"Kau mengerti apa bocah dungu? Kalau punya dendam tak
mampu membalas, bukan lelaki namanya. Dulu aku
mempunyai keluarga yang berbahagia, tapi gara-gara ulah Put
gho cu, bukan saja isteri kabur anak hilang, aku pun tak dapat
menancapkan kaki kembali di daratan Tionggoan, bayangkan
saja apakah dendam kesumat semacam ini tak boleh
kubalas?"
"Aku tidak melarang atas niatmu untuk membalas dendam,
tapi cara yang kau tempuh justru licik dan sangat memalukan,
andaikata kau ingin membalas dendam, toh secara terang-
terangan kau bisa pergi ke Gi im hong untuk mencarinya dan
menantangnya berduel, janganlah meniru cara kura kura,
bersembunyi terus ditempat ini, tapi justru melakukan lempar
batu sembunyi tangan, terhitung jagoan macam apakah diri
mu itu...?"
Wan Wan cu segera mendongakkan kepalanya sambil
menyeringai seram:
"Betul, betul sekali, bocah muda, aku memang berniat
kembali ke daratan Tionggoan sambil membuat perhitungan,
walau pun demikian, kau masih tetap tiada kesempatan untuk
melanjutkan hidup"
Sembari berkata tubuhnya bergerak maju, serangan
telapak tangan berubah menjadi serangan jari, kelima jari
tangannya di pentangkan lebar-lebar seperti cakar dan segera
memenyerang kedepan.
Lima gulung desingan angin jari dengan ddiikuti suara yang
tajam langsung menyerang si anak muda itu.
Buru-buru Suima Thian yu memutar pedangnya
menciptakan lingkaran cahaya biru untuk melindungi badan.
"Triiing, traaang, triing traang...." Suara dentingan nyaring
berkumandang silih berganti, Suma Thian yu segera
merasakan pergelangan tangannya yang menggenggam
pedang menjadi kesemutan dan sakit sekali, kejadian ini
membuatnya merasa sangat terkejut.
"Betul-betul kuat sekali tenaga dalam yang dimiliki orang
ini!" demikian dia berpikir.
Rupanya dentingan nyaring tsdi terjadi karena jari tangan
wan wan cu yang saling beradu dengan tubuh pedang, dari
sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki wan
wancu memang benar-benar sudah mencapai puncak
kesempurnaan.
Suma Thian yu segera berkerut kening, paras mukanya
berubah hebat, dalam sekejap mata pemuda itu sudah dibuat
terkesiap oleh kehebatan musuhnya.
Wan wan cu segera dapat melihat perasaan takut dan ngeri
yang mencekam perasaan Suma Thian yu, untuk kesekian
kalinya di menyentilkan jari tangannya ke depan dan
melepaskan lima gulung serangan jari lagi, seru nya kemudian
sambil tertawa seram:
"Ayo, sambutlah sebuah serangan lagi!"
Suma Thian yu segera mengem bangkan ilmu pedang Kit
hong kiam hoat ajaran paman wan nya untuk
mempertahankan diri, disamping memaainkan selapis kabut
pedang untuk melindungi badan, secara beruntun dia
melepaskan tiga buah serangan berantai yang semuanya
menggunakan tiga jurus mematikan dari ilmu pedang ajaran
wan Liang.
Wan wan cu tidak malu disebut seorang jagoan yang
berilmu tinggi, dengan cekatan, dia segera mengegos kekiri
menghindar kekanan. ke tiga serangan dahsyat tersebut
dengan mudah sekali berhasil dihindari semua.
Kemudian tiba-tiba ia menjerit kaget.
"Aaaah...!"
Dengan cepat dia melompat mundur ke belakang,
kemudian hardiknya keras-keras:
"Apa hubunganmu dengan Wan Liang?"
Suma Thian yu semakin bergairah melepaskan serangannya
setelah melancarkan tiga buah serangan lagi, lapisan hawa
pedang segera menyelimuti seluruh angkasa, sembari
memburu ke depan, sahurnya lantang:
"Dia dalah paman dari sauyamu"
Mendadak wan wan cu melepaskan dua pukulan dengan
menggunakan sepasang telapak tanganya, dua gulung angin
pukulan dengan cepat bersatu padu menggulung tubuh anak
muda itu dengan kekuatan luar biasa.
"Heehh... Heehh... Heehh... bocah keparat! serunya sambil
tertawa seram, "dua dendam bergabung menjadi satu, kau
lebih-lebih tiada kesempatan lagi untuk melanjutkan
hiduppmu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, angin
serangan telah menggulung tiba.
Senjata Suma Thian yu kontan tersapu miring oleh tenaga
pukulan lawan yang maha dahsyat tersebut, bahkan tubuhnya
turut ter hantam sampai mundur sejauh beberapa langkah
dengan sempoyongan, dia harus berupaya dengan segenap
kemampuan sebelum akhirnya bisa berdiri tegak kembali.
Namun dengan peristiwa tersebut Suma thian yu
merasakan hatinya menjadi dingin separuh.
Dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya
sekarang, nyatanya dia masihj belum mampu untuk
menghadapi serangan musuh yang begitu sederhana,
terpaksa dia menarik kembali pedangnya dan sambil
menggertak gigi, bentaknya penuh amarah:
"Setan tua, sauya akan beradu jiwa denganmu, pokoknya
hari ini kalau bukan kau yang musti mampus, aku yang
mampus!"
"Bocah keparat, kau sedang bermimpi" jengek Wan Wancu
sambil tertawa seram.
Telapak tangan tunggalnya diputar setengah lingkaran
diudara kemudian diayunkan kedepan.
Ledakan keras segera berkumandang ditengah udara,
menyusul kemudian desingan angin tajam menyebar ke empat
penjuru dengan amat dahsyatnya.
Belum pernah Suma Thian yu menjumpsi ilmu iblis yang
begitu hebatnya, ia terkesiap, lalu sambil menghimpun tenaga
dalamnya
sebesar sepuluh bagian, ia lepaskan pula sebuah serangan
dengan ilmu Sian poo shui hong ciang.
Begitu serangan dilontarkan, desingan angin tajam segera
membelah angkasa, empat penjuru seolah-olah dipenuhi
dengan angin pukulaa yang mampu menenggelamkan kapal,
di mana serangan tersebut bersama-sama meluncur serta
menggulung tubuh Wan Wancu.
Mendadak.....
Kembali terjadi ledakan keras yang memekikkan telinga
diudara, begitu dua gulungan tenaga pukulan itu saling
beradu, terjadilah pusaran angin berpusing yang memancar
keempat penjuru.
Menyusul kemudian tampak pula dua sosok bayangan
manusia terpental kebelakang:
Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekelling tempat
itu menjadi sangat kalut dan tak karuan lagi bentuknya.
Pasir dan debu menyelimuti angkasa, burung dan binatang
tercerai-berai ketakutan, dunia bagaikan menghadapi hari
kiamat.
Lambat laun....
Angin puyuh mulai mereda, suasana yang semula gaduh
pun kian lama kian menjadi tenang kembali.
Setitik cahaya mulai muncul disekitar tempat itu.
Suma Thian yu nampak duduk disisi timur hutan dengan
mata terpejam rapat, noda darah membasahi ujung bibirnya,
ia kelihatan begitu lemah bagaikan baru sembuh dari sakit
parah.....
Disudut barat hutan duduklah Wan Wan cu.
Sorot matanya nampak memudar, wajahnya hijau
membesi, darah membasahi pula hidung serta bibirnya,
keadaannya tidak jauh berbeda dengan Suma Thian yu,
mengenaskan sekali.
Jilid : 27
SiAN POO HUT HONG CIANG atau ilmu pukulan Angin
puyuh bergelombang, merupakan ilmu pukulan hasil ciptaan
dari Cong Liong Lo sianjin, manusia paling aneh didalam dunia
persilatan.
Kini Suma Thian yu telah mengerahkan tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian untuk menghadapi serangan
musuhnya, bisa dibayangkan betapa hebatnya keadaan
tesebut.
Coba kalau kondisi badan Suma Thian yu tidak terpengaruh
lebih dulu oleh keletihan akibat perjalanan sepanjang hari,
hasil pengaruh yang dihasilkan dari serangannya tersebut
tentu setingkat lebih hebat lagi.
Gara-gara sikapnya yang memandang enteng musuh, Wan
Wan cu telah menderita luka dalam yang sangat parah, dia
sama sekali tak menyangka kalau bocah ingusan yang berada
dihadapannya ini ternyata memiliki ilmu Silat yang luar biasa.
Begitulah, kedua orang itu sama-sama duduk bersila sambil
memejamkan matanya rapat-rapat, keadaan mereka tak jauh
berbeda seperti dua orang pendeta tua yang sedang
bersemedi.
Suma Thian yu betul-betul kehabisan tenaga, dia
memerlukan waktu yang cukup lama uutuk memulihkan
kembali kekuatannya.
Luka pukulan yang di derita oleh Wan Wancu pun cukup
parah, luka tersebut mustahil bisa dipulihkan kembali dalam
waktu yang relatif singkat.
Sementara kedua orang itu sedang bersemedi dan
mencapai pada keadaan yang paling keritis...
Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara ujung baju
yang terhembus angin, nampaknya ada seseorang sedang
mendekat bahkan jumlahnya lebih dari satu orang saja.
Mereka berdua sama-sama tidak menggubris mereka pun
tak ambil pusing si pendatang itu musuh atau teman, karena
keadaan yang dihadapi kedua orang itu sama-sama
berbahaya.
Selang beberapa saat kemudian....
Tiba-tiba dari luar hutan sana kedengaran seseorang
berseru lantang:
"Wan Wan cu locianpwee, Wi goan khusus datang
menyambangi dirimu..."
Bersamaan dengan bergemanya seruan tadi, suara ujung
baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas.
Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar nama "Wi
goan" disebutkan, dia tahu orang itu adalah musuh
bebuyutannya, si Kun lun indah Siau Wi goan.
Bila gembong iblis tersebut sudah menampakkan diri, maka
bisa dipastikan Suma Thian yu lebih banyak menghadapi
bencana daripada rejeki.
Sementara Suma Thian yu masih gelisah bercampur cemas,
dari balik hutan telah muncul dua sosok manusia, seorang
tua dan seorang muda.
Tatkala kedua orang itu menjumpai keadaan Suma Thian
yu serta Wan Wan cu, mereka serentak menjerit kaget:
"Aaaaah...!"
Kemudian bersama-sama lari menuju ke arah Wan Wan cu
berada.
Kakek berusia lima puluh tahunan itu bukan lain adalah Kun
lun indah Siau Wi goan, sedangkan sang pemuda adalah
Siucay berwajah tampan Si Kok Seng.
Dengan sikap yang hormat Kun lun indah berjalan menuju
kehadapan Wan Wan cu, setelah memberi hormat diapun
bertanya:
"Apakah locianpwee menderita luka? Wi goan telah datang
terlambat sehingga tak dapat membantu apa-apa, kejadian
semacam ini benar-benar merupakan suatu dosa yang besar”
Wan Wan cu membuka sedikit matanya untuk memandang
sekejap kearah Kun lun indah Siau Wi goan, lalu setelah
tersenyum dia menjawab:
"Hanya sedikit luka saja sih tak berarti apa-apa, Wi goan,
suratmu sudah kuterima, memang isinya sesuai dengan jalan
pemikiran ku, satelah bermalas-malasan cukup lama, memang
aku harus berjalan-jalan dalam dunia persilatan, apalagi
dendam sakit hati dimasa lampau pun sudah sepantasnya
dibereskan.
Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.
Namun isi perutnya segera mengalami goncangan keras,
setelah mendehem beberapa kali, dengan cepat dia
memejamkan matanya kembali sambil melanjutkan
semedinya.
Buru-buru Kun lun indah Siau Wi goan menghibur:
"Luka yang locianpwee derita belum sembuh kembali, kau
tak usah repot-repot, urusan disini biar diserahkan saja
kepada Wi goan untuk menyelesaikan"
Wan Wan cu mengangguk dan tidak berbicara lagi.
Semua peristiwa itu terlihat semua oleh Suma Thian yu
dengan jelas, diam-diam dia mengumpat kemunafikan dan
kelicikan Sian Wi goan, dimana hari ini ekor rasenya baru
kelihatan.
Tiba-tiba ia melihat Kun lun indah Siau Wi goan bangkit
berdiri dan berjalan menuju ke arah Suma Thian yu berada,
Siucay berwajah tampan Si Kok seng mengikuti pula
dibelakangnya.
Diam-diam Suma Thian yu merasa amat gelisah dia tahu ke
dua orang itu tidak bermaksud baik, mungkinkah dia harus
mengorbankan selembar jiwanya disini?
Setibanya didepan Suma Thian yu, Kun lun indah Sian Wi
goan baru tertawa terbahak-bahak sambil serunya:
"Suma siauhiap, kau sudah terluka, aaai... kau pun akan
mengalami kejadian seperti hari ini, haaahh...haaahh...
haaahh...”
Pada waktu itu kekuatan tubuh Suma Thian yu belum pulih
kembali, ditambah pula dengan luka yang dideritanya, ia tahu
bangkit berdiripun bakal mampus juga, maka diputuskan
untuk tetap memejamkan matanya sambil tak ambil perduli.
Melihat mimik wajah Suma Thian yu itu, Kun lun indah Siau
Wi goan kembali tertawa bangga.
Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan:
"Suma siauhiap, sayang sekali kau dilahirkan pada jam
yang sial sehingga akhirnya mesti bertemu aku disini, setelah
terjatuh kembali ke tangan aku Siau Wi goan hari ini,
anggaplah arwah nenek moyangmu memang tak
melindungimu, haaahh... haaahh... sebentar, setibanya
dihiadapan raja akhirat, kau boleh melaporkan semua
perbuatan mu ini kepadanya. Haaah... haaa... haah... kok
seng mengapa kau tidak segera turun tangan?"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tertawa seram, tiba-
tiba dia meloloskan pedangnya, lalu sambil menuding ke arah
Suma Thian yu, serunya:
"Orang she Suma, jangan lupa sekalian adukan juga
sauyumu didepan raja Akhirat!"
Selesai berkata pedangnya secepat sambaran petir
langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu.
Dengan senyuman dikulum Suma Thian yu menantikan
datangnya saat maut, jangan lagi gemetar, memandang
sekejap kearah Si Kok seng pun tidak.
Nampaknya ujung pedang itu segera akan menembusi
dadanya... Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar
seseorang membentak keras"
"Lihat serangan!"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tidak sempat lagi
menghindarkan diri, tiba-tiba pergelangan tangan kanannya
terasa kaku, tahu-tahu pedangnya sudah rontok keatas tanah.
Kun lun indah Siau Wi goan menjadi tertegun melihat
kejadian ini, dia tahu pasti sudah terjadi sesuatu yang tak
beres.
Dengan suatu lompatan cepat dia memburu ke sisi Siucay
berwajah tampan Si Kok seng dan menariknya ke belakang,
kemudian sambil mengawasi sekeliling tempat itu, bentaknya
penuh amarah:
"Siapa disitu? Jagoan dari manakah yang sudah datang?
Ayo segera menampilkan diri!"
Mendadak dari atas sebatang pohon dimana Suma Thian yu
berada, melompat turun seorang pemuda, ternyata pemuda
itu bukan lain adalah Chin Siau, orang yang dicari-cari Suma
Thian yu selama ini...
Dengan senyuman angkuhnya menghiasi bibir, Chin Siau
berjalan santai menuju kehadapan Kun lun indah Siau Wi goan
serta Siaucay berwajah tampan Si Kok seng
Begitu melihat wajah Chin Siau, Siucay berwajah tampan Si
kok seng segera berseru:
Lapor susiok, orang ini pernah bersua dengan bibi, dia
adalah orang sendiri.
"Haahh...haahahha... jadi pendekar kecil yang dijumpai Lan
eng sewaktu berada di bukit Ngo tan san adalah orang ini,
kalau begitu kita memang orang sendiri, hampir saja saling
gebuk-gebukan sendiri."
000oo000
Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Chin Siau
segera mendapat tahu kalau orang yang berada dihadapannya
sekarang adalah Kun lun indah Siau wi goan, tanpa terasa ia
mendengus dingin:
"Hmmm, kita tak pernah saling berkenalan, siapa bilang
orang sendiri? Lagipula aku Chin Siau adalah seorang lelaki
sejati, aku tak sudi melakukan perbuatan munafik seperti
kaum pencoleng yang beraninya main licik, apalagi cara
persekongkelan kalian berdua, huuuh! Bikin hatiku merasa
muak saja"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot sekejap ke
arah Siau Wi goan dengan sorot mata tajam, katanya lebih
jauh: "Mungkin kau adalah Bengcu kaum hitam dan putih dari
dunia persilatan, Kun lun indah Siau Wi goan? Sungguh hatiku
meras pedih bagi kebutaan mata kawanan jago persilatan
yang mendukung dirimu, aaai.. belakangan ini memang dunia
sudah terbalik, mereka yang mempunyai mata terang justru
lebih tolol ketimbang mereka yang matanya secara
sungguhan"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia
menghela napas, dari kata katanya yang penuh penghinaan,
boleh di bilang ia kelewat memandang rendah orang-orang
tersebut.
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tak bisa menahan
cemoohan tersebut dengan begitu saja, tiba-tiba dia
menyambar pedangnya lalu melompat ke hadapan Chin Siau
teriaknya sambil mengumpat:
"Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu diri, sauya perlu
memberi pelajaran kepadamu!"
Kata 'mu' masih di mulut, pedangnya dengan jurus benih
bunga baru tumbuh sudah melepaskan sebuah bacokan kilat.
Chin siau sama sekali tak bergerak dari posisi semula,
mengawasi datangnya sambaran ujung pedang lawan, ia tidak
terburu-buru untuk meloloskan senjatanya.
Menanti ujung pedang sudah berada dihadapannya ia
berkelit kesamping secara tiba-tiba, kemudian sambil
meloloskan pedang, dia menyapu dua inci diujung pedang
Siucay berwajah tampan Si Kok seng dengan jurus menyapu
rata seribu prajurit.
Bukan begitu saja, bahkan secepat sambaran kilat
pedangnya menyambar ke dalam mengancam lambungnya.
Tampaknya seperti dua jurus, padahal bersamaan
waktunya dengan serangan dari Si Kok seng, hanya tahu-tahu
saja senjata itu sudah bersarang di perut lawan.
Tahu-tahu Si Kok seng menjerit kesakitan, perutnya robek,
ususnya berhamburan dan darah segar bercucuran ke mana-
mana, sambil memegangi perutnya dengan ke dua belah
tangan dia roboh terjengkang diatas tanah dan tak pernah
berkutik lagi.
Gerak serangan tersebut benar-benar cepat dan sangat luar
biasa...
Tanpa terasa Bi Kun lun indah Siau Wi goan
menghembuskan napas dingin, seluruh tubuhnya menjadi
dingin separuh.
Bila kita mau perhatikan dengan seksama maka tidak sulit
untuk mengetahui kunci keberhasilan Chin Siau barusan, yakni
taktik menghadapi gerak dengan ketenangan, suatu taktik
yang hebat sekali.
Biarpun Kun lun indah Siau wi goan sudah hidup sekian
puluh tahun, baru pertama kali ini ia saksikan ilmu pedang
yang begitu aneh, cepat dan cekatan, hal ini membuatnya
berdiri termangu-mangu sesaat sambil mengawasi pemuda
tersebut.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:
"Yaa, apabila jago pedang muda ini bersedia
menggabungkan diri menjadi anak buahku, biar kehilangan Si
Kok seng, aku toh tak akan merasa rugi sebab kepandaian
orang ini nampaknya jauh lebih bebat dari padanya..."
Berpikir begitu, bukan saja ia segera melupakan kematian
dari Si Kok seng malahan dari marah dia menjadi tertawa.
Sambil menunjukkan sikap serta mimik wajah yang sok alim
dan lembut, segera pujinya kepada Chin Siau:
Sebuah ilmu gerakan tubuh yang hebat, sunguh membuat
aku Siauw wi goan merasa sangat kagum, bila Chin siauhiap
tidak keberatan, wi goan memberanikan diri untuk mengajak
kau mengangkat saudara..."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba Chin Siau menyela:
"Jadi kau tak akan menjadi marah karena kematian
pemuda itu?"
Kun lun indah Sini wi goan tertawa terbahak-bahak:
"Haaa...haaa... dalam suatu pertarungan, luka atau tewas
adalah kejadian yang lumrah, apalagi bagi oramg persilatan
yang kehidupannya sehari-hari bergelimpangan di ujung
golok, siapa sih yang dapat menjamin bakal panjang usia?"
Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa lagi Chin Siau
tertawa terbahak-bahak.
"Haaa... haaa... barang siapa berteman denganmu, orang
itu benar-benar lagi sial delapan keturunan, bila sang korban
ini masih bisa mendapat tahu, dia tentu akan berubah jadi
setan untuk memakan daging dan tulangmu. Orang she Siau,
aku Chin Siau tak kenal dengan manusia macam dirimu itu,
lebib baik padamkan saja niatmu tersebut!"
Didamprat secara terang-terangan oleh pemuda itu, Kun
lun indah Siau wi goan merasakan wajahnya menjadi panas
karena jengah, ia betul-betul menderita sekali.
Dari malunya, ia menjadi marah, selembar wajahnya
berubah lagi menjadi beringas dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti di mukanya, ia berseru sambil
tertawa seram:
"Ternyata kau tak lebih hanya seorang cecunguk yang tak
tahu diri, kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan
menolak arak kemenangan dengan memilih arak hukuman,
Siau wi goan bukan manusia yang gampang dihadapi.
Walaupun Chin Siau belum cukup berpengalaman, namun
ia masih dapat mengetahui sikap Kun lun indah yang panas
dingin tak menentu itu, timbul perasaan jengah dan muakk
dalam hati kecilnya.
Ketika Siau Wi goan baru selesai berkata, ia sudah
mencibirkan bibir sambil mengekek:
"Bajingan tua yang munafik dan terkutuk, sauya tidak
doyan dengan permainan macam itu, bila kau memang
menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati cabutlah
pedangmu dan hadapilah aku secara jantan, bila tidak berani
lebih baik sipat ekormu dan cepat menggelinding pergi, sauya
tidak punya banyak waktu untuk berurusan denganmu lagi"
Meledak hawa amarah Kun lun indah SiauWi goan sesudah
diejek habis-habisan oleh lawan, dia berpekik nyaring, tahu-
tahu diantara dentingan pedang tajam genggamannya telah
bertambah dengan sebilah pedang mestika.
Chin Siau hanya menyaksikan semua gerak-geriknya itu
tanpa komentar, kemudian setelah mendengus sinis, dia
alihkan pedangnya ketengah, lalu sambil melepaskan tusukan
katanya:
"Siau tayhiap, beginilah baru terhitung seorang lelaki sejati,
sekarang waktu berharga sekali, silahkan kau lepaskan serang
anmu...!"
Selama ini Kun lun indah Siau Wi goan masih ragu-ragu
melancarkan serangan karena terpengaruh oleh kehebatan
Chin Siau terutama sekali kematian dari Si Kok seng boleh
dibilang merupakan contoh yang terbaik baginya.
Maka dari itu dia tidak berani memandang enteng
musuhnya, ia selalu berjaga-jaga dengan ketat, sebab sedikit
saja teledor dalam keadaan demikian, hal tersebut akan
mengakibatkan kematian bagi dirinya.
Itulah sebabnya Kun lun indah tidak berani bergerak secara
sembarangan, dia kuatir bila sampai salah bertindak bisa jadi
selembar jiwanya malah akan lenyap dibukit Pek hok nia
tersebut.
Sebagai pemuda yang pintar sudah barang tentu Chin Siau
dapat melihat hal ini sambil mendengus dingin, kembali
ejeknya:
"Bagaimana? Ketakutan rupanya! Oya, aku bisa mendengar
debaran jantungmu yang berdetak keras, yaa sudahlah, siau
tayhiap memang ada baiknya kau pertahankan jiwamu itu
agar bisa pulang kerumah untuk melakukan kesenangan hidup
lebih lama!"
Kata-kata ejekan semacam ini bagi pendengaran Kun lun
indah merupakan pisau tajam yang menusuk-nusuk hatinya,
menghancur lumatkan harga dirinya.
Ya, berbicara sejujurnya, dia memang ketakutan. Terutama
sekali ketenangan dan sikap teguh yang diperlihatkan Chin
Siau, benar-benar telah menggetarkan perasaannya. Sebab
semakin tenang seseorang menghadapi ancaman, berarti
semakin berbahaya manusia tersebut.
Akhirnya Kun lun indah Siau Wi goan menurunkan
pedangnya kembali....
Dia sudah kalah sama sekali, mati kutu. Suatu kekalahan
yang benar-benar mengenaskan dan memalukan sekali.
Seorang pemimpim dunia persilatan yang memimpin kaum
hitam maupun putih ternyata keok dan menyerah kepada
jagopedang yang masih muda beliau.
Dengan penuh kebencian serta perasaan dendam ia
mengundurkan diri dari situ, pikirannya sangat kalut, tak bisa
disangkal lagi ia sedang menyusun suatu rencana busuk.
Dia tidak mengaku sudah menyerah, bagi manusia yang
pandai menyusun rencana keji macam dia, tak pernah ia
letakkan pancing ikannya terlalu jauh.
Atau dengan perkataan lain, dia menganggap dengan
mundur mencari keberhasilan merupakan tindakan yang lebih
tepat dari pada menerima kekalahan dan kerugian yang
berada didepan mata.
Malah kepada diri sendiri ia bersumpah:
"Lihat saja nanti, coba kita buktikan siapakah yang akan
muncul sebagai pemenang nya"
Ia berjalan menuju ke hadapan Wan wancu, waktu itu Wan
wancu juga telah selesai mengatur napas untuk
menyembuhkan luka dalamnya.
Kun lun indah Siau Wi goan segera memayang badan wan
wancu sambil katanya:
"Mari kita pergi saja!"
Wan wancu mengawasi Chin Siau dan Suma Thian yu
sekejap, kemudian bibirnya bergerak seperti hendak
mengucapkan sesuatu, namun niat tadi segera diurungkan
kembali.
Kun lun indah Siau Wi goan yang melihat hal ini, dengan
cepat berkata:
"Mereka tak bakal balik ke daratan Tionggoan lagi, sebab
disaat kaki mereka kembali daratan Tionggoan, maka saat
itulah nyawa mereka akan berakhir!”
Kemudian dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya
meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan punggung ke dua orang itu, Chin
Siau tertawa senang, sejak terjun ke dunia persilatan baru
pertama kali ini dia benar-benar dapat merasakan bagaimana
enaknya suatu kemenangan.
Setelah bayangan kedua orang tadi lenyap, tanpa berpaling
lagi ke arah Suma Thian yu, Chin Siau segera beranjak pergi
pula meninggalkan tempat tersebut.
Mendadak dari arah belakang ia mendengar Suma Thian yu
berteriak keras:
"Saudara Chin, tunggu dulu!"
Waktu itu Chin Siau telah berada di tepi hutan, mendengar
seruan tersebut ia berhenti, lalu sambil membalikkan badan
tanyanya:
"Ada apa?"
Suma thian yu berhasil memulihkan kembali kekuatannya,
ia segera berjalan kehadapan Chin Siau, lalu sambil menjura
katanya:
"Terima kasih banyak atas pertolonganmu!"
"Anggap saja sebagai balasanku atas sebuah hutangku
kepadamu, tak usah berterima kasih" jawan Chin Siau ketus.
"Tidak, aku perlu berterima kasih kepadamu, sebab bila kau
tak muncul pada waktunya, mungkin habis sudah riwayatku"
sewaktu berbicara, sekulum senyum menghiasi wajah Suma
thian yu.
"Hanya disebabkan perkataan inikah kau memanggilku?"
tegur Chin Siau dingin, "kalau begitu aku tak bisa melayanimu
lagi"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan segera
beranjak pergi.
Cepat-cepat Suma thian yu menyusul dibelakangnya sambil
berteriak lagi:
"Harap tunggu sebentar, masa kau masih membenciku?"
Tiba-tiba Chin Siau membalikan tubuhnya, kemudian
berseru dengan marah:
"Jangan kau kira setelah kubantu dirimu untuk mengusir
musuh tadi berarti aku telah memaafkan dirimu. pokoknya
urusan diantara kita berdua bakal di selesaikan suatu ketika,
sekarang kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih-lebih tak
perlu menggunakan berbagai muslihat untuk melemahkan
hatiku!"
Selesai berkata dia membalikan badan dan segera
meninggalkan tempat itu.
Suma Thian yu yang bermaksud bersahabat dengnnya
ternyata harus menerima dampratan yang ibaratnya guyuran
sebaskom air dingin, memandang bayangan punggung Chin
Siau yang menjauh, dia hanya bisa nggelengkan kepalanya
sambil menghela napas panjang, lalu gumamnya seorang diri:
"Benar-benar seorang pemuda yaeg keras kepala, biarpun
mendendam namun masih dapat membedakan mana yang
benar mana yang salah, manusia seperti inilah baru dapat
disebut seorang lelaki sejati..."
Hari ini, Suma Thian yu telah kembali ke Eng bun kwan.
Dari sini menuju ke propinsi Hopak, orang mesti melalui
bukit Ngo tay san, terbayang kembali Manusia iblis penghisap
darah Pi Ciang hay, ia segera merasa jalan tersebut
merupakan sebuah jalan yang penuh resiko.
Maka selewatnya Eng bun kwan, dia mengambil jalan
menuju benteng Yang beng poo, menjelang magrib tibalah
dikaki bukit Ki ciok san.
Sepanjang perjalanan dalam benaknya ia teringat selalu
ucapan dari Siau Wi goan dan Wan wancu, akibat ia kelewat
berhati-hati sehingga setiap bayangan yang terlihat di
anggapnya sebagai bayangan musuh.
Tentu saja perjalanan yang ditempuh dalam suasana begini
terasa berat sekali.
Tapi didalam kenyataan dia memang harus berbuat begini,
sebab bagi manusia durjana berhati hitam seperti Siau Wi
goan, apa yang pernah diucapkan memang dapat pula
dilaksanakan olehnya.
Tapi dalam kenyataannya kemudian, selama beberapa hari
dia selalu aman tenteram tidak menjumpai marusia yang
mecurigakan.
Biar begitu, Suma Thian yu sama sekali tidak berarti
mengendorkan kewaspadaannya.
Mendadak dari tengah jalan berkumandang suara
keleningan, pada mulanya dia mengira suara keleningan kuda,
tapi alhasil yang muncul dari tikungan halan adalah orang
penjajah barang yang menarik sebuah pedati.
Melihat orang itu cuma seorang pedagang kecil, akhirnya
Suma Thian yu mengendorkan kembali kewaspadaannya.
Jalanan dimana ia tempuh amat sempit, buru-buru Suma
Thian yu menyingkir kesamping untuk memberi jalan.
Apa mau dibilang, 'manusia tidak berniat melukai sang
harimau, si harimau justru berniat mencelakai orang',
pedagang itu justru mendorong keretanya langsung
menumbuk ke tubuh Sama Thian yu.
Menghadapi kejadian seperti ini, Suma Thian yu menjadi
terkesiap, dengan cepat satu ingatan melintas didalam
benaknya.
Tergesa-gesa dia menggerakkan tubuhnya sambil
mengegos ke samping, kemudian tegurnya:
"Hei, kalau jalan kenapa tidak hati-hati?"
Pedagang itu berusia tiga puluh tahun, bertubuh kekar dan
bertelanjang dada sehingga kelihatan bulu dadanya yang
lebat. Orang itu segera mendengus dingin:
"Suruh aku berhati-hati? Hai bocah kunyuk, kenapa tidak
kau cari kabar dari orang, apakah si penjual obat Kho Ciu sui
dari bukti Ki ciok san adalah seorang manusia yang gampang
diusik? Suruh aku berhati-hati....."
"Hmm, nampaknya kau sudah meminjam nyali dari Lo
Thian ya....?"
Selama beberapa hari belakangan ini, Suma Thian yu selalu
dicekam perasaan murung dan kesal, ia menjadi teramat
mendongkol atas perkataan si tukang jual obat tersebut,
jawabnya kemudian ketus:
"Biar pun aku tak pernah meminjam nyali dari Lo Thian ya,
tapi aku justru dibesarkan karena selalu makan nyali
beruang!"
Mendadak si tukang obat Kbo Cui Sui meletakkan keretanya
dan bertolak pinggang, hardiknya penuh amarah:
"Bocah keparat, tak heran kalau kau berani memusuhi Siau
tayhiap, rupanya kau memang punya tiga kepala enam lengan
hanya sayang, kau salah jalan, sebab jalan ini adalah jalan
kematian, kau sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk
melanjutkan hidup"
"Waah sungguhkah itu?" Suma Thian yu pura-pura kaget,
"celaka... kalau begitu aku mesti kabur ke belakang..."
Sambil berkata tiba-tiba saja dia membalikkan badan, tapi
apa yang kemudian terlihat membuatnya kembali tertegun.
Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah
berhenti pula sebuah kereta, orang yang menarik kereta itu
juga seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang
berwajah mirip sekali dengan si penjual obai Kho Cui sui.
Suma Thian yu mengira syarafnya kelewat tegang sehingga
menimbulkan bayangan yang keliru, serta merta dia berpaling
lagi, alhasil si penjual obat Kho Ciu sui masih tetap berdiri
tegak ditempat semula.
Ketika melihat pemuda itu berpaling dengan wajah
tercengang, penjual obat Kho Cui sui segera berkata sambil
tertawa angkuh:
"Bocan keparat, toaya lupa memperkenalkan, si penjual
obat yang berdiri dibelakang mu itu bernama Kho Tong sui,
dia adalah adik kandung toaya mu, kenapa? Dengan ke
munculan kami berdua, tentunya tak sampai mengecewakan
kau bukan?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
berpikir didalam hati:
"Dikolong langit ini menang banyak terdapat kejadian-
kejadian aneh, Wu san siang gi sudah terhitung sepasang
saudara kembar yang luar biasa, nampaknya kedua orang ini
pun merupakan saudara kembar juga"
Berpikir demikian, dia lantas berseru sambil tertawa
terbahak-bahak:
Haah...haah... haah... kalau cuma sepasang siluman kerbau
dan kuda mah masih belum cukup untuk menakut-nakuti
sauya, kalau dilihat dari perbuatan kalian yang menghadang
dari depan maupun dari belakang, tampaknya kalian benar-
benar bermaksud untuk turun tangan?"
Si penjual obat Kho cui sui tertawa seram:
"Suma thian yu, sikap Siau tayhiap terhadapmu cukup baik,
dengan berbagai cara dia berusaha mengajakmu masuk
rombongan, tapi kenyataannya kau tak tahu diri dan selalu
saja memusuhi dirinya, toaya benar-benar tidak mengerti,
sebenarnya apa sih maksud tujuanmu?"
Suma thian yu tertawa tergelak.
"Setiap orang mempunyai cita-cita dan tujuan yang
berbeda dan tiada orang yang dapat memaksakan
kehendaknya, orang kuno bilang, mereka yang tak sepaham
tak akan berkelompok, sauya tak ingin sampai sepasang
tanganku turut berlepotan darah pula!"
“ Apa maksudmu berkata demikian?" seru Kho cui sui
keheranan, "Siau tayhiap adalah seorang lelaki yang berjiwa
besar, penegak keadilan dan suka membantu kaum lemah,
siapa yang tak kagum dan hormat kepadanya? Boleh dibilang
setiap umat persilatan yang bergerak dalam dunia persilatan
sama-sama menaruh hormat dan salut kepadanya, kau
enggan berlepotan darah, apa kau anggap perbuataanmu itu
tidak menodai tangan mu dengan darah?"
Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas setelah mendengar perkataan itu, ujarnya:
"Perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan
kuda, pergaulan yang lama akan menunjukkan watak
manusia. Bin kun lun Siau wi goan adalah seorang manusia
licik yang berjiwa pengecut, munafik dan keji, dia hanya
pandai berbicara serta memikat hati orang sehingga sembilan
puluh persen umat persilatan tertipu olehnya serta bersedia
menaati perintahnya. Ku anjurkan kepada kalian berdua biar
tahu diri serta membatasi diri dalam pergaulannya dengan
orang itu, kalau tidak, sekali tersesat kau akan menyesal
sepanjang masa...."
Mendengar perkataan tersebut, si penjual obat Kho cui sui
segera tertawa seram, tiba-tiba ia mendorong keretanya kesisi
jalan, lalu dari balik kotak kereta diambilnya sebuah senjata
tajam.
Diiringi suara gemerincing keras, tahu-tahu didalam
genggaman Kho Ciu sui telah bertambah dengan sebuah
senjata rantai besi.
Kho Tong sui yang berdiri dibelakangnya tidak ambil diam,
dari balik peti keretanya dia mengeluarkan sepasang palu
gada, senjata tersebut paling tidak berbobot seratus kati, tapi
dalam genggaman Kho Tong sui justru seperti enteng sekali.
Melihat hal mana, Suma Thian yu tertawa lagi, katanya
sambil menggelengkan kepala.
"Tampaknya kalian berdua ada maksud untuk mencari
gara-gara denganku? Baiklah, terpaksa aku akan menyertai
kalian dengan pertaruhkan selembar jiwaku"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak
terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, pedang Kit hong kiam telah
digenggam dalam tangannya.
Cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat
memancar ke empat penjuru.
Ketika menjumpai pedang Kit hong kiam tersebut si penjual
obat Kho Ciu sui nampak agak tertegun, menyusul kemudian
serunya sambil tertawa tergelak:
"Haaah...haah...haah...rupanya kau adalah ahli waris Wan
Liang, tak heran kalau kelicikanmu luar biasa"
Diiringi suara gemerincinq nyaring, dengan jurus naga
panjang menghisap air' dia serang tubuh Suma Thian yu.
Dengan suatu pandangan kilat Suma Thian yu telah
memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat
ia sudah mempunyai suatu garis besar pandangan atas
keadaan di sana
Menghadapi serangan musuh yang mengcagatnya dijalan
bukit yang sempit ini, tiba-tiba saja ia mendapatkan sebuah
akal bagus untuk menghadapi kepungan ini.
Mendadak dia melompat mundur sejauh dua langkah untuk
menghindarkan diri dari sergapan tersebut, tapi desingan
angin tajam telah menyapu tiba dari belakang punggungnya,
Kho tong sui dengan memutar sepasang senjata palunya telah
menyergap dari belakang tanpa menimbulkan sedikit
suarapun.
Tindakan ini sudah diduga sebelumnya oleh Suma thian yu
dan justru cocok sekali dengan taktik pertarungannya.
Serta merta pemuda itu merendahkan tubuhnya sampai
separuh bagian, sepasang kakinya menjejak tanah lalu melejit
ke udara dengan suatu gerakan yang luar biasa. Lejitan
tersebut boleh dibilang mencapai ketinggian enam kaki, dari
situ dia bertekuk pinggang sambil menjejakkan kakinya
kebelakang, setelah berjumpalitan beberapa kali dan melewati
kepala Kho Tong sui, dia melayang turun dibelakang tubuh
mereka.
Dengan demikian, Suma Thian yu telah terlepas dari
kepungan lawan, dan sebagai akibatnya dua bersaudara Kho
menjadi saling ber hadapan muka.
Tapi dua bersaudara Kho pun bukan manusia
sembarangan, dengan kepandaian silat yang mereka miliki,
mereka merupakan jago kelas satu yang termashur dalam
dunia persilatan.
Dengan jurus pelangi panjang membungkus bulan, Kho Ciu
sui mengayunkan rantai panjangnya menyerang dada Suma
Thian yu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Kho Tong sui tak berani berayal, dia membalikkan badan
sambil memutar sepasang palunya, bayangan hitam segera
menderu-deru diudara untuk mengacaukan pandangan lawan,
tujuannya untuk memecahkan perhatian musuh sehingga ia
berkesempatan untuk mele paskan sergapan mautnya.
Kerja sama kedua orang bersaudara dengan senjata
panjang dan pendek yang berbeda ini boleh dibilang amat
rapat dan luar biasa.
Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah
Suma Thian yu mendengar tentang nama sepasang
bersaudara tersebut, mungkin juga hal ini disebabkan ia tak
pernah berserak diwilayah San say.
Oleh sebab itu dia selalu menggunakan sikap yang
memandang enteng untuk menghadapi lawannya, dengan
ilmu silatnya yang melebihi orang, memang tak ada salahnya
memandang enteng lawan, cuma kali ini dia telah salah
perhitungan.
Sejak kecil dua saudara Kho telah menerima didikan ilmu
silat dari tokoh sakti, mereka mempunyai kemampuan yang
hebat terutama dalam pertarungan dimana mereka turun
tangan bersama, kerja sama yang terbina oleh kedua orang
itu sangat ketat dan kuat, ditambah lagi mereka berdua
memiliki ilmu gerakan tubuh yang aneh tapi sakti,
kesemuanya itu membuat mereka ganas bagaikan serigala.
Seketika itu juga Suma Thian yu dipaksa mundur berulang
kali, posisinya pun mulai goyah.
Melihat kejadian ini, sambil meneruskan serangannya, Kho
Ciu sui berkata:
"Toaya mengira kau memiliki tiga kepala enam lengan,
ternyata tak lebih cuma tombak terbuat dari lilin, sama sekali
tak berguna....
Kemudian kepada adiknya Kho Tong sui serunya:
"Adikku, kau mundur saja lebih dulu, biar aku seorang diri
yang membekuk cunguk ini!"
Kho Tong sui benar-benar mengundurkan diri.
Kho Ciu sui segera memutar senjata rantainya menyelimuti
seluruh angkasa, secara beruntun dia lepaskan tiga buah
serangan berantai yang sekali lagi memaksa Suma Thian yu
mundur sejauh beberapa langkah.
Atas desakan demi desakan yang menghimpitnya, meledak
juga amarah Suma Thian yu, sebetulnya dia tak ingin
menyusahkan lawannya selama urusan belum memerlukan.
Sebab selama ini dia selalu menganggap ke dua Kho
bersaudara itu belum bejad betul moralnya, asal diberi
bimbingan yang benar mereka tentu akan mengerti dan sadar.
Siapa tahu musuh malah mendesaknya semakin hebat,
bahkan berniat untuk membunuhnya, jangan lagi Suma Thian
yu tak mampu menahan diri lagi, biar manusia yang terbuat
dari tanah liat pun akan naik darah juga dibuatnya.
Disaat dia sudah bersiap melancarkan serangan yang
mematikan, tiba-tiba terdengar Kho cui sui mengejek sambil
tertawa.
"Bocah keparat, kau masih belum juga mau menyerah?"
Suma Thian yu segera memutar otak, kemudian sahutnya
sambil tersenyum:
"Kho tayhiap, kau mesti sadar bagaimana akibarnya bila
mengikuti jejak Siau wi goan, kau bakal rusak nama dan
kehilangan pamor, akhirnya keadaanmu sendiri akan
mengenaskan"
"Hmm!" Kho cui sui mendengus dingin, "lebih baik ucapan
semacam itu kau utarakan bila sudah berhasil mengalahkan
toayamu nanti"
Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma thian yu segera
berpikir:
"Tampaknya aku tak akan berhasil membujuknya hanya
dengan perkataan belaka, kalau begitu aku mesti berusaha
untuk menaklukkan mereka berdua lebih dulu"
Berpikir demikian, Kit hong kiamnya segera diputar berganti
jurus dan memainkan ilmu Kit hong kiam hoat ajaran Wan
liang.
Seketika itu juga cahaya pedang menyilaukan mata, hawa
dingin menusuk tulang, bagaikan arus deras sungai Tiang
kang, serangan tersebut serentak menggulung tubuh Kho Ciu
sui.
Sekarang Kho Cui sui baru terperanjat, ia tak berani
gegabah lagi, rantainya digetarkan menciptakan lapisan
bayangan yang beratus-ratus banyaknya diudara, dimana
bayangan tadi bersama-sama menyerang Suma Thian yu.
Dalam sekejap mata itulah Suma Thian yu telah berhasil
merebut posisi yang menguntungkan dan duduk diatas angin,
sebaliknya si penjual obat Kho Ciu sui terdesak mundur
berulang kali, biarpun ia telah mengerahkan segenap kekuatan
yang dimiliki pun belum juga berhasil untuk memperbaiki
posisinya.
Dalam pada itu, Kho Tong sui yang menonton pertarungan
dari sisi arena sudah kehabisan sabar, tidak menunggu sampai
dipanggil kakaknya, dia memutar sepasang palunya dan
menyerbu dari samping arena.
Sayang sekali Suma Thian yu sudah bertekad hendak
menaklukkan kedua orang itu sekarang, justru serangan yang
digunakan semuanya ganas dan hebat, jurus demi jurus
serangan dilancarkan untuk meneter lawan, betul pihak musuh
bertambah seorang, namun mereka tak berhasil memperbaiki
keadaan.
Dalam waktu singkat bahu kanan Kho Cui sui sudah terluka,
serangannya makin lambat dan kacau tak beraturan
sebaliknva dada Kho Tong sui kena babatan pedang lawan
sehingga muncul sebuah luka yang memanjang.
Berhasil dengan serangannya itu, Suma Thian yu segera
tertawa tergelak, serunya:
"Tayhiap berdua terhitung manusia-manusia pintar,
seharusnya kalian bisa membedakan mana yang benar dan
mana yang jahat, mengapa sih kalian malah bersedia
diperbudak oleh seorang manusia munafik yang berwajah
Buddha tapi berhati ular berbisa?"
"Tutup malut baumu bangsat!" bentak Kho Ciu sui marah,
"urusan toaya biar diputuskan oleh toaya sendiri, kau tak usah
banyak ngebacot, lihat serangan!"
Sekali lagi rantai bajanya meluncur kedepan dengan
kecepatan tinggi, ketika hampir mendekati wajah lawan, tiba-
tiba rantai itu terlepas dan menyambar datang dengan
kekuatan yang berlipat ganda.
Suma Thian yu sangat terkejut, dia mencoba menangkis
dengan pedangnya, tapi ia pun sadar bila hal ini dilakukan,
rantai itu
pasti akan membalik membelenggu senjatanya, alhasil Kho
Tong sui akan memanfaatkan kesempatan baik ini untuk
melepaskan serangan yang mematikan kearahnya.
Ia lantas berpekik keras, satu ingatan melintas lewat,
dengan mempergunakan jurus Naga dan burung hong
berbahagia, sebuah jurus serangan dalam ilmu pedang tanpa
nama ajaran ciong liong lo sianjin, ujung pedangnya mencukil
kedepan dan secara jitu menutul diatas rantai yang sedang
menyambar datang.
Bukan saja ancaman yang datang dari sepasang palu itu
berhasil dipunahkan, malahan diantara kilauan cahaya tajam,
ia berhasil menghadiahkan sebuah bacokan pedang lagi
dibawah dada kiri Kho tong sui.
Gagal total dengan usahanya, bahkan menderita pula luka
yang cukup parah, membuat dua bersaudara itu menjadi
putus asa.
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam ujung
pedang tersebut, jangan dilihat cukilan itu enteng, tapi
didalam kenyataan-nya berhasil mencongkel rantai tadi
sehingga mercelat ke arah lain.
Betul juga, pada saat itulah sepasang palu raksasa Kho
Tong sui telah membacok tiba dari atas dan bawah dengan
kekuatan serangan yang mengerikan.
Suma Thian yu, pemuda bernyali besar yang berilmu hebat
ini sama sekali tidak menjadi gugup, mengikuti gerak
pedangnya dia mengeluarkan jurus Bintang dan rembulan
berebut sinar, ternyata jurus ini merupakan gerak sambungan
dari serangan sebelumnya.
Pertama-tama Kho Cui sui yang menghentikan serangannya
lebih dulu, kemudian sambil memunggut rantai miliknya dan
menatap Suma thian yu dengan sinar mata buas dan penuh
amarah, katanya:
"Kepandaian silat yang kau miliki memang sangat hebat,
toaya merasa amat kagum, cuma sayang manusia seperti kau
bukan melakukan perbuatan yang bajik, sebaliknya malah
melakukan kejahatan".
Belum habis perkataan itu diucapkan, Suma Thian yu telah
menukas perkataan tersebut dengan cepat:
"Percuma saja kau membedakan antara baik dan buruk
secara sembarangan, karena aku percaya keadilan ada dihati
manusia, suatu ketika semua orang akan menjadi paham
siapa yang benar!"
Sebenarnye Kho Ciu sui hendak membantah lagi tapi Kho
Tong sui segera menimbrung:.
"Toako, buat apa mesti kita ribut dengan keparat ini? Aku
tak percaya dengan mengandalkan kemampuan kita berdua
tak mampu untuk membekuknya"
Selesai berkata dia lantas menubruk kedepan sambil
menahan rasa sakit akibat luka yang dideritanya pada bagian
dada, dia memainkan sepasang palunya mernciptakan dua
bayangan yang rapat, kemudian diiringin dengan desiran
angin kencang langsung menyambar kemuka.
Suma Thian yu mendengus dingin, ia mengeluarkan ilmu
langkah Cok tiong luan poh sin hoat untuk menghindarkan
diri, hanya sedikit bahunya bergetar, tahu-tahu tubuhnya
sudah menyelinap kebelakang punggung Kho Tong sui,
ejeknya sambil tertawa dingin:
Kho tayhiap, apakah kau masih saja tak mau sadar?
Mengingat kalian berdua jujur dan berbudi luhur sedang
perbuatan kalian sekarangpun tak lebih hanya terpengaruh
oleh hasutan manusia laknat, aku tak tega untuk berbuat keji
kepada kalian, ketahuilah bila aku betul-betul turun tangan,
jangan harap kalian bisa bertahan sebanyak sepuluh
gebrakan"
Sebetulnya perkataan ini diucapkan dari hati sanubarinya
yang jujur dan memang begitulah kenyataannya, namun bagi
pendengaran dua bersaudara Kho tersebut justru merupakan
sindiran yang tajam, hinaan yang membuat mereka menjadi
kalap.
Kh cui sui menjadi gusar, segera bentaknya keras:
"Manusia keparat, kau benar-benar amat takabur, baik, hari
ini ada kau tiada aku, Kho Ciu sui akan beradu jiwa
denganmu!"
Rantai besinya seperti naga sakti meluncur kedepan
dengan cepat, tapi setibanya di tengah jalan tiba-tiba berubah
arah dengan menyembar lewat samping.
Sama Thian yu baru menyesal sekali setelah melihat kedua
bersaudara Kho menjadi kalap oleh perkataan-nya itu, padahal
maksudnya semula, ia berharap mereka tahu diri dan segera
mengurungkan niatnya itu.
Tentu saja kata-kata yang sudah diucapkan tak mungkin
bisa ditarik kembali, setelah menghela napas panjang, diapun
mengembangkan lagi ilmu pedang tanpa namanya.
Bu Beng kiam boat merupakan hasil ciptaan Ciong liong lo
sianjin yang merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu
tinggi, tidak heran kalau jurus serangan ilmu pedang itu luar
biasa hebatnya.
Yang lebih istimewa lagi dengan ilmu tersebut adalah jurus-
jurus serangannya bisa digunakan sepotong-seporong untuk
menyelamatkan diri sambil menyerang musuh, tapi bisa juga
dipergunakan sebagai serangkaian serangan berantai yang
ketat.
Berhubung Suma Thian yu sudah terlanjur sesumbar untuk
meraih kemenangan dalam sepuluh gebrakan saja, maka dia
memilih untuk mempergunakan serangkaian serangan
berantai, hal ini berarti cukup dalam enam gebrakan saja ia
akan berhasil menggulung keok ke dua orang bersaudara Kho.
Inupun berkat kebijaksanaan Suma Thian yu yang berhati
luhur dan tak ingin menghancurkan pamor lawan yang
dibentuk dengan susah payah, coba kalau tidak, semenjak tadi
mereka berdua sudah mampus.
Kadang kala manusia memang menjadi makhluk yang
paling aneh, suatu sikap bermaksud baik seringkali disalah
artikan oleh pihak lain seperti halnya dengan Suma thian yu
sekarang, sesungguhnya dia berniat mengalah kepada
musuhnya, siapa tahu sikap tersebut justru ditanggapi dua
bersaudara Kho sebagai niat musuh untuk menghina dan
mengejek diri mereka.
Itulah sebabnya meski sudah terluka di badan, namun
kedua orang itu tetap enggan berhenti.
Tentu saja Suma Thian yu yang dibikin semakin gelisah,
mendadak sambil berpekik keras teriaknya:
"Hati-hati kalian sekarang, aku akan melancarkan serangan
yang terakhir!"
Dalam seruan mana suma thian yu sudah melejit keudara,
Kit hong kiamnya menciptakan selapis bayangan pedang yang
rapat mengurung kedua orang lawannya ditengah arena.
Menghadapi kurungan lapisan bayangan pedang yang
tertuju kearah mereka, dua bersaudara Kho itu menjadi
terperanjat, pekik mereka tanpa terasa:
"Habis sudah riwayatku kali ini!"
Disaat yang kritis dan amat berbahaya itulah, mendadak
Suma Thian yu merasakan datangnya segulung angin pukulan
yang sangat kuat langsung menghantam belakang kepalanya.
Bersamaan itu juga ia mendengar suara tertawa seram
yang menggidikkan hati berkumandang menyusul datangnya
ancaman ini.
Apabila Suma Thian yu tidak membatalkan ancamannya
terhadap dua bersandara Kho, niscaya dia sendiri akan
termakan pula oleh ancaman maut yang datangnya dari
belakang itu.
Berada di dalam keadaan seperti ini, sudah barang tentu
Suma Thian yu tidak mau mengambil resiko terlalu besar.
Cepat dia menarik napas panjang, sepasang kakinya
menjejak tanah keras-keras dan secepat sambaran kilat dia
melewati atas kepala dua bersaudara Kho serta melayang
turun di muka situ.
Lolos dari ancaman bahaya maut, dua bersaudara Kho
mandi peluh dingin, pekiknya dihati:
"Ooh, syukur berhasil lolos dari maut"
Dengan mengendornya ketegangan yang mencekam
perasaan mereka, tiba-tiba saja mereka merasakan sakit yang
luar biasa dari luka-luka yang dideritanya.
Sementara itu orang yang menyergap Suma Thian yu
secara licik tadi telah berdiri ditengah jalan.
Begitu tahu siapakah orang itu, berkobar hawa amarah di
dalam dada Suma thian yu, tegurnya ketus:
"Kukira siapakah manusia yang telah melakukan perbuatan
terkutuk ini, rupanya kau si mahkluk setan bermuka hijau!"
Orang yang baru datang memang tak lain adalah Setan
muka hijau Siang Tham.
Dalam pada itu si setan muka hijau Siang Tham telah
berjalan menghampiri dua bersau dara Kho, lalu tegurnya
sambil tertawa seram:
"Kalian berdua tentunya sudah dibikin kaget setengah
mati? Silahkan untuk beristirahat dulu, biar aku orang she
Siang yang membalaskan aib kalian berdua ini"
Habis berkata, dengan senyuman angkuh dan wajah licik
pelan-pelan ia mendekati Suma Thian yu, sambil berjalan
mendekat, katanya:
"Selamat berjumpa Suma siauhiap, walaupun dunia
persilatan sangat lebar namun kita benar-benar selalu
berjumpa dimana pun juga, sebelum aku orang she Siang
datang kemari tadi, aku telah meramalkan nasibmu, dapat
kudengar bahwa usia siauhiap sudah mendekati masa akhir
karena hari naasmu kebetulan sekali jatuh pada hari ini!"
Suma Thian yu tetap berdiri tenang, dengan seksama
diawasinya si setan muka hijau Siang Tham itu lekat-lekat,
ketika melihat sepucuk panji segitiga yang berada ditangan
kirinya, satu ingatan segera melintas lewat, katanya kemudian
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haah...haah...haah... orang she Siang, sauya cukup
mengetahui berapa banyak kemampuan yang kau miliki,
dengan mengandalkan barang rongsokan macam kau, belum
tentu kau bisa berbuat banyak kepadaku. Kalau kau memang
pintar, lebih baik cepat kau goyangkan panji mu itu untuk
meminta bala bantuan, biarkuhadapi bantuan mu itu seorang
demi seorang...."
perkataan yang persis mengenai sasaran ini kontan saja
membuat si Setan muka hijau Siang Tham kehilangan muka,
dari malu dia menjadi naik darah, serunya kemudian sambi
tertawa seram:
"Bocah keparat, tak kusangka kau bisa menebak secara
jitu, coba kau lihat dulu, seluruh bukit Ki ciok san telah penuh
dengan kawanan jago yang mengepungmu, hari ini, biarpun
kau bersayap pun jangan harap bisa lolos dalam keadaan
selamat!"
oooOooo
Panji segi tiga itu segera dikibarkan ke tengah udara,
bersamaan waktunya segera muncul beberapa sosok
bayangan hitam yang meluncur datang dengan kecepatan
tinggi, dalam wakta singkat diatas jalan raya tersebut telah
bertambah dengan tiga orang.
Melihat siapa yang bermunculan itu, Suma Thian yu
kembali tertawa terbahak-bahak:
"Haah... haah... haah... sudah kuduga sejak tadi pasti lah
kawanan anjing budukan seperti kalian ini, kedatangan kamu
semua memang kebetulan sekali!"
Ternyata orang yanq datang adalah harimau angin hitam
Lim Khong, si ular berekor nyaring Mo pun seng, serta kakek
tujuh bisa Kwa lun.
Yang membuat Suma Thian yu merasa terkejut adalah
kemunculan si kakek tujuh bisa Kwa lun tersebut, mengapa
dia bisa muncul di bukit Ki ciok san bersama harimau angin
hitam Lim Khong sekalian?
Keempat orang tersebut hampir semuanya merupakan
jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan, seorang saja
diantara mereka sudah cukup membuat Suma thian yu pusing
menghadapinya, terutama sekali si kakek tujuh bisa Kwa lun
dan si harimau angin hitam Lim Khong yang licik, banyak tipu
muslihatnya dan berilmu silat tinggi.
Biarpun Suma Thian yu masih tetap menampilkan sikap
yang tenang, toh tak urung bergidik juga dalam hati kecilnya,
ia mengeluh karena harus menghadapi serangan musuh yang
begitu banyak.
Berbareng dengan kemunculan tiga gembong iblis tersebut,
dari balik gunung segera bermunculan bayangan manusia,
ternyata orang-orang itu merupakan anak buah dari Kho Cui
sui.
Pertama-tama si kakek tujuh bisa Kwa Lun yang berbicara
lebih dulu, katanya:
"Bocah, ayo cepat serahkan kitab pusaka itu kepadaku"
Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar
perkataan inim segera pikirnya:
"Hmm, mengapa gembong iblis ini bisa tahu kalau
kepergianku ke Tibet adalah dalam rangka mencari kitab?
Jangan-jangan ada mata-mata didalam selimut?"
Berpikir demikian, sahutnya kemudian:
"Kitab pusaka? Tolong tanya apa maksud Kwa cianpwe
dengan perkataan tersebut?"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa licik:
"Bocah, kau masih ingin berlagak pilon. Siapa sih yang tak
tahu kalau kepergianmu ke Tibet adalah dalam rangka
mencari kitab pusaka?"
Sambil mendengar perkataan itu, diam-diam Suma Tmian
yu mencoba untuk mengawasi mimik wajah si kakek tujuh
bisa Kwa Lun, me lihat sepasang matanya berkedip tak
menentu, ia segera mengerti bahwa musuh sedang
bermaksud menyelidik dan belum mengetahui duduk
persoalan yang sesungguhnya.
Maka diapun bilik bertanya:
"Tolong tanya kitab pusaka apa yang kau maksudkan?"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun seketika terbungkam dalam
seribu bahasa, tapi selang sesaat kemudian katanya sambil
tertawa dingin:
"Bocah, bila kau tak ingin orang lain tahu kecuali dirinya,
tidak berbuat, kuanjurkan kepadamu lebih baik serahkan saja
kitab pusaka itu, mungkin dengan berbuat begini kau dapat
membeli kembali selembar jiwamu, buat apa sih mesti
mengorbankan jiwa dengan percuma?"
"Kau benar-benar membuat sensasi yang tak lucu", Suma
Thian yu tertawa tergelak, "aku tak punya benda apapun,
mana mungkin datang sejilid kitab pusaka?"
"Lantas mengapa kau jauh-jauh meninggalkan daratan
Tionggoan menuju ke Tibet?" Suma Thian yu tersenyum.
"Berbicara soal cengli, tak sepantasnya kau menanyakan
soal urusan pribadiku ini, disamping itu akupun tidak
berkepetingan untuk memberi tahukan sesuatu kepadamu,
cuma bila kau ingin tahu tak salahnya kukatakan padamu, aku
pergi ke Tibet karena hendak mem buktikan suatu persoalan"
"Persoalan apa?"
"Persoalan tentang Kun lun indah Siau Wi goan, setiap
orang didunia ini mengatakan dia sebagai pendekar besar
yang berhati bajik, tapi menurut hasil penyelidikanku dia
justru seorang manusia laknat berwajah Buddha berhati ulat
yang amat jahat dan berbahaya bagi keamanan dunia
persilatan"
Mendengar perkataan tersebut, si Harimau angin hitam Lim
Khong segera membentak keras:
"Bocah keparat, hati-hati jika berbicara, malaikat elmaut
sudah didepan mata, kau masih berani bicara kurangajar!"
Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang selama ini hanya
membungkam, mendadak mencorong sinar tajam dari balik
matanya yang tungal, sambil menggertak gigi serunya:
"Saudara Lin, waktu sudah siang, lebih baik kita secepatnya
mengusir dia pergi, banyak bicara tak berguna, apalagi sampai
membiarkan harimau ganas pulang kegunung, menyesal pun
percuma"
"Tak usah gelisah" sahut Harimau angin hitam Lim Khong
sambil tertawa 1icik, "keadaan-nya sekarang ibarat burung
dalaam sangkar, biar punya sayap pun jangan harap bisa
terbang lepas, bila sekali bacok menghabisi nyawanya itu mah
terlalu keenakan bagi bocah keparat ini...."
Ular berekor nyaring Mo pun ci segera menganggap ucapan
tersebut ada benarnya, pemuda itu memang patut dicemooh
dan permainkan lebih dulu sebelum menghabisi nyawanya,
dengan begini semua rasa benci dan dendamnya baru dapat
dilampiaskan.
Dalam kenyataan Suma Thian yu sama sekali tidak
terpengaruh oleh ejekan maupun cemoohan musuh,
pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa semakin
berbahaya keadaan yang dihadapi, dia semakin wajib
mempertahankan ketenangannya.
Ia cuma tertawa hambar, tangannya meraba gagang
pedang kemudian sambil mengawasi empat pontolan
penyamun itu katanya sambil tertawa dingin:
"Mo Pun ci, bila kau masih sayang dengan sisa sebiji
matamu itu, kuharap kau segera menyingkir dari sini serta
tutup bacotmu, tak usah menggersah tak usah pula
membacot, kalau tidak, bila sepasang matamu sampai buta
sehingga tak dapat melihat matahari lagi, tentu besar sekali
penderitaannya"
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada si
Harimau angin hitam Lim Kong:
"Lim tayhiap, aku hendak membacok kutung sepasang
telingamu itu didalam sepuluh gebrakan!"
Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang dikatai demikian
menjadi berkaok-kaok karena gusarnya, segera dia meraba ke
pinggangnya dan neloloskan sebilah golok yang digembol.
Diiringi suara desingan keras, golok itu menyambar ke
muka dengan jurus Membacok karang bukit wu san, serangan
itu langsung membacok pinggang Suma Thian yu.
Menghadapi datanggnya ancaman, Suma thian yu memutar
pedangnya dengan jurus angin dingin memuji rembulan,
begitu berhasil menahan ancaman tersebut, ia pun berkata:
"Orang she Mo, sauya tentu akan memberi selembar
kehidupan untukmu..."
Belum selesai dia berkata, si ular berekor nyaring Mo Puon
ci telah membalikkan pergelangan tangannya memainkan
jurus serat emas membelit tangga, bagaikan sambaran petir
cepatnya membacok pergelangan tangan anak muda itu.
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup ataupun gelisah,
dia memutar tubuhnya sembari berkelit kesamping, lalu
selanya:
"Selama ini sauya mu selalu bekerja secara jujur dan
terbuka, belum pernah ku tuduh orang baik secara sem
barangan, sebelum kubuktikan bahwa kaulah manusia yang
telah menghancurkan rumah tangga ku, aku tak akan
menghabisi nyawamu itu!"
Dua kali serangannya mengenai sasaran yang kosong,
ditambah pula ejekan dan Suma Thian yu membuat
amarahnya ibarat bensin bertemu api, ia menjadi nekad dan
melupakan mati hidupnya.
