Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

Ti Then dengan kencang mengikuti dari belakangnya, kedua

orang itu hanya di dalam sekejap mata sudah sampai di samping

tebing di belakang kuil itu, tetapi tempat itu gelap gulita sedikit pun

tidak tampak bayangan tubuh dari Wi Lian in itu.

Kedua orang itu semakin mendekat lagi ke pinggiran tebing,

ketika menengok ke bawah tempat itu hanya terlihat kegelapan

yang membuta saja, sedikit pun tidak terlihat lagi pemandangan

sedikit pun.

Huang Puh Kian Pek menghembuskan napas panjang, agaknya

hatinya merasa sangat tidak tenang, ujarnya kemudian:

“Ti Kiauwtauw, coba kamu lihat mungkin tidak dia ambil

keputusan pendek?”

Ti Then menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian

barulah sahutnya dengan perlahan:

“Boanpwe tidak berani memastikan, tetapi jika dilihat sikapnya

yang periang ketika datang berlatih silat dilapangan silat tadi pagi

tidak mungkin dia bisa mengambil keputusan pendek”

“Baru saja kemarin dia bentrok dengan Hong eng, bagaimana ini

hari bisa gembira? Tidak mungkin bisa demikian cepatnya”

“Dia masih bilang kalau hatinya merasa sangat gembira karena

belum sampai dijodohkan dengan Mong Ling-heng”

Sinar mata Huang Puh Kian Pek berkelebat tak henti-hentinya,

ujarnya dengan berat:

“Aku lihat lebih baik kita melihat ke bawah, mari kita turun”

sehabis bicara tanpa menanti jawaban lagi dia mencari jalan untuk

menuruni tebing tersebut.

Tebing di belakang kuil ini merupakan sebuah tebing yang sangat

curam sekali, kedua orang itu dengan mengikuti jalan kecil di

sampingnya berjalan turun ke bawah, kurang lebih sesudah

memakan waktu sepertanak nasi lamanya barulah sampai didasar

tebing tersebut.

Batu-batu cadas yang besar dan runcing berserakan didasar

tebing tersebut bahkan saking banyaknya hingga seperti sebuah

hutan, untuk mencari sesosok mayat didasar tebing tersebut

agakknya harus membutuhkan waktu yang sangat lama sekali.

Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak memecahkan kesunyian:

“Kamu cari ke sebelah sana, biar lohu cari di sebelah sini, cepat!”

Dengan demikian mereka berdua berpisah untuk masing-masing

mencari diarah yang berlawanan, tetapi walau pun sudah

mengelilingi sekitar tempat itu hingga ketempat semula tetap saja

mereka tidak menemukan mayat dari Wi Lian In.

Akhirnya Huang Puh Kian Pek hanya bisa menghembuskan napas

panjang, ujarnya: “Heeeii..membuat lohu benar-benar kuatir, budak

itu mungkin sudah pergi ke puncak selaksa Buddha”

“Apa, nona pergi ke

mendadak.

puncak selaksa Buddha?” tanya Ti Then

“Jika hatinya tidak senang baru pergi ke sana, ada satu kali

hanya karena urusan yang sangat kecil dia bentrok dengan Hong

Mong Ling, akhirnya seorang diri dia lari ke atas puncak selaksa

Buddha, duduk hingga pagi membuat orang-orang yang mencari

cape setengah mati”

“Kalau memang begitu mari kita pergi ke puncak selaksa Buddha

untuk melihat-lihat”

“Baik” sahut Huang Puh Kian Pek sambil mengangguk, “Untuk

menuju ke

puncak selaksa Buddha ada dua jalan, kau

menggunakan jalan sebelah selatan biarlah lohu menggunakan jalan

sebelah timur, kita bertemu di atas”

Kedua orang itu sekali lagi menaiki tebing tersebut dan berpisah

untuk masing-masing dari arah selatan dan timur menuju ke

puncak selaksa Buddha.

Ti Then yang tidak paham akan jalan di sana terpaksa melakukan

perjalanan sangat perlahan sekali, baru saja dia tiba dilereng

puncak mendadak dari sebelah kiri berkumandang datang suara

bentrokan senyata yang sangat ramai sekali.

Ehmmm...ditengah malam buta pada pegunungan yang demikian

sunyi siapa yang sedang bertempur?

Dalam ingatannya segera terpikirkan kalau salah satu diantara

mereka tentu adalah Wi Lian In, dia tidak berani berlaku ayal lagi

dengan cepat tubuhnya berkelebat menuju ke sana.

Sesudah melewati hutan itu dan berjalan setengah li jauhnya

sampailah disebuah tebing curam, hanya saja suara bentrokan

senyata itu berasal dari bawah tebing tersebut.

Dengan diam-diam dia mendekati jalanan di samping tebing itu

dan menengok ke bawah, terlihatlah kurang lebih lima kaki di bawah

tebing tersebut terdapat sebuah batu cadas yang sangat lebar

dengan lebar kurang lebih tiga kaki dan panjangnya tujuh kaki,

sedang dua orang yang sedang bertempur itu tidak lain adalah Wi

Lian In serta Hong Mong Ling adanya.

Kiranya Hong Mong Ling belum meninggalkan daerah gunung

Go-bi ini.

Hal ini sama sekali diluar dugaan Ti Then, pikirnya: “Urusan ini

sungguh aneh sekali, bangsat cilik tersebut ternyata masih berani

berdiam didaerah sekitar gunung Go-bi ini, apa mungkin dia masih

tidak mau menyerah begitu saja dan mengajak Wi Lian In untuk

bertemu di tempat ini?’

Kelihatannya pertempuran antara Wi Lian In serta Hong Mong

Ling itu sudah berjalan sangat lama sekali, sedang diantara mereka

berdua pun kelihatan sudah mulai merasa lelah hanya saja keadaan

dari Wi Lian In jauh lebih celaka, jurus-jurus serangannya hanya

dilancarkan untuk melindungi dirinya sendiri saja sedang tenaganya

kelihatan dengan jelas sudah dikuras habis, sebaliknya Hong Mong

Ling setindak demi setindak mulai mendesak mendekati tubuhnya.

Diluar tebing tersebut gelap gulita tidak terlihat apa pun juga.

Tidak terasa Ti Then menghembuskan napas dingin, pikirnya:

“Hemm..apa mungkin dia ingin membunuh Wi Lian In?”

Baru saja dia berpikir sampai di sana, mendadak terlihatlah

pedang dari Wi Lian In berhasil dipukul terpental ketengah udara

dan melayang jatuh kedasar jurang.

Tidak terasa lagi air muka Wi Lian In berubah dengan sangat

hebatnya, tanpa terasa lagi dia mundur satu langkah ke belakang.

Asalkan dia mundur lagi satu langkah maka tubuhnya akan

terjatuh ke dalam jurang dan tubuhnya akan hancur lebur terkena

batu-batu cadas yang tajam dan menongol ke atas.

Dengan meminyam kesempatan ini Hong Mong Ling

menempelkan ujung pedangnya ke depan dadanya, ujarnya dengan

keras: “Jangan bergerak!”

“Ayoh tusuk..ayoh cepat tusuk” ujar Wi Lian In sambil tertawa

sedih.

Sekali pun saat itu Hong Mong Ling mendapatkan kemenangan

tetapi kelihatan sekali hatinya merasa tidak puas, dengan sedih

ujarnya:

“In moay, kau..kau sungguh-sungguh tak mengingat kecintaan

kita pada masa yang lalu? Kamu tahu aku masih sangat cinta

padamu, asalkan kamu..”

“Tutup mulut!” bentak Wi Lian In sambil melototkan matanya

lebar-lebar, “Sekarang masih ada perkataan apa lagi yang hendak

kau ucapkan?”

Air muka Hong Mong Ling kelihatan sedikit bergerak, kemudian

barulah ujarnya lagi:

“Aku sudah bilang berpuluh-puluh kali padamu aku sama sekali

tidak cinta itu pelacur Liuw Su Cen, kejadian yang sudah terjadi itu

hanya suatu permainan belaka. Asalkan kamu mau memaafkan

diriku maka aku sanggup membawa batok kepala Liuw Su Cen

untuk kau lihat..”

Wi Lian In menjadi semakin gusar, bentaknya dengan keras:

“Tutup bacotmu. Liuw Su Cen sudah berbuat salah apa terhadap

dirimu? Buat apa aku butuhkan batok kepalanya?”

“Kalau begitu kamu minta aku berbuat apa?” tanya Hong Mong

Ling sambil menghela napas panjang.

“Aku minta kau menggelinding dari sini, aku minta kau

menggelinding jauh-jauh dari hadapanku..cepat pergi!”

Mendengar bentakan itu air muka Hong Mong Ling berubah

semakin hebat, sambil tertawa dingin ujarnya:

“Aku tahu kenapa kamu demikian bencinya terhadap aku.

Hemmm..hemm..jika bukannya datang seorang yang bernama Ti

Then kamu juga tidak mungkin bisa bersikap demikian terhadap

diriku”

Wi Lian In menjadi melengak, tidak disangka olehnya dia bisa

berbicara begini, tetapi sebentar kemudian sudah menjadi gusar

lagi, bentaknya:

“Kamu bilang apa?”

Pada air muka Hong Mong Ling terlihatlah perasaan dengki dan

bencinya, ujarnya dengan gemas:

“Kamu melihat kepandaian silat dari Ti Then jauh lebih tinggi dari

kepandaianku maka hatimu segera berubah dan ingin dijodohkan

dengan dia bukan begitu? Hemmmm..”

Saking jengkelnya air muka Wi Lian In segera berubah menjadi

pucat pasi, teriaknya berkali-kali:

“Tidak salah, tidak salah ! tidak salah, Ti Then memang berwajah

jauh lebih tampan dari kamu, kepandaian silatnya pun jauh lebih

tinggi dari dirimu maka aku ingin dikawinkan dengan dirinya, kamu

mau berbuat apa?”

“Hemm..hemmm..bagus sekali, bagus sekali” ujar Hong Mong

Ling sambil tertawa dingin tak henti-hentinya, “Bagus sekali.

Manusia budiman harus dijodohkan dengan perempuan cantik, aku

bisa mengabulkan keinginanmu ini hanya saja..hemm..hemmm...”

Berbicara sampai di sini pedang yang ditempelkan pada

jantungnya ditekan lebih dalam lagi sedang wajahnya sambil

meringis seram memandangi tajam wajahnya.

Dalam hati Wi Lian In mengira kalau dia sudah bangkit napsu

untuk bunuh dirinya tidak terasa dia menjerit kaget sedang

tubuhnya membungkuk ke belakang.

Hong Mong Ling memangnya menginginkan dia berbuat

demikian, tubuhnya dengan cepat maju ke depan sedang dua jari

tangan kirinya dengan cepat menotok jalan darah kaku ditubuhnya.

Wi Lian In tidak sempat menghindarkan diri lagi, dengan

mengeluarkan suara dengusan perlahan tubuhnya rubuh ke atas

tanah.

Tangan kiri Hong Mong Ling sesudah menotok jalan darah

kakunya segera tangannya meraba kearah dadanya, dengan air

muka penuh napsu birahi ujarnya:

“Hemmm..he he he...sesudah aku rusak perawanmu kamu orang

boleh kawin dengan Ti Then”

Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat sekali, makinya:

“Binatang. Kamu manusia gila..binatang!”

“Ayoh teriak...ayoh teriak yang keras!” seru Hong Mong Ling

sambil tertawa dingin, “Ditempat seperti ini sekali pun kamu

berteriak hingga tenggorokanmu pecah juga tidak aka nada orang

yang dengar teriakanmu ini”

oooOOOooo

Bab 11

Sehabis berkata dia menarik tubuhnya ke bawah tebing tersebut.

Kiranya di bawah tebing itu terdapatlah sebuah gua yang cukup

lebar.

Ti Then yang takut dia melukai tubuh Wi Lian In sampai saat itu

masih tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga, tetapi

begitu melihat dia membawa tubuh Wi Lian In ke dalam gua untuk

diperkosa tidak tertahan lagi dia meloncat turun dengan cepatnya

kearah depan gua tersebut.

Dengan cepat tubuhnya berhasil melayang turun di depan gua itu

tanpa mengeluarkan suara sedikit pun juga.

Saat itu Hong Mong Ling baru saja meletakkan tubuh Wi Lian In

ke atas tanah, mendadak terdengar diluar gua berkumandang suara

berkelebatnya pakaian yang tersambar angin, tidak terasa hatinya

tergetar sangat keras sekali, sambil melintangkan pedangnya di

depan dadanya teriaknya:

“Siapa?”

Ti Then yang berada diluar gua dengan cepat menutup seluruh

pernapasannya dan berdiri tanpa bergerak sedikit pun juga.

Hong Mong Ling sesudah memusatkan seluruh perhatiannya

mendengar beberapa saat lamanya tetapi tetap tidak mendengar

gerakan apa pun, hatinya malah diam-diam curiga, dia merasa

mungkin dirinya sudah salah mendengar tetapi juga tak berani

berlaku gegabah, terpaksa dengan menempelkan tubuhnya pada

dinding gua, setindak demi setindak dia berjalan keluar dari gua

untuk memeriksa.

Baru saja dia berjalan tiga langkah dari depan gua, mendadak

dengan cepat dia menghentikan langkahnya, sesudah berpikir

sebentar dengan perlahan-lahan buntalannya dilepas dan dilempar

keluar gua. Inilah yang disebut sebagai “melempar batu menanya

jalan.”

Tetapi sejak semula Ti Then sudah mendengar suara

dilepaskannya buntalan, karena itulah begitu buntalannya dilempar

ke depan dia tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga.

Hong Mong Ling yang melihat dari luar gua tidak mendapatkan

sambutan apa pun hatinya menjadi semakin lega, dengan cepat

tubuhnya berkelebat keluar dari dalam goa.

Begitu tubuhnya berkelebat dengan cepat Ti Then mengulur

tangannya mencekal urat nadi dari tangan kanannya.

Hong Mong Ling menjadi sangat terkejut, baru saja siap

melepaskan dirinya dari cengkeraman itu mendadak terasa olehnya

tubuhnya sudah kaku tanpa bertenaga, tidak terasa ujarnya dengan

gemetar:

“Kau? Kamu...kamu....”

Ti Then tersenyum manis, ujarnya : “Tidak salah, memang aku

yang sudah datang. Mong Ling heng, kenapa kamu berbuat

demikian tidak sopannya terhadap nona Wi?”

Wi Lian In yang menggeletak di dalam goa begitu mendengar

suara Ti Then tidak tertahan lagi menjadi sangat girang, teriaknya:

“Ti Kiauwtauw, bunuh saja dia, bunuh binatang terkutuk itu!”

Air muka Hong Mong Ling yang sudah pucat pasi semakin

memutih lagi, ujarnya sambil tertawa sedih.

“Tidak salah, Ti Kiauwtauw cepat bunuh aku saja daripada

meninggalkan bencana di kemudian hari”

Ti Then hanya tertawa dingin saja tanpa mengucapkan sepatah

kata pun, sedang dalam hati pikirnya, “Walau pun bangsat cilik ini

bukan manusia baik tetapi bagaimana pun juga aku sudah merusak

perjodohan mereka, bagaimana aku bisa bunuh dia lagi?”

Pikiran ini dengan cepat berkelebat di dalam benaknya dengan

cepat dia memukul jatuh pedang panjang ditangannya, kemudian

mendorong tubuhnya keluar, ujarnya sambil tertawa:

“Pergilah! Asalkan sejak hari ini bisa menyesali dosa-dosa yang

sudah diperbuat mungkin suhumu masih mau mengam puni dosa-

dosamu itu”

Hong Mong Ling yang di dalam anggapannya tentu akan binasa

merasa jauh berada diluar dugaannya Ti Then mau melepaskan

dirinya, sesudah melengak beberapa waktu lamanya barulah dia

mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan

melongo dia memandang wajah Ti Then dengan sangat tajam

kemudian memungut kembali buntalannya dan meloncat pergi dari

tempat itu.

Sesudah itulah Ti Then baru masuk ke dalam gua, tanyanya :

“Nona Wi, kamu tidak terluka bukan?”

Air mata Wi Lian In dengan derasnya mengucur keluar

membasahi pipinya, ujarnya dengan nada setengah penasaran.

“Kenapa kamu tidak bunuh dia?”

“Cayhe tidak punya alas an untuk bunuh dirinya”

“Tetapi kamu juga tidak seharusnya melepaskan dia pergi”

“Heii..” ujar Ti Then sambil menghela napas panjang, “Dari cinta

memang bisa timbul perasaan benci, orang macam ini sering

terdapat di dalam dunia, cayhe rasa orang itu harus dikasihani”

“Tetapi dia menotok jalan darahku dan mau memperkosa diriku”

ujar Wi Lian In sambil melelehkan air matanya.

“Biarlah cayhe yang membebaskan jalan darah nona”

“Kamu tidak membebaskan totokan jalan darahku lalu menyuruh

siapa yang membebaskan diriku?”

Ti Then hanya tersenyum saja, tangannya dengan cepat

bergerak membebaskan totokan jalan darah kaku dari tubuh Wil

Lian In.

Begitu jalan darahnya terbebas dengan cepat Wi Lian In

meloncat bangun, tanyanya dengan cepat.

“Dia lari kearah mana?”

“Tidak perduli dia lari kearah mana pun kamu tidak akan sanggup

untuk mengejarnya lagi”

Dengan melototkan matanya Wi Lian In memandang wajah Ti

Then, kemudian sambil mencibirkan bibirnya ujarnya lagi:

“Agaknya kamu merasa simpatik terhadap dirinya, apa artinya

ini?”

“Dalam hati cayhe merasa kesemuanya ini dikarenakan kesalahan

cayhe kepada menolong dia pulang ke dalam Benteng, kalau tidak,

tidak akan terjadi keretakan seperti ini”

Wi Lian In menjadi gemas, sambil mendepakkan kakinya ke atas

tanah, ujarnya lagi:

“Perkataan apa ini? Apa dia pergi mencintai seorang pelacur juga

karena kesalahanmu?”

Ti Then hanya bisa mengangkat bahunya sahutnya sambil

tertawa tawar.

“Pokoknya kalau nona merasa dia seharusnya dihukum mati,

nanti kamu boleh lapor pada hu Pocu, aku percaya dengan kekuatan

orang-orang dari seluruh Benteng tidak sukar untuk menawan dia

kembali untuk dijatuhi hukuman mati”

Sesudah membetulkan pakaiannya barulah dengan langkah

perlahan Wi Lian In berjalan keluar dari dalam gua, ujarnya dengan

gemas.

“Sudah tentu aku harus laporkan peristiwa ini kepada Hu Pocu,

Hemm.hemm sungguh tidak kusangka dia berani punya niat untuk

memperkosa aku sesudah dia ditawan kembali aku akan turun

tangan sendiri memberi hukuman mati kepadanya”

Ti Then

mendadak.

pun mengikuti berjalan keluar dari gua, tanyanya

“Dia sudah meninggalkan Benteng kemarin pagi, kenapa bisa

muncul ditempat ini secara mendadak?”

“Siapa tahu?” ujar Wi Lian In tetap gemas, “Ketika aku melihat

terbenamnya matahari di atas batu cadas tadi mendadak dia muncul

di sana, semula dia minta aku maafkan kesalahannya aku tidak mau

saking malunya dia menjadi gusar dan turun tangan terhadap

diriku”

“Heeii..ayahmu tidak tahu kalau dia masih berada di sekitar

tempat ini, dia orang tua sudah bawa orang pergi cari dia”

“Biarlah besok pagi aku minta Hu Pocu untuk kirim orang

memanggil kembali ayahku dan beritahu sekalian peristiwa ini biar

dia orang tua semakin berniat keras untuk tawan dia pulang”

Berbicara sampai di sini tubuhnya yang kecil langsing dengan

cepat meloncat melayang naik ke pinggiran tebing.

Ti Then pun ikut meloncat naik, ujarnya lagi:

“Tadi dia bilang mau membawa batok kepala dari Liuw Su Cen

untuk kau lihat, bisakah dia turun tangan untuk melaksanakannya?”

“Kini dia tidak akan melakukan hal itu, bilamana dia mencari Liuw

Su Cen lagi tentu dia bermaksud membawa dia kabur”

Mendadak dia menoleh kearah Ti Then sambil tertawa pahit,

ujarnya:

“Semua perkataan tadi kamu sudah mendengar?”

Ti Then sedikit mengangguk.

Dengan perasaan malu Wi Lian In menundukkan kepalanya

rendah-rendah, ujarnya:

“Dia bilang aku sudah berubah hati dan ingin...ingin..., sungguh

perkataan kotor dari seekor anying!”

“Tidak ada perkataan yang baik dalam cekcok, nona harap

berlega hati” ujar Ti Then sambil tersenyum.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 7.1. Wi Lian In diculik

Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya, sambil tersenyum manis

ujarnya. "Semula kamu bilang tidak mau keluar, kenapa sekarang

datang ke sini juga??"

"Sewaktu cuaca mendekati gelap cayhe sedang dahar dengan Hu

Pocu di ruangan dalam, ketika itulah Cun Lan datang melapor kalau

nona belum pulang juga, Hu pocu merasa tidak tenteram hatinya,

maka mengajak aku naik ke atas gunung untuk mencari nona".

Ketika Wi Lian In mendengar dia keluar bersama-sama dengan

Hu Pocu seperti juga baru saja meneguk secawan arak yang tidak

punya rasa, senyuman dibibirnya segera lenyap tanpa bekas,

ujarnya dengan nada sedikit tidak senang. "Ooh kiranya begitu,

dimana Hu Pocu?"

"Dia berpisah dengan cayhe untuk masing-masing menggunakan

arah yang berlainan menuju ke puncak selaksa Buddha, saat ini

mungkin dia sedang mencari nona di atas puncak"

"Heemm. . buat apa aku pergi ke puncak selaksa Buddha?"

Mendengar perkataan itu Ti Then tersenyum sahutnya:

"Ketika kami tidak menemukan nona di dasar tebing di belakang

kuil puncak emas maka dalam anggapan kita tentunya nona pergi

ke puncak selaksa Buddha"

"Hmm. . ." ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

"Bilamana aku mau cari jalan pendek tebing di belakang kuil itu

sudah cukup bagiku, buat apa menaiki puncak selaksa Buddha ini.

."

"Tapi aku lihat nona tidak akan mengambil jalan pendek lantaran

dia bukan??"

"Lantaran dia? Hemm aku tidak akan sebodoh itu, pagi tadi aku

sudah bilang sedikit pun hatiku tidak sedih"

"Ayoh jalan, kita harus cari Hu Pocu untuk bersama-sama pulang

ke dalam benteng."

Wi Lien In segera mengelitkan tubuhnya ke samping, ujarnya:

"Aku masih tidak ingin pulang, aku mau duduk di sini melihat

bulan." sambil berkata tubuhnya mendekati ke samping sebuah batu

cadas yang besar kemudian duduk di sana tidak bergerak lagi. Ti

Then menjadi melengak, tanyanya.

"Apanya yang bagus melihat bulan?"

"Aku memangnya senang melihat"

"Kalau begitu aku pergi cari Hupocu dulu, kemudian baru

menjemput nona untuk pulang bersama-sama " .

"Kalian tidak usah cari aku lagi, sewaktu hatiku gembira aku bisa

pulang sendiri". Ti Then menjadi geli, ujarnya sambil tertawa.

"Hei Nona selalu bilang hatinya tidak sedih, tetapi jika ditinyau

dari sikap nona sekarang ini ."

"Aku betul-betul tidak sedih" potong Wi Lian In dengan cepat,

"Aku hanya mau duduk di sini melihat bulan, kamu jangan bicara

sembarangan."

"Jika pikiran nona menjadi buntu" ujar Ti Then lagi sambil

tertawa "Lalu terjun ke bawah, bagaimana aku harus beri tanggung

jawabnya di depan Hu Pocu, lebih baik ikut aku pulang saja."

Agaknya Wi Lian In sudah ambil keputusan bulat, dengan sikap

seorang nona besar tangannya dikempitkan satu sama lainnya dan

tidak berbicara lagi. Agaknya Ti Then sendiri juga takut kalau dia

terjunkan diri ke dalam jurang.

Karena itu dia tetap berada di sana, dengan perlahan tubuhnya

mulai bergeser dan duduk di samping tubuhnya ujarnya kemudian:

"Baiklah, cayhe akan menemani nona melihat bulan"

"Kau ikut duduk di sini melihat bulan jika sampai diketahui orang

lain, apa kamu tidak takut kata-kata cemoohan?" ujar Wi Lian In

dengan nada menyindir.

"Tidak takut" ujar Ti Then terus terang "Kali ini aku keluar

bersama-sama dengan Hu pocu untuk mencari nona."

"Tapi aku mau duduk di sini sampai hari terang kembali."

"Tidak ada halangan, sekali pun mau duduk beberapa hari lagi

aku juga tetap akan menemanimu, hanya saja dengan demikian. .."

" Kenapa ?"

Ti Then tersenyum, sahutnya dengan keras.

"Dengan demikian semua pendekar di dalam benteng akan tahu

kalau nona masih rindu padanya"

Sebetulnya Wi Lian In merupakan seorang nona yang mem

punyai sifat keras hati tetapi mendengar perkataan ini segera

meloncat bangun ujarnya. "Baiklah, mari kita pulang"

Ti Then tersenyum, dengan cepat tubuhnya bangkit kembali dan

mengikuti dari belakang tubuhnya.

Kedua orang itu dengan cepatnya berlari menuju ke puncak

selaksa Buddha, baru saja memusatkan seluruh perhatian mencari

jejak Huang puh Kian Pek, terlihatlah dari sebuah jalanan kecil

Huang puh Kian Pek dengan cepatnya berlari mendatangi.

Begitu dia melihat Ti Then berhasil menemukan Wi Lian In,

hatinya menjadi sangat girang, ujarnya sambil tertawa. "Hei budak

kamu lari kemana?"

"Nona Wi sedang menikmati keindahan bulan dibatu cadas

sebelab sana" ujar Ti Then sambil menunjuk ke arah cadas tersebut.

Huang Puh Kian Pek menjadi tercengang, tanyanya.

"Bagaimana Ti Kiau tauw bisa tahu dia berada di sana?"

"Karena mendengar suara pertempuran yang seru membuat

boanpwe tertarik dan lari ke sana?"

Air muka Huang puh Kian Pek menjadi berubah sangat hebat,

sambil melotot ke arah Wi Lian In tanyanya. "Kamu bertempur

dengan siapa?"

"Hong Mong Ling."

"Apa? Dia belum meninggalkan tempat ini?" tanya Huang puh

Kian Pek dengan sangat terkejut. "Bagaimana kamu bisa bentrok

dengan dia?"

Segera Wi Lian In menceritakan pengalamannya itu, ketika

bercerita sampai tubuhnya diserat Hong Mong Ling ke dalam gua

tak tertahan lagi dia menangis tersedu-sedu. Huang puh Kian Pek

menjadi sangat gusar, ujarnya kepada Ti Then. "Ti Kiauwtauw

kenapa melepaskan dia pergi?"

"Mong Ling heng sudah salah paham terhadap diri boanpwe, jika

kini boanpwe tidak melepaskan dia pergi maka kesalah pahaman ini

akan semakin mendalam."

"Manusia rendah seperti itu seharusnya Ti kauw tauw tidak usah

memikirkan kesalahan pahaman itu lagi."

Ti Then hanya tersenyum saja tanpa memberikan jawaban.

"Jalan, mari kita pulang ke dalam benteng Lohu akan kirim orang

untuk menawan dia kembali."

Ketika mereka bertiga sampai di dalam benteng Pek Kiam Po hari

sudah menunjukkan tengah malam, Huang puh Kian Pek segera

mengirimkan lima orang pendekar pedang merah untuk mengejar

dan menawan Hong Mong Ling kembali kemudian memerintahkan

pula untuk menyediakan arak dan sayur yang masih hangat,

sesudah dahar bersama-sama dengan Ti Then dan Wi Lian In

masing-masing baru kembali kekamar sendiri-sendiri untuk

beristirahat.

Ti Then sekembalinya di dalam kamar tidak langsung buka

pakaian untuk istirahat, karena dalam hatinya dia sudah ambil

keputusan untuk menyelidiki loteng penyimpan kitab itu.

Sesudah memadamkan lampu mulailah dia duduk bersemedi,

dalam hati dia punya rencananya menanti sesudah kentongan

ketiga baru keluar kamar untuk mulai dengan gerakannya.

Tetapi baru saja bersemedi beberapa saat lamanya mendadak

dalam benaknya berkelebat suatu ingatan yang sangat menarik

sekali?

Teringat olehnya Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then

merupakan Majikan patung emas itu sudah tidak berada di dalam

benteng, sebaliknya majikan patung emas itu pernah bilang

selamanya akan bersembunyi di dalam benteng Pek Kiam Po ini, dia

pun bilang kalau punya urusan penting harus menyalakan lampu

dan mengetuk tiga kali di depan jendela, kini Wi Ci To sudah tidak

berada di dalam benteng Pek Kiam Po, kenapa dirinya tidak

mengadakan hubungan dengan dia?

Ha ha ha ... . Tentu dia tidak akan tahu kalau aku sedang

mengadakan hubungan dengan dia, dengan demikian dirinya bisa

membuktikan kalau dia adalah majikan "patung emas", lain kali

ketika bertemu dengan dia lagi membikin malu dirinya.

-0000000-

Sesudah mengambil keputusan, segera dia meloncat turun dari

atas pembaringan.

Dia mencari korek api dan menyulut lampu yang sudah tersedia

di dalam kamar itu, dengan perlahan lampu tersebut dibawa ke

samping jendala dan mulai mengetuk sebanyak tiga kali.

setelah semuanya selesai barulah dia memadamkan kembali

lampu tersebut dan meloncat naik ke pembaringan untuk mulai

bersemedhi kembali, dia merasa perbuatannya ini sangat

menggelikan sekali, dalam hati diam-diam tersenyum, pikirnya. Jika

kamu bisa melihat tandaku ini berarti kau bukan manusia tapi

setan."

Ternyata benar juga satu jam sesudah tanda itu dibunyikan

majikan patung emas belum juga dia memunculkan diri untuk

bertemu. saat itu cuaca mendekati kentongan ketiga.

Dengan perlahan dia membuka matanya dan siap turun dari atas

pembaringan.

Tetapi baru saja matanya dibuka tubuhnya segera tergetar

dengan sangat kerasnya, bahkan hampir-hampir saking kagetnya

dia menjerit.

Kiranya di depan pembaringan berdirilah sebuah patung emas

dengan agungnya.

Patung emas itu tetap seperti patung emas yang ditemukannya

ketika berada dalam gua cupu- cupu di atas gunung Lo Cin san.

Dengan angkernya dia berdiri di depan pembaringannya tanpa

mengeluarkan sedikit suara pun, keadaannya begitu menyeramkan

membuat seluruh bulu roma Ti Then pada berdiri. Karena dalam hati

Ti Then sudah punya "Perhitungan" karenanya tidak sampai jatuh

pingsan saking kagetnya tapi wajahnya tetap sudah berubah

menjadi pucat pasi bagaikan mayat, hatinya berdebar dengan

sangat keras, sama sekali tidak terduga olehnya kalau majikan

patung emas Wi Ci To bisa muncul dengan demikian misterius? Apa

mungkin Wi Ci To bukan majikan patung emas itu.

Baru saja dia pikirkan persoalan ini mendadak dalam telinganya

berkumandang masuk suara yang dikirim dengan menggunakan

ilmu menyampaikan suara, ujarnya: "Ti Then kamu cari aku ada

urusan apa?"

Tangan kanan dari patung emas yang berdiri di hadapannya

diangkat sedikit ke atas seperti yang membuka mulut berbicara itu

adalah "Dirinya"

Ti Then angkat kepalanya memandang ke atas, dia sudah dapat

melihat kalau patung emas itu diturunkan dari atas atap. atap di

atasnya kini sudah terbuka lebar tetapi selain sepuluh utas tali

bewarna hitam yang terjulur dari atas atap tak dapat terlihat sedikit

bayangan tubuh dari majikan patung emas itu.

Ketika majikan patung emas yang bersembunyi di atas atap

rumah itu tidak mendengar suara jawaban dari Ti Then di

anggapnya Ti Then masih tertidur, dengan menggunakan patung

emasnya yang dimajukan satu langkah ke depan kaki Ti Then di

tepuknya beberapa kali, ujarnya lagi dengan lembut: "Ti Then,

cepat bangun."

Tidak tertahan lagi Ti Then menjadi tertawa geli, ujarnya sambil

menengok ke atas.

"Aku tidak tertidur."

Patung emas itu segera ditarik kembali ketempat semula

kemudian terdengar suara dari majikan patung emas itu

berkumandang kembali: " Kalau begitu cepat katakan maksudmu."

Sebetulnya Ti Then memang tidak punya persoalan yang hendak

ditanyakan, mendengar perkataan itu sambil menggaruk-garuk

kepala ujanya: "Aku kira kau sudah keluar benteng."

"Hemm. . kenapa aku harus keluar benteng??" tanya majikan

patung emas itu dengan dingin.

"Aku kira kau pergi mencari Hong Mong Ling."

Majikan patung emas yang berada di atas atap rumah itu

berdiam diri beberapa saat lamanya kemudian barulah ujarnya

dengan perlahan:

"Sungguh lucu ..... sungguh lucu, kau tetap mencurigai aku

adalah Wi Ci To itu" Ti Then tidak mau mengakui kebenaran kata-

kata itu, sahutnya dengan perlahan. "Tidak. aku mengira kau juga

ikut mengejar Hong Mong Ling kemudian membasminya"

"Kamu sudah berhasil merusak perkawinan antara dia dengan Wi

Lian In, buat apa aku harus cari dia?"

"Kamu lihat bagaimana dengan kemajuanku ini?" tanya Ti Then

sambil tertawa.

"Tidak perlahan, tetapi agaknya kamu tidak terlalu senang untuk

bergaul kembali dengan Hong Mong Ling, apa maksudmu ini?"

"Hanya dengan berbuat begini nona Wi baru tidak merasa curiga

kalau aku sedang merusak perhubungan cintanya dengan Hong

Mong Ling, dengan begitu barulah dia menaruh simpatik kepadaku,

dia baru tertarik padaku."

"Ehmmm . . baiklah" ujar majikan patung emas sesudah berpikir

sebentar.

"Semakin cepat semakin baik, lain kali kalau dia beri tanda

menaruh cinta padamu kamu orang, tidak boleh berpura-pura lagi."

"Aku mau ajak kamu rundingkan sesuatu hal."

"Rundingkan urusan apa?"

"Kamu menyuruh aku memperistri nona Wi sudah tentu punya

tujuan tertentu, tetapi apakah mengharuskan sesudah aku berhasil

memperistri dirinya terlebih dahulu baru bisa mencapai tujuanmu?"

"Tidak salah"

"Tujuanmu apa tersimpan didalan loteng penyimpanan kitab dari

Wi Ci To itu" tanya Ti Then lagi.

"Bukan"

"Sungguh bukan ?"

"Hmmm . . . harap kamu orang perhatikan, kamu hanya

merupakan sebuah patung emas yang sedang melaksanakan

pekerjaanku, benar atau bukan kamu tidak punya hak untuk

mengetahuinya "

"Kamu salah tangkap" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Maksudku

jika benda yang kamu inginkan terdapat ditengah loteng

penyimpanan kitab itu, aku bersedia carikan benda itu keluar

sehingga tidak perlu merusak dan merugikan nama baik dari

seorang nona"

"Tidak mungkin tidak mungkin .... kamu jangan sekali-kali masuk

loteng penyimpan kitab itu"

"Kenapa?" tanya Ti Then tercengang.

"Karena begitu kamu masuk ke dalam jangan harap bisa keluar

dalam keadaan hidup"

" Kenapa?" tanya Ti Then dengan penuh keheranan "Apa di

dalam loteng penyimpan kitab itu tersembunyi alat rahasia yang

sangat lihay?"

"Benar"

"Asalkan sedikit berhati-hati."

"Sekali pun kamu berhati-hati bagaimana macam pun tidak

berguna" potong majikan patung emas itu dengan cepat, "Loteng

penyimpan kitab itu sampai aku sendiri pun tak berani masuk

apalagi kamu, kecuali kamu sudah bosan hidup,"

"Ooh tidak kusangka sama sekali kalau alat-alat rahasia di dalam

loteng penyimpan kitab itu sangat sukar untuk dilalui sehingga kamu

sendiri pun tak berani masuk .."

"Aku beritahu padamu lagi, Wi Ci To sekarang sedang

bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itu, begitu kamu

masuk maka semua urusan akan menjadi berantakan"

"Hai? Bukankah Wi Ci To sudah ke luar Benteng??" tanya Ti Then

dengan sangat terkejut.

"Dia pura-pura meninggalkan benteng kemudian secara diam-

diam kembali ke dalam benteng kembali dan bersembunyi di dalam

loteng penyimpan kitab itu."

Dalam hati tidak tertahan lagi Ti Then merasa bergetar dengan

sangat keras, sambil menjerit kaget ujarnya:

"Oooh Thian... apa tujuannya dengan berbuat begitu?"

"Menanti kamu masuk ke dalam jebakan"

"Oooh . ..."

"Dia sudah menaruh perasaan curiga kalau Lu Kongou itu adalah

hasil samaranmu, semakin mencurigai kalau tujuanmu berada dalam

loteng penyimpanan kitabnya maka dengan pura-pura beralasan

hendak mengejar Hong Mong Ling dan mengatakan pula kepada Hu

Pocu untuk membuktikan Lu Kongeu apa benar hasil

penyamaranmu, bersama-sama si pedang pemetik bintang Hung

Kun meninggalkan benteng, padahal yang betul-betul ke kota Tiang

An hanya Hung Kun seorang, sedang dia sendiri secara diam-diam

kembali lagi ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam loteng

penyimpan kitab itu, karena itulah, jika kamu memasuki loteng

penyimpan kitabnya maka dengan begitu keadaanmu akan segera

tertangkap basah."

"Sungguh berbahaya sekali kalau begitu, barang apa yang

disembunyikan di dalam loteng penyimpan kitabnya itu sehingga Hu

pocu serta putrinya sendiri juga tidak boleh masuk?"

"Aku juga tidak tahu"

"Tidak mau beritahu padaku atau tidak tahu?"

"Tidak tahu"

"Baiklah" ujar Ti Then kemudian "Baiklah kita bicara persoalan

semula, kalau memangnya dia sudah merasa curiga kalau Lu kongcu

itu adalah hasil penyamaranku, bagaimana mau menjodohkan

putrinya kepadaku?"

"Dia hanya merasa curiga saja, sampai saat ini juga masih belum

berani memastikan kalau Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu.

Begitu si pendekar pemetik bintang Hung Kun itu sampai dikota

Tiang An, segera akan diketahui olehnya kalau Lu kongcu adalah

aku"

" Urusan ini aku akan uruskan, kamu orang tidak usah

merisaukan" sahut majikan patung emas cepat.

"Kamu mau bunuh itu pendekar pemetik bintang Hung Kun"

"Tidak" sahutnya perlahan. "Bunuh dirinya bukan merupakan

penyelesaian yang tepat, terus terang saja aku beritahu padamu

aku sudah kirim orang yang menyamar persis seperti kamu untuk

menyamar sebagai Lu kongcu dan muncul di hadapan Hung Kun,

dengan demikian Hung Kun akan balik ke dalam Benteng untuk

melaparkan pada Wi Ci To kalau Lu Kongcu itu memang persis

seperti kau, dengan demikian Wi Ci To tidak akan mencurigai dirimu

lagi."

"Pendapat yang sangat bagus"

"Sekali lagi aku beri tahu pada mu" ujar majikan patung emas itu

dengan keren.

" Kecuali Wi Ci To dengan rela hati mengajak kamu memasuki

loteng penyimpanan kitabnya, jangan sekali-kali kamu berani

mencuri masuk."

"Baiklah"

"Masih ada lagi, jangan bertindak diluar garis yang sudah

ditentukan, hari kedua sesudah kamu memasuki benteng, Wi Ci To

sudah mengirim empat pendekar pedang merah yang siang malam

terus menerus mengawasi gerak gerikmu. sekarang mereka berada

di belakang kamarmu."

"Oooh .... aku tidak sangka dia bisa berlaku demikian . ."

"Pokoknya. ." potong majikan patung emas itu lagi "sejak ini hari

asalkan dengan setulus hati dan sejujurnya kamu bergaul dengan

Wi Lian In sudah cukup, jika tidak mendapat petunjukku jangan

bertindak secara gegabah."

"Baiklah"

"Ada persoalan lain yang mau ditanyakan lagi ?"

"Ada dua persoalan, Pertama kalau memang Wi Ci To sudah

mengirim empat orang pendekar pedang merah untuk mengawasi

gerak gerikku dari luar kamar bagaimana mereka tidak bisa

menemukan dirimu berada di atas atap kamarku ini ?"

"Hemm . . . kamu berani tanya gerak gerikku."

"Hanya ingin tahu saja"

"Sudah tentu aku punya cara untuk membuat mereka tidak tahu,

apa pertanyaanmu yang kedua?"

"Ehmm ... " sahut Ti Then perlahan, "Kamu bilang Wi Ci To

bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab, tahukah kamu dia

akan bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itn seberapa

lama"

"Dia membawa air serta rangsum kering dalam jumlah yang

banyak. kemungkinan selama satu bulan lamanya.

"Tujuannya apa sedang menunggu aku masuk ke sana atau

tidak??"

"Benar" sahutnya sambil tersenyum tawa, begitu dia

membuktikan kalau kamu tidak punya maksud jahat, maka dia

akan menaruh penghargaan tinggi terhadap dirimu, kemungkinan

sekali tanpa membuang banyak waktu akan menjodohkan putrinya

kepadamu."

"Begitu kamu teringat sesuatu siasat untuk mencapai tujuanmu

tanpa membutuhkan aku kawin dengan nona Wi, harap cepat-cepat

beritahu padaku."

"Sama sekali tidak ada, kamu harus kawin dengan Wi Lian In."

Berbicara sampai di sini dengan cepat majikan patung emas

menarik kembali patung emasnya, siap meninggalkan tempat itu.

Dengan amat teliti sekali Ti Then memperhatikan patung emas

itu ditarik ke atas hingga sampai melihat majikan patung emas itu

menariknya ke atap kemudian terlihat pula dua buah tangan yang

sangat samar menutup kembali atap itu seperti sedia kala. Kedua

tangan itu sudah tentu tangan dari majikan patung emas itu.

Dengan sekuat tenaga Ti Then memandang tajam ke atas, tetapi

tetap tidak berhasil memandang jelas kedua buah tangannya

bahkan dia sama sekali tidak bisa melihat tangan itu milik seorang

pria atau atau milik seorang wanita.

sungguh hingga kini dia lama sekali tidak tahu majikan patung

emas itu seorang lelaki atau perempuan karena nada suara dari

majikan patung emas itu jika didengar boleh dikata mirip seorang

lelaki tetapi boleh dikata mirip seorang perempuan.

Dengan termangu-mangu dia memandang ke atap rumah hingga

majikan patung emas serta patung emasnya hilang lenyap. tapi

dalam otaknya berputar terus, semakin berpikir, semakin bingung . .

.

Yang membuat dia paling terkejut adalah Wi Ci To itu ternyata

bukan majikan patung emas itu, selama itu dia selalu menganggap

Wi Ci To adalah majikan patung emas itu,

tetapi sekarang mau tak mau harus mengakui kalau dugaannya

itu sama sekali salah besar, karena jika majikan patung emas itu

adalah Wi Ci To maka dia tidak akan memberitahukan jejaknya

kepada dirinya.

Sekali pun hal ini bisa diartikan Wi Ci To takut dirinya menerjang

masuk ke dalam loteng penyimpan kitabnya maka sengaja berkata

untuk menakuti dirinya tetapi jika dirinya benar-benar nekad

menerjang masuk ke dalam loteng penyimpanan kitab itu, walau

pun kemungkinan bisa keluar dalam keadaan hidup, hidup tetapi

dirinya tentu akan diusir keluar, dengan begitu bukankah tujuannya

akan menjodohkan dirinya dengan putrinya itu akan berantakan,

Maka Wi Ci To terbukti bukanlah majikan patung emas itu.

Kalau Wi Ci To bukan majikan patung emas itu, lalu siapakah

majikan patung emas yang sebenarnya? Apa Hu pocu Huang puh

Kian Pek?

Tidak. Tadi majikan patung emas sudah bilang kalau Wi Ci To

secara diam-diam kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di

dalam loteng penyimpanan kitab pada malam tadi, sebaliknya

malam tadi Huang Puh Kian Pek sedang keluar benteng mencari Wi

Lian In, dia tidak akan tahu kalau Wi Ci To sudah kembali ke dalam

benteng sehingga tidak mungkin pula kalau dia adalah majikan

patung emas. Lalu siapa yang mirip sebagai majikan patung emas

itu??

Jika dia bukan salah satu anggota benteng Pek Kiam Po ini

bagaimana bisa bersembunyi di dalam benteng begitu lama tanpa

ditemui orang lain? Berpikir sampai di situ Ti Then hanya bisa

menggelengkan kepalanya saja, dia merasa sekali pun dipikir lebih

lama juga tidak ada gunanya, dia segera melepaskan sepatu

danpakaiannya untuk beristirahat.

Dia mengambil keputusan untuk mendengar perkataan majikan

patung emas, tidak pergi ke loteng penyimpanan kitab itu.

Suatu pagi hari yang cerah muncul kembali, sinar matahari yang

cerah menyinari kembali seluruh jagat raya.

Ti Then tepat waktunya sudah tiba ditengah iapangan latihan

silat untuk memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In serta Yuan Ci

Liong sekalian delapan orang pendekar pedang merah.

Setiap hari dia memberi pelajaran hingga siang hari, sore harinya

para pendekar pedang merah itu melakukan latihannya sendiri-

sendiri, keadaan ini hari pun sama halnya sesudah memberi latihan

hingga siang barulah dia pergi dahar, bersama sama dengan Huang

Puh Kian pek.

"Ti kauw tauw" kamu paham main catur?"

"Ahh-sedikit-sedikit saja, cayhe dengar pocu sangat lihay di

dalam permainan catur?"

"Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil mengangguk.

"suhengku memang sangat gemar main catur, permainannya boleh

dikata sangat lihay sehingga sukar untuk dicarikan tandingannya "

" Kalau begitu, permainan catur Hu Pocu juga tidak jelek" ujar Ti

Then sambil tertawa.

"Tidak bisa. . tidak bisa" ujar Huang puh Kianpek sambil

gelengkan kepalanya kembali "Walau suhengku sudah mengalah

tiga biji catur kepadaku, lohu masih tidak sanggup untuk bertahan."

"Jika ini hari Hu Pocu tidak punya kerjaan, bagaimana kalau

memberi petunjuk satu permainan kepada diri boanpwe?"

"Petunjuk dua kata lohu tidak berani terima, mari kita main satu

kali untuk menentukan kelihaian masing-masing saja."

Demikianlah Huang puh Kian Pek segera memerintahkan

bawahannya menyediakan alat-alat catur, dengan Ti Then

memegang biji hitam mereka berdua mulailah bermain catur sambil

bercakap-cakap.

Sesudah berjalan puluhan kali, masing-masing saling bertukar

pandangan satu kali dan masing-masing memperlihatkan senyuman

gembiranya.

Kiranya permainan catur dari kedua orang itu seimbang, bahkan

masing-masing gemar memainkan catur dengan bany k

penyerangan sehingga dengan demikian semakin bermain semakin

menarik dan semakin menggembirakan.

Dikarenakan permainan catur yang seimbang inilah membuat

mereka berdua tidak ada yang mau mengalah satu tindak pun.,

setiap bertemu dengan keadaan kritis mereka tidak ada yang mau

membuang begitu saja karena itulah begitu satu permainan selesai

harus membuang waktu selama dua jam lamanya.

Akhirnya biji hitam yang memenangkan permainan itu.

Dengan air muka yang sudah berubah merah padam ujar Huang

puh Kianpek:

"Ti kauw tauw sungguh pandai baik dalam Bun mau pun dalam

Bu, tidak kusangka permainan catur pun sangat lihai sekali"

"Mana mana . ." ujar Ti Then sambil tersenyum. "sekali pun

boanpwe menang satu tindak tetapi jika ditinyau permainannya Hu

Pocu jauh lebih tinggi satu tingkat karena boanpwe bermain terlebih

dulu"

Agaknya Huang puh Kian Pek sendiri merasa kalau dirinya

seharusnya memang menang, sambil tersenyum lalu sahutnya:

"Bagaimana kalau bermain satu kali lagi?"

"Baiklah."

Huang puh Kian Pek segera memindahkan biji putihnya kepada Ti

Then, ujarnya lagi .

"Mari kita bicarakan siapa dahulu siapa terakhir, kali ini

seharusnya kamu memegang biji putih"

Ti Then dengan mendorong kembali biji itu kepadanya, ujarnya

sambil tertawa.

"Tidak berani, lebih baik kita main sekali lagi, lihat-lihat bilamana

beruntung boanpwe menang lagi barulah kita tentukan"

Huang puh Kian Pek tidak menampik lagi sehingga mereka

berdua sekali lagi bermain catur.

Kali ini Huang puh Kian Pek punya niat untuk memperoleh

kemenangan karenanya permainannya bersungguh-sungguh,

selamanya harus membuang waktu yang lama untuk majukan sebiji

caturnya pun karenanya permainan ini sangat lambat.

Wi Lian In yang mendengar mereka berdua sedang bermain

catur, dengan amat seru datang juga untuk melihat pertempuran

itu, bahkan berkali-kali dia memberi pendapatnya kepada Ti Then,

hanya sayang karena permainannya yang rendah sehingga seluruh

pendapatnya hanya merupakan catur-catur busuk saja. Baru

permainan hingga pertengahan, cuaca sudah mendekati gelap

kembali. Ujar Huang puh Kan Pek mendadak:

"Permainan ini mungkin baru selesai tengah malam, lebih baik

kita dahar dahulu baru melanjutkan permainan ini."

Sudah tentu Ti Then tidak menampik, ke tiga orang itu bersama-

sama pergi dahar di ruangan dalam baru mereka berdahar

datanglah lima orang pendekar pedang merah menghadap Huang

puh Kian Pek.

Mereka adalah kelima orang yang menerima perintah untuk

menangkap Hong Mong Ling kemarin malam.

Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat mereka menghadap di

depannya. "Bagaimana? Sudah menangkap dia kembali?"

"Belum" sahut seorang pendekar pedang merah diantara kelima

orang itu, "Tecu sekalian berpencar mencari di sekeliling ratusan li

tetapi tidak menemui jejaknya sama sekali"

"Baiklah, kalian boleh beristirahat" ujar Huang Puh Kian Pek

sambil mendengus dingin.

Kelima orang pendekar pedang merah itu sesudah memberi

hormat bersama-sama mengundurkan diri dari ruangan itu. Dengan

gemas ujar Wi Lian In:

"Aku tidak percaya kalau dia bisa lari begitu jauh, lewat beberapa

hari kemudian aku mau mencarinya sendiri"

"Lebih baik tunggu ayahmu kembali saja" ujar Huang Puh Kian

pek sambil menghela napas panjang "Asalkan ayahmu punya niat

untuk menawan dia, cukup mengeluarkan perintah "seratus pedang"

maka seluruh pendekar pedang merah yang berkeliaran diluaran

akan segera mengadakan penge pungan, tidak takut dia bisa

terbang meloloskan diri."

"Heii . ." ujar Ti Then pula sambil menghela napas panjang,

"Mong Ling heng berkelana diluaran, cayhe kira bukan

merupakan suatu dosa yang besar, hanya saja niatnya untuk

memperkosa nona Wi kemarin malam merupakan suatu kejadian

yang tidak seharusnya"

"Lohu juga tidak menyangka sama sekali kalau dia berani berbuat

demikian kurang ajarnya, sungguh terkutuk manusia itu."

Sambil berdahar sambil bercakap-cakap sesudah selesai barulah

bersama-sama kembali lagi ke ruangan tamu Wi Lian In yang

menonton jalannya pertempuran yang seru itu dikarenakan

permainan Huang Puh Kian pek yang sangat lama, hatinya tidak

sabar lagi maka dia mengundurkan diri terlebih dulu ke dalam

kamar.

Kini ditengah ruangan tamu hanya tinggal Huang Puh Kian pek

serta Ti Then dua orang yang bermain catur dengan tenangnya,

seluruh perhatian mereka berdua di pusatkan pada permainan itu

sehingga tanpa terasa hari semakin larut malam.

Tidak salah lagi permainan catur itu berakhirpada tengah malam

dan hasilnya sama-sama kuat.

Huang Puh Kian pek tersenyum ujarnya.

" Walau pun lohu sudah putar seluruh otak ternyata hasilnya

sama kuat saja, kelihatannya untuk memenangkan dirimu buat lohu

masih merupakan suatu perjalanan yang sangat rumit."

Ti Then hanya tersenyum saja, ujarnya merendah.

"Permainan yang ketiga ini boanpwe tentu akan menemui

kekalahan."

"Heeei, sudah larut malam, lebib baik besok pagi saja, kita

bertarung lagi untuk menentukan siapa menang siapa kalah."

Kedua orang itu dengan cepat membereskan biji-biji caturnya

dan bertindak kembali kekamarnya masing-masing, mendadak

dengan air muka terkejut Cun Lan itu budak dari Wi Lian In dengan

tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan, teriaknya: "Jiya Celaka,

siocia hilang, nona sudah lenyap dari kamarnya" Huang Puh Kian

Pek menjadi melengak sambil mengerutkan alis ujarnya:

"Bagaimana bisa hilang lagi?" Dengan napas terburu-buru ujar Cun

Lan lagi:

"sewaktu budakmu mau tidur mendadak dari kamar nona

terdengar suara teriakan keras dengan cepat budakmu mengetuk

pintunya tetapi tetap tidak dibuka, maka budakmu berputar ke

belakang, dari sana melihat pintu jendela terbuka lebar-lebar

sedang siocia sudah tidak ada di atas pembaringannya, agaknya . . .

agaknya dia diculik orang."

Mendengar perkataan itu air muka Huanpuh Kiam Pek segera

berubah hebat, tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke

halaman dalam, Ti Then pun mengikuti dari belakang menuju ke

dalam, di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba diluar

kamar Wi Lian In, Huang Puh Kian Pek dengan cepat mendorong

pintu kamar, ketika melihat pintu tersebut tidak bisa dibuka dengan

cepat melancarkan satu serangan dahsyat membuat pintu tersebut

hancur berantakan terkena angin pukulan yang sangat dahsyat itu.

Di dalam kamar hanya terlihat lampu masih bersinar dengan

terangnya.

