Cersil Kitab Pusaka 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

Dengan penuh amarah Wan wancu segera menukas:

"Kau mengerti apa bocah dungu? Kalau punya dendam tak

mampu membalas, bukan lelaki namanya. Dulu aku

mempunyai keluarga yang berbahagia, tapi gara-gara ulah Put

gho cu, bukan saja isteri kabur anak hilang, aku pun tak dapat

menancapkan kaki kembali di daratan Tionggoan, bayangkan

saja apakah dendam kesumat semacam ini tak boleh

kubalas?"

"Aku tidak melarang atas niatmu untuk membalas dendam,

tapi cara yang kau tempuh justru licik dan sangat memalukan,

andaikata kau ingin membalas dendam, toh secara terang-

terangan kau bisa pergi ke Gi im hong untuk mencarinya dan

menantangnya berduel, janganlah meniru cara kura kura,

bersembunyi terus ditempat ini, tapi justru melakukan lempar

batu sembunyi tangan, terhitung jagoan macam apakah diri

mu itu...?"

Wan Wan cu segera mendongakkan kepalanya sambil

menyeringai seram:

"Betul, betul sekali, bocah muda, aku memang berniat

kembali ke daratan Tionggoan sambil membuat perhitungan,

walau pun demikian, kau masih tetap tiada kesempatan untuk

melanjutkan hidup"

Sembari berkata tubuhnya bergerak maju, serangan

telapak tangan berubah menjadi serangan jari, kelima jari

tangannya di pentangkan lebar-lebar seperti cakar dan segera

memenyerang kedepan.

Lima gulung desingan angin jari dengan ddiikuti suara yang

tajam langsung menyerang si anak muda itu.

Buru-buru Suima Thian yu memutar pedangnya

menciptakan lingkaran cahaya biru untuk melindungi badan.

"Triiing, traaang, triing traang...." Suara dentingan nyaring

berkumandang silih berganti, Suma Thian yu segera

merasakan pergelangan tangannya yang menggenggam

pedang menjadi kesemutan dan sakit sekali, kejadian ini

membuatnya merasa sangat terkejut.

"Betul-betul kuat sekali tenaga dalam yang dimiliki orang

ini!" demikian dia berpikir.

Rupanya dentingan nyaring tsdi terjadi karena jari tangan

wan wan cu yang saling beradu dengan tubuh pedang, dari

sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki wan

wancu memang benar-benar sudah mencapai puncak

kesempurnaan.

Suma Thian yu segera berkerut kening, paras mukanya

berubah hebat, dalam sekejap mata pemuda itu sudah dibuat

terkesiap oleh kehebatan musuhnya.

Wan wan cu segera dapat melihat perasaan takut dan ngeri

yang mencekam perasaan Suma Thian yu, untuk kesekian

kalinya di menyentilkan jari tangannya ke depan dan

melepaskan lima gulung serangan jari lagi, seru nya kemudian

sambil tertawa seram:

"Ayo, sambutlah sebuah serangan lagi!"

Suma Thian yu segera mengem bangkan ilmu pedang Kit

hong kiam hoat ajaran paman wan nya untuk

mempertahankan diri, disamping memaainkan selapis kabut

pedang untuk melindungi badan, secara beruntun dia

melepaskan tiga buah serangan berantai yang semuanya

menggunakan tiga jurus mematikan dari ilmu pedang ajaran

wan Liang.

Wan wan cu tidak malu disebut seorang jagoan yang

berilmu tinggi, dengan cekatan, dia segera mengegos kekiri

menghindar kekanan. ke tiga serangan dahsyat tersebut

dengan mudah sekali berhasil dihindari semua.

Kemudian tiba-tiba ia menjerit kaget.

"Aaaah...!"

Dengan cepat dia melompat mundur ke belakang,

kemudian hardiknya keras-keras:

"Apa hubunganmu dengan Wan Liang?"

Suma Thian yu semakin bergairah melepaskan serangannya

setelah melancarkan tiga buah serangan lagi, lapisan hawa

pedang segera menyelimuti seluruh angkasa, sembari

memburu ke depan, sahurnya lantang:

"Dia dalah paman dari sauyamu"

Mendadak wan wan cu melepaskan dua pukulan dengan

menggunakan sepasang telapak tanganya, dua gulung angin

pukulan dengan cepat bersatu padu menggulung tubuh anak

muda itu dengan kekuatan luar biasa.

"Heehh... Heehh... Heehh... bocah keparat! serunya sambil

tertawa seram, "dua dendam bergabung menjadi satu, kau

lebih-lebih tiada kesempatan lagi untuk melanjutkan

hiduppmu!"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, angin

serangan telah menggulung tiba.

Senjata Suma Thian yu kontan tersapu miring oleh tenaga

pukulan lawan yang maha dahsyat tersebut, bahkan tubuhnya

turut ter hantam sampai mundur sejauh beberapa langkah

dengan sempoyongan, dia harus berupaya dengan segenap

kemampuan sebelum akhirnya bisa berdiri tegak kembali.

Namun dengan peristiwa tersebut Suma thian yu

merasakan hatinya menjadi dingin separuh.

Dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya

sekarang, nyatanya dia masihj belum mampu untuk

menghadapi serangan musuh yang begitu sederhana,

terpaksa dia menarik kembali pedangnya dan sambil

menggertak gigi, bentaknya penuh amarah:

"Setan tua, sauya akan beradu jiwa denganmu, pokoknya

hari ini kalau bukan kau yang musti mampus, aku yang

mampus!"

"Bocah keparat, kau sedang bermimpi" jengek Wan Wancu

sambil tertawa seram.

Telapak tangan tunggalnya diputar setengah lingkaran

diudara kemudian diayunkan kedepan.

Ledakan keras segera berkumandang ditengah udara,

menyusul kemudian desingan angin tajam menyebar ke empat

penjuru dengan amat dahsyatnya.

Belum pernah Suma Thian yu menjumpsi ilmu iblis yang

begitu hebatnya, ia terkesiap, lalu sambil menghimpun tenaga

dalamnya

sebesar sepuluh bagian, ia lepaskan pula sebuah serangan

dengan ilmu Sian poo shui hong ciang.

Begitu serangan dilontarkan, desingan angin tajam segera

membelah angkasa, empat penjuru seolah-olah dipenuhi

dengan angin pukulaa yang mampu menenggelamkan kapal,

di mana serangan tersebut bersama-sama meluncur serta

menggulung tubuh Wan Wancu.

Mendadak.....

Kembali terjadi ledakan keras yang memekikkan telinga

diudara, begitu dua gulungan tenaga pukulan itu saling

beradu, terjadilah pusaran angin berpusing yang memancar

keempat penjuru.

Menyusul kemudian tampak pula dua sosok bayangan

manusia terpental kebelakang:

Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekelling tempat

itu menjadi sangat kalut dan tak karuan lagi bentuknya.

Pasir dan debu menyelimuti angkasa, burung dan binatang

tercerai-berai ketakutan, dunia bagaikan menghadapi hari

kiamat.

Lambat laun....

Angin puyuh mulai mereda, suasana yang semula gaduh

pun kian lama kian menjadi tenang kembali.

Setitik cahaya mulai muncul disekitar tempat itu.

Suma Thian yu nampak duduk disisi timur hutan dengan

mata terpejam rapat, noda darah membasahi ujung bibirnya,

ia kelihatan begitu lemah bagaikan baru sembuh dari sakit

parah.....

Disudut barat hutan duduklah Wan Wan cu.

Sorot matanya nampak memudar, wajahnya hijau

membesi, darah membasahi pula hidung serta bibirnya,

keadaannya tidak jauh berbeda dengan Suma Thian yu,

mengenaskan sekali.

Jilid : 27

SiAN POO HUT HONG CIANG atau ilmu pukulan Angin

puyuh bergelombang, merupakan ilmu pukulan hasil ciptaan

dari Cong Liong Lo sianjin, manusia paling aneh didalam dunia

persilatan.

Kini Suma Thian yu telah mengerahkan tenaga dalamnya

sebesar sepuluh bagian untuk menghadapi serangan

musuhnya, bisa dibayangkan betapa hebatnya keadaan

tesebut.

Coba kalau kondisi badan Suma Thian yu tidak terpengaruh

lebih dulu oleh keletihan akibat perjalanan sepanjang hari,

hasil pengaruh yang dihasilkan dari serangannya tersebut

tentu setingkat lebih hebat lagi.

Gara-gara sikapnya yang memandang enteng musuh, Wan

Wan cu telah menderita luka dalam yang sangat parah, dia

sama sekali tak menyangka kalau bocah ingusan yang berada

dihadapannya ini ternyata memiliki ilmu Silat yang luar biasa.

Begitulah, kedua orang itu sama-sama duduk bersila sambil

memejamkan matanya rapat-rapat, keadaan mereka tak jauh

berbeda seperti dua orang pendeta tua yang sedang

bersemedi.

Suma Thian yu betul-betul kehabisan tenaga, dia

memerlukan waktu yang cukup lama uutuk memulihkan

kembali kekuatannya.

Luka pukulan yang di derita oleh Wan Wancu pun cukup

parah, luka tersebut mustahil bisa dipulihkan kembali dalam

waktu yang relatif singkat.

Sementara kedua orang itu sedang bersemedi dan

mencapai pada keadaan yang paling keritis...

Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara ujung baju

yang terhembus angin, nampaknya ada seseorang sedang

mendekat bahkan jumlahnya lebih dari satu orang saja.

Mereka berdua sama-sama tidak menggubris mereka pun

tak ambil pusing si pendatang itu musuh atau teman, karena

keadaan yang dihadapi kedua orang itu sama-sama

berbahaya.

Selang beberapa saat kemudian....

Tiba-tiba dari luar hutan sana kedengaran seseorang

berseru lantang:

"Wan Wan cu locianpwee, Wi goan khusus datang

menyambangi dirimu..."

Bersamaan dengan bergemanya seruan tadi, suara ujung

baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas.

Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar nama "Wi

goan" disebutkan, dia tahu orang itu adalah musuh

bebuyutannya, si Kun lun indah Siau Wi goan.

Bila gembong iblis tersebut sudah menampakkan diri, maka

bisa dipastikan Suma Thian yu lebih banyak menghadapi

bencana daripada rejeki.

Sementara Suma Thian yu masih gelisah bercampur cemas,

dari balik hutan telah muncul dua sosok manusia, seorang

tua dan seorang muda.

Tatkala kedua orang itu menjumpai keadaan Suma Thian

yu serta Wan Wan cu, mereka serentak menjerit kaget:

"Aaaaah...!"

Kemudian bersama-sama lari menuju ke arah Wan Wan cu

berada.

Kakek berusia lima puluh tahunan itu bukan lain adalah Kun

lun indah Siau Wi goan, sedangkan sang pemuda adalah

Siucay berwajah tampan Si Kok Seng.

Dengan sikap yang hormat Kun lun indah berjalan menuju

kehadapan Wan Wan cu, setelah memberi hormat diapun

bertanya:

"Apakah locianpwee menderita luka? Wi goan telah datang

terlambat sehingga tak dapat membantu apa-apa, kejadian

semacam ini benar-benar merupakan suatu dosa yang besar”

Wan Wan cu membuka sedikit matanya untuk memandang

sekejap kearah Kun lun indah Siau Wi goan, lalu setelah

tersenyum dia menjawab:

"Hanya sedikit luka saja sih tak berarti apa-apa, Wi goan,

suratmu sudah kuterima, memang isinya sesuai dengan jalan

pemikiran ku, satelah bermalas-malasan cukup lama, memang

aku harus berjalan-jalan dalam dunia persilatan, apalagi

dendam sakit hati dimasa lampau pun sudah sepantasnya

dibereskan.

Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.

Namun isi perutnya segera mengalami goncangan keras,

setelah mendehem beberapa kali, dengan cepat dia

memejamkan matanya kembali sambil melanjutkan

semedinya.

Buru-buru Kun lun indah Siau Wi goan menghibur:

"Luka yang locianpwee derita belum sembuh kembali, kau

tak usah repot-repot, urusan disini biar diserahkan saja

kepada Wi goan untuk menyelesaikan"

Wan Wan cu mengangguk dan tidak berbicara lagi.

Semua peristiwa itu terlihat semua oleh Suma Thian yu

dengan jelas, diam-diam dia mengumpat kemunafikan dan

kelicikan Sian Wi goan, dimana hari ini ekor rasenya baru

kelihatan.

Tiba-tiba ia melihat Kun lun indah Siau Wi goan bangkit

berdiri dan berjalan menuju ke arah Suma Thian yu berada,

Siucay berwajah tampan Si Kok seng mengikuti pula

dibelakangnya.

Diam-diam Suma Thian yu merasa amat gelisah dia tahu ke

dua orang itu tidak bermaksud baik, mungkinkah dia harus

mengorbankan selembar jiwanya disini?

Setibanya didepan Suma Thian yu, Kun lun indah Sian Wi

goan baru tertawa terbahak-bahak sambil serunya:

"Suma siauhiap, kau sudah terluka, aaai... kau pun akan

mengalami kejadian seperti hari ini, haaahh...haaahh...

haaahh...”

Pada waktu itu kekuatan tubuh Suma Thian yu belum pulih

kembali, ditambah pula dengan luka yang dideritanya, ia tahu

bangkit berdiripun bakal mampus juga, maka diputuskan

untuk tetap memejamkan matanya sambil tak ambil perduli.

Melihat mimik wajah Suma Thian yu itu, Kun lun indah Siau

Wi goan kembali tertawa bangga.

Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan:

"Suma siauhiap, sayang sekali kau dilahirkan pada jam

yang sial sehingga akhirnya mesti bertemu aku disini, setelah

terjatuh kembali ke tangan aku Siau Wi goan hari ini,

anggaplah arwah nenek moyangmu memang tak

melindungimu, haaahh... haaahh... sebentar, setibanya

dihiadapan raja akhirat, kau boleh melaporkan semua

perbuatan mu ini kepadanya. Haaah... haaa... haah... kok

seng mengapa kau tidak segera turun tangan?"

Siucay berwajah tampan Si Kok seng tertawa seram, tiba-

tiba dia meloloskan pedangnya, lalu sambil menuding ke arah

Suma Thian yu, serunya:

"Orang she Suma, jangan lupa sekalian adukan juga

sauyumu didepan raja Akhirat!"

Selesai berkata pedangnya secepat sambaran petir

langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu.

Dengan senyuman dikulum Suma Thian yu menantikan

datangnya saat maut, jangan lagi gemetar, memandang

sekejap kearah Si Kok seng pun tidak.

Nampaknya ujung pedang itu segera akan menembusi

dadanya... Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar

seseorang membentak keras"

"Lihat serangan!"

Siucay berwajah tampan Si Kok seng tidak sempat lagi

menghindarkan diri, tiba-tiba pergelangan tangan kanannya

terasa kaku, tahu-tahu pedangnya sudah rontok keatas tanah.

Kun lun indah Siau Wi goan menjadi tertegun melihat

kejadian ini, dia tahu pasti sudah terjadi sesuatu yang tak

beres.

Dengan suatu lompatan cepat dia memburu ke sisi Siucay

berwajah tampan Si Kok seng dan menariknya ke belakang,

kemudian sambil mengawasi sekeliling tempat itu, bentaknya

penuh amarah:

"Siapa disitu? Jagoan dari manakah yang sudah datang?

Ayo segera menampilkan diri!"

Mendadak dari atas sebatang pohon dimana Suma Thian yu

berada, melompat turun seorang pemuda, ternyata pemuda

itu bukan lain adalah Chin Siau, orang yang dicari-cari Suma

Thian yu selama ini...

Dengan senyuman angkuhnya menghiasi bibir, Chin Siau

berjalan santai menuju kehadapan Kun lun indah Siau Wi goan

serta Siaucay berwajah tampan Si Kok seng

Begitu melihat wajah Chin Siau, Siucay berwajah tampan Si

kok seng segera berseru:

Lapor susiok, orang ini pernah bersua dengan bibi, dia

adalah orang sendiri.

"Haahh...haahahha... jadi pendekar kecil yang dijumpai Lan

eng sewaktu berada di bukit Ngo tan san adalah orang ini,

kalau begitu kita memang orang sendiri, hampir saja saling

gebuk-gebukan sendiri."

000oo000

Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Chin Siau

segera mendapat tahu kalau orang yang berada dihadapannya

sekarang adalah Kun lun indah Siau wi goan, tanpa terasa ia

mendengus dingin:

"Hmmm, kita tak pernah saling berkenalan, siapa bilang

orang sendiri? Lagipula aku Chin Siau adalah seorang lelaki

sejati, aku tak sudi melakukan perbuatan munafik seperti

kaum pencoleng yang beraninya main licik, apalagi cara

persekongkelan kalian berdua, huuuh! Bikin hatiku merasa

muak saja"

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot sekejap ke

arah Siau Wi goan dengan sorot mata tajam, katanya lebih

jauh: "Mungkin kau adalah Bengcu kaum hitam dan putih dari

dunia persilatan, Kun lun indah Siau Wi goan? Sungguh hatiku

meras pedih bagi kebutaan mata kawanan jago persilatan

yang mendukung dirimu, aaai.. belakangan ini memang dunia

sudah terbalik, mereka yang mempunyai mata terang justru

lebih tolol ketimbang mereka yang matanya secara

sungguhan"

Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia

menghela napas, dari kata katanya yang penuh penghinaan,

boleh di bilang ia kelewat memandang rendah orang-orang

tersebut.

Siucay berwajah tampan Si Kok seng tak bisa menahan

cemoohan tersebut dengan begitu saja, tiba-tiba dia

menyambar pedangnya lalu melompat ke hadapan Chin Siau

teriaknya sambil mengumpat:

"Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu diri, sauya perlu

memberi pelajaran kepadamu!"

Kata 'mu' masih di mulut, pedangnya dengan jurus benih

bunga baru tumbuh sudah melepaskan sebuah bacokan kilat.

Chin siau sama sekali tak bergerak dari posisi semula,

mengawasi datangnya sambaran ujung pedang lawan, ia tidak

terburu-buru untuk meloloskan senjatanya.

Menanti ujung pedang sudah berada dihadapannya ia

berkelit kesamping secara tiba-tiba, kemudian sambil

meloloskan pedang, dia menyapu dua inci diujung pedang

Siucay berwajah tampan Si Kok seng dengan jurus menyapu

rata seribu prajurit.

Bukan begitu saja, bahkan secepat sambaran kilat

pedangnya menyambar ke dalam mengancam lambungnya.

Tampaknya seperti dua jurus, padahal bersamaan

waktunya dengan serangan dari Si Kok seng, hanya tahu-tahu

saja senjata itu sudah bersarang di perut lawan.

Tahu-tahu Si Kok seng menjerit kesakitan, perutnya robek,

ususnya berhamburan dan darah segar bercucuran ke mana-

mana, sambil memegangi perutnya dengan ke dua belah

tangan dia roboh terjengkang diatas tanah dan tak pernah

berkutik lagi.

Gerak serangan tersebut benar-benar cepat dan sangat luar

biasa...

Tanpa terasa Bi Kun lun indah Siau Wi goan

menghembuskan napas dingin, seluruh tubuhnya menjadi

dingin separuh.

Bila kita mau perhatikan dengan seksama maka tidak sulit

untuk mengetahui kunci keberhasilan Chin Siau barusan, yakni

taktik menghadapi gerak dengan ketenangan, suatu taktik

yang hebat sekali.

Biarpun Kun lun indah Siau wi goan sudah hidup sekian

puluh tahun, baru pertama kali ini ia saksikan ilmu pedang

yang begitu aneh, cepat dan cekatan, hal ini membuatnya

berdiri termangu-mangu sesaat sambil mengawasi pemuda

tersebut.

Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:

"Yaa, apabila jago pedang muda ini bersedia

menggabungkan diri menjadi anak buahku, biar kehilangan Si

Kok seng, aku toh tak akan merasa rugi sebab kepandaian

orang ini nampaknya jauh lebih bebat dari padanya..."

Berpikir begitu, bukan saja ia segera melupakan kematian

dari Si Kok seng malahan dari marah dia menjadi tertawa.

Sambil menunjukkan sikap serta mimik wajah yang sok alim

dan lembut, segera pujinya kepada Chin Siau:

Sebuah ilmu gerakan tubuh yang hebat, sunguh membuat

aku Siauw wi goan merasa sangat kagum, bila Chin siauhiap

tidak keberatan, wi goan memberanikan diri untuk mengajak

kau mengangkat saudara..."

Belum habis ia berkata, tiba-tiba Chin Siau menyela:

"Jadi kau tak akan menjadi marah karena kematian

pemuda itu?"

Kun lun indah Sini wi goan tertawa terbahak-bahak:

"Haaa...haaa... dalam suatu pertarungan, luka atau tewas

adalah kejadian yang lumrah, apalagi bagi oramg persilatan

yang kehidupannya sehari-hari bergelimpangan di ujung

golok, siapa sih yang dapat menjamin bakal panjang usia?"

Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa lagi Chin Siau

tertawa terbahak-bahak.

"Haaa... haaa... barang siapa berteman denganmu, orang

itu benar-benar lagi sial delapan keturunan, bila sang korban

ini masih bisa mendapat tahu, dia tentu akan berubah jadi

setan untuk memakan daging dan tulangmu. Orang she Siau,

aku Chin Siau tak kenal dengan manusia macam dirimu itu,

lebib baik padamkan saja niatmu tersebut!"

Didamprat secara terang-terangan oleh pemuda itu, Kun

lun indah Siau wi goan merasakan wajahnya menjadi panas

karena jengah, ia betul-betul menderita sekali.

Dari malunya, ia menjadi marah, selembar wajahnya

berubah lagi menjadi beringas dengan hawa napsu

membunuh menyelimuti di mukanya, ia berseru sambil

tertawa seram:

"Ternyata kau tak lebih hanya seorang cecunguk yang tak

tahu diri, kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan

menolak arak kemenangan dengan memilih arak hukuman,

Siau wi goan bukan manusia yang gampang dihadapi.

Walaupun Chin Siau belum cukup berpengalaman, namun

ia masih dapat mengetahui sikap Kun lun indah yang panas

dingin tak menentu itu, timbul perasaan jengah dan muakk

dalam hati kecilnya.

Ketika Siau Wi goan baru selesai berkata, ia sudah

mencibirkan bibir sambil mengekek:

"Bajingan tua yang munafik dan terkutuk, sauya tidak

doyan dengan permainan macam itu, bila kau memang

menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati cabutlah

pedangmu dan hadapilah aku secara jantan, bila tidak berani

lebih baik sipat ekormu dan cepat menggelinding pergi, sauya

tidak punya banyak waktu untuk berurusan denganmu lagi"

Meledak hawa amarah Kun lun indah SiauWi goan sesudah

diejek habis-habisan oleh lawan, dia berpekik nyaring, tahu-

tahu diantara dentingan pedang tajam genggamannya telah

bertambah dengan sebilah pedang mestika.

Chin Siau hanya menyaksikan semua gerak-geriknya itu

tanpa komentar, kemudian setelah mendengus sinis, dia

alihkan pedangnya ketengah, lalu sambil melepaskan tusukan

katanya:

"Siau tayhiap, beginilah baru terhitung seorang lelaki sejati,

sekarang waktu berharga sekali, silahkan kau lepaskan serang

anmu...!"

Selama ini Kun lun indah Siau Wi goan masih ragu-ragu

melancarkan serangan karena terpengaruh oleh kehebatan

Chin Siau terutama sekali kematian dari Si Kok seng boleh

dibilang merupakan contoh yang terbaik baginya.

Maka dari itu dia tidak berani memandang enteng

musuhnya, ia selalu berjaga-jaga dengan ketat, sebab sedikit

saja teledor dalam keadaan demikian, hal tersebut akan

mengakibatkan kematian bagi dirinya.

Itulah sebabnya Kun lun indah tidak berani bergerak secara

sembarangan, dia kuatir bila sampai salah bertindak bisa jadi

selembar jiwanya malah akan lenyap dibukit Pek hok nia

tersebut.

Sebagai pemuda yang pintar sudah barang tentu Chin Siau

dapat melihat hal ini sambil mendengus dingin, kembali

ejeknya:

"Bagaimana? Ketakutan rupanya! Oya, aku bisa mendengar

debaran jantungmu yang berdetak keras, yaa sudahlah, siau

tayhiap memang ada baiknya kau pertahankan jiwamu itu

agar bisa pulang kerumah untuk melakukan kesenangan hidup

lebih lama!"

Kata-kata ejekan semacam ini bagi pendengaran Kun lun

indah merupakan pisau tajam yang menusuk-nusuk hatinya,

menghancur lumatkan harga dirinya.

Ya, berbicara sejujurnya, dia memang ketakutan. Terutama

sekali ketenangan dan sikap teguh yang diperlihatkan Chin

Siau, benar-benar telah menggetarkan perasaannya. Sebab

semakin tenang seseorang menghadapi ancaman, berarti

semakin berbahaya manusia tersebut.

Akhirnya Kun lun indah Siau Wi goan menurunkan

pedangnya kembali....

Dia sudah kalah sama sekali, mati kutu. Suatu kekalahan

yang benar-benar mengenaskan dan memalukan sekali.

Seorang pemimpim dunia persilatan yang memimpin kaum

hitam maupun putih ternyata keok dan menyerah kepada

jagopedang yang masih muda beliau.

Dengan penuh kebencian serta perasaan dendam ia

mengundurkan diri dari situ, pikirannya sangat kalut, tak bisa

disangkal lagi ia sedang menyusun suatu rencana busuk.

Dia tidak mengaku sudah menyerah, bagi manusia yang

pandai menyusun rencana keji macam dia, tak pernah ia

letakkan pancing ikannya terlalu jauh.

Atau dengan perkataan lain, dia menganggap dengan

mundur mencari keberhasilan merupakan tindakan yang lebih

tepat dari pada menerima kekalahan dan kerugian yang

berada didepan mata.

Malah kepada diri sendiri ia bersumpah:

"Lihat saja nanti, coba kita buktikan siapakah yang akan

muncul sebagai pemenang nya"

Ia berjalan menuju ke hadapan Wan wancu, waktu itu Wan

wancu juga telah selesai mengatur napas untuk

menyembuhkan luka dalamnya.

Kun lun indah Siau Wi goan segera memayang badan wan

wancu sambil katanya:

"Mari kita pergi saja!"

Wan wancu mengawasi Chin Siau dan Suma Thian yu

sekejap, kemudian bibirnya bergerak seperti hendak

mengucapkan sesuatu, namun niat tadi segera diurungkan

kembali.

Kun lun indah Siau Wi goan yang melihat hal ini, dengan

cepat berkata:

"Mereka tak bakal balik ke daratan Tionggoan lagi, sebab

disaat kaki mereka kembali daratan Tionggoan, maka saat

itulah nyawa mereka akan berakhir!”

Kemudian dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya

meninggalkan tempat itu.

Memandang bayangan punggung ke dua orang itu, Chin

Siau tertawa senang, sejak terjun ke dunia persilatan baru

pertama kali ini dia benar-benar dapat merasakan bagaimana

enaknya suatu kemenangan.

Setelah bayangan kedua orang tadi lenyap, tanpa berpaling

lagi ke arah Suma Thian yu, Chin Siau segera beranjak pergi

pula meninggalkan tempat tersebut.

Mendadak dari arah belakang ia mendengar Suma Thian yu

berteriak keras:

"Saudara Chin, tunggu dulu!"

Waktu itu Chin Siau telah berada di tepi hutan, mendengar

seruan tersebut ia berhenti, lalu sambil membalikkan badan

tanyanya:

"Ada apa?"

Suma thian yu berhasil memulihkan kembali kekuatannya,

ia segera berjalan kehadapan Chin Siau, lalu sambil menjura

katanya:

"Terima kasih banyak atas pertolonganmu!"

"Anggap saja sebagai balasanku atas sebuah hutangku

kepadamu, tak usah berterima kasih" jawan Chin Siau ketus.

"Tidak, aku perlu berterima kasih kepadamu, sebab bila kau

tak muncul pada waktunya, mungkin habis sudah riwayatku"

sewaktu berbicara, sekulum senyum menghiasi wajah Suma

thian yu.

"Hanya disebabkan perkataan inikah kau memanggilku?"

tegur Chin Siau dingin, "kalau begitu aku tak bisa melayanimu

lagi"

Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan segera

beranjak pergi.

Cepat-cepat Suma thian yu menyusul dibelakangnya sambil

berteriak lagi:

"Harap tunggu sebentar, masa kau masih membenciku?"

Tiba-tiba Chin Siau membalikan tubuhnya, kemudian

berseru dengan marah:

"Jangan kau kira setelah kubantu dirimu untuk mengusir

musuh tadi berarti aku telah memaafkan dirimu. pokoknya

urusan diantara kita berdua bakal di selesaikan suatu ketika,

sekarang kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih-lebih tak

perlu menggunakan berbagai muslihat untuk melemahkan

hatiku!"

Selesai berkata dia membalikan badan dan segera

meninggalkan tempat itu.

Suma Thian yu yang bermaksud bersahabat dengnnya

ternyata harus menerima dampratan yang ibaratnya guyuran

sebaskom air dingin, memandang bayangan punggung Chin

Siau yang menjauh, dia hanya bisa nggelengkan kepalanya

sambil menghela napas panjang, lalu gumamnya seorang diri:

"Benar-benar seorang pemuda yaeg keras kepala, biarpun

mendendam namun masih dapat membedakan mana yang

benar mana yang salah, manusia seperti inilah baru dapat

disebut seorang lelaki sejati..."

Hari ini, Suma Thian yu telah kembali ke Eng bun kwan.

Dari sini menuju ke propinsi Hopak, orang mesti melalui

bukit Ngo tay san, terbayang kembali Manusia iblis penghisap

darah Pi Ciang hay, ia segera merasa jalan tersebut

merupakan sebuah jalan yang penuh resiko.

Maka selewatnya Eng bun kwan, dia mengambil jalan

menuju benteng Yang beng poo, menjelang magrib tibalah

dikaki bukit Ki ciok san.

Sepanjang perjalanan dalam benaknya ia teringat selalu

ucapan dari Siau Wi goan dan Wan wancu, akibat ia kelewat

berhati-hati sehingga setiap bayangan yang terlihat di

anggapnya sebagai bayangan musuh.

Tentu saja perjalanan yang ditempuh dalam suasana begini

terasa berat sekali.

Tapi didalam kenyataan dia memang harus berbuat begini,

sebab bagi manusia durjana berhati hitam seperti Siau Wi

goan, apa yang pernah diucapkan memang dapat pula

dilaksanakan olehnya.

Tapi dalam kenyataannya kemudian, selama beberapa hari

dia selalu aman tenteram tidak menjumpai marusia yang

mecurigakan.

Biar begitu, Suma Thian yu sama sekali tidak berarti

mengendorkan kewaspadaannya.

Mendadak dari tengah jalan berkumandang suara

keleningan, pada mulanya dia mengira suara keleningan kuda,

tapi alhasil yang muncul dari tikungan halan adalah orang

penjajah barang yang menarik sebuah pedati.

Melihat orang itu cuma seorang pedagang kecil, akhirnya

Suma Thian yu mengendorkan kembali kewaspadaannya.

Jalanan dimana ia tempuh amat sempit, buru-buru Suma

Thian yu menyingkir kesamping untuk memberi jalan.

Apa mau dibilang, 'manusia tidak berniat melukai sang

harimau, si harimau justru berniat mencelakai orang',

pedagang itu justru mendorong keretanya langsung

menumbuk ke tubuh Sama Thian yu.

Menghadapi kejadian seperti ini, Suma Thian yu menjadi

terkesiap, dengan cepat satu ingatan melintas didalam

benaknya.

Tergesa-gesa dia menggerakkan tubuhnya sambil

mengegos ke samping, kemudian tegurnya:

"Hei, kalau jalan kenapa tidak hati-hati?"

Pedagang itu berusia tiga puluh tahun, bertubuh kekar dan

bertelanjang dada sehingga kelihatan bulu dadanya yang

lebat. Orang itu segera mendengus dingin:

"Suruh aku berhati-hati? Hai bocah kunyuk, kenapa tidak

kau cari kabar dari orang, apakah si penjual obat Kho Ciu sui

dari bukti Ki ciok san adalah seorang manusia yang gampang

diusik? Suruh aku berhati-hati....."

"Hmm, nampaknya kau sudah meminjam nyali dari Lo

Thian ya....?"

Selama beberapa hari belakangan ini, Suma Thian yu selalu

dicekam perasaan murung dan kesal, ia menjadi teramat

mendongkol atas perkataan si tukang jual obat tersebut,

jawabnya kemudian ketus:

"Biar pun aku tak pernah meminjam nyali dari Lo Thian ya,

tapi aku justru dibesarkan karena selalu makan nyali

beruang!"

Mendadak si tukang obat Kbo Cui Sui meletakkan keretanya

dan bertolak pinggang, hardiknya penuh amarah:

"Bocah keparat, tak heran kalau kau berani memusuhi Siau

tayhiap, rupanya kau memang punya tiga kepala enam lengan

hanya sayang, kau salah jalan, sebab jalan ini adalah jalan

kematian, kau sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk

melanjutkan hidup"

"Waah sungguhkah itu?" Suma Thian yu pura-pura kaget,

"celaka... kalau begitu aku mesti kabur ke belakang..."

Sambil berkata tiba-tiba saja dia membalikkan badan, tapi

apa yang kemudian terlihat membuatnya kembali tertegun.

Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah

berhenti pula sebuah kereta, orang yang menarik kereta itu

juga seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang

berwajah mirip sekali dengan si penjual obai Kho Cui sui.

Suma Thian yu mengira syarafnya kelewat tegang sehingga

menimbulkan bayangan yang keliru, serta merta dia berpaling

lagi, alhasil si penjual obat Kho Ciu sui masih tetap berdiri

tegak ditempat semula.

Ketika melihat pemuda itu berpaling dengan wajah

tercengang, penjual obat Kho Cui sui segera berkata sambil

tertawa angkuh:

"Bocan keparat, toaya lupa memperkenalkan, si penjual

obat yang berdiri dibelakang mu itu bernama Kho Tong sui,

dia adalah adik kandung toaya mu, kenapa? Dengan ke

munculan kami berdua, tentunya tak sampai mengecewakan

kau bukan?"

Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera

berpikir didalam hati:

"Dikolong langit ini menang banyak terdapat kejadian-

kejadian aneh, Wu san siang gi sudah terhitung sepasang

saudara kembar yang luar biasa, nampaknya kedua orang ini

pun merupakan saudara kembar juga"

Berpikir demikian, dia lantas berseru sambil tertawa

terbahak-bahak:

Haah...haah... haah... kalau cuma sepasang siluman kerbau

dan kuda mah masih belum cukup untuk menakut-nakuti

sauya, kalau dilihat dari perbuatan kalian yang menghadang

dari depan maupun dari belakang, tampaknya kalian benar-

benar bermaksud untuk turun tangan?"

Si penjual obat Kho cui sui tertawa seram:

"Suma thian yu, sikap Siau tayhiap terhadapmu cukup baik,

dengan berbagai cara dia berusaha mengajakmu masuk

rombongan, tapi kenyataannya kau tak tahu diri dan selalu

saja memusuhi dirinya, toaya benar-benar tidak mengerti,

sebenarnya apa sih maksud tujuanmu?"

Suma thian yu tertawa tergelak.

"Setiap orang mempunyai cita-cita dan tujuan yang

berbeda dan tiada orang yang dapat memaksakan

kehendaknya, orang kuno bilang, mereka yang tak sepaham

tak akan berkelompok, sauya tak ingin sampai sepasang

tanganku turut berlepotan darah pula!"

“ Apa maksudmu berkata demikian?" seru Kho cui sui

keheranan, "Siau tayhiap adalah seorang lelaki yang berjiwa

besar, penegak keadilan dan suka membantu kaum lemah,

siapa yang tak kagum dan hormat kepadanya? Boleh dibilang

setiap umat persilatan yang bergerak dalam dunia persilatan

sama-sama menaruh hormat dan salut kepadanya, kau

enggan berlepotan darah, apa kau anggap perbuataanmu itu

tidak menodai tangan mu dengan darah?"

Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya sambil

menghela napas setelah mendengar perkataan itu, ujarnya:

"Perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan

kuda, pergaulan yang lama akan menunjukkan watak

manusia. Bin kun lun Siau wi goan adalah seorang manusia

licik yang berjiwa pengecut, munafik dan keji, dia hanya

pandai berbicara serta memikat hati orang sehingga sembilan

puluh persen umat persilatan tertipu olehnya serta bersedia

menaati perintahnya. Ku anjurkan kepada kalian berdua biar

tahu diri serta membatasi diri dalam pergaulannya dengan

orang itu, kalau tidak, sekali tersesat kau akan menyesal

sepanjang masa...."

Mendengar perkataan tersebut, si penjual obat Kho cui sui

segera tertawa seram, tiba-tiba ia mendorong keretanya kesisi

jalan, lalu dari balik kotak kereta diambilnya sebuah senjata

tajam.

Diiringi suara gemerincing keras, tahu-tahu didalam

genggaman Kho Ciu sui telah bertambah dengan sebuah

senjata rantai besi.

Kho Tong sui yang berdiri dibelakangnya tidak ambil diam,

dari balik peti keretanya dia mengeluarkan sepasang palu

gada, senjata tersebut paling tidak berbobot seratus kati, tapi

dalam genggaman Kho Tong sui justru seperti enteng sekali.

Melihat hal mana, Suma Thian yu tertawa lagi, katanya

sambil menggelengkan kepala.

"Tampaknya kalian berdua ada maksud untuk mencari

gara-gara denganku? Baiklah, terpaksa aku akan menyertai

kalian dengan pertaruhkan selembar jiwaku"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak

terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang

memecahkan keheningan, pedang Kit hong kiam telah

digenggam dalam tangannya.

Cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat

memancar ke empat penjuru.

Ketika menjumpai pedang Kit hong kiam tersebut si penjual

obat Kho Ciu sui nampak agak tertegun, menyusul kemudian

serunya sambil tertawa tergelak:

"Haaah...haah...haah...rupanya kau adalah ahli waris Wan

Liang, tak heran kalau kelicikanmu luar biasa"

Diiringi suara gemerincinq nyaring, dengan jurus naga

panjang menghisap air' dia serang tubuh Suma Thian yu.

Dengan suatu pandangan kilat Suma Thian yu telah

memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat

ia sudah mempunyai suatu garis besar pandangan atas

keadaan di sana

Menghadapi serangan musuh yang mengcagatnya dijalan

bukit yang sempit ini, tiba-tiba saja ia mendapatkan sebuah

akal bagus untuk menghadapi kepungan ini.

Mendadak dia melompat mundur sejauh dua langkah untuk

menghindarkan diri dari sergapan tersebut, tapi desingan

angin tajam telah menyapu tiba dari belakang punggungnya,

Kho tong sui dengan memutar sepasang senjata palunya telah

menyergap dari belakang tanpa menimbulkan sedikit

suarapun.

Tindakan ini sudah diduga sebelumnya oleh Suma thian yu

dan justru cocok sekali dengan taktik pertarungannya.

Serta merta pemuda itu merendahkan tubuhnya sampai

separuh bagian, sepasang kakinya menjejak tanah lalu melejit

ke udara dengan suatu gerakan yang luar biasa. Lejitan

tersebut boleh dibilang mencapai ketinggian enam kaki, dari

situ dia bertekuk pinggang sambil menjejakkan kakinya

kebelakang, setelah berjumpalitan beberapa kali dan melewati

kepala Kho Tong sui, dia melayang turun dibelakang tubuh

mereka.

Dengan demikian, Suma Thian yu telah terlepas dari

kepungan lawan, dan sebagai akibatnya dua bersaudara Kho

menjadi saling ber hadapan muka.

Tapi dua bersaudara Kho pun bukan manusia

sembarangan, dengan kepandaian silat yang mereka miliki,

mereka merupakan jago kelas satu yang termashur dalam

dunia persilatan.

Dengan jurus pelangi panjang membungkus bulan, Kho Ciu

sui mengayunkan rantai panjangnya menyerang dada Suma

Thian yu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Kho Tong sui tak berani berayal, dia membalikkan badan

sambil memutar sepasang palunya, bayangan hitam segera

menderu-deru diudara untuk mengacaukan pandangan lawan,

tujuannya untuk memecahkan perhatian musuh sehingga ia

berkesempatan untuk mele paskan sergapan mautnya.

Kerja sama kedua orang bersaudara dengan senjata

panjang dan pendek yang berbeda ini boleh dibilang amat

rapat dan luar biasa.

Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah

Suma Thian yu mendengar tentang nama sepasang

bersaudara tersebut, mungkin juga hal ini disebabkan ia tak

pernah berserak diwilayah San say.

Oleh sebab itu dia selalu menggunakan sikap yang

memandang enteng untuk menghadapi lawannya, dengan

ilmu silatnya yang melebihi orang, memang tak ada salahnya

memandang enteng lawan, cuma kali ini dia telah salah

perhitungan.

Sejak kecil dua saudara Kho telah menerima didikan ilmu

silat dari tokoh sakti, mereka mempunyai kemampuan yang

hebat terutama dalam pertarungan dimana mereka turun

tangan bersama, kerja sama yang terbina oleh kedua orang

itu sangat ketat dan kuat, ditambah lagi mereka berdua

memiliki ilmu gerakan tubuh yang aneh tapi sakti,

kesemuanya itu membuat mereka ganas bagaikan serigala.

Seketika itu juga Suma Thian yu dipaksa mundur berulang

kali, posisinya pun mulai goyah.

Melihat kejadian ini, sambil meneruskan serangannya, Kho

Ciu sui berkata:

"Toaya mengira kau memiliki tiga kepala enam lengan,

ternyata tak lebih cuma tombak terbuat dari lilin, sama sekali

tak berguna....

Kemudian kepada adiknya Kho Tong sui serunya:

"Adikku, kau mundur saja lebih dulu, biar aku seorang diri

yang membekuk cunguk ini!"

Kho Tong sui benar-benar mengundurkan diri.

Kho Ciu sui segera memutar senjata rantainya menyelimuti

seluruh angkasa, secara beruntun dia lepaskan tiga buah

serangan berantai yang sekali lagi memaksa Suma Thian yu

mundur sejauh beberapa langkah.

Atas desakan demi desakan yang menghimpitnya, meledak

juga amarah Suma Thian yu, sebetulnya dia tak ingin

menyusahkan lawannya selama urusan belum memerlukan.

Sebab selama ini dia selalu menganggap ke dua Kho

bersaudara itu belum bejad betul moralnya, asal diberi

bimbingan yang benar mereka tentu akan mengerti dan sadar.

Siapa tahu musuh malah mendesaknya semakin hebat,

bahkan berniat untuk membunuhnya, jangan lagi Suma Thian

yu tak mampu menahan diri lagi, biar manusia yang terbuat

dari tanah liat pun akan naik darah juga dibuatnya.

Disaat dia sudah bersiap melancarkan serangan yang

mematikan, tiba-tiba terdengar Kho cui sui mengejek sambil

tertawa.

"Bocah keparat, kau masih belum juga mau menyerah?"

Suma Thian yu segera memutar otak, kemudian sahutnya

sambil tersenyum:

"Kho tayhiap, kau mesti sadar bagaimana akibarnya bila

mengikuti jejak Siau wi goan, kau bakal rusak nama dan

kehilangan pamor, akhirnya keadaanmu sendiri akan

mengenaskan"

"Hmm!" Kho cui sui mendengus dingin, "lebih baik ucapan

semacam itu kau utarakan bila sudah berhasil mengalahkan

toayamu nanti"

Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma thian yu segera

berpikir:

"Tampaknya aku tak akan berhasil membujuknya hanya

dengan perkataan belaka, kalau begitu aku mesti berusaha

untuk menaklukkan mereka berdua lebih dulu"

Berpikir demikian, Kit hong kiamnya segera diputar berganti

jurus dan memainkan ilmu Kit hong kiam hoat ajaran Wan

liang.

Seketika itu juga cahaya pedang menyilaukan mata, hawa

dingin menusuk tulang, bagaikan arus deras sungai Tiang

kang, serangan tersebut serentak menggulung tubuh Kho Ciu

sui.

Sekarang Kho Cui sui baru terperanjat, ia tak berani

gegabah lagi, rantainya digetarkan menciptakan lapisan

bayangan yang beratus-ratus banyaknya diudara, dimana

bayangan tadi bersama-sama menyerang Suma Thian yu.

Dalam sekejap mata itulah Suma Thian yu telah berhasil

merebut posisi yang menguntungkan dan duduk diatas angin,

sebaliknya si penjual obat Kho Ciu sui terdesak mundur

berulang kali, biarpun ia telah mengerahkan segenap kekuatan

yang dimiliki pun belum juga berhasil untuk memperbaiki

posisinya.

Dalam pada itu, Kho Tong sui yang menonton pertarungan

dari sisi arena sudah kehabisan sabar, tidak menunggu sampai

dipanggil kakaknya, dia memutar sepasang palunya dan

menyerbu dari samping arena.

Sayang sekali Suma Thian yu sudah bertekad hendak

menaklukkan kedua orang itu sekarang, justru serangan yang

digunakan semuanya ganas dan hebat, jurus demi jurus

serangan dilancarkan untuk meneter lawan, betul pihak musuh

bertambah seorang, namun mereka tak berhasil memperbaiki

keadaan.

Dalam waktu singkat bahu kanan Kho Cui sui sudah terluka,

serangannya makin lambat dan kacau tak beraturan

sebaliknva dada Kho Tong sui kena babatan pedang lawan

sehingga muncul sebuah luka yang memanjang.

Berhasil dengan serangannya itu, Suma Thian yu segera

tertawa tergelak, serunya:

"Tayhiap berdua terhitung manusia-manusia pintar,

seharusnya kalian bisa membedakan mana yang benar dan

mana yang jahat, mengapa sih kalian malah bersedia

diperbudak oleh seorang manusia munafik yang berwajah

Buddha tapi berhati ular berbisa?"

"Tutup malut baumu bangsat!" bentak Kho Ciu sui marah,

"urusan toaya biar diputuskan oleh toaya sendiri, kau tak usah

banyak ngebacot, lihat serangan!"

Sekali lagi rantai bajanya meluncur kedepan dengan

kecepatan tinggi, ketika hampir mendekati wajah lawan, tiba-

tiba rantai itu terlepas dan menyambar datang dengan

kekuatan yang berlipat ganda.

Suma Thian yu sangat terkejut, dia mencoba menangkis

dengan pedangnya, tapi ia pun sadar bila hal ini dilakukan,

rantai itu

pasti akan membalik membelenggu senjatanya, alhasil Kho

Tong sui akan memanfaatkan kesempatan baik ini untuk

melepaskan serangan yang mematikan kearahnya.

Ia lantas berpekik keras, satu ingatan melintas lewat,

dengan mempergunakan jurus Naga dan burung hong

berbahagia, sebuah jurus serangan dalam ilmu pedang tanpa

nama ajaran ciong liong lo sianjin, ujung pedangnya mencukil

kedepan dan secara jitu menutul diatas rantai yang sedang

menyambar datang.

Bukan saja ancaman yang datang dari sepasang palu itu

berhasil dipunahkan, malahan diantara kilauan cahaya tajam,

ia berhasil menghadiahkan sebuah bacokan pedang lagi

dibawah dada kiri Kho tong sui.

Gagal total dengan usahanya, bahkan menderita pula luka

yang cukup parah, membuat dua bersaudara itu menjadi

putus asa.

Dengan mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam ujung

pedang tersebut, jangan dilihat cukilan itu enteng, tapi

didalam kenyataan-nya berhasil mencongkel rantai tadi

sehingga mercelat ke arah lain.

Betul juga, pada saat itulah sepasang palu raksasa Kho

Tong sui telah membacok tiba dari atas dan bawah dengan

kekuatan serangan yang mengerikan.

Suma Thian yu, pemuda bernyali besar yang berilmu hebat

ini sama sekali tidak menjadi gugup, mengikuti gerak

pedangnya dia mengeluarkan jurus Bintang dan rembulan

berebut sinar, ternyata jurus ini merupakan gerak sambungan

dari serangan sebelumnya.

Pertama-tama Kho Cui sui yang menghentikan serangannya

lebih dulu, kemudian sambil memunggut rantai miliknya dan

menatap Suma thian yu dengan sinar mata buas dan penuh

amarah, katanya:

"Kepandaian silat yang kau miliki memang sangat hebat,

toaya merasa amat kagum, cuma sayang manusia seperti kau

bukan melakukan perbuatan yang bajik, sebaliknya malah

melakukan kejahatan".

Belum habis perkataan itu diucapkan, Suma Thian yu telah

menukas perkataan tersebut dengan cepat:

"Percuma saja kau membedakan antara baik dan buruk

secara sembarangan, karena aku percaya keadilan ada dihati

manusia, suatu ketika semua orang akan menjadi paham

siapa yang benar!"

Sebenarnye Kho Ciu sui hendak membantah lagi tapi Kho

Tong sui segera menimbrung:.

"Toako, buat apa mesti kita ribut dengan keparat ini? Aku

tak percaya dengan mengandalkan kemampuan kita berdua

tak mampu untuk membekuknya"

Selesai berkata dia lantas menubruk kedepan sambil

menahan rasa sakit akibat luka yang dideritanya pada bagian

dada, dia memainkan sepasang palunya mernciptakan dua

bayangan yang rapat, kemudian diiringin dengan desiran

angin kencang langsung menyambar kemuka.

Suma Thian yu mendengus dingin, ia mengeluarkan ilmu

langkah Cok tiong luan poh sin hoat untuk menghindarkan

diri, hanya sedikit bahunya bergetar, tahu-tahu tubuhnya

sudah menyelinap kebelakang punggung Kho Tong sui,

ejeknya sambil tertawa dingin:

Kho tayhiap, apakah kau masih saja tak mau sadar?

Mengingat kalian berdua jujur dan berbudi luhur sedang

perbuatan kalian sekarangpun tak lebih hanya terpengaruh

oleh hasutan manusia laknat, aku tak tega untuk berbuat keji

kepada kalian, ketahuilah bila aku betul-betul turun tangan,

jangan harap kalian bisa bertahan sebanyak sepuluh

gebrakan"

Sebetulnya perkataan ini diucapkan dari hati sanubarinya

yang jujur dan memang begitulah kenyataannya, namun bagi

pendengaran dua bersaudara Kho tersebut justru merupakan

sindiran yang tajam, hinaan yang membuat mereka menjadi

kalap.

Kh cui sui menjadi gusar, segera bentaknya keras:

"Manusia keparat, kau benar-benar amat takabur, baik, hari

ini ada kau tiada aku, Kho Ciu sui akan beradu jiwa

denganmu!"

Rantai besinya seperti naga sakti meluncur kedepan

dengan cepat, tapi setibanya di tengah jalan tiba-tiba berubah

arah dengan menyembar lewat samping.

Sama Thian yu baru menyesal sekali setelah melihat kedua

bersaudara Kho menjadi kalap oleh perkataan-nya itu, padahal

maksudnya semula, ia berharap mereka tahu diri dan segera

mengurungkan niatnya itu.

Tentu saja kata-kata yang sudah diucapkan tak mungkin

bisa ditarik kembali, setelah menghela napas panjang, diapun

mengembangkan lagi ilmu pedang tanpa namanya.

Bu Beng kiam boat merupakan hasil ciptaan Ciong liong lo

sianjin yang merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu

tinggi, tidak heran kalau jurus serangan ilmu pedang itu luar

biasa hebatnya.

Yang lebih istimewa lagi dengan ilmu tersebut adalah jurus-

jurus serangannya bisa digunakan sepotong-seporong untuk

menyelamatkan diri sambil menyerang musuh, tapi bisa juga

dipergunakan sebagai serangkaian serangan berantai yang

ketat.

Berhubung Suma Thian yu sudah terlanjur sesumbar untuk

meraih kemenangan dalam sepuluh gebrakan saja, maka dia

memilih untuk mempergunakan serangkaian serangan

berantai, hal ini berarti cukup dalam enam gebrakan saja ia

akan berhasil menggulung keok ke dua orang bersaudara Kho.

Inupun berkat kebijaksanaan Suma Thian yu yang berhati

luhur dan tak ingin menghancurkan pamor lawan yang

dibentuk dengan susah payah, coba kalau tidak, semenjak tadi

mereka berdua sudah mampus.

Kadang kala manusia memang menjadi makhluk yang

paling aneh, suatu sikap bermaksud baik seringkali disalah

artikan oleh pihak lain seperti halnya dengan Suma thian yu

sekarang, sesungguhnya dia berniat mengalah kepada

musuhnya, siapa tahu sikap tersebut justru ditanggapi dua

bersaudara Kho sebagai niat musuh untuk menghina dan

mengejek diri mereka.

Itulah sebabnya meski sudah terluka di badan, namun

kedua orang itu tetap enggan berhenti.

Tentu saja Suma Thian yu yang dibikin semakin gelisah,

mendadak sambil berpekik keras teriaknya:

"Hati-hati kalian sekarang, aku akan melancarkan serangan

yang terakhir!"

Dalam seruan mana suma thian yu sudah melejit keudara,

Kit hong kiamnya menciptakan selapis bayangan pedang yang

rapat mengurung kedua orang lawannya ditengah arena.

Menghadapi kurungan lapisan bayangan pedang yang

tertuju kearah mereka, dua bersaudara Kho itu menjadi

terperanjat, pekik mereka tanpa terasa:

"Habis sudah riwayatku kali ini!"

Disaat yang kritis dan amat berbahaya itulah, mendadak

Suma Thian yu merasakan datangnya segulung angin pukulan

yang sangat kuat langsung menghantam belakang kepalanya.

Bersamaan itu juga ia mendengar suara tertawa seram

yang menggidikkan hati berkumandang menyusul datangnya

ancaman ini.

Apabila Suma Thian yu tidak membatalkan ancamannya

terhadap dua bersandara Kho, niscaya dia sendiri akan

termakan pula oleh ancaman maut yang datangnya dari

belakang itu.

Berada di dalam keadaan seperti ini, sudah barang tentu

Suma Thian yu tidak mau mengambil resiko terlalu besar.

Cepat dia menarik napas panjang, sepasang kakinya

menjejak tanah keras-keras dan secepat sambaran kilat dia

melewati atas kepala dua bersaudara Kho serta melayang

turun di muka situ.

Lolos dari ancaman bahaya maut, dua bersaudara Kho

mandi peluh dingin, pekiknya dihati:

"Ooh, syukur berhasil lolos dari maut"

Dengan mengendornya ketegangan yang mencekam

perasaan mereka, tiba-tiba saja mereka merasakan sakit yang

luar biasa dari luka-luka yang dideritanya.

Sementara itu orang yang menyergap Suma Thian yu

secara licik tadi telah berdiri ditengah jalan.

Begitu tahu siapakah orang itu, berkobar hawa amarah di

dalam dada Suma thian yu, tegurnya ketus:

"Kukira siapakah manusia yang telah melakukan perbuatan

terkutuk ini, rupanya kau si mahkluk setan bermuka hijau!"

Orang yang baru datang memang tak lain adalah Setan

muka hijau Siang Tham.

Dalam pada itu si setan muka hijau Siang Tham telah

berjalan menghampiri dua bersau dara Kho, lalu tegurnya

sambil tertawa seram:

"Kalian berdua tentunya sudah dibikin kaget setengah

mati? Silahkan untuk beristirahat dulu, biar aku orang she

Siang yang membalaskan aib kalian berdua ini"

Habis berkata, dengan senyuman angkuh dan wajah licik

pelan-pelan ia mendekati Suma Thian yu, sambil berjalan

mendekat, katanya:

"Selamat berjumpa Suma siauhiap, walaupun dunia

persilatan sangat lebar namun kita benar-benar selalu

berjumpa dimana pun juga, sebelum aku orang she Siang

datang kemari tadi, aku telah meramalkan nasibmu, dapat

kudengar bahwa usia siauhiap sudah mendekati masa akhir

karena hari naasmu kebetulan sekali jatuh pada hari ini!"

Suma Thian yu tetap berdiri tenang, dengan seksama

diawasinya si setan muka hijau Siang Tham itu lekat-lekat,

ketika melihat sepucuk panji segitiga yang berada ditangan

kirinya, satu ingatan segera melintas lewat, katanya kemudian

sambil tertawa terbahak-bahak:

"Haah...haah...haah... orang she Siang, sauya cukup

mengetahui berapa banyak kemampuan yang kau miliki,

dengan mengandalkan barang rongsokan macam kau, belum

tentu kau bisa berbuat banyak kepadaku. Kalau kau memang

pintar, lebih baik cepat kau goyangkan panji mu itu untuk

meminta bala bantuan, biarkuhadapi bantuan mu itu seorang

demi seorang...."

perkataan yang persis mengenai sasaran ini kontan saja

membuat si Setan muka hijau Siang Tham kehilangan muka,

dari malu dia menjadi naik darah, serunya kemudian sambi

tertawa seram:

"Bocah keparat, tak kusangka kau bisa menebak secara

jitu, coba kau lihat dulu, seluruh bukit Ki ciok san telah penuh

dengan kawanan jago yang mengepungmu, hari ini, biarpun

kau bersayap pun jangan harap bisa lolos dalam keadaan

selamat!"

oooOooo

Panji segi tiga itu segera dikibarkan ke tengah udara,

bersamaan waktunya segera muncul beberapa sosok

bayangan hitam yang meluncur datang dengan kecepatan

tinggi, dalam wakta singkat diatas jalan raya tersebut telah

bertambah dengan tiga orang.

Melihat siapa yang bermunculan itu, Suma Thian yu

kembali tertawa terbahak-bahak:

"Haah... haah... haah... sudah kuduga sejak tadi pasti lah

kawanan anjing budukan seperti kalian ini, kedatangan kamu

semua memang kebetulan sekali!"

Ternyata orang yanq datang adalah harimau angin hitam

Lim Khong, si ular berekor nyaring Mo pun seng, serta kakek

tujuh bisa Kwa lun.

Yang membuat Suma Thian yu merasa terkejut adalah

kemunculan si kakek tujuh bisa Kwa lun tersebut, mengapa

dia bisa muncul di bukit Ki ciok san bersama harimau angin

hitam Lim Khong sekalian?

Keempat orang tersebut hampir semuanya merupakan

jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan, seorang saja

diantara mereka sudah cukup membuat Suma thian yu pusing

menghadapinya, terutama sekali si kakek tujuh bisa Kwa lun

dan si harimau angin hitam Lim Khong yang licik, banyak tipu

muslihatnya dan berilmu silat tinggi.

Biarpun Suma Thian yu masih tetap menampilkan sikap

yang tenang, toh tak urung bergidik juga dalam hati kecilnya,

ia mengeluh karena harus menghadapi serangan musuh yang

begitu banyak.

Berbareng dengan kemunculan tiga gembong iblis tersebut,

dari balik gunung segera bermunculan bayangan manusia,

ternyata orang-orang itu merupakan anak buah dari Kho Cui

sui.

Pertama-tama si kakek tujuh bisa Kwa Lun yang berbicara

lebih dulu, katanya:

"Bocah, ayo cepat serahkan kitab pusaka itu kepadaku"

Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar

perkataan inim segera pikirnya:

"Hmm, mengapa gembong iblis ini bisa tahu kalau

kepergianku ke Tibet adalah dalam rangka mencari kitab?

Jangan-jangan ada mata-mata didalam selimut?"

Berpikir demikian, sahutnya kemudian:

"Kitab pusaka? Tolong tanya apa maksud Kwa cianpwe

dengan perkataan tersebut?"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa licik:

"Bocah, kau masih ingin berlagak pilon. Siapa sih yang tak

tahu kalau kepergianmu ke Tibet adalah dalam rangka

mencari kitab pusaka?"

Sambil mendengar perkataan itu, diam-diam Suma Tmian

yu mencoba untuk mengawasi mimik wajah si kakek tujuh

bisa Kwa Lun, me lihat sepasang matanya berkedip tak

menentu, ia segera mengerti bahwa musuh sedang

bermaksud menyelidik dan belum mengetahui duduk

persoalan yang sesungguhnya.

Maka diapun bilik bertanya:

"Tolong tanya kitab pusaka apa yang kau maksudkan?"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun seketika terbungkam dalam

seribu bahasa, tapi selang sesaat kemudian katanya sambil

tertawa dingin:

"Bocah, bila kau tak ingin orang lain tahu kecuali dirinya,

tidak berbuat, kuanjurkan kepadamu lebih baik serahkan saja

kitab pusaka itu, mungkin dengan berbuat begini kau dapat

membeli kembali selembar jiwamu, buat apa sih mesti

mengorbankan jiwa dengan percuma?"

"Kau benar-benar membuat sensasi yang tak lucu", Suma

Thian yu tertawa tergelak, "aku tak punya benda apapun,

mana mungkin datang sejilid kitab pusaka?"

"Lantas mengapa kau jauh-jauh meninggalkan daratan

Tionggoan menuju ke Tibet?" Suma Thian yu tersenyum.

"Berbicara soal cengli, tak sepantasnya kau menanyakan

soal urusan pribadiku ini, disamping itu akupun tidak

berkepetingan untuk memberi tahukan sesuatu kepadamu,

cuma bila kau ingin tahu tak salahnya kukatakan padamu, aku

pergi ke Tibet karena hendak mem buktikan suatu persoalan"

"Persoalan apa?"

"Persoalan tentang Kun lun indah Siau Wi goan, setiap

orang didunia ini mengatakan dia sebagai pendekar besar

yang berhati bajik, tapi menurut hasil penyelidikanku dia

justru seorang manusia laknat berwajah Buddha berhati ulat

yang amat jahat dan berbahaya bagi keamanan dunia

persilatan"

Mendengar perkataan tersebut, si Harimau angin hitam Lim

Khong segera membentak keras:

"Bocah keparat, hati-hati jika berbicara, malaikat elmaut

sudah didepan mata, kau masih berani bicara kurangajar!"

Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang selama ini hanya

membungkam, mendadak mencorong sinar tajam dari balik

matanya yang tungal, sambil menggertak gigi serunya:

"Saudara Lin, waktu sudah siang, lebih baik kita secepatnya

mengusir dia pergi, banyak bicara tak berguna, apalagi sampai

membiarkan harimau ganas pulang kegunung, menyesal pun

percuma"

"Tak usah gelisah" sahut Harimau angin hitam Lim Khong

sambil tertawa 1icik, "keadaan-nya sekarang ibarat burung

dalaam sangkar, biar punya sayap pun jangan harap bisa

terbang lepas, bila sekali bacok menghabisi nyawanya itu mah

terlalu keenakan bagi bocah keparat ini...."

Ular berekor nyaring Mo pun ci segera menganggap ucapan

tersebut ada benarnya, pemuda itu memang patut dicemooh

dan permainkan lebih dulu sebelum menghabisi nyawanya,

dengan begini semua rasa benci dan dendamnya baru dapat

dilampiaskan.

Dalam kenyataan Suma Thian yu sama sekali tidak

terpengaruh oleh ejekan maupun cemoohan musuh,

pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa semakin

berbahaya keadaan yang dihadapi, dia semakin wajib

mempertahankan ketenangannya.

Ia cuma tertawa hambar, tangannya meraba gagang

pedang kemudian sambil mengawasi empat pontolan

penyamun itu katanya sambil tertawa dingin:

"Mo Pun ci, bila kau masih sayang dengan sisa sebiji

matamu itu, kuharap kau segera menyingkir dari sini serta

tutup bacotmu, tak usah menggersah tak usah pula

membacot, kalau tidak, bila sepasang matamu sampai buta

sehingga tak dapat melihat matahari lagi, tentu besar sekali

penderitaannya"

Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada si

Harimau angin hitam Lim Kong:

"Lim tayhiap, aku hendak membacok kutung sepasang

telingamu itu didalam sepuluh gebrakan!"

Ular berekor nyaring Mo Pun ci yang dikatai demikian

menjadi berkaok-kaok karena gusarnya, segera dia meraba ke

pinggangnya dan neloloskan sebilah golok yang digembol.

Diiringi suara desingan keras, golok itu menyambar ke

muka dengan jurus Membacok karang bukit wu san, serangan

itu langsung membacok pinggang Suma Thian yu.

Menghadapi datanggnya ancaman, Suma thian yu memutar

pedangnya dengan jurus angin dingin memuji rembulan,

begitu berhasil menahan ancaman tersebut, ia pun berkata:

"Orang she Mo, sauya tentu akan memberi selembar

kehidupan untukmu..."

Belum selesai dia berkata, si ular berekor nyaring Mo Puon

ci telah membalikkan pergelangan tangannya memainkan

jurus serat emas membelit tangga, bagaikan sambaran petir

cepatnya membacok pergelangan tangan anak muda itu.

Suma Thian yu sama sekali tidak gugup ataupun gelisah,

dia memutar tubuhnya sembari berkelit kesamping, lalu

selanya:

"Selama ini sauya mu selalu bekerja secara jujur dan

terbuka, belum pernah ku tuduh orang baik secara sem

barangan, sebelum kubuktikan bahwa kaulah manusia yang

telah menghancurkan rumah tangga ku, aku tak akan

menghabisi nyawamu itu!"

Dua kali serangannya mengenai sasaran yang kosong,

ditambah pula ejekan dan Suma Thian yu membuat

amarahnya ibarat bensin bertemu api, ia menjadi nekad dan

melupakan mati hidupnya.