Secara beruntun goloknya diayunkan ke muka melepaskan
tiga buah bacokan berantai, semua serangan boleh dibilang
tertuju ke bagian tubuh lawan yang berbahaya.
Siapa tahu kemampuannya memang sudah kalah setingkat,
apalagi matanya buta sebelah hingga mempengaruhi daya
pandangannya. Biarpun dia sudah berkeras hati untuk
memperjuangkan sepenuh tenaga, alhasil untuk mencuwil
ujung baju lawanpun tak mumpu.
Harimau angin hitam Lim Khong yang menyaksikan
kejadian tersebut menjadi tidak sabar, dia segera berpekik
nyaring, sepasang lengannya diayunkan dan menyerbu ke
arena pertandingan.
Kepalanya dengan jurus dunia gempar jagad bergetar,
secara beruntun melepaskan pukulan beruntun ke jalan darah
tay yang hiat dikening lawan, deruan angin pukulan secara
menusuk pendengaran.
Suma Thian yu tertawa keras, dengan cekatan sekali dia
menghindarkan diri ke samping kemudian serunya:
"Mengapa kalian berdua tidak maju bersama-sama saja?
Sauya masih mampu menyembelih kalian berdua dalam empat
lima puluh gebrak an saja..."
Benar-benar suatu ucapan yang sangat takabur, biarpun
Cong liong lo sianjin hadir di arena pun belum tentu ia berani
berkata demikian.
Bayangkan saja, harimau angin hitam Lim Khong serta
setan muka hijau Siang Tham adalah dua murid kebanggaan si
mayat hidup Ciu jit wee, dalam kalangan kaum rimba hijau
saat ini kecuali Kun see mo tau seorang, pada hakekatnya tak
ada yang mampu menahan mereka.
Terlepas kedua orang tua itu, pada dasarnya si ular berekor
nyaring Mo Pun ci memang seorang penjahat pemetik bunga
yang berilmu silat sangat hebat, dia malang melintang dalam
dunia persilatan sambil memperkosa disana sini, belum pernah
hamba negara berhasil membekuknya, setiap kali kaum
pendekar berhasil mengurungnya, dia selalu berhasil pula lolos
dengan selamat, dari sini dapat diketahui betapa licik, pandai
dan lihaynya kemampuan orang ini.
Kakek tujuh bisa Kwa Lun lebih-lebih terhitung seorang
gembong iblis yang berhati hitam dan bertangan keji, dia
sudah membunuh orang tak terhitung, dulu pun Sin sian
siangsu pernah kalah di tangannya, ini menunjukkan kalau
kemampuan yang dimilikinya tak boleh dipandang enteng.
Dalam penghadangan yang diatur oleh Kun lun indah Siau
wi goan sekarang dia telah mempersiapkan empat jago orang
lihay pilihan tersebut untuk melaksanakan tugasnya, ia
percaya kemenangan sudah pasti berada di pihaknya.
Namun didalam kenyataannya, Suma Thian yu malah
berani mengucapkan kata-kata sesumbar, jangan lagi keempat
gembong iblis itu merasakan sebagai kata-kata yang menusuki
pendengaran, bahkan seorang manusia misterius yang berada
disekitar situ pun merasa tercengang bercampur geli.
Tapi siapakah manusia misterius itu?
Tak seorang pun diantara kawanan jago yang hadir tahu
secara pasti, sebab mereka sedang memusatkan semua
perhatiannya untuk mengawasi jalannya pertarungan ditengah
arena.
Dalam pada itu Kakek tujuh bisa Kwan lun serta Setan
muka hijau Siang Tham telah ikut terjun pula ke dalam arena
pertarungan. Mereka berempat mengambil posisi ditimur dan
selatan sehingga mengepung Suma Thian yu ditengah arena.
Bagaikan seekor singa jantan yang disekap didalam
kerangkengan, Suma Thian yu membentak berulang kali, dia
telah bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuan yang
dipelajarinya selama puluhan tahun ini untuk melangsungkan
pertarungan tersebut.
Angin gunung tidak berhembus lagi, dahan dan ranting pun
tidak lagi bergoyang.
Suasana disekeliling tempat itu dicekam ke heningan, udara
bagaikan berhenti mengalir.
Dengan sorot mata yang mencorongkan sinar tajam Suma
Thian yu mengawasi keempat musuhnya satu per satu,
sementara dalam hati kecilnya dia pun mengambil sebuah
keputusan.
Bagaikan seorang panglima perang kawakan yang sedang
mengatur siasat untuk menerjang lepas dari kepungan musuh
dari empat penjuru!
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk bertindak.
Dia tahu sikap yang terlampau berbelas kasihan dan
berjiwa besar, kemungkinan besar akan mendatangkan
bencana kematian untuk dirinya sendiri.
Hanya dengan jalan melenyapkan semua musuh secara
kejilah dirinya baru bisa di selamatkan.
Membayangkan kesemuanya itu, diam-diam berpekik
didalam hati:
"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Mendadak terdengar Harimau angin hitam Lim Kong
berpekik keras memecahkan keheningan yang mencekam
sekeliling tempat itu.
Jilid : 28
Menyusul pekikan ini, dia memutar sepasang lengannya
dengan menyertakan tenaga dalamnya sebesar enam bagian,
kemudian dengan jurus Bintang bergeser awan berubah dia
lepaskan bacokan maut kearah Suma Thian yu.
Suma Thian yu menggertak gigi kencang-kencang,
mendadak pedang Kit hong kiamnya menciptakan berjuta-juta
bunga pedang dengan jurus guntur menyambar kilat
berkelebat, secepat petir angin dingin meluncur kedepan.
Tahu-tahu si harimau angin hitam Lim Kong merasakan
telinga kanannya menjadi dingin, sebuah telinganya sudah
terpapas kutung dan terjatuh kebawah, darah segarpun
bercucuran keluar dari mulut luka tersebut.
Semua peristiwa berlangsung dalam sekejap mata, gerakan
yang dilakukan kedua orang itupun bersamaan waktunya,
sebelum ketiga orang rekannya melihat jelas apa yang terjadi,
Harimau angin hitam kembali ketempat semula sambil meraba
telinga kanannya, darah kental kelihatan bercucuran keluar
dari sela jari tangannya.
"Maaf Lim Khong!" jengek Suma Thian yu sambil tertawa
dingin.
Kakek tujuh bisa Kwa Lun nampak tertegun setelah
menyaksikan si Harimau angin hitam kehilangan sebuah
telinga kanannya, sebelum ia sempat turun tangan, mendadak
terdengar ular berekor nyaring Mo pun ci telah membentak
gusar, goloknya kembali dipakai untuk menyapu badan Suma
Thian yu.
Menyaksikan cara si ular berekor nyaring bertarung, Suma
Thian yu segera dibuat tertegun.
Perlu di ketahui, kedua orang itu sama-sama
mempergunakan senjata ringan, kedua belah pihakpun
seharusnya sama-sama menggunakan gerakan tubuh yang
ringan untuk meraih kemenangan, tapi kenyataannya
sekarang, si ular berekor nyaring Mo Pun ci justru membacok
pedang lawan dengan goloknya, dia berusaha menggunakan
tehnik keras lawan keras untuk meraih kemenangan, cara
seperti ini boleh dibilang belum pernah dijumpai sebelumnya.
"Traaangg...!"
Suara bentrokan nyaring segera berkumandang
memecahkan keheningan, ketika dua batang senjata mestika
itu saling beradu kekerasan tadi, masing-masing pihak
merasakan pergelangan tangannya menjadi kaku dan tubuh
mereka seketika tergetar mundur sejauh tiga langkah.
Suma thian yu tertawa terbahak-bahak, mendadak ia
menerjang maju kemuka, pedangnya dengan jurus Pelangi
panjang mengurung matahari langsung menusuk kedada si
ular berekor nyaring Mo pun ci.
Mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu kakek tu juh bisa Kwa Lun dengan
menggenggam sebilah kapak pendek telah mendesak kedepan
serta melancarkan bacokan ketubuh anak muda tersebut.
Sebagai seorang pemuda yang bersorot mata tajam, dalam
sekilas pandangan Suma Thian yu sudah mendapat tahu kalau
benda yang digenggam lawan merupakan sebilah senjata
mestika. Serta merta dia memutar pergelanggan tangannya
dan menarik kembali gerak serangan pedangnya secara
paksa.
Tentu saja Kakek tujuh bisa Kwa Lun tidak rela membiarkan
musuhnya menghindar, sambil berpekik nyaring tangannya
menari-nari lagi menciptakan selapis bayangan kapak yang
semuanya mengurung batok kepala lawan.
Memanfaatkan kesempatan yang ada, si ular berekor
nyaring Mo Pun ci membentak pula.
"Bocah keparat, serahkan jiwamu!"
"Sreeeet...!".
Goloknya kembali melepaskan sebuah bacokan kilat.
Suma Thian yu menggertak gigi keras-keras, pedang Kit
hong kiam nya dengan memainkan jurus awan gelap
menutupi bulan menciptakan selapis cahaya biru yang tebal,
kemudian kakinya dengan menggunakan langkah Ciok tiong
luan poh menerobos masuk ditengah kabut golok dan kapak
musuh.
Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema
memecahkan keheningan, sinar tajam mereda. Kakek tujuh
bisa Kwa Lun serta si ular berekor nyaring Mo Pun ci telah
mundur bersama kebelakang.
Tatkala semua orang mengalihkan pandangannya ke muka,
ternyata ke dua orang itu sama-sama telah kehilangan sebuah
telinganya.
Setan muka hijau Siang Tham yang menyaksikan kejadian
tersebut diam-diam menjadi bergidik dan ketakutan sendiri.
Mendadak terdengar Suma Thian yu tertawa terbahak-
bahak:
"Haaahh... haaahh... haaahh... Kwa cianpwee dan Mo
tayhiap, hari ini aku sengaja mengampuni jiwa kalian dengan
harapan menggunakan kejadian hari ini sebagai pelajaran,
kalian bisa tahu diri dan menyesali kesalahan yang telah kalian
buat..."
Belum habis ia berkata, Harimau angin hitam Lim Kong
yang mendendam karena kehilangan sebuah telinganya telah
menyela:
"Bocah keparat, hari ini aku akan mempertaruhkan jiwa
raga ku untuk beradu jiwa denganmu, aku bersumpah akan
membinasakan kau diatas bukit Ki ciok san ini"
Selesai berkata ia bersiap-siap untuk mendesak maju ke
depan.
Mendadak....
Terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring bergema
di angkasa dan menusuk pendengaran semua orang yang
hadir disitu.
Kaki kanan si harimau angin hitam Lim Kong yang sudah
maju ke depan, tiba-tiba saja dibatalkan, kemudian dia
mengalihkan pandangannya ke arah mana berasalnya suara
itu.
Tampak semak belukar disisi jalan bergoyang keras,
kemudian tampak seorang pemuda berjubah panjang warna
hijau pelan-pelan munculkan diri.
Ketika Suma Thian yu melihat pemuda yang barusan
munculkan diri ternyata adalah Chin Siau, ia menjadi terkejut,
segera pikirnya dengan cepat:
"Apabila orang ini berpihak kepada lawan, wah... posisiku
akan semakin terdesak dan nasibku hari ini jelas lebih banyak
bahayanya dari pada rejeki"
Tiba-tiba terdengar Chin Siau berkata sambil tertawa:
"Empat orang menganinya satu orang, sungguh merupakan
suatu kejadian aneh di dunia ini, kalian berempat selain
pengecut dan munafik juga sangat tak tahu malu, mari, mari,
terhitung pula aku, biar kita dua melawan empat, ini lebih
terasa adil namanya"
Ke empat gembong iblis yang berada di dalam arena
sekarang, pada hakekatnya tidak ada yang kenal dengan Chin
Siau, melihat orang itu cuma seorang pemuda ingusan yang
masih berbau tetek, tapi dipunggungnya justru menggembol
sebilah pedang mestika, lagipula ucapannya sombong dan
takabur, kontan saja membuat semua orang menjadi tertegun
dan berdiri saling berpandangan.
Diantara empat gembong iblis tersebut, setan bermuka
hijau Siang Tham boleh dibilang merupakan satu-satunya
orang yang berkedudukan paling rendah, berbicara soal ilmu
silat pun deretannya pada urutan terakhir, maka setelah
dilihatnya Chin Siau masih muda dan bisa dihadapi secara
mudah, ia segera maju ke depan dan membentak penuh
amarah:
"Setan cilik, kau adalah anak jadah yang datang dari mana?
Jika berani banyak bicara lagi, segera kubantai dirimu!"
Chin Siau mengerling sekejap ke arahnya, namun sama
sekali tidak memperhatikannya barang sekejap pun, malah
kepada kakek tujuh bisa Kwa Lun katanya:
"Biasanya orang yang semakin tua akan semakin sabar,
hanya manusia yang sudah bosan hidup saja tak punya
kesabaran, kalau kulihat dari tampangnya yang bengis dan
buas, seakan-akan terburu napsu ingin melapor diri ke akhirat,
aku jadi gemas rasanya. Jika kau benar-benar ingin
secepatnya berangkat, biar pedang sauya membantumu untuk
berangkat secepatnya"
"Tanpa sebab kakek tujuh bisa didamprat dan dicaci maki
lawan, kontan saja marahnya meledak, sambil mengayunkan
kapaknya dia bersiap sedia untuk membacoknya.
Mendadak terdengar si setan muka hijau Siang Tham
membentak keras keras:
"Saudara Kwa, untuk membunuh seekor ayam kenapa
mesti memakai golok penjagal sapi? biar aku orang she Siang
saja yang membereskan bocah keparat ini!"
Sambil mencabut keluar pedangnya dengan jurus Delapan
penjuru ramping dia bacok tubuh Chin Siau.
Dengan cekatan sekali Chin Siau mengegos ke samping lalu
katanya sambil mendengus:
"Waaah, kalau kepandaian mu mah masih ketinggalan
sangat jauh, dengan memandang tampangmu itu, biarpun
belajar delapan sampai sepuluh tahun lagi pun kau masih
pantasnya untuk mencucikan kaki sauya mu!"
Gagal dengan serangannya, mendadak setan muka hijau
Siang Tham membalikkan pergelangan tangannya, kemudian
dengan berganti jurus awan teba1 menutup Wu san, secepat
petir dia tusuk dada Chin Siau.
Walaupun ancaman tersebut sangat berbahaya, ternyata
Chin Siau tetap menghadapinya dengan tenang, katanya
kemudian dengan tertawa merdu:
"Jurus serangan ini merupakan jurus yang ke dua, Sauya
akan mengalah sekali lagi kepadamu!"
Ketika kata ‘mu' keluar dari mulutnya, bayangan tubuh Chin
Siau sudah lenyap dari depan mata si setan muka hijau.
Dua kali serangan-nya mengenai sasaran yang kosong
membuat setan muka hijau Siang Tham berkaok-kaok penuh
amarah, bila sekarang ia menjadi sadar, niscaya urusan selesai
dengan begitu saja. Siapa sangka dia justru semakin sewot,
pedangnya diputar kencang membuat selapis bayangan hijau
yang rapat dan langsung embacok tubuh Chin Siau.
Menghadapi ancaman macam begitu, Chin Siau cuma
tertawa didalam hati, tidak gugup tidak gelisah ia menunggu
sampai pedang lawan tiba dua depa saja dari hadapannya.
kemudian baru berpekik nyaring.
Diantara kilatan gerak tangannya tahu-tahu pedang
mestika milik si Setan muka hijau Siang Tham telah terlepas
dari tangannya dan dirampas orang. Tampaknya Chin Siau
memang ada maksud untuk mendemontrasikan kemampuanya
terutama sekali memberi suatu peringatan tanpa kata-kata
terhadap Suma Thian yu.
Begitu menerima pedang mestika si setaan muka hijau itu,
tubuhnya segera majuke depan dan memainkan jurus petir
menyambar di angkasa.....
Semua orang yang hadir dalam arena hanya merasakan
berkelebatnya cahaya hijau kemudian ditengah lapangan
terdengar seseorang menjerit kesakitan.
Ternyata setan muka hijau Siang Tham telah mundur
beberapa langkah dari posisi semula dengan sepasang tangan
memegangi perut, kemudian tubuhnya roboh terjungkal ke
atas tanah dan tidak bangun lagi.
Chin Siau tersenyum nyengir sambil membuang pedang
mestika itu dia berjalan mendekati sisi tubuh setan muka hijau
Siang Tham, kemudian katanya angkuh:
"Barang siapa berani melakukan dosa, dia tak akan hidup
terus, inilah contoh yang terutama bagi kalian semua!"
Waktu itu si setan muka hijau Siang Tham sama sekali
tidak mati, namun perutnya sudah robek sehingga darah segar
memancar keluar membasahi lantai.
Dengan cepat si harimau angin hitam Lim Kong berebut
maju kedepan untuk membopong Siang Tham serta buru-buru
mengobati luka yang diderita.
Setelah itu dengan sorot mata yang bengis dan buas dia
awasi wajah Chin Siau lekat-lekat, begitu selesai mengobati
luka adik perguruannya, pelan-pelan ia bangkit berdiri lalu
serunya kepada pemuda itu:
"Kepandaian silatmu memang luar biasa cepat, ayo
sebutkan siapa namamu, toaya sudah tak punya waktu lagi
untuk banyak ngebacot, lagipula toaya tak suka mem bunuh
manusia tak bernama..."
Mendengar perkataan si harimau angin hitam yang masih
kekanak-kanakan ini, Chin Siau tertawa tergelak:
"Haaahh...haaahh... haaahh... pertanyaanmu itu terlalu
kekanak-kanakan, sekalipun sudah mengetahui nama sauya
mu toh kalian tak akan mampu berbuat apa-apa apalagi
mengingat kedudukanmu, sungguh terasa geli bila kau ingin
mengetahui siapa nama ku..."
Harimau angin hitam Lim Kong semakin naik darah, namun
amarahnya itu sama sekali tidak diperlihatkan keluar, cuma
selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati Chin Siau.
Suma Thian yu menjadi amat tegang sekali melihat
kejadian itu, sampai dimana kah watak Lim Kong sudah cukup
dipahami olehnya yang dikuatirkan sekarang adalah disaat
Chin Siau tak waspada, musuh menyerang secara tiba-tiba.
Dengan suara lirih ia segera berbisik:
"Saudara Chin, hati-hati dengan gembong iblis tersebut,
agaknya mereka mempunyai rencana busuk!"
Chin Siau mendengus dingin dan sama sekali tak mau
menerima kebaikan tersebut, tak bisa disangkal lagi dalam hati
kecilnya dia masih menaruh dendam terhadap Suma Thian yu.
Mendadak terdengar si harimau angin hitam Lim Kong
menbentak keras dengan penuh amarah:
"Setan cilik, serahkan jiwamu!"
Sepasang telapak tangannya disilangkan kemudian secara
tiba-tiba melepas sebuah pukulan yang maha dahsyat ke atas
dada Chin Siau...
Dengan lincah sekali Chin Siau menghadapi serangan
musuh itu tanpa gugup ataupun panik, pedangnya diputar
membentuk satu lingkaran cahaya, kemudian dengan cepat
menciptakan selapis kabut pedang yang sangat tebal.
Ketika angin pukulan dari Harimau angin hitam Lim Kong
menyambar kedepan seakan-akan bertemu dengan selapis
dinding baja yang tebal dan kuat, seketika itu juga terpental
kembali dan memancar keempat penjuru.
Menghadapi kejadian seperti ini, si harimau angin hitam
merasa terkejut sekali, buru-buru dia melompat kedepan
dengan segera, kemudian dengan wajah berubah hebat,
tanyanya agak tercengang:
"Apa hubunganmu dengan si pendeta tanpa nama?"
"Dia adalah guruku" jawab Chin Siau sambil menarik
kembali pedangnya.
Sekali lagi harimau angin hitam Lim Khong tertegun.
"Ooh, rupanya kau adalah si bocah keparat she Chin
tersebut, benar-benar tak kusangka kita dapat bersua muka
dengan tanpa bersusah payah. Siau tayhiap sedang berdaya
upaya untuk membekukmu, hari ini ternyata kau telah datang
menghantar diri, hmm... hmm...kalau begitu bukit Ki ciok san
adalah tempatmu untuk berisrirahat selama lamanya.."
Chin Siau tertawa hambar.
"Lim khong" katanya, sauya mu sudah cukup memahami
bagaimanakah watak orang she Siau tersebut, ternyata kalian
adalah manusia komplotan-nya, hampir saja sauya kena
tertipu. Aku Chin Siau adalah seorang lelaki sejati, bila kalian
berempat memang merasa punya kemampuan, silahkan saja
datang menyerang, sauya akan menghadapi kalian satu
persatu!"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:
"Bocah keparat, kalau toh kau memang kepingin mampus
aku akan segera memenuhi keinginanmu itu!"
Selesai berkata, dia segera mengayunkan kapak pendeknya
dengan jurus ular berbisa menunjukkan lidah, secepat
sambaran petir langsung dibacokkan ke tubuh Chin Siau.
Sesungguhnya tujuan Chin Siau adalah membangkitkan
amarah musuh, dengan kepandaian ilmu pedangnya yang
sempurna sesungguhnya tidak bsnyak manusia dalam dunii
persilatan saat ini yang mampu menahan serangannya
tersebut.
Bu bek ceng adalah seorang pendekar dalam daratan
Tionggoan, tapi bagaimanakah orangnya dan sampai
dimanakah kehebatan ilmu silatnya belum pernah disaksikan
dengan mata kepala sendiri. Sedang apa yang ditampilkan
oleh Chin Siau saat inipun belum cukup memberi keterangan
kepadanya.
Oleh sebab itu jurus pertama yang digunakan kakek tujuh
bisa Kwa Lun tidak lebih hanya bertujuan untuk memancing
musuh, begitu mencapai tengah jalan, mendadak ia
merubahnya menjadi jurus Seluruh angkasa penuh cahaya
bintang.
Tampak sinar kapaknya berkilat kilat seperti hujan badai
yang datang dari empat arah delapan penjuru dan bersama-
sama menyambar tubuh Chin Siau.
Gerak serangan yang sangat aneh ini boleh dibilang jarang
dijumpai dalam kolong langit, entah siapapun yang sedang
bertarung, biasanya cahaya kapak hanya bisa datang dari arah
depan saja.
Tapi dalam kenyataannya sekarang, dia dapat melancarkan
ancamannya dari empat arah delapan penjuru, tidak heran
kalau kemampuannya itu segera mengejutkan orang. Bagi
orang yang berisi, sekali coba akan segera diketahui
kemampuannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun bisa menempatkan
diri dalam urutan nama kelompok iblis da lam dunia persilatan
sudah barang tentu kepandaian silat yang dimilikinya tak
boleh dianggap enteng.
Chin Siau merasa sedikit diluar dugaan menghadapi
datangnya ancaman tersebut, hatinya terkesiap, pedangnya
dengan jurus mengangkat api membakar langit membuat
sapuan ke udara kemudian dengan ju rus selaksa lebah
memetik putik, pedangnya menciptakan kabut pedang yang
bergulung-gulung, ditengah udara segera muncul berjuta-juta
titik cahaya tajam yang berkilauan.
Dalam waktu singkat, terdengarlah serangkaian suara
dentingan nyaring yang memekikkan telinga.
Tiba-tiba bayangan kapak dan cahaya pedang bilang lenyap
tak berbekas, sedangkan kedua orang itu sama-sama mundur
beberapa langkah dari posisi semula.
"Ilmu pedang bagus!" puji kakek tujuh bisa Kwa Lun tanpa
terasa.
Chin Siau juga turut berseru:
"Gerakan tubuh yang sangat indah!"
Kedua orang itu sama-sama memiliki kelebihan sendiri,
hingga dalam bentrokan yang barusan berlangsung, keadaan
tetap seimbang dan tiada yang menang atau kalah.
Tapi dihati kecil kakek tujuh bisa Kwa Lun timbul perasaan
yang tak puas, sebab berbicara soal usia maupun tenaga
dalam, seharusnya dia masih berada diatas kemampuan Chin
Siu, tapi kenyataannya sekarang dia hanya mampu berimbang
dengan seorang pemuda yang masih berbau tetek, andaikata
kejadian ini sampai tersebar luas, bukankah orang akan
mentertawakan dirinya sampai copot semua gigi mereka?
Sebaliknya Chin Siau sendiripun diam, ini selain disebabkan
perasaan tak puas, dia pun ingin memperlihatkan
kehebatannya didepan Suma Thian yu, jika dia gagal
merobohkan kakek tujuh bisa Kwa lun, maka melanjutnya dia
tak akan berkesempatan lagi untuk mengangkat kepala.
Mendadak dia meluruskan pedangnya ke depan kakek tuuh
bisa, kemudian sambil tertawa hambar ia berkata:
"Sambut baik-baik pedang ini! Dalam tiga jurus mendatang,
sauya hendak memotong sisa telinga yang kau miliki..."
Ketika kakek tujuh bisa Kwa Lun menyaksikan pedang itu
disodorkan ke depan tanpa suatu keanehan, dihati kecilnya
segera berpikir:
"Asal kupuku1 pedang itu pelan, niscaya senjata tersebut
akan terjatuh ke tanah, tapi apa maksud dan tujuannya
berbuat demikian?"
Jago yang ahli memang berbeda sekali dengan jagoan
biasa, coba bila orang lain yang menjumpai keadaan demikian
sudah pasti mereka akan berusaha untuk memukul rontok
pedang tersebut.
Berbeda sekali dengan kakek tujuh bisa, dia merasa
semakin sederhana gerak posisi seseorang, semakin
berbahaya sikap terse but karena di balik kesemuanya tentu
mengandung suatu perubahan yang luar biasa. Akhirnya dia
menjadi sangsi dan tak berani turun tangan secara
sembarangan.
Chin Siau tertawa mengejek, setelah melirik sekejap kearah
Kwa Lun dengan pan dangan menghina ia berkata:
"Bagaimana? Apakah kakek tujuh bisa yang termashur
dalam rimba hijau sekarang menjadi cucu kura kura yang
ketakutan?"
Sambil berkata, tenaganya disalurkan kedalam pedang dan
mencukil ujung senjata tersebut keatas sehingga hampir saja
merobek dagu lawan.
Buru-buru kakek tujuh bisa miringkan kepalanya untuk
berkelit, kemudian kapaknya menyapu kedepan menghantam
senjata Chin Siau.
Begitu ia bergerak, Chin Siau turut bergerak, dia cepat,
Chin Siau makin cepat pula.
Tampak cahaya perak berkelebat lewat, Kakek tujuh bisa
menjerit kesakitan dan telinga yang tinggal sepotong rontok
ke tanah.
Berhasil dengan perbuatannya itu, Chin Siau tertawa
tergelak dengan wajah penuh kebanggaan katanya:
"Maaf, maaf..."
Sejak terjun kedunia persilatan sehingga setua ini belum
pernah kakek tujuh bisa Kwa Lun menderita kekalahan
sedemikian mengenaskannya, tidak heran kalau dia menjadi
naik darah dan kalap setengah mati, tiba-tiba jeritnya:
"Bangsat muda, terimalah seranganku!" Kapaknya segera
disambit ke depan, diiringi cahaya tajam yang berkilauan
senjata tersebut langsung menyambar kewajah Chin Siau.
Bersamaan dengan di sambitnya kapak pendek itu, buru-
buru kakek tujuh bisa Kwa Lun merogoh kedalam sakunya dan
mengambil bubuk penghenti darah untuk menghentikan darah
dari mulut luka, menyusul kemudian ia menghimpun tenaga
dalamnya dan sepasang tangan menari-nari melepaskan tiga
buah serangan secara berantai.
Chin Siau menangkis kapak itu dengan pedangnya, baru
saja berhasil, ia segera merasakan datangnya segulung angin
pukulan yang dahsyat menerjang dadanya.
Begitu cepat datangnya ancaman tersebut seolah-olah
dilepaskan bersamaan waktunya, Chin Siau menjadi amat
terkejut, tergopoh-gopoh dia memutar senjatanya membentuk
selapis kabut pedang.
Siapa sangka baru saja pukulan pertama dilontarkan,
menyusul kemudian pukulan yang kedua, akibatnya Chin Siau
menjadi keletihan dan tak punya kesempatan lagi untuk
berganti napas.
Akibatnya dengan memaksakan diri ia berhasil juga
mematahkan ancaman yang kedua tersebut tapi pukulan
ketiga segera menyusul tiba.
Secara beruntun kakek tujuh bisa Kwa Lun telah
melepaskan tiga buah pukulan semua ancaman tersebut
hebat, terutama sekali pukulan yang ketiga, tenaga yang di
sertakan merupakan tenaga gabungan dari serangan pertama
dan kedua.
Sayang sekali Chin Siau tidak memahami rahasia itu, ia
segera terjebak dalam siasat lawan, apalagi saat itu tenaganya
sudah habis dan jurus serangannya sudah mendekati akhir.
Tenaga pukulan Kwa Lun dengan amat dahsyatnya
langsung menembusi kabut pertahanan dan menghantam
dadanya.
Tampaknya Chin Siau tak mungkin bisa menghindarkan diri
lagi dari serangan tersebut dan pasti akan terluka.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Cepat mundur!"
Segulung angin lembut berhembus datang dari samping
dan melemparkan tubuh Chin Siau sejauh satu kaki lebih dari
posisi semula, menyusul kemudian dari tengah udara
kedengaran suara benturan yang memekikkan telinga.
Blaaammm..!
Ketika dua gulung tenaga pukulan saling beradu, angin
puyuh menyapu permukaan tanah, kemudian bayangan
manusia berkelebat lewat, tubuh si kakek tujuh bisa Kwa Lun
bergeter keras sebelum akhirnya dapat berdiri tegak.
Ketika ia mendongakkan kepalanya lagi, didepan mata telah
berdiri Suma Thian yu.
Sementara itu Chin Siua yang melihat orang yang telah
menolongnya lagi-lagi Suma thian yu, bukan saja ia tidak
merasa berterima kasih, malah sebaliknya amat murung dan
tak senang hati.
Tak terbayangkan amarah yang membara didalam dada
kakek tujuh bisa Kwa Lun waktu itu, mencorong sinar buas
dari balik matanya, dengan kening berkerut ia berseru sambil
tertawa seram:
"Bocah keparat, beranikah kau beradu tiga pukulan
denganku?"
"Bagaimana jika kau kalah?" tanya Suma Thian yu sambil
tersenyum.
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:
"Heeh... heeeh... heeh...bila kau yang menang aku
bersedia kau cincang!"
"Sungguhkah perkataanmu itu? Siapa yang bersedia
menjadi saksi?" seru Suma Thian yu cepat, sementara
matanya melirik sekejap ke arah si harimau angin hitam Lim
Khong.
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:
"Ucapan seorang lelaki bagaikan kuda, dicambuk sekali
diucapkan selamanya tak bisa ditarik kembali"
"Bagus sekali, kata Suma Thian yu sambil tersenyum dan
manggut-manggut, silahkan kau mulai menyerang!"
Sekulum senyuman licik segera menghiasi wajah Kakek
tujuh bisa, ia mengambil posisi dan menghimpun segenap
tenaga dalam yang yang dimilikinya kedalam tangan.
Suara gemerutuk keras segera terdengar menggema dari
sendi sendi tulangnya.
Tatkala Chin Siau memperhatikan dengan seksama, ia
menjadi terperanjat, ternyata sepasang telapak tangan kakek
tujuh bisa telah berubah menjadi hitam pekat.
Kalau dilihat dari julukannya sebagai Kakek tujuh bisa.
semestinya ia memiliki tujuh macam racun keji yang diserap
kedalam telapak tangannya itu, setiap kali serangan
dilontarkan maka sari racun pun akan turut berhembus
keluar, barang keluar, barang siapa terkena pukulan itu,
jiwanya segera akan melayang, jadi boleh dibilang berbahaya
sekali!
Sekarang, ia telah mengeluarkan ilmu simpanannya,
pukulan tujuh bisa untuk memtaruhkan kedudukan serta
pamornya.
Melihat hal tersebut, diam-diam Suma Thian yu merasa
terkejut juga di buatnya.
Mendadak terdengar kakek tujuh bisa Kwa Lun membentak
keras:
"Lihat serangan!"
Sepasang telapak tangannya segera di lontarkan kedepan,
dua gulung angin pukulan yang dingin menusuk tulang pelan-
pelan menggulung kedepan di samping hawa dingin tersebut
sesungguhnya tidak nampak sesuatu kehebatan lain yang
menggidikkan hati.
Suma Thian yu segera menghimpun pula tenaga dalamnya
dan mendorong telapak tangan kirinya kedepan, segulung
tenaga lembut segera meluncur kemuka menyongsong
datangnya ancaman lawan.
Menyaksikan dua jago kelas satu dari dunia persilatan
saling berada kepandaian semua orang segera masang mata
baik-baik mengikuti jalannya pertarungan tersebut.
Mendadak.......
"Blaaam, blaaammm...!"
Ditengah ledakan keras, pukulan dari kakek tujuh bisa
telah saling membentur dengan angin pukulan dari Suma
Thian yu, seketika itu juga muncul selapis cahaya hijau yang
membumbung ke angkasa dan menyebar ke mana-mana.
Kuatir keracunan, segenap jago yang menonton jalannya
pertarungan tersebut sama-sama menyingkir jauh-jauh dari
tepi arena.
Kedua orang itu masih tetap berdiri tegak ditempat semula,
bergerak sedikitpun tidak.
Paras muka kakek tujuh bisa Kwa Lun sama sekali tidak
berubah, agaknya peristiwa tersebut sudah dalam dugaannya
sehingga tidak terlalu mengejutkan.
Mendadak terdengar ia membentak lagi:
"Sambutlah pukulan ku ini!"
Seperti gerakan semula, sepasang telapak tangannya
pelan-pelan dilontarkan ke depan, hanya kali ini tenaga yang
disertakan dalam serangan tersebut jauh lebih hebat.
Baru saja angin pukulan dilontarkan, empat penjuru seperti
tercekam oleh udara yang dingin membekukan, membuat
setiap orang menggigil tanpa terasa karena kedinginan.
Diam-diam Suma Thian yu melipatkan tenaga serangannya
dengan dua bagian lagi, telapak tangan kanannya diayunkan
keudara dan melepaskan sebuah pukulan pula.
Ledakan nyaring bergema untuk kedua kalinya di angkasa,
seperti juga bentrokan pertama, tubuh Suma Thian yu masih
tetap berdiri kekar di posisi semula.
Dua kali serangannya sama-sama menderita kegagalan, hal
tersebut membuat perasaan kakek tujuh bisa Kwa Lun tak
karuan lagi, dia sadar bila serangannya tidak disertakan
dengan segenap kekuatan yang dimiliki, mungkin usahanya
kembali akan sia-sia belaka, bukan cuma begitu, bisa jadi
kapal samudra akan karam dalam selokan.
Tatkala masih berada di bukit Kou teng san tempo hari ia
sudah pernah menjajal kepandaian sakti dari Suma Thian yu,
cuma pada waktu itu ia tidak menyertakan segenap kekuatan
yang dimiliki.
Tapi sekarang dihadapan sekian banyak jago lihay kaum
rimba hijau, jangan lagi sampai keok ditangan seorang
pemuda, hasil seripun akan membuat pamornya merosot dan
ditertawakan semua orang.
Maka setelah dua buah pukulan lewat dan kini tinggal
serangannya yang terakhir, ia bertekad untuk
mempertahankan pamor, ke dudukan serta nama besarnya
dalam serangan-nya yang terakhir ini bisa dibayang kan sudah
barang tentu ia tak boleh berbuat ayal lagi
Paras mukanya segera berubah menjadi serius, tulang
persendiannya gemerutuk keras kini ia sudah menghimpun
tenaga pukulannya sebesar dua belas bagian untuk
menggencet mampus musuhnya.
Siapa sangka luka baru pada telinganya belum merapat
mungkin disebabkan pengerahan tenaga yang melampaui
batas, akibatnya luka-luka itu pecah lagi, darah segera
bercucuran keluar, dan tenaga murni yang telah terhimpun
pun tahu-tahu sudah membuyar kembali.
Kejadian tersebut amat mengejutkan hatinya, buru-baru dia
menghimpun kembali tenaga dalamnya dan mengalirkan
kembali hawa murni tersebut kedalam pusar.
Seketika itu pula wajahnya berubah menjadi pucat pias,
seluruh tubuhnya gemetar keras, sepasang tangannya
gemetar keras, sudah jelas hawa racunnya telah membuyar
bahkan bisa jadi merembes kearah lukanya itu....
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera
menghembuskan napas lega.
Dalam pada itu si harimau angin hitam Lim Khong juga
telah merasakan keanehan pada rekannya, buru-buru dia
mendekat pada si kakek tujuh bisa, lalu tanyanya dengan
penuh perhatian:
"Apakah saudara Kwa terluka?"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun menggeleng, sambil mendorong
si harimau angin hitam Lim Khong, katanya sambil tetap keras
kepala:
"Tidak menjadi masalah, hari ini bila aku tak dapat
memakan daging dan darah keparat ini, bagaimana mungkin
aku bisa melampiaskan rasa dendam dihatiku?"
Harimau angin hitam Lim Khong bukannya orang bodoh, ia
tahu bahwa racun tujuh bisa yang dilatih si kakek tujuh bisa
telah berbalik menghanyam tubuh sendiri, racun tersebut jelas
sudah meresap ke dalam tubuhnya, apa bila keadaan seperti
ini tidak ditolong dengan cepat, niscaya jiwanya akan
terancam.
Maka cepat-cepat dia menotok tiga buah jalan darah
penting ditubuh kakek tujuh bisa, kemudian memerintahkan
dua bersaudara Kho untuk membimbingnya pergi.
Menyaksikan kekek tujuh bisa telah mundur sebelum
bertarung, Suma Thian yu menghembuskan napas panjang
pula sambil mundur dari situ.
"Jangan mundur dulu!" tiba-tiba si harimau angin hitam Lim
Khong membentak keras.
Suma Thian yu membalikkan badannya, kemudian bertanya
dengan suara hambar:
"Lim tayhiap masih ada urusan apa lagi?"
Harimau angin hitam tertawa anggkuh, katanya:
"Toaya anjurkan kepada kalian berdua agar hapuskan saja
niat kalian untuk tetap hidup, betul bukit Ki ciok san bukan
sarang naga gua harimau, tapi kami telah mempersiapkan dua
buah peti mati untuk kalian pergunakan!"
Chin Siau segera berpaling, dengan penuh amarah ia
berseru ketus:
"Dengan mengandalkan kemampuanmu itu?
Haah...haah...haah... orang she Lim, jangan sesumbar dulu,
bila orang lain yang berkata begitu tentu saja aku tak berani
bicara apa-apa, tapi jika kau yang hendak melawanku, lebih
baik tak usah bermimpi lagi disiang hari bolong"
Perkataan ini memang benar juga, dengan empat lawan
dua, alhasil ke empat jago rimba hijau itu sama-sama keok,
malah kakek tujuh bisa Kwa Lun dan setan muka hijau Siang
Tham menderita luka yang teramat parah.
Bila si Harimau angin hitam Lim Khong dan ular berekor
nyaring Mo Pun ci menahan ke dua jago muda itu dengan
kekerasan jelas hal tersebut bukan pekerjaan yang gampang
bagi mereka.
Terutama sekali bagi si ular berekor nyaring Mo pun ci, ia
lebih ketakutan lagi, orang bilang, Sekali terpagut ular,
sepanjang tahun takut tali. Begitu pula keadaan Mo Pun ci,
bertemu dengan Suma Thian yu ia lebih suka mengundurkan
diri mencari selamat.
Harimau angin hitam Lim Khong agak tertegun sejenak, lalu
serunya sambil tertawa seram:
"Setengah li di barat daya bukit ini terdapat sebuah tebing
curam, disitulah sudah tersedia dua buah peti mati,
bersediahkah kalian ke situ?"
00000o00000
MENDENGAR ucapan tersebut, Chin Siau segera
mendengus dingin, serunya cepat:
"Sauya ingin melihat sampai dimana sih kehebatan dari
bukit Ki ciok san ini!"
Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan
beranjak pergi dari situ, sekejap mata kemudian bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam Suma Thian yu
menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, kemudian
membalikkan badan dan menyusul dibelakangnya.
Siapa tahu meski sudah dikejar sekian waktu, belum
nampak juga bayangan tubuh Chin Siau, padahal jarak sejauh
setengah li tak cuma berapa menit dicapai.
Setengah perminum teh kemudian ia sudah menuruni
sebuah bukit, didepan situ terbentang sebuah jurang yang
terjal.
Suma Thian yu mencoba untuk memperhatikan sekeliling
sana, namun alhasil ia belum juga menemukan bayangan
tubuh Chian Siau.
Tanpa terasa pemuda itu berpikir:
"Jangan-jangan dia sudah kabur? Aaaah.. tapi hal ini tak
mungkin, dia bukan termasuk manusia yang berjiwa pengecut,
bisa jadi ia justru telah terjebak dalam perangkap lawan"
Pikir punya pikir kembali ia merasa hal ini tidak benar,
antara dia dengan Chin Siau tak lebih hanya selisih selangkah,
dengan jarak sejauh kira-kira setengah li, mustahil dapat
terjerumus ke dalam perangkap lawan, ini berarti ia sudah
tersesat atau lari kearah bukit yang lain.
Tiba ditebing terjal tersebut, tiba-tiba Suma Thian yu
menyaksikan diatas sebatang pohon besar, kulit pohon
dikupas sebagian, ditengah kupasan itulah tertera beberapa
huruf yang berbunyi.
"Silahkan tuan masuk lembah"
Lama sekali Suma Thian yu berdiri menungu disitu,
sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk meneruskan
perjalanan menuju ke dasar tebing.
Dibilang memang cukup aneh, baru saja berjalan berapa
langkah, tiba-tiba ditemukan diantara semak belukar terdapat
sebuah undak-undakan yang terbuat dari tenaga manusia.
Buru-buru Suma Thian yu lari ke situ dan pelan-pelan turun
ke lembah dengan menelusuri undak-undakan batu.
Dssar lembah penuh tumbuhan rumput, Suma Thian yu
berdiri termangu tapi dengan cepat ia berhasil menemukan
jawaban kemana perginya Chin Siau, Bisa jadi Chin Siau telah
memasuki lembah tersebut dan menyembunyikan diri dibalik
rerumputan, oleh sebab itulah jejaknya tidak berbasil
ditemukan.
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia berteriak keras:
"Saudara Chin! Saudara Chin!"
Tapi setelah berteriak berulang kali, tiba-tiba ia merasa geli
sendiri, gumamnya:
"Aku memang kelewat bodoh, bagaimana mungkin Chin
Siau akan memperdulikan aku? Dia sudah membenciku hingga
merasuk ke tulang sumsum, biarpun berada disekitar sini pun
belum tentu dia akan memperdulikan aku...."
Setelah berteriak kalang kabut tadi, Suma Thian yu pun
kehilangan arah, hal tersebut membuatnya gelisah dan cepat-
cepat balik kembali ke tempat semula.
Mendadak.....
Suara tertawa seram berkumandang dari sekitar tempat itu.
Tanpa terasa Suma Thian yu menegur:
"Saudara Chin, dimana kau?"
Mendadak terdengar ada orang menyahut dari belakang.
"Bocah keparat, jalan ke surga enggan kau lewati, jalan
menuju neraka malah kau kunjungi, Hmm... Hmm...satelah
masuk ke dalam lembah ini jangan harap kau bisa keluar lagi
dalam keadaan selumat....!"
Suma Thian yu memperhatikan dengan seksama asal mula
datangnya suara tersebut, ke mudian sepasang kakinya
menjejak tanah dan melayang ke atas rumput dengan
mengeluar kan ilmu meringankan tubuh terbang diatas
rumput, secepat petir dia bergerak menuju ke arah mana
datangnya suara tersebut.
Siapa tahu tempat itu kosong dan tak nampak sesosok
bayangan manusia pun. Suma Thian yu tahu orang itu tentu
sudah melarikan diri dengan menelusuri rerumputan yang
lebat, hal tersebut membuat hatinya amat gusar.
Cepat-cepat dia melejit ke tengah udara lalu menghimpun
tenaga murninya dan mem perhatikan sekejap ke sekeliling
tempat tersebut.
Namun kecuali angin yang berhembus lewat tak seorang
manusia pun yang nampak bersembunyi disekitar sana.
Dalam mendongkolnya Suma Thian yu segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling
sempurna untuk melintasi padang ilalang itu dan menuju ke
dasar tebing yang lain.
Walaupun ia sudah lolos dari padang ilalang tersebut,
namun jejak musuh masih belum juga kelihatan.
Sementara Suma Thian yu masih ragu-ragu, mendadak dari
belakang tubuhnya terdengar suara desingan angin tajam
menyambar tiba.
Ternyata sebuah senjata rahasia telah dibidikkan
kebelakang batok kepalanya.
Suma Thian yu cepat mundur dua langkah kemudian
memutar badannya untuk menghindarkan diri dari ancaman
senjata rahasia tersebut, setelah itu bentaknya keras-keras:
"Siapa disitu? Bajingan tengik darimana yang beraninya
main sembunyi dan melukai orang secara menggelap? Jika
kau memang laki laki, ayo capat menampakkan diri!"
Baru selesai ia berkata, mendadak dari balik rumput
kedengaran seseorang berseru sambil tertawa dingin.
"Untuk menghadapi manusia macam kau, terpaksa aku
harus berbuat demikian, inilah yang dinamakan dengan cara
yang sama untuk menghadapi orang yang sama, sambutlah
baik-baik bocah keparat!"
Mendadak rerumputan nampak bergoyang.
"Sreeeet! sreeet! steeet!"
Secara beruntun meluncur keluar panah-panah terbang
yang menyelimuti seluruh angkasa, kemudian menyergap
serta mengepung seluruh badan Suma Thian yu.
Pemuda itu amat terkejut, mimpi pun dia tak menyangka
kalau dibalik semak sudah disiapkan pemanah-pemanah
tangguh.
Serta merta dia mengebaskan ujung bajunya berulang kali
melepaskan segulung angin puyuh yang membuyarkan panah-
panah terbang itu.
Mendadak terdengar suara bentakan keras bergema lagi di
angkasa:
"Lepaskan panah!"
Seketika itu juga hujan panah berhamburan diangkasa dan
meluncur ketubuh si anak muda tersebut bagaikan hujan
deras.
Suma Thian yu benar-benar naik pitam setelah dihadapkan
dengan keadaaan seperti ini, ia tak berani menyambut
serangan tersebut dengan kekerasan, cepat-cepat hawa
murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan, baru saja
hawa murninya tebentuk, serangan panah sudah
berhamburan datang.
Mendadak terdengar si anak muda itu menjerit kesakitan,
kemudian tubuhnya roboh terjengkang.
Dengan robohnya pemuda itu, dari balik semak belukar
segera melompat keluar dua orang lelaki setengah umur
berwajah bengis, ketika mereka saksikan seluruh tubuh Suma
Thian yu telah dipenuhi dengan tancapan panah terbang,
salah seorang diantaranya segera tertawa terbahak-bahak,
serunya:
"Rasain sekarang, baru kini keparat tersebut tahu kalau
lembah si hun kok bukan tempat yang boleh didatangi semau
hati sendiri"
Lelaki bengis yang lain turut tertawa licik katanya:
"Saudara Him, sudah edan nampaknya kau? Keparat itu
kan sudah mampus, kau lagi berbicara dengan siapa?"
"Saudara Kou, kali ini kita dua bersaudara benar-benar
akan memperoleh nama besar"
"Kenapa?"
"Aaaai, kau memang goblok... bayangkan saja pentolan kita
berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan keparat
tersebut, tapi setiap kali keparat itu selain berhasil kabur
meloloskan diri. Sedang kita berhasil membidiknya sampai
mampus kini, berarti kita telah menyelesaikan sebuah tugas
yang berat, jika berita ini sampai tersiar kedalam dunia
persilatan, siapa yang tidak bakal memuji diri kita...? Hmm...
hmmm..."
Seusai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak seperti
orang kalap.
Orang she Kou itu manggut-manggut, teriaknya kemudian:
"Kita tak usah menunda-nunda waktu lagi, ayo segera kita
gotong keparat itu untuk mendapat jasa!"
Seraya berkata mereka berdua segera mendekati Suma
Thian yu, baru saja hendak mengangkat tubuh pemuda itu,
tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang amat tak sedap
bergema diudara.
Tahu-tahu Suma Thian yu sudah melompat bangun,
sedangkan panah-panah terbang yang semula menancap
diatas tubuhnya, kini bagaikan dibidikkan secata langsung dari
busur, secepat kilat menyambar bersama ke tubuh lelaki
bengis she Kou itu, jarak diantara kedua orang itu sangat
dekat, lagipula Suma Thian yu pun bertindak secara
mendadak dan sama sekali diluar dugaan, tak sempit lagi
lelaki bengis she Kou itu berteriak kaget, puluhan batang
panah terbang itu sudah menancap semua diatas dada serta
lambungnya.
Terdengar jerit kesakitan yang memilukan hati bergema
memecahkan keheningan, lelaki bengis itu roboh terjengkang
keatas tanah dan tewas seketika.
Suma Thian yu tak berani berayal lagi, bahunya bergerak
dan secepat kilat ia terjang ke hadapan lelaki she Him itu,
kemudian menotok jalan darahnya.
Semua kejadian berlangsung dalam waktu singkat, hsnya
dengan satu taktik yang sederhana, ia berhasil membereskan
kedua orang itu bersamaan waktunya.
Dengan langkah lebar Suma Thian yu berjalan mendekati
lelaki she Him itu, kemudian setelah menekan badannya
dengan tangan sebelah, tangan yang lain yang dipakai untuk
membebaskan jalan darahnya, lalu bentaknya keras-keras:
"Masih ada siapa lagi dibalik semak belukar?"
Lelaki itu melototkan sepasang matanya dengan penuh
kegusaran, dia hanya memandang sekejap kearah pemuda itu
tanpa menjawab sepatah kata pun.
"Ooooh, kau enggan berbicara?" jengek Suma Thian yu,
"bagus sekali, aku pun tak akan memaksa dirimu!"
Selesai berkata dia lantas memencet sebuah jalan darah
yang berada di iga lelaki itu.
Akibatnya sekujur badan lelaki itu gemetar keras, peluh
jatuh bercucuran, mukanya dari merah berubah menjadi hijau,
keadaan-nya nampak mengenaskan sekali.
Sambil tersenyum Suma Thian yu kembali berkata:
"Ayo cepat berbicara, kalau tidak sauya akan bikin kau
mampus tak bisa hidup pun tak dapat!"
Sambil berkata dia siap-siap menotok lagi jalan darahnya.
Kontan saja lelaki bengis itu dibuat ketakutan setengah
mati, segera jeritnya:
"Baik, baik, aku akan berbicara, didalam situ tiada orang
lagi..."
"Omong kosong!" bentak Suma Thian yu marah, "sudah
jelas dibidikkan beribu-ribu batang anak panah, masa disini
cuma ada kalian berdua saja?"
"Aku berbicara sesungguhnya, kalau tidak percaya silahkan
membuktikan sendiri, tadi kami membidikkan panah tersebut
dengan Hoat si tay..."
"Hoat si tay?" tanya Suma Thian yu keheranan, "sungguh
nama yang sangat aneh, sudah sekian lama ssuya hidup
didunia ini, belum pernah kudengar nama alat yang begini
aneh, rupanya kau berniat membohongi diriku?"
Sambil berkata kembali dia siap-siap menotok jalan darah
ditulang iga lelaki tadi.
Kontan saja lelaki itu menjerit ketakutan.
"Eeeh.... tunggu dulu, kalau kau tidak percaya, segera
kutunjukkan alat tersebut kepadamu!"
Dari caranya berbicara maupun sikap serta gerak geriknya,
Suma Thian yu segera mengetahui kalau lelaki itu tidak mem
bohonginya, maka katanya kemudian"
"Tidak usah, asal kau tidak membohongi aku, hal tersebut
sudah lebih dari cukup. Kini aku ingin bertanya lagi kepadamu,
bukankah si harimau angin hitam telah menyiapkan dua buah
peti mati didalam lembah ini, di mana ia letakkan peti mati
tersebut?"
"Disana!" sahut lelaki itu sambil menunjuk ke arah barat
lembah.
"Cepat bawa aku ke sana!"
Lelaki itu segera bangkit berdiri, tiba-tiba iganya terasa
kaku dan semua penderitaan yang dialaminya tadi kini lenyap
tak berbekas.
Mendadak terdengar Suma Thian yu berkata lagi:
"Sekarang kau tak usah keburu bersenang hati, sebab
sauya menotok sebuah Im hiat mu lagi asal kau telah
membawaku ketempat tujuan, sudah barang tentu sauya akan
melepaskan selembar jiwamu, jangan lupa, kecuali aku
sendiri, tiada manusia lain dunia ini yang mampu
membebaskan jalan darahmu itu"
Ucapan tersebut membuat lelaki bengis itu merasakan
hatinya dingin separuh, dia menghela napas sedih dan
mengajak pemuda itu menuju kedepan sana.
Setelah melewati padang ilalang yanglebat tersebut, tiba-
tiba lelaki bengis itu menghentikan langkahnya seraya
berkata:
"Tempat itu terletak didepan sana, aku tak bisa maju lagi
lebih kedepan, kalau tidak aku pasti akan mati"
Suma Thian yu mencoba untuk menengok kedepan, benar
juga tak jauh didepan sana benar-benar terdapat dua buah
peti mati!
Dengan suatu gerakan cepat dia lantas menotok bebas
jalan darah Im hiat ditubuh lelaki itu, tapi pada saat yang
sama dia menotok pula jalan darah tidurnya.
Maka tak ampun lagi robohlah lelaki itu dan tertidur dengan
sangat nyenyak.
Dengan langkah yang sangat berhati-hati, Suma thian yu
meloloskan pedang Kit hong kiam nya, kemudian selangkah
demi selangkah dia mendekati peti mati itu.
Tiba didepan peti mati, tiba-tiba terbaca olehnya pada
papan tutup peti mati itu tertera beberapa tulisan yang
berbunyi demikian:
"Dipersembahkan untuk Suma siauhiap"
Sedangkan pada peti mati sebelah kanan di tulis:
"Semoga tuan beristirahat dengan tenang"
Menyaksikan hal tersebut, tanpa terasa Suma thian yu
mendongakkan kepalanya dan tertawa keras, pedang Kit hong
kiamnya diayunkan kedepan dan...
"Kraaakk!"
Penutup peti mati yang pertama segera terbongkar,
ternyata didalamnya hanya berisikan kertas perak.
"Bedebah!" umpat Suma Thian yu dengan gusar.
Pedangnya kembali diayunkan kedepan, penutup peti mati
yang berada disebelah kanan pun segera tersambar hingga
terbuka.
Mendadak....
Berkumandang serentetan suara tertawa yang mengerikan
dari balik peti mati itu.
Suma Thian yu terkejut dan ngeri, tanpa terasa dia mundur
beberapa langkah dengan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Tiba-tiba dari balik peti mati itu muncul seorang kakek
berambut panjang sebahu dan berwajah penuh bulu panjang,
dengan melototkan sepasang matanya yang hijau bercahaya,
dia awasi pemuda itu tanpa berkedip.
"Bocah, kau masih kenal dengan aku?" Suma Thian yu
mengamati lelaki tua itu dengan seksama, kemudian bertanya
keheranan:
"Siapakah kau?"
Kakek itu tertawa seram, tiba-tiba dia mengayunkan
tangannya dan melemparkan sebuah benda ke arah Suma
Thian yu.
"Itu ambillah, kau memang bedebah!" teriaknya.
Serta merta Suma Thian yu menerima sambitan tadi,
setelah disambut, paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat
benda itu dimasukkan ke dalam sakunya.
"Jadi kau adalah Sam yap koay mo?" serunya kemudian
terkejut.
Ternyat benda yang disambitkan kearah Suma Thian yu itu
tak lain adalah kitab pusasa tanpa tulisan bu ci cinkeng yang
diidamkan Suma Thian yu selama ini, sementara kakek yang
dihadapinya bukan lain adalah Sam yap koay mo.
Ketika masih berada dipuncak Ning Im hong tempo hari,
Suma Thian yu telah mempermainkan Sam yap koay mo serta
manusia iblis berkepala ular Sin Moay him, bahkan
menyerahkan kitab tanpa kata itu kepada Sim Moay him.
Saat itu pemuda tersebut tidak tahu kalau kitab tanpa kata
itu merupakan kitab yang asli, karena itu hal mana tak terlalu
dipikirkan dihati, tapi setelah tahu dari Ciong liong lo sianjin
dan Keng sim taysu di Tibet bahwa benda itu sesungguhnya
merupakan benda yang asli ia baru menyesalnya setengah
mati, bahkan bertekad hendak me rebut secepat mungkin.
Siapa tahu hari ini dia telah bertemu dengan Sam yap koay
mo, bahkan tanpa buang banyak tenaga telah berhasil
mendapatkan kembali kitab tersebut, tak heran kalau pemuda
itu cepat-cepat menyimpannya kedalam saku dengan wajah
gembira, seperti apa yang sudah diduga oleh Suma thian yu,
sejak mendaparkan kitab pusaka tanpa kata, manusia iblis
berkepala ular Sim Moay him berhasrat untuk mengakanggi
benda tersebut seorang diri, tapi Sam yap koay mo ternyata
jauh lebih licik dan keji, menggunakan kesempatan disaat
lawannya tidak siap ia segera turun tangan menghabisi nyawa
Sim Moay him dan merampas kitab pusaka tersebut.
Tak terlukiskan rasa gembira Sam yap koay mo setelah
berhasil mendapatkan kitab pusaka itu, dia pun segera
berangkat kelembah Si hun kok dibukit Ki ciok san ini untuk
mengasingkan diri dan menekuni isi kitab pusaka tersebut.
Tapi akhirnya usaha tersebut sia-sia belaka, malah
berakibat hampir saja dia mengalami jalan api menuju neraka.
Sudah barang tentu dia tak akan mencapai hasil apa-apa
karena tulisan Han yang tercantum dilembaran atas kertas
kulit itu hanya bermaksud untuk mengelabuhi orang.
Ketika Sam yap koay mo mengetahui bahwa usahanya
gagal total, rasa benci dan dendamnya menjadi membara, ia
bersumpah hendak mencari Suma Thian yu untuk membalas
dendam.
Kebetulan sekali pada saat itulah Kun lun indah Siau Wi
goan dan Wan wan cu baru pulang dari perbatasan dengan
membawa luka.
Begitu ke tiga gembong iblis itu saling bertemu, dari mulut
Siau Wi goan dapat diketahui bahwa Suma Thian yu akan kem
bali ke daratan Tionggoan tak lama kemudian, mendengar
kabar tersebut, Sam yap koay mo pun mengurungkan niatnya
semula dengan tetap menantikan kedatangan pemuda
tersebut disini.
Kemarin ia mendapat laporan kalau Suma Thian yu akan
melalui jalanan tersebut, maka dia pun mengatur segala
sesuatunya untuk menyambut kedatangan musuh besarnya
itu.
Dalam pada itu, Sam yap koay mo telah melompat bangun
dan dalam peti mati, kemudian sambil melejit keluar, ia
menuding anak muda tersebut sambil melejit keluar, ia
menuding anak muda tersebut sambil mencaci maki:
"Bocah keparat, selembar kertas rongsokan telah
membuang waktuku hampir separuh abad, hari ini aku hendak
mencabut selembar jiwa anjingmu!"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:
“ Haaah... haahh... haaah... bencana itu datang lantaran
serakah, kau mesti menyalahkan siapa? Tolong tanya
bagaimana kabar adik angkatmu manusia she Sim tersebut?"
Ketika Suma Thian yu tidak menjumpai kehadiran manusia
iblis berkepala ular, bahkan melihat kitab pusaka tersebut
sudah terjatuh ketangan Sam yap koay mo, hatinya menjadi
terang benderang, ia tahu Sim Moay him tentu sudah
mengalami musibah, karena itulah ia pun menyindir lawannya
dengan sinis.
Menyinggung soal manusia iblis berkepala ular Sim Moay
him, tak beda mengorek hati Sam yap koay mo, ibarat api
bertemu minyak, seketika itu juaga Sam yap koay mo mencak-
mencak kegusaran, sambil membentak keras, ia mengayunkan
tangannya dan membacok tubuh Suma Thian yu dengan jurus
Bukit Tay san menindih kepala.
Suma Thian yu tersenyum, dengan cekatan dia menghindar
ke samping, kemudian serunya sambil tertawa terbahak-
bahak:
Haaah...haaah... haah... tampaknya ilmu silat peninggalan
orang kuno memang amat dahsyat, cukup dilihat dari
seranganmu hari ini, bisa diduga banyak manfaat yang
berhasil kau raih dari kitab pusaka tersebut!"
Lagi-lagi perkataan tersebut menusuk perasaan Sam yap
koay mo, hal mana semakin mengorbankan amarahnya,
dengan setengah berteriak segera jeritnya:
"Bocah keparat, aku menghendaki nyawa anjingmu!"
Telapak tangannya dengan jurus guntur dan petir saling
menyambar, menghajar tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi ancaman itu, Suma Thian yu pura-pura merasa
terkejut bercampur keheranan, ia segera berseru tertahan:
"Aduh celaka, ilmu silat yang tercantum dalam kitab tanpa
kata benar-benar telah kau pelajari semua!"
Sam yap koay mo semakin gusar, secara beruntun dia
melancarkan sebuah serangan berantai, angin pukulan segera
meluncur ketubuh anak muda itu bagaikan hujan badai.
Menghadapi ancaman mana, Suma Thian yu segera
menghindar kian kemari dengan cekatan, dengan andalkan
ilmu ciok tong luan poh hoat, ia justru malah mempermainkan
musuhnya habis-habisan.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung
puluhan jurus banyaknya, bagi Sam yap koay mo, pertarungan
ini benar-benar terasa amat berat, jangan lagi merobohkan
musuhnya yang masih muda itu, menjawil ujung bajunya pun
tak sanggup.
Sewaktu berada dipuncak Ning Im hong tempo hari, Sam
yap koay mo sudah menjadi panglima yang pernah keok
ditangan Suma Thian yu, kini meski kejadian tersebut sudah
terlangsung banyak tahun, toh ia ia tetap menjadi bahan
permainan anak muda tersebut.
Makin bertarung Sam yap koay mo merasa semakin
gelisah, sampai akhirnya ia mulai menyerang secara membabi
buta dan mengeluarkan sebuah jurus-jurus serangannya yang
beradu jiwa.
Menghadapi orang nekad seperti ini, Suma Thian yu dibikin
kerepotan juga, akhirnya dia terdesak mundur juga sejauh
beberapa langkah....
Menghadapi keadaan tersebut, Suma Thian yu amat
terkejut, sambil membentak keras ia segera melancarkan
serangan balasan dengan jurus menyapu rata lima bukit!
Melihat datangnya ancaman yang begitu tangguh, tiba-tiba
Sam yap koay mo menjejakkan kakinya keatas tanah dan
tubuhnya melejit ke udara, setelah terlepas dari babatan
pedang pemuda itu, sepasang telapak tangan-nya dirubah
menjadi serangan cengkeraman.
Kesepuluh jari tangan yang dipentangkan lebar-lebar, dia
menyerang Suma thian yu dengan jurus elang sakti
menangkap kelinci, kekuatan yang disertakan dalam serangan
tersebut pun tak boleh dianggap enteng.
Sejak semula, biarpun Suma Thian yu menggenggam
pedangnya, namun ia tak pernah mempergunakan untuk
melancarkan serangan, apalagi ia saksikan Sim yap koay mo
tidak mengegam secuil besipun, sudah barang tentu diapun
sungkan mempergunakan pedangnya itu.„
Tiba-tiba ia mundur beberapa langkah untuk
menghindarkan diri dari serangan lawan, setelah itu dia
menyarungkan kmbali pedangnya, sementara telapak tangan
kirinya di putar dan membabat kearah Sam yap koay me
dengan sebuah pukulan dahsyat.
Sim yap koay mo menjadi terkejut sekali karena tenaga
pukulannya dipatahkan oleh serangan lawan yang begitu
lembut, tergopoh-gopoh dia menghimpun tenaga dalamnya
dan cepat melayang kembali keatas permukaan tanah.
Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... siluman tua, bagaimana kalau kau
sambut sebuah pukulan sauya mu itu?"
Telapak tangan kanannya diayunkan kedepan seolah-olah
tidak menggunakan sedikit tenaga pun, serangan tersebut pun
tidak menimbulkan angin, sehingga sepertinya tidak ada
sesuatu apa pun.
Tapi bagi Sam yap koay mo yang menyaksikan peristiwa
tersebut menjadi amat kaget, ia tahu musuhnya sudah
memiliki kepandaian silat yang telah mencapai puncak
kesempurnaan, bila ia kurang berhati didalam menghadapi
ancaman tersebut, niscaya akan menderita kerugian yang
teramat besar.
Pada dasarnya ia memang seorang manusia licik yang
berakal panjang, lagipula dia pandai memperhitungkan situasi,
sebelum mengetahui secara pasti kemampuan yang dimiliki
oleh lawannya, sudah barang tentu ia tak sudi menyerempet
bahaya dengan begitu saja.
Maka dengan cekatan tubuhnya berkelit ke samping untuk
meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian sepasang
lengannya dia ayunkan melepaskan sebuah pukulan amat
dahsyat.
Kali ini Sim yap koay mo masih tetap menyerang dari
samping, angin pukulan yang kuat langsung saja mendesak
serangan dari si anak muda itu miring dari sasaran semula.
"Blaaammm...!"
Serangan dahsyat yang dilontarkan Suma Thian yu itu
ternyata mengnantam diatas peti mati yang berada dibelakang
Sim yap koay mo, alhasil hancurkan peti mati itu menjadi
berkeping-keping.
Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahbak
"Haah...haah...haah... sayang, sungguh seribu kali sayang,
terpaksa entar kau dikubur dalam tanah tanpa rumah lagi!"
Sam yap koay mo betul-betul sewot, mau balas
mendamprat, apa mau dibilang kemampuannya tak bisa
melebihi orang, akibatnya dia semakin kalap lagi termakan
ejekan musuh.
Mendadak ia membalikkan badan dan menyambar penutup
peti mati itu, lalu sambil diangkat ke atas bentaknya:
"Bocah keparat, aku akan merenggut nyawa anjingmu!"
Kemudian penutup peti mati itu ditimpuk ke depan....
"Weeesss!" penutup peti mati tersebut langsung meluncur
ke arah Suma Thian yu dengan kekuatan yang dahsyat.
Suma Thian yu tertawa dingin, ia menghimpun segenap
tenaga yang dimilikinya kedalam telapak tangan, begitu
melihat penutup peti mati itu menerjang datang, sepasang
telapak tangannya segera menolak ke atas sambil melepaskan
hisapan yang hebat.
Jangan dilihat penutup peti mati itu beratnya mencapai lima
puluhan kati, ditambah pula daya luncurnya yang begitu
besar, tapi setelah terhisap oleh kekuatan pemuda itu, ibarat
lalat yang menempel diatas gula-gula, benda itu tak mampu
bergerak lagi.
Kembali Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... siluman tua kau jangan begitu ah,
rumah sudah roboh masa pintu pun kau buang? Jika kulihat
kekejian mu ini, tidak heran kalau saudara angkat sendiri pun
kau bunuh secara mengerikan, aku bisa bayangkan mayatnya
pasti kau buang dengan begitu saja tanpa liang kubur!"
Jilid : 29
MERASA mendingan kalau Sam yap koay mo tidak
mendengar perkataan tersebut, sindiran ini diterimanya
dengan perasaan bagaikan disayat-sayat pisau tajam.
Mendadak ia saksikan Suma Thian yu sedang mengangkat
tangannya tinggi-tinggi sehingga pertahanan dadanya sama
sekali terbuka, bila ia manfaatkan kesempatan ini untuk
melepaskan pukulan, niscaya musuh akan tergeletak mampus.
Berpikir demikian, tanpa terasa tubuhnya mendadak maju
ke depan, diiringi hentakan menggeledek tiba-tiba telapak
tangan-nya diayunkan ke muka menghajar dada lawan.
Sejak permulaan tadi Suma Thian yu sudah menduga
sampai kesitu, ia mendengus dingin, sepasang telapak
tangannya segera didorong kemuka sementara tubuhnya
melompat kebelakang.
Penutup peti mati itu langsung melejit berapa depa
ketengah udara kemudian menyambar batok kepala Sam yap
koay mo.
Padahal waktu itu Sam yap koay mo sedang menyerang,
melihat datangnya peti mati tadi, serta merta dia pergunakan
tangan-nya yang sebelah mencoba menahan penutup peti
mati itu.
"Kraaakkk...!"
Siapa sangka penutup peti mati itu hanya tersanggah ujung
sebelahnya saja, sehingga hilanglah keseimbangan benda
tersebut, tak ampun ujung penutup peti mati yang lain
langsung menyambar ke kaki iblis itu dengan disertai sisa
tenaganya.
Sam yap koay mo menjerit kesakitan, ia mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan sedang paras mukanya
berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Lama-kelamaan Suma Thian yu menjadi bosan untuk
mempermainkan musuhnya lebih lanjut, dia berniat untuk
menghabisi saja jiwa iblis tua itu, maka sambil menerjang
kemuka bentaknya:
"Siluman tua, sauya akan penuhi harapanmu...."
Mendadak dia mengayunkan tangan kanannya, segulung
angin puyuh yang amat keras langsung menyerang tubuh Sam
yap koay mo.
Terkesiap sekali Sam yap koay mo menghadapi ancaman
yang begitu dahsyat, dalam hati kecilnya ia berpekik:
"Habis sudah riwayatku kali ini!"
Dengan mernghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya, ia
lontarkan sepasang telapak tangannya kemuka dengan
harapan bisa menolong selembar jiwanya dari ancaman
tersebut.
Pada detik-detik yang sangat keritis itulah mendadak
terdengar suara tertawa seram yang sangat aneh
berkumandang datang dari belakang punggung Suma Thian
yu.
Menyusul kemudian muncul setitik cahaya putih yang
menyergap punggungnya.
Dan balik semak belukar beberapa kaki dari mereka berada,
kedengaran seseorang berseru dengan suara nyaring:
"Suma Thian yu, lembah Si hun kok ini akan menjadi
tempat kuburan untuk selamanya”
Suma Thian yu segera menghimpun tenaga murninya
sambil melambung ke udara setinggi tiga kaki lebih, kemudian
dengan gerak tubuh walet terbang naga sakti, tubuhnya
meluncur lagi ke bawah setibanya ditengah angkasa, dengan
demikian ia lolos dari sergapan senjata rahasia yang
datangnya dari belakang itu.
Melejit ke udara sambil membalikkan badan, sambil
menyerang seraya menghindar, semua gerakan tersebut boleh
dibilang hanya mengandalkan tenaga murni, bila seseorang
tidak memiliki ilmu meringankan tubuh dan tenaga dalam
yang sempurna, mustahil hal semacam itu dapat dilakukan
olehnya.
Diam-diam Sam yap koay mo bersorak memuji,
pergelangan tangan kanannya segera digetarkan, sebuah
pukulan dahsyat segera dilontarkan ke tubuh pemuda itu.
Ketika sepasang kaki Suma Thian yu baru mencapai
pemukaan tanah, angin pukulan dari Sam yap koay mo telah
meluncur datang ke depan tubuhnya dengan di sertai
desingan angin tajam.
Tidak sampai tubuhnya berdiri tegak secara beruntun
pemuda itu melontarkan tangan tunggalnya melepaskan tiga
buah serangan hebat, sementara tubuhnya sendiri mundur
berapa langkah.
Menanti ia menengok lagi, ternyata orang yang berdiri disisi
Sam yap koay mo adalah si harimau angin hitam Lim Khong.
Tak ragu lagi orang yang menyergapnya dengan senjata
rahasia tadi bukan lain ada lah Lim Khong si manusia laknat
tersebut.
Sementara pemuda itu hendak menyindirnya dengan
beberapa patah kata, mendadak terdengar suara pekikkan
nyaring bergema membelah keheningan di waktu senja itu,
gelak tertawa menyusul pula dari puluhan kaki seputar arena.
Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, ia saksikan ada
beberapa sosok bayangan manusia sedang meluncur datang
dengan kecepatan luar biasa...
Melihat siapa yang datang, Suma Thian yu tertawa
terbahak-bahak serunya:
"Haaa... haa... haaa... rupanya sudah berdatangan semua,
beruntung sekali aku orang she Suma, ternyata sekali bisa
menjumpai berapa orang jago lihay dari golongan hitam hari
ini"
Baru selesai dia berkata, ditengah arena telah melayang
turun tiga sosok tubuh manusia, mereka adalah Kun lun indah
Siau Wi goan, Wan wan cu serta si ular berekor nyaring Mo
Pun ci.
Jadi termasuk si harimau angin hitam Lim Khong serta Sam
yap koay mo, pihak musuh menjadi lima orang.
Kelima orang tersebut hampir semuanya merupakan jago-
jago lihay dari golongan rimba hijau, malah Kun lun indah Siau
Wi goan merupakan pemimpin mereka.
"Siau Wi goan!" Suma Thian yu segera berseru sambil
tertawa dingin, kejahatan yang kau lakukan sudah terlampau
hebat, kekejianmu juga sudah diketahui orang, masih punya
mukakah kau untuk memimpin para pendekar dari gololgan
putih?"
"Heeehh...heeeh...sayang sekali kau sudah tak mampu
untuk menyiarkan berita ini keluar!" jengek Kun lun indah Siau
Wi goan sambil tertawa seram.
Suma Thian yu merasa ucapan ini ada benarnya juga, bila
ia tidak berusaha untuk meloloskan diri hari ini, mana mungkin
perbuatan Siau Wi gon bisa diketahui orang lain?
Tak heran kalau ia berani bersekongkol dengan kaum iblis
untuk berusaha melenyapkan jiwanya, agaknya dia memang
takut rahasia tersebut bocor sehingga ia su dah bersiap-siap
menahannya disitu.
Berpendapat demikian, diam-diam ia tertawa dingin,
pikirnya:
"Tidak sulit bila ingin menahan aku Suma Thian yu disini,
cuma darah pasti akan bercucuran di lembah Si hun kok ini"
Dalam pada itu pihak lawan sudah berdiri berjajar sambil
mempersiapkan diri, terdengar Wan Wan cu berseru sambil
tertawa seram:
"Hei bocah, sewaktu ditebing Pek hok nia hampir saja aku
jatuh dipecundangi olehmu, hari ini kita bersua kembali,
maka aku akan menghabisi nyawamu disini untuk membalas
sakit hatiku yang lalu"
Suma Thian yu tertawa hambar:
"Siluman tua yang tak tahu diri, hanya mengandalkan
sedikit kemampuanmu itu masa kau ingin membalas dendam?
Apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu terlalu tak
tahu diri? Terus terang saja sauya katakan kepadamu, tidak
sulit bila ingin menahan sauya, cuma kalian berlima mesti
turun tangan bersama-sama!"
Belum selesai ia berkata, Kun lun indah Siau Wi Goan telah
berseru sambil tertawa seram:
"Tepat sekali ucapanmu itu, sebab toaya memang punya
rencana untuk berbuat begitu
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... hitung-hitung siauya terbuka sudah
mataku, anjing peliharaan monyet, memang manusia macam
kaulah yang sanggup melakukan perbuatan semacam ini!"
Kun lun indah Siau Wi Goan tertawa seram, sebelum ia
sempat menjawab, mendadak terdengar seseorang berseru
dengan suara nyaring:
"Sudah lama kudengar nama besar Kun lun indah, dalam
anggapanku Kun lun indah tentulah seorang lelaki sejati yang
berjiwa terbuka, siapa sangka aku si pengemis tua menelan
kekecewaan heeh... heeh... kau ingin meraih kemenangan
dengan mengandalkan jumlah yang banyak bukan? Sayang
apa yang kau inginkan itu belum tentu bisa tercapai secara
mudah"
Kun lun indah Siau Wi goan menjadi amat terkesiap oleh
perkataan tersebut, ketika ia berpaling tampak seorang
pengemis tua yang berpakaian compang camping sedang
munculkan diri dari balik semak dengan langkah pelan.
Dia muncul sambil membawa poci arak, langkahnya gontai
seperti orang yang sedang mabuk.
Mengetahui siapa yang datang, Kun lun indah Siau Wi goan
menjadi terkesiap, belum sempat ia menjawab, Wan wan cu
yang berada disisinya telah berseru sambil tertawa seram:
"Sudah lama kudengar saudara Wi menutup diri sambil
memperdalam ilmu, sungguh tak nyana kau telah muncul pula
disini!"
Yang datang menang si pengemis Wi Kian, dengan mata
yang sipit dia mengerling sekejap ke arah Wan wan cu, lalu
berlagak kaget, serunya:
"Ooh kikira siapa ternyata saudara Wan, kenapa sih kaupun
bersedia menuruti perkataan orang dengan membantu
manusia durjana melakukan kejahatan?"
Didamprat lebih dulu oleh pengemis tersebut, Wan wan cu
menjadi amat malu dan sedih, tapi dihati kecilnya ia
mengumpat:
"Pengemis busuk, kau tak usah banyak ngebacot, sebentar
bila pertaruangan sudah berlangsung, pasti akan kusuruh kau
tunjukan kejelekannya"
Sedang diluaran, ia tertawa licik seraya berkata:
"Saudara Wi memang gemar bergurau, bicaranya
sekehendak hati, masih untung kita adalah sobat lama
sehingga kata-kata semacam itu tak sampai kumasukan ke
dalam hati, hmm...hmmm... saudara Wi masih tetap gagah
seperti sedia kala, aku mesti mengucapkan selamat untukmu"
Ucapan yang terakhir ini tidak genah dan tak pakai aturan
membuat si pengemis Siau yau kay menjadi terkesiap, serunya
kemudian sambil tertawa dingin:
"Aku si pengemis tidak doyan yang lunak tidak pula yang
keras, kau tak usah merayu ku dengan kata-kata yang lembut
karena tidak cocok dengan seleraku, apakah kau sudah
berubah kelamin sehingga menjadi si nona yang diperam
kakinya?"
Kata-kata dengan nada yang tajam itu kontan saja
mengobarkan amarah Wan Wan cu, sebenarnya dia ingin
membantah, namun Siau yau kay sudah keburu berkata ke
pada Kun lun indah:
"Kau si telur busuk peliharaan anjing. Jika kau berani kasak
kusuk dibelakang aku si pengemis tua nyalimu benar-benar
amat besar, Hmm..hampir saja aku termakan oleh rencana
busuk kalian..."
“ Pengemis busuk, percuma saja kau banyak bicara" tukas
Kun lun indah Siau Wi Goan dingin, "malam ini aku orang she
Siau ingin mencoba sampai dimanakah kemampuanmu itu"
"Tunggu dulu" Siau yau kay Wi Kian menggelengkan
kepalanya berulang kali, "mau bertarung mau saling
membunuh, tentu akan kulayani, cuma ingin kutanyakan dulu
suatu masalah kepadamu"
Berbicara sampai disini, Siau yau kay sengaja memperkeras
suaranya, sedang biji matanya berputar memandang sekejap
sekeliling sana, kemudian terusnya:
"Aku mau tahu benarkah kau yang telah membunuh
seluruh keluarga dari perusahaan Sin liong piaukiok, menfitnah
Suma Thian yu, memakai rambut palsu menyaru sebagai
perempuan untuk menggusarkan aku, menulis surat
tantangan kepada Sip hiat jin mo serta pelbagai kejahatan
lainnya?"
Mendengar perkataan itu Kun lun Indah Siau wi goan
segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-
bahak:
"Kalau tidak keji bukan lelaki namanya, kapan sih dunia
persilatan bisa reda dari pembunuhan? Dan pekerjaan yang
manakah dapat dilakukan secara berhasil tanpa menggunakan
otak dan tenaga? Apa yang dilakukan aku orang she Siau tak
lebih cuma sebuah siasat kecil saja"
Siau yau kay sama sekali tidak menggubris perkataan Siau
Wi goan, kembali ia berkata:
"Membasmi keluarga Chin, menfitnah Suma Thian yu
sebagai pelakunya kemudian memperalat Chin Siau untuk
membunuh Suma Thian yu, apakah perbuatan-perbuatan
terkutuk ini juga hasil perbuatan kau si manusia berhati
binatang?"
Mendengar perkataan ini bukannya marah Siau wi goan
malah tertawa seram, jawabnya:
"Benar, memang ini hasil perbuatanku, setan dedemit yang
berotak licik setelah kau mengetahui segala perbuatanku ini
berarti lembah Hun Kok akan menjadi kuburanmu!"
Suma Thian yu yang mendengarkan pembicaraan tersebut
semenjak tadi sudah tak mampu membendung hawa
amarahnya, gemetar keras seluruh tubuhnya, sambil ber pekik
nyaring ia meloloskan pedangnya dan menerjang kedepan
serta melepaskan sebuah tusukan ketubuh Kun Lun indah.
"Siau wi goan kau manusia laknat" teriaknya penuh amarah
Jika aku membiarkan kau lolos dari pedangku hari ini, Suma
Thian yu bersumpah tak akan menginjakan kaki didaratan
Tionggoan lagi."
Sebelum serangannya mencapai sasaran, tiba-tiba
berkumandang suara bentakan nyaring.
"Tahan"
Suma Thian yu segera menarik serangannya dan mundur
dua langkah, sewaktu berpaling ia jumpai seorang pemuda
sedang melangkah keluar dari semak belukar, ternyata orang
itu adalah Chin Siau.
Berseri paras muka Siau Yau kay melihat kemunculan Chin
Siau, rupanya teriakannya tadi hanya merupakan pancingan
belaka dan alhasil Siau Wi Goan masuk perangkap.
Betapa terkejutnya Kun lun indah Siau Wi guan
menyaksikan kemunculan Chin Siau, ia melotot sekejap ke
arah pengemis tua itu kemudian serunya penuh geram:
"Oooh, rupanya begitu jadi kalian telah merencanakan
kesemuanya ini?"
Siau Yau Kay tertawa terkekeh-kekeh.
Pengakuanmu secara langsung akan lebih berbobot dari
pada kesaksian seratus orang, coba kalau aku Si pengemis tua
tidak memakai akal, masa kau mau mengaku?", “bukankah
kau pernah berkata tadi, orang mesti pakai otak....”
000O000
SEKETIKA itu juga Kun lun indah Siau Wi goan terbungkam
dalam seribu bahasa. Sementara itu Chin Siau telah
menampilkan diri dari tempat persembunyiannya.
Ia tampak begitu tenang, seolah-olah kemenangan pasti
berada ditangannya dan tidak kuatir Kun lun indah akan kabur
dari situ.
Tiba-tiba sekulum senyuman sinis menghiasi wajah Chin
Siau yang hijau membesi, itulah senyuman yang angkuh dan
penuh amarah.
Kun lun indah Siau Wi goan sama sekali tidak gemetar, ini
disebabkan seorang gembong iblis yang tangguh yaitu Wan
wan cu berdiri disisinya, selain itu diapun yakin berlapis-lapis
alat rahasia yang dipersiapkan didalam lembah Si Hun kok
cukup mam u untuk mengatasi lawan-lawannya
"Sobat cilik" ejeknya kemudian sambil tertawa dingin, "apa
yang ingin kau ketahui telah kau ketahui semua, biar mampus
pun tentunya kau dapat mampus dengan mata meram bukan?
Sayang dari dua buah peti mati yang tersedia satu
diantaranya sudah hancur, jadi terpaksa kau mesti dikubur
tanpa rumah....."
Mendengar ucapan tersebut, bukannya marah Chin Siau
malah tertawa seram, suara tertawa sangat tak sedap
didengar.
"Bajingan she siau teriaknya dengan suara menyeramkan,
kau ini manusia atau binatang?"
"Tentu saja manusia" sahut Siau Wi goan tak tahu malu.
"Kalau manusia memang lebih bagus, ku mohon cabutlah
pedangmu dan bayarlah hutangmu padaku."
Mendengar ucapan tersebut Kun lun indah Siau Wi Goan
tertawa tergelak.
"Haaah... haaahh... untuk menghadapi manusia macam
kau, kenapa mesti menggunakan pedang?"
Mendadak Chin Siau melepaskankan pedangnya, diantara
kilauan pedang yang memancar ke mana-mana terdengar
suara desingan yang amat lirih, tahu-tahu sekilas cahaya
perak telah menyambar kepala Kun lun indah secepat
sambaran petir.
Kun lun indah iau Wi Guan si manusia licik teIah menduga
semenjak tadi, tiba-tiba badannya mundur beberapa langkah,
setelah lolos dari serangan tersebut segera ejeknya:
"Bocah keparat, aku orang she Siau sudah mencoba cakar
kucingmu itu, tak nyana kalau kau masih punya muka
berlagak serius, mengingat Thian maha baik sku masih
bersedia mengalah tiga jurus kepadamu!"
Waktu itu itu Chin Siau sudah kalap tak sepotong katapun
yang terdengar dari mulutnya, begitu tangan-nya gagal ia
menerjang ke depan sambil melepaskan sebuah serangan lagi
dengan jurus Membunuh naga ditengah ombak.
"Sreet, sreett.....".
Serentetan desingan tajam menyebar kedepan.
Kun Lun indah tidak membalas serangan tersebut dan
dengan cara yang sama kembali ia meloloskan diri dari
ancaman lawan, kemudian ejeknya:
"Bocah keparat, selewatnya tiga jurus serangan nanti, akan
kubuat kau keok, dari gentong nasi siapakah kau belajar ilmu
si latmu?"
Berhadapan muka dengan musuh besar pembunuh
ayahnya, Chian Siau telah kehilangan kesadaran serta
kejernihan otaknya, pedangnya diputar kencang bagai orang
kalap, lingkaran cahaya pedang segera memenuhi angkasa
dan bagaikan daun kering yang berguguran semuanya
menyerang tubuh kun Lun indah.
Suma Thian yu yang menyaksikan peristiwa ini bukan
dibuat kagum oleh kehebatan pedang Chin siau sebaliknya ia
malah dibuat terperanjat tanpa terasa ia menjerit keras:
"Saudara Chin jangan gegabah, ayo cepat mundur!"
Sambil berseru ia segera terjun ke arena.
Waktu itu Chin Siau sudah menyerang bagaikan orang
kalap, hatinya baru terkejut setelah mendengar peringatan
tersebut.
Dengan melambatnya gerak serangan, kejernihan
pikirannya pun agak pulih.
Sementara ia masih tertegun Kun lun indah Siau Wi goan
telah menerjang dihadapan tubuhnya mengincar jalan darah
Tam Tiong Hiat didadanya.
Chin Siau berusaha untuk menghindar, sayang keadaan
sudah terlambat tanpa terasa ia menarik napas dingin dan
berpekik dalam hati:
"Habis sudah riwayatku kali ini"
Agaknya Chin Siau akan menderita luka parah akibat
serangan tersebut...
Untunglah disaat yang amat keritis Suma Thian yu telah
menerjang datang dengan suara menggelegar ia membentak:
"Mundur kau dari sini!"
Kalau di ceritakan memang aneh, tidak nampak sesuatu
gerak apapun pemuda tersebut, tapi sekujur badan Kun Lun
indah Siau Wi Goan bagaikan menumbuk di atas selapis
dinding baja yang amat kuat, tergetar mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya dapat berdiri
dengan tegak.
Setelah dua tiga kali jiwanya di tolong Suma Thian yu, Chin
Siau merasa harga dirinya terluka, ia menyesal maka jadi malu
dan sangat tersiksa, sedemikian menderitanya sehingga tak
terlukiskan dengan kata.
Tiba-tiba ia menjura kepada Suma Thian yu lalu ujarnya:
"Budi kebaikanmu tak akan kulupakan, terima kasih juga
atas kesediaanmu untuk melupakan perbuatanku yang lalu,
aku harus pergi dulu sekarang, tetapi kumohon kepadamu
dengan sangat, dalam keadaan apa pun jiwa anjing orang she
Siau ini harus tetap kau pertahankan sehingga suatu ketika
aku dapat membunuh bajingan ini dengan tanganku sendiri!"
Selesai berkata, tanpa menengok lagi kearah Kun Lun indah
ia berlalu dari situ.
Baru saja Chin Siau melangkah beberapa kaki, Sam Yap
Koay Mo telah menghadang jalan perginya.
"Bocah busuk, kau anggap semudah ini urusan dapat
diselesaikan?" jengaknya sambil tertawa seram, lembah Si
Hun Kok bukan rumah nenek moyangmu yang bisa kau
datangi dan kau tinggalkan semaumu sendri, kalau hal ini
kubiarkan bagaimana mungkin aku dapat bersua lagi dengan
sobat-sobat persilatan?"
Baru saja selesai Sam yap koat mo berkata, kembali
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat.
Dengan wajah cengar-cengir Siau yau kay telah muncul
dihadapannya sambil mengejek:
"Wah, besar amat bacotmu, bercerminlah dahulu
bagaimana tampangmu itu, dengan mukamu yang tiga bagian
mirip manusia lima bagian mirip setan bisa-bisanya kau
membacot setinggi langit, kau tidak kuatir ku tertawakan
sampai gigiku pada copot?"
Kemudian kepada Chin siau katanya pula:
"Hei, bocah pergilah sana, pokoknya kalau gunung masih
hijau jangan takut kehabisan kayu bakar, sebagai anak lelaki
asal kau punya semangat jangan kuatir dendam sakit hatimu
tak dapat terbalas!”
"Terima Kasih" seru Chin Siau sambil menjura.
Tanpa memperdulikan orang lain lagi ia meninggalkan
tempat itu, sebetulnya Sam yap koay mo ingin melakukan
pengejaran ketika dilihatnya Siau yau kay lagi melotot besar,
seluruh amarahnya segera dilampiaskan keatas tubuh
pengemis tersebut.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menghimpun
tenaga dalamnya, langsung di bacokan keatas kepala Siau yau
kay dengan jurus Menyembah pada pintu langit.
berbicara soal tingkat kedudukan maupun soal usia kedua
orang itu hampir seimbang, disaat Siau yau kay mulai terjun
ke dunia persilatan dari kalangan Liok Lim pun muncul
gembong-gembong iblis yang menamakan dirinya sebagai Ci
san su mo (empat iblis dari bukit Ci).
Hanya saja di satu pihak ilmu yang dipelajari bersumber
pada aliran lurus, sedang dipihak lain lebih mengandalkan ilmu
sesat dari kalangan hitam, padahal kaum sesat tak akan
mengungguli kaum lurus, karena itulah ilmu silat yang
dimiliki Sam Yap Koay Mo tidak pernah berhasil melampaui
Siau yau kay.
Begitu melihat Sam Yap Koay Mo melancarkan serangan,
Siau Yau Kay segera mendengus dingin, dengan
mengeluarkan ilmu enam belas langkah pengacau pikiran ia
mengegos kesamping.
Dalam pada itu, Suma Thian yu yang telah menyelamatkan
jiwa Chin Siau waktu itu telah saling berhadapan dengan Siau
Wi goan.
Begitu bertemu dengan Suma Thian yu, belum apa-apa
Kun lun indah Siau Wi goan sudah menaruh perasaan jeri
terhadap pemuda tersebut, ini bisa dimaklumi sebab ia pernah
bertarung melawan pemuda itu, padahal saat tersebut suma
Thian yu masih terhitung pemuda ingusan yang tanpa
pengalaman tapi dengan keuletannya ia mampu bertarung
seimbang melawannya, apalagi sekarang, sudah barang tentu
keadaannya jauh berbeda, Suma Thian yu yang dihadapannya
sekarang bukan saja berpengalaman luas dalam menghadapi
berbagai macam pertarungan dengan petunjuk Ciong Liong Lo
sianjin, ilmu silatnya telah mendapatkaan kemajuan teramat
pesat.
Dalam sekilas pandangan Suma Thian yu sudah dapat
menebak jalan pikiran Kun lun indah, jengeknya:
"Wahai Siau Wi goan, dimanapun kau bersembunyi, hukum
langit tetap mengintaimu, benar semua perbuatanmu dapat
kau simpan dan kau rahasiakan dengan amat rapat, tapi orang
bilang sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh
juga, dulu sauya tak berkutik karena kekurangan bukti, tapi
kali ini kau telah mengakui semua perbuatanmu, terpaksa
sauya akan menegakkan keadilan dengan meringkus kau si
manusia laknat dari muka bumi!"
Seusai berkata ia segera meloloskan pedang Kit Hong
Kiamnya.
"Bocah keparat, apa yang ingin kau lakukan pada
hakekatnya seperti orang dunggu yang lagi mengigau, jengek
Kun lun indah sambil tertawa dingin. Aku berani mengakui
perbuatanku tentu saja dengan perhitungan kau tak bakal
lolos dari cengkera manku ini, ayo cepat letakkan pedangmu!"
Suma Thian yu membentak penuh amarah, dengan jurus
Naga sakti mementang cakar dia langsung menusuk jalan
darah Hun Su hiat dilambung rusuk.
Cepat-cepat Kun lun indah Siau Wi goan menggeserkan
tubuhnya ke samping, ia bermaksud untuk melawan
musuhnya dengan ilmu tangan kosong Ki Na Jin Hoat.
Suma Thian yu mendengus dingin.
"Bila kau memang ingin mampus, jangan salahkan kalau
sauya akan berbuat kejam!"
Sekali lagi ia melepaskan serangan yang amat dahsyat.
Kun lun indah Siau Wi goan menyadari posisinya, ia tahu
ilmu pedang yang di miliki Suma Thian yu amat sempurna, bila
pedangnya tidak segera di loloskan, niscaya ia akan
mengalami kekalahan total.
Dengan perasaan terkesiap ia buru-buru mundur ke
samping, kemudian pedangnya diloloskan, dengan jurus ular
berbisa melilit badan, ia tusuk jalan darah Yu Bun Hiat
lawannya dari samping.
Sejak pertarungan berlangsung, kedua belah pihak sama-
sama mengeluarkan ilmu pedang Kun Lun Pay yang hebat,
sementara dilain pihak lebih mengandalkan pada ilmu pedang
Kit Hong Kiam dari Wan Liang yang pernah menggetarkan
dunia persilatan.
Kedua belah pihak sama-sama menyerang dengan sekuat
tenaga, bisa dibayangkan betapa seru dan hebatnya
pertarungan itu.
Tiba-tiba Wan Wan Cu dan si harimau angin hitam Lim
Khong yang sedang menonton jalannya pertarungan dari sisi
arena itu saling bertukar pandangan sekejap, kemudian
harimau angin hitam Lim Khong mendekati Siau Yau Kay,
sedang Wan wan cu menghampiri Suma Thian yu yang
sedang bertarung.
Jangan dilihat Suma Thian yu bertarung sengit, padahal ia
selalu memperhatikan gerak gerik kedua orang tersebut,
diam-diam ia tertawa dingin kemudian sambil memutar otak,
permainan pedangnya semakin dipergencar.
Berbicara soal ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat
sesungguhnya ilmu pedang tersebut tidak terlalu asing bagi
Siau Wi goan, sebagaimana diketahui semasa masih hidup
dulu Wan Liang adalah saudara angkat Siau Wi goan, kedua
orang itu sering latihan bersama maka tak heran kalau ia
sangat menguasai ilmu pedang tersebut.
Oleh sebab itulah sewaktu Suma Thian yu menggunakan
ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat untuk menghadapinya, diam-
diam Siau Wi goan tertawa geli pikirnya:
"Kau bocah keparat, memang punya mata tak berbiji,
masih mendingan kalau kau menggunakan ilmu pedang lain
untuk meng hadapiku tapi dengan menakai ilmu tersebut
sama artinya kau sudah bosan hidup"
Siapa tahu jurus kemudian keadaan sama sekali berubah,
biarpun Suma Thian yu masih mempergunakan ilmu pedang
yang sama namun gerakannya jauh berbeda dengan gerakan
yang pernah dipergunakan Wan Liong semasa hidupnya
dahulu, selain tiada kelemahan, jurus-jurus serangannya
justru lebih sempurna.
Dalam waktu singkat Kun Lun indah Siau Wi Guan sudah
keteter hebat sehingga tidak mampu untuk memberikan
perlawanan lagi.
Semakin bertarung Siau Wi Guan semakin terkejut, semakin
hatinya kecut, gerak annya makin kalut merasa dirinya
terkepung rapat, permainannya jadi kacau tak beraturan lagi.
Suma Thian yu segera merasakan datangnya kesempatan
baik ia berpekik nyaring lalu serunya:
"Siau wi goan, hari ini pada tahun esok akan menjadi hari
ulang tahun kematian mu yang pertama!"
Ditengah pekikan yang amat nyaring Suma Thian yu melejit
ketengah udara setinggi kaki, badannya berjumpalitan
sehingga kepala berada dibawah dan kaki diatas.
Kemudian dengan jurus Hujan bunga berguguran yang
diiringi suara desingan nyaring dan bunga pedang yang
menyebar keseluruh angkasa, ia mengurug seluruh tubuh Siau
Wi goan rapat-rapat.
Jurus serangan yang dipergunakan ini sebenarnya bukan
jurus serangan dari ilmu pedang Kit Hong Kiam Hoat, yang
benar adalah salah satu jurus ampuh dari ilmu pedang tanpa
nama ajaran Ciong Liong Lo Siangjin, maka tak heran kalau
gerakannya lain dari pada yang lain.
Kun lun indah Siau Wi Guan terbelalak seketika, keringat
dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Sambil menarik napas dingin ia berpikir dalam hati:
"Habis sudah riwayatku kali ini"
Disaat yang begitu kritis, mendadak terdengar suara
bentakan yang menggelegar:
"Lihat serangan!"
Sebatang senjata rahasia tahu-tahu melesat datang dan
mengancam jalan darah Tay Hiang Hiat dikening Suma Thian
yu, berada dalam posisi yang sulit kepalanya berada dibawah
dengan kaki diatas, sedang pedang yang melancarkan
serangan hampir saja menembus tulang dada Siau Wi Goan.
Dalam keadaan demikian seandainya ia melanjutkan
serangannya untuk menghabisi nyawa Siau Wi goan, ia
sendiripun pasti terluka parah....
Jadi kedua belah akan sama-sama terluka parah.
Tentu saja siapapun tak ingin mengorbankan diri dengan
begitu saja.
Sebaliknya kalau Sian Wi goan untuk mengatur diri,
rasanya hal ini terlain sayang untuk dilakukan.
Dengan demikian ia dihadapkan pada dua pilihan yang
harus segera diputuskan dalam waktu yang singkat, tanpa
iman yang kuat sulit rasanya orang mengambil keputusan
dengan tepat.
Akhirnya Suma Thian yu mengambil keputusan.
Mendadak ia berpekik nyaring ditengah, pekikan tersebut
tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian secepat
sambaran kilat ia menerjang lagi kemuka
"Traaaaang......"
Menyusul serentetan cahaya tajam yang menyerang tubuh
Siau Wi goan, mendadak terdengar suara kesakitan yang
menyayat hati .....
Bayangan manusia berkelebat, bagaikan seekor rajawali
Suma Thian yu melayang turun ke atas tanah.
Sebaliknya Siau Wi Goan sudah mundur kebelakang dengan
darah segar bercucuran dari bahu kirinya, darah mengalir
dengan deras sampai sekujur bajunya menjadi merah darah.
Dalam sekejap mata bukan saja Suma Thian yu dapat
menghindari sergapan yang mengancam jiwanya, bahkan ia
mampu melukai Siau Wi goan, andaikata di sekitar arena ada
penontonnya niscaya semua orang akan bersorak memuji.
Diam-diam Wan Wan cu menghela napas panjang,
bagaimanapun juga kepandian silat semacam itu belum
pernah dijumpainya.
Biarpun Suma Thian yu berhasil melukai lawan-nya secara
telak, namun hatinya masih belum puas, baginya satu hari
Siau Wi goan belum mampus dunia persilatan tak akan
memperoleh ketenangan.
Sekali lagi ia membentak penuh amarah, dengan jurus
guntur menggelegar petir menyambar, dia tusuk tubuh Siau
Wi goan sambil bentaknya:
"Anjing keparat, manusia jadah macam kau tak boleh di
ampuni, cepat serahkan nyawa bangsatmu!"
Waktu itu pedang Siau Wi goan sudah terjatuh diatas tanah
serta bahu kirinya terluka, tak heran semangat pertarungnya
pun ikut padam, melihat Suma Thian Yu berniat menghabisi
nyawanya, dengan wajah hijau membesi ia menghela napas
panjang, lalu setelah mundur beberapa langkah, matanya
dipejamkan sambil menanti datangnya elmaut.
Mendadak...
Sambil melompat kedepan Wan Wan cu berpekik nyaring,
dia menghadang diantara sang pemuda dan Siau Wi goan lalu
bentaknya keras-keras"
"Tahan!"
"Kau ingin mencampuri urusanku?" bentak Suma Thian Yu
sambil menarik serangannya.
Wan Wan Cu tidak ambil perduli, kepada Kun Lun indah
katanya:
"Lote, pulanglah cepat untuk mengobati luka mu itu, biar
aku seorang yang menghadapinya"
Tak terlukiskan rasa gembira Siau Wi goan mendengar
perkataan tersebut, ia tahu lukanya cukup parah, bila
dibiarkan terus akhirnya dia tentu atan mati kehabisan darah,
maka katanya:
"Terima kasih atas bantuanmu!"
Ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Menanti Siau Wi Goan telah berlalu, Wan Wan Cu baru
berpaling kearah Suma Thian Yu dan katanya sambil tertawa
seram:
"Membunuh itu mudah, tapi apa perlunya kau menghabisi
nyawanya?"
Suma Thian yu mendengus dingin.
"Disaat anjing keparat she Siau itu membunuh orang
memangnya ia pernah berpikir demikian?"
Wan Wan Cu terbungkam dalam seribu bahasa, tapi ia
segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain, katanya:
"Aku masih ingat dengan hadiah pukulanmu ketika berada
ditebing bangau putih?"
"Aku lihat inilah kesempatan terbaik bagiku untuk menagih
hutang, bocah keparat bersiap-siaplah menerima pukulanku"
Suma Thian Yu tertawa sinis, ketika ia hendak
menyarungkan pedangnya kembali, tiba-tiba Wan Wan Cu
menggoyangkan tangan-nya sambil berseru:
"Eee... eeeee... tunggu dulu, aku ingin mencoba kelihayan
ilmu pedangmu itu!"
Sementara pemuda itu masih keheranan, Wan wan cu telah
mengeluarkan sejenis senjata dari sakunya dan ketika diamati
lebih seksama ternyata benda itu merupakan Sam Ciat kun.
Suma thian tertawa tergelak, pedangnya digetarkan
menciptakan titik-titik bunga pedang lalu sambil tertawa dingin
serunya:
"Waah...rupanya kau pandai juga menggunakan sam ciat
kun, kalau begitu sauya memang punya mata tak berbiji,
silahkan!"
Begitu selesai berkata pedangnya segera dibacokan ke
tubuh Wan wan cu dengan jurus Dewa suci memetik bunga.
"Hmm...hmm...bagus sekali seranganmu" jengek Wan wan
cu dengan muka sinis.
Dengan ujung Sam ciat kun yang sebelah, ia tangkis
serangan tersebut, sementara ujung yang lain menerobos
kedalam langsung membabat jalan darah tay yang hiat di
kening lawan.
Sesungguhnya Suma thian yu memang berniat memancing
musuhnya masuk perangkap, melihat Wan wan cu menyerang
dengan jurus-jurus yang tangguh, dalam sekilas pandangan
saja ia sudah tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki lawan benar-
benar tak boleh dianggap enteng.
Suma Thian Yu sama sekali tidak gugup, ia menunggu
sampai senjata lawan mendekati kepalanya, lalu sembil
membentak tubuhnya terputar bagai gangsingan, sementara
pedangnya langsung membabat Wan Wan Cu dengan jurus
gotong putus bukit wu.
Dalam waktu itu pertarungan antara Siau Yau Kay dan Sam
Yap Koay Mo sudah berlangsung seratus jurus lebih, kini
mereka telah mencapai detik-detik penentuan.
Kalau dibilang sesungguhnya Siau Yau Kay merupakan
seorang tokoh silat yang hebat, tapi heran mengapa ia tak
mampu mengungguli manusia macam Sam Yap Koay Mo
walaupun telah bertarung sebanyak seratus jurus lebih.
Mungkinkah nama besar Siau Yau Kay hanya nama kosong
belaka...
Bila ada yang berpendapat demikian maka pandangan
tersebut merupakan suatu pandangan yang keliru.
Pengemis tua ini justru memiliki watak yang aneh sekali,
yaitu gemar mencuri ilmu silat orang lain, dia tahu Sam Yap
Koay Mo pernah mempelajari ilmu silat yang di peroleh dari
kitab pusaka yang didapatnya dari Suma Thian Yu, dalam
anggapannya ilmu silat yang dimiliki orang itu pasti amat
hebat, oleh sebab itulah sejak pertarungan berlangsung ia
selalu berada dalam posisi bertahan, dasar ilmu gerakan
tubuhnya sangat tangguh sulit rasanya bagi lawan untuk
berhasil melukainya.
Dalam kenyataan memang begitulah, biar pun Sam Yap
Koay Mo telah menyerang secara ngotot, jangan lagi melukai
musuhnya, menjawil ujung bajunyapun tak mampu.
Ini masih mendingan, yang lebih payah lagi hampir seluruh
ilmu silat yang dimilikinya berhasil dicuri oleh Siau Yau Kay.
Serarus jurus kemudian Siau Yiu Kay baru merasa Sam Yap
Koay Mo tak lebih hanya seorang manusia bernama kosong,
manusia yang benar-benar tak berguna, ini semua membuat
hatinya amat kecewa.
Maka sambil tertawa dingin ejeknya:
"Hei, anak anjing budukan, rupanya kau hanya mampu
menggunakan ilmu silat kucing kaki tiga, sialan benar kau ini,
lalu kau kemanakan ilmu silat kucing yang kau pelajari dari
kitab pusaka tersebut?"
Sim Yap Koay Mo sudah amat mendongkol semenjak tadi,
apalagi setelah mendengar ejekan tersebut, bagaikan minyak
bertemu api, ia berkaok-kaok penuh amarah, bagaikan kalap
ia lepaskan sebuah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Kembali Siau Yau Kay tertawa dingin.......
"Hei, orang dungu kau tak usah memamerkan ilmu cakar
kucing lagi"
"Sampai di manakah kemampuan empat iblis dari bukit Ci
sudah kuketahui amat jelas, yang ingin kuketahui hari ini ialah
kepandaian silatmu yang berhasil kaupelajari dari kitab pusaka
tanpa kata"
"Jika kau tidak menggunakannya lagi jangan menyesali jika
nyawamu kucabut".
Padahal seperti yang diketahui, Sam Yap Koay Mo tidak
berhasil mempelajari apa-apa, perkataan lawan diterimanya
bagaikan suatu ejekan, dari malu ia menjadi gusar dari gusar
ia menjadi kalap.
Sambil menubruk pengemis tersebut, umpatnya kalang
kabut:
"Kau pengemis busuk, pengemis anjing, bacotmu bau, biar
kutonjok mulutmu itu sampai remuk"
Siau Yay Kay tertawa terkekeh-kekeh, tubuhnya berputar
dan bayangan tubuhnya lenyap dari hadapan Sam Yap Koay
Mo.
Sementara iblis tua itu masih tertegun, mendadak sebuah
pukulan dahsyat telah mendarat dipunggungnya,
uuaaak..uaak.
Ia muntah darah segar lalu terjengkang dan roboh ke atas
tanah.
Sambil menunjukkan muka setan, Siau Yau Kay
menggelengkan kepalanya dan tertawa terkekeh-kekeh,
jengeknya:
"Heeeh... heee...heeh...heeee... kau betul-betul gentong
nasi yang tak berguna, jadi empat iblis dari bukit Ci adalah
manusia-manusia gembos yang tak tahan pukulan, tau begini
aku mah tak sudi bertarung dengan kalian"
Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, Siau yau Kay
melotot kearah Sam Yap koay mo, tapi sudah jelas perkataan
itu sebetulnya ditujukan kepada harimau angin hitam Lim
Khong yang berdiri tak jauh dari sana.
Ejekan tersebut terlampau pedas.....
Harimau angin hitam Lim Khong merasa hatinya tak
karuan, tapi ia mengerti ilmu silat Siau Yau Kay terlampau
tangguh dan mustahil dapat dihadapainya dengan begitu saja.
Tapi sekarang sudah jelas orang lagi mengejeknya ia tidak
terima kalau hal ini dibiarkan begitu saja.
Sambil tertawa seram ia maju kedepan beberapa langkah,
lalu teriaknya penuh rasa geram:
"Pengemis sialan kau sudah mencaci maki Lim toaya?"
Siau Yau kay segera mengangkat kepalanya dan pura-pura
kaget.
"Aaaah... masa ya?"
Tapi kemudian sambil terkekeh-kekeh ia melanjutkan:
"Aaaah... kau ini keliru mungkin, anak si mayat hidupkan
semuanya tangguh, masa aku si pengemis berani menyindir?
lagipula nama besarmu toh sudah termasyur diseantero dunia,
si pengemis sih tak berani memandang rendahmu"
Ucapan ini amat menggembirakan Harimau angin hitam Lim
Khong, dia merasa bagaikan dibuai dibalik awan, enaknya
bukan kepalang.
Sebenarnya ia mau menjawab begini.
"Aaah, masa...kau kelewat memuji...."
Siapa tahu sebelum perkataan tersebut meloncat keluar,
tiba-tiba Sau Yau Kay berseru kaget lagi:
"Hei, kemana telingamu, kok hilang semua, apa sih yang
terjadi?"
Harimau angin hitam Lim Khong jadi melongo lalu berdiri
dengan wajah tersipu-sipu, kalau bisa ia akan menangis keras-
keras untuk menghilangkan perasaan kesal yang mencekam
dirinya saat itu....
Dia tahu Siau Yau Kay hendak mempermainkannya, tapi
apa mau dikata kepandaian lawan terlalu tangguh, sehingga
perasaan mendongkolnya hanyadapat disimpan dalam hati.
Siau Yau Kay menjadi amat geli menyaksikan keadaan
lawannya itu, perutnya se perti dikilik-kilik, gelinya bukan
buatan.
Pada saat itulah tiba-tiba....
Beberapa pekikan nyaring bergema di kejauhan sana, ada
suara lelaki ada juga suara perempuan.
Tiba-tiba saja Suma Thian Yu merasa amat kenal akan
suara pekikan itu.
Bersama dengan suara pekikan tadi, dari balik lembah pun
terdengar suara yang amat seram.
Siau Yau Kay tertegun seketika, paras muka nya berubah
amat hebat.
Harimau angin hitam Lim Khong turut berpaling, tapi ia
segera menjerit kaget:
"Aaaah...!"
Ternyata dari balik semak belukar muncul seorang kakek
berusia delapan puluh tahunan yang berwajah aneh bagaikan
siluman.
Orang itu memakai jubah panjang yang berwarna warni,
mukanya bulat seperti rembulan, pada jidatnya tumbuh
daging tumor yang amat besar, inilah ciri khas dari gembong
iblis yang paling menakutkan didunia persilatan yaitu manusia
iblis penghisap darah Pi Ciang Hay.
Tidak heran kalau Siau Yau Kay maupun si angin hitam Lim
Khong dibuat terkesiap olehnya.
Dalam pada itu pertarungan antara Suma Thian yu dengan
Wan Wan Cu tertunda untuk sementara waktu, masing-masing
pihak melompat ke belakang untuk melihat siapa gerangan
yang datang, akhirnya Siau Yau Kay yang menegur dahulu
sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Eee... tumben, kau juga ikut kemari, apakah ikut mencari
keramaian?"
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay tertawa
seram...
"Kau mundur sepuluh langkah kebelakang, tak usah
ngebacot" bentaknya.
Siapa pun tak akan tahan mendengar umpatan semacam
itu, apalagi hati Siau Yau Kay yang termasuk jago kawakan
dunia persilatan.
Siapa tahu Siau Yau Kay justru menurut, tanpa membantah
ia mundur sepuluh langkah kebelakang, benar-benar
merupakan suatu ke jutan, atau mungkin pengemis ini
memang berjiwa pengecut?
Menyaksikan Siau Yau Kay sudah mundur, manusia iblis
penghisap darah segera berpaling kearah si harimau angin
hitam Lim Khong lalu serunya sambil menyeringai seram.
"Kaupun juga!"
Si harimau angin hitam Lim Khong mendengus dingin,
tubuhnya sama sekali tidak bergerak dari posisi semula.
Mencorong sinar tajam dari balik mata si manusia iblis
penghisap darah, ditatapnya Lim Khong lekat-lekat, lalu
jengeknya:
"Bagus, kekerasan kepalamu memang sungguh
mengagumkan sayang kau terlalu tak tahu diri, mau mundur
tidak!"
"Hmmm... kecuali guruku seorang, tiada orang manusiapun
didunia ini yang sanggup memerintah aku!"
"Huuh, kau anggap si mayat hidup kelewat hebat sehingga
aku menjadi ketakutan? sekali lagi kuperingatkan, kau mau
mundur tidak?"
"Tidak!" jawab Lim Khong angkuh, matanya merah berapi-
api penuh diliputi hawa kemarahan.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay segera
mengebaskan ujung bajunya kearah depan, angin puyuh yang
maha dasyat pun serta merta menyambar ketubuh lawan.
Berada dalam keadaan demikian, harimau angin hitam Lim
Khong tetap kukuh dengan pendirianya, cepat-cepat ia
mengerahkan ilmu bobot segenap tenaga dalam yang
dimilikinya untuk memantekkan sepasang kakinya diatas tanah
dengan mengerahkan ilmu bobot seribu.
Siapa sangka biarpun harimau angin hitam Lim khong telah
mengerahkan segenap kekuatan-nya namun ketika angin
pukulan itu menyambar lewat, tubuhnya segera terangkat dan
terlempar sejauh sepuluh kaki lebih.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertawa
terbahak-bahak, katanya kemudian:
"Lebih baik cepat cepatlah bersemedi untuk melindungi
sepasang kakimu itu, sebab kalau tidak dua belas jam
kemudian kakimu pasti akan menjadi cacad!"
Pada mulanya harimau angin hitam tidak merasakan apa-
apa, setelah mendengar ucapan tersebut secara diam-diam ia
baru beusaha memeriksa, ternyata benar juga sepasang
kakinya menjadi kaku, peredaran darah serasa tersumbat dan
timbul rasa sakit bagai ditusuk-tusuk dengan jarum tajam.
Tak terlukiskan rasa kaget dan takutnya, dalam keadaan
demikian ia tak ambil peduli soal gangsi lagi, cepat-cepat ia
duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.
"Nah, inilah pelajaran bagi mereka yang keras kepala" ucap
manusia iblis penghisap darah sambil tertawa.
"Sekarang kau pulang dan beritahu kepada gurumu,
beginilah watak dari Pi Ciang Hay, siapa yang menuruti
perkataanku selamat dan siapa yang menentang mampus!"
Selesai berkata tanpa memperdullkan orang-orang yang
lain ia langsung menghampiri Sam Yap Koay Mo serta
menggeledah sakunya, tiba-tiba paras mukanya berubah
bebat, sambil menyadarkan Sam Yap Koay Mo dari pingsannya
ia menegur dengan gelisah:
"Mana kitab pusakanya?"
Sam Yap Koay Mo yang baru sadar dari pingsan-nya
setelah muntah darah menjadi mendongkol ketika ada orang
menanyakan soal pusaka, tanpa melihat jelas siapa
pembicaranya dia langsung mengumpat:
"Telur busuk, siapa yang biang aku punya kitab pusaka!"
Semenjak kecil sampai setua ini belum pernah manusia iblis
penghisap darah dimaki sebagai telur busuk, kontan saja
amarahnya meledak, dia langsung menampar wajah Sam Yap
koay Mo keras-keras lalu bentaknya:
"Cepat kau serahkan kitab pusaka itu"
Sam Yap Koay Mo yang ditampar keras-keras tmenjadi
pening dan berkunang-kunang, otot-ototnya pada menonjol
keluar semua, sebetulnya dia hendak mencaci maki sehabis-
habisnya, tapi setelah mengetahui orang tersebut manusia
iblis penghisap darah, semua umpatannya segera ditelan
kembali ke dalam perut, kemudian katanya dengan nada
lembut:
"Oooh, rupanya locianpwee..."
Pada dasarnya manusia iblis penghisap darah merupakan
manusia yang tak sabaran, cepat-cepat ia menegur dengan
tak sabaran, cepat-cepat ia menegur lagi:
"Sebetulnya kitab pusaka itu kau simpan di mana?"
Sam Yap Koay Mo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa bilang aku memperoleh kitab pusaka, aku tertipu
mentah-mentah, yang kuperoleh cuma sekedar kertas
rongsokan belaka!"
"Kau tidak usah mengurus kertas rongsokan atau bukan,
pokoknya jawab dulu dimana benda itu sekarang?"
Terburu-buru Sam Yap Koay Mo celingukan disekeliling
tempat itu seolah-olah kuatir kalau Suma Thian yu sudah
keburu kabur, menjumpai si anak muda tersebut masih berada
ditempat, cepat-cepat ia menuding kearahnya sambil berseru:
"Itu dia berada ditangan si bocah keparat tersebut"
Mendengar ucapan mana, manusia iblis penghisap darah
segera melepaskan Sam Yap Koay Mo, mendadak ia bangkit
berdiri lalu dengan sorot mata yang memancarkan kebuasan
selangkah demi selangsah ia menghampiri Suma Thian yu.
Dibalik sorot matanya yang buas tadi terselip hawa napsu
membunuh yang mengerikan.
Suasana diarena sangat hening, masing-masing diam
dengan hati berdebar mengawasi manusia iblis penghisap
darah serta Suma Thian yu bergantian.
oooOooo oooOooo
SUMA THIAN YU terkesiap,
ketika sinar matanya saling beradu dengan sinar mata
manusia iblis penghisap darah, ia merasa seolah-olah ada
segulung aliran listrik yang kuat menembusi uluhatinya,
membuat tubuhnya bergidik dan bersin beberapa kali.k
"Lihay amat tenaga yang dimiliki iblis tua ini"
Biarpun di hati kecilnya pemuda itu menjerit kaget, tapi
paras mukanya sama sekali tak berubah, ia masih berdiri
ditempat semula dengan wajah tenang dan kalem.
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay baru
menghentikan langkahnya setelah berada lima enam
langkah dihadapan Suma Thian yu, tiba tiba ia mengulurkan
tangan-nya sambil berseru:
"Bawa kemari!"
"Apanya yang harus kuserahkan?" Tanya Suma Thian yu
sambil keheranan.
"Apa lagi, tentu saja kitab pusaka tanpa kata"
"Ooo.... kitab itu rupanya yang kau inginkan, sayang seribu
sayang kitab tersebut telah kuhancurkan" sahut Suma Thian
yu.
Sekali lagi Si manusia penghisap darah tertawa seram,
suaranya tajam dan mengerikan bagaikan jeritan kuntilanak
dimalam hari, selesai tertawa kembali serunya:
"Ayo, cepat bawa kemari! aku tahu kitab tersebut belum
kau musnahkan!"
"Buat apa sih kau memerlukan kertas rongsokan itu" seru
Suma Thian yu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau tak perlu tahu, pokoknya cepat serahkan padaku,
ingat peringatan ini untuk yang ke tiga kalinya!"
Sekali lagi Suma Thian yu menggelengkan kepalanya sambil
tertawa dingin.
"Tak mungkin kuserahkan kitab ini padamu, sebab Ciong
Liong Lo Sianjin yang menyerahkan kitab itu padaku, bila kau
meng inginkannya, tunggulah sampai kuserahkan kembali
pada Lo sianjin dan kau boleh langsung minta padanya"
"Tak usah banyak bicara, kau tak perlu menggunakan
nama Ciong Liong Lo sianjin untuk menggertakku, aku tahu si
tua bangka itu sudah modar, berani kau menipuku?"
Dari perkataan manusia iblis penghisap darah ini dapat
disimpulkan bahwa ia pun menaruh perasaan keder terhadap
Ciong Long lo sianjin.
Mempergunakan titik kelemahan tersebut, Suma Thian yu
segera menjawab.
Dia orang tua hingga kini masih hidup sehat wal’afiat, bila
kau benar-benar melarikan kitab pusaka ini dia tentu tak akan
mengampuni dirimu!"
"Omong kosong!" bentak manusia iblis penghisap darah
penuh amarah.
"Bocah keparat, kau anggap aku takut dengannya?
manusia berdebah, aku justru mau mencoba samapi
dimanakah kemampuannya?"
Begitu selesai berkata ia pentangkan kelima jarinya dan
menyambar tubuh Suma Thian yu.
Sesungguhnya Suma Thian yu menang sudah merasa tak
puas terhadap kesombongan dan kejumawaan manusia iblis
penghisap darah, hanya saja selama ini ia belum mendapat
kesempatan untuk menjajal kemampuannya, melihat
datangnya cengkeraman tersebut ia berpikir:
"Kalau kau tak menyerang lebih dahulu aku mati kutu tapi
setelah kau menyerang lebih dahulu, hmm! gembong iblis ini
mesti diberi pelajaran yang setimpal"
Berpendapat demikian iapun tak bergerak dari posisi
semula, menanti ke lima jari tangan manusia iblis penghisap
darah hampir mencengkeram tubuhnya, sepasang lengannya
baru bergerak cepat sambil bentaknya:
"Pingin mampus rupanya kau?"
Sambil mengkeram Pi Ciang Hay secepat sambaran kilat
kepalan-nya yang lain menghantam bahu dari manusia iblis
penghisap darah keras-keras.
"Blaaammm...."
Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak menduga
akan datangnya serangan tersebut, seketika itu juga tubuhnya
tergetar mundur sejauh tiga langkah, masih untung tenaga
dalamnya cukup sempurna, ia tak sampat gelagapan ditengah
kepanikan, dengan memaksaan diri ia berhasil menahan
tubuhnya hingga tak sampai terjungkal keatas tanah.
Walaupun demikian, sempurna-sempurnanya tenaga dalam
yang ia miliki, bahunya terasa sakit juga oleh pukulan Suma
thian yu yang keras itu.
Rasa terkejut dan gusar segera menyelimuti perasaannya,
ia terkejut karena seumur hidupnya, kecuali dari orang- orang
angkatan yang lebih tua belum pernah ada yang mampu
mengganggu seujung rambatnya pun.
Tapi kenyataannya sekarang Suma Thian yu yang masih
muda ini, ibaratnya anak harimau yang baru turun gunung,
ternyata berani menghadiahkan sebuah bogem mentah ke
atas tubuhnya.
Bayangkan saja bagaimana mungkin ia sampai tak menjadi
marah.
Siau Yau Kay yang melihat Suma Thian yu telah menghajar
manusia iblis penghisap darah, diam-diam berpekik dihati:
"Aduh celaka!"
Tanpa terasa ia melejit kedepan menghampiri Suma Thian
yu lalu dengan ilmu menyampaikan suara katanya:
"Setan cilik kau sudah membuat gara-gara, kau anggap
gembong iblis tua ini bisa dipermainkan sekehendak hatimu,
ayo cepat kabur, biar aku si pengemis tua yang menahan
dirinya, jika kau tidak menurut, masih mendingan kalau cuma
nyawa yang hilang, bila kitab pusaka itu sampai terjatuh
ketangan iblis tua ini, siapakah manusia didunia persilatan ini
yang sanggup menaklukan dirinya itu"
Jangan karena urusan kecil sehingga kita menderita
kerugian besar, siapakah yang mampu memikul dosa sebesar
itu nantinya?"
Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu timbul rasa
menyesalnya, dia tahu bila sekarang tidak kabur, bila ingin
meloloskan diri nanti mungkin akan lebih sulit dari pada
mendaki kelangit.
Semenara ia berpikir demikian, tiba-tiba Siau Yau Kau
menuding kearahnya sambil mengumpat:
"Cucu kura-kura, kau memang telur buruk yang goblok, aku
si pergemis tua toh pernah memperingatkan dirimu, kau
anggap Pi locianpwe bisa di permankan sekehendak hatimu?
kau manusia tak tahu diri, manusia goblok yang sudah pingin
mampus, ayo cepat minta maaf pada Pi locianpwe!"
Semua ucapan dari Siau Yau Kay ini disampaikan dengan
nada sungguh-sungguh dan serius, tapi sepasang biji matanya
justru berputar tiada hentinya memberi peringatan kepada
sang pemuda agar cepat-cepat melarikan diri.
Selama ini Suma Thian yu selalu merasa tidak mengerti apa
sebabnya Siau yau kay mesti berbuat begini, tapi teringat
bahwa dia membawa kitab pusaka yang tak ternilai harganya,
jika benda itu sampai hilang niscaya dia akan menyesal
sepanjang masa, maka dia tak berani berdiam terlalu lama lagi
disitu.
Dengan berlagak seakan-akan hendak memberi hormat
kepada manusia iblis penghisap darah, diam-diam hawa
murninya dihimpun menjadi satu, lalu sambil menarik napas,
sepasang kakinya menjejak tanah keras-keras.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dia
melejit ke udara dan langsung meluncur ke atas tebing.
Waktu itu, si manusia iblis penghisap darah mengira Suma
Thian yu bersungguh hati hendak minta maaf kepadanya,
karena itu dia tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya,
menanti pemuda itu sudah kabur, dia baru sadar akan hal
tersebut namun sayang keadaan sudah terlambat.
Tanpa terasa lagi dia berpekik penuh amarah, bagaikan
petir yang menyambar di angkasa, ia segera melakukan
pengejaran secara kencang....
Tentu saja Siau yau kay tak akan membiarkan dia kabur
dengan begitu saja, bahunya bergetar dan ia hadang jalan
perginya, lalu berkata dengan pelan:
"Pi loji, buat apa sih mesti sewot dan mengumbar hawa
amarah? Kalau orang sudah kabur yaa biarkan saja kabur,
biarkan aku si pengemis tua yang bertanggung jawab
menemukan-nya kembali, bukankah urusan sudah beres?"
Hawa amarah Manusia ib1is penghisap darah benar-benar
meluap sehabis mendengar kan perkataan dari Siau yau kay
itu, sambil berpekik penuh kegusaran serunya:
"Kau si pengemis busuk, kau anggap aku masih belum
memahami tipu muslihatmu itu?"
Begitu selesai berkata, telapak tangan-nya diayunkan
kedepan untuk membacok tubuh Siau yay kay.
Sebagai pengemis yang cerdik Siau yay kay telab menduga
sampai kesitu, maka begitu menjumpai Suma Thian yu sudah
pergi jauh, diapun tak ingin membuat gara-gara dengan Pi
Ciang hay, cepat-cepat dia mengegos kesamping dan
menghindarkan diri dari sergapan tersebut.
Sesungguhnya Pi Ciang hay sendiripnn tiada hasrat untuk
menghadapi Siau yau kay, melihat pengemis itu sudah
mengegos ke samping maka ia segera mengeluarkan ilmu
meringankan tubuh elapan langkah mengejar comberet untuk
menyusul kearah mana Suma Thian yu melarikan diri tadi.
Siau yau kay kuatir Suma Thian yu menemui bahaya,
diapun tak berani bertindak ayal, segera disusulnya pula dari
belakang, tapi sayang keberangkatan-nya selangkah lebih
lambat, menunggu dia sudah menyusul kemuka, bayangan
tubuh Manusia iblis penghisap darah sudah lenyap dari
pandangan.
Mendadak dari arah depan melayang datang empat sosok
bayangan manusia dan langsung menerjang kehadapan Siau
yau kay.
Menjumpai kedatangan bayangan manusia tersebut, Sian
yau kay tertegun, menanti ia dapat melihat jelas si
penghadang tersebut, sambil tertawa terbahak-bahak segera
katanya:
"Hai tua bangka, apakah kau datang untuk menghantar
kematianmu?"
Rupanya orang yang baru datang adalah si dewa peramal
Yu Seng see beserta sastrawan pena baja Thia Cian, Toan im
siancu Thia Yong dan Bi hong siancu wan pek lan.
Begitu bertemu dengan Siau yau kay, Sin sian siangsu
segera menegur:
"Kemana perginya Thian yu si bocah itu? Apakah kau telah
berjumpa dengannya?"
Rupanya Sin sian siangsu yang menjumpai rotan yang
dipakai Suma Thian yu dalam gua Jit yang sui tong putus, dia
mengira pemuda tersebut pasti mati, karena selama ini belum
pernah ada orang yang bisa lolos dan goa air tersebut.
Dengan membawa perasaan yang duka dan menyesal dia
pun kembali ke daratan Tionggoan, teringat akan pesan Ciong
liong lo sian Jin yang menyuruhnya melindungi keselamatan
Suma Thian yu, dia menjadi malu dan menyesal sekali,
bagaimana mungkin ia dapat memper-tanggung jawabkan diri
dihadapan Ciong liong lo siaujin nanti?
Semakin dipikir Sin sian siangsu merasakan hatinya makin
kalut, seorang tokoh kenamaan ternyata tak mampu
melindungi keselamatan seorang angkatan muda, peristiwa
semacam ini benar-benar merupakan suatu, peristiwa yang
memalukan.
Jangan lagi Ciong liong lo sianjin tidak akan memaafkan
dirinya, setiap umat persilatan pun tak akan mengampuni
kesalahan-nya itu. Sewaktu memasuki Eng bun kwan, diapun
bertemu dengan dua bersaudara Thia dan Wan Pek lan,
adapun kedatangan mereka ber tiga dari bukit Kun san adalah
untuk menjemput kedatangan pemuda itu.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sin sian siangsu
menceritakan semua pengalamannya....
Jilid : 30
Mendengar berita kematian dari Suma Thian yu, dua
bersaudara Thian dan Wan pek lan merasa bagaikan disambar
guntur disiang hari bolong, terutama Wan Pek lan, saking
sedihnya dia sampai jatuh pingsan seketika.
Dengan susah payah semua orang baru berhasil
menyadarkan kembali Wan Pek lan, setelah sadar gadis itu
bersikeras hendak pergi ke gua Jit yang sui tong untuk melihat
keadaan, katanya, biarpun orangnya sudah mati, dia ingin
melihat jenasahnya.
Walaupun dua bersaudara Thian dan Sin sian siangsu telah
berusaha untuk membujuknya dengan berbagai cara, namun
tak mampu mengubah jalan pemikirannya, pada saat itulah
Wu san siang gi siu (dua manusia bodoh dari bukit Wu)
muncul secara tiba-tiba dihadapan mereka.
Bertemu dengan sepasang manusia bodoh itu, Sin sian
siangsu merasa amat lega, dia tahu ke dua manusia aneh
tersebut tentu dapat membujuk Wan Pek lan.
Siapa tahu Toa gi siu Khong Sian segera berseru begitu
bertemu dengan Wan Pek lan.
"Bocah perempuan, bukankah kau ingin pergi ke gua jit
yang sui tong untuk mencari mayat? Kebetulan sekali, kami
dua orang tua bangka pun ingin berpesiar pula ke situ, kita
sejalan, sepanjang perjalanan tentu tak akan kuatir kesepian!"
"Locianpwee memang baik sekali, siauli merasa amat
bergembira dapat menempuh perjalanan bersama kalian" seru
Bi hong siancu Wan Pek lan cepat-cepat.
Toa gi siu Khong Sian segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Heee....heeh...ayolah berangkat, kalau sampai terlambat,
tulang belulangpun sukar untuk dilihat lagi!”
Selesai berkata dia segera berangkat duluan, tanpa berpikir
panjang, Wan pek lan segera mengikutinya dibelakang.
Siapa tahu baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak
Tay gi sian Khong Sian menghentikan langkahnya sambil
berseru lagi:
“ Aah, ogah! Untuk kesitu kita mesti menempuh perjalanan
jauh, paling tidak mesti ada tandu untuk menggantikan kaki
sendiri"
Dia membalikkan badan lalu berjalan kembali ketempat
semula.
Untuk sesaat Bi hong siancu dibuat bingung dan pusing
tujuh keliling, dia hanya bisa berdiri bodoh ditempat sambil
mengawasi Tay gi siu dengan termangu.
Mendadak Si gi siu Khong Bong berteriak:
"Eeei, aneh benar, aku seperti mengendus bau manusia!"
"Bau manusia!", perkataan yang tiada ujung pangkalnya ini
segera membuat semua orang tertegun dan serentak meroleh
kearah Ji gi siu.
Tay gi siu Khong Sian nampak manggut-manggut,
kemudian bergumam seorang diri:
"Yaa betul seperti bau badan si bocah itu, jangan-jangan
dia sudah di panggang orang sampai hangus?"
"Aah, tidak betul" kata Ji gi siu Khong seraya
menggelengkan kepalanya berulang kali, tampaknya bau ini
berasal dari arah lembah Si hun kok dibukit Ki ciok san, heran,
bukankah bocah itu sudah mampus di gua Jit yang sui tong?
Kenapa bisa muncul lagi dibukit Ki ciok san untuk menghantar
kematian?"
Tanya jawab yang dilakukan kedua orang itu bagaikan
gumaman terhadap diri sendiri membuat para pendengar jadi
bingung dan merasa tidak habis mengerti.
Dua bersaudara Thian yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera salah menduga kalau Siang gi siu dari bukit Wu san ini
sedang kumat sakit ingatannya terutama Thia Yong, hampir
saja dia tertawa cekikikan saking gelinya.
Sedangkan Sin sian siungsu yang mendengar perkataan itu,
buru-buru bertanya:
"Sungguhkah perkataan dari kalian berdua itu?"
Tay gi siu Khong Sian miringkan kepalanya sambil
memasang telinga, sejenak kemudian teriaknya secara tiba-
tiba:
"Aduuh celaka, bocah itu terancam bahaya!"
"Ayo jalan, kita sambut dari belakang" sambung Ji gi siu
Khong Bong cepat-cepat.
Tanpa memperdulikan keempat orang yang masih hadir
diarena lagi, kedua orang itu segera menggerakan tubuhnya
dan seperti sambaran cahaya, tahu-tahu saja sudah meluncur
kemuka, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja
bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan semua
orang.
Sin sian siangsu yang menyaksikan kesemuanya itu hanya
bisa menggelengkan ke palanya berulang kali sambil berkata:
"Yaa, manusia aneh dengan watak yang aneh, empat
puluh tahun berselang sudah begini, sekarang edannya makin
bertambah hebatnya..."
"Yu cianpwe, apakah kedua orang itu yang dikenal sebagai
sepasang manusia bodoh dari bukit Wu? tiba-tiba Thin pit
suseng Thia cuan bertanya dengan keheranan.
"Ya benar, bukankah ucapan mereka berdua rada sinting
dan tak genah?"
Toan im siancu Thia Yong segera mendengus:
"Hmm, aku lihat mereka berdua benar-benar sudah sinting
dan edan semua..."
"Bila kau berkata begini, maka ucapan mu itu keliru besar"
ucap Sin sian siangsu sambil menggeleng, "orang kuno bilang,
mereka yang amat cerdik justru mirip orang bodoh, tanpa
mereka dari mana kita bisa tahu kalau Thian yu masih hidup
sehat di dunia ini?"
"Apa? Engkoh Yu belum mati?"
Kejut dan gembira menyebabkan Bi hong siancu Wan Pek
lan berteriak keras sehabis mendengar perkataan itu, namun
setelah ucpan meluncur keluar, dia baru sadari kalau sudah
khilaf, merah dadu wajahnya, cepat-cepat dia menunduk
rendah-rendah.
Sin sian siangsu manggut-manggut, katanya lagi:
"Bila Wu san siang gi tidak berbohong, kemungkinan besar
Suma Thian yu sedang terkurung di bukit Ki ciok san saat ini,
kita tak boleh membuang waktu lagi, mari kita berangkat ke
situ tntuk melihat lihat keadaan"
"Aneh" Thi pit suseng Thian Cuan berseru pula, "aku
dengar Ki ciok san berada dalam pengawasan dan kekuasaan
dua bersaudara penjual obat, bagaimana mungkin Suma Thian
yu dapat terkurung di situ?"
"Sekarang, kita tak usah menggubris dulu soal-soal
semacam itu, ayoh berangkat" tukas Sin sian siangsu cepat.
Seusai berkata dia segera berangkat dulu menuju ke bukit
Ki ciok san dengan kecepatan tinggi.
Itulah sebabnya pula, begitu Sin sian siangsu bertemu
dengan Siau yau kau, dia langsung menanyakan soal Suma
Thian yu.
Siau yau kay segera memperlihatkan sekulum senyuman
yang amat misterius,lalu sahutnya:
"Dia sudah kabur!"
Biarpun hanya jawaban yang singkat namun bagi
pendengaran Bi hong siancu Wan Pek lan, pada hakekatnya
hal ini merupakan obat penenang yang sangat mujarab.
Bukankah dengan ucapan tersebut berarti pula kalau Suma
Thian yu belum tewas di gua air Jit yang sui tong?
Agaknya Sin sian siangsu mempinyai jalan pemikiran yang
sama, semua kemurungan dan kekuatiran yang selama ini
mencekam perasaannya, seketika hilang lenyap tak berbekas.
Terdengar Siau Yau kay berkata lebih jauh:
"Mari kita mencarinya secepat mungkin, andaikata sampai
tersusul oleh Manusia iblis penghisap darah mungkin akan
lebih banyak bahayanya dari pada keberuntungan"
Secara ringkas dia lantas menceritakan apa barusan yang
terjadi kepada semua orang.
Mengetahui kalau Suma thian yu berhasil lolos dari
ancaman bahaya, tapi sekarang sedang dikejar-kejar gembong
iblis nomor satu didunia, Bi hongsiancu Wan Pek lan kembali
merasakan hatinya berdebar keras, perasaan tak tenang sekali
lagi mencekam perasaannya.
Dengan cepat dia bertanya ke arah mana pemuda itu
melarikan diri, lalu tanpa membuang waktu lagi segera
mengejar pula ke arah yang sama.
Siau Yau kay yang menjumpai cucu keponakannya begitu
terpengaruh oleh perasaan cinta, tentu saja tak tega
membiarkan gadis itu menyerempet bahaya seorang diri,
dengan cepat dia mengejar pula dari belakang...
Sin sian siangsu, dua bersaudara Thia semuanya tak mau
ketinggalan, serentak mereka menggerakan tubuh masing-
masing untuk bergerak menuju kedepan...
000O000
SUMA THIAN YU melarikan diri secepat-cepatnya menuju
kedepan, tatkala tiba disebuah bukit, fajar sudah hampir
menyingsing, tapi langit masih tetap gelap gulita bagaikan
tinta, masih untung sepasang mata Suma thian yu mampu
melihat dalam kegelapan sehingga dapat mengurangi banyak
ancaman bahaya.
Tiba diatas puncak bukit yang tak diketahui namanya itu,
Suma Thian yu baru berpaling dan menengok ke bawah,
ketika tak nampak manusia iblis penghisap darah menyusul
dia baru dapat menghembuskan napas panjang dan duduk
dilantai untuk bersemedi.
Siapa tahu, baru saja dia berada dalam keadaan lupa diri,
mendadak dihadapan-nya muncul seorang manusia yang
berperawakan tinggi besar....
Orang itu adalah seorang hwesio berusia tujuh pulah
tahunan, rambutnya sudah memutih semua, dia mengenakan
pakaian padri yang sudah dekil, kaki kanannya cacad sedang
dibawah ketiak kanannya mengembol sebuah tongkat kayu
sebagai penyangga.
Padri itu muncul dan berdiri dengan begitu saja dihadapan
Suma Thian yu. Ketika menjumpai pemuda itu sedang duduk
bersemedi, diapun tidak mengganggu sebaliknya berdiri disitu
bagaikan sebuah patung saja, seakan-akan hendak menunggu
sampai Suma Thian yu mendusin kembali dari semedinya.
Lama kemudian Suma Thian yu baru selesai menyalurkan
hawa murninya mengelilingi seluruh badan satu kali, semua
rasa letih hilang lenyap dan sebagai gantinya dia merasakan
tubuhnya menjadi segar bugar kembali.
Ketika ia membuka matanya dan melihat ada seorang
pemuda tua berdiri dihadapan-nya, dengan perasaan terkejut
segera tegurnya:
"Siapa kau?"
Pendeta tua itu tersenyum.
Pertanyaan tersebut seharusnya lolaplah yang mengajukan
kepadamu, siau sicu siapa namamu? Mau apa datang ke
puncak Pek Jin hong ini...?"
Cepat-cepat Suma Thian yu bangkit berdiri kemudian
setelah memberi hormat katanya:
"Aku bernama Suma Thian yu, berhubung lagi dikejar-kejar
orang maka tanpa sengaja sampai disini, harap kau sudi
memaafkan"
Hweesio tua itu manggut-manggut.
"Ehmm, kalau dilihat dari mimik wajahmu, lolap memang
sudah paham sebagian be sar, siapa sih yang sedang
mengejarmu?"
"Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay!"
"Oooh..." hweesio tua itu menjerit kaget, tanpa terasa ia
memperhatikan lagi pemuda itu beberapa kejap, lalu terusnya,
"apakah kau mempunyai sengketa atau perselisihan
dengannya?"
"Yaa, boanpwee telah menghadiahkan sebuah pukulan
ketubuhnya"
Mendengar pengakuan itu, si hweesio gegera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:
"Haaah...haaah... siau sicu pandai bergurau, kau taahu
manusia macam apakah
Manusia iblis penghisap darah itu? Kau mampu
menghadiahkan sebuah pukulan ketubuhnya? Betul-betul
sebuah berita besar yang aneh, apalagi jika kau mampu
menghadapinya, mengapa pula mesti melarikan diri?"
Sebenarnya Suma Thian yu ingin menceritakan semua
pengalamannya kepada orang ini, tapi dia berpikir lebih jauh,
apakah hweesio tua ini orang jahat atau orang baik pun belum
diketahui olehnya, andaikata kisah sejujurnya justru
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri, bukankah hal ini
malah akan membuatnya penasaran? berpikir demikian maka
segera jawabnya:
"Sebetulnya boanpwee baru bisa menghajarnya disaat dia
tak siap, begitu berhasil maka aku pun segera melarikan
diri.."
"Oooh rupanya begitu, kalau demikian sih memang tak
aneh"
Kita sudah berbincang-bincang sekian lama, tapi boanpwee
belum sempat mengetahui siapa nama gelar taysu?"
"Haah...haahh... lolap adalah Leng Khong"
"Ooohh, rupanya Leng khong taysu, sudah lama kudengar
akan nama besarmu, rupanya aku betul-betul punya mata tak
berbiji, harap taysu sudi memaafkan"
Biarpun dimulut dia berkata begini, sebaliknya dalam hati
kecilnya dia mengumpat:
"Kau keledai busuk, anjing gundul, justru paman Wan bisa
tewas karena dicelakai oleh kalian manusia-manusia tengik
yang munafik, setelah kuketahui kau berada disini, sebentar
aku pasti akan menyuruh mu merasakan penderitaan, dengan
begini rasa mendongkol dan benciku baru dapat
terlampiaskan!"
Sekalipun dihati kecilnya dia berpikir demikian, namun hal
tersebut tak sampai diungkapkan keluar.
Leng khong taysu adalah ketua Go bi pay, sejak dia
berhasil mengepung Wan liang di Ciat thian tong dan sebuah
kakinya dipapas kutung oleh Wan Liang, sejak itu pula
menyerahkan kedudukan ciang bunjinnya kepada Seng khong
taysu, seorang adik seperguruannya, sedang dia sendiri kabur
ke Pek jin hong dan menutup diri untuk memperdalam ilmu
Tat cun heng hoat kun nya.
Tentu saja dia berbuat demikian dengan harapan bisa turun
gunung lagi dan mencari Kit hong kiam Wan Liang untuk
membalas sakit hatinya.
Tapi dari mana Suma Thian yu bisa mengetahui tentang
Leng khong taysu?
Rupanya sewaktu Wan Liang terjatuh ke dasar jurang
tempo hari, dalam keadaan tak sadar dia selalu mengigaukan
nama orang-orang yang pernah mengerubutinya, termasuk
diantaranya nama Leng khong taysu, itulah sebabnya Suma
Thian yu dapat mengingatnya hingga sekarang.
Kedua orang itu sudah berbincang cukup lama, tapi selama
ini Leng khong taysu tak pernah merasakan pedang Kit hong
kiam yang tersoren dipunggung anak muda itu.
Dalam pada itu matahari sudah condong ke barat, suasana
magrib mulai menyelimuti puncak Pek jin hong.
Melihat keadaan cuaca, Leng khong tayse segera berkata:
"Sebentar lagi ada tamu yang akan berkunjung, inginkah
siau sicu untuk berkenalan dengan teman baru?"
Dengan gembira Suma Thian yu berseru:
"Empat samudra adalah saudara, lebih banyak seorang
teman berarti lebih banyak sebuah jalan"
Leng khong taysu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh... haahh... haahh... perkataanmu memang betul,
selama kita hidup dirumah, orang tualah tulang punggung
kita, tapi se lama berada diluar rumah, temanlah tulang
punggung kita. Bagi orang yang gemar berkelana macam kau
makin banyak berteman memang semakin baik."
"Sekalipun berteman itu penting, memilih teman baikpun
merupakan syarat utama, selamanya boanpwe berhati-hati
dalam memilih teman, sehingga tak sampai dicelakai oleh
teman sendiri.
Tujuan Suma Thian yu mengucapkan perkataan itu sudah
jelas sekali, yakni hendak menyindir Leng khong taysu, sebab
musibah yang menimpa Leng khong taysu saat ini tak lain
karena dia percaya dengan perkataan orang sehingga menjual
teman sendiri dan menempuh perjalanan sesat.
Sayang sekali Leng khong taysu tidak memahami arti lain
dibalik perkata tersebut.
Tak lama kemudian fajar telah menyingsing, tiba- tiba dari
bawah bukit sana terdengar dua kali pekikan nyaring bergema
di angkasa.
Leng khong taysu tertawa terbahak bahak:
"Aah mereka sudah datang suatu persa habatan memang
mengutamakan pegang janji, mereka memang benar-benar
manusia yang memegang janji, nyatanya perjanjian yang
dibuat sepuluh tahun berselang tidak sampai mereka lupakan"
Baru saja selesai ia berkata, dari puncak bukit sana telah
meluncur dua bayangan manusia.
Mereka bertekuk pinggang ditengah udara lalu dengan
gerakan burung manyar terbang dipasir melesat keatas
permukaan dengan enteng, dan tidak menimbulkan suara
sedikitpun.
Cukup ditinjau dari gerakan tubuh mereka dapat diketahui
bahwa ilmu silat yang mereka miliki benar-benar amat hebat.
Sekali lagi Leng khong taysu tertawa tergelak:
"Haah... haahh...haaah...Ciong hiante memang amat
memegang janji, bila kedatangan kalian tidak kusambut dari
jauh, mohon kau sudi memaafkan"
Ternyata yang datang adalah seorang kakek dan seorang
pemuda. Si kakek berusia enam puluh tahunan, berjubah
hitam, sepatu laras hitam dan bermata tunggal, gerak-
geriknya sangat angkuh dan jumawa, sebaliknya pemuda yang
datang bersamanya berusia dua puluh tiga, dua puluh empat
tahunan, beralis tipis, mata sipit, hidungbengkok seperti paruh
betet dan gerak-geriknya cabul.
Ketika kakek itu melihat Suma Thian yu, ia lantas menegur
pada Leng Kong taysu:
"Toa suhu, apakah ia muridmu?"
"Haaahh... haaahh... mari, mari kuperkenalkan kalian
semua, dia adalah Ciong locianpwee yang disebut orang
Malaikat sakti bermata tunggal, sedang yang seorang lagi
muridnya Ciong locianpwee yang dise but harimau berwajah
kemala Kok Ciu"
Kemudian sambil berpaling kearah dua orang itu ia
melanjutkan:
"Sedang anak muda ini adalah tamuku, Suma Siauyap"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
memperhatikan Suma Thian yu sekejap, ketika melihat pedang
antik yang tersoren dipunggung anak muda tersebut ia
berseru tertahaa:
"Lote, aku lihat pedangmu seperti amat kukenal, boleh aku
tahu apa nama pedang mu itu?"
Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,
tapi ia segera ambil Keputusan dan menjawab:
"Kit Hong Kiam!"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie bertiga
sama-sama terperanjat, lalu tegurnya dengan wajah
tercengang:
"Kit Hong Kiam? apa hubunganmu dengan Wan liang?"
"Dia adalah suhuku" jawab Suma Thian yu seolah-olah
seorang bocah yang tak tahu urusan.
Leng Kong taysu segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa seram. Suaranya amat lengking dan tinggi sehingga
membuat seluruh dataran itu bergetar keras. Seusai tertawa
diapun berkata:
“ Peristiwa ini benar-benar amat kebetulan, inilah yang
dikatakan pepatah kuno sebagai: Dicari sampai sepatu jebol
tidak ketemu akhirnya ditemukan tanpa sengaja, hemm,
bocah, benarkah Wan Liang adalah gurumu?"
"Eeii... buat apa aku musti berbohong?"
"Bocah keparat!" seru malaikat sakti bermata tunggal Ciong
Ing hwie sambil tertawa seram, jalan ke surga tidak kau lalui,
jalan menuju ke neraka justru kau hampiri, cepat katakan
padaku dimana Wan liang sekarang?"
"Dia orang tua telah meninggal, tewas dicelakai seorang
perempuan jalang yang tak tahu malu"
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sikap Suma thian yu
masih tenang-tenang saja, seolah-olah ia tidak sadar seakan-
akan tidak mengetahui kalau ke tiga orang yang berada
dihadapannya berniat jahat terhadap dirinya.
Leng Kong taysu menggelengkan kepala nya berulang kali
setelah menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam pikirnya:
"Heran, mengapa orang she Wan itu memilih seorang
gentong nasi sebagai murid nya"
Berpikir demikian ia segera menegur lagi:
"Benarkah Wan Liang telah mati?"
"Benar, mengapa sih taysu bertanya terus?"
Leng Kong taysu menghela napas panjang.
Ia bukan bersedih hati karena kematian Wan Liang,
melainkan menyesal karena tak mampu membalas dendam
atas sakit yang diterimanya dulu, maka ujarnya kemudian:
"Baiklah kalau begitu, akan kubunuh dirimu, kalau
bagaimana mungkin rasa dendam yang sudah terpendam
selama ini dapat terlampiaskan?"
Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan sinar
kebencian, selangkah demi selangkah dia mendekati pemuda
itu, sikapnya seakan-akan seekor ular berbisa yang siap
memagut mangsanya.
Pada saat itulah tiba-tiba si harimau berwajah kemala Kok
Cin berseru:
"Silahkan mundur locianpwee, untuk membunuh seekor
ayam kenapa harus memakai golok penjegal kerbau? serahkan
saja bocah keparat ini pada boanpwee"
Ceng Kong taysu tertawa dan manggut-manggut, katanya:
” Kalau begitu silakan keponakan mewakili ku, cuma ingat
jangan sampai ia terbunuh!"
"Oooh, itu mah boanpwee sudah tahu" jawab harimau
berwajah kemala Kok Cin samil tertawa angkuh.
Ia langsung menerjang kehadapan Suma Thian yu dan
meloloskan sebatang senjata penggaris baja, kemudian
bentaknya sinis:
"Bocah keparat cabut keluar pedangmu!"
Melihat senjata lawan. Suma Thian yu segera tertegun,
sebab senjata penggaris adalah tandingan dari pedang,
betapapun tajamnya sebatang pedang, bila sudah bertemu
dengan senjata begini niscaya akan patah.
Mengetahui akan alasan tersebut Suma Thian yu tidak
meloloskan pedangnya, katanya kemudian sambil tersenyum:
"Pedangku ini adalah pedang warisan mendiang guruku,
bila keadaan tidak amat mendesak, aku rasa lebih baik
kulayani diri mu dengan tangan kosong saja"
Mendengar perkataan ini, si harimau berwajah kemala Kok
Cin salah mengira bahwa perkataan ini diartikan menghina
atau memandang rendah dirinya, dengan gusar ia
membentak:
"Bocah keparat, apa sih yang kau andalkan hingga berani
memandang hina toaya mu, aku tidak percaya kalau kau
punya tiga kepala enam lengan!"
Sambil menerjang kedepan dia langsung membacok Suma
Thian yu dengan jurus menyembah kepada pintu langit.
Suma Thian yu tak ingin terlalu menonjolkan diri, apa lagi
masih ada dua orang musuh yang mengincar dari sisi arena, ia
tahu bila sikapnya terlalu jumawa, hal ini bisa memancing
datangnya bencana, oleh karena itu ia berkelit kesamping
menghindari serangan itu.
Serungguhnya dalam serangannya ini si harimau berwajah
kemala Kok Ciu hanya bermaksud mencoba kemampuan
lawan, ia menjadi bergembira hati setelah menyaksikan gerak-
gerik lawannya yang terlalu lamban, cepat-cepat ia
melancarkan sapuan lagi dengan jurus Angin berpusing
menyapu salju.
Tergopoh-gopoh Suma Thian yu berkelit kembali, lalu
teriaknya:
"Kau benar-benar ingin bertarung? Aku mengira kau cuma
mau main main saja"
Harimau berwajah kemala Kok citu tertawa seram....
"Bocah keparat, kamatian sudah didepan mata masih
berbicara seenaknya, lihatlah nanti toaya akan membacok
lengan kirimu sampai kutung!"
Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut Suma Thian
yu merasakan datangnya serangan yang membacok bahunya.
Diam-diam pemuda itu tertawa dingin, ditunggunya sampai
senjata lawan tinggal satu depa dari sisi bahunya, tiba-tiba ia
membungkukkan badan lalu dari arah bawah ia sodok
lambung lawan keras-keras.
"Bluuk...!"
Sodokan Suma Thian yu bersarang telak dilambung Kok
Ciu.
Pemuda itu berniat merecoki musuhnya, maka ia hanya
menggunakan tenaganya sebesar dua bagian saja.
Kok Ciu yang terkena pukulan segera merasakan perutnya
sakit, untung saja tenaga dalamnya cukup sempurna sehingga
dia masih bisa mempertahankan diri.
Tapi dengan terjadinya peristiwa ini meledeklah amarah si
harimau berwajah kemala itu.
Sambil meraung ia putar senjatanya kencang-kencang lalu
secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan.
Suma thian yu mengeluarkan ilmu langkah delapan mabuk
untuk menghindar dari serangan-serangan musuhnya, sikap
pura-puranya ini diperankan dengan amat baik, sehingga Leng
Kong taysu maupun malaikat bermata tunggal berhasil
dikelabuhi habis-habisan. Kalau Leng Kong taysu mengira
Suma thian yu seorang jagoan lemah yang tak berkepandaian
maka berbeda pendapat dengan si harimau berwajah kumala
Kok ciu, setelah beberapa kali serangannya hampir mengenai
lawan selalu dapat dihindari secara manis dan tepat, makin
bertarung ia semakin terkejut sehingga akhirnya ia
membentak keras:
"Bocah keparat, rupanya kau berlagak blo'on, kalau
seorang lelaki sejati tunjukan semua kepaniaianmu"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:
"Haahaa...haah... kau terlalu sungkan, bila saudara Kok
selalu mengalah padaku buat apa kira musti melanjutkan
pertarungan ini?"
Harimau berwajah kemala Kok Ciu membentak nyaring ia
melompat kedepan lalu senjatanya diayunkan ketubuh Suma
Thian yu berulang ulang dengan jurus berlaksa bunga pada
mekar.
"Keparat busuk aku akan beradu jiwa denganmu, pokoknya
kalau hari ini kau tidak, mampus akulah yang mati!" teriaknya
penuh emosi.
Tiba-tiba Suma Thian yu menemukan titik kelemahan pada
serangan lawannya, ia segera tertawa nyaring, tubuhnya
segera menerjang kebalik kabut senjata lawan, lalu secara
telak menghantam dada musuh.
Kasihan si harimau berwajah kemala, belum sempat ia
melihat bayangan musuh, dadanya sudah terasa sakit sekali,
bagaikan tertindih batu besar, menyusul kemudian darah
kental muntah dari bibirnya, wajahnya berubah menjadi pucat
kehijau-hijauan, kemudian setelah mundur beberapa langkah
dengan sempoyongan ia terjatuh keatas tanah dan tak
sanggup merangkak bangun lagi.
Biar mimpipun Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing
hwie tidak menyangka kalau murid kesayangannya dapat
menderita kekalahan secara tragis ditangan seorang bocah
muda yang masih berbau tetek, melihat muridnya terluka
parah, meledaklah amarah nya, tanpa memperdulikan
keadaan muridnya, ia berpekik nyaring dan melompat
kehadapan Suma Thian yu, lalu sebuah pukulan yang maha
dashyat disodokkan ketubuh lawan.
Dengan langkah Ciok Tiong Loan Poh, Suma thian yu
membalikkan badannya kemudian melenyapkan diri dari
hadapan lawan-nya.
Menyaksikan Ciong ing hwie sudah melancarkan
serangannya, cepat-cepat leng Kong taysu berseru
mencegahnya:
"Ciong hiante, tunggu dulu, biar aku yang membereskan
bajingan ini, aku lihat luka yang diderita muridmu cukup
parah, kau harus segera merawatnya"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie segera
meninggalkan lawannya lalu menghampiri Harimau berwajah
kemala dan mengobati lukanya.
Dalam pada itu Leng Kong taysu telah menyerobot maju
kehadapan Suma Thian yu.
Sambil menunjuk kearah kaki Leng Kong taysu yang cacad
Suma Thian yu berkata:
"Taysu sekali bersalah jangan kauulangi kesalahan
tersebut, sekalipun mempunyai dendam sakit hati sedalam
lautan dengan guruku, toh orangnya sudah mati, sepantasnya
bila budi dan dendam pun ikut dikubur bersama kematian-nya,
masa kau membenci orang yang sudah mati?"
Leng Kong taysu tertawa dingin:
"Dendam sakit hati ini ibaratnya yang tak terukur
dalamnya, biarpun aku dapat menggali keluar jenasahnya dan
seribu kali membacok tubuhnyapun sakit hati ini belum dapat
terlampiaskan, setelan kau menampilkan diri mewakili dirinya
hari ini, terpaksa akupun akan melampiaskan dendam ku itu
kepadamu”
Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma Thian yu hanya
bisa menghela napas panjang, ujarnya kemudian:
"Bila murid kaum beragama keji semua seperti kau, entah
bagaimana jadinya dunia ini? jelek-jelek taysu pernah
terhitung seorang ketua dari suatu perguruan besar di masa
lalu, sepantasnya bila kau memandang tawar semua budi dan
dendam yang ada didunia ini, jangan lagi keikutsertaanmu
dalam menumpas seorang pendekar besar sudah merupakan
suatu kesalahan, kini kau pun enggan melepaskan orang yang
telah meninggal, kemana kau letakkan perasaanmu?"
"Tak usah ngebacot terus!" bentak Leng Koog taysu penuh
amarah, dengan menghimpun tenaga dalam sebesar tujuh
bagian ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Suma
Thian yu.
Menjumpai keadaan demikian Suma Thian yu
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ia segera menghimpun pula tenaga dalamnya dan
melepaskan sebuah pukulan dengan gabungan tenaga Bu
Siang Sin Kang dan Ciong Goan sim hoat.
"Blaamm!"
Suatu ledakan yang amat dahsyat bergema memecahkan
keheningan, bersamaan dengan terjadinya benturan tersebut,
desingan angin puyuh berhamburan kemana-mana.
Leng Kong taysu memang amat hebat, ditengah hembusan
angin yang memacar kemana-mana itu ia justru mendesak
Suma Thian yu dan melepaskan serangkaian pukulan dengan
ilmu Tat Mo Hoa Kim hasil ciptaan-nya belum lama berselang.
Suma Thian yu sangat terkejut, ia tak berani berayal lagi
dan segera melancarkan serangan balasan dengan ilmu
delapan jurus pembunuh naga (Tay Ong To Liong Pat Si).
Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal telah
selesai mengobati harimau berwajah kemala, melihat Leng
Kong taysu telah bertarung sengit, apalagi menjumpai gerak-
gerik Suma Thian yu yang gagah perkasa, diam-diam ia mulai
menguatirkan keselamatan dari rekannya.
Karena itu secara diam-diam ia mempersiapken tiga batang
jarum Bwe Hoa Ciam yang amat beracun dan siap dilancarkan
ke arah lawan.
0000o0000 0000o0000
BEGITU Suma Thian yu mengeluarkan ilmu Tay Cing To
Liong pat Si, segera terlihat betapa dahsyatnya ilmu pukulan
ajaran Put Gho Cu ini, Leng Kong taysu segera merasakan dari
arah delapan penjuru muncul angin pukulan dan bayangan
serangan dari lawannya.
Sungguhnya Leng Kong Jaysu bukan manusia
sembarangan, ia dapat memimpin Go Bi Pay paling tidak mesti
memiliki ilmu silat simpanan yang tangguh, kekalahan yang
dideritanya sekarang tak lain karena ia tak dapat membedakan
mana yang benar dan mana yang salah.
Jika seseorang sudah berada dalam keadaan demikian,
berarti ia sudah memasuki dari awal perbuatan dosa, karena
manusia demikian ini paling gampang tertipu dan masuk
perangkap.
Sejak kakinya cacad dipuncak Ciat Thian hong, pendeta ini
melalu menyembunyikan diri dipuncak Ciat Thian hong untuk
mendalami ilmu pukulan Tat Hoa Mo Kun nya, sepuluh tahun
bagaikan sehari, Leng Kong taysu tak pernah malas melatih
ilmunnya.
Tak heran kalau ilmu itu benar-benar mengerikan setelah
dipergunakan olehnya hanya sayagnnya ia menderita cacad
dikaki, sehingga gerak-geriknya kurang leluasa, ditambah lagi
lengan kirinya harus memegang tongkat penyangga badan,
kesemuanya ini membuat gerak-geriknya kurang leluasa dan
lamban.
Itulah sebabnya sejak awal pertarungan Suma Thian yu lah
berada di posisi atas angin.
Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing
Hwie telah membopong si harimau berwajah kemala Kok Ciu
kesisi arena, kemudian ia menghampiri arena pertarungan dan
mengikuti jalannya pertarungan tersebut dengan seksama.
Mendadak terdengar Leng Kong taysu berpekik nyaring,
telapak tangan dan tongkatnya dipergunakan bersama-sama,
agaknya ia hendak mempergunakan segenap kemampuannya
untuk beradu jiwa dengan lawan.
Suma Thian yu segera berkata dengan hambar:
"Taysu, kemampuanmu tidak lebih hanya begini-begini
saja, sebelum terlambat kuanjurkan kepadamu untuk tahu
diri"
Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, ia berhasil
menangkap tongkat Leng Kong taysu dan memandangnya
dengan wajah sinis...
Seketika itu juga Leng Kong taysu kehilangan
keseimbangannya, dalam keadaan demikian asal Suma Thian
yu membetot, kemudian mendorong tongkat itu niscaya Leng
Kong taysu akan kehilangan keseimbangan badannya dan
terjungkal keatas tanah.
Tiba-tiba si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
membentak keras:
"Bocah keparat, lihat senjata rahasia!"
Bersama dengan ayunan tangannya, tiga batang jarum
Bwee Hoa Ciam menyambar kedepan dan mengancam tubuh
bagian atas, tengah dan bawah Suma Than yu.
Suma Thian yu sama sekali tak menyangka kalau Ciong Ing
Hwie bakal melakutan sergapan secara tiba-tiba, ia jadi
tertegun setelah mendengar bentakan tersebut, tahu-tahu titik
cahaya tajam telah menyambar dihadapan-nya.
Untung saja Suma Thlan yu tidak gugup dalam menghadapi
situasi demikian, cepat-cepat ia dorong tangan kanannya
kemuka lalu mundur dua langkah kebelakang, nyaris ia
termakan sergapan maut tersebut.
Siapa tahu disaat Suma Thian yu belum sempat berdiri
tegak, Leng Kong taysu telah membentak keras lalu
melontarkan tongkatnya keerah pemuda tersebut.
Tak terlukiskan kagetnya Suma thian yu menghadapi situasi
yang demikian, cepat-cepat dia merubah gerakan tubuhnya,
lalu melejit ke udara dan menyambut lemparan tongkat
tersebut.
Bagaimana diketahui Leng Kong taysu memiliki tenaga
dalam yang sempurna, sudah barang tentu lemparan-nya tadi
disertai tenaga dalam yang kuat, akibatnya sewaktu
menyambut tongkat tadi pemuda tersebut merasakan
pergelangan tangannya menjadi kesemutan, sedang
tubuhnya ikut tergetar mundur beberapa langkah kebelakang
dengan sempoyongan.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong ing Hwie memang
seorang manusia yang amat licik, melihat ada kesempatan
yang amat ba gus ia segera menerobos kemuka serta
melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat kemuka.
Ancaman bahaya yang berulang kali dialami Suma Thian Yu
membuat pertahannya kocar-kacir dan napasnya tersengkal-
sengkal, tak bisa dibendung lagi tubuhnya mundur terus
berulang kali, mundar punya mundur akhirnya dia tidak
menyadari kalau tubuhnya telah berada disisi jurang, bila ia
mundur selangkah lagi niscaya badannya akan terjerumus
kedalam jurang tersebut.
Kesampatan yang demikian baiknya ini tentu saja tak akan
sia-siakan oleh siapapun, Leng Kong taysu segera melompat
kedepan pemuda itu dan mendesaknya lebih jauh, sedang
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie mendesak
datang dari sebelah kiri.
Posisi Suma thian yu saat ini benar-benar amat kritis,
menghadapi desakan lawan yang datang dari muka dan
terhadang jurang yang amat dalam, membuat pemuda itu
gugup dan panik.
Tiba-tiba malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie
tertawa dingin dan berkata:
"Bocah keparat, segera kau loloskan pedang Kit Hong Kiam
yang kau gembol itu, lalu lompat turun diri sini, dengan
tenaga dalam yang kau miliki aku percaya kau masih bisa lolos
dari kematian!"
"Tapi kalau kau berani mengatakan kata tidak...hmm..."
Mendadak Suma Thian yu berpekik nyaring dengan
menghimpun tenaganya sebesar sepuluh bagian ia
membentak nyaring:
"Kau jangan bermimpi disiang bolong!"
Bersamaan dengan bentakan itu, sepasang tangan
dilontarkan kedepan, seketika itu juga muncul dua gulung
angin pukulan yang maha dahsyat seperti amukan angin
puyuh langsung menggulung ketubuh Ciong Ing Hwie.
Kong taysu menarik napas dingin menyaksikan kejadian
tersebut, jeritnya kaget:
"Ciong hiante cepat kabur!"
Bersamaan waktunya ia melepaskan sebuah pukulan yang
maha dahsyat dari sisi arena, dengan maksud untuk
mengurangi daya pengaruh dari tenaga pukulan lawan yang
mempergunakan ilmu Bu Siang Sin Kang itu.
Dipihak lain malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
pun tidak berpeluk tangan belaka.
Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya
dia sambut datangnya ancaman tersebut dengan ayunan
tangannya.
Sebagaimana diketahui, ketiga orang ini merupakan jago-
jago yang tangguh dalam dunia persilatan dewasa ini, boleh
dibilang semua memiliki ilmu silat yang amat tangguh, bisa
dibayangkan bagaimana dahsyatnya suara ledakan yang
timbul akibat bertemunya tiga kekuatan tersebut.
"Blaam...!"
Akibat dari ledakan yang amat keras itu, tiga gulung
desingan angin dahsyat itu memancar ke empat penjuru,
sedang Suma thian yu berasa baru seolah-olah bergetar keras.
Dalam terkejutnya Leng kong taysu segera menjejakan
kakinya keatas tanah dan secepat anak panah yang terlepas
dari busurnya ia melompat dari arena.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie pun tidak
tinggal diam, secepat kilat ia mundur pula kebelakang.
Disaat kedua orang itu berlompatan ke belakang daya
ledakan nyaring sekali lagi bergemuruh di udara diikuti pula
jeritan kaget yang makin lama semakin menjauh dan semakin
lemah, sebelum akhirnya lenyap lama sekali.
Lama... lama sekali akhirnya debupun membuyar dan
langitpun bersih kembali.
Leng liong taysu tidak menjumpai bayangan Suma thian yu,
sedang tempat dimana pemuda itu berdiri tadi sudah
tenggelam dan lenyap dari pandangan mata.
Leng kong taysu segera menghela napas panjang, lalu
mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, demikian
pula dengan si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwei,
dalam waktu yang singkat di seluruh arena hanya dipenuhi
gelak tertawa yang panjang.
Selang beberapa saat kemudian Leng Kong taysu berkata:
"Takdir....takdir... bocah keparat itu memang sudah
ditakdirkan harus mati demikian, heee...hehe... akupun tak
usah repot-repot lagi membuang tenaga, cuma sayang..."
"Apanya yang disayangkan?" tanya Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie.
"Sayang kita tak dapat menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bagaimana si keparat cilik itu merasakan siksaan yang
paling hebat, ai.....ai ....tentu merupakan tontonan yang
mengasikkan, sayang.....”
Dengan wajah masih tidak mengerti, Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie bertanya lagi:
"Siksaan yang paling keji apa maksudmu?" Leng Kong
taysu tertawa seram:
"Kau tau apa nama jurang yang berada dibelakang bukit
sana?"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
menggelengkan kepala berulang kali lalu menjawab:
"Aku tidak tahu, tolong berilah keterangan sejelasnya!?"
"Kau pernah mendengar tentang lembah Put pui kok
(lembah tidak kembali) yang namanya termashur dalam dunia
persilatan?"
"Aah...Put pui kok...heeeeh ..."
Selesai mengucapkan kata tersebut si Malaikat sakti
bermata tunggal Ciong Ing Hwie tertawa seram tiada
hentinya.
Hal ini menunjukan betapa gembiranya perasaan si iblis
tua tersebut.
Leng Kong taysu tak dapat menahan raga gembiranya pula,
ia juga tertawa terba hak-bahak sambil katanya:
"Inilah pembalasan yang harus dirasakan oleh ahli waris
Wan Liang, aku benar-benar puas"
"Memang patut disayangkan, bila kita dapat menyaksikan
dengan mata kepala sendiri kematian bocah keparat itu, aku
baru benar-benar gembira sekali" kata Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Ing Hwie sambil menghela napas panjang.
Baru selesai iblis itu berbicara, tiba-tiba terdengar
dengusan dingin diudara:
Kedua orang itu merasa amat terkejut, tanpa terasa Leng
Kong taysu membentak gusar:
"Siapa?"
Tiba-tiba dari ujung bukit sana muncul dua orang kakek
yang berwajah ketolol-tololan.
Begitu mengetahui pendatang itu adalah sepasang kakek
bodoh dari bukit Wu san, Leng Kong taysu merasakan
tubuhnya bergetar keras seraya berpekik di hati.
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie turut
terkesiap dibuatnya, tapi segera bentaknya:
"Ada urusan apa kalian datang kemari?"
Sekilas perubahan muncul diatas wajah Toa Gi Siu Khong
siang yang dingin bagaikan es itu, tiba-tiba ujarnya sambil
membentak:
"Ayo kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"
"Bocah keparat itu sudah sepantasnya menerima kematian,
apalagi toh bukan aku yang mencelakainya, masa kau
menyalahkan aku sekarang" ujar Leng Kong taysu hambar.
Dengan suara yang dingin dan kaku kembali Toa Gi siu
Khong Siang membentak:
"Ayo cepat kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"
Selama ini Toa Gi Siu Khong Siang ialah orang tokoh yang
suka bergurau, akan tetapi saat ini wajahnya amat serius serta
diliputi hawa napsu membunuh yang amat mengrikan.
Setiap ucapannya diutarakan dengan suara dalam dan
tegas.
Leng Kong taysu segera tertawa seram:
"Bagaimana cara mengembalikannya?"
"Seorang diantara kalian harus membayar dengan nyawa!"
Selama ini malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie
hanya pernah mendengar nama besar Wu San Siang Gi, tapi
belum pernah mengetahui sampai dimanakah ilmu silat yang
dimiliki mereka, ketika mendengar ucapan Toa Gi Siu Khong
Siang ia segera tertawa seram:
"Hei... si tolol tua memangnya kau juga sudah bosan
hidup?"
Selesai berkata ia menerjang ke hadapan Toa Gi Siu, lalu
dengan jurus Bocah dewa menunjuk jalan, secepat kilat ia
membacok jalan darah dia Ki Koan Hiat di tubuh Toa Gi siu.
Biarpun ia cepat ternyata Toa Gi siu Khong Siang lebih
cepat dari pada gerakan tubuhnya, tampak tubuhnya
berkelebat ke depan dan pergelangan tangan si malaikat sakti
bermata tunggal telah dicengkeramnya keras-keras.
Kontan saja si malaikat sakti bermata tunggal menjerit
kesakitan bagaikan ayam yang mau disembelih, peluh sebesar
kacang kedelai membasahi seluruh jidat orang itu.
Sementara itu Toa Gi siu Khong siang telah berkata lagi
dengan suara yang dingin bagaikan es:
"Kau telah mencelakai Suma Thian Yu, biar ada sepuluh
orang Ciong Ing Hwie pun belum tentu bisa menggantinya,
bila hari ini tidak kuberi pelajaran yang setimpal, rasanya
semua perasaan dendamku belum terlampiaskan keluar!"
Dengan sekuat tenaga ia menggencet pergelangan tangan
lawan, kasihan Ciong Ing Hwie yang telah lanjut usia itu, ia
segera melolong menjerit kesakitan.
Toa Gi Siu Khong segera berpaling ke arah Leng Kong
taysu seraya ujarnya pula:
"Hei, keledai gundul yang berjiwa buaya, bukankah kau
gemar melihat siksaan siksaan yang keji semacaam ini? nah
sekarang nikmatilah sepuas hatimu, agar segala napsumu
dapat terlampiaskan!"
Sesungguhnya Leng Kong taysu cukup mengetahui akan
kehebatan sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san, namun
setelah mengetahui rekannya menjumpai kesulitan, sudah
barang tentu ia tak dapat berpeluk tangan belaka.
Tiba-tiba ia menerjang kedepan sambil melepaskan sebuah
sodokan kearah tubuh Toa Gi Siu.
KaKek bodoh kedua Khong Bong mandengus dingin, ia
mengebaskan pula ujung bajunya kedepan, segulung angin
puyuh yang amat keras segera memunahkan angin pukulan
Leng Kong taysu hingga lenyap tak berbekas.
Akibat dari sapuan tersebut Leng Kong taysu segera
terpental hingga mundur beberapa langkah.
Dalam pada itu harimau berwajah kemala yang roboh tak
sadarkan diri terbangun oleh jeritan gurunya, ketika
menjumpai gurunya sedang disiksa olah kakek yang tak
dikenal, hawa amarahnya segera berkobar, bentaknya keras-
keras:
"Setan tua, lepaskan tanganmu!"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, ia
menyerbu kemuka secara kalap.
Toa Gi Siu Khong Siang semakin gusar, ia menghimpun
tenaga dalamnya kedalam telapak kiri, ketika melihat
kedatangan lawan, menanti Kok Ciu sudah menerjang tiba
seperti anjing gila, tenaga pukulannya segera dilontarkan
kedepan.
"Weess..."
Bagaikan menerjang diatas se1apis baja yang sangat kuat,
harimau berwajah kemala Kok ciu mendengus tertahan,
kemudian roboh terjengkang keatas tanah dan jatuh tak
sadarkan diri.
Leng Kong taysu menjadi sangat panik setelah menyakitkan
semua adegan tersebut.
Dia tahu sepasang kakek bodoh dari Wu San adalah
pendekar yang termasyur karena kewelas asihannya,
semenjak terjun kedunia persilatan sampai kini belum pernah
membunuh orang atau menyiksa seseorang, tapi kini hari ini ia
telah melakukan berbagai perbuatan yang luar biasa, hal
mana menunjukan bahwa ada sasuatu yang tak beres.
Maka secsra diam-diam dia memungut tongkatnya dari atas
tanah, kemudian melejit ke udara dan meelarikan diri dari
tempat itu.
Sebenarnya Ji Gi Siu Khong Bong hendak mengejar, tapi
Toa Gi Siu Khong Siang segera memberi tanda kepadanya,
maka ujarnya kemudian:
"Apakah kita akan biarkan keledai gundul itu kabur dengan
begitu saja?"
"Akhirnya manusia semacam dia pasti akan mendapatkan
ganjaran yang setimpal, apa gunanya kita musti memusuhi
seluruh perguruan Go bi pay?" kata Toa Gi Siu.
"Wah, kalau begitu terlalu keenakan si keledai gundul itu,
bagaimana dengan manusia she Ciong ini?"
Pelan-pelan Toa gi Siu Khong Siang melepaskan
cengkeramannya, kasihan si malaikat sakti bermata tunggal
Ciong Ing Hwie yang namanya amat menggetarkan tujuh
propinsi di utara itu, ia segera roboh keatas tanah dengan
wajah penuh penderitaan.
Toa Gi Siu Khong Siang segera mendengus dingin.
"Hmm, tak nyana kau seorang tokoh yang termasyur dalam
dunia persilatan, ternyata menggunakan cara yang rendah dan
licik untuk menghadapi seorang pemuda yang masih ingusan,
hari ini aku banya memberi sedikit pelajaran untukmu, tapi
bila sampai terjatuh ketangan ku lagi, nanti akan kucabut
selembar nyawa anjingmu!"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ini HWie tidak
berkata sepatah katapun, ia merasakan pergelangan tangan-
nya amat sakit bagaikan disayat-sayat dengan pisau, sehingga
tak sedikit kekuatanpun yang dapat dipergunakan lagi, hal ini
membuatnya amat terperanjat, disangkanya Toa Gi Siu Khong
Siang telah mencenderai dirinya.
Dalam sekilas pandangan saja Toa Gi Siu Khong Siang
dapat menebak suara hatinya, katanya kemudian sambil
tertawa tergelak:
"Kau tak usah kuatir, aku tak pernah mencederai orang
secara licik dan munafik, sebentar lagi kau akan pulih lagi
seperti biasa, aku hanya berharap gunakanlah rasa sakit yang
kau derita sekarang sebagai suatu pelajaran, sehingga kau
dapat kembali ke jalan yang benar"
Seusai berkata, bersama Ji Gi Siu Khong Bong ia segera
berlalu dari situ, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya
telah lenyap di balik bukit sana.
Memandang bayangan tubuh ke dua orang itu dengan
pancaran sinar kebencian, Malaikat sakti bermata tunggal
Ciong Ing Hwie menggertak gigi sambil bergumam:
"Suatu ketika aku akan membuat kalian menderita
merasakan sakit yang lebih keji baru kemudian akan kubunuh
secara pelan-pelan agar kalian merasakan penderitaan..!"
oooOoo oooOooo
SUMA THIAN YU merasa kepalanya pusing dan matanya
berkunang-kunang ketika terjatuh dari puncak bukit Pek Jin
Hong, tahu-tahu ia sudah roboh tak sadarkan diri.
Entah beberapa saat telah lewat. Ketika sadar kembali dari
pingsannya, langit sudah gelap, sekeliling tubuhnya dicekam
kegelapan yang amat pekat, dia hanya merasa sedang
berbaring diatas tanah berumput, suasana disekeliling situ
amat hening, sehingga suara angin pun tak kedengaran.
Ia tahu sekarang bahwa dirinva sudah berada didasar
jurang setelah terjatuh dari puncak bukit tadi.
Ia mencoba bangkit dari tumpukan rumput, anehnya ia tak
merasa kesakitan, ketika jari tangannya digigit terasa saku
pula, ini menandakan kalau ia belum mati.
Maka dengan mengandalkan ketajaman matanya ia mulai
berjalan menelusuri kegelapan.
Mendadak...
Setitik bayangan hitam muncul di depan mata dan
bayangan itu pelan-pelan bergerak menghampirinya.
Gerakan itu amat lambat, lambat sekali. Mungkinkah ular?
Suma Thian yu mulai berpikir.
Maka iapun menghentikan langkahnya, aneh, ternyata
bayangan hitam itupun berhenti.
Tanpa terasa bulu romanya pada bangun berdiri, tapi
terdorong oleh rasa ingin tahunya, kembali ia maju selangkah.
Bayangan hitam itu pun turut maju, hanya kali ini ia tidak
berhenti lagi, melainkan meneruskan langkahnya
menghampirinya.
Dengan perasaan tegang dan panik, Suma Thian yu segera
menggenggam peredangnya lalu bersiap-siap seakan-akan
menghadapi musuh yang tangguh.
Akhirnya titik hitam itu mulai memasuki jarak pandangan
matanya, ternyata dugaan-nya keliru, teryata bukan seperti
seekor ular yang diduganya, melainkan seekor ayam alas.
Suma Thian ju menghembuskan napas lega,
membayangkan sikap tegang yang barusan dialaminya tadi ia
jadi geli sendiri.
Pelan-pelan ia maju menghampirinya, sudah barang tentu
ia tak usah merasa takut terhadap seekor ayam alas.
Siapa tahu baru saja Suma Thian yu berjalan lima langkah,
mendadak ayam alas itu mementangkan sayapnya dan
menerjang ketubuhnya.
Menanti Suma Thian yu sadar akan datangnya bahaya,
tahu-tabu ayam alas itu sudah berada
diatas kepalanya, sehingga terpaksa ia harus cepat-cepat
menjatuhkan diri bertiarap.
Bersamaan dengan mendesingnya angin tajam, tiba-tiba
kepalanya terasa amat sakit, tahu-tahu ikat kepalanya sudah
tersambar ayam alas itu hingga sobek, masih untung hanya
beberapa lembar rambutnya yang ikut rontok, coba kalau kulit
kepalanya yang tersambar niscaya akan muncul sebuah
lubang besar disana.
Suma Thian yu merasa mendongkol bercampur geli, ia tak
menyangka kalau seekor ayam alaspun mempunyai
kemampuan yang begitu hebat, dalam keadaan demikian
timbul lagi sifat kekanak-kanakan-nya, serta merta ia
membalikan badannya, dimana ayam alas itu masih berdiri
sambil berkotek.
Tiba-tiba Suma Thian yu merasa perutnya amat lapar,
pikirnya kemudian:
"Mengapa tidak kutangkap saja ayam alas sebagai
penangsal perutku yang lapar, tentu enak sekali rasanya.
Dengan berhati-hati sekali ia mendekati ayam alas itu.
Mendadak ayam alas itu kembali berkotek, kemudian
sambil mementangkan sayapnya ia menerjang Suma Thian Yu
lagi.
Kali ini Suma Thian yu telah membuat persiapan yang
cukup matang, begitu si ayam melompat ke atas kepalanya, ia
segera me rendahkan kepalanya serta menyambar kaki ayam
tersebut.
Ketika kakinya tertangkap pemuda itu, si ayam segera
menundukan kepalanya dan mematuk pergelangan tangan
Suma Thian yu sehingga terluka karena kesakitan, terpaksa
pemuda itu melepaskan ayam tersebut.
Melihat patukannya mendatangkan hasil, sekali lagi si ayam
alas itu mementagkkan sayapnya sambil menerkam orang, kali
ini ia siap mematuk sepasang mata Suma Thian yu.
Tak terlukiskan amarah Suma Thian yu menghadapi
kejadian ini, pedangnya segera diloloskan dan diantara
berkelebatnya cahaya biru mendadak terdengar ayam alas itu
berpekik kesakitan, tahu-tahu kepalanya terpapas potong jadi
dua dan mati seketika.....
Sama Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali
sambil gumamnya:
"Kalau cuma membunuh seekor ayam pun aku harus
mengeluarkan tenaga sebesar ini, mana mungkin aku bisa
menduduki kursi utama didalam dunia persilatan?"
Dipungutnya bangkai ayam itu, lalu ia membuat api unggun
untuk memanggang ayam tadi.
Tiba-tiba.....
Dari kejauhan sana terdengar suara orang yang merdu:
"Kuur....kuur....a hoa....a hoa..."
Dari dasar jurang bisa muncul seorang manusia pun sudah
terhitung merupakan kejadian yang aneh, apalagi yang
muncul seorang wanita, tanpa terasa Suma Thian yu
mengalihkan pandangannya kearah datangnya suara tadi, tak
lama kemudian muncul sebatang obor yang makin lama
semakin mendekati ke arahnya.
Ketika diamatinya dengan seksama ternyata orang itu
adalah seorang gadis muda yang memegang sebatang obor
sambil berjalan mendekat, nona itu tidak hentinya bersuara
a...hoa a...hoa
Suma Thian yu sengaja mendehem, tampaknya gadis itu
sangat terkejut ketika menjumpai Suma Thian yu, iapun
berseru tertahan sambil menegur:
"Siapakah kau?"
"Nona, aku sedang tersesat!" sahut Suma Thian yu cepat.
"Tersesat?" dengus si nona sambil mendekati.
"Hmm, kau legi ngaco belo, lembah ini terpenci1 lagi pula
empat penjuru dikelilingi bukit yang terjal, bagaimana caramu
masuk sampai disini? ayo Jawab sejujurnya, jangan sampai
terjadi kesalah pahamam diantara kita!"
Cepat-cepat Suma Thian yu menjura sambil berkata lagi:
"Aku benar-benar terjatuh dari puncak bukit sana, harap
nona jangan mentertawakan"
Mendengar perkataan tersebut si nona tertawa cekikikan.
"Ucapanmu lebih-lebih ngaco, mana mungkin ada orang dapat
hidup setelah terjatuh dari puncak Pek Cin Hong, jangan lagi
manusia, batu cadas yang amat keraspun akan hancur lebur,
kau jangan mengigau di siang bolong."
Sambil tertawa Suma Thian yu menggeleng-gelengkan
kepalanya, katanya kemudian:
"Nona, mau percaya atau tidak terserah, yang pasti
persoalan ini toh tak perlu diperdebatkan lagi"
Tiba-tiba si nona melihat bangkai ayam yang berada
dibawah kaki Suma Thian yu, dengan wajah berubah ia segera
menjerit kaget.
"Aah, kaukah yang membunuh A Hoa....?"
Suma Tnian yu tertegun, lalu sambil menunjuk bangkai
ayam itu sambil berkata keheranan.
"Apa, kau bilang nona? inikah A Hoa... Jadi A Hoa adalah
ayam alas ini?"
"Dia adalah A Hoa, bentak nona itu dengat penuh amarah,
sedang matanya melorot besar, kau bajingan tengik, aku akan
beradu jiwa dengan mu!", lantas dia mengayunkan tinjunya
dan menghantam tubuh Suma thian yu.
"Eeii tunggu dulu", sambil berkelit Suma Thian Yu
menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Jangan menyerang dulu nona, kalau memang ada
persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik"
Si nona menerjang lebih jauh sambil melepaskan
pukulannya, bentaknya keras:
"Aku tak mau tau, pokoknya kau harus mengganti nyawa
ayam alas itu!"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haha... haha... apa sih artinya seekor ayam alas? masa
aku harus mengganti dengan nyawaku, memangnya kau
anggap ayawa ku lebih tak berharga dari ayam itu?"
Setelah beberapa terjangannya mengalami kegagalan, nona
itu marah benar, hingga gemetar keras seluruh tubuhnya,
cepat-cepat dia membuang obornya keatas tanah lalu
mengeluarkan sebatang anak panah pendek dan dilontarkan
ke udara.
Diiringi suara desingan yang tajam, panah itu melesat ke
udara dan menimbulkan suara desingan yang amat keras.
Setelah melepaskan panah tadi si nona melancarkan
serangan berantai, angin pukulan yang menderu-deru seketika
menyelimuti angkasa.
Suma Thian yu terkejut sekali melihat ancaman tersebut,
segera pikirnya:
"Hebat sekali tenaga dalam yang dimiliki perempuan ini, tak
kusangka dengan usianya yang begini muda ia memiliki
kepandaian yang sehebat ini!"
Dengan mengembangkan ilmu langkah Ciok Tiong Luan
poh pemuda itu berkelit kesamping, kemudian dengan mata
yang jeli ia periksa di sekeliling tempat itu, sebab dari
kemunculan si nona yang amat mendadak itu, serta tindakan-
nya melepaskan panah bersuara, menunjukkan bahwa
dibelakang nona ini masih banyak jago-jago yang hebat.
Apa yang diduganya memang benar, mendadak terdengar
dua pekikan aneh dari tempat kejauhan sana.
Suara itu amat keras dan nyaring, hal ini menunjukkan
bahwa tenaga dalam mereka amat sempurna.
Sementara pekikan masih menggema diudara, tiba-tiba
Suma Thian yu menyaksikan ada dua bayangan manusia
meluncur datang secepat kilat.
Jilid : 31
SEMENTARA ITU SI NONA TELAH melompat kesamping
arena, sambil bercekak pinggang ia awasi Suma Thian yu
dengan mata melotot besar.
Sementara Suma Thian yu masih terkejut bercampur
keheranan, diiringi dua kali bentakan keras, tahu-tahu
ditengah arena telah bertambah dengan dua manusia aneh.
Kedua orang itu mempunyai perawakan yang saling
bertolak belakang, yang disebelah kiri berperawakan jangkung
lagi ceking, usianya diantara empat puluh tahunan hanya saja
saking kurusnya tubuhnya tinggal kulit pembukus tulang.
Sebaliknya orang yang berada disebelah kanan
berperawakan cebol lagi gemuk, mukanya bulat seperti
rembulan, tubuhnya gemuk seperti gentong, sehingga mirip
sekali dengan seekor babi yang siap disembelih, diapun
berusia diantara empat puluhan.
Begitu melihat munculnya ke dua orang itu si nona tadi
segera berteriak:
"Orang ini jahat sekali dia telah membunuh A hoa ku,
paman Ko kau harus membalaskan dendam bagiku"
Ternyata lelaki setengah umur yang berperawakan
jangkung dan ceking itu bernama Ko Lip Kun, orang
menyebutnya si monyet sakti berlengan panjang.
Sedang si lelaki cebol lagi gemuk seperti babi itu bernama
Si Tay Kong dengan julukan panglima langit penegak bumi.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip Kau nampak agak
terkejut ketika melihat bangkai ayam tersebut, maka dengan
wajah penuh amarah ia menegur:
"Engkoh cilik, inikah hasil perbuatanmu?"
Suma Thiau yu manggut-manggut, jawabnya:
"Yaa, akulah yang membunuh ayam alas itu, maklumlah
aku sedang kelaparan, aku tidak tahu kalau ayam alas itu
sebenarnya binatang kesayangan nona ini"
Monyet sakti berlengan panjang kembali mendengus
dingin.
"Engkoh cilik, kau telah membuat gara-gara yang besar,
nona itu adalah putri kesayangan Kokcu kami, dan bila kau
cuma menganggap ayam itu cuma seekor ayam alas saja
maka dugaanmu itu keliru besar, kau tahu binatang tersebut
adalah ayam berbulu emas sejenis unggas yang amat langka
didunia saat ini!"
Sekarang Suma Thian yu baru sadar bahwa ia telah
melakukan suatu perbuatan yang amat salah, dari cerita
Paman Wan nya dulu ia pernah mendengar kalau ayam
berbulu emas termasuk jenis unggas yang langka, tak
disangka sama sekali kalau ayam alas yang terbunuh sekarang
ini sesungguhnya unggas yang berbulu emas.
Seandainya kejadian ini berlangsung di siang hari, mungkin
ia tak akan bertindak seceroboh ini, apa mau dikata malam
begitu gelap, ia menjadi menyesal sekali atas terjadinya
peristiwa ini, maka Suma Thian segera menjura sambil minta
maaf, katanya:
"Aku menyesal sekali telah membunuh ayam berbulu emas
milik kalian itu, apapun yang kalian minta untuk mengganti
kerugian itu tentu kupenuhi"
"Engkoh cilik sekarang kau tak usah membicarakan itu,
yang penting turutlah aku untuk menemui kokcu kami, segala
sesuatunya akan diputuskan kokcu kami nanti"
Mendengar perkataan ini Suma Thian yu menjadi sangat
tercengang, tanyanya kemudian:
"Tolong tanya lembah apakah ini dan siapakah kokcunya?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko LiP Kun menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Maaf aku tak dapat memberitahukan persoalan ini
kepadamu, mari kita berangkat!"
Ia segera mempersilahkan Suma Thian yu untuk berangkat
mengikuti di belakang panglima langit penegak bumi Si Yay
Kong, sementara Ko Lip Kun mengikuti di belakang anak muda
tersebut.
Dalam keadaan demikian Suma Thian yu menolak
permintaan mereka niscaya akan terjadi suatu pertarungan
yang amat seru, padahal pemuda itu tak ingin berbuat
demikian.
Dengan menelusuri dinding tebing yang amat curam
mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya
panglima langit penegak bumi menghentikan langkahnya dan
berpekik nyaring.
Bersama dengan bergemanya pekikan tersebut Suma Thian
yu melihat diturunkannya sebuah keranjang bambu dari
puncak tebing tersebut.
Keranjang bambu itu diikat dengan seutas tali yang amat
besar.
"Silahkan naik, engkoh cilik" kata monyet sakti berlengan
panjang Ko Lip Kun, "kemudian kau akan disambut orang lain
disana nanti"
Kembali Suma Thian yu menurut dan segera duduk dalam
keranjang itu tanpa banyak cing cong, ketika panglima langit
penegak bumi berpekik lagi, keranjang bambu itu segera
diangkat naik,
keranjang bambu itu hanya muat satu orang saja, Suma
Thian yu merasa hatinya berdebar keras, kemudian pikirnya
dan dengan perasaan tak tenang:
"Entah siapakah kelompok manusia-manusia ini, kalau
dilihat dari gerak-geriknya aneh sekali, jangan-jangan mereka
adalah sekelompok penyamun?"