Wi Lian In sudah tidak berada di dalam kamar bahkan selimut

serta kain di atas pembaringan kacau balau tidak karuan, bantalnya

terjatuh di atas tanah sedang jendela belakang terbuka lebar-lebar,

jika ditinyau keadaannya memang benar dia sudah diculik orang.

Air muka Huang Puh KianPek berubah menjadi pucat pasi,

teriaknya dengan keras:

"Tentu dia .... tentu dia . ."

"Apa Mong Ling heng ????" tanya Ti Then terkejut.

"Bukan dia siapa lagi ??" ujar Huang Puh Kian Pek dengan sangat

gusar. "Bangsat cilik, ternyata dia berani melakukan pekerjaan ini

..."

"Mari kita lihat ke halaman belakang." ujar Tri Then keras

kemudian tubuhnya dengan cepat berkelebat keluar melalui jendela

yang terbuka itu. Diluar jendela itu adalah sebidang kebun bunga

yang sangat luas.

JILID 7.2 SIAPA DALANG PENCULIKAN NONA WI?

Huang Puh Kian Pek dengan cepat mengikuti dari belakangnya

sesudah memeriksa dengan teliti setengah harian lamanya tetap

tidak mendapatkan hasil sedikit punjua. Ujar Huang Puh Kian Pek

lagi:

"Bukit sian Ciang Yen tidak mungkin bisa didaki olehnya, tentu

dia melarikan diri melalui sebelah kiri atau kanan."

"Apa diluaran tidak ada saudara-saudara kita dari benteng yang

menyaga?"

"Ada, di sebelah sana semuanya ada beberapa orang pendekar

pedang hitam yang menyaga malam, hanya saja bangsat cilik itu

memahami keadaan benteng kita dengan sangat jelas sekali,

pendekar-pendekar pedang hitam itu tak akan bisa menemukan dia"

" Urusan tidak bisa berlarut-larut lagi, mari kita mencari dengan

berpisah."

sehabis berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju

kearah sebelah kanan dari kebun bunga itu.

0000

HUANG PUH KIAN PEK juga tidak berani berlaku ayal lagi,

dengan Cepat tubuhnya berkelebat menuju kearah sebelah kiri dari

kebun bunga itu, dua orang yang satu dari sebelah kiri dan yang

lain dari sebelah kanan dengan kecepatan yang luar biasa dalam

sekejap saja sudah keluar dari Benteng untuk melakukan

pengejaran ke depan.

Begitu Ti Then keluar dari tembok benteng sebara diketahui oleh

penjaga malam ditempat itu yaitu seorang pendekar pedang hitam,

di karenakan cuaca yang begitu gelap membuat pendekar pedang

hitam itu tidak sanggup melihat jelas kalau dia adalah Ti Kauw

tauw, mereka sambil mengacungkan pedang panjang bentaknya

dengan keras. "Kawan dari mana harap berhenti."

Dengan cepat Ti Then menghentikan langkah kakinya, sahutnya

dengan perlahan. "saudara aku adanya."

Pendekar pedang hitam itu dengan cepat menubruk datang

tetapi begitu dilihatnya orang itu adalah Ti Kauw tauw mereka

dengan gugup memberi hormat ujarnya: "Ooh kiranya Ti Kauw tauw

adanya maaf . . . maaf."

"Kamu melihat seseorang yang melarikan diri dari sini."

Mendengar pertanyaan itu pendekar pedang tersebut menjadi

sangat terperanyat, sahutnya. "Tidak ada? Apa ada musuh yang

menyerang benteng?"

"Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk "Nona Wi diculik

orang."

"Haaa ? siapa yang menculik nona Wi?" tanya pendekar pedang

hitam itu semakin terkejut.

"Tidak tahu, tetapi banyak kemungkinan hasil perbuatan dari

Hong Mong Ling, cepat kumpulkan seluruh saudara yang berjaga

disekitar tempat ini"

Dengan cepat pendekar pedang hitam memasukan jari

tangannya ke dalam mulut membunyikan kedua kali suara suitan

yang tinggi melengking, hanya cukup memakan walau sedikit sekali

terlihatlah tiga orang pendekar pedang hitam dengan kecepatan

yang luar biasa mendatang, melihat ketiga orang itu sudah tiba baru

Ti Then bertanya lagi: "semua sudah kumpul?"

"Masih kurang Fan seng sam seorang" sahut pendekar pedang

hitam itu dengan sikap tidak tenang.

Sinar mata Ti Then dengan eepat berkelebat dengan sangat

tajamnya "Dia berjaga di sebelah mana?"

"Di bukit sebelah sana." sahut pendekar pedang hitam itu sambil

menunjuk ke sebuah bukit ditempat kejauhan " sungguh heran,

kenapa sampai sekarang belum datang juga?"

"Benar, mari kita pergi lihat."

sehabis berkata tubuhnya dengan sangat cepat sekali berkelebat

menuju kearah bukit tersebut.

Ketiga orang pendekar pedang hitam yang datang kemudian

sama sekali tidak tahu kejadian apa yang sudah terjadi, sesudah

mendengar cerita dari kawannya ini tidak terlahan lagi pada

menjerit kaget, dengan cepat mereka mengikuti dari belakang tubuh

Ti Then menuju kearah bukit itu.

Lima orang itu hanya di dalam sekejap saja sudah tiba ditengah

hutan di atas bukit itu, terlihatlah d iba wah sebuah pohon besar

pendekar pedang hitam yang disebut Fan seng sam itu duduk

bersandar, agaknya dia sedang tertidur saking ngantuknya.

seorang pendekar pedang hitam dengan cepat maju ke depan

menempak tubuhnya bentaknya dengan keras:

"Hey Fan seng Sam. Kamu orang cari mati yaah??"

Begitu tubuh Fan seng sam itu terkena tendangan, dengan cepat

rubuh ke sebelah samping, saat itulah kelima orang itu baru

menemukan kalau di depan dadanya sudah berubah merah karena

menetesnya darah segar sangat deras, sedang dialas permukaan

tanah pun kelihatan bekas darah yang bercucuran disekeliling

tempat itu. "ooh Thian, dia sudah dibunuh."

Keempat orang pendekar pedang hitam itu tidak terasa lagi pada

menjerit kaget secara berbareng.

Ti Then dengan perlahan berjongkok di samping mayat Fan seng

sam itu dan mendorong tubuhnya hingga rubuh terlentang,

terlihatlah darah segar didadanya masih tetap mengucur keluar

dengan derasnya, melihat hal itu dia menggigit kencang bibirnya,

ujarnya kemudian sesudah berpikir sebentar:

Jantungnya terkena tusukan yang sangat dahsyat bahkan pedang

yang tergantung dipinggangnya belum sempat dicabut keluar, hal ini

membuktikan kalau gerakan pedang orang itu sangat cepat sekali."

Berbicara sampai di sini dia angkat kepalanya memandang

keempat pendekar pedang hitam itu tanyanya:

"Diantara kalian empat orang siapa yang jaraknya paling dekat

dengan dia?" seorang pendekar pedang hitam diantara mereka

segera maju ke depan, sahutnya: "Cayhe jaraknya paling dekat

dengan tempat ini"

"Tadi kamu mendengar suara yang mencurigakan tidak?"

"sama sekali tidak dengar" sahut pendekar pedang hitam itu

sambil gelengkan kepalanya.

Dengan cepat Ti Then bangkit berdiri, ujarnya:

"Baru saja Hu Pocu mengejar dari sebelah kiri kebun bunga itu,

salah satu dari kalian cepat kejar dia kembali, sedang yang lain

pergi melapor pada pendekar pedang merah yang ada di dalam

Benteng, katakan kepada mereka kalau musuh melarikan diri dari

sebelah sini."

sehabis berkata tubuhnya dengan cepat melayang ke atas dan

berkelebat bagaikan kilat cepatnya diantara pohon-pohon yang

tumbuh rapat disekitar tempat itu untuk mengejar ke depan.

Hatinya kali ini benar-benar merasa sangat cemas sekali karena

kemarin malam Hong Mong Ling memangnya suduh punya rencana

untuk memperkosa diri Wi Lian In, dia tahu jika dia tidak berusaha

menolong secepat mungkin Wi Lian In dari cengkeraman Hong

Mong Ling, maka suatu kejadian yang diluar dugaan akan segera

terjadi.

Hong Mong Ling kini sudah berada di suatu sudut yang sangat

terdesak. bukan saja dia bisa merusak perawan dari Wi Lian In,

kemungkinan sekali sesudah memperkosa dirinya akan membunuh

sekalian Wi Lian In untuk melenyapkan jejaknya.

Dengan kejadian ini jika dibicarakan dari sudut Ti Then boleh

dikata dia tidak perlu melaksanakan perintah dari majikan patung

emas lagi atau dengan perkataan lain dia tidak perlu merasa kesal

karena harus memperistri Wi Lian In, tetapi pikiran Ti Then

sokarang tidak mungkin akan berpikir demikian, dia tidak akan

membiarkan seorang gadis yang sangat cantik sekali terjatuh

ketangan seorang manusia seperti srigala ini.

Dengan sekuat tenaga dia mengejar kearah jalan-jalan yang

kemungkinan digunakan Hong Mong Ling untuk melarikan diri,

sehingga gerakannya mirip dengan anak panah yang terlepas dari

busurnya, sambil mengejar ke depan tak henti-hentinya dia

memperhatikan gerak-gerik disekeliling tempat itu tetapi di dalam

perjalanan tersebut sama sekali tidak ditemukan tempat-tempat

yang mencurigakan.

Tidak lama kemudian dia sudah mengejar hingga ke bawah kaki

gunuug Go bi san.

Di hadapannya terbantanglah sebuab tanah gersang yang sangat

luas tak terlihat ujung pangkalnya.

Dengan cepat dia menghentikan larinya sambil memandang

sekeliling tempat pikirnya: "Hmmm. . dia lari kearah mana?"

sesudah ragu-ragu sebentar dengan cepat dia memutuskan suatu

arah yarg kemungkinan dilalui oleh Hong Mong Ling, dengan tanpa

pikir panjang lagi dia melanjutkan pengejaran kearah sana.

Pengejaran ini tanpa terasa sudah melalui jarak sejauh ratusan

lie hingga sampai diluar kota Hong Yu Sian sedang waktu itu hari

sudah mulai terang.

Dia tahu Hong Mong Ling tidak akan berani masuk kota karena

itulah sesudah berputar disekitar luar kota, dia mengambil suatu

jalan kecil mencari kembali hingga atas gunung Go Bi san.

Akhirnya hasilnya sia-sia belaka.

Sekembalinya di dalam benteng Pek Kiam Po waktu menunjuktan

siang hari, agaknya seluruh pendekar pedang dari benteng itu

sudah dikerahkan keluar untuk mengadakan pencarian besar-

besaran, hanya saja mereka mencarinya tidak sejauh Ti Then,

karena itulah mereka jauh lebih pagi tiba di dalam benteng.

Huang Puh Kian Pek juga sudah tiba di dalam Benteng, Kini

melihat Ti Then kembali, segera menyambut ke depan, tanyanya:

"Bagaimana?"

"Tidak ketemu." sahutnya sambil gelengkan kepalanya.

Huang Puh Kian Pak menjadi gemas bercampur mangkel, sambil

menggosok tangan ujarnya:

"Lalu bagaimana baiknya? Lalu bagaimana baiknya??, kalau kita

tidak bisa menolong dia kembali. ."

"Hu Pocu" potong Ti Then dengan cepat "Lebih baik kita

rundingkan di dalam rumah saja"

Kedua orang itu segera masuk dalam benteng dan duduk

ditengah ruangan tamu, sedang kedua puluh orang pendekar

pedang merah pun berjalan masuk. air muka pendekar-pendekar

itu kelihatan sekali sangat murung, seperti semut-semut diwajan

panas, Tanya Ti Then kemudian: "Hu Pocu kamu sudah mengejar

sampai dimana?"

"Lohu mengejar sampai tepi sungai baru kembali, Ti Kaauw tauw

bagaimana?"

"Boanpwe mengadakan pengejaran sampai luar kota Hong

Yusian."

Huang puh Kian Pak menunjuk kearah ke dua puluh orang

pendekar pedang merah itu, ujarnya lagi.

"Mereka pun mengadakan pengejaran dengan berpencar tetapi

hasilnya kosong belaka"

"Hee. . dia membawa nona Wi melarikan diri, tentu gerakannya

tidak akan sangat cepat, kita sekalian tidak bisa menemukan dirinya

semuanya dikarenakan jalan yang dilalui untuk melarikan diri kita

semua tidak tahu"

"Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil menghela napas

panjang, "Hei bagaimana sekarang?"

"Mari kita merundingkan bersama-sama, menurut Ho Pocu

sesudah dia menculik Nona Wi, bisakah menyembunyikan diri untuk

sementara di sekeliling tempat ini atau mungkin melarikan diri

sejauh-jauhnya? "

Air muka Huang puh Kian Pek sedikit bergerak, sahutnya

kemudian:

"Ehmmm, sudah tentu dia melarikan diri sejauh mungkin, tetapi

dia pun harus tahu kalau kita bisa menggerakkan seluruh kekuatan

kita di dalam benteng untuk melakukan pengejaran, maka itulah

untuk sementara waktu dia bisa bersembunyi disekeliling tempat ini"

"Seluruh gunung apa sudah dicari semua?"

"Tidak dicari secara teliti, kemarin malam semua orang mengejar

ke bawah gunung".

"Ehmmm. . ." ujar Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Kalau

begitu sekarang juga kita periksa seluruh gunung, semua pendekar

pedang hitam, putih serta merah harus bergerak semua. Kita

bicarakan lagi sesudah memeriksa dengan teliti semua tempat."

"Benar" sahut Huang Puh Kian Pek segera bangkit berdiri. "Ki

Kiam su cepat kamu bunyikan lonceng mengumpulkan seluruh

anggota pendekar pedang yang ada di dalam benteng di tengah

lapangan latihan silat. "

si pendekar pedang pencabut sukma KiTong Hong segera

menyahut dan meninggalkan ruangan itu dengan tergesa gesa.

Tidak lama kemudian serentetan suara lonceng yang mengalun

dengan keras berkumandang di seluruh penjuru benteng.

T

i Then serta Huang puh Kian pek sekalian dengan cepat bangkit

menuju ketengah lapangan latihan silat, Dengan tak henti-hentinya

menghela napas panjang ujar Huang puh Kian pek.

"Hei, sungguh menjengkelkan sekali, tak kusangka di dalam

Benteng kita bisa muncul seorang manusia rendah semacam ini.."

"Entah Pocu kita kapan baru kembali ??" Nyeletuk seorang

pendekar pedang merah yang berada di sampingnya. "Heei .. paling

cepat juga satu bulan lamanya." Mendadak Ti Then tersenyum

ujarnya.

"Bagaimana Hu Pocu berani memastikan kalau Pocu baru kembali

satu bulan kemudian?"

saat itu Huang Puh Kian Pek baru teringat kalau sesaat Wi Ci To

hendak meninggalkan Ti Then hendak mengejar Hong Mong Liong,

kalau memangnya untuk mengejar Hong Mong Ling sudah tentu

sangat sukar untuk ditemukan, kapan baru bisa kembali ke dalam

Benteng, karena itulah sahutnya dengan sembarangan:

"Itu hanya merupakan dugaan Lohu saja, sekali pun suhengku

tidak berhasil mengejar Hong Mong Ling, tetapi mungkin dia

mengunjungi beberapa sahabat-sahabatnya"

Ti The hanya mengangguk saja tidak mengucapkan kata-kata

lagi, sedang dalam hati pikirnya:

"Kelihatannya sampai Hu Pocu ini sendiri juga tidak tahu kalau

saat ini Wi Ci To sedang bersembunyi di dalam loteng penyimpan

kitabnya. Hemmm sekarang tentunya Wi Ci To sudah tahu kalau

putrinya diculik tapi dia tetap saja tidak mau keluar dari tempat

persembunyiannya, . . hatinya sungguh kejam. Pada saat pikirannya

sedang berputar itulah semua orang sudah tiba ditengah lapangan

latihan silat.

saat itu dua ratus orang pendekar pedang hitam serta pendekar

pedang putih dengan sangat teratur berdiri di hadapan mimbar.

Huang puh Kian Pek segera menaiki mimbar, ujarnya dengan

berat:

"saudara-saudara sekalian, sesudah Hong Mong Ling menculik

pergi nona Wi, kemungkinan sekali dia belum meninggalkan daerah

gunung Go bi ini, sekarang marilah kita sekali lagi memeriksa setiap

jengkal dari tanah gunung Go bi ini, setiap tiga orang membentuk

satu kelompik, sesudah mendengar pembagian segera berangkat

mengerjakan perintah ini."

Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi:

"Dari pendekar pedang merah Ciauw It Hak. dari pendekar

pedang putih Sha In seng serta dari pendekar pedang hitam The Ci

Ho kalian tiga orang bertanggung jawab atas pencarian sekitar

daerah goa pintu naga kuil selaksa tahun serta sekitar hutan

puncak bangunan cepat pergi"

Cauw It Hak, Sha In seng serta The

membungkukkan diri memberi hormat serunya:

Ci

Ho

segera

"Menurut perintah"

Dengan cepat dipimpinnya barisan masing-masing untuk mulai

melaksanakan tugas tersebut.

"Tong Khie Peng, Jan Liang, Tau it Cin seag kalian bertiga

bertanggung jawab atas pemeriksaan sekitar daerah kuil harimau

tunduk. loteng Cin Eng Ki, batu cadas Hong Cun Peng, goa Kiu Lo

Tong serta sekitar daerah bukit telaga Ki siang Tie."

"Cao Kim Jan, Ie Wan Hiong, Pouw Cing kalian bertiga

bertanggung jawab atas pemeriksaan daerah sekitar Hu sian Cian,

bukit Tiang so Po, kuil In sian si serta sekitar puncak selaksa

Buddha.

Tidak seberapa lama seluruh pendekar pedang merah, putih

serta hitam yang ada sudah dibagi untuk melaksanakan tugasnya

masing-masing. Akhirnya ujar Huang puh Kiau Pek kepada Ti Then.

"Lohu juga akan ikut di dalam gerakan pemeriksaan gunung ini,

sedang Ti kauw tauw lohu minta menyagakan benteng ini"

"Tidak. boanpwe seharusnya ikut juga di dalam pemeriksaan

gunung ini."

"Ti Kauw tauw tidak paham terhadap jalanan sekitar pegunungan

ini, lebih baik tinggal di dalam Benteng saja menanti sesudah para

pendekar yang memeriksa gunung mendapatkan jejak barulah

pulang beri laporan, saat itu Ti kauw tauw mau pergi masih belum

terlambat"

Ti Then yang berpikir alasan ini memang sangat tepat sebera

mengangguk sahutnya.

"Baiklah, boanpwe akan menunggu kabar di dalam Benteng,

harap Hupocu pergi dengan berlega hati."

Demikianlah Huang puh Kian Pek cun meninggalkan benteng

dengan tergesa-gesa.

seluruh benteng kini hanya tinggal puluhan pelayan saja,

membuat suasana di dalam benteng ini menjadi begitu sunyi serta

tenangnya, dia balik ke dalam ruangan dan duduk kembali, sedang

pikirannya dengan cepat berputar. . teringat kembali akan Wi Ci To

yang menyembunyikan diri dalam loteng Penyimpan kitab. .

Putrinya sudah terjadi suatu peristiwa ternyata dia masih bisa

menahan diri . heei. . bukankah hal ini keterlaluan??

Hmm? hanya untuk mengawasi gerak-gerikku ternyata tidak

mauperduli lagi nasib keselamatan dari putrinya sendiri, kelihatan Wi

Ci To pocu yang mem punyai nama sangat terkenal di dalam dunia

kangouw ini pun bukankah seorang manusia baik-baik.

Baru saja dia berpikir dengan gusarnya mendadak terlihatlah

pelayan tua yang melayani dirinya si Locia dengan air muka yang

sangat girang berlari masuk ke dalam ruangan, serunya dengan

keras. "Sudah pulang. . sudah pulang."

"Siapa yang sudah pulang??" tanya Ti Then sambil bangkit berdiri

berdiri dengan cepat, "Pocu kami. . Pocu kami sudah pulang."

Baru dia berkata sampai di situ, terlihatlah Wi Ci To dengan lagak

seperti baru saja melakukan perjalanan jauh dengan langkah lebar

berjalan masuk ke dalam ruangan.

Dengan cepat Ti Then maju ke depan

kedatangannya, ujarnya sambil memberi hormat.

menyambut

"Pocu sudah pulang."

"Ti kauw tauw." ujar Wi Ci To dengan air muka penuh perasaan

terkejut. "Dimana semua pendekar pedang yang ada di dalam

benteng?"

" Kedatangan Pocu sangat cepat sekali, kemarin malam Hong

Mong Ling menyelundup masuk ke dalam benteng dan menculik

pergi nona Wi."

"Apa?" teriak Wi Ci To dengan keras. "Binatang itu. dia berani

menculik In ji?? sekarang sudah ketemu belum?"

"Belum Kemarin malam boanpwe sudah melakukan pengejaran

hingga jauh diluar benteng, tetapi hasilnya hampa belaka, karena

itu Hu pocu baru saja perintahkan seluruh pendekar pedang yang

ada di dalam Benteng untuk melakukan pemeriksaan yang lebih

teliti diseluruh daerah pegunungan, jika tidak memperoleh hasil

barulah mencarijalan lain"

Kegusaran dari Wi Ci To tidak bisa ditahan lagi, dengan sinar

mata berapi-api teriaknya dengan keras.

"Bangsat cilik, Kamu berani berbuat demikian kurang ajar. .

hmm. .jangan harap bisa lolos dari tanganku"

Sehabis berkata dia putar tubuh dan menerjang keluar dengan

sangat cepat.

Ti Then tahu kalau dia pun akan mencari disekitar gunung,

karena itulah tidak sampai mengikuti dari belakang, sesudah melihat

bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan, dari air mukanya

segera terlihat terlintas suatu senyuman, pikirnya:

"Ehmm, pandai juga dia berpura-pura, tetapi perasaan cemas

yang terlihatpada wajahnya bukan sengaja diperlihatkan."

Tetapi. . dengan munculnya Wi Ci To kembali ke dalam Benteng,

ini membuat perasaan tidak puasnya terhadap Wi Ci To tersapu

lenyap dari benaknya.

Dengan perlahan dia mengalihkan pandangannya kearah Locia si

pelayan tua itu, ujarnya sambil tersenyum.

"Lo cia, kembalinya Pocu kali ini sungguh cepat sekali."

"Benar, untung sekali dia tepat waktunya kembali, kalau tidak

entah apa yang akan terjadi."

Ti Then hanya tersenyum saja, tidak berbicara lagi, sedang

dalam hati pikirnya.

"Pelayan tua ini kemungkinan sekali merupakan salah seorang

yang menyelidiki dan mengawasi seluruh gerak gerikku, sejak hari

ini aku harus lebih berhati-hati lagi terhadap dirinya"

"Ti Kauw tauw" ujar si Locia lagi "dengan wajah yang sangat

murung, kau lihat bisakah Hong Mong Ling berbuat sesuatu

terhadap siocia kita?"

"Kemarin malam ditengah gunung dia pernah berusaha

memperkosa siocia, karena itulah kali ini dia menculik pergi siocia,

kemungkinan sekali juga mengandung maksud tidak lurus. ."

"Hei, memang benar papatah yang mengatakan, tahu mukanya

tahu orangnya tetapi tidak akan tahu hatinya, siapa sangka seorang

pemuda begitu baik kelihatannya hanya di dalam dua tiga hari saja

sudah berubah menjadi demikian ganas serta kejamnya, boleh

dikata mirip dengan hati srigala heeeei... Tidak lebih seperti seekor

binatang"

"Tapi persoalan yang pokok

perjodohannya deagan siocia."

karena

Pocu

membatalkan

"Sekali pun begitu" ujar si Locia itu lagi. "Dengan membohongi

siocia dia bermain perempuan diluaran sudah tentu pocu kami tidak

setuju kalau putrinya dijodohkan dengan manusia rendah seperti

itu."

"Ehmmm, kamu mengikuti pocu sudah sangat lama sekali,

tentunya tahu juga asal usulnya bukan???"

"Tentu tahu.." sahut si Locia sambil mengangguk "Dia berasal

dari kota Majan di daerah Oh Tong atau Kini daerah Hu Pak.

ayahnya adalah sam Huan sin su atau si tangan sakti bergelang tiga

Hong Tiong Yang, pada waktu itu membuka sebuah piauw kiok di

kota Han Yang yang bernama Liong Hong piauw kiok. akhirnya

karena mengawal barang kiriman mendapat luka dan bersembunyi

ditengah pegunungan yang sunyi sedang putra tunggalnya dikirim

kemari mohon pocu mau menerimanya"

"Ooooh kalau begitu pocu dengan ayahnya si sam Huan sin su

merupakan kawan karib" potong Ti Then cepat.

"Tidak bisa dikatakan merupakan kawan karib, mereka hanya

pernah berkenalan saja. karena pocu melihat bakatnya sangat

bagus dan orangnya tumbuh sangat tampan maka baru sanggup

untuk menerimanya sabagai seorang murid."

"Pada tiga tahun yang lalu ayahnya sudah meninggal."

"Ooh" sahut Ti Then perlahan. "Lalu Ibunya ???"

"Ibunya shen si meninggalkan dunia pada tahun kedua sesudah

melahirkan dirinya, dia mati dibunuh orang"

"Dibunuh orang??" tanya Ti Then sambil memandang tajam

wajahnya.

"Benar, jikalau di bicarakan soal ibunya shen si merupakan

seorang yang punya asal usul terkenal. Dia merupakan putri dari

Thiat Ciang Cang sam Kun atau pukulan besi menggetarkan tiga

daerah shen Cing Hong yang pernah menggetarkan dunia

kangouwpada waktu itu, karena itulah sewaktu dia masih nona

sudah mendapatkan seluruh kepandaian dari ayahnya, kemudian

sesudah kawin dengan Hong Tiong Wan membantu suaminya

menyalankan Piauw kiok."

"Pada tahun kedua sesudah melahirkan Hong Mong Ling ada satu

kali suaminya mengawal barang menuju ke daerah Lo kho sedang

dirinya mengawal barang ke Kota Han Yang, tidak disangka

ditengah jalan terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan dirinya

terbunuh hingga binasa, akhirnya Hang Tiong Yan berhasil

membunuh penyahat itu membalaskan dendam bagi istrinya."

"Kalau begitu Hong Mong Ling sekarang hanya seorang diri

saja?"

"Aku Kira demikian, tapi aku pernah dengar ayahnya

meninggalkan sejumlah harta benda dikota Han Yang yang sekarang

dijaga oleh pamannya."

" Harta kekayaan apa? pamannya bernama siapa?.."

"Agaknya sebuah rumah penginapan sedang pamannya bernama

apa hamba sendiri juga tak tahu".

"Ehmmm..." ujar Ti Then sambil mengangguk. "Aku kira pocu

tentu tahu, nanti sesudah dia pulang aku mau tanya dia.."

"Buat apa Ti kauw tauw menanyai hal ini?"

"Jika di atas gunung tidak menemui dia, aku pikir harus pergi ke

kota Han Yang satu kali, paling sedikit juga harus cari pamannya

yang berdiam di sana."

"Tidak salah, tetapi waktu itu kemungkinan siocia sudah

menemui bencana di tangannya"

"He hee hee... tetapi masih bisa juga menangkap dia kembali

untuk dijatuhi hukuman, bukan begitu???"

"Heei, semoga saja Thian melindungi kesehatan dan keselamatan

siocia sehingga dia bisa kembali dengan selamat"

"Ehm, sekarang sudah siang?"

"Benar"

" Kemarin malam aku sudah melakukan perjalanan sejauh dua

ratus lie lebih, kini perutku merasa lapar, cepat pergi sediakan

makanan" si Lo cia pelayan tua itu segera menyahut dan berlalu dari

sana.

Awan gelap mulai menutupi seluruh jagat, malam hari pun tiba

dengan cepat, para pendekar pedang yang dikirim keluar satu

persatu pada pada kembali ke dalam benteng. Tetapi tidak seorang

pun diantara mereka yang membawa kabar baik. Tidak lama

kemudian Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek pun kembali.

Seluruh tubnh mereka basah kuyup oleh keringat yang mengucur

mengotori seluruh bajunya hal ini memperlihatkan kalau mereka

sudah memeriksa setiap jengkal tanah seluruh gunung GoBisan itu.

Tetapi. . yang mereka bawa pulang tidak lebih hanya tubuh yang

lelah serta air muka yang murung sedih, gusar serta gemas yang

bercampur menjadi satu.

Dengan wajah yang loyo Wi Ci To menyatuhkan diri di atas kursi

dalam ruangan itu, matanya dipejamkan rapat-rapat sama sekali

tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Dua puluh tiga orang pendekar pedang merah yang berdiri di

dalam ruangan itu pun pada menundukkan kepalanya rendah-

rendah, air muka mereka kelihatan sekali sangat sedih dan murung.

Seluruh ruangan saat itu diliputi oleh perasaan duka yang amat

sangat, tidak terdengar suara manusia yang bercakap-cakup, hanya

helaan napas panjang sering memecahkan kesunyian yang

mencekam itu, sesudah hening lama sekali barulah terlihat Wi CiTo

membuka kembali matanya, ujarnya dengan perlahan.

"Shia Pek Tha, Ki Tong Hong, Cian su Ci serta ouwyang Huan

kalian berempat bertanggung jawab di dalam pengiriman "Perintah

seratus Pedang" segera kirim perintah itu"

shia Pek Tha, Cian su Ci, Ki Tong Hong serta ouwyang Huan

segera menyahut dan mengambil empat buah panyi kecil yang

bertuliskan kata-kata, "Perintah seratus pedang" dari sebuah tabung

ditengah meja sembahyangan di dalam ruangan itu, kemudian

mengundurkan diri dengan tergesa-gesa.

-0000000-

TIDAK LAMA KEMUDIAN terdengar suara derapan kuda yang

sangat ramai berkumandang masuk dari luar ruangan yang makin

lama makin menyauh.

Wi Ci To termenung berpikir lagi beberapa saat lamanya,

kemudian barulah ujarnya kepada kesembilan belas pendekar

pedang merah lainnya:

"Kalian mengundurkan diri untuk makan sesudah dahar segera

berangkat, setiap dua orang dibagi menjadi satu kelompok masing-

masing mengejar secara berpisah sebelum mendapatkan perintah

lohu yang mencabut kembali perintah ini kalian jangan pulang"

Kesembilan belas pendekar pedang merah itu segera menyahut

dengan hormat dan mengundurkan diri dari dalam ruangan.

sesudah itulah Wi Ci To baru menoleh kearah Ti Then, ujarnya

sambil tertawa:

"Tadi di tengah jalan Hupocu beritahu pada lohu, katanya

kemarin malam bangsat cilik itu sudah menawan putriku ke dalam

gua untuk melakukan pekerjaan tidak sopan, untung sekali waktu

itu Ti Kiauw tauw datang menolongnya saat itu kenapa Ti kauw

tauw melepaskan dia pergi?"

"Kesemua ini merupakan kesalahan boanpwe" sahut Ti Then

dengan perlahan, "Jika tahu dia akan berbuat demikian tentu

boanpwe tak akan melepaskan dia pergi." Air mata mulai jatuh

berlinang membasahi wajah Wi Ci To, ujarnya dengan sedih.

"Selamanya Lohu mendidik murid dengan sangat keras, tidak

disangka masih muncul juga seorang manusia rendah seperti dia..

Hei.. jika tidak secepat mungkin menolong putriku dari tangannya . .

. namaku selama ini akan ikut hancur berantakan"

"Orang budiman akan mendapatkan bantuan dariThian, boanpwe

percaya putrimu akan kembali dengan selamat"

"Heei.." ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Kemarin

malam bangsat itu sudah punya maksud jelek terhadap putriku, kali

ini dia berhasil menculiknya tentu tidak akan melepaskannya dengan

begitu saja?"

"Tapi. ." ujar Ti Then setengah menghibur. "sesudah dia

menculik putrimu kita sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang

ada di dalam benteng untuk mencari dia, aku kira di dalam

beberapa hari ini dia tak akan berani berbuat sesuatu terhadap nona

Wi."

"Benar . ." sambung Hung puh Kian Pek dengan cepat "Perkataan

Ti kauw tauw sedikit pun tidak salah, asalkan di dalam beberapa

hari ini kita bisa menemui dia, maka In ji tidak akan mendapatkan

bencana."

Dengan pandangan kosong Wi Ci To memandang keluar

ruangan, lama sekali dia berdiri termangu-mangu tidak

mengucapkan sepatah kata pun.

"Becana yang diderita nona Wi kali ini seharusnya boanpwe juga

ikut bertanggung jawab, karena itulah boanpwe sudah mengambil

keputusan untuk meninggalkan benteng ikut mencari, sekali pun

tidak bisa menolong Nona Wi sedikit-dikitnya bisa menawan dia

kembali ke dalam Benteng"

Wi Ci To hanya menganggakan kepalanya saja.

"Sore tadi" ujar Ti Then lagi "Boanpwe pernah dengar perkataan

dari Locia, katanya dikota Han Yang ayahnya pernah meninggalkan

sebuah rumah penginapan yang sekarang dijaga oleh pamannya,

Pocu tahukah kamu apa nama dari rumah penginapan itu?"

"Rumah penginapan Hok An."

"Lalu siapa nama dari pamannya ?"

"Hong Tiong Peng "

"Selain dia apakah masih ada keluarga lain atau kawan-

kawannya?"

"Heei . . ." ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang, "pada

usia tiga belas dia masuk benteng ini, agaknya diluaran tidak punya

kawan-kawan lain, sedang dari keluarganya yang paling sering

mengadakan hubungan hanya dari pihak kakeknya- kakeknya

adalah sipukulan besi menggetarkan tiga daerah shen Cin Hong

sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, kini hanya tinggal

neneknya saja yang masih ada, dan tahun yang lalu dia masih

datang kemari nengok dia"

"Sebuah dusun kecil didekat Heng sak Than di atas gunung Kiu

kongsan" Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah

ujarnya:

"Jika tidak berhasil mendapatkan dirinya, terakhir kita harus pergi

juga kerumah neneknya serta rumah penginapan Hok An untuk

mencari berita, karena kedua tempat ini cepat atau lambat, dia akan

ke sana juga"

"Kapan Ti Kauw tau mau berangkat ?"

Ti Then yang punya maksud hendak berunding dulu dengan

majikan patung emas, segera sahutnya.

"Bagaimana kalau boanpwe berangkat besok pagi?"

Padahal di dalam hati Wi Ci To sangat mengharapkan dia bisa

berangkat malam itu juga, hanya saja tidak enak untuk diucapkan

keluar, segera dia mengangguk. sahutnya.

"Baiklah, kemarin malam Ti Kauw tauw sudah melakukan

perjalanan satu malaman, seharusnya kini beristirahat lebih dulu"

Dengan segera Ti Then bangkit untuk memohon diri dan kembali

kekamarnya sendiri.

Dia memerintahkan pelayan tua si Locia itu menyediakan

segentong air panas untuk mandi, kemudian dahar malam dikamar

sesudah semuanya selesai barulah dia menyulut lampu dan

mengetuk jendela sebanyak tiga kali.

Dia tahu majikan patung emas baru akan muncul pada tengah

malam buta, karena itulah dia tidur terlebih dulu untuk menanti

kedatangan majikan patung emas di tengah malam nanti.

siapa tahu sekali tidur dia telah jatuh pulas dengan nyenyaknya

sampai dia merasa bahunya ditepuk orang barulah sadar kembali

dengan sangat terkejutnya. Yang menepuk bahunya itu tidak lain

adalah patung emas yang pernah di temuinya itu. Dengan cepat Ti

Then bangun dari tidurnya sambil duduk ujarnya: "Hei kawan,

sungguh cepat kedatanganmu kali ini."

Dengan suara yang lembut dan dihantar dengan menggunakan

ilmu menyampaikan suara, sahut majikan patung emas itu dari atas

atap rumah. "Heehehe kentongan ketiga sudah berlalu, kamu kira

masih pagi?."

Mendengar perkataan itu Ti Then segera angkat kepalanya

memandang ke atas atap rumah, sahutnya sambil tersenyum:

"sebetuinya aku mau tunggu dengan cara bagaimana kamu

datang, ha ha ha tidak disangka sudah tertidur demikian pulasnya"

"Hemm aku beberapa kali sudah peringatkan dirimu, jangan

coba-coba selidiki jejakku"

"Aku hanya ingin tahu dengan cara bagaimana kamu bisa

menghindarkan diri dari pengawasan orang-orang benteng ini"

sahut Ti Then sambil angkat bahunya. "Kamu anggap aku punya

ilmu untuk melenyapkan diri?"

"Ha ha ha ha tidak sampai begitu jauh" sahut Ti Then sambit

tertawa terbahak-bahak "Tentang nona Wi yang diculik tentu kamu

tahu bukan?"

"Ehmmm. .tahu"

" Kamu pikir harus bagaimana baiknya sekarang ini?" "Tolong dia

pulang"

"Besok pagi-pagi aku mau berangkat, hanya tidak tahu none Wi

sudah diculik kemana, kamu tahu tidak?"

"Aku tidak tahu" sahut majikan patung emas lagi "Bagaimana

pun juga kau harus berusaha keras mendapatkan Hong Mong Ling

dan menolong kembali Wi Lian In."

"Kalau tidak berhasil?"

"Asalkan Hong Mong Ling belum bunuh dia pada suatu hari tentu

berhasil juga menolong dia kembali"

"Jika Hong Mong Ling sudah membunuh mati dia?"

"Sekarang tidak usah terlalu banyak pikiran urusan ini."

"Masih ada satu hal lagi yang harus dijelaskan, jika dia sudah

diperkosa oleh Hong Mong Ling lalu aku.."

"Kamu tetap harus memperistri dirinya" potong majikan patung

emas itu dengan cepat.

"Hemm"

"Kamu adalah patung emasku" sambung majikan patuug emas

itu lagi, "sekali aku katakan padamu, aku mau kamu berbuat apa

saja, kamu harus lakukan"

"Aku mau kamu berbuat apa saja kamu harus melakukan

pekerjaan itu, sekali pun aku mau kamu memperistri seorang

kuntilanak yang bagaimana jelek pun kamu harus memperistri

kuntilanak itu dengan tanpa membantah"

"Hmm"

"Masih ada persoalan apalagi yang hendak kamu tanyakan?"

"Kamu ikut aku keluar benteng tidak"

"Ehmm. . kali ini aku

benteng saja."

punya pikiran untuk tinggal di dalam

"Tapi" ujar Ti Then lagi, "jika ditengah perjalanan aku

membutuhkan petunjuk darimu aku harus berbuat bagaimana?

"Kamu boleh putuskan urusan itu sesuka hatimu"

"Kenapa kamu tidak ikut aku keluar benteng?"

"Jika aku berdiam di dalam benteng, setiap saat bisa

mendapatkan berita mengenai Wi Lian In, asalkan ada orang yang

berhasil menolong dia pulang maka dengan cepat aku akan

beritahukan kepadamu"

"Kamu bisa mencari aku?"

"Bisa."

"Bagaimana kamu bisa tahu aku berada dimana?"

"Sudah tentu aku punya cara untuk mengetahuinya"

"Baiklah" ujar Ti Then kemudian.

"Sekarang silahkan kamu sediakan uang untuk aku gunakan,

seratus tahil perak yang waktu itu kamu berikan padaku sudah aku

gunakan hingga habis"

"Hmm kamu jadi orang terlalu royal, kali ini tidak bisa."

"Tidak ada uang sukar berjalan, kalau tidak beri aku uang, suruh

aku pakai apa pergi cari nona Wi"

"Besok sebelum kamu meninggaikan Benteng Wi Ci To tentu

akan kasih kamu uang"

"Tapi..." timbrung Ti Then lagi. "aku melakukan pekerjaanmu

sudah seharusnya menggunakan uangmu."

"Peristiwa tertawannya Wi Lian In kali ini tidak termasuk di dalam

dugaanku maka kali ini seharusnya dikatakan kamu membantu Wi Ci

TO menolong pulang putrinya, sudah seharusnya dia yang keluar

uang."

" Hmm. . . sungguh cermat perhitunganmu"

Majikan patung emas itu tidak memberi jawaban lagi, dengan

cepat patung emasnya ditarik ke atas atap. kemudian menutup

kembali tempat itu dan berlalu dengan tidak menimbulkan sedikit

suara pun. Ti Then juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, sambil

menghela napas panjang dia membaringkan tubuhnya kembali ke

atas pembaringan, tetapi hingga pagi menjelang kembali dia tidak

bisa tertidur kembali. sampai dari kamar sebelah dia dengar suara

batuk-batuk dari itu pelayan tua si Lo cia barulah dia bangkit dari

pembaringannya dan membuka pintu.

Diruang makan sesudah habis bersantap pagi bersama-sama

dengan Wi Ci To serta Huang Puh Kian pek. terlihatlah dengan

membawa sebungkus uang perak serta sebilah pedang Wi Ci TO

berjalan kearahnya, ujarnya kemudian.

"Pedang ini disebut sebagai "seng shia" yang berarti menang dari

segala iblis yang merupakan salah satu pedang wasiat kesayangan

lohu pada masa yang silam, kini lohu hadiahkan pada Ti Kauw tauw

sebagai bekal perjalanan, di samping itu lima ratus tahil uang perak

ini harap Ti kiauw tauw terima sekalian"

000

TI THEN dengan mengucapkan terima kasih menerima hadiah

itu, tanyanya kemudian: "Apakah Pocu juga mau ikut mencari nona

Wi?"

"Lohu pikir akan menunggu beberapa hari terlebih dulu di dalam

Benteng, jika tidak ada berita barulah pergi sendiri"

Dengan perlahan Ti Then menoleh pula kearah Huang Puh Kian

Pek tanyanya lagi: "Bagaimana dengan Hu pocu?"

"Lohu juga akan berangkat, nanti kita keluar bersama-sama"

sahut Huang Puh Kian Pek perlahan.

"Kalau begitu" ujar Ti Then sambil bangkit berdiri "biarlah

boanpwe balik kekamar untuk mengambil sebentar barang-barang,

kemudian kita berangkat bersama-sama"

sesudah memberi hormat dia mengundurkan diri ke dalam

kamar, sesudah membungkus uang serta pakaiannya menjadi satu

dan menggantungkan pedang pemberian Wi Ci To itu pada

pinggangnya segera dia berjalan ketengah lapangan latihan silat.

Waktu itu Huang Puh Kian Pek sudah menuntun dua ekor kuda

jempolan menanti kedatangannya ditengah lapangan, begitu melihat

dia datang segera memberikan tali les dari seekor kuda jempolan

berwarna merah darah kearahnya, ujarnya sambil tertawa:

"Kuda ini disebut Ang san Khek yang merupakan kuda

kesayangan dari In ji, kini Ti Kauw tauw boleh menggunakanmya

kemungkinan sekali dengan kepandaian kuda tersebut bisa

menemukan kembali jejak dari In ji"

sambil tersenyum Ti Then menerima tali les itu sesudah naik ke

atas punggung kuda tersebut ujarnya: "Ayoh jalan"

-ooo0dw0ooo-

Jilid 8.1. Setan Pengecut Berkerudung Penculik Nona Wi

Tali les kudanya ditarik, terdengarlah suara ringkikan kuda yang

panjang, empat buah kakinya mulai bergerak dengan sangat

cepatnya menerjang keluar pintu Benteng.

Huang Puh Kian pek dengan cepat menyalankan kudanya pula

untuk mengejar, tua muda dua orang itu yang satu berada di depan

sedang yang lain berada di belakang dengan mengikuti jalanan

gunung berlari dengan cepatnya ke bawah. Tanya Ti Then

kemudian.

"Hu Pocu, kamu orang

mana?"

punya maksud mengambil jalan yang

"Daerah Siok Pak banyak terdapat gunung, Lohu punya maksud

mencari dari sebelah utara, bagaimana dengan Ti kiauw tauw? "

"Ehm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sejenak, "Boanpwe

punya maksud mencari kearah timur dulu kemudian baru memasuki

daerah Oh Tong (kini daerah Hu Pak) kekota Han Yang mencari

pamannya dirumah penginapan Hok An,jika di sana tidak peroleh

hasil baru menuju kedaerah telaga Heng sak Than rumah neneknya"

"Kalau begitu baiklah." ujar Huang Puh Kianpek sambil

mengangguk "Nanti kita berpisah dijalanan bawah gunung. "

Di dalam sekejap mata saja mereka sudah berada disuatu

persimpangan jalan di bawah gunung itu, kedua orang itu segera

berpisah yang satu menuju kearah utara sedang yang lain menuju

kearah timur untuk melakukan pencarian sendiri.

Ti Then yang melakukan perjalanan ke arah timur ditengah jalan

terus menerus mencari berita tentang Wi Lian In, sesudah berjalan

dua hari lamanya ia tetap belum memperoleh sedikit berita pun

tetapi arah tujuannya tetap tidak dirubah karena dia tahu sebelum

memperoleh gambaran dari situasi yang sebetulnya sekali pun

mengubah arah tujuan tetap tidak berguna karena itulah terpaksa

dia melanjutkan perjalanan ke depan.

Di tengah perjalanan ini walau pun tidak berhasil didapatkan

sedikit kabar pun hal ini belum bisa membuktikan kalau Hong Mong

Ling tidak melewati jalanan ini karena sesudah berhasil dia culik Wi

Lian In meninggalkan daerah gunung Go bi kemungkinan sekali

melarikan diri menggunakan kereta kuda yang tertutup sehingga hal

ini membuat dia tidak memperoleh sedikit berita pun.

Pada pertengahan hari kedua dia sudah tiba ditempat daerah

garam yang sangat terkenal yaitu daerah Ci Liuw Cing, segera

dicarinya sebuah rumah makan untuk menangsal perutnya, ketika

sedang enaknya dia dahar datanglah seorang pelayan ke samping

tubuhnya sambil memberi hormat tanyanya: "Tolong tanya apakah

kongcu she Ti?"

Mendengar pertanyaan itu hati Ti Then serasa tergetar sangat

keras, sambil memandang sekejap sekeliling tempat itu ujarnya:

"Ehmm tidak salah bagaimana kamu bisa tahu ??"

Dari dalam sakunya pelayan itu mengambil keluar sebuah sampul

surat yang kemudian diangsurkan ke hadapannya, ujarnya:

"Baru saja ada seorang anak kecil yang mengirim surat ini,

katanya surat ini akan dikirim kepada seorang kongcu berbaju hitam

yang mem punyai hati, hamba melihat di atas loteng ini hanya

kongcu seorang yang memakai pakaian hitam. . ."

"Mana itu bocah?" potong Ti Then sambil menyambut sampul

surat itu.

"Sudah pergi"

"Kamu kenal dia?" tanya Ti Then lagi dengan cemas.

"Hamba tidak kenal" sahut pelayan itu sambil gelengkan

kepalanya . "dia menyerahkan sampul surat itu kepada hamba

sesudah memberi tahu kalau surat ini harus di serahkan kepada

kongcu dengan cepat dia lari pergi."

"Ehmmm. . kamu lihat berapa usia bocah itu ??"

"sepertinya baru berusia sebelas . . dua belas . ."

Segera Ti Then tahu kalau bocah cilik itu pun hanya dititipi oleh

seorang lain saja, segera sahutnya sambil anggukan kepalanya.

"Baiklah . . terima kasih"

Pelayan itu segera mengundurkan dirinya dari hadapan Ti Then.

Sesudah dilihatnya pelayan itu pergi jauh, barulah Ti Then

membuka isi sampul surat itu, di dalamnya terlipat secarik kertas

putih yang berisikan beberapa puluh kata.

" Untuk menolong Wi Lian In datanglah ke gunung Yan siong

san, tetapi dilarang beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari

benteng Pek Kiam Po. Melanggar permintaan ini tidak akan ditemui

kembali."

Tulisan itu ditulis dengan batu arang, setiap gaya serta

lengkukannya sangat mantap. agaknya dia punya maksud untuk

menutupi gaya tulisan yang sebenarnya.

Ti Then hanya tersenyum saja, sesudah menyimpan sampul surat

itu dia melanjutkan kembali untuk berdahar.

Jika dilihat luarnya kelihatan sekali sikapnya yang tenang tanpa

sedikit emosi. Padahal di dalam hati dia merasa sangat terkejut

bercampur girang, otaknya terus berputar memikirkan kedatangan

surat misterius yang sangat mendadak itu.

Jika ditinyau dari gaya tulisan yang sengaja dipertegas, di dalam

hati dia bisa menduga kalau pihak lawannya merupakan orang yang

sudah dikenal olehnya.

Tetapi walau sudah dipikirkan sangat lama, tetap saja tidak

diperoleh gambaran dari orang yang menulis surat kepadanya itu.

Hanya dari hal ini dia bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa

orang yang menulis surat itu tidak mungkin adalah Hong Mong Ling.

Karena sesudah Hong Mong Ling menculik pergi Wi Lian In,

tentunya dia tahu kalau dirinya sampai tertangkap kembali ke dalam

Benteng hanya jalan kematian yang di perolehnya, untuk melarikan

diri saja masih merupakan suatu persoalan yang rumit, sudah tentu

tidak akan berani bermain macam-macam dengan dirinya.

Kalau demikian apakah orang yang menculik pergi Wi Lian In

bukan Hong Mong Ling atau mungkin orang yang menulis surat ini

yang melakukan ?

Jika betul maka tujuannya di dalam menculik pergi Wi Lian In

harusnya adalah Wi Ci To sendiri, tetapi kenapa dia melarang

dirinya memberitahukan hal ini kepada orang-orang dari benteng

Pek Kiam Po?

Jika bukan maka pemberitahuannya kepada dia untuk pergi

kegunung Yau Liong san untuk menolong Wi Lian In bermaksud

baik, kalau memangnya begitu kenapa tidak mau menampakkan

diri?

Hemm, tidak perduli bagaimana pun aku harus melakukan hal ini

sesuai dengan permintaannya, aku mau lihat di atas gunung Yau

Liong san sudan tersedia mainan macam apa.

Berpikir sampai di sini segera Ti Then membereskan rekeningnya

dan turun dari atas loteng, sesaat meninggalkan pintu rumah makan

itu ditariknya seorang pelayan, sambil bertanya.

"Hey tolong tanya berapa jauh jarak dari sini sampai gunung Yau

Liong san?"

"Yau Liang san??" tanya pelayan itu melengakl

"Benar Gunung Yau Liong san"

"Ooh .... sangat jauh sekali"

"Ehmm . . tentang hal ini biarlah hamba berpikir sebentar.." Dia

berhenti dan ber pikir sebentar, "hamba sudah mengingat kembali

seharusnya berada di daerah tenggara, kongcu harus menuju ke

propinsi Ci Kiang dulu (terletak di daerah Su khuan) dari sana

bertanya lagi mungkin baru jelas"

"Terima kasih"

Dengan cepat dia meloncat naik ke atas kudanya dan menepuk

pantatnya hingga lari dengan kencangnya ke depan.

Dia percaya orang yang menulis surat itu tentu menguntit dirinya

secara diam-diam tetapi dia tidak punya maksud untuk mencari

tahu siapa pihak lawannya itu, karena menolong orang adalah

terpenting dari urusan itu, tak perduli pihak lawannya itu orang

yang menculik pergi Wi Lian In atau bukan, tidak perduli juga pihak

lawannya punya maksud baik atau jelek. pokoknya menolong Wi

Lian In paling penting dari semua urusan sedang penculiknya

merupakan urusan kedua saja.

Kudanya merupakan seekor kuda jempolan, sehingga larinya pun

bagaikan meluncurkan anak panah terlepas dari busurnya, hari itu

menjelang matahari lenyap di balik gunung dia sudah melakukan

perjalanan mendekati seratus li.

Dua hari kemudian dia sudah berada di bawah kaki gunung Yao

Liong san yang megah itu.

Setibanya ditempat itu Ti Then menjadi sangat bingung, karena

pihak lawannya sama sekali tidak beritahu tempat serta tanggal

pertemuannya, sesudah berpikir sebentar barulah dia menyalankan

kudanya mengitari sekeliling daerah gunung itu, begitu dilihatnya

diantara tempat itu muncul sebuah jalanan kecil dengan cepat

kudanya di larikan ke arah sana.

Sesudah berjalan beberapa saat lamanya melaluijalan itu dari

depannya terlihatlah seorang penebang kayu berjalan mendatang

dengan perlahan sambil tersenyum dia memberi hormat kepada Ti

Then, ujarnya:

"Laote ini apa betul bernama si pendekar baju hitam Ti Then"

Ti Then segera menarik tali les sehingga kudanya itu berhenti,

sambil merangkap tangan membalas hormat sahutnya. "Memang

cayhe adanya saudara..."

Penebang kayu berusia pertengahan itu tidak memberi jawaban,

dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepucuk surat dan di

angsurkan ke hadapan Ti Then, ujarnya:

"Tadi ada orang yang mentitipkan ini kepadaku untuk di

sampaikan kepada saudara, harap kamu mau terima"

Begitu Ti Then melihat dia diangsurkan sepucuk surat lagi, tidak

terasa alisnya dikerutkan rapat-rapat, sambil menerima surat

tersebut tanya:

"Siapa orang itu?"

"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.

"Dia seorang lelaki atau seorang perempuan? Berapa besar

usianya?"

"Tidak tahu" sahut penebang kayu itu sambil gelengkan

kepalanya kembali.

"Haa? Apa Loheng tidak melihatnya?" tanya Ti Then sambil

tertawa meringis.

"Sudah melihatnya dengan jelas."

" Kalau memangnya sudah melihat dengan jelas bagaimana tidak

tahu dia seorang lelaki atau pun seorang perempuan sudah tua atau

masih muda"

"Karena dia sudah beri aku satu tahil perak."

"Oooh . . ." matanya diputar keempat penjuru angin, kemudian

sambungnya dengan suara rendah. "Bagaimana jika aku beri dua

tahil perak lagi?"

"Tidak bisa" sahutpenebang itu sambil gelengkan kepalanya.

"walau kamu beri aku dua ratus tahil aku juga tidak berani

menerima."

Ti Then jadi menjadi melengak. tanyanya penuh keheranan. "

Kenapa?"

"Dia sudah peringatkan aku jika aku berani mengkhianati dia

maka kepalaku ini akan dipotong, sekali pun batok kepalaku ini tidak

laku tapi juga tidak seharga dua tahil perak bukan?"

"Haaa.. haaa .. betul. betul silahkan Loheng lanjutkan perjalanan"

Penebang kayu berusia pertengahan itu segera memikul kayunya

kembali untuk melanjutkan perjalanannya .

