Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

“Benar. saudara2 pada memberi selamat kepadaku dengan arak

membuat boanpwee merasa rada tidak kuat.”

“Ada perkataan yang hendak kau sampaikan?”

Dalam hati diam2 Ti Then menghela napas sedih, pikirnya;

“Tidak. tidak , , . . . Majikan patung emas benar2 mempunyai

kekuatan untuk membinasakan mereka ayah beranak, aku tidak

boleh mencari keselamatan buat diriku sendiri sebaliknya

mencelakai diri mereka berdua”

Pikiran ini dengan cepat berkelebat didalam benaknya dia lantas

menjawab dengan cepat:

“Boanpwee ada satu urusan yang hendak minta bantuan dari

Gak-hu Thay jien”

“Urusan apa ?” Tanya Wie Ci To keheranan.

“Suhu dari boanpwee Bu Beng Loojien walaupun jejaknya tidak

jelas tetapi boanpwee rasa adalah suatu keharusan bagiku untuk

berusaha mencari dapat dia orang tua dan memberi kabar

kepadanya akan berita baik ini”

“Baik . . baik . . bilamapa bukannya kau yang mengingatkan

Loohu sendiripun akan melakukan akan hal ini, cuma dunia

demikian luas entah harus kemana kita pergi untuk menemukan dia

orang tua dan menyampaikan kabar ini ?”

“Perkataan Gak-hu sedikitpun tidak salah, untuk menemukan dia

orang tua memang bukanlah satu pekerjaan yang gampang,

sekalipun misalnya berhasil juga kita menemukan dirinya, mau

datang atau tidak masih merupakan satu persoalan, boanpwee

cuma ingin menunjukkan sedikit rasa baktiku saja sebagai

muridnya.”

“Lalu Hian-say (menantu) bermaksud untuk berbuat apa ?” tanya

Wie Ci To kemudian.

“Tempo hari setelah suhu menerima boanpwee sebagai muridnya

pernah membawa aku berpesiar ke gunung Lok san, terhadap

pemandangan disekitar tempat itu dia sangat tertarik, dia pernah

bilang lain kali mau mendirikan sebuah rumah didekat tempat itu

maka itulah ada kemungkinan di tempat tersebut kita bisa

menemukan dia orang tua"

“Jarak dari sini ke gunung Lok San sangat jauh sekali sedangkan

hari perkawinanmu dengan In-Jie pun sudah dekat, apalagi masih

ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, bilamana kau

bermaksud untuk pergi mencari sendiri loohu rasa ....”

"Boanpwee tidak bermaksud untuk pergi mencari sendiri " ujar Ti

Then dengan gugup.

"Kalau tidak apakah Hian-Say bermaksud minta loohu kirimkan

seseorang untuk mewakili dirimu pergi mencari ?"

"Benar, tetapi tidak usah khusus kirim seseorang, asalkan Gak-hu

ada teman yang tinggal disekitar gunung Lok San maka sewaktu

membagi undangan sekalian suruh saudara itu pergi keatas gunung

untuk mencari-cari atau meninggalkan tulisan diatas puncak,

dengan berbuat demikian entah berhasil menemukan dia orang tua

atau tidak hati boanpwee pun sudah rada lega".

"Baiklah, kalau memangnya begitu kau pergilah kekamar Pek Tha

yang lagi menulis undangan, katakan kepadanya sewaktu mengirim

undangan buat "Auh in Suseng" Han Tiong Thian di gunuog Lok San

sekalian perintah saudara yang menyampaikan undangan itu untuk

pergi keatas puncak gunung mencari cari jejak dari Suhumu " kata

Wie Ci To kemudian.

Ti Then segera bungkukkan badannya menjura.

"Baiklah, terima kasih atas perhatian dari Gak-hu" Sahutnya.

Selesai berkata dia segera mengundurkan dirinya dari dalam

kamar baca itu.

Sewaktu memasuki kamar baca tadi dia sebetulnya ber-siap2

untuk membuka rahasia dimana dia menerima perintah dari majikan

patung emas untuk melaksanakan segala sesuatunya. Tetapi setelah

mtndapatkan peringatan dari majikan patung emas yang mendadak

itu mcmbuat keberanian yang sudah muncul dihatinya seketika itu

juga hancur lumur kembali.

“Dia tahu demi suksesnya tujuan yang diharapkan majikan

patung emas sudah membuang banyak waktu dan tenaga, bilamana

dirinya bermaksud hendak merusak rencananya yang sudah hampir

mencapai keberhasilan itu didalam keadaan gusar ada kemungkinan

dia dapat melaksanakan ancamannya itu.

Karena itulah demi untuk melindungi keselamatan dari Wie Ci To

berdua terpaksa dia melenyapkan kembali maksud hatinya dan

sengaja mengarangkan satu alasan hendak mencari suhunya untuk

menutupi maksud yang sebetulnya.

Tetapi pada saat ini hatinya benar-benar merasa sangat

menderita karena undangan saat ini mau dibagikan.

Bilamana dia tidak membuka rahasia ini pada waktu sekarang

maka begitu undangan tersebut dibagikan maka keadaan sudah

terlambat.

Dengan hati murung dia berjalan menuju ke kamarnya Shia Pek

Tha, tampaklah pada saat itu Shia Pek Tha lagi menulis undangan

dengan repotnya.

Sambil tertawa dia lantas maju kedepan menghampiri dirinya.

“Pek Tha heng,” Tegurnya. “Buat apa kau begitu terburu-buru.”

“Ti Ktauw-tauw apa tidak merasa terburu-buru?” goda Shia Pek

Tha sambil tertawa.

“Siauwte sedikitpun tidak merasa ter-buru2 !”

“Haaa . . haaa . . . bilamana perkataanmu ini sampai didengar

oleh nona- dia pasti tidak akan mengampuni dirimu.” Seru Shia Pek

Tha sambil tertawa ter-bahak2.

Ti Then pun tertawa, dia segera mengambil selembar undangan

dan dilihatnya sekejap.

“Sebenarnya kita mau mengundang beberapa orang sahabat?”

tanyanya.

"Kawan karib dari Benteng kami seluruhnya ada tiga ratus orang,

ditambah dengan kawan2 karib Ti Kiauw-tauw aku rasa kali ini tentu

akan ramai sekali.”

"Walaupun Siauw-te juga ada beberapa orang kawan karib tetapi

jejak mereka tidak menentu, sulit untuk mencari mereka itu " kata

Ti Then perlahan.

"Apa Ti Kiauw-tauw tidak bermaksud untuk mengundang mereka

ikut minum arak kegiraaganmu ?” tanya Shia Pek Tha keheranan.

"Benar, cuma ada seorang yang harus diundang, cuma saja aku

takut orang ini pun sulit untuk ditemukan .... diantara nama2 yang

diundang apakah Pek Tha-heng mengikut sertakan juga "Auh Ih

Suseng" Han Tiong Thian yang tinggal digununc Lok San !"

Shia Pek Tha segera memeriksa sebentar daftar yang ada dimeja,

setelah itu dia baru mengangguk.

"Ada, orang ini juga merupakan sahabat dari Benteng kami,

apakah Ti Kiauw tauw mempunyai hubungan persababataa dengan

orang ini ?"

"Yang hendak Siauw-te undang bukan dia melainkan suhuku Bu

Beng Loojien dia orang tua ada kemungkinan sudah menetap diatas

puncak gunung Lok San. baru saja Siauw-te melaporkan hal ini

kepada Poocu. Sekarang Siauw-te sangat mengharapkan agar Pek

Tha-heng suka memberi tugas kepada saudara yang mengantarkan

undangan bagi Auh In Suseng Han Tiong Thian ini untuk sekalian

menaiki puncak Lok san mencari tahu jejak dan suhuku, bilamana

tidak menemukan dia disana maka tolong disuruh dia meninggalkan

pesan di atas puncak itu katakan saja tanggal serta hari dimana

siauw-te serta nona Wie akan menikah.

Dengan berbuat demikian maka hati siauw-te baru bisa merasa

rada lega.”

“Baiklah” sahut Shia Pek Tha dengan girang. “Undangan besok

akan mulai dibagi, nanti biarlah aku suruh seorang saudara pergi

menghadapi Ti Kiauw tauw, waktu itu Ti Kiauw tauw bisa berikan

sedikit keterangan tentang bentuk wajah serta perawakan badan

suhumu kepadanya, dengan demikian dia baru bisa mengenali

suhumu itu”

“Baiklah, kali ini harus membuat

merepotkan banyak saudara bukan ?”

undangan

tentu

bakal

“Tidak seberapa banyak, cukup kirim dua puluh orang saja.”

“Betul,” Seru Ti Then setuju. “Menurut apa yang aku dengar

para jago pedaog merah yang mau keluar Benteng atau kembali

kedalam benteng tentu mencatatkan tanggal terlebih dahulu di

tempat Pek Tha-heng sini, apakah sungguh-sungguh ada urusan

lain ?”

“Ada, Waktu keluar benteng serta tempat yang hendak dituju

semuanya dicatat jelas-jelas agar dikemudian hari bilamana ada

urusan bisa menemukannya kembaii dengan gampang.”

“Buku catatan tersebut entah dapatkah siauw-te melihatnya

sebentar ?”

“Sudah tentu boleh.” Jawab Shia Pek Tha tertawa. “Kini Ti Kiauw

tauw sudah menjadi menantu dari Poocu kami, kenapa kau malah

berlaku begitu sungkan2 ?”

“Sehabis berkata dia segera membuka lacinya dan mengambil

keluar sejilid buku yang tebal kemudian diangsurkan kepada diri Ti

Then.

Ti Then lantas menyambut buku itu dan mencari sebuah kursi

didalam kamar untuk mulai membuka setiap lembar dengao teliti.

Apa yang sedang dicari dari kitab tersebut ?

Kiranya secara mendadak dia teringat kembali akan diri pemuda

berkerudung yang mendapat perintah dari majikan patung emas

untuk mengawasi gerak geriknya itu, dia memastikan kalau pemuda

berkeruduug itu pastilah salah satu dari pendekar pedang merah

dari Benteng Pek Kiam Poo karena itu dia bermaksud untuk mencari

tahu dirinya.

Dengan mengikuti tanggai dimana dirinya meninggalkan Benteng

menuju ke gunung Cun san untuk mencari Cu Kiam Loojien akhirnya

dia berhasil menemukan kalau semuanya ada tiga orang pendekar

pedang merah yang ber-sama2 dengan dirinya meninggalkan

Benteng.

Ketiga orang itu adalah Thio Yen Hoat, Fang Loo Tek serta Ie Si

Kuang.

Sekalipun sejak memasuki Benteng sampai sekarang cuma ada

tujuh delapan bulan saja tetapi terhadap setiap pendekar pedang

merah yang ada didalam Benteng dia tidak dapat meng-ingat2nya

satu persatu.

"Pek Tha-heng!" ujarnya kemudian sambi1 dongakkan kepalanya.

"Diantara pendekar pedang merah yang ada didalam Benteng kita

ada siapa yang usianya paling muda ?”

Shia Pek Tha menghentikan menulisnya dan berpikir sebentar,

beberapa saat kemudian dia baru menjawab :

"Usianya yang paling muda adalah Yuen Cia Nian, tahun ini dia

baru berusia dua puluh empat tahun",

"Yang keiua ?".

Yang kcdua adalah Pang Loo Tek, tahun ini dia berusia dua puluh

enam tahun, kecuali dua orang ini lainnya sudah berusia diantara

tiga puluh tahun keatas. Ti Kiauw-tauw buat apa kau menanyakan

persoalan ini ?".

“Aaah . . . , tidak mengapa. apakah saat ini Yuen Cia Nan serta

Pang Loo Tek ada didalam benteng?".

"Tidak ada, mereka lagi kembali ke rumah untuk menjenguk

orang tuanya tetapi beberapa hari kemudian ada kemungkinan

mereka akan kembali lagi kedalam Benteng".

"Mereka masuk ke dalam Benteng sudah ada berapa tahun

lamanya ?” tanya Ti Then lagi.

"Yuen Cia Nian masuk kedalam Benteng sewaktu berusia dua

belas tahun. Poo cu yang melihat tulang serta bakatnya amat bagus

bahkan memiliki kecerdikan yang luar biasa maka sengaja

mendatangi orang tua mereka untuk mengangkat dia orang jadi

murid. Sedangkan Pang Loo Tek masuk kedalam Benteng sewaktu

berusia lima belas tahun, dia masuk dengan perantara orang lain".

"Siapakah perantaranya?" Tanya Ti Then mendesak.

"Cui Toojien dari gunung Cing Shia!".

Ti Then segera merasakan dugaannya tidak mungkin bisa terjadi,

majikan patung emas tidak mungkin menyelundupkan orang2nya

sejak sebelas, dua belas tahun yang lalu karenanya dia lantas Yuen

serta Pang dua orang bukanlah orang yang patut dicurigai.

Dia segera bangkit berdiri dan mengembalikan kitab tersebut

kepada diri Shia Pek Tha.

“Tidak mengganggu lebih lama lagi, siauw-te mau kembali

kekamar untuk beristirahat nanti...”

Baru saja berbicara sampai disini tampaklah seorang pendekar

pedang merah yang berjulukkan sebagai Liong Cau Kiam Khek atau

si jagoan pedaog cakar naga Sun Thian Jiu berjalan masuk kedalam

kamar.

“Aaaah ... sungguh kebetulan sekali..” Seru Shia Pek Tha dengan

cepat, “Ti Kiauw tauw harap tunggu sebentar, cayhe memang ada

bermaksud untuk meminta bantuan dari Thian Jiu heng untuk pergi

satu kali ke gunung Lok San, kini Ti Kiauw tauw boleh menjelaskan

bagaimana bentuk wajah serta perawakan badan dari suhumu

kepada Ihian Jiu heng sehingga dia bisa sedikit memahami.”

“Eeeei ada urusan apa ?” tanya si jago pedang cakar naga ini

melengak.

Shia Pek Tha segera menceritakan maksud Ti-Then untuk

mencari dapat suhunya Bu Beng Loojien untuk ikut merayakan

perkawinannya ini, akhirnya dia menambahkan :

“Ti Kiauw tauw merasa ada kemungkinan suhunya tinggal

disekitar puncak gunung Lok san. maka itu cayhe punya maksud

untuk meminta bantuan Thian Jiu heng, agar bsrtanggung jawab

didaiam penyebaran undangan kawan2 yang ada di sekitar daerah

Kan Cing, dan sekalian harap Thian Jiu heng suka pergi ke puncak

gunung Lok san untuk mencari jejak dari Bu Beng Loojien.”

“Baik, akan cayhe lakukan dengan senang hati” sahut Sun Thian

Jiu dengan hati girang.

“Bilamana tidak menemukan dia orang tua maka harap Thian Jiu-

heng suka meninggalkan beberapa patah tulisan di suatu tempat

yang mencolok di atas puncak gunung Lok San itu, tulis saja kalau

siauw-te mengundang dia orang tua untuk dating ke Benteng Pek

Kiam Poo mengikuti perayaan perkawinan siauw-te..”

“Ti Kiauwtauw, bagaimanakah bentuk wajah dari suhumu?”

Ti Then segera menerangkan bagaimanakah bentuk wajah dari

suhunya Bu Beng Loojien, setelah itu dia baru meninggalkan kamar

dari Shia Pek Tha.

Baru saja berjalan keluar dari dalam kamar itu mendadak

tampaklah pelayan dari Wie Lian In, itu si budak Cun Lan sudah

berjalan mendatang.

“Cun Lan, ada urusan apa?” tanyanya kemudian sambil

menghentikan langkahnya.

“Siocia mengundang Ti Kiauwtauw untuk bertemu muka di dalam

kebun, katanya ada urusan yang hendak dirundingkan dengan diri

Ti Kiauw-tauw" jawab Cun Lan sambil memberi hormat.

"Kenapa tidak melihat dia munculkan dirinya?" tanya Ti Then lagi

sambil tertawa.

Cun Lan segera menutup mulutnya menahan rasa geli di hatinya.

"Nona kami takut malu, dia tidak berani keluar sendiri..”

Ti Then segera tersenyum dan melanjutkan langkahnya menuju

kearah kebun.

xxxxx

Didalam sekejap saja sebulan sudah lewat dengan cepatnya,

jarak dengan waktu perkawinan Ti Then pun tinggal dua puluh hari

lagi.

Pagi itu sewaktu Wie Ci To serta Ti Then sedang ada ditengah

lapangan latihan silat memberi petunjuk para pendekar pedang

hitam dan putih berlatih silat, mendadak terlihatlah seorang

pendekar pedang hitam lari masuk dengan tergesa2 lalu memberi

hormat didepan Wie Ci To.

"Lapor Poocu, Ciangbunjien dari Siauw lim pay. Bu tong pay,

Kun-lun pay serra Tiang Pek pay datang menyambangi!”

Mendengar laporan tersebut air muka Wie Ci To segera

terlintaslah satu perasaan keheranan.

"Iih . . . bagaimana mungkin mereka dapat datang dengan begitu

cepat ?".

“Benar, para pendekar pedang yang dikirim untuk menyebar

undangan pun belum kembali, bagaimana mungkin tetamu yang

hendak memberi selamat sudah datang dua puluh hari lebih pagi?”

Ti Tnen pun merasakan didalam urusan ini ada hal2 yang tidak

beres.

"Apakah keempat orang ciangbunjin ini datang untuk memberi

selamat ?" serunya.

Sepasang mata Wie Ci To berkedip2 lalu sambil mengulapkan

tangannya dia berseru:

"Ayoh jaian kita pergi menyambut kedatangannya !".

Mereka berdua dengan tergesa-gesa berjalan keluar dari benteng

terlihatlah Yuen Kuang taysu itu ciangbunjin dari Siauw lim pay

beserta Leng Cing Ceng jien dari Bu-tong Pay, Kiem Cong Loojien

dari Kun lun pay serta sekuntum bunga Bwee Mong Yong Sian Kauw

dari Tiang Pek pay sedang berdiri didepan pintu benteng.

Wie Ci To segers maju kedepan menyambut.

“Tidak mengetahui kunjungan dari empat orang ciangbunjin,

maaf loohu tidak menyambut dari jauh . . maaaf , maaf , ,”

Yuen Kuang Thaysu segera merangkap tangannya membalas

hormat.

“Kunjungan secara tidak sengaja, masih mengharapkan Wie

Loosicu jangan marah”

“Aaa , mana . mana, Ciangbunjin berempat silahkan masuk” ujar

Wie Ci To kembali.

Sehabis berkata dia segera miringkan badannya kesamping

mempersilahkan tetamunya untuk masuk,

Keempat orang ciangbunjin dari Siauw lim pay, Butong pay, Kun

lun pay serta Tiang Pek pay sembari tersenyum segera bersama-

sama jalan masuk kedalam benteng.

Setelah masing-masing dipersilahkan duduk di dalam ruangan

tamu, Ti Then baru maju kedepan menghunjuk hormat.

Dengan pandangan yang amat teliti Leng Cing Ceng jien

memperhatikan seluruh tubuh Ti Then dari atas kebawah, setelah

itu sambil tartawa ujarnya.

“Diakah Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Poo, si pendekar baju

hitam Ti Then, Ti Siauw sicu ?”

“Benar” sahut Wie Ci To sambil tersenyum pula.

“Tampan, cerdik, bersemangat dan gagah sekali, sungguh

merupakan orang pilihan” puji Leng Cing Ceng jien tiada hentinya,

“Apakah Ciangbunjien berempat sudah menerima undangan yang

kami bagikan? “ tanya Wie Ci To kemudian sambil tertawa.

Ciangbuojin dari Bu tong Pay, Leng Cing Ceng jien kelihatan rada

tertawa,

“Undangan apa ?” balik tanyanya.

Wie Ci To segera menuding kearah diri Ti Then.

“Aku orang She Wie sudah menjodohkan Siauw li Lian In

kepadanya, dan hendak mengawinkan mereka pada tanggal dua

puluh delapan bulan ini undangan yang aku orang She Wie kirimkan

pada sebulan yang lalu apakah ciangbunjien berempat belum

menerimanya?”

"Tidak! " Sahut Leng Cing Ceng-jien dengan terperanjat. "Pada

sebulan yang lalu Pinto sudah turun gunung, tentu undangan itu

tiba sewaktu Pinto baru saja turun gunung . . . hal ini sungguh

kebetulan sekali”

"Tidak salah!” Sambung Kiem Cong Loojien dari Kun-lun Pay

sambil tertawa. "Kedatangan kita kali ini sungguh kebetulan sekali

haaa , . . haaa . . . aku bisa mencicipi arak kegirangan itu."

"Kalau memangnya ciangbnnjien berempat tidak mengetahui

akan urusan ini maka kedatangan kalian ini hari entah ada arusan

apa? " tanya Wie Ci To kemudian,

Air muka Yuen Kuang thaysu dari Siauw-lim Pay segera berubah

serius.

"Sebelum menyelesaikan persoalan ini Pinceng dengan

memberanikan diri hendak menanyakan beberapa persoalan kepada

diri Wie Loo-sicu ". katanya.

"Ciangbunjien ada petunjuk apa?" tanya Wie Ci To sembari

memandang tajam wajahnya.

"Pada sebulan yang lalu apakah Wie Loo Sicu pernah ber-sama2

dengan Ti Siauw Sicu pergi mengunjungi perkampungan Thiat Kiam

San cung?".

"Aaaa . . . bagaimana ciangbun thaysu bisa mengetahui akan

urusan ini ?" Tanya Wie Ci To melengak.

Yuen Kuang Thaysu segera tersenyum, "Dapatkah Wie Loo sicu

memberikan jawaban atas pertanyaan dari pinceng ini ?”

Wie Ci To termenung beberapa saat, akhirnya dia mengangguk.

"Pernah!" jawabnya.

"Ada urusan apa kalian berdua pergi ke perkampungan Thiat

Kiam San Cung?" tanya Yuen Kuang Thaysu lagi.

Wie Ci To segera mengerutkan alisnya rapat2. Tetapi dengan

ramahnya dia tetap tersenyum.

“Bilamana ciangbun thaysu ada beberapa persoalan yang

mencurigakan hatimu kenapa tidak ditanyakan secara terus terang

saja?".

Wajah Yuen Kuang Thaysu berubah semakin serius lagi,

"Ada orang yang melaporkan kepada pinceng berempat dan

minta peradilan kepada kami katanya Wie Loosicu ber-sama2

dengan Nyio Sam Pak dari perkampungan Thiat Kiam San Cung

telah membunuh seseorang untuk merebut harta kekayaannya"

ujarnya setelah berdiam beberapa saat lamanya.

Wie Ci To jadi tertegun, tapi sebentar kemudian dia sudah

tertawa terbahak-bahak dengan gusarnya.

“Sungguh berarti .... sungguh berarti. tolong tanya siapakah

orang yang sudah melaporkan urusan ini kepada kalian?”

“Si pembesar kota Cuo It Sian.”

Air muka Wie Ci To seketika itu juga membeku, sepasang

matanya terbelalak besar;

“Apa ? Cuo It Sian, ?” tanyanya keras-keras.

“Tidak salah.”

“Kapan dia pernah pergi ketempat ciangbunjin berempat untuk

mengadukan persoalan ini ?” tanya Wie Ci To dengan rasa

keheranan.

“Kurang lebih pada empat bulan yang lalu mendadak dia

munculkan dirinya di kuil Siauw lim si dan menyerahkan sepucuk

surat kepada pinceng dia memesan wanti2 kepada pinceng katanya

surat itu baru boleh dibuka setelah mendengar berita tentang dia

terbunuh, didalam surat itulah dia menuliskan siapakah yang sudah

membunuh dirinya,”

Berbicara sampai disini dia segera menuding kearah Leng Cing

Ceng jien, Kiem Cong Loojin serta si sekuntum bunga Bwee Mong

Yong Sian Kauw lalu sambungnya lagi:

“Mereka bertigapun saling susul menyusul memperoleh sepucuk

suratnya, dia minta surat itu disimpan terus hingga ada kabar yang

mengatakan dia sudah mati, saat itu dia minta kami membaca isi

suratnya itu dan mengajukan tuntutan”

“Satu bulan yang lalu”, sambung Leng Cing Ceng jien kemudian,

“seorang pelayan dari Cuo It Sian datang ke kuilku, sambil menangis

dia melaporkan akan kematian majikannya diatas perkampungan

Thiat Kiam san Cung dia bilang simpanan uang dari Cuo Loosicu

yang disimpan diperbagai gudang uang sudah diambil oleh

seseorang sehingga habis dan uang itu lima puluh laksa tahil

banyaknya setelah pinto mendengar berita itu lantas membaca

suratnya itu . , ,”

Berbicara sampai disini dia segera berhenti berbicara agaknya dia

merasa tidak enak untuk meneruskan kembali kata-katanya itu.

“Apa yang ditulis diatas suratnya itu ?” tanya Wie Ci To sambil

tertawa dingin.

Dari dalam sakunya Yuen Kuang Thaysu dari Siauw lim pay

segera mengambil keluar sepucuk surat dan diangsurkan kehadapan

Wit Ci To.

“Wie Loo sicu boleh membaca sendiri.” ujarnya.

Wie Ci Tio segera menyambut surat itu dan dibukanya untuk

kemudian membaca:

"Ditujukan kepada Yuen Kuang thaysu Ciangbunjien dari Siauw-

lim pay :

Selama hidupnya loolap berkelakuan malas, satu2nya

kegemaranku cuma berpesiar ke-tempat2 yang berpemandangan

indah, selama puluhan tahun bergeluntungan di dalam Bu-lim

sekalipun tidak banyak melakukan kebajikan tetapi perbuatan jahat

belum pernah loolap lakukan barang sebuahpun, tentunya thaysu

tahu bukan akan hal ini?

Siapa tahu baru2 ini beberapa kali Pek Kiam Poocu Wie Ci To

muncul dirumah lolap secara tiba2 dan menuduh loolap pernah

melakukan kejahatan memperkosa perempuan orang, dia berkata

asalkan loolap suka memberi seratus laksa tahil perak maka rahasia

ini akan disimpan baik2, kalau tidak maka dia akan siarkan didepan

umum.

Loolap yang menerima tuduhan ini sudah tentu merasa kaget,

coba bayangkan dengan tindak tanduk dari loolap yang tidak psrnah

melakukan kejahatan bagaimana mungkin bisa melakukan

perbuatan tersebut ?

Sejak ini hari bilamana loolap mengalami kejadian diluar dugaan

maka perbuatan ini pastilah perbuatan dari Wie Ci To beserta Kiauw

tauwnya Ti Then harap Thaysu suka membela keadilan

menuntutkan persoalan ini dihadapan umum sehingga walaupun

loolap mati juga tidak mati dengan kecewa.”

Akhirnya tertulislah beberapa kata:

"Tahun xxx bulan xxx tanggal xxx, Cuo It Sian ".

Selesai membaca surat itu tidak kussa Wie Ci To tertawa pahit.

"Hmmm! Kiranya yang dimaksud sebagai pasukan aneh tersebut

sebelum bunuh diri adalah permainan semacam ini!" Serunya,

Dia segera menyerahkan surat itu ketangan Ti Then lalu kepada

Leng Cing Ceng jien, Kiem Cong Loo-jien serta Si sekuntum bunya

Bwee Mong Yong Sian Kouw tanyanya:

“Surat yang ciangbunjien bertiga terima apakah persis sama

seperti apa yang ditulis didalam surat yang ditujukan kepada Yuen

Kuang Thaysu itu?".

“Tidak salah! " Sahut Leng Cing Ceng-jien, Kiem Cong Loo jien

serta Mong Yong Sian Kauw ber-sama2,

"Apakah ciangbunjien berempat mempercayai atas segala

tuduhan yang dia lontarkan atas diri loohu ?" tanya Wie Ci To

kembali.

"Pinto sekalian tidak bcrani mempercayai begitu saja seluruh

tuduhannya, tetapi setelah mengadakan penyelidikan kami bisa

mengambil kesimpulan kalau kematian Cuo Loo Sicu diatas

perkampungan Thiat Kiam San cung adalah benar2 karena terpaksa

oleh Wie Loo Sicu serta Nyio Loo Sicu" ujar Leng Cing Ceng-jien

dengan serius. "Oleh karena itulah didalam hati tidak terhindar kami

menaruh curiga juga. karena menurut pengetahuan kami tidak ada

orang yang menggunakan kematiannya untuk memfitnah orang,"

"Betul!" ujar Wie Ci To mengangguk. "Bilamana seorang hendak

memfitnah orang lain dia tidak mungkin tidak akan menggunakan

cara membunuh diri untuk melaksanakan niatnya itu, karena setelah

dia bunuh diri walaupun tujuannya tercapai tetapi dirinya sendiripun

tidak mendapatkan apa pun !"

"Wie Poocu serta Nyio Cung-cu paksa dia untuk melakukan

bunuh diri sudah tentu ada alasannya, dapatkah kau

menjelaskannya kepada kami ?" ujar Si Sekuntum bunga Bwee

Mong Yong SianKauw dengan perlahan.

Dia adalah seorang wanita yang sudah berusia setengah abad

tetapi dandanan serta suaranya masih jelas, nyaring dan merdu.

Air muka Wie Ci To berubah jadi amat keren.

"Aku orang she-Wie pernah menjamin terhadap dirinya untuk

tidak mengumumkan dosa2nya asalkan dia suka membunuh diri

untuk menebus kesalahan yang sudah diperbuat, tetapi kalau

memangnya dia tidak menyesal juga sekalipun sudah mati bahkan

mau menyeret aku orang she-Wie maka terpaksa seluruh dosanya

aku umumkan kepada semua orang".

Demikianlah dia segera meceritakan kembali peristiwa yang

sudah terjadi pada tiga tahun yang lalu dimana dia menemukan Cuo

It Sian memperkosa lalu membunuh istri orang lain, dikarenakan

mengingat perbuatan mulia yang dilakukan pada masa sebelumnya

maka dia mengijinkan dirinya untuk hidup empat tahun lagi.

Siapa sangka untuk menghilangkan dosanya ini ternyata dia

sudah mencelakai sekeluarga penduduk petani dusun Tbay Peng

Cung dan menggunakan gudang dibawah tanahnya untuk

mengurung putrinya serta Ti Then, akhirnya dia berhasil menawan

tiga orang pendekar pedang merah untuk rebut kembali separuh

pedang pendeknya itu untuk kemudian dibawa ketempatnya Cu

Kiam Loojien untuk diperbaiki, lalu bagaimana dia membunuh mati

Cu Kiam Loojien Cau Ci Beng dan lain ... lainnya . . .

Akhirnya dia meceritakan juga siasatnya yang sudah ia susun

bersama2 Ti

Then untuk merebut kembali potongan pedang itu dengan jalan

menyamar sebagai Nyio Sam Pak, siapa sangka sewaktu ada

diperkampungan Thiat Kiam San Cung dia sudah menemukan si iblis

bungkuk Leng hu Ih mencari gara2, lalu bagaimana Ti Then

membunuh mati Leng Hu Ih, Cuo It Sian bagaimana datang ke

perkampungan untuk membantu mengusir musuh lalu bagaimana

membuka rahasia terbunuhnya Cau Ci Beng, akhirnya dia terdesak

dan bunuh diri.

Terakhir dia menambahkan juga dengan beberapa patah kata :

"Aku orang She Wie tahu dengan nama serta kedudukannya

didalam Bu-lim maka perbuatannya tidak akan dipercaya oleh orang

lain, maka itu sengaja loohu pergi ke gunung Ngo Thay san

mengundang datang It Ie Sang-jien sebagai saksi, seluruh

pengakuan dari Cuo It Sian sudah didengar sendiri oleh dirinya,

bilamana ciangbunjien berempat tidak percaya boleh segera-

berangkat kegunung Ngo Thay San dan tanyakan sendiri kepada It

Ie Sang jien".

Mendengar perkataan itu Yuen Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng-

jien, Cong Loo-jien serta Mong Yong Sian Kauw jadi terperanjat.

"Jadi dengan demikian Cuo It Sian lah bermaksud jahat, heeei

sungguh tidak disangka dia adaiah seorang manusia kejam yang

hatinya seperti binatang. "

"Untung sekali It Ie Sang-jien yang bertindak sebsgai saksi, kalau

tidak bukankah aku orang she Wie akau terkena getahnya” Seru

Wie Ci To sambil menghela napas.

"Harap Wie Loo Sicu yangan marah atas perbuatan pinceng

sekalian yang menanyakam kembali persoalan ini kepada dirimu,

sesungguhnya dengan nama serta kedudukan dari Cuo Loo Sicu

yang ada di dalam Bu-lim siapapua tidak bakal menyangka akan

perbuatan jahatnya itu." ujar Yuen Kuang Thaysu menjelaskan.

"Saudara berempat suka turun tangan mengusut peristiwa ini

boleh dikata merupakan pekerjaan yang mulia. aku orang she Wie

mana berani menyalahkan diri kalian?”

Berbicara sampai disini mendadak dia menghela napas lalu

tambahnya :

"Aku orang she Wie selamanya menganggap orang jahat musuh

buyutan, sungguh tidak kusangka menghadapi urusan ini ternyata

harus menemui berbagai kesulitan. . . Sampai sekarang urusan

semacam ini didalam hati aku orang she-Wie masih ada sebuah lagi.

heeey aku bingung harus berbuat bagaimana enaknya".

Ti Then yang mendengar perkataan itu diam2 dalam hati segera

berpikir :

"Apakah perkataan yang diucapkan ini menunjukkan peristiwa

seperti apa yang ditunjuk majikan patnog emas?".

“Wie Loo sicu, kau sedang membicarakan apa?" tanya Yuen

Kuang Thaysu tiba2.

"Heeei , . . lebih baik tidak usah dibicarakan lagi" jawab Wie Ci

To sambil gelengkan kepalanya.

oooOOOooo

“PERTEMUAN puncak para jago di atas gunung Hoa San yang

diadakan tahun besok telah hampir tiba, bilamana Wie Loo sicu ada

urusan yang susah dipecahkan kenapa tidak diberitahukan

dihadapan umum? pinto sekalian tentu akan berusaha keras untuk

memberi bantuan " ujar Leng Cing Ceng-jien.

"Tidak mudah . . . tidak mudah . . . “ Seru Wie Ci To sambil

gelengkan kepalanya.

"Peristiwa mengenai diri Cuo It Sian lebih baik Wie Poocu cepat2

umumkan dihadapan umum, sehingga semua orang bisa dibikin

paham kembali " ujar Kiem Tong Loojien memberikan pendapatnya"

Kalau tidak bilamana ada urusan seperti ini hari bukankah hanya

mendatangkan kerepotan saja?”

"Benar !” Sambung Mong Yong Sian Kauw dengan cepat "Kami

berempat mungkin masih mempercayai perkataan dari Wie Poocu,

tetapi para jagoan dari kalangan Hek-to aku rasa belum tentu mau

percaya atas perkataanmu ini, aku lihat lebih baik Wie Poocu cepat2

mengumumkan peristiwa ini ke dunia-kangouw sehingga mereka

pun mengetahui kejahatan yang sudah dilakukan oleh diri Cuo It

Sian".

Dengan perlahan Wie Ci To segera mengangguk.

"Perkataan dari ciangbunjin berdua sedikitpun tidak salah,"

Sahutnya. "Dua puluh hari lagi adalah saat perkawinan putriku, aku

orang she-Wie pun sudah membagikan undangan kepada semua

sahabat, ada kemungkinan It Ie Sang-jien dari Ngo-thay San pun

ikut datang, biarlah menggunakan kesempatan itu aku siarkan berita

ini dihadapan para jago".

"Wie Poocu pun baru sedikit mengadakan persiapan, orang2 dari

kalangan Pek-to ada kemungkinan mau mendengarkan penjelasan

dari Wie Poocu ini tetapi orang2 dari kalangan Hek-to belum tentu

mau menerima penjelasan itu dengan demikian saja" kata Mong

Yong Sian Kauw member peringatan.

“Aku orang She Wie cuma takut kesalah pahaman dari jago2

kalangan Pek-to, sedang mengenai orang2 dari golongan Hek-to

baik dia mau percaya atas perkataan dari aku orang She Wie atau

tidak hal itu bukanlah satu urusan yang terlalu penting" ujar Wie Ci

To sambil tertawa.

"Kini rasa curiga sudah tersapu bersih, kita berempat bermaksud

untuk tinggal di sini menanti saat diadakannya perayaan perkawinan

Ti Kiauw-tauw atau pulang dahulu ?" tanya Kiem Cong Loojien

tiba2.

“Sudah tentu harus menunggu didalam Benteng loohu" sahut Wie

Ci To dengan gugup. "waktu perkawinan siauw-li sudah dekat, buat

apa kalian lari2 dengan percuma?".

"Diatas gunung Go-bie banyak terdapat kuil Pinceng ada maksud

untuk tinggal selama beberapa hari di kuil, menanti setelah hari

Perkawinan menjelang Pinceng baru datang lagi untuk

mengganggu" ajar Yuan Kuang Thaysu sambil tertawa.

“Pinto juga bermaksud untuk pergi ke kuil Sang Cing Kong diatas

gunung Cing Shia untuk temui bsberapa Too-su yang sudah lama

tidak bertemu muka" ujar Leng Cing Ceng-jien memberikan maksud

hatinya.

Kiem Cong Loojien yang mendengar perkataan dari kawan2nya

itu segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaa . , haaa . . , si hwecsio pergi cari hweesio yang Toosu

pergi mencari Toosu, loolap adalah rakyat biasa terpaksa harus

pergi mencari kawan sebangsaku” katanya.

“Bukankah aku orang

ciangbunjin ?” seru Wie

she

Wie

adalah

kawan

sebangsa

Ci To sambil tertawa.

“Tidak salah” sahut Kiem Tong Loojien sambil mengangguk,

“Maka itu loolap bermaksud untuk tetap tinggal di dalam Benteng”

Wie Ci To segera menoleh kearah si sekuntum bunga Bwee Mong

Yong Sian Kauw lalu katanya, ”Bagaimana kalau Mong Yong

ciangbunjin tetap tinggal didalam Benteng?”

“Didalam Benteng Wie Poocu banyak lelaki daripada perempuan,

aku rasa tidaklah terlalu leluasa untuk melayani aku seorang

perempuan bukan?” ujar Mong Yong Sian Kouw sambil tertawa.

“Haa , , haa . tidak. tidak benar” ujar Wie Ci To sambil tertawa

terbahak-bahak. “Didalam benteng kami masih terdapat banyak

sekali istri-istri pendekar pedang merah kami, bilamana Mong Yong

ciangbunjin merasa perempuan harus mencari perempuan maka

didalam Benteng loohu ini masih terdapat banyak sekali orang

perempuan.”

Dia berhenti sebentar, senyuman yang semula menghiasi

bibirnya mendadak lenyap tak berbekas,

“Mong Yong ciangbunjien” ujarnya lagi “Aku orang she-Wie ada

satu urusan ingin meminta bantuan dari ciangbunjien”

“Ada urusan apa ?” tanya Mong Yong Sian Kouw sambil

tersenyum.

Dengan perlahan Wie Ci To mengalihkan

ketempat kejauhan lalu menghela napas panjang.

pandangannya

“Sejak kecil siauwli sudah kehilangan ibunya sehingga sifatnya

rada manja bahkan banyak urusan yang dia tidak mengerti, kini dia

sudah hampir kawin, harap ciangbunjien suka membantu loohu

untuk sedikit mendidik urusan dapur maupun rumah tangga

daripada tugas seorang istri,”

“Sifatku rada berangasan dia tidak mirip seorang perempuan,

bilamana suruh aku yang memberi petunjuk ada kemungkinan

malah jadinya tidak karuan” ujar Mong Yong Sian Kouw sambil

tertawa.

“Aaah . . . mana., mana – “

"Bilamana Wie Poocu merasa berlega hati maka aku akan tinggal

disini saja" akhirnya ujar Mong Yong Sian Kauw sambil

mengangguk.

Wie Ci To segera mengucapkan terima kasihnya, kepada Yuan

Kuang thaysu serta Leng Cing Ceng-jien ujarnya kemudian:

"Silabkah ciangbunjien berdua untuk

bagaimana kalau besok baru berangkat ?"

tinggal

semalam,

"Baiklah!" Sahut Yuen Kuang Thaysu dan Leng Cing Ceng-jien

berbareng.

"Ti Kiauw-tauw!" Seru Wie Ci To kemudian kepada Ti Then. "Kau

masuklah dan panggil In-jie untuk keluar menghunjuk hormat

kepada ciangbunjien berempat, setelah itu perintah juga untuk

menyediakan dua meja perjamuan, yang sata tanpa daging yang

satu biasa".

Dengan hormatnya TiThen segera menyahut dan mengundurkan

diri dari ruangan.

Tidak lama kemudian dengan seorang diri Wie Lian In munculkan

dirinya ditengsh ruangan kemudian dsngan malu2 maju menghunjuk

hormat kepada keempat orang ciangbunjien itu.

Tampak sembari tertawa ujar Mong Yong Sian Kauw dengan

perlahan:

"Aku tidak tahu kalau nona Wie mau menikah sehingga tidak

membawa barang sumbangan, lain kali aku kirim saja untuk

menyusul kekurangan ini".

Baru saja perkataan itu selesai diucapkan mendadak terlihat Ti

Then berjalan masuk kedalam ruangan dsngan ter-gesa2 wajahnya

kelihatan sangat aneh sekali.

Wie Ci To yang melihat wajahnya rada aneh dalam hati merasa

sedikit terkejut.

“Ada urusan apa?" tanyanya dengan cepat.

Ti Then tertawa dingin.

"Diluar benteng sudah kedatangan serombongan orang yang

ingin bertemu muka dengan Gak-hu thayjien serta boanpwee!"

katanya.

"Siapa ?" tanya Wie Ci To dengan air muka berubah.

"Jago2 dari kalangan Hek-to, kebanyakan adalah anak buah dari

si anjing langit rase bumi serta si iblis bungkuk Leng Hu Ih, sebagai

pentolannya adalah si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan!".

Wie Ci To mulai tertawa dingin tak hentinya, lalu dengan

perlahan bangun dari tempat duduknya.

“Hmmm kedatangan mereka tentu disebabkan oleh karena

peristiwa matinya Cuo It Sian, heee . . hee . . . sungguh cepat

kedatangan mereka” ujarnya.

“Semuanya ada bsrapa orang ?” tanya Yuen Kuang Thaysu tiba-

tiba.

“Kurang lebih ada dua ratus orang banyaknya.”

“Lalu Wie Loosicu siap2 mau berbuat apa ?” Tanya Yuen Kuang

thaysu sambil menoleh kearah Wie Ci To.

“Sudah tentu menjelaskan urusan ini terlebih dahulu, bilamana

mereka tidak mau percaya maka terpaksa terserah mereke ingin

berbuat apa,”

Saat ini ada beberapa orang pendekar pedang merah sudah

memasuki ruangan tamu untuk siap menerima perintah.

Dengan perlahan Wie Ci To pandang diri mereka kemudian baru

ujarnya dengan keren:

“Perintahkan semua jago pedang yang ada di Benteng untuk siap

menghadapi pertempuran tetapi tidak diperkenankan turun tangan

terlebih dahulu.”

Bcberapa orang pendekar pedang merah itu segera menyahut

dan mengundurkan diri dari ruangan untuk menjalankan

perintahnya,

“Bagaimana kalau biarkan pinceng berempat menjelaskan

terlebih dahulu akan persoalan ini kepada mereka, ada

kemungkinan mereka bisa mendengar perkataan kami, bagaimana

menurut pendapat Wie Loo sicu ?” ujar Yuen Kuang Thaysu

memberikan usulnya.

“Baiklah, mari kita keluar bersama-sama”.

Demikianlah tua muda tujuh orang segera bersama-sama

meninggalkan ruangan untuk menuju ke pintu luar benteng.

Sewaktu hampir tiba di pintu benteng suara hiruk pikuk serta

percakapan orang yang ramai berkumandang datang dari tempat

luaran jika didengar dari suara itu jelas gerakan dari orang-orang

golongan Hek-to kali ini amat dahsyat sekali.

Sesampainya dibawah pintu benteng Wie Ci To segera

memberikan perintahnya kepada bsberapa orang pendekar pedang

hitam yang berjaga-jaga disana,

“Segera buka pintu!” bentaknya.

Dengan perlahan-lahan pintu benteng mulai terbuka, terlihatlah

didepan benteng sudah berkumpul banyak orang yang lagi

berkerumun diantara orang- orang itu kelihatan ada beberapa orang

jagoan Hek-to yang rada terkenal.

Kecuali sisa anak buah dari istana Thian Teh Kong serta Si Iblis

bungkuk yang bergabung, Ti Then menemukan juga tiga orang

"Kawan lamanya " mereka adalah Si majikan ular Yu Toa Hay, Si

kakek kura2 Phu Tong Seng serta Si nenek iblis penghalang jalan

Han Giok Bwee.

Dan sebagai pentolannya bukan lain adalah si Pendekar tangan

kiri Cian Pit Yuan.

Sewaktu Ti Then melihat adanya Si pendekar pedang tangan kiri

Cian Pit Yuan ada disana mendadak dalam hatinya timbul sedikit

harapan, dia mengharapkan didalam pembicaraannya dengan Wie

Ci To Cian Pit Yuan bisa "menyinggung' pula si pemuda berkerudung

yang telah menolong dia lolos dari kurungannya diatas gunung Boe

Leng San itu.

Mengenai peristiwa tertawannya dia oleh Cian Pit Yuan selama ini

belum pernah dia ceritakan kepada Wie Ci To ayah beranak, sedang

kini bilamana Cian Pit Yuan mengungkat kembali peristiwa tersebut

maka setelah urusan ini dia pasti akan mendesak dirinya untuk

memberi penjelasan, saat itulah dia merasa punya "alasan" untuk

menceritakan rahasia diperintahnya dia orang oleh majikan patung

emas.

Atau dengan perkataan lain demikian Wie Ci To tidak akan

menjodohkau putrinya kepadanya dan diapun bisa melaporkan kalau

Cian Pit Yuan lah yang sudah merusak rencana dari majikan patung

emas ini.

Maka itu dia sangat mengharapkan Cian Pit Yuan dapat

mengungkat kembaii peristiwa hari itu.

Saat ini sewaktu si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan

melihat munculnya Yuen Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng jien, Kiem

Cong Loojien serta Mong Yong Sian Kauw empat orang

Ciangbunjien ber-sama2 dengan munculnya Wie Ci To air mukanya

tidak kuasa lagi berubah hebat, agaknya mereka menduga Wie Ci

To sudah mengetahui terlebih dahulu akan rencana mereka

sehingga kini mengundang empat orang ciangbunjien sebagai

pembantunya.

Tidak menanti Wie Ci To membuka mulut si pendekar pedang

tangan kiri Cian Pit Yuan sudah tertawa keras dengan amat

seramnya.

"Wie Toa Poocu!" serunya dengan dingin, “Kedatangan loohu ini

hari bukannya dimaksudkan untuk menuntut dendam kita dahulu!".

"Kalau memang demikian bagaimana kalau Cian-heng berserta

kawan2 lainnya untuk minum the terlebih dulu didalam ruangan?"

ujar Wie Ci To dengan tawar.

“Terima kasih, lebih baik kita membicarakan persoalaa ini

ditempat luaran saja”

"Kalau begitu silahkan Cian~heng mulai berbicara.

"Hey Penguasa Go ayoh keluar kemari" Teriak Cian Pit Yuan

kearah tengah gerombolannya.

Seorang kakek tua yang memakai pakaian perlente jalan keluar

dari antara gerombolan manusia dan mendekati kesamping badan

Cian Pit Yuan.

Kiranya orang tua itu bukan lain adalah Si-penguasa dari Cuo It

Sian itu Si-pembesar kota.

