sederhana
nampaknya, kadangkala justru semakin sukar untuk dipelajari.
Ketika Suma thian tu menyaksikan keenas belas bekas
telapak kaki yang tertera diiatas tanah itu, pada mulanya dia
mengira asal dilatih maka kepandaian itu mudah untuk
dikuasahi, siapa tahu begitu kakinya mulai menginjak diatas
bekas telapak kaki tersebut, ia menjadi kebingungan.
Anak muda itu tak tahu bagaimana mesti bergerak
mengikuti bekas telapak kaki itu, sebab keenam belas buah
bekas telapak kaki itu semuanya mirip "langkah pertama",
juga mirip "langkah terakhir".
Suma Thian yu yang cerdik, kontan saja terjerumus dalam
suasana bingung yang amat tebal.
Tapi, semakin sukar persoalan yang dihadapi, semakin
mengobarkan rasa ingin tahu dari Suma Thian yu, dia tahu
suatu pekerjaan yang makin sukar dicapai, biasanya semakin
hebat bila telah diketahui, apalagi waktu yang tersedia
baginya tak terbatas.
Maka dengan seksama dia lantas mulai menyelidiki
kepandaian tersebut dengan sabar. Sekali gagal dicoba untuk
kedua kalinya, gagal lagi dicoba lagi, sekali demi sekali dia
berusaha terus menerus pantang menyerah.........
Kegagalan memang merupakan guru yang baik dan
pangkal dari kesuksesan, tanpa kegagalan darimana mungkin
datangnya kesuksesan, kalau tidak pernah merasakan getirnya
kegagalan, mana mungkin bisa merasakan nikmatnya
kesuksesan?
Sang surya telah terbit diufuk timur, lambat laun bergeser
ketengah angkasa, dan akhirnya tenggelam dilangit barat.
Maka kegelapan malampun menyelimuti kembali bukit Kiu
gi san, angin gunung yang dingin berhembus kencang.
Mendadak diantara hembusan angin kencang terdengar
suara Suma Thian yu yang sedang bersorak sorai.
“ Aku telah berhasil...ooh, Thian! Aku telah berhasil, ha ha
ha ha....”
Lembah Cing im kok ditengah fajar yang menjelang tiba,
diliputi kabut yans amat tebal, hari itu merupakan hari yang
amat indah.
Sang surya bagaikan panglima perang yang ampuh
menaklukan iblis kegelapan, munculkan diri diufuk timur dan
memancarkan sinar ke emas-emasan menyoroti seluruh jagad.
Namun Suma Thian yu masih tertidur nyenyak dibalik
rerumputan, semalam dia kelewat gembira, kelewat lelah,
sudah seharian penuh dia melatih ilmu tersebut, meski pada
langkah kelima ia berhasil menemukan kunci rahasia dari ilmu
langkah tersebut, tapi dia sendiri telah kelelahan.
Sekalipun lelah, namun perasaan yang mendekam didalam
hatinya adalah perasaan yang manis dan hangat, sehingga
walaupun sedang tidur nyenyak, sekulum senyum manis
masih sempat menghiasi ujung bibirnya.
Disaat ia sedang tidur dengan nyenyak inilabh tampak dua
sosok bayangan manusia berwarna hitam muncul ditempat itu
dan berhenti dihadapannya.
Mendadak terlihat sebatang buluh dmasukan kedalam
lubang hidung Suma Thian yu dan menkilik-kiliknya berulang
kali, kontan sajasianak muda itu bersin dan melompat
bangun dari tidurnya.
Begitu ia membuka matanya, maka tampaknya dua orang
kakek telah berdiri dihadapannya.
“ Locianpwe, rupanya kalian!" serunya keras.
Ternyata yang datang tak lain adalah Siang gi siu
(sepasang kakek bodoh) dari bukit wu san, buru-buru Suma
Thian yu menjura dan memberi hormat, katanya:
"Boanpwe tak tahu akan kedatangan cianpwe berdua,
harap cianpwe berdua sudi memaafkan keteledoran boanpwe
yang molor terus.”
Toa gi siu (sikakek bodoh pertama) Khong sian tertawa
terkekeh kekeh, lalu berkata:
"Heeeeehh.....heeeeehh.......heeeeehh....siapa tak tahu dia
tak bersalah, kau tak usah banyak adat”
Kemudian setelah menggelengkan kepalanya berulang kali,
dia melanjutkan.
"Seandainya disini muncul seekor ular beracun, atau
muncul seorang malaikat bengis, apakah kau anggap masih
bisa hidup segar bugar?
“ ....Dengan cepat Suma Thian yu menundukkan kepalanya
rendah-rendah.
"Kemana larinya kertas tanpa kata itu? Apakah kau telah
berhasil memecahkan rahasianya?" tanya Toa gi siu Khong
Sian dengan wajah serius.
"Ya, sudah berhasil kupecahkan rahasianya Suma Thian yu
bersorak gembira.
Cepat-cepat dia merogoh ke dalam sakunya untuk mencari
kitab itu, tapi sesaat kemudian dengan perasaan terkejut,
paras mukanya berubah hebat, serunya lagi:
"Aduh celaka, ke mana larinya kertas itu?"
Rupanya kertas yang semula berada dalam sakunya itu, kini
sudah lenyap tak berbekas.
"Hayo ganti! Kau harus mengganti! Suusah payah
kutemukan mestika yang tak ternilai harganya itu, tapi
sekarang kau menghilangkannya, hayo cepat cari sampai
ketemu, kalau tidak ku penggal batok kepalamu!"
Dengan kemarahan yang meluap-luap, Toa gi siu Khong
Sian berteriak-teriak.
Suma Thian yu menjadi gelisah setengah mati bagaikan
semut diatas kuali panas, peluh dingin bercucuran deras,
wajahnya memucat bagaikan mayat, semalam dia masih
memeriksanya sekali lagi, hari ini kenapa bisa lenyap tak
berbekas?"
"Bocah keparat, mengapa bisa hilang? Hayo cepat jawab,
cepat cari sampai ketemu!" lagi-lagi Toa gi siu Khong Sian
berteriak dengan marah.
Berada dalam keadaan seperti ini, apa lagi dapat diucapkan
Suma Thian yu? Terpaksa dia mengiakan berulang kali dan
beranjak untuk pergi.
Pada saat itulah, Ji gi siu (kakek bodoh ke dua) Khong
Bong yang selama ini membungkam terus, berseru dengan
cepat:
"Tunggu sebentar!" Kau hendak mencarinya ke mana?"
"Yaa, betul juga perkataan ini!" pikir Suma Thian yu setelah
mendengar perkataan itu, dia lantas berhenti.
Kemana ia mesti mencari kini? Kalau dicuri orang selagi dia
tidur nyenyak, pencuri itu pasti sudah kabur meninggalkan
tempat itu, kemana ia mesti mengejarnya?
Berpikir sampai disitu, dia menjadi tertegun, lalu dengan
wajah tersipu ia menundukkan kepalanya rendah-rendah,
seandainya disitu ada lubang maka ia pasti sudah menerobos
masuk untuk menyembunyikan diri.
Tiba tiba si Kakek bodoh kedua Khong Bong mengayunkan
tangan kanannya seraya berkata:
"Disini terdapat selembar, apakah milikmu?”
Suma Thian yu segera berpaling, begitu melihat kertas
tersebut adalah kertas miliknya yang hilang, buru-buru
sahutnya:
"Benar! benar! Benar...." Melihat tingkah laku sang pemuda
itu, Wu san siang gi segera memegangi perut sendiri sambil
tertawa terpingkal pingkal, tertawa sampai air matapan turut
jatuh bercucuran
Selesai tertawa, Toa gi siu Khong Sicu baru berkata:
"Inilah sebuah pelajaran yang sangat berharga bagimu, kau
harus selalu waspada dan berhati-hati dalam menghadapi
setiap persoalan. Ketahuilah dunia persilatan itu amat
berbahaya dengan manusia yang licik dan keji, sedikit saja
lengah maka akibatnya bencana besar akan tiba, bencana
paling kecil adalah rusak nama badan terluka, kalau bencana
besar.... nyawamu pasti akan terbang ke akherat, ingatlah
baik-baik pelajaran ini. ingatlah baik baik!
Suma Thian yu segera mengiakan berulang kali, sekarang
dia baru mengerti kalau tindakan Wu san gi siu
mempermainkan dirinya, sebetulnya mempunyai arti yang
mendalam.
Tanpa terasa dia menjadi terharu sekali dan menerima
nasehat tersebut dengan perasaan yang tulus.
Ji gi siu Khong Bong segera menyerahkan kertas tersebut
ketangan Suma Thian yu, lalu tanyanya.
"Apakah berbasil kau pahami?"
“ Ya, boanpwee telan memahami rahasia dari kertas tanpa
kata ini, tapi isi kertas itu..."
Secara ringkas dia lantas bercerita tentang pengalaman
yang dijumpainya semalam, dimana ia berjumpa dengan Siau
yau kay Wi kian. bagaimana menerima warisan ilmu langkah
dan sebagainya.....
Mendengar kisah tersebut, dengan wajah serius Toa gi siu
Khong Sian berkata:
“ Aku sudah mengetahui semua kejadian itu, pengemis tua
itu sudah menceritakan segala sesuatunya kepadaku, kalau
tidak begitu, darimana aku bisa tahu kalau kau sedang
bersembunti disini dan molor? Kau bisa lupa makan lupa tidur
dan berusaha terus untuk mempelajari dan menekuninya,
semangat semacam ini memang pantas dihargai. Ketahuilah,
ilmu langka Ciok tiong luan poh cap lak tui (enam belas
langkah kacau pembingung sukma) meski tak sedap
kedengarannya, tapi tak terkirakan manfaatnya, kepandaian
itu merupakan kepandaian yang paling diandalkan sipengemis
untuk ber kelana dalam dunia persilatan, asal kau dapat
memahaminya, sekalipun berjumpa dengan iblis tua dari dunia
persilatan, kendatipun tak sanggup mengalahkannya, paling
tidak kau masih sanggup untuk menghindarkan diri dari setiap
ancaman“
Suma Thian yu merasa gembira sekali, dia tak mengira
kalau hanya dalam sehari saja sudah memperoleh petunjuk
yang sangat berharga dari seorang tokoh persilatan yang amat
lihay, apalagi mewariskan kepandaian rahasianya, kejadian ini
betul-betul merupakan suatu perkah yang sangat besar bagi
dirinya.
Akan tetapi dia tidak pernah berpikir lebih mendalam lagi,
mengapa orang lain bersedia mewariskan kepandaian
andalannya itu kepada dia? Apa sebenarnya tujuan orang itu?
Mungkinkah hal ini hanya dikarenakan dia menarik
perhatiannya?
Tanggung jawab yang di bebankan diatas pundaknya dari
hari kehari semakin bertambah berat, namun ia masih belum
merasakan nya, dunia persilatan yang penuh pembunuhan,
dunia yang penuh noda sedang menggapai kearahnya, dia
harus bertanggung jawab untuk meredakan badai
pembunuhan yang sedang melanda dunia persilatan,
menegakkan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat,
bayangkan saja betapa berat dan pentingnya tugas serta
tanggung jawabnya.
"Nak, tahukah kau apa yang tercantum didalam kitab
tersebut?" Terdengar Tay gi siu Khong Sian bertanya.
“ Entahlah, meskipun boanp telah berhasil membongkar
rahasia ker tas tanpa kata itu, namun belum sempat untuk
membaca apalagi mempelajari isi kitab tersebut
"Tak usah dibaca lagi, kertas ini hanya selembar kertas
rongsok yang tak yang tak berguna”
"Apa? Cianpwee bilang kertas ini palsu? Aah, mana
mungkin?”
"Sebenarnya aku pun berpendapat demikian kata Toa gi siu
Khong Sian, kemudian sambil berpaling kearah Ji gi siu Khong
Bong, kata nya. “Hiante, lebih baik kau saja yang
menerangkan”
suma Thian yu segeras mengalihkan sorot matanya
keewajah Ji gi siu Khong Bong, dia buru-buru ingin tahu
rahasia yang kerada dibalik kertas tanpa kata tersebut.
"Apalagi yang mesti dibicarakan? palsu ya palsu apa lagi
yang musti dijelaskan? sahut Ji gi siu Khong Bong cepat.
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
"Semoga saja lembaran yang asli jangan sampai terjatuh
ketangan iblis, kalau tidak, kebenaran dan keadilan pasti akan
diinjak-injak, dunia persilatan tak pernah akan menjadi tenang
kembali!"
Setelah mendengar perkataan itu, Suma Thian yu dibuat
semakin kebingungan setengah mati, ditatapnya wajah si
kakek bodoh kedua Khong Bong, kemudian sambungnya:
"Locianpwee, dapatkah kau memberi penjelasan lebih
jauh?"
"Boleh saja. Cuma selesai lohu berbicara nanti, kembali ada
sebuah tugas yang hendak kuserahkan kepadamu, dan kau
tak boleh me nolak tugas tersebut."
“ Haai, lagi-lagi sebuah tugas." pikir Suma Thian yu didalam
hati kecilnya.
Namun diluarnya dengan cepat dia menjawab.
"Baik, boanpwee akan melaksanakannya dengan baik."
Ia tak pernah mempertimbangkan akibatnya karena
sekarang dia hanya ingin mengetahui rahasia di balik kitab
tanpa kata tersebut.
Si Kakek bodoh kedua Khong Bong manggut-manggut,
ujarnya kemudian:
"Ditinjau dari apa yang tercantum dalam kitab ini, dapat
dikelahui bahwa isinya adalah sejenis kitab maha sakti
peninggalan Ku hay siansu, seorang pendeta lihay yang hidup
pada empat ratus tahun berselang, kitab itu bernama Kun
tun kan kun huan siu cinkeng dan merupakan sebuah kitab
pusaka yang sudah pasti merupakan sejenis kepandaian yang
luar biasa akan tetapi... "
Berbicara sampai disitu, dia sengaja berhenti sebentar,
seakan akan hendak menggoda Suma Thian yu.
Ketika itu pemuda tersebut sedang mendengarkan
dengan seksama, ketika orang tua itu berhenti berbicara,
segera dia membuka mulut hendak bertanya, tapi dengan
cepat Ji gi siu Khong Bong telah berkata lebih dahulu:
"Tapi kenyataannya jauh berbeda sekali, tulisan yang
tercantum didalam kertas ini adalah tulisan bahasa Han,
padahal Ku hay siansu adalah seorang Tibet, sekalipun sudah
berkelana cukup lama didaratan Tionggoan, namun sepatah
kata tulisan Han pun tidak dipahami olehnya. Dan sini dapat
diketahui kalau kertas ini adalah barang palsu"
Dengan wajah termangu-mangu Suma Thian yu
mendengarkan penje-lasan tersebut, sementara Tay gi siu
Khong Sian manggut-manggut de ngan perasaan puas,
tanyanya lagi:
"Hiante, menurut dugaanmuu, mungkinkah Cinkeng
tersebut sudah keluar dari tanah?"
"Tentu saja sudah keluar dari tanah, bahkan telah diambil
orang. Sudah pasti orang itupun seorang yang licik, kalau
tidak, tak mungkin dia menirukan Cinkeng asli untuk
membuat sebuah yang palsu!”
"Kalau begitu orang itu pintar sewaktu bodoh sesaat?”
tanya Toa gi siu Khong sian.
“ Ya, tentu saja cerdik!”
"Tapi aku anggap orang itu merupakan seorang yang
'paling bodoh." ucap Toa gi siu Kong Sian sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Setelah ia berhasil
mendapatkan kitab yang asli, mengapa harus membuat yang
palsu? Bukankah ibarat melukis ular di beri kaki?"
"Benar! Inilah sebabnya orang itu boleh dibilang seseorang
yang paling pintar, tetapi juga seseorang yang paling bodoh."
Ji gi siu Khong Bong menyatakan setujunya pula dengan
pernyataan tersebut.
Ketika selesai mengucapkan perkataan tersebut, mendadak
dengan wajah serius Ji gi siu Khong Bongberpaling kearah
Suma thian yu, kemudian katanya:
"Bocah, sekarang kau telah mendengar habis semua
perkataanku, maka kaupun harus segera melaksanakan
sebuah tugas yang amar sulit, yakni setelah turun gunung
nanti, bila kau berhasil mendengar kalau kitab pusaka tersebut
telah muncul, maka kau harus berusaha dengan sepenuh
tenaga untuk melindungi kitab pusaka itu agar tidak sampai
terjatuh kembali ketangan orang-orang laknat, mengerti?"
"Baik, boanpwee akan turut perintah!" jawab Suma Thian
yu dengan wajah bersungguh-sungguh.
Tapi ketika ia teringat akan dendam keluarga, sakit hati
paman Wan dan kini ditambah lagi tugas berat tersebut,
timbul perasaan yang sangat berat didalam hatinya.
Tiba-tiba Ji gi siu Khong Bong menuding kearah kitab
pusaka palsu ditangan Suma Thian yu, lalu berkata:
"Lebih baik kitab palsu itu dirobek saja, toh disimpan juga
tak ada gunanya”
Suma Thian yu memperhatikan sekejap kertas tersebut.
sesungguh nya dia hendak merobeknya seketika itu juga, tapi
ingatan lain seakan melintas dalam benaknya, bagaimanapun
juga ia telah bersusah payah sebelum berhasil menemukan
rahasia kitab itu, kalau belum dilihat isinya sudah dirobek,
rasanya hal ini amat disayangkan.
Jilid 5
Maka dia menyimpan kitab tersebut kedalam sakunya,
kemudian baru berkata kepada sepasang kakek bodoh dari
bukit Wu san itu.
"Cianpwe berdua, besok boanpwe hendak meninggalkan
bukit Kiu gi san untuk melacaki jejak musuh besarku, sebagai
seorang anak yang berbakti, boanpwe merasa berkewajiban
untuk membalaskan dendam bagi sakit hati orang tuaku,
entah cianpwe berdua masih ada petunjuk apa yang hendak
disampaikan?"
Sambil tertawa, Toa hi siu Khong Sian manggut-manggut,
sahutnya:
"Bakti kepada orang tua memang merupakan soal utama
yang paling penting, bila kau bisa berbakti kepada orang tua
maka seluruh penjuru dunia dapat kau lewati, aku tahu kau
polos dan jujur, hatimu penuh welas kasih dan mulia,
dikemudian hari pasti berhasil, menciptakan suatu pekerjaan
besar, tapi dunia persilatan amat berbahaya, maka berhati-
hatilah dalam mencari kawan.
Baru selesai Toa gi siu Khong Sian berkata, Ji gi siu Khong
Bong telah menyambung:
“ Walaupun dewasa ini dunia persilatan diliputì oleh tabir
iblis dan hawa sesat, suasana macam ini tak akan bisa
bertahan lama, se jak dulu sampai sekarang, kejahatan tak
pernah bisa menenangkan kebenaran, bagaimana pun
brutalnya perbuatan kaum iblis dan manusia laknat, suatu
ketika mereka pasti akan tertumpas habis. Berbuatlah
kebajikan dan kemuliaan bagi umat manusia, mesti harus
mendaki bukit golok, menyeberangi samudera api, walaupun
harus menembusi sarang naga dan gua harimau, tapi
perbuatanmu tidak menyalahi hukum alam dan suara hati,
majulah pantang mundur, kendatipun akhirnya harus mati
demi membela kebenaran, kau akan mati sebagai seorang
pahlawan"
Dengan perasaan yang tulus Suma Thian yu menerima
semua nasehat itu dengan hati yang bersungguh-sungguh,
hingga kini dia baru me ngetahui sejelas-jelasnya watak dari
sepasang kakek bodoh tersebut.
Diam-diam timbul perasaan kagum didalam hatinya, ia
berpikir.
"Benar-benar terlalu agung, orang yang benar-benar cerdas
memang mirip bodoh, mengapa aku tidak mempergunakan
ucapan mereka sebagai pedoman hidupku?"
Setelah menyampaikan nasehatnya kepada Suma Thian yu,
Sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san sama sekali tidak
menantikan jawaban nya, mereka segera membalikkan badan
dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat bayangan tubuh
mereka berdua sudah lenyap tak berbekas.
Memandang bayangan punggung kedua orang kakek itu,
Suma Thian yu merasa seakan-akan kehilangan buah mutiara
yang tak ternilai harganya dan merasa murung dan sedih.
Sekali lagi ia hidup menyendiri dialam semesta yang begini
luas, sampai kapan keadaan seperti ini baru akan berakhir?
Sementara dia masih termenung, mendadak dari kejauhan
sana terdengar suara pekikan nyaring berkumandang
memecahkan kesunyian.
Suma Thian yu merasa amat terperanjat setelah
mendengar suara pekikan tersebut, dengan perasaan tertegun
pikirnya:
"Heran, mengapa selama beberapa hari ini bukit kiu gi san
jadi begini ramai? Satu rombongan baru lewat, rombongan
lain menyusul datang, mungkinkah dibukit ini telah ditemukan
suatu benda mestika ?"
Sementara dia masih termenung, suara pekikan tersebut
sudah semakin mendekat, bahkan jumlahnya tidak hanya
satu.
Suma Thian yu sudah terbiasa mendengar suara pekikan
tersebut, dia acuh tak acuh, bahkan sambil berpaling dia
memejamkan matanya seperti orang hendak tidur.
Tiba-tiba terlintas satu ingatan didalam benaknya, mengapa
tidak mempergunakan kesempatan itu untuk memeriksa isi
kitab pusaka palsu itu?
Berpikir demikian, dia lantas merogoh ke dalam sakunya
dan mengeluarkan kertas tersebut dan dipegang dalam
tangan.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras:
"Hei bocah muda, benda apakah yang sedang kau pegang
itu?"
Sungguh tak disangka suara pekikan yang kedengarannya
masih jauh tadi, tahu-tahu dihadapan mukanya telah
melayang turun seorang kakek berusia tujuh puluh tahun,
berperawakan tinggi besar, bercambang, bermata besar,
beralis tebal dan bermulut lebar. Orang itu ber tampang
menyeramkan sekali.
Suma Thian yu mencoba untuk memeriksa sekeliling
tempat itu, ketika dilihatnya tak ada orang lain selain kakek
itu, apalagi orang itu pun bermuka bengis dan menyeramkan,
maka timbul satu ingatan dalam benaknya untuk
mempermainkannya dengan menggunakan kitab pusaka palsu
tersebut.
Dengan suara nyaring dia lantas berkata.
"Aku tak dapat memberitahukan kepadamu, sebab benda
ini adalah sebuah mestika yang tak ternilai harganya!"
Sambil berkata dengan wajah tersenyum mengejek dia
melirik sekejap kearah kakek itu, kemudian sengaja
menyimpan kertas tadi ke dalam saku.
Setelah itu dengan senyuman aneh menghiasi diujung bibir,
dia berkata lebih jauh:
"Padahal sekalipun kuberitahukan kepadamu juga tak
mengapa, kertas ini isinya adalah ilmu silat peninggalan dari
Ku hay Siansu!”
Mendengar perkataan itu, paras muka kakek tersebut
berubah hebat, mencorong sinar buas dari balik matanya, dia
sepera membentak
"Kau tidak membohongi aku? Bawa kemari!"
Nadanya keras dan bersifat memerintah, seakan-akan
pemuda itu sudah sepantasnya untu menyerahkan kitab
pusaka itu kepadanya.
“ Huh...apa yang kau andalkan untuk memerintahku berbuat
demikian? kitab ini toh aku yang menemukan, kenapa harus
kuserahkan lagi kepada orang lain. Heeh, heeh, heh sungguh
menggelikan!"
"Lohu ingin bertanya kepadamu, apakah kitab tersebut
adalah kitab pusaka Kun tun kan kun huan siu Cinkeng?" nada
suara dari kakek tersebut menjadi jauh lebih lembut.
"Aduuh ...dari maka kau bisa tahu?" Suma Thian yu pura-
pura merasa terkejut, padahal dalan hati kecilnya dia geli
sekali.
Selama hidup belum pernah dia permainkan orang iain
seperti apa yang dilakukannya saat ini, ia merasa apa yang
telah dilakukannya benar-benar amat memuaskan hatinya.
Seandainya Suma Thian yu tahu kalau kakek yang berada
dihadapannya sekarang adalah salah seorang dari Ci san su
mo (empat iblis dari bukit Ci san), Jit ci to (pencoleng berjari
tujuh) Tam Yu yang pernah menderita kekalahan ditangan
gurunya Put Gbo cu dimasa lalu, niscaya dia tak akan berani
mempermainkan kakek itu.
Terdengar pencoleng berjari tujuh Tam yu tertawa
terbahak-bahak dengan bangganya.
"Haah...haah....haah...bersusah payah aku mencari kesana
kemari, akrhirnya berhasil kutemukan tanpa susah payah,
nampaknya saat lohu untuk unjuk gigi sudah tiba. Nah bocah
muda, oleh karena kitab pusaka itu berhasil kau temukan,
maka lohu bersedia mengampuni selembar jiwamu, cepat
serahkan kitab tersebut kepadaku!"
Suma Thian yu sudah menduga akan sikap dari kakek
tersebut, maka dia tidak marah atau pun merasa kaget, pelan-
pelan dia menarik ke luar kitab itu hirgga muncul separuh dari
balik sakunya, kemudaan berkata lagi.
"Tidak ada pekerjaan yang semudah itu di kolong langit,
tinggalkan dulu nama besarmu, saya ingin tahu cukup
pantaskah kau menerima pusaka ini"
Mendengar perkataan itu, si Pencoleng berjari tujuh Tam
Yu tertawa seram.
“ Haah...haah....haah....bocah keparat, tak heran kalau kau
berani bersikap kurangajar kepadaku, rupanya kau belum tahu
siapakah diri ku ini? Lohu she Tam bernama Yu. Coba nilailah
apakah aku pantas untuk mendapatkan kitab pusaka yang
berada ditanganmu itu?”
Haah....haah..." Suma Thian yu tertawa tergelak lagi
setelah mendengar nama tersebut, bila kau tidak
menyebutkan namamu itu, mungkin aku masih akan
menyerahkan kitab tersebut kepadamu, tapi setelah
mengetahui siapa gerangan dirimu itu...Hmm, sauya tak sudi
untuk menyerahkan kepadamu"
"Kenapa?" teriak si Pencoleng berjari tujuh dengan gusar,
"bocah keparat, tampaknya arak kehormatan kau tak mau,
arak hukuman kau pilih. Sebentar jika kau sudah merasakan
kelihayanku, jangan lagi berkaok minta ampun"
Suma Thian Yu kembali tertawa keras.
"Aku tak dapat menyerahkan kepadamu karena kau adalah
bekas panglima yang kalah di tangan Put Gu cu locianpwe,
kalau nyawamu saja berhasil ditemukan secara untung-
untungan, mana ada hak bagimu untuk mendapatkan kitab
pushka tersebut?"
Mendengar ucapan tersebut, si Pencoleng berjari tujuh Tam
Yu menjadi tertegun, kemudian dari malu dia menjadi gusar,
serunya:
"Bocah keparat, apa hubunganmu dengan siluman tosu
itu?"
Apa hubunganku dengannya lebih baik tak usah kau
campuri, dan kaupun tidak berhak untuk mengetahuinya, lebih
baik jangan semba rangan berpikir. Maaf, sauya tak dapat
menemani lebih lama lagi."
Selesai berkata, dengan langkah lebar dia lantas berlalu
dari tempat itu.
Namun tiba-tiba terdengar suara bentakan keras
menggelegar di udara.
"Berhenti !"
Tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat berlelebat lewat dari atas kepala
Suma Thian yu dan menghadang perginya,
Suma Thian yu segera memicingkan mata dan membentak
dengan nada sinis:
"Bagaimana? Ingin merebut dengan kekerasan ?"
"Betul, lohu memang ingin berbuat demikian”
"Hmm! Bagaimanapun juga pencoleng memang berjiwa
kerdil dan tak becus, sekali menjadi bajingan selamanya tetap
bajingan, apakah kau tidak malu? Hmm, terhadap seorang
pemuda pun menggunakan cara kekerasan...."
"Heeeh....heeeh....heeeh.... bocah keparat, tak kusangka
kau memiliki selembar bibir yang pandai bersilat lidah,
selamanya lohu tak doyan dengan permainan semacam ini
lebih baik segera serahkan kitab tersebut ke padaku."
"Huuuh, kau belum berhak!”
Begitu ucapan terakhir diutarakan, tampak bayangan
manusia berkelebat lewat dan “Plok” sebuah tempelengan
keras telah bersarang di atas pipi kakek tersebut.
Paras muka si Pencoleng berjari tujuh Tam Yu berubah
hebat, mukanya merah padam seperti babi ppnggang, dengan
suara yang meng geledek bentaknya keras-keras.
"Bocah keparat, kau ingin mampus?"
Sepasang lengannya diayunkan kedepan melancarkan
bacokan semen-tara tubuhnya ikut menubruk kemuka
bagaikan harimau lapar menerkam domba, mengerikan sekali
keadaannya.
Suma Thian yu sudah mempunyai perhitungan yang cukup
matang dalam menghadapi keadaan tersebut, ia tidak gugup
ataupun panik, menanti sepasang kepalan lawan sudah berada
setengah depa dihadapan nya, mendadak dia menyelinap
kesamping, kemudian mengembangkan ilmu langkah Ciok
tiong tuan poh cap lak sui yang dipelajari dari Sisu yau kay wi
Kian semalam.
Baru saja sepasang lengan si Pencoleng berjari tujuh Tam
Yu mengayun kedepan, mendadak serasa bayangan manusia
berkelebat lewat, sementara ia masih tertegun, mendadak
tengkuknya seperti dihembus orang.
Dengan perasaan terkejut buru-buru dia memutar
badannya secepat kilat, kemudian tangan dan kakinya hampir
bersamaan waktunya me nendang ke tubuh Suma Thian yu
keras-keras.
Sayang dia cepat, Suma Thian yu lebih cepat lagi, baru saja
lengannya mencapai setengah jalan, kembali tengkuknya
dihajar orang sehingga terasa linu, panas dan perih.
Dengan terjadinya peristiwa itu, semangat si Pencoleng
berjari tujuh Tam Yu menjadi dingin separuh, dia sadar bahwa
pada hari ini telah bertemu dengan musuh tangguh, tak
ampun peluh dingin segera bercucuran keluar membasahi
tubuhnya.
Tapi sifat rakusnya dan keinginannya untuk mendapat
mestika membuat dia lupa akan keselamatan akan jiwanya diri
sendiri, dengan mata gelap si Pencoleng berjari tujuh Tam Yu
mengeluarkan ilmu Thian sai ciang andalannya untuk
melancarkan serangan pukulan dahsyat untuk
menggurungseluruh badan Suma thian yu.
Semenjak mempelajari ilmu langkah Ciok tiang luan poh,
rasa percaya diri Suma Thian yu terbadap kemampuan sendiri
semakin bertambah, pada hakekatnya ia seperti telah berubah
menjadi seseorang yang lain, entah serangan dahsyat macam
apapun yang telah digunakan si Pencoleng berjari tujuh Tam
yu untuk mendesak musuhnya, ia selalu gagal untuk
mendesak lawannya.
Sedangkan Suma Thian yu justru berputar kian kemari
bagaikan kupu kupu yang menari ditengah bebungahan,
setiap ada kesempatan dia selalu menowel, meraba,
mencakar, mencubit seluruh badan kakek tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, keadaan si Pencoleng
berjari tujuh Tam Yu sudah lemas seperti seekor ayam jago
yang kalah bertarung, seluruh badannya basah kuyup oleh
keringat, mukanya pucat pias, napasnya ngos-ngosan seperti
kerbau, mengenaskan sekali keadaannya
Sambil berputar terus kian kemari, Suma Thian yu segera
mengejek sambil tertawa:
"Bagaimana? Terbukti bukan kalau kau masih belum cukup
mampu untuk mendapatkan kitab ini?"
Berbicara sampai disitu, mendadak gerakan tubuhnya
berubah, mendadak ia menerobos masuk ke dalam, kemudian
tangannya mencongkel ke muka...
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
dari mulut si pencoleng berjari tujuh Tam Yu.
"Kali ini aku hanya mencongkel sebelah matamu saja
sebagai peringatan, lain kali aku harap kau jangan
menganiaya kaum muda lagi dengan semaunya sendiri" seru
Suma Thian yu.
Selesai berkata, pasang kakinya segera menjejak
permukaan tanah dan tubuhnya melambung keudara,
kemudian diringi suara pekikan panjang yang penuh nada
gembira, secepat kilat dia turun dari bukit tersebut.
Sampai lama kemudian, pekikan itu masih saja bergema
ditengah hutan.
Bersamaan waktunya dengan lenyapnya bayangan tubuh
Suma Thian yu di ujung jalan sana, dari atas bukit melayang
turun tiga sosok bayangan hitam yang langsung menghampiri
si pencoleng berjari tujuh Tam yu yang terluka.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah berada
ditempat kejadian, seorang diantaranya segera memeluk
tubuh si pencoleng berjari tujuh Tam Yu sambil berteriak:
"Suhu, suhu, kenapa kau orang tua? Siapa yang telah turun
tangan sekeji ini kepadamu?"
Pencoleng berjari tujuh Tam Yu membuka matanya yang
tinggal sebelah dan mengawasi pendatang tersebut, lalu
sahutnya dengan sedih:
"Sudah pergi, bocah keparat itu sudah pergi, dia telah
mendapatkan kitab pusaka Kun tun dan kun huan siu cinkeng
dari Ku hau sian siau, muridku, kau tak boleh bertindak
gegabah, kau bukan tandingan bocah keparat tersebut"
Ketika dua orang kakek lainnya mendengar ucapan
tersebut, ternyata tanpa memperdulikan Si Pencoleng berjari
tujuh Tam Yu yang sedang terluka, mereka segera berseru
cepat:
"Tam Yu, maaf!”
Begitu selesai berkata, kedua orang itu segera melejit
ketengah udara dan meluncur ke arah dimana Suma Thian yu
melenyapkan diri dengan kecepatan luar biasa.
Si Pencoleng berjari tujuh Tam Yu yang terluka dan
menyaksikan kepergian kedua orang itu segera berseru
dengan penuh kebencian:
"Tak berperasaan tak memperdulikan kesetiaan antar
persaudaraan, baik, selama aku orang she Tam masih hidup,
tak akan kulepaskan kalian berdua. Heehh... heehh... kalian
berani kesitu tak lebih hanya akan menghantar kematian
dengan percuma, tetapi memang paling baik jika kalian bisa
segera melaporkan diri kepada raja akhirat."
Ternyata kedua orang itu adalah Sam yap koan mo serta
Coa tau jin mo, kedua orang ini pun termasuk anggota Ci san
su mo, jadi sebenarnya adalah saudara angkat sipencoleng
berjari tujuh Tam yu sendiri.
Dalam pada itu, sepeninggal dari lembah Cing im kok,
Suma Thian Yu melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan
luar biasa.
Tapi tak berapa jauh dia berjalan, mendadak dari arah
belakang terdengar suara pekikkan aneh bergema tiada
hentinya, Suma Thian yu mengira si pencoleng berjari tujuh
yang melakukan pengejaran, maka sengaja ia perlambat
larinya.
Dalam sekejap mata, dari arah belakang terdengar suara
ujung baju tersampokangin bergema tiba....
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu segera berpikir:
“ Heran, kenapa bukan cuma seorang!”
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat didalam
benaknya, mendadak dari arah belakang terdengar seseorang
membentak keras:
"Hei bocah muda, berhenti kau!"
Suma Thian yu segera menghentikan tubuhnya dan
berpaling, tampak olehnya dua orang kakek berdandan aneh
sedang menyusul tiba dengan kecepatan luar biasa.
Kehadiran kedua orang kakek yang tak dikenal itu amat
mencengangkan hatinya, tapi dia tahu pendatang pendatang
tersebut tidak bermaksud baik, mungkin juga disebabkan kitab
pusaka palsu tersebut, maka tegurnya dengan cepat:
Ada urusan apa kalian berdua datang kemari?"
Salah seorang diantaranya adalah seorang kakek berusia
tujuh puluh tahun, menggunakan pakaian dengan tiga warna
yang berbeda dan berwajah seram, dilihat dari dandanannya
dapat diketahui kalau orang itu adalah Sam yap koay mo (Iblis
aneh tiga daun) pentolan dari Ci san su mo.
Disampingnya adalah seorang kakek berusia enam puluh
tahunan, memakai baju panjang model orang desa, bermata
tikus, hidung pesek, kumis melintang dan kepala berbentuk
segitiga, tak disangkal lagi dia adalah manusia paling buas dari
Ci san su mo, Coa tou jin mo atau manuusia iblis berkepala
ular Sim moay him adanya.
Dengan suara sedingin es, Sam yap koay mo segera
menegur:
"Bocah keparat, kau tak usah berlagak bodoh lagi, setelah
melukai adik angkatku, apakah kau masih ingin mungkir?
Hmm, tak kusangka seorang bocah busuk yang masih berbau
tetek berani bertindak sekejam itu,
heeeh.....heech....heeeh.....tiada lain, asalkau serahkan kitab
itu yang disakumu itu kepada kami, segala sesuatunya akan
kuanggap impas dan tidak dipermasalahkan lagi, tapi kalau
tidak..."
"Haaah...haahh...haahh..kalau kitab pusska ttu tidak
kuserahkan, apakah kalian hendak membalas dendam bagi
sakit hati adik angkatmu itu? kata Suma Thian yu sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Betul! Ucapanku selamanya kupegang teguh asal kau mau
serahkan kepada kami, kamipun tak akan mengingkari janji"
"Ciiss, manusia tak tahu malu” dengus Suma Thisn yu
dengan wajah sinis, ia memandang hina terhadap watak orang
yang rendah, "bersa habat dengan manusia macam kau,
sungguh mengenaskan sekali rasanya...sayang Put Gho cu
locianpwe tidak membereskan kalian dimasa lalu, sayang
sungguh amat sayang!"
Seraya berkata dia segera menggelengkan kepalanya dan
menghela napas panjang, sikapnya yang memandang rendah
musuhnya seakan-akan tak akan pandang sebelah matapun
terhadap kemampuan musuhnya itu.
Sam Yap Koay mo menjadi naik darah setelah mendengar
perkataan itu, sepasang matanya berubah menjadi merah
membara, tulang belu langnya bergemerutukan nyaring, tiba-
tiba ia membentak keras:
"Bocah keparat, serahkan nyawamu!"
Telapak tangannya segera diayunkan kedepan, segulung
angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepatnya
menggulung tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi ancaman tersebut, pemuda itu mendengus
dingin, sepasang bahunya bergerak dan mundur sejauh satu
kaki lebih, kemudian pedangnya di loloskan dan......."Criiing!"
pedang Kit hong kiam sudah dihunus dari sarungnya.
"Setan tua yang tak tahu malu" teriaknya lantang,
"tampaknya kau belum mengetahui akan kelihayan sauya?
Tidak sukar bila kau mengi nginkan kitab pusaka itu, asal bisa
menangkan satu jurus saja ditangan sauya, kitab tersebut
akan kupersembahkan kepadamu.”
Mendengar perkataan itu, Sam yap Kuay mo tertawa
terkekeh-kekeh dengan seramnya.
“ Heeeh......heeeh.....heeeh.....dengan mengandalkan
kepandaian mu juga berani berbicara sesumbar? Betul-betul
manusia tak tahu diri, baik, lohu akan memenuhi
pengharapanmu itu"
Selesai berkata dia lantas bergerak maja ke depan dengan
jurus Gi san tiam hay (menggeser bukit membendung
samudera) dia bacok tu buh bagian bawah dari Suma Thian
yu.
Anak nuda itu tertawa panjang, pedangnya segera
didorong sejajar dada, tanpa gugup barang sedititpun juga
pedang itu diputar dite ngah jalan menusuk keatas dan
mengancam dada Sam yap koay mo dengan jurus Tan hong
tian yang (burung hong menghadap matahari).
Melihat datangnya ancaman tersebt, Sam yap koay mo
nampak agak tertegun,kemudian sambil tertawa seram
katanya.
“ Rupanya kau adalah ahli waris dari bajingan anjing
budukan she Wan terebut, ini lebih bagus lagi, lohu akan
membekukmu hidup-hidup untuk menerima pahala sehingga
tidak sia-sia perjalananku kali ini"
Berbicara sampai disitu, dia lantas menggapai kesamping,
si Manusia iblis berkepala ular segera melompat maju
kedepan, dasar memang bermuka tebal, ternyata gembong
iblis dari Liok lim ini telah bekerja sama untuk mengerubuti
pemuda berusia enam belas tahun itu.
Suma Thian yu dihadapkan dua orang gembong iblis
sekaligus bukannya merasa heran malah sebaliknya tertawa
panjang, menyusul kemudian gerakan tubuhnya berubah dan
dia segera mengembangkan ilmu langkah Ciat tiong luan poh
cap lak tui untuk melayani musuhnya.
Dalam waktu singkat seluruh arena sudah dipenuhi oleh
bayangan manusia yang berkelebat kesana kemari menerjang
keluar dari ke pungan kedua orang itu.
Sam yat koay mo serta Coa tau jin mo hanya merasakan
manusia berkelebat lewat, tahu-tahu mereka sudah kehilangan
bayangan tubuh lawan, dengan perasaan terkejut mereka
segera berpaling ke samping.
Tampaklah Suma Thian yu sudah berdiri di luar arena
dengan sekulum senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya.
"Aku lihat lebih baik kalian berdua melatih diri selama
sepuluh tahun lagi sebelum datang mencoba sauya mu lagi,
sekarang maaf kalau sauya tak akan melayani lebih lama lagi"
demikian ia berseru.
Selesai berkata, dengan gerakan tubuh yang cepat ia
berlalu dari sana.
Tentu saja kedua orang iblis tersebut tidak bersedia
melepaskan musuhnya dengan begitu saja, melihat kejadian
itu mereka berpekik ke ras lalu melakukan pengejaran.
Suma Thian yu termenung sebentar, kemudian secara tiba-
tiba menghentikan gerakan tubuhnya, sambil membalikkan
badan ia berseru dengan tertawa terbahak-bahak:
"Haaah..... haaah......haaah.....tidak sulit bila kalian ingin
mendapatkan kitab pusaka itu asal kamu berdua bisa
menangkan satu jurus atau setengah gerakan saja dalam
seratus jurus gebrakan, tanpa banyak berbicara kitab tersebut
akan segera kuserahkan kepada kalian, cuma,.......
Berbicara sampai disita, dia berhenti sebentar, lalu sambil
melirik sekejap ke arah dua orang iblis tersebut, lanjutnya:
"Kitab pusaka itu cuma ada selembar, bagaimana cara
kalian berdua untuk membaginya secara adil?"
Si Manusia iblis berkepala ular Sim Moay him mendengus
dingin.
"Hmm, bocah keparat, kau lak usah mencoba untuk
mengadu domba kekuatan kami berdua, aku orang she Sim
bukan manusia sebangsa itu, lohu tidak mau kitab pusaka itu
tapi pedangmu itu akan kurampas."
Suma Thian yu menunjukkan wajah sinis, "Hmm, dimulut
saja berbicara soal kegagahan dan kebenaran, padahal siapa
tahu dalam hati kecilnya? Lebih baik tak usah banyak bicara
lagi, mau turun tangan lebih baik cepatlah turun tangan!"
Begitu selesai berkata, pedang Kit hong kiamnya segera
menyapu tubuh Coa toa jin mo dengan jurus Lip sau ngo gak
(menyapu rata lima bukit), sementara jari tangan kirinya
bagaikan tombak menotok tubuh Sam yap koay mo.
Agak tertegun juga kedua orang iblis tersebut ketika
dilihatnya Suma Thian yu berani melawan mereka berdua
bersama-sama, segenap kepandaian silat yang dimilikinya
segera dikeluarkan untuk mendesak musunnya.
Dalam waktu singkat, ketiga orang itu sudah bertarung
sebanyak dua puluh gebrakan, menang kalah masih belum
bisa ditentukan sedang kekuatan mereka nampak seimbang.
Sambil bertarung melayani serangan-serangan dari kedua
orang iblis tersebut, diam-diam Suma Thian yu merasa
gembira, ternyata ilmu langkah Ciok tion luan pah cap lak tui
yang diwariskan Siau yau kay kepadanya memang terbukti
lihay sekali, bila pertarungan semacam ini dilangsungkan lebih
jauh maka sampai besokpun kedua orang iblis tersebut tak
akan mampu berbuat apa-apa kepadanya.
Maka diapun lantas berseru.
“ Aduuh....aku sudah tak mampu lagi, lebih baik aku
mengaku kalah saja!"
Mendengar seruan tersebut, kedua orang iblis itu segera
menghentikan serangannya.
Suma Thian yu segera merogoh kedalam sakunya dan
mengeluarkan kertas kuning itu, kemudian katanya:
"Apa yang sauya ucapkan selama kupegang teguh,
sekarang terbukti aku tak mampu untuk mengalahkan kalian
berdua, maka terpaksa kitab pusaka ini harus kuserahkan
kepada kalian, cuma ada syaratnya.
Apa syaratnya!” teriak kedua orang ituham pir berbareng.
"Setelah berhasil mendapatkan kitab pusaka nanti, kalian
dilarang mengejar sauya lagi, kalau tidak kitab ini akan sauya
robek seketika ini juga"
Sambil berkata, Suma Thian yu segera berlagak hendak
merobek kertas tersebut.
Suma Thian yu tersenyum, dia lantas merogoh kedalam
sakunya dan mengeluarkan kitab tadii, kemudian ujarnya.
"Agar adil, sauya akan menguji secara jujur, disini terdapat
sebiji mata uang, bila kalian bisa menebak secara jitu ditangan
sebelah manakah mata uang itu kugenggam, maka kitab
pusaka itu akan menjadi milik siapa, bagaimana?"
Kedua orang itu segera menyatakan akur, maka Suma
Thian yu memperlihatkan mata uang tersebut, setelah
digoyangkan berulang kali dia melemparkannya ke udara,
setelah di sambut dengan kedua belah tangan, tangan mana
dipisahkan kekiri dan kekanan kemudian di sodorkan kedepan
dua orang iblis tersebut seraya berkata.
"Nah, siapa yang akan menebak lebih dulu?”
"Toako, kau saja yang menebak lebin dulu kata si Manusia
iblis berkepala ular Sim Moay.
Sam yap Koay mo tertawa seram, diapun tidak sungkan-
sungkan segera menuding tangan kiri Suma Thian yu sambil
berseru.
"Tangan kiri!"
Suma Thian yu pura-pura menghela napas panjang, sambil
membuka tangannya dia berseru:
"Aaah, sayang, tebakanmu salah, yang betul ada ditangan
kanan, terpaksa kitab ini harus kuserahkan kepada adik
angkatmu!"