Segera Ti Then membuka sampul surat itu dan membaca isi

suratnya, di dalam surat itu tertuliskan:

"Hemm.. sudah aku bilang jangan sembarangan beritahukan

urusan ini kepada orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po, kamu

tidak mau dengar juga, kini masih menyuruh orang menguntit

secara diam-diam. Sekali ini aku beri kesempatan terakhir kalinya

untukmu, segera perintahkan orang itu kembali, kemudian menanti

pemberitahuanku selanjutnya"

Sehabis membaca isi surat itu Ti Then mendadak tertegun

dibuatnya.

Sama sekali tidak disangka olehnya kalau Wi Ci To masih

mengirim orang menguntit dirinya, hari itu ketika masih berada di

dalam benteng Pek Kiam Po sesudah mengetahui dari mulut majikan

patung emas kalau dirinya diawasi oleh empat orang pendekar

pedang merah siang malam hatinya tidak begitu terkejut dan heran

karena dia merasa perbuatan Wi Ci To itu memang seharusnya

tetapi sesudah terjadi berbagai peristiwa Wi Ci To ternyata masih

mencurigai dirinya, bahkan mengirim orang untuk mengawasi

seluruh tindak tanduknya, hal ini berada jauh diluar dugaannya.

Sekarang orang yang menulis surat itu salah menganggap kalau

dia yang mengatur orang untuk menguntit dari belakang, bukankah

urusan ini keterlaluan sekali?

Kini dia memberi perintah kepadanya untuk mengusir orang yang

menguntit dia itu, tetapi dengan cara bagaimana dia bisa

memancing orang-orang itu munculkan dirinya. "Ehmmm. . sudah

ada ?"

Di dalam benak Ti Then berkelebat suatu akal yang sangat bagus

sekali, segera dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya

dan melanjutkan perjalanan menuju ke arah tengah gunung.

Sesudah berjalan beberapa jauh mendadak seperti tubuhnya

terkena racun, mendadak badannya sempoyongan dan rubuh dari

atas pelana kudanya, tubuhnya dengan tepat terjatuh di samping

jalan dalam keadaan tidak sadarkan diri

Agaknya kuda itu tahu kalau majikannya menemui peristiwa

diluar dugaan, segera terlihatlah sikapnya yang tidak tenang,

dengan tak henti-hentinya dia meringkik panjang.

Permintaan tolongnya ternyata mendatangkan hasil, sekonyong-

konyong dari samping jalan ditengah tumbuhan pepohonan yang

rapat melompat keluar seseorang yang kemudian secara langsung

menuju ke samping tubuh Ti Then yang rubuh tidak sadarkan diri

itu.

Seluruh tubuh orang itu memakai baju berwarna hitam,

kepalanya memakai topi lebar yang terbuat dari rumput yang

direndahkan sehingga menutupi seluruh wajahnya, tetapi jika

ditinyau dari bentuk tubuhnya boleh dikata usianya kurang lebih

enam puluh tahunan.

Dia berjalan hingga ke samping tubuh Ti Then kemudian

berjongkok membimbing tubuhnya bangun.

Saat itulah Ti Then sudah sadar kembali dari pingsannya.

Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar dan memandang

orang tua itu sambil tersenyum, ujarnya kemudian.

"Aku kira siapa yang sudah datang. Eh. . eh, tidak tahunya pocu

sendiri"

Orang tua itu tidak lain memang si pedang naga emas Wi Ci To

adanya. Wi Ci To tahu kalau dia tertipu oleh siasatnya, tangan

kirinya yang merangkul pinggang Ti Then dengan cepat ditarik

kembali dan diubah menjadi cengkeraman menguasai jalan darah

Ciang Hia Hiat pada lehernya, ujarnya sambil tertawa. "Ti kauw

tauw kini sudah tahu kalau lohu menguntit dirinya."

Ti Then sama sekali tidak memberikan perlawanannya, hanya

dengan tertawa tawar sahutnya, "Tidak. aku baru tahu ada orang

yang menguntit diriku setelah menerima surat tadi, tidak tahunya

orang itu adalah pocu sendiri"

Air muka Wi Ci To yang penuh dihiasi senyuman segera hilang

lenyap berganti dengan wajah yang keren, sepatah demi sepatah

tanyanya dengan berat: "Siapa orang itu??"

"Tidak tahu."

"Hmmm, dia beri kamu orang dua pucuk surat yang kesemuanya

lohu lihat dengan mata kepala sendiri, kenapa tidak bicara terus

terang saja."

"Pocu kamu salah paham" ujar Ti Then sambil tertawa pahit.

"Boanpwe bukan satu jalan dengan orang itu."

"Hmmm... hmmm.. kamu mengadakan hubungan secara diam-

diam masih bilang bukan satu jalan?"

"Heeei, waktu itu pocu bilang tidak merasa curiga terhadap

boanpwe, semuanya itu hanya pura-pura saja."

Sinar mata dari Wi Ci To yang melotot ke arahnya semakin

berapi-api, sahutnya dengan tegas.

"Bagaimana lohu tidak merasa curiga terhadap dirimu, sebelum

kau muncul di dalam Benteng Pek Kiam Po, benteng kami

selamanya aman tetapi sesudah munculnya dirimu Benteng Pek

Kiam Po kami selalu saja terjadi urusan..."

" Kalau begitu Pocu sudah pastikan itu ?" sambung Ti Then

dengan cepat.

"Tidak salah"

"Tapi boanpwe tidak undang Hong Mong Ling pergi ke sarang

pelacur Touw Hoa Yuan untuk main perempuan."

"Hmm, dia pergi main perempuan di dalam sarang pelacur Touw

Hoa Yuan memang urusan yang nyata, tetapi kamu jangan

campurkan urusan ini menjadi satu."

"Jadi maksud Pocu boanpwae menggunakan kekacauan yang

terjadi di sarang pelacur Touw Hoa Yan untuk memasuki Benteng

kalian?"

" Kelihatannya memang begitu"

"Apa tujuannya?" tanyanya Ti Then.

"Bekerja sama dengan orang menculik putriku, kemudian

menggunakan putriku sebagai tanggungan memaksa Lohu untuk

menyetujui suatu permintaan kalian"

"Tidak aneh kalau Pocu selalu menguntit dari boanpwe" ujar Ti

Then sambil tertawa pahit.

Air muka Wi Ci To berubah semakin memberat, dengan dingin

ujarnya lagi:

"Sekarang beritahu pada Lohu siapa orang yang mengadakan

kerja sama dengan kamu orang? dimana putriku saat ini?"

"Di dalam tubuh boanpwe"

Wi Ci To menjadi gusar, ujarnya keras:

"Lohu tidak punya banyak kesabaran Hem. .jangan bargurau di

hadapan Lohu"

"Kawan boanpwe itu sudah beri pada boanpwe dua pucuk surat,

jika pocu melihatnya sendiri bukankah akan menjadi jelas dengan

sendirinya?"

Wi Ci TO sesudah mendengar perkataannya ini sangat beralasan

segera merogoh tangannya ke dalam saku Ti Then mengambil

keluar dua pucuk surat itu.

Dengan cepat jarinya menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti

Then kemudian membuka kedua pucuk surat itu untuk dibaca.

Sehabis membaca kedua surat itu dia menjadi tertegun

dibuatnya, sama sekali tidak terduga olehnya kalau isi surat tersebut

hanya begitu saja.

Dengan air muka yang sudah berubah merah padam

pandangannya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Ti Then,

ujarnya dengan penuh penyesalan: ".. Kiranya. . kiranya Lohu . .Hai.

. heei, sudah salah duga"

Ti Then tersenyum, sahutnya dengan halus. "Manusia tidak akan

luput dari kesalahan, pocu tidak usah terlalu menyesal"

"Lalu. . lalu siapa orang itu?"

"Sebetulnya boanpwe dengan cepat akan tahu siapa dia

sebetulnya, tetapi karena dia tahu Kalau pocu sedang menguntit,

maka sengaja bersembunyi tidak mau bertemu."

Dengan cepat Wi Ci To membebaskan jalan darah kakunya,

sambil berulang kali minta maaf ujarnya:

"Sungguh minta maaf, kesemuanya ini karena ketololan lohu. .

Heei. . hanya minta Ti kauw taw jangan sampai marah karena

kelancangan ini."

"Ha . ha.. ha. . sejak dulu boanpwe sudah bilang, Kalau pocu

seharusnya menaruh perasaan curiga kepadaku maka boanpwe

tidak akan menjadi marah."

"Kalau begitu sangat bagus sekali" ujar wi Ci To sambil

menghembuskan napas lega "Heeeei.. ? seharusnya lohu tidak boleh

menaruh curiga terhadap Ti kauw taw, tetapi dikarenakan

banyaknya urusan yang terjadi sangat bertepatan maka. . tetapi kini

jauh lebih baik ada dua pucuk surat itu sebagai bukti sudah cukup

membuktikan ketulusan serta kejujuran dari Ti kauw tauw."

Dia berhenti sebentar kemudian dengan suara rendah ujarnya:

"Menurut pandangan Ti kauw tauw, siapa yang bisa menulis

kedua pucuk surat itu?"

"Boanpwe hanya tahu kalau orang itu jelas merupakan seorang

yang sudah kita kenal, sedang siapa sebetulnya orang itu masih

belum memperoleh jawaban"

"Jika dilihat dari nada ucapan kedua pucuk surat ini agaknya dia

mirip orang yang menculik putriku tetapi sepertinya tidak."

"Apa Pocu mengenal gaya tulisan dari surat itu?"

"Tidak kenal" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya Jika

ditinyau dari gaya tulisannya tidak mirip tulisan bangsat cilik itu"

"Orang ini punya maksud sengaja menutupi gaya tulisannya

tetapi boleh dipastikan bukan Hong Mong Ling yang menulis surat

itu"

"Hmm. . benar" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Lohu juga

tidak percaya dia punya nyali begitu besarnya"

"Hingga saat ini yang membuat boanpwe merasa tidak paham

adalah orang itu kalau memangnya menculik putrimu, bertujuan

memaksa Pocu menyerahkan sesuatu barang kenapa harus

memberi larangan untuk beritahukan urusan ini kepada orang-orang

dari Benteng Pek Kiam Po?"

"Benar, hal ini membuat orang merasa bingung. ."

"Saat ini maukah Pocu mempercayai diri boanpwe ini?"

"Sudah tentu percaya. . sudah tentu percaya" sahut Wi Ci To

cepat, "Jika lohu tetap mencurigai Ti kauw tauw bukanlah jadi

manusia lagi"

"Kalau begitu harap pocu cepat-cepat pulang agar boanpwe bisa

menemui orang itu secepat mungkin"

"Baiklah" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tetapi Ti kauw

tauw harus berhati-hati, kemungkinan sekali pihak lawan memang

punya satu rencana busuk"

"Sudah tentu boanpwe bisa berhati-hati, harap Pocu berlega hati"

"Ehmm. .jika pihak lawan mengajukan syarat dalam hal uang

emas harap Ti kauw tauw menyanggupi saja, Lohu hanya punya

satu putri ini saja, sudah tentu tidak akan membiarkan dia sampai

menderita luka"

"Baiklah"

"Kalau begitu semuanya lohu titipkan pada Ti kiauw tauw, kini

lohu mau kembali ke dalam Benteng "

Ti Then segera merangkap tangannya menghantar sambil

tersenyum tambahnya:

"Pocu harus betul-betul kembali ke dalam Benteng, kalau tidak

mungkin pihak lawan tidak mau bertemu kembali dengan boanpwe"

"Tentu pulang. . tentu pulang"

Sehabis berkata dia merangkap tangannya membalas hormat dan

memutar tubuh pergi dari sana dengan langkah lebar.

Ti Then sesudah melihat bayangan tubuhnya lenyap dari

pandangan barulah teriaknya dengan suara nyaring:

"Hei kawan Wi Pocu sudah pulang, kini silahkan bertemu

bagaimana?"

Dia tahu pihak lawannya tentu bersembunyi disekitar tempat ini

karena itulah dia berteriak.

Tetapi walau sudah ditunggu sangat lama tetap saja tidak

melihat pihak lawan munculkan diriya. Diam-diam pikir Ti Then

dalam hati.

"Mungkin dia mau menunggu hingga Wi Ci To jauh meninggalkan

gunung ini baru muncul, lebih baik aku jalan-jalan dulu ke semua

tempat."

Sehabis berpikir begitu dia menaiki punggung kudanya kembali

dan melanjutkan perjalanannya melalui jalan gunung yang tersedia,

sesudah berjalan satu dua li jalanan gunung itu sudah sampai pada

ujung, dia menanti beberapa saat lamanya di atas kudanya, tetapi

ketika dilihatnya tidak terdapat gerak gerik sedikit pun segera dia

putar kudanya turun gunung.

Di dalam anggapannya, jika dia tidak munculkan diri di atas

gunung ini sudah tentu ditengah jalanan akan meninggalkan surat

kembali untuk menentukan tempat serta waktu pertemuan, siapa

tahu ditengah jalanan ini keadaan tetap tenang-tenang saja hingga

dia melewati daerah pegunungan Yan Liong san tetap saja tidak

tampak pihak lawan mengirim surat kembali.

Saat itu cuacanya semakin gelap. sedang malam hari pun

menjelang datang. Diam-diam pikirnya lagi di dalam hati.

Jika ditinyau dari keadaan sekarang, tidak mungkin dia mau

munculkan dirinya ini hari, lebih baik aku berusaha mencari tempat

pemondokan terlebih dulu. .

Tali les kudanya dengan cepat disentak sehingga kudanya berlari

mengikutijalan kecil yang terdapat di situ.

Tidak lama kemudian sampailah Ti Then disebuah dusun yang

bernama Siong Kan, sesudah dahar dia melanjutkan perjalanan

mengelilingi dusun itu tetapi walau pun sudah kemana pun tetap

tidak didapatkan sebuah rumah penginapan pun, terpaksa dia

menginap disebuah rumah petani diluar dusun.

Hari kedua sesudah mengucapkan terima kasih pada petani itu,

dia berjalan mengambil kudanya dikandang di samping rumah

tersebut. saat itulah dilihatnya di atas pelana kudanya terselip

secarik kertas.

Ehmm. . akhirnya ada surat juga yang datang. Dengan cepat dia

mengambil surat itu dan dibacanya. "Pergilah ke gunung Fan Cing

san."

"Hemm seperti majikan patung emas saja lagaknya, mau

menyusahkan aku"

Dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya kemudian

kepada petani tua yang mengantar tanyanya:

"Tolong tanya jarak dari sini ke gunung Fan Cing san seberapa

jauh?"

"Kongcu mau ke gunung Fan Cing san?" tanya petani tua itu

sambil memandang wajah Ti Then, "Jaraknya kurang lebih empat

lima ratus li dari sini."

Begitu Ti Tnen mendengar kalau jarak nya ada empat lima ratus

li tidak terasa menghembuskan napas dingin, makinya..

"Anying busuk. . turunan kere. .jauh lebih hebat dari majikan

patung emas" segera dia mengangguk kepada petani tua itu,

sahutnya sambil tersenyum. "Benar ada seorang kawan sedang

menanti cayhe di atas gunung Fan Cing san."

"Lalu kongcu sudah tahu cara jalannya."

"Sedang menunggu petunjuk dari Lotiang." Petani tua itu

menuding kearah timur laut, ujarnya.

"Arahnya sana, kongcu harus pergi ke Cong An dulu kemudian

tanya jalan menuju ke Wu Cun kini didaerah Kwe Kho. setelah itu

baru ke Eng Kiang, dari sana sudah bisa lihat gunung Fan Cing san

tersebut"

"Terima kasih atas petunjuk Lotiang, cayhe mau permisi."

Dengan cepat dia menyalankan kudanya meninggalkan rumah

petani itu menuju ke arah timur laut.

Ditengah jalanan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari

kelima dia sudah tiba didaerah gunung Fan Cing san itu

Gunung Fan Cing san merupakan salah satu gunung yang sangat

terkenal didaerah Cian ceng ini, keadaan gunungnya sangat indah

bahkan ke atas gunung banyak terdapat kuil-kuil kuno.

Pada musim semi banyak orang yang naik gunung pasang hio,

mereka segera naik dari selat Kim To Shia kemudian disambung

dengan jembatan udara membuat pemandangan jauh lebih indah.

Waktu itu bukan musim semi, apa lagipada siang hari yang terik.

karenanya orang yang datang berpesiar di atas gunung sangat

sedikit sekali.

Sampai saat ini Ti Then tetap belum tahu pihak lawannya mau

mengadakan pertemuan dengannya di tempat mana, dia hanya tahu

pada suatu tempat yang menyolok tentu ada tanda yang

ditinggalkan.

Ketika baru saja dia membelok suatu tikungan, tidak salah lagi di

atas tanah tertuliskan sebuah gambar panah, Ti Then tersenyum dia

menyalankan kudanya menurut arah panah itu.

Jalanan berbelok-belok, sesudah berjalan kurang lebih satu li

sampailah dia disebuah persimpangan jalan yang bercabang tiga.

Ketiga buah jalan itu yang satu merupakan jalanan gunung kecil

yang menghubungkan tempat itu dengan tengah gunung, yang satu

lagi menghubungkan sebuah kuil gunung dan yang terakhir

menghubungkan jalan itu dengan sebuah jembatan gantung. Panah

yang tergambar di sana meminta Ti Then melewati jembatan

gantung itu.

Segera Ti Then meloncat turun dari kudanya dan melanjutkan

perjalanan dengan berjalan kaki.

Sesudah melewati jembatan gantung, dia harus melalui sebuah

jalan pegunungan lagi yang amat panjang.

Di dalam perjalanan ini sering tampak tanda-tanda panah

penunjuk jalan, dengan mengikuti tanda itu Ti Then melanjutkan

perjalanan ke depan, setelah melewati beberapa jembatan gantung

lagi sampailah dia di puncak gunung Fan Cing san itu Akhirnya

sampailah Ti Then pada sebuah selat yang sangat sempit dan

tersembunyi.

Dalam hati Ti Then tahu tempat yang dituju sudah hampir

sampai karena itu gerak-geriknya bertambah waspada, matanya

dengan tajam memperhatikan keadaan sekelilingnya sedang

telinganya memperhatikan suara-suara yang mencurigakan, dia

takut sampai terjerumus ke dalam jebakan pihak musuh. Dia tahu

jika pihak lawannya merupakan orang yang menculik Wi Lian In

maka dia pasti mengandung maksud tertentu dan mem punyai

seorang pembantu, karena sejak dari kota Lauw Ciang hingga sini

dengan tidak henti-hentinya dia memberi petunjuk kepada dirinya,

sudah tentu tidak mungkin membawa serta Wi Lian In. dia pasti

menyerahkan Wi Lian In kepada seseorang untuk dibawa ke sini

terlebih dulu, kalau memangnya sudah ada orang ke sini terlebih

dulu kemungkinan sekali tempat ini sudah dipasangi jebakan.

Batu-batu cadas banyak berserakan di dalam selat itu, rumput

liar tumbuh dengan lebatnya sehingga menutupi pemandangan luas,

setindak demi setindak Ti Then melanjutkan perjalanannya ke

depan, sesudah berjalan kurang lebih setengah li mendadak dari

belakang tubuhnya berkumandang suara tertawa dingin yang

sangat aneh sekali:

"He he he..." suaranya parau, rendah dan sangat berat, sedikit

pun tidak berbau hawa manusia.

Tubuh Ti Then terasa tergetar dengan keras, dengan kecepatan

yang luar biasa dia memutar tubuhnya, terlihatlah pada jarak lima

kaki dari dirinya, berdiri seorang manusia aneh dengan angkernya.

Seluruh tubuh orang itu memakai jubah berwarna hitam,

kepalanya ditutupi dengan sebuah karung hitam hingga dadanya,

pada depan matanya hanya terlihat dua buah lubang kecil saja,

secara samar-samar terlihatlah dari matanya memancarkan keluar

sinar yang sangat tajam sekali.

Selain itu berapa besar usianya, bagaimana wajahnya bahkan

lelaki atau perempuan tidak sanggup diketahuinya.

Tidak tertahan Ti Then menghembuskan napas dingin, tanyanya.

"Apa saudara yang meminta cayhe kemari?"

"Tidak salah" sahut manusia aneh itu sambil mengangguk.

Dengan perlahan sinar mata Ti Then berkelebat menyapu

keadaan sekeliling tempat itu. samhil tersenyum ujarnya lagi.

"Jika cayhe mau tahu siapa namamu tidak mengapa bukan?"

"Kamu boleh panggil aku sebadai manusia berkerudung."

"Ha ha ha. . nama ini kurang misterius lebih baik cayhe carikan

sebuah sebutan bagimu, kamu kira bagaimana?"

"Bagus sekali"

"Tapi kau jangan marah"

"Kalau begitu baiklah" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Aku

panggil kamu sebagai si setan pengecut saja"

Manusia aneh itu sama sekali tidak menjadi marah oleh

hinaannya ini, sambil tertawa keras ujarnya.

"Bagus sekali makianmu, bagus sekali makianmu ini, dengan

dandananku seperti ini memang patut mendapatkan ejekan sebagai

si setan pengecut. ."

"Jika kamu tidak menolak. sejak hari ini aku mau panggil kamu

sebagai setan pengecut" Manusia aneh itu menganggukkan

kepalanya berulangkali, sahutnya sambil tertawa:

"Bagus. ..baik panggil setan pengecut. . . boleh . . mau panggil

setan pangecut juga boleh. ."

"Dimana nona Wi??"

"Di dalam selat ini" sahut setan pengecut itu singkat. "Kamu

setan pengecut yang menculik dia kemari??"

"Benar"

"Lalu apa keinginanmu?"

"Ha ha ha. ." sahut setan pengecut itu sambil tertawa terbahak-

bahak. "Aku hanya beritahu padamu sebaliknya tidak memberi tahu

pada Wi Ci To, di dalam hal ini sudah tentu kamu tahu tujuanku

adalah pada dirimu."

"Aku tahu."

Mendadak nada suara diri setan pengecut itu berubah menjadi

sangat dingin, ujarnya dengan seram:

"Permintaanku kepadamu sangat banyak sekali, mungkin kamu

tidak akan sanggup untuk menerimanya "

"Kamu orang mau nyawaku ini?" tanya Ti Then tenang tenang

saja.

"Tidak, tidak berguna aku minta nyawamu"

"Kalau begitu, kamu mau apa?"

"Pada waktu-waktu dekat ini aku pernah dengar dari seorang

yang bisa dipercaya katanya kamu pendekar baju hitam Ti Then

pernah pukul rubuh si pendekar pedang tangan kiri Cian pit Yuan di

dalam Benteng Pek Kiam Po, apa betul ada urusan ini"

"Ha ha ha. . tidak salah"

"Usiamu baru dua puluh tahunan ternyata bisa mengalahkan Cian

pit Yuan boleh dikata kamu pernah memperoleh ilmu silat yang

sangat tinggi dari seorang pendekar aneh"

"Sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Sedang menurut apa yang aku ketahui orang itu tidak mungkin

si kakek pemalas Kay Kong Beng."

"Memang bukan dia"

"Kalau begitu" ujar setan pengecut itu lagi. "Kemungkinan sekali

orang itu adalah musuh bebuyutanku"

Hati Ti Ten menjadi tergerak sambil memandang tajam

kearahnya tanyanya lagi. .

"Siapa musuhmu itu?"

"Aku tidak bisa mengatakan."

Ti Then menjadi melengak. tanyanya:

"Kenapa tidak bisa dikatakan?"

"Karena bagitu aku sebutkan maka dia juga bisa tahu siapa aku

sebenarnya, sedangkan kepandaian silat yang aku berhasil latih

hingga kini masih kalah satu tingkat dengannya. Aku bicara begini

kamu orang tentu paham bukan?"

"Paham sekali" sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Sudahlah, sekarang aku mau bicarakan soal syarat yang aku

ajukan untuk kamu orang, permintaanku ada empat. Kesatu,

Beritahu padaku siapa dia. Kedua, Perlihatkan semua kepandaian

silatnya di hadapanku. Ketiga, Kamu orang harus turun tangin

sendiri memotong lengan sebelahmu. Keempat, bawakan sebuah

sebuah barang untuk dirinya." Dia berhenti sebentar kemudian

sambil tertawa dingin sambungnya lagi:

"Tiga syarat pertama dari antara keempat syarat ini jika kamu

bisa lakukan dengan baik maka nona Wi boleh kamu bawa pulang."

Ti Then yang mendengar diantara keempat syarat itu ada satu

yang minta dia potong lengannya sendiri dalam hati merasa

berdesir, sambil tertawa pahit sahutnya kemudian: "Syarat pertama

dari ke empat syarat yang kamu ajukan aku sudah tidak bisa

lakukan."

"Tapi" potong setan pengecut itu sambil tertawa dingin "Aku rasa

syarat pertama itu justru syarat yang paling mudah asalkan kamu

mau katakan urusan sudah beres"

"Justru aku tidak bisa bicarakan karena aku sendiri juga tidak

tahu siapa sebetulnya dia."

sinar mata setan pengecut itu berkelebat dengan tajamnya

tanyanya dengan tercengang: "Bagaimana kamu tidak tahu siapa

sebetulnya dia??"

"Bertemu dengan mukanya saja belum pernah, bagaimana bisa

tahu siapa dia?" setan pengecut itu menjadi melengak ujarnya lagi.

" Kalau begitu dengan cara bagaimana menurunkan kepandaian

silatnya??"

"Ehmm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Tentang

soal ini aku harus berpikir dulu baru bisa ambil keputusan

memberikan jawaban kepadamu atau tidak?"

"Jika betul-betul kamu orang tidak tahu siapa sebetulnya dia, hal

ini masih tidak mengapa, cukup kamu perlihatkan seluruh

kepandaian silat yang pernah dia ajarkan, dengan cepat aku segera

akan tahu betul tidak dia merupakan musuh besarku" Ti Then

termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya: "Aku mau

bertemu dulu dengan nona Wi?"

"Kamu boleh lega hati, dia sama sekali tidak menemui cidera"

"Tapi sekarang juga aku mau temui" ujar Ti Then tetap ketus,

"Aku mau bicara dengan dia, jika kamu tidak setuju semua urusan

tidak perlu bicarakan lagi"

"Hmm hmm. Bangsat cilik, tempat dan saat ini bukan waktumu

untuk bersombong"

"Kalau begitu kamu pergi cari Wi pocu saja, nona Wi adalah putri

dari Wi Pocu, Wi Pocu dengan aku tidak punya hubungan apa-apa."

"Tapi kamu sudah jatuh cinta padanya bukan begitu?"

Sehabis berkata dia menuntun kuda tunggangannya siap

meninggalkan tempat itu.

Jilid 8.2. Si Setan Pengecut meminta ilmu silat Ti Then

"Baik... baiklah" ujar setan pengecut itu dengan cepat "Aku akan

beri perintah untuk bawa dia bertemu muka dengan kamu." sehabis

berkata dia bertepuk tangan tiga kali sebagai tanda:

Ti Then segera angkat kepalanya memandang sekeliling tempat

itu tetapi tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang

membawa Wi Lian In keluar, tidak terasa dia mendengus dengan

sangat dingin, ujarnya. "Mana orangnya??"

"Sewaktu bertemu dengan dia lebih baik kamu jangan bergerak

sembarangan, kalau tidak hmm, hmm .. aku mau beri perintah

segera binasakan dirinya."

Tidak tertahan alis yang dikerutkan pada wajah Ti Then semakin

mengencang, ujarnya dengan keras. "Aku tanya dimana dia?"

"Di atas lekukan tebing di sebelah kiri belakang tubuhnya."

Ti Then dengan cepat putar tubuhnya memandang ke arah sana,

begitu melihat tidak tertahan lagi hawa amarahnya memuncak,

makinya: "Bangsat cilik, ternyata kamu lagi."

Kiranya orang yang membawa keluar Wi Lian In di atas lekukan

tanah itu tidak lain adalah si naga mega Hong Mong Ling adanya.

Sejak semula Ti Then sudah menduga kalau setan pengecut itu

punya kawan di dalam melaksanakan rencananya ini, tetapi sama

sekali tidak disangka olehnya kalau orang itu adalah Hong Mong

Ling, yang paling dikuatirkan Ti Then adalah Wi Lian In sampai

terjatuh ditangan Hong Mong Ling ini karena begitu Wi Lian In

terjatuh ketangannya walau pun tidak tentu bisa binasa secepatnya.

Hong Mong Ling tentu akan memperkosa dirinya terlebih dulu baru

membunuhnya.

Hal ini terhadap dia, terhadap ayahnya bahkan terhadap Ti Tian

sendiri juga merupakan suatu peristiwa yang paling menyiksa.

Dalam hati dia merasa sangat terkejut bercampur gusar, tetapi

tidak berani menerjang ke depan untuk memberi pertolongan,

karena jarak dari permukaan tanah sampai lekukan tebing itu walau

pun hanya setinggi tujuh delapan kaki saja tetapi jaraknya dari

tempat dia berdiri ada lima belas, enam belas kaki jauhnya, tidak

mungkin baginya sekali terjang berhasil mencapai tempat itu. Dia

tahu begitu dirinya turun tangan membunuh Wi Lian In.

Tangan kiri Hong Hong Mong Ling merangkul kencang pinggang

Wi Lian In, memaksa tubuhnya berdiri tegak sedang tangan

kanannya mencekal sebilah pisau belati tajam yang ditempelkan di

depan jantungnya.

Agaknya jalan darah dari Wi Lian In sudah tertotok sehingga

tubuhnya tidak bisa bergerak sedikit pun, dengan demikian sama

sekali tidak punya tenaga baginya untuk melakukan perlawanan,

hanya saja air mukanya yang murung serta sedih dengan tidak

henti-hentinya melelehkan air mata memandang kearah Ti Then.

setan Pengecut itu segera tertawa, ujarnya:

"Di belakang lekukan tebing dimana mereka sekarang berdiri

terdapat sebuah gua alam yang sangat indah sekali, di dalam

beberapa hari ini nona Wi berdiam dengan tenangnya di dalam gua

itu."

Ti Then segera menggerakkan kakinya berjalan kearah tebing

dimana Hong Mong Ling berdiri.

Melihat hal itu si saten pengecut segera membentak keras:

"Berhenti, jangan kamu ke sana"

"Aku mau bicara dengan dia" ujar Ti Then sambil berhenti.

"Kamu bicara dari sana, dia masih bisa dengar" Ti Then segera

angkat kepalanya berteriak. "Nona Wi, kamu menderita luka atau

tidak?"

Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata Wi Lian In

semakin deras, sahutnya dengan sedih:

"Tidak terluka, hanya kemangkelan di dalam hatiku tidak bisa

ditahan lagi, Ti kauw tauw kamu tidak usah perduli aku lagi, cepat

turun tangan binasakan bangsat terkutuk ini"

"Nona Wi, kamu bersabarlah beberapa hari lagi, cayhe percaya

masih punya cara untuk menolong kamu"

"Ti kiauw tauw" ujar Wi Lian In lagi sambil menangis "Aku rela

berkorban dan binasa bersama-sama bangsat terkutuk ini, cepat

kamu turun tangan."

"Apa mungkin nona Wi masih menaruh rasa terhadap dia?"

"Omong kosong"

"Kalau tidak kenapa rela binasa bersama-sama dengan dia."

"Aku benci dia. . aku benci sekali melihat tampangnya? aku tidak

mau dikuasainya terus menerus."

"Nona benci dia tapi belum melihat dengan mata kepala sendiri

kebinasaannya maka itu bersabarlah beberapa hari lagi. Kamu

adalah seorang nona baik tentu tidak mau berkorban untuk binasa

bersama-sama dia bukan?"

"Ti Kauw tauw" ujar wi Lian In dengan sedih. "Apa kamu setuju

terhadap ke empat buah syarat yang diajukan setan pengecut itu?"

"Benar".

-0000000-

"Ini tidak ada hubungannya dengan kamu orang, jika kamu tidak

berani turun tangan menolong aku.. lebih baik pulang saja panggil

ayahku kemari."

"Ayahmu datang juga tidak berguna" ujar Ti Then sambil tertawa

pahit. .. "Setan pengecut ini hanya maui aku seorang dan bukan

ayahmu yang dicari."

" Kamu terlalu bodoh.. jika kamu menurut perkataan mereka

untuk potong salah satu lenganmu, saat itu mungkin mereka akan

turun tangan bunuh dirimu."

"Tentang hal ini nona boleh berlega hati, sampai saatnya jika

mereka tidak menurut perjanyian aku masih punya kemampuan

untuk bereskan nyawa kedua orang itu." Berbicara sampai di sini dia

menoleh kepada Hong Mong Ling, tanyanya. .

"Hei bangsat cilik, kamu sudah bulatkan tekad untuk mengikuti

setan pengecut ini untuk selamanya??"

"Tidak salah" sahut Hong Mong Ling sambil tertawa dingin.

" Kalau begitu sangat bagus sekali, kamu boleh bawa nona Wi ke

dalam goa"

Hong Mong Ling tetap berdiri tegak menanti perintah dari setan

pengecut itu sejenak kemudian barulah terdengar setan pengecut

itu terttawa, ujarnya: "Muridku yang baik, kamu bawalah dia masuk

ke dalam goa"

Dengan sangat hormat Hong Mong Ling menyahut, setelah itu

barulah dia membawa Wi Lian In mundurkan diri ke dalam goa.

Goa itu terletak di belakang tubuhnya, karena itu baru saja

mundur dua langkah tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Sesudah itu barulah Ti Then putar tubuhnya, kepada setan

pengecut itu sambil tertawa ujarnya:

"Kamu telah mengangkat dia sebagai murid?"

"Benar"

"Kamu harus peringatkan dia, jika dia berani mengganggu

seujung rambut dari Wi Lian in, diantara kita kedua belah pihak

tidak akan ada pembicaraan lagi."

"Asal kamu mau menerima keempat syarat yang aku ajukan aku

tanggung semuanya akan beres"

"Tapi. . "ujar Ti Then lagi... "Syarat yang pertama aku betul-betul

tidak bisa laksanakan. ."

"Soal itu tidak mengapa, asalkan kamu mainkan semua

kepandaianmu, sudah cukup buat aku untuk mengetahui apa betul

kamu murid dari musuh besarku atau bukan."

" Harus dikeluarkan semua?"

"Benar" sahut setan pengecut itu "Harus dikeluarkan semua

bahkan setiap gerakan dan setiap jurus harus dimainkan dengan

perlahan. ." Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa dingin,

ujarnya:

"Tujuanmu yang sebetulnya sedang mencari tahu siapa

sebetulnya suhuku atau mau merebut kepandaian silat dari

suhuku?"

"Kedua duanya, karena semakin tahu semakin lihay, semakin

lihat selamanya akan menang"

Setan pengecut itu menjadi sangat gusar, ujarnya: "Aku sedang

bicara yang sesungguhnya"

"Jika terpaut hanya satu tingkat saja, maka berarti juga

kepandaian silatmu saat ini jauh lebih tinggi dari kepandaianku,

bagaimana jika kita coba-coba"

"Tidak bisa. . tidak bisa. . " ujar setan pengecut itu sambil

gelengkan kepalanya, "Yang menang akan sombong dan yang kalah

akan malu. . tidak. . tidak. ."

"Ha. . ha. . ha. . perkataan saudara sungguh amat jujur, sungguh

heran. . sungguh heran. ."

"Cukup, sekarang bukan waktunya untuk bicara omong kosong,

kapan kamu mulai menulis semua kepandaian silat suhumu?"

"Kini cuaca sudah semakin gelap" ujar Ti Then sambil

memandang ke angkasa, "Sedang baru saja aku melakukan

perjalanan jauh, tidak perduli bagaimana pun malam ini aku mau

tidur yang nyenyak terlebih dahulu"

"Baiklah, besok pagi mulai menulis juga tidak mengapa, sekarang

aku mau beri larangan tempat-tempat yang boleh kamu bergerak.

coba dengarkan dengan teliti. ."

"Kamu boleh tidur di tebing sana"

Dengan mengikuti tangannya yang menunjuk ke arah tebing, Ti

Then menengok ke sana, terlihatlah di bawah tebing curam itu

memang terdapat sebuah gua yang cukup dimasuki seorang saja,

segera dia mengangguk sahutnya:

"Sudah kelihatan, kamu mau aku tidur di dalam gua itu"

"Tidak salah, sedang kami guru dan murid akan mengawasi

seluruh gerak-gerikmu dari atas tebing sebelah sana, mau tidur atau

tidak terserah kepadamu, dilarang meninggalkan depan tebing

walau satu kaki"

Ti Then melihat di depan tebing itu merupakan tanah lapang

sejauh tiga kaki lebih bahkan tidak sebutir batu pun yang bisa

dibuat menyembunyikan diri, dalam hati dia memaki atas

kelicikannya, dengan dingin ujarnya: "Bagaimana kalau aku keluar

dari satu kaki??"

"Tidak ada perkataan lain" ujar setan pengecut itu dengan dingin.

"Maka nona Wi akan merasakan suatu penderitaan dan siksaan

yang nyaman"

Ti Then tertawa terbahak-bahak, ujarnya: "Ada satu akibat yang

hebat, apa kalian sudah pikirkan??"

"Akibat apa?" tanyanya sambil memandang tajam ke arah Ti

Then.

"Asalkan aku tidak menyetujui syarat-syaratmu dan terjadi suatu

pertempuran, aku percaya masih

punya kesanggupan untuk

membunuh mati kau"

Pada air muka setan pengecut itu sedikit pun tidak menampilkan

perasaan jerihnya, sambil tertawa seram ujarnya:

"Kau mengira sesudah tahu dia tidak akan lolos juga dari

tanganmu?"

"Sudah pasti"

"He . . he. . he. . aku beritahu padamu, gua itu masih punya

jalan untuk mengundurkan diri"

Ti Then girang dalam hatinya tapi sengaja memperlihatkan

perasaannya yang sangat terkejut, ujarnya:

"Ha. . kiranya begitu, sungguh teliti kamu dalam mencari tempat

yang begitu baiknya"

Setan pengecut itu hanya tertawa aneh saja, ujarnya kemudian

dengan nada setengah mengejek.

"Bagaimana?? Masih mau turun tangan"

"Tidak" sahut Ti Then sambil angkat bahunya, "Sekarang aku

mau pergi tidur. ." Dengan cepat dia menuntun kudanya berjalan

menuju ke arah tebing tersebut. ujar si setan pengecut lagi dengan

keras:

" Ingat perkataanku, jika kamu orang tidak ingin melihat nona Wi

tersiksa malam ini, harus tidur dengan sebaik-baiknya di dalam gua

itu"

Ti Then pura-pura tidak dengar perkataan itu, sambil menuntun

kudanya dia tepat melanyutkan perjalanan menuju ke tebing

tersebut. sesudah melepaskan pelana kudanya dia menepuk

punggung kuda tersebut, ujarnya:

"Ang san khek pergilah makan rumput di sana. .sesudah kenyang

kembalilah ke sini, malam ini kita harus bekerja sama untuk

melanjutkan hidup, Kuda itu agaknya mengerti akan perkataan dari

Ti Then, sambil meringkik panjang dengan perlahan berjalan pergi

mencari makanannya. . .

Ti Then meletakkan pelana kuda serta bungkusannya, ke atas

tanah kemudian putar tubuhnya memandang kearah tebing sebelah

sana, saat itu si setan pengecut sudah menaiki tebing seberang dan

sedang duduk bersemedi di depan pintu goa. .

Jarak dari sebelah sini ke sebelah sana kurang lebih ada dua

puluh kaki jauhnya tetapi dikarenakan cuaca yang belum begitu

gelap membuat setiap gerak gerik dari masing-masing pihak bisa

dilihatnya dengan sangat jelas sekali.

Dengan perlahan Ti Then memutarkan kepalanya memperhatikan

keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian memandang ke langit,

pikirnya dalam hati:

"Ini hari sudah bulan tujuh tanggal enam belas, besok tepat

merupakan saat bulan purnama, hanya tidak tahu sewaktu bulan

muncul memancarkan sinarnya ke arah sebelah mana ?? Ke sebelah

sana atau ke sebelah sini?"

Dia sangat mengharapkan tempatnya sebelah sini merupakan

tempat yang gelap. dengan demikian dia punya kesempatan untuk

melancarkan gerakannya.

Mengambil sebuah cupu arak serta sebungkus rangsum kering,

sambil memegang cupu cupu arak itu ujarnya dengan keras:

"Hei . . setan pengecut, kamu jangan begitu tegang, mari ke sini

minum arak sama aku."

"Tidak usah. ." sahutnya dari tebing seberangan: "Aku tidak mau

minum arak, kamu minum saja sendiri"

Ti Then yang mendengar setiap patah kata yang dikirim begitu

jelasnya masuk dalam telinga, tidak terasa hatinya menjadi terkejut,

pikirnya:

"Dengan jarak dua puluh kaki lebih dia masih bisa kirim suaranya

begitu jelas ke dalam telingaku, kelihatannya dia memang

merupakan seorang jago berkepandaian tinggi dari Bu lim. Hanya

tidak tahu apakah kepandaiannya bisa mengalahkan kepandaianku

??"

Dia sangat mengharapkan ada orang yang bisa mengalahkan

kepandaian silatnya, karena asalkan ada orang yang bisa

mengalahkan dia maka dia akan bebas dari tugas sebagai patung

emas sesuai dengan perjanyiannya dengan majikan patung emas,

dengan sendirinya hatinya tidak perlu risaukan lagi untuk

memperistri putri orang lain"

Tetapi dia pun merasa kalau tenaga dalam pihak lawannya masih

berada di antara Wi Ci To dengan tenaga dalam seperti ini, masih

boleh digunakan untuk menjagoi dunia kangouw tetapi untuk

mengalahkan dirinya masih belum sanggup, karena itu dia juga

tidak menaruh harapan di atas tubuh setan pengecut itu. segera dia

duduk di atas tanah mulai dahar rangsumnya.

Sambil dahar terus menerus dia memikirkan cara-cara untuk

meloloskan diri dari pengawasan setan pengecut itu, tetapi sesudah

berpikir setengah harian lamanya masih tetap saja merasa kalau

pekerjaan ini harus menggunakan bantuan sinar rembulan. .jika

sinar rembulan tidak menyinari tebingnya maka dengan diam-diam

dia bisa meninggalkan goa untuk berusaha menolong wi Lian In.

Setan pengecut itu pernah bilang kalau gua tersebut terdapat

jalan mundur, perkataan itu jika betul maka dirinya bisa pergi

mencari pintu gua yang sebelah, dari sana diam-diam masuk ke

dalam dan turun tangan menguasai Hong Mong Ling terlebih dulu.

Tidak lama kemudian malam hari pun semakin kelam.

Kuda Ang san Khek itu dengan perlahan kembali ke hadapan Ti

Then dan tepat menutupi pintu gua, melihat hal ini pikiran Ti Then

dengan cepat bergerak. Dia mengambil kembali selimut yang ada di

atas tanah sambil ujarnya dengan perlahan.

"Ang San Khek harap berdiri jangan bergerak, jangan sampai si

Setan Pengecut diseberang sana bisa melihat semua gerak gerikku."

sehabis berkata dia membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam gua

itu.

Dalamnya gua itu tidak lebih hanya lima depa saja, sesudah

berjalan sampai di ujung gua dengan punggung menghadap pintu

gua dia membuka selimutnya dan di buka di atas tanah, setelah itu

dengan cepat mengumpulkan batu-batu yang ada di sana ke dalam

selimut itu sehingga sebesar tubuh manusia dan dibaringkan ke atas

tanah, dengan demikian bentuknya mirip sekali dengan seorang

manusia yang sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya di atas

tanah.

Sesudah semua persiapan selesai barulah dia berjalan keluar dari

gua dan duduk di sana memandangi Hong Mong Ling yang sedang

mengawasi dirinya dari tebing seberang, ujarnya dengan keras:

"Hong Mong Ling malam belum begitu kelam, bagaimana kalau

kita bercerita?"

" Cerita apa? " ujar Hong Mong Ling dengan dingin.

"Bagaimana kalau kita bercerita tentang pengalamanmu sampai

mengangkat Setan pengecut ini menjadi guru?"

"Hemm. . soal ini tidak ada yang bisa diceritakan"

"Kamu bangsat cilik jadi orang sungguh aneh, sekali pun Wi Pocu

tidak jadi menjodohkan putrinya kepadamu, tapi belum sampai

mengusir kamu dari perguruan, buat apa sekarang melaksanakan

perkerjaan seperti ini?"

"Dia sudah membatalkan perjodohan itu, sudah tentu aku tidak

punya muka lagi untuk tetap hidup di dalam benteng Pek Kiam Po"

"Sekali pun tidak punya muka untuk menetap di dalam benteng

Pek Kiam Po juga tidak punya alasan untuk menculik nona Wi"

"Barang yang tidak bisa didapatkan oleh aku Hong Mong Ling,

tidak akan dibiarkan di pungut oleh orang lain"

"Hemm. . jika begitu kau memangnya seorang bajingan yang

paling busuk"

"Heeei. . . orang she Ti" ujar Hong Mong Ling dengan sangat

gusar: "Jika kamu orang tidak mau melihat Wi Lian In menderita

lebih baik bicara sedikit sopan"

"Kamu mau duduk semalaman di sana untuk menyaga dia"

"Tidak salah"

"Aku takut kamu orang bisa melamur"

"Kalau begitu boleh coba-coba saja, kamu berani berjalan satu

kaki dari guamu. . h mm. . pertunjukan bagus segera dimulai. . "

"Aku bisa muncul di sampingmu secara diam-diam, kemudian

memenggal batok kepalamu"

Agaknya Hong Mong Ling tidak menjadi jeri atas gertakan itu,

sambil tertawa dingin ujarnya:

"Bagus sekali, aku mau tunggu kemunculanmu itu"

Ti Then tidak berani banyak cakap lagi, segera dia pejamkan

mata mulai mempersiapkan diri

satu jam kemudian bulan yang berbentuk bulat muncul di tengah

udara malam yang bearna biru tua, sinar rembulan dengan

terangnya menyinari semua penyuru di selat itu,

menyinari tebing dimana Hong Mong Ling tinggal, juga menyinari

tebing di sebelah sini.

Dengan perlahan Ti Then menarik selimutnya yang berisi penuh

batu itu ke samping tubuhnya dan membentuk sesosok tubuh yang

sedang duduk tidak bergerak.

Tidak lama kemudian si Setan pengecut itu pun berjalan keluar

dari dalam gua.

Kepada Hong Mong Ling yang sedang berjaga ujarnya:

"Kau pergilah tidur sebentar, tapi jangan mengganggu budak itu"

Hong Mong Ling segera menyahut dan bangkit kembali ke dalam

gua.

Si setan pengecut itu segera duduk di depan pintu gua, dia

melihat pintu gua dimana Ti Then tidur tertutup sama kali oleh

tubuh kudanya tidak tertahan, teriaknya: "Hei Ti Then kamu sudah

tidur ?"

"Sudah hampir tidur, ada urusan apa?"

"Cepat singkirkan kuda itu ke samping, kalau tidak bagaimana

aku bisa mengawasi kamu"

"Pokoknya asal aku keluar gua tidak akan lolos dari sepasang

matamu, buat apa kau kuatir??"

Setan pengecut menjadi sangat gusar, bentaknya:

"Aku suruh singkirkan yaah singkirkan, jangan banyak bantah

lagi.."

"Aku hanya bisa suruh dia rebah saja karena aku mau gunakan

dia sebagai penahan angin"

Berbicara sampai di sini dia menepuk-nepuk paha kudanya,

ujarnya:

"Ang san khek .. . kau rebahlah. Setan pengecut itu tidak bisa

lihat aku hatinya tidak tenang."

Kuda yang bernama Ang San Khek itu ternyata menurut, dengan

perlahan-lahan merebahkan dirinya.

Begitu kuda itu merebahkan diri dengan cepat Ti Then

meminyam kesempatan itu berguling ke samping kudanya, dan

bersembunyi di bawah perutnya, ujarnya dengan keras: "Demikian

bisa melihat tidak?"

Di dalam beberapa saat ini hatinya betul-betul merasa sangat

tegang, dia takut pihak lawannya mengetahui kalau orang yang

tidur terlentang di depan goa adalah manusia palsu, jika hal ini

sampai diketahui maka tidak akan ada cara lagi untuk meninggalkan

gua itu secara diam-diam.

Tetapi setan pengecut itu agaknya tidak kelihatan, sambil

mendengus dingin ujarnya: "Yang ini masih boleh juga"

Diam-diam Ti Then menghembuskan napas lega, ujarnya lagi

dengan keras: "Aku mau tidur, kau jangan banyak berbicara lagi."

"Kau tidurlah"

Ti Then segera bersembunyi di bawah perut kudanya tanpa

berani berkutik lagi, kurang lebih setengah jam kemudian barulah

dia menepuk tubuh kudanya dengan perlahan, ujarnya dengan nada

yang sangat rendah:

"Ang san Khek. ayoh berdiri dan bawa aku ke sana. . di belakang

batu-batu cadas itu."

Kuda Ang san Khek ini memang merupakan seekor kuda

jempolan yang tahu maksud manusia, mendengar perkataan itu ia

segera bangkit berdiri.

Dengan cepat tangan kiri Ti Then memegang leher kudanya,

sedang tangan kanannya mencekal kaki depan sebelah kanan dari

kuda itu, seluruh tubuhnya di angkat terlentang di samping kanan

kuda itu dengan demikian dari pihak si Setan pengecut itu sama

sekali tidak bisa melihat gerakannya ini. ujarnya kemudian dengan

perlahan. "Ayoh jalan. ."

Sambil menggoyang-goyangkan ekornya kuda itu dengan

perlahan berjalan menuju belakang tumpukan batu-batu cadas yang

tersebar di sana.

Saat itu si Setan pengecut yang berada di tebing sebelah sana

mendadak buka mulut, teriaknya:

"Hei Ti Then, kudamu lari. "

Ti Then menjadi sangat terperanyat, tetapi tidak sampai

mengucapkan sepatah kata pun. Teriak setan Pengecut itu lagi

dengan keras: "Hei Ti Then, kamu dengar tidak?"

Untuk tidak menyawab tidak mungkin, terpaksa Ti Then

bergumam seorang diri

"Mungkin dia mau pergi buang hajat, hei hanya seekor binatang

saja kamu juga mau larang gerak-geriknya"

"Mungkin dikarenakan kudanya belum terlalu jauh meninggalkan

goa sehingga si setan pengecut itu tidak sampai mendengar kalau

suara Ti Then berasal dari tubuh kuda itu,

Terdengar dia mendengus dengan sangat dingin ujarnya:

"Aku tidak tega melihat kamu kehilangan seekor kuda jempolan. .

. kudamu itu memang seekor kuda yang sukar dicari" Diam-diam Ti

Then merasa geli, pikirnya:

"Tidak salah, pandanganmu ternyata sangat tajam, kuda ini

memang seekor kuda jempolan yang tahu perkataan manusia, dia

sedang membantu aku meloloskan diri dari pengawasanmu" segera

gumamnya:

"Kamu sudah mengganggu aku dua kali, jika kamu masih

mengharapkan besok pagi aku tuliskan kepandaian silatku, jangan

coba sadarkan aku lagi.."

Setan pengecut itu tidak berani bicara lagi, segera dia tutup

mulutnya rapat-rapat dan duduk tidak bergerak lagi..

Sebaliknya waktu itu kuda tersebut sudah berjalan duluan

menuju ke belakang tumpukan batu-batu cadas itu Ti Then segera

melepaskan tangannya dan menyatuhkan diri diantara batu-batu

tersebut, ujarnya dengan perlahan: "Ang san Khek apa kamu mau

buang hajat?"

Agaknya kuda itu tidak mengerti arti perkataan itu, dia tetap

berdiri tidak bergerak dari tempat semula.

Ti Then segera mengulapkan tangannya, ujarnya: "Kalau begitu,

pulanglah ke depan gua"

Kuda itu mengerti, dengan perlahan dia putar tubuhnya dan

berjalan ke depan gua kemudian merebahkan dirinya pula seperti

tadi.

Ti Then menjadi sangat girang, sesudah berdiam diri beberapa

saat lamanya dan didengarnya tidak ada suara dari setan pengecut

lagi barulah dengan perlahan menggerakkan tubuhnya menuju ke

luar selat itu.

Batu-batu cadas yang tersebut disekitar tempat itu sukar dihitung

banyaknya, dengan cepat dia berkelebat diantara batu-batu cadas

dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri dari pandangan tajam

sepasang mata setan pengecut itu.

Sesudah berlari kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan

perlahan lahan dia menongolkan kepalanya memandang, tampak

dari tempat kejauhan setan pengecut itu masih tetap duduk di atas

batu cadas yang menongol keluar itu, hal ini membuktikan kalau dia

tidak tahu kalau dirinya sudah meloloskan diri, dalam hati tidak

terasa menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia berlari

menuju keluar selat sempit itu.

Dia mengambil ke keputusan untuk mendaki tebing lembah itu

terlebih dulu, kemudian berputar ke punggung gunung, dari sana

barulah mencari mulut gua di belakang gua dimana Wi Lian In

dikurung.

Dia memilih sebuah tebing yang penuh ditunbuhi oleh rumput-

rumput panjang sehingga bisa digunakan untuk badannya, tidak

sampai seperminum teh lamanya dia sudah mencapai puncak dari

tebing tersebut.

Dengan segera dia menengok ke bawah, terlihatlah pohon-pohon

yang rindang dan lebat tumbuh dengan suburnya pada punggung

bukit tersebut saking banyaknya sukar sekali untuk dilihat apakah

ditempat itu terdapat sebuah pintu gua yang merupakan belakang

dari gua dimana Wi Lian In tertawan atau tidak.

Tetapi dalam hatinya dia punya dugaan yang sangat kuat kalau

pintu gua tersebut tentu terletak pada

punggung bukit itu

karenanya dengan perasaan hati yang mantap dia berjalan menuju

ke sana.

Sesampainya dikaki bukit, dia mulai berjalan dan memeriksa

dengan sangat teliti, kurang lebih sesudah berjalan ratusan tindak

tidak salah lagi, sebuah gua muncul di hadapannya.

Keadaan dari gua itu begitu tertutupnya bahkan diluar pintu gua

penuh tumbuh rotan dengan lebatnya, jika bukan orang yang

punya maksud mencari agaknya akan sukar untuk menemukannya .

Dengan sangat berhati hati sekali Ti Then menyingkirkan

tumbuhan rotan di depan gua itu, terlihatlah keadaan dalam gua itu

sangat gelap sekali bahkan boleh dikata tidak terlihat sesuatu apa

pun, sesudah di dengarnya dengan penuh perhatian beberapa saat

lamanya tetap saja tidak terdengar suara sedikit pun, barulah

dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia mulai

menerobos masuk ke dalam gua tersebut, dalam hati pikirnya.

Jarak selat sebelah sana sampai di sini kurang lebih ada lima

puluh kaki jauhnya,bilamana Hong Mong Ling serta Wi Lian In

berada di sebelah sana sudah tentu gerakan-gerakan di sini tidak

akan sampai didengar oleh mereka.."

Dengan menggunakan pedangnya sebagai pencari jalan, dengan

entengnya dia berjalan masuk ke dalam gua itu, tubuhnya

ditempelkan pada dinding gua sedang langkahnya pun setindak

demi setindak maju ke depan, agaknya dia takut sampai

kedengaran suaranya. Keadaan gua itu berliku-liku, sesudah

berjalan masuk kurang lebih dua puluh kaki jauhnya, masih belum

juga terdengar suara sedikit pun.

"Ehmm. . benar. . mungkin Hong Mong Ling serta Wi Lian In

sudah tertidur sehingga tidak kedengaran sedikit pun suara mereka.

. Eh eh. . . kenapa tidak ada jalan lagil?.

Baru saja dag berpikir demikian, pedang panjangnya secara

mendadak terbentur pada sebuah dinding gua, dengan cepat dia

maju ke depan untuk melihat, saat itulah dia baru mengetahui kalau

jalanan gua itu sudah tertutup oleh beberapa buah batu cadas yang

besar, dalam hati tidak terasa menjadi sangat heran, pikirnya.

Aneh. .jika gua ini merupakan gua tempat persembunyian

mereka, kenapa ditutup dengan batu cadas ? apa mungkin aku

sudah salah mencari?.

Pada saat .pikirannya sedang berputar itu dengan cepat

diambilnya korek api dari menyulutnya, terlihatlah batu yang

menyumbat gua itu kurang lebih terdapat empat buah yang masing-

masing seberat lima ratus kati. Tiga buah berada di bawah dan satu

berada ditengahnya, dengan demikian persis menyumbat seluruh

jalan gua itu.

Ketika dilihatnya lebih teliti lagi, dengan jelas segera terlihat

perbedaannya, warna empat buah batu cadas itu sama sekali

berbeda dengan batu-batu pada dinding gua itu, hal ini

memperlihatkan kalau benda itu dipindah ke sana belum lama.

Dengan cepat Ti Then mematikan obornya, karena dia tahu gua

yang dicari sama sekali tidak salah, pihak lawan memindahkan

empat buah batu itu untuk menyumbat gua, mungkin digunakan

sebagai persiapan menghadang penyerbuan musuh.

Dengan perlahan-lahan, dia meletakkan pedang panjangnya ke

samping, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia

mengangkat sebuah batu dan dan diletakkan ke samping.

Ketika menengok ke arah sana terlihatlah gua itu pun dalam

keadaan gelap gulita.

Dia mengambil kembali pedang panjangnya dan merubuhkan

ketiga buah batu lainnya kemudian baru berjalan menuju ke arah

gua itu, langkahnya sangat hati hati, sedikit pun tidak menimbulkan

suara, karena dia tahu jarak aja dengan selat sebelah sana sudah

tidak jauh lagi.

Sesudah berjalan lagi lima belas kaki jauhnya, dari lorong gua

sebelah depan muncullah sinar lampu yang remang-remang.

Dia menduga jaraknya dengan tempat dimana Hong Mong Ling

serta Wi Lian In berada sudah tidak jauh lagi karenanya langkah

kakinya semakin hati-hati lagi, setindak demi setindak dia berjalalan

ke depan.

Sesudah berjalan delapan sembilan kaki lagi, di depan matanya

terbentanglah sebuah ruangan goa yang sangat luas.

Ditengah ruangan goa itu tersulut sebuah lamcu minyak yang

menerangi seluruh ruangan tersebut. sinaga mega Hong Mong Ling

duduk bersandar pada sebuah batu cadas. saat itu matanya

dipejamkan rapat-rapat, agaknya sedang tertidur, di hadapannya

terlentanglah tubuh Wi Lian In. sepasang tangannya diikat kencang-

kencang, tubuhnya berbaring menghadap kearah dinding, agaknya

dia pun sudah tertidur.

Baru saja Ti Then mau melakukan suatu gerakan, mendadak

terdengar si setan pengecut sudah berteriak dari luar goa.. "Mong

Ling. ."

Dengan cepat Hong Mong Ling meloncat bangun, sahutnya:

"Sudah datang. ."

Dengan cepat dia berlari keluar goa.

"Coba kamu lihat. ."

" Lihat apa ?? tanya Hong Mong Ling melengak.

"Kamu lihat, bangsat cilik itu berbaring di dalam goa tanpa

bergerak sejak tadi."

"Mungkin dia sudah tertidur."

"Tidak mungkin. " ujar setan pengecut itu... "Di dalam situasi

seperti ini dia tidak mungkin bisa tidur, tetapi dia sedikit pun tidak

bergerak sejak tadi, aku lihat keadaannya sedikit mencurigakan,

coba kamu pergi lihat."

"Baiklah. ."

"Jika betul betul dia tertidur kamu tidak usah bangunkan dia,

sifat bangsat cilik itu sangat keras jika sampai membuat dia jengkel

tidak ada kebaikannya bagi kita."

"Baiklah. ."

Kedua orang itu sesudah berbicara sampai di sini segera

berhenti, keadaannya pun menjadi tenang kembali mungkin Hong

Mong Ling sudah meloncat turun dari tebing itu.

Ti Then yang melihat ada kesempatan bagus tidak mau menyia-

nyiakan begitu saja, dengan cepat dia meloncat ke samping tubuh

Wi Lian In karena dia tidak tahu kalau jalan darah gagu dari Wi Lian

In sudah tertotok maka begitu sampai di samping tubuhnya dengan

cepat menutupi mulutnya.

Wi Lian In yang mulutnya ditutupi menjadi sangat terkejut dan

sadar kembali dari pulasnya, tetapi begitu dilihatnya Ti Then sudah

berdiri di hadapannya tidak tertahan pada air mukanya muncul

perasaan terkejut bercampur girang.

Sesudah memberi tanda kepadanya untuk tidak bicara, barulah Ti

Then melepaskan tangannya kemudian menggendong tubuhnya

mengundurkan diri dari gua itu.

Sesudah melepaskan tali pengikat tubuhnya barulah ujarnya

dengan menggunakan ilmu hanya menyampaikan suara. "Nona Wi

kamu sudah bisa bergerak"

Wi Lian In mengangguk.

Setelah itu barulah Ti Then meletakkan tubuhnya ke atas tanah,

ujarnya lagi:

"Kau boleh cepat mengundurkan diri ke dalam goa, biar aku yang

menghadapi setan pengecut itu."

Sehabis berkata dia putar tubuhnya siap meninggalkan tempat

itu. Dengan cepat Wi Lian In menarik tangannya, ujarnya dengan

perlahan: "sedikit berhati hati, kepandaian dari setan pengecut itu

sangat tinggi." Ti Then hanya mengangguk dan melanjutkan

perjalanannya ke depan.

Sesudah melewati ruangan goa itu sampailah dia di depan pintu

goa, saat itu si setan pengecut itu sedang duduk bersila di depan

sana dengan tenangnya.

Jarak dari Ti Then serta si setan pengecut itu tidak lebih hanya

tinggal dua kaki saja.

Agaknya seluruh perhatian dari setan pengecut itu sedang

dipusatkan pada seluruh gerak-gerik Hong Mong Ling, karenanya

sama sekali dia tidak merasa kalau Ti Then sudah muncul dibela

kang tubuhnya.

Sesampainya jarak kurang lebih lima depa dari belakang

tubuhnya barulah Ti Then menghentikan langkahnya, dia berdiri

tegak tidak bergerak sediki pun juga. saat ini asalkan dia

melancarkan satu serangan saja dengan telak akan mencabut

nyawa setan pengecut itu, tetapi dia tidak mau berbuat demikian dia

tidak mau membokong orang lain dari belakangnya.

Baru saja dia mau buka mulut memanggil kemudian turun

tangan, mendadak terdengar Hong Mong Ling yang berada di

bawah tebing sedang berteriak dengan keras. "Suhu. . . celaka. ."

Tubuh setan pengecut itu menjadi tergetar dengan sangat keras,

tetapi tubuhnya masih tetap duduk tidak bergerak di atas tanah,

tanyanya dengan berat. "Ada apa?"

"Dia sudah melarikan diri. ..." teriak Hong Mong Ling sambil

menjerit kaget.

"Apa?" teriak setan pengecut itu sambil meloncat bangun. "Siapa

yang berbaring di dalam gua itu? Apa bukan dia yang berada di

sana?"

"Bukan. ." teriak Hong Mong Ling lagi dengan keras. "Di sana

hanya terdapat sebuah selimut yang membungkus beberapa barang

sehingga bentuknya seperti orang"

"Kalau begitu orangnya tidak berada di dalam gua?" ujar setan

pengecut itu dengan perasaan sangat terperanyat.

"Tidak ada."

"Kalau . . . kalau begitu dia sudah lari?"

"Tidak salah . . aku memang sudah berada di sini." ujar Ti Then

dengan dinginnya.

Begitu setan pengecut itu mendengar suara Ti Then muncul

secara mendadak dari belakang tubuhnya tidak tertahan lagi seluruh

tububnya tergetar dengan sangat keras, mendadak dia putar tubuh

bertekuk lutut siap mencabut pedangnya yang tergantung pada

pinggangnya. . .

Tetapi baru saja tangannya berada beberapa cun dari sarungnya

sebuah sinar pedang dengan kecepatan yang luar biasa sudah

berkelebat melalui atas kepalanya. "Aduh"

Setan pensecut itu menjerit aneh, tubuhnya dengan cepat

jumpalitan ditengah udara kemudian dengan cepatnya melayang ke

dalam lembah.

Sekerat kain hitam serta seutas rambut kepala beserta kulitnya

sudah terpapas dan melayang jatuh dari tengah udara.

Kulit kepala itu tidak lebih sebesar telapak tangan anak kecil.

Dengan cepat Ti Then mengikuti dari belakangnya, sambil

tertawa keras ujarnya.

"Jangan lari. Hey setan pengecut aku mau coba-coba minta

pelajaran ilmu silatmu"

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya tubuh setan

pengecat itu dengan cepat berlari menuju ketengah batu-batu cadas

yang berserakan itu, dari sana kemudian meloncat dan melayang

lagi ke luar lembah dengan sangat cepatnya.

Ketika Ti Then sampai di dalam lembah dengan cepat sinar

matanya berkelebat memandang sekeliling tempat itu, saat itu

bayangan tubuh dari Hong Mong Ling sudah lenyap. dengan cepat

tubuhnya melayang mengejar kearah setan pengecut itu, teriaknya

lagi: "Hei setan pengecut, jangan lari. . mari kita coba-coba

kepandaian masing-masing..."

Setan pengecut itu tetap tidak ambil perduli, dengan sipat kuping

dia melarikan diri dengan terbirit birit, hanya di dalam sekejap mata

saja sudah melenyapkan diri di balik pepohonan yang tumbuh

sangat lebat itu.

Begitu Ti Then melihat rimba yang sangat lebat itu segera tahu

untuk mengejar setan pengecut itu bukan merupakan urusan yang

mudah, karenanya dia tidak melanjutkan pengejarannya melainkan

balikkan tubuh mencari jejak Hong Mong Ling.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 9.1. Menteri Pintu dan Pembesar Jendela

Dia percaya Hong Mong Ling masih bersembunyi diantara batu-

batu cadas yang terbesar itu. segera dia mengerahkan ilmu

meringankan tubuhnya dengan cepat melayang ketengah batu batu

cadas yang terbesar itu untuk menawannya.

Siapa tahu walau sudah dicari ke semua tempat, tidak tampak

pula bayangan dari Hong Mong Ling.

Eeh ... eh. Bangsat cilik itu sungguh teramat licik. Apa mungkin

dia melarikan diri keluar lembah terlebih dulu dari pada si setan

pengecut itu?

Atau mungkin dengan pinyam kesempatan ini masuk ke dalam

goa kembali untuk menyerang Wi Lian In ??

Pikiran ini begitu berkelebat di dalam benaknya, dia tidak berani

berayal lagi, dengan cepat memutar tubuh lari ke dalam gua tadi.

Dengan satu kali loncatan dia naik ke atas tebing yang menonjol

keluar kemudian masuk ke dalam gua, teriaknya dengan keras.

"Nona Wi, nona Wi. ."

Dalam gua suasana tetap sunyi senyap. tidak terdengar suara

jawaban dari Wi Lian In.

Hatinya bertambah tegang, makinya dengan gemas. "Kurang

ajar. ."

Tanpa menanti lebih lama lagi dia putar tubuh menerjang keluar

gua tersebut.

"Aku di sini. ." terdengar suara Wi Lian In muncul ketika

mendadak dari balik sebuah cadas di samping gua itu.

Ti Then menjadi melengak. dengan cepat dia putar tubuhnya

memandang ke arah dimana berasalnya suara itu, saat itu tampak

Wi Lian In baru saja munculkan diri dari balik batu cadas di samping

gua itu, tak terasa dengan perasaan heran tanyanya: "Nona Wi,

kamu sedang berbuat apa di balik batu itu?"

Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam,

dengan nada kemalu maluan sahutnya dengan manya. "Buat apa

kamu urus aku . ."

Agaknya Ti Then sadar apa yang baru saja terjadi, wajahnya pun

kelihatan berubah memerah, sahutnya sambil tertawa malu. "Ooh . .

aku kira . . aku kira. ."

"Kamu kira aku diculik pergi?" ujar wi Lian In sambil mencibirkan

bibirnya.

"Benar. . " sahut Ti Then sambil mengangguk "Aku pergi kejar itu

setan pengecut tapi tidak berhasil kemudian balik mencari Hong

Mong Ling, dia juga tidak ada makanya aku kira dia lari masuk ke

dalam gua."

"Hemm . . . memangnya kamu tidak punya minat bunuh kedua

orang itu, kalau tidak bagaimana mereka bisa lolos?"

"Bukan . . bukan begitu" Bantah Ti Then dengan cemas

"Kepandaian silat dari setan pengecut itu memang sangat tinggi,

ketika aku kejar dia, tubuhnya sudah berada sangat jauh sekali."

"Tadi kamu bisa bunuh mati dia dengan satu kali tusukan, tapi

kamu hanya lukai kulit kepalanya saja."

"Bukannya begitu" ujar Ti Then sambil tersenyum "Aku tidak beri

am pun kepadanya, hanya saja dia bisa menghindar dengan cepat."

"Tahukah kamu siapa sebetulnya orang itu??"

"Tidak..." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

"Malam itu sewaktu dia memasuki dalam benteng, kepalanya

juga ditutupi dengan kain hitam, hanya saja suaranya seperti

pernah kudengar. Aku merasa suara itu sering aku dengar"

Pada setengah tahun yang baru saja lewat apa nona Wi pernah

meninggalkan benteng?" Wi Lian In kelihatan sedikit tertegun,

sahutnya: "Tidak pernah, buat apa kamu tanyakan hal ini??"

Ti Then dengan perlahan berjalan bulak balik di sana, sambil

tersenyum kemudian ujarnya lagi:

"Nona tadi bilang suara dari setan pengecut itu sering sekali

didengar tapi selama setengah tahun belakang ini tidak pernah

keluar dari Benteng, makanya kemungkinan sekali setan pengecut

itu adalah. . ."

"Orang Benteng Pek Kiam Po kita?" tanya Wi Lian In dengan air

muka yang sudah berubah hebat.

"Kecuali begitu tidak ada penjelasan lainnya."

Sepasang mata Wi Lian In dipentangkan lebar-lebar, dengan

perasaan terkejut bercampur ketakutan ujarnya:

"Tidak mungkin, di dalam benteng Pek Kiam Po kita kecuali

ayahku berserta Hu Pocu tidak ada seorang pendekar pedang merah

pun yang memiliki kepandaian silat setinggi setan pengecut itu ..."

"Nona selalu bilang kepandaian silat dari setan pengecut itu

sangat tinggi, dengan dasar apa nona bisa bicara begitu?"

"Hari kedua sesudah dia menculik aku didekat keresidenan Lok

san sian dia bertemu dengan Hong Mong Ling, agaknya dia tahu

urusanku dengan Hong Mong Ling dan minta Mong Ling angkat dia

sebagai suhu."

Hong Mong Ling melihat orang yang dikempit dia adalah diriku

maka mengajukan satu syarat jika di dalam dua puluh jurus dia bisa

mengalahkan dirinya dia baru mau angkat dia sebagai guru,

akhirnya setan pengecut itu berhasil mengalahkan dia tidak sampai

dua puluh jurus, kepandaian silat setinggi itu hanya kau serta

ayahku sekalian saja yang bisa melakukan."

Ti Then tersenyum:

"Yang kamu maksudkan aku serta ayah mu sekalian."

"Sekalian" dua kata ini menunjuk siapa?"

"Sudah tentu Hu Pocu."

Hati Ti Then segera bergerak, teringat kembali malam ketika dia

diculik orang. Pada saat itu Huang Puh Kian Pek sedang bermain

catur dengan dirinya diruang tamu dia tidak mungkin bisa setan

pengecut itu, tanpa terasa lagi dia gelengkan kepalanya. "Kenapa

kamu gelengkan kepala?" tanya Wi Lian In heran. "Tidak mengapa.

."

Agaknya Wi Lian In juga sudah mencurigai Huang Puh Kian Pek,

sambil mengerutkan alis gumamnya seorang diri. "Apa mungkin

perbuatan Hu Pocu?"

"Apa kamu merasa suara dari si setan pengecut itu agak mirip

suara dari Hu Pocu?"

Wi Lian In termenung berpikir beberapa

"Bukannya mirip sekali, hanya sedikit mirip ..."

saat

lamanya:

"Hu Pocu adalah sute dari ayahmu, bagaimana dia bisa

melakukan pekerjaan seperti ini?"

"Benar." ujar Wi Lian In dengan air muka sedikit bingung dan

curiga.

" Hubungannya dengan ayabku sangat erat sekali, sudah

sepatutnya tidak melakukan pekerjaan seperti ini, tapi. . . kamu

bilang setan pengecut itu adalah orang benteng Pek Kiam Po kita,

kalau begitu kecuali dia masih ada siapa lagi?"

"Malam itu apakah si setan pengecut yang masuk ke dalam

kamar nona dan menculik pergi?.."

"Agaknya memang betul"

"Bagaimana kamu bisa bilang agaknya memang betul?"

"Sebelum aku diculik agaknya sudah terkena semacam obat

mabuk terlebih dulu sehingga apa pun yang sudah terjadi aku tidak

tahu, kemudian sesudah kesadaranku pulih kembali barulah aku

merasa kalau tubuhku dibawa lari setan pengecut itu keluar

Benteng"

"Saat itu aku masih bermain catur dengan Hu Pocu di dalam

ruangan tamu" Wi Lian In menjadi melengak.

"Oooh. . .saat itu kalian masih bermain catur di dalam ruangan

tamu?"

"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "makanya Hu Pocu

tidak mungkin adalah si setan pengecut itu."

Wi Lian In mengerutkan alisnya lagi dengan rapat:

" Kalau tidak, siapa sebetulnya setan pengecut itu ??"

" Kemungkinan sekali setan pengecut itu memang bukan orang

Benteng Pek Kiam Po kita, walau pun aku sendiri juga merasa suara

itu sepertinya pernah di kenal . ."

Mendadak dari sepasang mata Wi Lian In memancarkan sinar

yang sangat tajam, ujarnya dengan cepat:

"Apa mungkin si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ??"

"Tidak mungkin... tidak mungkin." ujar Ti Then sambil gelengkan

kepalanya "Pedang si setan pengecut itu digantungkan pada

pinggang sebelah kirinya dan bukan digantungkan pada pinggang

sebelah kanan bahkan sewaktu mencabut pedangnya tadi

menggunakan tangan kanan."

"Jika dia betul-betul adalah Cian pit Yuan sudah tentu sengaja

akan menggunakan tangan kanannya untuk menutupi wajah yang

sebetulnya."

"Omonganmu memang sedikit pun tidak salah, tapi seorang yang

sudah terbiasa menggunakan tangan kiri di dalam suatu keadaan

yang sangat kritis dan membahayakan jiwanya, dia tidak mungkin

bisa mengingat ingat harus menggunakan tangan kanannya."

Agaknya semakin berpikir Wi Lian In merasa semakin bingung,

sambil mendepak kakinya ke atas tanah ujarnya. "Huuu . .

sudahlah, mari kita pulang saja."

"Jangan" ujar Ti Then dengan cepat. "Nanti sesudah terang

tanah baru kita pulang"

" Kenapa ?"

Ti Then duduk kembali ke atas tanah dengan tenangnya.

"Serangan terang bisa ditahan serangan menggelap sukar

diduga, kemungkinan sekali mereka sudah pasang jebakan diantara

selat yang sempit itu. ."

"Kamu masih takuti mereka?" ujar Wi Lian In sambil mencibirkan

bibirnya yang kecil mungil itu.

Ti Then yang mendengar perkataannya sangat lucu itu tidak

terasa tertawa keras. "Aku tidak takut pada mereka, hanya saja

kamu bukan tandingan Hong Mong Ling"

"Hemm. . " dengus Wi Lian In dengan dingin "siapa yang bilang

??"

"Hari itu ketika berada di atas gunung Go bi karena hatiku

sedang mangkel dan jengkel sehingga sukar untuk menenangkan

hati, karenanya baru berhasil dikalahkan olehnya. Padahal jika

betul-betul bertempur hemm . . hemm . ."

Tubuhnya yang langsing genit itu dengan gemasnya dibanting ke

atas tanah dan duduk tidak bergerak lagi.

Ti Then tersenyum, tanyanya dengan halus. "Perutmu sudah

lapar belum?"

"Belum. ."

"Ayahmu sudah kirim perintah seratus pedang untuk menawan

kembali Hong Mong Ling, cepat atau lambat akhirnya akan mati

juga kamu tidak usah begitu jengkelnya"

"Ayahku apa pernah keluar cari aku. ."

"Pernah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk "Dia pernah keluar

Benteng untuk menguntit aku, tapi yang lalu sudah pulang ke dalam

Benteng kembali.”

Wi Lian In menjadi terkejut, dengan penuh keheranan tanyanya:

" Kenapa ayahku menguntit kamu?.."

"Ayahmu anggap aku sebagai seorang manusia yang patut

dicurigai bahkan menuduh aku orang yang menculik kamu pergi,

karenanya secara diam-diam menguntit aku dan mengawasi semua

gerak-gerikku"

Segera dia menceritakan kisahnya sewaktu sesaat memasuki

lembah. Dengan perasaan yang tidak tenang ujar Wi Liau In dengan

perlahan. "Ayahku mencurigai dirimu juga bukan tidak beralasan"

"Benar, makanya aku sama sekali tidak marah, hanya saja

sesudah aku hantar kamu pulang ke dalam Benteng segera akan

meninggalkan kalian."

Air muka Wi Lian In berubah hebat. "Kamu mau tinggalkan kami

sekalian?" tanyanya.

"Benar. ." sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Jadi kamu masih merasa marah terhadap ayahku?"

"Tidak. " sahutnya sambil gelengkan kepalanya lagi.

"Lalu kenapa mau tinggalkan kami?"

"Aku takut, kawan-kawan di dalam Benteng ada yang tidak tahu

urusan yang sebetulnya dan menganggap aku yang merusak

perkawinanmu dengan Hong Mong Ling ..."

"Sekali pun kamu punya niat merusak hubungan kita tapi aku

tetap merasa sangat berterima kasih terhadap dirimu karena dia

pergi main perempuan disarang pelacur adalah urusan yang

sungguh-sungguh sudah terjadi.."

"Sekali pun omonganmu sedikit pun tidak salah." ujar Ti Then

sambil tersenyum. "Tapi aku merasa jauh lebih baik . ."

"Tidak usah banyak omong lagi" potong Wi Lian In dengan cepat.

"Asalkan kamu tanya dalam hatimu sendiri pernah berbuat atau

tidak, tidak usah perduli lagi omongan orang lain"

Ketika Ti Then mendengar kata-kata. . Tanya hati sendiri pernah

berbuat atau tidak, tidak terasa lagi air mukanya berubah menjadi

merah padam.

"Jika kamu sudah ambil keputusan mau meninggalkan benteng

Pek Kiam Po sekarang juga silahkan pergi."

"Nona Wi. . . kamu jangan marah.. "

"Aku tidak marah, kamu boleh pergi ..."

"Tapi aku mau hantar nona pulang ke dalam benteng terlebih

dulu."

"Tidak usah" ujar Wi Lian In dengan sengit, "Aku bisa pulang

sendiri, aku tidak mau kamu hantar aku pulang ke dalam Benteng."

"Si setan pengecut serta Hong Mong Ling kemungkinan sekali

masih bersembunyi disekitar tempat ini, bagaimana aku bisa

tinggalkan kamu seorang diri?"

"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kamu, jika aku

terjatuh ketangan mereka lagi biarlah anggap memang itu nasibku."

Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi dia mengucurkan air

mata dan menangis tersedu-sedu.

"Nona Wi." ujar Ti Then dengan cemas. "Kamu jangan menangis.

.jangan menangis. . .baiklah aku tidak akan meninggalkan kau lagi"

Wi Lian In dengan cepat memutar tubuh membelakangi dirinya,

ujarnya lagi sambil menahan isak tangisnya.

"Aku tidak mau dikasihani orang lain, kau pergilah."

Ti Then termenung sangat lama sekali, kemudian sambil

menghela napas baru sahutnya.

"Jika kamu menginginkan aku tinggal di dalam benteng Pek Kiam

Po untuk selamanya aku juga bisa menyangupinya. Tapi aku jadi

orang

punya nasib yang sangat jelek sekali, mungkin bisa

membawa kesialan juga kepada orang lain, jika pada suatu hari

terjadi suatu urusan kamu janganlah menyesal."

"Apa itu nasib jelek membawa kesialan bagi orang lain? omongan

yang tidak karuan itu sepatah pun aku tidak percaya."

"Heeei..." ujar Ti Then dengan nada yang berat. "Aku bilang

kemungkinan sekali aku membahayakan ayah ibumu"

Mendadak Wi Lian In putar kepalanya memandang tajam

kearahnya. "Apa arti dari perkataanmu itu???"

"Tidak punya arti yang istimewa, aku hanya merasa aku jadi

orang sangat sialan, bersandar pada pagar. . pagar ambruk.

bersandar pada tembok. . tembok jebol."

Mendadak Wi Lian In tertawa cekikikan dengan merdunya,

ujarnya: "Bagaimana kamu bisa punya perasaan begitu"

Ti Then angkat bahunya," Kenyataannya memang begitu,

umpama saja sesudah aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po

tidak selang lama sudah ada beberapa peristiwa yang terjadi saling

susul menyusul, permulaan Cian pit Yuan yang datang mengacau

kemudian muncul si setan pengecut itu . . ."

"Tapi. ." potong wi Lian In dengan cepat. "Kamu berhasil pukul

mundur cianpit Yuan dan menolong aku dari cengkeraman si setan

pengecut itu."

"Tapi jauh lebih baik tidak sampai terjadi urusan itu" ujar Ti Then

dengan perlahan.

"Sejak kamu masuk benteng Pek Kiam Po kami, secara diam-

diam aku terus menerus mengawasi gerak gerikmu, aku merasa

agaknya kamu punya pikiran di dalam hati, selamanya uring-

uringan dan tidak gembira dapat kamu ceritakan karena apa ?"

"Aku tidak punya pikiran dalam hatiku" sahut Ti Then sambil

gelengkan kepalanya.

"Apa kamu pernah mengalami suatu peristiwa yang sangat

mendukakan hatimu" tanya Wi Lian In sambil memperhatikan

wajahnya tajam-tajam.

"Tidak pernah. ."

"Jika betul-betul tidak ada seharusnya kamu jadi seorang yang

sangat gembira, dengan usiamu yang masih demikian mudanya

sudah berhasil memiliki kepandaian silat demikian tinggi,

dikemudian hari jago nomor wahid di dalam dunia akan kau miliki,

seharusnya kamu gembira tapi kelihatannya kamu sangat tidak

gembira bahkan murung terus."

Berbicara sampai di sini mendadak seperti teringat akan sesuatu,

pada wajahnya timbul suatu senyuman manis sambil mengangguk

ujarnya. "Ooh. . . sekarang aku sudah tahu."

Ti Then menjadi melengak. "Kamu tahu apa??"

Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-rendah, sambil

tersenyum malu ujarnya:

"Kamu pernah mencintai seorang nona tetapi kemudian hati nona

itu berubah, tidak mau perduli kamu lagi bukan begitu?"

"Ha ha ha. . tidak. . tidak pernah terjadi urusan ini."

"Kau jangan menipu aku" ujar wi Lian In sambil tersenyum malu-

malu.

"Tidak. aku tidak menipu kamu. ."

" Kalau tidak, kenapa kau tidak gembira"

"Jika kau anggap aku jadi orang tidak gembira mungkin

dikarenakan aku dilahirkan menjadi seorang yang tidak gembira."

"Omong kosong" ujar wi Lian In sambil mendelik kearahnya.

"Mana ada orang yang dilahirkan dalam keadaan tidak gembira."

"Ada. ." sahut Ti Then perlahan. "Misalnya seorang bayi yang

baru saja lahir di dalam dunia, ayah ibunya saling susul menyusul

meninggal dunia sehingga membiarkan anak itu hidup di dalam

kemiskinan, hidup tanpa mendapatkan kasih sayang dari orang

tuanya, hidup dalam kekurangan. coba kamu pikir sesudah dia

menginyak dewasa bisa jadi orang yang lincah dan selalu gembira

tidak?"

Wi Lian In teringat kembali riwayatnya yang pernah diceritakan

kepada dirinya, kini mendengar perkataan itu segera tahu kalau dia

sedang mengatakan dirinya karena itu perasaan simpatik dan

kasihan timbul kembali di dalam hatinya, sambil melelehkan air

mata ujarnya:

"Sewaktu masih kecil kamu memang sangat susah, tapi sekarang

sudah lain keadaannya, seharusnya kamu cari kesenangan, jangan

pikirkan urusan yang sudah lalu."

Ti Then hanya tersenyum saja, kepalanya ditolehkan memandang

keluar gua, ujarnya lagi.

"Hari hampir terang tanah, kenapa kamu tidak istirahat

sebentar??."

"Tidak. . aku tidak bisa tidur. . mari kita omong lagi saja. . . kau.

. . kau. . . kau sudah punya idaman hati?"

"Belum ada."

Dengan tersenyum malu-malu dan kepala yang ditundukkan

rendah-rendah ujar Wi Lian In lagi.

"Kamu . . . kamu tidak ingin menikah?"

"Setiap lelaki yang sudah menginyak dewasa tentu kawin, siapa

yang tidak pikirkan? Hanya saja dengan wajah seperti aku ini, mana

ada nona mana yang mau jadi istriku?"

"Kamu bolak balikkan kenyataan.. "ujar Wi Lian In sambil

tersenyum. "Mungkin kamu yang terlalu pandang tinggi diri sendiri

sehingga tidak pandang orang lain"

"... Bukan . . . bukan . ."

"Biarlah sesudah pulang ke dalam benteng aku mau suruh

ayahku carikan seorang nona untukmu." ujar Wi Lian in lagi sambil

tertawa.

"Jangan. ." ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Urusan

perkawinan lebih baik jangan dipaksa, biarlah nanti datang dengan

sendirinya."

Wi Lian in menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian

barulah ujarnya sambil tersenyum:

"Beritahu padaku, isteri yang kau inginkan merupakan nona

macam bagaimana?"

"Aku belum pernah pikirkan"

"Kalau begitu kamu pikirlah sekarang juga."

"Aku tidak tahu. ."

"Coba pikirkan dengan perasaan. ."

Ti Then menghembuskan napas panjang kepalanya diangkat dan

memandang tajam wajahnya kemudian sambil tersenyum sahutnya.

"Bila pada satu hari aku bisa memperoleh seorang istri seperti

nona Wi, hatiku sudah merasa sangat puas.."

Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu,

ujarnya sambil tersenyum malu-malu.

"Ehm.. . ayahku sering bilang aku jadi orang terlalu manya,

sifatnya pun berangasan sedikit-dikit suka marah, aku bukan

seorang nona yang baik"

"Nona yang suka marah itulah nona yang paling menyenangkan,

begitu marah pot-pot bunga pada melayang... sungguh

menyenangkan sekali."

Dikatai begitu Wi Lian In melototkan mata kearahnya, ujarnya

sambil mencibirkan bibirnya.

"Bagus sekali, jika dilihat potonganmu memang jujur tidak

kusangka mulutnya licin juga, suka menggoda orang." Ti Then

tertawa terbahak bahak dengan kerasnya.

Tetapi sebaliknya dalam hati dia merasa sangat pahit, karena dia

merasa hubungannya dengan Wi Lian In semakin lama semakin erat

dan semakin intim. . Tujuan yang diharapkan majikan patung emas

juga hampir tercapai. Tidak lama kemudian cuaca sudah terang, Ti

Then segera bangkit berdiri ujarnya. "Jalan, kita keluar dari lembah

ini."

Kedua orang itu dengan cepat meloncat turub dari atas tebing, Ti

Then berjalan menuju kearah tebing seberang membereskan

selimut serta barang barangnya kemudian menyerahkan

tunggangannya kepada Wi Lian In, ujarnya sambil tertawa.

"Kuda ini sungguh cerdik sekali, jika bukannya kemarin malam

dibantu dia kemungkinan sekali aku tidak punya cara untuk

menolong kamu keluar."

Wi Lian In tersenyum manis. "Mulai sekarang kuda itu adalah

milikmu"

"Tidak. ." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Aku tidak

punya kesempatan banyak untuk menunggang kuda, lebih baik

tinggalkan untuk kamu gunakan"

"Kau sungguh-sungguh tidak mau?"

"Benar, aku tidak memerlukan. ."

"Kalau begitu biarlah dia pergi hidup sendiri, mari kita pergi"

sehabis berkata dia melepaskan tali lesnya dan meninggalkan

tempat itu dengan cepat.

Melihat tindakannya yang aneh itu Ti Then melengak. dengan

cepat dia pungut kembali tali les itu serunya:

"Tunggu sebentar, kamu sungguh-sungguh tidak inginkan kuda

ini lagi?"

"Aku sudah bilang, kuda itu aku hadiahkan kepadamu, dengan

begitu dia sudah menjadi milikmu jika kau tidak suka maka kuda itu

tidak ada majikannya lagi."

Ti Then yang dikatai begitu menjadi serba susah, mau tertawa

tidak bisa mau menangis pun tidak sanggup dengan tergesa gesa

sahutnya: "Baik, baik, Baiklah, aku mau . . , aku mau, hanya saja

ada satu syarat."

Wi Lian In menghentikan langkahnya, sambil menoleh ujarnya

tersenyum: "Tentu kau sudah ketularan penyakit setan pengecut itu.

syarat apa?"

"Kau yang tunggangi dia kembali ke dalam Benteng kemudian

kuda itu baru menjadi milikku."

"Aku menunggang kuda, kau jalan kaki ??"

"Dijalan aku bisa beli seekor kuda lagi."

Wi Lian In baru mengangguk menyetujui, dia putar tubuh dan

meloncat naik ke atas kudanya kemudian dengan perlahan berjalan

keluar dari lembah sempit itu.

Ti Then yang takut si setan pengecut serta Hong Mong Ling

masih belum mematikan niatnya maka sengaja dia berjalan di depan

membukakan jalan bagi Wi Lian In, dengan menghindari batu batu

cadas yang tersebar meluas dengan sangat hati-hati dia bergerak ke

depan.

Sesudah mengitari tanah yang penuh dengan batu batu cadas,

meadadak Wi Lian In menuding ke atas sebuah batu bulat di atas

tanah, ujarnya: "Coba lihat, apa itu ??"

Ti Then tolehkan kepalanya memandang ke sana, terlihatlah di

atas batu bulat itu terdapat beberapa tetes darah segar, ujarnya

kemudian.

"Darah itu mungkin darah yang menetes keluar dari luka setan

pengecut itu, kemarin malam kulit kepalanya berhasil kutabas

sedikit mungkin, darah yang mengucur keluar tidak sedikit

jumlahnya .

"Kita ikuti saja bekas bekas darah itu, mungkin masih bisa

temukan kembali mereka berdua."

"Tidak mungkin" ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Luka

Setan pengecut itu tidak mungkin masih mengucur darah hingga

sekarang, jika kita mau ikuti jejak darahnya mencari mereka

mungkin sudah terlalu terlambat."..

"Dia bilang punya dendam sakit hati dengan suhumu entah hal

itu benar atau tidak?"

"Dia ada sakit hati dengan orang lain kemungkinan tidak pura-

pura, tetapi tidak mungkin hasil perbuatan suhuku karena mereka

sama sekali tidak tahu siapa sebetulnya suhuku."

Wi Lian In tersenyum, sambil pandang wajahnya ujarnya lagi:

"Kau juga tidak tahu nama suhumu, jika mereka katakan belum

tentu kau bisa tentukan apa nama itu nama suhumu atau bukan.

Bukan begitu?"

"Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Tapi dia

boleh katakan beberapa ciri-ciri yang menonjol, jika ciri-ciri yang dia

katakan kebanyakan mirip dengan ciri-ciri suhuku maka hal ini

sudah cukup membuktikan suhuku adalah musuh besarnya."

"Yang paling lucu lagi. Dia ingin tahu nama suhumu tapi tidak

berani mengatakan nama serta sebutan sendiri"

"Makanya, kemungkinan sekali tidak

punya musuh besar,

tujuannya ingin memperoleh dan mengetahui ilmu silat suhuku."

Kedua orang itu sambil berjalan sembari bercerita, tidak lama

kemudian sudah keluar dari selat sempit itu kemudian dengan

mengikuti jalanan gunung menuruni gununk tersebut.

Pada siang harinya sampailah mereka di kota In Kiang sian, di

dalam kota Ti Then membeli seekor kuda kemudian dahar hingga

kenyang, setelah itu barulah jalan bersama sama keluar kota

menuju kekota Go bi.

Ditengah jalan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari,

hari keempat sampailah mereka didaerah keresidenan siok lam.

Baru saja melewati suatu tanah tandus yang gundul dan kering

ternyata sudah bertemu dengan sebuah peristiwa yang sangat

membingungkan. secara mendadak mereka dicegat orang-orang

yang menghalangi perjalanan mereka adalah dua orang jago Bu lim

yang punya bentuk tubuh kurus dan gemuk, usia dari kedua orang

itu kurang lebih lima puluh tahunan. Yang gemuk punya tubuh

yang kekar bagaikan sapi, alisnya lebat matanya bulat besar sedang

wajahnya penuh berewok. Pada sepasang tangannya mencekal dua

buah senyata kapak yang besar.

Yang kurus mem punyai bentuk tubuh kecil kering seperti mayat,

matanya sipit seperti mata tikus, pada janggutnya memelihara

janggut kambing yang panjang sedang pada pinggangnya terselip

sepasang golok berbentuk sabit.

Dengan perlahan lahan mereka berjalan keluar dari balik batu

kemudian berdiri tegak ditengah jalanan, jika dilihat sikap mereka

agaknya sudah sangat lama mereka menanti di sana.

Ti Then serta Wi Lian In begitu melihat munculnya dua orang

yang sangat aneh itu dengan cepat menahan tali les kudanya,

mereka berdua mengira sudah bertemu dengan perampok

perampok biasa sehingga tanpa terasa saling bertukar pandangan

dan tersenyum ringan.

Air muka kakek yang punya tubuh kurus kelihatan dikerutkan,

ujarnya dengan nada menyeramkan.

"Hei orang muda, kaukah yang disebut pendekar baju hitam Ti

Then?"

Ti Then yang mendengar pihak lawannya tahu akan nama serta

sebutan sendiri segera tahu kalau dia bukan perampok biasa, tak

tertahan dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil rangkap tangannya

memberi hormat, sahutnya.

"Cayhe memang benar adanya, bagaimana sebutan cianpwe

berdua? Ada keperluan apa ??"

"Hemm . . hemm . ." dengus kakek kurus itu dengan dinginnya.

"Lohu berdua tidak punya she tidak punya nama, hanya ada

satu sebutan, Lohu disebut sebagai Mentri pintu dan yang satu ini

disebut sebagai Pembesar jendela"

"Mentri pintu? Pembesar jendela ?" ujar Ti Then melengak.

"Tidak salah. ."

Ti Then tidak bisa menahan gelinya lagi, dia tertawa terbahak

bahak dengan kerasnya.

" Kalian malaikat-malaikat dari kelenteng mana?" tanyanya.

"Kelentengnya disebut

digunung Kim Hud san"

istana

Tian

Teh

Kong,

tempatnya

Ti Then menjadi sangat terperanyat, tapi dia mengangguk juga

sahutnya:

"Kiranya orang-orang dari Thian Kauw Teh Hu atau Anying langit

rase bumi"

si pembesar jendela melototkan matanya dengan gusar

bentaknya. "Apa anying langit rase bumi? Yang betul Kaisar langit

Ratu Bumi"

Kiranya jika menyebut Anying langit Rase bumi, empat kata ini

tidak ada seorang pun yang tidak tahu nama ini di dalam Bu lim,

mereka merupakan sepasang suami istri pencipta huru hara dibumi,

yang laki disebut sebagai Anying langit Kong sun Yau sedang yang

perempuan disebut Rase bumi Bun Jin Cu. Bukan saja kepandaian

silat yang dimiliki sepasang suami istri ini sangat lihay bahkan jadi

orang sangat kejam dan licik. hampir boleh dikata tidak ada

tandingannya di dalam golongan Hek to, karenannya ke dua orang

itu menduduki kedudukan yang paling tinggi di dalam kaum Hek-to.

Dikarenakan selama hidupnya selalu menduduki tempat yang

teratas, harta kekayaannya tidak terhitung banyaknya, mereka

mendirikan sebuah istana Thian Teh Kong di atas gunung Kim Hud

san dengan mengambil sebutan Kaisar langit ratu bumi.

Suami istri ini bukan saja menguasahi seluruh Liok lim bahkan

anak buahnya pun mencapai selaksa lebih, maka itulah kaum

pendekar dari golongan Pek to termasuk Pocu dari Benteng Pek

Kiam Po, Wi ci to sendiri tidak berani secara terang-terangan

bentrok dengan mereka, sebab itulah siapa pun dari kalangan Bu lim

jauh lebih jeri setelah mendengar nama Kaisar langit Ratu bumi

daripada nama besar Benteng Pek Kiam Po.

Sedang kini setelah Ti Then mendengar istana Thian Teh Kong

lalu mengubah sebutan Kaisar langit ratu bumi menjadi Anying

langit rase bumi, sudah tentu membuat Pembesar jendela itu

menjadi amat gusar.

Jika bukannya dari majikan patung emas dia berhasil memiliki

kepandaian silat yang sangat tinggi, dia tidak akan berani

mengubah sebutan Kaisar langit Ratu Bumi... itu menjadi Anying

langit Rase Bumi, tapi kini dia tidak akan takut untuk meloloskan diri

dari belenggu majikan patung emas dan sangat mengharapkan bisa

bertemu dengan jago-jago Bu lim yang memiliki kepandaian silat

yang sangat tinggi, dia sangat mengharapkan ada orang yang

berhasil pukul rubuh dia makanya semakin manusia yang berbahaya

semakin manusia yang lihay dia semakin ingin coba-coba mengusik

mereka. Kini melihat Pembesar jendela itu begitu gusar air mukanya

sedikit pun ujarnya sembil tersenyum. "sebutan majikan kalian

memangnya Anying langit Rase Bumi, apanya yang tidak betul?"

Pembesar jendela semakin gusar lagi, sambil maju satu langkah

ke depan bentaknya dengan wajah meringis menyeramkan.

"Bangsat cilik, kamu orang sudah bosan hidup yaah".

si Mentri pintu yang berada di sampingnya dengan cepat menarik

dia ke belakang, ujarnya:

"Jite, jangan terburu napsu, biar kita bicarakan lebih jelas dulu

baru turun tangan"

"Benar" ujar Ti Then sambil tertawa. "Malaikat penjaga pintu

dengan anying penjaga pintu memang sangat berbeda, buat apa

kalian begitu galak galak. Ha ha ha ha . . ."

Si menteri pintu dengan cepat angkat kepalanya, dengan

pandangan yang sangat tajam dia melirik sekejap kearah Ti Then

kemudian dengan wajah dingin kaku ujarnya: "Hemm . . kalian apa

baru saja turun dari gunung Fan cing san?"

"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Bagus sekali, lohu berdua mendapatkan perintah dari Thian

cunTeh Ho untuk mintakan sebuah barang dari Lo te"

"Hemm . . . hemm . . . selama berpuluh-puluh tahun Thian Kauw

Teh Hu menduduki tempat yang tertinggi di dalam Liok lim, harta

yang dikumpulkan pun kurang lebih ratusan buah kereta banyaknya,

buat apa kalian cari aku seorang yang miskin."

"Hem . . . Thian cun Teh Ho mau cari kau sudah merupakan satu

penghormatan yang besar bagimu" ujar menteri pintu itu dengan

dingin.

-ooo0ooo-

"Memang benar. . Memang benar." sahut Ti Then sambil

berulang kali mengangguk. "Hanya tidak tahu kalian inginkan aku

orang serahkan barang macam apa?"

si Menteri Pintu itu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.

"Buat apa Lo te berpura pura tanya lagi."

Ti Then miringkan kepalanya berpikir sejenak. kemudian sambil

tertawa ujarnya: "ooh . . . mungkin kalian menginginkan batok

kepala cayhe ini?"

"Maksud Thian cun Teh Ho kami, minta Lo te mau serahkan itu

barang tanpa melakukan perlawanan, mereka orang tua mau beri

kalian ribuan tahil perak sebagai tanda terima kasih. Kalau tidak

terpaksa aku harus penggal kepala kalian untuk dilaporkan."

Nada suaranya sangat dingin kaku tapi tenang, agaknya dalam

hati sudah punya pegangan yang kuat tentu berhasil memenggal

batok kepala Ti Then itu.

Ti Then yang ditanyai begitu menjadi bingung, sambil mengucak

ucak matanya tanyanya lagi.

"Apa kalian menginginkan nona di sampingku ini?"

"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang

benteng Pek Kiam Po, Thian Cun kami tidak punya minat terhadap

nona Wi ini."

" Kalau tidak. " ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya.

"Sebetulnya kalian inginkan barang apa?"

Agaknya si pendekar jendela tidak bisa menahan sabar lagi,

bentaknya dengan keras.

"Bangsat cilik, kamu orang jangan berpura-pura lagi, lohu nanti

tebas kepalamu dengan satu kali bacokan"

Air muka Ti Then berubah menjadi sangat dingin, perlahan-lahan

dia meloncat turun dari tunggangannya kemudian berjalan maju tiga

langkah ke depan, ujarnya. "Coba kamu tabaskan kepalaku ini."

Mata pembesar jendela itu melotot ke luar, dengan air muka

penuh kemarahan dia menoleh kearah si menteri pintu, ujarnya.

"Toako, barang itu pasti berada di dalam badannya. Bangsat cilik

ini tidak tahu kebaikan orang lebih baik kita bunuh saja kemudian

baru ambil barang itu dari dalam tubuhnya."

"Ehm . . ." sahut menteri pintu itu dengan perlahan kemudian dia

putar kepalanya memandang Ti Then dengan jangat dingin. ujarnya

lagi.

" Lohu beri satu kesempatan yang terakhir bagimu, cepat

serahkan barang itu."

"Tidak"

Bagaikan seekor harimau kelaparan dengan mengaum keras

pembesar jendela itu dengan cepat meloncat maju ke depan,

kampak raksasa ditangan kirinya dengan dahsyat diayun

memenggal kearah teng gorokan Ti Then.

Jurus serangannya sangat kuat dan dahsyat sehingga

menimbulkan suara desiran yang sangat kuat ditengah udara,

datangnya serangan ini begitu dahsyatnya sehingga orang yang

berdiri satu kaki dari sana pun merasakan desiran angin

sambarannya itu.

Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti kampak pihak

musuhnya hampir mendekati tubuhnya barulah badannya sedikit

miring ke samping, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram

menguasahi urat nadi pergelangan tangannya, sedang tangan

kanannya bersamaan waktu pula melancarkan satu serangan

dahsyat yang dengan tepat menghajar perutnya.

"Bluuk ....." kemudian disusul dengan suara dengusan berat,

pembesar jendela itu sama sekali tidak pernah menduga gerakan

dari Ti Then bisa demikian aneh dan cepatnya, di dalam keadaan

yang sangat terkejut kapak ditangan kanannya dengan cepat

diangkat dan ditabas ke atas batok kepala Ti Then, tetapi baru saja

kapaknya itu diangkat sampai tengah jalan seluruh tubuhnya sudah

berhasil diangkat oleh Ti Then ke tengah udara.

Dengan mengerahkan tenaga yang besar Ti Then segera

melemparkan tubuh pembesar jendela itu ketengah udara, bagaikan

sebuah layang-layang yang putus benangnya tubuhnya melayang

hingga sejauh dua tiga kaki.

"Bluuuk..." punggungnya dengan keras menghajar pohon di

belakangnya, seketika juga tubuhnya menjadi lemas bagaikan

kapas, sama sekali tidak punya tenaga untuk merangkak bangun.

Sejak semula hingga sekarang tidak lebih hanya makan waktu

sekejap mata saja.

Si Menteri pintu yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi

matanya melotot keluar dengan bulatnya, mulutnya melongo,

sedang air mukanya sebentar berubah pucat pasi sebentar lagi

berubah menjadi kehijau-hijauan, Perasaan terkejut yang dirasakan

saat ini jauh lebih hebat dari perasaan terkejut pada diri Pembesar

jendela itu

Sejak lama dia sudah mendengar nama Pendekar pakaian hitam

Ti Then ini, dia pun pernah dengar tingkatan kepandaian silat yang

dimiliki Ti Then sehingga mereka sudah punya pegangan yang kuat

untuk mengalahkan Ti Then tidak perduli siapa pun yang maju dari

mereka berdua tapi sekarang, pembesar jendela rubuh ditangan Ti

Then tidak sampai satu jurus pun bahkan dipukul hingga tidak kuat

bangkit berdiri bukankah hal ini sangat mengejutkan hatinya?

Jilid 9.2. Satu kesulitan hilang dua kesusahan datang

Sebetulnya dia berpegangan bahwa gerakannya kali ini pasti

mendatangkan hasil, siapa tahu saking terkejutnya tidak tertahan

lagi tubuhnya gemetar dengan kerasnya. Ti Then tersenyum,

ujarnya setengah mengejek:

"Pembesar jendela itu sungguh sebuah gentong nasi, masa satu

gerakan saja tidak bisa bertahan, baiklah seharusnya kini kamu

orang sebagai Menteri pintu yang turun tangan menggantikan dia."

Saking takutnya tubuh menteri pintu itu sudah serasa menjadi

kaku, dengan wajah penuh ketakutan melotot ke arah Ti Then

ujarnya dengan gemetar.

"Ke. . kepandaian . . kepandaianmu ini apa berasal . . berasal

dari . . dari kitab pusaka Ie Cin Keng ?"

Ti Then yang mendengar perkataan itu menjadi melengak.

" Kitab pusaka Ie cin Keng ?"

"Apa memangnya bukan ?"

"Ha ha ha ha . . yang kamu maksudkan adalah kitab pusaka Ie

Cin Keng yang berisikan pelajaran silat Tat Mo Couwsu itu?"

"Benar" sahut menteri pintu sambil menganguk. "Kitab itu sudah

hilang sejak ratusan tahun yang lalu, kali ini kamu menemukannya

kembali di atas gunung Fan cin san bukan begitu??"

"Ooh . . .jadi barang yang harus aku serahkan adalah kitab

pusaka Ie Cin Keng itu??"

Dengan ragu-ragu menteri pintu itu mengangguk. tapi ke lihatan

jelas dari air mukanya kalau perasaan takut dan jeri sudah meliputi

tubuhnya. Ti Then tersenyum lagi.

"Kalian dengar dari siapa kalau aku menemukan kitab pusaka Ie

Cin Keng itu di atas gunung Fan cin san??"

"Seseorang yang dapat dipercayai sudah melaporkan hal itu

kepada Thian cun Teh Ho kami."

"Siapa orang yang dapat dipercayai itu??"

"Lohu belum pernah bertemu, tidak tahu."

Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lien in, ujarnya

sambil tertawa ringan: "Tentu si setan pengecut itu."

"Ehmm, sebuah siasat pinyam golok untuk membunuh orang

yang sangat bagus sekali" Ti Then menoleh kembali kearah menteri

pintu itu, sambil menepuk-nepuk tubuhnya sendiri ujarnya sambil

tertawa:

"Tidak salah, kitab pusaka Ie Cin Keng itu memang berada di sini,

ayooh maju rebut"

Agaknya menteri pintu itu tidak

punya keberanian untuk

melakukan hal tersebut makanya tubuhnya masih tetap berdiri tak

bergerak. "Bagaimana?? sudah tidak mau??"

"Ehmm. . . ehmm. . .jika didengar perkataan nona Wi agaknya

Lote sama sekali tidak pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin

Keng itu??"

"Tidak. .kamu salah, aku memang mendapati kitab pusaka Ie Cin

Keng itu."

Dengan perlahan menteri pintu itu menggeserkan tubuhnya

kearah Pembesar jendela, ujarnya.

"Kepandaian silat Lo te sangat hebat sekali, Lohu mengaku kalah

biarlah kami kembali ke dalam istana Thian Teh Kong dan

melaporkan peristiwa hari ini kepada Thian cun Teh Ho, biar Thian

cun Teh Ho sendiri yang mengurus."

"Ha ha ha. . ." ujar Ti Then secara mendadak sambil tersenyum...

"Tadi sudah galak-galak sekarang mau pergi dengan begitu saja??"

Menteri pintu itu tetap berdiam diri, tubuhnya dibungkuk

membantu Pembesar jendela itu bangkit berjalan.

Agaknya dia

tebaikan muka.

punya minat meninggaikan tempat itu dengan

"Tunggu sebentar." bentak Ti Then secara mendadak dengan

sangat dingin, air mukanya berubah membesi.

Tubuh menteri pintu itu kelihatan tergetar sangat keras, sambil

meletakkan tubuh pembesar jendela ke tanah kembali, ujarnya.

"Walau pun kepandaian silat Lo te sangat tinggi tapi kami orang-

orang dari istana Th an Teh Kong bukanlah manusia-manusia yang

bisa kau permainkan sesuka hati. . . kau ingin berbuat apa?..."

Ti Then yang melihat keadaannya begitu kasihan dalam hati

diam-diam merasa geli, segera ujarnya lagi dengan sangat dingin:

"Tirukan tiga kali menyalaknya anying, kemudian barulah kalian

boleh pergi."

Air muka menteri pintu itu segera berubah hebat. dia tahu urusan

tidak mungkin bisa selesai dengan mudah. Karenanya tangannya

dengan cepat mencabut keluar sepasang goloknya yang berbentuk

sabit, teriaknya.

"Siapa yang harus meniru menyalaknya anying masih ditentukan

dulu dengan kepandaian masing-masing . "

"Benar. . . . beralasan. Beralasan. Mari. . Mari . . . ayoh serang"

ujar Ti Then sambil maju satu langkah ke depan.

"Kenapa kamu orang tidak cabut ke luar pedangmu?" bentak

mentri pintu dengan gusar.

"Hemmm... hemmm. . . untuk menghadapi anying-anying

penjaga pintu semacam kalian masih belum berhak memaksa aku

untuk menggunakan pedang"

Walau pun dalam hati menteri pintu itu sudah merasa jeri tapi

keadaan sangat memaksa, karenanya sambil membentak keras

tubuhnya menubruk ke depan sedang goloknya dengan hebat

membacok tubuh Ti Then.

"Sreeet. . . sreeet. . ." goloknya dari sebelah kanan kearah kiri

dengan kecepatan luar biasa membacok bahu kiri Ti Then sedang

golok lainnya dari sebelah kiri menuju kearah kanan menyambar

pinggang Ti Then.

Melihat datangnya serangan dahsyat dengan cepat Ti Then

mundur satu langkah ke belakang menghindarkan diri dari bacokan

sepasang goloknya, pada saat sepasang goloknya baru saja

berkelebat lewat itulah tubuhnya dengan cepat berkelebat ke depan,

dengan meminyam kesempatan ini dia melancarkan satu serangan

menghajar dadanya.

Jurus serangan ini tidak ada keanehan atau keistimewaannya,

mentri pintu itu sendiri juga melihat dengan jelas datangnya

serangan itu tapi sekali pun dia mencoba menghindar tetap kalah

cepat.

"Bluuk . ." dadanya dengan keras kena hajaran itu.

Tubuh menteri pintu segera rubuh ke atas tanah dengan

kerasnya.

Meminyam kesempatan itu Ti Then segera meloncat ke depan,

kakinya dengan kuat-kuat menginyak perutnya, ujarnya sambil

tertawa dingin: "Ayoh bilang kamu mau tirukan gonggongan anying

tidak?"

Air muka Menteri pintu itu berubah menjadi pucat pasi bagaikan

mayat dan rubuh terlentang di atas tanah tidak berani bergerak

sedikit pun juga. ujar Ti Then lagi dengan dingin

"Ayoh bilang kamu mau menyalak tidak ?? Hemm hemm, jika

tidak maujangan salahkan aku mau inyak tubuhmu hingga hancur."

Sambil berkata kakinya mengerahkan tenaga menginyak lebih

kuat lagi ke atas tubuh menteri pintu itu.

Dari keningnya kelihatan sekali keringat sebesar butir-butir

kedelai mulai mengucur ke luar dengan derasnya, seperti babi yang

mau dipotong teriak menteri pintu itu dengan keras:

"Baik. .. baiklah, aku teriakan aku teriak.."

Mendengar perkataan itu barulah Ti Then menarik kembali

tenaganya, ujarnya. "Ehmm . . . kalau begitu ayoh cepat

menggonggong"

Menteri pintu itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia

buka mulutnya menggonggong. "Au . au . . au. .

Baru berteriak tiga kali air mukanya sudah berubah menjadi

merah padam.

Ti Then segera berputar kearah Pembesar jendela yang

bersandar di samping pohon, ujarnya.

"Kau mau menggonggong tidak ??"

Pembesar jendela itu tidak berani membangkang, terpaksa dia

pun menyalak tiga kali.

Setelah itulah Ti Then baru menarik kembali kakinya yang

menginyak perut menteri pintu itu, sambil mundur dua langkah ke

belakang ujarnya.

"Cepat pulang dan beritahu sama Anying langit rase bumi,

katakan kitab pusaka Ie cin Keng memang berada di dalam sakuku

tapi jika mereka inginkan harus datang minta sendiri."

Menteri pintu itu tidak berani membangkang, dengan cepat dia

merangkak bangun dan menyelipkan kembali sepasang goloknya ke

belakang punggung.

Sesudah membimbing pembesar jendela bangun bagaikan dua

orang yang sedang mabok mereka berjalan kearah timur dengan

sempoyongan. Teriak Ti Then lagi dengan keras.

"Masih ada, katakan pada Anying langit Rase Bumi aku berada di

dalam Benteng Pek Kiam Po sebagai tamu, jika mencari aku di sana,

jangan sampai mengganggu orang-orang benteng seujung rambut

pun."

Menteri pintu Pembesar jendela tidak berani banyak cakap,

dengan keadaan yang sangat mengenaskan mereka meninggaikan

tempat itu dengan cepat.

Wi Lian In tersenyum ujarnya:

"Kedua orang tua bangkotan itu sedikit pun tidak bersemangat."

Ti Then pun segera meloncat naik ke atas kuda, sahutnya. .

"Orang yang menyaga pintu delapan sembilan bagian tidak

punya semangat semua" Sambil berkata dia menepuk kudanya

melanjutkan perjalanan ke depan.

"Kedua orang itu" ujar Wi Lian In lagi "aku juga pernah dengar,

menurut apa yang aku ketahui para cay cu yang mau menyambangi

Thian Kauw Te Hu di atas gunung Kim hud san harus memberi

sogokan terlebih dulu kepada mereka, jika tidak kasih . .jangan

harap bisa bertemu dengan Anying langit rase bumi itu."

"Jago-jago di bawah pimpinan Anying langit Rase bumi itu sangat

banyak jumlahnya, entah kerapa kali ini mereka mengirim dua orang

gentong nasi seperti itu."

"Terhadap kamu kedua orang itu memang mirip gentong nasi"

ujar Wi Lian In sambil pandang wajahnya. "tapi bagi orang lain

cukup mereka berdua sudah membuat setiap orang merasa pusing

kepala"

"Mungkin juga karena setan pengecut itu tidak memberi

penjelasan yang lebih teliti kepada orang-orang Anying langit Rase

bumi itu sehingga mereka hanya kirim dua orang gentong nasi

tersebut."

"Ti toako" ujar Wi Lian In lagi, " kenapa kamu bilang kitab

pusaka Ie Cin Keng itu berada ditanganmu??"

"Sekali pun aku bilang tidak ada belum tentu mereka mau

percaya."

"Tapi dengan demikian orang-orang Anying langit Rase bumi

tidak akan melepaskan kamu begitu saja.."

"Nona Wi kamu salah" sahut Ti Then sambil tersenyum

"seharusnya bilang aku yang tidak akan melepaskan mereka,"

"Si Anying langit Kong sun Yau jadi orang ganas kejam, tak

berperikemanusiaan, si Rase bumi Bun Jin Cu jadi orang banyak

akal dan licik, jika mereka suami istri bergabung menjadi satu, sekali

pun ayahku juga belum tentu bisa menangkan mereka, kamu

jangan terlalu pandang rendah musuh.."

"Ha ha ha . . . untuk menghadapi aku mereka tidak akan

terpikirkan untuk bergabung dan kerubuti aku seorang"

"Sekali pun seorang lawan seorang" ujar wi Lian In lagi "Kau juga

jangan terlalu gegabah, menurut apa yang aku dengar kepandaian

silat mereka berdua suami istri tidak terpaut banyak dengan

kepandaian ayahku."

"Aku tahu."

"Tapi jika kamu punya kekuatan untuk bunuh mereka janganlah

ragu-ragu turun tangan, hati mereka berdua suami istri sangat

kejam dan ganas, tidak perduli kejahatan apa pun pernah mereka

lakukan, sudah seharusnya mereka dibunuh cepat cepat"

"Kau boleh tunggu saja...."

"Heei . . ." ujar wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang

"setan pengecut itu tentu tidak menyebarkan berita bohong ini

kepada Anying langit Rase bumi itu saja, sejak kini kita harus lebih

berhati hati lagi."

"Kitab pusaka Ie Cin Keng itu merupakan barang peninggalan

Siauw limpay, aku hanya takut hwesio-hwesio dari kuil siauw lim si

percaya penuh akan berita bohong ini kemudian datang cari aku,

orangnya aku sih aku tidak takut semakin banyak orang yang

datang semakin aku merasa gembira."

"Hei . . . hwesio-hwesio Siauw limpay sangat menghormati

ayahku, jika sampai mereka datang biarlah ayahku yang beri

penjelasan mungkin . ."

Kiranya pada saat itu juga di hadapan mereka berkelebat lagi

bayangan manusia dengan sangat cepatnya, di hadapan mereka

sudah muncul seorang hwesio dari Siauw limpay.

Hwesio itu baru berusia kurang lebih empat puluh tahunan,

wajahnya persegi dengan telinga yang sangat besar, tubuhnya

gemuk besar pakaian pada dadanya terbuka sedikit sehingga

kelihatan perutnya yang buncit besar itu, air mukanya selalu

menampilkan senyuman sedang pada dadanya tergantung sebuah

tasbeh berwarna hitam, jika dilihat dandanannya mirip sekali

dengan Ji lay hud.

Tidak salah lagi, hwesio itu memang berasal dari partai Siauw

limpay dan merupakan seorang hwesio pendekar yang sudah

terkenal di dalam Bulim . . siauw Mi Leh atau Hwesio berwajah

riang.

Air muka Ti Then berubah sangat hebat, dengan cepat dia

meloncat turun dari kudanya dan memberi hormat, ujarnya.

" Kiranya Mi Leh Thaysu sudah datang, masih ingatkah taysu

kepada tecu?"

"He he he ..." sahut Hwesio berwajah riang itu sambil tertawa

terkekeh. "Bagaimana tidak kenal. Pinceng ini hari memangnya

datang untuk cari kamu orang."

"Semoga saja jangan karena kitab pusaka Ie Cin Keng itu."

"Memang betul, pinceng datang ke sini karena kitab pusaka Ie

cin Keng itu."

"Haaa?" seru Ti Then dengan terkejut. "Apa Taysu sendiri juga

mempercayai berita bohong itu?"

"Urusan ini timbul sudah tentu ada sebabnya"

"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sebab-sebabnya

ada seorang berkerudung yang menculik nona Wi ini dan membawa

dia ke atas gunung Fan cin san, tecu berhasil menolong nona Wi ini

dari cengkeramannya bahkan berhasil melukai kulit kepala orang

berkerudung itu mungkin karena dendam dan sakit hati karena

lukanya itu sehingga dia menyebarkan berita bohong tersebut

kemana mana, bahwa aku Ti Then sudah dapatkan kitab pusaka Ie

cin Keng itu. ."

Agaknya Hwesio berwajah riang tidak mendengarkan perkataan

Ti Then tersebut, sambil tetap tertawa-tawa ujarnya.

"Ti sicu. Waktu itu ketika kita bersama-sama minum arak di atas

gunung Ngo Thay san jaraknya hingga sekarang seberapa lama?"

Ti Then yang tidak tahu maksud pihak lawannya begitu

mendengar pertanyaan ini, menjadi melengak. "... Agaknya hampir

dua tahunan. ."

"Tidak salah. " sahut siauw Mi Leh sambil mengangguk. "Biarlah

kita hitung dua tahun saja, pada dua tahun yang lalu sekali pun

kamu sudah punya nama terkenal di dalam Bu lim tapi kepandaian

silatmu saat itu paling tinggi juga memadahi seorang Pendekar

pedang putih dari Benteng Pek Kiam Po, sebaliknya sesudah dua

tahun, ini hari hanya cukup menggunakan satu jurus berhasil

mengalahkan kedua orang malaikat penjaga pintu dari Anying langit

Rase bumi. Coba tahukah kau berapa kali lipat kemajuan

kepandaian silatmu?"

"Satu tempat paham yang lain akan ikut sukses, asalkan aku

berhasil mengetahui rahasianya sudah tentu akan mendapatkan

kemajuan yang sangat pesat."

"Tapi." ujar Hwesio berwajah riang itu lagi. "Walau pun

memperoleh kemajuan yang bagaimana pesatnya pun tidak

mungkin bisa secepat ini, kecuali kamu sudah dapatkan kitab

pusaka Ie Cin Keng tersebut."

"Thaysu." seru Ti Then dengan serius. "Tecu betul-betul tidak

mendapatkan kitab pusaka It cin Keng tersebut, harap thaysu

jangan dengarkan berita bohong itu."

"Kamu sudah mendapatkan banyak kebaikan dari kitab pusaka Ie

cin Keng itu, untuk bekal dikemudian hari pinceng kira juga sudah

jauh lebih cukup. Kenapa kamu orang tidak menggunakan perasaan

hatimu berpikir kalau barang itu harus dikembalikan kepada

pemiliknya?"

Ti Then yang melihat hwesio itu tetap menuduh dia sudah

mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, dalam hati benar-benar

merasa tidak senang ujarnya kemudian:

"Sewaktu tecu mengalahkan menteri pintu pembesar jendela

tadi, apa Thaysu sudah melihatnya semua ?"

"Benar pinceng melihatnya dengan sangat jelas" sahut Hwesio

berwajah riang itu sambil mengangguk.

"Kalau begitu, perkataan selanjutnya antara tecu dengan nona Wi

Thaysu juga sudah dengar semua bukan?"

"Tidak salahh" sahut hwesio itu sambil mengangguk lagi "sepatah

kata pun tidak ada yang ketinggalan."

"Kalau memangnya begitu seharusnya thaysu tahu keadaan yang

sesungguhnya."

"Kalian sejak tadi sudah tahu di samping jalan masih ada orang

yang menonton sehingga yang satu menyanyi yang lain menambahi

untuk mengelabuhi orang lain, Cara seperti itu hwesio sudah sangat

jelas sekali."

"Heei . . omong pulang pergi agaknya Thaysu tidak akan percaya

omongan tecu lagi?"

"Ti sicu" ujar Hwesio itu dengan serius. "Demi masa depanmu

yang cemerlang lebih baik kembalikan saja kitab itu pada pihak

siauw limpay kami"

"Kalau tecu tidak sanggup mengeluarkan kitab pusaka Ie Cin

Keng itu, thaysu siap berbuat apa?"

Perlahan-lahan si hwesio berwajah riang itu melepaskan

tasbehnya yang tergantung pada dadanya, kemudian ditempatkan

ke atas udara ujarnya sambil tertawa.

"Ti sicu bisa memandang sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng setinggi

nyawa sendiri sungguh membuat pinceng tidak menduga."

Tasbeh yang dilemparkan ke atas udara itu ketika jatuh ke atas

tanah segera timbul suara gemuruh yang sangat keras.

"Bluuuk. . . ." tasbeh itu tidak dapat dihalangi lagi menancap di

tanah sedalam beberapa cun, sungguh suatu kepandaian yang

sangat dahsyat sekali.

"Thaysu tecu tidak ingin sampai turun tangan melawan thaysu"

ujar Ti Then sesudah melihat demonstrasi kepandaian itu.

"Boleh . . boleh . . asalkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kau

serahkan kepada pinceng"

"Tecu berani bersumpah, jika tecu pernah mendapatkan kitab

pusaka Ie Cin keng itu maka tubuhku akan mengalami keadaan

seperti pohon ini"

Sambil berkata tubuhnya, dengan cepat melayang setinggi

beberapa kaki kemudian dengan hebatnya dia kirim satu serangan

dahsyat kearah pohon tersebut.

Pohon itu mem punyai lebar beberapa depa, tetapi begitu kena

serangannya segera patah menjadi dua dan rubuh ke atas tanah

dengan menimbulkan suara yang sangat berisik.

Hwesio berwajah riang itu juga merupakan seorang jago yang

mengutamakan tenaga pukulan, karenanya begitu dia melihat Ti

Then berhasil pukul rubuh sebuah pohon sebesar itu dalam hati

segera sadar kalau kepandaiannya masih kalah jauh, tidak terasa

lagi air mukanya berubah sangat hebat, ujarnya sambil tertawa

kering,

"Suatu pukulan yang sangat bagus, tidak aneh kalau Ti sicu tidak

memandang sebelah mata pun kepada diri pinceng."

"Thaysu, kamu masih tidak percayai omonganku?" Hwesio

berwajah riang itu tertawa dingin.

"Hemm. . . hemm. . pinceng hanya percaya kepandaian silat sicu

jauh berada di atas kepandaianku"

Sehabis berkata dia mengambil kembali tasbehnya yang

kemudian digantungkan pada dadanya kembali, sesudah itu putar

tubuh dan berlalu dari sana dengan langkah lebar.

Ti Then hanya bisa menghela napas perlahan dan berjalan

menaiki kuda tunggangannya kembali, dengan berdiam diri dia

menyalankan kudanya melanjutkan perjalanan.

Wi Lian In segera menarik tali les kudanya membiarkan

tunggangannya itu berjalan disisi Ti Then, ujarnya kemudian:

"Ti Toako Agaknya dia masih tidak percaya. Heei ... kali ini

mungkin semakin repot lagi."

"Tidak mengapa, pada suatu hari tentu aku berhasil menangkap

setan pengecut itu, asalkan berhasil menawan dia maka berita

bohong yang disiarkan pun tidak usah aku pergi jelaskan sendiri"

"Heei . . ." ujar Wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang.

"Entah dia sekarang berada dimana"

"Mungkin dia bisa datang dengan sendirinya"

"Ciangbunyien dari siauw lim pay tidak sebodoh Hwesio berwajah

riang itu, mungkin dia mau percayai omonganmu"

Ti Then hanya tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Hari itu menjelang malam mereka berdua sudah tiba di dalam

kota Ho Kiang sia untuk beristirahat, sesudah dahar malam di

penginapan masing-masing berpisah untuk beristirahat di dalam

kamarnya sendiri

Dikarenakan urusan yang terjadi pada siang harinya dalam hati Ti

Then sudah waspada, sebab itulah sesudah tidur hingga tengah

malam dia tidak berani tidur lagi, segera duduk bersemedi di atas

pembaringan.

Baru saja lewat kurang lebih setengah jam, urusan ternyata

terjadi juga.

"Plaaak. ." suara itu sangat perlahan sekali muncul dari atas atap

rumah, jika didengar suara itu agaknya ada orang yang sedang

berjalan di atas genteng memecahkan atap.

Dengan perlahan lahan Ti Then turun dari atas pembaringannya

kemudian membuka pintu kamar, sekali berkelebat tubuhnya

dengan sangat cepat berjumpalitan naik ke atas atap rumah.

Tapi . . di bawah sorotan sinar bintang yang remang-remang di

atas atap tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun, tempat itu

kosong melompong dan sangat sunyi. Tak terasa dia menarik napas

panjang pikirannya.

"Hemm aku tidak akan salah dengar, gerakan orang itu sungguh

amat cepat."

Sesudah memeriksa beberapa saat lamanya tetap tidak

menemukan hal yang mencurigakan terpaksa dia meloncat turun

lagi dan berjalan ke depan kamar Wi Lian In, dengan perlahan

diketuknya tiga kali.

Dia takut Wi Lian In tidur terlalu nyenyak sehingga memberi

kesempatan kepada pihak musuh sehingga dia pikir mau bangunkan

dia memberi peringatan supaya waspada. siapa tahu . . dari balik

pintu tidak terdengar suara sahutan dari Wi Lian In.

"Nona Wi ini tentu tertidur sangat nyenyak, kalau tidak waktu itu

juga tidak akan terjatuh ketangan setan pengecut itu."

Berpikir sampai di situ dia mengetuk lagi sambil teriaknya keras.

"Nona Wi, bangun."

Dari dalam kamar tetap tidak terdengar suara sahutan dari Wi

Lian In.

Orang yang berlatih ilmu silat tidak mungkin bisa berbuat begitu

Mendadak dia merasa keadaan tidak beres, dengan seluruh tenaga

didorongnya pintu itu, tidak sangka pintu itu tidak dikunci sama

sekali, begitu didorong pintu itu segera terpentang lebar. Hal ini

semakin membuat dia bertambah terkejut, sambil meloncat masuk

teriaknya.

"Nona Wi . . Nona Wi. ."

Di dalam kamar tidak disulut lampu, karenanya untuk sesaat dia

tidak tahu di atas pembaringan itu ada orangnya atau tidak.

Dia menanti sebentar tapi tidak terdengar suara Wi Lian In juga,

segera tahulah dia kalau urusan sudah terjadi, dengan cepat

dicarinya korek dan menyulut lampu dalam kamar itu.

Begitu lampu disulut keadaan di dalam kamar menjadi terang

benderang. Wi Lian In ternyata tidak berada di dalam kamar.

Selimut di atas pembaringan sudah dike sampingkan tapi tidak

terlihat tanda-tanda melawan, agaknya Wi Lian In diculik pergi

dalam kedaan tidur sangat nyenyak.

Ti Then merasa sangat terkejut bercampur gusar, sambil mend

epakkan kakinya ke atas tanah makinya:

"Bangsat cecunguk. Heeem. . . tidak melihat darah berceceran

agaknya mereka tidak puas.. "

Dengan cepat dia putar tubuh siap meninggalkan tempat itu,

medadak dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil berjalan kearah

pintu kamar dirobeknya secarik kertas. Kiranya kertas itu sejak

semula sudah ditempelkan orang di balik pintu kamar itu.

Pada kertas itu kira-kira tertuliskan demikian.

" Harap bawa kitab pusaka Ie Cin Keng untuk ditukar dengan

orangmu di luar kota dalam tanah pekuburan".

Oooh . . kiranya orang yang menculik nona Wi Lian In bukan

setan Pengecut itu, sebaliknya orang lain ? siapa dia ???

Mentri Pintu serta Pembesar Jendela.??

Tidak mungkin, mereka tidak punya nyali sebegitu besar.

Apa mungkin Hwesio berwajah riang dari siauw lim Pay ??

Tapi . . dia merupakan seorang hwesio dari partai kenamaan,

bagaimana mungkin melakukan pekerjaan semacam ini ??

Hemmm tentu seorang manusia dari golongan Hek to yang

belum mau munculkan diri

Berpikir sampai di sini Ti Then tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat

dia putar tubuh kembali ke dalam kamarnya, memakai pakaian luar

membawa buntaiannya, setelah meninggalkan uang perak dengan

tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan itu.

Pada siang harinya sewaktu bersama sama Wi Lian In masuk ke

dalam kota melalui pintu sebelah timur, "ditengah jalan memang

pernah menemui sebidang tanah pekuburan. Dalam hati dia tahu

orang yang meninggalkan surat itu tentu menunjuk tanah

pekuburan itu sebagai tempat pertemuan karenanya dengan cepat

dia berlari menuju kepintu kota sebelah timur.

Di dalam sekejap mata dia sudah berada di bawah tembok kota,

karena pintu kota yang sudah ditutup dengan cepat dia meloncat

naik tembok dan berlari keluar kota. Tidak lama dia sudah tiba di

tanah pekuburan itu Teriaknya dengan keras sesampainya di sana:

"Cayhe Ti Then sudah tiba menurut suratmu, hei kawan harap

munculkan dirimu."

Ditengah malam buta berada ditengah tanah pekuburan yang

sangat menyeramkan keadaannya, jika bukannya seorang yang

bernyali besar tidak mungkin berani melakukan hal ini

Lewat sesaat kemudian dari empat penjuru tanah pekuburan itu

muncul empat sosok bayangan manusia yang berkelebat mendatang

dengan gerakan yang sangat ringan, lincah dan cepat.

Begitu Ti Then melihat munculnya empat orang sekaligus bahkan

jika ditinyau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai pada taraf

kesempurnaan dalam hati terasa berdesir juga, pikirnya.

"Bagaimana bisa muncul sebegitu banyak orang. . Ehmmm. .

agak sukar untuk menghadapi mereka sekaligus. . . ."

Baru saja dia berpikir sampai di situ, keempat orang itu sudah

melayang datang. Ternyata mereka berempat juga merupakan

orang-orang yang berkerudung.

Dalam hati Ti Then tahu sebab-sebab mereka mengerudungi

wajah mereka, tak terasa sambil tertawa dingin ujarnya:

"Hemmm. . . manusia-manusia pengecut juga tidak berani

perlihatkan wajah aslinya, sungguh banyak terdapat di dalam dunia

kangouw saat ini"

Keempat orang berkerudung itu tidak mau perduli ejekannya itu,

seseorang yang berdiri ditengah membuka mulut secara mendadak,

ujarnya dengan dingin. "Barang itu sudah kau bawa?"

"Sudah aku bawa." sahut Ti Then sambil mengangguk.

" Kalau begitu cepat serahkan"

"Aku mau menemui nona Wi dulu."

"Dia sangat baik," ujar manusia berkerudung itu. "sesudah kau

serahkan barang itu, kami segera lepaskan dia pulang."

"Tidak. " ujar Ti Then tetap pada pendiriannya. "Aku harus

melihat dulu nona Wi terluka atau tidak. sesudah itu baru serahkan

itu barang kepadamu. ."

"Kamu boleh berlega hati, kami belum

melukai dia."

punya alasan untuk

"Tidak bisa" sahut Ti Then kukuh pada pendiriannya "sebelum

aku bertemu dengan dia, barang itu tidak akan kuserahkan kepada

kalian."

Agaknya orang berkerudung itu merasa sedikit keberatan,

sesudah termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah

ujarnya:

"Dia tidak berada disekitar tempat ini, kami punya rencana

sesudah memperoleh barang itu baru lepaskan dia pulang. . . ."

Ketika Ti Then mendengar wi Lian In tidak berada disekitar

tempat ini segera dia mengambil suatu keputusan di dalam hatinya,

tanyanya kemudian.

" Kalian masih punya teman?"

"Tidak salah." sahutnya sambil mengangguk.

" Kalian seharusnya membawa nona Wi kemari ..."

"He he he . . . " Potong orang berkerudung itu sambil tertawa

dingin. "Tapi kami kira jauh lebih aman jika menyembunyikan dia

ditempat yang lain."

"Ha ha ha ha. . . . Kalian sudah melakukan suatu kesalaban yang

besar" ujar Ti Then sambil tertawa terbahak bahak "Jika kalian

membawa dia kemari mungkin karena takut kalian sakiti dia

terpaksa aku serahkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kalian. .

Tapi sekarang . . dia tdak berada disekitar tempat ini, jadi aku pun

tidak usah takut apa-apa lagi"

Perkataan itu begitu selesai diucapkan mendadak tubuhnya

bergerak ke depan dengan kecepatan luar biasa menyerang

musuhnya.

Agaknya orang berkerudung itu sama sekali tidak menduda kalau

Ti Then berani turun tangan menyerang dia, hatinya betul-betul

merasa sangat terkejut, dengan cepat dia mundur ke belakang

bersamaan waktunya pula pergelangan tangan kanannya membalik

siap cabut gedang menyambut datangnya serangan musuh.

Tapi baru saja pedangnya dicabut sampai tengah jalan, tubuhnya

baru saja mundur ke belakang itulah terasa suatu sinar pedang yang

sangat menyilaukan mata menyambar kearah pinggangnya.

Sinar pedang itu dengan cepat berkelebat sedang tubuh orang

berkerudung itu pun seperti tidak terkena serangan, tubuhnya

melanjutkan gerakannya mundur hingga sejauh lima enam tindak

baru berhenti. saat tubuhnya berhenti itulah mendadak tubuhnya

bagian atas dan bagian bawah rubuh dengan arah berlainan, darah

segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran membuat

seluruh permukaan tanah basah oleh ceceran darah itu, kiranya

pinggang orang itu sudah tergotong hingga menjadi dua bagian.

Ketiga orang berkerudung lainnya juga menyoren pedang

panjang pada punggungnya, tetapi sejak munculkan diri ke dalam

dunia kangouw hingga saat ini belum pernah melihat serangan

pedang yang bisa dilakukan demikian cepatnya, begitu melihat

temannya sudah dibabat putus pinggangnya hanya di dalam sekejap

mata, tidak tertahan lagi saking terkejutnya mereka pada berdiri

melongo.

Pada saat tubuh orang berkerudung itu rubuh ke atas tanah

itulah tubuh Ti Then sudah berkelebat berdiri di hadapan seorang

berkerudung yang berdiri di sebelah kiri.

Orang berkerudung itu merasa sangat terperanyat, belum sempat

dia cabut pedang kaki kanannya dengan seluruh tenaga

melancarkan satu tendangan dahsyat ke arah perut Ti Then.

Sekali pun serangan tendangan ini dilancarkan di dalam keadaan

gugup tapi kekuatau dan kedahsyatannya luar biasa.

Bagaimana pun juga serangan pedang Ti Thenyauh lebih cepat

satu tindak dari serangannya itu, dengan satu jurus Hong sauw Lok

Jap atau angin bertiup menggugurkan daun suatu jeritan ngeri

segera berkumandang keluar dari mulutnya. Wajahnya sudab

berhasil terpapas separuh oleh serangan silat pedang Ti Then itu.

Sisanya dua orang berkerudung itu melihat kehebatan Ti Then

sukar ditahan bahkan hanya sedikit mengangkat tangan sudah

berhasil membunuh dua orang kawannya, tak terasa hatinya merasa

sangat jeri, kini mana berani maju untuk bergebrak lagi, masing-

masing segera putar tubuh melarikan diri dengan cepat-cepat.

Ti Then sejak semula sudah menduga kalau mereka akan

melarikan diri, karenanya begitu serangannya berhasil membunuh

orang berkerudung yang kedua tubuhnya sudah berputar ditengah

udara, bentaknya dengan keras: "Lihat pedang. ."

Pedang ditangan kanannya segera disambit ke depan dengan

cepat.

Kecepatan dari serangan

menggunakan kata-kata.

ini

sukar

dibayangkan

dengan

Kiranya orang berkerudung ketiga yang berdiri di sebelah

kanannya pada saat tubuhnya meloncat pergi itulah sudah tertusuk

oleh sambitan pedang Ti Then itu, pedangnya menembus dari

punggung hingga ulu hatinya dan muncul kembali pada dadanya,

terdengar dia menjerit ngeri dengan sangat keras, sesudah berlari

sempoyongan beberapa tindak tubuhnya segera rubuh di atas

sebuab kuburan yang besar, seketika itu juga menghembuskan

napasnya yang penghabisan.

Ti Then sesudah menyambitkan pedangnya itu tubuhnya tidak

berhenti begitu saja, sekali lagi dia meloncat ke depan tangannya

dipentangkan lebar-lebar, dengan jangat cepat mengejar kearah

orang berkerudung yang keempat.

Hanya cukup dua kali lompatan saja tubuhnya sudah berada

beberapa kaki di belakang tubuhnya.

Dengan dingin ujarnya:

"Hemmm . .jika ingin hidup lebih baik berhentilah dengan cepat."

Ketika orang berkerudung keempat yang sedang melarikan diri

itu menoleh ke belakang melihat Ti Then sudah berada di belakang

tububnya tidak terasa kakinya terasa menjadi lemas, dengan cepat

dia menghentikan larinya dan jatuhkan diri berlutut di hadapan Ti

Then, ujarnya dengan sedikit merengek:

"Ti . . . Ti siauhiap harap . . harap jangan turun tangan jahat . .

turun tangan jahat kepadaku . . ."

" Cepat lepaskan kerudungmu terlebih dulu" Bentak Ti Then

dengan keras.

Dengan gugup orang ber kerudung itu melepaskan kain

kerudungnya sehingga terlihatlah selembar wajah yang sangat jelek

yang saat itu sudah berubah menjadi pucat pasi saking terkejutnya,

dengan tak henti-hentinya dia mengangguk anggukkan kepalanya.

Dengan pandangan tajam Ti Then

wajahnya, sesaat kemudian baru tanyanya.

memperhatikan

terus

"Ehmm . . . sepertinya aku pernah bertemu dengan kamu orang"

"Benar benar ? pada bulan Tiong ciu tahun yang lalu dijalanan

menuju ke Kwan Lok."

"Oooh benar." ujar Ti Then secara mendadak. "Kau adalah Lo

Nao dari Kwan si Ngo Koay yang disebut apa Hek . ."

"Benar, aku bernama Hek Pauw atau simacan kumbang hitam

Khie Hoat."

" Ketiga orang itu apa saudaramu semua?"

"Benar, mereka adalah Jiko, samko, serta su ko . ."

"Dimana Toako kalian oh Lui si atau malaikat halilintar Khie

Ciauw ??"

"Dia ... dia membawa nona Wi menunggu kami di dalam

kelenteng tanah ditengah kota."

"Ehmm. . ." sahut Ti Then kemudian tanyanya lagi.

"Kalian dengar dari siapa kalau aku mendapatkan sejilid kitab

pusaka Ie Cin Keng"

"Aku dengar dari sinaga mega Hong Mong Ling yang bilang."

sahut si macan kumbang hitam Khie Hoat sambil menundukkan

kepalanya rendah-rendah. "Dia bilang kamu sudah dapatkan sejilid

kitab pusaka Ie Cin Keng yang mau dipersembahkan untuk Pocu

dari Benteng Pek Kiam Po"

"Kalian bertemu dengan si naga mega Hong Mong Ling

dimana??"

"Disebuah kota keresidenan Tong Jlen sian, ratusan li di sebelah

selatan gunung Fan Cin san"

" Kapan ???"

"Sudah lima enam hari lalu"

"Hemmm. . hemmm" ujar Ti Then sambil tertawa dingin "Hanya

dikarenakan sejilid kitab pusaka Ie cin Keng,saja kalian berani turun

tangan menculik pergi none Wi, nyali kalian sungguh tidak kecil."

Sembari terus menerus mengangguk anggukkan kepalanya ujar

Khie Hoat lagi dengan gemetar.

"Sebetulnya kami tidak berani melakukan hal itu, karena melihat

kepandaian silat dari Ti siau hiap sangat lihai terpaksa

melaksanakan pekerjaan dengan diam-diam sehingga . . . sehingga.

. . ."

"Ehmmm. . sekarang kamu orang merasa kitab pusaka Ie Cin

Keng lebih berharga atau nyawa saudara-saudara kalian yang lebih

berharga???"

"Sudah tentu nyawa lebih berharga. .. " sahut simacan kumbang

hitam Khie hoat sambil melelehkan air mata.

"Heemm. . . Baiklah." ujar Ti Then lagi "Kau rebahlah dulu

beberapa saat di tanah pekuburan ini, aku mau pergi ke kelenteng

tanah di dalam kota lihat-lihat dulu,jika nona Wi berada di sana

maka aku lepaskan satu jalan hidup bagimu, kalau tidak . . . Hmm

heemmm . . ."

-oo000oo-

Jilid : 10:1. Wi Lian In diculik lagi

Sehabis berkata dengan satu kali cengkeraman dia menyambak

rambutnya dan angkat seluruh tubuhnya ke atas, jari tangannya

dengan lincah tapi cepat bagaikan kilat menotok jalan darah

kakunya.

Itu Macan kumbang hitam Khie Hoat hanya bisa mendengus

dengan sangat berat, badannya seketika itu juga menjadi kaku.

Tangannya yang lain dari Ti Then tidak berhenti sampai di situ

saja, tubuhnya dengan segera didorong ke depan sehingga rubuh

terlentang di atas tanah, kemudian baru putar tubuh mencabut

kembali pedang panjangnya membersihkan bekas-bekas darah dan

masukkan kembali ke dalam sarungnya

Setelah semuanya selesai barulah dia berlari menuju ke dalam

kota Ho Kiang san. Tidak sampai sepertanak nasi dia sudah berada

kembali di dalam kota itu.

Saat ini waktu menunjukkan kurang lebih kentongan keempat,

sinar rembulan yang memancarkan sinar menerangi jagat pun

sudah lenyap dari pandangan, suasana di dalam kota gelap gulita

tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang

ditengah jalan, sampai penjual makanan dimalam hari pun sudah

tidak kelihatan batang hidungnya kembali.

Dia tidak tahu kelenteng tanah itu terletak dikota sebelah mana,

terpaksa dengan mengadu untung secara sembarangan mencari

diseluruh pelosok kota, akhirnya ditemui juga sebuah kelenteng

tanah di sebelah tengah kota tersebut.

Kelenteng tanah itu terletak dipusat kota, karena waktu yang

telah sangat lama keadaan diluaran dari kelenteng itu sudah tidak

karuan bentuknya, walau begitu lampu yang terdapat di dalam

ruangan dalam masih belum terpadamkan, di dalam kelenteng itu

masih terang benderang oleh sorotan sinar lampu.

Ti Then tidak berani secara langsung menerjang masuk ke dalam

kelenteng itu, karenanya secara diam-diam sesudah memeriksa

keadaan disekeiling tempat itu terlebih dulu, sejenak kemudian dia

merasa disekeliling kelenteng itu hanya di bawah meja

sembahyangan saja yang bisa digunakan untuk menyembunyikan

diri, atau dengan perkataan lain itu oh Lui sin atau Malaikat halilintar

Khie Ciawpasti membawa Wi Lian In bersembunyi di bawah kolong

meja sembahyangan tersebut. segera dia mengerahkan ilmu

meringankan tubuhnya dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara

pun berjalan maju ke depan.

Selangkah demi selangkah dia berjalan ke depan meja

sembahyangan itu, dengan perlahan-lahan diangkatnya meja

sembahyangan tersebut kemudian secara mendadak dengan seluruh

tenaga di baliknya meja itu ke samping.

"Braak . . braaak . " suara yang nyaring memecahkan kesunyian

yang mencekam dipagi hari buta itu, di bawah meja itu ternyata

tidak salah lagi muncul sesosok bayangan manusia yang rebah

terlentang di atas tanah.

Orang itu tidak lain adalah Lo-toa dari Kwan si Ngo Koay atau

lima manusia aneh dari daerah Kwan si, Malaikat halilintar Khie

Ciauw adanya.

Tetapi si Malaikat halilintar Khie Ciauw yang ditemuinya sekarang

ini terlentang di tanah tanpa bergerak sedikit pun juga, memang

dari mulutnya tidak henti-hentinya malah terlihat darah segar

mengalir keluar dengan derasnya. Dia sudah binasa ?

Sebetulnya Ti Then mau melancarkan serangan dahsyat

berusaha mencengkeram tubuhnya, tapi begitu dilihatnya keadaan

yang mengerikan dari mata malaikat halilintar Khi Ciauw itu tidak

terasa rasa terperanyatnya menjerit keras.

Ternyata si Malaikat halilintar Khie Ciauw sudah sudah menemui

kematiannya dengan rasa ngeri dan misterius sekali?

Hal ini memperlihatkan kalau ada orang yang mendahului dirinya

mengejar datang ke kelenteng tanah ini untuk membunuhnya

kemudian merebut pergi We Lian In.

Hal ini begitu berkelebat di dalam pikiran Ti Then segera

mengulurkan tangan memeriksa mayat dari Khie Ciauw.

Dirabanya mayat itu masih ada hawa hangat, dalam hati dia tahu

pembunuhnya meninggalkan tempat ini belum begitu lama, dengan

cepat dia putar tubuh dan meloncat naik ke atas atap kelenteng.

Dari atas memeriksa keadaan disekelilingnya.

Tapi . . . dengan ketajaman pandangannya tetap tidak

menemukan sesuatu yang mencurigakan.

Sekali lagi dia meloncat masuk ke dalam kelenteng tanah dan

memeriksa dengan sangat teliti keadaan disekeliling tempat itu

apakah pembunuhnya meninggalkan surat atau tidak, tapi sekali

pun sudah dicari ubek-ubekan selama setengah harian jejaknya pun

tidak tampak, hatinya tidak tertahan lagi menjadi sangat cemas.

Terpikir olehnya kalau orang yang membunuh mati Khie Ciauw

dan merebut pergi Wi Lian In bertujuan atas kitab pusaka Ie Cin

Kengnya maka orang itu pasti akan meninggalkan surat baginya

untuk berjanyi bertemu di suatu tempat, tapi sampai sekarang

tanda-tanda ditinggalkannya surat sama sekali tidak tampak, hal ini

memperlihatkan kalau tujuan orang itu tidak terletak pada kitab Ie

Cin Keng tersebut melainkan pada Wi Lian In sendiri

Dengan perkataan lain orang itu kalau bukannya si setan

pengecut tentu perbuatan dari Hong Mong Ling.

Jika dugaannya ini tidak meleset maka akibat yang diderita Wi

Liau In akan jauh berada diluar dugaannya karena Hong Mong Ling

pernah berkata, "Barang yang tidak bisa aku dapati tidak akan

membiarkan barang itu didapatkan orang lain." Kali ini napsu

binatangnya tentu akan diumbarkan ke tubuh Wi Lian In.

memperkosa dirinya kemudian membunuh mati. ..

Semakin berpikir dia semakin takut, dengan cepat tubuhnya

berkelebat menuju kearah utara.

Dia memilih lari ke arah utara karena punya alasan yang kuat,

ketiga arah lainnya tidak mungkin di tempuh oleh orang itu untuk

melarikan dirinya. Arah Timur pasti melewati gunung Fan cin san,

orang itu pasti melihat sendiri dan menduga banyak jago-jago Bulim

yang sedang berangkat menuju kegunung Fan cin san untuk

memperebutkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, karenanya tidak

mungkin dia mau ambil arah tersebut..

Arah selatan merupakan jalan yang dilalui Ti Then untuk

memasuki ke dalam kota, orang itu tidak mungkin berani

menempuh bahaya bertemu dengan dirinya.

Sedang arah barat merupakan jalan menuju ke benteng Pek

Kiam Po, di daerah gunung Go bi, sudah tentu orang itu tidak akan

mau masuk ke dalam perangkap, karena itulah dia berani pastikan

orang yang menculik Wi Lian In itu tentu melarikan diri

menggunakan arah utara.

Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya bagaikan

kilat cepatnya dia mengejar ke arah utara, di dalam sekejap saja

kota Ho Kiang sian sudah di lalui, dengan mengikutijalan raya dia

terus mengejar ke depan.

Tidak terasa lagi tiga puluh li sudah dilalui dengan cepat tetapi

sampai waktu itu tetap tidak didapatkanjejak apa pun, sedang cuaca

pun mulai terang kembali.

Langkah kakinya semakin lama semakin perlahan, akhirnya dia

menyatuhkan tubuhnya beristirahat di bawah sebuah pohon besar,

tak henti-hentinya dia menghela napas panjang.

Bagaimana?

Jika tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali, dirinya mana

punya muka untuk kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po lagi?

Jika tidak untung Wi Lian In menemui kematiannya ditangan

Hong Mong Ling, dirinya sudah tentu berhasil meloloskan diri dari

kesukaran tapi . . . soal ini sebetulnya mendatangkan keuntungan

atau bencana bagi dirinya sendiri?

Majikan patung emas perintahkan dirinya kawin dengan dia

sudah tentu dia punya suatu maksud tertentu, jika misalnya dia

binasa apakah Majikan patung emas mau berhenti dengan begitu

saja?

Tidak mungkin, dia pasti berubah membuat rencana baru lagi,

kemudian perintahkan dirinya pergi melakukan suatu pekerjaan

yang baru, sedang pekerjaan baru itu kemungkinan sekali

merupakan pekerjaan yang jauh lebih sulit dari pekerjaan untuk

mengawini Wi Lian In.

oooo0oooo

"Su heng, aku menanti kamu orang di sini saja, ditengah jalan

kamu harus berhati-hati."

"Ha ha ha ha . . Jangan kuatir, sekali pun sudah bertemu dengan

dia Lohu mau lihat dia bisa berbuat apa terhadap diri Lohu."

Sedang dia berpikir keras mendadak suara bercakapnya manusia

memecahkan kesunyian yang mencekam dipagi hari itu, suara itu

berkumandang datang dari gundukan tanah di belakang pohonnya

itu.

Dengan cepat dia menoleh ke belakang, terlihatlah di atas bukit

kecil berpuluh-puluh kaki dari tempatnya sedang ada sesosok

bayangan manusia yang berlari menuruni bukit itu.

Orang itu usianya diantara enampuluh tahunan, pada badannya

memakai baju berwarna hijau pada tangannya mencekal sebuah

tongkat berkepala ular, gerakannya sangat gesit dan lincah dengan

kecepatan yang luar biasa dia melayang turun dari bukit kecil itu

kemudian berlari menuju kearah kota Hoa Kiang sian.

Begitu Ti Then melihat wajah dari kakek tua berbaju hijau itu

tidak tertahan lagi hatinya berdebar sangat keras, pikirnya terkejut:

"Aaah . . . bukankah dia majikan ular Yu Toa Hay adanya??"

Majikan ular Yu Toa Hay merupakan jagoan berkepandaian tinggi

yang sangat terkenal dari kalangan Hek to, kepandaian silat yang

dimiliki bukan saja sangat tinggi sukar diukur bahkan gemar

memelihara bermacam macam ular yang berbisa, dimana saja dia

pergi kawanan ularnya tentu dibawa serta sehingga begitu bertemu

dengan musuh tangguh segera dia akan perintahkan ular-ular

beracunnya menyerang pihak musuhnya itu, karena itulah di dalam

kalangan Bu lim dia terkenal sebagai seorang iblis yang paling

ditakuti oleh setiap orang.

Dia .. . secara mendadak kenapa bisa munculkan dirinya di sini ??

siapa orang yang berjalan sama sama dengan dia itu ?? Dengan

sendirian dia pergi kekota Hoa Koa san.

Beberapa pertanyaan ini bagaikan kilat cepatnya berkelebat di

dalam benak Ti Then, dengan tanpa disadari lagi pikirannya teringat

kembali orang yang membunuh mati si Malaikat halilintar Khie

Ciauw kemudian menculik pergi Wi Lian In, apakah orang itu

kemungkinan sekali perbuatan dari ini majikan ular Yu Toa Hay?

semangatnya menjadi bangkit kembali, sesudah dilihatnya bayangan

tubuh majikan ular Yu Toa Hay hilang dari pandangan barulah

dengan perlahan lahan dia bangkit, setelah melingkari beberapa

lingkaran bukit itu barulah dia berjalan menaiki bukit kecil tersebut.

Di atas bukit itu muncul suatu hutan bambu yang sangat lebat

sekali.

Dia dengan tenangnya menaiki bukit itu kemudian berjalan

masuk ke dalam hutan bambu, selangkah demi selangkah maju ke

depan dengan perlahan sekali.

Baru saja berjalan beberapa kaki mendadak dari empat penjuru

terdengarlah suara desisan ular yang sangat ramai sekali, dengan

cepat dia tundukan kepalanya memandang terlihatlah ada berpuluh

puluh ular beracun sedang menyusup kearahnya dengan sangat

cepat sekali.

Ular itu adalah ular berekor hijau yang sangat beracun sekali.

Ti Then menjadi sangat terkejut sekali, dia tahu dugaannya kalau

orang itu tidak lain adalah majikan ular Yu Toa Hay sedikit pun tidak

salah, segera tubuhnya melayang ke atas ujung bambu

menghindarkan diri dari serangan kawanan ular beracun itu,

kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya

melanjutkan berjalan kearah depan.

Agaknya Majikan ular Yu Toa Hay itu sudah membentuk barisan

ular disekeliling bukit itu, semakin berjalan ke depan ular-ular

beracun yang terlihat pun semakin banyak. Ular-ular itu dengan

bebasnya bergerak dan menyusup diantara hutan bambu itu cukup

sekali pandang saja bisa menduga jumlahnya di atas ratusan ekor.

Diantara ular-ular beracun itu ada beberapa ekor merupakan ular

Pek tok coa yang agaknya pernah mendapatkan latihan khusus,

begitu melihat Ti Then berjalan diantara ujung-ujung bambu

ternyata dengan cepat mengejar di belakangnya, lidahnya dijilat-jilat

keluar agaknya hendak menerkam mangsanya.

Dengan tergesa-gesa Ti Then mencabut keluar pedangnya untuk

melindungi badannya, berjalan puluhan kaki lagi mendadak dari

tengah hutan bambu itu berkumandang keluar suara jeritan keras

dari seorang gadis sambil ujarnya.

"Bangsat tua, aku harus bicara bagaimana hingga kamu orang

mau percaya?"

Mendengar suara itu Ti Then menjadi terkejut, karena suara itu

tidak lain berasal dari suara Wi Lian In.

Dalam keadaan yang sangat girang diam-diam pikir Ti Then

dalam hati:

"Oooh Thian terima kasih atas bantuanmu, akhirnya aku

dapatkan dia kembali. Tapi entah siapakah bangsat tua itu . . ."

Ketika dia berpikir sampai di situ terdengar suatu suara yang

sangat tua dan serak menyahut dengan gusar.

"Jangan berteriak lagi, tidak perduli kamu orang mau bicara apa

pun Lohu tidak akan percaya."

"Hmmm..." terdengar suara dengusan yang sangat dingin dari Wi

Lian In. "Aku beritahu padamu, kepandaian silat dia tidak di bawah

kepandaian ayahku, jika nanti dia datang kalian tidak lebih hanya

ada satu jalan kematian saja yang bakal kalian terima."

"He he he he kepandaian silatnya memang sangat tinggi sekali,

tapi.. .jika dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cia Keng

kepada kami. Hm hmm.. yang menemui kematian ini hari bukan kita

tapi dia."

Wi Lian In tertawa dingin tak henti-hentinya:

"Kamu kira kalau bisa bekerja sama dengan bangsat tua she Yu

itu lalu bisa berhasil bunuh mati dia?Hmmm jangan mimpi disiang

hari bolong."

"Sekali pun tidak bisa." sahut kakek tua itu sambil tertawa

terbahak bahak "tapi kita masih punya satu senyata ampuh, heee

heee ..."

"Senyata ampuh macam apa?"

"Barisan selaksa ular..."

"Aaaah..."

"Majikan ular sudah atur barisan selaksa ularnya disekeliling bukit

ini, nanti jika bangsat cilik Ti Then masuk ke dalam barisan asalkan

dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cin Keng kepada kami....

Hmmm, cukup majikan ular meniup serulingnya maka walau pun

kepandaian silat yang dimilikinya sangat tinggi tetap akan berubah

menjadi tulang-tulang putih yang bertumpuk di sini."

Agaknya Wi Lian In dibuat ketakutan oleh perkataannya ini

sehingga tidak mengucapkan kata-kata lagi.

Ti Then yang bersembunyi diujung bambu begitu mendengar

Barisan selaksa Ular.... tiga kata tidak tertahan lagi hatinya terasa

bergidik, diam-diam pikirnya:

"Untung itu majikan ular sudah pergi kekota cari aku, kalau tidak

asaikan dia menggerakkan barisan selaksa ularnya ini. Haai.... entah

bagaimana jadinya"

Ti Then tidak berani berlaku ayal lagi, pedang panjang

ditangannya segera digerakkan.. "Sreeet...." dengan satu kali

tebasan dia memutuskan beberapa batang bambu yang lembut

kemudian dengan sangat ringan melayang beberapa kaki dari

tempat semula.

Ditengah suara bentakan yang sangat keras sesosok bayangan

manusia dengan kecepatan yang luar biasa menerjang datang dari

tengah sebuah hutan bambu kira-kira tujuh kaki dari tempatnya

berdiri sekarang ini.

Orang ini merupakan seorang kakek tua yang usianya juga

berada di atas enam puluh tahunan, pada tubuhnya memakai

pakaian berwarna abu-abu, pada tangannya mencekal sebuah

tongkat besi yang berat, satu satunya ciri yang berbeda dengan

majikan ular adalah dia merupakan seorang kakek jelek yang

bongkok badannya bahkan kepalanya kecil mulutnya pun kecil.

Bentuknya mirip sekali dengan seekor kura-kura yang sedang berdiri

Dengan kecepatan yang luar biasa dia meloncat naik ke atas

ujung bambu, tongkat besinya disilangkan di depan dadanya

melindungi tubuh matanya dengan tajam memeriksa keadaan

disekeliling tempat itu tapi begitu dilihatnya ditempat itu tidak

terdapat sesosok bayangan manusia pun tidak terasa air mukanya

berubah tertegun, gumamnya seorang diri

"Urusan aneh, urusan aneh, apa mungkin ular-ular beracun dari

Yu beng sedang berkelahi???"

Kiranya sewaktu dia meloncat naik ke ujung bambu, Ti Then

dengan meminyam kesempatan ini sudah meloncat turun ke

permukaan tanah, karenanya dia hanya melihat beberapa batang

bambu sedang bergoyang dengan tidak henti-hentinya.

Begitu Ti Then mencapai pada permukaan tanah dengan

menggunakan kecepatan yang paling luar biasa berkelebat kearah di

mana Wi Lian In berada.

Di bawah hutan bambu itu sebetulnya terdapat banyak sekali

ular-ular beracun yang bergerak, tapi dikarenakan gerakannya yang

terlalu cepat maka tidak ada seekor ular pun yang berhasil

menggigit badannya, bahkan diantara ular-ular itu ada beberapa

yang berhasil diinyak sampai mati.

Sebaliknya dikarenakan gerakannya yang terlalu cepat, suara

yang dikeluarkan dari sambaran angin yang mengenai bajunya pun

semakin keras, kakek tua bongkok yang berdiri di atas ujung bambu

segera merasakan akan hal ini, sambil membentak keras tubuhnya

dengan cepat menubruk kearahnya-

Pedang panjang Ti Then sekali lagi membabat putus bambu-

bambu kecil di depannya sehingga bambu itu rubuh kearah kakek

tua itu, di dalam sekejap saja tubuhnya sudah menubruk hingga

depan wi Lian In.

Saat ini sepasang tangan Wi Lian In diikat ke belakang dan

duduk bersandar di bawah batang bambu yang besar, begitu

dilihatnya Ti Then muncul di sana saking girangnya dia berteriak:

"Ti Toako cepat tolong aku"

Baru saja Ti Then mengangkat tubuhnya bangun mendadak

segulung angin serangan yang sangat santar menyerang

punggungnya dengan amat dahsyat, terpaksa dia melepaskan

kembali tubuh Wi Lian In, tubuhnya diputar pedang panjangnya

dengan hebat menusuk ke depan. "Triiing.."

Pedang panjangnya sekali lagi terbentur dengan tongkat besi

kakek bongkok itu sehingga percikan bunga api berkelebat

memenuhi angkasa.

Tubuh kakek bongkok itu seperti terkena serangan berat,

tubuhnya yang semula menubruk ke depan seketika itu juga rubuh

terjengkang ke belakang.

Tapi tubuhnya memang sangat lincah dan gesit sekali, dengan

cepat dia bersalto beberapa kali ditengah udara kemudian dengan

sangat ringan melayang turun ke permukaan tanah.

Ti Then tidak ambil kesempatan itu menyerang kembali, dengan

melintangkan pedangnya di depan dada dia berdiri di depan wi Lian

In, tanyanya dengan perlahan. "Nona Wi, siapa kura-kura tua ini ??"

Saat itu Wi Lian In merasa sangat girang bercampur tegang,

sahutnya dengan tergesa segera:

"Omonganmu tidak salah, dia memang seorang kura-kura tua ...

bernama Kui su atau Kakek kura-kura Phu Tong seng."

Diam-diam Ti Then menarik napas panjang, sambil memandang

tajam kearah kakek Kura-Kura itu ujarnya dengan dingin.

"Kiranya kamu adalah itu kakek Kura-Kura Phu Tong seng,

selamat bertemu, selamat bertemu. ."

Kedudukan kakek kura-kura Phu Tong seng ini di dalam kalangan

hek to tidak di bawah Majikan ular Yu Toa Hay, dia pun merupakan

seorang manusia bahaya yang punya sifat ganas dan sangat kejam,

di dalam dunia kangouw dia bersama dengan Majikan ular Yu Toa

Hay disebut sebagai Bulim Ji Koay atau dua manusia aneh dalam Bu

lim.

Di dalam Bu lim masih ada satu perkataan lagi yang sangat

terkenal sekali yaitu. " Lebih baik bertemu Majikan ular daripada

bertemu Kakek kura kura.... karena begitu Kura-Kura menggigit

manusia tidak akan melepaskannya kembali begitu juga dengan

sifatnya, kecuali orang yang bertemu dengan dia memiliki

kepandaian silat yang lebih tinggi dari dirinya, kalau tidak orang

yang berani mengusik dirinya jangan harap nyawanya bisa selamat.

Sejak lama Ti Then sudah mendengar nama besarnya ini, dalam

hati diam-diam merasa sangat girang dan untung sekali karena jika

bukannya Majikan patung emas sudah menurunkan ilmu silatnya

yang sangat lihay jika sampai bertemu dengan manusia jahanam

yang demikian ganasnya sekali pun pingin mengundurkan diri belum

tentu bisa terlaksana dengan sangat mudah.

Tetapi sekarang pihak yang merasa takut adalah kakek Kura-Kura

Phu Tong seng.

Sewaktu tongkat besinya tadi bentrok dengan pedang panjang Ti

Then, secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaganya sebesar

tujuh bagian tapi malah tergeser mundur sejauh satu kaki oleh

tenaga pantulan yang dilancarkan Ti Then, peristiwa ini merupakan

satu peristiwa hebat yang untuk pertama kalinya dirasakan sejak dia

menerjunkan dirinya ke dalam dunia kangouw.

Dengan air muka yang penuh perasaan kaget bercampur ragu,

dia memandang melotot kearah Ti Then, beberapa saat kemudian

barulah ujarnya dengan perlahan: "Hei bangsat cilik. Kamu orang

sudah bunuh mati Majikan ular Yu Toa Hay ???"

"Belum" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

Agaknya kakek Kura-Kura Phu Tong seng sama sekali tidak bisa

terpikirkan bagaimana Ti Then bisa tiba ditempat itu sedemikian

cepatnya, karenanya tanyanya lagi: "Kalau begitu dia berada

dimana?" Ti Then tersenyum.

"Bukankah dia pergi kekota Ho Kiang sian cari aku?"

"Ooh .... kiranya kau menemukan tempat ini dengan sendirinya,

bagaimana kamu bisa tahu kalau kami berada di sini?"

" Itu Malaikat halilintar Khie Ciauw yang beritahu padaku."

"Apa?" ujar kakek Kura-Kura setengah melengak. "Dia belum

mati?"

"Sudah mati sangat lama."

Kakek kura-kura itu melengak lagi: "Tadi kamu bilang . ."

"Tidak salah. ." sambung Ti Then dengan cepat. "Sewaktu aku

mencari dia di dalam kelenteng tanah itu dia sudah binasa."

Semakin mendengar perkataan Ti Then ini si kakek kura-kura

semakin menjadi bingung, ujarnya.

"Kalau memangnya begitu, bagaimana dia bisa beritahu padamu

kalau kami berada di sini??"

"Sukmanya belum buyar, karena merasa benci kepada kalian, dia

sudah munculkan dirinya kembali untuk beritahukan tempat

persembunyian kalian kepadaku."

"Omong kosong" Bentak kakek kura-kura itu, sedang air

mukanya berubah sangat hebat. "Selama hidup lohu bunuh orang

sampai tidak bisa dihitung jumlahnya, tapi sekali pun belum pernah

melihat sukma orang mati bisa muncul lagi. ."

"He he he he... kali ini dia munculkan diri untuk beritahu padaku

tempat persembunyian kalian, hal ini membuktikan kalau kejahatan

yang kalian kerjakan sudah terlalu banyak, sehingga saat kematian

kalian sudah hampir tiba." sehabis berkata dia angkat pedangnya

mendesak kearahnya.

Kakek kura-kura itu segera merendahkan tubuhnya memperkuat

kuda-kudanya, sambil tertawa terkekeh kekeh ujarnya:

"Hee heee ...- jangan keburu senang dulu, belum tentu siapa

yang akan binasa hari ini, coba kamu lihat ular-ular beracun yang

berada di atas tanah itu, Heee heee... mereka bisa menghabiskan

badan seorang manusia hidup-hidup."

Tak henti-hentinya Ti Then terus mendesak ke arahnya, sambil

tersenyum-senyum sahutnya.

"Tentang hal ini aku bisa percaya, tapi itu majikannya ular-ular

tidak berada di sini, tanpa ada seruling iblisnya ular-ular beracun ini

tidak akan menyerang orang."

Mendadak kakek kura-kura itu melayang sejauh beberapa kaki

dari tempat semula dan berdiri di atas ujung bambu, dari dalam

sakunya dia mengambil keluar sebuah seruling bambu, ujarnya

sambil tertawa lebar. "Coba kamu lihat, barang apa ini"

Ti Then menjadi tertegun begitu melihat seruling itu, tanyanya

cepat. "Barang itukah seruling iblis dari majikan ular?"

"Tidak salah."

"Bagaimana

kepadamu?"

Majikan

Ular

bisa

serahkan

seruling

iblisnya

"Dia takut ada orang orang Bu lim lainnya yang datang merebut

budak itu sehingga dia atur barisan selaksa ular ini kemudian

serahkan seruling iblisnya kepada lohu." Berbicara sampai di sini dia

melintangkan serulingnya di bawah bibirnya siap ditiupnya.

"Kamu orang sungguh teramat bodoh" ujar Ti Then sambil

tersenyum senyum. " Hanya ular-ular berbisa seperti itu mana bisa

lukai aku orang ??"

"Hmmm.. hmmm.. mungkin tidak bisa lukai kamu orang, tapi

budak itu tak mungkin bisa lolos dari bencana ini"

"Tahukah kamu dia adalah putri dari Pek Kiam Pocu ???"

"Tahu.."

"Kamu orang mengandalkan apa sehingga tidak takut padu Wi

Pocu?"

"Hee heeee....."sahut kakek kura-kura itu sambil tertawa dingin.

"Asalkan lohu dengan Majikan ular berhasil memperoleh kitab

pusaka Ie Cin Keng itu tidak sampai butuhkan waktu satu tahun

tentu sudah berhasil melatih suatu ilmu silat yang sangat dahsyat

sekali, saat itu jangan dikata Wi Ci To sekali pun si kakek Pemalas

Kay Kong Beng kami juga tidak akan takut."

"Jangan mimpi yang muluk muluk, pikir dulu urusan yang berada

di depan matamu sekarang. Kamu orang tidak mungkin bisa

loloskan diri dari pedang naga emasnya Wi Pocu ... coba kamu toleh

ke belakang lihat siapa yang sudah datang itu?"

Kakek kura-kura itu berubah sangat hebat sekali wajahnya, dia

mengira Wi Ci To sungguh-sungguh sudah menyusup hingga

belakang tubuhnya, dengan cepat kepalanya ditoleh ke belakang

untuk melihat sedang tongkat besinya bersamaan waktunya

menyambar kearah belakang.

Tetapi dengan cepat dia sudah merasa kalau dia terkena

pancingan pihak musuhnya, ketika dia sadar kembali saat itu Ti

Then dengan mengacungkan pedang panjangnya sudah menubruk

datang ke depan tubuhnya.

Kakek kura-kura sebagai seorang jago di dalam kalangan Hek to

yang memiliki kepandaian sangat tinggi, saat ini tidak menjadi

gugup dengan cepat dia merasa kalau di belakangnya ada orang

yang sedang menyerang kearahnya dengan cepat tubuhnya

berputar, tongkat besi ditangannya dengan tidak mengubah jurus

serangannya. "sreeet ..." dengan santarnya menyapu tubuh Ti

Then.

Ti Then dengan cepat mengerahkan tenaga murni ketangannya,

pedangnya dengan cepat menyambut datangnya serangan itu.

"Criiing .. ." pedang serta tongkat besi sekali lagi terbentur satu

sama lainnya, kedua orang itu agaknya sudah mendapatkan getaran

yang sangat keras sekali, tubuh kakek kura-kura melayang kearah

sebelah kanan sedang tubuh Ti Then terpental kearah sebelah kiri,

begitu mencapai permukaan tanah masing-masing mundur lagi

beberapa langkah ke belakang.

Ular-ular beracun yang berada disekeliling tempat itu menjadi

sangat terkejut, untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa

membedakan yang mana musuhnya yang mana kawannya,

bersamaan waktunya mematuk kearah dua orang itu.

Kakek kura-kura dengan gusarnya memaki, tongkat besinya

dengan cepat menyapu menyingkirkan ular-ular beracun itu,

kemudian tubuhnya meloncat ke atas melayang ketempat kejauhan.

Dia punya niat untuk lari ketempat agak kejauhan dari sana

kemudian meniup seruling iblisnya untuk memerintahkan ular-ular

beracun itu menyerang kearah Ti Then beserta Wi Lian in, karena

hanya menghindarkan diri dari Ti Then sejauh mungkin dia baru

punya kesempatan untuk membunyikan seruling iblis tersebut.

Ti Then mana mau membiarkan dia meniup seruling iblis itu,

sambil membentak keras, ujung kakinya dengan cepat menutul

permukaan tanah mengejar kearahnya.

Gerakannya kali ini seperti anak panah yang terlepas dari

busurnya, di dalam sekejap saja sudah mengejar dekat tubuh kakek

kura kura itu, pedang panjangnya segera digetarkan mengancam

punggung kakek kura kura tersebut.

Kakek kura kura begitu melihat kesempatan untuk melarikan diri

digagalkan kembali oleh Ti Then hatinya menjadi teramat gusar,

dengan cepat dia putar tubuhnya menyambut datangnya serangan

tersebut.

Demikianlah satu muda yang lain tua dengan dahsyatnya

bertempur ditengah hutan bambu itu.

Karena ular beracun yang berada di dalam hutan bambu itu

semakin lama semakin banyak-maka kedua orang itu sambil

bertempur sembari berjaga jaga terhadap serangan ular ular

beracun itu, situasinya dengan sendirnya semakin bahaya lagi.

Setelah lewat kurang lebih tiga puluh jurus lebih makin lama

kakek kura kura itu terdesak hingga berada di bawah angin, tapi

bagaimana pun juga dia mem punyai pengalaman yang sangat luas

di dalam dunia kangouw begitu melihat dirinya sukar untuk merebut

kemenangan, dia tidak mau meneruskan pertempuran itu, tubuhnya

mendadak meloncat ketengah udara kemudian berjumpalitan dan

melayang ke atas ujung bambu, dari sana dengan kecepatan yang

luar biasa melarikan diri

Dengan cepat Ti Then meloncat ke atas mengejar, bentaknya

dengan keras-

"Hey kura-kura tua tinggalkan seruling iblis itu, kalau tidak

hmm.... hmmm... .jangan coba coba melarikan diri"

Kakek kura kura itu pura pura tidak mendengar, tubuhnya

bagaikan terbang cepatnya meloncat dan melayang kearah depan.

Ti Then menjadi teramat gusar, bentaknya lagi. "Baiklah. aku harus

bunuh kamu kura-kura tua agaknya."

Baru saja dia siap dari mengejar ke arahnya mendadak dari

dalam hutan terdengar suara jeritan kaget dari Wi Lian In.

"Aduh .... Ti Toako cepat kemari, ada seekor ular berbisa

merambat kemari. ."

Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi sangat terkejut sekali,

tanpa perduli kakek kura kura itu lagi dengan cepat putar tubuh

berkelebat kearah dimana Wi Lian In berada, terlihatlah seekor ular

beracun yang sangat besar sedang merambat mendekati tubuh Wi

Lian In, lidahnya dijulur-julurkan ke depan siap menggigit

mangsanya, dengan cepat tubuhnya melayang ke depan sedang

pedang panjangnya disambar dengan hebatnya.

"Sreeett" kepala ular itu segera tertabas hingga lepas dari

tubuhnya, sedang tubuh ular itu segera melingkar dan rubuh tidak

berkutik lagi.

Setelah itu barulah Ti Then memutuskan tali-tali pengikat

tubuhnya, dengan cemas tanyanya:

"Mereka menotok jalan darahmu tidak ??"

"Benar" sahutnya perlahan, " Kura- kura tua itu menotok jalan

darah .., Aduh, awas belakangmu."

Pedang panjang Ti Then dengan cepat membabat ke belakang,

seekor ular beracun segera menggeletak tidak bernyawa lagi

tanyanya kemudian: "Jalan darah apa yang sudah tertotok??"

"Jalan darah kaku"

Telapak tangan Ti Then dengan cepat menepuk kearah

pinggangnya, kemudian menarik dia berdiri

"Cepat jalan, kura-kura tua itu mau meniup seruling iblisnya."

Perkataannya baru saja diucapkan, dari tempat kejauhan

terdengarlah suara irama seruling yang ditiup secara samar samar

berkumandang kemari.

Semula irama dari seruling itu halus dan enak didengar, tapi lama

kelamaan bertambah cepat sehingga akhirnya cepat sekali bagaikan

sedang mengirim perintah untuk melancarkan serangan.

Suara irama seruling itu kini berubah menjadi tinggi melengking

memekikkan telinga, ular-ular beracun yang berada di tengah hutan

bambu itu kelihatan mulai mengangkat kepalanya masing-masing,

bagaikan bergeraknya berjuta juta ekor kuda mereka bersama-sama

bergerak maju ke depan.

Ular ular beracun yang semula rebah di sekeliling tubuh Wi Lian

In pun seketika itu juga bagaikan kilat cepatnya menyusup dan

menerjang ke depan dengan dahsyatnya.

Pedang panjang Ti Then segera diputar sedemikian rupa

membunuh mati ular ular beracun yang mendekati kearahnya,

teriaknya dengan keras. " Cepat lari... cepat lari..."

Wi Lian In yang diteriaki seperti itu saking cemasnya hampir

hampir menangis dibuatnya.

"Tidak bisa." Teriaknya keras. "Darah di dalam badanku belum

lancar kembali, aku tidak bisa lari."

Ti Then tidak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa dia ulur

tangannya memeluk pinggangnya yang langsing kecil menggiurkan

itu, tubuhnya dengan cepat menyejak tanah dan melayang ke atas

ujung bambu.

Walau pun ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sangat

tinggi tetapi untuk bergerak dan melayang terus di atas ujung

bambu sambil menggendong sesosok tubuh manusia tidak mungkin

bisa bertahan lama, dengan paksakan diri sesudah melayang sejauh

tiga empat kaki jauhnya tubuhnya sekali lagi tertekan ke bawah.

Tubuhnya belum saja melayang mencapai permukaan tanah ada

berpuluh puluh ekor ular beracun segera menerjang datang dengan

cepatnya.

Saking terkejutnya Wi Lian In menjerit keras dan menutup

matanya tidak berani melihat lagi, dia mengira kali ini kematiannya

sudah menjelang datang, pada saat dia memejamkan matanya

itulah pada telinganya terdengar suara samberan angin pedang

yang sangat keras, tubuhnya sekali lagi dibawa melayang ke atas-

Kiranya sesudah Ti Then membunuh mati berpuluh-puluh ekor

ular beracun itu sekali lagi dia menggendong badan Wi Lian In ke

atas ujung bambu.

Tapi sesudah menerjang kurang lebih tiga empat kaki lagi,

tenaga murninya buyar kembali sehingga tubuhnya tanpa bisa

ditahan melayang ke bawah lagi.

Kali ini ular-ular beracun yang menyerang kearahnya semakin

banyak, dari jumlahnya yang tadi bagaikan kilat cepatnya ular-ular

itu menyusup datang dari empat penjuru.

Pedang Ti Then diputar bagaikan naga sakti melindungi seluruh

tubuhnya, satu demi satu dia bunuh habis berpuluh puluh ekor ular

beracun itu, siapa tahu baru saja tubuhnya mau meloncat naik

untuk ketiga kalinya mendadak kaki sebelah kirinya terasa sangat

sakit, hatinya menjadi sangat terkejut, ujarnya dengan perlahan:

"Nona Wi, kamu bisa lari sendiri belum saat ini ???"

"Mungkin sudah bisa."

Ti Then segera meletakkan dirinya ke atas tanah, kemudian

menyerahkan pedang panjang itu ketangannya, sambil menunjuk

kearah sebelah barat ujarnya.

"Lari ke sebelah sana, sesudah lari kurang lebih dua puluh kaki

jauhnya kamu sudah lolos dari bahaya ini."

"Kamu?? " tanya Wi Lian In melengak.

"Sudah tentu aku juga akan lari."

"Oooh..."

Dengan cepat dia meloncat ke depan melewati kurang lebih tiga

kaki tingginya setelah tubuhnya melayang turun kepermukaan tanah

pedang panjangnya tak henti-hentinya digerakkan membunuh ular-

ular beracun itu, sekali lagi badannya melayang setindak demi

setindak, sedepa demi sedepa dilaluinya dengan cepat.

Ti Then yang kini sudah bebas dari beban yang berat segera

mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan sangat ringan

melayang pada ujung bambu itu, dengan kencangnya dia mengikuti

di belakangnya tubuh Wi Liau In. Tapi sesudah melewati kurang

lebih puluhan kaki jauhnya mendadak terasa olehnya kaki kirinya

semakin lama semakin kaku, semakin lama semakin tidak mau ikuti

perintahnya lagi. Dia tahu jika dia tidak cepat-cepat melarikan diri

dari tempat itu kemudian menutup jalan darah kakinya sehinggi

racun tersebut tidak sampai menyerang jantungnya, maka dirinya

tentu akan terbinasa tubuhnya segera meloncat ke depan lagi

semakin cepat, dengan sekuat tenaga dia lari ke depan dan

melewati badan Wi Lian In yang jauh berada di depan badannya itu.

Di dalam sekejap mata dia sudah berhasil menerjang keluar dari

hutan bambu itu dan menuruni bukit tersebut, saat ini seluruh kaki

kirinya sudah kehilangan rasa baru saja dia melayang turun dari

ujung bambu tubuhna tidak sanggup berdiri lagi, tidak am pun lagi

tubuhnya terjengkang ke belakang dan rubuh berguling di atas

tanah.

Wi Lian In yang baru saja melayang keluar dari hutan bambu

begitu melihat Ti Then terguling jatuh dari atas bukit itu menjadi

sangat terkejut, teriaknya: "Ti kauw tauw, kau kenapa ??"

Bukit kecil itu tidak terlalu curam sehingga kecepatan

bergulingnya tubuh Ti Then

pun tidak begitu cepat, sambil

berteriak Wi Lian In sembari mengejar ke bawah, pada jarak kurang

lebih satu kaki dari permukaan tanah di bawah bukit Wi Lian In

berhasil mengejar sampai dan menarik tubuhnya ke atas-

Seluruh wajah Ti Then kotor oleh pasir dan debu akibat

gelindingan tadi, tapi kesadarannya masih tetap normal ujarnya

segera dengan cepat:

"Kaki kiriku digigit ular beracun itu, cepat kau totok seluruh jalan

darah pada kakiku itu” cepat- ."

Wi Lian In tidak berani berlaku ayal lagi, jari tangannya dengan

cepat bergerak menotok seluruh jalan darah pada kakinya,

kemudian dengan cemas tanyanya: "Bagaimana baiknya ?"

"Tidak mengapa, meminyam kesempatan kura-kura tua itu tidak

mengetahui, cepat kau bimbing aku meninggalkan tempat ini."

Wi Lian In segera memasukkan pedang panjang itu ke dalam

sarungnya, ujarnya:

"Biar aku bopong kamu lari dari sini...."

Jilid 10.2 : Majikan Ular & Kakek Kura-kura

Dengan tidak banyak omong lagi, dia sebera mengangkat dan

menggendong tubuh Ti Then lari dari tempat itu

"Cepat lari ke belakang gundukan tanah diseberang sana."

Wi Lian In dengan menggendong tubuh Ti Then dengan

cepatnya lari ke depan, sesudah melewati jalan raya dan lari lagi

beberapa ratus tindak sanpailah disebuah bukit dengan hutan

bambu yang sangat rapat- Dengan cepat-cepat dia menerobos ke

dalam hutan bambu itu. "Sudah cukup," ujar Ti Then lagi.

"Sekarang coba lihat apakah kura-kura tua itu mengejar kemari

atau tidak."

Terpaksa Wi Lian in meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah dan

balik keluar dari hutan bambu itu, dari tempat kejauhan terlihatlah

sesosok bayangan manusia dengan cepatnya sedang melayang

keluar dari bukit sebelah sana, dia tahu tentunya si kakek kura-kura

Phu Tong seng sedang lari mendatang. Tanpa banyak pikir lagi dia

putar tubuh lari kembali ke dalam hutan bambu itu sekali lagi

mengendong tubuh Ti Then dan lari meninggalkan hutan tersebut.

"Dia mengejar kemari?" tanya Ti Then dengan cemas.

"Benar."

"Kau bisa menangkan dia ??”"

"Tidak tahu" sahut Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. "Kau

mau suruh aku turun tangan melawan dia?"-

"Tentang hal ini harus melihat kau punya pegangan untuk

menangkan dia atau tidak? Kalau kau merasa punya pagangan

yang kuat bisa nenangkan dia boleh juga kita berhenti untuk

bertempur lawan dirinya..."

"Tidak." potong wi Lian In dengan cepat. "Kita harus berusaha

punahkan racun yang bersarang dikakimu dulu."

" Untuk sementara kaki pun tidak mengapa."

"Sekali pun begitu tapi hatiku tidak tenang."

Dengan kencangnya dia menggendong tubuh Ti Then berlari

keluar dari hutan bambu itu, sesudah melewati satu bukit ke kecil

lagi dia meneruskan larinya ke depan, kurang lebih sudah berlari

sepuluh lijauhnya sampaiah mereka disebuah kaki gunung yang

tidak mereka ketahui namanya.

"Kau sudah lelah.. ." ujar Ti Then lembut. "Mari kita berhenti dan

beristirahat dulu..."

Wi Lian In tidak menyawab, matanya dengan sangat tajam

memandang keadaan disekeliling tempat itu, kemudian lari lagi

menuju ke atas gunung, sesudah lari lagi sejauh satu dua li barulah

dia berhenti disebuah lekukan gunung dilereng gunung tersebut.

Dia meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah, sambil

menggunakan ujung bajunya menyeka keringat ujarnya sambil

tertawa.

"Mungkin mereka tidak akan menemukan tempat ini bukan?"

"Asalkan mereka bukan datang bersama-sama, aku tidak akan

takut kepada mereka, aku percaya masih punya cukup tenaga

untuk bunuh mati kura-kura tua itu."

Dengan perlahan Wi Lian In berjongkok di depannya, sambil

menggulung celananya dengan perlahan tanyanya.

"Lukamu berada di sebelah mana?"

"Agaknya di atas lutut."

Dengan teliti Wi Lian In memeriksa kearah lututnya, terlihatlah

dikakinya itu terdapat dua titik luka yang sangat kecil, sambil

menggunakan tangannya menekan tanyanya lagi.

"Sakit tidak?-"

"Sedikit pun tidak terasa"

"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In sangat cemas-

"Aku sudah kerahkan tenaga murni untuk mendesak racun itu

tidak sampai menyerang ke dalam tubuh, tapi jika di dalam enam

jam ini tidak berusaha mendesak racun itu keluar dari kakiku, maka

kaki sebelah kiri ini akan membusuk dan hancur."

Wi Lian In begitu mendengar perkataan itu tidak terasa

menggigit kencang bibirnya.

"Ditubuh majikan ular Yu Toa Hay tentu membawa obat

pemunah..."

"Benar-" sahut Ti Then sambil mengangguk- " Hanya mungkin

sukar untuk merebutnya"

"Aku bisa pergi ke dalam kota untuk adu jiwa dengan dia, tapi “

sewaktu aku tidak berada di sini jika kakek Kura-kura itu datang cari

kamu lalu..."

"Ha ha ha ... soal itu tidak mengapa, walau pun aku tidak bisa

bergerak tapi jika dia berani mendekati aku... Hmm aku masih

punya tenaga untuk bereskan dia, hanya yang aku kuatirkan adalah

kau, mungkin kamu bukan tandingannya...." Wi Lian In

mengerutkan alisnya rapat-rapat-

"Dulu aku pernah dengar ayahku bilang katanya kepandaian silat

dari majikan ular serta kakek kura-kura hanya satu tingkat lebih

tinggi dari pendekar prdang merah dari Benteng Pek Kiam Po kita,

perkataan ini entah betul tidak ??..."

"Ehmm.. ." sahut Ti Then kemudian sesudah berpikir sebentar

"Tadi sewaktu aku bertempur dengan kakek kura-kura itu, di atas

ujung bambu dia bisa bertahan tiga puluh jurus banyaknya, dengan

kepandaian seperti itu mungkin tidak lebih tinggi satu tingkat saja."

"Kalau begitu aku sungguh-sungguh bukan lawan dari Majikan

ular itu, tapi tidak cari dia tidak mungkin bisa dapatkan obat

pemunah."

"Aku sendiri bisa menyembuhkan luka ini." sahut Ti Then sambit

tertawa pahit. ¦ sehabis berkata dia mencabut kembali pedang

panjangnya.

Air muka Wi Lian In segera berubah hebat, samhil menahan

pedangnya ujarnya dengan cemas:

"Jangan., Ini bukan cara yang baik."

"Kau sudah salah menduga" ujar Ti Then sambil tertawa. "Aku

bukan bermaksud memotong kaki kiriku ini"

Wi Lian In menjadi melengak. " Kalau tidak kenapa kau cabut

pedangku"

"Aku mau robek bekas luka itu dan memaksa darah beracun itu

keluar."

"Oooh - - -" agaknya Wi Lian In menjadi sadar, dengan cepat dia

menarik kembali tangannya.

"Benar, aku pernah dengar jika seseorang tergigit ular berbisa

harus cepat-cepat paksa darah yang mengandung racun itu

mengalir keluar dari badan, kalau tidak maka orang itu akan

semakin payah. Tapi kau sudah tergigit sangat lama sekali entah

cara ini masih bisa digunakan tidak?"

"Kita coba saja."

Sehabis berkata dia memberikan pedang panjangnya, dengan

menggunakan ujung pedang menggurat beberapa kali kearah bekas

luka kecil pada lututnya itu, segera terlihatlah darah hitam mengalir

keluar dengan derasnya. Melihat hal itu Wi Lian In menjadi gugup.

"Mari aku bantu kau keluarkan darah beracun itu"

Sehabis berkata dia sebera menggerakkan sepasang tangannya

mencekal lutut Ti Then itu dan mulai memijit mijit tempat itu

sehingga darah hitam yang keluar semakin banyak.

Beberapa saat kemudian darah hitam yang mengalir keluar dari

bekas luka itu semakin lama semakin berkurang, tapi seluruh kaki

sebelah kiri itu masih tetap merah membengkak.

Mendadak Wi Lian In berlutut di hadapannya, dengan

menggunakan mulutnya yang kecil mungil mulai menyedot sisa-sisa

dari darah hitam yang tertinggal di dalam lutut itu. Tidak terasa lagi

air muka Ti Then berubah merah padam, dengan cemas ujarnya.

"Nona Wi, jangan begitu"

Wi Lian In tetap tidak gubris omongannya, dengan sekuat

kuatnya dia menyedot sisa-sisa darah hitam itu.

Terpaksa Ti Then memejamkan matanya, sambil menghela napas

diam-diam pikirnya.

"Heei.... kelihatannya kehendak Thian memang begitu sehingga

menyuruh aku tergigit ular beracun itu....."

Wi Lian In sembari menyedot sembari muntahkan keluar,

sesudah berturut turut menyedot dan muntahkan kembali keluar

berpuluh puluh kali banyaknya barulah ujarnya.

"Sudah cukup, sekarang aku mau bebaskan jalan darah yang

tertotok pada lututmu ini, kau tetap lanjutkan kerahkan tenaga

murni berusaha memaksa sisa-sisa sari racunnya keluar tubuh,

jangan sampai racun tersebut masuk ke dalam tubuh lagi."

Tangannya dengan cepat bergerak menotok dan menepuk

membebaskan jalan darah yang tertotok itu.

Begitu jalan darahnya terbebas dari totokan, darah segera

mengucur keluar lagi dari bekas luka itu.

Darah yang mengalir keluar tetap masih darah berwarna hitam,

setelah lewat sesaat kemudian barulah makin lama berubah menjadi

darah segar, wi Lian In menggunakan jarinya menekan lagi lututnya

sambil bertanya . "Coba bagaimana sekarang rasanya"

"Sudah sedikit berasa."

Mendengar hal itu Wi Lian In menjadi sangat girang. "Tidak perlu

obat pemunah dari Majikan ular lagi bukan?"

"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sekarang hanya

cukup obat dari Tabib biasa sudah akan sembuh kembali."

"Coba kamu berdiri dan jalan."

"Pasti bisa jalan.. ." sahut Ti Then sambil tertawa. "Hanya saja

tidak sanggup untuk berlari."

Sambil berkata sembari bangkit berdiri dia berjalan bolak balik

beberapa kali di sana, hanya saja jalannya kali ini sedikit pincang

seperti orang buntung.

Wi Lian In sangat girang sekali, dia berjalan kearah suatu selokan

kecil didekat tempat itu untuk mencuci mulutnya kemudian berjalan

kembali ke hadapan Ti Then, ujarnya sambil tertawa:

"Bagaimana kamu bisa temukan aku dibukit itu??"

"Sebelum itu aku harus tanya dulu kepadamu, bagaimana kamu

bisa sampai terjatuh ketangan Kwan si Ngo Koay itu?" balik tanya Ti

Then sambil tertawa pahit. "Sekali pun Kwan si Ngo Koay punya

sedikit nama besar di dalam dunia kangouw, tapi dengan

kepandaian yang kau miliki sekarang ini tidak mungkin bisa

tertawan dengan begitu mudahnya." Air muka Wi Lian In segera

berubah menjadi merah padam. "Aku ditawan mereka selagi tertidur

sangat nyenyak."

"Sungguh kamu

waspadamu."

orang

tidak

punya

sedikit

perasaan

"Tidak punya cara lain, begitu aku tertidur sekali pun dunia

kiamat juga tidak akan merasa-"

"Ehmmm.... malam itu begitu aku dengar ada orang yang

berjalan malam di atas atap segera keluar kamar untuk melihat,

waktu itu tidak terlihat seorang pun di atas genteng makanya aku

segera lari kekamarmu, tapi kamu sudah lenyap diculik orang."

"Mungkin mereka sudah totok jalan darah pulasku." ujar wi Lian

In sedikit membela diri "Sehingga aku sama sekali tidak merasa ... ."

"Di dalam kamarmu aku temukan secarik kertas yang mereka

tinggalkan, mereka perintah aku untuk membawa kitab pusaka Ie

Cin Keng untuk ditukar dengan kau diluar kota, begitu aku sampai di

tanah pekuburan itu segera muncullah empat orang berkerudung

..." segera dia menceritakan kisahnya itu dengan jelas, akhirnya

tambahnya lagi.

"Sedang di tanah bukit itu aku bisa menemukan kamu semuanya

bergantung pada untung atau tidak saja, aku punya dugaan orang

yang menculik kau pergi itu tentu melarikan diri kearah sebelah sini

maka karenanya sengaja mengejar kemari, ketika mengejar sampai

bawah bukit itu tetap saja tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun,

hatiku betul-betul merasa gemas dan jengkel sehingga duduk

beristirahat di bawah pohon. Tiba-tiba itulah mendadak terdengar

suara bercakap cakap dua orang dari atas bukit itu, kemudian

melihat pula Majikan ular berlari menuruni bukit tersebut menuju ke

dalam kota, hatiku menjadi curiga secara diam-diam memasuki

hutan bambu itu dan akhirnya mendengar suaramu"

"Hmmm... hmmm.. ." dengan gemasnya Wi Lian In

mendepakkan kakinya ke atas tanah. "Semuanya ini hadiah dari

setan pengecut serta bangsat Hong Mong Ling itu, lain kali jika

bertemu dengan mereka lagi.. ."

Mendadak Ti Then menggoyangkan tangannya mencegah dia

berbicara lebih lanjut, ujarnya dengan rendah. "Jangan bicara, ada

orang datang."

Wi Lian In mendiadi sangat terkejut sambii memandang sekeliling

tempat itu tanyanya dengan perlahan. "Dimana?"

"Di sana." sahut Ti Then sambil menuding kearah hutan didekat

tempat itu

"Agaknya ada dua orang . ."

Wi Lian In semakin menjadi tegang.

"Tentu Majikan ular serta kakek kura-kura itu, cepat kita

bersembunyi."

Luka kaki Ti Then belum sembuh seluruhnya sehingga

gerakannya pun tidak begitu lincah lagi, mereka karena takut

terjerumus kembali ke dalam barisan Selaksa ular segera bersama

sama meloncat bersembunyi disebuah liang kecil dekat tempat

tersebut.

Di samping liang itu penuh ditumbuhi rumput liar yang sangat

tinggi dan lebat, orang yang bersembunyi di bawah rumput-rumput

liar itu tidak mudah untuk ditemui kembali.

Baru saja mereka berdua menyembunyikan diri di bawah rumput

liar itu terlihatlah dua orang kakek tua munculkan dirinya dari hutan

beberapa kaki dari tempat itu dan berjalan kearahnya.

Orang itu tidak lain adalah Majikan ular Yu Toa Hay serta kakek

kura kura Phu Tong seng adanya.

Mereka sambil berjalan keluar dari hutan matanya dengan tajam

memandang sekeliling tempat itu, terdengar Majikan ular Yu Toa

Hay sembari memeriksa sekeliling tempat itu tanyanya:

"Apakah Phu heng betul betul melihat jelas kalau bangsat cilik itu

sudah tergigit oleh ular beracun milik lohu itu?"

"Tidak akan salah." sahut kakek kura kura Phu Tong seng itu

sambil manggut-manggut. "Sewaktu Lohu mengejar keluar dari

hutan bambu itu bertepatan melihat budak itu menggendong dia lari

kemari-"

"Kalau begitu tentu mereka melarikan diri ke dalam gunung ini,

jika ini hari kita tidak berhasil mendapatkan mereka kembali,

penghidupan selanjutnya akan tidak tenang kembali-"

"Ehmmm... siapa bilang tidak. Wi Ci To tentu tidak akan

melepaskan kita."

"Makanya-" ujar Majikan ular dengan suara yang berat. "Kita

harus menangkap mereka kembali kemudian sekalian kita bunuh

mati.. ."

"Bangsat cilik itu sudah terluka oleh gigitan ular beracun,

mungkin tidak akan melarikan diri terlalu jauh. Mari kita cari secara

berpisah saja."

"Baik," sahut Majikan ular sambil mengangguk- "Phu heng

memeriksa sebelah sana, biar Lohu yang memeriksa sebelah sini,

Ayoh jalan."

Kedua orang itu bersama sama meloncat ketengah udara dan

melewati liang itu, satu kiri yang lain kekanan bagaikan terbang

cepatnya lari ke depan.

Kakek kura-kura itu melayang tepat di atas Ti Then serta Wi Lian

In yang bersembunyi di bawah liang tengah rerumput tebal itu.

Wi Lian In sesudah melihat bayangan tubuh mereka lenyap dari

pandangan barulah menghembuskan napas lega, ujarnya:

"Sungguh amat bahaya, asalkan kura-kura tua itu menengok ke

bawah segera jejak kita akan diketahui."

"Ehmmm... masih untung Majikan ular itu tidak bawa serta ular-

ular beracunnya, jika dia bawa serta ular-ular berbisanya kita tidak

mungkin bisa bersembunyi lagi..."

"Ti Toako, menggunakan kesempatan mereka mencari kita ke

atas gunung lebih baik cepat-cepat kita kembali ke dalam kota saja"

Sambil berkata dia mengulur tangannya membimbing Ti Then

bangun. Tetapi begitu dilihatnya kaki kiri Ti Then tetap tidak bisa

bergerak bebas segera ujarnya lagi. "Bagaimana kalau aku gendong

saja?"

"Aaah jelek sekali." ujar Ti Then sambil tertawa. "Jika sampai

dilihat orang lain bukankah sedikit kurang sopan dan tidak sedap

dipandang."

"Hemmm....." Dengus wi Lian In sambil cemberut. "Sekarang

keselamatan yang paling penting, aku saja tidak takut kau takut apa

lagi."

Tubuhnya yang kecil langsing dan mungil itu sebera sedikit

menjongkok menggendong tubuh Ti Then pada pangkuannya,

kemudian dengan cepat lari menuruni gunung itu.

Di dalam sekejap mata mereka sudah berada ditepi jalan raya

yang banyak orang sedang melakukan perjalanan, Ti Then begitu

melihat di sana banyak orang tidak terasa merasa malu juga,

ujarnya dengan cemas: "Cepat turunkan aku, ada orang yang

melihat kita."

Wi Lian In tetap tidak gubris, dengan cepat berlari menuju

kearah kota Ho Kiang sian.

"Nona Wi..." ujar Ti Then dengan cemas. "Jarak dari sini ke kota

Ho Kiang sian masih ada tiga puluh li jauhnya, apa kau mau

gendong aku sampai di dalam kota ??"

"Biarlah lari sampai tidak bisa lari baru kita bicarakan lagi."

Dia tidak mau ambil perduli lagi terhadap orang-orang dijalan

yang memandang ke arahnya dengan sinar mata terkejut

bercampur keheranan, dengan menundukkan kepalanya dia berlari

terus ke depan sehingga sejauh puluhan li, waktu itu keringat sudah

mengucur dengan derasnya membasahi seluruh bajunya sedang

napasnya pun kempas kempis tidak teratur.

Waktu itu untung saja lewat sebuah tandu besar dengan delapan

orang yang menggotong, begitu dia melihat kedelapan orang kuli

menggotong tandu tersebut sangat lincah langkahnya segera

berhenti, tanyanya: "Hei, di dalam tandu ada orang tidak?"

Ke delapan orang kuli tandu itu melihat seorang nona muda

menggendong seorang pemuda melakukan perjalanan ditengah

siang hari bolong pada memandangnya dengan sinar mata penuh

perasaan heran bercampur terkejut, bersama-sama mereka

berhenti. Salah satu

diantaranya menyahut dengan sopan: "Tidak ada, kenapa orang

itu?"

"Dia tergigit ular beracun, nyawanya di dalam keadaan sangat

bahaya. Harap paman sekalian beriaku baik hati membawa kami ke

dalam kota untuk berobat."

Kuli tandu itu begitu mendengar perkataan tersebut segera

memerintahkan kawan-kawannya untuk menurunkan tandu tersebut

dan membuka pintu tandunya, ujarnya kemudian:

"Urusan tidak boleh terlambat lagi, cepat nona bawa dia masuk.

."

Wi Lian in menjadi sangat girang, dengan tergesa gesa dia

membimbing tubuh Ti Then duduk ke dalam tandu itu, tanyanya

lagi: "Aku boleh masuk sekalian???"

"Nona apanya dia ???".

"Aku adalah adiknya"

" Kalau memangnya saudara sekandung tidak usah mengikuti

adat lagi, silahkan nona duduk sekalian di dalam tandu"

Wi Lian In segera membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam

tandu, tanyanya lagi: "Paman-paman sekalian apakah orang-orang

dari kota Ho Kiang sian ???".

"Benar" sahut kuli itu sambil menutup kembali pintu tandunya. "

Kemarin hari kami hantar nyonya hartawan Shie kedesanya, karena

perjalanan yang amat jauh baru ini pagi kita berangkat pulang? "

"Kalau begitu bagus sekali, nanti sesudah masuk kota harap

hantar kami kerumah tabib sekalian, aku bisa kasih kamu orang

uang sebagai imbalannya, Hanya ada satu hal yang kalian ingat jika

ditengah jalan ada orang yang menanyakan jejak kami bersaudara

jangan sekali kali kalian beritahu pada mereka."

Kuli-kuli tandu itu begitu mendengar ada persenan uang hatinya

menjadi sangat girang sekali, segera menyahut dengan sangat

sopan.

Demikianlah kedelapan orang itu segera mengangkat tandu besar

itu melanjutkan perjalanan ke dalam kota Ho Kiang sian.

Di dalam tandu hanya terdapat satu tempat duduk saja,

karenanya Wi Lian In terpaksa berjongkok di depan tubuh Ti Then.

Ti Then yang teringat dua kali dia menggendong dirinya

melarikan diri bahkan dengan tidak perduli kotor sudah hisapkan

keluar darah berbisa pada kaki kirinya tanpa terasa perasaan

berterima kasih yang meluap luap memenuhi benaknya, tanpa

terasa lagi dia menarik tubuhnya ke dalam pangkuannya sendiri

Air muka Wi Lian in segera berubah menjadi merah padam, tapi

dia tidak memberi perlawanan sedikit pun dengan manyanya dia

duduk di atas kaki kanannya dan bersandar pada dadanya,

sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat...

Kedua orang itu siapa pun tidak ada yang buka bicara, masing-

masing berdiam diri sambil saling berpeluk pelukan.

Saat ini adalah saat yang paling menggembirakan di dalam

lembaran hidup mereka, sebaliknya waktu yang paling

menggembirakan juga lewat paling cepat, mendadak mereka

mendengar suara pembicaraan orang yang sangat ramai sekali,

kiranya mereka sudah masuk dalam kota.

Wi Lian In tidak berani duduk di atas Ti Then lagi, dengan diam

diam dia melorot ke bawah dan berjongkok kembali ke depannya.

sambil membereskan rambutnya ujarnya dengan perlahan: " Kuda-

kita apa masih berada di dalam rumah penginapan?"

"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Mereka tidak menemukan kita di atas gunung, mungkin segera

akan kembali ke dalam kota menanti kita di dalam rumah

penginapan."

"Benar, tentu mereka tahu kalau kuda tunggangan kita masih

berada di dalam rumah penginapan."

"Heii . . ." ujar wi Lian in lagi sambil menghela napas panjang.

"Hanya kuda Ang San Khek itu merupakan seekor kuda jempolan,

kalau sampai hilang sungguh sayang sekali."

"Sudah tentu tidak bisa kita buang begitu saja."

"Tapi jika kita kembali kerumah penginapan untuk mengambil

kuda itu mungkin segera akan diketahui mereka, mereka tidak

mendapatkan kitab pusaka le Cin Keng dan ditambah lagi takut

dengan ayahku datang mencari balas, sudah tentu akan bunuh kita

untuk menutup mulut."

"Jangan kuatir." ujar Ti Then tetap tenang. "Mereka tidak

mungkin berani melakukan pekerjaan itu di dalam kota"

Sedang mereka bercakap cakap mendadak terdengar kuli tandu

itu buka suara ujarnya:

"Nona, dijalanan ini ada sebuah kedai obat Hwe Cun di dalamnya

ada seorang tabib yang sangat lihay ilmu pengobatannya,

bagaimana kalau kita cari tabib itu saja?."

"Baiklah. ."

Tidak lama kemudian tandu itu pun berhenti:

Kuli tandu itu segera membuka pintu tandu mempersilahkan wi

Lian In sekalian turun, terlihatlah saat ini mereka sudah berada di

depan pintu kedai obat bermerek Hwe Cun itu, segera Wi Lian in

membimbing Ti Then turun, sesudah memberi upah beberapa tahil

perak kepada kuli-kuli tandu itu barulah bersama sama berjalan

masuk ke dalam kedai obat tersebut.

Orang-orang dalam kedai obat itu begitu melihat seorang nona

membimbing seorang pemuda berjalan masuk pada memandang

kearahnya dengan perasaan heran, tanyanya dengan cepat:

"Ada urusan apa ??"

"Cayhe digigit seekor ular berbisa kini datang untuk berobat,

apakah Tabib ada di dalam?."

"Ada . . . ada." sahut pelayan itu dengan cepat. . "silahkan

kongcu masuk ke dalam"

Wi Lian In dengan membimblug Ti Then berjalan masuk ke

dalam kamar yang ditunjuk pelayan itu, saat itu terlihatlah seorang

kakek tua sedang memeriksa penyakit seseorang karenanya mereka

menanti sebentar baru mendapatkan giliran-

Kiranya

kakek

tua

itulah

merupakan

tabibnya,

dia

mempersilahkan Ti Then duduk terlebih dahulu kemudian baru

tanyanya. "Badan sebelah mana yang terasa tidak enak?"

"Kaki kiri cayhe digigit ular berbisa."

"Oooh . . . ." sahut Tabib itu sambil mengangguk. "Biarlah Lohu

periksa sebentar . . . . Ehmm . . . digigit ular, berbisa macam apa??"

"Ular berekor merah darah."

Tabib itu sembari memeriksa sambil tanyanya lagi: "Kapan

digigitnya ?."

"Pagi tadi, kurang lebih dua jam yang lalu. ."

Tabib itu menggunakan jarinya menekan beberapa kali disekitar

bekas luka tersebut, ujarnya:

"Kau sudah keluarkan darah-darah yang mengandung bisa itu

sehingga kini tidak berbahaya lagi, sesudah diobati dua kali

ditambah minum obat penawar segera akan sembuh seperti sedia

kala."

Sehabis berkata dia mengambil pitnya dan menulis resep

kemudian berikan kepada Ti Then dan memesankan cara-cara

penggunaannya.

Sesudah membajar rekening dan mengundurkan diri dari sana

lalu menyerahkan itu resep kepada pelayan yang dengan cepat

sudah menyediakan obat-obat yang dibutuhkan itu, ujarnya.

"Obat ini digunakan sebagai obat luar sedang obat berupa bubuk

ini untuk dimakan, setiap lewat dua jam harus menggunakan satu

kali."

Ti Then bayar kembali uang obat itu dan digunakan sekalian obat

tersebut di sana, setelah itu baru tanyanya. "Kapan bengkaknya

akan hilang ??"

"Besok sudah sembuh sama sekali"

Mendengar itu Ti Then menjadi lega hatinya, kepada Wi Lian In

ujarnya sambil tertawa:

"Ayo pergi, kita pergi kerumah penginapan itu."

Kedua orang itu kembalilah kerumah penginapan dimana mereka

tinggal, pelayan-pelayan dengan air muka penuh perasaan terkejut

masing-masing pada merubung menanyakan sesuatu, Ti Then

hanya menyawab adanya pencuri yang mencuri barangnya sehingga

dia pergi kejar dan tergigit ular beracun, dengan demikian mereka

pun menjadi tenang kembali. Tanya Wi Lian In kemudian: "Kuda

kuda kami apa masih ada ??"

"Masih . . . masih . . ." sahut pelayjan itu sambil mengangguk.

"Kalian berdua apa mau segera berangkat?"

"Tidak" ujar Ti Then perlahan. Kami mau menginap satu malam

lagi, besok pagi baru berangkat, Kau pergilah siapkan makanan

untuk kami"

Pelayan itu segera menyahut dan mengundurkan diri, Mendadak

Ti Then teringat kembali akan si macan kumbang hitam Khie Hoat

itu manusia yang menduduki sebagai Lo-ji dari Kwan si Ngo Keay

masih tertotok jalan darahnya ditengah tanah pekuburan diluar

kota, ujarnya kemudian kepada Wi Lian in"Bagaimana kalau kamu

orang kerjakan suatu pekerjaan?"

"Kerjaan apa?"

" Kemarin malam Loji dari Kwan si Ngo Koay si macan kumbang

hitam Khie hoat tertotok jalan darahnya hingga kini mungkin masih

berada di sana, coba kau pergi ke sana lepaskan dia pergi."

"Hmmm . . . kejahatan yang dikerjakan Kwan si Ngo Koay sudah

sangat banyak sekali, sekali pun mati juga tidak sayang, buat apa

kita pergi urus dia lagi"

"Tidak. ." bantah Ti Then dengan cepat, "Aku sudah bilang sama

dia asalkan di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku bisa

temukan kamu maka setelah pulang aku bebaskan dia pergi, walau

pun di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku tidak temukan kau

tapi hal ini bukan kesalahannya."

"Walau pun begitu . . . hari ini kau lepaskan dia pergi,

dikemudian hari dia bisa cari kau untuk membalas dendam."

"Hal itu termasuk persoalan lain lagi..."

Wi Lian In ketika melihat dia sudah ambil ketetapan di dalam

hatinya terpaksa mengangguk.

"Baiklah, hanya saja dia berada di tanah pekuburan sebelah

mana?"

"Di sebelah barat kota, kau pergilah dengan menunggang kuda

Ang san Khek. cepat pergi cepat kembali dan hati-hati jangan

sampai diculik orang lagi..."

"Cis. . ." seru Wi Lian in dengan perasaan malu dan manya.

"Disiang hari bolong begitu ada siapa yang berani mengganggu aku

Wi Lian In? Hmmm, kalau berani ganggu aku jangan harap bisa

hidup lagi." sehabis berkata dia berjalan keluar dari kamar.

Ti Then menanti sesudah dia keluar baru menutup pintu kamar

dan rebahkan dirinya ke atas pembaringan untuk beristirahat. Tidak

lama kemudian terdengar suara ketukan pintu kamar.

"Siapa?" tanyanya sambil bangkit berdiri

"Aku." suara dari pelayan rumah penginapan itu berkumandang

masuk ke dalam kamar. "Tuan bukankah kamu suruh aku siapkan

makanan ?"

"Ehmm . . . masuklah. Pintu itu tidak terkunci."

"Baik,"

Pintu kamar dibuka, pelayan rumah penginapan itu dengan

membawa makanan berjalan masuk kemudian mengaturnya di atas

meja, sedang pada mulutnya gumamnya seorang diri "Sungguh

membingungkan sekali, aneh. . . aneh..."

"Ada urusan apa ??"

"Itu . . . seorang lelaki berusia pertengahan secara tiba-tiba

menghadang hamba untuk menanyakan segala hal bahkan masih

mengajak hamba guyon, sehingga kuah telur ini menjadi sedikit

bercecer."

Mendengar perkataan itu hati Ti Then menjadi sedikit bergerak.

sambil memandang wajahnya, tanyanya dengan serius. "Lelaki itu

tanya apa saja??"

"Dia adalah tamu yang baru datang pagi ini, tadi sewaktu hamba

membawa makanan kemari mendadak dia menghadang hamba dan

menanyakan apa ada nona yang mau temani dia tidur nanti malam,

lalu tanya juga letak rumah pelacuran-

Hamba terpaksa satu demi satu memberikan jawabannya, tapi

mendadak dia menuding ke belakang hamba sambil katanya. "Coba

lihat, nona itu sungguh cantik." hamba cepat-cepat menoleh ke

belakang, "HHuuu . . . sungguh matanya sedikit buta, di belakang

hamba mana ada bayangan nona cantik." Ti Then tersenyum.

"Sewaktu kamu menoleh lalu kuah itu secara tiba-tiba tercecer?"

"Benar, hanya saja tidak terlalu banyak yang tercecer . . ."

" Orang itu tinggal dikamar sebelah mana?" Pelayan itu

menuding ke kamar sabelah kanan. sahutnya. "Dia menginap

dikamar ke empat dari kamar sini."

"Membawa teman tidak?"

"Tidak." sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya. . "Dia

hanya satu orang saja."

"Ehmmm . . . kini masih berada di dalam rumah penginapan?"

"Benar, sesudah mengajak hamba guyon-guyon sebentar lalu

kembali ke dalam kamarnya.."

"Baiklah, kau boleh pergi" ujar Ti Then kemudian sambil

mengangguk. Pelayan itu segera membawa nampannya

mengundurkan diri dari kamar.

Dengan perlahan Ti Then berjalan mendekati kuah telur yang

dimaksud tadi kemudian dibaunya beberapa kali, setelah itu sambil

tersenyum memanggil pelayan itu lagi. "Pelayan...."

Waktu itu pelayan tersebut belum jauh meninggalkan kamarnya

Ti Then, begitu mendengar suara panggilan segera putar tubuh

sambil bertanya. "Kongcu minta barang apa lagi.."

"Oooh tidak. ." ujar Ti Then dengan suara yang keras. "Adikku

ada urusan hendak keluar sebentar tapi dengan cepat dia akan

kembali, jika kamu melihat dia pulang beritahu padanya aku sedang

menunggu dia di dalam kamar untuk makan bersama sama."

"Baik . . . baik. . Tentu aku beritahukan padanya. ."

Ti Then menoleh memandang sekejap kearah kamar di sebelah

kanannya itu kemudian menutup pintu kamarnya kembali dan duduk

di depan mejanya.

Sambil menyendoki kuah tetur itu dicobanya seteguk, tapi tidak

sampai ditelan sesudah dicoba lalu dimuntahkan kembali kepojokan

kamar, pada air mukanya terlintaslah suatu senyuman yang amat

dingin, pikirnya. "Hmmm . . . kiranya obat pemabok."

Dia berjalan mendekati pembaringan dan merebahkan dirinya,

pikirannya dengan cepat berputar memikirkan orang lelaki berusia

pertengahan yang hendak menjebak dirinya dengan menaruh obat

pemabok pada kuah telur tersebut.

Tetapi dengan ditemuinya beberapa orang yang munculkan diri

untuk merebut kitab pusaka Ie Cin Keng dia tahu saat ini

disekelilingnya terdapat sangat banyak orang yang sedang

mengincar kitab pusaka Ie Cin Keng itu dari tangannya, karenanya

dia sangat menyesal sudah suruh wi Lian In keluar kota untuk

membebaskan diri simacan kumbang hitam Khie Hoat.

Walau pun jarak tanah pekuburan itu tidak jauh dari dalam kota,

sekali pun ilmu pedang dari Wi Lian in tidak lemah tapi

kemungkinan sekali pun beberapa orang jago berkepandaian tinggi

bergabung menjadi satu untuk turun tangan bersama-sama seperti

buktinya kakek kura-kura serta Majikan ular itu bekerja sama

menculik dia untuk memaksa dirinya menyerahkan kitab pusaka Ie

cin Keng kepada mereka.

Semakin berpikir dia merasa semakin cemas, dengan cepat dia

bangun kembali sambil gumamnya seorang diri

" Lebih baik aku keluar kota sebentar untuk melihat-lihat."

Baru saja dia berjalan mendekati pintu kamar, mendadak pintu

itu didorong oleh orang, terlihatlah Wi Lian In sambil tersenyum

berjalan masuk ke dalam.

Melihat munculnya Wi Lian in tanpa menemui cedera apa pun

hati Ti Then seketika itu juga menjadi lega. dengan girang serunya:

"Oooh .. .. kamu sudah kembali."

"Pelayan tadi bilang kau sedang tunggu aku makan." ujar Wi Lian

In sambil tertawa.

"Benar kau sudah temui dia???."

"Sudah, aku potong telinganya terlebih dulu baru lepaskan dia

pergi."

"Ha ha ha..." ujar Ti Then sambil tertawa serak. "sifatmu persis

seperti ayahmu,sedikit dikit suka gotong telinga orang lain .... Ha ha

ha. ."

"Aku potong telinganya untuk peringatkan padanya lain kali

jangan suka cepat percaya kabar bohong."

Ti Then segera menutup pintu kamar kembali, sambil gape

padanya, katanya lagi:

"Ayoh cepat makan, kuahnya hampir dingin."

Dua orang itu segera duduk saling berhadapan untuk mulai

dahar.

Sesudah menelan nasinya terlihatlah Wi Lian In mengambil kuah

telur itu untuk diminum, melihat hal itu dengan cepat Ti Then

gelengkan kepalanya, sambil tersenyum dengan menggunakan ilmu

untuk menyampaikan suara ujarnya: "Kuah itu jangan diminum"

" Kenapa ??" tanya Wi Lian In melengak.

Ti Then segera beri tanda kepadanya untuk memperendah

suaranya,

kemudian

dengan

menggunakan

ilmu

untuk

menyampaikan suara ujarnya lagi: "Di dalam kuah itu ada obat

pemaboknya."

"Ehmm." Dengus Wi Lian In tidak percaya. " Kau sedang

menakut-nakuti aku."

"Aku tidak menipu kau." sahut Ti Then dengan serius. "Ada orang

secara diam-diam memasukkan obat pemabok ke dalam kuah itu

untuk memaboklan kita orang."

Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan serius Wi Liau In

menjadi amat terkejut sekali.

"Bagaimana kau bisa tahu??"

Segera Ti Then menceritakan apa yang didengarnya dari pelayan

tentang lelaki berusia pertengahan itu, akhirnya tambahnya lagi:

"Tadi aku sudah mencobanya dan merasa kalau di dalam kuah

itu betul terdapat obat pemaboknya, asalkan kau meneguk satu

tegukan saja tanggung secara kontan akan jatuh tidak sadarkan

diri"

"Siapa lelaki berusia pertengahan itu??" tanya Wi Lian In dengan

air muka berubah sangat hebat.

"Masih tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.

"Menurut pelayan itu katanya dia berada dikamar ke empat dari

sebelah kanan kita." Mendadak Wi Lian In bangkit berdiri dan

berjalan keluar kamar. Dengan cepat Ti Then menarik dia kembali,

ujarnya sambil tersenyum: "Kau mau berbuat apa?"

"Cari dia."

Ti Then segera tarik dia duduk kembali ke tempat semula,

dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya

sambil tertawa:

-ooo0dw0ooo-

Jilid 11 : Jay hoa cat yang nahas

"Buat apa, bukankah lebih bagus kalau kita tunggu dia masuk

sendiri kemudian baru turun tangan????"

"Tunggu dia masuk sendiri ???" tanya Wi Lian In melengak.

"Tidak salah, tunggu dia masuk sendiri"

"Benar." sahut Wi Lian In kemudian sambil mengangguk.

agaknya dia sudah paham arti perkataan itu tanpa terasa senyuman

segera menghiasi bibirnya.

"Sst . . .jangan bicara lagi" Tiba-tiba Ti Then memperingatkan diri

Wi Lian In. "Mungkin dia sudah berada di depan kamar kita" Dengan

suara yang diperkeras sengaja Wi Lian In angkat bicara lagi. "Malam

ini kita harus lebih berhati-hati, kemungkinan orang itu akan datang

lagi"

"Yang harus hati-hati adalah kau, lebih baik malam ini kamu

orang jangan tidur"

" Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah kau bawa?" Ti Then

mengerutkan alisnya rapat-rapat.

"Benar" sahutnya terpaksa. "Dibawa dalam badan jauh lebih

aman rasanya"

"Heei . . sungguh menjengkelkan, entah siapa yang sudah

menyiarkan berita kalau kau telah mendapatkan kitab pusaka Ie cin

Keng itu, semula menteri pintu serta pembesar Jendela dari Anying

langit Rase bumi, kemudian disusul Hwesio berwajah riang dari

Siauw limpay, Kwan si Ngo Koay, Majikan ular serta terakhir kakek

kura-kura."

"Sejak kini entah masih ada seberapa banyak anying-anying

bajingan yang datang merebut"

"Ie Cin Keng kan kitab ilmu silat yang berisikan kepandaian

tertinggi di dalam Bu lim waktu ini, barang itu merupakan impian

dari setiap jago dalam dunia kangouw tidak bisa, disalahkan mereka

kalau pada datang merebut..."

Wi Lian In mengambil sendok kemudian diaduk adukkan pada

mangkok yang berisikan kuah telur itu sehingga mengeluarkan

suara yang nyaring.

"Kuah telur ini sudah dingin, bagaimana kalau suruh pelayan

memanasi terdebih dulu??"

"Tidak perlu." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Aku

suka makan yang dingin, kau tidak mau biar aku yang makan."

Sambil berkata dengan menggunakan sendok dia mengetuk

beberapa kali pada pinggiran mangkok. "Ting . . . ting . . ." disusul

suara sedang menghitup kuah tanda rasanya yang sedap.

"Coba lihat" seru Wi Lian In sambil tertawa ..... "Seperti sudah

lama tidak makan"

"Selamanya aku memang paling suka kuah telur."

"Coba aku teguk sesendok. "

Sambil berkata dia pun menggunakan sendoknya mengetuk

pinggiran mangkok kemudian suara sedang menghabiskan kuah itu.

"Rasanya enak bukan??? " tanya Ti Then sambil tertawa.

"Ehmmm ... . tidak seberapa".

"Ini yang dikatakan kesukaan setiap orang tidak sama, sejak kecil

aku sudah suka makan kuah telur..."

"Aaaaah kenapa??"

Berbicara sampai di sini, badan bersama-sama dengan kursinya

terjengkang kearah belakang.

Wi Lian In dengan cepat meloncat-loncat bangun sambil menjerit

keras. "Aduh, kau ...... kau kenapa ???"

Ditengah suara jeritan kaget itu mendadak pintu kamar dengan

mengeluarkan suara yang keras sudah didorong oleh seseorang,

seorang lelaki berusia pertengahan dengan potongan seorang siucay

sambil tersenyum berjalan masuk. Tanyanya: "Nona, sudah terjadi

urusan apa??"

Wi Lian In sama sekali tidak menduga pihak lawannya berani

masuk sebelum dirinya ikut jatuh tidak sadarkan diri, untuk

beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun. "Kau . . . kau siapa

???"

Dengan perlahan lelaki berusia pertengahan itu menutup kembali

pintu kamar kemudian membungkukkan badannya memberi hormat.

"Cayhe orang-orang kangouw menyebutku sebagai pemuda

berwajah tampan Cu Hoay Lo menemui nona"

Begitu Wi Lian In mendengar kalau pihak lawannya adalah Giok

Bin Longkun itu manusia cabul yang gemar pipi licin tidak terasa air

mukanya berubah sangat hebat, serunya:

"Kiranya kau adalah Giok Bin Longkun . . kau . . . kau datang

kemari .... punya tujuan apa?"

Selesai berkata tubuhnya mulai bergoyang kemudian dengan

perlahan lahan rubuh ke atas tanah jatuh tidak sadarkanr diri

Bibir Giok Bin Longkun itu manusia cabul kelihatan sedikit

bergerak sehingga kelihatan sebaris giginya yang putih bersih

sambil tertawa ringan ujarnya.

"Apa tujuanku? Nona Wi ini sungguh terlalu tolol .... kalau

memangnya sudah tahu sebutanku Giok Bin Longkun bagaimana

tidak tahu maksud tujuanku? He he he . . ."

Die berhenti sebentar, senyuman yang menghiasi bibirnya pun

berubah semakin menyeramkan, ujarnya lagi sambil tertawa:

"Tapi aku harus mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu

terlebih dulu kemudian baru beri kesenangan kepadamu."

Dengan perlahan dia berjalan ke samping tubuh Ti Then

kemudian berjongkok di sisinya.

Tangannya mulai diulur ke dalam saku Ti Then untuk memeriksa

. . . mendadak dia menjerit, sangat keras badannya tidak kuasa lagi

terbanting dengan amat kerasnya ke atas tanah.

Kiranya urat nadi tangan kanannya sudah dicengkeram Ti Then

dengan kerasnya.

Ti Then yang berhasil mencengkeram tangan kanannya segera

membanting tubuhnya ke atas tanah, dirinya dengan mengikuti

gerakan tersebut bangkit berdiri dan memutar lengan kanannya itu

ke belakang punggung.

Perasaan terkejut dalam hati Giok Bin Longcun tidak kecil, di

dalam keadaan yang sangat lemas tubuhnya memutar ke kiri,

sedang dua jari tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat

menusuk kearah sepasang mata Ti Then-

Ti Then tertawa dingin, dengan tangan kirinya dia menangkis

serangan pihak lawan sedang tangannya yang lain dengan sekuat

tenaga mengangkat lengan kanannya ke atas.

"Pleetak . . ." Lengan kanannya itu segera terputus dari ruasnya.

Giok Bin Langcun menjerit kesakitan, saat itu dia tak bertenaga

lagi untuk memberikan perlawanan, kepalanya dengan lemas

ditundukkan ke bawah.

Wi Lian In pun dengan cepat meloncat bangun, tangannya

dengan cepat menyambak rambutnya dan mengangkat kepalanya

tinggi-tinggi, kemudian dengan menggunakan telapak tangannya dia

menghadiahi wajah Giok Bin Langkun keras-keras, terlihatlah bekas-

bekas telapak yang merah menghiasi pipinya.

Seluruh wajah Giok Bin Longkun sudah berubah menjadi merah

membiru dan mulutnya pun darah segar mengucur keluar dengan

derasnya, sampai waktu itulah Wi Lian In baru melepaskan

tangannya, ujarnya sambil tertawa dingin " Giok Bin Langcun, coba

sekali lagi katakan perkataanmu tadi."

Giok Bin Langcun mana berani buka mulutnya, terpaksa dia

membungkam seribu bahasa.

"Bangsat cabul ini sudah merusak perempuan banyak sekali

sehingga pembesar berbagai tempat punya niat untuk menangkap

dia, tidak disangka ini hari bisa terjatuh ketangan kita."

"Kau punya rencana serahkan bangsat cabul ini kepada

pembesar??."

Dia menggelengkan kepalanya, " Manusia seperti ini sesudah

ditangkap harus dibunuh mati, jika diserahkan pada pembesar

mungkin dia masih bisa melarikan diri"

"Benar, cepat kita turun tangan."

Dengan cepat Ti Then menggerakkan tangannya mendorong

badan Giok Bin Langcun ke atas tanah, dengan kakinya menginyak

perutnya, ujarnya dengan amat dingin: "Hei Cu Hoay Lo, kau orang

masih ada pesan terakhir tidak ??"

Air muka Giok Bin Langcun berubah menjadi pucat pasi bagaikan

mayat, keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.

"Aku . . . aku di Tiang an masih punya simpanan uang . . .

sebesar . . . sebesar lima belas laksa tahil . . ."

"Hmm. . ." Dengus Ti Then dengan amat dingin- "Orang bilang

Giok Bin Langcun seorang yang sangat kaya dan gemar akan harta,

ternyata berita ini sedikit pun tidak salah . . . lalu apa yang kau

maui ???"

"Aku rela menyerahkan uang itu kepadamu asalkan kau orang

mau mengam puni jiwaku satu kali ini . . ."

"Lalu dengan cara bagaimana aku pergi menerima uang sebesar

lima belas laksa tahil dari gudang uang itu ??."

Ketika Giok Bin Langcun melihat Ti Then punya maksud untuk

menerima, air mukanya sedikit berubah.

"Di dalam badanku ada secarik kertas tanda bukti untuk

menerima uang tersebut"

Ti Then segera bungkukkan badannya memeriksa sakunya dan

mengambil keluar secarik kertas tanda bukti penerima uang yang

dimaksud itu, sesudah dibolak balik melihat sekejap barulah ujarnya

sambil tertawa.

"Uang-uang ini apakah hasil tabunganmu dari perampoaan serta

pembegalan yang kau lakukan selama beberapa tahun ini?"

"Buat apa Ti Lo te menanyakan hal ini?" sahut Giok Bin Langcun

sambil tertawa pahit.

" Harus aku tanya sampai jelas, sebetulnya benar atau tidak?"

"Benar."

" Kalau uang itu hasil membegal dan merampok dus berarti

bukan uangmu sendiri, maka itu kau tidak bisa menebus nyawamu

dengan uang-uang ini."

Air muka Giok Bin Langkun segera berubah amat hebat.

" Kalau begitu kembalikan kertas uang itu. ."

Ti Then menyimpan kertas uang itu ke dalam sakunya, ujarnya

sambil tertawa:

"Aku bisa mengambil uang-uang itu pada waktu yang tepat

kemudian disebar dan di bagi-bagikan kepada orang-orang miskin

dengan demikian aku pun sudah membantu kau untuk meringankan

dosa-dosamu."

Sehabis berkata begitu, kakinya dengan sekuat

menginyak jalan darah Tan Thian Hiat pada tubuhnya.

tenaga

Seluruh tubuh Giok Bin Longcun hanya terlihat tergetar dengan

amat kerasnya, air muka yang semula pucat pasi kini berubah

semakin putih lagi, ujarnya dengan gemetar: "Bangsat . . kau

sungguh kejam."

Ti Then menarik kembali kakinya, sahutnya dengan amat dingin.

"Kau masih ada kesempatan hidup selama setengah jam, diluar

kota ada sebidang tanah pekuburan, kau cepatlah pergi ke sana

mencari satu tempat yang baik"

Dengan perlahan Giok Bin Langcun bangkit berdiri, dari mulutnya

menyembur keluar darah segar dengan amat derasnya, kemudian

dengan jalan sempoyongan dia membuka pintu kamar dan

menerjang ke luar dengan cepat, lenyap dari pandangan Wi Lian In

baru tersenyum, ujarnya.

"Inyakanmu tadi apa sungguh-sungguh bisa membinasakan

dirinya?"

"Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk: "sekali pun

dewa turun dari kahyangan pun tidak mungkin bisa menolong dia. ."

"Membasmi seorang bajingan cabul memang merupakan suatu

pekerjaan yang paling mulia."

"Ehm . .. . mari kita lanjutkan dahar kita. " ujar Ti Then kemudian

sambil membetulkan bangkunya yang rubuh ke tanah.

Keesokan harinya bengkak pada kaki Ti Then pun sudah kempis

kembali, kedua orang itu sesudah membayar rekening kamar

bersama sama berjalan meninggalkan kota itu.

Ujar wi Lian In ditengah perjalanan: "Perjalanan kita masih ada

tiga hari lamanya baru sampai dirumah, semoga saja jangan terjadi

urusan lagi."

"Aku kira tidak bisa terhindar lagi."

"Kau mengira masih ada orang yang akan menghalangi

perjalanan kita selanjutnya?"

"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.

Sepasang alis Wi Lian in dikerutkan kencang-kencang, sedang

senyuman yang menghiasi bibirnya pun bilang lenyap.

"Akibat yang diterima Kwan si Ngo Koay serta Giok Bin Langcun

apa belum cukup memberi peringatan kepada mereka"

"Mungkin ada sebagian yang merasa takut lalu mengundurkan

diri, tapi Majikan ular serta kakek kura-kura itu tidak akan

berpangku tangan" Tidak terasa perasaan sedih dan cemas

menghiasi seluruh wajah Wi Lian In.

"Dengan kepandaian silatmu saat ini sudah tentu tidak akan

takuti mereka berdua, tapi ular-ular berbisa dari Majikan ular itu

sukar untuk dihadapi, jika dia atur barisan selaksa ular ditengah

jalan lalu bagaimana dengan kita?"

"Begitu melihat mereka munculkan dirinya jangan segera turun

tangan melawan mereka, terjang dulu dua tiga li kemudian baru

berhenti dan lawan mereka, dengan demikian kita tidak mungkin

bisa terjerumus ke dalam barisan selaksa ular mereka lagi"

Wi Lian In mengangguk sesudah dirasanya cara ini sangat

beralasan sekali. "Kalau begitu baiknya kita berbuat seperti itu saja .

. ."

Kedua ekor kuda tunggangan mereka berdua dengan cepatnya

melanjutkan perjalanan ke depan, pada siang harinya sampailah

mereka disebuah kota kecil untuk beristirahat dan dahar, setengah

jam kemudian sekali lagi mereka menaiki kuda tunggangannya

melanjutkan perjalanan ke depan.

Sesudah keluar dari kota kecil itu bayangan asap rumah serta

manusia semakin lama semakin jarang dan akhirnya tidak terlihat

lagi sama sekali, pemandangan yang sunyi senyap disekeliling

tempat itu menambahkan suasana yang menyeramkan.

Agaknya di dalam hati Ti Then sudah merasakan sesuatu,

ujarnya kepada Wi Lian In dengan perlahan-

"Mulai sekarang kita harus bertindak lebih berhati hati lagi"

"Ehmmm . . ." sahut Wi Lian In sambil mengangguk. "Mungkin

sudah hampir tiba."

Setelah lewat setengah li kemudian di hadapan mereka berdua

ternyata tidak salah lagi muncul seseorang yang berdiri dengan

tegaknya ditengah jalan..

-0000000-

Muncul pengemis yang sudah amat tua dengan rambut yang

sudah memutih semua.

Pada tangannya mencekal sebuah tongkat kayu pada tubuhnya

memakai baju dari bahan yang amat kasar dan kuat, panca

inderanya tidak begitu jelek sekali hanya saja pada wajahnya

terlihat beberapa bekas kulit yang memutih sehingga wajahnya

kelihatan seperti peri yang baru muncul dari kuburan.

Begitu Ti Then melihat orang munculkan diri ternyata seorang

pengemis tua dalam hati sedikit merasa diluar dugaan, dia sama

sekali tidak bisa mengingat kembali apakah di dalam Bu lim ada

manusia semacam ini, karenanya dengan suara yang perlahan

tanyanya pada Wi Lian In. "Tahukah kau siapa orang itu?"

"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Aku belum

pernah dengar di dalam Bu lim ada seorang nenek yang jadi

pengemis"

"Dia menghalangi perjalanan kita agaknya mengandung niat

jahat"

"Seorang nenek pengemis yang tidak diketahui asal usulnya buat

apa kita takuti dirinya, nanti biar aku yang hadapi dia"

Ketika mereka berdua berbicara sampai di situ tunggangan

mereka sudah tiba di hadapan nenek pengemis itu.

Ti Thenlah yang pertama-tama menahan tali les kudanya, sambil

memberi hormat ujarnya: " Entah bagaimana sebutan Toa nio ini?

Kenapa menghalangi perjalanan kita?"

"Aku disebut orang sebagai Tang Lo Kui so atau nenek iblis

penghalang jalan" sahut nenek pengemis itu dengan air muka tidak

berubah sedikit pun juga, "selamanya pekerjaanku adalah minta

sedekah pada orang-orang yang melakukan perjalanan"

"Ha ha ha ha . ." tidak tertahan Ti Then tertawa terbahak-bahak.

"Dengan menghalangi orang yang melakukan perjalanan hanya

untuk minta sedekah bukankah terlalu tidak pakai aturan?"

"Perkataan dari siauw Ke heng ini sedikit pun tidak salah" sahut

Nenek iblis penghalang jalan itu sambil tertawa juga. "Hanya saja

dengan cara ini minta sedekah selamanya aku belum pernah

meleset"

"Lalu Toa nio inginkah apa?"

"Biarlah siauw ko sembarang beri apa saja"

Mendengar jawaban itu diam-diam Ti Then menggerutu, dengan

nada mencoba tanyanya lagi.

"Toa nio inginkan uang atau barang yang lain?"

"Mau uang." sahut Nenek iblis penghalang jalan itu "Tapi bila di

dalam tubuh siauw ko ada barang yang jauh lebih berharga dari

uang perak sedang siauw ko rela diserahkan padaku maka aku akan

menerimanya dengan penuh perasaan gembira."

"Cayhe hanya

ada lagi."

punya uang perak saja, barang yang lain tidak

"Kalau begitu beri aku uang perak itu saja."

"Ehmmm . . . kenalkah Toa nlo kepada cayhe?"

"Tidak." sahut nenek iblis penghalang jalan itu. "selamanya aku

tidak pernah punya pikiran untuk kenal dengan siapa pun juga." Ti

Then termenung berpikir sebentar.

"Jika cayhe tidak beri uang kepada mu, kau punya niat berbuat

apa?"

"He he he . . . ." Tertawa nenek iblis penghalang jalan itu dengan

amat seramnya. "sesudah bertemu nenek iblis penghalang jalan jika

tidak mau bongkar harta sendiri untuk menderma, hal itu

merupakan pekerjaan seorang yang amat tolol."

"Ha ha ha . . . bukannya cayhe sayang terhadap beberapa tahil

uang perak tersebut, aku takut Toa nio tidak pandang sebelah mata

pun terhadap uangku itu."

"Hal ini harus tergantung pada siauwko mau beri berapa, kalau

beberapa tahil perak saja sudah tentu aku tidak akan mau."

Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak

seberat sepuluh tahil kemudian dilemparkan kearahnya. "Sepuluh

tahil perak ini coba Toa aio lihat cukup tidak ??"

Nenek iblis penghalang jalan itu segera menyambut uang yang

dilempar kearahnya itu, sesudah ditimang timang beberapa saat

ditangannya segera dilempar kembali kearah Ti Then, ujarnya:

"Aku kembalikan padamu, terlalu ringan."

"Sebetuinya Toa nio minta berapa baru merasa puas" Tanya Ti

Then sambil menerima kembali uang peraknya itu. "Paling sedikit

seratus tahil perak."

Mendengar perkataan itu Wi Lian in yang berada disisi Ti Then

menjadi amat gusar, bentaknya dengan nyaring:

"Nenek jelek, aku lihat matamu sudah buta agaknya, baiklah, aku

beri barang ini saja kepadamu."

Tubuhnya yang kecil ramping dengan cepat melayang turun dari

atas tunggangannya, serentetan sinar putih berkelebat dari

pinggangnya, dengan kecepatan yang luar biasa menotok ke

hadapan tubuh nenek iblis penghalang jalan itu.

Nenek iblis penghalang jalan hanya tertawa terkekeh kekeh

dengan seramnya, tubuhnya dengan cepat meloncat mundur

beberapa kaki ke belakang sedang mulutnya teriaknya dengan

keras:

"Tunggu sebentar, kau sudah tidak maui nyawa kekasihmu itu

???"

Wi Lian In yang mendengar perkataannya sedikit mengherankan

menjadi melengak, sambil menghentikan serangannya dengan gusar

tanyanya: "Kau bilang apa ???"

"Jika dia tidak aku beri obat penawar nyawanya tidak akan kuat

bertahan satu jam lagi" . sahut nenek iblis penghalang jalan itu

sambil menuding kearah Ti Then-

"Omongan nenekmu"

Pedang panjangnya

kearahnya.

digetarkan,

sekali

lagi

dia

menubruk

Dengan cepat seru Ti Then begitu melihat gerakannya itu:

"Jangan bergerak, perkataan dari Toa nio ini sedikit pun tidak

salah."

Begitu Wi Lian In mendengar Ti Then mengakui perkataannya itu

dalam hati menjadi sangat terkejut, dengan gugup dia menahan

serangannya kemudian menoleh kearah Ti Then-"Sudah terjadi

urusan apa??"

"Aku terkena racun yang berbahaya.."

"Kau terkena racun ?? " tanya Wi Lian In melengak.

"Benar." sahut Ti Then sambii mengangguk. Toa nio ini sesudah

menerima uang perak itu secara diam-diam sudah melapisi uang itu

dengan semacam racun yang sangat berbahaya kemudian baru

dikembalikan kepadaku, kini tangan kananku sudah kaku tidak

sanggup diangkat kembali"

Lengan kanannya dengan lemas melurus ke bawah tanpa

bergerak, agaknya memang benar sudah terkena racun.

Seketika itu juga Wi Lian in menjadi amat gusar sekali, sambil

menuding ke arah nenek iblis penghalang jalan itu makinya.

" Nenek jelek terkutuk, kau berani menggunakan cara yang kotor

melukai orang lain . . . . . aku adu jiwa dengan kau"

Tubuhnya sekali lagi menerjang ke depan, pedangnya dengan

kecepatan bagaikan kilat menusuk dadanya.” Jangan bergerak" seru

Ti Then cepat.

Terpaksa Wi Lian In menghentikan gerakannya kembali, dengan

uring-uringan serunya "Kau takut apa? sesudah ahu bunuh nenek

busuk ini segera aku rebut obat penawar itu untuk mengobati kau"

"Tidak mungkin . .." seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "..

Terlambat. . Racun Toa nio ini sangat lihay sekali, kini racun itu

sudah meresap ke dalam badanku"

"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In dengan perasaan

terkejut bercampur cemas...

Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya memandang nenek

iblis penghalang jalan itu, sambil tertawa sedih ujarnya:

"Toa- nio racunmu ini apa namanya. . ternyata begini lihay

kerjanya"

"He he he . . ." Tertawa lagi nenek iblis penghalang jalan itu

dengan amat menyeramkan. "obat itu adalah suc Hun si Kok bun

atau racun pencabut sukma penghancur tulang, cukup terkena

sedikit saja sudah lebih dari cukup untuk membunuh seseorang."

Tubuh Ti Then bergoyang dengan kerasnya, tanyanya lagi.

"Toa nio, kenapa kau mau bunuh aku dengan menggunakan

racun itu?"

"He he he . . . aku belum tentu pasti membunuh kau, asalkan

kau bisa mengabulkan permintaanku segera akan memperoleh obat

penawar tersebut."

"Seratus tahil uang perak itu?"

"Itu hanya omongan guyon saja." Sahut nenek iblis penghalang-

jalan itu sambil gelengkan kepalanya, "Sekali pun kau beri selaksa

tahil uang perak kepadaku belum tentu aku mau menerimanya. ."

"Kalau begitu apa yang dimaui Toa nio?"

"Kitab pusaka Ie cin Keng. ."

"Heeei .... sayang . . . sayang. ." Seru Ti Then sambil menghela

napas panjang. "Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah tidak berada

ditanganku lagi"

"Hmmm . . . hmmm . . jangan menipu aku, kitab pusaka Ie cin

Keng saat ini masih berada tanganmu"

"Sungguh." seru Ti Then dengan air muka serius. "Kemarin ketika

masih berada di dalam kota Ho Kiang Sian secara diam-diam cayhe

sudah suruh seseorang mengirim kitab pusaka Ie cin Keng itu bawa

pulang ke dalam Benteng Pek Kiam Po." Dengan sangat dingin

nenek iblis penghalang jalan itu mendengus.

"Kau perbolehkan aku memeriksa badanmu?"

"Boleh . . boleh. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Jika kau

temukan maka aku akan sembahkan kitab itu kepadamu tanpa

syarat."

Ketika nenek iblis penghalang jalan itu mendengar dia menyawab

dengan begitu ringannya dalam hati dia sedikit percaya juga,

ujarnya kemudian.

"Baiklah, aku mau percaya omonganmu itu. sekalang aku mau

beri waktu pada kalian berdua. Kau harus mengusahakan di dalam

dua hari ini mengejar kembali kitab pusaka Ie Cin Keng itu."

"Tapi orang itu sudah berangkat satu hari satu malam,

bagaimana aku bisa mengejarnya?"

"Hemmm . . . mudah sekali." sahut ttenek iblis penghalang jalan

itu sambil menunjuk kearah Wi Lian in- "Kuda tunggangan budak itu

merupakan seekor kuda jempolan, seharusnya dia bisa mengejar

orang itu."

"Tapi kau sudah bilang aku hanya bisa bertahan satu jam saja . .

. ."

"Kau suruh dia pergi kejar." potong nenek iblis penghalang jalan

itu dengan cepat, "sedang kau tinggal bersamaku, aku bisa memberi

sedikit obat penawar untukmu sehingga racun itu tidak sampai

bekerja lebih cepat"

"Ehmm . . . suatu ide yang sangat bagus" sahut Ti Then sambil

mengangguk.

"Jika kau sudah setuju cepat suruh dia berangkat."

Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lian In, ujarnya:

"Nona Wi, kau pergilah mengejar orang itu kembali."

"Tapi setelah aku berhasil mengejar orang itu, kita harus bertemu

dimana?"

Deggan menggunakan tongkatnya nenek iblis penghalang jalan

itu menuding ke arah utara, ujarnya:

"Di sebelah sana ada sebuah hutan cemara yang sangat rapat,

kau sudah dapat melihat belum?"

Segera Wi Lian in menoleh kearah yang ditunjuk. terlihatlah

kurang lebih satu li dari tempat itu terdapat sebidang tanah yang

ditumbuhi pohon cemara dengan rapatnya, segera dia mengangguk.

"Ehmm ... sudah tahu"

"Kita akan menanti kau di dalam sebuah kuil bobrok ditengah

pohon cemara itu, Pada hari lusa saat seperti ini jika aku tidak

melihat kau kembali dengan membawa kitab pusaka Ie Cin Keng itu

maka aku segera akan bunuh mati dia"

Wi Lian in tidak mengucapkan kata-kata lagi, segera dia meloncat

naik ke atas kuda Ang san Kheknya dan dilarikan dengan cepat ke

depan.

Nenek iblis penghalang jalan itu sesudah melihat bayangan wi

Lian in lenyap dari pandangan barulah ujarnya kepada Ti Then-

"Ayoh jalan, kita tunggu di dalam kuil bobrok itu"

"Cayhe kini merasa setengah badan sudah menjadi kaku, jika

naik kuda mungkin bergerak sedikit saja segera akan terjatuh"

"Tangan kirimu masih bebas, gunakan tangan kirimu untuk

mencekal tali les kuda"

"Bukankah kau bisa beri aku sedikit obat pemunah?"

"Tunggu sesudah tiba di dalam kuil bobrok itu kita bicarakan lagi"

Ti Then tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa mengikuti

perkataannya dengan menggunakan tangan kiri mencekal tali les

kuda, sesudah duduk tenang barulah dengan perlahan dia jalankan

kudanya menuju kearah hutan cemara itu.

Nenek iblis penghalang jalan pun segera mengikuti dari belakang

tubuhnya, ujarnya dengan geram... "Hey cepat sedikit larinya,

jangan perlahan lahan seperti itu."

Ti Then tetap tidak ambil perduli dengan perlahannya dia maju

ke depan, ujarnya kemudian-

"sungguh aneh sekali, dahulu bagai mana cayhe belum pernah

dengar sebutan Toa nio ini ??"

"Dulu aku tidak disebut Nenek iblis penghalang jalan"

"Lalu siapa nama Toa nio yang sebetuinya ??"

"Aku sudah ada dua puluh tahun lamanya tidak pernah berkelana

di dalam dunia kangouw, Pada dua puluh tahun yang lalu aku

disebut sebagai "Tok Mey Jin" atau perempuan cantik berbisa."

"Oooh . ." seru Ti Then kaget. "Kiranya Toa nio adalah Tok Mey

Jin yang pernah menggetarkan dunia kangouw Pada masa yang

silam, tapi . . . cayhe dengar sewaktu muda Toa nio sangat cantik

sekali bagaimana kini bisa berubah menjadi begini rupa ???."

"Kau tanya belang-belang putih Pada wajah ku ini??."

"Benar, kenapa bisa begitu??."

"Sesudah kau ketahui sebutanku, sudah tentu tahu juga ilmu

andalanku yang paling utama bukan ??"

"Tahu" sahut Ti Then sambil mengangguk. . "Katanya Toa nio

paling gemar menyelidiki berbagai macam racun, kau adalah jago

ahli di dalam penggunaan racun".

"Belang-belang putih pada wajahku ini akibat dari penyelidikan

racun-racun itu."

"Ooooh kiranya begitu" seru Ti Then sambil memandang kearah

wajahnya.

"Hanya dikarenakan gemar bermain racun mengakibatkan wajah

yang cantik menjadi jelek, bukankah hal itu terlalu sayang???"

"Sudah tentu sedikit tidak berharga, hanya saja akhirnya aku

berhasil membuat suatu racun yang tanpa bandingan di dalam Bu

lim pada saat ini."

"Tapi apa gunanya???"

"Hmm.. . hmm... jika tidak berguna ini hari kau tidak akan

mengikuti aku dengan demikian penurutnya . "

"Aduh. . . celaka. ." Teriak Ti Then tiba-tiba. "Kaki kiriku sudah

tidak bisa bergerak lagi."

"Jangan berteriak lagi, nanti sesudah sampai dikuil aku beri kau

sedikit obat penawarnya"

Sesaat mereka bercakap cakap itulah mereka berdua sudah

memasuki hutan cemara itu.

Kuil bobrok yang dimaksud merupakan kuil gunung yang terletak

ditengah tengah hutan cemara itu, walau pun dari luaran

kelihatannya sudah rusak dan hampir roboh tapi masih cukup aman

untuk digunakan sebagai tempat meneduh dari hujan-

Sesampainya di depan kuil itu Ti Then hanya merasakan

sepasang kakinya sudah menjadi kaku tidak bisa bergerak lagi,

ujarnya kemudian sambil memegang kencang kudanya. "Aku tidak

bisa bergerak lagi."

Nenek iblis penghalang jalan itu segera mencengkeram baju

punggungnya kemudian menyeret dia ke dalam kuil tersebut. Tapi

baru saja berjalan hingga ruangan dalam mendadak matanya

terbentur dengan sesuatu. secara mendadak air mukanya berubah

sangat hebat teriaknya.

"Bagus sekali, siapa yang tidak tahu diri ..."

Berbicara sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya tergetar

amat hebat kemudian rubuh terjengkang dengan perlahan kearah

depan-

Kiranya dia sudah melihat di atas dinding di dalam ruangan kuil

itu tertuliskan delapan hurup yang amat besar .

" Nenek iblis penghalang jalan, saat kematianmu sudah tiba."

Hanya saja untuk sesaat lamanya dia sama sekali tidak menduga

kalau di dalam kuil itu sudah bersembunyi seorang musuh pada saat

dia memaki dengan perasaan gusar bercampur terkejut itulah

terlihatlah sesosok bayangan tubuh manusia secara mendadak

berkelebat dari belakang pintu kuil, satu kali totokan dengan tepat

menghajar jalan darah Yu Ming Hiat pada punggungnya .

Karenanya sebelum dia selesai berbicara tubuhnya sudah rubuh

ke atas tanah.

Orang yang bersembunyi di balik pintu kuil kemuuian

membokong melancarkan serangan kearah Nenek iblis penghalang

jalan itu bukan orang lain melainkan Wi Lian in adanya.

Tubuh Ti Then ikut dengan Nenek iblis penghalang jalan itu

rubuh ke atas tanah ujarnya sambil tertawa:

"Sejak tadi sulah kuduga kau bisa berbuat begini."

Sambil tersenyum Wi Lian in membimbing dia bangkit berdiri.

"Bagaimana rasanya sekarang????"

"Seluruh badanku tidak bisa bergerak lagi".

Wi Lian In segera membimbing tubuhnya bersandar Pada dinding

kuil kemudian membalikan badan nenek iblis penghalang jalan itu,

tangannya dimasukan ke dalam sakunya mengambil keluar tiga

buah botol kecil yang terbuat dari batu pualam.

Terlihatlah di dalam ketiga botol itu berisikan obat-obat bubuk

dengan warna kuning, putih serta hitam, Melihat hal itu tanpa terasa

lagi dia mengerutkan alisnya rapat-rapat. "Heeei . . yang mana

merupakan obat penawar?" tanyanya. "Lebih baik sadarkan dia

terlebih dulu kemudian baru bertanya lebih jelas"

Wi Lian In terpaksa meletakan kembali ketiga buah botol

porselen itu, sesudah menotok jalan darah kaku pada tubuh Nenek

iblis penghalang jalan itu barulah dia membebaskan jalan darah Yi

Ming Hiat nya.

"Hei . . kali ini kau yang sudah menolong jiwaku" Ujar Ti Then

sambil menghela napas panjang. "seharusnya kali ini aku

mengucapkan terima kasih kepadamu"

"Hemm, kenapa sungkan-sungkan begini"

Ti Then tersenyum, dengan cepat dia berganti bahan pokok

pembicaraan.

" Nenek iblis penghalang jalan ini sebetulnya merupakan Tok May

Jin Han Giok Bwe yang pernah menggetarkan dunia kangouw pada

masa yang silam, tentu kau pernah dengar sebutan itu bukan?"

"Oooh" jerit Wi Lian in dengan amat terkejut. "Tapi aku dengar

Tok May Jin Han Giok Bwe merupakan seorang yang paling cantik

dalam dunia kangouw sedangkan dia kini merupakan seorang nenek

yang amat jelek?"

"Dia bilang belang-belang putih pada wajahnya itu merupakan

akibat dari percobaannya terhadap obat beracun-"

"Tidak aneh kalau dia sangat lama tidak munculkan dirinya di

dalam Bu lim, kiranya dia malu untuk bertemu dengan orang . . .

Hmm, kau sudah sadar kembali"

"Tidak salah," Nenek iblis penghalang jalan itu memang sudah

sadar kembali.

Agaknya dia sedang berusaha menggerakkan tubuhnya,

terlihatlah pada belang-belang putih pada wajahnya itu memancar

keluar sinar merah yang samar-samar. Makinya dengan amat gusar.

"Budak jelek, kiranya kau"

Wi Lian In segera maju ke depan menggampar pipinya dengan

amat keras. "Ayoh maki lagi, aku segera akan cabut mulutmu" .

Terpaksa Nenek iblis penghalang jalan itu mendengus saja tanpa

berani memaki lagi.

"Hey aku tanya kau, kau mau mati atau mau hidup???" Tanya Wi

Lian In dengan keren.

"Aku pilih mati, cepat kau turun tangan-"

Wi Lian in menjadi melengak "Kau cari mati??"

"Ehmm. . . ."

Wi Lian In mengambil kembali ketiga buah botol dari atas tanah,

tanyanya:

"Ketiga macam obat bubuk ini yang mana merupakan obat

penawar ??"

"Tidak tahu"

Wi Lian In menjadi amat gusar, bentaknya setengah menjerit:

"Kamu tidak mau bilang nanti aku bunuh kau. ."

"Ehmm ..... hemmm tunggu apa lagi ???"

Melihat sifatnya yang ketus seperti batu cadas itu untuk beberapa

saat Wi Lian In dibuat serba salah, sambil menggigit kencang

bibirnya kemudian baru ujarnya lagi.

"Asal kau mau beritahu botol yang mana berisikan obat penawar,

bagaimana kalau aku lepaskan kau?"

" Hemmm . . hemmm . . . jangan harap" sahut nenek iblis

penghalang jalan itu tetap dengan nada yang amat dingin-

Wi Lian in dibuat tidak bisa berkutik lagi, terpaksa dia menoleh

kearah Ti Then minta pendapatnya.

"Dia tidak mau mengaku botol yang mana berisi obat penawar,

lalu bagaimana baiknya?"

"Kau dengar saja perintahku kemudian melaksanakannya . ..

sekarang cabut pedangmu."

Wi Lian In menurut dan mencabut keluar pedangnya dari dalam

sarung. " Kemudian ?"

"Kerek keluar biji matanya"

Wi Lian In segera menempelkan ujung pedangnya ke pinggiran

kulit mata sebelah kanan Nenek iblis penghalang jalan itu, lagaknya

seperti sungguh-sungguh hendak mengorek keluar biji matanya.

Air muka nenek iblis penghalang jalan itu segera berubah pucat

pasi bagaikan mayat, teriaknya ngeri. "Jangan . . aku nanti beri

tahu"

"Hmm . . cepat katakan-"

"Bubuk yang kuning adalah obat penawar itu"

"Lalu bagaimana cara menelannya?" tanya Wi Lian In lagi sambil

menarik kembali pedangnya.

"Hmm . ." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu dengan

gemasnya. "Minumkan satu tetes sudah cukup"

Dengan cepat Wi Lian in mengeluarkan bubuk obat berwarna

kuning itu pada telapak tangannya kemudian disodorkan ke

hadapan Ti Then-"Kau bukalah mututmu, biar aku yang bantu kau."

"Tidak, berikan dia terlebih dulu"

Wi Lian In berpikir cara ini pun memang benar, maka dengan

langkah perlahan dia berjalan kembali ke samping tubuh nenek iblis

penghalang jalan itu, bentaknya. "Buka mulutmu, cepat kau makan

dulu obatmu ini"

"Heeei . . sudahlah, tidak kusangka kegagahanku pada masa

yang silam harus habis dihari ini. . Hoi. . bubuk putih itu baru obat

penawar yang sebenarnya"

"Nenek busuk." Maki Wi Lian in dengan gusar. "Jika bukannya Ti

Toako selalu waspada kurang sedikit kau tipu mentah-mentah lagi"

Sehabis berkata dia membuang botol obat berwarna kuning itu

ke atas tanah dan mengambil bubuk yang berwarna putih, sesudah

mengeluarkan sedikit diangsurkan kedekat mulutnya.

"Ayooh... kau makan dulu obat ini"

Nenek iblis penghalang jalan itu tidak melawan, dengan buka

mulutnya lebar-lebar dia menelan habis obat bubuk itu.

Setelah ditunggu beb erapa saat Wi Lian in tetap tidak melihat

perubahan apa pun pada dirinya, barulah dia mengeluarkan lagi

bubuk itu dan diberikan pada Ti Then-

Begitu obat itu masuk ke dalam mulutnya Ti Then segera

merasakan suatu hawa dingin merembes masuk ke dalam perutnya

kemudian hawa dingin itu berubah menjadi suatu aliran yang amat

pangs mengaliri seluruh badannya, dalam hati dla tahu obat itu

memang betul-betul obat penawar, tanyanya kemudian-

"Hoy nenek iblis penghalang jalan, bubuk kuning itu sebetuinya

obat apa?"

"Mie Hun Yok atau obat pembingung sukma, siapa saja yang

menelan obat itu segera akan menjadi gila."

"Ehmm . . . lalu bubuk hitam itu adalah bubuk sun Hun si Kok

hun tersebut?"

Baru saja nenek iblis penghalang jalan itu hendak memberikan

jawabannya mendadak seperti sudah mendengar sesuatu air

mukanya terlihat berubah sangat hebat sekali, dengan perasaan

terkejut bercampur cemas ujarnya:

"Aduh celaka. Hey budak cepat bebaskan jalan darahku, kalian

segera akan berubah menjadi setumpukan tulang-tulang putih."

Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan amat serius tidak

urung wi Lian in dibuat merasa terkejut juga, bentaknya: "Kau

jangan omong kosong"

"Benar" seru Ti Then juga. "Hoy nenek iblis penghalang jalan apa

arti perkataanmu itu ? Kenapa kalau kita tidak bebaskan jalan

darahmu maka kita akan berubah menjadi tulang-tulang putih?"

"Yu Toa Hay sudah bawa kawanan ular berbisanya kemari"

"Sungguh??" Tanya Ti Then dengan amat terperanyat sehingga

hampir-hampir meloncat bangun- "Kenapa aku sama sekali tidak

dengar suaranya?"

"Dia masih berada kurang lebih ratusan kaki jauhnya dari kuil ini,

sudah tentu kau tidak mungkin bisa dengar."

"Lalu bagaimana kau bisa mendengar suaranya? " Tanya Ti Then

dengan penuh keheranan-

"Aku sendiri juga tidak dengar, tapi ketika tadi ada angin yang

bertiup datang ditengah tiupan angin itu secara samar-samar

membawa bau yang amat amis sekali. Ular- ular berbisa dari

Majikan ular Yu Toa Hay itu aku paling jelas mengetahuinya, hawa

itu memang tidak salah lagi bau dari ular-ular berbisanya." Berbicara

sampai di sini dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi: "

Cepat bebaskan aku kalau tidak mungkin akan terlambat."

Dengan perlahan Ti Then bangkit dan berjalan keluar dari kuil

untuk melihat ujarnya kemudian sambil kembali ke dalam ruangan.

"Tentu dia atur barisan selaksa ularnya terlebih dahulu

disekeliling kuil ini dengan perlahan-lahan, jika kau tidak percaya

omonganku nanti jangan menyesal"

"Aku bisa percaya omonganmu itu, tapi menunggu sesudah dia

munculkan diri baru bebaskan dirimu kiranya juga belum terlambat."

"Tapi sesudah kau melihat munculnya dia saat itu sudah sangat

terlambat" ujar nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat gusar.

"Yaaah . . . terserah." seru Ti Then sambil angkat bahunya.

"Kemarin pagi aku sudah pernah menyajal ular- ular beracunnya,

walau pun aku tergigit oleh ularnya itu tapi tidak selihay apa yang

aku duga sebelumnya, aku percaya masih punya kekuatan untuk

melawan mereka."

Sebaliknya ketika Wi Lian In mendengar mereka sedang

membicarakan soal ular air mukanya tidak terasa berubah menjadi

amat murung. ujarnya dengan cemas. "Kini kau sudah bisa turun

tangan belum?"

"Sudah". sahut Ti Then sambil mengangguk. "Seluruh badanku

sudah bisa bergerak semua. ."

"Hemmm . . hemmm . . , kau jangan terlalu tidak pandang

barisan selaksa ularnya majikan ular itu." Timbrung nenek iblis

penghalang jalan itu sambil mendengus. . "Keadaan pada kemarin

pagi aku sudah melihat semuanya, saat itu majikan ular tidak

berada di atas bukit itu sedang di atas bukit pun banyak tumbuh

bambu dengan lebatnya sehingga kau masih bisa menggunakan

ilmu meringankan tubuhmu untuk melarikan diri, tapi situasi pada

tempat ini sangat lain-" Ti Then tersenyum.

"Sekali pun tidak sama aku juga ingin menyajal, melarikan diri

bagaimana pun juga bukan suatu cara yang tepat."

"Hemm . . . di dalam dunia kangouw saat ini hanya aku seorang

yang bisa memecahkan barisan selaksa ularnya Majikan ular itu,jika

kau pingin bertempur melawan mereka tentu akan menemui binasa"

Mendengar perkataan itu dalam hati diam-diam Ti Then merasa

sedikit bergerak. sambil memandang tajam wajahnya dia bertanya

lagi.

" Kau punya cara apa untuk menolak dan memecahkan barisan

selaksa ularnya"

"Kau bebaskan jalan darahku

melaksanakannya untuk kalian lihat."

dulu,

aku

segera

akan

"Tidak." sahut Ti Then ketus. "Kau bicara lebih dulu."

" Kalau aku beritahukan kepadamu kau mau melepaskan aku

tidak???"

"Asalkan kau tidak cari gara-gara lagi kepadaku untuk minta kitab

pusaka Ie cin Keng yang kau maksud itu sudah tentu aku mau

melepaskan kau pergi"

Nenek iblis penghalang jalan menundukkan kepalanya termenung

berpikir sebentar kemudian barulah sabutnya:

"Baiklah, bubuk obat berwarna kuning itu bisa melawan barisan

selaksa ularnya Majikan ular, cepat kau ambil bubuk itu dan

sebarkan disekeliling kuil, dengan demikian kita tidak akan takut lagi

terhadap serangan ular-ular berbisa itu."

000000

BAGIAN 19

TI THEN segera memungut botol yang berisikan bubuk bewarna

kuning itu, sambil memperhatikan botol tersebut ujarnya.

"Tadi kau bilang isi bubuk kuning ini adalah obat Mie Hun Yok.

apa bubuk ini juga bisa digunakan untuk memabokkah ular- ular

berbisa?"

"Tidak salah. .." sahut nenek iblis penghalang jalan itu sambil

mengangguk.

"Bubuk Mie Hun Yok ku itu bisa membuat kesadaran orang

menjadi kacau, juga bisa digunakan pula untuk menggilakan

binatang-binatang buas."

"Tapi jika ular- ular berbisa itu menjadi gila, bukankah malah

semakin sukar untuk menghadapinya? "

"Di dalam bubuk kuning itu sudah aku campur dengan belerang,

jika ular- ular berbisa itu mencium baunya belerang mereka tidak

akan berani menyerbu ke dalam kuil lagi . . . sudahlah, jika kau

tidak mau membebaskan jalan darahku, cepatlah sebarkan bubuk

kuning itu disekeliling kuil, jangan banyak omong lagi."

Ti Then tersenyum, segera dia meloncat ketengah kuil dan

membuang penutup botolnya, sesudah itu barulah menyebarkan

bubuk kuning tersebut kesekeliling kuil bobrok itu, di dalam sekejap

saja sudah terlihatlah bubuk kuning itu dengan berbentuk lingkaran

melingkari kuil itu. Ujarnya kemudian- .

"Hei nenek iblis penghalang jalan, aku mau beritahu sesuatu

urusan kepadamu"

"Hemm . . kau mau ingkari omonganmu" Dengus nenek iblis

penghalang jalan itu dengan amat dingin..

"Bukan, nanti sesudah menghancurkan barisan selaksa ularnya

Majikan ular aku segera akan melepaskan kau pergi, aku mau bilang

sebetuinya aku tidak memperoleh itu kitab pusaka Ie Cin Keng

seperti yang sudah disiarkan di dalam Bu lim, berita itu sengaja

disebarkan oleh setan pengecut serta si naga mega Hong Mong Ling

dari benteng Pek Kiam Po untuk bertujuan mencelakaiku"

"Hemm . . siapa itu setan pengecut?" tanya nenek iblis

penghalang jalan itu lagi sambil mendengus.

"Tidak tahu, dia memakai sebuah kerudung dari kain hitam pada

wajahnya sehingga tidak kelihatan air muka yang sebetuinya,

karena itu aku memanggil dia sebagai si setan pengecut, dia

menyelusup masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po menculik pergi

nona Wi, akhirnya aku temui mereka dan melukai sedikit kulit kulit

kepalanya dan menolong nona Wi kembali, mungkin karena dia

tidak bisa mengalahkan aku sengaja sekongkol dengan Hong Mong

Ling menyebarkan berita kosong itu, mengatakan aku sudah

memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng yang sudah lama hilang itu"

"Aku pernah dengar katanya Hong Mong Ling itu hendak

dikawinkan dengan nona Wi ini, bagaimana secara mendadak bisa

bentrok dengan pihak Benteng Pek Kiam Po?"

"Soal ini .." sahut Ti Then tersenyum. "Sebenarnya soal ini

dikarenakan sifatnya yang jelek dan suka pelesir, sering sekali

secara diam-diam dia keluar dari Benteng cari perempuan, berita ini

akhirnya diketahui nona Wi sehingga begitulah Wi Pocu di dalam

keadaan gusar sudah putuskan hubungan ini, dia mengira akulah

yang sudah merusak hubungannya itu karenanya di dalam keadaan

gusar sudah melakukan pekerjaan ini"

"Walau pun aku tidak tahu jelas persoalannya, tapi kau memang

mungkin sengaja hendak merusak perkawinan mereka"

"Benar atau bukan aku wegah debat dengan kau, asalkan kau

mau percaya kalau aku tidak mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng

itu sebentar lagi pasti aku lepaskan kau pergi, setelah itu aku harap

kau jangan datang mencari gara-gara lagi kalau tidak jangan

salahkan pedangku tidak kenal am pun. Aku sudah bunuh mati tiga

orang kini tidak mungkin akan memperlakukan istimewa terhadap

dirimu..."

Baru saja dia selesai berbicara mendadak terdengar suara

mendesis yang sangat perlahan tapi ramai berkumandang datang

dari delapan penjuru angin-Air muka Wi Lian In berubah amat

hebat, teriaknya: "Majikan ular sudah datang"

Dengan perlahan Ti Then mencabut ke luar pedangnya, ujarnya

sambil tertawa dingin-"Lebih balk kakek kura-kura Phu Tong song

itu pun ikut datang kemari"

Baru saja dia bicara terdengarlah si majikan ular Yu Toa Hay

sudah berteriak dengan amat keras dari luar kuil:

"Hey nenek tua yang berada di dalam kuil, cepat keluar untuk

bicara"

"Hmmm . . . hmmm . . . kalau mau buang kentut cepat

dilepaskan- balas nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat

dingin.

Majikan ular Yu Toa Hay berdiam sebentar tidak bicara,

kemudian ujarnya lagi: " Kenapa kau tidak keluar"

"Homm . . .jika mau temul aku cepat bergelinding masuk. ."

"Ha ha ha ha . . . baiklah. ." sahut majikan ular Yu Toa Hay

sambil tertawa terbahak bahak. "Kita bicara secara begitu pun boleh

juga, sekarang beritahu dulu pada lohu kau menyebut dirimu

sebagai Nenek iblis penghalang jalan tapi selamanya Lohu belum

pernah mendengar sebutan ini di dalam Bu lim, siapa sebetulnya

kau ??"

"Hei manusia jelek jangan berkentut di sana, orang lain mungkin

takuti kau sebagai Majikan ular tapi aku tidak akan takut."

"Ha ha ha . . . kalau tidak takut kenapa tidak berani keluar untuk

bertemu ?"

Dengan perlahan Nenek iblis penghalang jalan itu menoleh

kearah Ti Then sambil ujarnya dengan perlahan

" Cepat bebaskan totokan jalan darahku, biar aku keluar

menemui bangsat jelek itu"

"Tidak bisa" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Jika kau

berbalik muka dan berdiri satu garis dengan mereka bukankah

menambah kerepotan bagiku." Nenek iblis penghalang jalan itu

menjadi teramat gusar.

"Kau sudah sebarkan bubuk Mie Hun Yok itu disekeliling kuil,

masih takut apa lagi?"

Ti Then dengan perlahan menyandarkan tubuhnya ke samping

jendela dekat pintu kuil itu untuk melongok ke depan, terlihatlah

majikan ular Yu Toa Hay sedang berdiri kurang lebih sepuluh kaki

dari kuil bobrok dimana mereka berada, sedang ular-ular

beracunnya persis berdiri di depannya menanti perintah

penyerbuan, segera dia mengundurkan kembali kesisi nenek iblis

penghalang jalan itu sambil sahutnya dengan perlahan-

"Ular-ular beracunnya kini berada kurang lebih lima kaki dari

bubuk Mie Hun Yok yang kita sebar pada sekeliling kuil ini sedang

dia pun masih berdiam diri menanti. Aku harus menunggu dulu

kehebatan dari obat Mie Hun Yok mu itu, jika sudah membuktikan

kalau bubuk itu cukup untuk menahan serangan ular-ular itu,

barulah aku mau bebaskan dirimu."