"Wie Toa Poocu apakah kenal dengan orang tua ini?" Tanya Cian

Pit Yuan sembari menuding kearah Si penguasa.

"Maaf Loohu tidak kenal!" jawab Wie Ci To sambil gelengkan

kepalanya.

“Dia adalah penguasa rumah dari Cuo It Sian" Bisik Ti Then

sewaktu dilihatnya ayah mertuanya tidak kenal.

Walaupun telinga dari Cian Pit Yuan sudah terkena papas habis

sehingga lenyap tetapi pendengarannya masih amat tajam.

"Tidak salah!" Sambungnya sambil tertawa. "Bagaimanapun

orang muda jauh lebih jujur dan suka terus terang daripada orang

tua, dia memang penguasa rumah dari Cuo It Sian”

“Cuo It Sian sudah loohu hokum, apakah ini hari kalian siap2

datang kemari untuk membalas dendam?" Tantang Wie Ci To

dengan nada mendongkol.

Agaknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak menduga kalau Wie Ci

To berani mengakui dialah yang sudah memaksa Cuo It Sian untuk

bunuh diri mendengar perkataan tersebut dia jadi tertegun, tetapi

dengan cepat wajahnya sudah berubah jadi beringas kejam.

"Bagus sekali !” Serunya sambil tertawa dingin. "Kalau

memangnya Wie Toa poocu sudah mengakui kaulah yang paksa Cuo

It Sian untuk melakukan bunuh diri maka urusan jadi lebih mudah

lagi untuk dibicarakan ".

Berbicara sampai disini dia segera menoleh kearah keempat

orang ciangbunjin dari Siau-lim pay, Bu-tong Pay, Kun-lun Pay serta

Tiang Pek Pay, lalu tambahnya.

"Sekarang aku orang she Cian cuma ingin bertanya beberapa

patah kata dengan ciangbunjien berempat, kalian berempat

bermaksud untuk berbuat apa terhadap urusan ini? hendak

menegakkan keadilan Bu-lim dengan menghukum Wie Toa Poocu

ataukah membalaskan dendam bagi kematian Cuo It Sian?"

"Omintohud . . Omintohud!” Seru Yuen Kuang Thaysu sambil

merangkap tangannya memuji keagungan Buddha. "Kedatangan

pinceng berempat kali ini bermaksud untuk menegakkan keadilan di

Bu-lim. Cuma saja, mengenai persoalan yang menyangkut kematian

Cuo It Sian ini sesudab mengalami suatu penyelidikan dari kami

berempat maka kami menemukan kalau tuduhan yang dilancarkan

Cuo Loo-sicu sebenarnya adalah terbalik."

“Bagaimana bisa terbalik?” seru Cian Pit Yuan sambil mendengus

dingin.

“Urusan yang sebetulnya adalah begini: Pada tiga tahun yang lalu

Cuo Loo Sicu pernah melakukan perkosaan terhadap istri orang lain

lalu membunuh suaminya sekalian. Dan urusan ini kebetulan ditemui

oleh Wie Loosicu..”

“Omong kosong !" Teriak si penguasa Go secara tiba2. "Dikolong

langit pada saat ini ada siapa yang tidak tahu akan keluhuran budi

dari Loo-ya kami, apa maksud kalian memfitnah kesucian nama

serta kedudukannya ?"

"Go Sicu jangan keburu marah dulu" ujar Yuen Kuang Thaysu

dengan wajah serius. "Pinceng sebagai seorang ketua partai tidak

akan berani berbicara sembarangan sebelum ada bukti yang nyata.”

“Lalu apa buktinya?" Teriak penguasa Go lagi dengan gusar.

“Seorang penganut agama tidak akan berbobong. Silahkan

saudara sekalian mendengarkan penjelasan dari Pinceng setelah itu

pinceng akan tunjukkan sekalian buktinya !" Jawab Si hweesio dari

Siauw-lim Pay ini dengan wajah amat tenang.

“Baik, sekarang cepatlah katakan !" Seru Si penguasa Go lagi

dengan mendongkol.

Demikianlah Yuen Kuang Thaysu segera membeberkan seluruh

dosa yang telah diperbuat oleh Cuo It Sian tanpa kekurangan

sepatah katapun.

Dia bercerita sampai dimana Cuo It Sian kedesak dan merlakukan

bunuh diri di perkampungan Thiat Kiam San Cung, akhirnya sambil

menuding kearah Ti Then tambahnya:

"Ti siauw-cu ini boleh dikata termasuk salah seorang saksi, dia

melihat dengan mata kepala sendiri dimana Cuo Loo-sicu

membunuh Cu Kiam Loojien serta si elang sakti Cau Ci Beng.”

"Heee . . hee . . . Thaysu kau sungguh tolol" Seru si penguasa Go

sambil tertawa dingin. “Bilamana bangsat cilik itu boleh bertindak

sebagai saksi maka aku pun bisa pula sembarangan memanggil

orang sendiri untuk menfitnah orang lain!".

Yuen Kuang thaysu sama sekali tidak menjadi marah karena

kata2 yang kasar dari penguasa Go itu, dia malah tersenyum.

"Jadi maksud dari sicu setiap perkataan yang diucapkan oleh

orang2 Benteng Pek Kiam Poo tidak boleh dijadikan sebagai bukti".

“Sudah tentu".

"Kalau begitu bagaimana kalau orang yang lepas dari Benteng

Pek Kiam Poo bertindak sebagai saksi ?” Tanya Si hweesio lagi

sambil tersenyum.

"Soal itu harus dilihat siapakah dia orang!".

"Seorang hweesio dari gunung Ngo Thay San, It Ie Sang-jien!".

“Apakah dia melihat Loo-ya kami membunuh orang?” Dengus si

penguasa Go dengan dingin.

“Wie Loo-sicu pasti akan datang mengunjungi perkampungan

Thiat Kiam san Cung agar dia jangan sampai mungkiri lagi atas

dosa-dosanya maka sengaja sudah mengirim orang ke gunung Ngo

Thay San untuk mengundang It Ie Sangjien datang mengunjungi

perkampungan Thiat Kiam San Cung. Cuo Loo-sicu yang tidak

mengetahui disampingnya masih ada orang luar yang sedang

mencuri dengar dia sudah mengakui seluruh dosa yang pernah

dilakukan”

"Lalu dimanakah It Ie Sang-jien itu?" Tanya si penguasa Go lagi

sambil tertawa dingin.

"Lewat sepuluh hari lagi dia bakal datang mengunjungi benteng

Pek Kiam Poo bilamana saudara2 sekalian tidak percaya atas

perkataan yang pinceng ucapkan maka sampai waktunya kalian

boleh datang kemari lagi untuk langsung mendengarkan

penjelasannya "

Si Penguasa Go mendenus, lalu sambil menoleh kearah para jago

lainnya dia berkata kembali:

"Saudara2 aekalian apakah parkataan dari It Ie Sang jien boleh

dianggap sebagai bukti?"

"Tidak, mereka tentu sudah bersekongkol!” jawab Cian Pit Yuan

sambil tertawa.

"Cian Loo Sicu! kau seharusnya mempercayai perkataan dari It Ie

Sang-jien sebagai seorang psndeta beribadat. " Seru Yuen Kuang

Thaysu kurang senang." Dia pernah menjabat sebagai ciangbunjin

kuil Lak Hok dikota Tiang An dan pernah mendalami pelajaran

agama Buddha dengan kedudukannya dia tidak akan berbohong, dia

adalah seorang pendeta yang patut kita hormati!"

“Tetapi sungguh sayang aku orang she Cian sudah menganggap

dia sebagai seorang hweesio yang pinter berbohong !” Ejek Cian Pit

Yuan sambil tertawa.

Mendengar ejekan ini Yuen Kuang Thaysu jadi amat gusar, toya

ditangannya segera diayunkan kedepan melancarkan serangan.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 36

“PERKATAAN dari pinceng sampai disini saja, bilamana saudara2

sekalian suka mendeagarkan perkataanku maka silahkanlah turun

gunung, jikalau tidak suka percaya kenapa tidak lantas turun tangan

saja".

"Tidak salah" sambung Wie Ci To dengan cepat. "Yuan Kuang

ciangbunjin sudah menjelaskan seluruh persoalan hingga benar2

terang, bilamana saudara2 sekalian merasa kalau perkataan ini

boleh dipercaya maka silahkan sekarang juga turun gunung,

bilamana tidak percaya heee . . . . heee . . . aku orang she-Wie

akan menantikan petunjuk selanjutnya dari saudara2 sekalian".

Dua ratus orang jagoan dari kalangan Hek-to dengan

membusungkan dadanya pada berdiri tidak bergerak.

Tidak, akhirnya ada juga seorang yang mempercayai perkataaa

tersebut.

Dialah si "Tang Loo Koei Bo" Han Giok Bwee.

"Selamanya aku si nenek tua paling tidak suka mencari gara2

tetapi akupun tidak ingin mengikat permusuhan dengan lain

golongan, hey penguasa Go, aku pergi dulu !" teriaknya dengan

keras.

Selesai berkata tanpa mengucapkan kata2 lagi dia lantas putar

tubuh untuk turun gunung.

"Han Giok Bwee, kau berani pergi ?” bentak si penguasa Go

dengan nada amat gusar.

"Benar" jawab Tang Loo Koei Bo tertawa, "Oooh yaa haa . . . haa

kurang sedikit saja aku si nenek tua sudah melupakan akan sesuatu

urusan, maaf . . maaf...”

Dari dalam sakunya dia lantas mengambil keluar sebuah kertas

uang dan dilemparkan kembali kearah sipenguasa Go,

“Naah itu ambillah kembali, aku si nenek tua tidak akan merasa

tertarik oleh selaksa tahil perakmu itu!”

Selesai berkata dia lantas putar badan dan berlalu bagaikan

angin yang berhembus.

Seketika itu juga air muka si penguasa Go berubah jadi merah

padam dia benar2 merasa amat malu sekali.

Belu lagi dia orang memperlihatkan sesuatu gerakan apapun

terdengarlah si majikan ular Yu Toa Hay dengan amat gusarnya

sudah gembar-gembor dan mencak2.

"Apa ?" Teriaknya keras. "Kau kira si Tang Loo Koei Bo jauh lebih

kuat dari loohu? dia boleh mengambil selaksa tahil perak, kenapa

Loohu cuma mendapat delapan ribu tahil perak saja, Loo Phu kan

ambil berapa?"

"Loohu juga hanya mendapat delapan ribu tahil perak " jawab

sikakek kura2 Phu Tong Seng.

"Hal ini tidak bisa jadi !” Teriak si majikan ular Yu Toa Hay sambil

mencak2. "Hey orang she-Go kau tidak adil. kami majikan ular serta

kakek kura2 di dalam hal apa tidak dapat melebihi si Tang Loo Koei

Bo itu ? dia boleh mendapat selaksa tahil perak kenapa kami hanya

mendapat delapan ribu tahil?”

“Benar, hal ini tidak adil . . . .kurang ajar ! kurangajar! kau lihat

bagaimana sekarang??? "

"Jangan mau kerjakan pekerjaan ini" Teriak simajikan ular Yu

Toa Hay keras. "Mari kita pergi saja dari sini !”

Sehabis berkata dia mengambil keluar sabuah kertas uang dan

dilemparkan kehadapan si penguasa Go tersebut, setelah itu kakinya

menjejak tanah dan berkelebat pergi dari sana.

Si kakek kura2pun dengan cara yang sama melemparkan uang

kertas it keatas tanah lalu mengikuti dari belakang kawannya berlalu

dari situ.

Si penguasa Go benar2 merasa amat malu sekali atas terjadinya

peristiwa ini.

"Pemberontak ! Pemberontak !” Teriaknya sambil mendepakkan

kakinya berulang kali keatas tanah.

Si "Boe Cing Shu"; Ko Cing Liong yang tempo hari berhasil

meloloskan diri dari gunung Lak Ban San dengan cepat bergeser

kesamping badannya, dan dalam saku diapun mengambil keluar

secarik uang kertas lalu disusupkan ketangannya.

“Hmmm ! Bilamana bukannya Han Giok Bwee sengaja bicara

terus terang maka Loohu akan kau tipu mentah2" Serunya dengan

dingin. "Hmm! Kau kira aku yang harus menjual nyawa buat kau

orang she Go hanya berharga enam ribu tahil perak saja? Niiiih ....

aku kembalikan kepadamu !".

Sehabis berkata tanpa menoleh lagi dia segera berlalu dari sana.

Si muka aneh Ling Ang Lian dengan jalan yang menggiurkan pun

berjalan keluar dari barissn setelah itu dia melemparkan uang kertas

tersebut keatas wajah si penguasa Go.

"Han Giok Bwae adalah Loocianpwee aku tidak akan menandingi

dirinya", Serunya sambil tertawa dingin. "Tetapi si majikan ular serta

sikakek ular adalah orang cacad, mereka boleh mengambil delapan

ribu tahil kenapa aku cuma mendapat lima ribu tahil saja”

Dengan genitnya diapun berlalu dari sana.

"Maknya . . . !" Terdengar seorang lelaki bercambang memekik

keras dengan amat gusarnya, "Kiranya orang lain bisa mendapat

lebih banyak lagi dari loohu ... mak nya! loohu cuma mendapat tiga

ribu tahil, tidak mau, aku tidak mau !"

Demikianlah satu demi satu para jago dari kalangan Hek-to itu

melemparkan kembali uang kertasnya keatas tanah lalu ber-sama2

mengundurkan diri dari kalangan pertempuran.

Hanya didalam sekejap saja sudah ada seratus orang lebih yang

mengundurkan dirinya.

Melihat kejadian ini tidak kuasa lagi Wie Ci To mendongakkan

kepalanya tertawa ter-bahak2.

"Haaa . . . haha .... haaa . . Loohu masih kira saudara2 sekalian

datang kemari karena setia kawan . . , haaa . . .haaa kiranya

mereka lagi menjual nyawa buat orang lain !".

Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Cang-jien, Kiem Cong Loojien,

Mong Yong-Sian Kauw beserta seluruh jagoan pedang merah yang

ada disana tidak tertahan lagi bersama-sama tertawa ter-bahak2;

Sebaliknya sipenguasa Go saking gusarnya seluruh tubuhnya

gemetar amat keras.

Cian Pit Yuan semakin gusar lagi, mendadak dia mencengkeram

dada si penguasa Go itu lalu memakinya dengan amat gusar.

"Kau kakek tua celaka . . . kiranya kau orang sedang

menggunakan uang untuk membeli nyawa mereka! Hampir2 Loohu

kena kau kibuli !"

"Bukankah kau sama saja seperti mereka menerima uang dariku

?" Teriak si penguasa Go. “Kau malah menerima paling banyak, kau

mengambil lima, . .”

"Omong kosong”

Ditengah suara bentakan yang amat keras telapak tangannya

sudah melayang turun menghajar ubun2 dari si penguasa Go

sehingga seketika itu juga kepalanya hancur berantakan.

Sehabis membunuh sipenguasa Go itu, tanpa banyak bicara lagi

Cian Pit Yuan segera meloncat beberapa kaki jauhnya, dengan

melewati kepala para jagoan dari kalangan Hek-to lainnya dia

melayang kearah depan.

"Orang she-Cian, kau tidak boleh pergi!" bentak Wie Ci To sambil

menjejakkan badannya meloncat ketengah udara.

Tetapi belum berhasil dia menyandak diri Cian Pit Yuan, sejak

semula sudah ada orang yang menanti kedatangannya di tempat

kejauhan, begitu melihat Cian Pit Yuan melayang datang dia lantas

melancarkan satu pukulan kedepan.

"Terimalah seranganku!” bentaknya.

Orang itu bukan lain Ti Then adanya.

Cian Pit Yuan yang tubuhnya masih ada di tengah udara tidak

dapat menghindarkan diri lagi, terpaksa dia mendorong telapak

tangannya kedepan menyambut datangnya serangan tersebut.

"Braak . .. !” disertai suara bentrokan yang amat keras sekali,

tdbuh Cian Pit Yuan sudah kena dipukul mental sehingga jatuh dari

tengah udara dan rebah terlentang diatas tanah.

Pada saat itulah Wie Ci To kebetulan sudah berada disamping

badannya, dengan cepat pedangnya berkelebat mengancam di atas

lehernya.

"Jangan bergerak!” ancamnya.

Dengan langkah yang perlahan Ti Then pun segera menghampiri

datang.

Air muka Cian Pit Yuan berubah pucat pasi bagaikan mayat,

tetapi nada ucapannya masih amat kasar.

"Wie Toa Poocu sungguh dahsyat kepandaian silatmu!"

Jelas dari ucapannya ini mengandung nada mengejek yang amat

pedas.

"Kau boleh berlega hati" Seru Wie Ci To sambil tertawa dingin.

"Loohu bisa memberi satu kesempatan yang amat adil buat dirimu,

sekarang loohu mau tanya terlebih dulu akan satu hal, kau sudah

menerima berapa banyak uang dari si penguasa Go itu."

"Kau anggap Loohu manusia macam apa, tidak mengambil uang

barang sesenpun dari dirinya!" Teriak Cian Pit Yuan dengan amat

gusarnya.

"Tetapi agaknya loohu pernah mendengar si penguasa Go

mengucapkan kata2 "Lima" bukankah kau sudah menerima lima

laksa tahil perak dari dirinya?"

Air muka Cian Pit Yuan seketika itu juga berubah jadi memerah,

"Kau memfitnah!" gembornya.

“Semua orang mengambil uang, mana mungkin kau sendiri yang

tidak menerima?"

"Dia datang padaku meminta Loohu bantu dirinya untuk

menegakkan keadilan, dia bilang kau orang she Wie serta Nyio Sam

Pak sudah membunuh mati Cuo It Sian majikannya dengan

menggunakan akal; Loohu mempercayai penuh atas perkataannya

itu maka lantas menyetujui permintaan bantuannya, aku sama sskali

tak menerima uangnya!"

"Kalau memangnya demikian kenapa dia membenci dan memaki

dirimu?" Seru Wie Ci To sambil mendengus dingin.

“Siapa yang tahu?” Teriak Cian Pit Yuan pula dengan benci.

“Bilamana kau tidak mengambil uangnya maka ada seharusnya

meninggalkan satu kehidupan untuk loohu tanyai sampai jelas,

tetapi secara tiba2 kau turun tangan membinssakan dirinya

bukankah tindakanmu itu mirip pula dengan perbuatan membunuh

untuk melenyapkan bukti hidup?"

"Omong kosong, loohu membinasakan dirinya karena merasa

gemas akan kelicikan serta kekejaman hatinya, aku sama sekali

tidak bermaksud membunuh untuk melenyapkan bukti hidup."

Dengan perlahan Wie Ci To segera menoleh kearah Ti Then.

“Ti Kiauw tauw, coba kau periksa sakunya!" perintahnya dengan

cepat.

Ti Then menyahut dan berjalan kesisi tubuh Cian Pit Yuan setelah

itu berjongkok dan memeriksa sakunya.

Air muka Cian Pit Yuan dari pucat pasi kini berubah jadi biru ke-

hijau2an, mendadak teriaknya dengan keras:

"Didalam saku Loohu ada selembar uang kertas, tetapi itu adalah

uang dari loohu sendiri".

Tangan kanan Ti Then yang merogoh ke da!am sakunya lantas

dapat meraba secarik uang kertas, setelah dilihatnya nilai yang

tertulis diatas kertas itu tidak kuasa lagi dia lantas tertawa cekikikan.

"Haaa . . . haaa . . . kenapa kertas uang ini pun kebetulan

bernilai lima laksa tahil perak?".

"Tidak Salah, uang itu adalah uang tabungan dari Loohu

sendiri!".

"Kalau begitu biarlah aku periksa sebentar dengan kertas uang

yang lainnya, bilamana gudang uang yang tertera diatas kertas

uang ini sama dengan gudang uang yang tertera diatas kertas2

uang lainnya maka hal ini membuktikan kalau uang itu bukan

milikmu".

Dia berjalan beberapa langkah kedepan untuk memungut secarik

kertas uang, setelah dilihatnya gudang uang yang tertera di atas

kertas uang itu tak ada bedanya tidak terasa sambil tertawa dingin

ujarnya kepada sipendekar pedang tangan kiri ini.

"Hmm ! Kiranya berasal dari sebuah gudang uang yang sama,

sekarang tentu saja kau tidak ada perkataan lain bukan ?".

Saking malunya saat ini Cian Pit Yuan jadi amat gusar sekali,

"Kalau memangnya Loohu menerima uangnya, lalu ada sangkut

pautnya apa dengan dirimu??" Bentaknya keras.

"Siapa yang bilang tiada sangkut pautnya dengan kami?"

sambung Wie Ci To sambil tertawa dingin. "Kau orang she Cian

terang2an mengetahui kalau tuduban yang dilancarkan mereka

terhadap Loohu adalah suatu peristiwa yang tidak nyata tetapi

karena ingin mempeioleh uang lima laksa tahil peraknya kau sadah

membolak-balikkan persoalan.

Hmmmm! Sekarang dengan memimpin jago2 dari kalangan

Hitam kalian datang mencari gara2 dengan Loohu apakah dalam

urusaa ini Loohu tidak boleh menuntut ??"

"Tetapi kau harus lihat dulu orang yang menerima uangnya ada

dua ratus orang banyaknya, bukannya cuma loohu seorang saja"

Bantah Cian Pit Yuan dengan ter-buru2.

"Orang lain boleh dipandang rendah tapi kau orang she Cian

tidak akan dipandang demikian!”

"Diluar mukanya walaupun loohu dibeli olehnya tetapi hal yang

sebenarnya adalah ingin berkelahi dengan dirimu, beranikah kau

bergebrak melawan loohu ??"

"Bagus sekali . . . bagus sekali . . Loohupun sudah siap sedia

untuk mamadamkan niatmu itu !" Seru Wie Ci To sambil tertawa

dingin.

Berbicara sampai disini pedang yang mengancam

tenggorokannya segera ditarik kemball dan mengundurkan diri tiga

langkah kebelakang.

"Ayoh bangun berdiri !" Bentaknya dengan keras.

Cian Pit Yuan dengan cepat meloncat bangun, diantara

berkelebatnya sinar pedang yang keemas-emasan ditangan kirinya

sudah bertambah lagi dengan sebilah pedang yang memancarkan

hawa yang amat dingin sekali.

Tetapi agaknya dia masih menaruh rasa jeri terhadap Ti Then

yang berdiri disamping, dia memandang sekejap kearahnya lalu

ujarnya.

"Kita harus menjelaskan dulu perkataan kita, ini hari bilamana

loohu kalah di tangan Wie Tou Poocu maka loohu akan menanti

hukuman, tapi bilamana menang?".

"Bilamana kau menang maka Loohu akan serahkan diri dan

menerima hukuman yang dijatuhkan kepada Loohu !" Sambung Wie

Ci To dengan cepat.

"Justru karena loohu takut tidak bertenaga untuk jatuhi hukuman

kepadamu, karena anak buahmu amat banyak sekali"

Sekali dengar saja Wie Ci To sudah mengerti apa maksud dari

perkataannya itu; kepada para jago pedang merah lantas pesannya:

"Kalian dengarlah semua, bilamana nantti loohu mati ditangannya

maka kalian tidak boleh menyusahkaa dirinya, biarkanlah dia pergi

dengan bebas, sudah dengar?"

"Dengar!” Seru pendekar pedang merah itu serempak.

“Ti Kiauw-tauw kaupun sama juga!” pesannya pula kepada diri Ti

Then.

"Baik!" sahut pemuda itu sambil menjura.

Wie Ci To segera kebas2kan pedangnya dan menoleb kembali

kearah Cian Pit Yuan.

“Sudahlah!" ujarnya sambil tertawa “Loohu sudah memberi pesan

wanti2 kepada mereka, sekarang kau boleh turun tangan dengan

berlega hati!"

"Baik, ini hari bilamana bukannya kau yang mati maka akulah

yang modar!" Teriak Cian Pit Yuan sambil tertawa seram.

Kuda2nya diperkuat, seketika itu juga dia sudah bersiap

melancarkan serangan.

Walaupun terhadap orang ini Wie Ci To memandang menghina

tetapi terhadap ilmu pedangnya dia tidak berani berlaku gegabah,

tubuhnya dengan cepat diperendah kemudian dengan pandangan

mata yang amat tajam memperhatikan pihak musuh.

Jago kelas satu bertempur situasinya sudah tentu tidak sama,

tampaklah mereka berdua yang satu ada diselatan yang lain ada di

sebelah Utara berdiri saling berhadap-hadapan, seluruh

perhatiannya dicurahkan pada gerak-gerik pihak musuhnya

kemudian dengan perlahan baru bergeser maju kedepan.

Suasana jadi amat tegang, seluruh jago yang hadir disana

merasakan hatinya berdebar keras, napasnya menjadi sesak.

Dengan wajah yang amat seram dan penuh diliputi napsu

membunuh Cian Pit Yuan segera bergeser maju terus kedepan.

Sebaliknya wajah Wis Ci To amat halus, ramah tetapi keren dan

berwibawa sekali.

Ti Then yang melihat sikap serta air muka mereka berdua segera

berjalan kesamping Wie Lian In dan bisiknya dengan suara yang

amat lirih.

“Pertempran kaii ini ayahmu pasti menang,”

“Bagaimana kau bisa tahu ?” tanya Wie Lian In dengan hati tidak

tenang.

Ti Then tidak menjawab sebaliknya malah bertanya.

“Tahukah kau pada tempo dulu ayahmu harus menggunakan

berapa jurus untuk mengalahkan dirinya ?”

“Teringat akan perkataan Tia, agaknya dia bertempur sebanyak

seribu jurus banyaknya.

“Tetapi situasi pada saat ini sama sekali berbeda, aku percaya

tidak sampai membutuhkan dua ratus jurus ayahmu sudah dapat

memperoleh kemenangan”

“Bagaimana kau bisa tahu?”

“Orang yang bergebrak melawan orang selamanya harus

membutuhkan keteguhan serta kepercayaan diri sendiri, terutama

kali niat.

Cian Pit Yuan yang dibeli oleh orang lain sebetulnya tidak

mempunyai niat untuk bergebrak ditambah pula keteguhan hatinya

berhasil kita pecahkan. maka pertempuran ini dengan amat

cepatnya bisa diselesaikan.”

Baru saja perkatan itu selesai diucapkan mendadak terdengar

Cian Pit Yuan membentak keras, dialah yang pertama-tama

melancarkan satu serangan dahsyat menutuk kearah diri Wie Ci To.

Dia orang yang memiliki julukan sebagai si pendekar pedang

tangan kiri sudah tentu serangannya berlawanan dari biasanya, jelas

kelihatan serangannya kali ini amat dahsyat sekali.

Sebaliknya permainan pedang dari Wie Ci To adalah kebalikan

dari permainan pedangnya, tampak dia sedikit mengangkat

psdangnya, jurus serangan tersebut segera dapat dipunahkan

dengan manis.

Tetapi sewaktu dilihatnya Cian Pit Yuan mengubah jurus

serangan lagi dan menyapu badannya dengan mengikuti gerakan

badannya dengan mantap dia segera membabat pundak kanan dari

Cian Pit Yuan,

Jurus serangan ini kelihatanya amat sederhana tetapi secara

samar-samar mengandung satu tenaga tekanan yang maha

dahsyat.

Mendadak , . sepasang pedsng mereka bagaikan kilat cepatnya

sudah terbentur satu sama lain, hanya di dalam sekejap saja

mereka berdua sudah saling serang menyerang sebanyak puluhan

jurus banyaknya setelah itu baru berpisah dan masing2

mengundurkan diri keutara dan keselatan.

Beberapa puluh orasg jagoan dari kalangan Hek-to serta jago2

pedang merah dari Benteng Pek Kiam Poo pada saat ini ber-sama2

mengundurkankan dirinya kebelakang, karena mereka merasakan

adanya segulung hawa pedang yang amat tajam dan santar

berkelebat memenuhi angkasa.

Selangkah demi selangkah kembali Cian Pit Yuan maju kearah

Wie Ci To dengan langkah yang mantap mengikuti terus kearah

sebelah kiri mereka baru berhenti setelah saling berhadap-hadapan

muka.

Pada wajah Cian Pit Yuan terlintaslah satu senyuman buas yang

amat seram sekali,

Sedangkan pada wajah Wie Ci To terlintas satu senyuman yang

ramah tapi mempersonakan.

Mendadak . . , masing2 pihak kembali melayang kedepan

melancarkan serangannya.

Kali ini tubuh mereka bersama melayang ketengah udara lalu

dengan cepat bagaikan kilat saling serang menyerang beberapa

jurus banyaknya, hanya didalam sekejap mata saja mereka berdua

sudah menyerang dua puluh jurus serangan dahsyat.

Tetapi belum juga bisa menentukan siapa menang siapa kalah.

Sikap Cian Pit Yuan berubah semakin menyeramkan lagi.

Sedangkan sikap dari Wie Ci To berubah semakin rsmah dan

halus.

Melihat akan hal itu dalam hati Ti Then benar2 merasa sangat

kagum.

Ilmu pedang mereka berdua yang satu jalan keras yang lain

mengutamakan

kegesitan walaupun belum bisa dikata betul-betul sempurna

tetapi telah mencapai pada taraf yang benar2 matang “ pikirnya di

hati.

Pada saat pikirannya sedang berputar itulah mendadak

pandangannya terasa jadi kabur, Wie Ci To serta Cian Pit Yuan

untuk ketiga kalinya sudah bergebrak saling serang menyerang

dengan serunya.

Pertempurannya kali ini jauh lebih dahsyat lagi dari bentrokannya

yang semula, walau pun jurus2 serangan yang mereka lancarkan

sedikitpun tidak kacau tetapi kelihatannya bagaikan dua ekor macan

betina yang lagi berduel membuat setiap orang merasa hatinya

amat tegang sekali.

Dan untuk pertempuran kali ini mereka berdua tidak berpisah

lagi, sinar pedang bagaikan api membara yang berkelebat ke atas

kebawab tidak hentinya seperti juga ombak ditengah samudra yang

melanda pantai . . .

Saking dahsyatnya pertempuran ini hampir boleh dikata tanah

merekah seluruh jagat tergoncang hebat.

Hanya didalam sekejap saja mereka berdua sudah bertempur

sebanyak seratus jurus banyaknya walaupun pertempuran ini amat

seru tetapi masih belum juga bisa ditentukan siapa yang menang

siapa yang kalah.

Semakin lama Wie Lian In merasa hatinya semakin tidak tenang,

dengan cepat dia menyenggol badan Ti Then.

“Eeeei coba kau lihat, mereka sudab bergebrak sebanyak seratus

jurus” serunnya cemas.

“Jangan kuatir, ayahmu pasti akan menang”

“Bilamana sampai kalah ?” tanya Wie Lian In murung.

Ti Then segera tersenyum, “Peristiwa ini tidak bakal ada.”

katanya-

“Sewaktu bertempur didalam Benteng tempo hari agaknya

bajingan tua ini tidak selihay ini hari”

“Soal ini ada dua sebab musabsbnya, pertama: waktu itu dia

terlalu memandang rendah pihak musuhnya. Kedua, didalam

setengah tahun ini dia telah berlatih kembali akan beberapa buah

jurus serangan yang baru .... aaah . . menang kalah sudah dapat

ditentukan.”

Sedikitpun tidak salah, akhirny menang kalah bisa ditentukan

juga,

Semua orang mendengar suara dengusan berat terlebih dulu

setelah itu tampaklah masing2 pihak dengan cepatnya

mengundurkan diri beberapa kaki kearah belakang.

Sepasang kakinya menempel permukaan tanah, semuanya berdiri

tegak tak bergerak, sedang matanya saling melotot tak berkedip.

Cian Pit Yuan dengan senyum kemenangan yang amat seram

berdiri tak bergerak disana.

Sebaliknya air muka Wie Ci To berubah sangat keren, baju

dibagian dadanya sudah terobek beberapa coen panjangnya oleh

ujung pedang Cian Pit Yuan sehingga pakaian dalamnya pun ikut

tergores robek, tetapi tidak terlihat adanya darah yang mengalir

keluar.

Dengan sangat terkejutnya Wie Lian In menjerit kaget, hatinya

merasa amat kecewa sehingga tubuhnya hampir2 rubuh tak

sadarkan diri,

Air muka ciangbunjin dari Siauw lim pay, Bu tong pay, Kun Lun

Pay, Tiang Pek Pay serta seluruh pendekar pedang merah pada

berubah sangat hebat,

Ternyata Wie Ci To sudah menemui kekalahan.

Walaupun tubuhnya tidak sampai mengucurkan darah tetapi

dengan kekalahannya ini akan mempengaruhi meti hidupnya,

karena dengan diri Cian Pit Yuan dia sudah mengadakan perjanjian

terlebih dahulu.

Siapa yang kalah dia bakal dihukum oleh pihak lawannya sedang

dia sepagai seorang Toa Poocu dari Benteng Pek Kiam Poo yang

namanya sudah amat terkenal didalam Bu-lim tidak akan

memungkiri perkataannya yang sudah diucapkan, sudah tentu dia

akan membiarkan Cian Pit Yuan turun tangan menghukum dirinya.

Senyum kemenangan yang menghias wajah Cian Pit Yuan pun

semakin lama semakin menebal, dia memandang sekejap kearah

diri Wie Ci To lalu sambil menuding dengan menggunakan

pedangnya dia membentak:

“Orang she Wie, kau sudah kalah..”

Siapa tahu baru saja perkataan itu selesai diucapkan air mukanya

sudah berubah jadi tertegun.

Pokoknya sinar matanya yang buas dan amat menyeramkan itu

hanya didalam sekejap saja sudah berubah jadi amat tawar dan

sedih sekali.

Diikuti tubuhnya yang berdiri tegak dengan perlahan-lahan rubuh

kedepan dan jatuh tertelungkup diatas tanah.

Apa yang sudah terjadi?

Semua jago dibuat tertegun oleh peristiwa ini.

Untuk beberapa saat lamanya mereka semua tidak mengetahui

siapakah yang menang dan siapakah yang kalah, masing-masing

dengan mata terbelalak lebar-lebar berdiri mamatung di tempat.

Saat itu cuma Ti Then seorang yang dapat melihat seluruh

kejadian itu dengan amat jelas, tampak dia berjalan maju kedepan

dan menendang badan Cian Pit Yuan sehingga tidur terlentang,

setalah itu dengan menggunakan tangannya dan membuka

pakaiannya.

“Gak hu, sambaran pedangmu kali ini sungguh indah sekali!”

pujinya sambil tertawa.

Waktu itulah semua orang baru dapat melihat kalau pada jalan

darah Cang Bun Hiat pada pinggang Cian Pit Yuan sudah dibasahi

oleb darah segar karena itulah seketika itu juga mereka mengerti

peristiwa apa yang sudah terjadi.

Kiranya sewaktu dia berhasil mcmbabat robek baju bagian dada

dari Wie Ci To itulah jalan darah Cang Bun Hiat pada bagian

pinggangnya sendiripun terkena satu tusukan pedang dari Wie Ci

To.

Sedang dirinya sama sekali tidak merasakan akan hal itu, dia

masih mengira dirinyalah yang sudah memperoleh kemenangan.

Setelab semua orang mengerti apa yang telah terjadi, maka tidak

kuasa lagi suara tepukan tangan serta teriakan memuji bergema

memenuhi seluruh angkasa.

ocooOoooo

BEBERAPA puluh jago dari kalangan Hek-to yang melihat

kemenangan ada dipihak Wie Ci To tidak berani berada disana lebih

lama lagi, masing2 pada bubaran dan melarikan diri dari sana,

Hanya didalam sekejap saja seluruh kalangan sudah dibikin

bersih dari jago2 kalangan Hek-to.

Suatu angin taupan yang bakal melanda, dengan demikian jadi

tenang kembali.

Suara teriawa dari sisekuntum Bunga Bwee Mong Yong Sian

Kauw tiba2 memecahkan kesunyian.

"Aaaih . , kiranya pasukan aneh yang disusul oleh Cuo It Sian

sama sekali tidak lihay !" ujarnya.

"Benar!" sahut Kiem Cong Loojien dari Kun Lun-pay," Apalagi

Tang Loo Koei Bo sinenek tua itu, dia paling mengerti bilamana

bukannya dia yang sudah memecahkan rahasia sipenguasa Go yang

membeli tenaga mereka dengan uang mungkin badai ombak dan

angin taupan yang dahsyat ini tidak bakal sirap dengan sebegitu

cepatnya.”

“Dia adalah simanusia paling cantik di dalam Bu lim Han Giok

Bwee" timbrung Wie Lian In pula." -Waktu yang ialu dia menaruh

kesalah pahaman terhadap kami dan hendak merebut kitab pusaka

Ie Cin Keng, terakhir dia berhasil kami tawan tetapi kemudian kami

lepaskan kembali dirinya.”

"Kiranya begitu, mungkin dia sengaja memecahkan rahasia

sipengua&a Go ini juga dengan maksud untuk membalas budi kalian

itu" ujar Kiem Cong Loojien.

"Inilah yang dinamakan semangka akan mendapatkan semangka,

menanm sayur akan mendapatkan sayur”

Wie CiTo tertawa, dia lantas memerintahkan orang2 dari Benteng

untuk membereskan jenasah dari Cian Pit Yuan, setelah itu kepada

keempat orang Ciangbunjin ujarnya:

"Meja perjamuan ada kemungkinan sudah dipersiapkan, mari kita

masuk kedalam untuk meneguk beberapa cawan arak!".

XX XXX

Keesokan harinya Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Ceng-jien

berpamit kepada Wie Ci To dan masing2 menuju ke gunung Go-bie

dan Cing Shia untuk menyambangi teman2nya, sedangkan Kiem

Cong Loojien serta Mong Yong Sian Kauw tetap menjadi tamu

didalam benteng Pek Kiam Poo . . .

Sedangkan suasana didalam Benteng Pek Kiam Poo untuk

sementara menjadi tenang kembali.

Sebaliknya perasaan hati dari Ti Then tidak dapat tenang, bahkan

boleh dikata duduk tidak enak tidurpun tidak tenang, hatinya benar2

terasa kacau sekali karena hari perkawinannya sehari demi sehari

mulai mendekat sedangkan tak sebuah akal pun didapat olehnya hal

ini membuat hatinya bertambah tidak tenang.

Terhadap diri Wie Lian In dia sama sekali tidak mempunyai

perasaan " Sayang atau keberatan " bilamana dia bisa pergi dan

membereskan urusan ini maka walau pun seperempat jam pun dia

tidak ingin berada lebih lama lagi didalam Benteng Pek Kiam Poo.

Tetapi dikarenakao ancaman dari majikan patung emas membuat

dia orang

mau tidak mau harus mengambil satu keputusan untuk

menyelesaikan urusan ini, barang yang diinginksn oleh majikan

patung emas agaknya harus didapatkan juga, bilamana dirinya

tanpa memperdulikan lagi segala urusan dan meninggalkan benteng

Pek Kiam Poo maka majikan patung emas pasti akan menggunakan

cara yang paling kejam dan paling ganas untuk membinasakan Wie

Ci To ayah dan anak.

Walaupun Ti Then merasa harga diri adalah amat penting tetapi

nyawa dari Wie Ci To ayah beranak jauh lebih penting lagi. dia tidak

akan mengorbankan nyawa Wie Ci To ayah beranak, karena ingin

menjaga harga dirinya sendiri.

Bahkan undangan sudah dibagikan, bilamana dia melarikan diri

dari Benteng Pek-Kiam Poo bukankah Wie Ci To ayah beranak bakal

kehilangan muka dihadapan orang2 Bu-lim ?

Maka itulah saat ini dia sudah berada didalam keadaan kepepet.

keadaannya seperti sedang menunggang harimau sekali pun mati

tidak boleh melakukan niatnya tersebut.

Satu2nya cara yang dapat dilakukan oleh dia adalah didalam

sepuluh hari sebelum hari perkawinannya ini berusaha untuk

menyelidiki nama serta asal usul dari majikan patung emas,

bilamana nama serta asal usul dan majikan patung emas ini dapat

diketahui olehnya maka ada kemungkinan dia masih bisa

memikirkan satu cara untuk menghadapinya.

Tetapi, harus membutuhkan beberapa waktu dia baru berhasil

mengetahui nama serta asal-usul dari majikan patung emas ini?

Hal ini sama sekali tak terpikir olehnya!

Hari itu, sewaktu dia lagi memberi petunjuk ilmu pedang kepada

seorang pendekar pedang mendadak masuklah kedalam benteng

seorang pemuda dengan menunggang kuda, jika dilihat dari gagang

pedang merah yang tersoren pada pinggangnya jelas dia

merupakan seorang pendekar pedang merah.

Ketika dilihatnya pula perawakan tubuh dari orang itu mendadak

hatinya merasa rada bergerak, kepada seorang pendekar pedang

putih yang ada disampingnya dia lantas bertanya :

“Eeeei . . pendekar pedang merah itu apakah anggota dari

Benteng kita?".

"Benar, apakah Ti Kiauw-tauw sudah lupa ??".

"Pendekar pedang didalam Benteng kita, ada sembilan puluh

orang banyaknya, bahkan ssbagian bssar berkelana didalam dunia

kangouw, sudah tentu aku tidak akan kenal satu persatu" sahut Ti

Then pura2 serius.

"Saudara ini tentunya Ti Kiauw-tauw pernah menemuinya, dia

baru dua bulan yang lalu pulang kerumah menjenguk keluarganya.

Ini hari dia baru pulang kembali ke dalam Benteng kita !".

“Dia tentu Yuan Cia-heng?”

"Salah ! Dia adalah Phoa Loo Tek, usianya jauh lebih besar dua

tahun dari diri Yuan Cia" sahut pendekar pedang putih itu sambil

gelengkan kepalanya.

"Aaah . . . benar, benar," dia adalah Phoa Loo Tek, heeeei ....

bagaimana ingatanku bisa begitu buruk ?”

Saat itulah Phoa Loo Tek sudah turun dari kudanya ditengah

kalangan latihan silat itu, sewaktu dilihatnya Ti Then sedang

memberi petunjuk ilmu pedang kepada para pendekar pedang

lainnya sambil tertawa dia lantas maju menghampiri dan menjura.

“Ti Kiauw-tauw kau sudah pulang ?" ujarnya.

“Benar, aku dengar Phoa-heng pun sedang pulang untuk

menjenguk keluarga?" ujar Ti Then mengangguk.

"Betul, sebenarnya cayhe hendak kembali kedalam Benteng lebih

pagian tetapi dikarenakan ibuku selalu tidak memperbolehkan cayhe

untuk berangkat maka terpaksa aku harus tinggal satu bulan di

rumah ".

"Dimanakah rumah Phoa heng ?"

"Cayhe tinggal disuatu dusun kecil, Swie Mo Kauw, sebelah Barat

dari gunung Cing Shia!"

“Aaaah . . . tempat itu tidak terlalu jauh, dengan menunggang

kuda paling banter cuma dua tiga hari perjalanan "

"Benar!”

"Phoa-heng baru saja kembali kedalam Benteng perjalanan jauh

melelahkan sekali, kau pergilah untuk beristirahat!".

Phoa Loo Tek segera menyahut dan mengundurkan diri dari

sana,

Ti Then yang melihat cuaca sudah mendekati siang dia lantas

membubarkan para pendekar pedang lalu berjalan menuju kamar

istirahat dari sipenembus ulu hati Shia Pek Tha.

Sesampainya didalam kamar Shia Pek Tha dia melihat Phoa Loo

Tek lagi mencatatkan tanggal kembalinya kedalam Benteng didalam

buku..

Shia Pek Tha yang melihat Ti Then berjalan masuk kedalam

kamar dia segera bangkit berdiri dan menuding kearah Phoa Loo

Tek.

"Ti Kiuw tauw, Phoa Lote ini baru saja kembali dari liburannya."

"Siauw te sudah tahu, kita sudah bartemu muka sewaktu ada

dilapangan latihan silat" sahut "Ti Then sambil tertawa.

Saat ini Phoa Loo Tek sudah menulis tanggal liburannya, setelah

itu kepada Ti Then dan Shia Pek Tha dia tertawa dan putar badan

berjalan keluar dari kamar.

"Ti Kiauw tauw ada urusan apa?” tanya Shia Pek Tha.

Ti Then yang mendengar suara langkah dari Phoa Loo Tek sudah

menjauh dia berbisik.

"Shia heng, siauwte rada menaruh perasaan curiga terhadap

jagoan pedang she Phoa ini!"

Shia Pek Tha jadi melengak.

"Aaah . . apanya kurang beres dari dirinya?"

"Peadekar psdang she Phoa ini tinggal didusun Swee Mo Kauw,

jaraknya dari sini cuma ada tiga hari perjalanan saja, tetapi sekali

pergi sudah ada dua bulan lamanya, agaknya didalam urusan ini

rada sedikit tidak beres."

Mendengar perihal tersebut Shia Pek-Tha segera tertawa.

“Tinggal beberapa hari di rumah adalah biasa, apanya yang tidak

beres ?”

“Ingatkah sewaktu tempo hari Siauw-te datang untuk memeriksa

buku tersebut ?”

“Masih ingat, bagaimana ?” tanya Shia Pek Tha sambil

mengangguk.

“Tempo hari sewaktu siauw-te kembali ke dalam benteng dan

ditengah jalan melewati gunung Lak Ban San ada satu hari di

sebuah rumah penginapan di kota Kiam Bun Koan sudah

menemukan dua orang Bu-lim yang lewat dari samping siauw te,

salah satu diantaranya sudah berkata;

“Kau harap berlega hati, tadi Phoa Loo Tek sudah berbicara amat

jelas sskaii, dia bisa turun tangan memberi bantuan... siauw te yang

merasa nama Phoa Loo Tek ini rada dikenal maka setelah dipikir-

pikir setengah harian baru teringat kembali kalau didalam Benteng

dari antara pendekar pedang merah pun ada seseorang yang

bernama Phoa Loo Tek . . .”

“Akhirnya bagaimana ?” Tanya Shia Pek Tha dengan pandangan

tajam.

“Menanti siauw-te teringat kembali akan hal ini kedua orang Bu-

lim itu sudah pergi tak berbekas, tetapi wajah dari kedua orang itu

siauw te masih ingat, jika dilihat dari potongannya jeias dia

bukanlah seorang manusia baik2”

“Lalu apakah arti dari perkataan kedua orang itu ?”.

Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya;

“Siauw te sendiri pun tidak paham, akhirnya setelah siauw-te

melakukan pemeriksaan di buku catatan itu dan mengetahui kalau

Phoa Loo Tek baru pulang kerumah dalam hati siauw-te baru

menaruh rasa heran. Bukankah Shia heng tahu jarak antara dusun

Swie Mo Kauw serta Kiam Bun Koan ada enam ratus li jauhnya,

kalau memangnya Phoa Loo Tek pulang ke rumah bagaimana dia

bisa lari ke kokta Kiam Bun Koan yang jaraknya ada enam ratus li

itu?”

Shia Pek Tha segera termenung berpikir sebentar, akhirnya dia

menjawab juga;

“Apakah Ti Kiauw tauw menaruh curiga kalau alasan Phoa Loo

Tek pulang kerumah adalah pura2, sebaliknya secara diam2 dia

sudah pergi mengadakan hubungan dengan orang dikota Kiam Bun

Koan ?”

“Tidak salah!”

“Bagaimana kalau sekarang juga kita pergi menanyai dirinya ?”

kata Shia Pek Tha, setelah itu dia lantas melangkah keluar dari

dalam kamar.

Dengan terburu-buru Ti Then menarik dia kembali,

“Kau tidak boleh berbuat demikian” sahutnya sambil

menggelengkan kepalanya.