Secara beruntun goloknya diayunkan ke muka melepaskan

tiga buah bacokan berantai, semua serangan boleh dibilang

tertuju ke bagian tubuh lawan yang berbahaya.

Siapa tahu kemampuannya memang sudah kalah setingkat,

apalagi matanya buta sebelah hingga mempengaruhi daya

pandangannya. Biarpun dia sudah berkeras hati untuk

memperjuangkan sepenuh tenaga, alhasil untuk mencuwil

ujung baju lawanpun tak mumpu.

Harimau angin hitam Lim Khong yang menyaksikan

kejadian tersebut menjadi tidak sabar, dia segera berpekik

nyaring, sepasang lengannya diayunkan dan menyerbu ke

arena pertandingan.

Kepalanya dengan jurus dunia gempar jagad bergetar,

secara beruntun melepaskan pukulan beruntun ke jalan darah

tay yang hiat dikening lawan, deruan angin pukulan secara

menusuk pendengaran.

Suma Thian yu tertawa keras, dengan cekatan sekali dia

menghindarkan diri ke samping kemudian serunya:

"Mengapa kalian berdua tidak maju bersama-sama saja?

Sauya masih mampu menyembelih kalian berdua dalam empat

lima puluh gebrak an saja..."

Benar-benar suatu ucapan yang sangat takabur, biarpun

Cong liong lo sianjin hadir di arena pun belum tentu ia berani

berkata demikian.

Bayangkan saja, harimau angin hitam Lim Khong serta

setan muka hijau Siang Tham adalah dua murid kebanggaan si

mayat hidup Ciu jit wee, dalam kalangan kaum rimba hijau

saat ini kecuali Kun see mo tau seorang, pada hakekatnya tak

ada yang mampu menahan mereka.

Terlepas kedua orang tua itu, pada dasarnya si ular berekor

nyaring Mo Pun ci memang seorang penjahat pemetik bunga

yang berilmu silat sangat hebat, dia malang melintang dalam

dunia persilatan sambil memperkosa disana sini, belum pernah

hamba negara berhasil membekuknya, setiap kali kaum

pendekar berhasil mengurungnya, dia selalu berhasil pula lolos

dengan selamat, dari sini dapat diketahui betapa licik, pandai

dan lihaynya kemampuan orang ini.

Kakek tujuh bisa Kwa Lun lebih-lebih terhitung seorang

gembong iblis yang berhati hitam dan bertangan keji, dia

sudah membunuh orang tak terhitung, dulu pun Sin sian

siangsu pernah kalah di tangannya, ini menunjukkan kalau

kemampuan yang dimilikinya tak boleh dipandang enteng.

Dalam penghadangan yang diatur oleh Kun lun indah Siau

wi goan sekarang dia telah mempersiapkan empat jago orang

lihay pilihan tersebut untuk melaksanakan tugasnya, ia

percaya kemenangan sudah pasti berada di pihaknya.

Namun didalam kenyataannya, Suma Thian yu malah

berani mengucapkan kata-kata sesumbar, jangan lagi keempat

gembong iblis itu merasakan sebagai kata-kata yang menusuki

pendengaran, bahkan seorang manusia misterius yang berada

disekitar situ pun merasa tercengang bercampur geli.

Tapi siapakah manusia misterius itu?

Tak seorang pun diantara kawanan jago yang hadir tahu

secara pasti, sebab mereka sedang memusatkan semua

perhatiannya untuk mengawasi jalannya pertarungan ditengah

arena.

Dalam pada itu Kakek tujuh bisa Kwan lun serta Setan

muka hijau Siang Tham telah ikut terjun pula ke dalam arena

pertarungan. Mereka berempat mengambil posisi ditimur dan

selatan sehingga mengepung Suma Thian yu ditengah arena.

Bagaikan seekor singa jantan yang disekap didalam

kerangkengan, Suma Thian yu membentak berulang kali, dia

telah bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuan yang

dipelajarinya selama puluhan tahun ini untuk melangsungkan

pertarungan tersebut.

Angin gunung tidak berhembus lagi, dahan dan ranting pun

tidak lagi bergoyang.

Suasana disekeliling tempat itu dicekam ke heningan, udara

bagaikan berhenti mengalir.

Dengan sorot mata yang mencorongkan sinar tajam Suma

Thian yu mengawasi keempat musuhnya satu per satu,

sementara dalam hati kecilnya dia pun mengambil sebuah

keputusan.

Bagaikan seorang panglima perang kawakan yang sedang

mengatur siasat untuk menerjang lepas dari kepungan musuh

dari empat penjuru!

Akhirnya dia mengambil keputusan untuk bertindak.

Dia tahu sikap yang terlampau berbelas kasihan dan

berjiwa besar, kemungkinan besar akan mendatangkan

bencana kematian untuk dirinya sendiri.

Hanya dengan jalan melenyapkan semua musuh secara

kejilah dirinya baru bisa di selamatkan.

Membayangkan kesemuanya itu, diam-diam berpekik

didalam hati:

"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"

Mendadak terdengar Harimau angin hitam Lim Kong

berpekik keras memecahkan keheningan yang mencekam

sekeliling tempat itu.

Jilid : 28

Menyusul pekikan ini, dia memutar sepasang lengannya

dengan menyertakan tenaga dalamnya sebesar enam bagian,

kemudian dengan jurus Bintang bergeser awan berubah dia

lepaskan bacokan maut kearah Suma Thian yu.

Suma Thian yu menggertak gigi kencang-kencang,

mendadak pedang Kit hong kiamnya menciptakan berjuta-juta

bunga pedang dengan jurus guntur menyambar kilat

berkelebat, secepat petir angin dingin meluncur kedepan.

Tahu-tahu si harimau angin hitam Lim Kong merasakan

telinga kanannya menjadi dingin, sebuah telinganya sudah

terpapas kutung dan terjatuh kebawah, darah segarpun

bercucuran keluar dari mulut luka tersebut.

Semua peristiwa berlangsung dalam sekejap mata, gerakan

yang dilakukan kedua orang itupun bersamaan waktunya,

sebelum ketiga orang rekannya melihat jelas apa yang terjadi,

Harimau angin hitam kembali ketempat semula sambil meraba

telinga kanannya, darah kental kelihatan bercucuran keluar

dari sela jari tangannya.

"Maaf Lim Khong!" jengek Suma Thian yu sambil tertawa

dingin.

Kakek tujuh bisa Kwa Lun nampak tertegun setelah

menyaksikan si Harimau angin hitam kehilangan sebuah

telinga kanannya, sebelum ia sempat turun tangan, mendadak

terdengar ular berekor nyaring Mo pun ci telah membentak

gusar, goloknya kembali dipakai untuk menyapu badan Suma

Thian yu.

Menyaksikan cara si ular berekor nyaring bertarung, Suma

Thian yu segera dibuat tertegun.

Perlu di ketahui, kedua orang itu sama-sama

mempergunakan senjata ringan, kedua belah pihakpun

seharusnya sama-sama menggunakan gerakan tubuh yang

ringan untuk meraih kemenangan, tapi kenyataannya

sekarang, si ular berekor nyaring Mo Pun ci justru membacok

pedang lawan dengan goloknya, dia berusaha menggunakan

tehnik keras lawan keras untuk meraih kemenangan, cara

seperti ini boleh dibilang belum pernah dijumpai sebelumnya.

"Traaangg...!"

Suara bentrokan nyaring segera berkumandang

memecahkan keheningan, ketika dua batang senjata mestika

itu saling beradu kekerasan tadi, masing-masing pihak

merasakan pergelangan tangannya menjadi kaku dan tubuh

mereka seketika tergetar mundur sejauh tiga langkah.

Suma thian yu tertawa terbahak-bahak, mendadak ia

menerjang maju kemuka, pedangnya dengan jurus Pelangi

panjang mengurung matahari langsung menusuk kedada si

ular berekor nyaring Mo pun ci.

Mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat

lewat, tahu-tahu kakek tu juh bisa Kwa Lun dengan

menggenggam sebilah kapak pendek telah mendesak kedepan

serta melancarkan bacokan ketubuh anak muda tersebut.

Sebagai seorang pemuda yang bersorot mata tajam, dalam

sekilas pandangan Suma Thian yu sudah mendapat tahu kalau

benda yang digenggam lawan merupakan sebilah senjata

mestika. Serta merta dia memutar pergelanggan tangannya

dan menarik kembali gerak serangan pedangnya secara

paksa.

Tentu saja Kakek tujuh bisa Kwa Lun tidak rela membiarkan

musuhnya menghindar, sambil berpekik nyaring tangannya

menari-nari lagi menciptakan selapis bayangan kapak yang

semuanya mengurung batok kepala lawan.

Memanfaatkan kesempatan yang ada, si ular berekor

nyaring Mo Pun ci membentak pula.

"Bocah keparat, serahkan jiwamu!"

"Sreeeet...!".

Goloknya kembali melepaskan sebuah bacokan kilat.

Suma Thian yu menggertak gigi keras-keras, pedang Kit

hong kiam nya dengan memainkan jurus awan gelap

menutupi bulan menciptakan selapis cahaya biru yang tebal,

kemudian kakinya dengan menggunakan langkah Ciok tiong

luan poh menerobos masuk ditengah kabut golok dan kapak

musuh.

Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema

memecahkan keheningan, sinar tajam mereda. Kakek tujuh

bisa Kwa Lun serta si ular berekor nyaring Mo Pun ci telah

mundur bersama kebelakang.

Tatkala semua orang mengalihkan pandangannya ke muka,

ternyata ke dua orang itu sama-sama telah kehilangan sebuah

telinganya.

Setan muka hijau Siang Tham yang menyaksikan kejadian

tersebut diam-diam menjadi bergidik dan ketakutan sendiri.

Mendadak terdengar Suma Thian yu tertawa terbahak-

bahak:

"Haaahh... haaahh... haaahh... Kwa cianpwee dan Mo

tayhiap, hari ini aku sengaja mengampuni jiwa kalian dengan

harapan menggunakan kejadian hari ini sebagai pelajaran,

kalian bisa tahu diri dan menyesali kesalahan yang telah kalian

buat..."

Belum habis ia berkata, Harimau angin hitam Lim Kong

yang mendendam karena kehilangan sebuah telinganya telah

menyela:

"Bocah keparat, hari ini aku akan mempertaruhkan jiwa

raga ku untuk beradu jiwa denganmu, aku bersumpah akan

membinasakan kau diatas bukit Ki ciok san ini"

Selesai berkata ia bersiap-siap untuk mendesak maju ke

depan.

Mendadak....

Terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring bergema

di angkasa dan menusuk pendengaran semua orang yang

hadir disitu.

Kaki kanan si harimau angin hitam Lim Kong yang sudah

maju ke depan, tiba-tiba saja dibatalkan, kemudian dia

mengalihkan pandangannya ke arah mana berasalnya suara

itu.

Tampak semak belukar disisi jalan bergoyang keras,

kemudian tampak seorang pemuda berjubah panjang warna

hijau pelan-pelan munculkan diri.

Ketika Suma Thian yu melihat pemuda yang barusan

munculkan diri ternyata adalah Chin Siau, ia menjadi terkejut,

segera pikirnya dengan cepat:

"Apabila orang ini berpihak kepada lawan, wah... posisiku

akan semakin terdesak dan nasibku hari ini jelas lebih banyak

bahayanya dari pada rejeki"

Tiba-tiba terdengar Chin Siau berkata sambil tertawa:

"Empat orang menganinya satu orang, sungguh merupakan

suatu kejadian aneh di dunia ini, kalian berempat selain

pengecut dan munafik juga sangat tak tahu malu, mari, mari,

terhitung pula aku, biar kita dua melawan empat, ini lebih

terasa adil namanya"

Ke empat gembong iblis yang berada di dalam arena

sekarang, pada hakekatnya tidak ada yang kenal dengan Chin

Siau, melihat orang itu cuma seorang pemuda ingusan yang

masih berbau tetek, tapi dipunggungnya justru menggembol

sebilah pedang mestika, lagipula ucapannya sombong dan

takabur, kontan saja membuat semua orang menjadi tertegun

dan berdiri saling berpandangan.

Diantara empat gembong iblis tersebut, setan bermuka

hijau Siang Tham boleh dibilang merupakan satu-satunya

orang yang berkedudukan paling rendah, berbicara soal ilmu

silat pun deretannya pada urutan terakhir, maka setelah

dilihatnya Chin Siau masih muda dan bisa dihadapi secara

mudah, ia segera maju ke depan dan membentak penuh

amarah:

"Setan cilik, kau adalah anak jadah yang datang dari mana?

Jika berani banyak bicara lagi, segera kubantai dirimu!"

Chin Siau mengerling sekejap ke arahnya, namun sama

sekali tidak memperhatikannya barang sekejap pun, malah

kepada kakek tujuh bisa Kwa Lun katanya:

"Biasanya orang yang semakin tua akan semakin sabar,

hanya manusia yang sudah bosan hidup saja tak punya

kesabaran, kalau kulihat dari tampangnya yang bengis dan

buas, seakan-akan terburu napsu ingin melapor diri ke akhirat,

aku jadi gemas rasanya. Jika kau benar-benar ingin

secepatnya berangkat, biar pedang sauya membantumu untuk

berangkat secepatnya"

"Tanpa sebab kakek tujuh bisa didamprat dan dicaci maki

lawan, kontan saja marahnya meledak, sambil mengayunkan

kapaknya dia bersiap sedia untuk membacoknya.

Mendadak terdengar si setan muka hijau Siang Tham

membentak keras keras:

"Saudara Kwa, untuk membunuh seekor ayam kenapa

mesti memakai golok penjagal sapi? biar aku orang she Siang

saja yang membereskan bocah keparat ini!"

Sambil mencabut keluar pedangnya dengan jurus Delapan

penjuru ramping dia bacok tubuh Chin Siau.

Dengan cekatan sekali Chin Siau mengegos ke samping lalu

katanya sambil mendengus:

"Waaah, kalau kepandaian mu mah masih ketinggalan

sangat jauh, dengan memandang tampangmu itu, biarpun

belajar delapan sampai sepuluh tahun lagi pun kau masih

pantasnya untuk mencucikan kaki sauya mu!"

Gagal dengan serangannya, mendadak setan muka hijau

Siang Tham membalikkan pergelangan tangannya, kemudian

dengan berganti jurus awan teba1 menutup Wu san, secepat

petir dia tusuk dada Chin Siau.

Walaupun ancaman tersebut sangat berbahaya, ternyata

Chin Siau tetap menghadapinya dengan tenang, katanya

kemudian dengan tertawa merdu:

"Jurus serangan ini merupakan jurus yang ke dua, Sauya

akan mengalah sekali lagi kepadamu!"

Ketika kata ‘mu' keluar dari mulutnya, bayangan tubuh Chin

Siau sudah lenyap dari depan mata si setan muka hijau.

Dua kali serangan-nya mengenai sasaran yang kosong

membuat setan muka hijau Siang Tham berkaok-kaok penuh

amarah, bila sekarang ia menjadi sadar, niscaya urusan selesai

dengan begitu saja. Siapa sangka dia justru semakin sewot,

pedangnya diputar kencang membuat selapis bayangan hijau

yang rapat dan langsung embacok tubuh Chin Siau.

Menghadapi ancaman macam begitu, Chin Siau cuma

tertawa didalam hati, tidak gugup tidak gelisah ia menunggu

sampai pedang lawan tiba dua depa saja dari hadapannya.

kemudian baru berpekik nyaring.

Diantara kilatan gerak tangannya tahu-tahu pedang

mestika milik si Setan muka hijau Siang Tham telah terlepas

dari tangannya dan dirampas orang. Tampaknya Chin Siau

memang ada maksud untuk mendemontrasikan kemampuanya

terutama sekali memberi suatu peringatan tanpa kata-kata

terhadap Suma Thian yu.

Begitu menerima pedang mestika si setaan muka hijau itu,

tubuhnya segera majuke depan dan memainkan jurus petir

menyambar di angkasa.....

Semua orang yang hadir dalam arena hanya merasakan

berkelebatnya cahaya hijau kemudian ditengah lapangan

terdengar seseorang menjerit kesakitan.

Ternyata setan muka hijau Siang Tham telah mundur

beberapa langkah dari posisi semula dengan sepasang tangan

memegangi perut, kemudian tubuhnya roboh terjungkal ke

atas tanah dan tidak bangun lagi.

Chin Siau tersenyum nyengir sambil membuang pedang

mestika itu dia berjalan mendekati sisi tubuh setan muka hijau

Siang Tham, kemudian katanya angkuh:

"Barang siapa berani melakukan dosa, dia tak akan hidup

terus, inilah contoh yang terutama bagi kalian semua!"

Waktu itu si setan muka hijau Siang Tham sama sekali

tidak mati, namun perutnya sudah robek sehingga darah segar

memancar keluar membasahi lantai.

Dengan cepat si harimau angin hitam Lim Kong berebut

maju kedepan untuk membopong Siang Tham serta buru-buru

mengobati luka yang diderita.

Setelah itu dengan sorot mata yang bengis dan buas dia

awasi wajah Chin Siau lekat-lekat, begitu selesai mengobati

luka adik perguruannya, pelan-pelan ia bangkit berdiri lalu

serunya kepada pemuda itu:

"Kepandaian silatmu memang luar biasa cepat, ayo

sebutkan siapa namamu, toaya sudah tak punya waktu lagi

untuk banyak ngebacot, lagipula toaya tak suka mem bunuh

manusia tak bernama..."

Mendengar perkataan si harimau angin hitam yang masih

kekanak-kanakan ini, Chin Siau tertawa tergelak:

"Haaahh...haaahh... haaahh... pertanyaanmu itu terlalu

kekanak-kanakan, sekalipun sudah mengetahui nama sauya

mu toh kalian tak akan mampu berbuat apa-apa apalagi

mengingat kedudukanmu, sungguh terasa geli bila kau ingin

mengetahui siapa nama ku..."

Harimau angin hitam Lim Kong semakin naik darah, namun

amarahnya itu sama sekali tidak diperlihatkan keluar, cuma

selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati Chin Siau.

Suma Thian yu menjadi amat tegang sekali melihat

kejadian itu, sampai dimana kah watak Lim Kong sudah cukup

dipahami olehnya yang dikuatirkan sekarang adalah disaat

Chin Siau tak waspada, musuh menyerang secara tiba-tiba.

Dengan suara lirih ia segera berbisik:

"Saudara Chin, hati-hati dengan gembong iblis tersebut,

agaknya mereka mempunyai rencana busuk!"

Chin Siau mendengus dingin dan sama sekali tak mau

menerima kebaikan tersebut, tak bisa disangkal lagi dalam hati

kecilnya dia masih menaruh dendam terhadap Suma Thian yu.

Mendadak terdengar si harimau angin hitam Lim Kong

menbentak keras dengan penuh amarah:

"Setan cilik, serahkan jiwamu!"

Sepasang telapak tangannya disilangkan kemudian secara

tiba-tiba melepas sebuah pukulan yang maha dahsyat ke atas

dada Chin Siau...

Dengan lincah sekali Chin Siau menghadapi serangan

musuh itu tanpa gugup ataupun panik, pedangnya diputar

membentuk satu lingkaran cahaya, kemudian dengan cepat

menciptakan selapis kabut pedang yang sangat tebal.

Ketika angin pukulan dari Harimau angin hitam Lim Kong

menyambar kedepan seakan-akan bertemu dengan selapis

dinding baja yang tebal dan kuat, seketika itu juga terpental

kembali dan memancar keempat penjuru.

Menghadapi kejadian seperti ini, si harimau angin hitam

merasa terkejut sekali, buru-buru dia melompat kedepan

dengan segera, kemudian dengan wajah berubah hebat,

tanyanya agak tercengang:

"Apa hubunganmu dengan si pendeta tanpa nama?"

"Dia adalah guruku" jawab Chin Siau sambil menarik

kembali pedangnya.

Sekali lagi harimau angin hitam Lim Khong tertegun.

"Ooh, rupanya kau adalah si bocah keparat she Chin

tersebut, benar-benar tak kusangka kita dapat bersua muka

dengan tanpa bersusah payah. Siau tayhiap sedang berdaya

upaya untuk membekukmu, hari ini ternyata kau telah datang

menghantar diri, hmm... hmm...kalau begitu bukit Ki ciok san

adalah tempatmu untuk berisrirahat selama lamanya.."

Chin Siau tertawa hambar.

"Lim khong" katanya, sauya mu sudah cukup memahami

bagaimanakah watak orang she Siau tersebut, ternyata kalian

adalah manusia komplotan-nya, hampir saja sauya kena

tertipu. Aku Chin Siau adalah seorang lelaki sejati, bila kalian

berempat memang merasa punya kemampuan, silahkan saja

datang menyerang, sauya akan menghadapi kalian satu

persatu!"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:

"Bocah keparat, kalau toh kau memang kepingin mampus

aku akan segera memenuhi keinginanmu itu!"

Selesai berkata, dia segera mengayunkan kapak pendeknya

dengan jurus ular berbisa menunjukkan lidah, secepat

sambaran petir langsung dibacokkan ke tubuh Chin Siau.

Sesungguhnya tujuan Chin Siau adalah membangkitkan

amarah musuh, dengan kepandaian ilmu pedangnya yang

sempurna sesungguhnya tidak bsnyak manusia dalam dunii

persilatan saat ini yang mampu menahan serangannya

tersebut.

Bu bek ceng adalah seorang pendekar dalam daratan

Tionggoan, tapi bagaimanakah orangnya dan sampai

dimanakah kehebatan ilmu silatnya belum pernah disaksikan

dengan mata kepala sendiri. Sedang apa yang ditampilkan

oleh Chin Siau saat inipun belum cukup memberi keterangan

kepadanya.

Oleh sebab itu jurus pertama yang digunakan kakek tujuh

bisa Kwa Lun tidak lebih hanya bertujuan untuk memancing

musuh, begitu mencapai tengah jalan, mendadak ia

merubahnya menjadi jurus Seluruh angkasa penuh cahaya

bintang.

Tampak sinar kapaknya berkilat kilat seperti hujan badai

yang datang dari empat arah delapan penjuru dan bersama-

sama menyambar tubuh Chin Siau.

Gerak serangan yang sangat aneh ini boleh dibilang jarang

dijumpai dalam kolong langit, entah siapapun yang sedang

bertarung, biasanya cahaya kapak hanya bisa datang dari arah

depan saja.

Tapi dalam kenyataannya sekarang, dia dapat melancarkan

ancamannya dari empat arah delapan penjuru, tidak heran

kalau kemampuannya itu segera mengejutkan orang. Bagi

orang yang berisi, sekali coba akan segera diketahui

kemampuannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun bisa menempatkan

diri dalam urutan nama kelompok iblis da lam dunia persilatan

sudah barang tentu kepandaian silat yang dimilikinya tak

boleh dianggap enteng.

Chin Siau merasa sedikit diluar dugaan menghadapi

datangnya ancaman tersebut, hatinya terkesiap, pedangnya

dengan jurus mengangkat api membakar langit membuat

sapuan ke udara kemudian dengan ju rus selaksa lebah

memetik putik, pedangnya menciptakan kabut pedang yang

bergulung-gulung, ditengah udara segera muncul berjuta-juta

titik cahaya tajam yang berkilauan.

Dalam waktu singkat, terdengarlah serangkaian suara

dentingan nyaring yang memekikkan telinga.

Tiba-tiba bayangan kapak dan cahaya pedang bilang lenyap

tak berbekas, sedangkan kedua orang itu sama-sama mundur

beberapa langkah dari posisi semula.

"Ilmu pedang bagus!" puji kakek tujuh bisa Kwa Lun tanpa

terasa.

Chin Siau juga turut berseru:

"Gerakan tubuh yang sangat indah!"

Kedua orang itu sama-sama memiliki kelebihan sendiri,

hingga dalam bentrokan yang barusan berlangsung, keadaan

tetap seimbang dan tiada yang menang atau kalah.

Tapi dihati kecil kakek tujuh bisa Kwa Lun timbul perasaan

yang tak puas, sebab berbicara soal usia maupun tenaga

dalam, seharusnya dia masih berada diatas kemampuan Chin

Siu, tapi kenyataannya sekarang dia hanya mampu berimbang

dengan seorang pemuda yang masih berbau tetek, andaikata

kejadian ini sampai tersebar luas, bukankah orang akan

mentertawakan dirinya sampai copot semua gigi mereka?

Sebaliknya Chin Siau sendiripun diam, ini selain disebabkan

perasaan tak puas, dia pun ingin memperlihatkan

kehebatannya didepan Suma Thian yu, jika dia gagal

merobohkan kakek tujuh bisa Kwa lun, maka melanjutnya dia

tak akan berkesempatan lagi untuk mengangkat kepala.

Mendadak dia meluruskan pedangnya ke depan kakek tuuh

bisa, kemudian sambil tertawa hambar ia berkata:

"Sambut baik-baik pedang ini! Dalam tiga jurus mendatang,

sauya hendak memotong sisa telinga yang kau miliki..."

Ketika kakek tujuh bisa Kwa Lun menyaksikan pedang itu

disodorkan ke depan tanpa suatu keanehan, dihati kecilnya

segera berpikir:

"Asal kupuku1 pedang itu pelan, niscaya senjata tersebut

akan terjatuh ke tanah, tapi apa maksud dan tujuannya

berbuat demikian?"

Jago yang ahli memang berbeda sekali dengan jagoan

biasa, coba bila orang lain yang menjumpai keadaan demikian

sudah pasti mereka akan berusaha untuk memukul rontok

pedang tersebut.

Berbeda sekali dengan kakek tujuh bisa, dia merasa

semakin sederhana gerak posisi seseorang, semakin

berbahaya sikap terse but karena di balik kesemuanya tentu

mengandung suatu perubahan yang luar biasa. Akhirnya dia

menjadi sangsi dan tak berani turun tangan secara

sembarangan.

Chin Siau tertawa mengejek, setelah melirik sekejap kearah

Kwa Lun dengan pan dangan menghina ia berkata:

"Bagaimana? Apakah kakek tujuh bisa yang termashur

dalam rimba hijau sekarang menjadi cucu kura kura yang

ketakutan?"

Sambil berkata, tenaganya disalurkan kedalam pedang dan

mencukil ujung senjata tersebut keatas sehingga hampir saja

merobek dagu lawan.

Buru-buru kakek tujuh bisa miringkan kepalanya untuk

berkelit, kemudian kapaknya menyapu kedepan menghantam

senjata Chin Siau.

Begitu ia bergerak, Chin Siau turut bergerak, dia cepat,

Chin Siau makin cepat pula.

Tampak cahaya perak berkelebat lewat, Kakek tujuh bisa

menjerit kesakitan dan telinga yang tinggal sepotong rontok

ke tanah.

Berhasil dengan perbuatannya itu, Chin Siau tertawa

tergelak dengan wajah penuh kebanggaan katanya:

"Maaf, maaf..."

Sejak terjun kedunia persilatan sehingga setua ini belum

pernah kakek tujuh bisa Kwa Lun menderita kekalahan

sedemikian mengenaskannya, tidak heran kalau dia menjadi

naik darah dan kalap setengah mati, tiba-tiba jeritnya:

"Bangsat muda, terimalah seranganku!" Kapaknya segera

disambit ke depan, diiringi cahaya tajam yang berkilauan

senjata tersebut langsung menyambar kewajah Chin Siau.

Bersamaan dengan di sambitnya kapak pendek itu, buru-

buru kakek tujuh bisa Kwa Lun merogoh kedalam sakunya dan

mengambil bubuk penghenti darah untuk menghentikan darah

dari mulut luka, menyusul kemudian ia menghimpun tenaga

dalamnya dan sepasang tangan menari-nari melepaskan tiga

buah serangan secara berantai.

Chin Siau menangkis kapak itu dengan pedangnya, baru

saja berhasil, ia segera merasakan datangnya segulung angin

pukulan yang dahsyat menerjang dadanya.

Begitu cepat datangnya ancaman tersebut seolah-olah

dilepaskan bersamaan waktunya, Chin Siau menjadi amat

terkejut, tergopoh-gopoh dia memutar senjatanya membentuk

selapis kabut pedang.

Siapa sangka baru saja pukulan pertama dilontarkan,

menyusul kemudian pukulan yang kedua, akibatnya Chin Siau

menjadi keletihan dan tak punya kesempatan lagi untuk

berganti napas.

Akibatnya dengan memaksakan diri ia berhasil juga

mematahkan ancaman yang kedua tersebut tapi pukulan

ketiga segera menyusul tiba.

Secara beruntun kakek tujuh bisa Kwa Lun telah

melepaskan tiga buah pukulan semua ancaman tersebut

hebat, terutama sekali pukulan yang ketiga, tenaga yang di

sertakan merupakan tenaga gabungan dari serangan pertama

dan kedua.

Sayang sekali Chin Siau tidak memahami rahasia itu, ia

segera terjebak dalam siasat lawan, apalagi saat itu tenaganya

sudah habis dan jurus serangannya sudah mendekati akhir.

Tenaga pukulan Kwa Lun dengan amat dahsyatnya

langsung menembusi kabut pertahanan dan menghantam

dadanya.

Tampaknya Chin Siau tak mungkin bisa menghindarkan diri

lagi dari serangan tersebut dan pasti akan terluka.

Mendadak terdengar seseorang membentak keras:

"Cepat mundur!"

Segulung angin lembut berhembus datang dari samping

dan melemparkan tubuh Chin Siau sejauh satu kaki lebih dari

posisi semula, menyusul kemudian dari tengah udara

kedengaran suara benturan yang memekikkan telinga.

Blaaammm..!

Ketika dua gulung tenaga pukulan saling beradu, angin

puyuh menyapu permukaan tanah, kemudian bayangan

manusia berkelebat lewat, tubuh si kakek tujuh bisa Kwa Lun

bergeter keras sebelum akhirnya dapat berdiri tegak.

Ketika ia mendongakkan kepalanya lagi, didepan mata telah

berdiri Suma Thian yu.

Sementara itu Chin Siua yang melihat orang yang telah

menolongnya lagi-lagi Suma thian yu, bukan saja ia tidak

merasa berterima kasih, malah sebaliknya amat murung dan

tak senang hati.

Tak terbayangkan amarah yang membara didalam dada

kakek tujuh bisa Kwa Lun waktu itu, mencorong sinar buas

dari balik matanya, dengan kening berkerut ia berseru sambil

tertawa seram:

"Bocah keparat, beranikah kau beradu tiga pukulan

denganku?"

"Bagaimana jika kau kalah?" tanya Suma Thian yu sambil

tersenyum.

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:

"Heeh... heeeh... heeh...bila kau yang menang aku

bersedia kau cincang!"

"Sungguhkah perkataanmu itu? Siapa yang bersedia

menjadi saksi?" seru Suma Thian yu cepat, sementara

matanya melirik sekejap ke arah si harimau angin hitam Lim

Khong.

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram:

"Ucapan seorang lelaki bagaikan kuda, dicambuk sekali

diucapkan selamanya tak bisa ditarik kembali"

"Bagus sekali, kata Suma Thian yu sambil tersenyum dan

manggut-manggut, silahkan kau mulai menyerang!"

Sekulum senyuman licik segera menghiasi wajah Kakek

tujuh bisa, ia mengambil posisi dan menghimpun segenap

tenaga dalam yang yang dimilikinya kedalam tangan.

Suara gemerutuk keras segera terdengar menggema dari

sendi sendi tulangnya.

Tatkala Chin Siau memperhatikan dengan seksama, ia

menjadi terperanjat, ternyata sepasang telapak tangan kakek

tujuh bisa telah berubah menjadi hitam pekat.

Kalau dilihat dari julukannya sebagai Kakek tujuh bisa.

semestinya ia memiliki tujuh macam racun keji yang diserap

kedalam telapak tangannya itu, setiap kali serangan

dilontarkan maka sari racun pun akan turut berhembus

keluar, barang keluar, barang siapa terkena pukulan itu,

jiwanya segera akan melayang, jadi boleh dibilang berbahaya

sekali!

Sekarang, ia telah mengeluarkan ilmu simpanannya,

pukulan tujuh bisa untuk memtaruhkan kedudukan serta

pamornya.

Melihat hal tersebut, diam-diam Suma Thian yu merasa

terkejut juga di buatnya.

Mendadak terdengar kakek tujuh bisa Kwa Lun membentak

keras:

"Lihat serangan!"

Sepasang telapak tangannya segera di lontarkan kedepan,

dua gulung angin pukulan yang dingin menusuk tulang pelan-

pelan menggulung kedepan di samping hawa dingin tersebut

sesungguhnya tidak nampak sesuatu kehebatan lain yang

menggidikkan hati.

Suma Thian yu segera menghimpun pula tenaga dalamnya

dan mendorong telapak tangan kirinya kedepan, segulung

tenaga lembut segera meluncur kemuka menyongsong

datangnya ancaman lawan.

Menyaksikan dua jago kelas satu dari dunia persilatan

saling berada kepandaian semua orang segera masang mata

baik-baik mengikuti jalannya pertarungan tersebut.

Mendadak.......

"Blaaam, blaaammm...!"

Ditengah ledakan keras, pukulan dari kakek tujuh bisa

telah saling membentur dengan angin pukulan dari Suma

Thian yu, seketika itu juga muncul selapis cahaya hijau yang

membumbung ke angkasa dan menyebar ke mana-mana.

Kuatir keracunan, segenap jago yang menonton jalannya

pertarungan tersebut sama-sama menyingkir jauh-jauh dari

tepi arena.

Kedua orang itu masih tetap berdiri tegak ditempat semula,

bergerak sedikitpun tidak.

Paras muka kakek tujuh bisa Kwa Lun sama sekali tidak

berubah, agaknya peristiwa tersebut sudah dalam dugaannya

sehingga tidak terlalu mengejutkan.

Mendadak terdengar ia membentak lagi:

"Sambutlah pukulan ku ini!"

Seperti gerakan semula, sepasang telapak tangannya

pelan-pelan dilontarkan ke depan, hanya kali ini tenaga yang

disertakan dalam serangan tersebut jauh lebih hebat.

Baru saja angin pukulan dilontarkan, empat penjuru seperti

tercekam oleh udara yang dingin membekukan, membuat

setiap orang menggigil tanpa terasa karena kedinginan.

Diam-diam Suma Thian yu melipatkan tenaga serangannya

dengan dua bagian lagi, telapak tangan kanannya diayunkan

keudara dan melepaskan sebuah pukulan pula.

Ledakan nyaring bergema untuk kedua kalinya di angkasa,

seperti juga bentrokan pertama, tubuh Suma Thian yu masih

tetap berdiri kekar di posisi semula.

Dua kali serangannya sama-sama menderita kegagalan, hal

tersebut membuat perasaan kakek tujuh bisa Kwa Lun tak

karuan lagi, dia sadar bila serangannya tidak disertakan

dengan segenap kekuatan yang dimiliki, mungkin usahanya

kembali akan sia-sia belaka, bukan cuma begitu, bisa jadi

kapal samudra akan karam dalam selokan.

Tatkala masih berada di bukit Kou teng san tempo hari ia

sudah pernah menjajal kepandaian sakti dari Suma Thian yu,

cuma pada waktu itu ia tidak menyertakan segenap kekuatan

yang dimiliki.

Tapi sekarang dihadapan sekian banyak jago lihay kaum

rimba hijau, jangan lagi sampai keok ditangan seorang

pemuda, hasil seripun akan membuat pamornya merosot dan

ditertawakan semua orang.

Maka setelah dua buah pukulan lewat dan kini tinggal

serangannya yang terakhir, ia bertekad untuk

mempertahankan pamor, ke dudukan serta nama besarnya

dalam serangan-nya yang terakhir ini bisa dibayang kan sudah

barang tentu ia tak boleh berbuat ayal lagi

Paras mukanya segera berubah menjadi serius, tulang

persendiannya gemerutuk keras kini ia sudah menghimpun

tenaga pukulannya sebesar dua belas bagian untuk

menggencet mampus musuhnya.

Siapa sangka luka baru pada telinganya belum merapat

mungkin disebabkan pengerahan tenaga yang melampaui

batas, akibatnya luka-luka itu pecah lagi, darah segera

bercucuran keluar, dan tenaga murni yang telah terhimpun

pun tahu-tahu sudah membuyar kembali.

Kejadian tersebut amat mengejutkan hatinya, buru-baru dia

menghimpun kembali tenaga dalamnya dan mengalirkan

kembali hawa murni tersebut kedalam pusar.

Seketika itu pula wajahnya berubah menjadi pucat pias,

seluruh tubuhnya gemetar keras, sepasang tangannya

gemetar keras, sudah jelas hawa racunnya telah membuyar

bahkan bisa jadi merembes kearah lukanya itu....

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera

menghembuskan napas lega.

Dalam pada itu si harimau angin hitam Lim Khong juga

telah merasakan keanehan pada rekannya, buru-buru dia

mendekat pada si kakek tujuh bisa, lalu tanyanya dengan

penuh perhatian:

"Apakah saudara Kwa terluka?"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun menggeleng, sambil mendorong

si harimau angin hitam Lim Khong, katanya sambil tetap keras

kepala:

"Tidak menjadi masalah, hari ini bila aku tak dapat

memakan daging dan darah keparat ini, bagaimana mungkin

aku bisa melampiaskan rasa dendam dihatiku?"

Harimau angin hitam Lim Khong bukannya orang bodoh, ia

tahu bahwa racun tujuh bisa yang dilatih si kakek tujuh bisa

telah berbalik menghanyam tubuh sendiri, racun tersebut jelas

sudah meresap ke dalam tubuhnya, apa bila keadaan seperti

ini tidak ditolong dengan cepat, niscaya jiwanya akan

terancam.

Maka cepat-cepat dia menotok tiga buah jalan darah

penting ditubuh kakek tujuh bisa, kemudian memerintahkan

dua bersaudara Kho untuk membimbingnya pergi.

Menyaksikan kekek tujuh bisa telah mundur sebelum

bertarung, Suma Thian yu menghembuskan napas panjang

pula sambil mundur dari situ.

"Jangan mundur dulu!" tiba-tiba si harimau angin hitam Lim

Khong membentak keras.

Suma Thian yu membalikkan badannya, kemudian bertanya

dengan suara hambar:

"Lim tayhiap masih ada urusan apa lagi?"

Harimau angin hitam tertawa anggkuh, katanya:

"Toaya anjurkan kepada kalian berdua agar hapuskan saja

niat kalian untuk tetap hidup, betul bukit Ki ciok san bukan

sarang naga gua harimau, tapi kami telah mempersiapkan dua

buah peti mati untuk kalian pergunakan!"

Chin Siau segera berpaling, dengan penuh amarah ia

berseru ketus:

"Dengan mengandalkan kemampuanmu itu?

Haah...haah...haah... orang she Lim, jangan sesumbar dulu,

bila orang lain yang berkata begitu tentu saja aku tak berani

bicara apa-apa, tapi jika kau yang hendak melawanku, lebih

baik tak usah bermimpi lagi disiang hari bolong"

Perkataan ini memang benar juga, dengan empat lawan

dua, alhasil ke empat jago rimba hijau itu sama-sama keok,

malah kakek tujuh bisa Kwa Lun dan setan muka hijau Siang

Tham menderita luka yang teramat parah.

Bila si Harimau angin hitam Lim Khong dan ular berekor

nyaring Mo Pun ci menahan ke dua jago muda itu dengan

kekerasan jelas hal tersebut bukan pekerjaan yang gampang

bagi mereka.

Terutama sekali bagi si ular berekor nyaring Mo pun ci, ia

lebih ketakutan lagi, orang bilang, Sekali terpagut ular,

sepanjang tahun takut tali. Begitu pula keadaan Mo Pun ci,

bertemu dengan Suma Thian yu ia lebih suka mengundurkan

diri mencari selamat.

Harimau angin hitam Lim Khong agak tertegun sejenak, lalu

serunya sambil tertawa seram:

"Setengah li di barat daya bukit ini terdapat sebuah tebing

curam, disitulah sudah tersedia dua buah peti mati,

bersediahkah kalian ke situ?"

00000o00000

MENDENGAR ucapan tersebut, Chin Siau segera

mendengus dingin, serunya cepat:

"Sauya ingin melihat sampai dimana sih kehebatan dari

bukit Ki ciok san ini!"

Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan

beranjak pergi dari situ, sekejap mata kemudian bayangan

tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

Menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam Suma Thian yu

menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, kemudian

membalikkan badan dan menyusul dibelakangnya.

Siapa tahu meski sudah dikejar sekian waktu, belum

nampak juga bayangan tubuh Chin Siau, padahal jarak sejauh

setengah li tak cuma berapa menit dicapai.

Setengah perminum teh kemudian ia sudah menuruni

sebuah bukit, didepan situ terbentang sebuah jurang yang

terjal.

Suma Thian yu mencoba untuk memperhatikan sekeliling

sana, namun alhasil ia belum juga menemukan bayangan

tubuh Chian Siau.

Tanpa terasa pemuda itu berpikir:

"Jangan-jangan dia sudah kabur? Aaaah.. tapi hal ini tak

mungkin, dia bukan termasuk manusia yang berjiwa pengecut,

bisa jadi ia justru telah terjebak dalam perangkap lawan"

Pikir punya pikir kembali ia merasa hal ini tidak benar,

antara dia dengan Chin Siau tak lebih hanya selisih selangkah,

dengan jarak sejauh kira-kira setengah li, mustahil dapat

terjerumus ke dalam perangkap lawan, ini berarti ia sudah

tersesat atau lari kearah bukit yang lain.

Tiba ditebing terjal tersebut, tiba-tiba Suma Thian yu

menyaksikan diatas sebatang pohon besar, kulit pohon

dikupas sebagian, ditengah kupasan itulah tertera beberapa

huruf yang berbunyi.

"Silahkan tuan masuk lembah"

Lama sekali Suma Thian yu berdiri menungu disitu,

sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk meneruskan

perjalanan menuju ke dasar tebing.

Dibilang memang cukup aneh, baru saja berjalan berapa

langkah, tiba-tiba ditemukan diantara semak belukar terdapat

sebuah undak-undakan yang terbuat dari tenaga manusia.

Buru-buru Suma Thian yu lari ke situ dan pelan-pelan turun

ke lembah dengan menelusuri undak-undakan batu.

Dssar lembah penuh tumbuhan rumput, Suma Thian yu

berdiri termangu tapi dengan cepat ia berhasil menemukan

jawaban kemana perginya Chin Siau, Bisa jadi Chin Siau telah

memasuki lembah tersebut dan menyembunyikan diri dibalik

rerumputan, oleh sebab itulah jejaknya tidak berbasil

ditemukan.

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia berteriak keras:

"Saudara Chin! Saudara Chin!"

Tapi setelah berteriak berulang kali, tiba-tiba ia merasa geli

sendiri, gumamnya:

"Aku memang kelewat bodoh, bagaimana mungkin Chin

Siau akan memperdulikan aku? Dia sudah membenciku hingga

merasuk ke tulang sumsum, biarpun berada disekitar sini pun

belum tentu dia akan memperdulikan aku...."

Setelah berteriak kalang kabut tadi, Suma Thian yu pun

kehilangan arah, hal tersebut membuatnya gelisah dan cepat-

cepat balik kembali ke tempat semula.

Mendadak.....

Suara tertawa seram berkumandang dari sekitar tempat itu.

Tanpa terasa Suma Thian yu menegur:

"Saudara Chin, dimana kau?"

Mendadak terdengar ada orang menyahut dari belakang.

"Bocah keparat, jalan ke surga enggan kau lewati, jalan

menuju neraka malah kau kunjungi, Hmm... Hmm...satelah

masuk ke dalam lembah ini jangan harap kau bisa keluar lagi

dalam keadaan selumat....!"

Suma Thian yu memperhatikan dengan seksama asal mula

datangnya suara tersebut, ke mudian sepasang kakinya

menjejak tanah dan melayang ke atas rumput dengan

mengeluar kan ilmu meringankan tubuh terbang diatas

rumput, secepat petir dia bergerak menuju ke arah mana

datangnya suara tersebut.

Siapa tahu tempat itu kosong dan tak nampak sesosok

bayangan manusia pun. Suma Thian yu tahu orang itu tentu

sudah melarikan diri dengan menelusuri rerumputan yang

lebat, hal tersebut membuat hatinya amat gusar.

Cepat-cepat dia melejit ke tengah udara lalu menghimpun

tenaga murninya dan mem perhatikan sekejap ke sekeliling

tempat tersebut.

Namun kecuali angin yang berhembus lewat tak seorang

manusia pun yang nampak bersembunyi disekitar sana.

Dalam mendongkolnya Suma Thian yu segera

mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling

sempurna untuk melintasi padang ilalang itu dan menuju ke

dasar tebing yang lain.

Walaupun ia sudah lolos dari padang ilalang tersebut,

namun jejak musuh masih belum juga kelihatan.

Sementara Suma Thian yu masih ragu-ragu, mendadak dari

belakang tubuhnya terdengar suara desingan angin tajam

menyambar tiba.

Ternyata sebuah senjata rahasia telah dibidikkan

kebelakang batok kepalanya.

Suma Thian yu cepat mundur dua langkah kemudian

memutar badannya untuk menghindarkan diri dari ancaman

senjata rahasia tersebut, setelah itu bentaknya keras-keras:

"Siapa disitu? Bajingan tengik darimana yang beraninya

main sembunyi dan melukai orang secara menggelap? Jika

kau memang laki laki, ayo capat menampakkan diri!"

Baru selesai ia berkata, mendadak dari balik rumput

kedengaran seseorang berseru sambil tertawa dingin.

"Untuk menghadapi manusia macam kau, terpaksa aku

harus berbuat demikian, inilah yang dinamakan dengan cara

yang sama untuk menghadapi orang yang sama, sambutlah

baik-baik bocah keparat!"

Mendadak rerumputan nampak bergoyang.

"Sreeeet! sreeet! steeet!"

Secara beruntun meluncur keluar panah-panah terbang

yang menyelimuti seluruh angkasa, kemudian menyergap

serta mengepung seluruh badan Suma Thian yu.

Pemuda itu amat terkejut, mimpi pun dia tak menyangka

kalau dibalik semak sudah disiapkan pemanah-pemanah

tangguh.

Serta merta dia mengebaskan ujung bajunya berulang kali

melepaskan segulung angin puyuh yang membuyarkan panah-

panah terbang itu.

Mendadak terdengar suara bentakan keras bergema lagi di

angkasa:

"Lepaskan panah!"

Seketika itu juga hujan panah berhamburan diangkasa dan

meluncur ketubuh si anak muda tersebut bagaikan hujan

deras.

Suma Thian yu benar-benar naik pitam setelah dihadapkan

dengan keadaaan seperti ini, ia tak berani menyambut

serangan tersebut dengan kekerasan, cepat-cepat hawa

murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan, baru saja

hawa murninya tebentuk, serangan panah sudah

berhamburan datang.

Mendadak terdengar si anak muda itu menjerit kesakitan,

kemudian tubuhnya roboh terjengkang.

Dengan robohnya pemuda itu, dari balik semak belukar

segera melompat keluar dua orang lelaki setengah umur

berwajah bengis, ketika mereka saksikan seluruh tubuh Suma

Thian yu telah dipenuhi dengan tancapan panah terbang,

salah seorang diantaranya segera tertawa terbahak-bahak,

serunya:

"Rasain sekarang, baru kini keparat tersebut tahu kalau

lembah si hun kok bukan tempat yang boleh didatangi semau

hati sendiri"

Lelaki bengis yang lain turut tertawa licik katanya:

"Saudara Him, sudah edan nampaknya kau? Keparat itu

kan sudah mampus, kau lagi berbicara dengan siapa?"

"Saudara Kou, kali ini kita dua bersaudara benar-benar

akan memperoleh nama besar"

"Kenapa?"

"Aaaai, kau memang goblok... bayangkan saja pentolan kita

berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan keparat

tersebut, tapi setiap kali keparat itu selain berhasil kabur

meloloskan diri. Sedang kita berhasil membidiknya sampai

mampus kini, berarti kita telah menyelesaikan sebuah tugas

yang berat, jika berita ini sampai tersiar kedalam dunia

persilatan, siapa yang tidak bakal memuji diri kita...? Hmm...

hmmm..."

Seusai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak seperti

orang kalap.

Orang she Kou itu manggut-manggut, teriaknya kemudian:

"Kita tak usah menunda-nunda waktu lagi, ayo segera kita

gotong keparat itu untuk mendapat jasa!"

Seraya berkata mereka berdua segera mendekati Suma

Thian yu, baru saja hendak mengangkat tubuh pemuda itu,

tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang amat tak sedap

bergema diudara.

Tahu-tahu Suma Thian yu sudah melompat bangun,

sedangkan panah-panah terbang yang semula menancap

diatas tubuhnya, kini bagaikan dibidikkan secata langsung dari

busur, secepat kilat menyambar bersama ke tubuh lelaki

bengis she Kou itu, jarak diantara kedua orang itu sangat

dekat, lagipula Suma Thian yu pun bertindak secara

mendadak dan sama sekali diluar dugaan, tak sempit lagi

lelaki bengis she Kou itu berteriak kaget, puluhan batang

panah terbang itu sudah menancap semua diatas dada serta

lambungnya.

Terdengar jerit kesakitan yang memilukan hati bergema

memecahkan keheningan, lelaki bengis itu roboh terjengkang

keatas tanah dan tewas seketika.

Suma Thian yu tak berani berayal lagi, bahunya bergerak

dan secepat kilat ia terjang ke hadapan lelaki she Him itu,

kemudian menotok jalan darahnya.

Semua kejadian berlangsung dalam waktu singkat, hsnya

dengan satu taktik yang sederhana, ia berhasil membereskan

kedua orang itu bersamaan waktunya.

Dengan langkah lebar Suma Thian yu berjalan mendekati

lelaki she Him itu, kemudian setelah menekan badannya

dengan tangan sebelah, tangan yang lain yang dipakai untuk

membebaskan jalan darahnya, lalu bentaknya keras-keras:

"Masih ada siapa lagi dibalik semak belukar?"

Lelaki itu melototkan sepasang matanya dengan penuh

kegusaran, dia hanya memandang sekejap kearah pemuda itu

tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Ooooh, kau enggan berbicara?" jengek Suma Thian yu,

"bagus sekali, aku pun tak akan memaksa dirimu!"

Selesai berkata dia lantas memencet sebuah jalan darah

yang berada di iga lelaki itu.

Akibatnya sekujur badan lelaki itu gemetar keras, peluh

jatuh bercucuran, mukanya dari merah berubah menjadi hijau,

keadaan-nya nampak mengenaskan sekali.

Sambil tersenyum Suma Thian yu kembali berkata:

"Ayo cepat berbicara, kalau tidak sauya akan bikin kau

mampus tak bisa hidup pun tak dapat!"

Sambil berkata dia siap-siap menotok lagi jalan darahnya.

Kontan saja lelaki bengis itu dibuat ketakutan setengah

mati, segera jeritnya:

"Baik, baik, aku akan berbicara, didalam situ tiada orang

lagi..."

"Omong kosong!" bentak Suma Thian yu marah, "sudah

jelas dibidikkan beribu-ribu batang anak panah, masa disini

cuma ada kalian berdua saja?"

"Aku berbicara sesungguhnya, kalau tidak percaya silahkan

membuktikan sendiri, tadi kami membidikkan panah tersebut

dengan Hoat si tay..."

"Hoat si tay?" tanya Suma Thian yu keheranan, "sungguh

nama yang sangat aneh, sudah sekian lama ssuya hidup

didunia ini, belum pernah kudengar nama alat yang begini

aneh, rupanya kau berniat membohongi diriku?"

Sambil berkata kembali dia siap-siap menotok jalan darah

ditulang iga lelaki tadi.

Kontan saja lelaki itu menjerit ketakutan.

"Eeeh.... tunggu dulu, kalau kau tidak percaya, segera

kutunjukkan alat tersebut kepadamu!"

Dari caranya berbicara maupun sikap serta gerak geriknya,

Suma Thian yu segera mengetahui kalau lelaki itu tidak mem

bohonginya, maka katanya kemudian"

"Tidak usah, asal kau tidak membohongi aku, hal tersebut

sudah lebih dari cukup. Kini aku ingin bertanya lagi kepadamu,

bukankah si harimau angin hitam telah menyiapkan dua buah

peti mati didalam lembah ini, di mana ia letakkan peti mati

tersebut?"

"Disana!" sahut lelaki itu sambil menunjuk ke arah barat

lembah.

"Cepat bawa aku ke sana!"

Lelaki itu segera bangkit berdiri, tiba-tiba iganya terasa

kaku dan semua penderitaan yang dialaminya tadi kini lenyap

tak berbekas.

Mendadak terdengar Suma Thian yu berkata lagi:

"Sekarang kau tak usah keburu bersenang hati, sebab

sauya menotok sebuah Im hiat mu lagi asal kau telah

membawaku ketempat tujuan, sudah barang tentu sauya akan

melepaskan selembar jiwamu, jangan lupa, kecuali aku

sendiri, tiada manusia lain dunia ini yang mampu

membebaskan jalan darahmu itu"

Ucapan tersebut membuat lelaki bengis itu merasakan

hatinya dingin separuh, dia menghela napas sedih dan

mengajak pemuda itu menuju kedepan sana.

Setelah melewati padang ilalang yanglebat tersebut, tiba-

tiba lelaki bengis itu menghentikan langkahnya seraya

berkata:

"Tempat itu terletak didepan sana, aku tak bisa maju lagi

lebih kedepan, kalau tidak aku pasti akan mati"

Suma Thian yu mencoba untuk menengok kedepan, benar

juga tak jauh didepan sana benar-benar terdapat dua buah

peti mati!

Dengan suatu gerakan cepat dia lantas menotok bebas

jalan darah Im hiat ditubuh lelaki itu, tapi pada saat yang

sama dia menotok pula jalan darah tidurnya.

Maka tak ampun lagi robohlah lelaki itu dan tertidur dengan

sangat nyenyak.

Dengan langkah yang sangat berhati-hati, Suma thian yu

meloloskan pedang Kit hong kiam nya, kemudian selangkah

demi selangkah dia mendekati peti mati itu.

Tiba didepan peti mati, tiba-tiba terbaca olehnya pada

papan tutup peti mati itu tertera beberapa tulisan yang

berbunyi demikian:

"Dipersembahkan untuk Suma siauhiap"

Sedangkan pada peti mati sebelah kanan di tulis:

"Semoga tuan beristirahat dengan tenang"

Menyaksikan hal tersebut, tanpa terasa Suma thian yu

mendongakkan kepalanya dan tertawa keras, pedang Kit hong

kiamnya diayunkan kedepan dan...

"Kraaakk!"

Penutup peti mati yang pertama segera terbongkar,

ternyata didalamnya hanya berisikan kertas perak.

"Bedebah!" umpat Suma Thian yu dengan gusar.

Pedangnya kembali diayunkan kedepan, penutup peti mati

yang berada disebelah kanan pun segera tersambar hingga

terbuka.

Mendadak....

Berkumandang serentetan suara tertawa yang mengerikan

dari balik peti mati itu.

Suma Thian yu terkejut dan ngeri, tanpa terasa dia mundur

beberapa langkah dengan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

Tiba-tiba dari balik peti mati itu muncul seorang kakek

berambut panjang sebahu dan berwajah penuh bulu panjang,

dengan melototkan sepasang matanya yang hijau bercahaya,

dia awasi pemuda itu tanpa berkedip.

"Bocah, kau masih kenal dengan aku?" Suma Thian yu

mengamati lelaki tua itu dengan seksama, kemudian bertanya

keheranan:

"Siapakah kau?"

Kakek itu tertawa seram, tiba-tiba dia mengayunkan

tangannya dan melemparkan sebuah benda ke arah Suma

Thian yu.

"Itu ambillah, kau memang bedebah!" teriaknya.

Serta merta Suma Thian yu menerima sambitan tadi,

setelah disambut, paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat

benda itu dimasukkan ke dalam sakunya.

"Jadi kau adalah Sam yap koay mo?" serunya kemudian

terkejut.

Ternyat benda yang disambitkan kearah Suma Thian yu itu

tak lain adalah kitab pusasa tanpa tulisan bu ci cinkeng yang

diidamkan Suma Thian yu selama ini, sementara kakek yang

dihadapinya bukan lain adalah Sam yap koay mo.

Ketika masih berada dipuncak Ning Im hong tempo hari,

Suma Thian yu telah mempermainkan Sam yap koay mo serta

manusia iblis berkepala ular Sin Moay him, bahkan

menyerahkan kitab tanpa kata itu kepada Sim Moay him.

Saat itu pemuda tersebut tidak tahu kalau kitab tanpa kata

itu merupakan kitab yang asli, karena itu hal mana tak terlalu

dipikirkan dihati, tapi setelah tahu dari Ciong liong lo sianjin

dan Keng sim taysu di Tibet bahwa benda itu sesungguhnya

merupakan benda yang asli ia baru menyesalnya setengah

mati, bahkan bertekad hendak me rebut secepat mungkin.

Siapa tahu hari ini dia telah bertemu dengan Sam yap koay

mo, bahkan tanpa buang banyak tenaga telah berhasil

mendapatkan kembali kitab tersebut, tak heran kalau pemuda

itu cepat-cepat menyimpannya kedalam saku dengan wajah

gembira, seperti apa yang sudah diduga oleh Suma thian yu,

sejak mendaparkan kitab pusaka tanpa kata, manusia iblis

berkepala ular Sim Moay him berhasrat untuk mengakanggi

benda tersebut seorang diri, tapi Sam yap koay mo ternyata

jauh lebih licik dan keji, menggunakan kesempatan disaat

lawannya tidak siap ia segera turun tangan menghabisi nyawa

Sim Moay him dan merampas kitab pusaka tersebut.

Tak terlukiskan rasa gembira Sam yap koay mo setelah

berhasil mendapatkan kitab pusaka itu, dia pun segera

berangkat kelembah Si hun kok dibukit Ki ciok san ini untuk

mengasingkan diri dan menekuni isi kitab pusaka tersebut.

Tapi akhirnya usaha tersebut sia-sia belaka, malah

berakibat hampir saja dia mengalami jalan api menuju neraka.

Sudah barang tentu dia tak akan mencapai hasil apa-apa

karena tulisan Han yang tercantum dilembaran atas kertas

kulit itu hanya bermaksud untuk mengelabuhi orang.

Ketika Sam yap koay mo mengetahui bahwa usahanya

gagal total, rasa benci dan dendamnya menjadi membara, ia

bersumpah hendak mencari Suma Thian yu untuk membalas

dendam.

Kebetulan sekali pada saat itulah Kun lun indah Siau Wi

goan dan Wan wan cu baru pulang dari perbatasan dengan

membawa luka.

Begitu ke tiga gembong iblis itu saling bertemu, dari mulut

Siau Wi goan dapat diketahui bahwa Suma Thian yu akan kem

bali ke daratan Tionggoan tak lama kemudian, mendengar

kabar tersebut, Sam yap koay mo pun mengurungkan niatnya

semula dengan tetap menantikan kedatangan pemuda

tersebut disini.

Kemarin ia mendapat laporan kalau Suma Thian yu akan

melalui jalanan tersebut, maka dia pun mengatur segala

sesuatunya untuk menyambut kedatangan musuh besarnya

itu.

Dalam pada itu, Sam yap koay mo telah melompat bangun

dan dalam peti mati, kemudian sambil melejit keluar, ia

menuding anak muda tersebut sambil melejit keluar, ia

menuding anak muda tersebut sambil mencaci maki:

"Bocah keparat, selembar kertas rongsokan telah

membuang waktuku hampir separuh abad, hari ini aku hendak

mencabut selembar jiwa anjingmu!"

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:

“ Haaah... haahh... haaah... bencana itu datang lantaran

serakah, kau mesti menyalahkan siapa? Tolong tanya

bagaimana kabar adik angkatmu manusia she Sim tersebut?"

Ketika Suma Thian yu tidak menjumpai kehadiran manusia

iblis berkepala ular, bahkan melihat kitab pusaka tersebut

sudah terjatuh ketangan Sam yap koay mo, hatinya menjadi

terang benderang, ia tahu Sim Moay him tentu sudah

mengalami musibah, karena itulah ia pun menyindir lawannya

dengan sinis.

Menyinggung soal manusia iblis berkepala ular Sim Moay

him, tak beda mengorek hati Sam yap koay mo, ibarat api

bertemu minyak, seketika itu juaga Sam yap koay mo mencak-

mencak kegusaran, sambil membentak keras, ia mengayunkan

tangannya dan membacok tubuh Suma Thian yu dengan jurus

Bukit Tay san menindih kepala.

Suma Thian yu tersenyum, dengan cekatan dia menghindar

ke samping, kemudian serunya sambil tertawa terbahak-

bahak:

Haaah...haaah... haah... tampaknya ilmu silat peninggalan

orang kuno memang amat dahsyat, cukup dilihat dari

seranganmu hari ini, bisa diduga banyak manfaat yang

berhasil kau raih dari kitab pusaka tersebut!"

Lagi-lagi perkataan tersebut menusuk perasaan Sam yap

koay mo, hal mana semakin mengorbankan amarahnya,

dengan setengah berteriak segera jeritnya:

"Bocah keparat, aku menghendaki nyawa anjingmu!"

Telapak tangannya dengan jurus guntur dan petir saling

menyambar, menghajar tubuh Suma Thian yu.

Menghadapi ancaman itu, Suma Thian yu pura-pura merasa

terkejut bercampur keheranan, ia segera berseru tertahan:

"Aduh celaka, ilmu silat yang tercantum dalam kitab tanpa

kata benar-benar telah kau pelajari semua!"

Sam yap koay mo semakin gusar, secara beruntun dia

melancarkan sebuah serangan berantai, angin pukulan segera

meluncur ketubuh anak muda itu bagaikan hujan badai.

Menghadapi ancaman mana, Suma Thian yu segera

menghindar kian kemari dengan cekatan, dengan andalkan

ilmu ciok tong luan poh hoat, ia justru malah mempermainkan

musuhnya habis-habisan.

Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung

puluhan jurus banyaknya, bagi Sam yap koay mo, pertarungan

ini benar-benar terasa amat berat, jangan lagi merobohkan

musuhnya yang masih muda itu, menjawil ujung bajunya pun

tak sanggup.

Sewaktu berada dipuncak Ning Im hong tempo hari, Sam

yap koay mo sudah menjadi panglima yang pernah keok

ditangan Suma Thian yu, kini meski kejadian tersebut sudah

terlangsung banyak tahun, toh ia ia tetap menjadi bahan

permainan anak muda tersebut.

Makin bertarung Sam yap koay mo merasa semakin

gelisah, sampai akhirnya ia mulai menyerang secara membabi

buta dan mengeluarkan sebuah jurus-jurus serangannya yang

beradu jiwa.

Menghadapi orang nekad seperti ini, Suma Thian yu dibikin

kerepotan juga, akhirnya dia terdesak mundur juga sejauh

beberapa langkah....

Menghadapi keadaan tersebut, Suma Thian yu amat

terkejut, sambil membentak keras ia segera melancarkan

serangan balasan dengan jurus menyapu rata lima bukit!

Melihat datangnya ancaman yang begitu tangguh, tiba-tiba

Sam yap koay mo menjejakkan kakinya keatas tanah dan

tubuhnya melejit ke udara, setelah terlepas dari babatan

pedang pemuda itu, sepasang telapak tangan-nya dirubah

menjadi serangan cengkeraman.

Kesepuluh jari tangan yang dipentangkan lebar-lebar, dia

menyerang Suma thian yu dengan jurus elang sakti

menangkap kelinci, kekuatan yang disertakan dalam serangan

tersebut pun tak boleh dianggap enteng.

Sejak semula, biarpun Suma Thian yu menggenggam

pedangnya, namun ia tak pernah mempergunakan untuk

melancarkan serangan, apalagi ia saksikan Sim yap koay mo

tidak mengegam secuil besipun, sudah barang tentu diapun

sungkan mempergunakan pedangnya itu.„

Tiba-tiba ia mundur beberapa langkah untuk

menghindarkan diri dari serangan lawan, setelah itu dia

menyarungkan kmbali pedangnya, sementara telapak tangan

kirinya di putar dan membabat kearah Sam yap koay me

dengan sebuah pukulan dahsyat.

Sim yap koay mo menjadi terkejut sekali karena tenaga

pukulannya dipatahkan oleh serangan lawan yang begitu

lembut, tergopoh-gopoh dia menghimpun tenaga dalamnya

dan cepat melayang kembali keatas permukaan tanah.

Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haah... haah... haah... siluman tua, bagaimana kalau kau

sambut sebuah pukulan sauya mu itu?"

Telapak tangan kanannya diayunkan kedepan seolah-olah

tidak menggunakan sedikit tenaga pun, serangan tersebut pun

tidak menimbulkan angin, sehingga sepertinya tidak ada

sesuatu apa pun.

Tapi bagi Sam yap koay mo yang menyaksikan peristiwa

tersebut menjadi amat kaget, ia tahu musuhnya sudah

memiliki kepandaian silat yang telah mencapai puncak

kesempurnaan, bila ia kurang berhati didalam menghadapi

ancaman tersebut, niscaya akan menderita kerugian yang

teramat besar.