Betapa mendendamnya Sam yap koay mo sewaktu
dilihatnya kitab pusaka tersebut diperoleh adik angkatnya,
Manusia iblis berkepala ular, sekalipun satu ingatan keji segera
melintas dalam benaknya, namun wajahnya sama sekali tak
berubah, bagaikan persoalan itu tak pernah dipikirkan didalam
hati, ia berkata sam bil tertawa:
“ Lote, kionghi atas keberhasilanmu, asal tak sampai jatuh
ketangan orang lain, loko turut merasa gembira"
Kemudian sambil menarik muka katanya kepada Suma
Thian yu:
“ Bocah keparat, serahkan cepat, jangan mencoba
bermaksud jahat, kemudian kau boleh pergi dan sini. Tapi
ingat, hati-hati kalau sampai bertemu dikemudian hari, lohu
tak akan berbelas kasihan lagi kepada dirimu"
Suma Thian yu segera berpikir:
"Huuh, siapa yang takut kepadamu? Dengan
mengandalanmu kepandaianmu itu, meski berlatih sepulun
tahun lagipun, sauya tak akan merasa kuatir.”
Pelan-pelan dia letakkan kertas itu kebawah kakinya,
kemudian sambil melejit keudara dia berlalu dari situ dengan
kecepatan luar biasa.
Sambil berkelebat pergi kembali Suma Tian yu berpekik
nyaring, sekali lagi dia telah mempermainkan manusia bengis
dan meninggalkan bibit bencana untuk mereka.
Tak bisa disangkal lagi, sepeninggalnya dari tempat itu,
pasti akan terjadi perang urat syaraf antara kedua orang iblis
tersebut, membayangkan apa bakal terjadi antara mereka
berdua, pemuda itu tertawa sendiri, tertawa puas.
Dengan membawa sekulum senyuman yang cerah karena
sehabis mempermainkan iblis keji, pemuda itu melanjutkan
kembali perjalanannya ke depan.
Entah berapa banyak bukit tinggi dan tebing curam yang
telah dilewati.....
Malam, telah mencekam seluruh jagad.
Malam itu adalah sebuah malam yang gelap gulita, tiada
rembulan diangksa kecuali beberapa bintang yang
mengerdipkan sinarnya seperti lirikan anak nakal.
Setelah melalui suatu perjalanan yang amat panjang. Suma
Thian yu mulai merasakan juga badannya letih, diapun duduk
diatas sebuah batu besar untuk melepaskan lelahnya.
Selesai bersemedi mengatur pernapasan, rasa lelahnya
pelan pelan hilang dan badan terasa segar kembali.
Mendadak ditengah keheningan malam yang mencekam
sekeliling tempat itu dia seperti mendengar suara rintihan lirih
bergema dari kejauhan sana.
Suma Thian yu merasakan sekujur badannya bergetar
keras, ia segera mendusin kembali dan lamunannya, dengan
suatu gerakan kilat dia melompat bangun lalu memperhatikan
dengan seksama.
Tapi suasana disekitar itu menjadi sepi. "Aneh" dia segere
bergumam, "sudah terang kudengar suara rintihan, kenapa
secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas? Zungkinkah aku
telah salah mendengar?"
Mustahil kalau dia salah mendengar, karena dengan tenaga
dalam yang dimilikinya sekarang, ketajaman pendengarannya
amat diandalkan, bunga yang jatuh berapa puluh kaki dari
situpun dapat ia dengar dengan jelas.
Sementara dia masih termenung, mendadak terdengar
suara rintihan tersebut kembali berkumandang datang.
Mendadak Suma Thian yu menggerakkan tubuhnya dan
melesat kedalam hutan disisi tebing sebelah sana dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Setelah masuk kedalam hutan dan menyaksikan
pemandangan di sekitar lempat itu, darah panas yang
menggelora dalam tubuhnya merasa mendidih, amarahnya
memuncak, apa yang terpapar didepan matanya sekarang
benar-benar merupakan suatu pemandangan yang
mengerikan sekali.
Ternyata ditengah tanah lapang dalam hutan tersebut,
nampak mayat bergelimpangan disana, bahkan disitupun
penuh dengan kutungan kaki atau potongan lengan, darah
kental telah menggenangi seluruh permukaan tanah.
Suasana disekeliling tempat itu sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, hanya angin gunung yang
meaehembus menderu-deru,
Bangkai kuda, mayat manusia, membuat suasana menjadi
seram, mengerikan dan mendirikan balu roma orang.
Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang berjiwa
pendekar, benci segala kejahatan dan bernyali besar, tapi
setelah menyaksikan pe mandangan yang terpapar didepan
matanya, tak urung bergidik juga hatinya.
Namun dia masih tetap berusaha untuk menenangkan
hatinya, ia berusaha untuk menekan perasaan kaget, gugup
dan seramnya, kemudian selangkah demi selangkah
menelusuri mayat yang bergelemparan di tanah dan berusaha
menemukan sumber dari suara rintihan tersebut.
Dia berdoa semoga berhasil menemukan salah seorang
korban kekejian itu dalam keadaan hidup, agar perbuatan
biadab tersebut terkubur bersama jasad.
Agaknya Yang Maha Kuasa telah mengaturkan segala
sesuatu bagi umatnya, apa yang di harapkan ternyata tidak
sia-sia.....
Akhirnya Suma Thian yu berhasil menemukan sesosok
tubuh manusia sedang menggeliat diantara tumpukan mayat
yang hancur dengan darah kental yang berceceran ditanah.
Menolong orang brgaikan menolong api, penemuan
tersebut membuat Suma Thian yu buru-buru berjalan
mendekati korban tersebut.
Rupanya dia adalah seorang lelaki setengah umur yang
berperawakan tinggi besar dan bermuka cambang, darah
kental masih mengotori bibirnya, tapi ia masih bernapas meski
berada dalam keadaan tak sadar.
Suma Thian yu segera meraba dada lelaki setengah umur
tersebut, terasa hawa hangat masih ada sedang debarang
jantungnya lemah sekali.
"Untung saja masih bisa tertolong!”
Buru-buru dia membopong tubuh lelaki setengah umur,
membangunkannya, kemudian dari dalam sakunya
mengeluarkan sebuah pil Ku goan cing wan peninggalan dari
Kit hong kiam kek Wan Liang semasa hidupnya dan dijejalkan
kedalam mulut lelaki tersebut.
Dengan mengikuti air liur, pil tersebut segera hancur dan
mengalir masuk kedalam perut.
Dan tak selang beberapa saat kemudian, laki-laki setengah
umur itu sudah menggerakkan badannya, diatas wajahnya
yang pucat terlintas warna merah dadu, pelan-pelan dia
membuka madanya yang sayu dan memandang sekejap
kearah Suma Tnian yu, sorot mata itu penuh dengan pancaran
rasa terima kasih yang amat tebal.
Namun sejenak kemudian, ia memejamkan kembali
matanya dan memperdengarkan suara rintihan.
Menyaksikan keadaan itu, Suma Thian yu segera menyadari
kalau lelaki »setengah umur itu sudah menderita luka dalam
parah, nyawanya amat krins dan tak mungkinbisa
disempuhkan hanya mrngandalkan khasiat obat.
Maka diapun bersila dan mengerahkan tenaga dalamnya,
kemudian sambil menempelkan telapak tangannya keatas
jalan darah Mia bun hiat di tubuh lelaki itu, ia salurkan hawa
sakti Bu siang sinkang untuk membantu lelaki itu.
Segulung hawa panas yang menghangatkan badan segera
mengalir lewat jalan darah Mia bun hiat dan menyusup
kedalam tubuh lelaki itu.
Sejak makan buah mestika Jin sian kiam lan jalan darah
penting Jiu meh dan tok meh yang berada dalam tubuh Suma
Thian yu telah tem bus, kesempurnaan tenaga dalam yang
dimilikinya sekarang sudah tidak bisa ditandingi oleh umat
persilatan lainnya.
Tak sampai seperminum teh, seluruh wajahnya telah basah
oleh keringat hawa panas mengguap dari atas ubun-ubunnya,
betul juga, paras laki-laki setengah umur itu dari pucat pasi
kini berubah menjadi merah padam kembali.
Terdengar orang itu merintih dan memuntahkan darah
yang berwarna hitam, begitu darah hitam tersebut keluar, rasa
menderita pun segera lenyap, orang itu sadar kembali dari
pingsan
Tampak orang itu segera melompat bangun, kemudian
sambil menyembah didepan anak muda itu seruny:
"Tio Ci bui dari Sin liong piau kiok mengucapkan banyak
terima kasih atas budi pertolongan siauhiap."
Buru-buru Suma Thian yu menyingkir kesamping untuk
menghindarkan diri, lalu katanys tersipu sipu.
"Aaah, saling menolong di kala orang sedang mengalami
kesulitan sudah merupakan kewajiban dari setiap umat
persilatan, kebetulan saja aku lewat disini, buat apa mesti
ucapkan terima kasih?” Perkataan Tio cianpwe terlalu
berlebihan"
"Boleh saya tahu siapakah nama siauhiap?”
"Boanpwe Suma Thian yu!"
Ternyata Tio Ci hui yang terluka ini adalah saudara angkat
dari cong piautau perusshaan ekspedisi Si liong-piaukiok di
kota Heng-ciu yang disebut orang Mo im sin-liong (naga sakti
penggosok awan) dalam masa berkelananya dalam dunia
persilatan, dengan dua puluh empat jurus ilmu pena pembetot
sukmanya sudah amat tersohor dalam dunia persilatan, orang
persilatan menjulukinya sebagai Si Berewok berpena baja.
Si Berewok berpena baja Tio Ci-hui yang menyaksikan tuan
penolongnya masih begitu muda, diam-diam timbul perasaan
malu dan menyesal dalam hati kecilnya.
Katanya, enghiong kebanyakan muncul dan kaum muda,
ketika dilihatnya orang itu mana usianya muda juga tak
bersikap sombong atau tinggi hati, kenyataannya mana
membuat hatinya makin kagum lagi.
Buru-buru dia berseru kembali:
"Suma siauhiap masih muda tapi berjiwa be sar,
kegagahanmu benar benar amat mengagumkan, terimalah
sebuah persembahanku lagi."
Seraya berkata, sekali lagi dia menjatuhkan diri berlutut.
Tindakkan tersebut kontan saja membuat Suma Thian yu
menjadi amat gelisah, saking gelisahnya, selembar wajahnya
berubah menjadi merah padam lantaran tersipu-sipu, sambil
membangunkan si Brewok berpena baja, serunya cepat:
"Tio cianpwe, kau kelewat sungkan, apalah artinya sedikit
bantuan yang kuberikan?”
Dengan sikap yang menaruh hormat sahut si Berewok
berpena baja:
"suma siauhiap berkali kali menyebutku sebagai cianpwe,
akupun merasa tak berani untuk menerimanya. Andaikata kau
tiak menampik keinginanku, tolong janganlah memanggil
cianpwe lagi kepadaku, bagaimana sebut saja aku sebagai
saudara Tio?
Menyaksikan ketulusan dan kesungguhan hati orang, Suma
Thian yu pun tidak bersikeras lagi, sahutnya kemudian:
"Saudara Tio, bila kau menghendaki demikian, baik, thian
yu akan menuruti perintah.”
TATKALA si Berewok berpena baja menyaksikan sikap
menghormat kepadanya, iapun tak sungkan lagi, dia tahu bila
ia sendiri selalu bersikap hormat, hal mana justeru membuat
suasana akan bertambah canggung, asal budi kebaikan
tersebut dibalas pada suatu saat, rasanya hal itupun tidak
terlalu berlebihan.
Apalagi dia menyaksikan suma Thian berwajah tampan dan
menawan hati, hal mana semakin menimbulkan perasaan
simpatik didalam hatinya.
Ketika Suma Thian yu menyaksikan Berewok berpena baja
Tio Ci hui hanya mengawasinya dengan termanggu, dengan
cepat dia menegur:
"Saudara Tio, silahkan beristirahat sebentar, kemudian kita
harus membereskan mereka yang telah tewas”
Mendengar ucapan tersebut, si Berewok berpena baja Tio
Ci hui merasa tertegun, hatinya merasa sedih sekali.
Selama ini dia selalu cekatan dan pandai bekerja dalam
dunia persilatan, kali ini dia mendapat tugas lagi untuk
mengawal barang penting menuju ke Kwang-say kota
Kiongshia, sebelum berangkat kakak angkatnya Mo im sin
liong telah berpesan bahwa barang kawalan mereka kali ini
amat penting artinya, sebab berhasil atau tidak sangat
mempengaruhi nama baik perusahaan mereka.
Maka sengaja dia mengundang si Berewok berpena baja
Tio Ci hui dengan memimpin sejumlah jagoan kelas satu untuk
berangkat me lindungi mestika yang tak ternilai harganya.
Sepanjang jalan menuju keselatan, tak nyana sewaktu
berjalan sampai di wilayah Kiu gi san telah terjadi peristiwa
tragis, bukan cuma barang kawalannya kena dibegal, bahkan
dia pun kena dipecun-dangi secara mengenaskan sekali.
Memandang mayat-mayat yang tergelepar memenuhi
seluruh tanah, si Berewok berpena baja Tio Ci hui menghela
napas panjang
Setelah mengalami peristiwa berdarah ini, dia tak tahu
bagaimana harus mempertanggung jawabkan diri terhadap
kakak angkatnya Mo im-sin liong, coba kalau bukan ditolong
oleh pemuda yang berada didepan mata sekarang, mungkin
diapun akan kehilangan selembar jiwanya ditengah bukit yang
terpencil ini.
Teringat akan hal-hal yang memedihkan hatinya, dia segera
mera-sakan hatinya bergejolak keras, air matanya bercucuran
dan seluruh badannya gemetar keras.
Suma Thian yu yang turut menyaksikan kejadian itu, diam-
diam ikut merasa berduka, pikirnya: "Selama aku masih hidup,
aku berte kad akan membantu Sin liong piau kiok untuk
menemukan kembali barang kawalan yang di begal
orang......."
Berpikir sampai disitu, dia lantas menghibur si Berewok
berpena baja Tio Ci bui dengan suara lembut.
"Saudara Tio, kejadian toh sudah berlangsung, disedihkan
juga tak ada gunanya, asal kita bisa menemukan sebuah titik
terang saja, biar pembegal-pembegal itu kabur keujung
langitpun, aku percaya duduknya perkara pasti akan
terbongkar juga......Sekarang keadaan ma sih belum
terlambat, mengapa kau tidak menmbangkitkan semangatmu
untuk melakukan sesuatu usaha yang lebih bersemangat.
Si Berewok berpena baja Tio Ciu hui segera manggut-
manggut, sahutnya kemudian:
"Apa yang Suma siauhiap katakan memang benar, cuma
pembegal pembegal itu hampir semuanya mengenakan kain
kerudung hitam serta tidak meninggalkan jejak apapun, kalau
dibilang sungguh memalukan, mereka semua rata-rata berilmu
tinggi, orangnya banyak lagi, aku Tio Ci hui betul-betul tak
berdaya dan tak berkemampuan untuk menahan salah
seorang saja diantara mereka"
Sambil berkata wajahnya menunjukkan perasaan menyesal,
kecewa, sedih dan menyalahkan diri.
Suma Thian yu adalah seorang yang cerdas, begitu
mendengar pembegal-pembegal tersebut berkerudung,
lagipula terjadi dibukit Kiu gi san, satu ingatan dengan cepat
muncul dalam benaknya, dia tahu peristiwa ini pasti luar biasa,
siapa tahu ada hubungannya dengan ke matian paman
Wannya yang mengenaskan......
Teringat akan paman Wan, hatinya merasa sedih sekali,
raut wajah penuh kasih sayang yang telah memelihara dan
mendidiknya selama sepuluh tahun segera muncul kembali
dalam benaknya, dia tidak dapat mengendalikan rasa pedih
dalam hatinya lagi, sambil mengepal tinju dan mendongak ke
angkasa, lirihnya:
"Aku hendak membalas dendam ..." Waktu itu si Berewok
berpena baja Tio Ci hui sedang tercekam dalam kesedihan,
ketika secara tiba tiba dilihatnya pemuda di hadapannya
menunjukkan wajah gusar dengan hawa pembunuhan
menyelimuti wajahnya, bahkan menggumam hendak
membalas dendam, terkejutlah dia, diam diam pikirnya
dengan perasaan bergidik:
"Betul betul amat tebal hawa pembunuhan yang
menyelimuti wajahnya, kalau dilihat dari keadaannya, dia
mempunyai asal usul yang amat mengenaskan atau suatu
pengalaman hidup yang memedihkan hatinya, jikalau tidak,
mana mungkin dia menunjukkan emosi yang be gitu besar dan
mengerikan?"
Tiba-tiba terdengar burung gagak berkaok.
Kedua orang itu segera tersentak kembali dari lamunan
masing masing.
Suma Thian yu memperhatikan suasana malam yang
mencekam sekeliling tempat sekejap, lalu ujarnya kepada
siberewok berpena baja:
"Saudara Tio, malam sudah semakin kelam, mari kita harus
selesaikan pekerjaan yang paling penting"
Maka kedua orang itupun menggunakan pedang masing-
masing membuat liang lahat....
Tak selang berapa lama kemudian, mereka telah
menyiapkan tiga belas buah liang lahat.
Yaa, angka tiga belas, suatu angka yang di anggap
membawa sia. Sambil membopong mayat-mayat rekannya
yang telah kaku, satu persatu siberewok berpena baja
memasukkan jenasah-jenasah tersebut ke dalam liang lahat,
dalam keadaan demikian, dia tak dapat membendung rasa
sedihnya lagi sehingga menangis tersedu-sedu.
Manusia adalah mahkluk berperasaan, walaupun
kedudukan si Berewok berpena baja dalam perusahaan Sik
liong piaukiok amat tinggi, namun dia adalah seorang yang
berjiwa terbuka, dalam waktu-waktu biasa dia tak pernah
membedakan hubungan tingkat kedudukan, pergaulannya
dengan para piausu itu amat akrab, sehingga bukan saja ia
dicintai juga dihormati oleh semua orang.
Kini, mereka telah meninggalkan dunia ini, akan beristirahat
untuk selamanya ditengah bukit yang terpencil dan jauh dari
keramaian manusia, untuk selama-lamanya.....
Tak heran kalau dia menangis semakin sedih setelah
menyaksikan rekan-rekan senasib sependeritaanya seperi
harus berpisah untuk selamanya.
Siapa bilang enhiong tidak melelehkan air mata? Mesti
mereka baru akan mengucurkan air mata bila keadaan sudah
amat memedihkan.
Kesedihan yang muncul dari dalam hati sanubari pun
merupakan kesedihan yang paping mencekam perasaan,
Suma Thian yu mulai terpengaruh juga oleh suasana yang
mengharu itu sehingga tanpa terasa titik air mata pun turut
jatuh berlinang.
Pekerjaan akhirnya diselesaikan dalam suasana yang penuh
kesedihan dan kedukaan...
Ditengah bukit, dalam lapangan yang luas, kini telah
bertambah dengan tiga belas buah kuburan baru, disanalah
tiga belas orang piau su yang setia sampai mati beristirahat
untuk selamanya.
Suma Thian yu mendongakkan kepalanya memandang
kegelapan malam yang semakin mencekam, kabut telah
menyelimuti permukaan, pakaian merekapun telah basah, ia
tahu fajar tak lama lagi akan menyingsing, buru-buru dia
berjalan mendekati si Berewok berpena baja.
Waktu itu si Berewok berpena baja berdiri termangu-mangu
didepan kuburan sambil menahan rasa sedih yang luar biasa.
Orang yang sedih selamanya memang paling gampang
menaruh simpatik dan memahami kesedihan orang lain.
Suma Thian yu menepuk bahu siberewok berpena baja
pelan, lalu hiburnya dengan lembut:
"Saudara Tio, harap kau tak usah bersedih hati lagi,
sekalipun peristiwa ini terjadi diluat dugaan, janganlah kau
bawa kesedihan menuju ke hal-hal yang negatip. Asal kita bisa
melacak peristiwa ini sehingga duduknya perkara menjadi
jelas, dan kita pun bisa membalas kan dendam untuk mereka,
aku yakin arwah sahabat-sahabat ini dialam baka pasti akan
terhibur juga"
Setelah mendengar kata-kata hiburan dari Suma Thian yu
tersebut, si Berewok berpena baja Tio Ci hiu menghentikan
isak tangisnya, sa hutnya kemudian dengan suara parau:
“ Baik, selama Tio Ci hui masih hidup. aku pasti akan
berusaha dengan sekuat tenaga untuk membunuh kawanan
pembegal berkerudung itu untuk membalaskan dendan bagi
ketiga belas saudara ini”
Sekalipun harus naik kebukit golok atau meyeberangi
lautan minyak mendidih, aku Sama Thian yu pasti akan
membantu dengan segala kemampuan yang kumiliki"
Janji sianak muda itu dengan bersungguh sungguh.
Nadanya selain tulus wajahnyapun serius, sama sekali tidak
bersikap pura-pura.
SiBerewok berpena baja Tio Ci hui merasa terharu sekali,
dia tak menyangka kalau pemuda tersebut bukan saja amat
membenci kejahatan juga suka membantu orang, dia
bersyukur karena dalam usahanya membalas dendam dan
merebut kembali barang kawalan yang dibegal, ia telah
memperoleh bantuan dari seorang tokoh yang gagah dan
lihay.
Sehingga hal mana membuat hatinya yang sedih merasa
agak terhibur juga, sambil menjura serunya.
“ Terima kasih banyak atas bantuan siauhiap, selumnya aku
Tio Ci hui atas nama seluruh anggota perusahaan Sin liong
piaukiok mengu capkan banyak-banyak terima kasih
kepadamu”
Aaah, saudara Tio terlalu sungkan, bagikmu persoalan
semacam ini sudah merupakan suatu kewajiban"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lebij jauh:
"Mari kita pergi! Fajar sudah hampir menyingsing, luka
dalam yang saudara Tio derita baru baru sembuh, kau harus
mendapat banyak waktu untuk beristirahat”
Si Berewok berpena baja Tio Ci hui manggut-manggut, dia
mengambil kembali pena bajanya lalu memandang sekejap
kearah tiga belas buah kuburan itu dengan termangu,
akhirnya dia bergumam:
"Saudara-saudaraku, beristirahatlah dengan tenang disini!"
Sekalipun aku Tio Ci hui harus mengorbankan jiwa, badan
harus hancur remuk, pasti aian membalaskan dendam untuk
kalian!”
Selesai bergumam, bersama Suma Thian yu berangkatlah
dia meninggalkan tempat itu.
Angin dingin menghembus lewat mengibar ujung baju,
suasana ditempat penjuru tampak gelap gulita.
Inilah saat-saat menjelang rintangnya fajar.
Bila fajar hampir menyingsing, kadangkala saat-saat
terakhir itulah merupakan saat yang paling gelap....
Mereka berdua segera mencari sebuah gua untuk
beristirahat, karena tubuh memang sudah penat, tak lama
kemudian merekapun tertidur nyenyak sekali.
Bangun dari tidurnya, sinar matahari sudah memancar
masuk kedalam gua, buru-buru mereka berdua mengisi perut
dengan rangsum sambil bersiap siap untuk melanjutkan
perjalanan lagi.
Terdengar Suma Thian yu berkata:
“ Saudara Tio, mari kita berangkat!”
Baru saja ucapan terakhir diutarakan, tiba-tiba dari luar gua
terdengar seseorang menegus sambil menyeringai
menyeramkan.
"Heehh.. heehh...heehh...tidak sukar kalau ingin pergi, tapi
tinggalkan dulu pedang Kit hong kiam tersebut!”
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu maupun si
Berewok berpena baja merasa tertegun, mereka heran kenapa
kehadiran orang itu sama sekali tidak diketahui oleh mereka?
Itu berarti orang tersebut tentu mempunyai aeal usul yang
luar biasa.
Tanpa terasa kedua orang itu bersama-sama berpaling
kearah mana berasalnya suara tersebut.
Didepan depan gua tampak berdiri seorang manusia aneh
berbaju hitam yang mengenakan kain kerudung, sepasang
matanya yang nampak dari luar memancarkan cahaya tajam
yang menggidikkan.
Si Berewok berpena baja Tio Ci hui yang menjumpai
kehadiran manusia berkerudung itu, tanpa mengucapkan
sepatah katapun segera bertindak lebih dulu, diam-diam ia
menghimpun tenaga dalamnya lalu dengan gaya harimau
lapar menerkam domba, sebuah pukulan dahsyat yang di
sertai tenaga penuh langsung di ayunkan ke tubuh manusia
aneh berkerudung itu.
Serangan tersebut dilancarkan dengan mempergunakan
segenap tenaga dalam yang dimiliki si Berewok berpena baja
Tio Ci hui, maksudnya ingin membunuh, manusia aneh
berkerudung hitam itu tertawa dingin, sepasang tangannya
masih lurus kebawah dan sama sekali tidak menggubris atau
pun berkelit kesamping. kalau dilihat dari sikapnya itu, dia
seakan akan tak memandang sebelah matapun terhadap si
Bere wok berpena baja.
Waktu itu si Berewok berpena baja Tio Ci hui baru sembuh
dari luka parahnya, melihat sikap lawannya yang begitu
memandang hina, amarahnya kontan saja membara, api
untuk membalas dendam membangkitkan suatu kekuatan
besar dalam tubuhnya.
Begitu serangan pertama belum berhasil, bagaikan seekor
burung raksasa dia keluar dari gua tersebut.
Pada saat yang bersamaan pula Suma Thian yu melompat
keluar juga dari dalam gua.
Si Berewok berpena baja Tio Ci hui belum mengalami
keadaan seperti ini, sikap memandang rendah yang
diperlihatkan manusia aneh berkerudung itu membuat
amarahnya semakin membara, tampak rambutnya pada
berdiri, tiba-tiba ia menerjang kedepan manusia aneh
berkerudung itu, kemudian sepasang telapak tangannya
didorong kedepan, sekali lagi tampak segulung angin pukulan
yang termaha dahsyat menghantam atas tubuh manusia aneh
berkerudung itu.
Menyaksikan datangnya ancaman, manusia aneh
berkerudung itu pun mengayunkan pula telapak tanganya
untuk menyambut datangnya serangan tersebut, ketika dua
gulung angin pukulan dahsyat saling bertemu satu sama
lainnya, tiba-tiba saja....."Blaaamm” suatu benturan dahsyat
menimbulkan hembusan angin puyuh yang menerbangkan
batu serta pasir.
Sepasang bahu manusia aneh berkerudung itu tampak
bergetar sedikit, ujung bajunya berkibar kencang, sebaliknya
si Berewok berpena baja Tio Ci hui kena terhantam mundur
sejauh tiga langkah dengan sempoyongan, dia bersusah payah
sebelum berhasil berdiri tegak.
Suma Thian yu yang menyaksikan jalannya pertarungan itu
dari sisi arena dapat melihat keadaan tersebut dengan lebih
jelas lagi, dia tahu ilmu silat yang dimiliki manusia aneh
berkerudung itu masih setingkat lebih lihay dibandingkan
dengan kepandaian silat yang dimiliki Tio Ci hui, diam-diam
dia merasa gelisah.
Begitu berhasil berdiri tegak, tiba tiba si Berewok berpena
baja meloloskan senjata andalannya dari belakang punggung,
tangan ka nannya diayunkan kedepan, pena dengan
hembusan angin dahsyat segera meluncur kedepan menotok
tubuh manusia aneh berkerudung tersebut, bentaknya dengan
penuh kegusaran:
"Pembegal yang tak tahu malu, serahkan nyawa anjingmu!
Sejak kedua buah pukulannya gagal menimbulkan sesuatu
kerugian bagi musuhnya, amarah dalam dada si Berewok
berpena baja sudah berkobar, maka sekarang dia lantas
mengembangkan ilmu pena Ji cap si si Thi pit hoat (dua puluh
empat jurus ilmu pena baja) yang amat termashur itu dengan
harapan bisa merobohkan musuhnya itu.
Dalam suasana ini, rasa ingin menangnya membara amat
dahsyat dalam dadanya, segenap perhatian maupun
tenaganya tertuju kedepan, dia bertekad hendak mengalahkan
musuhnya, itulah sebabnya tenaga serangan yang
dipergunakan pun amat besar.
Mencorong sinar tajam dari balik mata manusia aneh
berkerudung hitam itu, tampaknya dia sudah dapat menebak
maksud hati siBerewok berpena baja tersebut, setelah tertawa
seram tubuhnya melejit keudara untuk menghindarkan dari
ancaman tersebut, kemudian dari udara sebuah pukulan
dilancarkan keatas kepala Si Berewok berpena baja dengan
jurus Hu im sip gwat (awan tebal menutupi rembulan).
Bagaimanapun juga, si berewok berpena bajaTio ci hui
memang tak malu disebut jagoan lihay didalam dunia
persilatan, sudah belasan tahun lamanya dia melatih diri
dalam permain baja tersebut, baik ilmu tenaga maupun dalam
Ilmu tenaga luar telah berhasil mencapai puncak
kesempurnaan.
Maka begitu dilihatnya manusia aneh berkerudung hitam
itu menerkam kebawah sambil melancarkan serangan, buru-
buru dia melompat keatas sambil melepaskan tusukan dengan
pena bajanya.
Berada ditengah udara, kekuatan manusia aneh
berkerudung hitam itu sangat berkurang banyak, buru-buru
dia pergunakan jurus To yu cian hui (membalikkan sayap
terbang ke depan) buru-buru melayang tiga kaki ke depan----
Begitu berhasil mendesak lawan, si Berewok berpena baja
memutar pena ditangan kanannya membentuk lapisan
bayangan senjata yang sangat tebal, sekali lagi dia menerjang
kearah manusia aneh ber kerundung hitam tersebut.
Dalam teori ilmu silat, yang menjadi faktor utama adalah
mengendalikan musuhnya, maka setelah melayang turun
kebawah, manusia aneh berkerundung hitam itu segera
mengayunkan kembali tangannya berusaha untuk merebut
posisi yang lebih menguntungkan.
Jilid 6
suma thian yu yang menyaksikan jalannya pertarungan dari
sisi arenapun tak berani bersikap santai waktu itu, dengan
sorot mata yang tajam, dia mengawasi terus jalannya
pertarungan dengan harapan andaikan siberewok berpena
baja tak sanggup mempertahankan diri, maka dia akan
membantu setiap saat.
Dalam pada itu, pertempuran yang berlangsung ditengah
arena sudah mencapai puncak keseruanya.
Si Berewok berpena baja dengan mengandalkan pena
bajanya memainkan serangkaian serangan berantai untuk
mendesak lawannya, sedangkan manusia aneh berkerudung
hitam pun memainkan sepasang telapak tangan kosongnya
untuk menahan datangnya serangan pena lawan.
Dalam waktn singkat, seluruh arena telah dipenuhi oleh
bayangan manusia serta angin pukulan yang menderu deru,
lima kaki di sekitar arena diliputi oleh debu dan pasir yang
berterbangan memenuhi angkasa, pertarungan tersebut
benar-benar merupakan suatu pertarung an yang jarang sekali
dijumpai kehebatannya.
Mendadak terdengar manusia aneh berkerudung hitam itu
meraung gusar, sepasang telapak tangannya melancarkan
serangkaian yang berantai, dalam waktu singkat dia sudah
melepaskan tiga buah serangan dahsyat yang kesemuanya
menggunakan jurus jurus mematikan, kontan saja si Berewok
berpena baja kena di desak sampai mundur sejauh satu kaki
lebih dari tempat semula.
Mempergunakan kesempatan itu, si berewok berpena baja
segera mundur tiga langkah dan kemudian ia menarik napas
panjang-panjang danmenghimpun segenap tenaga dalam
yang dilatihnya selama puluhan tahun ini keujung senjatanya.
Begitu senjata pena baja itu digetarkan kembali ditengah
udara, dalam dalam waktu seluruh angkasa seraya dilipati oleh
angin puyuh yang dahsyat, bayangan pena yang berlapis-lapis
hampir seluruhnya mengurung tubuh manusia aneh
berkerudung hitam itu rapat-rapat.
Merasakan tenaga kurungan yang semakin besar
menggencet tubuhnya, kemarahan manusia aneh itu semakin
membara, tubuhnya segera melompat kedepan, tiba-tiba
dengan suatu gerakan cepat tangannya menghantam kedepan
dadanya si Berewok berpena baja dengan jurus Lip pei thay
san (mencabut keluar bukit Thay san.)
Segulung kekuatan yang maha dahsyat bagai hancurnya
bendungan, langsung saja meluncur kedepan dengan
kekuatan yang mengerikan.
Menanti si Berewok berpena baja menyaksikan datangnya
ancaman tersebut, untuk menghindar sudah tak sempat lagi,
tanpa terasa dia menjerit kaget:
"Habis sudah riwayatku kali ini!"
Sepasang telapak tangannya segera didorong kedepan,
sambil memejamkan mata dia menanti saat kematianrya tiba.
Siapa tahu disaat yang keritis itulah tiba-tiba terdengar
suara bentakan keras menggema yang pecahkan keheningan,
segulung angin pukulan teah menyambar kedepan, lalu
seorang pemuda tampan tahu- tahu sudah berada
dihadapnnya.
Si berewok berpena baja hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur, seluruh badannya tahu-tahu sudah
didorong oleh segulung tenaga lembut yang halus hingga
tergeser lima depa kesamping, sementara tenaga pukulan
lawan yang maha dahsyat itu sudah menyambar lwat sisi
tubuhnya.
“ Blaam” terdengar benturan suara keras menggelegar
memecahkan kesunyian, sebatang pohon siong yang berada
dibelakangnya sudah tumbang keatas tanah.
Si berewok berpena baja Tio Ci-hui menjadi amat
terperanjat, mukanya pias seperti mayat, matanya terbelalak
lebar dan mulutnya terngangga.
Si berewok berpena baja Tio Ci-hui hampir tidak percaya
dengan apa yang dilihat, ternyata orang yang mendorong
tubuhnya kesamping dan menyelamatkan jiwanya tak lain
adalah Suma Thian yu.
Tapi yang paling terperanjat bukan dia melainkan manusia
aneh berkerudung hitam itu, dia percaya serangan yang
dilancarkannya ba rusan sudah pasti dapat berhasil
mengalahkan Tio Ci hui, siapa tahu dari tengah jalan telah
muncul seorang Thia Kau kiai, bukan saja usahanya sia-sia
belaka, dia sendiri malah kena tergetar mundur.
Kontan saja seluruh hawa amarahnya dilampiaskan keatas
tubuh Suma Thian yu, hawa pembunuhan dengan cepat
menyelimuti wajahnya, dengan wajah penuh kegusaran
teriaknya.
"Bocah busuk, kau pandai sekali menyergap orang.......”
"Haaaa.....haaah......haaah, menyergap orang. Hmm, masih
bisanya berkata begitu, untuk menjegal dirimu, buat apa mesti
menggunakan cara main sergap?"
Ucapan yang amat takabur ini kontan saja membuat si
Berewok berpena baja menjadi terkesiap, matanya terbelalak
lebar dan mengawasi Suma thian yu tanpa berkedip, dia kuatir
sianak muda itu akan menderita kerugianbesar.
Walaupun sudah dua kali nyawa si berewok berpena baja
ditolong oleh Suma Thian yu, namun sebelum menyaksikan
kelihayan dari anak muda tersebut dengan mata kepala
sendiri, dia tak percaya kalau bocah tersebut memiliki
kemampuan yang amat lihay.
"Seorang bocah muda berusia enam tujuh belas tahun,
berapa besarkah kemampuan yang bisa dimilikinya?" demikian
dia berpikir.
Tapi seringkali kenyataan bisa berbeda jauh dengan apa
yang diduga dalam harinya.
Seketika itu juga suasana dalam arena berubah menjadi
luar biasa heningnya, inilah saat-saat terakhir menjelang
berlangsungnya suatu badai yang amat dahsyat.
Selama ini manusia aneh berkerudung hitam itu cuma
membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara sepasang
matanya yang dingin bagaikan es mengawasi pedang Kit
hong kiam yang tersoren dipunggung Suma Thian yu tanpa
berkedip.
Menyaksikan keadaan tersebut, Suma Thian yu segera
memecahkan kesunyian itu lebih dulu, katanya:
"Pencoleng berkerudung, tidak sulit jika kau menginginkan
pedangku ini, cuma harus dilihat dulu apakah kau memiliki
kemampuan tersebut, asal kau sanggup menangkan satu jurus
dari sauya, pedang ini tanpa syarat akan kupersembahkan
kepadamu, kalau tidak, hari ini sauya ingin merenggut pula
selembar nyawamu.
Menyinggung soal pedang Kit hong kiam, tanpa terasa arak
muda itu terbayang kembali paman Wan nya yang dikasihi.
Mendadak hawa amarah berkobar didalam dadanya, ia tak
sanggup mengendalikan dirinya lagi, dengan mata melotot
besar dia segera mencabut keluar pedang Kit hong kiamnya
lalu diiringi suara gemerinciug nyaring, serentetan cahaya
tajam kehijau-hijauan memancar ke empat penjuru.
Melihat itu, tanpa terasa manusia aneh berkerudung itu
berseru memuji:
"Betul-betul sebilah pedang bagus"
Berdiri dibawah sinar fajar dengan pedang terhumus, Suma
Thian yu nampak sangat gagah dan penuh memancarkan
sinar kewibawaan.
Si Berewok berpena baja dapat menyaksikan raut wajah
Suma Thian yu penuh diliputi hawa pemenuhan yang sangat
tebal, tahukah dia kalau pemuda itusedang diliputi oleh
amarah yang membara?.
Tampaknya manusia aneh berkerudung hitam pun tahu
kalau musuhnya bukan sembarangan musuh, dia tak berani
memandang enteng lawannya, pelan-pelan pedangnya pun
diloloskan keluar.
Suatu pertarungan yang amat seru pun segera akan
berlangsung didepan mata.
Suma Thian yu yang muda dan berjiwa panas tak dapat
menahan diri lebih dulu, dia berpekik gusar, tenaga dalamnya
disalurkan ke dalam lengan kanan, kemudian pedangnya di
putar dengan jurus sin liong jut im (naga sakti keluar dari
mega) tampak selapis bunga pedang yang amat menyilaukan
mata langsung menusuk kearah tenggorokan manusia
berkerudung tersebut.....
"Serangan bagus!" seru manusia berkerudung itu sambil
berkelit kesamping.
Tangan kanannya dengan memainkan jurus Hek coa jut
tong (ular hitam keluar dari guaj menyergap jalan darah Sian
ki niat didalam tubuh Suma Thian yu, pedangnya dilancarkan
bersamaan dengan gerakan tubuhnya.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu dia
sudah kehilangan bayangan dari Suma Thian yu.
Sementara dia masih tertegun, mendadak dari sisi
badannya terdengar seseorang tertawa nyaring.
"Sauya berada distni!”
Betapa gusarnya manusia aneh berkerudung hitam itu
karena merasa dipermainkan, sambil berpekik nyaring
tubuhnya berputar arah, pedangnya dengan jurus Ya wan
heng tok (sampan kecil menyeberang sungai) membabat
pinggang Suma Thian yu.
Belum kagi serangan itu tiba, Suma thian yu sudah
merasakan desingan angin tajam yang menyambar tiba, ia tak
berani berayal, denga ilmu langkah Ciok yiong koan poh ia
menyelinap kesamping, memakai jurus Hoa sui hong siau
(Bunga berterbangan mengikuti angin) ia menyelinap
kebelakang tubuh manusia aneh berkerudung hitam itu sambil
tertawa dingin.
Padahal manusia aneh berkerudung hitam itu sudah
merasa kalau serangannya dilancarkan dengan cepat dan
tepat, baru saja ujung pedangnya hampir menusuk ditubuh
lawan, tahu-tahu bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas,
disusul terdengar pihak lawan tertawa dingin dari belakang.
Rasa kagetnya tak terlukiskan dengan kata, buru-buru
pedangnya dimainkan dengan gencar. Sreet! Sreeet! Sreeet!
Secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan kilat
dengan jurus-jurus Kan kun to cuan (dua berputar balik), Khi
koan tian hong (bianglala memancar diangkasa), Po im kian jit
(menyingkap awan melihat matahati).
Tampak selapis cahaya bintang yang menyilaukan mata,
disertai cahaya pedang yang berkilauan dengan cepat
mengurung Suma thian yu dalam kepungan kabut pedang.
Sekarang, Suma Thian yu baru merasakan kelihayan
lawannya, buru buru ia salurkan ilmu Bu siang sia kang dari
perguruannya kedalam permainan pedang, selapis bunga
pedang diciptakan memenuhi angkasa, lalu disertai desingan
angin tajam langsung menyapu kedepan.
Setika itu juga tampaklah dua belah menari-nari diangkasa,
cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, bunga pedang
menyusul kemana-mana, pertarungan yang sedang
berlangsung benar-benar merupakan suatupertarungan yang
amat sengit.
Selama ini si Berewok berpena baja Tio Ci hui hanya
menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi arena, selama ini
dia amat menguatir kan keselamatan jiwa Suma Thian yu,
bahkan mengucurkan peluh dingin baginya.
Akan tetapi setelah menyaksikan kelihayan yang dimiliki
pendekar cilik ini, dia baru merasa terkejut bercampur girang,
sekarang dia sudah tak bisa membedakan lagi mana yang
Suma thian yu dan mana si manusia berkerudung.
Kecuali dua sosok bayangan manusia yang saling
menyambar dibalik kabut pedang yang tebal, ia hampir boleh
dibilang tidak melihat apapun.
Makin bertarung Surna Thian yu merasa makin perkasa,
rasa ingin menang hampir menyelimuti seluruh benaknya.
Mendadak dia berpekik nyaring, seluruh badannya melejit
ketengah udara, pedang Kit hong kiamnya menciptakan
selapis cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, dengan
cepatnya lapisan cahaya itu mengurung seluruh badan
manusia berkerudung itu.
Bagaikan bayangan iblis yang menempeli lawan, manusia
berkerudung hitam itu selalu berputar kesana kemari, kekiri
kekanan mengikuti gerakan dari Suma Thian yu.
Yang seorang adalah manusia aneh berkerudung hitam,
sedang yang lain adalah seorang pemuda berwajah tampan,
saat itu mereka berdua sudah bertarung sampai titik keadaan
yang paling kritis, terlihat lapisan cahaya perak berkilauan dan
amat menusuk pandangan.
Makin bertarung manusia aneh berkerudung hitam itu
semakin ter peranjat, ia tidak nyangka kalau kepandaian silat
yang dimiliki pemuda itu begitu dahsyat, pada hakekat
merupakan musuh paling tangguh yang pernah dijumpainya,
seketika itu juga mencorong sinar keraguan dari balik
matanya.
Diam-diam dia lantas berpikir.
“ Bocah keparat ini bertarung hanya mengandalkan pedang
Kit hong kiam yang memainkan ilmu pedaog Kit hong kiam
hoat, sudah jelas dia merupakan murid dari Wan Liang. Kalau
dilihat usianya yang muda, ternyata ilmu silatnya sepuluh kali
lipat lebih hebat dari pada Kit hong kiam Wan Liang, bukankah
kejadian ini sangat aneh? Hari ini, kalau ia tidak kubunuh,
sudah pasti dikemudian hari akan jadi bibit bencana bagi
diriku sendiri....."
Berpikir sampai disitu, dia lantas berpendapat bahwa
"menghajar ular tidak mati, bibit bencana tidak ada habisnya”,
siapa tahu kkarena pikirannya harus bercabang, permainan
pedangnya menjadi lamban.
Hal mana segera memberikan peluang baik sekali bagi
Suma Thian yu. Dengan pedang Kit hong kiamnya digetarkan
keras, tubuhnya melompat kedepan sambil melakukan sebuah
sapuan kilat, selapis cahaya pedang memancar keempat
penjuru, menanti manusia aneh berkerudung hitam itu sudah
kena disambar lepas oleh cukilan pedang Suma Thian yu.
Dengan cepat terlihatlah selembar wajah yang amat
tampan sekali muncul dari balik kain tersebut.
Peristiwa ini sama sekali diluar dugaan, mimpipun manusia
aneh berkerudung hitam itu tak menyangka kalau gerakan
lawan bisa secepat itu, buru-buru dia melancarkan sebuah
bacokan kilat, kemudian sepasang bahunya bergerak dan lalu
ia melejit ketengah-tengah udara, dalam beberapa lompatan
saja dia sudah mencapai puluhan kaki dan lenyap dari
pandangan mata.
Tindakan yang sangat tiba-tiba ini diluar dugaan siapapun,
ternyata manusia aneh berkerudung hitam itu bukan kabur
lantaran kalah, melainkan justru karena kain kerudungnya
kena disambar hingga terbuka.
Panjang untuk diceritakan, cepat didalam kenyataaan, sejak
terjadinya peristiwa kain kerudung yang tersingkap sampai
tindak melarkan diri, semuanya dilakukan dalam waktu
singkat, sehingga si Berewok berpena baja Tio Ci hui yang
berdiri disisi arena tak sempat melihat jelas paras muka yang
sebetulnya dari manusia berkerudung itu.
Begitu berhasil menyingkap kain kerukdung lawan, tiba-tiba
Suma Thian yu merasakan ada segulung tenaga pukulan yang
menyergap tubuhnya, buru-buru dia miringkan kesamping
untuk menghindarkan diri.
Tampak serangan tersebut dilancarkan manusia
berkerudung itu dalam keadaan gusar, angin pukulan itu
sedemikian dahsyatnya se hingga sebatang pohon yang
berada dibelakang Suma Thian yu terhajar sampai patah dan
roboh ke tanah.
Melihat kesempatan untuk membalas dendam segera akan
berakhir, buru-buru Suma Thian yu berseru keras.
"Kejar!”
Dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya, dia langsung melejit ke depan.
Si Berewok berpena baja yang menyaksikan rekannya
melakukan pengejaran, diapun dengan perasaan bingung ikut
melakukan penge jaran pula dari belakang.
Ditengah pegunungan sepi, terlihatlah tiga sosok bayangan
manusia secepat sambaran kilat melakukan kejar mengejar,
bagaikan tiga gulung asap hitam, mereka meluncur cepat ke
muka.
Makin kabur manusia berkerudung itu semakin cepat,
bagaikan kuda liar dia berlarian tiada hentinya.
Sambil menggigit bibir, Suma Thian yu segera mengejardari
belakangnya dengan ketat.
Lima kaki, tiga kaki, satu kaki....
Tampaknya Suma Thian yuskan berhasil menyusul
dibelakang tubuh manusia aneh berkerudung hitam itu,
seakan akan mempunyai mata dipunggungnya, mendadak dia
merentangkan sepasang tangannya, kemudian bagaikan
seekor burung elang raksasa, dengan kecepatan luar biasa
menerebos masuk kedalam hutan.
Tanpa berpikir panjang lagi Suma Thian yu segera melejit
ketengah udara dengan jurus Cing cian tui hong (Comberet
hijau mengejar angin) diapun ikut mengejar kedalam hutan.
Orang persilatan mempunyai pantangan yang besar, yakni
bila bertemu hutan jangan. Namun Suma thian yu sama sekali
tidak memperdulikan tantangan tersebut.
Begitu masuk kedalam hutan, dia segera kehilangan jejak
dan dari manusia aneh berkerudung hitamitu, untuk sesaat
Suma Thian yu menjadi sangsi...
Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema dari
dalam hutan, tiga titik cahaya disertai dengan angin tajam,
dengan berpen car dalam posisi segitiga langsung meluncur ke
arah Suma Thian yu.