“Kenapa ?” tanya Shia Pek Tha melengak.

“Pertama, yang dimaksudkan sebagai Phoa Loo Tek oleh orang

itu belum tentu Phoa Loo Tek dari benteng kita, ada kemungkinan

nama mereka adalah sama. Kedua, Jikalau misalnya dia orang

sendir, maka sekalipun Shia heng tanya dirinya belum tentu dia

orang suka mengaku buat apa kita mengejutkan dirinya terlebih

dahulu ?”.

“Lalu menurut pendapat dari Ti Kiauw tauw kita harus berbuat

bagaimana ?”

“Secara diam2 kirim seorang kedusun Swie Mo Kauw untuk

menyelidiki apakah dia sungguh-sungguh sudah pulang kerumah.

Bilamana orang tuanya menjawab bahwa dia ada disana maka hal

ini membuktikan kalau Phoa Loo Tek ini bukanlah dia, sebaliknya

bilamana orang tuanya berkata bahwa dia tidak ada dirumah atau

mungkin cuma tinggal sehari dua hari saja maka ada kemungkinan

dia orang adalah Phoa Loo Tsk yang dimaksudkan kedua orang Bu-

lim itu, dengan sendirinya dia adalah seorang yang patut dicurigai.”

“Hmmm . . , sangat beralasan sekali”

“Kedua orang Bu-lim itu bsrwajah amat menyeramkan, bilamana

mereka berasal dari kalangan hitam maka janji Phoa Loo Tek untuk

turun tangan membantu sudah tentu bukan satu pskerjaan yang

cemerlang, apalagi Poocu kita selalu menasahati seluruh jagoan

pedang yang ada didalam Benteng kita untuk menjauhkan diri dari

segala kejahatan maka itu urusan ini harus kita selidiki sampai

jelas.”

“Benar . . benar . . .” sahut Shia Pek Tha sambil mengangguk

berulang kali, “Ti Kiauw tauw rasa baiknya kirim siapa untuk

melakukan penyelidikan ini ?”

“Urusan ini untuk sementara waktu janganlah dilaporkan terlebih

dahulu kspada Poocu sehingga jangan sampai pula kawan yang lain

mengetahui maka itu maksud dari Siauw te bilamana Shia heng

tidak keberatan maka dengan mengambi1 beberapa waktu ini

berangkatlah sendiri untuk melakukan penyelidikan, bagaimana

maksud dari Shia heng ?”

“Boleh, waktu perkawinan dari Ti Kiauw tauw masih ada enam

belas hari lamanya dari sini menuju ke dusun Swie Ma Kauw pun

pulang balik cuma membutuhkan enam hari saja, kemungkinan

sekali Poocu akan memberi izin uutuk turun gunung, cuma entah

harus menggunakan alasan apa untuk minta libur ?”

“Coba Shia-heng pikirlah dengan cermat.”

Lama sekali Shia Pek Tha termenung bsrpikir akhirnya dia

menjerit kegirangan.

“Aaash. sudah ada, setiap tahun pada waktu begini cayhe tentu

akan menuju ke gunung Kiu Cing san untuk menengok istri dari

seorang kenalanku yang telah meninggal, biarlah aku menggunakan

alasan ini untuk minta ijin.”

“Tetapi apa hubungannya antara dirimu dengan dia orang ?”

“Dahulu cayhe mempunyai seorang sahabat karib yang bernama

Siauw Tioen Hoo, dia pun merapakan seorang jagoan Bu-lim tapi

akhirnya dia dibunuh orang dan meninggalkan seorang istri dengan

tiga orang anak, keadaannya sangat kasihan sekali, karenanya

setiap tahun cayhe tentu pergi menengok meraka dan membagi

sedikit uang buar mereka, urusan ini pun diketahui pula oleh Poocu

sendiri.”

“Kalau memangnya begitu hal ini amat bagus sekali. Poocu tentu

mengijinkan Shia heng untuk pergi keluar.”

“Cayhe sekarang juga akan minta ijin kepada Poocu, bilamana

Poocu setuju maka cayhe sekarang juga akan berangkat”

Sehabis berkata dengan ter-buru2 dia terus berlalu dari sana.

Tidak lama kemudian dengan wajah penuh senyuman dia sudah

berjalan kembali lagi.

“Haaa .. haaa . Poocu sudah setuju” ujarnya tertawa, “Dia cuma

memberi pesan agar beberapa hari sebelum perkawinan dari Ti

Kiauw tauw harus sudah kembali ke dalam Benteng.”

Dalam hati Ti Then merasa amat girang sekali.

“Lalu Shia heng mengambil keputusan hendak berangkat

sekarang juga ?”

“Tidak salah, cayhe adalah seorang yang mempunyai sifat ingin

terburu2, sesuatu urusan setelah diambil keputusan maka segera

juga kepingin berangkat”

Dia berganti pakaian, mengambi1 beberapa stel ganti dan

beberapa ratus tahil perak yang dibungkus menjadi satu buntalan

lalu dipanggul keatas bahu,

“Sudahlah. sekarang aku mau berangkat” katanya kemudian.

“Shia heng hendak berangkat dengan menunggang kuda ?”

“Sudah tentu”

“Kawan-kawan Benteng lainnya bilamana melihat secara tiba2

Shia heng berangkat meninggalkan benteng tentu akan menaruh

rasa curiga. lebih baik kau pesanlah beberapa patah kata kepada

mereka.”

“Baiklah, apakah Ti Kiauw tauw ada pesan lainnya ?”.

“Tidak ada, Siauw te punya maksud tidak menghantar Shia heng

keluar benteng, harap di perjalanan Shia heng suka berhati-hati”

Demikianlah Shia Pek Tha lantas berangkat meninggalkan

benteng itu.

Sedangkan Ti Then sendiri pun dengan wajah penuh

kegembiraan berjalan kembali kedalam kamarnya.

Apa yang dikatakan pernah bertemu dua orang Bu-lim di kota

Kiam Bun Koan sudah tentu adalah perkataaa kosong belaka, tujuan

yang utama dari dirinya adalah pergi menyelidiki kemana perginya

Phoa Loo Tek selama dua bulan ini, karena dia merasa perawakan

badan dari Phoa Loo Tek ini sangat mirip sekali dengan perawakan

pemuda berkerudung yang diperintah majikan patung emas untuk

menyelidiki dan mengawasi dirinya itu.

Bilamana Shia Pek Tha mendapat tahu kalau Phoa Loo Tek tidak

pernah pulang ke rumah atau mungkin cuma beberapa hari saja

disana maka delapan bagian Phoa Loo Tek ini adalah si pemuda

berkerudung.

Jikalau dia berhasil membuktikan kalau Phoa Loo Tek adalah si

pemuda berkerudung itu, dirinya secara diam2 bisa pancing dia

keluar dari Benteng kemudian menawan dirinya dan paksa dia untuk

mengaku nama serta asal usul dari majikan patung emas, dengan

demikian ada kemungkinan dia akan memperoleh cara yang amat

baik untuk menghadapi majikan patung emas itu.

Terhadap urusan ini dia menaruh harapan yang amat besar

sekali.

Sakembalinya kedalam kamar dia lantas berganti dengan pakaian

singsat.

Saat itulah tampak si Loo-cia pelayan tua itu sudah berjalan

masuk ke-dalam kamar.

“Ti Kiauw tauw,” ujarnya. “Tadi Coen Lan datang kemari, katanya

nona mengundang kau pergi ke-sana setelah bersantap.”

“Baiklah.”

“Beberapa hari ini agaknya setiap hari nona terus menerus

bersembunyi didalam kamar, apakah dia merasa malu?”

“Benar” jawab Ti Then tertawa.

Mendadak, dengan pandangan mata yang tajam si Loo-cia

pelayan tua itu memperhatikN dirinya lalu sambil tertawa tanyanya:

“Ti Kiauw tauw, ada urusan apa yang membuat hatimu jadi

begitu gembira ?”

“Urusan yang menggembirakan ?” tanya Ti Then melengak.

“Air muka Ti Kiauw tauw amat giraag sekali, tentu ada satu

urusan yang menyenangkan hatimu,” seru si Loo-cia sambil

menuding wajahnya.

"Setiap orang yang menghadapi hari perkawinannya sudah tentu

akan bsrsemangat, aku sudah hampir jadi pengantin . . . coba kau

bilang patutkah aku merasa tidak gembira?".

"Tidak, rasa girang dari Ti Kiauw-tauw kali ini sangat luar biasa

sekali, perasaan gembira ini belum psrnah ditemui sejak Ti Kiauw-

tauw memasuki benteng Pek Kiam Poo".

"Kau jangan omong sembarangan!".

“Sungguh, hamba yang selama hidup bekerja sebagai pelayan

paling pinter melihat perubahan wajah dari majikanku, hati

majikanku lagi senang atau sedih hamba mengetahuinya dengan

amat jelas sekali".

Ti Then tidak banyak bicara lagi dengan dirinya, dia lantas

berjalan keluar dari kamar dan menuju ke ruangan makan, karena

waktu itu adalah waktu bersantap.

xxxxx

Selesai bersantap dia berjalan menuju ke kamar Wie Lian In, saat

itu dia melihat Wie Lian In lagi duduk disamping Mong Yong Sian

Kauw itu si ciangbunjin dari Tiang Pek Pay dan melihat dia sedang

menyulam.

Dengan amat hormatnya dia lantas menjura kepada diri Mong

Yong Sian Kauw setelah itu baru ujarnya kepada diri Wie Lian In:

"Coen Lan tadi bilang kau ada urusan mencari aku ?".

"Aaaah . . tidak ada urusan yang penting" sahut Wie Lian In

sambil tertawa malu. "Mong Yong ciangbunjien lagi memberi

pelajaran menyulam kepadaku, aku ingin membuatkan satu

kantongan uang buat dirimu cuma saja tidak tahu kau suka

kembangan yang bagaimana maka aku sengaja mengundang kau

kemari".

"Tidak boanpwee sangka Mong Yong ciangbunjin pun bisa

menyulam, sungguh luar biasa sekali" puji Ti Then kepada Mong

Yong Sian Kauw sambil tertawa.

"Aku adalah seorang perempuan sudah tentu mengerti akan

menyulam, hal ini ada apanya yang aneh?7" seru Mong Yong Sian

Kauw tertawa pula.

"Tetapi kau sebagai seorang ciangbunjien suatu partai besar

bagaimana ada waktu untuk mempelajari soal begini ??".

"Sekarang aku adalah seorang ciangbunjien tetapi sewaktu kecil

tidak, permainan macam ini aku mempelajari ini dari ibuku semasa

kecil".

Waktu ini dia sedang menyulam sebuah bunga Bwee, kelihatan

sulamannya amat bagus sekali.

"Agaknya ciangbunjien amat suka dengan bunga Bwee?" tanya Ti

Then lagi.

"Bukankah julukanku sebagai sekuntum bunga Bwee?".

"Mong Yong ciangbunjien bukan saja pandai membuat bunga

Bwee bahkan bunga yang lain pun saagat indah sekali" timbrung

Wie Lian In dari samping.

"Lalu kau sendiri sudah bisa mempelajari berapa macam?” tanya

Ti Then terhadap diri sang nona.

"Sama sekali tidak bisa, maka itu aku mau tanya dulu kau suka

dengan bunga apa, setelah kau menyebutkannya maka aku akan

mempelajarinya dari Mong Yong ciangbunjien!".

Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera tersenyum.

"Bilamana diatas kantongan uang disulam sekuntum bunga, hal

ini aku rasa rada kurang bagus.”

"Kenapa ?"

"Mudah menghamburkan uang hingga habis!" jawab Ti Then

sambil tertawa. (Huruf Tionghoa "Hoa" berarti bunga, berarti pula

menghamburkan).

Wie Lian In segera tertawa cekikikan, “Uang yang ada didalam

kantongan uang memang seharusnya di-hambur-hamburkan!"

serunya.

“Mengirit adalah satu kebaikan, buat apa orang harus

menghambur-hamburkan uang? aku lihat lebih baik kau sulamkan

sebuah kepala harimau saja”

"Kepala macan?" tanya Wie Lian In melengak,

"Benar?" jawab Ti Then tsrtawa. "Bilamana diatas kantongan

uang disulam dengan seekor kepala macan maka setiap kali aku

merogoh kantong untuk mengamhil uang lantas bisa merasakan

seperti masuk kedalam mulut macan, maka setiap pengeluaran

sangat berhati-hati."

Wie Lian In serta Mong Yong Sian Kauw yang mendengar

perkataan tersebut tak terasa lagi segera tertawa keras.

Pada saat mereka bertiga sedang bercakap-cakap itulah

mendadak dari luar bangunan terdengar suara si Loo-cia pelayan

tua itu sedang berteriak teriak:

"Ti Kiauw tauw . . Ti Kiauw-tauw... diluar ada seorang tamu yang

sedang mencari dirimu!"

Mendengar perkataan tersebut Ti Thens segera merasakan

hatinya tergetar amat keras, dengan terburu-buru dia mohon pamit

dan berjalan keluar.

"Siapa?" tanyanya setelah bertemu muka dengan Loocia si

pelayan tua itu.

"Orang itu tidak suka melaporkan namanya, dia cuma bilang

dirinya kenal dengan Ti Kiauw tauw dan sekarang ada urusan untuk

bertemu muka.”

Ti Then merasa tidak mungkin ada seorang kawannya yang

sengaja datang untuk bertemu muka dengan dirinya karena itu

dalam hati dia merasa amat curiga, tanyanya lagi :

"Bagaimana potongan dari orang itu ?".

"Katanya seorang kakek tua, hamba tidak melihatnya sendiri

sehlngga tidak begitu jelas".

"Sekarang dia ada dimana?”

"Masih ada didalam pintu luar benteng".

Dengan langkah yang tergesa-gesa Ti Then segera berjalan

keluar dari pintu luar Benteng.

Sewaktu tiba dihalaman depan dia bertemu muka dengan Wie Ci

To.

"Loo-cia bilang di luar ada seorang kakek tua yang hendak

bertemu dengan siauw say!" katanya sambil menghentikan

langkahnya.

"Benar, mari kita berjalan keluar untuk melihat sebentar" ujar

Wie Ci To sambil mengangguk.

Tua muda dua orang segera berjalan keluar dari pintu Benteng,

terlihatlah didepan pintu berdiri seorang kakek tua berbaju hijau

dengan pada kepalanya tertutup oleh sebuah topi lebar yang

terbuat dari rerumput, saat ini dia sedang menundukkan kepalanya

sebingga tidak terlihat wajahnya, tetapi jika ditinjau dari sikapnya

tidak salah lagi dia adalah searang jagoan dari Bu-lim.

Ti Then sagera mengerutkan alisnya cepat 2, sambil maju

merangkap tangannya memberi hormat ujarnya :

"Cayhe adalah Ti Then, entah...”

Si kakek tua berbaju hijau itu mendongakkan kepalanya lalu

tersenyum.

Melihat kedatangan dari orang itu, terasa lagi Ti Then segera

tertawa sanang, dengan gugup dia berlari kedepan dan jatuhkan diri

berlutut.

"Aaaah . , , kiranya adalah Yuan Loocianpwee ..."

Suaranya gemetar, jelas hatinya merasa sangat terharu sekali!

Tidak salah, kakek tua itu adalah Piauw Tauw dari Yong An

Piauw-kiok, Si Kiem Kong So, Yuan Siauw Ko adanya.

Dengan cepat Yuan Siauw Ko membangunkan dia.

"Tidak usah banyak adat " ujarnya sambil tertawa. "Loohu

dengar kau sudah hampir menikah maka sengaja berangkat kemari

untuk menengok dirimu."

Bertemu dengan orang ini Ti Then merasa bertemu dengan

orang yang paling rapat dengan dirinya, dsngan rasa yang amat

girang dia lantas menoleh kearah Wie Ci To dan ujarnya.

"Gak-hu, dialah Piauw-tauw dari Yong An Piauw-kiok!"

"Nama besar dari Yuan-heng sudah lama aku orang she Wie

kagumi, selamat bertemu! selamat bertemu! " ujarnya sambil

merangkap tangannya menjura.

Dengan gugup Yuan Siauw Ko pun membalas hormat itu.

"Kunjungan yang mendadak harap Wie Poocu suka jangan

marah."

"Mana . . . mana . . mari masuk ke dalam untuk minum teh".

Sambil berkata dia menyingkir ke samping mempersilahkan

tamunya untuk masuk ke dalam.

Mereka bertiga segera mengambil tempat di ruangan tengah

Benteng dan duduk menurut urutan.

Ti Then lantas menghidangkan air the, setelah masing2 pihak

berbicara beberapa kata kesopanan terdengarlah dengan wajah

serius Wie Cl To berbicara:

“Mengenai peristiwa lenyapnya barang kawalan sewaktu Ti Then

bekerja di dalam Piauw-kiok Yuan-heng, aku orang she-Wie baru

tahu pada kurang lebih sebulan yang lalu, karena urusan ini bocah

ini makan tidak enak tidur tidak tenang. Tetapi aku orang she-Wie

sudah berjanji setelah perkawinan mereka aku akan mengerahkan

ssluruh pendekar pedang yang ada untuk menyelidiki jejak dari si

Hong Liuw Kiam Khek ini, aku tidak percaya dia bisa lenyap".

"Bilamana Wie Poocu suka turun tangan memberi bantuan sudah

tentu Loohu merasa sangat berterima kasih sekali" ujar Yuan Siauw

Ko sambil tertawa. "Tetapi sejak semula Loohu sudah tidak pikirkan

urusan ini didalam hati, apakah lain kali berhasil menemukan

kembali barang kawalan yang lenyap itu soal tersebut sudah tidak

terlalu penting lagi."

"Apa maksud dari psrkataan Yuan-heng itu?”

"Loohu sudah mengganti lenyapnya barang itu dengan si pemilik

barang, sedang terhadap mereka pun tidak ada tanggung jawab lagi

maka itu dapatkah kita menemukan kembali barang itu loohu rasa

bukanlah satu urusan yang penting."

"Yuan-heng sangat lapang dada menganggap harta seperti

kotoran, sungguh membuat Loohu merasa amat kagum, tetapi di

pihak Ti Then hal ini tidak bakal menenangkan hatinya, karena dia

sudah mencelakai seluruh keluarga Yuan-heng.”

"Usia Loohu sudah lanjut, terhadap pekerjaan pun sudah tidak

terlalu mementingkan, setelah berkelana selama beberapa tahun

didalam Bu-lim, loohu merasa sudah bosan dan ingin beristirahat

saja.”

“Tidak perduli bagaimana pun lenyapnya barang kawalan itu

harus berusaha untuk dicari kembali” ujar Wie Ci To dengan wajan

yang amat serius. “Hal ini bukan saja demi Yuan-heng tetapi demi Ti

Then pula. Sejak dia menjabat sebagai Kiauw tauw didalam benteng

aku orang she Wie jarang sekali melihat wajahnya menampakkan

kegembiraan, selalu saja dia merasa amat murung, kini dia sudah

menjadi menantu dari aku orang she Wie, maka aku orang

seharusnya memberi satu kebahagiaan kepada mereka.

Mendengar psrkataan tersebut saking terharunya tidak kuasa lagi

Ti Then mengucurkan air matanya,

Dia benar2 merasa terharu, luka dihatinya pun terungkap

kembali.

Dengan sedihnya Yuan Siauw Ko menghela napas panjang.

“Sudah tentu Loohu sendiri pun sangat mengharapkan barang

kawalan yang sudah lenyap itu bisa dicari kembali, bilamana Wie

Poocu bisa bantu mencarinya kembali maka Loohu bersedia untuk

menyumbangkan separohnya untuk menolong kaum miskin”

“Lao-heng serta putrimu apa tidak ikut datang ?” tiba-tiba Ti

Then menyambung dari samping.

“Setelah pertemuan kita dulu, sebulan kemudian Loohu sudah

menikahkan Lao Ie dengan putriku, kini mereka tinggal di rumah”

"Apakah mereka sudah tidak ikut loocianpwee menjual silat ?”

"Benar! " Sahut Yuan Siauw Ko sambil mengangguk. "Alasannya

ada dua, pertama; sekaraag Lan-jie sudah mengandung sehingga

tidak leluasa baginya untuk berluntang-lantung didalam dunia

kangouw. Kedua: Lao Ie sekarang sudah menjadi Piauw-su dari

Liong Hauw Piauw-kiok, penghidupan mereka pada saat ini lumayan

juga”

"Lalu kau sendiri?” tanya Ti Then dengan rasa kuatir.

"Menganggur, heeeei .... di kota Han Yang Loohu buka sebuah

perguruan silat dan menerima murid, idep2 mencari tambahan

sesuap nasi!”

"Bilamana bisa mencari satu tempat untuk tinggal memang jauh

lebih baik dari pada harus berkelana terus didalam Bu-lim ..." seru Ti

Then dengan rada lega.

"Kapan kau akan menikah dengan nona Wie ?" tanya Yuan Siauw

Ko kemudian.

"Masih ada enam belas hari lagi".

"Apakah Yuan-heng suka menetap selama beberapa hari disini ?”

sambung Wie Ci To kemudian.

"Baiklah, Loohu sengaja datang kemari untuk memberi selamat

sudah tentu baru pulang setelah perkawinan mereka selesai,

asalkan tidak mengganggu ketenangan didalam Benteng, loohu

tentu akan tinggal disini".

"Aaaah . . . buat apa Yuan-heng membicarakan perkataan

tersebut ? Tempo hari aku orang she Wie pun pernah

membicarakan soal Yuan-heng dengan diri Ti Then, cuma karena

tidak mengetahui dimanakah Yuan-heng berada maka sulit untuk

mengirim undangannya keluar, kini Yuan-heng sudah datang, sudah

tentu hal ini amat bagus sekali”

Sedang mereka bercakap-cakap terlihatlah ciangbunjien dari Kun

Lun Pay Kiem Cong Loojien ber-sama2 dengan ciangbunjien dari

Tiang Pek Pay, Mong Yong Sian Kauw sudah berjalan masuk ke

dalam ruangan.

Dengan cepat Wie Ci To memperkenalkan mereka berdua dengan

Yuan Siauw Ko setelah itu baru ber-sama2 mengambil tempat

duduk, karena semuanya adalah orang2 dari kalangan dunia

kangouw maka apa yang dibicarakan pun tidak akan lebih dari

persoalan tersebut.

Malam itu Wie Ci To mengadakan perjamuan untuk menjamu diri

Yuan Siauw Ko, orang yang ada didalam perjamuan itu, Kiem Cong

Loojien. Mong Yong Sian Kauw, mereka dengan amat gembiranya

bersantap dan minum arak sehingga tengah malam baru bubaran.

Setelah itu Ti Then menghantar sendiri Yuan Siauw Ko ke dalam

kamarnya untuk beristirahat.

“Malam sudah larut, kau pun kembalilah ke kamar untuk

beristirahat, ada perkataan kita bicarakan lagi besok pagi”. katanya

kemudian.

Ti Then ssgera menyahut dan mengundurkan diri dari ruangan

tersebut.

Pada saat dia mengundurkan diri kedalam kamarnya itulah

langkahnya amat perlahan sekali, beberapa kali dia kepingin

berhenti dan berbicara sepuasya dengan Yuan Siauw Ko.

Dia ingin memberitahukan rahasia dirinya kepadanya, dia akan

menceritakan bagaimana dia diperalat oleh majikan patung emas.

Rasa hormatnya terhadap si Kiam Kong So Yuan Sauw Ko ini

tidak berada dibawah Wie Ci To, karena Yuan Siauw Ko adalah

merupakan seorang jagoan Bu lim yang paling disayang olehnya, dia

pernah mengangkat dirinya, memberi petunjuk kepadanya bahkan

menyayangi dirinya.

Sesuatu kehilangan barang kawalan tempo hari pun bukan saja

dia tidak memaki dirinya bahkan terus menerus menghibur dirinya.

Karena itu di dalam hatinya Yuan Siauw Ko adalah seorang ayah

yang pstut dihctmati dan disayangi, sekarang dirinya menemui

urusan yang menyulitkan dia ingin mengutarakan seluruh kesulitan

itu kepadanya.

Tetapi berbagai ingatan kembali berkelebat memenuhi seluruh

benaknya, akhirnya dengan paksakan diri dia membatalkan maksud

hatinya itu dan berjalan kembali ke kamarnya.

Karena dia sudah memikirkan akan satu hal dia merasa kuatir

bilamana hal ini sampai diketahui oleh majikan patung emas atau

mata2 yang dikirim olehnya untuk mengawasi dan

memperdengarkan apa yang dikatakaa olehnya Yuan Siauw Ko

bakal menemui kematian yang mengerikan sekali,

Hal ini boleh dikata ada kemungkinan bisa terjadi, majikan

patung emas tidak akan membiarkan orang ketiga untuk ikut

mengetahui rencana busuknya ini, sewaktu dia mengetahui kalau

Yuan Siauw Ko pun mengetahui akan rahasianya ini maka dia bisa

turun tangan membinasakan dirinya.

Maka itu setelah berpikir pulang pergi akhirnya dia paksakan diri

untuk bersabar.

Sekembalinya kedalam kamar dia lantas mencuci muka,

membuka pakaian dan tidur.

Malam itu kembali Majikan patung emas munculkan dirinya.

Dengan diam2 dia menurunkan patung emasnya kebawah lalu

menggerakkan patung tersebut untuk membangunkan Ti Then.

"Ti Then, kau bangunlah!" tegurnya.

Dengan cepat Ti Then membuka matanya kembali.

"Ada urusan apa?”

"Aku man membicarakan soal Kiam Kong Su Yuan Siauw Ko

dengan dirimu".

"Kenapa ?" tanya Ti Then tawar.

"Aku ingin mengetahui hubunganmu dengan si tangan baja Yuan

Siauw Ko itu?"

"Tidak perduli aku mempunyai sangkut paut apa dengan dirinya

hal ini tiada hubungannya dengan dirimu".

"Sekarang kau masih merupakan patung emasku " bentak

majikan patung emas dengan gusar. "Sekalipun aku suruh kau

mengorek keluar hatimu kaupun harus melaksanakannya.”

“Baik, aku akan mengorek hatiku baru kau lihat2".

Sehabis berkata dari dalam sakunya dia mencabut keluar sebilah

pisau belati.

Agaknya majikan patung emas merasa amat terkejut sekali

melihat kejadian itu.

"Tidak, aku tidak akan taruhan dengan dirimu" serunya dengan

terburu-buru, "Aku tidak menyuruh kau untuk mengorek keluar

hatimu".

"Hmmm! aku sih mengharapkan sekali kau benar2

memerintahkan aku untuk mengorek keluar hatiku, dengan

demikian semua kesulitanku bisa musnah" seru Ti Then sambil

tertawa pahit.

Nada suara dari majikan patung emas seketika itu juga berubah

jauh lebih lunak lagi.

"Aku cuma ingin mengetahui hubungan diantara kalian, apakah

soal inipun tidak boleh dikatakan?"

"Sewaktu ada di gua Hu Lu Tong di gunung Ccen san kau pernah

berjanji tak akan mendesak aku untuk membuka rahasia".

Majikan patung emas termenung sebentar, akhirnya dia

menyahut.

“Baiklah, kau tidak usah mengatakan pun tidak mengapa,

padahal aku cuma ingin membantu kau..”

“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku mempunyai kesulitan yang

membutuhkan bantuan dari orang lain ?” desak Ti Then dengan

sedikit tergerak.

“Aku bisa melihatnya.”

“Kemunculanmu malam ini apakah sengaja hendak

menyampaikan maksud baikmu itu?”

“Di samping itu aku mau mengatakan satu hal kepadamu aku

merasa bahkan hubunganmu dengam Yuan Siauw Ko agaknya amat

rapat sekali, tetapi bagaimanapan hubungan diantara kalian berdua

aku melarang kau untuk menceritakan urusan di antara kita ini

kepadanya.

“Bilamana aku memberitahukan rahasia ini kepadanya kau punya

maksud untuk berbuat apa?”

“Aku bermaksud untuk berbuat apa tentunya kau bisa

menebaknya sendiri bukan?” seru majikan patung emas dengan

dingin.

“Bilamana secara diam2 aku memberitahu kepadanya ?" tanya Ti

Then dengan nada mencoba.

"Soal itu tidak akan mengelabuhi diriku " jawab majikan patung

emas sambil tertawa dingin.

"Benar " kata Ti Then sambil mengangguk. "Ada seseorang yang

bersembunyi di dalam benteng dan setiap waktu setiap saat

mengawasi setiap gerak gerikku secara diam2 ..."

"Hmm! kalau kau sudah tahu itulah sangat bagus sekali”

"Kau ingin menakut nakuti diriku ?”

"Bukannya menakuti dirimu " sahut majikan patung emas

sepatah demi sepatah. "Aku benar2 bisa berbuat demikian, setiap

kali aku melihat kau hendak membocorkan rahasiaku maka aku bisa

perintah dia untuk membunuh mati orang itu".

"Kau berlegalah hati. bilamana aku bermaksud hendak

memberitahukan urusan ini kepadanya maka sewaktu tadi aku

membawa dia kedalam kamar aku bisa memberitahukan hal ini

kepadanya, aku tidak akan menanti sampai sekarang".

"Aku sangat tidak ingin membunuh mati sahabatmu yang paling

intim maka itu aku memberi peringatan kepadamu, lebih baik kau

sedikit berhati-hati".

“Terima kasih atas peringatanmu, aku bisa meng-ingat? urusan

dihati".

Nada suara dari majikan patung emas kembali berubah jadi amat

halus.

"Apakah kau sudah mengambil keputusan untuk tidak

memberitahukan kepadaku apakah hubungannya antara dirimu

dengan dia orang?".

"Hubunganku dengan dirinya Wie Ci To ayah beranak pun sudah

tahu, maka aku bermaksud hendak menceritakan rahasia ini

kepadamu".

Segera dia menceritakan kisahnya pada dua tahun yang lalu

sewaktu dia menjadi Piauw-su diperusahaan Yong An Piauw-kiok

lalu bagaimana sewaktu melindungi suatu barang sudah kena

dicegat oleh si "Hong Liuw Kiam Khek" Ih Ping Siauw lalu

bagaimana ia dikalahkan dan seterusnya.

Selesai mendengar kisahnya itu majikan patung emas lantas

tertawa.

"Tidak aneh kalau kau ingin mencari si kakek pemalas Kay Kong

Beng untuk mengangkatnya sebagai guru, haaa . , haaa . . kiranya

kau ingin belajar ilmu silat kemudian mencari Ih Ping Siauw untuk

membalas dendam".

"Sekarang kau sudah tahu rahasia hatiku, tolong tanya

bagaimana kau ingin membantu aku untuk menyelesaikan urusan

ini?"

Majikan patung emas termenung sebentar, akhirnya dia

menjawab:

“Walaupun didalam urusan ini aku bermaksud untuk membantu

dirimu tetapi tidak akan aku lakukan secepat mungkin, unsan itu

bisa aku kerjakan setelah tujuanku tercapai sukses”

"Menanti setelah tujuanmu tercapai aku bisa pergi mencarinya

sendiri, buat apa membutuhkan bantuanmu lagi?”

"Kau seorang diri mau pergi mencari kemana ? bila ada aku yang

memberi bantuan . . .”

"Semoga saja kau tidak tertarik oleh karena intan permata

tersebut " potong Ti Then dengan cepat.

"Itulah pikiran dari seorang manusia rendah " Seru majikan

patung emas dengan nada tidak senang. "Walaupun intan permata

itu nilainya ada diatas ratusan laksa tahii tetapi aku tidak akan

memandangnya barang sebelah matapun"

Ti Then termenung tidak menjawab. Majikan patung emas segrra

menarik kembali patung emasnya keatas.

"Ingat !” ujarnya lagi. "Bilamana kau tidak ingin melihat Yuan

Siauw Ko mati dengan sangat mengerikan maka urusanku janganlah

kau bocorkan kepadanya.”

XXX

Hanya didalam sekejap saja enam hari sudah berlalu.

Jarak dengan hari perkawinanpun tinggal sepuluh hari saja ! Hari

itu mcndekati lohor sipendekar pedang penembas ulu hati Shia Pek

Tha sudah kembali kedalam Benteng.

Setelah menemui Poocu Wie Ci To, sewaktu didengarnya Ti Then

lagi main catur dengan Kiem Cong Loojien di kebun dia lantas

berjalan menuju kesana.

XxxdwxxX

TI THEN yang lagi bermain catur di dalam gardu kebun, sewaktu

dilihatnya Shia Pek Tha berjalan mendekat, semangatnya mendadak

berkobar.

"Shia heng kau sudah kembali?" tanyanya.

"Benar, baru saja pulang "

Ti Then yang melihat adanya Kiem Cong Loojien disana merasa

tidak leluasa untuk menanyakan jejak dari Phoa Loo Tek di

hadapannya, segera sambil manuding kearah bangku batu dia

berseru:

"Shia-heng, silahkan duduk disini."

Shia Pek Tha segera memberi normat kepada Kiem Cong Loojien

setelah itu baru duduk disampingnya.

"Bagaimana kesudahan dari permainan semula?" tanyanya

sembari memperhatikan permainan catur itu.

"Seri . . . sudah main dua kali, satu menang satu kalah, sekarang

adalah permainan yang ketiga".

"Agaknya didalam permainan kali ini ciangbunjien sudah ada

diatas angin".

Kiem Cong Loojien segera terlawa ter-bahak2.

"Has .... haa kentutnya yang ada di atas angin! pada permainan

yang semula pun loolap selalu memimpin didepan tetapi setelah

sampai pada akhirnya selalu saja menemui kegagalan, permainan

catur dari Ti Kiauw-tauw ini sangat aneh sekali !".

Mendadak Ti Then menggerakkan biji caturnya.

"Biji catur ini harus dihidupkan" serunya keras.

Dengan rasa tegang Kiem Cong Loojien segera memperhatikan

biji catur dari Ti Then tersebut setelah itu berpikir sebentar akhirnya

dengan wajah yang amat girang tanyanya:

"Kau sudah pasti ?".

“Pasti!” jawab Ti Then mengangguk.

"Kau tidak boleh mengulangi kembali biji caturmu lho!"

"Ciangbunjin kapan melihat aku ber main curang?"

"Bagus sekali, permainan caturmu kali ini sudah mati !" sahutnya.

Sambii berkata dia menjalankan sebuah biji caturnya.

Melihat akan hal itu Ti Then segera menjerit keras:

"Aduh . . . celaka ! celaka! kiranya mataku sudah buta."

"Haa ,. . sekarang kau sudah kalah aku lihat . . "

Ti Then segera membubarkan biji2 catur tersebut.

"Boanpwee mengaku kalah!" serunya sambil tertawa pahit.

Agaknya Kiem Cong Loojien merasa amat bangga sekali.

"Bagaimana?" Ujarnya sambii tertawa "Permainan catur dari

Loolap tidak jelek bukan?"

"Benar, tidak disangka permainan catur dari ciangbunjien sangat

lihay sekali sungguh mengagumkan!"

Berbicara sampai disini dia lantas bangkit berdiri.

“Tetapi boanpwee masih tidak mau mengaku kalah, besok pagi

kita teruskan lagi dengan dua kali permainan !".

"Selalu menanti petunjuk darimu" jawab Kiem Cong Loojien

sambil tertawa.

Dia lantas membereskan catur itu lalu bertiga berjalan keluar dari

kebun.

Ti Then serta Shia Pek Tha mengawani Kiem Cong Loojien

kembali kedalam kamarnya terlebih dulu setelah itu baru kembaii

lagi kedalam kebun,

Ti Then yang melihat ditempat itu tidak kelihatan ada orang lain

segera tanyanya dengan suara perlahan:

"Bagaimaaa ?”

"Dugaan dari Ti Kiauw-tauw sedikitpun tidak salah, Phoa Loo Tek

benar-benar sangat mencurigakan sekali" sahut Shia Pek Tha

dengan air muka yang berubah amat keren.

Mendengar perkataan tersebut Ti Then hanya merasakan hatinya

berdebar amat keras, tanyanya dengan cemas:

"Apa yang dikatakan oleh orang tuanya?”

"Dia sama sekali tidak pulang kerumah, orang tuanya bilang Loo

Tek sudah ada setahun lamanya tidak pernah puiang!".

"Jika demikian adanya, didalam hal ini tentu ada suatu persoalan

yang mencurigakan".

"Dia keluar benteng dengan alasan hendak pulang menemui

orang tuanya tetapi dia tidak kembali hal ini jelas sekali

menunjukkan kalau ditempat luaran dia sudah melakukan suatu

pekerjaan yang tidak genah, urusan ini harus cepat2 dilaporkan

kepada Poocu" ujar Shia Pek Tha dengan wajah ssrius.

"Tidak bisa jadi!" bantah Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

"Kenapa?”

"Apa yang sudah dilakukan oleh Phoa-heng selama ditempat

luaran kita sama sekali tidak tahu, apalagi hari perkawinan dari

siauw-te pun sudah dekat, lebih baik didalam waktu seperti ini

jangan mengganggu diri Poocu",

Agaknya Shia Pek Tha merasa kalau perkataannya ini sedikitpun

tidak salah, dia lantas mengangguk.

"Kalau begitu, Ti Kiauw-tauw rasa kita harus berbuat bagaimana

baiknya?"

"Besok pagi Siauw-te akan meminjam kesempatan ini untuk

keluar dari Benteng; setelah itu Shia-heng pura2 teringat kalau

masih ada dua orang kawan yang belum kebagian undangan, maka

kirimlah dia serta Yuan Cia untuk membawa undangan itu, sudah

tentu kedua buah undangan itu harus mempunyai tujuan yang

berbeda, hingga dengan demikian Siauw-te bisa mencegatnya

ditengah jalan dan menanyainya dengan se-jelas2nya."

"Ehm ... ini memang suatu cara yang amat bagus sekali ..."

"Coba Shia-heng pikirkan apakah masih ada sahabat yang belum

kebagian undangan?”

Shia Pek Tha termenung berpikir sebentar setelah itu baru

jawabnya :

"Diatas gunung Cing Shia masih ada seorang To Pit Toojien yang

ada perkenalan satu kali jumpa, karena sifatnya yang suka

menyendiri dan tidak akur untuk berkumpul dengan orang maka

undangan itu tidak dikirim buatnya, tetapi bilamana membagikan

undangan ini kepadanya pun boleh juga ..."

“Kalau begitu kirimlah dia pergi!”

"Di kota Tiong Lam didaerah Siok Tiong ada seorang hartawan

Cau yang boleh juga dibcri undangkn tetapi kenapa kau ingin

menggunakan cara ini"

“Bilamana di dalam waktu yang bersamaan Shia-heng mengirim

mereka berdua untuk kirim undangan maka dia orang baru tidak

menaruh rasa curiga."

"Baiklah Besok pagi Cayhe akan kirim dia menuju ke gunuug Cing

Shia, sedang mengirim Yuan Cia ke kota Ticng Lam.. Bilamana Ti

Kiauw tauw ingin menanyakan dirinya maka kau boleh mencegatnya

ditengah jalan, biiamana alasan yang dikatakan amat masuk diakal

maka lepaskan dia pergi tetapi jikalau alasannya terlalu dibuat-buat

maka segeralah membawa dia pulang untuk dihadapkan kepada

Poo-cu!"

Setelah mengadakan perundingan beberapa saat lamanya

mereka berdua baru berjalan keluar dari kebun itu dan kembali ke

dalam kamarnya masing2.

Sekembalinya didalam kamar Ti Tthen segera naik keatas

pembaringannya untuk beristirahat, dengan amat tenang dia mulai

memikirkan satu peristiwa yang sulit dan berada diluar dugannya.

Hal itu adalah: Sewaktu besok pagi dia mencegat diri Phoa Loo

Tek ditengah perjalanan dan akhirnya membuktikan kalau dia

benar2 anak buah dari majikan patung emas, setelah itu dia harus

mengambil tindakan apa untuk memberi hukuman kepadanya ?

Sudab tentu dirinya harus memaksa dia untuk mengakui siapakah

nama serta asal usul dari majikan patung emas, setelah itu

memaksa dirinya pula untuk mengaku siasat apa yang sudah

disusun olehnya, tetapi tidak perduli dia mengatakan apa pun

akhirnya dia harus mengambil suatu tindakan terhadap dirinya.

Bunuh matia dia orang?

Tentu Tidak!

Bilamana membisakan dirinya dia bisa mengelabuhi diri majikan

patung emas, tetapi bagaimana dia harus bertanggung-jawab

terhadap Wie Cito serta Shia Pek Tha?

Lepaskan dia pergi?

Hal ini semakin tidak mungkin lagi.

Bilamana majikan patung emas mengetahui kalau dia berhasil

menawan “Anak buahnya”nya, mana mungkin dia mau berpeluk

tangan.

Persoalan ini terus menerus berkelebat di hatinya, akhirnya

saking tidak kuatnya Ti Then mengambil keputusan untuk

menentukan sikapnya setelah situasi berada dihadapan mata.

xxxx

Hari kedua, dia minta ijin kepada Wie Ci To dengan alasan

hendak mencari angin di luar benteng, dengan menunggang

kudanya dia lantas meninggalkan benteng Pek Kiam Poo.

Didalam perjalanannya menuju ke kota Go-bie, dia sama sekali

tidak berhenti, setelah melewati kota sebelah utara dia melanjutkan

kembali perjalanannya sejauh beberapa li dan sampailah di suatu

tempat pegunungan yang amat sunyi dengan disampingnya tumbuh

lebat pepohonan yang besar.

Setelah turun dari kudanya dan mengikat tunggangannya baik2,

dengan amat tenangnya Ti Then duduk disamping hutan untuk

menunggu.

Jalan raya ini adalah satu jalan yang harus dilalui bilamana

hendak menuju ke gunung Ching Shia, di dalam hati dia

memastikan kaiau Phoa Loo Tek pasti akan melewati tempat ini.

Kurang lebih setelah menunggu satu jam lamanya, akhirnya

terdengarlah olehnya suara derapan kuda yang amat ramai

bergema mendatang.

Dengan gesitnya Ti Then meloncat bangun dan berdiri di

samping hutan, ketika menengok kearah sebelah depan terlihatlah

dari arah kota Go-bie berlarilah mendatang seekor kuda dengan

amat cepatnya.

Dalam hati dia lantas menduga kalau orang itu pastilah Phoa Loo

Tek adanya, karena itu sengaja dia duduk disamping jalan pura2

lagi beristirahat

Hanya didalam sekejap saja kuda itu sudah berada dekat dengan

dirinya.

Tetapi ketika dia dapat melihat si penunggang kuda itu, seketika

itu juga dia orang dibuat tertegun.

Kiranya orang yang ada di atas kuda itu bukan Phoa Loo Tek,

melainkan seorang pendekar pedang merah yang lain dari benteng

Pek Kiam Poo.

Pendekar pedang merah itu bernama Tong Ceng Boe dan

merupakan salah seorang pendekar pedang merah yang pernah

menerima petunjuk ilmu silat dari diri Ti Then.

Bukankah terang2an orang yang di kirim untuk membagi

undangan itu adalah Phoa Loo Tek, bagaimana secara tiba2 orang

bisa berganti dengan Tong Ceng Boe?

Untuk beberapa saat lamanya Ti Then dibuat kebingungan.

Tong Ceng Boe yang melihat Ti Then ada di samping jalan, air

mukanya pun kelihatan sedikit berubah, dengan gugup dia lantas

menahan tali les kudanya dan meloncat turun ke atas tanah.

-oo0dw0oo-

Jilid 37 : Pengakuan Ti Then kepada Yuan Siauw Ko

“Ti Kiauwtauw, kau ada urusan apa datang kemari ?" tanyanya

sambil merangkap tangannya memberi hormat.

"Aku keluar lagi cari angin" sahut Ti Then sambil bangkit berdiri.

"Baru saja beristirahat ditempat ini, Tong-heng hendak pergi

kemana ?".

"Cayhe mendapat perintah dari Shia Toako untuk kirim satu

undangan ke gunung Cing Shia"

'Bukankah undangan sudah habis dibagi?"

'Benar ! cuma secara tiba2 Shia Toa-ko sudah teringat dua orang

yang belum mendapat undangan, karenanya lantas perintah cayhe

serta Yuan Cia untuk mengirimnya.”

"Mau diberikan buat siapa undangan itu?" tanya Ti Then lagi.

"To Pit Toojien !”

"Lalu bagaimana bisa kirim kau orang?"

"Sebetulnya Shia Toa-ko memerintahkan Phoa Loo Tek yang

kirim surat undangan ini, siapa tahu mendadak Phoa Loo Tek sakit

perut sehingga terpaksa harus diganti cayhe !”

Saat itulah Ti Then baru paham kembali sebab2nya, tidak terasa

lagi diam2 lantas berpikir:

"Hmm! bajingan itu sungguh licik sekali, apakah dia sudah

mengetahui siasatku ini sehingga sengaja ber-pura2 sakit perut?"

Setelah berpikir sampai disitu tidak terasa lagi dia lantas

bertanya: ”Bagaimana mendadak perutnya bisa sakit?”

"Siapa yang tahu" ujar Tong Ceng Boe sambil tertawa.

"Ada kemuagkinan sudah salah makan “

Dengan perlahan Ti Then mengangguk.

"Baiklah kau boleh pergi !" ujarnya kemudian.

Tong Ceng Boe lantas merangkap tangannya memberi hormat,

naik keatas kuda tunggangannya dan berlalu dari situ.

Ti Then sendiripun sambil menuntun keluar kuda Ang Shan Khek-

nya bsrangkat kembali kedalam Benteng.

Perubahan yang terjadi secara tiba2 ini benar2 berada diluar

dugaannya, tetapi dia memahami mengapa Shia Pek Tha ganti

mengirim Tong Ceng Boe untuk kirim surat undangan itu, bilamana

dia sendiri yang menghadapi peristiwa ini diapun akan berbuat

demikian, yang penting jangan sampai karena sakitnya perut Phoa

Loo Tek surat undangan itu tidak jadi dikirim sehingga menimbulkan

kecurigaan dari Phoa Loo Tek.

Pcrsoalannya sekarang, kenapa Phoa Loo Tek pura2 sakit perut?

apa dia sudah menduga kalau dirinya bisa menunggu dia ditengah

jalan dan hendak membongkar rahasianya sehingga tidak berani

kwluar? atau mungkin sebabnya dia sakit perut karena hanya ingin

menghindari tugas yang diberikan?

Bilamana soal ini termasuk hal yang di belakang hal itu masih

tidak mengapa, tetapi bilamana termasuk yang ada didepan maka

urusan ini rada tidak beres.

Bilamana dia tidak membongkar urusan ini sampai terang, dia

pasti akan laporkan urusan ini kepada majikan patung emas,

dengan demikian , . .

Berpikir sampai disini Ti Then segera merasakan hatinya gelisah

dia mempercepat larinya kuda untuk cepat2 tiba di-dalam Benteng

Pek Kiam Poo.

Satu jam kemudian dia sudah tiba kembali di Benteng Pek Kiam

Poo.

Sewaktu dilihatnya didepan Benteng masih kelihatan adanya

pendekar pedang hitam yang lagi ber-jaga2, hatinya merasa rada

lega, dia tahu didalam Benteng tidak terjadi urusan,

Dengan psrlahan dia orang mengambil keluar sapu tangaanya

dan mulai menyeka kering keringat yang mengucur keluar setelah

itu baru menjalankan kudanya masuk ke dalam Benteng, dia tidak

ingin semua orang melihat kalau dia kedalam Benteng dalam

keadaan terburu-buru.

Kuda Ang Shan Khek-nya dimasukkan dulu kedalam istal setelah

itu dia baru pargi menjenguk Wie Ci To dalam kamarnya.