Masih ada satu hal lagi yang membuatnya keheranan, yaitu
apakah orang-orang itu naik turun dengan menggunakan
keranjang bambu semuanya tadi dengan nyata, nona itu
muncul dari suatu tempat kegelapan dari bawah tebing,
demikian pula dengan
Si Lip Kun serta Si Tay Kong, mustahil mereka pun
diturunkan dari atas tebing dengan keranjang bambu, tiba-
tiba satu ingatan melintas didalam benaknya.
"Aah benar, dibawah tebing sana pasti ada tempat rahasia
yang menghubungkan lorong tersebut dengan puncak bukit..."
Berpikir sampai disitu, Suma Thian yu segera menunduk
kebawah, benar juga ketiga orang lawannya sudah tidak
nampak dikaki tebing itu, hal ini membuatnya semakin tegang.
Keranjang bambu itu ditarik naik dengan gerakan yang
amat lamban ibarat siput sedang merambat pohon, pemuda
itu tak dapat membayangkan apa akibatnya andaikata tali
keranjang itu tiba-tiba diputuskan oleh lawan.
Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya keranjang itu tiba
juga di puncak bukit itu, ternyata tempat itu berupa sebuah
tanah lapang yang luas, sepasukan lelaki bergolok dan
bertombak telah siap berjajar-jajar disitu.
Tiba-tiba muncul lelaki setengah umur yang berjalan
kehadapannya, lalu berkata:
"Atas perintah kokcu kau disuruh mengikuti kami!"
Bagaikan seorang tawanan tanpa perlawanan, Suma Thian
yu mengikuti rombongan itu menuju kesudut tebing yang lain.
Sedangkan rombongan jago jago bergolok tadi dengan
terbagi menjadi dua baris mengawal dari belakang.
Dalam perjalanan itulah Suma Thian yu berpikir:
"Yaa benar, mereka tentu sekelompok penyamun,
sedangkan yang dimaksud sebagai kokcu tentulah kepala
perampok, hmmm. begitu pun ada baiknya juga, bila apa yang
ku duga memang benar, pasti akan kusapu mereka hingga
lenyap dari muka bumi!"
Setelah berjalan kaki kemudian, mendadak lelaki itu
membalikkan badan dan berkata pada Suma Thian yu:
"Maafkan kekasaran kami sesuai dengan peraturan di sini,
setiap orang yang akan memasuki lembah, matanya harus
ditutup dengan kain hitam"
Sambil berkata ia mengeluarkan selembar kain hitam dan
siap di tutupkan kewajah anak muda tersebut.
Suma Thian yu segera mendongakan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Soal ini tak perlu kau kuatirkan, aku tak akan
membocorkan rahasia kalian, jadi kalian tak perlu pula
menutupi sepasang mataku!"
Lelaki kekar itu segera menarik muka seraya membentak:
"Peratuaran tetap peraturan, apalagi aku pun tak mungkin
mengambilkan keputusan, jadi aku harap kau mau menuruti
perkataanku ini"
"Tidak bisa!" bentak Suma Thian yu peruh amarah.
Ia tahu apabila sepasang matanya ditutup kain hitam oleh
lawan berarti keselamatan jiwanya telah terjatuh ketangan
musuh.
Tentu saja ia tak ingin mempergunakan nyawanya sebagai
barang permainan.
"Tidak maupun kau harus mau!" bentak lelaki kekar itu
sambil bersiap-siap hendak menutupi mata Suma Thian yu
dengan kain hitam. Dengan cekatan Suma Thian yu berkelit
kesamping lalu teriaknya penuh amarah:
"Kau jangan turun tangan semaumu sendiri, bila kau tak
tahu aturan dan nekad terus aku akan bertindak keji
kepadamu"
Baru saja ia selesai berkata, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara dengusan dingin yang amat
menyeramkan. Suara itu begitu menyeramkan hingga mem
buat bulu kuduk semua orang berdiri.
Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar suara
tertawa yang mengerikan itu, dengan cepat dia berpaling
namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda tersebut
menghembuskan napas dingin.
Ternyata di belakang tubuhnya telah muncul seorang
manusia dan seekor binatang, orang itu berperawakan
setinggi lima depa rambutnya panjang selutut, kepalanya
amat besar dan mengenakan topi lebar, usianya diantara
delapan puluh tahunan, matanya yang berkilat kilat
menandakan kalau dia adalah seorang jago lihay yang
berkepandaian tinggi.
Sedangkan disamping kakek itu berdiri seekor gorilla yang
tinggi besar dan kekar, seluruh tubuhnya berbulu hitam,
terutama sepasang matanya yang terlihat dibalik kegelapan,
persis seperti dua bola lampu yang bersinar tajam.
Ketika kawanan lelaki yang mengurung disekeiiling Suma
Thian yu melihat kemunculan orang tersebut, serentak mereka
mengundurkan diri selangkah ke belakang, kemudian
menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani
berpaling lagi.
Dengan langkah pelan kakek itu berjalan menuju
kehadapan Suma Thian yu, kemudian ujarnya:
"Bocah muda, lembah ini disebut Lembah tidak kembali
(Put kui kok). Semenjak delapan puluh tahun berselang belum
pernah ada seorang manusia pun yang bisa keluar dari lembah
ini dalam keadaan selamat, kini kau sudah datang kemari,
berarti bagimu hanya tersedia dua jalan saja untuk dipilih,
satu adalah jalan hidup sedangkan yang lain adalah jalan mati
silahkan kau memilihnya sendiri!"
Biarpun kakek itu sudah berusia lanjut, ternyata setiap
patah kata tersebut dapat diutarakan dengan suara yang amat
keras dan nyaring.
Ketika kakek itu sudah menyelesaikan perkataannya, Suma
Thian yu bertanya:
"Bagaimana aku harus menempuh bila jalan kehidupan
yang kupilih..?"
Kakek itu segera tertawa tergelak.
"Haah...haah... haah... ternyata orang di dunia ini
mempunyai jalan pemikiran yang sama, hanya jalan
kehidupan yang selalu di pilihnya, kalau begini terus
keadaannya maka suatu ketika lembah Put kui kok ini pasti
akan menjadi penuh juga!"
Suma Tnian yu menjadi kebingungan dan berdiri dengan
wajah tercengang dan penuh tanda tanya, untuk beberapa
saat dia terbungkam dalam seribu bahasa.
Dengan sorot mata yang tajam kakek itu mengawasi
kembali wajah hingga kaki anak muda tersebut, kemudian
sahutnya:
"Apabila ingin hidup, maka janganlah memberikan
perlawanan bila sepasang mata mu ditutup dengan kain hitam
nanti"
Tiba-tiba muncul rasa ingin tahunya didalam hati, Suma
Thian yu segera bertanya lebih jauh:
"Bagaimana seandainya membangkang?"
"Maka kau bakal mampus!"
"Seandainya orang itu memiliki kepandaian silat yang amat
tinggi sehingga sukar untuk dikuasai, bagaimana jadinya?"
"Apakah kau yakin bisa meloloskan diri dari lembah Put kui
kok ini?"
"Tidak, aku tidak mampu, aku hanya bertanya seandainya
terdapat manusia macam begini?"
Mendengar perkataan tersebut, kembali si kakek tertawa
terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... kau tidak usah memikirkan tentang
orang lain, cukup dibiarkan berdasarkan kemampuanmu
sendiri, apakah kau mempunyai keyakinan akan berhasil?"
"Bagaimana andainya manusia sebangsa pendekar
berkepandaian seperti dewa?" ngerocos Suma Thian yu terus.
"Hmm, kata-kata yang tidak berbobot lebih baik tak usah
diucapkan, ayo segera tutup mulutmu dengan kain"
Perkataan dari kakek ini penuh berwibawa, membuat Suma
Thian yu tidak membang kang dan tak berani membangkang
lagi.
Sudah barang tentu Suma Thian ya tidak akan benar-benar
takut kepadanya, namun berbicara tentang keadaan yang
terbenrang didepan mata sekarang, biarpun kau memiliki
kepandaian yang luar biasa pun jangan harap bisa
meninggalkan tebing tersebut dengan begitu saja.
Sebagai seorang lelaki pintar yang pandai menilai keadaan,
secara diam-diam Suma Thian yu menghimpun tenaga untuk
bersiap siaga, sekalipun diluarnya dia tetap menunduk padahal
begitu ada kesempatan baik dia akan berusaha untuk
meloloskan diri.
Tampaknya kakek itu mempunyai sorot mata yang amat
tajam, dia seperti sudah mengetahui kalau Suma Thian yu
mempunyai niat untuk melarikan diri bila kesempatan baik
ada, oleh sebab itulah disaat sepasang matanya ditutup
dengan kain hitam, dia segera melancarkan sentilan dari kejau
han untuk menotok jalan darah tidurnya.
Menanti Suma Thian yu merasakan datangnya sergapan
tersebut dan berusaha untuk mengerahkan tenaganya
melakukan perlawanan keadaan sudah terlambat, tahu-tahu
badannya menjadi kaku dan hilangkah kesadarannya.
Entah berapa lama sudah lewat, menanti dia membuka
matanya kembali, empat penjuru disekeliling tempat itu sudah
dikurung oleh busu-busu berpakaian ringkas yang membawa
senjata.
Dengan perasaan tercenggang bercampur kaget, Suma
Thian yu segera melompat bangun dan memeriksa keadaan
sekitar situ, ternyata dia telah berada ditengah sebuah
ruangan yang luas dan lepas, dikursi utama duduklah seorang
kakek berambut putih, di sebebh kanannya duduk seorang
nenek, agaknya nenek itu adalah istrinya.
Duduk disebelah kiri adalah si nona yang dijumpai di muka
lembah tadi.
Suuia Thian yu memandang lebih jauh, nonyet sakti
berlengen panjang Ko Lip kun serta panglima langit penegak
bumi Si Tay Kong terlihat pula disana, hanya si kakek aneh
dengan gorilanya saja yang tidak nampak batang hidungnya.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar kakek berambut putih
yang duduk dikursi utama itu menegur dengan suara yang
lembut lagi amat ramah:
"Bocah cilik, silahkan berdiri"
Suma Thian yu menurut dan segera bangkit berdiri,
kemudian dengan suara terce ngang tanyanya:
“ Aku berada dimana sekarang?"
"Tempat ini adalah lembah Put kui kok" kata kakek tersebut
samoil tersenyum, "sobat cilik sangat beruntung bisa berpesiar
ke nirwana seperti ini, boleh dibilang ke semuanya ini
merupakan rejekimu, apakah kau merasa tempat ini sangat
menyenangkan?"
Sama Thian yu menatap kakek tersebut lekat-lekat,
kemudian jawabnya ketus:
"Sedikitpun tidak menyenangkan, aku rasa kau pasti kokcu
dari lembah ini bukan?"
"Benar, tolong tanya sobat mengapa kau menganggap
tempat ini tidak menyenang kan?"
"Sebab ada orang menutupi mataku kemudian menotok
jalan darah tidurku, setelah itu aku baru digusur kemari,
perbuatan semacam ini sangat memuakkan dan menjemukan,
darimana bisa dibilang amat menye nangkan....?"
Kokcu tersebut kembali dibuat tertegun tapi kemudian ia
berpaling ke arah si nona yang berada disebelah kirinya dan
bertanya:
"Benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini? Ide dari
siapakah itu?"
Nona tersebut segera menggeleng.
"Bukankah ayah sendiri yang memenrintahkan begitu,
barang siapa yang hendak memasuki lembah, maka dia wajib
ditutupi matanya dengan kain hitam sebelum diantar masuk"
"Oya.." Kokcu tua itu seperti baru teringat dengan
perintahnya, dia segera berpaling kembali ke arah Suma Thian
yu sambil katanya:
"Ditengah malam buta begini sobat cilik memasuki lembah
kami sebetulnya sedang mengembankan tugas rahasia apa?"
"Tidak, aku tidak lagi melaksanakan tugas rahasia apa pun,
aku benar-benar terjatuh dari atas puncak tebing dan pada
hekekatnya aku tidak mengetahui kalau tempat ini bernama
lembah Put kui kok"
Kokcu tua itu segera menyimpitkan sepasang mata,
kemudian tertawa dingin:
"Hmmm.... setiap sobat yang sampai di tempat ini tak
seorangpun yang bukan terjatuh dari puncak tebing, benarkah
kejadian yang begitu kebetulan bisa terjadi secara berulang-
ulang? Sobat cilik, jangan-jangan kau memang mempunyai
misi rahasia tertentu?"
Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh....haaahh.... haaahh.... mau percaya atau tidak
terserah kepadamu, yang jelas aku bukan datang karena
sedang menjalankan suatu misi rahasia tertentu, apa bila kau
memang ingin membunuhku, silahkan saja dilaksanakan
dengan segera!"
Kokcu tua benar-benar merasa terkejut bercampur
keheraran, tanpa terasa dia mengamati Suma Thian yu berapa
kejap lagi kemudian baru katanya:
"Kau memang sedikit rada berbeda dengan orang lain,
yakin kau sama sekali tidak takut mati, apabila kau tidak
bersedia mengungkapkan alasan kedatanganmu kemari,
terpaksa selembar nyawamu harus kau tinggalkan disini!"
Dengan pandangan dingin Suma Thian yu melirik sekejap
kearah kokcu tersebut, kemudian katanya:
"Sesuai dengan nama lembahmu, aku sudah bertekad tak
akan kembali lagi ke dunia ramai, kaupun tidak usah banyak
bicara lagi, aku sudah pasrah kepada nasib, cuma bila
menginginkan nyawaku maka kalian harus membayar dengan
mahal"
Sikap dari Suma Thian yu yang kian lama kian bertambah
keras ini segera menimbulkan perasaan kaget dan gusar bagi
para hadirin lainnya.
Mendadak kokcu tua itu melompat bangun dari tempat
duduknya, lalu sambil menuding kemuka bentaknya penuh
amarah:
"Bekuk bajingan itu!"
Suara bentakannya amat keras bagaikan guntur yang
menyambar di siang hari bolong.
Bersamaan dengan diturunkannya perintah tersebut, dua
orang lelaki kekar segera maju ke depan dan menyeret tubuh
Suma Thian yu dari sisi kiri dan kanan.
Melihat kejadian tersebut, Suma Thian yu tertawa dingin
berulang kali, ditunggunya sampai kedua orang itu
mendekatinya, kemudian sepasang telapak tangannya
dilontarkan bersama dengan menghimpun tenaga sebesar
enam bagian.
Terhajar oleh serangan yang maha dahsyat tersebut, tiba-
tiba saja terdengar dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati
bergema memecahkan keheningan, belum lagi dua orang
lelaki tersebut sempat me nyentuh ujung baju lawannya,
mereka sudah mencelat kebelakang dan roboh binasa.
Atas terjadinya peristiwa tersebut, semua orang menjadi
amat terperanjat.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan
berpekik panjang, lalu dengan sepasang mata berapi-api
ditatapnya kokcu tua itu tanpa berkedip, kemudian serunya:
"Inilah contoh yang paling baik untukmu, bila kau
mendesak diriku lagi, jangan salahkan bila darah segar akan
berceceran diseluruh arena ini!"
Tampaknya kokcu tua itu tidak dibuat gentar karena
kematian kedua orang anak buahnya, malahan dengan sikap
yang amat tenang dia berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeehh...heeehh... Suatu tindakan yang amat bagus,
suatu sikap yang tegas, dengan demikian akupun tidak usah
merasa rikuh terhadap mendiang guruku lagi. Pengawal,
penggal kepala anjing keparat ini!"
Perkataannya seperti perintah dari seorang kaisar saja
membuat semua orang tak berani membangkang.
Atas perintah tersebut, monyet sakti berlengan panjang Ko
Lip kun dan panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera
turun kedalam arena, disusul kemudian lima orang lelaki yang
berada dikedua belah sisi arena.
Suma Thian yu masih tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, pada hakekatnya tak seorangpun diantara mereka
yang dipandang sebelah mata olehnya, malah katanya dengan
suara hambar:
"Tempat ini terlampau sempit, tidak leluasa untuk
bertarung, begini saja, bagaimana kalau kita langsungkan
pertarungan di luar sana?"
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera
menyetujui dan melompat ke luar lebih dulu dari ruangan.
Kelima orang lelaki lainnya segera mengikuti
dibelakangnya, hanya panglima langit penegak bumi Si Tay
kong seorang yang mengawasi musuhnya tanpa berkedip.
Dengan sikap yang santai dan tenang Suma Thian yu
pelan-pelan keluar dari dalam ruangan, dengan ketat panglima
langit penegak bumi Si Tay kong mengikuti dibelakangnya,
seakan-akan dia kuatir kalau pemuda itu berusaha melarikan
diri.
Baru saja Suma Thian yu melangkah menuju ketengah
arena, para jago segera mengurungnya ketat-ketat, hal ini
membuatnya sangat mendongkol, segera sindirnya:
"Beginikah kemampuan dari orang-orang lemban Put kui
kok? Bisanya hanya main keroyok dengan mengandalkan
dengan jumlah yang banyak?"
Monyel sakti berlengan tunggal Ko Cip kun nampak
tertegun kemudian gelagapan dan tak mampu mengucapkan
sepatah katapun.
Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara
seseorang menyahut:
"Benar, kami memang merupakan manusia-manusia yang
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak"
Ketika Suma Thian yu melirik kesamping, ternyata orang
yang mengucapkan perkataan tersebut tidak lain adalah si
kokcu tua tersebut.
Kontan saja dia tertawa terbahak-bahak, kemudian
berseru:
"Haaahh... haaah... kalau begitu hitung-hitung menambah
pengetahuan Suma Thian yu kalau memang demikian,
silahkan kalian maju semua bersama-sama!"
Baru selesai dia berkata, mendadak tampak lima macam
senjata tajam dibacokkan bersama ketubuhnya.
Kelima macam senjata itu semuanya menyerang dengan
mempergunakan jurus se rangan yang biasa, namun
dilancarkan hampir bersamaan waktunya.
Suma Thian yu tertawa dingin tiada hentinya, tiba-tiba ia
merendahkan tubuhnya lalu mencabut keluar pedang Kit hong
kiam dari dalam sarung.
Tampak cahaya tajam berkelebat lewat, dengan jurus
burung hong pulang kesarang dia babat musuhnya dengan
gencar,
sementara suara jeritan ngeri yang memilukan hati segera
bergema memecahkan keheningan, diantara berkelebatnya
cahaya pedang tersehat, seorang lelaki kekar tewas dengan
kepala berpisah dari badan.
Berada didalam keadaan seperti ini, terpaksa Suma Thian
yu harus bertindak keji, tubuhnya maju selangkah kedepan,
lalu dengan siasat memancing harimau meninggalkan bukit,
pedangnya seakan-akan membacok lelaki yang berada
ditengah, siapa tahu di tengah jalan tiba-tiba saja gerakan
tubuhnya berubah, sambil membalikkan badan dia melepaskan
sebuah bacokan ke seorang lelaki yang lain dengan jurus
Burung hong menghadap sang surya.
Semestinya jurus serangan itu dipergunakan amat tepat
dan hebat, sayang sekali pihak lawan telah membuat
persiapan yang amat bagus, kembali barisannya berubah dan
serangan dari Suma Thian yu itu mengenai sasaran yang
kosong.
Monyet sakti berlengan panjang serta Panglima langit
penegak bumi yang bertangan kosong belaka tidak langsung
terjun ke arena, melainkan mereka selalu mencari peluang
untuk melancarkan serangan dan menutup setiap kebocoran
dan kelemahan yang ada.
Dengan demikian Suma Thian yu segera merasakan tenaga
yang menekan dirinya kian lama kian bertambah berat,
apalagi dia seorang dikerubuti oleh empat jago lihay, keadaan
benar-benar amat kritis dan berbahaya.
Pada mulanya Suma Thian yu melakukan perlawanan
dengan mempergunakan ilmu Pedang Kit hong kiam hoat,
namun selanjutnya dia pergunakan ilmu pedang tanpa nama
berusaha mencari kemenangan.
Sayang sekali pihak musuh melancarkan serangan menurut
barisan yang sudah diatur secara sempurna, hal ini membuat
usaha Suma Thian yu sama sekali tidak mendatangkan hasil.
Diantara mereka, Ko Lip kun dan Si Tay kong dua orang
yang menyerang paling gencar dan berbahaya.
Jangan dilihat kedua orang itu sama sekali tidak bersenjata
namun angin pukulan yang dilontarkan setajam sebatang
pedang, ini semua membuat Suma Thian yu menjadi amat
payah dan sama sekali tidak mampu memperlihatkan
kebolehannya.
Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat sengit
inilah, tiba-tiba terdengar suara pekikan panjang bergema
membelah angkasa.
Suma Thian yu tertegun, sebab suara pekikan itu sudah
jelas berasal dari kakek pendek diatas tebing tadi, apabila
orang inipun turut terjun ke arena pertarungan, niscaya dia
akan terkurung dan mati kutunya.
Sementara dia masih tertegun, sesosok bayangan hitam
telah menerobos masuk kedalam dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat...
Belum sempat Suma Thian yu melihat pendatang itu
dengan jelas, tiba-tiba saja dia merasakan daya tekanan yang
menindih kepalanya bertambah berat, cepat-cepat Suma Thian
yu mengayunkan tangan kirinya ke atas untuk mengurangi
daya tekanan tersebut.
Sementara pedang ditangan kanannya di putar
menciptakan segulung kabut pedang yang segera membentuk
selapis dinding kuat yang menghadang didepan dadanya.
Yang dikatakan orang: Betapa pun rapatnya suatu
pertahanan, toh pasti ada yang lupa, begitu juga keadaan
Suma Thian yu sekarang.
Kendatipun pertahanan tubuh bagian depannya amat ketat
namun dia lupa dengan pertahanan belakang tubuhnya.
Tiba-tiba saja pinggangnya terasa kaku, segenap kekuatan
yang dimilikinya punah dan tak ampun tubuhnya segera roboh
terjerembab ke atas tanah.
Ternyata orang yang menyergapnya secara licik itu tak lain
adalah kokcu tua berwajah mulia namun berhati licik dan keji
itu...
Sejak terjun ke arena, pertarungan besar maupun kecil
sudah dialami oleh Suma Thian yu, paling tidak beratus
pertarungan, akan tetapi belum pernah ia jumpai siasat yang
begitu licik dan rapat seperti apa yang dialaminya sekarang.
Tampaknya kemunculan kakek cebol tadi tidak lebih hanya
merupakan sebuah tipu muslihat saja dengan tujaan hendak
memancing suma thian yu agar pecah perhatiannya.
Dengan kepandaian kokcu tua yang amat lihay, begitu
melihat musuhnya melalaikan pertahanan bagian belakang
tubuhnya, secara diam-diam lantas dia menyelinap ke
belakang tubuhnya lalu menotok jalan darah anak muda
tersebut.
ketika tubuhnya dikempit oleh kakek cebol tadi, suma Thian
yu masih tetap ber otak jernih, hanya saja tubuhnya terasa
begitu lemas seakan-akan sama sekali tak bertenaga.
terdengar kokcu tua itu tertawa dingin kemudian berseru:
"Penggal kepala bajingan cilik ini, manusia semacam ini
hanya akan meninggalkan bencana saja bila dibiarkan tetap
hidup dalam lembah kita"
Kakek cebol itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah
katapun, sambil mengempit tubuh Suma thian yu dia segera
beranjak pergi dari situ.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Ay suhu, tunggu sebentar"
Rupanya kakek cebol itu she aY bernama Siang, orang
menyebutnya makhluk pembalik awan, ketika mendengar putri
kesayangan kokcunya menghardik, diapun bertanya dengan
suara dingin:
"Keponakan masih ada urusan apa lagi?"
Gadis itu sama sekali tidak menggubris pertanyaan si
makhluk pembalik awan ay siang, kepada ayahnya dia lantas
berseru:
“ Ayah, orang ini pasti akan berguna bila dibiarkan tetap
hidup, menurut perdapat siauli, lebih baik disekap didalam
penjara saja, lama-kelamaan sikapnya akan melunak dengan
sendirinya"
"Ay hiante, kita turuti saja perkataan siauli, coba kita lihat
bagaimana perkembangan selanjutnya"
Oleh karena kokcunya sudah berkata demikian, maka kakek
cebol itu tidak banyak bicara lagi, sambil membanting tubuh
pemuda itu keatas tanah, umpatnya:
"Hitung-hitung kau si bocah keparat memang masih
berumur panjang, rasakanlah hidup selama berapa hari lagi"
Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Buru-buru Kokcu tua memerintahkan malaikat langit
penegak bumi Si Tay kong agar mengusir pergi Suma Thian yu
dari situ.
Si Tay kong memang sangat membenci terhadap pemuda
ini karena barusan pemuda tersebut telah membunuh dua
arang panglimanya, kini melihat ada kesempatan yang sangat
baik untuk melampiaskan rasa bencinya, cepat-cepat dia
mencengkeram tubuh Suma Thian yu lalu dibawa keluar
ruangan.
Suma Thian yu yang tertotok jalan darahnya sama sekali
tak berkutik, dalam keadaan demikian dia hanya bisa
pasrahkan diri pada nasib.
Panglima langit penegak bumi Si Tay Kong membawa Suma
thian yu menuju ke depan sebuah bukit, kemudian
membantingnva keras-keras keatas tanah, setelah tertawa
dingin katanya:
"Bocah keparat setelah terjatuh ke tangan toaya, berarti
kau telah bertemu dengan raja akhirat, membunuh orang
barus membayar dengan nyawa, tentunya kau mengerti akan
perkataan ini bukan? Nah sekarang toaya akan menyuruh kau
merasakan dulu bagaimana enaknya nya bila otot dibetot dan
tulang dikilir..."
Sambil berkata dia lantas mengangkat tangan-nya dan siap
ditotokkan keatas jalan darah Ki tiong hiat di depan dada
pemuda tersebut.
Seandainya torokan ini sampai dilakukan, niscaya Suma
Thian yu akan tersiksa setengahmati, mau hidup tak bisa mau
mati pun tak dapat....sepanjang hidup mungkin akan
menderita terus.
Disaat totokan hampir mengena ditubuh pemuda itulah,
mendadak dari tengah udara terdengar seseorang membentak
nyaring:
"Si Tay kong, jangan tertindak kurang ajar!"
Cepat-cepat Si Tay kong menarik kembali tangannya seraya
berpaling, ternyata kokcu hujin dan putri kesayangan kokcu
nya telah berditi disitu sambil mengawasi perbuatannya
dengan sorot mata yang tajam dan mengerikan hati.
Tak kuasa lagi peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya
karena terperanjat, dengan cepat dia berkata dengan sikap
hormat:
"Hujin, mengapa kau bisa berada disini?"
Nyonya kokcu itu sudah berusia tujuh puluh tahunan,
rambutnya telah berubah semua, mukanya juga penuh
berkerut, kini dengan muka yang dingin dan kaku dia menegur
sambil tertawa dingin:
"Si Tay kong, cara kerjamu ini benar-benar licik dan
munafik, cepat enyah dari sini, lain kali bila kau berani berbuat
semacam ini lagi, jangan salahkan bila Linio akan membacok
kepalamu sampai kutung...."
Tanpa bercuit sekejap pun Malaikat langit penegak bumi Si
Tay kong ngeloyor pergi bagaikan seekor anjing yang baru
kena digebuk, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan.
Nyouya kokcu segera menghampiri Suma Thian yu,
mengempit tubuhnya lalu bersama sama putrinya berangkat
menuju ke penjara bukit sana... .
Yang dimaksudkan penjara bukit adalah sebuah gua
dipunggung bukit yang bagian depannya ditutup dengan pintu
besi dan dijaga oleh beberapa orang jago berilmu tinggi.
Bila seseorang sudah dijebloskan ke dalam penjara bukit
ini, maka biarpun kau bersayap pun jangan harap bisa terbang
keluar dari situ, kecuali kau mampu menjebolkan pintu
bajanya.
Setibanya didepan penjara bukit, nyonya kokcu segera
membuka piutu besi dan mendorong pemuda itu kedalamnya,
dalam sekejap mata itu pula nyonya kokcu telah
membebaskan pula pengaruh totokan atas dirinya.
Menanti Suuma Thian yu merasa jalan darahnya sudah
bebas, tahu-tahu pintu baja telah tertutup rapat kembali,
dalam keadaan begini biar pun kau akan berteriak sampai
serak suaranya juga percuma.
Suma Thian yu benar-benar merasa putus asa, habis sudah
pengharapan-nya sekarang.
Ketika beranjak masuk ke ruang penjara itu, tiba-tiba
disudut ruangan itu dia menjumpai ada seseorang berbaring
pula disitu, orang itu sedang tertidur nyenyak dengan muka
menghadap ke dalam sehingga tidak ke lihatan raut wajah
aslinya.
Suma Thian yu tidak ingin membangunkan dirinya, maka
sambil duduk disampmg orang itu, dia mulai duduk sambil
melancarkan peredaran darah didalam tubuhnya.
Lebih kurang setengah per minum teh kemudian,
mendadak terdengar orang itu menjerit kaget kemudian
berseru:
"Hiante, mengapa kau pun bisa berada disini?"
Mendengar orang itu menyebut dirinya sebagai hiante,
Suma Thian yu turut menjadi terperanjat, ketika diamatinya
lagi dengan seksama, dia segera berseru tertahan:
"Tio toako, kau...."
Kata selanjutnya belum sempat diteruskan, dia
sesungguhnya tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Maklumlah, siapa yang akan menyangka bekal bertemu
orang yang dikenal di dalam penjara bukit semacam ini,
apalagi orang itu adalah satu-satunya sobat karibnya, si pena
baja bercambang Tio Ci Hui? Bagaimana pula dia tak dibuat
terkejut, sedih dan gembira?
Si Pena baja bercambang Tio Ci hui segera memeluk tubuh
Suma Thian yu dan menangis tersedu-sedu.
Lama, lama kemudian, pena baja bercambang Tio Ci hui
barulah berkata:
"Hiante, mengapa kau pun terjatuh ke tangan kelompok
manusia-manusia tersebut?"
"Sekarang habis sudah riwayat kita, mengapa nasib kita
harus mengalami nasib begini?"
Suma Thian yu sendiripun amat sedih, secara ringkas
diapun lantas menceritakan semua kisah pengalamannya
selama ini, diantaranya dijelaskan pula sebab musabab
sehingga sahabatnya menaruh kesalahan paham kepadanya.
Ketika selesai dengan perjelasannya ini, dia pun bertanya
kemudian:
"Tio toako, apakah kau masih mencurigai diriku?"
Malu dan menyesal bercampur aduk didalam hati si pena
baja bercambang Tio Ci hui, segera jawabnya:
"Hiante, kesemuanya ini memang kesalahan toako yang
bertindak kurang teliti sehingga, menaruh kesalahan paham
kepadaku, tapi berbicara sesungguhnya, keadaan pada saat ini
memang benar-benar telah mengguncangkan jalan pikiranku,
maafkan aku, aku memang tidak becus sehingga harus
mencelakai dirimu sedemikian rupa"
"Tio toako, peristiwa yang sudah lewat lebih baik kita
lupakan saja, bukankah kau sendiripun mengalami nasib
demikian gara-gara urusanku? Andaikata kau tidak
meninggalkan perusahaan Sin liong piau kiok, kau pun tidak
akan mengalami nasib seperti apa yang kau alami hari ini,
bukankah hal ini sama artinya dengan akulah yang telah
mencelakai dirimu?"
Setelah perbincangan dilanjutkan, suasana menyeramkan
yang semula mencekam penjara gunung itupun semakin
berkurang.
Mendadak Suma Thian yu teringat kembali dengan kitab
pusaka tanpa kata yang berada dalam sakunya sekarang,
tanpa terasa semangatnya berkobar kembali, dia akan
mengajak rekannya pena baja bercambang untuk sama-sama
membicarakan tentang kitab pusaka ini.
Pena baja bercambang Tio Ci hui yang mendengar
penuturan itu menjadi terkejut bercampur gembira, sehabis
menepuk bahunya, dia lantas berseru:
"Hiante, nampaknya ditengah kesulitan kita masih
menjumpai jalan hidup, kita bakal tertolong sekarang....!"
"Kenapa?"
"Mengapa kau tidak menggunakan kesempatan yang
sangat baik ini untuk mempelajari isi kitab pusaka tersebut
didalam penjara ini, bukan saja dapat mengusir waktu, dapat
juga menambah kepandaian silatmu, suatu ketika apabila ilmu
tersebut telah berhasil kau kuasai, memangnya pintu baja
tersebut mampu merintangi kita?"
Suma Thian yu menjadi gembira sekali, inilah yang
dikatakan orang sebagai: Say ang yang kehilangan kuda, siapa
yang bisa menduga kalau ini bukan rejeki?
Sekalipun kedua orang itu sudah terkurung didalam penjara
bukit, namun justru karena hal ini mereka telah berhasil
mempelajari isi kitab pusaka yang menggetarkan seluruh
kolong langit, tentu saja hal semacam ini tak pernah diduga
sama sekali oleh kokcu lembah Put kui kok tersebut.
Diatas bukit tiada waktu, entah berapa waktu pemuda itu
harus berdiam dalam penjara tersebut.....
oooOooo oooOooo
UNTUK sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu Suma
Thian yu dan Tio Ci hui yang sedang melatih ilmu didalam
penjara bukit lembah Put Kui kok.
Sementara itu, suasana didalam dunia persilatan telah
berubah kacau, badai pembunuhan berdarah pun mulai
mengancam setiap orang di dunia ini.
Keheningan sebelum menjelangnya suetu per tarungan
besar terasa paling menyesakkan, paling mengerikan dan
paling tidak menentramkan hati orang, seakan-akan seluruh
jagad telah mampus semua....
Kaum iblis dari golongan hitam nampaknya sudah mulai
berubah sasaran mereka, kini tiada yang mengusik atau
mengganggu kaum rakyat kecil lagi, mereka saling
menghimpun tenaga dan kekuatan masing-masing untuk
bersama-sama menghadapi para jago dari golongan lurus.
Kaum hitam kini telah mengangkat Kul lun indah Siau wi
goan sebagai pemimpin mereka, sebaliknya dari pihak kaum
lurus belum ditemukan seorang pemimpin pun, seakan-akan
semua orang sedang menunggu kedatangan Suma Thian yu
dari Tibet untuk memimpin mereka semua.
Begitulah, siang malam para jago dari kaum lurus sama-
sama berharap kedatangan pemuda itu dengan membawa
serta kitab pusaka tanpa kata, mereka pun berharap
kemampuan pemuda itu sanggup untuk melenyapkan
ancaman badai pembunuh yang kian mengancam tiba.
Hampir setiap orang mempunysi jalan pemikiran demikian,
namun siapa pun tidak yakin Suma Thian yu dapat kembali
terutama sekali bagi sepasang manusia bodoh dari bukit Wu
san yang tahu pemuda itu sudah terjatuh ke dalam jurang.
Dalam keadaan demikian, mau tidak mau para jago kaum
lurus harus mempertimbangkan kembali pilihan mereka, dan
akhirnya diusulkan mengangkat Hui im tongcu Gak say bwe
sebagai pemimpin mereka.
Semua peristiwa ini sudah barang tentu diselenggarakan
dan diumumkan oleh masing-masing secara diam-diam dan
rahasia, itulah sebabnya pula suasana didalam dunia
tenteram.
Siapakah yang menduga kalau dibalik ketenangan tersebut,
suatu pertarungan antara kaum sesat dan lurus segera akan
berkobar...
Sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki Kun lun indah Siau Wi
goan tidak terhitung hebat, namun akal muslihat serta
kecerdasan otaknya memang jauh lebih unggul dari siapa pun,
terutama dengan silat lidahnya yang lihay, banyak kaum lurus
yang terbujuk olehnya sehingga mau berpihak kepadanya,
antara lain It cu hoa kiam dari Tiam cong pay dan lain
sebagainya.
Yang paling hebat lagi adalah Sip hiat jin mo atau manusia
iblis penghisap darah serta si mayat hidup, dua tokoh kaum
iblis yang berilmu tangguh pun bersedia menerima
perintahnya, ini semua membuat pertentangan diantara
mereka sendiri semakin berkurang, namun kerja sama mereka
dalam menghadapi kaum lurus semakin bertambah kokoh dan
menakutkan.
Hingga kini, para gembong iblis kaum hitam sejak yang
hebat sampai yang rendahpun telah berkumpul semua
didalam gedung kediaman Siau Wi goan yang berada dalam
kota Tiang an, sudah barang tentu orang-orang yang dapat
diundang Siau Wi goan pastilah jago-jago kaum rimba hijau
yang terpandang.
Dengan gaya pimpinan Kun lun indah Siau Wi goan yang
sudah mendendam terhadap para jago kaum lurus, secara
otomatis semua perencanaannya yang licik ditunjuk kan untuk
memusnahkan kaum dari muka bumi ini.
Orang bilang: Bila tahu lawan bila tahu diri, maka setiap
pertarungan pasti akan dimenangkan.
Sepanjang masa ini tujuan dari Siau Wi goan adalah
berupaya sedapat mungkin untuk menyelidiki gerak-gerik
kaum lurus, agar di dalam penggebrakan selanjutnya pihaknya
dapat meraih kemenangan dan keberhasilan besar.
Itulah sebabnya dia mulai menyelidiki setiap orang yang
dicurigai, terutama terbadap jago-jago pilihan seperti Siau yau
kay Wi Kian,sepasang manusia bodoh dari Wu san, Bu lim ji ci
dan Ciong liong lo sian jin sekalian.
Kemudian setelah mengetahui kekuatan lawan serta
kemampuan mereka, dia pun mulai mengatur, rencana untuk
menggasak mereka sedemikian rupa sehingga semuanya
dapat di tumpas habis.
Sudah barang tentu untuk menyusun perencanaan
semacam ini bukanlah suatu pekerjaan yang gampang sekali.
Tapi bagi Kun lun lndah Siau wi goan yang licik, segala
sesuatunya ternyata bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Satu-satunya manusia yang membuatnya merasa kuatir
adalah jejak Suma Thian yu yang belum diketahui bagaimana
nasibnya itu, ia benar-benar merasa menyesal terutama atas
kegagalannya menumpas Suma Thian yu ketika berada di
lembah Toan hun kot tempo hari, padahal saat tersebut dia
mempunyai peluang yang bagus sekali.
Setiap kali teringat akan Suma Thian yu, wajah berseri
yang selalu menghiasi wajahnya pasti akan menghilang,
hatinya pun seakan-akan dikalungi dengan beban besi yang
berat sekali.
Baginya sehari Suma Thian yu masih hidup berarti ancaman
terhadap semua rencana belum hilang karena satu-satunya
orang yang mampu mengobrrak-abrik semua perencanaan-
nya ini hanya anak muda tersebut seorang.
Selama ini Sau Wi goan sudah banyak mengirim orang
untuk menyelidiki jejak pemuda itu, namun hasilnya masih
tetap merupakan sebuah teka teki besar.
Beberapa hari berselang dia mendapat tahu dari Leng kong
kalau Suma Thian yu telah tewas terjatuh dalam jurang, berita
ini mendatangkan kegembiraan yang singkat bagi
Kun Lun indah, tapi dia pun kembali menjadi murung dan
resah bila teringat bahwa mati hidup pemuda lawannya ini
masih tetap merupakan suatu teka teki besar.
Kaluu dibicarakan memang sangat mengherankan, dia
bukannya merasa kuatir meng hadapi Ciong liong lo sianjin
dan sekalian tokoh-tokoh tua yang lihay, mengapa justru
merasa resah dan kuatir terhadap Suma Thian yu seorang
bocah yang masih ingusan?
Mungkinnah dia selalu beranggapan bahwa Suma Thian yu
lah yang mampu menghancurkan semua usahanya ini?
Yaa, setelah terjadi bentrokan beberapa kali, dia memang
mulai sadar bahwa musuh sesungguhnya baginya adalah
Suma Thian yu....
Ditambah lagi dengan perjalanan Suma Thian yu ke Tibet,
dia semakin memahami beban tugas yang sedang diembankan
pada pemuda tersebut, sudah pasti pemuda inilah yang
diserahi tugas untuk mententeramkan dunia persilatan dari
gangguan pihaknya.
Ditambah pula ketika berada ditebing Toan hun say Suma
Thian yu telah berhasil merebut kembali kitab pusaka tanpa
kata dari tangan San yap koay mo, betul keaslian kitab pusaka
itu masih merupakan sebuah tanda tanya besar, namun
selama teka teki itu belum terungkap, berarti sudut ancaman
pun belum bisa dihilangkan pula.
Berdasarkan banyak alasan inilah, maka setiap hari Kun lun
indah Siau Wi goan se lalu murung, resah dan tidak gembira...
Suatu hari, ketika Bi kun lun Siau Wi goan masih duduk
diruang tengah dengan resah, tiba-tiba dari luar muncul
seorang petugas yang melaporkan:
"Lapor tayjin, diluar datang utusan dari lembah Put kui kok
yang mohon berjumpa"
Mendengar kata "Put kui kok" paras muka Kun lun indah
Siau Wi goan segera berubah hebat, bagaimanapun juga
lembah Put kui kok merupakan sekelompok kekuatan yang
tidak boleh dianggap remeh.
Selama banyak tahun teraknir ini, belum pernah ada orang
yang bisa munculkan diri setelah tiba dilembah Put Kui kok
tersebut, tapi hari ini dari pihak Put kui kok telah muncul
orang yang datang menghadap, bisa di duga urusannya pasti
gawat sekali. Maka dia segera menurunkan perintahnya:
"Undang utusan ini masuk!"
Tak lama setelah kepergian petugas itu, seorang lelaki
berusia empat puluh tahunan telah muncal dimuka ruangan,
Kun kun indah segera turun dari singgasananya untuk me
nyambut kedatangan tamu agungnya itu...
Orang ini berusia empat puluh tahunan, bertubuh
jangkung, bertangan panjagn dan berwajah serius, dia
mengenakan pakaian ringkas yang amat ketat.
Orang tersebut bukan lain adalah monyet sakti berlengan
panjang Ko Lip kun yang pertama kali dijumpai Suma Thian
yu.
Setelah berjumpa dengan Kun Lun indah Siau wi goan, si
monyet sakti berlengan panjang Mo Lip kun segera memberi
hormat sambil menyapa ramah:
"Apakah anda adalah Siau tayhiap?"
"Yaa betul"
"Aku Ko Lip kun mendapat perintah dari Kokcu untuk
datang menyampaikan kabar gembira"
"Kabar gembira? Darimana datangnya kabar gembira buat
aku Siau wi goan?" Kun lun indah Siau Wi goan balik bertanya
dengan wajah keheranan.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah...apakah selama berapa waktu
belakangan ini Siau tayhiap sedang murungkan sesuatu
persoalan....?"
"Persoalan yang sedang kuhadapi kelewat banyak,
bersediakah Ko tayhiap mengutarakan secara langsung saja?"
"Sudahkah Siau tayhiap mendapat tahu kabar berita
tentang Suma siauhiap?"
Begitu mendengar nama 'Suma Thian yu' disebut orang,
Kun lun indah, Siau wi goan segera merasakan kepalanya
menjadi pusing dan dadanya seperti terhantam benda yang
amat berat sekali, dengan agak gelagapan ia segera tertanya:
"Apakah bocah keparat itu masih hidup hingga sekarang?"
"Yaa, dia masih hidup..."
"Dimana?" tukas Wi Siau wi goan lagi dengan perasaan
panik dan tidak sabar.
Sekali lagi monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Haah...haah... haah... dia berada di dalam lembah Put kui
kok sekarang"
Setelah mendengar jawaban tersebut, Kun lun indah Siau
wi goan menjadi gembira setengah mati, dia ikut
mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, segera
tanyanya kembali.
"Apakah mati hidupnya sudah ditetapkan?"
"Belum. Cuma lebih banyak mampusnya daripada
hidupnya, sebab saat ini dia sudah disekap didalam penjara
bukit"
Mendadak Kun lun indah Siau Wi goan menjerit kaget:
"Aduh celaka, dia membawa benda mestika...."
Ketika berbicara sampai disini Kun lun indah Siau Wi goan
tidak melanjutkan kemkali kata-katanya, sebab dia memang
sengaja berbuat demikian agar Suma Thian yu menjadi
incaran orang-orang lembah Put kui kok dan cepat
dibinasakan.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun kontan saja
membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian berseru cepat:
"Benda mestika apakah itu? Apakah Siau tayhiap bersedia
memberi keterangan kepada kami?"
Kun lun indah Siau Wi goan kembali menggelengkan
kepalanya sambil menghela napas.
"Aku tahu bocah keparat itu tidak akan menyerahkan benda
mestika tersebut dengan begitu saja"
"Sebenarnya mestika apakah itu?"
"Kau pernah mendengar tentang kitab pusaka Kun tun kan
kun kun huan siu cinkeng? Nah, mestika itulah yang berada
disakunya"
"Apa?" teriak monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun
segera menjerit kaget, "kau maksudkan kitab pusaka tanpa
kata?"
"Benar, kitab pusaka tersebut berada di tangan bocah
keparat tersebut"
000O000
Setelah mengetahui kalau Suma thian yu menggembol
mestika yang tak ternilai harganya itu, Monyet berlengan
panjang Ko lip kun menjadi sangat panik, dia segera
memohon diri kepada tuan rumah dan segera berangkat
kembali ke lembahnya.
Menanti Ko Lip kun sudah berlalu, Kun lun indah Siau wi
goan baru mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak,
dalam anggapan-nya kali ini, biarpun Suma Thian yu
mempunyai berapa buah batok kepala pun semuanya akan
terpengal habis.
Tiba-tiba suara tertawanya terhenti sampai ditengah jalan,
lalu sambil bertepuk tangan serunya:
"Cepat undang Lim tayhiap"
Yang dimaksudkan Lim tayhiap adalah si harimau angin
hitam Lim Khong, tak selang berapa saat kemudian Lim Kong
telah muncul.
Secara ringkas Siau wi goan lantas menceritakan tentang
soal Suma Thian yu yang baru didengarnya, setelah itu
katanya:
"Hiante, ajaklah beberapa orang jago lihay dan segera
berangkat, begitu ada kabar, segera kirim kabar kembali, bila
bertemu dengan bocah keparat tersebut, bagaimana pun juga
kau harus membunuhnya sampai mampus!"
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram.
"saat itu tak usah toako kuatirkan, selama hayat masih
dikandung badan, aku bersumpah akan bertarung dengan
Suma Thian yu keparat itu hingga dia mampus!"
Setelah mengundurkan diri dari ruangan, dia lantas
memerintahkan kepada si ular berekor nyaring Mo Pun ci,
Leng Kong taysu dan Hu hok cu sekalian agar bersiap sedia
untuk berangkat, sedangkan dia sendiri berangkat kegedung
timur untuk berpamitan dengan gurunya si mayat hidup Ciu jit
hwee.
Dengan mengikuti dibelakang si monyet sakti berlengan
panjang, berangkatlah rombongan yang dipimpim harimau
angin hitam Lim Khong menuju ke sekitar lembah Put kui kok
dengan maksud berjaga-jaga bilamana Suma Thian yu sempat
melarikan diri dari sana.
Dalam pada itu, Suma thian yu dan pena baja bercambang
Tio ci hui yang terkurung dalam penjara bukit, kecuali
bersantap makanan yang dihidangkan oleh pihak Put kui kok,
mereka selalu mempelajari ilmu silat secara tekun.
Berkat kecerdasan otak dari Suma Thian yu, maka tidak
sampai dua bulan kemudian semua isi kitab Kun tun kan kun
cinkeng tersebut telah berhasil dipelajari dengan matang,
yang sekarang tinggal melaksanakan secara praktek.
Ilmu silat yang tercantum didalam kitab pusaka itu
memang benar-benar merupakan ilmu sakti yang jarang
ditemui dalam dunia persilatan, semuanya berjumlah tujuh
jurus, dari setiap jurus mempunyai daya kekuatan yang luar
biasa.
Apabila ketujuh jurus seraTgan tersebut dipergunakan
secara beruntun maka perubahan yang dapat dikembangkan
akan meningkat, luar biasa biarpun harus bertarung sebanyak
dua ratus gebrakan pun, orang tetap akan dibuat
kebingungan.
Tapi sekarang Suma Thian yu baru bisa mengingat-ingat
cara mempergunakan ketujuh jurus serangan itu saja,
sekalipun demikian, orang yang sanggup menghadapinya
sekarang boleh dibilang hanya beberapa gelintir saja.
Pena baka bercambang Tio Ci hui sendiri semenjak
pertemuan-nya dengan Suma thian yu, ia nampak lebih ceria
dan terbuka, keputusasaan yang semula mencekam perasaan-
nya sudah lenyap tak berbekas, sedangkan harapan-nya untuk
bisa hidup lebih jauh pun berkobar kembali...
Oleh sebab itulah, selama Suma Thian yu mempelajari kitab
pusaka tanpa kata, dia sendiri tidak mengganggu, satu demi
satu semua ilmu silat yang dipelajarinya dulu dilatih kembali,
bahkan dari Suma Thian yu pun dia berhasi mempelajari
berbagai macam ilmu kepandaian.
Hanya dalam dua bulan yang singkat, dasar tenaga dalam
maupun ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini telah
memperoleh kemajuan yang pesat.
Hari ini ketika mereka baru selesai sarapan, tiba-tiba pintu
baja dibuka orang dan muncullah Monyet sakti berlengan
panjang Ko lip kun serta panglima langit penakluk bumi Si tay
kong.
Sebenarnya suma Thian yu sedang berbaring, maka begitu
berjumpa dengan kedua orang itu, diapun segera merintih dan
bersikap seolah-olah menjadi lemah dan sekarat karena
kekurangan makanan.
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun hanya berdiri
didepan pintu saja sambil mengawasi kedua orang itu sekejap,
kemudian sambil mengawasi Suma Thian yu, tegurnya dingin:
"Sahabat kecil, pelayanan Put kui kok terhadapmu tentunya
tidak terlalu jelek bukan?"
Suma Thian yu kembali merintih, lalu sambil duduk dengan
wajah murung sahutnya"
"Dua bulan ini hampir saja nyawaku turut lenyap, apakah
pelayanan semacam ini pun kau anggap sebagai pelayanan
yang baik? Kau benar-benar bedebah...."
Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun sama sekali
tidak terpengaruh oleh kata-kata tersebut, lain dengan
panglima langit penegak bumi Si Tay Kong, dia tak sanggup
menahan diri lagi, sambil membentak gusar ia siap
menerjang ke depan untuk menghajar Suma Thian yu, tapi
niat tersebut segera dicegah oleh monyet sakti berlengan
panjang.
"Hiante, buat apa sih kita mesti bercekcok dengan setan
cilik itu? Ingat saja apa tujuan kedatangan kita sekarang?
Janganlah disebabkan urusan kecil sampai masalah besar pun
turut terbengkelai, kenapa sih kau selalu mengumbar watak
kerbaumu?"
Dengan gemas dan penuh amarah panglima langit penegak
bumi Si Tay kong segera mengumpat:
"Kau bebedah keparat, anak jadah..."
Niatnya untuk memberi hajaran kepada pemuda tersebut
pun segera diurungkan.
Kemudian monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun baru
berkata lagi dengan senyum an licik menghiasi wajahnya:
"Sobat cilik, aku dengar kau membawa sejilid kitab pusaka
yang tak ternilai harganya, bolehkah dipinjamkan sebentar
kepadaku?"
Suma thian yu amat terkejut setelah mendengar perkataan
ini, sampai-sampai Pena baja bercambang yang berada di
sampingnya pun turut merasa terkejut.
Untung Suma Thian yu cukup cekatan, setelah berpikir
sebentar ia segera dapat menebak jalan pemikiran orang,
maka katanya kemudian:
"Kitab pusaka apa sih? Aku tidak memilikinya"
"Bocah keparat, kau masih bermaksud untuk berlagak
pilon?" bentak panglima langit penegak bumi dengan gusar,
"di hadapan orang pintar tidak usah berbohong, kami tahu kau
menggembol kitab pusaka tanpa kata. Hmm, memangnya
berusaha mau membohongi toaya mu?"
"Didalam saku ku hanya terdapat selembar kertas
rongsokan, benarkan kertas itu kitab pusaka atau bukan, aku
sendiripun kurang tahu, apakah kalian berdua menginginkan
kertas rongsokan itu?"
Kemudian dengan ilmu menyampaikan suara dia berkata
pada si Pena baja bercambang:
"Toako, untuk sementara waktu kau hadapi seorang
diantara mereka, jangan biarkan mereka kabur, sebab inilah
satu-satunya ke sempatan buat kita untuk melarikan diri.
Buru-buru pena baja bercambang menghimpun segenap
tenaga dalam yang dimilikinya bersiap sedia untuk membunuh
salah seorang musuhnya itu.
Mendadak Suma Thian yu teringat kembati dengan
perbuatannya sewaktu memper mainkan Sam yap koay mo
dan manusia iblis berkepala ular tempo hari, maka dengan
cara yang sama diapun berseru:
"Apakah kedatangan kalian berdua dikarenakan kertas
rongsokan ini...?"
Dia segera mengeluarkan kitab pusaka itu dan diperlihatkan
di hadapan ke dua orang itu.
Bagaikan kucing melihat ikan asin, Ko Lip kun dan Si Tay
kong segera melototkan matanya besar-besar.
Kembali Suma thian yu mengoceh:
"Rupanya kalian berdua menginginkan kertas rongsokan ini,
sayang seribu kali sayang, kertas ini hanya selembar saja,
bagaimana cara untuk membaginya?"
Dalam perkiraan Suma Thian yu, ke dua orang itu pasti
akan saling berebut setelah mendengar perkataan itu.
Siapa tahu kedua orang itu menjadi gusar sekali setelah
mendengar ucapan yang bernada adu domba ini, Monyet sakti
berlengan panjang Ko Lip kun segera mengumpat:
"Bocah keparat, kau anjing licik, memangnya kau anggap
dengan hasutanmu itu lantas kami akan saling bentrok
sendiri? Toaya mu tak akan termakan oleh tipu muslihat
anjing keparat macam kau!"
SERAYA berkata dia lantas maju kedepan dan menghampiri
Suma Thian yu.
Sebaliknya panglima langit penegak bumi Si Tay kong
menghampiri si pena baja bercambang.
Tindakan yang dilakukan kedua orang tua itu justru
merupakan apa yang diharapkan oleh pemuda tersebut, diam-
diam ia menjadi kegirangan setengah mati.
Mendadak terdengar Monyet sakti berlengan panjang Ko
Lip kun menjulurkan tangannya kedepan sambil membentak
penuh amarah:
"Bawa kemari bocah keparat!"
Suma Thian yu sengaja memperlihatkan kitab pusaka itu
dihadapan lawannya kemudian dimasukkan kembali kedalam
sakunya sambil mengejek sinis.
"Tak akan semudah itu, kau anggap dikolong langit
terdapat manusia bodoh yang mau menyerahkan mustikanya
dengan begitu saja? Huuh, kalau sauya enggan menyerahkan
kepadamu lantas mau apa kau?"
Meledaklah hawa amarah si Monyet sakti berlengan
panjang Ko Lip kun sehabis mendengar perkataan ini, otot-
otot hijaunya sampai menonjol keluar semua saking
marahnya, sambil membentak keras, kelima jari tangannya
dipentangkan lebar-lebar kemudian menyambar tubuh Suma
Thian yu sambil umpatnya:
"Kepingin mampus rupanya kau?"
Siapa tahu belum sampai kelima jari tangan-nya mencapai
sasaran, Suma thian yu sudah berkelebat lewat dan lenyap
dari pandangan mata.
Belum sempat Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun
membalikkan badannya, mendadak punggungnya terasa amat
sakit, seluruh tulang belulangnya bergemerutuk keras, lalu
diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati tubuhnya roboh
terkapar keatas tanah.
Panglima langit penegak bumi Si Tay kong memang tidak
malu disebut manusia licik, begitu menjumpai Ko Lip kun
roboh keatas tanah ia tidak berusaha membantu kawannya
malahan sebaliknya kabur keluar pintu.
Pena baja bercambang Tio Ci hui kuatir musuhya itu
berhasil melarikan diri, sudah barang tentu dia tak akan
membiarkan lawannya lolos dengan begitu saja, sambil
membentak dia melompat kedepan untuk mengejar.
"Tunggu dulu!"
Suma Thian yu pun tidak berani berayal sebab dia tahu
setengah langkah saja dia terlambat, pintu penjara akan
tertutup kembali, berarti dia harus berusaha lebih dulu
sebelum berhasil lolos dari situ.
Karenanya pada saat yang hampir bersamaan mereka
berdua bersama-sama menerobos keluar dari pintu penjara.
Setelah dua bulan tak bertemu sinar matahari, mereka
merasakan semangatnya berkobar kembali setibanya dialam
bebas, begitu melihat dua orang sipir penjara ada disitu, tanpa
banyak bicara, seorang satu mereka hajar lelaki penjaga bui
itu sampai tewas.
Dalam pada itu si pena baja bercambang Tio Ci hui telah
berhasil mengejar hingga dibelakang Si Tay kong, menyadari
kalau jalan untuk kabur telah tertutup, panglima langit
penegak bumi ini segera membalikan badan dan
mengayunkan telapak tangan-nya bersama-sama melancarkan
sebuah pukulan dahsyat.
Bagaimanapun juga pena baja bercambang adalah seorang
piasu, ilmu silatnya biasa-biasa saja bila dibandingkan dengan
musuhnya yang merupakan jago lihay kalangan rimba hijau,
tentu saja selisihnya jauh sekali.
Begitu melihat musuhnya membalikkan badan sambil
melancarkan serangan ia menjadi gelagapan dibuatnya dan
cepat-cepat menghindar ke samping....
Sudah barang tentu Si Tay kong tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan yang amat baik ini dengan begitu saja, mendadak
ia merubah gerakan tubuhnya, lalu dengan jurus Naga sakti
mengebaskan ekor, dia hantam batok kepala Tio Ci hui.
Gerak serangan tersebut amat gencar lagi dahsyat,
mustahil rasanya buat Tio Ci hui untuk meloloskan diri lagi, tak
ampun lagi dia berseru tertahan dan memejamkan matanya
menunggu kematian tiba.
Di dalam detik yang amat kritis inilah, mendadak terdengar
suara pekikan nyaring bergema memecahkan keheningan.
Suma Thian yu dengan gerakan secepat sambaran petir
menerobos masuk diantara kedua orang itu kemudian ia
sambut serangan dari Si Tay kong tadi dengan kekerasan,
sementara telapak tangan yang lain membacok tubuh
lawannya ini.
Di dalam serangan tersebut Suma Thian yu hanya,
mempergunakan tenaga sebesar emapt bagian saja, tapi ilmu
silat yang digunakan justru ilmu sakti dari kitab pusaka tanpa
kata.
Disamping berniat mencoba kemampuan ilmu silat
tersebut, dia pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk
membalas sakit hatinya terhadap Si Tay kong yang pernah
memperlakukan dirinya sangat buruk dua bulan berselang.
Biarpun niat yang sebenarnya hanya memberi hukuman
kepada lawan sehingga menjadi cacad, apa mau dibilang
kepandaian silat yang dihasilkan dalam serangan tersebut
benar-benar luar biasa dahsyat dan hebatnya.
Mimpi pun Si Tay kong tidak menyangka kalau Suma Thian
yu bakal menggunakan serangan maut sedemikian dahsyatnya
untuk menghadapi dirinya.
Menanti angin pukulan lawan yang amat dahsyat dan tak
terlawan itu sudah tiba didepan mata, terlambat sudah
baginya untuk menarik kembali serangannya tersebut.
"Blaaarr.....!"
Suatu benturan dahsyat segera terjadi, menyusul kemudian
ditengah udara bergema suara jeritan ngeri yang memilukan
hati.
Tubuh si panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera
mencelat seperti layang-layang yang putus benang dan
terlempar ketengah udara, sewaktu terjatuh kembali ke bumi,
kepalanya lebih dulu yang menembuk batu cadas.
Tak ampun lagi, kepalanya sagera hancur berantakan, isi
benaknya berhamburan kemana-mana, manusia tersebut
tewas dalam keadaan yang benar sangat mengerikan.
Suma Thian yu menjadi melongo dengan mata terbelalak
besar setelah menyaksikan peristiwa ini, sampai lama sekali
dia masih belum mampu mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak....
Ditengah udara berkunaandang lagi suara tertawa seram
yang dingin dan menggidikkan hati:
Suatu pembunuhan yang bagus sekali...hitung-hitung
menambah pengetahuanku.
Suma Thian yu menjadi sangat terperanjat setelah
mendengar seruan tersebut, dengan cepat dia berpaling,
ternyata si makhluk pembalik awan Ay Siang telah muncul
pula disana.
Dengan langkah pelahan Ay Siang mendekati pemuda
tersebut, sementara dibelakangnya mengikuti gorilla hitam
andalan-nya itu.
Setelah berhasil membinasakan musuhnya barusan, rasa
percaya pada kemampuan sendiri dari Suma thian yu semakin
bertambah, dia tidak merasa jeri lagi terhadap kakek tersebut
namun tetap merasa sangsi terhadap gorilla yang berada di
belakangnya.
Sementara itu makhluk pembalik awan Ay Siang telah
berdiri tegak hanya enam langkah dihadapan si anak muda
itu, setelah memandang sekejap kearah sang pemuda dengan
pandangan hina, kemudian memandang pula ke arah Tio ci
hui, katanya kemudian:
"Nyali kalian berdua benar-benar amat besar, kau anggap
lembah Put kui kok merupakan tempat yang gampang dibuat
huru-hara? Hmm, bukan saja membunuh Ko Lip kun dan Si
tay kong berdua kalian pun berani menyerbu keluar dari
penjara. Hmm... boleh saja bila ingin keluar dari lembah Put
kui kok ini, cuma kalian harus sanggup merobohkan diriku
lebih dulu"
Semua perkataan-nya diucapkan dengan nada tegas dan
bertenaga, bukan saja kelewat mengunggulkan kemampuan
sendiri, jumawanya bukan kepalang.
Suma Thian yu segera menjawab dengan ketus:
"Siapa yang akan menurut aku akan hidup, siapa yang
menentang akan mati, setan tua kau jangan mencoba-coba
hendak merintangi perjalananku ini"
Begitu selesai berkata, dengan jurus dewa memetik buah
dia menghantam tubuh Si makhluk pembalik awan Ay Siang
keras-keras.
Siapa tahu baru saja dia bergerak gorilla yang berada
dibelakang Ay Siang turut bergerak pula, agaknya binatang
tersebut cukup memahami maksud majikan-nya, begitu
melihat ada orang menyerang majikan-nya, dia segera
menghadapi serangan tersebut dengan cepat.
"Blaaamnm..!"
serangan dahsyat dari Suma Thian yu itu nyaris
menghantam diatas dada Gorilla tersebut.
Biarpun serangan tersebut sangat dahsyat ternyata sama
sekali tidak berpengaruh pada sang gorilla tersebut, jangan
lagi terluka, bergetar pun tidak.
Suma thian yu menjadi keder sendiri, dia melompat mundur
dua langkah ke belakang, tapi gorilla itu sambil menggerakkan
tangan-nya malahan mendesak lebih kedepan.
Lama-kelamaan Suma Thian yu dibuat mendongkol dengan
sendirinya, dia segera menarik napas panjang begitu melihat
gorila itu sudah berada tiga langkah dihadapan-nya, dia lantas
mengeluarkan ilmu pukulan Sian poo hwe hong ciang ajaran
Ciong liong sianjin untuk menyerang binatang tersebut.
Dalam pada itu, makhluk pembalik awan Ay Siang yang
menyaksikan gorilanya sudah mencegat Suma thian yu, dia
segera mengalihkan sasarannya ke arah pena baja
bercambang Tio Ci hui.
Sementara itu Tio Ci hui telah bersiap siaga dengan
menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya ke dalam
sepasang lengan, begitu melihat Ay Siang datang mendekat ia
segera membentak keras:
"Lihat serangan!"
Serangan tersebut segera menumbuk dada si makhluk
pembalik awan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
"Serangan yang bagus!" jengek Ay Siang sambil tertawa
dingin.
Tubuhnya miring kesamping, lalu telapak tangan kirinya
dilontarkan ke depan, dengan jurus Awan melintangi bukit Wu
san, dia hantam pinggang Tio Ci hui.
Dalam pada itu Tio Ci hui benar-benar sangat gelisah,
dengan mengeluarkan semua kepandaian silat yang pernah
dipelajarinya selama puluhan tahun terakhir ini dia bertarung
sengit melawan makhluk pembalik awan.
Bila dibicarakan sesungguhnya, keadaan Ay Siang dengan
Tio Ci hui sekarang ibaratnya orang dewasa menghadapi anak
kecil, pada hakekatnya dia hanya mempermainkan si pena
baja bercambang itu saja.
Berbeda dengan Tio Ci hui, dia telah mempergunakan
seluruh kepandaian yang dimilikinya, setiap jurus, setiap
gerakan semuanya disertai dengan tenaga penuh, sayang
sekali kemampuannya memang kalah setingkat, biarpun dia
sudah menggunakan segenap kemampuan yang dimilikipun
sama sekali tak berguna.
Di pihak lain, pertarungan antara Suma thian yu melawan
gorilla itu pun berlangsung seru, berbicara soal tenaga dalam
Suma Thian yu masih jauh lebih unggul apa lagi manusia
berotak dan gorilla tidak, jadi posisi sungguhnya lebih
menguntungkan bagi anak muda kita.
Ketika ia melihat Ay Siang telah bertarung melawan Tio ci
hui, hatinya mulai gelisah tak hentinya, ia mencoba
mengamati jalan-nya pertarungan tersebut.
Kalau tidak dilihat masih mendingan, begitu melihat
keadaan tersebut, peluh dingin segera terjatuh bercucuran
membasahi tubuhnya, ternyata Tio Ci hui sudah terdesak
hebat, keadaannya berbahaya sekali, ibarat telur diujung
tanduk.
Buru-buru Suma Thian yu menghimpun segenap tenaga
yang di milikinya dengan melangsungkan pertarungan cepat,
semua pelajaran yang baru saja dipelajari dari kitab tanpa
katapun di keluarkan semua.
Bagaimana pun jua gorilla cuma seekor hewan, dia hanya
mengandalkan kulit tubuh nya yang keras saja untuk
menghadapi musuh, sadarlah Suma Thian yu, apa bila dia
ingin meraih kemenangan, maka akallah yang harus
digunakan.
Maka dengan mengerahkan tenaga besar enam bagian dia
hantam perut gorilla itu keras-keras.
Termakan pukulan yang di lancarkan dengan ilmu sakti dari
kitab tanpa kata ini, gorilla tersebut tidak mampu
mempertahankan diri, begitu terhajar badannya segera
terjungkal keatas tanah.
Begitu hewan tersebut roboh, Suma thian yu tidak menyia-
nyikan kesempatan baik yang ada, bersamaan waktunya dia
cabut keluar pedagnya lalu menusuk tenggorok-kan binatang
itu dengan kecepatan bagakan sambaran kilat.
Mendadak terdengar gorilla itu menjerit kesakitan, dari
tenggorokannya muncrat keluar darah segar yang menyembur
ke mana-mana, setelah meronta berapa saat akhirnya lemas
dan tewaslah binatang tersebut.
Sementara itu makhluk pembalik awan Ay Siang yang
sedang bertarung menjadi tertejut ketika mendengar jeritan
ngeri dari binatang kesayangannyam ketika dia berpaling dan
mengetahui binatang itu sudah mampus, hatinya menjadi sakit
sekali seperti diiris-iris dengan pisau, serangannyapun secara
otomatis turut terhenti.
Padahal pada waktu itu napas si pena baja bercambang Tio
Ci hui sudah ngos-ngosan seperti kerbau, melihat musuhnya
meng-hentikan serangan secara tiba-tiba ia segera
menganggap inilah kesempatan yang baik sekali.
Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya,
sebuah bacokan kilat segera dilontarkan ketubuh lawan.
Makhluk pembalik awan Ay Siang adalah seorang jagoan
yang berilmu sangat tinggi, sekalipun dia sedang terpengaruh
oleh binatang kesayangannya, namun tidak lupa sedang
menghadapi lawan.
Baru saja angin serangan menerpa tubuhnya, dia telah
sadar dari kekilafan tersebut.
Terbakar oleh amarahnya karena kematian gorila
kesayangannya, Ay Siang segera melampiaskan semua
perasaan dendam, benci dan amarahnya itu kepada Tio Ci hui.
Mendadak terdengar ia membentak keras:
"Lebih baik kau temani dia masuk kubur saja!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sebuah
pukulan dahsyat telah dilontarkan kedepan.
Tio ci hui mengira musuhnya sama sekali tidak membuat
persiapan apa-apa karena sedang terpengaruh oleh kematian
binatang kesayangannya, maka dia menyerang secara kalap
dengan melupakan pertahanan diri.
Menanti ia saksikan Ay Siang menyerang dengan amarah,
terlambat sudah baginya untuk menjaga diri, tahu-tahu
dadanya terasa sakit, pandangan matanya menjadi gelap
kemudian roboh tak sadarkan diri.
Ilmu pukulan yang digunakan makhluk pembalik swan Ay
Siang adalah tenaga Im, bagi korban serangannya tidak akan
merasakan kesakitan yang enteng akan segera roboh pingsan,
sedang yang parah segera tewas dalam seketika.
Barusan, makhluk pembalik Awan Ay Siang melancarkan
serangan dalam keadaan gusar, otomatis dia menyerang
dengan tenaga yang maha dahsyat, kasihan pena baja
bercambang Tio Ci hui, dengan sudah payah dia meloloskan
diri dari penjara, tapi siapa sangka sebelum keluar dari lembah
Put kui kok, jiwanya keburu terbang ditangan Ay Siang Si
setan tua ini!
Disaat Suma Thian yu berhasil menghabisi nyawa gorila itu,
tepat pada saatnya Tio Ci hui roboh termakan serangan, dia
mau menolong sudah tak sempat lagi, segera teriaknya
dengan kaget:
"Tio toako!"
Tubuhnya segera menerjang kedepan dan memeriksa
denyut nadi Tio Ci hui tapi denyut nadi orang itu sudah
berhenti.
"Dia telah tewas!" dengan pedih Suma Thian yu
bergumam.
Kemudian ia bangkit berdiri, sorot matanya memancarkan
sinar buas penuh hawa napsu membunuh, ditatapnya Makhluk
pembalik Awan itu lekat-lekat, kemudian bentaknya sambil
menggigit bibir:
"Suma Thian yu bersumpah akan membunuhmu!"
Makhluk pembalik awan Ay Siang mendesis sinis dengan
angkuhnya dia berkata:
"Hmm, dengan mengandalkan kemampuan sekecil itupun
kau berani bicara besar...."
Namun semua perkataan ini tak ada sepatah katapun yang
masuk ketelinga Suma Thian yu, dia sudah hilang
kesadarannya, kematian Tio Ci hui telah membuatnya kalap,
karena Tio Ci hui adalah teman senasib sependeritaannya,
sebab hanya Tio Ci hui yang mempercayai kesucian dirinya....
Makhluk pembalik awan Ay Siang melirik sekejap kearah
Suma Thian yu yang masih termangu karena kesedihan yang
memuncak, tiba-tiba timbul suatu ingatan jahat dalam hatinya,
mengapa dia tidak menyergap dan membunuh pemuda itu
selagi lawannya tidak siap?
Berpendapat demikian, diam-diam dia lantas menghimpun
segenap tenaga dalamnya sedalam lengan dan siap
melancarkan serangan yang mematikan.
Siapa tahu baru saja dia bergerak, Suma thian yu sudah
merasakan hal tersebut, hanya saja dia tetap berlagak bodoh
dan berdiri seperti keadaan semula.
Diiringi bentakan keras penuh amarah dari Mahluk pembalik
awan Ay Siang, sepasang telapak tangannya dengan menghim
pun tenaga sebesar sepuluh bagian langsung dibabatkan
kedada dan lambung si anak muda tersebut.
Keadaan Suma Thian yu saat ini tak ubahnya seperti
perasaan Ay Siang yang kehilangan gorilanya, rasa gusar,
sedih dan kosong sedang menunggu sasaran pelampiasan,
dan Ay Siang kebetulan merupakan satu-satunya sasaran
pelampiasan.
Suma Thian yu telah menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian yang mengelilingi seluruh badan, dia
tak mau memandang Ay Siang yang busuk dan munafik itu,
maka pandangannya dialihkan ke tempat jauh sana.
Tatkala serangan Ay Siang dengan telak menghajar diatas
dada dan lambung Suma Thian yu, mendadak terdengarlah
suara ledakan yang memekikkan telinga.
Tubuh Suma Thian yu seolah-olah sudah tumbuh akarnya,
sama sekali tidak bergerak sedikitpun, bagaimana dengan A
Siang si setan tua itu?
Ketika sepasang tangan-nya menghantam tubuh lawan
tadi, dia merasa seolah-olah menghajar diatas dinding baja
yang kuat, sepasang lengan-nya menjadi sakit sekali hingga
menusuk-nusuk tubuhnya, kemudian ia merasakan pula
seguluag tenaga pantulan yang kuat melemparkan tubuhnya
ke luar.
Sekalipun selama berada diudara dia masih dapat
merasakan segala sesuatunya, akan tetapi badannya seperti
tidak bertenaga lagi, tubuhnya segera mencelat sejauh dua
kaki lalu terbanting keras keatas diatas tanah dan tewas
seketika.
Begitulah nasib manusia yang berhati keji, siapa yang telah
melakukan kejahatan, dia pasti akan menerima ganjaran yang
setimpal dengan kejahatan yang pernah diperbuatnya.
Setelah berhasil membunuh Ay Siang si mahkluk pembalik
awan tersebut, perasaan Suma Thian yu sama sekali tidak
riang, apalagi ketika sorot matanya memandang mayat Tio Ci
hui yang membujur kaku diatas tanah, rasa sedih kembali
mencekam perasaannya.
Ketika dia membangunkan mayat Tio Ci hui, air matanya
tak terbendung lagi, setetes demi setetes jatuh membasahi
tubuh Tio Ci hui yang telah kaku.
Tanpa tujuan pemuda itu membopong jenasah temannya
dan selangkah demi selangkah berjalan ke depan.
Untuk mencapai lembah depan, maka dia harus melewati
sebuah tebing bukit yang dijaga ketat.
Suma Thian yu segera membaringkan jenasah Tio Ci hui
diatas tanah, membuat liang kubur disisi sebuah tebing dan
mengubur jenasah rekannya itu disana.
Ia teringat pula sumpah Tio Ci hui ketika dia bertekad
hendak membalas dendam kepada penyamun berkerudung
yang telah menewaskan tiga belas orang jagonya.
Pemuda itu segera berlutut didepan pusara temannya yang
masih baru itu, kemudian dengan sedih dia bersumpah:
"Tio toako semoga arwahmu dialam baka dapat beristirahat
dengan tenang. Lindungilah Thian yu agar secepatnya dapat
menemukan penyamun pembegal barang kawalan itu. Thian
yu bersumpah akan membalaskan dendam bagi dia dan sakit
hatimu itu"
Selesai berdoa dia bangkit dan pelan-pelan menuruni bukit
tersebut, kematian dari Tio toako nya membuat pemuda itu
cepat-cepat ingin kembali kedaratan Tionggoan.
Sebenarnya dia hendak membantai semua orang dalam
lembah Put kui kok tapi setelah teringat bahwa selain kokcu
tua yang angkuh tersebut, nyonya kokcu serta putrinya
pernah menyelamatkan dia dari siksa dan penderitaan, maka
niat tersebut di urungkan kemudian.
Disiang hari, penjagaan dalam lembah Put kui kok amat
ketat, Suma thian yu menunggu sampai tibanya malam baru
selangkah demi selangkah meninggalkan lembah tersebut
kembali ke daratan Tionggoan.
Ketika pemuda itu sudah tiba di kota Aun yang, mendadak
didengarnya suatu berita yang mengejutkan, yaitu
pertarungan antara kaum sesat dan lurus sudah tersiar sampai
dimana-mana.
Konon waktu pertarungan sudah ditentu kan pada malam
Tiong ciu bulan delapan tanggal lima belas.
Tempat pertarungan adalah puncak bukit Hoa san.
Ketika Suma Thian yu menghitung dengan jari ternyata
jarak sampai bulan delapan tanggal lima belas masih ada tiga
puluh lima hari, hal ini membuat pemuda tersebut amat
gelisah.
Sebab bagaimana pun juga sebelum pertarungan itu
diseleng-garakan, dia harus berangkat ke Hui im tong dan
menyambangi Ciong liong lo sianjin sambil memberitahukan
pengalamannya kepada orang tua itu.
Berbicara dari situasi sekarang, biarpun Ciong liong lo
sianjin berhasil mendapatkan kitab tanpa kata pun belum
tentu mampu memadamkan kobaran api yang mulai membara
itu.
Suatu badai pembunuhan berdarah ternyata berhasil
diramalkan oleh Ciong liong Lo sianjin secara tepat sekali.
Tiga puluh hari lagi malam liong Ciu akan tiba, bila
golongan lurus dan golongan sesat mulai bertarung yang pasti
darah akan berceceran d seluruh bukit Hoa san, tapi siapakah
yang akhirnya akan muncul sebagai pemenang?
Kota Hun Yang adalah sebuah kota yang besar dan ramai,
tidak kalah bila dibandingkan dengan kota Tiang An. Suma
thian yu yang baru memasuki kota tersebut segera terkesan
oleh ramainya orang yang berlalu lalang di kota tersebut.
Tiba-tiba ia melihat seorang tosu diantara kerumunan
orang banyak, wajahnya seperti amat terkenal, tapi untuk
sementara waktu ia lupa mengingat siapakah dia, sementara
dia sedang berpikir, tosu itu telah membalikkan tubuhnya dan
lenyap dikeramaian orang banyak.
Cepat-cepat Suma Thian yu mengejar kedepan, tapi saking
tegangnya tanpa sengaja ia menumbuk orang yang berjalan
dibelakangnya.
Orang itu segera menjerit kesakitan lalu mengumpat kalang
kabut:
"Setan cilik, kau sialan! kemana kau taruh sepasang
matamu, mau menumbuk aku mati ya...
aduh...tolong...aduh.... tolong kau si pembunuh cilik!"
Kecut hati Suma Thian yu setelah mengetahui korbannya
adalah seorang kakek tua berambut putih yang telah berusia
kira-kira tujuh puluhan, kakek itu roboh terlentang sambil
mengaduh tiada hentinya, sehingga mengenaskan sekali
keadaannya.
Cepat-cepat Suma Thian yu membimbing tangan kakek itu,
lalu katanya dengan nada minta maaf:
"Maaf pak tua, aku memang kelewat pikun sehingga tanpa
sengaja menumbukmu hingga terjerembab, maaf, maaf sekali
lagi maaf....."
Kakek itu mengaduh tiada hentinya, lama kelamaan
kemudian hal ini telah banyak menarik perhatian orang
sehingga datang mengerubung.
Tampaknva kakek itu mencari gara-gara, semakin banyak
orang yang mengerubung jeritnya semakin menjadi-jadi,
mendadak ia mencengkeram baju Suma Thian yu dan mulai
berkaok-kaok:
"Coba kalian lihat bocah keparat ini mau menginjak-injak
aku sampai mati, aduh biung... perutku sakit sekali, hei
kunyuk... kauingin membunuh aku ya?"
Sebenarnya Suma Thian yu sedang kalut pikirannya apalagi
setelah mendengar kaokan kakek itu dan melihat orang-orang
yang mengerubung semakin banyak, wajahnya menjadi
merah padam seperti udang direbus.
Ulah kakek itu semakin menjadi-jadi, melihat paras muka
pemuda itu memerah, ia berteriak semakin keras.
"Ayoh ganti, kau harus mengganti kerugian, aduh habis
sudah uangku, tadi aku membawa lima tahil perak rupanya,
bocah ini sudah mencomotnya sekaligus, aduh mak, aku tak
mau hidup lagi"
Mendengar kata-kata itu sadarlah Suma thian yu bahwa
tujuan kakek tersebut dengan ulahnya adalah ingin memeras
dia, coba kalau disana tiada orang lain apalagi memang ia
yang tanpa sengaja menubruknya, sejak tadi kakek itu sudah
ditempelengnya.
Sekarang kakek tersebut hanya bermaksud minta uang
saja, hal ini justru dianggap olehnya sebagai suatu yang
kebetulan sekali, karenanya diapun memohon:
"Lopek, maafkanlah aku, kalau kau tak punya uang, aku
bersedia memberi lima tahil untukmu, cuma disini banyak
orang, bagaimana katau kita minum dua cawan arak dirumah
makan?"
Agaknya kakek itu seperti tertarik, dia segera berhenti
mengaduh dan mengawasi pemuda tersebut dengan mata
melotot.
"Baiklah, sekarang juga kita boleh berangkat" katanya
kemudian.
Dengan melepaskan diri dari kerumunan orang banyak, dia
segera beranjak pergi lebih dulu.
Para penonton yang menyaksikan kejadian tersebut bukan
saja tiada yang menaruh simpatik, sebaliknya diam-diam
malah menyumpai kakek tersebut.
Suma Thian Yu dengan mulut membungkam mengikuti di
belakangnya, ternyata kakek itu tidak menuju kepusat kota
sebaliknya malahan pergi keluar kota.
Melihat hal ini, Suma Thian Yu menjadi keheranan dan tak
tahu obat apa yang sedang dipersiapkan kakek tersebut, tapi
dia menduga tentu bukan mengandung maksud baik.
Setelah keluar dari pintu kota, kakek itu membalikkan
badan dan menghadang jalan perginya sambil berkata:
"Setan cilik, apakah ingin menghantar kematianmu?"
"Empek tua, aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan!"
"Kau mengejar terus tosu siluman tersebut, kalau bukan
ingin mengantar kematian, lantas mau apa?"
Suma Thian yu jadi tertelan setelah pendengar ucapan ini,
diam-diam pikirnya:
"Sungguh aneh, darimana dia tahu kalau aku sedang
mengejar tosu tua itu? tampaknya dia adalah seorang manusia
yang punya nama atau asal usul...."
Meski begitu dia toh telah menyangkal:
"Tidak, aku sedang meneruskan perjalananku..."
"Meneruskan perjalanan? Hmm aku lihat kembali ke gua
Hui im tong yang benar bukan?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Suma Thian yu semakin
terkejut lagi, jangan-jangan dia telah bertemu dengan seorang
dewa...?
Kembali kakek itu berkata:
"Ciong liong si tua bangka itu sudah tidak berada di Hu im
tong lagi ke sana pun percuma saja. Bagaimana kalau aku
memberi petunjuk kepadamu? Lebih baik kau berangkat ke
perkampungan Lu ming ceng di kaki bukit Hoa san saja!"
Suma thian yu segera sadar bahwa dibalik kesemuanya itu
tentu ada hal-hal yang tak beres, cepat-cepat dia memberi
hormat seraya berseru:
"Terima kasih atas petunjuk dari cianpwe, bolehkah aku
tahu siapa nama cianpwe?"
Kakek itu segera tertawa terkekeh.
"Aku tak punya nama, hidupku sederhana dan hambar,
sampai nama sendiripun kulupakan"
Semula Suma Thian yu tidak menangkap sesuatu dibalik
ucapan tersebut, namun setelah berpikir lebih jauh, dia seperti
teringat akan sesuatu, segera serunya:
"Apakah locianpwee adalah Tam Pak cu?"
kakek itu segera tertawa terbahak bahak:
"Haaa... haaa... rupanya gurumu sudah pernah
menyinggung diriku?"
"Suhu boanpwee seringkali membicarakan tentang nama
besar cianpwee, dan boanpwe pun sangat berharap dapat
berjumpa dengan cianpwee, sunggah beruntung hari ini kita
dapat bersua muka"
"Cukup, cukup, kau tidak usah berkentut terus, buat apa
kau membicarakan soal begini? Aku masih mempunyai banyak
tugas dan tak ada waktu untuk berbicara betele-tele lagi, yang
penting gurumu berada di perkampungan Lu ming ceng
sekarang, sedangkan suhengmu Hian cing totiang berada
dirumah penginapan Cing keng di sebelah selatan kota..."
Mendapat kabar tentang suhengnya Hian ceng totiang,
Suma Thian yu merasa girang di samping malu, dia girang
karena gurunya put gho cu pernah berpesan agar dia mencari
suhengnya itu sampai ketemu.
Sebaliknya Tam pak cu adalah satu diantara dua tokoh
dunia persilatan yang angkat nama bersama-sama dengan
gurunya Put gho cu, sudah barang tentu kelihayan ilmu
silatnya luar biasa sekali.
Tanpa memberi kesempatan kepada lawannya untuk
menjawab, dengan cepat Tam pak cu berkata lagi:
"Adapun tosu yang kau kejar tadi tak lain adalah utusan
dari Kun lun indah untuk mencabut nyawa mu, selanjutnya
kau mesti berhati-hati, mara bahaya masih akan muncul
diperjalanan selanjutnya, asalkan kau selalu waspada, sudah
tentu setiap bencana berubah menjadi rejeki. Nah, aku mau
pergi dulu"
Selesai berkata, dia segera bersajak pergi meninggalkan
tempat tersebut.
Suma Thian yu segera membalik-kan badan masuk kembali
ke kota Hoa yang, dari orang ditepi jalan dia mencari tahu
letak rumah penginapan Cing keng.
Sebenarnya rumah penginapan adalah tempat untuk
menginap para pelancoang yang se dang berkunjung, tetapi
rumah penginapan Cing keng justru khusus disediakan bagi
kaum tojin.
Ketika Suma Thian yu sampai didepan pintu, dia masih
mengira dirinya sudah salah alamat dan mendatangi sebuah
pertokoan.
Rumah penginapan Cing keng memang khusus dibangun
menyerupai sebuah pertokoan. Seandainya didepan pintu
tidak terpancang papan nama yang bertuliskan Cing keng,
niscaya Suma Thian yu sudah pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara dia masih berdiri termangu, seorang seperti
orang bodoh, dari balik rumah penginapan telah muncul
seorang tosu kecil yang segera menegur:
"Apakah tuan sedang mencari seseorang?"
"Benar, aku sedang mengunjungi Hian cing tojin"
Tosu kecil Itu memperhatikan seluruh badan Sumaa Thian
yu dari atas sampai kebawah, kemudian baru katanya:
"Silahkan masuk ke dalam"
Ia mengajak Suma Thian yu menelusuri beranda menuju
kesebuah kamar dipaling ujung, kemudian sembari menunjuk
kamar itu, kata tosu kecil itu:
"Itu dia kamarnya"
Seusai berkata diapun beranjak pergi.
Suma Thian yu segera mengetuk pintu kamar itu pelan-
pelan, dari balik kamar pun terdengar suara seseorang
menegur:
"Siapa disitu?"
"Aku Suma Thian yu"
Pintu kamar segera dibuka dan muncul seorang tosu tua
yang berwajah penuh welas kasih.
"Silahkan masuk" katanya lembut.
Setelah melangkah masuk kedalam ruangan, Suma thian yu
segera berseru lagi:
"Bolehkah aku tahu apakah Hian cing totiang adalah...."
"Yaa, pinto lah orangnya, siauhiap menyebut diri sebagai
Suma Thian yu, apakah kau sute?"
Suma Thian yu segera menjatuhkan diri berlutut sambil
memberi hormat, tapi Hian Ceng totiang segera
membangunkan pemuda itu dan tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah...silahkan bangun hiante, kita bukan
orang luar, tak usah kelewat banyak adat"
Setelah bangkit berdiri, Suma Thian yu baru berkata:
"Sewaktu aku berpamitan dengan suhu tempo hari, suhu
memerintahkan kepadaku untuk menyambangi suheng, sudah
sepantasnya bila aku memberi hormat kepadamu setelah
berjumpa, apalagi selama inipun aku belum sempat mencari
suheng karena tugas yang bertumpuk, untuk itu harap suheng
sudi memaafkan"
Hian cing totiang sudah berusia enam puluh tahun,
berwajah keren, gagah dan berwibawa, namun memancarkan
pula sinar welas kasih, membuat siapapun yang berjumpa,
segera timbul perasaan hormat dan kagum terhadapnya.
Sesudah mempersilahkan Suma Thian yu duduk, Hian cing
totiang baru berkata lagi:
"Bulan berselang, suhu telah berkunjung ke Bu tong dan
membicarakan soal hiante, saat itulah pinto baru tahu kalau
hiante sudah pulang dari Tibet dengan selamat, sungguh tak
disangka diluar dugaan hiante telah datang berkunjung"
Suma Thian yu segera menuturkan pengalamannya secara
ringkas bagaimana dia bertemu dengan Tam pak cu dan
bagaimana dia diberi petunjuk untuk menjumpai Hian cing
totiang, disamping itu dia pun menceritakan pula semula
pengalamannya selama ini.
000O000
Dengan cermat dan seksama Hian cing totiang
mendengarkan semua penuturan tersebut, ketika mengetahui
adik seperguruan telah berhasil mempelajari isi kitab tanpa
kata, sudah barang tentu tosu itu manjadi amat girang.
Pembicaraan diantara merekapun segera berlangsung lebih
akrab dan santai, sementara Hian cing totiang menceritakan
pula semua peristiwa yang belakangan ini terjadi didalam
dunia persilatan kepada pemuda tersebut.
Saat itulah Suma Thian yu baru mengetahui pangkal pokok
perselisihan dari kaum lurus dan sesat.
Sebetulnya pihak kaum lurus sama sama mengusulkan
Ciang liong lo sianjin sebagai pimpinannya, namun usul ditolak
oleh yang bersangkutan karena merasa dirinya sudah tua dan
tak ingin terikat lagi, sehingga dalam pertarungan inipun dia
enggan untuk turut menghadirinya.
Namun setelah direcoki terus, akhirnya dia memberikan
juga kesanggupannya untuk memberi bantuan.
Disamping itu diapun mengusulkan agar Hui im tongcu
sebagai pemimpin, sebab berbicara soal tingkatan kedudukan
sudah sepantasnya jika Hui im tongcu sebagai pimpinan.
Tapi kalau berbicara menurut keadaan situasi didalam
dunia persilatan, maka Hian cing totiang yang terasa lebih
cocok untuk menduduki jabatan tersebut.
Bagaimana pun juga, Hian cing totiang adalah seorang
ketua dari Bu tong pay, kedudukan maupun posisi Bu tong pay
dalam mata masyarakat amat tinggi dan disegani.
Namun Hian cing totiang tak ingin melibatkan segenap
anak muridnya kedalam persoalan ini, dia hanya bersedia turut
serta sebagai seorang preman yang yang terlepas dari ikatan.
Sesungguhnya tindakan ini memang merupakan sebuah
pilihan yang amat tepat, sebagai seorang ketua partai,
memang sepantasnya bila dia mengutamakan keselamatan
orang banyak lebih dulu, tentu saja dia tak ingin dikarenakan
ambisi pribadi sehingga menjerumuskan seluruh partai ke
dalam posisi yang sulit.
Kini segenap jago dari golongan lurus lelah berdatangan
dari empat arah delapan penjuru untuk berkumpul di
perkampungan Le ming ceng di kaki bukit Hoa san.
Hui im tongcu Gak Say bwee dengan membawa Gak Sin
liong yang binalpun telah pindah pula ke perkampungan Lu
ming ceng.
Sepintas lalu pertarungan antara golongan lurus dan sesat
ini hanya biasa saja, padahal bencana tersebut tak ubahnya
seperti pertempuran antara dua neraka besar.
Begitulah, dari keterangan dan laporan yang diberikan Hian
cing totiang kepadanya, Suma Thian yu banyak mendapat
tahu tentang segala gerak gerik dan sepak terjang dari Kun
lun indah belakangan ini.
Ketika berpamitan dengan Hian ceng totiang, waktu sudah
menunjukkan tengah malam, berhubung dia adalah seorang
preman, maka ia tak diperkenankan berdiam dalam rumah
penginapan Cing keng. Hian cing totiang sama sekali tidak
menghantarnya sampai pintu, Suma thian yu muncul dari
rumah penginapan seorang diri.
Setelah menarik napas panjang, dengan kepala tersuruk dia
melangkahkan kaki.
Tak lama setelah meninggalkan rumah penginapan,
pemuda itu segera merasa dirinya sedang diikuti orang, satu
ingatan segera timbul didalam benaknya.
"Mengapa tidak kugunakan sedikit akal untuk
mempermalukannya?"
Cepat-cepat dia berganti arah dan menuju keluar kota,
setelah itu dia pun secara diam-diam memperhatikan apakah
para penguntitnya masih mengikuti terus.
Belum sampai setengah li, dia telah menjumpai bahwa
orang yang menguntilnya bukan hanya seorang saja.
Siang hari tadi, dari mulut Tam pak cu, ia mendapat tahu
kalau si harimau angin hitam sekalian telah menyusul kesana,
maka dia pun bisa menduga kalau orang yang menguntilnya
sekarang sudah pasti merupakan jago-jago kelas satu.
Maka diapun mempercepat langkahnya menuju keluar kota.
Tak lama setelah meninggalkan kota, tiba-tiba dari
belakang tubuhnya terdengar seseorang membentak keras:
"Bocah keparat jangan pergi dulu!"
Suma Thian yu memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, melihat tempat tersebut adalah sebuah jalan raya menuju
kekota yang gampang menarik perhatian orang, maka dia
segera bergerak meluncur kearah hutan di sebelah kanan
jalan.
Pada saat Itulah dari belakang tubuhnya terdengar suara
desingan angin tajam, ketika Suma Thian yu berpaling, la
jumpai ada tiga sosok bayangan manusia sedang meluncur
datang dengan kecepatan luar biasa.
Dalam sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera
mengenali ketiga orang itu sebagai si ular berekor nyaring Mo
Pun ci yang merupakan musuh besarnya, lalu leng khong
taysu dari Go bi pay dan seorang tosu lagi yang pernah
dijumpainya waktu masuk kota pagi tadi, Hu hok cu adanya.
Selesai memperhatikan orang-orang itu, Suma thian yu
segera mendongakkan kepalanya dan tertawa keras, serunya:
"Heeh... heeeh... heeeh... aku mengira sobat dari mana
yang telah datang, rupanya tayhiap bertiga. Orang she Mo,
perjumpaan kita hari ini benar-benar suatu kebetulan, jadi aku
tak perlu mencarimu kemana-mana lagi"
Sebelum si ular berekor nyaring Mo Pun ci menjawab, Leng
khong taysu telah berseru lebih dulu:
"Bocah keparat, tak kusangka kau belum mampus. Hmm,
nyawanya sungguh amat panjang, sudah kukirim kau ke
neraka kau justru kau balik lagi ke dunia, tampaknya kau ingin
memilih cara kematianmu? Hmm, baiklah, terpaksa pinto
harus mengirimmu sekali lagi"
Sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah, dia menerjang
kedepan sambil mengayunkan tangan-nya melepaskan sebuah
pukulan kearah tubuh Suma Thian yu.
Begitu berjumpa dengan Leng khong taysu, Suma thian yu
pun merasakan darah panas mendidih dalam tubuhnya, ia bisa
terkurung dalam lembah Put kui kok selama ini, tak lain adalah
berkat hasil karya dari orang ini, dia merasa dendam sakit hati
semacam ini harus dibalas.
Berpikir demikian, dia menjadi nekad dan diam-diam
mengerahkan tenaga dalamnya kedalam telapak tangan.
Tapi satu ingatan kembali melintas didalam, ia berpikir:
"Seandainya kubunuh Leng khong dalam sekali pukulan,
niscaya perbuatanku ini akan mengejutkan yang lain dan
sudah pasti si ular berekor nyaring dan Hu hok cu pasti akan
melarikan diri ketakutan, mengapa aku tidak berbuat
begini...begini saja?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat dalam benaknya,
telapak tangan Leng kong taysu sudah mengancam didepan
dada.
Pemuda itupun segera berseru keras:
"Sebuah serangan yang amat bagus!"
Dia segera miringkan badan-nya kesamping lalu dengan
mengeluarkan ilmu pukulan Tay ciong to liong ciang ajaran
Put gho cu, dia melangsungkan pertarungan seru melawan
musuhnya.
Tempo hari Leng kong taysu sudah pernah merasakan
kelihayan dari ilmu silat yang di miliki lawannya, oleh sebab itu
begitu bertarung, dia segera mengeluarkan ilmu pukulan Go bi
pay dan melepaskan serangkaian serangan yang mematikan
ditujukan kebagian tumbuh yang mematikan dari lawannya.
Suma Thian yu yang melihat musuhnya mengambil taktik
pertarungan kilat, segera merasakan semangatnya turut
berkobar pula, cepat-cepat dia memperkokoh pertahanan-nya
terus dilawan dengan jurus, pukulan disambut dengan
pukulan, dalam waktu singkat dua puluh gebrakan sudah
lewat.
Sementara itu si ular berekor nyaring Mo pun ci yang
menonton jalan-nya pertarungan dari sisi arena mulai ragu
setelah menyaksikan kesemuanya itu, dia berpikir nama besar
Suma thian yu sudah cukup termasyur dikolong langit,
mengapa dia bertarung begitu? Padahal sewaktu bertempur
ditelaga Tong ting tempo hari, pemuda itu perkasa seperti
harimau ganas, atau mungkin selain permainan ilmu
pedangnya, dia tak memiliki kemampuan yang lain?
Hu Hok Ci pun turut bergembira oleh keadaan tersebut,
sebab dia menganggap ilmu silat yang dimiliki lawan amat luar
biasa, dalam anggapannya tidak akan sulit baginya untuk
membekuk musuhnya.
Sementara semua orang sedang merasa gembira, tiba-tiba
dari arah arena bergema suara jeiitan ngeri yang memilukan
hati, pada mulanya si ular berekor nyaring mengira Leng
khong taysu telah berhasil memenangkan pertarungan itu,
namun dia segera menjerit kaget:
“ Aaaahhh!"
Ternyata batok kepala Leng khong taysu sudah memar dan
hancur berantakan, mayatnya tergelepar diatas tanah dalam
keadaan yang amat mengerikan.
Bagaimana mungkin Leng khong taysu bisa binasa?
Ternyata mereka berdua tidak berhasil melihat keadaan
tersebut secara jelas, padabal berbicara dari gerakan tubuh
Suma Thian yu tadi, sudah jelas mustahil baginya untuk
membunuh Leng khong taysu dalam sekejap mata.
Padahal orang yang menghabisi nyawa Leng khong taysu
bukan Suma Thian yu, melainkan Leng khong taysu sendiri,
ketika dia sedang melancarkan pukulan kearah lawan-nya tadi,
tahu-tahu segulung tenaga lembut yang sangat kuat telah
menghadang tenaga serangannya, maka ketika tenaga
pukulan itu memantul balik, akibatnya senjata makan tuan, ia
dihajar mampus oleh tenaga pukulan sendiri.
Menyaksikan Leng khong taysu mati mengenaskan,
sebelum si ular berekor nyaring Mo pun ci sempat berbicara,
Hu hok cu telah menerjang lima langkah ke depan Suma thian
yu, lalu dengan mata merah membara, bentaknya keras:
"Bocah keparat, tak nyana kau masih mempunyai
kepandaian juga, mari, mari, biar aku saja yang mengirimmu
pulang ke neraka"
Sambil menerjang kedepan, dia segera melepaskan sebuah
pukulan dashyat keatas jalan darah ki hay hiat ditubuh Thian
yu dengan jurus Guntur menggelegar petir menyambar.
Melihat serangan tersebut, Suma Thian yu segera
mendengus dingin, jengeknya:
"Huuh...kau mah belum pantas untuk bertarung melawan
diriku...!"
Begitu kata terakhir diucapkan, tubuhnya sudah menyelinap
ke belakang punggung Hu hok cu, lalu dengan jurus
menyembah Buddha diruang emas, dia totok jalan darah Ki
tong hiat di punggung lawan.
Hu Hok cu bukan seorang jago yang bodoh, begitu
serangan-nya mengenai sasaran kosong, tiba-tiba dia
membalikkan badan lalu menyergap pusar lawan dengan jurus
Burung merak pentang sayap.
Pertarungan sengit pun segera berkobar dengan serunya,
untuk sesaat sulit rasanya untuk menentukan siapa menang
siapa kalah.
Sementara itu si ular berekor nyaring Mo pun ci yang
menonton jalan-nya pertarungan dari sisi arena pun sudah
melihat kalau Suma Thian yu sedang menggunakan akal licik
untuk membohongi mereka, tanpa terasa dia bergeser maju
ke depan sambil mempersiapkan sebatang senjata rahasia
beracun, dia bersiap-siap menyerang lawannya di saat pe
muda itu sedang lengah nanti.
Suma Thian yu pun bukan manusia bodoh, ia memiliki
ketajaman mata yang melebihi siapapun, apalagi pertarungan-
nya melawan Hu Kok cu ibarat orang yang sedang
mempermainkan seekor monyet saja, semua dilakukan
dengan seenaknya dan santai.
Oleh sebab itulah segala gerak gerik dari si ular berekor
nyaring dapat disaksikan olehnya dengan jelas, hal ini justru
semakin mengobarkan perasaan dendam dari pemuda itu.
Maka dia pan berpekik nyaring, gerakan tubuhnya segera
dirubah dan kali ini dia melancarkan serangan dengan ilmu
pukulan angin pusing ajaran Cong liong lo sianjin. Kalau tadi
Hu Hok cu masih dapat menghadapi serangan lawan dengan
terpaksa, maka begitu lawan-nya berganti serangan, dia
menjadi keteter hebat dan kelabakan setengah mati.
Bayangan tubuh Suma Thian yu yang terlihat didepan
matanya seakan-akan menjadi banyak, sebentar kekiri,
sebentar lagi ke kanan, membuat Hu Hok cu menjadi pening
dan kebingungan setengah mati, diam-diam dia mulai
mengeluh.
Ular berekor nyaring Mo pun Ci yang menyaksikan kejadian
tersebut pun ikut menjadi gelisah, tiba-tiba dia membentak
keras:
"Lihat serangan!"
Tangannya segera diayunkan kedepan, sekilas cahaya
tajam bagaikan sambaran kilat cepatnya langsung menerjang
ketubuh Suma Thian yu.
Menyaksikan kejadian tersebut, Suma Thian yu segera
tertawa terbahak-bahak, dengan gerakan tubuh Ciok tiong
loan poh dia menyelinap kebelakang tubuh Hu Hok cu, bukan
begitu saja, sepasang telapak tangan-nya segera dilontarkan
pula kedepan, seketika itu juga muncul segulung angin
pukulan yang melemparkan tubuh Hu Hok cu sejauh satu kaki
lebih dari posisi semula.
Ketika tubuh Hu hok cu terlempar kedepan, secara
kebetulan pula senjata rahasia beracun dari si ular berekor
nyaring sedang menyambar dengan kecepatan luar biasa.
Tak ampun lagi, Hu Hok cu segera menjerit kesakitan
dengan suara yang memilukan hati, sekujur badan-nya
gemetar keras, disusul kemudian tubuhnya terbanting keatas
tanah, muntah darah lalu berkelejetan sebelum ajalnya tiba.
Tak terlukiskan rasa geram si ular berekor nyaring Mo pun
ci melihat rekan-nya tewas oleh senjata rahasia sendiri,
bagaikan orang kalap dia segera melompat kehadapan Suma
thian yu, kemudian tanpa banyak cincong mengayunkan
kepalan-nya melepaskan sebuah pukulan ke depan.
Dengan sangat cekatan Suma Thian yu mengegos
kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut,
kemudian sambil tertawa dingin jengeknya:
"Orang she Mo, jangan keburu menyerang, berbicara dulu
sebelum bergebrak"
"Tiada perkataan yang bisa di bicarakan lagi denganmu,
bocah keparat, lihat serangan!" bentak si ular berekor nyaring
Mo Pun ci sambil mengertak gigi.
Lalu dengan jurus mencari hari berganti waktu, dia bacok
ubun-ubun Suma Thian yu.
Si anak muda itu sama sekali tidak memberikan
perlawanan, dengan cekatan tubuhnya menyapu ke samping
untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Si ular berekor nyaring segera mengira lawan-nya takut,
tanpa terasa dia mendesak maju ke depan sambil
menyarangkan sebuah pukulan lagi.
Namun semua serangannya itu berhasil dipunahkan atau
dihindari oleh Suma Thian yu secara gampang, andaikata si
ular berekor nyaring cukup teliti, dia seharusnya tahu diri dan
segera mengundurkan diri.
Siapa tahu orang ini sudah dibikin kalap lantaran gusar
dan dendamnya, bukannya berhenti, secara beruntun dia
malah melancarkan tiga buah serangan lagi.
Sebetulnya Suma Thian yu bermaksud menghabisi nyawa
lawannya dalam satu gebrakan saja, namun berhubung masih
banyak persoalan yang merupakan teka teki baginya, maka
sembari melompat mundur, serunya:
"Bajingan Mo, apakah kau masih belum juga mau sadar?"
Si ular berekor nyaring Mo Pun ci tertawa dingin dengan
suara yang menyeramkan:
Heeh...heeh...heeeh bocah keparat, yang harus sadar
adalah kau, toaya mendapat perintah untuk membereskan
nyawa anjingmu, apakah kau masih belum juga mau
menyerah?"
"Bajingan Mo, jawab dulu, siapa yang telah membunuh
ayahku?" kata Suma Thian yu dengan wajah serius.
"Kalau toaya, mau apa kau?" jawab si ular berekor nyaring
dengan angkuh.
"Kau? Suma Thian yu melotot gusar, kau tidak berbohong?"
Si ular berekor nyaring Mo Pun ci tertawa terbahak-bahak
dengan suara yang menyeramkan.
"Bocah keparat, toaya lah yang telah membunuh Suma
Tiong ko, apakah kau kurang jelas? Kalau memang begitu
menghadaplah kepada raja akhirat dan tanyakan sendiri
kepada bapak anjingmu setibanya disana nanti, tanya kepada
mereka apa betul aku she Mo yang melakukan perbuatan
tersebut?"
Suma Thian yu benar-benar amat gusar, dadanya mau
meledak saja, kepalanya berputar, kesadarannya hampir saja
punah. Sambil menancapkan kakinya keatas tanah, ia segera
menggetarkan tangannya keras-keras sambil membentak
nyaring, tulang belulang disekujur badannya segera berbunyi
gemerutukan nyaring.
Inilah gejala dari seseorang yang sedang menghimpun
tenaga dalamnya, sebagai seorang yang berpengalaman
sudah barang tentu si ular berekor nyairing dapat melihat
akan hal ini.
Maka diapun segera menghimpun tenaga dalamnya dan
bersiap sedia melakukan suatu pertarungan beradu jiwa.
Mendadak terdengar Suma Thian yu membentak keras:
"Bajingan tengik, serahkan nyawamu!"
Sepasang telapak tangannya segera dilontarkan bersama
kedepan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat
langsung menyambar kearah tubuh si ular berekor nyaring Mo
pun ci.
Si ular berekor nyaring adalah seorang manusia licik yang
berotak cerdas, melihat datangnya serangan, dia tak berani
menyambut dengan kekerasan sebaliknya malah kabur untuk
menghindarkan diri, dengan demikian angin serangan Suma
Thian yu yang maha dahsyat itu pun menyapu lewat dari sisi
tubuhnya.
Meskipun demikian, sisa tenaga pukulan yang terpancar
keluar toh cukup membuat sekujur badan si ular berekor
nyaring Mo pun ci merasakan panas dan peri, rasanya benar-
benar amat tak sedap.
Atas kejadian ini, semangat si ular berekor nyaring Mo Pun
ci menjadi luntur, sekujur tubuhnya bergetar keras, sambil
tertawa dingin serunya:
"Bocah keparat, tak kusangka kau mempunyai kepandaian
yang cukup tangguh, sayang sekali kau telah salah mencari
sasaran, selama berada dihadapan toaya, lebih baik kau
serahkan saja nyawa mu tanpa melawan daripada toaya mesti
repot-repot turun tangan"
Suma Thian yu sama sekali tidak menggubris, ketika
serangannya tidak mengenai sasaran, dia segera menerjang
lebih kedepan sambil mengembangkan ilmu pukulan Siap poo
bwee hong ciang.
Dua buah pukulan beruntun yang dilancarkan memaksa si
ular berekor nyaring Mo Pun ci merasakan daya tekanan yang
amat berat menyiksa dadanya, hal ini membuatnya cepat-
cepat menghindarkan diri.
Akan tetapi Suma Thian yu sama sekali tidak memberi
kesempatan lagi baginya untuk berganti nafas, jurus demi
jurus dilancarkan bagaikan air yang mengalir ke bawah, dia
menguasahi seluruh keadaan dan kemenangan sudah berada
ditangan-nya.
Dengan demikian keadaan dari si ular berekor nyaring Mo
Pun ci berubah sebagai sasaran pemukulan, bukan hanya
dipihak yang terserang, sampai akhirnya hakekatnya dia
bagaikan seekor anjing gila yang berada di dalam
kerangkengan saja, sebentar harus berkelit kekiri sebentar lagi
menghindar kekanan, namun belum berhasil juga meloloskan
diri dari lingkaran angin pukulan Suma Thian yu.
Berbicara soal tenaga dalam, perbedaan dari ular berekor
nyaring dengan Suma Thian yu pada hakekatnya seperti langit
dan bumi, asalkan Suma Thian yu mengeluarkan jurus yang
mana pun dari ilmu yang dipelajari dalam kitab tanpa kata,
niscaya dia akan ber hasil membinasakan bajingan cabul ini.
Namun dia tidak ingin berbuat begitu secepatnya, dia
butuh penjelasan yang lebih banyak lagi tentang seluk beluk
terbunuhnya ayahnya dan persoalan tentang dibasminya
keluarga Suma.
Itulah sebabnya dia mengambil keputusan untuk
melancarkan serangkaian serangan yang gencar dan
melelahkan, alhasil tindakan diambilnya ini memang sangat
tepat, praktis semua gerakan si ular berekor nyaring Mo pun ci
terbelenggu, dia tinggal menunggu saat ajalnya saja.
Peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi
seluruh tubuh si ular berekor nyaring, napasnya mulai
tersengal-sengsal, kendatipun segenap kepandaian sakti yang
dimilikinya telah dipergunakan semua, kenyataannya tak
berhasil menjawil seujung baju pun dari lawannya.
Sebaliknya dia sendiri justru sudah di penuhi dengan luka,
akhirnya dengan perasaan putus asa dia membentak keras:
"Bocah keparat, apabila kau punya keberanian, ayoh
hadiahkan sebuah pukulan untuk membunuh toaya ini!"
Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:
"Haah...haah...haah, sauya justu mau menyiksamu habis-
habisan, mau apa kau?"
Dengan mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh
cap lak tui, tampak bayangan manusia berkelobat lewat dan
menyelinap ke belakang tubuh si ular berekor nyaring, dimana
kelima jari tangannya menyambar lewat, pakaian yang
dikenakan segera sobek dan tubuhnya terlihat jelas.
Si ular berekor nyaring Mo Pun ci segera membentak
marah, sambil membalikkan badan-nya, dia balas melancarkan
sebuah serangan ke tubuh lawan.
Dengan cekatan Suma Thian yu mengibaskan bahunya
menghindarkan diri dari ancaman tersebut, mala bersamaan
waktunya dia sempat mencubit pinggang si ular berekor
nyaring itu dengan sebuah cubitan yang keras.
Tak heran kalau si ular berekor nyaring segera menjerit
kesakitan dan mundur beberapa langkah sempoyongan.
Suma thian yu segera bertindak lebih cepat, pada saat si
ular berekor nyaring mundur ke belakang, pedang Kit hong
kiam nya segera dicabut keluar dari punggungnya, di mana
cahaya pedang menyambar lewat, bagaikan sekilas petir yang
menyambar, tahu-tahu sudah meluncur mundur ke arah tubuh
orang itu.
Dalam sekejap mata ujang pedang Suma Thian yu sudah
menempel diatas tenggorokan si ular berekor nyaring, dalam
keadaan demikian Mo pun ci praktis mati kutunya, sekarang
biarpun ada malaikat yang datang menolongnya pun tak ada
gunanya lagi.
Dengan suara dingin Suma thian yu segera membentak:
"Orang she Mo, ayoh cepat terangkan hal ikhwal sampai
mencelakai keluarga ku, asal kau bersedia menjawab dengan
jujur, sauya pun akan memberi kematian yang memuaskan
untukmu, kalau tidak, sebelum ajalmu tiba, mungkin kau
harus merasakan dulu suatu penghidupan yang penuh
siksaan"
Sesungguhnya si ular berekor nyaring Mo Pun ci adalah
seorang manusia keparat yang bernyali kecil, dia adalah
bajingan cabul yang pengecut dan takut mati, berada dalam
keadaan begini kembali timbul niatnya untuk membohongi
pemuda tersebut.
Dengan suara keras segera teriaknya:
"Orang yang membunuh ayahmu adalah orang she Lim,
bukan toaya mu...."
Kalau tidak mendengar perkataan tersebut mungkin Suma
thian yu masih kuat menahan diri, tapi begitu mendengar
kata-kata tersebut, amarahnya segera berkobar kembali,
pedangnya menyambar kebawah dengan cepat.
Sebuah telingan si ular berekor nyaring Mo pun ci pun
segera terkepas kutung dan rontok ke atas tanah.
"Ayoh bicara, cepat bicara!" bentak Suma Thian ya dengan
penuh kegusaran.
Ular berekor nyaring Mo Pun ci kembali ngotot menuduh
Lim khong sebagai pembunuhnya, Suma Thian yu yang
semakin marah segera mengayunkan pedangnya sekali lagi,
kali ini batang hidung ular berekor nyaring yang terpapas
kutung sampai rata.
Jeritan kesakitan segera bergema memenuhi angkasa
berbareng dengan pancaran darah segar dari luka dihidung
ular berekor nyaring tersebut...
"Ayoh cepat berbicara, benarkah kau ingin mampus secara
pelan-pelan?" ancam Suma Thian yu dengan suara keras.
Ular berekor nyaring Mo Pun ci tak sanggup menahan rasa
sakit yang mencekam dirinya lagi, ia segera berteriak:
"Toaya yang membunuh"
"Kau tidak bohong?" seru Suma Thian yu dengan perasaan
bagaikan disayat-sayat setelah mendengar pengakuan itu.
"Toaya yang telah melakukan pembunuhan itu, seorang
lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab, seluruh
keluarga Suma Thiong ko mati ditangan toaya seorang"
Akhirnya Ular berekor nyaring Mo Pun ci mengaku juga
secara berterus terang.
Berhadapan dengan musuh besar pembunuh keluarganya,
Suma Thian yu benar-benar merasa geram dan marah,
sekujur badannya gemetar keras menaban emosi, pedangnya
segera ditusukkan kedepan keras-keras....
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, darah segar
muncrat keluar dari tenggorokan si ular berekor nyaring Mo
pun ci dan memancar kemana-mana, tak selang berapa saat
kemudian habis sudah riwayatnya.
Menanti si ular berekor nyaring Mo Pun ci sudah mampus,
Suma Thian yu baru merasakan hatinya amat lega, dia
menyeka darah dari ujung pedangnya kemudian
menyarungkan kembali, setelah itu dengan perasaan riang
gembira dia berjalan kembali kekota Hun yang.
Tak lama setelah Suma Thian yu berlalu, dari balik hutan
muncul kembali seseorang, dia adalah si harimau angin hitam
Lim Khong.
Semua peristiwa yang barusan terjadi dapat diikuti olehnya
dengan jelas sekali, tapi mengapa ia tidak segera terjun
kearena, sebaliknya baru muncul setelah ketiga orang
rekannya terbunuh dan Suma Thian yu berlalu dari situ?
Disinilah letak kelicikan dari harimau angin hitam Lim Kong
kali ini, sebenarnya dia memperoleh perintah dari Kun lun
indah Siau Wi goan untuk datang ke Hun yang dengan tujuan
utama adalah menyelidiki jejak dari Suma Thian yu, kemudian
kedua, bagaimana caranya menghadang, menyergap dan
membinasakan pemuda tersebut.
Dari kedua macam tugas yang di bebankan kepadanya satu
diantaranya sudah berhasil dilaksanakan, sedangkan
mengenai penyergapan dan membinasakan pemuda tersebut,
ia tidak berani bertindak secara sem barangan, sebab dia tahu
Suma Thian yu amat kosen bagaikan seekor harimau dan tak
mungkin bisa dibunuh oleh mereka berempat.
Oleh sebab iiu dia merasa tidak perlu mengorbankan diri
secara percuma apalagi konyol, dia bertekad untuk
melanjutkan hidupnya sambil menanti kesempatan untuk
menbinasakan pemuda tersebut.
Tatkala Leng khong taysu dan Hu hok cu terbunuh tadi,
sebenarnya dia sudah bersiap sedia untuk turun tangan, tapi
kemudian ia merasa lebih baik berpeluk tangan belaka
membiarkan orang-orang itu mati konyol, sedangkan diapun
bisa pulang dengan cerita-cerita hebat yang melukiskan
kegagahan sendiri.
Bagaimana pun juga dia beranggapan bahwa Kun lun indah
tak mungkin akan memperdulikan persoalan-persoalan
semacam itu.
Bersahabat dengan bajingan, tak ubahnya seperti sekulit
dengan harimau, rasanya ucapan ini memang tepat sekali.
Jangan dilihat dihari-hari biasa mereka selalu berhubungan
akrab seperti saudara sendiri, mati hidup bersama-sama, tapi
bila salah satu pihak mulai terancam bahaya, maka kalau bisa
kabur mereka pasti akan berusaha untuk melarikan diri.
Begitulah si harimau angin hitam Lim khong memeriksa
sekejap ke tiga sosok mayat itu, kemudian beranjak pergi
meninggalkan tempat tersebut.
Dalam pada itu, Suma Thian yu menginap satu malam di
kota Hun yang untuk kemudian pada keesokan harinya, sesuai
dengan petunjuk dari Tam Pak cu berangkat menuju ke
perkampungan Lu ming ceng di kaki bukit Hoa san.
Hari ini Suma Thian yu menyeberangi sungai sampai di
dusun Bun Siang, ketika melihat bahwa waktunya sampai
bulan Tiong ciu nanti tinggal lima hari lagi, dan bilamana
ditempuh dengan berjalan kaki mungkin akan terlambat
sampai di perkampungan Lu ming ceng, maka di dusun
tersebut dia membeli seekor kuda.
Di dusun itu terdapat sebuah peternakan yang sangat
besar, letaknya disebelah utara dusun, konon pemiliknya
adalah seorang pedagang kuda terkenal dari Shoa tiang, atas
petunjuk orang maka berangkatlah dia menuju kepeternak an
tersebut.
Ketika dia akan memasuki pintu gerbang peternakan itu,
dari hadapannya muncul tiga ekor kuda yang berlarian amat
kencang.
Tergesa-gesa Suma Thian yu menghindar ke samping,
namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu
menjerit kaget.
"Aaah, saudara Thia..."
Atas panggilan tersebut ketiga orang penunggang kuda itu
serentak melompat turun dari atas pelana dan melayang turun
dihadapan anak muda tersebut.
Ternyata mereka bertiga adalah sahabat-sahabat karib
Suma Thian yu, mereka adalah sastrawan pena baja Thian
Cuan serta Toan im siancu Thia Yong dan Bi hong siancu wan
Pek lan.
Sastrawan berpena baja Thian Cuan langsung berjalan
menuju kehadapan Suma Thian yu kemudian digenggamnya
tangan pemuda tersebut tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
Sampai lama kemudian, sastrawan berpena baja Thia Cuan
baru berseru dengan suara gemetar:
"Thian yu kau kah? aku tidak percaya...aku benar-benar tak
berani percaya"
Memandang sikap hangat dari sastrawan berpena baja itu,
Suma Thian yu merasa amat terharu dan girang sehingga
untuk beberapa saat pun dia tak mampu mengucapkan
sepatah katapun.
Bi hong siancu Wan Pek lan dan Toan im siancu Thia Yong
serentak mengerubungi pemuda itu pula, mereka turut terharu
atas perjumpaan tersebut, sehingga keduanya sama-sama
berdiri mematung tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Kau belum mati? Ooooh, sungguh bagus, Thian yu bagus
sekali...aku saigat merindukan dirimu..."
"Saudara Thia..." Suma Thian yu pun hanya sanggup
memanggil namanya, sebab kata-kata selanjutnya tertelan
oleh suara sesenggukkan yang menyumbat kerongkongannya.
"Aku bukan lagi bermimpi bukan, ooh...Thian yu, bukankah
kau sudah terjerumus kedalam jurang? Sungguh suatu
keajaiban, benar-benar suatu keajaiban, nampaknya nasib
baik masih berada dipihakmu, oh Thian yu, aku benar-benar
kelewat gembira"
Setelah pembicaraan yang akrab, Sastrawan berpena baja
Thia Cuan baru bertanya maksud tujuan Suma Thian yu
datang kesana, Suma Thian yu menunggu sampai ketiga
orang itu menjadi tenang kembali baru menceritakan semua
pengalamannya secara ringkas.
Mengetahui akan pengalaman yang dialami Suma Thian yu
selama ini, Thia Cuan sekalian bertiga menjadi kegirangan
setengah mati, maka mereka pun kembali ke peternakan
untuk membelikan seekor kuda lagi bagi Thian yu kemudian
baru berangkat meninggalkan dusun tersebut.
Setibanya di Tong kwan, mereka meneruskan
perjalanannya menuju ku Hoa im. Sastrawan berpena baja
Thian Cuan segera mengusulkan untuk beristirahat semalam,
sebenarnya Suma Thian yu merasa berat hati, karena dia ingin
cepat-cepat berangkat ke perkampungan Lu ming ceng dan
menjumpai Ciong liong lo sianjin untuk menyerahkan kitab
tanpa kata tersebut kepadanya.
Tapi akhirnya ia merasa tak baik untuk menampik
permintaan rekan-rekannya, maka diapun memberi
persetujuannya.
Sepanjang perjalanan, Bi hong siancu Wan Pek lan selalu
tidak memperoeh kesempatan untuk menyampaikan rasa
rindunya terhadap Suma Thian yu berhubung disampingnya
hadir Thia Cuan bersaudara, ini menyebabkan perasaannya
menjadi gelisah dan murung.
Suma Thian yu yang sedang memikirkan persoalan lain
tentu saja tak akan menemukan hal tersebut, tidak demikian
dengan Thia Yong ia dapat menyaksikan kesemuanya itu
dengan jelas.
Biasanya kaum wanita memang berpikir lebih cermat
terutama sekali Thia Yong yang sudah lama menaruh
perasaan cinta terhadap Suma Thian yu, tidak heran kalau ia
menaruh perhatian secara khusus.
Tampaknya sastrawan berpena baja Thia Cuan pun dapat
menjumpai keanehan itu, maka setelah termenung sejenak dia
pun mencari alasan untuk menginap semalaman, disana
diapun segera mengajak adiknya pergi ke kota untuk
mengunjungi sanak keluarga.
Dengan demikian didalam penginapan tinggal Suma Thian
yu dan Bi hong siancu dua orang, sebagai seorang pemuda
yang baru pertama kali mengunjungi kota tersebut ia segera
mengajak Wan Pek lan untuk berjalan-jalan pula.
Berangkatlah mereka keluar kota dan memasuki sebuah
warung teh yang termashur disebelah utara kota, setelah
mengambil tempat duduk mereka pun memesan air teh.
Suasana hening untuk sesaat, tiba-tiba Bi hong siancu wan
Pek lan berkata:
"Engkoh Thian yu, bukankah tadi kau pernah
membicaiakan soal paman Tio?"
"Ya, kasihan Tio toako, dia telah menemui ajalnya di
lembah Put kui kok" kata Suma Thian yu sedih, "bencana ini
bisa terjadi gara-gara ulah ku, kalau diingat kembali sekarang
aku benar-benar merasa menyesal sekali"
Padahal wan Pek lan menyinggung soal Tio Ci hui tak lain
karena hendak mencari alasan untuk mengajak pemuda itu
berbincang-bincang.
Siapa sangka Suma Thian yu tidak menduga sampai disitu,
berbicara soal Tio Ci hui diapun berbicara terus tiada hentinya.
Atas perkataan itu, boleh dibilang Wan pek lan sama sekali
tidak memperhatikan-nya, barang sepatah kata pun dia tak
menaruh perhatian.....
Apa yang dikuatirkan wan Pek lan sekarang adalah
bagaimana menggiring si anak muda untuk membicarakan
persoalan diantara mereka, sedang mengenai tewasnya Tio Ci
hui, dia tak ingin memperhatiannya untuk sementara waktu.
Suma Thian yu yang sedang berbicara tiada hentinya, tiba-
tiba saja menjumpai paras muka Wan Pek lan amat dingn dan
hambar, ia menjadi tertegun dan segera bertanya keheranan:
"Adik Lan, apakan kau merasa tak enak badan?"
"Tidak"
"Aku lihat paras muka mu rada tak beres, cepat katakan
kepadaku, sebenarnya apa yang sedang kau murungkan?"
"Kau!"
"Aku?" Suma Thian yu terkejut di samping keheranan,
menguatirkan aku....?"
"Tapi sekarang sudah tidak kuatir lagi"
Sejak berpisah dengan dirimu... dengan tersipu-sipu malu
dia menundukkan kepalanya kembali.
Suma Thian yu segera menggeserkan badan-nya mendekati
gadis itu, kemudian bertanya lirih:
"Adik Lan persoalan apa yang membuat hatimu sedih?"
"Aku menguatirkan keselamatan jiwamu"
"Bukankah sekarang aku berada dalam keadaan baik baik?"
"Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Sewaktu kau pergi ke Tibet aku telah jatuh sakit"
Suma Thian yu segera menjadi paham, digenggamnya
tangan Wan Pek lan erat-erat lalu katanya:
"Adik Lan, aku telah mencelakaimu, tapi aku pun
mempunyai kesulitan ku sendiri yang tak dapat diutarakan
kepada orang, sudahlah, kau tak usah bersedih hati lagi, aku
toh sudah kembali kesisimu tanpa kekurangan sesuatu apa
pun?"
"Aku takut kehilangan kau" bisik Wan Pek lan tersipu-sipu,
"engkoh Thian yu, masih ingatkah kau dengan sumpah dan
janji kita dulu.....?"
"Tentu saja masih ingat, adik Lan kau kelewat curiga, demi
kau, aku telah pulang dengan menyerempet bahaya,
kesemuanya ini kaulah yang memberikan semangat dan
keberanian kepadaku, kini kita dapat berkumpul kembali untuk
selamanya"
Mendengar perkataan tersebut, Wan Pek lan menjadi
tenang kembali bagaikan menelan obat penenang saja, pikiran
dan perasaan-nya segera menjadi cerah kembali.
Tapi bila teringat olehnya bahwa badai pembunuhan
berdarah sudah makin mendekat, rasa murung dan sedih
segera timbul kembali.
"Aku selalu merasa takut" katanya kemudian, "berapa hari
lagi, pertarungan antara kaum lurus dan sesat akan
berlangsung, aku kuatir kau...."
"Aai....adik Lan kau jangan terlalu menguatirkan persoalan
itu"
"Tidak, mungkin kau tak merasakan apa-apa, tapi aku
sudah pernah merasakan bagaimana menderitanya akibat
suatu perpisahan, aku tak ingin merasakan kembali siksaan
akibat berpisah dalam kematian...."
"Adik Lan, buat apa sih kau mengucapkan perkataan yang
tidak mendatangkan keberuntungan seperti itu? Kau
seharusnya mendorongku, memberi semangat kepadaku, kita
adalah orang-orang persilatan yang memandang tawar soal
mati hidup, apalagi badai berdarah itupun sudah merupakan
suatu takdir yang tak mungkin bisa diselamatkan oleh setiap
orang, sekali pun kita bakal tewas didalam pertarungan
berdarah ini, kematian tersebut merupakan suatu
kebanggaan, apa kau lupa dengan ucapan Bu Thian sang?
Dari dahulu sampai sekarang manusia manakah yang sanggup
menghindari kematian? Bila kita dapat mati secara kesatria
demi kepentingan dan keadilan orang banyak, maka kematian
kita itu merupakan suatu kematian yang terhormat, bukankah
demikian?"
Wan Pek lan segera tertunduk malu sesudah
mendengarkan perkataan dari Suma Thian Yu yang gagah
perkasa itu, tapi dari ini pula dapat di ketahui bahwa
kekasihnya memang seorang pemuda gagah berjiwa besar,
beruntunglah dia dapat memperoleh seorang calon suami
yang begini gagah dan perkasa seperti Suma thian yu.
Maka dia pun tersenyum, tersenyum manis sekali, cantik
sekali dan menawan hati.
Sementara mereka masih berbincang-bincang dengan riang
gembira, mendadak dari samping meja mereka berdiri seorang
lelaki kekar yang langsung berjalan menghampiri mereka.
Lelaki kekar itu bertubuh tinggi besar dan berwajah
menyeramkan, setibanya disamping wan pek lan, ia segera
tertawa cengar-cengir sambil menegur:
"Nona manis, apakah kau berasal dari luar daerah?"
Wan Pek lan mendongakan kepalanya memandang sekejap
ke arah orang itu, kemudian sama sekali tidak menggubris,
kembali dia melanjutkan pembicaraannya dengan Suma Thian
yu.
Melihat wan Pek lan sama sekali tidak mengubris
tegurannya, lelaki kekar itu menjadi amat gusar, dengan suara
menggeledek ia segera membentak:
"Nona manis, apakah kau tidak mendengar perkataan toaya
mu? Ayoh bangkit berdiri, kau harus menemani toaya mu
secara baik-baik, kalau tidak, toaya akan menghajar batok
kepala mu sampai hancur berantakan"
Rupanya lelaki ini memang sengaja datang untuk mencari
gara-gara, ketika dilihatnya kedua orang muda mudi itu
berasal dari luar daerah, timbul niatnya untuk
mempermainkan mereka, sayang seribu kali sayang, ia justru
sudah salah mencari sasaran.
Pelan-pelan wan pek lan bangkit berdiri, lalu dengan suara
yang tetap lembut katanya:
"Bangkit berdiri ya bangkit berdiri, mau apa kau?"
Lelaki kekar itu diam-diam tertegun melihat korbannya
sama sekali tidak takut, tapi segera bentaknya keras-keras:
"Ayoh cepat menyembah kepada toako mu untuk minta
maaf atau kalau tidak turut toaya pulang ke rumah, tanggung
kau akan senang sepanjang hidup"
Mendingan kalau tidak mendengar perkataan itu, paras
muka Wan Pek lan segera berubah hebat, matanya melotot
besar dan mukanya merah membara karena marah.
Suma Thian yu yang berada disisinya kuatir nona itu
mencari urusan, cepat-cepat dia menarik gadis itu sambil
berkata:
"Adik Lan, duduklah saja, buat apa kau mesti mencari gara-
gara dengan anjing budukan semacam itu"
"Bocah keparat, apa kau bilang!" teriak lelaki itu dengan
kening berkerut dan mata mendelik, "toaya adalah anjing
budukan? bagus sekali kau berani mencari gara-gara dengan
toaya mu? Hmm tampaknya kau sudah bosan hidup!"
Dia segera mengayunkan telapak tangan-nya membacok
tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi serangan tersebut Suma Thian yu sama sekali
tidak gugup, segera disambutnya ancaman itu lalu
mencengkeram pergelangan tangannya kencang-kencang, tak
ampun lagi lelaki itu segera menjerit kesakitan bagaikan ayam
yang mau disembelih.
Dengan wajah tetap tenang dan senyumaan dikulum, Suma
Thian yu berkata:
"Saudara kau benar-benar manusia bermata anjing, terus
terang saja aku katakan, bila ingin mempermainkan orang,
lebih baik carilah korban yang lemah, jika berani membuat
gara-gara dengan sauyamu, maka sama artinya kau lagi
mencari penyakit buat diri sendiri!"
Sementara itu si lelaki kekar tadi sudah mandi keringat,
wajahnya menunjukkan penderitaan yang hebat, suara
rintihannya yang semula keras makin lama semakin pelan dan
akhirnya lirih sebagai gantinya dia mulai merintih dan
merengek minta ampun.
Suma Thian yu segera melepaskan kembali
cengkeramannya dan duduk kembali ke tempat semula.
Siapa tahu lelaki itu memang tak tahu diri, dia bukannya
mundur teratur setelah peristiwa tersebut sebaliknya malahan
mengayunkan telapak tangannya membacok batok kepala
Suma Thian yu.
Padahal jarak diantara mereka berdua amat dekat, apa lagi
lelaki itupun menyerang disaat anak muda tersebut tidak siap
akibatnya semua orang yang berada dirumah makan itu sama-
sama menjerit tertahan karena kaget.
Pada saat kepalan lelaki itu hampir mengenai batok kepala
Suma Thian yu, tiba-tiba saja pemuda itu berkelit sambil
mengayunkan kembali tangan-nya.
"Enyah kau dari sini!"
Lelaki kekar itu menjerit kesakitan, seluruh badan-nya
terlempar ketengah udara bagaikan layang-layang putus
benang, setelah melewati dua buah meja, badannya segera
terbanting keras-keras diatas tanah.
Sekali lagi lelaki tersebut mengerang kesakitan.
Suma Thian yu yang menyaksikan masalahnya sudah
berkembang semakin besar menjadi kehilangan kegairahnya
untuk tetap berada disitu, ia segera menarik Wan Pek lan,
membayar rekening dan segera beranjak dari situ.
Baru saja kedua prang itu melangkag keluar dan pintu
warung, mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Berhenti, tunggu dulu!"
Ketika mendengar bentakan tersebut, Suma Thian yu
mengira rekan-rekan dari lelaki kekar itu datang mencari gara-
gara, dengan cepat ia berpaling.
Tampak seorang kakek berbaju sastrawan yang kumal dan
penuh tambalan, ternyata kakek berusia enam puluh tahunan
itu tak lain adalah Sin sian siangsu Yu Seng see.
Sejak berpisah digua Jit yang sian tong, baru kali ini Suma
Thian yu berjumpa lagi dengan orang ini, dia segera berteriak
gembira:
"Yu locianpwee"
Mengetahui siapa yang memanggilnya, Sin sian siangsu
segera tertawa terbahak-bahak dengan gembiranya.
"Haahh...haaahh...ternyata kau belum mati? Dunia
persilatan pasti akan selamat, haaahh...haaahh..."
Kemudian setelah melirik sekejap kearah Bin hong siancu,
sambil tertawa misterius, terusnya:
"Heeehh...heeehh...orang bilang kalau lolos dari kematian
rejeki pasti akan berdatangan, tampaknya rejekimu sedang
berdatangan semua...haaa... haaa.."
Tapi ketika tertawa sampai setengah jalan, mendadak ia
seperti teringat akan sesuatu, segera ujarnya lagi kepada
Suma Thian yu:
"Bocah cilik, mari kuperkenalkan seorang sahabat
kepadamu"
Tidak sampai Suma Thian yu menjawab, dia sudah
berpaling sambil teriaknya:
"Hey, setan cilik ayoh cepat keluar!"
Suma Thian yu tidak tahu siapakah yang akan
diperkenalkan kepadanya, sementara dia masih berpikir,
dihadapan matanya telah muncul seorang pemuda yang amat
tampan.
Begitu bersua pemuda tadi, mula-mula Suma Thian yu
merasa agak terkesiap, kemudian sambil tertawa terbahak-
bahak, katanya:
"Saudara Chin" mengapa kau pun berada disini, tampaknya
dunia memang bulat, di mana saja kita akan bersua, selamat
berjumpa, baik-baik bukan dirimu selama ini?"
Sin sian siangsu yang menyaasikan kejadian ini menjadi
tercengang juga, serunya keheranan:
"Hei, rupanya kalian adalah kenalan lama, kalau begitu
aneh jadinya"
Ternyata pemuda itu tak lain adalah Chin Siau, musuh
bebuyutan dari Suma Thian yu.
ooOoo
TERDENGAR Chin Siau berkata:
"Saudara Suma, siaute merasa kangen sekali denganmu,
semua kesalahan paham di masa lampau kini sudah menjadi
jelas, akulah yang salah sehingga mau percaya perkataan
orang dengan begitu saja, hampir aku menyusahkan kau,
harap kau sudi memaaafkan"
"Aaah, mana, mana..."
Suma Thian yu yang mendengar bahwa kesalahan paham
sudah dapat diselesaikan tentu saja merasa amat gembira,
senyuman yang menghiasi wajahnya pun nampak semakin
tambah cerah.
Tampaknya Chin Siau memang senang mengguyur orang
dengan sebaskom air dingin, mendadak ia berkata lagi:
"Namun siaute masih ingin mencoba sekali lagi kelihayan
ilmu silatmu itu"
"Apa? kau ingin bertaru lagi dengan ku?" Suma Thian yu
termangu-mangu.
"Benar, tapi niatku ini berlandaskan maksud baik, lagipula
menentukan menang kalah dibawah syarat yang sangat adil,
tanpa dilandasi rasa dendam ataupun sakit hati, kitapun bisa
bertarung dengan memakai bambu sebagai pengganti pedang.
Dengan begitu kitapun tidak usah saling melukai, saudara
Suma, apakah kau bersedia memberi muka kepada siaute...?"
Semua perkataan dari Chin Siau ini diutarakan dengan nada
tulus dan bersungguh-sungguh.
Sin sian siangsu yang berada disisinya, segera menyela
pula:
"Bagus, bagus sekali, aku si pelajar rudin yang setuju
nomor satu, mari, mari, aku bersedia menjadi saksi, mari kita
segera berangkat keluar kota"
Suma Thian yu yang menghadapi kejadian ini hanya bisa
menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, namun dia
pun merasa kagum atas keinginan Chin Siau yang begitu
mantap dan tidak tergoyahkan oleh pengaruh apa pun.
Berangkatlah mereka berempat menuju keluar kota dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing, tak
selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba diluar kota.
Tampaknya Sin sian siangsu hapal sekali dengan daerah
disekitar tempat itu, dia mengajak ketiga orang lain-nya
menuju ketengah sebuah lapangan yang luas, kemudian
katanya:
"Ayoh cepat persiapkan pedang bambu, waktu sudah tak
banyak lagi, bila sampai terlambat dan pintu kota sudah tutup,
kita bakal kerepotan sendiri"
Yang dimaksud sebagai pedang bambu tak lebih hanya
sebatang bambu biasa, hampir pada saat yang bersamaan
mereka berdua telah mempersiapkan sebuah bambu dan
kembali ke tengah lapangan.
Sin sian siangsu segera berkata lagi:
"Apabila diantara kalian berdua tiada ikatan dendam
ataupun sakit hati, lebih baik batasilah pertarurgan dengan
saling menutul daripada pertarungan ini mesti berekor
panjang dikemudian harinya, nah sekarang kalian boleh
mulai!"
Selesai berkata dia lantas mengajak Bi hong siancu wan
pek lan mundur kesamping.
Chin Siau segera melompat ke depan arena, sedangkan
Suma Thian yu pun pelan-pelan berjalan ke depan lawannya.
Chin Siau adalah murid kesayangan Bu bok ceng (pendeta
bermata buta), dia termashur karena ilmu pedang butanya.
Ketika ia sudah mengetahui posisi dari Suma Thian yu,
sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat, pedang
bambunya dilintangkan di depan dada, perhatian dipusatkan
ke depan dan ia siap-siap melancarkan serangan pertama.
Suma Thian yu segera menghimpun pula segenap
perhatian dan pikirannya dengan, memusatkan pandangan ke
ujung pedang, hatinya tenang bagaikan air dan tubuhnya
kokoh bagaikan bukit Thay san.
Sin sian siangsu yang menyaksikan kejadian ini segera
berbisik kepada Bi hong siancu:
"Chin Siau pasti kalah"
"Darimana kau bisa tahu?"
"Tunggu saja nanti, kau pasti akan mengetahui dengan
sendirinya bahwa perkataanku ini tak bakal salah"
Dalam pada itu, Chin siau telah turun tangan, dengan jurus
naga sakti masuk samudra, secepat sambaran kilat dia
melancarkan sebuah babatan ke wajah Suma thian yu.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu
sama sekali tidak gugup ataupun panik, ditunggunya serangan
lawan dengan tenang, menanti ujung bambu itu hampir
mencapai batok kepalanya, dia baru bertindak cepat
membabat pinggang Chin Siau dengan jurus memetik tali pie
pa.
Sesungguhnya Chin Siau hanya bermaksud memancing
musuhnya dengan jurus serangan tadi, karenanya ketika jurus
pertama di lepaskan, ia telah mempersiapkan jurus kedua,
karena itu serangan dari Suma Thian yu pun tidak berhasil
mengenai sasaran.
Secara beruntun kedua orang itu bertarung sampai tujuh
gebrakan lebih, namun posisinya tetap setali tiga uang alias
sama-sama kuat, siapapun tak berhasil meraih ke untungan
dari lawannya.
Bagaimana pun juga Chin Siau adalah seorang pemuda
yang ingin mencari menangnya sendiri, melihat usahanya
gagal untuk meraih keuntungan, ia menjadi amat gelisah.
Mendadak gerakan tubuhnya dirubah, pedangnya dengan
jurus Nuri terbang Hong menari, secepat kilat menusuk keulu
hati Suma Thian ya dengan kecepatan bagaikan sambaran
petir.
Siapa tahu waktu serangan tersebut mencapai tengah
jalan, tiba-tiba gerakan-nya berubah dengan jurus selaksa
bunga dipersembahkan Buddha, ia melepaskan serangan
berikut.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini diam-diam
tertawa geli, ia tahu untuk menaklukan pemuda ini satu-
satunya jalan adalah mengalah kepadanya dengan begitu
hubungan diantara kedua belah pihak pun dapat terjalin
dengan lebih akrab.
Berpikir demikian, diapun segera merubah kembali
serangannya.
Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema
memecahkan keheningan, tahu-tahu orang yang sedang
bertarung di tengah arena itu sudah berpisah satu sama lain-
nya.
Sambil meraba bahu sendiri, Suma Thian yu segera berseru
sambil tertawa:
"Saudara Chin memang benar-benar memiliki kepandaian
tanggung, aku benar-benar merasa kagum"
Chin Siau sendiripun sedang memegang perut sendiri
dengan kening berkerut, katanya kemudian sambil meringis:
"Aku mengaku kalah, kalah dengan setulus hati, kagum,
sungguh mengagumkan, apabila Suma heng tidak memberi
muka kepadaku, sudah dapat di pastikan aku pasti akan
semakin malu"
"Aaaah, bila tidak menyerempet bahaya, mana mungkin
aku bisa memukul saudara Chin" kata Suma Thian yu tetap
merendah, "keberuntunganku kali ini tak lebih hanya karena
saudara Chin sudi mengalah"
"Saudara Suma, dengan ucapanmu itu aku merasa semakin
malu sendiri" kata Chin Siau tertawa, "aku benar-benar sudah
takluk, berbicara sesungguhnya aku dapat merasakan bahwa
saudara Suma memiliki kepandaian silat yang amat tangguh,
mau diserang tiada lubang kelemahan, kokoh dan tangguh
bagaikan lapisan baja, betul-betul suatu kemampuan yang
hebat"
Sin sian siangsu yang menonton jalan-nya pertarungan itu
dari samping pun segera menimbrung pula sambil tertawa
tergelak.
"Apa yang dikatakan Chin Siau memang benar, kali ini aku
benar-benar merasa terbuka mataku, sampai aku sendiri pun
dibuat kagum setengah mati, aku percaya diriku sendiripun
tidak akan bisa menahan sebanyak sepuluh jurus di tangan
setan cilik ini!"
"Sudah, sudahlah, tak usah kalian tempeli emas diwajahku,
mari kita masuk kekota!"
Setelah kejadian hari ini, Chin siau semakin menaruh
perasaan kagum dan hormat kepada Suma thian yu dan sejak
itu pula persahabatan mereka berjalan semakin akrab dan
rapat.
Ketika Suma thian yu dan Bi hong siancu kembali kerumah
penginapan, dua bersaudara Thia segera menyambut
kedatangan mereka.
Begitu bersua muka, sastrawan berpena baja Thin cuan
segera menegur sambil tertawa tergelak.
"Haah...haahh... gembira kah hiante berpesiar?"
Dari pertanyaan tersebut Suma Thian yu tahu bahwa yang
dimaksudkan dua bersaudara Thia adalah hubungannya
dengan Wan pek lan, maka ia segera menggelengkan
kepalanya sambil menghela napas:
"Merusak kegembiraan saja...merusak kegembiraan saja....
"Apa? Kalian berdua....."
"Bukan!" tukas Suma Thian yu segera.
Secara ringkas dia pun segera menceritakan semua
pengalaman yang baru saja dialaminya bersama wan pek lan.
Mendengar kalau Suma Thian yu beradu kepandaian
dengan Chin Siau, dua bersaudara Thia segera mendepak-
depakan kakinya berulang kali sambil berseru:
"Sayang, sungguh sayang kami tak punya rejeki untuk turut
menyaksikan tontonan bagus itu, mengapa kau tak kembali
dulu untuk mengundang kami?"
"Aaah, mana mungkin? Baiklah biar aku perkenalkan
dengan kalian besok pagi"
Keesokan harinya Sin sian siangsu dengan mengajak Chin
Siau telah berkunjung, ketika mereka berkumpul, pembicaraan
pun segera berlangsung hangat.
Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera
tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama
sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang
jeli sering melirik kearah Chin Siau.
Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera
terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak
pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran
listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan
cepat-cepat melengos kearah lain.
Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan
peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak
sambil katanya:
"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai
dan menganggur.
Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja
membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun,
apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu,
mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu
memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua,
kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius
ia berkata:
"Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu
berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini
langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan
menyakstkan tontonan yang menarik hati"
Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan
perjalanannya lagi.
Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li
dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san,
itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan
mencapai tempat tujuan.
Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang
benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang dihari-
hari biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat
sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga
lain-nya.
Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit,
selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang
mengelilingi seputar bangunan.
Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat
tersebut sejak setahun berselang.
Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia
sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal
ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh,
ramah dan suka menolong kaum yang lemah.
Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay
hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay
dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong
siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.
Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat,
kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan
keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam
sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran
kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan
yang lebih sempurna.
Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu
tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat
tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan
lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang
akan berlangsung tak lama kemudian.
Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai
tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau
kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu
ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.
Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara
derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu
berenam telah tiba ditempat tersebut.
Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah
terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang
lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan
kedatangan rombongan tersebut.
Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu
tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk
setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak
seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.
Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera
berteriak gembira:
"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu
memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"
Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma
Thian yu dengan perasaan gemas.
Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia
membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak
baru katanya:
"Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?"
"Belum puas"
"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya
lebih dahulu"
Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya,
lalu sambil cemberut katanya:
"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar
secepatnya? Tahukah kau aku sudah setahun lebih
menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba
bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"
Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas
memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya
masuk kedalam.
Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin
sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah
berangkat duluan kembali kerumahnya.
Ketika semua orang menuju kerumah kediaman Tay hoa
kitsu, tampak Siau yau kay berjongkok didepan pintu macam
pengemis kelaparan saja, disisinya nampak cawan bobroknya
itu.
Sepasang manusia bodoh dari Wu san juga berada disitu,
mereka hanya duduk ditepi sumur sedangkan didepan pintu
berdiri seorang nyonya muda yang lembut dan cantik, dia
adalah ibu dari Gak Sin liong, yakni Hui im tongcu Gak Say
bwee.
Ketika orang-orang itu melihat kemunculan Suma Thian yu
yang sama sekali tak terduga itu, mula-mula tertegun
bercampur keheranan, sebab dalam anggapan mereka semua,
Suma Thian yu sudah tewas.
Tak heran kalau mereka semua serentak maju
mengerubungi Suma Thian yu.
Sambil tersenyum Hui tim tongcu Gak Say bwee segera
berseru:
"Harap kalian masuk kedalam, mari kita berbincang-
bincang didalam saja"
Mereka semua pun bersama-sama masuk kedalam ruangan
tengah, sementara Hui im tongcu segera menitahkan kepada
Gak Sin liong untuk masuk kedalam dan mengundang keluar
sucou nya.
Suasana dalam ruanganpun menjadi ramai sekali, semua
orang berebut mengajukan pertanyaan kepada Suma Thian
yu.
Dalam keadaan beginilah tiba-tiba terdengar Gak Sin liong
berseru keras:
"Sucou ku datang!"
Serentak semua orang menghentikan pembicaraan sambil
berdiri disamping dengan serius, tampak dibelakang Gak Sin
liong mengikuti Ciong liong lo sianjin yang segera manggut-
manggutkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum:
"Silahkan duduk saudara sekalian, atas kehadiran kalian
lolap ucapkan banyak terima kasih"
Setelah semua orang duduk, Suma thian yu baru maju
kedepan dan berlutut dihadapan ciong liong lo sianjin dan Put
Gho cu sambil berkata:
"Thian yu yang tidak berbakti baru sekaranng pulang
kembali, untuk keterlambatan ini harap sudi dimaafkan"
Ciong liong lo sianjin tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah... sudah kuduga kalau anak Thian yu
dilindungi oleh rejeki dan umur panjang, ternyata dugaanku
memang tidak meleset"
Sebaliknya Put Gho cu yang menyaksikan murid
kesayangan-nya dapat kembali dengan selamat pun segera
memperlihatkan perasaan yang sangat gembira.
Kedua orang tua itu segera memerintahkan kepada
pemuda itu untuk duduk, menyusul kemudian Sin sian
siangsu, Chin Siau, dua bersaudara Thia dan Bi hong siancu
sekalian maju memberi hormat.
Ketika didesak oleh semua orang, Suma Thian yu pun
segera menceritakan kisah perjalanannya semenjak berangkat
ke Tibet sampai pulang kembali kerumah.
Selesai mendengarkan penuturan tersebut, Put Gho cu
segera berkata:
"Anak Yu, benarkan kokcu dari lembah put kui kok adalah
Hui thian long cay (srigala bengis terbang kelangit) yang
dulu pernah merajai wilayah See ih?"
Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, sahutnya:
"Tecu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, tapi
tampang orang itu..."
"Tak usah dikatakan lagi, aku kenal dengan orang ini, bila
ucapanmu benar maka kokcu dari lembah Put kui kok tersebut
sudah benar adalah srigala bengis terbang kelangit dan
bininya pun sudah pasti San hoa popo"
Ketika pembicaraan sampai disitu, Put gho cu pun
menceritakan pula kisah pengalaman-nya dulu.
Peristiwa tersebut terjadi pada lima puluh tahun berselang
sewaktu Put gho cu sedang dalam perjalanan menuju
kewilayah See ih, dia telah berkunjung kerumah srigala bengis
itu.
Tapi dalam suatu pembicaraan yang berbeda pendapat
akhirnya kedua orang itu saling bermusuhan sendiri.
Sementara itu nama besar Put Gho cu termashur dan
menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan namanya
sempat termasyur sampai wilayah See ih, karena itulah Hui
thian long pay atau srigala bengis ini sudah bersiap
mengajaknya berduel.
Akhir dari pertarungan tersebut, Put Gho cu menderita luka
parah sedangkan serigala bengis itu terjerumus kedalam
jurang dan tidak diketahui nasibnya.
Sungguh tidak disangka lima puluh tahun kemudian
ternyata srigala bengis itu masih hidup bahkan menjadi kokcu
dalam lembah Put kui kok, peristiwa tersebut benar-benar
jauh diluar dugaan siapa pun.
Mendengar penuturan dari Put Gho cu tersebur, semua
orang pun menaruh kesan yang lebih mendalam terhadap
serigala bengis itu.
Terdengar Hut Gho cu berkata lebih jauh:
"Menurut pendapatku, sudah pasti srigala bengis terbang
dilangit telah bersengkongkol dengan Kun lun indah untuk
melakukan perbagai macam kejahatan"
"Dari nana kau bisa tahu?" tanya Toa gi Khong Sian segera.
"Hal ini menurut penilaianku saja, ketika Thian yu berhasil
kabur dari penjara, dia telah membunuh pula ketiga orang
jago dari srigala bengis itu, dalam keadaan demikian siapapun
tak akan mampu menahan diri, apalagi bagi srigala bengis
yang selalu angkuh dan tinggi hati"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia pun berkata lebih
jauh:
"Sekalipun Kun lun indah tidak mengundangnyapun, dia
sama saja akan mengajak anak buahnya untuk bergabung.
Orang ini berhati keji dan buas, sudah pasti dia akan berusaha
untuk membalas dendam dan tak akan melepaskan Thian yu
dengan begitu saja"
Sian yau kay segera tertawa terbahak-bahak:
"Ha ha ha ha, kalau mau datang biarkan saja datang, kalau
ingin pergi biarkan pergi, buat apa kita mesti merisaukan? Kali
ini kita bertindak tegas, bukankah tujuannya untuk
membersihkan dunia persilatan dari manusia-manusia kurcaci
seperti mereka itu? Kalau dia datang sendiri kemari, hal ini
malah kebetulan jadi kitapun tak usah repot-repot sendiri"
"Benar sih benar" kata Put Gho cu kembali, "cuma kau
mesti tahu, serigala bengis terbang dilangit adalah manusia
yang tidak mudah dihadapi"
"Bagi aku si pengemis, yang penting adalah menghabisi
riwayat manusia durjana semacam itu, sampai waktunya aku
si pengemis yang pertama-tama akan mencobanya"
Begitulah setelah pembicaraan berlangsung amat asyik,
Ciong liong lo sianjin pun segera memanggil Suma Thian yu
agar mendekatinya, lalu berbisik:
"Anak yu, mata kitab pusaka itu?"
"Berada disaku anak Yu" cepat-cepat Suma Thian yu
mengeluarkan kitab tersebut dari sakunya dan diserahkan
kepada Cong liong lo sianjin.
Setelah menerima kitab itu, Ciong liong lo sianjin pun tidak
memeriksanya lagi, kepada semua orang dia berkata dengan
suara dalam:
"Saudara sekalian, badai berdarah yang mengancam dunia
persilatan saat ini sesungguhnya timbul karena kitab pusaka
ini, sepintas lalu saja peristiwa ini terjadi seakan-akan karena
perselisihan antar pribadi yang kemudian dihimpun menjadi
satu, padahal yang sebenarnya adalah disebabkan kitab
pusaka tersebut"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
menyambung:
"Nasiblah yang mempermainkan manusia, sejak kitab
pusaka ini muncul kembali, suasana didalam dunia persilatan
sudah dicekam ketakutan, tampaknya Thian telah mengutus
Thian yu untuk bertanggung jawab atas badai pembunuhan
ini"
Kata-kata yang sederhana dari Ciong liong lo sianjin ini
sesungguhnya kalau diperhatikan kembali justru mengandung
arti yang lebih mendalam.
“ Sebagai contoh adalah nasib Thian yu, sejak kecil sudah
tertimpa bercana, lalu dia ikut Kit hong kiam kek, dan diterima
sebagai murid oleh Put Gho cu, bahkan mendapat
perlindungan dan kasih sayang dari kalian semua, hingga
sekarang nasibnya boleh dibilang kurang bahagia atau lebih
tepat dikatakan penuh diliputi kemisteriusan. Setelah beberapa
kali menemui musibah, dia selalu berhasil lolos dalam keadaan
hidup sampai akhirnya membawa kembali kitab pusaka yang
hilang, bukankah kesemuanya ini merupakan permainan dari
takdir?”
Ketika Ciong liong lo sianjin menyelesaikan kata-katanya,
sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke
wajah Suma Thian yu, membuat wajah pemuda itu berubah
menjadi merah padam bagai kepiting rebus.
Tay gi Siu Khong Sian segera tertawa terbahak-bahak,
serunya kemudian:
"Haaah...haah... haah...untung saja setan cilik ini berhasil
merebut kembali kitab pusaka itu, kalau tidak, akulah yang
pertama-tama tak akan membiarkannya hidup"
Kemudian sambil terpaling kearah adiknya Ji gi siu,
terusnya:
"Bukankah begitu adikku?"
"Hmmmm" Ji gi siu segera menyahut.
Sementara semua orang sedang berbincang-bincang
dengan riang gembira, tiba-tiba dari belakang pintu muncul
seorang penduduk yang berseru dengan napas tersengkal-
sengkal.
"Diluar ada tamu"
Tay hoa Kitsu sebagai tuan rumah kembali bangkit berdiri
siap beranjak keluar, tapi Siau yau kay segera memanggilnya
sambil berseru:
"Tak usah kesana, suruh saja dia mengajak kemari"
Tay hoa kitsu Chin leng hui pun mengurungkan niatnya dan
memerintahkan penduduk itu untuk mengajak tamu tersebut
masuk.
Tak lama kemudian penduduk itu sudah muncul kembali
dengan seorang penunggang kuda, ketika Tay hoa kitsu
melihat orang itu tak dikenal, diapun menjadi menyesal karena
membiarkan tamu asing itu masuk sampai kedalam.
Orang itu adalah seorang lelaki kekar berusia tiga puluh
tahunan yang berpakaian ringkas dan menyoren golok
dipunggungnya, ia menunggang kuda hitam yang amat kekar.
Tiba di ruang depan, orang itu sama sekali tidak melompat
turun dari kudanya, dia menjura kepada Tay hoa kitsu dengan
hambar dan berseru lantang:
"Aku mendapat perintah dari Siau tayhiap menyampaikan
kabar, besok malam pada kentongan pertama, dia akan
datang tepat pada waktunya di lapangan Koan jit Pang!"
Sementara Tay hoa kitsu hendak menjawab, tiba-tiba Siau
yau kay telah munculkan diri dan berseru kepada lelaki itu:
"Hey, apakah orang she Siau sudah datang?"
"Aku merasa kurang leluasa untuk menjawab pertanyaan
itu!"
"Aku bilang orang she Siau itu sudah datang belum?" sekali
lagi Siau yau kay mengulangi lagi kata-katanya.
"Aku tidak tahu!"
"Sepulangnya nanti beritahu kepadanya, aku si pengemis
menyuruh dia datang membawa dupa besok malam" seru Siau
yau kay kemudian sambil tertawa ketolol-tololan.
Mendengar perkataan yang tak genah dari pengemis tua
itu, lelaki tersebut tidak banyak bicara lagi, dia segera
menggebrak kudanya dan berlalu dari situ.
Tay hoa kitsu pun segera melaporkan kejadian ini kepada
Ciong liong lo sianjin. Mendapat laporan itu, lo sianjin hanya
manggut-manggut saja kemudian meneruskan kembali kata-
katanya.
"Aku rasa isi dari kitab pusaka ini sudah dipelajari semua
oleh Thian yu, dan dia pun sudah memahami semua
rahasianya, berarti tak ada gunanya untuk disimpan lagi dari
pada mendatangkan bencana dikemudian hari, maka lolap
bermaksud hendak memusnahkan saja kitab ini"
Semua orang merasa amat terkejut setelah mendengar
ucapan ini, sedangkan Put Gho cu segera menimbrung pula.
"Maksud cianpwe memang bagus, cuma kalau kita rusak
kitab pusaka ini apakah tidak melanggar cita-cita dari Ku hay
siansu yang dulu menciptakan kitab tersebut?"
Ciong liong lo sinjin segera manggut-manggut.
"Ketika Ku hay siansu membuat kitab ini sebenarnya dia
bermaksud untuk menyiapkan kitab ini demi mengatasi
bencana berdarah yang bakal terjadi, kini bila kitab tersebut
tidak dimusnahkan, berarti pada generasi mendatang masih
akan terjadi kekacauan demi kekacauan, sampai kapan dunia
persilatan baru akan menjadi tenang?"
Mendengar ini, samua orang pun memberikan persetujuan-
nya, maka Ciong lo sianjin pun segera memusnahkan kitab
pusaka tersebut.
Sementara itu Hui im tongcu bangkit berdiri dan berkata
sambil tersenyum:
"Sekarang Suma hiantit sudah kembali dengan selamat,
aku rasa kedudukan sebagai pemimpin rombongan pun harus
dipikul oleh hiantit, entah bagaimana dengan pendapat kalian
semua?"
Cepat-cepat Suma Thian yu menampik usul tersebut,
sedangkan semua orang pun berpendapat lebih baik Hui im
tongcu saja yang meneruskan mamegang jabatan itu.
Sebab ia sudah lama mempersiapkan diri, disamping itupun
sudah mempunyai gambaran terhadap situasi pada umumnya,
maka jabatan harus dialihkan kepada Thian yu, mereka kuatir
hal ini justru akan ditunggangi musuh.
Melihat semua orang masih tetap mendukungnya, terpaksa
Hui im tongcu pun harus meneruskan kembali jabatan-nya
untuk menjadi pemimpin rombongan. Maka dia pun
membeberkan semua rencananya yang telah dipersiapkan
selama ini.
Mendadak ia merasa masih ada dua orang yang belum
hadir, segera tanyanya:
"Heran, mengapa Tam pak cu locianpwee dan Hian cing
totiang belum nampak juga?"
Suma Thian yu segera menceritakan pengalamannya
sewaktu berjumpa dengan Hian cing suheng.
Mendengar itu Put Gho cu berkata:
"Mereka tak mungkin akan mengingkari janji, hanya
masalahnya mereka terlalu nakal, sudah jelas telah datang,
siapa tahu justru bersembunyi diatas tiang rumah jadi pencuri
kecil, apakah hal ini tidak menggemaskan saja!"
Mendengar perkataan itu semua orang segera mengangkat
kepalanya dan memandang keatas, namun mereka tidak
berbasil menemukan sesuatu apapun, maka tanpa terasa
mereka pun mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Put
Gho cu.
Melihat hal ini, Put gho cu hanya tersenyum saja tanpa
menjawab.
Sebaliknya Ciong liong lo sianjin segera berkata sambil
tertawa terbahak-bahak:
"Haa...haa...haah...sudah, sudahlah, kalian tak usah
bermain-main lagi, waktu yang tersedia buat kita sudah tak
banyak lagi, harus segera berangkat"
Semua orang mengira perkataan dari Ciong liong lo sianjin
ini ditujukan kepada Put gho cu, siapa tahu Siau yau kay
segera membentak keras:
"Hey, masih juga belum mau menampakan diri, apakah
menunggu sampai aku si pengemis tua yang membekuk
batang leher kalian?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba
terdengar seseorang tertawa nyaring, lalu bersamaan dengan
berkelebatnya bayangan manusia, Tam pak cu telah
munculkan dirinya.
Tay gi siu Kong Sian kontan saja mengumpat:
"Main sembunyi macam tikus, rupanya kau hendak jadi
mata-mata untuk menyelidiki kami?"
"Haah... haaah... yang lagi menjadi mata-mata berada di
dapan"
Kemudian menghadap keluar pintu dia berteriak pula:
"Hidung kerbau, mengapa kau belum masuk juga?"
Ketika semua orang berpaling, tampak Hian cing tojin telah
muncul didepan pintu, dibawah ketiaknya nampak menjepit
seorang lelaki, ternyata lelaki itu tak lain adalah manusia yang
mendapat perintah untuk menyampaikan kabar dari Siau wi
goan tadi. Rupanya setelah meninggalkan tempat itu tadi,
lelaki tersebut telah balik kembali dan secara diam-diam
menyelundup masuk ke dalam.
Siapa tahu gerak-geriknya itu sudah diamati terus oleh Tam
Pak cu dan Hian cing to liang, belum lagi berhasil menyusup,
ia sudah ditangkap oleh Hian cing tojin.
Hui im tongcu berseru dengan gembira:
"Tak nyana kalian bisa datang engan membawa hadiah,
sungguh bagus sekali, totiang, letakkan bajingan itu ke tanah,
silahkan minum secawan air teh sebagai jasa bagi jerih
payahmu"
Hian cing tojin meletakkan lelaki ke atas tanah, kemudian ia
memberi hormat kepada Ciong liong lo sianjin, setelah itu baru
memberi salam kepada gurunya, Put gho cu.
Dalam pada itu, Hui im tongcu telah memberi tanda kepada
Gak Sin liong agar menyekap lelaki itu ke dalam penjara,
kemudian ia baru menanyakan banyak soal rahasia dari Tam
pak cu sebagai persiapan untuk menghadapi musuh esok
malam.
Sesungguhnya bentrokan yang terjadi antara golongan
lurus dan sesat dimasa lalu sudah seringkali terjadi, hanya
saja belum pernah diselenggarakan secara besar-besaran
seperti kali ini.
Kalau dimasa lalu, pertarungan selalu diselenggarakan
dipusat suatu partai atau perkumpulan, hanya kali ini kedua
belah pihak setuju untuk melangsungkan pertarungan di
lapangan Koan jit peng dipuncak bukit Hoa san.
Dengan cara demikian, maka tiada kemungkinan bagi ke
dua belah pihak untuk mempergunakan akal muslihat yang
licik keji ataupun persiapan jebakan serta alat perangkap yang
licik, semua pertarungan akan diselenggarakan dengan
mengandalkan kekuatan yang murnii dan ilmu silat yang
sejati.
Disamping itu, pertarungan pun bukan di langsungkan demi
memperebutkan semacam benda mustika atau dendam
kesumat, seandainya adapun hanya merupakan urusan pribadi
segelintir manusia saja, seperti misalnya Suma Thian yu
terhadap Kun lun indah, Siau yau kay terhadap Kun lun indah
dan Chin Siau terhadap Siau hu yong.
Pertarungan yang berlangsung kali lni hanya boleh dibilang
untuk mengadu kekuatan dan melihat siapa yang mampu
merajai seluruh dunia persilatan, atau tegasnya pertarungan
ini demi memperebutkan nama dan kedudukan.
Begitulah, keesokan harinya setelah Hui im tongcu
mengatur segala sesuatunya, berangkatlah dia bersama
rombongan besar menuju ketebing Koan jit pang dibukit Hoa
san.
Bagi angkatan yang lebih tua, perjalanan ini ditempuh
penuh dengan senda gurau, seakan-akan sedang berpesiar
saja, sama sekali tidak dicekam oleh suasana tegang.
Sedangkan kaum mudanya sama-sama menggosok kepalan
sambil bersiap sedia menjajal kemampuan yang dimiliki,
meski pun harus disertai dengan debaran jantung yang keras,
diantaranya Gak Sin liong yang memperlihatkan penampilan
paling tegang.
Sepanjang perjalanan tiada hentinya dia bertanya ini itu,
sebentar berada disisi ibunya, sebentar lagi kembali kesisi
Suma Thian yu, gerak-geriknya seperti tak ada tenang.
Sedangkan Chin Siau, mungkin ilmu silat yang dipelajari
termasuk ilmu yang bersifat tenang, maka sepanjang jalan dia
hanya membungkam diri dengan sikap yang tenang sekali,
sekalipun Toan im siancu beberapa kali mengajaknya
berbincang-bincang, dia selalu menjawab dengan ringkas dan
tak banyak bicara.
Semakin demikian sikapnya, justru semakin besar perhatian
Toan im siancu terhadapnya, olen sebab itu Toan im siancu
belum pernah meninggalkan sisi tubuhnya.
Berbeda sekali dengan Bi hong siancu, dia selalu
menunjukkan sikap yang murung dan mulut yang
terbungkam, seringkali dia melirik kearah Suma Thian yu
sambil menghela napas panjang.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera bertanya dengan penuh perhatian:
"Adik Lan, apakah kau merasa tidak sehat?"
"Tidak"
"Lantas mengapa selalu bermuram durja?"
"Aku....aku menguatirkan dirimu"
Koan jit peng, terletak di puncak bukit Hoa san.
Hui im tongcu memimpin kawanan jago mencapai tanah
lapang dipuncak tersebut dan menuju ke arah barat laut,
karena dari arah barat daya sudah dipenuhi pihak musuh.
Sesudah masing-masing mengambil tempat duduk, Suma
Thian yu pun mulai memperhatikan keadaan dari pihak lawan.
Dari sekian jago yang hadir, diantara hanya seorang kakek
aneh yang belum pernah dijumpai selama ini. Tapi kalau
ditinjau dari dandanan serta potongan wajahnya, tak sulit
untuk menduga orang itu sebagai raja iblis nomor wahid dari
rimba hijau, si mayat hidup Ciu Jit bwe.
Sementara itu, Kun lun indah, Siau wi goan telah tampil ke
tengah lapangan dan memberi hormat kepada semua orang
sambil berkata:
"Sungguh gembira hatiku menyaksikan kehadiran anda
sekalian tepat pada waktunya, malam ini udara cerah dan
rembulan bersinar terang, sesunggulnya Wi goan sengaja
memilih tempat ini dengan harapan tak ingin mengusik
ketenangan orang lain. Baiklah, perkataan bertele-tele rasanya
percuma untuk diutarakan, bagaimana kalau kita selesaikan
saja masalahnya dengan kekerasan"
Sambil berkata ia sudah bersiap sedia untuk mengundurkan
diri dari situ
Mendadak terdengar si harimau hitam Lim Kong berseru
keras:
"Siiau tayhiap, apakah kau telah memberikan keterangan
kepada mereka?"
"Oyaa..." Kun lun indah Siau Wi goan segera membalikkan
badan dan berkata lagi:
"Benar, hampir saja Wi goan melupakan suatu masalah
besar, mumpung pertarungan belum dilangsungkan, aku
memang merasa perlu untuk memberi penjelasan lebih dulu.
Kita sebagai anggota persilatan sudah sewajarnya kalau
bertindak jujur dan terbuka, maka didalam pertarungan nanti,
lebih baik kita bertarung seorang melawan seorang saja
daripada terjadi suatu pertarungan secara massal"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
melanjutkan:
"Umat persilatan sebenarnya berasal diri satu keluarga, tapi
selanjutnya dikuasai oleh segolongan kaum yang mengangkat
dirinya paling murni, akibatnya banyak pendekar yang
terdesak sehingga menyebabkan terjadinya gontok-
menggontok diantara sesama sendiri. Kuanjurkan dalam
pertarungan nanti, harap kalian semua bisa mengeluarkan
segenap ilmu silat yang dimilikinya tanpa sungkan-sungkan,
sehingga biar matipun tak perlu sayang, entah bagaimanakah
pendapat kalian semua...?"
"Segala sesuatunya kami akan turut perintah, silahkan Siau
tayhiap mengutus orang untuk bertarung" kata Hui im tongcu
mewakili golongan lurus.
Siau wi goan segera mundur kembali ke barisan, tak lama
muncullah seorang kakek ke arena, dia adalah Boan thian hui
(terbang memenuhi angkasa) Ya Nu, seorang piausu yang
berhianat dari perusahaan Sin liong piankiok.
Orang ini langsung turun ke arena tanpa minta persetujuan
lebih dulu dari Kun lun indah, sebenarnya Siau Wi goan
hendak menghalanginya, namun niat tersebut kemudian
diurungkan.
Begitu bertemu dengan Ya Nu, amarah Bi hong siancu
segera berkobar, baru saja dia akan tampilkan diri, mendadak
tubuhnya di tarik seseorang dari belakang ketika ia berpaling
ternyata orang itu adalah Gak Sin liong.
Terdengar bocah itu berkata:
"Enci Wan, bagaimana kalau Liong ji yang turun ke arena
dalam babak pertama ini?"
Melihat wajahnya yang patut dikasihani itu, Bi hong siancu
segera mengangguk.
"Adik Liong mesti berbaik hati, ketahuilah setan tua itu
liciknya bukan kepalang"
Melihat nona itu menyetujui, Gak Sin liong menjadi girang
setengah mati, dia segara berjalan menuju ke tengah arena.
Tak terlukiskan rasa gusar Ya Nu ketika melihat seorang
bocah berusia dua tiga belas tahunan terjun ke arena untuk
menghadapinya, dia mengira Hui im tongcu sengaja hendak
membuatnya malu, hal ini segera menimbulkan niatnya untuk
menghabisi nyawa bocah tersebut.
Sementara itu Gak Sin liong sudah tiba didepan Ya Nu
segera menjura seraya berkata:
"Setan tua, ayoh sebutkan dulu namamu sebelum
menerima kematian..."
HAWA AMARAH YA NU semakin berkobar lagi setelah
mendengar ucapan ini, dengan penuh amarah dia
membentak:
"Enyah kau dari sini!"
Sebuah tendangan kilat langsung diarahkan keperut Liong
ji, serangan tersebut dilancarkan sangat kuat dan dahsyat,
didalam anggapannya dalam sekali serangan saja Gak Sin
liong tentu akan terpental seperti sebuah bola karet.
Siapa tahu perhitungannya sama sekali melesat, baru saja
tendangan itu dilancarkan, tiba-tiba Sin Liong merendahkan
tubuhnya sambil menyambut datangnya serangan, kemudian
dengan tehnik meminjam tenaga memanfaatkan tenaga, dia
betot tubuh Ya Nu lebih kemuka.
Akibat dari betotan ini, Ya Nu menjadi kehilangan
keseimbangan badannya sehingga tak ampun lagi tubuhnya
segera terjerembab kearah depan.
Gik Sin liong yang jeli dan pandai, sudah barang tentu tak
mau menyia-nyiakan kesempatan itu lagi, begitu melihat Ya
Nu sudah roboh, ia segera menerjang kedepan sambil balas
melancarkan sebuah tendangan.
"Duukk...!"
Tendangan tersebut bersarang telak sekali membuat Ya Nu
segera menjerit kesakitan dan muntah darah segar, seketika
itu juga ia roboh tak sadarkan diri.
Gak sin liong segera bertepuk tangan sambil tertawa
tergelak, jengeknya:
"Rupanya dia tak lain hanya seorang gentong nasi yang
sama sekali tak berguna"
Dia membalikkan badan siap mengundurkan diri.
Mendadak terasa desingan angin tajam menyambar tiba
dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian tampak sesosok
bayangan manusia melayang melewati atas kepalanya dan
turun tepat dihadapannya.
Ketika Gak Sin liong mencoba untuk mengamati orang itu,
ternyata dia adalah lotoa dari Tiang pek sam sat, si makhluk
berekor sembilan Li Gi.
Sebagaimana diketahui, si makhluk berkepala sembilan Li
Gi sudah pernah merasakan kekalahan secara tragis di tangan
Gak Sin liong, itulah sebabnya begitu menghadang
dihadapannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
mengayunkan kepalan-nya menghantam tubuh bocah
tersebut.
Biarpun Gak Sin liong belum cukup berpengalaman,
bagaimanapun juga dia sudah terdidik oleh seorang guru
kenamaan, ia sama sekali tidak gugup atau pun panik
menghadapi datangnya ancaman, sambil miringkan badannya
menghindarkan diri, segera ejeknya sambil tertawa cekikikan:
"Hey, apakah kaupun kepingin mampus?"
Makhluk berkepala sembilan Li Gi sama sekali tidak
mengucapkan sepatah katapun, secara beruntun dia
melancarkan dua buah serangan, tapi semuanya berhasil
dihindari Gak Sin liong secara mudah, lama kelamaan Gak Sin
Hong yang masih muda dan berdarah panas habis juga
kesabaran-nya.
Suatu ketika dia sengaja membuka pertahanan sendiri
untuk memancing masuknya serangan dari Li Gi.
Nampaknya nasib Li Gi harus berakhir secara tragis,
sekalipun selama ini dia malang melintang dibukit Tiang pek
san, namun mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau
seorang bocah cilik yang masih berbau tetek pun bisa
mengambil resiko untuk mencari kemenangan.
Begitu melihat pertahanan bocah itu terbuka, dia lantas
menyangka lawannya masih kurang berpengalaman sehingga
tanpa sadar membuka titik kelemahan sendiri, dengan
perasaan girang ia segera menggempur Gak sin liong dengan
jurus harimau hitam mencuri hati.
"Serangan yang bagus!" bentak Gak Sin liong keras-keras.
Dengan cekatan dia mundur kebelakang sambil miringkan
tubuhnya, menyusul kemudian sepasang tangannya
mencengkeram lengan Li Gi erat-erat dan membetotnya
kemuka.
Lalu dengan manfaatkan posisi badan lawan yang
terhuyung kemuka, sebuah tendangan kilat langsung
ditujukan kelambung musuh.
Tiba-tiba saja terdengar Li Gi mengerang kesakitan,
lambungnya pecah terkena tendangan yang menggeledek itu
sehingga ususnya berhamburan keluar, tentu saja tubuhnya
ikut roboh terkapar keatas tanah.
Penampilan Gak Sin liong yang cemerlang dan berhasil
merontokan dua orang jago lawan secara beruntun, segera
disambut kawanan jago dari golongan lurus dengan tepuk
sorak yang gegap gempita.
Mimpipun Kun lun indah tak menyangka kalau bocah cilik
itu memiliki kepandaian silat sedemikian hebatnya, dia merasa
mendongkol di samping gelisah, cepat-cepat serunya kepada
ketua perkumpulan Tiang ciau pang dari Hoang hoo yang
bernama Kang Hong siang itu:
"Saudara Kang, lebih baik kau saja yang turun arena,
bilamana perlu bunuh saja keparat itu!"
Kang Hong siang menyahut dan pelan-pelan menuju ke
arena, siapa tahu pada saat itulah si malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Eng hui sudah memburu lebih dulu kedalam
arena, terpaksa Kang Hong siang balik kembali ke tempat
semula.
Gak Sin liong sama sekali tidak kenal dengan malaikat sakti
bermata tunggal, tapi dia sedang dibuat asyik oleh
pertarungan, maklumlah bagi seorang bocah yang secara
beruntun sanggup merobohkan dua orang lawan, rasa
gembiranya tentu tak terlukiskan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu ia tak ambil peduli siapakah musuhnya kali
ini, bahkan kendatipun lawan-nya adalah seekor harimau pun
tak akan dipandang sebelah mata.
Sambil bertolak pinggang dan mata melotot segera
serunya:
"Hey, apakah kaupun sudah bosan hidup?"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sama sekali
tidak menggubris, ditatapnya bocah itu dengan wajah dingin
tapi serius, Kemudian setibanya di depan Sin liong sepasang
tangannya segera dipentang lebar-lebar untuk mencengkeram
tubuh bocah tersebut.
Sepuluh gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin
dan menusuk tulang segera menyambar kedepan dengan
kecepatan luar biasa.
Tapi Gak Sin Liong adalah seorang bocah yang tak takut
terhadap langit maupun bumi, dia menunggu sampai
kesepuluh jari tangan lawan tiba didepan mata kemudian
sepasang telapak tangannya baru di rangkap menjadi satu dan
di angkat keatas, menyusul kemudian lengannya di
rentangkan untuk menangkis kedua lengan Ciong Eng hui.
Bukan begitu saja, menyusul gerak mata, sebuah
lengannya dipakai untuk melindungi dada, lengan yang lain
diayunkan ke depan melancarkan bacokan ke dada musuh.
Gerakan itu panjang untuk diceritakan tapi cepat bagaikan
kilat dalam kenyataan-nya, Ciong Eng hui benar-benar dibuat
terkecoh oleh musuhnya, dia tidak menyangka kalau Gak Sin
liong bakal mengambil tindakan tersebut, ketika sadar
keadaan sudah terlambat, terpaksa ia sambut pukulan itu
dengan kekerasan.
"Blaaammm.....!"
Sambil menggertak gigi menahan diri, Ciong Eng hui
sambut serangan tersebut, namun akibatnya dia harus
mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, wajahnya
berubah menjadi hijau membesi.
Sekali lagi berhasil meraih kemenangan membuat Gak Sin
Hong semakin percaya dengan kemampuan yang dimilikinya,
namun dengan cepat, dia mendesak maju lebih ke muka,
kemudian melepaskan sebuah bacokan lagi dengan jurus
membunuh naga di balik ombak.
Membara sorot mata tunggal Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Eng hui, dia berkaok-kaok penuh amarah,
gerakan tubuhnya segera dirubah, ia sambut serangan lawan
dengan jurus angin menyapu sisa awan lalu sekejap kemudian
dirubah menjadi serangan kepalan yang disodokkan kemuka
dengan jurus menyambut datangnya gempuran ombak.
Gak Sin liong bukan seorang bocah bodoh yang mudah
dipecudangi lawan, dia meski kecil orangnya tapi lincah dan
cerdas, akibatnya Ciong Eng hui benar-benar dibuat bulan-
bulanan oleh lawannya.
Meski demikian pihak kaum lurus mengikuti pertarungan
tersebut dengan perasaan yang berdebar juga, terutama
sekali Bi hong siansu Wan Pek lan, dia benar-benar merasa
kuatir sekali.
Mendadak dari arena bergema suara jerit kesakitan yang
memilukan hati, segera Bi hong siansu memandang kedepan,
setelah mengetahui apa yang terjadi, dia baru menghela
napas panjang sambil berbisik didalam hati.
"Sungguh berbahaya"
Menyusul kemudian dia baru bertepuk tangan sambil
berseru:
"Adik Liong, suatu prestasi yang bagus, ayoh kembali, kau
harus menunggu giliran dilain saat"
Sekali lagi Gak Sin liong berhasil menghajar malaikat sakti
bermata tunggal Ciong Eng hui sehingga terluka parah dan
roboh terjengkang diatas tanah.
Adapun kepandaian yang dipergunakan bocah itu dalam
serangannya kali ini tak lain adalah ilmu pukulan Sian poo hui
hong ciang ajaran suciu nya, Ciong liong lo sian jin, tidak
heran kalau tak seorang pun di antara lawan-lawannya
berhasil meloloskan diri.
Ketua Tiang ciau pang Kang Heng hui segera merasakan
hatinya bergidik setelah menyaksikan malaikat sakti bermata
tunggal kembali dibikin keok oleh musuhnya, tapi urusan
sudah berkembang menjadi begini, tentu saja dia tak bisa
mundur dengan begitu saja kalau tak ingin ditertawakan
orang.
Maka setelah mempersiapkan diri, pelan-pelan dia terjun
kedalam arena.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menyaksikan putra
kesayangannya berhasil mengalahkan tiga musuh sekaligus,
dalam hati kecilnya pun merasa gembira sekali, begitu melihat
Kang Hong Siang tampilkan diri, ia kuatir Liong ji terluka,
maka segera teriaknya:
"Liong ji, ayoh kembali, kali ini harus tiba giliran dari enci
Thia mu!"
Mendengar namanya di sebut, Toan im sian segera
melompat turun kearena, namun sesaat sebelum melangkah
keluar dia sempat melirik sekejap kearah Chin Siau.
Secara kebetulan Chin Siau pun sedang memandang
kearahnya, maka ketika empat mata saling bertemu bagaikan
di sambar aliran listrik, perasaan kedua orang itu sama-sama
merasa nyaman.
Setibanya ditengah arena, Toan im sian cu Thia Yong
segera menjura sambil berkata:
"Sudah lama kudengar nama besar Kang pangcu, sungguh
beruntung kita dapat saling bersua pada malam ini"
Kang Hong siang tertawa tergelak:
"Haaaah...haaah...haaa... lebih baik nona Thia tak usah
banyak bicara, cepat loloskan pedangmu!"
Toam im siancu yang menghadapi musuhnya dengan sopan
ternyata malah bibalas dengan sikap yang ketus membuat
nona itu naik pitam, diapun tidak sungkan-sungkan lagi,
sambil mencabut pedangnya ia berseru keras:
"Lantas mengapa Kang pangcu tidak meloloskan
senjatamu?"
Sekali lagi Kong Hong siang tertawa tergelak:
"Haaa...haah...haaah... biar kulayani dirimu dengan tangan
kosong belaka, daripada ditertawakan orang sebagai orang
tua yang menganiaya anak kecil"
Amarah yang berkobar dalam dada Toan im siancu semakin
membara, pikirnya:
"Bagus sekali....kalau toh kau bersedia menghantar
kematianmu, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji"
Berpikir demikian, dia segera memusatkan seluruh
perhatiannya sambil mengawasi lawan tanpa bergerak.
Kang Hong sing benar-benar amat jumawa, dia berdiri
seenaknya dan berkata sambil tertawa angkuh:
"Silahkan melancarkan serangan!"
"Lihat pedang! bentak Toan im siancu Kemudian sambil
menhimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan.
Lalu dengan jurus walet terbang mengejutkan naga,
secepat kilat dia tusuk tubuh Kang Hong siang dengan diiringi
desingan angin tajam.
Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini kedua belah
pihak sama-sama mengandalkan kecepatan masing masing
untuk saling menyambar, dalam sekejap mata bayangan
kepalan dan cahaya pedang telah menyelimuti angkasa.
Kang Hong siang dapat menjadi ketua terkumpulan Tiang
ciau pang tentu saja memiliki kepandaian yang tangguh,
buktinya dia sanggup menghadapi serangan pedang lawan
dengan tangan kosong belaka.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
bergebrak dua puluh jurus, lambat laun kang hong siang mulai
tak mampu menahan diri.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan kejadian ini
menjadi gelisah sekali, cepat-cepat dia memerintahkan si
setan muka hijiu Siang Tham agar tampilkan diri untuk
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak
diinginkan.
Pelan-pelan Setan muka hijau Siang Tham bangkit berdiri
dan berjalan menuju ke tengah arena.
Hui im tongcu Gak Say bwee memang tak malu menjadi
pemimpin wanita yang cekatan, melihat kejadian tersebut dia
segera memerintahkan kepada sastrawan berpena baja Thia
cuan untuk segera tampilkan diri pula kearena.
Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah tiba
ditengah arena, sastrawan berpena baja Thia cuan segera
melompat kehadapan-nya dan berseru sambil menjura:
"Apablia saudara Siang punya keinginan untuk bermain,
bagaimana kalau kita bermain-main sendiri?"
"Persis dengan selera toayamu" jengek Siang Tham ketus.
Dari sakunya Sastrawan berpena baja mengeluarkan
sepasang senjata poan koan pit nya, maka pertarunganpun
segera berlangsung.
Setan muka hijau memutar goloknya dengan jurus dewa
menunjuk jalan membacok ketubuh sastrawan berpena baja.
Sebagai murid dari Heng see cinjin, sudah belasan tahun
lamanya sastrawan berpena baja mendalami ilmu poan koan
pit nya, boleh dibilang kepandaian tersebut telah dilatihnya
mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja ia tak mau unjuk
kelemahan-nya, dengan cepat dia menangkis sambil
melancarkan serangan balasan.
Dengan demikian, setan muka hijau Siang Tham pun tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk memperhatikan keadaan
dari Kang Hong siang.
Dua pasangan yang sedang bertempur di arena sama-sama
melangsungkan pertarungan-nya dengan amat seru.
Kali ini Kang Hong siang sudah berada dalam keadaan
hanya bisa menangkis tanpa berkemampuan melancarkan
serangan balasan lagi, Toan im siancu yang menyaksikan
peluang baik tersebut tentu saja tidak menyia-nyiakan
kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Dia segera merubah gerakan tubuhnya, pedangnya
diayunkan keangkasa dengan jurus bintang dan bulan saling
bersinar untuk menciptakan beritik-titik cahaya bintang
kemudian menusuk tubuh Kang Hong siang secara ganas.
Mendadak saja Kang Hong siang merasakan sekujur badan-
nya bergetar keras dan mundur dua langkah kebelakang.
Siapa sangka jurus serangan dari toan im siancu ini justru
bertujuan untuk memancing lawan, begitu melihat kang hong
siang mundur, ia segera membentak keras:
"Lihat serangan!"
Ditengah jalan pedangnya berubah jurus dengan gerakan
bintang bergerak awan berubah, lalu secepat sambaran petir,
cahaya tajam itu menyambar kemuka.
Tahu-tahu saja terdengar Kang Hong siang mengerang
kesakitan:
"Aduuh....!"
Bunga darah segar memercik kemana-mana, ketua
perkumpulan Tiang ciau pang yang sudah cukup lama malang
melintang dalam dunia persilatan ini mati seketika dengan
keadaan mengerikan.
Belum habis jerit kesakitan dari Kang Hong siang, dari
pihak lain terdengar pula suara jeritan kesakitan.
Ketika mendengar suara jeritan tersebut, Toan im siancu
segera merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan cepat dia
berpaling dan berseru kaget:
"Aaah, toako!"
Secepat kilat tubuhnya menerjang kearah arena
pertarungan, rupanya sebuah lengan dari sastrawan berpena
baja telah dipapas kutung oleh setan muka hiju Siang Tham,
bahkan pada saat itu si setan muka hijau sudah siap
mengayunkan goloknya untuk menghabisi nyawa lawan-nya.
Untung saja Toan im siancu bertindak cepat dengan
menangkis bacokan goloknya secara keras lawan keras.
Sastrawan berpena baja Thia Cuan segera manfaatkan
kesempatan itu untuk menjatuhan diri menggelinding ke
samping, akhirnya ia berhasil juga menghindarkan diri dari
ancaman bahaya.
Hui im tongcu Gak Say bwee segera bertindak cepat
dengan menyerobotnya dan membantu untuk menghentikan
aliran darahnya.
Dalam pada itu, Toan im siancu dan setan muka hijau telah
terlibat dalam pertempuran yang amat seru.
Sambil melancarkan serangkaian serangan-nya, Tham
Siang mulai mencaci maki:
"Bocah perempuan, kau sakit hati bukan? Heeh...heeeh...
heeeh... berikut ini adalah giliranmu. Aai sayang, sayang
sekali, seorang nona yang begitu cantik sebentar lagi harus
kehilangan sebuah lengannya, apakah hal ini tidak patut
dikasihani?"
Perkataan dari Siang Tham ini semakin membangkitkan
hawa amarah bagi Toan im siancu tapi menggusarkan pula
Chin Siau yang sedang duduk menonton.
Dengan cepat Chin Siau melompat bangun dan minta ijin
kepada Hui im tongcu, kemudian melompat ketengah arena
sambil serunya kepada Thia Yong:
"Nona Thia, kau boleh mengundurkan diri, biar aku yang
membalaskan dendam untukmu!"
Toan im siancu merasa gembira sekali melihat kekasihnya
turun tangan, dia segera melancarkan sebuah bacokan
kemudian melompat mundur kebelakang.
Melihat bocah perempuan itu mundur, semua amarah dari
setan muka hijau Siang Tham segera dilampiaskan kepada
Chin Siau, teriaknya dengan gusar:
"Bocah keparat, kau ingin mencari mampus?"
Dengan wajah serius Chin Siau tertawa tergelak sambil
sahutnya cepat:
"Lebih baik tak usah banyak bicara, kalau ingin mampus
lebih baik pasang lehermu baik-baik untuk kubacok!"
"Anjing sialan!" teriak setan muka hijau Siang Tham penuh
amarah.
Goloknya dengan jurus Angin puyuh menggetarkan ombak
langsung membacok ketubuh Chin Siau.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Chin Siau
tertawa dan tidak sampai golok musuh menyambar datang,
pedangnya sudah ditutulkan keujung golok lawan sambil
bentaknya:
"Serahkan nyawamu!" tiba-tiba cahaya tajam berkilauan,
setan muka hijau Siang Tham hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin.
Belum sempat dia menjerit, darah segar sudah menyembur
keluar dengan derasnya, tidak ampun tubuhnya segera roboh
terjengkang keatas tanah dan tewas seketika.
Tampaknya Chin Siau merasa lega hatinya sesudah berhasil
membalaskan sakit hati kekasihnya, tanpa memperdulikan
orang ia dia balik kembali ketempat duduknya.
Sementara itu Toan im siancu telah kembali pula setelah
menengok keadaan luka dari kakaknya, melihat mayat Siang
Tham menggelepar diatas genangan darah, ia tahu kekasihnya
berhasil membunuh orang tersebut, hatinya benar-benar
gembira sekali.
Kalau bisa dia ingin segera memeluknya kencang-kencang
dan memberikan sebuah ciuman sebagai perasaan terima
kasihnya.
"Ooooh saudara Chin, aku sangat berterima kasih
kepadamu" serunya dengan gembira.
Chin Siau tersenyum, dia merendah dulu kemudian baru
mengambil tempat duduk.
Dengan tewasnya setan muka hijau Siang Tham, maka
peristiwa ini segera bangkitkan amarah dari si mayat hidup,
demikian pula si harimau angin hitam Lim Khong, sekujur
tubuhnya segera gemetar keras karena gusarnya, sambil
membalikkan badan dia segera menerobos maju ketengah
arena sambil bentaknya:
"Orang she Chin, ayoh tampil ke depan untuk menerima
kematian!"
Chin Siau sama sekali tidak menggubris, dia duduk di
tempat dengan sikap yang tenang sekali tanpa ambil perduli,
sebab dalam hatinya hanya terdapat seorang musuh, orang itu
adalah Siau hu yong Chin Lan eng yang banyak akal muslihat
dan berdaya upaya untuk mencelakai dirinya.
Itulah sebabnya terhadap umpatan dan tantangan dari
harimau angin hitam Lim Khong, boleh dibilang dia
menganggapnya sebagai angin berlalu saja.
Tentu saja Hui im tongcu Gak Say bwee cukup mengetahui
tentang maksud hati Chin Siau tersebut, ia segera meminta
kepada Sin sian siangsu untuk menampilkan diri.
Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera
tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera
merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.
Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan
langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa
cekikikan:
"Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu
saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah
berkumandang pula suara bentakan keras.
"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua
ini kepadaku"
Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah
musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.
Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku,
nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus,
pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir,
hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.
"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur
mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"
Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya
kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan
tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.
Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya:
"Aduuh mak, besar nian kampakmu!"
Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang
benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun
saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.
Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa
segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.
Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil
menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan,
mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun
seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya
semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.
Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai
dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan
senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus
dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti
mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung
melawan kakek tujuh bisa.
Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu
singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi
diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan
melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini
diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan
keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau
yau kay:
"Saudara Wi, apakah kau ingin mencoba untuk melemaskan
otot-ototmu?"
Siau yau kay segera menggeleng:
"Kekalahan sudah berada didepan mata Kwa Lun, kenapa
aku mesti ikut kuatir?"
"Benarkah begitu? Aku justru kuatir kalau dia sampai
menderita kalah....."
"Coba kau perhatikan, tidak sampai tiga gebrakan lagi Kwa
lun sudah pasti akan keok!"
Hui im tongcu mengalihkan sorot matanya mengikuti jalan-
nya pertarungan di tengah arena, betul juga, tiba-tiba saja
terdengar Sin sian siangsu berseru sambil tertawa keras:
"Maaf, maaf...."
Semua orang segera menjumpai diatas dada dari kakek
tujuh bisa telah bertambah dengan sejumlah lubang sebesar
jari tangan, terbukti bahwa Sin sian siangsu berhasil
mengungguli lawan-nya.
Sin sian siangsu adalah seorang tokoh silat kenamaan,
begitu berhasil dengan serangan-nya, dia enggan mendesak
lebih jauh, setelah memberi hormat dia pun membalik-kan
badan dan mengundurkan diri.
Siapa tahu baru saja berjalan dua langkah, mendadak
terdengar dari para jago dari golongan lurus berteriak keras:
"Hati-hati dengan belakangmu!"
Sin sian siangsu terkejut, ia segera merasakan desingan
angin tajam menyambar tiba dari belakang, tergopoh-gopoh
dia menghindar kesamping.
Siapa tahu gerakan itu toh masih terlambat setengah
langkah, kakek tujuh bisa yang menyergap dari belakang
dengan ayunan kampak raksasanya telah membacok secara
telak.
Sin sian siangsu yang terbokong oleh serangan lawan
hanya merasakan bahunya sakit bukan main sehingga
merasuk ke tulang, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian kedalam lengan kanan-nya bersamaan
dengan terkena serangan lawan, dia melancarkan pula
serangan kilat.
"Blaammm!"
Diiringi suara benturan keras, tiba-tiba saja terdengar
kakek tujuh bisa mengerang kesakitan, perutnya robek dan isi
perutnya segera berhamburan keluar, tewaslah iblis tersebut
seketika.
Sin sian siangsu sendiripun segera mundur terhuyung dan
roboh keatas tanah, darah segar mengucur keluar dengan
deras dari bahu kirinya ditambah pula dia mesti menggunakan
tenaga kelewat batas dalam seranggan-nya yang terakhir,
maka begitu selesai menyerang, roboh pingsanlah si tukang
ramal rudin ini.
Dengan demikian, pertarungan babak ini diakhiri dengan
keadaan sama-sama terluka.
Siau yau kay segera melompat masuk ke dalam arena
untuk menolong Sin sian siangsu, sedang pihak lawanpun
muncul untuk menarik jenazah rekannya.
Setelah arena dibersihkan, Sam yap koay mo dan dan
wanita seribu tahun Bwee ciang terjun ke arena dan
menantang para jago bertarung.
Berdasarkan beberapa kali pertarungan yang berlangsung
sebelumnya, bisa disimpulkan kalau taktik bertarung dari Kun
lun indah Siau Wi goan sudah kehilangan bobotnya,
persoalannya yaitu dia selalu mengutus orang lebih dulu untuk
terjun ke arena, dengan begitu memberi kesempatan kepada
Hui im tongcu untuk mengira-ngira dulu kekuatan lawan
sebelum mengutus jago dari pihaknya.
Demikian pula keadaannya dengan pertarungan kali ini,
setelah Sam yap koay mo dan ibiis perempuan seribu tahun
terjun ke arena, Hui im Tongcu segera mempertimbangkan
dulu kekuatan lawannya, setelah itu ia baru mengutus
sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san untuk menghadapi
pertarungan kali ini.
Berbicara soal kekuatan dan kedudukan dari sepasang
manusia bodoh bukit Wu san ini, sudah barang tentu masih
jauh di atas kedua orang gembong iblis tersebut, hingga
sebelum pertarungan dilangsungkan pun setiap orang sudah
menduga kalau Sam yap koay mo dan iblis perempuan seribu
tahun akan menderita kekalahan.
Begitu melihat sepasang manusia bodoh dari Wu san yang
terjun ke arena, Kun lun indah Siau wi goan menjadi panik,
cepat-cepat dia memerintahkan si pedang bunga satu huruf
Yu Liang gi agar terjun pula kedalam arena.
Tay gi siu Khong Sian segera berpaling kepada Ji gi siu dan
berkata:
"Si nenek dan bocah muda itu kuserahkan kepadamu,
jangan lupa untuk membendung gerakan mereka, menanti
aku sudah selesai membereskan Sam yap koay mo, barulah
kita beresi mereka secara bersama-sama"
Ji gi siu tidak mengucapkan sepatah katapun, sesudah
mengangguk dia langsung berjalan mendekati iblis perempuan
seribu tahun dan pedang bunga satu huruf.
Si pedang bunga satu huruf merupakan jago lihay angkatan
kedua dari partai Thiam cong, pedangnya segera diloloskan
dan tubuhnya menerjang kemuka sambil melancarkan
serangan dengan jurus Seribu lelaki menuding, dia tusuk
perut lawan-nya.
Iblis perempuan seribu tahun pun tidak ambil diam,
bersamaan waktunya dia melancarkan sebuah pukulan
kearah Ji gi siu.
Selama ini Ji gi siu jarang sekali berbicara dan suka
membungkam diri dalam seribu bahasa, namun kepandaian
silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar
biasa.
Melihat serangan gabungan dari kedua orang lawannya, dia
segera mengembangkan ilmu gerakan tubuhnya, dalam sekali
kelebatan saja tahu-tahu dia sudah lolos dari arena
pertarungan.
Bagaikan sedang menangkap kelinci liar saja, kedua orang
tersebut menyerang Ji gi siu dari kiri dan kanan, tapi lawannya
begitu cekatan dan selalu berhasil menghindar, maka
terjadilah adegan saling kejar mengejar bagaikan anak kecil
yang sedang bermain petak umpat.
Dipihak lain Sam yap koay mo dan Tay gi siu pun sudah
terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, bila berbicara soal
tenaga dalam maka kemampuan yang dimiliki sam yap koay
mo masih ketinggalan jauh sekali.
Tidak sampai sepuluh gebrakan kemudian sekujur badan
Sam yap koay mo sudah penuh luka, darah bercucuran
membasahi wajahnya dan pakaian yang pada dasarnya
memang tak karuan semakin compang-camping dibuatnya
sehingga boleh dibilang sama jeleknya dengan pakaian tambal
sulam yang dikenakan si pengemis Siau yau kay.
Tay gi siu merupakan tokoh silat yang termashur karena
kebijaksanaan dan kebaikan hatinya, dia tak pernah
membunuh orang tanpa alasan yang kuat, meski begitu
siksaan yang diberikan kepada lawannya sekarang cukup
mendatangkan penderitaan dan siksaan yang lebih hebat bagi
Sam yap koay mo.
Sambil tetap bertarung, Tay gi siu Khong sian mengejek
sambil tertawa:
"Hey tua bangka yang tidak mampus-mampus, apakah kau
belum mau menyerah kalah? Cepatlah pulang kerumah untuk
belajar beberapa tahun lagi, dengan mengandalkan
kemampuan itu masih jauh dari cukup untuk menjagoi dunia
persilatan, tidakkah kau rasakan bahwa kulit mukamu kelewat
tebal?"
Sam yap koay mo merasa amat sakit hati, begitu
menderitanya dia hingga perasaan-nya bagaikan diiris-iris
dengan pisau tajam, sambil meraung penuh amarah teriaknya:
"Tolol, aku menginginkan nyawa anjing mu itu!"
Bersamaan dengan selesainya teriakan mana secara
membabi buta dia menubruk kedepan.
Melihat kenekadan dan cara menyerang lawannya yang
membabi buta, Tay gi siu Khong sian menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil menghela napas.
Begitu tubrukan musuh tiba, dia segera mengegos
kesamping, tapi serangan Sam yap koay mo sungguh teramat
cepat, tahu-tahu saja dia sudah menerjang kembali kesisi
tubuhnya.
Dengan gusar Tay gi siu Khong Sian mengumpat:
"Rupanya kau benar-benar sudah bosan hidup!"
Secara beruntun dia lancarkan beberapa pikulan keatas
panggung lawan, Sam yap koay segera berteriak:
"Aduuuhh!"
Sam yap koay mo menjerit kesakitan dan memuntahkan
darah segar, tubuhnya segera terguling keatas tanah dengan
selembar wajahnya menempel diatas permukaan tanah, lama
sekali tubuh itu tak bergerak lagi, rupanye ia sudah tewas
seketika.
Dengan kematian dari Sam yap koay mo, Tay gi siu khong
Sian segera berjalan menghampiri rekannya Ji gi siu.
Sebaliknya ketika Ji gi siu menjumpai kawan-nya telah
berhasil sukses, dia segara merubah gerakan tubuhnya,
seperti seekor kupu-kupu dia mulai bergerak cepat diantara
kedua orang lawan-nya.
Tahu-tahu terdengar dua kali dengusan tertahan bergema
memecahkan keheningan, Ji gi siu tertawa panjang dan
mengundurkan diri kesisi Tay gi siu, rupanya dia telah berhasil
menaklukkan pula kedua orang lawan-nya, demonstrasi
kepandaian yang dilakukan sepasang manusia bodoh dari
bukit Wu san ini, selain hebat, lagi pula sangat mengagumkan,
justru karena kemuliaan dan kebajikan mereka inilah maka
kedua orang itu disambut dengan perasaan kagum oleh setiap
jago.
Dengan senyuman gembira menghiasi wajahnya, Hui im
Tongcu Gak Siy bwee segera menyambut kedatangan mereka
berdua sambil berkata:
"Kalian berdua tentu cukup lelah..."
Dalam pada itu paras muka si Kun lun indah Siau Wi goan
telah berubah menjadi merah padam seperti babi panggang.
Sudah jelas terlihat sekarang bahwa pertarungan malam ini
berakhir dengan kekalahan total di pihaknya, bila ia masih
juga tak tahu diri serta tidak mau segera berganti lain haluan,
sudah jelas lebih banyak ancaman bahaya baginya daripada
keberuntungan.
Maka dengan cepat dia mengajak si mayat hidup Ciu Jit
hwe dan Manusia penghisap darah Pi Ciang hay untuk
merundingkan situasi tersebut.
Dengan wajah angkuh dan senyum dingin menghiasi
wajahnya, si mayat hidup Ciu jit hwee segera berkata:
"Biar aku yang turun ke gelanggang"
"Tapi...tapi...hal ini mana boleh jadi? kata Kun lun indah
Siau Wi goan dengan perasaan keberatan.
"Atau kau bermaksud untuk turun tangan sendiri?"
Kun lun indah Siau Wi goan semakin sangsi sehabis
mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia menjadi
terbungkam.
Melihat itu si mayat hidup Ciu Jit hwee segera berkata
sambil tertawa dingin:
"Aku cukup mengerti tentang perasaanmu sekarang, hmm!
Andaikata kita bukan lagi menghadapi musuh tangguh, kaulah
orang pertama yang ku bacok sampai mampus!"
Keringat dingin segera bercucuran keluar membasahi
seluruh tubuh Kun lun indah Siau wi goan sehabis mendengar
perkataan ini, terutama sesudah menyaksikan mimik wajah si
Mayat hidup Ciu Jit hwee yang begitu buas dan bengis, ia
semakin terkesiap lagi dibuatnya.
Tanpa sadar dia segera bangkit berdiri dan bersiap-siap
untuk terjun kearena.
Dengan suara yang menyeramkan si Mayat hidup Ciu jit
hwee kembali berkata:
"Lebih baik kau terjun pada babak yang terakhir nanti, biar
aku yang turun tangan lebih dulu untuk membereskan
beberapa orang itu...."
Dengan langkah pelan, si mayat bidup Ciu Jit hwe terjun
kearena, setelah mengalihkan sorot matanya yang bengis
untuk me mandang sekejap kawanan pendekar tersebut
jengeknya dingin:
"Siapa yang akan turun kegelanggang lebih dulu?"
Menjumpai Si Mayat hidup Ciu Jit hwee turun tangan
sendiri, diam-diam Hui im Tongcu dibuat panik, dia tak tahu
siapa yang harus diutus untuk turun ke gelanggang kali ini.
Mendadak tampak olehnya Siau yau kay bangkit berdiri,
melihat pengemis tersebut, Hui im tongcu pun segera
manggut-manggut menyatakan persetujuan-nya.
Dengan langkah yang setengah terseret Siau yau kay terjun
kearena pertarungan dan langsung menghampiri si mayat
hidup Ciu Jit hwee, lalu katanya sambil tertawa:
"Tua bangka Ciu, orang tua seusia mu sudah sepantasnya
hidup santai sambil menikmati sisa hidup, buat apa sih kau
mesti menampilkan diri untuk menyerempet bahaya?"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee sama sekali tidak menggubris
ejekan tersebut, malahan bentaknya dengan marah:
"Kembali kau!"
"Hee...hee...hee...apakah aku si pengemis tua kurang
pantas untuk melawanmu?" kembali Siau yau kay berseru
sambil tertawa.
"Betul, suruh Ciong liong si keledai gundul itu untuk
keluar...!"
"Waduh...waduuuh... kenapa sih mesti mengumbar hawa
amarah dengan percuma? orang yang sudah tua, semestinya
punya jiwa yang lebih terbuka dan watak lebih lembut, kalau
dia yang keluar maka kehadiran-nya tak bakal
mermenguntungkan dirimu, kalau pingin makan, silahkan
mencicipi aku si tulang lembek saja"
"Pergi kau dari sini! Dengan kedudukanmu dan
kemampuanmu, kau masih belum berhak untuk bertarung
melawanku"
Sekalipun perkataan dari si Mayat hidup ini tidak kelewatan
namun nadanya toh kedengaran rada jumawa, bayangkan
saja bagaimana pun juga Siau yau kay termasuk seorang jago
lihay yang punya nama dan kedudukan didalam dunia
persilatan, berbicara soal kedudukan diapun hanya setingkat
dibawah Ciong liong lo sianjin, tidak seharusnya dia
menggunakan kata-kata semacam itu untuk menghadapinya.
Akan tetapi Siau yau kay masih saja menunjukkan
wajahnya yang penuh senyum sambil berkata:
"Tua bangka, setelah hidup sekian lama didunia ini, aku si
pengemis sudah bosan hidup, tolonglah kau suka berbuat
kebajikan dengan memenuhi pengharapanku ini, berilah
kematian kepadaka secepatnya, jasa dan budi mu itu tentu
akan kuingat selalu"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee paling benci mendengarkan
perkataan gila semacam itu, amarahnya semakin membara
selesai mendengarkan perkataan tersebut, dengan wajah
menyeringai seram dia segera menghimpun tenaga dalamnya
lalu sambil membentak keras melontarkan telapak tangan-nya
kemuka.
Segulung angin serangan yang amat dahsyat pun segera
menggelung dan meluncur ke depan.
Sepintas lalu orang mengira Siau yau kay adalah manusia
yang hidup semaunya sendiri, padahal dalam otaknya justru
penuh siasat, begitu melihat datangnya serangan musuh, ia
tak berani menyambut dengan kekerasan.
Dengan cekatan tubuhnya berputar untuk menghindar
sejauh dua kaki lebih, serta meloloskan diri dari ancaman
tersebut.
Si Mayat hidup Ciu Jit hwee tetap mempertahankan
kewibawaan-nya dengan tidak mendesak musuhnya lebih
jauh, ketika lawan-nya menghindar maka diapun segera
menghentikan pula gerakan tubuhnya.
Pelan-pelan Siau yau kay berjalan kembali menuju
kehadapan-nya, lalu sambil tertawa katanya:
"Tua bangka Ciu, tenaga yang kau pergunakan masih
kurang kuat, kumohon kepadamu tolonglah memperketat
seranganmu itu"
Sesungguhnya si Mayat hidup Ciu Jit hwee memang tak
pernah memandang sebelah matapun terhadap lawannya,
tampak dia menggerakkan tubuhnya dan maju kedepan sambil
melepaskan sebuah pukulan lagi.
Siau yau kay Wi Kian pun tidak ambil diam, dengan cepat
dia mengeluarkan ilmu gerakan tubuh andalannya Ciok tiong
lun poh cap lak tui, dalam sekali berkelebatan saja tubuhnya
sudah melesat maju kemuka.
Tindak tanduk dari si mayat hidup Ciu jit bwee memang
sangat aneh, seusai melepaskan sebuah serangan, dia tidak
melanjutkan dengan serangan berikut, seakan-akan ilmu silat
yang di milikinya terdiri dari jurus-jurus tunggal yang tidak
bersambungan satu dengan lainnya.
Tatkala Siau yau kay baru saja menghindar, Mayat hidup
Ciu Jit bwee pun mengincar posisi musuhnya lalu melancarkan
sebuah pukulan lagi, namun dengan cekatan pula Siau yau
kay telah berkelit kembali.
Secara beruntun si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan
tiga buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Wi Kian
secara mudah.
Andaikata berganti orang lain, niscaya serangan lain akan
dilepaskan secara beruntun untuk mendesak lawan-nya,
namun tidak demikian dengan gembong iblis tua itu, oleh
sebab itu suasana diarena tidak berlangsung seru, ibarat
seorang guru yang sedang memberi pelajaran kepada
muridnya saja, pertarungan berjalan tersendat-sendat.
Siau yau kay sendiripun merasa sangat keheranan
menghadapi kejadian seperti ini, maka sesudah berpikir
sebentar dia segera berpekik nyaring, gerakan tubuhnya
berubah secara tiba-tiba dan secepat sambaran kilat
melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada Ciu jit hwee.
Jurus serangan tersebut sesungguhnya di maksudkan untuk
memancing musuh masuk perangkap, betul juga, Ciu Jit bwee
segera naik pitam, pikirnya dihati:
"Kurang ajar benar pengemis sialan ini, aku tak ingin
menghajarnya serta memberi kesempatan hidup untukmu, kau
justru berani mencabut kumis harimau, tampaknya kalau tidak
diberi pelajaran dia tak akan tahu diri...."
Maka dengan cepat dia melancarkan serangan balasan dan
secara beruntun melepas tiga jurus pukulan gencar, yang
digunakan-nya gerakan tubuh yang amat cepat bagaikan
sambaran kilat.
"Pengemis busuk, kau benar-benar pingin mampus
rupanya!" dia membentak dengan penuh amarah.
Melihat musuhnya sudah turun tangan, Siau yau kay
menjadi amat gembira, cepat-cepat dia mengeluarkan ilmu
langkahnya yang luar biasa untuk bergerak kian kemari seperti
orang yang mabuk kepayang, tahu-tahu saja dia sudah
terlepas dari ancaman si mayat hidup Ciu jit hwee tersebut.
Sementara itu si mayat hidup Ciu Jit bwee tidak bertindak
santai lagi, begitu ketiga buah serangan-nya mengenai
sasaran yang kosong, dia sudah dibuat amat gusar sampai
jenggot putihnya pada berdiri kaku, mendadak muncul niat
jahatnya.
Diam-diam dia menyalurkan hawa beracun Hu si im tong
ciang nya kedalam lengan, kemudian melepaskan pukulan
gencar kedepan.
Atas kejadian ini maka dibalik serangan itu segera terasa
hawa dingin yang menusuk tulang, hal ini membuat sekujur
tubuh Siau yau kay mengigil kedinginan.
Sadarlah pengemis kita bahwa musuhnya telah
menggunakan pukulan beracun-nya, dalam keadaan begini
diapun tak berani ber tindak main-main lagi.
Segenap hawa murni yang dimilikinya segera dihimpun
kedalam tubuhnya, sementara itu langkah kakinya masih
mengeluarkan gerakan tubuh yang aneh untuk menghindari
ancaman musuh.
Orang kuno bilang:
"Daripada berjaga lebih baik menyerang", sebab bila
seseorang hanya berdiri melulu diarena niscaya banyak titik
kelemahan yang akan terlihat, meskipun kau memiliki
kepandaian yang hebat pun tak mungkin mampu menghadapi
ancaman tersebut secara beruntun, kecuali musuhmu hanya
seorang manusia kelas tiga, kalau tidak sudah pasti kekalahan
berada dipihakmu.
Adapun musuh yang dihadapi Siau yau kay sekarang adalah
seorang gembong iblis yang memiliki kedudukan sangat tinggi
didalam golongan hitam dunia persilatan dewasa ini, berarti
dia harus mengandalkan kecepatan geraknya untuk meraih
kemenangan, sebaliknya bila mempertahankan diri terus
menerus, ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri
sendiri.
Dalam pada itu, si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan
serangan untuk mempertahankan diri, pukulan demi pukulan
semuanya dilancarkan dengan jurus-jurus maut yang
mematikan, disamping, terselip pula hawa racun Hu si im tong
ciang yang maha dahsyat, bisa dilihat betapa hebatnya
ancaman tersebut.
Tak sampai setengah seminuman teh kemudian, Siau yau
kay hanya mampu menangkis belaka dan sama sekali tak
berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Hui im tongcu Gak say hwee yang menyaksikan kejadian itu
segera memohon kepada Put Gho cu untuk terjun kearena
sambil berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak
diinginkan, tapi sebelum Put gho cu beranjak, Hian cing tojin
telah menampilkan diri lebih dahulu.
Sudah barang tentu Hui im Tongcu merasa kurang leluasa
untuk menampik, maka dia pun mengangguk memberikan
persetujuannya, maka Hian Cing tojin segera terjun kearena.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan ketua Bu
tong pay telah terjun kearena, buru-buru minta kepada An tay
cu untuk turun ke arena, tapi Leng gho cinjin yang merupakan
gurunya telah terjun lebih dulu ke gelanggang.
Hian cing tojin sedang bersiap sedia terjun ke arena untuk
membantu Siau yau kay, ketika menjumpai Leng gho cinjin
terjun kearena pula, ia menjadi tertegun dan untuk sesaat tak
mampu berkata-kata.
Sementara itu Leng gho cinjin telah menghampirinya dan
berseru sambil tertawa seram.
"Hian cing totiang, baik-baikkah kau selama ini? hutang
piutang kita pada dua puluh lima tahun berselang seharusnya
diselesaikan pula pada kesempatan ini"
Diantara Hian cing tojin dengan Leng gho cinjin memang
mempunyai perselisihan lama, sebagai seorang tosu yang
pendiam terutama memandang hina terhadap Kun lun pay,
maka Hian cing tojin tidak menanggapi perkataan dari Leng
gho cinjin tersebut.
Menyaksikan hal ini, mencorong sinar bengis dari balik
mata Leng gho cinjin, serunya kemudian sambil tertawa licik:
"Cabut keluar pedangmu, masih kita ulangi sistem
pertarungan tempo dulu, bagaimana kalau bertarung lagi
sebanyak ratusan jurus?"
Dari punggungnya pelan-pelan Hian cing tojin meloloskan
sebilah pedang, lalu sambil menatap musuhnya tajam-tajam ia
menyahut denga suara hambar:
"Bertarung bukan beradu mulut, silahkan!"
Tak terlukiskan amarah Leng gho cinjin menghadapi sikap
lawannya yang sombong dan tak memandang sebelah
matapun kepadanya itu, dengan cepat dia meloloskan
pedangnya lalu dengan menggunakan jurus Selaksa lebah
keluar dari sarang, secepat sambaran kilat dia tusuk tubuh
Hian cing tojin sambil teriaknya:
"Hidung kerbau, lihat pedang!"
"Serangan yang bagus!" dengus Hian cing tojin dingin.
Pedangnya diputar dengan cepat sambil melakukan
getaran, tiga kuntum bunga pedang segera memercik
diangkasa dan secara terpisah mengancam lawan-nya dari
posisi atas, tengah dan bawah.
Dalam sekali gebrakan saja, dia sudah mengancam tiga
buah jalan darah penting ditubuh musuh.
Bagi seorang ahli silat, satu gebrakan saja sudah cukup
untuk mengetahui apakah lawan-nya berisi atau tidak, Hian
cing tojin memang tenang seperti perawan, begitu bergerak
segesit kelinci, serangan yang dilepaskan langsung
menggunakan satu diantara tiga jurus maut dari Bu tong kiam
hoat, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman
tersebut...
Sebaliknya Leng gho cinjin adalah ketua Kun lun pay,
lagipula merupakan guru dari si Kun lun indah Siau Wi goan,
sudah barang tentu kesempurnaan tenaga dalam maupun ilmu
silatnya bukan sembarangan.
Meski melihat datangnya ancaman, dia tak sampai gugup
dan dihindari dengan mudah, menyusul kemudian ia balas
melepaskan sebuah serangan dahsyat.
Disaat kedua orang itu masih terlibat dalam pertarungan
yang amat seru itulah, menndadak terdengar suara Siau yau
kay sedang menjerit kesakitan.
Hian cing tojin segera berpaling dengan perasaan terkejut,
lalu serunya tertahan:
"Aaaah!"
ooo0ooo0ooo0oo0ooo
Rupanya Siau yau kay telah menderita luka parah dan
terduduk diatas tanah denga wajah pucat pias seperti mayat
dan noda darah membasahi ujung bibirnya.
Sementara itu si Mayat hidup Ciu Tit bwee masih
melanjutkan langkahnya kedepan dan mendekati pengemis
tersebut.
Tatkala Hian cing tojin menjerit kaget karena menyaksikan
peristiwa itu, Leng gho cinjin segera memanfaatkan
kesempatan yang sangat baik ini untuk melepaskan serangan-
nya dari samping.
Bagi jago-jago lihay yang bertarung, pikiran cabang
merupakan pantangan yang amat besar, begitu Hian cing tojin
terganggu kosentrasinya tadi, pihak musuh segera
manfaatkan peluang itu melakukan penyerangan.
Tahu-tahu saja sebuah tusukan pedang dari Leng gho cinjin
telah dilepaskan.
Serta merta Hian cing tojin memutar pedangnya berulang
kali untuk memunahkan serangan mana dengan keras lawan
keras, posisinya pun dari pihak penyerang menjadi pihak
terserang...
Begitu Leng gho cinjin berhasil menempati posisi sebagai
penyerang, keangkuhan-nya segera timbul kembali, sambil
berpekik nyaring dia getarkan pergelangan tangan-nya sambil
berubah jurus dan mengembangkan permainan lima pedang
Kun lun kiam hoatnya.
"Sreet..sreet..sreet..!"
Secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan pedang
yang diarahkan ke atas, tengah dan bawah, kesempurnaan
ilmu pedangnya memang mengagumkan, sedang gerakan
tubuhnya sangat aneh, kekejiannya pun tak malu menjadi
ketua Kun lun pay.
Didalam keadaan demikian, Hian cing tojin tak berani
berayal lagi, cepat-cepat dia lepaskan pula tiga jurus seraagan
pedang untuk memunahkan ancaman mana, bahkan napsu
ingin menangnya segera timbul kembali.
Tiba-tiba saja dia melompat mundur sejauh beberapa
langkah, kemudian sambil menjejakkan kakinya keatas tanah
dan berpekik nyaring, tubuhnya melayang ditengah udara, lalu
pedangnya digetarkan dan menggunakan jurus Bintang
rembulan saling berpadu, secepat petir dia babat kepala Leng
gho cinjin.
Waktu itu Leng gho cinjin sedang dibuat keheranan karena
melihat gerak mundur dari Hian cing tojin, belum habis rasa
tercengangnya itu melintas lewat, tahu-tahu tubuh Hian cing
tojin sudah melejit keudara dan menyambar batok kepalanya.
Cepat-cepat Leng gho ciajin mengerutkan tulang sambil
merendahkan badannya, sapuan pedang dari Hian cing tojin
itu persis menyapu diatas kepalanya yang membuat
rambutnya terpapas dan bergugutan keatas tanah.
Menyusul kemudian Hian cing tojin melayang turun keatas
tanah, pedangnya segera dicolokkan kemuka dengan jurus
mendorong bukit membendung samudra dan menusuk Hoa
kay hiat ditubuh Leng gho cinjin.
"Huuuh, kepandaian silat kucing kaki tiga begitu mah
belum pantas untuk dipamerkan dihadapan orang, saudara
Leng gho, sudah tiba saatnya bagimu untuk beristirahat
panjang!"
Hijau membesi selembar wajah Leng gho cinjin seusai
mendengar perkataan itu, namun mau tak mau dia harus
menangkis serangan dari Hian cing tojin tiu dengan
kekerasan.
Siapa tahu dalam serangannya barusan Hian cing tojin
hanya mengerahkan tenaga dalamnya sebesar dua bagian
saja, begitu tertangkis, pedang itupun melejit kesamping.
Tapi gara-gara untuk menangkis serangan pedang itu Leng
gho cinjin telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar
puluhan bagian, akibatnya pertahanan tubuhnya menjadi
terbuka sama sekali.
Memang disinilah letak tujuan dari Hian cing cinjin, dengan
siasatnya itu disaat pedangnya tertangkis, tidak tampak
gerakan tubuh yang digunakan, tahu-tahu saja pedangnya
sudah menusuk kembali ke dada lawan.
Leng gho cinjin segera mendengus tertahan sambil
mengeluh kesakitan, sedangkan Hian Cing tojin sudah
melompat keluar dari arena dan berseru sambil tertawa:
"Maaf, maaf....!"
Sampai Hian cing tojin sudah mengundurkan diri dari
arena, Leng gho cinjin masih tetap berdiri tegak di tempat
semula dengan sepasang mata melotot besar lagi bulat.
Mendadak pedangnya terjatuh dari cekalan, menyusul
kemudian tuabuhnya bagaikan batang pohon yang tumbang,
tahu-tahu ikut roboh terjungkal keatas tanah.
Menanti semua orang menengok kearahnya dengan
pandangan terkejut ternyata Leng gho cinjin sudah
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Saat itu di arena tinggal si mayat hidup Ciu Jit bwee
seorang masih tetap berdiri di situ, sementara Siau yau kay Wi
Kian sudah ditolong orang untuk memperoleh pengobatan dari
Ciong liong lo sianjin.
Suma Than yu yang menjumpal si mayat hidup Ciu Jit hwee
masih berdiri ditempat, maka diapun minta ijin kepada Hui im
tongcu lalu melompat kehadapan gembong iblis itu sambil
ujarnya:
"Mohon petunjuk dari locianpwee!"
Mayat hidup Ciu Jit bwee melirik sekejap searah Suma
Thian yu, tiba-tiba saja paras muka setan-nya yang
menyeramkan itu berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan
selapis baja, dengan suara geram bentaknya keras-keras:
"Bocah dungu yang masih bau tetek, lebih baik pulang saja
kerumah untuk minta ibumu menyusui, apa gunanya mencari
kematian ditempat ini?"
Baru saja perkataan itu selasai diutarakan, nampak si
harimau angin hitam Lim Khong telah melompat keluar dari
barisan dan memberi hormat kepada gurunya, si mayat hidup
sambil berkata:
"Suhu, untuk membunuh ayam buat apa memakai golok
penjagal kerbau? Biar Lim khong saja yang membereskan
bocah bau ini!"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee tertawa hambar dan
mengundurkan diri dari situ.
Sepeningga1 si mayat hidup, dari barisan lawan kembali
tampil seseorang yang tak lain adalah si rasul garpu terbang
Kiong Lui.
Begitu tiba disamping Lim Khong, dia segera berseru
dengan wajah menyeringai seram:
"Orang she Suma, toaya khusus datang untuk membuat
perhitungan denganmu"
Suma Thian yu memandang sekejap kearah dua orang
lawan-nya ini, kemudian tanyanya sambil tersenyum:
"Kalian berdua hendak maju bersama, atau kah...?"
"Tentu saja maju bersama!" sahut si Rasul garpu terbang
Kiong Lui dangan licik dan hina.
Suma Thian yu tertawa panjang, dipandangnya sekejap
orang itu dengan sinar mata menghina, lalu sahutnya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Baru pertama kali ini kujumpai manusia bermuka setebal
kalian berdua, ayoh loloskan senjata kalian untuk bertarung!"
Sedari tadi Rasul garpu terbang Kiong Lui memang sudah
mempersiapkan senjata andalan-nya, tongkat kepala harimau
ber bentuk rembulan, tampak ia membentak keras lalu
merentangkan senjatanya di tengah udara, mulutnya yang
lebar menyeringai memperlihatkan wajah yang menyeramkan,
sementara hidungnya yang besar lagi tebal bergetar tiada
hentinya.
Harimau angin hitam Lim Khong pun meloloskan sebilah
senjata yang berbentuk aneh dari pinggangnya, mereka
berdua dengan sorot mata yang tajam menggidikkan
mengawasi Suma Thian yu dengan pandangan penuh amarah.
Sesungguhnya tujuan Suma Thian yu terjun ke arena tadi
adalah untuk menghadapi si mayat hidup Ciu Jit hwee, sedang
terhadap kedua orang ini boleh dibilang tak memandang
sebelah matapun juga.
Pelan-pelan dia meloloskan pedang Kit hong kiamnya dari
punggung, lalu dia konsentrasikan diri pada ujung pedang dan
mengunakan tenaga dalamnya untuk bersiap diri.
Harimau angin hitam Lim Khong dan Rasul garpu terbang
Liong Lui saling berpandangan sekejap, tiba-tiba rasul garpu
terbang itu menggerakkan senjatanya, diiringi suara bentakan
keras, toya kepala harimaunya segera dibabatkan ke depan.
Senjata andalannya Suma Thian yu adalah pedang yang
termasuk senjata ringan, bila dia harus menangkis serangan
tongkat kepala harimau lawan dengan kekerasan, niscaya
akibatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Maka dengan cekatan dia melangkah kesamping untuk
menghin-darkan diri dari ancaman tersebut.
Harimau angin hitam Lim Khong jauh lebih licik dan
munafik ketimbang rekan-nya, dia sama sekali tidak
melepaskan serangannya mengarah kemuka, ditunggu sampai
kesempatan baik tiba, serangan baru dilepaskan secara
gencar.
Begitulah ketika Suma Thian yu menghindar kekanan tadi,
serta merta dia ayunkan senjatanya untuk membabat tubuh
musuh.
"Serangan bagus" jengek Suma thian yu sambil tertawa
dingin, "orang she Lim, hari ini aku tak akan membiarkan kau
hidup lebih lama"
Secepat sambaran kilat, pedang Kit hong kiamnya
ditusukkan ketubuh Lim khong, ketika serangan sampai
ditengah jalan, tiba-tiba ia memutar badan sambil berganti
gerakan, dengan membawa tenaga serangan yang kuat dan
gerakan yang cepat, dia babat wajah si rasul garpu terbang.
Taktik suara ditimur menyerang dibarat yang diterapkan
pemuda tersebut memang sangat jitu lagipula tepat, Rasul
garpu terbang dibuat gelagapan dan panik sehingga hampir
saja termakan oleh ancaman Suma Thian yu tersebut, untung
saja dia masih sempat mengegos kesamping untuk
melepaskan diri.
Siapa tahu taktik yang dipakai Suma thian yu merupakan
taktin berantai yang mengandung maksud ganda, tujuan yang
sesungguhnya dari serangan ini bukan Kiong lui melainkan
harimau angin hitam Lim khong.
Dia sengaja berpura-pura melancarkan serangan-nya
kearah Kiong lui tak lain untuk menjebak kelengahan Lim
Khong, dimana kekuatan dan sasaran yang sebenarnya tak
lain adalah Lim Khong sendiri.
Begitulah, secara tiba-tiba Suma Thian yu memutar
badannya, segenap tenaga dihimpun kedalam lengan kanan
lalu dengan jurus mengejar guntur membendung petir, dia
serang Lim Khong secara mendadak.
"Serahkan nyawsa anjingmu!" serunya sambil tertawa
panjang.
Mimpi pun si Harimau angin hitam Lim Khong tak
menyangka kalau Suma Thian yu akan menggunakan taktik
berantai untuk menjebak dirinya, melihat keadaan sudah
mendesak dan tak mungkin lagi baginya untuk menghindar,
dengan tubuh bergetar keras ia berpekik pedih:
"Mati aku!"
Suma Thian yu sangat membencinya karena peristiwa
dilembah Cing im kok tempo hari, dimana dia dipaksa sampai
tercebur ke air, maka kali inipun dia tidak ragu-ragu
melepaskan tusukan-nya keperut Lim Khong.
Pada saat itulah mendadak dari arah belakang terasa
desingan angin tajam, ternyata Rasul garpu terbang telah
menyergapnya dari belakang.
Dalam keadaan begini, andaikata Suma Thian yu
melanjutkan tusukan-nya ketubuh Lim Khong, niscaya dia
sendiripun akan terserang oleh sergapan Kiong Lui.
Disaat yang amat kritis inilah tiba-tiba melintas satu
ingatan didalam benak Suma Thian yu, tiba-tiba saja dia
mengegos kesamping sambil mengeluarkan ilmu langkah Ciok
tiong luan poh nya.
Dalam sekejap mata dia sudah menghindar dan menyelinap
kepunggung Lim Khong, telapak tangan kirinya langsung
didorong kemuka dengan kecepatan tinggi.
Waktu itu si Harimau angin hitam Lim Khong telah
memejamkan matanya sambil menunggu kematian, tiba-tiba
saja dia merasakan pandangan matanya menjadi terang,
ketika membuka matanya kembali ternyata bayangan tubuh
Suma Thian yu sudah lenyap dari pandangan.
Sebagai penggantinya dia justru melihat Kiong lui dengan
tongkat kepala harimaunya sedang menerjang tiba.
Ia menjadi terkejut sekali, dalam anggapan-nya Kiong Lui
telah berkhianat kepadanya, pagar makan tanaman dengan
mengorbankan dirinya demi keuntungan sendiri.
Sementara dia masih tertegun dan belum sempat
melakukan sesuatu gerakan untuk menghindarkan diri, tahu-
tahu dari belakang tubuhnya sudah menyambar datang
segulung kekuatan yang menghantam badan-nya sehingga
terhuyung kedepan.
Atas kejadian tersebut, tubuh si harimau angin hitam Lim
Khong pun secara otomatis terhuyung kemuka dan
menyambut datangnya serangan maut tongkat kepala
harimau dari si rasul garpu terbang Kiong lui, andaikata
serangan tersebut mengenai tubuhnya sudah dapat dipastikan
nyawanya akan melayang.
Rasul garpu terbang pun bukan manusia sembarangan,
ketika kehilangan jejak Suma thian yu dan melihat Lim khong
sedang menyongsong kedatangannya, dia menjadi sangat
terkejut, dalam keadaan demikian dengan sekuat tenaga
tongkat kepala harimaunya dimiringkan kesamping, namun
tubuh Lim khong masih tetap menerjang ke atas tubuhnya.
Untuk menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang tidak
diinginkan, Rasul garpu terbang segera mendorongkan telapak
tangannya kemuka dan menahan gerak terjangan Lim Kong
secara paksa.
Tapi pada saat itulah pedang Kit hong kiam dari Suma
Thian yu telah menembusi punggung si harimau angin hitam
itu sehingga tembus sampai kedadanya.
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati pelan-pelan
tubuh Lim Khong roboh terjengkang ke atas tanah.
Menyaksikan kecepatan gerak dari Suma Thian yu, sadarlah
si Rasul garpu terbang Kiong Lui bahwa kepandaian silat yang
dimiliki si anak muda itu kini telah mengalami kemajuan yang
pesat dan bukan seperti dulu lagi.
Dengan perasaan gusar dan benci yang bercampur aduk, si
Rasul garpu terbang segera memutar tongkat kepala
harimaunya dan langsung dihantamkan ketubuh Suma Thian
yu.
Pada saat inilah si mayat hidup Ciu jit hwee yang semula
telah mengundurkan diri, sekali lagi terjun kedalam arena.
Melihat penampilan kembali si mayat hidup kedalam arena,
Hui im Tongcu segera sadar bahwa gembong iblis ini tentu
bertekad untuk bertarung sampai titik darah penghabisan
dengan pemuda tersebut, hatinya menjadi amat gelisah.
Mendadak.....
Dari tengah udara berkumandang datang suara pekikan
keras yang memekakkan telinga, mendengar suara itu Suma
Thian yu segera mengundurkan diri dari arena.
Tampak sesosok bayangan manusia melayang turun
kedalam arena dengan kecepatan luar biasa, ternyata
pendatang tersebut adalah Heng ci Cin jin, gurunya dua
bersaudara Thia.
Toan im siancu Thia Yong yang pertama-tama datang
menyongsong disusul pula oleh Bi hong siancu Wan Pek lan.
Dengan langkah yang pelan Heng si cin jin berjalan menuju
kehadapan Hui im Tongcu, lalu katanya sambil tertawa ramah:
"Apabila kedatangan pinto agak terlambat harap sudi
dimaafkan!"
Hui im tongcu merendah berulang kali serta
mempersilahkan Heng si cinjin untuk mengambil tempat
duduk.
Tapi sambil tertawa Heng si Cinjin segera berkata:
"Pinto sudah datang terlambat, oleh sebab itu sudah
sepantasnya bila pinto yang menghadapi babak pertarungan
ini sebagai penebus dosa"
"Kalau begitu, merepotkan toheng untuk turun tangan"
sahut Hui im tongcu Gak Say owee sambil tersenyum.
Heng si cinjin segera melangkah masuk kedalam arena.
Rasul garpu terbang Kiong Lui sadar kalau kepandaian
silatnya tak akan mampu mengungguli Suma Thian yu, tapi
lain halnya dengan bertarung melawan tosu tua tersebut,
meskipun hasilnya belum ketahuan, paling tidak ia dapat
memaksa Suma Thian yu untuk bertarung melawan si mayat
hidup Ciu Jit hwee.
Berpikir demikian, dia segera menghadang jalan pergi Heng
si cinjin, serunya:
"Kiong Lui mohon petunjuk darimu!"
"Haaah...haaah...haaah, kedatanganmu memang paling
tepat, silahkan!" jawab Heng si cinjin sambil tertawa terbahak-
bahak.
Dengan cepat Kiong Lui mengerahkan kembali tenaga
dalamnya dan mengangkat senjata tongkat kepala harimaunya
untuk melancarkan serangan, ditengah deruan angin serangan
yang sangat kuat dan bayangan tongkat yang menyelimuti
angkasa, ia langsung menerjang tubuh Heng si cinjin habis-
habisan.
Dengan tangan kosong Heng si cinjin segera
mengembangkan pula permainan silatnya untuk melayani
serangan lawan.
Dalam pada itu si mayat hidup Ciu jit hwee sudah tak sabar
lagi untuk menunggu, tiba-tiba bentaknya:
"Bocah keparat Suma, ayoh cepatan sedikit menyerahkan
nyawa anjingmu!"
Perlahan-lahan Suma Thian yu masuk kedalam arena,
sahutnya hambar:
Bertarung melawan manusia macam kau hanya akan
mengotori tangan sauya mu saja, lebih baik suruh manusia
she Siau itu yang keluar berbicara!"
"Bocah keparat" tukas mayat hidup Ciu jit hwee dingin,
"asalkan kau mampu bertarung sebanyak sepuluh jurus
melawanku, kau tak usah kuatir"
"Sepuluh jurus?" Suma Thian yu tertawa nyaring, "setan
tua, kau terlalu memandang tinggi kemampuanmu itu, jangan
lagi sepuluh jurus, seratus gebrakan pun masih sanggup sauya
layani"
Mencorong sinar buas dari balik mata mayat hidup Ciu Jit
hwee sesudah mendengar perkataan ini, dengan wajah
menyeringai seram seperti binatang buas yang siap menerkam
mangsanya, dia awasi Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sebaliknya Suma Thian yu kembali mengejek sambil
tersenyum:
"Hey setan tua, aku dengar ilmu pukulan Hu si im tong
ciang mu merupakan kepandaian tangguh diantara kalangan
perampok, sauya mu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu
tersebut, bagaimana kalau kita beradu tiga pukulan lebih
dulu?"
Si Mayat hidup Ciu jit hwee segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa.
"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, memang
tantanganmu paling bagus, sudah sekian lama aku hidup di
dunia ini namun baru pertama kali ini ku jumpai bocah yang
bernyali begitu besar seperti kau, bila tidak kupenuhi
harapanmu itu, kau tentu mengira aku tidak memberi muka
untuk mu, baiklah, bersiap-siaplah untuk menerima
seranganku!"
Sembari berkata dia segera bergerak mundur sejauh tujuh
delapan langkah kebelakang sehingga jarak di antara kedua
belah pihak menjadi satu kaki lebih lima depa.
Suma Thian yu bukannya mundur malah maju lebih
kedepan, jarak yang semula sudah jauh pun kini semakin
diperpendek lagi.
Mayat hidup Ciu Jit hwee segera duduk bersila diatas
tanah, membusungkan dadanya dan mendongakkan
kepalanya sambil mengawasi Suma thian yu dengan
pandangan hina.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini menjadi
gembira sekali, diam-diam dia ulangi lagi rahasia ilmu silat
yang dipelajari dari kitab tanpa kata lalu turut bersila pula
diatas tanah sambil menghimpun tenaga.
"Setan cilik apa yang kau ragukan lagi?" tegur mayat hidup
Ciu Jit hwee secara tiba-tiba dengan suara dingin.
Suma thian yu tertawa hambar.
"Yang ragu-ragu justru kau sendiri hey setan tua, meskipun
ilmu pukulan Hu si im tong ciang dahsyatnya luar biasa,
namun jangan harap bisa melukai sauyamu barang seujung
rambutpun"
Begitu ucapan mana diutarakan ke luar, semua hadirin
sama-sama terperanjat, sorot mata setiap orangpun sama-
sama dialihkan ke wajah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan dengan mata berkaca-kaca
mengawasi pula wajah kekasihnya dengan perasaan kuatir,
panik dan penuh perhatian.
Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san berpaling pula
kearah Put gho Cu dan bertanya lirih:
"Amankah anak Yu? Kami kuatir bocah ini hanya menuruti
emosi sehingga tidak mikirkan keselamatan sendiri"
Put gho cu menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Dengan tenaga dalam yang pinto miliki pun masih belum
mampu untuk menandingi Ciu Jit hwee, tentu saja anak Yu
pun tak akan mampu"
"Bagaimana kalau kita panggil saja agar dia mundur?"
tanya Tay gi siu Khong Sian dengan perasaan kuatir.
Tiba-tiba terdengar Ciong liong lo sian jin berkata sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaah... kalian bertiga terlalu
menguatirkan keselamatan anak Yu, andaikata ia tak yakin
bisa mengatasi musuhnya, tak mungkin bocah itu berbuat
demikian, kalian toh tahu anak Yu tak pernah melakukan
perbuatan yang menyerempet bahaya"
Perkataan dari Ciong liong lo sianjin hanya dapat
menenangkan perasaan para jago untuk sementara waktu,
namun tak dapat menghilangkan perhatian mereka terhadap
keselamatan si anak muda tersebut.
Pada saat itu, kedua orang yang duduk saling berhadapan
itu sudah saling menghimpun tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terdengar si Mayat hidup Ciu jit hwee membentak
keras dengan suara yang menggeledek:
"Lihat pukulan!"
Sekilas cahaya biru segera menyelimuti angkasa disertai
angin yang menderu-deru dengan kencangnya, diringi pula
suara desingan angin tajam segera menyambar ketubuh Suma
Thian yu.
Tanpa sadar semua jago mengalihkan sorot matanya ke
wajah Suma thian yu, tampak si anak muda itu meluruskan
sepasang telapak tangan-nya ke depan dengan mata tangan
menghadap keluar, sepasang matanya melotot tajam kearah
sepasang tangan-nya, tidak terdengar suara bentakan, tidak
jelas pula kemana larinya angin serangan yang dilepaskan.
Mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekikkan
telinga berkumandang ditengah arena.
"Blaaamm!"
Dengan pandangan terkejut dan tertegun semua orang
mengalihkan pandangan-nya ke arena.
Suma Thian yu sama sekali tak bergerak dari posisi semula,
hanya permukaan tanah dimana ia duduki telah amblas
sedalam tiga inci lebih.
Sebaliknya si mayat hidup Ciu Jit hwee masih tetap seperti
keadaan semula, sama sekali tak berkutik dari posisinya.
Hui im Tongcu Gak Say hwee yang menyaksikan kejadian
tersebut menjadi amat gelisah, cepat-cepat dia bertanya
kepada Ciong liong lo siang jin:
"Suhu, anak Yu...."
"Tidak usah kuatir, dia tak akan menderita kalah!"
"Tapi dia sudah...!"
"Kau tak akan mengerti, tak usah banyak bertanya lagi"
Hui tongcu segera berpaling kembali ke arena, tiba-tiba
saja ia mendengar si Mayat hitam Ciu Jit hwee telah
membentak lagi dengan penuh kegusaran:
"Setan cilik, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!"
Angin serangan yang menyambar kedepan kali ini jauh
lebih kencang dan dahsyat, cahaya biru yang menyelimuti
angkasa pun, semakin tebal menggulung datang bagaikan
awan hitam sebelum badai menjelang, dengan hebat dan
dahsyatnya menggulung keseluruh badan Suma Thian yu.
Senyuman dingin yang tipis dan hambar segera
tersungging di ujung bibir Suma Thian yu, sekali lagi sepasang
telapak tangan-nya di lontarkan kedepan, tidak terdengar
suara tiada pula sesuatu gerakan, semua orang menyaksikan
udara menjadi cerah secara tiba-tiba dan tak kelihatan suatu
gejala yang aneh pun.
Tiba-tiba...
"Blaamm...! Blaammm...!"
Secara beruntun terdengar lagi suara dentuman keras yang
bergema secara beruntun.
Angin puyuh segera menderu-deru, awan gelap
menyelimuti seluruh angkasa dan suasana menjadi amat kalut.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh kedua orang itu
sudah terkurung oleh deruan angin yang memekikkan telinga
itu.
Beberapa orang yang hadir didalam arena hanya
menangkap sekali suara dengusan kecil yang tertahan.
Dengan perasaan kuatir Hui im tongcu dan Bi hong siansu
segera berseru tertahan:
Bagaimana ini? Bagaimana ini?"
Diam-diam Ciong liong lo sianjin sendiri pun merasa gelisah
sebab ditinjau dari suara dengusan tadi, mirip sekali dengan
suara dari Suma Thian yu, hal ini membuat rasa percayanya
pada diri sendiri menjadi goyah.
Lambat lain pasir yang beterbanganpun mulai mereda,
awan hitam mulai buyar dan keadaan dalam arena menjadi
cerah kembali, apa yang kemudian terlihat membuat para jago
berseru kaget.
Ternyata kedua orang yang sedang bertarung itu tetap
duduk kaku seperti patung, sama sekali tak bergerak barang
sedikitpun jua, keadaan mereka tidak ubahnya seperti para
hwesio yang sedang bersemedi.
Tak lama kemudian Suma Thian yu menggerakkan
badannya dan bangkit berdiri, lalu tanpa mengucapkan
sepatah katapun kembali kerombongan-nya.
Bi hong siancu Wan Pek lan yang menjumpai kekasihnya
masih hidup menjadi amat gembira, cepat-cepat dia maju
kemuka menyambut kedatangannya.
Sementara itu para jago masih mengawasi si mayat hidup
Ciu Jit hwee tanpa berkedip, mereka yang berpihak kepadanya
berharap agar gembong iblis itu bangkit kembali, tetapi yang
membencinya berharap agar ia tak pernah bisa bangkit
kembali.
Namun akhirnya si mayat hidup bergerak, namun ia bukan
bangkit berdiri melainkan pelan-pelan roboh terjungkal keatas
tanah dan tak berkutik lagi.
Buih putih meleleh keluar dari ujung bibirnya dan buih itu
sudah bercampur darah, wajahnya menjadi hijau membesi lalu
putuslah nyawa iblis tersebut.
Akhirnya si gembong iblis yang menjuluki diri sebagai
mayat hidup itu tergeletak di atas tanah dan tak pernah
berkutik lagi, ia benar-benar menjadi sesosok mayat.
Kejadian ini kontan saja disambut dengan tepuk sorak yang
gegap gempita dari pihak para pendakar.
Bukti menunjukkan bahwa ilmu silat dari kitab tanpa kata
mampu mengatasi keganasan Hu si im hong ciang yang amat
beracun dan kini Suma Thian yu telah menjadi seorang
pahlawan.
Tiba-tiba terdengar kembali suara pekikan nyaring bergema
memecahkan keheningan.
Heng si cinjin dan Rasul rasul garpu terbang yang semula
masih bertarung sengit, kini sudah lenyap entah pergi
kemana.
Namun tiada orang yang menaruh perhatian akan kejadian
ini sebab perhatian semua orang telah ditujukan keatas wajah
Sip hiat jin mo atau iblis manusia penghisap darah ini.
Hui im tongcu sebagai pemimpin rombongan akhirnya juga
turun tangan, Put gho cu dan Tam Pak cu bermaksud
menghalangi tapi segera dicegah oleh Ciong Hong lo sianjin.
Hui im tongcu merupakan nama yang asing bagi umat
persilatan, kecuali para pendekar bahkan Kun lun indah
sendiripun tak tahu tentang orang tersebut, tentu saja rasul
garpu terbang tahu dengan jelas, hanya sayang dia tak
sempat memperkenalkan-nya kepada si iblis penghisap darah.
Ketika iblis manusia penghisap darah Pi Ciang hay melihat
seorang perempuan yang terjun menghadapinya, dia menjadi
mendongkol, timbul niat jahatnya untuk menghabisi nyawa
perempuan ini.
Siapa tahu Hui im tongcu yang tiba dihadapan Manusia iblis
penghisap darah itu segera menjura dengan, hormat sambil
menegur:
"Empek Pi, mungkin kau sudah melupakan Say bwee?"
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertegun dan
mengawasi wajah Gak Say bwee tanpa mengucapkan sepatah
katapun, dia merasa bingung karena perempuan asing ini
menyebut empek kepadanya.
Hui im tongcu Gak Say bwee kembali berkata sambil
tertawa manis:
"Tentu saja kau tak akan teringat kepada Say bwee, tapi
kau pasti kenal dengan mendiang suamiku!"
"Siapa yang kau maksud?"
"Gak Cing thian!" Gak Say bwee segera menyebut nama
suaminya.
Paras muka manusia iblis penghisap darah segera berubah
hebat sesudah mendengar nama itu, tanpa terasa dia berseru:
"Kau...kau adalah... aku benar-benar hampir tak percaya"
"Yaa, empek Pi pasti masih ingat bahwa kau pernah
membopong seorang bayi perempuan loloskan diri dari
cengkeraman maut"
"Tentu masih ingat, peristiwa ini berlangsung empat puluh
tahun berselang, aaai waktu berlalu amat cepat, aku sudah
melupakan diriku sendiri apalagi orang lain?"
Setelah menghela napas panjang dengan perasaan pedih,
kembali dia berkata:
"Yaa, aku masih ingat waktu itu kau berusia tiga tahun,
kemudian sewaktu kita bersuara kembali, waktu itu kau sudah
kawin dengan Cing thian..!"
Hui im tongcu Gak Say bwee mengangguk berulang kali,
dia gembira karena pertarungan ini berhasil dihindari dan
pertumpahan darah yang tak perlupun bisa dilewati.
Dengan keputusan si Manusia iblis penghisap darah untuk
melepaskan babak pertarungan ini maka Kun lun indah Siau
Wi goan menjadi kelabakan setengah mati dan benar-benar
mati kutunya apalagi setelah mengetahui bahwa korban
dipihak dia amat besar, tiba-tiba saja timbul niatnya untuk
melarikan diri.
Secara diam-diam ia menarik ujung baju istrinya sambil
berbisik lirih:
"Adik Eng, kalau tidak angkat kaki sekarang juga, kita bakal
kehilangan nyawa di sini"
"Aku tak akan pergi dari sini!" tukas Hu yong tertawa Chin
Lan eng sambil tertawa dingin, "paling tidak aku harus
membunuh seseorang lebih dahulu sebelum dapat
melampiaskan rasa dendamku!"
"Adik Eng....kau...."
"Kau tak usah turut campur, kau suami bedebah, kalau
ingin kabur silahkan kabur lebih dulu, tapi aku perlu
memberitahukan kepadamu, lebih baik kau tak usah bermimpi
disiang hari bolong, dalam keadaan demikian kau hanya bisa
menyelamatkan diri bila mau beradu jiwa...."
Selesai berkata dia meloloskan pedangnya dan terjun
kearena, umpatnya kepada para jago:
"Kalau ada nyali ayoh segera terjun ke arena, dengan
mengandalkan pedangku ini Chin Lan eng siap membantai
kalian manuia manusia bedebah dari golongan lurus!"
Tay hoa kitsun Chin Leng hui merasa sangat sedih melihat
perbuatan putrinya itu, namun dia tak ingin menyaksikan putri
kandungnya itu tewas ditangan orang lain, maka timbul
tekadnya untuk membereskan sendiri nyawa putrinya yang
sesat itu.
Tanpa merundingkan persoalan ini dengan para jago lagi,
ia segera terjun ke arena.
Namun sebelum dia sempat bertindak, Chin siau sudah
melompat kehadapan Chin lan eng lebih dulu sambil
membentak marah:
"Sauya akan menuntut balas hutang berdarahmu itu!"
"Hutang berdarah? Hmm hutang darah apa?"
"Hutang darah dari keenam anggota keluarga Chin!"
"Apa urusannya dengan lonio? Kan perbuatan itu
merupakan hasil karya dari bocah keparat Suma?"
"Perempuan bedebah, kau masih ingin memfitnah orang?"
umpat Chin Siau sangat gusar, "apakah kau masih juga
melakukan perbuatan terkutuk ini menjelang kematianmu?"
"Setan cilik, kau tak usah banyak bicara, lihat pedang!"
Dengan jurus bangau putih pentang sayap, pedangnya
ditusukkan kajalan darah Thian loh hiat ditubuh Chin Siau
secara tiba-tiba.
Chin Siau membentak keras, pedangnya dengan jurus walet
sakti membalik awan, menyelinap ke samping sambil
menangkis tusukan itu, kemudian dengan jurus naga muncul
diempat samudra, dia melancarkan serangan balasan.
Sementara melancarkan serangkaian serangan yang gencar
tadi, diam-diam Chin lan eng telah merogoh kedalam sakunya
dan mengeluarkan dua batang panah beracun.
Waktu itu berhubung Chin Siau sedang memejamkan
matanya sambil berkonsentrasi mengeluarkan ilmu pedang
butanya, sudah barang tentu ia tidak sempat memperhatikan
semua gerak-geriknya itu.
Chin Lan eng sendiripun merupakan seorang jago pedang
kenamaan, dia mempunyai kesempurnaan yang luar biasa
dalam ilmu pedang terutama aliran Bu tong pay, karenanya
pertarungannya melawan Chin Siau jadi seimbang dan untuk
sesaat sukar untuk menentukan siapa yang lebih unggul
diantaranya.
Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat seru itu,
mendadak terdengar Tay hoa kitsu berteriak keras:
"Hati-hati siauhiap dengan senjata rahasia!"
Dengan perasaan terkejut para jago berpaling kearena,
ternyata entah sejak kapan Hu yong senyum Chin Lan eng
telah menyambit ke dua batang panah beracun-nya itu.
Chin Siau amat terkesiap, cepat-cepat pedangnya diputar
menciptakan selapis bunga pedang yang melindungi seluruh
tubuhnya, lalu dengan cekatan mundur kebelakang.
"Traanng! traaang!"
Terdengar dua kali dentingan nyaring bergema
memecahkan keheningan, kedua batang panah beracun itu
sudah tertangkis semua, lalu nampak Chin Siau berpekik
nyaring dan secepat kilat menerobos masuk kebalik lapisan
pedang dari Chin Lan eng sambil membentak keras:
"Perempuan bedebah, serahkan nyawamu!"
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan, suara itu berasal dari mulut Chin
Lan eng dan bergema hingga menembusi angkasa.
Ketika semua jago mengalihkan kembali perhatian-nya,
tampak Chin Siau telah bermandi darah, sedangkan Chin Lan
eng berdiri sambil menggunakan pedangnya untuk menopang
badan, sepasang matanya melotot besar dan penuh
penderitaan, dia mengawasi Chin siau tanpa berkedip,
sementara darah bercucuran keluar dari dadanya.
Lambat laun sinar mata yang melototi Chin Siau itu
semakin memudar dan sayu, meski begitu dia masih mencoba
untuk mempertahankan diri, sorot matanya dengan liar
berkeliaran mengawasi sekitar arena seakan-akan tak rela
mati sendirian sebelum suaminya ikut tewas pula.
"Blaamm...!" akhirnya robohlah iblis perempuan ini ketanah
dan tak bangun lagi untuk selamanya.
Tay hoa kitsu segera menutup mukanya dengan kedua
belah tangan-nya, dia tak tega menyaksikan perstiwa tersebut.
Hatinya benar-benar hancur lebur.
Dengan mata kepala sendiri ia saksikan putrinya lahir, dan
sekarang diapun menyaksikan dengan mata kepala sendiri dia
tewas, biarpun selama ini dia membenci perbuatan serta
tingkah laku putrinya, bagaimanapun juga dia adalah tetap
putri kandungnya, siapa yang tak merasa sedih?
Setelah Siau hu yong Chin Lan eng tewas secara
mengerikan maka sorot mata semua orang pun dialihkan
kewajah Kun lun indah Siau Wi goan.
Ternyata gembong iblis ini masih tetap duduk dengan
tenang ditempat semula, bergerak sedikitpun tidak.
Sekali lagi Suma Thian yu tampil kedepan arena sambil
membentak keras:
"Siau tayhiap, apakah kau hanya bersembunyi terus macam
cucu kura kura?"
Walaupun ia sudah berteriak berulang kali namun tak
terdengar suara jawaban sekejap pun.
Sementara semua orang merasa keheranan, pada saat
itulah terdengar seorang berkata dengan lantang:
"Anak Yu, dia telah tewas bunuh diri, Omintohud..."
"Apa?" Suma Thian yu berseru tertahan.
Ketika mengetahui orang itu adalah Heng si Cinjin, kembali
dia berseru:
"Locianpwe, mana si rasul garpu terbang?"
"Ia sedang tidur, paling cepat besok baru bangun, tapi
selama hidupnya jangan harap dia mampu memegang
tongkatnya lagi!"
"Kenapa? Apakah ilmu silatnya sudah punah?" tanya Suma
thian yu keheranan.
Sambil bertanya ia berpaling kearah Manusia iblis
penghisap darah, sebab Kiong lui adalah muridnya, kejadian
ini tentu akan menyebabkan Manusia iblis penghisap darah
mendendam kepada Heng si cinjin, bahkan bisa menjadi
timbul pertarungan yang seru dan mati-matian antara
mereka berdua.
Siapa tahu Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak
menjadi gusar karena kejadian ini, malahan sambil tertawa
terbahak-bahak katanya:
"Haha ha ha ha....kalau sudah di punahkan ilmu silatnya
malah kebetulan bagiku, sebab aku sendiripun memang
bermaksud akan memunahkan kepandaian silat yang
dimilikinya, dia berbakat jelek dan berotak bebal, kemajuan
yang diperolehnya sangat lamban seperti jalan-nya siput, tak
mungkin manusia semacam dia bisa berhasil dengan baik,
malahan jadi rakyat biasa lebih baik baginya"
Siapapun tak akan menyangka kalau seorang gembong iblis
macam Manusia iblis Penghisap darah dapat mengucapkan
perkataan seperti ini, opo tumon?
Dengan tewasnya beberapa iblis itu, maka ancaman
terhadap kedamaian dunia pun berakhir...
Untuk sementara waktu suasana dalam dunia persilatan
menjadi tenang kembali.
Menyaksikan mayat-mayat yang bergelimpangan diatas
tanah serta darah segar berceceran bagaikan anak sungai,
para jago sama-sama menghela napas sedih.
Mereka sama-sama sebagai manusia, mengapa ada satu
golongan yang berbuat sesat, serta suka melakukan kejahatan
sehingga harus berakhir secara demikian tragis?
Bila tak ingin mengalami nasib seperti ini mengapa pula
mereka melakukan perbuatan terkutuk semacam itu?
Para jago bersama-sama berdiri serius di depan lapangan
itu sambil berdoa bagi ketenangan arwah para gembong iblis
tersebut, sekalipun orang-orang itu pernah menjadi musuh
mereka, namun setelah mati berarti semua dosa dan
kesalahan merekapun berakhir.
Dan sampai disini pula kisah "KITAB PUSAKA" ini, sampai
berjumpa kembali dalam kisah lain.
TAMAT
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 2 komentar... read them below or add one }
Panjang dan seru ceritanya. Sip banget.
chenlina20160602
michael kors outlet
nike air max 90
louis vuitton outlet stores
gucci outlet
beats by dr dre
michael kors outlet
nike store outlet
air jordans
hollister outlet
nike trainers
marc jacobs handbags
jordan 6
coach outlet
abercrombie outlet
michael kors handbags
mont blanc fountain pens
michael kors uk
nfl jerseys wholesale
pandora outlet
vans shoes
cartier watches
rolex watches
michael kors handbags
jordan shoes
oakley outlet
adidas nmd
nike basketball shoes
louis vuitton outlet
michael kors outlet
coach outlet
adidas originals store
coach factory outlet
michael kors handbags
coach outlet
toms shoes
louis vuitton handbags
tod's shoes
michael kors outlet
michael kors handbags
kobe bryant shoes
as
Posting Komentar