Suma thian yu adalah seorang anak mada yang belum
berpengalaman, mimpipun dia tak menyangka kalau manusia
berkerudung hitam itu bakal melancarkan serangan
mematikan seperti ini, menanti dia sadar akan datangnya
bahaya, tiga batang pian beracun telah muncul didepan mata.
"Aaah...!" serunya kaget.
Dalam keadaan yang amat berbahaya, Suma Thian yu
segera ber tindak cepat, dengan gerakan Gi kiong ciu pon
(menggeser posisi maju berlangkah) badannya melejit lima
depa ke samping.
“ Sreet! Sreet! Sreet! tiga batang pian terbang telah
meluncur lewat dari sisi tubuhnya dan menghajar diatas dahan
pohon disebelah kanan.
Kalau dibilang berbahaya, keadaan yang dihadapinya saat
itu benar-benar berbayaha sekali, sedikit saja meleset bisa
mengakibat kan pisau beracun menembusi ulu hatinya.
Peluh dingin bercucuran membasahi seluruh badan Suma
Thian yu, sejak dilahirkan dari rahim ibunya, belum pernah ia
alami kejadian seperti ini, kontan saja amarahnya berkobar.
Dengan cepat ia melejit keudara sambil menerjang kearan
mana datangnya sergapan tersebut, berada ditengah udara
dia berpekik pan jang, sepasang telapak tangannya didorong
ke depan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Seketika itu juga terdengarlah suara gemuruh yang amat
memekikkan telinga dalam hutan tersebut, lalu beberapa
batang pohon siong bertumbangan ke atas tanah.
Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu dalam keadaan
gusar ini telah disertakan tenaga Bu siang sin kang yang maha
dahsyat, kehebatannya benar-benar mengerikan sekali.
Tapi, suasana didalam hutan tersebut masih tetap senyap
tak kedengaran sedikit suarapun, sementara bayangan tubuh
dari manusia aneh berkerudung hitam itu sudah lenyap.
Sambil mendepak-depakkan kakinya keatas tanah dengan
gemas, Suma Thian yu bergumam:
"Bajingan licik yang berotak anjing........hitung-hitung
nasibmu memang lagi mujur!"
Pada saat itulah, si Berewok berpena baja Tio Ci-hui telah
sampai pula ditempat tujuan.
Kepada rekannya yang baru tiba itu, Suma Thian yu
menggelengkan kepalanya berulang kali, rasa kecewa terlintas
di atas wajahnya.
“ Sudah kabur!" dia bergumam sambil menghela napas.
"Suma Hiante, tindakanmu melakukan pengejaran tadi
sungguh mencemaskan hatiku! Tahukah kau, mereka adalah
manusia-manusia laknat yang berhati busuk, perbuatan keji
seperti apa saja dapat mereka lakukan, lain kali jika bertemu
lagi dengan peristiwa semacam ini, kau harus berhati-hati lagi"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera teringat
kembali dengan tindakan yang baru saja dilakukan, berbicara
yang sesungguh nya andaikata didalam hutan tadi benar-
benar sudah disiapkan musuh dalam jumlah banyak, bisa jadi
dia menderita kerugian yang amat besat.
Maka dengan perasaan menyesal katanya:
"Tadi aku hanya dibikin jengkel oleh keadaan hingga mata
gelap, lain kali aku pasti akan bertindak lebih hati-hati lagi"
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak ia teringat akan
sesuatu, segera serunya:
“ Tio toako, sungguh tampan wajah orang itu”
“ Apa? Kau berhasil melihat jalan raut wajah orang itu?
seru si Berewok berpena baja cepat.
"Yaaa, walaupun hanya sikejap mata, namun aku dapat
melihat jelas raut wajah orang itu.
"Berapa besar usianya?”
"Antara empat puluh tahunan”
"Bagaimanakah tampangnya?"
"Bermata jeli, beralis mata lentik, hidung mancung dan
mulut lebar......."
"Bermata jeli, beralis mata lenting, hidung mancung dan
mulut lebar, mungkinkah dia? Si Berewok berpena baja Tio
Cihui segera bergumam pelan.
“ Siapakah dia? Tio toako.... “ buru-buru Suma Thian yu
bertanya.
"Aaaah, tak mungkin" kembali si Berewok berpena baja Tio
Ci hui menggelengkan kepalanya berulang kali, mustahil bisa
dia, yaa dia adalah seorang Kuncu, seorang lelaki sejati"
"Siapakah dia Tio toako? Siapa yang kau maksudkan?"
melihat si Berewok berpena baja bergumam tiada hentinya,
timbullah perasaan ingin tahu di dalam hati Suma Thian yu.
"Hiante, kau tak usah bertanya, aku hanya salah bicara
saja. Orang itu bernama besar dan berkedudukan terhormat di
dalam dunia persilatan, dia adalah seorang pemimpin dunia
persilatan yang paling dihormati orang selama sepuluh tahun
terakhir ini."
Siapakah dia?"
"Bi ku lun (Kun lun indah) Siau wi goan!"
Oleh karena anak muda itu mendesak terus menerus,
terpaksa si Berewok berpena baja ini harus menyebut juga
nama tersebut.
Tetapi selang beberapa saat kemudian, dia berkata lebih
jauh:
"Raut wajah Siau Tayhiap mirip sekali dengan orang kau
jumpai itu, maka aku telah salah menduga akan dirinya.”
“ Siau Wi goan? Suatu nama yang amat dikenal......” sehabis
mendengar perkataan dari si Berewok berpena baja, Suma
Thian yu ber pikir terus tiada hentinya.
Dia merasa seperti pernah mendengar nama itu, ia
berusaha keras untuk menemukan siapa gerangan dia.
Akhirnya dia teringat, bukankah nama tersebut adalah
nama yang seringkali di sumpahi dan dimaki-maki paman
Wan?
Yaa, benar! Paman Wan malah pernah berkata begini:
"Siau Wi goan wahai Siau Wi goan! Bagaimanapun licikmu,
tak mungkin kau akan berhasil menemukan aku orang she
Wan"
Kejadian itu sudah berlangsung lama sekali, waktu itu ia
dan paman Wan baru selesai membenahi gua mereka.
Maka selapis hawa pembunuhan yang menakutkan dengan
cepat menyelimuti wajah Suma Thian yu, darah panas segera
mendidih dalam dadanya, iapun merasa menyesal.
Ia menyesal mengapa membiarkan manusia aneh
berkerudung hitam itu lolos dari pengejarannya, andaikata
waktu itu dia berhasil membekuknya, bukankah semua
kecurigaan tersebut dapat dipecahkan?
"Suma hiante, mengapa kau?" Ketika si Berewok berpena
baja menyaksikan paras muka Suma Tbian yu berubah aneh,
dia segera ber tanya dengan wajah tercengang.
Suma Thianyu sedang termenung sambil mutar otaknya
keras-keras, cepat-cepat ia menjawab:
"Aaaah, tidak apa-apa!" “
Masih sedih?"
"Yaa, benar”
Dia tak ingin membocorkan rahasia tersebut, terutama
sekali rahasia antara paman Wan dengan Siau Wi-aoan. Tentu
saja alasanyang terutama adalah karena dia belum
memahami secara keseluruhan akan rahasia tersebut, ia kuatir
tindakannya yang kelewat terburu-buru justru akan
ditertawakan orang.
Apa lagi kalau didengar dari ucapan si Berewok berpena
baja Tio Cu hui terhadap Siau Wi goan mendekati rasa hormat
yang berlebihan, dia merasa antipatik yang diperlihatkan bisa
mencurigai orang itu, bahkan akan mempersulit usahanya
untuk membongkar perbuatan jahat yang dilakukan Siau Wi
goan.
Si Berewok berpena baja Tio Ci bui belum lama berkenalan
dengan Suma Thian yu, tentu saja dia tak dapat meraba jalan
pikiran dari sianak muda itu.
Dengan nada menghibur, dia lantas berkata: "Adikku,
biarkan saja pencoleng itu kabur, lain kali bila kitasampai
menemukannya kembali, jangan kita biarkan mereka lolos,
mari kita pergi sekarang”
Suma thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya
kedalam sarung, kemudian ia memetik sekuntum bunga,
mengendusnya pelan-pelan dan jalan mengikuti si berewok
berpena baja.
Bagian Ketujuh
Perusahaan Sin Liong piaukiok terletak diujung jalan Heng
yang dalam kota Heng ciu, bangunannya menempati areal
tanah seluas puluhan hektar, dinding pekarangannya terbuat
dari batu hijau, disisi pintu gerbang berdiri sepasang patung
singa batu yang berat nya mencapai puluhan ribu kati.
Setiap orang orang persilatan yang datang di kota Heng
ciu, kebanyakan akan berkunjung keperusahan Sin liong
piaukiok untuk menyambangi cong piauiaunya "Mo im sin
liong” (naga sakti penggosok awan) Wan Kiam Cu.
Seakan-akan siapa saja yang bisa berkunjung ketempat itu,
maka sekeluarnya dari sana maka kedudukkannya akan terasa
lebih tinggi dan terhormat...
Hari itu, ketika cong piautau Mo im sin liong Wan kiam ciu
sedang berancang-bincang dengan seorang tetamu yang
datang ber kunjung, tiba-tiba dari luar pintu muncul anak
buahnya yang segera memberi laporan:
"Cong piautau, Tio piautau telah kembali!” Mendengar si
adik angkatnya telah pulang, Ko im sin liong Wan Kiam ciu
merasa girang sekali, segera serunya:
"Ehmm, sampaikan padanya setelah menyelesaikan urusan,
suruh datang kemari, oh yaa, benar, beritahu kepadanya
sepanjang jalan dia tentu amat lelah.....
Mendengar perkataan itu, buru-buru orang itu berseru lagi:
“ Lapor cong piautau, Tio piautau pulang sendirian, dia
datang hanya ditemani orang pemuda.”
"Apa?" mendengar 'aporan itu, dengan terkejut Mo im sin
liong Wan Kiamciu melompat bangun, tak sempat minta maaf
kepada tamunya lagi, buru-buru dia lari keluar.
Para ramunya yang menjumpai kejadian itu segera tahu
kalau disana telah terjadi suatu peristiwa.
Karena itulah mereka bersama sama ikut memburu
keluar pintu gerbang. Begitu sampai didepan pintu, Mo im sin
liong Wan Kiamcu saksikan adik angkatnya si Berewok
berpena baja Tio Ci hui berdiri didepan pintu dengan wajah
sedih dan murung, dibelakangnya mengi kuti seorang pemuda
berwajah tampan.
Buru-buru dia menegur: "Hiante, sebenarnya apa yang
telah terjadi?"
Berjumpa kakak angkatnya, si Berewok berpena baja
merasa bagaikan bertemu sanak sendiri, rasa sedih yang tiba-
tiba mendekam perasaannya membuat ia tak bisa
mngendalikan diri lagi.
Ia segera memeluk saudara angkatnya dengan air mata
berlinang, tak sepatah katapun yang bisa diucapkan.
Melihat itu, Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera berkata
lagi:
"Hiante, aku sudah tahu, apakah barang kawalanmu
dibegal orang?"
Si Berewok berpena baja manggut-manggut tanpa
menjawab.
"Tidak mengapa" hibur Wan Kiam ciu cepat, "sebagai
seorang lelaki kita harus dapat menghadapi setiap perubahan,
bisa diambil bisa pula dilepas, kau sudah lelah, beristirahatlah
dulu, kemudian baru pelan-pelan menceritakan kisah tersebut
kepadaku”
Cong piautau dari perusahaan Sin liong piau kiok memang
seorang lelaki yang hebat dan berjiwa besar.
Suma Thian yu yang berdiri dibelakang Si Berewok berpena
baja Tio Ci hui diam-diam merasa kagum sekali.
Pelan-pelan Si Berewok berpena baja mendongakkan
kepalanya, lalu dengan mata merah katanya sedih.
“ Toako, siaute tak becus, ternyata tak mampu melindungi
barang kawalan tersebut, yang lebih tak beruntung lagi,
mereka telah gugur semua ditangan musuh”
Dia lantas menceritakan semua kisah kejadian itu dengan
jelas, ketika berbicara tentang ketiga belas saudara yang
tewas, Tio Ci hui tak dapat membendung air matanya lagi.
Selesai mendengar laporan tersebut, Mo im sin liong wan
Kiam cie menunjukkan pula rasa sedih yang tebal, butiran air
mata tampak mengembang dalam kelopak matanya, tapi dia
masih berusaha keras untuk menahannya agar jangan meleleh
keluar.
Sampai lama kemudian, Wan Kiam ciu baru berkata.
“ Hiante, aku telah membuatmu susah selama ini, cepatlah
rawat lukamu, kau harus lebih mengutamakan kesehatan
badanmu....
Kemudian sambil menjura ke arah Suma Thian yu,
lanjutnya:
“Suma Siauhiap, terima kasih banyak atas bantuanmu,
siauhiap tentu merasa lelah bukan, silahkan mengikuti Tio
hiante masuk kedalam untuk beristirahat!"
Saking terharunya si Berewok berpena baja melelehkan air
mata dengan deras, tentu saja dia rikuh untuk pergi
beristirahat.
Tiga belas saudara telah gugur, sepasukan kereta barang
telah hilang....akhirnya ia tertunduk dengan sedih, titik air
mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu tidak menghalanginya untuk
menangis, dengan membawa perasaan sedih dia berjalan
masuk keruang da lam, sebelum berlalu, pesannya kepada
kasir.
"Turunkan bendera perusahaan, naikkan bendera berduka
cita!”
Bendera berduka cita merupakan bendera yang dinaikkan
untuk mengenang para piaucu yang tewas, setiap kali ada
yang jatuh korban dalam setiap perjalanan, cong piautau pasti
akan memerintahkan sang kasir untuk mengganti bendera
perusahaan dengan bendera segitiga pertanda duka cita
Malam itu seluruh perusahaan berada dalam suasana
hening, setelah cong piautau memerintahkan orang untuk
mengatur para tamu untuk tidur, dia mengurung diri dalam
kamar baca dan berjalan mondar mandir semalaman suntuk
dengan perasaan sedih.
Keesokan harinya, ketika Mo im sin liong Wan Kiam ciu
sedang berada dalam lamat-lamat tidur, mendadak ia
mendengar suara hiruk pikuk dari luar, Wan kiam ciu segera
tersadar kembali dari tidurnya.
Baru saja dia akan melangkah keluar dari kamar, seorang
pegawainya telah lari mendekat sambil berteriak:
“ Aduuh celaka... Cong.... Cong piautau panji duka cita
dicuri orang....
Diam-diam Mo im sin liong Wan Kiam merasa tertegun,
tapi dia masih berusahau untuk mempertahankan
ketenangannya, sambil mengulapkan tangannya dia berseru:
"Pergilah kau! Aku akan segera menyusul..."
Sepeninggal pegawainya, Mo im sin liong Wan Kiam ciu
mendongakkan kepalanya dan menghela napas panjang,
pelbagai pikiran serasa berkecamuk didalam benaknya, ia
tidak habis mengerti siapa gerangan manusia aneh
berkerudung hitam itu? Mengapa pula mereka bermusuhan
dengannya?
Tatkala Mo im sin liong Wan Kiam ciu tiba ditengah
lapangan, ditengah lapangan sudah penuh kerumunan ratusan
orang pegawai dan puluhan orang piausu, diantaranya
terdapat pula jago-jago persilatan yang kebetulan berkunjung
kesana.
Tatkala semua orang menyaksikan cong piautaunya
munculkan diri, suasana menjadi hening, sorot mata semua
orang ditujukan kearahnya dan setiap orang membungkam
diri dalam seribu bahasa.
Dengan senyuman getir menghiasi wajahnya, Mo im sin
liong Wan kiam ciu pelan-pelan berjalan ketengah arena dan
manggut-manggut kepada setiap orang yang dijumpainya.
Saat itulah, seorang kakek munculkan diri dari kerumunan
orang banyak dan berjalan menuju kehadapan Wan Kiam ciu,
setelah memberi hormat katanya:
"Lapor cong piautau, pagi tadi ketika Hui lam keluar hendak
menaikkan bendera, tiba-tiba dijumpai panji duka cita itu
sudah hilang, sementara diujung tiang bendera telah
ditemukan sebatang panah, silahkan congpiau memeriksanya"
Mendengar laporan itu, Mo im sin liong wan Kiam ciu
mendongakkan kepalanya, benar juga, di pucuk tiang bendera
itu telah sebatang anak panah.
Melihat itu, katanya sambil tersenyum:
“ Sim suhu, mundurlah dulu”
Menanti piausu yang bernama Sim Hui lam mundur, Mo im
sin liong wan Kian ciu melakukan perondaan ke seluruh
lapangan, kemudian baru berkata dengau suara lantang:
"Saudara sekalian, sejak didirikan hingga kini perusahaan
kita sudah bercokol selama dua puluh tahun lamanya, berkat
bantuan dari saudara sekalian, perusahaan kita baru berhasil
mencapai sedikit kemajuan seperti hari ini, lohu yakin tak
pernah menyalahi sobat sobat dari dunia persilatan, siapa tahu
berapa hari berselang barang kawalan kita dibegal orang,
kemarin panji duka cita juga dicuri orang, rejeki tidak tiba
berbareng, bencana tidak jalan sendiri, jelas hal ini merupakan
suatu pembicaraan dan suatu tantangan buat kita, yang patut
disesalkan hingga kini, kita masih belum mengetahui dengan
jelas siapa gerangan musuh kita tersebut."
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak terdengar
seseorang berseru keras.
“ Kalau begitu pembegal itu berkerudung?”,
Pelan-pelan Mo im sin liong wan Kian ciu mengangguk,
sambungnya lebih jauh:
"Benar! Mereka adalah sekawanan pencoleng berkerudung
hitam, tanpa kita ketahui siap mereka, mana mungkin kita bisa
turun tangan untuk melacaki jajaknya? Setelah lohu berpikir
keras semalaman suntuk, akhirnya aku berhasil menarik dua
kesimpulan"
Berbicara sampai disini, dia berhenti sejenak untuk
memandang orang-orang yang berada dihadapannya, setelah
itu sambungnya lebih jauh:
"Pertama kita tutup pintu perusahaan untuk mencari jejak
pencoleng, kedua melanjutkan usaha ini sambil menantikan
perubahan selanjutnya"
begitu ucapan tersebut diutarakan, suasana menjadi
gempar, masing masing saling berbisik membicarakan
persoalan itu, ada yang setuju gegasan pertama ada pula
yang menyetujui gagasan kedua, untuk sesaat suasana
menjadi kacau balau tak karuan.
Mo im sin liong sama sekali tidak melakukan tindak
pencegahan apa-apa, sebab ia sendiripun tidak tahu harus
memilih yang manakah diantara kedua macam gagasan
tersebut.
Ditengah suasana yang hiruk pikuk, mendadak terdengar
seorang pemuda berseru dengan lantang:
"Harap saudara sekalian sedikit tenang!"
Suara yang menggeledek itu kontan saja membuat suasana
dalam arena berubah menjadi tenang kembali, serentak
semua orang berpaling kearah pemuda itu.
Ternyata pemuda itu tak lain adalah Suma Thian yu yang
diajak datang bersama si Berewok berpena baja Tio Cihui
kemarin.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu memperhatikan Suma Thian
yu sekejap, lalu tanyanya dengan suara lembut:
"Siauhiap, apakah kau mempunyai suatu pendapat?"
Suma Thian yu segera menjura, kemudian sambil menuding
kearah tiang bendera itu katanya:
“ Asal panah tersebut dapat kita ambil, rasanya tidak sulit
untuk mengetahui siapakah musuh kita itu"
Mendengar perkataan itu, Mo im sin liong wan Kiam ciu
menjadi tertegun, ia mendongakkan kepalanya lalu
membungkam dalam seribu bahasa.
Perlu diketahui tiang bendera itu tingginya paling tidak
mencapai dua puluhan kaki bukan suatu pekerjaan yang
sudah untuk memanjat naik ke puncak tiang setinggi itu.
Mendadak dari tengah arena berkumandang suara teguran
yang amat merdu:
"Siauhiap, apakah kau berniat untuk menggajak kami
bergurau? Atau mentertawakan kami yang tak mampu naik ke
atas?"
Mendengar ucapan tersehat, Suma Thian yu segera
berpaling, tapi dengan cepat ia menjadi tertegun.
Ternyata dari tepi arena berjalan keluar seorang gadis
berbaju hijau yang cantik rupawan, kulit tubuhnya putih halus,
usianya enam belas tahun, mukanya bulat telur dengan
hidung yang mancung, bibir yang kecil dan mata yang jeli.
Boleh dibilang dia adalah seorane gadis yang cantik
rupawan, membuat Suma Thian yu menjadi tertegun dan lupa
untuk menjawab.
Tiba-tiba terdengar Mo im sin liong Wan Kiam ciu menegur
keras:
"Anak Lan, jangan kurangajar!"
Dengan cepat Suma Thian yu menjadi tersadar kembali,
segera pikirnya:
“ Ternyata dia adalah putri kesayangan dari Wan cong
piautau, tak heran kalau kecantikannya bagaikan bidadari dari
kahyangan"
Maka dia lantas menjura kepada nona itu sembari berkata:
"Nona telah salah paham, aku hnya bermaksud baik saja"
"Hmmm! Maksud baik?” nona itu menggigit bibirnya
kencang kencang, "tolong tanya, dari mana kau bisa tahu
kalau dengan mengambil panah tesebut maka kita akan
mengetahui siapakah musuh kita itu?”
“ Aku hanya berpendapat demikian, karena.....
Belum habis dia berkata, terdengar Mo im sin-Iiong telah
menukas sambil tertawa.
"Saudara sekalian, lupakan saja persoalan hari ini, apalagi
kesempatan sebaik ini juga sukar ditemukan, mengapa tidak
kita gunakan kesempatan ini untuk menggunakan suatu
perlombaan?”
Secara tiba-tiba Mo im sin-Iiong Wan Kiam cui
mengucapkan perkataan itu apalagi dalam suasana seperti ini.
Kontan saja semua orang dibikin kebingungan setengah
mati, semua orang tidak tahu rencana apakah yang terselip di
balik kesemuanya itu?
Setiap orang dengan wajah keheranan bersama-sama
menunggu ia melanjutkan kembali kata-katanya.
Menyaksikan semua orang merasa keheranan, Mo im sin
liong Wan Kiam ciu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh.....haahh......haahh apakah kalian keheranan?”
“ Kalian pasti mengira lohu sedang mencari gara-gara dalam
suasana seperti ini bukan?” jangan curiga, ilmu silat memang
melupakan suatu kepandaian yang harus dipacu untuk maju,
mengapa kita tidak manfaatkan kesempatan ini untuk
menyelenggarakan suatu perlombaan untuk memperebutkan
panah? Selain sebagai hiburan juga untuk mengendorkan
pikiran yang sudah penat dan lelah!
"Bagus sekali!” mendengar usul itu, semua orang segera
bersorak sorai dengan gembira.
Hanya siberewok berpena baja Tio Gi-hui seorang yang
memandang Wan Kiam ciu sambil termangu-mangu, dia cukup
mengetahui watak dari kakak angkatnya ini, mustahil dia bisa
melakukan perbuatan semacam ini dalam suasana dan
keadaan semacam ini, maka dalam hati kecilnya dia lantas
berpikir:
"Jangan jangan dia mencurigai Suma siaute? Kalau tidak,
mungkin ia sudah mengetahui kalau ada musuh yang telah
menyelundup dibalik kawanan manusia yang hadir sekarang?”
Si Berewok berpena baja Tio Gi-hui memang tak malu
disebut sebagai seorang jago kawakan dalam dunia persilatan,
ternyata apa yang dipikirkan Mo im sin liong Wan Kiam ciu
telah memerintahkan pegawai pegawainya untuk
membereskan lapangan, menyiapkan meja per jamuan dan
memerintahkan koki untuk menyiapkan hidangan dan arak.
Tak selang berapa saat kemudian, sekeliling lapangan
sudah dipenuhi oleh meja kursi, yang tersisa hanyalah tanah
lapang seluas lima kaki dengan tiang bendera itu sebagai
pusatnya.
Buru-buru Mo im sin liong mempersilahkan para tamu
untuk duduk, sedangkan dia bersama putri kesayangannya
duduk di meja utama disebelah timur.
Suma Thian yu duduk bersama dengan si berewok berpena
baja Tio Ci hui....
Setelah duduk, dengan suara lirih si Berewok berpena baja
Tio Ci hui segera berbisik kepada Suma Thian yu:
"Hiante, selama berada disini, berhati-hatilah dalam
pembicaraan maupun gerak gerik”
"Kenapa?" tanya pemuda itu keheranan.
"Kau harus tahu, kelewat menunjukkan kelihayanmu hanya
akan menuncing rasa dengki orang lain"
Si Berewok berpena baja Tio Ci hui hanya bisa berkata
demikian, karena dia sendiripun tidak mengerti apa maksud
yang sebenarnya dari kakak angkatnya itu.
Setelah semua orang duduk dan hidangan di keluarkan, Mo
im sin liong Wan Kiam ciu segera mengangkat cawannya
sambil bangkit ber diri, kemudian kepada semua orang
serunya;
“ Saudara sekalian, mari kita keringkan secawan arak,
perusahaan kami tak pernah menerima kunjungan kunjungan
yang begitu banyak dari tamu-tamu agung seperti hari ini,
adapun didalam peryelenggaran pertemuan ini, lohu selain
ingin menyelenggaraan permaian perebutan anak panah,
akupun ingin sekali menyaksikkan saudara sekalian bisa
memberikan pertunjukan yang menarik."
Ucapan tersebut mempunyai arti yang mendalam, beberapa
orang diantara mereka yang berperasaan tajam segera dapat
menangkap maksud lain dibalik ucapan tersebut, masing-
masing lantas membicarakannya dengan suara berbisik-bisik.
Selesai berkata, Mo im sim liong segera meneguk habis isi
cawannya, kemudian memandang sekeliling tempat itu sambil
menantikan reaksi.
Dalam waktu singkat, dari meja sebelah barat telah berdiri
seseorang, sambil menjura orang itu berseru:
Cong piauiau, siauloji akan turun kearena paling dulu.
Ternyata orang itu adalah piausu Sim Hui lam. Sambil
menggulung bajunya dia menuju ketengah arena, setelah
memberi hormat katanya:
"Sobat darimanakah yang ingin memberi petunjuk
kepadaku?"
Sim Hui lam merupakan seorang piausu yang paling
sombong dan tinggi hati dalam perusahaan tersebut,
walaupun dia cuma seorang jagoan dari kelas dua, namun
dihari-hari biasa dia sering membentak-bentak anak buahnya
atau mendamprat anak buahnya dengan kata kasar, sebab itu
banyak orang yang tak senang kepadanya.
Sudah banyak tahun dia bekerja dalam perusahaan, tetapi
belum pernah naik pangkat, maka begitu ada kesempatan
untuk memamerkan kepandaiannya, tentu saja dia tak akan
melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Begitu sampai ditengah arena, semua orang segera berbisik
membicarakan persoalan itu, sayang tak seorangpun yang
menampakan diri.
Melihat tiada orang yang menanggapi tantangannya itu, dia
menjadi rikuh sendiri, dan akhirnya sambil menjura kepada
Cong piautaunya dia berkata.
“ Cong piautau, bagaimana kalau Hui lam mainkan
serangkai ilmu pukulan saja untuk menghibur para tamu?"
“ Belum sempat Mo im sin liong menjawab, sesorang telah
melayang turun ketengah arena, kemudian sahutnya:
"Tidak perlu, biar aku saja yang menemanimu bermain
beberapa gebrakan....."
Sim Hui lam segera berpaling, ternyata orang itu adalah
seorang lelaki setengah umur yang berbaju perlente, sekilas
pandangan saja dapat diketahui kalau dia adalah tamu yang
berkunjung semalam, buru buru dia menjura sambil bertanya.
"Tolong tanya siapakah nama saudara? Kalau kau bersedia
untuk bermain beberapa geb rakan, hal ini lebih baik lagi"
Lelaki setengah umur itu menjura untuk membalas hormat,
lalu sahutnya.
Aku she Kang bernama Pun san, orang persilatan
menyebutku sebagai Cha gi sui (tikus bersayap), silahkan Sim
suhu memberi petunjuk"
“ Kalau begitu maaf..." kata Sim Hui lam sambil menjura.
Dengan jurus Hek hou tou sim (harimau hitam mencuri
hati) mendadak kepalan kanannya disodokkan ke perut si
Tikus bersayap Kang Pun san.
Kang Pun san tertawa nyaring, dengan cepat dia memutar
badannya menghindar, kemudian dengan jurus Hay see sian
sian (membunuh ular didasar laut) ia balas menumbuk jalan
darah Tay yang hiat ditubuh Sim Hui lam.
Bagaimanapun juga kalau orang orang dari kelas dua yang
sedang melakukan pertunjukan, pertarungan mereka meski
nampaknya tegang dan seru, padahal bagi orang yang ahli,
pertarungan itu ibaratnya perkelahian anak kecil sedikitpun
tidak menarik hati.
Wan Pek lan, putri kesayangan Mo im sin liong wan Kiam
ciu yang berada disamping ayahnya segera tertawa, serunya.
“ Huuh... .pada hekekatnya seperti tombak melawan tombak
mainan, sama sekali tak ada gunanya, ayah! Cepat suruh
mereka berhenti, jangan membuat perusahaan kita betul-betul
sampai kehilangan muka."
Baru saja ucapan gadis tersebut selesai diucapkan,
mendadak terdengar Sim Hui lam yang berada ditengah
arena menjerit kesaki tan:
"Aduuuuh......"
Kemudian sambil memegangi perut sendiri, tubuhnya roboh
ketanah, mukanya pucat dan peluh dingin jatuh bercucuran
dengan derasnya.
Si tikus bersayap Kang Pun san tertawa tergelak-gelak
seraya bsrseru:
"Maaf, maaf......!"
"Bagaikan seorang pemenang yang hebat, dia berdiri
ditengah arena dengan kepala di angkat dada dibusungkan,
tampaknya seperti lagi menunggu orang kedua terjun
kearena.
Sikap kekanak-kanakan semacam itu sungguh menggelikan
sekali.
Agak mendongkol juga Wan Pek lan menjumpai sikap
orang tua itu,
buru-buru serunya kepada ayahnya:
“ Ayah, bagaimana kalau Lan ji yang turun kearena untuk
membereskan dia....?”
"Baik!" sahut Mo im sin liong Wan Kiam ciu sambil
mengangguk, "cuma ingat, pertarungan ini hanya terbatas
sampai saling menutul, jangan sampai membuat kesalahan
dengan tamu."
Wan Pek lan bersorak gembira, bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya dia melesat ketengah udara, kemudian
bagaikan burung merak membentangkan bulu-bulunya, dia
melayang turun ditengah arena.
Gerakan tubuhnya indah dan lincah, segera disambut oleh
para jago dengan tempik sorak yang gegap gempita.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang menyaksikan gerakan
tubuh puterinya amat indah sehingga mendapat pujian dan
tepuk tangan orang banyak, dalam hatinya merasa girang
sekali, sepasang matanya sampai menyipit karena senyuman
yang kelewat tebal diwajahnya, lama sekalimulutnya
yang tertawa belum juga dirapatkan.
Dengan gerakan Kim ki tok lip (ayam emas berdiri disatu
kaki), Wan Pek lan berdiri dingin arena, kemudian sambil
tertawa dia berkata kepada si Tikus bersayap Kang Pun san:
"Kang tayhiap, boanpwee ingin sekali memohon petunjuk
beberapa jurus darimu, harap tayhiap suka banyak mencari
petunjuk"
Semenjak menyaksikan ilmu meringankan tubuh nona Wan
yang lincah dan cepat tadi, diam-diam si Tikus bersayap Kang
Pun san telah merasa gelisah sekali, terutama setelah
mendapat tantangan, diam diam dia mengeluh didalam hati.
Tapi, dengan watak Kang Pun san yang sombong, takabur
dan berlagak sok tentu saja tak mungkin baginya untuk
mengundurkan diri dengan ketakutan, bagaimanapun juga,
dia harus menghadapi kenyataan tersebut sambil menggertak
gigi.
Maka setelah balas memberi hormat, dia menyambut
dengan suara agak tergagap.
“ Aku orang she Kang beruntung dapat berkenalan dengan
nona, kejadian ini benar-benar merupakan suatu
keberuntungan buat aku orang she Kang...."
Sembari berkata, diapun memasang kuda-kuda yang
rendah dengan sepasang kepalan disiapkan didepan dada,
agaknya dia sudah bersiap siaga menghadapi lawan.
Sesungguhnya nona Wan merasa muak sekali terhadap
kawanan manusia yang sok berjual lagak seperti ini, melihat
sikap lawan, dia sengaja berdiri seenaknya sambil berkata
dengan suara dingin.
"Silahkan!"
Si Tikus bersayap Kang Pun san pun merasa amat
mendongkol menyaksikan sikap menghina dari nona Wan,
dengan perasaan marah yang berkabar dia berseru pula.
“ Maaf aku orang she Kang akan menyerang dulu"
Dengam jurus Ji yan jut ciau (burung walet keluar sarang),
kepalan tangan kiri menekan kedada lawan, sementara tangan
kanan mem babat payudaranya.
Bertarung melawan orang, terutama seorang pria
berhadapan dengan wanita, maka menyerang payudara anak
gadis merupakan suatu pantangan yang besar.
Pada dasarnya Kang Pun snn cuma seorang manusia kelas
tiga, lagi pula jarang sekali berkelana didalam duuia
persilatan, dalam gelisahnya ia sudah melupakan pantangan
tersebut.
Tapi kawanan jago berpengalaman yang menyaksikan
kejadian itu, kontan saja menjadi marah-marah sambil
menyumpah.
Terlebih-lebih nona Wan sendiri, kemarahannya kontan
memuncak, sepasang matanya mengawasi ancaman tersebut
lekat-lekat, kemudian secara tiba-tiba ia membentak keras:
“ Roboh kau!”
Tampak sepasang lengannya diayunkan kemuka secepat
sambaran petir, kontan saja si tikus bersayap seakan-akan
benar-benar be tumbuh sayapnya, seluruh badannya mencelat
sejauh satu setengah kaki lalu...."Buk!" badan nya terjatuh
keras keras diatas tanah. Bagaikan anjing budukan yang baru
terserang penyakit parah, sampai lama sekali ia belum juga
bisa merangkak bangun.
Tempik sorak yang gegap gempita kembali berkumandang
diseluruh angkasa, ditengah sorak sorai tersebut, nona Wan
menjura ke empat penjuru, lalu mengulumkamkan senyuman
manis dan merayu.......
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara panjang yang
menyakitkan telinga menggema dari meja sebelah barat,
menyusul kemudian tampak seseorang menampakkan diri
dengan berjumpalitan ditengah udara, kemudian meayang
turun tepat lima enam langkah dihadapan nona Wan. Nona
Wan mencoba untuk memperhatikan pendatang itu, ternyata
dia adalah seorang lelaki berusia tiga puluh tahun,
berperawakan setinggi enam depa, memelihara jenggot hitam
dan berdandan sebagai Busu, sebiiah pedang tersoren
dipunggungnya.
Begitu turun ke arena, dia segera meujura sambil
memperkenalkan namanya:
"Aku adalah Ban Hoan kiam (pedang selaksa bunga) Tan
Sim dari Thiam cong pay, sengaja datang untuk memohon
petunjuk dari nona."
Ketika Nona Wan menyaksikan potongan wajah orang ini
tidak memuakkan, rasa mendongkolnya seketika hilang
separuh, tapi begitu mendengar orang itu menggunakan nama
Thiam cong pay untuk menakut nakuti orang, seketika itu juga
hatinya jadi tak senang kembali, segera tanyanya dengan
cepat:
"Kau hendak beradu senjata? Ataukah beradu tangan
kosong belaka?"
"Kedua duanya sama saja" sahut Ban hoa kiam Tan Sim
dari Thiam cong pay sambii tersenyum, "toh tujuan dari
pertandingan silat yang di selenggarakan ayahmu hari ini
hanya bertujuan untuk menghibur hati, aku lihat lebih baik
kita beradu tangan saja"
Mendengar ucapan tersebut nona Wan termenung sejenak,
dan baru berkata:
"Sudah lama kudengar pihak Thiam cong pay termashur di
dunia persilatan karena ilmu pedangnya, lama sudah boanpwe
mengagumi hal itu, apalagi kesempatan macam ini jarang kita
jumpai, oleh karena itu boanpwe berharap bisa meminta
petunjuk dalam ilmu pedangnya saja, harap Tan tayhiap sudi
memberi muka padaku" Ban hoa kiam Tan Sim adalah adik
seperguruan dari It ci hoa kiam (pedang satu huruf bunga) Yu
Liang Gi, wataknya memang tidak menentu terutama sifat
ingin menang.
Mendengar sanjungan dari nona Wan, hatinya menjadi
gembira, paras mukanya ikut pula berubah-ubah, segera
sahutnya:
"Senjata tak bermata, seandainya nona terjadi apa
apa......."
Tidak menunggu dia menyelesaikan kata-katanya, dengan
cepat nona Wan berseru kembali:
"Dalam suatu pertarungan, tak urung kedua belah pihak
mungkin akan menderita luka, jika boanpwee sampai
menderita cidera, hal itu merupakan kesalahanku sendiri yang
belajar silat tak becus, mana mungkin aku bakal menyalahkan
Tan tayhiap? Harap kau jangan menampik keinginanku ini."
Ucapan dari nona Wan itu amat tepat dan beralasan sekali,
karena sehabis mendengar ucapan tersebut, Ban hoa kiam
Tan Sim segera berpaling kearah Mo im sin liong Wan Kian
ciu, Wan cong piautau seperti meminta persetujuannya.
Tentu saja Wan Kiam ciu segera manggut-manggut sambil
tersenyum tanda setuju. Melihat Mo im sin liong telah
memberikan persetujuannya, pelan-pelan Ban hoa kiam Tan
Sim meloloskan pedang nya dari sarung.
"Criiing!" berbareng dengan dilolosnya senjata tersebut,
tampak cahaya putih memancar Keempat penjuru dan amat
menyilaukan mata.
Melihat itu, serentak semua orang berteriak memuji.
"Sebilah pedang bagus!”
Ban hoa kiam Tan Sim makin gembira hatinya karena dipuji
orang banyak, pedangnya segera digetarkan ketengah udara
menciptakan selapis cahaya pedang yang amat tebal, tapi
sekejap mata kemudian kabut pedang itu tahu-tahu lenyap tak
berbekas.
Sekali lagi para jago yang menyaksikan demonstrasi itu
bersorak sorai memberikan tepuk tangan yang ramai,
kesemuanya ini membuat Ban hoa kiam Tan Sim merasa
senang sekali.
Nono Wan sendiri hanya meloloskan pedangnya dengan
suatu gerakan yang sederhana, kemudian sambil
menggenggam pedangnya ia turut menikmati demonstrasi Ban
hoa kiam Tam Sim yang sedang kegirangan itu.
Dalam nada itu, Suma Thian ya yang duduk disamping Si
pena baja bercambang Tio Ci hui bertanya dengan suara lirih:
“ Tio toako, bagai manakah kepandaian ilmu pedang yang
dimiliki nona Wan..?”
"Pertunjukan bagus segera akan berlangsung, hiante
mengapa kau mesti terburu napsu?" sahut sipena baja
bercambang Tio Ci hui dengan suara lirih.
Kontan saja Suma Thian yu merasakan wajahnya berubah
menjadi merah padam dan panas sekali, buru-buru dia
mengalihkan kembali perhatiannya ketengah arena.
Si pena baja bercambang Tio Ci hui melirik sekejap kearah
sipemuda itu, kemudian tertawa:
Orang bilang: Cinta yang mendalam, membuat perhatian
semakin menebal.
Tindakan Suma Thian yu yg begitu menaruh perhatian
terhadap nona Wan kelihatan amat menyolok, mungkinkah
secara diam-diam sianak muda itu telah jatuh cinta kepada
sinona?
Tidak!
Perlu diketahui, partai Thiam cong pay ketika itu amat
termashur karena ilmu pedangnya yang lihay, terutama
beberapa puluh tahun belakangan ini, boleh dibilang banyak
sekali jago lihay dari pihak Thiam cong pay yang bermunculan,
diantaranya nama It ci hoa kiam Yu Liang gi paling termashur.
Oleh karena itu, Suma Thian yu segera menarik kesimpulan
kalau adik seperguruan dari Yu Liang gi ini pastilah seorang
jago yang cu kup lihay pula, padahal nona Wan begitu lemah
gemulai, mungkinkah dia sanggup menghadapi kelihayan dari
seorang jago pedang kenamaan?
Sementara itu pertarungan ditengah arena sudah mulai
berkobar, nona Wan dengan menggunakan jurus Cay hong
tian ci (burung hong mementang sayap) melepaskan sebuah
tusukan mendatar keatas jalan daran Hoa kay hoat di tubuh
Ban hoa kiam Tan Sim.
Ban hoa kiam Tan Sim sebagai seorang jagoan dari Thiam
cong pay, tentu saja bukannya manusia sembarangan, melihat
datangnya ancaman tersebut, ia segera tertawa dingin.
Jilid 7 : Dewi burung hong Wan Pek lan
“SUATU SERANGAN yang amat baik!"
Mendadak kaki kanannya mundur kebelakang lalu
menyelinap kesamping meloloskan diri dari tusukan lawan,
kemudian pedangnya dengan jurus Bei lui cut hong (bunga
mawar baru mekar) pedangnya secepat sambaran petir
menusuk jalan darah Ki kiat dan Kian li hiat ditubuh nona
Wan.......
Dia lincah, ternyata nona Wan lebih lincah dia cepat, nona
Wan jauh lebih cepat lagi.
Perlu dlketahui, jurus serangan pertama dilancarkan nona
Wan tersebut pada hakekatnya merupakan suatu pancingan
terhadap mu suhnya, maka sewaktu musuhnya beikelit, tiba-
tiba ujung pedangnya berputar memainkan jurus Ji lay ciang
tiau (Ji lay menaklukkan rajawali) untuk menusuk ketubuh
lawan secepat kilat.
"Weeesss....” tahu-tahu ujung pedang itu sudah menusuk
ke arah tenggorokan Tan Sim.
Melihat datangnya ancaman tersebut, mau tak mau Ban
hoa Kiam Tan Sim bermandi peluh dingin juga karena
terperanjat.
Sungguh hebat manusia yang bernama Tan Sim ini, buru-
buru dia menggunakan gerakan jembatan gantung untuk
menjatuhkan diri ke belakang, kemudian sambil menarik
perutnya sambil melompat bangun pedangnya menggunakan
jurus Seng kay tu jin (putik bunga baru me kar) secara
beruntun melepaskan tiga buah serangan berantai.
Sreeeet! Sreeeeet! Sreeeet!" angin serangan yang tajam
bagaikan amukan ombak samudra serentak menggulung ke
atas tubuh nona Wan.
Sekalipun nona Wan merupakan seorang ahli silat, toh dia
merasa tak tahan juga menghadapi serangan lawan yang
beruntun, cepat-cepat dia mundur sejauh empat langkah ke
belakang untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Tapi dengan terjadinya peristiwa ini, maka hal tersebut
segera membangkitkan pula perasaan ingin menang didalam
hati nona Wan.
Sebagai putri kesayangan cong piautau, tentu saja nona itu
merasa kejadian yang baru di alaminya merupakan suatu
kejadian yang amat memalukan, maka dia bertekad untuk
merebut kembali keadaan tersebut dari lawannya.
Terdengar gadis itu berpekik nyaring, lalu pedangnya
menggunakan gerakan Po hong pat ta (angin puyuh meryapu
delapan penjuru) dan tubuhnya menggunakan gerakan
Hwesio hong luo liu (angin puyuh menggoyangkan liu) segera
meneroros masuk kedalam pertahanan lawan, setelah itu
secara beruntun dia lancarkan empat buah serangan berantai,
serangan demi serangan, jurus demi jurus dilancarkan secara
gencar dan amat dahsyat.
Ban hoa kiam Tan Sim hanya merasakan cahaya pedang
yang berada didepan matanya amat menyilaukan mata dan
desingan angin dingin menyayat badan, untuk sesaat dia
menjadi gugup dan tak sempat melihat jelas ancaman lawan,
serta merta dia melompat mundur kebelakang untuk berusaha
menghindarkan diri dengan, tindakannya itu dia justeru
terjebak kedalam perangkap nona Wan, mendadak terdengar
nona Wan berpekik nyaring, ujung bajunya berkibar
terhembus angin, secepat kilat pedangnya menusuk ke tubuh
lawan.
Selama hidup belum pernah Ban hoa kiam Tan Sim
menyaksikan gerakan tubuh secepat ini, menanti dia sadar
kalau nana Wan sedang menerjang tiba, waktu sudah
terlambat.
Dalam keadaan begini, dia segera terpekik nyaring.
"Mampus aku kali ini!"
Belum habis teriakan itu bergema, terdengar suara baju
yang robek kemudian sirapnya cahanya pedang Nona Win
telah berdiri ditengah arena dengan senyum dikulum.
"Maaf, maaf!" katanya.
Ban hoa kiam Tan Sim masih saja berdiri dengan wajah
kebingungan, sampai-sampai pakaian bagian dadanya yang
robek memanjangpun sama sekali tidak dirasakan olehnya,
sungguh mengenaskan sekali keadaannya.
Menanti semua jago mentertawakannya, Ban hoa kiam Tan
Sim baru tahu kalau baju bagian dadanya sudah robek, tentu
saja rasa malunya bukan alang kepalang. Dalam keadaan
begini, setebal tebalnya muka, diapun merasa rikuh untuk
tinggal disitu lebih lama lagi, terpaksa sambil menjura
katatanya :
"Ilmu pedang yang nona miliki sungguh hebat sekali, aku
orang she Tan benar-benar merasa kagum sekali, dikemudian
hari bila ada kesempatan lagi aku pasti akan memohon
petunjuk lebih jauh, maaf, aku mohon diri lebih dulu!”
Tanpa memberi hormat lagi kepada semua orang, dia
segera membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Kepergian Ban hoa kiam Tan Sim dalam ke adaan gusar
sekarang, pada akhirnya akan menimbulkan banyak sekali hal-
hal yang tak di inginkan, cuma kesemuanya itu terjadi
dikemudian hari....
Sementara itu, Nona Wan merasa girang sekali setelah
secara beruntun berhasil menangkan dua orang jago, baru
saja dia akan meng gunakan kesempatan itu untuk mundur
kembali ke tempat semula, mendadak ia mendengar ayahnya
sedang berbisik dengan menggunakan ilmu menyampaikan
suaranya:
"Lan-ji, sekarang kau boleh mengumumkan permainan lain
yang lebih bermutu!"
Setelah mendengar peringatan dari ayahnya lewat ilmu
menyampaikan suara, nona Wan baru teringat kembali dengan
tujuan yang terutama dari ayahnya sewaktu
menyelenggarakan pertemuan ini.