Pada dasarnya ia memang seorang manusia licik yang

berakal panjang, lagipula dia pandai memperhitungkan situasi,

sebelum mengetahui secara pasti kemampuan yang dimiliki

oleh lawannya, sudah barang tentu ia tak sudi menyerempet

bahaya dengan begitu saja.

Maka dengan cekatan tubuhnya berkelit ke samping untuk

meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian sepasang

lengannya dia ayunkan melepaskan sebuah pukulan amat

dahsyat.

Kali ini Sim yap koay mo masih tetap menyerang dari

samping, angin pukulan yang kuat langsung saja mendesak

serangan dari si anak muda itu miring dari sasaran semula.

"Blaaammm...!"

Serangan dahsyat yang dilontarkan Suma Thian yu itu

ternyata mengnantam diatas peti mati yang berada dibelakang

Sim yap koay mo, alhasil hancurkan peti mati itu menjadi

berkeping-keping.

Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahbak

"Haah...haah...haah... sayang, sungguh seribu kali sayang,

terpaksa entar kau dikubur dalam tanah tanpa rumah lagi!"

Sam yap koay mo betul-betul sewot, mau balas

mendamprat, apa mau dibilang kemampuannya tak bisa

melebihi orang, akibatnya dia semakin kalap lagi termakan

ejekan musuh.

Mendadak ia membalikkan badan dan menyambar penutup

peti mati itu, lalu sambil diangkat ke atas bentaknya:

"Bocah keparat, aku akan merenggut nyawa anjingmu!"

Kemudian penutup peti mati itu ditimpuk ke depan....

"Weeesss!" penutup peti mati tersebut langsung meluncur

ke arah Suma Thian yu dengan kekuatan yang dahsyat.

Suma Thian yu tertawa dingin, ia menghimpun segenap

tenaga yang dimilikinya kedalam telapak tangan, begitu

melihat penutup peti mati itu menerjang datang, sepasang

telapak tangannya segera menolak ke atas sambil melepaskan

hisapan yang hebat.

Jangan dilihat penutup peti mati itu beratnya mencapai lima

puluhan kati, ditambah pula daya luncurnya yang begitu

besar, tapi setelah terhisap oleh kekuatan pemuda itu, ibarat

lalat yang menempel diatas gula-gula, benda itu tak mampu

bergerak lagi.

Kembali Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.

"Haah... haah... haah... siluman tua kau jangan begitu ah,

rumah sudah roboh masa pintu pun kau buang? Jika kulihat

kekejian mu ini, tidak heran kalau saudara angkat sendiri pun

kau bunuh secara mengerikan, aku bisa bayangkan mayatnya

pasti kau buang dengan begitu saja tanpa liang kubur!"

Jilid : 29

MERASA mendingan kalau Sam yap koay mo tidak

mendengar perkataan tersebut, sindiran ini diterimanya

dengan perasaan bagaikan disayat-sayat pisau tajam.

Mendadak ia saksikan Suma Thian yu sedang mengangkat

tangannya tinggi-tinggi sehingga pertahanan dadanya sama

sekali terbuka, bila ia manfaatkan kesempatan ini untuk

melepaskan pukulan, niscaya musuh akan tergeletak mampus.

Berpikir demikian, tanpa terasa tubuhnya mendadak maju

ke depan, diiringi hentakan menggeledek tiba-tiba telapak

tangan-nya diayunkan ke muka menghajar dada lawan.

Sejak permulaan tadi Suma Thian yu sudah menduga

sampai kesitu, ia mendengus dingin, sepasang telapak

tangannya segera didorong kemuka sementara tubuhnya

melompat kebelakang.

Penutup peti mati itu langsung melejit berapa depa

ketengah udara kemudian menyambar batok kepala Sam yap

koay mo.

Padahal waktu itu Sam yap koay mo sedang menyerang,

melihat datangnya peti mati tadi, serta merta dia pergunakan

tangan-nya yang sebelah mencoba menahan penutup peti

mati itu.

"Kraaakkk...!"

Siapa sangka penutup peti mati itu hanya tersanggah ujung

sebelahnya saja, sehingga hilanglah keseimbangan benda

tersebut, tak ampun ujung penutup peti mati yang lain

langsung menyambar ke kaki iblis itu dengan disertai sisa

tenaganya.

Sam yap koay mo menjerit kesakitan, ia mundur beberapa

langkah dengan sempoyongan sedang paras mukanya

berubah menjadi pucat pias seperti mayat.

Lama-kelamaan Suma Thian yu menjadi bosan untuk

mempermainkan musuhnya lebih lanjut, dia berniat untuk

menghabisi saja jiwa iblis tua itu, maka sambil menerjang

kemuka bentaknya:

"Siluman tua, sauya akan penuhi harapanmu...."

Mendadak dia mengayunkan tangan kanannya, segulung

angin puyuh yang amat keras langsung menyerang tubuh Sam

yap koay mo.

Terkesiap sekali Sam yap koay mo menghadapi ancaman

yang begitu dahsyat, dalam hati kecilnya ia berpekik:

"Habis sudah riwayatku kali ini!"

Dengan mernghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya, ia

lontarkan sepasang telapak tangannya kemuka dengan

harapan bisa menolong selembar jiwanya dari ancaman

tersebut.

Pada detik-detik yang sangat keritis itulah mendadak

terdengar suara tertawa seram yang sangat aneh

berkumandang datang dari belakang punggung Suma Thian

yu.

Menyusul kemudian muncul setitik cahaya putih yang

menyergap punggungnya.

Dan balik semak belukar beberapa kaki dari mereka berada,

kedengaran seseorang berseru dengan suara nyaring:

"Suma Thian yu, lembah Si hun kok ini akan menjadi

tempat kuburan untuk selamanya”

Suma Thian yu segera menghimpun tenaga murninya

sambil melambung ke udara setinggi tiga kaki lebih, kemudian

dengan gerak tubuh walet terbang naga sakti, tubuhnya

meluncur lagi ke bawah setibanya ditengah angkasa, dengan

demikian ia lolos dari sergapan senjata rahasia yang

datangnya dari belakang itu.

Melejit ke udara sambil membalikkan badan, sambil

menyerang seraya menghindar, semua gerakan tersebut boleh

dibilang hanya mengandalkan tenaga murni, bila seseorang

tidak memiliki ilmu meringankan tubuh dan tenaga dalam

yang sempurna, mustahil hal semacam itu dapat dilakukan

olehnya.

Diam-diam Sam yap koay mo bersorak memuji,

pergelangan tangan kanannya segera digetarkan, sebuah

pukulan dahsyat segera dilontarkan ke tubuh pemuda itu.

Ketika sepasang kaki Suma Thian yu baru mencapai

pemukaan tanah, angin pukulan dari Sam yap koay mo telah

meluncur datang ke depan tubuhnya dengan di sertai

desingan angin tajam.

Tidak sampai tubuhnya berdiri tegak secara beruntun

pemuda itu melontarkan tangan tunggalnya melepaskan tiga

buah serangan hebat, sementara tubuhnya sendiri mundur

berapa langkah.

Menanti ia menengok lagi, ternyata orang yang berdiri disisi

Sam yap koay mo adalah si harimau angin hitam Lim Khong.

Tak ragu lagi orang yang menyergapnya dengan senjata

rahasia tadi bukan lain ada lah Lim Khong si manusia laknat

tersebut.

Sementara pemuda itu hendak menyindirnya dengan

beberapa patah kata, mendadak terdengar suara pekikkan

nyaring bergema membelah keheningan di waktu senja itu,

gelak tertawa menyusul pula dari puluhan kaki seputar arena.

Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, ia saksikan ada

beberapa sosok bayangan manusia sedang meluncur datang

dengan kecepatan luar biasa...

Melihat siapa yang datang, Suma Thian yu tertawa

terbahak-bahak serunya:

"Haaa... haa... haaa... rupanya sudah berdatangan semua,

beruntung sekali aku orang she Suma, ternyata sekali bisa

menjumpai berapa orang jago lihay dari golongan hitam hari

ini"

Baru selesai dia berkata, ditengah arena telah melayang

turun tiga sosok tubuh manusia, mereka adalah Kun lun indah

Siau Wi goan, Wan wan cu serta si ular berekor nyaring Mo

Pun ci.

Jadi termasuk si harimau angin hitam Lim Khong serta Sam

yap koay mo, pihak musuh menjadi lima orang.

Kelima orang tersebut hampir semuanya merupakan jago-

jago lihay dari golongan rimba hijau, malah Kun lun indah Siau

Wi goan merupakan pemimpin mereka.

"Siau Wi goan!" Suma Thian yu segera berseru sambil

tertawa dingin, kejahatan yang kau lakukan sudah terlampau

hebat, kekejianmu juga sudah diketahui orang, masih punya

mukakah kau untuk memimpin para pendekar dari gololgan

putih?"

"Heeehh...heeeh...sayang sekali kau sudah tak mampu

untuk menyiarkan berita ini keluar!" jengek Kun lun indah Siau

Wi goan sambil tertawa seram.

Suma Thian yu merasa ucapan ini ada benarnya juga, bila

ia tidak berusaha untuk meloloskan diri hari ini, mana mungkin

perbuatan Siau Wi gon bisa diketahui orang lain?

Tak heran kalau ia berani bersekongkol dengan kaum iblis

untuk berusaha melenyapkan jiwanya, agaknya dia memang

takut rahasia tersebut bocor sehingga ia su dah bersiap-siap

menahannya disitu.

Berpendapat demikian, diam-diam ia tertawa dingin,

pikirnya:

"Tidak sulit bila ingin menahan aku Suma Thian yu disini,

cuma darah pasti akan bercucuran di lembah Si hun kok ini"

Dalam pada itu pihak lawan sudah berdiri berjajar sambil

mempersiapkan diri, terdengar Wan Wan cu berseru sambil

tertawa seram:

"Hei bocah, sewaktu ditebing Pek hok nia hampir saja aku

jatuh dipecundangi olehmu, hari ini kita bersua kembali,

maka aku akan menghabisi nyawamu disini untuk membalas

sakit hatiku yang lalu"

Suma Thian yu tertawa hambar:

"Siluman tua yang tak tahu diri, hanya mengandalkan

sedikit kemampuanmu itu masa kau ingin membalas dendam?

Apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu terlalu tak

tahu diri? Terus terang saja sauya katakan kepadamu, tidak

sulit bila ingin menahan sauya, cuma kalian berlima mesti

turun tangan bersama-sama!"

Belum selesai ia berkata, Kun lun indah Siau Wi Goan telah

berseru sambil tertawa seram:

"Tepat sekali ucapanmu itu, sebab toaya memang punya

rencana untuk berbuat begitu

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.

"Haah... haah... haah... hitung-hitung siauya terbuka sudah

mataku, anjing peliharaan monyet, memang manusia macam

kaulah yang sanggup melakukan perbuatan semacam ini!"

Kun lun indah Siau Wi Goan tertawa seram, sebelum ia

sempat menjawab, mendadak terdengar seseorang berseru

dengan suara nyaring:

"Sudah lama kudengar nama besar Kun lun indah, dalam

anggapanku Kun lun indah tentulah seorang lelaki sejati yang

berjiwa terbuka, siapa sangka aku si pengemis tua menelan

kekecewaan heeh... heeh... kau ingin meraih kemenangan

dengan mengandalkan jumlah yang banyak bukan? Sayang

apa yang kau inginkan itu belum tentu bisa tercapai secara

mudah"

Kun lun indah Siau Wi goan menjadi amat terkesiap oleh

perkataan tersebut, ketika ia berpaling tampak seorang

pengemis tua yang berpakaian compang camping sedang

munculkan diri dari balik semak dengan langkah pelan.

Dia muncul sambil membawa poci arak, langkahnya gontai

seperti orang yang sedang mabuk.

Mengetahui siapa yang datang, Kun lun indah Siau Wi goan

menjadi terkesiap, belum sempat ia menjawab, Wan wan cu

yang berada disisinya telah berseru sambil tertawa seram:

"Sudah lama kudengar saudara Wi menutup diri sambil

memperdalam ilmu, sungguh tak nyana kau telah muncul pula

disini!"

Yang datang menang si pengemis Wi Kian, dengan mata

yang sipit dia mengerling sekejap ke arah Wan wan cu, lalu

berlagak kaget, serunya:

"Ooh kikira siapa ternyata saudara Wan, kenapa sih kaupun

bersedia menuruti perkataan orang dengan membantu

manusia durjana melakukan kejahatan?"

Didamprat lebih dulu oleh pengemis tersebut, Wan wan cu

menjadi amat malu dan sedih, tapi dihati kecilnya ia

mengumpat:

"Pengemis busuk, kau tak usah banyak ngebacot, sebentar

bila pertaruangan sudah berlangsung, pasti akan kusuruh kau

tunjukan kejelekannya"

Sedang diluaran, ia tertawa licik seraya berkata:

"Saudara Wi memang gemar bergurau, bicaranya

sekehendak hati, masih untung kita adalah sobat lama

sehingga kata-kata semacam itu tak sampai kumasukan ke

dalam hati, hmm...hmmm... saudara Wi masih tetap gagah

seperti sedia kala, aku mesti mengucapkan selamat untukmu"

Ucapan yang terakhir ini tidak genah dan tak pakai aturan

membuat si pengemis Siau yau kay menjadi terkesiap, serunya

kemudian sambil tertawa dingin:

"Aku si pengemis tidak doyan yang lunak tidak pula yang

keras, kau tak usah merayu ku dengan kata-kata yang lembut

karena tidak cocok dengan seleraku, apakah kau sudah

berubah kelamin sehingga menjadi si nona yang diperam

kakinya?"

Kata-kata dengan nada yang tajam itu kontan saja

mengobarkan amarah Wan Wan cu, sebenarnya dia ingin

membantah, namun Siau yau kay sudah keburu berkata ke

pada Kun lun indah:

"Kau si telur busuk peliharaan anjing. Jika kau berani kasak

kusuk dibelakang aku si pengemis tua nyalimu benar-benar

amat besar, Hmm..hampir saja aku termakan oleh rencana

busuk kalian..."

“ Pengemis busuk, percuma saja kau banyak bicara" tukas

Kun lun indah Siau Wi Goan dingin, "malam ini aku orang she

Siau ingin mencoba sampai dimanakah kemampuanmu itu"

"Tunggu dulu" Siau yau kay Wi Kian menggelengkan

kepalanya berulang kali, "mau bertarung mau saling

membunuh, tentu akan kulayani, cuma ingin kutanyakan dulu

suatu masalah kepadamu"

Berbicara sampai disini, Siau yau kay sengaja memperkeras

suaranya, sedang biji matanya berputar memandang sekejap

sekeliling sana, kemudian terusnya:

"Aku mau tahu benarkah kau yang telah membunuh

seluruh keluarga dari perusahaan Sin liong piaukiok, menfitnah

Suma Thian yu, memakai rambut palsu menyaru sebagai

perempuan untuk menggusarkan aku, menulis surat

tantangan kepada Sip hiat jin mo serta pelbagai kejahatan

lainnya?"

Mendengar perkataan itu Kun lun Indah Siau wi goan

segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-

bahak:

"Kalau tidak keji bukan lelaki namanya, kapan sih dunia

persilatan bisa reda dari pembunuhan? Dan pekerjaan yang

manakah dapat dilakukan secara berhasil tanpa menggunakan

otak dan tenaga? Apa yang dilakukan aku orang she Siau tak

lebih cuma sebuah siasat kecil saja"

Siau yau kay sama sekali tidak menggubris perkataan Siau

Wi goan, kembali ia berkata:

"Membasmi keluarga Chin, menfitnah Suma Thian yu

sebagai pelakunya kemudian memperalat Chin Siau untuk

membunuh Suma Thian yu, apakah perbuatan-perbuatan

terkutuk ini juga hasil perbuatan kau si manusia berhati

binatang?"

Mendengar perkataan ini bukannya marah Siau wi goan

malah tertawa seram, jawabnya:

"Benar, memang ini hasil perbuatanku, setan dedemit yang

berotak licik setelah kau mengetahui segala perbuatanku ini

berarti lembah Hun Kok akan menjadi kuburanmu!"

Suma Thian yu yang mendengarkan pembicaraan tersebut

semenjak tadi sudah tak mampu membendung hawa

amarahnya, gemetar keras seluruh tubuhnya, sambil ber pekik

nyaring ia meloloskan pedangnya dan menerjang kedepan

serta melepaskan sebuah tusukan ketubuh Kun Lun indah.

"Siau wi goan kau manusia laknat" teriaknya penuh amarah

Jika aku membiarkan kau lolos dari pedangku hari ini, Suma

Thian yu bersumpah tak akan menginjakan kaki didaratan

Tionggoan lagi."

Sebelum serangannya mencapai sasaran, tiba-tiba

berkumandang suara bentakan nyaring.

"Tahan"

Suma Thian yu segera menarik serangannya dan mundur

dua langkah, sewaktu berpaling ia jumpai seorang pemuda

sedang melangkah keluar dari semak belukar, ternyata orang

itu adalah Chin Siau.

Berseri paras muka Siau Yau kay melihat kemunculan Chin

Siau, rupanya teriakannya tadi hanya merupakan pancingan

belaka dan alhasil Siau Wi Goan masuk perangkap.

Betapa terkejutnya Kun lun indah Siau Wi guan

menyaksikan kemunculan Chin Siau, ia melotot sekejap ke

arah pengemis tua itu kemudian serunya penuh geram:

"Oooh, rupanya begitu jadi kalian telah merencanakan

kesemuanya ini?"

Siau Yau Kay tertawa terkekeh-kekeh.

Pengakuanmu secara langsung akan lebih berbobot dari

pada kesaksian seratus orang, coba kalau aku Si pengemis tua

tidak memakai akal, masa kau mau mengaku?", “bukankah

kau pernah berkata tadi, orang mesti pakai otak....”

000O000

SEKETIKA itu juga Kun lun indah Siau Wi goan terbungkam

dalam seribu bahasa. Sementara itu Chin Siau telah

menampilkan diri dari tempat persembunyiannya.

Ia tampak begitu tenang, seolah-olah kemenangan pasti

berada ditangannya dan tidak kuatir Kun lun indah akan kabur

dari situ.

Tiba-tiba sekulum senyuman sinis menghiasi wajah Chin

Siau yang hijau membesi, itulah senyuman yang angkuh dan

penuh amarah.

Kun lun indah Siau Wi goan sama sekali tidak gemetar, ini

disebabkan seorang gembong iblis yang tangguh yaitu Wan

wan cu berdiri disisinya, selain itu diapun yakin berlapis-lapis

alat rahasia yang dipersiapkan didalam lembah Si Hun kok

cukup mam u untuk mengatasi lawan-lawannya

"Sobat cilik" ejeknya kemudian sambil tertawa dingin, "apa

yang ingin kau ketahui telah kau ketahui semua, biar mampus

pun tentunya kau dapat mampus dengan mata meram bukan?

Sayang dari dua buah peti mati yang tersedia satu

diantaranya sudah hancur, jadi terpaksa kau mesti dikubur

tanpa rumah....."

Mendengar ucapan tersebut, bukannya marah Chin Siau

malah tertawa seram, suara tertawa sangat tak sedap

didengar.

"Bajingan she siau teriaknya dengan suara menyeramkan,

kau ini manusia atau binatang?"

"Tentu saja manusia" sahut Siau Wi goan tak tahu malu.

"Kalau manusia memang lebih bagus, ku mohon cabutlah

pedangmu dan bayarlah hutangmu padaku."

Mendengar ucapan tersebut Kun lun indah Siau Wi Goan

tertawa tergelak.

"Haaah... haaahh... untuk menghadapi manusia macam

kau, kenapa mesti menggunakan pedang?"

Mendadak Chin Siau melepaskankan pedangnya, diantara

kilauan pedang yang memancar ke mana-mana terdengar

suara desingan yang amat lirih, tahu-tahu sekilas cahaya

perak telah menyambar kepala Kun lun indah secepat

sambaran petir.

Kun lun indah iau Wi Guan si manusia licik teIah menduga

semenjak tadi, tiba-tiba badannya mundur beberapa langkah,

setelah lolos dari serangan tersebut segera ejeknya:

"Bocah keparat, aku orang she Siau sudah mencoba cakar

kucingmu itu, tak nyana kalau kau masih punya muka

berlagak serius, mengingat Thian maha baik sku masih

bersedia mengalah tiga jurus kepadamu!"

Waktu itu itu Chin Siau sudah kalap tak sepotong katapun

yang terdengar dari mulutnya, begitu tangan-nya gagal ia

menerjang ke depan sambil melepaskan sebuah serangan lagi

dengan jurus Membunuh naga ditengah ombak.

"Sreet, sreett.....".

Serentetan desingan tajam menyebar kedepan.

Kun Lun indah tidak membalas serangan tersebut dan

dengan cara yang sama kembali ia meloloskan diri dari

ancaman lawan, kemudian ejeknya:

"Bocah keparat, selewatnya tiga jurus serangan nanti, akan

kubuat kau keok, dari gentong nasi siapakah kau belajar ilmu

si latmu?"

Berhadapan muka dengan musuh besar pembunuh

ayahnya, Chian Siau telah kehilangan kesadaran serta

kejernihan otaknya, pedangnya diputar kencang bagai orang

kalap, lingkaran cahaya pedang segera memenuhi angkasa

dan bagaikan daun kering yang berguguran semuanya

menyerang tubuh kun Lun indah.

Suma Thian yu yang menyaksikan peristiwa ini bukan

dibuat kagum oleh kehebatan pedang Chin siau sebaliknya ia

malah dibuat terperanjat tanpa terasa ia menjerit keras:

"Saudara Chin jangan gegabah, ayo cepat mundur!"

Sambil berseru ia segera terjun ke arena.

Waktu itu Chin Siau sudah menyerang bagaikan orang

kalap, hatinya baru terkejut setelah mendengar peringatan

tersebut.

Dengan melambatnya gerak serangan, kejernihan

pikirannya pun agak pulih.

Sementara ia masih tertegun Kun lun indah Siau Wi goan

telah menerjang dihadapan tubuhnya mengincar jalan darah

Tam Tiong Hiat didadanya.

Chin Siau berusaha untuk menghindar, sayang keadaan

sudah terlambat tanpa terasa ia menarik napas dingin dan

berpekik dalam hati:

"Habis sudah riwayatku kali ini"

Agaknya Chin Siau akan menderita luka parah akibat

serangan tersebut...

Untunglah disaat yang amat keritis Suma Thian yu telah

menerjang datang dengan suara menggelegar ia membentak:

"Mundur kau dari sini!"

Kalau di ceritakan memang aneh, tidak nampak sesuatu

gerak apapun pemuda tersebut, tapi sekujur badan Kun Lun

indah Siau Wi Goan bagaikan menumbuk di atas selapis

dinding baja yang amat kuat, tergetar mundur beberapa

langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya dapat berdiri

dengan tegak.

Setelah dua tiga kali jiwanya di tolong Suma Thian yu, Chin

Siau merasa harga dirinya terluka, ia menyesal maka jadi malu

dan sangat tersiksa, sedemikian menderitanya sehingga tak

terlukiskan dengan kata.

Tiba-tiba ia menjura kepada Suma Thian yu lalu ujarnya:

"Budi kebaikanmu tak akan kulupakan, terima kasih juga

atas kesediaanmu untuk melupakan perbuatanku yang lalu,

aku harus pergi dulu sekarang, tetapi kumohon kepadamu

dengan sangat, dalam keadaan apa pun jiwa anjing orang she

Siau ini harus tetap kau pertahankan sehingga suatu ketika

aku dapat membunuh bajingan ini dengan tanganku sendiri!"

Selesai berkata, tanpa menengok lagi kearah Kun Lun indah

ia berlalu dari situ.

Baru saja Chin Siau melangkah beberapa kaki, Sam Yap

Koay Mo telah menghadang jalan perginya.

"Bocah busuk, kau anggap semudah ini urusan dapat

diselesaikan?" jengaknya sambil tertawa seram, lembah Si

Hun Kok bukan rumah nenek moyangmu yang bisa kau

datangi dan kau tinggalkan semaumu sendri, kalau hal ini

kubiarkan bagaimana mungkin aku dapat bersua lagi dengan

sobat-sobat persilatan?"

Baru saja selesai Sam yap koat mo berkata, kembali

sesosok bayangan manusia berkelebat lewat.

Dengan wajah cengar-cengir Siau yau kay telah muncul

dihadapannya sambil mengejek:

"Wah, besar amat bacotmu, bercerminlah dahulu

bagaimana tampangmu itu, dengan mukamu yang tiga bagian

mirip manusia lima bagian mirip setan bisa-bisanya kau

membacot setinggi langit, kau tidak kuatir ku tertawakan

sampai gigiku pada copot?"

Kemudian kepada Chin siau katanya pula:

"Hei, bocah pergilah sana, pokoknya kalau gunung masih

hijau jangan takut kehabisan kayu bakar, sebagai anak lelaki

asal kau punya semangat jangan kuatir dendam sakit hatimu

tak dapat terbalas!”

"Terima Kasih" seru Chin Siau sambil menjura.

Tanpa memperdulikan orang lain lagi ia meninggalkan

tempat itu, sebetulnya Sam yap koay mo ingin melakukan

pengejaran ketika dilihatnya Siau yau kay lagi melotot besar,

seluruh amarahnya segera dilampiaskan keatas tubuh

pengemis tersebut.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menghimpun

tenaga dalamnya, langsung di bacokan keatas kepala Siau yau

kay dengan jurus Menyembah pada pintu langit.

berbicara soal tingkat kedudukan maupun soal usia kedua

orang itu hampir seimbang, disaat Siau yau kay mulai terjun

ke dunia persilatan dari kalangan Liok Lim pun muncul

gembong-gembong iblis yang menamakan dirinya sebagai Ci

san su mo (empat iblis dari bukit Ci).

Hanya saja di satu pihak ilmu yang dipelajari bersumber

pada aliran lurus, sedang dipihak lain lebih mengandalkan ilmu

sesat dari kalangan hitam, padahal kaum sesat tak akan

mengungguli kaum lurus, karena itulah ilmu silat yang

dimiliki Sam Yap Koay Mo tidak pernah berhasil melampaui

Siau yau kay.

Begitu melihat Sam Yap Koay Mo melancarkan serangan,

Siau Yau Kay segera mendengus dingin, dengan

mengeluarkan ilmu enam belas langkah pengacau pikiran ia

mengegos kesamping.

Dalam pada itu, Suma Thian yu yang telah menyelamatkan

jiwa Chin Siau waktu itu telah saling berhadapan dengan Siau

Wi goan.

Begitu bertemu dengan Suma Thian yu, belum apa-apa

Kun lun indah Siau Wi goan sudah menaruh perasaan jeri

terhadap pemuda tersebut, ini bisa dimaklumi sebab ia pernah

bertarung melawan pemuda itu, padahal saat tersebut suma

Thian yu masih terhitung pemuda ingusan yang tanpa

pengalaman tapi dengan keuletannya ia mampu bertarung

seimbang melawannya, apalagi sekarang, sudah barang tentu

keadaannya jauh berbeda, Suma Thian yu yang dihadapannya

sekarang bukan saja berpengalaman luas dalam menghadapi

berbagai macam pertarungan dengan petunjuk Ciong Liong Lo

sianjin, ilmu silatnya telah mendapatkaan kemajuan teramat

pesat.

Dalam sekilas pandangan Suma Thian yu sudah dapat

menebak jalan pikiran Kun lun indah, jengeknya:

"Wahai Siau Wi goan, dimanapun kau bersembunyi, hukum

langit tetap mengintaimu, benar semua perbuatanmu dapat

kau simpan dan kau rahasiakan dengan amat rapat, tapi orang

bilang sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh

juga, dulu sauya tak berkutik karena kekurangan bukti, tapi

kali ini kau telah mengakui semua perbuatanmu, terpaksa

sauya akan menegakkan keadilan dengan meringkus kau si

manusia laknat dari muka bumi!"

Seusai berkata ia segera meloloskan pedang Kit Hong

Kiamnya.

"Bocah keparat, apa yang ingin kau lakukan pada

hakekatnya seperti orang dunggu yang lagi mengigau, jengek

Kun lun indah sambil tertawa dingin. Aku berani mengakui

perbuatanku tentu saja dengan perhitungan kau tak bakal

lolos dari cengkera manku ini, ayo cepat letakkan pedangmu!"

Suma Thian yu membentak penuh amarah, dengan jurus

Naga sakti mementang cakar dia langsung menusuk jalan

darah Hun Su hiat dilambung rusuk.

Cepat-cepat Kun lun indah Siau Wi goan menggeserkan

tubuhnya ke samping, ia bermaksud untuk melawan

musuhnya dengan ilmu tangan kosong Ki Na Jin Hoat.

Suma Thian yu mendengus dingin.

"Bila kau memang ingin mampus, jangan salahkan kalau

sauya akan berbuat kejam!"

Sekali lagi ia melepaskan serangan yang amat dahsyat.

Kun lun indah Siau Wi goan menyadari posisinya, ia tahu

ilmu pedang yang di miliki Suma Thian yu amat sempurna, bila

pedangnya tidak segera di loloskan, niscaya ia akan

mengalami kekalahan total.

Dengan perasaan terkesiap ia buru-buru mundur ke

samping, kemudian pedangnya diloloskan, dengan jurus ular

berbisa melilit badan, ia tusuk jalan darah Yu Bun Hiat

lawannya dari samping.

Sejak pertarungan berlangsung, kedua belah pihak sama-

sama mengeluarkan ilmu pedang Kun Lun Pay yang hebat,

sementara dilain pihak lebih mengandalkan pada ilmu pedang

Kit Hong Kiam dari Wan Liang yang pernah menggetarkan

dunia persilatan.

Kedua belah pihak sama-sama menyerang dengan sekuat

tenaga, bisa dibayangkan betapa seru dan hebatnya

pertarungan itu.

Tiba-tiba Wan Wan Cu dan si harimau angin hitam Lim

Khong yang sedang menonton jalannya pertarungan dari sisi

arena itu saling bertukar pandangan sekejap, kemudian

harimau angin hitam Lim Khong mendekati Siau Yau Kay,

sedang Wan wan cu menghampiri Suma Thian yu yang

sedang bertarung.

Jangan dilihat Suma Thian yu bertarung sengit, padahal ia

selalu memperhatikan gerak gerik kedua orang tersebut,

diam-diam ia tertawa dingin kemudian sambil memutar otak,

permainan pedangnya semakin dipergencar.

Berbicara soal ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat

sesungguhnya ilmu pedang tersebut tidak terlalu asing bagi

Siau Wi goan, sebagaimana diketahui semasa masih hidup

dulu Wan Liang adalah saudara angkat Siau Wi goan, kedua

orang itu sering latihan bersama maka tak heran kalau ia

sangat menguasai ilmu pedang tersebut.

Oleh sebab itulah sewaktu Suma Thian yu menggunakan

ilmu pedang Kit Hong Kiam hoat untuk menghadapinya, diam-

diam Siau Wi goan tertawa geli pikirnya:

"Kau bocah keparat, memang punya mata tak berbiji,

masih mendingan kalau kau menggunakan ilmu pedang lain

untuk meng hadapiku tapi dengan menakai ilmu tersebut

sama artinya kau sudah bosan hidup"

Siapa tahu jurus kemudian keadaan sama sekali berubah,

biarpun Suma Thian yu masih mempergunakan ilmu pedang

yang sama namun gerakannya jauh berbeda dengan gerakan

yang pernah dipergunakan Wan Liong semasa hidupnya

dahulu, selain tiada kelemahan, jurus-jurus serangannya

justru lebih sempurna.

Dalam waktu singkat Kun Lun indah Siau Wi Guan sudah

keteter hebat sehingga tidak mampu untuk memberikan

perlawanan lagi.

Semakin bertarung Siau Wi Guan semakin terkejut, semakin

hatinya kecut, gerak annya makin kalut merasa dirinya

terkepung rapat, permainannya jadi kacau tak beraturan lagi.

Suma Thian yu segera merasakan datangnya kesempatan

baik ia berpekik nyaring lalu serunya:

"Siau wi goan, hari ini pada tahun esok akan menjadi hari

ulang tahun kematian mu yang pertama!"

Ditengah pekikan yang amat nyaring Suma Thian yu melejit

ketengah udara setinggi kaki, badannya berjumpalitan

sehingga kepala berada dibawah dan kaki diatas.

Kemudian dengan jurus Hujan bunga berguguran yang

diiringi suara desingan nyaring dan bunga pedang yang

menyebar keseluruh angkasa, ia mengurug seluruh tubuh Siau

Wi goan rapat-rapat.

Jurus serangan yang dipergunakan ini sebenarnya bukan

jurus serangan dari ilmu pedang Kit Hong Kiam Hoat, yang

benar adalah salah satu jurus ampuh dari ilmu pedang tanpa

nama ajaran Ciong Liong Lo Siangjin, maka tak heran kalau

gerakannya lain dari pada yang lain.

Kun lun indah Siau Wi Guan terbelalak seketika, keringat

dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

Sambil menarik napas dingin ia berpikir dalam hati:

"Habis sudah riwayatku kali ini"

Disaat yang begitu kritis, mendadak terdengar suara

bentakan yang menggelegar:

"Lihat serangan!"

Sebatang senjata rahasia tahu-tahu melesat datang dan

mengancam jalan darah Tay Hiang Hiat dikening Suma Thian

yu, berada dalam posisi yang sulit kepalanya berada dibawah

dengan kaki diatas, sedang pedang yang melancarkan

serangan hampir saja menembus tulang dada Siau Wi Goan.

Dalam keadaan demikian seandainya ia melanjutkan

serangannya untuk menghabisi nyawa Siau Wi goan, ia

sendiripun pasti terluka parah....

Jadi kedua belah akan sama-sama terluka parah.

Tentu saja siapapun tak ingin mengorbankan diri dengan

begitu saja.

Sebaliknya kalau Sian Wi goan untuk mengatur diri,

rasanya hal ini terlain sayang untuk dilakukan.

Dengan demikian ia dihadapkan pada dua pilihan yang

harus segera diputuskan dalam waktu yang singkat, tanpa

iman yang kuat sulit rasanya orang mengambil keputusan

dengan tepat.

Akhirnya Suma Thian yu mengambil keputusan.

Mendadak ia berpekik nyaring ditengah, pekikan tersebut

tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian secepat

sambaran kilat ia menerjang lagi kemuka

"Traaaaang......"

Menyusul serentetan cahaya tajam yang menyerang tubuh

Siau Wi goan, mendadak terdengar suara kesakitan yang

menyayat hati .....

Bayangan manusia berkelebat, bagaikan seekor rajawali

Suma Thian yu melayang turun ke atas tanah.

Sebaliknya Siau Wi Goan sudah mundur kebelakang dengan

darah segar bercucuran dari bahu kirinya, darah mengalir

dengan deras sampai sekujur bajunya menjadi merah darah.

Dalam sekejap mata bukan saja Suma Thian yu dapat

menghindari sergapan yang mengancam jiwanya, bahkan ia

mampu melukai Siau Wi goan, andaikata di sekitar arena ada

penontonnya niscaya semua orang akan bersorak memuji.

Diam-diam Wan Wan cu menghela napas panjang,

bagaimanapun juga kepandian silat semacam itu belum

pernah dijumpainya.

Biarpun Suma Thian yu berhasil melukai lawan-nya secara

telak, namun hatinya masih belum puas, baginya satu hari

Siau Wi goan belum mampus dunia persilatan tak akan

memperoleh ketenangan.

Sekali lagi ia membentak penuh amarah, dengan jurus

guntur menggelegar petir menyambar, dia tusuk tubuh Siau

Wi goan sambil bentaknya:

"Anjing keparat, manusia jadah macam kau tak boleh di

ampuni, cepat serahkan nyawa bangsatmu!"

Waktu itu pedang Siau Wi goan sudah terjatuh diatas tanah

serta bahu kirinya terluka, tak heran semangat pertarungnya

pun ikut padam, melihat Suma Thian Yu berniat menghabisi

nyawanya, dengan wajah hijau membesi ia menghela napas

panjang, lalu setelah mundur beberapa langkah, matanya

dipejamkan sambil menanti datangnya elmaut.

Mendadak...

Sambil melompat kedepan Wan Wan cu berpekik nyaring,

dia menghadang diantara sang pemuda dan Siau Wi goan lalu

bentaknya keras-keras"

"Tahan!"

"Kau ingin mencampuri urusanku?" bentak Suma Thian Yu

sambil menarik serangannya.

Wan Wan Cu tidak ambil perduli, kepada Kun Lun indah

katanya:

"Lote, pulanglah cepat untuk mengobati luka mu itu, biar

aku seorang yang menghadapinya"

Tak terlukiskan rasa gembira Siau Wi goan mendengar

perkataan tersebut, ia tahu lukanya cukup parah, bila

dibiarkan terus akhirnya dia tentu atan mati kehabisan darah,

maka katanya:

"Terima kasih atas bantuanmu!"

Ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.

Menanti Siau Wi Goan telah berlalu, Wan Wan Cu baru

berpaling kearah Suma Thian Yu dan katanya sambil tertawa

seram:

"Membunuh itu mudah, tapi apa perlunya kau menghabisi

nyawanya?"

Suma Thian yu mendengus dingin.

"Disaat anjing keparat she Siau itu membunuh orang

memangnya ia pernah berpikir demikian?"

Wan Wan Cu terbungkam dalam seribu bahasa, tapi ia

segera mengalihkan pembicaraan kesoal lain, katanya:

"Aku masih ingat dengan hadiah pukulanmu ketika berada

ditebing bangau putih?"

"Aku lihat inilah kesempatan terbaik bagiku untuk menagih

hutang, bocah keparat bersiap-siaplah menerima pukulanku"

Suma Thian Yu tertawa sinis, ketika ia hendak

menyarungkan pedangnya kembali, tiba-tiba Wan Wan Cu

menggoyangkan tangan-nya sambil berseru:

"Eee... eeeee... tunggu dulu, aku ingin mencoba kelihayan

ilmu pedangmu itu!"

Sementara pemuda itu masih keheranan, Wan wan cu telah

mengeluarkan sejenis senjata dari sakunya dan ketika diamati

lebih seksama ternyata benda itu merupakan Sam Ciat kun.

Suma thian tertawa tergelak, pedangnya digetarkan

menciptakan titik-titik bunga pedang lalu sambil tertawa dingin

serunya:

"Waah...rupanya kau pandai juga menggunakan sam ciat

kun, kalau begitu sauya memang punya mata tak berbiji,

silahkan!"

Begitu selesai berkata pedangnya segera dibacokan ke

tubuh Wan wan cu dengan jurus Dewa suci memetik bunga.

"Hmm...hmm...bagus sekali seranganmu" jengek Wan wan

cu dengan muka sinis.

Dengan ujung Sam ciat kun yang sebelah, ia tangkis

serangan tersebut, sementara ujung yang lain menerobos

kedalam langsung membabat jalan darah tay yang hiat di

kening lawan.

Sesungguhnya Suma thian yu memang berniat memancing

musuhnya masuk perangkap, melihat Wan wan cu menyerang

dengan jurus-jurus yang tangguh, dalam sekilas pandangan

saja ia sudah tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki lawan benar-

benar tak boleh dianggap enteng.

Suma Thian Yu sama sekali tidak gugup, ia menunggu

sampai senjata lawan mendekati kepalanya, lalu sembil

membentak tubuhnya terputar bagai gangsingan, sementara

pedangnya langsung membabat Wan Wan Cu dengan jurus

gotong putus bukit wu.

Dalam waktu itu pertarungan antara Siau Yau Kay dan Sam

Yap Koay Mo sudah berlangsung seratus jurus lebih, kini

mereka telah mencapai detik-detik penentuan.

Kalau dibilang sesungguhnya Siau Yau Kay merupakan

seorang tokoh silat yang hebat, tapi heran mengapa ia tak

mampu mengungguli manusia macam Sam Yap Koay Mo

walaupun telah bertarung sebanyak seratus jurus lebih.

Mungkinkah nama besar Siau Yau Kay hanya nama kosong

belaka...

Bila ada yang berpendapat demikian maka pandangan

tersebut merupakan suatu pandangan yang keliru.

Pengemis tua ini justru memiliki watak yang aneh sekali,

yaitu gemar mencuri ilmu silat orang lain, dia tahu Sam Yap

Koay Mo pernah mempelajari ilmu silat yang di peroleh dari

kitab pusaka yang didapatnya dari Suma Thian Yu, dalam

anggapannya ilmu silat yang dimiliki orang itu pasti amat

hebat, oleh sebab itulah sejak pertarungan berlangsung ia

selalu berada dalam posisi bertahan, dasar ilmu gerakan

tubuhnya sangat tangguh sulit rasanya bagi lawan untuk

berhasil melukainya.

Dalam kenyataan memang begitulah, biar pun Sam Yap

Koay Mo telah menyerang secara ngotot, jangan lagi melukai

musuhnya, menjawil ujung bajunyapun tak mampu.

Ini masih mendingan, yang lebih payah lagi hampir seluruh

ilmu silat yang dimilikinya berhasil dicuri oleh Siau Yau Kay.

Serarus jurus kemudian Siau Yiu Kay baru merasa Sam Yap

Koay Mo tak lebih hanya seorang manusia bernama kosong,

manusia yang benar-benar tak berguna, ini semua membuat

hatinya amat kecewa.

Maka sambil tertawa dingin ejeknya:

"Hei, anak anjing budukan, rupanya kau hanya mampu

menggunakan ilmu silat kucing kaki tiga, sialan benar kau ini,

lalu kau kemanakan ilmu silat kucing yang kau pelajari dari

kitab pusaka tersebut?"

Sim Yap Koay Mo sudah amat mendongkol semenjak tadi,

apalagi setelah mendengar ejekan tersebut, bagaikan minyak

bertemu api, ia berkaok-kaok penuh amarah, bagaikan kalap

ia lepaskan sebuah pukulan dengan sepenuh tenaga.

Kembali Siau Yau Kay tertawa dingin.......

"Hei, orang dungu kau tak usah memamerkan ilmu cakar

kucing lagi"

"Sampai di manakah kemampuan empat iblis dari bukit Ci

sudah kuketahui amat jelas, yang ingin kuketahui hari ini ialah

kepandaian silatmu yang berhasil kaupelajari dari kitab pusaka

tanpa kata"

"Jika kau tidak menggunakannya lagi jangan menyesali jika

nyawamu kucabut".

Padahal seperti yang diketahui, Sam Yap Koay Mo tidak

berhasil mempelajari apa-apa, perkataan lawan diterimanya

bagaikan suatu ejekan, dari malu ia menjadi gusar dari gusar

ia menjadi kalap.

Sambil menubruk pengemis tersebut, umpatnya kalang

kabut:

"Kau pengemis busuk, pengemis anjing, bacotmu bau, biar

kutonjok mulutmu itu sampai remuk"

Siau Yay Kay tertawa terkekeh-kekeh, tubuhnya berputar

dan bayangan tubuhnya lenyap dari hadapan Sam Yap Koay

Mo.

Sementara iblis tua itu masih tertegun, mendadak sebuah

pukulan dahsyat telah mendarat dipunggungnya,

uuaaak..uaak.

Ia muntah darah segar lalu terjengkang dan roboh ke atas

tanah.

Sambil menunjukkan muka setan, Siau Yau Kay

menggelengkan kepalanya dan tertawa terkekeh-kekeh,

jengeknya:

"Heeeh... heee...heeh...heeee... kau betul-betul gentong

nasi yang tak berguna, jadi empat iblis dari bukit Ci adalah

manusia-manusia gembos yang tak tahan pukulan, tau begini

aku mah tak sudi bertarung dengan kalian"

Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, Siau yau Kay

melotot kearah Sam Yap koay mo, tapi sudah jelas perkataan

itu sebetulnya ditujukan kepada harimau angin hitam Lim

Khong yang berdiri tak jauh dari sana.

Ejekan tersebut terlampau pedas.....

Harimau angin hitam Lim Khong merasa hatinya tak

karuan, tapi ia mengerti ilmu silat Siau Yau Kay terlampau

tangguh dan mustahil dapat dihadapainya dengan begitu saja.

Tapi sekarang sudah jelas orang lagi mengejeknya ia tidak

terima kalau hal ini dibiarkan begitu saja.

Sambil tertawa seram ia maju kedepan beberapa langkah,

lalu teriaknya penuh rasa geram:

"Pengemis sialan kau sudah mencaci maki Lim toaya?"

Siau Yau kay segera mengangkat kepalanya dan pura-pura

kaget.

"Aaaah... masa ya?"

Tapi kemudian sambil terkekeh-kekeh ia melanjutkan:

"Aaaah... kau ini keliru mungkin, anak si mayat hidupkan

semuanya tangguh, masa aku si pengemis berani menyindir?

lagipula nama besarmu toh sudah termasyur diseantero dunia,

si pengemis sih tak berani memandang rendahmu"

Ucapan ini amat menggembirakan Harimau angin hitam Lim

Khong, dia merasa bagaikan dibuai dibalik awan, enaknya

bukan kepalang.

Sebenarnya ia mau menjawab begini.

"Aaah, masa...kau kelewat memuji...."

Siapa tahu sebelum perkataan tersebut meloncat keluar,

tiba-tiba Sau Yau Kay berseru kaget lagi:

"Hei, kemana telingamu, kok hilang semua, apa sih yang

terjadi?"

Harimau angin hitam Lim Khong jadi melongo lalu berdiri

dengan wajah tersipu-sipu, kalau bisa ia akan menangis keras-

keras untuk menghilangkan perasaan kesal yang mencekam

dirinya saat itu....

Dia tahu Siau Yau Kay hendak mempermainkannya, tapi

apa mau dikata kepandaian lawan terlalu tangguh, sehingga

perasaan mendongkolnya hanyadapat disimpan dalam hati.

Siau Yau Kay menjadi amat geli menyaksikan keadaan

lawannya itu, perutnya se perti dikilik-kilik, gelinya bukan

buatan.

Pada saat itulah tiba-tiba....

Beberapa pekikan nyaring bergema di kejauhan sana, ada

suara lelaki ada juga suara perempuan.

Tiba-tiba saja Suma Thian Yu merasa amat kenal akan

suara pekikan itu.

Bersama dengan suara pekikan tadi, dari balik lembah pun

terdengar suara yang amat seram.

Siau Yau Kay tertegun seketika, paras muka nya berubah

amat hebat.

Harimau angin hitam Lim Khong turut berpaling, tapi ia

segera menjerit kaget:

"Aaaah...!"

Ternyata dari balik semak belukar muncul seorang kakek

berusia delapan puluh tahunan yang berwajah aneh bagaikan

siluman.

Orang itu memakai jubah panjang yang berwarna warni,

mukanya bulat seperti rembulan, pada jidatnya tumbuh

daging tumor yang amat besar, inilah ciri khas dari gembong

iblis yang paling menakutkan didunia persilatan yaitu manusia

iblis penghisap darah Pi Ciang Hay.

Tidak heran kalau Siau Yau Kay maupun si angin hitam Lim

Khong dibuat terkesiap olehnya.

Dalam pada itu pertarungan antara Suma Thian yu dengan

Wan Wan Cu tertunda untuk sementara waktu, masing-masing

pihak melompat ke belakang untuk melihat siapa gerangan

yang datang, akhirnya Siau Yau Kay yang menegur dahulu

sambil tertawa terkekeh-kekeh:

"Eee... tumben, kau juga ikut kemari, apakah ikut mencari

keramaian?"

Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay tertawa

seram...

"Kau mundur sepuluh langkah kebelakang, tak usah

ngebacot" bentaknya.

Siapa pun tak akan tahan mendengar umpatan semacam

itu, apalagi hati Siau Yau Kay yang termasuk jago kawakan

dunia persilatan.

Siapa tahu Siau Yau Kay justru menurut, tanpa membantah

ia mundur sepuluh langkah kebelakang, benar-benar

merupakan suatu ke jutan, atau mungkin pengemis ini

memang berjiwa pengecut?

Menyaksikan Siau Yau Kay sudah mundur, manusia iblis

penghisap darah segera berpaling kearah si harimau angin

hitam Lim Khong lalu serunya sambil menyeringai seram.

"Kaupun juga!"

Si harimau angin hitam Lim Khong mendengus dingin,

tubuhnya sama sekali tidak bergerak dari posisi semula.

Mencorong sinar tajam dari balik mata si manusia iblis

penghisap darah, ditatapnya Lim Khong lekat-lekat, lalu

jengeknya:

"Bagus, kekerasan kepalamu memang sungguh

mengagumkan sayang kau terlalu tak tahu diri, mau mundur

tidak!"

"Hmmm... kecuali guruku seorang, tiada orang manusiapun

didunia ini yang sanggup memerintah aku!"

"Huuh, kau anggap si mayat hidup kelewat hebat sehingga

aku menjadi ketakutan? sekali lagi kuperingatkan, kau mau

mundur tidak?"

"Tidak!" jawab Lim Khong angkuh, matanya merah berapi-

api penuh diliputi hawa kemarahan.

Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang Hay segera

mengebaskan ujung bajunya kearah depan, angin puyuh yang

maha dasyat pun serta merta menyambar ketubuh lawan.

Berada dalam keadaan demikian, harimau angin hitam Lim

Khong tetap kukuh dengan pendirianya, cepat-cepat ia

mengerahkan ilmu bobot segenap tenaga dalam yang

dimilikinya untuk memantekkan sepasang kakinya diatas tanah

dengan mengerahkan ilmu bobot seribu.

Siapa sangka biarpun harimau angin hitam Lim khong telah

mengerahkan segenap kekuatan-nya namun ketika angin

pukulan itu menyambar lewat, tubuhnya segera terangkat dan

terlempar sejauh sepuluh kaki lebih.

Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertawa

terbahak-bahak, katanya kemudian:

"Lebih baik cepat cepatlah bersemedi untuk melindungi

sepasang kakimu itu, sebab kalau tidak dua belas jam

kemudian kakimu pasti akan menjadi cacad!"

Pada mulanya harimau angin hitam tidak merasakan apa-

apa, setelah mendengar ucapan tersebut secara diam-diam ia

baru beusaha memeriksa, ternyata benar juga sepasang

kakinya menjadi kaku, peredaran darah serasa tersumbat dan

timbul rasa sakit bagai ditusuk-tusuk dengan jarum tajam.

Tak terlukiskan rasa kaget dan takutnya, dalam keadaan

demikian ia tak ambil peduli soal gangsi lagi, cepat-cepat ia

duduk bersila dan mulai mengatur pernapasan.

"Nah, inilah pelajaran bagi mereka yang keras kepala" ucap

manusia iblis penghisap darah sambil tertawa.

"Sekarang kau pulang dan beritahu kepada gurumu,

beginilah watak dari Pi Ciang Hay, siapa yang menuruti

perkataanku selamat dan siapa yang menentang mampus!"

Selesai berkata tanpa memperdullkan orang-orang yang

lain ia langsung menghampiri Sam Yap Koay Mo serta

menggeledah sakunya, tiba-tiba paras mukanya berubah

bebat, sambil menyadarkan Sam Yap Koay Mo dari pingsannya

ia menegur dengan gelisah:

"Mana kitab pusakanya?"

Sam Yap Koay Mo yang baru sadar dari pingsan-nya

setelah muntah darah menjadi mendongkol ketika ada orang

menanyakan soal pusaka, tanpa melihat jelas siapa

pembicaranya dia langsung mengumpat:

"Telur busuk, siapa yang biang aku punya kitab pusaka!"

Semenjak kecil sampai setua ini belum pernah manusia iblis

penghisap darah dimaki sebagai telur busuk, kontan saja

amarahnya meledak, dia langsung menampar wajah Sam Yap

koay Mo keras-keras lalu bentaknya:

"Cepat kau serahkan kitab pusaka itu"

Sam Yap Koay Mo yang ditampar keras-keras tmenjadi

pening dan berkunang-kunang, otot-ototnya pada menonjol

keluar semua, sebetulnya dia hendak mencaci maki sehabis-

habisnya, tapi setelah mengetahui orang tersebut manusia

iblis penghisap darah, semua umpatannya segera ditelan

kembali ke dalam perut, kemudian katanya dengan nada

lembut:

"Oooh, rupanya locianpwee..."

Pada dasarnya manusia iblis penghisap darah merupakan

manusia yang tak sabaran, cepat-cepat ia menegur dengan

tak sabaran, cepat-cepat ia menegur lagi:

"Sebetulnya kitab pusaka itu kau simpan di mana?"

Sam Yap Koay Mo menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Siapa bilang aku memperoleh kitab pusaka, aku tertipu

mentah-mentah, yang kuperoleh cuma sekedar kertas

rongsokan belaka!"

"Kau tidak usah mengurus kertas rongsokan atau bukan,

pokoknya jawab dulu dimana benda itu sekarang?"

Terburu-buru Sam Yap Koay Mo celingukan disekeliling

tempat itu seolah-olah kuatir kalau Suma Thian yu sudah

keburu kabur, menjumpai si anak muda tersebut masih berada

ditempat, cepat-cepat ia menuding kearahnya sambil berseru:

"Itu dia berada ditangan si bocah keparat tersebut"

Mendengar ucapan mana, manusia iblis penghisap darah

segera melepaskan Sam Yap Koay Mo, mendadak ia bangkit

berdiri lalu dengan sorot mata yang memancarkan kebuasan

selangkah demi selangsah ia menghampiri Suma Thian yu.

Dibalik sorot matanya yang buas tadi terselip hawa napsu

membunuh yang mengerikan.

Suasana diarena sangat hening, masing-masing diam

dengan hati berdebar mengawasi manusia iblis penghisap

darah serta Suma Thian yu bergantian.

oooOooo oooOooo

SUMA THIAN YU terkesiap,

ketika sinar matanya saling beradu dengan sinar mata

manusia iblis penghisap darah, ia merasa seolah-olah ada

segulung aliran listrik yang kuat menembusi uluhatinya,

membuat tubuhnya bergidik dan bersin beberapa kali.k

"Lihay amat tenaga yang dimiliki iblis tua ini"

Biarpun di hati kecilnya pemuda itu menjerit kaget, tapi

paras mukanya sama sekali tak berubah, ia masih berdiri

ditempat semula dengan wajah tenang dan kalem.

Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay baru

menghentikan langkahnya setelah berada lima enam

langkah dihadapan Suma Thian yu, tiba tiba ia mengulurkan

tangan-nya sambil berseru:

"Bawa kemari!"

"Apanya yang harus kuserahkan?" Tanya Suma Thian yu

sambil keheranan.

"Apa lagi, tentu saja kitab pusaka tanpa kata"

"Ooo.... kitab itu rupanya yang kau inginkan, sayang seribu

sayang kitab tersebut telah kuhancurkan" sahut Suma Thian

yu.

Sekali lagi Si manusia penghisap darah tertawa seram,

suaranya tajam dan mengerikan bagaikan jeritan kuntilanak

dimalam hari, selesai tertawa kembali serunya:

"Ayo, cepat bawa kemari! aku tahu kitab tersebut belum

kau musnahkan!"

"Buat apa sih kau memerlukan kertas rongsokan itu" seru

Suma Thian yu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kau tak perlu tahu, pokoknya cepat serahkan padaku,

ingat peringatan ini untuk yang ke tiga kalinya!"

Sekali lagi Suma Thian yu menggelengkan kepalanya sambil

tertawa dingin.

"Tak mungkin kuserahkan kitab ini padamu, sebab Ciong

Liong Lo Sianjin yang menyerahkan kitab itu padaku, bila kau

meng inginkannya, tunggulah sampai kuserahkan kembali

pada Lo sianjin dan kau boleh langsung minta padanya"

"Tak usah banyak bicara, kau tak perlu menggunakan

nama Ciong Liong Lo sianjin untuk menggertakku, aku tahu si

tua bangka itu sudah modar, berani kau menipuku?"

Dari perkataan manusia iblis penghisap darah ini dapat

disimpulkan bahwa ia pun menaruh perasaan keder terhadap

Ciong Long lo sianjin.

Mempergunakan titik kelemahan tersebut, Suma Thian yu

segera menjawab.

Dia orang tua hingga kini masih hidup sehat wal’afiat, bila

kau benar-benar melarikan kitab pusaka ini dia tentu tak akan

mengampuni dirimu!"

"Omong kosong!" bentak manusia iblis penghisap darah

penuh amarah.

"Bocah keparat, kau anggap aku takut dengannya?

manusia berdebah, aku justru mau mencoba samapi

dimanakah kemampuannya?"

Begitu selesai berkata ia pentangkan kelima jarinya dan

menyambar tubuh Suma Thian yu.

Sesungguhnya Suma Thian yu menang sudah merasa tak

puas terhadap kesombongan dan kejumawaan manusia iblis

penghisap darah, hanya saja selama ini ia belum mendapat

kesempatan untuk menjajal kemampuannya, melihat

datangnya cengkeraman tersebut ia berpikir:

"Kalau kau tak menyerang lebih dahulu aku mati kutu tapi

setelah kau menyerang lebih dahulu, hmm! gembong iblis ini

mesti diberi pelajaran yang setimpal"

Berpendapat demikian iapun tak bergerak dari posisi

semula, menanti ke lima jari tangan manusia iblis penghisap

darah hampir mencengkeram tubuhnya, sepasang lengannya

baru bergerak cepat sambil bentaknya:

"Pingin mampus rupanya kau?"

Sambil mengkeram Pi Ciang Hay secepat sambaran kilat

kepalan-nya yang lain menghantam bahu dari manusia iblis

penghisap darah keras-keras.

"Blaaammm...."

Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak menduga

akan datangnya serangan tersebut, seketika itu juga tubuhnya

tergetar mundur sejauh tiga langkah, masih untung tenaga

dalamnya cukup sempurna, ia tak sampat gelagapan ditengah

kepanikan, dengan memaksaan diri ia berhasil menahan

tubuhnya hingga tak sampai terjungkal keatas tanah.

Walaupun demikian, sempurna-sempurnanya tenaga dalam

yang ia miliki, bahunya terasa sakit juga oleh pukulan Suma

thian yu yang keras itu.

Rasa terkejut dan gusar segera menyelimuti perasaannya,

ia terkejut karena seumur hidupnya, kecuali dari orang- orang

angkatan yang lebih tua belum pernah ada yang mampu

mengganggu seujung rambatnya pun.

Tapi kenyataannya sekarang Suma Thian yu yang masih

muda ini, ibaratnya anak harimau yang baru turun gunung,

ternyata berani menghadiahkan sebuah bogem mentah ke

atas tubuhnya.

Bayangkan saja bagaimana mungkin ia sampai tak menjadi

marah.

Siau Yau Kay yang melihat Suma Thian yu telah menghajar

manusia iblis penghisap darah, diam-diam berpekik dihati:

"Aduh celaka!"

Tanpa terasa ia melejit kedepan menghampiri Suma Thian

yu lalu dengan ilmu menyampaikan suara katanya:

"Setan cilik kau sudah membuat gara-gara, kau anggap

gembong iblis tua ini bisa dipermainkan sekehendak hatimu,

ayo cepat kabur, biar aku si pengemis tua yang menahan

dirinya, jika kau tidak menurut, masih mendingan kalau cuma

nyawa yang hilang, bila kitab pusaka itu sampai terjatuh

ketangan iblis tua ini, siapakah manusia didunia persilatan ini

yang sanggup menaklukan dirinya itu"

Jangan karena urusan kecil sehingga kita menderita

kerugian besar, siapakah yang mampu memikul dosa sebesar

itu nantinya?"

Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu timbul rasa

menyesalnya, dia tahu bila sekarang tidak kabur, bila ingin

meloloskan diri nanti mungkin akan lebih sulit dari pada

mendaki kelangit.

Semenara ia berpikir demikian, tiba-tiba Siau Yau Kau

menuding kearahnya sambil mengumpat:

"Cucu kura-kura, kau memang telur buruk yang goblok, aku

si pergemis tua toh pernah memperingatkan dirimu, kau

anggap Pi locianpwe bisa di permankan sekehendak hatimu?

kau manusia tak tahu diri, manusia goblok yang sudah pingin

mampus, ayo cepat minta maaf pada Pi locianpwe!"

Semua ucapan dari Siau Yau Kay ini disampaikan dengan

nada sungguh-sungguh dan serius, tapi sepasang biji matanya

justru berputar tiada hentinya memberi peringatan kepada

sang pemuda agar cepat-cepat melarikan diri.

Selama ini Suma Thian yu selalu merasa tidak mengerti apa

sebabnya Siau yau kay mesti berbuat begini, tapi teringat

bahwa dia membawa kitab pusaka yang tak ternilai harganya,

jika benda itu sampai hilang niscaya dia akan menyesal

sepanjang masa, maka dia tak berani berdiam terlalu lama lagi

disitu.

Dengan berlagak seakan-akan hendak memberi hormat

kepada manusia iblis penghisap darah, diam-diam hawa

murninya dihimpun menjadi satu, lalu sambil menarik napas,

sepasang kakinya menjejak tanah keras-keras.

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dia

melejit ke udara dan langsung meluncur ke atas tebing.

Waktu itu, si manusia iblis penghisap darah mengira Suma

Thian yu bersungguh hati hendak minta maaf kepadanya,

karena itu dia tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya,

menanti pemuda itu sudah kabur, dia baru sadar akan hal

tersebut namun sayang keadaan sudah terlambat.

Tanpa terasa lagi dia berpekik penuh amarah, bagaikan

petir yang menyambar di angkasa, ia segera melakukan

pengejaran secara kencang....

Tentu saja Siau yau kay tak akan membiarkan dia kabur

dengan begitu saja, bahunya bergetar dan ia hadang jalan

perginya, lalu berkata dengan pelan:

"Pi loji, buat apa sih mesti sewot dan mengumbar hawa

amarah? Kalau orang sudah kabur yaa biarkan saja kabur,

biarkan aku si pengemis tua yang bertanggung jawab

menemukan-nya kembali, bukankah urusan sudah beres?"

Hawa amarah Manusia ib1is penghisap darah benar-benar

meluap sehabis mendengar kan perkataan dari Siau yau kay

itu, sambil berpekik penuh kegusaran serunya:

"Kau si pengemis busuk, kau anggap aku masih belum

memahami tipu muslihatmu itu?"

Begitu selesai berkata, telapak tangan-nya diayunkan

kedepan untuk membacok tubuh Siau yay kay.

Sebagai pengemis yang cerdik Siau yay kay telab menduga

sampai kesitu, maka begitu menjumpai Suma Thian yu sudah

pergi jauh, diapun tak ingin membuat gara-gara dengan Pi

Ciang hay, cepat-cepat dia mengegos kesamping dan

menghindarkan diri dari sergapan tersebut.

Sesungguhnya Pi Ciang hay sendiripnn tiada hasrat untuk

menghadapi Siau yau kay, melihat pengemis itu sudah

mengegos ke samping maka ia segera mengeluarkan ilmu

meringankan tubuh elapan langkah mengejar comberet untuk

menyusul kearah mana Suma Thian yu melarikan diri tadi.

Siau yau kay kuatir Suma Thian yu menemui bahaya,

diapun tak berani bertindak ayal, segera disusulnya pula dari

belakang, tapi sayang keberangkatan-nya selangkah lebih

lambat, menunggu dia sudah menyusul kemuka, bayangan

tubuh Manusia iblis penghisap darah sudah lenyap dari

pandangan.

Mendadak dari arah depan melayang datang empat sosok

bayangan manusia dan langsung menerjang kehadapan Siau

yau kay.

Menjumpai kedatangan bayangan manusia tersebut, Sian

yau kay tertegun, menanti ia dapat melihat jelas si

penghadang tersebut, sambil tertawa terbahak-bahak segera

katanya:

"Hai tua bangka, apakah kau datang untuk menghantar

kematianmu?"

Rupanya orang yang baru datang adalah si dewa peramal

Yu Seng see beserta sastrawan pena baja Thia Cian, Toan im

siancu Thia Yong dan Bi hong siancu wan pek lan.

Begitu bertemu dengan Siau yau kay, Sin sian siangsu

segera menegur:

"Kemana perginya Thian yu si bocah itu? Apakah kau telah

berjumpa dengannya?"

Rupanya Sin sian siangsu yang menjumpai rotan yang

dipakai Suma Thian yu dalam gua Jit yang sui tong putus, dia

mengira pemuda tersebut pasti mati, karena selama ini belum

pernah ada orang yang bisa lolos dan goa air tersebut.

Dengan membawa perasaan yang duka dan menyesal dia

pun kembali ke daratan Tionggoan, teringat akan pesan Ciong

liong lo sian Jin yang menyuruhnya melindungi keselamatan

Suma Thian yu, dia menjadi malu dan menyesal sekali,

bagaimana mungkin ia dapat memper-tanggung jawabkan diri

dihadapan Ciong liong lo siaujin nanti?

Semakin dipikir Sin sian siangsu merasakan hatinya makin

kalut, seorang tokoh kenamaan ternyata tak mampu

melindungi keselamatan seorang angkatan muda, peristiwa

semacam ini benar-benar merupakan suatu, peristiwa yang

memalukan.

Jangan lagi Ciong liong lo sianjin tidak akan memaafkan

dirinya, setiap umat persilatan pun tak akan mengampuni

kesalahan-nya itu. Sewaktu memasuki Eng bun kwan, diapun

bertemu dengan dua bersaudara Thia dan Wan Pek lan,

adapun kedatangan mereka ber tiga dari bukit Kun san adalah

untuk menjemput kedatangan pemuda itu.