Waktu itulah dia melihat Shia Pek Tha berjalan menuju

kearahnya, dia lantas berdiri tidak bergerak,

"Shia-heng !" ujarnya sambil tertawa. "Sudah lama kuda Ang

Shan Khek itu melakukan perjalan jauh, ini hari Siauw-te

membawanya jalan2 larinya sungguh bersemangat sekali!"

Shia Pek Tha tertawa dan maju lebih dekat lagi dengan Ti Then,

setelah dirasanya disekeliling tempat itu tidak ada orang dia baru

berbisik :

"Ti Kiauw-tauw kau sudah bertemu muka dengan Tong Ceng Boe

?".

Dengan perlahan Ti Then mengangguk.

"Hmmm! Bangsat cilik itu sungguh licik sekali" Dengus Shia Pek

Tha dengan sengit. "Sewaktu aku kirim dia ber-sama2 Yuan Cia

untuk kirim undangan dia menyahut dengan senang hati, tetapi

sewaktu kembali ke dalam kamar untuk mangadakan persiapan

mendadak dia berjongkok diatas tanah dan teriak2 katanya sakit

perut, oleh karena pada waktu itu banyak saudara-saudara yang

ada disana aku tidak punya akal lain kecuali memerintahkan Tong

Ceng Boe untuk menggantikannya. Hmm... ! Aku lihat sakitnya perut

tentu pura-pura belaka”.

"Tidak salah, memang pura2 belaka!”

"Tetapi dia sama sekali tidak tahu Ti Kiauw-ta«w lagi menanti

dirinya ditengah jalan, kenapa dia harus pura2 sakit perut ?".

“Soal ini Siauw-te sendiripun tidak paham" seru Ti Then sambil

gelengkan kepalanya.

"Apa mungkin dia mempunyai berbagai macam alasan yang

mengharuskan dia untuk tetap tinggal didalam Benteng ?".

Sekali lagi Ti Then gelengkan kepalanya.

"Dia sekarang ada diraana ?" tanyanya kemudian.

"Sekarang dia lagi berbaring didalam kamarnya.”

"Apakah Shia-heng melaporkan urusan ini kepada Poocu ?".

"Benar!" sahut Shia Pek Tha mengangguk. "Cuma aku tidak

melaporkan kecurigaan dari Ti Kiauw-tauw ini, aku cuma bilang

secara mendadak sudah teringat kalau To Pit Toojien serta

hartawan Cau belum mendapat undangan maka sengaja kirim Phoa

serta Yuan dua orang untuk menyampaikannya, siapa tahu tiba2

Phoa Loo Tek sakit perut lalu ganti mengirim Tong Ceng Boe untuk

melaksanakan tugas ini!".

Diam2 Ti Then menghembuskan napas lega.

"Bagus . . bagus sekali !" serunya dengan girang. "Untuk

sementara waktu kita jangan laporkan dulu urusan ini kepada

Poocu",

“Tetapi kita harus memikirkan yang buruk2 bilamana secara

diam2 bangsat cilik itu mengadakan hubungannya dengan orang

luar dan bersiap-siap hendak berbuat suatu urusan yang tidak

menguntungkan benteng kami bukankah urusan akan jadi semakin

berat? Karena menurut cayhe lebih baik kita laporkan saja kepada

Wie Poocu.”

“Tidak!” Potong Ti Then dengan cepat, “Urusan ini jangan sekali-

kali dilaporkan dulu kepada Poocu!”

“Kenapa?” tanya Shia Pek Tha tidak paham.

“Seperti perkataan yang terdahulu, hari perkawinan siauw-te

sudah hampir tiba sehingga kita menimbulkan banyak urusan

sehingga membuat poocu jadi tidak senang hati apalagi bilamana

kejelekan rumah tangga sendiri sampai tersiar di tempat luarpun

tidak ada baiknya kini Ciangbunjin dari Kun-lun pay serta Tiang-pek

pay juga Yuan Loocianpwee masih ada di dalam Benteng, bilamana

sampai terjadi sesuatu bukankah hanya mendatangkan tertawaan

dari orang2 Bu-lim saja? Maka itu menurut pendapat siauw-te lebih

baik untuk sementara waktu kita jangan bergerak dulu tapi secara

diam2 memperhatikan terus seluruh gerak-geriknya, menanti

setelah perkawinan siauw-te lewat dan semua tetamu pada bubaran

kita baru periksa dirinya lagi.”

Shia Pek Tha berpikir sebentar dan akhirnya mengangguk.

"Demikianpun baik juga ...," sahutnya.

"Sekarang siauw-te mau pergi menemui Poocu serta Yuan

locianpwee sekalian, kita berbicara kembali dikemudian hari.”

Dia lantas berjalan masuk kekamar baca Wie Ci To.

Waktu itu Wie Ci To serta Kiem Cong Loojien lagi main catur,

sedang si tangan sakti Yuan Siauw Ko lagi duduk disamping

menonton jalannya pertempuran tersebut, dia lantas maju kedepan

dan memberi hormat kepada mereka semua.

Kiem Cong Loojien memandang sekejap kearahnya, lalu tanyanya

sambil tertawa:

"Ti Kiauw-tauw, pagi ini kau sudah pergi kemana ?"

"Achh . . . naik kuda putar2 sebentar digunung, boanpwee

mempunyai seekor kuda jempolan yang suka bergerak sedang pada

waktu mendekat ini jarang sekali menungganginya, sewaktu

boanpwee melihat kuda itu me-ringkik2 tiada hentinya maka

sengaja membawa dia untuk lari berputar2 sebentar.”

"Ooooh...” Seru Kiem Cong Loojien setelah itu dia menundukkan

kepalanya berpikir kembali.

Biji catur yang dipegang olehnya adalah hitam dan saat ini ada

dua buah yang digencet mati oleh Wie Ci To tetapi dia tidak mau

mengaku kalah juga, dia masih dengan susah payah meronta.

"Apakah Wie Poocu juga mengalah buat dirimu"

"Mengalah tiga biji, sejak permulaan Loolap sudah menang diatas

angin, siapa tahu sedikit kurang hati2 sudah kena digencet mati dua

biji...coba kau lihat payah tidak?”

"Omong terus terang saja, dengan kekuatan permainan dari

ciangbunjien seharusnya aku orang she Wie mengalah empat biji

catur" ujar Wie Ci To tertawa.

"Lalu kau mengalah berapa biji kalau main dengan menantumu?”

"Tiga biji!"

"Bagaimana kesudahannya?" tanya Kiem Cong Loojien lagi.

"Lumayan."'

"Kalau bagitu bagus sekali, kemarin sewaktu loolap main catur

tiga kali dengan dia loolap berhasil menangkan dua kali kalah sekali,

dengan mengikuti patokan ini maka bilamana Wie Poocu kalah

empat biji catur buat loolap ada kemungkinan biji-biji caturmu

baka1 habis aku makan.”

"Haa ...haa, tetapi dalam permainan kali ini ciangbunjien sudah

kalah

amat banyak sekali!" ujar Wie Ci To sambil tertawa ter-bahak2.

"Soal itu kan disebabkan Loolap terlalu berlaku gegabah, kalau

kau tidak percaya mari kita main satu kali lagi!"

Sehabis berkata dia lantas mengacaukan biji2 catur dan siap

untuk sekali lagi main catur dari depan.

Wie Ci To lantas tersenyum.

"Sudah hampir makan, mari kita bersantap dulu baru main lagi."

ajaknya.

Selesai bersantap siang Kiem Cong Loojien kembali mengajak

Wie Ci To untuk main catur lagi, Wie Ci To merasa tidak enak untuk

menolak lalu kepada Yuan Siauw Ko ujarnya sambil tertawa.

"Yuan-heng, bilamana merasa menganggur bagaimana kalau

main satu dua babak dengan Ti Then?"

“Tidak! Loohu sudah lama mendengar keindahan alam dari

gunung Go bie, sore ini aku punya rencana untuk bsrpesiar kesana!”

“Kalau begitu suruh Ti Then mengawani!” seru Wie Ci To.

Setelah itu dia menoleh kearah Ti Then dan ujarnya lagi

“Ti Kiauw-tauw, kau temanilah Looianpwee untuk berpesiar!”

“Baik!” sahut Ti Then dengan hormat.

Sekembalinya kedalam kamar dia lantas berganti pakaian.

Loo Cia itu pelayan tua yang membawa air teh tampak berjalan

masuk kedalam kamar sewaktu dilihatnya pemuda itu ada dikamar

dia lantas bsrkata.

"Ti Kiauw-tauw, pagi ini nona memerintahkan Cun Lan untuk

mengundang kau pergi kesana, lalu budak tuamu jawab kau tidak

ada ..."

"Ada urusan apa ?" potong Ti Then dengan cepat.

"Budakmu tidak tahu, ada kemungkinan dia merasa rindu

mungkin !”

"Omong kosong !"

"Ti Kiauw-tauw, kau pergi kemana toch tadi pagi ?” tanya Loo-cia

lagi sambil meletakkan air teh keatas meja.

"Mencari angin diatas gunung".

Si Loo-cia lantas garuk2 kepalanya.

"Aku belum pernah mendengar orang bilang kalau seorang calon

pengantin mendadak mencari angin keatas gunung, apa mungkin

Kiauw-tauw ada urusan dihatimu ?"

"Justru karena hendak jadi pengantin pikiranku jadi kacau!".

"Lhoo sungguh lucu, mau jadi penganten hatinya kok jadi

kacau?”

"Kau sudah pernah jadi penganten?”

"Belum!” jawab Loo-cia sambil gelengkan kepalanya.

"Kalau begitu lain kali bilamana kau punya kesempatan untuk jadi

penganten hatimu akan paham bagaimana kacaunya pikiran pada

waktu itu".

"Ach . , . Ti Kiauw-tauw lagi guyon nih!” ujar Loo-cia sambil

tertawa malu-malu, "Dengan usia budakmu yang lanjut mana

mungkin bisa memperoleh kesempatan untuk jadi penganten".

"Siapa yang bilang tidak boleh? sekali pun sudah berusia delapan

puluh tahun pun masih boleh jadi penganten, apalagi tahun ini kau

baru berusia tujuh puluh tahunan.”

Berbicara sampai disini pakaian yang dipakai sudah beres

sehingga dia lantas berjalan menuju keluar kamar.

"Ti Kiauw-tauw kau hendak pergi kemana lagi?” tanya Loo-cia

dengan cepat.

"Yuan Loocianpwee ingin berpesiar ke gunung Go-bie, lalu Poocu

perintah aku untuk mengawaninya".

"Nona sana, apakah Ti Kiauw-tauw tidak pergi ?”

"Nanti saja sekembalinya dari gunung".

Sewaktu dia tiba di kamar Yuan Siauw Ko saat itu si orang tua

sudah menanti disana. Demikianlah mereka berdua lantas bersama-

sama berjalan keluar dari Benteng dan menuju ke gunung Go-bie.

Baru saja berjalan beberapa ratus langkah mendadak Ti Then

berhenti bergerak, sambil menoleh memandang jalan yang semula

dia bertanya:

“Yuan Loocianpwee, kau bermaksud untuk berpesiar kemana

dulu ?”

Maksudnya berhenti dia menoleh ke belakang sudah tentu

sedang memeriksa apakah ada crang yang menguntit atau tidak.

"Sembarang saja!" jawab Yuan Siauw Ko sambil tersenyum,

“Tempat mana yang indah kita pergi saja kesana untuk melihat-lihat

".

"Pemandangan indah digunung Ga-bie amat banyak sekali, kalau

cuma saharian saja tidak mungkin bisa melihat hingga selesai..”

"Kalau begitu kita berpesiar saja ke tempat-tempat yang dekat,

ada kesempatan di kemudian hari kita jalan2 lagi ke tempat lain..”

“Pemandangan indah yang ada di dekat tempat ini ada Wang

Siang Thay serta Kiu Loo Tong.”

Mendadak Yuan Siauw Ko menemukan pemuda itu sedang

memperhatikan jalan raya semula. Tidak terasa hatinya rada

menaruh curiga.

“Kau lagi melihat apa?” tanyanya.

“Ach..tidak mengapa!” jawab Ti Then sambil menoleh dan

melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.

Tetapi baru saja berjalan beberapa langkah mendadak dia

menghentikan langkahnya kembali.

Karena didalam sekejap mata itulah secara mendadak dia sudah

teringat akan satu persoalan, terpikir olehnya bilamana dia

menggunakan kesempatan ini untuk memberitahukan rahasia

tentang dirinya yang diperintahkan majikan patung emas kepada

Yuan Siauw Ko, sekali pun misalnya majikan patung emas

mengetahuinya agaknya dia orang tidak bakal berani turun tangan

membunuh Yuan Siauw Ko.

Alasannya : bilamana dia turun tangan membunuh Yuan Siauw

Ko maka Wie Ci To akan mengadakan penyelidikan dengan jelas,

dengan demikian ada kemungkinan bisa mengakibatkan perkawinan

dirinya dengan Wie Lian In mendapat gangguan, hal ini pasti bukan

satu persoalan yang diingini oleh majikan patung emas.

Atau dengan perkataan lain, hari perkawinan antara dirinya

dengan Wie Lian In sudah dekat sedang siasat yang disusun

olehnya pun sudah hampir jadi kenyataan, di saat seperti ini dia

tidak akan berani membunuh orang untuk mencari kerepotan buat

dirinya sendiri.

Ti Then yang teringat akan hal ini hatinya mulai terasa tergetar

amat keras, sehingga tanpa terasa lagi dia sudah menghentikan

tindakannya.

Yuan Siauw Ko yang melihat sikapnya amat aneh tidak terasa

dalam hati merasa semangkin tercengang.

“Eeei kau kenapa ?” tanyanya.

Ti Then menoleh kembali sekejap ke belakang, setelah dirasanya

tidak ada orang yang menguntit dia baru kirim suara dengan

menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara;

“Tadi Yuan Loocianpwee menanyai boanpwee lagi melihat apa,

sekarang akan boanpwae jawab yang sebenarnya . . . boanpwee

lagi memeriksa apakah ada orang yang menguntit atau tidak.”

Mendengar perkataan tersebut Yuan Siauw Ko jadi melengak.

Tetapi dia yang selama hidupnya bekerja sebagai seorang

Piauwsu otaknya amat tajam sekali, dia tahu Ti Then yang

menjawab pertanyaannya dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suara sudah tentu sedang menjaga jangan sampai

terjadi satu peristiwa yang tidak terduga.

Karena itu setelah melengak beberapa saat lamanya dia

melanjutkan kembali perjalanannya kedepan, sembari pura2*

menikmati keindahan alam dia menggerakkan bibirnya juga untuk

mengirim suara.

“Sebenarnya sudah terjadi urusan apa ?”

Ti Then yang mengikuti dari samping

bergendong tangan lantas menjawab.

badannya

sambil

“Dengan meminjam kesempatan ini hari boanpwee akan

membuka satu rahasia yang amat mengerikan sekali, setelah

Loocianpwee mendengar kisah ini lebih baik jangan sekali-kali

memperlihatkan rasa kaget atau tercengang, sikapnya harus seperti

biasa saja. Bersama pula sewaktu bercakap-cakap dengan

boanpwee diluarnya pun harus bercerita yang lain2 sehingga tidak

sampai menaruh rasa curiga dari orang yang mengawasi aku secara

diam-diam”

“Baiklah, kau boleh mulai bercerita.”

Selesai menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara dia lantas

berkata lagi dengan suara yang nyaring.

“Heeei . . . pemandangan di gunung Go-bie sungguh indah

sekali, setiap gunung setiap batu setiap tempat dan setiap kayu

mempunyai keindahan yang tersendiri.”

“Benar” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Pemandangan yang

indah digunung ini boanpwee sudah berkali-kali melihatnya, tetapi

dalam hati aku merasa tiada bosan-bosannya, setiap kali melihat

pemandangan itu hatiku serasa jadi amat tentram.”

Berbicara sampai disini dia segera berganti dengan menggunakan

ilmu untuk menyampaikan suara :

“Urusan akan boanpwee ceritakan sejak boanpwee meninggalkan

perusahaan Yong An Piauw-kiok, tentunya loocianpwee masih ingat

bukan apa yang boanpwee ucapkan sebelum meninggalkan Piauw-

kiok ?”

Sembari memandang keindahan alam Yuan Siauw Ko lantas

menyahut:

“Ingat, kau pernah bersumpah hendak mencari kembali barang2

yang dirampas itu dengan sekuat tenaga, sebelum berhasii tidak

akan kembali”

“Benar, sehingga boanpwee secara tiba2 saja teringat akan

sesuatu urusan, teringat akan kepandaian ilmu pedang dari Hong

Liuw Kiam Khek yang jauh lebih tinggi dari boanpwee

mengharuskan aku untuk lebih giat berlatih ilmu silat sehingga

setelah bertemu kembali dengan Ih Peng Siauw dapat mengalahkan

juga dirinya dan rebut kembali barang pusaka yang sudah dirampas

itu.”

Yuan Siauw Ko tidak segera menyahut mendadak dia menuding

kearah sebuah kuil yang ada di punggung gunung.

“Eeei itu kuil apa ?” tanyanya.

“Oooh ,, . kuil Ci Im Tan Yuan, didalamnya tiada yang bisa

dilihat, lebih baik kita menuju ke Wang Siang Thay saja,” ujar Ti

Then.

Sehabis berkata dia melanjutkan kembali parjalanannya kedepan,

disamping itu dia mengirim suara terus dengan menggunakan ilmu

untuk menyampaikan suara.

“Demikianlah akhirnya boanpwee pergi mencari seorang guru

kenamaaan untuk belajar silat, pertama-tama boanpwee pergi ke

gunung Kiem Teng san untuk mencari si kakek pemalas Kay Kong

Beng, dia adalah satu-satuna jagoan terlihay di kolong langit pada

saat ini, bilamana aku bisa diterima sebagai muridnya maka untuk

mengalahkan Ih Peng Siauw bukanlah satu persoalan yang sukar

lagi..”

Dengan amat jelasnya dia lantas menceritakan bagaimana dia

ditolak oleh si kakek pemalas Kay Kong Beng dan lain-lainnya,

akhirnya dia menambah lagi.

“Boanpwee yang melibat dia duduk tidak bergerak sama sekali

terpaksa terpaksa turun gunung, pada saat itulah mendadak

dibawah gunung diatas sebuah batu besar sudah menemui sepucuk

surat, sewaktu boanpwee mendekatinya terlihatlah diatas sampul itu

ditulikan kata2:

Baca didaiamnya, agaknya surat itu sengaja diberikan kepada

Boanpwee, karenanya boanpwee lantas mengambil dan membaca

isi suratnya tetapi pada saat itu pula dibalik batu yang menutupi

sampul surat tadi tampak ssbuah tanda telapak tangan yang

membekas ssngat dalam sekali di atas batu yang amat keras itu,

dalamnya kurang lebih ada tiga coen.”

“Hmmm.. sungguh dahsyat tenaga pukulannya” puji Yuan Siauw

Ko dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara. “Apa dia

sengaja meninggalkan bekas pukulan itu untuk kau lihat ?”

“Benar, dia 1agi mempamerkan ilmu saktinya yang mengejutkan,

waktu itu boannpeee benar2 dibuat tercengang dan kaget oleh

kedahsyatannya itu karena boanpwae selamanya belum pernah

mendengar ada orang yang berhasil mempelajari ilmunya sehingga

mencapai taraf yang begitu tingginya.”

“Lalu yang ditulis didalam surat itu ?”

“Cuma ada dua puluh kata saja: Bilamana ingin belajar ilmu silat

yang mengejutkan pergilah ke puncak gunung Gouw Ong Hoog

digunung Pek Gouw San kurang lebih tiga ratus li sebelah Barat dari

tempat ini”

“Ada tanda tangannya?”

“Tidak ada.”

“Bagus, teruskan.”

Mendadak Ti Then menuding kearah depan.

“Coba lihat,” serunya. “Itulah yang dinamakan Wang Siang

Thay!”

Yuan Siauw Ko ter-buru2 angkat kepalanya.

“Ehhmm . . . . tempat itu kenapa yaa disebut sebagai Waan

Siang Thay..?”

“Boaapwee tidak tahu, tetapi menurut orang2 yang sering

berpesiar disini setiap kali mereka sampai di Wang Siang Thay

lantas teringat kembali oleh mereka akan desanya”

“Benar”

Ti Then melanjutkan kembali kata-katanya dengan menggunakan

ilmu untuk menyampaikan suara.

“Walaupun boanpwee tidak tahu maksud hati dari orang yang

mengirim surat itu tetapi dalam hati lantas mengambil keputusan

untuk melihatnya sehingga jelas, pada hari ketiga siang boanpwee

sampai juga di atas puncak Gouw Ong Hong di gunung Pek Gouw

san, tetapi disana tidak kelihatan ada seorang manusia pun, setelah

mencari setengah harian lamanya akhirnya diatas batu gunung

kembali menemui secarik kertas putih yang diatasnya tertulis kata-

kata: “Berjalanlah kearah Barat daya dua ratus li dibawah pohon

siong tua diatas gunung Mao Gouw san" beberapa kata , .”

“Ehmm .. . sebenarnya orang itu lagi main apa toh ?”

“Sedang mengetes apakah boanpwee punya guru atau tidak.”

“Oooh , , , kiranya begitu.”

Demikianlah dengan mengikuti petunjuknya boanpwee berangkat

menuju ke gunung Mao Gouw san dan mendapatkan pohon siong

tersebut, tetapi disanapun tidak kelihatan ada seorang manusiapun

kecuali secarik kertas yang bertuliskan, Berjalan dua ratus li ke

sebelab Selatan, didalam gua Sak Touw Tong digunung Sak Touw

San, beberapa kata.”

“Kelihatannya dia benar-benar sedang mencoba keteguhan hati

serta semangatmu untuk berguru”

“Benar, tetapi tidak sampai disitu saja, sesampainya didalam gua

Sak Tauw Tong digunung Sak Tauw san boanpwee mendapatkan

secarik kertas kembali agar boanpwee suka pergi ke puncak Cian

Hong digunung Koan Mau san dua ratus li dari tempat itu, setelah

tiba di puncak Cian Hong dia kembali memerintahkan boanpwee

untuk pergi kegua Ho Lu Tong di gunung Loo Coen san dua ratus li

jauhnya dari temoat puncak Cian Hong itu, akhirnya seluruh

perjalanan sewaktu boanpwee jumlah ada seribu li lebih.”

“Apakah dia orang ada didalam gua cupu-cupu digunung Loo

Coen san itu?” “Loocianpwe, coba kau lihat bagaimana

pemandangan dari Wang Siang Thay ini?”

“Sungguh luar biasa dari tempat kejauhan cuma kelihatan tebing-

tebing gunung yang terjal, kelihatannya sungguh luar biasa sekali,

agaknya tadi kita naik dari sana bukan ?”

“Benar, itulah tebing Sian Ciang dan bawahnya adalah benteng

Pek Kiam Poo.”

“Ehmm...”

“Benar, orang itu ada didalam cupu2 di gunung Loo Coen san,

tetapi boanpwee sama sekali tidak pernah menemui orangnya

kecua1i suaranya saja hal ini dikarenakan dia bersembunyi di balik

sebuah batu diatas dinding gua dan tidak ingin bertemu muka

dengan boanpwee”

"Sebabnya ?”

“Dia tidak ingin terima boanpwee sebagai muridnya, dia cuma

ingin memberi pelajaran ilmu silat kepadaku dan syaratnya adalah

menjadi patung emasnya selama satu tahun untuk mengerjakan

seluruh pekerjaan yang diperintahkan olehnya..”

"Aahh..”

"Setelah lewat tempat ini maka kita akan tiba dikuil Thian Hong

Tan Yan. Kuil Sian Hong si yang bernama pula Kiu Lo Tong, didalam

kuil itu amat indah sekali, mari kita pergi kesana”

"Baik”

Tua muda dua orang lantas berangkat menuju ke Wan siang

Thay dengan melalui sebuah jalan usus kambing yang kecil.

Yuan Siauw Ko yang sedang mendengar kisah dari Ti Then

dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara sikapnya

selalu tenang-tenang saja, tetapi setelah mendengar kalau pihak

lawan meminta Ti hen untuk menjadi patung emasnya selama

setahun pada air mukanya tidak kuasa lagi sudah menunjukkan rasa

kagetnya yang tak terhingga.

“Orang itu laki atau perempuan ?” tanyanya.

“Jika didengar dari suaranya jelas dia adalah seorang lelaki,

usianya ada diatas enam puluh tahunan”

“Apa tujuaannya memaksa kau untuk menjadi patung emasnya

?”

“Dia tidak menjawab, dia cuma minta boanpwee belajar ilmu

silat yang sakti lalu menyerahkan satu tugas buat boanpwee”

“Kau menyanggupinya?”

“Semula boanpwee menolak karena menurut maksud hatinya lain

kali bilamana dia perintahkan boanpwee untuk berbuat apa maka

aku harus melaksanakannya” , . .

“Benar, bilamana dia suruh kau bunuh orang maka kau harus

membunuhnya, urusan ini tidak boleh jadi.”

“Tetapi akhirnya boanpwee mengabulkan juga”

“Aaach . , “

“Loocianpwee coba kau lihat itulah puncak Ban Hud Cing,

jaraknya dari sini kelihatannya jelas padahal bila berjalan kaki harus

membutuhkan satu jam perjalanan.”

Agakanya saat ini Yuan Siauw Ko sudah tidak bermaksud untuk

melihat pemandangan lagi,setelab menyahut dia lantas kirim suara

lagi dengan menggunakan ilmua untuk menyampaikan suara.

“Kau sungguh amat tolol, bilamana dia perintahkan kau untuk

membunuh orang apa kaupun harus pergi membunuh orang ?”

Dengan pandangan yang sayu Ti Then memandang ke tempat

kejauhan,

“Aku berani menjamin aku tidak akan pergi membunuh orang,

sekalipun misalnya dia paksa boanpwee juga tidak akan

melakukannya.”

“Sekalipun tidak bunuh orang, diapun sama saja bisa

memerintahkan dirimu untuk melakukan pekerjaan yang merugikan

banyak orang.”

“Benar, tetapi dia pernah bilang misalnya boanpwee merasa

pekerjaan itu tidak benar maka aku boleh menggunakan cara yang

benar untuk menyelesaikan pekejaan itu misalnya saja bilamana dia

ingin seekor ayam maka boanpwee harus memberi seekor ayam

kepadanya, sedang mengenai ayam itu didapatkan dari mencuri

atau membeli dia tidak akan ikut campur.”

“Sungguh aneh sekali, akhirnya bagaimana?”

Tua muda dua orang itu sembari menggunakan ilmu

menyampaikan suara untuk bercakap-cakap merekapun bercerita

tentang keindahan alam sehingga sewaktu tiba digua Kiu Loo Tong,

Ti Then baru selesai menceritakan seluruh kisahnya.

Air muka Yuan Siauw Ko berubah jadi amat terharu, makinya

berulang kali.

"Sungguh bodoh! Sungguh bodoh! Wie Poocu adalah seorang

jagoan yang punya hati jujur dan adil, bagaimana kau boleh

melakukan pekerjaan yang sama sekali menyalahi mereka ayah

beranak?”

Ti Then bungkam tidak menjawab, dia berjalan masuk terlebih

dulu ke dalam gua Kiu Loo Tong itu.

Gua Kiu Loo Tong ini dibagi menjadi gua sebelah dalam dan gua

sebelah luar sedang luar gua itu amat lebar laksana pintu kota.

Gua sebelah luar sudah ditumbuhi rotan dengan amat rapatnya,

disebelah kiri kanannya terdapat dua buah pintu yang masing-

masing jaraknya ada beberapa kaki jauhnya, jika dipandang dari

luar gua kelihatannya amat dalam sekali sehingga tak kelihatan

dasarnya, di belakang dinding gua sebelah luar terdapat kembali

sebuah gua kecil, keadaan di sana pun gelap gulita, berpuluh-puluh

ekor burung walet terbang kian kemari dengan tiada hentinya.

Setelah menuruni tangga batu sampailah di sebuah ruang yang

tanahnya datar dan dipenuhi dengan batu-batu cadas, di paling

belakang terdapat sebuah ruangan yang diatas meja sembahyang

masih kelihatan sinar lilin berkedip-kedip, tempat itu biasanya

digunakan untuk sembahyang oleh pengunjung-pengunjung yang

datang berpesiar kesana.

Saat ini didalam gua itu tidak tampak adanya kaum pelancong

yang datang.

Ti Then dengan bungkam diri berlutut di dalam meja

sembahyangan itu, sambil melelehkan air mata diam-diam dia

bersembahyang.

Setiap manusia sesudah berada di dalam keadaan kepepet saat

itu teringat olehnya untuk minta bantuan dengan Dewa, demikian

juga dengan diri Ti Then.

Lama sekali Yuan Siauw Ko berdiam diri tidak berkata,

kemudian...

“Sekarang kau bermaksud untuk berbuat apa?” tanyanya

kemudian.

“Boanpwee sendiri juga tidak tahu bagaimana harus berbuat

sesuatu”

“Bilamana kau suka percaya atas perkataan loohu maka segera

pergilah temui Wie Poocu dan ceritakan seluruh kejadian ini

kepadanya.”

“Tidak bisa jadi!” seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

“Dia sudah peringatkan kepada boanpwee untuk jangan

membocorkan rahasia ini kepada orang lain, kalau tidak maka dia

akan turun tangan membunuh mati Wie Ci To ayah beranak”

“Loohu tidak percaya kalau dia bisa membunuh mati Wie Poocu”

“Tidak, dia pasti bisa melakukannya, boanpwee yang cuma

belajar ilmu silat selama setengah tahun saja sudah berhasil

memperoleh kepandaian melebihi kepandaian Wie Ci To, bilamana

dia ingin turun tangan membinasakan diri Wie Ci To hal itu adalah

satu pekerjaan yang amat gampang sekali baginya.”

“Dia sudah bersembunyi selama tujuh delapan bulan lamany di

dalam Benteng Pek Kiam Poo, adakah kau secara diam-diam tidak

berhasil mencari tahu dirinya?”

000O000

63

“BENAR, boanpwce secara diam-diam sudah memeriksa seluruh

orang yang ada didalam Benteng, tetapi selama ini tidak berhasil

juga untuk menemukan dirinya”

“Setiap kali dia bercakap cakap dengan dirimu apakah selalu saja

menurunkan patung emasnya dari atas genting ?”

“Tidak salah.”

“Lalu di samping kiri kananmu adakah orang yang mendiaminya.”

“Cuma seorang pelayan tua si Loo Cia, Cia Tiang San seorang.”

“Apa mungkin Cia Tiang San itulah si majikan patung emas?”

“Seharusnya tidak mungkin, Loocia sudah ikuti Wie Ci To selama

empat puluh tahun lamanya bahkan secara diam-diam boanpwee

sudah ada dua kali menjajal dirinya dan aku temukan walaupun

badannya amat sehat tapi tidak mengerti ilmu silat.”

“Kalau begitu cuma ada satu cara saja yang bisa digunakan

untuk mencarinya.”

“Cara apa?”

“Malam ini kau kirim tanda untuk ajak bertamu, loohu akan

secara diam-diam-diam menanti di dekat kamarmu, dengan begitu

bilamana dia muncul diatas kamarmu loohu akan segera mengenali

siapakah dia sebenarnya”

“Tapi cara ini kurang baik”

“Apa maksudmu?”

“Saat ini dia gelap aku terang, kitapun tidak tahu siapakah dia

orang, karena itu bilamana loocianpwee naik keatas atap ada

kemungkinan bisa ditemui olehnya, waktu itu keadaan buat

loocianpwee bisa sangat berbahaya , . .”

"Loohu bisa berjaga2 dengan sangat ber-hati2, bilamana

menemukan hal-hal yang tidak beres ssgera akan menyingkir, aku

percaya dia tidak akan bisa mengapa-apakan diri loohu".

"Dia pernah berulang kali memberi tahu padaku, bilamana dia

merasa ada orang yang ikut mengetahui rahasianya itu maka dia

akan turun tangan membunuh orang itu dengan gerakan cepat,

maka itu cuma mengetahui siapakah dia orang percuma saja, kita

harus sekalian tangkap dirinya.”

"Kalau begitu diam2 biar aku laporkan urusan ini kepada Wie

Poocu agar dia suka mengadakan persiapan, sampai waktunya kita

bisa bersama-sama turun tangan mengerubut, waktu itu sekalipun

dia memiliki tiga kepala enam tangan jangan harap bisa meloloskan

diri”

"Locianpwee karena tidak mengenal ilmu silat yang dimiliki

sebenarnya ada ada seberapa tinggi sehingga bisa berpikir

demikian, padahal dia sudah berada ditingkat yang paling

sempurna, dia dapat menghancurkan kerubutan dari seluruh

anggota benteng, menurut boanpwee bilamana kita ingin menawan

dirinya hal ini tidak mungkin bisa terjadi".

"Demikian tidak baik, begitupun tidak baik, apa kau benar2 ingin

mendengarkan perintahnya untuk kawin dengan nona Wie?”

"Inilah satu2nya jalan yang bisa melindungi Wie Ci To ayah

beranak dari gangguannya".

"Tidak, bilamana kau kawin dengan Nona Wie maka sama saja

dengan mau mencelakai mereka ayah beranak".

"Majikan patung emas pernah berkata, bilamana boanpwee

sudah kawin dengan nona Wie maka dia akan memberi perintah

yang kedua, maka itu boanpwee kira . . . setelah habis kawin aku

mau tahu dulu apakah perintah dari majikan patung emas yang

kedua itu, bilamana perintahnya itu sama sekali kurang ajar maka

boanpwee bermaksud hendak adu jiwa dengan dirinya".

"Walaupun kau berbuat demikian tetapi setelah kawin dengan

dirinya bukankah nama sucinya akan ternoda ?".

"Tetapi sekarang sama saja sudah terlambat karena undangan

sudah disebarkan”.

"Seharusnya sebelum undangan itu dibagi kau harus pergi

mengaku kepada Wie Poocu"

"Boanpwee pun punya maksud untuK berbuat demikian tetapi

baru saja tiba di depan kamar baca dari Wie Ci To maksud hatiku

sudah diketahui oleh majikan patung emas, dia mengirim suara

mengancam boanpwee bilamana berani membocorkan rahasia ini

maka dia akan segera turun tangan membinasakan Wie Ci To ayah

beranak, mendengar nada suaranya yang amat tegas aku rasa dia

bukan lagi main gertak”

"Apa kau sungguh2 senang dengan nona Wie?”

"Benar”

"Kalau memangnya begitu, seharusnya kau tidak menipu

dirinya".

"Persoalannya sekarang justru kalau aku tidak mengerjakan

perintah dari majikan patung emas maka mereka ayah beranak

akan mati di tangan majikan patung emas".

"Bilamana loohu adalah Wie Cji To maka loohu rela mati di

tangan majikan patung emas daripada melihat putrinya sendiri kena

kau tipu ".

Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera merasakan

hatinya tergetar amat keras, karena dia merasa psrkataan yang

diucapkan oleh Yuan Siauw Ko ini sedikit pun tidak salah, dia tahu

Wie Ci To adalah termasuk orang yang bersifat demikian dia adalah

seorang yang membenci kejahatan seperti musuh buyutan,

selamanya tidak pernah kompromi dengan orang2 jahat karena ini

bilamana dia meceritakan rahasia ini kepada Wie Ci To maka ada

kemungkinan dia rela mati ditangan majikan patung emas daripada

putrinya ditipu, dan sudah tentu waktu itu dia tidak akan

menyalahkan dirinya.

Sebaliknya bilamana dia terus bungkam sehingga pada suatu hari

dia menemukan kalau dirinya sedang menipu mereka maka waktu

itu dia akan membenci dirinya hingga akhir jaman.

Maka itu dia merasa perkataan yang diucapkan oleh Yuan Siauw

Ko ini sedikitpun tidak salah, seharusnya dia menceritakan rahasia

ini kepada Wie Ci To.

Dengan perlhan dia lantas mengangguk.

“Baiklah, boanpwee pasti akan mengikuti petunjuk dari Yuan

loocianpwee dan menceritakan seluruh kejadian ini kepada Wie Ci

To,” katanya dengan teguh.

Mendengar perkataan itu Yuan Siauw Ko jadi teramat girang

sekali.

“Tetapi sebelum memberitahukan urusan ini kepadanya lebih

baik kau mengetahui lebih dulu siapakah majikan patung emas itu.”

"Jadi maksud Loocianpwe ..."

"Sebelum mengetahui siapa majikan patung emas itu, kau

hendak secara bagaimana melaporkan hal ini kepada Wie Poocu?

Bilamana dia tidak sabaran dan segera perintahkan seluruh isi

benteng untuk menangkap majikan patung emas, ada kemungkinan

saat ini majikan patung emas segera melarikan diri.

Tetapi bilamana kau sudah tahu siapakah majikan patung emas

maka semua orang bisa melakukan tugasnya secara diam-diam

setelah itu memberi satu penyerangan serentak yang membuat

majikan patung emas jadi kelabakan, dengan begitu kita bisa

berhasil tangkap dia dengan amat mudah.”

“Loocianpwee tetap menginginkan agar boanpwee suka kirim

tanda untuk ajak dia berbicara lalu loocianpwee intip dari samping?”

“Benar!” sahut Yuan Siauw Ko mengangguk.

“Tetapi....bilamana jejak dari loocianpwee diketahui, waktu itu....”

"Kau tidak usah merasa kuatir buat loolap." Potong Yuan Siauw

Ko dengan cepat. "Bilamana dia membinasakan loolap maka Wie Ci

To tentu akan menguntungkan gerakannya, Loolap percaya dia

tidak akan berani bertindak sembarangan”

Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi.

“Apalagi dia tidak tentu bisa menemukan jejak dari loolap, kamar

loolap cuma berada pada jarak dua belas, tiga belas kaki saja

bilamana dari atas atap aku mengintip keluar dia tidak bakal bisa

mengetahui kalau loolap lagi mengawasi gerak-geriknya.”

Ti Then termenung berpikir sebentar, akhirnya dia mengangguk.

“Baiklah, tetapi lebih baik besok malam saja kita baru melakukan

pekerjaan, karena ini hariboanpwee datang berpesiar dia pasti akan

menaruh rasa curiga, bilamana boanpwee ajak dia untuk bertemu

malam ini tentu dia sudah tertipu.”

"Baiklah! kalau begitu kita putuskan besok malam baru mulai

bekerja...”

"Didalam

hal

ini

Loocianpwee

janganlah

sekali-kali

memperlihatkan tanda-tanda yang mencurigakan! Sikapnya harus

seperti biasa dan pura-pura tidak pernah terjadi sesuatu urusan,

kalau tidak...”

“Kau legakanlah hatimu, di dalam hati loolap sudah punya

pegangan!” ujar Yuan Siauw Ko tertawa.

Ti Then segera merasa mereka telah lama sekali berhenti di gua

Kiu Loo Tong, karenanya dia lantas berkata;

"Di dekat tempat ini ada beberapa kuil yang bagus, mari kita

pergi keluar".

Tua muda dua orang segera berjalan keluar dari gua Kiu Loo

Tong itu dan

Melihat-lihat di kuil yang ada di sekeliling tempat itu, sesudah

Sang surya condong kearah barat mereka baru balik ke dalam

Benteng.

Sekembalinya didalan Benteng malam haripun telah tiba.

Sehabis bersantap malam Ti Then duduk-duduk sebentar di

kamarnya Wie Lian In setelah itu baru kembali ke kamarnya untuk

beristirahat.

Semalam tidak terjadi satu peristiwa apa pun.

Keesokan harinya selesai cuci muka Ti Then seperti biasanya

pergi ke kamar Yuan Siauw Ko untuk memberi hormat, sesampainya

di depan pintu kamarnya waktu itu keadaan masih sunyi.

Ti Then lantas mulai mengetuk.

"Yuan loocianpwee, kau orang tua sudah bangun belum?"

teriaknya.

Dari dalam kamar suasana tetap sunji senyap.

Sedang pintu kamar itu setelah diketuk beberapa kali pun lantas

membuka sedikit, kiranya pintu itu sama sekali tidak terkunci.

Ti Then segera mendorong pintu dan berjalan masuk, tampaklah

seprei dan selimut sudah diatur amat rajin sedangkan Yuan Siauw

Ko sendiri tidak tampak di kamar.

"Ach . . . tentunya dia lagi berjalan-jalan di tempat luaran!”

Pikirnya di hati.

Karena itu dia lantas mengundurkan diri dan menuju ke kamar

dari Kiem Cong Loojien yang ada disebelahnya untuk memberi

hormat, dan terakhir dia baru menuju kekamar baca dari Wie Ci To.

Setiap pagi dia tentu pergi ke kamar baca Wie Ci To untuk

memberi hormat.

Sesampainya dipintu sebelah luar dari kamar baca itu kebetulan

Wie Ci To pun lagi mau keluar, dia lantas tanya.

“Gak-hu, apakah

Loocianpwee?”

kau

sudah

bertemu

dengan

Yuan

“Tidak! Apa dia tidak ada di kamar?”

“Benar, aku rasa dia tentu lagi berjalan-jalan di dalam Benteng,

biarlah siauw-say pergi mencarinya.”

Dia lantas berputar ke halaman sebelah dalam, tetapi walaupun

sudah dicari kalang kabut tidak ditemukan juga bayangan itu Yuan

Siauw Ko, ketika dia menanyai para pendekar pedang hitam yang

berjaga-jaga di pintu benteng sebelah depan, mereka pun tidak

melihat Yuan Siauw Ko keluar dari sana.

Hatinya mulai merasa berdebar amat keras sekali.

“Celaka! Apa mungkin dia sudah dicelakai oleh majikan patung

emas?”

Tidak! Ada kemungkinan dia sudah pergi ke kebun.

Dengan tergesa-gesa dia lari menuju ke kebun di belakang

benteng, sembari mencari teriaknya berulang kali.

“Yuan loocianpwee!!! Yuan Loocianpwee....”

Akhirnya walau pun sudah dicari di seluruh kebun tetapi

bayangan dari Yuan Siauw Ko tidak kelihatan juga.

Kali ini hatinya benar-benar amat kalut.

Setelah dia menceritakan seluruh rahasianya kepada Yuan Siauw

Ko kemarin hari sewaktu ada di gunung selama ini isi hatinya

merasa terus menerus kuatir bilamana urusan ini bisa diketahui oleh

majikan patung emas, dia merasa kuatir Yuan Siauw Ko dicelakai

oleh majikan patung emas sedang kini....peristiwa yang sangat tidak

diinginkan ini sudah terjadi di depan mata.

Dengan termangu-mangu dia berdiri di dalam kebun, hatinya

benar-benar terasa amat kacau.

“Heeiii..semoga saja bukan begitu” gumamnya seorang diri.

“Benteng ini amat luas, ada kemungkinan dia lagi berbicara di

kamar seorang pendekar pedang merah, biarlah aku pergia cari dia

lagi.”

Akhirnya dia berjalan kembali ke halaman depan, setiap kali

bertemu dengan orang dia tentu menanyakan jejak dari Yuan Siauw

Ko.

Tetapi sekali pun satu deretan kamar para pendekar pedang

merah itu sudah diperiksanya dan kali ini tidak kedengaran juga

suara dari Yuan Siauw Ko.

Hatinya mulai merasa semakin cemas lagi.

“Ehm..apa mungkin dia sudah pergi ke kamar kecil?”

Kembali dia berjalan menuju ke benteng sebelah kiri dimana

berdiri gubuk-gubuk kecil yang digunakan untuk membuang hajat,

akhirnya hasil yang diperoleh hanya nihil saja.

Ehmm , . . !! ada kemungkinan dia sudah mendatangi kamar

kecil dan sekarang sudah kembali kekamarnya lagi.

Karenanya dia lantas kembali lagi ke kamar Yuan Siauw Ko,

tetapi sekalipun sudah masuk kedalam kamar keadaannya sama

saja, sama sekali tidak kelihatan ada sesosok manusiapun.

Tetapi didalam kamar diatas meja dia menemukan secarik surat.

Isi surat itu berbunyi demikian:

Ditujukan kepada Wie Toa poocu serta Ti Kiauw-tauw.

Sewaktu sadar dart impian tiba2 aku teringat masih ada

perjanjian dengan seorang kawan digunung Cing Shia dua hari

kemudian.

Karena waktu mendesak dan takut terlambat dalam perjanjian

maka aku pergi tanpa pamit, harap kalian suka memaafkan dan

semoga ssja aku bisa datang kembali untuk ikut merayakaa hari

perkawinanmu.

Loolap Yuan Siauw Ko-

Beberapa perkataan itu ditulis dengan tergesa-gesa sekali

sehingga tidak begitu genah tulisannya.

Surat ini didalam pandangan Wie Ci To serta orang2 lainnya

kecuali merasa diluar dugaan dan sayang terhadap Yuan Siauw Ko

yang pergi tanpa pamit tidak akan menimbulkan kecurigaan yang

lain, tetapi dimata Ti Then hal ini segera menimbulkan rasa curiga

yang luar biasa.

Karena dia tahu Yuan Siauw Ko bukanlah manusia yang bernyali

kecil, dia tidak akan pergi menemui perjanjian dengan kawannya

secara tiba2 setelah mengadakan perundingan untuk membuka

rahasia dari majikan patung emas, didalam keadaan yang

sesungguhnya hal ini tidak mungkin bisa terjadi.

Tetapi, sekarang Yuan Siauw Ko benar2 sudah pergi tanpa pamit,

apa sebabnya dia berbuat demikian ???

Tidak ragu2 lagi kepergian Yuan Siauw Ko secara tiba2 ini tentu

ada sangkut pautnya dengan Majikan patung emas!.

Majikan pstung emas pastilah sudah menggunakan satu tindakan

yang amat lihay untuk memaksa Yuan Siauw Ko mau tidak mau

harus meninggalkan Benteng Pek Kiam Poo.

Atau ada kemungkinan surat ini sama sekali bukanlah ditulis oleh

Yuan Siauw Ko sendiri sebaliknya hasil karya dari Majikan Patung

emas.

Setelah dia membunuh Yuan Siauw Ko lantas menulis surat ini

untuk pasang jebakan agar perbuatan dosanya ini tidak sampai

diketahui oleh orang lain.

Berpikir sampai disini Ti Ihen merasakan kepalanya pusing

matanya berkunang-kunang, hampir-hampir dia jatuh tidak

sadarkan diri.

Seluruh badannya terasa panas dingin, tangan yang memegang

surat itu pun gemetar tiada hentinya.

“Ti Kiauw-tauw, kau kenapa?” tiba-tiba berkumandang dayang

pertanyaan dari seseorang.

Dan orang itu bukan lain adalah Kiem Cong Loojien.

Sewaktu melewati dari depan kamar Yuan Siauw Ko dia bisa

melihat air muka Ti Then rada aneh, karenanya dia lantas berhenti

untuk bertanya.

“Yuan loocianpwee sudah pergi,” sahutnya sambil tertawa sedih.

Kiem Cong Loojien jadi melengak.

“Kau bilang apa?”

Dengan tangan masih gemetar Ti Then lantas serahkan surat itu

kepadanya.

“Inilah surat yang ditinggalkan Yuan Loocianpwee. Ciangbunjien,

kau boleh lihat..”

Kiem Cong Loojien segera menerimanya dan membaca hingga

habis. I

“Aaach . . sungguh aeeh , . . sungguh aneh , . .” Teriaknya

tercengang, “Sekali pun ada urusan yang bagaimana pentingnya

seharusnya dia bilang dulu dengan Wie Poocu kalau mau pergi.”

“Ada kemungkinan Yuan Loocianpwee merasa membangunkan

Wie Poocu di tengah malam buta adalah satu pekerjaan yang

kurang sopan sehingga...”