Maka dia lantas menuju kembali ketengah arena dan
menjura keempat penjuru, setelah itu katanya:
"Cianpwee sekalian, tadi ada seorang tamu yang
menemukan diatas tiang bendera terdapat sebatang anak
panah tersebut sebagai bahan permainan, mari kita lihat siapa
yang dapat mengambil turun anak panah tersebut, tentu
saja dia pula pemenangnya, dan sebagai pemenang tentu saja
ada hadiahnya"
Selesai berkaca dia memandang sekejap lagi sekeliling
arena, kemudian melanjurkan;
"Cianpwe manakah yang hendak mendemonstrasikan ilmu
meringankan tubuhnya paling dulu?"
Seraya berkata dia lantas mengundurkan diri ke samping.
Pada saat itulah, si Pena baja bercambang Tio Ci hui
berbisik lirih kesisi Suma thian yu.
"Hiante, lebih baik dapat mempertahankan ketenanganmu
sambil menunggu terjadinya segala perubahan"
“ Mengapa?" tanya Suma Thian yu keheranan.
"Pokoknya asal kau turuti perkataanku, hal ini tak bakal
salah lagi, bagaimanakah hasil dari peristiwa ini, kau akan
segera mengetahui dengan jelas”
"Apakah Wan cong piautau mempunyai suatu rencana?"
"Sett.. jangan keras keras" buru-buru Tio Ci hui
mencegahnya berbicara lebih jauh.
Semenjak nona Wan mengemukakan usulnya, hingga kini
masih belum nampak ada seorang manusiapun yang
menempakkan diri, agaknya semua orang tidak berani
menunjukkan kejelekannya.
Padahal berbicara sebenarnya, untuk mencapai tiang
bendera setinggi ini, seandainya seseorang tidak memiliki
ilmu meringankan tubuh yang tiada taranya di dunia ini,
mustahil hal tersebut dapat dilakukan olehnya..."
Melihat tiada orang yang maju, Nona Wan merasa girang
sekali, buru-buru serunya dengan lantang.
"Kalian kelewat sungkan dan terlalu memandang luar biasa
persoalan begini saja! Biar boanpwe mendemontrasikan
kejelekan lebih dulu seandainya gagal, barulah mohon
cianpwe sekalian sudi mewakiliku”
Seraya berkata dia lantas membetulkan pakaiannya
sambil bersiap sedia melakukan lompatan.
Perlu diketahui, sejak kecil nona Wan sudah mendapat
didikan dari ilmu ayahnya Mo im-sin liong untuk mendalami
ilmu silat maupun ilmu meringankan tubuh, kepandaian yang
dimilikinya waktu itu boleh dibilang sudah mencapai ke
tingkatan yang amat sempurna.
Selama ini Mo im sio liong wan kiam ciu memang
termashur didalam dunia persilatan ilmu pukulan Hu mo ciang
hoat serta ilmu meringankan tubuh Mo im sin hoat yang luar
biasa.
Kata orang begitu ayahnya begitu pula anak nya. Sejak
kecil nona Wan sudah amat gemar mempelajari ilmu
merinuankan tubuh, ditambah lagi ramainya bakatnya bagus
dan otaknya memang encer, maka kemajuan yang
diperolehnya boleh dibilang cepat sekali.
Itulah sebabnya orang menghormatinya sebagai Bi hong
siancu (Dewi burung hong cantik)
Tampaknya gadis itu meloloskan pedangnya dan
mengencangkan ikatan tali pinggangnya kemudian setelah
bersiap menghimpun tenaga dia menjejakan kakinya keatas
tanuh dan meluncur bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dengrn gerakan Ii hong cong thian (burung bangau
menerjang angkasa).
Sekali lompatan, tubuhnya telah mencapai belasan kaki
tinggi nya, ketika gerakannya sudah hampir berhenti,
mendadak sepasang kakinya menyambar tiang bendera
tersebut, kemudian dengan meminjam tenaga pantulan
tersebut badannya melayang dua kaki lagi, kini tinggal lima
kaki lagi untuk mencapai puncak tiang bendera tersebut.
Sementara itu tempik sorak dan sorak-sorai yang gegap
gempita telah berkumandang dari bawah, bahkan adapula
hadirin yang sudah bangkit dari tempat duduknya sambil
memuji.
Dibawah tempik sorak yang gegap gempita, tubuh nona
Wan melompat naik satu kaki lagi.
Sayang pada saat itulah hawa murni dalam pusarnya habis
terpakai, kecuali sepasang tangan nya segera menyambar
tiang bendera itu dan melanjutkan dengan jalan merangkak,
tiada cara lain lagi bagi nona itu untuk melanjutkan usahanya
untuk mencapai puncak tiang bendera dan mengambil turun
panah tersebut.
Beratus-ratus pasang mata para jago yang berada dibawah
tiang bendera segera berdebar keras, semua orang merasa
tegang dan bersama sama mengikuti gerak gerik si nona itu
Sayang nona Wan tidak melakukan hal itu, mendadak dia
berjumpalitan dan meluncur lagi kebawah dengan kepala
dibawah kaki diatas.
Beberapa orang diantara jago yang bernyali kecil segera
berteriak kaget.
"Oooooh, berbahaya...!”
Siapa tahu baru saja jeritan itu dilontarkan nona Wan telah
berjumpalitan kembali dengan kaki dibawah kepala diatas,
dengan selamat melayang turun kembali ke tanah tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.
Meski tugasnya tak terselesaikan, namun perbuatannya itu
mendapatkan pujian dan tepuk tangan yang ramai.
Bi hong siancu Wan Pek lan segera menju kepada para
hadirin dengan wajah tersipu-sipu, kemudian mengundurkan
diri ke tempat duduknya semula.
Setelah menghibur putrinya, pelan-pelan Mo im sin liong
wan Kiam ciu bangkit meninggalkan tempat duduk, kemudian
berjalan menuju ke tengah arena.
Seketika itu juga suasana dalam arena menjadi hening dan
sepi, karena semua orang mengira Mo ini sin liong wan Kiam
ciu hendak turun tangan sendiri, maka seluruh perhatian
orang tertuju kepadanya.
Ada diantara mereka yang belum pernah menyaksikan
kelihayan ilmu silat Wan congpiau tau, segera timbul harapan
dapat menyaksikan kelihayan jagoan tersebut
Mo im sin hong wan Kiam ciu memperhatikan sekejap
sekeliling arena, lalu dengan suara dalam dan berat ujarnya.
"Saudara sekalian, kamu semua adalah sahabat karib aku
Wan Kiam ciu, karena itu lebih baik akupun berbicara secara
terus terang. Berapa hari berselang, barang barang kawalan
dari perusahaan kami telah dibegal orang, semalam kantor
kamipun kemasukan orang, dua peristiwa yang memalukan ini
boleh dibilang baru pertama kali ini dialami oleh perusahaan
kami, sudah beberapa kali aku memutar otak untuk mencari
tahu sebab kesalahanku ini tak aku yakin menyalahi sahabat
dari manapun, oleh karena itu kurasa dibalik kesemuanya ini
tentu ada hal-hal yang tak beres”
Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar, pelan-pelan
serot matanya dialihkan kepada wajah Suma thian yu,
kemudian kemudian sambungnya:
Aku rasa orang yang melakukan pembegalan itu sudah
pasti teman baru dari dunia persilatan, kalau tidak siapa pula
yang berani menyusahkan aku orang she Wan? Untung saja
setiap persoalan pasti ada waktunya untuk terbongkar secara
tuntas, karenanya aku mohon bantuan dari sobat sekalian
untuk bersama-samaku menyelidiki persoalan ini disamping
mohon petunjuk.
“ Sekarang, marilah kita lanjutkan permainan tadi, bila
saudara sekalian enggan untuk menunjukkan kejelekan,
bagaimana kalau aku orang she Wan saja yang menunjuk
orangnya?
Baru saja Mo im sin liong Wan kiam ciu menyaksikan
perkataannya, dari arena segera terdengar suara teriakkan
orang yang menyatakan persetujuannya.
Mo im sin liong Wan kiam ciu segera tersenyum, dia
memandang kearah Suma thian yu lalu berkata:
"Kumohon Suma siauhiap sedia memberi petunjuk! Kau
adalah orang pertama yang menemukan anak panah dipuncak
tiang, karena itu mohon Suma siauhiap sudi menunjukkan
pula kebolehanmu. Nah, saudara sekalian mari kita bertepuk
tangan untuk siauhiap kita ini!"
Diam-diam Suma Thian yu agak tertegun juga ketika
dilihatnya Mo im sin liong Wan Kiam cu menunjuk kearahnya,
satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya:
"Jangan-jangan dia mencurigai aku sebagai orang yang
membegal barang dan meningga1kan tanda panah dipuncak
tiang? Yaa,benar, sewaktu berbicara tadi, dia selalu
memandang kearahku.”
Meski dalam hati ia berpikir demikian, tanpa terasa pemuda
itu berdiri juga, ujarnya sambil menjura:
“ Aku hanya mengerti sedikit kepandaian kasar saja, tak
berani menunjukkan kejelekanku dihadapan orang”
"Aaah... Suma sauhiap terlalu sungkan" seru Mo im sin
liong Wan Kiam ciu sambil tertawa, "pertemuan semacam ini
jarang bisa di jumpai, jang Tio Ci hui, mengapa siauhiap narus
menampik?"
Begitu Mo im sin liong Wan Kiam ciu selesai berbicara,
seorang lo piasu segera bangkit berdiri seraya berkata:
“ Apakah Suma sauhiap tidak memandang sebelah mata
kepada kami? Bagaimana watak Wan cong piautau bukankah
kau ketahui,, apakah dia kurang memberi pelayanan
kepadamu?”
Ucapan lo piasu ini agak emosi dan bernada keras, sama
sekali tidak mirip sikap seorang tuan rumah kepada tamu.
Suma Thian yu sepera mengalihkan sorot matanya kewajah
si piausu itu, setelah meman dang sekejap dingan sorot mata
dingin, dia menyahut cepat: "Andaikata aku tidak memiliki
kepandaian apa-apa, bukankah hal ini sama artinya dengan
memberi kesulitan kepada orang lain?”
Piasu tua itu mempunyai kedudukan setingkat dibawah
Sipena baja bercambang Tio ci hui, tapi karena wataknya yang
beranggasan, pandangannya yang sempit, maka orang
menyebutnya sebagai Boan thian hui (terbang memenuhi
angkasa) Ya Nu.
Boan thian hui Ya Nu kontan saja tertawa dingin setelah
mendengar perkataan dari Suma thian yu, serunya:
"Suma siauhiap, dihadapan orang lebih baik jangan
berbohong, kau bisa menemukan anak anah dipuncak tiang,
hal ini menunjukkan kalau kau memiliki ketajaman mata yang
melebihi orang lain, masa kau tidak memiliki kemampuan
untuk mencapai puncak tiang tersebut?”
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak-bahak.
""Hahahaha......apa susahnya kalau hanya soal itu?” Aku
masih dapat melihat kalau diujung anak panah itu terikat
secarik kertas!”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, suasana dalam arena
menjadi gaduh, semua orang segera mengalihkan sorot
matanya kepuncak tiang benderu itu, tapi seiain kabut tipis
ternyata mereka tidak berhasil menyaksikan apa-apa.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera tertawa dingin, tiba-
tiba sindirnya:
"Bila dugaan lohu tidak meleset, Suma siau biap pasti dapat
melihat pula isi surat tersebut."
Sudah jelas kalau ucapan itu mengandung suatu nada
ejekan dan suatu peringatan, tentu saja Suma Thian yu dapat
menangkap pula arti lain dari perkataan itu.
Hatinya makin mendongkol lagi, dengan cepat dia berpikir:
"Aku Suma Thian yu bukan seorang manusia yang takut
urusan, kalau toh kau bersikap begitu kasar kepadaku,
mengapa pula aku harus bersikap sungkan terhadap dirimu?"
Berpikir demikian, dia lantas berkata:
“ Wan cong piutau mempunyai maksud yang mendalam
sekali, sayang aku tidak memahami maksud ucapan Wan cong
piautau yang sebenarnya. Baiklah, kalau toh semua orang
memaksa aku untuk mempamerkan kejelekan, aku menurut
saja"
Sembari berkata pelan-pelan dia berjalan menuju ketengah
arena.
Sementara itu beratus pasang mata para jago telah
ditujukan kepadanya, di antara sekian banyak orang, yang
paling merasa kuatir adalah si Pena baja bercambang Tio Ci
hui.
Dia cukup mengetahui jelas watak dari Suma Thian yu,
bahkan sekarang tak langsung menyangkut pula dirinya
sendiri.
Tapi bagaimana pun kuatirnya dia, kenyataan kini sudah
mulai terbentang didepan mata.
Suma Thian yu tiba ditengah arena, dia berdiri sambil
membusungkan dada dan tidak menunjukan perasaan takut,
sambil menatap tiang bendera itu ia berpekik keras
memekikkan telinga yang mendengar.
Ditengah suara pekikken nyaring yang mekikkan telinga,
mendadak nampak Suma Thian yu melompat ketengah udara
setinggi dua puluh kaki lebih, sewaktu tenaganya sudah
hampir mengendor, tiba tiba sepasang kakinya saling
bertumpukan satu sama lainnya.
Ternyata dia telah mengeluarkan ilmu Liu im ti (tangga
menuju awan) yang sudah lama punah. Dengan gerakan
tubuh seperti inilah tubuhnya melambung ketengah udara dan
ternyata mampu melampaui puncak tiang bendera.
Di tengah sorak para jago yang gegap gempita, Suma
Thian yu sudah berputar satu lingkaran dipuncak tiang
bendera itu lalu melayang turun kembali ketanah.
Ketika mencapai tanah, wajahnya tidak berubah, napas tak
memburu, tapi di tangannya telah bertambah dengan
sebatang anak panah.
Suasana di arena yang tiba-tiba hening bagaikan mati
dengan cepat menjadi gaduh kembali oleh suara suara sorak
sorai yang mem memekikkan telinga, tak lama setelah
pemuda itu berhasil mencapai tanah.
Demonstrasi kepandian silat yang dilaku kau Suma thian yu
ini selain membuat semua orang tertegun, bahkan Wan kiam
ciu sendiri pun terbelalak dengan mara melotot besar, dia
benar-benar dibuat terkesiap oleh kelihayan lawannya.
Sepasang mata Wan Pek hong yang jeli dan lembut
seakan-akan terhisap oleh suatu kekuatan besar, ternyata
diapun turut menatap wajah Sama Thian yu lekat-lekat.
Tentu saja perbuatannya dengan pandangan yang begitu
mesrah tak diketahui oleh siapapun.
Sambil membawa anak panah itu, Suma Thian yu segera
mempersembahkan anak panah iadi kehadapan Mo im sin
liong Wan Kiam ciu. katanya kemudian:
"Untung saja aku tidak membuatmu kecewa”
Mo im sin liong Wan Kiam ciu segera menerima anak panah
tersebut, benar juga diujungnya terikat segulung kertas.
Dengan cepat kertas itu, ternyata isinya berbunyi demikian:
"Uang kawalan sudah diterima, waktu membayar tiada
batasnya”
Dibawah tulisan itu terlukiskan sebuah topeng muka setan.
Selesai membaca tulisan itu, dengan gemas Mo im sin liong
menggumpal kertas sebut menjadi satu kemudian
membantingnya ketanah, setelah itu sambil tertawa seram
katanya :
“ Waktu membayar tiada batasnya!. Hmm, benar-benar
suatu ucapan yang tekebur, asal aku Wan Kiam ciu masih bisa
hidup, uang terbegal pasti akan kucari sampai ketemu”
Berbicara sampai disitu, dengan sorot mata yang tajam dia
mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat, kemudian
ujarnya dingin :
"Siauhiap, merepotkan dirimu saja. Tapi, apakah siauhiap
dapat mengisahkan kembali apa yang telah kau jumpai waktu
itu?”
Sejak semula Suma Thian yu sudah menaruh perasaan tak
puas terhadap Wan Kiam ciu ta pi setelah dia membayangkan
kembali seandai nya dia yang menjadi Mo im sin liong dan
menghadapi keadaan seperti itu, apakah dia tak akan bersikap
semacam itu pula?
Cuma saja, dia merasa amat penasaran kalau dirinya
dianggap mempunyai hubungan dengan para pembegal
barang kawalan tersebut.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepa lanya
memandang wajah Mo im sin liong kemudian secara ringkas
dia menceritakan kembali apa yang telah dijumpainya waktu
itu.
Sambil mendengarkan dengan seksama, diam-diam Mo im
sin liong Wann Kiam ciu mengawasi terus perubahan wajah
dari Suma Thian yu, me nanti pemuda itu menyelesaikan
ceritanya, dia baru menarik kembali sorot matanya seraya
berkata:
"Siauhiap, benarkah ceritamu itu?" "Tentu saja sebenar-
benarnya
"Ooooh .... tolong tanya apa sebabnya manusia
berkerudung itu munculkan diri lagi didepan mulut gua?
Apakah setelah membegal barang kawalan kami, diapun tak
mau melepaskan nyawa Tio hiante?"
Pertanyaan hu diajukan amat lihay, karena Suma Thian yu
sama sekali tak mampu untuk menemukan alasan si manusia
berkerudung itu mencari dirinya, maka setelah ditanya balik
oleh Wan Kiam ciu, diam-diam Suma Thian yu menjadi amat
terperanjat.
Untuk melanjutkan rasa curiga tersebut, Suma Thian yu
terpaksa harus membuka rahasia diri nya dengan berkata:
"Manusia berkerudung itu munculkan diri karena hendak
merampas pedangku ini!"
Setelah ucapan tersebut diutarakan, semua orang baru
mulai memperhatikan pedang yang digembolnya itu.
Tampaknya Mo im sin liong Wan kiam ciu ingin mengetahui
persoalannya sampai jelas, ia segera mendesak lebih jauh:
"Tolong tanya pedang apakah yang siauhiap gembol itu?"
Suma Thian yu merasa semakin tak senang hati, tapi
sahutnya juga dingin: "Kit hong kiam"
"Kit hong kiam? Mo im sin liong Wan Kiam ciau menjerit
kaget, "rupanya kau adalah ahli waris dari Kit hong kiam kek
Wan Liang, maaf maaf......."
Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun wajah Wan
Kiam ciu sudah diliputi hawa amarah.
Begitu selesai berkata, dia segara berpaling dan melotot
sekejap kearah Pena baja bercambang Tio Cihui dengan
penuh kegusaran, te riaknya kemudian ;
"Hiante, apakah kau sudah mengerti?"
Sejak melihat Suma Thian yu terjun kearena tadi, si Pena
baja bercambang Tio Ci hui su dah merasa amat panik seperti
duduk dikursi beracun saja, dia kuatir kalau sampai Suma
Thian yu menjadi naik pitam oleh kesalahpahaman tersebut.
Maka ia makin terkesiap lagi setelah ditegur oleh kakak
angkatnya dengan gusar, tahu kalau urusan telah berkembang
ma kin runyam, terpaksa sambil menggerttk gigi keras dia
bangkit berdiri sambil menyahut:
"Aku tahu!"
Mendengar itu, kemarahan Mo im sin liong Wan Kiam ciu
tak terkendalikan lagi, segera bentaknya keras-keras,
"Mengapa kau berkenalan dengan kaum pembegal?"
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui sendiripun dibuat naik
pitam setelah mendengar tuduhan kakak angkatnya yang
tanpa dasar, baru saja dia akan membantah, mendadak terde
ngar Suma Thian yu berpekik keras, dengan sorot mata tajam
dia melotot gusar kearah Wan Kiam ciu, kemudian serunya:
"Wan tayhiap, kalau berbicara harap sedikit tahu diri,
jangan menfitnah orang semaunya sendiri, kau harus tahu
kalau menfitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! Dalam
hal apa
aku Suma Thian yu mirip pembegal? Aku harap kau bisa
memberi keterangan yang jelas kepadaku!"
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang merasa dirinya ditegur
seorang pemuda ingusan didepan orang banyak, menjadi turut
naik darah, dengan mata melotot besar bentaknya keras:
"Kit hong kiam kek Wan liang merupakan musuh umat
persilatan, kaum pencoleng yang rendah martabatnya, kau
anggap dirimu bisa baik sampai seberapa jauh?"
Benar-benar suatu peristiwa yang tak disangka seorang
pimpinan umat persilatan yang dianggap orang sebagai lelaki
sejati ternyata mencaci maki seorang bocah yang baru terjun
kedalam dunia persilatan dihadapan umum. Agaknya Wan
kiam ciu sudah tidak dapat mengendalikan perasaan gusarnya
lagi:
Suma thian yu bukan seorang pemuda yang suka dimaki
orang, apalagi orang menghina paman Wan yang
dihormatinya, hal ini membuatnya semakin tak tahan.
Apalagi bila membayangkan saat kematian paman Wan nya
dalam keadaan mengenaskan, darah panas didalam dadanya
serasa mendidh.
Dengan suara menggeledek ia segera membentak keras:
"Bajingan tua, tutup bacot anjingmu!"
Telapak tangan yang penuh berisikan tenaga dalam segera
diayunkan ke tubuh Mo im sinliong Wan kiam ciu dengan
kekuatan yang sangat mengerikan hati.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia tak cepat
mempertimbangkan lagi apakah disekeliling tempat itu penuh
dengan anak buah Mo in sin liong
Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu dengan
kekuatan penuh ini segera meluncur ke depan dengan amat
dahsyatnya.
Betul Mo im sin Iiong Wan Kiam ciu merupakan seorang
pendekar besar dari utara dan sejalan sungai besar yang
berilmu tinggi namun setelah menyaksikan datangnya angin
pukulan yang begitu dahyat, hatinya terkesiap juga dibuatnya,
cepat-cepat ia menyingkir kesamping untuk meloloskan diri.
"Blaaaamm.....!" terdengar suara benturan keras yang
memekakkan telinga menggelegar memecahkan keheningan.
Debu dan pasir segera beterbangan memenu hi angkasa,
semua orang membelalakkan mata nya lebar-lebar dengan
mulutnya melongo, sa king kagetnya semua orang sampai
melompat bangun dari tempat duduknya.
Menanti pasir dan debu sudah sirap dan semua orang
dapat melihat jelas pemandangan disekeliling tempat itu,
jeritan kaget sekali lagi bergema memecahkan keheningan.
Ternyata permukaan tanah dimana Mo im sin liong Wan
kiam cui berdiri telah muncul sebuah liang sedalam satu depa
dengan luas lima depa, suatu daya pukulan yang menggidikan
hati.
Dengan adanya kenyataan ini, mau tak mau semua orang
harus memperbaharui kembali penilaian mereka terhacap
kemrmpuan Suma thian yu ini.
Pada saat itulah, tiba tiba dari tengah udara melayang
sesosok tubuh manusia.
Menanti Suma Thian yu melihat jelas paras muka orang itu,
dihadapsnnya telah bertambah dengan seorang piausu tua,
dia tak lain adalah Boan thian hui Ya Nu.
Begitu munculkan diri, dia segera menjura kepada Wan
Piautau, setelah itu katanya.
"Cong piautau, membunuh ayam buat apa menggunakan
golok kerbau? Untuk membereskan seorang bocah ingusan,
tak usah kau turun tangan sendiri, lebih baik lohan saja yang
mewakilinya!"
Mo im siu liong Wan kiam ciu sebagai seorang pimpinan,
tentu saja merasa kurang leluasa untuk bertarung pada babak
pertama, maka dia segera menangguk tanda setuju dan
mengundurkan diri kebelakang.
Tindakan tersebut sedikit banyak menunjuk kan pula
kelemahan dalam hatinya serta perasaan takutnya tapi orang
lain tak akan mengetahui akan hal ini.
Setelah melancarkan serangan dengan kekuatan dahsyat
tadi, Suma Thian yu merasa sedikit agak menyesal, karena
pena baja berecambang Tio ci-hui barangkali telah menasehati
nya agar bersabar dan jangan kelewat memper lihatan
kehebatannya. Akan tetapi setelah menyaksikan sikap Boan
thian hui Ya Nu yang begitu takabur dan sombong, api
kegusaran yang telah padam, kini mulai berkobar kembali
dalam dadanya.
Boan thian hui Ya Nu memang benar-benar sombong
sekali, dengan amat takabur serunya:
"Bocah keparat, cabut keluar pedang Kit hong kiam mu,
aku ingin tahu apakah murid ajaran dari Wan Liang adalah
seorang manusia tiga kepala enam langkah?"
Sembari berkata ia sembari melepaskan senjata sam ciat
kun (petungan beruas tiga) nya sambil mempersiapkan diri.
Biasanya orang yang dapat memainkan sanjata sam ciat
kun merupakan seorang jagoan silat yang berilmu tinggi, Boan
thian hui Ya Nu bisa menduduki kursi ketiga dalam
perusahaan Sin liong piaukiok, tentu saja kedudukan tersebut
bukan diraih secara untung-untungan.
Suma thian yu memandang sinis sikap Boan thian hui,
setelah memandang sekejap kearahnya, dia lantas berkata:
"Dengan dirimu aku tak pernah punya dendam dan sakit
hati, buat apa kita muski saling bertarung dengan
menggunakan kekerasan? Maaf aku sedikit jual mahal,
bagaimana kalau kumohon petunjuk darimu dengan
menggunakan tangan kosong saja?"
Boan thian hui Ya Nu adalah seorang manusia yang
sombong dan takabur, tapi dia tak mengira kalau lawannya
lebih takabur dari pada
dirinya, kontak hawa amarahnya memuncak.
“ Bocah keparat, kau sudah bosan hidup rupanya? Atau
mungkin kau memandang rendah diriku? Bentaknya keras-
keras.
” Kedua-duanya bukan!” Jawaban dari Suma thian yu yang
dingin dan angkuh.
Ucapan tersebut tak ayal lagi merupakan sebuah bom atom
yang segera mengubah suasana tegang menjadi makin panas.
Pertama-tama Boan thian hui Ya Nu tak bias menahan diri
dulu, sambil maju kedepan, tongkatnya dengan jurus pau lui
ki ciau (guntur dahsyat menyerang ular) langsung
menghantang tulang leng kay kut ditubuh Suma thian yu.
Seandainya berganti dengan seseorang berjiwa gagah, tak
mungkin mereka akan menghadapi lawannya yang masih
muda apalagi yang bertangan kosong itu dengan
menggunakan senjata.
Dasar Boan thian hui Ya Nu memang seorang yang
bermuka tebal, dia sama sekali tidak ambil peduli akan hal itu,
baginya yang penting serangan tersebut akan mengenai
sasarannya secara telak.
Dengan cekatan Suma thian yu berkelit kesamping untuk
menghindarkan diri, kemudian sindirnya:
“ Orang she Ya, dalam tiga jurus aku akan menyuruhmu
melepaskan senjata Sam ciat kun!”
“ Kentut busuk!” teriak Boan thian hui Ya Nu dengan sekujur
badan bergetar keras, coba kau rasakan serangan ku ini lagi!
Sembari berkata, dengan jurus Im hong huang sau(angin
dingin menyapu hebat) dia langsung menyapu pinggang Suma
thian yu.
Sianak muda ini sudah merasa kalau persoalan yang
dihadapi hari ini tak bias diselesaikan dengan begitu saja,
maka ditunggunya toya itu hamper mengenai tubuhnya, dia
baru merendahkan tubuhnya kesamping, ayunan tongkat
Boan thian hui Ya Nu persis menyambar lewat dua inci diatas
batok kepala pemuda itu.
Ilmu gerakan tubuh patah tulang yang didemontrasikan
oleh Suma Thian-yu ini benar-benar tepat sekali, selain indah
juga mendatangkan tempik sorak dari segenap jago lainnya.
Ditengah sorak-sorai yang gegap gempita, tiba-tiba tampak
sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, lalu terdengar
seseorang membentak amat nyaring:
"Lepas tangan!"
Ketika semua orang berpaling, tampak Boan thian hui Ya
Nu sedang mengaduh kesakitan, badannya mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, dengan susah payah ia baru
dapat berdiri tegak, sedangkan senjata Sam ciat kun-nya telah
terbuang entah kemana.
Ketika memandang lagi kearah Suma thian yu, tampat
pemuda itu masih berdiri diarena dengan senyum dikulum,
seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun,
sedangkan senjata Sam ciat kun milik Ya Nu kini sudah
berpindah ketangannya.
Perubahan itu berlangsung terlalu cepat, sedemikian
cepatnya membuat semua orang tak sempat melihat jelas
bagaimana caranya Sam ciat kun itu bisa berpindah tangan,
mereka tak percaya bahkan Ya Nu sendiripun tak habis
mengerti.
Padahal kalau dibicarakan kagi, kejadian ini bukanlah suatu
kejadian yang aneh, sejak Suma thian yu berhasil mempelajari
ilmu Ciat tiong puan poh cap lak tui dari Siau yau kay Wi kian,
daya kemapuannya didalam melakukan serangan menjadi satu
kali lipat lebih dahsyat daripada dalam keadaan biasa.
Dalam pada itu, suara tepuk tangan kembali berkumandang
gegap gempita dalam arena, walaupun Suma thian yu
dianggap sebagai pembegal, tapi keindahan gerakan tubuhnya
membuat orang bersorak sorai tanpa terasa.
Boan thian hui Ya Nu benar-benar merasa malu sekali,
karena mendapat malu dihadapan orang banyak, sepasang
matanya berubah menjadi merah padam penuh rasa benci,
setelah melotot sekejap kearah pemuda itu dengan gusar,
selangkah demi selangkah dia maju kedepan dan
menghampirinya....
Jelas dia sudah merasa gusar sekali. Bagaikan seekor
harimau buas yang sedang mementangkan cakar dan gigi
taringnya siap menerkam mangsa.....
"Ya Nu, mundur!" tiba-tiba dari tengah arena
berkumandang suara bentakan nyaring.
Dengan jelas Boan thian hui Ya Nu mendengar kalau
teriakan itu berasal dari congpiautau nya, tapi dia berlagak
seakan-akan tidak mendengar, ia sudah diliputi oleh hawa
amarah sehingga tak dapat mengendalikan diri lagi.
Melihat wajah orang yang menyeringaiseram, diam-diam
Suma thian yu pun merasa terkesiap, buru-buru dia
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tak
di inginkan, ia tahu Ya Nu merasa amat gusar hingga
kehilangan sifat kemanusiaannya, besar kemungkinan dia
akan beradu jiwa dengannya.
Makin lama semakin bertambah dekat, kini Ya Nu sudah
dua tiga langkah dihadapan mukanya, menyaksikan sikap
lawan yang menyeringai seram, Suma thian yu merasakan
jantungnya berdebar keras, sementara puluhanorang lainnya
juga merasakan hatinya berdebar keras....
Suatu pertarungan sengit dengan cepat akan berkobar, bila
sampai meledak bisa dibayangkan keadaannya pasti
mengerikan sekali....
Disaat yang amat kritis itulah.....
Mendadak sesosok bayangan manusia berkelbat lewat, Mo
im sin liong Wan kiam ciu yang berada dimeja utama tadi
tahu-tahu sudah melayang turun diantara kedua orang itu,
kepada Boan thian hui Ya Nu katanya dengan nada
menghibur:
"Adik Ya, mundurlah kau, biar aku yang mengatur tempat
ini!"
Menyaksikan Mo im sin liong telah menampilkan diri,
terpaksa Boan thian hui Ya Nu mengundurkan diri dengan
membawa rasa benci yang mendalam.
Sebelum meninggalkan tempat itu, dengan perasaan tidak
terima katanya kepada Suma Thian yu:
"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap
mengalir suatu ketika pasti akan tiba saatnya bagi kita untuk
melakukan perhitungan ini....."
Suma Thian yu tidak menanggapi ucapan tersebut, dia
hanya memandang sekejap ke arah Ya Nu dengan pandangan
sinis, sementara senyuman
dingin yang menghiasi ujung bibirnya semakin
menebal.
Paras muka Mo im sin liong Wan Kiam ciu berubah menjadi
dingin seperti es, bentaknya dengan suara ketus:
"Suma siauhiap, lohu tidak pernah kenal de ngan dirimu,
berjumpa pun baru kali ini, ten tu saja tak bisa dibilang
mempunyai ikatan dendam atau sakit hati, tolong tanya
mengapa kau berbuat demikian?"
Mo im sin liong Wan Kiam ciu mengutarakan ucapan
tersebut tanpa ujung pangkal yang jelas, kontan saja Suma
Thian yu dibikin kehe ranan, dia segera bertanya:
"Wan tayhiap, apa yang kau maksud?"
"Asal dalam hati kau mengerti akupun tak usah
mengumumkannya lagi secara blak-blakan"
Tentu saja Suma Thian yu tahu kalau yang dimaksudkan
adalah soal pembegalan barang kawalan, dengan suara dingin
dia segera me nyambut:
"Sudah lama kudengar Wan tayhiap pandai membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, setiap persoalan
dihadapi dengan otak yang dingin, tak lahunya apa yang
kujumpai hari ini berbeda sekali dengan keadaan yang
sebetulnya, tolong tanya dimanakah letak ke tidak beresan
diriku...?"
Untuk sesaat Mo im sin liong Wan Kiam ciu tak dapat
menjawab penanyaan itu, setelah ter menung sesaat dia pun
lantas berkata:
"Kalau toh Siauhiap enggan untuk mengaku secara berterus
terang, jangan salahkan kalau LOHU terpaksa harus bertindak
kasar. Kalau ber
tanya soal ketidak beresanmu, pertama asal usul siauhiap
tidak jelek, kaupun menyusup kedalam perusahaan kami dan
setelah barang kawalan kami dibegal, kedua darimana
siauhiap bisa tahu kalau diujung anak parah yang menancap
dipuncak tiang bendera ada surat nya, berdasarkan dua hal ini
terbukti sudah kalau siauhiap terlibat dalam perisimatiwa ini"
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hah...haah... haah... keterangan yang dikatakan Wan
tayhiap selain memaksakan sesuatu alasan tanpa dasar, juga
menggelikan sekali, aku toh muridnya Kit hong kiam Seng,
siapa bilang kalau asal usulku tidak jelas? Menolong orang
yang di begal orang juga merupakan suatu kejadian yang
wajar, apa yang dicurigakan? Kalau dibilang mengapa aku bisa
menyaksikan kertas surat yang berada dipanah dipuncak tiang
bendera, hal ini berdasarkan ketajaman mata seseorang,
sesungguhnya juga bukan merupakan sesuatu yang aneh,
kalau atas dasar hal hal diatas maka kau lantas menuduh aku
sebagai pencoleng, maka kenyataan ini benar-benar
menggelikan sekali"
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Bilamana Wan tayhiap ingin mengecek ketajaman mataku,
dengan senang hati aku akan melayani keinginanmu itu"
Semua tuduhan Mo im sin liong Wan kiam cui kena
ditangkis semua hingga ludes, sepantasnya kalu dia
mempercayai perkataan lawan.
Siapa tahu Wan kiam cui sudah mempunyai perhitungan
sendiri, maka dari malunya dia menjadi marah, bukan saja dia
tidak menerima tantangan Suma thian yu, malah sebaliknya
membentak keras:
"Lohu tak punya banyak waktu untuk melayani dirimu,
sudah, tak usah banyak bacot lagi"
Setelah kenyataan berubah menjadi begini, sadarlah Suma
thian yu kalau pihak lawan memang berniat mencari gara-
gara, maka sambil tertawa dingin ujarnya:
"Mengakunya saja seorang congpiautau, ke nyataannya
apa yang dikatakan tak lebih hanya
ucapan anak berusia tiga tahun, aku bukanlah seorang
manusia yang takut urusan, asal Wan tayhiap ingin bertarung,
katakan saja terus terang, mau terjun ke kuali berisi minyak
atau naik ke bukit golok, aku akan melayani semua
tantanganmu itu"
Sampai kini, Suma thian yu baru menanggapi ucapan
musuhnya dengan suara yang kasar.
Tapi dengan begitu pula, suasana yang semula tenang
segera diliputi kembali oleh kobaran api peperangan.
Dalam waktu singkat, beberapa orang piausu telah
bermunculan diri pula ke dalam arena dan mengepung Suma
thian yu rapat-rapat.
Mimpipun Suma thian yu tidak menyangka kalau Sin liong
piaukiok yang terkenal sebagai suatu perubahan orang-orang
kaum lurus bisa bertindak memalukan seperti ini, tanpa terasa
dia mendonggaakkan kepalanya sambil berpekik nyaring.
Mendadak dia mencabut keluar pedangnya...."Criiiing!"
cahaya biru memancar amat menyilaukan mata, tahu-tahu dia
sudah meloloskan pedang Kit hong kiam yang amat tajam itu.
Dalam marahnya, Mo im sin liong Wan Kiong cui juga
meloloskan pedang mestikanya.
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui yang selama ini
menonton saja dari sisi arena segera menampilkan diri ke
tengah lapangan setelah menyaksikan keadaan bertambah
runyam, sambil berlarian teriaknya keras-keras:
"Saudara sekalian, jangan bertarung dulu, dengarkanlah
perkataanku!"
Walaupun kedudukan Si Pena baja bercambang Tio Ci hui
dalam perusahaan setingkat dibawah Wan kiam ciu, tapi
berhubung dia adalah seorang yang jujur dan setia kawan,
maka semua orang menaruh hormat kepadanya.
Seruannya itu segera ditanggapi semua orang, kecuali Wan
Kiam ciu seorang, hampir semua orang mundur beberapa
langkah dan memberi jalan lewat baginya.
Setibanya didepan Wan Kiam ciu, Si Pena baja bercambang
Tio Ci hui menjura dalam-dalam, kemudian katanya.
"Toako, kau telah memfitnah orang baik, Suma siauhiap
tidak bersalah, apalagi diapun me naruh budi kepadaku.
"Cuuuh, apakah gurunya Wan Liang tidak ber salah?"
jengek Mo im sin liong wan Kiam ciu sambil meludah.
Belum sempat si Pena baja bercambang Tio Ci bui sempat
mengucapkan sesuatu, Suma Thian yu telah berkata lebih
dulu.
"Benar, dia orang tua memang tidak bersalah, justru
karena dalam dunia persilatan penuh dengan manusia-
manusia yang tak bisa membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, maka dia orang tua baru mati penasaran...."
Selapis hawa nafsu membunuh dengan cepat menyelimuti
wajah Mo im sin liang Wan Kian ciu, si Pena baja bercambang
Tio Ci hui menyaksikan
keadaan makin kritis, buru-buru dia memberi tanda kepada
Suma Thian yu seraya berkata:
"Suma Hiantit, bersabarlah dulu, memandang diatas
wajahku, tinggalkanlah tempat ini! Tak ada gunanya
memperebutkan persoalan yang sama sekali tak ada gunanya
ini"
Ketika mengucapkan perkataan tersebut na danya setengah
merengek, hal ini membuat Suma Thian yu merasa amat
terharu, pikirnya:
"Meninggalkan tempat inipun ada baiknya juga, toh dengan
dua tiga patah kata mustahil bagiku untuk menyadarka
kembali bajingan tua yang keras kepala ini"
Walaupun dia ingin pergi, ternyata orang lain tidak
membiarkannya pergi.
Sambil tertawa dingin Mo im sin liong wan Kiam ciu
berkata:
"Sekalipun perusahaan Sin liong piaukiok bukan sarang
naga gua harimau, tempat inipun bukan tempat yang bisa di
datangi dan ditinggalkan orang dengan semaunya sendiri, bila
siauhiap tak memberikan suatu pertanggungan jawab
kepadaku hari ini, jangan harap kau bisa pergi meninggalkan
tempat ini barang selangkahpun."
Si Pena baja bercambang Tio Ci cui jadi gelisah sekali,
buru-buru serunya lagi kepada Wan Kiam Ciu:
"Toako, sekalipun tidak memberi muka ke pada pendeta,
paling tidak aku harus menghargai Sang Buddha, aku bersedia
menanggung se mua barang kawalan yang hilang, hanya saja
kumohon kalian jangan berkeras kepala terus, biarkanlah
urusan selesai dulu sampai disini!"
Dengan sorot mata penuh amarah Mo im sin liong Wan
Kiam ciu melotot sekejap kearah Tio Ci hui, lalu dia
membalikkan badan dan tanpa mengucapkan sepatah katapun
masuk ke ruang dalam.
Tindakan ini sama sekali diluar dugaan semua orang,
siapapun tak tahu permainan busuk apakah yang sedang di
persiapkan, sehingga se mua orang segera berbisik-bisik lirih.
Dengan cepat si pena baja bercambang Tio-Ci cui berpaling
lagi kearah Suma Thian yu seraya berkata:
"Hiante, cepat kamu tinggalkan tempat ini, cepat atau
lambat persoalan ini pasti akan menjadi terang kembali,
walaupun sekarang kau di tuduh orang, tapi tak usah putus
asa, lapangkan dadamu, mengerti?"
Dengan mata berkaca-kaca, Suma Thian yu mengangguk,
setelah menjura dalam-dalam katanya:
"Tio toako, budi kebaikkanmu tak akan aku lupakan untuk
selamanya, asalkan kau bersedia mempercayai diriku, aku
percaya orang lain tak akan mampu untuk melukai diriku."
Setelah menyarungkan kembali pedangnya, dia berkata
lebih jauh:
"Di kemudian hari, budi kebaikan ini pasti akan kubalas."
Kemudian dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan
secepat kilat melompat keluar dari pagar pekarangan rumah.
Dalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan mata.
Dengan mata berkaca-kaca, si Pena baja ber cambang Tio
Ci cui memperhatikan bayangan punggungnya hingga lenyap
dari pandangan, kemudian dia baru menyeka air matanya
mem bentur dengan tempat duduk Bi hong siancu Wan Pek
lan, dia berseru tertahan, ternyata bayangan tubuh nona wan
sudah lenyap dari pandangan.
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui cukup mengetahui
watak dari Wan Peklan, karena dia lah yang sering bermain
dengan nona itu sejak si nona masih kecil, begitu dilihatnya
nona Wan tak ada di tempat, dia lantas menduga kalau gadis
itu sudah menyusul Suma Thian yu, tak terlukiskan rasa
gelisah hatinya setelah mengetahui akan hal itu.
Dia tahu, Wan peklan tentu tidak terima akan persoalan
tadi sehingga kepergiannya niscaya akan menimbulkan
keonaran baru.
sebenarnya dia hendak masuk kedalam untuk melaporkan
kejadian ini kepada Wan kiam cui, tapi teringat kalau Wan
kiam cui sedang marah, ia merasa bila hal ini dilaporkannya
kepada Wan kiam cui, besar kemungkinan kalau hal ini akan
menimbulkan amarahnya, sebab itu diapun menahan diri.
Sementara itu, Suma Thian yu telah meninggalkan kantor
perusahaan Sin liong piaukiok dengan perasaan berat, murung
dan kesal.
Orang bilang: Siapa yang berbaik hati dia akan memperoleh
yang baik pula.
Tapi apa yang dialami justru merupakan kebalikanya, maka
sambil melanjutkan perjalanan dengan kepala tertunduk,
pikirnya diam-diam:
"Besar kemungkinan paman Wan yang kusayangi
dan mengalami nasib seperti apa yang ku alami
sekarang, karena salah paham akhirnya dia menjadi dibenci
orang. aaii.... kalau memang begitu, sungguh mengenaskan
sekali nasibnya....."
Setelah meninggalkan kota, didepan mata terbentang
sebuah tanah perbukitan, waktu itu matahari sedang bersinar
dengan teriknya, Suma thian yu berjalan terus tanpa berhenti,
sekarang sepeser uang pun tak dimiliki, pakaian dan uang
yang dimilikinya masih tertinggal dikantor Sinl liong piaukok,
bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya dikemudian hari?
Sementara dia masih murung, sampailah pemuda itu
dibawah sebatang pohon besar, dia segera duduk disana
sambil memejamkan matanya rapat-rapat....
Mendadak terasa segulung angin berhembus lewat, dengan
perasaan terkejut dia segera membuka matanya, tampak
sesosok bayangan hitam dengan kecepatan luar biasa sedang
meluncur ke arahnya.
Dalam keadaan gugup, dia tidak memikirkan lebih jauh lagi,
buru-buru disambutnya bayangan hitam tersebut dengan
sepasang tangannya, ternyata benda itu adalah sebuah
bungkusan besar, yang lebih mengherankan lagi, buntalan
tersebut ternyata miliknya.
Sementara dia masih tertegun, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara tertawa merdu yang amat
sedap didengar, dengan cepat Suma thian yu membalikkan
badannya kemudian menjerit kaget:
"Aaaaah, rupanya kau!"
"Siapakah orang itu?"
Ternyata dia tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im
sin liong Wan kiam cui, yakni si Dewi burung hong Wan Pek
lan.
Sambil menarik kembali senyumannya, si dewi burung hong
berkata dengan wajah bersungguh-sungguh:
"Bawalah serta buntalanmu itu, aku memang khusus
datang kemari untuk mengirimkannya bagimu"
"Oooh, terima kasih nona Wan"
Seraya berkata dia lantas mengambil buntalan tersebut dan
siap meninggalkan tempat itu.
Tampaknya ia sudah merasa penasaran sekali terhadap
keluarga Wan, maka setelah bertemu dengan gadis itu, dia
mengurungkan niatnya untuk beristirahat.
Belum lagi berapa langkah, mendadak terdengar nona Wan
membentak lagi:
"Suma siauhiap, harap tunggu sebentar!"
"Ada apa nona Wan? Dengan perasaan terperanjat Suma
thian yu berpaling seraya bertanya.
"ada sesuatu persoalan kumohon petunjukmu"
"Persoalan apa?" tanya Suma thian yu.
Si Dewi burung hong berjalan mendekat dengan wajah
kemalu-maluan, lalu berkata:
"Aku ingin memohon beberapa petunjuk ilmu silatmu!"
Dengan wajah berkerut bercampur keheranan, Suma thian
yu memandang sekejap kearah Wan Pek lan, kemudian
tanyanya keheranan:
"Nona Wan, apa maksudmu? apakah ayahmu yang
memerintahkan kepadamu untuk menahan aku disini?"
"Soal ini tak usah kau urusi, aku sudah lama mendengar
orang bilang tentang kelihayan ilmu pedang Kit hong kiam
hoat, karena itu aku ingin sekali memohon petunjukmu"
"Nona Wan, buat apa kau mendesak orang terus-menerus?
Aku sedang merasa kesal, lebih baik urungkan saja niatmu itu"
Sepasang alis mata si Dewi burung hong Wan Pek lan
segera berkenyit sesudah mendengar perkataan ittu, serunya
sambil tertawa dingin:
"Siauhiap, apakah kau tidak memandangsebelah matapun
terhadap diriku?"
"Tidak, aku tidak berniat bertarung melawan
dirimu, lebih baik kau urungkan saja niatmu itu!"
Jauh-jauh si dewi burung hong Wan Pek lan menyusul
kesana, tujuannya tak lain adalah untuk memnta petunjuk
ilmu silat dari anak muda tersebut, tekadnya itu sudah bulat,
tak perduli apapun yang dikatakan Suma thian yu, dia sama
sekali tidak ambil peduli.
Sambil menarik muka dan melototkan sepasang matanya,
ia membentak nyaring:
"Sekalipun tak mau juga harus mau, kalau tidak, jangan
harap kau bisa meninggalkan tempat ini"
Suma thian yu yang melihat si nona menghadang jalan
perginya, dia lantas tahu kalau pihak lawan memang datang
dengan sesuatu maksud tertentu, maka setelah menghela
napas panjang, katanya:
"Aku Suma thian yu merasa tak pernah bersalah pada
langit, tak pernah bersalah pada manusia, sungguh tak
kusangka kalian mengejarku terus-menerus, nona, kumohon
kepadamu, sukalah melepaskan sebuah jalan bagiku"
Menyaksikan wajah Suma thian yu yang mengenaskan dan
perkataan yang memilukan, Bi hong siancu Wan Pek lan
segera tertawa geli, katanya dengan marah:
"Kalau dilihat dari tampangmu yang mengenaskan, seakan-
akan telah dianiaya orang saja, aku toh hanya bermaksud
untuk meminta petunjuk saja kepadamu tanpa mengandung
maksud lain"
Mendengar perkataan itu, dengan keheranan Suma thian
yu segera bertanya:
"Mengapa harus bertarung dengan ku?"
"Aai, kau ini benar-benar....."
Setelah berhenti sejenak, gadis itu berkata lebih lanjut:
Karena kau tangguh, maka aku baru memohon petunjuk
darimu, hal ini hanya suatu permohonan saja, mengapa kau
berusaha menampik dengan pelbagai alasan?"
"Permohonan? Aku tidak mengenal segala macam hal
seperti itu"
"Jadi maksudmu, kau tak ingin bertarung melawan diriku?"
"Benar nona Wan!" jawaban dari Suma thian yu itu tegas
dan bersungguh-sungguh.
Si nona Wan segera meloloskan pedangnya sambil
membentak:
"Baik, akan kulihat apakah kau akan turun tangan atau
tidak!"
Pedangnya diputar suatu lingkaran busur, kemudian
dengan jurus Long li cian ciau (membunuh naga ditengah
ombak) langsung membacok batok kepala Suma Thian yu.
Ternyata Suma Thian yu mengatakan tidak bertarung tetap
tidak bertarung, buru-buru dia miringkan kepalanya sambil
menghindar ke samping, setelah itu teriaknya kaget:
"Kau....."
Belum sempat dia melanjutkan kata-katanya, bacoka
pedang dari Bi hong siancu Wan Pek lan telah menyambar
tiba, terpaksa dia harus mundur selangkah lagi ke belakang.
"Kau benar benar...."
"Ya, aku benar-benar hendak mengajakmu bertarung!"
Sembari berkata dia mendesak maju ke muka sambil
melancarkan bacokan, ia sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada lawannya untuk berganti nafas, bahkan
secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai
yang semuanya ditujukan ke jalan darah kematian di tubuh
Suma Thian yu.
Waktu itu Suma Thian yu tidak bersenjata, dia didesak
terus sampai mundur berulang ka li, dalam waktu singkat
pemuda itu sudah ter jerumus dalam posisi yang berbahaya
sekali.
Dalam keadaan begini, dia tak dapat menahan diri lagi
menghadapi ancaman maut, tanpa berpikir panjang lagi dia
berpekik nyaring kemudian tubuhnya melejit setinggi satu kaki
ke tengah udara.
Ditengah jalan pedangnya ditarik kembali dan secara tiba-
tiba mengeluarkan gerakan tubuh Yau cu huan sin (burung
belibis membalikkan badan)
pedangnya berubah menjadi beratus-ratus kuntuk bunga
pedang dan mengurung bersama ketubuh Bi hong Siancu
dengan jurus Ciang liong ji hay (naga sakti masuk ke laut).
Inilah salah satu jurus penolong yang ampuh dari ilmu
pedang Kit hong kiam hoat.
Waktu itu Bi hong Siancu sedang risau kare na lawannya
belum juga meloloskan pedangnya, tak terlukiskan rasa girang
dalam hatinya ketika menyaksikan Suma Thian yu menghunus
pedangnya sambil melancarkan serangan balasan, teriaknya
dengan segera:
"Akan kulihat kau bisa berkeras kepala sampai kapan!"
Sembari berkata, buru-buru pedangnya berputar
membentuk selapis kabut senjata yang menyelimuti
kepalanya, dia telah bersiap siaga untuk menyambut
datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras guna
mencoba sampai dimanakah ketangguhan lawannya.
Siapa tahu Suma thian yu tidak bertindak seperti apa yang
diharapkan, mendadak dia merubah jurus serangan ditengah
jalan, kemudian melayang turun kembali ke tanah, bentaknya
dingin, "Nona Wan, kau kelewat mendesak orang"
Menyaksikan pemuda itu menarik kembali serangannya
sambil melayang turun ke tanah, Bi hong siancu Wan Pek lan
kuatir kalau ia menyimpan kembali pedangnya kedalam sa
rung, maka terhadap perkataan dari Suma Thian yu dia tak
ambil peduli.
Mendadak gadis itu membentak nyaring, pedangnya
memapas ringgung lawan dengan jurus Thian li hui ko atau
malaikat perempuan memutar tombak.
Suma Thian yu benar-benar mendongkol luar biasa, tanpa
terasa pergelangan tangannya digetarkan lalu mengayunkan
pedangnya dengan
jurus yang diandalkan ialah Im liong tham jiau (naga mega
mementangkan sayap) ujung pedangnya seperti cakar naga
yang di ayunkan kedepan langsung menotak jalan darah Cian
Keng hiat dibahu lawan.
Bi hong siancu Wan Pek lan merasa amat gembira,
akhirnya apa yang di harapkan terwujud karena pancingannya
berhasil menjebak lawan, tanpa terasa semangatnya berkobar
dia pun mengembangkan pelajaran silat dari ayahnya untuk
melepaskan serangan keji.
Jilid 8 : Tuduhan keji
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
saling bertarung sepuluh gebrakan lebih, sepanjang
pertarungan itu berlangsung, Suma Thian yu selalu mengalah
dan berbelas kasihan dalam serang-serangannya, anehnya Bi
hong siancu pun seakan-akan mempunyai pandangan yang
sama, dia pun selalu berbelas kasihan didalam melancarkan
serangannya.
Sekilas pandangan pertarungan yang berlangsung antara
kedua orang itu tampaknya amat seru, padahal dalam hati
masing-masing sudah ada perhitungannya, pertarungan
mereka berlangsung amat santai dan tidak saling
membahayakan jiwa masing-masing.
Lama-kelamaan kedua orang ada kalanya mereka berdua
sempat bertanya-tanya sendiri, buat apa mereka berdua harus
saling bertarung?
Akhirnya Bi hong siancu Wan Pek-lan yang tertawa merdu
lebih dulu, pedang mestikanya diputar kencang menciptakan
selapis hujan pedang yang tebal dan langsung mengancam
jalan darah Tiong teng hiat dan Tham tiong kiat ditubuh
lawan.
Ditengah pekikan nyaring gadis itu, Suma Thian yu tersadar
pula dari lamunannya, tak terlukiskan rasa kagetnya melihat
ujung pedang lawan tahu-tahu sudah berada didepan dada.
xx X xx
SIANAk MUDA itu membentak nyaring, Pedang Kit hong
kiamnya diputar untuk menangkis pedang lawan dengan jurus
Sik poh thian keng (batu hancur langit terkejut),
menggunakan kesempatan itu ia menerobos masuk kedepan
dan menusuk jalan darah Tham tiong hiat dan tiong teng hiat
si nona tersebut.
"Tidak sopan kalau suatu pemberian tidak dibalas dengan
pemberian lain...!" serunya.
Berbareng dengan seruan itu, terdengar Bi hong siancu
menjerit keras lalu mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan dan akhirnya roboh terkapar diatas tanah.
Menyaksikan kejadian itu, Suma Thian yu amat terkejut,
buru-buru dia menyimpan pedangnya dan lari kesisi Bi hong
siancu sambil tanyanya dengan gelisah:
"Nona Wan, apakah kau terluka?"
Bi hong siancu Wan Pek lan berdiam kaku seperti patung,
sepasang matanya terpejam rapat-rapat, napasnya memburu
dan kelihatan menderita sekali...
Suma Thian yu makin cemas setelah menyaksikan kejadian
ini dengan perasaan bingung, buru-buru serunya:
"Nona Wan, nona Wan...'"
Melihat Wan Pek lan belum juga membuka matanya, dia
tak dapat mengindahkan ucapan yang mengatakan "antara
lelaki dan perempuan ada batas-batasnya lagi”, dengan cepat
dia melakukan pemeriksaan.
Tampak napasnya teratur, matanya terpejam rapat dan
mukanya merah segar, walaupun sudah diperiksa sekian lama,
tidak dijumpai gejala-gejala aneh dibalik denyutan nadi lawan,
kesemuanya ini segera menimbulkan perasaan curiga dalam
hatinya.
Padahal Bi hong siancu Wan Pek lan sama sekali tidak
terluka, apa yang dilakukan sekarang tak lebih hanya berpura-
pura belaka.
Berbicara yang sesungguhnya, maksud tujuan dan tindakan
yang dilakukannya ini amat dalam selain hendak
menyelesaikan pertarungan yang sama sekali tak berguna itu,
diapun ingin mencari tahu sampai dimanakah watak dan
perangai dari Suma thian yu.
Dengan sepasang mata setengah terpejam, diam-diam dia
melirik dan mengikuti gerak-gerik Suma thian yu dengan
seksama dari pagi hingga sekarang, kini ia baru
berkesempatan untuk menyaksikan wajah Suma Thian yu
dengan jelas.
Melihat tampangnya yang gagah dan ganteng, makin dilihat
dia merasa makin tertarik, tanpa terasa pikirnya dalam hati:
"Aaah, mustahil dia tersangkut dalam peristiwa pembegalan
barang kawalan, ooh Thian! Hal ini mustahil bisa terjadi! Ayah
pasti telah salah menuduh orang baik!"
Berpikir sampai disitu, jantungnya serasa berdebar amat
keras.
Pada waktu itulah dia merasa telapak tangan Suma Thian
yu yang panas dan hangat telah ditempelkan diatas dadanya
padahal sejak dewasa selain ibunya hampir tak pernah ada
orang yang pernah menyentuh badanrya, apalagi meraba
diatas sepasang payudaranya.
Tapi sekarang, orang yang meraba payudaranya adalah
seorang lelaki, seorang pemuda tampan yang gagah dan
mempunyai daya tarik, apalagi merupakan orang yang
dicintainya, bayangkan saja bagaimana mungkin hatinya tidak
menjadi mabuk?
Dia menjadi mabuk, mabuk seperti terbang di angkasa,
perasaan semacam ini belum pernah dialaminya sepanjang
hidup, dia ingin menampik namun tak tega untuk melepaskan
kenikmatan seperti itu, keadan semacam ini amat
mengenaskan, juga amat manis dan mesra....
Tapi perempuan tetap perempuan, terutama sekali gadis
remaja yang mulai mengenal arti kata cinta, bagaimanapun
cintanya kepada pemuda itu toh sepasang matanya segera
membuka kembali, ia tidak membiarkan pihak lawan meraih
keuntungan kelewat lama.
Pada dasarnya Suma Thian yu adalah seorang pemuda
paling bodoh didunia ini, kecuali merasa gelisah, dia sama
sekali tak dapat menekan kobaran emosi dalam hatinya.
Begitu melihat Bi hong siancu mendusin, rasa girangnya
melebihi sekeluarga miskin yang secara tiba-tiba menemukan
sebuntalan emas murni, dengan cepat dia bersorak gembira.
"Nona Wan, kau tidak apa-apa bukan?"
Bi hong siancu Wan Pek lan menutup mulutnya rapat-rapat
dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
Suma Thian yu yang melihat gadis itu mendusin kembali,
tak terlukiskan rasa girangnya ia menghembuskan napas
panjang lalu berkata:
"Waah....hampir saja aku dibikin kaget setengah mati,
terima kasih banyak, kau tidak terluka apa-apa!"
Sebetulnya perkataan semacam itu tak pantas diutarakan
keluar, jika ada pihak ketiga hadir disitu, ia pasti akan merasa
perkataan mana kelewat mesra, padahal tindakan dari Suma
Thian yu ini tak lebih merupakan suatu perbuatan yang
mendekati ketolol-tololan.
Bi hong siancu Wan Pek lan sengaja menegur dengan suara
keras.
"Huuh, masa kau merasa kuatir? Hmm, mungkin kau
bertambah gembira bila menyaksikan aku mati!"
Perkataan semacam inipun tidak seharusaya diutarakan,
tapi pada dasarnya kedua orang itu memang berwatak aneh,
setelah saling ribut sekian lama, akhirnya mereka malah
merasakan kemesraannya.
Kau berani mengatakan dialam semesta ini tiada sesuatu
kekuatan besar yang mengatur segala-galanya?
Sesungguhnya Malaikat cinta mengatur bagi mereka berdua
segala sesuatunya, apakah kau ingin membantah? Kecuali
kalau kau mempunyai kekuatan lainnya itu lain cerita.
Suma thian yu mengira gadis itu masih masih marah,
dengan wajah minta maaf dia berkata:
"Aku sama sekali tidak bermaksud demikian, maaf jika aku
membuatmu terjatuh, harap kau sudi memaafkan."
Pada dasarnya anak gadis memang lebih perasa dari pada
kaum lelaki, lagi pula hati mereka lebih lembek.
Melihat wajah Suma Thian yu yang mengenaskan itu, Bi
hong siancu Wan Pek lan tak jadi curiga, cepat ia menyahut:
"Kesemuanya ini gara-gara aku mencoba unjuk
kepandaian, sehingga akibatnya kau dibikin terperanjat,
apakah kau menyalahkan aku?"
"Aah, mana, mana..." buru buru Suma Thian yu menyahut,
"asal kau tidak terluka, aku merasa girang sekali "
"Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian kepadaku?" Bi
hong siancu balik bertanya.
"Karena... karena..."
Suma Thian yu mengulangi perkataan tersebut sampai
beberapa kali tanpa berhasil untuk melanjutkannya.
"Aku tahu kau tak punya alasan bukan?"
"Ehmmm...!"
"Ya, memang banyak kejadian yang berlangsung secara
wajar, tiada suatu bentuk alasan, yang pasti, aku rasa sesuatu
yang nyata di dunia ini selamanya tak beralasan, bukankah
begitu?"
"Maaf nona, aku merasa kagum sekali kepadamu yang
melebihi orang lain"
"Jangan nona, nona melulu, aku toh bukan tak punya
nama, mengapa kau selalu memanggil dengan nama
tersebut?" ketika mengucapkan perkataan tersebut, nadanya
tersipu-sipu.
"Ahh betul, tolong tanya siapakah nama nona?" buru-buru
sianak muda itu bertanya.
"Aku bernama Pek lan, ketika masih kecil orang
memanggilku Lan ji, kau boleh memanggil aku sebagai adik
Lan!"
"Adik Lan..." Suma Thian yu segera memanggil, tapi kata
selanjutnya dia tak sanggup untuk melanjutkan.
Waktu itu, Suma Thian yu merasa amat gembira sekali
selama bergaul dengan Wan PeK lan, tapi kalau ditanya
menpapa, dia sendiripun tak mampu untuk mengucapkan
sesuatu.
Itulah sebabnya manusia dinamakan mahkluk yang
berperasaan, yang terpenting manusia bukan rumput atau
binatang, manusia adalah mahkluk yang berperasaan.
Kadangkala perasaan semacam itu baru bisa tumbuh dan
meningkat mencapai pada puncaknya bila manusia yang
berlawanan jenis bertemu.
Ada orang bilang: Hubungan manusia antara manusia
terdapat semacam daya tarik menarik, hal ini tak lain adalah
perasaan.
Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam suasana yang santai
karena berbincang dan bergurau, tanpa terasa matahari telah
bergeser kearah barat, langit diliputi oleh cahaya keemas-
emasan.
Bi hong siancu Wan Pek lan mendongakkan kepalanya dan
memandang keadaan cuaca sekejap, kemudian suaranya
dengan terkejut.
"Aaah, matahari sudah condong kebarat, aku harus segera
pergi dari sini.
Entah mengapa, sewaktu mendengar gadis itu hendak
pergi, Suma Thian yu segera merasa hatinya kosong dan
kecut, ditatapnya nona Wan dengan wajah termangu, dia
seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun akhirnya niat itu
diurungkan.
Padahal Bi hong siancu sendiripun tak ingin berpisah
dengan pemuda tersebut, buru buru ia mengusulkan.
"Engkoh Yu, bagaimana kalau kita kembali?"
"Kembali? Kembali kemana?" tanyanya.
"Ke rumahku!" sahut Bi hong siancu.
"Ah, bukankah hal itu sama dengan mengantar diriku
kembali ke mulut harimau?"
"Tak mungkin, aku akan membujuk ayahku, dia pasti dapat
memahami kesulitanmu.
"Terima kasih atas maksud baikmu, sayang aku masih ada
urusan penting yang tak dapat ditunda lagi, lebih baik kita
berpisah dulu sampai disini, moga-moga kita akan bersua
kembali dimasa mendatang" kata Suma Thian yu.
Berbicara sampai disitu dia lantas bangkit berdiri dan sekali
lagi memandang sekejap kearah Bi hong siancu.
Bi hong siancu yang melihat dia hendak pergi, hatinya
menjadi amat gelisah, buru-buru dia bertanya: "Engkoh Yu,
kau bermaksud hendak pergi ke mana?" kata Bi hong siancu
sedih.
"Bagi seorang lelaki, cita-citanya berada di empat penjuru,
seluruh jagad bisa dijadikan rumahnya, oleh karena itu,
kemana aku sampai, disitulah aku akan berada"
"Apakah kau akan kembali lagi kemari?"
"Tentu akan kembali, menanti sampai fitnahan terhadap
diriku sudah jadi jelas sekali."
"kalau selamanya tak pernah menjadi jelas kembali...?"
"Itu berarti selama hidup aku tak akan menginjakkan
kakiku kembali ke perusahaan Sin liong piaukiok." jawab Suma
Thian yu.
"Sungguh?" selesai mengucapkan perkataan itu, sepasang
matanya telah basah oleh air mata, menyusul kemudian dua
baris air mata jatuh berderai membasahi pipinya.
Suma Thian yu merasakan hatinya menjadi kecut, setelah
menghembuskan napas hiburnya.
"Aku pasti kembali untuk menengokmu, asalkan kau benar-
benar menyukai aku kembali kemari"
"Tidak, kau bohong! Aku tahu kau sedang menghiburku,
kau tak mungkin akan kembali lagi..."
Berbicara sampai disitu ternyata dia menangis terisak
dengan amat sedihnya.
Menangis semacam senjata yang ampuh bagi kaum wanita,
air mata juga merupakan semacam taktik untuk mencapai
pada tujuannya, seperti juga Suma Thian yu sekarang, dia
dibikin melumer juga hatinya oleh isak tangis dan air mata
yang jatuh bercucuran.
Seketika itu juga sang pemuda tersebut menjadi gelagapan
sendiri dengan perasaan panik, untuk sesaat dia tak berhasil
menemukan kata-kata yang cocok untuk menghibur hati gadis
she Wan tersebut, karena itu dengan mata terbelalak dia
hanya bisa memandang dengan wajah kebingungan.
Sementara itu, satu ingatan tiba tiba melintas dalam
benaknya:
"Jangan-jangan nona Wan jatuh hati padaku."
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia memandang
sekejap kearahnya, siapa tahu makin dilihat dia merasa hal itu
makin benar, tanpa terasa jantungnya berdebar keras.
Buru-buru dia maju kedepan dan memegang bahu si nona,
lalu hiburnya dengan suara lembut.
"Aku pasti akan kembali untuk menengokmu, asal hatimu
tak akan berubah untuk selamanya"
Perkataan itu benar benar sangat manjur, pelan-pelan Bi
hong siancu mendongakkan ke palanya dan memandang
sekejap kearahnya dengan pandangan mata yang merah,
kemudian dengan wajah tersipu-sipu menundukkan kepalanya
rendah-rendah.
Sementara mereka berdua merasa berat hati untuk saling
berpisah.... Dari arah jalan raya sana terdengar suara derap
kaki kuda yang amat ramai berkumandang dari kejauhan sana
yang makin lama semakin mendekat.
Agak tertegun Bi hong siancu mendengar suara itu, dia
segera memasang telinga baik-baik, mendadak serunya
tertahan:
"Aduh celaka, ayahku telah menyusul kemari"
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Apa kau tak mendengar suara bel itu? suara yang berasal
dari kuda tunggangan milik ayah"
Kemudian dengan cepat serunya kepada Suma Thian yu.
"Cepat lari, mereka sudah datang, kalau keburu terkurung,
bisa berabe juga akhirnya!"
Mendengar itu, Suma Thian yu segera terta wa terbahak-
bahak.
"Haah haah haah. Aku Suma Thian yu adalah seorang
manusia yang tak akan mencari gara-gara bila tiada urusan,
dan tidak takut menghadapi setiap kejadian bila menjumpai
urusan, kalau toh mereka sudah datang, memangnya bisa
menelanku hidup-hidup?"
Terkesiap jnga Bi hong Siancu setelah mendengar
perkataan itu, buru buru pintanya dengan nada setengah
merengek:
"Engkoh Yu, kumohon kepadamu sudilah kiranya untuk
menghindarkan diri lebih dahulu, ayahku bukan seorang
manusia yang bisa diusik dengan begitu saja, demi kau, juga
karena aku, cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!"
"Kalau aku pergi, bukankah hal ini akan di tertawakan
orang?"
"Darimana mereka bisa tahu kalau kau berada bersama-
samaku?"
Baru saja Bi hong siancu menyelesaikan kata-katanya,
mendadak dari tengah udara berkumandang suara gelak
tertawa yang menyeramkan, mendengar itu kedua orang
tersebut menjadi terkesiap dan segera berpaling.
Tampak dua bayangan manusia dengan kecepatan luar
biasa meluncur turun dihadapan kedua orang itu.
Suma Thian yu mencoba untuk mengawasi orang itu
dengan seksama, ternyata dia tak lain adalah Boan thian hui
Ya Nu bersama seorang manusia berusia empat puluh tahun.
Begitu berjumpa dengan kedua orang itu, buru-buru Bi
hong siancu memberi hormat seraya berkata:
"Paman Ya, mengapa kaupun datang kemari?"
"Hmm, bukankah semuanya ini gara-gara kau?" Eeh,
kenapa kau bisa berada bersama anjing lelaki ini?"
Begitu Boan thian hui Ya Nu menyaksikan Suma Thia yu,
hatinya kontan menjadi panas kembali, mungkin inilah yang
dikatakan dalam pepatah sebagai:
"Dua orang musuh besar saling berjumpa, sepasang
matapun ikut memerah"
Suma Thian yu tentu saja tidak mau menunjukan
kelemahannya, dengan cepat dia berseru:
"Hmm, prajurit yang pernah kalah, kau masih punya muka
untuk datang mencariku, huuh sunggah tak tahu malu"
Ternyata Boan thian hui Ya Nu tidak menjadi marah
sebaliknya malahan tertawa.
Anjing cilik, keparat terkutuk, kita berjum pa lagi, mari,
mari, kuperkenalkan kau dengan sahabatku ini, dia adalah
Sang tayhiap"
Suma Thian yu mencoba untuk mengamati orang iyu,
tampak wajahnya hijau membesi seperti baru saja sembuh
dari suatu penyakit yang sangat parah, mendadak dia teringat
akan seseorang, tanpa terasa tanyanya.
"Apakah orang ini yang disebut Cing bin kui (setan muka
hijau) Seng Tham?"
"Setan muka hijau adalah suatu kata makian, Suma Thian
yu sengaja berkata demikian dengan maksud untuk
menyindir lawannya.
Siapa tahu manusia bermuka hijau itu tertawa seram
setelah mendengar seruan tersebut, sahutnya:
"Benar, bocah keparat, tampaknya kau cukup tahu akan
diriku, aku memang bernama setan muka hijau, sedang kau
sebentar lagi akan berubah menjadi setan muka putih"
Belum sempat Suma Thian yu menjawab, dari tengah
udara telah berkumandang lagi tiga kali suara pekikan
panjang.
Mendengar suara pekikan tersebut, paras muka Bi hong
siancu Wan Pek lan berubah menadi pucat pias, segera
serunya:
"Ayahku datang "
Betul juga, dari hadapan mereka segera muncul tiga sosok
bayangan manusia, dalam sekejap mata bayangan tersebut
sudah tiba di depan Suma Thian yu, orang yang berada di
tengah itu sudah membentak dengan penuh kegusaran
sebelum kakinya mencapai tanah:
"Perempuan rendah, kau berani pagar makan tanaman,
diam-diam bersekongkol dengan, kaum laknat!"
Mendengar ayahnya melontarkan makian yang keji dan
amat tak sedap didengar itu, kontan saja Bi hong siancu
menangis tersedu-sedu. Suma Thian Yu adalah seorang lelaki
yang berjiwa kesatria, dia amat membenci watak Mo im sin
liong Wan Kiam ciu.
Sambil menggerakkan tubuhnya dia segera menerjang
kehadapan Wan Kiam ciu, kemudian serunya sambil
menuding:
"Wan tay hiap, aku benar-benar merasa malu untukmu,
tindakanmu itu sungguh lebih rendah daripada binatang,
darimana kau bisa tahu kalau putriku bertindak pagar makan
tanaman?
"Dia membelai dirimu, hal ini merupakan suatu fakta!"
bentak Mo im sin liong Wan Kiam ciu dengan gusar.
Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak bahak.
"Haahhh...haahh... hahh... Wan tayhiap, di depan orang
yang jujur tak usah berbicara bohong, apa maksud
kedatanganmu sudah aku pahami, aku orang she Suma akan
menerimanya satu persatu ....."
Dalam pada itu, Boan thian hui ya Nu menimbrung dari
samping.
"Cong piautau, buat apa mesti ribut dengannya? Lebih baik
dibunuh saja habis perkara"
Si manusia berbaju hijau yang berada disampingnya seperti
takut tidak kebagian kesempatan saja, tiba-tiba ia menyerobot
maju ke lalu sambil tertawa dingin serunya:
"Anjing keparat, Toaya akan melengkapi keinginanmu itu!"
Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya
menghantam dada Suma Thian yu.
Melihat datangnya bacokan tersebut, Suma Thian yu
miringkan badannya lalu berkelit ke samping, katanya sambil
tertawa:
"Selamanya sianya enggan membunuh prajurit tak
bernama"
Gagal dalam serangannya yang pertama, si setan muka
hijau Sang tham maju kedepan sembari melancarkan sebuah
pukulan lahi, dampratnya dengan penuh kegusaran:
"Bangsat, kau pingin mampus rupanya?"
Tenaga pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan
kedepan sehingga menimbulkan deruan angin tajam yang
amat memekikkan telinga.
Jarak kedua dua belah pihak cuma lima langkah, begitu si
setan muka hijau Sang tham mengayunkan telapak
tangannya, Suma thian yu segera merasakan datangnya
hembusan angin dingin yang mencekam perasaannya.
Dengan perasaan terkesiap dia lantas melayang kesamping
untuk menghindarkan diri, dengan mempergunakan ilmu Ciok
tiong luan poh sin hoat ajaran si pengemis yang suka
berpelancong cong Wi Kian, tampak ujung bajunya terhembus
angin dan tahu-tahu dia sudah berdiri satu kaki dari posisi
semula ...
Begitu Suma Thian yu mendemontrasikan ge rakan tubuh
yang amat indah, Bi hong siancu segera bersorak memuji.
Tampak pemuda itu segera mengejek si setan muka hijau:
"Sauya tak akan bersedia untuk bertarung melawan setan
tanpa nama, mengerti?"
"Anjing keparat" kontan saja setan muka hijau Sang tham
mencaci maki kalang kabut, "Toaya bernama Sang Tham,
ingat baik-baik namaku agar kalau sudah mampus mengetahui
siapa pembunuhmu, cepat lolosan pedangmu!"
Sebetulnya Suma Thian yu memang tidak mempunyai
kesan baik terhadapnya, apalagi setelah mendengar kalau dia
adalah murid kedua dari si mayat hidup Ciu Jit hwee atau adik
seperguruan dari si macan angin hitam Sim Kong,
kemarahannya segera berkobar.
Sengaja ejeknya dengan suara yang sinis:
Sang Tham? Sayang seribu kali sayang, sauya belum
pernah dengar nama Sang Tham berkumandang dalam dunia
persilatan"
Berbicara sampai disitu dia lantas sedekap tangan dan
tertawa terkekeh-kekeh, seolah-olah dia sama sekali tak
pandang sebelah matapun ternadap si setan muka hijau Sang
Tham.
Perlu di ketahui, si setan muka hijau Sang tham adalah
seorang manusia yang liar dan membunuh orang tanpa
berkedip, mendengar perkataan itu bukannya menjadi gusar
malah tertawa tergelak, suaranya menusuk pendengaran dan
tak sedap didengar...
Selesai tertawa, mendadak sepasang mata nya yang buas
dan tajam bagaikan sembilu itu yang menembusi hati, ia
mengawasi wajahnya Suma Thian yu tanpa berkedip,
membuat anak muda itu bergidik, pikirnya:
"Amat luar biasa tenaga dalam orang ini!"
Walau Sang Tham menduduki urutan kedua dalam
perguruan si mayat hidup Ciu Jit hwee, namun usianya jauh
diatas usia kakak sepergu ruan si harimau angin Sim Kong,
sebab mayat hidup Ciu Jit hwee mengutamakan urutan dalam
penerimaan muridnya tanpa mempersoalkan perbedaan usia
diantara mereka.
Sampai di manakah kepandaian silat dari harimau angin
hitam Sim Kong, sewaktu be-ada di lembah Cing im kok yang
lalu, sudah pernah dirasakan oleh Suma thian yu dan terbukti
memang luar biasa. Benar, kekalahannya yang dideritanya
tempo hari hanya terbatas pada soal pengalaman dan
pengetahuan, namun kekalahan tersebut diterimanya dengan
hati yang tulus.
Dalam pada itu, si setan muka hijau Sang tham telah
meloloskan sebilah pedang lengkungberbentuk kaitan dari
punggung nya, kemudian serunya setelah tertawa seram:
"Hehehehe.....bila toaya telah membegalmu, kau toh akan
mengenali diriku?"
Seraya berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabit
direntangkan kedepan, kemudian sambil bergerak maju
kedepan, dia membacok tubuh Suma thian yu dengan jurus
Hek coa jui tong (ular hitam keluar dari gua).
Suma Thian yu memang berniat untuk mempermainkan
setan muka hijau, menghadapi ancaman tersebut ternyata ia
tidak meloloskan pedang Kit hong kiamnya. Dengan sepasang
mata yang tajam dia mengawasi pedang kaitan tersebut lekat
lekat kemudian setelah tertawa dingin ejeknya:
"Setan tua, dalam sepuluh gebrakan aku akan menyuruh
kau memperlihatkan wujud sebenarnya!"
Baru selesai dia berkata, pedang kaitan dari Setan muka
hijau Sang Tham telah menusuk tiba, tampaknya beberapa
inci lagi segera akan menyentuh ujung baju Suma Thian yu.
Pada saat itulah mendadak Suma Thian yu mendengus
dingin, menyusul bayangan tubuh nya berkelebat lewat dan
tahu-tahu sudah lenyap dari pandangan mata. Gagal dari
serangannya yang pertama, mendadak setan muka hijau Sang
Tham merasakan datangnya dengusan dingin yang bergema
dari belakang tubuh, buru-buru dia membalikkan badannya,
seketika itu juga terasa hawa dingin menembusi tulang
belakangnya, ternyata Suma Thian yu sudah menyelinap
kebelakang punggungnya.
Kontan saja sifat buas dari setan muka hijau berkobar
dalam dadanya, pedang kaitan berbentuk sabitnya dengan
jurus Heng Sau gian kun (menyapu rata selaksa
prajurit)segera menyapu kedepan mengikuti berputaran
badan-nya kemudian pedang itu ditusuk kemuka de ngan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Siapa tahu baru saja sepasang bahunya bergerak, tampak
ada bayangan hitam berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah
kehilangan lagi bayangan tubuh dari Suma Thian yu.
Kali ini, setan muka hijau Sang Tham bertindak lebih cerdik,
ketika senjatanya mencapai setengah jalan, tiba-tiba
tubuhnya berputar kencang dan membacok kebelakang
punggung.
Di dalam anggapannya, serangan yang dilancarkan kali ini
pasti akan berhasil telak, sekalipun Suma Thian yu licik juga
tidak akan lolos dari serangan pedangnya yang aneh tapi sakti
itu. Maka itu, bersamaan dengan berputarnya sang badan,
dalam hati kecilnya dia tertawa dingin tiada hentinya.
Siapa tahu selicik-liciknya dia, orang lain tidak lebih bodoh.
Suma Thian yu tahu-tahu sudah berdiri disisinya sambil
bertepuk tangan dan bersorak sorai.
"Hooree... rupanya kau sedang menghantam si angin
busuk," ejeknya sambil tertawa tergelak, "sauya toh berada
disini, kenapa angin tak berdosa yang di hajar? Nah, sekarang
sudah lewat tiga jurus, masih ada tujuh jurus lagi untuk
memaksamu menunjuk wujud aslimu!"
Selama hidup belum pernah setan muka hijau Sang Tham
di perlakukan orang dengan cara macam ini, kontan saja
berteriak dengan penuh kegusaran:
"Bocah keparat, serahkan nyawamu!"
Menyusul teriakan itu tubuhnya bergerak kedepan bagaikan
orang kalap, sambil menciptakan selapis cahaya pedang dia
menyerang secara membabi buta.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang selama ini hanya
melihat jalannya pertempuran dari tepi arena, sesungguhnya
tak pandang sebelah matapun terhadap si setan muka hijau.
Oleh sebab itu menang kalah Sang tham boleh dibilang tiada
sangkut pautnya pula dengan dia, akan tetapi setelah
menyaksikan Sang thsm mulsi nekad dan siap beradu jiwa, ia
menjadi amat gelisah, teriaknya tanpa sadar:
"Saudara sekalian, maju bersama!"
Selesai berkata ternyata dia menerjang lebih dahulu
kedalam arena, disusul kemudian oleh dua orang piausu dan
Boan thian hui ya Nu.
Bi hong siancu Wan Pek lan menjadi gelisah sekali setelah
menyaksikan kejadian tersebut, berdiri disitu dia lantas
berteriak penuh kegelisahan.
"Oooh Thian, sungguh memalukan sekali perbuatan kalian!"
Yang dimaksudkan sebagai orang yang memalukan tentu
saja perbuatan dari ayahnya yang main kerubut serta
menyerang kaum muda, sebagai seorang cong piautau
ternyata dia menggunakan sistem pertarungan roda berputar
untuk meng-giliri seorang bocah cilik,
bila kabar ini tersiar keluar, nisciya hal mana akan sangat
memalukan dan merosotkan pamornya di depan mata umum.
Waktu itu Suma Thian yu sedang merasa gembira karena
berhasil menangkan San Tham, melihat kawanan musuhnya
menyerang bersama, dia segera berpekik dengan suara yang
amat nyaring, dengan suatu kecepatan luar biasa dia
mencabut keluar pedang Kit hong kiam yang tiada
tandingannya dikolong langit itu.
Begitu pedang Kit hong kiam diloloskan, dari empat penjuru
sudah menyambar tiba lima macam senjata tajam.
Dalam repotnya Suma Thian yu segera mengeluarkan jurus
Ya can pat hong atau berta rung malam delapan penjuru
untuk memunahkan ancaman lawan dengan kekerasan.
Waktu itu kemarahannya telah berkobar, buru-buru dia
menghimpun tenaga dalamnya sambil memutar pedang,
secara beruntun dia lepaskan dua kali serangan berantai untuk
mendesak mundur lima orang yang mengerubutinya sampai
beberapa langkah, kemudian bentaknya pada Wan Kiam cu
dengan kobaran emosi:
"Wan tayhiap, dendam ini akan kuingat selalu dihati, suatu
ketika aku orang she Suma pasti akan berkunjung lagi ke Sin
liong piauliok untuk menentukan mati hidup bersamamu!"
Selesai berkata, dia berpekik nyaring, sepasang kakinya
menjejak tanah dan melambung ke tengah udara kemudian
dengan kecepatan luar biasa melesat ke dalam hutan lewat
dibelakang tebing.
Melihat pemuda itu melarikan diri, tentu saja Mo im sin
liong enggan untuk melepaskan dengan begitu saja, sambil
membentak pendek, kakinya menjejak tanah dan segera
mengejar dengan kecepatan tinggi.
Keempat orang lainnya tak mau ketinggalan, serentak
mereka melakukan pengejaran dengan kecepatan tinggi.
Tak lama kemudian Suma Thian yu telah tiba ditepi hutan.
Mo im sin liong Wan Kiam ciu yang berada dibelakangnya
segera membentak keras:
"Bocah keparat, jangan kabur! Tinggalkan dahulu selembar
nyawamu!"
Belum habis dia berkata, Suma Thian yu telah menembusi
hutan dan menyelinap dibalik dedaunan.
Tentu saja Mo im sin liong tak rela melepakan mangsanya
dengan begitu saja, dia segera memberi tanda kepada rekan-
rekannya agar melanjutkan pengejaran tersebut.
Mendadak dari balik hutan brkumandang suara pekikan
areh yang amat nyaring....
Mendengar pekikan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam ciu
menjadi tertegun, ketika ia mendongakkan kepalanya, tampak
tiga sosok bayangan manusia sedang melesat keluar dari
dalam hutan dan melayang turun dihadapan mereka, persis
menghadang jalan pergi orang-orang itu.!
Melihat siapa yang datang Boan thian hui Ya Nu segera
menjerit kaget.
"Aaah, pencoleng berkerudung!"
Betul, disitu telah muncul tiga orang manusia berkerudung,
ketiga orang itu menutupi wajahnya dengan kain berwarna
hitam dengan jubah berwarna hitam pula, selain sepasang
matanya yang berkilauan tajam, boleh dibilang tak terlihat
bagaimanakah mimik wajahnya ketika itu.
Begitu berjumpa dengan manusia berkerudung itu,
kemarahan Mo im sin liong Wan kiam ciu semakin memuncak,
tanpa bertanya merah atau hijau lagi, segera bentaknya
keras-keras:
"Siapa yang berada didepan sana? Mengapa menghadang
jalan pergi kami?"
"Toayamu hendak menghalangi jalan pergi mu, mau apa
kau?" sahut manusia berkerudung yang ada ditengah dengan
dingin.
"Siapakah kau?"
"Orang yang telah membegal barang kawalan perusahaan
kalian" jawab orang itu dingin.
"Wan piautau, membunuh adalah suatu perbuatan yang
dilakukan hanya dengan mengangkat tangan, mengapa kau
mesti melakukan pembunuhan terhadap seorang bocah cilik?"
"Apa sangkut pahutnya antara bocah keparat dengan
kalian?"
"Ooh, soal itu mah lebih baik tak usah di campuri Wan
piautau, bocah itu sudah kubawa pergi, kalau punya
kemampuan minta sajalah kepadaku!"
Selama hidupnya Mo im sin liong Wan Kiam ciu hidup
diujung golok, begitu rnenrtengar ke tiga orang itu mengaku
sebagai pembegal barang kawalannya dan mereka pula yang
telah menyelamatkan Suma Thian yu, kontan saja marah,
ssgera dia menerjang ke muka dan melepaskan sebuah
bacokan ke tubuh orang itu.
"Kiam ciu!" terdengar orang berkerudung itu membentak
keras, "masih ingin hidupkah kau?"
Ketika mendengar teguran tersebut, Mo im sin liong Wan
Kiam ciu yang sedang memasang gaya untuk melancarkan
serangan menjadi agak terhenti, kemudian ia berdiri
termangu-mangu ditempat semula dengan perasaan terkesiap.
"Suara orang ini sangat kukenal... sebenarnya siapakah
dia?" demikian ia berpikir.
Sementara dia masih termenung, terdengar orang itu
berkata lagi:
"Kiam ciu, matikan saja keinginanmu itu, lebih baik pulang
saja ke rumah....."
Mendengar perkataan itu, mendadak Mo im sin liong Wan
Kiam ciu teringat akan seseorang, paras mukanya segera
berubah hebat, tapi dengan cepat ia menggelengkan
kepalanya untuk menyangkal kembali jalan pemikiran
tersebut, tanyanya sambil mendongakkan, kepala
"Siapakah kau? Dapatkah aku mengetahuinya?"
"Sesaat sebelum ajalmu tiba, aku pasti akan menyingkap
kain kerudung ini untuk memperlihatkan wajah asliku
kepadamu!"
Mendengar perkataan tersebut, Mo im sin liong Wan Kiam
ciu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang.
"Haaah....haaah....haaah....sungguh beruntung kita bisa
saling bersua muka pada hari ini, bersusah susah aku mencari
jejakmu akhirnya berhasil ditemukan tanpa bersusah payah.
Bila kalian bertiga tidak segera menyerahkan barang kawalan
kami yang dibegal, jangan harap kalian bisa keluar dari sini
dengan keadaan hidup!"
Berbicara sampai disitu, dia lantas memberi perintah
kepada para piausunya.
"Bekuk mereka semua!"
Siapa tahu belum selesai dia berkata, mendadak terdengar
ke tiga orang manusia berkerudung itu tertawa tergelak
bersama.
Ketika Wan Kiam ciu mendongakkan kepalanya, dengan
perasaan kaget segera jeritnya:
"Aaaah"
Ternyata ke empat orang pembantu yang dibawanya telah
berdiri mengintari dibelakang tubuhnya dengan berjajar,
sambil megang senjata, meraka mengawasi kearahnya dengan
senyuman licik menghiasi bibirnya.
Merasakan gelagat tidak beres, dengan perasaan terkesiap,
Mo im sin liong segera bertanya:
"Kalian..."
Belum habis dia berkata, Boan thian hui Ya Nu telah
menyela sambil tertawa licik.
Wan congpiautau, kau terkejut? Siapa suruh kau pikun dan
tolol, jangan salahkan jika kamipun bertindak pagar makan
tanaman, heeh...heeeh..., hari ini adalah hari kematianmu,
cuma bila kan bersedia menyerahkan perusahaan Sin liong
piaukiok kepadaku, tentu orang she Ya pun bisa berbelas
kasihan dengan mengampuni selembar jiwamu."
Ternyata Boan thian hui Ya Nu telah bersekongkol dengan
kawanan penyamun berkerudung itu, tentu saja si Setan muka
hijau Sang Tham pun diundang datang secara khusus untuk
membantu pihak mereka.
Mimpipun Mo im sin liong Wan Kiam ciu tidak menyangka
kalau mata-matanya berada dalam tubuh perguruan sendiri,
melihat masa
jayanya sudah lewat, diam-diam ia menghela napas
panjang, akhirnya setelah mengambil keputusan didalam hati,
katanya sambil tertawa sedih:
"Ya Nu! Lohu bersikap sangat baik kepada mu, siapa tahu
kau adalah seorang manusia yang berpakaian binatang.
Pepatah kuno memang berkata benar: Tahu orangnya,
tahu mukanya belum tentu tahu hatinya... Ternyata lohu
sudah salah menilai dirimu, tidak sulit bila kau menginginkan
perusahaan ini, cuma kau mau mesti bertanya dulu kepada
pedangku ini, jika dia setuju, tentu saja lohu akan
menyerahkan de ngan sepasang tangan terbuka..."
Setan muka hijau Sang Tham tertawa seram.
"Heehh...heeehh...heehh.,. kematian sudah berada didepan
mata, buat apa mesti banyak ber bicara lagi? Toaya akan
segera mengirim dirimu lebih dulu untuk pulang kerumah
kakek moyangmu"
selesai berkata, pedang kaitan berbentuk bulan sabitnya
diayunkan ke muka menusuk tenggorokan wan Kiam ciu.
Mo im sin-liong wan Kiam ciu tertawa seram, pedangnya
dengan jurus Sau soat hee ciat (Membersinkan salju dibawah
rumah) menangkis datangnya ancaman pedang kaitan
tersebut, menyusul kemudian dengan jurus Sin liong ji hay
(naga sakti masuk samudra) secepat kilat dia menusuk ke ulu
hati setan muka hijau Sang Tham.
Boan thian hui Ya Na paling mengetahui kemampuan yang
sebetulnya dari Wan Kiam cui, dia kuatir setan hijau Sang
Tham terkecoh, maka sambil memutar senjata Sam ciat kun-
nya ia terjun pula ke arena pertarungan, suatu pertarungan
sengit dengan cepat berkobar.....
Mo im sin liong wan Kiam ciu dengan megandalkan ilmu
pedang Hu mo kiam hoat serta Mo im sin hoatnya yang lihay
pernah menjagoi utara dan selatan sungai besar, meski
sekarang diharuskan berhadapan langsung dengan dua orang
musuh tangguh, dia masih dapat memberikan perlawanan-nya
dengan gigih, dia kuatir dikerubuti orang banyak, maka begitu
turun tangan dia lantas melancarkan ancaman dengan jurus-
jurus dahsyat dan mematikan.
Benar juga, tak lama kemudian si setan muka hijau Sang
Tham keok lebih dulu, menyusul kemudian Boan thian hui Ya
ikut terpapas kutung sebuah jari tangan-nya.
Tiga orang manusia berkerudung yang berada disamping
arena dan melihat gelagat tidak menguntungkan, dengan
cepat membentak keras dan bersama-sama terjun ke arena
pertarungan, dengan demikian situasinya segera berubah, Mo
im sin liong kena terdesak sehingga mundur kebelakang
berulang kali........
Sepasang tangan sulit melawan empat tangan, seorang
gagah sukar melayani gerombolan monyet, apalagi usia Mo im
sin liong San Kiam ciu telah mencapai enam puluh tahunan,
setelah bertarung sekian lama ia makin tak kuasa menahan
diri.
Pada mulanya dia masih dapat memutar senjatanya dengan
leluasa, tapi lama-kelamaan akhirnya makin keteter dan tak
sanggup menahan diri lebih lanjut.
Paras muka Mo im sin liong berubah menjadi merah padam
bagaikan darah, sepasang matanya merah berapi-api, pakaian
yang dikenakan olennya kini telah bertambah dengan
beberapa buah lubang, hingga detik ini dia benar-benar
kehabisan tenaga dan berada diambang kematian. Tampak
giginya saling bergemerutukan keras, mendadak ia berjongkok
lalu sambil membentak nyaring, sepasang lengan-nya
diluruskan kemuka dan tubumenerjang keudara dan berusaha
untuk melompat keluar dari arena dengan mengerahkan sisa
kekuatan yang dimilikinya.
Boan thian hui Ya Nu yang mendendam karena jarinya
dipapas kutung, tentu saja tak akan membiarkan dia
melarikan diri dengan begitu saja, sambil memberi tanda
kepada semua orang, serentak mereka melompat ke muka
dan menubruk bersama ketubuh Mo im sin liong Wan kiam
cui.
Tujuh macam senjata bagaikan titik air hujan berbareng
membacok kearah tubuh lawan.