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sin sian siangsu

menceritakan semua pengalamannya....

Jilid : 30

Mendengar berita kematian dari Suma Thian yu, dua

bersaudara Thian dan Wan pek lan merasa bagaikan disambar

guntur disiang hari bolong, terutama Wan Pek lan, saking

sedihnya dia sampai jatuh pingsan seketika.

Dengan susah payah semua orang baru berhasil

menyadarkan kembali Wan Pek lan, setelah sadar gadis itu

bersikeras hendak pergi ke gua Jit yang sui tong untuk melihat

keadaan, katanya, biarpun orangnya sudah mati, dia ingin

melihat jenasahnya.

Walaupun dua bersaudara Thian dan Sin sian siangsu telah

berusaha untuk membujuknya dengan berbagai cara, namun

tak mampu mengubah jalan pemikirannya, pada saat itulah

Wu san siang gi siu (dua manusia bodoh dari bukit Wu)

muncul secara tiba-tiba dihadapan mereka.

Bertemu dengan sepasang manusia bodoh itu, Sin sian

siangsu merasa amat lega, dia tahu ke dua manusia aneh

tersebut tentu dapat membujuk Wan Pek lan.

Siapa tahu Toa gi siu Khong Sian segera berseru begitu

bertemu dengan Wan Pek lan.

"Bocah perempuan, bukankah kau ingin pergi ke gua jit

yang sui tong untuk mencari mayat? Kebetulan sekali, kami

dua orang tua bangka pun ingin berpesiar pula ke situ, kita

sejalan, sepanjang perjalanan tentu tak akan kuatir kesepian!"

"Locianpwee memang baik sekali, siauli merasa amat

bergembira dapat menempuh perjalanan bersama kalian" seru

Bi hong siancu Wan Pek lan cepat-cepat.

Toa gi siu Khong Sian segera tertawa terkekeh-kekeh:

"Heee....heeh...ayolah berangkat, kalau sampai terlambat,

tulang belulangpun sukar untuk dilihat lagi!”

Selesai berkata dia segera berangkat duluan, tanpa berpikir

panjang, Wan pek lan segera mengikutinya dibelakang.

Siapa tahu baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak

Tay gi sian Khong Sian menghentikan langkahnya sambil

berseru lagi:

“ Aah, ogah! Untuk kesitu kita mesti menempuh perjalanan

jauh, paling tidak mesti ada tandu untuk menggantikan kaki

sendiri"

Dia membalikkan badan lalu berjalan kembali ketempat

semula.

Untuk sesaat Bi hong siancu dibuat bingung dan pusing

tujuh keliling, dia hanya bisa berdiri bodoh ditempat sambil

mengawasi Tay gi siu dengan termangu.

Mendadak Si gi siu Khong Bong berteriak:

"Eeei, aneh benar, aku seperti mengendus bau manusia!"

"Bau manusia!", perkataan yang tiada ujung pangkalnya ini

segera membuat semua orang tertegun dan serentak meroleh

kearah Ji gi siu.

Tay gi siu Khong Sian nampak manggut-manggut,

kemudian bergumam seorang diri:

"Yaa betul seperti bau badan si bocah itu, jangan-jangan

dia sudah di panggang orang sampai hangus?"

"Aah, tidak betul" kata Ji gi siu Khong seraya

menggelengkan kepalanya berulang kali, tampaknya bau ini

berasal dari arah lembah Si hun kok dibukit Ki ciok san, heran,

bukankah bocah itu sudah mampus di gua Jit yang sui tong?

Kenapa bisa muncul lagi dibukit Ki ciok san untuk menghantar

kematian?"

Tanya jawab yang dilakukan kedua orang itu bagaikan

gumaman terhadap diri sendiri membuat para pendengar jadi

bingung dan merasa tidak habis mengerti.

Dua bersaudara Thian yang menyaksikan kejadian tersebut,

segera salah menduga kalau Siang gi siu dari bukit Wu san ini

sedang kumat sakit ingatannya terutama Thia Yong, hampir

saja dia tertawa cekikikan saking gelinya.

Sedangkan Sin sian siungsu yang mendengar perkataan itu,

buru-buru bertanya:

"Sungguhkah perkataan dari kalian berdua itu?"

Tay gi siu Khong Sian miringkan kepalanya sambil

memasang telinga, sejenak kemudian teriaknya secara tiba-

tiba:

"Aduuh celaka, bocah itu terancam bahaya!"

"Ayo jalan, kita sambut dari belakang" sambung Ji gi siu

Khong Bong cepat-cepat.

Tanpa memperdulikan keempat orang yang masih hadir

diarena lagi, kedua orang itu segera menggerakan tubuhnya

dan seperti sambaran cahaya, tahu-tahu saja sudah meluncur

kemuka, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja

bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan semua

orang.

Sin sian siangsu yang menyaksikan kesemuanya itu hanya

bisa menggelengkan ke palanya berulang kali sambil berkata:

"Yaa, manusia aneh dengan watak yang aneh, empat

puluh tahun berselang sudah begini, sekarang edannya makin

bertambah hebatnya..."

"Yu cianpwe, apakah kedua orang itu yang dikenal sebagai

sepasang manusia bodoh dari bukit Wu? tiba-tiba Thin pit

suseng Thia cuan bertanya dengan keheranan.

"Ya benar, bukankah ucapan mereka berdua rada sinting

dan tak genah?"

Toan im siancu Thia Yong segera mendengus:

"Hmm, aku lihat mereka berdua benar-benar sudah sinting

dan edan semua..."

"Bila kau berkata begini, maka ucapan mu itu keliru besar"

ucap Sin sian siangsu sambil menggeleng, "orang kuno bilang,

mereka yang amat cerdik justru mirip orang bodoh, tanpa

mereka dari mana kita bisa tahu kalau Thian yu masih hidup

sehat di dunia ini?"

"Apa? Engkoh Yu belum mati?"

Kejut dan gembira menyebabkan Bi hong siancu Wan Pek

lan berteriak keras sehabis mendengar perkataan itu, namun

setelah ucpan meluncur keluar, dia baru sadari kalau sudah

khilaf, merah dadu wajahnya, cepat-cepat dia menunduk

rendah-rendah.

Sin sian siangsu manggut-manggut, katanya lagi:

"Bila Wu san siang gi tidak berbohong, kemungkinan besar

Suma Thian yu sedang terkurung di bukit Ki ciok san saat ini,

kita tak boleh membuang waktu lagi, mari kita berangkat ke

situ tntuk melihat lihat keadaan"

"Aneh" Thi pit suseng Thian Cuan berseru pula, "aku

dengar Ki ciok san berada dalam pengawasan dan kekuasaan

dua bersaudara penjual obat, bagaimana mungkin Suma Thian

yu dapat terkurung di situ?"

"Sekarang, kita tak usah menggubris dulu soal-soal

semacam itu, ayoh berangkat" tukas Sin sian siangsu cepat.

Seusai berkata dia segera berangkat dulu menuju ke bukit

Ki ciok san dengan kecepatan tinggi.

Itulah sebabnya pula, begitu Sin sian siangsu bertemu

dengan Siau yau kau, dia langsung menanyakan soal Suma

Thian yu.

Siau yau kay segera memperlihatkan sekulum senyuman

yang amat misterius,lalu sahutnya:

"Dia sudah kabur!"

Biarpun hanya jawaban yang singkat namun bagi

pendengaran Bi hong siancu Wan Pek lan, pada hakekatnya

hal ini merupakan obat penenang yang sangat mujarab.

Bukankah dengan ucapan tersebut berarti pula kalau Suma

Thian yu belum tewas di gua air Jit yang sui tong?

Agaknya Sin sian siangsu mempinyai jalan pemikiran yang

sama, semua kemurungan dan kekuatiran yang selama ini

mencekam perasaannya, seketika hilang lenyap tak berbekas.

Terdengar Siau Yau kay berkata lebih jauh:

"Mari kita mencarinya secepat mungkin, andaikata sampai

tersusul oleh Manusia iblis penghisap darah mungkin akan

lebih banyak bahayanya dari pada keberuntungan"

Secara ringkas dia lantas menceritakan apa barusan yang

terjadi kepada semua orang.

Mengetahui kalau Suma thian yu berhasil lolos dari

ancaman bahaya, tapi sekarang sedang dikejar-kejar gembong

iblis nomor satu didunia, Bi hongsiancu Wan Pek lan kembali

merasakan hatinya berdebar keras, perasaan tak tenang sekali

lagi mencekam perasaannya.

Dengan cepat dia bertanya ke arah mana pemuda itu

melarikan diri, lalu tanpa membuang waktu lagi segera

mengejar pula ke arah yang sama.

Siau Yau kay yang menjumpai cucu keponakannya begitu

terpengaruh oleh perasaan cinta, tentu saja tak tega

membiarkan gadis itu menyerempet bahaya seorang diri,

dengan cepat dia mengejar pula dari belakang...

Sin sian siangsu, dua bersaudara Thia semuanya tak mau

ketinggalan, serentak mereka menggerakan tubuh masing-

masing untuk bergerak menuju kedepan...

000O000

SUMA THIAN YU melarikan diri secepat-cepatnya menuju

kedepan, tatkala tiba disebuah bukit, fajar sudah hampir

menyingsing, tapi langit masih tetap gelap gulita bagaikan

tinta, masih untung sepasang mata Suma thian yu mampu

melihat dalam kegelapan sehingga dapat mengurangi banyak

ancaman bahaya.

Tiba diatas puncak bukit yang tak diketahui namanya itu,

Suma Thian yu baru berpaling dan menengok ke bawah,

ketika tak nampak manusia iblis penghisap darah menyusul

dia baru dapat menghembuskan napas panjang dan duduk

dilantai untuk bersemedi.

Siapa tahu, baru saja dia berada dalam keadaan lupa diri,

mendadak dihadapan-nya muncul seorang manusia yang

berperawakan tinggi besar....

Orang itu adalah seorang hwesio berusia tujuh pulah

tahunan, rambutnya sudah memutih semua, dia mengenakan

pakaian padri yang sudah dekil, kaki kanannya cacad sedang

dibawah ketiak kanannya mengembol sebuah tongkat kayu

sebagai penyangga.

Padri itu muncul dan berdiri dengan begitu saja dihadapan

Suma Thian yu. Ketika menjumpai pemuda itu sedang duduk

bersemedi, diapun tidak mengganggu sebaliknya berdiri disitu

bagaikan sebuah patung saja, seakan-akan hendak menunggu

sampai Suma Thian yu mendusin kembali dari semedinya.

Lama kemudian Suma Thian yu baru selesai menyalurkan

hawa murninya mengelilingi seluruh badan satu kali, semua

rasa letih hilang lenyap dan sebagai gantinya dia merasakan

tubuhnya menjadi segar bugar kembali.

Ketika ia membuka matanya dan melihat ada seorang

pemuda tua berdiri dihadapan-nya, dengan perasaan terkejut

segera tegurnya:

"Siapa kau?"

Pendeta tua itu tersenyum.

Pertanyaan tersebut seharusnya lolaplah yang mengajukan

kepadamu, siau sicu siapa namamu? Mau apa datang ke

puncak Pek Jin hong ini...?"

Cepat-cepat Suma Thian yu bangkit berdiri kemudian

setelah memberi hormat katanya:

"Aku bernama Suma Thian yu, berhubung lagi dikejar-kejar

orang maka tanpa sengaja sampai disini, harap kau sudi

memaafkan"

Hweesio tua itu manggut-manggut.

"Ehmm, kalau dilihat dari mimik wajahmu, lolap memang

sudah paham sebagian be sar, siapa sih yang sedang

mengejarmu?"

"Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay!"

"Oooh..." hweesio tua itu menjerit kaget, tanpa terasa ia

memperhatikan lagi pemuda itu beberapa kejap, lalu terusnya,

"apakah kau mempunyai sengketa atau perselisihan

dengannya?"

"Yaa, boanpwee telah menghadiahkan sebuah pukulan

ketubuhnya"

Mendengar pengakuan itu, si hweesio gegera

mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:

"Haaah...haaah... siau sicu pandai bergurau, kau taahu

manusia macam apakah

Manusia iblis penghisap darah itu? Kau mampu

menghadiahkan sebuah pukulan ketubuhnya? Betul-betul

sebuah berita besar yang aneh, apalagi jika kau mampu

menghadapinya, mengapa pula mesti melarikan diri?"

Sebenarnya Suma Thian yu ingin menceritakan semua

pengalamannya kepada orang ini, tapi dia berpikir lebih jauh,

apakah hweesio tua ini orang jahat atau orang baik pun belum

diketahui olehnya, andaikata kisah sejujurnya justru

mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri, bukankah hal ini

malah akan membuatnya penasaran? berpikir demikian maka

segera jawabnya:

"Sebetulnya boanpwee baru bisa menghajarnya disaat dia

tak siap, begitu berhasil maka aku pun segera melarikan

diri.."

"Oooh rupanya begitu, kalau demikian sih memang tak

aneh"

Kita sudah berbincang-bincang sekian lama, tapi boanpwee

belum sempat mengetahui siapa nama gelar taysu?"

"Haah...haahh... lolap adalah Leng Khong"

"Ooohh, rupanya Leng khong taysu, sudah lama kudengar

akan nama besarmu, rupanya aku betul-betul punya mata tak

berbiji, harap taysu sudi memaafkan"

Biarpun dimulut dia berkata begini, sebaliknya dalam hati

kecilnya dia mengumpat:

"Kau keledai busuk, anjing gundul, justru paman Wan bisa

tewas karena dicelakai oleh kalian manusia-manusia tengik

yang munafik, setelah kuketahui kau berada disini, sebentar

aku pasti akan menyuruh mu merasakan penderitaan, dengan

begini rasa mendongkol dan benciku baru dapat

terlampiaskan!"

Sekalipun dihati kecilnya dia berpikir demikian, namun hal

tersebut tak sampai diungkapkan keluar.

Leng khong taysu adalah ketua Go bi pay, sejak dia

berhasil mengepung Wan liang di Ciat thian tong dan sebuah

kakinya dipapas kutung oleh Wan Liang, sejak itu pula

menyerahkan kedudukan ciang bunjinnya kepada Seng khong

taysu, seorang adik seperguruannya, sedang dia sendiri kabur

ke Pek jin hong dan menutup diri untuk memperdalam ilmu

Tat cun heng hoat kun nya.

Tentu saja dia berbuat demikian dengan harapan bisa turun

gunung lagi dan mencari Kit hong kiam Wan Liang untuk

membalas sakit hatinya.

Tapi dari mana Suma Thian yu bisa mengetahui tentang

Leng khong taysu?

Rupanya sewaktu Wan Liang terjatuh ke dasar jurang

tempo hari, dalam keadaan tak sadar dia selalu mengigaukan

nama orang-orang yang pernah mengerubutinya, termasuk

diantaranya nama Leng khong taysu, itulah sebabnya Suma

Thian yu dapat mengingatnya hingga sekarang.

Kedua orang itu sudah berbincang cukup lama, tapi selama

ini Leng khong taysu tak pernah merasakan pedang Kit hong

kiam yang tersoren dipunggung anak muda itu.

Dalam pada itu matahari sudah condong ke barat, suasana

magrib mulai menyelimuti puncak Pek jin hong.

Melihat keadaan cuaca, Leng khong tayse segera berkata:

"Sebentar lagi ada tamu yang akan berkunjung, inginkah

siau sicu untuk berkenalan dengan teman baru?"

Dengan gembira Suma Thian yu berseru:

"Empat samudra adalah saudara, lebih banyak seorang

teman berarti lebih banyak sebuah jalan"

Leng khong taysu segera tertawa terbahak-bahak.

"Haahh... haahh... haahh... perkataanmu memang betul,

selama kita hidup dirumah, orang tualah tulang punggung

kita, tapi se lama berada diluar rumah, temanlah tulang

punggung kita. Bagi orang yang gemar berkelana macam kau

makin banyak berteman memang semakin baik."

"Sekalipun berteman itu penting, memilih teman baikpun

merupakan syarat utama, selamanya boanpwe berhati-hati

dalam memilih teman, sehingga tak sampai dicelakai oleh

teman sendiri.

Tujuan Suma Thian yu mengucapkan perkataan itu sudah

jelas sekali, yakni hendak menyindir Leng khong taysu, sebab

musibah yang menimpa Leng khong taysu saat ini tak lain

karena dia percaya dengan perkataan orang sehingga menjual

teman sendiri dan menempuh perjalanan sesat.

Sayang sekali Leng khong taysu tidak memahami arti lain

dibalik perkata tersebut.

Tak lama kemudian fajar telah menyingsing, tiba- tiba dari

bawah bukit sana terdengar dua kali pekikan nyaring bergema

di angkasa.

Leng khong taysu tertawa terbahak bahak:

"Aah mereka sudah datang suatu persa habatan memang

mengutamakan pegang janji, mereka memang benar-benar

manusia yang memegang janji, nyatanya perjanjian yang

dibuat sepuluh tahun berselang tidak sampai mereka lupakan"

Baru saja selesai ia berkata, dari puncak bukit sana telah

meluncur dua bayangan manusia.

Mereka bertekuk pinggang ditengah udara lalu dengan

gerakan burung manyar terbang dipasir melesat keatas

permukaan dengan enteng, dan tidak menimbulkan suara

sedikitpun.

Cukup ditinjau dari gerakan tubuh mereka dapat diketahui

bahwa ilmu silat yang mereka miliki benar-benar amat hebat.

Sekali lagi Leng khong taysu tertawa tergelak:

"Haah... haahh...haaah...Ciong hiante memang amat

memegang janji, bila kedatangan kalian tidak kusambut dari

jauh, mohon kau sudi memaafkan"

Ternyata yang datang adalah seorang kakek dan seorang

pemuda. Si kakek berusia enam puluh tahunan, berjubah

hitam, sepatu laras hitam dan bermata tunggal, gerak-

geriknya sangat angkuh dan jumawa, sebaliknya pemuda yang

datang bersamanya berusia dua puluh tiga, dua puluh empat

tahunan, beralis tipis, mata sipit, hidungbengkok seperti paruh

betet dan gerak-geriknya cabul.

Ketika kakek itu melihat Suma Thian yu, ia lantas menegur

pada Leng Kong taysu:

"Toa suhu, apakah ia muridmu?"

"Haaahh... haaahh... mari, mari kuperkenalkan kalian

semua, dia adalah Ciong locianpwee yang disebut orang

Malaikat sakti bermata tunggal, sedang yang seorang lagi

muridnya Ciong locianpwee yang dise but harimau berwajah

kemala Kok Ciu"

Kemudian sambil berpaling kearah dua orang itu ia

melanjutkan:

"Sedang anak muda ini adalah tamuku, Suma Siauyap"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie

memperhatikan Suma Thian yu sekejap, ketika melihat pedang

antik yang tersoren dipunggung anak muda tersebut ia

berseru tertahaa:

"Lote, aku lihat pedangmu seperti amat kukenal, boleh aku

tahu apa nama pedang mu itu?"

Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,

tapi ia segera ambil Keputusan dan menjawab:

"Kit Hong Kiam!"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie bertiga

sama-sama terperanjat, lalu tegurnya dengan wajah

tercengang:

"Kit Hong Kiam? apa hubunganmu dengan Wan liang?"

"Dia adalah suhuku" jawab Suma Thian yu seolah-olah

seorang bocah yang tak tahu urusan.

Leng Kong taysu segera mendongakkan kepalanya dan

tertawa seram. Suaranya amat lengking dan tinggi sehingga

membuat seluruh dataran itu bergetar keras. Seusai tertawa

diapun berkata:

“ Peristiwa ini benar-benar amat kebetulan, inilah yang

dikatakan pepatah kuno sebagai: Dicari sampai sepatu jebol

tidak ketemu akhirnya ditemukan tanpa sengaja, hemm,

bocah, benarkah Wan Liang adalah gurumu?"

"Eeii... buat apa aku musti berbohong?"

"Bocah keparat!" seru malaikat sakti bermata tunggal Ciong

Ing hwie sambil tertawa seram, jalan ke surga tidak kau lalui,

jalan menuju ke neraka justru kau hampiri, cepat katakan

padaku dimana Wan liang sekarang?"

"Dia orang tua telah meninggal, tewas dicelakai seorang

perempuan jalang yang tak tahu malu"

Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sikap Suma thian yu

masih tenang-tenang saja, seolah-olah ia tidak sadar seakan-

akan tidak mengetahui kalau ke tiga orang yang berada

dihadapannya berniat jahat terhadap dirinya.

Leng Kong taysu menggelengkan kepala nya berulang kali

setelah menyaksikan keadaan tersebut, diam-diam pikirnya:

"Heran, mengapa orang she Wan itu memilih seorang

gentong nasi sebagai murid nya"

Berpikir demikian ia segera menegur lagi:

"Benarkah Wan Liang telah mati?"

"Benar, mengapa sih taysu bertanya terus?"

Leng Kong taysu menghela napas panjang.

Ia bukan bersedih hati karena kematian Wan Liang,

melainkan menyesal karena tak mampu membalas dendam

atas sakit yang diterimanya dulu, maka ujarnya kemudian:

"Baiklah kalau begitu, akan kubunuh dirimu, kalau

bagaimana mungkin rasa dendam yang sudah terpendam

selama ini dapat terlampiaskan?"

Sepasang matanya berkilat-kilat memancarkan sinar

kebencian, selangkah demi selangkah dia mendekati pemuda

itu, sikapnya seakan-akan seekor ular berbisa yang siap

memagut mangsanya.

Pada saat itulah tiba-tiba si harimau berwajah kemala Kok

Cin berseru:

"Silahkan mundur locianpwee, untuk membunuh seekor

ayam kenapa harus memakai golok penjegal kerbau? serahkan

saja bocah keparat ini pada boanpwee"

Ceng Kong taysu tertawa dan manggut-manggut, katanya:

” Kalau begitu silakan keponakan mewakili ku, cuma ingat

jangan sampai ia terbunuh!"

"Oooh, itu mah boanpwee sudah tahu" jawab harimau

berwajah kemala Kok Cin samil tertawa angkuh.

Ia langsung menerjang kehadapan Suma Thian yu dan

meloloskan sebatang senjata penggaris baja, kemudian

bentaknya sinis:

"Bocah keparat cabut keluar pedangmu!"

Melihat senjata lawan. Suma Thian yu segera tertegun,

sebab senjata penggaris adalah tandingan dari pedang,

betapapun tajamnya sebatang pedang, bila sudah bertemu

dengan senjata begini niscaya akan patah.

Mengetahui akan alasan tersebut Suma Thian yu tidak

meloloskan pedangnya, katanya kemudian sambil tersenyum:

"Pedangku ini adalah pedang warisan mendiang guruku,

bila keadaan tidak amat mendesak, aku rasa lebih baik

kulayani diri mu dengan tangan kosong saja"

Mendengar perkataan ini, si harimau berwajah kemala Kok

Cin salah mengira bahwa perkataan ini diartikan menghina

atau memandang rendah dirinya, dengan gusar ia

membentak:

"Bocah keparat, apa sih yang kau andalkan hingga berani

memandang hina toaya mu, aku tidak percaya kalau kau

punya tiga kepala enam lengan!"

Sambil menerjang kedepan dia langsung membacok Suma

Thian yu dengan jurus menyembah kepada pintu langit.

Suma Thian yu tak ingin terlalu menonjolkan diri, apa lagi

masih ada dua orang musuh yang mengincar dari sisi arena, ia

tahu bila sikapnya terlalu jumawa, hal ini bisa memancing

datangnya bencana, oleh karena itu ia berkelit kesamping

menghindari serangan itu.

Serungguhnya dalam serangannya ini si harimau berwajah

kemala Kok Ciu hanya bermaksud mencoba kemampuan

lawan, ia menjadi bergembira hati setelah menyaksikan gerak-

gerik lawannya yang terlalu lamban, cepat-cepat ia

melancarkan sapuan lagi dengan jurus Angin berpusing

menyapu salju.

Tergopoh-gopoh Suma Thian yu berkelit kembali, lalu

teriaknya:

"Kau benar-benar ingin bertarung? Aku mengira kau cuma

mau main main saja"

Harimau berwajah kemala Kok citu tertawa seram....

"Bocah keparat, kamatian sudah didepan mata masih

berbicara seenaknya, lihatlah nanti toaya akan membacok

lengan kirimu sampai kutung!"

Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut Suma Thian

yu merasakan datangnya serangan yang membacok bahunya.

Diam-diam pemuda itu tertawa dingin, ditunggunya sampai

senjata lawan tinggal satu depa dari sisi bahunya, tiba-tiba ia

membungkukkan badan lalu dari arah bawah ia sodok

lambung lawan keras-keras.

"Bluuk...!"

Sodokan Suma Thian yu bersarang telak dilambung Kok

Ciu.

Pemuda itu berniat merecoki musuhnya, maka ia hanya

menggunakan tenaganya sebesar dua bagian saja.

Kok Ciu yang terkena pukulan segera merasakan perutnya

sakit, untung saja tenaga dalamnya cukup sempurna sehingga

dia masih bisa mempertahankan diri.

Tapi dengan terjadinya peristiwa ini meledeklah amarah si

harimau berwajah kemala itu.

Sambil meraung ia putar senjatanya kencang-kencang lalu

secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan.

Suma thian yu mengeluarkan ilmu langkah delapan mabuk

untuk menghindar dari serangan-serangan musuhnya, sikap

pura-puranya ini diperankan dengan amat baik, sehingga Leng

Kong taysu maupun malaikat bermata tunggal berhasil

dikelabuhi habis-habisan. Kalau Leng Kong taysu mengira

Suma thian yu seorang jagoan lemah yang tak berkepandaian

maka berbeda pendapat dengan si harimau berwajah kumala

Kok ciu, setelah beberapa kali serangannya hampir mengenai

lawan selalu dapat dihindari secara manis dan tepat, makin

bertarung ia semakin terkejut sehingga akhirnya ia

membentak keras:

"Bocah keparat, rupanya kau berlagak blo'on, kalau

seorang lelaki sejati tunjukan semua kepaniaianmu"

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:

"Haahaa...haah... kau terlalu sungkan, bila saudara Kok

selalu mengalah padaku buat apa kira musti melanjutkan

pertarungan ini?"

Harimau berwajah kemala Kok Ciu membentak nyaring ia

melompat kedepan lalu senjatanya diayunkan ketubuh Suma

Thian yu berulang ulang dengan jurus berlaksa bunga pada

mekar.

"Keparat busuk aku akan beradu jiwa denganmu, pokoknya

kalau hari ini kau tidak, mampus akulah yang mati!" teriaknya

penuh emosi.

Tiba-tiba Suma Thian yu menemukan titik kelemahan pada

serangan lawannya, ia segera tertawa nyaring, tubuhnya

segera menerjang kebalik kabut senjata lawan, lalu secara

telak menghantam dada musuh.

Kasihan si harimau berwajah kemala, belum sempat ia

melihat bayangan musuh, dadanya sudah terasa sakit sekali,

bagaikan tertindih batu besar, menyusul kemudian darah

kental muntah dari bibirnya, wajahnya berubah menjadi pucat

kehijau-hijauan, kemudian setelah mundur beberapa langkah

dengan sempoyongan ia terjatuh keatas tanah dan tak

sanggup merangkak bangun lagi.

Biar mimpipun Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing

hwie tidak menyangka kalau murid kesayangannya dapat

menderita kekalahan secara tragis ditangan seorang bocah

muda yang masih berbau tetek, melihat muridnya terluka

parah, meledaklah amarah nya, tanpa memperdulikan

keadaan muridnya, ia berpekik nyaring dan melompat

kehadapan Suma Thian yu, lalu sebuah pukulan yang maha

dashyat disodokkan ketubuh lawan.

Dengan langkah Ciok Tiong Loan Poh, Suma thian yu

membalikkan badannya kemudian melenyapkan diri dari

hadapan lawan-nya.

Menyaksikan Ciong ing hwie sudah melancarkan

serangannya, cepat-cepat leng Kong taysu berseru

mencegahnya:

"Ciong hiante, tunggu dulu, biar aku yang membereskan

bajingan ini, aku lihat luka yang diderita muridmu cukup

parah, kau harus segera merawatnya"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie segera

meninggalkan lawannya lalu menghampiri Harimau berwajah

kemala dan mengobati lukanya.

Dalam pada itu Leng Kong taysu telah menyerobot maju

kehadapan Suma Thian yu.

Sambil menunjuk kearah kaki Leng Kong taysu yang cacad

Suma Thian yu berkata:

"Taysu sekali bersalah jangan kauulangi kesalahan

tersebut, sekalipun mempunyai dendam sakit hati sedalam

lautan dengan guruku, toh orangnya sudah mati, sepantasnya

bila budi dan dendam pun ikut dikubur bersama kematian-nya,

masa kau membenci orang yang sudah mati?"

Leng Kong taysu tertawa dingin:

"Dendam sakit hati ini ibaratnya yang tak terukur

dalamnya, biarpun aku dapat menggali keluar jenasahnya dan

seribu kali membacok tubuhnyapun sakit hati ini belum dapat

terlampiaskan, setelan kau menampilkan diri mewakili dirinya

hari ini, terpaksa akupun akan melampiaskan dendam ku itu

kepadamu”

Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma Thian yu hanya

bisa menghela napas panjang, ujarnya kemudian:

"Bila murid kaum beragama keji semua seperti kau, entah

bagaimana jadinya dunia ini? jelek-jelek taysu pernah

terhitung seorang ketua dari suatu perguruan besar di masa

lalu, sepantasnya bila kau memandang tawar semua budi dan

dendam yang ada didunia ini, jangan lagi keikutsertaanmu

dalam menumpas seorang pendekar besar sudah merupakan

suatu kesalahan, kini kau pun enggan melepaskan orang yang

telah meninggal, kemana kau letakkan perasaanmu?"

"Tak usah ngebacot terus!" bentak Leng Koog taysu penuh

amarah, dengan menghimpun tenaga dalam sebesar tujuh

bagian ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Suma

Thian yu.

Menjumpai keadaan demikian Suma Thian yu

menggelengkan kepalanya berulang kali.

Ia segera menghimpun pula tenaga dalamnya dan

melepaskan sebuah pukulan dengan gabungan tenaga Bu

Siang Sin Kang dan Ciong Goan sim hoat.

"Blaamm!"

Suatu ledakan yang amat dahsyat bergema memecahkan

keheningan, bersamaan dengan terjadinya benturan tersebut,

desingan angin puyuh berhamburan kemana-mana.

Leng Kong taysu memang amat hebat, ditengah hembusan

angin yang memacar kemana-mana itu ia justru mendesak

Suma Thian yu dan melepaskan serangkaian pukulan dengan

ilmu Tat Mo Hoa Kim hasil ciptaan-nya belum lama berselang.

Suma Thian yu sangat terkejut, ia tak berani berayal lagi

dan segera melancarkan serangan balasan dengan ilmu

delapan jurus pembunuh naga (Tay Ong To Liong Pat Si).

Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal telah

selesai mengobati harimau berwajah kemala, melihat Leng

Kong taysu telah bertarung sengit, apalagi menjumpai gerak-

gerik Suma Thian yu yang gagah perkasa, diam-diam ia mulai

menguatirkan keselamatan dari rekannya.

Karena itu secara diam-diam ia mempersiapken tiga batang

jarum Bwe Hoa Ciam yang amat beracun dan siap dilancarkan

ke arah lawan.

0000o0000 0000o0000

BEGITU Suma Thian yu mengeluarkan ilmu Tay Cing To

Liong pat Si, segera terlihat betapa dahsyatnya ilmu pukulan

ajaran Put Gho Cu ini, Leng Kong taysu segera merasakan dari

arah delapan penjuru muncul angin pukulan dan bayangan

serangan dari lawannya.

Sungguhnya Leng Kong Jaysu bukan manusia

sembarangan, ia dapat memimpin Go Bi Pay paling tidak mesti

memiliki ilmu silat simpanan yang tangguh, kekalahan yang

dideritanya sekarang tak lain karena ia tak dapat membedakan

mana yang benar dan mana yang salah.

Jika seseorang sudah berada dalam keadaan demikian,

berarti ia sudah memasuki dari awal perbuatan dosa, karena

manusia demikian ini paling gampang tertipu dan masuk

perangkap.

Sejak kakinya cacad dipuncak Ciat Thian hong, pendeta ini

melalu menyembunyikan diri dipuncak Ciat Thian hong untuk

mendalami ilmu pukulan Tat Hoa Mo Kun nya, sepuluh tahun

bagaikan sehari, Leng Kong taysu tak pernah malas melatih

ilmunnya.

Tak heran kalau ilmu itu benar-benar mengerikan setelah

dipergunakan olehnya hanya sayagnnya ia menderita cacad

dikaki, sehingga gerak-geriknya kurang leluasa, ditambah lagi

lengan kirinya harus memegang tongkat penyangga badan,

kesemuanya ini membuat gerak-geriknya kurang leluasa dan

lamban.

Itulah sebabnya sejak awal pertarungan Suma Thian yu lah

berada di posisi atas angin.

Dalam pada itu, malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing

Hwie telah membopong si harimau berwajah kemala Kok Ciu

kesisi arena, kemudian ia menghampiri arena pertarungan dan

mengikuti jalannya pertarungan tersebut dengan seksama.

Mendadak terdengar Leng Kong taysu berpekik nyaring,

telapak tangan dan tongkatnya dipergunakan bersama-sama,

agaknya ia hendak mempergunakan segenap kemampuannya

untuk beradu jiwa dengan lawan.

Suma Thian yu segera berkata dengan hambar:

"Taysu, kemampuanmu tidak lebih hanya begini-begini

saja, sebelum terlambat kuanjurkan kepadamu untuk tahu

diri"

Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, ia berhasil

menangkap tongkat Leng Kong taysu dan memandangnya

dengan wajah sinis...

Seketika itu juga Leng Kong taysu kehilangan

keseimbangannya, dalam keadaan demikian asal Suma Thian

yu membetot, kemudian mendorong tongkat itu niscaya Leng

Kong taysu akan kehilangan keseimbangan badannya dan

terjungkal keatas tanah.

Tiba-tiba si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie

membentak keras:

"Bocah keparat, lihat senjata rahasia!"

Bersama dengan ayunan tangannya, tiga batang jarum

Bwee Hoa Ciam menyambar kedepan dan mengancam tubuh

bagian atas, tengah dan bawah Suma Than yu.

Suma Thian yu sama sekali tak menyangka kalau Ciong Ing

Hwie bakal melakutan sergapan secara tiba-tiba, ia jadi

tertegun setelah mendengar bentakan tersebut, tahu-tahu titik

cahaya tajam telah menyambar dihadapan-nya.

Untung saja Suma Thlan yu tidak gugup dalam menghadapi

situasi demikian, cepat-cepat ia dorong tangan kanannya

kemuka lalu mundur dua langkah kebelakang, nyaris ia

termakan sergapan maut tersebut.

Siapa tahu disaat Suma Thian yu belum sempat berdiri

tegak, Leng Kong taysu telah membentak keras lalu

melontarkan tongkatnya keerah pemuda tersebut.

Tak terlukiskan kagetnya Suma thian yu menghadapi situasi

yang demikian, cepat-cepat dia merubah gerakan tubuhnya,

lalu melejit ke udara dan menyambut lemparan tongkat

tersebut.

Bagaimana diketahui Leng Kong taysu memiliki tenaga

dalam yang sempurna, sudah barang tentu lemparan-nya tadi

disertai tenaga dalam yang kuat, akibatnya sewaktu

menyambut tongkat tadi pemuda tersebut merasakan

pergelangan tangannya menjadi kesemutan, sedang

tubuhnya ikut tergetar mundur beberapa langkah kebelakang

dengan sempoyongan.

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong ing Hwie memang

seorang manusia yang amat licik, melihat ada kesempatan

yang amat ba gus ia segera menerobos kemuka serta

melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat kemuka.

Ancaman bahaya yang berulang kali dialami Suma Thian Yu

membuat pertahannya kocar-kacir dan napasnya tersengkal-

sengkal, tak bisa dibendung lagi tubuhnya mundur terus

berulang kali, mundar punya mundur akhirnya dia tidak

menyadari kalau tubuhnya telah berada disisi jurang, bila ia

mundur selangkah lagi niscaya badannya akan terjerumus

kedalam jurang tersebut.

Kesampatan yang demikian baiknya ini tentu saja tak akan

sia-siakan oleh siapapun, Leng Kong taysu segera melompat

kedepan pemuda itu dan mendesaknya lebih jauh, sedang

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie mendesak

datang dari sebelah kiri.

Posisi Suma thian yu saat ini benar-benar amat kritis,

menghadapi desakan lawan yang datang dari muka dan

terhadang jurang yang amat dalam, membuat pemuda itu

gugup dan panik.

Tiba-tiba malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie

tertawa dingin dan berkata:

"Bocah keparat, segera kau loloskan pedang Kit Hong Kiam

yang kau gembol itu, lalu lompat turun diri sini, dengan

tenaga dalam yang kau miliki aku percaya kau masih bisa lolos

dari kematian!"

"Tapi kalau kau berani mengatakan kata tidak...hmm..."

Mendadak Suma Thian yu berpekik nyaring dengan

menghimpun tenaganya sebesar sepuluh bagian ia

membentak nyaring:

"Kau jangan bermimpi disiang bolong!"

Bersamaan dengan bentakan itu, sepasang tangan

dilontarkan kedepan, seketika itu juga muncul dua gulung

angin pukulan yang maha dahsyat seperti amukan angin

puyuh langsung menggulung ketubuh Ciong Ing Hwie.

Kong taysu menarik napas dingin menyaksikan kejadian

tersebut, jeritnya kaget:

"Ciong hiante cepat kabur!"

Bersamaan waktunya ia melepaskan sebuah pukulan yang

maha dahsyat dari sisi arena, dengan maksud untuk

mengurangi daya pengaruh dari tenaga pukulan lawan yang

mempergunakan ilmu Bu Siang Sin Kang itu.

Dipihak lain malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie

pun tidak berpeluk tangan belaka.

Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya

dia sambut datangnya ancaman tersebut dengan ayunan

tangannya.

Sebagaimana diketahui, ketiga orang ini merupakan jago-

jago yang tangguh dalam dunia persilatan dewasa ini, boleh

dibilang semua memiliki ilmu silat yang amat tangguh, bisa

dibayangkan bagaimana dahsyatnya suara ledakan yang

timbul akibat bertemunya tiga kekuatan tersebut.

"Blaam...!"

Akibat dari ledakan yang amat keras itu, tiga gulung

desingan angin dahsyat itu memancar ke empat penjuru,

sedang Suma thian yu berasa baru seolah-olah bergetar keras.

Dalam terkejutnya Leng kong taysu segera menjejakan

kakinya keatas tanah dan secepat anak panah yang terlepas

dari busurnya ia melompat dari arena.

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing hwie pun tidak

tinggal diam, secepat kilat ia mundur pula kebelakang.

Disaat kedua orang itu berlompatan ke belakang daya

ledakan nyaring sekali lagi bergemuruh di udara diikuti pula

jeritan kaget yang makin lama semakin menjauh dan semakin

lemah, sebelum akhirnya lenyap lama sekali.

Lama... lama sekali akhirnya debupun membuyar dan

langitpun bersih kembali.

Leng liong taysu tidak menjumpai bayangan Suma thian yu,

sedang tempat dimana pemuda itu berdiri tadi sudah

tenggelam dan lenyap dari pandangan mata.

Leng kong taysu segera menghela napas panjang, lalu

mengangkat kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, demikian

pula dengan si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwei,

dalam waktu yang singkat di seluruh arena hanya dipenuhi

gelak tertawa yang panjang.

Selang beberapa saat kemudian Leng Kong taysu berkata:

"Takdir....takdir... bocah keparat itu memang sudah

ditakdirkan harus mati demikian, heee...hehe... akupun tak

usah repot-repot lagi membuang tenaga, cuma sayang..."

"Apanya yang disayangkan?" tanya Malaikat sakti bermata

tunggal Ciong Ing Hwie.

"Sayang kita tak dapat menyaksikan dengan mata kepala

sendiri bagaimana si keparat cilik itu merasakan siksaan yang

paling hebat, ai.....ai ....tentu merupakan tontonan yang

mengasikkan, sayang.....”

Dengan wajah masih tidak mengerti, Malaikat sakti bermata

tunggal Ciong Ing Hwie bertanya lagi:

"Siksaan yang paling keji apa maksudmu?" Leng Kong

taysu tertawa seram:

"Kau tau apa nama jurang yang berada dibelakang bukit

sana?"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie

menggelengkan kepala berulang kali lalu menjawab:

"Aku tidak tahu, tolong berilah keterangan sejelasnya!?"

"Kau pernah mendengar tentang lembah Put pui kok

(lembah tidak kembali) yang namanya termashur dalam dunia

persilatan?"

"Aah...Put pui kok...heeeeh ..."

Selesai mengucapkan kata tersebut si Malaikat sakti

bermata tunggal Ciong Ing Hwie tertawa seram tiada

hentinya.

Hal ini menunjukan betapa gembiranya perasaan si iblis

tua tersebut.

Leng Kong taysu tak dapat menahan raga gembiranya pula,

ia juga tertawa terba hak-bahak sambil katanya:

"Inilah pembalasan yang harus dirasakan oleh ahli waris

Wan Liang, aku benar-benar puas"

"Memang patut disayangkan, bila kita dapat menyaksikan

dengan mata kepala sendiri kematian bocah keparat itu, aku

baru benar-benar gembira sekali" kata Malaikat sakti bermata

tunggal Ciong Ing Hwie sambil menghela napas panjang.

Baru selesai iblis itu berbicara, tiba-tiba terdengar

dengusan dingin diudara:

Kedua orang itu merasa amat terkejut, tanpa terasa Leng

Kong taysu membentak gusar:

"Siapa?"

Tiba-tiba dari ujung bukit sana muncul dua orang kakek

yang berwajah ketolol-tololan.

Begitu mengetahui pendatang itu adalah sepasang kakek

bodoh dari bukit Wu san, Leng Kong taysu merasakan

tubuhnya bergetar keras seraya berpekik di hati.

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie turut

terkesiap dibuatnya, tapi segera bentaknya:

"Ada urusan apa kalian datang kemari?"

Sekilas perubahan muncul diatas wajah Toa Gi Siu Khong

siang yang dingin bagaikan es itu, tiba-tiba ujarnya sambil

membentak:

"Ayo kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"

"Bocah keparat itu sudah sepantasnya menerima kematian,

apalagi toh bukan aku yang mencelakainya, masa kau

menyalahkan aku sekarang" ujar Leng Kong taysu hambar.

Dengan suara yang dingin dan kaku kembali Toa Gi siu

Khong Siang membentak:

"Ayo cepat kembalikan seorang Suma Thian yu kepadaku!"

Selama ini Toa Gi Siu Khong Siang ialah orang tokoh yang

suka bergurau, akan tetapi saat ini wajahnya amat serius serta

diliputi hawa napsu membunuh yang amat mengrikan.

Setiap ucapannya diutarakan dengan suara dalam dan

tegas.

Leng Kong taysu segera tertawa seram:

"Bagaimana cara mengembalikannya?"

"Seorang diantara kalian harus membayar dengan nyawa!"

Selama ini malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ing Hwie

hanya pernah mendengar nama besar Wu San Siang Gi, tapi

belum pernah mengetahui sampai dimanakah ilmu silat yang

dimiliki mereka, ketika mendengar ucapan Toa Gi Siu Khong

Siang ia segera tertawa seram:

"Hei... si tolol tua memangnya kau juga sudah bosan

hidup?"

Selesai berkata ia menerjang ke hadapan Toa Gi Siu, lalu

dengan jurus Bocah dewa menunjuk jalan, secepat kilat ia

membacok jalan darah dia Ki Koan Hiat di tubuh Toa Gi siu.

Biarpun ia cepat ternyata Toa Gi siu Khong Siang lebih

cepat dari pada gerakan tubuhnya, tampak tubuhnya

berkelebat ke depan dan pergelangan tangan si malaikat sakti

bermata tunggal telah dicengkeramnya keras-keras.

Kontan saja si malaikat sakti bermata tunggal menjerit

kesakitan bagaikan ayam yang mau disembelih, peluh sebesar

kacang kedelai membasahi seluruh jidat orang itu.

Sementara itu Toa Gi siu Khong siang telah berkata lagi

dengan suara yang dingin bagaikan es:

"Kau telah mencelakai Suma Thian Yu, biar ada sepuluh

orang Ciong Ing Hwie pun belum tentu bisa menggantinya,

bila hari ini tidak kuberi pelajaran yang setimpal, rasanya

semua perasaan dendamku belum terlampiaskan keluar!"

Dengan sekuat tenaga ia menggencet pergelangan tangan

lawan, kasihan Ciong Ing Hwie yang telah lanjut usia itu, ia

segera melolong menjerit kesakitan.

Toa Gi Siu Khong segera berpaling ke arah Leng Kong

taysu seraya ujarnya pula:

"Hei, keledai gundul yang berjiwa buaya, bukankah kau

gemar melihat siksaan siksaan yang keji semacaam ini? nah

sekarang nikmatilah sepuas hatimu, agar segala napsumu

dapat terlampiaskan!"

Sesungguhnya Leng Kong taysu cukup mengetahui akan

kehebatan sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san, namun

setelah mengetahui rekannya menjumpai kesulitan, sudah

barang tentu ia tak dapat berpeluk tangan belaka.

Tiba-tiba ia menerjang kedepan sambil melepaskan sebuah

sodokan kearah tubuh Toa Gi Siu.

KaKek bodoh kedua Khong Bong mandengus dingin, ia

mengebaskan pula ujung bajunya kedepan, segulung angin

puyuh yang amat keras segera memunahkan angin pukulan

Leng Kong taysu hingga lenyap tak berbekas.

Akibat dari sapuan tersebut Leng Kong taysu segera

terpental hingga mundur beberapa langkah.

Dalam pada itu harimau berwajah kemala yang roboh tak

sadarkan diri terbangun oleh jeritan gurunya, ketika

menjumpai gurunya sedang disiksa olah kakek yang tak

dikenal, hawa amarahnya segera berkobar, bentaknya keras-

keras:

"Setan tua, lepaskan tanganmu!"

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, ia

menyerbu kemuka secara kalap.

Toa Gi Siu Khong Siang semakin gusar, ia menghimpun

tenaga dalamnya kedalam telapak kiri, ketika melihat

kedatangan lawan, menanti Kok Ciu sudah menerjang tiba

seperti anjing gila, tenaga pukulannya segera dilontarkan

kedepan.

"Weess..."

Bagaikan menerjang diatas se1apis baja yang sangat kuat,

harimau berwajah kemala Kok ciu mendengus tertahan,

kemudian roboh terjengkang keatas tanah dan jatuh tak

sadarkan diri.

Leng Kong taysu menjadi sangat panik setelah menyakitkan

semua adegan tersebut.

Dia tahu sepasang kakek bodoh dari Wu San adalah

pendekar yang termasyur karena kewelas asihannya,

semenjak terjun kedunia persilatan sampai kini belum pernah

membunuh orang atau menyiksa seseorang, tapi kini hari ini ia

telah melakukan berbagai perbuatan yang luar biasa, hal

mana menunjukan bahwa ada sasuatu yang tak beres.

Maka secsra diam-diam dia memungut tongkatnya dari atas

tanah, kemudian melejit ke udara dan meelarikan diri dari

tempat itu.

Sebenarnya Ji Gi Siu Khong Bong hendak mengejar, tapi

Toa Gi Siu Khong Siang segera memberi tanda kepadanya,

maka ujarnya kemudian:

"Apakah kita akan biarkan keledai gundul itu kabur dengan

begitu saja?"

"Akhirnya manusia semacam dia pasti akan mendapatkan

ganjaran yang setimpal, apa gunanya kita musti memusuhi

seluruh perguruan Go bi pay?" kata Toa Gi Siu.

"Wah, kalau begitu terlalu keenakan si keledai gundul itu,

bagaimana dengan manusia she Ciong ini?"

Pelan-pelan Toa gi Siu Khong Siang melepaskan

cengkeramannya, kasihan si malaikat sakti bermata tunggal

Ciong Ing Hwie yang namanya amat menggetarkan tujuh

propinsi di utara itu, ia segera roboh keatas tanah dengan

wajah penuh penderitaan.

Toa Gi Siu Khong Siang segera mendengus dingin.

"Hmm, tak nyana kau seorang tokoh yang termasyur dalam

dunia persilatan, ternyata menggunakan cara yang rendah dan

licik untuk menghadapi seorang pemuda yang masih ingusan,

hari ini aku banya memberi sedikit pelajaran untukmu, tapi

bila sampai terjatuh ketangan ku lagi, nanti akan kucabut

selembar nyawa anjingmu!"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Ini HWie tidak

berkata sepatah katapun, ia merasakan pergelangan tangan-

nya amat sakit bagaikan disayat-sayat dengan pisau, sehingga

tak sedikit kekuatanpun yang dapat dipergunakan lagi, hal ini

membuatnya amat terperanjat, disangkanya Toa Gi Siu Khong

Siang telah mencenderai dirinya.

Dalam sekilas pandangan saja Toa Gi Siu Khong Siang

dapat menebak suara hatinya, katanya kemudian sambil

tertawa tergelak:

"Kau tak usah kuatir, aku tak pernah mencederai orang

secara licik dan munafik, sebentar lagi kau akan pulih lagi

seperti biasa, aku hanya berharap gunakanlah rasa sakit yang

kau derita sekarang sebagai suatu pelajaran, sehingga kau

dapat kembali ke jalan yang benar"

Seusai berkata, bersama Ji Gi Siu Khong Bong ia segera

berlalu dari situ, sekejap mata kemudian bayangan tubuhnya

telah lenyap di balik bukit sana.

Memandang bayangan tubuh ke dua orang itu dengan

pancaran sinar kebencian, Malaikat sakti bermata tunggal

Ciong Ing Hwie menggertak gigi sambil bergumam:

"Suatu ketika aku akan membuat kalian menderita

merasakan sakit yang lebih keji baru kemudian akan kubunuh

secara pelan-pelan agar kalian merasakan penderitaan..!"

oooOoo oooOooo

SUMA THIAN YU merasa kepalanya pusing dan matanya

berkunang-kunang ketika terjatuh dari puncak bukit Pek Jin

Hong, tahu-tahu ia sudah roboh tak sadarkan diri.

Entah beberapa saat telah lewat. Ketika sadar kembali dari

pingsannya, langit sudah gelap, sekeliling tubuhnya dicekam

kegelapan yang amat pekat, dia hanya merasa sedang

berbaring diatas tanah berumput, suasana disekeliling situ

amat hening, sehingga suara angin pun tak kedengaran.

Ia tahu sekarang bahwa dirinva sudah berada didasar

jurang setelah terjatuh dari puncak bukit tadi.

Ia mencoba bangkit dari tumpukan rumput, anehnya ia tak

merasa kesakitan, ketika jari tangannya digigit terasa saku

pula, ini menandakan kalau ia belum mati.

Maka dengan mengandalkan ketajaman matanya ia mulai

berjalan menelusuri kegelapan.

Mendadak...

Setitik bayangan hitam muncul di depan mata dan

bayangan itu pelan-pelan bergerak menghampirinya.

Gerakan itu amat lambat, lambat sekali. Mungkinkah ular?

Suma Thian yu mulai berpikir.

Maka iapun menghentikan langkahnya, aneh, ternyata

bayangan hitam itupun berhenti.

Tanpa terasa bulu romanya pada bangun berdiri, tapi

terdorong oleh rasa ingin tahunya, kembali ia maju selangkah.

Bayangan hitam itu pun turut maju, hanya kali ini ia tidak

berhenti lagi, melainkan meneruskan langkahnya

menghampirinya.

Dengan perasaan tegang dan panik, Suma Thian yu segera

menggenggam peredangnya lalu bersiap-siap seakan-akan

menghadapi musuh yang tangguh.

Akhirnya titik hitam itu mulai memasuki jarak pandangan

matanya, ternyata dugaan-nya keliru, teryata bukan seperti

seekor ular yang diduganya, melainkan seekor ayam alas.

Suma Thian ju menghembuskan napas lega,

membayangkan sikap tegang yang barusan dialaminya tadi ia

jadi geli sendiri.

Pelan-pelan ia maju menghampirinya, sudah barang tentu

ia tak usah merasa takut terhadap seekor ayam alas.

Siapa tahu baru saja Suma Thian yu berjalan lima langkah,

mendadak ayam alas itu mementangkan sayapnya dan

menerjang ketubuhnya.

Menanti Suma Thian yu sadar akan datangnya bahaya,

tahu-tabu ayam alas itu sudah berada

diatas kepalanya, sehingga terpaksa ia harus cepat-cepat

menjatuhkan diri bertiarap.

Bersamaan dengan mendesingnya angin tajam, tiba-tiba

kepalanya terasa amat sakit, tahu-tahu ikat kepalanya sudah

tersambar ayam alas itu hingga sobek, masih untung hanya

beberapa lembar rambutnya yang ikut rontok, coba kalau kulit

kepalanya yang tersambar niscaya akan muncul sebuah

lubang besar disana.

Suma Thian yu merasa mendongkol bercampur geli, ia tak

menyangka kalau seekor ayam alaspun mempunyai

kemampuan yang begitu hebat, dalam keadaan demikian

timbul lagi sifat kekanak-kanakan-nya, serta merta ia

membalikan badannya, dimana ayam alas itu masih berdiri

sambil berkotek.

Tiba-tiba Suma Thian yu merasa perutnya amat lapar,

pikirnya kemudian:

"Mengapa tidak kutangkap saja ayam alas sebagai

penangsal perutku yang lapar, tentu enak sekali rasanya.

Dengan berhati-hati sekali ia mendekati ayam alas itu.

Mendadak ayam alas itu kembali berkotek, kemudian

sambil mementangkan sayapnya ia menerjang Suma Thian Yu

lagi.

Kali ini Suma Thian yu telah membuat persiapan yang

cukup matang, begitu si ayam melompat ke atas kepalanya, ia

segera me rendahkan kepalanya serta menyambar kaki ayam

tersebut.

Ketika kakinya tertangkap pemuda itu, si ayam segera

menundukan kepalanya dan mematuk pergelangan tangan

Suma Thian yu sehingga terluka karena kesakitan, terpaksa

pemuda itu melepaskan ayam tersebut.

Melihat patukannya mendatangkan hasil, sekali lagi si ayam

alas itu mementagkkan sayapnya sambil menerkam orang, kali

ini ia siap mematuk sepasang mata Suma Thian yu.

Tak terlukiskan amarah Suma Thian yu menghadapi

kejadian ini, pedangnya segera diloloskan dan diantara

berkelebatnya cahaya biru mendadak terdengar ayam alas itu

berpekik kesakitan, tahu-tahu kepalanya terpapas potong jadi

dua dan mati seketika.....

Sama Thian yu menggelengkan kepalanya berulang kali

sambil gumamnya:

"Kalau cuma membunuh seekor ayam pun aku harus

mengeluarkan tenaga sebesar ini, mana mungkin aku bisa

menduduki kursi utama didalam dunia persilatan?"

Dipungutnya bangkai ayam itu, lalu ia membuat api unggun

untuk memanggang ayam tadi.

Tiba-tiba.....

Dari kejauhan sana terdengar suara orang yang merdu:

"Kuur....kuur....a hoa....a hoa..."

Dari dasar jurang bisa muncul seorang manusia pun sudah

terhitung merupakan kejadian yang aneh, apalagi yang

muncul seorang wanita, tanpa terasa Suma Thian yu

mengalihkan pandangannya kearah datangnya suara tadi, tak

lama kemudian muncul sebatang obor yang makin lama

semakin mendekati ke arahnya.

Ketika diamatinya dengan seksama ternyata orang itu

adalah seorang gadis muda yang memegang sebatang obor

sambil berjalan mendekat, nona itu tidak hentinya bersuara

a...hoa a...hoa

Suma Thian yu sengaja mendehem, tampaknya gadis itu

sangat terkejut ketika menjumpai Suma Thian yu, iapun

berseru tertahan sambil menegur:

"Siapakah kau?"

"Nona, aku sedang tersesat!" sahut Suma Thian yu cepat.

"Tersesat?" dengus si nona sambil mendekati.

"Hmm, kau legi ngaco belo, lembah ini terpenci1 lagi pula

empat penjuru dikelilingi bukit yang terjal, bagaimana caramu

masuk sampai disini? ayo Jawab sejujurnya, jangan sampai

terjadi kesalah pahamam diantara kita!"

Cepat-cepat Suma Thian yu menjura sambil berkata lagi:

"Aku benar-benar terjatuh dari puncak bukit sana, harap

nona jangan mentertawakan"

Mendengar perkataan tersebut si nona tertawa cekikikan.

"Ucapanmu lebih-lebih ngaco, mana mungkin ada orang dapat

hidup setelah terjatuh dari puncak Pek Cin Hong, jangan lagi

manusia, batu cadas yang amat keraspun akan hancur lebur,

kau jangan mengigau di siang bolong."

Sambil tertawa Suma Thian yu menggeleng-gelengkan

kepalanya, katanya kemudian:

"Nona, mau percaya atau tidak terserah, yang pasti

persoalan ini toh tak perlu diperdebatkan lagi"

Tiba-tiba si nona melihat bangkai ayam yang berada

dibawah kaki Suma Thian yu, dengan wajah berubah ia segera

menjerit kaget.

"Aah, kaukah yang membunuh A Hoa....?"

Suma Tnian yu tertegun, lalu sambil menunjuk bangkai

ayam itu sambil berkata keheranan.

"Apa, kau bilang nona? inikah A Hoa... Jadi A Hoa adalah

ayam alas ini?"

"Dia adalah A Hoa, bentak nona itu dengat penuh amarah,

sedang matanya melorot besar, kau bajingan tengik, aku akan

beradu jiwa dengan mu!", lantas dia mengayunkan tinjunya

dan menghantam tubuh Suma thian yu.

"Eeii tunggu dulu", sambil berkelit Suma Thian Yu

menggoyangkan tangannya berulang kali.

"Jangan menyerang dulu nona, kalau memang ada

persoalan mari kita bicarakan secara baik-baik"

Si nona menerjang lebih jauh sambil melepaskan

pukulannya, bentaknya keras:

"Aku tak mau tau, pokoknya kau harus mengganti nyawa

ayam alas itu!"

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak.

"Haha... haha... apa sih artinya seekor ayam alas? masa

aku harus mengganti dengan nyawaku, memangnya kau

anggap ayawa ku lebih tak berharga dari ayam itu?"

Setelah beberapa terjangannya mengalami kegagalan, nona

itu marah benar, hingga gemetar keras seluruh tubuhnya,

cepat-cepat dia membuang obornya keatas tanah lalu

mengeluarkan sebatang anak panah pendek dan dilontarkan

ke udara.

Diiringi suara desingan yang tajam, panah itu melesat ke

udara dan menimbulkan suara desingan yang amat keras.

Setelah melepaskan panah tadi si nona melancarkan

serangan berantai, angin pukulan yang menderu-deru seketika

menyelimuti angkasa.

Suma Thian yu terkejut sekali melihat ancaman tersebut,

segera pikirnya:

"Hebat sekali tenaga dalam yang dimiliki perempuan ini, tak

kusangka dengan usianya yang begini muda ia memiliki

kepandaian yang sehebat ini!"

Dengan mengembangkan ilmu langkah Ciok Tiong Luan

poh pemuda itu berkelit kesamping, kemudian dengan mata

yang jeli ia periksa di sekeliling tempat itu, sebab dari

kemunculan si nona yang amat mendadak itu, serta tindakan-

nya melepaskan panah bersuara, menunjukkan bahwa

dibelakang nona ini masih banyak jago-jago yang hebat.

Apa yang diduganya memang benar, mendadak terdengar

dua pekikan aneh dari tempat kejauhan sana.

Suara itu amat keras dan nyaring, hal ini menunjukkan

bahwa tenaga dalam mereka amat sempurna.

Sementara pekikan masih menggema diudara, tiba-tiba

Suma Thian yu menyaksikan ada dua bayangan manusia

meluncur datang secepat kilat.

Jilid : 31

SEMENTARA ITU SI NONA TELAH melompat kesamping

arena, sambil bercekak pinggang ia awasi Suma Thian yu

dengan mata melotot besar.

Sementara Suma Thian yu masih terkejut bercampur

keheranan, diiringi dua kali bentakan keras, tahu-tahu

ditengah arena telah bertambah dengan dua manusia aneh.

Kedua orang itu mempunyai perawakan yang saling

bertolak belakang, yang disebelah kiri berperawakan jangkung

lagi ceking, usianya diantara empat puluh tahunan hanya saja

saking kurusnya tubuhnya tinggal kulit pembukus tulang.

Sebaliknya orang yang berada disebelah kanan

berperawakan cebol lagi gemuk, mukanya bulat seperti

rembulan, tubuhnya gemuk seperti gentong, sehingga mirip

sekali dengan seekor babi yang siap disembelih, diapun

berusia diantara empat puluhan.

Begitu melihat munculnya ke dua orang itu si nona tadi

segera berteriak:

"Orang ini jahat sekali dia telah membunuh A hoa ku,

paman Ko kau harus membalaskan dendam bagiku"

Ternyata lelaki setengah umur yang berperawakan

jangkung dan ceking itu bernama Ko Lip Kun, orang

menyebutnya si monyet sakti berlengan panjang.

Sedang si lelaki cebol lagi gemuk seperti babi itu bernama

Si Tay Kong dengan julukan panglima langit penegak bumi.

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip Kau nampak agak

terkejut ketika melihat bangkai ayam tersebut, maka dengan

wajah penuh amarah ia menegur:

"Engkoh cilik, inikah hasil perbuatanmu?"

Suma Thiau yu manggut-manggut, jawabnya:

"Yaa, akulah yang membunuh ayam alas itu, maklumlah

aku sedang kelaparan, aku tidak tahu kalau ayam alas itu

sebenarnya binatang kesayangan nona ini"

Monyet sakti berlengan panjang kembali mendengus

dingin.

"Engkoh cilik, kau telah membuat gara-gara yang besar,

nona itu adalah putri kesayangan Kokcu kami, dan bila kau

cuma menganggap ayam itu cuma seekor ayam alas saja

maka dugaanmu itu keliru besar, kau tahu binatang tersebut

adalah ayam berbulu emas sejenis unggas yang amat langka

didunia saat ini!"

Sekarang Suma Thian yu baru sadar bahwa ia telah

melakukan suatu perbuatan yang amat salah, dari cerita

Paman Wan nya dulu ia pernah mendengar kalau ayam

berbulu emas termasuk jenis unggas yang langka, tak

disangka sama sekali kalau ayam alas yang terbunuh sekarang

ini sesungguhnya unggas yang berbulu emas.

Seandainya kejadian ini berlangsung di siang hari, mungkin

ia tak akan bertindak seceroboh ini, apa mau dikata malam

begitu gelap, ia menjadi menyesal sekali atas terjadinya

peristiwa ini, maka Suma Thian segera menjura sambil minta

maaf, katanya:

"Aku menyesal sekali telah membunuh ayam berbulu emas

milik kalian itu, apapun yang kalian minta untuk mengganti

kerugian itu tentu kupenuhi"

"Engkoh cilik sekarang kau tak usah membicarakan itu,

yang penting turutlah aku untuk menemui kokcu kami, segala

sesuatunya akan diputuskan kokcu kami nanti"

Mendengar perkataan ini Suma Thian yu menjadi sangat

tercengang, tanyanya kemudian:

"Tolong tanya lembah apakah ini dan siapakah kokcunya?"

Monyet sakti berlengan panjang Ko LiP Kun menggelengkan

kepalanya berulang kali.

"Maaf aku tak dapat memberitahukan persoalan ini

kepadamu, mari kita berangkat!"

Ia segera mempersilahkan Suma Thian yu untuk berangkat

mengikuti di belakang panglima langit penegak bumi Si Yay

Kong, sementara Ko Lip Kun mengikuti di belakang anak muda

tersebut.

Dalam keadaan demikian Suma Thian yu menolak

permintaan mereka niscaya akan terjadi suatu pertarungan

yang amat seru, padahal pemuda itu tak ingin berbuat

demikian.

Dengan menelusuri dinding tebing yang amat curam

mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya

panglima langit penegak bumi menghentikan langkahnya dan

berpekik nyaring.

Bersama dengan bergemanya pekikan tersebut Suma Thian

yu melihat diturunkannya sebuah keranjang bambu dari

puncak tebing tersebut.

Keranjang bambu itu diikat dengan seutas tali yang amat

besar.

"Silahkan naik, engkoh cilik" kata monyet sakti berlengan

panjang Ko Lip Kun, "kemudian kau akan disambut orang lain

disana nanti"

Kembali Suma Thian yu menurut dan segera duduk dalam

keranjang itu tanpa banyak cing cong, ketika panglima langit

penegak bumi berpekik lagi, keranjang bambu itu segera

diangkat naik,

keranjang bambu itu hanya muat satu orang saja, Suma

Thian yu merasa hatinya berdebar keras, kemudian pikirnya

dan dengan perasaan tak tenang:

"Entah siapakah kelompok manusia-manusia ini, kalau

dilihat dari gerak-geriknya aneh sekali, jangan-jangan mereka

adalah sekelompok penyamun?"

Masih ada satu hal lagi yang membuatnya keheranan, yaitu

apakah orang-orang itu naik turun dengan menggunakan

keranjang bambu semuanya tadi dengan nyata, nona itu

muncul dari suatu tempat kegelapan dari bawah tebing,

demikian pula dengan

Si Lip Kun serta Si Tay Kong, mustahil mereka pun

diturunkan dari atas tebing dengan keranjang bambu, tiba-

tiba satu ingatan melintas didalam benaknya.

"Aah benar, dibawah tebing sana pasti ada tempat rahasia

yang menghubungkan lorong tersebut dengan puncak bukit..."

Berpikir sampai disitu, Suma Thian yu segera menunduk

kebawah, benar juga ketiga orang lawannya sudah tidak

nampak dikaki tebing itu, hal ini membuatnya semakin tegang.

Keranjang bambu itu ditarik naik dengan gerakan yang

amat lamban ibarat siput sedang merambat pohon, pemuda

itu tak dapat membayangkan apa akibatnya andaikata tali

keranjang itu tiba-tiba diputuskan oleh lawan.

Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya keranjang itu tiba

juga di puncak bukit itu, ternyata tempat itu berupa sebuah

tanah lapang yang luas, sepasukan lelaki bergolok dan

bertombak telah siap berjajar-jajar disitu.

Tiba-tiba muncul lelaki setengah umur yang berjalan

kehadapannya, lalu berkata:

"Atas perintah kokcu kau disuruh mengikuti kami!"

Bagaikan seorang tawanan tanpa perlawanan, Suma Thian

yu mengikuti rombongan itu menuju kesudut tebing yang lain.

Sedangkan rombongan jago jago bergolok tadi dengan

terbagi menjadi dua baris mengawal dari belakang.

Dalam perjalanan itulah Suma Thian yu berpikir:

"Yaa benar, mereka tentu sekelompok penyamun,

sedangkan yang dimaksud sebagai kokcu tentulah kepala

perampok, hmmm. begitu pun ada baiknya juga, bila apa yang

ku duga memang benar, pasti akan kusapu mereka hingga

lenyap dari muka bumi!"

Setelah berjalan kaki kemudian, mendadak lelaki itu

membalikkan badan dan berkata pada Suma Thian yu:

"Maafkan kekasaran kami sesuai dengan peraturan di sini,

setiap orang yang akan memasuki lembah, matanya harus

ditutup dengan kain hitam"

Sambil berkata ia mengeluarkan selembar kain hitam dan

siap di tutupkan kewajah anak muda tersebut.

Suma Thian yu segera mendongakan kepalanya dan

tertawa terbahak-bahak, katanya:

"Soal ini tak perlu kau kuatirkan, aku tak akan

membocorkan rahasia kalian, jadi kalian tak perlu pula

menutupi sepasang mataku!"

Lelaki kekar itu segera menarik muka seraya membentak:

"Peratuaran tetap peraturan, apalagi aku pun tak mungkin

mengambilkan keputusan, jadi aku harap kau mau menuruti

perkataanku ini"

"Tidak bisa!" bentak Suma Thian yu peruh amarah.

Ia tahu apabila sepasang matanya ditutup kain hitam oleh

lawan berarti keselamatan jiwanya telah terjatuh ketangan

musuh.

Tentu saja ia tak ingin mempergunakan nyawanya sebagai

barang permainan.

"Tidak maupun kau harus mau!" bentak lelaki kekar itu

sambil bersiap-siap hendak menutupi mata Suma Thian yu

dengan kain hitam. Dengan cekatan Suma Thian yu berkelit

kesamping lalu teriaknya penuh amarah:

"Kau jangan turun tangan semaumu sendiri, bila kau tak

tahu aturan dan nekad terus aku akan bertindak keji

kepadamu"

Baru saja ia selesai berkata, mendadak dari belakang

tubuhnya berkumandang suara dengusan dingin yang amat

menyeramkan. Suara itu begitu menyeramkan hingga mem

buat bulu kuduk semua orang berdiri.

Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar suara

tertawa yang mengerikan itu, dengan cepat dia berpaling

namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda tersebut

menghembuskan napas dingin.

Ternyata di belakang tubuhnya telah muncul seorang

manusia dan seekor binatang, orang itu berperawakan

setinggi lima depa rambutnya panjang selutut, kepalanya

amat besar dan mengenakan topi lebar, usianya diantara

delapan puluh tahunan, matanya yang berkilat kilat

menandakan kalau dia adalah seorang jago lihay yang

berkepandaian tinggi.

Sedangkan disamping kakek itu berdiri seekor gorilla yang

tinggi besar dan kekar, seluruh tubuhnya berbulu hitam,

terutama sepasang matanya yang terlihat dibalik kegelapan,

persis seperti dua bola lampu yang bersinar tajam.

Ketika kawanan lelaki yang mengurung disekeiiling Suma

Thian yu melihat kemunculan orang tersebut, serentak mereka

mengundurkan diri selangkah ke belakang, kemudian

menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani

berpaling lagi.

Dengan langkah pelan kakek itu berjalan menuju

kehadapan Suma Thian yu, kemudian ujarnya:

"Bocah muda, lembah ini disebut Lembah tidak kembali

(Put kui kok). Semenjak delapan puluh tahun berselang belum

pernah ada seorang manusia pun yang bisa keluar dari lembah

ini dalam keadaan selamat, kini kau sudah datang kemari,

berarti bagimu hanya tersedia dua jalan saja untuk dipilih,

satu adalah jalan hidup sedangkan yang lain adalah jalan mati

silahkan kau memilihnya sendiri!"

Biarpun kakek itu sudah berusia lanjut, ternyata setiap

patah kata tersebut dapat diutarakan dengan suara yang amat

keras dan nyaring.

Ketika kakek itu sudah menyelesaikan perkataannya, Suma

Thian yu bertanya:

"Bagaimana aku harus menempuh bila jalan kehidupan

yang kupilih..?"

Kakek itu segera tertawa tergelak.

"Haah...haah... haah... ternyata orang di dunia ini

mempunyai jalan pemikiran yang sama, hanya jalan

kehidupan yang selalu di pilihnya, kalau begini terus

keadaannya maka suatu ketika lembah Put kui kok ini pasti

akan menjadi penuh juga!"

Suma Tnian yu menjadi kebingungan dan berdiri dengan

wajah tercengang dan penuh tanda tanya, untuk beberapa

saat dia terbungkam dalam seribu bahasa.

Dengan sorot mata yang tajam kakek itu mengawasi

kembali wajah hingga kaki anak muda tersebut, kemudian

sahutnya:

"Apabila ingin hidup, maka janganlah memberikan

perlawanan bila sepasang mata mu ditutup dengan kain hitam

nanti"

Tiba-tiba muncul rasa ingin tahunya didalam hati, Suma

Thian yu segera bertanya lebih jauh:

"Bagaimana seandainya membangkang?"

"Maka kau bakal mampus!"

"Seandainya orang itu memiliki kepandaian silat yang amat

tinggi sehingga sukar untuk dikuasai, bagaimana jadinya?"

"Apakah kau yakin bisa meloloskan diri dari lembah Put kui

kok ini?"

"Tidak, aku tidak mampu, aku hanya bertanya seandainya

terdapat manusia macam begini?"

Mendengar perkataan tersebut, kembali si kakek tertawa

terbahak-bahak.

"Haah... haah... haah... kau tidak usah memikirkan tentang

orang lain, cukup dibiarkan berdasarkan kemampuanmu

sendiri, apakah kau mempunyai keyakinan akan berhasil?"

"Bagaimana andainya manusia sebangsa pendekar

berkepandaian seperti dewa?" ngerocos Suma Thian yu terus.

"Hmm, kata-kata yang tidak berbobot lebih baik tak usah

diucapkan, ayo segera tutup mulutmu dengan kain"

Perkataan dari kakek ini penuh berwibawa, membuat Suma

Thian yu tidak membang kang dan tak berani membangkang

lagi.

Sudah barang tentu Suma Thian ya tidak akan benar-benar

takut kepadanya, namun berbicara tentang keadaan yang

terbenrang didepan mata sekarang, biarpun kau memiliki

kepandaian yang luar biasa pun jangan harap bisa

meninggalkan tebing tersebut dengan begitu saja.

Sebagai seorang lelaki pintar yang pandai menilai keadaan,

secara diam-diam Suma Thian yu menghimpun tenaga untuk

bersiap siaga, sekalipun diluarnya dia tetap menunduk padahal

begitu ada kesempatan baik dia akan berusaha untuk

meloloskan diri.

Tampaknya kakek itu mempunyai sorot mata yang amat

tajam, dia seperti sudah mengetahui kalau Suma Thian yu

mempunyai niat untuk melarikan diri bila kesempatan baik

ada, oleh sebab itulah disaat sepasang matanya ditutup

dengan kain hitam, dia segera melancarkan sentilan dari kejau

han untuk menotok jalan darah tidurnya.

Menanti Suma Thian yu merasakan datangnya sergapan

tersebut dan berusaha untuk mengerahkan tenaganya

melakukan perlawanan keadaan sudah terlambat, tahu-tahu

badannya menjadi kaku dan hilangkah kesadarannya.

Entah berapa lama sudah lewat, menanti dia membuka

matanya kembali, empat penjuru disekeliling tempat itu sudah

dikurung oleh busu-busu berpakaian ringkas yang membawa

senjata.

Dengan perasaan tercenggang bercampur kaget, Suma

Thian yu segera melompat bangun dan memeriksa keadaan

sekitar situ, ternyata dia telah berada ditengah sebuah

ruangan yang luas dan lepas, dikursi utama duduklah seorang

kakek berambut putih, di sebebh kanannya duduk seorang

nenek, agaknya nenek itu adalah istrinya.

Duduk disebelah kiri adalah si nona yang dijumpai di muka

lembah tadi.

Suuia Thian yu memandang lebih jauh, nonyet sakti

berlengen panjang Ko Lip kun serta panglima langit penegak

bumi Si Tay Kong terlihat pula disana, hanya si kakek aneh

dengan gorilanya saja yang tidak nampak batang hidungnya.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar kakek berambut putih

yang duduk dikursi utama itu menegur dengan suara yang

lembut lagi amat ramah:

"Bocah cilik, silahkan berdiri"

Suma Thian yu menurut dan segera bangkit berdiri,

kemudian dengan suara terce ngang tanyanya:

“ Aku berada dimana sekarang?"

"Tempat ini adalah lembah Put kui kok" kata kakek tersebut

samoil tersenyum, "sobat cilik sangat beruntung bisa berpesiar

ke nirwana seperti ini, boleh dibilang ke semuanya ini

merupakan rejekimu, apakah kau merasa tempat ini sangat

menyenangkan?"

Sama Thian yu menatap kakek tersebut lekat-lekat,

kemudian jawabnya ketus:

"Sedikitpun tidak menyenangkan, aku rasa kau pasti kokcu

dari lembah ini bukan?"

"Benar, tolong tanya sobat mengapa kau menganggap

tempat ini tidak menyenang kan?"

"Sebab ada orang menutupi mataku kemudian menotok

jalan darah tidurku, setelah itu aku baru digusur kemari,

perbuatan semacam ini sangat memuakkan dan menjemukan,

darimana bisa dibilang amat menye nangkan....?"

Kokcu tersebut kembali dibuat tertegun tapi kemudian ia

berpaling ke arah si nona yang berada disebelah kirinya dan

bertanya:

"Benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini? Ide dari

siapakah itu?"

Nona tersebut segera menggeleng.

"Bukankah ayah sendiri yang memenrintahkan begitu,

barang siapa yang hendak memasuki lembah, maka dia wajib

ditutupi matanya dengan kain hitam sebelum diantar masuk"

"Oya.." Kokcu tua itu seperti baru teringat dengan

perintahnya, dia segera berpaling kembali ke arah Suma Thian

yu sambil katanya:

"Ditengah malam buta begini sobat cilik memasuki lembah

kami sebetulnya sedang mengembankan tugas rahasia apa?"

"Tidak, aku tidak lagi melaksanakan tugas rahasia apa pun,

aku benar-benar terjatuh dari atas puncak tebing dan pada

hekekatnya aku tidak mengetahui kalau tempat ini bernama

lembah Put kui kok"

Kokcu tua itu segera menyimpitkan sepasang mata,

kemudian tertawa dingin:

"Hmmm.... setiap sobat yang sampai di tempat ini tak

seorangpun yang bukan terjatuh dari puncak tebing, benarkah

kejadian yang begitu kebetulan bisa terjadi secara berulang-

ulang? Sobat cilik, jangan-jangan kau memang mempunyai

misi rahasia tertentu?"

Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak:

"Haaahh....haaahh.... haaahh.... mau percaya atau tidak

terserah kepadamu, yang jelas aku bukan datang karena

sedang menjalankan suatu misi rahasia tertentu, apa bila kau

memang ingin membunuhku, silahkan saja dilaksanakan

dengan segera!"

Kokcu tua benar-benar merasa terkejut bercampur

keheraran, tanpa terasa dia mengamati Suma Thian yu berapa

kejap lagi kemudian baru katanya:

"Kau memang sedikit rada berbeda dengan orang lain,

yakin kau sama sekali tidak takut mati, apabila kau tidak

bersedia mengungkapkan alasan kedatanganmu kemari,

terpaksa selembar nyawamu harus kau tinggalkan disini!"

Dengan pandangan dingin Suma Thian yu melirik sekejap

kearah kokcu tersebut, kemudian katanya:

"Sesuai dengan nama lembahmu, aku sudah bertekad tak

akan kembali lagi ke dunia ramai, kaupun tidak usah banyak

bicara lagi, aku sudah pasrah kepada nasib, cuma bila

menginginkan nyawaku maka kalian harus membayar dengan

mahal"

Sikap dari Suma Thian yu yang kian lama kian bertambah

keras ini segera menimbulkan perasaan kaget dan gusar bagi

para hadirin lainnya.

Mendadak kokcu tua itu melompat bangun dari tempat

duduknya, lalu sambil menuding kemuka bentaknya penuh

amarah:

"Bekuk bajingan itu!"

Suara bentakannya amat keras bagaikan guntur yang

menyambar di siang hari bolong.

Bersamaan dengan diturunkannya perintah tersebut, dua

orang lelaki kekar segera maju ke depan dan menyeret tubuh

Suma Thian yu dari sisi kiri dan kanan.

Melihat kejadian tersebut, Suma Thian yu tertawa dingin

berulang kali, ditunggunya sampai kedua orang itu

mendekatinya, kemudian sepasang telapak tangannya

dilontarkan bersama dengan menghimpun tenaga sebesar

enam bagian.

Terhajar oleh serangan yang maha dahsyat tersebut, tiba-

tiba saja terdengar dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati

bergema memecahkan keheningan, belum lagi dua orang

lelaki tersebut sempat me nyentuh ujung baju lawannya,

mereka sudah mencelat kebelakang dan roboh binasa.

Atas terjadinya peristiwa tersebut, semua orang menjadi

amat terperanjat.

Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya dan

berpekik panjang, lalu dengan sepasang mata berapi-api

ditatapnya kokcu tua itu tanpa berkedip, kemudian serunya:

"Inilah contoh yang paling baik untukmu, bila kau

mendesak diriku lagi, jangan salahkan bila darah segar akan

berceceran diseluruh arena ini!"

Tampaknya kokcu tua itu tidak dibuat gentar karena

kematian kedua orang anak buahnya, malahan dengan sikap

yang amat tenang dia berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh:

"Heeehh...heeehh... Suatu tindakan yang amat bagus,

suatu sikap yang tegas, dengan demikian akupun tidak usah

merasa rikuh terhadap mendiang guruku lagi. Pengawal,

penggal kepala anjing keparat ini!"

Perkataannya seperti perintah dari seorang kaisar saja

membuat semua orang tak berani membangkang.

Atas perintah tersebut, monyet sakti berlengan panjang Ko

Lip kun dan panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera

turun kedalam arena, disusul kemudian lima orang lelaki yang

berada dikedua belah sisi arena.

Suma Thian yu masih tetap berdiri dengan senyuman

dikulum, pada hakekatnya tak seorangpun diantara mereka

yang dipandang sebelah mata olehnya, malah katanya dengan

suara hambar:

"Tempat ini terlampau sempit, tidak leluasa untuk

bertarung, begini saja, bagaimana kalau kita langsungkan

pertarungan di luar sana?"

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera

menyetujui dan melompat ke luar lebih dulu dari ruangan.

Kelima orang lelaki lainnya segera mengikuti

dibelakangnya, hanya panglima langit penegak bumi Si Tay

kong seorang yang mengawasi musuhnya tanpa berkedip.

Dengan sikap yang santai dan tenang Suma Thian yu

pelan-pelan keluar dari dalam ruangan, dengan ketat panglima

langit penegak bumi Si Tay kong mengikuti dibelakangnya,

seakan-akan dia kuatir kalau pemuda itu berusaha melarikan

diri.

Baru saja Suma Thian yu melangkah menuju ketengah

arena, para jago segera mengurungnya ketat-ketat, hal ini

membuatnya sangat mendongkol, segera sindirnya:

"Beginikah kemampuan dari orang-orang lemban Put kui

kok? Bisanya hanya main keroyok dengan mengandalkan

dengan jumlah yang banyak?"

Monyel sakti berlengan tunggal Ko Cip kun nampak

tertegun kemudian gelagapan dan tak mampu mengucapkan

sepatah katapun.

Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara

seseorang menyahut:

"Benar, kami memang merupakan manusia-manusia yang

mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak"

Ketika Suma Thian yu melirik kesamping, ternyata orang

yang mengucapkan perkataan tersebut tidak lain adalah si

kokcu tua tersebut.

Kontan saja dia tertawa terbahak-bahak, kemudian

berseru:

"Haaahh... haaah... kalau begitu hitung-hitung menambah

pengetahuan Suma Thian yu kalau memang demikian,

silahkan kalian maju semua bersama-sama!"

Baru selesai dia berkata, mendadak tampak lima macam

senjata tajam dibacokkan bersama ketubuhnya.

Kelima macam senjata itu semuanya menyerang dengan

mempergunakan jurus se rangan yang biasa, namun

dilancarkan hampir bersamaan waktunya.

Suma Thian yu tertawa dingin tiada hentinya, tiba-tiba ia

merendahkan tubuhnya lalu mencabut keluar pedang Kit hong

kiam dari dalam sarung.

Tampak cahaya tajam berkelebat lewat, dengan jurus

burung hong pulang kesarang dia babat musuhnya dengan

gencar,

sementara suara jeritan ngeri yang memilukan hati segera

bergema memecahkan keheningan, diantara berkelebatnya

cahaya pedang tersehat, seorang lelaki kekar tewas dengan

kepala berpisah dari badan.

Berada didalam keadaan seperti ini, terpaksa Suma Thian

yu harus bertindak keji, tubuhnya maju selangkah kedepan,

lalu dengan siasat memancing harimau meninggalkan bukit,

pedangnya seakan-akan membacok lelaki yang berada

ditengah, siapa tahu di tengah jalan tiba-tiba saja gerakan

tubuhnya berubah, sambil membalikkan badan dia melepaskan

sebuah bacokan ke seorang lelaki yang lain dengan jurus

Burung hong menghadap sang surya.

Semestinya jurus serangan itu dipergunakan amat tepat

dan hebat, sayang sekali pihak lawan telah membuat

persiapan yang amat bagus, kembali barisannya berubah dan

serangan dari Suma Thian yu itu mengenai sasaran yang

kosong.

Monyet sakti berlengan panjang serta Panglima langit

penegak bumi yang bertangan kosong belaka tidak langsung

terjun ke arena, melainkan mereka selalu mencari peluang

untuk melancarkan serangan dan menutup setiap kebocoran

dan kelemahan yang ada.

Dengan demikian Suma Thian yu segera merasakan tenaga

yang menekan dirinya kian lama kian bertambah berat,

apalagi dia seorang dikerubuti oleh empat jago lihay, keadaan

benar-benar amat kritis dan berbahaya.

Pada mulanya Suma Thian yu melakukan perlawanan

dengan mempergunakan ilmu Pedang Kit hong kiam hoat,

namun selanjutnya dia pergunakan ilmu pedang tanpa nama

berusaha mencari kemenangan.

Sayang sekali pihak musuh melancarkan serangan menurut

barisan yang sudah diatur secara sempurna, hal ini membuat

usaha Suma Thian yu sama sekali tidak mendatangkan hasil.

Diantara mereka, Ko Lip kun dan Si Tay kong dua orang

yang menyerang paling gencar dan berbahaya.

Jangan dilihat kedua orang itu sama sekali tidak bersenjata

namun angin pukulan yang dilontarkan setajam sebatang

pedang, ini semua membuat Suma Thian yu menjadi amat

payah dan sama sekali tidak mampu memperlihatkan

kebolehannya.

Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat sengit

inilah, tiba-tiba terdengar suara pekikan panjang bergema

membelah angkasa.

Suma Thian yu tertegun, sebab suara pekikan itu sudah

jelas berasal dari kakek pendek diatas tebing tadi, apabila

orang inipun turut terjun ke arena pertarungan, niscaya dia

akan terkurung dan mati kutunya.

Sementara dia masih tertegun, sesosok bayangan hitam

telah menerobos masuk kedalam dengan kecepatan bagaikan

sambaran kilat...

Belum sempat Suma Thian yu melihat pendatang itu

dengan jelas, tiba-tiba saja dia merasakan daya tekanan yang

menindih kepalanya bertambah berat, cepat-cepat Suma Thian

yu mengayunkan tangan kirinya ke atas untuk mengurangi

daya tekanan tersebut.

Sementara pedang ditangan kanannya di putar

menciptakan segulung kabut pedang yang segera membentuk

selapis dinding kuat yang menghadang didepan dadanya.

Yang dikatakan orang: Betapa pun rapatnya suatu

pertahanan, toh pasti ada yang lupa, begitu juga keadaan

Suma Thian yu sekarang.

Kendatipun pertahanan tubuh bagian depannya amat ketat

namun dia lupa dengan pertahanan belakang tubuhnya.

Tiba-tiba saja pinggangnya terasa kaku, segenap kekuatan

yang dimilikinya punah dan tak ampun tubuhnya segera roboh

terjerembab ke atas tanah.

Ternyata orang yang menyergapnya secara licik itu tak lain

adalah kokcu tua berwajah mulia namun berhati licik dan keji

itu...

Sejak terjun ke arena, pertarungan besar maupun kecil

sudah dialami oleh Suma Thian yu, paling tidak beratus

pertarungan, akan tetapi belum pernah ia jumpai siasat yang

begitu licik dan rapat seperti apa yang dialaminya sekarang.

Tampaknya kemunculan kakek cebol tadi tidak lebih hanya

merupakan sebuah tipu muslihat saja dengan tujaan hendak

memancing suma thian yu agar pecah perhatiannya.

Dengan kepandaian kokcu tua yang amat lihay, begitu

melihat musuhnya melalaikan pertahanan bagian belakang

tubuhnya, secara diam-diam lantas dia menyelinap ke

belakang tubuhnya lalu menotok jalan darah anak muda

tersebut.

ketika tubuhnya dikempit oleh kakek cebol tadi, suma Thian

yu masih tetap ber otak jernih, hanya saja tubuhnya terasa

begitu lemas seakan-akan sama sekali tak bertenaga.

terdengar kokcu tua itu tertawa dingin kemudian berseru:

"Penggal kepala bajingan cilik ini, manusia semacam ini

hanya akan meninggalkan bencana saja bila dibiarkan tetap

hidup dalam lembah kita"

Kakek cebol itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah

katapun, sambil mengempit tubuh Suma thian yu dia segera

beranjak pergi dari situ.

Mendadak terdengar seseorang membentak keras:

"Ay suhu, tunggu sebentar"

Rupanya kakek cebol itu she aY bernama Siang, orang

menyebutnya makhluk pembalik awan, ketika mendengar putri

kesayangan kokcunya menghardik, diapun bertanya dengan

suara dingin:

"Keponakan masih ada urusan apa lagi?"

Gadis itu sama sekali tidak menggubris pertanyaan si

makhluk pembalik awan ay siang, kepada ayahnya dia lantas

berseru:

“ Ayah, orang ini pasti akan berguna bila dibiarkan tetap

hidup, menurut perdapat siauli, lebih baik disekap didalam

penjara saja, lama-kelamaan sikapnya akan melunak dengan

sendirinya"

"Ay hiante, kita turuti saja perkataan siauli, coba kita lihat

bagaimana perkembangan selanjutnya"

Oleh karena kokcunya sudah berkata demikian, maka kakek

cebol itu tidak banyak bicara lagi, sambil membanting tubuh

pemuda itu keatas tanah, umpatnya:

"Hitung-hitung kau si bocah keparat memang masih

berumur panjang, rasakanlah hidup selama berapa hari lagi"

Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.

Buru-buru Kokcu tua memerintahkan malaikat langit

penegak bumi Si Tay kong agar mengusir pergi Suma Thian yu

dari situ.

Si Tay kong memang sangat membenci terhadap pemuda

ini karena barusan pemuda tersebut telah membunuh dua

arang panglimanya, kini melihat ada kesempatan yang sangat

baik untuk melampiaskan rasa bencinya, cepat-cepat dia

mencengkeram tubuh Suma Thian yu lalu dibawa keluar

ruangan.

Suma Thian yu yang tertotok jalan darahnya sama sekali

tak berkutik, dalam keadaan demikian dia hanya bisa

pasrahkan diri pada nasib.

Panglima langit penegak bumi Si Tay Kong membawa Suma

thian yu menuju ke depan sebuah bukit, kemudian

membantingnva keras-keras keatas tanah, setelah tertawa

dingin katanya:

"Bocah keparat setelah terjatuh ke tangan toaya, berarti

kau telah bertemu dengan raja akhirat, membunuh orang

barus membayar dengan nyawa, tentunya kau mengerti akan

perkataan ini bukan? Nah sekarang toaya akan menyuruh kau

merasakan dulu bagaimana enaknya nya bila otot dibetot dan

tulang dikilir..."

Sambil berkata dia lantas mengangkat tangan-nya dan siap

ditotokkan keatas jalan darah Ki tiong hiat di depan dada

pemuda tersebut.

Seandainya torokan ini sampai dilakukan, niscaya Suma

Thian yu akan tersiksa setengahmati, mau hidup tak bisa mau

mati pun tak dapat....sepanjang hidup mungkin akan

menderita terus.

Disaat totokan hampir mengena ditubuh pemuda itulah,

mendadak dari tengah udara terdengar seseorang membentak

nyaring:

"Si Tay kong, jangan tertindak kurang ajar!"

Cepat-cepat Si Tay kong menarik kembali tangannya seraya

berpaling, ternyata kokcu hujin dan putri kesayangan kokcu

nya telah berditi disitu sambil mengawasi perbuatannya

dengan sorot mata yang tajam dan mengerikan hati.

Tak kuasa lagi peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya

karena terperanjat, dengan cepat dia berkata dengan sikap

hormat:

"Hujin, mengapa kau bisa berada disini?"

Nyonya kokcu itu sudah berusia tujuh puluh tahunan,

rambutnya telah berubah semua, mukanya juga penuh

berkerut, kini dengan muka yang dingin dan kaku dia menegur

sambil tertawa dingin:

"Si Tay kong, cara kerjamu ini benar-benar licik dan

munafik, cepat enyah dari sini, lain kali bila kau berani berbuat

semacam ini lagi, jangan salahkan bila Linio akan membacok

kepalamu sampai kutung...."

Tanpa bercuit sekejap pun Malaikat langit penegak bumi Si

Tay kong ngeloyor pergi bagaikan seekor anjing yang baru

kena digebuk, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah

lenyap dari pandangan.

Nyouya kokcu segera menghampiri Suma Thian yu,

mengempit tubuhnya lalu bersama sama putrinya berangkat

menuju ke penjara bukit sana... .

Yang dimaksudkan penjara bukit adalah sebuah gua

dipunggung bukit yang bagian depannya ditutup dengan pintu

besi dan dijaga oleh beberapa orang jago berilmu tinggi.

Bila seseorang sudah dijebloskan ke dalam penjara bukit

ini, maka biarpun kau bersayap pun jangan harap bisa terbang

keluar dari situ, kecuali kau mampu menjebolkan pintu

bajanya.

Setibanya didepan penjara bukit, nyonya kokcu segera

membuka piutu besi dan mendorong pemuda itu kedalamnya,

dalam sekejap mata itu pula nyonya kokcu telah

membebaskan pula pengaruh totokan atas dirinya.

Menanti Suuma Thian yu merasa jalan darahnya sudah

bebas, tahu-tahu pintu baja telah tertutup rapat kembali,

dalam keadaan begini biar pun kau akan berteriak sampai

serak suaranya juga percuma.

Suma Thian yu benar-benar merasa putus asa, habis sudah

pengharapan-nya sekarang.

Ketika beranjak masuk ke ruang penjara itu, tiba-tiba

disudut ruangan itu dia menjumpai ada seseorang berbaring

pula disitu, orang itu sedang tertidur nyenyak dengan muka

menghadap ke dalam sehingga tidak ke lihatan raut wajah

aslinya.

Suma Thian yu tidak ingin membangunkan dirinya, maka

sambil duduk disampmg orang itu, dia mulai duduk sambil

melancarkan peredaran darah didalam tubuhnya.

Lebih kurang setengah per minum teh kemudian,

mendadak terdengar orang itu menjerit kaget kemudian

berseru:

"Hiante, mengapa kau pun bisa berada disini?"

Mendengar orang itu menyebut dirinya sebagai hiante,

Suma Thian yu turut menjadi terperanjat, ketika diamatinya

lagi dengan seksama, dia segera berseru tertahan:

"Tio toako, kau...."

Kata selanjutnya belum sempat diteruskan, dia

sesungguhnya tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.

Maklumlah, siapa yang akan menyangka bekal bertemu

orang yang dikenal di dalam penjara bukit semacam ini,

apalagi orang itu adalah satu-satunya sobat karibnya, si pena

baja bercambang Tio Ci Hui? Bagaimana pula dia tak dibuat

terkejut, sedih dan gembira?

Si Pena baja bercambang Tio Ci hui segera memeluk tubuh

Suma Thian yu dan menangis tersedu-sedu.

Lama, lama kemudian, pena baja bercambang Tio Ci hui

barulah berkata:

"Hiante, mengapa kau pun terjatuh ke tangan kelompok

manusia-manusia tersebut?"

"Sekarang habis sudah riwayat kita, mengapa nasib kita

harus mengalami nasib begini?"

Suma Thian yu sendiripun amat sedih, secara ringkas

diapun lantas menceritakan semua kisah pengalamannya

selama ini, diantaranya dijelaskan pula sebab musabab

sehingga sahabatnya menaruh kesalahan paham kepadanya.

Ketika selesai dengan perjelasannya ini, dia pun bertanya

kemudian:

"Tio toako, apakah kau masih mencurigai diriku?"

Malu dan menyesal bercampur aduk didalam hati si pena

baja bercambang Tio Ci hui, segera jawabnya:

"Hiante, kesemuanya ini memang kesalahan toako yang

bertindak kurang teliti sehingga, menaruh kesalahan paham

kepadaku, tapi berbicara sesungguhnya, keadaan pada saat ini

memang benar-benar telah mengguncangkan jalan pikiranku,

maafkan aku, aku memang tidak becus sehingga harus

mencelakai dirimu sedemikian rupa"

"Tio toako, peristiwa yang sudah lewat lebih baik kita

lupakan saja, bukankah kau sendiripun mengalami nasib

demikian gara-gara urusanku? Andaikata kau tidak

meninggalkan perusahaan Sin liong piau kiok, kau pun tidak

akan mengalami nasib seperti apa yang kau alami hari ini,

bukankah hal ini sama artinya dengan akulah yang telah

mencelakai dirimu?"

Setelah perbincangan dilanjutkan, suasana menyeramkan

yang semula mencekam penjara gunung itupun semakin

berkurang.

Mendadak Suma Thian yu teringat kembali dengan kitab

pusaka tanpa kata yang berada dalam sakunya sekarang,

tanpa terasa semangatnya berkobar kembali, dia akan

mengajak rekannya pena baja bercambang untuk sama-sama

membicarakan tentang kitab pusaka ini.

Pena baja bercambang Tio Ci hui yang mendengar

penuturan itu menjadi terkejut bercampur gembira, sehabis

menepuk bahunya, dia lantas berseru:

"Hiante, nampaknya ditengah kesulitan kita masih

menjumpai jalan hidup, kita bakal tertolong sekarang....!"

"Kenapa?"

"Mengapa kau tidak menggunakan kesempatan yang

sangat baik ini untuk mempelajari isi kitab pusaka tersebut

didalam penjara ini, bukan saja dapat mengusir waktu, dapat

juga menambah kepandaian silatmu, suatu ketika apabila ilmu

tersebut telah berhasil kau kuasai, memangnya pintu baja

tersebut mampu merintangi kita?"

Suma Thian yu menjadi gembira sekali, inilah yang

dikatakan orang sebagai: Say ang yang kehilangan kuda, siapa

yang bisa menduga kalau ini bukan rejeki?

Sekalipun kedua orang itu sudah terkurung didalam penjara

bukit, namun justru karena hal ini mereka telah berhasil

mempelajari isi kitab pusaka yang menggetarkan seluruh

kolong langit, tentu saja hal semacam ini tak pernah diduga

sama sekali oleh kokcu lembah Put kui kok tersebut.

Diatas bukit tiada waktu, entah berapa waktu pemuda itu

harus berdiam dalam penjara tersebut.....

oooOooo oooOooo

UNTUK sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu Suma

Thian yu dan Tio Ci hui yang sedang melatih ilmu didalam

penjara bukit lembah Put Kui kok.

Sementara itu, suasana didalam dunia persilatan telah

berubah kacau, badai pembunuhan berdarah pun mulai

mengancam setiap orang di dunia ini.

Keheningan sebelum menjelangnya suetu per tarungan

besar terasa paling menyesakkan, paling mengerikan dan

paling tidak menentramkan hati orang, seakan-akan seluruh

jagad telah mampus semua....

Kaum iblis dari golongan hitam nampaknya sudah mulai

berubah sasaran mereka, kini tiada yang mengusik atau

mengganggu kaum rakyat kecil lagi, mereka saling

menghimpun tenaga dan kekuatan masing-masing untuk

bersama-sama menghadapi para jago dari golongan lurus.

Kaum hitam kini telah mengangkat Kul lun indah Siau wi

goan sebagai pemimpin mereka, sebaliknya dari pihak kaum

lurus belum ditemukan seorang pemimpin pun, seakan-akan

semua orang sedang menunggu kedatangan Suma Thian yu

dari Tibet untuk memimpin mereka semua.

Begitulah, siang malam para jago dari kaum lurus sama-

sama berharap kedatangan pemuda itu dengan membawa

serta kitab pusaka tanpa kata, mereka pun berharap

kemampuan pemuda itu sanggup untuk melenyapkan

ancaman badai pembunuh yang kian mengancam tiba.

Hampir setiap orang mempunysi jalan pemikiran demikian,

namun siapa pun tidak yakin Suma Thian yu dapat kembali

terutama sekali bagi sepasang manusia bodoh dari bukit Wu

san yang tahu pemuda itu sudah terjatuh ke dalam jurang.

Dalam keadaan demikian, mau tidak mau para jago kaum

lurus harus mempertimbangkan kembali pilihan mereka, dan

akhirnya diusulkan mengangkat Hui im tongcu Gak say bwe

sebagai pemimpin mereka.

Semua peristiwa ini sudah barang tentu diselenggarakan

dan diumumkan oleh masing-masing secara diam-diam dan

rahasia, itulah sebabnya pula suasana didalam dunia

tenteram.

Siapakah yang menduga kalau dibalik ketenangan tersebut,

suatu pertarungan antara kaum sesat dan lurus segera akan

berkobar...

Sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki Kun lun indah Siau Wi

goan tidak terhitung hebat, namun akal muslihat serta

kecerdasan otaknya memang jauh lebih unggul dari siapa pun,

terutama dengan silat lidahnya yang lihay, banyak kaum lurus

yang terbujuk olehnya sehingga mau berpihak kepadanya,

antara lain It cu hoa kiam dari Tiam cong pay dan lain

sebagainya.

Yang paling hebat lagi adalah Sip hiat jin mo atau manusia

iblis penghisap darah serta si mayat hidup, dua tokoh kaum

iblis yang berilmu tangguh pun bersedia menerima

perintahnya, ini semua membuat pertentangan diantara

mereka sendiri semakin berkurang, namun kerja sama mereka

dalam menghadapi kaum lurus semakin bertambah kokoh dan

menakutkan.

Hingga kini, para gembong iblis kaum hitam sejak yang

hebat sampai yang rendahpun telah berkumpul semua

didalam gedung kediaman Siau Wi goan yang berada dalam

kota Tiang an, sudah barang tentu orang-orang yang dapat

diundang Siau Wi goan pastilah jago-jago kaum rimba hijau

yang terpandang.

Dengan gaya pimpinan Kun lun indah Siau Wi goan yang

sudah mendendam terhadap para jago kaum lurus, secara

otomatis semua perencanaannya yang licik ditunjuk kan untuk

memusnahkan kaum dari muka bumi ini.

Orang bilang: Bila tahu lawan bila tahu diri, maka setiap

pertarungan pasti akan dimenangkan.

Sepanjang masa ini tujuan dari Siau Wi goan adalah

berupaya sedapat mungkin untuk menyelidiki gerak-gerik

kaum lurus, agar di dalam penggebrakan selanjutnya pihaknya

dapat meraih kemenangan dan keberhasilan besar.

Itulah sebabnya dia mulai menyelidiki setiap orang yang

dicurigai, terutama terbadap jago-jago pilihan seperti Siau yau

kay Wi Kian,sepasang manusia bodoh dari Wu san, Bu lim ji ci

dan Ciong liong lo sian jin sekalian.

Kemudian setelah mengetahui kekuatan lawan serta

kemampuan mereka, dia pun mulai mengatur, rencana untuk

menggasak mereka sedemikian rupa sehingga semuanya

dapat di tumpas habis.

Sudah barang tentu untuk menyusun perencanaan

semacam ini bukanlah suatu pekerjaan yang gampang sekali.

Tapi bagi Kun lun lndah Siau wi goan yang licik, segala

sesuatunya ternyata bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Satu-satunya manusia yang membuatnya merasa kuatir

adalah jejak Suma Thian yu yang belum diketahui bagaimana

nasibnya itu, ia benar-benar merasa menyesal terutama atas

kegagalannya menumpas Suma Thian yu ketika berada di

lembah Toan hun kot tempo hari, padahal saat tersebut dia

mempunyai peluang yang bagus sekali.

Setiap kali teringat akan Suma Thian yu, wajah berseri

yang selalu menghiasi wajahnya pasti akan menghilang,

hatinya pun seakan-akan dikalungi dengan beban besi yang

berat sekali.

Baginya sehari Suma Thian yu masih hidup berarti ancaman

terhadap semua rencana belum hilang karena satu-satunya

orang yang mampu mengobrrak-abrik semua perencanaan-

nya ini hanya anak muda tersebut seorang.

Selama ini Sau Wi goan sudah banyak mengirim orang

untuk menyelidiki jejak pemuda itu, namun hasilnya masih

tetap merupakan sebuah teka teki besar.

Beberapa hari berselang dia mendapat tahu dari Leng kong

kalau Suma Thian yu telah tewas terjatuh dalam jurang, berita

ini mendatangkan kegembiraan yang singkat bagi

Kun Lun indah, tapi dia pun kembali menjadi murung dan

resah bila teringat bahwa mati hidup pemuda lawannya ini

masih tetap merupakan suatu teka teki besar.

Kaluu dibicarakan memang sangat mengherankan, dia

bukannya merasa kuatir meng hadapi Ciong liong lo sianjin

dan sekalian tokoh-tokoh tua yang lihay, mengapa justru

merasa resah dan kuatir terhadap Suma Thian yu seorang

bocah yang masih ingusan?

Mungkinnah dia selalu beranggapan bahwa Suma Thian yu

lah yang mampu menghancurkan semua usahanya ini?

Yaa, setelah terjadi bentrokan beberapa kali, dia memang

mulai sadar bahwa musuh sesungguhnya baginya adalah

Suma Thian yu....

Ditambah lagi dengan perjalanan Suma Thian yu ke Tibet,

dia semakin memahami beban tugas yang sedang diembankan

pada pemuda tersebut, sudah pasti pemuda inilah yang

diserahi tugas untuk mententeramkan dunia persilatan dari

gangguan pihaknya.

Ditambah pula ketika berada ditebing Toan hun say Suma

Thian yu telah berhasil merebut kembali kitab pusaka tanpa

kata dari tangan San yap koay mo, betul keaslian kitab pusaka

itu masih merupakan sebuah tanda tanya besar, namun

selama teka teki itu belum terungkap, berarti sudut ancaman

pun belum bisa dihilangkan pula.

Berdasarkan banyak alasan inilah, maka setiap hari Kun lun

indah Siau Wi goan se lalu murung, resah dan tidak gembira...

Suatu hari, ketika Bi kun lun Siau Wi goan masih duduk

diruang tengah dengan resah, tiba-tiba dari luar muncul

seorang petugas yang melaporkan:

"Lapor tayjin, diluar datang utusan dari lembah Put kui kok

yang mohon berjumpa"

Mendengar kata "Put kui kok" paras muka Kun lun indah

Siau Wi goan segera berubah hebat, bagaimanapun juga

lembah Put kui kok merupakan sekelompok kekuatan yang

tidak boleh dianggap remeh.

Selama banyak tahun teraknir ini, belum pernah ada orang

yang bisa munculkan diri setelah tiba dilembah Put Kui kok

tersebut, tapi hari ini dari pihak Put kui kok telah muncul

orang yang datang menghadap, bisa di duga urusannya pasti

gawat sekali. Maka dia segera menurunkan perintahnya:

"Undang utusan ini masuk!"

Tak lama setelah kepergian petugas itu, seorang lelaki

berusia empat puluh tahunan telah muncal dimuka ruangan,

Kun kun indah segera turun dari singgasananya untuk me

nyambut kedatangan tamu agungnya itu...

Orang ini berusia empat puluh tahunan, bertubuh

jangkung, bertangan panjagn dan berwajah serius, dia

mengenakan pakaian ringkas yang amat ketat.

Orang tersebut bukan lain adalah monyet sakti berlengan

panjang Ko Lip kun yang pertama kali dijumpai Suma Thian

yu.

Setelah berjumpa dengan Kun Lun indah Siau wi goan, si

monyet sakti berlengan panjang Mo Lip kun segera memberi

hormat sambil menyapa ramah:

"Apakah anda adalah Siau tayhiap?"

"Yaa betul"

"Aku Ko Lip kun mendapat perintah dari Kokcu untuk

datang menyampaikan kabar gembira"

"Kabar gembira? Darimana datangnya kabar gembira buat

aku Siau wi goan?" Kun lun indah Siau Wi goan balik bertanya

dengan wajah keheranan.

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun segera tertawa

terbahak-bahak.

"Haah...haah...haah...apakah selama berapa waktu

belakangan ini Siau tayhiap sedang murungkan sesuatu

persoalan....?"

"Persoalan yang sedang kuhadapi kelewat banyak,

bersediakah Ko tayhiap mengutarakan secara langsung saja?"

"Sudahkah Siau tayhiap mendapat tahu kabar berita

tentang Suma siauhiap?"

Begitu mendengar nama 'Suma Thian yu' disebut orang,

Kun lun indah, Siau wi goan segera merasakan kepalanya

menjadi pusing dan dadanya seperti terhantam benda yang

amat berat sekali, dengan agak gelagapan ia segera tertanya:

"Apakah bocah keparat itu masih hidup hingga sekarang?"

"Yaa, dia masih hidup..."

"Dimana?" tukas Wi Siau wi goan lagi dengan perasaan

panik dan tidak sabar.

Sekali lagi monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun

mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

Haah...haah... haah... dia berada di dalam lembah Put kui

kok sekarang"

Setelah mendengar jawaban tersebut, Kun lun indah Siau

wi goan menjadi gembira setengah mati, dia ikut

mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.

Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, segera

tanyanya kembali.

"Apakah mati hidupnya sudah ditetapkan?"

"Belum. Cuma lebih banyak mampusnya daripada

hidupnya, sebab saat ini dia sudah disekap didalam penjara

bukit"

Mendadak Kun lun indah Siau Wi goan menjerit kaget:

"Aduh celaka, dia membawa benda mestika...."

Ketika berbicara sampai disini Kun lun indah Siau Wi goan

tidak melanjutkan kemkali kata-katanya, sebab dia memang

sengaja berbuat demikian agar Suma Thian yu menjadi

incaran orang-orang lembah Put kui kok dan cepat

dibinasakan.

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun kontan saja

membelalakkan matanya lebar-lebar, kemudian berseru cepat:

"Benda mestika apakah itu? Apakah Siau tayhiap bersedia

memberi keterangan kepada kami?"

Kun lun indah Siau Wi goan kembali menggelengkan

kepalanya sambil menghela napas.

"Aku tahu bocah keparat itu tidak akan menyerahkan benda

mestika tersebut dengan begitu saja"

"Sebenarnya mestika apakah itu?"

"Kau pernah mendengar tentang kitab pusaka Kun tun kan

kun kun huan siu cinkeng? Nah, mestika itulah yang berada

disakunya"

"Apa?" teriak monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun

segera menjerit kaget, "kau maksudkan kitab pusaka tanpa

kata?"

"Benar, kitab pusaka tersebut berada di tangan bocah

keparat tersebut"

000O000

Setelah mengetahui kalau Suma thian yu menggembol

mestika yang tak ternilai harganya itu, Monyet berlengan

panjang Ko lip kun menjadi sangat panik, dia segera

memohon diri kepada tuan rumah dan segera berangkat

kembali ke lembahnya.

Menanti Ko Lip kun sudah berlalu, Kun lun indah Siau wi

goan baru mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak,

dalam anggapan-nya kali ini, biarpun Suma Thian yu

mempunyai berapa buah batok kepala pun semuanya akan

terpengal habis.

Tiba-tiba suara tertawanya terhenti sampai ditengah jalan,

lalu sambil bertepuk tangan serunya:

"Cepat undang Lim tayhiap"

Yang dimaksudkan Lim tayhiap adalah si harimau angin

hitam Lim Khong, tak selang berapa saat kemudian Lim Kong

telah muncul.

Secara ringkas Siau wi goan lantas menceritakan tentang

soal Suma Thian yu yang baru didengarnya, setelah itu

katanya:

"Hiante, ajaklah beberapa orang jago lihay dan segera

berangkat, begitu ada kabar, segera kirim kabar kembali, bila

bertemu dengan bocah keparat tersebut, bagaimana pun juga

kau harus membunuhnya sampai mampus!"

Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram.

"saat itu tak usah toako kuatirkan, selama hayat masih

dikandung badan, aku bersumpah akan bertarung dengan

Suma Thian yu keparat itu hingga dia mampus!"

Setelah mengundurkan diri dari ruangan, dia lantas

memerintahkan kepada si ular berekor nyaring Mo Pun ci,

Leng Kong taysu dan Hu hok cu sekalian agar bersiap sedia

untuk berangkat, sedangkan dia sendiri berangkat kegedung

timur untuk berpamitan dengan gurunya si mayat hidup Ciu jit

hwee.

Dengan mengikuti dibelakang si monyet sakti berlengan

panjang, berangkatlah rombongan yang dipimpim harimau

angin hitam Lim Khong menuju ke sekitar lembah Put kui kok

dengan maksud berjaga-jaga bilamana Suma Thian yu sempat

melarikan diri dari sana.

Dalam pada itu, Suma thian yu dan pena baja bercambang

Tio ci hui yang terkurung dalam penjara bukit, kecuali

bersantap makanan yang dihidangkan oleh pihak Put kui kok,

mereka selalu mempelajari ilmu silat secara tekun.

Berkat kecerdasan otak dari Suma Thian yu, maka tidak

sampai dua bulan kemudian semua isi kitab Kun tun kan kun

cinkeng tersebut telah berhasil dipelajari dengan matang,

yang sekarang tinggal melaksanakan secara praktek.

Ilmu silat yang tercantum didalam kitab pusaka itu

memang benar-benar merupakan ilmu sakti yang jarang

ditemui dalam dunia persilatan, semuanya berjumlah tujuh

jurus, dari setiap jurus mempunyai daya kekuatan yang luar

biasa.

Apabila ketujuh jurus seraTgan tersebut dipergunakan

secara beruntun maka perubahan yang dapat dikembangkan

akan meningkat, luar biasa biarpun harus bertarung sebanyak

dua ratus gebrakan pun, orang tetap akan dibuat

kebingungan.

Tapi sekarang Suma Thian yu baru bisa mengingat-ingat

cara mempergunakan ketujuh jurus serangan itu saja,

sekalipun demikian, orang yang sanggup menghadapinya

sekarang boleh dibilang hanya beberapa gelintir saja.

Pena baka bercambang Tio Ci hui sendiri semenjak

pertemuan-nya dengan Suma thian yu, ia nampak lebih ceria

dan terbuka, keputusasaan yang semula mencekam perasaan-

nya sudah lenyap tak berbekas, sedangkan harapan-nya untuk

bisa hidup lebih jauh pun berkobar kembali...

Oleh sebab itulah, selama Suma Thian yu mempelajari kitab

pusaka tanpa kata, dia sendiri tidak mengganggu, satu demi

satu semua ilmu silat yang dipelajarinya dulu dilatih kembali,

bahkan dari Suma Thian yu pun dia berhasi mempelajari

berbagai macam ilmu kepandaian.

Hanya dalam dua bulan yang singkat, dasar tenaga dalam

maupun ilmu silat yang dimiliki kedua orang ini telah

memperoleh kemajuan yang pesat.

Hari ini ketika mereka baru selesai sarapan, tiba-tiba pintu

baja dibuka orang dan muncullah Monyet sakti berlengan

panjang Ko lip kun serta panglima langit penakluk bumi Si tay

kong.

Sebenarnya suma Thian yu sedang berbaring, maka begitu

berjumpa dengan kedua orang itu, diapun segera merintih dan

bersikap seolah-olah menjadi lemah dan sekarat karena

kekurangan makanan.

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun hanya berdiri

didepan pintu saja sambil mengawasi kedua orang itu sekejap,

kemudian sambil mengawasi Suma Thian yu, tegurnya dingin:

"Sahabat kecil, pelayanan Put kui kok terhadapmu tentunya

tidak terlalu jelek bukan?"

Suma Thian yu kembali merintih, lalu sambil duduk dengan

wajah murung sahutnya"

"Dua bulan ini hampir saja nyawaku turut lenyap, apakah

pelayanan semacam ini pun kau anggap sebagai pelayanan

yang baik? Kau benar-benar bedebah...."

Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun sama sekali

tidak terpengaruh oleh kata-kata tersebut, lain dengan

panglima langit penegak bumi Si Tay Kong, dia tak sanggup

menahan diri lagi, sambil membentak gusar ia siap

menerjang ke depan untuk menghajar Suma Thian yu, tapi

niat tersebut segera dicegah oleh monyet sakti berlengan

panjang.

"Hiante, buat apa sih kita mesti bercekcok dengan setan

cilik itu? Ingat saja apa tujuan kedatangan kita sekarang?

Janganlah disebabkan urusan kecil sampai masalah besar pun

turut terbengkelai, kenapa sih kau selalu mengumbar watak

kerbaumu?"

Dengan gemas dan penuh amarah panglima langit penegak

bumi Si Tay kong segera mengumpat:

"Kau bebedah keparat, anak jadah..."

Niatnya untuk memberi hajaran kepada pemuda tersebut

pun segera diurungkan.

Kemudian monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun baru

berkata lagi dengan senyum an licik menghiasi wajahnya:

"Sobat cilik, aku dengar kau membawa sejilid kitab pusaka

yang tak ternilai harganya, bolehkah dipinjamkan sebentar

kepadaku?"

Suma thian yu amat terkejut setelah mendengar perkataan

ini, sampai-sampai Pena baja bercambang yang berada di

sampingnya pun turut merasa terkejut.

Untung Suma Thian yu cukup cekatan, setelah berpikir

sebentar ia segera dapat menebak jalan pemikiran orang,

maka katanya kemudian:

"Kitab pusaka apa sih? Aku tidak memilikinya"

"Bocah keparat, kau masih bermaksud untuk berlagak

pilon?" bentak panglima langit penegak bumi dengan gusar,

"di hadapan orang pintar tidak usah berbohong, kami tahu kau

menggembol kitab pusaka tanpa kata. Hmm, memangnya

berusaha mau membohongi toaya mu?"

"Didalam saku ku hanya terdapat selembar kertas

rongsokan, benarkan kertas itu kitab pusaka atau bukan, aku

sendiripun kurang tahu, apakah kalian berdua menginginkan

kertas rongsokan itu?"

Kemudian dengan ilmu menyampaikan suara dia berkata

pada si Pena baja bercambang:

"Toako, untuk sementara waktu kau hadapi seorang

diantara mereka, jangan biarkan mereka kabur, sebab inilah

satu-satunya ke sempatan buat kita untuk melarikan diri.

Buru-buru pena baja bercambang menghimpun segenap

tenaga dalam yang dimilikinya bersiap sedia untuk membunuh

salah seorang musuhnya itu.

Mendadak Suma Thian yu teringat kembati dengan

perbuatannya sewaktu memper mainkan Sam yap koay mo

dan manusia iblis berkepala ular tempo hari, maka dengan

cara yang sama diapun berseru:

"Apakah kedatangan kalian berdua dikarenakan kertas

rongsokan ini...?"

Dia segera mengeluarkan kitab pusaka itu dan diperlihatkan

di hadapan ke dua orang itu.

Bagaikan kucing melihat ikan asin, Ko Lip kun dan Si Tay

kong segera melototkan matanya besar-besar.

Kembali Suma thian yu mengoceh:

"Rupanya kalian berdua menginginkan kertas rongsokan ini,

sayang seribu kali sayang, kertas ini hanya selembar saja,

bagaimana cara untuk membaginya?"

Dalam perkiraan Suma Thian yu, ke dua orang itu pasti

akan saling berebut setelah mendengar perkataan itu.

Siapa tahu kedua orang itu menjadi gusar sekali setelah

mendengar ucapan yang bernada adu domba ini, Monyet sakti

berlengan panjang Ko Lip kun segera mengumpat:

"Bocah keparat, kau anjing licik, memangnya kau anggap

dengan hasutanmu itu lantas kami akan saling bentrok

sendiri? Toaya mu tak akan termakan oleh tipu muslihat

anjing keparat macam kau!"

SERAYA berkata dia lantas maju kedepan dan menghampiri

Suma Thian yu.

Sebaliknya panglima langit penegak bumi Si Tay kong

menghampiri si pena baja bercambang.

Tindakan yang dilakukan kedua orang tua itu justru

merupakan apa yang diharapkan oleh pemuda tersebut, diam-

diam ia menjadi kegirangan setengah mati.

Mendadak terdengar Monyet sakti berlengan panjang Ko

Lip kun menjulurkan tangannya kedepan sambil membentak

penuh amarah:

"Bawa kemari bocah keparat!"

Suma Thian yu sengaja memperlihatkan kitab pusaka itu

dihadapan lawannya kemudian dimasukkan kembali kedalam

sakunya sambil mengejek sinis.

"Tak akan semudah itu, kau anggap dikolong langit

terdapat manusia bodoh yang mau menyerahkan mustikanya

dengan begitu saja? Huuh, kalau sauya enggan menyerahkan

kepadamu lantas mau apa kau?"

Meledaklah hawa amarah si Monyet sakti berlengan

panjang Ko Lip kun sehabis mendengar perkataan ini, otot-

otot hijaunya sampai menonjol keluar semua saking

marahnya, sambil membentak keras, kelima jari tangannya

dipentangkan lebar-lebar kemudian menyambar tubuh Suma

Thian yu sambil umpatnya:

"Kepingin mampus rupanya kau?"

Siapa tahu belum sampai kelima jari tangan-nya mencapai

sasaran, Suma thian yu sudah berkelebat lewat dan lenyap

dari pandangan mata.

Belum sempat Monyet sakti berlengan panjang Ko Lip kun

membalikkan badannya, mendadak punggungnya terasa amat

sakit, seluruh tulang belulangnya bergemerutuk keras, lalu

diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati tubuhnya roboh

terkapar keatas tanah.

Panglima langit penegak bumi Si Tay kong memang tidak

malu disebut manusia licik, begitu menjumpai Ko Lip kun

roboh keatas tanah ia tidak berusaha membantu kawannya

malahan sebaliknya kabur keluar pintu.

Pena baja bercambang Tio Ci hui kuatir musuhya itu

berhasil melarikan diri, sudah barang tentu dia tak akan

membiarkan lawannya lolos dengan begitu saja, sambil

membentak dia melompat kedepan untuk mengejar.

"Tunggu dulu!"

Suma Thian yu pun tidak berani berayal sebab dia tahu

setengah langkah saja dia terlambat, pintu penjara akan

tertutup kembali, berarti dia harus berusaha lebih dulu

sebelum berhasil lolos dari situ.

Karenanya pada saat yang hampir bersamaan mereka

berdua bersama-sama menerobos keluar dari pintu penjara.

Setelah dua bulan tak bertemu sinar matahari, mereka

merasakan semangatnya berkobar kembali setibanya dialam

bebas, begitu melihat dua orang sipir penjara ada disitu, tanpa

banyak bicara, seorang satu mereka hajar lelaki penjaga bui

itu sampai tewas.

Dalam pada itu si pena baja bercambang Tio Ci hui telah

berhasil mengejar hingga dibelakang Si Tay kong, menyadari

kalau jalan untuk kabur telah tertutup, panglima langit

penegak bumi ini segera membalikan badan dan

mengayunkan telapak tangan-nya bersama-sama melancarkan

sebuah pukulan dahsyat.

Bagaimanapun juga pena baja bercambang adalah seorang

piasu, ilmu silatnya biasa-biasa saja bila dibandingkan dengan

musuhnya yang merupakan jago lihay kalangan rimba hijau,

tentu saja selisihnya jauh sekali.

Begitu melihat musuhnya membalikkan badan sambil

melancarkan serangan ia menjadi gelagapan dibuatnya dan

cepat-cepat menghindar ke samping....

Sudah barang tentu Si Tay kong tidak akan menyia-nyiakan

kesempatan yang amat baik ini dengan begitu saja, mendadak

ia merubah gerakan tubuhnya, lalu dengan jurus Naga sakti

mengebaskan ekor, dia hantam batok kepala Tio Ci hui.

Gerak serangan tersebut amat gencar lagi dahsyat,

mustahil rasanya buat Tio Ci hui untuk meloloskan diri lagi, tak

ampun lagi dia berseru tertahan dan memejamkan matanya

menunggu kematian tiba.

Di dalam detik yang amat kritis inilah, mendadak terdengar

suara pekikan nyaring bergema memecahkan keheningan.

Suma Thian yu dengan gerakan secepat sambaran petir

menerobos masuk diantara kedua orang itu kemudian ia

sambut serangan dari Si Tay kong tadi dengan kekerasan,

sementara telapak tangan yang lain membacok tubuh

lawannya ini.

Di dalam serangan tersebut Suma Thian yu hanya,

mempergunakan tenaga sebesar emapt bagian saja, tapi ilmu

silat yang digunakan justru ilmu sakti dari kitab pusaka tanpa

kata.

Disamping berniat mencoba kemampuan ilmu silat

tersebut, dia pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk

membalas sakit hatinya terhadap Si Tay kong yang pernah

memperlakukan dirinya sangat buruk dua bulan berselang.

Biarpun niat yang sebenarnya hanya memberi hukuman

kepada lawan sehingga menjadi cacad, apa mau dibilang

kepandaian silat yang dihasilkan dalam serangan tersebut

benar-benar luar biasa dahsyat dan hebatnya.

Mimpi pun Si Tay kong tidak menyangka kalau Suma Thian

yu bakal menggunakan serangan maut sedemikian dahsyatnya

untuk menghadapi dirinya.

Menanti angin pukulan lawan yang amat dahsyat dan tak

terlawan itu sudah tiba didepan mata, terlambat sudah

baginya untuk menarik kembali serangannya tersebut.

"Blaaarr.....!"

Suatu benturan dahsyat segera terjadi, menyusul kemudian

ditengah udara bergema suara jeritan ngeri yang memilukan

hati.

Tubuh si panglima langit penegak bumi Si Tay kong segera

mencelat seperti layang-layang yang putus benang dan

terlempar ketengah udara, sewaktu terjatuh kembali ke bumi,

kepalanya lebih dulu yang menembuk batu cadas.

Tak ampun lagi, kepalanya sagera hancur berantakan, isi

benaknya berhamburan kemana-mana, manusia tersebut

tewas dalam keadaan yang benar sangat mengerikan.

Suma Thian yu menjadi melongo dengan mata terbelalak

besar setelah menyaksikan peristiwa ini, sampai lama sekali

dia masih belum mampu mengucapkan sepatah katapun.

Mendadak....

Ditengah udara berkunaandang lagi suara tertawa seram

yang dingin dan menggidikkan hati:

Suatu pembunuhan yang bagus sekali...hitung-hitung

menambah pengetahuanku.

Suma Thian yu menjadi sangat terperanjat setelah

mendengar seruan tersebut, dengan cepat dia berpaling,

ternyata si makhluk pembalik awan Ay Siang telah muncul

pula disana.

Dengan langkah pelahan Ay Siang mendekati pemuda

tersebut, sementara dibelakangnya mengikuti gorilla hitam

andalan-nya itu.

Setelah berhasil membinasakan musuhnya barusan, rasa

percaya pada kemampuan sendiri dari Suma thian yu semakin

bertambah, dia tidak merasa jeri lagi terhadap kakek tersebut

namun tetap merasa sangsi terhadap gorilla yang berada di

belakangnya.

Sementara itu makhluk pembalik awan Ay Siang telah

berdiri tegak hanya enam langkah dihadapan si anak muda

itu, setelah memandang sekejap kearah sang pemuda dengan

pandangan hina, kemudian memandang pula ke arah Tio ci

hui, katanya kemudian:

"Nyali kalian berdua benar-benar amat besar, kau anggap

lembah Put kui kok merupakan tempat yang gampang dibuat

huru-hara? Hmm, bukan saja membunuh Ko Lip kun dan Si

tay kong berdua kalian pun berani menyerbu keluar dari

penjara. Hmm... boleh saja bila ingin keluar dari lembah Put

kui kok ini, cuma kalian harus sanggup merobohkan diriku

lebih dulu"

Semua perkataan-nya diucapkan dengan nada tegas dan

bertenaga, bukan saja kelewat mengunggulkan kemampuan

sendiri, jumawanya bukan kepalang.

Suma Thian yu segera menjawab dengan ketus:

"Siapa yang akan menurut aku akan hidup, siapa yang

menentang akan mati, setan tua kau jangan mencoba-coba

hendak merintangi perjalananku ini"

Begitu selesai berkata, dengan jurus dewa memetik buah

dia menghantam tubuh Si makhluk pembalik awan Ay Siang

keras-keras.

Siapa tahu baru saja dia bergerak gorilla yang berada

dibelakang Ay Siang turut bergerak pula, agaknya binatang

tersebut cukup memahami maksud majikan-nya, begitu

melihat ada orang menyerang majikan-nya, dia segera

menghadapi serangan tersebut dengan cepat.

"Blaaamnm..!"

serangan dahsyat dari Suma Thian yu itu nyaris

menghantam diatas dada Gorilla tersebut.

Biarpun serangan tersebut sangat dahsyat ternyata sama

sekali tidak berpengaruh pada sang gorilla tersebut, jangan

lagi terluka, bergetar pun tidak.

Suma thian yu menjadi keder sendiri, dia melompat mundur

dua langkah ke belakang, tapi gorilla itu sambil menggerakkan

tangan-nya malahan mendesak lebih kedepan.

Lama-kelamaan Suma Thian yu dibuat mendongkol dengan

sendirinya, dia segera menarik napas panjang begitu melihat

gorila itu sudah berada tiga langkah dihadapan-nya, dia lantas

mengeluarkan ilmu pukulan Sian poo hwe hong ciang ajaran

Ciong liong sianjin untuk menyerang binatang tersebut.

Dalam pada itu, makhluk pembalik awan Ay Siang yang

menyaksikan gorilanya sudah mencegat Suma thian yu, dia

segera mengalihkan sasarannya ke arah pena baja

bercambang Tio Ci hui.

Sementara itu Tio Ci hui telah bersiap siaga dengan

menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya ke dalam

sepasang lengan, begitu melihat Ay Siang datang mendekat ia

segera membentak keras:

"Lihat serangan!"

Serangan tersebut segera menumbuk dada si makhluk

pembalik awan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

"Serangan yang bagus!" jengek Ay Siang sambil tertawa

dingin.

Tubuhnya miring kesamping, lalu telapak tangan kirinya

dilontarkan ke depan, dengan jurus Awan melintangi bukit Wu

san, dia hantam pinggang Tio Ci hui.

Dalam pada itu Tio Ci hui benar-benar sangat gelisah,

dengan mengeluarkan semua kepandaian silat yang pernah

dipelajarinya selama puluhan tahun terakhir ini dia bertarung

sengit melawan makhluk pembalik awan.

Bila dibicarakan sesungguhnya, keadaan Ay Siang dengan

Tio Ci hui sekarang ibaratnya orang dewasa menghadapi anak

kecil, pada hakekatnya dia hanya mempermainkan si pena

baja bercambang itu saja.

Berbeda dengan Tio Ci hui, dia telah mempergunakan

seluruh kepandaian yang dimilikinya, setiap jurus, setiap

gerakan semuanya disertai dengan tenaga penuh, sayang

sekali kemampuannya memang kalah setingkat, biarpun dia

sudah menggunakan segenap kemampuan yang dimilikipun

sama sekali tak berguna.

Di pihak lain, pertarungan antara Suma thian yu melawan

gorilla itu pun berlangsung seru, berbicara soal tenaga dalam

Suma Thian yu masih jauh lebih unggul apa lagi manusia

berotak dan gorilla tidak, jadi posisi sungguhnya lebih

menguntungkan bagi anak muda kita.

Ketika ia melihat Ay Siang telah bertarung melawan Tio ci

hui, hatinya mulai gelisah tak hentinya, ia mencoba

mengamati jalan-nya pertarungan tersebut.

Kalau tidak dilihat masih mendingan, begitu melihat

keadaan tersebut, peluh dingin segera terjatuh bercucuran

membasahi tubuhnya, ternyata Tio Ci hui sudah terdesak

hebat, keadaannya berbahaya sekali, ibarat telur diujung

tanduk.

Buru-buru Suma Thian yu menghimpun segenap tenaga

yang di milikinya dengan melangsungkan pertarungan cepat,

semua pelajaran yang baru saja dipelajari dari kitab tanpa

katapun di keluarkan semua.

Bagaimana pun jua gorilla cuma seekor hewan, dia hanya

mengandalkan kulit tubuh nya yang keras saja untuk

menghadapi musuh, sadarlah Suma Thian yu, apa bila dia

ingin meraih kemenangan, maka akallah yang harus

digunakan.

Maka dengan mengerahkan tenaga besar enam bagian dia

hantam perut gorilla itu keras-keras.

Termakan pukulan yang di lancarkan dengan ilmu sakti dari

kitab tanpa kata ini, gorilla tersebut tidak mampu

mempertahankan diri, begitu terhajar badannya segera

terjungkal keatas tanah.

Begitu hewan tersebut roboh, Suma thian yu tidak menyia-

nyikan kesempatan baik yang ada, bersamaan waktunya dia

cabut keluar pedagnya lalu menusuk tenggorok-kan binatang

itu dengan kecepatan bagakan sambaran kilat.

Mendadak terdengar gorilla itu menjerit kesakitan, dari

tenggorokannya muncrat keluar darah segar yang menyembur

ke mana-mana, setelah meronta berapa saat akhirnya lemas

dan tewaslah binatang tersebut.

Sementara itu makhluk pembalik awan Ay Siang yang

sedang bertarung menjadi tertejut ketika mendengar jeritan

ngeri dari binatang kesayangannyam ketika dia berpaling dan

mengetahui binatang itu sudah mampus, hatinya menjadi sakit

sekali seperti diiris-iris dengan pisau, serangannyapun secara

otomatis turut terhenti.

Padahal pada waktu itu napas si pena baja bercambang Tio

Ci hui sudah ngos-ngosan seperti kerbau, melihat musuhnya

meng-hentikan serangan secara tiba-tiba ia segera

menganggap inilah kesempatan yang baik sekali.

Dengan menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya,

sebuah bacokan kilat segera dilontarkan ketubuh lawan.

Makhluk pembalik awan Ay Siang adalah seorang jagoan

yang berilmu sangat tinggi, sekalipun dia sedang terpengaruh

oleh binatang kesayangannya, namun tidak lupa sedang

menghadapi lawan.

Baru saja angin serangan menerpa tubuhnya, dia telah

sadar dari kekilafan tersebut.

Terbakar oleh amarahnya karena kematian gorila

kesayangannya, Ay Siang segera melampiaskan semua

perasaan dendam, benci dan amarahnya itu kepada Tio Ci hui.

Mendadak terdengar ia membentak keras:

"Lebih baik kau temani dia masuk kubur saja!"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sebuah

pukulan dahsyat telah dilontarkan kedepan.

Tio ci hui mengira musuhnya sama sekali tidak membuat

persiapan apa-apa karena sedang terpengaruh oleh kematian

binatang kesayangannya, maka dia menyerang secara kalap

dengan melupakan pertahanan diri.

Menanti ia saksikan Ay Siang menyerang dengan amarah,

terlambat sudah baginya untuk menjaga diri, tahu-tahu

dadanya terasa sakit, pandangan matanya menjadi gelap

kemudian roboh tak sadarkan diri.

Ilmu pukulan yang digunakan makhluk pembalik swan Ay

Siang adalah tenaga Im, bagi korban serangannya tidak akan

merasakan kesakitan yang enteng akan segera roboh pingsan,

sedang yang parah segera tewas dalam seketika.

Barusan, makhluk pembalik Awan Ay Siang melancarkan

serangan dalam keadaan gusar, otomatis dia menyerang

dengan tenaga yang maha dahsyat, kasihan pena baja

bercambang Tio Ci hui, dengan sudah payah dia meloloskan

diri dari penjara, tapi siapa sangka sebelum keluar dari lembah

Put kui kok, jiwanya keburu terbang ditangan Ay Siang Si

setan tua ini!

Disaat Suma Thian yu berhasil menghabisi nyawa gorila itu,

tepat pada saatnya Tio Ci hui roboh termakan serangan, dia

mau menolong sudah tak sempat lagi, segera teriaknya

dengan kaget:

"Tio toako!"

Tubuhnya segera menerjang kedepan dan memeriksa

denyut nadi Tio Ci hui tapi denyut nadi orang itu sudah

berhenti.

"Dia telah tewas!" dengan pedih Suma Thian yu

bergumam.

Kemudian ia bangkit berdiri, sorot matanya memancarkan

sinar buas penuh hawa napsu membunuh, ditatapnya Makhluk

pembalik Awan itu lekat-lekat, kemudian bentaknya sambil

menggigit bibir:

"Suma Thian yu bersumpah akan membunuhmu!"

Makhluk pembalik awan Ay Siang mendesis sinis dengan

angkuhnya dia berkata:

"Hmm, dengan mengandalkan kemampuan sekecil itupun

kau berani bicara besar...."

Namun semua perkataan ini tak ada sepatah katapun yang

masuk ketelinga Suma Thian yu, dia sudah hilang

kesadarannya, kematian Tio Ci hui telah membuatnya kalap,

karena Tio Ci hui adalah teman senasib sependeritaannya,

sebab hanya Tio Ci hui yang mempercayai kesucian dirinya....

Makhluk pembalik awan Ay Siang melirik sekejap kearah

Suma Thian yu yang masih termangu karena kesedihan yang

memuncak, tiba-tiba timbul suatu ingatan jahat dalam hatinya,

mengapa dia tidak menyergap dan membunuh pemuda itu

selagi lawannya tidak siap?

Berpendapat demikian, diam-diam dia lantas menghimpun

segenap tenaga dalamnya sedalam lengan dan siap

melancarkan serangan yang mematikan.

Siapa tahu baru saja dia bergerak, Suma thian yu sudah

merasakan hal tersebut, hanya saja dia tetap berlagak bodoh

dan berdiri seperti keadaan semula.

Diiringi bentakan keras penuh amarah dari Mahluk pembalik

awan Ay Siang, sepasang telapak tangannya dengan menghim

pun tenaga sebesar sepuluh bagian langsung dibabatkan

kedada dan lambung si anak muda tersebut.

Keadaan Suma Thian yu saat ini tak ubahnya seperti

perasaan Ay Siang yang kehilangan gorilanya, rasa gusar,

sedih dan kosong sedang menunggu sasaran pelampiasan,

dan Ay Siang kebetulan merupakan satu-satunya sasaran

pelampiasan.

Suma Thian yu telah menghimpun tenaga dalamnya

sebesar sepuluh bagian yang mengelilingi seluruh badan, dia

tak mau memandang Ay Siang yang busuk dan munafik itu,

maka pandangannya dialihkan ke tempat jauh sana.

Tatkala serangan Ay Siang dengan telak menghajar diatas

dada dan lambung Suma Thian yu, mendadak terdengarlah

suara ledakan yang memekikkan telinga.

Tubuh Suma Thian yu seolah-olah sudah tumbuh akarnya,

sama sekali tidak bergerak sedikitpun, bagaimana dengan A

Siang si setan tua itu?

Ketika sepasang tangan-nya menghantam tubuh lawan

tadi, dia merasa seolah-olah menghajar diatas dinding baja

yang kuat, sepasang lengan-nya menjadi sakit sekali hingga

menusuk-nusuk tubuhnya, kemudian ia merasakan pula

seguluag tenaga pantulan yang kuat melemparkan tubuhnya

ke luar.

Sekalipun selama berada diudara dia masih dapat

merasakan segala sesuatunya, akan tetapi badannya seperti

tidak bertenaga lagi, tubuhnya segera mencelat sejauh dua

kaki lalu terbanting keras keatas diatas tanah dan tewas

seketika.

Begitulah nasib manusia yang berhati keji, siapa yang telah

melakukan kejahatan, dia pasti akan menerima ganjaran yang

setimpal dengan kejahatan yang pernah diperbuatnya.

Setelah berhasil membunuh Ay Siang si mahkluk pembalik

awan tersebut, perasaan Suma Thian yu sama sekali tidak

riang, apalagi ketika sorot matanya memandang mayat Tio Ci

hui yang membujur kaku diatas tanah, rasa sedih kembali

mencekam perasaannya.

Ketika dia membangunkan mayat Tio Ci hui, air matanya

tak terbendung lagi, setetes demi setetes jatuh membasahi

tubuh Tio Ci hui yang telah kaku.

Tanpa tujuan pemuda itu membopong jenasah temannya

dan selangkah demi selangkah berjalan ke depan.

Untuk mencapai lembah depan, maka dia harus melewati

sebuah tebing bukit yang dijaga ketat.

Suma Thian yu segera membaringkan jenasah Tio Ci hui

diatas tanah, membuat liang kubur disisi sebuah tebing dan

mengubur jenasah rekannya itu disana.

Ia teringat pula sumpah Tio Ci hui ketika dia bertekad

hendak membalas dendam kepada penyamun berkerudung

yang telah menewaskan tiga belas orang jagonya.

Pemuda itu segera berlutut didepan pusara temannya yang

masih baru itu, kemudian dengan sedih dia bersumpah:

"Tio toako semoga arwahmu dialam baka dapat beristirahat

dengan tenang. Lindungilah Thian yu agar secepatnya dapat

menemukan penyamun pembegal barang kawalan itu. Thian

yu bersumpah akan membalaskan dendam bagi dia dan sakit

hatimu itu"

Selesai berdoa dia bangkit dan pelan-pelan menuruni bukit

tersebut, kematian dari Tio toako nya membuat pemuda itu

cepat-cepat ingin kembali kedaratan Tionggoan.

Sebenarnya dia hendak membantai semua orang dalam

lembah Put kui kok tapi setelah teringat bahwa selain kokcu

tua yang angkuh tersebut, nyonya kokcu serta putrinya

pernah menyelamatkan dia dari siksa dan penderitaan, maka

niat tersebut di urungkan kemudian.

Disiang hari, penjagaan dalam lembah Put kui kok amat

ketat, Suma thian yu menunggu sampai tibanya malam baru

selangkah demi selangkah meninggalkan lembah tersebut

kembali ke daratan Tionggoan.

Ketika pemuda itu sudah tiba di kota Aun yang, mendadak

didengarnya suatu berita yang mengejutkan, yaitu

pertarungan antara kaum sesat dan lurus sudah tersiar sampai

dimana-mana.

Konon waktu pertarungan sudah ditentu kan pada malam

Tiong ciu bulan delapan tanggal lima belas.

Tempat pertarungan adalah puncak bukit Hoa san.

Ketika Suma Thian yu menghitung dengan jari ternyata

jarak sampai bulan delapan tanggal lima belas masih ada tiga

puluh lima hari, hal ini membuat pemuda tersebut amat

gelisah.

Sebab bagaimana pun juga sebelum pertarungan itu

diseleng-garakan, dia harus berangkat ke Hui im tong dan

menyambangi Ciong liong lo sianjin sambil memberitahukan

pengalamannya kepada orang tua itu.

Berbicara dari situasi sekarang, biarpun Ciong liong lo

sianjin berhasil mendapatkan kitab tanpa kata pun belum

tentu mampu memadamkan kobaran api yang mulai membara

itu.

Suatu badai pembunuhan berdarah ternyata berhasil

diramalkan oleh Ciong liong Lo sianjin secara tepat sekali.

Tiga puluh hari lagi malam liong Ciu akan tiba, bila

golongan lurus dan golongan sesat mulai bertarung yang pasti

darah akan berceceran d seluruh bukit Hoa san, tapi siapakah

yang akhirnya akan muncul sebagai pemenang?

Kota Hun Yang adalah sebuah kota yang besar dan ramai,

tidak kalah bila dibandingkan dengan kota Tiang An. Suma

thian yu yang baru memasuki kota tersebut segera terkesan

oleh ramainya orang yang berlalu lalang di kota tersebut.

Tiba-tiba ia melihat seorang tosu diantara kerumunan

orang banyak, wajahnya seperti amat terkenal, tapi untuk

sementara waktu ia lupa mengingat siapakah dia, sementara

dia sedang berpikir, tosu itu telah membalikkan tubuhnya dan

lenyap dikeramaian orang banyak.

Cepat-cepat Suma Thian yu mengejar kedepan, tapi saking

tegangnya tanpa sengaja ia menumbuk orang yang berjalan

dibelakangnya.

Orang itu segera menjerit kesakitan lalu mengumpat kalang

kabut:

"Setan cilik, kau sialan! kemana kau taruh sepasang

matamu, mau menumbuk aku mati ya...

aduh...tolong...aduh.... tolong kau si pembunuh cilik!"

Kecut hati Suma Thian yu setelah mengetahui korbannya

adalah seorang kakek tua berambut putih yang telah berusia

kira-kira tujuh puluhan, kakek itu roboh terlentang sambil

mengaduh tiada hentinya, sehingga mengenaskan sekali

keadaannya.

Cepat-cepat Suma Thian yu membimbing tangan kakek itu,

lalu katanya dengan nada minta maaf:

"Maaf pak tua, aku memang kelewat pikun sehingga tanpa

sengaja menumbukmu hingga terjerembab, maaf, maaf sekali

lagi maaf....."

Kakek itu mengaduh tiada hentinya, lama kelamaan

kemudian hal ini telah banyak menarik perhatian orang

sehingga datang mengerubung.

Tampaknva kakek itu mencari gara-gara, semakin banyak

orang yang mengerubung jeritnya semakin menjadi-jadi,

mendadak ia mencengkeram baju Suma Thian yu dan mulai

berkaok-kaok:

"Coba kalian lihat bocah keparat ini mau menginjak-injak

aku sampai mati, aduh biung... perutku sakit sekali, hei

kunyuk... kauingin membunuh aku ya?"

Sebenarnya Suma Thian yu sedang kalut pikirannya apalagi

setelah mendengar kaokan kakek itu dan melihat orang-orang

yang mengerubung semakin banyak, wajahnya menjadi

merah padam seperti udang direbus.

Ulah kakek itu semakin menjadi-jadi, melihat paras muka

pemuda itu memerah, ia berteriak semakin keras.

"Ayoh ganti, kau harus mengganti kerugian, aduh habis

sudah uangku, tadi aku membawa lima tahil perak rupanya,

bocah ini sudah mencomotnya sekaligus, aduh mak, aku tak

mau hidup lagi"

Mendengar kata-kata itu sadarlah Suma thian yu bahwa

tujuan kakek tersebut dengan ulahnya adalah ingin memeras

dia, coba kalau disana tiada orang lain apalagi memang ia

yang tanpa sengaja menubruknya, sejak tadi kakek itu sudah

ditempelengnya.

Sekarang kakek tersebut hanya bermaksud minta uang

saja, hal ini justru dianggap olehnya sebagai suatu yang

kebetulan sekali, karenanya diapun memohon:

"Lopek, maafkanlah aku, kalau kau tak punya uang, aku

bersedia memberi lima tahil untukmu, cuma disini banyak

orang, bagaimana katau kita minum dua cawan arak dirumah

makan?"

Agaknya kakek itu seperti tertarik, dia segera berhenti

mengaduh dan mengawasi pemuda tersebut dengan mata

melotot.

"Baiklah, sekarang juga kita boleh berangkat" katanya

kemudian.

Dengan melepaskan diri dari kerumunan orang banyak, dia

segera beranjak pergi lebih dulu.

Para penonton yang menyaksikan kejadian tersebut bukan

saja tiada yang menaruh simpatik, sebaliknya diam-diam

malah menyumpai kakek tersebut.

Suma Thian Yu dengan mulut membungkam mengikuti di

belakangnya, ternyata kakek itu tidak menuju kepusat kota

sebaliknya malahan pergi keluar kota.

Melihat hal ini, Suma Thian Yu menjadi keheranan dan tak

tahu obat apa yang sedang dipersiapkan kakek tersebut, tapi

dia menduga tentu bukan mengandung maksud baik.

Setelah keluar dari pintu kota, kakek itu membalikkan

badan dan menghadang jalan perginya sambil berkata:

"Setan cilik, apakah ingin menghantar kematianmu?"

"Empek tua, aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan!"

"Kau mengejar terus tosu siluman tersebut, kalau bukan

ingin mengantar kematian, lantas mau apa?"

Suma Thian yu jadi tertelan setelah pendengar ucapan ini,

diam-diam pikirnya:

"Sungguh aneh, darimana dia tahu kalau aku sedang

mengejar tosu tua itu? tampaknya dia adalah seorang manusia

yang punya nama atau asal usul...."

Meski begitu dia toh telah menyangkal:

"Tidak, aku sedang meneruskan perjalananku..."

"Meneruskan perjalanan? Hmm aku lihat kembali ke gua

Hui im tong yang benar bukan?"

Begitu ucapan tersebut diutarakan, Suma Thian yu semakin

terkejut lagi, jangan-jangan dia telah bertemu dengan seorang

dewa...?

Kembali kakek itu berkata:

"Ciong liong si tua bangka itu sudah tidak berada di Hu im

tong lagi ke sana pun percuma saja. Bagaimana kalau aku

memberi petunjuk kepadamu? Lebih baik kau berangkat ke

perkampungan Lu ming ceng di kaki bukit Hoa san saja!"

Suma thian yu segera sadar bahwa dibalik kesemuanya itu

tentu ada hal-hal yang tak beres, cepat-cepat dia memberi

hormat seraya berseru:

"Terima kasih atas petunjuk dari cianpwe, bolehkah aku

tahu siapa nama cianpwe?"

Kakek itu segera tertawa terkekeh.

"Aku tak punya nama, hidupku sederhana dan hambar,

sampai nama sendiripun kulupakan"

Semula Suma Thian yu tidak menangkap sesuatu dibalik

ucapan tersebut, namun setelah berpikir lebih jauh, dia seperti

teringat akan sesuatu, segera serunya:

"Apakah locianpwee adalah Tam Pak cu?"

kakek itu segera tertawa terbahak bahak:

"Haaa... haaa... rupanya gurumu sudah pernah

menyinggung diriku?"

"Suhu boanpwee seringkali membicarakan tentang nama

besar cianpwee, dan boanpwe pun sangat berharap dapat

berjumpa dengan cianpwee, sunggah beruntung hari ini kita

dapat bersua muka"

"Cukup, cukup, kau tidak usah berkentut terus, buat apa

kau membicarakan soal begini? Aku masih mempunyai banyak

tugas dan tak ada waktu untuk berbicara betele-tele lagi, yang

penting gurumu berada di perkampungan Lu ming ceng

sekarang, sedangkan suhengmu Hian cing totiang berada

dirumah penginapan Cing keng di sebelah selatan kota..."

Mendapat kabar tentang suhengnya Hian ceng totiang,

Suma Thian yu merasa girang di samping malu, dia girang

karena gurunya put gho cu pernah berpesan agar dia mencari

suhengnya itu sampai ketemu.

Sebaliknya Tam pak cu adalah satu diantara dua tokoh

dunia persilatan yang angkat nama bersama-sama dengan

gurunya Put gho cu, sudah barang tentu kelihayan ilmu

silatnya luar biasa sekali.

Tanpa memberi kesempatan kepada lawannya untuk

menjawab, dengan cepat Tam pak cu berkata lagi:

"Adapun tosu yang kau kejar tadi tak lain adalah utusan

dari Kun lun indah untuk mencabut nyawa mu, selanjutnya

kau mesti berhati-hati, mara bahaya masih akan muncul

diperjalanan selanjutnya, asalkan kau selalu waspada, sudah

tentu setiap bencana berubah menjadi rejeki. Nah, aku mau

pergi dulu"

Selesai berkata, dia segera bersajak pergi meninggalkan

tempat tersebut.

Suma Thian yu segera membalik-kan badan masuk kembali

ke kota Hoa yang, dari orang ditepi jalan dia mencari tahu

letak rumah penginapan Cing keng.

Sebenarnya rumah penginapan adalah tempat untuk

menginap para pelancoang yang se dang berkunjung, tetapi

rumah penginapan Cing keng justru khusus disediakan bagi

kaum tojin.

Ketika Suma Thian yu sampai didepan pintu, dia masih

mengira dirinya sudah salah alamat dan mendatangi sebuah

pertokoan.

Rumah penginapan Cing keng memang khusus dibangun

menyerupai sebuah pertokoan. Seandainya didepan pintu

tidak terpancang papan nama yang bertuliskan Cing keng,

niscaya Suma Thian yu sudah pergi meninggalkan tempat itu.

Sementara dia masih berdiri termangu, seorang seperti

orang bodoh, dari balik rumah penginapan telah muncul

seorang tosu kecil yang segera menegur:

"Apakah tuan sedang mencari seseorang?"

"Benar, aku sedang mengunjungi Hian cing tojin"

Tosu kecil Itu memperhatikan seluruh badan Sumaa Thian

yu dari atas sampai kebawah, kemudian baru katanya:

"Silahkan masuk ke dalam"

Ia mengajak Suma Thian yu menelusuri beranda menuju

kesebuah kamar dipaling ujung, kemudian sembari menunjuk

kamar itu, kata tosu kecil itu:

"Itu dia kamarnya"

Seusai berkata diapun beranjak pergi.

Suma Thian yu segera mengetuk pintu kamar itu pelan-

pelan, dari balik kamar pun terdengar suara seseorang

menegur:

"Siapa disitu?"

"Aku Suma Thian yu"

Pintu kamar segera dibuka dan muncul seorang tosu tua

yang berwajah penuh welas kasih.

"Silahkan masuk" katanya lembut.

Setelah melangkah masuk kedalam ruangan, Suma thian yu

segera berseru lagi:

"Bolehkah aku tahu apakah Hian cing totiang adalah...."

"Yaa, pinto lah orangnya, siauhiap menyebut diri sebagai

Suma Thian yu, apakah kau sute?"

Suma Thian yu segera menjatuhkan diri berlutut sambil

memberi hormat, tapi Hian Ceng totiang segera

membangunkan pemuda itu dan tertawa terbahak-bahak.

"Haah...haah...haah...silahkan bangun hiante, kita bukan

orang luar, tak usah kelewat banyak adat"

Setelah bangkit berdiri, Suma Thian yu baru berkata:

"Sewaktu aku berpamitan dengan suhu tempo hari, suhu

memerintahkan kepadaku untuk menyambangi suheng, sudah

sepantasnya bila aku memberi hormat kepadamu setelah

berjumpa, apalagi selama inipun aku belum sempat mencari

suheng karena tugas yang bertumpuk, untuk itu harap suheng

sudi memaafkan"

Hian cing totiang sudah berusia enam puluh tahun,

berwajah keren, gagah dan berwibawa, namun memancarkan

pula sinar welas kasih, membuat siapapun yang berjumpa,

segera timbul perasaan hormat dan kagum terhadapnya.

Sesudah mempersilahkan Suma Thian yu duduk, Hian cing

totiang baru berkata lagi:

"Bulan berselang, suhu telah berkunjung ke Bu tong dan

membicarakan soal hiante, saat itulah pinto baru tahu kalau

hiante sudah pulang dari Tibet dengan selamat, sungguh tak

disangka diluar dugaan hiante telah datang berkunjung"

Suma Thian yu segera menuturkan pengalamannya secara

ringkas bagaimana dia bertemu dengan Tam pak cu dan

bagaimana dia diberi petunjuk untuk menjumpai Hian cing

totiang, disamping itu dia pun menceritakan pula semula

pengalamannya selama ini.

000O000

Dengan cermat dan seksama Hian cing totiang

mendengarkan semua penuturan tersebut, ketika mengetahui

adik seperguruan telah berhasil mempelajari isi kitab tanpa

kata, sudah barang tentu tosu itu manjadi amat girang.

Pembicaraan diantara merekapun segera berlangsung lebih

akrab dan santai, sementara Hian cing totiang menceritakan

pula semua peristiwa yang belakangan ini terjadi didalam

dunia persilatan kepada pemuda tersebut.

Saat itulah Suma Thian yu baru mengetahui pangkal pokok

perselisihan dari kaum lurus dan sesat.

Sebetulnya pihak kaum lurus sama sama mengusulkan

Ciang liong lo sianjin sebagai pimpinannya, namun usul ditolak

oleh yang bersangkutan karena merasa dirinya sudah tua dan

tak ingin terikat lagi, sehingga dalam pertarungan inipun dia

enggan untuk turut menghadirinya.

Namun setelah direcoki terus, akhirnya dia memberikan

juga kesanggupannya untuk memberi bantuan.

Disamping itu diapun mengusulkan agar Hui im tongcu

sebagai pemimpin, sebab berbicara soal tingkatan kedudukan

sudah sepantasnya jika Hui im tongcu sebagai pimpinan.

Tapi kalau berbicara menurut keadaan situasi didalam

dunia persilatan, maka Hian cing totiang yang terasa lebih

cocok untuk menduduki jabatan tersebut.

Bagaimana pun juga, Hian cing totiang adalah seorang

ketua dari Bu tong pay, kedudukan maupun posisi Bu tong pay

dalam mata masyarakat amat tinggi dan disegani.

Namun Hian cing totiang tak ingin melibatkan segenap

anak muridnya kedalam persoalan ini, dia hanya bersedia turut

serta sebagai seorang preman yang yang terlepas dari ikatan.

Sesungguhnya tindakan ini memang merupakan sebuah

pilihan yang amat tepat, sebagai seorang ketua partai,

memang sepantasnya bila dia mengutamakan keselamatan

orang banyak lebih dulu, tentu saja dia tak ingin dikarenakan

ambisi pribadi sehingga menjerumuskan seluruh partai ke

dalam posisi yang sulit.

Kini segenap jago dari golongan lurus lelah berdatangan

dari empat arah delapan penjuru untuk berkumpul di

perkampungan Le ming ceng di kaki bukit Hoa san.

Hui im tongcu Gak Say bwee dengan membawa Gak Sin

liong yang binalpun telah pindah pula ke perkampungan Lu

ming ceng.

Sepintas lalu pertarungan antara golongan lurus dan sesat

ini hanya biasa saja, padahal bencana tersebut tak ubahnya

seperti pertempuran antara dua neraka besar.

Begitulah, dari keterangan dan laporan yang diberikan Hian

cing totiang kepadanya, Suma Thian yu banyak mendapat

tahu tentang segala gerak gerik dan sepak terjang dari Kun

lun indah belakangan ini.

Ketika berpamitan dengan Hian ceng totiang, waktu sudah

menunjukkan tengah malam, berhubung dia adalah seorang

preman, maka ia tak diperkenankan berdiam dalam rumah

penginapan Cing keng. Hian cing totiang sama sekali tidak

menghantarnya sampai pintu, Suma thian yu muncul dari

rumah penginapan seorang diri.

Setelah menarik napas panjang, dengan kepala tersuruk dia

melangkahkan kaki.

Tak lama setelah meninggalkan rumah penginapan,

pemuda itu segera merasa dirinya sedang diikuti orang, satu

ingatan segera timbul didalam benaknya.

"Mengapa tidak kugunakan sedikit akal untuk

mempermalukannya?"

Cepat-cepat dia berganti arah dan menuju keluar kota,

setelah itu dia pun secara diam-diam memperhatikan apakah

para penguntitnya masih mengikuti terus.

Belum sampai setengah li, dia telah menjumpai bahwa

orang yang menguntilnya bukan hanya seorang saja.

Siang hari tadi, dari mulut Tam pak cu, ia mendapat tahu

kalau si harimau angin hitam sekalian telah menyusul kesana,

maka dia pun bisa menduga kalau orang yang menguntilnya

sekarang sudah pasti merupakan jago-jago kelas satu.

Maka diapun mempercepat langkahnya menuju keluar kota.

Tak lama setelah meninggalkan kota, tiba-tiba dari

belakang tubuhnya terdengar seseorang membentak keras:

"Bocah keparat jangan pergi dulu!"

Suma Thian yu memperhatikan sekejap sekeliling tempat

itu, melihat tempat tersebut adalah sebuah jalan raya menuju

kekota yang gampang menarik perhatian orang, maka dia

segera bergerak meluncur kearah hutan di sebelah kanan

jalan.

Pada saat Itulah dari belakang tubuhnya terdengar suara

desingan angin tajam, ketika Suma Thian yu berpaling, la

jumpai ada tiga sosok bayangan manusia sedang meluncur

datang dengan kecepatan luar biasa.

Dalam sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera

mengenali ketiga orang itu sebagai si ular berekor nyaring Mo

Pun ci yang merupakan musuh besarnya, lalu leng khong

taysu dari Go bi pay dan seorang tosu lagi yang pernah

dijumpainya waktu masuk kota pagi tadi, Hu hok cu adanya.

Selesai memperhatikan orang-orang itu, Suma thian yu

segera mendongakkan kepalanya dan tertawa keras, serunya:

"Heeh... heeeh... heeeh... aku mengira sobat dari mana

yang telah datang, rupanya tayhiap bertiga. Orang she Mo,

perjumpaan kita hari ini benar-benar suatu kebetulan, jadi aku

tak perlu mencarimu kemana-mana lagi"

Sebelum si ular berekor nyaring Mo Pun ci menjawab, Leng

khong taysu telah berseru lebih dulu:

"Bocah keparat, tak kusangka kau belum mampus. Hmm,

nyawanya sungguh amat panjang, sudah kukirim kau ke

neraka kau justru kau balik lagi ke dunia, tampaknya kau ingin

memilih cara kematianmu? Hmm, baiklah, terpaksa pinto

harus mengirimmu sekali lagi"

Sambil menjejakkan kakinya ke atas tanah, dia menerjang

kedepan sambil mengayunkan tangan-nya melepaskan sebuah

pukulan kearah tubuh Suma Thian yu.

Begitu berjumpa dengan Leng khong taysu, Suma thian yu

pun merasakan darah panas mendidih dalam tubuhnya, ia bisa

terkurung dalam lembah Put kui kok selama ini, tak lain adalah

berkat hasil karya dari orang ini, dia merasa dendam sakit hati

semacam ini harus dibalas.

Berpikir demikian, dia menjadi nekad dan diam-diam

mengerahkan tenaga dalamnya kedalam telapak tangan.

Tapi satu ingatan kembali melintas didalam, ia berpikir:

"Seandainya kubunuh Leng khong dalam sekali pukulan,

niscaya perbuatanku ini akan mengejutkan yang lain dan

sudah pasti si ular berekor nyaring dan Hu hok cu pasti akan

melarikan diri ketakutan, mengapa aku tidak berbuat

begini...begini saja?"

Baru saja ingatan tersebut melintas lewat dalam benaknya,

telapak tangan Leng kong taysu sudah mengancam didepan

dada.

Pemuda itupun segera berseru keras:

"Sebuah serangan yang amat bagus!"

Dia segera miringkan badan-nya kesamping lalu dengan

mengeluarkan ilmu pukulan Tay ciong to liong ciang ajaran

Put gho cu, dia melangsungkan pertarungan seru melawan

musuhnya.

Tempo hari Leng kong taysu sudah pernah merasakan

kelihayan dari ilmu silat yang di miliki lawannya, oleh sebab itu

begitu bertarung, dia segera mengeluarkan ilmu pukulan Go bi

pay dan melepaskan serangkaian serangan yang mematikan

ditujukan kebagian tumbuh yang mematikan dari lawannya.

Suma Thian yu yang melihat musuhnya mengambil taktik

pertarungan kilat, segera merasakan semangatnya turut

berkobar pula, cepat-cepat dia memperkokoh pertahanan-nya

terus dilawan dengan jurus, pukulan disambut dengan

pukulan, dalam waktu singkat dua puluh gebrakan sudah

lewat.

Sementara itu si ular berekor nyaring Mo pun ci yang

menonton jalan-nya pertarungan dari sisi arena mulai ragu

setelah menyaksikan kesemuanya itu, dia berpikir nama besar

Suma thian yu sudah cukup termasyur dikolong langit,

mengapa dia bertarung begitu? Padahal sewaktu bertempur

ditelaga Tong ting tempo hari, pemuda itu perkasa seperti

harimau ganas, atau mungkin selain permainan ilmu

pedangnya, dia tak memiliki kemampuan yang lain?

Hu Hok Ci pun turut bergembira oleh keadaan tersebut,

sebab dia menganggap ilmu silat yang dimiliki lawan amat luar

biasa, dalam anggapannya tidak akan sulit baginya untuk

membekuk musuhnya.

Sementara semua orang sedang merasa gembira, tiba-tiba

dari arah arena bergema suara jeiitan ngeri yang memilukan

hati, pada mulanya si ular berekor nyaring mengira Leng

khong taysu telah berhasil memenangkan pertarungan itu,

namun dia segera menjerit kaget:

“ Aaaahhh!"

Ternyata batok kepala Leng khong taysu sudah memar dan

hancur berantakan, mayatnya tergelepar diatas tanah dalam

keadaan yang amat mengerikan.

Bagaimana mungkin Leng khong taysu bisa binasa?

Ternyata mereka berdua tidak berhasil melihat keadaan

tersebut secara jelas, padabal berbicara dari gerakan tubuh

Suma Thian yu tadi, sudah jelas mustahil baginya untuk

membunuh Leng khong taysu dalam sekejap mata.

Padahal orang yang menghabisi nyawa Leng khong taysu

bukan Suma Thian yu, melainkan Leng khong taysu sendiri,

ketika dia sedang melancarkan pukulan kearah lawan-nya tadi,

tahu-tahu segulung tenaga lembut yang sangat kuat telah

menghadang tenaga serangannya, maka ketika tenaga

pukulan itu memantul balik, akibatnya senjata makan tuan, ia

dihajar mampus oleh tenaga pukulan sendiri.

Menyaksikan Leng khong taysu mati mengenaskan,

sebelum si ular berekor nyaring Mo pun ci sempat berbicara,

Hu hok cu telah menerjang lima langkah ke depan Suma thian

yu, lalu dengan mata merah membara, bentaknya keras:

"Bocah keparat, tak nyana kau masih mempunyai

kepandaian juga, mari, mari, biar aku saja yang mengirimmu

pulang ke neraka"

Sambil menerjang kedepan, dia segera melepaskan sebuah

pukulan dashyat keatas jalan darah ki hay hiat ditubuh Thian

yu dengan jurus Guntur menggelegar petir menyambar.

Melihat serangan tersebut, Suma Thian yu segera

mendengus dingin, jengeknya:

"Huuh...kau mah belum pantas untuk bertarung melawan

diriku...!"

Begitu kata terakhir diucapkan, tubuhnya sudah menyelinap

ke belakang punggung Hu hok cu, lalu dengan jurus

menyembah Buddha diruang emas, dia totok jalan darah Ki

tong hiat di punggung lawan.

Hu Hok cu bukan seorang jago yang bodoh, begitu

serangan-nya mengenai sasaran kosong, tiba-tiba dia

membalikkan badan lalu menyergap pusar lawan dengan jurus

Burung merak pentang sayap.

Pertarungan sengit pun segera berkobar dengan serunya,

untuk sesaat sulit rasanya untuk menentukan siapa menang

siapa kalah.

Sementara itu si ular berekor nyaring Mo pun ci yang

menonton jalan-nya pertarungan dari sisi arena pun sudah

melihat kalau Suma Thian yu sedang menggunakan akal licik

untuk membohongi mereka, tanpa terasa dia bergeser maju

ke depan sambil mempersiapkan sebatang senjata rahasia

beracun, dia bersiap-siap menyerang lawannya di saat pe

muda itu sedang lengah nanti.

Suma Thian yu pun bukan manusia bodoh, ia memiliki

ketajaman mata yang melebihi siapapun, apalagi pertarungan-

nya melawan Hu Kok cu ibarat orang yang sedang

mempermainkan seekor monyet saja, semua dilakukan

dengan seenaknya dan santai.

Oleh sebab itulah segala gerak gerik dari si ular berekor

nyaring dapat disaksikan olehnya dengan jelas, hal ini justru

semakin mengobarkan perasaan dendam dari pemuda itu.

Maka dia pan berpekik nyaring, gerakan tubuhnya segera

dirubah dan kali ini dia melancarkan serangan dengan ilmu

pukulan angin pusing ajaran Cong liong lo sianjin. Kalau tadi

Hu Hok cu masih dapat menghadapi serangan lawan dengan

terpaksa, maka begitu lawan-nya berganti serangan, dia

menjadi keteter hebat dan kelabakan setengah mati.

Bayangan tubuh Suma Thian yu yang terlihat didepan

matanya seakan-akan menjadi banyak, sebentar kekiri,

sebentar lagi ke kanan, membuat Hu Hok cu menjadi pening

dan kebingungan setengah mati, diam-diam dia mulai

mengeluh.

Ular berekor nyaring Mo pun Ci yang menyaksikan kejadian

tersebut pun ikut menjadi gelisah, tiba-tiba dia membentak

keras:

"Lihat serangan!"

Tangannya segera diayunkan kedepan, sekilas cahaya

tajam bagaikan sambaran kilat cepatnya langsung menerjang

ketubuh Suma Thian yu.

Menyaksikan kejadian tersebut, Suma Thian yu segera

tertawa terbahak-bahak, dengan gerakan tubuh Ciok tiong

loan poh dia menyelinap kebelakang tubuh Hu Hok cu, bukan

begitu saja, sepasang telapak tangan-nya segera dilontarkan

pula kedepan, seketika itu juga muncul segulung angin

pukulan yang melemparkan tubuh Hu Hok cu sejauh satu kaki

lebih dari posisi semula.

Ketika tubuh Hu hok cu terlempar kedepan, secara

kebetulan pula senjata rahasia beracun dari si ular berekor

nyaring sedang menyambar dengan kecepatan luar biasa.

Tak ampun lagi, Hu Hok cu segera menjerit kesakitan

dengan suara yang memilukan hati, sekujur badan-nya

gemetar keras, disusul kemudian tubuhnya terbanting keatas

tanah, muntah darah lalu berkelejetan sebelum ajalnya tiba.

Tak terlukiskan rasa geram si ular berekor nyaring Mo pun

ci melihat rekan-nya tewas oleh senjata rahasia sendiri,

bagaikan orang kalap dia segera melompat kehadapan Suma

thian yu, kemudian tanpa banyak cincong mengayunkan

kepalan-nya melepaskan sebuah pukulan ke depan.

Dengan sangat cekatan Suma Thian yu mengegos

kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut,

kemudian sambil tertawa dingin jengeknya:

"Orang she Mo, jangan keburu menyerang, berbicara dulu

sebelum bergebrak"

"Tiada perkataan yang bisa di bicarakan lagi denganmu,

bocah keparat, lihat serangan!" bentak si ular berekor nyaring

Mo Pun ci sambil mengertak gigi.

Lalu dengan jurus mencari hari berganti waktu, dia bacok

ubun-ubun Suma Thian yu.

Si anak muda itu sama sekali tidak memberikan

perlawanan, dengan cekatan tubuhnya menyapu ke samping

untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.

Si ular berekor nyaring segera mengira lawan-nya takut,

tanpa terasa dia mendesak maju ke depan sambil

menyarangkan sebuah pukulan lagi.

Namun semua serangannya itu berhasil dipunahkan atau

dihindari oleh Suma Thian yu secara gampang, andaikata si

ular berekor nyaring cukup teliti, dia seharusnya tahu diri dan

segera mengundurkan diri.

Siapa tahu orang ini sudah dibikin kalap lantaran gusar

dan dendamnya, bukannya berhenti, secara beruntun dia

malah melancarkan tiga buah serangan lagi.

Sebetulnya Suma Thian yu bermaksud menghabisi nyawa

lawannya dalam satu gebrakan saja, namun berhubung masih

banyak persoalan yang merupakan teka teki baginya, maka

sembari melompat mundur, serunya:

"Bajingan Mo, apakah kau masih belum juga mau sadar?"

Si ular berekor nyaring Mo Pun ci tertawa dingin dengan

suara yang menyeramkan:

Heeh...heeh...heeeh bocah keparat, yang harus sadar

adalah kau, toaya mendapat perintah untuk membereskan

nyawa anjingmu, apakah kau masih belum juga mau

menyerah?"

"Bajingan Mo, jawab dulu, siapa yang telah membunuh

ayahku?" kata Suma Thian yu dengan wajah serius.

"Kalau toaya, mau apa kau?" jawab si ular berekor nyaring

dengan angkuh.

"Kau? Suma Thian yu melotot gusar, kau tidak berbohong?"

Si ular berekor nyaring Mo Pun ci tertawa terbahak-bahak

dengan suara yang menyeramkan.

"Bocah keparat, toaya lah yang telah membunuh Suma

Tiong ko, apakah kau kurang jelas? Kalau memang begitu

menghadaplah kepada raja akhirat dan tanyakan sendiri

kepada bapak anjingmu setibanya disana nanti, tanya kepada

mereka apa betul aku she Mo yang melakukan perbuatan

tersebut?"

Suma Thian yu benar-benar amat gusar, dadanya mau

meledak saja, kepalanya berputar, kesadarannya hampir saja

punah. Sambil menancapkan kakinya keatas tanah, ia segera

menggetarkan tangannya keras-keras sambil membentak

nyaring, tulang belulang disekujur badannya segera berbunyi

gemerutukan nyaring.

Inilah gejala dari seseorang yang sedang menghimpun

tenaga dalamnya, sebagai seorang yang berpengalaman

sudah barang tentu si ular berekor nyairing dapat melihat

akan hal ini.

Maka diapun segera menghimpun tenaga dalamnya dan

bersiap sedia melakukan suatu pertarungan beradu jiwa.

Mendadak terdengar Suma Thian yu membentak keras:

"Bajingan tengik, serahkan nyawamu!"

Sepasang telapak tangannya segera dilontarkan bersama

kedepan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat

langsung menyambar kearah tubuh si ular berekor nyaring Mo

pun ci.

Si ular berekor nyaring adalah seorang manusia licik yang

berotak cerdas, melihat datangnya serangan, dia tak berani

menyambut dengan kekerasan sebaliknya malah kabur untuk

menghindarkan diri, dengan demikian angin serangan Suma

Thian yu yang maha dahsyat itu pun menyapu lewat dari sisi

tubuhnya.

Meskipun demikian, sisa tenaga pukulan yang terpancar

keluar toh cukup membuat sekujur badan si ular berekor

nyaring Mo pun ci merasakan panas dan peri, rasanya benar-

benar amat tak sedap.

Atas kejadian ini, semangat si ular berekor nyaring Mo Pun

ci menjadi luntur, sekujur tubuhnya bergetar keras, sambil

tertawa dingin serunya:

"Bocah keparat, tak kusangka kau mempunyai kepandaian

yang cukup tangguh, sayang sekali kau telah salah mencari

sasaran, selama berada dihadapan toaya, lebih baik kau

serahkan saja nyawa mu tanpa melawan daripada toaya mesti

repot-repot turun tangan"

Suma Thian yu sama sekali tidak menggubris, ketika

serangannya tidak mengenai sasaran, dia segera menerjang

lebih kedepan sambil mengembangkan ilmu pukulan Siap poo

bwee hong ciang.

Dua buah pukulan beruntun yang dilancarkan memaksa si

ular berekor nyaring Mo Pun ci merasakan daya tekanan yang

amat berat menyiksa dadanya, hal ini membuatnya cepat-

cepat menghindarkan diri.

Akan tetapi Suma Thian yu sama sekali tidak memberi

kesempatan lagi baginya untuk berganti nafas, jurus demi

jurus dilancarkan bagaikan air yang mengalir ke bawah, dia

menguasahi seluruh keadaan dan kemenangan sudah berada

ditangan-nya.

Dengan demikian keadaan dari si ular berekor nyaring Mo

Pun ci berubah sebagai sasaran pemukulan, bukan hanya

dipihak yang terserang, sampai akhirnya hakekatnya dia

bagaikan seekor anjing gila yang berada di dalam

kerangkengan saja, sebentar harus berkelit kekiri sebentar lagi

menghindar kekanan, namun belum berhasil juga meloloskan

diri dari lingkaran angin pukulan Suma Thian yu.

Berbicara soal tenaga dalam, perbedaan dari ular berekor

nyaring dengan Suma Thian yu pada hakekatnya seperti langit

dan bumi, asalkan Suma Thian yu mengeluarkan jurus yang

mana pun dari ilmu yang dipelajari dalam kitab tanpa kata,

niscaya dia akan ber hasil membinasakan bajingan cabul ini.

Namun dia tidak ingin berbuat begitu secepatnya, dia

butuh penjelasan yang lebih banyak lagi tentang seluk beluk

terbunuhnya ayahnya dan persoalan tentang dibasminya

keluarga Suma.

Itulah sebabnya dia mengambil keputusan untuk

melancarkan serangkaian serangan yang gencar dan

melelahkan, alhasil tindakan diambilnya ini memang sangat

tepat, praktis semua gerakan si ular berekor nyaring Mo pun ci

terbelenggu, dia tinggal menunggu saat ajalnya saja.

Peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi

seluruh tubuh si ular berekor nyaring, napasnya mulai

tersengal-sengsal, kendatipun segenap kepandaian sakti yang

dimilikinya telah dipergunakan semua, kenyataannya tak

berhasil menjawil seujung baju pun dari lawannya.

Sebaliknya dia sendiri justru sudah di penuhi dengan luka,

akhirnya dengan perasaan putus asa dia membentak keras:

"Bocah keparat, apabila kau punya keberanian, ayoh

hadiahkan sebuah pukulan untuk membunuh toaya ini!"

Suma Thian yu tertawa terbahak-bahak:

"Haah...haah...haah, sauya justu mau menyiksamu habis-

habisan, mau apa kau?"

Dengan mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh

cap lak tui, tampak bayangan manusia berkelobat lewat dan

menyelinap ke belakang tubuh si ular berekor nyaring, dimana

kelima jari tangannya menyambar lewat, pakaian yang

dikenakan segera sobek dan tubuhnya terlihat jelas.

Si ular berekor nyaring Mo Pun ci segera membentak

marah, sambil membalikkan badan-nya, dia balas melancarkan

sebuah serangan ke tubuh lawan.

Dengan cekatan Suma Thian yu mengibaskan bahunya

menghindarkan diri dari ancaman tersebut, mala bersamaan

waktunya dia sempat mencubit pinggang si ular berekor

nyaring itu dengan sebuah cubitan yang keras.

Tak heran kalau si ular berekor nyaring segera menjerit

kesakitan dan mundur beberapa langkah sempoyongan.

Suma thian yu segera bertindak lebih cepat, pada saat si

ular berekor nyaring mundur ke belakang, pedang Kit hong

kiam nya segera dicabut keluar dari punggungnya, di mana

cahaya pedang menyambar lewat, bagaikan sekilas petir yang

menyambar, tahu-tahu sudah meluncur mundur ke arah tubuh

orang itu.

Dalam sekejap mata ujang pedang Suma Thian yu sudah

menempel diatas tenggorokan si ular berekor nyaring, dalam

keadaan demikian Mo pun ci praktis mati kutunya, sekarang

biarpun ada malaikat yang datang menolongnya pun tak ada

gunanya lagi.

Dengan suara dingin Suma thian yu segera membentak:

"Orang she Mo, ayoh cepat terangkan hal ikhwal sampai

mencelakai keluarga ku, asal kau bersedia menjawab dengan

jujur, sauya pun akan memberi kematian yang memuaskan

untukmu, kalau tidak, sebelum ajalmu tiba, mungkin kau

harus merasakan dulu suatu penghidupan yang penuh

siksaan"

Sesungguhnya si ular berekor nyaring Mo Pun ci adalah

seorang manusia keparat yang bernyali kecil, dia adalah

bajingan cabul yang pengecut dan takut mati, berada dalam

keadaan begini kembali timbul niatnya untuk membohongi

pemuda tersebut.

Dengan suara keras segera teriaknya:

"Orang yang membunuh ayahmu adalah orang she Lim,

bukan toaya mu...."

Kalau tidak mendengar perkataan tersebut mungkin Suma

thian yu masih kuat menahan diri, tapi begitu mendengar

kata-kata tersebut, amarahnya segera berkobar kembali,

pedangnya menyambar kebawah dengan cepat.

Sebuah telingan si ular berekor nyaring Mo pun ci pun

segera terkepas kutung dan rontok ke atas tanah.

"Ayoh bicara, cepat bicara!" bentak Suma Thian ya dengan

penuh kegusaran.

Ular berekor nyaring Mo Pun ci kembali ngotot menuduh

Lim khong sebagai pembunuhnya, Suma Thian yu yang

semakin marah segera mengayunkan pedangnya sekali lagi,

kali ini batang hidung ular berekor nyaring yang terpapas

kutung sampai rata.

Jeritan kesakitan segera bergema memenuhi angkasa

berbareng dengan pancaran darah segar dari luka dihidung

ular berekor nyaring tersebut...

"Ayoh cepat berbicara, benarkah kau ingin mampus secara

pelan-pelan?" ancam Suma Thian yu dengan suara keras.

Ular berekor nyaring Mo Pun ci tak sanggup menahan rasa

sakit yang mencekam dirinya lagi, ia segera berteriak:

"Toaya yang membunuh"

"Kau tidak bohong?" seru Suma Thian yu dengan perasaan

bagaikan disayat-sayat setelah mendengar pengakuan itu.

"Toaya yang telah melakukan pembunuhan itu, seorang

lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab, seluruh

keluarga Suma Thiong ko mati ditangan toaya seorang"

Akhirnya Ular berekor nyaring Mo Pun ci mengaku juga

secara berterus terang.

Berhadapan dengan musuh besar pembunuh keluarganya,

Suma Thian yu benar-benar merasa geram dan marah,

sekujur badannya gemetar keras menaban emosi, pedangnya

segera ditusukkan kedepan keras-keras....

Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, darah segar

muncrat keluar dari tenggorokan si ular berekor nyaring Mo

pun ci dan memancar kemana-mana, tak selang berapa saat

kemudian habis sudah riwayatnya.

Menanti si ular berekor nyaring Mo Pun ci sudah mampus,

Suma Thian yu baru merasakan hatinya amat lega, dia

menyeka darah dari ujung pedangnya kemudian

menyarungkan kembali, setelah itu dengan perasaan riang

gembira dia berjalan kembali kekota Hun yang.

Tak lama setelah Suma Thian yu berlalu, dari balik hutan

muncul kembali seseorang, dia adalah si harimau angin hitam

Lim Khong.

Semua peristiwa yang barusan terjadi dapat diikuti olehnya

dengan jelas sekali, tapi mengapa ia tidak segera terjun

kearena, sebaliknya baru muncul setelah ketiga orang

rekannya terbunuh dan Suma Thian yu berlalu dari situ?

Disinilah letak kelicikan dari harimau angin hitam Lim Kong

kali ini, sebenarnya dia memperoleh perintah dari Kun lun

indah Siau Wi goan untuk datang ke Hun yang dengan tujuan

utama adalah menyelidiki jejak dari Suma Thian yu, kemudian

kedua, bagaimana caranya menghadang, menyergap dan

membinasakan pemuda tersebut.

Dari kedua macam tugas yang di bebankan kepadanya satu

diantaranya sudah berhasil dilaksanakan, sedangkan

mengenai penyergapan dan membinasakan pemuda tersebut,

ia tidak berani bertindak secara sem barangan, sebab dia tahu

Suma Thian yu amat kosen bagaikan seekor harimau dan tak

mungkin bisa dibunuh oleh mereka berempat.

Oleh sebab iiu dia merasa tidak perlu mengorbankan diri

secara percuma apalagi konyol, dia bertekad untuk

melanjutkan hidupnya sambil menanti kesempatan untuk

menbinasakan pemuda tersebut.

Tatkala Leng khong taysu dan Hu hok cu terbunuh tadi,

sebenarnya dia sudah bersiap sedia untuk turun tangan, tapi

kemudian ia merasa lebih baik berpeluk tangan belaka

membiarkan orang-orang itu mati konyol, sedangkan diapun

bisa pulang dengan cerita-cerita hebat yang melukiskan

kegagahan sendiri.

Bagaimana pun juga dia beranggapan bahwa Kun lun indah

tak mungkin akan memperdulikan persoalan-persoalan

semacam itu.

Bersahabat dengan bajingan, tak ubahnya seperti sekulit

dengan harimau, rasanya ucapan ini memang tepat sekali.

Jangan dilihat dihari-hari biasa mereka selalu berhubungan

akrab seperti saudara sendiri, mati hidup bersama-sama, tapi

bila salah satu pihak mulai terancam bahaya, maka kalau bisa

kabur mereka pasti akan berusaha untuk melarikan diri.

Begitulah si harimau angin hitam Lim khong memeriksa

sekejap ke tiga sosok mayat itu, kemudian beranjak pergi

meninggalkan tempat tersebut.

Dalam pada itu, Suma Thian yu menginap satu malam di

kota Hun yang untuk kemudian pada keesokan harinya, sesuai

dengan petunjuk dari Tam Pak cu berangkat menuju ke

perkampungan Lu ming ceng di kaki bukit Hoa san.

Hari ini Suma Thian yu menyeberangi sungai sampai di

dusun Bun Siang, ketika melihat bahwa waktunya sampai

bulan Tiong ciu nanti tinggal lima hari lagi, dan bilamana

ditempuh dengan berjalan kaki mungkin akan terlambat

sampai di perkampungan Lu ming ceng, maka di dusun

tersebut dia membeli seekor kuda.

Di dusun itu terdapat sebuah peternakan yang sangat

besar, letaknya disebelah utara dusun, konon pemiliknya

adalah seorang pedagang kuda terkenal dari Shoa tiang, atas

petunjuk orang maka berangkatlah dia menuju kepeternak an

tersebut.

Ketika dia akan memasuki pintu gerbang peternakan itu,

dari hadapannya muncul tiga ekor kuda yang berlarian amat

kencang.

Tergesa-gesa Suma Thian yu menghindar ke samping,

namun apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu

menjerit kaget.

"Aaah, saudara Thia..."

Atas panggilan tersebut ketiga orang penunggang kuda itu

serentak melompat turun dari atas pelana dan melayang turun

dihadapan anak muda tersebut.

Ternyata mereka bertiga adalah sahabat-sahabat karib

Suma Thian yu, mereka adalah sastrawan pena baja Thian

Cuan serta Toan im siancu Thia Yong dan Bi hong siancu wan

Pek lan.

Sastrawan berpena baja Thian Cuan langsung berjalan

menuju kehadapan Suma Thian yu kemudian digenggamnya

tangan pemuda tersebut tanpa mengucapkan sepatah

katapun.

Sampai lama kemudian, sastrawan berpena baja Thia Cuan

baru berseru dengan suara gemetar:

"Thian yu kau kah? aku tidak percaya...aku benar-benar tak

berani percaya"

Memandang sikap hangat dari sastrawan berpena baja itu,

Suma Thian yu merasa amat terharu dan girang sehingga

untuk beberapa saat pun dia tak mampu mengucapkan

sepatah katapun.

Bi hong siancu Wan Pek lan dan Toan im siancu Thia Yong

serentak mengerubungi pemuda itu pula, mereka turut terharu

atas perjumpaan tersebut, sehingga keduanya sama-sama

berdiri mematung tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kau belum mati? Ooooh, sungguh bagus, Thian yu bagus

sekali...aku saigat merindukan dirimu..."

"Saudara Thia..." Suma Thian yu pun hanya sanggup

memanggil namanya, sebab kata-kata selanjutnya tertelan

oleh suara sesenggukkan yang menyumbat kerongkongannya.

"Aku bukan lagi bermimpi bukan, ooh...Thian yu, bukankah

kau sudah terjerumus kedalam jurang? Sungguh suatu

keajaiban, benar-benar suatu keajaiban, nampaknya nasib

baik masih berada dipihakmu, oh Thian yu, aku benar-benar

kelewat gembira"

Setelah pembicaraan yang akrab, Sastrawan berpena baja

Thia Cuan baru bertanya maksud tujuan Suma Thian yu

datang kesana, Suma Thian yu menunggu sampai ketiga

orang itu menjadi tenang kembali baru menceritakan semua

pengalamannya secara ringkas.

Mengetahui akan pengalaman yang dialami Suma Thian yu

selama ini, Thia Cuan sekalian bertiga menjadi kegirangan

setengah mati, maka mereka pun kembali ke peternakan

untuk membelikan seekor kuda lagi bagi Thian yu kemudian

baru berangkat meninggalkan dusun tersebut.

Setibanya di Tong kwan, mereka meneruskan

perjalanannya menuju ku Hoa im. Sastrawan berpena baja

Thian Cuan segera mengusulkan untuk beristirahat semalam,

sebenarnya Suma Thian yu merasa berat hati, karena dia ingin

cepat-cepat berangkat ke perkampungan Lu ming ceng dan

menjumpai Ciong liong lo sianjin untuk menyerahkan kitab

tanpa kata tersebut kepadanya.

Tapi akhirnya ia merasa tak baik untuk menampik

permintaan rekan-rekannya, maka diapun memberi

persetujuannya.

Sepanjang perjalanan, Bi hong siancu Wan Pek lan selalu

tidak memperoeh kesempatan untuk menyampaikan rasa

rindunya terhadap Suma Thian yu berhubung disampingnya

hadir Thia Cuan bersaudara, ini menyebabkan perasaannya

menjadi gelisah dan murung.

Suma Thian yu yang sedang memikirkan persoalan lain

tentu saja tak akan menemukan hal tersebut, tidak demikian

dengan Thia Yong ia dapat menyaksikan kesemuanya itu

dengan jelas.

Biasanya kaum wanita memang berpikir lebih cermat

terutama sekali Thia Yong yang sudah lama menaruh

perasaan cinta terhadap Suma Thian yu, tidak heran kalau ia

menaruh perhatian secara khusus.

Tampaknya sastrawan berpena baja Thia Cuan pun dapat

menjumpai keanehan itu, maka setelah termenung sejenak dia

pun mencari alasan untuk menginap semalaman, disana

diapun segera mengajak adiknya pergi ke kota untuk

mengunjungi sanak keluarga.

Dengan demikian didalam penginapan tinggal Suma Thian

yu dan Bi hong siancu dua orang, sebagai seorang pemuda

yang baru pertama kali mengunjungi kota tersebut ia segera

mengajak Wan Pek lan untuk berjalan-jalan pula.

Berangkatlah mereka keluar kota dan memasuki sebuah

warung teh yang termashur disebelah utara kota, setelah

mengambil tempat duduk mereka pun memesan air teh.

Suasana hening untuk sesaat, tiba-tiba Bi hong siancu wan

Pek lan berkata:

"Engkoh Thian yu, bukankah tadi kau pernah

membicaiakan soal paman Tio?"

"Ya, kasihan Tio toako, dia telah menemui ajalnya di

lembah Put kui kok" kata Suma Thian yu sedih, "bencana ini

bisa terjadi gara-gara ulah ku, kalau diingat kembali sekarang

aku benar-benar merasa menyesal sekali"

Padahal wan Pek lan menyinggung soal Tio Ci hui tak lain

karena hendak mencari alasan untuk mengajak pemuda itu

berbincang-bincang.

Siapa sangka Suma Thian yu tidak menduga sampai disitu,

berbicara soal Tio Ci hui diapun berbicara terus tiada hentinya.

Atas perkataan itu, boleh dibilang Wan pek lan sama sekali

tidak memperhatikan-nya, barang sepatah kata pun dia tak

menaruh perhatian.....

Apa yang dikuatirkan wan Pek lan sekarang adalah

bagaimana menggiring si anak muda untuk membicarakan

persoalan diantara mereka, sedang mengenai tewasnya Tio Ci

hui, dia tak ingin memperhatiannya untuk sementara waktu.

Suma Thian yu yang sedang berbicara tiada hentinya, tiba-

tiba saja menjumpai paras muka Wan Pek lan amat dingn dan

hambar, ia menjadi tertegun dan segera bertanya keheranan:

"Adik Lan, apakan kau merasa tak enak badan?"

"Tidak"

"Aku lihat paras muka mu rada tak beres, cepat katakan

kepadaku, sebenarnya apa yang sedang kau murungkan?"

"Kau!"

"Aku?" Suma Thian yu terkejut di samping keheranan,

menguatirkan aku....?"

"Tapi sekarang sudah tidak kuatir lagi"

Sejak berpisah dengan dirimu... dengan tersipu-sipu malu

dia menundukkan kepalanya kembali.

Suma Thian yu segera menggeserkan badan-nya mendekati

gadis itu, kemudian bertanya lirih:

"Adik Lan persoalan apa yang membuat hatimu sedih?"

"Aku menguatirkan keselamatan jiwamu"

"Bukankah sekarang aku berada dalam keadaan baik baik?"

"Tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Sewaktu kau pergi ke Tibet aku telah jatuh sakit"

Suma Thian yu segera menjadi paham, digenggamnya

tangan Wan Pek lan erat-erat lalu katanya:

"Adik Lan, aku telah mencelakaimu, tapi aku pun

mempunyai kesulitan ku sendiri yang tak dapat diutarakan

kepada orang, sudahlah, kau tak usah bersedih hati lagi, aku

toh sudah kembali kesisimu tanpa kekurangan sesuatu apa

pun?"

"Aku takut kehilangan kau" bisik Wan Pek lan tersipu-sipu,

"engkoh Thian yu, masih ingatkah kau dengan sumpah dan

janji kita dulu.....?"

"Tentu saja masih ingat, adik Lan kau kelewat curiga, demi

kau, aku telah pulang dengan menyerempet bahaya,

kesemuanya ini kaulah yang memberikan semangat dan

keberanian kepadaku, kini kita dapat berkumpul kembali untuk

selamanya"

Mendengar perkataan tersebut, Wan Pek lan menjadi

tenang kembali bagaikan menelan obat penenang saja, pikiran

dan perasaan-nya segera menjadi cerah kembali.

Tapi bila teringat olehnya bahwa badai pembunuhan

berdarah sudah makin mendekat, rasa murung dan sedih

segera timbul kembali.

"Aku selalu merasa takut" katanya kemudian, "berapa hari

lagi, pertarungan antara kaum lurus dan sesat akan

berlangsung, aku kuatir kau...."

"Aai....adik Lan kau jangan terlalu menguatirkan persoalan

itu"

"Tidak, mungkin kau tak merasakan apa-apa, tapi aku

sudah pernah merasakan bagaimana menderitanya akibat

suatu perpisahan, aku tak ingin merasakan kembali siksaan

akibat berpisah dalam kematian...."

"Adik Lan, buat apa sih kau mengucapkan perkataan yang

tidak mendatangkan keberuntungan seperti itu? Kau

seharusnya mendorongku, memberi semangat kepadaku, kita

adalah orang-orang persilatan yang memandang tawar soal

mati hidup, apalagi badai berdarah itupun sudah merupakan

suatu takdir yang tak mungkin bisa diselamatkan oleh setiap

orang, sekali pun kita bakal tewas didalam pertarungan

berdarah ini, kematian tersebut merupakan suatu

kebanggaan, apa kau lupa dengan ucapan Bu Thian sang?

Dari dahulu sampai sekarang manusia manakah yang sanggup

menghindari kematian? Bila kita dapat mati secara kesatria

demi kepentingan dan keadilan orang banyak, maka kematian

kita itu merupakan suatu kematian yang terhormat, bukankah

demikian?"

Wan Pek lan segera tertunduk malu sesudah

mendengarkan perkataan dari Suma Thian Yu yang gagah

perkasa itu, tapi dari ini pula dapat di ketahui bahwa

kekasihnya memang seorang pemuda gagah berjiwa besar,

beruntunglah dia dapat memperoleh seorang calon suami

yang begini gagah dan perkasa seperti Suma thian yu.

Maka dia pun tersenyum, tersenyum manis sekali, cantik

sekali dan menawan hati.

Sementara mereka masih berbincang-bincang dengan riang

gembira, mendadak dari samping meja mereka berdiri seorang

lelaki kekar yang langsung berjalan menghampiri mereka.

Lelaki kekar itu bertubuh tinggi besar dan berwajah

menyeramkan, setibanya disamping wan pek lan, ia segera

tertawa cengar-cengir sambil menegur:

"Nona manis, apakah kau berasal dari luar daerah?"

Wan Pek lan mendongakan kepalanya memandang sekejap

ke arah orang itu, kemudian sama sekali tidak menggubris,

kembali dia melanjutkan pembicaraannya dengan Suma Thian

yu.

Melihat wan Pek lan sama sekali tidak mengubris

tegurannya, lelaki kekar itu menjadi amat gusar, dengan suara

menggeledek ia segera membentak:

"Nona manis, apakah kau tidak mendengar perkataan toaya

mu? Ayoh bangkit berdiri, kau harus menemani toaya mu

secara baik-baik, kalau tidak, toaya akan menghajar batok

kepala mu sampai hancur berantakan"

Rupanya lelaki ini memang sengaja datang untuk mencari

gara-gara, ketika dilihatnya kedua orang muda mudi itu

berasal dari luar daerah, timbul niatnya untuk

mempermainkan mereka, sayang seribu kali sayang, ia justru

sudah salah mencari sasaran.

Pelan-pelan wan pek lan bangkit berdiri, lalu dengan suara

yang tetap lembut katanya:

"Bangkit berdiri ya bangkit berdiri, mau apa kau?"

Lelaki kekar itu diam-diam tertegun melihat korbannya

sama sekali tidak takut, tapi segera bentaknya keras-keras:

"Ayoh cepat menyembah kepada toako mu untuk minta

maaf atau kalau tidak turut toaya pulang ke rumah, tanggung

kau akan senang sepanjang hidup"

Mendingan kalau tidak mendengar perkataan itu, paras

muka Wan Pek lan segera berubah hebat, matanya melotot

besar dan mukanya merah membara karena marah.

Suma Thian yu yang berada disisinya kuatir nona itu

mencari urusan, cepat-cepat dia menarik gadis itu sambil

berkata:

"Adik Lan, duduklah saja, buat apa kau mesti mencari gara-

gara dengan anjing budukan semacam itu"

"Bocah keparat, apa kau bilang!" teriak lelaki itu dengan

kening berkerut dan mata mendelik, "toaya adalah anjing

budukan? bagus sekali kau berani mencari gara-gara dengan

toaya mu? Hmm tampaknya kau sudah bosan hidup!"

Dia segera mengayunkan telapak tangan-nya membacok

tubuh Suma Thian yu.

Menghadapi serangan tersebut Suma Thian yu sama sekali

tidak gugup, segera disambutnya ancaman itu lalu

mencengkeram pergelangan tangannya kencang-kencang, tak

ampun lagi lelaki itu segera menjerit kesakitan bagaikan ayam

yang mau disembelih.

Dengan wajah tetap tenang dan senyumaan dikulum, Suma

Thian yu berkata:

"Saudara kau benar-benar manusia bermata anjing, terus

terang saja aku katakan, bila ingin mempermainkan orang,

lebih baik carilah korban yang lemah, jika berani membuat

gara-gara dengan sauyamu, maka sama artinya kau lagi

mencari penyakit buat diri sendiri!"

Sementara itu si lelaki kekar tadi sudah mandi keringat,

wajahnya menunjukkan penderitaan yang hebat, suara

rintihannya yang semula keras makin lama semakin pelan dan

akhirnya lirih sebagai gantinya dia mulai merintih dan

merengek minta ampun.

Suma Thian yu segera melepaskan kembali

cengkeramannya dan duduk kembali ke tempat semula.

Siapa tahu lelaki itu memang tak tahu diri, dia bukannya

mundur teratur setelah peristiwa tersebut sebaliknya malahan

mengayunkan telapak tangannya membacok batok kepala

Suma Thian yu.

Padahal jarak diantara mereka berdua amat dekat, apa lagi

lelaki itupun menyerang disaat anak muda tersebut tidak siap

akibatnya semua orang yang berada dirumah makan itu sama-

sama menjerit tertahan karena kaget.

Pada saat kepalan lelaki itu hampir mengenai batok kepala

Suma Thian yu, tiba-tiba saja pemuda itu berkelit sambil

mengayunkan kembali tangan-nya.

"Enyah kau dari sini!"

Lelaki kekar itu menjerit kesakitan, seluruh badan-nya

terlempar ketengah udara bagaikan layang-layang putus

benang, setelah melewati dua buah meja, badannya segera

terbanting keras-keras diatas tanah.

Sekali lagi lelaki tersebut mengerang kesakitan.

Suma Thian yu yang menyaksikan masalahnya sudah

berkembang semakin besar menjadi kehilangan kegairahnya

untuk tetap berada disitu, ia segera menarik Wan Pek lan,

membayar rekening dan segera beranjak dari situ.

Baru saja kedua prang itu melangkag keluar dan pintu

warung, mendadak terdengar seseorang membentak keras:

"Berhenti, tunggu dulu!"

Ketika mendengar bentakan tersebut, Suma Thian yu

mengira rekan-rekan dari lelaki kekar itu datang mencari gara-

gara, dengan cepat ia berpaling.

Tampak seorang kakek berbaju sastrawan yang kumal dan

penuh tambalan, ternyata kakek berusia enam puluh tahunan

itu tak lain adalah Sin sian siangsu Yu Seng see.

Sejak berpisah digua Jit yang sian tong, baru kali ini Suma

Thian yu berjumpa lagi dengan orang ini, dia segera berteriak

gembira:

"Yu locianpwee"

Mengetahui siapa yang memanggilnya, Sin sian siangsu

segera tertawa terbahak-bahak dengan gembiranya.

"Haahh...haaahh...ternyata kau belum mati? Dunia

persilatan pasti akan selamat, haaahh...haaahh..."

Kemudian setelah melirik sekejap kearah Bin hong siancu,

sambil tertawa misterius, terusnya:

"Heeehh...heeehh...orang bilang kalau lolos dari kematian

rejeki pasti akan berdatangan, tampaknya rejekimu sedang

berdatangan semua...haaa... haaa.."

Tapi ketika tertawa sampai setengah jalan, mendadak ia

seperti teringat akan sesuatu, segera ujarnya lagi kepada

Suma Thian yu:

"Bocah cilik, mari kuperkenalkan seorang sahabat

kepadamu"

Tidak sampai Suma Thian yu menjawab, dia sudah

berpaling sambil teriaknya:

"Hey, setan cilik ayoh cepat keluar!"

Suma Thian yu tidak tahu siapakah yang akan

diperkenalkan kepadanya, sementara dia masih berpikir,

dihadapan matanya telah muncul seorang pemuda yang amat

tampan.

Begitu bersua pemuda tadi, mula-mula Suma Thian yu

merasa agak terkesiap, kemudian sambil tertawa terbahak-

bahak, katanya:

"Saudara Chin" mengapa kau pun berada disini, tampaknya

dunia memang bulat, di mana saja kita akan bersua, selamat

berjumpa, baik-baik bukan dirimu selama ini?"

Sin sian siangsu yang menyaasikan kejadian ini menjadi

tercengang juga, serunya keheranan:

"Hei, rupanya kalian adalah kenalan lama, kalau begitu

aneh jadinya"

Ternyata pemuda itu tak lain adalah Chin Siau, musuh

bebuyutan dari Suma Thian yu.

ooOoo

TERDENGAR Chin Siau berkata:

"Saudara Suma, siaute merasa kangen sekali denganmu,

semua kesalahan paham di masa lampau kini sudah menjadi

jelas, akulah yang salah sehingga mau percaya perkataan

orang dengan begitu saja, hampir aku menyusahkan kau,

harap kau sudi memaaafkan"

"Aaah, mana, mana..."

Suma Thian yu yang mendengar bahwa kesalahan paham

sudah dapat diselesaikan tentu saja merasa amat gembira,

senyuman yang menghiasi wajahnya pun nampak semakin

tambah cerah.

Tampaknya Chin Siau memang senang mengguyur orang

dengan sebaskom air dingin, mendadak ia berkata lagi:

"Namun siaute masih ingin mencoba sekali lagi kelihayan

ilmu silatmu itu"

"Apa? kau ingin bertaru lagi dengan ku?" Suma Thian yu

termangu-mangu.

"Benar, tapi niatku ini berlandaskan maksud baik, lagipula

menentukan menang kalah dibawah syarat yang sangat adil,

tanpa dilandasi rasa dendam ataupun sakit hati, kitapun bisa

bertarung dengan memakai bambu sebagai pengganti pedang.

Dengan begitu kitapun tidak usah saling melukai, saudara

Suma, apakah kau bersedia memberi muka kepada siaute...?"

Semua perkataan dari Chin Siau ini diutarakan dengan nada

tulus dan bersungguh-sungguh.

Sin sian siangsu yang berada disisinya, segera menyela

pula:

"Bagus, bagus sekali, aku si pelajar rudin yang setuju

nomor satu, mari, mari, aku bersedia menjadi saksi, mari kita

segera berangkat keluar kota"

Suma Thian yu yang menghadapi kejadian ini hanya bisa

menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, namun dia

pun merasa kagum atas keinginan Chin Siau yang begitu

mantap dan tidak tergoyahkan oleh pengaruh apa pun.

Berangkatlah mereka berempat menuju keluar kota dengan

mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing, tak

selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba diluar kota.

Tampaknya Sin sian siangsu hapal sekali dengan daerah

disekitar tempat itu, dia mengajak ketiga orang lain-nya

menuju ketengah sebuah lapangan yang luas, kemudian

katanya:

"Ayoh cepat persiapkan pedang bambu, waktu sudah tak

banyak lagi, bila sampai terlambat dan pintu kota sudah tutup,

kita bakal kerepotan sendiri"

Yang dimaksud sebagai pedang bambu tak lebih hanya

sebatang bambu biasa, hampir pada saat yang bersamaan

mereka berdua telah mempersiapkan sebuah bambu dan

kembali ke tengah lapangan.

Sin sian siangsu segera berkata lagi:

"Apabila diantara kalian berdua tiada ikatan dendam

ataupun sakit hati, lebih baik batasilah pertarurgan dengan

saling menutul daripada pertarungan ini mesti berekor

panjang dikemudian harinya, nah sekarang kalian boleh

mulai!"

Selesai berkata dia lantas mengajak Bi hong siancu wan

pek lan mundur kesamping.

Chin Siau segera melompat ke depan arena, sedangkan

Suma Thian yu pun pelan-pelan berjalan ke depan lawannya.

Chin Siau adalah murid kesayangan Bu bok ceng (pendeta

bermata buta), dia termashur karena ilmu pedang butanya.

Ketika ia sudah mengetahui posisi dari Suma Thian yu,

sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat, pedang

bambunya dilintangkan di depan dada, perhatian dipusatkan

ke depan dan ia siap-siap melancarkan serangan pertama.

Suma Thian yu segera menghimpun pula segenap

perhatian dan pikirannya dengan, memusatkan pandangan ke

ujung pedang, hatinya tenang bagaikan air dan tubuhnya

kokoh bagaikan bukit Thay san.

Sin sian siangsu yang menyaksikan kejadian ini segera

berbisik kepada Bi hong siancu:

"Chin Siau pasti kalah"

"Darimana kau bisa tahu?"

"Tunggu saja nanti, kau pasti akan mengetahui dengan

sendirinya bahwa perkataanku ini tak bakal salah"

Dalam pada itu, Chin siau telah turun tangan, dengan jurus

naga sakti masuk samudra, secepat sambaran kilat dia

melancarkan sebuah babatan ke wajah Suma thian yu.

Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu

sama sekali tidak gugup ataupun panik, ditunggunya serangan

lawan dengan tenang, menanti ujung bambu itu hampir

mencapai batok kepalanya, dia baru bertindak cepat

membabat pinggang Chin Siau dengan jurus memetik tali pie

pa.

Sesungguhnya Chin Siau hanya bermaksud memancing

musuhnya dengan jurus serangan tadi, karenanya ketika jurus

pertama di lepaskan, ia telah mempersiapkan jurus kedua,

karena itu serangan dari Suma Thian yu pun tidak berhasil

mengenai sasaran.

Secara beruntun kedua orang itu bertarung sampai tujuh

gebrakan lebih, namun posisinya tetap setali tiga uang alias

sama-sama kuat, siapapun tak berhasil meraih ke untungan

dari lawannya.

Bagaimana pun juga Chin Siau adalah seorang pemuda

yang ingin mencari menangnya sendiri, melihat usahanya

gagal untuk meraih keuntungan, ia menjadi amat gelisah.

Mendadak gerakan tubuhnya dirubah, pedangnya dengan

jurus Nuri terbang Hong menari, secepat kilat menusuk keulu

hati Suma Thian ya dengan kecepatan bagaikan sambaran

petir.

Siapa tahu waktu serangan tersebut mencapai tengah

jalan, tiba-tiba gerakan-nya berubah dengan jurus selaksa

bunga dipersembahkan Buddha, ia melepaskan serangan

berikut.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini diam-diam

tertawa geli, ia tahu untuk menaklukan pemuda ini satu-

satunya jalan adalah mengalah kepadanya dengan begitu

hubungan diantara kedua belah pihak pun dapat terjalin

dengan lebih akrab.

Berpikir demikian, diapun segera merubah kembali

serangannya.

Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema

memecahkan keheningan, tahu-tahu orang yang sedang

bertarung di tengah arena itu sudah berpisah satu sama lain-

nya.

Sambil meraba bahu sendiri, Suma Thian yu segera berseru

sambil tertawa:

"Saudara Chin memang benar-benar memiliki kepandaian

tanggung, aku benar-benar merasa kagum"

Chin Siau sendiripun sedang memegang perut sendiri

dengan kening berkerut, katanya kemudian sambil meringis:

"Aku mengaku kalah, kalah dengan setulus hati, kagum,

sungguh mengagumkan, apabila Suma heng tidak memberi

muka kepadaku, sudah dapat di pastikan aku pasti akan

semakin malu"

"Aaaah, bila tidak menyerempet bahaya, mana mungkin

aku bisa memukul saudara Chin" kata Suma Thian yu tetap

merendah, "keberuntunganku kali ini tak lebih hanya karena

saudara Chin sudi mengalah"

"Saudara Suma, dengan ucapanmu itu aku merasa semakin

malu sendiri" kata Chin Siau tertawa, "aku benar-benar sudah

takluk, berbicara sesungguhnya aku dapat merasakan bahwa

saudara Suma memiliki kepandaian silat yang amat tangguh,

mau diserang tiada lubang kelemahan, kokoh dan tangguh

bagaikan lapisan baja, betul-betul suatu kemampuan yang

hebat"

Sin sian siangsu yang menonton jalan-nya pertarungan itu

dari samping pun segera menimbrung pula sambil tertawa

tergelak.

"Apa yang dikatakan Chin Siau memang benar, kali ini aku

benar-benar merasa terbuka mataku, sampai aku sendiri pun

dibuat kagum setengah mati, aku percaya diriku sendiripun

tidak akan bisa menahan sebanyak sepuluh jurus di tangan

setan cilik ini!"

"Sudah, sudahlah, tak usah kalian tempeli emas diwajahku,

mari kita masuk kekota!"

Setelah kejadian hari ini, Chin siau semakin menaruh

perasaan kagum dan hormat kepada Suma thian yu dan sejak

itu pula persahabatan mereka berjalan semakin akrab dan

rapat.

Ketika Suma thian yu dan Bi hong siancu kembali kerumah

penginapan, dua bersaudara Thia segera menyambut

kedatangan mereka.

Begitu bersua muka, sastrawan berpena baja Thin cuan

segera menegur sambil tertawa tergelak.

"Haah...haahh... gembira kah hiante berpesiar?"

Dari pertanyaan tersebut Suma Thian yu tahu bahwa yang

dimaksudkan dua bersaudara Thia adalah hubungannya

dengan Wan pek lan, maka ia segera menggelengkan

kepalanya sambil menghela napas:

"Merusak kegembiraan saja...merusak kegembiraan saja....

"Apa? Kalian berdua....."

"Bukan!" tukas Suma Thian yu segera.

Secara ringkas dia pun segera menceritakan semua

pengalaman yang baru saja dialaminya bersama wan pek lan.

Mendengar kalau Suma Thian yu beradu kepandaian

dengan Chin Siau, dua bersaudara Thia segera mendepak-

depakan kakinya berulang kali sambil berseru:

"Sayang, sungguh sayang kami tak punya rejeki untuk turut

menyaksikan tontonan bagus itu, mengapa kau tak kembali

dulu untuk mengundang kami?"

"Aaah, mana mungkin? Baiklah biar aku perkenalkan

dengan kalian besok pagi"

Keesokan harinya Sin sian siangsu dengan mengajak Chin

Siau telah berkunjung, ketika mereka berkumpul, pembicaraan

pun segera berlangsung hangat.

Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera

tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama

sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang

jeli sering melirik kearah Chin Siau.

Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera

terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak

pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran

listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan

cepat-cepat melengos kearah lain.

Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan

peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak

sambil katanya:

"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai

dan menganggur.

Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja

membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun,

apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu,

mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu

memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua,

kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius

ia berkata:

"Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu

berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini

langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan

menyakstkan tontonan yang menarik hati"

Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan

perjalanannya lagi.

Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li

dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san,

itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan

mencapai tempat tujuan.

Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang

benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang dihari-

hari biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat

sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga

lain-nya.

Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit,

selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang

mengelilingi seputar bangunan.

Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat

tersebut sejak setahun berselang.

Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia

sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal

ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh,

ramah dan suka menolong kaum yang lemah.

Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay

hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay

dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong

siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.

Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat,

kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan

keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam

sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran

kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan

yang lebih sempurna.

Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu

tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat

tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan

lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang

akan berlangsung tak lama kemudian.

Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai

tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau

kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu

ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.

Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara

derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu

berenam telah tiba ditempat tersebut.

Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah

terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang

lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan

kedatangan rombongan tersebut.

Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu

tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk

setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak

seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.

Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera

berteriak gembira:

"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu

memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"

Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma

Thian yu dengan perasaan gemas.

Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia

membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak

baru katanya:

"Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?"

"Belum puas"

"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya

lebih dahulu"

Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya,

lalu sambil cemberut katanya:

"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar

secepatnya? Tahukah kau aku sudah setahun lebih

menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba

bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"

Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa

terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas

memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya

masuk kedalam.

Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin

sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah

berangkat duluan kembali kerumahnya.

Ketika semua orang menuju kerumah kediaman Tay hoa

kitsu, tampak Siau yau kay berjongkok didepan pintu macam

pengemis kelaparan saja, disisinya nampak cawan bobroknya

itu.

Sepasang manusia bodoh dari Wu san juga berada disitu,

mereka hanya duduk ditepi sumur sedangkan didepan pintu

berdiri seorang nyonya muda yang lembut dan cantik, dia

adalah ibu dari Gak Sin liong, yakni Hui im tongcu Gak Say

bwee.

Ketika orang-orang itu melihat kemunculan Suma Thian yu

yang sama sekali tak terduga itu, mula-mula tertegun

bercampur keheranan, sebab dalam anggapan mereka semua,

Suma Thian yu sudah tewas.

Tak heran kalau mereka semua serentak maju

mengerubungi Suma Thian yu.

Sambil tersenyum Hui tim tongcu Gak Say bwee segera

berseru:

"Harap kalian masuk kedalam, mari kita berbincang-

bincang didalam saja"

Mereka semua pun bersama-sama masuk kedalam ruangan

tengah, sementara Hui im tongcu segera menitahkan kepada

Gak Sin liong untuk masuk kedalam dan mengundang keluar

sucou nya.

Suasana dalam ruanganpun menjadi ramai sekali, semua

orang berebut mengajukan pertanyaan kepada Suma Thian

yu.

Dalam keadaan beginilah tiba-tiba terdengar Gak Sin liong

berseru keras:

"Sucou ku datang!"

Serentak semua orang menghentikan pembicaraan sambil

berdiri disamping dengan serius, tampak dibelakang Gak Sin

liong mengikuti Ciong liong lo sianjin yang segera manggut-

manggutkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum:

"Silahkan duduk saudara sekalian, atas kehadiran kalian

lolap ucapkan banyak terima kasih"

Setelah semua orang duduk, Suma thian yu baru maju

kedepan dan berlutut dihadapan ciong liong lo sianjin dan Put

Gho cu sambil berkata:

"Thian yu yang tidak berbakti baru sekaranng pulang

kembali, untuk keterlambatan ini harap sudi dimaafkan"

Ciong liong lo sianjin tertawa terbahak-bahak.

"Haah...haah...haah... sudah kuduga kalau anak Thian yu

dilindungi oleh rejeki dan umur panjang, ternyata dugaanku

memang tidak meleset"

Sebaliknya Put Gho cu yang menyaksikan murid

kesayangan-nya dapat kembali dengan selamat pun segera

memperlihatkan perasaan yang sangat gembira.

Kedua orang tua itu segera memerintahkan kepada

pemuda itu untuk duduk, menyusul kemudian Sin sian

siangsu, Chin Siau, dua bersaudara Thia dan Bi hong siancu

sekalian maju memberi hormat.

Ketika didesak oleh semua orang, Suma Thian yu pun

segera menceritakan kisah perjalanannya semenjak berangkat

ke Tibet sampai pulang kembali kerumah.

Selesai mendengarkan penuturan tersebut, Put Gho cu

segera berkata:

"Anak Yu, benarkan kokcu dari lembah put kui kok adalah

Hui thian long cay (srigala bengis terbang kelangit) yang

dulu pernah merajai wilayah See ih?"

Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang

kali, sahutnya:

"Tecu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, tapi

tampang orang itu..."

"Tak usah dikatakan lagi, aku kenal dengan orang ini, bila

ucapanmu benar maka kokcu dari lembah Put kui kok tersebut

sudah benar adalah srigala bengis terbang kelangit dan

bininya pun sudah pasti San hoa popo"

Ketika pembicaraan sampai disitu, Put gho cu pun

menceritakan pula kisah pengalaman-nya dulu.

Peristiwa tersebut terjadi pada lima puluh tahun berselang

sewaktu Put gho cu sedang dalam perjalanan menuju

kewilayah See ih, dia telah berkunjung kerumah srigala bengis

itu.

Tapi dalam suatu pembicaraan yang berbeda pendapat

akhirnya kedua orang itu saling bermusuhan sendiri.

Sementara itu nama besar Put Gho cu termashur dan

menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan namanya

sempat termasyur sampai wilayah See ih, karena itulah Hui

thian long pay atau srigala bengis ini sudah bersiap

mengajaknya berduel.

Akhir dari pertarungan tersebut, Put Gho cu menderita luka

parah sedangkan serigala bengis itu terjerumus kedalam

jurang dan tidak diketahui nasibnya.

Sungguh tidak disangka lima puluh tahun kemudian

ternyata srigala bengis itu masih hidup bahkan menjadi kokcu

dalam lembah Put kui kok, peristiwa tersebut benar-benar

jauh diluar dugaan siapa pun.

Mendengar penuturan dari Put Gho cu tersebur, semua

orang pun menaruh kesan yang lebih mendalam terhadap

serigala bengis itu.

Terdengar Hut Gho cu berkata lebih jauh:

"Menurut pendapatku, sudah pasti srigala bengis terbang

dilangit telah bersengkongkol dengan Kun lun indah untuk

melakukan perbagai macam kejahatan"

"Dari nana kau bisa tahu?" tanya Toa gi Khong Sian segera.

"Hal ini menurut penilaianku saja, ketika Thian yu berhasil

kabur dari penjara, dia telah membunuh pula ketiga orang

jago dari srigala bengis itu, dalam keadaan demikian siapapun

tak akan mampu menahan diri, apalagi bagi srigala bengis

yang selalu angkuh dan tinggi hati"

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia pun berkata lebih

jauh:

"Sekalipun Kun lun indah tidak mengundangnyapun, dia

sama saja akan mengajak anak buahnya untuk bergabung.

Orang ini berhati keji dan buas, sudah pasti dia akan berusaha

untuk membalas dendam dan tak akan melepaskan Thian yu

dengan begitu saja"

Sian yau kay segera tertawa terbahak-bahak:

"Ha ha ha ha, kalau mau datang biarkan saja datang, kalau

ingin pergi biarkan pergi, buat apa kita mesti merisaukan? Kali

ini kita bertindak tegas, bukankah tujuannya untuk

membersihkan dunia persilatan dari manusia-manusia kurcaci

seperti mereka itu? Kalau dia datang sendiri kemari, hal ini

malah kebetulan jadi kitapun tak usah repot-repot sendiri"

"Benar sih benar" kata Put Gho cu kembali, "cuma kau

mesti tahu, serigala bengis terbang dilangit adalah manusia

yang tidak mudah dihadapi"

"Bagi aku si pengemis, yang penting adalah menghabisi

riwayat manusia durjana semacam itu, sampai waktunya aku

si pengemis yang pertama-tama akan mencobanya"

Begitulah setelah pembicaraan berlangsung amat asyik,

Ciong liong lo sianjin pun segera memanggil Suma Thian yu

agar mendekatinya, lalu berbisik:

"Anak yu, mata kitab pusaka itu?"

"Berada disaku anak Yu" cepat-cepat Suma Thian yu

mengeluarkan kitab tersebut dari sakunya dan diserahkan

kepada Cong liong lo sianjin.

Setelah menerima kitab itu, Ciong liong lo sianjin pun tidak

memeriksanya lagi, kepada semua orang dia berkata dengan

suara dalam:

"Saudara sekalian, badai berdarah yang mengancam dunia

persilatan saat ini sesungguhnya timbul karena kitab pusaka

ini, sepintas lalu saja peristiwa ini terjadi seakan-akan karena

perselisihan antar pribadi yang kemudian dihimpun menjadi

satu, padahal yang sebenarnya adalah disebabkan kitab

pusaka tersebut"

Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia

menyambung:

"Nasiblah yang mempermainkan manusia, sejak kitab

pusaka ini muncul kembali, suasana didalam dunia persilatan

sudah dicekam ketakutan, tampaknya Thian telah mengutus

Thian yu untuk bertanggung jawab atas badai pembunuhan

ini"

Kata-kata yang sederhana dari Ciong liong lo sianjin ini

sesungguhnya kalau diperhatikan kembali justru mengandung

arti yang lebih mendalam.

“ Sebagai contoh adalah nasib Thian yu, sejak kecil sudah

tertimpa bercana, lalu dia ikut Kit hong kiam kek, dan diterima

sebagai murid oleh Put Gho cu, bahkan mendapat

perlindungan dan kasih sayang dari kalian semua, hingga

sekarang nasibnya boleh dibilang kurang bahagia atau lebih

tepat dikatakan penuh diliputi kemisteriusan. Setelah beberapa

kali menemui musibah, dia selalu berhasil lolos dalam keadaan

hidup sampai akhirnya membawa kembali kitab pusaka yang

hilang, bukankah kesemuanya ini merupakan permainan dari

takdir?”

Ketika Ciong liong lo sianjin menyelesaikan kata-katanya,

sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke

wajah Suma Thian yu, membuat wajah pemuda itu berubah

menjadi merah padam bagai kepiting rebus.

Tay gi Siu Khong Sian segera tertawa terbahak-bahak,

serunya kemudian:

"Haaah...haah... haah...untung saja setan cilik ini berhasil

merebut kembali kitab pusaka itu, kalau tidak, akulah yang

pertama-tama tak akan membiarkannya hidup"

Kemudian sambil terpaling kearah adiknya Ji gi siu,

terusnya:

"Bukankah begitu adikku?"

"Hmmmm" Ji gi siu segera menyahut.

Sementara semua orang sedang berbincang-bincang

dengan riang gembira, tiba-tiba dari belakang pintu muncul

seorang penduduk yang berseru dengan napas tersengkal-

sengkal.

"Diluar ada tamu"

Tay hoa Kitsu sebagai tuan rumah kembali bangkit berdiri

siap beranjak keluar, tapi Siau yau kay segera memanggilnya

sambil berseru:

"Tak usah kesana, suruh saja dia mengajak kemari"

Tay hoa kitsu Chin leng hui pun mengurungkan niatnya dan

memerintahkan penduduk itu untuk mengajak tamu tersebut

masuk.

Tak lama kemudian penduduk itu sudah muncul kembali

dengan seorang penunggang kuda, ketika Tay hoa kitsu

melihat orang itu tak dikenal, diapun menjadi menyesal karena

membiarkan tamu asing itu masuk sampai kedalam.

Orang itu adalah seorang lelaki kekar berusia tiga puluh

tahunan yang berpakaian ringkas dan menyoren golok

dipunggungnya, ia menunggang kuda hitam yang amat kekar.

Tiba di ruang depan, orang itu sama sekali tidak melompat

turun dari kudanya, dia menjura kepada Tay hoa kitsu dengan

hambar dan berseru lantang:

"Aku mendapat perintah dari Siau tayhiap menyampaikan

kabar, besok malam pada kentongan pertama, dia akan

datang tepat pada waktunya di lapangan Koan jit Pang!"

Sementara Tay hoa kitsu hendak menjawab, tiba-tiba Siau

yau kay telah munculkan diri dan berseru kepada lelaki itu:

"Hey, apakah orang she Siau sudah datang?"

"Aku merasa kurang leluasa untuk menjawab pertanyaan

itu!"

"Aku bilang orang she Siau itu sudah datang belum?" sekali

lagi Siau yau kay mengulangi lagi kata-katanya.

"Aku tidak tahu!"

"Sepulangnya nanti beritahu kepadanya, aku si pengemis

menyuruh dia datang membawa dupa besok malam" seru Siau

yau kay kemudian sambil tertawa ketolol-tololan.

Mendengar perkataan yang tak genah dari pengemis tua

itu, lelaki tersebut tidak banyak bicara lagi, dia segera

menggebrak kudanya dan berlalu dari situ.

Tay hoa kitsu pun segera melaporkan kejadian ini kepada

Ciong liong lo sianjin. Mendapat laporan itu, lo sianjin hanya

manggut-manggut saja kemudian meneruskan kembali kata-

katanya.

"Aku rasa isi dari kitab pusaka ini sudah dipelajari semua

oleh Thian yu, dan dia pun sudah memahami semua

rahasianya, berarti tak ada gunanya untuk disimpan lagi dari

pada mendatangkan bencana dikemudian hari, maka lolap

bermaksud hendak memusnahkan saja kitab ini"

Semua orang merasa amat terkejut setelah mendengar

ucapan ini, sedangkan Put Gho cu segera menimbrung pula.

"Maksud cianpwe memang bagus, cuma kalau kita rusak

kitab pusaka ini apakah tidak melanggar cita-cita dari Ku hay

siansu yang dulu menciptakan kitab tersebut?"

Ciong liong lo sinjin segera manggut-manggut.

"Ketika Ku hay siansu membuat kitab ini sebenarnya dia

bermaksud untuk menyiapkan kitab ini demi mengatasi

bencana berdarah yang bakal terjadi, kini bila kitab tersebut

tidak dimusnahkan, berarti pada generasi mendatang masih

akan terjadi kekacauan demi kekacauan, sampai kapan dunia

persilatan baru akan menjadi tenang?"

Mendengar ini, samua orang pun memberikan persetujuan-

nya, maka Ciong lo sianjin pun segera memusnahkan kitab

pusaka tersebut.

Sementara itu Hui im tongcu bangkit berdiri dan berkata

sambil tersenyum:

"Sekarang Suma hiantit sudah kembali dengan selamat,

aku rasa kedudukan sebagai pemimpin rombongan pun harus

dipikul oleh hiantit, entah bagaimana dengan pendapat kalian

semua?"

Cepat-cepat Suma Thian yu menampik usul tersebut,

sedangkan semua orang pun berpendapat lebih baik Hui im

tongcu saja yang meneruskan mamegang jabatan itu.

Sebab ia sudah lama mempersiapkan diri, disamping itupun

sudah mempunyai gambaran terhadap situasi pada umumnya,

maka jabatan harus dialihkan kepada Thian yu, mereka kuatir

hal ini justru akan ditunggangi musuh.

Melihat semua orang masih tetap mendukungnya, terpaksa

Hui im tongcu pun harus meneruskan kembali jabatan-nya

untuk menjadi pemimpin rombongan. Maka dia pun

membeberkan semua rencananya yang telah dipersiapkan

selama ini.

Mendadak ia merasa masih ada dua orang yang belum

hadir, segera tanyanya:

"Heran, mengapa Tam pak cu locianpwee dan Hian cing

totiang belum nampak juga?"

Suma Thian yu segera menceritakan pengalamannya

sewaktu berjumpa dengan Hian cing suheng.

Mendengar itu Put Gho cu berkata:

"Mereka tak mungkin akan mengingkari janji, hanya

masalahnya mereka terlalu nakal, sudah jelas telah datang,

siapa tahu justru bersembunyi diatas tiang rumah jadi pencuri

kecil, apakah hal ini tidak menggemaskan saja!"

Mendengar perkataan itu semua orang segera mengangkat

kepalanya dan memandang keatas, namun mereka tidak

berbasil menemukan sesuatu apapun, maka tanpa terasa

mereka pun mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Put

Gho cu.

Melihat hal ini, Put gho cu hanya tersenyum saja tanpa

menjawab.

Sebaliknya Ciong liong lo sianjin segera berkata sambil

tertawa terbahak-bahak:

"Haa...haa...haah...sudah, sudahlah, kalian tak usah

bermain-main lagi, waktu yang tersedia buat kita sudah tak

banyak lagi, harus segera berangkat"

Semua orang mengira perkataan dari Ciong liong lo sianjin

ini ditujukan kepada Put gho cu, siapa tahu Siau yau kay

segera membentak keras:

"Hey, masih juga belum mau menampakan diri, apakah

menunggu sampai aku si pengemis tua yang membekuk

batang leher kalian?"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba

terdengar seseorang tertawa nyaring, lalu bersamaan dengan

berkelebatnya bayangan manusia, Tam pak cu telah

munculkan dirinya.

Tay gi siu Kong Sian kontan saja mengumpat:

"Main sembunyi macam tikus, rupanya kau hendak jadi

mata-mata untuk menyelidiki kami?"

"Haah... haaah... yang lagi menjadi mata-mata berada di

dapan"

Kemudian menghadap keluar pintu dia berteriak pula:

"Hidung kerbau, mengapa kau belum masuk juga?"

Ketika semua orang berpaling, tampak Hian cing tojin telah

muncul didepan pintu, dibawah ketiaknya nampak menjepit

seorang lelaki, ternyata lelaki itu tak lain adalah manusia yang

mendapat perintah untuk menyampaikan kabar dari Siau wi

goan tadi. Rupanya setelah meninggalkan tempat itu tadi,

lelaki tersebut telah balik kembali dan secara diam-diam

menyelundup masuk ke dalam.

Siapa tahu gerak-geriknya itu sudah diamati terus oleh Tam

Pak cu dan Hian cing to liang, belum lagi berhasil menyusup,

ia sudah ditangkap oleh Hian cing tojin.

Hui im tongcu berseru dengan gembira:

"Tak nyana kalian bisa datang engan membawa hadiah,

sungguh bagus sekali, totiang, letakkan bajingan itu ke tanah,

silahkan minum secawan air teh sebagai jasa bagi jerih

payahmu"

Hian cing tojin meletakkan lelaki ke atas tanah, kemudian ia

memberi hormat kepada Ciong liong lo sianjin, setelah itu baru

memberi salam kepada gurunya, Put gho cu.

Dalam pada itu, Hui im tongcu telah memberi tanda kepada

Gak Sin liong agar menyekap lelaki itu ke dalam penjara,

kemudian ia baru menanyakan banyak soal rahasia dari Tam

pak cu sebagai persiapan untuk menghadapi musuh esok

malam.

Sesungguhnya bentrokan yang terjadi antara golongan

lurus dan sesat dimasa lalu sudah seringkali terjadi, hanya

saja belum pernah diselenggarakan secara besar-besaran

seperti kali ini.

Kalau dimasa lalu, pertarungan selalu diselenggarakan

dipusat suatu partai atau perkumpulan, hanya kali ini kedua

belah pihak setuju untuk melangsungkan pertarungan di

lapangan Koan jit peng dipuncak bukit Hoa san.

Dengan cara demikian, maka tiada kemungkinan bagi ke

dua belah pihak untuk mempergunakan akal muslihat yang

licik keji ataupun persiapan jebakan serta alat perangkap yang

licik, semua pertarungan akan diselenggarakan dengan

mengandalkan kekuatan yang murnii dan ilmu silat yang

sejati.

Disamping itu, pertarungan pun bukan di langsungkan demi

memperebutkan semacam benda mustika atau dendam

kesumat, seandainya adapun hanya merupakan urusan pribadi

segelintir manusia saja, seperti misalnya Suma Thian yu

terhadap Kun lun indah, Siau yau kay terhadap Kun lun indah

dan Chin Siau terhadap Siau hu yong.

Pertarungan yang berlangsung kali lni hanya boleh dibilang

untuk mengadu kekuatan dan melihat siapa yang mampu

merajai seluruh dunia persilatan, atau tegasnya pertarungan

ini demi memperebutkan nama dan kedudukan.

Begitulah, keesokan harinya setelah Hui im tongcu

mengatur segala sesuatunya, berangkatlah dia bersama

rombongan besar menuju ketebing Koan jit pang dibukit Hoa

san.

Bagi angkatan yang lebih tua, perjalanan ini ditempuh

penuh dengan senda gurau, seakan-akan sedang berpesiar

saja, sama sekali tidak dicekam oleh suasana tegang.

Sedangkan kaum mudanya sama-sama menggosok kepalan

sambil bersiap sedia menjajal kemampuan yang dimiliki,

meski pun harus disertai dengan debaran jantung yang keras,

diantaranya Gak Sin liong yang memperlihatkan penampilan

paling tegang.

Sepanjang perjalanan tiada hentinya dia bertanya ini itu,

sebentar berada disisi ibunya, sebentar lagi kembali kesisi

Suma Thian yu, gerak-geriknya seperti tak ada tenang.

Sedangkan Chin Siau, mungkin ilmu silat yang dipelajari

termasuk ilmu yang bersifat tenang, maka sepanjang jalan dia

hanya membungkam diri dengan sikap yang tenang sekali,

sekalipun Toan im siancu beberapa kali mengajaknya

berbincang-bincang, dia selalu menjawab dengan ringkas dan

tak banyak bicara.

Semakin demikian sikapnya, justru semakin besar perhatian

Toan im siancu terhadapnya, olen sebab itu Toan im siancu

belum pernah meninggalkan sisi tubuhnya.

Berbeda sekali dengan Bi hong siancu, dia selalu

menunjukkan sikap yang murung dan mulut yang

terbungkam, seringkali dia melirik kearah Suma Thian yu

sambil menghela napas panjang.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut,

segera bertanya dengan penuh perhatian:

"Adik Lan, apakah kau merasa tidak sehat?"

"Tidak"

"Lantas mengapa selalu bermuram durja?"

"Aku....aku menguatirkan dirimu"

Koan jit peng, terletak di puncak bukit Hoa san.

Hui im tongcu memimpin kawanan jago mencapai tanah

lapang dipuncak tersebut dan menuju ke arah barat laut,

karena dari arah barat daya sudah dipenuhi pihak musuh.

Sesudah masing-masing mengambil tempat duduk, Suma

Thian yu pun mulai memperhatikan keadaan dari pihak lawan.

Dari sekian jago yang hadir, diantara hanya seorang kakek

aneh yang belum pernah dijumpai selama ini. Tapi kalau

ditinjau dari dandanan serta potongan wajahnya, tak sulit

untuk menduga orang itu sebagai raja iblis nomor wahid dari

rimba hijau, si mayat hidup Ciu Jit bwe.

Sementara itu, Kun lun indah, Siau wi goan telah tampil ke

tengah lapangan dan memberi hormat kepada semua orang

sambil berkata:

"Sungguh gembira hatiku menyaksikan kehadiran anda

sekalian tepat pada waktunya, malam ini udara cerah dan

rembulan bersinar terang, sesunggulnya Wi goan sengaja

memilih tempat ini dengan harapan tak ingin mengusik

ketenangan orang lain. Baiklah, perkataan bertele-tele rasanya

percuma untuk diutarakan, bagaimana kalau kita selesaikan

saja masalahnya dengan kekerasan"

Sambil berkata ia sudah bersiap sedia untuk mengundurkan

diri dari situ

Mendadak terdengar si harimau hitam Lim Kong berseru

keras:

"Siiau tayhiap, apakah kau telah memberikan keterangan

kepada mereka?"

"Oyaa..." Kun lun indah Siau Wi goan segera membalikkan

badan dan berkata lagi:

"Benar, hampir saja Wi goan melupakan suatu masalah

besar, mumpung pertarungan belum dilangsungkan, aku

memang merasa perlu untuk memberi penjelasan lebih dulu.

Kita sebagai anggota persilatan sudah sewajarnya kalau

bertindak jujur dan terbuka, maka didalam pertarungan nanti,

lebih baik kita bertarung seorang melawan seorang saja

daripada terjadi suatu pertarungan secara massal"

Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia

melanjutkan:

"Umat persilatan sebenarnya berasal diri satu keluarga, tapi

selanjutnya dikuasai oleh segolongan kaum yang mengangkat

dirinya paling murni, akibatnya banyak pendekar yang

terdesak sehingga menyebabkan terjadinya gontok-

menggontok diantara sesama sendiri. Kuanjurkan dalam

pertarungan nanti, harap kalian semua bisa mengeluarkan

segenap ilmu silat yang dimilikinya tanpa sungkan-sungkan,

sehingga biar matipun tak perlu sayang, entah bagaimanakah

pendapat kalian semua...?"

"Segala sesuatunya kami akan turut perintah, silahkan Siau

tayhiap mengutus orang untuk bertarung" kata Hui im tongcu

mewakili golongan lurus.

Siau wi goan segera mundur kembali ke barisan, tak lama

muncullah seorang kakek ke arena, dia adalah Boan thian hui

(terbang memenuhi angkasa) Ya Nu, seorang piausu yang

berhianat dari perusahaan Sin liong piankiok.

Orang ini langsung turun ke arena tanpa minta persetujuan

lebih dulu dari Kun lun indah, sebenarnya Siau Wi goan

hendak menghalanginya, namun niat tersebut kemudian

diurungkan.

Begitu bertemu dengan Ya Nu, amarah Bi hong siancu

segera berkobar, baru saja dia akan tampilkan diri, mendadak

tubuhnya di tarik seseorang dari belakang ketika ia berpaling

ternyata orang itu adalah Gak Sin liong.

Terdengar bocah itu berkata:

"Enci Wan, bagaimana kalau Liong ji yang turun ke arena

dalam babak pertama ini?"

Melihat wajahnya yang patut dikasihani itu, Bi hong siancu

segera mengangguk.

"Adik Liong mesti berbaik hati, ketahuilah setan tua itu

liciknya bukan kepalang"

Melihat nona itu menyetujui, Gak Sin liong menjadi girang

setengah mati, dia segara berjalan menuju ke tengah arena.

Tak terlukiskan rasa gusar Ya Nu ketika melihat seorang

bocah berusia dua tiga belas tahunan terjun ke arena untuk

menghadapinya, dia mengira Hui im tongcu sengaja hendak

membuatnya malu, hal ini segera menimbulkan niatnya untuk

menghabisi nyawa bocah tersebut.

Sementara itu Gak Sin liong sudah tiba didepan Ya Nu

segera menjura seraya berkata:

"Setan tua, ayoh sebutkan dulu namamu sebelum

menerima kematian..."

HAWA AMARAH YA NU semakin berkobar lagi setelah

mendengar ucapan ini, dengan penuh amarah dia

membentak:

"Enyah kau dari sini!"

Sebuah tendangan kilat langsung diarahkan keperut Liong

ji, serangan tersebut dilancarkan sangat kuat dan dahsyat,

didalam anggapannya dalam sekali serangan saja Gak Sin

liong tentu akan terpental seperti sebuah bola karet.

Siapa tahu perhitungannya sama sekali melesat, baru saja

tendangan itu dilancarkan, tiba-tiba Sin Liong merendahkan

tubuhnya sambil menyambut datangnya serangan, kemudian

dengan tehnik meminjam tenaga memanfaatkan tenaga, dia

betot tubuh Ya Nu lebih kemuka.

Akibat dari betotan ini, Ya Nu menjadi kehilangan

keseimbangan badannya sehingga tak ampun lagi tubuhnya

segera terjerembab kearah depan.

Gik Sin liong yang jeli dan pandai, sudah barang tentu tak

mau menyia-nyiakan kesempatan itu lagi, begitu melihat Ya

Nu sudah roboh, ia segera menerjang kedepan sambil balas

melancarkan sebuah tendangan.

"Duukk...!"

Tendangan tersebut bersarang telak sekali membuat Ya Nu

segera menjerit kesakitan dan muntah darah segar, seketika

itu juga ia roboh tak sadarkan diri.

Gak sin liong segera bertepuk tangan sambil tertawa

tergelak, jengeknya:

"Rupanya dia tak lain hanya seorang gentong nasi yang

sama sekali tak berguna"

Dia membalikkan badan siap mengundurkan diri.

Mendadak terasa desingan angin tajam menyambar tiba

dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian tampak sesosok

bayangan manusia melayang melewati atas kepalanya dan

turun tepat dihadapannya.

Ketika Gak Sin liong mencoba untuk mengamati orang itu,

ternyata dia adalah lotoa dari Tiang pek sam sat, si makhluk

berekor sembilan Li Gi.

Sebagaimana diketahui, si makhluk berkepala sembilan Li

Gi sudah pernah merasakan kekalahan secara tragis di tangan

Gak Sin liong, itulah sebabnya begitu menghadang

dihadapannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia

mengayunkan kepalan-nya menghantam tubuh bocah

tersebut.

Biarpun Gak Sin liong belum cukup berpengalaman,

bagaimanapun juga dia sudah terdidik oleh seorang guru

kenamaan, ia sama sekali tidak gugup atau pun panik

menghadapi datangnya ancaman, sambil miringkan badannya

menghindarkan diri, segera ejeknya sambil tertawa cekikikan:

"Hey, apakah kaupun kepingin mampus?"

Makhluk berkepala sembilan Li Gi sama sekali tidak

mengucapkan sepatah katapun, secara beruntun dia

melancarkan dua buah serangan, tapi semuanya berhasil

dihindari Gak Sin liong secara mudah, lama kelamaan Gak Sin

Hong yang masih muda dan berdarah panas habis juga

kesabaran-nya.

Suatu ketika dia sengaja membuka pertahanan sendiri

untuk memancing masuknya serangan dari Li Gi.

Nampaknya nasib Li Gi harus berakhir secara tragis,

sekalipun selama ini dia malang melintang dibukit Tiang pek

san, namun mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau

seorang bocah cilik yang masih berbau tetek pun bisa

mengambil resiko untuk mencari kemenangan.

Begitu melihat pertahanan bocah itu terbuka, dia lantas

menyangka lawannya masih kurang berpengalaman sehingga

tanpa sadar membuka titik kelemahan sendiri, dengan

perasaan girang ia segera menggempur Gak sin liong dengan

jurus harimau hitam mencuri hati.

"Serangan yang bagus!" bentak Gak Sin liong keras-keras.

Dengan cekatan dia mundur kebelakang sambil miringkan

tubuhnya, menyusul kemudian sepasang tangannya

mencengkeram lengan Li Gi erat-erat dan membetotnya

kemuka.

Lalu dengan manfaatkan posisi badan lawan yang

terhuyung kemuka, sebuah tendangan kilat langsung

ditujukan kelambung musuh.

Tiba-tiba saja terdengar Li Gi mengerang kesakitan,

lambungnya pecah terkena tendangan yang menggeledek itu

sehingga ususnya berhamburan keluar, tentu saja tubuhnya

ikut roboh terkapar keatas tanah.

Penampilan Gak Sin liong yang cemerlang dan berhasil

merontokan dua orang jago lawan secara beruntun, segera

disambut kawanan jago dari golongan lurus dengan tepuk

sorak yang gegap gempita.

Mimpipun Kun lun indah tak menyangka kalau bocah cilik

itu memiliki kepandaian silat sedemikian hebatnya, dia merasa

mendongkol di samping gelisah, cepat-cepat serunya kepada

ketua perkumpulan Tiang ciau pang dari Hoang hoo yang

bernama Kang Hong siang itu:

"Saudara Kang, lebih baik kau saja yang turun arena,

bilamana perlu bunuh saja keparat itu!"

Kang Hong siang menyahut dan pelan-pelan menuju ke

arena, siapa tahu pada saat itulah si malaikat sakti bermata

tunggal Ciong Eng hui sudah memburu lebih dulu kedalam

arena, terpaksa Kang Hong siang balik kembali ke tempat

semula.

Gak Sin liong sama sekali tidak kenal dengan malaikat sakti

bermata tunggal, tapi dia sedang dibuat asyik oleh

pertarungan, maklumlah bagi seorang bocah yang secara

beruntun sanggup merobohkan dua orang lawan, rasa

gembiranya tentu tak terlukiskan dengan kata-kata.

Oleh sebab itu ia tak ambil peduli siapakah musuhnya kali

ini, bahkan kendatipun lawan-nya adalah seekor harimau pun

tak akan dipandang sebelah mata.

Sambil bertolak pinggang dan mata melotot segera

serunya:

"Hey, apakah kaupun sudah bosan hidup?"

Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sama sekali

tidak menggubris, ditatapnya bocah itu dengan wajah dingin

tapi serius, Kemudian setibanya di depan Sin liong sepasang

tangannya segera dipentang lebar-lebar untuk mencengkeram

tubuh bocah tersebut.

Sepuluh gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin

dan menusuk tulang segera menyambar kedepan dengan

kecepatan luar biasa.

Tapi Gak Sin Liong adalah seorang bocah yang tak takut

terhadap langit maupun bumi, dia menunggu sampai

kesepuluh jari tangan lawan tiba didepan mata kemudian

sepasang telapak tangannya baru di rangkap menjadi satu dan

di angkat keatas, menyusul kemudian lengannya di

rentangkan untuk menangkis kedua lengan Ciong Eng hui.

Bukan begitu saja, menyusul gerak mata, sebuah

lengannya dipakai untuk melindungi dada, lengan yang lain

diayunkan ke depan melancarkan bacokan ke dada musuh.

Gerakan itu panjang untuk diceritakan tapi cepat bagaikan

kilat dalam kenyataan-nya, Ciong Eng hui benar-benar dibuat

terkecoh oleh musuhnya, dia tidak menyangka kalau Gak Sin

liong bakal mengambil tindakan tersebut, ketika sadar

keadaan sudah terlambat, terpaksa ia sambut pukulan itu

dengan kekerasan.

"Blaaammm.....!"

Sambil menggertak gigi menahan diri, Ciong Eng hui

sambut serangan tersebut, namun akibatnya dia harus

mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, wajahnya

berubah menjadi hijau membesi.

Sekali lagi berhasil meraih kemenangan membuat Gak Sin

Hong semakin percaya dengan kemampuan yang dimilikinya,

namun dengan cepat, dia mendesak maju lebih ke muka,

kemudian melepaskan sebuah bacokan lagi dengan jurus

membunuh naga di balik ombak.

Membara sorot mata tunggal Malaikat sakti bermata

tunggal Ciong Eng hui, dia berkaok-kaok penuh amarah,

gerakan tubuhnya segera dirubah, ia sambut serangan lawan

dengan jurus angin menyapu sisa awan lalu sekejap kemudian

dirubah menjadi serangan kepalan yang disodokkan kemuka

dengan jurus menyambut datangnya gempuran ombak.

Gak Sin liong bukan seorang bocah bodoh yang mudah

dipecudangi lawan, dia meski kecil orangnya tapi lincah dan

cerdas, akibatnya Ciong Eng hui benar-benar dibuat bulan-

bulanan oleh lawannya.

Meski demikian pihak kaum lurus mengikuti pertarungan

tersebut dengan perasaan yang berdebar juga, terutama

sekali Bi hong siansu Wan Pek lan, dia benar-benar merasa

kuatir sekali.

Mendadak dari arena bergema suara jerit kesakitan yang

memilukan hati, segera Bi hong siansu memandang kedepan,

setelah mengetahui apa yang terjadi, dia baru menghela

napas panjang sambil berbisik didalam hati.

"Sungguh berbahaya"

Menyusul kemudian dia baru bertepuk tangan sambil

berseru:

"Adik Liong, suatu prestasi yang bagus, ayoh kembali, kau

harus menunggu giliran dilain saat"

Sekali lagi Gak Sin liong berhasil menghajar malaikat sakti

bermata tunggal Ciong Eng hui sehingga terluka parah dan

roboh terjengkang diatas tanah.

Adapun kepandaian yang dipergunakan bocah itu dalam

serangannya kali ini tak lain adalah ilmu pukulan Sian poo hui

hong ciang ajaran suciu nya, Ciong liong lo sian jin, tidak

heran kalau tak seorang pun di antara lawan-lawannya

berhasil meloloskan diri.

Ketua Tiang ciau pang Kang Heng hui segera merasakan

hatinya bergidik setelah menyaksikan malaikat sakti bermata

tunggal kembali dibikin keok oleh musuhnya, tapi urusan

sudah berkembang menjadi begini, tentu saja dia tak bisa

mundur dengan begitu saja kalau tak ingin ditertawakan

orang.

Maka setelah mempersiapkan diri, pelan-pelan dia terjun

kedalam arena.

Hui im tongcu Gak Say bwee yang menyaksikan putra

kesayangannya berhasil mengalahkan tiga musuh sekaligus,

dalam hati kecilnya pun merasa gembira sekali, begitu melihat

Kang Hong Siang tampilkan diri, ia kuatir Liong ji terluka,

maka segera teriaknya:

"Liong ji, ayoh kembali, kali ini harus tiba giliran dari enci

Thia mu!"

Mendengar namanya di sebut, Toan im sian segera

melompat turun kearena, namun sesaat sebelum melangkah

keluar dia sempat melirik sekejap kearah Chin Siau.

Secara kebetulan Chin Siau pun sedang memandang

kearahnya, maka ketika empat mata saling bertemu bagaikan

di sambar aliran listrik, perasaan kedua orang itu sama-sama

merasa nyaman.

Setibanya ditengah arena, Toan im sian cu Thia Yong

segera menjura sambil berkata:

"Sudah lama kudengar nama besar Kang pangcu, sungguh

beruntung kita dapat saling bersua pada malam ini"

Kang Hong siang tertawa tergelak:

"Haaaah...haaah...haaa... lebih baik nona Thia tak usah

banyak bicara, cepat loloskan pedangmu!"

Toam im siancu yang menghadapi musuhnya dengan sopan

ternyata malah bibalas dengan sikap yang ketus membuat

nona itu naik pitam, diapun tidak sungkan-sungkan lagi,

sambil mencabut pedangnya ia berseru keras:

"Lantas mengapa Kang pangcu tidak meloloskan

senjatamu?"

Sekali lagi Kong Hong siang tertawa tergelak:

"Haaa...haah...haaah... biar kulayani dirimu dengan tangan

kosong belaka, daripada ditertawakan orang sebagai orang

tua yang menganiaya anak kecil"

Amarah yang berkobar dalam dada Toan im siancu semakin

membara, pikirnya:

"Bagus sekali....kalau toh kau bersedia menghantar

kematianmu, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji"

Berpikir demikian, dia segera memusatkan seluruh

perhatiannya sambil mengawasi lawan tanpa bergerak.

Kang Hong sing benar-benar amat jumawa, dia berdiri

seenaknya dan berkata sambil tertawa angkuh:

"Silahkan melancarkan serangan!"

"Lihat pedang! bentak Toan im siancu Kemudian sambil

menhimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan.

Lalu dengan jurus walet terbang mengejutkan naga,

secepat kilat dia tusuk tubuh Kang Hong siang dengan diiringi

desingan angin tajam.

Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini kedua belah

pihak sama-sama mengandalkan kecepatan masing masing

untuk saling menyambar, dalam sekejap mata bayangan

kepalan dan cahaya pedang telah menyelimuti angkasa.

Kang Hong siang dapat menjadi ketua terkumpulan Tiang

ciau pang tentu saja memiliki kepandaian yang tangguh,

buktinya dia sanggup menghadapi serangan pedang lawan

dengan tangan kosong belaka.

Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah

bergebrak dua puluh jurus, lambat laun kang hong siang mulai

tak mampu menahan diri.

Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan kejadian ini

menjadi gelisah sekali, cepat-cepat dia memerintahkan si

setan muka hijiu Siang Tham agar tampilkan diri untuk

berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak

diinginkan.

Pelan-pelan Setan muka hijau Siang Tham bangkit berdiri

dan berjalan menuju ke tengah arena.

Hui im tongcu Gak Say bwee memang tak malu menjadi

pemimpin wanita yang cekatan, melihat kejadian tersebut dia

segera memerintahkan kepada sastrawan berpena baja Thia

cuan untuk segera tampilkan diri pula kearena.

Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah tiba

ditengah arena, sastrawan berpena baja Thia cuan segera

melompat kehadapan-nya dan berseru sambil menjura:

"Apablia saudara Siang punya keinginan untuk bermain,

bagaimana kalau kita bermain-main sendiri?"

"Persis dengan selera toayamu" jengek Siang Tham ketus.

Dari sakunya Sastrawan berpena baja mengeluarkan

sepasang senjata poan koan pit nya, maka pertarunganpun

segera berlangsung.

Setan muka hijau memutar goloknya dengan jurus dewa

menunjuk jalan membacok ketubuh sastrawan berpena baja.

Sebagai murid dari Heng see cinjin, sudah belasan tahun

lamanya sastrawan berpena baja mendalami ilmu poan koan

pit nya, boleh dibilang kepandaian tersebut telah dilatihnya

mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja ia tak mau unjuk

kelemahan-nya, dengan cepat dia menangkis sambil

melancarkan serangan balasan.

Dengan demikian, setan muka hijau Siang Tham pun tidak

mempunyai kesempatan lagi untuk memperhatikan keadaan

dari Kang Hong siang.

Dua pasangan yang sedang bertempur di arena sama-sama

melangsungkan pertarungan-nya dengan amat seru.

Kali ini Kang Hong siang sudah berada dalam keadaan

hanya bisa menangkis tanpa berkemampuan melancarkan

serangan balasan lagi, Toan im siancu yang menyaksikan

peluang baik tersebut tentu saja tidak menyia-nyiakan

kesempatan tersebut dengan begitu saja.

Dia segera merubah gerakan tubuhnya, pedangnya

diayunkan keangkasa dengan jurus bintang dan bulan saling

bersinar untuk menciptakan beritik-titik cahaya bintang

kemudian menusuk tubuh Kang Hong siang secara ganas.

Mendadak saja Kang Hong siang merasakan sekujur badan-

nya bergetar keras dan mundur dua langkah kebelakang.

Siapa sangka jurus serangan dari toan im siancu ini justru

bertujuan untuk memancing lawan, begitu melihat kang hong

siang mundur, ia segera membentak keras:

"Lihat serangan!"

Ditengah jalan pedangnya berubah jurus dengan gerakan

bintang bergerak awan berubah, lalu secepat sambaran petir,

cahaya tajam itu menyambar kemuka.

Tahu-tahu saja terdengar Kang Hong siang mengerang

kesakitan:

"Aduuh....!"

Bunga darah segar memercik kemana-mana, ketua

perkumpulan Tiang ciau pang yang sudah cukup lama malang

melintang dalam dunia persilatan ini mati seketika dengan

keadaan mengerikan.

Belum habis jerit kesakitan dari Kang Hong siang, dari

pihak lain terdengar pula suara jeritan kesakitan.

Ketika mendengar suara jeritan tersebut, Toan im siancu

segera merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan cepat dia

berpaling dan berseru kaget:

"Aaah, toako!"

Secepat kilat tubuhnya menerjang kearah arena

pertarungan, rupanya sebuah lengan dari sastrawan berpena

baja telah dipapas kutung oleh setan muka hiju Siang Tham,

bahkan pada saat itu si setan muka hijau sudah siap

mengayunkan goloknya untuk menghabisi nyawa lawan-nya.

Untung saja Toan im siancu bertindak cepat dengan

menangkis bacokan goloknya secara keras lawan keras.

Sastrawan berpena baja Thia Cuan segera manfaatkan

kesempatan itu untuk menjatuhan diri menggelinding ke

samping, akhirnya ia berhasil juga menghindarkan diri dari

ancaman bahaya.

Hui im tongcu Gak Say bwee segera bertindak cepat

dengan menyerobotnya dan membantu untuk menghentikan

aliran darahnya.

Dalam pada itu, Toan im siancu dan setan muka hijau telah

terlibat dalam pertempuran yang amat seru.

Sambil melancarkan serangkaian serangan-nya, Tham

Siang mulai mencaci maki:

"Bocah perempuan, kau sakit hati bukan? Heeh...heeeh...

heeeh... berikut ini adalah giliranmu. Aai sayang, sayang

sekali, seorang nona yang begitu cantik sebentar lagi harus

kehilangan sebuah lengannya, apakah hal ini tidak patut

dikasihani?"

Perkataan dari Siang Tham ini semakin membangkitkan

hawa amarah bagi Toan im siancu tapi menggusarkan pula

Chin Siau yang sedang duduk menonton.

Dengan cepat Chin Siau melompat bangun dan minta ijin

kepada Hui im tongcu, kemudian melompat ketengah arena

sambil serunya kepada Thia Yong:

"Nona Thia, kau boleh mengundurkan diri, biar aku yang

membalaskan dendam untukmu!"

Toan im siancu merasa gembira sekali melihat kekasihnya

turun tangan, dia segera melancarkan sebuah bacokan

kemudian melompat mundur kebelakang.

Melihat bocah perempuan itu mundur, semua amarah dari

setan muka hijau Siang Tham segera dilampiaskan kepada

Chin Siau, teriaknya dengan gusar:

"Bocah keparat, kau ingin mencari mampus?"

Dengan wajah serius Chin Siau tertawa tergelak sambil

sahutnya cepat:

"Lebih baik tak usah banyak bicara, kalau ingin mampus

lebih baik pasang lehermu baik-baik untuk kubacok!"

"Anjing sialan!" teriak setan muka hijau Siang Tham penuh

amarah.

Goloknya dengan jurus Angin puyuh menggetarkan ombak

langsung membacok ketubuh Chin Siau.

Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Chin Siau

tertawa dan tidak sampai golok musuh menyambar datang,

pedangnya sudah ditutulkan keujung golok lawan sambil

bentaknya:

"Serahkan nyawamu!" tiba-tiba cahaya tajam berkilauan,

setan muka hijau Siang Tham hanya merasakan pandangan

matanya menjadi kabur, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin.

Belum sempat dia menjerit, darah segar sudah menyembur

keluar dengan derasnya, tidak ampun tubuhnya segera roboh

terjengkang keatas tanah dan tewas seketika.

Tampaknya Chin Siau merasa lega hatinya sesudah berhasil

membalaskan sakit hati kekasihnya, tanpa memperdulikan

orang ia dia balik kembali ketempat duduknya.

Sementara itu Toan im siancu telah kembali pula setelah

menengok keadaan luka dari kakaknya, melihat mayat Siang

Tham menggelepar diatas genangan darah, ia tahu kekasihnya

berhasil membunuh orang tersebut, hatinya benar-benar

gembira sekali.

Kalau bisa dia ingin segera memeluknya kencang-kencang

dan memberikan sebuah ciuman sebagai perasaan terima

kasihnya.

"Ooooh saudara Chin, aku sangat berterima kasih

kepadamu" serunya dengan gembira.

Chin Siau tersenyum, dia merendah dulu kemudian baru

mengambil tempat duduk.

Dengan tewasnya setan muka hijau Siang Tham, maka

peristiwa ini segera bangkitkan amarah dari si mayat hidup,

demikian pula si harimau angin hitam Lim Khong, sekujur

tubuhnya segera gemetar keras karena gusarnya, sambil

membalikkan badan dia segera menerobos maju ketengah

arena sambil bentaknya:

"Orang she Chin, ayoh tampil ke depan untuk menerima

kematian!"

Chin Siau sama sekali tidak menggubris, dia duduk di

tempat dengan sikap yang tenang sekali tanpa ambil perduli,

sebab dalam hatinya hanya terdapat seorang musuh, orang itu

adalah Siau hu yong Chin Lan eng yang banyak akal muslihat

dan berdaya upaya untuk mencelakai dirinya.

Itulah sebabnya terhadap umpatan dan tantangan dari

harimau angin hitam Lim Khong, boleh dibilang dia

menganggapnya sebagai angin berlalu saja.

Tentu saja Hui im tongcu Gak Say bwee cukup mengetahui

tentang maksud hati Chin Siau tersebut, ia segera meminta

kepada Sin sian siangsu untuk menampilkan diri.

Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera

tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera

merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.

Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan

langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa

cekikikan:

"Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu

saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?"

Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah

berkumandang pula suara bentakan keras.

"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua

ini kepadaku"

Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah

musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.

Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:

"Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku,

nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus,

pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir,

hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"

Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.

"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur

mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"

Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya

kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan

tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.

Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya:

"Aduuh mak, besar nian kampakmu!"

Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang

benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun

saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.

Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa

segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.

Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil

menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan,

mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun

seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya

semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.

Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai

dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan

senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus

dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti

mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung

melawan kakek tujuh bisa.

Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu

singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi

diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan

melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.

Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini

diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan

keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau

yau kay:

"Saudara Wi, apakah kau ingin mencoba untuk melemaskan

otot-ototmu?"

Siau yau kay segera menggeleng:

"Kekalahan sudah berada didepan mata Kwa Lun, kenapa

aku mesti ikut kuatir?"

"Benarkah begitu? Aku justru kuatir kalau dia sampai

menderita kalah....."

"Coba kau perhatikan, tidak sampai tiga gebrakan lagi Kwa

lun sudah pasti akan keok!"

Hui im tongcu mengalihkan sorot matanya mengikuti jalan-

nya pertarungan di tengah arena, betul juga, tiba-tiba saja

terdengar Sin sian siangsu berseru sambil tertawa keras:

"Maaf, maaf...."

Semua orang segera menjumpai diatas dada dari kakek

tujuh bisa telah bertambah dengan sejumlah lubang sebesar

jari tangan, terbukti bahwa Sin sian siangsu berhasil

mengungguli lawan-nya.

Sin sian siangsu adalah seorang tokoh silat kenamaan,

begitu berhasil dengan serangan-nya, dia enggan mendesak

lebih jauh, setelah memberi hormat dia pun membalik-kan

badan dan mengundurkan diri.

Siapa tahu baru saja berjalan dua langkah, mendadak

terdengar dari para jago dari golongan lurus berteriak keras:

"Hati-hati dengan belakangmu!"

Sin sian siangsu terkejut, ia segera merasakan desingan

angin tajam menyambar tiba dari belakang, tergopoh-gopoh

dia menghindar kesamping.

Siapa tahu gerakan itu toh masih terlambat setengah

langkah, kakek tujuh bisa yang menyergap dari belakang

dengan ayunan kampak raksasanya telah membacok secara

telak.

Sin sian siangsu yang terbokong oleh serangan lawan

hanya merasakan bahunya sakit bukan main sehingga

merasuk ke tulang, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya

sebesar sepuluh bagian kedalam lengan kanan-nya bersamaan

dengan terkena serangan lawan, dia melancarkan pula

serangan kilat.

"Blaammm!"

Diiringi suara benturan keras, tiba-tiba saja terdengar

kakek tujuh bisa mengerang kesakitan, perutnya robek dan isi

perutnya segera berhamburan keluar, tewaslah iblis tersebut

seketika.

Sin sian siangsu sendiripun segera mundur terhuyung dan

roboh keatas tanah, darah segar mengucur keluar dengan

deras dari bahu kirinya ditambah pula dia mesti menggunakan

tenaga kelewat batas dalam seranggan-nya yang terakhir,

maka begitu selesai menyerang, roboh pingsanlah si tukang

ramal rudin ini.

Dengan demikian, pertarungan babak ini diakhiri dengan

keadaan sama-sama terluka.

Siau yau kay segera melompat masuk ke dalam arena

untuk menolong Sin sian siangsu, sedang pihak lawanpun

muncul untuk menarik jenazah rekannya.

Setelah arena dibersihkan, Sam yap koay mo dan dan

wanita seribu tahun Bwee ciang terjun ke arena dan

menantang para jago bertarung.

Berdasarkan beberapa kali pertarungan yang berlangsung

sebelumnya, bisa disimpulkan kalau taktik bertarung dari Kun

lun indah Siau Wi goan sudah kehilangan bobotnya,

persoalannya yaitu dia selalu mengutus orang lebih dulu untuk

terjun ke arena, dengan begitu memberi kesempatan kepada

Hui im tongcu untuk mengira-ngira dulu kekuatan lawan

sebelum mengutus jago dari pihaknya.

Demikian pula keadaannya dengan pertarungan kali ini,

setelah Sam yap koay mo dan ibiis perempuan seribu tahun

terjun ke arena, Hui im Tongcu segera mempertimbangkan

dulu kekuatan lawannya, setelah itu ia baru mengutus

sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san untuk menghadapi

pertarungan kali ini.

Berbicara soal kekuatan dan kedudukan dari sepasang

manusia bodoh bukit Wu san ini, sudah barang tentu masih

jauh di atas kedua orang gembong iblis tersebut, hingga

sebelum pertarungan dilangsungkan pun setiap orang sudah

menduga kalau Sam yap koay mo dan iblis perempuan seribu

tahun akan menderita kekalahan.

Begitu melihat sepasang manusia bodoh dari Wu san yang

terjun ke arena, Kun lun indah Siau wi goan menjadi panik,

cepat-cepat dia memerintahkan si pedang bunga satu huruf

Yu Liang gi agar terjun pula kedalam arena.

Tay gi siu Khong Sian segera berpaling kepada Ji gi siu dan

berkata:

"Si nenek dan bocah muda itu kuserahkan kepadamu,

jangan lupa untuk membendung gerakan mereka, menanti

aku sudah selesai membereskan Sam yap koay mo, barulah

kita beresi mereka secara bersama-sama"

Ji gi siu tidak mengucapkan sepatah katapun, sesudah

mengangguk dia langsung berjalan mendekati iblis perempuan

seribu tahun dan pedang bunga satu huruf.

Si pedang bunga satu huruf merupakan jago lihay angkatan

kedua dari partai Thiam cong, pedangnya segera diloloskan

dan tubuhnya menerjang kemuka sambil melancarkan

serangan dengan jurus Seribu lelaki menuding, dia tusuk

perut lawan-nya.

Iblis perempuan seribu tahun pun tidak ambil diam,

bersamaan waktunya dia melancarkan sebuah pukulan

kearah Ji gi siu.

Selama ini Ji gi siu jarang sekali berbicara dan suka

membungkam diri dalam seribu bahasa, namun kepandaian

silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar

biasa.

Melihat serangan gabungan dari kedua orang lawannya, dia

segera mengembangkan ilmu gerakan tubuhnya, dalam sekali

kelebatan saja tahu-tahu dia sudah lolos dari arena

pertarungan.

Bagaikan sedang menangkap kelinci liar saja, kedua orang

tersebut menyerang Ji gi siu dari kiri dan kanan, tapi lawannya

begitu cekatan dan selalu berhasil menghindar, maka

terjadilah adegan saling kejar mengejar bagaikan anak kecil

yang sedang bermain petak umpat.

Dipihak lain Sam yap koay mo dan Tay gi siu pun sudah

terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, bila berbicara soal

tenaga dalam maka kemampuan yang dimiliki sam yap koay

mo masih ketinggalan jauh sekali.

Tidak sampai sepuluh gebrakan kemudian sekujur badan

Sam yap koay mo sudah penuh luka, darah bercucuran

membasahi wajahnya dan pakaian yang pada dasarnya

memang tak karuan semakin compang-camping dibuatnya

sehingga boleh dibilang sama jeleknya dengan pakaian tambal

sulam yang dikenakan si pengemis Siau yau kay.

Tay gi siu merupakan tokoh silat yang termashur karena

kebijaksanaan dan kebaikan hatinya, dia tak pernah

membunuh orang tanpa alasan yang kuat, meski begitu

siksaan yang diberikan kepada lawannya sekarang cukup

mendatangkan penderitaan dan siksaan yang lebih hebat bagi

Sam yap koay mo.

Sambil tetap bertarung, Tay gi siu Khong sian mengejek

sambil tertawa:

"Hey tua bangka yang tidak mampus-mampus, apakah kau

belum mau menyerah kalah? Cepatlah pulang kerumah untuk

belajar beberapa tahun lagi, dengan mengandalkan

kemampuan itu masih jauh dari cukup untuk menjagoi dunia

persilatan, tidakkah kau rasakan bahwa kulit mukamu kelewat

tebal?"

Sam yap koay mo merasa amat sakit hati, begitu

menderitanya dia hingga perasaan-nya bagaikan diiris-iris

dengan pisau tajam, sambil meraung penuh amarah teriaknya:

"Tolol, aku menginginkan nyawa anjing mu itu!"

Bersamaan dengan selesainya teriakan mana secara

membabi buta dia menubruk kedepan.

Melihat kenekadan dan cara menyerang lawannya yang

membabi buta, Tay gi siu Khong sian menggelengkan

kepalanya berulang kali sambil menghela napas.

Begitu tubrukan musuh tiba, dia segera mengegos

kesamping, tapi serangan Sam yap koay mo sungguh teramat

cepat, tahu-tahu saja dia sudah menerjang kembali kesisi

tubuhnya.

Dengan gusar Tay gi siu Khong Sian mengumpat:

"Rupanya kau benar-benar sudah bosan hidup!"

Secara beruntun dia lancarkan beberapa pikulan keatas

panggung lawan, Sam yap koay segera berteriak:

"Aduuuhh!"

Sam yap koay mo menjerit kesakitan dan memuntahkan

darah segar, tubuhnya segera terguling keatas tanah dengan

selembar wajahnya menempel diatas permukaan tanah, lama

sekali tubuh itu tak bergerak lagi, rupanye ia sudah tewas

seketika.

Dengan kematian dari Sam yap koay mo, Tay gi siu khong

Sian segera berjalan menghampiri rekannya Ji gi siu.

Sebaliknya ketika Ji gi siu menjumpai kawan-nya telah

berhasil sukses, dia segara merubah gerakan tubuhnya,

seperti seekor kupu-kupu dia mulai bergerak cepat diantara

kedua orang lawan-nya.

Tahu-tahu terdengar dua kali dengusan tertahan bergema

memecahkan keheningan, Ji gi siu tertawa panjang dan

mengundurkan diri kesisi Tay gi siu, rupanya dia telah berhasil

menaklukkan pula kedua orang lawan-nya, demonstrasi

kepandaian yang dilakukan sepasang manusia bodoh dari

bukit Wu san ini, selain hebat, lagi pula sangat mengagumkan,

justru karena kemuliaan dan kebajikan mereka inilah maka

kedua orang itu disambut dengan perasaan kagum oleh setiap

jago.

Dengan senyuman gembira menghiasi wajahnya, Hui im

Tongcu Gak Siy bwee segera menyambut kedatangan mereka

berdua sambil berkata:

"Kalian berdua tentu cukup lelah..."

Dalam pada itu paras muka si Kun lun indah Siau Wi goan

telah berubah menjadi merah padam seperti babi panggang.

Sudah jelas terlihat sekarang bahwa pertarungan malam ini

berakhir dengan kekalahan total di pihaknya, bila ia masih

juga tak tahu diri serta tidak mau segera berganti lain haluan,

sudah jelas lebih banyak ancaman bahaya baginya daripada

keberuntungan.

Maka dengan cepat dia mengajak si mayat hidup Ciu Jit

hwe dan Manusia penghisap darah Pi Ciang hay untuk

merundingkan situasi tersebut.

Dengan wajah angkuh dan senyum dingin menghiasi

wajahnya, si mayat hidup Ciu jit hwee segera berkata:

"Biar aku yang turun ke gelanggang"

"Tapi...tapi...hal ini mana boleh jadi? kata Kun lun indah

Siau Wi goan dengan perasaan keberatan.

"Atau kau bermaksud untuk turun tangan sendiri?"

Kun lun indah Siau Wi goan semakin sangsi sehabis

mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia menjadi

terbungkam.

Melihat itu si mayat hidup Ciu Jit hwee segera berkata

sambil tertawa dingin:

"Aku cukup mengerti tentang perasaanmu sekarang, hmm!

Andaikata kita bukan lagi menghadapi musuh tangguh, kaulah

orang pertama yang ku bacok sampai mampus!"

Keringat dingin segera bercucuran keluar membasahi

seluruh tubuh Kun lun indah Siau wi goan sehabis mendengar

perkataan ini, terutama sesudah menyaksikan mimik wajah si

Mayat hidup Ciu Jit hwee yang begitu buas dan bengis, ia

semakin terkesiap lagi dibuatnya.

Tanpa sadar dia segera bangkit berdiri dan bersiap-siap

untuk terjun kearena.

Dengan suara yang menyeramkan si Mayat hidup Ciu jit

hwee kembali berkata:

"Lebih baik kau terjun pada babak yang terakhir nanti, biar

aku yang turun tangan lebih dulu untuk membereskan

beberapa orang itu...."

Dengan langkah pelan, si mayat bidup Ciu Jit hwe terjun

kearena, setelah mengalihkan sorot matanya yang bengis

untuk me mandang sekejap kawanan pendekar tersebut

jengeknya dingin:

"Siapa yang akan turun kegelanggang lebih dulu?"

Menjumpai Si Mayat hidup Ciu Jit hwee turun tangan

sendiri, diam-diam Hui im Tongcu dibuat panik, dia tak tahu

siapa yang harus diutus untuk turun ke gelanggang kali ini.

Mendadak tampak olehnya Siau yau kay bangkit berdiri,

melihat pengemis tersebut, Hui im tongcu pun segera

manggut-manggut menyatakan persetujuan-nya.

Dengan langkah yang setengah terseret Siau yau kay terjun

kearena pertarungan dan langsung menghampiri si mayat

hidup Ciu Jit hwee, lalu katanya sambil tertawa:

"Tua bangka Ciu, orang tua seusia mu sudah sepantasnya

hidup santai sambil menikmati sisa hidup, buat apa sih kau

mesti menampilkan diri untuk menyerempet bahaya?"

Si mayat hidup Ciu Jit hwee sama sekali tidak menggubris

ejekan tersebut, malahan bentaknya dengan marah:

"Kembali kau!"

"Hee...hee...hee...apakah aku si pengemis tua kurang

pantas untuk melawanmu?" kembali Siau yau kay berseru

sambil tertawa.

"Betul, suruh Ciong liong si keledai gundul itu untuk

keluar...!"

"Waduh...waduuuh... kenapa sih mesti mengumbar hawa

amarah dengan percuma? orang yang sudah tua, semestinya

punya jiwa yang lebih terbuka dan watak lebih lembut, kalau

dia yang keluar maka kehadiran-nya tak bakal

mermenguntungkan dirimu, kalau pingin makan, silahkan

mencicipi aku si tulang lembek saja"

"Pergi kau dari sini! Dengan kedudukanmu dan

kemampuanmu, kau masih belum berhak untuk bertarung

melawanku"

Sekalipun perkataan dari si Mayat hidup ini tidak kelewatan

namun nadanya toh kedengaran rada jumawa, bayangkan

saja bagaimana pun juga Siau yau kay termasuk seorang jago

lihay yang punya nama dan kedudukan didalam dunia

persilatan, berbicara soal kedudukan diapun hanya setingkat

dibawah Ciong liong lo sianjin, tidak seharusnya dia

menggunakan kata-kata semacam itu untuk menghadapinya.

Akan tetapi Siau yau kay masih saja menunjukkan

wajahnya yang penuh senyum sambil berkata:

"Tua bangka, setelah hidup sekian lama didunia ini, aku si

pengemis sudah bosan hidup, tolonglah kau suka berbuat

kebajikan dengan memenuhi pengharapanku ini, berilah

kematian kepadaka secepatnya, jasa dan budi mu itu tentu

akan kuingat selalu"

Si mayat hidup Ciu Jit hwee paling benci mendengarkan

perkataan gila semacam itu, amarahnya semakin membara

selesai mendengarkan perkataan tersebut, dengan wajah

menyeringai seram dia segera menghimpun tenaga dalamnya

lalu sambil membentak keras melontarkan telapak tangan-nya

kemuka.

Segulung angin serangan yang amat dahsyat pun segera

menggelung dan meluncur ke depan.

Sepintas lalu orang mengira Siau yau kay adalah manusia

yang hidup semaunya sendiri, padahal dalam otaknya justru

penuh siasat, begitu melihat datangnya serangan musuh, ia

tak berani menyambut dengan kekerasan.

Dengan cekatan tubuhnya berputar untuk menghindar

sejauh dua kaki lebih, serta meloloskan diri dari ancaman

tersebut.

Si Mayat hidup Ciu Jit hwee tetap mempertahankan

kewibawaan-nya dengan tidak mendesak musuhnya lebih

jauh, ketika lawan-nya menghindar maka diapun segera

menghentikan pula gerakan tubuhnya.

Pelan-pelan Siau yau kay berjalan kembali menuju

kehadapan-nya, lalu sambil tertawa katanya:

"Tua bangka Ciu, tenaga yang kau pergunakan masih

kurang kuat, kumohon kepadamu tolonglah memperketat

seranganmu itu"

Sesungguhnya si Mayat hidup Ciu Jit hwee memang tak

pernah memandang sebelah matapun terhadap lawannya,

tampak dia menggerakkan tubuhnya dan maju kedepan sambil

melepaskan sebuah pukulan lagi.

Siau yau kay Wi Kian pun tidak ambil diam, dengan cepat

dia mengeluarkan ilmu gerakan tubuh andalannya Ciok tiong

lun poh cap lak tui, dalam sekali berkelebatan saja tubuhnya

sudah melesat maju kemuka.

Tindak tanduk dari si mayat hidup Ciu jit bwee memang

sangat aneh, seusai melepaskan sebuah serangan, dia tidak

melanjutkan dengan serangan berikut, seakan-akan ilmu silat

yang di milikinya terdiri dari jurus-jurus tunggal yang tidak

bersambungan satu dengan lainnya.

Tatkala Siau yau kay baru saja menghindar, Mayat hidup

Ciu Jit bwee pun mengincar posisi musuhnya lalu melancarkan

sebuah pukulan lagi, namun dengan cekatan pula Siau yau

kay telah berkelit kembali.

Secara beruntun si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan

tiga buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Wi Kian

secara mudah.

Andaikata berganti orang lain, niscaya serangan lain akan

dilepaskan secara beruntun untuk mendesak lawan-nya,

namun tidak demikian dengan gembong iblis tua itu, oleh

sebab itu suasana diarena tidak berlangsung seru, ibarat

seorang guru yang sedang memberi pelajaran kepada

muridnya saja, pertarungan berjalan tersendat-sendat.

Siau yau kay sendiripun merasa sangat keheranan

menghadapi kejadian seperti ini, maka sesudah berpikir

sebentar dia segera berpekik nyaring, gerakan tubuhnya

berubah secara tiba-tiba dan secepat sambaran kilat

melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada Ciu jit hwee.

Jurus serangan tersebut sesungguhnya di maksudkan untuk

memancing musuh masuk perangkap, betul juga, Ciu Jit bwee

segera naik pitam, pikirnya dihati:

"Kurang ajar benar pengemis sialan ini, aku tak ingin

menghajarnya serta memberi kesempatan hidup untukmu, kau

justru berani mencabut kumis harimau, tampaknya kalau tidak

diberi pelajaran dia tak akan tahu diri...."

Maka dengan cepat dia melancarkan serangan balasan dan

secara beruntun melepas tiga jurus pukulan gencar, yang

digunakan-nya gerakan tubuh yang amat cepat bagaikan

sambaran kilat.

"Pengemis busuk, kau benar-benar pingin mampus

rupanya!" dia membentak dengan penuh amarah.

Melihat musuhnya sudah turun tangan, Siau yau kay

menjadi amat gembira, cepat-cepat dia mengeluarkan ilmu

langkahnya yang luar biasa untuk bergerak kian kemari seperti

orang yang mabuk kepayang, tahu-tahu saja dia sudah

terlepas dari ancaman si mayat hidup Ciu jit hwee tersebut.

Sementara itu si mayat hidup Ciu Jit bwee tidak bertindak

santai lagi, begitu ketiga buah serangan-nya mengenai

sasaran yang kosong, dia sudah dibuat amat gusar sampai

jenggot putihnya pada berdiri kaku, mendadak muncul niat

jahatnya.

Diam-diam dia menyalurkan hawa beracun Hu si im tong

ciang nya kedalam lengan, kemudian melepaskan pukulan

gencar kedepan.

Atas kejadian ini maka dibalik serangan itu segera terasa

hawa dingin yang menusuk tulang, hal ini membuat sekujur

tubuh Siau yau kay mengigil kedinginan.

Sadarlah pengemis kita bahwa musuhnya telah

menggunakan pukulan beracun-nya, dalam keadaan begini

diapun tak berani ber tindak main-main lagi.

Segenap hawa murni yang dimilikinya segera dihimpun

kedalam tubuhnya, sementara itu langkah kakinya masih

mengeluarkan gerakan tubuh yang aneh untuk menghindari

ancaman musuh.

Orang kuno bilang:

"Daripada berjaga lebih baik menyerang", sebab bila

seseorang hanya berdiri melulu diarena niscaya banyak titik

kelemahan yang akan terlihat, meskipun kau memiliki

kepandaian yang hebat pun tak mungkin mampu menghadapi

ancaman tersebut secara beruntun, kecuali musuhmu hanya

seorang manusia kelas tiga, kalau tidak sudah pasti kekalahan

berada dipihakmu.

Adapun musuh yang dihadapi Siau yau kay sekarang adalah

seorang gembong iblis yang memiliki kedudukan sangat tinggi

didalam golongan hitam dunia persilatan dewasa ini, berarti

dia harus mengandalkan kecepatan geraknya untuk meraih

kemenangan, sebaliknya bila mempertahankan diri terus

menerus, ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri

sendiri.

Dalam pada itu, si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan

serangan untuk mempertahankan diri, pukulan demi pukulan

semuanya dilancarkan dengan jurus-jurus maut yang

mematikan, disamping, terselip pula hawa racun Hu si im tong

ciang yang maha dahsyat, bisa dilihat betapa hebatnya

ancaman tersebut.

Tak sampai setengah seminuman teh kemudian, Siau yau

kay hanya mampu menangkis belaka dan sama sekali tak

berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan balasan.

Hui im tongcu Gak say hwee yang menyaksikan kejadian itu

segera memohon kepada Put Gho cu untuk terjun kearena

sambil berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak

diinginkan, tapi sebelum Put gho cu beranjak, Hian cing tojin

telah menampilkan diri lebih dahulu.

Sudah barang tentu Hui im Tongcu merasa kurang leluasa

untuk menampik, maka dia pun mengangguk memberikan

persetujuannya, maka Hian Cing tojin segera terjun kearena.

Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan ketua Bu

tong pay telah terjun kearena, buru-buru minta kepada An tay

cu untuk turun ke arena, tapi Leng gho cinjin yang merupakan

gurunya telah terjun lebih dulu ke gelanggang.

Hian cing tojin sedang bersiap sedia terjun ke arena untuk

membantu Siau yau kay, ketika menjumpai Leng gho cinjin

terjun kearena pula, ia menjadi tertegun dan untuk sesaat tak

mampu berkata-kata.

Sementara itu Leng gho cinjin telah menghampirinya dan

berseru sambil tertawa seram.

"Hian cing totiang, baik-baikkah kau selama ini? hutang

piutang kita pada dua puluh lima tahun berselang seharusnya

diselesaikan pula pada kesempatan ini"

Diantara Hian cing tojin dengan Leng gho cinjin memang

mempunyai perselisihan lama, sebagai seorang tosu yang

pendiam terutama memandang hina terhadap Kun lun pay,

maka Hian cing tojin tidak menanggapi perkataan dari Leng

gho cinjin tersebut.

Menyaksikan hal ini, mencorong sinar bengis dari balik

mata Leng gho cinjin, serunya kemudian sambil tertawa licik:

"Cabut keluar pedangmu, masih kita ulangi sistem

pertarungan tempo dulu, bagaimana kalau bertarung lagi

sebanyak ratusan jurus?"

Dari punggungnya pelan-pelan Hian cing tojin meloloskan

sebilah pedang, lalu sambil menatap musuhnya tajam-tajam ia

menyahut denga suara hambar:

"Bertarung bukan beradu mulut, silahkan!"

Tak terlukiskan amarah Leng gho cinjin menghadapi sikap

lawannya yang sombong dan tak memandang sebelah

matapun kepadanya itu, dengan cepat dia meloloskan

pedangnya lalu dengan menggunakan jurus Selaksa lebah

keluar dari sarang, secepat sambaran kilat dia tusuk tubuh

Hian cing tojin sambil teriaknya:

"Hidung kerbau, lihat pedang!"

"Serangan yang bagus!" dengus Hian cing tojin dingin.

Pedangnya diputar dengan cepat sambil melakukan

getaran, tiga kuntum bunga pedang segera memercik

diangkasa dan secara terpisah mengancam lawan-nya dari

posisi atas, tengah dan bawah.

Dalam sekali gebrakan saja, dia sudah mengancam tiga

buah jalan darah penting ditubuh musuh.

Bagi seorang ahli silat, satu gebrakan saja sudah cukup

untuk mengetahui apakah lawan-nya berisi atau tidak, Hian

cing tojin memang tenang seperti perawan, begitu bergerak

segesit kelinci, serangan yang dilepaskan langsung

menggunakan satu diantara tiga jurus maut dari Bu tong kiam

hoat, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman

tersebut...

Sebaliknya Leng gho cinjin adalah ketua Kun lun pay,

lagipula merupakan guru dari si Kun lun indah Siau Wi goan,

sudah barang tentu kesempurnaan tenaga dalam maupun ilmu

silatnya bukan sembarangan.

Meski melihat datangnya ancaman, dia tak sampai gugup

dan dihindari dengan mudah, menyusul kemudian ia balas

melepaskan sebuah serangan dahsyat.

Disaat kedua orang itu masih terlibat dalam pertarungan

yang amat seru itulah, menndadak terdengar suara Siau yau

kay sedang menjerit kesakitan.

Hian cing tojin segera berpaling dengan perasaan terkejut,

lalu serunya tertahan:

"Aaaah!"

ooo0ooo0ooo0oo0ooo

Rupanya Siau yau kay telah menderita luka parah dan

terduduk diatas tanah denga wajah pucat pias seperti mayat

dan noda darah membasahi ujung bibirnya.

Sementara itu si Mayat hidup Ciu Tit bwee masih

melanjutkan langkahnya kedepan dan mendekati pengemis

tersebut.

Tatkala Hian cing tojin menjerit kaget karena menyaksikan

peristiwa itu, Leng gho cinjin segera memanfaatkan

kesempatan yang sangat baik ini untuk melepaskan serangan-

nya dari samping.

Bagi jago-jago lihay yang bertarung, pikiran cabang

merupakan pantangan yang amat besar, begitu Hian cing tojin

terganggu kosentrasinya tadi, pihak musuh segera

manfaatkan peluang itu melakukan penyerangan.

Tahu-tahu saja sebuah tusukan pedang dari Leng gho cinjin

telah dilepaskan.

Serta merta Hian cing tojin memutar pedangnya berulang

kali untuk memunahkan serangan mana dengan keras lawan

keras, posisinya pun dari pihak penyerang menjadi pihak

terserang...

Begitu Leng gho cinjin berhasil menempati posisi sebagai

penyerang, keangkuhan-nya segera timbul kembali, sambil

berpekik nyaring dia getarkan pergelangan tangan-nya sambil

berubah jurus dan mengembangkan permainan lima pedang

Kun lun kiam hoatnya.

"Sreet..sreet..sreet..!"

Secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan pedang

yang diarahkan ke atas, tengah dan bawah, kesempurnaan

ilmu pedangnya memang mengagumkan, sedang gerakan

tubuhnya sangat aneh, kekejiannya pun tak malu menjadi

ketua Kun lun pay.

Didalam keadaan demikian, Hian cing tojin tak berani

berayal lagi, cepat-cepat dia lepaskan pula tiga jurus seraagan

pedang untuk memunahkan ancaman mana, bahkan napsu

ingin menangnya segera timbul kembali.

Tiba-tiba saja dia melompat mundur sejauh beberapa

langkah, kemudian sambil menjejakkan kakinya keatas tanah

dan berpekik nyaring, tubuhnya melayang ditengah udara, lalu

pedangnya digetarkan dan menggunakan jurus Bintang

rembulan saling berpadu, secepat petir dia babat kepala Leng

gho cinjin.

Waktu itu Leng gho cinjin sedang dibuat keheranan karena

melihat gerak mundur dari Hian cing tojin, belum habis rasa

tercengangnya itu melintas lewat, tahu-tahu tubuh Hian cing

tojin sudah melejit keudara dan menyambar batok kepalanya.

Cepat-cepat Leng gho ciajin mengerutkan tulang sambil

merendahkan badannya, sapuan pedang dari Hian cing tojin

itu persis menyapu diatas kepalanya yang membuat

rambutnya terpapas dan bergugutan keatas tanah.

Menyusul kemudian Hian cing tojin melayang turun keatas

tanah, pedangnya segera dicolokkan kemuka dengan jurus

mendorong bukit membendung samudra dan menusuk Hoa

kay hiat ditubuh Leng gho cinjin.

"Huuuh, kepandaian silat kucing kaki tiga begitu mah

belum pantas untuk dipamerkan dihadapan orang, saudara

Leng gho, sudah tiba saatnya bagimu untuk beristirahat

panjang!"

Hijau membesi selembar wajah Leng gho cinjin seusai

mendengar perkataan itu, namun mau tak mau dia harus

menangkis serangan dari Hian cing tojin tiu dengan

kekerasan.

Siapa tahu dalam serangannya barusan Hian cing tojin

hanya mengerahkan tenaga dalamnya sebesar dua bagian

saja, begitu tertangkis, pedang itupun melejit kesamping.

Tapi gara-gara untuk menangkis serangan pedang itu Leng

gho cinjin telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar

puluhan bagian, akibatnya pertahanan tubuhnya menjadi

terbuka sama sekali.

Memang disinilah letak tujuan dari Hian cing cinjin, dengan

siasatnya itu disaat pedangnya tertangkis, tidak tampak

gerakan tubuh yang digunakan, tahu-tahu saja pedangnya

sudah menusuk kembali ke dada lawan.

Leng gho cinjin segera mendengus tertahan sambil

mengeluh kesakitan, sedangkan Hian Cing tojin sudah

melompat keluar dari arena dan berseru sambil tertawa:

"Maaf, maaf....!"

Sampai Hian cing tojin sudah mengundurkan diri dari

arena, Leng gho cinjin masih tetap berdiri tegak di tempat

semula dengan sepasang mata melotot besar lagi bulat.

Mendadak pedangnya terjatuh dari cekalan, menyusul

kemudian tuabuhnya bagaikan batang pohon yang tumbang,

tahu-tahu ikut roboh terjungkal keatas tanah.

Menanti semua orang menengok kearahnya dengan

pandangan terkejut ternyata Leng gho cinjin sudah

menghembuskan napasnya yang penghabisan.

Saat itu di arena tinggal si mayat hidup Ciu Jit bwee

seorang masih tetap berdiri di situ, sementara Siau yau kay Wi

Kian sudah ditolong orang untuk memperoleh pengobatan dari

Ciong liong lo sianjin.

Suma Than yu yang menjumpal si mayat hidup Ciu Jit hwee

masih berdiri ditempat, maka diapun minta ijin kepada Hui im

tongcu lalu melompat kehadapan gembong iblis itu sambil

ujarnya:

"Mohon petunjuk dari locianpwee!"

Mayat hidup Ciu Jit bwee melirik sekejap searah Suma

Thian yu, tiba-tiba saja paras muka setan-nya yang

menyeramkan itu berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan

selapis baja, dengan suara geram bentaknya keras-keras:

"Bocah dungu yang masih bau tetek, lebih baik pulang saja

kerumah untuk minta ibumu menyusui, apa gunanya mencari

kematian ditempat ini?"

Baru saja perkataan itu selasai diutarakan, nampak si

harimau angin hitam Lim Khong telah melompat keluar dari

barisan dan memberi hormat kepada gurunya, si mayat hidup

sambil berkata:

"Suhu, untuk membunuh ayam buat apa memakai golok

penjagal kerbau? Biar Lim khong saja yang membereskan

bocah bau ini!"

Si mayat hidup Ciu Jit hwee tertawa hambar dan

mengundurkan diri dari situ.

Sepeningga1 si mayat hidup, dari barisan lawan kembali

tampil seseorang yang tak lain adalah si rasul garpu terbang

Kiong Lui.

Begitu tiba disamping Lim Khong, dia segera berseru

dengan wajah menyeringai seram:

"Orang she Suma, toaya khusus datang untuk membuat

perhitungan denganmu"

Suma Thian yu memandang sekejap kearah dua orang

lawan-nya ini, kemudian tanyanya sambil tersenyum:

"Kalian berdua hendak maju bersama, atau kah...?"

"Tentu saja maju bersama!" sahut si Rasul garpu terbang

Kiong Lui dangan licik dan hina.

Suma Thian yu tertawa panjang, dipandangnya sekejap

orang itu dengan sinar mata menghina, lalu sahutnya sambil

menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Baru pertama kali ini kujumpai manusia bermuka setebal

kalian berdua, ayoh loloskan senjata kalian untuk bertarung!"

Sedari tadi Rasul garpu terbang Kiong Lui memang sudah

mempersiapkan senjata andalan-nya, tongkat kepala harimau

ber bentuk rembulan, tampak ia membentak keras lalu

merentangkan senjatanya di tengah udara, mulutnya yang

lebar menyeringai memperlihatkan wajah yang menyeramkan,

sementara hidungnya yang besar lagi tebal bergetar tiada

hentinya.

Harimau angin hitam Lim Khong pun meloloskan sebilah

senjata yang berbentuk aneh dari pinggangnya, mereka

berdua dengan sorot mata yang tajam menggidikkan

mengawasi Suma Thian yu dengan pandangan penuh amarah.

Sesungguhnya tujuan Suma Thian yu terjun ke arena tadi

adalah untuk menghadapi si mayat hidup Ciu Jit hwee, sedang

terhadap kedua orang ini boleh dibilang tak memandang

sebelah matapun juga.

Pelan-pelan dia meloloskan pedang Kit hong kiamnya dari

punggung, lalu dia konsentrasikan diri pada ujung pedang dan

mengunakan tenaga dalamnya untuk bersiap diri.

Harimau angin hitam Lim Khong dan Rasul garpu terbang

Liong Lui saling berpandangan sekejap, tiba-tiba rasul garpu

terbang itu menggerakkan senjatanya, diiringi suara bentakan

keras, toya kepala harimaunya segera dibabatkan ke depan.

Senjata andalannya Suma Thian yu adalah pedang yang

termasuk senjata ringan, bila dia harus menangkis serangan

tongkat kepala harimau lawan dengan kekerasan, niscaya

akibatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.

Maka dengan cekatan dia melangkah kesamping untuk

menghin-darkan diri dari ancaman tersebut.

Harimau angin hitam Lim Khong jauh lebih licik dan

munafik ketimbang rekan-nya, dia sama sekali tidak

melepaskan serangannya mengarah kemuka, ditunggu sampai

kesempatan baik tiba, serangan baru dilepaskan secara

gencar.

Begitulah ketika Suma Thian yu menghindar kekanan tadi,

serta merta dia ayunkan senjatanya untuk membabat tubuh

musuh.

"Serangan bagus" jengek Suma thian yu sambil tertawa

dingin, "orang she Lim, hari ini aku tak akan membiarkan kau

hidup lebih lama"

Secepat sambaran kilat, pedang Kit hong kiamnya

ditusukkan ketubuh Lim khong, ketika serangan sampai

ditengah jalan, tiba-tiba ia memutar badan sambil berganti

gerakan, dengan membawa tenaga serangan yang kuat dan

gerakan yang cepat, dia babat wajah si rasul garpu terbang.

Taktik suara ditimur menyerang dibarat yang diterapkan

pemuda tersebut memang sangat jitu lagipula tepat, Rasul

garpu terbang dibuat gelagapan dan panik sehingga hampir

saja termakan oleh ancaman Suma Thian yu tersebut, untung

saja dia masih sempat mengegos kesamping untuk

melepaskan diri.

Siapa tahu taktik yang dipakai Suma thian yu merupakan

taktin berantai yang mengandung maksud ganda, tujuan yang

sesungguhnya dari serangan ini bukan Kiong lui melainkan

harimau angin hitam Lim khong.

Dia sengaja berpura-pura melancarkan serangan-nya

kearah Kiong lui tak lain untuk menjebak kelengahan Lim

Khong, dimana kekuatan dan sasaran yang sebenarnya tak

lain adalah Lim Khong sendiri.

Begitulah, secara tiba-tiba Suma Thian yu memutar

badannya, segenap tenaga dihimpun kedalam lengan kanan

lalu dengan jurus mengejar guntur membendung petir, dia

serang Lim Khong secara mendadak.

"Serahkan nyawsa anjingmu!" serunya sambil tertawa

panjang.

Mimpi pun si Harimau angin hitam Lim Khong tak

menyangka kalau Suma Thian yu akan menggunakan taktik

berantai untuk menjebak dirinya, melihat keadaan sudah

mendesak dan tak mungkin lagi baginya untuk menghindar,

dengan tubuh bergetar keras ia berpekik pedih:

"Mati aku!"

Suma Thian yu sangat membencinya karena peristiwa

dilembah Cing im kok tempo hari, dimana dia dipaksa sampai

tercebur ke air, maka kali inipun dia tidak ragu-ragu

melepaskan tusukan-nya keperut Lim Khong.

Pada saat itulah mendadak dari arah belakang terasa

desingan angin tajam, ternyata Rasul garpu terbang telah

menyergapnya dari belakang.

Dalam keadaan begini, andaikata Suma Thian yu

melanjutkan tusukan-nya ketubuh Lim Khong, niscaya dia

sendiripun akan terserang oleh sergapan Kiong Lui.

Disaat yang amat kritis inilah tiba-tiba melintas satu

ingatan didalam benak Suma Thian yu, tiba-tiba saja dia

mengegos kesamping sambil mengeluarkan ilmu langkah Ciok

tiong luan poh nya.

Dalam sekejap mata dia sudah menghindar dan menyelinap

kepunggung Lim Khong, telapak tangan kirinya langsung

didorong kemuka dengan kecepatan tinggi.

Waktu itu si Harimau angin hitam Lim Khong telah

memejamkan matanya sambil menunggu kematian, tiba-tiba

saja dia merasakan pandangan matanya menjadi terang,

ketika membuka matanya kembali ternyata bayangan tubuh

Suma Thian yu sudah lenyap dari pandangan.

Sebagai penggantinya dia justru melihat Kiong lui dengan

tongkat kepala harimaunya sedang menerjang tiba.

Ia menjadi terkejut sekali, dalam anggapan-nya Kiong Lui

telah berkhianat kepadanya, pagar makan tanaman dengan

mengorbankan dirinya demi keuntungan sendiri.

Sementara dia masih tertegun dan belum sempat

melakukan sesuatu gerakan untuk menghindarkan diri, tahu-

tahu dari belakang tubuhnya sudah menyambar datang

segulung kekuatan yang menghantam badan-nya sehingga

terhuyung kedepan.

Atas kejadian tersebut, tubuh si harimau angin hitam Lim

Khong pun secara otomatis terhuyung kemuka dan

menyambut datangnya serangan maut tongkat kepala

harimau dari si rasul garpu terbang Kiong lui, andaikata

serangan tersebut mengenai tubuhnya sudah dapat dipastikan

nyawanya akan melayang.

Rasul garpu terbang pun bukan manusia sembarangan,

ketika kehilangan jejak Suma thian yu dan melihat Lim khong

sedang menyongsong kedatangannya, dia menjadi sangat

terkejut, dalam keadaan demikian dengan sekuat tenaga

tongkat kepala harimaunya dimiringkan kesamping, namun

tubuh Lim khong masih tetap menerjang ke atas tubuhnya.

Untuk menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang tidak

diinginkan, Rasul garpu terbang segera mendorongkan telapak

tangannya kemuka dan menahan gerak terjangan Lim Kong

secara paksa.

Tapi pada saat itulah pedang Kit hong kiam dari Suma

Thian yu telah menembusi punggung si harimau angin hitam

itu sehingga tembus sampai kedadanya.

Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati pelan-pelan

tubuh Lim Khong roboh terjengkang ke atas tanah.

Menyaksikan kecepatan gerak dari Suma Thian yu, sadarlah

si Rasul garpu terbang Kiong Lui bahwa kepandaian silat yang

dimiliki si anak muda itu kini telah mengalami kemajuan yang

pesat dan bukan seperti dulu lagi.

Dengan perasaan gusar dan benci yang bercampur aduk, si

Rasul garpu terbang segera memutar tongkat kepala

harimaunya dan langsung dihantamkan ketubuh Suma Thian

yu.

Pada saat inilah si mayat hidup Ciu jit hwee yang semula

telah mengundurkan diri, sekali lagi terjun kedalam arena.

Melihat penampilan kembali si mayat hidup kedalam arena,

Hui im Tongcu segera sadar bahwa gembong iblis ini tentu

bertekad untuk bertarung sampai titik darah penghabisan

dengan pemuda tersebut, hatinya menjadi amat gelisah.

Mendadak.....

Dari tengah udara berkumandang datang suara pekikan

keras yang memekakkan telinga, mendengar suara itu Suma

Thian yu segera mengundurkan diri dari arena.

Tampak sesosok bayangan manusia melayang turun

kedalam arena dengan kecepatan luar biasa, ternyata

pendatang tersebut adalah Heng ci Cin jin, gurunya dua

bersaudara Thia.

Toan im siancu Thia Yong yang pertama-tama datang

menyongsong disusul pula oleh Bi hong siancu Wan Pek lan.

Dengan langkah yang pelan Heng si cin jin berjalan menuju

kehadapan Hui im Tongcu, lalu katanya sambil tertawa ramah:

"Apabila kedatangan pinto agak terlambat harap sudi

dimaafkan!"

Hui im tongcu merendah berulang kali serta

mempersilahkan Heng si cinjin untuk mengambil tempat

duduk.

Tapi sambil tertawa Heng si Cinjin segera berkata:

"Pinto sudah datang terlambat, oleh sebab itu sudah

sepantasnya bila pinto yang menghadapi babak pertarungan

ini sebagai penebus dosa"

"Kalau begitu, merepotkan toheng untuk turun tangan"

sahut Hui im tongcu Gak Say owee sambil tersenyum.

Heng si cinjin segera melangkah masuk kedalam arena.

Rasul garpu terbang Kiong Lui sadar kalau kepandaian

silatnya tak akan mampu mengungguli Suma Thian yu, tapi

lain halnya dengan bertarung melawan tosu tua tersebut,

meskipun hasilnya belum ketahuan, paling tidak ia dapat

memaksa Suma Thian yu untuk bertarung melawan si mayat

hidup Ciu Jit hwee.

Berpikir demikian, dia segera menghadang jalan pergi Heng

si cinjin, serunya:

"Kiong Lui mohon petunjuk darimu!"

"Haaah...haaah...haaah, kedatanganmu memang paling

tepat, silahkan!" jawab Heng si cinjin sambil tertawa terbahak-

bahak.

Dengan cepat Kiong Lui mengerahkan kembali tenaga

dalamnya dan mengangkat senjata tongkat kepala harimaunya

untuk melancarkan serangan, ditengah deruan angin serangan

yang sangat kuat dan bayangan tongkat yang menyelimuti

angkasa, ia langsung menerjang tubuh Heng si cinjin habis-

habisan.

Dengan tangan kosong Heng si cinjin segera

mengembangkan pula permainan silatnya untuk melayani

serangan lawan.

Dalam pada itu si mayat hidup Ciu jit hwee sudah tak sabar

lagi untuk menunggu, tiba-tiba bentaknya:

"Bocah keparat Suma, ayoh cepatan sedikit menyerahkan

nyawa anjingmu!"

Perlahan-lahan Suma Thian yu masuk kedalam arena,

sahutnya hambar:

Bertarung melawan manusia macam kau hanya akan

mengotori tangan sauya mu saja, lebih baik suruh manusia

she Siau itu yang keluar berbicara!"

"Bocah keparat" tukas mayat hidup Ciu jit hwee dingin,

"asalkan kau mampu bertarung sebanyak sepuluh jurus

melawanku, kau tak usah kuatir"

"Sepuluh jurus?" Suma Thian yu tertawa nyaring, "setan

tua, kau terlalu memandang tinggi kemampuanmu itu, jangan

lagi sepuluh jurus, seratus gebrakan pun masih sanggup sauya

layani"

Mencorong sinar buas dari balik mata mayat hidup Ciu Jit

hwee sesudah mendengar perkataan ini, dengan wajah

menyeringai seram seperti binatang buas yang siap menerkam

mangsanya, dia awasi Suma Thian yu tanpa berkedip.

Sebaliknya Suma Thian yu kembali mengejek sambil

tersenyum:

"Hey setan tua, aku dengar ilmu pukulan Hu si im tong

ciang mu merupakan kepandaian tangguh diantara kalangan

perampok, sauya mu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu

tersebut, bagaimana kalau kita beradu tiga pukulan lebih

dulu?"

Si Mayat hidup Ciu jit hwee segera mendongakkan

kepalanya dan tertawa.

"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, memang

tantanganmu paling bagus, sudah sekian lama aku hidup di

dunia ini namun baru pertama kali ini ku jumpai bocah yang

bernyali begitu besar seperti kau, bila tidak kupenuhi

harapanmu itu, kau tentu mengira aku tidak memberi muka

untuk mu, baiklah, bersiap-siaplah untuk menerima

seranganku!"

Sembari berkata dia segera bergerak mundur sejauh tujuh

delapan langkah kebelakang sehingga jarak di antara kedua

belah pihak menjadi satu kaki lebih lima depa.

Suma Thian yu bukannya mundur malah maju lebih

kedepan, jarak yang semula sudah jauh pun kini semakin

diperpendek lagi.

Mayat hidup Ciu Jit hwee segera duduk bersila diatas

tanah, membusungkan dadanya dan mendongakkan

kepalanya sambil mengawasi Suma thian yu dengan

pandangan hina.

Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini menjadi

gembira sekali, diam-diam dia ulangi lagi rahasia ilmu silat

yang dipelajari dari kitab tanpa kata lalu turut bersila pula

diatas tanah sambil menghimpun tenaga.

"Setan cilik apa yang kau ragukan lagi?" tegur mayat hidup

Ciu Jit hwee secara tiba-tiba dengan suara dingin.

Suma thian yu tertawa hambar.

"Yang ragu-ragu justru kau sendiri hey setan tua, meskipun

ilmu pukulan Hu si im tong ciang dahsyatnya luar biasa,

namun jangan harap bisa melukai sauyamu barang seujung

rambutpun"

Begitu ucapan mana diutarakan ke luar, semua hadirin

sama-sama terperanjat, sorot mata setiap orangpun sama-

sama dialihkan ke wajah Suma Thian yu.

Bi hong siancu Wan Pek lan dengan mata berkaca-kaca

mengawasi pula wajah kekasihnya dengan perasaan kuatir,

panik dan penuh perhatian.

Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san berpaling pula

kearah Put gho Cu dan bertanya lirih:

"Amankah anak Yu? Kami kuatir bocah ini hanya menuruti

emosi sehingga tidak mikirkan keselamatan sendiri"

Put gho cu menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Dengan tenaga dalam yang pinto miliki pun masih belum

mampu untuk menandingi Ciu Jit hwee, tentu saja anak Yu

pun tak akan mampu"

"Bagaimana kalau kita panggil saja agar dia mundur?"

tanya Tay gi siu Khong Sian dengan perasaan kuatir.

Tiba-tiba terdengar Ciong liong lo sian jin berkata sambil

tertawa terbahak-bahak.

"Haaah...haaah...haaah... kalian bertiga terlalu

menguatirkan keselamatan anak Yu, andaikata ia tak yakin

bisa mengatasi musuhnya, tak mungkin bocah itu berbuat

demikian, kalian toh tahu anak Yu tak pernah melakukan

perbuatan yang menyerempet bahaya"

Perkataan dari Ciong liong lo sianjin hanya dapat

menenangkan perasaan para jago untuk sementara waktu,

namun tak dapat menghilangkan perhatian mereka terhadap

keselamatan si anak muda tersebut.

Pada saat itu, kedua orang yang duduk saling berhadapan

itu sudah saling menghimpun tenaga dalamnya.

Tiba-tiba terdengar si Mayat hidup Ciu jit hwee membentak

keras dengan suara yang menggeledek:

"Lihat pukulan!"

Sekilas cahaya biru segera menyelimuti angkasa disertai

angin yang menderu-deru dengan kencangnya, diringi pula

suara desingan angin tajam segera menyambar ketubuh Suma

Thian yu.

Tanpa sadar semua jago mengalihkan sorot matanya ke

wajah Suma thian yu, tampak si anak muda itu meluruskan

sepasang telapak tangan-nya ke depan dengan mata tangan

menghadap keluar, sepasang matanya melotot tajam kearah

sepasang tangan-nya, tidak terdengar suara bentakan, tidak

jelas pula kemana larinya angin serangan yang dilepaskan.

Mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekikkan

telinga berkumandang ditengah arena.

"Blaaamm!"

Dengan pandangan terkejut dan tertegun semua orang

mengalihkan pandangan-nya ke arena.

Suma Thian yu sama sekali tak bergerak dari posisi semula,

hanya permukaan tanah dimana ia duduki telah amblas

sedalam tiga inci lebih.

Sebaliknya si mayat hidup Ciu Jit hwee masih tetap seperti

keadaan semula, sama sekali tak berkutik dari posisinya.

Hui im Tongcu Gak Say hwee yang menyaksikan kejadian

tersebut menjadi amat gelisah, cepat-cepat dia bertanya

kepada Ciong liong lo siang jin:

"Suhu, anak Yu...."

"Tidak usah kuatir, dia tak akan menderita kalah!"

"Tapi dia sudah...!"

"Kau tak akan mengerti, tak usah banyak bertanya lagi"

Hui tongcu segera berpaling kembali ke arena, tiba-tiba

saja ia mendengar si Mayat hitam Ciu Jit hwee telah

membentak lagi dengan penuh kegusaran:

"Setan cilik, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!"

Angin serangan yang menyambar kedepan kali ini jauh

lebih kencang dan dahsyat, cahaya biru yang menyelimuti

angkasa pun, semakin tebal menggulung datang bagaikan

awan hitam sebelum badai menjelang, dengan hebat dan

dahsyatnya menggulung keseluruh badan Suma Thian yu.

Senyuman dingin yang tipis dan hambar segera

tersungging di ujung bibir Suma Thian yu, sekali lagi sepasang

telapak tangan-nya di lontarkan kedepan, tidak terdengar

suara tiada pula sesuatu gerakan, semua orang menyaksikan

udara menjadi cerah secara tiba-tiba dan tak kelihatan suatu

gejala yang aneh pun.

Tiba-tiba...

"Blaamm...! Blaammm...!"

Secara beruntun terdengar lagi suara dentuman keras yang

bergema secara beruntun.

Angin puyuh segera menderu-deru, awan gelap

menyelimuti seluruh angkasa dan suasana menjadi amat kalut.

Dalam waktu singkat bayangan tubuh kedua orang itu

sudah terkurung oleh deruan angin yang memekikkan telinga

itu.

Beberapa orang yang hadir didalam arena hanya

menangkap sekali suara dengusan kecil yang tertahan.

Dengan perasaan kuatir Hui im tongcu dan Bi hong siansu

segera berseru tertahan:

Bagaimana ini? Bagaimana ini?"

Diam-diam Ciong liong lo sianjin sendiri pun merasa gelisah

sebab ditinjau dari suara dengusan tadi, mirip sekali dengan

suara dari Suma Thian yu, hal ini membuat rasa percayanya

pada diri sendiri menjadi goyah.

Lambat lain pasir yang beterbanganpun mulai mereda,

awan hitam mulai buyar dan keadaan dalam arena menjadi

cerah kembali, apa yang kemudian terlihat membuat para jago

berseru kaget.

Ternyata kedua orang yang sedang bertarung itu tetap

duduk kaku seperti patung, sama sekali tak bergerak barang

sedikitpun jua, keadaan mereka tidak ubahnya seperti para

hwesio yang sedang bersemedi.

Tak lama kemudian Suma Thian yu menggerakkan

badannya dan bangkit berdiri, lalu tanpa mengucapkan

sepatah katapun kembali kerombongan-nya.

Bi hong siancu Wan Pek lan yang menjumpai kekasihnya

masih hidup menjadi amat gembira, cepat-cepat dia maju

kemuka menyambut kedatangannya.

Sementara itu para jago masih mengawasi si mayat hidup

Ciu Jit hwee tanpa berkedip, mereka yang berpihak kepadanya

berharap agar gembong iblis itu bangkit kembali, tetapi yang

membencinya berharap agar ia tak pernah bisa bangkit

kembali.

Namun akhirnya si mayat hidup bergerak, namun ia bukan

bangkit berdiri melainkan pelan-pelan roboh terjungkal keatas

tanah dan tak berkutik lagi.

Buih putih meleleh keluar dari ujung bibirnya dan buih itu

sudah bercampur darah, wajahnya menjadi hijau membesi lalu

putuslah nyawa iblis tersebut.

Akhirnya si gembong iblis yang menjuluki diri sebagai

mayat hidup itu tergeletak di atas tanah dan tak pernah

berkutik lagi, ia benar-benar menjadi sesosok mayat.

Kejadian ini kontan saja disambut dengan tepuk sorak yang

gegap gempita dari pihak para pendakar.

Bukti menunjukkan bahwa ilmu silat dari kitab tanpa kata

mampu mengatasi keganasan Hu si im hong ciang yang amat

beracun dan kini Suma Thian yu telah menjadi seorang

pahlawan.

Tiba-tiba terdengar kembali suara pekikan nyaring bergema

memecahkan keheningan.

Heng si cinjin dan Rasul rasul garpu terbang yang semula

masih bertarung sengit, kini sudah lenyap entah pergi

kemana.

Namun tiada orang yang menaruh perhatian akan kejadian

ini sebab perhatian semua orang telah ditujukan keatas wajah

Sip hiat jin mo atau iblis manusia penghisap darah ini.

Hui im tongcu sebagai pemimpin rombongan akhirnya juga

turun tangan, Put gho cu dan Tam Pak cu bermaksud

menghalangi tapi segera dicegah oleh Ciong Hong lo sianjin.

Hui im tongcu merupakan nama yang asing bagi umat

persilatan, kecuali para pendekar bahkan Kun lun indah

sendiripun tak tahu tentang orang tersebut, tentu saja rasul

garpu terbang tahu dengan jelas, hanya sayang dia tak

sempat memperkenalkan-nya kepada si iblis penghisap darah.

Ketika iblis manusia penghisap darah Pi Ciang hay melihat

seorang perempuan yang terjun menghadapinya, dia menjadi

mendongkol, timbul niat jahatnya untuk menghabisi nyawa

perempuan ini.

Siapa tahu Hui im tongcu yang tiba dihadapan Manusia iblis

penghisap darah itu segera menjura dengan, hormat sambil

menegur:

"Empek Pi, mungkin kau sudah melupakan Say bwee?"

Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertegun dan

mengawasi wajah Gak Say bwee tanpa mengucapkan sepatah

katapun, dia merasa bingung karena perempuan asing ini

menyebut empek kepadanya.

Hui im tongcu Gak Say bwee kembali berkata sambil

tertawa manis:

"Tentu saja kau tak akan teringat kepada Say bwee, tapi

kau pasti kenal dengan mendiang suamiku!"

"Siapa yang kau maksud?"

"Gak Cing thian!" Gak Say bwee segera menyebut nama

suaminya.

Paras muka manusia iblis penghisap darah segera berubah

hebat sesudah mendengar nama itu, tanpa terasa dia berseru:

"Kau...kau adalah... aku benar-benar hampir tak percaya"

"Yaa, empek Pi pasti masih ingat bahwa kau pernah

membopong seorang bayi perempuan loloskan diri dari

cengkeraman maut"

"Tentu masih ingat, peristiwa ini berlangsung empat puluh

tahun berselang, aaai waktu berlalu amat cepat, aku sudah

melupakan diriku sendiri apalagi orang lain?"

Setelah menghela napas panjang dengan perasaan pedih,

kembali dia berkata:

"Yaa, aku masih ingat waktu itu kau berusia tiga tahun,

kemudian sewaktu kita bersuara kembali, waktu itu kau sudah

kawin dengan Cing thian..!"

Hui im tongcu Gak Say bwee mengangguk berulang kali,

dia gembira karena pertarungan ini berhasil dihindari dan

pertumpahan darah yang tak perlupun bisa dilewati.

Dengan keputusan si Manusia iblis penghisap darah untuk

melepaskan babak pertarungan ini maka Kun lun indah Siau

Wi goan menjadi kelabakan setengah mati dan benar-benar

mati kutunya apalagi setelah mengetahui bahwa korban

dipihak dia amat besar, tiba-tiba saja timbul niatnya untuk

melarikan diri.

Secara diam-diam ia menarik ujung baju istrinya sambil

berbisik lirih:

"Adik Eng, kalau tidak angkat kaki sekarang juga, kita bakal

kehilangan nyawa di sini"

"Aku tak akan pergi dari sini!" tukas Hu yong tertawa Chin

Lan eng sambil tertawa dingin, "paling tidak aku harus

membunuh seseorang lebih dahulu sebelum dapat

melampiaskan rasa dendamku!"

"Adik Eng....kau...."

"Kau tak usah turut campur, kau suami bedebah, kalau

ingin kabur silahkan kabur lebih dulu, tapi aku perlu

memberitahukan kepadamu, lebih baik kau tak usah bermimpi

disiang hari bolong, dalam keadaan demikian kau hanya bisa

menyelamatkan diri bila mau beradu jiwa...."

Selesai berkata dia meloloskan pedangnya dan terjun

kearena, umpatnya kepada para jago:

"Kalau ada nyali ayoh segera terjun ke arena, dengan

mengandalkan pedangku ini Chin Lan eng siap membantai

kalian manuia manusia bedebah dari golongan lurus!"

Tay hoa kitsun Chin Leng hui merasa sangat sedih melihat

perbuatan putrinya itu, namun dia tak ingin menyaksikan putri

kandungnya itu tewas ditangan orang lain, maka timbul

tekadnya untuk membereskan sendiri nyawa putrinya yang

sesat itu.

Tanpa merundingkan persoalan ini dengan para jago lagi,

ia segera terjun ke arena.

Namun sebelum dia sempat bertindak, Chin siau sudah

melompat kehadapan Chin lan eng lebih dulu sambil

membentak marah:

"Sauya akan menuntut balas hutang berdarahmu itu!"

"Hutang berdarah? Hmm hutang darah apa?"

"Hutang darah dari keenam anggota keluarga Chin!"

"Apa urusannya dengan lonio? Kan perbuatan itu

merupakan hasil karya dari bocah keparat Suma?"

"Perempuan bedebah, kau masih ingin memfitnah orang?"

umpat Chin Siau sangat gusar, "apakah kau masih juga

melakukan perbuatan terkutuk ini menjelang kematianmu?"

"Setan cilik, kau tak usah banyak bicara, lihat pedang!"

Dengan jurus bangau putih pentang sayap, pedangnya

ditusukkan kajalan darah Thian loh hiat ditubuh Chin Siau

secara tiba-tiba.

Chin Siau membentak keras, pedangnya dengan jurus walet

sakti membalik awan, menyelinap ke samping sambil

menangkis tusukan itu, kemudian dengan jurus naga muncul

diempat samudra, dia melancarkan serangan balasan.

Sementara melancarkan serangkaian serangan yang gencar

tadi, diam-diam Chin lan eng telah merogoh kedalam sakunya

dan mengeluarkan dua batang panah beracun.

Waktu itu berhubung Chin Siau sedang memejamkan

matanya sambil berkonsentrasi mengeluarkan ilmu pedang

butanya, sudah barang tentu ia tidak sempat memperhatikan

semua gerak-geriknya itu.

Chin Lan eng sendiripun merupakan seorang jago pedang

kenamaan, dia mempunyai kesempurnaan yang luar biasa

dalam ilmu pedang terutama aliran Bu tong pay, karenanya

pertarungannya melawan Chin Siau jadi seimbang dan untuk

sesaat sukar untuk menentukan siapa yang lebih unggul

diantaranya.

Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat seru itu,

mendadak terdengar Tay hoa kitsu berteriak keras:

"Hati-hati siauhiap dengan senjata rahasia!"

Dengan perasaan terkejut para jago berpaling kearena,

ternyata entah sejak kapan Hu yong senyum Chin Lan eng

telah menyambit ke dua batang panah beracun-nya itu.

Chin Siau amat terkesiap, cepat-cepat pedangnya diputar

menciptakan selapis bunga pedang yang melindungi seluruh

tubuhnya, lalu dengan cekatan mundur kebelakang.

"Traanng! traaang!"

Terdengar dua kali dentingan nyaring bergema

memecahkan keheningan, kedua batang panah beracun itu

sudah tertangkis semua, lalu nampak Chin Siau berpekik

nyaring dan secepat kilat menerobos masuk kebalik lapisan

pedang dari Chin Lan eng sambil membentak keras:

"Perempuan bedebah, serahkan nyawamu!"

Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang

memecahkan keheningan, suara itu berasal dari mulut Chin

Lan eng dan bergema hingga menembusi angkasa.

Ketika semua jago mengalihkan kembali perhatian-nya,

tampak Chin Siau telah bermandi darah, sedangkan Chin Lan

eng berdiri sambil menggunakan pedangnya untuk menopang

badan, sepasang matanya melotot besar dan penuh

penderitaan, dia mengawasi Chin siau tanpa berkedip,

sementara darah bercucuran keluar dari dadanya.

Lambat laun sinar mata yang melototi Chin Siau itu

semakin memudar dan sayu, meski begitu dia masih mencoba

untuk mempertahankan diri, sorot matanya dengan liar

berkeliaran mengawasi sekitar arena seakan-akan tak rela

mati sendirian sebelum suaminya ikut tewas pula.

"Blaamm...!" akhirnya robohlah iblis perempuan ini ketanah

dan tak bangun lagi untuk selamanya.

Tay hoa kitsu segera menutup mukanya dengan kedua

belah tangan-nya, dia tak tega menyaksikan perstiwa tersebut.

Hatinya benar-benar hancur lebur.

Dengan mata kepala sendiri ia saksikan putrinya lahir, dan

sekarang diapun menyaksikan dengan mata kepala sendiri dia

tewas, biarpun selama ini dia membenci perbuatan serta

tingkah laku putrinya, bagaimanapun juga dia adalah tetap

putri kandungnya, siapa yang tak merasa sedih?

Setelah Siau hu yong Chin Lan eng tewas secara

mengerikan maka sorot mata semua orang pun dialihkan

kewajah Kun lun indah Siau Wi goan.

Ternyata gembong iblis ini masih tetap duduk dengan

tenang ditempat semula, bergerak sedikitpun tidak.

Sekali lagi Suma Thian yu tampil kedepan arena sambil

membentak keras:

"Siau tayhiap, apakah kau hanya bersembunyi terus macam

cucu kura kura?"

Walaupun ia sudah berteriak berulang kali namun tak

terdengar suara jawaban sekejap pun.

Sementara semua orang merasa keheranan, pada saat

itulah terdengar seorang berkata dengan lantang:

"Anak Yu, dia telah tewas bunuh diri, Omintohud..."

"Apa?" Suma Thian yu berseru tertahan.

Ketika mengetahui orang itu adalah Heng si Cinjin, kembali

dia berseru:

"Locianpwe, mana si rasul garpu terbang?"

"Ia sedang tidur, paling cepat besok baru bangun, tapi

selama hidupnya jangan harap dia mampu memegang

tongkatnya lagi!"

"Kenapa? Apakah ilmu silatnya sudah punah?" tanya Suma

thian yu keheranan.

Sambil bertanya ia berpaling kearah Manusia iblis

penghisap darah, sebab Kiong lui adalah muridnya, kejadian

ini tentu akan menyebabkan Manusia iblis penghisap darah

mendendam kepada Heng si cinjin, bahkan bisa menjadi

timbul pertarungan yang seru dan mati-matian antara

mereka berdua.

Siapa tahu Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak

menjadi gusar karena kejadian ini, malahan sambil tertawa

terbahak-bahak katanya:

"Haha ha ha ha....kalau sudah di punahkan ilmu silatnya

malah kebetulan bagiku, sebab aku sendiripun memang

bermaksud akan memunahkan kepandaian silat yang

dimilikinya, dia berbakat jelek dan berotak bebal, kemajuan

yang diperolehnya sangat lamban seperti jalan-nya siput, tak

mungkin manusia semacam dia bisa berhasil dengan baik,

malahan jadi rakyat biasa lebih baik baginya"

Siapapun tak akan menyangka kalau seorang gembong iblis

macam Manusia iblis Penghisap darah dapat mengucapkan

perkataan seperti ini, opo tumon?

Dengan tewasnya beberapa iblis itu, maka ancaman

terhadap kedamaian dunia pun berakhir...

Untuk sementara waktu suasana dalam dunia persilatan

menjadi tenang kembali.

Menyaksikan mayat-mayat yang bergelimpangan diatas

tanah serta darah segar berceceran bagaikan anak sungai,

para jago sama-sama menghela napas sedih.

Mereka sama-sama sebagai manusia, mengapa ada satu

golongan yang berbuat sesat, serta suka melakukan kejahatan

sehingga harus berakhir secara demikian tragis?

Bila tak ingin mengalami nasib seperti ini mengapa pula

mereka melakukan perbuatan terkutuk semacam itu?

Para jago bersama-sama berdiri serius di depan lapangan

itu sambil berdoa bagi ketenangan arwah para gembong iblis

tersebut, sekalipun orang-orang itu pernah menjadi musuh

mereka, namun setelah mati berarti semua dosa dan

kesalahan merekapun berakhir.

Dan sampai disini pula kisah "KITAB PUSAKA" ini, sampai

berjumpa kembali dalam kisah lain.

TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil Kitab Pusaka 4 dan anda bisa menemukan artikel Cersil Kitab Pusaka 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-kitab-pusaka-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil Kitab Pusaka 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil Kitab Pusaka 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil Kitab Pusaka 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-kitab-pusaka-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...