"Hmmm . .." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu sedikit

mangkel "Kau bangsat cilik sungguh banyak curiga, apa kau kira aku

sudah menipu kalian-"

"Hm jika kau tidak pandai menipu orang, aku pun tidak akan

terkena racun sue hun si Kok bun mu yang lihay itu"

Baru dia selesai bicara terdengar majikan ular Yu Toa Hay yang

berada diluar kuil sudah menggember dengan keras: "Hoi Nenek

jelek, kenapa kau tidak bicara?"

"Mataku sudah mulai mengantuk. malas kalau suruh bicara

dengan kau tua bangkotan"

"Kau apakan bangsat cilik itu?"

"Dia belum mati"

"Hei nenek jelek" seru majikan ular lagi dengan keras. "Kau

percaya budak itu sungguh-sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie

Cin Keng itu untukmu?"

"Sudah tentu"

"Lohu beritahu padamu, kau sudah tertipu"

"Ooh begitu??" sahut Nenek iblis pengbalang jalan itu dengan

perasaan wegah.

"Pagi ini Kakek kura-kura pernah mengikuti jejak mereka sejak

meninggalkan kota Ho Kiang sian makanya ketika kau menghalangi

perjalanan mereka kemudian menawan bangsat cilik itu dia sudah

melihatnya semua dengan amat jelas, kau kira budak itu sungguh-

sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie Cin Keng itu? Ha ha ha. . .

. sesudah ampai ditengah jalan budak itu suduh putar jalan menuju

kemari, lohu sekali pandang aja sudab tahu kalau budak itu punya

maksud untuk menolong orang, karenanya tidak lanjutkan

menguntit dirinya. Kemungkinan sekali budak itu kini sudah

bersembunyi di dalam kuil itu."

" Kalau betul lalu bagaimana?" seru Nenek iblis penghalang jalan

itu setengah jengkel.

"Budak itu bukan tandinganku, dia tidak sanggup memukul rubuh

aku dia jangan harap bisa memperoleh obat penawar itu."

"Hoy nenek jelek, dari pada kita saling bentrok satu sama lainnya

lebih baik kita rundingkan secara bersama-sama saja, sesudah kau

memperoleh kitab pusaka Ie Cin keng itu bagaimana kalau kita

bertiga sama sama mempelajarinya ??"

"Huei bangsat tidak tahu diri, kau boleh pergi mimpikan

impianmu yang lucu itu."

"He he . . .jika kau tidak mau menyanggupi terpaksa hanya

satujalan kematian yang akan kau terima."

"Kentutmu. "

"Cukup lohu meniup seruling ini, maka di dalam sekejap saja

badanmu hanya tinggal tulang-tulang putih yang bertumpuk."

"Kentutmu kali ini semakin bau lagi."

Agaknya majikan ular Yu Toa Hay sudah dibuat gusar oleh

omongannya yang ketus itu, teriaknya tiba tiba.

"Phu heng, baik-baik jaga belakang kuil, jangan sampai

membiarkan nenek jelek ini melarikan diri."

segera terdengarlah suara sahutan dari kakek kura-kura Phu

Tong seng yang agaknya berasal dari belakang kuil.

"Yu heng harap legakan hati, sekali pun nenek jelek itu punya

sayap juga jangan harap bisa meloloskan diri"

"Hoy nenek jelek" seru Majikan ular lagi dengan keras. .. "sekali

lagi lohu beri waktu bagimu untuk pikir-pikir, jika. ."

"Telur busuk mulut makmu" Potong nenek iblis penghalang jalan

itu sambil memaki.. . "kau masih punya kepandaian selihay apa

silahkan gunakan semua, tidak perlu menggonggong lagi seperti

anying busuk ditempat ini. ."

"Baiklah" Teriak majikan ular dengan amat gusar, "Kau boleh

coba coba rasakan kelihaianku"

Tidak lama kemudian terdengarlah mengalunnya suara irama

seruling yang amat merdu berkumandang memenuhi seluruh

penjuru tempat.

Ti Then serta Wi Liau Iri dengan tergesa-gesa meloncat ke depan

jendela untuk melongok ke depan, terlihatlah kawanan ular-ular

beraCun itu setelah mendengar suara irama seruling tersebut segera

menjulurkan lidahnya dan mulai bergerak seekor demi seekor

mendekati kuil bobrok tersebut.

Sebaris demi sebaris, seekor demi seekor bagaikan adanya

berlaksa tentera yang sedang menyerbu terlihat sinar yang sangat

menyilaukan mata memancar keluar dari sekitar tanah kuil itu,

kurang lebih lima ratus ekor ular berbisa sudah mulai menyerbu

datang.

Melihat hal itu tanca terasa lagi bulu kuduk Wi Lian In pada

berdiri, ujarnya dengan perlahan.

"Jika bubuk Mie Hun Yok di atas tanah itu tidak mempan, ini hari

kita akan alami nasib yang lebih mengenaskan lagi"

"Kau pergilah menyaga pintu belakang" ujar Ti Then kemudian- "

Untuk sementara jangan sampai membiarkan kakek kura-kura itu

menemui dirimu, tidak perduli bubuk Mie Hun Yok itu mempan atau

tidak. nanti kita serbu mereka secara mendadak supaya mereka

menjadi kelabakan setengah mati"

"Ehm . ." sahut Wi Lian In sambil mengangguk kemudian dengan

sekali lompatan berdiri bersiap-siap di samping jendela dipintu

belakang kuil itu, Beratusan ekor ular berbisa bagaikan riak ombak

di tengah sungai dengan dahsyatnya mulai mendekati kuil itu lagi.

Suara irama seruling yang bergema semakin lama semakin cepat,

sedang gerakan ular itu pun semakin lama semakin cepat bagaikan

kilat, di dalam sekejap mata saja ular-ular beracun yang paling

depan sudah mendekati lingkaran bubuk Mie Hun Yok yang tersebar

disekeliling kuil itu.

Begitu ular-ular beracun itu mencium bau dari bubuk Mie Hun

Yok bagaikan baru saja terkena percikan api seketika itu juga putar

tubuh dan berputar balik ke belakang.

Jika dipandang dari tempat kejauhan pemandangan tersebut

persis seperti ombak yang memukul pantai kemudian membalik lagi.

Tapi walau pun begitu tidak seekor pun dari ular-ular beracun itu

yang berhasil melewati garis tersebut.

Melihat hal itu majikan ular Yu Toa Hay menjadi amat

terperanyat, dengan cepat dia menghentikan tiupan serulingnya.

"Phu heng, bagaimana keadaan di belakang?"

"Keadaannya tidak menguntungkan-.." seru Kakek kura-kura

yang berada di belakang kuil dengan amat terkejut. "Ular-ularmu itu

pada bentrok dan saling membunuh sendiri"

"Neneknya. " Teriak majikan ular dengan amat gusar. "Tentu

nenek jelek itu sudah sebarkan suatu barang disekeliling kuil itu ....

anying kentut maknya"

Dengan

cepat

dia

melintangkan

serulingnya

kembali

membunyikan irama yang lain, agaknya dia mau menarik tenteranya

itu

Tapi ular-ular beracun itu sudah kehilangan kendalinya oleh

sebab pengaruh obat Mie Hun Yok tersebut, begitu mendengar

suara seruling itu selain diantara sebagian kecil yang berhasil

meloloskan diri dari bencana, sebagian besar ular-ular beracun itu

sudah pada bentrok dan saling membunuh diantara sesamanya,

suasana menjadi sangat ramai sekali.

Melihat ular-ular berbisanya tidak mau mendengar perintah,

Majikan ular Yu Toa Hay semakin gusar bercampur terkejut, sambil

meloncat-loncat menahan hawa amarahnya dia berteriak dengan

keras.

"Hoy, nenek bangsat. Kau

mengganggu ular-ular lohu itu?"

menggunakan

barang

apa

"Hahahaha menggunakan bekas air pencuci kaki makmu"

Majikan ular Yu Toa Hay tidak bisa menahan kegusarannya lagi,

sambil mengaum keras sekali lompat menerjang kearah kuil itu.

Ti Then begitu melihat dia menerjang ke dalam kuil dengan cepat

jari tangannya melancarkan totokan membebaskan jalan darah kaku

pada badan nenek iblis penghalang jalan itu, kemudian sekali lagi

meloncat ke balik pintu untuk bersembunyi.

"Braaaakl ." Dengan menimbulkan suara yang amat keras pintu

kuil itu terlempar jauh terkena tendangan dahsyatnya. Waktu itu

darah yang mengalir di seluruh badan nenek iblis penghalang jalan

itu belum lancar kembali, karena dia belum punya tenaga untuk

merangkak bangun, terlihatlah sengaja dia rebah terlentang di

dalam kuil dan pura-pura pejamkan matanya.

Begitu majikan ular Yu Toa Hay berhasil menendang rubuh pintu

kuil sekali pandang saja dia sudah melihat nenek iblis penghalang

jalan yang rebah di atas tanah itu, dia tidak tahu kalau sebelumnya

nenek iblis panghalang jalan itu tertotok jalan darahnya, melihat

sikapnya yang tidak pandang musuh dalam hati dia menganggap dia

sengaja berbuat begitu, sehingga mau tak mau dia dibuat tertegun-

juga, teriaknya dengan keras:

"Nenek bangsat. Cepat bangun, lebih baik kita tentukan siapa

yang kuat siapa yang lemah saat ini juga."

"Eh ... eh ... ." Seru nenek iblis penghalang jalan itu dengan

setengah jengkel "Dari tadi aku sudah bilang kalau bicara sedikit

perlahan, aku sudah mau tidur kau ganggu lalu . . hei bangsat tua

kau mau berbuat apa"

Majikan ular Yu Toa Hay begitu melihat dia tidak pandang

sebelah mata pun kepada dirinya saking gusarnya air mukanya

tanpa terasa sudah berubah merah padam dengan melototkan

sepasang matanya bentaknya dengan keras:

"Ayoh bangun, kalau tidak jangan salahkan lohu turun tangan

terlebih dulu."

Nenek iblis penghalang jalan yang melihat Ti Then bersembunyi

di balik pintu kuil segera dalam hati tahu kalau keadaannya tidak

berbahaya. Segera dia balikkan tubuhnya dengan wajah menghadap

ke belakang ujarnya dengan perlahan:

"Oooh bagus sekali, coba punggungku ini gatal cepat garukkan

yang keras."

Bagaimana pun juga pengalaman majikan ular itu amat luas,

melihat dia berbuat begitu segera tahu kalau ada sesuatu yang tidak

beres, karenanya dia tidak berani langsung masuk ke dalam kuil,

melainkan dengan berdiam diri di depan kuil sepasang matanya

menyapu sekejap ke sekeliling ruangan itu, tanyanya dengan suara

berat: "Dimana bangsat cilik itu"

"Sudah aku telan hidup,hidup," sahut nenek iblis penghalang

jalan itu seenaknya.

" Nenek bangsat bagus sekali perbuatanmu, lohu mau lihat

seberapa tinggi kelihayanmu"

Ditengah suara bentakan tangan kanannya diayunkan dengan

menggunakan seruling iblis ditangannya sebagai senyata rahasia,

dengan dahsyatnya dia menyambit mengarah punggung nenek iblis

penghalang jalan itu.

"Sreeeet" suara yang amat memekikkan telinga bergema di

dalam ruangan kuil itu.

Sepasang tangan nenek iblis penghalang jalan itu segera

menekan tanah, tubuhnya dengan cepat melayang kurang lebih tiga

depa ke atas menghindarkan diri dari sambitan seruling iblis itu

kemudian dengan sedikit mengubah gerakan dengan ringannya dia

melayang ke bawah kembali dengan sikap bersila, dengan air muka

penuh senyuman mengejek ujarnya.

"Hey Yu Toa Hay. Kau sungguh begitu tidak mampu"

"Hmm . ." Dengus Yu Toa Hay dengan amat dingin. " Lohu masih

mengira kau tidak berani ambil keputusan-"

"Ayoh kalau berani masuk ke sini"

"Kau yang keluar." Bentak majikan ular Yu Toa Hay sambil

mengetukkan tongkat berkepalakan ular itu ke atas tanah.

"Lapangan diluar sangat lebar kalau kau berani, ayoh keluar kita

bertanding di luar."

Mendadak .... suara teriak aneh dari kakek kura-kura Phu Tong

Seng berkumandang keluar dari belakang kuil,jika didengar dari

suara jeritan itu jelas dia sudah menemui serangan yang diluar

dugaannya.

Air muka majikan ular segera berubah sangat hebat, dengan

cemas teriaknya. "Phu heng kau kenapa?"

Terdengar suara bentrokkan senyata tajam yang sangat ramai

diiringi dengan bentakan nyaring berkumandang datang, kemudian

terdengar suara teriakan dari kakek kura-kura Phu Tong Seng itu.

"Yu heng, budak itu berada di sini . ."

Ti Then yang mendengar Wi Lian In sudah turun tangan

melawan kakek kura-kura dalam hati segera merasa kuatir, dia tahu

dengan kepandaian silat Wi Lian In sekarang masih bukan tandingar

dari kakek kura-kura itu, jika bertempur lama kelamaan dia pasti

akan kalah, karenanya dia tidak berani berlaku ayal lagi, dengan

perlahan dia putar tubuh keluar dari balik pintu itu.

Majikan ular yang melihat munculnya Ti Then secara mendadak

dari balik pintu dalam hati betu1-betul merasa sangat terkejut

sekali, dengan tergesa gesa dia meloncat mundur ke belakang.

Tapi .... hampir bersamaan waktu sepasang kakinya

meninggalkan permukaan tanah untuk mengundurkan diri ke

belakang, serentetan sinar pedang dengan amat cepatnya sudah

berkelebat di depan tubuhnya. "Aduh. . ."

Suatu jeritan yang amat mengerikat segera berkumandang keluar

dari mulutnya.

Tubuhnya melanjutkan gerakannya meloncat mundur ke

belakang, sedang sebuah lengan kirinya beserta tongkat berkepala

ular yang sudah terputus menjadi dua menggeletak jatuh tepat di

depan pintu kuil.

Kakek kura-kura yang sedang bertempur amat seru dengan Wi

Lian In di belakang kuil ketika mendengar suara jeritan ngeri dari

majikan ular dengan cepat segera tanyanya. "Yu heng, kenapa

kau?"

Majikan ular tetap tidak menyawab, dengan menahan

memancarnya darah segar dari lengan sebelah kirinya dengan cepat

dia balik tubuh dan melarikan diri dari sana.

Bersamaan waktu itu juga Ti Then pun meloncat setinggi tiga

kaki melewati kuil bobrok itu dan meloncat turun ke belakang

lapangan kuil itu.

Terlihatlah Wi Lian In sedang bertempur amat seru melawan

kakek kura-kura Phu Tong seng, lengan kiri kakek kura-kura itu

terlihatlah basah oleh darah yang mengalir keluar, kelihatannya luka

itu berasal dari tusukan Wi Lian In yang menyerang secara tiba-tiba.

Tapi dikarenakan luka itu bukan tempat yang penting maka tidak

sampai membahayakan jiwanya.

Saat ini tongkat kayunya diputar dan dimainkan dengan amat

dahsyat sekali, angin sambaran yang menderu membuat pasir pada

beterbangan memenuhi angkasa ternyata dia berhasil merebut

kedudukan di atas angin.

Tapi . . ketika dilihatnya Ti Then munculkan diri dari balik kuil itu

semangat bertempurnya seketika itu hilang lenyap tersapu dari

dalam badannya.

Dia tahu kelihayan dari Ti Then dan bisa menduga tentu majikan

ular sudah terluka ditangan Ti Then, karena itulah begitu melihat

munculnya Ti then di sana dia tidak berani bertempur lebih lama

lagi, tongkatnya dibabat ke depan kemudian meloncat keluar dari

lingkaran kalangan siap untuk melarikan diri.

Melihat hal itu Ti Then tertawa keras, teriaknya : “Hey kura-kura

tua, mau melarikan diri mudah saja, tapi lengan kirimu itu harus kau

tinggal”

Berkatanya belum selesai tubuhnya sudah meloncat ketengah

udara, kemudian menubruk kearahnya.

Walau pun kakek kura-kura itu melarikan diri terlebih dahulu tapi

bagaimana pun juga ilmu meringankan tubuhnya bukan tandingan

Ti Then, belum beberapa jauh dia sudah tersusul oleh Ti Then,

terpaksa dia balikkan tubuhnya untuk memberi perlawanan.

Dengan seenaknya Ti Then melancarkan serangannya sejurus

demi sejurus tak putus-putusnya memaksa kakek kura-kura itu

setiap kali mundur satu langkah ke belakang, ketika sampai pada

jurus yang ketiga puluh mendadak terdengar Ti Then membentak

keras:

“Kena !”

Lengan kiri kakek kura-kura itu dengan

bentakannya itu terlepas dari tempat semula.

diiringi

suara

Dia menjadi melengak untuk beberapa saat lamanya kemudian

baru menjerit ngeri, tubuhnya dengan sempoyongan mundur

beberapa langkah kemudia tak tahan lagi terjatuh ke atas tanah

dengan amat keras.

Ti Then tidak melanjutkan serangannya lagi, sambil mengibas-

ibaskan pedang ujarnya:

“Cepat pergi, kalau tidak nyawamu

sekalian!”

pun segera kucabut

Dengan menahan perasaan sakit kakek kura-kura itu

menggunakan tangan kanannya menutupi bekas luka itu kemudian

dengan menundukkan kepala melarikan diri dengan cepatnya dari

sana.

Dengan demikian pertempuran pun sudah berakhir, di atas tanah

hanya tertinggal ular-ular beracunnya majikan ular Yu Toa Hay yang

sedang saling gigit menggigit dengan amat serunya, membuat

orang yang melihat pemandangan itu tidak terasa bergidik juga.

Dengan perlahan Wi Lian In menggunakan tangannya

membereskan rambutnya yang terurai tidak karuan, ujarnya dengan

perlahan.

“Majikan ular itu juga kau kutungi lengan kirinya?”

“Benar, manusia semacam mereka ini walau pun binasa juga

tidak ada harganya, tapi Thian maha agung dengan terputusnya

satu lengan mereka kemungkinan sekali sejak kini tidak berbuat

jahat lagi”

Wi Lian In memandang lagi kearah bangkai-bangkai ular beracun

yang saling bunuh membunuh itu, ujarnya sambil tertawa.

“Bubuk Mie Hun Yok-nya nenek iblis penghalang jalan itu amat

lihay sekali, dimana dia sekarang?”

“Masih berada di dalam kuil”

“Kau punya maksud berbuat apa terhadap dia?”

“Lepaskan saja !”

“Itu pun baik juga” sahut Wi Lian In sambil berjalan menuju ke

dalam kuil.

“Tidak perduli bagaimana pun juga jika tidak ada bubuk Mie Hun

Yok-nya itu barisan selaksa ularnya majikan ular juga tidak bisa kita

pecahkan dengan demikian mudahnya”

Kedua orang itu dengan perlahan berjalan ke depan kuil

kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan, tapi seketika itu juga

mereka dibuat tertegun.

Kiranya nenek iblis penghalang jalan itu sudah tidak berada lagi

di dalam kuil itu.

“Hemm..larinya sungguh amat cepat” seru Wi Lian In sambil

tertawa.

“Mungkin dia takut kita ingkar omongan kita karenanya secara

diam-diam sudah melarikan diri”

“Ayoh..kita pun harus pergi juga” ujarnya kemudian sambil putar

tubuh berjalan keluar dari dalam kuil.

“Kuda Ang San Khek-mu itu?”

“Aku tambat di pohon cemara di belakang kuil”

Kuda tunggangan Ti Then berada tepat di bawah tangga depan

kuil itu, dengan menggunakan pedangnya dia menyingkirkan

bangkai-bangkai ular berbisa disekitarnya kemudian dengan

menuntun kuda tunggangnya meninggalkan tempat itu.

Kedua orang itu sesudah menemukan kembali kuda Ang San

Khek yang ditambat di belakang kuil barulah bersama-sama

meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan perjalanan ke depan.

“Heei...” ujar Wi Lian In di tengah perjalanan, “Majikan ular,

kakek kura-kura serta nenek iblis penghalang jalan sudah bisa kita

lalui, entah selanjutnya masih ada siapa lagi yang datang mencari

gara-gara?”

“Siapa tahu? Aku sangat mengharapkan bisa memperoleh

keterangan kitab pusaka Ie Cin Keng itu”

“Ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu

belum tentu lebih tinggi dari kepandaian silatmu sekarang ini, kau

mendapatkannya buat apa?”

“Berikan orang lain”

Wi Lian In menjadi melengak.

“Apa arti perkataanmu?”

“Jika kitab pusaka Ie Cin Keng itu aku berikan kepada orang

pertama yang datang merebut, maka orang-orang dari Bu-lim

lainnya segera akan tahu kalau aku tidak ada kitab pusaka Ie Cin

Keng lagi, dengan begitu mereka pun tidak akan datang mencari

gara-gara lagi”

Mendengar penjelasannya itu Wi Lian In baru paham, tanpa

terasa dia tertawa geli ujarnya.

“Cara ini bagus sekali, bagaimana kalau kita buat sejilid kitab

pusaka Ie Cin Keng yang palsu kemudian diberikan kepada orang

lain?”

“Tidak bisa...” sahut Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya,

“Hal ini semakin merepotkan kita”

“Untung saja tiga hari lagi kita akan tiba di rumah, asalkan sudah

berada di dalam benteng Pek Kiam Po kita tidak akan takut urusan

lagi.

“Aku kira belum tentu, masih ada orang-orang dari Anying Langit

Rase Bumi serta hwesio-hwesio dari Siuw lim pay harus kita hadapi”

“Soal itu gampang sekali kita selesaikan” ujar Wi Lian In sambil

tertawa, “Orang-orang dari Anying Langit Rase Bumi bisa kita

selesaikan dengan mengandalkan kepandaian silat, sedangkan

hwesio-hwesio dari Siauw lim aku kira dengan kedudukan ayahku di

dalam Bu-lim perkataannya bisa dipercaya oleh mereka”

“Heeeei...semoga saja memang demikian”

Kuda tunggangan mereka berdua dengan cepatnya melanjutkan

perjalanan ke depan, tidak lama kemudian sampailah mereka di

depan sebuah kota yang cukup besar, Tanya Ti Then kemudian.

“Ini kota Kiong An bukan?”

“Ehmm..benar”

“Malam ini kita istirahat dulu di dalam kota,besok pagi kita

lanjutkan perjalanan kembali”

Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap keadaan

cuaca, ujarnya kemudian.

“Jarak hingga hari gelap masih ada setengah jam, kita masih bisa

melanjutkan perjalanan sejauh sepuluh lie”

Ti Then tersenyum.

“Sebelum hari gelap carilah penginapan, kokokan ayam jago

tanda pagi hari tiba, pernahkah kau dengar perkataan ini?”

“Kepandaian silatmu sangat lihay, kita takut apa lagi?”

Ti Then tersenyum lagi.

“Aku teringat akan petunjuk dari ayahku, menemui jembatan

turunlah dari kuda, menemui tebing janganlah berebut, menginap

waktu hujan turun hati-hati orang yang berjalan malam, kokokan

ayam jago menandakan pagi hari, jika bisa mengikuti perkataan ini

maka selama mengadakan perjalanan tidak akan menemui

bencana.”

“Baik..baik..mari kita menginap dulu di dalam kota malam ini”

Hari lewat dengan amat cepatnya, tidak terasa tiga hari sudah

dilewati tanpa terjadi suatu urusan apa pun.

Malam hari itu kedua orang akhirnya sampai juga ke dalam

Benteng Pek Kiam Po dengan selamat.

Wi Ci To itu pocu dari Benteng Pek Kiam Po begitu mendengar

putrinya kembali dengan selamat menjadi amat gembira sekali,

dengan cepat dia menyambut sendiri kedatangan mereka, ujarnya

dengan girang sambil mencekal kencang tangan putrinya.

"In-ji, kau tidak terluka bukan?"

Saking girangnya Wi Lian In tidak bisa menahan menetesnya

titik-titik air mata, sahutnya dengan girang. "Tidak Tia, kau lihat

putrimu baik baik bukan?"

Wi Ci To mencekal kencang juga tangan Ti Then, dengan

menahan penuh berterima kasih ujarnya."Ti Kauw tauw, lohu entah

harus berbuat bagaimana untuk mengucapkan terima kasih ini . . ."

"Hal ini adalah kewajiban boanpwe, harap Pocu jangan pikirkan

di dalam hati. ."

Dengan menggandeng tangan Ti Then serta putrinya Wi Ci To

segera balik tubuh berjalan kembali ke dalam Benteng. "Ayoh jalan,

kita bicara di dalam saja"

Tua muda tiga orang segera berjalan masuk keruangan dalam

dan duduk saling berhadap-hadapan. Ti Then tahu tentunya dia

ingin sekali mengetahui kejadian yang sudah terjadi, segera dia

menceritakan dengan amat jelas seluruh kejadian serta peristiwa

yang terjadi ditengah jalan.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 12.1 : Si Setan Pengecut orang dalam Benteng?

Mendengar kisah itu Wi Ci To menjadi terperanyat.

"Jika begitu" ujarnya sembari menghela napas panjang.

"Sekarang semua orang sudah anggap kau orang yang

mendapatkan kitab pusaka Ie cin Keng itu ??"

"Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Hemmm" dengus Wi Ci To dengan teramat gusar, sepasang

kepalannya diremas remas dengan keras. "Tidak kusangka Hong

Mong Ling bangsat cilik itu berani cari gara-gara, sungguh manusia

terkutuk."

"Tia." seru Wi Lian In menambahkan "Apakah pendekar pedang

merah yang kau kirim keluar apa sudah ada berita??"

"Tidak ada . ." sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.

"Paman Huang Puh??"

"Dia pun tidak ada beritanya."

"Tia" seru Wi Lian In kemudian dengan perlahan- "Kau keluarkan

perintah seratus pedang lagi panggil mereka semua pulang."

"Baiklah" ujar wi Ci To sambil mengangguk. "Tidak sampai lima

hari lagi dari pihak Anying langit Rase bumi tentu akan datang

mengacau. ."

"Boanpwe sudah bilang dengan jelas kepada Menteri pintu

pembesar jendela itu" ujar Ti Then tiba tiba. . "Orang-orang Anying

langit Rase bumi boleh datang ke Benteng Pek Kiam Po cari

boanpwe tapi tidak diperkenankan mengganggu orang-orang

Benteng Pek Kiam Po, karena itu jika tiba waktunya biarlah

boanpwe seorang diri yang menghadapi mereka."

"Jika Ti Kiauw tauw bicara begitu malah menganggap kami

sabagai orang luar saja, sekarang urusanmu merupakan urusanku

juga, siapa yang tidak puas kepadamu sama saja seperti tidak

merasa puas kepada Lohu."

Berbicara sampai di sini pada air mukanya tampil suatu

senyuman yang teramat dingin, tambahnya:

"Padahal orang-orang dari golongan Anying langit rase bumi

seharusnya dibasmi secepat mungkin, dahulu Lohu ragu-ragu untuk

turun tangan karena anak buah mereka terlalu banyak. kini ada Ti

Kiauw tauw yang membantu boleh dikata sudah waktunya untuk

membasmi kejahatan demi keamanan Bu lim."

"Boanpwe rasa pihak Anying langit Rase bumi masih mudah

untuk dibereskan" Ujar Ti Then perlahan "Sebaliknya hwesio-hwesio

dari Siauw lim malah merupakan persoalan yang paling sukar,

Boanpwe tidak bisa mengakui kalau sudah dapatkan itu kitab

pusaka Ie cin Keng, merasa tidak enak juga untuk melawan mereka

. . ."

"Ti Kiauw tauw tidak usah kuatir" ujar Wi Ci To sambil

tersenyum, "Ciangbunyin dari partai Siauw lim, Yuan Kuang Thaysu

jadi orang berpikiran luas dan turut aturan bahkan sangat cocok

dengan lohu, sampai waktunya biarlah lohu mewakili Ti Kiauw tauw

jelaskan duduknya persoalan"

"Aku hanya takut dia tidak mau percaya" Ujar Ti Then sambil

tertawa pahit.

"Jika dia tidak mau percaya" ujar Wi Ci Tao dengan air muka

serius.. "Sama saja tidak pandang diri lohu"

"Setiap urusan yang menyangkut harta benda selamanya sukar

untuk dijelaskan, jika Yuan Kong Thaysu sampai tidak percaya

omongan pocu hal ini tidak bisa salahkan dia. Menurut pendapat

boanpwe terpaksa kita harus perlihatkan sedikit bukti."

Dengan pandangan yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan

wajahnya.

"Bukti dari mana??" tanyanya.

"Tawan si setan pengecut atau Hong Mong Ling"

"Ehmm . . .jika berhasil menawan mereka berdua hal itu sangat

tepat sekali" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tapi kini mereka

bersembunyi dimana?"

"Menurut omongan Nona Wi kepandaian silat dari setan pengecut

itu amat tinggi sekali" ujar Ti Then dengan wajah serius. "Untuk

menawan dia bukanlah suatu urusan yang gampang. Tapi seluruh

pendekar pedang merah dari Benteng kita kini masih berkeliaran

diluaran, jika mereka bisa bertemu dengan Hong Mong Ling

mungkin bisa berhasil tawan dia pulang"

"Jadi maksud Ti Kiauw tauw tidak menyetujui lohu untuk panggil

semua pendekar pedang merah pulang?.."

"Benar" sahut Ti Then- "Kita bisa mengganti dengan satu

perintah seratus pedang yang lain, perintahkan mereka untuk

menyelidiki jejak dari Hong Mong Ling"

"Tapi dengan begitu jika orang-orang Anying Langit Rase Bumi

datang menyerbu secara besar-besaran, dengan kekuatan kita

beberapa orang mungkin tidak sanggup untuk menahan serangan

mereka" bantah Wi Ci To.

"Tujuan dari orang-orang Anying Langit Rase Bumi hanya kitab

pusaka Ie Cin Keng serta diri boanpwe, sampai waktunya asalkan

Pocu tidak ikut campur aku kira mereka tidak akan berani menyalahi

orang-orang Benteng Pak Kiam Po"

"Tapi. ." bantah Wi Ci To lagi, "dengan kekuatan kau seorang

mana mungkin melawan mereka suami istri???"

"Boanpwe percaya masih sanggup untuk melawan mereka" seru

Ti Then tegas.

"Kalau begitu baiklah" sahut Wi Ci To kemudian sesudah berpikir

beberapa saat lamanya. "Nanti Lohu keluarkan perintah seratus

pedang lagi suruh mereka menawan Hong Mong Ling . . . . kau

sudah makan belum???"

"Belum" sahut Wi Lian In yang berdiri di samping dengan cepat.

"Cepat-cepat ingin pulang sampai makan siang pun belum oooh . . .

sungguh lapar sekali"

Melihat tingkah laku putrinya, Wi Ci To tersenyum. "Kalau begitu

cepat pergi dahar" ujarnya.

-0000000-

"Ayoh jalan-" ujar Wi Lian In sambil menoleh kearah Ti Then.

"Kita pergi dahar."

Dengan jalan berdampingan Ti Then serta Wi Lian In berjalan

keluar dari ruangan-

Wi Ci To yang melihat kerapatan hubungan mereka mendadak

terbayang suatu perasaan yang teramat aneh, air mukanya segera

terlintas suatu senyuman yang amat girang sekali.

"Apa ini yang dinamakan jodoh?" pikirnya di dalam hati, " Kalau

tidak bagaimana bisa muncul urusan seperti ini? Dengan perlahan

lahan, urusan ini tidak bisa cepat- cepat . ."

Dengan perlahan dia berjalan keluar ruangan dan kumpulkan

beberapa orang pendekar pedang merah yang masih tersisa di

dalam Benteng, perintah seratus pedang segera dikeluarkan dan

diumumkan setelah itu memberi peringatan yang tegas kepada

pendekar pendekar pedang hitam serta putih untuk siap berjaga-

jaga kemungkinan pengacauan orang-orang Anying langit Rase

bumi, setelah itu barulah dia kembali ke dalam kamar bukunya.

Ti Then serta Wi Lian In sehabis dahar masing-masing kembali ke

dalam kamarnya masing-masing untuk beristirahat.

Itu pelayan tua si Locia ketika melihat dia pulang menjadi amat

girang sekali.

"Ti Kiauw tauw" serunya sambil maju memberi hormat, "Kau

sudah pulang?"

Ti Then tersenyum. "Ehmmm ..." sahutnya sambil mengangguk.

"Kau baik-baik saja bukan Lo-cia."

"Aku dengar Ti Kiauw-tauw berhasil tolong sio-cia pulang??"

tanya si Locia sambil tertawa-tawa.

"Tidak salah" sahut Ti Then tersenyum, dengan perlahan dia

duduk ke atas pembaringan-"Yang menculik nona adalah seorang

yang berkerudung, tujuan orang itu ternyata berada pada diriku

karenanya belum sampai beberapa hari aku keluar dari Benteng

sudah berhasil menemukan mereka"

Lalu diceritakannya kisah yang sudah terjadi itu sekali lagi.

"Heeei . . . Untung saja sio-cia kita belum sampai dijodohkan

dengan dia..." ujar si Lo-cia sambil menghela napas panjang. .

"Tidak kusangka Hong Mong Ling adalah seorang manusia berhati

binatang."

Ti Then hanya tersenyum tidak ambil komentar.

sekali lagi Lo-cia menghela napas panjang, beberapa saat

kemudian dengan wajah penuh senyuman dia mendekati diri Ti

Then-

"Ti Kiauw-tauw" Ujarnya dengan perlahan- . "Kali ini kau berhasil

tolong nyawa sio-cia kita, pocu kami tentu akan mengucapkan

terima kasihnya kepadamu"

"Jika bukannya setan pengecut itu hendak memaksa aku, sio-cia

belum tentu diculik pergi" ujarnya perlahan- "Bencana berasal dari

aku sendiri maka itu penghargaan dari Pocu tidak bisa aku terima"

"Maksudku bukan begitu . ." Bantah si Lo-cia ketika mendengar

Ti Then sudah salah tangkap arti perkataannya. "Menurut dugaan

budak tuamu, Pocu kami bisa jodohkan sio cia kepadamu"

Terhadap perkataan dari Lo-cia Ti Then sama sekali tidak merasa

diluar dugaan, tapi tidak urung hatinya terasa tergetar juga.

"Jangan omong sembarangan" Bentaknya segera dengan serius.

"Hal ini sungguh-sungguh" ujar Lo-cia lagi sambil tertawa

terkekeh-kekeh dengan keras: "Ti Kiauw tauw masih muda lagi

berwajah tampan, kepandaian silatnya pun amat tinggi, jika pocu

kami mau cari menantu lagi maka pilihannya tentu jatuh pada diri Ti

Kiauw tauw"

"Sudah, sudahlah" seru Ti Then sambil tertawa pahit, "Kau tidak

usah bilang lagi"

Perkataannya belum selesai mendadak Wi Lian In sudah muncul

di depan pintu kamar.

"Urusan apa yang tidak usah bilang lagi?" sambungnya sambil

tertawa.

"Tidak apa-apa . . tidak ada apa-apa . ." seru Ti Then dengan

gugup, cepat-cepat dia bangkit berdiri untuk menyambut

kedatangan nona itu.

Melihat air muka Ti Then yang amat rikuh serta malu Wi Lian In

jadi semakin heran, dia menoleh kearah Lo cia sambil tanyanya: "Lo

cia kalian sedang bicarakan soal apa??"

"Ti . . . tidak apa apa hi hi hi . ." Ujar Lo cia sambil goyangkan

tangannya berulang kali.

" Cepat bilang. ." bentak Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya

ke atas tanah matanya melotot keluar menunjukkan perasaan

marahnya, "Jika tidak mau bilang awas aku kasih hukuman

mengambil air seratus pikul"

"Aduh" seru Lo-cia sambil leletkan lidahnya. "Ambil air seratus

pikul??? am pun . ."

"Seharusnya kau tahu sifatku ini" teriak Wia Lian In sambil

bertolak pinggang "Aku bilang satu yah satu."

"Sio cia" seru Lo cia sesudah menelan ludah. "Kau paksa

budakmu harus bilang, budakmu tidak berani membantah hanya

saja sesudah aku bilang sio cia janganlah marah"

Wi Lian In tersenyum.

"Tentu aku tidak marah, cepat katakan" ujarnya.

si Lo cia melirik sekejap kearah Ti Then, sesudah berbatuk batuk

barulah ujarnya sambil tertawa:

"Tadi budakmu sedang bergurau dengan Ti Kiauw tauw,

budakmu bilang sesudah dia berhasil menolong nyawa sio-cia, tentu

pocu bisa membalas budi ini sebaik-baiknya . ."

"Seharusnya memang begitu" seru Wi Lian In sambil mencibirkan

bibirnya. "Memang tidak salah"

"Lalu bilang apa lagi?" tanya Wi Lian In kurang sabaran.

" Kemudian- . Eh mm . . kemudian- ." jawab Lo-cia dengan

terputus-putus: "Budakmu bilang pocu .... mungkin bisa . . bisa

menjodohkan . . . menjodohkan sio cia . . kepada . . kepadanya. ."

Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam

saking malunya.

"Bagus" Bentaknya sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah,

"Kau berani omong sembarangan, aku . . aku . ."

Sambil berkata dia meloncat masuk ke dalam kamar dan

memperlihatkan gaya mau memukul. Dengan cepat Lo-cia

bungkukkan badannya dan lari keluar dengan cepat.

"Aduh . . . am pun . . am pun- ." teriaknya dengan keras. "Aku

sudah bilang sungguh-sungguh, kenapa kini mau dipukul?"

" Cepat pergi menyapu bersih halaman luar, kalau tidak aku tidak

akan am puni kau" Bentak Wi Lian In lagi dengan merdunya. si Lo

cia segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar.

Sesudah itu barulah Wi Lian In menoleh kearah Ti Then, dengan

wajah yang sudah berubah merah dadu ujarnya sambil tersenyum

malu. "Budak tua itu sungguh . . . sungguh keterlaluan- kau bilang

betul tidak?"

"Benar, sedikit

mengangguk.

pun

tidak

salah"

sahut

Ti

Then

sambii

"Kalau begitu biar aku laporkan urusan ini kepada Tia biar dia

dimaki habis-habisan-" ujar Wi Lian In dengan manyanya.

"Baik. ."

Wi Lian In menjadi melengak:

"Tapi. ." ujarnya sambil tertawa paksa, "Mengingat usianya yang

sudah lanjut dan selamanya belum pernah melakukan pekerjaan

yang salah biar kita am puni satu kali ini, kau bilang bagaimana?"

"Bagus sekali. ."

Melihat sikapnya yang seperti kehilangan semangat tak tertahan

lagi Wi Lian In tertawa geli.

"Kau kenapa?" tanyanya.

"Tidak apa-apa" seru Ti Then sambil tertawa paksa.

Wi Lian In menoleh untuk melihat sekejap keadaan sekelilingnya

setelah itu baru menggape sambil ujarnya dengan suara yang lirih:

"Kau kemarilah, aku ada perkataan yang mau kutanyakan-.."

"Urusan apa??" Tanya Ti Then sambil maju dua langkah ke

depan-

"Kau majulah lagi."

Ti Then maju lagi satu langkah, tanyanya sambil tertawa:

"Urusan apa ?"

"Kau kemari lebih dekat lagi" seru Wi Lian In sambil tersenyum

malu.

Terpaksa Ti Then maju lagi satu langkah ke depan, kini dia sudah

berdiri saling berhadapan dengan dia dalam jarak tidak lebih dari

satu depan, terasa napasnya yang berbau harum menusuk hidung

membuat kepalanya terasa pening.

"Sebetulnya urusan apa?" Tanyanya sambil tertawa malu.

sebelum bicara wajah Wi Lian In sudah berubah menjadi merah

padam, mulutnya komat-kamit mau mengucapkan sesuatu tapi tidak

jadi matanya melirik ke wajah Ti Then kemudian ujarnya sambil

tertawa malu.

"Aku tidak mau bilang" Selesai berkata dia putar tubuh dan lari

keluar.

Ti Then hanya bisa tertawa pahit ketika melihat sikapnya itu,

segera dia mengundurkan diri ke atas pembaringan dan

merebahkan diri untuk beristirahat.

Kini dia berpikir: "Akhirnya aku berhasil menolong Wi Lian In

kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po, tapi sekarang juga harus

melaksanakan tugas yang diberikan oleh majikan patung emas.

Heei,jika . . .jika aku tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali,

saat itu . . sungguh bagus sekali"

"Tidak. tidak boleh punya pikiran begitu, jika aku tidak menolong

Wi Lian In dia tentu akan diperkosa kemudian dibunuh mati oleh

Hong Mong Ling. Lebih baik dia diperkosa kemudian dibunuh mati

oleh Hong Mong Ling atau dijodohkan kepadaku saja?"

"Sewaktu dia sudah jadi istriku, apa itu perintah kedua dari

majikan patung emas??"

Mungkinkah perintah kedua dari majikan patung emas ini jauh

lebih hebat dan jauh lebih kejam bagi Wi Lian In dari pada

diperkosa kemudian dibunuh oleh Hong Mong Ling? .

"Hei, kau sudah tidur belum?"

Mendadak Wi Lian In mendorong pintu kamar dan berjalan

masuk.

Ti Then segera bangkit berdiri.

"Belum." sahutnya gugup. "Aku sedang berpikir . . ."

"Pikir apa??" Tanya Wi Lian sambil tertawa.

"Aku sedang pikir perkataan apa yang akan kau katakan tadi

kemudian tidak jadi kau ucapkan itu"

Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam. "Kau

tidak tahu?" tanyanya sambil tertawa malu.

"Belum. ."

"Kalau begitu yah sudahlah" sahutnya sambil mencibirkan

bibirnya yang kecil mungil itu.

"Apa kau pasti mau bertanya?"

"Tidak"

xx

Bagian 20

Ti Then menjadi bingung dibuatnya, sahutnya kemudian sambil

garuk-garukan kepalanya: " Kalau begitu kau mengharapkan aku

bisa menebaknya???"

"Kepalamu adalah kepala dari batu" ujar Wi Lian In sambil

tertawa, "Aku tahu selamanya kau tidak akan bisa mengetahui."

"Maaf, otakku kadang kala memang agak tidak normal . . . ."

"Persis seperti seekor itik goblok" sambung Wi Lian In cepat.

"Benar. . benar . ."

"Sudahlah, aku tidak mau guyon terus sama kau" Ujar Wi Lian In

tiba-tiba: "Aku mau beritahukan suatu urusan kepadamu, Hu pocu

baru saja kembali."

Dalam hati Ti Then menjadi tergerak: "Ooooh ..... serunya cepat.

"Begitu tepatnya. ."

"Aku juga merasa kali ini dia pulangnya begitu bertepatan

waktunya" seru Wi Lian In sambil memperendah suaranya. " Karena

itu aku kemari untuk mengajak kau pikirkan urusan ini."

"Pikirkan apanya?" tanya Ti Then sambil pandang wajahnya.

"Waktu itu ketika masih berada di atas gunung Fan cin san kau

pernah bilang si setan pengecut itu kemungkinan sekali adalah

orang dari Benteng Pek Kiam Po kita. ."

"Benar" sahut Ti Then dengan wajah serius. "Hanya hal itu

merupakan dugaanku saja, tapi jika bilang yang sesungguhnya

orang itu tidak mungkin adalah Hu Pocu kita, karena ketika kau

diculik pergi waktu itu dia masih bermain catur dengan aku di dalam

ruangan."

"Tapi ketika aku diculik aku berada di dalam keadaan tidak sadar"

Bantah Wi Lian In dengan cepat. " Kemungkinan sekali orang yang

menculik pergi aku malam itu adalah Hong Mong Ling bukan si

setan pengecut itu."

Ti Then mengerutkan keningnya rapat-rapat.

"Kau tidak seharusnya mencurigai Hu Pocu" ujar Ti Then dengan

nada memberi nasehat. "Dia adalah sute dari ayahmu, dia tidak

punya alasan untuk bersekongkol dengan Hong Mong Ling"

"Sebetulnya aku juga tidak berani menaruh curiga kepadanya"

Bantah Wi Lian In dengan perlahan- "Tapi ketika dia pulang di atas

kepalanya memakai sebuah kain pengikat kepala, selamanya dia

tidak pernah memakai kain pengikat kepala kenapa kali ini bisa

begitu kebetulan dan memakai kain itu?"

Teringat ketika malam itu kepala dari setan Pengecut memang

berhasil ditabas sebagian olehnya membuat pendirian Ti Then saat

ini menjadi goyah.

"Tapi . . ." ujarnya kemudian sesudah termenung sebentar. "Kau

pun tidak bisa mendasarkan hal ini saja lalu menuduh dialah setan

pengecut itu."

"Lalu jika di atas kepalanya ada bekas luka?" tanya Wi Lian In

sedang sinar matanya dengan tajam memandang wajah Ti Then.

Ti Then menganggukan kepalanya perlahan:

"Jika di atas kepalanya ada bekas luka, sudah tentu bisa

membuktikan kalau dialah setan pengecut itu" sahutnya.

"Kini dia sedang berbicara dengan ayah di dalam kamar buku,

bagaimana kalau kita pergi membuktikan?"

"Baik, tapi harus menggunakan sedikit kepandaian.Janganlah

sekali-kali berbuat gegabah"

Demikianlah akhirnya kedua orang itu berjalan keluar dari kamar

dan berjalan menuju kekamar bukunya Wi Ci To.

sesampainya diluar kamar terlihatlah Wi Ci To serta Hu Pocu

Huang Puh Kian Pek sedang berjalan keluar dari dalam kamar.

Dengan cepat Ti Then bertindak maju untuk memberi hormat.

"Ooh . . . Hu Pocu sudah kembali"

"Benar" sahutnya sambil tertawa, dari air mukanya jelas

memperlihatkan perasaan girangnya. "Lohu sudah cari selama

puluhan hari lamanya sedikit pun tidak memperoleh berita

sebetulnya mau pulang untuk cari- cari berita, tidak tahunya Ti

Kiauw tauw sudah berhasil menolong Wi Lian In kembali, sungguh

menggembirakan- sungguh menggembirakan"

Ternyata tidak salah di atas kepalanya di ikat dengan sekerat

kain persegi empat. Ujar Ti Then kemudian.

"Mengenai boanpwe berhasil menolong nona Wi kembali

tentunya Hu Pocu sudah mendapat tahu dari Pocu sendiri bukan?"

"Benar" sahut Huang Puh Kian Pek sambil mengangguk. "Pocu

serta lohu sedang siap mencari kau."

"Ha ha ha ha . . ." seru Wi Ci To mendadak sambil tertawa, "kita

bicara di dalam ruangan saja."

Tua muda empat orang masuk ke dalam ruangan dalam dan

duduk. sekali lagi Huang Puh Kian pek menanyakan peristiwa yang

sudah terjadi. setelah mendengar kisah dari Ti Then ini dengan

perasaan amat serius ujarnya:

"Heei .... satu gelombang belum reda gelombang yang lain sudah

mendatangi, kini hwesio dari Siauw lim si serta Anying Langit Rase

Bumi mungkin sudah mulai bergerak . ."

"Mungkin juga berpuluh puluh jago dari kalangan hitam akan ikut

datang juga" tambah Ti Then .

"Kalau begitu" ujar Huang Puh Kian Pek dengan nada yang amat

serius.

"Kita harus cepat-cepat persiapkan diri, hwesio-hwesio dari siauw

lim pay mungkin masih mau mendengarkan nasehat dari pocu tetapi

dari pihak Anying Langit Rase Bumi bukanlah manusia yang bisa

diajak berunding."

"Heei . . ." ujar Ti Then kemudian sambil menghela napas

panjang. "Boanpwe merasa sangat menyesal sekali sudah

memancing berbagai macam urusan ke dalam Benteng ini.

"Ti Kiauw-tauw jangan bicara begitu" ujar Huang puh Kian Pek

sambil tertawa.. "Ini bukanlah kesalahanmu, yang patut dibunuh

seharusnya Hong Mong Ling, bangsat cilik itu tidak berbudi seorang

laknat yang harus dibunuh, seharusnya kita pergi tangkap dia,

kemudian dijatuhi hukuman mati."

"Paman Huang puh" timbrung wi Lian In secara tiba-tiba:

"selamanya kau orang tua tidak pernah pakai ikat kepala, kenapa ini

hari secara tiba-tiba memakainya??"

Huang puh Kian Pek mengusap usap kain pengikat kepalanya

dengan perlahan.

"Orang bila melakukan perjalanan jauh lebih baik menggunakan

kain pengikat kepala untuk menahan serangan angin dan pasir"

ujarnya sambil tertawa paksa.

"Beli ditempat mana ???"

"Kota Hoa Yang."

"Sungguh indah sekali" seru Wi Lian In sembari berjalan

mendekati samping tubuhnya, dia tersenyum " Bolehkah

keponakanmu melihat sebentar ?"

"Bukan dengan begitu sudah jelas??" ujarnya sambil tertawa.

"Tidak" sahut Wi Lian In sembari mengulur tangannya untuk

melepas kain pengikat kepalanya itu. "Keponakanmu mau melihat

lebih teliti lagi, pada kemudian hari aku pun akan buatkan Tia

sebuah."

Dengan perlahan Huang puh Kian pek mendorong tubuhnya ke

samping.

"Jangan bergurau ...." ujarnya sambil tertawa terbahak bahak

"Tiamu tidak akan mau menggunakan kain pengikat kepala ini."

"Jika keponakanmu sendiri yang menyahit, Tia tentu suka untuk

menggunakannya, paman yang baik biar aku pinyam sebentar."

Melihat kelakuan putrinya ini Wi Ci To segera melerai, ujarnya

sambil tertawa. "In-ji sejak kapan kau belajar menyahit?..."

-0000000-

"Tia kau jangan memandang rendah putrimu" seru Wi Lian In

dengan manyany a. "Hanya membuat sebuah kain pengikat kepala

saja apanya yang sukar?"

"Lohu selamanya tidak pernah lihat kau menggerakkan jarum,

heee . . . heee . . . sudah, sudahlah, Cepat kau duduk yang tenang,

jangan bergurau lagi. Kita harus merundingkan urusan yang lebih

penting"

Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia balik

ketempat duduknya semula, secara diam-diam dia kirim suatu tanda

apa boleh buat kepada diri Ti Then.

Ti Then pura-pura tidak melihatnya, tanyanya kepada Wi Ci To:

"Sebelum peristiwa ini apakah Pocu berdua pernah menaruh

ganyalan dengan orang-orang dari Anying langit Rase bumi?"

"Belum pernah" seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Tapi

menurut data-data yang pernah kita terima, kepandaian silat dari

Anying langit Rase bumi memang sangat lihay sekali"

"Bagaimana jika dibandingkan kepandaian dari Majikan ular

Kakek kura-kura?" Tanya Ti Then lagi.

"Jika majikan ular serta Kakek kura-kura harus bertempur

melawan Anying langit rase bumi paling banyak hanya bisa

menerima seratus jurus saja."

"Tidak perduli melawan berapa banyak orang apa mereka suami

istri selamanya turun tangan bersama-sama??"

"Benar" sahut Wi ci To sambil mengangguk.

Pada wajah Ti Then segera terlintaslah suatu perasaan yang

amat girang.

"Jika begitu" ujarnya "Dengan kekuatan boanpwe seorang

mungkin belum sanggup untuk memperoleh kemenangan-"

Wi Ci To yang melihat pada wajah Ti Then malah muncul

perasaan girang, dalam hati menjadi sangat bingung, ujarnya sambil

tertawa:

"Dengan kekuatan Ti Kiauw tauw seorang sudah tentu belum

bisa melawan Anying langit rase bumi, tapi Lohu tidak akan

membiarkan Ti Kiauw tauw seorang diri pergi melawan mereka

suami istri berdua"

"Tidak" bantah Ti Then dengan cepat "Boanpwe akan melawan

mereka suami istri sendirian"

"Apa Ti Kiauw tauw tidak pandang diri Lohu dan menganggap

Lohu tidak berani berbuat dosa kepada mereka?" tanya Wi Ci To

dengan perasaan kurang senang.

"Bukan begitu, pocu jangan salah paham"

" Kalau tidak, kenapa Ti Kiau tauw begitu ngotot hendak

melawan mereka suami istri berdua secara pribadi? Bukankah Ti

kiauw tauw tahu dengan seorang diri sukar untuk melawan dua

musuh?"

Ti Then dibuat melengak untuk beberapa saat lamanya, dia

berdiam diri untuk berpikir:

"Walau pun boanpwe tidak berhasil mendapatkan kemenangan"

ujarnya kemudian- "Tapi boanpwe percaya masih sanggup bertahan

untuk beberapa waktu lamanya"

"Itukah alasan Ti Kiauw tauw kenapa mau melawan mereka

suami istri secara pribadi"

Ti Then terdesak. terpaksa sahutnya dengan sembarangan.

"Mereka Anying langit Rase bumi merupakan jago jago

berkepandaian tinggi yang sudah menggetarkan dunia persilatan,

sedang boanpwe hanya seorang yang masih keroco, masih cetek

pengalamannya tentang Bu lim, jika mereka tak bisa kalahkan

boanpwe secepatmya sama saja sudah mengorek selapis kulit muka

mereka.".

"Tidakperduli bagaimana pun juga" potong Wi Ci To dengan

tegas "Lohu tidak akan membiarkan kau pergi melawan mereka

berdua secara sendirian kau tidak usah bicara lagi."

Ti Then tersenyum. "Inilah kesempatan boanpwe untuk mencari

nama." ujarnya "Harap pocu mau meluluskan." Wi Ci To menjadi

melengak.

"Kau ... kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari

nama?"

"Benar" sahut Ti Then sembari mengangguk "Boanpwe tidak

berani bilang pasti bisa mengalahkan Anying langit Rase bumi, juga

tidak berani mengharapkan bisa bertanding seimbang dengan

mereka tapi bisa bertahan ratusan jurus tanpa bisa dikalahkan

mungkin sudah cukup mengangkat nama boanpwe."

Wi Ci To menggelengkan kepalanya.

" Untuk melawan mereka suami isteri berdua lohu sendiri pun

juga bisa bertahan delapan sembilan puluh jurus saja." ujarnya

sambil menghela napas.

Agaknya dia masih belum tahu kalau kepandaian silat dari Ti

Then sudah mencapai pada taraf nomor tiga di dalam dunia, dia

mengira kepandaian silat dari Ti Then walau pun lebih tinggi tak

mungkin bisa melampauinya karena ambil kata-kata ini sebagai

peringatan dia ingin membuat Ti Then sadar kalau dia seorang diri

tidak mungkin bisa bertahan seratus jurus saja di dalam melawan

Anying langit Rase bumi.
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-2-thi-ten.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 2 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-2-thi-ten.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...