“Tetapi kepergiannya yang tanpa pamit bukankah kurang sopan

juga?” Potong Kiem Cong Loojien dengan cepat.

“Ciangbunjien tidur di kamar sebelahnya, apakah kau tidak

mendengar sedikit suara pun?”

Kiem Cong Loojien dongakkan kepalanya termenung sebentar,

dia gelengkan kepalanya.

“Tidak, loohu yang menjadi tetamu di dalam Benteng sudah

tentu tidak usah bersiap sedia, karenanya begitu naik ke atas

pembaringan kontan tidur dengan nyenyaknya, mungkin sekalipun

ada suara Loohu juga tidak akan mendengarnya.”

“Kalau begitu ayoh cepat kita laporkan urusan ini kepada Poocu.”

Karena waktu itu adalah waktu bersantap pagi maka kedua orang

itu langsung menuju ke ruangan bersantap.

Sedikitpun tidak salah, Wie Ci To sudah menanti diruang

bersantap, bagitu melihat munculnya Kiem Cong Loojien dia lantas

bangun menyapa.

“Kemarin malam ciangbunijien bisa tidur dengan nyenyak bukan

?”

“Sungguh nyenyak sekali sehingga kamar sebelah sudah

kehilangan orangpun tidak merasa" jawab Kiem Cong Loojien sambil

menyengir.

"Apa ? Sudah kehilangan orang?” Wie Ci To tertegun.

Ti Then segera maju ke depan dan menyeraahkan surat dari

Yuan Siauw Ko kepadanya.

"Yuan Loocianpwee kemarin malam sudah meninggalkan benteng

!" lapornya.

Air muka Wie Ci To berubah hebat, dia lantas terima surat itu

dan diperiksanya satu kali, jeias wajahnya memperlihatkan rasa

terkejut yang luar biasa.

"Aach . . . ! Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?" serunya tak

terasa.

"Ada kemungkinan Yuan Loocianpwe tidak suka mengganggu

Gak-hu sehingga dia pergi tanpa pamit . . . “

Wie Ci To termenung berpikir sebentar mendadak dari sepasaag

matanya memancarkaa sinar yang amat tajam dan memandang diri

Ti Then tak berkedip.

"Apakah diantara kalian berdua sudah terjadi satu urusan yang

tidak menyenangkan hati ?"

"Tidak !" sahut Ti Then dengan serius, "Kemarin sore siauw-say

temani dia orang berpesiar keatas gunung dan kami ber-cakap2

dengan hati yang amat girang, di antara kami berdua sama sekali

tidak terjadi satu peristiwa yang tidak menyenangkan hati".

"Kalau begitu urusan ini sungguh aneh sekali." Seru Wie Ci To

dengan suara yang berat, sinar matanya berkedip-kedip. "Loohu

tidak percaya kalau dikarenakan sungkan mengganggu Loohu

ditengah malam buta Yuan Piauw tauw sudah pergi tanpa pamit,

didalam soal ini pasti ada sebab2nya!”

"Loolap merasa kepergian Yuan Piauw-tauw meninggalkan

benteng adalah satu hal yang mengherankan . . " tukas Kiem Cong

Loojien.

Ti Then termenung tidak berbicara, sebelum dia mengadakan

pembicaraan dengan Majikan patung emas, dan sebelum

membuktikan kalau kepergian Yuan Siauw Ko ada hubungannya

dengan Majikan patung emas dia tidak ingin memberi pendapatnya,

dia pun tidak bisa membongkar rahasia dari majikan patung emas

karena bilamana kepergian tanpa pamit dari Yuan Siauw Ko ini

adalah hasil karya dari Majikan Patung emas maka hal ini

membuktikan kalau peringatan yang diucapkan Majikan Patung

Emas bukanlah satu gertakan sambal belaka, dia benar2 berani

turun tangan membunuh orang, apa yang diucapkan tidak akan

dipungkiri kembali.

Atau dengan perkataan lain, Ti Then benar2 merasa bilamana

dirinya tanpa

memikirkan akibatnya lantas menyiarkan patung emas maka

Majikan Patung emas pun segera turun tangan membereskan Wie Ci

To serta Wie Lian In, hal ini Ti Then tidak akan merasa tega untuk

melihatnya.

“Bilamana Loohu adalah Wie Ci To maka Loohu rela mati di

tangan majikan patung emas daripada melihat putriku ditipu

mentah-mentah oleh dirimu.”

Walau pun perkataan dari Yuan Siauw Ko ini benar tetapi

bagaimana pun juga dirinya belum betul-betul mencelakai Wie Lian

In, bilamana sampai saat ini dia harus membinasakan nyawa dari

mereka ayah beranak ini benar-benar tidak berharga.

Karena itu pikiran Ti Then pun kini berubah kembali, semangat

serta keberanian yang diperlihatkan kemarin hari kini meruntuh...dia

mulai merasa ragu-ragu.

Wie Ci To sendiri agaknya merasa tidak paham juga, alisnya

dikerutkan rapat-rapat, sambil bergendong tangan dia berjalan

mondar-mandir.

“Apa mungkin pelayanan dari Benteng kita tidak baik sehingga

dia jadi jemu dan pergi?” terdengar dia kembali bergumam.

“Bilamana membicarakan soal itu seharusnya Loolaplah yang

paling memperhatikan” sela Kiem Cong Loojien sambil tertawa,

“Tetapi setelah menjadi tamu selama beberapa hari didalam

Benteng Loolap merasa pelayanan disini amat bagus sekali”

“Benar” sambung Ti Then, “Terhadap sifat dari Yuan

Loocianpwee siauw-say lah yang paling paham, dia orang tua

bersifat lapang dada dan bukanlah seorang manusia yang berhati

sempit”

“Tetapi kepergiannya yang tanpa pamit sama sekali tidak benar.

Dia bilang secara tiba-tiba sudah teringat kembali ada janji dengan

seorang sahabat karib, bilamana partemuan ini harus pergi kenapa

dia bisa melupakannya?”

“Ada kemungkinan pertemuan ini sudah dijanjikan pada tempo

hari karena tidak pernah diingat-ingat maka sewaktu kemarin

malam teringat kembali dia jadi ribut sendiri”

“Kau lihat partemuan apakah yang sudah dijanjikan dengan

temannya itu ?” tanya Wie Ci To sambil memandang tajam

wajahnya.

“Soal ini sulit untuk diketahui, kalau memangnya dia orang tua

menyebut sebgai sahabat karib maka seharusnya pertemuan ini

tidak sampai membahayakan jiwanya” sahut Ti Then.

“Kalau begitu lebih baik kita kirim dia orang untuk lihat-lihat di

gunung Cing Shia, kau lihat bagaimana?”

“Begitu pun bagus sekali.”

“Coba kau panggil Shia Pek Tha dan suruh dia kirim seorang

pendekar pedang merah untuk pergi ke gunung Cing Shia”

Ti Then segera menyahut dan mengundurkan diri dari ruangan

bersantap, setelah menemukan Shia Pek Tha dia lantas

menceritakan kepergian dari Yuan Siauw Ko yang tanpa pamit pada

kemarin malam serta perintah dari Poocu untuk kirim seseorang

untuk mengadakan pemeriksaan di gunung Cing Shia, setelah itu dia

baru kembali lagi ke ruang bersantap.

Dia menemani Kiem Cong Loojien serta Wie Ci To untuk

bersantap, tapi hatinya yang lagi murung mana ada napsu untuk

makan?

Dia cuma mengharapkan hari cepat malam.

Malam hari pun mulai menjadi kelam.

Dari dalam kamar Wie Lian In dia langsung kembali ke kamarnya,

setelah mengundurkan si Loo Cia pelayan tua itu dia lantas

mengambil lampu dan diketuknya tiga kali di dekat jendela, setelah

itu baru naik ke atas pembaringan.

Saat ini napsu untuk tidur pun berkurang, sepasang matanya

dengan melotot lebar-lebar memandang tajam atas genting....

Kentongan pertama....kentongan kedua.....dengan

berlalu, kini kentongan ketiga pun menjelang.

cepatnya

Tidak lama melewati kentongan ketiga dari atas atap terasa

adanya suara tindakan seorang diikuti sepasang tangan yang samar-

samar membuka atap kesamping lalu menurunkan patung emas itu

ke bawah.

Majikan patung emas sudah tiba.

Dia turunkan patung emasnya itu ke samping pembaringan Ti

Then lalu dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan

suaranya dia lantas kirim perkataan:

“Ti Then, aku terka malam ini kau tidak dapat tidur bukan?

Bukankah kau lagi menunggu aku?”

“Tidak salah” sahut Ti Then dengan suara yang amat dingin

sekali.

“Kau sudah bunuh Yuan Piauw-tauw?”

Majikan patung emas tidak menjawab, sebaliknya malah balas

bertanya:

“Kenapa kau orang tidak suka mendengarkan perkataanku dan

menceritakan seluruh rahasia ini kepada Yuan Siauw Ko?”

Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera merasakan

hatinya tergetar amat keras.

“Siapa yang bilang aku sudah menceritakan seluruh rahasia ini

kepadanya? Apa kau mendengar dengan telinga sendiri?” bantahnya

dengan keras.

“Heee . . heee . . . kemarin sore kalian bersama-sama berpesiar

keatas gunung, dengan mengambil kesempatan itu kau ceritakan

seluruh rahasia ini kepadanya. Hmmm urusan sudah nyata, kau

masih ingin mungkir ?” Seru Majikan patung emas sambil tertawa

dingin tiada hentinya.

“Hmm, sewaktu Wie Ci To menunjuk aku untuk mengawani dia

berpesiar keatas gunung dalam hati aku sudah tahu kalau kau pasti

akan menaruh curiga. Hmmm, ternyata dugaanku sedikitpun tidak

salah.”

“Kau tidak mengaku ?” seru Majikan patung emas sambil

mendengus.

“Tidak.”

“Tetapi Yuan Siauw Ko sudah mengaku.”

“Heee . . . heee , . . hee , , jangan coba tipu aku. Yuan Piauw-

tauw sama sekali tidak tahu urusan ini, dia bisa mengaku tentang

soal apa dengan dirimu?” ejek Ti Then tertawa dingin.

Majikan patung emas tidak langsung memberi jawaban, dia

termenung berpikir sebentar kemudian baru sahutnya:

“Dia mengaku kalau kau sudah menceritakan seluruh rahasia ini

kepadanya bahkan sudah menyusun rencana siap-siap hendak

menawan diriku.”

Ti Then tahu Yuan Sianw Ko bukanlah seorang manusia yang

takut mati, dia tidak akan mau mengakui keseluruhan ini.

“Kau yangan omong kosong!” teriaknya kemudian dengan gusar.

“Kau sendiri yang omong kosong”

“Kau sudah bubuh dirinya?”

“Tidak"

“Lalu kau membawa dirinya kemana?” desak Ti Then lebih lanjut.

“Suatu tempat yang sangat rahasia.”

“Kalau kau sudah mengambil kesimpulan kalau aku sudah

membocorkan rahasia ini kepadanya, kenapa tidak sekalian

bereskan nyawanya?”

Majikan patung emas segera tertawa seram.

“Aku tahu bilamana aku bunuh dirinya maka kau tidak akan

mendengarkan petunjukku lagi, maka itu untuk sementara waktu

aku kurung dia di suatu tempat tertentu, setelah tujuanku tercapai

maka waktu itulah aku baru lepaskan dirinya kembali.”

“Lalu surat yang ditinggalkan di kamarnya apa kau yang tulis?”

“Bukan”

“Lalu dia yang menulis?”

“Juga bukan”

“Kalau begitu surat itu ditulis oleh pemuda yang kau kirim untuk

menyelundup ke dalam Benteng Pek Kiam Poo itu?”

“yangan lupa kau adalah patung emasku, kau dilarang untuk

menyelidiki urusanku.”

“Walau pun aku adalah patung emasmu tetapi sama sekali

berbeda dengan patung emas yang ada di depanmu ini, bilamana

aku mengambil keputusan untuk tidak mendengarkan perintahmu

lagi maka kau sedikitpun tidak bisa berbuat apa-apa.”

“Benar” sahut majikan patung emas membenarkan, “Tetapi kau

yangan lupa aku masih ada satu cara untuk menghadapi dirimu, aku

bisa pergi membinasakan Wie Ci To ayah beranak, menghancurkan

seluruh pendekar pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam Poo,

soal ini tentunya bukan satu persoalan yang menyenangkan bukan?”

Mendengar ancaman itu Ti Then segera merasakan hatinya

kurang puas, dia merasa sangat jengkel.

“Bilamana kau ingin aku menyelesaikan rencanamu ini dengan

baik, maka kau harus beritahu padaku apakah Yuan Piauw-tauw

sudah mati atau belum...”

“Soal itu sangat mudah sekali, lewat dua hari kemudian aku bisa

membawa tulisannya untuk kau lihat, bilamana kau bisa melihat

surat yang ditulis dia sendiri maka segera akan kau ketahui kalau

dia masih ada di dalam dunia.”

“Cuma sayang aku tidak kenal dengan tulisannya, dulu aku sama

sekali tidak pernah melihat tulisannya”

“Bagaimana kalau aku suruh dia menulis satu urusan yang

diketahui oleh kalian berdua saja?”

“Bagus, kau suruhlah dia menulis nama-nama dari seluruh nama

serta gelar dari Piauwsu yang ada di Yong An Piauwkiok, bilamana

ada satu kata saja yang salah maka aku tidak akan percaya kalau

dia masih hidup.”

“Baik,” sahut majikan patung emas. “Aku pun memberi

peringatan kepadamu, Yuan Siauw Ko adalah satu contoh yang baik

buat dirimu, sejak ini hari bilamana kau berani bocorkan kembali

rahasiaku maka bukan saja aku mau bunuh orang yang mengetahui

rahasiaku itu bahkan Yuan Siauw Ko pun akan aku bunuh”

“Aku tidak mau bicara lagi dengan dirimu, cepat kau pergi!”

teriak Ti Then dengan kasar.

Dengan perlahan majikan patung emas menarik kembali patung

emasnya dan berlalu dari sana.

Dua hari kemudian....

Jarak dengan hari perkawinan pun tinggal lima hari.

Para sahabat serta handai taulan yang menerima undangan pun

mulai berdatangan sehingga suasana di dalam Benteng Pek Kiam

Poo semakin lama semakin menjadi ramai.

Pagi hari itu sewaktu Ti Then bangun dari tidurnya dia

menemukan di samping badannya sudah menggeletak secarik

kertas yang di dalamnya tertuliskan kata2 dengan amat rapat sekali.

Majikan patung emas sama sekali tidak mengingkari janji, dia

benar2 sudah membawa tulisan asli dari Yuan Siauw Ko.

Semangat Ti Then jadi berkobar kembali, dia segera mengambil

kertas putih itu dan dibacanya dengan teliti.

Di atas kertas putih itu tertuliskan nama2 orang serta gelarnya,

dan mereka bukan lain adalah nama2 Piauw-su yang dulu pernah

bekerja di perusahaan ekspedisi Yong An Piauwkiok.

Menurut pemikiran Ti Then dahulu Piauwsu yang bekerja di

perusahaan Yong An Paiuwkiok semuanya ada seratus dua puluh

orang banyaknya, sekali pun majikan patung emas memiliki

pengetahuan yang amat luas juga sukar baginya untuk mengetahui

seluruh nama-nama dari piauwsu itu, dan bilamana didalam nama-

nama itu dia tidak menemukan tulisan yang salah maka hal ini

membuktikan kalau tulisan itu benar-benar ditulis oleh Yuan Siauw

Ko dan hal ini membuktikan juga kalau dia masih hidup, kalau tidak

mana jelas Yuan Siauw Ko menemui bencana.

Dengan telitinya dia memeriksa nama-nama serta gelar dari

Piauwsu, tetapi sewaktu melihat nama dari Piauwsu keempat

mendadak hatinya terasa tergetar dengan keras.

Karena dia menemukan nama dari piauwsu keempat itu telah

salah ditulis!

Nama yang sebenarnya adalah “Cian Se Jien” tetapi yang ditulis

adalah “Cian Su Wo”

Hm! Bagaimana mungkin Yuan Siauw Ko bisa salah menulis

dengan kata-kata “Jien” jadi “Wo” atau “saya”? jelas nama-nama ini

bukan ditulis sendiri oleh Yuan Siauw Ko, Yuan Siauw Ko pasti

menemui bencana.

Berpikir akan hal ini Ti Then segera merasakan darah panas

didalam dadanya bergolak dengan amat kerasnya, hawa amarah

bergolak dihati.

“Iblis bajingan, kiranya kau betul2 sudah membinasakan Yuan

Loocianpwee!” makinya dengan gusar.

Tetapi walau pun hatinya merasa sedih bercampur gusar dia

tetap melanjutkan membaca nama2 itu karena dia masih menaruh

harapan kalau nama2 selanjutnya tidak ditwmui kesalahan lagi.

Bilamana diantara nama2 itu Cuma satu tulisan saja yang salah,

hal ini bisa dijelaskan ada kemungkinan Yuan Siauw Ko tidak

sengaja menulis salah.

Tetapi sewaktu membaca sampai nama piauwsu yang ketujuh

kembali dia menemukan kesalahan!

Di atas kertas itu tertuliskan nama “Huo Cay Ciang” padahal

seharusnya nama itu salah, kata-kata “Cay” dituliskan jadi “Cay”

yang berarti “berada”!.

“Ehm...! “Cay” dan “Cay” artinya sama, apa mungkin ini pun

kesalahan dari Yuan Siauw Ko?”

Karenanya dia melanjutkan kembali untuk membaca nama-nama

itu.

Akhirnya didalam kertas itu samuanya dia sudah menemukan

tujuh tulisan yang salah: Ong Beng ditulis jadi Lui Beng, Cau It Jan

ditulis jadi Cau It Tong, Kang Kuang Peng ditulis jadi Kang Kuang

Ping.....

Dengan amat gusarnya dia merobek2 kertas itu hingga hancur,

tetapi sewaktu dia hendak menghancur lumurkan kertas itu, tiba2

satu ingatan berkelebat didalam ingatannya.

Berpikir sampai disitu dengan terburu2 dia menyambung kembali

sobekan kertas itu dan dilihatnja lagi dengan lebih teliti lagi tulisan2

yang salah itu,

Dengan cepatnya dia menemukan disetiap tulisan yang ditulis

salah tentu ada satu titik hitam.

Ehmm!! Titik2 hitam ini apa sengaja ditulis oleh Yuan Siauw Ko?

apakah tujuannya agar dia bisa memperhatikan beberapa tulisan

yang ditulis salah itu?

Benar! bagaimana kalau tulisan2 yang salah itu disambung

menjadi satu??

“Aku ada didalam gua karang dibawah gua Lui Tong Ping".

Seketika itu juga Ti Then jadi amat girang sekali sehingga

hampir2 terjingkrak-jingkrak.

Satu harapan kembali muncul dihatinya . . . dia mengharapkan

malam hari cepat menjelang.

XXXXXX

Akhirnya, malam haripun menjelang datang, seluruh jagat sudab

menjadi gelap gulita bintangpun tidak tampak.

Keramaian yang mencekam di dalam Benteng Pek Kiam Poo pun

dengan perlahan menjadi sunyi kembali. Ti Then segera kembali ke

kamarnya dan ganti pakaian untuk tidur.

Malam itu dia tidak kirim tanda untuk mengajak Majikan patung

emss untuk bertemu muka, bahkan secara diam2 berdoa agar

majikan patung emas tidak munculkan dirinya tanpa diundang,

karena malam ini dia bersiap sedia untuk pergi ke dalam gua karang

dibawah gua Lui Tong Ping untuk menjenguk Yuan Siauw Ko.

Dengan tenangnya dia berbaring diatas pembaringan untuk

menanti saat kentongan ketiga lewat, dia harus menanti setelah

lewat kentongan ketiga baru pergi karena dia harus menanti pula

apakah majikan patung emas akan munculkan dirinya atau tidak.

"Tok . tok . . tok!"

Akhirnya kentongan ketiga pun tiba.

Dia tetap berbaring diatas pembaringannya tidak bergerak, dia

menanti kembali seperempat jam lamanya setelah benar-benar

mengetahui kalau Majikan patung emas tidak datang dia baru turun

dari pembaringannya dengan perlahan-lahan lalu membuka jendela

dan meloncat ke atas atap.

Setelah itu dengan menggunakan bayangan rumah sebagai

tempat persembunyian dia mengitari satu lingkaran benteng itu

kemudian panjat tembok benteng dan berjalan keluar.

Dia Yang bertindak sebagai kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam

Poo sudah tentu mengetahui dengan amat jelas sekali seluruh

tempat2 penjagaan yang terbesar didalam Bsnteng itu, karenanya

dengan amat mudah sekali dia berhasil menghindarkan diri dari

penjagaan para pendekar pedang.

Hanya didalam sekejap saja dia sudah berhasil mencapai

dibawah tembok benteng.

Setelah dilihatnya disekeliling tempat itu tak ada orang dia lantas

mengeluarkan ilmu cecak merayap untuk melewati tembok itu dan

meloncat keluar kemudian dengan gerakan tubuh yang amat cepat

sekali berkelebat menuju ke gunung Go-bie.

Dia sudah ber-kali2 berpesiar keatss gunung ber-sama2 dengan

Wie Lian In, terhadap keadaan pemandangan disekitar tempat itu

pun dia sudah hapal benar.

Dia tahu goa Lui Tong Ping itu letaknya diatas puncak gunung

tidak jauh dari kuil Pek Im Si.

Setelah melewati kuil Toa Jan Si, Auw Ceng Ti, Pek Im Si, dan

jalan gunung yang kecil dan sempit akhirnja dia berhasil tiba diatas

gua Lui Tong Ping.

Dibawah gua Lui Tong Ping itu merupakan satu tebing yang

curam dengan jurang yang dalamnya tak terhingga, dan merupakan

satu tempat yang jarang sekali dikunjungi oleh kaum pesiar, karena

tempat itu sangat berbahaya dan sukar sekali untuk dilalui.

Saat ini waktu sudah menunjukkan kentongan ketiga lebih,

suasana didalam gua Lui Tong amat gelap gulita dan secara samar2

membawa rasa seram yang mendirikan bulu roma.

Ti Then dengan sedikitpun tidak ragu2 berjalan menuruni tebing

itu, dengan menggunakan batu2 cadas yang pada tersebar di

seluruh tempat setapak demi setapak dia meloncat turun.

Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dia tiba dibawah gua Lui

Tong Ping itu.

Walaupun cuaca dimalam hari amat gelap tetapi ia masih bisa

melihat pemandangan disekitar tempat itu dengan jelas.

Dia melihat dibawah gua Lui Tong Ping itu merupakan satu

lembah yang amat terjal itu, empat penjuru dikelilingi tebing yang

hampir tegak lurus dengan pohon siong yang tumbuh miring

menjulang kearah jurang.

Diatas permukaan tanah penuh tersebar batu2 cadas yang besar

dan tajam dengan ditumbubi lumut yang amat banyak, agaknya

sejak pertama kali hingga kini tiada seorangpun yang pernah

mendatangi tempat itu.

Setelah berjalan dan memeriksa disekeliling tempat itu beberapa

saat lamanya akhirnya diantara dua buah batu cadas yang amat

besar dia menemukan sebuah gua alam yang tidak begitu besar.

Sambil berjongkok dia memeriksa permukaan tanah itu, ternyata

sedikitpun tidak salah di depan gua itu tampak telapak kaki yang

samar2, didalam hati dia tahu dugaannya tidak salah karenanya

sembari mencabut keluar pedangnya dia menerobos masuk kedalam

gua.

Suasana didalam gua itu amat gelap tak tampak lima jarinya

sendiri.

Dengan menggunakan pedang Ti Then meraba-raba beberapa

saat lamanya, dia menemukan pedangnya sudah terbentur dengan

sebuah dinding gua yang amat keras, karena dia tidak tahu arah

gua itu berbelok ke arah mana terpaksa dari dalam sakunya

mengambil keluar obor sebagai penerangan.

Dengan menggunakan cahaya sinar obor itulah dia mulai

memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, saat itulah dia baru

melihat walaupun gua itu Cuma satu tapi berbelok-belok, sebentar

melebar sebentar lagi menyempit dan dinding yang saat ini

menghalangi perjalanannya adalah sebuah batu cadas yang

menonjol keluar sedang lorong itu berbelok kearah sebelah kanan.

Dengan mengikuti lorong itu dia berbelok kekanan, setiap kali

bsrjalan beberapa langkab dia menyulut kembali obornya.

Setelah berjalan beberapa saat lamanya akhirnya dia tiba juga

disuatu ruangan yang amat besar sekali.

Gua itu dibatasi dengan dinding batu yang terjal dan tajam,

disekelilingnya tak tampak barang apa pun kecuali batu sehingga

keadaannya amat menyakitkan.

Baru saja Ti Then hendak melakukan pemeriksaan lebih teliti lagi,

mendadak obor yang ada ditangannya padam kembali.

Hatinja rada mendongkol, dia lantas mengambil keluar sebuah

obor kembali siap2 disulut.

Mendadak . . .

"Ti Then, kau?" Suara seseorang secara tiba2 saja

berkumandang keluar dari sisi kirinya, jelas dari nada suara itu

menunjukkan hatinya merasa amat kegirangan.

Dan suara itu . , . , bukan lain adalah suara dari si tangan sakti

Yuan Siauw Ko.

Mendengar teguran itu Ti Then jadi amat girang sekali, dengan

ter-buru2 dia menyulut obornya untuk memeriksa tempat

disekeliling tempat itu.

"Yuan Loocianpwee, kau ada dimana?"

Tetapi sebentar kemudiam dia sudah lihat dimana Yuan Siauw Ko

berada.

oooOOOOooo

64

Dari balik sebuah batu cadas yang tingginya ada tiga depa

dengan panjang empat depa tampak si tangan sakti Yuan Siauw Ko

merangkak keluar, kaki kanannya diborgol sedang rantainya diikat

kebawah batu cadas tersebut, cuma tangan tiga hari saja tidak

melihat sinar sang surya keadaannya sudah benar-benar berubah,

wajahnya tidak mirip manusia lagi.

Dengan sekali lompat Ti Then meloncat ke hadapannya dan

berjongkok.

“Yuan Loocianpwee, dia...dia mengurung kau di tempat ini?”

tanyanya dengan terperanjat.

Dia bisa mengajukan pertanyaan ini dikarenakan dia melihat batu

cadas yang mengikat rantai itu cuma seribu kati saja beratnya,

sedang dengan tenaga dalam yang dimiliki si tangan sakti Yuan

Siauw Ko untuk mendorong batu cadas itu bukanlah satu pekerjaan

yang sulit, tetapi kelihatannya dia terkurung rapat dan tak dapat

meloloskan diri.

Sambil bersandar pada batu cadas itu Yuan Siauw Ko tertawa

sedih.

"Tentunya kau merasa heran bukan, kenapa cuma batu seberat

seribu kati saja bisa mengurung loohu ?" tanyanya.

Sepasang mata dari Ti Then dengan amat tajamnya

memperhatikan rantai yang memborgol kakinya itu lalu memandang

ke arah ujung rantai yang ditindih batu cadas itu.

"Benar !" sahutnya keheranan. "Apakah batu cadas ini ada

permainan lainnya ?".

"Tidak ada!" sahut Yuan Siauw Ko sambil gelengkan kepalanja.

"Dia cuma mendorong batu cadas ini untuk ditindihkan keatas rantai

besar itu . .” "Kalau memangnya demikian, kenapa kau orang tua

tidak mendorongnya ?”

Dengan sedihnya Yuan Siauw Ko menghela napas panjang.

"Dia sudah musnahkan seluruh kepandaian silat dari loohu !”

“Apa? dia sudah musnahkan seluruh kepandaian silat kau orang

tua?” teriak Ti Then terperanjat.

"Kini Loohu seperti juga orang tua biasa, seorang kakek biasa

bilamana ingin mendorong batu cadas bukankah hal ini sama saja

dengan satu impian disiang hari bolong ?"

"Apakah dia memberi makanan serta minuman buat kau orang

tua?" tanya sang pemuda lagi dengan gusarnya.

"Ada, dia membawa sekantong ransum kering serta sekantongan

air bersih, hanya cukup buat Loohu gunakan selama setengah

bulanan."

"Mari aku bantu tarikan rantai besi itu”

Dia meletakkan kembali pedangnja lalu dengan menggunakan

sepasang tangannya menarik rantai itu kebelakang.

“Sreeett . . . ! " dengan satu kali sentakan dia berhasil

memutuskan rantai itu menjadi dua bagian.

Tetapi Yuan Siauw Ko masih tetap duduk tidak bergerak

sedikitpun.

"Apa kau bisa mencari tempat ini setelah mengertikan

kesembilan nama yang sengaja aku tulis salah itu ?" tanyanya.

"Benar !" sahut Ti Then mengangguk. “Dia bilang kau orang tua

masih hidup, boanpwee tidak percaya dan paksa dia untuk meminta

nama2 dari seluruh Piauw-su yang pernah bekerja di perusahaan

'Yong An Piauw-kiok”

Kemarin dia meletakkan nama2 itu di samping pembaringan

boanpwce, sewaktu boanpwee melihat diatas daftar nama itu

banyak terdapat tulisan yang salah dalam anggapanku pasti bukan

tulisan yang sebenarnya dari kau orang tua, akhirnya setelah

boanpwee baca seluruh kesalahan itu menjadi satu, akhirnya aku

baru tahu kalau kau orang tua sengaja hendak memberi tahu

tempat dimana Loocianpwee dikurung"

“Malam ini kau datang kemari, apakah dia orang tahu ?" Tanya

Yuan Siauw Ko dengan cemas.

"Mungkin dia tidak tahu".

"Apa yang dia katakan kepadamu ?" tanya Yuan Siauw Ko lagi

sambil tertawa pahit.

"Dia bilang kau orang tua sudah mengakui pernah mendengar

rahasianya”

"Kau percaya ?”

"Tidak percaja !".

"Bagus sekali !" Seru Yuan Siauw Ko dengan amat girang. "Dia

sudah mengetahui bagaimanakah sifat dari loohu, loohu sama sekali

tidak mengakui soal apa pun kepadanya”

"Bagaimana dia bisa membawa kau orang tua meninggalkan

Benteng Pek Kiam Poo?" tanya Ti Then ingin tahu.

"Ditengah malam buta dia mengetuk pintu kamar loohu, katanya

kau lagi menunggu diluar benteng dan ada urusan penting yang

hendak dirundingkan dengan loohu, pada waktu itu Loohu tidak

tahu kalau dia lagi main siasat..”

“Kalau begitu kau sudah melihat dia orang?" tanya Ti Then

dengan hati berdebar-debar.

Dia dengan Majikan patung emas sudah mengadakan hubungan

selama tujuh, delapan bulan lamanya tetapi hingga hari ini tidak

tahu sebenarnya Majikan patung emas itu lelaki atau perempuan

dan bagaimana wajahnya.

Kini mendengar Majikan patung emas sudah munculkan dirinya

untuk memancing Yuan Siauw Ko keluar benteng hatinya jadi

berdebar ingin cepat-cepat tahu.

“Benar! Bahkan loohu melihatnya dengan amat jelas sekali” sahut

Yuan Siauw Ko sambil tertawa.

Ti Then segera merasa hatinya semakin berdebar keras lagi.

“Siapakah dia orang?” tanyanya cemas.

“Seorang kenalan yang setiap hari dapat kau temui.”

Agaknya dia merasa didalam urusan ini amat menarik sekali

sehingga sengaja jual mahal untuk menyebutkan nama orang itu.

“Apakah dia adalah salah seorang pendekar pedang merah dari

Benteng Pek Kiam Poo?” tanya Ti Then ingin tahu.

“Bukan!” jawab Yuan Siauw Ko tertawa, dengan perlahan dia

gelengkan kepalanya.

“Apa...apa Wie Ci To?”

Sekali lagi Yuan Siauw Ko gelengkan kepalanya.

“Bukan!”

“Lalu siapakah dia orang?”

“Coba kau terka...!”

Ti Then termenung berpikir sebentar tetapi sekali pun sudah

lewat beberapa saat lamanya dia tidak dapat mengetahui juga

siapakah orang itu.

“Yuan Loocianpwee, kau jangan jual mahal, sebenarnya siapakah

orang yang sudah menyamar sebagai Majikan patung emas itu?”

“Haa . . . haaa .... buankah tadi aku sudah berkata orang iiu

dapat kau temui setiap hari . . .!”

"Pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Poo bukan, Wie

Ci To bukan lalu . .. lalu siapakah dia orang?"

Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan Yuan Siauw

Ko tanpa berkedip, dalam hati dia merasa gemas atas ke-jual-

mahalan dari si orang tua she Yuan itu.

Yuan Siauw Ko yang melihat pemuda itu dibuat gemas dia cuma

tersenyum saja.

“Loocianpwee, aku mohon siapakah orang yang sudah menyamar

sebagai Majikan Patung Emas itu?”

“Dia . . . dia . . . adalah.......”

“Siapa ? siapa dia ??" desak Ti Then dengan gemas.

Sekali lagi Yuan Siauw Ko tertawa ter-bahak2.

"Kalau aku beritahu siapakah majikan patung emas itu, kau ingin

beri apa kepadaku?”

“Apa yang Loocianpwee inginkan pasti aku kabulkan !" sahut Ti

Then dengan bernapsu.

-oo0dw0oo-

Jilid 38 : Loo-cia ternyata Majikan Patung Emas...

Mendadak Ti Then membelalakkan matanya lebar-lebar.

“Apa mungkin Loo-cia si pelayan tua itu?” tanyanya gemetar.

Dengan perlahan Yuan Siauw Ko mengangguk.

“Tidak salah, memang dialah orangnya.”

Air muka Ti Then seketika itu juga berubah menjadi pucat psi

bagaikan mayat, seluruh tubuhnya terasa jadi dingin dan kaku,

mulutnya melongo-longo sedangkan matanya terbelalak lebar-lebar,

untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun diucapkan

keluar.

Kiranya Majikan patung emas adalah penyamaran dari Loo-cia itu

pelayan tua!

Cia Tiang Sian!!

Seorang pelayan tua yang sudah mengikuti Wie Ci To selama

empat puluh tahun lamanya ternyata bukan lain adalah majikan

patung emas yang sangat misterius itu.

Lama sekali Ti Then berdiri termangu-mangu, setelah itu baru

serunya tertahan:

“Ooh...Thian!”

“Orang yang menjalankan tidak bakal tahu sedang yang

menonton dari samping amat jelas, hari itu setelah kau

menceritakan seluruh persoalan kepada Loohu, Loohu segera

teringat kalau si Loo-cia pelayan tua itu adalah seorang manusia

yang patut dicurigai, tapi kau tidak suka mempercayainya.”

Ti Then tetap berada didalam keadaan yang amat terkejut,

terdengar dia bergumam seorang diri:

“Bagaimana mungkin dia adalah Majikan Patung Emas?

Bagaimana mungkin dia adalah Majikan Patung Emas ? Dia sudah

ada empat puluh tahun lamanya mengikuti Wie Ci To, sedang

kepandaian silatnya...”

Baru saja berbicara sampai disitu mendadak di dalam ruangan

gua itu terasa adanya kelebatan cahaya terang sebentar kemudian

suasana di tempat itu sudah terang benderang oleh cahaya obor.

Seorang tua dengan membawa lampu lentera berjalan masuk ke

dalam.

Dia.....bukan lain adalah Loo-Cia itu pelayan tua!

Sewaktu melayani Ti Then di dalam benteng wajahnya selalu

tersungging satu senyuman ramah, sedang sekarang.....bukan saja

wajahnya tidak diliputi oleh senyuman bahkan kelihatan begitu

dingin kaku, dan menyeramkan sekali, bahkan boleh dikata sudah

nerubah jadi seorang...seorang berdarah dingin!

Terhadap Loo-Cia yang melayani dirinya terus dan dirinya tidak

mengetahui kalau dia adalah Majikan Patung Emas, Ti Then merasa

hatinya amat tergetar keras sehingga wajahnya berubah pucat pasi.

Walau pun dengan memegang pedang erat-erat dia berdiri di

hadapan Majikan patung emas tetapi tak sepatah kata pun bisa dia

ucapkan keluar!

Loo-cia meletakkan dahulu lampu lentera itu keatas sebuah batu,

sikapnya amat dingin bagaikan es, setelah memandang sekejap

kearah Ti Then serta Yuan Siauw Ko dia baru berkata:

“Hmm! Selama ini kau tidak suka menerima perintahku dengan

hati rela dan selama ini pula tidak suka menerima peringatan dari

diriku, kelihatannya kau merasa tidak percaya kalau aku berani

turun tangan membunuh orang.”

Nada suaranya amat dingin, seperti perkataan yang diucapkan

oleh Raja Akhirat! Membuat setiap orang yang mendengar segera

merasakan bulu kuduknya pada berdiri.

Ti Then yang untuk pertama kalinya mencium bau kematian

tubuhnya terasa tergetar amat keras, dengan cepat kuda-kudanya

diperkuat, siap-siap menghadapi sesuatu pertempuran yang

menentukan mati hidupnya.

“Loo-cia!” teriaknya dengan keras. “Rupanya kaulah Majikan

Patung Emas!”

“Hee...heee..cuma sayang keadaan sudah terlambat, sekali pun

kau tahu juga tiada gunanya.”

Ti Then yang melihat dari sinar matanya memancarkan napsu

membunuhnya yang luar biasa, tak kuasa lagi dia menghembuskan

napas dingin.

“Bilamana kau sungguh-sungguh mau membinasakan kami, aku

ada satu permintaan.”

“Coba kau katakan.”

“Aku tidak suka menerima kematian dengan demikian saja, aku

mau mengadu jiwa dengan dirimu!”

“Hee..hee..itu memang menjadi hakmu!” seru Majikan patung

emas sambil tertawa dingin.

“Tetapi aku tahu dengan kepandaian silatku masih bukan

merupakan tandinganmu maka itu aku sangat mengharapkan

sebelum kau membinasakan diriku suka menjelaskan apakah

sebenarnya tujuan yang engkau tuju!”

“Baik!” jawab Loo-cia dengan seram. “Menanti napasmu hampir

putus, aku bisa beritahukan kepadamu! Sekarang kau boleh mulai

turun tangan!”

Ti Then segera menoleh kearah Yuan Siauw Ko dan ujarnya

dengan hati menyesal:

“Boanpwee sudah menyeret cianpwee ikut terancam jiwanya,

dalam hati aku benar-benar merasa menyesal. Semoga saja pada

penjelmaan di kemudian hari bisa menjadi anjing atau kuda untuk

membalas jasa dari Loocianpwee ini!”

Terhadap soal kematian agaknya Yuan Siauw Ko merasa sangat

tawar, mendengar perkataan dari Ti Then itu dia tertawa.

“Tidak! Soal ini bukanlah kesalahanmu, kau tidak hutang apa-apa

dengan loohu!”

Dengan sedihnya Ti Then segera menghela napas panjang,

dengan perlahan dia menoleh ke arah Loo-cia.

“Yuan loocianpwee ini tidak tahu urusan, bilamana kau tidak suka

melepaskan dirinya maka harap kau suka kasih satu pemberesan

yang cepat,” katanya.

“Baik!”

Nada suaranya amat tegas sedikitpun tidak ragu-ragu, jelas

terhadap diri Ti Then serta Yuan Siauw Ko dia sudah punya maksud

untuk membereskannya.

“Hee...hee..kepandaian silatku aku berhasil pelajari dari dirimu,

entah kali ini bisa tidak menerima dua puluh jurus seranganmu?”

kata Ti Then sambil tertawa.

Sehabis berkata tubuhnya maju ke depan, pedangnya diayun

menotok tubuh Loo-cia.

Jurus serangan ini bernama “Sian Jien Ci Lo” atau dewa sakti

menunjuk jalan, yang merupakan satu jurus serangan yang bukan

dipelajari dari pihak lawannya karena dia tahu bagaimana harus

menggunakan ilmu pedang yang dipelajari darinya untuk menyerang

dia orang maka hal ini sama sekali tidak ada gunanya.

Loo-cia tertawa dingin, dia tetap berdiri tidak bergerak.

Menanti ujung pedang dari Ti Then sudah hampir mendekati

badannya, mendadak telapak kanannya baru membalik, dengan

menggunakan tangan kosong dia mencengkeram pedang dari Ti

Then.

Melihat serangan tersebut Ti Then jadi terkejut, dengan gugup

dia menarik kembali serangannya, sambil menyingkir kekanan

dengan menggunakan jurus “Jie Lang Tan San” atau Jie Lang

memanggul gunung, membabat pinggang musuhnya.

“Ilmu pedang bagus!” puji Loo-cia dengan keras.

Tubuhnya menyingkir ke samping, dengan amat gesit dan

lincahnya kembali dia berhasil menghindarkan diri dari tusukan Ti

Then, mendadak tubuhnya menyerang ke sebelah kiri, telapaknya

dengan mengubah jadi cengkeraman elang, menghajar jalan darah

‘Ciang Bun’ pada pinggang Ti Then.

Dengan gugup Ti Then menyingkir kebelakang, pedangnya

dengan memutar satu lingkaran bagaikan burung merak lagi

mementangkan sayap dia menghajar dadanya Loo-cia.

Masing-masing pihak bergebrak dengan kecepatan yang luar

biasa, setiap jurus dipecahkan dengan jurus, didalam berjaga

membawa daya menyerang hanya didalam sekejap saja sudah

puluhan jurus sudah berlalu dengan amat cepatnya.

Tetapi pada saat masing-masing pihak bertempur dengan amat

seru itulah tiba-tiba........

“Rubuh!” bentak Loo-cia dengan keras.

Hanya didalam sekejap saja sinar pedang berkelebat memenuhi

angkasa, bayangan telapak mengacaukan pandangan, masing-

masing pihak sudah berhenti bergerak sedang tubuh Ti Then pun

dengan perlahan-lahan rubuh ke atas tanah.

Semuanya ini membuat Yuan Siauw Ko yang menonton di

samping dibuat melongo-longo, dia yang melihat Ti Then dapat

dengan amat sengitnya melawan Majikan Patung emas menurut

anggapannya, walau pun Ti Then tidak dapat memperoleh

kemenangan paling sedikit untuk menerima seratus jurus pun masih

bisa.

Siapa sangka cuma sepuluh jurus saja dia sudah menemui

kekalahan secara mendadak, hal ini benar-benar amat

mencengangkan hatinya.

Sedang Ti Then sendiri pun merasa kebingungan, dia tidak

mengerti pihak lawan sudah menggunakan cara apa untuk menotok

jalan darahnya, bahkan dia pun merasa jari tangan pihak lawan pun

tidak sampai mengenai tubuhnya tetapi sudah cukup membuat

badannya jadi kaku sehingga tak dapat berdiri lebih lama.

Tetapi pikiran serta kesadarannya masih penuh, keadaannya

mirip dengan orang yang tertotok jalan darah kakunya.

Dengan menggunakan kakinya Loo-cia lantas membalik

badannya sehingga terlentang, air mukanya masih tetap dingin dan

buas kejam.

“Kau lihat!” ujarnya, “Walau pun aku sudah menciptakan dirimu

sebagai jago nomor tiga di seluruh Bu-lim, tetapi bilamana ingin

membereskan dirimu aku masih bisa lakukan dengan amat mudah.”

“Sekarang tentunya kau sudah boleh menceritakan tujuanmu

bukan?”

“Sebentar lagi pasti aku beritahukan kepadamu!”

Dengan perlahan dia bergeser kesamping tubuh Yuan Siauw Ko

dan memasukkan sepasang tangannya kebawah batu cadas, entah

dengan menggunakan cara yang bagaimana tahu-tahu batu cadas

itu sudah terangkat setinggi satu depa kemudian kakinya

menendang rantai besi itu kebawah batu dan menurunkan kembali

batu cadas itu.

“Buat apa kau berbuat demikian?” ujar Yuan Siauw Ko sambil

tertawa dingin.

“Karena kau cuma tinggal satu jam saja hidup di dunia.”

“Seluruh kepandaian silat loohu sudah kau punahkan, apa kau

takut loohu melarikan diri?”

“Benar, untuk sementara waktu aku akan meninggalkan gua ini

satu jam kemudian akan kembali lagi kesini untuk membereskan

kalian berdua!”

Sehabis berkata dia lantas berjalan keluar dari gua tersebut.

Melihat tindakan dari Majikan Patung Emas itu Ti Then segera

merasakan hatinya tergetar amat keras.

“Tunggu dulu!” teriaknya dengan cemas.

Majikan Patung Emas segera menghentikan langkahnya dan

menoleh.

“Permintaanmu itu bisa aku penuhi satu jam kemudin, sekarang

lebih baik kau berbaring dulu disini!” katanya dingin.

“Kau mau kemana?”

“Pulang ke dalam Benteng.”

“Mau apa?”

“Urusi pekerjaan!” sahut Majikan Patung Emas singkat.

Sehabis berkata dia melanjutkan kembali langkahnya menuju ke

depan.

Ti Then sudah dapat menebak apa yang hendak dikerjakan

olehnya sekembalinya ke dalam Benteng, hatinya merasa semakin

cemas lagi.

“Tunggu dulu, apa yang hendak kau lakukan sekembalinya ke

dalam Benteng?” “Teriaknya dengan cemas.

“Sejak semula aku sudah bilang” ujarnya sambil menghentikan

langkahnya kembali, “Bilamana dengan menggunakan cara yang

lunak tidak dapat mencapai tujuan terpaksa aku harus

menggunakan cara kekerasan!”

Mendengar kata-kata itu Ti Then merasakan matanya berkunang-

kunang.

“Tidak! Kau tidak boleh membunuh mereka ayah beranak!”

teriaknya dengan keras.

“Satu jam kemudian kau pun bakal mati, buat apa sekarang kau

merasa kuatir buat orang lain?”

Sehabis berkata dia melangkah kembali keluar.

Dalam hati Ti Then tahu didalam keadaan tak siap sedia Wie Ci

To ayah beranak pasti sukar untuk meloloskan diri dari kematian,

tidak terasa lagi dia sudah menghela napas panjang.

“Sudahlah, aku menyerah kepadamu!” katanya lemas.

Majikan Patung Emas pura-pura tidak mendengar,

melanjutkan kembali langkahnya menuju ke depan.

dia

“Kau kembalilah, aku suka menurut petunjukmu lagi!” teriak Ti

Then semakin keras.

Dengan perlahan Majikan Patung Emas baru menghentikan

langkahnya dan menoleh.

“Kau bangsat cilik tidak bisa dipercaya, bagaimana aku dapat

mempercayai kembali kata-katamu?” ujarnya dingin.

“Yuan loocianpwee masih ada di tanganmu, kau takut apa?”

Majikan Patung Emas termenung berpikir sebentar, setelah itu

baru putar badannya berjalan balik.

“Kau sungguh-sungguh tidak akan mengkhianati aku lagi?”

“Tidak!”

“Sekarang kau sudah tahu akulah Majikan Patung Emas,

bilamana kau berani memecahkan rahasiaku, maka yang pertama-

tama aku bunuh adalah Yuang Cong-piauwtauw ini!”

“Kau boleh berbuat demikian.”

“Baik, untuk terakhir kalinya aku suka mempercayai dirimu!”

Sehabis berkata dia lantas berjongkok untuk membebaskan jalan

darah kaku dari Ti Then yang tertotok.

Ti Then yang merasa cara menotok jalan darahnya ini sangat

istimewa sekali, tidak tertahan lantas tanyanya:

“Agaknya tadi kau orang tidak membentur badanku bukan?”

“Sudah tentu, karena yang aku gunakan adalah totokan angin!”

jawab Loo-cia sambil tertawa seram.

Jari tangan kanannya segera ditekuk dan disentilkan ke depan.

“Plaaak!” dengan disertai suara angin yang amat nyaring batu

kecil yang ada beberapa depa jauhnya segera tersentil jatuh ke

tengah kejauhan.

Waktu itu Ti Then baru bangkit berdiri, melihat kedahsyatan dari

ilmu tersebut dalam hati merasa amat terperanjat.

“Agaknya ilmu silat semacam ini kau orang belum pernah

mengajarinya kepadaku!”

“Seharusnya aku tinggalkan beberapa ilmu untuk aku simpan,

kalau tidak bagaimana aku bisa menguasai dirimu?”

Ti Then segera bangkit berdiri dan menoleh ke arah Yuan Siauw

Ko sambil tertawa pahit.

“Loocianpwee! Sebenarnya boanpwee tidak ingin takluk dengan

perbuatan jahat, tetapi saat ini aku mau tidak mau harus tunduk

satu kali!”

Sudah tentu Yuan Siauw Ko mengerti akan maksud hatinya,

kesemuanya ini dia lakukan dikarenakan Wie Ci To ayah beranak,

karenanya terhadap keputusan inipun dia mengetahui jelas.

“Loohu tahu, kau pergilah dengan lega hati!” ujarnya sambil

tertawa.

“Kau punya rencana hendak mengurung Yuan loocianpwee

sampai kapan baru dilepaskan kembali?” tanya Ti Then kemudian

sambil menoleh kearah Loo-cia.

“Sesudah tujuanku tercapai!”

“Kau orang tidak seharusnya memusnahkan ilmu silatnya” omel

Ti Then.

“Caraku untuk memusnahkan ilmu silat orang lain sama sekali

berbeda dengan cara biasanya, sampai waktunya aku lepaskan dia

pergi tentu kepandaian silatnya aku pulihkan kembali.”

“Apa sungguh-sungguh perkataanmu itu?” tanya Ti Then dengan

hati girang.

“Tidak salah”

“Di dalam waktu-waktu ini aku mengharapkan kau jangan

merugikan dirinya”

“Asalkan dia tidak melarikan diri, aku pasti tidak akan merugikan

dirinya.”

“Keadaan dari loohu sekarang ini seperti anjing pun lebih baik,

kau masih bilang tidak merugikan?” cela Yuan Siauw Ko dari

samping.

“Aku merasa senang untuk memberi lebih enak sedikit

kepadamu, tetapi dengan keadaan pada saat ini terpaksa aku cuma

bilang bersikap demikian kepadamu.”

Berbicara sampai disini dia lantas menoleh kearah Ti Then.

“Sekarang cepat kau kembali ke dalam Benteng!” perintahnya.

“Kau tidak kembali bersama-sama aku?”

“Kau pulanglah terlebih dahulu.”

Dengan wajah ragu-ragu Ti Then menoleh sekejap kearah Yuan

Siauw Ko, lama sekali baru ujarnya:

“Kau masih ada disini untuk berbuat apa?”

“Kau boleh lega hati, bilamana aku ingin mencelakai dirinya saat

ini pun aku bisa turun tangan.”

Ti Then yang merasa perkataannya ini sedikit pun tidak salah

lantas merangkap tangannya menjura kearah Yuan Siauw Ko,

setelah itu memungut kembali pedangnya dimasukkan kedalam

sarung.

Baru saja Ti Then berjalan beberapa langkah mendadak

terdengarlah Loo-cia si majikan patung emas berkata kembali:

“Ooh benar, bilamana jejakmu malam ini diketahui oleh para

pendekar pedang yang berjaga-jaga di benteng, kau hendak

menggunakan cara apa untuk memberi penjelasan?”

Sembari melanjutkan perjalanannya keluar dari gua itu jawab Ti

Then tawar.

“Aku bilang baru saja menemukan orang yang melakukan

perjalanan malam melewati benteng, aku lantas melakukan

pengejaran hingga di luar benteng.”

“Betul, memang seharusnya kau memberi penjelasan secara

demikian” sahut Loo-cia tertawa.

Dia pun lantas ikut di belakang Ti Then berjalan keluar dari gua,

menanti bayangan tubuh Ti Then sudah lenyap dari pandangan dia

baru kembali lagi kedalam gua dan menarik lepas rantai besi yang

ditindih dibawah batu cadas tersebut.

Kemudian sambil membawa kantongan ransum serta air, ujarnya

kepada Yuan Siauw Ko.

“Ayoh, kita pun harus berangkat!”

“Kemana?”

“Tempat ini sudah diketahui oleh Ti Then, maka aku harus

membawa dirimu menuju kedalam gua yang lain”

Dengan berdiam diri Yuan Siauw Ko bangkit berdiri dan

mengikuti dari belakang tubuhnya berjalan keluar dari gua tersebut.

Sesampainya diluar gua, dikarenakan kepandaian silat dari Yuan

Siauw Ko sudah musnah sehingga tidak bisa mengerahkan ilmu

meringankan tubuh maka dengan dibimbing oelh Loo-cia mereka

melayang dan menaiki keatas tebing gua Lui Tong Ping tersebut.

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanannya menuju kedalam

gunung yang lebih jauh lagi.

Sewaktu bayangan tubuhnya sudah ada beberapa kaki jauhnya

dari sana, mendadak dari bawah gua Lui Tong Ping itu berkelebat

kembali sesosok bayangan hitam yang secara diam-diam tanpa

mengeluarkan sedikit suara pun menguntit dari belakang Loo-cia

hingga ke tempat tujuannya.

Adakah bayangan hitam itu adalah Ti Then?

Bukan, saat ini Ti Then sudah kembali ke benteng Pek Kiam Poo.

XXXdwXXX

Para tetamu yang sengaja datang membawa selamat sudah

berdatangan, suasana di dalam benteng Pek Kiam Poo mulai jadi

ramai.

Saat itu sewaktu Ti Then lagi duduk melamun di dalam kamar

mendadak tampak Loo-cia masuk ke dalam kamar.

“Ti Kiauw-tauw, Poocu mengundang kau ke kamar baca untuk

bercakap-cakap” katanya sambil tertawa.

“Urusan apa?” tanya Ti Then melengak.

“Entahlah!”

Dia menoleh dulu memandang sekeliling tempat itu kemudian

sambil memperendah suaranya dia berkata kembali.

“Jarak sekarang dengan hari perkawinanmu tinggal empat hari

saja. Di dalam empat hari ini apa yang dikatakan oleh Wie Ci To

kepadamu harus kau laporkan semua kepadaku, tahu tidak?”

Ti Then segera mengangguk dan putar badan berlalu dari sana.

Setibanya didalam kamar baca Wie Ci To tampaklah Wie Lian In

pun pada sat itu ada didalam kamar baca, karenanya dia lantas

maju memberi hormat kepada Wie Ci To.

“Loo-cia bilang

menantumu?”

katanya

Gak-hu

thayjien

lagi

mencari

“Benar” sahut Wie Ci To tersenyum, “Loohu punya satu urusan

yang hendak dirundingkan dengan dirimu, kau duduklah”

Ti Then segera duduk di samping.

Wie Ci To mendehem beberapa kali, lalu sambil menuding kearah

Wie Lian In ujarnya sambil tertawa.

“Lian In budak ini secara mendadak kemarin hari minta kepada

Loohu untuk mendirikan satu kamar baru...”

Ti Then jadi melengak.

“Apa sempat untuk membangun sebuah kamar baru lagi?”

tanyanya.

“Maksud dari Lian In bukannya minta dibangunkan satu kamar

yang baru, dia cuma bilang tidak suka menganggap kamarnya

sekarang sebagai kamar yang baru, dia pikir ingin mencari tempat

lain untuk mendirikan kamar baru buatnya.”

Dengan tidak paham Ti Then memandang sekejap ke arah Wie

Lian In.

“Bukankah

tanyanya.

kamarmu

sekarang

ini

sangat

bagus

sekali?”

“Hmm, kamar itu syudah aku diami selama puluhan tahun

lamanya, sejak semula aku sudah merasa bosan” seru Wie Lian In

sambil mencibirkan bibirnya.

“Sudah..sudahlah, kau tidak usah seperti bocah cilik saja!”

“Perkatraannya memang amat betul” timbrung ie Ci To sambil

tersenyum. “Setelah kalian menikah ada seharusnya dimulai dengan

barus segala-galanya”

“lalu kau sudah setuju dengan kamar yang mana di dalam

Benteng ini?” tanya Ti Then sambil tertawa, dengan perlahan dia

menoleh kearah Wie Lian In.

“Aku sudah setuju dengan kamar didalam loteng penyimpan kitab

tersebut.”

Semula Ti Then agak melengak, tetapi sebentar kemudian dia

sudah tertawa geli.

“Lian In, kau jangan berguyon” serunya.

“Tetapi tia sudah setuju”

Sekali lagi Ti Then dibuat kebingungan, dia merasa urusan ini

ada diluar dugaannya.

“Sungguh?” tanyanya sambil menoleh kearah Wie Ci To.

“Sungguh...” sahut Wie Ci To mengangguk.

“Tetapi...”

“Loteng penyimpan kitab itu tidak mengandung rahasia apa pun”

potong Wie Ci To dengan cepatnya, apalagi setelah Loohu ceritakan

soal lukisan Shu Sia Mey kepada kalian hatiku pun rada baikan,

maka itu Loohu sudah mengabulkan permintaan dari Lian In untuk

serahkan itu loteng penyimpan kitab sebagai kamar baru kalian.”

Untuk beberapa saat lamanya Ti Then dibuat kebingungan, dia

tahu didalam loteng penyimpan kitab pasti sudah tersimpan satu

rahasia, sedang barang yang diinginkan oleh Majikan patung emas

itu pun pasti tersimpan di dalam Loteng penyimpan kitab tersebut.

Sekarang mereka ayah beranak menyerahkan loteng tersebut

kepada dirinya untuk dijadikan sebagai kamar baru, bukankah hal ini

sama saja dengan mengundang pencuri ke dalam kamar? Dan

memberi kesempatan buat Majikan Patung emas atau boleh dikata

dirinya sendiri untuk melakukan niatnya?

“Kau tidak suka dengan tempat itu ?” tanya Wie Lian In tiba-

tiba.

“Bilamana kau menyuruh aku mengambil keputusan maka aku

rasa kamarmu yang sekarang itu jauh lebih baik.”

“Kenapa ?” tanya Wie Lian In kurang senang.

“Loteng penyimpan kitab itu tentu merupakan tempat yang

paling tenang dari ayahmu, kita tidak seharusnya merebut tempat

kesenangan dari ayahmu itu.”

“Soal ini kau tidak usah kuatir,” sambung Wie Ci To dengan

cepat, “Pada beberapa waktu ini Loohu sudah jarang membaca

buku lagi bahkan loohu rela memberikan loteng penyimpan kitab itu

buat kalian gunakan sebagai kamar baru.”

“Apa maksud dari Gak hu ?”

“Loohu masih teringat dengan kata-katamu tempo hari,

dikarenakan Loohu sudah melarang setiap orang memasuki loteng

penyimpan kitab itu maka mudah menimbulkan rasa curiga dari

orang lain kalau di dalam loteng itu benar-benar sudah tersimpan

barang pusaka, demi jelasnya persoalan ini maka Loohu rasa

serahkan ruangan itu buat kalian adalah merupakan satu

penyelesaian yang paling baik.”

“Asalkan kau tidak menolak maka aku segera akan suruh orang

untuk membersihkan tempat itu dan memasukkan semua alat2

rumah tangga kedalam ruangan” sambung Wie Lian In dengan

cepat.

“Lalu buku-buku itu hendak pindah kemana ?”

“Kamar kosong didalam Benteng masih banyak, buku-buku itu

mudah saja dipindahkan ke tempat lain”

“Sedang alat rahasianya ?”

“Alat rahasia sukar untuk dibongkar, tetapi Loohu bisa jelaskan

semua alat rahasia itu kepada kalian agar kalian pun mengerti cara

menggunakannya.”

“Sebetulnya menantumu merasa kurang setuju,” ujar Ti Then

sambil tertawa. “Tetapi kalau memangnya Gak hu serta Lian In

sudah setuju maka siauw say pun tidak akan menolak lagi”

Mendengar perkataan tersebut Wie Ci To segera bangkit berdiri,

"Loohu akan pergi menutup alat rahasianya, kemudian suruh

orang untuk memindahkan kitab serta lukisan-lukisan itu. Dan

mengadakan pembersihan seperlunya".

Sehabis berkata dia lantas berlalu dari sana.

Menanti bayangan tubuh dnri Wie Ci To sudah lenyap dari

pandangan Ti Then baru menoleh kearah Wie Lian In dan

mengomel.

"Kau tidaklah patut untuk mengajukan permintaan ini kepada

ayahmu !".

"Kenapa ?" tanya Wie Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

"Membaca buku dan memandang lukisan adalah satu-satunya

kesenangan dari ayahmu, tidak seharusnya kau mengganggu

kesenangan beliau itu !".

"Tetapi membaca buku atau melihat lukisan tidak seharusnya

diatas loteng penyimpan kiiab !".

"Tetapi belum tentu juga ruangan loteng penyimpan kitab itu

harus dijadikan kamar baru kita".

"Aku rasa loteng penyimpan kitab itu sangat indah sekali,

dibawah loteng ada ruangan tamunya, diatas loteng adalah kamar

tidur dan bisa digunakan untuk memandang ketempat kejauhan

apalagi bila mana musim panas menjelang tidak merasa terlalu

panas, bukan begitu ?".

Sambil mengerutkan alisnya rapat2 Ti Then tidak mengucapkan

sepatah katapun.

“Disamping itu” ujar Wie Lian In lagi tertawa, “Kita bisa pula

melenyapkan pikiran yang bukan2 dari ayahku terhadap Shu Siu

Mey, bukankah itu sangat bagus sekali ?”

Ti Then tertawa tawar dan tidak mengucapkan kata-kata lagi.

“Ayoh jalan, kila pergi melihat-lihat.”

Mereka berdua segera berjalan keluar dari kamar baca itu

menuju kebawah loteng penyimpan kitab.

Waktu itu kebetulan Wie Ci To sedang berjalan mendatang,

terdengar sambil tertawa ujarnya :

“Loohu sudah mematikan alat2 rahasianya, sekarang aku mau

suruh pelayan singkirkan buku-buku serta lukisan2 itu.”

Tidak lama kemudian dangan diawasi oleh Wie Ci To sendiri

tampak tiga orang pelayan tua mulai menurunkan peti-peti buku

yang ada didalam loteng penyimpan kiiab itu.

Agaknya Wie Ci To merasa kekurangan tenaga, kepada Ti Then

lantas ujarnya;

“Coba kau panggil Loo-cia kemari untuk membantu.”

“Kenapa tidak suruh pendekar pedang hitam saja ?”

“Tidak, beberapa orang tua itu sudah ada sangat lama mengikuti

loohu, cuma mereka saja yang tahu bagaimana caranya

membereskan barang-barang tersebut.”

“Ooow . .” seru Ti Then, setelah itu dia berjalan ke ruangan

tengah untuk mencari datang Loo cia.

“Loo-cia, poocu perintah kau membantu mengangkati barang,”

serunya.

“Mengangkati barang apa ?” tanya Loo-cia dengan sinar mata

ragu-ragu.

“Membongkar kitab-kitab serta lukisan2 yang ada didalam loteng

penyimpan kitab, Poocu mau berikan tempat itu untuk dijadikan

kamar pengantenku”

“Apa maksudmu ?” tanya Loo-cia dengan air muka berubah

sangat hebat.

“Ini adalah atas perintah dari Wie Lian In, dia bilang mau pindah

kamar dan Wie Ci To setuju, maksudnya yang lain adalah agar

semua orang paham kalau didalam loteng penyimpan kitab itu

sebetulnya tidak ada barang pusaka apapun.”

“Lalu alat-alat rahasia didalam loteng itu apakah sudah dibuang?”

“Tidak,” jawab Ti Then perlahan. “Wie Ci To bilang alat-alat

rahasia itu tidak bisa dibongkar, tetapi dia hendak memberi

penjelasan kepada kami bagaimana caranya menggunakan alat-alat

rahasia tersebut.”

"Kalau begitu sangat bagus sekali !!" Teriak Loo-cia dengan hati

girang.

"Aku tahu setelah mendengar berita ini kau pasti akan merasa

girang, tapi bilamana kau bermaksud untuk mendapatkan semacam

barang dari Wie Ci To saat ini merupakan satu kesempatan yang

baik, kau boleh menggunakan kesempatan sewaktu menggotongi

buku2 serta lukisan2 itu untuk mencari dapat barang itu".

"Soal itu tidak mungkin bisa terjadi !" ujar Loo-cia sambil

gelengkan kepalanya.

"Kenapa ?"

Loo-cia tersenyum, dengan suara yang amat lirih ujarnya;

"Barang yang aku maui itu sudah disimpan oleh Wie Ci To

dengan amat rahasia, barang itu baru bisa diperoleh bilamana kau

benar2 sudah memahami seluk beluk dari alat2 rahasia yang

menyelubungi loteng penyimpan kitab itu".

"Jadi maksudmu, barang yang kau inginkan itu tidak mungkin

dipindahkan oleh Wie Ci To keluar dari loteng penyimpan kitab

tersebut ?".

"Benar".

"Besarkah barang itu?".

"Tidak besar yaa tidak kecil!" sahut Loo-cia sambil tcrtawa

misterius.

"Kau rasa setelah aku bisa menggunakan alat2 rahasia itu lalu

bisa bantu dirimu untuk mendapatkan barang tersebut?"

“Tidak salah”

"Kalau begitu ada kemungkinan sebelum tiba saatnya aku kawin

dengan Wie Lian In barang itu sudah dapat aku dapatkan?".

"Ada kemungkinan memang begitu".

"Bilamana aku bisa memperoleh barang itu sebelum hari

perkawinanku, apakah kau hendak memaksa aku tetap kawin

dengan Wie Lian Ini?”

"Tidak!" seru Loo-cia, "Waktu itu kau boleh ambil keputusan

sendiri, bilamana suka kawin dengan dirinya kau boleh tetap tinggal

disini. bilamana tidak suka yaa boleh meninggalkan benteng Pek

Kiam Poo”

Mendengar perkataan itu Ti Then jadi amat girang.

"Kalau begitu sekarang juga kau boleh beritahukan kepadaku

barang macam apakah yang kau kehendaki itu, akupun bisa segera

melaksanakan tugas tersebut, karena ada kemungkinan sebentar

lagi Wie Ci To bakal memberitahukan kepadaku cara2 kegunaan dari

alat2 rahasia tersebut".

Loo-cia

termenung

berpikir

menggelengkan kepalanya.

sebentar,

akhirnya

dia

“Tidak, sekarang masih belum bisa, menanti setelah kau benar2

mengerti jelas cara-cara dari alat rahasia itu . . hmm. hmmm„

benar, apakah Wie Ci To ayah beranak pernah mengajukan

permintaan untuk tunjuk aku lagi untuk melayani dirimu?”

“Tidak.”

“Ada kesempatan kau boleh katakan soal ini dengan Wie Ci To,

katakan saja kau suka padaku dan mengharapkan aku bisa

melanjutkan pekerjaannya melayani dirimun di loteng penyimpan

kitab tersebut”

Dalam hati Ti Then tahu pihak lawan berkata demikian dengan

tujuan ingin mencari barang, memang cara itulah yang terbaik,

karenanya dia lantas mengangguk.

“Baiklah, bilamana Wie Ci To tidak setuju, aku tidak punya cara

lhoo,” katanya.

“Asalkan kau tidak membocorkan rahasiaku maka dia tidak akan

menaruh curiga terhadap diriku, bilamana dia tidak menaruh curiga

terhadap diriku maka permintaanmu itu pasti akan dikabulkan.”

“Semoga saja demikian, sekarang kau boleh pergi bekerja.”

Loo-cia segera mengangguk dan berjalan menuju ke Loteng

Penyimpan kitab itu.

Ti Then pun mengikuti dari belakangnya berjalan menuju kearah

Loteng penyimpan kitab.

Wie Ci To yang melihat munculnya Loo-cia dia lantas berseru.

“Loo-cia, dahulu kau pernah membantu loohu aturkan buku2 dan

lukisan2 coba kau masuklah kedalam dan membantu”

Dengan hormatnya Loo-cia menyahut dan dengan langkah cepat

masuk kedalam loteng penyimpan kitab untuk membantu

membongkari buku2 serta lukisan tersebut.

XxxdwxxX

WIE CI TO segera menoleh kearah Ti Then dan tertawa.

"Loo-Cia orang ini tidak jelek, dia sudah mengikuti puluhan tahun

lamanya dengan Loohu, selamanya belum pernah ribut maupun

mengomel, dia adalah seorang yang rajin . . . . "

"Benar !” sahut Ti Then mengangguk. "Sebelum dia mengikuti

Gak-hu apa kerjanya?”

"Seorang kuli di dusun, ada satu kali karena miuum arak dan

mabok dia sudah membuat gara2 sehingga diusir oleh majikannya.

Loohu yang melihat dia orang amat jujur lantas menerimanya

sebagai pembantu, kaiau di-hitung2 boleh dikata dia sudah ada

empat puluh tahun lamanya mengikuti Loohu."

"Apakah dia pernah belajar ilmu silat?".

"Pernah belajar beberapa waktu lamanya, karena bakatnya tidak

ada kemudian dia tidak berlatih lagi".

Sewaktu mereka ber-cakap2 terlihatlah Loo-cia dengan

menggotong sebuah peti buku berjalan keluar dari Loteng

penyimpan kitab itu dan berhenti dihadapan mereka, kepada Wio Ci

To sambil tertawa tanyanya :

"Peti ini berisikan tulisan tangan dari para sejarah Wan, Poocu

punya maksud untuk menyimpannya dikamar yang mana?”

"Taruh saja disebelah kiri dari kamar baca".

Loo-cia segera menyahut dan sambil menggotong peti tersebut

berjalan menuju ke kamar baca.

"Loo-cia" tiba2 terdengar Wie Lian In menegur sambil tertawa

perlahan. "Tenagamu sungguh tidak kecil !",

Sembari berjalan Loo-cia menjawab :

"Peti buku ini tidak lebih cuma enam tujuh puluh kati beratnya,

bilamana budakmu tidak kuat untuk mengangkat bukankah hanya

memalukan orang2 benteng Pek Kiam Poo saja".

"Loo-cia bekerja amat gesit, p«rkataannya pun amat lincah,

siauw-say berharap lain kali dia bisa meneruskan untuk melayani

aku " ujar Ti Then sengaja mengambil kesempatan ini.

"Tapi aku tidak suka padanya, dia sering menggoda aku!” sela

Wie Lian In amat kesal.

"Kan tidak mengapa bukan kalau cuma berguyon ??"

"Lain kali ada Cun Lan seorang sudah cukup buat apa ditambahi

dengan dirinya?”

“Tetapi apakah Cun Lan bisa mengerjakan pekerjaan besar?"

"Tidak salah“ sela Wie Ci To sambil tertawa. "Walaupun usia dari

Loo-cia sudah tidak kecil tetapi untuk melakukan pekerjaan kasar

aku lihat masih bisa, lebih baik biar dia ikut dengan kalian lagi."

Wie Lian In tersenyum dan tidak membantsh lagi.

Empat orang pelayan tua itu setelah repot setengah harian

akhirnya buku2 serta lukisan2 yang ada didalam loteng penyimpan

kilab itupun sudah berhasil dibereskan Wie Ci To lantas perintah

mereka untuk membersihkannya, kepada Ti Then serta putrinya dia

memberi pesan:

"Kemungkinan sekali besok pagi barang2 rumah tangga sudah

bisa dibawa masuk, sekarang kalian ikutlah loohu menuju ke kamar

baca, Loohu hendak menjelaskan dulu keadaan dari alat rahasia

itu.”

xxxdwxxx

Magrib itu juga Loo-cia berempat sudah menyelesaikan

pekerjaannya untuk membereskan Loteng Penyimpan kitab itu, Wie

Ci To pun dengan mengambil kesempatan sebelum alat2 rumah

tangganya diatur didalam ruangan tersebut dengan mengajak Ti

Then serta putrinya memasuki loteng penyimpan kitab dan

menjelaskan cara2 menutup serta membuka alat2 rahasia itu

beserta perubahannya.

Dengan telitinya Ti Then mengingat semua keterangan itu di hati,

diam2 dia merasa terperanjat juga karena ini harilah dia baru

benar2 mengetahui kalau Loteng penyimpan kitab itu benar2

merupakan satu tempat yang sukar ditembusi oleh orang asing.

Alat rahasia yang dipasang didalam ruangan itu ada delapan

belas macam jumlahnya bahkan cara untuk menggerakkan alat

rahasia itupun bisa diubah sesukanya sehingga memaksa pihak

musuh tidak dapat memecahkannya untuk selamanya.

Diam2 pikirnya dihati:

"Tidak aneh kalau Loo-cia hendak menggunakan aku untuk

mencuri barang tersebut, bilamana tidak mendengarkan penjelasan

dari Wie Ci To ini hari siapapun tidak bakal bisa keluar lagi dari sini

dalam keadaan hidup2 setelah tiba disini!".

Setelah Wie Ci To selesai menjelaskau rahasia itu mendadak dia

menggerakkan suatu alat rahasia sehingga membuat dinding

tembok itu memutar dengan sendirinya, ujarnya sambil tertawa:

"Tempo hari Loohu pun pernah membuka dinding rahasia ini

untuk melihat lukisan dari Shu Sin Mey ....".

Sedang sekarang lukisan dari Shu Sin Mey yang ada disana sudah

tidak kelihatan lagi!

"Dimanakah lukisan itu sekarang berada? tanya Wie Lian In

keheranan.

"Loohu sudah simpan lukisan kedalam ruaogan rahasia tersebut,

sebetulnya Loohu bermaksud untuk membawanya keluar dari loteng

penyimpanan kitab ini tetapi dikarenakan semasa hidupnya dia

paling suka ketenangan maka loohu rasa lebih baik biarkan dirinya

tinggal didalam loteng saja".

"Apakah disebelah sana masih ada sebuah kamar rahasia?" tanya

Wie Lian In lagi.

"Ada! disebelah dalam!" sahut Wie Ci To sambil mengangguk.

Dari samping dinding kembali dia menekan sebuah tombol. Kraak

. . . kraak . . dengan menimbulkan suara yang nyaring dari balik

dinding rahasia itu kembali terbuka sebuah ruangan rahasia yang

amat gelap dan cuma kelihatan anak tangganya saja.

Anak tangga yang terbuat dari batu itu menghubungkan ke

tempat yang lebih dalam lagi, kemana tujuannya? tiada yang tahu.

Wie Ci To segera menuju kedalam ruangan tersebut.

"Dari sini menuju kebawah akan tiba disuatu tempat yang amat

rahasia, ruangan itu letaknya ada tiga kaki dalamnya dari atas

permukaan tanah" ujarnya.

"Bagaimana kalau aku masuk untuk melihat?".

"Tidak!" cegah Wie Ci To denpan wajah keren.

"Ada yang penting?" tanya Wie Lian In kaget.

“Loohu tidak ingin ada orang yang mengganggu dirinya, sejak ini

hari ssluruh ruangan Loteng Penyimpan kitab ini loohu serahkan

kepada kalian suami istri, cuma satu2nya ruangan rahasia ini saja

loohu harap kalian suka tinggalkan buat dirinya."

"Jadi maksud Tia apa mungkin sukmanya masih ada didalam

loteng penyimpan kitab ini?" tanya Wie Lian In tiba2 sambil tertawa.

"Benar, walaupun dia sudah meninggal amat lama tapi loohu

selalu merasa bahwa sukmanya tidak bakal pergi dari tempat ini!”

Dia berhenti sebentar, kemudian dengan menggunakan sepasang

matanya yang amat tajam memperhatikan diri Ti Then serta Wie

Lian In sekejap, dan ujarnya dengan suara keren:

"Loohu tidak akan menggunakan kekerasan untuk memaksa

kalian pergi menghormat dirinya, tapi bilamana kalian suka

menghormati loohu maka harap janganlah kalian pergi mengganggu

dirinya!"

"Baik!” sahut Wie Lian In dengan amat hormatnya. “Putrimu pasti

tidak akan menginjak ruangan rahasia ini barang selangkah pun!"

"Gak-hu harap berlega hati!" ujar Ti Then dengan muka yang

serius, “Siauw-say akan menganggap di dalam loteng penyimpan

kitab ini sama sekali tidak ada lorong rahasia ini dan tidak pula

ruangan bawah sekali.”

"Kalau begitu sangat bagus sekali!" sahut Wie Lian In dengan

hati girang.

"Apakah didalam ruangan itu tidak dipasangi alat rahasia ?".

"Tidak ada, maka itu loohu mengajukan permintaan ini kepada

kalian. karena loohu takut secara sembunyi2 kalian hendak

mengintip masuk".

"Tidak mungkin terjadi" Seru Wie Lian In sungguh2. "Bilamana

Tia tidak berkata ada kemungkinan putrimu akan masuk ke dalam,

sekarang Tia sudah memberi pesan demikian sudah tentu putrimu

tidak akan berani masuk lagi".

Wie Ci To yang mendengar perkataan dari putrinya itu amat

tegas diapun lantas menekan kembali tombol rahasianya sehingga

dinding rahasia itu menutup kembali.

"Mari kita turun kebawah!" ujarnya.

Malam itu setelah Ti Then menemui para tetamu untuk bersantap

malam dia kembali kekamarnya sendiri.

"Loo-cia ambil teh!" teriaknya dengan keras,

"Sebentar!" seru Loo-cia dari kamar samping kemudian tampak

dia berjalan datang dengan membawa secawan teh.

Setelah dilihatnya dia meletakkan air itu keatas meja sekali lagi

dengan kasar Ti Then memberi perintah:

“Loo-cia, pergi masak segentong air panas, aku mau mandi !”

"Baik . . . baik . . . sebentar lagi datang! " sahut Loo-cia sambil

bungkuk2 badannya.

Selesai berkata dia lantas mengundurkan dirinya.

Ti Then yang melihat dia orang sama sekali tidak dibuat

mendongkol oleh sikapnya yang kasar itu dalam hati merasa amat

kagum sekali atas kesabaran hatinya.

Setelah membersihkan badan Loo-cia membantu dia orang

membuang air kotor itu, membereskan pakaian kotor lalu ujarnya

sambil tertawa:

"Bangsat cilik, selama beberapa bulan ini walaupun kau

menerima perintahku tetapt aku pun sudah membantu kau untuk

melakukan berbagai macam pekerjaan, maka itu seharusnya kau

sudah merasa puas.”

"Tidak salah! " sahut Ti Then tersenyum lalu meneguk air teh itu

satu tegukan. "Di dalam melayani majikan kau memang sangat

pandai sekali".

Setelah menutup pintu kamar Loo-cia segera duduk disamping

badannya, dan ujarnya dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suara:

"Tetapi hari inipun tidak bisa terlalu lama !".

“Wie Ci To sudah menjelaskan seluruh rahasia dari alat rahasia

didalam loteng penyimpan kitab dengan jelas, aku pikir sekarang

kau sudah boleh memberitahukan barang apa yang sebetulnya kau

inginkan”

“Apa kau sudah memeriksa seluruh rahasia didalam Loteng

penyimpan kitab itu ?”

“Kecuali sebuah ruangan rahasia aku tidak memeriksanya . . . “

Air muka Loo-cia segera memperlihatkan kegirangan, tanyanya

dengan cemas,

“Ruangan rahasia yang ada didalam Loteng penyimpan kitab itu

terletak di sebelah mana?”

“Mulut pintu ada di loteng tingkat dua, sedang ruangan rahasia

itu terletak pada tiga kaki dibawah tanah.

“Kalian dilarang untuk mssuk memeriksa apakah hal ini

disebabkan oleh larangan dari Wie Ci To ?” tanya Loo-cia lagi

dengan cemas.

“Benar,” sahut Ti Then sambil mengangguk, “Dia bilang lukisan

dari Shu Sin Mey ada didalam ruangan rahasia itu, dia minta kami

jangan mengganggunya.”

“Bagus sekali” seru Loo-cia lagi sambil tertawa dingin.

“Aku rasa barang yang kau inginkan tentunya terletak didalam

ruangan rahasia itu bukan ?”

“Tidak salah” sahut Loo-cia mengangguk,

“Wie Ci To bilang dalam ruangan rahasia itu tidak dipasang alat

rahasia, bilamana hendak mengambil barang itu bukankah sangat

mudah sekali ?”

“Hmm aku tidak percaya kalau didalam ruangan rahasia itu tidak

dipasangi alat rahasia” ujar Loo-cia sambil gelengkan kepalanya.

“Tetapi perkataan ini dia katakan kepada putrinya sendiri,

bilamana dia berbohong dan ada kemungkinan Wie Lian In karena

rasa ingin tahu secara diam-diam memasuki ruangan tersebut

bukankah hal ini sama saja dengan mencelakai putrinya sendiri?”

Agaknya Loo-cia merasa perkataannya ini sedikitpun tidak salah,

alisnya segera dikerutkan rapat-rapat,

“Ehmm . . . tidak salah, bilamana didalam ruangan rahasia itu

benar-benar ada alat rahasianya dia seharusnya bisa memikirkannya

sampai disini tetapi . . . aku benar-benar merasa tidak percaya kalau

didalam ruangan rahasia itu tidak dipasangi alat rahasia . . “

“Apa aku

pemeriksaan?”

pergi

masuk

kedalam

untuk

mengadakan

Dengan amat tajamnya Loo-cia memperhatikan lalu tertawa

mengejek.

“Hmm,

tanyanya.

bagaimana

sekarang

kau

begitu

bersemangat

?”

“Aku sangat mengharapkan perintah dan tugasmu itu bisa aku

selesaikan sebelum hari pernikahanku dengan Wie Lian In, karena

aku tidak ingin menipu dirinya.”

“Kau punya rencana untuk meninggalkan benteng Pek Kiam Poo

setelah menyelesaikan tugas ini ?”

“Benar,” sahut Ti Then mengangguk,

Dengan cepat Loo-cia lantas gelengkan kepalanya.

“Aku rasa hal ini tidak mungkin.”

“Apa maksudmu ?”

“Kau tidak mungkin bisa menyelesaikan tugasmu sebelum kawin

dengan Wie Lian In ... .”

“Karena sukar ?”

“Tidak, soal ini sangat mudah tetapi kau pasti tidak akan bantu

aku untuk menyelesaikannya.”

“Bilamana barang yang hendak kau curi itu adalah sebuah barang

tidak berharga dan tidak mendatangkan bencana buat keselamatan

dari Wie Ci To ayah beranak, demi keselamatan dari Wie Ci To ayah

beranak serta Yuan Loocianpwee aku suka pergi menyelesaikan

pekerjaan ini.”

“Tetapi keadaan pada saat ini sudah berubah kembali, aku

sudah ambil keputusan untuk mengerjakannya sendiri” kata Loo-cia

sambil tertawa seram.

Dengan pandangan melongo dan kebingungan Ti Then

memperhatikan dirinya, tak sepatah katapun diucapkan kembali.

“Semula aku memang benar2 ingin menggunakan dirimu untuk

mencuri suatu benda, tetapi sekarang barang itu sudah aku

dapatkan” ujar Loo-cia lagi.

Ti Then jadi melengak-

“Aku sudah bantu dirimu untuk mencurinya ?”.

“Benar” sahut Loo-cia mengangguk, “Barang yang aku inginkan

adalah keterangan dari alat2 rahasia yang dipasang di Loteng

Penyimpan Kitab tersebut, sekarang aku sudah bisa bebas

memasuki loteng itu maka itu tidak membutuhkan buku keterangan

lagi.”

“Apa gunanya kau menginginkan buku keterangan mengenai

alat-alat rahasia di loteng penyimpan kitab itu ?”

“Tujuannya hanyalah ingin memasuki loteng penyimpan kitab

tersebut.”

“Apa tujuanmu untuk memasuki loteng penyimpan kitab itu ?”

“Membunuh seseorang.”

Mendengar jawaban itu Ti Then jadi amat terperanjat, dengan

terburu-buru dia meloncat bangun.

“Apa ? kau mau membunuh orang? siapa yang hendak kau

bunuh ?” tanyanya.

Loo-cia segera mengulapkan tangaanya agar dia jangan terlalu

terburu napsu, setelah itu dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suara jawabnya;

“Aku mau membunuh mati seorang musuh besarku.”

“Musuh besarmu .... dia bersembunyi dida1am loteng penyimpan

kitab tersebut?” tanya Ti Then dengan terperanjat.

Dengan dinginnya Loo-cia mengangguk dan katanya.

“Benar, dia bersembunyi didalam loteng penyimpan kitab itu

sudah ada puluhan tahun lamanya.”

Ti Then segera merasakan hatinya berdebar-debar dengan amat

kerasnya.

“Siapakah orangnya?” tanyanya kaget.

“Seorang manusia yang tidak termasuk anggota benteng Pek

Kiam Poo, selama beberapa tahun ini dia selalu menerima lindungan

dari Wie Ci To “ Sahut Loo-cia sepatah demi sepatah.

Air muka Ti Then masih tetap dipenuhi oleh rasa terkejut,

desaknya lebih lanjut.

“Siapakah namanya? Lelaki atau perempuan?”

“Sekarang

kepadamu.”

aku

tidak

bisa

memberitahukan

dulu

soal

ini

“Apa mungkin Shu Sin Mey?”

“Sejak dulu aku sudah bilang perempuan yang disebut sebagai

Shu Sin Mey sebetulnya tidak ada, kesemuanya ini cuma omong

kosong dari Wie Ci To saja.”

“Lalu kenapa Wie Ci To suka melindungi dirinya?”

“Karena dia sudah memberi banyak kebaikan untuk Wie Ci To.”

“Apa kau betul-betul yakin kalau dia bersembunyi didalam loteng

penyimpan kitab?”

“Tidak salah!”

“Kalau begitu tentu bersembunyi didalam ruangan rahasia

tersebut?”

“Ada kemungkinan memang begitu.”

“Tetapi kalau memangnya didalam loteng penyimpan kitab itu

sudah bersembunyi seseorang kenapa Wie Ci To suka menyerahkan

ruangan dari loteng penyimpan kitab itu kepada kami untuk

dijadikan kamar pengantin?”

“Alasannya ada dua, pertama: Sengaja dia berbuat

untuk menjebak aku didalam loteng penyimpan kitab

kedua: dia sudah menaruh kepercayaan terhadap dirimu

menggunakan kepandaian silatmu untuk menakut-nakuti

hendak menerjang masuk.”

demikian

tersebut,

dan ingin

aku yang

“Jikalau demikian adanya hal ini membuktikan kalau Wie Ci To

sudah mengetahui kalau kau hendak membunuhh orang itu.”

“Benar.”

“Kalau memang demikian adanya, bagaimana

membiarkan kau tetap tinggal di dalam Benteng ?”

dia

suka

“Karena dia tidak tahu kalau aku sudah menyelinap ke dalam

bentengnya.”

“Aaah . . . kiranya kau bukanlah Loo-cia yang sungguh-

sungguh?”

“Benar, Loo-cia yang sebenarnya sudah mati.”

“Kau yang membunuh dirinya ?”

“Ehmm, aku bunuh mati dirinya lalu menyayat seluruh kulit

wajahnya serta rambutnya dengan melalui sesuatu pembuatan yang

amat teliti akhirnya kulit tersebut berhasil aku buat menjadi sebuah

topeng.”

“Hmm, cukup ditinjau dari hal ini saja sudah membuktikan kalau

hatimu kejam tanganmu telengas”

“Kesemuanya ini untuk lancarkan memberi petunjuk dan

mengawasi dirimu, aku mau tidak mau harus berbuat demikian”

kata Loo-cia.

“Sebenarnya orang itu sudah mengikat permusuhan apakah

sehingga kau hendak membinasakan dirinya ?”

“Dendam sedalam lautan, karena dia . , tuuggu dulu, ada orang

datang”

Baru saja Loo-cia selesai berbicara terdengarlah suara ketukan

pintu bergema datang.

“Ti Kiauw-tauw, kau sudah tidur belum?” tanya Shia Pek Tha dari

luar.

“Belum. Shia-heng silahkan masuk.”

Loo-cia pun segera bangun berdiri dan memperlihatkan sikapnya

lagi melayani.

Sambil mendorong pintu masuk kedalam ujar Shia Pek Tha ;

“Saudara yang dikirim Poocu tempo hari untuk pergi ke gunuog

Cing Shia sudah kembali.”

Terang2an Ti Then mengetahui kalau saudara itu pasti tidak akan

menemukan Yuan Siauw Ko tetapi dengan nada amat kuatir

tanyanya;

“Apa sudah ketemu ?”

“Belum”

“Hal itu sungguh aneh sekali,” seru TI Then sambil mengerutkan

alisnya rapat2.

“Apa mungkin dia meninggalkan surat yang mengatakan dia

orang hendak pergi ke gunung Cing Shia adalah bohong belaka ?”

"Ada kemungkinan memang begitu" jawab Shia Pek Tha

tersenyum.

"Hal ini sungguh membuat orang lain jadi kebingungan".

“Tetapi Ti Kiauw-tauw tidak usah kuatir, bukankah dia sudah

meninggalkan pesan bahwa pada waktu perkawinanmu dia bakal

ikut merayakannya?"

"Dia bilang semoga bisa datang, kata2

membuktikan kalau belum tentu dia bisa datang".

semoga

inilah

“Tetapi dengan kepandaian silat yang dimiliki Yuan Cong Piauw-

tauw, aku rasa sukar baginya untuk memperoleh musuh tangguh,

seharusnya dia tidak menemui kesulitan".

"Benar, semoga saja begitu".

"Aku mau pergi laporkan urusan ini kepada Poocu, maaf sudah

mengganggu diri Kiauw-tauw".

Selesai berkata dia lantas menjura dan berlalu dari sana.

Loo-cia menghantar dirinya sampai keluar dari kamar, setelah

dilihatnya bayangan tubuh Shia Pek Tha lenyap dari pandangan dia

baru balik lagi ke dalam kamar.

“Dia sudah pergi” ujarnya dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suara.

“Mari kita melanjutkan kembali dengan percakapan kita tadi, kau

bilang orang itu mempunyai dendam sedalam lautan dengan orang

itu, sebetulnya bagaimana toh kejadiannya?”

“Dia sudah bunuh mati istriku.” jawab Loo-cia sambil berjalan

kembali ke kursinya semula.

“Kenapa dia harus membunuh mati istrimu?”

“Hmmm, hendak memperkosa tapi gagal, dia lantas bunuh mati

dirinya” seru Loo-cia dengan benci.

“Kepandaian silatmu amat tinggi tak terhingga, ada siapa yang

berani mengganggu istrimu ?”

“Waktu itu kepandaian silatku tidak setinggi seperti sekarang ini.”

“Omong terus terang saja, aku tidak terlalu percaya dengan

omonganmu, karena aku tidak percaya Wie Ci To suka melindungi

orang semacam itu”

Mendengar perkataan itu Loo-cia segera tertawa dingin.

“Bilamana orang itu mempunyai hubungan persaudaraan yang

amat erat sekali?” tanyanya.

“Sekali pun saudara kandung sendiri, bilamana dia salah Wie Ci

To tidak bakal mau melindungi dirinya.”

“Hmmm, kau terlalu memandang agung diri Wie Ci To.”

“Benar, aku merasa dialah seorang pendekar pedang yang

berhati baja dan selalu berada di keadilan.”

“Malam ini aku tidak punya maksud untuk beribut soal pribadi

dari Wie Ci To ini.”

“Kau bilang orang itu sudah bersembunyi selama sepuluh tahun

lamanya didalam loteng penyimpan kitab itu, aku merasa rada

kurang percaya.”

“Hmm, urusan yang tidak akan kau percaya masih sangat banyak

sekaii”

“Sering kali aku melihat Wie Ci To masuk kedalam loteng

penyimpan kitab itu dengan tangan kosong, bilamana didalam sana

ada seorang manusia hidup maka ada seharusnya dia masuk

kedalam dengan membawa bahan makanan.”

“Dari kamar bacanya ada sebuah jalan rahasia yang langsung

menembus loteng penyimpan kitab itu, dia bisa menghantarkan

bahan makanan serta minuman dengan melalui lorong rahasia itu.”

“Apakah kau benar2 merasa yakin kalau dari dalam kamar

bacanya ada sebuah lorong rahasia yang menghubungkan tempat

itu dengan loteng penyimpan kitabnya ?” tanya Ti Then ragu2.

"Tidak salah! dengan meminjam kesempatan sewaktu Wie Ci To

tak ada didalam benteng beberapa kali aku memasuki lorong

rahasia itu untuk menuju kedalam loteng penyimpanan kitab

tersebut, tetapi akhirnya hasil yang aku dapat adalah nihil karena

pada ujung lorong rahasia itu sudah dipasangi dengan alat rahasia"

"Sekarang kau punya rencana kapan hendak masuk kedalam

ruangan rahasia itu?"

“Setelah lewat tiga hari komudian" sahut Loo-cia setelah berpikir

sejenak, "Pokoknya sehari atau dua hari sebelum hari

perkawinanmu, yang jelas kau harus turun tangan?"

Ti Then jadi terperanjat.

Dengan liciknya Loo-cia lantas tertawa menyengir.

“Wie Ci To bilang didalam ruangan dibawah tanah itu tidak

dipasangi alat rahasia aku merasa rada tidak percaya!".

“Hmmm! Hee...hee..kiranya kau kepingin aku jadi setan

gentayangan yang mewakili dirimu?" seru Ti Then sambil tertawa

dingin.

Loo-cia cuma angkat pundaknya saja,

"Perkataanmu jangan kau ucapkun begitu tidak enak didengar,

aku rasa bilamana didalam ruangan itu benar2 ada alat rahasianya

maka tidak tentu harus mencabut nyawamu !" katanya.

"Kau kira nyawaku jauh lebih panjang daripada nyawa orang lain

?”

"Tidak !" bantah Loo-cia sambil tertawa. "Caraku melihat:

bilamana didalam ruangan rahasia itu dipasang alat rahasia maka

kiranya tidak akan sampai menimbulkan kematian seperti alat2

rahasia yang di pasang disekeliling loteng penyimpan kitab tersebut,

maka itu aku rasa bilamana sampai kau menggerakkan alat rahasia

maka paling2 juga cuma terluka ringan atau tertangkap basah".

"Kalau memangnya begitu, kenapa kau tidak pergi sendiri?”

"Aku tidak bisa kalau sampai tertawan, bilamana aku sampai

tertawan oleh alat rahasia yang dipasang didalam ruangan tersebut

ada kemungkinan Wie Ci To segera turun tangun menghukum mati

diriku !"

“Bilamana aku yang tertangkap, apakah Wie Ci To akan

melepaskan diriku dari hukuman mati?" Teriak Ti Then jengkel.

Dengan kalemnya Loo-cia mengangguk.

"Sedikitpun tidak salah, karena dia adalah mertuamu dan lusa

bakal kawin dengan putrinya, bilamana dia menghukum mati dirimu

maka bagaimanakah dia orang hendak bertanggung jawab kepada

putrinya serta para undangan yang sudah pada berdatangan?".

Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi:

“Pokoknya, inilah tugas yang terakhir bagimu, bilamana kau bisa

melakukan tugas itu dengan lancar maka aku menyanggupi pula

untuk bebaskan janji kita sebelum waktunya agar kaupun bisa cepat

bebas dari ikatan.”

“Bilamana hasil dari latihan itu membuktikan kalau didalam

ruangan rahasia itu tidak dipasangi alat rahasia, apakah kau segera

akan turun tangan membinasakan orang itu ?”

“Benar,” sahut Loo-cia mengangguk.

Kembali Ti Then termenung beberapa saat lamanya, setelah itu

sambil mengangguk ujarnya:

“Baiklah, aku menyanggupi untuk pergi mengadakan

pemeriksaan, tetapi perkataan harus kita ucapkan dari semula,

bilamana aku tidak sengaja menyenggol alat rahasia sehingga mati

atau tertangkap maka kau tidak diperkenankan turun tangan

membinasakau Wie Ci To ayah beranak.”

“Baik, aku menyanggupi.”

“Besok Wie Lian In akan kirim orang untuk memindahkan alat2

rumah tangga kedalam loteng penyimpan kitab itu, sampai

waktunya aku bisa berkata kepadanya mengijinkan aku untuk

tinggali tempat itu terlebih dahulu. bilamana dia menyanggupinya

maka ditengah malam buta , . .”

“Tidak.” Potong Loo-cia dengan cepat, “Lebih baik dilakukan

siang hari saja karena sering-sering di tengah malam buta Wie Ci To

memasuki kamar rahasia itu untuk menjenguk orang tersebut.”

“Bilamana memilih siang hari maka besok pagi aku rasa tidak

mungkin bisa kita lakukan karena Wie Ci To sudah pesankan amat

banyak alat-alat rumah tangga, besok siang belum tentu bisa diatur

semuanya didalam ruangan loteng penyimpan kitab itu”

“Kalau begitu lusa siang saja” seru Loo-cia kemudian, “Sewaktu

bersantap siang maka kau boleh berkata pura-pura mau tidur siang

sebentar lalu masuk kedalam loteng penyimpan kitab itu, aku bisa

mengikuti dari belakang dan secara diam2 jagalah keselamatanmu

dari luar”

“Baiklah, kalau begitu kita kerjakan demikian saja”

Mereka berdua setelah berunding beberapa waktu lamanya Loo-

cia baru kembali ke kamarnya sedang Ti Then naik keatas

pembaringan untuk beristirahat.

Sudah tentu dia tidak dapat langsung tertidur, karena pernyataan

yang diutarakan oleh Majikan patung emas secara tiba2 ini

membuat hatinya amat kaget, dia sama sekali tidak menyangka

kalau dia orang bermaksud untuk membunuh seseorang yang

bersembunyi didalam loteng penyimpan kitab tersebut.

Hal ini benar2 amat merangsang pikirannya, dia mimpipun tidak

pernah berpikir kalau didalam Loteng penyimpan kitab bisa

bersembunyi seseorang, sedang apa yang dicari oleh Majikan

patung emas pun benar2 merupakan sebuah barang yang sama

sekali tidak berharga buat orang2 Benteng Pek Kiam Poo.

Tetapi hal yang membuat hatinya rada terhibur adalah Majikan

patung emas hendak turun tangan sendiri untuk bunuh mati orang

itu dan bukannya memerintahkan dirinya untuk melakukan!

Tetapi siapakah orang itu?

Kenapa dengan susah payah Wie Ci To berusaha untuk

melindungi dirinya? dan apakah tujuannya dengan membangun

loteng penyimpan kilab yang demikian angkernya hanya bermaksud

uatuk melindungi seseorang yang sama sekali tidak punya sangkut

paut dengan dirinya?.

XXXdwXXX

Keesokan harinya dengan dipimpin sendiri oleh Wie Lian In dia

mengatur perabot rumah tangga kedalam ruangan.

Perabotnya sungguh luar biasa sekali banyaknya termasuk

barang2 buat ruangan tamu serta kamar pengantin, para pelayan

harus bekerja setengah harian penuh baru dikata selesai.

Setelah semuanya selesai Wie Lian In baru mengontrolnya satu

kali, kemudian kepada Ti Then tanyanya sambil tertawa;

"Diatur dan disusun secara begini apa kau merasa senang ?"

"Sungguh bagus sekali" puji Ti Then sambil tertawa. "Aku sama

sekali tidak pernah menyangka bakal bisa mendiami sebuah kamar

yang demikian mewah dan menterengnya."

"Kalau begitu malam ini kau boleh pindah kemari saja " seru Wie

Lian In dengan pandangan mesra.

Ti Then yang mendengar dia begitu dalam hati benar2 merasa

kebetulan, dia rada melengak dibuatnya.

"Aaaach . , . aku boleh pindah dulu kemari ?"

"Bukannya boleh saja tapi harus!" sahut Wie Lian In sambil

mengangguk.

Untuk kedua kalinya Ti Then dibuat melengak lagi.

"Bagamiana bisa dimaksudkan pasti ?" tanyanya keheranan.

"Ooooh . . . itu cuma adat saja. kamar pengantin yang baru saja

diatur malam harinya tidak boleh kosong tetapi harus tetap diisi

dengan orang".

"Oooh . . . kiranya begitu !" seru Ti Then tertawa.

“Sekarang coba kau perintah Loo-cia si pelayan tua itu untuk

mengangkuti barang2 itu kemari!!".

xxxdwxxx

Satu hari kembali menjelang . , . !

Suasana didalam Benteng Pek Kiam Poo-pun semakin ramai lagi,

para tamu yang pada berdatangan dari tempat kejauhan sudah

pada berkumpul sehingga membawa rasa yang amat ramai didalam

Benteng Pek Kiam Poo.

Semua orang pada menantikan munculnya keesokan harinya,

besok pagi adalah saat Ti Then serta Wie Lian In bersembahyang

didepan arwah para leluhur.

Sebaliknya Ti Then yang bakal jadi pengantin malah merasa

kesepian, depannya kesepian, sebaliknya hatinya berdebar2 dengan

amat kerasnya.

Apalagi saat ini hatinya terasa berdebar semakin keras, karena

dia siap2 pergi ke loteng penyimpan kitab untuk "tidur siang".

Hidup selanjutnya serta kematian yang

kesemuanya ditentukan pada saat ini juga!

bakal

diterima

Tadi setelah dia menemani para tetamu bersantap siang dengan

alasan kepalanya rada sakit dia kembali kekamar untuk berbaring

sebentar.

Wie Ci To yang menganggap dia terlalu tegang sehingga jadi

pusing lantas tertawa dan suruh dia mengundurkan diri dari ruangan

perjamuan dan kembali ke loteng penyimpan kitabnya untuk

beristirahat.

Scwaktu tiba di bawah loteng penyimpan kitab itu dia

menemukan Kiem Cong Loojien itu ciangbunjien dari Kun-lun pay

sedang menghalangi perjalanannya,

"Ti Kiauw-tauw, bagaimana kalau loolap mengalah tiga biji dan

kita main stu babak?"

"Mengalah tiga biji?" seru Ti Then sambil tertawa serak.

"Tidak salah, ini hari loolap akan mengalah tiga biji kopadamu,

aku punya pegangan untuk sikat kau sampai habis"

"Sungguh maaf boanpwee tidak dapat melayani karena kepalaku

terasa rada pusing" seru Ti Then menolak.

"Haaa.. . . haa. . sejak ladi loolap sudah menduga kalau kau

orang tak bakal berani menyambut datangnya tantanganku ini . . ha

..ha.."

Dengan bangganya dia tertawa dan meninggalkan tempat

tersebut.

Demikianlah Ti Then lantas masuk ke dalam loteng penyimpan

kilab dan naik ke atas tingkat kedua untuk kemudian duduk

disamping pembaringan yang bersulamkan bunga merah.

Matanya dengan perlahan menyapu sekejap memperhatikan

keadaan di sekeliling tempat itu kemudian dengan sedihnya

menghela napas panjang.

Semuanya itu bakal jadi miliknya .... tetapi sedikit dia salah

bertindak maka. . .

"Tok . , . tok . . tok . . . !.”

Dari luar terdengar suara tiga kali ketokan pintu.

"Siapa ?" tanya Ti Then dengan kaget.

"Hamba !".

Tidak salah lagi, d:a adalah majikan patung emas!

"Masuk!" seru Ti Then lawar.

Loo-cia mendorong pintu kamar dan berjalan masuk sambil

membawa air teh.

Dia meletakkan terlebih dahulu cawan teh itu ke atas meja

sedang matanya dengan sangat tajam memperhatikan keadaan di

sekeliling tempat itu kemudian dengan mengerahkan ilmu untuk

menyampaikan suara tanyanya:

"Dimana letaknya mulut lorong rahasia tersebut?”

Ti Then segera menuding kearah kamar dinding di hadapannya.

"Itu dibalik tembok tersebut"

Loo-cia segera menoleh dan memperhatikan sekejap keadaan

dari ruangan tamu yang ada disana.

"Baiklah, kau boleh masuk kedalam.", perintahnya kemudian,

"Aku akan berjaga-jaga didepan pintu!"

Sehabis berkata dia mengundurkan diri ke samping pintu.

Ti Then dengan perlahan bangkit berdiri, air mukanya sudah

berubah jadi amat tegang sekali,

"Aku mau bicara sekali lagi. Aku suka melakukan pekerjaan ini

dengan hati sungguh2 asalkan bilamana misalnya aku tertangkap

atau mati oleh alat rahasia didalam ruangan tersebut kau tidak lagi

pergi mencelakai Wie Ci To ayah beranak serta Yuan Piauw-tauw!"

"Hati manusia dibuat dari daging, bukankah dahulu aku sudah

pernah berkata kepadamu, asalkan kau suka melakukan pekerjaan

bagiku dengan seluruh perhatian dan seluruh tenaga sekalipun

gagal misalnya aku tidak akan menyalahkan dirimu, semakin tidak

akan mencari gara2 dengan orang lain, soal ini kau boleh berlega

hati”

"Aku masih ada satu permintaan lagi" ujar Ti Then kemudian.

"Tapi kau pun bisa menolak permintaanku ini, bilamana kau sudah

menyanggupi maka pekerjaan ini harus dilaksanakan dengan

sungguh hati".

"Apa itu permintaanmu ?" Tanya Loo-cia dengan sinar mata yang

amat tajam.

"Aku pernah bersumpah hendak menemukan kembali si Hong

Liuw Kiam Khek Ih Peng Siuw dan merebut kembali harta kekayaan

dari Yuan Cong Piauw-tauw, nanti semisalnya aku mati karena

terkena alat rahasia sudah tentu niatku ini pun tidak bisa aku

penuhi, entah maukah kau orang membantu aku untuk mencari

dapat si Ih Peng Siuw itu dan rebut kembali harta kekayaan itu

untuk diserahkan kembali kepada Yuan Cong Piauw-tauw ?”

"Aku kabulkan pcrmintaanmu !".

Mendengar dia orang sudah menyanggupi Ti Then merasakan

hatinya rada terhibur, dia tersenyum.

"Kalau begitu aku ucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu

kepadamu".

"Kau tidak usah sungkan2 lagi" jawab Loo-cia tcrtawa pula.

Demikianlah dengan per-lahan2 Ti Then berjalan mendekati

dinding tembok dihadapannya dan menekan tombol.

Dinding itu mulai bergerak dan memutar kedepan sehingga

muncul kembali sebuah tombol rahasia yang lain.

Ti Then tanpa ragu2 lagi segera menekan tombol yang ada

disebelah dalam itu.

"Kraak . . . Kraak . . . " . dengan menimbulkan suara yang

nyaring dinding rahasia itu membuka menjadi dua bagian dan

muncullah sebuah lorong rahasia yang amat gelap sekali.

Loo-cia yang berdiri di samping pintu menjaga gerak-gerik diluar

loteng Penyimpan kitab matanya dengan amat teliti sekali

memperhatikan cara Ti Then membuka dinding rahasia tersebut,

sewaktu dilihatnya dinding itu membuka ke samping hatinya benar2

merasa amat kegirangan.

"Apakah itu pintu masuk ke dalam ruangan rahasia?" tanyanya

dengan mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suara.

"Sedikitpun tidak salah, dibawah pintu mulut rahasia ini adalah

tangga2 batu yang panjang, suasana didalamnya amat gelap

sekali."

"Apa kau menemukan sesuatu ?” tanya Loo-cia lagi.

"Aku cuma bisa melihat tangga2 batu yang lurus kebawah,

keadaan disekitar tiga kaki amat gelap sekali dan tidak dapat

melihat suatu apapun !"

"Kalau begitu kau lekas turun kebawah!" desak Loo-cia kemudian

dengan hati ber-debar2.

Ti Then ragu2 sebentar, akhirnya dia melangkah juga mwmasuki

lorong rahasia tersebut.

Inilah merupakan satu tugas yang maha berat dan sudah

dipikirkan sejak dahulu kala, dia tahu ada satu hari dia bakal

mendapatkan perintah paksaan yang bisa mengakibatkan

kematiannya karena itu dia tidak begitu merasa tegang, dia cuma

merasa menyesal dan sedih.

Menyesal terhadap diri Wie Ci To serta Wie Lian In.

Dan sedih atas nasibnya yang buruk !!

Kesemuanya ini hanya dikarenakan dia kepingin mempelajari ilmu

silat yang lebih tinggi sehingga bisa mengalahkan Ih Peng Siuw

mengakibatkan dirinya terseret kedalam keadaan yang salah besar

....

Dia menjadi patung emas dari orang lain, menerima perintah

orang lain, dan melakukan berbagai pekerjaan yang menyalahi hati

nalurinya ....

Untung saja Majikan Patung Emas sudah menyanggupi untuk

tidak melukai Wie Ci To ayah beranak serta Yuan Siauw Ko maka itu

dirinya boleh menemui ajalnya dengan hati yang tenang ...

Sembari berpikir dia berjalan menuruni tangga2 batu yang gelap

itu, mendadak dia merasa hatinyo sangat mengharapkan bisa

menggerakkan alat rahasia sehingga didalam sekejap saja dirinya

sudah mati, bilamana dirinya mati maka semua kekesalan serta

kemurungan yang mencenkam di hatinya bakal musnah dan lenyap

dengan begitu saja.

Tetapi walaupun dia sudah menuruni kurang lebih lima puluhan

tangga batu tersebut keadaan masih tetap tenang2 saja tak terjadi

sedikit urusan pun.

Sedang kini dihadapannya sudah muncul sebuah lorong rahasia

yang sangat datar.

Luas lorong itu sama besarnya dengan luas tangga2 batu tadi

cuma bisa dilalui oleh dua orang yang berjalan bersama-sama.

Dikarenakan tempat itu jauh memasuki tanah maka sinar yang

menerangi tempat itupun tak ada sehingga keadaannya amat gelap

gulita, benda yang ada pada jarak lima depa tak dapat dilihat lebih

terang.

Dia rada menghentikan langkahnya, dalam hati diam2 pikirnya:

"Jika dilihat keadaan disini maka ruangan rahasia itu pasti ada di

ujung dari lorong ini, tetapi apakah di dalam ruangan rahasia itu

benar2 sudah bersembunyi musuh besar dari majikan patung emas?

Bilamana sungguh2 maka orang itu yang bersembunji selama

puluhan tahun lamanya dibawah ruangan rahasia yang tak terkena

sinar matahari ini sungguh merupakan satu siksaan yang luar biasa

sekali!.

Bahkan . . . bilamana didalam ruangan rahasia itu benar2 sudah

bersembunyi seseorang maka dia percaya orang itu pastilah sanak

famili dari Wie Ci To dan dia pun akan percaya kalau orang itulah

musuh besar pembunuh istri dari majikan Patung emas, kalau tidak

Majikan patung emas

tidak bakal menyusun seluruh rencana dengan peras keringat

untuk mencabut nyawanya sedangkan Wie Ci To pun tidak bakal

bersusah payah mendirikan Loteng penyimpan kitab yang demikian

kuatnya untuk melindungi dirinya. Orang yang berhali jujur dan adil

seperti Wie Ci To tidak disangka diapun mempunyai pikiran yang

tidak genah.

Diam2 Ti Then menghela napas panjang dan melanjutkan

kembali langkahnya memasuki lorong tersebut.

-oooOdwOooo

SETIAP KALI dia berjalan maju setindak maka dalam hati dia

sudah ber-siap2 menerima datangnya elmaut .... dia bersiap sedia

menerima datangnya sambaran anak panah yang menembusi ulu

hatinya .... dia bersiap sedia menerima jatuhan batu besar yang

akan menggencet dirinya jadi rata ....

Tetapi akhirnya semua itu bisa dilewati dengan selamat tanpa

kekurangan sasuatu apa pun.

Kini dihadapannya sudah terhalang kembali dengan sebuah pintu

kayu yang besar.

Pintu kayu itu cuma sedikit dirapatkan saja, dari dalam ruangan

memancarkan keluar sinar yang redup2 . .

Jelas dibalik pintu kayu itu adalah ruangan yang dikatakan

"Kamar rahasia!"

Sekali pandang saja Ti Then dapat tahu kalau didalam ruangan

rahasia itu ada orangnya, karena itu dengan memperingan

langkahnya dengan perlahan dia mendekati pintu pasang telinga

dan memperhatikan dengan taliti.

Sedikitpun tidak salah dari dalam ruangan itu berkumandang

keluar suara dengkuran dari seseorang yang keras.

Jelas orang yang ada didalam ruangan rahasia itu sedang tidur

siang!

Ti Then ingin sekali membuka pintu kayu itu untuk melihat

siapakah orang yang ada didalam ruangan itu.

Tetapi akhirnya dia membatalkan kembali rasa ingin tahu yang

mencekam dihatinya iiu, dia merasa tugas bagi dirinya sudah selesai

dan tidak usah pergi menempuh bahaya lagi.

Urusan selanjutnya adalah tugas dari Majikan Patung emas

sendiri!

Maka itu dia cuma memperhatikan sebentar dari samping pintu

kemudisn dengan perlahan-lahan mengundurkan diri dari sana dan

dengan langkah lebar berjalan kembali keatas ruangan loteng

penyimpan kitab.

Hanya didalam sekejap saja dia sudah tiba didalam lorong

rahasia dan berjalan keluar dari tempat tersebut.

Loo-cia masih tetap berdiri di samping pintu berjaga-jaga,

sewaktu dilihatnya Ti Then meloncat keluar dari lorong rahasia itu

air mukanya segera berubah amat girang bercampur tegang.

“Bagaimana?” tanya Loo-cia dengan hati rada berdebar-debar.

“Perkataan dari Wie Ci To sedikitpun tidak salah, didalam

ruangan itu benar-benar tidak dipasangi alat rahasia.”

“Coca kau katakan lebih jelas lagi!”

“Dari sini masuk kedalam semuanya ada lima puluh buah tangga

batu,” ujar Ti Then sambil menuding kearah mulut pintu rahasia

tersebut.

“Setelah itu melalui sebuah lorong rahasia yang panjangnya ada

tiga puluh langkah, di ujung lorong muncullah sebuah pintu kayu

dan dibalik pintu kayu itu adalah ruangan rahasia, saat itu pintu itu

cuma dirapatkan saja sedang orang yang ada didalam ruangan itu

pun lagi tidur nyenyak, cepat kau turun ke bawah.”

Loo-cia dengan tergesa-gesa menutup rapat pintu itu dan

berjalan ke sisi Ti Then.

“Kau sudah melihat orang itu?” tanyanya sambil melongok

kedalam lorong rahasia tersebut.

“Tidak!” jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.

“Kalau tidak melihat orangnya bagaimana kau bisa tahu kalau

orang itu lagi tidur?”

“Aku bisa mendengar suaranya.”

“Kau bilang pintu kamar rahasia itu cuma dirapatkan saja?”

“Benar!”

“Kenapa tidak dikunci sekalian?”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 39

“AKU TIDAK tahu" sahut Ti Then. "Mungkin biar hawa segar bisa

lancar masuk kedalam ruangan !".

"Kalau memangnya kamar itu tidak dikunci, kenapa kau tidak

secara diam2 mencuri masuk untuk melihat keadaan yang

sebenarnya ??".

"Aku takut sudah mengganggu orang itu sehingga sudah

merusak pekerjaanmu".

Dengan amat tenangnya Loo-cia memperhatikan dirinya, agaknya

dia mau melihat apakah didalam perkataannya itu ada siasat atau

tidak.

Setelah termenung beberapa saat lamanya terakhir dia baru

berkata:

"Baiklah, aku mau pergi kebawah untuk melihat-lihat, kau

berbaringlah untuk sementara diatas pembaringan".

Ditengah suara percakapannya dengan cepat bagaikan kilat jari

tangannya melancarkan satu totokan menghajar jalan darah kaku

dari Ti Then, setelah itu dia baru membopoog tubuhnya keatas

pembaringan.

“Bilamana ada orang datang aku harus berbuat bagaimana ?”

tanya Ti Then dengan suara perlahan.

"Kau boleh berkata kapadanya lagi sakit dan tidak ingin keluar

kembali”

Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa pahit.

"Terhadap para pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Poo aku

bisa menolak untuk membuka pintu tetapi terhadap Wie Ci To serta

beberapa orang ciangbunjien, apakah aku bisa menolak ?" katanya.

"Urusan tidak bakal begitu kebetulan, bahkan aku pun dengan

cepatnya akan keluar kembali!".

Sehabis berkata dengan cepatnya dia menerobos masuk kedalam

lorong rahasia tersebut.

Diam2 Ti Then menghela napas panjang, dia sendiripun pernah

berpikir hendak menggunakan kesempatan sewaktu dia orang

masuk kedalam lorong rahasia itu dia hendak menggerakkan tombol

untuk menutup kembali jalan rahasia tersebut sehingga pihak lawan

terkurung didalam bawah tanah.

Setelah itu dia akan melaporkan hal ini kepada Wie Ci To untuk

menawan dirinya.

Siapa tahu baru saja pikiran tersebut berkelebat didalam

benaknya pihak lawan sudah turun tangan menotok jalan darah

kakunya. “Sungguh licik sekali rase tua itu!”

Sejak dia dipaksa menjadi patung emasnya Ti Then selalu

mencari kesempatan untuk memberikan perlawanan, dia sangat

mengharapkan bisa mendapatkan satu kesempatan untuk balas

menguasai majikan patung emas tetapi kssempatan itu tiada

kunjung datang.

Sedang kini tujuan dari Majikan patung emas sudah hampir

tercapai tetapi dirinya sudah dibuat tak berdaya oleh akal liciknya.

Kalau memangnya dirinya sudah menemui kekalahan dan dirinya

tidak bakal bisa mendapatkan kebahagiaan dengan Wie Lian In

didalam pcrkawinan ini maka saat ini dia cuma mengharapkan

Majikan patung emas bisa cepat2 memperoleh hasil agar dia cepat2

meninggalkan benteng Pek Kiam Poo dan memberi kesempatan

buat dirinya untuk menghindarkan diri dari perkawinan ini..,

"Sreeet . . ,!"

Sewaktu dia lagi memejamkan mata dan berpikir tidak karuan

itulah mendadak terasa adanya ujung baju yang tersampok angin

berkumandang dari luar jendela loteng sebelah kanan dari

pembaringannya.

Mendengar suara tersebut dia lantas tahu kalau ada orang yang

melayang datang dari loteng sebelah depan.

Gerak gerik dari orang itu yang diluar kebiasaan seketika itu juga

membuat hatinya merasa kaget dan tergetar amat keras.

Ketika dia membuka matanya . . air mukanya segera berubah

sangat hebat!!

Coba terka siapa yang sudah datang??

Dia bukan lain adalah Wie Ci To.

Air muka Ti Then berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat,

matanya terbelalak lebar2 sedang mulutnya melongo . . dia benar2

dibuat tertegun !!!

Dengan air muka amat keren tetapi tersungging satu senyuman

ramah ujar Wie Ci To dengan suara perlahan:

"Bilamana dugaan Loohu tidak salah maka ada kemungkinan kau

sudah tertotok jalan darahnya oleh Majikan patung emas bukan??".

Sepasang mata Ti Then melotot semakin lebar lagi, dia benar2

merasa amat terperanjat.

"Gak-hu, kau , . semuanya kau . . kau sudah tahu ???".

Sambil tersenyum Wie Ci To mengangguk dengan perlahan.

"Cepat tutup ruangan rahasia tersebut!” seru Ti Then kemudian

dengan cemas,

"Tidak perlu lagi, dia tidak bakal bisa lolos !”

"Didalam ruangan rahasia itu sudah dipasangi alat2 rahasia ??"

tanya Ti Then terkejut bercampur girang.

"Tidak salah !".

Ti Then segera teringat kembali dengan Phoa Loo Tek si

pendekar pedang merah.

"Kalau begitu masih harus menangkap seorang lagi! dia adalah .“

"Bukankah Phoa Loo Tek??" sambung Wie Ci To cepat.

Mendengar disebutnya nama itu Ti Then jadi semakin melengak.

"Pek Tha-heng yang melaporkan urusan ini kepada Gak-hu?"

tanyanya.

"Tidak . . . ".

Dia berjalan maju kedepan menekan tombol rahasia itu untuk

menutup kembali dinding tersebut setelah itu menekan tombol yang

lain untuk menutup kembali dinding paling luar setelah itu dia baru

mendekati pembaringan dan membebaskan jalan darah dari Ti Then

yang tertotok itu.

Dengan cepat Ti Then meloncat bangun dari atas pembaringan.

“Gak-hu bagaimana kau bisa mengetahui seluruh urusan ini?"

tanyanya dengan terharu.

"Selama ini kau selalu menutup-nutupi urusan Majikan patung

emas ini dengan Loohu, sekarang loohu pun mau jual mahal

terhadap dirimu . . mari ikutlah loohu turun loteng!" ujar Wie Ci To

sambil tersenyum.

Sehabis berkata dia berjalan keluar dari pintu itu dan menuruni

ruangan loteng penyimpan kitab.

Ti Then pun mangikuti dari belakangnya, mimpipun dia tidak

pernah menyangka kalau urusan ini bisa berakhir dengan begini

mudah.

Berakhirnya urusan ini benar2 membuat hatinya jadi kaget

bercampur heran, tetapi membuat hatinya merasa girang juga!! dia

kepingin sekali mencak2 dan berteriak2 kegirangan sehingga semua

kemurungan di hatinya bisa terlempar keluar dari dalam dadanya.

Dia boleh dikata tidak bisa mempercayai akan kenyataan ini ... .

dia sama sekali tidak menyangka kalau Wie Ci To bisa menyusun

jebakan secara diam2 dan memancing Majikan patung emas untuk

masuk kedalam pancingannya.

Bagaimana Wie Ci To bisa mengetahui rencana busuk dari

Majikan patung emas ini ???

Masih ada lagi, mengapa dia sama sekali tidak menyalahkan

dirinya ?

Sewaktu beberapa persoalan yang mencurigakan hatinya itu

berkelebat didalam benaknya itulah dia bersama-sama dengan Wie

Ci To sudah keluar dari loteng penyimpan kitab tersebut.

Sekeluarnya dari loteng penyimpan kitab itu Ti Then segera

merasakan suasana ditempat itu rada berubah.

Benteng Pek Kiam Poo yang semula diliputi oleh rasa kegirangan

saat ini sudah berubah jadi tenang dan serius sekali:

Ciangbunjin dari Siauw-Lim Pay, Bu Tong Pay, Kun-lun Pay serta

Tiang Pek Pay berdiri berdiri berjajar didepan loteng, air mukanya

mereka amat tegang jelas merekapun mengetahui urusan yang

sebenarnya.

Air muka Ti Then berubah jadi merah padam hingga menjalar

sampai ditelinganya, kepalanya ditundukkan rendah2 karena dalam

hati benar2 dia merasa menyesal.

Ti Then benar2 merasa takut kalau Wie Lian In pun hadir disana

.... tetapi untung tak tampak dia orang muncul dikalangan.

Wie Ci To segera kirim satu senyuman kearah keempat orang

ciangbunjien itu dan ajaknya :

"Mari kita pergi melihat Phoa Loo Tek dahulu !".

Demikianlah beberapa orang itu segera berjalan ber-sama2

kehalaman depan.

Sesampainya dikamar istirahat dari para pendekar pedang merah

terlihatlah olehnya didepan kamar tidur dari Phoa Loo Tek sudah

berkerumun beberapa puluh orang pendekar pedang merah.

Agaknya mereka belum mengerti urusan apa yang sudah terjadi,

saat ini masing2 lagi berbisik-bisik dan membicarakan persoalan

tersebut.

Ketika dilihatnya Poocu mereka berjalan mendatang, semua

orang pada menyingkir kesamping memberi jalan lewat buat Wie Ci

To sekalian untuk masuk kedalam.

Ti Then pun mengikuti dari belakang Wie Ci To berjalan masuk

kedalam ruangan beristirahat tersebut, terlihat olehnya Phoa Loo

Tek dengan diikat kencang2 lagi berbaring dibawah kaki Shia Pek

Tha, Kie Tiong Hong beberapa orang pendekar pedang merah.

Menanti setelah keempat orang ciangbunjien itu sudah masuk

semua kedalam ruangan Wie Ci To baru menoleh kearah Ti Then

dan tertawa.

“Yang inipun baru saja berhasil ditawan, dikarenakan dia orang

tidak mengetahui terlebih dahulu bakal terjadi urusan ini maka tak

ada kesempatan buat dirinya untuk melawan.

Ti Then berdiam diri tidak menjawab, karena dia sendiripun tidak

tahu harus menjawab secara bagaimana.

Sekali lagi Wie Ci To tertawa.

“Bilamana kau dapat menebak tahu siapakah dia orang maka

didalam hati kau tentu akan merasa terkejut” katanya.

“Apakah dia bukan Phoa Loo Tek yang sungguh2 ?” tanya Ti

Then tertegun.

Senyuman yang semula menghiasi bibir Wie Ci To pun segera

lenyap tak berbekas diganti dengan rasa sedih:

“Sudah tentu bukan !” sahutnya. “Phoa Loo Tek yang

sesungguhnya sudah menemui bencana .. dia cuma memakai kulit

wajah dari Phoa Loo Tek saja !.

“Lalu siapakah dia orang?” tanya Ti Then dengan terperanjat.

“Temanmu !".

"Temanku ??”.

"Bilamana kau tidak percaya boleh sobek kulit mukanya !".

Ti Then menurut dan maju satu langkah kedepan untuk

kemudian berjongkok disamping badan Phoa Loo Tek, dengan

kerasnya dia tarik rambutnya sehingga seluruh kulit wajahnya

terobek lepas,

Sewaktu dia dapat melihat wajah yang sesungguhnya dari orang

itu tidak kuasa lagi saking kagetnya dia menjerit keras.

"Aaaach .... Thian ! Kiranya kau adalah si "Hong Liuw Kiam Khek"

Ih Peng Siauw”

Sedikitpun tidak salah, orang itu adalah si "Hong Liuw Kiam

Khek" Ih Peng Siauw yang setiap hari dipikirkan dan berharap bisa

merebut kcmbali harta pusaka yang direbut olehnya,

Soal ini dia sama sekali tidak pernah menduga, dia tidak pernah

berpikir kalau anak buah dari Majikan Patung emas sebenarnya

adalah Hong Liuw Kiam Khek Ih Peng Siauw.

Jika ditinjau dari hal ini maka jelas rencana Majikan patung emas

hendak menurunkan ilmu silat kepadanya dan minta dia menjadi

patung emasnya selama setahun sudah disusun sejak dua tahun

sebelumnya.

Dalam hati Ti Then benar2 merasa amat gusar, saking marahnya

seluruh tubuhnya sudah gemetar amat keras.

"Tadi dia sudah mengakui kalau dia bersama-sama dengan

Majikan patung emas sengaja kerja sama uniuk memancing dirimu

terjerumus pula kedalam lingkungan ini, kelihatannya dia sengaja

merampok barang kawalanmu dengan tujuan agar kau pergi

mencari seorang guru dan tujuannya yang di-cita2kan bisa

tercapai."

Dengan cepatnya Ti Then mencengkeram baju dibagian dada Ih

Peng Siauw dan menariknya duduk.

"Sebetulnya terjadi urusan apa?" Bentaknya dengan keras.

Si "Hong Liuw Kiam Khek” Ih Peng Siauw yang jalan darah

kakunya tertotok seluruh tubuhnya tak dapat bergerak, tetapi dia

masih bisa berkata.

Dari wajahnya yang

senyuman mengejek.

tampan

segera

tersungginglah

satu

"Tidak salah !" sahutnya. "Selama beberapa tahun ini kami sudah

menipu dirimu mentah2 sungguh maaf sekali!"

Ti Then betul2 merasa amat gusar, tangannya dengan cepat

diayun kirim satu tamparan keras menggaplok wajahnya.

"Kalian sengaja mengatur siasat untuk memancing aku apakah

tujuannya hendak mengunakan diriku sebagai patung emasmu?"

bentaknya kembali.

Si "Hong Liuw Kiam Khek" Ih Peng Siauw yang wajahnya kena

digaplok air mukanya segera berubah sangat hebat.

"Urusan sudah menjadi begini, aku suka menceritakan seluruh

kejadian ini kepadamu, tetapi bilamana kau main kasar lagi maka

sekalipun mati aku tidak akan menjawab pertanyaanmu!".

"Cepat katakan!".

"Terhadap barang2 kawalan yang kami rampas itu aku orang

tidak menaruh rasa tertarik, saat ini kesemuanya kami titipkan

disebuah gudang uang, kami punya maksud setelah urusan ini

dibikin beres maka uang itu akan kami ambil kembali untuk

diserahkan kepadamu".

"Dititipkan di gudang uang yang mana?" desak Ti Then.

"Kiem San Cian Cung dikota Go-bie"

Mendengar perkataan itu dalam hati Ti Then merasa amat

girang.

"Lalu apa hubunganmu dengan majikan patung emas?".

"Dahulu aku adalah kacung bukunya, achirnya dia menerima aku

sebagai murid!”

"Dia sudah mempunyai murid seperti kau, lalu buat apa mencari

diriku untuk dijadikan patung emasnya?".

"Soalnya bakatku tidak baik sehingga tidak dapat mempelajari

seluruh kepandaiannya, bilamana aku yang datang kemari belum

tentu Wie Poocu suka menghargai diriku".

"Hmmm! kau tahu tidak aku benar2 benci diri kalian guru

bermurid hingga merasuk ketulang sumsum!” Teriak Ti Then sambil

menggigit kencang bibirnya.

"Sudah tentu tahu, ini urusan sudah mengalami kegagalan, aku

pun tidak berani minta diampuni dari kematian, Bilamana kau orang

merasa aku adalah seorang lelaki sejati maka janganlah memberi

siksaan kepadaku melainkan berilah satu kematian yang cepat buat

diriku."

"Heee . . . heec . . . bilamana kau ingin mati dengan sempurna

lebih baik jawab lagi satu pertanyaanku ini !"

"Silahkan bertanya, mulai sekarang asalkan ada pertanyaan pasti

akan kujawab, kecuali urusan yang aku sama sekali tidak tahu

menahu ..."

"Aku rasa suhumu sudah menguruog Yuan Cong Piauw-tauw

disuatu tempat, sekarang Yong Cong Piauw-tauw ada dimana ?"

"Maaf, soal ini suhu tidak pernah memberitahukan kepadaku,

sehingga aku sendiripun tidak tahu."

"Omong kosong!" teriak Ti Then gusar.

"Yuan Cong Piauw-tauw dikurung disebuah gua diatas puncak

Hud Ting, loohu sudah kirim orang uutuk pergi menolongnya, ada

kemungkinan aebentar lagi bakal kembaii” timbruug Wie Ci To.

"Gak-hu bagaimana bisa tahu?" tanya Ti Then melengak.

Wie Ci To tersenyum.

"Urusan sebcnarnya adalah begini:. sewaktu malam itu kau pergi

menjenguk Yuan Cong Piauw-tauw didalam gua Loei Tong Peng

tengah malam itu Loohu terjaga dari tidur dan entah bagaimana tak

bisa tidur ksmbali, karenanya lantas masuk kedalam Loteng

Pcnyimpan kitab untuk melihat buku, tetapi tidak lama kemudian

hatiku merasa murung sehingga berdiri didekat jendela loteng.

Pada saat itulah mendadak Loohu menemukan dari dalam

kamarmu ada sesosok bayangan manusia berkelebat dengan

cepatnya. . ."

Berbicara sampai disitu mendadak dia berhenti sebentar, setelah

tukar napas, sambungnya lagi sambil tersenyum.

"Bayangan manusia itu adalah Loo-cia, waktu itu Loohu tidak bisa

melihat jelas kalau dia orang adalah Loo-cia, didalam anggapanku

ada orang asing yang menyelinap masuk kedalam benteng,

karenanya aku lantas meloncat keluar dari Loteng Penyimpan kitab

dan mengadakan pengejaran.

Sesampainya dibawah tembok banteng Loohu baru bisa melihat

jelas kalau orang itu adalah Loocia, melihat tangannya membawa

lampu lentera sedang gerak=geriknya amat mencurigakan bahkan

amat gesit dan lihay sekali dalam hati Loohu segera menaruh rasa

curiga, demikianlah diam2 lantas aku menguntil dari belakanggnya.

Demikianlah Loohu menguntil terus sampai di gua Loei Tong

Ping, melihat dia meloncat pula cuma saja aku tidak ikut masuk

kedalam gua, karena waktu itu Loo-cia sudah pasang lampu

bilamana aku ikut masuk bukankah jejakku segera akan di ketahui ?

karena itu Loohu cuma bersembunyi ditenpat luaran saja

mendengarkan seluruh pembicaraaan kalian, waktu itulah Loohu

baru tahu kalau dia bukanlah Loo-cia yang sebenarnya sedang

kaupun adalah patung emasnya yang sengaja menerima perintah

untuk menyelinap masuk kedalam Benteng.”

Dengan muka menyesal Ti Then menundukkan kepalanya tidak

berkata.

"Tetapi " ujar Wie Ci To lagi sambil tertawa. "Dari pembicaraan

diantara kalian berdua Loohu bisa tahu walaupun kau jadi patung

emas yang menerima perintah darinya tetapi tidak ber-sunggguh2

ada di pihaknya, bahkan rasa sayangmu terhadap Loohu ayah

beranak membuat hatiku merasa amat terharu.”

Saat itulah Ti Then baru tahu kenapa dia orang sama sekali tidak

menyalahkan dirinya, dalam hati dia lantas merasa amat girang.

"Akhirnya" sambung Wie Ci To lebih lanjut. "Loohu melihat kau

berjalan keluar dari gua itu dan meloncat naik dari Loei Tong Ping.

Tidak lama kemudian Majikan patung emas dengan membawa Yuan

Cong Piauw-tauw berjalan keluar pula dari dalam gua tersebut,

karena itu dari tempat kejauhan Loohu lantas menguntitnya terus,

akhirnya sewaktu tiba didekat puncak Ban Hud Ting dia membawa

Yuan Cong Piauw-tauw masuk kedalam sebuah gua, Loohu menanti

beberapa saat lamanya diluar gua . . . kurang lebih sepertanak nasi

kemudian baru melihat dia berjalan keluar dari gua tersebut dan

meninggalkan tempat itu.

Menanti dia sudah pergi jauh Loohu baru masuk ke dalam gua

untuk menemui Yuan Cong Piauw-tauw, waktu itu dia sudah

ditindihi dengan b«berapa buah batu cadas ..."

"Aaakh . . . Yuan Loocianpwee tidak terluka?" tanya Ti Then

dengan terperanjat setelah mendengar sampai disitu.

"Tidak, Yuan Cong Piauw-tauw terkurung diantara sela2 batu2

cadas itu, dia cuma tak dapat keluar sedang badannya tidak sampai

tertindih . .”

Waktu itulah Ti Then baru bisa menghembuskan napas lega

tetapi disusul pula dengan helaan napas sedih.

"Dikarenkan Yuan Loo-cianpwee mengetahui seluruh rahasia ini

maka dia sudah ditawan dan dipunahkan seluruh kepandaian

silatnya.”

"Sewaktu dia melihat Loohu muncul di sana benar2 merasa amat

giraog sekali, dia lantas menceritakan aeluruh hubunganmu dengan

majikan patung emas, Sebetulnya Loohu ingin menolongnya keluar

tetapi dia bilang menawan majikan patung emas dan menolong

orang lebih penting; Loohu merasa perkataannya tidak salah maka

itu lantas berangkat pulang kedalam benteng dan mengadakan

perundingan rahasia dengan Pek Tha serta Lian In, akhirnya kami

ambil keputusan untuk mengubah loteng penyimpanan kitab itu

sebagai kamar pengantin dan pancing majikan patung emas untuk

masuk kedalam jebakan!".

"Bilamana bukannnya Gak-hu menemukan jejaknya aecara

mondadak, siauw-say entah harus berbuat bagaimana baiknya?"

ujar Ti Then dengan terharu.

Sehabis berkata dia melelehkan air mata kegirangan.

"Lalu sekarang dia sudah terkena alat rahasia apa?" tanya Yuan

Kuang Thaysu dari Siauw-Lim pay secara tiba2.

"Terkurung didalam kurungan besi".

"Sebenarnya siapakah dia orang??" tanya Leng Cing Ceng-jien

pula.

"Apa tujuannya menggunakan Ti siauw-sicu unluk menyelinap

kedalam Benteng ??"',

Wie Ci To segera tertawa dingin.

"Dia memerintahkan Ti Then untuk menyelinap masuk kedalam

Benteng sebetulnya hendak mencuri buku keterangan mengenai alat

rahasia loteng penyimpan kitab itu setelah itu masuk kedalam loteng

penyimpan itu untuk membunuh seseorang yang menerima

lindungan dari aku orang she-Wie".

"Aaakh .. siapakah orang itu?" tanya Leng Cing Ceng-jien dengan

kaget.

"Aku orang she Wie sudah atur dia orang untuk bersembunyi

didalam kamar gudang kayu, mari silahkan saudara2 sekalian

mengikuti aku orang she-Wie untuk menemui dirinya !!".

Sehabis berkata dia lantas berjalan keluar dari kamar.

Ti Then, Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng-jien, Kiem Cong

Loojien, Mong Yong Sian Kauw serta ber-puluh2 orang pendekar

pedang merah lantas ber- sama2 mengikuti dari belakangnya.

Saat ini para tetamu yang datang untuk memberi selamat pun

sudah pada mengetahui sudah terjadi urusan, oleh karena itu

sewaktu tiba di depan gudang kayu tersebut orang yang mengikuti

datang ada tiga ratus banyaknya.

Wie Ci To mempersilahkan para tetamu untuk menunggu didepan

pintu sedang dia sendiri berjalan kedalam, sebentar saja dia sudah

berjalan keluar kembali dengan membawa seorang manusia "Aneh"!

Sewaktu semua hadirin melihat munculnya orang aneh itu tidak

terasa pada bergidik semuanya, bulu kuduk pada berdiri.

Sedikitpun tidak salah, wajah dan bentuk orang aneh itu amat

menakutkan.

Jikalau ditinjau dari rambutnya yang sudah memutih kira2

usianya ada enam puluh tahunan, wajahnya amat jelek sehingga

sukar untuk dilukiskan.

Kulitnya kering dan hangus seperti bekas terbakar tempo dahulu

seluruh wajahnya berwarna darah dengan mata, hidung serta mulut

yang bengkok tidak keruan, sungguh menyeramkan.

Disamping itu sepasang tangannya sudah lenyap

pundaknya, ternyata diapun merupakan seorang cacad.

hingga

Melihat kejadian itu Ti Then segera merasakan hidungnya jadi

kecut, hatinya benar2 terharu.

"Orang yang sudah cacad seperti begini pun majikan patung

emas masih mau membunuh dirinya, orang itu sungguh amat

kejam!".

Dengan dibawah bimbingan Wie Ci To orang aneh itu berdiri

didepan pintu gudang kayu.

"Saudara2 sekalian coba lihatlah" ujarnya dengan keras. "Inilah

orang yang hendak dibunuh oleh majikan patung emas!"

Semua orang dengan hati terperanjat berdiri ter-mangu2, tak

sepatah katapun bisa diucapkan keluar.

Wie Ci To kembali menuding keatas wajah orang aneh itu,

teriaknya lagi dengan keras, "Pada sepuluh tahun yang lalu dia

dibakar oleh majikan patung emas, bahkan memotong lidahnya dan

sepasang tangannya, Sang Kwan-heng coba kau bukalah mulutmu

agar bisa dilihat orang!".

Untung telinga orang aneh itu masih baik, mendengar perkataan

tersebut dia lantas membuka mulutnya lebar2.

Sedikitpun tidak salah didalam mulutnya memang benar2 tidak

terdapat lidah lagi!

Yuan Kuang Thaysu yang tidak tega melihat kekejaman itu lantas

memejamkan mata memuji keagungan Buddha.

Sedangkan Kiem Cong Loojien dengan suara yang berat dan hati

khe-ki berteriak.

"Sebenarnya ada dendam sakit hati apakah antara dirinya

dengan majikan patung emas sehingga dia turun tangan begitu

kejam terhadap dirinya ?"

"Hee . . . heee . . . sedikitpun tidak ada dendam apa-apa, bahkan

mereka berdua adalah suheng-te. Majikan patung emas adalah

suheng sedang dia adalah sute-nya!”

"Kalau memangnya tak ada dendam sakit hati bahkan saudara

seperguruan pula, kenapa majikan patung emas hendak menyiksa

dirinya?” tanya Kiem Cong Loojien keheranan.

“Semuanya hanya dikarenakan sejilid kitab pusaka ilmu silat!”

jawab Wie Ci To dengan wajah adem, “Orang ini she Sang-kwan,

bernama Jien. Pada tiga puluh tahun yang lalu dengan majikan

patung emas bersama-sama belajar ilmu silat dengan seorang

jagoan Bu-lim, akhirnya setelah tamat belajar dan turun gunung,

dengan amat cepatnya Majikan patung emas berhasil memperoleh

nama didalam Bu-lim, sebaliknya Sang-kwan Jien karena berhati

tawar dan tidak suka mencari nama maka tidak lama setelah turun

gunung lantas berpesiar ke daerah Si Ih.

"Berturut2 dia berdiam selama delapan belas tahun lamanya

didaerah Si Ih, pada saat dia hendak kembali kedaerah Tionggoan

itulah dari seorang hweesio Si Ih dia memperoleb sejiiid kiiab

pusaka ilmu silat. Sekembalinya kedaerah Tionggoan dia lantas

membawa kitab puiaka itu pergi mencari suhengnya Majikan patung

emas, untuk diajak belajar bersama-sama.

"Siapa tahu Majikan patung emas sudah timbul hati serakah,

diam2 dia memasukkan racun kedalam arak yang diminum oleh

Sang Kwan Jien, memotong pula lidah serta sepasang tangannya

membuat dia jadi seorang cacad yang tak dapat menulis mau pun

berkata.

"Akhirnya dia mengurung dirinya dalam sebuah gua, tetapi tak

lama kemudian dia berhasil melarikan diri dan datang ketempat aku

orang she Wie. Dengan menggunakan kakinya dia menulis seluruh

kejadiannya dan minta bantuan aku orang she Wie untuk membalas

dendam ini. aku orang she Wie yang merasa bukanlah tandingan

dari suhengnya terpaksa melindungi dirinya didalam loteng

penyimpan kitab dan berharap dengan menggunakan alat rahasia

yang ada disana untuk menangkap suheng-nya, karena cuma

dengan loteng penyimpan kitab ini saja bisa menawan dirinya,

setelah menanti selama puluhan tahun lamanya akhirnya aku orang

she Wie berhasil pula mendapatkan kesempatan ini.”

Air muka Sang-kwan Jien sedikit pun tidak berubah, dia tetap

berdiri tak bergerak di tempat semula cuma saja dari sepasang

matanya menetes keluar titik-titik air mata.

Terdengar Leng Cing Cengjien menghela napas panjang.

“Heee...Sang-kwan sicu ini sudah mau berlatih bersama-sama

dengan dirinya kenapa dia masih merasa tidak puas?” ujarnya.

“Karena pada waktu itu dia sudah merasa dirinya adalah seorang

jagoan yang tak terkalahkan, dia sudah menerima penghormatan

dari para jago Bu-lim, dia tidak ingin membagikan kecemerlangan ini

kepada orang lain...karena itu dia melakukan pekerjaan ini!”

Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi.

“Bilamana diantara saudara=saudara sekalian ada yang merasa

ragu-raagu terhadap perkataan dari aku orang she Wie maka nanti

bilamana bertemu dengan Majikan Patung emas boleh

menanyakannya sendiri, asalkan saudara-saudara sekalian dapat

melihat wajahnya yang sesungguhnya maka waktu itulah kalian

bakal mengetahui kalau perkataan dari aku orang she Wie

sedikitpun tidak salah”

“Siapakah dia orang?”

"Bilamana Sian-kauw melihat orang itu maka waktu itulah bakal

mengetahui siapakah dia orang, sekaraog mari saudara2 ikuti aku

menuju ke lapangan latihan silat, aku orang she Wie akan suruh

orang membawa dirinya datang untuk bertemu muka dengan

saudara2 sekalian!"

Demikianlah semua orang lantas bergerak menuju ke lapangan

latihan silat dengan bersama-sama.

Sedangkan Wie Ci To dengan membawa Shia Pek Tha serta Kie

Tong Hong berjalan masuk kedalam Loteng Penyimpan kitab itu,

Ti Then yang melihat di sekeliling tempat itu tidak kelihatan

munculnya Wie Lian In dalam hati merasa amat tidak tenang.

Diam2 dia menghela napas panjang dan serunya :

"Heei . . .dia tentu sedang menangis didalam kamarnya, dia

merasa gemas karena aku sudah menipu dirinya . . .

Dia kepingin sekali pergi menemui dirinya dan minta maaf

kepadanya, tetapi teringat kalau sebentar lagi dia bakal menemui

majikan patung emas terpaksa pikiran ini untuk sementara waktu

dihapuskan dari hatinya, dengan mengikuii orang lain ber-sama2

berjalan menuju lapangan latihan silat.

Sesampainya di tengah lapangan latihan silat, tiba-tiba..

"Aaach . . Yuan Cong Piauw-tauw sudah kembali, Yuan Cong

Piauw-tauw sudah kembali !!"

Terdengar suara teriakan dengan riuh rendah.

Dengan cepat Ti Then menoleh kearah sana, sedikitpun tidak

salah, terlihatlah si tangan sakti Yuan Siauw Ko dengan dibimbing

oleh dua orang pendekar pedang merah berjalan masuk kedalam

benteng, hatinya hadi amat girang.

Dengan cepat dia berlari mendekat sambil teriaknya dengan amat

gembira:

"Yuan Loocianpwee, kau sudah kembali!”

Yuan Siauw Ko mengangguk, tetapi sewaktu dilihatnya ditengah

lapangan latihan silat sudah berkumpul beratus-ratus orang dia jadi

rada terkejut.

"Orang2 itu lagi berbuat apa ?? apakah majikan patung emas

sudah kena ditawan?" tanyanya.

"Sudah .... sudah berhasil ditawan !" sahut Ti Then sambi!

Tersenyum.

"Dia sudah menggerakkan alat rahasia yang dipasang didalam

lorong rahasia dibawah loteng penyimpan kitab, saat ini Wie Poocu

sedang masuk kedalam loteng penyimpan kitab untuk membawanya

keluar, orang2 ini lagi menanti untuk melihat wajahnya".

"Apa sudah tahu siapakah dia orang?" tanya Yuan Siamv Ko

dengan girang pula.

"Masih belum tahu, Wie Poocu jual mahal, katanya setelah

melihat wajah aslinya tentu bakal ada orang yang tahu dengan

sendirinya.”

Saat ini para tamu yang kenal dengan Yuan Siauw Ko sudah pada

berdatangan untuk menyapa. Yuan Siauw Ko pun lantas menjura

membalas hormatnya.

Kepada Ti Then ujarnya lagi:

"Wie Poocu apakah sudah menjelaskan kisahnya kisahnya malam

itu menguntit Loo-cia?”

"Benar!" Sahut Ti Then mengangguk, “Boanpwee sama sekali

tidak menyangka bisa berakhir dengan demikian . . .”

"Bukankah berakhir secara begini mendapatkan kebaikan buat

dirimu ?".

"Sudah tentu!!".

"Masih ada Phoa Loo Tek apakah sudah ditangkap sekalian ?".

"Benar! Loocianpwee tentu tidak menyangka siapakah dia orang

!!".

"Siapa?"

"Hong Liuw Kiam Khek, Ih Peng Siauw!”

"Aaah, bagaimana bisa dia orang?" tanya Yuan Siauw Ko

melengak.

"Kiranya dia merampok barang kawalanku tempo hari karena

mendapat petunjuk dari Majikan patung emas, sedang tujuan

mereka guru bermurid merampok kawalan itu pun hanya bertujuan

untuk memancing keinginan boanpwee untuk mencari guru belajar

silat, sstelah dengan menggunakan cara itu pula memaksa

boanpwee untuk menjadi patung emasnya dan mengerjakan

rencananya yang sudah disusun."

"Kalau begitu kesemuanya ini hanya merupakan satu siasat yang

licik saja?" tanya Yuan Siauw Ko terperanjat.

"Sedikit pun tidak salah!"

"Apakah Ih Peng Siauw mengakui dimana barang2 pusaka itu

disimpan olehnya?"

"Benar! dia bilang barang itu tetap seperti sedia kala dan

disimpan didalam sebuah gudang uang didalam kota Go bie, lain kali

biarlah aku pargi kekota untuk megambilnya kembali."

Baru saja perkataan itu selesai diucapkan terdengarlah suara

yang hiruk pikuk bergema datang.

"Ach . . , sudah datang, sudah datang!” teriaknya,

Tidak salah, Shia Pek Tha serta Kie Tong Hong dengan

menggotong sebuah kurungan besi berjalan masuk kedalam

lapangan latihan silat.

Kurungan baja itu tidak besar cuma ada enam depa tingginya

dengan tiga depa tebalnya, saat ini di-sekeliling kurungan itu

tertutup dengan secarik kain sehingga tidak dapat melihat jelas

wajah majikan patung emas yang ada didalam kurungan,

Semua hadirin pada berkerumun maju untuk saling rebut melihat

wajahnya.

Dibawah perintah Wie Ci To, Shia Pek Tha serta Kie Tong Hong

segera meletakkan kurungan itu ketengah kalangan.

Semua orang yang melihat kurungan itu tertutup oleh secarik

kain sedang dari dalam kurungan tak terlihat adanya gerakan

apapun dari majikan patung emas pada merasa terkejut bercampur

ke-heran2an.

Kiem Cong Loojien dari Kun-lun Pay tidak dapat menahan ssbar

lagi, tak tertahan segera tanyanya.

"Apakah dia sudah mambunuh diri?".

"Belum!" jawab Wie Ci To tertawa.

"Kalau belum, kenapa tidak meronta?”

"Kurungan besi itu amat kuat sekali, dia tahu sekalipun meronta

juga tak berguna maka terpaksa dia harus berbaring didalam

kurungan dengan tenang !".

Berbicara sampai disini dia lantas menoleh ke arah Shia Pek Tha

dan perintahnya:

"Pek Tha, coba buka kain penutup itu!"

Dengan amat hormatnya Shia Pek Tha menyahut dan menarik

kain penutup tersebut.

Dengan begitu maka Loo-cia (majikan patung emas) itu dapat

dilihat keseluruhan tubuhnya oleh semua orang.

Keadaannya amat mengenaskan sekali sehingga mirip dengan

seekor tikus, tetapi buas pula seperti seekor binatang, wajahnya

menyengir kejam sedang dari sepasang matanya memancarkan

senar kejam yang membuat orang bergidik.

Ti Then adalah orang yang paling mengetahui jelas kedahsyatan

ilmu silatnya, melihat seluruh wajahnya sudah diliputi oleh napsu

membunuh dan siap2 menerjang keluar dari kurungan hatinya

merasa bergidik.

Dengan cepat dia menggeserkan badannya mendekati Wie Ci To,

lalu tanyanya dengan suara yang amat lirih.

"Apakah kurungan itu benar2 sangat kuat?",

"Sedikitpun tidak ada parsoalan!" sahut Wic Ci To mengangguk.

"Ada kemungkinan dia bisa membobol kurungan itu untuk

keluar?”

"Aaakh . . . tidak mungkin bisa terjadi”.

Waktu itu Leng Cing Ceng-jien yang berdir di dekat mereka

sudah membuka mulut,

"Wie Poocu tadi bilang pada wajahnya memakai topeng,

sekarang apakah kau bisa melepaskan topeng tersebut agar pinto

bisa melihat jelas wajahnya?"

“Sudah tentu boleh saja" sahut Wie Ci To sambil mengangguk,

"tetapi kepandaian silat orang iui amat lihay sekali, bilamana

kepandaian silatnya tidak dimusahkan terlebih dahulu siapapun

jangan harap bisa mendekati dirinya, biarlah sekarang aku orang

she-Wie mausnahkan dulu tenaga dalamnya”

Sambil berkata dia mengambil sebilah psdang dari seorang

jagoan pedang merah dan berjalan maju kedepan.

Mendadak Ti Than teringat kembali dengan kata2 dari majikan

patung emas yang mengatakan dia punya cara untuk memulihkan

kembali tenaga murni dari Yuan Siauw Ko, melihat Wie Ci To

berjaIan maju kedepan diapun lantas menyusul.

"Gak-hu tunggu sebentar!" serunya.

"Ada urusan aps ?" tanya Wie Ci To sambil menoleh.

Ti Then lantas menuding kearah Yuan Siauw Ko yang berdiri

diantra para jagoan lainnya.

"Yuan Loocianpwee sudah kembali, sedang kepandaian silainya

sudah dipunahkan oieh majikan patung etnas, tetapi dia bilang dia

orang punya cara untuk memulihkan kembali ilmu silatnya . . . ".

"Ehmm . . Loohu paham !".

Dia maju tiga langkah kedepan dan berdiri didepan kurungan

besi tersebut, kepada majikan patung emas yang ada didalam

kurungan itu lantas teriaknya:

"Loo-heng!! perbuatanmu jauh lebih kejam dari perbuatan Cuo It

Sian, maka itu kau tidak bisa diampuni lagi, tetapi bilamana kau

suka menjelaskan cara untuk memulihkan kembali ilmu silat dari

Yuan Cong Piauw-tauw, Loohu bisa pergi memintakan keringanan

dari sute-mu agar kau bisa mati lebih tenang, bagaimana ?".

“Hee . . . heee . . . kau bersiap sedia hendak menghukum loohu

dengan cara bagaimana ?” tanya majikan patung emas sambil

tcrtawa dingin.

"Menggunakan api membakar wajahmu lalu memotong lidah dan

sepasang tanganmu.'

Mendengar perkataan tersebut majikan patung amas segera

tertawa ter-bahak2.

“Haaa , . . . haaa . , . bagus . . . bagus sekali, inilah yang

dinamakan adil . . dahulu aku menyiksa dia dengan cara begitu dan

sekarang diapun hendak menggunakan cara yang sama untuk

menyiksa aku . . haaa . . . bagus, bagus sekali !”

"Bilamana mengikuti keputusan dari sute-mu maka walaupun kau

bisa hidup didunia tetapi jauh lebih tersiksa dari pada mati, maka itu

menurut pendapat loohu lebih baik kau memilih mati sempurna saja

bagaimana ?".

“Tidak ! haaa - - haaa ..." Teriak majikan patung emas sambil

tertawa ter-bahak2 " Loohu bilamana hidup malah tersiksa lebih

baik aku terima saja keputusanmu itu!".

"Kalau begitu kau tidak ingin memulihkan kembali ilmu silat dari

Yuan Siauw Ko ?".

"Tidak !".

"Seorang lelaki sejati bisa membedakan dendam dan budi, dia

tidak ada sakit hati apa pun dengan dirimu buat apa kau menyiksa

dirinya?”.

"Heee . . . hee . . . Loohu tidak akan punya hati welas kasih,

terus terang aku beritahu padamu, loohu masih ingin membunuh

beberapa orang untuk main-main!".

"Sudah besar sekali omonganmu, apakah kau punya tenaga

untuk membunuh orang?” ejek Wie Ci To sambil tertawa dingin.

"Sedikitpun tidak salah, kalau kau tidak percaya lihatlah sendiri!”.

Berbicara sampai disini mendadak dia dongakkan kepalanya dan

memandang ke arah Ti Then dengan buas.

"Bangsat cilik, kau kemarilah!" bentaknya.

Ti Then segera merasakan seluruh bulu kuduknya pada berdiri,

dengan paksakan diri dia berjalan maju juga.

"Kau ada perkataan apa lagi?".

"Aku mau tanya padamu, sewaktu kau menyanggupi untuk

menjadi patung emas ku apa yang pernah kau katakan?" tanya

majikan patung emas dengan amat gusar.

"Aku bilang setelah menyanggupi perknataanmu tidak akau

menyesal kembali ".

"Dan akhirnya ?" tanya Majikan patung emas sambil tertawa

dingin.

"Akhirnya aku selalu merasa menyesal, tetapi masih untung

perbuatanku tidak sampai melanggar janji kita".

Sepasang mata Majikan patung emas melotot semakin bulat lagi.

"Kau tidak melanggar janji ?" tanyanya sepatah demi sepatah.

"Bonar, tidak !".

Agaknya saking bencinya majikan patung emas kepingin menelan

diri Ti Then didalam satu kali terkaman.

"Lalu siapa yang sudah mengkhianati diriku ?” bentaknya dengan

keras.

"Aku sama sekali tidak mengkhianati dirimu, tertawannya dirimu

adalah siasat yang diatur oleh Wie Poocu sendiri, aku sama sekali

tidak tahu menahu".

"Omong kosong !" bentak majikan patung emas dengan gusar.

Wie Ci To tertawa dingin.

"Saat ini walaupun saudara mempunyai sayap juga jangan harap

bisa meloloskan diri dari sini, buat apa kami berbohong?? dia benar2

tidak mengkhianati dirimu, rahasiamu berhasil loohu bongkar

sendiri!.”

Sudah tentu majikan patung emas tak mau percaya akan

perkataannya itu. Dia segera mendengus dengan amat dinginnya.

"Ooooh begitu?"

"Tidak salah, ditengah malam buta tempo hari karena Loohu

tidak bisa tidur maka sudah naik keatas loteng penyimpan kitab,

waktu itu secara tidak sengaja aku sudah menemukan jejakmu lalu

menguntit sampai diluar gua Loei Tong Peng, karenanya rahasiamu

bisa aku ketahui semuanya."

"Apa benar2 begitu?" tanya majikan patung emas sambil

memandanng tajam wajahnya.

"Sedikitpun tidak salah"

Dari air muka majikan patung emas segera tersungginglah

senyuman dingin yang mengerikan.

"Wie Ci To! kau paling auka ikut campur didalam urusan orang

lain," ujarnju perlahan. "Kau ikut campur didalam urusan Cuo It Sian

masih boleh2 saja tetapi kau berani juga menyinggung kepala loohu

. . Hmm! Sungguh tidak tahu kekuatan sendiri!"

"Loohu memang rada tidak mengetahui kekuatan sendiri, tapi

loohu punya kesabaran untuk memancing ikan kakap, selama

sepuluh tahun tiada sedikitpun loohu lelah menanti kedatanganmu,

dan akhirnya cita-cita loohu itu terjadi pula.

"Hmm! apa kau kira bisa membereskan loohu ?"

"Benar! kecuali kau punya tenaga untuk menghancurkan

kurungan baja ini!” seru Wie Ci To sambil mengangguk.

"Baik, Loohu akan mendemontrasikan kepandaian silatku!"

Begitu perkataan terakhir diucapkan keluar mendadak

terdengarlah suara yang amat keras berkumandaug memenuhi

seluruh angkasa ....

"Braak . . . !" kurungan baja itu sudah terpental hancur sebagian

besar oleh tenaga pukulannya sehingga terbang sejauh lima depa.

Dia benar2 berhasil menghancurkan kurungan besi tersebut.

Dengan menggunakan sepasang telapak tangannya dia

menghancurkan tutup kurungan besi yang amat kuat, dari hal ini

saja sudah jelas menunjukkan kalau tenaga pukulannya benar2

sangat dahsyat sekali.

Tak ada seorangpun yang pernah menyangka kalau dia bisa

menghancurkan tutup kurungan besi yang begitu kuat, untuk

beberapa saat lamanya mereka dibuat termangu.

Tampaklah olehnya setelah sepasang telapak tangannya berhasil

menghancurkan penutup kurungan tersebut tubuhnya pun

mengikuti gerakan tersebut melayang keluar dan mololoskan diri

dari kurungan itu.

Melihat kejadian itu Wie Ci To jadi merasa sangat terperanjat.

"Saudara2 sekalian cepat mundur!" serunya.

Ditengah suara bentakannya yang amat keras tubuhnya pun

bagaikan kilat cepatnya menerjang ketergah udara dan kirim satu

tusukan dahsyat kwtubuh Majikan patung emas,

Majikan patung emas segera tertawa ter-bahak2, telapak kirinya

menekan kebawah balas menghantam tubuh pedang dari Wie Ci To

sehingga tusukan tarsebut berubah arah, bersamaan pula dua jari

tangannya dengan gaya "Jie Liong Ciang Cu" aiau dua naga berebui

mutiara menotok ke arah sepasang mata Wie Ci To.

Gerakannya amat cepat dan dahsyat laksana malaikat yang turun

dari kahyangan.

Wie Ci To yang tubuhnya masih ada di tengah udara tidak

sempat untuk berubah jurus, dia dipaksa untuk berjungkir balik dan

melayang turun kembali keatas tanah.

Bagaikan kilat cepatnya majikan patung emas segera menerjang

kearah gerombolan para hadirin, sepasang telapak tangannya

bagaikau kilat cepatnya sudah melancarkan cangkeraman

menghajar seorang pendekar pedang putih.

"Braaak ! Braaak ! Braaak !" dengan menimbulkan tiga kali suara

yang amat nyaring, tiga orang pandekar pedang putih sudah kena

dihajar sehingga otaknya berceceran memenuhi seluruh permukaan

tanah,

Melihat kejadian itu Wie Ci To jadi amat gusar, sepasang

matanya melotot lebar-lebar dengan disertai suara bentakan yang

amat keras dia manubruk kedepan melancarkan satu tusukan kilat.

Ti Then yang melihat Majikan patung emas berhasil meloloskan

diri dari kurungan tersebut dalam hati sudah mengerti kalau urusan

bakal celaka. dengan cepat dia merebut sebilah pedang dari seoraug

peadekar pedang merah dan siap2 menghadapi musuh,

Saat ini melihat dia orang didalam sekali kelebatan berhasil

membinasakan tiga orang pendekar pedang putih, dia semakin tidak

berani berayal lagi.

Tubuhnya dengan cepat menubruk kearah depan melancangi

tubuh Wie Ci To yang lagi menubruk kedepan pula, pedangnya

dengan cepat membabat pinggangnya.

Hanya didalam sekejap saja diantara mereka bertiga sudah

terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.

Beberapa orang ciangbunjien serta be-ratus2 tetamu yang

melihat pertempuran diantara mereka bertiga sudah mencapai pada

ketegangannya pada dibuat merasa bergidik.

Kiranya Majikan patung emas yang baru menghadapi dua orang

musuh ternyata sudah menggunakan tangan kosong untuk melawan

serangan2 pedang dari Wie Ci To serta Ti Then, semakin bertempur

semakin bersemangat dan semakin lihay bahkan berhasil menduduki

diatas angin.

Semua orang tahu bahwa kepandaian silat dari Wie Ci To ada

sedikit dibawah kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong

Beng, dengan kedahsyatan ilmu silatnya ditambah lagi dengan si

pendekar baju hitam Ti Then ternyata tidak berhasil pula untuk

menahan serangan2 dari Majikan patung emas, hal ini benar2

merupakan satu peristiwa yang tak pernah diduga sebelumnya.

Kiem Cong Loo-jien yang melihat pertempuran itu dalam hati

benar2 merasakan hatinya bee-debar2, gumamnya:

"Loohu berlatih ilmu silat selama hidupku, ini hari boleh dikata

terbuka sepasang mataku . . . “

Yuan Kuang Thaysu yang melihat kejadian itupun lantas

mengerutkan alisnya rapat2 dan mulai bergeser mendekati diri Leng

Cing Ceng-jien.

“Jika ditinjau situasi saat ini agaknya Wie Poocu serta Ti kiauw

sicu tidak bakal kuat bertahan lebih lama lagi,” ujarnya dengan

suara perlahan. “Apakah ciangbunjien sekalian punya maksud untuk

maju memberi bantuan ?”

“Kepandaian silat majikan patung emas memang benar amat

dahsyat sekali dan seharusnya kita maju membantu” ujar Leng Cing

Cengjien agak ragu2. “Tetapi . . . walaupun kepandaian silat

majikan patung emas amat tinggi tatapi kita masing2 adalah

seorang ketua dari suatu partay besar bilamana kita pun harus

harus bekeja sama untuk mengerubuti seseorang bukankah hal ini

mendapatkan tertawaan dari orang lain . . .”

“Walau pun perkataan dari Ciang kauw sedikit tidak salah” Sahut

Yuan Kuang Thaysu perlahan. “Tetapi jikalau kiia tidat maju

membantu sehingga Wie Poo cu serta Ti siauw-sicu menemui

kekalahan bukankah keadaan malah semakin bertambah runyam ?”

Leng Cing Cengjien termenung beberapa saat lamanya, akhirnya

dia mengangguk.

“Baiklah.,mari kita maju”

Tetapi pada saat mereka hendak maju kedepan itulah mendadak

menang kalah sudah bisa ditentukan.

“Plak.” dengan disertai suara yang amat nyaring Wie Ci To sudah

terkena pukulan dengan amat tepat sehingga tubuhnya terjengkang

kebelakang.

Majikan patung emas segera tertawa terbahak-bahak, dengan

meminjam kesempatan ini dia mengejar lebih jauh sedang

serangannya pun semakin gencar menghajar perut Wie Ci To.

Ti Then membentak keras tidak perduli keselamatan dirinya

sendiri dia lantas maju dua langkah kedepan pedangnya dengan

disertai sambaran angin tajam membabat telapak kanan dari

majikan patung emas,

Serangannya kali ini sudah menggunakan seluruh tenaga yang

dimiiikinya sehingga gerakannya amat tajam dan ganas.

Majikan patung emas terdesak dan terpaksa dia menarik kembali

tangan kanannya, kakinya dengan cepat kirim satu tendangan kilat

menghajar pergelangan tangan kanan dari Ti Then.

“Bangsat cilik, Loohu jagal dirimu dulu!” makinya dengan gusar.

Sepasang tangan Ti Then kembali berputar dari gerakan

membabat berubah jadi gerakan menghadang menancam

pinggangnya.

Tetapi baru saja bergerak sebanyak tiga jurus dia sudah terpukul

pundaknya oleh serangan yang umat aneh dari majikan patung

emas sehingga terjungkir balik dan jatuh terlentang diatas tanah.

Wie Ci To yang melihat akan hal ini segera meloncat bangun dari

atas tanah, pedangnya dengan gaya ‘Coan Sin Si Ing’ atau putar

badan memanah elang menusuk jalan darah "Thay Yang Hiat" pada

pelipis kiri majikan patung emas,

Waktu itu majikan patung emas sedang mengangkat telapak

tangannya untuk membereskan nyawa Ti Then, kini melihat

datangnya serangan pedang yang amat ganas terpaksa dia

bubarkan serangan semula untuk meuolong diri, kakinya bergeser

badannya berputar menghindarkan diri dari tusukan tersebut,

bersamaan pula kaki kanannya menyapu kedepan menghajar

sepasang kaki dari Wie Ci To.

Dengan mengambil kesempatan itulah Ti Then cepat2 meloncat

bangun lalu kirim satu tusukan.

Tua muda dua orang dengan bekerja sama amat erat ber-sama2

menerjang diri majikan patung emas.

Semula mereka masih bisa bertahan tetapi lama kelamaan

keadaan mulai barubah setelah dengan susah payah mereka

menerima sepuluh jurus akhirnya mereka berdua cuma bisa

menangkis saja tanpa dapat menyerang barang sejuruspun.

Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Ceng-jien tidak berani

berayal lagi mereka segera kirim kerdipan mata lalu ber-sama2

menubruk kedepan.

Yang satu dengan menggunakan senjata toya sedang yang lain

menggunakan senjata Hud-tim dari kiri serta kanan menggencet

pihak musuh.

Wajah majikan patung emas segera berubali amat dahsyat, dia

dongakkan kepalanya tertawa ter-habak2,

"Bagus . , bagus sekali!" teriaknya: “haaa ... haa . . . ayoh maju

beberapa orang lagi, dari pada banyak buang waktu ayoh berbareng

saja pada maju semua!"

Sekali lagi suatu pertempuran yang amat sengit kembali

berlangsung!

Dengan terjunnya Yuan Kuang Thaysu serta Leng Cing Cin-jien

maka situasi pertempuranpun lantas berubah seimbang, untuk

beberapa saat lamanya mereka bertempur semakin sengit.

Tampaklah tubuh mereka berlima bagaikan kilat cepatnya saling

menyambar. angin pukulan menyambar tiada hentinya diselingi

babatan hawa pedang yang menggigilkan serta sambaran toya serta

hud-tim yang setiap saat mengancam jiwa . . .

Enam puluh jurus berlalu dengan amat cepatnya tetapi keadaan

masih seimbang,

Kiem Cong Loojien yang melihat kejadian itu segera garuk2

kepalanya, mendadak dia bergeser kesisi Mong Yong Sian Kauw itu

Ciangbunjien dari Tiang Pek Pay dan ujarnya sambil tertawa:

"Mong Yong ciangbunjien, aku lihat kita pun harus segera maju!"

"Aku rasa tunggu sebentar lagi" jawab Mong Yong Sian Kauw

tawar.

"Apa kau kira mereka berempat bisa mempcroleh kemenangan?"

“Sedikit-dikitnya tidak sampai dikalahkan”

“Aku lihat tidak bisa jadi....” Seru Kiem Cong Loojien sambil

gelengkan kepalanya.

“Lebih baik kita maju sekalian untuk membantu mereka.”

Agaknya Mong Yong Sian Kauw merasa keberatan atas usul

tersebut.

“Bilamana kitapun ikut maju” ujarnya, “Hal ini berarti bahwa dari

Benteng Pek Kiam Poo sudah bekerja sama dengan Siauw Lim, Bu-

tong, Kun-lun serta Tiang-Pek lima partay besar untuk mengerubuti

seseorang bilamana berita ini sampai tersiar dalam Bu-lim bukankah

rada tidak enak?”

“Haa..haa..Siauw-Lim serta Bu-tong merupakan gunung Thay-san

dari Bu-lim, mereka berdua pun tidak takut ditertawakan bagaimana

kita harus takut?”

Mong Yong Sian Kauw termenung tidak menjawab.

“Eeeii aku mau tanya kepadamu, besok pagi kau kepingin minum

arak kegirangan tidak?” desak Kiem Cong Loojien lagi.

“Sudah . . . sudahlah, mari kita pun maju” seru Mong Yong Sian

Kauw kemudian sambil tertawa.

Demikianlah mereka berdua pun segera menerjang pula kedepan

untuk mengerubut diri majikan patung emas.

Dengan demikian keadaan dari majikan patun& emas semakin

teedessk lagi, dia dibuat agak repot oleh kerubutan ini.

Walaupun dia crang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi

tetapi seorang manusia tidak bakal berhasil menangkan kerubutan

enam pasang tangan, apalagi keenam orang itu pun merupakan

jago2 nomor wahid didalam Bu-lim pada saat ini dan memiliki

kepandaian silat yang amat tinggi sudah tentu dia rada kedesak.

Wie Ci To yang melihat keempat orang ciangbunjien itu turun

tangao dengan tanpa belas kasihan dan setiap serangannya tentu

mengancam tempat yang berbahaya, dengan gugup lantas serunya

: “Harap saudara2 sekalian suka turun tangan lebih ringan, jangan

sampai membinasakan dirinya,”

Keempat orang ciangbunjien sendiri pun tahu kalau ilmu silat dari

Yuan Siauw Ko belum pulih dan tak dapat membinasakan dirinya

karena itu serangannya mulai mengendor,

Mendadak Majikan Patung Emas melayang setinggi empat kaki

jauhnya dan meloloskan diri dari kurungan enam orang untuk

kemudian menerjang kearah sebelah luar.

Tujuannya bukan lain adalah gerombolan dimana para tamu lagi

berdiri.

Wie Ci To yang melihat dia bermaksud hendak bunuh orang

secara sembarangan hatinya jadi merasa amat terkejut, dengan

diiringi suara bentakan yang keras tubuhnya segera menubruk

kedepan.

Ti Then pun bersamaan waktunya mengejar dari bslakang, per-

tama2 dialah yang tiba terlebih dahulu dibelakang tubuh majikan

patung emas.

Tetapi pada saat yang bersamaan pula majikan patung emas

berhasil menangkap sepasang kaki dari seorang tetamu, dia lantas

mengangkat tubuh tetamu itu dan diputar keatas kepala untuk

kemudian dihajarkan kearah Ti Then.

Dengan cepat Ti Then membungkkukan badannya menghindar

pedangnya dengan disertai desiran tajam menusuk kakinya

sehingga mengucurkan darah segar.

Majikan patung emas segera menjerit keras, sepasang tangannya

dipentangkan lebar2, tubuh dari tamu yang berhasil dicengkeram

sudah kena disobek sehingga robek jadi dua bagian, setelah itu

lengannya lalu diayunkan kedepan.

Separuh badan yang masih dibasahi oleh darah segar lalu

disambitkan kearah Wie Ci To sekalian yang mengejar datang

sedangkan separuh lainnya dengan mengerahkan tenaga murninya

yang dahsyat disambitkan ketubuh Ti Then.

Dengan cepat Ti Then meloncat empat depa kesamping, dengan

mengikuti getakan itu tubuhnya berputar satu lingkaran besar

pedangnya dengan menggunakan jurus Liuw Seng Kun Gwat" atau

bintang meluncur mengejar rembulan menusuk kedepan dengan

datar.

Tetapi pada saat itulah mendadak dia sudah kehilangan

bayangan dari Majikan patung emas.

"Aduuh . . .”

Suara teriakan ngeri berkumandang datang dari tiga kaki dari

tempat tersebut !

Kiranya Majikan patung emas sudah berhasil menerjang

ketengah gerombolan para tamu, dengan menggunakan ilmu Ing

Jiauw Kang dia menghajar wajah tetamu itu sehigga hancur dan

binasa seketika itu juga.

Melihat kejadian itu Wie Ci To benar2 amat gusar, sepasang

matanya ber-api2, dengan mencekal pedangnya kencang2 dia

mengejar kearah depan.

"Bunuh dia! bunuh dia! tidak usah sungkan2 lagi" teriaknya

dengan keras.

Ti Then, Yuan Kuang Thaysu, Leng Cing Ceng-jien, Kim Cong

Loo-jien serta Mong Yong Sian Kauw bagaikan sambaran kilat

cepatnya segera menerjang kedepan dan mengerubuti kembali diri

Majikan patung emas.

Walaupun untuk melawan serangan enam orang musuh sekaligus

Majikan patung emas menemui kesukaran tetapi untuk meloloskan

diri dari kurungan sangatlah mudah sekali, kembali dia melancarkan

serangan dahsyat mendesak mundur keenam orang itu kemudian

bagaikan seekor burung dengan cepatnya menerjang keluar dari

kurungan.

Kali ini Ti Then tidak memberi kesempatan buatnya untuk

melarikan diri lagi, tubuhnya dengan cepat ikut mengejar ke tengah

udara dan kirim satu tusukan.

"Turun!" bentaknya keras.

Tubuh majikan patung emas yang meloncat ke tengah udara

mendadak berhenti bergerak, tubuhnya membalik dan kirim satu

pukulan dahsyat ke depan.

"Coba kau rasakan pukulanku ini!" teriaknya sambil tertawa aneh.

Ti Then sama sekali tidak menyangka dia bisa menghentikan

tubuhnya di tengah udara untuk sesaat lamanya dia tak sempat

menarik tubuhnya kembali sehingga dengan amat tepatnya pukulan

tersebut bersarang didadanya,

" Braaak . . . !" dadanya kena dihantam sehingga tubuhnya

terjatuh kembali dari tengah udara.

Tetapi satu peristiwa yang diluar dugaan pun sudah terjadi pada

saat itu pula.

Sewaktu tubuh Ti Then terkena serangan itu hingga jatuh keatas

tanah kelihatannya dia tentu akan terluka parah atau mati, siapa

tahu pada saat itulah mendadak pedangnya diangkat, dengan jurus

"Gien Liong Jut Hay" atau naga perak keluar dari lautan mengirim

satu tusukan kedepan. Tusukan ini datangnya jauh berada di luar

dugaan dari majikan patung emas !

Dia mimpi pun tidak mengira kalau Ti Then mnsih bertenaga

untuk kirim satu tusukan kearahnya, tadi dia melancarkan serangan

kearah Ti Then dengan menggunakan seluruh tenaga, barang

siapakah yang terkena serangan itu maka seketika itu juga akan

binasa atau se-dikit2nya jatuh tidak sadarkan diri, karena itu dia

tidak pernah berpikir kalau Ti Then masih bisa melancarkan

serangan kearahnya.

Baru saja hatinya mcrasa kaget tusukan pedang yang amat cepat

dari Ti Then itu dengan amat tepatnya sudah menembus

lambungnya hingga tembus kebelakang.

"Aaaach . . .”

Seketika itu juga seluruh kalangan jadi gaduh dan ramai oleh

suara teriakan terkejut bercampur girang. Tubuh majikan patung

emas yang terjatuh dari atas tidak sampai rubuh ke atas tanah, dia

tetap berdiri tegak dengan gagahnya.

Dengan perlahan kepalanya ditundukkan melihat sekejap kearah

pedang yang menusuk lambungnya itu kemudian dengan wajah

penuh rasa terperanjat memandang diri Ti Then dengan melotot.

"Kau . . . kau tidak terluka?" gumamnya.

Terhadap diri Ti Then yang tidak terluka oleh pukulan dia merasa

amat terkejut, bahkan jaun lebih terkejut dari pada tusukan pedang

yang berhasil menembus lambungnya itu.

Ti Then sendiri pun sama sekali tidak menyangka kalau didalam

keadaan gugup pedangnya berhasil menembus lambungnya hingga

tembus kebelakang punggung, walaupun saat ini dia sudah jauh

dari kematian tetapi hatinya masih merasa takut, dengan ter-buru2

dia mundur satu langkah kebelakang.

"Selamanya aku tidak bermaksud untuk membinasakan dirimu,

tetapi perbuatanmu terlalu kejam . . .”

Air muka majikan patung emas berubah jadi amat keren,

bentaknya lagi:

"Cepat katakan, kenapa kau tidak terganggu oleh pukulan Loohu

tadi?".

"Dapatkah kau beritahukan dulu kepadaku bagaimana caranya

untuk nemulihkan kembali ilmu silat dari Yuan Cong Piauw-tauw?".

Dari atas wajah majikan patung emas segera tersungginglah rasa

kesakitan yang luar biasa, bibirnya bergerak dengan gemetar.

"Asalkan dia bisa mempelajari sim hoat dari tenaga dalamku

maka tiga bulan kemudian dia bisa pulih kembali seperti keadaan

semula" katanya.

"Tetapi. . heee-. . . heee . . . tahukah kau bilamana waktu ini aku

sudah tak ada waktu lagi untuk memberi pelajaran Sim-hoat

tersebut kepadanya!".

"Lalu apakah Sang Koan Loocianpwee dia orang mengerti Sim-

hoat tersebut?"

Dengan perlahan majikan patung emas menundukkan kepalanya.

"Aaaa . . aku . . aku tidak tahu . , . kau boleh . . boleh taa . . tanya

sendiri . . . keee . . kepada . . . kepadanya . . ".

Tubuhnya mulai sempoyongan, mendadak dia angkat kepalanya

dan membentak keras :

"Cepat katakan, bagaimana kau tidak terluka oleh serangan dari

Loohu??".

“Karena aku memakai pakaian luar tameng landak !".

"Aaaach . . . darimana kau mendapatkan pakaian luar tameng

landak tersebut?" tanya majikan patung emas dengan terperanjat,

"Nyio Loo cung-cu dari perkampungan Thiat Kiam San Cung yang

hadiahkan kepadaku".

"Bagus . . bangsat . . bangsat cilik . , nasibmu sungguh mujur!"

serunya sambil menundukkan kepalanya dengan perlahan.

Baru saja dia selesai berkata mendadak tubuhnya bergerak maju

kedepan, bagaikan kilat cepatnya dia menerjang kedepan tangan

kirinya mencengkeram dada Ti Then sedang telapak kanannya

dengan beratnya menghajar keningnya.

"Aduuuh . . . !".

Semua orang yang melihat kejadian itu pada berteriak terkejut.

Tetapi pada saat itulah . . .

"Bruuk!" tubuh majikan patung emas sudah keburu dipukul dulu

hingga terpental sejauh tiga kaki dan jatuh terlentang diatas tanah.

Bersamaan waktunya pula serentetan darah segar muncrat keluar

dari lambungnya!

Kiranya pada saat Ti Then melancarkan serangan menggetarkan

tubuhnya kebelakang itulah tangannya yang lain sudah mencabut

keluar pedangnya yang tertancap pada lambungnya itu. Darah segar

memancur amat tinggi, semakin lama semakin rendah dan akhirnya

suasana menjadi amat tenang. Akhirnya majikan patung emas mati

juga.

Ti Then merasa amat terkejut bercampur girang, lama sekali dia

berdiri mematung disana. Suasana di seluruh kalanganpun jadi sunyi

senyap, lama sekali baru terlihatlah Wie Ci To beserta keempat

orang ciangbunjien berjalan mendekat. Sang Kwan Jien pun

dibawah bimbingan dua orang pendekar pedang merah berjalan

mendekati mayat dari majikan patung emas. Wajahnya masih tetap

dingin tak berperasan tetapi sinar matanya memancar keluar cahaya

kegirangan, disamping rasa sedih, girang bercampur pula rasa

kasihan.

Setelah berdiam diri beberapa saat lamanya akhirnya Wie Ci To

berjongkok dan tangannya mulai meraba leher majikan patung

emas . . , lama sekali dia meraba terakhir tampaklah dengan

perlahan dia melepaskan selapis topeng kulit dari dagunya, mulut . .

hidung . . . mata . . .

Mendadak terdengar keempat orang ciangbunjien itu pada

berteriak kaget. Para tetamu yang ada diempat penjuru pun tak

tertahan lagi pada berkerumun ke depan untuk melihat wajah yang

sesungguhnya dari majikan patung emas.

Sewaktu semua orang bisa melihat jelas wajah asli dari majikan

patung emas itulah tak ada seorangpun yang tidak menjerit kaget,

karena didalam hati mereka sama sekali tidak menyangka kalau

majikan patung emas sebenarnya adalah seorang jagoan yang

paling dihormati oleh orang2 Bu-lim selama puluhan tahun ini!

"Oooh Thian, bukankah dia adalah si "KAKEK PEMALAS KAY

KONG BENG"

"Huuus jangan sembarangan bicara, dia bukan si kakek pemalas

Kay Kong Beng, cuma wajahnya saja mirip dengan si kakek pemalas

Kay Kong Beng!".

Dengan perlahan Wie Ci To bangkit berdiri, wajahnya amat

dingin sekali.

"Tidak!" serunya. "Dia benar2 adalah si KAKEK PEMALAS KAY

KONG BENG".

Kenyataan ini seketika itu juga membuat semua orang berdiri ter-

mangu2 untuk beberapa saat lamanya. Ti Then yang berkenalan

paling lama dengan majikan patung emas, kini setelah mengetahui

dia ornng bukan lain adalah si kakek pemalas Kay Kong Beng dibuat

tertegun juga untuk beberapa saat lamanya.

Teringat kembali olehnya keadaan sewaktu dia naik kegunung

Kiem Teng san untuk mohon diterima sabagai muridnya, waktu itu

dia tetap duduk tak bergerak bahkan melihat pun tidak terhadap

perbuatannya itu.

Tidak disangka dibalik kesemuanya itu dia sudah mengambil

tindakan yang luar biasa . . . secara diam2 dia sudah menyamar

sebagai majikan patung emas dan memancing dirinya untuk pergi

ke gua Hu Lu Tong diatas gunung Loo Cun san . . .

Somakin berpikir dia merasa hatinya makin bergidik.

Saat itulah terdengar Yuan Kuang Thay-su dari Siauw-lim pay

sudah berkata.

"Omintohud . . omintohud . . ! Tidak disangka majikan patung

emas sebetulnya adalah samaran dari Kay Loo sicu !".

"Kalau memangnya Wie sicu sudah tahu atas perbuatannya yang

mencelakai saudara perguruan kenapa tidak sejak dahulu siarkan

dosanya ini ?" sambung Leng Cing Cin-jien.

Dengan perlahan Wie Ci To meletakkan tangannya keatas

pundak Sang Kwan Jien setelah itu menghela napas panjang.

"Waktu itu orang yang mengetahui kalau Sang Kwan Jien adalah

sute dari Kay Kong Beng tidak banyak, apa lagi dia tidak bisa

berbicara mau pun menulis, wajah aslinya pun sudah dihancurkan,

bilamana aku orang she- Wie siarkan dosanya ini ada siapa yang

suka mempercayainya ? siapa yang suka percaya kalau dia adalah

sute dari Kay Kong Beng ?".

"Soal ini memang kenyataan". sahut Leng Cing Cin-jien

membenarkan.

"Bilamana bukannya ini hari Pinto melihai dengan mata-kepala

sendiri kalau majikan patung emas adalah hasil penyamaran dari

Kay Kong Beng, Pinto memang benar2 tidak akan percaya kalau dia

adalah seorang manusia yang begitu",

“Maka itu sebelum berhasil menawan dirinya aku orang she-Wie

terpaksa harus menyimpan baik2 rahasia ini, bilamana aku ceritakan

hal ini dia malah bisa balik menuduh aku orang sengaja memfitnah

dirinya. Dia orang seharusnya dibeginikan seperti ini hari baru bisa

mengaku terus terang.”

"Aaah . . kiranya inipun termasuk sebab2 mengapa Wie Poocu

mendirikan loteng penyimpan kitab yang dilengkapi dengan alat2

rahasia” seru Kiem Cong Loojien sambil mengangguk. "Terus terang

saja aku katakan sebelum kejadian ini loohu selalu menganggap

kalau didalam loteng penyimpan buku itu sudah disimpan sebuah

benda pusaka yang berharga sekali !"

"Aku orang she Wie merasa hanya membiarkan dia datang

sendiri baru bisa semua orang percaya " ujar Wie Ci To sambil

senyum. "maka sengaja aku dirikan sebuah loteng penyimpan kitab,

sengaja aku orang she Wie kirim berita pula kepadanya kalau Sang

Kwan Jien sebenarnya ada didalam Benteng aku orang she Wie,

setelah menunggu selama sepuluh tahun lamanya dia tidak datang2

juga, aku orang she Wie malah mengira dia sudah tidak mempunyai

niat."

"Omitohud ! kejahatan akan memperoleh balasan. Kay Loo sicu

tidak tahu budi bahkan membalas kebaikan dengan kejahatan

sutenya, dia memang harus menerima ganjaran !" ujar Yuan Kuang

Thaysu dengan serius.

"Aku orang she Wie cuma merasa sayang, sebenarnya dia tidak

boleh melakukan pekerjaan seperti ini."

Tiba2 terdengar Mong Yong Sian Kauw tertawa geli.

"Wie Poocu, menantumu hilang!" serunya.

Mendengar perkataan tersebut Wie Ci To jadi kaget, dengan

gugup dia menoleh dan memeriksa keadaan disekeliling tempat itu,

"Bocah ini kemana perginya ?" pikirnya di hati.

"Jangan cemas . . . jangan cemas !” Seru Mong Yong Sian Kauw

lagi sambil tertawa.

"Dia masih belum jauh meninggalkan pintu benteng."

Semua orang dengan cepat menoleh ke arah luar, terlihatlah

pada saat itu Ti Then lagi berjalan meninggalkan pintu, agaknya dia

bermaksud meninggalkan tempat itu tanpa pamit.

Dengan cepat Wie Ci To mengejar dari belakangnya sambil

berseru :

"Eeei Ti Then, kau kembali."

Mendengar teriakan Ti Then menghentikan langkahnya dan

tundukkan kepalanya. Dia benar2 ingin pergi meninggalkan tempat,

karena dia merasa walaupun hatinya merasa cinta terhadap Wie

Lian In tapi tidak bakal bisa menjelaskan urusan ini hingga benar2

terang karena itu jauh lebih baik dia cepat2 meninggalkan Benteng

Pek Kiam Poo. Tetapi maksud hatinya itu ternyata sudah diketahui

oleh seseorang . . . si sekuntum bunga bwee Mong Yong Sian Kauw,

Dengan cepatnya Wie Ci To mengejar sampai dibelakang

tubuhnya.

"Ti Then, kau hendak kemana??" tanyanya dengan terharu.

"Siauw-say sudah tidak punya muka untuk tetap tinggal di

Benteng lebih lama maka ... ".

"Omong kosong!!" potong Wie Ci To dengan cepat.

"Bagaimanakah sifatmu loohu sudah mengetahuinya amat jelas,

Loohu sama sekali tidak marah kepadamu dan kau pun tidak punya

alasan untuk meninggalkan Benteng !".

Ti Then cuma menggerakkan bibirnya tanpa mengucapkan

sepatah katapun.

"Sifatmu Loohu mengerti amat jelas" ujar Wie Ci To lagi. "Dan

kini kau sudah membinasakan dirinya, hal ini membuktikan kalau

pikiranmu adalah jujur kau sudah merasa menyesal terhadap

perbuatan tersebut, Loohu percaya tak seorang pun yang bakal

mengatakan bahwa perbuatanmu itu salah !!".

Saking terharunya air mata mulai mengucur keluar membasahi

seluruh wajahnya, dia benar2 merasa berterima kasih sekali atas

kebaikan hati Wie Ci To.

"Perhatian dari Gak-hu yang ber-lebih2an ini membuat siauw-say

merasa amat berterima kasih, cuma ....”

"Kau maksudkan Lian In ?" seru Wie Ci To sambil tarsenyum,

"Terus terang Loohu beritahu padamu, dia sama sekali tidak

menaruh rasa dendam kepadamu, dia sejak semula sudah tahu

kalau kau benar2 sudah menyenangi dirinya, sampai kini dia tidak

munculkan dirinya hal ini disebabkan oleh karena besok pagi dia

bakal menikah, seharusnya kau tidak boleh memaksa seorang nona

yang hendak menikah untuk munculkan diri dihadapan umum bukan

?".

Mendengar perkataan tersebut Ti Then segera tertawa . ..

tertawanya kali ini amat luwes dan menarik . . .

"Cepat . . . cepat masuk kedalam temui dirinya" seru Wie Ci To

kemudian sambil ulapkan tangannya berulang kali.

"Dia lagi menanti kedatanganmu kedalam !".

Ti Then mengangguk dan lari masuk ke dalam Benteng dengan

terburu2.

Di belakangnya terdengar olehnya suara teriakan serta gelak

yang amat ramai sekali . .

TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-7-ti-then-terakhir.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 7 [Ti Then] Terakhir with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-7-ti-then-terakhir.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar