orang itu hanya di dalam sekejap mata sudah sampai di samping
tebing di belakang kuil itu, tetapi tempat itu gelap gulita sedikit pun
tidak tampak bayangan tubuh dari Wi Lian in itu.
Kedua orang itu semakin mendekat lagi ke pinggiran tebing,
ketika menengok ke bawah tempat itu hanya terlihat kegelapan
yang membuta saja, sedikit pun tidak terlihat lagi pemandangan
sedikit pun.
Huang Puh Kian Pek menghembuskan napas panjang, agaknya
hatinya merasa sangat tidak tenang, ujarnya kemudian:
“Ti Kiauwtauw, coba kamu lihat mungkin tidak dia ambil
keputusan pendek?”
Ti Then menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian
barulah sahutnya dengan perlahan:
“Boanpwe tidak berani memastikan, tetapi jika dilihat sikapnya
yang periang ketika datang berlatih silat dilapangan silat tadi pagi
tidak mungkin dia bisa mengambil keputusan pendek”
“Baru saja kemarin dia bentrok dengan Hong eng, bagaimana ini
hari bisa gembira? Tidak mungkin bisa demikian cepatnya”
“Dia masih bilang kalau hatinya merasa sangat gembira karena
belum sampai dijodohkan dengan Mong Ling-heng”
Sinar mata Huang Puh Kian Pek berkelebat tak henti-hentinya,
ujarnya dengan berat:
“Aku lihat lebih baik kita melihat ke bawah, mari kita turun”
sehabis bicara tanpa menanti jawaban lagi dia mencari jalan untuk
menuruni tebing tersebut.
Tebing di belakang kuil ini merupakan sebuah tebing yang sangat
curam sekali, kedua orang itu dengan mengikuti jalan kecil di
sampingnya berjalan turun ke bawah, kurang lebih sesudah
memakan waktu sepertanak nasi lamanya barulah sampai didasar
tebing tersebut.
Batu-batu cadas yang besar dan runcing berserakan didasar
tebing tersebut bahkan saking banyaknya hingga seperti sebuah
hutan, untuk mencari sesosok mayat didasar tebing tersebut
agakknya harus membutuhkan waktu yang sangat lama sekali.
Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak memecahkan kesunyian:
“Kamu cari ke sebelah sana, biar lohu cari di sebelah sini, cepat!”
Dengan demikian mereka berdua berpisah untuk masing-masing
mencari diarah yang berlawanan, tetapi walau pun sudah
mengelilingi sekitar tempat itu hingga ketempat semula tetap saja
mereka tidak menemukan mayat dari Wi Lian In.
Akhirnya Huang Puh Kian Pek hanya bisa menghembuskan napas
panjang, ujarnya: “Heeeii..membuat lohu benar-benar kuatir, budak
itu mungkin sudah pergi ke puncak selaksa Buddha”
“Apa, nona pergi ke
mendadak.
puncak selaksa Buddha?” tanya Ti Then
“Jika hatinya tidak senang baru pergi ke sana, ada satu kali
hanya karena urusan yang sangat kecil dia bentrok dengan Hong
Mong Ling, akhirnya seorang diri dia lari ke atas puncak selaksa
Buddha, duduk hingga pagi membuat orang-orang yang mencari
cape setengah mati”
“Kalau memang begitu mari kita pergi ke puncak selaksa Buddha
untuk melihat-lihat”
“Baik” sahut Huang Puh Kian Pek sambil mengangguk, “Untuk
menuju ke
puncak selaksa Buddha ada dua jalan, kau
menggunakan jalan sebelah selatan biarlah lohu menggunakan jalan
sebelah timur, kita bertemu di atas”
Kedua orang itu sekali lagi menaiki tebing tersebut dan berpisah
untuk masing-masing dari arah selatan dan timur menuju ke
puncak selaksa Buddha.
Ti Then yang tidak paham akan jalan di sana terpaksa melakukan
perjalanan sangat perlahan sekali, baru saja dia tiba dilereng
puncak mendadak dari sebelah kiri berkumandang datang suara
bentrokan senyata yang sangat ramai sekali.
Ehmmm...ditengah malam buta pada pegunungan yang demikian
sunyi siapa yang sedang bertempur?
Dalam ingatannya segera terpikirkan kalau salah satu diantara
mereka tentu adalah Wi Lian In, dia tidak berani berlaku ayal lagi
dengan cepat tubuhnya berkelebat menuju ke sana.
Sesudah melewati hutan itu dan berjalan setengah li jauhnya
sampailah disebuah tebing curam, hanya saja suara bentrokan
senyata itu berasal dari bawah tebing tersebut.
Dengan diam-diam dia mendekati jalanan di samping tebing itu
dan menengok ke bawah, terlihatlah kurang lebih lima kaki di bawah
tebing tersebut terdapat sebuah batu cadas yang sangat lebar
dengan lebar kurang lebih tiga kaki dan panjangnya tujuh kaki,
sedang dua orang yang sedang bertempur itu tidak lain adalah Wi
Lian In serta Hong Mong Ling adanya.
Kiranya Hong Mong Ling belum meninggalkan daerah gunung
Go-bi ini.
Hal ini sama sekali diluar dugaan Ti Then, pikirnya: “Urusan ini
sungguh aneh sekali, bangsat cilik tersebut ternyata masih berani
berdiam didaerah sekitar gunung Go-bi ini, apa mungkin dia masih
tidak mau menyerah begitu saja dan mengajak Wi Lian In untuk
bertemu di tempat ini?’
Kelihatannya pertempuran antara Wi Lian In serta Hong Mong
Ling itu sudah berjalan sangat lama sekali, sedang diantara mereka
berdua pun kelihatan sudah mulai merasa lelah hanya saja keadaan
dari Wi Lian In jauh lebih celaka, jurus-jurus serangannya hanya
dilancarkan untuk melindungi dirinya sendiri saja sedang tenaganya
kelihatan dengan jelas sudah dikuras habis, sebaliknya Hong Mong
Ling setindak demi setindak mulai mendesak mendekati tubuhnya.
Diluar tebing tersebut gelap gulita tidak terlihat apa pun juga.
Tidak terasa Ti Then menghembuskan napas dingin, pikirnya:
“Hemm..apa mungkin dia ingin membunuh Wi Lian In?”
Baru saja dia berpikir sampai di sana, mendadak terlihatlah
pedang dari Wi Lian In berhasil dipukul terpental ketengah udara
dan melayang jatuh kedasar jurang.
Tidak terasa lagi air muka Wi Lian In berubah dengan sangat
hebatnya, tanpa terasa lagi dia mundur satu langkah ke belakang.
Asalkan dia mundur lagi satu langkah maka tubuhnya akan
terjatuh ke dalam jurang dan tubuhnya akan hancur lebur terkena
batu-batu cadas yang tajam dan menongol ke atas.
Dengan meminyam kesempatan ini Hong Mong Ling
menempelkan ujung pedangnya ke depan dadanya, ujarnya dengan
keras: “Jangan bergerak!”
“Ayoh tusuk..ayoh cepat tusuk” ujar Wi Lian In sambil tertawa
sedih.
Sekali pun saat itu Hong Mong Ling mendapatkan kemenangan
tetapi kelihatan sekali hatinya merasa tidak puas, dengan sedih
ujarnya:
“In moay, kau..kau sungguh-sungguh tak mengingat kecintaan
kita pada masa yang lalu? Kamu tahu aku masih sangat cinta
padamu, asalkan kamu..”
“Tutup mulut!” bentak Wi Lian In sambil melototkan matanya
lebar-lebar, “Sekarang masih ada perkataan apa lagi yang hendak
kau ucapkan?”
Air muka Hong Mong Ling kelihatan sedikit bergerak, kemudian
barulah ujarnya lagi:
“Aku sudah bilang berpuluh-puluh kali padamu aku sama sekali
tidak cinta itu pelacur Liuw Su Cen, kejadian yang sudah terjadi itu
hanya suatu permainan belaka. Asalkan kamu mau memaafkan
diriku maka aku sanggup membawa batok kepala Liuw Su Cen
untuk kau lihat..”
Wi Lian In menjadi semakin gusar, bentaknya dengan keras:
“Tutup bacotmu. Liuw Su Cen sudah berbuat salah apa terhadap
dirimu? Buat apa aku butuhkan batok kepalanya?”
“Kalau begitu kamu minta aku berbuat apa?” tanya Hong Mong
Ling sambil menghela napas panjang.
“Aku minta kau menggelinding dari sini, aku minta kau
menggelinding jauh-jauh dari hadapanku..cepat pergi!”
Mendengar bentakan itu air muka Hong Mong Ling berubah
semakin hebat, sambil tertawa dingin ujarnya:
“Aku tahu kenapa kamu demikian bencinya terhadap aku.
Hemmm..hemm..jika bukannya datang seorang yang bernama Ti
Then kamu juga tidak mungkin bisa bersikap demikian terhadap
diriku”
Wi Lian In menjadi melengak, tidak disangka olehnya dia bisa
berbicara begini, tetapi sebentar kemudian sudah menjadi gusar
lagi, bentaknya:
“Kamu bilang apa?”
Pada air muka Hong Mong Ling terlihatlah perasaan dengki dan
bencinya, ujarnya dengan gemas:
“Kamu melihat kepandaian silat dari Ti Then jauh lebih tinggi dari
kepandaianku maka hatimu segera berubah dan ingin dijodohkan
dengan dia bukan begitu? Hemmmm..”
Saking jengkelnya air muka Wi Lian In segera berubah menjadi
pucat pasi, teriaknya berkali-kali:
“Tidak salah, tidak salah ! tidak salah, Ti Then memang berwajah
jauh lebih tampan dari kamu, kepandaian silatnya pun jauh lebih
tinggi dari dirimu maka aku ingin dikawinkan dengan dirinya, kamu
mau berbuat apa?”
“Hemm..hemmm..bagus sekali, bagus sekali” ujar Hong Mong
Ling sambil tertawa dingin tak henti-hentinya, “Bagus sekali.
Manusia budiman harus dijodohkan dengan perempuan cantik, aku
bisa mengabulkan keinginanmu ini hanya saja..hemm..hemmm...”
Berbicara sampai di sini pedang yang ditempelkan pada
jantungnya ditekan lebih dalam lagi sedang wajahnya sambil
meringis seram memandangi tajam wajahnya.
Dalam hati Wi Lian In mengira kalau dia sudah bangkit napsu
untuk bunuh dirinya tidak terasa dia menjerit kaget sedang
tubuhnya membungkuk ke belakang.
Hong Mong Ling memangnya menginginkan dia berbuat
demikian, tubuhnya dengan cepat maju ke depan sedang dua jari
tangan kirinya dengan cepat menotok jalan darah kaku ditubuhnya.
Wi Lian In tidak sempat menghindarkan diri lagi, dengan
mengeluarkan suara dengusan perlahan tubuhnya rubuh ke atas
tanah.
Tangan kiri Hong Mong Ling sesudah menotok jalan darah
kakunya segera tangannya meraba kearah dadanya, dengan air
muka penuh napsu birahi ujarnya:
“Hemmm..he he he...sesudah aku rusak perawanmu kamu orang
boleh kawin dengan Ti Then”
Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat sekali, makinya:
“Binatang. Kamu manusia gila..binatang!”
“Ayoh teriak...ayoh teriak yang keras!” seru Hong Mong Ling
sambil tertawa dingin, “Ditempat seperti ini sekali pun kamu
berteriak hingga tenggorokanmu pecah juga tidak aka nada orang
yang dengar teriakanmu ini”
oooOOOooo
Bab 11
Sehabis berkata dia menarik tubuhnya ke bawah tebing tersebut.
Kiranya di bawah tebing itu terdapatlah sebuah gua yang cukup
lebar.
Ti Then yang takut dia melukai tubuh Wi Lian In sampai saat itu
masih tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga, tetapi
begitu melihat dia membawa tubuh Wi Lian In ke dalam gua untuk
diperkosa tidak tertahan lagi dia meloncat turun dengan cepatnya
kearah depan gua tersebut.
Dengan cepat tubuhnya berhasil melayang turun di depan gua itu
tanpa mengeluarkan suara sedikit pun juga.
Saat itu Hong Mong Ling baru saja meletakkan tubuh Wi Lian In
ke atas tanah, mendadak terdengar diluar gua berkumandang suara
berkelebatnya pakaian yang tersambar angin, tidak terasa hatinya
tergetar sangat keras sekali, sambil melintangkan pedangnya di
depan dadanya teriaknya:
“Siapa?”
Ti Then yang berada diluar gua dengan cepat menutup seluruh
pernapasannya dan berdiri tanpa bergerak sedikit pun juga.
Hong Mong Ling sesudah memusatkan seluruh perhatiannya
mendengar beberapa saat lamanya tetapi tetap tidak mendengar
gerakan apa pun, hatinya malah diam-diam curiga, dia merasa
mungkin dirinya sudah salah mendengar tetapi juga tak berani
berlaku gegabah, terpaksa dengan menempelkan tubuhnya pada
dinding gua, setindak demi setindak dia berjalan keluar dari gua
untuk memeriksa.
Baru saja dia berjalan tiga langkah dari depan gua, mendadak
dengan cepat dia menghentikan langkahnya, sesudah berpikir
sebentar dengan perlahan-lahan buntalannya dilepas dan dilempar
keluar gua. Inilah yang disebut sebagai “melempar batu menanya
jalan.”
Tetapi sejak semula Ti Then sudah mendengar suara
dilepaskannya buntalan, karena itulah begitu buntalannya dilempar
ke depan dia tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga.
Hong Mong Ling yang melihat dari luar gua tidak mendapatkan
sambutan apa pun hatinya menjadi semakin lega, dengan cepat
tubuhnya berkelebat keluar dari dalam goa.
Begitu tubuhnya berkelebat dengan cepat Ti Then mengulur
tangannya mencekal urat nadi dari tangan kanannya.
Hong Mong Ling menjadi sangat terkejut, baru saja siap
melepaskan dirinya dari cengkeraman itu mendadak terasa olehnya
tubuhnya sudah kaku tanpa bertenaga, tidak terasa ujarnya dengan
gemetar:
“Kau? Kamu...kamu....”
Ti Then tersenyum manis, ujarnya : “Tidak salah, memang aku
yang sudah datang. Mong Ling heng, kenapa kamu berbuat
demikian tidak sopannya terhadap nona Wi?”
Wi Lian In yang menggeletak di dalam goa begitu mendengar
suara Ti Then tidak tertahan lagi menjadi sangat girang, teriaknya:
“Ti Kiauwtauw, bunuh saja dia, bunuh binatang terkutuk itu!”
Air muka Hong Mong Ling yang sudah pucat pasi semakin
memutih lagi, ujarnya sambil tertawa sedih.
“Tidak salah, Ti Kiauwtauw cepat bunuh aku saja daripada
meninggalkan bencana di kemudian hari”
Ti Then hanya tertawa dingin saja tanpa mengucapkan sepatah
kata pun, sedang dalam hati pikirnya, “Walau pun bangsat cilik ini
bukan manusia baik tetapi bagaimana pun juga aku sudah merusak
perjodohan mereka, bagaimana aku bisa bunuh dia lagi?”
Pikiran ini dengan cepat berkelebat di dalam benaknya dengan
cepat dia memukul jatuh pedang panjang ditangannya, kemudian
mendorong tubuhnya keluar, ujarnya sambil tertawa:
“Pergilah! Asalkan sejak hari ini bisa menyesali dosa-dosa yang
sudah diperbuat mungkin suhumu masih mau mengam puni dosa-
dosamu itu”
Hong Mong Ling yang di dalam anggapannya tentu akan binasa
merasa jauh berada diluar dugaannya Ti Then mau melepaskan
dirinya, sesudah melengak beberapa waktu lamanya barulah dia
mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan
melongo dia memandang wajah Ti Then dengan sangat tajam
kemudian memungut kembali buntalannya dan meloncat pergi dari
tempat itu.
Sesudah itulah Ti Then baru masuk ke dalam gua, tanyanya :
“Nona Wi, kamu tidak terluka bukan?”
Air mata Wi Lian In dengan derasnya mengucur keluar
membasahi pipinya, ujarnya dengan nada setengah penasaran.
“Kenapa kamu tidak bunuh dia?”
“Cayhe tidak punya alas an untuk bunuh dirinya”
“Tetapi kamu juga tidak seharusnya melepaskan dia pergi”
“Heii..” ujar Ti Then sambil menghela napas panjang, “Dari cinta
memang bisa timbul perasaan benci, orang macam ini sering
terdapat di dalam dunia, cayhe rasa orang itu harus dikasihani”
“Tetapi dia menotok jalan darahku dan mau memperkosa diriku”
ujar Wi Lian In sambil melelehkan air matanya.
“Biarlah cayhe yang membebaskan jalan darah nona”
“Kamu tidak membebaskan totokan jalan darahku lalu menyuruh
siapa yang membebaskan diriku?”
Ti Then hanya tersenyum saja, tangannya dengan cepat
bergerak membebaskan totokan jalan darah kaku dari tubuh Wil
Lian In.
Begitu jalan darahnya terbebas dengan cepat Wi Lian In
meloncat bangun, tanyanya dengan cepat.
“Dia lari kearah mana?”
“Tidak perduli dia lari kearah mana pun kamu tidak akan sanggup
untuk mengejarnya lagi”
Dengan melototkan matanya Wi Lian In memandang wajah Ti
Then, kemudian sambil mencibirkan bibirnya ujarnya lagi:
“Agaknya kamu merasa simpatik terhadap dirinya, apa artinya
ini?”
“Dalam hati cayhe merasa kesemuanya ini dikarenakan kesalahan
cayhe kepada menolong dia pulang ke dalam Benteng, kalau tidak,
tidak akan terjadi keretakan seperti ini”
Wi Lian In menjadi gemas, sambil mendepakkan kakinya ke atas
tanah, ujarnya lagi:
“Perkataan apa ini? Apa dia pergi mencintai seorang pelacur juga
karena kesalahanmu?”
Ti Then hanya bisa mengangkat bahunya sahutnya sambil
tertawa tawar.
“Pokoknya kalau nona merasa dia seharusnya dihukum mati,
nanti kamu boleh lapor pada hu Pocu, aku percaya dengan kekuatan
orang-orang dari seluruh Benteng tidak sukar untuk menawan dia
kembali untuk dijatuhi hukuman mati”
Sesudah membetulkan pakaiannya barulah dengan langkah
perlahan Wi Lian In berjalan keluar dari dalam gua, ujarnya dengan
gemas.
“Sudah tentu aku harus laporkan peristiwa ini kepada Hu Pocu,
Hemm.hemm sungguh tidak kusangka dia berani punya niat untuk
memperkosa aku sesudah dia ditawan kembali aku akan turun
tangan sendiri memberi hukuman mati kepadanya”
Ti Then
mendadak.
pun mengikuti berjalan keluar dari gua, tanyanya
“Dia sudah meninggalkan Benteng kemarin pagi, kenapa bisa
muncul ditempat ini secara mendadak?”
“Siapa tahu?” ujar Wi Lian In tetap gemas, “Ketika aku melihat
terbenamnya matahari di atas batu cadas tadi mendadak dia muncul
di sana, semula dia minta aku maafkan kesalahannya aku tidak mau
saking malunya dia menjadi gusar dan turun tangan terhadap
diriku”
“Heeii..ayahmu tidak tahu kalau dia masih berada di sekitar
tempat ini, dia orang tua sudah bawa orang pergi cari dia”
“Biarlah besok pagi aku minta Hu Pocu untuk kirim orang
memanggil kembali ayahku dan beritahu sekalian peristiwa ini biar
dia orang tua semakin berniat keras untuk tawan dia pulang”
Berbicara sampai di sini tubuhnya yang kecil langsing dengan
cepat meloncat melayang naik ke pinggiran tebing.
Ti Then pun ikut meloncat naik, ujarnya lagi:
“Tadi dia bilang mau membawa batok kepala dari Liuw Su Cen
untuk kau lihat, bisakah dia turun tangan untuk melaksanakannya?”
“Kini dia tidak akan melakukan hal itu, bilamana dia mencari Liuw
Su Cen lagi tentu dia bermaksud membawa dia kabur”
Mendadak dia menoleh kearah Ti Then sambil tertawa pahit,
ujarnya:
“Semua perkataan tadi kamu sudah mendengar?”
Ti Then sedikit mengangguk.
Dengan perasaan malu Wi Lian In menundukkan kepalanya
rendah-rendah, ujarnya:
“Dia bilang aku sudah berubah hati dan ingin...ingin..., sungguh
perkataan kotor dari seekor anying!”
“Tidak ada perkataan yang baik dalam cekcok, nona harap
berlega hati” ujar Ti Then sambil tersenyum.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 7.1. Wi Lian In diculik
Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya, sambil tersenyum manis
ujarnya. "Semula kamu bilang tidak mau keluar, kenapa sekarang
datang ke sini juga??"
"Sewaktu cuaca mendekati gelap cayhe sedang dahar dengan Hu
Pocu di ruangan dalam, ketika itulah Cun Lan datang melapor kalau
nona belum pulang juga, Hu pocu merasa tidak tenteram hatinya,
maka mengajak aku naik ke atas gunung untuk mencari nona".
Ketika Wi Lian In mendengar dia keluar bersama-sama dengan
Hu Pocu seperti juga baru saja meneguk secawan arak yang tidak
punya rasa, senyuman dibibirnya segera lenyap tanpa bekas,
ujarnya dengan nada sedikit tidak senang. "Ooh kiranya begitu,
dimana Hu Pocu?"
"Dia berpisah dengan cayhe untuk masing-masing menggunakan
arah yang berlainan menuju ke puncak selaksa Buddha, saat ini
mungkin dia sedang mencari nona di atas puncak"
"Heemm. . buat apa aku pergi ke puncak selaksa Buddha?"
Mendengar perkataan itu Ti Then tersenyum sahutnya:
"Ketika kami tidak menemukan nona di dasar tebing di belakang
kuil puncak emas maka dalam anggapan kita tentunya nona pergi
ke puncak selaksa Buddha"
"Hmm. . ." ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
"Bilamana aku mau cari jalan pendek tebing di belakang kuil itu
sudah cukup bagiku, buat apa menaiki puncak selaksa Buddha ini.
."
"Tapi aku lihat nona tidak akan mengambil jalan pendek lantaran
dia bukan??"
"Lantaran dia? Hemm aku tidak akan sebodoh itu, pagi tadi aku
sudah bilang sedikit pun hatiku tidak sedih"
"Ayoh jalan, kita harus cari Hu Pocu untuk bersama-sama pulang
ke dalam benteng."
Wi Lien In segera mengelitkan tubuhnya ke samping, ujarnya:
"Aku masih tidak ingin pulang, aku mau duduk di sini melihat
bulan." sambil berkata tubuhnya mendekati ke samping sebuah batu
cadas yang besar kemudian duduk di sana tidak bergerak lagi. Ti
Then menjadi melengak, tanyanya.
"Apanya yang bagus melihat bulan?"
"Aku memangnya senang melihat"
"Kalau begitu aku pergi cari Hupocu dulu, kemudian baru
menjemput nona untuk pulang bersama-sama " .
"Kalian tidak usah cari aku lagi, sewaktu hatiku gembira aku bisa
pulang sendiri". Ti Then menjadi geli, ujarnya sambil tertawa.
"Hei Nona selalu bilang hatinya tidak sedih, tetapi jika ditinyau
dari sikap nona sekarang ini ."
"Aku betul-betul tidak sedih" potong Wi Lian In dengan cepat,
"Aku hanya mau duduk di sini melihat bulan, kamu jangan bicara
sembarangan."
"Jika pikiran nona menjadi buntu" ujar Ti Then lagi sambil
tertawa "Lalu terjun ke bawah, bagaimana aku harus beri tanggung
jawabnya di depan Hu Pocu, lebih baik ikut aku pulang saja."
Agaknya Wi Lian In sudah ambil keputusan bulat, dengan sikap
seorang nona besar tangannya dikempitkan satu sama lainnya dan
tidak berbicara lagi. Agaknya Ti Then sendiri juga takut kalau dia
terjunkan diri ke dalam jurang.
Karena itu dia tetap berada di sana, dengan perlahan tubuhnya
mulai bergeser dan duduk di samping tubuhnya ujarnya kemudian:
"Baiklah, cayhe akan menemani nona melihat bulan"
"Kau ikut duduk di sini melihat bulan jika sampai diketahui orang
lain, apa kamu tidak takut kata-kata cemoohan?" ujar Wi Lian In
dengan nada menyindir.
"Tidak takut" ujar Ti Then terus terang "Kali ini aku keluar
bersama-sama dengan Hu pocu untuk mencari nona."
"Tapi aku mau duduk di sini sampai hari terang kembali."
"Tidak ada halangan, sekali pun mau duduk beberapa hari lagi
aku juga tetap akan menemanimu, hanya saja dengan demikian. .."
" Kenapa ?"
Ti Then tersenyum, sahutnya dengan keras.
"Dengan demikian semua pendekar di dalam benteng akan tahu
kalau nona masih rindu padanya"
Sebetulnya Wi Lian In merupakan seorang nona yang mem
punyai sifat keras hati tetapi mendengar perkataan ini segera
meloncat bangun ujarnya. "Baiklah, mari kita pulang"
Ti Then tersenyum, dengan cepat tubuhnya bangkit kembali dan
mengikuti dari belakang tubuhnya.
Kedua orang itu dengan cepatnya berlari menuju ke puncak
selaksa Buddha, baru saja memusatkan seluruh perhatian mencari
jejak Huang puh Kian Pek, terlihatlah dari sebuah jalanan kecil
Huang puh Kian Pek dengan cepatnya berlari mendatangi.
Begitu dia melihat Ti Then berhasil menemukan Wi Lian In,
hatinya menjadi sangat girang, ujarnya sambil tertawa. "Hei budak
kamu lari kemana?"
"Nona Wi sedang menikmati keindahan bulan dibatu cadas
sebelab sana" ujar Ti Then sambil menunjuk ke arah cadas tersebut.
Huang Puh Kian Pek menjadi tercengang, tanyanya.
"Bagaimana Ti Kiau tauw bisa tahu dia berada di sana?"
"Karena mendengar suara pertempuran yang seru membuat
boanpwe tertarik dan lari ke sana?"
Air muka Huang puh Kian Pek menjadi berubah sangat hebat,
sambil melotot ke arah Wi Lian In tanyanya. "Kamu bertempur
dengan siapa?"
"Hong Mong Ling."
"Apa? Dia belum meninggalkan tempat ini?" tanya Huang puh
Kian Pek dengan sangat terkejut. "Bagaimana kamu bisa bentrok
dengan dia?"
Segera Wi Lian In menceritakan pengalamannya itu, ketika
bercerita sampai tubuhnya diserat Hong Mong Ling ke dalam gua
tak tertahan lagi dia menangis tersedu-sedu. Huang puh Kian Pek
menjadi sangat gusar, ujarnya kepada Ti Then. "Ti Kiauwtauw
kenapa melepaskan dia pergi?"
"Mong Ling heng sudah salah paham terhadap diri boanpwe, jika
kini boanpwe tidak melepaskan dia pergi maka kesalah pahaman ini
akan semakin mendalam."
"Manusia rendah seperti itu seharusnya Ti kauw tauw tidak usah
memikirkan kesalahan pahaman itu lagi."
Ti Then hanya tersenyum saja tanpa memberikan jawaban.
"Jalan, mari kita pulang ke dalam benteng Lohu akan kirim orang
untuk menawan dia kembali."
Ketika mereka bertiga sampai di dalam benteng Pek Kiam Po hari
sudah menunjukkan tengah malam, Huang puh Kian Pek segera
mengirimkan lima orang pendekar pedang merah untuk mengejar
dan menawan Hong Mong Ling kembali kemudian memerintahkan
pula untuk menyediakan arak dan sayur yang masih hangat,
sesudah dahar bersama-sama dengan Ti Then dan Wi Lian In
masing-masing baru kembali kekamar sendiri-sendiri untuk
beristirahat.
Ti Then sekembalinya di dalam kamar tidak langsung buka
pakaian untuk istirahat, karena dalam hatinya dia sudah ambil
keputusan untuk menyelidiki loteng penyimpan kitab itu.
Sesudah memadamkan lampu mulailah dia duduk bersemedi,
dalam hati dia punya rencananya menanti sesudah kentongan
ketiga baru keluar kamar untuk mulai dengan gerakannya.
Tetapi baru saja bersemedi beberapa saat lamanya mendadak
dalam benaknya berkelebat suatu ingatan yang sangat menarik
sekali?
Teringat olehnya Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then
merupakan Majikan patung emas itu sudah tidak berada di dalam
benteng, sebaliknya majikan patung emas itu pernah bilang
selamanya akan bersembunyi di dalam benteng Pek Kiam Po ini, dia
pun bilang kalau punya urusan penting harus menyalakan lampu
dan mengetuk tiga kali di depan jendela, kini Wi Ci To sudah tidak
berada di dalam benteng Pek Kiam Po, kenapa dirinya tidak
mengadakan hubungan dengan dia?
Ha ha ha ... . Tentu dia tidak akan tahu kalau aku sedang
mengadakan hubungan dengan dia, dengan demikian dirinya bisa
membuktikan kalau dia adalah majikan "patung emas", lain kali
ketika bertemu dengan dia lagi membikin malu dirinya.
-0000000-
Sesudah mengambil keputusan, segera dia meloncat turun dari
atas pembaringan.
Dia mencari korek api dan menyulut lampu yang sudah tersedia
di dalam kamar itu, dengan perlahan lampu tersebut dibawa ke
samping jendala dan mulai mengetuk sebanyak tiga kali.
setelah semuanya selesai barulah dia memadamkan kembali
lampu tersebut dan meloncat naik ke pembaringan untuk mulai
bersemedhi kembali, dia merasa perbuatannya ini sangat
menggelikan sekali, dalam hati diam-diam tersenyum, pikirnya. Jika
kamu bisa melihat tandaku ini berarti kau bukan manusia tapi
setan."
Ternyata benar juga satu jam sesudah tanda itu dibunyikan
majikan patung emas belum juga dia memunculkan diri untuk
bertemu. saat itu cuaca mendekati kentongan ketiga.
Dengan perlahan dia membuka matanya dan siap turun dari atas
pembaringan.
Tetapi baru saja matanya dibuka tubuhnya segera tergetar
dengan sangat kerasnya, bahkan hampir-hampir saking kagetnya
dia menjerit.
Kiranya di depan pembaringan berdirilah sebuah patung emas
dengan agungnya.
Patung emas itu tetap seperti patung emas yang ditemukannya
ketika berada dalam gua cupu- cupu di atas gunung Lo Cin san.
Dengan angkernya dia berdiri di depan pembaringannya tanpa
mengeluarkan sedikit suara pun, keadaannya begitu menyeramkan
membuat seluruh bulu roma Ti Then pada berdiri. Karena dalam hati
Ti Then sudah punya "Perhitungan" karenanya tidak sampai jatuh
pingsan saking kagetnya tapi wajahnya tetap sudah berubah
menjadi pucat pasi bagaikan mayat, hatinya berdebar dengan
sangat keras, sama sekali tidak terduga olehnya kalau majikan
patung emas Wi Ci To bisa muncul dengan demikian misterius? Apa
mungkin Wi Ci To bukan majikan patung emas itu.
Baru saja dia pikirkan persoalan ini mendadak dalam telinganya
berkumandang masuk suara yang dikirim dengan menggunakan
ilmu menyampaikan suara, ujarnya: "Ti Then kamu cari aku ada
urusan apa?"
Tangan kanan dari patung emas yang berdiri di hadapannya
diangkat sedikit ke atas seperti yang membuka mulut berbicara itu
adalah "Dirinya"
Ti Then angkat kepalanya memandang ke atas, dia sudah dapat
melihat kalau patung emas itu diturunkan dari atas atap. atap di
atasnya kini sudah terbuka lebar tetapi selain sepuluh utas tali
bewarna hitam yang terjulur dari atas atap tak dapat terlihat sedikit
bayangan tubuh dari majikan patung emas itu.
Ketika majikan patung emas yang bersembunyi di atas atap
rumah itu tidak mendengar suara jawaban dari Ti Then di
anggapnya Ti Then masih tertidur, dengan menggunakan patung
emasnya yang dimajukan satu langkah ke depan kaki Ti Then di
tepuknya beberapa kali, ujarnya lagi dengan lembut: "Ti Then,
cepat bangun."
Tidak tertahan lagi Ti Then menjadi tertawa geli, ujarnya sambil
menengok ke atas.
"Aku tidak tertidur."
Patung emas itu segera ditarik kembali ketempat semula
kemudian terdengar suara dari majikan patung emas itu
berkumandang kembali: " Kalau begitu cepat katakan maksudmu."
Sebetulnya Ti Then memang tidak punya persoalan yang hendak
ditanyakan, mendengar perkataan itu sambil menggaruk-garuk
kepala ujanya: "Aku kira kau sudah keluar benteng."
"Hemm. . kenapa aku harus keluar benteng??" tanya majikan
patung emas itu dengan dingin.
"Aku kira kau pergi mencari Hong Mong Ling."
Majikan patung emas yang berada di atas atap rumah itu
berdiam diri beberapa saat lamanya kemudian barulah ujarnya
dengan perlahan:
"Sungguh lucu ..... sungguh lucu, kau tetap mencurigai aku
adalah Wi Ci To itu" Ti Then tidak mau mengakui kebenaran kata-
kata itu, sahutnya dengan perlahan. "Tidak. aku mengira kau juga
ikut mengejar Hong Mong Ling kemudian membasminya"
"Kamu sudah berhasil merusak perkawinan antara dia dengan Wi
Lian In, buat apa aku harus cari dia?"
"Kamu lihat bagaimana dengan kemajuanku ini?" tanya Ti Then
sambil tertawa.
"Tidak perlahan, tetapi agaknya kamu tidak terlalu senang untuk
bergaul kembali dengan Hong Mong Ling, apa maksudmu ini?"
"Hanya dengan berbuat begini nona Wi baru tidak merasa curiga
kalau aku sedang merusak perhubungan cintanya dengan Hong
Mong Ling, dengan begitu barulah dia menaruh simpatik kepadaku,
dia baru tertarik padaku."
"Ehmmm . . baiklah" ujar majikan patung emas sesudah berpikir
sebentar.
"Semakin cepat semakin baik, lain kali kalau dia beri tanda
menaruh cinta padamu kamu orang, tidak boleh berpura-pura lagi."
"Aku mau ajak kamu rundingkan sesuatu hal."
"Rundingkan urusan apa?"
"Kamu menyuruh aku memperistri nona Wi sudah tentu punya
tujuan tertentu, tetapi apakah mengharuskan sesudah aku berhasil
memperistri dirinya terlebih dahulu baru bisa mencapai tujuanmu?"
"Tidak salah"
"Tujuanmu apa tersimpan didalan loteng penyimpanan kitab dari
Wi Ci To itu" tanya Ti Then lagi.
"Bukan"
"Sungguh bukan ?"
"Hmmm . . . harap kamu orang perhatikan, kamu hanya
merupakan sebuah patung emas yang sedang melaksanakan
pekerjaanku, benar atau bukan kamu tidak punya hak untuk
mengetahuinya "
"Kamu salah tangkap" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Maksudku
jika benda yang kamu inginkan terdapat ditengah loteng
penyimpanan kitab itu, aku bersedia carikan benda itu keluar
sehingga tidak perlu merusak dan merugikan nama baik dari
seorang nona"
"Tidak mungkin tidak mungkin .... kamu jangan sekali-kali masuk
loteng penyimpan kitab itu"
"Kenapa?" tanya Ti Then tercengang.
"Karena begitu kamu masuk ke dalam jangan harap bisa keluar
dalam keadaan hidup"
" Kenapa?" tanya Ti Then dengan penuh keheranan "Apa di
dalam loteng penyimpan kitab itu tersembunyi alat rahasia yang
sangat lihay?"
"Benar"
"Asalkan sedikit berhati-hati."
"Sekali pun kamu berhati-hati bagaimana macam pun tidak
berguna" potong majikan patung emas itu dengan cepat, "Loteng
penyimpan kitab itu sampai aku sendiri pun tak berani masuk
apalagi kamu, kecuali kamu sudah bosan hidup,"
"Ooh tidak kusangka sama sekali kalau alat-alat rahasia di dalam
loteng penyimpan kitab itu sangat sukar untuk dilalui sehingga kamu
sendiri pun tak berani masuk .."
"Aku beritahu padamu lagi, Wi Ci To sekarang sedang
bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itu, begitu kamu
masuk maka semua urusan akan menjadi berantakan"
"Hai? Bukankah Wi Ci To sudah ke luar Benteng??" tanya Ti Then
dengan sangat terkejut.
"Dia pura-pura meninggalkan benteng kemudian secara diam-
diam kembali ke dalam benteng kembali dan bersembunyi di dalam
loteng penyimpan kitab itu."
Dalam hati tidak tertahan lagi Ti Then merasa bergetar dengan
sangat keras, sambil menjerit kaget ujarnya:
"Oooh Thian... apa tujuannya dengan berbuat begitu?"
"Menanti kamu masuk ke dalam jebakan"
"Oooh . ..."
"Dia sudah menaruh perasaan curiga kalau Lu Kongou itu adalah
hasil samaranmu, semakin mencurigai kalau tujuanmu berada dalam
loteng penyimpanan kitabnya maka dengan pura-pura beralasan
hendak mengejar Hong Mong Ling dan mengatakan pula kepada Hu
Pocu untuk membuktikan Lu Kongeu apa benar hasil
penyamaranmu, bersama-sama si pedang pemetik bintang Hung
Kun meninggalkan benteng, padahal yang betul-betul ke kota Tiang
An hanya Hung Kun seorang, sedang dia sendiri secara diam-diam
kembali lagi ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam loteng
penyimpan kitab itu, karena itulah, jika kamu memasuki loteng
penyimpan kitabnya maka dengan begitu keadaanmu akan segera
tertangkap basah."
"Sungguh berbahaya sekali kalau begitu, barang apa yang
disembunyikan di dalam loteng penyimpan kitabnya itu sehingga Hu
pocu serta putrinya sendiri juga tidak boleh masuk?"
"Aku juga tidak tahu"
"Tidak mau beritahu padaku atau tidak tahu?"
"Tidak tahu"
"Baiklah" ujar Ti Then kemudian "Baiklah kita bicara persoalan
semula, kalau memangnya dia sudah merasa curiga kalau Lu kongcu
itu adalah hasil penyamaranku, bagaimana mau menjodohkan
putrinya kepadaku?"
"Dia hanya merasa curiga saja, sampai saat ini juga masih belum
berani memastikan kalau Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu.
Begitu si pendekar pemetik bintang Hung Kun itu sampai dikota
Tiang An, segera akan diketahui olehnya kalau Lu kongcu adalah
aku"
" Urusan ini aku akan uruskan, kamu orang tidak usah
merisaukan" sahut majikan patung emas cepat.
"Kamu mau bunuh itu pendekar pemetik bintang Hung Kun"
"Tidak" sahutnya perlahan. "Bunuh dirinya bukan merupakan
penyelesaian yang tepat, terus terang saja aku beritahu padamu
aku sudah kirim orang yang menyamar persis seperti kamu untuk
menyamar sebagai Lu kongcu dan muncul di hadapan Hung Kun,
dengan demikian Hung Kun akan balik ke dalam Benteng untuk
melaparkan pada Wi Ci To kalau Lu Kongcu itu memang persis
seperti kau, dengan demikian Wi Ci To tidak akan mencurigai dirimu
lagi."
"Pendapat yang sangat bagus"
"Sekali lagi aku beri tahu pada mu" ujar majikan patung emas itu
dengan keren.
" Kecuali Wi Ci To dengan rela hati mengajak kamu memasuki
loteng penyimpanan kitabnya, jangan sekali-kali kamu berani
mencuri masuk."
"Baiklah"
"Masih ada lagi, jangan bertindak diluar garis yang sudah
ditentukan, hari kedua sesudah kamu memasuki benteng, Wi Ci To
sudah mengirim empat pendekar pedang merah yang siang malam
terus menerus mengawasi gerak gerikmu. sekarang mereka berada
di belakang kamarmu."
"Oooh .... aku tidak sangka dia bisa berlaku demikian . ."
"Pokoknya. ." potong majikan patung emas itu lagi "sejak ini hari
asalkan dengan setulus hati dan sejujurnya kamu bergaul dengan
Wi Lian In sudah cukup, jika tidak mendapat petunjukku jangan
bertindak secara gegabah."
"Baiklah"
"Ada persoalan lain yang mau ditanyakan lagi ?"
"Ada dua persoalan, Pertama kalau memang Wi Ci To sudah
mengirim empat orang pendekar pedang merah untuk mengawasi
gerak gerikku dari luar kamar bagaimana mereka tidak bisa
menemukan dirimu berada di atas atap kamarku ini ?"
"Hemm . . . kamu berani tanya gerak gerikku."
"Hanya ingin tahu saja"
"Sudah tentu aku punya cara untuk membuat mereka tidak tahu,
apa pertanyaanmu yang kedua?"
"Ehmm ... " sahut Ti Then perlahan, "Kamu bilang Wi Ci To
bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab, tahukah kamu dia
akan bersembunyi di dalam loteng penyimpan kitab itn seberapa
lama"
"Dia membawa air serta rangsum kering dalam jumlah yang
banyak. kemungkinan selama satu bulan lamanya.
"Tujuannya apa sedang menunggu aku masuk ke sana atau
tidak??"
"Benar" sahutnya sambil tersenyum tawa, begitu dia
membuktikan kalau kamu tidak punya maksud jahat, maka dia
akan menaruh penghargaan tinggi terhadap dirimu, kemungkinan
sekali tanpa membuang banyak waktu akan menjodohkan putrinya
kepadamu."
"Begitu kamu teringat sesuatu siasat untuk mencapai tujuanmu
tanpa membutuhkan aku kawin dengan nona Wi, harap cepat-cepat
beritahu padaku."
"Sama sekali tidak ada, kamu harus kawin dengan Wi Lian In."
Berbicara sampai di sini dengan cepat majikan patung emas
menarik kembali patung emasnya, siap meninggalkan tempat itu.
Dengan amat teliti sekali Ti Then memperhatikan patung emas
itu ditarik ke atas hingga sampai melihat majikan patung emas itu
menariknya ke atap kemudian terlihat pula dua buah tangan yang
sangat samar menutup kembali atap itu seperti sedia kala. Kedua
tangan itu sudah tentu tangan dari majikan patung emas itu.
Dengan sekuat tenaga Ti Then memandang tajam ke atas, tetapi
tetap tidak berhasil memandang jelas kedua buah tangannya
bahkan dia sama sekali tidak bisa melihat tangan itu milik seorang
pria atau atau milik seorang wanita.
sungguh hingga kini dia lama sekali tidak tahu majikan patung
emas itu seorang lelaki atau perempuan karena nada suara dari
majikan patung emas itu jika didengar boleh dikata mirip seorang
lelaki tetapi boleh dikata mirip seorang perempuan.
Dengan termangu-mangu dia memandang ke atap rumah hingga
majikan patung emas serta patung emasnya hilang lenyap. tapi
dalam otaknya berputar terus, semakin berpikir, semakin bingung . .
.
Yang membuat dia paling terkejut adalah Wi Ci To itu ternyata
bukan majikan patung emas itu, selama itu dia selalu menganggap
Wi Ci To adalah majikan patung emas itu,
tetapi sekarang mau tak mau harus mengakui kalau dugaannya
itu sama sekali salah besar, karena jika majikan patung emas itu
adalah Wi Ci To maka dia tidak akan memberitahukan jejaknya
kepada dirinya.
Sekali pun hal ini bisa diartikan Wi Ci To takut dirinya menerjang
masuk ke dalam loteng penyimpan kitabnya maka sengaja berkata
untuk menakuti dirinya tetapi jika dirinya benar-benar nekad
menerjang masuk ke dalam loteng penyimpanan kitab itu, walau
pun kemungkinan bisa keluar dalam keadaan hidup, hidup tetapi
dirinya tentu akan diusir keluar, dengan begitu bukankah tujuannya
akan menjodohkan dirinya dengan putrinya itu akan berantakan,
Maka Wi Ci To terbukti bukanlah majikan patung emas itu.
Kalau Wi Ci To bukan majikan patung emas itu, lalu siapakah
majikan patung emas yang sebenarnya? Apa Hu pocu Huang puh
Kian Pek?
Tidak. Tadi majikan patung emas sudah bilang kalau Wi Ci To
secara diam-diam kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di
dalam loteng penyimpanan kitab pada malam tadi, sebaliknya
malam tadi Huang Puh Kian Pek sedang keluar benteng mencari Wi
Lian In, dia tidak akan tahu kalau Wi Ci To sudah kembali ke dalam
benteng sehingga tidak mungkin pula kalau dia adalah majikan
patung emas. Lalu siapa yang mirip sebagai majikan patung emas
itu??
Jika dia bukan salah satu anggota benteng Pek Kiam Po ini
bagaimana bisa bersembunyi di dalam benteng begitu lama tanpa
ditemui orang lain? Berpikir sampai di situ Ti Then hanya bisa
menggelengkan kepalanya saja, dia merasa sekali pun dipikir lebih
lama juga tidak ada gunanya, dia segera melepaskan sepatu
danpakaiannya untuk beristirahat.
Dia mengambil keputusan untuk mendengar perkataan majikan
patung emas, tidak pergi ke loteng penyimpanan kitab itu.
Suatu pagi hari yang cerah muncul kembali, sinar matahari yang
cerah menyinari kembali seluruh jagat raya.
Ti Then tepat waktunya sudah tiba ditengah iapangan latihan
silat untuk memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In serta Yuan Ci
Liong sekalian delapan orang pendekar pedang merah.
Setiap hari dia memberi pelajaran hingga siang hari, sore harinya
para pendekar pedang merah itu melakukan latihannya sendiri-
sendiri, keadaan ini hari pun sama halnya sesudah memberi latihan
hingga siang barulah dia pergi dahar, bersama sama dengan Huang
Puh Kian pek.
"Ti kauw tauw" kamu paham main catur?"
"Ahh-sedikit-sedikit saja, cayhe dengar pocu sangat lihay di
dalam permainan catur?"
"Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil mengangguk.
"suhengku memang sangat gemar main catur, permainannya boleh
dikata sangat lihay sehingga sukar untuk dicarikan tandingannya "
" Kalau begitu, permainan catur Hu Pocu juga tidak jelek" ujar Ti
Then sambil tertawa.
"Tidak bisa. . tidak bisa" ujar Huang puh Kianpek sambil
gelengkan kepalanya kembali "Walau suhengku sudah mengalah
tiga biji catur kepadaku, lohu masih tidak sanggup untuk bertahan."
"Jika ini hari Hu Pocu tidak punya kerjaan, bagaimana kalau
memberi petunjuk satu permainan kepada diri boanpwe?"
"Petunjuk dua kata lohu tidak berani terima, mari kita main satu
kali untuk menentukan kelihaian masing-masing saja."
Demikianlah Huang puh Kian Pek segera memerintahkan
bawahannya menyediakan alat-alat catur, dengan Ti Then
memegang biji hitam mereka berdua mulailah bermain catur sambil
bercakap-cakap.
Sesudah berjalan puluhan kali, masing-masing saling bertukar
pandangan satu kali dan masing-masing memperlihatkan senyuman
gembiranya.
Kiranya permainan catur dari kedua orang itu seimbang, bahkan
masing-masing gemar memainkan catur dengan bany k
penyerangan sehingga dengan demikian semakin bermain semakin
menarik dan semakin menggembirakan.
Dikarenakan permainan catur yang seimbang inilah membuat
mereka berdua tidak ada yang mau mengalah satu tindak pun.,
setiap bertemu dengan keadaan kritis mereka tidak ada yang mau
membuang begitu saja karena itulah begitu satu permainan selesai
harus membuang waktu selama dua jam lamanya.
Akhirnya biji hitam yang memenangkan permainan itu.
Dengan air muka yang sudah berubah merah padam ujar Huang
puh Kianpek:
"Ti kauw tauw sungguh pandai baik dalam Bun mau pun dalam
Bu, tidak kusangka permainan catur pun sangat lihai sekali"
"Mana mana . ." ujar Ti Then sambil tersenyum. "sekali pun
boanpwe menang satu tindak tetapi jika ditinyau permainannya Hu
Pocu jauh lebih tinggi satu tingkat karena boanpwe bermain terlebih
dulu"
Agaknya Huang puh Kian Pek sendiri merasa kalau dirinya
seharusnya memang menang, sambil tersenyum lalu sahutnya:
"Bagaimana kalau bermain satu kali lagi?"
"Baiklah."
Huang puh Kian Pek segera memindahkan biji putihnya kepada Ti
Then, ujarnya lagi .
"Mari kita bicarakan siapa dahulu siapa terakhir, kali ini
seharusnya kamu memegang biji putih"
Ti Then dengan mendorong kembali biji itu kepadanya, ujarnya
sambil tertawa.
"Tidak berani, lebih baik kita main sekali lagi, lihat-lihat bilamana
beruntung boanpwe menang lagi barulah kita tentukan"
Huang puh Kian Pek tidak menampik lagi sehingga mereka
berdua sekali lagi bermain catur.
Kali ini Huang puh Kian Pek punya niat untuk memperoleh
kemenangan karenanya permainannya bersungguh-sungguh,
selamanya harus membuang waktu yang lama untuk majukan sebiji
caturnya pun karenanya permainan ini sangat lambat.
Wi Lian In yang mendengar mereka berdua sedang bermain
catur, dengan amat seru datang juga untuk melihat pertempuran
itu, bahkan berkali-kali dia memberi pendapatnya kepada Ti Then,
hanya sayang karena permainannya yang rendah sehingga seluruh
pendapatnya hanya merupakan catur-catur busuk saja. Baru
permainan hingga pertengahan, cuaca sudah mendekati gelap
kembali. Ujar Huang puh Kan Pek mendadak:
"Permainan ini mungkin baru selesai tengah malam, lebih baik
kita dahar dahulu baru melanjutkan permainan ini."
Sudah tentu Ti Then tidak menampik, ke tiga orang itu bersama-
sama pergi dahar di ruangan dalam baru mereka berdahar
datanglah lima orang pendekar pedang merah menghadap Huang
puh Kian Pek.
Mereka adalah kelima orang yang menerima perintah untuk
menangkap Hong Mong Ling kemarin malam.
Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat mereka menghadap di
depannya. "Bagaimana? Sudah menangkap dia kembali?"
"Belum" sahut seorang pendekar pedang merah diantara kelima
orang itu, "Tecu sekalian berpencar mencari di sekeliling ratusan li
tetapi tidak menemui jejaknya sama sekali"
"Baiklah, kalian boleh beristirahat" ujar Huang Puh Kian Pek
sambil mendengus dingin.
Kelima orang pendekar pedang merah itu sesudah memberi
hormat bersama-sama mengundurkan diri dari ruangan itu. Dengan
gemas ujar Wi Lian In:
"Aku tidak percaya kalau dia bisa lari begitu jauh, lewat beberapa
hari kemudian aku mau mencarinya sendiri"
"Lebih baik tunggu ayahmu kembali saja" ujar Huang Puh Kian
pek sambil menghela napas panjang "Asalkan ayahmu punya niat
untuk menawan dia, cukup mengeluarkan perintah "seratus pedang"
maka seluruh pendekar pedang merah yang berkeliaran diluaran
akan segera mengadakan penge pungan, tidak takut dia bisa
terbang meloloskan diri."
"Heii . ." ujar Ti Then pula sambil menghela napas panjang,
"Mong Ling heng berkelana diluaran, cayhe kira bukan
merupakan suatu dosa yang besar, hanya saja niatnya untuk
memperkosa nona Wi kemarin malam merupakan suatu kejadian
yang tidak seharusnya"
"Lohu juga tidak menyangka sama sekali kalau dia berani berbuat
demikian kurang ajarnya, sungguh terkutuk manusia itu."
Sambil berdahar sambil bercakap-cakap sesudah selesai barulah
bersama-sama kembali lagi ke ruangan tamu Wi Lian In yang
menonton jalannya pertempuran yang seru itu dikarenakan
permainan Huang Puh Kian pek yang sangat lama, hatinya tidak
sabar lagi maka dia mengundurkan diri terlebih dulu ke dalam
kamar.
Kini ditengah ruangan tamu hanya tinggal Huang Puh Kian pek
serta Ti Then dua orang yang bermain catur dengan tenangnya,
seluruh perhatian mereka berdua di pusatkan pada permainan itu
sehingga tanpa terasa hari semakin larut malam.
Tidak salah lagi permainan catur itu berakhirpada tengah malam
dan hasilnya sama-sama kuat.
Huang Puh Kian pek tersenyum ujarnya.
" Walau pun lohu sudah putar seluruh otak ternyata hasilnya
sama kuat saja, kelihatannya untuk memenangkan dirimu buat lohu
masih merupakan suatu perjalanan yang sangat rumit."
Ti Then hanya tersenyum saja, ujarnya merendah.
"Permainan yang ketiga ini boanpwe tentu akan menemui
kekalahan."
"Heeei, sudah larut malam, lebib baik besok pagi saja, kita
bertarung lagi untuk menentukan siapa menang siapa kalah."
Kedua orang itu dengan cepat membereskan biji-biji caturnya
dan bertindak kembali kekamarnya masing-masing, mendadak
dengan air muka terkejut Cun Lan itu budak dari Wi Lian In dengan
tergesa-gesa lari masuk ke dalam ruangan, teriaknya: "Jiya Celaka,
siocia hilang, nona sudah lenyap dari kamarnya" Huang Puh Kian
Pek menjadi melengak sambil mengerutkan alis ujarnya:
"Bagaimana bisa hilang lagi?" Dengan napas terburu-buru ujar Cun
Lan lagi:
"sewaktu budakmu mau tidur mendadak dari kamar nona
terdengar suara teriakan keras dengan cepat budakmu mengetuk
pintunya tetapi tetap tidak dibuka, maka budakmu berputar ke
belakang, dari sana melihat pintu jendela terbuka lebar-lebar
sedang siocia sudah tidak ada di atas pembaringannya, agaknya . . .
agaknya dia diculik orang."
Mendengar perkataan itu air muka Huanpuh Kiam Pek segera
berubah hebat, tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke
halaman dalam, Ti Then pun mengikuti dari belakang menuju ke
dalam, di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba diluar
kamar Wi Lian In, Huang Puh Kian Pek dengan cepat mendorong
pintu kamar, ketika melihat pintu tersebut tidak bisa dibuka dengan
cepat melancarkan satu serangan dahsyat membuat pintu tersebut
hancur berantakan terkena angin pukulan yang sangat dahsyat itu.
Di dalam kamar hanya terlihat lampu masih bersinar dengan
terangnya.
Wi Lian In sudah tidak berada di dalam kamar bahkan selimut
serta kain di atas pembaringan kacau balau tidak karuan, bantalnya
terjatuh di atas tanah sedang jendela belakang terbuka lebar-lebar,
jika ditinyau keadaannya memang benar dia sudah diculik orang.
Air muka Huang Puh KianPek berubah menjadi pucat pasi,
teriaknya dengan keras:
"Tentu dia .... tentu dia . ."
"Apa Mong Ling heng ????" tanya Ti Then terkejut.
"Bukan dia siapa lagi ??" ujar Huang Puh Kian Pek dengan sangat
gusar. "Bangsat cilik, ternyata dia berani melakukan pekerjaan ini
..."
"Mari kita lihat ke halaman belakang." ujar Tri Then keras
kemudian tubuhnya dengan cepat berkelebat keluar melalui jendela
yang terbuka itu. Diluar jendela itu adalah sebidang kebun bunga
yang sangat luas.
JILID 7.2 SIAPA DALANG PENCULIKAN NONA WI?
Huang Puh Kian Pek dengan cepat mengikuti dari belakangnya
sesudah memeriksa dengan teliti setengah harian lamanya tetap
tidak mendapatkan hasil sedikit punjua. Ujar Huang Puh Kian Pek
lagi:
"Bukit sian Ciang Yen tidak mungkin bisa didaki olehnya, tentu
dia melarikan diri melalui sebelah kiri atau kanan."
"Apa diluaran tidak ada saudara-saudara kita dari benteng yang
menyaga?"
"Ada, di sebelah sana semuanya ada beberapa orang pendekar
pedang hitam yang menyaga malam, hanya saja bangsat cilik itu
memahami keadaan benteng kita dengan sangat jelas sekali,
pendekar-pendekar pedang hitam itu tak akan bisa menemukan dia"
" Urusan tidak bisa berlarut-larut lagi, mari kita mencari dengan
berpisah."
sehabis berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju
kearah sebelah kanan dari kebun bunga itu.
0000
HUANG PUH KIAN PEK juga tidak berani berlaku ayal lagi,
dengan Cepat tubuhnya berkelebat menuju kearah sebelah kiri dari
kebun bunga itu, dua orang yang satu dari sebelah kiri dan yang
lain dari sebelah kanan dengan kecepatan yang luar biasa dalam
sekejap saja sudah keluar dari Benteng untuk melakukan
pengejaran ke depan.
Begitu Ti Then keluar dari tembok benteng sebara diketahui oleh
penjaga malam ditempat itu yaitu seorang pendekar pedang hitam,
di karenakan cuaca yang begitu gelap membuat pendekar pedang
hitam itu tidak sanggup melihat jelas kalau dia adalah Ti Kauw
tauw, mereka sambil mengacungkan pedang panjang bentaknya
dengan keras. "Kawan dari mana harap berhenti."
Dengan cepat Ti Then menghentikan langkah kakinya, sahutnya
dengan perlahan. "saudara aku adanya."
Pendekar pedang hitam itu dengan cepat menubruk datang
tetapi begitu dilihatnya orang itu adalah Ti Kauw tauw mereka
dengan gugup memberi hormat ujarnya: "Ooh kiranya Ti Kauw tauw
adanya maaf . . . maaf."
"Kamu melihat seseorang yang melarikan diri dari sini."
Mendengar pertanyaan itu pendekar pedang tersebut menjadi
sangat terperanyat, sahutnya. "Tidak ada? Apa ada musuh yang
menyerang benteng?"
"Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk "Nona Wi diculik
orang."
"Haaa ? siapa yang menculik nona Wi?" tanya pendekar pedang
hitam itu semakin terkejut.
"Tidak tahu, tetapi banyak kemungkinan hasil perbuatan dari
Hong Mong Ling, cepat kumpulkan seluruh saudara yang berjaga
disekitar tempat ini"
Dengan cepat pendekar pedang hitam memasukan jari
tangannya ke dalam mulut membunyikan kedua kali suara suitan
yang tinggi melengking, hanya cukup memakan walau sedikit sekali
terlihatlah tiga orang pendekar pedang hitam dengan kecepatan
yang luar biasa mendatang, melihat ketiga orang itu sudah tiba baru
Ti Then bertanya lagi: "semua sudah kumpul?"
"Masih kurang Fan seng sam seorang" sahut pendekar pedang
hitam itu dengan sikap tidak tenang.
Sinar mata Ti Then dengan eepat berkelebat dengan sangat
tajamnya "Dia berjaga di sebelah mana?"
"Di bukit sebelah sana." sahut pendekar pedang hitam itu sambil
menunjuk ke sebuah bukit ditempat kejauhan " sungguh heran,
kenapa sampai sekarang belum datang juga?"
"Benar, mari kita pergi lihat."
sehabis berkata tubuhnya dengan sangat cepat sekali berkelebat
menuju kearah bukit tersebut.
Ketiga orang pendekar pedang hitam yang datang kemudian
sama sekali tidak tahu kejadian apa yang sudah terjadi, sesudah
mendengar cerita dari kawannya ini tidak terlahan lagi pada
menjerit kaget, dengan cepat mereka mengikuti dari belakang tubuh
Ti Then menuju kearah bukit itu.
Lima orang itu hanya di dalam sekejap saja sudah tiba ditengah
hutan di atas bukit itu, terlihatlah d iba wah sebuah pohon besar
pendekar pedang hitam yang disebut Fan seng sam itu duduk
bersandar, agaknya dia sedang tertidur saking ngantuknya.
seorang pendekar pedang hitam dengan cepat maju ke depan
menempak tubuhnya bentaknya dengan keras:
"Hey Fan seng Sam. Kamu orang cari mati yaah??"
Begitu tubuh Fan seng sam itu terkena tendangan, dengan cepat
rubuh ke sebelah samping, saat itulah kelima orang itu baru
menemukan kalau di depan dadanya sudah berubah merah karena
menetesnya darah segar sangat deras, sedang dialas permukaan
tanah pun kelihatan bekas darah yang bercucuran disekeliling
tempat itu. "ooh Thian, dia sudah dibunuh."
Keempat orang pendekar pedang hitam itu tidak terasa lagi pada
menjerit kaget secara berbareng.
Ti Then dengan perlahan berjongkok di samping mayat Fan seng
sam itu dan mendorong tubuhnya hingga rubuh terlentang,
terlihatlah darah segar didadanya masih tetap mengucur keluar
dengan derasnya, melihat hal itu dia menggigit kencang bibirnya,
ujarnya kemudian sesudah berpikir sebentar:
Jantungnya terkena tusukan yang sangat dahsyat bahkan pedang
yang tergantung dipinggangnya belum sempat dicabut keluar, hal ini
membuktikan kalau gerakan pedang orang itu sangat cepat sekali."
Berbicara sampai di sini dia angkat kepalanya memandang
keempat pendekar pedang hitam itu tanyanya:
"Diantara kalian empat orang siapa yang jaraknya paling dekat
dengan dia?" seorang pendekar pedang hitam diantara mereka
segera maju ke depan, sahutnya: "Cayhe jaraknya paling dekat
dengan tempat ini"
"Tadi kamu mendengar suara yang mencurigakan tidak?"
"sama sekali tidak dengar" sahut pendekar pedang hitam itu
sambil gelengkan kepalanya.
Dengan cepat Ti Then bangkit berdiri, ujarnya:
"Baru saja Hu Pocu mengejar dari sebelah kiri kebun bunga itu,
salah satu dari kalian cepat kejar dia kembali, sedang yang lain
pergi melapor pada pendekar pedang merah yang ada di dalam
Benteng, katakan kepada mereka kalau musuh melarikan diri dari
sebelah sini."
sehabis berkata tubuhnya dengan cepat melayang ke atas dan
berkelebat bagaikan kilat cepatnya diantara pohon-pohon yang
tumbuh rapat disekitar tempat itu untuk mengejar ke depan.
Hatinya kali ini benar-benar merasa sangat cemas sekali karena
kemarin malam Hong Mong Ling memangnya suduh punya rencana
untuk memperkosa diri Wi Lian In, dia tahu jika dia tidak berusaha
menolong secepat mungkin Wi Lian In dari cengkeraman Hong
Mong Ling, maka suatu kejadian yang diluar dugaan akan segera
terjadi.
Hong Mong Ling kini sudah berada di suatu sudut yang sangat
terdesak. bukan saja dia bisa merusak perawan dari Wi Lian In,
kemungkinan sekali sesudah memperkosa dirinya akan membunuh
sekalian Wi Lian In untuk melenyapkan jejaknya.
Dengan kejadian ini jika dibicarakan dari sudut Ti Then boleh
dikata dia tidak perlu melaksanakan perintah dari majikan patung
emas lagi atau dengan perkataan lain dia tidak perlu merasa kesal
karena harus memperistri Wi Lian In, tetapi pikiran Ti Then
sokarang tidak mungkin akan berpikir demikian, dia tidak akan
membiarkan seorang gadis yang sangat cantik sekali terjatuh
ketangan seorang manusia seperti srigala ini.
Dengan sekuat tenaga dia mengejar kearah jalan-jalan yang
kemungkinan digunakan Hong Mong Ling untuk melarikan diri,
sehingga gerakannya mirip dengan anak panah yang terlepas dari
busurnya, sambil mengejar ke depan tak henti-hentinya dia
memperhatikan gerak-gerik disekeliling tempat itu tetapi di dalam
perjalanan tersebut sama sekali tidak ditemukan tempat-tempat
yang mencurigakan.
Tidak lama kemudian dia sudah mengejar hingga ke bawah kaki
gunuug Go bi san.
Di hadapannya terbantanglah sebuab tanah gersang yang sangat
luas tak terlihat ujung pangkalnya.
Dengan cepat dia menghentikan larinya sambil memandang
sekeliling tempat pikirnya: "Hmmm. . dia lari kearah mana?"
sesudah ragu-ragu sebentar dengan cepat dia memutuskan suatu
arah yarg kemungkinan dilalui oleh Hong Mong Ling, dengan tanpa
pikir panjang lagi dia melanjutkan pengejaran kearah sana.
Pengejaran ini tanpa terasa sudah melalui jarak sejauh ratusan
lie hingga sampai diluar kota Hong Yu Sian sedang waktu itu hari
sudah mulai terang.
Dia tahu Hong Mong Ling tidak akan berani masuk kota karena
itulah sesudah berputar disekitar luar kota, dia mengambil suatu
jalan kecil mencari kembali hingga atas gunung Go Bi san.
Akhirnya hasilnya sia-sia belaka.
Sekembalinya di dalam benteng Pek Kiam Po waktu menunjuktan
siang hari, agaknya seluruh pendekar pedang dari benteng itu
sudah dikerahkan keluar untuk mengadakan pencarian besar-
besaran, hanya saja mereka mencarinya tidak sejauh Ti Then,
karena itulah mereka jauh lebih pagi tiba di dalam benteng.
Huang Puh Kian Pek juga sudah tiba di dalam Benteng, Kini
melihat Ti Then kembali, segera menyambut ke depan, tanyanya:
"Bagaimana?"
"Tidak ketemu." sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
Huang Puh Kian Pak menjadi gemas bercampur mangkel, sambil
menggosok tangan ujarnya:
"Lalu bagaimana baiknya? Lalu bagaimana baiknya??, kalau kita
tidak bisa menolong dia kembali. ."
"Hu Pocu" potong Ti Then dengan cepat "Lebih baik kita
rundingkan di dalam rumah saja"
Kedua orang itu segera masuk dalam benteng dan duduk
ditengah ruangan tamu, sedang kedua puluh orang pendekar
pedang merah pun berjalan masuk. air muka pendekar-pendekar
itu kelihatan sekali sangat murung, seperti semut-semut diwajan
panas, Tanya Ti Then kemudian: "Hu Pocu kamu sudah mengejar
sampai dimana?"
"Lohu mengejar sampai tepi sungai baru kembali, Ti Kaauw tauw
bagaimana?"
"Boanpwe mengadakan pengejaran sampai luar kota Hong
Yusian."
Huang puh Kian Pak menunjuk kearah ke dua puluh orang
pendekar pedang merah itu, ujarnya lagi.
"Mereka pun mengadakan pengejaran dengan berpencar tetapi
hasilnya kosong belaka"
"Hee. . dia membawa nona Wi melarikan diri, tentu gerakannya
tidak akan sangat cepat, kita sekalian tidak bisa menemukan dirinya
semuanya dikarenakan jalan yang dilalui untuk melarikan diri kita
semua tidak tahu"
"Benar" sahut Huang puh Kian Pek sambil menghela napas
panjang, "Hei bagaimana sekarang?"
"Mari kita merundingkan bersama-sama, menurut Ho Pocu
sesudah dia menculik Nona Wi, bisakah menyembunyikan diri untuk
sementara di sekeliling tempat ini atau mungkin melarikan diri
sejauh-jauhnya? "
Air muka Huang puh Kian Pek sedikit bergerak, sahutnya
kemudian:
"Ehmmm, sudah tentu dia melarikan diri sejauh mungkin, tetapi
dia pun harus tahu kalau kita bisa menggerakkan seluruh kekuatan
kita di dalam benteng untuk melakukan pengejaran, maka itulah
untuk sementara waktu dia bisa bersembunyi disekeliling tempat ini"
"Seluruh gunung apa sudah dicari semua?"
"Tidak dicari secara teliti, kemarin malam semua orang mengejar
ke bawah gunung".
"Ehmmm. . ." ujar Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Kalau
begitu sekarang juga kita periksa seluruh gunung, semua pendekar
pedang hitam, putih serta merah harus bergerak semua. Kita
bicarakan lagi sesudah memeriksa dengan teliti semua tempat."
"Benar" sahut Huang Puh Kian Pek segera bangkit berdiri. "Ki
Kiam su cepat kamu bunyikan lonceng mengumpulkan seluruh
anggota pendekar pedang yang ada di dalam benteng di tengah
lapangan latihan silat. "
si pendekar pedang pencabut sukma KiTong Hong segera
menyahut dan meninggalkan ruangan itu dengan tergesa gesa.
Tidak lama kemudian serentetan suara lonceng yang mengalun
dengan keras berkumandang di seluruh penjuru benteng.
T
i Then serta Huang puh Kian pek sekalian dengan cepat bangkit
menuju ketengah lapangan latihan silat, Dengan tak henti-hentinya
menghela napas panjang ujar Huang puh Kian pek.
"Hei, sungguh menjengkelkan sekali, tak kusangka di dalam
Benteng kita bisa muncul seorang manusia rendah semacam ini.."
"Entah Pocu kita kapan baru kembali ??" Nyeletuk seorang
pendekar pedang merah yang berada di sampingnya. "Heei .. paling
cepat juga satu bulan lamanya." Mendadak Ti Then tersenyum
ujarnya.
"Bagaimana Hu Pocu berani memastikan kalau Pocu baru kembali
satu bulan kemudian?"
saat itu Huang Puh Kian Pek baru teringat kalau sesaat Wi Ci To
hendak meninggalkan Ti Then hendak mengejar Hong Mong Liong,
kalau memangnya untuk mengejar Hong Mong Ling sudah tentu
sangat sukar untuk ditemukan, kapan baru bisa kembali ke dalam
Benteng, karena itulah sahutnya dengan sembarangan:
"Itu hanya merupakan dugaan Lohu saja, sekali pun suhengku
tidak berhasil mengejar Hong Mong Ling, tetapi mungkin dia
mengunjungi beberapa sahabat-sahabatnya"
Ti The hanya mengangguk saja tidak mengucapkan kata-kata
lagi, sedang dalam hati pikirnya:
"Kelihatannya sampai Hu Pocu ini sendiri juga tidak tahu kalau
saat ini Wi Ci To sedang bersembunyi di dalam loteng penyimpan
kitabnya. Hemmm sekarang tentunya Wi Ci To sudah tahu kalau
putrinya diculik tapi dia tetap saja tidak mau keluar dari tempat
persembunyiannya, . . hatinya sungguh kejam. Pada saat pikirannya
sedang berputar itulah semua orang sudah tiba ditengah lapangan
latihan silat.
saat itu dua ratus orang pendekar pedang hitam serta pendekar
pedang putih dengan sangat teratur berdiri di hadapan mimbar.
Huang puh Kian Pek segera menaiki mimbar, ujarnya dengan
berat:
"saudara-saudara sekalian, sesudah Hong Mong Ling menculik
pergi nona Wi, kemungkinan sekali dia belum meninggalkan daerah
gunung Go bi ini, sekarang marilah kita sekali lagi memeriksa setiap
jengkal dari tanah gunung Go bi ini, setiap tiga orang membentuk
satu kelompik, sesudah mendengar pembagian segera berangkat
mengerjakan perintah ini."
Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi:
"Dari pendekar pedang merah Ciauw It Hak. dari pendekar
pedang putih Sha In seng serta dari pendekar pedang hitam The Ci
Ho kalian tiga orang bertanggung jawab atas pencarian sekitar
daerah goa pintu naga kuil selaksa tahun serta sekitar hutan
puncak bangunan cepat pergi"
Cauw It Hak, Sha In seng serta The
membungkukkan diri memberi hormat serunya:
Ci
Ho
segera
"Menurut perintah"
Dengan cepat dipimpinnya barisan masing-masing untuk mulai
melaksanakan tugas tersebut.
"Tong Khie Peng, Jan Liang, Tau it Cin seag kalian bertiga
bertanggung jawab atas pemeriksaan sekitar daerah kuil harimau
tunduk. loteng Cin Eng Ki, batu cadas Hong Cun Peng, goa Kiu Lo
Tong serta sekitar daerah bukit telaga Ki siang Tie."
"Cao Kim Jan, Ie Wan Hiong, Pouw Cing kalian bertiga
bertanggung jawab atas pemeriksaan daerah sekitar Hu sian Cian,
bukit Tiang so Po, kuil In sian si serta sekitar puncak selaksa
Buddha.
Tidak seberapa lama seluruh pendekar pedang merah, putih
serta hitam yang ada sudah dibagi untuk melaksanakan tugasnya
masing-masing. Akhirnya ujar Huang puh Kiau Pek kepada Ti Then.
"Lohu juga akan ikut di dalam gerakan pemeriksaan gunung ini,
sedang Ti kauw tauw lohu minta menyagakan benteng ini"
"Tidak. boanpwe seharusnya ikut juga di dalam pemeriksaan
gunung ini."
"Ti Kauw tauw tidak paham terhadap jalanan sekitar pegunungan
ini, lebih baik tinggal di dalam Benteng saja menanti sesudah para
pendekar yang memeriksa gunung mendapatkan jejak barulah
pulang beri laporan, saat itu Ti kauw tauw mau pergi masih belum
terlambat"
Ti Then yang berpikir alasan ini memang sangat tepat sebera
mengangguk sahutnya.
"Baiklah, boanpwe akan menunggu kabar di dalam Benteng,
harap Hupocu pergi dengan berlega hati."
Demikianlah Huang puh Kian Pek cun meninggalkan benteng
dengan tergesa-gesa.
seluruh benteng kini hanya tinggal puluhan pelayan saja,
membuat suasana di dalam benteng ini menjadi begitu sunyi serta
tenangnya, dia balik ke dalam ruangan dan duduk kembali, sedang
pikirannya dengan cepat berputar. . teringat kembali akan Wi Ci To
yang menyembunyikan diri dalam loteng Penyimpan kitab. .
Putrinya sudah terjadi suatu peristiwa ternyata dia masih bisa
menahan diri . heei. . bukankah hal ini keterlaluan??
Hmm? hanya untuk mengawasi gerak-gerikku ternyata tidak
mauperduli lagi nasib keselamatan dari putrinya sendiri, kelihatan Wi
Ci To pocu yang mem punyai nama sangat terkenal di dalam dunia
kangouw ini pun bukankah seorang manusia baik-baik.
Baru saja dia berpikir dengan gusarnya mendadak terlihatlah
pelayan tua yang melayani dirinya si Locia dengan air muka yang
sangat girang berlari masuk ke dalam ruangan, serunya dengan
keras. "Sudah pulang. . sudah pulang."
"Siapa yang sudah pulang??" tanya Ti Then sambil bangkit berdiri
berdiri dengan cepat, "Pocu kami. . Pocu kami sudah pulang."
Baru dia berkata sampai di situ, terlihatlah Wi Ci To dengan lagak
seperti baru saja melakukan perjalanan jauh dengan langkah lebar
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Dengan cepat Ti Then maju ke depan
kedatangannya, ujarnya sambil memberi hormat.
menyambut
"Pocu sudah pulang."
"Ti kauw tauw." ujar Wi Ci To dengan air muka penuh perasaan
terkejut. "Dimana semua pendekar pedang yang ada di dalam
benteng?"
" Kedatangan Pocu sangat cepat sekali, kemarin malam Hong
Mong Ling menyelundup masuk ke dalam benteng dan menculik
pergi nona Wi."
"Apa?" teriak Wi Ci To dengan keras. "Binatang itu. dia berani
menculik In ji?? sekarang sudah ketemu belum?"
"Belum Kemarin malam boanpwe sudah melakukan pengejaran
hingga jauh diluar benteng, tetapi hasilnya hampa belaka, karena
itu Hu pocu baru saja perintahkan seluruh pendekar pedang yang
ada di dalam Benteng untuk melakukan pemeriksaan yang lebih
teliti diseluruh daerah pegunungan, jika tidak memperoleh hasil
barulah mencarijalan lain"
Kegusaran dari Wi Ci To tidak bisa ditahan lagi, dengan sinar
mata berapi-api teriaknya dengan keras.
"Bangsat cilik, Kamu berani berbuat demikian kurang ajar. .
hmm. .jangan harap bisa lolos dari tanganku"
Sehabis berkata dia putar tubuh dan menerjang keluar dengan
sangat cepat.
Ti Then tahu kalau dia pun akan mencari disekitar gunung,
karena itulah tidak sampai mengikuti dari belakang, sesudah melihat
bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan, dari air mukanya
segera terlihat terlintas suatu senyuman, pikirnya:
"Ehmm, pandai juga dia berpura-pura, tetapi perasaan cemas
yang terlihatpada wajahnya bukan sengaja diperlihatkan."
Tetapi. . dengan munculnya Wi Ci To kembali ke dalam Benteng,
ini membuat perasaan tidak puasnya terhadap Wi Ci To tersapu
lenyap dari benaknya.
Dengan perlahan dia mengalihkan pandangannya kearah Locia si
pelayan tua itu, ujarnya sambil tersenyum.
"Lo cia, kembalinya Pocu kali ini sungguh cepat sekali."
"Benar, untung sekali dia tepat waktunya kembali, kalau tidak
entah apa yang akan terjadi."
Ti Then hanya tersenyum saja, tidak berbicara lagi, sedang
dalam hati pikirnya.
"Pelayan tua ini kemungkinan sekali merupakan salah seorang
yang menyelidiki dan mengawasi seluruh gerak gerikku, sejak hari
ini aku harus lebih berhati-hati lagi terhadap dirinya"
"Ti Kauw tauw" ujar si Locia lagi "dengan wajah yang sangat
murung, kau lihat bisakah Hong Mong Ling berbuat sesuatu
terhadap siocia kita?"
"Kemarin malam ditengah gunung dia pernah berusaha
memperkosa siocia, karena itulah kali ini dia menculik pergi siocia,
kemungkinan sekali juga mengandung maksud tidak lurus. ."
"Hei, memang benar papatah yang mengatakan, tahu mukanya
tahu orangnya tetapi tidak akan tahu hatinya, siapa sangka seorang
pemuda begitu baik kelihatannya hanya di dalam dua tiga hari saja
sudah berubah menjadi demikian ganas serta kejamnya, boleh
dikata mirip dengan hati srigala heeeei... Tidak lebih seperti seekor
binatang"
"Tapi persoalan yang pokok
perjodohannya deagan siocia."
karena
Pocu
membatalkan
"Sekali pun begitu" ujar si Locia itu lagi. "Dengan membohongi
siocia dia bermain perempuan diluaran sudah tentu pocu kami tidak
setuju kalau putrinya dijodohkan dengan manusia rendah seperti
itu."
"Ehmmm, kamu mengikuti pocu sudah sangat lama sekali,
tentunya tahu juga asal usulnya bukan???"
"Tentu tahu.." sahut si Locia sambil mengangguk "Dia berasal
dari kota Majan di daerah Oh Tong atau Kini daerah Hu Pak.
ayahnya adalah sam Huan sin su atau si tangan sakti bergelang tiga
Hong Tiong Yang, pada waktu itu membuka sebuah piauw kiok di
kota Han Yang yang bernama Liong Hong piauw kiok. akhirnya
karena mengawal barang kiriman mendapat luka dan bersembunyi
ditengah pegunungan yang sunyi sedang putra tunggalnya dikirim
kemari mohon pocu mau menerimanya"
"Ooooh kalau begitu pocu dengan ayahnya si sam Huan sin su
merupakan kawan karib" potong Ti Then cepat.
"Tidak bisa dikatakan merupakan kawan karib, mereka hanya
pernah berkenalan saja. karena pocu melihat bakatnya sangat
bagus dan orangnya tumbuh sangat tampan maka baru sanggup
untuk menerimanya sabagai seorang murid."
"Pada tiga tahun yang lalu ayahnya sudah meninggal."
"Ooh" sahut Ti Then perlahan. "Lalu Ibunya ???"
"Ibunya shen si meninggalkan dunia pada tahun kedua sesudah
melahirkan dirinya, dia mati dibunuh orang"
"Dibunuh orang??" tanya Ti Then sambil memandang tajam
wajahnya.
"Benar, jikalau di bicarakan soal ibunya shen si merupakan
seorang yang punya asal usul terkenal. Dia merupakan putri dari
Thiat Ciang Cang sam Kun atau pukulan besi menggetarkan tiga
daerah shen Cing Hong yang pernah menggetarkan dunia
kangouwpada waktu itu, karena itulah sewaktu dia masih nona
sudah mendapatkan seluruh kepandaian dari ayahnya, kemudian
sesudah kawin dengan Hong Tiong Wan membantu suaminya
menyalankan Piauw kiok."
"Pada tahun kedua sesudah melahirkan Hong Mong Ling ada satu
kali suaminya mengawal barang menuju ke daerah Lo kho sedang
dirinya mengawal barang ke Kota Han Yang, tidak disangka
ditengah jalan terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan dirinya
terbunuh hingga binasa, akhirnya Hang Tiong Yan berhasil
membunuh penyahat itu membalaskan dendam bagi istrinya."
"Kalau begitu Hong Mong Ling sekarang hanya seorang diri
saja?"
"Aku Kira demikian, tapi aku pernah dengar ayahnya
meninggalkan sejumlah harta benda dikota Han Yang yang sekarang
dijaga oleh pamannya."
" Harta kekayaan apa? pamannya bernama siapa?.."
"Agaknya sebuah rumah penginapan sedang pamannya bernama
apa hamba sendiri juga tak tahu".
"Ehmmm..." ujar Ti Then sambil mengangguk. "Aku kira pocu
tentu tahu, nanti sesudah dia pulang aku mau tanya dia.."
"Buat apa Ti kauw tauw menanyai hal ini?"
"Jika di atas gunung tidak menemui dia, aku pikir harus pergi ke
kota Han Yang satu kali, paling sedikit juga harus cari pamannya
yang berdiam di sana."
"Tidak salah, tetapi waktu itu kemungkinan siocia sudah
menemui bencana di tangannya"
"He hee hee... tetapi masih bisa juga menangkap dia kembali
untuk dijatuhi hukuman, bukan begitu???"
"Heei, semoga saja Thian melindungi kesehatan dan keselamatan
siocia sehingga dia bisa kembali dengan selamat"
"Ehm, sekarang sudah siang?"
"Benar"
" Kemarin malam aku sudah melakukan perjalanan sejauh dua
ratus lie lebih, kini perutku merasa lapar, cepat pergi sediakan
makanan" si Lo cia pelayan tua itu segera menyahut dan berlalu dari
sana.
Awan gelap mulai menutupi seluruh jagat, malam hari pun tiba
dengan cepat, para pendekar pedang yang dikirim keluar satu
persatu pada pada kembali ke dalam benteng. Tetapi tidak seorang
pun diantara mereka yang membawa kabar baik. Tidak lama
kemudian Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek pun kembali.
Seluruh tubnh mereka basah kuyup oleh keringat yang mengucur
mengotori seluruh bajunya hal ini memperlihatkan kalau mereka
sudah memeriksa setiap jengkal tanah seluruh gunung GoBisan itu.
Tetapi. . yang mereka bawa pulang tidak lebih hanya tubuh yang
lelah serta air muka yang murung sedih, gusar serta gemas yang
bercampur menjadi satu.
Dengan wajah yang loyo Wi Ci To menyatuhkan diri di atas kursi
dalam ruangan itu, matanya dipejamkan rapat-rapat sama sekali
tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Dua puluh tiga orang pendekar pedang merah yang berdiri di
dalam ruangan itu pun pada menundukkan kepalanya rendah-
rendah, air muka mereka kelihatan sekali sangat sedih dan murung.
Seluruh ruangan saat itu diliputi oleh perasaan duka yang amat
sangat, tidak terdengar suara manusia yang bercakap-cakup, hanya
helaan napas panjang sering memecahkan kesunyian yang
mencekam itu, sesudah hening lama sekali barulah terlihat Wi CiTo
membuka kembali matanya, ujarnya dengan perlahan.
"Shia Pek Tha, Ki Tong Hong, Cian su Ci serta ouwyang Huan
kalian berempat bertanggung jawab di dalam pengiriman "Perintah
seratus Pedang" segera kirim perintah itu"
shia Pek Tha, Cian su Ci, Ki Tong Hong serta ouwyang Huan
segera menyahut dan mengambil empat buah panyi kecil yang
bertuliskan kata-kata, "Perintah seratus pedang" dari sebuah tabung
ditengah meja sembahyangan di dalam ruangan itu, kemudian
mengundurkan diri dengan tergesa-gesa.
-0000000-
TIDAK LAMA KEMUDIAN terdengar suara derapan kuda yang
sangat ramai berkumandang masuk dari luar ruangan yang makin
lama makin menyauh.
Wi Ci To termenung berpikir lagi beberapa saat lamanya,
kemudian barulah ujarnya kepada kesembilan belas pendekar
pedang merah lainnya:
"Kalian mengundurkan diri untuk makan sesudah dahar segera
berangkat, setiap dua orang dibagi menjadi satu kelompok masing-
masing mengejar secara berpisah sebelum mendapatkan perintah
lohu yang mencabut kembali perintah ini kalian jangan pulang"
Kesembilan belas pendekar pedang merah itu segera menyahut
dengan hormat dan mengundurkan diri dari dalam ruangan.
sesudah itulah Wi Ci To baru menoleh kearah Ti Then, ujarnya
sambil tertawa:
"Tadi di tengah jalan Hupocu beritahu pada lohu, katanya
kemarin malam bangsat cilik itu sudah menawan putriku ke dalam
gua untuk melakukan pekerjaan tidak sopan, untung sekali waktu
itu Ti Kiauw tauw datang menolongnya saat itu kenapa Ti kauw
tauw melepaskan dia pergi?"
"Kesemua ini merupakan kesalahan boanpwe" sahut Ti Then
dengan perlahan, "Jika tahu dia akan berbuat demikian tentu
boanpwe tak akan melepaskan dia pergi." Air mata mulai jatuh
berlinang membasahi wajah Wi Ci To, ujarnya dengan sedih.
"Selamanya Lohu mendidik murid dengan sangat keras, tidak
disangka masih muncul juga seorang manusia rendah seperti dia..
Hei.. jika tidak secepat mungkin menolong putriku dari tangannya . .
. namaku selama ini akan ikut hancur berantakan"
"Orang budiman akan mendapatkan bantuan dariThian, boanpwe
percaya putrimu akan kembali dengan selamat"
"Heei.." ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Kemarin
malam bangsat itu sudah punya maksud jelek terhadap putriku, kali
ini dia berhasil menculiknya tentu tidak akan melepaskannya dengan
begitu saja?"
"Tapi. ." ujar Ti Then setengah menghibur. "sesudah dia
menculik putrimu kita sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang
ada di dalam benteng untuk mencari dia, aku kira di dalam
beberapa hari ini dia tak akan berani berbuat sesuatu terhadap nona
Wi."
"Benar . ." sambung Hung puh Kian Pek dengan cepat "Perkataan
Ti kauw tauw sedikit pun tidak salah, asalkan di dalam beberapa
hari ini kita bisa menemui dia, maka In ji tidak akan mendapatkan
bencana."
Dengan pandangan kosong Wi Ci To memandang keluar
ruangan, lama sekali dia berdiri termangu-mangu tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
"Becana yang diderita nona Wi kali ini seharusnya boanpwe juga
ikut bertanggung jawab, karena itulah boanpwe sudah mengambil
keputusan untuk meninggalkan benteng ikut mencari, sekali pun
tidak bisa menolong Nona Wi sedikit-dikitnya bisa menawan dia
kembali ke dalam Benteng"
Wi Ci To hanya menganggakan kepalanya saja.
"Sore tadi" ujar Ti Then lagi "Boanpwe pernah dengar perkataan
dari Locia, katanya dikota Han Yang ayahnya pernah meninggalkan
sebuah rumah penginapan yang sekarang dijaga oleh pamannya,
Pocu tahukah kamu apa nama dari rumah penginapan itu?"
"Rumah penginapan Hok An."
"Lalu siapa nama dari pamannya ?"
"Hong Tiong Peng "
"Selain dia apakah masih ada keluarga lain atau kawan-
kawannya?"
"Heei . . ." ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang, "pada
usia tiga belas dia masuk benteng ini, agaknya diluaran tidak punya
kawan-kawan lain, sedang dari keluarganya yang paling sering
mengadakan hubungan hanya dari pihak kakeknya- kakeknya
adalah sipukulan besi menggetarkan tiga daerah shen Cin Hong
sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, kini hanya tinggal
neneknya saja yang masih ada, dan tahun yang lalu dia masih
datang kemari nengok dia"
"Sebuah dusun kecil didekat Heng sak Than di atas gunung Kiu
kongsan" Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah
ujarnya:
"Jika tidak berhasil mendapatkan dirinya, terakhir kita harus pergi
juga kerumah neneknya serta rumah penginapan Hok An untuk
mencari berita, karena kedua tempat ini cepat atau lambat, dia akan
ke sana juga"
"Kapan Ti Kauw tau mau berangkat ?"
Ti Then yang punya maksud hendak berunding dulu dengan
majikan patung emas, segera sahutnya.
"Bagaimana kalau boanpwe berangkat besok pagi?"
Padahal di dalam hati Wi Ci To sangat mengharapkan dia bisa
berangkat malam itu juga, hanya saja tidak enak untuk diucapkan
keluar, segera dia mengangguk. sahutnya.
"Baiklah, kemarin malam Ti Kauw tauw sudah melakukan
perjalanan satu malaman, seharusnya kini beristirahat lebih dulu"
Dengan segera Ti Then bangkit untuk memohon diri dan kembali
kekamarnya sendiri.
Dia memerintahkan pelayan tua si Locia itu menyediakan
segentong air panas untuk mandi, kemudian dahar malam dikamar
sesudah semuanya selesai barulah dia menyulut lampu dan
mengetuk jendela sebanyak tiga kali.
Dia tahu majikan patung emas baru akan muncul pada tengah
malam buta, karena itulah dia tidur terlebih dulu untuk menanti
kedatangan majikan patung emas di tengah malam nanti.
siapa tahu sekali tidur dia telah jatuh pulas dengan nyenyaknya
sampai dia merasa bahunya ditepuk orang barulah sadar kembali
dengan sangat terkejutnya. Yang menepuk bahunya itu tidak lain
adalah patung emas yang pernah di temuinya itu. Dengan cepat Ti
Then bangun dari tidurnya sambil duduk ujarnya: "Hei kawan,
sungguh cepat kedatanganmu kali ini."
Dengan suara yang lembut dan dihantar dengan menggunakan
ilmu menyampaikan suara, sahut majikan patung emas itu dari atas
atap rumah. "Heehehe kentongan ketiga sudah berlalu, kamu kira
masih pagi?."
Mendengar perkataan itu Ti Then segera angkat kepalanya
memandang ke atas atap rumah, sahutnya sambil tersenyum:
"sebetuinya aku mau tunggu dengan cara bagaimana kamu
datang, ha ha ha tidak disangka sudah tertidur demikian pulasnya"
"Hemm aku beberapa kali sudah peringatkan dirimu, jangan
coba-coba selidiki jejakku"
"Aku hanya ingin tahu dengan cara bagaimana kamu bisa
menghindarkan diri dari pengawasan orang-orang benteng ini"
sahut Ti Then sambil angkat bahunya. "Kamu anggap aku punya
ilmu untuk melenyapkan diri?"
"Ha ha ha ha tidak sampai begitu jauh" sahut Ti Then sambit
tertawa terbahak-bahak "Tentang nona Wi yang diculik tentu kamu
tahu bukan?"
"Ehmmm. .tahu"
" Kamu pikir harus bagaimana baiknya sekarang ini?" "Tolong dia
pulang"
"Besok pagi-pagi aku mau berangkat, hanya tidak tahu none Wi
sudah diculik kemana, kamu tahu tidak?"
"Aku tidak tahu" sahut majikan patung emas lagi "Bagaimana
pun juga kau harus berusaha keras mendapatkan Hong Mong Ling
dan menolong kembali Wi Lian In."
"Kalau tidak berhasil?"
"Asalkan Hong Mong Ling belum bunuh dia pada suatu hari tentu
berhasil juga menolong dia kembali"
"Jika Hong Mong Ling sudah membunuh mati dia?"
"Sekarang tidak usah terlalu banyak pikiran urusan ini."
"Masih ada satu hal lagi yang harus dijelaskan, jika dia sudah
diperkosa oleh Hong Mong Ling lalu aku.."
"Kamu tetap harus memperistri dirinya" potong majikan patung
emas itu dengan cepat.
"Hemm"
"Kamu adalah patung emasku" sambung majikan patuug emas
itu lagi, "sekali aku katakan padamu, aku mau kamu berbuat apa
saja, kamu harus lakukan"
"Aku mau kamu berbuat apa saja kamu harus melakukan
pekerjaan itu, sekali pun aku mau kamu memperistri seorang
kuntilanak yang bagaimana jelek pun kamu harus memperistri
kuntilanak itu dengan tanpa membantah"
"Hmm"
"Masih ada persoalan apalagi yang hendak kamu tanyakan?"
"Kamu ikut aku keluar benteng tidak"
"Ehmm. . kali ini aku
benteng saja."
punya pikiran untuk tinggal di dalam
"Tapi" ujar Ti Then lagi, "jika ditengah perjalanan aku
membutuhkan petunjuk darimu aku harus berbuat bagaimana?
"Kamu boleh putuskan urusan itu sesuka hatimu"
"Kenapa kamu tidak ikut aku keluar benteng?"
"Jika aku berdiam di dalam benteng, setiap saat bisa
mendapatkan berita mengenai Wi Lian In, asalkan ada orang yang
berhasil menolong dia pulang maka dengan cepat aku akan
beritahukan kepadamu"
"Kamu bisa mencari aku?"
"Bisa."
"Bagaimana kamu bisa tahu aku berada dimana?"
"Sudah tentu aku punya cara untuk mengetahuinya"
"Baiklah" ujar Ti Then kemudian.
"Sekarang silahkan kamu sediakan uang untuk aku gunakan,
seratus tahil perak yang waktu itu kamu berikan padaku sudah aku
gunakan hingga habis"
"Hmm kamu jadi orang terlalu royal, kali ini tidak bisa."
"Tidak ada uang sukar berjalan, kalau tidak beri aku uang, suruh
aku pakai apa pergi cari nona Wi"
"Besok sebelum kamu meninggaikan Benteng Wi Ci To tentu
akan kasih kamu uang"
"Tapi..." timbrung Ti Then lagi. "aku melakukan pekerjaanmu
sudah seharusnya menggunakan uangmu."
"Peristiwa tertawannya Wi Lian In kali ini tidak termasuk di dalam
dugaanku maka kali ini seharusnya dikatakan kamu membantu Wi Ci
TO menolong pulang putrinya, sudah seharusnya dia yang keluar
uang."
" Hmm. . . sungguh cermat perhitunganmu"
Majikan patung emas itu tidak memberi jawaban lagi, dengan
cepat patung emasnya ditarik ke atas atap. kemudian menutup
kembali tempat itu dan berlalu dengan tidak menimbulkan sedikit
suara pun. Ti Then juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, sambil
menghela napas panjang dia membaringkan tubuhnya kembali ke
atas pembaringan, tetapi hingga pagi menjelang kembali dia tidak
bisa tertidur kembali. sampai dari kamar sebelah dia dengar suara
batuk-batuk dari itu pelayan tua si Lo cia barulah dia bangkit dari
pembaringannya dan membuka pintu.
Diruang makan sesudah habis bersantap pagi bersama-sama
dengan Wi Ci To serta Huang Puh Kian pek. terlihatlah dengan
membawa sebungkus uang perak serta sebilah pedang Wi Ci TO
berjalan kearahnya, ujarnya kemudian.
"Pedang ini disebut sebagai "seng shia" yang berarti menang dari
segala iblis yang merupakan salah satu pedang wasiat kesayangan
lohu pada masa yang silam, kini lohu hadiahkan pada Ti Kauw tauw
sebagai bekal perjalanan, di samping itu lima ratus tahil uang perak
ini harap Ti kiauw tauw terima sekalian"
000
TI THEN dengan mengucapkan terima kasih menerima hadiah
itu, tanyanya kemudian: "Apakah Pocu juga mau ikut mencari nona
Wi?"
"Lohu pikir akan menunggu beberapa hari terlebih dulu di dalam
Benteng, jika tidak ada berita barulah pergi sendiri"
Dengan perlahan Ti Then menoleh pula kearah Huang Puh Kian
Pek tanyanya lagi: "Bagaimana dengan Hu pocu?"
"Lohu juga akan berangkat, nanti kita keluar bersama-sama"
sahut Huang Puh Kian Pek perlahan.
"Kalau begitu" ujar Ti Then sambil bangkit berdiri "biarlah
boanpwe balik kekamar untuk mengambil sebentar barang-barang,
kemudian kita berangkat bersama-sama"
sesudah memberi hormat dia mengundurkan diri ke dalam
kamar, sesudah membungkus uang serta pakaiannya menjadi satu
dan menggantungkan pedang pemberian Wi Ci To itu pada
pinggangnya segera dia berjalan ketengah lapangan latihan silat.
Waktu itu Huang Puh Kian Pek sudah menuntun dua ekor kuda
jempolan menanti kedatangannya ditengah lapangan, begitu melihat
dia datang segera memberikan tali les dari seekor kuda jempolan
berwarna merah darah kearahnya, ujarnya sambil tertawa:
"Kuda ini disebut Ang san Khek yang merupakan kuda
kesayangan dari In ji, kini Ti Kauw tauw boleh menggunakanmya
kemungkinan sekali dengan kepandaian kuda tersebut bisa
menemukan kembali jejak dari In ji"
sambil tersenyum Ti Then menerima tali les itu sesudah naik ke
atas punggung kuda tersebut ujarnya: "Ayoh jalan"
-ooo0dw0ooo-
Jilid 8.1. Setan Pengecut Berkerudung Penculik Nona Wi
Tali les kudanya ditarik, terdengarlah suara ringkikan kuda yang
panjang, empat buah kakinya mulai bergerak dengan sangat
cepatnya menerjang keluar pintu Benteng.
Huang Puh Kian pek dengan cepat menyalankan kudanya pula
untuk mengejar, tua muda dua orang itu yang satu berada di depan
sedang yang lain berada di belakang dengan mengikuti jalanan
gunung berlari dengan cepatnya ke bawah. Tanya Ti Then
kemudian.
"Hu Pocu, kamu orang
mana?"
punya maksud mengambil jalan yang
"Daerah Siok Pak banyak terdapat gunung, Lohu punya maksud
mencari dari sebelah utara, bagaimana dengan Ti kiauw tauw? "
"Ehm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sejenak, "Boanpwe
punya maksud mencari kearah timur dulu kemudian baru memasuki
daerah Oh Tong (kini daerah Hu Pak) kekota Han Yang mencari
pamannya dirumah penginapan Hok An,jika di sana tidak peroleh
hasil baru menuju kedaerah telaga Heng sak Than rumah neneknya"
"Kalau begitu baiklah." ujar Huang Puh Kianpek sambil
mengangguk "Nanti kita berpisah dijalanan bawah gunung. "
Di dalam sekejap mata saja mereka sudah berada disuatu
persimpangan jalan di bawah gunung itu, kedua orang itu segera
berpisah yang satu menuju kearah utara sedang yang lain menuju
kearah timur untuk melakukan pencarian sendiri.
Ti Then yang melakukan perjalanan ke arah timur ditengah jalan
terus menerus mencari berita tentang Wi Lian In, sesudah berjalan
dua hari lamanya ia tetap belum memperoleh sedikit berita pun
tetapi arah tujuannya tetap tidak dirubah karena dia tahu sebelum
memperoleh gambaran dari situasi yang sebetulnya sekali pun
mengubah arah tujuan tetap tidak berguna karena itulah terpaksa
dia melanjutkan perjalanan ke depan.
Di tengah perjalanan ini walau pun tidak berhasil didapatkan
sedikit kabar pun hal ini belum bisa membuktikan kalau Hong Mong
Ling tidak melewati jalanan ini karena sesudah berhasil dia culik Wi
Lian In meninggalkan daerah gunung Go bi kemungkinan sekali
melarikan diri menggunakan kereta kuda yang tertutup sehingga hal
ini membuat dia tidak memperoleh sedikit berita pun.
Pada pertengahan hari kedua dia sudah tiba ditempat daerah
garam yang sangat terkenal yaitu daerah Ci Liuw Cing, segera
dicarinya sebuah rumah makan untuk menangsal perutnya, ketika
sedang enaknya dia dahar datanglah seorang pelayan ke samping
tubuhnya sambil memberi hormat tanyanya: "Tolong tanya apakah
kongcu she Ti?"
Mendengar pertanyaan itu hati Ti Then serasa tergetar sangat
keras, sambil memandang sekejap sekeliling tempat itu ujarnya:
"Ehmm tidak salah bagaimana kamu bisa tahu ??"
Dari dalam sakunya pelayan itu mengambil keluar sebuah sampul
surat yang kemudian diangsurkan ke hadapannya, ujarnya:
"Baru saja ada seorang anak kecil yang mengirim surat ini,
katanya surat ini akan dikirim kepada seorang kongcu berbaju hitam
yang mem punyai hati, hamba melihat di atas loteng ini hanya
kongcu seorang yang memakai pakaian hitam. . ."
"Mana itu bocah?" potong Ti Then sambil menyambut sampul
surat itu.
"Sudah pergi"
"Kamu kenal dia?" tanya Ti Then lagi dengan cemas.
"Hamba tidak kenal" sahut pelayan itu sambil gelengkan
kepalanya . "dia menyerahkan sampul surat itu kepada hamba
sesudah memberi tahu kalau surat ini harus di serahkan kepada
kongcu dengan cepat dia lari pergi."
"Ehmmm. . kamu lihat berapa usia bocah itu ??"
"sepertinya baru berusia sebelas . . dua belas . ."
Segera Ti Then tahu kalau bocah cilik itu pun hanya dititipi oleh
seorang lain saja, segera sahutnya sambil anggukan kepalanya.
"Baiklah . . terima kasih"
Pelayan itu segera mengundurkan dirinya dari hadapan Ti Then.
Sesudah dilihatnya pelayan itu pergi jauh, barulah Ti Then
membuka isi sampul surat itu, di dalamnya terlipat secarik kertas
putih yang berisikan beberapa puluh kata.
" Untuk menolong Wi Lian In datanglah ke gunung Yan siong
san, tetapi dilarang beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari
benteng Pek Kiam Po. Melanggar permintaan ini tidak akan ditemui
kembali."
Tulisan itu ditulis dengan batu arang, setiap gaya serta
lengkukannya sangat mantap. agaknya dia punya maksud untuk
menutupi gaya tulisan yang sebenarnya.
Ti Then hanya tersenyum saja, sesudah menyimpan sampul surat
itu dia melanjutkan kembali untuk berdahar.
Jika dilihat luarnya kelihatan sekali sikapnya yang tenang tanpa
sedikit emosi. Padahal di dalam hati dia merasa sangat terkejut
bercampur girang, otaknya terus berputar memikirkan kedatangan
surat misterius yang sangat mendadak itu.
Jika ditinyau dari gaya tulisan yang sengaja dipertegas, di dalam
hati dia bisa menduga kalau pihak lawannya merupakan orang yang
sudah dikenal olehnya.
Tetapi walau sudah dipikirkan sangat lama, tetap saja tidak
diperoleh gambaran dari orang yang menulis surat kepadanya itu.
Hanya dari hal ini dia bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa
orang yang menulis surat itu tidak mungkin adalah Hong Mong Ling.
Karena sesudah Hong Mong Ling menculik pergi Wi Lian In,
tentunya dia tahu kalau dirinya sampai tertangkap kembali ke dalam
Benteng hanya jalan kematian yang di perolehnya, untuk melarikan
diri saja masih merupakan suatu persoalan yang rumit, sudah tentu
tidak akan berani bermain macam-macam dengan dirinya.
Kalau demikian apakah orang yang menculik pergi Wi Lian In
bukan Hong Mong Ling atau mungkin orang yang menulis surat ini
yang melakukan ?
Jika betul maka tujuannya di dalam menculik pergi Wi Lian In
harusnya adalah Wi Ci To sendiri, tetapi kenapa dia melarang
dirinya memberitahukan hal ini kepada orang-orang dari benteng
Pek Kiam Po?
Jika bukan maka pemberitahuannya kepada dia untuk pergi
kegunung Yau Liong san untuk menolong Wi Lian In bermaksud
baik, kalau memangnya begitu kenapa tidak mau menampakkan
diri?
Hemm, tidak perduli bagaimana pun aku harus melakukan hal ini
sesuai dengan permintaannya, aku mau lihat di atas gunung Yau
Liong san sudan tersedia mainan macam apa.
Berpikir sampai di sini segera Ti Then membereskan rekeningnya
dan turun dari atas loteng, sesaat meninggalkan pintu rumah makan
itu ditariknya seorang pelayan, sambil bertanya.
"Hey tolong tanya berapa jauh jarak dari sini sampai gunung Yau
Liong san?"
"Yau Liang san??" tanya pelayan itu melengakl
"Benar Gunung Yau Liong san"
"Ooh .... sangat jauh sekali"
"Ehmm . . tentang hal ini biarlah hamba berpikir sebentar.." Dia
berhenti dan ber pikir sebentar, "hamba sudah mengingat kembali
seharusnya berada di daerah tenggara, kongcu harus menuju ke
propinsi Ci Kiang dulu (terletak di daerah Su khuan) dari sana
bertanya lagi mungkin baru jelas"
"Terima kasih"
Dengan cepat dia meloncat naik ke atas kudanya dan menepuk
pantatnya hingga lari dengan kencangnya ke depan.
Dia percaya orang yang menulis surat itu tentu menguntit dirinya
secara diam-diam tetapi dia tidak punya maksud untuk mencari
tahu siapa pihak lawannya itu, karena menolong orang adalah
terpenting dari urusan itu, tak perduli pihak lawannya itu orang
yang menculik pergi Wi Lian In atau bukan, tidak perduli juga pihak
lawannya punya maksud baik atau jelek. pokoknya menolong Wi
Lian In paling penting dari semua urusan sedang penculiknya
merupakan urusan kedua saja.
Kudanya merupakan seekor kuda jempolan, sehingga larinya pun
bagaikan meluncurkan anak panah terlepas dari busurnya, hari itu
menjelang matahari lenyap di balik gunung dia sudah melakukan
perjalanan mendekati seratus li.
Dua hari kemudian dia sudah berada di bawah kaki gunung Yao
Liong san yang megah itu.
Setibanya ditempat itu Ti Then menjadi sangat bingung, karena
pihak lawannya sama sekali tidak beritahu tempat serta tanggal
pertemuannya, sesudah berpikir sebentar barulah dia menyalankan
kudanya mengitari sekeliling daerah gunung itu, begitu dilihatnya
diantara tempat itu muncul sebuah jalanan kecil dengan cepat
kudanya di larikan ke arah sana.
Sesudah berjalan beberapa saat lamanya melaluijalan itu dari
depannya terlihatlah seorang penebang kayu berjalan mendatang
dengan perlahan sambil tersenyum dia memberi hormat kepada Ti
Then, ujarnya:
"Laote ini apa betul bernama si pendekar baju hitam Ti Then"
Ti Then segera menarik tali les sehingga kudanya itu berhenti,
sambil merangkap tangan membalas hormat sahutnya. "Memang
cayhe adanya saudara..."
Penebang kayu berusia pertengahan itu tidak memberi jawaban,
dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepucuk surat dan di
angsurkan ke hadapan Ti Then, ujarnya:
"Tadi ada orang yang mentitipkan ini kepadaku untuk di
sampaikan kepada saudara, harap kamu mau terima"
Begitu Ti Then melihat dia diangsurkan sepucuk surat lagi, tidak
terasa alisnya dikerutkan rapat-rapat, sambil menerima surat
tersebut tanya:
"Siapa orang itu?"
"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
"Dia seorang lelaki atau seorang perempuan? Berapa besar
usianya?"
"Tidak tahu" sahut penebang kayu itu sambil gelengkan
kepalanya kembali.
"Haa? Apa Loheng tidak melihatnya?" tanya Ti Then sambil
tertawa meringis.
"Sudah melihatnya dengan jelas."
" Kalau memangnya sudah melihat dengan jelas bagaimana tidak
tahu dia seorang lelaki atau pun seorang perempuan sudah tua atau
masih muda"
"Karena dia sudah beri aku satu tahil perak."
"Oooh . . ." matanya diputar keempat penjuru angin, kemudian
sambungnya dengan suara rendah. "Bagaimana jika aku beri dua
tahil perak lagi?"
"Tidak bisa" sahutpenebang itu sambil gelengkan kepalanya.
"walau kamu beri aku dua ratus tahil aku juga tidak berani
menerima."
Ti Then jadi menjadi melengak. tanyanya penuh keheranan. "
Kenapa?"
"Dia sudah peringatkan aku jika aku berani mengkhianati dia
maka kepalaku ini akan dipotong, sekali pun batok kepalaku ini tidak
laku tapi juga tidak seharga dua tahil perak bukan?"
"Haaa.. haaa .. betul. betul silahkan Loheng lanjutkan perjalanan"
Penebang kayu berusia pertengahan itu segera memikul kayunya
kembali untuk melanjutkan perjalanannya .
Segera Ti Then membuka sampul surat itu dan membaca isi
suratnya, di dalam surat itu tertuliskan:
"Hemm.. sudah aku bilang jangan sembarangan beritahukan
urusan ini kepada orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po, kamu
tidak mau dengar juga, kini masih menyuruh orang menguntit
secara diam-diam. Sekali ini aku beri kesempatan terakhir kalinya
untukmu, segera perintahkan orang itu kembali, kemudian menanti
pemberitahuanku selanjutnya"
Sehabis membaca isi surat itu Ti Then mendadak tertegun
dibuatnya.
Sama sekali tidak disangka olehnya kalau Wi Ci To masih
mengirim orang menguntit dirinya, hari itu ketika masih berada di
dalam benteng Pek Kiam Po sesudah mengetahui dari mulut majikan
patung emas kalau dirinya diawasi oleh empat orang pendekar
pedang merah siang malam hatinya tidak begitu terkejut dan heran
karena dia merasa perbuatan Wi Ci To itu memang seharusnya
tetapi sesudah terjadi berbagai peristiwa Wi Ci To ternyata masih
mencurigai dirinya, bahkan mengirim orang untuk mengawasi
seluruh tindak tanduknya, hal ini berada jauh diluar dugaannya.
Sekarang orang yang menulis surat itu salah menganggap kalau
dia yang mengatur orang untuk menguntit dari belakang, bukankah
urusan ini keterlaluan sekali?
Kini dia memberi perintah kepadanya untuk mengusir orang yang
menguntit dia itu, tetapi dengan cara bagaimana dia bisa
memancing orang-orang itu munculkan dirinya. "Ehmmm. . sudah
ada ?"
Di dalam benak Ti Then berkelebat suatu akal yang sangat bagus
sekali, segera dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya
dan melanjutkan perjalanan menuju ke arah tengah gunung.
Sesudah berjalan beberapa jauh mendadak seperti tubuhnya
terkena racun, mendadak badannya sempoyongan dan rubuh dari
atas pelana kudanya, tubuhnya dengan tepat terjatuh di samping
jalan dalam keadaan tidak sadarkan diri
Agaknya kuda itu tahu kalau majikannya menemui peristiwa
diluar dugaan, segera terlihatlah sikapnya yang tidak tenang,
dengan tak henti-hentinya dia meringkik panjang.
Permintaan tolongnya ternyata mendatangkan hasil, sekonyong-
konyong dari samping jalan ditengah tumbuhan pepohonan yang
rapat melompat keluar seseorang yang kemudian secara langsung
menuju ke samping tubuh Ti Then yang rubuh tidak sadarkan diri
itu.
Seluruh tubuh orang itu memakai baju berwarna hitam,
kepalanya memakai topi lebar yang terbuat dari rumput yang
direndahkan sehingga menutupi seluruh wajahnya, tetapi jika
ditinyau dari bentuk tubuhnya boleh dikata usianya kurang lebih
enam puluh tahunan.
Dia berjalan hingga ke samping tubuh Ti Then kemudian
berjongkok membimbing tubuhnya bangun.
Saat itulah Ti Then sudah sadar kembali dari pingsannya.
Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar dan memandang
orang tua itu sambil tersenyum, ujarnya kemudian.
"Aku kira siapa yang sudah datang. Eh. . eh, tidak tahunya pocu
sendiri"
Orang tua itu tidak lain memang si pedang naga emas Wi Ci To
adanya. Wi Ci To tahu kalau dia tertipu oleh siasatnya, tangan
kirinya yang merangkul pinggang Ti Then dengan cepat ditarik
kembali dan diubah menjadi cengkeraman menguasai jalan darah
Ciang Hia Hiat pada lehernya, ujarnya sambil tertawa. "Ti kauw
tauw kini sudah tahu kalau lohu menguntit dirinya."
Ti Then sama sekali tidak memberikan perlawanannya, hanya
dengan tertawa tawar sahutnya, "Tidak. aku baru tahu ada orang
yang menguntit diriku setelah menerima surat tadi, tidak tahunya
orang itu adalah pocu sendiri"
Air muka Wi Ci To yang penuh dihiasi senyuman segera hilang
lenyap berganti dengan wajah yang keren, sepatah demi sepatah
tanyanya dengan berat: "Siapa orang itu??"
"Tidak tahu."
"Hmmm, dia beri kamu orang dua pucuk surat yang kesemuanya
lohu lihat dengan mata kepala sendiri, kenapa tidak bicara terus
terang saja."
"Pocu kamu salah paham" ujar Ti Then sambil tertawa pahit.
"Boanpwe bukan satu jalan dengan orang itu."
"Hmmm... hmmm.. kamu mengadakan hubungan secara diam-
diam masih bilang bukan satu jalan?"
"Heeei, waktu itu pocu bilang tidak merasa curiga terhadap
boanpwe, semuanya itu hanya pura-pura saja."
Sinar mata dari Wi Ci To yang melotot ke arahnya semakin
berapi-api, sahutnya dengan tegas.
"Bagaimana lohu tidak merasa curiga terhadap dirimu, sebelum
kau muncul di dalam Benteng Pek Kiam Po, benteng kami
selamanya aman tetapi sesudah munculnya dirimu Benteng Pek
Kiam Po kami selalu saja terjadi urusan..."
" Kalau begitu Pocu sudah pastikan itu ?" sambung Ti Then
dengan cepat.
"Tidak salah"
"Tapi boanpwe tidak undang Hong Mong Ling pergi ke sarang
pelacur Touw Hoa Yuan untuk main perempuan."
"Hmm, dia pergi main perempuan di dalam sarang pelacur Touw
Hoa Yuan memang urusan yang nyata, tetapi kamu jangan
campurkan urusan ini menjadi satu."
"Jadi maksud Pocu boanpwae menggunakan kekacauan yang
terjadi di sarang pelacur Touw Hoa Yan untuk memasuki Benteng
kalian?"
" Kelihatannya memang begitu"
"Apa tujuannya?" tanyanya Ti Then.
"Bekerja sama dengan orang menculik putriku, kemudian
menggunakan putriku sebagai tanggungan memaksa Lohu untuk
menyetujui suatu permintaan kalian"
"Tidak aneh kalau Pocu selalu menguntit dari boanpwe" ujar Ti
Then sambil tertawa pahit.
Air muka Wi Ci To berubah semakin memberat, dengan dingin
ujarnya lagi:
"Sekarang beritahu pada Lohu siapa orang yang mengadakan
kerja sama dengan kamu orang? dimana putriku saat ini?"
"Di dalam tubuh boanpwe"
Wi Ci To menjadi gusar, ujarnya keras:
"Lohu tidak punya banyak kesabaran Hem. .jangan bargurau di
hadapan Lohu"
"Kawan boanpwe itu sudah beri pada boanpwe dua pucuk surat,
jika pocu melihatnya sendiri bukankah akan menjadi jelas dengan
sendirinya?"
Wi Ci TO sesudah mendengar perkataannya ini sangat beralasan
segera merogoh tangannya ke dalam saku Ti Then mengambil
keluar dua pucuk surat itu.
Dengan cepat jarinya menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti
Then kemudian membuka kedua pucuk surat itu untuk dibaca.
Sehabis membaca kedua surat itu dia menjadi tertegun
dibuatnya, sama sekali tidak terduga olehnya kalau isi surat tersebut
hanya begitu saja.
Dengan air muka yang sudah berubah merah padam
pandangannya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Ti Then,
ujarnya dengan penuh penyesalan: ".. Kiranya. . kiranya Lohu . .Hai.
. heei, sudah salah duga"
Ti Then tersenyum, sahutnya dengan halus. "Manusia tidak akan
luput dari kesalahan, pocu tidak usah terlalu menyesal"
"Lalu. . lalu siapa orang itu?"
"Sebetulnya boanpwe dengan cepat akan tahu siapa dia
sebetulnya, tetapi karena dia tahu Kalau pocu sedang menguntit,
maka sengaja bersembunyi tidak mau bertemu."
Dengan cepat Wi Ci To membebaskan jalan darah kakunya,
sambil berulang kali minta maaf ujarnya:
"Sungguh minta maaf, kesemuanya ini karena ketololan lohu. .
Heei. . hanya minta Ti kauw taw jangan sampai marah karena
kelancangan ini."
"Ha . ha.. ha. . sejak dulu boanpwe sudah bilang, Kalau pocu
seharusnya menaruh perasaan curiga kepadaku maka boanpwe
tidak akan menjadi marah."
"Kalau begitu sangat bagus sekali" ujar wi Ci To sambil
menghembuskan napas lega "Heeeei.. ? seharusnya lohu tidak boleh
menaruh curiga terhadap Ti kauw taw, tetapi dikarenakan
banyaknya urusan yang terjadi sangat bertepatan maka. . tetapi kini
jauh lebih baik ada dua pucuk surat itu sebagai bukti sudah cukup
membuktikan ketulusan serta kejujuran dari Ti kauw tauw."
Dia berhenti sebentar kemudian dengan suara rendah ujarnya:
"Menurut pandangan Ti kauw tauw, siapa yang bisa menulis
kedua pucuk surat itu?"
"Boanpwe hanya tahu kalau orang itu jelas merupakan seorang
yang sudah kita kenal, sedang siapa sebetulnya orang itu masih
belum memperoleh jawaban"
"Jika dilihat dari nada ucapan kedua pucuk surat ini agaknya dia
mirip orang yang menculik putriku tetapi sepertinya tidak."
"Apa Pocu mengenal gaya tulisan dari surat itu?"
"Tidak kenal" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya Jika
ditinyau dari gaya tulisannya tidak mirip tulisan bangsat cilik itu"
"Orang ini punya maksud sengaja menutupi gaya tulisannya
tetapi boleh dipastikan bukan Hong Mong Ling yang menulis surat
itu"
"Hmm. . benar" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Lohu juga
tidak percaya dia punya nyali begitu besarnya"
"Hingga saat ini yang membuat boanpwe merasa tidak paham
adalah orang itu kalau memangnya menculik putrimu, bertujuan
memaksa Pocu menyerahkan sesuatu barang kenapa harus
memberi larangan untuk beritahukan urusan ini kepada orang-orang
dari Benteng Pek Kiam Po?"
"Benar, hal ini membuat orang merasa bingung. ."
"Saat ini maukah Pocu mempercayai diri boanpwe ini?"
"Sudah tentu percaya. . sudah tentu percaya" sahut Wi Ci To
cepat, "Jika lohu tetap mencurigai Ti kauw tauw bukanlah jadi
manusia lagi"
"Kalau begitu harap pocu cepat-cepat pulang agar boanpwe bisa
menemui orang itu secepat mungkin"
"Baiklah" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tetapi Ti kauw
tauw harus berhati-hati, kemungkinan sekali pihak lawan memang
punya satu rencana busuk"
"Sudah tentu boanpwe bisa berhati-hati, harap Pocu berlega hati"
"Ehmm. .jika pihak lawan mengajukan syarat dalam hal uang
emas harap Ti kauw tauw menyanggupi saja, Lohu hanya punya
satu putri ini saja, sudah tentu tidak akan membiarkan dia sampai
menderita luka"
"Baiklah"
"Kalau begitu semuanya lohu titipkan pada Ti kiauw tauw, kini
lohu mau kembali ke dalam Benteng "
Ti Then segera merangkap tangannya menghantar sambil
tersenyum tambahnya:
"Pocu harus betul-betul kembali ke dalam Benteng, kalau tidak
mungkin pihak lawan tidak mau bertemu kembali dengan boanpwe"
"Tentu pulang. . tentu pulang"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya membalas hormat dan
memutar tubuh pergi dari sana dengan langkah lebar.
Ti Then sesudah melihat bayangan tubuhnya lenyap dari
pandangan barulah teriaknya dengan suara nyaring:
"Hei kawan Wi Pocu sudah pulang, kini silahkan bertemu
bagaimana?"
Dia tahu pihak lawannya tentu bersembunyi disekitar tempat ini
karena itulah dia berteriak.
Tetapi walau sudah ditunggu sangat lama tetap saja tidak
melihat pihak lawan munculkan diriya. Diam-diam pikir Ti Then
dalam hati.
"Mungkin dia mau menunggu hingga Wi Ci To jauh meninggalkan
gunung ini baru muncul, lebih baik aku jalan-jalan dulu ke semua
tempat."
Sehabis berpikir begitu dia menaiki punggung kudanya kembali
dan melanjutkan perjalanannya melalui jalan gunung yang tersedia,
sesudah berjalan satu dua li jalanan gunung itu sudah sampai pada
ujung, dia menanti beberapa saat lamanya di atas kudanya, tetapi
ketika dilihatnya tidak terdapat gerak gerik sedikit pun segera dia
putar kudanya turun gunung.
Di dalam anggapannya, jika dia tidak munculkan diri di atas
gunung ini sudah tentu ditengah jalanan akan meninggalkan surat
kembali untuk menentukan tempat serta waktu pertemuan, siapa
tahu ditengah jalanan ini keadaan tetap tenang-tenang saja hingga
dia melewati daerah pegunungan Yan Liong san tetap saja tidak
tampak pihak lawan mengirim surat kembali.
Saat itu cuacanya semakin gelap. sedang malam hari pun
menjelang datang. Diam-diam pikirnya lagi di dalam hati.
Jika ditinyau dari keadaan sekarang, tidak mungkin dia mau
munculkan dirinya ini hari, lebih baik aku berusaha mencari tempat
pemondokan terlebih dulu. .
Tali les kudanya dengan cepat disentak sehingga kudanya berlari
mengikutijalan kecil yang terdapat di situ.
Tidak lama kemudian sampailah Ti Then disebuah dusun yang
bernama Siong Kan, sesudah dahar dia melanjutkan perjalanan
mengelilingi dusun itu tetapi walau pun sudah kemana pun tetap
tidak didapatkan sebuah rumah penginapan pun, terpaksa dia
menginap disebuah rumah petani diluar dusun.
Hari kedua sesudah mengucapkan terima kasih pada petani itu,
dia berjalan mengambil kudanya dikandang di samping rumah
tersebut. saat itulah dilihatnya di atas pelana kudanya terselip
secarik kertas.
Ehmm. . akhirnya ada surat juga yang datang. Dengan cepat dia
mengambil surat itu dan dibacanya. "Pergilah ke gunung Fan Cing
san."
"Hemm seperti majikan patung emas saja lagaknya, mau
menyusahkan aku"
Dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya kemudian
kepada petani tua yang mengantar tanyanya:
"Tolong tanya jarak dari sini ke gunung Fan Cing san seberapa
jauh?"
"Kongcu mau ke gunung Fan Cing san?" tanya petani tua itu
sambil memandang wajah Ti Then, "Jaraknya kurang lebih empat
lima ratus li dari sini."
Begitu Ti Tnen mendengar kalau jarak nya ada empat lima ratus
li tidak terasa menghembuskan napas dingin, makinya..
"Anying busuk. . turunan kere. .jauh lebih hebat dari majikan
patung emas" segera dia mengangguk kepada petani tua itu,
sahutnya sambil tersenyum. "Benar ada seorang kawan sedang
menanti cayhe di atas gunung Fan Cing san."
"Lalu kongcu sudah tahu cara jalannya."
"Sedang menunggu petunjuk dari Lotiang." Petani tua itu
menuding kearah timur laut, ujarnya.
"Arahnya sana, kongcu harus pergi ke Cong An dulu kemudian
tanya jalan menuju ke Wu Cun kini didaerah Kwe Kho. setelah itu
baru ke Eng Kiang, dari sana sudah bisa lihat gunung Fan Cing san
tersebut"
"Terima kasih atas petunjuk Lotiang, cayhe mau permisi."
Dengan cepat dia menyalankan kudanya meninggalkan rumah
petani itu menuju ke arah timur laut.
Ditengah jalanan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari
kelima dia sudah tiba didaerah gunung Fan Cing san itu
Gunung Fan Cing san merupakan salah satu gunung yang sangat
terkenal didaerah Cian ceng ini, keadaan gunungnya sangat indah
bahkan ke atas gunung banyak terdapat kuil-kuil kuno.
Pada musim semi banyak orang yang naik gunung pasang hio,
mereka segera naik dari selat Kim To Shia kemudian disambung
dengan jembatan udara membuat pemandangan jauh lebih indah.
Waktu itu bukan musim semi, apa lagipada siang hari yang terik.
karenanya orang yang datang berpesiar di atas gunung sangat
sedikit sekali.
Sampai saat ini Ti Then tetap belum tahu pihak lawannya mau
mengadakan pertemuan dengannya di tempat mana, dia hanya tahu
pada suatu tempat yang menyolok tentu ada tanda yang
ditinggalkan.
Ketika baru saja dia membelok suatu tikungan, tidak salah lagi di
atas tanah tertuliskan sebuah gambar panah, Ti Then tersenyum dia
menyalankan kudanya menurut arah panah itu.
Jalanan berbelok-belok, sesudah berjalan kurang lebih satu li
sampailah dia disebuah persimpangan jalan yang bercabang tiga.
Ketiga buah jalan itu yang satu merupakan jalanan gunung kecil
yang menghubungkan tempat itu dengan tengah gunung, yang satu
lagi menghubungkan sebuah kuil gunung dan yang terakhir
menghubungkan jalan itu dengan sebuah jembatan gantung. Panah
yang tergambar di sana meminta Ti Then melewati jembatan
gantung itu.
Segera Ti Then meloncat turun dari kudanya dan melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki.
Sesudah melewati jembatan gantung, dia harus melalui sebuah
jalan pegunungan lagi yang amat panjang.
Di dalam perjalanan ini sering tampak tanda-tanda panah
penunjuk jalan, dengan mengikuti tanda itu Ti Then melanjutkan
perjalanan ke depan, setelah melewati beberapa jembatan gantung
lagi sampailah dia di puncak gunung Fan Cing san itu Akhirnya
sampailah Ti Then pada sebuah selat yang sangat sempit dan
tersembunyi.
Dalam hati Ti Then tahu tempat yang dituju sudah hampir
sampai karena itu gerak-geriknya bertambah waspada, matanya
dengan tajam memperhatikan keadaan sekelilingnya sedang
telinganya memperhatikan suara-suara yang mencurigakan, dia
takut sampai terjerumus ke dalam jebakan pihak musuh. Dia tahu
jika pihak lawannya merupakan orang yang menculik Wi Lian In
maka dia pasti mengandung maksud tertentu dan mem punyai
seorang pembantu, karena sejak dari kota Lauw Ciang hingga sini
dengan tidak henti-hentinya dia memberi petunjuk kepada dirinya,
sudah tentu tidak mungkin membawa serta Wi Lian In. dia pasti
menyerahkan Wi Lian In kepada seseorang untuk dibawa ke sini
terlebih dulu, kalau memangnya sudah ada orang ke sini terlebih
dulu kemungkinan sekali tempat ini sudah dipasangi jebakan.
Batu-batu cadas banyak berserakan di dalam selat itu, rumput
liar tumbuh dengan lebatnya sehingga menutupi pemandangan luas,
setindak demi setindak Ti Then melanjutkan perjalanannya ke
depan, sesudah berjalan kurang lebih setengah li mendadak dari
belakang tubuhnya berkumandang suara tertawa dingin yang
sangat aneh sekali:
"He he he..." suaranya parau, rendah dan sangat berat, sedikit
pun tidak berbau hawa manusia.
Tubuh Ti Then terasa tergetar dengan keras, dengan kecepatan
yang luar biasa dia memutar tubuhnya, terlihatlah pada jarak lima
kaki dari dirinya, berdiri seorang manusia aneh dengan angkernya.
Seluruh tubuh orang itu memakai jubah berwarna hitam,
kepalanya ditutupi dengan sebuah karung hitam hingga dadanya,
pada depan matanya hanya terlihat dua buah lubang kecil saja,
secara samar-samar terlihatlah dari matanya memancarkan keluar
sinar yang sangat tajam sekali.
Selain itu berapa besar usianya, bagaimana wajahnya bahkan
lelaki atau perempuan tidak sanggup diketahuinya.
Tidak tertahan Ti Then menghembuskan napas dingin, tanyanya.
"Apa saudara yang meminta cayhe kemari?"
"Tidak salah" sahut manusia aneh itu sambil mengangguk.
Dengan perlahan sinar mata Ti Then berkelebat menyapu
keadaan sekeliling tempat itu. samhil tersenyum ujarnya lagi.
"Jika cayhe mau tahu siapa namamu tidak mengapa bukan?"
"Kamu boleh panggil aku sebadai manusia berkerudung."
"Ha ha ha. . nama ini kurang misterius lebih baik cayhe carikan
sebuah sebutan bagimu, kamu kira bagaimana?"
"Bagus sekali"
"Tapi kau jangan marah"
"Kalau begitu baiklah" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Aku
panggil kamu sebagai si setan pengecut saja"
Manusia aneh itu sama sekali tidak menjadi marah oleh
hinaannya ini, sambil tertawa keras ujarnya.
"Bagus sekali makianmu, bagus sekali makianmu ini, dengan
dandananku seperti ini memang patut mendapatkan ejekan sebagai
si setan pengecut. ."
"Jika kamu tidak menolak. sejak hari ini aku mau panggil kamu
sebagai setan pengecut" Manusia aneh itu menganggukkan
kepalanya berulangkali, sahutnya sambil tertawa:
"Bagus. ..baik panggil setan pengecut. . . boleh . . mau panggil
setan pangecut juga boleh. ."
"Dimana nona Wi??"
"Di dalam selat ini" sahut setan pengecut itu singkat. "Kamu
setan pengecut yang menculik dia kemari??"
"Benar"
"Lalu apa keinginanmu?"
"Ha ha ha. ." sahut setan pengecut itu sambil tertawa terbahak-
bahak. "Aku hanya beritahu padamu sebaliknya tidak memberi tahu
pada Wi Ci To, di dalam hal ini sudah tentu kamu tahu tujuanku
adalah pada dirimu."
"Aku tahu."
Mendadak nada suara diri setan pengecut itu berubah menjadi
sangat dingin, ujarnya dengan seram:
"Permintaanku kepadamu sangat banyak sekali, mungkin kamu
tidak akan sanggup untuk menerimanya "
"Kamu orang mau nyawaku ini?" tanya Ti Then tenang tenang
saja.
"Tidak, tidak berguna aku minta nyawamu"
"Kalau begitu, kamu mau apa?"
"Pada waktu-waktu dekat ini aku pernah dengar dari seorang
yang bisa dipercaya katanya kamu pendekar baju hitam Ti Then
pernah pukul rubuh si pendekar pedang tangan kiri Cian pit Yuan di
dalam Benteng Pek Kiam Po, apa betul ada urusan ini"
"Ha ha ha. . tidak salah"
"Usiamu baru dua puluh tahunan ternyata bisa mengalahkan Cian
pit Yuan boleh dikata kamu pernah memperoleh ilmu silat yang
sangat tinggi dari seorang pendekar aneh"
"Sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Sedang menurut apa yang aku ketahui orang itu tidak mungkin
si kakek pemalas Kay Kong Beng."
"Memang bukan dia"
"Kalau begitu" ujar setan pengecut itu lagi. "Kemungkinan sekali
orang itu adalah musuh bebuyutanku"
Hati Ti Ten menjadi tergerak sambil memandang tajam
kearahnya tanyanya lagi. .
"Siapa musuhmu itu?"
"Aku tidak bisa mengatakan."
Ti Then menjadi melengak. tanyanya:
"Kenapa tidak bisa dikatakan?"
"Karena bagitu aku sebutkan maka dia juga bisa tahu siapa aku
sebenarnya, sedangkan kepandaian silat yang aku berhasil latih
hingga kini masih kalah satu tingkat dengannya. Aku bicara begini
kamu orang tentu paham bukan?"
"Paham sekali" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Sudahlah, sekarang aku mau bicarakan soal syarat yang aku
ajukan untuk kamu orang, permintaanku ada empat. Kesatu,
Beritahu padaku siapa dia. Kedua, Perlihatkan semua kepandaian
silatnya di hadapanku. Ketiga, Kamu orang harus turun tangin
sendiri memotong lengan sebelahmu. Keempat, bawakan sebuah
sebuah barang untuk dirinya." Dia berhenti sebentar kemudian
sambil tertawa dingin sambungnya lagi:
"Tiga syarat pertama dari antara keempat syarat ini jika kamu
bisa lakukan dengan baik maka nona Wi boleh kamu bawa pulang."
Ti Then yang mendengar diantara keempat syarat itu ada satu
yang minta dia potong lengannya sendiri dalam hati merasa
berdesir, sambil tertawa pahit sahutnya kemudian: "Syarat pertama
dari ke empat syarat yang kamu ajukan aku sudah tidak bisa
lakukan."
"Tapi" potong setan pengecut itu sambil tertawa dingin "Aku rasa
syarat pertama itu justru syarat yang paling mudah asalkan kamu
mau katakan urusan sudah beres"
"Justru aku tidak bisa bicarakan karena aku sendiri juga tidak
tahu siapa sebetulnya dia."
sinar mata setan pengecut itu berkelebat dengan tajamnya
tanyanya dengan tercengang: "Bagaimana kamu tidak tahu siapa
sebetulnya dia??"
"Bertemu dengan mukanya saja belum pernah, bagaimana bisa
tahu siapa dia?" setan pengecut itu menjadi melengak ujarnya lagi.
" Kalau begitu dengan cara bagaimana menurunkan kepandaian
silatnya??"
"Ehmm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Tentang
soal ini aku harus berpikir dulu baru bisa ambil keputusan
memberikan jawaban kepadamu atau tidak?"
"Jika betul-betul kamu orang tidak tahu siapa sebetulnya dia, hal
ini masih tidak mengapa, cukup kamu perlihatkan seluruh
kepandaian silat yang pernah dia ajarkan, dengan cepat aku segera
akan tahu betul tidak dia merupakan musuh besarku" Ti Then
termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya: "Aku mau
bertemu dulu dengan nona Wi?"
"Kamu boleh lega hati, dia sama sekali tidak menemui cidera"
"Tapi sekarang juga aku mau temui" ujar Ti Then tetap ketus,
"Aku mau bicara dengan dia, jika kamu tidak setuju semua urusan
tidak perlu bicarakan lagi"
"Hmm hmm. Bangsat cilik, tempat dan saat ini bukan waktumu
untuk bersombong"
"Kalau begitu kamu pergi cari Wi pocu saja, nona Wi adalah putri
dari Wi Pocu, Wi Pocu dengan aku tidak punya hubungan apa-apa."
"Tapi kamu sudah jatuh cinta padanya bukan begitu?"
Sehabis berkata dia menuntun kuda tunggangannya siap
meninggalkan tempat itu.
Jilid 8.2. Si Setan Pengecut meminta ilmu silat Ti Then
"Baik... baiklah" ujar setan pengecut itu dengan cepat "Aku akan
beri perintah untuk bawa dia bertemu muka dengan kamu." sehabis
berkata dia bertepuk tangan tiga kali sebagai tanda:
Ti Then segera angkat kepalanya memandang sekeliling tempat
itu tetapi tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang
membawa Wi Lian In keluar, tidak terasa dia mendengus dengan
sangat dingin, ujarnya. "Mana orangnya??"
"Sewaktu bertemu dengan dia lebih baik kamu jangan bergerak
sembarangan, kalau tidak hmm, hmm .. aku mau beri perintah
segera binasakan dirinya."
Tidak tertahan alis yang dikerutkan pada wajah Ti Then semakin
mengencang, ujarnya dengan keras. "Aku tanya dimana dia?"
"Di atas lekukan tebing di sebelah kiri belakang tubuhnya."
Ti Then dengan cepat putar tubuhnya memandang ke arah sana,
begitu melihat tidak tertahan lagi hawa amarahnya memuncak,
makinya: "Bangsat cilik, ternyata kamu lagi."
Kiranya orang yang membawa keluar Wi Lian In di atas lekukan
tanah itu tidak lain adalah si naga mega Hong Mong Ling adanya.
Sejak semula Ti Then sudah menduga kalau setan pengecut itu
punya kawan di dalam melaksanakan rencananya ini, tetapi sama
sekali tidak disangka olehnya kalau orang itu adalah Hong Mong
Ling, yang paling dikuatirkan Ti Then adalah Wi Lian In sampai
terjatuh ditangan Hong Mong Ling ini karena begitu Wi Lian In
terjatuh ketangannya walau pun tidak tentu bisa binasa secepatnya.
Hong Mong Ling tentu akan memperkosa dirinya terlebih dulu baru
membunuhnya.
Hal ini terhadap dia, terhadap ayahnya bahkan terhadap Ti Tian
sendiri juga merupakan suatu peristiwa yang paling menyiksa.
Dalam hati dia merasa sangat terkejut bercampur gusar, tetapi
tidak berani menerjang ke depan untuk memberi pertolongan,
karena jarak dari permukaan tanah sampai lekukan tebing itu walau
pun hanya setinggi tujuh delapan kaki saja tetapi jaraknya dari
tempat dia berdiri ada lima belas, enam belas kaki jauhnya, tidak
mungkin baginya sekali terjang berhasil mencapai tempat itu. Dia
tahu begitu dirinya turun tangan membunuh Wi Lian In.
Tangan kiri Hong Hong Mong Ling merangkul kencang pinggang
Wi Lian In, memaksa tubuhnya berdiri tegak sedang tangan
kanannya mencekal sebilah pisau belati tajam yang ditempelkan di
depan jantungnya.
Agaknya jalan darah dari Wi Lian In sudah tertotok sehingga
tubuhnya tidak bisa bergerak sedikit pun, dengan demikian sama
sekali tidak punya tenaga baginya untuk melakukan perlawanan,
hanya saja air mukanya yang murung serta sedih dengan tidak
henti-hentinya melelehkan air mata memandang kearah Ti Then.
setan Pengecut itu segera tertawa, ujarnya:
"Di belakang lekukan tebing dimana mereka sekarang berdiri
terdapat sebuah gua alam yang sangat indah sekali, di dalam
beberapa hari ini nona Wi berdiam dengan tenangnya di dalam gua
itu."
Ti Then segera menggerakkan kakinya berjalan kearah tebing
dimana Hong Mong Ling berdiri.
Melihat hal itu si saten pengecut segera membentak keras:
"Berhenti, jangan kamu ke sana"
"Aku mau bicara dengan dia" ujar Ti Then sambil berhenti.
"Kamu bicara dari sana, dia masih bisa dengar" Ti Then segera
angkat kepalanya berteriak. "Nona Wi, kamu menderita luka atau
tidak?"
Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata Wi Lian In
semakin deras, sahutnya dengan sedih:
"Tidak terluka, hanya kemangkelan di dalam hatiku tidak bisa
ditahan lagi, Ti kauw tauw kamu tidak usah perduli aku lagi, cepat
turun tangan binasakan bangsat terkutuk ini"
"Nona Wi, kamu bersabarlah beberapa hari lagi, cayhe percaya
masih punya cara untuk menolong kamu"
"Ti kiauw tauw" ujar Wi Lian In lagi sambil menangis "Aku rela
berkorban dan binasa bersama-sama bangsat terkutuk ini, cepat
kamu turun tangan."
"Apa mungkin nona Wi masih menaruh rasa terhadap dia?"
"Omong kosong"
"Kalau tidak kenapa rela binasa bersama-sama dengan dia."
"Aku benci dia. . aku benci sekali melihat tampangnya? aku tidak
mau dikuasainya terus menerus."
"Nona benci dia tapi belum melihat dengan mata kepala sendiri
kebinasaannya maka itu bersabarlah beberapa hari lagi. Kamu
adalah seorang nona baik tentu tidak mau berkorban untuk binasa
bersama-sama dia bukan?"
"Ti Kauw tauw" ujar wi Lian In dengan sedih. "Apa kamu setuju
terhadap ke empat buah syarat yang diajukan setan pengecut itu?"
"Benar".
-0000000-
"Ini tidak ada hubungannya dengan kamu orang, jika kamu tidak
berani turun tangan menolong aku.. lebih baik pulang saja panggil
ayahku kemari."
"Ayahmu datang juga tidak berguna" ujar Ti Then sambil tertawa
pahit. .. "Setan pengecut ini hanya maui aku seorang dan bukan
ayahmu yang dicari."
" Kamu terlalu bodoh.. jika kamu menurut perkataan mereka
untuk potong salah satu lenganmu, saat itu mungkin mereka akan
turun tangan bunuh dirimu."
"Tentang hal ini nona boleh berlega hati, sampai saatnya jika
mereka tidak menurut perjanyian aku masih punya kemampuan
untuk bereskan nyawa kedua orang itu." Berbicara sampai di sini dia
menoleh kepada Hong Mong Ling, tanyanya. .
"Hei bangsat cilik, kamu sudah bulatkan tekad untuk mengikuti
setan pengecut ini untuk selamanya??"
"Tidak salah" sahut Hong Mong Ling sambil tertawa dingin.
" Kalau begitu sangat bagus sekali, kamu boleh bawa nona Wi ke
dalam goa"
Hong Mong Ling tetap berdiri tegak menanti perintah dari setan
pengecut itu sejenak kemudian barulah terdengar setan pengecut
itu terttawa, ujarnya: "Muridku yang baik, kamu bawalah dia masuk
ke dalam goa"
Dengan sangat hormat Hong Mong Ling menyahut, setelah itu
barulah dia membawa Wi Lian In mundurkan diri ke dalam goa.
Goa itu terletak di belakang tubuhnya, karena itu baru saja
mundur dua langkah tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sesudah itu barulah Ti Then putar tubuhnya, kepada setan
pengecut itu sambil tertawa ujarnya:
"Kamu telah mengangkat dia sebagai murid?"
"Benar"
"Kamu harus peringatkan dia, jika dia berani mengganggu
seujung rambut dari Wi Lian in, diantara kita kedua belah pihak
tidak akan ada pembicaraan lagi."
"Asal kamu mau menerima keempat syarat yang aku ajukan aku
tanggung semuanya akan beres"
"Tapi. . "ujar Ti Then lagi... "Syarat yang pertama aku betul-betul
tidak bisa laksanakan. ."
"Soal itu tidak mengapa, asalkan kamu mainkan semua
kepandaianmu, sudah cukup buat aku untuk mengetahui apa betul
kamu murid dari musuh besarku atau bukan."
" Harus dikeluarkan semua?"
"Benar" sahut setan pengecut itu "Harus dikeluarkan semua
bahkan setiap gerakan dan setiap jurus harus dimainkan dengan
perlahan. ." Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa dingin,
ujarnya:
"Tujuanmu yang sebetulnya sedang mencari tahu siapa
sebetulnya suhuku atau mau merebut kepandaian silat dari
suhuku?"
"Kedua duanya, karena semakin tahu semakin lihay, semakin
lihat selamanya akan menang"
Setan pengecut itu menjadi sangat gusar, ujarnya: "Aku sedang
bicara yang sesungguhnya"
"Jika terpaut hanya satu tingkat saja, maka berarti juga
kepandaian silatmu saat ini jauh lebih tinggi dari kepandaianku,
bagaimana jika kita coba-coba"
"Tidak bisa. . tidak bisa. . " ujar setan pengecut itu sambil
gelengkan kepalanya, "Yang menang akan sombong dan yang kalah
akan malu. . tidak. . tidak. ."
"Ha. . ha. . ha. . perkataan saudara sungguh amat jujur, sungguh
heran. . sungguh heran. ."
"Cukup, sekarang bukan waktunya untuk bicara omong kosong,
kapan kamu mulai menulis semua kepandaian silat suhumu?"
"Kini cuaca sudah semakin gelap" ujar Ti Then sambil
memandang ke angkasa, "Sedang baru saja aku melakukan
perjalanan jauh, tidak perduli bagaimana pun malam ini aku mau
tidur yang nyenyak terlebih dahulu"
"Baiklah, besok pagi mulai menulis juga tidak mengapa, sekarang
aku mau beri larangan tempat-tempat yang boleh kamu bergerak.
coba dengarkan dengan teliti. ."
"Kamu boleh tidur di tebing sana"
Dengan mengikuti tangannya yang menunjuk ke arah tebing, Ti
Then menengok ke sana, terlihatlah di bawah tebing curam itu
memang terdapat sebuah gua yang cukup dimasuki seorang saja,
segera dia mengangguk sahutnya:
"Sudah kelihatan, kamu mau aku tidur di dalam gua itu"
"Tidak salah, sedang kami guru dan murid akan mengawasi
seluruh gerak-gerikmu dari atas tebing sebelah sana, mau tidur atau
tidak terserah kepadamu, dilarang meninggalkan depan tebing
walau satu kaki"
Ti Then melihat di depan tebing itu merupakan tanah lapang
sejauh tiga kaki lebih bahkan tidak sebutir batu pun yang bisa
dibuat menyembunyikan diri, dalam hati dia memaki atas
kelicikannya, dengan dingin ujarnya: "Bagaimana kalau aku keluar
dari satu kaki??"
"Tidak ada perkataan lain" ujar setan pengecut itu dengan dingin.
"Maka nona Wi akan merasakan suatu penderitaan dan siksaan
yang nyaman"
Ti Then tertawa terbahak-bahak, ujarnya: "Ada satu akibat yang
hebat, apa kalian sudah pikirkan??"
"Akibat apa?" tanyanya sambil memandang tajam ke arah Ti
Then.
"Asalkan aku tidak menyetujui syarat-syaratmu dan terjadi suatu
pertempuran, aku percaya masih
punya kesanggupan untuk
membunuh mati kau"
Pada air muka setan pengecut itu sedikit pun tidak menampilkan
perasaan jerihnya, sambil tertawa seram ujarnya:
"Kau mengira sesudah tahu dia tidak akan lolos juga dari
tanganmu?"
"Sudah pasti"
"He . . he. . he. . aku beritahu padamu, gua itu masih punya
jalan untuk mengundurkan diri"
Ti Then girang dalam hatinya tapi sengaja memperlihatkan
perasaannya yang sangat terkejut, ujarnya:
"Ha. . kiranya begitu, sungguh teliti kamu dalam mencari tempat
yang begitu baiknya"
Setan pengecut itu hanya tertawa aneh saja, ujarnya kemudian
dengan nada setengah mengejek.
"Bagaimana?? Masih mau turun tangan"
"Tidak" sahut Ti Then sambil angkat bahunya, "Sekarang aku
mau pergi tidur. ." Dengan cepat dia menuntun kudanya berjalan
menuju ke arah tebing tersebut. ujar si setan pengecut lagi dengan
keras:
" Ingat perkataanku, jika kamu orang tidak ingin melihat nona Wi
tersiksa malam ini, harus tidur dengan sebaik-baiknya di dalam gua
itu"
Ti Then pura-pura tidak dengar perkataan itu, sambil menuntun
kudanya dia tepat melanyutkan perjalanan menuju ke tebing
tersebut. sesudah melepaskan pelana kudanya dia menepuk
punggung kuda tersebut, ujarnya:
"Ang san khek pergilah makan rumput di sana. .sesudah kenyang
kembalilah ke sini, malam ini kita harus bekerja sama untuk
melanjutkan hidup, Kuda itu agaknya mengerti akan perkataan dari
Ti Then, sambil meringkik panjang dengan perlahan berjalan pergi
mencari makanannya. . .
Ti Then meletakkan pelana kuda serta bungkusannya, ke atas
tanah kemudian putar tubuhnya memandang kearah tebing sebelah
sana, saat itu si setan pengecut sudah menaiki tebing seberang dan
sedang duduk bersemedi di depan pintu goa. .
Jarak dari sebelah sini ke sebelah sana kurang lebih ada dua
puluh kaki jauhnya tetapi dikarenakan cuaca yang belum begitu
gelap membuat setiap gerak gerik dari masing-masing pihak bisa
dilihatnya dengan sangat jelas sekali.
Dengan perlahan Ti Then memutarkan kepalanya memperhatikan
keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian memandang ke langit,
pikirnya dalam hati:
"Ini hari sudah bulan tujuh tanggal enam belas, besok tepat
merupakan saat bulan purnama, hanya tidak tahu sewaktu bulan
muncul memancarkan sinarnya ke arah sebelah mana ?? Ke sebelah
sana atau ke sebelah sini?"
Dia sangat mengharapkan tempatnya sebelah sini merupakan
tempat yang gelap. dengan demikian dia punya kesempatan untuk
melancarkan gerakannya.
Mengambil sebuah cupu arak serta sebungkus rangsum kering,
sambil memegang cupu cupu arak itu ujarnya dengan keras:
"Hei . . setan pengecut, kamu jangan begitu tegang, mari ke sini
minum arak sama aku."
"Tidak usah. ." sahutnya dari tebing seberangan: "Aku tidak mau
minum arak, kamu minum saja sendiri"
Ti Then yang mendengar setiap patah kata yang dikirim begitu
jelasnya masuk dalam telinga, tidak terasa hatinya menjadi terkejut,
pikirnya:
"Dengan jarak dua puluh kaki lebih dia masih bisa kirim suaranya
begitu jelas ke dalam telingaku, kelihatannya dia memang
merupakan seorang jago berkepandaian tinggi dari Bu lim. Hanya
tidak tahu apakah kepandaiannya bisa mengalahkan kepandaianku
??"
Dia sangat mengharapkan ada orang yang bisa mengalahkan
kepandaian silatnya, karena asalkan ada orang yang bisa
mengalahkan dia maka dia akan bebas dari tugas sebagai patung
emas sesuai dengan perjanyiannya dengan majikan patung emas,
dengan sendirinya hatinya tidak perlu risaukan lagi untuk
memperistri putri orang lain"
Tetapi dia pun merasa kalau tenaga dalam pihak lawannya masih
berada di antara Wi Ci To dengan tenaga dalam seperti ini, masih
boleh digunakan untuk menjagoi dunia kangouw tetapi untuk
mengalahkan dirinya masih belum sanggup, karena itu dia juga
tidak menaruh harapan di atas tubuh setan pengecut itu. segera dia
duduk di atas tanah mulai dahar rangsumnya.
Sambil dahar terus menerus dia memikirkan cara-cara untuk
meloloskan diri dari pengawasan setan pengecut itu, tetapi sesudah
berpikir setengah harian lamanya masih tetap saja merasa kalau
pekerjaan ini harus menggunakan bantuan sinar rembulan. .jika
sinar rembulan tidak menyinari tebingnya maka dengan diam-diam
dia bisa meninggalkan goa untuk berusaha menolong wi Lian In.
Setan pengecut itu pernah bilang kalau gua tersebut terdapat
jalan mundur, perkataan itu jika betul maka dirinya bisa pergi
mencari pintu gua yang sebelah, dari sana diam-diam masuk ke
dalam dan turun tangan menguasai Hong Mong Ling terlebih dulu.
Tidak lama kemudian malam hari pun semakin kelam.
Kuda Ang san Khek itu dengan perlahan kembali ke hadapan Ti
Then dan tepat menutupi pintu gua, melihat hal ini pikiran Ti Then
dengan cepat bergerak. Dia mengambil kembali selimut yang ada di
atas tanah sambil ujarnya dengan perlahan.
"Ang San Khek harap berdiri jangan bergerak, jangan sampai si
Setan Pengecut diseberang sana bisa melihat semua gerak gerikku."
sehabis berkata dia membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam gua
itu.
Dalamnya gua itu tidak lebih hanya lima depa saja, sesudah
berjalan sampai di ujung gua dengan punggung menghadap pintu
gua dia membuka selimutnya dan di buka di atas tanah, setelah itu
dengan cepat mengumpulkan batu-batu yang ada di sana ke dalam
selimut itu sehingga sebesar tubuh manusia dan dibaringkan ke atas
tanah, dengan demikian bentuknya mirip sekali dengan seorang
manusia yang sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya di atas
tanah.
Sesudah semua persiapan selesai barulah dia berjalan keluar dari
gua dan duduk di sana memandangi Hong Mong Ling yang sedang
mengawasi dirinya dari tebing seberang, ujarnya dengan keras:
"Hong Mong Ling malam belum begitu kelam, bagaimana kalau
kita bercerita?"
" Cerita apa? " ujar Hong Mong Ling dengan dingin.
"Bagaimana kalau kita bercerita tentang pengalamanmu sampai
mengangkat Setan pengecut ini menjadi guru?"
"Hemm. . soal ini tidak ada yang bisa diceritakan"
"Kamu bangsat cilik jadi orang sungguh aneh, sekali pun Wi Pocu
tidak jadi menjodohkan putrinya kepadamu, tapi belum sampai
mengusir kamu dari perguruan, buat apa sekarang melaksanakan
perkerjaan seperti ini?"
"Dia sudah membatalkan perjodohan itu, sudah tentu aku tidak
punya muka lagi untuk tetap hidup di dalam benteng Pek Kiam Po"
"Sekali pun tidak punya muka untuk menetap di dalam benteng
Pek Kiam Po juga tidak punya alasan untuk menculik nona Wi"
"Barang yang tidak bisa didapatkan oleh aku Hong Mong Ling,
tidak akan dibiarkan di pungut oleh orang lain"
"Hemm. . jika begitu kau memangnya seorang bajingan yang
paling busuk"
"Heeei. . . orang she Ti" ujar Hong Mong Ling dengan sangat
gusar: "Jika kamu orang tidak mau melihat Wi Lian In menderita
lebih baik bicara sedikit sopan"
"Kamu mau duduk semalaman di sana untuk menyaga dia"
"Tidak salah"
"Aku takut kamu orang bisa melamur"
"Kalau begitu boleh coba-coba saja, kamu berani berjalan satu
kaki dari guamu. . h mm. . pertunjukan bagus segera dimulai. . "
"Aku bisa muncul di sampingmu secara diam-diam, kemudian
memenggal batok kepalamu"
Agaknya Hong Mong Ling tidak menjadi jeri atas gertakan itu,
sambil tertawa dingin ujarnya:
"Bagus sekali, aku mau tunggu kemunculanmu itu"
Ti Then tidak berani banyak cakap lagi, segera dia pejamkan
mata mulai mempersiapkan diri
satu jam kemudian bulan yang berbentuk bulat muncul di tengah
udara malam yang bearna biru tua, sinar rembulan dengan
terangnya menyinari semua penyuru di selat itu,
menyinari tebing dimana Hong Mong Ling tinggal, juga menyinari
tebing di sebelah sini.
Dengan perlahan Ti Then menarik selimutnya yang berisi penuh
batu itu ke samping tubuhnya dan membentuk sesosok tubuh yang
sedang duduk tidak bergerak.
Tidak lama kemudian si Setan pengecut itu pun berjalan keluar
dari dalam gua.
Kepada Hong Mong Ling yang sedang berjaga ujarnya:
"Kau pergilah tidur sebentar, tapi jangan mengganggu budak itu"
Hong Mong Ling segera menyahut dan bangkit kembali ke dalam
gua.
Si setan pengecut itu segera duduk di depan pintu gua, dia
melihat pintu gua dimana Ti Then tidur tertutup sama kali oleh
tubuh kudanya tidak tertahan, teriaknya: "Hei Ti Then kamu sudah
tidur ?"
"Sudah hampir tidur, ada urusan apa?"
"Cepat singkirkan kuda itu ke samping, kalau tidak bagaimana
aku bisa mengawasi kamu"
"Pokoknya asal aku keluar gua tidak akan lolos dari sepasang
matamu, buat apa kau kuatir??"
Setan pengecut menjadi sangat gusar, bentaknya:
"Aku suruh singkirkan yaah singkirkan, jangan banyak bantah
lagi.."
"Aku hanya bisa suruh dia rebah saja karena aku mau gunakan
dia sebagai penahan angin"
Berbicara sampai di sini dia menepuk-nepuk paha kudanya,
ujarnya:
"Ang san khek .. . kau rebahlah. Setan pengecut itu tidak bisa
lihat aku hatinya tidak tenang."
Kuda yang bernama Ang San Khek itu ternyata menurut, dengan
perlahan-lahan merebahkan dirinya.
Begitu kuda itu merebahkan diri dengan cepat Ti Then
meminyam kesempatan itu berguling ke samping kudanya, dan
bersembunyi di bawah perutnya, ujarnya dengan keras: "Demikian
bisa melihat tidak?"
Di dalam beberapa saat ini hatinya betul-betul merasa sangat
tegang, dia takut pihak lawannya mengetahui kalau orang yang
tidur terlentang di depan goa adalah manusia palsu, jika hal ini
sampai diketahui maka tidak akan ada cara lagi untuk meninggalkan
gua itu secara diam-diam.
Tetapi setan pengecut itu agaknya tidak kelihatan, sambil
mendengus dingin ujarnya: "Yang ini masih boleh juga"
Diam-diam Ti Then menghembuskan napas lega, ujarnya lagi
dengan keras: "Aku mau tidur, kau jangan banyak berbicara lagi."
"Kau tidurlah"
Ti Then segera bersembunyi di bawah perut kudanya tanpa
berani berkutik lagi, kurang lebih setengah jam kemudian barulah
dia menepuk tubuh kudanya dengan perlahan, ujarnya dengan nada
yang sangat rendah:
"Ang san Khek. ayoh berdiri dan bawa aku ke sana. . di belakang
batu-batu cadas itu."
Kuda Ang san Khek ini memang merupakan seekor kuda
jempolan yang tahu maksud manusia, mendengar perkataan itu ia
segera bangkit berdiri.
Dengan cepat tangan kiri Ti Then memegang leher kudanya,
sedang tangan kanannya mencekal kaki depan sebelah kanan dari
kuda itu, seluruh tubuhnya di angkat terlentang di samping kanan
kuda itu dengan demikian dari pihak si Setan pengecut itu sama
sekali tidak bisa melihat gerakannya ini. ujarnya kemudian dengan
perlahan. "Ayoh jalan. ."
Sambil menggoyang-goyangkan ekornya kuda itu dengan
perlahan berjalan menuju belakang tumpukan batu-batu cadas yang
tersebar di sana.
Saat itu si Setan pengecut yang berada di tebing sebelah sana
mendadak buka mulut, teriaknya:
"Hei Ti Then, kudamu lari. "
Ti Then menjadi sangat terperanyat, tetapi tidak sampai
mengucapkan sepatah kata pun. Teriak setan Pengecut itu lagi
dengan keras: "Hei Ti Then, kamu dengar tidak?"
Untuk tidak menyawab tidak mungkin, terpaksa Ti Then
bergumam seorang diri
"Mungkin dia mau pergi buang hajat, hei hanya seekor binatang
saja kamu juga mau larang gerak-geriknya"
"Mungkin dikarenakan kudanya belum terlalu jauh meninggalkan
goa sehingga si setan pengecut itu tidak sampai mendengar kalau
suara Ti Then berasal dari tubuh kuda itu,
Terdengar dia mendengus dengan sangat dingin ujarnya:
"Aku tidak tega melihat kamu kehilangan seekor kuda jempolan. .
. kudamu itu memang seekor kuda yang sukar dicari" Diam-diam Ti
Then merasa geli, pikirnya:
"Tidak salah, pandanganmu ternyata sangat tajam, kuda ini
memang seekor kuda jempolan yang tahu perkataan manusia, dia
sedang membantu aku meloloskan diri dari pengawasanmu" segera
gumamnya:
"Kamu sudah mengganggu aku dua kali, jika kamu masih
mengharapkan besok pagi aku tuliskan kepandaian silatku, jangan
coba sadarkan aku lagi.."
Setan pengecut itu tidak berani bicara lagi, segera dia tutup
mulutnya rapat-rapat dan duduk tidak bergerak lagi..
Sebaliknya waktu itu kuda tersebut sudah berjalan duluan
menuju ke belakang tumpukan batu-batu cadas itu Ti Then segera
melepaskan tangannya dan menyatuhkan diri diantara batu-batu
tersebut, ujarnya dengan perlahan: "Ang san Khek apa kamu mau
buang hajat?"
Agaknya kuda itu tidak mengerti arti perkataan itu, dia tetap
berdiri tidak bergerak dari tempat semula.
Ti Then segera mengulapkan tangannya, ujarnya: "Kalau begitu,
pulanglah ke depan gua"
Kuda itu mengerti, dengan perlahan dia putar tubuhnya dan
berjalan ke depan gua kemudian merebahkan dirinya pula seperti
tadi.
Ti Then menjadi sangat girang, sesudah berdiam diri beberapa
saat lamanya dan didengarnya tidak ada suara dari setan pengecut
lagi barulah dengan perlahan menggerakkan tubuhnya menuju ke
luar selat itu.
Batu-batu cadas yang tersebut disekitar tempat itu sukar dihitung
banyaknya, dengan cepat dia berkelebat diantara batu-batu cadas
dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri dari pandangan tajam
sepasang mata setan pengecut itu.
Sesudah berlari kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan
perlahan lahan dia menongolkan kepalanya memandang, tampak
dari tempat kejauhan setan pengecut itu masih tetap duduk di atas
batu cadas yang menongol keluar itu, hal ini membuktikan kalau dia
tidak tahu kalau dirinya sudah meloloskan diri, dalam hati tidak
terasa menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia berlari
menuju keluar selat sempit itu.
Dia mengambil ke keputusan untuk mendaki tebing lembah itu
terlebih dulu, kemudian berputar ke punggung gunung, dari sana
barulah mencari mulut gua di belakang gua dimana Wi Lian In
dikurung.
Dia memilih sebuah tebing yang penuh ditunbuhi oleh rumput-
rumput panjang sehingga bisa digunakan untuk badannya, tidak
sampai seperminum teh lamanya dia sudah mencapai puncak dari
tebing tersebut.
Dengan segera dia menengok ke bawah, terlihatlah pohon-pohon
yang rindang dan lebat tumbuh dengan suburnya pada punggung
bukit tersebut saking banyaknya sukar sekali untuk dilihat apakah
ditempat itu terdapat sebuah pintu gua yang merupakan belakang
dari gua dimana Wi Lian In tertawan atau tidak.
Tetapi dalam hatinya dia punya dugaan yang sangat kuat kalau
pintu gua tersebut tentu terletak pada
punggung bukit itu
karenanya dengan perasaan hati yang mantap dia berjalan menuju
ke sana.
Sesampainya dikaki bukit, dia mulai berjalan dan memeriksa
dengan sangat teliti, kurang lebih sesudah berjalan ratusan tindak
tidak salah lagi, sebuah gua muncul di hadapannya.
Keadaan dari gua itu begitu tertutupnya bahkan diluar pintu gua
penuh tumbuh rotan dengan lebatnya, jika bukan orang yang
punya maksud mencari agaknya akan sukar untuk menemukannya .
Dengan sangat berhati hati sekali Ti Then menyingkirkan
tumbuhan rotan di depan gua itu, terlihatlah keadaan dalam gua itu
sangat gelap sekali bahkan boleh dikata tidak terlihat sesuatu apa
pun, sesudah di dengarnya dengan penuh perhatian beberapa saat
lamanya tetap saja tidak terdengar suara sedikit pun, barulah
dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia mulai
menerobos masuk ke dalam gua tersebut, dalam hati pikirnya.
Jarak selat sebelah sana sampai di sini kurang lebih ada lima
puluh kaki jauhnya,bilamana Hong Mong Ling serta Wi Lian In
berada di sebelah sana sudah tentu gerakan-gerakan di sini tidak
akan sampai didengar oleh mereka.."
Dengan menggunakan pedangnya sebagai pencari jalan, dengan
entengnya dia berjalan masuk ke dalam gua itu, tubuhnya
ditempelkan pada dinding gua sedang langkahnya pun setindak
demi setindak maju ke depan, agaknya dia takut sampai
kedengaran suaranya. Keadaan gua itu berliku-liku, sesudah
berjalan masuk kurang lebih dua puluh kaki jauhnya, masih belum
juga terdengar suara sedikit pun.
"Ehmm. . benar. . mungkin Hong Mong Ling serta Wi Lian In
sudah tertidur sehingga tidak kedengaran sedikit pun suara mereka.
. Eh eh. . . kenapa tidak ada jalan lagil?.
Baru saja dag berpikir demikian, pedang panjangnya secara
mendadak terbentur pada sebuah dinding gua, dengan cepat dia
maju ke depan untuk melihat, saat itulah dia baru mengetahui kalau
jalanan gua itu sudah tertutup oleh beberapa buah batu cadas yang
besar, dalam hati tidak terasa menjadi sangat heran, pikirnya.
Aneh. .jika gua ini merupakan gua tempat persembunyian
mereka, kenapa ditutup dengan batu cadas ? apa mungkin aku
sudah salah mencari?.
Pada saat .pikirannya sedang berputar itu dengan cepat
diambilnya korek api dari menyulutnya, terlihatlah batu yang
menyumbat gua itu kurang lebih terdapat empat buah yang masing-
masing seberat lima ratus kati. Tiga buah berada di bawah dan satu
berada ditengahnya, dengan demikian persis menyumbat seluruh
jalan gua itu.
Ketika dilihatnya lebih teliti lagi, dengan jelas segera terlihat
perbedaannya, warna empat buah batu cadas itu sama sekali
berbeda dengan batu-batu pada dinding gua itu, hal ini
memperlihatkan kalau benda itu dipindah ke sana belum lama.
Dengan cepat Ti Then mematikan obornya, karena dia tahu gua
yang dicari sama sekali tidak salah, pihak lawan memindahkan
empat buah batu itu untuk menyumbat gua, mungkin digunakan
sebagai persiapan menghadang penyerbuan musuh.
Dengan perlahan-lahan, dia meletakkan pedang panjangnya ke
samping, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia
mengangkat sebuah batu dan dan diletakkan ke samping.
Ketika menengok ke arah sana terlihatlah gua itu pun dalam
keadaan gelap gulita.
Dia mengambil kembali pedang panjangnya dan merubuhkan
ketiga buah batu lainnya kemudian baru berjalan menuju ke arah
gua itu, langkahnya sangat hati hati, sedikit pun tidak menimbulkan
suara, karena dia tahu jarak aja dengan selat sebelah sana sudah
tidak jauh lagi.
Sesudah berjalan lagi lima belas kaki jauhnya, dari lorong gua
sebelah depan muncullah sinar lampu yang remang-remang.
Dia menduga jaraknya dengan tempat dimana Hong Mong Ling
serta Wi Lian In berada sudah tidak jauh lagi karenanya langkah
kakinya semakin hati-hati lagi, setindak demi setindak dia berjalalan
ke depan.
Sesudah berjalan delapan sembilan kaki lagi, di depan matanya
terbentanglah sebuah ruangan goa yang sangat luas.
Ditengah ruangan goa itu tersulut sebuah lamcu minyak yang
menerangi seluruh ruangan tersebut. sinaga mega Hong Mong Ling
duduk bersandar pada sebuah batu cadas. saat itu matanya
dipejamkan rapat-rapat, agaknya sedang tertidur, di hadapannya
terlentanglah tubuh Wi Lian In. sepasang tangannya diikat kencang-
kencang, tubuhnya berbaring menghadap kearah dinding, agaknya
dia pun sudah tertidur.
Baru saja Ti Then mau melakukan suatu gerakan, mendadak
terdengar si setan pengecut sudah berteriak dari luar goa.. "Mong
Ling. ."
Dengan cepat Hong Mong Ling meloncat bangun, sahutnya:
"Sudah datang. ."
Dengan cepat dia berlari keluar goa.
"Coba kamu lihat. ."
" Lihat apa ?? tanya Hong Mong Ling melengak.
"Kamu lihat, bangsat cilik itu berbaring di dalam goa tanpa
bergerak sejak tadi."
"Mungkin dia sudah tertidur."
"Tidak mungkin. " ujar setan pengecut itu... "Di dalam situasi
seperti ini dia tidak mungkin bisa tidur, tetapi dia sedikit pun tidak
bergerak sejak tadi, aku lihat keadaannya sedikit mencurigakan,
coba kamu pergi lihat."
"Baiklah. ."
"Jika betul betul dia tertidur kamu tidak usah bangunkan dia,
sifat bangsat cilik itu sangat keras jika sampai membuat dia jengkel
tidak ada kebaikannya bagi kita."
"Baiklah. ."
Kedua orang itu sesudah berbicara sampai di sini segera
berhenti, keadaannya pun menjadi tenang kembali mungkin Hong
Mong Ling sudah meloncat turun dari tebing itu.
Ti Then yang melihat ada kesempatan bagus tidak mau menyia-
nyiakan begitu saja, dengan cepat dia meloncat ke samping tubuh
Wi Lian In karena dia tidak tahu kalau jalan darah gagu dari Wi Lian
In sudah tertotok maka begitu sampai di samping tubuhnya dengan
cepat menutupi mulutnya.
Wi Lian In yang mulutnya ditutupi menjadi sangat terkejut dan
sadar kembali dari pulasnya, tetapi begitu dilihatnya Ti Then sudah
berdiri di hadapannya tidak tertahan pada air mukanya muncul
perasaan terkejut bercampur girang.
Sesudah memberi tanda kepadanya untuk tidak bicara, barulah Ti
Then melepaskan tangannya kemudian menggendong tubuhnya
mengundurkan diri dari gua itu.
Sesudah melepaskan tali pengikat tubuhnya barulah ujarnya
dengan menggunakan ilmu hanya menyampaikan suara. "Nona Wi
kamu sudah bisa bergerak"
Wi Lian In mengangguk.
Setelah itu barulah Ti Then meletakkan tubuhnya ke atas tanah,
ujarnya lagi:
"Kau boleh cepat mengundurkan diri ke dalam goa, biar aku yang
menghadapi setan pengecut itu."
Sehabis berkata dia putar tubuhnya siap meninggalkan tempat
itu. Dengan cepat Wi Lian In menarik tangannya, ujarnya dengan
perlahan: "sedikit berhati hati, kepandaian dari setan pengecut itu
sangat tinggi." Ti Then hanya mengangguk dan melanjutkan
perjalanannya ke depan.
Sesudah melewati ruangan goa itu sampailah dia di depan pintu
goa, saat itu si setan pengecut itu sedang duduk bersila di depan
sana dengan tenangnya.
Jarak dari Ti Then serta si setan pengecut itu tidak lebih hanya
tinggal dua kaki saja.
Agaknya seluruh perhatian dari setan pengecut itu sedang
dipusatkan pada seluruh gerak-gerik Hong Mong Ling, karenanya
sama sekali dia tidak merasa kalau Ti Then sudah muncul dibela
kang tubuhnya.
Sesampainya jarak kurang lebih lima depa dari belakang
tubuhnya barulah Ti Then menghentikan langkahnya, dia berdiri
tegak tidak bergerak sediki pun juga. saat ini asalkan dia
melancarkan satu serangan saja dengan telak akan mencabut
nyawa setan pengecut itu, tetapi dia tidak mau berbuat demikian dia
tidak mau membokong orang lain dari belakangnya.
Baru saja dia mau buka mulut memanggil kemudian turun
tangan, mendadak terdengar Hong Mong Ling yang berada di
bawah tebing sedang berteriak dengan keras. "Suhu. . . celaka. ."
Tubuh setan pengecut itu menjadi tergetar dengan sangat keras,
tetapi tubuhnya masih tetap duduk tidak bergerak di atas tanah,
tanyanya dengan berat. "Ada apa?"
"Dia sudah melarikan diri. ..." teriak Hong Mong Ling sambil
menjerit kaget.
"Apa?" teriak setan pengecut itu sambil meloncat bangun. "Siapa
yang berbaring di dalam gua itu? Apa bukan dia yang berada di
sana?"
"Bukan. ." teriak Hong Mong Ling lagi dengan keras. "Di sana
hanya terdapat sebuah selimut yang membungkus beberapa barang
sehingga bentuknya seperti orang"
"Kalau begitu orangnya tidak berada di dalam gua?" ujar setan
pengecut itu dengan perasaan sangat terperanyat.
"Tidak ada."
"Kalau . . . kalau begitu dia sudah lari?"
"Tidak salah . . aku memang sudah berada di sini." ujar Ti Then
dengan dinginnya.
Begitu setan pengecut itu mendengar suara Ti Then muncul
secara mendadak dari belakang tubuhnya tidak tertahan lagi seluruh
tububnya tergetar dengan sangat keras, mendadak dia putar tubuh
bertekuk lutut siap mencabut pedangnya yang tergantung pada
pinggangnya. . .
Tetapi baru saja tangannya berada beberapa cun dari sarungnya
sebuah sinar pedang dengan kecepatan yang luar biasa sudah
berkelebat melalui atas kepalanya. "Aduh"
Setan pensecut itu menjerit aneh, tubuhnya dengan cepat
jumpalitan ditengah udara kemudian dengan cepatnya melayang ke
dalam lembah.
Sekerat kain hitam serta seutas rambut kepala beserta kulitnya
sudah terpapas dan melayang jatuh dari tengah udara.
Kulit kepala itu tidak lebih sebesar telapak tangan anak kecil.
Dengan cepat Ti Then mengikuti dari belakangnya, sambil
tertawa keras ujarnya.
"Jangan lari. Hey setan pengecut aku mau coba-coba minta
pelajaran ilmu silatmu"
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya tubuh setan
pengecat itu dengan cepat berlari menuju ketengah batu-batu cadas
yang berserakan itu, dari sana kemudian meloncat dan melayang
lagi ke luar lembah dengan sangat cepatnya.
Ketika Ti Then sampai di dalam lembah dengan cepat sinar
matanya berkelebat memandang sekeliling tempat itu, saat itu
bayangan tubuh dari Hong Mong Ling sudah lenyap. dengan cepat
tubuhnya melayang mengejar kearah setan pengecut itu, teriaknya
lagi: "Hei setan pengecut, jangan lari. . mari kita coba-coba
kepandaian masing-masing..."
Setan pengecut itu tetap tidak ambil perduli, dengan sipat kuping
dia melarikan diri dengan terbirit birit, hanya di dalam sekejap mata
saja sudah melenyapkan diri di balik pepohonan yang tumbuh
sangat lebat itu.
Begitu Ti Then melihat rimba yang sangat lebat itu segera tahu
untuk mengejar setan pengecut itu bukan merupakan urusan yang
mudah, karenanya dia tidak melanjutkan pengejarannya melainkan
balikkan tubuh mencari jejak Hong Mong Ling.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 9.1. Menteri Pintu dan Pembesar Jendela
Dia percaya Hong Mong Ling masih bersembunyi diantara batu-
batu cadas yang terbesar itu. segera dia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dengan cepat melayang ketengah batu batu
cadas yang terbesar itu untuk menawannya.
Siapa tahu walau sudah dicari ke semua tempat, tidak tampak
pula bayangan dari Hong Mong Ling.
Eeh ... eh. Bangsat cilik itu sungguh teramat licik. Apa mungkin
dia melarikan diri keluar lembah terlebih dulu dari pada si setan
pengecut itu?
Atau mungkin dengan pinyam kesempatan ini masuk ke dalam
goa kembali untuk menyerang Wi Lian In ??
Pikiran ini begitu berkelebat di dalam benaknya, dia tidak berani
berayal lagi, dengan cepat memutar tubuh lari ke dalam gua tadi.
Dengan satu kali loncatan dia naik ke atas tebing yang menonjol
keluar kemudian masuk ke dalam gua, teriaknya dengan keras.
"Nona Wi, nona Wi. ."
Dalam gua suasana tetap sunyi senyap. tidak terdengar suara
jawaban dari Wi Lian In.
Hatinya bertambah tegang, makinya dengan gemas. "Kurang
ajar. ."
Tanpa menanti lebih lama lagi dia putar tubuh menerjang keluar
gua tersebut.
"Aku di sini. ." terdengar suara Wi Lian In muncul ketika
mendadak dari balik sebuah cadas di samping gua itu.
Ti Then menjadi melengak. dengan cepat dia putar tubuhnya
memandang ke arah dimana berasalnya suara itu, saat itu tampak
Wi Lian In baru saja munculkan diri dari balik batu cadas di samping
gua itu, tak terasa dengan perasaan heran tanyanya: "Nona Wi,
kamu sedang berbuat apa di balik batu itu?"
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam,
dengan nada kemalu maluan sahutnya dengan manya. "Buat apa
kamu urus aku . ."
Agaknya Ti Then sadar apa yang baru saja terjadi, wajahnya pun
kelihatan berubah memerah, sahutnya sambil tertawa malu. "Ooh . .
aku kira . . aku kira. ."
"Kamu kira aku diculik pergi?" ujar wi Lian In sambil mencibirkan
bibirnya.
"Benar. . " sahut Ti Then sambil mengangguk "Aku pergi kejar itu
setan pengecut tapi tidak berhasil kemudian balik mencari Hong
Mong Ling, dia juga tidak ada makanya aku kira dia lari masuk ke
dalam gua."
"Hemm . . . memangnya kamu tidak punya minat bunuh kedua
orang itu, kalau tidak bagaimana mereka bisa lolos?"
"Bukan . . bukan begitu" Bantah Ti Then dengan cemas
"Kepandaian silat dari setan pengecut itu memang sangat tinggi,
ketika aku kejar dia, tubuhnya sudah berada sangat jauh sekali."
"Tadi kamu bisa bunuh mati dia dengan satu kali tusukan, tapi
kamu hanya lukai kulit kepalanya saja."
"Bukannya begitu" ujar Ti Then sambil tersenyum "Aku tidak beri
am pun kepadanya, hanya saja dia bisa menghindar dengan cepat."
"Tahukah kamu siapa sebetulnya orang itu??"
"Tidak..." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
"Malam itu sewaktu dia memasuki dalam benteng, kepalanya
juga ditutupi dengan kain hitam, hanya saja suaranya seperti
pernah kudengar. Aku merasa suara itu sering aku dengar"
Pada setengah tahun yang baru saja lewat apa nona Wi pernah
meninggalkan benteng?" Wi Lian In kelihatan sedikit tertegun,
sahutnya: "Tidak pernah, buat apa kamu tanyakan hal ini??"
Ti Then dengan perlahan berjalan bulak balik di sana, sambil
tersenyum kemudian ujarnya lagi:
"Nona tadi bilang suara dari setan pengecut itu sering sekali
didengar tapi selama setengah tahun belakang ini tidak pernah
keluar dari Benteng, makanya kemungkinan sekali setan pengecut
itu adalah. . ."
"Orang Benteng Pek Kiam Po kita?" tanya Wi Lian In dengan air
muka yang sudah berubah hebat.
"Kecuali begitu tidak ada penjelasan lainnya."
Sepasang mata Wi Lian In dipentangkan lebar-lebar, dengan
perasaan terkejut bercampur ketakutan ujarnya:
"Tidak mungkin, di dalam benteng Pek Kiam Po kita kecuali
ayahku berserta Hu Pocu tidak ada seorang pendekar pedang merah
pun yang memiliki kepandaian silat setinggi setan pengecut itu ..."
"Nona selalu bilang kepandaian silat dari setan pengecut itu
sangat tinggi, dengan dasar apa nona bisa bicara begitu?"
"Hari kedua sesudah dia menculik aku didekat keresidenan Lok
san sian dia bertemu dengan Hong Mong Ling, agaknya dia tahu
urusanku dengan Hong Mong Ling dan minta Mong Ling angkat dia
sebagai suhu."
Hong Mong Ling melihat orang yang dikempit dia adalah diriku
maka mengajukan satu syarat jika di dalam dua puluh jurus dia bisa
mengalahkan dirinya dia baru mau angkat dia sebagai guru,
akhirnya setan pengecut itu berhasil mengalahkan dia tidak sampai
dua puluh jurus, kepandaian silat setinggi itu hanya kau serta
ayahku sekalian saja yang bisa melakukan."
Ti Then tersenyum:
"Yang kamu maksudkan aku serta ayah mu sekalian."
"Sekalian" dua kata ini menunjuk siapa?"
"Sudah tentu Hu Pocu."
Hati Ti Then segera bergerak, teringat kembali malam ketika dia
diculik orang. Pada saat itu Huang Puh Kian Pek sedang bermain
catur dengan dirinya diruang tamu dia tidak mungkin bisa setan
pengecut itu, tanpa terasa lagi dia gelengkan kepalanya. "Kenapa
kamu gelengkan kepala?" tanya Wi Lian In heran. "Tidak mengapa.
."
Agaknya Wi Lian In juga sudah mencurigai Huang Puh Kian Pek,
sambil mengerutkan alis gumamnya seorang diri. "Apa mungkin
perbuatan Hu Pocu?"
"Apa kamu merasa suara dari si setan pengecut itu agak mirip
suara dari Hu Pocu?"
Wi Lian In termenung berpikir beberapa
"Bukannya mirip sekali, hanya sedikit mirip ..."
saat
lamanya:
"Hu Pocu adalah sute dari ayahmu, bagaimana dia bisa
melakukan pekerjaan seperti ini?"
"Benar." ujar Wi Lian In dengan air muka sedikit bingung dan
curiga.
" Hubungannya dengan ayabku sangat erat sekali, sudah
sepatutnya tidak melakukan pekerjaan seperti ini, tapi. . . kamu
bilang setan pengecut itu adalah orang benteng Pek Kiam Po kita,
kalau begitu kecuali dia masih ada siapa lagi?"
"Malam itu apakah si setan pengecut yang masuk ke dalam
kamar nona dan menculik pergi?.."
"Agaknya memang betul"
"Bagaimana kamu bisa bilang agaknya memang betul?"
"Sebelum aku diculik agaknya sudah terkena semacam obat
mabuk terlebih dulu sehingga apa pun yang sudah terjadi aku tidak
tahu, kemudian sesudah kesadaranku pulih kembali barulah aku
merasa kalau tubuhku dibawa lari setan pengecut itu keluar
Benteng"
"Saat itu aku masih bermain catur dengan Hu Pocu di dalam
ruangan tamu" Wi Lian In menjadi melengak.
"Oooh. . .saat itu kalian masih bermain catur di dalam ruangan
tamu?"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "makanya Hu Pocu
tidak mungkin adalah si setan pengecut itu."
Wi Lian In mengerutkan alisnya lagi dengan rapat:
" Kalau tidak, siapa sebetulnya setan pengecut itu ??"
" Kemungkinan sekali setan pengecut itu memang bukan orang
Benteng Pek Kiam Po kita, walau pun aku sendiri juga merasa suara
itu sepertinya pernah di kenal . ."
Mendadak dari sepasang mata Wi Lian In memancarkan sinar
yang sangat tajam, ujarnya dengan cepat:
"Apa mungkin si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ??"
"Tidak mungkin... tidak mungkin." ujar Ti Then sambil gelengkan
kepalanya "Pedang si setan pengecut itu digantungkan pada
pinggang sebelah kirinya dan bukan digantungkan pada pinggang
sebelah kanan bahkan sewaktu mencabut pedangnya tadi
menggunakan tangan kanan."
"Jika dia betul-betul adalah Cian pit Yuan sudah tentu sengaja
akan menggunakan tangan kanannya untuk menutupi wajah yang
sebetulnya."
"Omonganmu memang sedikit pun tidak salah, tapi seorang yang
sudah terbiasa menggunakan tangan kiri di dalam suatu keadaan
yang sangat kritis dan membahayakan jiwanya, dia tidak mungkin
bisa mengingat ingat harus menggunakan tangan kanannya."
Agaknya semakin berpikir Wi Lian In merasa semakin bingung,
sambil mendepak kakinya ke atas tanah ujarnya. "Huuu . .
sudahlah, mari kita pulang saja."
"Jangan" ujar Ti Then dengan cepat. "Nanti sesudah terang
tanah baru kita pulang"
" Kenapa ?"
Ti Then duduk kembali ke atas tanah dengan tenangnya.
"Serangan terang bisa ditahan serangan menggelap sukar
diduga, kemungkinan sekali mereka sudah pasang jebakan diantara
selat yang sempit itu. ."
"Kamu masih takuti mereka?" ujar Wi Lian In sambil mencibirkan
bibirnya yang kecil mungil itu.
Ti Then yang mendengar perkataannya sangat lucu itu tidak
terasa tertawa keras. "Aku tidak takut pada mereka, hanya saja
kamu bukan tandingan Hong Mong Ling"
"Hemm. . " dengus Wi Lian In dengan dingin "siapa yang bilang
??"
"Hari itu ketika berada di atas gunung Go bi karena hatiku
sedang mangkel dan jengkel sehingga sukar untuk menenangkan
hati, karenanya baru berhasil dikalahkan olehnya. Padahal jika
betul-betul bertempur hemm . . hemm . ."
Tubuhnya yang langsing genit itu dengan gemasnya dibanting ke
atas tanah dan duduk tidak bergerak lagi.
Ti Then tersenyum, tanyanya dengan halus. "Perutmu sudah
lapar belum?"
"Belum. ."
"Ayahmu sudah kirim perintah seratus pedang untuk menawan
kembali Hong Mong Ling, cepat atau lambat akhirnya akan mati
juga kamu tidak usah begitu jengkelnya"
"Ayahku apa pernah keluar cari aku. ."
"Pernah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk "Dia pernah keluar
Benteng untuk menguntit aku, tapi yang lalu sudah pulang ke dalam
Benteng kembali.”
Wi Lian In menjadi terkejut, dengan penuh keheranan tanyanya:
" Kenapa ayahku menguntit kamu?.."
"Ayahmu anggap aku sebagai seorang manusia yang patut
dicurigai bahkan menuduh aku orang yang menculik kamu pergi,
karenanya secara diam-diam menguntit aku dan mengawasi semua
gerak-gerikku"
Segera dia menceritakan kisahnya sewaktu sesaat memasuki
lembah. Dengan perasaan yang tidak tenang ujar Wi Liau In dengan
perlahan. "Ayahku mencurigai dirimu juga bukan tidak beralasan"
"Benar, makanya aku sama sekali tidak marah, hanya saja
sesudah aku hantar kamu pulang ke dalam Benteng segera akan
meninggalkan kalian."
Air muka Wi Lian In berubah hebat. "Kamu mau tinggalkan kami
sekalian?" tanyanya.
"Benar. ." sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Jadi kamu masih merasa marah terhadap ayahku?"
"Tidak. " sahutnya sambil gelengkan kepalanya lagi.
"Lalu kenapa mau tinggalkan kami?"
"Aku takut, kawan-kawan di dalam Benteng ada yang tidak tahu
urusan yang sebetulnya dan menganggap aku yang merusak
perkawinanmu dengan Hong Mong Ling ..."
"Sekali pun kamu punya niat merusak hubungan kita tapi aku
tetap merasa sangat berterima kasih terhadap dirimu karena dia
pergi main perempuan disarang pelacur adalah urusan yang
sungguh-sungguh sudah terjadi.."
"Sekali pun omonganmu sedikit pun tidak salah." ujar Ti Then
sambil tersenyum. "Tapi aku merasa jauh lebih baik . ."
"Tidak usah banyak omong lagi" potong Wi Lian In dengan cepat.
"Asalkan kamu tanya dalam hatimu sendiri pernah berbuat atau
tidak, tidak usah perduli lagi omongan orang lain"
Ketika Ti Then mendengar kata-kata. . Tanya hati sendiri pernah
berbuat atau tidak, tidak terasa lagi air mukanya berubah menjadi
merah padam.
"Jika kamu sudah ambil keputusan mau meninggalkan benteng
Pek Kiam Po sekarang juga silahkan pergi."
"Nona Wi. . . kamu jangan marah.. "
"Aku tidak marah, kamu boleh pergi ..."
"Tapi aku mau hantar nona pulang ke dalam benteng terlebih
dulu."
"Tidak usah" ujar Wi Lian In dengan sengit, "Aku bisa pulang
sendiri, aku tidak mau kamu hantar aku pulang ke dalam Benteng."
"Si setan pengecut serta Hong Mong Ling kemungkinan sekali
masih bersembunyi disekitar tempat ini, bagaimana aku bisa
tinggalkan kamu seorang diri?"
"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kamu, jika aku
terjatuh ketangan mereka lagi biarlah anggap memang itu nasibku."
Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi dia mengucurkan air
mata dan menangis tersedu-sedu.
"Nona Wi." ujar Ti Then dengan cemas. "Kamu jangan menangis.
.jangan menangis. . .baiklah aku tidak akan meninggalkan kau lagi"
Wi Lian In dengan cepat memutar tubuh membelakangi dirinya,
ujarnya lagi sambil menahan isak tangisnya.
"Aku tidak mau dikasihani orang lain, kau pergilah."
Ti Then termenung sangat lama sekali, kemudian sambil
menghela napas baru sahutnya.
"Jika kamu menginginkan aku tinggal di dalam benteng Pek Kiam
Po untuk selamanya aku juga bisa menyangupinya. Tapi aku jadi
orang
punya nasib yang sangat jelek sekali, mungkin bisa
membawa kesialan juga kepada orang lain, jika pada suatu hari
terjadi suatu urusan kamu janganlah menyesal."
"Apa itu nasib jelek membawa kesialan bagi orang lain? omongan
yang tidak karuan itu sepatah pun aku tidak percaya."
"Heeei..." ujar Ti Then dengan nada yang berat. "Aku bilang
kemungkinan sekali aku membahayakan ayah ibumu"
Mendadak Wi Lian In putar kepalanya memandang tajam
kearahnya. "Apa arti dari perkataanmu itu???"
"Tidak punya arti yang istimewa, aku hanya merasa aku jadi
orang sangat sialan, bersandar pada pagar. . pagar ambruk.
bersandar pada tembok. . tembok jebol."
Mendadak Wi Lian In tertawa cekikikan dengan merdunya,
ujarnya: "Bagaimana kamu bisa punya perasaan begitu"
Ti Then angkat bahunya," Kenyataannya memang begitu,
umpama saja sesudah aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po
tidak selang lama sudah ada beberapa peristiwa yang terjadi saling
susul menyusul, permulaan Cian pit Yuan yang datang mengacau
kemudian muncul si setan pengecut itu . . ."
"Tapi. ." potong wi Lian In dengan cepat. "Kamu berhasil pukul
mundur cianpit Yuan dan menolong aku dari cengkeraman si setan
pengecut itu."
"Tapi jauh lebih baik tidak sampai terjadi urusan itu" ujar Ti Then
dengan perlahan.
"Sejak kamu masuk benteng Pek Kiam Po kami, secara diam-
diam aku terus menerus mengawasi gerak gerikmu, aku merasa
agaknya kamu punya pikiran di dalam hati, selamanya uring-
uringan dan tidak gembira dapat kamu ceritakan karena apa ?"
"Aku tidak punya pikiran dalam hatiku" sahut Ti Then sambil
gelengkan kepalanya.
"Apa kamu pernah mengalami suatu peristiwa yang sangat
mendukakan hatimu" tanya Wi Lian In sambil memperhatikan
wajahnya tajam-tajam.
"Tidak pernah. ."
"Jika betul-betul tidak ada seharusnya kamu jadi seorang yang
sangat gembira, dengan usiamu yang masih demikian mudanya
sudah berhasil memiliki kepandaian silat demikian tinggi,
dikemudian hari jago nomor wahid di dalam dunia akan kau miliki,
seharusnya kamu gembira tapi kelihatannya kamu sangat tidak
gembira bahkan murung terus."
Berbicara sampai di sini mendadak seperti teringat akan sesuatu,
pada wajahnya timbul suatu senyuman manis sambil mengangguk
ujarnya. "Ooh. . . sekarang aku sudah tahu."
Ti Then menjadi melengak. "Kamu tahu apa??"
Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-rendah, sambil
tersenyum malu ujarnya:
"Kamu pernah mencintai seorang nona tetapi kemudian hati nona
itu berubah, tidak mau perduli kamu lagi bukan begitu?"
"Ha ha ha. . tidak. . tidak pernah terjadi urusan ini."
"Kau jangan menipu aku" ujar wi Lian In sambil tersenyum malu-
malu.
"Tidak. aku tidak menipu kamu. ."
" Kalau tidak, kenapa kau tidak gembira"
"Jika kau anggap aku jadi orang tidak gembira mungkin
dikarenakan aku dilahirkan menjadi seorang yang tidak gembira."
"Omong kosong" ujar wi Lian In sambil mendelik kearahnya.
"Mana ada orang yang dilahirkan dalam keadaan tidak gembira."
"Ada. ." sahut Ti Then perlahan. "Misalnya seorang bayi yang
baru saja lahir di dalam dunia, ayah ibunya saling susul menyusul
meninggal dunia sehingga membiarkan anak itu hidup di dalam
kemiskinan, hidup tanpa mendapatkan kasih sayang dari orang
tuanya, hidup dalam kekurangan. coba kamu pikir sesudah dia
menginyak dewasa bisa jadi orang yang lincah dan selalu gembira
tidak?"
Wi Lian In teringat kembali riwayatnya yang pernah diceritakan
kepada dirinya, kini mendengar perkataan itu segera tahu kalau dia
sedang mengatakan dirinya karena itu perasaan simpatik dan
kasihan timbul kembali di dalam hatinya, sambil melelehkan air
mata ujarnya:
"Sewaktu masih kecil kamu memang sangat susah, tapi sekarang
sudah lain keadaannya, seharusnya kamu cari kesenangan, jangan
pikirkan urusan yang sudah lalu."
Ti Then hanya tersenyum saja, kepalanya ditolehkan memandang
keluar gua, ujarnya lagi.
"Hari hampir terang tanah, kenapa kamu tidak istirahat
sebentar??."
"Tidak. . aku tidak bisa tidur. . mari kita omong lagi saja. . . kau.
. . kau. . . kau sudah punya idaman hati?"
"Belum ada."
Dengan tersenyum malu-malu dan kepala yang ditundukkan
rendah-rendah ujar Wi Lian In lagi.
"Kamu . . . kamu tidak ingin menikah?"
"Setiap lelaki yang sudah menginyak dewasa tentu kawin, siapa
yang tidak pikirkan? Hanya saja dengan wajah seperti aku ini, mana
ada nona mana yang mau jadi istriku?"
"Kamu bolak balikkan kenyataan.. "ujar Wi Lian In sambil
tersenyum. "Mungkin kamu yang terlalu pandang tinggi diri sendiri
sehingga tidak pandang orang lain"
"... Bukan . . . bukan . ."
"Biarlah sesudah pulang ke dalam benteng aku mau suruh
ayahku carikan seorang nona untukmu." ujar Wi Lian in lagi sambil
tertawa.
"Jangan. ." ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Urusan
perkawinan lebih baik jangan dipaksa, biarlah nanti datang dengan
sendirinya."
Wi Lian in menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian
barulah ujarnya sambil tersenyum:
"Beritahu padaku, isteri yang kau inginkan merupakan nona
macam bagaimana?"
"Aku belum pernah pikirkan"
"Kalau begitu kamu pikirlah sekarang juga."
"Aku tidak tahu. ."
"Coba pikirkan dengan perasaan. ."
Ti Then menghembuskan napas panjang kepalanya diangkat dan
memandang tajam wajahnya kemudian sambil tersenyum sahutnya.
"Bila pada satu hari aku bisa memperoleh seorang istri seperti
nona Wi, hatiku sudah merasa sangat puas.."
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu,
ujarnya sambil tersenyum malu-malu.
"Ehm.. . ayahku sering bilang aku jadi orang terlalu manya,
sifatnya pun berangasan sedikit-dikit suka marah, aku bukan
seorang nona yang baik"
"Nona yang suka marah itulah nona yang paling menyenangkan,
begitu marah pot-pot bunga pada melayang... sungguh
menyenangkan sekali."
Dikatai begitu Wi Lian In melototkan mata kearahnya, ujarnya
sambil mencibirkan bibirnya.
"Bagus sekali, jika dilihat potonganmu memang jujur tidak
kusangka mulutnya licin juga, suka menggoda orang." Ti Then
tertawa terbahak bahak dengan kerasnya.
Tetapi sebaliknya dalam hati dia merasa sangat pahit, karena dia
merasa hubungannya dengan Wi Lian In semakin lama semakin erat
dan semakin intim. . Tujuan yang diharapkan majikan patung emas
juga hampir tercapai. Tidak lama kemudian cuaca sudah terang, Ti
Then segera bangkit berdiri ujarnya. "Jalan, kita keluar dari lembah
ini."
Kedua orang itu dengan cepat meloncat turub dari atas tebing, Ti
Then berjalan menuju kearah tebing seberang membereskan
selimut serta barang barangnya kemudian menyerahkan
tunggangannya kepada Wi Lian In, ujarnya sambil tertawa.
"Kuda ini sungguh cerdik sekali, jika bukannya kemarin malam
dibantu dia kemungkinan sekali aku tidak punya cara untuk
menolong kamu keluar."
Wi Lian In tersenyum manis. "Mulai sekarang kuda itu adalah
milikmu"
"Tidak. ." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Aku tidak
punya kesempatan banyak untuk menunggang kuda, lebih baik
tinggalkan untuk kamu gunakan"
"Kau sungguh-sungguh tidak mau?"
"Benar, aku tidak memerlukan. ."
"Kalau begitu biarlah dia pergi hidup sendiri, mari kita pergi"
sehabis berkata dia melepaskan tali lesnya dan meninggalkan
tempat itu dengan cepat.
Melihat tindakannya yang aneh itu Ti Then melengak. dengan
cepat dia pungut kembali tali les itu serunya:
"Tunggu sebentar, kamu sungguh-sungguh tidak inginkan kuda
ini lagi?"
"Aku sudah bilang, kuda itu aku hadiahkan kepadamu, dengan
begitu dia sudah menjadi milikmu jika kau tidak suka maka kuda itu
tidak ada majikannya lagi."
Ti Then yang dikatai begitu menjadi serba susah, mau tertawa
tidak bisa mau menangis pun tidak sanggup dengan tergesa gesa
sahutnya: "Baik, baik, Baiklah, aku mau . . , aku mau, hanya saja
ada satu syarat."
Wi Lian In menghentikan langkahnya, sambil menoleh ujarnya
tersenyum: "Tentu kau sudah ketularan penyakit setan pengecut itu.
syarat apa?"
"Kau yang tunggangi dia kembali ke dalam Benteng kemudian
kuda itu baru menjadi milikku."
"Aku menunggang kuda, kau jalan kaki ??"
"Dijalan aku bisa beli seekor kuda lagi."
Wi Lian In baru mengangguk menyetujui, dia putar tubuh dan
meloncat naik ke atas kudanya kemudian dengan perlahan berjalan
keluar dari lembah sempit itu.
Ti Then yang takut si setan pengecut serta Hong Mong Ling
masih belum mematikan niatnya maka sengaja dia berjalan di depan
membukakan jalan bagi Wi Lian In, dengan menghindari batu batu
cadas yang tersebar meluas dengan sangat hati-hati dia bergerak ke
depan.
Sesudah mengitari tanah yang penuh dengan batu batu cadas,
meadadak Wi Lian In menuding ke atas sebuah batu bulat di atas
tanah, ujarnya: "Coba lihat, apa itu ??"
Ti Then tolehkan kepalanya memandang ke sana, terlihatlah di
atas batu bulat itu terdapat beberapa tetes darah segar, ujarnya
kemudian.
"Darah itu mungkin darah yang menetes keluar dari luka setan
pengecut itu, kemarin malam kulit kepalanya berhasil kutabas
sedikit mungkin, darah yang mengucur keluar tidak sedikit
jumlahnya .
"Kita ikuti saja bekas bekas darah itu, mungkin masih bisa
temukan kembali mereka berdua."
"Tidak mungkin" ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Luka
Setan pengecut itu tidak mungkin masih mengucur darah hingga
sekarang, jika kita mau ikuti jejak darahnya mencari mereka
mungkin sudah terlalu terlambat."..
"Dia bilang punya dendam sakit hati dengan suhumu entah hal
itu benar atau tidak?"
"Dia ada sakit hati dengan orang lain kemungkinan tidak pura-
pura, tetapi tidak mungkin hasil perbuatan suhuku karena mereka
sama sekali tidak tahu siapa sebetulnya suhuku."
Wi Lian In tersenyum, sambil pandang wajahnya ujarnya lagi:
"Kau juga tidak tahu nama suhumu, jika mereka katakan belum
tentu kau bisa tentukan apa nama itu nama suhumu atau bukan.
Bukan begitu?"
"Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Tapi dia
boleh katakan beberapa ciri-ciri yang menonjol, jika ciri-ciri yang dia
katakan kebanyakan mirip dengan ciri-ciri suhuku maka hal ini
sudah cukup membuktikan suhuku adalah musuh besarnya."
"Yang paling lucu lagi. Dia ingin tahu nama suhumu tapi tidak
berani mengatakan nama serta sebutan sendiri"
"Makanya, kemungkinan sekali tidak
punya musuh besar,
tujuannya ingin memperoleh dan mengetahui ilmu silat suhuku."
Kedua orang itu sambil berjalan sembari bercerita, tidak lama
kemudian sudah keluar dari selat sempit itu kemudian dengan
mengikuti jalanan gunung menuruni gununk tersebut.
Pada siang harinya sampailah mereka di kota In Kiang sian, di
dalam kota Ti Then membeli seekor kuda kemudian dahar hingga
kenyang, setelah itu barulah jalan bersama sama keluar kota
menuju kekota Go bi.
Ditengah jalan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari,
hari keempat sampailah mereka didaerah keresidenan siok lam.
Baru saja melewati suatu tanah tandus yang gundul dan kering
ternyata sudah bertemu dengan sebuah peristiwa yang sangat
membingungkan. secara mendadak mereka dicegat orang-orang
yang menghalangi perjalanan mereka adalah dua orang jago Bu lim
yang punya bentuk tubuh kurus dan gemuk, usia dari kedua orang
itu kurang lebih lima puluh tahunan. Yang gemuk punya tubuh
yang kekar bagaikan sapi, alisnya lebat matanya bulat besar sedang
wajahnya penuh berewok. Pada sepasang tangannya mencekal dua
buah senyata kapak yang besar.
Yang kurus mem punyai bentuk tubuh kecil kering seperti mayat,
matanya sipit seperti mata tikus, pada janggutnya memelihara
janggut kambing yang panjang sedang pada pinggangnya terselip
sepasang golok berbentuk sabit.
Dengan perlahan lahan mereka berjalan keluar dari balik batu
kemudian berdiri tegak ditengah jalanan, jika dilihat sikap mereka
agaknya sudah sangat lama mereka menanti di sana.
Ti Then serta Wi Lian In begitu melihat munculnya dua orang
yang sangat aneh itu dengan cepat menahan tali les kudanya,
mereka berdua mengira sudah bertemu dengan perampok
perampok biasa sehingga tanpa terasa saling bertukar pandangan
dan tersenyum ringan.
Air muka kakek yang punya tubuh kurus kelihatan dikerutkan,
ujarnya dengan nada menyeramkan.
"Hei orang muda, kaukah yang disebut pendekar baju hitam Ti
Then?"
Ti Then yang mendengar pihak lawannya tahu akan nama serta
sebutan sendiri segera tahu kalau dia bukan perampok biasa, tak
tertahan dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil rangkap tangannya
memberi hormat, sahutnya.
"Cayhe memang benar adanya, bagaimana sebutan cianpwe
berdua? Ada keperluan apa ??"
"Hemm . . hemm . ." dengus kakek kurus itu dengan dinginnya.
"Lohu berdua tidak punya she tidak punya nama, hanya ada
satu sebutan, Lohu disebut sebagai Mentri pintu dan yang satu ini
disebut sebagai Pembesar jendela"
"Mentri pintu? Pembesar jendela ?" ujar Ti Then melengak.
"Tidak salah. ."
Ti Then tidak bisa menahan gelinya lagi, dia tertawa terbahak
bahak dengan kerasnya.
" Kalian malaikat-malaikat dari kelenteng mana?" tanyanya.
"Kelentengnya disebut
digunung Kim Hud san"
istana
Tian
Teh
Kong,
tempatnya
Ti Then menjadi sangat terperanyat, tapi dia mengangguk juga
sahutnya:
"Kiranya orang-orang dari Thian Kauw Teh Hu atau Anying langit
rase bumi"
si pembesar jendela melototkan matanya dengan gusar
bentaknya. "Apa anying langit rase bumi? Yang betul Kaisar langit
Ratu Bumi"
Kiranya jika menyebut Anying langit Rase bumi, empat kata ini
tidak ada seorang pun yang tidak tahu nama ini di dalam Bu lim,
mereka merupakan sepasang suami istri pencipta huru hara dibumi,
yang laki disebut sebagai Anying langit Kong sun Yau sedang yang
perempuan disebut Rase bumi Bun Jin Cu. Bukan saja kepandaian
silat yang dimiliki sepasang suami istri ini sangat lihay bahkan jadi
orang sangat kejam dan licik. hampir boleh dikata tidak ada
tandingannya di dalam golongan Hek to, karenannya ke dua orang
itu menduduki kedudukan yang paling tinggi di dalam kaum Hek-to.
Dikarenakan selama hidupnya selalu menduduki tempat yang
teratas, harta kekayaannya tidak terhitung banyaknya, mereka
mendirikan sebuah istana Thian Teh Kong di atas gunung Kim Hud
san dengan mengambil sebutan Kaisar langit ratu bumi.
Suami istri ini bukan saja menguasahi seluruh Liok lim bahkan
anak buahnya pun mencapai selaksa lebih, maka itulah kaum
pendekar dari golongan Pek to termasuk Pocu dari Benteng Pek
Kiam Po, Wi ci to sendiri tidak berani secara terang-terangan
bentrok dengan mereka, sebab itulah siapa pun dari kalangan Bu lim
jauh lebih jeri setelah mendengar nama Kaisar langit Ratu bumi
daripada nama besar Benteng Pek Kiam Po.
Sedang kini setelah Ti Then mendengar istana Thian Teh Kong
lalu mengubah sebutan Kaisar langit ratu bumi menjadi Anying
langit rase bumi, sudah tentu membuat Pembesar jendela itu
menjadi amat gusar.
Jika bukannya dari majikan patung emas dia berhasil memiliki
kepandaian silat yang sangat tinggi, dia tidak akan berani
mengubah sebutan Kaisar langit Ratu Bumi... itu menjadi Anying
langit Rase Bumi, tapi kini dia tidak akan takut untuk meloloskan diri
dari belenggu majikan patung emas dan sangat mengharapkan bisa
bertemu dengan jago-jago Bu lim yang memiliki kepandaian silat
yang sangat tinggi, dia sangat mengharapkan ada orang yang
berhasil pukul rubuh dia makanya semakin manusia yang berbahaya
semakin manusia yang lihay dia semakin ingin coba-coba mengusik
mereka. Kini melihat Pembesar jendela itu begitu gusar air mukanya
sedikit pun ujarnya sembil tersenyum. "sebutan majikan kalian
memangnya Anying langit Rase Bumi, apanya yang tidak betul?"
Pembesar jendela semakin gusar lagi, sambil maju satu langkah
ke depan bentaknya dengan wajah meringis menyeramkan.
"Bangsat cilik, kamu orang sudah bosan hidup yaah".
si Mentri pintu yang berada di sampingnya dengan cepat menarik
dia ke belakang, ujarnya:
"Jite, jangan terburu napsu, biar kita bicarakan lebih jelas dulu
baru turun tangan"
"Benar" ujar Ti Then sambil tertawa. "Malaikat penjaga pintu
dengan anying penjaga pintu memang sangat berbeda, buat apa
kalian begitu galak galak. Ha ha ha ha . . ."
Si menteri pintu dengan cepat angkat kepalanya, dengan
pandangan yang sangat tajam dia melirik sekejap kearah Ti Then
kemudian dengan wajah dingin kaku ujarnya: "Hemm . . kalian apa
baru saja turun dari gunung Fan cing san?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Bagus sekali, lohu berdua mendapatkan perintah dari Thian
cunTeh Ho untuk mintakan sebuah barang dari Lo te"
"Hemm . . . hemm . . . selama berpuluh-puluh tahun Thian Kauw
Teh Hu menduduki tempat yang tertinggi di dalam Liok lim, harta
yang dikumpulkan pun kurang lebih ratusan buah kereta banyaknya,
buat apa kalian cari aku seorang yang miskin."
"Hem . . . Thian cun Teh Ho mau cari kau sudah merupakan satu
penghormatan yang besar bagimu" ujar menteri pintu itu dengan
dingin.
-ooo0ooo-
"Memang benar. . Memang benar." sahut Ti Then sambil
berulang kali mengangguk. "Hanya tidak tahu kalian inginkan aku
orang serahkan barang macam apa?"
si Menteri Pintu itu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.
"Buat apa Lo te berpura pura tanya lagi."
Ti Then miringkan kepalanya berpikir sejenak. kemudian sambil
tertawa ujarnya: "ooh . . . mungkin kalian menginginkan batok
kepala cayhe ini?"
"Maksud Thian cun Teh Ho kami, minta Lo te mau serahkan itu
barang tanpa melakukan perlawanan, mereka orang tua mau beri
kalian ribuan tahil perak sebagai tanda terima kasih. Kalau tidak
terpaksa aku harus penggal kepala kalian untuk dilaporkan."
Nada suaranya sangat dingin kaku tapi tenang, agaknya dalam
hati sudah punya pegangan yang kuat tentu berhasil memenggal
batok kepala Ti Then itu.
Ti Then yang ditanyai begitu menjadi bingung, sambil mengucak
ucak matanya tanyanya lagi.
"Apa kalian menginginkan nona di sampingku ini?"
"Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang
benteng Pek Kiam Po, Thian Cun kami tidak punya minat terhadap
nona Wi ini."
" Kalau tidak. " ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya.
"Sebetulnya kalian inginkan barang apa?"
Agaknya si pendekar jendela tidak bisa menahan sabar lagi,
bentaknya dengan keras.
"Bangsat cilik, kamu orang jangan berpura-pura lagi, lohu nanti
tebas kepalamu dengan satu kali bacokan"
Air muka Ti Then berubah menjadi sangat dingin, perlahan-lahan
dia meloncat turun dari tunggangannya kemudian berjalan maju tiga
langkah ke depan, ujarnya. "Coba kamu tabaskan kepalaku ini."
Mata pembesar jendela itu melotot ke luar, dengan air muka
penuh kemarahan dia menoleh kearah si menteri pintu, ujarnya.
"Toako, barang itu pasti berada di dalam badannya. Bangsat cilik
ini tidak tahu kebaikan orang lebih baik kita bunuh saja kemudian
baru ambil barang itu dari dalam tubuhnya."
"Ehm . . ." sahut menteri pintu itu dengan perlahan kemudian dia
putar kepalanya memandang Ti Then dengan jangat dingin. ujarnya
lagi.
" Lohu beri satu kesempatan yang terakhir bagimu, cepat
serahkan barang itu."
"Tidak"
Bagaikan seekor harimau kelaparan dengan mengaum keras
pembesar jendela itu dengan cepat meloncat maju ke depan,
kampak raksasa ditangan kirinya dengan dahsyat diayun
memenggal kearah teng gorokan Ti Then.
Jurus serangannya sangat kuat dan dahsyat sehingga
menimbulkan suara desiran yang sangat kuat ditengah udara,
datangnya serangan ini begitu dahsyatnya sehingga orang yang
berdiri satu kaki dari sana pun merasakan desiran angin
sambarannya itu.
Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti kampak pihak
musuhnya hampir mendekati tubuhnya barulah badannya sedikit
miring ke samping, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram
menguasahi urat nadi pergelangan tangannya, sedang tangan
kanannya bersamaan waktu pula melancarkan satu serangan
dahsyat yang dengan tepat menghajar perutnya.
"Bluuk ....." kemudian disusul dengan suara dengusan berat,
pembesar jendela itu sama sekali tidak pernah menduga gerakan
dari Ti Then bisa demikian aneh dan cepatnya, di dalam keadaan
yang sangat terkejut kapak ditangan kanannya dengan cepat
diangkat dan ditabas ke atas batok kepala Ti Then, tetapi baru saja
kapaknya itu diangkat sampai tengah jalan seluruh tubuhnya sudah
berhasil diangkat oleh Ti Then ke tengah udara.
Dengan mengerahkan tenaga yang besar Ti Then segera
melemparkan tubuh pembesar jendela itu ketengah udara, bagaikan
sebuah layang-layang yang putus benangnya tubuhnya melayang
hingga sejauh dua tiga kaki.
"Bluuuk..." punggungnya dengan keras menghajar pohon di
belakangnya, seketika juga tubuhnya menjadi lemas bagaikan
kapas, sama sekali tidak punya tenaga untuk merangkak bangun.
Sejak semula hingga sekarang tidak lebih hanya makan waktu
sekejap mata saja.
Si Menteri pintu yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi
matanya melotot keluar dengan bulatnya, mulutnya melongo,
sedang air mukanya sebentar berubah pucat pasi sebentar lagi
berubah menjadi kehijau-hijauan, Perasaan terkejut yang dirasakan
saat ini jauh lebih hebat dari perasaan terkejut pada diri Pembesar
jendela itu
Sejak lama dia sudah mendengar nama Pendekar pakaian hitam
Ti Then ini, dia pun pernah dengar tingkatan kepandaian silat yang
dimiliki Ti Then sehingga mereka sudah punya pegangan yang kuat
untuk mengalahkan Ti Then tidak perduli siapa pun yang maju dari
mereka berdua tapi sekarang, pembesar jendela rubuh ditangan Ti
Then tidak sampai satu jurus pun bahkan dipukul hingga tidak kuat
bangkit berdiri bukankah hal ini sangat mengejutkan hatinya?
Jilid 9.2. Satu kesulitan hilang dua kesusahan datang
Sebetulnya dia berpegangan bahwa gerakannya kali ini pasti
mendatangkan hasil, siapa tahu saking terkejutnya tidak tertahan
lagi tubuhnya gemetar dengan kerasnya. Ti Then tersenyum,
ujarnya setengah mengejek:
"Pembesar jendela itu sungguh sebuah gentong nasi, masa satu
gerakan saja tidak bisa bertahan, baiklah seharusnya kini kamu
orang sebagai Menteri pintu yang turun tangan menggantikan dia."
Saking takutnya tubuh menteri pintu itu sudah serasa menjadi
kaku, dengan wajah penuh ketakutan melotot ke arah Ti Then
ujarnya dengan gemetar.
"Ke. . kepandaian . . kepandaianmu ini apa berasal . . berasal
dari . . dari kitab pusaka Ie Cin Keng ?"
Ti Then yang mendengar perkataan itu menjadi melengak.
" Kitab pusaka Ie cin Keng ?"
"Apa memangnya bukan ?"
"Ha ha ha ha . . yang kamu maksudkan adalah kitab pusaka Ie
Cin Keng yang berisikan pelajaran silat Tat Mo Couwsu itu?"
"Benar" sahut menteri pintu sambil menganguk. "Kitab itu sudah
hilang sejak ratusan tahun yang lalu, kali ini kamu menemukannya
kembali di atas gunung Fan cin san bukan begitu??"
"Ooh . . .jadi barang yang harus aku serahkan adalah kitab
pusaka Ie Cin Keng itu??"
Dengan ragu-ragu menteri pintu itu mengangguk. tapi ke lihatan
jelas dari air mukanya kalau perasaan takut dan jeri sudah meliputi
tubuhnya. Ti Then tersenyum lagi.
"Kalian dengar dari siapa kalau aku menemukan kitab pusaka Ie
Cin Keng itu di atas gunung Fan cin san??"
"Seseorang yang dapat dipercayai sudah melaporkan hal itu
kepada Thian cun Teh Ho kami."
"Siapa orang yang dapat dipercayai itu??"
"Lohu belum pernah bertemu, tidak tahu."
Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lien in, ujarnya
sambil tertawa ringan: "Tentu si setan pengecut itu."
"Ehmm, sebuah siasat pinyam golok untuk membunuh orang
yang sangat bagus sekali" Ti Then menoleh kembali kearah menteri
pintu itu, sambil menepuk-nepuk tubuhnya sendiri ujarnya sambil
tertawa:
"Tidak salah, kitab pusaka Ie Cin Keng itu memang berada di sini,
ayooh maju rebut"
Agaknya menteri pintu itu tidak
punya keberanian untuk
melakukan hal tersebut makanya tubuhnya masih tetap berdiri tak
bergerak. "Bagaimana?? sudah tidak mau??"
"Ehmm. . . ehmm. . .jika didengar perkataan nona Wi agaknya
Lote sama sekali tidak pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin
Keng itu??"
"Tidak. .kamu salah, aku memang mendapati kitab pusaka Ie Cin
Keng itu."
Dengan perlahan menteri pintu itu menggeserkan tubuhnya
kearah Pembesar jendela, ujarnya.
"Kepandaian silat Lo te sangat hebat sekali, Lohu mengaku kalah
biarlah kami kembali ke dalam istana Thian Teh Kong dan
melaporkan peristiwa hari ini kepada Thian cun Teh Ho, biar Thian
cun Teh Ho sendiri yang mengurus."
"Ha ha ha. . ." ujar Ti Then secara mendadak sambil tersenyum...
"Tadi sudah galak-galak sekarang mau pergi dengan begitu saja??"
Menteri pintu itu tetap berdiam diri, tubuhnya dibungkuk
membantu Pembesar jendela itu bangkit berjalan.
Agaknya dia
tebaikan muka.
punya minat meninggaikan tempat itu dengan
"Tunggu sebentar." bentak Ti Then secara mendadak dengan
sangat dingin, air mukanya berubah membesi.
Tubuh menteri pintu itu kelihatan tergetar sangat keras, sambil
meletakkan tubuh pembesar jendela ke tanah kembali, ujarnya.
"Walau pun kepandaian silat Lo te sangat tinggi tapi kami orang-
orang dari istana Th an Teh Kong bukanlah manusia-manusia yang
bisa kau permainkan sesuka hati. . . kau ingin berbuat apa?..."
Ti Then yang melihat keadaannya begitu kasihan dalam hati
diam-diam merasa geli, segera ujarnya lagi dengan sangat dingin:
"Tirukan tiga kali menyalaknya anying, kemudian barulah kalian
boleh pergi."
Air muka menteri pintu itu segera berubah hebat. dia tahu urusan
tidak mungkin bisa selesai dengan mudah. Karenanya tangannya
dengan cepat mencabut keluar sepasang goloknya yang berbentuk
sabit, teriaknya.
"Siapa yang harus meniru menyalaknya anying masih ditentukan
dulu dengan kepandaian masing-masing . "
"Benar. . . . beralasan. Beralasan. Mari. . Mari . . . ayoh serang"
ujar Ti Then sambil maju satu langkah ke depan.
"Kenapa kamu orang tidak cabut ke luar pedangmu?" bentak
mentri pintu dengan gusar.
"Hemmm... hemmm. . . untuk menghadapi anying-anying
penjaga pintu semacam kalian masih belum berhak memaksa aku
untuk menggunakan pedang"
Walau pun dalam hati menteri pintu itu sudah merasa jeri tapi
keadaan sangat memaksa, karenanya sambil membentak keras
tubuhnya menubruk ke depan sedang goloknya dengan hebat
membacok tubuh Ti Then.
"Sreeet. . . sreeet. . ." goloknya dari sebelah kanan kearah kiri
dengan kecepatan luar biasa membacok bahu kiri Ti Then sedang
golok lainnya dari sebelah kiri menuju kearah kanan menyambar
pinggang Ti Then.
Melihat datangnya serangan dahsyat dengan cepat Ti Then
mundur satu langkah ke belakang menghindarkan diri dari bacokan
sepasang goloknya, pada saat sepasang goloknya baru saja
berkelebat lewat itulah tubuhnya dengan cepat berkelebat ke depan,
dengan meminyam kesempatan ini dia melancarkan satu serangan
menghajar dadanya.
Jurus serangan ini tidak ada keanehan atau keistimewaannya,
mentri pintu itu sendiri juga melihat dengan jelas datangnya
serangan itu tapi sekali pun dia mencoba menghindar tetap kalah
cepat.
"Bluuk . ." dadanya dengan keras kena hajaran itu.
Tubuh menteri pintu segera rubuh ke atas tanah dengan
kerasnya.
Meminyam kesempatan itu Ti Then segera meloncat ke depan,
kakinya dengan kuat-kuat menginyak perutnya, ujarnya sambil
tertawa dingin: "Ayoh bilang kamu mau tirukan gonggongan anying
tidak?"
Air muka Menteri pintu itu berubah menjadi pucat pasi bagaikan
mayat dan rubuh terlentang di atas tanah tidak berani bergerak
sedikit pun juga. ujar Ti Then lagi dengan dingin
"Ayoh bilang kamu mau menyalak tidak ?? Hemm hemm, jika
tidak maujangan salahkan aku mau inyak tubuhmu hingga hancur."
Sambil berkata kakinya mengerahkan tenaga menginyak lebih
kuat lagi ke atas tubuh menteri pintu itu.
Dari keningnya kelihatan sekali keringat sebesar butir-butir
kedelai mulai mengucur ke luar dengan derasnya, seperti babi yang
mau dipotong teriak menteri pintu itu dengan keras:
"Baik. .. baiklah, aku teriakan aku teriak.."
Mendengar perkataan itu barulah Ti Then menarik kembali
tenaganya, ujarnya. "Ehmm . . . kalau begitu ayoh cepat
menggonggong"
Menteri pintu itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia
buka mulutnya menggonggong. "Au . au . . au. .
Baru berteriak tiga kali air mukanya sudah berubah menjadi
merah padam.
Ti Then segera berputar kearah Pembesar jendela yang
bersandar di samping pohon, ujarnya.
"Kau mau menggonggong tidak ??"
Pembesar jendela itu tidak berani membangkang, terpaksa dia
pun menyalak tiga kali.
Setelah itulah Ti Then baru menarik kembali kakinya yang
menginyak perut menteri pintu itu, sambil mundur dua langkah ke
belakang ujarnya.
"Cepat pulang dan beritahu sama Anying langit rase bumi,
katakan kitab pusaka Ie cin Keng memang berada di dalam sakuku
tapi jika mereka inginkan harus datang minta sendiri."
Menteri pintu itu tidak berani membangkang, dengan cepat dia
merangkak bangun dan menyelipkan kembali sepasang goloknya ke
belakang punggung.
Sesudah membimbing pembesar jendela bangun bagaikan dua
orang yang sedang mabok mereka berjalan kearah timur dengan
sempoyongan. Teriak Ti Then lagi dengan keras.
"Masih ada, katakan pada Anying langit Rase Bumi aku berada di
dalam Benteng Pek Kiam Po sebagai tamu, jika mencari aku di sana,
jangan sampai mengganggu orang-orang benteng seujung rambut
pun."
Menteri pintu Pembesar jendela tidak berani banyak cakap,
dengan keadaan yang sangat mengenaskan mereka meninggaikan
tempat itu dengan cepat.
Wi Lian In tersenyum ujarnya:
"Kedua orang tua bangkotan itu sedikit pun tidak bersemangat."
Ti Then pun segera meloncat naik ke atas kuda, sahutnya. .
"Orang yang menyaga pintu delapan sembilan bagian tidak
punya semangat semua" Sambil berkata dia menepuk kudanya
melanjutkan perjalanan ke depan.
"Kedua orang itu" ujar Wi Lian In lagi "aku juga pernah dengar,
menurut apa yang aku ketahui para cay cu yang mau menyambangi
Thian Kauw Te Hu di atas gunung Kim hud san harus memberi
sogokan terlebih dulu kepada mereka, jika tidak kasih . .jangan
harap bisa bertemu dengan Anying langit rase bumi itu."
"Jago-jago di bawah pimpinan Anying langit Rase bumi itu sangat
banyak jumlahnya, entah kerapa kali ini mereka mengirim dua orang
gentong nasi seperti itu."
"Terhadap kamu kedua orang itu memang mirip gentong nasi"
ujar Wi Lian In sambil pandang wajahnya. "tapi bagi orang lain
cukup mereka berdua sudah membuat setiap orang merasa pusing
kepala"
"Mungkin juga karena setan pengecut itu tidak memberi
penjelasan yang lebih teliti kepada orang-orang Anying langit Rase
bumi itu sehingga mereka hanya kirim dua orang gentong nasi
tersebut."
"Ti toako" ujar Wi Lian In lagi, " kenapa kamu bilang kitab
pusaka Ie Cin Keng itu berada ditanganmu??"
"Sekali pun aku bilang tidak ada belum tentu mereka mau
percaya."
"Tapi dengan demikian orang-orang Anying langit Rase bumi
tidak akan melepaskan kamu begitu saja.."
"Nona Wi kamu salah" sahut Ti Then sambil tersenyum
"seharusnya bilang aku yang tidak akan melepaskan mereka,"
"Si Anying langit Kong sun Yau jadi orang ganas kejam, tak
berperikemanusiaan, si Rase bumi Bun Jin Cu jadi orang banyak
akal dan licik, jika mereka suami istri bergabung menjadi satu, sekali
pun ayahku juga belum tentu bisa menangkan mereka, kamu
jangan terlalu pandang rendah musuh.."
"Ha ha ha . . . untuk menghadapi aku mereka tidak akan
terpikirkan untuk bergabung dan kerubuti aku seorang"
"Sekali pun seorang lawan seorang" ujar wi Lian In lagi "Kau juga
jangan terlalu gegabah, menurut apa yang aku dengar kepandaian
silat mereka berdua suami istri tidak terpaut banyak dengan
kepandaian ayahku."
"Aku tahu."
"Tapi jika kamu punya kekuatan untuk bunuh mereka janganlah
ragu-ragu turun tangan, hati mereka berdua suami istri sangat
kejam dan ganas, tidak perduli kejahatan apa pun pernah mereka
lakukan, sudah seharusnya mereka dibunuh cepat cepat"
"Kau boleh tunggu saja...."
"Heei . . ." ujar wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang
"setan pengecut itu tentu tidak menyebarkan berita bohong ini
kepada Anying langit Rase bumi itu saja, sejak kini kita harus lebih
berhati hati lagi."
"Kitab pusaka Ie Cin Keng itu merupakan barang peninggalan
Siauw limpay, aku hanya takut hwesio-hwesio dari kuil siauw lim si
percaya penuh akan berita bohong ini kemudian datang cari aku,
orangnya aku sih aku tidak takut semakin banyak orang yang
datang semakin aku merasa gembira."
"Hei . . . hwesio-hwesio Siauw limpay sangat menghormati
ayahku, jika sampai mereka datang biarlah ayahku yang beri
penjelasan mungkin . ."
Kiranya pada saat itu juga di hadapan mereka berkelebat lagi
bayangan manusia dengan sangat cepatnya, di hadapan mereka
sudah muncul seorang hwesio dari Siauw limpay.
Hwesio itu baru berusia kurang lebih empat puluh tahunan,
wajahnya persegi dengan telinga yang sangat besar, tubuhnya
gemuk besar pakaian pada dadanya terbuka sedikit sehingga
kelihatan perutnya yang buncit besar itu, air mukanya selalu
menampilkan senyuman sedang pada dadanya tergantung sebuah
tasbeh berwarna hitam, jika dilihat dandanannya mirip sekali
dengan Ji lay hud.
Tidak salah lagi, hwesio itu memang berasal dari partai Siauw
limpay dan merupakan seorang hwesio pendekar yang sudah
terkenal di dalam Bulim . . siauw Mi Leh atau Hwesio berwajah
riang.
Air muka Ti Then berubah sangat hebat, dengan cepat dia
meloncat turun dari kudanya dan memberi hormat, ujarnya.
" Kiranya Mi Leh Thaysu sudah datang, masih ingatkah taysu
kepada tecu?"
"He he he ..." sahut Hwesio berwajah riang itu sambil tertawa
terkekeh. "Bagaimana tidak kenal. Pinceng ini hari memangnya
datang untuk cari kamu orang."
"Semoga saja jangan karena kitab pusaka Ie Cin Keng itu."
"Memang betul, pinceng datang ke sini karena kitab pusaka Ie
cin Keng itu."
"Haaa?" seru Ti Then dengan terkejut. "Apa Taysu sendiri juga
mempercayai berita bohong itu?"
"Urusan ini timbul sudah tentu ada sebabnya"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sebab-sebabnya
ada seorang berkerudung yang menculik nona Wi ini dan membawa
dia ke atas gunung Fan cin san, tecu berhasil menolong nona Wi ini
dari cengkeramannya bahkan berhasil melukai kulit kepala orang
berkerudung itu mungkin karena dendam dan sakit hati karena
lukanya itu sehingga dia menyebarkan berita bohong tersebut
kemana mana, bahwa aku Ti Then sudah dapatkan kitab pusaka Ie
cin Keng itu. ."
Agaknya Hwesio berwajah riang tidak mendengarkan perkataan
Ti Then tersebut, sambil tetap tertawa-tawa ujarnya.
"Ti sicu. Waktu itu ketika kita bersama-sama minum arak di atas
gunung Ngo Thay san jaraknya hingga sekarang seberapa lama?"
Ti Then yang tidak tahu maksud pihak lawannya begitu
mendengar pertanyaan ini, menjadi melengak. "... Agaknya hampir
dua tahunan. ."
"Tidak salah. " sahut siauw Mi Leh sambil mengangguk. "Biarlah
kita hitung dua tahun saja, pada dua tahun yang lalu sekali pun
kamu sudah punya nama terkenal di dalam Bu lim tapi kepandaian
silatmu saat itu paling tinggi juga memadahi seorang Pendekar
pedang putih dari Benteng Pek Kiam Po, sebaliknya sesudah dua
tahun, ini hari hanya cukup menggunakan satu jurus berhasil
mengalahkan kedua orang malaikat penjaga pintu dari Anying langit
Rase bumi. Coba tahukah kau berapa kali lipat kemajuan
kepandaian silatmu?"
"Satu tempat paham yang lain akan ikut sukses, asalkan aku
berhasil mengetahui rahasianya sudah tentu akan mendapatkan
kemajuan yang sangat pesat."
"Tapi." ujar Hwesio berwajah riang itu lagi. "Walau pun
memperoleh kemajuan yang bagaimana pesatnya pun tidak
mungkin bisa secepat ini, kecuali kamu sudah dapatkan kitab
pusaka Ie Cin Keng tersebut."
"Thaysu." seru Ti Then dengan serius. "Tecu betul-betul tidak
mendapatkan kitab pusaka It cin Keng tersebut, harap thaysu
jangan dengarkan berita bohong itu."
"Kamu sudah mendapatkan banyak kebaikan dari kitab pusaka Ie
cin Keng itu, untuk bekal dikemudian hari pinceng kira juga sudah
jauh lebih cukup. Kenapa kamu orang tidak menggunakan perasaan
hatimu berpikir kalau barang itu harus dikembalikan kepada
pemiliknya?"
Ti Then yang melihat hwesio itu tetap menuduh dia sudah
mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, dalam hati benar-benar
merasa tidak senang ujarnya kemudian:
"Sewaktu tecu mengalahkan menteri pintu pembesar jendela
tadi, apa Thaysu sudah melihatnya semua ?"
"Benar pinceng melihatnya dengan sangat jelas" sahut Hwesio
berwajah riang itu sambil mengangguk.
"Kalau begitu, perkataan selanjutnya antara tecu dengan nona Wi
Thaysu juga sudah dengar semua bukan?"
"Tidak salahh" sahut hwesio itu sambil mengangguk lagi "sepatah
kata pun tidak ada yang ketinggalan."
"Kalau memangnya begitu seharusnya thaysu tahu keadaan yang
sesungguhnya."
"Kalian sejak tadi sudah tahu di samping jalan masih ada orang
yang menonton sehingga yang satu menyanyi yang lain menambahi
untuk mengelabuhi orang lain, Cara seperti itu hwesio sudah sangat
jelas sekali."
"Heei . . omong pulang pergi agaknya Thaysu tidak akan percaya
omongan tecu lagi?"
"Ti sicu" ujar Hwesio itu dengan serius. "Demi masa depanmu
yang cemerlang lebih baik kembalikan saja kitab itu pada pihak
siauw limpay kami"
"Kalau tecu tidak sanggup mengeluarkan kitab pusaka Ie Cin
Keng itu, thaysu siap berbuat apa?"
Perlahan-lahan si hwesio berwajah riang itu melepaskan
tasbehnya yang tergantung pada dadanya, kemudian ditempatkan
ke atas udara ujarnya sambil tertawa.
"Ti sicu bisa memandang sejilid kitab pusaka Ie Cin Keng setinggi
nyawa sendiri sungguh membuat pinceng tidak menduga."
Tasbeh yang dilemparkan ke atas udara itu ketika jatuh ke atas
tanah segera timbul suara gemuruh yang sangat keras.
"Bluuuk. . . ." tasbeh itu tidak dapat dihalangi lagi menancap di
tanah sedalam beberapa cun, sungguh suatu kepandaian yang
sangat dahsyat sekali.
"Thaysu tecu tidak ingin sampai turun tangan melawan thaysu"
ujar Ti Then sesudah melihat demonstrasi kepandaian itu.
"Boleh . . boleh . . asalkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kau
serahkan kepada pinceng"
"Tecu berani bersumpah, jika tecu pernah mendapatkan kitab
pusaka Ie Cin keng itu maka tubuhku akan mengalami keadaan
seperti pohon ini"
Sambil berkata tubuhnya, dengan cepat melayang setinggi
beberapa kaki kemudian dengan hebatnya dia kirim satu serangan
dahsyat kearah pohon tersebut.
Pohon itu mem punyai lebar beberapa depa, tetapi begitu kena
serangannya segera patah menjadi dua dan rubuh ke atas tanah
dengan menimbulkan suara yang sangat berisik.
Hwesio berwajah riang itu juga merupakan seorang jago yang
mengutamakan tenaga pukulan, karenanya begitu dia melihat Ti
Then berhasil pukul rubuh sebuah pohon sebesar itu dalam hati
segera sadar kalau kepandaiannya masih kalah jauh, tidak terasa
lagi air mukanya berubah sangat hebat, ujarnya sambil tertawa
kering,
"Suatu pukulan yang sangat bagus, tidak aneh kalau Ti sicu tidak
memandang sebelah mata pun kepada diri pinceng."
"Thaysu, kamu masih tidak percayai omonganku?" Hwesio
berwajah riang itu tertawa dingin.
"Hemm. . . hemm. . pinceng hanya percaya kepandaian silat sicu
jauh berada di atas kepandaianku"
Sehabis berkata dia mengambil kembali tasbehnya yang
kemudian digantungkan pada dadanya kembali, sesudah itu putar
tubuh dan berlalu dari sana dengan langkah lebar.
Ti Then hanya bisa menghela napas perlahan dan berjalan
menaiki kuda tunggangannya kembali, dengan berdiam diri dia
menyalankan kudanya melanjutkan perjalanan.
Wi Lian In segera menarik tali les kudanya membiarkan
tunggangannya itu berjalan disisi Ti Then, ujarnya kemudian:
"Ti Toako Agaknya dia masih tidak percaya. Heei ... kali ini
mungkin semakin repot lagi."
"Tidak mengapa, pada suatu hari tentu aku berhasil menangkap
setan pengecut itu, asalkan berhasil menawan dia maka berita
bohong yang disiarkan pun tidak usah aku pergi jelaskan sendiri"
"Heei . . ." ujar Wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang.
"Entah dia sekarang berada dimana"
"Mungkin dia bisa datang dengan sendirinya"
"Ciangbunyien dari siauw lim pay tidak sebodoh Hwesio berwajah
riang itu, mungkin dia mau percayai omonganmu"
Ti Then hanya tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Hari itu menjelang malam mereka berdua sudah tiba di dalam
kota Ho Kiang sia untuk beristirahat, sesudah dahar malam di
penginapan masing-masing berpisah untuk beristirahat di dalam
kamarnya sendiri
Dikarenakan urusan yang terjadi pada siang harinya dalam hati Ti
Then sudah waspada, sebab itulah sesudah tidur hingga tengah
malam dia tidak berani tidur lagi, segera duduk bersemedi di atas
pembaringan.
Baru saja lewat kurang lebih setengah jam, urusan ternyata
terjadi juga.
"Plaaak. ." suara itu sangat perlahan sekali muncul dari atas atap
rumah, jika didengar suara itu agaknya ada orang yang sedang
berjalan di atas genteng memecahkan atap.
Dengan perlahan lahan Ti Then turun dari atas pembaringannya
kemudian membuka pintu kamar, sekali berkelebat tubuhnya
dengan sangat cepat berjumpalitan naik ke atas atap rumah.
Tapi . . di bawah sorotan sinar bintang yang remang-remang di
atas atap tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun, tempat itu
kosong melompong dan sangat sunyi. Tak terasa dia menarik napas
panjang pikirannya.
"Hemm aku tidak akan salah dengar, gerakan orang itu sungguh
amat cepat."
Sesudah memeriksa beberapa saat lamanya tetap tidak
menemukan hal yang mencurigakan terpaksa dia meloncat turun
lagi dan berjalan ke depan kamar Wi Lian In, dengan perlahan
diketuknya tiga kali.
Dia takut Wi Lian In tidur terlalu nyenyak sehingga memberi
kesempatan kepada pihak musuh sehingga dia pikir mau bangunkan
dia memberi peringatan supaya waspada. siapa tahu . . dari balik
pintu tidak terdengar suara sahutan dari Wi Lian In.
"Nona Wi ini tentu tertidur sangat nyenyak, kalau tidak waktu itu
juga tidak akan terjatuh ketangan setan pengecut itu."
Berpikir sampai di situ dia mengetuk lagi sambil teriaknya keras.
"Nona Wi, bangun."
Dari dalam kamar tetap tidak terdengar suara sahutan dari Wi
Lian In.
Orang yang berlatih ilmu silat tidak mungkin bisa berbuat begitu
Mendadak dia merasa keadaan tidak beres, dengan seluruh tenaga
didorongnya pintu itu, tidak sangka pintu itu tidak dikunci sama
sekali, begitu didorong pintu itu segera terpentang lebar. Hal ini
semakin membuat dia bertambah terkejut, sambil meloncat masuk
teriaknya.
"Nona Wi . . Nona Wi. ."
Di dalam kamar tidak disulut lampu, karenanya untuk sesaat dia
tidak tahu di atas pembaringan itu ada orangnya atau tidak.
Dia menanti sebentar tapi tidak terdengar suara Wi Lian In juga,
segera tahulah dia kalau urusan sudah terjadi, dengan cepat
dicarinya korek dan menyulut lampu dalam kamar itu.
Begitu lampu disulut keadaan di dalam kamar menjadi terang
benderang. Wi Lian In ternyata tidak berada di dalam kamar.
Selimut di atas pembaringan sudah dike sampingkan tapi tidak
terlihat tanda-tanda melawan, agaknya Wi Lian In diculik pergi
dalam kedaan tidur sangat nyenyak.
Ti Then merasa sangat terkejut bercampur gusar, sambil mend
epakkan kakinya ke atas tanah makinya:
"Bangsat cecunguk. Heeem. . . tidak melihat darah berceceran
agaknya mereka tidak puas.. "
Dengan cepat dia putar tubuh siap meninggalkan tempat itu,
medadak dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil berjalan kearah
pintu kamar dirobeknya secarik kertas. Kiranya kertas itu sejak
semula sudah ditempelkan orang di balik pintu kamar itu.
Pada kertas itu kira-kira tertuliskan demikian.
" Harap bawa kitab pusaka Ie Cin Keng untuk ditukar dengan
orangmu di luar kota dalam tanah pekuburan".
Oooh . . kiranya orang yang menculik nona Wi Lian In bukan
setan Pengecut itu, sebaliknya orang lain ? siapa dia ???
Mentri Pintu serta Pembesar Jendela.??
Tidak mungkin, mereka tidak punya nyali sebegitu besar.
Apa mungkin Hwesio berwajah riang dari siauw lim Pay ??
Tapi . . dia merupakan seorang hwesio dari partai kenamaan,
bagaimana mungkin melakukan pekerjaan semacam ini ??
Hemmm tentu seorang manusia dari golongan Hek to yang
belum mau munculkan diri
Berpikir sampai di sini Ti Then tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat
dia putar tubuh kembali ke dalam kamarnya, memakai pakaian luar
membawa buntaiannya, setelah meninggalkan uang perak dengan
tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan itu.
Pada siang harinya sewaktu bersama sama Wi Lian In masuk ke
dalam kota melalui pintu sebelah timur, "ditengah jalan memang
pernah menemui sebidang tanah pekuburan. Dalam hati dia tahu
orang yang meninggalkan surat itu tentu menunjuk tanah
pekuburan itu sebagai tempat pertemuan karenanya dengan cepat
dia berlari menuju kepintu kota sebelah timur.
Di dalam sekejap mata dia sudah berada di bawah tembok kota,
karena pintu kota yang sudah ditutup dengan cepat dia meloncat
naik tembok dan berlari keluar kota. Tidak lama dia sudah tiba di
tanah pekuburan itu Teriaknya dengan keras sesampainya di sana:
"Cayhe Ti Then sudah tiba menurut suratmu, hei kawan harap
munculkan dirimu."
Ditengah malam buta berada ditengah tanah pekuburan yang
sangat menyeramkan keadaannya, jika bukannya seorang yang
bernyali besar tidak mungkin berani melakukan hal ini
Lewat sesaat kemudian dari empat penjuru tanah pekuburan itu
muncul empat sosok bayangan manusia yang berkelebat mendatang
dengan gerakan yang sangat ringan, lincah dan cepat.
Begitu Ti Then melihat munculnya empat orang sekaligus bahkan
jika ditinyau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai pada taraf
kesempurnaan dalam hati terasa berdesir juga, pikirnya.
"Bagaimana bisa muncul sebegitu banyak orang. . Ehmmm. .
agak sukar untuk menghadapi mereka sekaligus. . . ."
Baru saja dia berpikir sampai di situ, keempat orang itu sudah
melayang datang. Ternyata mereka berempat juga merupakan
orang-orang yang berkerudung.
Dalam hati Ti Then tahu sebab-sebab mereka mengerudungi
wajah mereka, tak terasa sambil tertawa dingin ujarnya:
"Hemmm. . . manusia-manusia pengecut juga tidak berani
perlihatkan wajah aslinya, sungguh banyak terdapat di dalam dunia
kangouw saat ini"
Keempat orang berkerudung itu tidak mau perduli ejekannya itu,
seseorang yang berdiri ditengah membuka mulut secara mendadak,
ujarnya dengan dingin. "Barang itu sudah kau bawa?"
"Sudah aku bawa." sahut Ti Then sambil mengangguk.
" Kalau begitu cepat serahkan"
"Aku mau menemui nona Wi dulu."
"Dia sangat baik," ujar manusia berkerudung itu. "sesudah kau
serahkan barang itu, kami segera lepaskan dia pulang."
"Tidak. " ujar Ti Then tetap pada pendiriannya. "Aku harus
melihat dulu nona Wi terluka atau tidak. sesudah itu baru serahkan
itu barang kepadamu. ."
"Kamu boleh berlega hati, kami belum
melukai dia."
punya alasan untuk
"Tidak bisa" sahut Ti Then kukuh pada pendiriannya "sebelum
aku bertemu dengan dia, barang itu tidak akan kuserahkan kepada
kalian."
Agaknya orang berkerudung itu merasa sedikit keberatan,
sesudah termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah
ujarnya:
"Dia tidak berada disekitar tempat ini, kami punya rencana
sesudah memperoleh barang itu baru lepaskan dia pulang. . . ."
Ketika Ti Then mendengar wi Lian In tidak berada disekitar
tempat ini segera dia mengambil suatu keputusan di dalam hatinya,
tanyanya kemudian.
" Kalian masih punya teman?"
"Tidak salah." sahutnya sambil mengangguk.
" Kalian seharusnya membawa nona Wi kemari ..."
"He he he . . . " Potong orang berkerudung itu sambil tertawa
dingin. "Tapi kami kira jauh lebih aman jika menyembunyikan dia
ditempat yang lain."
"Ha ha ha ha. . . . Kalian sudah melakukan suatu kesalaban yang
besar" ujar Ti Then sambil tertawa terbahak bahak "Jika kalian
membawa dia kemari mungkin karena takut kalian sakiti dia
terpaksa aku serahkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kalian. .
Tapi sekarang . . dia tdak berada disekitar tempat ini, jadi aku pun
tidak usah takut apa-apa lagi"
Perkataan itu begitu selesai diucapkan mendadak tubuhnya
bergerak ke depan dengan kecepatan luar biasa menyerang
musuhnya.
Agaknya orang berkerudung itu sama sekali tidak menduda kalau
Ti Then berani turun tangan menyerang dia, hatinya betul-betul
merasa sangat terkejut, dengan cepat dia mundur ke belakang
bersamaan waktunya pula pergelangan tangan kanannya membalik
siap cabut gedang menyambut datangnya serangan musuh.
Tapi baru saja pedangnya dicabut sampai tengah jalan, tubuhnya
baru saja mundur ke belakang itulah terasa suatu sinar pedang yang
sangat menyilaukan mata menyambar kearah pinggangnya.
Sinar pedang itu dengan cepat berkelebat sedang tubuh orang
berkerudung itu pun seperti tidak terkena serangan, tubuhnya
melanjutkan gerakannya mundur hingga sejauh lima enam tindak
baru berhenti. saat tubuhnya berhenti itulah mendadak tubuhnya
bagian atas dan bagian bawah rubuh dengan arah berlainan, darah
segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran membuat
seluruh permukaan tanah basah oleh ceceran darah itu, kiranya
pinggang orang itu sudah tergotong hingga menjadi dua bagian.
Ketiga orang berkerudung lainnya juga menyoren pedang
panjang pada punggungnya, tetapi sejak munculkan diri ke dalam
dunia kangouw hingga saat ini belum pernah melihat serangan
pedang yang bisa dilakukan demikian cepatnya, begitu melihat
temannya sudah dibabat putus pinggangnya hanya di dalam sekejap
mata, tidak tertahan lagi saking terkejutnya mereka pada berdiri
melongo.
Pada saat tubuh orang berkerudung itu rubuh ke atas tanah
itulah tubuh Ti Then sudah berkelebat berdiri di hadapan seorang
berkerudung yang berdiri di sebelah kiri.
Orang berkerudung itu merasa sangat terperanyat, belum sempat
dia cabut pedang kaki kanannya dengan seluruh tenaga
melancarkan satu tendangan dahsyat ke arah perut Ti Then.
Sekali pun serangan tendangan ini dilancarkan di dalam keadaan
gugup tapi kekuatau dan kedahsyatannya luar biasa.
Bagaimana pun juga serangan pedang Ti Thenyauh lebih cepat
satu tindak dari serangannya itu, dengan satu jurus Hong sauw Lok
Jap atau angin bertiup menggugurkan daun suatu jeritan ngeri
segera berkumandang keluar dari mulutnya. Wajahnya sudab
berhasil terpapas separuh oleh serangan silat pedang Ti Then itu.
Sisanya dua orang berkerudung itu melihat kehebatan Ti Then
sukar ditahan bahkan hanya sedikit mengangkat tangan sudah
berhasil membunuh dua orang kawannya, tak terasa hatinya merasa
sangat jeri, kini mana berani maju untuk bergebrak lagi, masing-
masing segera putar tubuh melarikan diri dengan cepat-cepat.
Ti Then sejak semula sudah menduga kalau mereka akan
melarikan diri, karenanya begitu serangannya berhasil membunuh
orang berkerudung yang kedua tubuhnya sudah berputar ditengah
udara, bentaknya dengan keras: "Lihat pedang. ."
Pedang ditangan kanannya segera disambit ke depan dengan
cepat.
Kecepatan dari serangan
menggunakan kata-kata.
ini
sukar
dibayangkan
dengan
Kiranya orang berkerudung ketiga yang berdiri di sebelah
kanannya pada saat tubuhnya meloncat pergi itulah sudah tertusuk
oleh sambitan pedang Ti Then itu, pedangnya menembus dari
punggung hingga ulu hatinya dan muncul kembali pada dadanya,
terdengar dia menjerit ngeri dengan sangat keras, sesudah berlari
sempoyongan beberapa tindak tubuhnya segera rubuh di atas
sebuab kuburan yang besar, seketika itu juga menghembuskan
napasnya yang penghabisan.
Ti Then sesudah menyambitkan pedangnya itu tubuhnya tidak
berhenti begitu saja, sekali lagi dia meloncat ke depan tangannya
dipentangkan lebar-lebar, dengan jangat cepat mengejar kearah
orang berkerudung yang keempat.
Hanya cukup dua kali lompatan saja tubuhnya sudah berada
beberapa kaki di belakang tubuhnya.
Dengan dingin ujarnya:
"Hemmm . .jika ingin hidup lebih baik berhentilah dengan cepat."
Ketika orang berkerudung keempat yang sedang melarikan diri
itu menoleh ke belakang melihat Ti Then sudah berada di belakang
tububnya tidak terasa kakinya terasa menjadi lemas, dengan cepat
dia menghentikan larinya dan jatuhkan diri berlutut di hadapan Ti
Then, ujarnya dengan sedikit merengek:
"Ti . . . Ti siauhiap harap . . harap jangan turun tangan jahat . .
turun tangan jahat kepadaku . . ."
" Cepat lepaskan kerudungmu terlebih dulu" Bentak Ti Then
dengan keras.
Dengan gugup orang ber kerudung itu melepaskan kain
kerudungnya sehingga terlihatlah selembar wajah yang sangat jelek
yang saat itu sudah berubah menjadi pucat pasi saking terkejutnya,
dengan tak henti-hentinya dia mengangguk anggukkan kepalanya.
Dengan pandangan tajam Ti Then
wajahnya, sesaat kemudian baru tanyanya.
memperhatikan
terus
"Ehmm . . . sepertinya aku pernah bertemu dengan kamu orang"
"Benar benar ? pada bulan Tiong ciu tahun yang lalu dijalanan
menuju ke Kwan Lok."
"Oooh benar." ujar Ti Then secara mendadak. "Kau adalah Lo
Nao dari Kwan si Ngo Koay yang disebut apa Hek . ."
"Benar, aku bernama Hek Pauw atau simacan kumbang hitam
Khie Hoat."
" Ketiga orang itu apa saudaramu semua?"
"Benar, mereka adalah Jiko, samko, serta su ko . ."
"Dimana Toako kalian oh Lui si atau malaikat halilintar Khie
Ciauw ??"
"Dia ... dia membawa nona Wi menunggu kami di dalam
kelenteng tanah ditengah kota."
"Ehmm. . ." sahut Ti Then kemudian tanyanya lagi.
"Kalian dengar dari siapa kalau aku mendapatkan sejilid kitab
pusaka Ie Cin Keng"
"Aku dengar dari sinaga mega Hong Mong Ling yang bilang."
sahut si macan kumbang hitam Khie Hoat sambil menundukkan
kepalanya rendah-rendah. "Dia bilang kamu sudah dapatkan sejilid
kitab pusaka Ie Cin Keng yang mau dipersembahkan untuk Pocu
dari Benteng Pek Kiam Po"
"Kalian bertemu dengan si naga mega Hong Mong Ling
dimana??"
"Disebuah kota keresidenan Tong Jlen sian, ratusan li di sebelah
selatan gunung Fan Cin san"
" Kapan ???"
"Sudah lima enam hari lalu"
"Hemmm. . hemmm" ujar Ti Then sambil tertawa dingin "Hanya
dikarenakan sejilid kitab pusaka Ie cin Keng,saja kalian berani turun
tangan menculik pergi none Wi, nyali kalian sungguh tidak kecil."
Sembari terus menerus mengangguk anggukkan kepalanya ujar
Khie Hoat lagi dengan gemetar.
"Sebetulnya kami tidak berani melakukan hal itu, karena melihat
kepandaian silat dari Ti siau hiap sangat lihai terpaksa
melaksanakan pekerjaan dengan diam-diam sehingga . . . sehingga.
. . ."
"Ehmmm. . sekarang kamu orang merasa kitab pusaka Ie Cin
Keng lebih berharga atau nyawa saudara-saudara kalian yang lebih
berharga???"
"Sudah tentu nyawa lebih berharga. .. " sahut simacan kumbang
hitam Khie hoat sambil melelehkan air mata.
"Heemm. . . Baiklah." ujar Ti Then lagi "Kau rebahlah dulu
beberapa saat di tanah pekuburan ini, aku mau pergi ke kelenteng
tanah di dalam kota lihat-lihat dulu,jika nona Wi berada di sana
maka aku lepaskan satu jalan hidup bagimu, kalau tidak . . . Hmm
heemmm . . ."
-oo000oo-
Jilid : 10:1. Wi Lian In diculik lagi
Sehabis berkata dengan satu kali cengkeraman dia menyambak
rambutnya dan angkat seluruh tubuhnya ke atas, jari tangannya
dengan lincah tapi cepat bagaikan kilat menotok jalan darah
kakunya.
Itu Macan kumbang hitam Khie Hoat hanya bisa mendengus
dengan sangat berat, badannya seketika itu juga menjadi kaku.
Tangannya yang lain dari Ti Then tidak berhenti sampai di situ
saja, tubuhnya dengan segera didorong ke depan sehingga rubuh
terlentang di atas tanah, kemudian baru putar tubuh mencabut
kembali pedang panjangnya membersihkan bekas-bekas darah dan
masukkan kembali ke dalam sarungnya
Setelah semuanya selesai barulah dia berlari menuju ke dalam
kota Ho Kiang san. Tidak sampai sepertanak nasi dia sudah berada
kembali di dalam kota itu.
Saat ini waktu menunjukkan kurang lebih kentongan keempat,
sinar rembulan yang memancarkan sinar menerangi jagat pun
sudah lenyap dari pandangan, suasana di dalam kota gelap gulita
tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang
ditengah jalan, sampai penjual makanan dimalam hari pun sudah
tidak kelihatan batang hidungnya kembali.
Dia tidak tahu kelenteng tanah itu terletak dikota sebelah mana,
terpaksa dengan mengadu untung secara sembarangan mencari
diseluruh pelosok kota, akhirnya ditemui juga sebuah kelenteng
tanah di sebelah tengah kota tersebut.
Kelenteng tanah itu terletak dipusat kota, karena waktu yang
telah sangat lama keadaan diluaran dari kelenteng itu sudah tidak
karuan bentuknya, walau begitu lampu yang terdapat di dalam
ruangan dalam masih belum terpadamkan, di dalam kelenteng itu
masih terang benderang oleh sorotan sinar lampu.
Ti Then tidak berani secara langsung menerjang masuk ke dalam
kelenteng itu, karenanya secara diam-diam sesudah memeriksa
keadaan disekeiling tempat itu terlebih dulu, sejenak kemudian dia
merasa disekeliling kelenteng itu hanya di bawah meja
sembahyangan saja yang bisa digunakan untuk menyembunyikan
diri, atau dengan perkataan lain itu oh Lui sin atau Malaikat halilintar
Khie Ciawpasti membawa Wi Lian In bersembunyi di bawah kolong
meja sembahyangan tersebut. segera dia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara
pun berjalan maju ke depan.
Selangkah demi selangkah dia berjalan ke depan meja
sembahyangan itu, dengan perlahan-lahan diangkatnya meja
sembahyangan tersebut kemudian secara mendadak dengan seluruh
tenaga di baliknya meja itu ke samping.
"Braak . . braaak . " suara yang nyaring memecahkan kesunyian
yang mencekam dipagi hari buta itu, di bawah meja itu ternyata
tidak salah lagi muncul sesosok bayangan manusia yang rebah
terlentang di atas tanah.
Orang itu tidak lain adalah Lo-toa dari Kwan si Ngo Koay atau
lima manusia aneh dari daerah Kwan si, Malaikat halilintar Khie
Ciauw adanya.
Tetapi si Malaikat halilintar Khie Ciauw yang ditemuinya sekarang
ini terlentang di tanah tanpa bergerak sedikit pun juga, memang
dari mulutnya tidak henti-hentinya malah terlihat darah segar
mengalir keluar dengan derasnya. Dia sudah binasa ?
Sebetulnya Ti Then mau melancarkan serangan dahsyat
berusaha mencengkeram tubuhnya, tapi begitu dilihatnya keadaan
yang mengerikan dari mata malaikat halilintar Khi Ciauw itu tidak
terasa rasa terperanyatnya menjerit keras.
Ternyata si Malaikat halilintar Khie Ciauw sudah sudah menemui
kematiannya dengan rasa ngeri dan misterius sekali?
Hal ini memperlihatkan kalau ada orang yang mendahului dirinya
mengejar datang ke kelenteng tanah ini untuk membunuhnya
kemudian merebut pergi We Lian In.
Hal ini begitu berkelebat di dalam pikiran Ti Then segera
mengulurkan tangan memeriksa mayat dari Khie Ciauw.
Dirabanya mayat itu masih ada hawa hangat, dalam hati dia tahu
pembunuhnya meninggalkan tempat ini belum begitu lama, dengan
cepat dia putar tubuh dan meloncat naik ke atas atap kelenteng.
Dari atas memeriksa keadaan disekelilingnya.
Tapi . . . dengan ketajaman pandangannya tetap tidak
menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Sekali lagi dia meloncat masuk ke dalam kelenteng tanah dan
memeriksa dengan sangat teliti keadaan disekeliling tempat itu
apakah pembunuhnya meninggalkan surat atau tidak, tapi sekali
pun sudah dicari ubek-ubekan selama setengah harian jejaknya pun
tidak tampak, hatinya tidak tertahan lagi menjadi sangat cemas.
Terpikir olehnya kalau orang yang membunuh mati Khie Ciauw
dan merebut pergi Wi Lian In bertujuan atas kitab pusaka Ie Cin
Kengnya maka orang itu pasti akan meninggalkan surat baginya
untuk berjanyi bertemu di suatu tempat, tapi sampai sekarang
tanda-tanda ditinggalkannya surat sama sekali tidak tampak, hal ini
memperlihatkan kalau tujuan orang itu tidak terletak pada kitab Ie
Cin Keng tersebut melainkan pada Wi Lian In sendiri
Dengan perkataan lain orang itu kalau bukannya si setan
pengecut tentu perbuatan dari Hong Mong Ling.
Jika dugaannya ini tidak meleset maka akibat yang diderita Wi
Liau In akan jauh berada diluar dugaannya karena Hong Mong Ling
pernah berkata, "Barang yang tidak bisa aku dapati tidak akan
membiarkan barang itu didapatkan orang lain." Kali ini napsu
binatangnya tentu akan diumbarkan ke tubuh Wi Lian In.
memperkosa dirinya kemudian membunuh mati. ..
Semakin berpikir dia semakin takut, dengan cepat tubuhnya
berkelebat menuju kearah utara.
Dia memilih lari ke arah utara karena punya alasan yang kuat,
ketiga arah lainnya tidak mungkin di tempuh oleh orang itu untuk
melarikan dirinya. Arah Timur pasti melewati gunung Fan cin san,
orang itu pasti melihat sendiri dan menduga banyak jago-jago Bulim
yang sedang berangkat menuju kegunung Fan cin san untuk
memperebutkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, karenanya tidak
mungkin dia mau ambil arah tersebut..
Arah selatan merupakan jalan yang dilalui Ti Then untuk
memasuki ke dalam kota, orang itu tidak mungkin berani
menempuh bahaya bertemu dengan dirinya.
Sedang arah barat merupakan jalan menuju ke benteng Pek
Kiam Po, di daerah gunung Go bi, sudah tentu orang itu tidak akan
mau masuk ke dalam perangkap, karena itulah dia berani pastikan
orang yang menculik Wi Lian In itu tentu melarikan diri
menggunakan arah utara.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya bagaikan
kilat cepatnya dia mengejar ke arah utara, di dalam sekejap saja
kota Ho Kiang sian sudah di lalui, dengan mengikutijalan raya dia
terus mengejar ke depan.
Tidak terasa lagi tiga puluh li sudah dilalui dengan cepat tetapi
sampai waktu itu tetap tidak didapatkanjejak apa pun, sedang cuaca
pun mulai terang kembali.
Langkah kakinya semakin lama semakin perlahan, akhirnya dia
menyatuhkan tubuhnya beristirahat di bawah sebuah pohon besar,
tak henti-hentinya dia menghela napas panjang.
Bagaimana?
Jika tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali, dirinya mana
punya muka untuk kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po lagi?
Jika tidak untung Wi Lian In menemui kematiannya ditangan
Hong Mong Ling, dirinya sudah tentu berhasil meloloskan diri dari
kesukaran tapi . . . soal ini sebetulnya mendatangkan keuntungan
atau bencana bagi dirinya sendiri?
Majikan patung emas perintahkan dirinya kawin dengan dia
sudah tentu dia punya suatu maksud tertentu, jika misalnya dia
binasa apakah Majikan patung emas mau berhenti dengan begitu
saja?
Tidak mungkin, dia pasti berubah membuat rencana baru lagi,
kemudian perintahkan dirinya pergi melakukan suatu pekerjaan
yang baru, sedang pekerjaan baru itu kemungkinan sekali
merupakan pekerjaan yang jauh lebih sulit dari pekerjaan untuk
mengawini Wi Lian In.
oooo0oooo
"Su heng, aku menanti kamu orang di sini saja, ditengah jalan
kamu harus berhati-hati."
"Ha ha ha ha . . Jangan kuatir, sekali pun sudah bertemu dengan
dia Lohu mau lihat dia bisa berbuat apa terhadap diri Lohu."
Sedang dia berpikir keras mendadak suara bercakapnya manusia
memecahkan kesunyian yang mencekam dipagi hari itu, suara itu
berkumandang datang dari gundukan tanah di belakang pohonnya
itu.
Dengan cepat dia menoleh ke belakang, terlihatlah di atas bukit
kecil berpuluh-puluh kaki dari tempatnya sedang ada sesosok
bayangan manusia yang berlari menuruni bukit itu.
Orang itu usianya diantara enampuluh tahunan, pada badannya
memakai baju berwarna hijau pada tangannya mencekal sebuah
tongkat berkepala ular, gerakannya sangat gesit dan lincah dengan
kecepatan yang luar biasa dia melayang turun dari bukit kecil itu
kemudian berlari menuju kearah kota Hoa Kiang sian.
Begitu Ti Then melihat wajah dari kakek tua berbaju hijau itu
tidak tertahan lagi hatinya berdebar sangat keras, pikirnya terkejut:
"Aaah . . . bukankah dia majikan ular Yu Toa Hay adanya??"
Majikan ular Yu Toa Hay merupakan jagoan berkepandaian tinggi
yang sangat terkenal dari kalangan Hek to, kepandaian silat yang
dimiliki bukan saja sangat tinggi sukar diukur bahkan gemar
memelihara bermacam macam ular yang berbisa, dimana saja dia
pergi kawanan ularnya tentu dibawa serta sehingga begitu bertemu
dengan musuh tangguh segera dia akan perintahkan ular-ular
beracunnya menyerang pihak musuhnya itu, karena itulah di dalam
kalangan Bu lim dia terkenal sebagai seorang iblis yang paling
ditakuti oleh setiap orang.
Dia .. . secara mendadak kenapa bisa munculkan dirinya di sini ??
siapa orang yang berjalan sama sama dengan dia itu ?? Dengan
sendirian dia pergi kekota Hoa Koa san.
Beberapa pertanyaan ini bagaikan kilat cepatnya berkelebat di
dalam benak Ti Then, dengan tanpa disadari lagi pikirannya teringat
kembali orang yang membunuh mati si Malaikat halilintar Khie
Ciauw kemudian menculik pergi Wi Lian In, apakah orang itu
kemungkinan sekali perbuatan dari ini majikan ular Yu Toa Hay?
semangatnya menjadi bangkit kembali, sesudah dilihatnya bayangan
tubuh majikan ular Yu Toa Hay hilang dari pandangan barulah
dengan perlahan lahan dia bangkit, setelah melingkari beberapa
lingkaran bukit itu barulah dia berjalan menaiki bukit kecil tersebut.
Di atas bukit itu muncul suatu hutan bambu yang sangat lebat
sekali.
Dia dengan tenangnya menaiki bukit itu kemudian berjalan
masuk ke dalam hutan bambu, selangkah demi selangkah maju ke
depan dengan perlahan sekali.
Baru saja berjalan beberapa kaki mendadak dari empat penjuru
terdengarlah suara desisan ular yang sangat ramai sekali, dengan
cepat dia tundukan kepalanya memandang terlihatlah ada berpuluh
puluh ular beracun sedang menyusup kearahnya dengan sangat
cepat sekali.
Ular itu adalah ular berekor hijau yang sangat beracun sekali.
Ti Then menjadi sangat terkejut sekali, dia tahu dugaannya kalau
orang itu tidak lain adalah majikan ular Yu Toa Hay sedikit pun tidak
salah, segera tubuhnya melayang ke atas ujung bambu
menghindarkan diri dari serangan kawanan ular beracun itu,
kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
melanjutkan berjalan kearah depan.
Agaknya Majikan ular Yu Toa Hay itu sudah membentuk barisan
ular disekeliling bukit itu, semakin berjalan ke depan ular-ular
beracun yang terlihat pun semakin banyak. Ular-ular itu dengan
bebasnya bergerak dan menyusup diantara hutan bambu itu cukup
sekali pandang saja bisa menduga jumlahnya di atas ratusan ekor.
Diantara ular-ular beracun itu ada beberapa ekor merupakan ular
Pek tok coa yang agaknya pernah mendapatkan latihan khusus,
begitu melihat Ti Then berjalan diantara ujung-ujung bambu
ternyata dengan cepat mengejar di belakangnya, lidahnya dijilat-jilat
keluar agaknya hendak menerkam mangsanya.
Dengan tergesa-gesa Ti Then mencabut keluar pedangnya untuk
melindungi badannya, berjalan puluhan kaki lagi mendadak dari
tengah hutan bambu itu berkumandang keluar suara jeritan keras
dari seorang gadis sambil ujarnya.
"Bangsat tua, aku harus bicara bagaimana hingga kamu orang
mau percaya?"
Mendengar suara itu Ti Then menjadi terkejut, karena suara itu
tidak lain berasal dari suara Wi Lian In.
Dalam keadaan yang sangat girang diam-diam pikir Ti Then
dalam hati:
"Oooh Thian terima kasih atas bantuanmu, akhirnya aku
dapatkan dia kembali. Tapi entah siapakah bangsat tua itu . . ."
Ketika dia berpikir sampai di situ terdengar suatu suara yang
sangat tua dan serak menyahut dengan gusar.
"Jangan berteriak lagi, tidak perduli kamu orang mau bicara apa
pun Lohu tidak akan percaya."
"Hmmm..." terdengar suara dengusan yang sangat dingin dari Wi
Lian In. "Aku beritahu padamu, kepandaian silat dia tidak di bawah
kepandaian ayahku, jika nanti dia datang kalian tidak lebih hanya
ada satu jalan kematian saja yang bakal kalian terima."
"He he he he kepandaian silatnya memang sangat tinggi sekali,
tapi.. .jika dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cia Keng
kepada kami. Hm hmm.. yang menemui kematian ini hari bukan kita
tapi dia."
Wi Lian In tertawa dingin tak henti-hentinya:
"Kamu kira kalau bisa bekerja sama dengan bangsat tua she Yu
itu lalu bisa berhasil bunuh mati dia?Hmmm jangan mimpi disiang
hari bolong."
"Sekali pun tidak bisa." sahut kakek tua itu sambil tertawa
terbahak bahak "tapi kita masih punya satu senyata ampuh, heee
heee ..."
"Senyata ampuh macam apa?"
"Barisan selaksa ular..."
"Aaaah..."
"Majikan ular sudah atur barisan selaksa ularnya disekeliling bukit
ini, nanti jika bangsat cilik Ti Then masuk ke dalam barisan asalkan
dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cin Keng kepada kami....
Hmmm, cukup majikan ular meniup serulingnya maka walau pun
kepandaian silat yang dimilikinya sangat tinggi tetap akan berubah
menjadi tulang-tulang putih yang bertumpuk di sini."
Agaknya Wi Lian In dibuat ketakutan oleh perkataannya ini
sehingga tidak mengucapkan kata-kata lagi.
Ti Then yang bersembunyi diujung bambu begitu mendengar
Barisan selaksa Ular.... tiga kata tidak tertahan lagi hatinya terasa
bergidik, diam-diam pikirnya:
"Untung itu majikan ular sudah pergi kekota cari aku, kalau tidak
asaikan dia menggerakkan barisan selaksa ularnya ini. Haai.... entah
bagaimana jadinya"
Ti Then tidak berani berlaku ayal lagi, pedang panjang
ditangannya segera digerakkan.. "Sreeet...." dengan satu kali
tebasan dia memutuskan beberapa batang bambu yang lembut
kemudian dengan sangat ringan melayang beberapa kaki dari
tempat semula.
Ditengah suara bentakan yang sangat keras sesosok bayangan
manusia dengan kecepatan yang luar biasa menerjang datang dari
tengah sebuah hutan bambu kira-kira tujuh kaki dari tempatnya
berdiri sekarang ini.
Orang ini merupakan seorang kakek tua yang usianya juga
berada di atas enam puluh tahunan, pada tubuhnya memakai
pakaian berwarna abu-abu, pada tangannya mencekal sebuah
tongkat besi yang berat, satu satunya ciri yang berbeda dengan
majikan ular adalah dia merupakan seorang kakek jelek yang
bongkok badannya bahkan kepalanya kecil mulutnya pun kecil.
Bentuknya mirip sekali dengan seekor kura-kura yang sedang berdiri
Dengan kecepatan yang luar biasa dia meloncat naik ke atas
ujung bambu, tongkat besinya disilangkan di depan dadanya
melindungi tubuh matanya dengan tajam memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu tapi begitu dilihatnya ditempat itu tidak
terdapat sesosok bayangan manusia pun tidak terasa air mukanya
berubah tertegun, gumamnya seorang diri
"Urusan aneh, urusan aneh, apa mungkin ular-ular beracun dari
Yu beng sedang berkelahi???"
Kiranya sewaktu dia meloncat naik ke ujung bambu, Ti Then
dengan meminyam kesempatan ini sudah meloncat turun ke
permukaan tanah, karenanya dia hanya melihat beberapa batang
bambu sedang bergoyang dengan tidak henti-hentinya.
Begitu Ti Then mencapai pada permukaan tanah dengan
menggunakan kecepatan yang paling luar biasa berkelebat kearah di
mana Wi Lian In berada.
Di bawah hutan bambu itu sebetulnya terdapat banyak sekali
ular-ular beracun yang bergerak, tapi dikarenakan gerakannya yang
terlalu cepat maka tidak ada seekor ular pun yang berhasil
menggigit badannya, bahkan diantara ular-ular itu ada beberapa
yang berhasil diinyak sampai mati.
Sebaliknya dikarenakan gerakannya yang terlalu cepat, suara
yang dikeluarkan dari sambaran angin yang mengenai bajunya pun
semakin keras, kakek tua bongkok yang berdiri di atas ujung bambu
segera merasakan akan hal ini, sambil membentak keras tubuhnya
dengan cepat menubruk kearahnya-
Pedang panjang Ti Then sekali lagi membabat putus bambu-
bambu kecil di depannya sehingga bambu itu rubuh kearah kakek
tua itu, di dalam sekejap saja tubuhnya sudah menubruk hingga
depan wi Lian In.
Saat ini sepasang tangan Wi Lian In diikat ke belakang dan
duduk bersandar di bawah batang bambu yang besar, begitu
dilihatnya Ti Then muncul di sana saking girangnya dia berteriak:
"Ti Toako cepat tolong aku"
Baru saja Ti Then mengangkat tubuhnya bangun mendadak
segulung angin serangan yang sangat santar menyerang
punggungnya dengan amat dahsyat, terpaksa dia melepaskan
kembali tubuh Wi Lian In, tubuhnya diputar pedang panjangnya
dengan hebat menusuk ke depan. "Triiing.."
Pedang panjangnya sekali lagi terbentur dengan tongkat besi
kakek bongkok itu sehingga percikan bunga api berkelebat
memenuhi angkasa.
Tubuh kakek bongkok itu seperti terkena serangan berat,
tubuhnya yang semula menubruk ke depan seketika itu juga rubuh
terjengkang ke belakang.
Tapi tubuhnya memang sangat lincah dan gesit sekali, dengan
cepat dia bersalto beberapa kali ditengah udara kemudian dengan
sangat ringan melayang turun ke permukaan tanah.
Ti Then tidak ambil kesempatan itu menyerang kembali, dengan
melintangkan pedangnya di depan dada dia berdiri di depan wi Lian
In, tanyanya dengan perlahan. "Nona Wi, siapa kura-kura tua ini ??"
Saat itu Wi Lian In merasa sangat girang bercampur tegang,
sahutnya dengan tergesa segera:
"Omonganmu tidak salah, dia memang seorang kura-kura tua ...
bernama Kui su atau Kakek kura-kura Phu Tong seng."
Diam-diam Ti Then menarik napas panjang, sambil memandang
tajam kearah kakek Kura-Kura itu ujarnya dengan dingin.
"Kiranya kamu adalah itu kakek Kura-Kura Phu Tong seng,
selamat bertemu, selamat bertemu. ."
Kedudukan kakek kura-kura Phu Tong seng ini di dalam kalangan
hek to tidak di bawah Majikan ular Yu Toa Hay, dia pun merupakan
seorang manusia bahaya yang punya sifat ganas dan sangat kejam,
di dalam dunia kangouw dia bersama dengan Majikan ular Yu Toa
Hay disebut sebagai Bulim Ji Koay atau dua manusia aneh dalam Bu
lim.
Di dalam Bu lim masih ada satu perkataan lagi yang sangat
terkenal sekali yaitu. " Lebih baik bertemu Majikan ular daripada
bertemu Kakek kura kura.... karena begitu Kura-Kura menggigit
manusia tidak akan melepaskannya kembali begitu juga dengan
sifatnya, kecuali orang yang bertemu dengan dia memiliki
kepandaian silat yang lebih tinggi dari dirinya, kalau tidak orang
yang berani mengusik dirinya jangan harap nyawanya bisa selamat.
Sejak lama Ti Then sudah mendengar nama besarnya ini, dalam
hati diam-diam merasa sangat girang dan untung sekali karena jika
bukannya Majikan patung emas sudah menurunkan ilmu silatnya
yang sangat lihay jika sampai bertemu dengan manusia jahanam
yang demikian ganasnya sekali pun pingin mengundurkan diri belum
tentu bisa terlaksana dengan sangat mudah.
Tetapi sekarang pihak yang merasa takut adalah kakek Kura-Kura
Phu Tong seng.
Sewaktu tongkat besinya tadi bentrok dengan pedang panjang Ti
Then, secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaganya sebesar
tujuh bagian tapi malah tergeser mundur sejauh satu kaki oleh
tenaga pantulan yang dilancarkan Ti Then, peristiwa ini merupakan
satu peristiwa hebat yang untuk pertama kalinya dirasakan sejak dia
menerjunkan dirinya ke dalam dunia kangouw.
Dengan air muka yang penuh perasaan kaget bercampur ragu,
dia memandang melotot kearah Ti Then, beberapa saat kemudian
barulah ujarnya dengan perlahan: "Hei bangsat cilik. Kamu orang
sudah bunuh mati Majikan ular Yu Toa Hay ???"
"Belum" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.
Agaknya kakek Kura-Kura Phu Tong seng sama sekali tidak bisa
terpikirkan bagaimana Ti Then bisa tiba ditempat itu sedemikian
cepatnya, karenanya tanyanya lagi: "Kalau begitu dia berada
dimana?" Ti Then tersenyum.
"Bukankah dia pergi kekota Ho Kiang sian cari aku?"
"Ooh .... kiranya kau menemukan tempat ini dengan sendirinya,
bagaimana kamu bisa tahu kalau kami berada di sini?"
" Itu Malaikat halilintar Khie Ciauw yang beritahu padaku."
"Apa?" ujar kakek Kura-Kura setengah melengak. "Dia belum
mati?"
"Sudah mati sangat lama."
Kakek kura-kura itu melengak lagi: "Tadi kamu bilang . ."
"Tidak salah. ." sambung Ti Then dengan cepat. "Sewaktu aku
mencari dia di dalam kelenteng tanah itu dia sudah binasa."
Semakin mendengar perkataan Ti Then ini si kakek kura-kura
semakin menjadi bingung, ujarnya.
"Kalau memangnya begitu, bagaimana dia bisa beritahu padamu
kalau kami berada di sini??"
"Sukmanya belum buyar, karena merasa benci kepada kalian, dia
sudah munculkan dirinya kembali untuk beritahukan tempat
persembunyian kalian kepadaku."
"Omong kosong" Bentak kakek kura-kura itu, sedang air
mukanya berubah sangat hebat. "Selama hidup lohu bunuh orang
sampai tidak bisa dihitung jumlahnya, tapi sekali pun belum pernah
melihat sukma orang mati bisa muncul lagi. ."
"He he he he... kali ini dia munculkan diri untuk beritahu padaku
tempat persembunyian kalian, hal ini membuktikan kalau kejahatan
yang kalian kerjakan sudah terlalu banyak, sehingga saat kematian
kalian sudah hampir tiba." sehabis berkata dia angkat pedangnya
mendesak kearahnya.
Kakek kura-kura itu segera merendahkan tubuhnya memperkuat
kuda-kudanya, sambil tertawa terkekeh kekeh ujarnya:
"Hee heee ...- jangan keburu senang dulu, belum tentu siapa
yang akan binasa hari ini, coba kamu lihat ular-ular beracun yang
berada di atas tanah itu, Heee heee... mereka bisa menghabiskan
badan seorang manusia hidup-hidup."
Tak henti-hentinya Ti Then terus mendesak ke arahnya, sambil
tersenyum-senyum sahutnya.
"Tentang hal ini aku bisa percaya, tapi itu majikannya ular-ular
tidak berada di sini, tanpa ada seruling iblisnya ular-ular beracun ini
tidak akan menyerang orang."
Mendadak kakek kura-kura itu melayang sejauh beberapa kaki
dari tempat semula dan berdiri di atas ujung bambu, dari dalam
sakunya dia mengambil keluar sebuah seruling bambu, ujarnya
sambil tertawa lebar. "Coba kamu lihat, barang apa ini"
Ti Then menjadi tertegun begitu melihat seruling itu, tanyanya
cepat. "Barang itukah seruling iblis dari majikan ular?"
"Tidak salah."
"Bagaimana
kepadamu?"
Majikan
Ular
bisa
serahkan
seruling
iblisnya
"Dia takut ada orang orang Bu lim lainnya yang datang merebut
budak itu sehingga dia atur barisan selaksa ular ini kemudian
serahkan seruling iblisnya kepada lohu." Berbicara sampai di sini dia
melintangkan serulingnya di bawah bibirnya siap ditiupnya.
"Kamu orang sungguh teramat bodoh" ujar Ti Then sambil
tersenyum senyum. " Hanya ular-ular berbisa seperti itu mana bisa
lukai aku orang ??"
"Hmmm.. hmmm.. mungkin tidak bisa lukai kamu orang, tapi
budak itu tak mungkin bisa lolos dari bencana ini"
"Tahukah kamu dia adalah putri dari Pek Kiam Pocu ???"
"Tahu.."
"Kamu orang mengandalkan apa sehingga tidak takut padu Wi
Pocu?"
"Hee heeee....."sahut kakek kura-kura itu sambil tertawa dingin.
"Asalkan lohu dengan Majikan ular berhasil memperoleh kitab
pusaka Ie Cin Keng itu tidak sampai butuhkan waktu satu tahun
tentu sudah berhasil melatih suatu ilmu silat yang sangat dahsyat
sekali, saat itu jangan dikata Wi Ci To sekali pun si kakek Pemalas
Kay Kong Beng kami juga tidak akan takut."
"Jangan mimpi yang muluk muluk, pikir dulu urusan yang berada
di depan matamu sekarang. Kamu orang tidak mungkin bisa
loloskan diri dari pedang naga emasnya Wi Pocu ... coba kamu toleh
ke belakang lihat siapa yang sudah datang itu?"
Kakek kura-kura itu berubah sangat hebat sekali wajahnya, dia
mengira Wi Ci To sungguh-sungguh sudah menyusup hingga
belakang tubuhnya, dengan cepat kepalanya ditoleh ke belakang
untuk melihat sedang tongkat besinya bersamaan waktunya
menyambar kearah belakang.
Tetapi dengan cepat dia sudah merasa kalau dia terkena
pancingan pihak musuhnya, ketika dia sadar kembali saat itu Ti
Then dengan mengacungkan pedang panjangnya sudah menubruk
datang ke depan tubuhnya.
Kakek kura-kura sebagai seorang jago di dalam kalangan Hek to
yang memiliki kepandaian sangat tinggi, saat ini tidak menjadi
gugup dengan cepat dia merasa kalau di belakangnya ada orang
yang sedang menyerang kearahnya dengan cepat tubuhnya
berputar, tongkat besi ditangannya dengan tidak mengubah jurus
serangannya. "sreeet ..." dengan santarnya menyapu tubuh Ti
Then.
Ti Then dengan cepat mengerahkan tenaga murni ketangannya,
pedangnya dengan cepat menyambut datangnya serangan itu.
"Criiing .. ." pedang serta tongkat besi sekali lagi terbentur satu
sama lainnya, kedua orang itu agaknya sudah mendapatkan getaran
yang sangat keras sekali, tubuh kakek kura-kura melayang kearah
sebelah kanan sedang tubuh Ti Then terpental kearah sebelah kiri,
begitu mencapai permukaan tanah masing-masing mundur lagi
beberapa langkah ke belakang.
Ular-ular beracun yang berada disekeliling tempat itu menjadi
sangat terkejut, untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa
membedakan yang mana musuhnya yang mana kawannya,
bersamaan waktunya mematuk kearah dua orang itu.
Kakek kura-kura dengan gusarnya memaki, tongkat besinya
dengan cepat menyapu menyingkirkan ular-ular beracun itu,
kemudian tubuhnya meloncat ke atas melayang ketempat kejauhan.
Dia punya niat untuk lari ketempat agak kejauhan dari sana
kemudian meniup seruling iblisnya untuk memerintahkan ular-ular
beracun itu menyerang kearah Ti Then beserta Wi Lian in, karena
hanya menghindarkan diri dari Ti Then sejauh mungkin dia baru
punya kesempatan untuk membunyikan seruling iblis tersebut.
Ti Then mana mau membiarkan dia meniup seruling iblis itu,
sambil membentak keras, ujung kakinya dengan cepat menutul
permukaan tanah mengejar kearahnya.
Gerakannya kali ini seperti anak panah yang terlepas dari
busurnya, di dalam sekejap saja sudah mengejar dekat tubuh kakek
kura kura itu, pedang panjangnya segera digetarkan mengancam
punggung kakek kura kura tersebut.
Kakek kura kura begitu melihat kesempatan untuk melarikan diri
digagalkan kembali oleh Ti Then hatinya menjadi teramat gusar,
dengan cepat dia putar tubuhnya menyambut datangnya serangan
tersebut.
Demikianlah satu muda yang lain tua dengan dahsyatnya
bertempur ditengah hutan bambu itu.
Karena ular beracun yang berada di dalam hutan bambu itu
semakin lama semakin banyak-maka kedua orang itu sambil
bertempur sembari berjaga jaga terhadap serangan ular ular
beracun itu, situasinya dengan sendirnya semakin bahaya lagi.
Setelah lewat kurang lebih tiga puluh jurus lebih makin lama
kakek kura kura itu terdesak hingga berada di bawah angin, tapi
bagaimana pun juga dia mem punyai pengalaman yang sangat luas
di dalam dunia kangouw begitu melihat dirinya sukar untuk merebut
kemenangan, dia tidak mau meneruskan pertempuran itu, tubuhnya
mendadak meloncat ketengah udara kemudian berjumpalitan dan
melayang ke atas ujung bambu, dari sana dengan kecepatan yang
luar biasa melarikan diri
Dengan cepat Ti Then meloncat ke atas mengejar, bentaknya
dengan keras-
"Hey kura-kura tua tinggalkan seruling iblis itu, kalau tidak
hmm.... hmmm... .jangan coba coba melarikan diri"
Kakek kura kura itu pura pura tidak mendengar, tubuhnya
bagaikan terbang cepatnya meloncat dan melayang kearah depan.
Ti Then menjadi teramat gusar, bentaknya lagi. "Baiklah. aku harus
bunuh kamu kura-kura tua agaknya."
Baru saja dia siap dari mengejar ke arahnya mendadak dari
dalam hutan terdengar suara jeritan kaget dari Wi Lian In.
"Aduh .... Ti Toako cepat kemari, ada seekor ular berbisa
merambat kemari. ."
Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi sangat terkejut sekali,
tanpa perduli kakek kura kura itu lagi dengan cepat putar tubuh
berkelebat kearah dimana Wi Lian In berada, terlihatlah seekor ular
beracun yang sangat besar sedang merambat mendekati tubuh Wi
Lian In, lidahnya dijulur-julurkan ke depan siap menggigit
mangsanya, dengan cepat tubuhnya melayang ke depan sedang
pedang panjangnya disambar dengan hebatnya.
"Sreeett" kepala ular itu segera tertabas hingga lepas dari
tubuhnya, sedang tubuh ular itu segera melingkar dan rubuh tidak
berkutik lagi.
Setelah itu barulah Ti Then memutuskan tali-tali pengikat
tubuhnya, dengan cemas tanyanya:
"Mereka menotok jalan darahmu tidak ??"
"Benar" sahutnya perlahan, " Kura- kura tua itu menotok jalan
darah .., Aduh, awas belakangmu."
Pedang panjang Ti Then dengan cepat membabat ke belakang,
seekor ular beracun segera menggeletak tidak bernyawa lagi
tanyanya kemudian: "Jalan darah apa yang sudah tertotok??"
"Jalan darah kaku"
Telapak tangan Ti Then dengan cepat menepuk kearah
pinggangnya, kemudian menarik dia berdiri
"Cepat jalan, kura-kura tua itu mau meniup seruling iblisnya."
Perkataannya baru saja diucapkan, dari tempat kejauhan
terdengarlah suara irama seruling yang ditiup secara samar samar
berkumandang kemari.
Semula irama dari seruling itu halus dan enak didengar, tapi lama
kelamaan bertambah cepat sehingga akhirnya cepat sekali bagaikan
sedang mengirim perintah untuk melancarkan serangan.
Suara irama seruling itu kini berubah menjadi tinggi melengking
memekikkan telinga, ular-ular beracun yang berada di tengah hutan
bambu itu kelihatan mulai mengangkat kepalanya masing-masing,
bagaikan bergeraknya berjuta juta ekor kuda mereka bersama-sama
bergerak maju ke depan.
Ular ular beracun yang semula rebah di sekeliling tubuh Wi Lian
In pun seketika itu juga bagaikan kilat cepatnya menyusup dan
menerjang ke depan dengan dahsyatnya.
Pedang panjang Ti Then segera diputar sedemikian rupa
membunuh mati ular ular beracun yang mendekati kearahnya,
teriaknya dengan keras. " Cepat lari... cepat lari..."
Wi Lian In yang diteriaki seperti itu saking cemasnya hampir
hampir menangis dibuatnya.
"Tidak bisa." Teriaknya keras. "Darah di dalam badanku belum
lancar kembali, aku tidak bisa lari."
Ti Then tidak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa dia ulur
tangannya memeluk pinggangnya yang langsing kecil menggiurkan
itu, tubuhnya dengan cepat menyejak tanah dan melayang ke atas
ujung bambu.
Walau pun ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sangat
tinggi tetapi untuk bergerak dan melayang terus di atas ujung
bambu sambil menggendong sesosok tubuh manusia tidak mungkin
bisa bertahan lama, dengan paksakan diri sesudah melayang sejauh
tiga empat kaki jauhnya tubuhnya sekali lagi tertekan ke bawah.
Tubuhnya belum saja melayang mencapai permukaan tanah ada
berpuluh puluh ekor ular beracun segera menerjang datang dengan
cepatnya.
Saking terkejutnya Wi Lian In menjerit keras dan menutup
matanya tidak berani melihat lagi, dia mengira kali ini kematiannya
sudah menjelang datang, pada saat dia memejamkan matanya
itulah pada telinganya terdengar suara samberan angin pedang
yang sangat keras, tubuhnya sekali lagi dibawa melayang ke atas-
Kiranya sesudah Ti Then membunuh mati berpuluh-puluh ekor
ular beracun itu sekali lagi dia menggendong badan Wi Lian In ke
atas ujung bambu.
Tapi sesudah menerjang kurang lebih tiga empat kaki lagi,
tenaga murninya buyar kembali sehingga tubuhnya tanpa bisa
ditahan melayang ke bawah lagi.
Kali ini ular-ular beracun yang menyerang kearahnya semakin
banyak, dari jumlahnya yang tadi bagaikan kilat cepatnya ular-ular
itu menyusup datang dari empat penjuru.
Pedang Ti Then diputar bagaikan naga sakti melindungi seluruh
tubuhnya, satu demi satu dia bunuh habis berpuluh puluh ekor ular
beracun itu, siapa tahu baru saja tubuhnya mau meloncat naik
untuk ketiga kalinya mendadak kaki sebelah kirinya terasa sangat
sakit, hatinya menjadi sangat terkejut, ujarnya dengan perlahan:
"Nona Wi, kamu bisa lari sendiri belum saat ini ???"
"Mungkin sudah bisa."
Ti Then segera meletakkan dirinya ke atas tanah, kemudian
menyerahkan pedang panjang itu ketangannya, sambil menunjuk
kearah sebelah barat ujarnya.
"Lari ke sebelah sana, sesudah lari kurang lebih dua puluh kaki
jauhnya kamu sudah lolos dari bahaya ini."
"Kamu?? " tanya Wi Lian In melengak.
"Sudah tentu aku juga akan lari."
"Oooh..."
Dengan cepat dia meloncat ke depan melewati kurang lebih tiga
kaki tingginya setelah tubuhnya melayang turun kepermukaan tanah
pedang panjangnya tak henti-hentinya digerakkan membunuh ular-
ular beracun itu, sekali lagi badannya melayang setindak demi
setindak, sedepa demi sedepa dilaluinya dengan cepat.
Ti Then yang kini sudah bebas dari beban yang berat segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan sangat ringan
melayang pada ujung bambu itu, dengan kencangnya dia mengikuti
di belakangnya tubuh Wi Liau In. Tapi sesudah melewati kurang
lebih puluhan kaki jauhnya mendadak terasa olehnya kaki kirinya
semakin lama semakin kaku, semakin lama semakin tidak mau ikuti
perintahnya lagi. Dia tahu jika dia tidak cepat-cepat melarikan diri
dari tempat itu kemudian menutup jalan darah kakinya sehinggi
racun tersebut tidak sampai menyerang jantungnya, maka dirinya
tentu akan terbinasa tubuhnya segera meloncat ke depan lagi
semakin cepat, dengan sekuat tenaga dia lari ke depan dan
melewati badan Wi Lian In yang jauh berada di depan badannya itu.
Di dalam sekejap mata dia sudah berhasil menerjang keluar dari
hutan bambu itu dan menuruni bukit tersebut, saat ini seluruh kaki
kirinya sudah kehilangan rasa baru saja dia melayang turun dari
ujung bambu tubuhna tidak sanggup berdiri lagi, tidak am pun lagi
tubuhnya terjengkang ke belakang dan rubuh berguling di atas
tanah.
Wi Lian In yang baru saja melayang keluar dari hutan bambu
begitu melihat Ti Then terguling jatuh dari atas bukit itu menjadi
sangat terkejut, teriaknya: "Ti kauw tauw, kau kenapa ??"
Bukit kecil itu tidak terlalu curam sehingga kecepatan
bergulingnya tubuh Ti Then
pun tidak begitu cepat, sambil
berteriak Wi Lian In sembari mengejar ke bawah, pada jarak kurang
lebih satu kaki dari permukaan tanah di bawah bukit Wi Lian In
berhasil mengejar sampai dan menarik tubuhnya ke atas-
Seluruh wajah Ti Then kotor oleh pasir dan debu akibat
gelindingan tadi, tapi kesadarannya masih tetap normal ujarnya
segera dengan cepat:
"Kaki kiriku digigit ular beracun itu, cepat kau totok seluruh jalan
darah pada kakiku itu” cepat- ."
Wi Lian In tidak berani berlaku ayal lagi, jari tangannya dengan
cepat bergerak menotok seluruh jalan darah pada kakinya,
kemudian dengan cemas tanyanya: "Bagaimana baiknya ?"
"Tidak mengapa, meminyam kesempatan kura-kura tua itu tidak
mengetahui, cepat kau bimbing aku meninggalkan tempat ini."
Wi Lian In segera memasukkan pedang panjang itu ke dalam
sarungnya, ujarnya:
"Biar aku bopong kamu lari dari sini...."
Jilid 10.2 : Majikan Ular & Kakek Kura-kura
Dengan tidak banyak omong lagi, dia sebera mengangkat dan
menggendong tubuh Ti Then lari dari tempat itu
"Cepat lari ke belakang gundukan tanah diseberang sana."
Wi Lian In dengan menggendong tubuh Ti Then dengan
cepatnya lari ke depan, sesudah melewati jalan raya dan lari lagi
beberapa ratus tindak sanpailah disebuah bukit dengan hutan
bambu yang sangat rapat- Dengan cepat-cepat dia menerobos ke
dalam hutan bambu itu. "Sudah cukup," ujar Ti Then lagi.
"Sekarang coba lihat apakah kura-kura tua itu mengejar kemari
atau tidak."
Terpaksa Wi Lian in meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah dan
balik keluar dari hutan bambu itu, dari tempat kejauhan terlihatlah
sesosok bayangan manusia dengan cepatnya sedang melayang
keluar dari bukit sebelah sana, dia tahu tentunya si kakek kura-kura
Phu Tong seng sedang lari mendatang. Tanpa banyak pikir lagi dia
putar tubuh lari kembali ke dalam hutan bambu itu sekali lagi
mengendong tubuh Ti Then dan lari meninggalkan hutan tersebut.
"Dia mengejar kemari?" tanya Ti Then dengan cemas.
"Benar."
"Kau bisa menangkan dia ??”"
"Tidak tahu" sahut Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. "Kau
mau suruh aku turun tangan melawan dia?"-
"Tentang hal ini harus melihat kau punya pegangan untuk
menangkan dia atau tidak? Kalau kau merasa punya pagangan
yang kuat bisa nenangkan dia boleh juga kita berhenti untuk
bertempur lawan dirinya..."
"Tidak." potong wi Lian In dengan cepat. "Kita harus berusaha
punahkan racun yang bersarang dikakimu dulu."
" Untuk sementara kaki pun tidak mengapa."
"Sekali pun begitu tapi hatiku tidak tenang."
Dengan kencangnya dia menggendong tubuh Ti Then berlari
keluar dari hutan bambu itu, sesudah melewati satu bukit ke kecil
lagi dia meneruskan larinya ke depan, kurang lebih sudah berlari
sepuluh lijauhnya sampaiah mereka disebuah kaki gunung yang
tidak mereka ketahui namanya.
"Kau sudah lelah.. ." ujar Ti Then lembut. "Mari kita berhenti dan
beristirahat dulu..."
Wi Lian In tidak menyawab, matanya dengan sangat tajam
memandang keadaan disekeliling tempat itu, kemudian lari lagi
menuju ke atas gunung, sesudah lari lagi sejauh satu dua li barulah
dia berhenti disebuah lekukan gunung dilereng gunung tersebut.
Dia meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah, sambil
menggunakan ujung bajunya menyeka keringat ujarnya sambil
tertawa.
"Mungkin mereka tidak akan menemukan tempat ini bukan?"
"Asalkan mereka bukan datang bersama-sama, aku tidak akan
takut kepada mereka, aku percaya masih punya cukup tenaga
untuk bunuh mati kura-kura tua itu."
Dengan perlahan Wi Lian In berjongkok di depannya, sambil
menggulung celananya dengan perlahan tanyanya.
"Lukamu berada di sebelah mana?"
"Agaknya di atas lutut."
Dengan teliti Wi Lian In memeriksa kearah lututnya, terlihatlah
dikakinya itu terdapat dua titik luka yang sangat kecil, sambil
menggunakan tangannya menekan tanyanya lagi.
"Sakit tidak?-"
"Sedikit pun tidak terasa"
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In sangat cemas-
"Aku sudah kerahkan tenaga murni untuk mendesak racun itu
tidak sampai menyerang ke dalam tubuh, tapi jika di dalam enam
jam ini tidak berusaha mendesak racun itu keluar dari kakiku, maka
kaki sebelah kiri ini akan membusuk dan hancur."
Wi Lian In begitu mendengar perkataan itu tidak terasa
menggigit kencang bibirnya.
"Ditubuh majikan ular Yu Toa Hay tentu membawa obat
pemunah..."
"Benar-" sahut Ti Then sambil mengangguk- " Hanya mungkin
sukar untuk merebutnya"
"Aku bisa pergi ke dalam kota untuk adu jiwa dengan dia, tapi “
sewaktu aku tidak berada di sini jika kakek Kura-kura itu datang cari
kamu lalu..."
"Ha ha ha ... soal itu tidak mengapa, walau pun aku tidak bisa
bergerak tapi jika dia berani mendekati aku... Hmm aku masih
punya tenaga untuk bereskan dia, hanya yang aku kuatirkan adalah
kau, mungkin kamu bukan tandingannya...." Wi Lian In
mengerutkan alisnya rapat-rapat-
"Dulu aku pernah dengar ayahku bilang katanya kepandaian silat
dari majikan ular serta kakek kura-kura hanya satu tingkat lebih
tinggi dari pendekar prdang merah dari Benteng Pek Kiam Po kita,
perkataan ini entah betul tidak ??..."
"Ehmm.. ." sahut Ti Then kemudian sesudah berpikir sebentar
"Tadi sewaktu aku bertempur dengan kakek kura-kura itu, di atas
ujung bambu dia bisa bertahan tiga puluh jurus banyaknya, dengan
kepandaian seperti itu mungkin tidak lebih tinggi satu tingkat saja."
"Kalau begitu aku sungguh-sungguh bukan lawan dari Majikan
ular itu, tapi tidak cari dia tidak mungkin bisa dapatkan obat
pemunah."
"Aku sendiri bisa menyembuhkan luka ini." sahut Ti Then sambit
tertawa pahit. ¦ sehabis berkata dia mencabut kembali pedang
panjangnya.
Air muka Wi Lian In segera berubah hebat, samhil menahan
pedangnya ujarnya dengan cemas:
"Jangan., Ini bukan cara yang baik."
"Kau sudah salah menduga" ujar Ti Then sambil tertawa. "Aku
bukan bermaksud memotong kaki kiriku ini"
Wi Lian In menjadi melengak. " Kalau tidak kenapa kau cabut
pedangku"
"Aku mau robek bekas luka itu dan memaksa darah beracun itu
keluar."
"Oooh - - -" agaknya Wi Lian In menjadi sadar, dengan cepat dia
menarik kembali tangannya.
"Benar, aku pernah dengar jika seseorang tergigit ular berbisa
harus cepat-cepat paksa darah yang mengandung racun itu
mengalir keluar dari badan, kalau tidak maka orang itu akan
semakin payah. Tapi kau sudah tergigit sangat lama sekali entah
cara ini masih bisa digunakan tidak?"
"Kita coba saja."
Sehabis berkata dia memberikan pedang panjangnya, dengan
menggunakan ujung pedang menggurat beberapa kali kearah bekas
luka kecil pada lututnya itu, segera terlihatlah darah hitam mengalir
keluar dengan derasnya. Melihat hal itu Wi Lian In menjadi gugup.
"Mari aku bantu kau keluarkan darah beracun itu"
Sehabis berkata dia sebera menggerakkan sepasang tangannya
mencekal lutut Ti Then itu dan mulai memijit mijit tempat itu
sehingga darah hitam yang keluar semakin banyak.
Beberapa saat kemudian darah hitam yang mengalir keluar dari
bekas luka itu semakin lama semakin berkurang, tapi seluruh kaki
sebelah kiri itu masih tetap merah membengkak.
Mendadak Wi Lian In berlutut di hadapannya, dengan
menggunakan mulutnya yang kecil mungil mulai menyedot sisa-sisa
dari darah hitam yang tertinggal di dalam lutut itu. Tidak terasa lagi
air muka Ti Then berubah merah padam, dengan cemas ujarnya.
"Nona Wi, jangan begitu"
Wi Lian In tetap tidak gubris omongannya, dengan sekuat
kuatnya dia menyedot sisa-sisa darah hitam itu.
Terpaksa Ti Then memejamkan matanya, sambil menghela napas
diam-diam pikirnya.
"Heei.... kelihatannya kehendak Thian memang begitu sehingga
menyuruh aku tergigit ular beracun itu....."
Wi Lian In sembari menyedot sembari muntahkan keluar,
sesudah berturut turut menyedot dan muntahkan kembali keluar
berpuluh puluh kali banyaknya barulah ujarnya.
"Sudah cukup, sekarang aku mau bebaskan jalan darah yang
tertotok pada lututmu ini, kau tetap lanjutkan kerahkan tenaga
murni berusaha memaksa sisa-sisa sari racunnya keluar tubuh,
jangan sampai racun tersebut masuk ke dalam tubuh lagi."
Tangannya dengan cepat bergerak menotok dan menepuk
membebaskan jalan darah yang tertotok itu.
Begitu jalan darahnya terbebas dari totokan, darah segera
mengucur keluar lagi dari bekas luka itu.
Darah yang mengalir keluar tetap masih darah berwarna hitam,
setelah lewat sesaat kemudian barulah makin lama berubah menjadi
darah segar, wi Lian In menggunakan jarinya menekan lagi lututnya
sambil bertanya . "Coba bagaimana sekarang rasanya"
"Sudah sedikit berasa."
Mendengar hal itu Wi Lian In menjadi sangat girang. "Tidak perlu
obat pemunah dari Majikan ular lagi bukan?"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk. "sekarang hanya
cukup obat dari Tabib biasa sudah akan sembuh kembali."
"Coba kamu berdiri dan jalan."
"Pasti bisa jalan.. ." sahut Ti Then sambil tertawa. "Hanya saja
tidak sanggup untuk berlari."
Sambil berkata sembari bangkit berdiri dia berjalan bolak balik
beberapa kali di sana, hanya saja jalannya kali ini sedikit pincang
seperti orang buntung.
Wi Lian In sangat girang sekali, dia berjalan kearah suatu selokan
kecil didekat tempat itu untuk mencuci mulutnya kemudian berjalan
kembali ke hadapan Ti Then, ujarnya sambil tertawa:
"Bagaimana kamu bisa temukan aku dibukit itu??"
"Sebelum itu aku harus tanya dulu kepadamu, bagaimana kamu
bisa sampai terjatuh ketangan Kwan si Ngo Koay itu?" balik tanya Ti
Then sambil tertawa pahit. "Sekali pun Kwan si Ngo Koay punya
sedikit nama besar di dalam dunia kangouw, tapi dengan
kepandaian yang kau miliki sekarang ini tidak mungkin bisa
tertawan dengan begitu mudahnya." Air muka Wi Lian In segera
berubah menjadi merah padam. "Aku ditawan mereka selagi tertidur
sangat nyenyak."
"Sungguh kamu
waspadamu."
orang
tidak
punya
sedikit
perasaan
"Tidak punya cara lain, begitu aku tertidur sekali pun dunia
kiamat juga tidak akan merasa-"
"Ehmmm.... malam itu begitu aku dengar ada orang yang
berjalan malam di atas atap segera keluar kamar untuk melihat,
waktu itu tidak terlihat seorang pun di atas genteng makanya aku
segera lari kekamarmu, tapi kamu sudah lenyap diculik orang."
"Mungkin mereka sudah totok jalan darah pulasku." ujar wi Lian
In sedikit membela diri "Sehingga aku sama sekali tidak merasa ... ."
"Di dalam kamarmu aku temukan secarik kertas yang mereka
tinggalkan, mereka perintah aku untuk membawa kitab pusaka Ie
Cin Keng untuk ditukar dengan kau diluar kota, begitu aku sampai di
tanah pekuburan itu segera muncullah empat orang berkerudung
..." segera dia menceritakan kisahnya itu dengan jelas, akhirnya
tambahnya lagi.
"Sedang di tanah bukit itu aku bisa menemukan kamu semuanya
bergantung pada untung atau tidak saja, aku punya dugaan orang
yang menculik kau pergi itu tentu melarikan diri kearah sebelah sini
maka karenanya sengaja mengejar kemari, ketika mengejar sampai
bawah bukit itu tetap saja tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun,
hatiku betul-betul merasa gemas dan jengkel sehingga duduk
beristirahat di bawah pohon. Tiba-tiba itulah mendadak terdengar
suara bercakap cakap dua orang dari atas bukit itu, kemudian
melihat pula Majikan ular berlari menuruni bukit tersebut menuju ke
dalam kota, hatiku menjadi curiga secara diam-diam memasuki
hutan bambu itu dan akhirnya mendengar suaramu"
"Hmmm... hmmm.. ." dengan gemasnya Wi Lian In
mendepakkan kakinya ke atas tanah. "Semuanya ini hadiah dari
setan pengecut serta bangsat Hong Mong Ling itu, lain kali jika
bertemu dengan mereka lagi.. ."
Mendadak Ti Then menggoyangkan tangannya mencegah dia
berbicara lebih lanjut, ujarnya dengan rendah. "Jangan bicara, ada
orang datang."
Wi Lian In mendiadi sangat terkejut sambii memandang sekeliling
tempat itu tanyanya dengan perlahan. "Dimana?"
"Di sana." sahut Ti Then sambil menuding kearah hutan didekat
tempat itu
"Agaknya ada dua orang . ."
Wi Lian In semakin menjadi tegang.
"Tentu Majikan ular serta kakek kura-kura itu, cepat kita
bersembunyi."
Luka kaki Ti Then belum sembuh seluruhnya sehingga
gerakannya pun tidak begitu lincah lagi, mereka karena takut
terjerumus kembali ke dalam barisan Selaksa ular segera bersama
sama meloncat bersembunyi disebuah liang kecil dekat tempat
tersebut.
Di samping liang itu penuh ditumbuhi rumput liar yang sangat
tinggi dan lebat, orang yang bersembunyi di bawah rumput-rumput
liar itu tidak mudah untuk ditemui kembali.
Baru saja mereka berdua menyembunyikan diri di bawah rumput
liar itu terlihatlah dua orang kakek tua munculkan dirinya dari hutan
beberapa kaki dari tempat itu dan berjalan kearahnya.
Orang itu tidak lain adalah Majikan ular Yu Toa Hay serta kakek
kura kura Phu Tong seng adanya.
Mereka sambil berjalan keluar dari hutan matanya dengan tajam
memandang sekeliling tempat itu, terdengar Majikan ular Yu Toa
Hay sembari memeriksa sekeliling tempat itu tanyanya:
"Apakah Phu heng betul betul melihat jelas kalau bangsat cilik itu
sudah tergigit oleh ular beracun milik lohu itu?"
"Tidak akan salah." sahut kakek kura kura Phu Tong seng itu
sambil manggut-manggut. "Sewaktu Lohu mengejar keluar dari
hutan bambu itu bertepatan melihat budak itu menggendong dia lari
kemari-"
"Kalau begitu tentu mereka melarikan diri ke dalam gunung ini,
jika ini hari kita tidak berhasil mendapatkan mereka kembali,
penghidupan selanjutnya akan tidak tenang kembali-"
"Ehmmm... siapa bilang tidak. Wi Ci To tentu tidak akan
melepaskan kita."
"Makanya-" ujar Majikan ular dengan suara yang berat. "Kita
harus menangkap mereka kembali kemudian sekalian kita bunuh
mati.. ."
"Bangsat cilik itu sudah terluka oleh gigitan ular beracun,
mungkin tidak akan melarikan diri terlalu jauh. Mari kita cari secara
berpisah saja."
"Baik," sahut Majikan ular sambil mengangguk- "Phu heng
memeriksa sebelah sana, biar Lohu yang memeriksa sebelah sini,
Ayoh jalan."
Kedua orang itu bersama sama meloncat ketengah udara dan
melewati liang itu, satu kiri yang lain kekanan bagaikan terbang
cepatnya lari ke depan.
Kakek kura-kura itu melayang tepat di atas Ti Then serta Wi Lian
In yang bersembunyi di bawah liang tengah rerumput tebal itu.
Wi Lian In sesudah melihat bayangan tubuh mereka lenyap dari
pandangan barulah menghembuskan napas lega, ujarnya:
"Sungguh amat bahaya, asalkan kura-kura tua itu menengok ke
bawah segera jejak kita akan diketahui."
"Ehmmm... masih untung Majikan ular itu tidak bawa serta ular-
ular beracunnya, jika dia bawa serta ular-ular berbisanya kita tidak
mungkin bisa bersembunyi lagi..."
"Ti Toako, menggunakan kesempatan mereka mencari kita ke
atas gunung lebih baik cepat-cepat kita kembali ke dalam kota saja"
Sambil berkata dia mengulur tangannya membimbing Ti Then
bangun. Tetapi begitu dilihatnya kaki kiri Ti Then tetap tidak bisa
bergerak bebas segera ujarnya lagi. "Bagaimana kalau aku gendong
saja?"
"Aaah jelek sekali." ujar Ti Then sambil tertawa. "Jika sampai
dilihat orang lain bukankah sedikit kurang sopan dan tidak sedap
dipandang."
"Hemmm....." Dengus wi Lian In sambil cemberut. "Sekarang
keselamatan yang paling penting, aku saja tidak takut kau takut apa
lagi."
Tubuhnya yang kecil langsing dan mungil itu sebera sedikit
menjongkok menggendong tubuh Ti Then pada pangkuannya,
kemudian dengan cepat lari menuruni gunung itu.
Di dalam sekejap mata mereka sudah berada ditepi jalan raya
yang banyak orang sedang melakukan perjalanan, Ti Then begitu
melihat di sana banyak orang tidak terasa merasa malu juga,
ujarnya dengan cemas: "Cepat turunkan aku, ada orang yang
melihat kita."
Wi Lian In tetap tidak gubris, dengan cepat berlari menuju
kearah kota Ho Kiang sian.
"Nona Wi..." ujar Ti Then dengan cemas. "Jarak dari sini ke kota
Ho Kiang sian masih ada tiga puluh li jauhnya, apa kau mau
gendong aku sampai di dalam kota ??"
"Biarlah lari sampai tidak bisa lari baru kita bicarakan lagi."
Dia tidak mau ambil perduli lagi terhadap orang-orang dijalan
yang memandang ke arahnya dengan sinar mata terkejut
bercampur keheranan, dengan menundukkan kepalanya dia berlari
terus ke depan sehingga sejauh puluhan li, waktu itu keringat sudah
mengucur dengan derasnya membasahi seluruh bajunya sedang
napasnya pun kempas kempis tidak teratur.
Waktu itu untung saja lewat sebuah tandu besar dengan delapan
orang yang menggotong, begitu dia melihat kedelapan orang kuli
menggotong tandu tersebut sangat lincah langkahnya segera
berhenti, tanyanya: "Hei, di dalam tandu ada orang tidak?"
Ke delapan orang kuli tandu itu melihat seorang nona muda
menggendong seorang pemuda melakukan perjalanan ditengah
siang hari bolong pada memandangnya dengan sinar mata penuh
perasaan heran bercampur terkejut, bersama-sama mereka
berhenti. Salah satu
diantaranya menyahut dengan sopan: "Tidak ada, kenapa orang
itu?"
"Dia tergigit ular beracun, nyawanya di dalam keadaan sangat
bahaya. Harap paman sekalian beriaku baik hati membawa kami ke
dalam kota untuk berobat."
Kuli tandu itu begitu mendengar perkataan tersebut segera
memerintahkan kawan-kawannya untuk menurunkan tandu tersebut
dan membuka pintu tandunya, ujarnya kemudian:
"Urusan tidak boleh terlambat lagi, cepat nona bawa dia masuk.
."
Wi Lian in menjadi sangat girang, dengan tergesa gesa dia
membimbing tubuh Ti Then duduk ke dalam tandu itu, tanyanya
lagi: "Aku boleh masuk sekalian???"
"Nona apanya dia ???".
"Aku adalah adiknya"
" Kalau memangnya saudara sekandung tidak usah mengikuti
adat lagi, silahkan nona duduk sekalian di dalam tandu"
Wi Lian In segera membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam
tandu, tanyanya lagi: "Paman-paman sekalian apakah orang-orang
dari kota Ho Kiang sian ???".
"Benar" sahut kuli itu sambil menutup kembali pintu tandunya. "
Kemarin hari kami hantar nyonya hartawan Shie kedesanya, karena
perjalanan yang amat jauh baru ini pagi kita berangkat pulang? "
"Kalau begitu bagus sekali, nanti sesudah masuk kota harap
hantar kami kerumah tabib sekalian, aku bisa kasih kamu orang
uang sebagai imbalannya, Hanya ada satu hal yang kalian ingat jika
ditengah jalan ada orang yang menanyakan jejak kami bersaudara
jangan sekali kali kalian beritahu pada mereka."
Kuli-kuli tandu itu begitu mendengar ada persenan uang hatinya
menjadi sangat girang sekali, segera menyahut dengan sangat
sopan.
Demikianlah kedelapan orang itu segera mengangkat tandu besar
itu melanjutkan perjalanan ke dalam kota Ho Kiang sian.
Di dalam tandu hanya terdapat satu tempat duduk saja,
karenanya Wi Lian In terpaksa berjongkok di depan tubuh Ti Then.
Ti Then yang teringat dua kali dia menggendong dirinya
melarikan diri bahkan dengan tidak perduli kotor sudah hisapkan
keluar darah berbisa pada kaki kirinya tanpa terasa perasaan
berterima kasih yang meluap luap memenuhi benaknya, tanpa
terasa lagi dia menarik tubuhnya ke dalam pangkuannya sendiri
Air muka Wi Lian in segera berubah menjadi merah padam, tapi
dia tidak memberi perlawanan sedikit pun dengan manyanya dia
duduk di atas kaki kanannya dan bersandar pada dadanya,
sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat...
Kedua orang itu siapa pun tidak ada yang buka bicara, masing-
masing berdiam diri sambil saling berpeluk pelukan.
Saat ini adalah saat yang paling menggembirakan di dalam
lembaran hidup mereka, sebaliknya waktu yang paling
menggembirakan juga lewat paling cepat, mendadak mereka
mendengar suara pembicaraan orang yang sangat ramai sekali,
kiranya mereka sudah masuk dalam kota.
Wi Lian In tidak berani duduk di atas Ti Then lagi, dengan diam
diam dia melorot ke bawah dan berjongkok kembali ke depannya.
sambil membereskan rambutnya ujarnya dengan perlahan: " Kuda-
kita apa masih berada di dalam rumah penginapan?"
"Benar." sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Mereka tidak menemukan kita di atas gunung, mungkin segera
akan kembali ke dalam kota menanti kita di dalam rumah
penginapan."
"Benar, tentu mereka tahu kalau kuda tunggangan kita masih
berada di dalam rumah penginapan."
"Heii . . ." ujar wi Lian in lagi sambil menghela napas panjang.
"Hanya kuda Ang San Khek itu merupakan seekor kuda jempolan,
kalau sampai hilang sungguh sayang sekali."
"Sudah tentu tidak bisa kita buang begitu saja."
"Tapi jika kita kembali kerumah penginapan untuk mengambil
kuda itu mungkin segera akan diketahui mereka, mereka tidak
mendapatkan kitab pusaka le Cin Keng dan ditambah lagi takut
dengan ayahku datang mencari balas, sudah tentu akan bunuh kita
untuk menutup mulut."
"Jangan kuatir." ujar Ti Then tetap tenang. "Mereka tidak
mungkin berani melakukan pekerjaan itu di dalam kota"
Sedang mereka bercakap cakap mendadak terdengar kuli tandu
itu buka suara ujarnya:
"Nona, dijalanan ini ada sebuah kedai obat Hwe Cun di dalamnya
ada seorang tabib yang sangat lihay ilmu pengobatannya,
bagaimana kalau kita cari tabib itu saja?."
"Baiklah. ."
Tidak lama kemudian tandu itu pun berhenti:
Kuli tandu itu segera membuka pintu tandu mempersilahkan wi
Lian In sekalian turun, terlihatlah saat ini mereka sudah berada di
depan pintu kedai obat bermerek Hwe Cun itu, segera Wi Lian in
membimbing Ti Then turun, sesudah memberi upah beberapa tahil
perak kepada kuli-kuli tandu itu barulah bersama sama berjalan
masuk ke dalam kedai obat tersebut.
Orang-orang dalam kedai obat itu begitu melihat seorang nona
membimbing seorang pemuda berjalan masuk pada memandang
kearahnya dengan perasaan heran, tanyanya dengan cepat:
"Ada urusan apa ??"
"Cayhe digigit seekor ular berbisa kini datang untuk berobat,
apakah Tabib ada di dalam?."
"Ada . . . ada." sahut pelayan itu dengan cepat. . "silahkan
kongcu masuk ke dalam"
Wi Lian In dengan membimblug Ti Then berjalan masuk ke
dalam kamar yang ditunjuk pelayan itu, saat itu terlihatlah seorang
kakek tua sedang memeriksa penyakit seseorang karenanya mereka
menanti sebentar baru mendapatkan giliran-
Kiranya
kakek
tua
itulah
merupakan
tabibnya,
dia
mempersilahkan Ti Then duduk terlebih dahulu kemudian baru
tanyanya. "Badan sebelah mana yang terasa tidak enak?"
"Kaki kiri cayhe digigit ular berbisa."
"Oooh . . . ." sahut Tabib itu sambil mengangguk. "Biarlah Lohu
periksa sebentar . . . . Ehmm . . . digigit ular, berbisa macam apa??"
"Ular berekor merah darah."
Tabib itu sembari memeriksa sambil tanyanya lagi: "Kapan
digigitnya ?."
"Pagi tadi, kurang lebih dua jam yang lalu. ."
Tabib itu menggunakan jarinya menekan beberapa kali disekitar
bekas luka tersebut, ujarnya:
"Kau sudah keluarkan darah-darah yang mengandung bisa itu
sehingga kini tidak berbahaya lagi, sesudah diobati dua kali
ditambah minum obat penawar segera akan sembuh seperti sedia
kala."
Sehabis berkata dia mengambil pitnya dan menulis resep
kemudian berikan kepada Ti Then dan memesankan cara-cara
penggunaannya.
Sesudah membajar rekening dan mengundurkan diri dari sana
lalu menyerahkan itu resep kepada pelayan yang dengan cepat
sudah menyediakan obat-obat yang dibutuhkan itu, ujarnya.
"Obat ini digunakan sebagai obat luar sedang obat berupa bubuk
ini untuk dimakan, setiap lewat dua jam harus menggunakan satu
kali."
Ti Then bayar kembali uang obat itu dan digunakan sekalian obat
tersebut di sana, setelah itu baru tanyanya. "Kapan bengkaknya
akan hilang ??"
"Besok sudah sembuh sama sekali"
Mendengar itu Ti Then menjadi lega hatinya, kepada Wi Lian In
ujarnya sambil tertawa:
"Ayo pergi, kita pergi kerumah penginapan itu."
Kedua orang itu kembalilah kerumah penginapan dimana mereka
tinggal, pelayan-pelayan dengan air muka penuh perasaan terkejut
masing-masing pada merubung menanyakan sesuatu, Ti Then
hanya menyawab adanya pencuri yang mencuri barangnya sehingga
dia pergi kejar dan tergigit ular beracun, dengan demikian mereka
pun menjadi tenang kembali. Tanya Wi Lian In kemudian: "Kuda
kuda kami apa masih ada ??"
"Masih . . . masih . . ." sahut pelayjan itu sambil mengangguk.
"Kalian berdua apa mau segera berangkat?"
"Tidak" ujar Ti Then perlahan. Kami mau menginap satu malam
lagi, besok pagi baru berangkat, Kau pergilah siapkan makanan
untuk kami"
Pelayan itu segera menyahut dan mengundurkan diri, Mendadak
Ti Then teringat kembali akan si macan kumbang hitam Khie Hoat
itu manusia yang menduduki sebagai Lo-ji dari Kwan si Ngo Keay
masih tertotok jalan darahnya ditengah tanah pekuburan diluar
kota, ujarnya kemudian kepada Wi Lian in"Bagaimana kalau kamu
orang kerjakan suatu pekerjaan?"
"Kerjaan apa?"
" Kemarin malam Loji dari Kwan si Ngo Koay si macan kumbang
hitam Khie hoat tertotok jalan darahnya hingga kini mungkin masih
berada di sana, coba kau pergi ke sana lepaskan dia pergi."
"Hmmm . . . kejahatan yang dikerjakan Kwan si Ngo Koay sudah
sangat banyak sekali, sekali pun mati juga tidak sayang, buat apa
kita pergi urus dia lagi"
"Tidak. ." bantah Ti Then dengan cepat, "Aku sudah bilang sama
dia asalkan di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku bisa
temukan kamu maka setelah pulang aku bebaskan dia pergi, walau
pun di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku tidak temukan kau
tapi hal ini bukan kesalahannya."
"Walau pun begitu . . . hari ini kau lepaskan dia pergi,
dikemudian hari dia bisa cari kau untuk membalas dendam."
"Hal itu termasuk persoalan lain lagi..."
Wi Lian In ketika melihat dia sudah ambil ketetapan di dalam
hatinya terpaksa mengangguk.
"Baiklah, hanya saja dia berada di tanah pekuburan sebelah
mana?"
"Di sebelah barat kota, kau pergilah dengan menunggang kuda
Ang san Khek. cepat pergi cepat kembali dan hati-hati jangan
sampai diculik orang lagi..."
"Cis. . ." seru Wi Lian in dengan perasaan malu dan manya.
"Disiang hari bolong begitu ada siapa yang berani mengganggu aku
Wi Lian In? Hmmm, kalau berani ganggu aku jangan harap bisa
hidup lagi." sehabis berkata dia berjalan keluar dari kamar.
Ti Then menanti sesudah dia keluar baru menutup pintu kamar
dan rebahkan dirinya ke atas pembaringan untuk beristirahat. Tidak
lama kemudian terdengar suara ketukan pintu kamar.
"Siapa?" tanyanya sambil bangkit berdiri
"Aku." suara dari pelayan rumah penginapan itu berkumandang
masuk ke dalam kamar. "Tuan bukankah kamu suruh aku siapkan
makanan ?"
"Ehmm . . . masuklah. Pintu itu tidak terkunci."
"Baik,"
Pintu kamar dibuka, pelayan rumah penginapan itu dengan
membawa makanan berjalan masuk kemudian mengaturnya di atas
meja, sedang pada mulutnya gumamnya seorang diri "Sungguh
membingungkan sekali, aneh. . . aneh..."
"Ada urusan apa ??"
"Itu . . . seorang lelaki berusia pertengahan secara tiba-tiba
menghadang hamba untuk menanyakan segala hal bahkan masih
mengajak hamba guyon, sehingga kuah telur ini menjadi sedikit
bercecer."
Mendengar perkataan itu hati Ti Then menjadi sedikit bergerak.
sambil memandang wajahnya, tanyanya dengan serius. "Lelaki itu
tanya apa saja??"
"Dia adalah tamu yang baru datang pagi ini, tadi sewaktu hamba
membawa makanan kemari mendadak dia menghadang hamba dan
menanyakan apa ada nona yang mau temani dia tidur nanti malam,
lalu tanya juga letak rumah pelacuran-
Hamba terpaksa satu demi satu memberikan jawabannya, tapi
mendadak dia menuding ke belakang hamba sambil katanya. "Coba
lihat, nona itu sungguh cantik." hamba cepat-cepat menoleh ke
belakang, "HHuuu . . . sungguh matanya sedikit buta, di belakang
hamba mana ada bayangan nona cantik." Ti Then tersenyum.
"Sewaktu kamu menoleh lalu kuah itu secara tiba-tiba tercecer?"
"Benar, hanya saja tidak terlalu banyak yang tercecer . . ."
" Orang itu tinggal dikamar sebelah mana?" Pelayan itu
menuding ke kamar sabelah kanan. sahutnya. "Dia menginap
dikamar ke empat dari kamar sini."
"Membawa teman tidak?"
"Tidak." sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya. . "Dia
hanya satu orang saja."
"Ehmmm . . . kini masih berada di dalam rumah penginapan?"
"Benar, sesudah mengajak hamba guyon-guyon sebentar lalu
kembali ke dalam kamarnya.."
"Baiklah, kau boleh pergi" ujar Ti Then kemudian sambil
mengangguk. Pelayan itu segera membawa nampannya
mengundurkan diri dari kamar.
Dengan perlahan Ti Then berjalan mendekati kuah telur yang
dimaksud tadi kemudian dibaunya beberapa kali, setelah itu sambil
tersenyum memanggil pelayan itu lagi. "Pelayan...."
Waktu itu pelayan tersebut belum jauh meninggalkan kamarnya
Ti Then, begitu mendengar suara panggilan segera putar tubuh
sambil bertanya. "Kongcu minta barang apa lagi.."
"Oooh tidak. ." ujar Ti Then dengan suara yang keras. "Adikku
ada urusan hendak keluar sebentar tapi dengan cepat dia akan
kembali, jika kamu melihat dia pulang beritahu padanya aku sedang
menunggu dia di dalam kamar untuk makan bersama sama."
"Baik . . . baik. . Tentu aku beritahukan padanya. ."
Ti Then menoleh memandang sekejap kearah kamar di sebelah
kanannya itu kemudian menutup pintu kamarnya kembali dan duduk
di depan mejanya.
Sambil menyendoki kuah tetur itu dicobanya seteguk, tapi tidak
sampai ditelan sesudah dicoba lalu dimuntahkan kembali kepojokan
kamar, pada air mukanya terlintaslah suatu senyuman yang amat
dingin, pikirnya. "Hmmm . . . kiranya obat pemabok."
Dia berjalan mendekati pembaringan dan merebahkan dirinya,
pikirannya dengan cepat berputar memikirkan orang lelaki berusia
pertengahan yang hendak menjebak dirinya dengan menaruh obat
pemabok pada kuah telur tersebut.
Tetapi dengan ditemuinya beberapa orang yang munculkan diri
untuk merebut kitab pusaka Ie Cin Keng dia tahu saat ini
disekelilingnya terdapat sangat banyak orang yang sedang
mengincar kitab pusaka Ie Cin Keng itu dari tangannya, karenanya
dia sangat menyesal sudah suruh wi Lian In keluar kota untuk
membebaskan diri simacan kumbang hitam Khie Hoat.
Walau pun jarak tanah pekuburan itu tidak jauh dari dalam kota,
sekali pun ilmu pedang dari Wi Lian in tidak lemah tapi
kemungkinan sekali pun beberapa orang jago berkepandaian tinggi
bergabung menjadi satu untuk turun tangan bersama-sama seperti
buktinya kakek kura-kura serta Majikan ular itu bekerja sama
menculik dia untuk memaksa dirinya menyerahkan kitab pusaka Ie
cin Keng kepada mereka.
Semakin berpikir dia merasa semakin cemas, dengan cepat dia
bangun kembali sambil gumamnya seorang diri
" Lebih baik aku keluar kota sebentar untuk melihat-lihat."
Baru saja dia berjalan mendekati pintu kamar, mendadak pintu
itu didorong oleh orang, terlihatlah Wi Lian In sambil tersenyum
berjalan masuk ke dalam.
Melihat munculnya Wi Lian in tanpa menemui cedera apa pun
hati Ti Then seketika itu juga menjadi lega. dengan girang serunya:
"Oooh .. .. kamu sudah kembali."
"Pelayan tadi bilang kau sedang tunggu aku makan." ujar Wi Lian
In sambil tertawa.
"Benar kau sudah temui dia???."
"Sudah, aku potong telinganya terlebih dulu baru lepaskan dia
pergi."
"Ha ha ha..." ujar Ti Then sambil tertawa serak. "sifatmu persis
seperti ayahmu,sedikit dikit suka gotong telinga orang lain .... Ha ha
ha. ."
"Aku potong telinganya untuk peringatkan padanya lain kali
jangan suka cepat percaya kabar bohong."
Ti Then segera menutup pintu kamar kembali, sambil gape
padanya, katanya lagi:
"Ayoh cepat makan, kuahnya hampir dingin."
Dua orang itu segera duduk saling berhadapan untuk mulai
dahar.
Sesudah menelan nasinya terlihatlah Wi Lian In mengambil kuah
telur itu untuk diminum, melihat hal itu dengan cepat Ti Then
gelengkan kepalanya, sambil tersenyum dengan menggunakan ilmu
untuk menyampaikan suara ujarnya: "Kuah itu jangan diminum"
" Kenapa ??" tanya Wi Lian In melengak.
Ti Then segera beri tanda kepadanya untuk memperendah
suaranya,
kemudian
dengan
menggunakan
ilmu
untuk
menyampaikan suara ujarnya lagi: "Di dalam kuah itu ada obat
pemaboknya."
"Ehmm." Dengus Wi Lian In tidak percaya. " Kau sedang
menakut-nakuti aku."
"Aku tidak menipu kau." sahut Ti Then dengan serius. "Ada orang
secara diam-diam memasukkan obat pemabok ke dalam kuah itu
untuk memaboklan kita orang."
Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan serius Wi Liau In
menjadi amat terkejut sekali.
"Bagaimana kau bisa tahu??"
Segera Ti Then menceritakan apa yang didengarnya dari pelayan
tentang lelaki berusia pertengahan itu, akhirnya tambahnya lagi:
"Tadi aku sudah mencobanya dan merasa kalau di dalam kuah
itu betul terdapat obat pemaboknya, asalkan kau meneguk satu
tegukan saja tanggung secara kontan akan jatuh tidak sadarkan
diri"
"Siapa lelaki berusia pertengahan itu??" tanya Wi Lian In dengan
air muka berubah sangat hebat.
"Masih tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
"Menurut pelayan itu katanya dia berada dikamar ke empat dari
sebelah kanan kita." Mendadak Wi Lian In bangkit berdiri dan
berjalan keluar kamar. Dengan cepat Ti Then menarik dia kembali,
ujarnya sambil tersenyum: "Kau mau berbuat apa?"
"Cari dia."
Ti Then segera tarik dia duduk kembali ke tempat semula,
dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya
sambil tertawa:
-ooo0dw0ooo-
Jilid 11 : Jay hoa cat yang nahas
"Buat apa, bukankah lebih bagus kalau kita tunggu dia masuk
sendiri kemudian baru turun tangan????"
"Tunggu dia masuk sendiri ???" tanya Wi Lian In melengak.
"Tidak salah, tunggu dia masuk sendiri"
"Benar." sahut Wi Lian In kemudian sambil mengangguk.
agaknya dia sudah paham arti perkataan itu tanpa terasa senyuman
segera menghiasi bibirnya.
"Sst . . .jangan bicara lagi" Tiba-tiba Ti Then memperingatkan diri
Wi Lian In. "Mungkin dia sudah berada di depan kamar kita" Dengan
suara yang diperkeras sengaja Wi Lian In angkat bicara lagi. "Malam
ini kita harus lebih berhati-hati, kemungkinan orang itu akan datang
lagi"
"Yang harus hati-hati adalah kau, lebih baik malam ini kamu
orang jangan tidur"
" Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah kau bawa?" Ti Then
mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Benar" sahutnya terpaksa. "Dibawa dalam badan jauh lebih
aman rasanya"
"Heei . . sungguh menjengkelkan, entah siapa yang sudah
menyiarkan berita kalau kau telah mendapatkan kitab pusaka Ie cin
Keng itu, semula menteri pintu serta pembesar Jendela dari Anying
langit Rase bumi, kemudian disusul Hwesio berwajah riang dari
Siauw limpay, Kwan si Ngo Koay, Majikan ular serta terakhir kakek
kura-kura."
"Sejak kini entah masih ada seberapa banyak anying-anying
bajingan yang datang merebut"
"Ie Cin Keng kan kitab ilmu silat yang berisikan kepandaian
tertinggi di dalam Bu lim waktu ini, barang itu merupakan impian
dari setiap jago dalam dunia kangouw tidak bisa, disalahkan mereka
kalau pada datang merebut..."
Wi Lian In mengambil sendok kemudian diaduk adukkan pada
mangkok yang berisikan kuah telur itu sehingga mengeluarkan
suara yang nyaring.
"Kuah telur ini sudah dingin, bagaimana kalau suruh pelayan
memanasi terdebih dulu??"
"Tidak perlu." sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, "Aku
suka makan yang dingin, kau tidak mau biar aku yang makan."
Sambil berkata dengan menggunakan sendok dia mengetuk
beberapa kali pada pinggiran mangkok. "Ting . . . ting . . ." disusul
suara sedang menghitup kuah tanda rasanya yang sedap.
"Coba lihat" seru Wi Lian In sambil tertawa ..... "Seperti sudah
lama tidak makan"
"Selamanya aku memang paling suka kuah telur."
"Coba aku teguk sesendok. "
Sambil berkata dia pun menggunakan sendoknya mengetuk
pinggiran mangkok kemudian suara sedang menghabiskan kuah itu.
"Rasanya enak bukan??? " tanya Ti Then sambil tertawa.
"Ehmmm ... . tidak seberapa".
"Ini yang dikatakan kesukaan setiap orang tidak sama, sejak kecil
aku sudah suka makan kuah telur..."
"Aaaaah kenapa??"
Berbicara sampai di sini, badan bersama-sama dengan kursinya
terjengkang kearah belakang.
Wi Lian In dengan cepat meloncat-loncat bangun sambil menjerit
keras. "Aduh, kau ...... kau kenapa ???"
Ditengah suara jeritan kaget itu mendadak pintu kamar dengan
mengeluarkan suara yang keras sudah didorong oleh seseorang,
seorang lelaki berusia pertengahan dengan potongan seorang siucay
sambil tersenyum berjalan masuk. Tanyanya: "Nona, sudah terjadi
urusan apa??"
Wi Lian In sama sekali tidak menduga pihak lawannya berani
masuk sebelum dirinya ikut jatuh tidak sadarkan diri, untuk
beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun. "Kau . . . kau siapa
???"
Dengan perlahan lelaki berusia pertengahan itu menutup kembali
pintu kamar kemudian membungkukkan badannya memberi hormat.
"Cayhe orang-orang kangouw menyebutku sebagai pemuda
berwajah tampan Cu Hoay Lo menemui nona"
Begitu Wi Lian In mendengar kalau pihak lawannya adalah Giok
Bin Longkun itu manusia cabul yang gemar pipi licin tidak terasa air
mukanya berubah sangat hebat, serunya:
"Kiranya kau adalah Giok Bin Longkun . . kau . . . kau datang
kemari .... punya tujuan apa?"
Selesai berkata tubuhnya mulai bergoyang kemudian dengan
perlahan lahan rubuh ke atas tanah jatuh tidak sadarkanr diri
Bibir Giok Bin Longkun itu manusia cabul kelihatan sedikit
bergerak sehingga kelihatan sebaris giginya yang putih bersih
sambil tertawa ringan ujarnya.
"Apa tujuanku? Nona Wi ini sungguh terlalu tolol .... kalau
memangnya sudah tahu sebutanku Giok Bin Longkun bagaimana
tidak tahu maksud tujuanku? He he he . . ."
Die berhenti sebentar, senyuman yang menghiasi bibirnya pun
berubah semakin menyeramkan, ujarnya lagi sambil tertawa:
"Tapi aku harus mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu
terlebih dulu kemudian baru beri kesenangan kepadamu."
Dengan perlahan dia berjalan ke samping tubuh Ti Then
kemudian berjongkok di sisinya.
Tangannya mulai diulur ke dalam saku Ti Then untuk memeriksa
. . . mendadak dia menjerit, sangat keras badannya tidak kuasa lagi
terbanting dengan amat kerasnya ke atas tanah.
Kiranya urat nadi tangan kanannya sudah dicengkeram Ti Then
dengan kerasnya.
Ti Then yang berhasil mencengkeram tangan kanannya segera
membanting tubuhnya ke atas tanah, dirinya dengan mengikuti
gerakan tersebut bangkit berdiri dan memutar lengan kanannya itu
ke belakang punggung.
Perasaan terkejut dalam hati Giok Bin Longcun tidak kecil, di
dalam keadaan yang sangat lemas tubuhnya memutar ke kiri,
sedang dua jari tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat
menusuk kearah sepasang mata Ti Then-
Ti Then tertawa dingin, dengan tangan kirinya dia menangkis
serangan pihak lawan sedang tangannya yang lain dengan sekuat
tenaga mengangkat lengan kanannya ke atas.
"Pleetak . . ." Lengan kanannya itu segera terputus dari ruasnya.
Giok Bin Langcun menjerit kesakitan, saat itu dia tak bertenaga
lagi untuk memberikan perlawanan, kepalanya dengan lemas
ditundukkan ke bawah.
Wi Lian In pun dengan cepat meloncat bangun, tangannya
dengan cepat menyambak rambutnya dan mengangkat kepalanya
tinggi-tinggi, kemudian dengan menggunakan telapak tangannya dia
menghadiahi wajah Giok Bin Langkun keras-keras, terlihatlah bekas-
bekas telapak yang merah menghiasi pipinya.
Seluruh wajah Giok Bin Longkun sudah berubah menjadi merah
membiru dan mulutnya pun darah segar mengucur keluar dengan
derasnya, sampai waktu itulah Wi Lian In baru melepaskan
tangannya, ujarnya sambil tertawa dingin " Giok Bin Langcun, coba
sekali lagi katakan perkataanmu tadi."
Giok Bin Langcun mana berani buka mulutnya, terpaksa dia
membungkam seribu bahasa.
"Bangsat cabul ini sudah merusak perempuan banyak sekali
sehingga pembesar berbagai tempat punya niat untuk menangkap
dia, tidak disangka ini hari bisa terjatuh ketangan kita."
"Kau punya rencana serahkan bangsat cabul ini kepada
pembesar??."
Dia menggelengkan kepalanya, " Manusia seperti ini sesudah
ditangkap harus dibunuh mati, jika diserahkan pada pembesar
mungkin dia masih bisa melarikan diri"
"Benar, cepat kita turun tangan."
Dengan cepat Ti Then menggerakkan tangannya mendorong
badan Giok Bin Langcun ke atas tanah, dengan kakinya menginyak
perutnya, ujarnya dengan amat dingin: "Hei Cu Hoay Lo, kau orang
masih ada pesan terakhir tidak ??"
Air muka Giok Bin Langcun berubah menjadi pucat pasi bagaikan
mayat, keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.
"Aku . . . aku di Tiang an masih punya simpanan uang . . .
sebesar . . . sebesar lima belas laksa tahil . . ."
"Hmm. . ." Dengus Ti Then dengan amat dingin- "Orang bilang
Giok Bin Langcun seorang yang sangat kaya dan gemar akan harta,
ternyata berita ini sedikit pun tidak salah . . . lalu apa yang kau
maui ???"
"Aku rela menyerahkan uang itu kepadamu asalkan kau orang
mau mengam puni jiwaku satu kali ini . . ."
"Lalu dengan cara bagaimana aku pergi menerima uang sebesar
lima belas laksa tahil dari gudang uang itu ??."
Ketika Giok Bin Langcun melihat Ti Then punya maksud untuk
menerima, air mukanya sedikit berubah.
"Di dalam badanku ada secarik kertas tanda bukti untuk
menerima uang tersebut"
Ti Then segera bungkukkan badannya memeriksa sakunya dan
mengambil keluar secarik kertas tanda bukti penerima uang yang
dimaksud itu, sesudah dibolak balik melihat sekejap barulah ujarnya
sambil tertawa.
"Uang-uang ini apakah hasil tabunganmu dari perampoaan serta
pembegalan yang kau lakukan selama beberapa tahun ini?"
"Buat apa Ti Lo te menanyakan hal ini?" sahut Giok Bin Langcun
sambil tertawa pahit.
" Harus aku tanya sampai jelas, sebetulnya benar atau tidak?"
"Benar."
" Kalau uang itu hasil membegal dan merampok dus berarti
bukan uangmu sendiri, maka itu kau tidak bisa menebus nyawamu
dengan uang-uang ini."
Air muka Giok Bin Langkun segera berubah amat hebat.
" Kalau begitu kembalikan kertas uang itu. ."
Ti Then menyimpan kertas uang itu ke dalam sakunya, ujarnya
sambil tertawa:
"Aku bisa mengambil uang-uang itu pada waktu yang tepat
kemudian disebar dan di bagi-bagikan kepada orang-orang miskin
dengan demikian aku pun sudah membantu kau untuk meringankan
dosa-dosamu."
Sehabis berkata begitu, kakinya dengan sekuat
menginyak jalan darah Tan Thian Hiat pada tubuhnya.
tenaga
Seluruh tubuh Giok Bin Longcun hanya terlihat tergetar dengan
amat kerasnya, air muka yang semula pucat pasi kini berubah
semakin putih lagi, ujarnya dengan gemetar: "Bangsat . . kau
sungguh kejam."
Ti Then menarik kembali kakinya, sahutnya dengan amat dingin.
"Kau masih ada kesempatan hidup selama setengah jam, diluar
kota ada sebidang tanah pekuburan, kau cepatlah pergi ke sana
mencari satu tempat yang baik"
Dengan perlahan Giok Bin Langcun bangkit berdiri, dari mulutnya
menyembur keluar darah segar dengan amat derasnya, kemudian
dengan jalan sempoyongan dia membuka pintu kamar dan
menerjang ke luar dengan cepat, lenyap dari pandangan Wi Lian In
baru tersenyum, ujarnya.
"Inyakanmu tadi apa sungguh-sungguh bisa membinasakan
dirinya?"
"Tidak salah. ." sahut Ti Then sambil mengangguk: "sekali pun
dewa turun dari kahyangan pun tidak mungkin bisa menolong dia. ."
"Membasmi seorang bajingan cabul memang merupakan suatu
pekerjaan yang paling mulia."
"Ehm . .. . mari kita lanjutkan dahar kita. " ujar Ti Then kemudian
sambil membetulkan bangkunya yang rubuh ke tanah.
Keesokan harinya bengkak pada kaki Ti Then pun sudah kempis
kembali, kedua orang itu sesudah membayar rekening kamar
bersama sama berjalan meninggalkan kota itu.
Ujar wi Lian In ditengah perjalanan: "Perjalanan kita masih ada
tiga hari lamanya baru sampai dirumah, semoga saja jangan terjadi
urusan lagi."
"Aku kira tidak bisa terhindar lagi."
"Kau mengira masih ada orang yang akan menghalangi
perjalanan kita selanjutnya?"
"Tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk.
Sepasang alis Wi Lian in dikerutkan kencang-kencang, sedang
senyuman yang menghiasi bibirnya pun bilang lenyap.
"Akibat yang diterima Kwan si Ngo Koay serta Giok Bin Langcun
apa belum cukup memberi peringatan kepada mereka"
"Mungkin ada sebagian yang merasa takut lalu mengundurkan
diri, tapi Majikan ular serta kakek kura-kura itu tidak akan
berpangku tangan" Tidak terasa perasaan sedih dan cemas
menghiasi seluruh wajah Wi Lian In.
"Dengan kepandaian silatmu saat ini sudah tentu tidak akan
takuti mereka berdua, tapi ular-ular berbisa dari Majikan ular itu
sukar untuk dihadapi, jika dia atur barisan selaksa ular ditengah
jalan lalu bagaimana dengan kita?"
"Begitu melihat mereka munculkan dirinya jangan segera turun
tangan melawan mereka, terjang dulu dua tiga li kemudian baru
berhenti dan lawan mereka, dengan demikian kita tidak mungkin
bisa terjerumus ke dalam barisan selaksa ular mereka lagi"
Wi Lian In mengangguk sesudah dirasanya cara ini sangat
beralasan sekali. "Kalau begitu baiknya kita berbuat seperti itu saja .
. ."
Kedua ekor kuda tunggangan mereka berdua dengan cepatnya
melanjutkan perjalanan ke depan, pada siang harinya sampailah
mereka disebuah kota kecil untuk beristirahat dan dahar, setengah
jam kemudian sekali lagi mereka menaiki kuda tunggangannya
melanjutkan perjalanan ke depan.
Sesudah keluar dari kota kecil itu bayangan asap rumah serta
manusia semakin lama semakin jarang dan akhirnya tidak terlihat
lagi sama sekali, pemandangan yang sunyi senyap disekeliling
tempat itu menambahkan suasana yang menyeramkan.
Agaknya di dalam hati Ti Then sudah merasakan sesuatu,
ujarnya kepada Wi Lian In dengan perlahan-
"Mulai sekarang kita harus bertindak lebih berhati hati lagi"
"Ehmmm . . ." sahut Wi Lian In sambil mengangguk. "Mungkin
sudah hampir tiba."
Setelah lewat setengah li kemudian di hadapan mereka berdua
ternyata tidak salah lagi muncul seseorang yang berdiri dengan
tegaknya ditengah jalan..
-0000000-
Muncul pengemis yang sudah amat tua dengan rambut yang
sudah memutih semua.
Pada tangannya mencekal sebuah tongkat kayu pada tubuhnya
memakai baju dari bahan yang amat kasar dan kuat, panca
inderanya tidak begitu jelek sekali hanya saja pada wajahnya
terlihat beberapa bekas kulit yang memutih sehingga wajahnya
kelihatan seperti peri yang baru muncul dari kuburan.
Begitu Ti Then melihat orang munculkan diri ternyata seorang
pengemis tua dalam hati sedikit merasa diluar dugaan, dia sama
sekali tidak bisa mengingat kembali apakah di dalam Bu lim ada
manusia semacam ini, karenanya dengan suara yang perlahan
tanyanya pada Wi Lian In. "Tahukah kau siapa orang itu?"
"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Aku belum
pernah dengar di dalam Bu lim ada seorang nenek yang jadi
pengemis"
"Dia menghalangi perjalanan kita agaknya mengandung niat
jahat"
"Seorang nenek pengemis yang tidak diketahui asal usulnya buat
apa kita takuti dirinya, nanti biar aku yang hadapi dia"
Ketika mereka berdua berbicara sampai di situ tunggangan
mereka sudah tiba di hadapan nenek pengemis itu.
Ti Thenlah yang pertama-tama menahan tali les kudanya, sambil
memberi hormat ujarnya: " Entah bagaimana sebutan Toa nio ini?
Kenapa menghalangi perjalanan kita?"
"Aku disebut orang sebagai Tang Lo Kui so atau nenek iblis
penghalang jalan" sahut nenek pengemis itu dengan air muka tidak
berubah sedikit pun juga, "selamanya pekerjaanku adalah minta
sedekah pada orang-orang yang melakukan perjalanan"
"Ha ha ha ha . ." tidak tertahan Ti Then tertawa terbahak-bahak.
"Dengan menghalangi orang yang melakukan perjalanan hanya
untuk minta sedekah bukankah terlalu tidak pakai aturan?"
"Perkataan dari siauw Ke heng ini sedikit pun tidak salah" sahut
Nenek iblis penghalang jalan itu sambil tertawa juga. "Hanya saja
dengan cara ini minta sedekah selamanya aku belum pernah
meleset"
"Lalu Toa nio inginkah apa?"
"Biarlah siauw ko sembarang beri apa saja"
Mendengar jawaban itu diam-diam Ti Then menggerutu, dengan
nada mencoba tanyanya lagi.
"Toa nio inginkan uang atau barang yang lain?"
"Mau uang." sahut Nenek iblis penghalang jalan itu "Tapi bila di
dalam tubuh siauw ko ada barang yang jauh lebih berharga dari
uang perak sedang siauw ko rela diserahkan padaku maka aku akan
menerimanya dengan penuh perasaan gembira."
"Cayhe hanya
ada lagi."
punya uang perak saja, barang yang lain tidak
"Kalau begitu beri aku uang perak itu saja."
"Ehmmm . . . kenalkah Toa nlo kepada cayhe?"
"Tidak." sahut nenek iblis penghalang jalan itu. "selamanya aku
tidak pernah punya pikiran untuk kenal dengan siapa pun juga." Ti
Then termenung berpikir sebentar.
"Jika cayhe tidak beri uang kepada mu, kau punya niat berbuat
apa?"
"He he he . . . ." Tertawa nenek iblis penghalang jalan itu dengan
amat seramnya. "sesudah bertemu nenek iblis penghalang jalan jika
tidak mau bongkar harta sendiri untuk menderma, hal itu
merupakan pekerjaan seorang yang amat tolol."
"Ha ha ha . . . bukannya cayhe sayang terhadap beberapa tahil
uang perak tersebut, aku takut Toa nio tidak pandang sebelah mata
pun terhadap uangku itu."
"Hal ini harus tergantung pada siauwko mau beri berapa, kalau
beberapa tahil perak saja sudah tentu aku tidak akan mau."
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak
seberat sepuluh tahil kemudian dilemparkan kearahnya. "Sepuluh
tahil perak ini coba Toa aio lihat cukup tidak ??"
Nenek iblis penghalang jalan itu segera menyambut uang yang
dilempar kearahnya itu, sesudah ditimang timang beberapa saat
ditangannya segera dilempar kembali kearah Ti Then, ujarnya:
"Aku kembalikan padamu, terlalu ringan."
"Sebetuinya Toa nio minta berapa baru merasa puas" Tanya Ti
Then sambil menerima kembali uang peraknya itu. "Paling sedikit
seratus tahil perak."
Mendengar perkataan itu Wi Lian in yang berada disisi Ti Then
menjadi amat gusar, bentaknya dengan nyaring:
"Nenek jelek, aku lihat matamu sudah buta agaknya, baiklah, aku
beri barang ini saja kepadamu."
Tubuhnya yang kecil ramping dengan cepat melayang turun dari
atas tunggangannya, serentetan sinar putih berkelebat dari
pinggangnya, dengan kecepatan yang luar biasa menotok ke
hadapan tubuh nenek iblis penghalang jalan itu.
Nenek iblis penghalang jalan hanya tertawa terkekeh kekeh
dengan seramnya, tubuhnya dengan cepat meloncat mundur
beberapa kaki ke belakang sedang mulutnya teriaknya dengan
keras:
"Tunggu sebentar, kau sudah tidak maui nyawa kekasihmu itu
???"
Wi Lian In yang mendengar perkataannya sedikit mengherankan
menjadi melengak, sambil menghentikan serangannya dengan gusar
tanyanya: "Kau bilang apa ???"
"Jika dia tidak aku beri obat penawar nyawanya tidak akan kuat
bertahan satu jam lagi" . sahut nenek iblis penghalang jalan itu
sambil menuding kearah Ti Then-
"Omongan nenekmu"
Pedang panjangnya
kearahnya.
digetarkan,
sekali
lagi
dia
menubruk
Dengan cepat seru Ti Then begitu melihat gerakannya itu:
"Jangan bergerak, perkataan dari Toa nio ini sedikit pun tidak
salah."
Begitu Wi Lian In mendengar Ti Then mengakui perkataannya itu
dalam hati menjadi sangat terkejut, dengan gugup dia menahan
serangannya kemudian menoleh kearah Ti Then-"Sudah terjadi
urusan apa??"
"Aku terkena racun yang berbahaya.."
"Kau terkena racun ?? " tanya Wi Lian In melengak.
"Benar." sahut Ti Then sambii mengangguk. Toa nio ini sesudah
menerima uang perak itu secara diam-diam sudah melapisi uang itu
dengan semacam racun yang sangat berbahaya kemudian baru
dikembalikan kepadaku, kini tangan kananku sudah kaku tidak
sanggup diangkat kembali"
Lengan kanannya dengan lemas melurus ke bawah tanpa
bergerak, agaknya memang benar sudah terkena racun.
Seketika itu juga Wi Lian in menjadi amat gusar sekali, sambil
menuding ke arah nenek iblis penghalang jalan itu makinya.
" Nenek jelek terkutuk, kau berani menggunakan cara yang kotor
melukai orang lain . . . . . aku adu jiwa dengan kau"
Tubuhnya sekali lagi menerjang ke depan, pedangnya dengan
kecepatan bagaikan kilat menusuk dadanya.” Jangan bergerak" seru
Ti Then cepat.
Terpaksa Wi Lian In menghentikan gerakannya kembali, dengan
uring-uringan serunya "Kau takut apa? sesudah ahu bunuh nenek
busuk ini segera aku rebut obat penawar itu untuk mengobati kau"
"Tidak mungkin . .." seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "..
Terlambat. . Racun Toa nio ini sangat lihay sekali, kini racun itu
sudah meresap ke dalam badanku"
"Lalu bagaimana baiknya?" tanya Wi Lian In dengan perasaan
terkejut bercampur cemas...
Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya memandang nenek
iblis penghalang jalan itu, sambil tertawa sedih ujarnya:
"Toa- nio racunmu ini apa namanya. . ternyata begini lihay
kerjanya"
"He he he . . ." Tertawa lagi nenek iblis penghalang jalan itu
dengan amat menyeramkan. "obat itu adalah suc Hun si Kok bun
atau racun pencabut sukma penghancur tulang, cukup terkena
sedikit saja sudah lebih dari cukup untuk membunuh seseorang."
Tubuh Ti Then bergoyang dengan kerasnya, tanyanya lagi.
"Toa nio, kenapa kau mau bunuh aku dengan menggunakan
racun itu?"
"He he he . . . aku belum tentu pasti membunuh kau, asalkan
kau bisa mengabulkan permintaanku segera akan memperoleh obat
penawar tersebut."
"Seratus tahil uang perak itu?"
"Itu hanya omongan guyon saja." Sahut nenek iblis penghalang-
jalan itu sambil gelengkan kepalanya, "Sekali pun kau beri selaksa
tahil uang perak kepadaku belum tentu aku mau menerimanya. ."
"Kalau begitu apa yang dimaui Toa nio?"
"Kitab pusaka Ie cin Keng. ."
"Heeei .... sayang . . . sayang. ." Seru Ti Then sambil menghela
napas panjang. "Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah tidak berada
ditanganku lagi"
"Hmmm . . . hmmm . . jangan menipu aku, kitab pusaka Ie cin
Keng saat ini masih berada tanganmu"
"Sungguh." seru Ti Then dengan air muka serius. "Kemarin ketika
masih berada di dalam kota Ho Kiang Sian secara diam-diam cayhe
sudah suruh seseorang mengirim kitab pusaka Ie cin Keng itu bawa
pulang ke dalam Benteng Pek Kiam Po." Dengan sangat dingin
nenek iblis penghalang jalan itu mendengus.
"Kau perbolehkan aku memeriksa badanmu?"
"Boleh . . boleh. ." sahut Ti Then sambil mengangguk. "Jika kau
temukan maka aku akan sembahkan kitab itu kepadamu tanpa
syarat."
Ketika nenek iblis penghalang jalan itu mendengar dia menyawab
dengan begitu ringannya dalam hati dia sedikit percaya juga,
ujarnya kemudian.
"Baiklah, aku mau percaya omonganmu itu. sekalang aku mau
beri waktu pada kalian berdua. Kau harus mengusahakan di dalam
dua hari ini mengejar kembali kitab pusaka Ie Cin Keng itu."
"Tapi orang itu sudah berangkat satu hari satu malam,
bagaimana aku bisa mengejarnya?"
"Hemmm . . . mudah sekali." sahut ttenek iblis penghalang jalan
itu sambil menunjuk kearah Wi Lian in- "Kuda tunggangan budak itu
merupakan seekor kuda jempolan, seharusnya dia bisa mengejar
orang itu."
"Tapi kau sudah bilang aku hanya bisa bertahan satu jam saja . .
. ."
"Kau suruh dia pergi kejar." potong nenek iblis penghalang jalan
itu dengan cepat, "sedang kau tinggal bersamaku, aku bisa memberi
sedikit obat penawar untukmu sehingga racun itu tidak sampai
bekerja lebih cepat"
"Ehmm . . . suatu ide yang sangat bagus" sahut Ti Then sambil
mengangguk.
"Jika kau sudah setuju cepat suruh dia berangkat."
Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lian In, ujarnya:
"Nona Wi, kau pergilah mengejar orang itu kembali."
"Tapi setelah aku berhasil mengejar orang itu, kita harus bertemu
dimana?"
Deggan menggunakan tongkatnya nenek iblis penghalang jalan
itu menuding ke arah utara, ujarnya:
"Di sebelah sana ada sebuah hutan cemara yang sangat rapat,
kau sudah dapat melihat belum?"
Segera Wi Lian in menoleh kearah yang ditunjuk. terlihatlah
kurang lebih satu li dari tempat itu terdapat sebidang tanah yang
ditumbuhi pohon cemara dengan rapatnya, segera dia mengangguk.
"Ehmm ... sudah tahu"
"Kita akan menanti kau di dalam sebuah kuil bobrok ditengah
pohon cemara itu, Pada hari lusa saat seperti ini jika aku tidak
melihat kau kembali dengan membawa kitab pusaka Ie Cin Keng itu
maka aku segera akan bunuh mati dia"
Wi Lian in tidak mengucapkan kata-kata lagi, segera dia meloncat
naik ke atas kuda Ang san Kheknya dan dilarikan dengan cepat ke
depan.
Nenek iblis penghalang jalan itu sesudah melihat bayangan wi
Lian in lenyap dari pandangan barulah ujarnya kepada Ti Then-
"Ayoh jalan, kita tunggu di dalam kuil bobrok itu"
"Cayhe kini merasa setengah badan sudah menjadi kaku, jika
naik kuda mungkin bergerak sedikit saja segera akan terjatuh"
"Tangan kirimu masih bebas, gunakan tangan kirimu untuk
mencekal tali les kuda"
"Bukankah kau bisa beri aku sedikit obat pemunah?"
"Tunggu sesudah tiba di dalam kuil bobrok itu kita bicarakan lagi"
Ti Then tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa mengikuti
perkataannya dengan menggunakan tangan kiri mencekal tali les
kuda, sesudah duduk tenang barulah dengan perlahan dia jalankan
kudanya menuju kearah hutan cemara itu.
Nenek iblis penghalang jalan pun segera mengikuti dari belakang
tubuhnya, ujarnya dengan geram... "Hey cepat sedikit larinya,
jangan perlahan lahan seperti itu."
Ti Then tetap tidak ambil perduli dengan perlahannya dia maju
ke depan, ujarnya kemudian-
"sungguh aneh sekali, dahulu bagai mana cayhe belum pernah
dengar sebutan Toa nio ini ??"
"Dulu aku tidak disebut Nenek iblis penghalang jalan"
"Lalu siapa nama Toa nio yang sebetuinya ??"
"Aku sudah ada dua puluh tahun lamanya tidak pernah berkelana
di dalam dunia kangouw, Pada dua puluh tahun yang lalu aku
disebut sebagai "Tok Mey Jin" atau perempuan cantik berbisa."
"Oooh . ." seru Ti Then kaget. "Kiranya Toa nio adalah Tok Mey
Jin yang pernah menggetarkan dunia kangouw Pada masa yang
silam, tapi . . . cayhe dengar sewaktu muda Toa nio sangat cantik
sekali bagaimana kini bisa berubah menjadi begini rupa ???."
"Kau tanya belang-belang putih Pada wajah ku ini??."
"Benar, kenapa bisa begitu??."
"Sesudah kau ketahui sebutanku, sudah tentu tahu juga ilmu
andalanku yang paling utama bukan ??"
"Tahu" sahut Ti Then sambil mengangguk. . "Katanya Toa nio
paling gemar menyelidiki berbagai macam racun, kau adalah jago
ahli di dalam penggunaan racun".
"Belang-belang putih pada wajahku ini akibat dari penyelidikan
racun-racun itu."
"Ooooh kiranya begitu" seru Ti Then sambil memandang kearah
wajahnya.
"Hanya dikarenakan gemar bermain racun mengakibatkan wajah
yang cantik menjadi jelek, bukankah hal itu terlalu sayang???"
"Sudah tentu sedikit tidak berharga, hanya saja akhirnya aku
berhasil membuat suatu racun yang tanpa bandingan di dalam Bu
lim pada saat ini."
"Tapi apa gunanya???"
"Hmm.. . hmm... jika tidak berguna ini hari kau tidak akan
mengikuti aku dengan demikian penurutnya . "
"Aduh. . . celaka. ." Teriak Ti Then tiba-tiba. "Kaki kiriku sudah
tidak bisa bergerak lagi."
"Jangan berteriak lagi, nanti sesudah sampai dikuil aku beri kau
sedikit obat penawarnya"
Sesaat mereka bercakap cakap itulah mereka berdua sudah
memasuki hutan cemara itu.
Kuil bobrok yang dimaksud merupakan kuil gunung yang terletak
ditengah tengah hutan cemara itu, walau pun dari luaran
kelihatannya sudah rusak dan hampir roboh tapi masih cukup aman
untuk digunakan sebagai tempat meneduh dari hujan-
Sesampainya di depan kuil itu Ti Then hanya merasakan
sepasang kakinya sudah menjadi kaku tidak bisa bergerak lagi,
ujarnya kemudian sambil memegang kencang kudanya. "Aku tidak
bisa bergerak lagi."
Nenek iblis penghalang jalan itu segera mencengkeram baju
punggungnya kemudian menyeret dia ke dalam kuil tersebut. Tapi
baru saja berjalan hingga ruangan dalam mendadak matanya
terbentur dengan sesuatu. secara mendadak air mukanya berubah
sangat hebat teriaknya.
"Bagus sekali, siapa yang tidak tahu diri ..."
Berbicara sampai ditengah jalan mendadak tubuhnya tergetar
amat hebat kemudian rubuh terjengkang dengan perlahan kearah
depan-
Kiranya dia sudah melihat di atas dinding di dalam ruangan kuil
itu tertuliskan delapan hurup yang amat besar .
" Nenek iblis penghalang jalan, saat kematianmu sudah tiba."
Hanya saja untuk sesaat lamanya dia sama sekali tidak menduga
kalau di dalam kuil itu sudah bersembunyi seorang musuh pada saat
dia memaki dengan perasaan gusar bercampur terkejut itulah
terlihatlah sesosok bayangan tubuh manusia secara mendadak
berkelebat dari belakang pintu kuil, satu kali totokan dengan tepat
menghajar jalan darah Yu Ming Hiat pada punggungnya .
Karenanya sebelum dia selesai berbicara tubuhnya sudah rubuh
ke atas tanah.
Orang yang bersembunyi di balik pintu kuil kemuuian
membokong melancarkan serangan kearah Nenek iblis penghalang
jalan itu bukan orang lain melainkan Wi Lian in adanya.
Tubuh Ti Then ikut dengan Nenek iblis penghalang jalan itu
rubuh ke atas tanah ujarnya sambil tertawa:
"Sejak tadi sulah kuduga kau bisa berbuat begini."
Sambil tersenyum Wi Lian in membimbing dia bangkit berdiri.
"Bagaimana rasanya sekarang????"
"Seluruh badanku tidak bisa bergerak lagi".
Wi Lian In segera membimbing tubuhnya bersandar Pada dinding
kuil kemudian membalikan badan nenek iblis penghalang jalan itu,
tangannya dimasukan ke dalam sakunya mengambil keluar tiga
buah botol kecil yang terbuat dari batu pualam.
Terlihatlah di dalam ketiga botol itu berisikan obat-obat bubuk
dengan warna kuning, putih serta hitam, Melihat hal itu tanpa terasa
lagi dia mengerutkan alisnya rapat-rapat. "Heeei . . yang mana
merupakan obat penawar?" tanyanya. "Lebih baik sadarkan dia
terlebih dulu kemudian baru bertanya lebih jelas"
Wi Lian In terpaksa meletakan kembali ketiga buah botol
porselen itu, sesudah menotok jalan darah kaku pada tubuh Nenek
iblis penghalang jalan itu barulah dia membebaskan jalan darah Yi
Ming Hiat nya.
"Hei . . kali ini kau yang sudah menolong jiwaku" Ujar Ti Then
sambil menghela napas panjang. "seharusnya kali ini aku
mengucapkan terima kasih kepadamu"
"Hemm, kenapa sungkan-sungkan begini"
Ti Then tersenyum, dengan cepat dia berganti bahan pokok
pembicaraan.
" Nenek iblis penghalang jalan ini sebetulnya merupakan Tok May
Jin Han Giok Bwe yang pernah menggetarkan dunia kangouw pada
masa yang silam, tentu kau pernah dengar sebutan itu bukan?"
"Oooh" jerit Wi Lian in dengan amat terkejut. "Tapi aku dengar
Tok May Jin Han Giok Bwe merupakan seorang yang paling cantik
dalam dunia kangouw sedangkan dia kini merupakan seorang nenek
yang amat jelek?"
"Dia bilang belang-belang putih pada wajahnya itu merupakan
akibat dari percobaannya terhadap obat beracun-"
"Tidak aneh kalau dia sangat lama tidak munculkan dirinya di
dalam Bu lim, kiranya dia malu untuk bertemu dengan orang . . .
Hmm, kau sudah sadar kembali"
"Tidak salah," Nenek iblis penghalang jalan itu memang sudah
sadar kembali.
Agaknya dia sedang berusaha menggerakkan tubuhnya,
terlihatlah pada belang-belang putih pada wajahnya itu memancar
keluar sinar merah yang samar-samar. Makinya dengan amat gusar.
"Budak jelek, kiranya kau"
Wi Lian In segera maju ke depan menggampar pipinya dengan
amat keras. "Ayoh maki lagi, aku segera akan cabut mulutmu" .
Terpaksa Nenek iblis penghalang jalan itu mendengus saja tanpa
berani memaki lagi.
"Hey aku tanya kau, kau mau mati atau mau hidup???" Tanya Wi
Lian In dengan keren.
"Aku pilih mati, cepat kau turun tangan-"
Wi Lian in menjadi melengak "Kau cari mati??"
"Ehmm. . . ."
Wi Lian In mengambil kembali ketiga buah botol dari atas tanah,
tanyanya:
"Ketiga macam obat bubuk ini yang mana merupakan obat
penawar ??"
"Tidak tahu"
Wi Lian In menjadi amat gusar, bentaknya setengah menjerit:
"Kamu tidak mau bilang nanti aku bunuh kau. ."
"Ehmm ..... hemmm tunggu apa lagi ???"
Melihat sifatnya yang ketus seperti batu cadas itu untuk beberapa
saat Wi Lian In dibuat serba salah, sambil menggigit kencang
bibirnya kemudian baru ujarnya lagi.
"Asal kau mau beritahu botol yang mana berisikan obat penawar,
bagaimana kalau aku lepaskan kau?"
" Hemmm . . hemmm . . . jangan harap" sahut nenek iblis
penghalang jalan itu tetap dengan nada yang amat dingin-
Wi Lian in dibuat tidak bisa berkutik lagi, terpaksa dia menoleh
kearah Ti Then minta pendapatnya.
"Dia tidak mau mengaku botol yang mana berisi obat penawar,
lalu bagaimana baiknya?"
"Kau dengar saja perintahku kemudian melaksanakannya . ..
sekarang cabut pedangmu."
Wi Lian In menurut dan mencabut keluar pedangnya dari dalam
sarung. " Kemudian ?"
"Kerek keluar biji matanya"
Wi Lian In segera menempelkan ujung pedangnya ke pinggiran
kulit mata sebelah kanan Nenek iblis penghalang jalan itu, lagaknya
seperti sungguh-sungguh hendak mengorek keluar biji matanya.
Air muka nenek iblis penghalang jalan itu segera berubah pucat
pasi bagaikan mayat, teriaknya ngeri. "Jangan . . aku nanti beri
tahu"
"Hmm . . cepat katakan-"
"Bubuk yang kuning adalah obat penawar itu"
"Lalu bagaimana cara menelannya?" tanya Wi Lian In lagi sambil
menarik kembali pedangnya.
"Hmm . ." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu dengan
gemasnya. "Minumkan satu tetes sudah cukup"
Dengan cepat Wi Lian in mengeluarkan bubuk obat berwarna
kuning itu pada telapak tangannya kemudian disodorkan ke
hadapan Ti Then-"Kau bukalah mututmu, biar aku yang bantu kau."
"Tidak, berikan dia terlebih dulu"
Wi Lian In berpikir cara ini pun memang benar, maka dengan
langkah perlahan dia berjalan kembali ke samping tubuh nenek iblis
penghalang jalan itu, bentaknya. "Buka mulutmu, cepat kau makan
dulu obatmu ini"
"Heeei . . sudahlah, tidak kusangka kegagahanku pada masa
yang silam harus habis dihari ini. . Hoi. . bubuk putih itu baru obat
penawar yang sebenarnya"
"Nenek busuk." Maki Wi Lian in dengan gusar. "Jika bukannya Ti
Toako selalu waspada kurang sedikit kau tipu mentah-mentah lagi"
Sehabis berkata dia membuang botol obat berwarna kuning itu
ke atas tanah dan mengambil bubuk yang berwarna putih, sesudah
mengeluarkan sedikit diangsurkan kedekat mulutnya.
"Ayooh... kau makan dulu obat ini"
Nenek iblis penghalang jalan itu tidak melawan, dengan buka
mulutnya lebar-lebar dia menelan habis obat bubuk itu.
Setelah ditunggu beb erapa saat Wi Lian in tetap tidak melihat
perubahan apa pun pada dirinya, barulah dia mengeluarkan lagi
bubuk itu dan diberikan pada Ti Then-
Begitu obat itu masuk ke dalam mulutnya Ti Then segera
merasakan suatu hawa dingin merembes masuk ke dalam perutnya
kemudian hawa dingin itu berubah menjadi suatu aliran yang amat
pangs mengaliri seluruh badannya, dalam hati dla tahu obat itu
memang betul-betul obat penawar, tanyanya kemudian-
"Hoy nenek iblis penghalang jalan, bubuk kuning itu sebetuinya
obat apa?"
"Mie Hun Yok atau obat pembingung sukma, siapa saja yang
menelan obat itu segera akan menjadi gila."
"Ehmm . . . lalu bubuk hitam itu adalah bubuk sun Hun si Kok
hun tersebut?"
Baru saja nenek iblis penghalang jalan itu hendak memberikan
jawabannya mendadak seperti sudah mendengar sesuatu air
mukanya terlihat berubah sangat hebat sekali, dengan perasaan
terkejut bercampur cemas ujarnya:
"Aduh celaka. Hey budak cepat bebaskan jalan darahku, kalian
segera akan berubah menjadi setumpukan tulang-tulang putih."
Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan amat serius tidak
urung wi Lian in dibuat merasa terkejut juga, bentaknya: "Kau
jangan omong kosong"
"Benar" seru Ti Then juga. "Hoy nenek iblis penghalang jalan apa
arti perkataanmu itu ? Kenapa kalau kita tidak bebaskan jalan
darahmu maka kita akan berubah menjadi tulang-tulang putih?"
"Yu Toa Hay sudah bawa kawanan ular berbisanya kemari"
"Sungguh??" Tanya Ti Then dengan amat terperanyat sehingga
hampir-hampir meloncat bangun- "Kenapa aku sama sekali tidak
dengar suaranya?"
"Dia masih berada kurang lebih ratusan kaki jauhnya dari kuil ini,
sudah tentu kau tidak mungkin bisa dengar."
"Lalu bagaimana kau bisa mendengar suaranya? " Tanya Ti Then
dengan penuh keheranan-
"Aku sendiri juga tidak dengar, tapi ketika tadi ada angin yang
bertiup datang ditengah tiupan angin itu secara samar-samar
membawa bau yang amat amis sekali. Ular- ular berbisa dari
Majikan ular Yu Toa Hay itu aku paling jelas mengetahuinya, hawa
itu memang tidak salah lagi bau dari ular-ular berbisanya." Berbicara
sampai di sini dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi: "
Cepat bebaskan aku kalau tidak mungkin akan terlambat."
Dengan perlahan Ti Then bangkit dan berjalan keluar dari kuil
untuk melihat ujarnya kemudian sambil kembali ke dalam ruangan.
"Tentu dia atur barisan selaksa ularnya terlebih dahulu
disekeliling kuil ini dengan perlahan-lahan, jika kau tidak percaya
omonganku nanti jangan menyesal"
"Aku bisa percaya omonganmu itu, tapi menunggu sesudah dia
munculkan diri baru bebaskan dirimu kiranya juga belum terlambat."
"Tapi sesudah kau melihat munculnya dia saat itu sudah sangat
terlambat" ujar nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat gusar.
"Yaaah . . . terserah." seru Ti Then sambil angkat bahunya.
"Kemarin pagi aku sudah pernah menyajal ular- ular beracunnya,
walau pun aku tergigit oleh ularnya itu tapi tidak selihay apa yang
aku duga sebelumnya, aku percaya masih punya kekuatan untuk
melawan mereka."
Sebaliknya ketika Wi Lian In mendengar mereka sedang
membicarakan soal ular air mukanya tidak terasa berubah menjadi
amat murung. ujarnya dengan cemas. "Kini kau sudah bisa turun
tangan belum?"
"Sudah". sahut Ti Then sambil mengangguk. "Seluruh badanku
sudah bisa bergerak semua. ."
"Hemmm . . hemmm . . , kau jangan terlalu tidak pandang
barisan selaksa ularnya majikan ular itu." Timbrung nenek iblis
penghalang jalan itu sambil mendengus. . "Keadaan pada kemarin
pagi aku sudah melihat semuanya, saat itu majikan ular tidak
berada di atas bukit itu sedang di atas bukit pun banyak tumbuh
bambu dengan lebatnya sehingga kau masih bisa menggunakan
ilmu meringankan tubuhmu untuk melarikan diri, tapi situasi pada
tempat ini sangat lain-" Ti Then tersenyum.
"Sekali pun tidak sama aku juga ingin menyajal, melarikan diri
bagaimana pun juga bukan suatu cara yang tepat."
"Hemm . . . di dalam dunia kangouw saat ini hanya aku seorang
yang bisa memecahkan barisan selaksa ularnya Majikan ular itu,jika
kau pingin bertempur melawan mereka tentu akan menemui binasa"
Mendengar perkataan itu dalam hati diam-diam Ti Then merasa
sedikit bergerak. sambil memandang tajam wajahnya dia bertanya
lagi.
" Kau punya cara apa untuk menolak dan memecahkan barisan
selaksa ularnya"
"Kau bebaskan jalan darahku
melaksanakannya untuk kalian lihat."
dulu,
aku
segera
akan
"Tidak." sahut Ti Then ketus. "Kau bicara lebih dulu."
" Kalau aku beritahukan kepadamu kau mau melepaskan aku
tidak???"
"Asalkan kau tidak cari gara-gara lagi kepadaku untuk minta kitab
pusaka Ie cin Keng yang kau maksud itu sudah tentu aku mau
melepaskan kau pergi"
Nenek iblis penghalang jalan menundukkan kepalanya termenung
berpikir sebentar kemudian barulah sabutnya:
"Baiklah, bubuk obat berwarna kuning itu bisa melawan barisan
selaksa ularnya Majikan ular, cepat kau ambil bubuk itu dan
sebarkan disekeliling kuil, dengan demikian kita tidak akan takut lagi
terhadap serangan ular-ular berbisa itu."
000000
BAGIAN 19
TI THEN segera memungut botol yang berisikan bubuk bewarna
kuning itu, sambil memperhatikan botol tersebut ujarnya.
"Tadi kau bilang isi bubuk kuning ini adalah obat Mie Hun Yok.
apa bubuk ini juga bisa digunakan untuk memabokkah ular- ular
berbisa?"
"Tidak salah. .." sahut nenek iblis penghalang jalan itu sambil
mengangguk.
"Bubuk Mie Hun Yok ku itu bisa membuat kesadaran orang
menjadi kacau, juga bisa digunakan pula untuk menggilakan
binatang-binatang buas."
"Tapi jika ular- ular berbisa itu menjadi gila, bukankah malah
semakin sukar untuk menghadapinya? "
"Di dalam bubuk kuning itu sudah aku campur dengan belerang,
jika ular- ular berbisa itu mencium baunya belerang mereka tidak
akan berani menyerbu ke dalam kuil lagi . . . sudahlah, jika kau
tidak mau membebaskan jalan darahku, cepatlah sebarkan bubuk
kuning itu disekeliling kuil, jangan banyak omong lagi."
Ti Then tersenyum, segera dia meloncat ketengah kuil dan
membuang penutup botolnya, sesudah itu barulah menyebarkan
bubuk kuning tersebut kesekeliling kuil bobrok itu, di dalam sekejap
saja sudah terlihatlah bubuk kuning itu dengan berbentuk lingkaran
melingkari kuil itu. Ujarnya kemudian- .
"Hei nenek iblis penghalang jalan, aku mau beritahu sesuatu
urusan kepadamu"
"Hemm . . kau mau ingkari omonganmu" Dengus nenek iblis
penghalang jalan itu dengan amat dingin..
"Bukan, nanti sesudah menghancurkan barisan selaksa ularnya
Majikan ular aku segera akan melepaskan kau pergi, aku mau bilang
sebetuinya aku tidak memperoleh itu kitab pusaka Ie Cin Keng
seperti yang sudah disiarkan di dalam Bu lim, berita itu sengaja
disebarkan oleh setan pengecut serta si naga mega Hong Mong Ling
dari benteng Pek Kiam Po untuk bertujuan mencelakaiku"
"Hemm . . siapa itu setan pengecut?" tanya nenek iblis
penghalang jalan itu lagi sambil mendengus.
"Tidak tahu, dia memakai sebuah kerudung dari kain hitam pada
wajahnya sehingga tidak kelihatan air muka yang sebetuinya,
karena itu aku memanggil dia sebagai si setan pengecut, dia
menyelusup masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po menculik pergi
nona Wi, akhirnya aku temui mereka dan melukai sedikit kulit kulit
kepalanya dan menolong nona Wi kembali, mungkin karena dia
tidak bisa mengalahkan aku sengaja sekongkol dengan Hong Mong
Ling menyebarkan berita kosong itu, mengatakan aku sudah
memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng yang sudah lama hilang itu"
"Aku pernah dengar katanya Hong Mong Ling itu hendak
dikawinkan dengan nona Wi ini, bagaimana secara mendadak bisa
bentrok dengan pihak Benteng Pek Kiam Po?"
"Soal ini .." sahut Ti Then tersenyum. "Sebenarnya soal ini
dikarenakan sifatnya yang jelek dan suka pelesir, sering sekali
secara diam-diam dia keluar dari Benteng cari perempuan, berita ini
akhirnya diketahui nona Wi sehingga begitulah Wi Pocu di dalam
keadaan gusar sudah putuskan hubungan ini, dia mengira akulah
yang sudah merusak hubungannya itu karenanya di dalam keadaan
gusar sudah melakukan pekerjaan ini"
"Walau pun aku tidak tahu jelas persoalannya, tapi kau memang
mungkin sengaja hendak merusak perkawinan mereka"
"Benar atau bukan aku wegah debat dengan kau, asalkan kau
mau percaya kalau aku tidak mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng
itu sebentar lagi pasti aku lepaskan kau pergi, setelah itu aku harap
kau jangan datang mencari gara-gara lagi kalau tidak jangan
salahkan pedangku tidak kenal am pun. Aku sudah bunuh mati tiga
orang kini tidak mungkin akan memperlakukan istimewa terhadap
dirimu..."
Baru saja dia selesai berbicara mendadak terdengar suara
mendesis yang sangat perlahan tapi ramai berkumandang datang
dari delapan penjuru angin-Air muka Wi Lian In berubah amat
hebat, teriaknya: "Majikan ular sudah datang"
Dengan perlahan Ti Then mencabut ke luar pedangnya, ujarnya
sambil tertawa dingin-"Lebih balk kakek kura-kura Phu Tong song
itu pun ikut datang kemari"
Baru saja dia bicara terdengarlah si majikan ular Yu Toa Hay
sudah berteriak dengan amat keras dari luar kuil:
"Hey nenek tua yang berada di dalam kuil, cepat keluar untuk
bicara"
"Hmmm . . . hmmm . . . kalau mau buang kentut cepat
dilepaskan- balas nenek iblis penghalang jalan itu dengan amat
dingin.
Majikan ular Yu Toa Hay berdiam sebentar tidak bicara,
kemudian ujarnya lagi: " Kenapa kau tidak keluar"
"Homm . . .jika mau temul aku cepat bergelinding masuk. ."
"Ha ha ha ha . . . baiklah. ." sahut majikan ular Yu Toa Hay
sambil tertawa terbahak bahak. "Kita bicara secara begitu pun boleh
juga, sekarang beritahu dulu pada lohu kau menyebut dirimu
sebagai Nenek iblis penghalang jalan tapi selamanya Lohu belum
pernah mendengar sebutan ini di dalam Bu lim, siapa sebetulnya
kau ??"
"Hei manusia jelek jangan berkentut di sana, orang lain mungkin
takuti kau sebagai Majikan ular tapi aku tidak akan takut."
"Ha ha ha . . . kalau tidak takut kenapa tidak berani keluar untuk
bertemu ?"
Dengan perlahan Nenek iblis penghalang jalan itu menoleh
kearah Ti Then sambil ujarnya dengan perlahan
" Cepat bebaskan totokan jalan darahku, biar aku keluar
menemui bangsat jelek itu"
"Tidak bisa" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Jika kau
berbalik muka dan berdiri satu garis dengan mereka bukankah
menambah kerepotan bagiku." Nenek iblis penghalang jalan itu
menjadi teramat gusar.
"Kau sudah sebarkan bubuk Mie Hun Yok itu disekeliling kuil,
masih takut apa lagi?"
Ti Then dengan perlahan menyandarkan tubuhnya ke samping
jendela dekat pintu kuil itu untuk melongok ke depan, terlihatlah
majikan ular Yu Toa Hay sedang berdiri kurang lebih sepuluh kaki
dari kuil bobrok dimana mereka berada, sedang ular-ular
beracunnya persis berdiri di depannya menanti perintah
penyerbuan, segera dia mengundurkan kembali kesisi nenek iblis
penghalang jalan itu sambil sahutnya dengan perlahan-
"Ular-ular beracunnya kini berada kurang lebih lima kaki dari
bubuk Mie Hun Yok yang kita sebar pada sekeliling kuil ini sedang
dia pun masih berdiam diri menanti. Aku harus menunggu dulu
kehebatan dari obat Mie Hun Yok mu itu, jika sudah membuktikan
kalau bubuk itu cukup untuk menahan serangan ular-ular itu,
barulah aku mau bebaskan dirimu."
"Hmmm . .." Dengus nenek iblis penghalang jalan itu sedikit
mangkel "Kau bangsat cilik sungguh banyak curiga, apa kau kira aku
sudah menipu kalian-"
"Hm jika kau tidak pandai menipu orang, aku pun tidak akan
terkena racun sue hun si Kok bun mu yang lihay itu"
Baru dia selesai bicara terdengar majikan ular Yu Toa Hay yang
berada diluar kuil sudah menggember dengan keras: "Hoi Nenek
jelek, kenapa kau tidak bicara?"
"Mataku sudah mulai mengantuk. malas kalau suruh bicara
dengan kau tua bangkotan"
"Kau apakan bangsat cilik itu?"
"Dia belum mati"
"Hei nenek jelek" seru majikan ular lagi dengan keras. "Kau
percaya budak itu sungguh-sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie
Cin Keng itu untukmu?"
"Sudah tentu"
"Lohu beritahu padamu, kau sudah tertipu"
"Ooh begitu??" sahut Nenek iblis pengbalang jalan itu dengan
perasaan wegah.
"Pagi ini Kakek kura-kura pernah mengikuti jejak mereka sejak
meninggalkan kota Ho Kiang sian makanya ketika kau menghalangi
perjalanan mereka kemudian menawan bangsat cilik itu dia sudah
melihatnya semua dengan amat jelas, kau kira budak itu sungguh-
sungguh pergi mengejar kitab pusaka Ie Cin Keng itu? Ha ha ha. . .
. sesudah ampai ditengah jalan budak itu suduh putar jalan menuju
kemari, lohu sekali pandang aja sudab tahu kalau budak itu punya
maksud untuk menolong orang, karenanya tidak lanjutkan
menguntit dirinya. Kemungkinan sekali budak itu kini sudah
bersembunyi di dalam kuil itu."
" Kalau betul lalu bagaimana?" seru Nenek iblis penghalang jalan
itu setengah jengkel.
"Budak itu bukan tandinganku, dia tidak sanggup memukul rubuh
aku dia jangan harap bisa memperoleh obat penawar itu."
"Hoy nenek jelek, dari pada kita saling bentrok satu sama lainnya
lebih baik kita rundingkan secara bersama-sama saja, sesudah kau
memperoleh kitab pusaka Ie Cin keng itu bagaimana kalau kita
bertiga sama sama mempelajarinya ??"
"Huei bangsat tidak tahu diri, kau boleh pergi mimpikan
impianmu yang lucu itu."
"He he . . .jika kau tidak mau menyanggupi terpaksa hanya
satujalan kematian yang akan kau terima."
"Kentutmu. "
"Cukup lohu meniup seruling ini, maka di dalam sekejap saja
badanmu hanya tinggal tulang-tulang putih yang bertumpuk."
"Kentutmu kali ini semakin bau lagi."
Agaknya majikan ular Yu Toa Hay sudah dibuat gusar oleh
omongannya yang ketus itu, teriaknya tiba tiba.
"Phu heng, baik-baik jaga belakang kuil, jangan sampai
membiarkan nenek jelek ini melarikan diri."
segera terdengarlah suara sahutan dari kakek kura-kura Phu
Tong seng yang agaknya berasal dari belakang kuil.
"Yu heng harap legakan hati, sekali pun nenek jelek itu punya
sayap juga jangan harap bisa meloloskan diri"
"Hoy nenek jelek" seru Majikan ular lagi dengan keras. .. "sekali
lagi lohu beri waktu bagimu untuk pikir-pikir, jika. ."
"Telur busuk mulut makmu" Potong nenek iblis penghalang jalan
itu sambil memaki.. . "kau masih punya kepandaian selihay apa
silahkan gunakan semua, tidak perlu menggonggong lagi seperti
anying busuk ditempat ini. ."
"Baiklah" Teriak majikan ular dengan amat gusar, "Kau boleh
coba coba rasakan kelihaianku"
Tidak lama kemudian terdengarlah mengalunnya suara irama
seruling yang amat merdu berkumandang memenuhi seluruh
penjuru tempat.
Ti Then serta Wi Liau Iri dengan tergesa-gesa meloncat ke depan
jendela untuk melongok ke depan, terlihatlah kawanan ular-ular
beraCun itu setelah mendengar suara irama seruling tersebut segera
menjulurkan lidahnya dan mulai bergerak seekor demi seekor
mendekati kuil bobrok tersebut.
Sebaris demi sebaris, seekor demi seekor bagaikan adanya
berlaksa tentera yang sedang menyerbu terlihat sinar yang sangat
menyilaukan mata memancar keluar dari sekitar tanah kuil itu,
kurang lebih lima ratus ekor ular berbisa sudah mulai menyerbu
datang.
Melihat hal itu tanca terasa lagi bulu kuduk Wi Lian In pada
berdiri, ujarnya dengan perlahan.
"Jika bubuk Mie Hun Yok di atas tanah itu tidak mempan, ini hari
kita akan alami nasib yang lebih mengenaskan lagi"
"Kau pergilah menyaga pintu belakang" ujar Ti Then kemudian- "
Untuk sementara jangan sampai membiarkan kakek kura-kura itu
menemui dirimu, tidak perduli bubuk Mie Hun Yok itu mempan atau
tidak. nanti kita serbu mereka secara mendadak supaya mereka
menjadi kelabakan setengah mati"
"Ehm . ." sahut Wi Lian In sambil mengangguk kemudian dengan
sekali lompatan berdiri bersiap-siap di samping jendela dipintu
belakang kuil itu, Beratusan ekor ular berbisa bagaikan riak ombak
di tengah sungai dengan dahsyatnya mulai mendekati kuil itu lagi.
Suara irama seruling yang bergema semakin lama semakin cepat,
sedang gerakan ular itu pun semakin lama semakin cepat bagaikan
kilat, di dalam sekejap mata saja ular-ular beracun yang paling
depan sudah mendekati lingkaran bubuk Mie Hun Yok yang tersebar
disekeliling kuil itu.
Begitu ular-ular beracun itu mencium bau dari bubuk Mie Hun
Yok bagaikan baru saja terkena percikan api seketika itu juga putar
tubuh dan berputar balik ke belakang.
Jika dipandang dari tempat kejauhan pemandangan tersebut
persis seperti ombak yang memukul pantai kemudian membalik lagi.
Tapi walau pun begitu tidak seekor pun dari ular-ular beracun itu
yang berhasil melewati garis tersebut.
Melihat hal itu majikan ular Yu Toa Hay menjadi amat
terperanyat, dengan cepat dia menghentikan tiupan serulingnya.
"Phu heng, bagaimana keadaan di belakang?"
"Keadaannya tidak menguntungkan-.." seru Kakek kura-kura
yang berada di belakang kuil dengan amat terkejut. "Ular-ularmu itu
pada bentrok dan saling membunuh sendiri"
"Neneknya. " Teriak majikan ular dengan amat gusar. "Tentu
nenek jelek itu sudah sebarkan suatu barang disekeliling kuil itu ....
anying kentut maknya"
Dengan
cepat
dia
melintangkan
serulingnya
kembali
membunyikan irama yang lain, agaknya dia mau menarik tenteranya
itu
Tapi ular-ular beracun itu sudah kehilangan kendalinya oleh
sebab pengaruh obat Mie Hun Yok tersebut, begitu mendengar
suara seruling itu selain diantara sebagian kecil yang berhasil
meloloskan diri dari bencana, sebagian besar ular-ular beracun itu
sudah pada bentrok dan saling membunuh diantara sesamanya,
suasana menjadi sangat ramai sekali.
Melihat ular-ular berbisanya tidak mau mendengar perintah,
Majikan ular Yu Toa Hay semakin gusar bercampur terkejut, sambil
meloncat-loncat menahan hawa amarahnya dia berteriak dengan
keras.
"Hoy, nenek bangsat. Kau
mengganggu ular-ular lohu itu?"
menggunakan
barang
apa
"Hahahaha menggunakan bekas air pencuci kaki makmu"
Majikan ular Yu Toa Hay tidak bisa menahan kegusarannya lagi,
sambil mengaum keras sekali lompat menerjang kearah kuil itu.
Ti Then begitu melihat dia menerjang ke dalam kuil dengan cepat
jari tangannya melancarkan totokan membebaskan jalan darah kaku
pada badan nenek iblis penghalang jalan itu, kemudian sekali lagi
meloncat ke balik pintu untuk bersembunyi.
"Braaaakl ." Dengan menimbulkan suara yang amat keras pintu
kuil itu terlempar jauh terkena tendangan dahsyatnya. Waktu itu
darah yang mengalir di seluruh badan nenek iblis penghalang jalan
itu belum lancar kembali, karena dia belum punya tenaga untuk
merangkak bangun, terlihatlah sengaja dia rebah terlentang di
dalam kuil dan pura-pura pejamkan matanya.
Begitu majikan ular Yu Toa Hay berhasil menendang rubuh pintu
kuil sekali pandang saja dia sudah melihat nenek iblis penghalang
jalan yang rebah di atas tanah itu, dia tidak tahu kalau sebelumnya
nenek iblis panghalang jalan itu tertotok jalan darahnya, melihat
sikapnya yang tidak pandang musuh dalam hati dia menganggap dia
sengaja berbuat begitu, sehingga mau tak mau dia dibuat tertegun-
juga, teriaknya dengan keras:
"Nenek bangsat. Cepat bangun, lebih baik kita tentukan siapa
yang kuat siapa yang lemah saat ini juga."
"Eh ... eh ... ." Seru nenek iblis penghalang jalan itu dengan
setengah jengkel "Dari tadi aku sudah bilang kalau bicara sedikit
perlahan, aku sudah mau tidur kau ganggu lalu . . hei bangsat tua
kau mau berbuat apa"
Majikan ular Yu Toa Hay begitu melihat dia tidak pandang
sebelah mata pun kepada dirinya saking gusarnya air mukanya
tanpa terasa sudah berubah merah padam dengan melototkan
sepasang matanya bentaknya dengan keras:
"Ayoh bangun, kalau tidak jangan salahkan lohu turun tangan
terlebih dulu."
Nenek iblis penghalang jalan yang melihat Ti Then bersembunyi
di balik pintu kuil segera dalam hati tahu kalau keadaannya tidak
berbahaya. Segera dia balikkan tubuhnya dengan wajah menghadap
ke belakang ujarnya dengan perlahan:
"Oooh bagus sekali, coba punggungku ini gatal cepat garukkan
yang keras."
Bagaimana pun juga pengalaman majikan ular itu amat luas,
melihat dia berbuat begitu segera tahu kalau ada sesuatu yang tidak
beres, karenanya dia tidak berani langsung masuk ke dalam kuil,
melainkan dengan berdiam diri di depan kuil sepasang matanya
menyapu sekejap ke sekeliling ruangan itu, tanyanya dengan suara
berat: "Dimana bangsat cilik itu"
"Sudah aku telan hidup,hidup," sahut nenek iblis penghalang
jalan itu seenaknya.
" Nenek bangsat bagus sekali perbuatanmu, lohu mau lihat
seberapa tinggi kelihayanmu"
Ditengah suara bentakan tangan kanannya diayunkan dengan
menggunakan seruling iblis ditangannya sebagai senyata rahasia,
dengan dahsyatnya dia menyambit mengarah punggung nenek iblis
penghalang jalan itu.
"Sreeeet" suara yang amat memekikkan telinga bergema di
dalam ruangan kuil itu.
Sepasang tangan nenek iblis penghalang jalan itu segera
menekan tanah, tubuhnya dengan cepat melayang kurang lebih tiga
depa ke atas menghindarkan diri dari sambitan seruling iblis itu
kemudian dengan sedikit mengubah gerakan dengan ringannya dia
melayang ke bawah kembali dengan sikap bersila, dengan air muka
penuh senyuman mengejek ujarnya.
"Hey Yu Toa Hay. Kau sungguh begitu tidak mampu"
"Hmm . ." Dengus Yu Toa Hay dengan amat dingin. " Lohu masih
mengira kau tidak berani ambil keputusan-"
"Ayoh kalau berani masuk ke sini"
"Kau yang keluar." Bentak majikan ular Yu Toa Hay sambil
mengetukkan tongkat berkepalakan ular itu ke atas tanah.
"Lapangan diluar sangat lebar kalau kau berani, ayoh keluar kita
bertanding di luar."
Mendadak .... suara teriak aneh dari kakek kura-kura Phu Tong
Seng berkumandang keluar dari belakang kuil,jika didengar dari
suara jeritan itu jelas dia sudah menemui serangan yang diluar
dugaannya.
Air muka majikan ular segera berubah sangat hebat, dengan
cemas teriaknya. "Phu heng kau kenapa?"
Terdengar suara bentrokkan senyata tajam yang sangat ramai
diiringi dengan bentakan nyaring berkumandang datang, kemudian
terdengar suara teriakan dari kakek kura-kura Phu Tong Seng itu.
"Yu heng, budak itu berada di sini . ."
Ti Then yang mendengar Wi Lian In sudah turun tangan
melawan kakek kura-kura dalam hati segera merasa kuatir, dia tahu
dengan kepandaian silat Wi Lian In sekarang masih bukan tandingar
dari kakek kura-kura itu, jika bertempur lama kelamaan dia pasti
akan kalah, karenanya dia tidak berani berlaku ayal lagi, dengan
perlahan dia putar tubuh keluar dari balik pintu itu.
Majikan ular yang melihat munculnya Ti Then secara mendadak
dari balik pintu dalam hati betu1-betul merasa sangat terkejut
sekali, dengan tergesa gesa dia meloncat mundur ke belakang.
Tapi .... hampir bersamaan waktu sepasang kakinya
meninggalkan permukaan tanah untuk mengundurkan diri ke
belakang, serentetan sinar pedang dengan amat cepatnya sudah
berkelebat di depan tubuhnya. "Aduh. . ."
Suatu jeritan yang amat mengerikat segera berkumandang keluar
dari mulutnya.
Tubuhnya melanjutkan gerakannya meloncat mundur ke
belakang, sedang sebuah lengan kirinya beserta tongkat berkepala
ular yang sudah terputus menjadi dua menggeletak jatuh tepat di
depan pintu kuil.
Kakek kura-kura yang sedang bertempur amat seru dengan Wi
Lian In di belakang kuil ketika mendengar suara jeritan ngeri dari
majikan ular dengan cepat segera tanyanya. "Yu heng, kenapa
kau?"
Majikan ular tetap tidak menyawab, dengan menahan
memancarnya darah segar dari lengan sebelah kirinya dengan cepat
dia balik tubuh dan melarikan diri dari sana.
Bersamaan waktu itu juga Ti Then pun meloncat setinggi tiga
kaki melewati kuil bobrok itu dan meloncat turun ke belakang
lapangan kuil itu.
Terlihatlah Wi Lian In sedang bertempur amat seru melawan
kakek kura-kura Phu Tong seng, lengan kiri kakek kura-kura itu
terlihatlah basah oleh darah yang mengalir keluar, kelihatannya luka
itu berasal dari tusukan Wi Lian In yang menyerang secara tiba-tiba.
Tapi dikarenakan luka itu bukan tempat yang penting maka tidak
sampai membahayakan jiwanya.
Saat ini tongkat kayunya diputar dan dimainkan dengan amat
dahsyat sekali, angin sambaran yang menderu membuat pasir pada
beterbangan memenuhi angkasa ternyata dia berhasil merebut
kedudukan di atas angin.
Tapi . . ketika dilihatnya Ti Then munculkan diri dari balik kuil itu
semangat bertempurnya seketika itu hilang lenyap tersapu dari
dalam badannya.
Dia tahu kelihayan dari Ti Then dan bisa menduga tentu majikan
ular sudah terluka ditangan Ti Then, karena itulah begitu melihat
munculnya Ti then di sana dia tidak berani bertempur lebih lama
lagi, tongkatnya dibabat ke depan kemudian meloncat keluar dari
lingkaran kalangan siap untuk melarikan diri.
Melihat hal itu Ti Then tertawa keras, teriaknya : “Hey kura-kura
tua, mau melarikan diri mudah saja, tapi lengan kirimu itu harus kau
tinggal”
Berkatanya belum selesai tubuhnya sudah meloncat ketengah
udara, kemudian menubruk kearahnya.
Walau pun kakek kura-kura itu melarikan diri terlebih dahulu tapi
bagaimana pun juga ilmu meringankan tubuhnya bukan tandingan
Ti Then, belum beberapa jauh dia sudah tersusul oleh Ti Then,
terpaksa dia balikkan tubuhnya untuk memberi perlawanan.
Dengan seenaknya Ti Then melancarkan serangannya sejurus
demi sejurus tak putus-putusnya memaksa kakek kura-kura itu
setiap kali mundur satu langkah ke belakang, ketika sampai pada
jurus yang ketiga puluh mendadak terdengar Ti Then membentak
keras:
“Kena !”
Lengan kiri kakek kura-kura itu dengan
bentakannya itu terlepas dari tempat semula.
diiringi
suara
Dia menjadi melengak untuk beberapa saat lamanya kemudian
baru menjerit ngeri, tubuhnya dengan sempoyongan mundur
beberapa langkah kemudia tak tahan lagi terjatuh ke atas tanah
dengan amat keras.
Ti Then tidak melanjutkan serangannya lagi, sambil mengibas-
ibaskan pedang ujarnya:
“Cepat pergi, kalau tidak nyawamu
sekalian!”
pun segera kucabut
Dengan menahan perasaan sakit kakek kura-kura itu
menggunakan tangan kanannya menutupi bekas luka itu kemudian
dengan menundukkan kepala melarikan diri dengan cepatnya dari
sana.
Dengan demikian pertempuran pun sudah berakhir, di atas tanah
hanya tertinggal ular-ular beracunnya majikan ular Yu Toa Hay yang
sedang saling gigit menggigit dengan amat serunya, membuat
orang yang melihat pemandangan itu tidak terasa bergidik juga.
Dengan perlahan Wi Lian In menggunakan tangannya
membereskan rambutnya yang terurai tidak karuan, ujarnya dengan
perlahan.
“Majikan ular itu juga kau kutungi lengan kirinya?”
“Benar, manusia semacam mereka ini walau pun binasa juga
tidak ada harganya, tapi Thian maha agung dengan terputusnya
satu lengan mereka kemungkinan sekali sejak kini tidak berbuat
jahat lagi”
Wi Lian In memandang lagi kearah bangkai-bangkai ular beracun
yang saling bunuh membunuh itu, ujarnya sambil tertawa.
“Bubuk Mie Hun Yok-nya nenek iblis penghalang jalan itu amat
lihay sekali, dimana dia sekarang?”
“Masih berada di dalam kuil”
“Kau punya maksud berbuat apa terhadap dia?”
“Lepaskan saja !”
“Itu pun baik juga” sahut Wi Lian In sambil berjalan menuju ke
dalam kuil.
“Tidak perduli bagaimana pun juga jika tidak ada bubuk Mie Hun
Yok-nya itu barisan selaksa ularnya majikan ular juga tidak bisa kita
pecahkan dengan demikian mudahnya”
Kedua orang itu dengan perlahan berjalan ke depan kuil
kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan, tapi seketika itu juga
mereka dibuat tertegun.
Kiranya nenek iblis penghalang jalan itu sudah tidak berada lagi
di dalam kuil itu.
“Hemm..larinya sungguh amat cepat” seru Wi Lian In sambil
tertawa.
“Mungkin dia takut kita ingkar omongan kita karenanya secara
diam-diam sudah melarikan diri”
“Ayoh..kita pun harus pergi juga” ujarnya kemudian sambil putar
tubuh berjalan keluar dari dalam kuil.
“Kuda Ang San Khek-mu itu?”
“Aku tambat di pohon cemara di belakang kuil”
Kuda tunggangan Ti Then berada tepat di bawah tangga depan
kuil itu, dengan menggunakan pedangnya dia menyingkirkan
bangkai-bangkai ular berbisa disekitarnya kemudian dengan
menuntun kuda tunggangnya meninggalkan tempat itu.
Kedua orang itu sesudah menemukan kembali kuda Ang San
Khek yang ditambat di belakang kuil barulah bersama-sama
meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan perjalanan ke depan.
“Heei...” ujar Wi Lian In di tengah perjalanan, “Majikan ular,
kakek kura-kura serta nenek iblis penghalang jalan sudah bisa kita
lalui, entah selanjutnya masih ada siapa lagi yang datang mencari
gara-gara?”
“Siapa tahu? Aku sangat mengharapkan bisa memperoleh
keterangan kitab pusaka Ie Cin Keng itu”
“Ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu
belum tentu lebih tinggi dari kepandaian silatmu sekarang ini, kau
mendapatkannya buat apa?”
“Berikan orang lain”
Wi Lian In menjadi melengak.
“Apa arti perkataanmu?”
“Jika kitab pusaka Ie Cin Keng itu aku berikan kepada orang
pertama yang datang merebut, maka orang-orang dari Bu-lim
lainnya segera akan tahu kalau aku tidak ada kitab pusaka Ie Cin
Keng lagi, dengan begitu mereka pun tidak akan datang mencari
gara-gara lagi”
Mendengar penjelasannya itu Wi Lian In baru paham, tanpa
terasa dia tertawa geli ujarnya.
“Cara ini bagus sekali, bagaimana kalau kita buat sejilid kitab
pusaka Ie Cin Keng yang palsu kemudian diberikan kepada orang
lain?”
“Tidak bisa...” sahut Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya,
“Hal ini semakin merepotkan kita”
“Untung saja tiga hari lagi kita akan tiba di rumah, asalkan sudah
berada di dalam benteng Pek Kiam Po kita tidak akan takut urusan
lagi.
“Aku kira belum tentu, masih ada orang-orang dari Anying Langit
Rase Bumi serta hwesio-hwesio dari Siuw lim pay harus kita hadapi”
“Soal itu gampang sekali kita selesaikan” ujar Wi Lian In sambil
tertawa, “Orang-orang dari Anying Langit Rase Bumi bisa kita
selesaikan dengan mengandalkan kepandaian silat, sedangkan
hwesio-hwesio dari Siauw lim aku kira dengan kedudukan ayahku di
dalam Bu-lim perkataannya bisa dipercaya oleh mereka”
“Heeeei...semoga saja memang demikian”
Kuda tunggangan mereka berdua dengan cepatnya melanjutkan
perjalanan ke depan, tidak lama kemudian sampailah mereka di
depan sebuah kota yang cukup besar, Tanya Ti Then kemudian.
“Ini kota Kiong An bukan?”
“Ehmm..benar”
“Malam ini kita istirahat dulu di dalam kota,besok pagi kita
lanjutkan perjalanan kembali”
Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap keadaan
cuaca, ujarnya kemudian.
“Jarak hingga hari gelap masih ada setengah jam, kita masih bisa
melanjutkan perjalanan sejauh sepuluh lie”
Ti Then tersenyum.
“Sebelum hari gelap carilah penginapan, kokokan ayam jago
tanda pagi hari tiba, pernahkah kau dengar perkataan ini?”
“Kepandaian silatmu sangat lihay, kita takut apa lagi?”
Ti Then tersenyum lagi.
“Aku teringat akan petunjuk dari ayahku, menemui jembatan
turunlah dari kuda, menemui tebing janganlah berebut, menginap
waktu hujan turun hati-hati orang yang berjalan malam, kokokan
ayam jago menandakan pagi hari, jika bisa mengikuti perkataan ini
maka selama mengadakan perjalanan tidak akan menemui
bencana.”
“Baik..baik..mari kita menginap dulu di dalam kota malam ini”
Hari lewat dengan amat cepatnya, tidak terasa tiga hari sudah
dilewati tanpa terjadi suatu urusan apa pun.
Malam hari itu kedua orang akhirnya sampai juga ke dalam
Benteng Pek Kiam Po dengan selamat.
Wi Ci To itu pocu dari Benteng Pek Kiam Po begitu mendengar
putrinya kembali dengan selamat menjadi amat gembira sekali,
dengan cepat dia menyambut sendiri kedatangan mereka, ujarnya
dengan girang sambil mencekal kencang tangan putrinya.
"In-ji, kau tidak terluka bukan?"
Saking girangnya Wi Lian In tidak bisa menahan menetesnya
titik-titik air mata, sahutnya dengan girang. "Tidak Tia, kau lihat
putrimu baik baik bukan?"
Wi Ci To mencekal kencang juga tangan Ti Then, dengan
menahan penuh berterima kasih ujarnya."Ti Kauw tauw, lohu entah
harus berbuat bagaimana untuk mengucapkan terima kasih ini . . ."
"Hal ini adalah kewajiban boanpwe, harap Pocu jangan pikirkan
di dalam hati. ."
Dengan menggandeng tangan Ti Then serta putrinya Wi Ci To
segera balik tubuh berjalan kembali ke dalam Benteng. "Ayoh jalan,
kita bicara di dalam saja"
Tua muda tiga orang segera berjalan masuk keruangan dalam
dan duduk saling berhadap-hadapan. Ti Then tahu tentunya dia
ingin sekali mengetahui kejadian yang sudah terjadi, segera dia
menceritakan dengan amat jelas seluruh kejadian serta peristiwa
yang terjadi ditengah jalan.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 12.1 : Si Setan Pengecut orang dalam Benteng?
Mendengar kisah itu Wi Ci To menjadi terperanyat.
"Jika begitu" ujarnya sembari menghela napas panjang.
"Sekarang semua orang sudah anggap kau orang yang
mendapatkan kitab pusaka Ie cin Keng itu ??"
"Benar" sahut Ti Then sambil mengangguk.
"Hemmm" dengus Wi Ci To dengan teramat gusar, sepasang
kepalannya diremas remas dengan keras. "Tidak kusangka Hong
Mong Ling bangsat cilik itu berani cari gara-gara, sungguh manusia
terkutuk."
"Tia." seru Wi Lian In menambahkan "Apakah pendekar pedang
merah yang kau kirim keluar apa sudah ada berita??"
"Tidak ada . ." sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.
"Paman Huang Puh??"
"Dia pun tidak ada beritanya."
"Tia" seru Wi Lian In kemudian dengan perlahan- "Kau keluarkan
perintah seratus pedang lagi panggil mereka semua pulang."
"Baiklah" ujar wi Ci To sambil mengangguk. "Tidak sampai lima
hari lagi dari pihak Anying langit Rase bumi tentu akan datang
mengacau. ."
"Boanpwe sudah bilang dengan jelas kepada Menteri pintu
pembesar jendela itu" ujar Ti Then tiba tiba. . "Orang-orang Anying
langit Rase bumi boleh datang ke Benteng Pek Kiam Po cari
boanpwe tapi tidak diperkenankan mengganggu orang-orang
Benteng Pek Kiam Po, karena itu jika tiba waktunya biarlah
boanpwe seorang diri yang menghadapi mereka."
"Jika Ti Kiauw tauw bicara begitu malah menganggap kami
sabagai orang luar saja, sekarang urusanmu merupakan urusanku
juga, siapa yang tidak puas kepadamu sama saja seperti tidak
merasa puas kepada Lohu."
Berbicara sampai di sini pada air mukanya tampil suatu
senyuman yang teramat dingin, tambahnya:
"Padahal orang-orang dari golongan Anying langit rase bumi
seharusnya dibasmi secepat mungkin, dahulu Lohu ragu-ragu untuk
turun tangan karena anak buah mereka terlalu banyak. kini ada Ti
Kiauw tauw yang membantu boleh dikata sudah waktunya untuk
membasmi kejahatan demi keamanan Bu lim."
"Boanpwe rasa pihak Anying langit Rase bumi masih mudah
untuk dibereskan" Ujar Ti Then perlahan "Sebaliknya hwesio-hwesio
dari Siauw lim malah merupakan persoalan yang paling sukar,
Boanpwe tidak bisa mengakui kalau sudah dapatkan itu kitab
pusaka Ie cin Keng, merasa tidak enak juga untuk melawan mereka
. . ."
"Ti Kiauw tauw tidak usah kuatir" ujar Wi Ci To sambil
tersenyum, "Ciangbunyin dari partai Siauw lim, Yuan Kuang Thaysu
jadi orang berpikiran luas dan turut aturan bahkan sangat cocok
dengan lohu, sampai waktunya biarlah lohu mewakili Ti Kiauw tauw
jelaskan duduknya persoalan"
"Aku hanya takut dia tidak mau percaya" Ujar Ti Then sambil
tertawa pahit.
"Jika dia tidak mau percaya" ujar Wi Ci Tao dengan air muka
serius.. "Sama saja tidak pandang diri lohu"
"Setiap urusan yang menyangkut harta benda selamanya sukar
untuk dijelaskan, jika Yuan Kong Thaysu sampai tidak percaya
omongan pocu hal ini tidak bisa salahkan dia. Menurut pendapat
boanpwe terpaksa kita harus perlihatkan sedikit bukti."
Dengan pandangan yang amat tajam Wi Ci To memperhatikan
wajahnya.
"Bukti dari mana??" tanyanya.
"Tawan si setan pengecut atau Hong Mong Ling"
"Ehmm . . .jika berhasil menawan mereka berdua hal itu sangat
tepat sekali" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tapi kini mereka
bersembunyi dimana?"
"Menurut omongan Nona Wi kepandaian silat dari setan pengecut
itu amat tinggi sekali" ujar Ti Then dengan wajah serius. "Untuk
menawan dia bukanlah suatu urusan yang gampang. Tapi seluruh
pendekar pedang merah dari Benteng kita kini masih berkeliaran
diluaran, jika mereka bisa bertemu dengan Hong Mong Ling
mungkin bisa berhasil tawan dia pulang"
"Jadi maksud Ti Kiauw tauw tidak menyetujui lohu untuk panggil
semua pendekar pedang merah pulang?.."
"Benar" sahut Ti Then- "Kita bisa mengganti dengan satu
perintah seratus pedang yang lain, perintahkan mereka untuk
menyelidiki jejak dari Hong Mong Ling"
"Tapi dengan begitu jika orang-orang Anying Langit Rase Bumi
datang menyerbu secara besar-besaran, dengan kekuatan kita
beberapa orang mungkin tidak sanggup untuk menahan serangan
mereka" bantah Wi Ci To.
"Tujuan dari orang-orang Anying Langit Rase Bumi hanya kitab
pusaka Ie Cin Keng serta diri boanpwe, sampai waktunya asalkan
Pocu tidak ikut campur aku kira mereka tidak akan berani menyalahi
orang-orang Benteng Pak Kiam Po"
"Tapi. ." bantah Wi Ci To lagi, "dengan kekuatan kau seorang
mana mungkin melawan mereka suami istri???"
"Boanpwe percaya masih sanggup untuk melawan mereka" seru
Ti Then tegas.
"Kalau begitu baiklah" sahut Wi Ci To kemudian sesudah berpikir
beberapa saat lamanya. "Nanti Lohu keluarkan perintah seratus
pedang lagi suruh mereka menawan Hong Mong Ling . . . . kau
sudah makan belum???"
"Belum" sahut Wi Lian In yang berdiri di samping dengan cepat.
"Cepat-cepat ingin pulang sampai makan siang pun belum oooh . . .
sungguh lapar sekali"
Melihat tingkah laku putrinya, Wi Ci To tersenyum. "Kalau begitu
cepat pergi dahar" ujarnya.
-0000000-
"Ayoh jalan-" ujar Wi Lian In sambil menoleh kearah Ti Then.
"Kita pergi dahar."
Dengan jalan berdampingan Ti Then serta Wi Lian In berjalan
keluar dari ruangan-
Wi Ci To yang melihat kerapatan hubungan mereka mendadak
terbayang suatu perasaan yang teramat aneh, air mukanya segera
terlintas suatu senyuman yang amat girang sekali.
"Apa ini yang dinamakan jodoh?" pikirnya di dalam hati, " Kalau
tidak bagaimana bisa muncul urusan seperti ini? Dengan perlahan
lahan, urusan ini tidak bisa cepat- cepat . ."
Dengan perlahan dia berjalan keluar ruangan dan kumpulkan
beberapa orang pendekar pedang merah yang masih tersisa di
dalam Benteng, perintah seratus pedang segera dikeluarkan dan
diumumkan setelah itu memberi peringatan yang tegas kepada
pendekar pendekar pedang hitam serta putih untuk siap berjaga-
jaga kemungkinan pengacauan orang-orang Anying langit Rase
bumi, setelah itu barulah dia kembali ke dalam kamar bukunya.
Ti Then serta Wi Lian In sehabis dahar masing-masing kembali ke
dalam kamarnya masing-masing untuk beristirahat.
Itu pelayan tua si Locia ketika melihat dia pulang menjadi amat
girang sekali.
"Ti Kiauw tauw" serunya sambil maju memberi hormat, "Kau
sudah pulang?"
Ti Then tersenyum. "Ehmmm ..." sahutnya sambil mengangguk.
"Kau baik-baik saja bukan Lo-cia."
"Aku dengar Ti Kiauw-tauw berhasil tolong sio-cia pulang??"
tanya si Locia sambil tertawa-tawa.
"Tidak salah" sahut Ti Then tersenyum, dengan perlahan dia
duduk ke atas pembaringan-"Yang menculik nona adalah seorang
yang berkerudung, tujuan orang itu ternyata berada pada diriku
karenanya belum sampai beberapa hari aku keluar dari Benteng
sudah berhasil menemukan mereka"
Lalu diceritakannya kisah yang sudah terjadi itu sekali lagi.
"Heeei . . . Untung saja sio-cia kita belum sampai dijodohkan
dengan dia..." ujar si Lo-cia sambil menghela napas panjang. .
"Tidak kusangka Hong Mong Ling adalah seorang manusia berhati
binatang."
Ti Then hanya tersenyum tidak ambil komentar.
sekali lagi Lo-cia menghela napas panjang, beberapa saat
kemudian dengan wajah penuh senyuman dia mendekati diri Ti
Then-
"Ti Kiauw-tauw" Ujarnya dengan perlahan- . "Kali ini kau berhasil
tolong nyawa sio-cia kita, pocu kami tentu akan mengucapkan
terima kasihnya kepadamu"
"Jika bukannya setan pengecut itu hendak memaksa aku, sio-cia
belum tentu diculik pergi" ujarnya perlahan- "Bencana berasal dari
aku sendiri maka itu penghargaan dari Pocu tidak bisa aku terima"
"Maksudku bukan begitu . ." Bantah si Lo-cia ketika mendengar
Ti Then sudah salah tangkap arti perkataannya. "Menurut dugaan
budak tuamu, Pocu kami bisa jodohkan sio cia kepadamu"
Terhadap perkataan dari Lo-cia Ti Then sama sekali tidak merasa
diluar dugaan, tapi tidak urung hatinya terasa tergetar juga.
"Jangan omong sembarangan" Bentaknya segera dengan serius.
"Hal ini sungguh-sungguh" ujar Lo-cia lagi sambil tertawa
terkekeh-kekeh dengan keras: "Ti Kiauw tauw masih muda lagi
berwajah tampan, kepandaian silatnya pun amat tinggi, jika pocu
kami mau cari menantu lagi maka pilihannya tentu jatuh pada diri Ti
Kiauw tauw"
"Sudah, sudahlah" seru Ti Then sambil tertawa pahit, "Kau tidak
usah bilang lagi"
Perkataannya belum selesai mendadak Wi Lian In sudah muncul
di depan pintu kamar.
"Urusan apa yang tidak usah bilang lagi?" sambungnya sambil
tertawa.
"Tidak apa-apa . . tidak ada apa-apa . ." seru Ti Then dengan
gugup, cepat-cepat dia bangkit berdiri untuk menyambut
kedatangan nona itu.
Melihat air muka Ti Then yang amat rikuh serta malu Wi Lian In
jadi semakin heran, dia menoleh kearah Lo cia sambil tanyanya: "Lo
cia kalian sedang bicarakan soal apa??"
"Ti . . . tidak apa apa hi hi hi . ." Ujar Lo cia sambil goyangkan
tangannya berulang kali.
" Cepat bilang. ." bentak Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya
ke atas tanah matanya melotot keluar menunjukkan perasaan
marahnya, "Jika tidak mau bilang awas aku kasih hukuman
mengambil air seratus pikul"
"Aduh" seru Lo-cia sambil leletkan lidahnya. "Ambil air seratus
pikul??? am pun . ."
"Seharusnya kau tahu sifatku ini" teriak Wia Lian In sambil
bertolak pinggang "Aku bilang satu yah satu."
"Sio cia" seru Lo cia sesudah menelan ludah. "Kau paksa
budakmu harus bilang, budakmu tidak berani membantah hanya
saja sesudah aku bilang sio cia janganlah marah"
Wi Lian In tersenyum.
"Tentu aku tidak marah, cepat katakan" ujarnya.
si Lo cia melirik sekejap kearah Ti Then, sesudah berbatuk batuk
barulah ujarnya sambil tertawa:
"Tadi budakmu sedang bergurau dengan Ti Kiauw tauw,
budakmu bilang sesudah dia berhasil menolong nyawa sio-cia, tentu
pocu bisa membalas budi ini sebaik-baiknya . ."
"Seharusnya memang begitu" seru Wi Lian In sambil mencibirkan
bibirnya. "Memang tidak salah"
"Lalu bilang apa lagi?" tanya Wi Lian In kurang sabaran.
" Kemudian- . Eh mm . . kemudian- ." jawab Lo-cia dengan
terputus-putus: "Budakmu bilang pocu .... mungkin bisa . . bisa
menjodohkan . . . menjodohkan sio cia . . kepada . . kepadanya. ."
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam
saking malunya.
"Bagus" Bentaknya sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah,
"Kau berani omong sembarangan, aku . . aku . ."
Sambil berkata dia meloncat masuk ke dalam kamar dan
memperlihatkan gaya mau memukul. Dengan cepat Lo-cia
bungkukkan badannya dan lari keluar dengan cepat.
"Aduh . . . am pun . . am pun- ." teriaknya dengan keras. "Aku
sudah bilang sungguh-sungguh, kenapa kini mau dipukul?"
" Cepat pergi menyapu bersih halaman luar, kalau tidak aku tidak
akan am puni kau" Bentak Wi Lian In lagi dengan merdunya. si Lo
cia segera menyahut dan mengundurkan diri dari kamar.
Sesudah itu barulah Wi Lian In menoleh kearah Ti Then, dengan
wajah yang sudah berubah merah dadu ujarnya sambil tersenyum
malu. "Budak tua itu sungguh . . . sungguh keterlaluan- kau bilang
betul tidak?"
"Benar, sedikit
mengangguk.
pun
tidak
salah"
sahut
Ti
Then
sambii
"Kalau begitu biar aku laporkan urusan ini kepada Tia biar dia
dimaki habis-habisan-" ujar Wi Lian In dengan manyanya.
"Baik. ."
Wi Lian In menjadi melengak:
"Tapi. ." ujarnya sambil tertawa paksa, "Mengingat usianya yang
sudah lanjut dan selamanya belum pernah melakukan pekerjaan
yang salah biar kita am puni satu kali ini, kau bilang bagaimana?"
"Bagus sekali. ."
Melihat sikapnya yang seperti kehilangan semangat tak tertahan
lagi Wi Lian In tertawa geli.
"Kau kenapa?" tanyanya.
"Tidak apa-apa" seru Ti Then sambil tertawa paksa.
Wi Lian In menoleh untuk melihat sekejap keadaan sekelilingnya
setelah itu baru menggape sambil ujarnya dengan suara yang lirih:
"Kau kemarilah, aku ada perkataan yang mau kutanyakan-.."
"Urusan apa??" Tanya Ti Then sambil maju dua langkah ke
depan-
"Kau majulah lagi."
Ti Then maju lagi satu langkah, tanyanya sambil tertawa:
"Urusan apa ?"
"Kau kemari lebih dekat lagi" seru Wi Lian In sambil tersenyum
malu.
Terpaksa Ti Then maju lagi satu langkah ke depan, kini dia sudah
berdiri saling berhadapan dengan dia dalam jarak tidak lebih dari
satu depan, terasa napasnya yang berbau harum menusuk hidung
membuat kepalanya terasa pening.
"Sebetulnya urusan apa?" Tanyanya sambil tertawa malu.
sebelum bicara wajah Wi Lian In sudah berubah menjadi merah
padam, mulutnya komat-kamit mau mengucapkan sesuatu tapi tidak
jadi matanya melirik ke wajah Ti Then kemudian ujarnya sambil
tertawa malu.
"Aku tidak mau bilang" Selesai berkata dia putar tubuh dan lari
keluar.
Ti Then hanya bisa tertawa pahit ketika melihat sikapnya itu,
segera dia mengundurkan diri ke atas pembaringan dan
merebahkan diri untuk beristirahat.
Kini dia berpikir: "Akhirnya aku berhasil menolong Wi Lian In
kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po, tapi sekarang juga harus
melaksanakan tugas yang diberikan oleh majikan patung emas.
Heei,jika . . .jika aku tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali,
saat itu . . sungguh bagus sekali"
"Tidak. tidak boleh punya pikiran begitu, jika aku tidak menolong
Wi Lian In dia tentu akan diperkosa kemudian dibunuh mati oleh
Hong Mong Ling. Lebih baik dia diperkosa kemudian dibunuh mati
oleh Hong Mong Ling atau dijodohkan kepadaku saja?"
"Sewaktu dia sudah jadi istriku, apa itu perintah kedua dari
majikan patung emas??"
Mungkinkah perintah kedua dari majikan patung emas ini jauh
lebih hebat dan jauh lebih kejam bagi Wi Lian In dari pada
diperkosa kemudian dibunuh oleh Hong Mong Ling? .
"Hei, kau sudah tidur belum?"
Mendadak Wi Lian In mendorong pintu kamar dan berjalan
masuk.
Ti Then segera bangkit berdiri.
"Belum." sahutnya gugup. "Aku sedang berpikir . . ."
"Pikir apa??" Tanya Wi Lian sambil tertawa.
"Aku sedang pikir perkataan apa yang akan kau katakan tadi
kemudian tidak jadi kau ucapkan itu"
Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam. "Kau
tidak tahu?" tanyanya sambil tertawa malu.
"Belum. ."
"Kalau begitu yah sudahlah" sahutnya sambil mencibirkan
bibirnya yang kecil mungil itu.
"Apa kau pasti mau bertanya?"
"Tidak"
xx
Bagian 20
Ti Then menjadi bingung dibuatnya, sahutnya kemudian sambil
garuk-garukan kepalanya: " Kalau begitu kau mengharapkan aku
bisa menebaknya???"
"Kepalamu adalah kepala dari batu" ujar Wi Lian In sambil
tertawa, "Aku tahu selamanya kau tidak akan bisa mengetahui."
"Maaf, otakku kadang kala memang agak tidak normal . . . ."
"Persis seperti seekor itik goblok" sambung Wi Lian In cepat.
"Benar. . benar . ."
"Sudahlah, aku tidak mau guyon terus sama kau" Ujar Wi Lian In
tiba-tiba: "Aku mau beritahukan suatu urusan kepadamu, Hu pocu
baru saja kembali."
Dalam hati Ti Then menjadi tergerak: "Ooooh ..... serunya cepat.
"Begitu tepatnya. ."
"Aku juga merasa kali ini dia pulangnya begitu bertepatan
waktunya" seru Wi Lian In sambil memperendah suaranya. " Karena
itu aku kemari untuk mengajak kau pikirkan urusan ini."
"Pikirkan apanya?" tanya Ti Then sambil pandang wajahnya.
"Waktu itu ketika masih berada di atas gunung Fan cin san kau
pernah bilang si setan pengecut itu kemungkinan sekali adalah
orang dari Benteng Pek Kiam Po kita. ."
"Benar" sahut Ti Then dengan wajah serius. "Hanya hal itu
merupakan dugaanku saja, tapi jika bilang yang sesungguhnya
orang itu tidak mungkin adalah Hu Pocu kita, karena ketika kau
diculik pergi waktu itu dia masih bermain catur dengan aku di dalam
ruangan."
"Tapi ketika aku diculik aku berada di dalam keadaan tidak sadar"
Bantah Wi Lian In dengan cepat. " Kemungkinan sekali orang yang
menculik pergi aku malam itu adalah Hong Mong Ling bukan si
setan pengecut itu."
Ti Then mengerutkan keningnya rapat-rapat.
"Kau tidak seharusnya mencurigai Hu Pocu" ujar Ti Then dengan
nada memberi nasehat. "Dia adalah sute dari ayahmu, dia tidak
punya alasan untuk bersekongkol dengan Hong Mong Ling"
"Sebetulnya aku juga tidak berani menaruh curiga kepadanya"
Bantah Wi Lian In dengan perlahan- "Tapi ketika dia pulang di atas
kepalanya memakai sebuah kain pengikat kepala, selamanya dia
tidak pernah memakai kain pengikat kepala kenapa kali ini bisa
begitu kebetulan dan memakai kain itu?"
Teringat ketika malam itu kepala dari setan Pengecut memang
berhasil ditabas sebagian olehnya membuat pendirian Ti Then saat
ini menjadi goyah.
"Tapi . . ." ujarnya kemudian sesudah termenung sebentar. "Kau
pun tidak bisa mendasarkan hal ini saja lalu menuduh dialah setan
pengecut itu."
"Lalu jika di atas kepalanya ada bekas luka?" tanya Wi Lian In
sedang sinar matanya dengan tajam memandang wajah Ti Then.
Ti Then menganggukan kepalanya perlahan:
"Jika di atas kepalanya ada bekas luka, sudah tentu bisa
membuktikan kalau dialah setan pengecut itu" sahutnya.
"Kini dia sedang berbicara dengan ayah di dalam kamar buku,
bagaimana kalau kita pergi membuktikan?"
"Baik, tapi harus menggunakan sedikit kepandaian.Janganlah
sekali-kali berbuat gegabah"
Demikianlah akhirnya kedua orang itu berjalan keluar dari kamar
dan berjalan menuju kekamar bukunya Wi Ci To.
sesampainya diluar kamar terlihatlah Wi Ci To serta Hu Pocu
Huang Puh Kian Pek sedang berjalan keluar dari dalam kamar.
Dengan cepat Ti Then bertindak maju untuk memberi hormat.
"Ooh . . . Hu Pocu sudah kembali"
"Benar" sahutnya sambil tertawa, dari air mukanya jelas
memperlihatkan perasaan girangnya. "Lohu sudah cari selama
puluhan hari lamanya sedikit pun tidak memperoleh berita
sebetulnya mau pulang untuk cari- cari berita, tidak tahunya Ti
Kiauw tauw sudah berhasil menolong Wi Lian In kembali, sungguh
menggembirakan- sungguh menggembirakan"
Ternyata tidak salah di atas kepalanya di ikat dengan sekerat
kain persegi empat. Ujar Ti Then kemudian.
"Mengenai boanpwe berhasil menolong nona Wi kembali
tentunya Hu Pocu sudah mendapat tahu dari Pocu sendiri bukan?"
"Benar" sahut Huang Puh Kian Pek sambil mengangguk. "Pocu
serta lohu sedang siap mencari kau."
"Ha ha ha ha . . ." seru Wi Ci To mendadak sambil tertawa, "kita
bicara di dalam ruangan saja."
Tua muda empat orang masuk ke dalam ruangan dalam dan
duduk. sekali lagi Huang Puh Kian pek menanyakan peristiwa yang
sudah terjadi. setelah mendengar kisah dari Ti Then ini dengan
perasaan amat serius ujarnya:
"Heei .... satu gelombang belum reda gelombang yang lain sudah
mendatangi, kini hwesio dari Siauw lim si serta Anying Langit Rase
Bumi mungkin sudah mulai bergerak . ."
"Mungkin juga berpuluh puluh jago dari kalangan hitam akan ikut
datang juga" tambah Ti Then .
"Kalau begitu" ujar Huang Puh Kian Pek dengan nada yang amat
serius.
"Kita harus cepat-cepat persiapkan diri, hwesio-hwesio dari siauw
lim pay mungkin masih mau mendengarkan nasehat dari pocu tetapi
dari pihak Anying Langit Rase Bumi bukanlah manusia yang bisa
diajak berunding."
"Heei . . ." ujar Ti Then kemudian sambil menghela napas
panjang. "Boanpwe merasa sangat menyesal sekali sudah
memancing berbagai macam urusan ke dalam Benteng ini.
"Ti Kiauw-tauw jangan bicara begitu" ujar Huang puh Kian Pek
sambil tertawa.. "Ini bukanlah kesalahanmu, yang patut dibunuh
seharusnya Hong Mong Ling, bangsat cilik itu tidak berbudi seorang
laknat yang harus dibunuh, seharusnya kita pergi tangkap dia,
kemudian dijatuhi hukuman mati."
"Paman Huang puh" timbrung wi Lian In secara tiba-tiba:
"selamanya kau orang tua tidak pernah pakai ikat kepala, kenapa ini
hari secara tiba-tiba memakainya??"
Huang puh Kian Pek mengusap usap kain pengikat kepalanya
dengan perlahan.
"Orang bila melakukan perjalanan jauh lebih baik menggunakan
kain pengikat kepala untuk menahan serangan angin dan pasir"
ujarnya sambil tertawa paksa.
"Beli ditempat mana ???"
"Kota Hoa Yang."
"Sungguh indah sekali" seru Wi Lian In sembari berjalan
mendekati samping tubuhnya, dia tersenyum " Bolehkah
keponakanmu melihat sebentar ?"
"Bukan dengan begitu sudah jelas??" ujarnya sambil tertawa.
"Tidak" sahut Wi Lian In sembari mengulur tangannya untuk
melepas kain pengikat kepalanya itu. "Keponakanmu mau melihat
lebih teliti lagi, pada kemudian hari aku pun akan buatkan Tia
sebuah."
Dengan perlahan Huang puh Kian pek mendorong tubuhnya ke
samping.
"Jangan bergurau ...." ujarnya sambil tertawa terbahak bahak
"Tiamu tidak akan mau menggunakan kain pengikat kepala ini."
"Jika keponakanmu sendiri yang menyahit, Tia tentu suka untuk
menggunakannya, paman yang baik biar aku pinyam sebentar."
Melihat kelakuan putrinya ini Wi Ci To segera melerai, ujarnya
sambil tertawa. "In-ji sejak kapan kau belajar menyahit?..."
-0000000-
"Tia kau jangan memandang rendah putrimu" seru Wi Lian In
dengan manyany a. "Hanya membuat sebuah kain pengikat kepala
saja apanya yang sukar?"
"Lohu selamanya tidak pernah lihat kau menggerakkan jarum,
heee . . . heee . . . sudah, sudahlah, Cepat kau duduk yang tenang,
jangan bergurau lagi. Kita harus merundingkan urusan yang lebih
penting"
Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia balik
ketempat duduknya semula, secara diam-diam dia kirim suatu tanda
apa boleh buat kepada diri Ti Then.
Ti Then pura-pura tidak melihatnya, tanyanya kepada Wi Ci To:
"Sebelum peristiwa ini apakah Pocu berdua pernah menaruh
ganyalan dengan orang-orang dari Anying langit Rase bumi?"
"Belum pernah" seru Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Tapi
menurut data-data yang pernah kita terima, kepandaian silat dari
Anying langit Rase bumi memang sangat lihay sekali"
"Bagaimana jika dibandingkan kepandaian dari Majikan ular
Kakek kura-kura?" Tanya Ti Then lagi.
"Jika majikan ular serta Kakek kura-kura harus bertempur
melawan Anying langit rase bumi paling banyak hanya bisa
menerima seratus jurus saja."
"Tidak perduli melawan berapa banyak orang apa mereka suami
istri selamanya turun tangan bersama-sama??"
"Benar" sahut Wi ci To sambil mengangguk.
Pada wajah Ti Then segera terlintaslah suatu perasaan yang
amat girang.
"Jika begitu" ujarnya "Dengan kekuatan boanpwe seorang
mungkin belum sanggup untuk memperoleh kemenangan-"
Wi Ci To yang melihat pada wajah Ti Then malah muncul
perasaan girang, dalam hati menjadi sangat bingung, ujarnya sambil
tertawa:
"Dengan kekuatan Ti Kiauw tauw seorang sudah tentu belum
bisa melawan Anying langit rase bumi, tapi Lohu tidak akan
membiarkan Ti Kiauw tauw seorang diri pergi melawan mereka
suami istri berdua"
"Tidak" bantah Ti Then dengan cepat "Boanpwe akan melawan
mereka suami istri sendirian"
"Apa Ti Kiauw tauw tidak pandang diri Lohu dan menganggap
Lohu tidak berani berbuat dosa kepada mereka?" tanya Wi Ci To
dengan perasaan kurang senang.
"Bukan begitu, pocu jangan salah paham"
" Kalau tidak, kenapa Ti Kiau tauw begitu ngotot hendak
melawan mereka suami istri berdua secara pribadi? Bukankah Ti
kiauw tauw tahu dengan seorang diri sukar untuk melawan dua
musuh?"
Ti Then dibuat melengak untuk beberapa saat lamanya, dia
berdiam diri untuk berpikir:
"Walau pun boanpwe tidak berhasil mendapatkan kemenangan"
ujarnya kemudian- "Tapi boanpwe percaya masih sanggup bertahan
untuk beberapa waktu lamanya"
"Itukah alasan Ti Kiauw tauw kenapa mau melawan mereka
suami istri secara pribadi"
Ti Then terdesak. terpaksa sahutnya dengan sembarangan.
"Mereka Anying langit Rase bumi merupakan jago jago
berkepandaian tinggi yang sudah menggetarkan dunia persilatan,
sedang boanpwe hanya seorang yang masih keroco, masih cetek
pengalamannya tentang Bu lim, jika mereka tak bisa kalahkan
boanpwe secepatmya sama saja sudah mengorek selapis kulit muka
mereka.".
"Tidakperduli bagaimana pun juga" potong Wi Ci To dengan
tegas "Lohu tidak akan membiarkan kau pergi melawan mereka
berdua secara sendirian kau tidak usah bicara lagi."
Ti Then tersenyum. "Inilah kesempatan boanpwe untuk mencari
nama." ujarnya "Harap pocu mau meluluskan." Wi Ci To menjadi
melengak.
"Kau ... kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari
nama?"
"Benar" sahut Ti Then sembari mengangguk "Boanpwe tidak
berani bilang pasti bisa mengalahkan Anying langit Rase bumi, juga
tidak berani mengharapkan bisa bertanding seimbang dengan
mereka tapi bisa bertahan ratusan jurus tanpa bisa dikalahkan
mungkin sudah cukup mengangkat nama boanpwe."
Wi Ci To menggelengkan kepalanya.
" Untuk melawan mereka suami isteri berdua lohu sendiri pun
juga bisa bertahan delapan sembilan puluh jurus saja." ujarnya
sambil menghela napas.
Agaknya dia masih belum tahu kalau kepandaian silat dari Ti
Then sudah mencapai pada taraf nomor tiga di dalam dunia, dia
mengira kepandaian silat dari Ti Then walau pun lebih tinggi tak
mungkin bisa melampauinya karena ambil kata-kata ini sebagai
peringatan dia ingin membuat Ti Then sadar kalau dia seorang diri
tidak mungkin bisa bertahan seratus jurus saja di dalam melawan
Anying langit Rase bumi.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 1 komentar... read them below or add one }
20151005 junda
Louis Vuitton Bags Outlet Store
Coach Factory Outlet Stores 70% off
Real Louis Vuitton Bags
tory burch outlet
Authentic Louis Vuitton Belts Outlet Store
cheap louis vuitton
canada goose outlet
louis vuitton outlet
Authentic Louis Vuitton Handbags Cheap Online
Oakley Vault Outlet Store Online
true religion outlet
Michael Kors Outlet Online No Tax
abercrombie
ralph lauren
Louis Vuitton Bags On Sale
michael kors handbags
Louis Vuitton Handbags Official Site
fitflops
michael kors handbag
coach factory outlet online
Air Jordan 4 Toro Bravo
Louis Vuitton Handbags Factory Store
Hollister uk
Michael Kors Outlet Online Mall
Coach Factory Outlet Private Sale
Michael Kors Online Outlet Shop
nfl jerseys
New Louis Vuitton Handbags Outlet
air max 90
Christian Louis Vuitton Red Bottoms
Posting Komentar