Tampaknya Mo im sin liong Wan Kiam akan terjerumus
kedalam bahaya maut dan tak mungkin jiwanya bisa tertolong
lagi...
Disaat yang amat kritis itulah mendadak dari tengah udara
berkumandang suara pekikan nyaring yang memekikkan
telinga, menyusul kemudian terlihat sesosok bayangan
manusia berwarna hitam masuk ke dalam arena dengan
kecepatan luar biasa.
Seketika itu juga terdengar suara benturan senjata yang
amat ramai disusul jeritan kesakitan bergema memenuhi
angkasa, diantara ba yangan manusia berkelebat lewat, tujuh
delapan sosok bayangan manusia tahu-tahu sudah roboh
rerkapar diatas tanah sambil mengaduh kesakitan.
Ditengah arena pertarungan, kini telah berdiri seorang
kakek berwajah segar yang sangat berwibawa, ditangannya
menggenggam sebuah senjata kebutan dan berdiri disitu
sambil tersenyum.
Waktu itu sebenarnya Mo im sin liong sudah memejamkan
matanya siap mati, ketika tiba-tiba muncul seorang bintang
penolong dari atas langit, ia merasa terkejut sekali, buru-buru
melompat bangun, kemudian dengan hormat dia menjura
seraya berkata:
"Berkat bantuan dari saudara, kuucapkan banyak terima
kasih atas pertolonganmu!"
"Cepat-cepatlah pulang, kuatirnya kalau terjadi sesuatu
peristiwa yang diluar dugaan!"
Mendengar perkataan itu, Mo im sin liong merasa amat
terkejut, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya,
kemudian jeritnya kaget:
"Aah, jangan-jangan aku sudah terkena siasat memancing
harimau turun gunung?"
Kakek itu mengangguk dan tersenyum, lalu ia tidak bicara
lagi.
Mo im sin liong Wan kiam cui merasa gelisah sekali, buru-
buru tanyanya lebih jauh:
"Tolong tanya siapakah namamu agar budi kebaikan ini
bisa kubalas dikemudian hari!"
"Cepatlah pergi! Tak ada gunanya menanyakan soal itu
kepadaku, lebih baik segera pulang keperusahaan Piaukiok
untuk menyelamatKan bencana" kembali kakek itu tegsenyum!
Mo im sin liong Wan Kiam ciau tidak bertanya lebih jauh,
dia segera menjura kemudian melompat pergi meninggalkan
tempat itu, dalam beberapa langkah saja dia sudah lenyap
dari pandangan mata.
Sepeninggal Mo im sin liong, kakek itu baru mengalihkan
sorot matanya dan mengawasi ketujuh orang pencoleng yang
tergeletak ditanah lalu sambil mengibaskan senjata
kebutannya, ia berkata :
"Semuanya cepat bangun! Sudah tak becus macam
gentong nasi, masih berani berlagak sok pendekar"
Seakan-akan memiliki kewibawaan yang luar biasa, ketujuh
orang pencoleng yang sedang merintih diatas tanah itu segera
merangkak
bangun kemudian dengan empat belas matanya yang
memancarkan sinar takut bercampur merengek, mereka
bersama-sama mengawasi tubuh kakek tersebut.
Si kakek segera tersenyum, katanya.
"Lohu paling benci dengan segala macam permainan
rendah dan busuk seperti ini, berbicara dari perbuatan yang
kalian lakukan, sebetulnya tak seorangpun tak boleh dibiarkan
hidup, tapi mengingat kalian belum melakukan kejahatan
besar, maka sengaja kuampuni jiwa mu sekali ini saja, bila lain
kali sampai terjatuh kembali ketangan lohu, tak akan seenteng
ini yang bakal kuberikan"
Berbicara sampai disitu, ditatapnya ketujuh orang itu
dengan pandangan tajam, kemudian bentaknya lebih lanjut.
Mengapa tidak segara enyah dari sini? Apakah ingin
menunggu sampai lohu yang menghantar keberangkatan
kalian?"
Meski suaranya halus namun memancarkan semacam
kewibawaan yang membuat orang tak berani melanggarnya.
Hoan thian hui Ya Nu berangkat duluan disusul lima orang
lainnya, tinggal seorang manusia berkerudung yang masih
tetap tinggal disitu sambil mengancam:
"Toaya tak akan melupakan peristiwa yang berlangsung
hari ini dengan begitu saja, tinggalkan namamu, dikemudian
hari pasti akan kubalas pemberianmu pada hari ini"
Kembali kakek itu tertawa terbahak-bahak setelah
mendengar ucapan tersebut.
"Bagus, punya keberanian, punya semangat, lohu paling
suka dengan manusia semacam kau, baik! Jika kau ingin
membalas peristiwa hari ini, silahkan saja datang ke telaga
Tong ting yu untuk mencari Heng see Cinjin..."
Mengetahui kalau kakek yang berada dihapannya kali ini
adalah Heng see Cinjin yang nama besarnya sudah termashur
dalam dunia persilatan sejak puluhan tahun berselang,
manusia berkerudung itu tak berani banyak berbicara lagi. dia
segera membalikkan badan dan segera melarikan diri terbirit-
birit meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan hitam yang semakin menjauh dari
pandangan mata itu. Heng see Ciajin tertawa terbahak-bahak,
kemudian selesai tertawa bentaknya dengan suara rendah.
"Bocah, sekarang kau sudah boleh keluar."
Baru selesai dia berkata, dari dalam hutan terdengar
sesorang menyahut lantang:
"Aku telah datang!"
Sesosok bayangan manusia melayang keluar dari balik
pepohonan, setelah berputar satu lingkaran diudara, dengan
entengnya dia melayang turun di muka Heng see Cinjin.
Ternyata orang itu tak lain adalah si pendekar cilik Suma
Thian yu. Begitu mencapai permukaan tanah Suma Thian yu
segera berkata dengan hormat:
"Rupanya cianpwee, maaf bila boanpwee punya mata tak
berbiji."
Heng see Cinjin segera tertawa terbahak-bahak”.
"Haaah, haaah, haaah, sudah kau dengar namaku. Bocah,
siapakah gurumu?"
"Guruku adalah Put gho chu."
Mengetahui kalau guru Suma Thian yu adalah Put Gho cu
yang angkat nama bersamanya tak terasa Heng see Cinjin
tertawa bergelak.
Tapi secara tiba-tiba dia menghentikan kembali gelak
tertawanya, kemudian setelah melirik sekejap kearah pedang
yang tersoreng dipunggung Suma Thian yu, katanya agak
tercengang. Dari mana kau dapatkan pedang itu?"
"Hadiah dari paman boanpwee, Kit hong kiam Wan Liang."
"Ehmm, bagaimana dengan dia? Sekarang dia berada
dimana?"
"Dia seorang tua telah tiada."
"Sudah mati?" paras muka Heng see Cinjin berubah hebat,
"apa yang menyebabkannya kema tian-nya?"
Begitu teringat dengan kematian paman Wan nya yang
mengenaskan, sepasang mata Suma thian yu berubah
menjadi merah padam, titik air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya, sampai lama kemudian ia baru berusaha
untuk menekan kesedihan yang mencekam dalam dadanya.
Kemudian secara ringkas dia menceritakan kisah kematian
Wan Liang yang mengenaskan itu kepada Heng see Cinjin,
kemudian secara ringkas mengisahkan pula apa yang telah
dialaminya di perusahaan Sin liong piaukiok.
Heng see Cinjiu mendengarkan dengan seksama, kemudian
sambil mengdongakkan kepalanya dia menghela napas
panjang.
"Aaai... sakit hati tenggelam ke dasar samudra, tiada saat
untuk membuktikan kebersihan diri lagi"
"Sungguhkah dugaan dari locianpwee itu?
"Ehhmm ...kau tahu manusia macam apakah Bi kun lun
Siau Wi goan yang menjadi musuh bebuyutannya paman
Wan?"
Suma Thian-yu menggelengkan kepalanya berulang kali.
BoanPwee kurang jelas, mohon kau sudi memberi
penjelasan"
"Aaai....siancay, kalau persoalan ini saja tidak kau pahami,
bagaimana mungkin fitnahan yang menimpa Wan Liang bisa
terselesaikan dengan baik...?"
Selesai berkata, Heng see Cinjin segera duduk bersila dan
mempersilahkan pula kepada Suma Thian yu untuk duduk,
kemudian katanya.
"Nak, kau duduklah dulu, akan kujelaskan semua perangai
yang sebenarnya dan Siau Wi goan"
Suma Thian-yu segera duduk. Pada saat itulah mendadak
ia teringat kembali dengan bencana yang menimpa
perusahaan Sin liong piau kiok, buru-buru katanya:
"Locianpwee, bagaimana dengan keadaan di Sin liong
piaukiok?"
"Anak bodoh, apa sangkut pautnya persoalan ini dengan
dirimu? Mereka amat membencimu sehingga kalau bisa makan
dagingmu dan menghirup darahmu, buat apa kau mesti
memperhatikan dirinya? "
"Tapi......
Melihat sikap Suma Thian yu yang murung dan penuh
perasaan cemas, diam-diam Heng see Cinjin memuji atas
kebesaran hati dan sifat kependekaran dari pemuda itu,
katanya sambil tertawa:
"Bencana bisa dihindari, bagaimana dengan kekesalan?
Nak, tak usah kau pikirkan tentang masalah itu, dengarkan
dulu perkataanku. Sudah pasti wan Kiam ciu si manusia tolol
itu dapat dibantu"
Mendengar ucapan mana, Suma Thian yu segera berpikir
lagi didalam hati:
"Menunggu kau menyelesaikan kata katanya, mungkin Sin
liong piaukiok sudah hancur menjadi puing-puing yang
berserakan?"
Walaupun dia berpikir demikian, toh perasaannya agak
tenang banyak, karena setelah Heng see Cinjin berkata
demikian, sudah pasti ia telah mengatur suatu rencana yang
matang.
Sementara itu Heng see Cinjin telah memandang sekejap
ke arah Suma Thian yu, lalu berkata.
"Nak, orang yang hendak kau cari adalah pemimpin
kalangan putih dari dunia persilatan dewasa ini, andaikata dia
adalah musuh umum dari dunia persilatan saat ini, lohu yakin
usahamu itu pasti akan segera berhasil, sa yang Bi kun lun
Siau Wi goan adalah seorang yang dianggap sebagai seorang
Kuncu, seorang enghiong hohan dari dunia persilatan, bila kau
berani mencarinya, berarti kau sedang menantang seluruh
umat persilatan untuk berduel, akibatnya tak bisa dibayangkan
dengan kata-kata.
Mendengar sampai disitu, Suma Thian yu segera bertanya
dengan perasaan gugup:
"Kalau begitu, harapan dari boauwe ini tak mungkin bisa
terwujud....?"
"Aku rasa demikian, kecuali kalau kau memiliki suatu
kepandaian yang luar biasa"
Berbicara sampai disitu, Heng see Cinjin berhenti sejenak,
kemudian melanjutkan :
"Cuma, manusia tak akan menangkan takdir, kebenaran
pasti akan ditegakkan, asal kau dapat menemukan suatu bukti
dari kejahatan yang telah dilakukan Siau Wi goan, tentu saja
hal ini akan mempermudah dirimu untuk mempermudah
dirimu untuk melaksanakan tugas tersebut"
"Jadi locianpwee menganggap dia adalah seorang yang
baik?"
"Hanya bisa mengatakan demikian, karena dia tidak
mempunyai bukti yang menunjukkan kalau telah melakukan
kejahatan"
Suma Thian-yu merasakan hatinya sakit sekali, katanya
kemudian dengan cepat:
"Dia adalah orang jahat! Dia adalah pemimpin dari
rombongan penyamun berkerudung itu!"
"Aku memang pernah mendengar berita tersebut" kata
Heng see Cinjin hambar, "tapi kalau sesuatu kejadian belum
dibuktikan dengan mata kepala sendiri, hal mana tak dapat
diper caya dengan begitu saja"
Suma Thian yu menjadi sangat gelisah, serunya lagi
dengan cemas.
Hal 57 dan 58 hilang
Suma thian yu seorang yang cerdas, mendengar perkataan
itu, kecurigaan-nya lenyap, kemurungan dan kekesalan yang
semula menyelimuti wajahnya pun lenyap, dengan perasaan
terima kasih, dia awasi Heng See cinjin tak berkedip, sepatah
katapun tak sanggup diucapkan karena haru.
Melihat itu Heng see Cinjin segera berkata sambil
tersenyum:
"Orang yang baik selalu dilindungi Thian, persoalanmu kali
ini hanya ada rasa kejut tiada bahaya, semoga kau dapat maju
dengan gagah berani...."
"Terima kasih atas petunjuk dari cianpwee, seru Suma
Thian yu sambil bangkit dan mengucapkan rasa terima
kasihnya.
Heng see cinjin mengulapkan tangannya menyuruh dia
duduk, dan katanya lagi:
"Mereka segera akan datang, mari kita duduk dan menanti
sejenak!"
"Siapa mereka?" tanya Suma Thian yu dengan rasa
keheranan.
"Sebentar kau akan mengerti, buat apa mesti terburu
napsu?"
Berbicara sampai disitu, Heng see cinjin segera memasang
telinga dan mendengarkan dengan seksama, kemudian ia
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah....haah...mereka sudah datang, cara kerja
kedua orang setan cillk ini benar-benar cepat sekali!"
Suma Thian yu tidak tahu permainan macam apakah yang
hendak dilakukan Heng see cinjin ini, untuk sesaat dia menjadi
kebingungan setengah mati dan cuma bisa mengawasi kakek
itu dengan wajah termangu.
Heng see Cinjin segera menuding keatas tebing, lalu
tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah...coba lihat, bukankah mereka telah
datang?"
Suma Thian yu segera berpaling, mengikuti arah yang
ditunjuk Heng see Cinjin, tampak ada dua sosok bayangan
manusia sedang meluncur mendekat dengan kecepatan luar
biasa. Cukup dilihat dari gerakan tubuh mereka,
dapat diketahui kalau kedua orang itu adalan jago-jago
persilatan nomor wahid dari kolong langit...
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah melayang
turun disamping mereka, ternyata ke dua orang itu adalah
muda mudi yang berusia antara tujuh delapan belas tahun.
Begitu mencapai diatas permukaan tanah, muda mudi itu
segera melayang turun ke tanah dan menyembah kepada
Heng see Cinjin sembari melapor:
"In su, tugas yang dibebankan kepada kami telah
diselesaikan, cuma sayang kami gagal untuk melindungi Mo im
sin liong Wan Kiam ciu Wan cong piautau"
"Apa? Wan congpiautau telah tertimpa suatu musibah?"
Setelah menjerit kaget, dengan gusar Heng see Cinjin
segera menegur sepasang muda mudi itu:
"Bodoh! Bagaimana pesanku pada kalian? Masa urusan
sekecil inipun tidak bisa dibereskan secara tepat? Begitu masih
ingin membicarakan masalah besar lainnya?
Ternyata sepasang muda mudi ini adalah murid
kesayangan dari Heng see cinjin, mereka adalah saudara
sekandung, yang lelaki bernama Thia Cian, yang perempuan
Thia Yong.
Sejak kecil dua saudara ini hidup sengsara karena di tinggal
mati kedua orangnya, oleh Heng see Cinjin mereka pun di
bawa pulang kebukit Kun san dipelihara disana.
Oleh karena kedua orang itu mempunyai bakat yarg baik
untuk berlatih silat, timbul perasaan sayang Heng see Cinjin
kepada mereka, sejak kecil kepandaian silatnya telah diberikan
kepada mereka berdua.
Perlu di ketahui Heng see Cinjin adalah kakak seperguruan
Leng gho Cinjin ketua partai Kun lun dewasa ini, ilmu silatnya
lihay sekali.
Berhubung adik perguruannya Leng gho Cin jin sombong
dan kemaruk akan nama dan kedudukan, sedangkan dia
hambar akan nama dan kedudukan, seringkali kedua orang
bersaudara perguruan ini bentrok berselisih paham, akhirnya
diapun menyerahkan kedudukan ciangbun jin tersebut kepada
Leng gho Cinjin.
Sedangkan dia sendiripun berkelana dalam dunia
persilatan, selain mengasingkan diri diapun memusatkan
segenap perhatiannya untuk mendidik anak muridnya.
Oleh karena itu, begitu terjun kedalam dunia persilatan,
dua bersaudara Thia segera menjadi tenar dan
menggemparkan dunia persilatan, semua orang menyebut
mereka sebagai Thi pit suseng (sastrawan berpena baja) dan
Toan im siancu.
Sementara itu Thi pit suseng Tnia Cian sedang berkata
dengan nada menyesal:
"In su, dalam melindungi keselamatan jiwa Wan
congpiautau, tecu berdua memang tidak berkemampuan,
justru karena kami datang tepat pada waktunya, maka Sin
Liong piauklok baru selamat dari jurang kehancuran"
Suma Thian yu menjadi gelisah sekali setelah mendengar
kalau Wan cong piantau menderita luka parah, baru saja Thi
pit suseng Thian Cian menyelesaikan kata-katanya, dengan
cepat dia telah bertanya:
"Apakah jiwanya terancam bahaya?"
Jilid 9 : Mengusut pencoleng berkerudung
Dengan cepat Thi pit suseng Thia Cian menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Sukar untuk diramalkan, tapi nampaknya memang
terancam jiwanya"
"Si tua bangka tolol dan bodoh itu sudah sepantasnya
merasakan sedikit penderitaan, kalau tidak, mana mungkin ia
dapat membedakan yang baik dan yang buruk"
Kemudian kepada Thi pit suseng Thia Cian kembali
bertanya.
"Cian ji, siapakah yang telah melakukan pembantaian
terhadap perusahaan pengawal barang itu?"
"Tecu tidak tahu, konon mereka adalah segerombolan
penyamun berkerudung"
"Aaaah, lagi-lagi gerombolan penyamun kerudung!" gumam
Suma Thian-yu seorang diri, kemarahan-nya makin membara.
Tampaknya Heng see cinjin sudah mempunyai perhitungan
dalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Sudah kuduga sejak semula, begitupun lebih baik, kalau
tidak demikian, lama-kelamaan Sin liong piaukiok bakal
dikuasahi pula oleh mereka...."
Dalam pada itu, Toam im siancu Thio Yong yang berada
disamping, telah menimbrung:
"In su, bencana yang menimpa perusahaan Sin liong
piaukiok tak akan berakhir sampai disini saja!"
"Kenapa?"
"Tecu mendengar ada seorang pencoleng berkerudung
yang mengancam akan datang lagi sesaat sebelum
meninggalkan tempat itu"
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanya Heng see cinjin
dengan perasaan terperanjat.
"Benar Insu, tecu pun ikut mendengar ancaman tarsebut"
sambung Thi pit suseng Thia Cian dengan cepat.
Paras muka Heng see cinjin segera berubah menjadi amat
serius, katanya kemudian:
"Bajingan yang menggemaskan, selama lohu masih hidup
didunia ini, aku pasti akan menghadapi mereka sampai titik
darah yang peng habisan"
Setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Anak Cian, apakah orang-orang dari perusahaan piaukiok
itu pada mengetahui kejadian ini?"
"Yaa, mereka semua mengetahui"
"Kalau begitu aku bisa berlega hati, setelah terjadinya
peristiwa yang menimpa mereka ini, tentu mereka akan
bertindak lebih seksama dan waspada" gumam Heng see
cinjin kemudian.
Setelah Suma Thian yu mendengar pembicaraan mereka,
hatinya merasa semakin gelisah, bagaimana sikap Mo im sin
liong Wan Kiam cui terhadapnya, asal dia masih memiliki
kemampuan maka dia bertekad hendak menyelamatkan
bencana tersebut.
Maka kepada Heng see cinjin katanya.
"Locianpwe, aku ingin sekali pergi ke Sin liong piaukiok
untuk melihat keadaan, entah bolehkah aku kesitu?"
Heng see cinjin segera berpaling dan memandang sekejap
ke arah Suma Thian yu dengan ramah, lalu ia balik bertanya:
"Kau berani kesana?"
"Berani saja, memangnya mereka masih bisa membenci
aku? Atau berbuat sesuatu yang tak menguntungkan bagiku?"
"Soal ini sukar untuk dikatakan, nak, ketahuilah kesalahan
paham Mo Im sin liong Wan Kiam ciu terhadap dirimu sudah
kelewat mendalam, bila kau kembali kesitu maka hal mana
hanya akan menambah kesulitan saja bagimu."
Mendengar perkataan itu, Suma Thian yu segera tertawa
dengan penuh rasa percaya pada diri sendiri, sahutnya.
"Aah, tidak mungkin, asal aku merasa tak pernah
melakukan suatu perbuatan yang melanggar kebenaran,
sekalipun mereka menaruh kesalahan paham terhadap
boanpwee, hal mana juga tak menjadi soal"
Melihat pemuda itu bersikeras hendak pergi juga, terpaksa
Heng see cinjin harus mengangguk untuk menyetujuinya.
Suma Thian yu segera berpamitan kepada Heng see cinjin
bertiga, kemudian sambil membalikkan badan dia balik
ketempat semula.
Waktu itu senja telah tiba, kota Hong ciu telah dipenuhi
oleh cahaya lentera yang berwar na warni, setelan menempuh
perjalanan sekian waktu, akhirnya sampailah Suma Thian yu di
depan perusahaan Sin liong piaukiok...
Waktu itu pintu masih terbuka lebar, enam orang lelaki
bersenjata golok dan tombak berdiri didepan pintu, ketika
menyaksikan Suma Thian yu muncul dintu, serentak mereka
berteriak keras.
"Setan cilik, mau apa kau datang kemari?" Suma Thian yu
menjura dan tertawa, sahutnya.
"Harap toako suka melapor ke dalam, katakan kalau ada
seorang manusia yang bernama Suma Thian yu ingin
berbicara dengan Tio piautau"
Salah seorang lelaki kekar itu melotot sekejap ke arah
Suma Thian yu dengan gusar, ke mudian sambil berjalan balik
kedalam ruangan, gumamnya kemudian.
"Akan kulihat apakah kau masih punya nyawa untuk pulang
kerumah nanti..."
Tak lama setelah masuk ke dalam, lelaki kekar itu telah
muncul kembali diiringi oleh Pena baja bercambang Tio Ci hui.
Begitu melihat kemunculan si Pena baja bercambang Tio Ci
hui, dengan langkah cepat Suma Thian yu menyongsong
kedatangannya, lalu beireru denean gembira. "Tio toako..."
Tampak paras muka Pena baja bercambang
Tio Ci hui suram tak bersinar, seolah-olah dia menyimpan
suatu kedukaan yang amat besar, tegurnya dengan nada
hambar.
"Hiante, mau apa kau balik lagi kemari?"
Suma Thian yu semakin tercengang menyaksikan paras
muka si Pena baja bsrcambang Tio Ci hui yang sangat aneh
itu, buru-buru tanyanya lagi dengan keheranan.
"Tio toako, mengapa kau? Kalau kulihat wajahmu yang
murung dan suram, jangan-jangan telah terjadi sesuatu
ditempat ini?"
Maksud Suma Thian yu, dia menanyakan spakah Wan Kiam
ciu telah tewas karena luka dalam yang dideritanya, tapi si
Pena baja bercambang Tio Ci hui telah salah mengartikan
sebagai kepura puraan anak muda itu dalam peristiwa
penyerbuan musuh tangguh terhadap perusahaan mereka.
Kontan saja paras mukanya berubah hebat, serunya penuh
kegusaran.
"Hiante, dihadapan orang jujur tak usahlah berlagak, kau
bisa saja membohongi semua orang yang ada didunia ini, tak
seharusnya membohongi aku Tio Ci hui!"
Suma Thian yu tertegun mendengar ucapan itu, buru-buru
dia bertanya lagi:
"Toako apa maksudmu?"
Si Pena bajo bercambang Tio Ci hui melotot dengan penuh
kegusaran, serunya dingin.
"Mengapa kau tidak masuk dan melihat sendiri?"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan
masuk ke dalam.
Dengan penuh keheranan Suma Thian yu segera mengikuti
pula di belakangnya masuk ke dalam perusahaan tersebut.
Dalam pada itu, rasa ingin tahu sudah timbul dalam hati
kecilnya, didalam anggapannya Bi hong siancu Wan Pek lan
sepantasnya keluar untuk menyambut kedatangannya begitu
mendengar akan kehadirannya, tapi sekarang mengapa dia
malahan menghindarkan diri? Mungkinkah sampai sekarang
mereka masih menaruh kecurigaan terhadap dirinya?
Berpikir sampai disitu, dia melewati sebuah tanah
lapangan, tampak olehnya mayat-mayat berserakan diatas
tanah, sekelompok penolong sedang mengobati kaum terluka
yang tergeletak ditanah pula, pemandangannya mengenaskan
sekali.
Sementara itu, si Pena baja bercambang Tio Ci hui yang
barjalan didepan masih tetap membungkam dalam seribu
bahasa, dalam keadaan seperti ini mau tak mau timbul juga
kecurigaan di dalam hati Suma Thian yu.
Sesudah melewati tanah lapang, didepannya terbentang
sebuah pagar bambu, Pena baja bercambang membuka pintu
pagar dan membawa Suma Thian yu masuk ke dalam.
Disitu merupakan sebuah kebun bunga setelah melewati
sebuah jalanan kecil, terbentang sebuah bangunan rumah
yangmungil dan indah.
Degan wajah serius Pena beja bercambang Tio Ci hui
melanjutkaa perjalanannya masuk ke dalam, Suma Thian yu
terpaksa harus mengikuti di belakangnya dengan mulut
membungkam
Tak lama kemudian, sampailah mereka didalam sebuah
kamar tidur yang cukup besar dan luas.
Pena baja bercambang Tio Ci hui berpaling dan
memerintahkan Suma Thian yu agar menunggu sebentar
diluar, sedang dia sendiri masuk kedalam.
Tak selang berapa saat kemudian, pintu kamar terbuka,
seorang gadis cantik memunculkan diri.
Sepasang mata dara itu sudah berubah menjadi merah
membengkak, noda air mata masih menghiasi wajahnya,
sungguh mengibakan hati keadaannya, membuat orang yang
meman dang makin lama semakin kasihan.
Dara manis tersebut tak lain adalah kekasih hati Suma
Thian yu sendiri Bi hong sian cu (Dewi burung hong) Wan Pek
lan.
Begitu berjumpa gadis itu, Suma Thian yu segera berseru
tertahan,
"Adik Lan..."
Bi hong siancu Wan Pek lan segera menempelkan jari
tangannya didepan bibir memberi tanda agar berbicara jangan
keras-keras, kemudian ujarnya dengan sedih.
"Mau apa kau balik lagi kemari? Cepatlah pergi!"
Ucapan tersebut bagaikan sebaskom air dingin yang
diguyurkan keatas kepala Thian yu, kobaran api cintanya yang
membara kontan berubah menjadi dingin dan mem beku,
hatinya seperti ditusuk tusuk dengan pisau tajam, sakitnya
bukan kepalang.
Menyaksikan paras muka Suma Thian yu berubah menjadi
hebat, Bi hong siancu Wan Pek lan tertawa dingin lagi,
katanya lebih jauh.
"Kau...kau...anjing geladak berwajah manusia berhati
binatang, mau apa datang ke mari? Cepat enyah dari
hadapanku!"
Paras muka Suma Thian yu berubah membesi oleh ucapan
tersebut, segera teriaknya,
"Apa...apa maksudmu berkata demikian? Kau... kau telah
berubah, adik Lan, benarkah kau tidak memahami perasaan
hatiku?"
"Hmm... apa maksudku memangnya tidak kau pahami? Kau
angap aku Wan Pek lan merupakan seorang bocah yang buru
berusia tiga tahun?"
"Baik, sebelum kau berbicara, akupun tidak akan pergi!
Akan kulihat bagaimana cara untuk mengusirku!" kata Suma
Thian ya pula dengan wajah penuh kegusaran.
Baru saja Wan Pek lan hendak membantah, dari dalam
ruangan telah berjalan keluar Pena baja bercambang Tio Cu
hui.
Begitu membuka pintu lebar- lebar, dia lanas berteriak ke
arab Suma Thian yu penuh ke gusaran:
"Coba kau lihat! Perbuatan siapakah ini?"
Suma Thian yu berpaling, paras mukanya segera berubah
hebat, ternyata di atas pemba ringan berbaring seorang kakek
yang bertubuh penuh luka, paras mukanya pucat pias,
napasnya amat lemah dan keadaannya mengerikan sekali.
Suma Thian yu segera memejamkan matanya rapat-rapat,
dia merasa tak tega menyaksikan adegan semacam itu.
Dengan cepat Pena baja bercambang Tio Ci hui telah
merapatkan kembali pintu kamarnya, lalu memberi tanda
kepada Suma Thian yu dan Bi Hong siancu Wan Pek Lan agar
keluar dari sana.
Setibanya ditengah tanah lapang, Pena baja
bercambang Tio Ci hui baru berkata dengan suara dalam:
"Thian yu, katakan kepadaku berterus terang apa
hubunganmu dengan manusia berkerudung itu?"
"Tio toako, kau anggap aku Suma Thian yu adalah seorang
pencoleng?" Suma Thian yu balik bertanya dengan melotot,.
"Kalau bukan begitu, mengapa kau datang untuk
melakukan penyelidikan lagi?"
"Melakukan penyelidikan?" Suma Thian yu membentak
semakin gusar. "Thio toako, hari ini aku datang demi
keselamatan perusahaanmu, dengan ucapan toako tersebut,
bukankah sama artinya dengan kau menilai orang mengguna
kan hati picik seorang siaujin"
"Thian yu, ketika kau dikerubut dan melarikan diri, siapa
yang telah menolong dirimu?" tanya Pena baja bercambang
Tio Ci hui lagi penuh kegusaran.
"Seorang tokoh silat yang lihay"
"Hmm...bukankah mereka adalah tiga orang penjahat
berkerudung? Bagus, perbuatanmu memang bagus sekali
sengaja bertarung melawan manusia berkerudung, malam-
malam meninggalkan surat diatas tiang bendera, lalu pura-
pura berkelahi melawan Boan Thian hui dan akhirnya merayu
nona Wan, tampaknya semua peristiwa tersebut telah kau atur
secara sempurna sekali!"
Tak terlukiskan pedihnya hati Suma Thian yu setelah
mendengar perkataan itu, dari apa yang telah diucapkan ia
dapat menarik kesimpulan kalau Pena baja bercambang Tio Ci
hui pun menaruh kesalahan paham kepadanya.
Tanpa terasa dengan kepedihan yang amat tebal dia
mengalihkan sorot matanya ke wajah Bi hong siancu Wan Pek
lan, seolah-olah. dia ingin mencari tahu perasaan hatinya
lewat wajah gadis itu.
Apa lacur, paras muka Bi hong siancu Wan Pek lan pun
berubah amat serius, hawa pembunuhan yang amat tebal
telah menyelimuti seluruh wajahnya, sepasang matanya
melotot amat besar.
Menyaksikan kesemuanya itu, Suma Thian yu menghela
nafas panjang, kepada Pena baja bercambang Tio Ci hui
katanya:
Tio toako, kalian salah paham, aku Suma Thian yu berani
bersumpah kepada langit bawa aku bukan manusia rendah
yang terkutuk semacam itu, tapi soal mau percaya atau tidak
terserah kepadamu, lebih baik Thian yu mohon diri saja lebih
dahulu"
Selesai menjura dalam-dalam, dia membalikan badan dan
siap meninggalkan tempat itu.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Bi hong siancu Wan Pek lan
membentak dengan nyaring.
"Ada urusan apa? Nona Wan?" Suma Thian yu segera
berpaling.
Ketika Bi hong siancu Wan Pek lan mendengar Suma Tbian
yu merubah panggilan kepadanya sebagai "nona Wan"
perasaan yang tak puas itu semakin memuncak hawa
amarahnya berkobar, dengan kening berkerut dan tertawa
dingin tiada hentinya dia berseru:
"Boleh saja kalau ingin pergi, tapi tinggalkan dulu selembar
jiwamu...!"
"Tinggalkan selembar jiwamu?" Suma Thian yu balik
bertanya dengan keheranan, mengapa?
"Mengapa? Hmm, membunuh ayah merupakan suatu
peristiwa yang besar, dendam sakit hati ini lebih dalam dari
samudra, bayar dulu selembar wajah ayahku!" bentak si nona
gusar.
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
menengadah dan tertawa terbahak bahak, suaranya pilu dan
memedihkan hati, seakan-akan dia hendak mengeluarkan
semua ke sedihan, kemurungan dan kekesalan yang
mencekam dalam dadanya.
Selesai tertawa dia melotot besar, mencorong sinar tajam
yang menggidikan hati dari balik matanya, setelah
memandang sekejap kedua orang itu, dia berkata:
Thian yu sudah lama tidak memikirkan soal mati hidupku
lagi, bila ingin merenggut nyawaku, silahkan saja turun
tangan"
Kemarahan Bi hong siancu Wan Pek lan benar-benar telah
memuncak, tanpa berpir panjang lagi dia meloloskan
pedangnya, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia melepaskan sebuah tusukan kilat keulu hati anak muda
tersebut.
Suma Thian yu berdiri tegak dengan wajah tenang,
terhadap datangnya ancaman tersebut dia bersikap seakan-
akan tidak melihat, perasaan hatinya waktu itu sangat kalut, ia
ingin mati saja daripada dituduh melakukan perbuatan yang
tak benar, apalagi kalau bisa mati di ujung pedang
kekasihnya, hal ini dirasakan lebih memenuhi harapannya.
Oleh karena itu, dia memejamkan matanya menantikan
saat kematiannya tiba.
Tampaknya ujung pedang Bi hong Siancu Wan Pek lan
segera akan menyentuh dada Suma Thian yu, Pena baja
bercambang Tio Ci hui juga telah bersiap untuk berteriak.....
Disaat yang amat kritis itulah mendadak Bi hong siancu
Wan Pek lan menarik kembali serangannya, lalu membuang
pedang itu ketanah.
Sesudah menghela napas panjang, dengan wajah murung
dan sedih dia berkata.
"Engkoh Yu, pergilah kau! Mulai detik ini Sin liong piauktok
tidak mengharapkan kehadiranmu disini!"
Seusai berkata, tanpa memungut kembali pedangnya, dia
lantas membalikkan tubuhny dan berjalan pergi dari sana.
Dengan sepasang mata berkaca-kaca Suma Thian yu
memperhatikan bayangan punggung Bi hong siancu Wan Pek
lan hingga lenyap dari pandangan mata, kemudian tanpa
berbicara apa-apa, dia pun membalikkan badan menuju
kepintu gerbang.
Pada saat itulah, dengan air mata bercucuran membasahi
pipinya, Pena baja bercambang Tio Ci berkata sedih:
"Hiante, harap tunggu sebentar!"
Suma Thian yu berpaling dan menyahut pelan
"Toako, emas murni tidak takut dibakar, aku akan
menggunakan waktu untuk membuktikan kebersihanku!"
Kemudian tanpa menggubris diri Pena baja bercambang Tio
Ciu hui lagi, dia lantas membalikan badan dan berlalu dari situ.
Melihat bayangan punggung Suma Thian yu yang semakin
menjauh, Pena baja bercambang Tio Ci hui mmerasakan suatu
kekosongan dan kesedihan yang mencekam perasaan-nya.
Ia merasa sedih sekali, karena hingga kini dia masih belum
dapat membuktikan manusia macam apakah Suma Thian yu
itu.
Tatkala bayangan punggung Suma Thian yu telah lenyap
dari pandangan-nya, tiba-tiba ia menghembuskan napas
panjang, lalu berguman:
"Entah orang lain menganggap kau sebagai penjahat, aku
Tio Ciu hui masih tetap mempercayaimu sepanjang masa"
Sayang Suma Thian yu sudah tidak mendengar perkataan
itu lagi, meski demikian dia boleh cukup berbangga hati Sebab
yang paling berharga dan paling mulia bagi seseorang yang
hidup didunia ini adalah dipercayai orang dengan perasaan
yang tulus.
Dengan membawa perasaan kesal, masgul dan murung,
pelan-pelan Suma Thian yu berjalan meninggalkan
perusahaan Sin liong piaukiok, meninggalkan kota Heng Ciu.
kala itu rembulan telah bersinar ditengah awang-awang,
suasana amat sepi, hening, tak kedengaran sedikit suarapun.
Berjalan seorang diri di tengah keheningan malam, Suma
Thian yu bagaikan seorang pelancong yang sedang menikmati
keindahan malam tapi siapa pula yang bisa menduga
bagaimana kah perasaan hatinya waktu itu....?
Manusia paling gampang berkhayal bisa berada seorang
diri, apa lagi kalau baru saja mengalami suatu percobaan
hidup yang berat...
Sudah barang tentu tak terkecuali pula bagi Suma Thian
yu, dia teringat akan rumah, teringat orang tua sendiri, asal
usulnya serta paman Wan.... dia membayangkan pula tragedi
yang menimpanya hari ini...
Makin di pikir rasa sedihnya makin memuncak, sampai
akhirnya sambil berjalan dia me nangis tiada hentinya.
Ada kalanya dia ingin sekali menangis sepuas-puasnya, ada
kalanya ingin mengakhiri hidupnya, tapi bila teringat sakit
hati pamannya Wan nya yang belum terbalas, dendam
keluarga belum terbalas, semua kesedihan segera berubah
menjadi amarah...
Maka, diapun teringat akan manusia berhati binatang, Bi
kun lun (kun lun indah) Siau wi goan.
Berhasil menemukan orang itu, berarti dapat
menghilangkan kecurigaan yang mencekam hatinya, dapat
pula membalaskan sakit hati paman Waa nya.
Begitu teringat akan Bi kun lun Siau wi goan, Suma Thian
yu segera merasakan semangatnya kembali berkobar, dengan
langkah tegap dia berjalan kemuka, langkahnyapun makin
lama makin cepat.
Ujung dari kegelapan adalah terbitnya fajar, tapi sesaat
yang paling gelap.
Kokokan ayam bergema dikejauhan sana, membelah
kegelapan malam yang mencekam, lambat laun diufuk timur
pun secerca cahaya.
Akhirnya sinar matahari yang berwarna keemas-emasan
pun memandar keempat penjuru dan menyinari seluruh jagad.
Suma thian yu telah menuruni bukit, berjalan melalui
sawah dan menuju ke sebuah dusun yang jelek dan miskin.
Seekor anjing berwarna kuning lari keluar dari dusun dan
pelan-pelan menghampiri Suma thian yu.
Ketika tiba dihadapan Suma Thian yu, mendadak kaki
depannya menjadi lemas, tubuhnya segera berguling ke atas
tanah,
Suma Thian yu amat terperanjat, dia segera memeriksa
dengan seksama, tapi apa yang kemudian terlihat
membuatnya tertegun.
Ternyata anjing itu sudah memuntahkan darah hitam yang
kental dan bau busuk, ia sudah mati dalam keadaan yang
mengerikan,
Suma Thian yu berjalan menghampiri, lalu setelah
menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang kali,
dia melanjutkan per jalanannya kedepan.
Belum lagi berjalan empat langkah, kembali tampak
olehnya seekor anjing buas menerjang keluar dari balik pintu
sebuah gedung.
Suma Thian yu tertegun dan segera menyingkir ke samping
jalan sambil mengawasi anjing itu lekat-lekat.
Tampak anjing buas itu memantangkan mulutnya lebar-
lebar dan menerjang ke depan Suma Thian yu dengan
ganasnya.
Berada dalam keaadaan seperti ini, mau tak mau Suma
Thian yu harus bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan
yang tak diingin kan, tenaga dalamnya disalurkan dan
bilamana perlu dia hendak membunuh anjing tersebut.
Siapa tahu, belum lagi mencapai berapa kaki, anjing buas
itu sudah meraung keras kemudian roboh tergeletak keatas
tanah.
Rasa tegang yang semula mencekam Suma Thian yu
segera lenyap tak berbekas, dia men coba untuk mengawasi
lebih seksama, ternyata anjing buas itu sudah mati dengan
darah me ngalir keluar dari ke tujuh lubang indranya,
keadaannya persis anjing pertama.
Bila terjadi suatu peristiwa aneh, kejadian yang pertama
mungkin saja merupakan suatu kebetulan, tapi bila terjadi
untuk kedua kalinya, jelas kejadian mana bukan terjadi tanpa
sebab. Dengan cepat Suma Thian yu menerjang masuk
kedalam gedung Itu, tapi apa yang kemudian terlibat
membuatnya menjerit kaget.
"Aaaaah!"
"Apa yang telah dilihatnya?"
Seluruh gedung dalam keadaan sepi, hening seperti
kuburan, suasananya begitu mengerikan membuat bulu kuduk
orang pada bangun berdiri saja. Waktu itu, seharusnya
merupakan saat orang bangun tidur, tapi disini tak nampak
sesosok bayangan manusiapun, seakan-akan disitu sudah
tidak berpenghuni lagi.
Suma Thian yu melangkah lebih jauh ke dalam gedung itu,
belum lagi berapa latakah, di tepi jalan ditemui sesosok mayat
membusuk yang terkapar disitu, usus dan isi perutnya telah
berhamburan keluar, keadaannya mengeri kan sekali.
Sebagai pemuda yang cerdas, suma Thian yu segera dapat
merasakan gejala yang tak beres disitu, buru-buru dia
menghampiri kamar yang terdekat, tapi begitu dibuka, sekali
lagi ia menjerit kaget,
"Aaaah!"
Buru-buru dia mengundurkan diri dengan wajah memucat,
tangannya dipakai untuk menutupi wajahnya, ia betul-betul
tak tega untuk mendongakkan kepala.
Ternyata apa yang dilihat didalam ruangan itu hanya penuh
dengan mayat yang bergelimpangan dimana-mana,
keadaannya sangat mengerikan, ada yang tua, ada yang
muda, ada yang laki, ada pula yang perempuan.
Di alam semestakah? Atau di nerakakah tempat
pembantaian yang kejam dan tak berperi kemasiaan?
Sejak dilahirkan di dunia ini, belum pernah Suma Thian yu
mengalami kejadian yang begitu mengenaskan, entah
bagaimanapun dia tak tega untuk memandang lebih jauh, tapi
bisa diduga olehnya bahwa semua anggota perkampungan
telah dibantai orang secara keji.
Siapakah orang-orang itu? Siapa pula pembunuhnya? Apa
sebabnya orang-orang itu terbunuh?
Mengapa pembunuhnya begitu kejam dan tak berperi
kemanusiaan?
Setelah menjumpai persoalan sebelumnya, kini dihadapkan
pula dengan adegan seram seperti itu, bisa dibayangkan
bagaimanakah pe rasaan Suma Thian yu sekarang.
Tanpa berpikir panjang lagi, dia sepera membalikan badan
dan lari keluar dari situ.
Mendadak terdengar suara orang terbatuk-batuk.
Menyusul kemudian seseorang berseru dari belakang:
"Kau...berhenti!, berhentilah kau...!"
Suma Thian yu tercekat sesudah mendengar seruan itu, dia
merasa seakan-akan muncul segulung hawa dingin yang
merembas melalui punggungnya dan terus naik keatas.
Dengan cepat dia membalikan badannya, kontan bulu
kuduknya pada bangun berdiri lantaran kaget, mulutnya
ternganga lebar, tak sepotong suarapun yang sempat
dilontarkan.
Ternyata didepan pintu kamar kedua telah berdiri seorang
kakek berjubah hitam yang berambut panjang dan berwajah
penuh darah. waktu itu dia sedang menggape dengan lemas,
sorot matanya yang sayu dan tak jauh dari kematian
memandang lurus tewajah Suma Thian yu tanpa berkedip.
Begitu rasa kagetnya berhasil dikuasahi, pelan-pelan Suma
Thian yu berjalan kedepan, lalu sambil memayang kakek itu
tanyanya:
"Lotiang, kobarkan sedikit semangatmu, cepat beritahu
kepadaku, apa yang sebenarnya telah terjadi?"
Kakek sekarat itu menggerakan kelopak matanya, air mata
darah jatuh berlinang membasahi pipinya, dengan suara parau
dia berbisik.
"See...sekelompak manusia...manusia berkerudung
tee...telah ...memm...membunuh seluruh ang...anggota
perkampungan ii...ini..."
Ketika berbicara sampai disitu, sekujur badannya gemetar
keras, seolah-olah napasnya hampir putus, buru-buru Suma
Thian yu membimbing kakek itu dan menempelkan telapak
tangannya dipunggungnya, lalu menyalurkan hawa murni
untuk menunjang hidup kakak itu.
Setelah mendapat bantuan tenaga dari sianak muda itu,
kesegaran kakek sekarat itu su dah berubah membaik, tampak
dia berpaling dan memperhatikan Suma Tbian yu sekejap,
kemudian katanya.
"Sungguh menggemaskan, sungguh menggemaskan, hanya
gara-gara sebutir mutiara, mereka telah pergunakan cara yang
keji dan ter kutuk ini untuk membunuhi kami rakyat jelata
yang tak pandai bersilat, tapi, sekalipun mereka berbutat
demikian......."
Ketika berbicara sampai disitu, sekujur badan kakek itu
bergoncang keras lalu menjerit.
"Lepaskan tanganku, aku amat kesakitan!"
Agak tertegun Suma Thian ya selelah mendengar ucapan
tersebut, dia segera melepaskan cekalannya.
Kakek itu berseru terahan, lalu memuntahkan segumpal
riak kental bercampur darah.
Suma Thian yu amat terperanjat, buru-buru dia berusaha
untuk memayangnya kembali, tapi kakek itu sudah roboh,
nyawanya sudah me layang meninggalkan raganya.
Untuk kesekian kalinya Suma Thian yu menyaksikan
sesosok nyawa meninggalkan raga nya, tak terlukiskan
perasaan pedih yang men cekam perasaannya ketika itu.
Dia membaca doa dengan hormat, kemudian membalikkan
badan dan beranjak pergi, sekarang ia lebih bertekad lagi
untuk mencari Bi kun lun Siau Wi goan dan membalas
dendam.
Ketika meninggalkan dusun kecil itu, Suma Thian yu
merasakan hatinya bertambah berat, ia berusaha untuk
mencari tahu siapa otak yang mendalangi organisasi
perampok berkerudung tersebut.
Ia pun tak habis mengerti, mengapa orang-orang itu
membantai rakyat tak bersalah yang tinggal dalam
perkampungan tersebut hanya gara gara sebutir mutiara saja?
Sampai dimanakah pentingnya mutiara itu?
Serentetan pertanyaan yang penuh kecurigaan dan tanda
tanya itu membentuk sebuah simpul mati didalam benaknya.
Ia merasa teka-teki ini baru bisa dipecahkan bila dia
berkunjung sendiri kekota Tiang an dan menjumpai Siau Wi
goan.
Suatu hari, sampailah Suma Thian yu di kota Tiang an,
waktu itu tengah hari baru saja lewat, manusia yang berlalu
lalang ditengah jalan bagaikan ikan yang berenang dalam
sungai.
Sesudah menanyakan alamat Bi kun lun Siau wi goan dari
orang jalan, dengan cepat Suma Thian yu berhasil
menemukan alamat yang di cari tersebut...
Pendekar besar yang memimpin dunia persilatan baik untuk
golongan putih maupun golo ngan hitam ini berdiam diujung
gang Li gi keng, dikedua belah sisi pintu gerbang terbentang
dinding pekarangan raksasa yang sangat tinggi dan kekar,
sepasang singa batu besar berada ditepi pintu, bangunannya
mentereng, gayanya penuh wibawa.
Setelah lama berdiri di depan pintu gerbang seorang lelaki
kekar baru munculkan diri dan merghampiri Suma Thian yu
sambil menegur.
"Engkoh cilik, apakah kau sedang mencari orang?"
"Betul, aku hendak menyambangi Siau tayhiap" jawab
Suma Thian yu dengan sopan.
Mengetahui kalau Suma Thian yu hendak me nyambangi
majikannya,tanpa terasa lelaki itu memperhatikan tamunya
sekejap lagi, ia mera sa pemuda ini gagah perkasa, tampan
dan kekar, ia lantas tahu kalau orang itu bukan manusia
sembarangan.
Maka sambil tersenyum katanya lagi.
"Engkoh cilik, ada urusan apa kau mencari Siau tayhtap?"
"Tolong saudara sudi melaporkan, katakan saja aja seorang
dari luar desa she Suma yang ingin menyambangi"
Lelaki berpakaian ringkas itu segera mengiakan dengan
sopan, lalu masuk ke dalam.
Sementara itu, Suma Thian yau sedang berpikir didalam
hati:
"Kalau dilihat dari sikap centengnya yang sopan santun dan
tahu peraturan, orang tidak akan mengira kalau Siau wi goan
adalah seorang manusia bengis yang berhati buas, lebih baik
aku menggunakan tata kesopanan lebih dulu sebelum
menggunakan kekerasan, kemudian baru me mutuskan
menurut situasi"
Sementara dia masih termenung, lelaki berpakaian ringkas
itu sudah munculkan diri, setelah menjura dalam-dalam
kepada Suma Thian yu, katanya:
"Majikan kami mempersilahkan engkoh cilik masuk!"
Kemudian dengan sikap yang amat menghormat, dia
mempersilahkan tamu untuk masuk. Setelah mengucapkan
beberapa patah kata merendah, Suma Thian yu baru
mengikuti lelaki itu masuk keruang dalam.
Sepanjang jalan, yang di jumpainya hanya jago-jago
persilatan saja, ketika orang- orang itu menjumpai kehadiran
Suma Thian yu, hampir rata-rata menunjukkan wajah
tertegun.
Menanti Suma Thian yu sudah lewat, mereka baru berbisik
bisik membicarakan peristiwa tersebut.
Suma Thian yu berlagak seolah olah tidak merasa, bahkan
dihati kecilnya sempat memuji Bi kun lun Siau Wi goan yang
pandai menjamu tamunya.
Lelaki kekar itu mengajak Suma Thian yu menusuki
ruangan tengah, tepat di muka ruangan tergantung sebuah
papan nama terbuat dari kayu yang bertuliskan:
"JIN HONG LIU WAN"
Artinya: Perbuatan bajik sampai di mana-mana.
Selain hurufnya terbuat dari emas, gaya tu lisan-nya yang
juga kuat bertenaga, tampaknya di tulis oleh seorang
kenamaan.
Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
memandang sekejap, kemudian baru mengikuti lelaki itu
menuju ke ruang dalam.
Sesaat sebelum melangkah masuk ke ruang tengahv
mendadak sorot matanya melintas di atas wajah lelaki
setengah umur yang duduk di kursi utama itu, hatinya kontan
tertegun, Pe kiknya kemudian di hati.
Kenal amat wajah orang ini! Bukankah dia adalah... ehmm,
betul! Yaa dialah orangnya! Benar benar memang dia"
Rupanya setelah melihat wajah lelaki setengah umur yang
duduk dikursi utama itu tiba-tiba saja dia teringat dengan
manusia berkeru dung yang kain kerudungnya kena disingkap
itu, kedua-duanya berparas tampan dan gagah, sekarang
Suma Thian yu merasa teka-teki mana betul-betul sudah
terbongkar.
Dalam pada itu, lelaki setengah umur tadi sudah
meninggalkan tempat duduknya seraya menjura, kemudian
sambil tertawa terbahak-bahak dia berkata.
"Haaahhh...haaahhh...haaahhh keda tangan Suma siauhiap
di rumahku benar-benar merupakan suatu kehormatan,
silahkan duduk! Silahkan duduk !"
Seorang pelayan segera datang menghidangkan air teh dan
dipersembahkan kehadapan Suma Thian yu.
Sedang anak muda itu diam-diam berpikir.
"Sesudah datang kemari, aku harus bersikap sewajar
mungkin coba kulihat permainan busuk apakah yang hendak
mereka gunakan"
Maka tanpa sungkan diapun duduk, lalu setelah menerima
cawan air teh, katanya kepada lelaki setengah umur itu sambil
tersenyum.
"Secara kebetulan aku lewat sini, sudah lama ku dengar
akan kebajikan Siau tayhiap, itulah sebabnya sengaja aku
berkunjung kemari"
"Aaah, mana, mana" Bi kun lun Siau Wi goan tersenyum,
"siauhiap terlalu memuji, Wi goan tak lebih cuma seorang kuli
silat yang kasar, aku tidak memiliki kebajikan apa-apa, un tuk
pandangan siauhiap tersebut, Wi goan mengucapkan terima
kasih lebih dulu"
Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang
sekejap sekeliling arena, katanya lebih jauh.
"Kunjungan Suma siauhiap benar-benar merupakan suatu
kejadian yang luar biasa, marilah kuperkenalkan dengan
saudara-saudara lain yang berada disini"
Mula-mula dia perkenalkan kepada Suma Thian yu lebih
dahulu, setiap ucapan maupun sikapnya amat menyanjung
dan menghormati Suma siauhiap, walaupun Suma Thian yu
juga tahu kalau lawan adalah seorang yang pandai
bicaramanis, tetapi manusia memang seorang makhluk yang
aneh. Meski Suma Thian yu tahu kalau dia sengaja disepak,
namun dalam hati kecilnya justru merasa puas sekali.
Selesai memperkenalkan Suma Thian yu kepada rekan-
rekannya, kemudian Siau Wi goan pun memperkenalkan
empat orang tamu yanfcg berada di sekeliling tempat itu.
Orang pertama adalah seorang tosu tua berjenggot merah
yang berusia tujuh puluh tahunan, dia adalah guru Bi Kun un
Siau Wi qoan yang disebut Leng gho Cinjin, menjabat pula
sebagai ciang bunjin partai Kun lun.
Orang kedua adslah seorang perempusn muda berusia dua
puluh lebih, tiga puluh kurang. Bi kun lun Siau Wi toan hanya
mengatakan dia she Ho bernama Hong, tanpa
memperkenalkan gelarnya.
Namun Suma Thian yu cukup mengenali perempuan itu
sebagai murid ketiga dari mayat hidup Ciu Jit bwee yang
berjulukan Yan tho hoa(Bunga tho indah).
Orang ke tiga berwajah tampan dan gagah, dia bernama
Cun gan siu cau (sastrawan berparas ganteng) Si Kok seng.
Suma Thian yu merasa amat menaruh hati terhadap
pemuda ini sejak pandangan yang pertama, diapun paling
menaruh kesan baik kepadanya.
Orang yang diperkenalkan paling akhir adalah seorang
kakek berbaju sastrawan, ternyata
dia seorang ahli ilmu pedang yang paling top dari partai
Tiam cong yang disebut orang It ci hoa kiam (pedang bunga
satu huruf) Yu-Liang gi.
Setelah mengucapkan kata-kata sungkan, suasana dalam
ruangan pun bertambah luwes, karena diantara ke empat
orang itu Suma Thian yu hanya menaruh kesan baik terhadap
Cun gan siucay Si Kok seng, maka dia pun lantas bertanya
kepadanya.
"Saudara Si, boleh aku tahu nama gurumu?"
Melihat pertanyaan dari Suma Thian yu amat kasar, mula-
mula Cun gan siucay Si Kok seng agak tertegun, kemudian
sahutnya:
"Sejak kecil aku gemar belajar ilmu silat, tiap sampai di
suatu tempat akupun mempela jari semacam kepandaian,
itulah sebabnya se tiap orang yang pernah memberi pelajaran
ke padaku kuanggap sebagai guruku, Suma siuahiap coba
bayangkan saja, bagaimana caraku untuk menjawab
pertanyaanmu itu?"
Suma Thiauyu terpaksa mengiakan dan tidak bertanya lebih
jauh.
Pada saat itulah, Bi kun lun Siau Wi goan baru bertanya
kepada Suma Thian yu:
"Siauhiap, tolong tanya ada urusan apakah kau berkunjung
kemari?"
Tanpa berpikir panjang, Suma Thian yu segera menjawab:
"Aku memang mempunyai beberapa persoalan yang ingin
ditanyakan kepada Siau tayhiap, hanya tak kuketahui apakah
Siau tayhiap bersedia untuk membertahukan kepadaku atau
tidak?"
Diam-diam Bilun lun Siau Wi goan agak terkejut setelah
mendengar perkataan itu, kemudian iapun tertawa terbahak-
bahak.
"Ha ha ha ha ha......boleh, tentu saja boleh, kita toh bukan
orang luar, apapun yang ingin siauhiap tanyakan, harap
ditanyakan secara blak-blakan.
"Siau tayhiap, tahukah kau kalau barang kawalan dari
perusahaan Sin liong piaukiok telah dibegal orang?"
Siau Wi goan pura pura terkejut, sambil menggeleng
tanyanya:
"Aaaah...... Wi goan tak tahu akan berita ini, tolong tanya
kapan dibegalnya?"
Meskipun orang tak mau mengaku, Suma Thian yu juga tak
sampai mengumbar amarahnya, dia berkata lebih jauh:
"Kalau begitu, tentu saja Siau tayhiap juga tak tahu bukan
jika Wan cong piautau telah menderita luka parah dan jiwanya
terancam mara bahaya:
Sebelum Bi kun lun Siau Wi goan sempat menjawab, It ci
hoa kiam Yu Liang gi dari Tiam cong pay yang berada
disisinya telah menimbrung:
"Hei, ucapan siauhiap tersebut seakan-akan membawa
nada teguran, apakah kau menaruh curiga kalau Siau tayhiap
tersangkut dalam pe ristiwa ini?"
Bi kun lun Siau Wi goan segera tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha ha ha......ucapan saudara Yu kelewat berat,
selama ini Wi goan tak pernah menuduh orang dengan kata
yang bukan-bukan apalagi siauhiap toh bertujuan baik!"
Sampai disitu dia lantas berpaling kearah Suma Thian yu
sambil bertanya.
"Benarkah Wan congpiautau telah terluka parah dan
jiwanya terancam? Aaai....siapakah telah turun tangan sekeji
itu terhdapnya?"
"Konon segerombolan perampok berkerudung jawab Suma
Thian yu langsung dan tanpa berusaha untuk merahasiakan.
Paras muka Bi kun lun Siau Wi goan berubah amat serius
setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Oooh, rupanya perbuatan dari perampok berkerudung!
Ehmm, Wi goan memang sudah lama mendengar orang bilang
kalau dalam du nia persilatan telah muncul suatu organisasi
besar semacam ini, selain jejaknya sukar di buntuti, cara
kerjanya pun bersih tanpa me ninggalkan jejak, sayang Wi
goan tak berhasil menyelidiki sarang mereka."
Berbicara sampai disini, ia sengaja bertanya kepada
gurunya Leng gho Cinjin:
"Suhu, pernahkah kau mendengar hal ini?"
Leng gho Cinjin segera manggut-manggut.
"Yaa, dengar sih pernah dengar, hanya tak pernah
kujumpai saja orangnya."
Rasa curiga timbul kembali dalam hati Suma
Thian yu, bila berbicara soal tampang Bi kun lun Siau Wi
goan, dia jujur dan gagah, caranya berbicara sopan dan tahu
tata cara, tidak gampang marah, pada hakekatnya boleh di
bilang berhati bajik.
Tapi, kenyataan sudah terbentang didepan mata, pesan
paman Wan sebelum ajalnya serta peringatan dari Heng si
Cinjin, semuanya mengatakan Siau Wi goan sebagai pentolan
perampok.
Dengan kejadian tersebut, Suma Thian yu menjadi serba
salah dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, ia
teringat pula akan pembantaian brutal yang terjadi dalam
dusun kecil gara-gara sebutir mutiara itu, ia bertekad untuk
mencari kesimpulan dari persoalan mana melalui jejak mutiara
itu.
Maka diapun mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain,
pertanyaan tersebut tak pernah diajukan lagi, justru hal mana
sangat ber kenan dihati Bi kun lan, semua pertanyaan segera
dijawab bahkan sikapnya bertambah luwes dan halus.
Malam itu, Suma Thian yu diminta oleh Siau goan untuk
tetap tinggal disana seusai per jamuan, Siau Wi goan
menitahkan kepada Cun pan siucay Si Kok seng untuk
menemani Suma Thian yu berjalan-jalan menikmati keindahan
alam.
Diam-diam Suma Thian yu merasa amat girang, sebab dia
menganggap hanya dengan ber buat demikianlah ia bisa
mempelajari situasi gedung keluarga Siau sambil sekalian
mencari tahu kabar berita tentang mutiara tersebut.
Kedua orang itu berjalan, menuju kelapangan, tiba-tiba
Suma Thian yu bertanya:
"Saudara Si, apakah kau dengar kalau ada semacam benda
mesttka yang telah munculkan diri?"
"Apakah kitab pusaka? Kitab pusaka tanpa kata?" Cun gan
siucay Si Kok seng balik ber tanya.
"Bukan, bukan benda itu, tapi mestika lain-nya?"
"Aku belam pernah mendengarnya, Suma siauhiap,
dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
"Konon didalam dunia persilatan telah muncul sebutir
mutiara Ya beng cu yang tak ternilai harganya"
"Mutiara Ya beng cu?" ulang Si Kok seng dengan
terperanjat", kapan munculnya?"
"Sudah muncul, dan kini sudah dirampok oleh perampok
berkerudung!" sambil berkata Suma Thian yu melirik sekejap
kearah Si Kok seng dengan ujung matanya.
Tampak paras muka Si Kok seng berseri, kontan ia
mendamprat:
"Perampok sialan, tampaknya gerak gerik mereka sudah
makin merajalela."
Dan pembicaran tersebut, Suma Tbian yu tahu kalau lagi-
lagi dia kebentur dinding alias gagal total, sekalipun
ditanyakan lebih jauh juga tak akan menghasilkan apa- apa,
maka ia pun mengurungkan niatnya semula. Mereka berdua
segera melanjutkan perjalanannya, mengajaknya pergi
ketempat itu.
Dilihat dari sini, dapat ditarik kesimpulan kalau Bi kun lun
Siau Wi goan benar-benar se orang manusia yang sangat licik
dengan tipu muslihat yang berbahaya, itu berarti dia harus
selalu berwaspada terhadap dirinya.
Tapi, justru karena soal ini pula Suma Thian yu jadi lebih
bertekad untuk membongkar teka teki itu sehingga tuntas dan
terungkap seluruhnya.
Begitulah, sambil berbincang bincang sambil berjalan-jalan,
makin berbicara makin cocok rasanya, sehingga hampir boleh
dibilang masing-masing pihak merasa sayang karena baru
berjumpa sekarang.
Suatu ketika, Si Kok seng mohon diri lebih dulu untuk
kembali kekamarnya. kini tinggal Suma Thian yu seorang.
Kesempatan semacam ini boleh dibilang merupakan sebuah
peluang yang baik sekali, ketika Suma Thian yu menyaksikan
didepan sana terdapat cahaya yang memancar keluar dari
sebuah ruangan, tanpa sadar ia berjalan meng hampiri
ruangan itu.
Tapi, ketika ia baru melangkah naik keatas anak tangga,
mendadak dari balik ruangan, terdengar seorang perempuan
sedang berteriak minta tolong:
"Tolong, tolong! Oooh.....tolooong"
Suma Thian yu amat terperanjat sesudah mendengar
teriakan itu, sifat pendekarnya seperi timbul, dengan cepat dia
lari menghampiri mulut jendela.
Tapi pada saat yang bersamaan, dari belakang tubuhnya
berkumandang suara tertawa di ngin, lalu seseorang menegur:
"Bocah keparat, rupanya kau adalah pencoleng yang
bekerja diwaktu malam."
Agak tertegun Suma Thian yu mendengar seruan itu, cepat
dia membalikkan badan, entah sedari kapan dua orang kakek
telah ber diri dibelakang tubuhnya sedang mengawasi
kearahnya penuh kegusaran.
Suma Thian yu sangat gelisah, ia tahu kalau pihak lawan
salah paham, maka ujarnya:
"Kalian berdua salah paham, cepat! Pencolengnya masih
berada didalam, mari kita tengok bersama-sama!"
"Heeh...heeh...heeh...bocah keparat, kau tak usah berlagak
pilon lagi" jengek kedua orang kakek itu sambil tertawa seram,
dengan mata kepala sendiri lohu melihat kau berbuat
terkutuk, sekarang masih ingin mungkir lagi? Hayo jalan!
Segera menjumpai majikan!"
Seraya berkata dua orang itu satu dari kiri yang lain dari
kanan segera bertindak hendak menggusur dengan kekerasan.
Suma Thian yu merasa tak pernah melakukan perbuatan
salah, diapun tak takut mengha dapi tuan rumah, maka
serunya dengan dingin.
"Tak usah merepotkan kalian, aku masih mempunyai kaki
untuk berjalan sendiri"
Mendengar itu, dua orang kakak tersebut segera berjalan
satu di muka yang lain dibelakang dan menggusur Suma Thian
yu menuju ke ruang tengah.
Diluar dugaan, ruangan tengah sudah hadir banyak orang,
tapi tidak kelihatan Bi kun lun dan Cun gan siucay dua orang.
Begitu Suma Thian yu muncul dalam ruangan depan, dari
balik ruangan segera muncul Leng gho Cinjin.
Jenggot merahnya yang panjang tampak bergerak tanpa
hembusan angin, mukanya diliputi hawa pembunuhan, begitu
berjumpa dengan Suma Thian yu, ia segera menggebrak meja
sambil memaki:
"Anjing keparat, tak nyana tampangmu ganteng tapi
nyatanya seorang Cay hoa cai (pen jahat pemetik bunga),
padahal tuan rumah bersikap cukup baik terhadapmu"
Begitu dilihatnya situasi, tidak beres, buru-buru Suma Thian
yu memantah.
"Locianpwee, kau telah menaruh kesalahan paham
terhadapku, aku Suma Thian yu bukanlah manusia rendah
seperti apa yang kau tu-duhkan, harap lakukan pemeriksaan
lebih dulu dengan seksama"
Leng gho Cinjin sama sekali tidak menggubris ucapan itu,
begitu Suma Thian yu selesai bicara, kontan dia membentak
dengan gusar.
"Kentut anjing! Semua fakta sudah ada didepan mata, kau
anggap pinto menuduh tanpa dasar?"
Berbicara sampai disitu, dia lantas menitahkan orang untuk
mengundang Bi kun lun Siau Wi goan dihalaman belakang.
Setelah itu makinya lebih jauh.
"Bocah keparat, apa yang hendak kau katakan lagi?
Peraturan rumah tangga yang berla ku disini amat ketat,
dengan dosa yang kau lakukan tiada ampun lagi bagimu.
Sekarang cepat kau kutunggi lengan kananmu sendiri kalau
tidak, jangan harap kau bisa tinggalkan rumah keluarga Siau
pada hari ini barang setengah langkah pun"
Setelah menyaksikan keadaan yang terbentang didepan
mata, terutama sikap lawan yang tidak mencari tahu lebih
dulu siapa salah siapa benar, Suma Thian yu segera sadar, dia
mengerti kalau dirinya sudah terjebak ke dalam perangkap
musuh yang licik.
Maka sambil membusungkan dada, ujarnya dengan wajah
bersungguh sungguh.
"Locianpwee, berulang kali kau menuduh Thian yu sebagai
manusia berdosa, bahkan pe nyesalanpun tak diberi,
tampaknya hal ini me rupakan sebagian dari rencana keji yang
telah kalian persiapkan. Hmm! Dihadapan orang jujur lebih
baik tak usah berbohong, bila ingin beradu kepandaian, Suma
Thian yu tak akan berkerut kening"
"Haah...haah...haah... punya semangat punya keberanian,
pinto paling suka dengan pemuda semacam ini"
Dia sepera memberi tanda, It ci hoa kiam (pedang bunga
satu huruf) Yu Liang gi dari partai Tiam cong segera melompat
ke hadapan Suma Thian yu, lalu berkata.
"Lohu ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan ilmu
pedangmu!"
Sementara berbicara, pedang yang digembolnya segera
diloloskan dari sarung.
Suma Thian yu mendengus dingin, tiba-tiba dia mencabut
keluar pedang Kit hong kiamnya dari sarung, cahaya biru yang
menyilaukan mata segera memancar keempat penjuru.
Begitu melihat pedang mestika yang berada ditangan anak
muda itu, kontan saja It ci hoa kiam Yu Liang gi menjerit
kaget.
"Haah....? Kit hong kiam....?"
Jeritan tersebut segera memancing perhatian segenap
orang yang hadir didalam ruangan itu, serentak semua orang
mengalihkan sorot mata nya keatas pedang mestika ditangan
Suma Thian yu.
Leng gho Cinjin turut tertawa seram sesudah menyaksikan
kemunculan pedang Kit hong kiam tersebut, segera
jengeknya.
"Heeh...heeh...heeh...rupanya kau adalah murid pencoleng,
tak heran kalau kaupun manusia bajingan, kawan-kawan,
ringkus bangsat kecil ini!"
Bagaikan segerombol kawanan lebah, kawanan jago yang
berada dalam ruangan segera mengurung Suma Thian yu
ditengah arena.
Tapi, pada saat itulah It ci hoa kiam Yu Liang gi
membentak dengan suara lantang.
"Harap tunggu sebentar saudara sekalian, berilah
kesempatan buat aku orang she Yu untuk mencoba sampai
dimanakah kelihayan dari ilmu pedang Kit hong kiam hoat
yang menggetarkan dunia persilatan itu!"
Oleh bentakan mana, serentak semua jago mundur satu
langkah ke belakang, namun mereka tidak mengendorkan
posisi pengepunggannya.
Kemarahan yang berkobar didalam dada Suma thian yu
waktu itu ibaratnya gunung berapi yang meletus, sekarang ia
sudah mengerti kenapa paman Wan nya sampai dituduh yang
bukan-bukan oleh orang lain, hal mana menambah
berkobarnya api kemarahan dalam dadanya.
Dengan jurus Tui huang wang gwat (mendorong jendela
melihat rembulan), pedang kit hong kiamnya melepaskan
sebuah tusukan ketubuh It ci hoa kiam, tapi baru sampai di
tengah jalan mendadak berganti jurus menjadi gerakan Gwat
gi seng sia (rembulan bergeser bintang berpindah), kali ini dia
tusuk tenggorokan orang dengan kecepatan bagaikan anak
panah yang terlepas dari busur.
Walaupun dua jurus serangan yang berbeda namun
bergabung menjadi satu, dibalik serangan-nya terdapat
perubahan kosong yang merupakan tipuan yang tak terduga
sebelumnya.
Dalam partai Tiam cong, It ci hoa kiam Yu liang gi terhitung
juga pedang paling top, selain lihay dalam limu pedang,
orangnya juga licik dan pintar.
Sekarang, ia harus tercekat perasaannya se telah
menyaksikan dua serangan Suma Thian yu yang dilancarkan
dalam satu gerakan bersama, buru-buru kaki kirinya bergeser,
pedang nya diputar mengikati gerakan badan.
Kali ini secara hebat ia berhasil membendung jurus
serangan pertama dari Suma Thian yu, lalu mengikuti gerakan
mana dengan jurus Hong Ki im yong (angin berhembus awan
meng gulung) dia ciptatan pelbagai lapis bunga pe dang untuk
mengurung sekujur tubuh lawan.
Tiba-tiba Suma Thian yu berpekik panjang, pedangnya
berubah menjadi Lui tian ciau kat(guntur dan petir
bersusulan), secepat sambaran kilat, dia tembusi lapisan
pedang Yu liang gi dan langsung menusuk ke ulu hatinya.
Kekuatan mereka berdua boleh dibilang seimbang, sulit
untuk membedakan mana yang ampuh dan mana yang lemah,
sebab disatu pihak merupakan jagoan kenamaan dari partai
Tiam cong, dilain pihak merupakan ahli waris dari Wan
tayhiap.
"Taaang ...! mendadak terdengar suara senjata tajam yang
saling beradu, cahaya pedang ditengah arena segera lenyap
tak membekas, lalu bayangan manusia melintas, Suma Thian
yu telah melompat keluar dari arena pertarungan.
Maai, maaf.....ujarnya sambil menjura dan senyuman
menghiasi ujung bibirnya.
Pada mulanya It ci boa kiam Yu Liang gi masih merasa
kebingungan dan tidak habis mengerti menunggu ia
menggerakan lengannya dan sepotong kain bajunya tahu-tahu
terlepas dari lengan dan jatuh ketanah, ia baru tahu apa yang
telah terjadi.
Dengan wajah merah padam karena jengah, It ci hoa kiam
Yu Lianeg gi menundukan kepalanya rendah-rendah dan
segera mengundurkan diri dari arena pertarungan.
Leng gho Cinjin tidak menyangka kalau Yu Liang gi sebagai
seorang jago pedang kenamaan bisa menderita kalah di
tangan seorang pemuda ingusan yang baru terjun kedunia
persilatan.
Rasa malu bercampur gusar segera berkecamuk menjadi
satu dalam benaknya, kepada kawanan jago yang lain, dia
berseru.
"Saudara-saudara sekalian, hayo turun tangan dan bekuk
bajingan muda itu...!"
Pada saat itulah, mendadak dari sudut berkumandang
suara pekikan panjang yang nyaring, ketika,semua orang
berpaling tampaklah Bi kun lun dengan membawa Cun gan siu
cay melangkah masuk kedalam arena. Suasana diarena segera
menjadi gempar, mereka seolah-olah sudah lupa dengan
perintah yang diturunkan Leng gho Cinjin semula. "Setelah
melangkah masuk kedalam arena, Bi kun lun Siau wi goan
segera menghardik semua orang agar jangan ribut, kemudian
dengan senyum dikulum dia menjura kearah Suma Thian yu
sambil memohon maaf:
"Suma Siauhiap, semua kesalahan Wi goan, tidak
sepantasnya kuterbitkan begini banyak kesulitan bagimu,
salah paham-salah paham se muanya ini hanya suatu
kesalahan paham belaka.
Kemudian setelah tertawa nyaring, katanya lebih jauh.
"Harap kau sudi memaklumi, andaikata sihian le tidak pergi
memberi kabar kepadaku, mung kin bencana yang bakal
terjadi akan besar sekali. haaa...haah...haaahh...."
Rasa benci Suma thian yu benar-benar sudah merasuk
ketulang sum-sum, bagaimanapun penjelasan dari Bi kun lun,
tak mungkin bisa meredakan rasa rasa ketidak puasannya.
Tampak dia menarik kembali pedangnya, lalu berpamitan
pada Bi kun lun Siau Wi goan. "Atas pelayananmu yang baik,
aku tak akan melupakan untuk selamanya. Biarlah aku mohon
diri lebih dulu, untung masa mendatang masih panjang,
biarlah kebaikanmu itu kubayar dikemudian hari saja."
Kemudian setelah mengucapkan pula beberapa parah kata
perpisahan dengan Cun gan siu cay Si Kok seng, dia
membalikkan badan siap meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu kawanan jago liehay yang mengepung di
sekeliling tempat itu masih menghadang jalan pergi Suma
Tbian yu, mereka dengan sorot mata yang merah membara
karena amarah menatap anak muda itu lekat-lekat, seakan-
akan mereka adalah sekelompok ular berbisa yang siap
memagut.....
Melihat hal itu, Suma Thian yu tertawa dingan sambil
mendongakan kepalanya dia menerjang maju terus kedepan.
Tiba-tiba dari muka sana muncul seorang kakek kurus
ceking bermata tikus berhidung elang yang menghadang jalan
perginya dengan golok dilentangkan didepan dada, lalu
menegur.
"Bocah keparat, tempat ini bukan tempat yang bisa
diganggu seenaknya, boleh saja bila kau ingin meninggalkan
tempat ini, tapi ditinggalkan dulu sedikit tanda mata, congkel
lebih dulu kedua biji matamu, kemudian baru pergi"
"Haaahh...haaaha...haaaha...kau ingin mencongkel
mataku...? Huuuh, jangan mimpi" Suma Thian yu tertawa
tergelak.
Kakek ceking itu semakin melotot dengan buas, goloknya
diangkat siap membacok.
Tapi saat itulah kembali Bi kun lun Siau wi goan
membentak keras.
"Saudara Cian, jangan bertindak gegabah, biarkan saja dia
pergi!"
Buru-buru kakek ceking she Ciang itu menarik kembali
goloknya, setelah melotot sekejap kearah suma Thian yu
dengan angkuh, dia mundur selangkah seraya berkata.
"Hmm, enakan keparat ini!"
Suma Thian yu berjalan kehadapannya, lalu tertawa
angkuh pula.
"Maaf!" katanya.
Seusai beikata dia lantas melangkah pergi dari situ, Suma
Tbian yu memang bernasib jelek, berulang kali dia harus
dituduh orang ka rena salah paham, rasa pedih yang
mencekam perasaannya betul-betul tak terlukiskan dengan
kata-kata.
Sekarang ia sudah menaruh perasaan muak yang amat
sangat terhadap dunia yang sangat indah ini.
Belum jauh meninggalkan kota Tiang an, bintang sudah
bertaburan diangkasa, kegelapan malam telah menyelimuti
seluruh jagad, orang yang berlalu lalang dijalan semakin
sedikit.
Dalam keadaan seperti inilah mendadak dari arah belakang
ber kumandang suara derap kaki kuda yang ramai, suara
tersebut kedengarannya janggal sekali dalam suasana begini.
Lambat laun suara derap kaki kuda itu semakin mendekat,
Suma Thian yu tahu kalau dibalik kesemuanya itu pasti ada
sesuatu yang tak beres. Diam-diam dia menghimpun
tenaganya sambil bersiap-siap siaga menghadapi se gala
kemungkinan yang tak di inginkan.
Pada saat itulah, suara bentakan nyaring telah
berkumandang lagi dari belakang.
Suma Thian yu mengira Bi kun lnn Sian Wi goan telah
melakukan pengejaran dari belakang, hawa pembunuhan
segera menyelimuti seluruh wajahnya, dengan cekatan dia
meloloskan pedang Kit hong kiam yang tersoren di-punggung
seraya membalikkan badan, kemudian menghadang jalan
pergi pendatang tersebut ditengah jalan.
Tak berapa saat kemudian, dari depan sana muncul lima
ekor kuda jempolan yang di larikan kencang kencang,
penunggangnya adalah perampok perampok berkerudung
hitam.
Kalau tidak melihat masih mendingan, begitu menyaksikan
kemunculan kawanan pencoleng tersebut, kontan saja
amarahnya berkobar, dia berpekik panjang, suaranya
menggaung jauh ketengah udara dan menggetarkan seluruh
pepohonan yang tumbuh di sekeliling tempat itu.
Tampak tubuhnya melejit ketengah, pedang Kit hong
kiamnya menciptakan segulung kabut pedang berwarna putih,
lalu menyergap kelima orang penunggang kuda berkerudung
itu.
Tindakan gegabah semacam ini sebetulnya merupakan
pantangan yang paling besar bagi umat persilatan,
sesunguhnya Suma Thian yu pun memahami akan hal ini,
tapi... bagaimaaa mungkin dia bisa membendung rasa
mangkel dan kobaran amarah yang telah dipendamnya selama
banyak tahun?
Tindakan mana rupanya diluar dugaan kelima orang
penunggang kuda berkerudung itu, meski tugas mereka kali
ini adalah menyergap Suma Thian yu, namun mereka tidak
berharap terjadinya pembunuhan yang tak berarti.
Tapi sekarang, setelah menyaksikan Suma Thian yu muncul
bagaikan malaikat yang datang dari kahyangan, serentak lima
orang itu membentak pendek, kemudian bagaikan ledakan
mercon, mereka menyusup keempat penjuru untuk
menyelamatkan diri.
Terdengar suara ringkikan kuda yang meloloskan senjata
tajam masing-masing.
Sebenarnya Suma Thian yu mengharapkan suatu hasil yang
baik dalam gebrakan yang pertama, tapi begitu gagal dengan
serangan yang pertama, tubuhnya ikut melayang turun keatas
tanah, dengan cepat dia dikepung kelima orang pencoleng
berkerudung itu dari empat penjuru.
0ooo0
Jilid 10
Terdengar dia mendengus dingin, dengan sorot mata
memancarkan cahaya tajam, bentaknya sembari menggertak
gigi:
"Apakah kedatangan kalian berlima untuk merenggut
nyawa sauya? Turutilah nasehatku, sipat ekor dan pulang saja
kerumah dengan tenang, laporkan kepada Siauw Wi goan,
begitu aku orang she Suma berhasil menemukan bukti yang
nyata, pasti akan kubasmi keluarga Siau dengan darah"
Baru selesai dia berkata, terdengar orang yang berada di
paling depan telah tertawa dingin tiada hentinya.
"Hehehehe....bocah keparat, tinggalkan pedang mestika
milikmu, kalau tidak hari ini ditahun depan adalah hari ulang
tahun kematian mu yang pertama!"
Suma Thian yu segera menyodorkan pedang Kit hong
kiamnya kedepan setelah mendengar perkataaa itu, katanya
sambil tertawa angkuh: "Nih, sauya persembahkan dengan
kedua belah tanganku, ambillah sendiri!"
Ketika manusia berkerubung tersebut menyaksikan
perbuatan lawannya, dia masih mengira Suma Thian yu benar-
benar berhasrat untuk menyerahkan pedang itu kepadanya, ia
lantas maju beberapa langkah kedepan siap menerima
sodoran mana.
Tiba-tiba Suma Thian yu membentak nyaring:
Sambutlah!"
Pedangnya meluncur kedepan seperuti anak panah yang
terlepas dari busurnya, pedang Kit hong kiam tersebut
langsung menyambar kewajah penjahat berkerudung itu.
Meryusul gerakan mana seluruh tubuh Suma Thian yu ikut
pula menerjang maju kemuka.
Tampaknya pedang itu segera akan menyambar ditubuh
lawan, manusia berkerudung itu menjerit kaget, buru-buru dia
berkelit kesamping.
Disaat yang amat singkat inilah Suma Thian yu
menggerakkan tangannya untuk membacok pergelangan
tangan lawan sambil membentak.
"Tinggalkan dahulu lenganmu!"
Menyusul jeritan ngeri yang memilukan hati, seperti burung
yang kena bidikan saja, manusia berkerudung itu melejit
kebelakang.
Sayang tubuhnya sempoyongan beberapa langkah, setelah
itu roboh terjengkang ke tanah dan tak sanggup berdiri lagi.
Diatas tanah tinggal sebuah lengan yang terpaksa, darah
kental membanjiri permukaan tanah dan menyusup ke dalam.
Setelah berhasil meraih kemenangan dalam pertarungan
pertama, kemarahan Suma Thian yu agak mereda, dia
memandang sekejap manusia berkerudung yang terpapas
lengannya itu, kepada keempat orang rekan-nya ia berseru
sambil tertawa dingin.
"Siapa lagi yang ingin maju untuk mengantar kematian?"
Ketika mendengar tantangan tersebut, keempat orang
manusia berkerudung itu serentak mengayunkan goloknya dan
maju menerjang dari empat penjuru, dilihat dari gerakan
tubuh mereka, jelas kalau orang-orang itu adalah jagoan kelas
satu dalam dunia persilatan.
Kendatipun demikian, Suma Thian yu yang bernyali besar
sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap
mereka.
Dia berdiri dengan segenap perhatiannya dihimpun menjadi
satu, ditunggunya sehingga senjata tajam ke empat orang itu
hampir mengenai tubuhnya....
Disaat yang amat kritis itulah tiba-tiba dari balik
keheningan berkumandang suara bentakan gusar yang amat
nyaring:
"Mundur!"
Menyusul kemudian, terlihat sesosok bayangan hitam
meluncur datang secepat sambaran kilat dan langsung
menyerbu ke dalam arena pertarungan.
Mendengar bentakan tersebut, keempat manusia
berkerudung itu segera mengundurkan diri dan memberi
sebuah jalan lewat.
Pendatang itu menancapkan kakinya ditanah setelah
pencoleng-pencoleng berkerudung itu mengundurkan diri,
begitu sampai dia lantas menegur:
"Suma siaubiap, Wi goan telah datang terlambat, kau tidak
terluka bukan?"
Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepalanya, dia
segera mengenali orang itu sebagai Bi kun lun Siauw Wi goan,
maka dengan perasaan mendongkol sahutnya:
"Terima kasih atas bantuan yang datang tepat pada
waktunya, Siau tayhiap, mengapa ke datanganmu begitu
kebetulan?"
Ucapan mana mengandung maksud ganda, dia menuduh Bi
kun lun lah yang telah bermain gila secara diam-diam.
Bi kun lun Siau Wi goan berlagak seolah-olah tidak
mendengar, bukan saja tidak gusar, malahan tertawa seram.
"Suma siauhiap, tampaknya kesalah pahamku terhadap Wi
goan sudab kelewat mendalam! Ketahuilah semua persoalan
yang ada didunia ini tak akan terungkap sebelum peti mati di
buka, aku Wi goan betul-betul bermaksud baik kepadamu, tapi
nyatanya malah mendapatkan kesalahan paham belaka,
padahal orang-orang ini sama sekali tak ada sangkut pautnya
dengan Wi goan!"
Padahal penjelasan dari Bi kun lun Siau Wi goan tersebut
berlebih-lebihan sehingga tak ubahnya seperti menampar
mulut sendiri.
Suma Thian yu merasa geram sekali setelah mendengar
perkataan itu, tapi justeru karena demikian, dia semakin
merasa yakin kalau Bi kun lun Siau Wi goan adalah seorang
pentolan pencoleng yang licik dan sangat berbahaya.
Menghadapi manusia semacam ini, jalan yang terbaik
adalah menjauhi dan jangan sampai terkena pelet, kalau tidak
maka akibatnya sukar dibayangkan mulai sekarang,
Suma Thian yu adalah seorang manusia yang cerdas
dengan bakat yang luar biasaa, sekilas pandangan saja dia
sudah dapat menduga sampai kesitu, maka sambil tertawa
dingin katanya:
"Kalau mememang begitu, akulah yang kelewat curiga,
terima kasih atas bantuanmu, biarlah kubayar dikemudian hari
saja"
Selesai berkata dia lantas ber berjalan melalui sisi Bi Kun
lun Siau Wi gon dan berlalu dari situ..
Belum lagi dua langkah, mendadak dari belakang
punggungnya berkumandang datang suara desingan angin
pukulan yang sangat kuat langsung menyergap jalan darah
Pek hwee hiat di punggungnya.
Sebenarnya Suma Thian yu berprinsip sebelum berhasil
memegang bukti yang nyata tentang kejahatan yang telah
dilakukan Bi kun lun Siau Wi goan, dia enggan untuk ribut
atau bentrok dengan manusia tersebut, apa lagi kalau sampai
terjadi bentrokan secara kekerasan.
Orang bilang: Cocok atau tidaknya seserang dalam
pergaulan ditentukan dalam sepa tah kata, dia tahu banyak
berbicara dengan manusia licik hanya akan mendatangkan
kesulitan dan kerugian bagi dirinya sendiri, oleh sebab itu dia
berusaha menjauhi.
Maka sambil menahan rasa mangkel dalam hatinya, dia
siap berlalu meninggalkan tempat itu.
Siapa sangka disaat dia membalikkan badan siap
meninggalkan tempat itu, tiba-tiba dari belakang
punggungnya mendesing datang segulung hawa pukulan yang
langsung menyergap jalan darah Pek hwee hiat di belakang
benaknya...
Dalam perkiraan Suma Thian yu, serangan terkutuk yang
rendah dan tak tahu malu itu dilakukan Bi kun lun Siau Wi
goan, saking gemasnya sepasang gigi sampai saling
bergerutukan keras.
Cepat-cepat ia menghimpun tenaga dalam ajaran
pamannya Kit hong kiam kek Wan Liang yakni ilmu Jiong goan
sim hoat untuk me lindungi seluruh badan, setelah itu telapak
tangannya didorong keatas menyongsong datangnya serangan
pembokong itu.
Dan begitu merasa kalau serangannya sudah dihadapi,
Suma Thian yu segera bergeser kekiri lalu berputar dengan
ujung kaki sebagai as untuk berganti arah, himpunan tenaga
dalam yang telah dipersiapkan ditangan kanan itu secepat kilat
dibabat kebelakang menghantan tubuh musuhnya, sementara
tubuhnya turut berputar pula menangkis, berputar dan
menyerang yang dilakukan Suma Thian yu meski panjang
untuk diceritakan, padahal ketiga macam gerakan itu
dilakukan hampir pada saat yang bersamaan.
Menanti dia sempat melihat jelas paras muka lawannya,
orang itu sudah kena terhajar oleh serangan dahsyatnya itu
sampai mencelat sejauh satu kaki lebih dan jatuh tak sadarkan
diri dengan sikap terlentang.
Diluar dugaan ternyata orang itu bukan Bi kun lun Siau Wi
goan seperti apa yang diduga semula melainkan seorang
pencoleng berkeru dung kain hitam.
Selama hidup Suma Thian yu paling benci dengan
perbuatan menyergap yang dilakukan dari belakang,
kemarahannya segera berkobar, sambil membentak tubuhnya
menerjang kearah pencoleng berkerudung yang sudah
tergeletak itu siap melakukan pukulan yang mematikan.
Bi kun lun Siau Wi goan sendiri berdiri termangu-mangu
disitu tak tahu apa yang meski dilakukan.
Dalam situasi seperti ini, keadaannya yang paling
mengenaskan, mau turut campur tak bisa, tidak turut campur
bagaimana?
Dalam pada iiu, tiga orang manusia berkendung lainnya
jaga tak berani bertindak secara sembarangan karena
kehadiran Siau Wi goan disitu, terpaksa mereka harus
mengorbankan jiwa rekannya tanpa bisa berbuat banyak.
)o(X)o(
TAMPAKNYA kepalan sakti dari Suma thian yu segera akan
menghantam diatas kepala pencoleng berkerudung itu,
serentak semua orang memejamkan matanya rapat-rapat
karena tak tega menyaksikan peristiwa yang amat mengerikan
itu.
Pada dasarnya Suma Thian yu memang berhati welas
kasih, begitu muncul keinginan-nya untuk mengampuni jiwa
orang, ia lantas tak tega untuk melanjutkan niatnya semula
untuk melakukan pembunuhan.
Dari serangan memukul segera diubah menjadi serangan
mencakar.... Kraaas!" terdengar suara kain yang robek,
akhirnya kain kerudung hitam orang yang terluka itu terbakar
dan muncullah raut wajah aslinya.
Manusia berkerudung yang terobek kain kerudungnya
adalah seorang kakek kurus ceking bermata tikus berhidung
elang, dia tak lain adalah kakek ceking yaug telah
menghadang jalan pergi Suma Thian yu ketika berada di tanah
lapang gedung keluarga Siau tadi.
Setelah mengetahui siapa gerangan orang yang dihadapi,
Suma Thian yu segera tertawa seram
"Haaah...haah....haaah, nampaknya aku Suma Thian yu
memang tidak salah melihat orang"
Kemudian sambil mengangkat tangan kakek ceking itu,
ujarnya lagi kepada Bi kun lun Siau Wi goan dengan lantang:
"Siau tayhiap, bukankah orang ini adalah anak buahmu?"
Dikala Suma Thiar yu merobek kain kerudung orang itu itu
tadi, Bi kun lun Siau Wi goan sudah meraia gelisah bercampur
gusar. Dia gelisah karena jejaknya ketahuan dan kuatir Suma
Thian yu membocorkan rahasia tersebut keluar sehingga
mempengaruhi nama baiknya dikemudian hari.
Dia marah karena kakek itu sudah merusak rencana yang
telah disusunnya dengan susah payah.
Apalagi sesudah mendengar pertanyaan dari Suma Thian
yu ibaratnya orang yang langsung mengorek luka dalam
tubuhnya, benar-benar tak sedap perasaannya ketika itu.
Tanpa terasa timbul niat jahat didalam hatinya, sambil
menghindarkan diri dari tanggung jawab sahutnya:
"Tentu saja kenal, keparat tua ini adalah tamu yang datang
menyambangi Wi goan kemarin, sungguh tak kusangka dia
adalah seorang manusia berhati keji, seorang komplotan dari
perampok berkerudung yang kejam itu, harap Suma sauhiap
jangan marah, kuperiksa orang ini dengan seteliti mungkin"
Sembari berkata dia berjalan mendekati Suma thian yu,
sementara sinar matanya memancarkan cahaya kebuasan
yang membuat anak muda itu terkesiap dan segera
menghimpun tenaganya bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan
Kasihan kakek bertubuh kurus berhidung elang itu, dia
sudah jatuh tak sadarkan diri, mukanya pucat pasi seperti
mayat, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa
luka dalam yang dideritanya cukup parah.
Bi kun lun Siauw Wi goan telah berjalan menuju ke
hadapan Suma Thian yu, akan tetapi memandang keadaan si
kakek kurus yang kempas-kempis dengan lemah, dia segera
berseru sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau dilihat keadannya yang begitu lemah, agaknya tidak
enteng luka yang diderita olehnya, berarti jaraknya dengan
kematian pun tidak jauh, lebih baik dibunuh saja!"
Sudah barang tentu Suma Thian yu tak ingin memberi
kesempatan kepada Bi kun lun untuk menghilangkan saksi
hidup ini, baru saja dia berusaha untuk mencegah perbuatnya
itu, mendadak terasa cahaya perak berkelebat lewat lalu..
"Craaap!
Menanti Thian yu memeriksa kembali, di atas dada kakek
ceking itu sudah menancap sebatang peluru perak sepanjang
empat inci yang menembusi tubuh tersebut.
Atas peristiwa ini, Suma Thian yu menjadi teramat gusar, ia
lepaskan cekalannya terhadap kakek ceking itu kemudian
membalikkan tubuhnya.
Ternyata perbuatan tersebut hasil perbuatan dari tiga
orang perampok berkerudung yang lain, saat itu ketiga orang
perampok berkerudung tadi telah menggotong rekannya yang
terluka dan melarikan diri menuju kehutan.
Suma Thian yu tidak rela membiarkan kawanan penjahat
tersebut melarikan diri, tak sempat memberi kabar kepada Bi
kun lun lagi, dia segera menggerakan tubuhnya, bagai anak
panah yang terlepas dari busurnya, secepat kilat dia menyusul
dibelakang kawanan perampok berkerudung tersebut.
Melihat itu, Bi kun lan Siau Wi goan menjadi gelisah, buru-
buru ia turut mengejar sambil berteriak:
"Suma siauhiap, harap tunggu sebentar."
Namun Suma Thian yu berlagak seolah olah tidak
mendengar, malah dia mempercepat gerakan tubuhnya
menyusul sampai di tepi hutan.
Tapi ke empat perampok berkerudung tadi sudah melarikan
diri dan lenyap dari pandangan mata.
Sementara itu, Bi kun lun Siau Wi goan telah menyusul pula
ke situ, terdengar ia berkata:
"Suma Siauhiap, musuh yang kabur jangan dikejar, bila
mereka sampai terjatuh kembali ke tangan Wi goan
dikemudian hari, pasti akan kukuliti tubuhnya kemudian
kucincang badan nya"
Pelan-pelan Suma thian yu membalikan badannya lalu
menatap sekejap wajah Bi kun lun Siau Wi goan dengan wajah
diliputi hawa pembunuhan, ia sama sekali tidak terpengaruh
oleh ucapan mana. "Hmmm, terlalu keenakan kawanan
perampok tersebut gumamnya dingin, pokoknya selama Thian
yu masih dapat bernafas, pasti akan kubasmi kawanan
manusia laknat itu sampai akar-akarnya"
Kemudian setelah memandang sekejap ke lima ekor kuda
jempolan yang tertinggal disitu.
"Siauhiap, bagaimana kalau dari ke lima kuda jempolan
yang tertinggal ini Siauhiap hanya membawa pulang empat
ekor dan tinggalkan seekor untukku?"
Bi kun lun Siau Wi goan menjadi teramat gusar setelah
mendengar perkataan itu, dengan nada berat dia segera
menegur:
"Apa-apaan kau ini? Apakah kau mencurigai aku punya
hubungan dengan kawanan perampok berkerudung itu? Bila
siauhiap tetap tak bisa memahami kenyataan yang
sebenarnya, tindakanmu itu benar-benar tak bisa
dimaafkan...."
Suma thian yu berpaling dengan pandangan sinis lalu
tertawa dingin.
"Heeehh...heeeh...heeeh...aku rasa dihati masing-masing
sudah mempunyai pandangan sendiri, sekarang memang tak
perlu kau akui, toh suatu saat akan tiba juga saatnya untuk
membongkar semua rahasia ini"
Selesai berkata dia membalikkan badan dan segera berlalu
dari sana...
Sikapnya yang sinis dan memandang hina terhadap orang
lain ini, kontan saja membangkitkan rasa gusar yang membara
didalam hati Bi kun lun Siau Wi goan.
Tahukah apa sebabnya orang ini selalu bersabar dan
berusaha keras untuk menghindari suatu bentrokan secara
langsung dengan Suma Thian yu...?
Sebab dia kuatir jejak dan rahasianya ter bongkar, asal dia
bertarung melawan Suma thian yu, niscaya semua rahasianya
bakal terbongkar...
Sekalipun demikian, kesabaran orang ada batas-batasnya,
sindiran dan ejekan Suma thian yu yang dilontarkan berulang
kali membuat seorang manusia yang tak berperasaan akan
marah, apalagi orang itu adalah Bi kun lun Siau Wi goan
seorang pemimpin dunia persilatan dewasa ini?
Mendadak terdengar ia membentak penuh amarah:
"Berhenti!"
Tiba-tiba dia meloloskan pedangnya dari sarung, sorot
matanya tajam bagaikan sembilu, ketika pedang tersebut
digelarkan maka tampaklah getaran cahaya pedang dari ujung
senjata tersebut memancar keluar tiada hentinya.
Mendengar suara bentakan tersebut, Suma Thian yu segera
berhenti, apa lagi ketika mendengar suara lawan meloloskan
pedang, menggunakan kesempatan dikala bukannya
membalikkan diri, dia turut meloloskan pula pedang Kit hong
kiamnya.
Suasana menjadi tegang dan seram, kedua belah pihak
dengan senjata terhunus berdiri saling berhadapan dalam
jarak hanya sepuluh langkah belaka.
Sambil menggertak gigi menahan diri Bi kun lun Siau Wi
goan memaki dengan geramnya:
"Bocah keparat, kau kelewat menghina orang! Apakah kau
anggap Siau Wi goan adalah seorang manusia yang dapat
dihina dan dipermain kan seenak hatimu sendiri? Hari ini, bila
kau tidak memberi penjelasan yang terang, jangan harap bisa
pergi meninggalkan tempat ini!"
"Orang she Siau!" Suma Thian yu balas mengejek,
"kenyataan telah tertera didepan mata, apakah kau
bermaksud untuk menyangkal lagi? Jika kau ingin mengetahui
dengan jelas, ehmm, tak ada salahnya kuterangkan
kepadamu. Yang jauh tak usah dibicarakan, aku hanya ingin
tahu hari ini kau sebagai pemimpin dunia persilat an, apa lagi
dalam gedungmu terkumpul begitu banyak jago lihay,
mengapa sewaktu sauya dikepung kepung bangsat
berkerudung kau bisa muncul secara tiba-tiba untuk
membantu?"
Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar, kemudian
melanjutkan lebih jauh.
Kalau toh....kau berniat untuk membantu, mengapa kau
biarkan diriku disergap orang? Mengapa kau berpeluk tangan
belaka membiarkan kawanan manusia laknat itu melarikan
diri, bukan saja tidak mengejar, malahan membentak diriku
agar berhenti, apakah kau tidak merasa bahwa tindakanmu itu
sangat mencurigakan? Kini setelah menyaksikan anak buahmu
melakukan tindakan yang salah sehingga jejaknya ketahuan,
lagi-lagi kau membunuh orang untuk menghilangkan saksi,
bahkan terhadap perbuatan keji kawanan perampok
berkerudung itu pun kau tidak memberikan reaksi apa-apa,
bukankah kesemuanya ini semakin memperlihatkan jiwamu
yang memang sudah busuk? Hmmm, kau jangan menganggap
aku sebagai seorang bocah yang baru berusia tiga tahun,
jangan kau anggap semua perbuatanmu itu bisa mengelabuhi
diriku dan membuatku bodoh selalu!
Tatkala selesai mendengar perkataan tersebut, mendadak
Bi kun lun Siau Wi goan mendongakkan kepalanya dan
berteriak gusar, suara teriakan yang dipancarkan dengan
disertai tenaga yang sempurna itu kontan saja menggetarkan
seluruh penjuru dunia dan membuat daun serta ranting jatuh
berguguran keatas tanah.
Seusai berteriak dia berkata sambil tertawa dingin:
“ Hanya berdasarkan beberapa persoalan yang tetek bengek
ini kau ingin menfitnah aku Siau wi goan? Bocah keparat,
mengapa kau tidak renggut sekalian selembar nyawaku?"
"Betul, betul, persoalannya sekarang adalah aku belum
berhasil mendapatkan bukti yang nyata!"
Bi kun Iun Siau wi goan semakin naik pitam sesudah
mendengar jawaban mana, teriaknya lagi:
Selama ini lohu tidak menganggapmu sebagai kawanan
percoleng, aku menerima dengan segelas kehormatan,
bersikap baik kepada mu, siapa sangka kau bocah keparat
ternyata hanya manusia yang tak tahu diri, kau telah
membalas kebaikanku dengan perbuatan keji. Baik lah untuk
memperpanjang umurku selama beberapa puluh tahun lagi,
lohu akan mengalah sepuluh jurus untukmu, begitu sepuluh
jurus sudah lewat, terpaksa harus dilihat bagaimanakah
nasibmu nanti"
Seandainya Suma Thian yu tidak mendengar perkataan itu,
keadaannya masih mendingan, begitu mendengar ucapan
mana, dia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring,
ditatapnya Bi kun lun Siau Wi goan dengan sorot mata
setajam sembilu.
"Orang she Siau, kau betul-betul latah dan gila!" serunya
dengan suara lantang, kau hendak mengalah sepuluh jurus
untukku? Hmm kau anggap aku hanya seorang bocah cilik?
Terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu berada diluar
gua tempo hari, apakah kau berhasil menangkan setengah
jurus dariku?"
Setelah keadaan berubah menjadi begini rupa, Suma thian
yu dipaksa untuk membuka kartu.
Kontan saja ucapan mana membuat Bi kun lun Siau Wi
goan menarik napas dingin, paras mukanya berbuat hebat,
tapi sejenak kemudian telah pulih kembali seperti sediakala.
Hanya saja... kali ini selapis hawa napsu membunuh telah
menyelimuti seluruh wajahnya.
Sebetulnya Suma Thian yu berbicara demikian, tujuannya
adalah memancing reaksi dari Bi kun lun Siau Wi goan, begitu
menyaksikan musuhnya berubah muka, dia menjadi terang
dan mengerti, tak terlukiskan rasa gembira dalam hatinya
sekarang.
Sekali pun demikian, dia masih membutuhkan suatu bukti
yang nyata dan berada didepan mata sebelum anak muda
tersebut dapat membunuh Siau Wi goan. Orang bilang:
"Seorang Kuncu membalas dendam, tiga tahun pun belum
terhitung terlambat" kematian paman Wan yang begitu
mengenaskan hingga kini belum dapat diungkap olehnya
secara jelas, maka dia harus menahan diri dan bertindak
sangat berhati-hati, sebab sedikit salah melangkah, bisa jadi
dia akan dianggap musuh umum oleh umat persilatan.
Sebaliknya Bi kun lun Siau Wi goan sendiripun berperasaan
serba bertentangan, di samping dia ingin memperalat pemuda
ini, tetapi dipihak lain dia pun kuatir anak muda ini akan
merusak dan menghancurkan semua rencana yang telah
disusunnya selama ini.
Mumpung kini berada ditengah alas yang sepi dan tiada
manusia lain, apa salahnya kalau pemuda ini dibunuh saja
agar tidak menmbulkan bibit bencana dikemudian hari?
Berpikir sampai disitu, napsu membunuh yang berkobar
dalam dada Siau Wi goan makin menjadi, tampak dia maju ke
depan berapa langkah, lalu ujarnya:
"Bocah muda, lohu sudah hidup setua ini, namun belum
pernah dihina dan disindir orang dengan seenaknya seperti
saat ini, bila aku tidak meringkus kau pada hari ini, tentunya
kau anggap di dunia ini sudah tiada orang pan dai lagi!"
Suma Thian yu tertawa sinis.
"Hmmm, dengan kemampuan yang kau miliki itu, kau
hendak membereskan aku?"
Seraya berkata pedang Kit hong kiamnya diangkat sejajar
bahu, lalu tangan kananya bergerak ke atas, dengan jurus
Ciong liong jiu hay (naga sakti masuk ke laut) pedangnya
seperti seekor naga sakti menyodok jalan darah Ki kan hiat
ditubuh Bi kun lun.
Selama ini Bi kun lun Siau Wi goan mengawasi terus ujung
pedang lawannya, begitu menyaksikan ujung pedang tersebut
menusuk ke bawah teteknya, mendadak ia bergerak dan
melejit ke samping tambil berseru keras:
"Jurus pertama!"
Suma Thian yu menjadi amat gusar menyaksikan
musuhnya hanya menghindar tidak membalas, ia segera
menarik kembali pedangnya dan tidak melancarkan serangan
lagi.
Bi kun lun Siau Wi goan kelihatan agak tertegun tatkala
menyaksikan lawannya menarik kembali serangannya, dengan
perasaan tercengang bercampur gusar ia segera membentak.
"Kenapa kau? Bocah keparat, sudah dibikin ketakutan?"
Suma Thian yu mendengus dingin, setengah memaki
teriaknya.
"Orang she Siau, kau tak usah sombong dan berlagak sok,
dengan mengandalkan kemampuan yang kau miliki itu, masih
belum berhak bagimu untuk mengalah untukku, jika ingin
bertarung, hayolah kita bertarung secara blak-blakan dan
bertempur sampai titik darah penghabisan, kalu ingin bermain
pura-pura mah, hmmm, sauya tidak cocok denagn selera
permainan seperti itu!"
Bi kun lun Siau Wi goan kembali tertawa terkekeh-kekeh.
"Hehehehehe.... rupanya begitu, aku masih mengira kau
takut menghadapi diriku! Beginipun ada baiknya juga, aku
orang she Siau akan menyempurnakan keinginanmu itu...."
Ketika ucapan terakhir masih berada dibibir, Siau Wi goan
telah menggerakkan pedang nya dan menyerang dengan jurus
Ci kou thian bun (mengetuk langsung pintu langit), tampak
serentetan cahaya hijau meluncur kedepan dan menusuk
tubuh Suma Thian yu dengan kecepatan luar biasa.
Ditinjau dari gerakan tubuhnya ini, tidak sulit untuk
diketahui betapa cepat dan sempitnya jalan pikiran Bi kun lun
Siau Wi goan, dia hanya maunya mencari keuntungan belaka,
buktinya sementara pembicaraan masih berlangsung, ia sudah
menyergap orang secara tiba-tiba.
Kecuali berhadapan dengan seseorang yang berkepandaian
silat sangat lihay, biasanya cara menyergap semacam ini akan
menda-tangkan suatu hasil yang amat baik.
Untung saja kewaspadaan Suma Thian yu masih tetap
tinggi, sekalipun sedang berbicara namun ia telah bersiap
siaga menghadapi se gala kemungkinan yang tak diinginkan.
Selama menghadapi manusia licik macam Bi kun lun Siau
Wi goan, orang memang selalu berprinsip "meski manusia tak
berniat melukai harimau, harimau justru ada niat melukai
manusia".
Maka begitu pedang Siau Wi goan menusuk datang, dia
lantas berteriak lantang:
"Sebuah serangan yang amat bagus!"
Mendadak ia membalikan tangannya mainkan jurus Long
kian sin ciau (ombak menggulung ular sakti).
Pedang Kit hong kiamnya seperti segulung ombak dahsyat
langsung menyapu kedepan dan mengetarkan pedang Bi kun
lun Siau Wi goan sehingga tergetar dari posisi semula.
Menyusul kemudian pedangnya berubah menjadi gerakan
Im liong tham jiau (naga yang mementangkan cakar)
langsung mencengkeram jalan darah kit hou hiat diatas
tenggorokan Bi kun lun.
Bagi seorang jago silat, begitu serangan dilancarkan maka
akan diketahui apakah musuhnya berisi atau tidak. Serangan
Suma thian yu didalam menghadapi ancaman bahaya ini
betul-betul amat hebat, bukan setiap jago silat yang
mempergunakannya dengan sempurna.
Bi kun lun Siau Wi goan cukup mengetahui mutu suatu
serangan, sebagai pemimpin dunia persilatan, tentu saja ia
enggan menerima kerugian yang berada didepan mata.
Menyaksikan kejadian tersebut, buru-buru dia menarik
kembali pedangnya untuk mengutamakan keselamatan
sendiri, setelah itu teriaknya dengan perasaan terkejut!
"Aaaah, ilmu pedang kit hong kiam hoat!"
Sementara berseru, tubuhnya telah melepaskan diri dari
kurungan kabut pedang yang dipancarkan oleh Suma thian yu,
siapa tahu Suma Thian yu memang berhasrat memberi
pelajaran yang setimpal untuk Bi kun lun sehingga ia tahu diri.
Tiba-tiba ia berpekik nyaring, pedang Kit hong kiamnya
diputar menciptakan selapis bayangan pedang yang
memenuhi angkasa, bagaikan benduangan sungai Huang ho
yang jebol, dengan amat dahsyatnya langsung mengurung
ketubuh Siau Wi goan.
Bagi jago lihay yang bertarung, yang menjadi pantangan
terbesar adalah memecahkan perhatian.
Bi kun lun Siau Wi goan menjerit kaget, hawa murninya
yang terkumpul segera membuyar sebagian besar, ditambah
pula Suma thian yu dengan serangan berantainya, ia kena di
desak sampai mundur terus berulang kali.
Sekilas pandangan ia seperti didesak mundur, padahal ia
justru manfaatkan kesemppatan tersebut untuk menghimpun
kembali hawa murninya disamping mencari titik kelemahan di
tubuh Suma Thian yu sehingga dapat mempersiapkan
serangan balasan yang mematikan"
Begitu turun tangan Suma Thian yu berhasil mendesak
mundur seorang jago silat yang memimpin dunia persilatan
dewasa ini, semangat bertarungnya segera berkobar, ia
berpekik berulang kali lalu pedang Kit hong kiamnya dengan
jurus Liong teng kiu siau (naga melompat kelangit sembilan)
ia langsung menggorok tengkuk Bi kun lun.
Mendadak Bi kun lun Siau goan melejit ke udara dengan
gerakan elang raksasa menentang sayap, pedangnya berputar
secepat kilat dengan jurus Ceng lui kan hong (guntur bergetar
angin terbendung) dia lepaskan serangan balasan untuk
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Traaang!" ketika sepasang pedang saling bertemu
ditengah udara, terdengarlah suatu benturan nyaring yang
memekakkan telinga, akibatnya kedua orang itu sama-sama
terdorong mundur sejauh satu langkah.
Bi kun lun Siau Wi goan yang lihay, tidak menggubris
apakah senjatanya cedera atau tidak, dia menerjang lagi
kedepan melakukan tubrukan, dengan jurus Cuan im si gwat
(menembusi awan mengejar rembulan) dengan membawa
desingan angin serangan yang tajam ia langsung menusuk
jalan darah Tham tiouw hiat di bagian tengah dada antara
kedua tetek Suma Thian yu.....
Sudah barang tentu Suma Thian yu tak berani
mengendorkan perhatiannya dalam menghadapi ancaman
tersebut, buru-buru dia me ngembangkan permainan ilmu
pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya untuk
melayani serangan musuh.
Begitulah, sebentar kedua orang itu bergu mul menjadi
satu, sebentar lagi berpisah, situasi pertarungan yang
berlangsung kian lama kian bertambah seru, keadaannya
benar-benar sangat mengerikan.
Kedua orang ini, yang satu adalah pendekar besar dari
golongan putih dan hitam sedangkan yang lain adalah seorang
pendekar yang baru muncul di dunia persilatan, pertarungan
yang kemudian berkobar sungguh menggetarkan sukma setiap
orang.
Pertarungan sengit macam ini sulit dijumpai dalam dunia
persilatan, kedua orang itu sama-sama mengeluarkan pelbagai
jurus simpanan-nya untuk berusaha membunuh lawannya.
Sementara itu Bi kun lun Wi goan makin bertempur makin
terkejut, dia cukup mengetahui akan kelihayan ilmu pedang kit
hong kiam hoat tersebut, sewaktu kit hong kiam kek Wan
liang masih termashur dikolong langit dulu, dia pernah
bersahabat karib dengan Bi kun lun Wi goan, mereka sering
berkelana bersama sehingga kedua belah pihak sama-sama
mengetahui keunggulan dan kelemahan lawan-nya.
Tapi kini permainan pedang Kit hong kiam hoat dari Suma
thian yu berbeda dengan permainan yang pernah dilakukan
Wan liang dahulu, tak heran kalau Siau WI goan dibikin
terperanjat sekali.
Kalau dilihat dari gerakan tubuh Suma Thian yu, nampak
kalau permainan itu ajaran dari Kit hong kiam kek Wan Liang,
tapi yang berbeda adalah tenaga dalamnya justru setingkat
masih diatas kemampuan Wan Liang pribadi....
Kejadian ini sama artinya dengan Wan Liang telah muncui
kembali di dalam dunia persilatan.
Sementara ingatan mana melintas dalam benak Bi kun lun
Siau Wi goan, sambil bertarung ia pun bertanya:
"Apa hubunganmu dengan Wan Liang? Cepat katakan!"
"Guruku!" jawab Suma Thian yu singkat.
Suma Thian yu memang sengaja membohonginya,
sekalipun dikatakan Wan Liang adalah gurunya juga tak salah,
memang ilmu pedang kit hong kiam hoat tersebut didapatkan
dengan cara mencuri belajar, namun yang dia pelajari toh ilmu
dari Kit hong kiam kek Wan Liang.
Siapa tahu Bi kun lun Siau Wi goan segera tertawa nyaring
sesudah mendengar perkataan itu, sambil melompat keluar
dari arena pertarungan, serunya cepat:
"Mengapa tidak kau terangkan semenjak tadi?"
"Sekalipun kukatakann, apa gunanya?", melihat orang itu
melompat keluar dari arena, Suma Thian yu segera berniat
untuk menghadapi siasat lawan dengan siasat pula.
Terdengar Bi kun lun Siau Wi goan tertawa terbahak-
bahak.
"Haah...haaah...haaah...apakah gurumu berada dalam
keadaan baik-baik?"
Sebelumnya Suma Thian yu hendak mengatakan kalau
gurunya telah meninggal dunia, tapi ingatan lain segera
melintas dalam benaknya, dia merasa tak perlu berbicara
sejujurnya menghadapi manusia licik seperti itu.
Maka sahutnya kemudian dengan lantang:
"Berkat kemurahan Thian, Beliau berada dalam keadaan
sehat wal'afiat seperti sedia kala!"
Bi kun lun Siau Wi goan segera memperlihatkan sikap
seakan-akan merasa gembira sekali.
"Apakah dia pernah menyinggung tentang aku?" tanyanya.
"Ehmm... " Suma Thian yu hanya mengiakan saja.
"Apa yang dia katakan?" Siau Wi goan seperti ingin
mengetahui sejelas-jelasnya, ia lan tas menunjukkan sikap
seakan-akan sangat ramah.
Suma Thian yu berlagak serius, jawabnya:
"Setiap kali dia orang tua menyinggung tentang kau, dia
pasti akan mencaci maki dirimu kalang kabut, dikatakan kau
adalah iblis paling keji yang ada didunia ini! Dikatakan pula
binimu yang tak tahu malu itu adalah seorang perempuan
jalang yang kebusukan hatinya melebihi ular berbisa!"
Mimpipun Bi kun lun Siau Wi goan tidak menyangka kalau
Suma Thian yu dapat mengucapkan kata-kata makian sekeji
ini, kontan saja amarahnya memuncak, dengan mata melotot
besar dan menggertak gigi menahan diri, bentaknya keras-
keras:
"Bocah keparat! Kalau ingin berbicara, sedikitlah tahu diri,
apakah kau sudah bosan hidup?"
Kembali dia menerjang ke muka, pedangnya diayunkan
kedepan melepaskan serangan lagi dengan jurus Han Bwee tu
luan (Bunga BWee mengeluarkan sari) dia tusuk dada Suma
Thian yu.
Mencorong sinar tajam dari balik mata anak muda itu, dia
membentak pendek, langkah Ciok tiong luan poh ajaran Siau
yau kay Wi Kian segera digunakan, tampak ujung baju
terhembus angin, tahu-tahu dia sudah menyelinap ke
belakang punggung Bi kun lun, sementara pedang Kit Hong
kiamnya bagaikan cahaya pelangi menusuk jalan darah Ki tong
hiat di belakang punggung lawan.
Kemarahan Suma Thian yu telah memuncak dia merasa
bukan cara yang tepat untuk mengulur waktu dengan manusia
semacam ini karena itu serangan yang kemudian di lancarkan
langung ditujukan kebagian mematikan ditubuh lawan.
Begitu Suma Thian yu gunakan ilmu gerakan tubuh Cok
liong luan poh, gerakan tubuhnya menjadi bertambah cepat,
menanti Bi kun lun Siau Wi goan menjumpai bayangan tubuh
Suma Thian yu telah lenyap dari pandangan dan hawa dingin
dari tusukan pedang sudah tiba dipunggungnya, dia baru
menjerit kaget.
"Mati aku kali ini!"
Dengan sedapat mungkin dia menerjang maju kemuka,
maksudnya adalah mencari kesempatan hidup ditengah
keputus asaan.
Tapi Suma Thian yu mengikuti terus bagaikan bayangan,
ujung pedangnya sudah menempel diatas bajunya.
Disaat yang amat kritis itulah, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras berkumandang memecahkan keheningan.
Sesosok bayangan tubuh yang bergerak cepat, dengan
membawa segulung tenaga pukulan yang dahsyat bagaikan
angin puyuh langsung membacok Giok seng kun dibelakang
benak Suma Thian yu, sungguh dahsyat dan mengeri kan
sekali ancaman mana.
Suma thian yu merasa terperanjat sekali, ia tahu bila
pedangnya dilanjutkan penusukan-nya kedepan, niscaya Bi
kun lun Siau Wi goan tewas diujung pedangnya, akan tetapi
sebagai resikonya diapun akan terhajar mati oleh serangan
yang datangnya dari arah belakang itu. Berada dalam keadaan
seperti ini, terpaksa dia harus mengutamakan keselamatan
sendiri lebih dulu, kemudian baru soal membalas dendam.
Cepat-cepat pedangnya ditarik kembali, kemudian kakinya
bergeser dan sekali berkelebat ia sudah melompat keluar dari
arena pertempuran. Atas kejadian mana, Bi kun lun Siau Wi
goan segera lolos dari lubang jarum kematian, selembar
jiwanya berhasil diseret keluar dari dalam neraka. Disaat Suma
Thian yu berdiri tegak, ia saksikan ditengah arena bertambah
dengan seorang pemuda berbaju hijau, orang itu adalah Cun
gan siu cay Si Kok seng. Sambil tertawa Suma Thian yu
berseru:
"Oh, rupanya saudara Si, sungguh hebat tenaga
pukulanmu, nyaris batang leherku kena kau tebas kutung!"
Sambil tersenyum buru-buru Cun gan siacay Si Kok seng
menjura dan meminta maaf, katanya:
"Bilamana siaute telah bertindak ceroboh harap saudara
Suma sudi memaafkan!"
Kemudian sambil berpaling kearah Bi lun lun Sau Wi goan,
ia berkata pula:
"Kalian berdua adalah sama-sama orang sendiri mengapa
harus saling bertarung?"
Bi kun lun Siau Wi goan tidak mengucapkan barang sepalah
katapun, mendadak dia membalikan badan dan berlalu dari
sana.
Memandang bayangan punggung Bi kun lun Siau Wi goan
yang menjauh, Cun gan siucay Si Kok seng menggelengkan
kepala sambil menghela napas panjang, kepada Suma Thian
yu katanya:
"Tabiat orang itu memang sangat aneh, saudara Suma,
buat apa kau mesti ribut dengannya?
Suma Thian yu tidak menggubris ucapan mana, waktu itu
dia sedang berdiri dengan pelba gai persoalan berkecamuk
didalam benaknya.
Apa yang barusan dikatakan Si kok seng, pada hakekatnya
sama sekali taterdengar olehnya...
Pelan-pelan Cun gan siucay Si Kok Seng mendekati Suma
Thian yu, lalu dengan sikap yang menghormat tanyanya.
"Saudara Suma, kau masih marah kepadaku?" Suma Thian yu
berseru tertahan, buru-bu sahutnya dengan nada minta maaf:
"Tidak, tidak...! Aku sedang memikirkan suatu persoalan
..."
"Persoalan apakah itu? Bolehkah diberitahukan kepadaku?"
Si Kok seng bertanya lebih jauh.
"Tolong tanya bagaimanakah hubungan saudara Si dengan
Siau tayhiap....?
"Soal ini...kami hanya pernah berjumpa beberapa kali saja,
buat apa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Bagaimana watak orang itu?"
Sambil bertanya, kali ini Suma thian yu memperhatikan
perubahan wajah dan sikap Cun gan siaucay Si kok seng.
Cun gan siucay Si Kok seng termenung dan
mempertimbangkannya sejenak, setelah itu baru sahutnya.
"Menurut hasil pengamatan siaute selama banyak waktu,
aku rasa dia adalah se orang yang jujur, periang, suka
berteman, ramah dan rendah diri, satu satunya kejelekan yang
dimiliki adalah wataknya yang berangasan, saudara Suma, kau
bertanya begini teliti tentang dirinya apakah kau menaruh
curiga terhadap orang itu?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa Suma
Thian yu melirik dan memperhatikan beberapa kejap Cun gan
siau cay Si Kok seng, melihat wajah orang itu menunjukkan
kejujuran, dia pun menyahut dengan suara hambar:
"Ooh, tidak apa-apa, aku hanya bertanya sambil lalu saja."
"Saudara Suma, aku lihat belum tentu demikian, apakah
kau mempunyai suatu rahasia yang sulit dibicarakan?
Walaupun kita baru bersahabat beberapa hari, sesungguhnya
kita merasa saling mencocoki satu sama yang lainnya, anggap
saja diriku sebagai saudara sendiri, bila kau mempunyai
kesulitan, utarakan kepada ku, asal siauje sanggup
membantumu, sudah pasti akan kubantu dirinu dengan sekuat
tenaga"
"Aaah, tidak apa-apa" Suma Thian yu menyangkal berulang
kali, "terima kasih banyak atas perhatian saudara Si,
kebaikanmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya..."
Cun gan siaucay Si Kok seng mengerti, sekalipun
ditanyakan lebih jauh juga tak bakal mendapatkan suatu
hasilpun, maka diapun mengalihkan pokok pembicaraan ke
soal lain, tanyanya:
"Saudara Suma, kau bermaksud hendak kemana?"
"Aku mengembara tak menentu, empat samudra sebagai
rumahku, dan kau...?"
"Sama saja, bila ksu tak keberatan, bagaimana kalau
kudampingi dirimu sepanjang perjalanan?"
"Akan kusambut dengan senang hati" jawab Suma thian yu
ringkas.
Maka berjalanlah kedua orang itu menuruni bukit.
Sepanjang jalan Cun gan Siucay Si Kok seng seperti ada
maksud untuk membaiki anak muda tersebut, semua
pembicaraannya amat santai dan persoalan apapun
dibicarakan.
Setiap kali melalui suatu tempat, dia pasti menerangkan
riwayat jago yang bercokol di sana serta keadaan daerah
disekitarnya, diantaranya dia pun membicarakan pula sedikit
tentang sembilan partai besar dan beberapa orang jago yang
menonjol dari golongan rimba hijau.
Tapi ada satu hal yang tak pernah dibicira kan Cun gan
siucay selama ini, yakni asal usul serta perguruannya.
Setiap kali Suma Thian yu menanyakan soal ini, Cun gan
siucay Si Kok seng selalu menye lamurkan dengan masalah
lain, akibatnya lama kelamaan hal ini menimbulkan kecurigaan
di dalam hati Suma Thian yu, oleh karena itu Suma Thian yu
sendiripun selalu menghindarkan diri bila berbicara soal
riwayat hidupnya serta tanggung jawab serta tugas yang
terbeban di atas bahunya...
Hari itu mereka berdua tiba di kota Siau Kwan, hari sudah
gelap dan burung terbang kembali ke sarangnya, suasana
remang mendatangkan perasaan murung bagi siapa pun.
Dari kejahuan mereka berdua menyaksikan munculnya
sebuah dusun dengan asap yang mengepul, tanpa terasa
Suma Thian yu teringat kembali akan pemandangan yang
mengerikan dari perkampungan yang anggota keluarganya
dibantai tempo hari, sehingga tanpa terasa dia
menghembuskan napas panjang...
Dengan perasaan ingin tahu, terdengar Cun gan Siucay Si
kok seng segera bertanya:
"Saudara Suma, mengapa kau menghela napas? Kulihat
sepanjang jalan kau selalu berkeluh kesah, apakah dalam
hatimu terdapat ke
murungan dan kesedihan yang tak terungkapkan?"
"Tidak, aku hanya teringat akan suatu peristiwa berdarah
yang mengerikan sekali..." jawab Suma Thian yu sambil
menggeleng.
"Peristiwa apa sih yang begitu kau risaukan?"
Suma Thian yu menuding perkampungan di depan sana,
lalu menjawab:
"Perkampungan itu telah memancing luapan perasaanku,
karena disanalah kusaksikan suatu adegan pembunuhan yang
mengerikan sekali."
Secara ringkas dia lantas menceritakan apa saja yang telah
disaksikan olehnya dalam per kampungan mana kepada Cun
gan Siaucay Si Kok seng, diantaranya dia sempat mencaci
maki pula perbuatan biadab dari kawanan perampok
berkerudung itu.
Mendengar penuturan mana, parat muka Cun gan siaucay
Si Kok seng berubah hebat, ia me mandang ke tempat
kejauhan, lalu pelan-pelan berkata:
"Ooooh....rupanya begitu, tak heran kalau malam itu kau
menanyakan soal mutiara, rupa nya kau mencurigai perbuatan
tersebut dilaku kan oleh Siau tayhiap?"
"Benar! Hingga kini aku masih mencurigai pembunuh keji
itu adalah Siau Wi goan"
Berbicara sampai disitu, Suma Thian yu segera
memperhatikan wajah Si Kok seng lekat-lekat, sebab
tujuannya berkata demikian memang ingin mengetahui reaksi
lawan.
Cun gan Siucay Si Kok seng termenung beberapa saat
lamanya, kemudian baru berkata:
"Seandainya kalau perbuatan terkutuk ini dilakukan olehnya
aku pasti akan membabalaskan dendam bagi sukma
penasaran yang tewas dalam perampungan tersebut. Suma
heng, bila kau dapat memberitahukan keadaan waktu itu
dengan lebih jelas, hal mana akan lebih baik" Berbicara
sampai disitu, dia lantas menunjuk kan wajah marah, alis
matanya berkenyit dan menggertak gigi menahan emosi.
Semenjak kecil Suma Thian yu sudah hidup ditengah
gunung yang jauh dari keramaian dunia, segala macam
kelicikan dan kebusukkan manunia masih asing baginya, maka
setelah merasakan ucapan Si Kok seng yang gagah perkasa
itu, ia dibuat terharu sampai tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Dengan cepatnya pula segala macam kecurigaan yang
semula dilimpahkan atas diri Si Kok seng, seketika lenyap
sebagian besar,
bahkan menyesal telah mencurigai rekannya itu.
Cun gan siaucay Si Kok seng mengikuti terus perubahan
sikap lawannya secara diam-diam, setelah mengetahui
perubahan dari orang itu, diam-diam ia tertawa geli, ia merasa
menang, permainan caturnya telah berhasil menguasai posisi
yang strategis, itu berarti usahanya untuk mengendalikan
Suma Thian yu dikemudian hari akan berjalan lebih mudah,
hingga tugas yang dibebankan kepadanya pun bisa dilaksana
kan dan tercapai pada apa yang diharapkan.
Begitulah, mereka berdua telah memasuki kota Siau kwan
dan mencari sebuah rumah makan yang kecil ditepi jalan.
Sepanjang perjalanan kedua orang itu sudah merasa lapar,
maka tanpa dibilang mereka ber dua sama-sama membelok
kedalam rumah makan tersebut.
Baru saja melangkah masuk kedalam pintu, dari balik
ruangan berjalan keluar dua orang manusia, ketika empat
orang saling bersua, masing-masing mundur selangkah
dengan ter peranjat.
Ketika mendongakkan kepalanya Suma Thian yu segera
mengenali orang itu sebagai Thi pit suseng (sastrawan
berpena baja) Thi bersaudara. Tak terasa lagi dia segera
berteriak gembira.
"Ooeh...rupanya saudara Thia, hidup manusia memang
sering bertemu dilain tempat, meng apa kalian berdua bisa
muncul disini?"
Ketika Thi pit suseng Thia Cuau melihat orang itu adalah
Suma Tbian yu, diapun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaahh....haaahh....kami belum lama tiba disini,
eeeh..bukankah kau pergi keperusahaan Sin liong piaukiok?
Mengapa bisa muncul dikota jelek dan sepi seperti ini?"
"Tapi... panjang sekali untuk diceritakan" sahut Suma Thian
yu sambil menghela napas, "tempat ini bukan tempat yang
cocok untuk ber bincang-bincang, bila Thia toako tak ada
urusan penting, bagaimana kalau kita duduk kembali sambil
berbicara?"
"Begitupun baik juga!" berbicara sampai disitu, Thi pit
suseng Thia Cuan segera mengalihkan sorot matanya kearah
adiknya.
Tuan im siancu Thia Yong tertawa manis hingga kelihatan
dua baris giginya yang putih, nampak dia manggut-manggut.
"Duduk sebentar lagipun tak ada salahnya"
Maka mereka berempat masuk kembali kedalam rumah
makan.
Oleh Suma Thian yu, Cun gan siucay Si Kok seng segera
diperkenalkan kepada Thia bersaudara.
Sedangkan Cu gan Siucay segera menaruh kesan yang baik
begitu berjumpa Toan im sian cu dalam pandangan yang
pertama.
Untuk memperlihatkan sikapnya yang hangat, dia segera
memaksakan diri untuk mentraktir, ia memanggil pelayan dan
memesan sayur yang mahal harganya.
Tentu saja dalam rumah makan sederhana semacam ini,
tak mungkin bisa menyiapkan sayur yang mahal harganya itu.
Padahal Cun gan siucay Si Kok seng berbuat demikian
bukan bermaksud untuk memperli hatkan kedudukannya saja.
Thi pit suseng Thia Cuan merasa tidak sabar menyaksikan
kejadian tersebut, segera selanya:
"Sudahlah, hantar saja beberapa macam sayur seadanya!"
Pemilik warung itu adalah seorang kakek berambut putih,
dia segera mengiakan berulang kali, kemudian tanyanya:
"Apakah perlu arak?" "Tentu saja" sahut Cun gan siucay Si
Kok seng lagi, "asal ada arak bagus yang berumur sepuluh
tahun keatas, boleh bawa kemari!"
Pemilik warung itu mengiakan berulang kali dan segera
berlalu dari situ.
Menanti pemilik warung itu sudab berlalu, Cun gan Siucay
Si Kok seng baru berpaling dan ujarnya kepada Toan im
siancu Thia Yong sambil tertawa:
"Nona Thia sudah terbiasa dengan hidangan disini?"
"Bagus sekali" jawab Toan im siancu Thia Yong tersenyum
hingga nampak sepasang lesung pipinya yang manis.
Menyaksikan senyuman si nona, Cun gan sisucay Si Kok
seng segera merasakan jantung nya berdebar keras, ia seperti
merasa mendapat berkah yang tak ternilai harganya,
Thit pit suseng Thia Cuan merasa sangat tak puas
menyaksikan kejadian itu, dia merasa pemuda ini licik dan
tidak jujur, suka merayu dan tidak setia, akan tetapi
berhubung orang itu adalah rekan seperjalanan Suma Thian
yu maka iapun merasa sungkan untuk mengumbar
amarahnya.
Perjamuan itu berlangsung sangat meriah, sepanjang
perjamuan Suma Thian yu lebih ba nyak berbincang bincang-
dengan Thi pit su seng Thia Cuan daripada dengan lainnya.
Sedangkan Cun gun siaucay Si Kok seng dengan taktik
merayunya berbicara tiada henti nya dengan Toan im siancu
Thia Yong, dia bertanya ini itu tiada habisnya membuat si
nona kadangkala merasa bosan dan muak...
Akan tetapi, setiap Kali Toan im siancu mencari
kesempatan untuk mengajak Suma Thian yu berbicara, dia
selalu dibuat sakit hati oleh jawaban sang pemuda yang amat
tajam.
Dasar watak kaum gadis memang keras kepala dan ingin
menang sendiri, ditimbang jalan pikirannya sempit, apa yang
hendak di kerjakan selalu berusaha mencapai sukses, kalau
tidak maka dia akan berjalan sebaliknya meski tahu kalau
jalan itu salah.
Itulah sebabnya, kendatipun Thia Yong merasa muak dan
bosan berbincang-bincang dengan Cun gan siaucay Si Kok
seng, namun untuk memenuhi tuntutan pembalasan
dendamnya terhadap Suma Thian yu, ia harus menyabar kan
diri dan melayani pertanyaan Si Kok seng dengan sikap
berpura-pura hangat.....
Di dalam perkiraannya semula, cara terse but pasti akan
memancing rasa cemburu dan perhatian dari Suma Thian yu,
siapa tahu pe muda itu berlagak seakan- akan tidak
melihatnya, bahkan berbincang-bincang dengan asyik nya...
Menyaksikan rencana dan usahanya mengalami kegagalan
total, Toan im siatcu Thia Yong merasakan hatinya hancur
lebur, mendadak ia menggebrak meja dan bangku berdiri.
"Aku akan pergi dulu!" teriaknya keras-keras. Oleh tindakan
yang amat mendadak dari si nona, tiga orang lain-nya merasa
amat terperanjat.
Padahal waktu itu Cun gan siaucay Si Kok seng sedang
berbicara dengan asyik, sekali, tidak menyangka kalau gadis
itu bakal bertindak seperti ini, kontan saja pemuda itu dibuat
ter tegun dan memandang wajahnya kebingungan, ia tak
habis mengerti didalam hal apakah dia telah melakukan
kesalahan terhadap gadis itu.
Padahai Suma Thian yu sendiripun berpendapat demikian,
dia memandang wajah Toan im siancu Thia Yong dengan
sikap tertegun, tindakan si nona yang amat tiba-tiba ini benar-
benar tidak dipahami olehnya.
Thi pit suseng Thia Cuan paling memahami tabiat dari
adiknya ini, apalagi sejak kecil dialah yang merawat adiknya
ini, maka semua tindak tanduknya Thia Cuan yang paling me
mahami.
Tampak dia turut bangkit berdiri, lalu ter tawa terbabak-
bahak.
"Haaah...haah...haah... baik, berangkat....."
Berangkat, memang waktu sudah tidak pagi, kita masih
harus berangkat ke kota San tin untuk mencari penginapan"
Keempat orang itu berangkat meninggalkan warung dan
masing-masing mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang
sempurna berangkat menuju kekota San tin dengan cepat.
Sepanjang jalan, Cun gan siucay Si Kok seng ada niat untuk
memperlihatkan kebolehannya dia selalu memimpin di paling
muka bahkan kerap kali berpaling dan berseru kepada tiga
orang rekannya agar berjalan lebih cepat.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam
merasa geli, tanpa terasa dia pun memandang rendah diri Si
Kok seng.
Semenjak Thi pit suseng Thia Cuan berjumpa dengan Suma
Thian yu, dia seperti telah menemukan teman yang mencocoki
hatinya saja, sepanjang jalan selalu berada disampingnya
bahkan berbincang dan bergurau dengan amat leluasa.
Pada saat itulah Thi pit suseng berbisik kepada Suma thian
yu:
"Suma hiante, bagamanakah hubungan persahabatanmu
dengan Si Kong seng?"
xXx
"TAK BISA dibilang sangat akrab" jawab Suma Thian yu,
"kami hanya bertemu secara kebetulan, untuk mengurangi
kesepian sepanjang jalan maka kami memutuskan untuk
melakukan perjalanan bersama
"Ooooh...Thi pit suseng Thia Cuan mengiakan, lalu
membisiknya, "orang ini tidak jujur dan berjiwa munafik,
sudah pasti bukan manusia baik-baik, hiante, kau harus selalu
waspada dan bersiap-siap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan
"Siaute pun berpendapat demikian" Suma Thian yu
manggut-mauggut, "terutama sekali atas riwayat dan asal
usulnya, hingga kini ma sih menjadi sebuah tanda tanya
besar".
Sambil melanjutkan perjalanan, secara ring kas dia lantas
mengisahkan perkenalannya dengan Si Kok seng.
Thi pit suseng Thia Cuan hanya membungkam diri dalam
seriba bahasa, sorot matanya yang memandang kaku
kedepan, lalu mempercepat langkahnya dan menyusul
dibelakang Cun pan siaucay Si Kok seng dengan ketat.
Setelah melalui sebuah hutan yang lebat, sampailah
mereka di kota Han san tin.
Can gan siucay Si Kok seng yang berlarian kencang didepan
mendadak menghentikan ge rakan tubuhnya, lalu sambil
berpaling kearah tiga orang dibelakangnya dia berkata:
"Untuk menyingkat jalan, bagaimana jika kita menembusi
hutan lebat di depan sana?"
Thi pit suseng Thia Cian buru-buru meng goyangkan
tangannya mencegah:
"Jangan, jangan, siapa yang sudah bosan hidup, dialah
yang akan menembusi hutan lebat itu".
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
bertanya dengan wajah tercengang:
"Apakah di dalam hutan itu terdapat ancaman bahaya yang
amat besar...?"
"Selama sepuluh tahun terakhir ini, setiap orang yang
hendak pergi ke Kota Han san tin dari Siau kwan, pasti akan
melingkari hutan lebat ini, mengenai apa sebabnya aku kurang
begitu tahu."
Cu gan siucay Si Kok seng yang berada didepan, segera
tertawa terbahak-bahak sesudah mendengar ucapan itu,
katanya:
"Benarkah ada kejadian seperti ini? Aku orang she Si
justeru tak percaya dengan segala tahayul!"
Sambil berkata dia membalikkan badan dan meninggalkan
jalan raya umuk lari ke arah hutan lebat itu.
Toan im siancu Thia Yong ada maksud untuk memanasi
hati Suma Thian yu, ia segera mem buat muka setan kepada
kakaknya dan anak muda itu, kemudian setelah mendengus
dingin katanya:
"Hmmm.....aku tak sudi menjadi pengecut macam kalian
berdua!"
Selesai berkata dia menyusul di belakang Cun gan siucay Si
Kok seng dan lari menuju kearah hutan.
Melihat adiknya mengumbar napsu, Thi pit suseng menjadi
sangat gelisah, segera teriaknya:
"Adik Yong! Kembali, adik Yong.... "
Belum habis dia berseru, mendadak.....
Dari arah depan sana terdengar Cun gan siau cay Si Kok
seng menjerit kaget dan melompat mundur kebelakang,
disusul Toan im siancu Thia Yong menjerit kaget pula sambil
menyingkir kesamping.
Thi pit suseng Thia Cuan dan Suma Thian yu merasa amat
terperanjat setelah mendengar suara jeritan itu, serentak
mereka meluncur ke depan dengan kecepatan tinggi.
Tiba dihadapan Cun gan siucay Si Kok seng, apa yang
kemudian terlihat membuat kedua orang itu mundur
selangkah dengan paras muka berubah hebat.
Ternyata mereka menyaksikan sebuah tugu disisi hutan...
sebuah tugu peringatan yang terbuat dari tulang-tulang
tengkorak manusia, diatas tugu itu terlukiskan:
"Kembali! Maju lebih kemuka berani mati" Ketujuh huruf itu
amat besar dan semuanya tersusun oleh tulang manusia yang
memutih.
Sesudah hilang rasa kagetnya, dengan mendongkol Cun
gan siucay Si Kok seng meludah, teriaknya.
"Manusia jadah dari manakah yang berani menggunakan
benda-benda semacam itu untuk menakut-nakuti aku? Hmm,
aku Si Kok seng justru ingin mencobanya..."
Nama Si Kok seng yang diucapkan terakhir sengaja
diucapkan dengan sangat nyaring.
Begitu selesai berkata, mendadak telapak tangannya
diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yang sangat
dahsyat dengan cepat meluncur kedepan.
"Braaak...!" susunan tugu yang terbuat dari tulang belulang
itu segera hancur berantakan dan berserakan diatas tanah.
Thi pit suseng Thia Cuan merasa amat terperanjat setelah
menyaksikan kejadian ini, baru saja ia hendak mencegah
perbuatan mana, tugu tulang belulang itu sudah hancur
remuk, tak kuasa lagi dia menghela napas panjang, ia sadar
bakal celaka.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar