Karya : Qing Hong
diterjemahkan Tjan Ing Djoe
Tahun 1971
Di Upload Masroni/Mazrizki di Indozone (Makasih)
Final editor & PDF Ebook by : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://cerita-silat.co.cc/
http://ebook-dewikz.com/
Jilid 1.1. Majikan Patung Emas yang misterius
Suatu tengah hari yang terik di padang gurun yang kering,
sesosok tubuh berjalan melintasi lautan pasir itu dengan perlahan.
Tak ada orang lain lagi yang ada di jalan itu. Tampak peluh
bercucuran di dahi dan sekali-kali terdengar hembusan napas yang
perlahan. Sejumlah elang pemakan daging terbang berputar-
putaran di atas langit, siap memangsa kalau orang itu rubuh.
Kiranya sesosok tubuh itu sudah tidak kuat menahan haus dan
lapar serta keletihan, rubuhlah dia di atas permukaan tanah. Elang-
elang di atas memperhatikan sambil berputaran, untuk menyaksikan
bahwa tubuh di bawah itu sudah binasa.
Beberapa saat kemudian...dengan lekas elang-elang itu mulai
menukik ke bawah sambil mementangkan cakarnya yang tajam siap
menjobek daging manusia yang dikiranya sudah menjadi majat
tersebut.
Mendadak...suatu peristiwa yang sangat aneh telah terjadi.
Tangan kanan dari orang itu mendadak bagaikan kilat cepatnya
menyapu ke atasnya, disusul dengan pukulan yang dahsyat dan
tepat mengenai kepalanya.
Pukulan ini dilancarkan begitu cepat serta tepat , Oleh sebab itu
‘kesempatan’ bagi elang itu untuk merasakan terkejutnya, belum
sernpat kepalanya telah hancur luluh dan rnenggeletak ke atas
tanah, sajapnya rnemukul mukul beberapa kali di atas tanah
kemudian tenang kembali.
Dengan cepat orang itu bangkit berdiri, dari dalam sakunya
mencabut keluar sebilah pisau belati yang amat tajam, dengan
sekali tabason kepala elang itu jatuh menggelinding: Tububnya
dengart cepat di pungut sedang darah yang mulai memancar keluar
dengan derasnya itu diisap dengan lahapnya.
Hal ini memperlihatkan kalau orang tersebut amat lapar serta
dahaga, dia terus menghisap darah segar hingga betul-betul habis
baru berhenti, sambil menghembuskan nafas lega dia menampilkan
senjuman kekemenangannya. Gumamnnya:
“Hidup sebagai seekor binatang, di dalam perebutan untuk
melanjutkan hidup kau telah kalah satu langkah dari aku”
Orang itu berusia kurang lebih dua puluh tiga tahunan, bajunya
compang camping, rambutnya kusut tetapi air mukanya masih tetap
segar. Mungkin dikarenakan baru saja melakukan perjalanan jauh di
bawah terik matahari sebingga wajahnia telah berubah menjadi
kecoklatan-kecoklatan bahkan berlapiskan minyak. Tetapi sekali
pun bentuknya kurang sedap dipandang, sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam bahkan penuh dengan
semangat untuk tetap mempertahankan hidupnya.
Dengan perlahan lahan dia bangun berdiri sambil menenteng
binatang elang itu dengan perlahan berjalan ke bawah sebuah
pohon siong dan tangannya mulai bekerja menguliti elang itu
kermudian membelah perutnya, mengumpulkan kaju bakar menjulut
api.
Kelihatannya dia telah beberapa hari menderita kelaparan, oleh
karena itu baru saja daging elang itu matang dengan lahapnya dia
telah menyikat tanpa sungkan sungkan, tidak ada beberapa saat
lamanya seluruh daging elang itu telah berpindah ke dalam
perutnya.
Sambil menepuk nepuk perutnya pada bibirnya tersungging suatu
senjuman gumamnya:
“Bagus? kali ini mungkin rnasih bisa bertahan dua tiga hari lagi .
..”
Setelah itu dengan perlahan dia mulai melemaskan otot otot kaki
dan tangannya,
punggungnya bersandar pada batang pohon
sedang tangannya, merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar
lima carik kertas yang penuh berisikan tulisan, sinar matanya
dengan tajam memandang kearah tulisan itu sedang mulutnya tak
henti-hentinya berkata:
’Berjalan kearah Barat tiga ratus lie, gunung Pek Gouw San di
bawah puncak Gouw Ong Hong. . Berjalan kearah Barat laut dua
ratus li, di bawah pohon siong yang tua di atas gunung Mao Gouw
San . Berjalan kearah selatan dua ratus lie, di atas gunung Sek To
San di dalam gua Sek To Tong... Berjalan kearah Barat dua ratus li,
di atas puncak gunung Koang Mao San. berjalan kearah Barat dua
ratus li. daIam gua Hu Lu Tong di atas gunung Lo Cin San ...’
Sehabis membaca kelima carik kertas tersebut dia menarik napas
panjang, pikirnya:
“Aku telah melakukan perjalanan sejauh seribu li, disaat sebelum
malam nanti mungkin aku telah sampai di dalam gua Hu Lu Tong di
atas gunung Lo Cin San semoga saja kali ini merupakan penderi
taan yang diberikan padaku untuk terakhir kaIinya...
Setelah berpikir keras seorang diri dengan perlahan dia mulai
memasukkan kelima carik kertas itu ke dalam sakunya.
Pada saat itu terdapat seekor burung elang lagi yang terbang
mengitari kepalanya tetapi burung elang itu sama sekali tidak
tertarik pada dirinya lagi. Dengan cepat dia mulai melanjutkan
perjalanannya menuju kearah Barat.
Dengan rnenggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang cepat
bagaikan kilat tak berapa lama rentetan pegunungan Lo Cin San
secara samar-samar mulai terlihat di hadapan matanya.
Pada saat itu matahari dengan perlahan mulai menyembunyikan
diri di balik pegunungan Lo Cin San, sedang dirinya pun telah
berada di bawah lereng gunuing itu.
Dari kejauhan dilihatnya seorang kakek tua sedang duduk di
bawah sebuah pohon besar, dengan cepat dia lari menjongsong
kearahnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:
”Losianseng permisi !”
“Ada urusan apa?” tanya kakek tua itu sambil mengangkat
kepalanya sedang air mukanya menunjukkan perasaan yang amat
heran.
Sambil menunjuk kearah rentetan gunung Lo Cin San tanyanya:
-Gunung itu apa disebut sebagai gunung Lo Cin San?
“Benar, sahut kakek tua itu sambil mengangguk.
”Kenapa gunung itu disebut sebagai gunung Lo Cin San?--
“Menurut dongeng jaman dahulu, seorang yang bernama LoaCin
pernah bertapa digunung ini oleh karena itulah gunung ini disebut
sebagai gunung Lo Cin San Lo-te kenapa kau menanyakan tentang
hal ini?”
"Aku punya rencana untuk melihat pemandangan di atas gunung
ini, aku dengar di atas gunung ini ada sebuah gua yang disebut-
sebagai gua Hu Lu Tong atau gua cupu-cupu,apa betul?”
Tidak pernah kudengar nama itu” sahut kakek tua itu sambil
menggelengkan kepalanya., ”Tetapi di atas gunung ini memang ada
sebuah gua hanya letaknya jauh di puncak gunung. Pada masa
muda dahulu Lo hu pernah naik sekali ke atas puncak dan melihat
gua itu keadaannya memang sangat aneh tetapi menarik sekali,
hanya....apa..Lo-te benar-benar datang untuk berpesiar?,.
Kakek tua itu bisa miengeluarkan pertanyaan ini dikarenakan
pakaian yang digunakan olehnya telah compang camping sehingga
mirip sekali dengan seorang pengemis sehingga sudah tentu dengan
bentuk seperti ini tidak mirip seorang yang sedang berpesiar.
Sebaliknya dia tidak menyawab atas pertanyaannya itu, sambil
tersenjum matanya memandang tajam ke atas puncak gunung Lo
Cin san, tanyanya lagi:
” Gua yang kau orang tua katakan tadi kurang lebih terletak pada
puncak sebelah mana ?”
Kakek tua itu dengan cepat mengangkat jarinya menunjuk
kearah sebuah jalan gunung yang kecil sahutnya kemudian:
"Lo-te kau dapat mengikuti jalanan gunung ini mendaki ke atas
gunung, JaIanlah terus sampai tidak ada jalanan lagi dimana
terdapat tiga buah puncak gunung, gua tersebut terletak di atas
puncak gunung yang berada di tengah. "
Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:
”Kini hari telah hampir gelap, bila Lo-te ingin berpesiar ke atas
gunung lebih baik besok pagi saja baru pergi, ditengah malam
banyak binatang buas yang berkeliaran, bahaja sekali bagi dirimu,”
”Tidak ada halangan ” Sahutnya sambil tersenjum. ,”"Cayhe
adalah seorang pemburu, tentang binatang buas bukanlah
merupakan soal yang sulit bagiku terima kasih atas petunjuk dari
kau orang tua, aku minta diri dahulu"
Tangannya dirangkap memberi hormat kemudian
langkah yang lebar berjalan kearah jalanan kecil itu.
dengan
Disekitar daerah gunung Lo Cin San seluas beberapa lie saat itu
teiah diliputi oleh kabut yang amat tebal karena itulah baru saja
berjalan tidak jauh dari jalanan gunung itu dia sudah tidak dapat
melihat dengan jelas kearah kakek tua itu, bagaikan kilat cepatnya
dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga laksana
seekor kelinci dengan gesitnya lari ke atas gunung.
Di dalam sekejap saja jalanan gunung itu telah mencapai pada
ujungnya, di hadapannya terbentanglah sebuah rimba yang amat
gelap dan liar. Ketika dia mengangkat kepalanya memandang ke
atas terlihatlah kurang lebih setengah li di hadapannya menjulang
tinggi tiga buah puncak yang diliwati oleh awan tebal:
Melihat hal itu tak terasa dia menghela napas panjang pikirnya:
"Bila hendak mendaki ke atas puncak gunung itu kita harus
membutuhkan waktu setengah harian, bilamana di dalam gua Hu Lu
Tong itu sekali lagi dia meninggalkan sepucuk surat memerintahkan
diriku pergi ke tempat lain. boleh dikata perbuatannya ini sangat
keterlaluan."
Baru saja berpikir sampai di situ mendadak dari belakang
tubuhnya menyambar datang sebuah senyata rahasia yang disertai
dengan desiran angin keras...agaknya sebuah batu cadas sedang
disambitkan tepat mengarah batok kepalanya:
Hatinya menjadi tergetar, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke
samping sedang tangan kanannya jajunkan menyambut datangnya
batu cadas itu.
Ketika benda itu berhasil ditangkap hatInya menjadi sangat
mendongkol kiranya hanya sebuah buah Tho yang telah masak.
Melihat hal itu dia menjadi tertegun, ketika mengangkat
kepalanya memandang terlihatlah di atas sebuah pohon yang lebat
tidak jauh dari dirinya bergergelantungan seekor kera dengan
lincahnya, sedang mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan
suara mencicit yang ramai. keadaannya sangat lucu sekali.
”Binatang, kau berani menggoda aku”
Baru saja suara bentakannya keluar darimulut tubuhnya bagaikan
sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kearah
pohon besar itu:
Dengan mengeluarkan suara mencicit kera itu dengan cepat
menyambar sebuah akar pohon dan melayang kepohon yang lain.
Melihat hal itu hawa amarahnya semakin memuncak, bentaknya
dengan keras:
Kau larilah, aku hendak melihat kau bisa lari seberapa jauh”
Tubuhnya dengan lincah .berjumpalitan ditengah udara sedang
ujung kakinya dengan ringan menutul ke atas batang pohon,
Dengan kecepatan yang luar biasa sekali lagi dia melayang kearah
pohon tersebut.
Siapa tahu.... menanti dia melayang ke arah pohon itu kera
tersebut telah lari kearah sebuah pohon lain. Lagi kira-kira tiga depa
.dari tempat semula.
Kali ini hawa amarahnya benar-benar telah meledak, sambil
bersuit nyaring tubuhnya sekali lagi mumbul ke atas dan berkelebat
ke arah pohon itu, dengan sekuat tenaga dia mengerahkan seluruh
kepandaian meringankan tubuhnya mengejar kera itu.
Dalam hatinya dia telah rnengambil keputusan akan
menggunakan ilmu meringankan tubuh serta sepasang kepalannia
untuk menangkap kera itu hidup-hidup.
Siapa tahu gerak gerik dari kera itu jauh lebih lincah, sekali pun
dia tak memiliki kepandaian sehingga tidak dapat berlari dengan
cepat tetapi loncatannya dari sebuah pohon kepohon yang lain amat
cepat sekali,sekali pun orang lelaki itu telah mengerahkan seluruh
tenaganya tidak lebih jaraknya masih tetap tertinggal tiga depa di
belakang
Hanya yang untung, arah yang ditempuh oleh kera itu tepat
merupakan puncak gunung yang dituju olehnya.
Oleh sebab itulah semakin mengejar dia semakin bersemangat,
karena dia merasa sekali pun tidak berhasil mengejar kera tersebut
tetapi tenaganya juga tidak dibuang secara percuma.
Akhirnya sesosok tubuh manusia dengan seekor kera, yang satu
berada di depan sedarng yang lain berada di belakang mengejar,
bagaikan meluncurnya sebuah bintang dari langit dengan cepat
berkelebat diantara Rimba itu.
Di dalam sekejap saja mereka telah tiba di bawah puncak
gunung, sedang waktu itu jarak antara dirinya dengan kera tersebut
juga dari tiga depa makin lama makin dekat hingga tinggal satu
depa setengah saja. Kelihatannya hanya tinggal beberapa langkah
saja dia akan berhasil menawan kera tersebut.
Tetapi di dalam sekejap itu pula kera tersebut telah mencapai di
dalam rimba pada bawah puncak gunung. Hanya dengan beberapa
loncatan saja tubuh kera itu telah lenyap dari pandangan.
Kiranya puncak gunung itu sekali pun tingginya beberapa ratus
kaki tetapi pada lerengnya penuh ditumbuhi dengan pepohonan
yang lebat, sedang kepandaian memanyat dari kera itu bagaimana
pun juga jauh lebih tinggi satu tingkat dari manusia sehingga
dengan demikian ketika mengejar hingga ke bawah puncak, kera
itu telah berhasil melarikan dirinya tak menentu.
Dengan cepat dia menghentikan langkah kakinnya sambil
mengeringkan keringat yang mengucur keluar membasahi
keningnya. Terpikir kembali ketika tadi siang dia membunuh burung
elang. Tak terasa dia tertawa pahit, gumamnya:
Sungguh menarik sekali aku dapat menangkap seekor burung
elang yang terbang jauh ditengah awang-awang tetapi tidak
berhasil menangkap seekor kera yang lari di atas pohon .
Tetapi sekali pun demikian dia tidak menjadi sedih.
pengejarannya kali ini tidak sia sia belaka, karena puncak di
hadapannya memang harus didaki malam itu juga.
Sesudah beristirahat sejenak mulailah dia berjalan mendaki
puncak itu, sekaIi pun harus mengerahkan seluruh tenaganya tetapi
setindak demi setindak dia terus melanjutkan perjalanannya.
Tidak sampai sepertanak nasi dia telahberada di atas puncak
gunung itu, bahkan dengan tidak usah susah payah lagi telah
menemukan sebuah gua di atas puncak itu.
Gua itu tertetak pada ujung sebelah kiri dari puncak gunung itu,
lebarnya tidak lebih tiga depa sedang tingginia kurang lebih dua
depa sehingga mirip sekali dengan sebuah tebing yang retak,
”Inikah yang disebut sebagai “Gua Hu Lu Tong “ atau gua cupu-
cupu?? Hm .. tentu tidak salah, bukankah tadi kakek tua itu bilang
kalau di atas gunung Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja,
Kalau begitu gua ini tentu adalah gua Hu Lu Tong yang sedang
dicari olehnya.
Dalam hatinya dia terus berpikir sedang kakinya tetap berhenti
pada tempat semula, dia takut kalau dalam gua itu akan
menemukan secarik kertas lagi yang tertuliskan”
“Berjalan kearah........dua ratus li di atas gunung......
puncak........atau gua....”Karena dia telah melakukan perjalanan
sejauh seribu li, sebenarnya dia sudah merasa tidak sabar lagi
dipermainkan oleh orang lain:
Setelah bingung beberapa saat lamanya barulah dengan hati
yang tidak tenang dan ragu-ragu dengan perlahan mulai berjalan
memasuki gua itu,
Satelah berjalan enam tujuh tindak. di hadapannya terbentanglah
sebuah gua yang amat lebar. perkataan dari kakek tua itu ternyata
tidak salah, keadaan dari goa itu memang benar-benar sangat aneh.
Sekeliling tempat itu penuh berserakan batu-batu cadas yang
amat aneh bentuknya ada yang berbentuk harimau sedang tidur ada
pula yang berbentuk kera sedang meloncat bahkan ada yang
menjerupai sebuah tugu yang tinggi bersusun-susun. Pemandangan
tempat itu benar-benar sangat mengagumkan,
Sebaliknya, pada saat itu dia sama sekali tidak punya minat
untuk menikmati keindahan alam goa itu, setelah memeriksa ke
adaan sekeliling goa tersebut segera dia, terjerumus ke dalam
perasaan yang kecewa serta bingung,
Yang membuat dia kecewa adalah, kiranya dalam goa itu sama
sekali tidak dijumpai orang yang hendak ditemuinya itu,
Sedang yang membuat dia bingung adalah, dia. merasa curiga
apakah gua ini benar-benar- merupakan gua Hu Lu Tong. yang
dimaksud orang itu di dalam suratnya.
Karena jika ditinyau dari nama goaitu tentunya bentuk dari goa
Hu Lu Tong ini mirip dengan sehuah cupu-cupu, seharusnyalah
terdapat dua buah gua yang besar baru cocok dengan nama itu,
tetapi yang dilihatnya sekarang ini hanya sebuah goa biasa saja
sedang di samping dan di hadapannya sama sekali tidak terlihat
jalan yang menghubungkan gua itu, oleh sebab itulah dia dapat
mengambil kesimpulan bahwa selain gua "Hu Lu Tong" ini mungkin
dinamakan begitu karena sebab-sebab lain maka gua itu bukanlah
gun cupu-cupu atau gua Hu Lu Tong yang sedang dicarinya.
Tetapi, bukankah tadi kakek tua itu bilang kalau di atas gunung
Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja? Bilamana gua ini
bukan cupu-cupu lalu gua cupu-cupu yang sebenarnya terletak
dimana?
Sambil berpikir dengan telitinya dia melanjutkan pemeriksaannya
terhadap setiap jengkal tanah dari gua itu, semakin dia melihat
keadaannya semakin dia dapat mengambil kesimpulan kalau gua itu
bukanlah gua cupu-cupu yang sedang dicarinya.
Alasan dari kesimpulannya ini karena gua itu jika benar gua
cupu-cupu yang sedang dicarinya kenapa orang itu tidak datang
menemui dirinya atau meninggalkan secarik kertas pada suatu
tempat yang menjolok?
Pada waktu-waktu yang lalu orang itu tentu meletakkan secarik
kertas pada tempat yang menjolok bahkan di samping kertas itu
terdapat sebuah pukulan telapak yang amat nyata, sedang jika
dilihat keadaan gua ini sama sekali tidak terdapat tanda-tanda
adanya secarik kertas yang ditinggalkan.
Dengan perlahan dia menghela napas panjang, kemudian
memutarkan tubuhnya berjalan keluar dari gua itu.
”He..hee...kenapa kau mau pergi?”
Suara itu secara mendadak sekali berkumandang keluar dari
dalam gua itu bahkan suara itu sangat mendatar, sedikit pun tidak
memperlihatkan suara dari seorang manusia
Tubuhnya terasa tergetar dengan kerasnya bahkan dengan cepat
menjadi kaku bagaikan sebuah patung arca.
”Kau sudah betul menemukan tempat yang kau cari kenapa kini
malah mau pergi?”
Suara itu berkumandang keluar lagi dari dalam gua bahkan
bergetar dengan tak henti-hentinya dalam ruangan gua yang
kosong itu, membuat orang sukar mengetahui tempat
persembunyiannya.
Dengan cepat dia memutar tubuhnya memandang keempat
penjuru, dengan perasaan yang amat terkejut tanyanya: ”Kau?”
”Tidak salah....” sahut orang itu dengan amat dingin. Sepasang
matanya yang amat tajam dengan cepat menyapu kesekeliling goa
itu, sedang perasaan terkejut yang menghiasi wajahnya semakin
tebal, serunya:
”Kau .. kau berada dimana ?”
Pada jarak kurang lebih dua depa dari dirinya berdiri mendadak
berkumandang suara : ” Ting... ting...ting ” yang nyaring seperti
sebuah benda yang terbuat dari besi terbentar pada tanah,
kemudian terdengar sahutan dari orang itu:
”Aku berada di sini “
Dengan kecepatan yang luar biasa da memutar tubuhnya, tetapi
begitu dia melihat kearah mana tak terasa bulu kuduknya pada
berdiri secara mendadak, dengan cepat dia mengundurkan dirinya
satu langkah ke belakang.
Apakah orang itu bentuknya sangat jelek sehingga menakutkan ?
Bukan, karena orang itu tak lain adalah sebuah patung arca yang
terbuat dari emas yang amat menyilaukan mata.
Kiranya didalarn goa itu telah berdiri sebuah patung arca yang
terbuat dari emas, Tingginya kurang lebih dua depa sedang
wajahnya kelihatan amat gagah sekali.
Pada kepalanya memakai sebuah kopiah pahlawan, pada
tubuhnya memakai seperangkat pakaian yang amat ketat sedang
pada tangannya mencekal sebilah pedang panjang, sepanjang
delapan cun, kelihatannya sangat gagah sekali bahkan mirip dengan
seorang jago pedang kenamaan.
Dia dengan kakunya berdiri di atas sebuah batu cadas yang rata
di hadapannya.
Dengan perasaan yang amat terkejut dia memandang tajam
kearah patung emas itu beberapa saat lamanya, kemudian dengan
nada yang agak gemetar tanyanya:
“Kau .....kau manusia atau setan ?”
Patung emas itu tertawa aneh, balik tanyanya:
”Kau percaya di dalam dunia ini benar-benar ada setan?”
”Tidak!” Kali ini dia dapat mendengar dengan amat jelas suara itu
bukan berasal dari patung emas itu sebaliknya berasal dari dalam
gua di belakang patung emas tersebut. Sudah tentu orang itu kini
sedang bersembunyi di atas atap gua itu.
Pada saat itulah dia baru dapat menghembuskan napas lega,
dengan perlahan dia berjalan maju beberapa langkah ke depan.
Ketika dia memandang lebih teliti lagi barulah terlihat olehnya kalau
pada tubuh patung emas itu bergantungan beberapa utas tali
berwarna hitam sudah tentu tali itu digunakan untuk menggerakkan
patung emas tersebut.
Kesepuluh tali hitam itu bergantungan dari atas atap dinding gua,
dengan demikian dia dapat memastikan kalau benda itu diturunkan
dari atas gua, Hanya sajang ketika dia memandang lebih tajam lagi
ke atas dinding itu sama sekali tidak terlihat apa-apa olehnya,
karena sebuah batu cadas yang amat besar menutupi
pandangannya.
Dengan cepat dia menggerakkan kakinya lagi, pikirnya hendak
maju lagi hingga dapat melihat jelas orang yang bersembunyi di
atas atap dinding gua tersebut.
Siapa tahu mendadak terdengar suara bentakan yang amat
keras:
“Berhenti. Kau tidak dapat berjalan lebih dekat lagi !”
Bersamaan dengan suara bentakan orang itu, tiba-tiba patung
emas itu telah maju satu tindak ke depan, "pedang panjang"
ditangannya dengan cepat dilintangkan ke depan menghalangi
perjalanannya.
Tak terasa dalam hati dia menjadi amat geli, terpaksa ia
menghentikan langkahnya sambil angkat kepaia tanyanya lagi
”Siapakah kau sebenanya?”
”Kau tak perlu tahu” sahut orang itu dengan nada yang dingin.
”Lalu kenapa kau bersembunyi di atas?”
”Tentang hal ini kau juga tidak perlu tahu”
Tidak terasa lagi dia mengerutkan alisnya, sambil tertawa pahit
tanyanya lagi
”Oh... kiranya aku tidak boleh mengetahui semua-semuanya!”
”Dengan menempuh seribu li jauhnya kau datang kemari,
tentunya kau ingin menanyakan nama serta asal usulku bukan?”
“ Dia termenung berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian
dengan mengangkat bahu sahutnya
“Perkataanmu boleh tidak salah, tidak perduli di tempat mana
pun asalkan ada dua orang yang tidak saling kenal bila bertemu
sudah tentu harus memperkenalkan nama masing-masing.
“Tetapi keadaan kali ini tidak sama” sahut orang itu singkat
“Keadaan ini membuat aku merasa jauh diluar dugaan”,
Orang itu tertawa terbahak bahak, sahutnya:
“ Ada suatu urusan yang tak akan diuar dugaanmu, kali ini aku
membantu kau untuk mencapai cita-cita yang kau inginkan”
- Benarkah?- tanyanya sambil tertawa pahit,
Nada dari orang itu segera berubah, dengan nada yang amat
serius sahutnya, ”Tidak salah, kini jawablah pertanyaanku terlebih
dahulu: Siapa namamu?”
Da menjadi ragu-ragu untuk sesaat lamanya, seperminum teh
kemudian barulah ujarnya:
“ Kau tidak mau memberitahukan padaku siapakah sebenarnya
dirimu kenapa aku harus memberi tahukan namaku padamu?”
” Baiklah. Kalau tak mau bilang juga tidak mengapa”
”Tidak, aku akan memberitahukan padamu” sahutnya sambil
tertawa paksa: ”Aku she Ti bernama Then”
“Ooh apakah kau adalah Hek Ie hiap atau si pendekar berbaju
hitam Ti Then: yang telah menggemparkan seluruh dunia
kangouw?” tanya orang itu dengan nada yang agak terkejut.
”Benar” sahut Ti Then singkat,
”Kepandaian silatmu tidak cetek bahkan menurut berita dalam
Bu-lim saat ini kau sukar untukmendapatkan tandingan, Kenapa kau
malah pergi ke atas puncak gunung Kim Teng San mohon Put Tong
Ong alias si Kakek Pemalas Kay Kong Beng menerima dirimu
sebagai murid?”
Dengan senjuman sedih sahut Ti Then:
”Sebab-Sebab ini apa aku harus memberitahukan padamu juga?”
”Aku tidak memerintahkan kau harus memberitahukan padaku”
”Kalau begitu kebetulan sekali ” sahut Ti Then dengan serius:
''Aku minta maaf sebesar-besarnya karena sebab-sebab ini aku tidak
dapat diberitahukan padamu..”
Orang itu tertawa tergelak, ujarnya:
”Tidak ada halangan, kau ada rahasia yang tidak dapat
diberitahukan pada orang lain pula, apalagi aku punya niat untuk
menurunkan kepandaian silat padamu”
”Kau ingin menurunkan kepandaian silat kepada diriku?” tanya Ti
Then dengan termangu-mangu, ”Kenapa kau
memancing aku untuk menempuh perjalanan sejauh seribu li?”
”Aku ingin mewarisi kau ilmu silat”
Ti Then tidak menyawab lagi, pada saat ini benar-benar dia telah
dibikin bingung oleh kelakuannya yang aneh serta melanggar
kebiasaan itu.
Orang itu tertawa lagi, ujarnya:
”Hari itu secara kebetulan aku melihat kau berlutut di atas
gunung Kim Teng San di depan Kakek Pemalas untuk minta dia
menerima dirimu sebagai muridnya. Seballiknya si kakek pemalas itu
tetap seperti sebuah patung malas tak menghiraukan dirimu, pada
saat itulah timbul keinginanku untuk mewarisi kepandaian silat
padamu.”
Dia berhenti sejernak kemudian lanjutnya lagi:
“Sudah tentu, kepandaian yang kau dapat dari diriku jika
dibandingkan dengan kepandaian yang didapatkan dari si Kakek
Pemalas jauh lebih liehay beberapa kali lipat, aku pernah memukul
rubuh dirinya”
Pada saat Ti Then untuk pertama kali menerima surat yang
ditinggalnya ditambah lagi telapak tangan yang ditinggalkan di atas
batu cadas, dalam hatinya telah tahu kalau kepandaiannya sangat
tinggi sekali, tetap kini ketika mendengar kalau dia pernah
mengalahkan diri si kakek pemalas Kay Kong Beng hatinya malah
merasa tidak percaya, oleh karena selama puluhan tahun kakek
pemalas Kay Kong Beng telah dianggap sebagai jago nomor wahid
di dalam Bu-lim, kepandaian silat yang dimilikinya sejak dahulu telah
dikenal oleh orang-orang Bu-lim, bahkan tidak pernah terdengar
berita ada orang yang bisa bertempur seimbang dengan dirinya,
semakin tidak pernah didengar pula kalau dia pernah dikalahkan
oleh orang lain.
Kini, ‘Majikan patung emas’ itu mengaku pernah mengalahkan
diri si kakek Pemalas sudah tentu dia tidak mau mempercayai
perkataannya itu
Agaknya orang itu tahu kalau Ti Then tidak mau percaya atas
perkataannya, sambil tetap tertawa ujarnya lagi:
”Bilamana kau tidak percaya pada kesempatan dikemudian hari
kau boleh bertanya pada dirinya apa dia pernah dikalahkan oleh
seorang yang bernama majikan patung emas......he...he...he... aku
pikir tentunya dia tidak berani mengakuinya oleh karena dia tahu.,
kalau aku belum mati”
”Aku akan mempercayainya”
”Kini kau tidak percaya juga tidak mengapa” sahut majikan
patung emas itu sambil tertawa, ”Pokoknya pada suatu hari tentu
kau dapat membuktikan kebenaran perkataanku ini”
”Tetapi aku tidak punya minat untuk belajar kepandaian dari
dirimu” ujar Ti Then tiba-tiba.
Agaknya majikan patung emas itu tidak pernah menyangka kalau
Ti Then dapat mengucapkan perkataan itu, untuk sesaat lamanya
dia dibuat tertegun agaknya. Setelah lewat beberapa saat lamanya
barulah tanyanya:
“Kenapa kau tidak punya minat?”
”Oleh karena aku tidak mau berhutang budi dari dirimu” sahut Ti
Then dengan kukuhnya.
Sehabis berkata dengan cepat dia membalikkan tubuhnya
meninggalkan gua tersebut.
”Tunggu sebentar” seru majikan patung emas itu dengan keras.
Dengan cepat Ti Then menghentikan langkahnya, tanyanya
dengan perlahan:
”Ada petunjuk apa lagi?”
Kau tidak ingin berhutang budi dari diriku apakah dikarenakan
aku tidak mau mengangkat kau sebagai muridku?”
Ti Then mengangguk dengan perlahan, sahutnya:
“Benar,
Bilamana
kau
mau
menerima
aku
sebagai
muridmu:.dengan begitu hubungan kita adalah guru dengan murid,
sudah tentu sebagai murid dapat bela¬jar kepandaian dari dirimu.
Kini kau. tidak mau menerima aku sebagai murid sudah tentu aku
tidak punya alasan untuk belajar kepandaian dari dirimu”
“He..hee..kelihatannya sifatmu amat jujur dan polos: he... he. .”
Ti Then tidak menyawab, dengan melanjutkan langkah kakinya
dia berjalan keluar dari dalam gua.
“Jangan pergi dulu” teriak majikan patung emas itu. ”Bagaimana
jika kita saling bertukar beberapa syarat?”
”Saling bertukar syarat?” tanya Ti Then sambil memutarkan
tubuhnya.
”Aku akan menurunkan kepandaian silat pada dirimu hingga kau
dapat menjadi jago nomor tiga dalam dunia ini, sedang kau
melakukan pekerjaan bagiku sebagai pembalasannya”
”Apa yang kau maksudkan dengan jago nomor tiga dari dunia?”
tanya Ti Then sambil tertawa.
”Artinya aku punya cara untuk membuat dirimu berubah menjadi
seorang jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan dapat
menjagoi seluruh dunia selama setengah tahun ini. Selain aku
beserta si Kakek pemalas kau dapat dihitung paling lihay dalam
dunia ini"
Hati Ti Then menjadi tértarik akan perkataannya, bukannya dia
punya ambisi untuk menjadi jago nomor tiga dalam dunia melainkan
karena dia merasa bilamana dia dapat berhasiI melatih ilmu hingga
setinggi itu maka urusan pribadinya dapat diselesaikan dengan
sangat mudah. Maka tanyanya lagi:
“Benarkah kau dapat mengubah aku menjadi jago nomor tiga di
dalam dunia ini ?”
“Sama sekali tidak ada persoalan. sesudah kau selesai melatih
ilmumu bilamana di dalam Bu-lim kau bisa menemui orang yang
bertempur seimbang dengan dirimu, maka kau dapat mengnapus
perjanyian diantara kita dan tidak usah melakukan pekerjaan sesuai
dengan perintahku”
Dia berhenti sejennk, kemudian lanjutnya lagi:
“Sudah tentu kau tidak dapat sengaja mengaiah kepada orang
lain kemudian mengingkari perjanyian kita”
“Bilamana aku menyanggupi sudah tentu tidak akan berbuat
pekerjaan seperti itu.” sahut Ti Then tegas,
“Kau menyanggupi tidak?”
„Kau menjuruh aku berbuat pekerjaan apa?” tanya Ti Then.
“Mudah sekali permintaanku, aku hanya ingin kau berbuat seperti
ini, ha.. . ha.. ha ..”
Sambil tertawa dia mulai menggerakkan kaki serta tangan patung
ema tersebut.
Semula Ti Then menjadi
sambil.tersenjum sahutnya:
tertegun
dibuatnya,
kemudian
”Maaf saja. Aku bukan seorang pandai besi, sudah tentu tidak
bisa membuat patung seperti itu”
”Kau telab menyalahkan artiku, aku bukannya minta kau buatkan
sebuah patung besi bagiku, apa yang aku perintahkan maka kau
lakukanlah perintahku itu tanpa mernbantah.”
Di dalam hati sekali pun Ti Then merasa amat gusar tetapi tidak
sampai diperlihatkan pada wajahnya, dengan angkat kepalanya dia
tertawa keras kemudian membalikkan tubuhnya dengan langkah
yang lebar berjalan keluar dari dalam gua.
Melihat hal itu segera majikan patung emas berseru:
”Bagaimana bila kau dengarkan dulu perkataanku baru pergi?”
Ti Then tidak mau memperdulikan dirinya lagi dan tetap
melanjutkan langkahnya berjalan keluar dari gua itu.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas tersebut berteriak
dengan keras:
”Syarat ini hanya berlaku selama satu tahun saja, sesudah lewat
satu tahun kau boleh bebas dan memperoleh kemerdekaan kembali
untuk pergi membereskan urusanmu sendiri”
Hati Ti Then menjadi tergerak sedang langkah kakinya pun tak
terasa bertambah perlahan.
Pada saat itu dalam benaknya terlintas banyak sekali persoalan
yang rumit dan akhirnya dia mendapatkan satu keputusan dalam
hatinya.
Sekali pun syarat pihak lawan hampir-hampir dikata tidak
berperikemanusiaan, tetapi ini merupakan suatu kesempatan yang
santgat bagus bagi dirinya untuk mempertinggi ilmu silatnya,
bilamana dirinya harus membuang kesempatan ini dengan percuma
mungkin untuk selamanya dia tidak akan mendapatkan kesempatan
kedua kalinya untuk menjelesaikan persoalan sendiri yang amat
rumit.
Akhirnya tubuhnya yang telah berjalan keluar dari gua itu diputar
kembali, sambil tertawa tanyanya:
”Sebenarnya kau ingin aku kerjakan pekerjaan apa?”
Majikan patung emas yang melihat dia kembali menyaid sangat
girang sekali, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:
”Sekarang kau tidak perlu bertanya, menanti setelah kau selesai
belajar silat tentu aku akan beritahukan padamu”
“Urusan ini harus diterangkan lebih jelas lagi,” ujar Ti Then,
”Kalau tidak bilamana pada waktu itu kau menjuruh aku menerjang
lautan api apa aku harus melakukannya juga?”
”Menerjang lautan api hanya merupakan suatu gambaran saja
dari ucapan seseorang. Padahal tidak ada urusan yang benar- benar
begitu”
”Tetapi, dalam dunia ini banyak sekali terdapat urusan yang jauh
lebih sukar dari menerjang lautan api !”
”Benar !” sahut majikan patung.emas, ”Tetapi tidak perduli
bagaimana sukar urusan itu juga tidak akan membahajakan jiwamu.
Sekali pun misaInya kau harus menerjang lautan api.
“Baiklah. Keselamatan diriku boleh tidak usah klta bicarakan, tadi
kau bilang akan membuat aku sebagai patung emasmu, kau
perintah aku berbuat apa aku harus melakukannya. Kalau begitu
bilamana kau menjuruh aku membunuh seorang budiman aku juga
harus membunuh orang itu tanpa membantah?”
Jilid 1.2. Menjadi jago nomor tiga di Bu-lim
”Yang tegas memang begitu Hanya aku
memerintahkan kau untuk pergi membunuh orang”
tidak
akan
”Benar?” potong Ti Then dengan cepat.
”Tugas yang kuberikan padamu kemungkinan sekali tidak dapat
terhindar dari suatu pertempuran yang amat sengit dan mungkin
juga harus membunuh orang, sudah tentu terserah pada
kebijaksanaan serta kepandaianmu”
Mendengar penjelasan itu Ti Then termenung berpikir keras,
kemudian barulah sahutnya:
”Aku kira pekerjaan yang kau hendak perintahkan tentu
merupakan pekerjaan yang tidak lurus”
”Benar” saghut majikan patung emas sambil tertawa, ”Tetapi kau
bisa menggunakan jalan yang lurus untuk menjelesaikannya,
tegasnya bila aku memerintahkan kau menangkap seekor ajam,
bereslah, sedang kau mau mencuri atau mau membeli aku tidak
akan melarang”
Ti Then mengangguk agaknya dalam pikirannya sedang teringat
akan sesuatu urusan yang menggelikan, mendadak tak tertahan lagi
dia tertawa terbahak-bahak.
”Kau sedang menertawakan apa?” tanya majikan patung emas
dengan penuh keheranan.
“Ketika di bawah gunung tad aku telah menemukan seorang
kakek tua, dia biIang di atas gunung ini tidak ada yang bernama
gua cupu-cupu, aku kira nama dari gua cupu-cupu ini tentu kau
yang memberikan bukan?”Ha ha...”
Tidak salah. " sahut majikan patung emas. “Coba kau bilang
tepat tidak?-‘
“Memang sangat tepat sekali, aku benar-benar tidak tahu di
dalam cupu-cupumu sedang menjual jamu apa?
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak, ujarnya:
“Mungkin pada suatu hari kau akan tahu, kini berilah jawaban
yang tegas kau mau atau tidak?
“Aku menjetujuinya” sahut Ti Then,” Hanya....yang kau maksud
satu tahun harus dihitung mulai kapan?”
”Sudah tentu harus dihitung sejak kau tamat dari latihan silatmu“
Ti Then menjadi sangat girang, ujarnya:
”Baiklah, sekarang silahkan kau memperlihatkan kelihayanmu
untuk aku lihat dulu, aku akan membuktikan apa kau boleh
dianggap sebagai jago tanpa tandingan yang memiliki kepandaian
amat tinggi”
”Boleh, aku akan menggunakan patung emas ini bergebrak
dengan kau”’
Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
”Bertempur dengan patung emas ini?”
”Benar” sahutnya, ”Tetapi bukannya bertempur secara sungguh-
sungguh, dengan menggunakan patung emas ini aku akan
melancarkan satu jurus serangan kepadamu asalkan kau bisa
menyebutkan jurus pecahannya sudah cukup”
”Ha..ha..sungguh menarik sekali permainan ini”
"Sesudah patung emas ini melancarkan satu jurus serangan, kau
harus segera menyebutkan satu jurus pecahannya, asalkan kau
tidak menyawab secara cepat maka aku akan menganggap kau
telah kalah”
”Sudah tentu” sahut Ti Then sambil mengangguk, ”Kalau
bertempur secara sungguh-sungguh, apabila aku tidak berhasil
segera mengeluarkan jurus pecahannya pada saat itu mungkin aku
telah terluka bahkan mungkin binasa”
”Aku dengar ilmu pedangmu amat sempurna dan telah menjagoi
seluruh Bu-lim, tetapi aku akan mengalahkan kau di dalam lima
jurus ini mengalahkan dirimu, aku juga tidak akan ada muka lagi
untuk bertukar syarat dengan dirimu”
Sejak Ti Then untuk pertama kalinya berkelana dalam dunia
kangouw selamanya sukar baginya untuk menemukan lawan yang
dapat bertempur seimbang dengan dirinya, saat ini begitu
mendengar majikan patung emas itu hendak mengalahkan dirinya di
dalam lima jurus saja, dalam hatinya sangat tidak percaya. Segera
dia mengangguk sambil sahutnya:
”Baiklah, silahkan kau melancarkan jurus serangan”
Majikan patung emas itu tidak membuka mulutnya lagi tampak
patung emasnya segera digerakkan olehnya, sepasang kakinya
mendadak menarik ke belakang, tubuhnya berdiri tegak. sedang
pedangnya dilintangkan di depan dadanya. Sikarmja mirip sekali
dengan seorang manusia hidup.
Sepasang matanya memandang mendatar sedang hawa
murninya dipusatkan pada pusar sehingga secara samar-samar
memperlihatkan keadaan yang amat serius sekali.
Ti Then tidak berani berlaku gegabah, dengan memusatkan
seluruh perhatiannya dia memandang kearahnya.
Tiba-tiba terdengar majikan patung emas itu membentak dengan
keras:
”Sambutlah serangan ini”’
Tubuh patung emas itu sedikit merendah, kakinya berbentuk
gambar panah sedang tubuhnya mendadak berputar setengah
lingkaran. Pedang panjangnya setelah berputar di depan secara
tiba-tiba meneruskan gerakannya menusuk ke depan.
Jurus ini kelihatan amat sederhana sekali dan disebut dengan
jurus ’Coan Sin Si Yen’ atau memutar tubuh memanah burung seriti.
Tampak jurus itu Ti Then tertawa, sahutnya dengan cepat:
”Hwi Liong Tiam Cu atau naga membalik menutul mata”
”Jurus pecahan jan amat bagus, terima lagi seranganku ini”
Begitu suara tersebut keluar dari mulutnya, pedang panjang dari
patung emas itu lebih ditekan ke bawah bersamaan pula kaki kirinya
diangkat ke atas, gajanya mirip sekali dengan jurus ajam emas
berdiri disatu kaki, tetapi mendadak pedang panjangnya
melancarkan tusukan ke depan.
Ti Then melihat jurus yang digunakan ini pun merupakan jurus
”Jin Liong Jut Si” atau naga menjelam timbul di atas air yang
merupakan jurus sangat biasa sekali dalam hatinya diam-diam
merasa sangat geli, segera sahutnya:
”Sun Swi Tui Co atau mengikuti air mendorong perahu”
Mendadak kaki patung emas ini menggelincir ke depan sedang
tubuhnya berputar di tengah udara, pedang panjangnya dengan
mengikuti gerakan itu menusuk ke bawah.
Ti Then tidak berpikir panjang lagi, ujarnya dengan segera:
”Yu Tiau Liong Bun
naga..menjerang alismu”
atau
ikan
melompat
ke
pintu
Pada saat itu tubuh patung emas masih belum berdiri tegak,
tampak kepalanya miring ke samping pedang panjangnya yang
menusuk ke bawah mendadak mengencang dan menusuk ke atas
dengan kecepatan yang luar biasa.
Air muka Ti Then segera berubah, dengan gugup serunya:
”Aku menggunakan jurus Koay meng Huan Sin atau ular aneh
membalikkan tubuh”
Perkataannya baru saja keluar dari mulutnya, patung emas itu
telah meloncat ke atas sedang pedang panjang ditangannya
menusuk ke sebelah kiri tubuhnya.
Saat itu Thi Then telah tahu kalau kepandaian pihak lawan
sangat lihay sekali sehingga sukar diukur, bukannya dia merasa
sedih atas kekalahannya ini malah sebaliknya sangat gembira sekali,
sambil tertawa sahutnya:
”Benar, aku mau belajar kepandaian silat dari kau dan menjadi
patung emasmu selama satu tahun”
Agaknya majikan patung emas itu pun merasa sangat girang,
ujarnya kemudian:
”Kalau begitu, ada suatu syarat yang harus kau ketahui terlebih
dahulu, apabila kau telah menjadi patung emasku dan berani
melanggar apa yang aku perintahkan bahkan tidak mau
menjelesaikan tugas yang aku berikan dengan sebaik-baiknya, aku
dapat membunuh dirimu”
”Baiklah!” sahutnya Ti Then sambil mengangguk, ”Aku akan
menyanggupi syaratmu itu dan kini silahkan kau turun untuk
memperlihatkan dirimu”
“Tidak” ujar majikan patung emas, “Mulai hari ini juga hingga
saat kau selesai belajar kepandaian silat aku akan tetap berdiam
terus di atas atap dinding gua ini”
Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:
“Kalau begitu kau akan menggunakan cara apa untuk memberi
pelajaran ilmu silat kepadaku?”
Sambil menggerakkan kaki tangan patung emasnya dia tertawa
terbahak-bahak, sahutnya:
“Aku akan menggunakan patung emas ini menurunkan ilmu silat
kepadamu”
Sekali lagi Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, serunya:
”Kalau begitu...apa kau tidak akan makan untuk selamanya?”
”Aku akan makan dan akan tidur di atas atap dinding gua ini
juga”
”Oooh..”
”Besok pagi kau harus turun gunung untuk membeli bahan
makanan serta peralatan yang diperlukan, besok lusa aku akan
mulai menurunkan pelajaran ilmu silat padamu”
”Kau..kenapa kau harus berbuat secara demikian?”
”Ini merupakan rahasiaku!”
”Tidak dapat diberitahukan kepadaku?” tanya Ti Then.
”Tidak dapat” sahut majikan patung emas itu, ”Kau tidak perlu
tahu dan lebih baik tidak usah bertanya terus, hal ini akan
mendatangkan celaka bagi dirimu”
”Ehmm...”
”Baiklah” ujar majikan patung emas itu lagi, ”Kini cuaca telah
mulai gelap, malam ini kau tidurlah di dalam gua ini bilamana
perutmu telah lapar di atas batu cadas di belakang tubuhmu telah
tersedia rangsum untukmu”
”Sekarang perutku masih belum lapar, aku pikir hendak mandi
dulu di mata air”
Tiba-tiba terdengar Majikan patung emas itu berbicara lagi,
ujarnya:
”lima puluh langkah di sebelah barat diluar gua terdapat sebuah
mata air dan ini merupakan persediaanku selama setengah tahun
mendatang ini, janganlah kau bikin kotor”
”Baik” sahut Ti Then singkat.
“Ada lagi, apa kau akan menggunakan kesempatan ini untuk
melarikan diri?”
”Keinginanku ini tumbuh dari lubuk hatiku, buat apa harus
melarikan diri?” sahut Ti Then.
”Itulah lebih bagus, kau pergilah!”
Ti Then memutar tubuhnya berjalan keluar dari dalam gua dan
pergi mencari sumber air di gunung untuk mandi, agar air yang
dingin dan segar itu membuat seluruh tubuhnya terasa segar dan
bersemangat kembali.
Pada saat itu rembulan telah terpancang jauh ditengah angkasa
yang telah berubah menjadi hitam gelap itu, dengan termangu-
mangu dia membaringkan diri ditengah mengalirnya sumber air itu,
dengan tenang dia mengingat kembali pengalaman aneh yang
dialaminya hari ini serta memikirkan keputusan hati dirinya.
Terhadap keputusannya untuk menjadi patung emas selama satu
tahun dan mau mengikuti segala perintah majikan patung emas, dia
sama sekali tidak menjesal. Sekali pun dia tahu pekerjaannya amat
memalukan sekali tetapi dia pun merasa kalau inilah satu-satunya
kesempatan yang paling baik bagi dirinya untuk memperoleh
pelajaran ilmu silat yang sangat mengejutkan..satu-satunya jalan
pula untuk menjelesaikan persoalan pribadinya yang terasa amat
sulit itu.
Sekarang, terhadap gerak-gerik serta cara bertindak di dalam
segala persoalan dari majikan patung emas itu dia amat merasa
terkejut dan tidak mengerti. Dengan tidak henti-hentinya dia putar
otak, memeras keringat untuk memperoleh jawaban, siapa dia
sebenarnya? Kenapa dia tidak mau memperlihatkan wajahnya? Dia
minta dirinya menjadi patung emas sebenarnya punya tujuan apa?
Semua persoalan ini tidak dapat diperoleh jawabannya saat ini,
tetapi masih ada suatu hal yang masih dapat dia simpulkan. Majikan
patung emas itu tidak mau memperlihatkan wajah sesungguhnya,
semuanya bukanlah dikarenakan wajahnya yang tumbuh sangat
jelek sehingga takut diperlihatkan pada orang lain.
Oleh karena dia tidak selalu menyembunyikan diri di atas atap
dinding gua itu, dia telah memancing dirinya..Ti Then..dari gunung
Kim Teng San yang amat jauh letaknya hingga ke tempat ini.
Dengan demikian, kalau majikan patung emas itu berani
memperlihatkan wajah aslinya di depan banyak orang, kenapa kini
tidak mau menampilkan dirinya untuk bertemu muka dengan
dirinya.
Dari hal ini dia dapat mengambil dua kesimpulan lagi. Pertama
Majikan patung emas itu tentu sedang menggunakan dirinya untuk
menjelesaikan suatu rencana yang tidak jelas sebaliknya dia pribadi
tidak ingin tersangkut secara langsung di dalam urusan ini. Kedua,
mungkin dia adalah merupakan seorang jago berkepandaian
tinggidari Bu-lim yang dia kenal baik. Oleh karena itu dia tidak ingin
bertemu muka secara langsung dengan dirinya.
Kepandaian dari majikan patung emas itu memang benar-benar
sangat tinggi sekali, bahkan tenaga pukulannya juga merupakan
jago yang sukar untuk dicarikan tandingannya, terbukti dia dapat
menekan batu cadas yang besar sehinggga meninggalkan bekas
telapak tangan sedalam tiga cun.
Teringat kembali oleh Ti Then terhadap setiap bekas telapak
tangan yang ditinggalkan majikan patung emas di tengah jalan,
teringat kembali keempat jurus serangan ilmu pedang yang
mengalahkan dirinya barusan ini, tidak terasa lagi pikirannya
semakin terjerumus ke dalam lamunan yang memabokkan.
Keesokan harinya, dengan perantara patung emasnya majikan
patung emas itu memberikan lima puluh tail perak serta sbuah
daftar keperluan yang dibutuhkan untuk mereka kepada diri Ti Then
dan memerintahkan dirinya untuk membeli barang-barang
keperluan sesuai dengan perintahnya itu.
Dengan menurut perintah Ti Then berjalan turun gunung, setelah
melakukan perjalanan sejauh kurang lebih lima puluh li barulah
ditemukan sebuah dusun kecil yang sangat ramai, ketika dia
berhasil mengangkut seluruh kebutuhan serta bahan makanan ke
atas gunung Lo Cin San cuaca pun telah mendekati magrib kembali.
Dengan bagi dua kali jalan, barang-barang kebutuhan serta
bahan makanan berhasil dimasukkan ke dalam gua cupu-cupu di
atas puncak gunung, kemudian segera memasang api memasak air.
Tanya Majikan patung emas itu:
”Waktu dahulu apa kau pernah melakukan pekerjaan seperti ini?”
”Tidak pernah” sahut Ti Then singkat.
”Dapat masak sajur?” tanya Majikan patung emas itu lagi.
”Apabila kau tidak terlalu membicarakan rasa dari setiap
masakan, kemungkinan masih boleh juga mematangkan sajur-sajur
ini”
Majikan patung emas itu tertawa keras, ujarnya lagi:
”Bila aku tidak membicarakan soal rasanya dari setiap masakan
sama saja dengan kau makan daging elang tanpa menggunakan
garam”
Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi termangu-mangu,
katanya:
”Di dalam perjalanan ini kau selalu membuntuti diriku?”
”Tidak salah!” sahut Majikan patung emas, ”Aku harus
mengetahui apakah ditengah jalan kau bisa berubah pikiran atau
tidak”
”Kalau begitu, kenapa kau begitu teganya melihat aku hampir-
hampir mati tetapi sama sekali tidak turun tangan memberi
pertolongan?”
”Kau menanyakan peristiwa ditengah pegunungan yang sunyi
kemarin siang itu?” tanya Majikan patung emas.
”Benar” sahut Ti Then, ”Waktu itu aku telah empat hari lamanya
tidak makan sebutir nasi pun, hampir-hampir saja mati saking
laparnya”
Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak, ujarnya:
”Aku tahu kalau kau sangat lapar dan dahaga sekali, tetapi ketika
kemarin kau rubuh ke atas tanah dan tidak bergerak lagi aku telah
tahu kalau kau sedang berpura-pura”
Ti Then berdiam diri tidak menyawab dan menggoreskan korek
api untuk membuat api.
Terdengar majikan patung emas itu berkata lagi:
”Tujuanmu pura-pura mati kemarin siang ada dua, tujuan yang
pertama adalah untuk memancing datangnya burung elang itu
untuk kau dahar, sedang tujuan yang kedua adalah memancing
munculnya diriku, bukankah begitu?”
”Tidak benar” sahut Ti Then dengan tawarnya, ”Sama sekali aku
tidak pernah mem punyai ingatan kalau kau sedang membuntuti
diriku”
”Benarlah” sahut Majikan patung emas sambil tertawa keras,
”Sekali pun dahulu aku tidak pernah tahu kalau kau adalah Hek Ie
hiap, Ti Then adanya. Tetapi ketika aku mengawasi secara diam-
diam segala gerak-gerikmu ditengah perjalanan segera telah
kuketahui kalau kau merupakan seorang pemuda yang amat cerdik
lagi licin...saking licinnya hingga seperti seekor rase”
”Bila aku adalah seekor rase maka kau tentunya merupakan
seekor siluman rase pula”
Perkataannya ini bilamana ditinyau dari keadaan situasi sekarang
ini dimanan orang itu hendak menurunkan kepandaian silat kepada
dirinya boleh dikata sangat tidak hormat sekali, tetapi perkataan itu
meluncur keluar dari mulutnya tanpa dipikir lebih panjang lagi oleh
karena dia hanya sangat kagum dan memuji terhadap kepandaian
silatnya yang amat tinggi, tetapi sama sekali tidak memuji atau
kagum terhadap tingkah lakunya, sebab dia menganggap kalau
dirinya sedang melakukan pertukaran syarat dengan orang itu jadi
sama sekali tidak perlu bersikap hormat terhadapnya.
Siapa tahu majikan patung emas itu sama sekali tidak dibuat
gusar oleh perkataannya itu, sambil tertawa terbahak-bahak
sahutnya:
”Tidak salah, memang aku harus disebut siluman rase, siluman
rase yang memiliki pikiran serta kepandaian yang tinggi”
Tidak lama, sajuran serta nasi yang ditanaknya dengan amat
sederhana itu telah matang, sambil menghembuskan napas lega, Ti
Thenangkat kepalanya bertanya:
”Dengan cara apa aku harus mengantar makanan ini untukmu?”
”Taruh saja di atas batu cadas tepat di bawahku itu sudah cukup”
Dengan mengikuti perkataannya Ti Then meletakkan sajuran
serta nasi itu di atas batu cadas, dengan menggunakan kesempatan
ketika mundur ke belakang itu dengan tergesa-gesa dia melirik
sekejap ke atas tetapi yang dilihatnya hanya tempat yang amat
gelap saja.
Ujar Majikan patung emas itu secara tiba-tiba:
”Kita masih ada waktu untuk berkumpul selama setengah tahun
lamanya, aku harap kau jangan begitu keheran-heranan melihat ke
atas, hal ini sangat berbahaja terhadap keselamatanmu”
Hati Ti Then serasa berdesir, dengan tertawa yang dipaksa
sahutnya:
”Pada suatu hari bila aku tahu siapakah kau sebenarnya
bukankah kau akan segera membunuh diriku?”
”Tidak salah” sahut majikan patung emas itu dengan dinginnya.
Ti Then tidak mengucapkan kata-kata lagi dan mengundurkan
diri ketempat semula untuk mulai mendahar mengisi kekosongan
perutnya.
Dengan perlahan-lahan majikan patung emas mengambil nasi
serta sajuran yang berada di atas batu cadas itu, tak lama kemudian
terdengar sambil mendahar ujarnya dengan tertawa:
”Bagus sekali, masakanmu ternyata tidak jelek”
Ti Then tetap tidak membuka mulutnya untuk berbicara,
bukannya dia tak senang berbicara dengan majikan patung emas
sebaliknya memangnya dia merupakan seseorang yang pendiam
dan wegah untuk berbicara lebih banyak.
Ketika majikan patung emas itu mendengar tidak ada lagi
jawaban, mendadak tertawa lagi ujarnya:
”Ti Then, ada orang bilang kau merupakan seorang yang sangat
aneh serta misterius sekali, kenapa begitu?”
”Karena orang-orang di dalam dunia kang-ouw hanya tahu aku
bernama pendekar baju hitam Ti Then saja, sedang tentang lainnya
tidak seorang pun yang mengetahuinya”
”Siapa suhumu?” tanya majikan patung emas lagi.
”Tidak tahu!”
Majikan patung emas itu segera tertawa tergelak, tanyanya
kemudian:
”Siapakah orang tuamu tentunya kau tahu bukan?”
”Juga tidak tahu” sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Sekonyong-konyong majikan patung emas itu tertawa terbahak-
bahak dengan kerasnya, ujarnya:’
”Baik, baiklah. Masih tetap pada perkataan kemarin malam, aku
mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang
lain, kau pun mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan
kepada orang lain, sejak hari ini juga aku tidak akan menanyakan
urusan apa pun terhadap dirimu”
Ti Then hanya tertawa-tawa sahutnya:
”Bukannya aku tidak ingin memberitahu padamu, sebaliknya
memangnya aku benar-benar tidak mengetahuinya”
Suara tertawa tergelak dari majikan patung emas itu semakin
keras, suaranya bergema tak henti-hentinya di dalam gua yang
kosong melompong itu membuat telinga Ti Then serasa berdengung
dengan tak hentinya.
Pada hari ketiga, pagi-pagi sekali majikan patung emas itu sudah
mulai mewarisi ilmu silatnya pada Ti Then, dengan menggunakan
patung emasnya dia mula-mula mengajar suatu ilmu pukulan yang
amat aneh tetapi sakti sekali. Oleh karena perubahan yang terdapat
di dalam ilmu pukulan itu sangat banyak serta mendalam sekali
artinya, maka selama satu hari penuh Ti Then hanya berhasil
mengingat seperlima dari rangkaian ilmu pukulan tersebut.
Sampai pada hari ketujuh barulah dia berhasil mengingat-ingat
serangkaian ilmu pukulan itu. Saat itulah majikan patung emas baru
mulai menjelaskan kegunaan dari setiap jurus ilmu pukulan itu,
berturut-turut selama tiga hari lamanya barulah Ti Then berhasil
menjelami seluruh inti serta kegunaan dari ilmu pukulan itu.
Tetapi memahami bukannya berarti telah terlatih hingga matang,
maka pada malam kesepuluh, ujar Majikan patung emas itu:
”Mulai besok kau boleh berlatih ilmu pukulan itu seorang diri
diluar gua, ilmumu haruslah kau latih hingga bisa memukul balok
kaju hingga sedalam tujuh cun, saat itulah kau baru dapat dianggap
sudah matang tiga bagian”
Keesokan harinya Ti Then dengan mengikuti perintahnya berlatih
ilmu pukulan itu seorang diri diluar gua, sebenarnya dia memang
sudah memiliki bakat yang sangat bagus sehingga setelah berlatih
beberapa kali mendadak dengan mengerahkan tenaganya dia
melancarkan pukulan kearah sebuah pohon besi yang sangat besar
sekali.
”Kraaak....” pohon besi yang sangat besar itu dengan
mengeluarkan suara yang amat nyaring telah terpukul rubuh hingga
menjadi dua bagian.
Melihat hal itu Ti Then menjadi amat girang, sambil berlari ke
dalam gua teriaknya:
”Aku sudah berhasil...aku sudah berhasil”
Siapa tahu majikan patung emas itu dengan tertawa dingin
ujarnya:
”Bukankah kau berhasil memukul rubuh sebatang pohon besar?”
”Benar” sahut Ti Then. Pohon itu sangat besar sekali, dahulu aku
belum pernah berhasil berbuat seperti ini”
”Mungkin kau telah lupa akan rahasia yang telah aku terangkan
padamu, aku memerintahkan kau untuk berlatih hingga pukulanmu
dapat meninggalkan bekas telapak pada pohon itu sedalam tujuh
cun, bukannya meminta kau untuk pukul rubuh pohon tersebut”
Ti Then menjadi tertegun atas perkataannya itu, bantahnya:
”Tetapi bukankah memukul rubuh sebatang pohon jauh lebih
lihay daripada hanya meninggalkan bekas pukulan telapak sedalam
tujuh cun pada batang pohon itu?”
”Tidak, pukulan dahsyat yang hanya meninggalkan bekas telapak
sedalam tujuh cun tetapi tidak sampai merubuhkan batang
pohonnya sendiri barulah dapat disebut lihay”
Dengan kebingungan ujar Ti Then lagi:
”Tetapi untuk memukul hingga meninggalkan bekas sedalam
tujuh cun itu harus menggunakan tenaga yang besar, dengan
demikian pohon itu mungkin akan ikut tumbang pula”
Majikan patung emas itu tertawa ringan, sahutnya:
”Agaknya aku harus memberi suatu contoh padamu baru dapat
membuat kau benar-benar paham”
”Silahkan memberi petunjuk”
”Pada tahun yang telah silam aku pernah menggunakan sebatang
pedang membunuh seseorang, pedangku dengan satu kali
sambaran saja sudah berhasil memutuskan pinggang pihak lawan,
tetapi dia sama sekali tidak merasa bahkan tetap memaki-maki terus
kepada diriku, menanti ketika dia mulai menggerakkan kakinya
tubuh yang bagian atas baru lepas dari tubuhnya bagian bawah,
tahukah hal ini apa sebabnya?”
Selamanya Ti Then belum pernah mendengar peristiwa yang
demikian anehnya, tidak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut,
tanyanya:
”Apa sebabnya?”
”Sebabnya karena gerakan pedangku terlalu cepat sehingga
sama sekali dia tidak tahu kalau pedangku telah berhasil membabat
putus pinggangnya, seseorang bilamana tidak tahu kalau dirinya
sebenarnya telah ’binasa’, maka seluruh semangat serta tenaganya
masih bisa mempertahankan hidupnya untuk suatu saat tertentu”
Dengan nada yang penuh keheranan dan terkejut, tanya Ti Then:
”Kau..ilmu pedangmu
kecepatan begitu?”
apa
benar-benar
sudah
mencapai
”Tidak salah” sahut majikan patung emas, ”Pengalaman kita pada
hari
pertama
aku
memangnya
telah
sungguh-sungguh
menggunakan jurus serangan yang sesungguhnya bertempur
melawan kau, maka kau masih bisa menahan tiga buah seranganku.
Padahal bila aku benar-benar turun tangan jangan dikata tiga jurus
hanya cukup satu jurus pun mungkin kau sudah tidak sanggup
untuk menerimanya, kepandaianku sebenarnya mengutamakan
kecepatan gerak”
”Aku dengar katanya kepandaian dari kakek pemalas Kay Kong
Beng juga mengutamakan gerakan yang cepat” ujar Ti Then.
”Sekali pun ilmu pedangnya sangat cepat tetapi dia tidak secepat
diriku, aku dapat melancarkan tujuh kali serangan tusukan di dalam
sekejap, sebaliknya dia hanya bisa mencapai lima kali tusukan saja”
Dia berhenti sejenak kemudian tanyanya lagi:
”Kini sudah paham belum?”
”Sudah paham” sahut Ti Then sambil mengangguk.
”Kalau begitu, teruskanlah berlatih dengan rajin”
Ti Then memutarkan tubuhnya dan berlalu dari tempat itu, tetapi
baru saja berjalan beberapa langkah telah berhenti lagi, tanyanya:
”Menurut penglihatanmu aku harus berlatih berapa lama hingga
bisa berhasil memukul hingga meninggalkan bekas pukulan sedalam
tujuh cun pada batang pohon tetapi tidak sampai mematahkannya”
Mendengar pertanyaan itu majikan patung emas termenung
berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian barulah sahutnya:
”Bakatmu tidak jelek, asal berlatih dengan rajinnya setiap hari
kemungkinan sesudah setengah bulan baru berhasil”
”Ehmm..” sahut Ti Then kemudian bertindak keluar dari dalam
gua dan mulai berlatih lagi dengan rajinnya.
Berturut-turut dia berlatih selama lima hari lamanya, pukulannya
telah berhasil meninggalkan bekas pukulan sedalam satu cun pada
batang pohon tanpa menggojangkan tubuh pohon itu sendiri,
setelah itu setiap tiga hari dia berhasil menambah satu cun lagi,
tidak salah lagi setelah setengah bulan lamanya akhirnya dia
berhasil mencapai hasil seperti apa yang diminta oleh Majikan
patung emas itu.
Pada bulan yang kedua dia mulai mempelajari suatu rangkaian
ilmu telapak dari Majikan patung emas itu. Ilmu telapak ini jauh
lebih sukar dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu pukulan. Jurus-
jurus serangannya amat ruwet dan sukar apalagi tenaga pukulan
telapaknya harus berhasil meninggalkan bekas telapak sedalam satu
cun pada permukaan batu cadas yang sangat keras bahkan tidak
diperkenankan kalau sampai permukaan batu menjadi hancur oleh
pukulannya.
Dengan tidak mengenal lelah Ti Then , berlatih keras selama
empat puluh hari lamanya dan akhirnya berhasil juga dia menguasai
ilmu telapak itu.
Jika dihitung dengan jari sejak dia naik gunung hingga kini telah
dua bulan lamanya, sedang di dalam dua bulan ini boleh dikata
merupakan penghidupan yang paling susash selama hidupnya,
tetapi dengan tidak mengenal lelah dan letih dia berlatih terus
dengan rajinnya karena dia seratus persen telah percaya kalau
majikan patung emas itu akan berhasil membuat dirinya menjadi
jago nomor tiga di dalam dunia Kang-ouw pada saat itu.
Majikan patung emas yang melihat cara berlatihnya amat rajin
juga merasa amat gembira sekali, sesudah itu dia mulai
menurunkan ilmu meringankan tubuh pada dirinya.
Sebulan telah lewat dengan cepatnya, ilmu pukulan, ilmu telapak
serta ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ti Then telah jauh lebih
maju jika dibandingkan sesaat dia mulai naik gunung.
Hari itu sesudah makan malam tiba-tiba tanya majikan patung
emas:
”Ti Then, kau naik gunung sudah berapa bulan lamanya?”
”Tiga bulan lebih sembilan hari” sahut Ti Then singkat.
”Hee..he..perhitunganmu sungguh amat jelas sekali!”
Ti Then tidak menggubris, ujarnya lagi:
”Jaraknya dengan setengah tahun perjanyian kita masih ada
kurang lebih delapan puluh hari lamanya”
”Tidak salah, kemajuan yang kau capai ternyata jauh lebih cepat
dua puluh hari dari dugaanku semula, aku mengira paling cepat kau
tentu harus menghamburkan empat bulan lamanya untuk berhasil
melatih ilmu pukulan, ilmu telapak serta ilmu meringankan tubuh
tiga macam kepandaian. Tetapi jika dilihat sekarang ini
kemungkinan sekali tidak perlu setengah tahun kau sudah bisa
turun gunung.
”Kau masih akan mewariskan kepandaian apa lagi kepada
diriku?” tanya Ti Then.
”Ilmu pedang”
”Untuk ini harus membutuhkan berapa lamanya?” tanyanya lagi.
”Sebenarnya harus membutuhkan dua bulan lamanya” sahut
majikan patung emas, ”Tetapi dengan kemajuanmu yang kau capai
sekarang ini, kemungkinan hanya cukup satu setengah bulan sudah
berhasil”
”Kalau benar-benar begitu tentunya aku akan turun gunung tiga
puluh hari lebih pagi?”
”Benar” sahut majikan patung emas, ”Kau turun gunung lebih
pagi berarti juga kau dapat bebaskan dirimu sendiri satu bulan lebih
cepat, terhadap dirimu tidak ada ruginya”
”Sudah tentu, kapan kau akan mulai menurunkan ilmu pedang
kepadaku?”
”Besok” sahut majikan patung emas singkat.
Keesokan harinya ternyata Majikan patung emas itu menepati
janyinya dan mulai menurunkan ilmu pedang kepada Ti Then, baru
saja dia melihat gerakan beberapa jurus serangan dari patung emas
itu segera dia sadar kalau ilmu pedang ini beberapa ratus kali lipat
jauh lebih sukar dilatih jika dibandingkan dengan berlatih ilmu
pukulan, ilmu telapak mau pun ilmu meringankan tubuh, tetapi dia
tidak memperdulikannya juga, dia tahu bahwa orang yang mau
menerima penderitaan lebih dahulu itulah yang dapat mencapai
kesuksesan.
Meski pun begitu untuk menjelesaikan kesukaran dirinya pun
mau tak mau dia harus mengukuhkan pendiriannya untuk tetap
berlatih dengan sabarnya.
Di dalam sekejap saja satu setengah bulan telah lewat dengan
cepatnya, ilmu pedangnya telah mencapai pada taraf yang hampir-
hampir dirinya sendiri tidak percaya, di dalam satu kali gerakan
pedangnya dia dapat membabat putus tiga batang lilin tanpa
menggerakkan lilin itu sendiri dari tempat semula.
Melihat kemajuan itu, majikan patung emas menjadi sangat
girang sekali ujarnya:
”Sudah cukup!” Ti Then, dalam dunia kangouw saat ini selain aku
serta si kakek pemalas Kay Kong Beng tidak akan ada lagi seorang
pun yang merupakan tandinganmu”
”Aku pun merasa kalau aku telah berubah menjadi seorang lain”
sahut Ti Then dengan perlahan, ”Kini apakah aku benar-benar telah
menjadi jago nomor tiga dalam dunia kang-ouw, aku masih
membuktikan dengan mata kepalaku sendiri”
”Kecuali kalau di dalam bu-lim masih terdapat jago-jago
berkepandaian tinggi yang menyembunyikan diri, kalau tidak
sekarang kau boleh dikata telah merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi yang tanpa tandingan di dalam dunia
kangouw”
Ti Then hanya tertawa saja, ujarnya kemudian:
”Apabila aku sampai bertemu dengan jago berkepandaian tinggi
yang dapat mengalahkan diriku, aku akan segera membatalkan
perjanyian kita dan tidak akan menjadi patung emasmu lagi”
”Baiklah” sahut majikan patung emas, ”Tetapi kau tidak dapat
pura-pura kalah, bilamana kau sengaja mengalah pada orang lain,
aku akan segera membunuh dirimu”
”Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tidak akan ditarik
kembali, apa yang sudah aku katakan tentu tidak akan kulanggar
sendiri dan berbuat pekerjaan yang demikian memalukan”
Majikan patung emas itu hanya tertawa-tawa, ujarnya:
”Aku akan menggunakan waktu untuk membuktikannya?”
”Tetapi bilamana aku benar-benar dikalahkan orang lain, dengan
cara apa aku harus membuktikan agar kau mau mempercayainya?”
”Sesudah kau turun gunung” sahut majikan patung emas, ”Aku
akan bertindak seperti cacing di dalam perutmu, selamanya akan
mengikuti jejakmu, bilamana kau sunggug-sungguh dikalahkan
orang lain aku akan bisa melihatnya dengan sangat jelas”
Mendengar hal itu tidak terasa lagi seluruh bulu kuduk Ti Then
pada berdiri, ujarnya:
”Kenapa secara diam-diam kau akan terus menerus mengikuti
diriku?”
”Kalau tidak berbuat demikian bagaimana aku dapat memberi
petunjuk serta memberi perintah kepadamu?”
”Oooh..” sahut Ti Then, ”Baiklah, pertanyaan yang terakhir
tugasmu yang kau serahkan kepadaku apabila ada yang merupakan
tugas yang bukan seharusnya diselesaikan dengan menggunakan
kepandaian silat..”
Tidak menanti dia selesai berkata, memotong majikan patung
emas itu dengan cepat:
”Kau dapat menjelesaikannya dengan menggunakan cara lain”
”Tetapi apabila sekali pun telah berusaha sekuat tenaga masih
tetap tidak bisa membereskannya?”
”Asalkan kau telah bekerja sekuat tenaga, sekali
berhasil aku juga tidak akan menyalahkan dirimu”
pun tidak
”Itu pun sangat bagus, kapan aku harus turun gunung?” tanya
Ti Then lagi.
”Sebelum aku memberi tahu tugas apa yang harus kau
laksanakan untuk pertama kali ini aku harus menjelaskan padamu
terlebih dahulu, sejak besok pagi kau adalah patung emasku, aku
memerintahkan kau berbuat apa pun kau harus melaksanakannya
tanpa membantah. Dengan perkataan lain, sekali
pun kau
merupakan seorang yang masih hidup tetapi merupakan sesosok
tubuh tanpa nyawa, tidak memiliki akal budi, tidak tahu baik buruk
dan tak ada pendapat apa pun juga. Bilamana aku menjuruh kau
makan yang manis sekali pun kau tidak suka akan barang-barang
yang manis juga harus dimakan, paham tidak?”
”Paham” sahut Ti Then sambil mengangguk, ”Tetapi hanya ada
satu urusan yang aku tidak akan melaksanakannya, kau tidak boleh
memerintahkan aku untuk membunuh seseorang yang berbudi”
”Baiklah” sahut majikan patung emas sambil tertawa, ”Tetapi
untuk mengetahui baik buruknya orang-orang yang ada di dalam
dunia ini sebenarnya amat sukar, apa kau bisa membedakannya?”
”Aku pasti sanggup” sahut Ti Then dengan mantap.
”Perkataanmu begitu tegas serta mantapnya, hal ini
membuktikan kalau pengetahuanmu terhadap manusia masih
sangat kurang”
”Sekali pun sangat jelas terhadap seluk beluk manusia juga tidak
tentu berguna..silahkan sekarang kau mulai memberi tahu tugasku
yang pertama untuk aku selesaikan”
Majikan patung emas itu berdiam diri lama sekali, kemudian
barulah ujarnya sepatah demi sepatah:
”Tugas pertama yang harus kau selesaikan adalah pergi
mengawini seorang nona menjadi suami isteri”
Mendengar tugasnya itu Ti Then menjadi amat terkejut, dengan
melongo serunya:
”Kau bilang apa?”
”Menjadi suami isteri dengan seorang nona”
”Ini mana mungkin, aku masih tidak ingin kawin terlebih dahulu”
teriak Ti Then dengan keras.
”Harap kau perhatikan” sahut majikan patung emas itu dengan
dinginnya, ”Kau adalah patung emasku, kau tidak punya nyawa,
kau tidak tahu baik buruknya, kau tidak punya pendapat”
Ti Then mimpi pun tidak menyangka kalau tugas pertamanya
yang harus dia kerjakan adalah pergi mengawini seorang nona,
tidak terasa lagi hatinya menjadi amat gugup dan kacau, ujarnya:
”Tetapi..”
”Tidak ada tetapi segala” potong majikan patung emas itu
dengan dinginnya.
Ti Then menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil
menenangkan pikirannya barulah dia berkata sambil tertawa pahit:
”Coba kau dengarkan dulu perkataanku”
Potong majikan patung emas itu dengan cepat:
”Tidak perduli kau berkata apa pun sekarang sudah terlambat”
Aku hanya menyanggupi untuk menjadi patung emasmu selama
satu tahun bukannya menjual diriku untuk selamanya” timbrung Ti
Then.
”Aku tidak pernah berkata kalau selama hidupmu kau jual
padaku”
”Tetapi perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat besar
selama hidup” bantah Ti Then.
Satu tahun sesudah perjanyian kita habis, bilamana kau tidak
suka padanya kau boleh membuang dirinya”
”Perkataan macam apa itu, apa kau kira perkawinan dapat
dianggap sebagai barang mainan?” ujar Ti Then dengan agak gusar.
”Bilamana kau merasa tidak baik untuk melepaskan dirinya, kau
boleh terus menjadi suaminya”
”Tetapi aku masih tidak ingin berkeluarga”
”Itulah pendapatmu?” tanya Majikan patung emas.
”Benar!”
”Hee...hee..hee..tetapi kini aku sudah menjadi patung emasku,
kau tidak berhak merusak penghidupanku untuk selamanya”
”Aku tidak punya maksud untuk merusak seluruh hidupmu, aku
hanya minta kau menjadi suami isteri dengan nona itu selama
setahun ini, setelah satu tahun lewat kau mau atau tidak
meneruskan perkawinan itu bukan urusanku lagi”
Bagaikan digujur oleh sebaskom air dingin dengan lemasnya Ti
Then menyatuhkan diri ke atas tanah, semangatnya telah hancur
luluh oleh perkataan itu. Sambil menghela napas ujarnya:
”He..bila sejak dari dahulu sudah tahu harus melakukan
pekerjaan ini tentu aku tidak akan menyanggupinya”
”Ini salahmu sendiri kenapa tidak mau tanya lebih jelas lagi”
sahut majikan patung emas itu sambil tertawa dingin.
Dengan sedihnya Ti Then menundukkan kepalanya, dengan
bingung dan perasaan menjesal pikirnya secara diam-diam:
”Hei..sungguh celaka kali ini, semula aku masih menganggap
apabila aku tidak ingin pergi membunuh orang baik, tentu tidak
akan ada urusan yang lebih berat lagi, mana kusangka kalau dia
ternyata minta aku menjadi suami isteri dengan seorang nona”
Majikan patung emas yang mendengar dia tidak mengeluarkan
suara lagi, segera tanyanya:
”Ti Then, kau menjesal bukan?
”Benar!”
”Ingin melarikan diri?” tanya majikan patung emas itu lagi.
”Tidak”
”Itulah sangat bagus” sahut Majikan patung emas sambil
tertawa, ”Padahal pekerjaan ini merupakan tugas yang paling
menggembirakan. Jangan kita bicarakan yang lain, nona itu memiliki
wajah yang amat cantik sekali dan merupakan seorang gadis cantik
yang sangat jarang bisa ditemui”
Tidak terasa hati Ti Then menjadi bergerak, dengan tawar
tanyanya:
”Putri siapa?”
”Putri tunggal Toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po, Kim Liong
Kiam atau si Pedang Naga Emas Wi Ci To, Wi Lian In adanya”
Mendengar disebutnya nama itu dalam hati Ti Then merasa
sangat terperanyat, dengan sangat terkejut serunya:
”Ha...putri tunggal dari Wi Ci To Pocu dari Benteng Pek Kiam Po?
Kau..bukankah kau punya niat untuk mencelakai diriku?”
Kiranya jika menyinggung Pek Kiam Pocu, si pedang naga emas
Wi Ci To boleh dikata semua orang di dalam bu-lim tidak seorang
pun yang tidak kenal nama besarnya.
Dia merupakan seorang jago berkepandaian tinggi yang sedikit di
bawah si kakek pemalas Kay Kong Beng, juga merupakan seorang
pimpinan yang pengaruhnya paling kuat dan paling luas di dalam
bu-lim, murid-muridnya tidak terhitung banyaknya sedang dari
’Pendekar Pedang Merah’nya saja yang dia ketahui sudah ada
sembilan puluh sembilan orang banyaknya, oleh karena itu dia
merupakan sebuah keluarga ilmu pedang yang paling kuat dan
paling disegani di dalam Bu-lim.
Tetapi perasaan terkejut dari Ti Then sesudah mendengar nama
itu bukannya karena kepandaian silat yang amat tinggi dari si
pedang naga emas Wi Ci To, sebaliknya karena sikap serta tindak
tanduk dari Wi Ci To.
Dia pernah dengar oarng bilang kalau Wi Ci To jadi orang amat
gagah, ramah, sosial serta membela keadilan dan merupakan
seorang giam lo ong bagi kaum penyahat di kalangan Hek to, kini
Majikan patung emas menghendaki dia pergi mengawini putri
tunggal dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In, tidak dapat diragukan lagi
kalau dia tentu sedang menggunakan dirinya untuk melaksanakan
suatu rencana busuk, ketika majikan patung emas telah mencapai
pada cita-cita, rencana kejinya segera dia dapat menghindarkan diri
dan cuci tangan dari urusan ini, sebaliknya dia...Ti Then..harus
melarikan diri kemana?
Kini soal yang paling penting, bagaimana dia dapat membantu
seorang yang tidak jelas asal usulnya untuk pergi membunuh
seorang jago berkepandaian tinggi dari kalangan lurus?
Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenteram, sambil
angkat kepala tanyanya:
”Apa tujuanmu sebenarnya?
memperisteri putri Wi Ci To?”
Kenapa
kau
menjuruh
aku
”Tentang hal ini aku akan memberitahu padamu sesudah kau
menjadi menantu kesajangan dari Wi Ci To”
”Kalau begitu adanya, sekarang kau boleh turun” ujar Ti Then
sambil tertawa pahit.
”Kau bicara apa?”
”Kau boleh turun untuk membunuh aku”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 2.1. Rusuh di Touw Hoa Yuan
Untuk beberapa saat lamanya majikan patung emas itu tidak
mengucapkan sepatah kata pun, kemudian dengan nada yang amat
dingin bertanya:
“Kau tidak mau menurut perintahku?”.
“Tidak salah ?” Sahut Ti Then dengan tegas.
Tiba-Tiba Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak,
ujarnya:
“ Aku paham sebab apa kau tidak mau menyalankan perintah
sesuai dengan perjanyian, kau takut aku memerintahkan kau pergi
membunuh Wi Ci To bukan?.”
“Apa mungkin aku salah menerka?” Sahut Ti Then sambil tertawa
dingin.
Suara tertawa Majikan patung emas itu mendadak berhenti,
dengan suara yang mantap tetapi tegas serunya:
“Sama sekali salah besar, tujuanku sama sekali tidak
mendatangkan kerugian pada diri Wi Ci To mau pun anak
muridrnya, yang ada adalah sesudah perjanyian kita satu tahun
penuh dan kau tidak mau meneruskan menjadi suami istri dengan
Wi Lian In, saat itulah akan mendatangkan sedikit kerugian dan
kesedihan pada diri Wi Lian In. “
“Aku tidak percaya” ujar Ti Then sambil menggelengkan
kepalanya.
“Boleh saja aku mengangkat sumpah sekarang juga bilamana
pekerjaan yang aku lakukan ini mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari Benteng Pek Kiam Po, aku akan mendapatkan kematian
dengan cara yang mengerikan.”
Ti Then yang mendengar sumpahnya di ucapkan begitu jujur
serta tegasnya tidak terasa dia menjadi semakin bingung, ujarnya
kemudian:
“Kalau benar tidak akan mendatangkan kerugian pada orang-
orang dari benteng Pek Kiam Po lalu ada urusan apa sebenarnya
kau menjuruh aku pergi menjadi suami Wi Lian In ?”
“Tadi aku sudah bilang, sebab musababnya aku tidak akan
mernberitahukan padamu sekarang juga. “
“Bagaimana ini bisa jadi, pada saat sesudah aku menjadi suami
Wi Lian In bilamana kau memerintahkan aku untuk melakukan
pekerjaan yang merugikan orang-orang benteng Pek Kiam Po aku
akan segera membatalkan perjanyian kita sedang kau pun tidak
dapat membunuh aku karena pembatalan perjanyian itu “
Majikan patung emas itu termenung berpikir keras beberapa saat
lamanya, kemudian barulah sahutnya:
“Aku hanya dapat menanggung tidak sampai mengganggu seutas
rambut pun dari orang-orang benteng Pek Kiam Po”
Dalam hati diam-diam Ti Then berpikir keras, asalkan satu tahun
telah lewat, dirinya akan meneruskan menjadi suami istri dengan Wi
Lian In atau tidak sebenarnya bukan merupakan urusan yang
sangat besar, sambil menghela napas panjang sahutnya
”Baiklah, tetapi ada satu hal yang harus kau ketahui, bilamana Wi
Lian In tidak mau dikawinkan dengan diriku hal itu bukan salahku.”
”Dengan bakat serta wajahmu” ujar majikan patung emas itu.
“Kemudian di tambah dengan sedikit permainan kemungkinan sekali
tidak sampai tiga bulan kau telah berhasil mendapat kecintaannya!”
Dia berbenti sejenak, kemudian sambil tertawa lanjutnya lagi:
“Yang dimaksud dengan sedikit permainan, selain kau harus
berusaha untuk memasuki Benteng Pek Kiam Po dan merebut
kepercayaan serta kecintaan dari Wi Ci To dan putrinya kau pun
harus menggunakan sedikit kepandaianmu agar Wi Lian In merasa
benci dan bosan terhadap “In Tiong Liong atau sinaga mega Hong
Mong Ling.
Ti Then menjadi tertegun untuk sesaat lamanya dia tak dapat
berbuat apa apa tanyanya kemudian:
Siapa itu si Naga mega Hong Mong Ling ?
"Murid kesajangan dari Wi Ci To, juga merupakan bakal suami
dari Wi Lian In.
"Haaa??? Wi Lian In sudah dijodohkan kepada orang lain ?
"Benar !”sahut Majikan patung emas itu. “Itu merupakan suatu
urusan yang baru saja terjadi setengah tahun yang lalu, oleh karena
Si naga mega Hong Mong Ling itu tumbuh dengan wajah yang
sangat tampan, bakat serta tindak tanduknya pun sangat menarik
akhirnya dia berhasil memenangkan hati Wi Lian In sehingga
menjadi kekasihnya bahkan dengan demikian dia berhasil pula
diangkat Wi Ci To sebagai bakal menantunya.”
Mendangar penjelasan itu Ti Then mengerutkan alisnya, ujarnya:
“Jika demikian adanya, kau menginginkan aku untuk pergi
merusak dan mengacau perjodohan orang lain ?”
“Tidak!” sahut majikan patung emas, “Menurut penglihatanku Wi
Lian In jauh lebih cocok bila dijodohkan kepadamu dari pada harus
dijodohkan dengan Hong Mong Ling itu.”
“Kau terlaiu memuji” sahut Ti Then sambil tertawa tawa.
Majikan patung emas itu tidak menggubris perkataannya dan
lanjutnya lagi:
"Secara diam-diam aku pernah mengadakan pemeriksaan dan
telah kutemui kalau Hong Mong Ling itu sekalj pun bakatnya sangat
bagus tetapi sifatnya sebenarnya tidak baik hati tidak jujur secara
sembunyi sembunyi sering dia keluar benteng untuk bermain
dengan pelacur-pelacur"
Ti Then mengucak-ucak matanya, mendadak tertawa terbahak-
bahak, ujarnya:
“Ha .. ha .. , ha . . . aku sekarang paham, aku sekarang sudah
paham benar-benar .... “
“Kau sudah memahami tentang apanya?” tanya majikan patung
emas itu sambil tertawa pula.
“Kau adalah Pocu dari benteng Pek Kiam Po, sipedang naga emas
Wi Ci To, bukankah begitu? “
“Ha . . ha ha . . bagaimana kau bisa punya pikiran kalau aku
adalah si Pedang naga emas, Wi Ci To?”
”Sesudah kau menjodohkan putrimu kepada Hong Mong Ling
karena mengetahui kalau perbuatan serta tindak tanduknya tidak
lurus sehingga timbullah pikiran untuk membatalkan perjodohan ini,
tetapi dikarenakan cintanya putrimu terhadap dirinya sudah sangat
mendalam, di dalam keadaan yang sangat kepepet inilah terpikir
olehmu akan menggunakan cara ini dan meminta aku pergi merusak
hubungan seerta perasaan cinta diantara mereka berdua kemudian
memperisteri putrimu itu, dengan tindakan ini kau akan berhasil
menolong putrimu dari penderitaan dikemudian hari.”
Majikan
sahutnya.
patung
emas
itu
tertawa
terbahak-terbahak
lagi
“Ha . . ha . otakmu ternyata sangat tajam sekali, hanya sajang
semua dugaanmu salah besar. “
Ti Then mana mau mempercayai omongannya, sambil tersenjum
ujarnya lagi:
”Alasanku hingga bisa kerkata demikian adalah ilmu pedang yang
kau miliki jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ilmu ilmu yang
lain, bahkan sekali pun kau menggunakan kekerasan juga tidak
akan mengganggn orang-orang dari benteng Pek Kiam Po itu,
tentang hal ini saja sudah cukup membuktikan kalau kau adalah
majikan dari benteng Pek Kiam Po itu. “
Dengan nada yang sangat kalem dan halus sahut majikan patung
emas jtu
”llmu pedang dari benteng Pek Kiam Po sekali pun tidak jeiek
tetapi dengan ilmu kepandaian yang kau berhasil pelajari sampai
kini sudah cukup untuk mengalahkan dia di dalam ratusan jurus
saja, sedang mengenai aku sekali pun menggunakan kekerasan juga
tidak akan mengganggu seujung rambut pun dari orana orang
benteng Pek Kiam Po tetapi aku belum pernah tidak menjetujui
kalau kau mau rneninggaikan Wi Lian In sesudah perdianyian kita
satu tahun penuh. Bilamana aku adalah Wi Ci To maka aku akan
memutuskan
kalau
selamanya
kau
tidak
diperkenankan
meninggalkan dia bahkan harus hidup bersama dengan dia hingga
tua, coba kau pikir betul tidak perkataanku ini?
Pikiran Ti Then terus berputar, terasa olehnya kalau perkataannia
sedikit pun tidak salah bahkan sangat beralasan sekali membuat dia
segera terjerumus kedaiam pikiran-pikiran yang sangat ruwet, tetapi
dia malas untuk bertanya, lebih banyak lagi dengan perlahan-
perlahan mulai merebahkan diri diri di atas batu cadas dimana
setiap malam dia tidur, dengan tidak bersemangat tanyanya
“Kau masih mau pesan apa lagi?-
“Sudah tidak ada” sahut majikan patung emas, “aku hanya
merintahkan padamu di dalam tiga bulan ini kau harus berhasil
manyadi suami istri dengan Wi Lian In itu, perkataan lain boleh kita
bicarakan tiga bulan kemudian.
”Bilamana dia tetap kukuh tidak mau dikawinkan dengan diriku
lalu bagaimana?
”Bila perlu, gunakanlah tentera dahulu bisa disusul dengan
upacara, sehingga urusan jadi kenyataan. Saat itu aku tidak takut
kalau dia tidak mau . . he, he... “
Sehabis berkata mendadak dia menyatuhkan sebuah buntalan
yang kelihatan sangat berat sekali, ujarnya lagi
“Di dalam buntalan itu telah aku sediakan tiga ratus tahil uang
perak sebagai ongkcos jalanmu besok pagi sesudah kau turun
gunung pergilah membeli beberapa buah pakaian yang bagus, kau
harus dandan lebih gagah dan lebih perlente”
Dengan perlahan Ti Then bangkit dan memungut buntalan uang
perak itu, sambil tertawa pahit sahutnya
“Semoga saja sebelum aku berhasil mencapai benteng Pek Kiam
Po dapat bertemu dengan seseorang yang bisa mengalahkan diriku
.”
“Hee . . he . kecuali aku serta sikakek pemalas Kay Kong Beng
jangan harap di dalam hidupmu ini bisa bertemu ddengan seorang
lawan tangguh yang bisa mengalahkan dirimu”
Beberapa hari kemudian terlihatlah Ti Then telah munculkan
dirinya di atas loteng kedai arak dikota Go-bi dalam keresidenan
Siok Si. Dia telah berdiam di atas loteng penjual arak ini selama tiga
hari berturut turut.
Kedai arak yang memakai merek Go bi lo ini mem punyai bentuk
yang paling mewah di dalam kota itu, arak mau pun masakan dari
kedai itu pun merupakan yang paling baik dan paling terkenal,
tetapi ke semuanya ini bukanlah dikarenakan hal ini saja sehingga
loteng “-Go bi Lo” ini menjadi sangat ramai dan terkenal, alasan
yang lebih tepat adalah dikarenakan orang-orang yang setiap hari
mengunjungi kedai arak arak itu tak lebih merupakan, orang-orang
dari kalangan persilatan.
Sedang kedai arak ini dapat digemari oleh orang-orang dari
kalangan persilatan alasan yang paling kuat adalah dikarenakan
jaraknya dengan benteng Pek Kiam Po sangat dekat sekali.
Si kakek pemalas Kay Kong Beng sekali pun dikenal oleh orang-
orang Bu lim sebagai jago nomor wahid di dalam dunia saat ini
tetapi benteng Pek Kiam Po ini merupakan sebuah partai perguruan
yang memiliki kekuasaan paling kuat dalam Bu-lim, oleh karena
itulah kota Go-bi ini boleh dikata sudah merupakan kota yang paling
banyak dikunjungi oleh orang orang dari kalangan persilatan.
Setiap hari Ti Then tentu berada di dalam loteng kedai arak itu
hingga jauh malam baru meninggalkan tempat itu, dandanannya
masih tetap tidak berubah, ditengah rambutnya yang terurai tidak
karuan terbentanglah sebuah wajah yang sangat dengkil, pada
tubuhnya pun masih mengenakan pakaian compang camping yang
amat kotor hanya saja pelajan dari kedai itu tak ada seorang pun
yang berani memandang rendah terhadap dirinya bahkan
pelajannya jauh lebih ramah daripada yang lain-lainnya.
Karena mereka-mereka itu sudah memiliki pengalaman yang
sangat luas sekali, mereka tahu bentuk luaran yang semakin aneh
kepandaian yang dimiliki orang itu semakin lihay, tamu-tamu
semacam ini tidak boleh diperlakukan tidak sopan barang sedikit
pun. Sudah tentu hal ini termasuk juga Ti Then yang memakai
pakaian tidak karuan.
Seorang pelajan kedai dengan membawa secawan teh wangi
dengan perlahannya di letakkan di hadapannya, wajahnya
memperlihatkan senjuman yang manis, ujarnya:
“Khek-koan si naga mega Hong Mong Ling itu sudah datang. “
Tak terasa semangat Ti Then menjadi bangkit kembali, dengan
perlahan tanyanya: “Dimana?
Dengan cepat pelajan itu mendekati telinganya sambil berbisik
sahutnya:
“Orang yang memakai baju berwarna hijau muda dan duduk
dimeja ketiga dari sini itulah dia orangnya, “
Dengan cepat Ti Then menoleh memandang ke sana, terlihatlah
dimeja itu duduklah dua orang pemuda yang baru saja duduk tidak
lama, salah satu diantara mereka merupakan seorang pemuda yang
memakai baju berwarna hijau muda sinaga mega Hong Mong Ling
... wajahnya sangat tajam, sikapnya gagah dan merupakan seorang
lelaki bagus yang sukar di carikan tandingannya, tak terasa lagi
diam-diam hatinya memuji, pikirnya:
“Hm... wajahnya ternyata demikian tampannya bahkan
kelihatannya merupakan seorang pemuda yang jujur dan lurus
hatinya . He . . . he ... tidak disangka kalau pemuda semacam ini
ternyata gemar pipi licin dan suka main perempuan” .
Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam pikirannya, segera
tanyanya lagi dengan perlahan.
“Orang yang duduk bersama dia itu siapa?”
“He ...he . .. hi . . hihi...” pelajan itu ternyata hanya tertawa
nyaring saja sedang mulutnya tetap tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Ti Then segera mengambil keluar sekeping perak dan di
lemparkan ke atas bakinya,tanyanya:
“Ini . . sudah cukup tidak?”
Dengan cepat pelajan itu mengambil kepingan perak tersebut
dan dimasukkan ke dalam sakunya, kemudian sambil tertawa
barulah sahutnya.
“Dia adalah putra dari Hartawan Cang bernama Bun Piauw
dengan sebutan “Go-bi Te Ci atau tikus rakus dari Go-bi, dia
merupakan seorang putra hartawan yang suka pelesiran, pada
waktu dekat-dekat ini sering sekali bersama sama dengan si naga
mega Hong Mong Ling bermain dan berpesta, pada waktu seperti ini
mereka minum arak di sini tetapi sesudah malam tiba mereka akan
secara sembunyi sembunyi pergi ketempat pelacuran Toaw Hoa
Yuan mencari pelacur terkenal Liuw Su Cen untuk main-main.”
“Dimana itu letaknya tempat pelucuran Touw Hoa Yuan ?” tanya
Ti Then sambil manggut-manggut.
“Belakang jalan raja ini ?”
“Baiklah terima kasih.”
Tetapi pelajan itu tidak pergi, sambil tertawa ujarnya
”Khek koan mencari Hong Kouw-ya dari benteng Pek Kiam Po ini
entah ada urusan apa ? “
Dengan perlahan Ti Then mengangkat cawannya. dan meneguk
habis isinya, kemudian dengan menundukkan kepalanya barulah
sahutnya.
“Kau mau minta jawaban dari diriku harus beri persen dulu? “
Pelajan itu menjadi serba susah dan tidak berani bertanya lebih
banyak lagi, sambil tertawa perlahan dia mengundurkan diri dari
tempat itu.
Dengan cepat Ti Then menghabiskan hidangannya kemudian
meletakkan sekeping perak ke atas meja kembali ke dalam
penginapannya.
Tidak selang lama dia sekali lagi keluar dari penginapan itu, pada
saat ini pemilik kedai serta pelajan itu dengan sinar mata yang
mengandung keheran-heranan memandang kearahnya.
Kiranya seorang pemuda yang rambutnya tidak karuan serta
mernakal baju compang camping yang sangat dekil itu kini telah
berubah menjadi seorang kongcu yang sangat tampan serta
perlente.
Tangannya dengan menggojangkan sebuah kipas yang
berlapiskan emas dengan langkah serta gaja seorang hartawan
dengan perlahannya berjalan menuju kesarang pelacuran Touw Hoa
Yuan itu.
Pada saat itu malam terah tiba, lampu-ampu mulai dipasang
menyinari seluruh tempat, sedang jalanan menuju kesarang
pelacuran itu pun kelihatan mulai ramai orang yang lewat.
Saat itu Ti Then dengan langkah yang sangat perlahan telah tiba
di depan sarang pelacuran, kemudian dengan tanpa riku lagi dia
mulai memasuki halaman rumah itu, terlihatlah seorang penjaga
tempat itu dengan cepat mempersilahkan dia untuk duduk,
menjuguh teh wangi, kemudian barulah sambil tertawa katanya :
“Kongcu, kau...”
“Cepat undang ibu germo kalian ke luar” sahut Ti Then sambil
ulapkan tangannnya,
Penjaga itu menjadi termangu-mangu, sambil tertawa paksa
ujarnya lagi:
“Bilamana kongcu mau mencari seorang nona untuk menemani
malam ini hambamu masih bisa mencarikan satu orang untuk
kongcu nikmati.”
”Kau sanggup untuk mencarikan?” tanya Ti Then sambil melirik
kearahnya.
“Benar . . benar...”
“Kalau begitu sangat bagus sekali aku akan menemui nona Liuw
Su Cen?-
Penjaga itu menjadi tertegun, tanyanya dengan agak gugup.
“Nona..nona Liuw Su Cen?”
“Tidak salah” sahut Ti Then sambil mengangguk.
Air muka penjaga itu segera berubah menjadi merah padam,
dengan gugup. ujarnya:
“Ini . ini . ini .”
“Bagamana ? tidak bisa bukan ? “ ujar Ti Then sambil tertawa
dingin tak henti-hentinya,
“Benar” sahut penjaga itu sambil ter tawa paksa.” Hanya nona
Liuw seorang yang harus ditentukan oleh Ku-Ie. “
Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak
sebanyak sepuluh tail dan dilemparkan kearahnya, sahutnya.
“Cepat undang Ku-Ie itu datang kemari ? “
Satu kali keluar uang telah memerseni sebanyak sepuluh tail
perak, sekali pun pun cucu raja atau hartawan pun juga tidak akan
sebanyak itu.
Dengan cepat penjaga itu menerima uang sepuluh tail perak
tersebut, saking girangnya air mukanya telah berubah menjadi
pucat pasi, beberapa kali dia mengucapkan terima kasihnya
kemudian dengan cepat putar tubuh dan pergi.
Tidak selang lama seorang wanita berusia pertengahan yang
berdandan amat menjolok telah keluar dan mendekati diri Ti Then.
Dangan segera Ti Then bangkit, tanyanya:
“Ku Ie. . ?”
Wanita berusia pertengahan itu mengangguk, sambil tertawa
matanya tak henti-henti nya melirik kearahnya, kemudian barulah
tanyanya:
“Kongcu she apa??”
“Aku she Lu
”Ooh . Lu kongcu, entah berasal dari mana???” tanya Ku le itu
sambil tertawa:
“Tiang An”
“Ooh.. senjuman yang menghiasi bibir wanita itu pun semakin
manis “
“Kiranya adalah Lu Toa Kongcu yang telah datang menyambangi,
maaf. .. maaf, aku tidak datang menyambut”
Ti Then hanya tertawa tawar, sahutnya:
”Mana, mana...”
“Silahkan duduk, Silahkan daduk.
Kemudian kuberkata pada penjaga yang berada di samping
tubuhnya.
“Cepat kau sediakan sepoci teh wangi yang paling terkenal. “
Penjaga itu segera menyahut dan pergi melakukan perintahnya,
setelah itulah si Ku Ie itu barulah duduk di hadapan Ti Then, sambil
tersenjum katanya.
“Lu Toa Kongcu adalah seorang cerdik pandai yang telah sangat
terkenal di kota Tiang An, baik di dalam hal surat mau pun pelesiran
semuanya merupakan ilmu yang telah terkenal diseluruh tempat, ini
hari dapat berkunjung ketempat ini sungguh merupakan
kebahagiaan dari kami semua”
“Ha ..ha.. mana, mana...aku pernah mendengar katanya wajah
dari nona Liuw amat cantik bahkan tak ada bandingannya di dalam
kota ini kali ini dari tempat jauh aku datang kemari harap Ku Ie mau
memenuhi harapanku ini. “
Ku Ie itu menjadi demikian girangnya, sahutnya dengan cepat,
“Su Cen bisa mendapatkan perhatian yang demikian besarnya
dari Lu Toa kongcu sungguh sangat beruntung sekali, harap kongcu
tunggu sebentar aku akan panggil dia datang.
Sehabis berkata dengan cepat dia bangkit dan berlalu.
Tidak lama kemudian seorang gadis cantik yang mem punyai
bentuk tubuh ramping kecil serta sangat padat dengan sangat
menggiurkan sekali berjalan di belakang tubuh Ku le itu, lagaknya
kemalu maluan seperti seorang gadis pemalu.
Pelacur terkenal Liuw Su Cen ini usianya baru tujuh-delapan
belas tahunan, mem punyai bentuk wajah seperti kwaci, alisnya
hitam disertai dengan sepasang matanya yang sangat indah,
bibirnya kecil mungil berwarna merah sedang kulit tubuhnya putih
bersih bagaikan salju, ditambah lagi dandanan yang memakai
barang yang paling mahal, sehingga sangat mirip sekali dengan
seorang bidadari yang turun dari kahjangan.
Ku le yang melihat sikap kemalu maluan darinya segera menarik
ke hadapan Ti Then, sambil tertawa ujarnya.
“Cen-ji, cepat beri hormat kepada Lu Toa Kongcu ini, dia adalah
putra dari panglima Tiang An Pembesar Lu Aan merupakan seorang
siucay yang sangat terkenal dikota Tiang An, ini hari dengan tidak
menghiraukan perjalanan yang jauh datang menyambangi dirimu.”
Dengan sikap, yang mash kernalu-maluan Liuw Su Cen dengan
sangat hormatnya memberi hormat pada Ti Then, kemudian dengan
merdu ujarnya :
"Lu Toa kongcu harap memberi petunjuk. “
Ku le itu pun tersenjum, ujarnya kemudian:
“Sudahlah, marl aku akan memimpin kongcu menuju ke dalam
kamarnya,”
Ti Then dengan tanpa sungkan lagi berdiri dan mengikuti di
belakang tubuhnya berjatan masuk, sesampainya di depan pintu
sebuah kamar yang pintunya tertutup horden dengan perlahan Ku
Ie itu mendorong dirinya artinya menjuruh dia masuk ke dalam
kemudian barulah ujarnya dengan perlahan :
"Aku akan pergi memerintah orang untuk membantu kongcu
menjediakan arak serta sedikit sajuran. “
Sehabis berkata dengan
meninggalkan tempat tersebut.
perasaan
yang
amat
girang
Dengan perlahan-lahan Ti Then menyingkap tirai itu dan berjalan
masuk, terlihatlah Liauw Su Cen itu dengan menundukkan
kepalanya duduk di depan meja rias segera dia maju ke depan
memberi hormat, sambil tersenjum ujarnya:
“Kedatanganku yang mengganggu ketenangan nona harap nona
tidak sampai marah.
Liuw Su Cen pun segera membungkukkan tubuhnya membalas
hormat, sahutnya sambil tersenjum.
“Mana, mana kongcu silahkan duduk.”
Dengan perlahan Ti Then duduk ke atas kursi sedang matanya
dengan tak henti-hentinya berputar menikmati keindahan dari
kamarnya itu, diam-diam pikirnya.
“Hm .. tak nyana kamar ini dapat diatur demikian rapi serta
indahnya
Sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah gadis itu,
dan katanya.„
“Aku telah lama mendengar tentang kecantikan serta kecerdikan
dari nona setelah bertemu hari ini dan dapat melihat dengan mata
kepala sendiri atas kecantikan wajah nona membuat aku
benar¬benar merasa sangat beruntung sekali.
“Ha.. .kongcu terlalu memuji, dengan kejelekan wajahku ini
ternyata bisa mendapatkan pujian serta perhatian dari kongcu
membuat aku merasa amat malu. “
“Aku dengar katanya nona Liuw bukan saja berwajah cantik
tetapi kepandajan di dalam menari menyanyi mau pun membuat
syair sangat tinggi sekali, malam ini aku sangat mengharapkan nona
mau memamerkan di hadapanku agar aku benar benar terbuka
mata untuk menikmatinya. -
Wajah Liuw Su Cen itu segera berubah menjadi kemerah
merahan, ujarnya dengan kemalu maluan:
“Hanya sedikit permainan yang sangat jelek
mengharapkan Lu kongcu jangan sampai mentertawakan.”
masih
Pada saat kedua orang bercakap-cakap itulah seorang pelajan
dengan membawa arak serta sajuran masuk ke dalam kamar.
Liuw Su Cen melihat sajur serta arak telah dihidangkan, dengan
lemah lembut yang sangat menggiurkan ujarnya.
“Kongcu silahkan duduk.”
“Terima kasih atas perhatian nona.”
Begitulah kedua orang itu segera duduk saling berhadapan,
dengan perlahan Liuw Su Cen mulai mengangkat poci arak dan
memenuhi cawan Ti Then kemudian cawannya sendiri, ujarnya.
"Aku akan menghormati kongcu dengan satu cawan terlebih
dahulu"
Segera Ti Then mengangkat cawannya dan meneguk isinya
hingga habis.
Tiba-tiba dilihatnya Liuw Su Cen sambil menutupi mulutnya
dengan tangan tertawa merdu tak henti-hentinya seperti teringat
akan sesuatu yang sangat lucu baginya:
Ti Then, menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya
“Kenapa nona tertawa?”
“Nama besar dari Lu kongcu kudengar sangat lama sekali” sahut
Liuw Su Cen sambil tetap tertawa. “Tetapi setelah bertemu ini hari
ternyata jauh berbeda dengan apa yang aku dengar"
“Ooh....” sahut Ti Then sambil tertawa pula, “entah menurut
kabar yang kau dengar Lu Kongcu itu orangnya bagaimana? dan Lu
kongcu yang kau lihat ini hari bagaimana pula?? “
“Bila aku katakan harap kongcu jangan sampai marah"
”Ooh . . . tentu tentu aku tidak marah, harap nona cepat katakan
Dengan manyanya Liuw Su Cen itu tersenjum senjum, kemudian
barulah ia berkata
“Menurut kabar yang aku dengar katanya Lu Kongcu jadi orang
suka pelesiran dan gemar bermain main dengan perempuan bahkan
jadi orang amat sombong, sedang kini setelah aku bertemu dengan
Lu kongcu sendiri ternyata sama sekali tidak tampak adanya tanda-
tanda seperti itu, bahkan sikapnya sangat gagah serta jujur.
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa terbahak-bahak,
katanya:
"Nona terlalu memuji, aku memang merupakan seorang yang
sangat sombong dan suka menangan sendiri, kalau nona tidak
percaya boleh kau lihat nanti"
"Di samping itu" ujar Liuw Su Cen sambil tersenjum," Pada alis
kongcu kelihatan samar-samar mengandung perasaan sedih serta
bingung agaknya dalam hati masih punya urusan yang sangat
memakan pikiran, tentang hal ini juga tidak mirip dengan apa yang
aku dengar..."
"Ooh..kiranya nona pun masih pandai melihat wajah orang"
"Ehm..hanya memandang saja juga bisa, kali ini kongcu
meninggalkan kota Tiang An tentunya bukan dikarenakan untuk
mencari kesenangan saja bukan?"
"Aku datang karena tertarik oleh nama serta kecantikan dari
nona, urusan yang lain tidak ada"
"Baiklah, bagaimana kalau aku memainkan satu lagu untuk
kongcu dengarkan" maka mulailah dia mengambil khim dan
menyanyikan sebuah lagu, lagu ini memiliki nada kesedihan yang
amat mendalam.
Ditengah alunan suara yang sangat merdu itu nada suaranya
membawa kesedihan yang tak terhingga, membuat orang yang
mendengar suara nyanyian itu tak terasa tergerak juga hatinya.
Dengan perlahan Ti Then meletakkan kembali cawan araknya,
sambil tertawa tawar ujarnya:
”Nyanyian dari nona keluar dari dasar lubuk hati, membuat orang
yang mendengarkannya ikut juga terjerumus ke dalam lembah
kesedihan. Hei.. sekarang aku tidak ingin memikirkan urusan yang
membuat kesedihanmu timbul kembali harap kau pun jangan
menyanyikan lagu yang bisa membuat air mataku meleleh keluar "
Liuw Su Cen hanya tersenjum saja, sesaat kemudian barulah
sahutnya dengan perahan :
”Kalau memang demikian adanya, aku akan menyanyikan sebuah
lagu yang lebih enak lagi. “
Jari tangannya yang ramping kecil serta halus itu mulai bermain
diantara senar-senar Khiem tersebut, baru saja dia akan mulai
menyanyi tiba-tiba diluar pintu kamar itu berkumandang datang
suara tiga kali ketukan.
“Siapa?”
“Aku.”
“Ooh. . Ku le, silahkan rnasuk.
Ku Ie dengan perlahan mendorong pintu dan berjalan masuk,
kenapa Ti Then dia hanya tersenjum-tersenjum saja sedang langkah
kakinya meneruskan perjalanannya hingga di samping tubuh Liuw
Su Cen, ujarnya kemudian dengan suara yang perlahan di samping
telinganya.
“ Ku le . . beritahukan saja padanya kalau tubuhku ini hari masih
tidak enak, suruh besok datang lagi.
Ku le segera melirik sekejap kearah Ti Then, sedang pada
wajahnya pun terlihat terlintas senjuman yang dipaksa, ujarnya:
"Tidak mungkin. Bilamana bilang tubuhmu tidak enak tentu dia
akan paksa masuk juga.
Air muka Liuw Su Cen segera berubah ujarnya dengan agak
gusar.
“Kalau begitu bilang saja padanya kalau aku sekarang masih ada
tamu, suruh dia besok kembali lagi.
"Tetapi dia sukar sekali untuk bisa datang kemari, bagaimana kini
menjuruh dia pulang dengan tangan kosong?”
“Ku le,” ujar Liuw Su Cen dengan nada yang tidak senang. “Kau
hanya mengajari aku tiara menari, cara menghadapi orang lain
tetapi belum pernah kau beri pelajaran tentang cara memisahkan
tubuh menjadi dua ? “
“Aku lihat kau budak semakin bicara semakin tidak genah-genah”
“Kalau begitu kau suruh aku harus berbuat bagaimana? “
Dengan setengah berbisik sahut Ku Ie itu.
“Keluar temuilah dia sebentar asalkan kau sudah bicara beberapa
patah kata dengan dia sudahlah cukup, pokoknya tidak sampai
membuat dia merasa tersinggung.”
Liuw Su Cen ragu ragu sejenak kemudian barulah dia menoleh
tersenjum kepada Ti Then ujarnya
“Kongcu, aku ada sedikit urusan yang harus dikerjakan segera
kini mohon pergi sebentar tentu kongcu tidak akan marah bukan?
“Siapa yang telah datang? , tanya Ti Then dengan nada yang
kurang senang.
“Ooh . . seorang . . seorang tamu yang tidak boleh aku singgung
perasaannya dia baru saja datang.” sahutnya dengan kemalu
maluan.
”Kenapa tidak boleh menyinggung perasaannya ? “
“Karena dia punya asal usul yang terkenal- sahut Liuw Su Cen
sambil menundukkan kepalanya.
”Orang orang yang bisa berkenalan dengan nona tentu paling
sedikit harus punya asal usul yang terkenal, tetapi malam ini aku
harus lihat dulu sebenarnya siapakah orang itu, bilamana asal
usulnya tidak bisa mengalahkan asal usuIku, maka silahkan dia
cepat cepat menggelinding dari sini,”
Ku le melihat sikapnya yang ketus serta sombong itu tak terasa
lagi mendiadi sangat cemas, dengan cepat ujarnya.
“Kongcu harap jangan bicara begitu sekali pun dia bukan putra
atau murid dari seorang pembesar kerajaan tetapi merupakan
seorang yang telah sangat terkenal sekali namanya, orang orang
seperti kami ini mana berani menyinggung perasaannya.”
Sepasang alis Ti Then dikerutkan dalam-dalam, dengan tidak
sabar tanyanya:
“Siapa toh sebenarnya orang itu ?”
“Seorang pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po yang
disebut sebagai sinaga mega Hong Mong Ling.”
“Hu...” ujar Ti Then “Aku kira siapa orangnya yang begitu
terkenal serta terhormatnya, tidak terkira hanya seorang budak
kasar yang suka main kepalan”
Baru perkataan itu diucapkan mendadak:
“Brak...” pintu kamar itu telah diterjang hingga rubuh, seorang
pemuda dengan sangat gagahnya telah berdiri di depan pintu kamar
itu, dengan nada yang berat dia tertawa dingin tak henti-
hentinya,ujarnya
“Tidak salah” Cayhe adalah seorang budak kasar yang suka main
kepalan saja yang bisa memaksa seseorang berlutut di hadapannya
sambil memaki ajah ibunya sendiri “
Orang yang baru saja datang itu tidak lain adalah si naga mega
Hong Mong Ling adanya, dan di belakang tubuhnya berdirilah
seseorang yang tidak lain adalah si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun
Piauw.
Dengan pandangan yang sangat dingin Ti Then melirik sekejap
kearahnya kemudian barulah bentaknya
“Bocah bangsat dari mana yang berani mengganggu kesenangan
dari Kongcu Ya mu?? apa kalian sudah bosan hidup lebih lama lagi?”
Ku Ie yang melihat mereka berdua dengan sama-sama gusar
telah saling berhadapan segera menjadi gugup dan bingung
dibuatnya, sambil menggojang-gojangkan tangannya ujarnya :
"Kalian berdua jangan gusar, semuanya ini adalah salahku.
Hei...Hong Siangkong mari aku kenalkan kepada kalian, Kongcu ini
adalah putra kesajangan dari Panglima perang Lu Ko Sian Lu
Thayjin dari kola Tiang An, ini hari dia ..."
Dengan sangat kasar si naga mega Hong Mong Ling itu
mendorong dia ke samping kemudian dengan langkah yang lebar
berjalan masuk ke dalam kamar, sinar matanya dengan sangat
tajam memandang Ti Then tanpa berkedip sedang mulutnya
tertawa dingin tidak henti-hentinya, ujarnya kemudian :
“ He . . he . Hm . Hm.. Kiranya adalah seorang pemuda yang
gemar pelesiran. Sungguh bagus sekali, aku Hong Mong Ling
selamanya memang paling suka mencari gara-gara dengan seorang
Kongcu yang dojan pelesiran.
Berkata sampai di situ mendadak suara ucapannya berubah,
dengan keras bentaknya :
”Bertutut!”
Ti Then sama sekali tidak menggubris dirinya malah dengan
tenangnya dia mengangkat poci berisi arak dan dituangkan ke
dalam cawannya setelah itu dengan perlahan diteguknya hingga
habis, kepada Liuw Su Cen ujarnya.
”Nona Liuw bukankah kau tadi bilang mau menyanyikan sebuah
lagu untukku!”
Sejak munculnya Hong Mong Ling ditempat tersebut dengan
perlahan-lahan Liuw Su Cen telah menyingkir keujung kamar, kini
mana dia berani mengucapkan sepatah kata pun.
Hong Mong Ling melihat perkataannya sama sekali tidak digubris
bahkan seperti di sampingnya tidak terdapat orang dengan
seenaknya bergerak, tak terasa lagi kegusarannya memuncak.
Sambil tertawa dingin tubuhnya dengan cepat menubruk maju ke
depan telapak kanannya men jambar mencengkeram urat nadi
ditangan kanan Ti Then.
Sambarannya ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya, sekali pun
orang yang memiliki kepandaian silat pun belum tentu bisa
menghindarkan diri dengan mudah.
Tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat beberapa kali lipat
dari dirinya.
Tangan kanannya sedikit diangkat ternyata telah berhasil
mencengkeram urat nadinya terlebih dahulu, kemudian disusul
tangannya melayang dan diputar sepasang kaki Hong Mong Ling
segera meninggalkan tanah, tubuhnya bagaikan sebuah baling-
baling berputar dengan kencangnya ditengah udara. Sebelum
tubuhnya rubuh ke atas tanah belakang batok kepalanya telah
keburu kena hajaran telapak tangan Ti Then.
Begitu tubuhnya rubuh ke atas tanah, dia segera jatuh tak
sadarkan diri sedang tubuhnya dengan terlentang kaku bersandar di
bawah kaki Ti Then.
Si tikus rakus dari Go-bi Cang Bun Piauw begitu melihat gelagat
tidak baik dengan cepat memutar tubuhnya siap lari keluar dari
kamar itu, siapa tahu baru saja kakinya diangkat siap lari belakang
batok kepalanya telah keburu dihajar oleh cawan arak yang
dilontarkan Ti Then, tak tertahan lagi tubuhnya sedikit bergojang
dan jatuh rubuh tak sadarkan diri pula di atas tanah.
Melihat kejadian yang berlangsung hanya sekejap itu tetapi
sangat mengejutkan tersebut tak tertahan lagi air muka Ku le
berubah menjadi pucat pasi, teriaknya.,
“Celaka : wah . . celaka “bencana ini terlalu besar mak .”
Dengan tenangnya Ti Then bangkit berdiri dan menggusur tubuh
si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun Piauw, itu ke dalam kamar,
kemudian berjaian kembali ke tempat semula, ujarnya sambil
tersenjum
”Jangan takut, sekali pun ada urusan yang lebih besar pun aku
ada di sini yang menanggung”
Dengan wajah yang hampir menangis kata Ku le itu lagi
“Lu kongcu kau tidak tahu sekali pun kau berhasil mengalahkan
dirinya tetapi bagaimana pun juga merupakan tamu dari tempat
kami ini, begitu kongcu nanti meninggaikan tempat ini urusan sudah
beres, sedang kami. harus tetap menetap ditempat ini seteiah
terjadinya urusan ini kami Touw Hoa Yuan juga akan sulit untuk
menghindarkan diri dari bencana"
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa nyaring sahutnya
“Ku Ie, pengetahuanmu terhadap benteng Pek Kiam Po itu
seberapa banyak?”
“Nama benteng Pek Kiam Po telah menggetarkan seluruh dunia,
pendekar-pendekar pedang dari dalam Benteng pun tak seorang
pun yang bukan merupakan jago berkepandaian tinggi, tentang ini
semuanya sudah mengetahui dengan sangat jelas”
”Tetapi ada satu urusan yang tidak kau ketahui”
Ku le menjadi termangu-mangu, tannya :
”Urusan apa ??”
”Orang-orang Benteng Pek Kiam Po dari Pocu sendiri Wi Ci To
sampai bawahannya pun dan murid-muridnya semuanya merupakan
orang yang jujur dan berpikiran lurus, mereka tidak mungkin akan
bermain atau membalas dendam terhadap Touw Hoa Yuan mu ini
hanya dikarenakan urusan sekecil ini. “
Ku Ie memandang sekejap kearah si naga mega Hong Mong Ling
yang rubuh terlentang di atas tanah, dengan ragu-ragu ujarnya:
”Tentang ini sukar untuk dibicarakan, misainya saja dengan Hong
Siangkong ini, dia...”
Ti Then tertawa terbahak-bahak, potongnya:
“Dia pun tidak pernah melakukan kejahatan-kejahatan yang
melampaui batas hanya sajang jadi orang dia punya sedikit cacad
jaitu gemar akan pipi licin dan suka main perempuan”
Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:
“Apalagi Hong Mong Ling yang sering mencari kesenangan
ditempat ini semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi
sehingga tidak diketahui oleh bakal mertuanya, ini hari dia
mendapatkan sedikit kerugian sekali pun telah pulang juga tidak
berani lapor, maka itu kau legakanlah hatimu.”
Dengan perlahan-perlahan Ku Ie menghembuskan napas, ujarnya
kemudian :
”Perkataan memang Kongcu ucapkan seperti itu, hanya aku takut
kalau Hong siangkong ini menyatuhkan seluruh kegusarannya
kepada diri kami dikemudian hari.”
”Aku akan menyamin kalian kalau sejak hari ini dia tidak akan
berani menginyak tempat ini lagi.”
Ku Ie memandang sekejap lagi kearah Hong Mong Ling yang
rebah tak sadarkan diri di atas tanah, tanyanya
"Kini dia jatuh tak sadarkan diri ditempat ini, kita harus berbuat
bagaimana?.”
“ Kau punya kereta kuda ?”
“Ehm..ada sebuah, biasanya digunakan nona-nona untuk pesiar
keluar kota”
“Perintahkan orang-orang untuk siapkan kereta, aku akan
menghantar sendiri mereka-mereka ini ke dalam benteng Pek Kiam
Po”
Mendengar perkataan itu Ku Ie menjadi sangat terkejut,
tanyanya:
“Kongcu tidak takut dengan orang-orang dari benteng Pek Kiam
Po?”
“Aku ada cara untuk menghadapi mereka”
Sambil menuding kearah Cang Bun Piauw ujarnya Ku Ie itu lagi:
“Cang siangkong ini bukan anggota dari benteng Pek Kiam Po,
apa kongcu juga akan menghantar dia ke dalam Benteng?”
“Tidak salah” sahut Ti Then sambil mengangguk.
Dalam hati Ku Ie memangnya mengharapkan semua urusan
dengan cepat dibereskan perkataan itu dengan cepat dia keluar
kamar untuk menyiapkan kereta.
Setelah Ku Ie berlalu dari dalam kamar barulah dengan perlahan
Ti Then memutar tubuhnya, ujarnya kepada Liuw Su Cen sambil
tersenjum
“Heei...aku telah membuat kesalahan kepada kawan nona, harap
nona tidak menjadi marah"
Pada saat ini sebaliknya pada wajah Liuw Su Cen menampilkan
perasaan girangnya, sambil tertawa sahutnya
“Lu Kongcu harap jangan bicara demikian, Hong siangkong ini
memang seharusnya mendapatkan hajan, aku sama sekali tidak
punya perasaan apa pun terhadap dirinya, pada waktu-waktu yang
lalu pun aku terpaksa baru mau menemui dia"
Berkata sampai di situ, mendadak dia merendahkan nada
suaranya, tanyanya:
“Lu kongcu pada kemudian hari apa kau mau datang lagi?”
”Tentang ini sukar dipastikan mungkin datang mungkin tidak
datang lagi. .. “
Air muka Liuw Su Cen berubah menjadi kemerah merahan,
sambil menundukkan kepalanya dia tertawa malu-malu katanya:
“Bilamana kongcu tidak menampik harapanku ini dan tidak bosan
dengan wadiahku harap mau datang berkunjung lagi,”
“ Baiklah” Sahut Ti Then sambil mengangguk. “Kalau aku ada
waktu yang luang tentu akan segera berangkat kemari”
Pada saat itulah Ku Ie dengan perlahan berjalan masuk, katanya:
“Kereta kuda sudah dipersiapkan, kongcu akan berangkat
kapan.?”
“Sekarang juga” sahutnya sambiI bangkit berdiri.
Sehabis berkata dari dalam buntaiannya dia mengambil keluar
ratusan tail uang perak yang dengan perlahan diletakkan ke atas
meja, kemudian membungkuk memanggul tubuh Hong Mong Ling
serta Cang Bun Piauw berjalan keluar dari kamar itu.
Jilid 2.2. Masuk Benteng Pek Kiam Po
Ku Ie yang melihat sekali keluar uang ratusan tail banyaknya
menjadi amat girang, dengan membuntuti di belakang tubuhnya dia
mengucapkan terima kasihnya dengan tidak henti hentinya, ujarnya.
“Lu Kongcu, pada kemudian hari harap datang lagi, bila kau
datang aku akan memerintahkan Liuw Su Ceng untuk masakkan
beberapa macam sajuran untuk menyambut kedatangan Kongcu, Su
Cen kami ini bukan saja sangat pandai di dalam menari menyanyi
serta membuat syair dia pun pandai memasak!”
Ti Then hanya menyahut dengan sembarangan, dengan cepat
dia membopong, tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw
keluar dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu tidak salah lagi di
depan telah tersedia sebuah kereta kuda yang amat mewah, dengan
cepat dia mengangkat kedua orang itu ke dalam kereta sedang
dirinya pun mengikuti duduk di dalam kereta tersebut.
Orang yang menjadi kusir kereta tak lain adalah penjaga yang
diberi upah dirinya tadi, dengan cepat dia menutup pintu kereta dan
manyalankan keretanya dengan cepat.
Dengan perlahan lahan Ti Then mulai menggeserkan diri
mendekati kusir kuda, tanyanya,
“Kau tahu tidak jalan menuju ke benteng Pek Kiam Po ? “
”Tahu . tahu . pada tahun yang lalu ketika Pocu merajakan ulang
tahunnya yang keenam puluh di dalam Benteng telah diadakan
perlombaan, hamba pada saat itu juga ikut masuk ke dalam
benteng untuk melihat keramaian.
“ Ehm... itu sangat bagus sekali perjalanan menuju kebenteng
Pek Kiam Po masih ada dua puluh li jauhnya aku akan berbaring
untuk beristirahat sebentar, bilamana kereta sudah tiba di bawah
sebuah pohon siong yang tua kau hentikanlah kereta kuda dan
memanggil bangun diriku.”
“ Baik....baik....kongcu silahkan beristirahat, hambamu tidak akan
salah mencari jalan.”
Dengan perlahan Ti Then masuk ke dalam kereta kembali,
tangannya dengan sangat cepat sekali rnenotok jalan darah pingsan
ditubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw setelah itu barulah
dia membaringkan diri untuk beristirahat.
Dengan cepat dia telah jatuh tidur dengan njenyaknya,
dikarenakan dia telah kebiasaan untuk berkelana keseluruh tempat
oleh karena itu sejak dahulu telah terbiasa dengan tidur ditempat
mana-mana, asalkan dalam hatinya tidak memikirkan urusan apa-
apa maka dengan cepat dia telah jatuh pulas dengan njenyaknya.
Kereta kuda itu dengan mengikuti jalan raja di bawah gunung itu
berlari selama satu jam lamanya, sesampainya di bawah pohon
siong tua yang dimaksudkan oleh Ti Then dengan cepat penjaga
sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu menghentikan keretanya dan
turun untuk memanggil diri Ti Then, teriaknya
”Lu kongcu....Lu Kongcu...kau sudah mendusin belum?”
Pada saat kereta kuda itu berhenti Ti Then telah mendusin dari
tidurnya mendengar panggilan itu dengan perlahan dia duduk dan
tanyanya
“Ehm ...sudah sampai??”
“Belum, bukankah tadi kongcu meme¬san pada hamba untuk
memanggil kongcu ditempat ini ? ?”
“Ehm . .“ Segera dia membuka pintu kereta kuda itu dan
meloncat turun, kepalanya diangkat memandang sejenak keadaan
cuaca, ujarnya kemudian
“Sudah kentongan kedua ?”
”Benar, setelah berjalan dua li lagi kita akan tiba di dalam
benteng Pek Kiam Po itu“
Dengan tangannya Ti Then menggosok gosok wajahnya sehingga
kesadarannya pulih kembali, kemudian dengan menyeret keluar
tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw dari dalam kereta
kuda ujarnya
“Cukup, sekarang kau boleh pulang”
Penjaga sarang pelacuran itu di tertegun, tanyanya:
“Kongcu tidak rnenghantar mereka sampai di dalam Benteng Pek
Kiam Po?”
“Sudah tentu harus dihantar.
“Tetapi . tetapi “ kenapa?”
”Bilamana aku menggunakan kereta kuda dari Touw Hoa Yuan
kalian menghantar mereka masuk ke dalam Benteng, tentu Wi Pocu
tidak akan mengam puni Hong Mong Ling ini ... dimana bisa
mengam puni orang lakukanlah pengam punan itu terhadap setiap
orang, buat apa kita berbuat keterlaluan.”
Agaknya penjaga itu dibuat sadar oleh perkataan dari Ti Then ini,
segera sahutnya:
”Ooh...agaknya kongcu tidak ingin menjelaskan urusan yang
sebenarnya kepada Pek Kiam Pocu, Wi Ci To?”
“Benar, “
Sepasang mata penjaga Touw Hoa Yuan itu sedikit melirik kearah
tubuh Cang Bun Piauw yang menggeletak di atas tanah, lalu ujarnya
lagi:
“Kalau begitu, Lu kongcu akan menggunakan cara apa untuk
menjelaskan tentang Cang siangkong ini kepada diri Wi Ci To itu
pimpinan dari benteng Pek Kiam Po “
“Biar Hong Mong Ling yang menjelaskan sendiri”
Penjaga itu tertawa, setelah memberi hormat lalu ujarnya:
“Kalau memangnya begitu, hamba akan segera kembali”
Sehabis berkata dia kembali ke atas kereta dan memutar haluan
untuk kembali ke dalam sarang pelacurnya.
Sebelum berangkat terdengar Ti Then telah memesan wanti-
wanti lagi ujarnya dengan agak keras:
“Setelah peristiwa ini bilamana terdapat orang lain yang rnencari
berita tentang urusan yang sebenarnya terjadi, kalian orang-orang
dari Touw Hoa Yuan boleh menjelaskannya dengan sejujurnya
tetapi jangan bilang kalau kau pernah menghantar mereka berdua
hingga tempat ini, cukup kau bilang aku telah membawa mereka
berdua sampai diluar kota"
”Baik..” sahut penjaga itu, pecutnya diajunkan kepantat kudanya,
dengan sangat cepat kereta kuda itu meluncur kearah kota.
Ti Then berdiam diri hingga kereta kuda itu jauh dari
pandangannya barulah dengan perlahan mulai membuka pakaian
serta sepatunya yang baru serta mewah itu, kemudian rambutnya
dibuat kacau sehingga kembalilah bentuknya seperti semula.
Kiranya sekali pun diluar dia memakai pakaian yang sangat bagus
dan mewah tetapi di dalam tubuhnya masih tetap memakai
pakaiannya yang sudah dengkil serta compang camping itu,
sehingga begitu pakaian barunya dicopot maka di dalam sekejap
saja dari seorang “Lu Kongcu yang perlente berubah menjadi wajah
asli dari Ti Then yang kotor serta dengkil.
Sesudah membuka pakaian serta sepatu barunya dengan cepat
disimpannya benda-benda itu sesuatu tempat yang sangat
tersembunyi disekitar tempat itu sesudah itulah dengan langkah
yang cepat pula berjalan kembali ke bawah hohon siong tua dan
sambil mengempit tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw
berjalan ke depan.
Setelah berjalan puluhan tindak lamanya tiba-tiba di dalam
benaknya teringat kembali akan kata-kata dari Majikan patung emas
: Sesudah turun gunung aku bertindak seperti seekor cacing dalam
perutmu selamanya akan mengikuti kau kemana pun juga.”
Pikirannya segera berkelebat diam diam batinnya:
“Hm . . kenapa aku tidak mau mencoba-coba untuk membuktikan
apa benar dia terus mengikuti diriku ?
Berpikir sampai di situ tanpa ragu ragu ujarnya. .
“Aku akan segera memasuki Benteng Pek Kiam Po, coba lihat
permainanku ini bagus tidak ?
Tetapi setelah suara itu berkumandang, keluar lama sekali tetap
tidak terdengar suara sahutan: ”Apa mungkin Madikan patung emas
tidak ikut datang kemari ?”
”Atau mungkin dia sengaja tidak mau memberi jawabannya?”
Pikirannya segera berkelebat lagi, batinnya.
“Hm...hm...agaknya perkataan yang diucapkan tempo hari hanya
untuk menggertak diriku saja. Hm...Hmm...
Berpikir sampai di sini dengan segera dia mempercepat langkah
kakinya berjalan kearah Benteng Pek Kiam Po.
Perjalanan menuju kebenteng Pek Kiam Po itu makin lama
terlihat makin cepat, jalan raja yang menghubungkan Benteng itu
dengan kota Go bi pun dibuat demikian lebar serta ratanya,
sungguh tidak nyana kalau dapat dibuat sedemikian bagusnya.
Baru saja dia lari dengan cepatnya ke depan, tiba-tiba tetlihatlah
olehnya di atas tanah bertuliskan enam buah tulisan yang sangat
besar sekali.
“Semoga kau cepat mencapai hasil yang dicita-citakan. “
“ Haa....Tidak salah lagi tulisan dari Majikan Patung Emas”. Ti
Then menarik napas panjang-panjang, pada air mukanya pun
dengan perlahan-lahan timbul perasaan apa boleh buat, sambil
tertawa pahit dia mengangkat bahunya, dan ujarnya:
“Kalau kau memangnya sudah datang aku mau memberitahukan
padamu akan suatu urusan, tiga ratus tahil perak yang kau berikan
kepadaku kini sudah kuhamburkan hingga habis.”
Sehabis berkata dengan rnenggunakan kakinya menghapus
tulisan di atas tanah, setelah itu barulah melanjutkan perjalanannya
menuju ke depan.
Setelah berjalan kurang lebih ratusan tindak terlihatlah jawaban
dari Majikan Patung Emas yang ditulis di atas tanah ditengah jalan
juga.
Kira-Kira tulisan itu berbunyi:
Kau jadi orang terlalu sosial, sikapmu yang dernikian sosialnya
terhadap Liuw Su Cen membuat orang merasa sajang, kini aku beri
seratus tail perak lagi harap kau gunakan lebih hemat lagi, jangan di
hambur hamburkan seenakmu ?
Di samping beberapa patah tulisan itu terletaklah sebuah
bungkusan yang berisikan uang perak.
Ti Then segera memungut buntalan itu dan dimasukkan ke dalam
sakunya, setelah menghapus tulisan itu sambil tertawa ringan
ujarnya:
“Untuk mencuri seekor ajam juga harus disediakan segenggam
beras, Liuw Su Cen bagaimana pun juga merupakan seorang
pelacur yang sangat terkenal dan punya nama yang cemerlang
sekali pun kuberi ratusan tail perak kepadanya juga tidak mengapa,
perlu apa kau demikian kikirnya.”
“Kau mau ikut aku memasuki Benteng Pek Kiam Po tidak ?”
Sehabis berkata dengan kecepatan yang luar biasa dia berlalu
dari tempat itu.
Kali ini setelah berjalan seratus tindak baru terlihat jawaban dari
Majikan Patung Emas, jawaban nya sangat singkat sekali hanya
tertuliskan satu huruf saja jakni
”Ikut.”
Tak terasa lagi tirnbul perasaan yang sangat tertarik dan girang
sekali di dalam hatinya.
Sekali pun dia belum pernah memasuki Benteng Pek Kiam Po
tetapi dia tahu dengan amat jelas kalau penjagaan di dalam
Benteng Pek Kiam Po tetapi amat rapat dan keras sekali, tidak
mungkin seseorang dapat menjusup ke dalam dengan sangat
mudah tanpa ditemukan oleh penjaganya. Sudah tentu dengan
kepandaian yang dimiliki Majikan Patung Emas dia bisa menjusup ke
dalam benteng Pek Kiam Po tanpa diketahui oleh penjaganya, tetapi
persoalannya yang penting, Dapatkah dia bertahan lebih lama di
dalam Benteng Pek Kiam Po itu ????
Tugas dirinya yang terutama di dalam memasuki Benteng Pek
Kiam Po ini adalah memperistri Wi Lian In tetapi tugasnya ini tidak
mungkin akan mencapai hasilnya di dalam satu hari satu malam
saja, bila mana dirinya harus berdiam selama setengah tahun di
dalam benteng ini apa mungkin dia pun dapat menyembunyikan diri
di dalam Benteng selama setengah tahun lamanya tanpa diketahui
oleh orang lain ??
Hal ini tidak mungkin akan bisa terlaksana!
Tetapi bilamana dia dapat bertahan dan bersembunyi di dalam
Benteng Pek Kiam ini selama setengah tahun lamanya tentu tanpa
diragu-ragukan lagi dia merupakan anggota dari Benteng Pek Kiam
Po ini.
Sedang bilamana dia benar-benar merupakan salah satu anggota
dari Benteng Pek Kiam Po ini maka tidaklah akan sukar untuk
menjelidiki sebenarnya rencana busuk apakah yang sedang disusun
olehnya untuk dilaksanakan oleh dirinya sendiri.
Ti Then yang sembari jalan sambil berpikir semakin terasa amat
tertarik dan girang, tak terasa dia tertawa tergelak, ujarnya:
“Sungguh bagus sekali, dengan demikian bilamana aku
membutuhkan petunjuk darimu maka sembarangan waktu aku bisa
meminta keterangan, tetapi aku harus menggunakan cara apa untuk
mengadakan hubungan dengan dirimu ?”
Sehabis berkata dia melanjutkan lagi perjalanannya ke depan.
Seperti yang semula kali ini pun pada ratusan tindak baru
ditemukan jawabannya.
“Hubungan dilakukan pada malam hari ketuklah jendela
sebanyak tiga kali dan sulutlah lampu minyak didekatnya, tetapi aku
tidak tentu akan munculkan diri”
Di sampingnya terlihat ada tulisan yang tertuliskan:
“Sudah cukup, di depan sudah ada anak buah dari Benteng Pek
Kiam Po yang melakukan jaga malamnya, kau tidak perlu bertanya
lagi-
Ti Then pun dengan cepat menghapus tulisan-tulisan itu, setelah
itu dengan langkah yang lebar melanjutkan perjalanan ke depan.
Jalanan gunung itu berkelok-berkelok dan berputar-berputar
diantara lereng gunung, puncak gunung Go bi san dipandang
ditengah malam yang buta itu kelihatan semakin menjeramkan,
puncaknya yang aneh serta banyak berserakan disekitar tempat itu,
pohon siong tumbuh bagaikan mega rapatnya, tebing-tebing yang
amat curam diselingi dengan jurang yang amat lebar dan dalam
menambah keseraman sekitar tempat itu, di sekitar tempat itu pun
sering terdengar suara pekikan dari kera-kera yang berkeliaran
ditambah dengan desiran pohon siong tertiup angin memecahkan
kesunyian malam yang mencekam .
Ti Then belum pernah mengunjungi Benteng Pek Kiam Po hanya
dia pernah dengar orang bilang katanya Benteng Pek Kiam Po itu
terletak di bawah puncak Sian Ciang Jen itu, hanya dia tahu
asalkan mengikuti jalan gunung ini terus berjalan ke atas maka
akhirnya akan sampai juga ke dalam benteng Pek Kiam Po itu.
Dengan mengikuti jalanan gunung itu dia berjalan kurang lebih
satu li jauhnya setelah melalui sebuah jembatan gantungan
mendadak di hadapannya berkelebat sebuah bajangan manusia
yang melayang turun dari atas pohon, dalam hati segera dia tahu
kalau orang itu tentunya penjaga malam dari Benteng Pek Kiam Po,
dengan cepat dia menghentikan langkah kakinya dan berdiri diam
ditempat.
Orang yang datang itu adalah seorang pemuda yang memakai
pakaian singsat berwarna hitam pekat, pada punggungnya tersoren
sebilah pedang yang berwarna hitam pula, sesaat ketika dia
melayang turun dari atas pohon sama sekali tidak menimbulkan
suara sedikit pun hal ini memperlihatkan kalau kepandaiannia tidak
lemah.
Begitu Ti Then melihat kalau pemuda itu menjoren sebilah
pedang yang berwarna hitam segera dia tahu kalau orang itu
termasuk di dalam "Pendekar pedang hitam" dari Benteng Pek Kiam
Po.
Kiranya di dalam Benteng Pek Kiam Po ini para pendekar pedang
yang tergabung di dalamnya dibagi menjadi tiga macam jaitu
’Pendekar Pedang Merah’, Pendekar pedang putih’ dan Pendekar
Pedang Hitam’, diantara ketiga tingkatan itu kedudukan “Pendekar
pedang Merah lah yang tertinggi kemudian disusul oleh “Pendekar
Pedang Putih dan akhirnya baru “Pendekar pedang hitam.
Orang-Orang dari “Pendekar Pedang Hitam: bilamana hendak
naik ke dalam kedudukan “Pendekar pedang Putih haruslah
mendapat pengujian dari para “Pendekar pedang merah “ terlebih
dahulu sedang dari pendekar putih bilamana akan naik kependekar
pedang merah harus diuji oleh Majikan Benteng ini sendiri sedang
setiap orang yang telah naik di dalam kedudukan ,”Pendekar
pedang merah” barulah diperkenankan berkelana di dalam dunia
kang ouw sebaliknya pendekar pedang putih serta pendekar pedang
hitam tidak diperkenankan keluar dari Benteng untuk mengadakan
perjalanan di dalam Bu-lim, bilamana mendapat perintah untuk
dilaksanakan di dalam Bu-lim mereka pun tidak diperkenankan
dengan menggunakan kedudukan pendekar pedang putih atau
pendekar pedang hitam untuk menyebut dirinya.
Oleh karena itulah sekali pun orang-orang di dalam Bu-lim tahu
kalau di dalam Benteng Pek Kiam Po terdapat pendekar pedang
hitam serta pendekar pedang putih tetapi selamanya belum pernah
menemuinya sendiri.
Sesuai dengan namanya tentu keadaannya pun harus sama dan
jika menurut penilaian dengan tingkatan itu maka kepandaian yang
dimiliki orang orang dari pendekar pedang hitam seharusnya paling
cetek dan paling lemah tetapi setelah Ti Then melihat sendiri
pendekar pedang hitam yang berdiri di hadapannya segera tahu
kalau pemikiran dirinya pada waktu yang lalu adalah salah besar,
diam-diam dalam hatinya sangat memuji, pikirnya:
“Hanya seorang pendekar pedang hitam saja sudah memiliki
kepandaian yang demikian tingginya apalagi kepandaian silat dari
orang orang pendekar pedang merah kelihatannya kepandaian silat
yang dimili si sipedang naga emas Wi Ci To tidaklah lemah sesuai
dengan dugaan dari majikan patung emas semula...
Dia bisa punya pikiran seperti ini dikarenakan majikan patung
emas pernah berkata kepadanya kalau dia sudah sanggup untuk
mengalahkan sipedang naga emas Wi Ci To di dalam ratusan jurus
saja.
Di dalam sarang pelacuran Touw Hoa Yuan dia bisa berhasil
membekuk batang leher Hong Mong Ling dari "Pendekar pedang
merah’ kesemuanya ini hanya hasil dari luar dugaannya.
Baru saja pikiran-pikiran itu berkelehat di dalam benaknya
dengan kecepatan bagaikan kilat. Pendekar pedang hitam yang
menghalangi perjalanannya itu telah membuka mulut bertanya:
“Kawan siapa namamu, ditengah malam buta ini naik gunung ada
urusan apa yang penting”
Sikap serta nada ucapannya tidak sombong juga tidak halus,
sepasang matanya yang sangat tajam dengan tak henti-hentinya
memandang kearah Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw yang
dikepit diketiak Ti Then.
Dikarenakan malam yang semakin larut ditambah lagi jaraknya
masih ada tiga empat kaki jauhnya oleh karena itu sama sekali dia
tidak menduga kalau diantara dua orang yang dikempit di bawah
ketiak Ti Then itu adalah Si naga mega Hong Mong Ling dari
"pendekar pedang merah" Benteng Pak Kiang Po.
Dengan cepat Ti Then membungkukkan dirinya memberi hormat
dan sahutnya:
“Cayhe Ti Then, tadi malam ketika berjalan diluar kota Go-bi
telah menemukan kedua orang ini dipukul tak sadarkan diri dan
menggeletak di tengah jalan. Oleh karena kenal kalau salah satu
diantaranya adalah ’Pendekar Pedang Merah’ dari Benteng Pek Kiam
Po maka sengaja aku datang menghantarkan mereka”
Dengan sedikit pun tidak ragu-ragu dia telah melaporkan nama
aslinya kepadanya karena di dalam hatinya dia telah mengambil
keputusan, dia merasa sekali pun dirinya menerima perintah yang
mengharuskan memperistri Wi Lian In tetapi bagaimana pun juga
urusan ini menyangkut nama baik dari seorang nona, dirinya harus
menanggung segala beban serta resikonya dan tidak mungkin
menggunakan nama palsu untuk meni punya.
Pendekar pedang hitam itu begitu mendengar perkataan tersebut
air mukanya segera berubah hebat, dengan cepat dia maju dua
langkah ke depan, begitu melihat orang yang berada di bawah
ketiak sebelah kanan dari Ti Then adalah bakal menantu kesajangan
dari majikan Benteng Pek Kiam Po perasaan terkejutnya semakin
menghebat, serunya.
”Ooh Thian... .dia....kenapa dia,”
“Hanya jatuh tidak sadarkan dirinya saja, agaknya di dalam
tubuhnya tidak mengalami cedera apa pun.
Dengan perasaan yang arnat terkejut tanya pendekar pedang
hitam itu lagi : “Siapa orang yang satunia ?
“Cayhe juga tidak kenal..”
“Tetapi dia bukan orang dari Benteng kami.” ujar pendekar
pedang hitam
”Tadi dia menggeletak bersama-sama dengan kawan pendekar
pedang merah ini, maka itu cayhe terpaksa bawa sekalian kemari.”
“ Dengan tiara bagaimana dia bisa terluka.”
“Tidak tahu” sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.
Ketika cayhe hendak mamasuki kota telah menemukan mereka
menggeletak ditengah jalan diluar kota”
Dengan perasaan yang sangat terkejut dan ragu ragu pendekar
pedang hitam itu tak henti-hentinya memandang kearah tubuh
Hong Mong Ling yang tidak sadarkan diri itu, gumamnya:
”Sungguh heran, “ sungguh mengherankan sekali, di dalam Bu-
lim saat ini ada siapa yang berhasil memukul dia hingga seperti ini
?. “
Ti Then segera tersenjum ujarnya:
”Menanti dia sadar kembali tentu akan mengetahui dengan lebih
jelas lagi.”
Pendekar pedang hitam itu tidak berani berlaku ajal lagi, sambil
mengangguk sahutnya :
“Baik silahkan saudara mengikutiku masuk ke dalam Benteng
Sehabis berkata dia maju menyambut tubuh Hong Mong Ling dan
memutar tubuhnya berlalu,
Ti Then dengan mengempit tubuh Cang Bun Piauw terpaksa
mengikuti di belakang orang itu, tanyanya:
”Jaraknya dari sini sampai ke dalam Benteng masih seberapa
jauhnya ? “
”Tidak jauh, segera akan tiba.”
”Ehm...saudara termasuk pendekar pedang hitam dari Benteng
Pek Kiam Po?”
”Benar” sahut pendekar pedang hitam itu. ”Cayhe She Ki
bernama Hong?”
”Ooh jaa... Lo-heng tadi bilang she Ti, Ti apa ?.”
“Ti Then” “ Sahut Ti Then singkat,
“Ti
Then?
'Sepertinya
nama
ini
pernah
kudengar,
agaknya..Hmm.. tak dapat kuingat kembali Kakinya didepakkan ke
atas sesaat kemudian tiba-tiba dengan kejut bercampur girang
menoleh kembali memandang kearah Ti Then, ujarnya:
“Kau adalah si pendekar berbaju hitam Ti Then?”
Ti Then hanya tersenjum saja, sahutnya:
“Hek Ie Hiap tiga buah kata, cayhe tidak sanggup menerimanya,
“Aku dengar ilmu pedangniu amat tinggi, bukan begitu? tanya Ki
Hong dengan girangnya.
“Tidak benar “sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya “Pada
saat ini ada siapa yang dapat menandingi kehebatan serta kelibayan
dari ilmu pedang Benteng Pek Kiam Po?”
Ki Hong masih tetap meneruskan perjalanannya menuju ke
dalam Benteng Pek Kiam Po, sembari berjalan ujarnya:
“Cayhe sering mendengar katanya ilmu Pedang dari Lo-heng bisa
rnenandingi pendekar pedang merah dari Benteng kami orang-
orang yang memiliki usia seperti Lo-heng sekarang hanya
Hong Mong Ling seorang, karena itulah Lo-heng boleh dikata
merupakan bintang diantara kami orang-orang muda.
“Ki-heng terlalu mernuji” sahut Ti hen sambil tertawa.
”Kepandaian yang cetek dari Cayhe mana bisa dibandingkan dengan
kelihayan ilmu pedang pendekar pedang merah dari Benteng Pek
Kiam po. “
“Aah .,, Ti-heng terlalu sungkan, nama besarmu sekali pun Pocu
dari benteng kami pun telah mengenalnya.
“Haa ...”Sahut Ti Then. “Bisa mendapatkan penghargaan dari
orang berkepandaian tinggi sungguh membuat Cay he merasa
sangat bahagia.. . Bagaimana pandangan Pocu kalian tentang diriku
ini?
“Menurut apa yang diucapkan majikan Benteng kami kepada
orang lain, Kaum pendatang baru di dalam Bu-lim yang paling
menonjol pada saat ini ada tiga orang, diantara ketiga orang itu
adalah Ti-heng sendiri, kemudian bakal menantu majikan benteng
kami jaitu Hong Kouw-ya dan yang terakhir adalah . -
“ Bukankah si Hong Liuw Kiam Khek atau sipendekar pedang
suka pelesiran Ing Ping Siuw ini?” Timbrung Ti Then.
“Benar, apa Ti-heng pernah bertemu muka dengan si pendekar
pedang suka pelesiren Trig Ping Siuw
”Belum pernah, hanya pernah mendengar nama besarnya. -
”Cayhe dengar ilmu pedangnya sangat tinggi sekali bahkan
pernah dengan menggunakan pedangnya membabat habis Lauw
San Lak Hiong atau enam penyahat dari gunung Lauw san”
“Benar, Lauw San Lak Hiong bukanlah merupakan lawan yang
sangat enteng, tetapi Ing Ping Siuw ternyata bisa menahan
serangan keenam orang itu bahkan di dalam sekejap saja
membunuh habis mereka, sungguh bukan merupakan pekerjaan
yang mudah ”
Sedang mereka berbicara itu dari hadapan jalanan gunung itu
telah muncul seorang pendekar pedang hitam yang melintangkan
pedangnya menghalangi perjalanan mereka teriaknya dengan keras
“Siapa yang datang?”
“Saudara, aku adanya” sahut Ki Hong dengan cepat.
“Oooh . .”segera pendekar pedang hitam itu memasukkan
kembali pedangnya ke dalam sarung kemudian berjalan ke depan
menjongsong datangnya Ki Hong tetapi ketika melihat datangnya
membopong tubuh sinaga mega Hong Mong Ling sedang di
belakang tubuhnya pun berjalan seorang pemuda yang asing, tak
terasa dia menjadi amat terkejut, serunya:
”Aduh ....terjadi urusan apa?”
Ki Hong segera menjelaskan yang sebenarnya bahkan
rnemperkenalkan orang itu kepada Ti Then, tanyanya kemudian
”Kau sudah bertemu dengan kepala barisan Shia Kiauw To ???”
”Aku tidak melihat dia berjalan keluar, mungkin masih berada di
dalam Benteng”
“ Kalau begitu bagus sekali, Siauw-te akan masuk mencari dia
untuk memberi laporan.
Sehabis berkata segera dia memimpin jalan menuju kedalarn
Benteng.,
“Siapa itu kepala barisan she-Shia ?” tanya Ti Then.
“Oooh... dia adalah seorang pendekar pedang merah dari
benteng kami, sebutannya sebagai Juan Sim Kiam atau si pedang
penembus ulu hati, Shia Pek Tha din merupakan salah satu dari
murid-murid kesajangan majikan Benteng kami, ini malam dialah
yang bertugas sebagai kepala regu jaga asal kita menemukan
sesuatu urusan harus dilaporkan kepada dirinya terlebih
dahulu”sahut Ki Hong.
“Ooh kiranya sipedang penembus ulu hati Shia Pek Tha, pada
tahun yang lalu dikota Tiang An Cayhe pernah bertemu dan minum
arak bersama dengan dia, ehm dia memang merupakan seorang
yang sangat periang dan suka bergaul.”
“Dengan cara bagaimana Ti Then bisa berkenalan dengan
dirinya?”
”Pada suatu malam pada tahun yang lalu” sahut Ti Then “ketika
Caybe sedang berpesiar didaerah istana delapan dewa, tiba-tiba
kulihat didekat tempat itu tiga orang sedang bertempur, ketika aku
melihat lebih dekat lagi segera kukenal kalau dua diantaranya
adalah iblis dari kalangan Hek to, ketika aku lihat Shia Pek Tha
agaknya tidak kuat melawan mereka maka aku munculkan diri untuk
menolong menggempur mundur kedua orang itu, demikanlah kami
berkenalan dan ketika saling omong-omong itulah baru aku ketahui
kalau dia merupakan pendekar pedang merah dari Benteng Pek
Kiam Po. Keesokan harinya Shia Pek Tha mengundang cayhe minum
arak di atas loteng Cuang Yuan Lo... ”
Ki Hong menjadi amat girang, ujarnya
“Jika dernikian adanya, maka Ti heng dengan kepala regu Shia
Pek Tha merupakan kawan lama, nanti bilamana bertemu dengan Ti
heng tentu akan sangat girang”
Sembari berbicara mereka telah berjalan berputar putar di dalam
puncak gunung itu sebuah bangunan yang sangat megah dan kokoh
kuat segera terbentang di hadapan mata, ketika dipandang lebih
teliti lagi terlihatlah benteng Pek Kiam Po yang sangat terkenal dan
menggetarkan kangouw ini mem punyai bentuk bangunan yang
amat aneh tetapi sangat angker.
Bangunan itu didirikan di bawah tebing yang amat curam
disekelilingnya dikelilingi oleh tembok yang amat tinggi, di depan
pintu benteng berdirilah sebuah loteng pengintai sehingga
keadaannya mirip sekali dengan sebuah kota kecil. setiap ruangan di
dalam benteng tersebut terang benderang sehingga kelihatan besar
keangkerannia.
“Benteng Pek Kiam Po. “ tiga buah tulisan yang amat besar
terpancang jauh tinggi di depan pintu benteng dan terlihat terbuat
dari emas murni di bawah sorotan sinar rembulan memancarkan
sinarnya yang menyilaukan mata.
Benteng Pek Kiam Po. Inilah Benteng Pek Kiam Po yang mewakili
keadilan dan kebenaran di dalam dunia Kangouw.
Oleh karena di dalam hati Ti Then memangnya mem punyai
suatu rencana yang tertentu begitu melihat benteng Pek Kiam Po
yang amat megah serta angker itu tak terasa lagi menjadi amat
tegang.
Untuk menenangkan pikiran serta hatinya dia menarik napas
panjang-panjang, kemudian ujarnya:
“Ehm . sungguh besar benteng ini mungkin seluruh benteng ini
berisi ribuan orang banyaknya?”
Ki Hong hanya mengia saja tanpa memberikan penjelasan yang
lebih panjang. Agaknya semua anggota dari benteng Pek Kiam Po
itu mem punyai kewajiban untuk menutup mulutnya rapat-rapat
terhadap segala rahasia dari benteng itu sehingga mereka sama
sekali tidak mau membuka rahasia di depan orang luar.
Ti Then pun segeta merasakan kalau pertanyaannya sudah
keterlaluan, segera dia putar haluan ujarnya lagi:
”Tebing itu pun amat besar sekali, apa tebing itu yang disebut
sebagai Sian Ciang Jen ??.
”Tidak salah” sahut Ki Hong” Sian Ciang Jen ini jauh lebih indah
dari Sian Ciang Jen yang terdapat di atas gunung Hoa San.
Ketika itulah mereka telah sampai di depan pintu benteng yang
sangat besar itu.
Dua orang penjaga pintu benteng begitu melihat yang datang
adalah orang sendiri segera membukakan pintu mempersilahkan Ki
Hong serta Ti Then masuk, segera Ki Hong membawa Ti Then
kesebuah ruang tamu yang amat luas dan meletakkan tubuh Hong
Mong Ling serta Cang Bun Piauw ke atas kursi, ujarnya kemudian:
"Ti heng, silahkan menunggu sejenak, aku hendak memberi
laporan sebentar kepada Shia-te “
Baru saja dia selesai berbicara, tiba-tiba dari luar ruangan tamu
yang luas itu berkumandang datang suara yang amat nyaring dan
sedikit serak-serak yang sedang bertanya :
“Ki Hong, kau membawa siapa datang kemari ?”
Sehabis berkata seorang lelaki berusia pertengahan yang
memiliki bentuk tubuh yang tinggi besar dan amat kekar berjaIan
masuk ke dalam ruangan itu.
Wajah dari orang lelaki berusia pertengahan itu amat keren dan
gagah, wajahnya persegi dengan telinga yang besar, alisnya tebal
bagaikan sapu, matanya bagaikan bola mata seekor harimau
hidungnya bagaikan hidung singa, berewoknya memenuhi seluruh
wajahnia sedang tubuhnya memakai baju berwarna merah darah
dengan sebilah pedang berwarna merah yang disorenkan
dipinggangnya, sikap serta tindak tanduknya memperlihatkan
seorang yang amat gagah sekali.
Orang ini tidak lain adalah sipedang penembus ulu hati, Shia Pek
Tha adanya.
Ketika sinar matanya bertemu denga tubuh Hong Mong Ling
serta Cang Bun Piauw yang bersandar di atas kursi dengan
lemasnya itu tak terasa air mukanya berubah hebat, kakinya sedikit
menutul tanah dengan kecepatan yang luar biasa melayang
ketengah udara dan berkelebat ke samping tubuh kedua orang itu.
Tetapi ...ketika dia berjaIan lebih dekat lagi dan dapat melihat
wajah dari Ti Then dengan sangat jelas, air,mukanya terlintaslah
perasaan tertegunnya, serunya:
“ Kau ...Ti Then??”
Ti Then segera merangap tangannya memberi hormat, ujarnya:
“Sejak perpisahan..apa.Shia..heng baik-baik saja??”
Si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha menjadi amat terkejut
bercampur girang, sambil memandang kearah Hong Mong Ling serta
Cang Bun Piauw dua orang tanyanya
“Sebenarnya apa yang telah terjadi?”
“Ketika tadi siauwte berjalan hendak memasuki kota Go bi
menemukan kedua orang ini menggeletak di pinggir jalan agaknya
mereka telah dipukul hingga jatuh tidak sadarkan diri, karena
siauwte kenal diantara mereka dua ada seorang yang merupakan
pandekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po maka sengaja
datang mengantar mereka kembali ”
Si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha setelah mendengar
perkataan itu segera memeriksa keadaan dari Hong Mong Ling dan
mengadakan pemeriksaan dengan teliti pada seluruh tubuhnya
setelah itu barulah dia membuka kelopak matanya, ujarnya
“Ehm . . tidak ada tanda-tanda terIuka dalam, agaknya hanya
tertotok jalan darah pingsannya saja"
”Oooh... kiranya
saja”sahut Ti Then.
hanya
tertotok
jalan
darah
pingsannya
Pada saat itu sipedang penembus ulu hati Shia Pek Tha telah
memutar tubuhnya berkata kepada Ki Hong ujarnya.
“Cepat undang Pocu serta Siaocia datang.”
Ki Hong menyahut dan segera berlalu dengan targesa gesa dari
dalam ruangan.
Setelah itu barulah dengan perlahan Shia Pek Tha memeriksa
keadaan dari Cang Bun Piauw, ketika menemukan kalau Cang Bun
Piauw pun juga tertotok jalan darah pingsannya tak terasa lagi
menjadi mengerutkan alis dalam dalam, ujar nya:
“Sungguh mengherankan sekali, bagaimana bisa terjadi urusan
seperti ini?”
“Shia heng apa kenal dengan orang ini ? “
“Kenai” sahut Shia Pek Tha. orang ini bernama Cang Bun Piauw
dengan julukan sitikus rakus dart Go-bi dia merupakan seorang
yang paling gemar pelesiran, bukan saja berjudi, mabok mabok kan
serta suka main perempuan bahkan perbuatannya pun tidak ada
yang merupakan pekerjaan baik-baik:”
“Benar..memang hal ini amat aneh dan mengherankan sekali”
“Kalau benar mereka hanya ditotok jalan darah pingsannya
kenapa Shia heng tidak membantu membebaskan jaIan darahnya
yang tertotok.?..”
”Tidak” sahut Shia Pek Tha sambil menggelengkan kepalanya,
”Menanti setelah suhu datang baru kita bicarakan lagi, suhuku mem
punyai pangetahuan yang sangat luas di dalam cara menotok jalan
darah dari seluruh penjuru dunia, asalkan dia orang tua melihat
sendiri cara menotok jalan darah ini kemungkinan sekali bisa
mengetahui siapakah sebenarnya orang yang merubuhkan mereka.”
Setelah itu dia bangkit berdiri, kepada Ti Then sambil merangkap
tangannya memberi hormat ujarnya:
”Aku orang she-Shia seharusnya mengucapkan banyak terima
kasih terlebih dahulu pada Lo-te.”
“Oooh... tidak perlu sungkan-sungkan”
"Sesudah perpisahan kita di kota Tiang An di dalam sekejap saja
sudah lama tidak bertemu selama ini Lo-te baik-baik bukan ?”
Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa pahit, sahutnya:
”Sangat buruk, semakin lama semakin miskin”.
Sejak tadi Shia Pek Tha telah dapat melihat si pendekar baju
hitam yang berdiri di hadapannya sekarang jauh berbeda
keadaannya dengan sewaktu bertemu dikota Tiang An pada tahun
yang lalu, ketika tahun yang lalu dia bertemu dengan Ti Then bukan
saja pakaian yang dipakainya sangat mewah serta perlente bahkan
keadaannya pun sangat gagah, sedang kini Ti Then telah berubah
demikian miskinnya sehingga baju yang dipakai pun compang
camping tidak karuan dan sangat dengkil sekali tidak terasa hatinya
menjadi amat terkejut bercampur heran, kini ketika mendengar dia
bilang kalau dirinya semakin lama semakin miskin tak tertahan
tanyanya:
-ooo0dw0ooo-
Jilid 3.1. Hong Mong Ling si pendusta
”Lo-te telah menemui bencana apa yang demikian seriusnya?”
”Tidak ada “ sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Hanya
siauw-te telah menghabiskan harta benda peninggalan leluhurku,
sehingga kini telah berubah menjadi seorang yang amat miskin”
Shia Pek Tha tertawa terbahak-bahak, tanyanya :
" Perkataan dari Lo-te ini apa benar benar ?"
“Buat apa aku menipu dirimu ?? “
Shia Pek Tha tersenjum ujarnya:
”Kalau begitu aku orang she-Shia benar-benar mengagumi dan
memuji dirimu. “
Perkataan dari Shia-heng ini bagaimana bisa diucapkan ??” Tanya
Ti Then sambil tertawa kaget.
"Lo-te punya kepandaian silat yang demikian tingginya ternyata
dapat hidup tenteram di dalam keadaan yang miskin, tidak pernah
menggunakan kepandaian silatnya untuk merampok atau merampas
barang orang lain, bukankah hal ini patut dikagumi dan dipuji '???”
Shia-heng tidak usah terlalu memuji dan kagum terhadap Siauw-
te, kemungkinan sekali pada suatu hari bilamana Siauw-te sudah
tidak bisa menahan kemiskinan yang menimpa segera akan
mendaftarkan diri menjadi anggauta perampok.
Baru saja Shia Pek Tha hendak berbicara lagi, mendadak
matanya dapat melihat suhunya si pedang naga emas Wi Ci To
beserta putrinya Wi Lian In telah berjalan memasuki ruangan itu,
dengan nada yang serius ujarnya dengan cepat :
“Suhu telah datang! “
Orang yang disebut sebagai jago nomor dua di dalam Bu-lim ini,
pocu dari Benteng Pek Kiam Po sipedang naga emas Wi Ci To sekali
pun usianya sudah lebih dari enam puluh tahun tetapi jika dilihat
dari wajah serta bentuknya tidak lebih kelihatan baru berusia lima
puluh tahunan. Tubuhnya tinggi besar dengan sikap serta tindak
tanduk yang halus bagaikan siucay tetapi keren bagaikan baja
bahkan sikapnya amat menjenangkan sekali, bila orang yang tidak
tahu tentu tidak akan percaya kalau dia merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi yang memiliki ilmu pedang yang amat lihay,
bahkan mungkin menganggap dia sebagai seorang siucay yang
hanya tahu akan syair-syair saja.
Agaknya dia telah mendapatkan keterangan yang amat jelas dari
mulut Ki Hong oleh karena itu setelah berjalan masuk ke dalam
ruangan sedikit pun tidak memperlihatkan sikapnya yang amat
terperanyat, dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun juga dia
berjalan mendekati tubuh Hong Mong Ling kemudian menggendong
tubuhnya dan direbahkan ke atas tanah, tangannya tidak ambil
diam sampai di situ saja dengan amat cekatan mengadakan
pemeriksaan diseluruh tubuhnya.
Putri dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In yang berada di sampingnya
dengan wajah yang penuh perasaan kuatir memandang tak henti-
hentinya ketubuh Hong Mong Ling, ujarnya dengan agak gugup:
“Dia, dia tidak mengapa bukan ?”
Putri dari Wi Ci To itu memang amat cantik sekali wajahnya,
agaknya perkataan dari majikan patung emas sedikit pun tidak
salah. Wajah dari Wi Lian In hampir mem punyai kesamaan dengan
wajah dari Liuw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan,
wajahnya berbentuk kuaci dengan alisnya bagaikan bulan, matanya
yang cemerlang bagaikan bintang timur, bibirnya yang keciI mungil
berwarna kemerah-merahan sehingga kelihatan amat cantik sekali,
keadaan serta sikapnya pun jauh lebih agung dan lebih halus jika
dibandingkan Liauw Su Cen, Ti Then yang melihat kecantikan
wajahnia tak terasa diam-diam memuji tak henti-henti-nya, pikirnya:
“Hong Mong Ling sudah mempunyai bakal istri yang demikian
cantiknya ternyata masih pergi bermain cinta dengan seorang
pelacur urusan ini memang sedikit mengherankan . .”
Ketika terpikir olehnya kalau Wi Lian In ini kemungkinan sekali
akan berubah menjadi bakal istrinya tak terasa lagi jantungnya
berdebar dengan amat keras.
”Dapatkah dia berhasil memperistri Wi Lian In yang cantik jelita
itu?”
Ketika dia sudah menjadi istrinya, perintah selanjutnya dari
majikan patung emas itu akan menjuruh dia berbuat apa lagi?
Apakah dengan meminyam sebutan ‘menantu’ dari dirinya untuk
menutupi gerak-gerik selanjutnya kemudian mengadakan gerakan-
gerakan untuk mengacau dan menghancurkan benteng Pek Kiam Po
ini dari dalam?
Tidak, Majikan patung emas sudah pernah memberi penjelasan
kepadanya kalau dia tidak akan memerintahkan dirinya untuk
melakukan pekerjaan yang membahajakan orang-orang dari
benteng Pek Kiam Po, tetapi perkataannya apa boleh dipercaya?
Kalau begitu sekali pun "Rencana" dari majikan patung emas itu
tidak mendatangkan kerugian bagi orang-orang dari Benteng Pek
Kiam Po, apa mungkin "rencana" nya mendatangkan keuntungan
bagi benteng Pek Kiam Po ini?
Kalau mendatangkan keuntungan bagi Benteng Pek Kiam Po lalu
apakah keuntungan itu?
Ketika Ti Then berpikir sampai di sini tidak terasa lagi dia mulai
melayangkan pandangannnya memperhatikan sipedang naga emas
Wi Ci To itu.
Sampai saat ini juga dalam hatinya dia masih tetap mencurigai
kalau Majikan patung emas itu adalah rubahan dari si pedang emas
Wi Ci To ini dikarenakan dia hendak melindungi putrinya Wi Lian In
tidak sampai dijodohkan dengan seorang pemuda hidung bangor
maka dia hendak menggunakan dirinya untuk mengacau dan
merusak hubungan cinta antara putrinya dengan Hong Mong Ling,
dengan demikian putrinya Wi Lian In bisa dijodohkan dengan
dirinya.
Dan kini terlihatlah olehnya pada wajah Wi Ci To memperlihatkan
perasaan `tidak suka" dan 'tidak puas" nya terhadap Hong Mong
Ling ini.
Sipedang naga emas Wi Ci To sesudahnya memeriksa dengan
teliti seluruh tubuh dari Hong Mong Ling, alisnya dikerutkan
kencang-kencang ujarnya dengan keren:
“Hm..dia terpukul belakang lehernya terlebih dahulu kemudian
baru ditotok jalan darah pingsannya”
”Suhu, dia tertotok oleh cara menotok jalan darah yang macam
bagaimana?” tanya Shia Pek Tha.
Cara.menotok jalan darah yang sangat biasa, tidak ada tempat
yang terlalu mengherankan “
Sesudah berhenti sejenak dia menoleh kearah Cang Bun Piauw
sambil tanyanya:
“Siapa orang ini?”
“Si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piauw”
Si pedang naga emas Wi Ci To sambil menggerakkan tangannya
membebaskan jalan darah yang tertotok pada tubuh Hong Mong
Ling tanyanya:
“Orang mana tikus rakus dari Go bi itu?”
“Rumahnya tinggal didaiam kota Go bi, dia adalah seorang
kongcu yang suka pelesiran, suka judi mau pun mabok-mabokan”
Mendengar perkataan itu dengan wajah yang penuh perasaan
terkejut Wi Lian In angkat kepalanya, tanyanya pada Shia Pek Tha:
“Pek Tha suheng, kau bilang apa?
Pada wajah Shia Pek Tha segera timbul perasaan bimbang dan
sedihnya, sesaat kemudian barulah sahutnya,
“Sumoay, kau tidak usah marah kemungkinan sekali suhengmu
telah salah bicara'
“Hmm...Dengus Wi Ci To dengan dinginnya.” cepat katakan
dengan jelas kau kenal dengan orang ini ?”
“Tecu hanya tahu tindakan serta gerak gerik dan perbuatan
orang ini saja, dengan dirinya sama sekali tidak kenal”
“Hmm..aku lihat dia sama sekali tidak paham ilmu silat.”
“Benar” sahut Shia Pek Tha,” Ajahnya pernah memangku jabatan
sebagai pembesar kota sehingga harta kekajaannya amat banyak
sekali sedang dia lalu menggunakan nama besar dari bapaknya
serta kekajaannya untuk berbuat tidak senonoh diluaran dan
menganiaja kaum rakjat yang lemah.”
Dengan-perlahan Wi Ci To putar tubuhnya pergi membebaskan
jalan darah dari Cang Bun Piauw, tanyanya lagi.
“Lalu bagaimana mungkin Mong Ling bisa bergaul dengan orang
macam ini?”
“Tentang ini tecu juga tidak tahu,” sahut Shia Pek Tha dengan
cepat, “Kemungkinan sekali Mong Ling sute sama sekali belum
pernah kenal dengan orang ini, hanya mungkin... pokoknya
bagaimana keadaan sesungguhnya lebih baik tunggu saja Mong
Ling sute sesudah sadar kembali baru kita tanyai”
Wi Ci To melihat Hong Mong Ling belum juga sadarkan diri
segera putar tubuhnya mengangguk kepada Ti Then, ujarnya sambil
tertawa:
“Inikah si pendekar baju hitam Ti Then ?”
“Benar” sahut Ti Then sambil rangkap tangannya memberi
hormat.
“ Ha. .. ha... ha . Lohu telah tidak sedikit mendengar cerita
mengenai pendekar baju hitam, lohu amat girang bisa bertemu
dengan seorang pendekar muda yang amat terkenal di dalam dunia
kang ouw.”
“Pocu terlalu memuji”
“Siapakah suhu dari Ti-heng ?”
Ditanyai dengan pertanyaan itu Ti Then segera menjadi serba
susah, dengan gugup sahutnya:
“Tentang hal ini boanpwe...........”
“Ha... ha.. ha.. bilamana Tiheng merasa ada sesuatu yang tidak
enak untuk dibicarakan lebih baik tidak usah menyawab, orang yang
bisa menggembleng seorang pemuda seperti Ti heng ini tentunya
merupakan seorang diago tua yang telah lama menyembunyikan diri
dan mengasingkan diri dari pengalaman.”
“Tidak salah” sahut Ti Then cepat, “Suhuku memang telah lama
mengasingkan diri dari pergaulan, dia orang tua pernah memberi
tahu pada boanpwe untuk tidak secara sembarangan
mernberitahukan namanya kepada orang lain”
Bagaimana pun juga pengalaman dari Wi Ci To telah amat luas,
begitu melihat keadaan itu segera dia tukar pembicaraan, ujarnya
lagi:
“ Pada tahun yang lalu Ti-heng pernah membantu Shia Pek Tha
memukul mundur musuh tangguh dan ini hari Ti-heng menolong
muridku lagi pulang ke dalam Benteng dalam hati Lohu benar-benar
merasa sangat berterima kasih.
“Aah..mana, mana . hanya secara kebetulan saja, perlu apa
terlalu dipikirkan. “
Saat itulah terdengar suara Shia Pek Tha yang sedang berseru:
“Suhu ... Mong Ling sute sudah sadar kembali”
Sinaga mega Hong Mong Ling yang rebah terlentang ditengah
ruangan dengan perlahan sadar kembali, sambil mengucak-ucak
matanya dia memandang dengan perlahan kesekelilingnya, tetapi
ketika dia melihat dengan jelas kalau dirinya sedang rebah ditengah
ruangan dalam Benteng Pek Kiam Po dengan cepat segera meloncat
bangun.
Pada saat itu pula ketika dilihatnya Cang Bun Piauw berada pula
disisi tubuhnya tak terasa air mukanya berubah dengan hebatnya.
Dengan dingin ujar Wi Lian In:
“ Hm.. telah terjadi peristiwa apa?”
Hong Mong Ling tidak segera memberi jawaban, dengan wajah
yang penuh perasaan terkejut dan ketakutan dia memandang wajah
Wi Ci To, Shia Pek Tha serta akhirnya berhenti pada wajah Ti Then.
Dengan pandangan yang amat tajam dia memandang beberapa
saat lamanya ke atas wajahnya kemudian dengan bimbang
gumamnya:
“Kau..kau . . ..siapa kau? „
“He . . he ,sahut Wi Ci To sambil tertawa dingin: “Dia adalah
sipendekar baju hitam Ti Then, juga merupakan in-jin yang telah
menolong kau kembali. “
Mendengar perkataan itu dengan cepat sambung Ti Then.
“Malam tadi cayhe kebetulan sedang lewat hendak masuk kota
ketika sampai diluar kota telah melihat di samping jalan rebah
Hong-heng berdua dengan tidak sadarkan diri, oleh karena cayhe
kenal kalau Hong-heng adalah pendekar pedang merah dari
benteng Pek Kiam Po ini maka sengaja menolong Hong heng berdua
kembali ke dalam benteng.
Ketika Hong Mong Ling dengar kalau Ti Then menemukan dirinya
berada diluar kota dalam hatinya baru merasa amat lega sedang
perasaan terkejut serta ketakutan yang menghiasi wajahnya pun
dengan perlahan mulai lenyap.
Dengan cepat dia bangkit berdiri sambil ujarnya:
“Ooh ... kiranya begitu, kalau begitu cayhe mengucapkan banyak
terima kasih dahulu atas budi pertolongan dari Ti-heng,.
Sambil berkata dia merangkap tangannya memberi hormat
kepada Ti Then.
Wi Lian In yang berdiri disisinya dengan wajah yang cemberut
ujarnya dengan amat dingin:
“Cepat bilang, bagaimana bisa terjadi peristiwa ini?”
Hong Mong Ling melihat sekejap kearah Cang Bun Piauw yang
masih belum sadarkan dirinya, pikirnya dalam hati:
“ Hmm ...sekarang dia belum sadar kembali, biar aku tunggu
sebentar lagi baru bicara. “
Berpikir sampai di situ, tangannya memegang belakang leher,
ujarnya :
“Ehm..bicara sesungguhnya aku sendiri juga tidak tahu telah
terjadi peristiwa apa.. .
Wajah Wi Ci To segera berubah, dengan keren bentaknya:
“Hmm..Kau dipukul orang hingga tidak sadarkan diri mana
mungkin tidak tahu apa yang telah terjadi ?
Dengan tetap menggosok kedua pelipisnya ujar Hong Mong Ling
dengan perlahan, :
“Suhu...kau orang tua tidak usah marah biarlah tecu dengan
tenang mengingat-ingat kembali- Heeei...kepalaku masih tetap
pusing sekali...aduh.”
“Hmm ...sungguh kurang ajar” dengus Wi Lian In sambil
depakkan kakinya ke atas tanah.
Hong Mong Ling dengan tundukkan kepalanya “berpikir keras”
menanti setelah dia melihat Cang Bun Piauw dengan perlahan-lahan
sadar kembali barulah angkat kepalanya kembali sambil sahutnya:
--Tecu sekarang sudah teringat kembali peristiwa yang
sebenarnya adalah begini, ini hari ketika tecu sampai diluar kota Go
bi cuaca sudah hampir gelap, baru saja hendak melangkah masuk
kota tiba-tiba di belakang tubuhku terdengar ada seseorag yang
sedang berteriak teriak memanggil tecu: Hei . . yang berada di
depan bukan kah Mong Ling heng?” ketika tetiu menoleh terliharlah
orang itu adalah Cang Bun Piauw adanya”
“He... h.e..Potong Wi Lian In sambil tertawa dingin “bagus sekali
kiranya kau sudah berkenalan dengan si tikus rakus dari Go bi Cang
Bun Piauw ini”
“In moay jangan salah paham” ujar Hong Mong Ling dengan
ketakutan.
“Siau heng sama sekali tidak kenal dengan orang ini, kami tidak
lebih hanya punya kesempatan bertemu satu kali saja”
”Hmmm .. lanjutkan !”, bentak Wi Ci To.
Hong Mong
sambungnya:
Ling
ragu-ragu
sejenak
kemudian
barulah
“Ketika tecu melihat orang itu adalah dia maka segera tecu tanya
dia punya urusan apa, dia tidak ada hanya katanya baru saja
menagih hutang dari desa dan kini akan pulang dalam kota, dia
ingin berjalan bersama-sama dengan tecu. Ketika baru saja berjalan
tidak jauh mendadak dari samping jaIan meloncat keluar seorang
berkerudung menanyakan tecu apakah benar pendekar pedang
merah dari Benteng Pek Kiam Po, maka segera tecu membenarkan
pertanyaan itu. Siapa tahu orang berkerudung itu tanpa
mengucapkan kata-kata lagi segera menjerang tecu.”
Ti Then yang berdiri di samping ketika mendengar ceritera itu
diam-diam merasa amat geli, pikirnya.
“ Majikan patung emas bilang Hong Mong Ling ini berhati tidak
lurus jadi orang amat curang ternyata sedikit pun tidak salah.
Didengar dari cerita bohongnya ini sudah tahu kalau kepandaiannya
di dalam hal itu amat liehay sekali. “
Sinar mata Wi Ci To memancarkan sinar yang amat tajam
potongnya:
“Bagaimana nada suara dari orang berkerudung itu? Berapa
besar usianya?”
“Jika didengar dari nada ucapannya agaknya berasal dari daerah
San Si, sedang usianya kurang lebih lima puluh tahunan.”
“Pakai senyata?”
“Tidak” sahut Hong Mong Ling dengan cekatan. “Tetapi ilmu
telapaknya amat aneh dan liehay sekali, tecu yang didesak dengan
serangan telapak yang bertubi-bertubi itu memaksa tecu sama
sekali tidak
punya kesempatan untuk mencabut pedang
menyambut datangnya serangan musuh. Sehingga akhirnya-
...akhirnya belakang leherku terkena gaplokannya sesudah itu
urusan selanjutnya tecu tidak tahu sama sekali
Sinar mata Wi Ci To berkelebat tak henti-hentinya, dengan berat
ujarnya:
“Kau tidak.tahu kepandaian silatnya dari golongan apa?”
Wajah Hong Mang Ling segera menampiIkan
kecewanya, sahutnya dengan sedikit malu.
perasaan
“Benar tecu sama sekali tak tahu”
“Ehm..” sambil mengelus jenggotnya Wi Ci To berpikir keras
sejenak.- “Didaerah sekitar San-si siapa yang paling hebat dalarn
ilmu telapaknya?”
“Apa mungkin Thiat Sah Ciang atau si pukulan pasir besi, Cau Si
Pei? “
“Tidak mungkin” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya,
“sekali pun ilmu telapak dari si pukulan pasir besi: Cau Si Pei sangat
hebat tetapi dia tidak mungkin memenangkan kalian”
“Tia” seru Wi Lian In. “dia sudah sadar, coba tanyakan pada
dirinya”
Wi Ci To ketika melihat Ceng Bun Piauw sudah bangkit dan
duduk di atas tanah segera memutar tubuhnya. Sinar matanya
dengan amat tajam memperhatikan seluruh tubuhnya,kemudian
barulah tanyanya:
“Cang kongcu, dapatkah kau menceritakan peristiwa yang terjadi
kemarin malam dengan amat teliti kepada Lo hu?
“ Kau orang tua apakah majikan dari Benteng Pek Kiam Po?”
“Tidak salah! memang lohu sendiri. “ sahut Wi Ci To sambil
mengangguk.
“Selamat bertemu, selamat bertemu. Siauw-cu telab lama
rnendengar nama besar dari Wi Pocu, hanya selama ini tidak punya
jodoh untuk bertemu, ini hari dapat ...”
Wi Lian In yang tahu orang itu merupakan seorang kongcu yang
suka pelesiran, judi mabok-mabokan dalam hatinya sudah timbul
perasaan bencinya, kini tak tertahan lagi bentaknya dengan keras:
“Tidak usah banyak ngomong, cepat bicara. “
Cang Bun Piauw yang dibentak men jadi berdiri termangu-
mangu, segera dengan wajah yang penuh senjuman tengik
lanjutnya:
“Baik.. baik. „peristiwa yang sebenarnya adalah begini. Ini hari
Siauw seng pergi kedesa Lie-khia-cung untuk menarik pajak sawah,
pada saat pulang dan tiba diluar kota secara kebetulan telah
bertemu dengan Hong-heng ini, lalu siauw-seng berjalan bersama
dengan dirinya, tetapi belum berjalan begitu jauh secara tiba-tiba
dari samping jalan meloncat keluar seorang yang berkerudung ...”
Apa yang diceritakan olehnya persis dengan cerita yang
dikisahkan oleh Mong Ling.
Tanya Wi Ci To :
“Sesudah dia merubuhkan muridku, baru memukul rubuh
dirimu?”
“Benar “- sahut Cang Bun Piauw sambil mengangguk. “Siauw
seng tidak punya dendam dan sakit hati dengan dirinya ternyata dia
berani turun tangan terhadap siauw seng, sungguh kurang ajar
sekali “
“Hmm sesudah dia pukul rubuh muridku pernah mengucapkan
kata-kata apa?”
Cang Bun Piauw menundukkan kepalanya pura-pura berpikir
keras, sesaat kemudian baru sahutnya:
“Ooh .. ada, sesudah dia pukul rubuh Hong heng dia pernah
tertawa dingin sambil ujarnya: . He he... pendekar pedang merah
dari Benteng Pek Kiam Po tidak lebih juga hanya begini saja“
sehabis berbicara segera dia lajangkan tangannya memukul rubuh
Siauw seng.
Wi Ci To mengangguk perlahan kemudian dengan perlahan dia
menoleh ke arah Hong Mong Ling sambil tanyanya:
“Sebenarnya kau kuat menahan beberapa jurus serangannya?”
“Di dalam keadaan yang amat gugup dan kelabakan tecu hanya
berhasil menyambut sepuluh jurus saja”
”He..he..orang yang bisa mengalahkan kau hanya di dalam
sepuluh jurus saja tidak banyak”
“Suhu..tahukah kau siapa orang itu?”
“Ehm . aku masih belum bisa mengetahui” sahut Wi Ci To sambil
gelengkan kepalanya.
”Apa mungkin musuh bujutan suhu pada masa yang lalu...Co Shu
Koay kiam atau sipendekar pedang tangan kiri, Cian Pit Yuan? “
tanya Shia Pek Tha.
”Bila dia orang yang melakukan” sahut Wi Ci To- “ seharusnya
dia langsung datang mencari aku, tidak mungkin bisa pergi
menjerang Hong Mong Ling”
“Suhu” seru Hong Mong Ling ”Siapa itu sipendekar pedang
tangan kiri, Cian Pit Yuan ?
”Seorang pendekar pedang kenamaan yang pada dua puluh
tahun yang lalu pernah kalah di bawah ilmu pedangku dan dia
pernah bersumpah untuk mencari balas.”
Berbicara sampai di sini dia menoleh memandang Shia Pek Tha
lagi, lanjutnya:
“Tidak perduli siapakah orang berkerudung itu, tetapi dia sudah
menghina Hong Mong Ling sudah tentu kedatangannya tidak punya
niat baik, cepat kau pergi bangunkan beberapa orang pendekar
pedang merah untuk menyaga diseluruh tempat sekitar Benteng?.”
Shia Pek Tha segera bungkukkan dirinya menerima perintah dan
mengundurkan diri dari dalam ruangan.
Sesudah memberi perintah pada Shia Pek Tha dengan perlahan
Wi Ci To menoleh lagi kearah Hong Mong Ling, ujarnya:
"Mong Ling, kau bawalah Ti-heng beserta Cang kongcu masuk ke
dalam kamar untuk beristirahat, besok pagi-pagi suruhlah orang
menghantar Cang Kongcu masuk ke dalam kota Go-bi terlebih
dahulu”
Hong Mong Ling segera bungkukkan diri menerima perintah,
setelah itu kepada Ti Then serta Cang Bun Piauw ujarnya:
“Kalian berdua silahkan mengikuti siautw-te masuk kamar untuk
beristirahat.”
Ti Then serta Cang Bun Piauw segera minta ijin pada Wi Ci To
dan mengikuti di belakang tubuh Hong Mong Ling ke luar dari
ruangan tamu, setelah berjalan beberapa lama sampailah mereka
disebuah deret kamar yang memanyang, Hong Mong Ling dengan
cepat membuka dua buah pintu kamar, semula dia mempersilahkan
Ti Then memasuki salah satu kamar kemudian barulah membawa
Cang Bun Piauw kekamar yang lain.
Sesudah masuk ke dalam kamar tangannya segera menutupi
pintu dan menjulut lampu, ujarnya kepada Cang Bun Piauw dengan
nada yang amat perlahan:
“Sungguh amat bahaja, kurang sedikit saja diketahui rahasia kita”
“
“Siapa bilang tidak, semula kita masih berada di dalam Touw Hoa
Yuan dan di pukul rubuh oleh Lu kongcu itu, bagaimana akhirnya
bisa dibuang diluar kota?”
“Hmm . .mungkin Lu kongcu itu telah membawa kita keluar kota
. kali ini berhasil mengelabuhi mereka tetapi kau harus ingat jangan
sekali-sekali sampai keadaan yang sesungguhnya bocor dan
diketahui orang lain,
“Ooh . . sudah tentu sudah tentu..
“He...he .”ujar Hong Mong Ling lagi. “Bilamana urusan ini sampai
diketahui orang lain dan sumoayku tahu kalau aku pernah pergi
main wanita .he . he . . tentu dia tidak mau kawin sama aku lagi,
saat itu aku akan membereskan nyawamu. “
Cang Bun Piauw yang diancam seperti itu terpaksa hanya bisa
tertawa pahit saja sambil sahutnya
“Kau legakanlah hatimu, orang lain aku berani main-main tetapi
terhadap Hong-heng aku tidak akan berani main-main”
“Masih ada” tambah Hong Mong Ling: “Besok pagi sesudah kau
pulang ke dalam kota segera pergi ke dalam Touw Hoa Yuan untuk
memberi peringatan kepada Ku le, katakan padanya untuk jangan
menceritakan urusan kemarin malam kepada orang lain kalau tidak
hmm . hm hmm aku tidak akan berbuat sungkan-sungkan lagi
terhadap dirinya.”
“Baik, baik...siauwate tentu melaksanakan perintah ini dengan
sebaik-baiknya”
“Bagus, sekarang kau boleh beristirahat, aku pergi.”
Sehabis berkata segera dia putar tubuh untuk berlalu dari dalam
kamar tersebut,
"Hong-heng tunggu sebentar !"-
”Ada urusan apa?" tanya Hong. Mong Ling sambil balikkan
tubuhnya,
Cang Bun Piauw menuding kearah kamar sebelah, ujarnya
dengan perlahan
”Siauw-te rasa orang ini agaknya pernah kita jumpai, entah
bagaimana perasaan Hong-heng?”
“Hm..dia adalah sipendekar baju hitam Ti Then dan merupakan
seorang dari kalangan yang punya nama sangat terkenal, kau
pernah bertemu dengan dia ?
“Tidak...tidak...” sahut Cang Bun Piauw cepat, “Hanya saja siuaw-
te rasa wajahnya sedikit mirip, sedikit mirip dengan bangsat she Lu
itu “
Mendengar perkataan itu wajah Hong Mong Ling segera berubah,
sinar matanya dengan tajam memandang wajah Cang- Bun Piauw,
ujarnya:
“...Tapi ini tidak bisa mungkin terjadi.”
“Kenapa tidak mungkin?,”
“Ehm..kau curiga kalau bangsat she Lu itu adalah jelmaan dari
dirinya?”
“Sama sekali Cang Bun Piauw tidak pernah berpikir kalau urusan
bisa berubah ,demikian seriusnya, mendengar perkataannya itu dia
menjadi sangat terperanyat, balik bertanya:
“Kau lihat benar tidak?”
Hong Mong Ling menggigit kencang sesaat kemudian barulah
angkat bicara lagi, sahutnya.
“Hm..untung saja kau cepat peringatkan diriku, siauw te pun
merasa kalau dia mirip sekali degan bangsat she Lu itu, tetapi kalau
memang perkataan ini benar apa tujuan darinya untuk berbuat
demikian?”
“Mungkin dia hendak menggunakan kesempatan ini untuk masuk
ke dalam Benteng dan melakukan suatu pekerjaan yang tidak
menguntungkan bagi keselamatan Benteng Pek Kiam Po"
”Tidak mungkin” Sahut Hong Mong Ling sesudah berpikir
sejenak” Alasannya ada dua, pada urusan sebelumnya dia sama
sekali tidak tahu kalau kita akan pergi ke Touw Hoa Yuan untuk
mencari senang, seperti mungkin bisa menyamar sebagai “Lu
kongcu” untuk menunggu kita di sana, ke dua dia adalah jago dari
kalangan Pek-to di dalam dunia persilatan dengan Benteng Pek
Kiam Po sama sekali tidak punya ganyalan apa-apa, mana mungkin
dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mamasuki Benteng dan
melakukan pekerjaan yang tidak menguntungkan bagi Benteng Pek
Kiam Po kita ini?”
“Kalan tidak sudah tentu dia punya tujuan untuk merusak
perkawinan antara kau dengan nona Wi”
“Tidak mungkin..” sahut Hong Mong Ling sambil gelengkan
kepalanya lagi” dia tidak punya alasan untuk merusak perhubungan
antara diriku dengan sumoay, kita boleh berbicara satu langkah ke
belakang, bilamana dia punya tujuan ini kenapa dia pun ikut
membantu kita untuk mangelabuhi mereka ? “
“Bilamana bangsat she-Lu itu adalah jeimaan dirinya, masih ada
satu kemungkinan . . . dia ingin merebut bakal istrimu ?”,
Pada air muka Hong Mong Ling segera terlintas senjuman yang
amat dingin sahutnya:
“Hmm..dengan wajah serta keadaannya yang amat miskin itu dia
masih belum mamadahinya?”
Sekali pun pada mulutnya dia bicara demikian padahal dalam
hatinya telah timbut perasaan curiganya yang, amat tebal, segera
ujarnya lagi:
“Kau beristirahatlah, biar aku pergi menjelidiki keadaan yang
sesungguhnya.”
Sehabis berkata segera dia putar tubuhnya berlalu dart kamar
Cang Bun Piauw.
Ketika dia berjalan sampai di depan kamar Ti Then dillhatnya
suasana kamar itu sudah amat sunyi, dengan perlahan dia angkat
tangannya mengetuk kamar itu, panggilnya:.
“Ti-heng “ Ti-heng..Ti-heng kau sudah tidur?”
Dari dalam kamar segera terdengar sahutan dari Ti Then,
sahutnjna:
“Ooooh ..siapa? Hong-heng?silahkan masuk “
Hong Mong Ling setelah ragu-ragu sejenak kemudian mendorong
pintu dan berjalan masuk, terlihatlah baju luar dari Ti Then telah
dilepaskan dan dia sedang berbaring di atas pembaringan. Melihat
hal itu dengan cepat dia pura-pura mau mengundurkan diri sambil
udiarnya,
“Ooh , kiranya Ti-heng sudah siap hendak tidur, kalau begitu
siauw-te telah mengganggu”
“Hong-heng silahkan duduk, “ ujar Ti Then sambil bangkit duduk
di atas pembaringan “Siauw-te belum punya maksud untuk tidur,
lebih balk kita cerita-cerita saja.
Hong Mong Ling yang mendengar parkataannya persis seperti
maksud di dalam hatinya diam-diam merasa amat girang, cepat dia
duduk di atas sebuah kursi sambil rangkap tangannya memberi
hormat, ujarnya:
“Budi pertolongan dari Ti heng membuat siauw-te bingung harus
berbuat bagaimana untuk membalasnya.”
”Ha..Ha..ha.....mana bisa dihitung sebagai menolong nyawamu,
harap Hong-heng tidak usah risaukan dalam hati. “
“Nama besar Ti-heng bagaikan halilintar yang memekikkan
telinga, sudah lama siauw-te mengandung maksud untuk bertemu
dengan Ti-heng, ini hari bisa bertemu muka boleh dikata sangat
menjenangkan hati siauw-te.
”Ha...ha .. ha ... mana..mana..Sinaga Mega Hong Mong Ling
nama ini jauh- lebih nyaring dan lebih terkenal di dalam Bu-lim.”
Teringat kembali di dalam benak Hong Mong Ling ketika dia di
dalam satu jurus saja telah dipukul rubuh oleh “Lu kong cu” tidak
terasa lagi telinga serta wajahnya berubah menjadi kemerah-
merahan, ujarnya.
“Mana mungkin, kepandaian siauw-te masih terlalu jauh
ketinggalan jika dibandingkan dengan Ti-heng, harap mulai saat ini
Ti-heng mau memberi banyak petunjuk kepada siauw-te.”
“Ha... ha .. ha . Hong-heng berbicara demikian mungkin bisa
membuat siauwte mejadi malu dengan sendirinya.”
Hong Mong Ling pun tertawa, sahutnya:
”Ha ... ha, . Ti-heng terlalu merendahkan diri ”
”Ooh :..kali ini Ti-heng berkunjung kekota Go-bi entah
tujuan apa ?”
punya
”Ooh ...siauwte hanya secara tidak sengaja lewat di sini,
sebenarnya aku punya rencana untuk mencari kawan bermain.”
“Ini hari Ti-heng dapat berkunjung ke dalam Benteng harap kaki
mau tinggal beberapa hari di sini.”
"Baiklah, “ sahut Ti Then tanpa pikir panjang lagi,”Memangnya
sudah datang bilamana tidak mengganggu beberapa hari suhengmu
juga tidak mungkin mau melepaskan diri siauw-te. “
Hong Mong Ling lihat dia menyanggupi dengan demikian
cepatnya tak terasa semakin curiga lagi, sambil tertawa paksa
ujarnya:
”Asalkan Ti-heng tidak terlalu kesunyian atas kejelekan Benteng
kami, siauw te dengan segala senang hati akan menyambut Ti-heng
untuk berdiam beberapa hari lamanya di dalam, Benteng.”
”Baiklah, siauw-te pun punya perasaan simpatik begitu bertemu
muka dengan Hong-heng, dalam hatiku merasa amat girang sekali
bisa berkawan dengan seorang semacam Hong-heng ini.”
”Ha...ha, mana..mana... siauw-te dengar ilmu pedang dari Ti-
heng amat lihay sekali, pada kemudian hari masih mengharapkan
petunjuk-petunjuk dari Ti-heng.”
”Memberi petunjuk dua buah kata Siauw-te tidak berani
menerima, bilamana saling bertukar pikiran masih jauh lebih bagus
lagi.”
Diam-Diam hati Hong Mong Ling semakin girang pikirnya:
“Hmm...bagus sekali, kau pendekar baju hitam Ti Then sekali pun
namanya tidak kecil tetapi bilamana bicara dalam hal ilmu pedang
aku masih punya kepercayaan untuk merubuhkan dirimu, menanti
besok pagi aku akan mencari kesempatan untuk minta petunjuk
darimu, di hadapan orang banyak memukul rubuh dirimu, pada saat
ini aku mau lihat kau masih punya muka tidak untuk bertamu di
sini.”
Sampai saat ini juga dia masih tetap berani untuk mengambil
kesimpulan bahwa Ti Then adalah Lu Kongcu tetapi dia pun tidak
berani untuk mengambil kesimpulan kalau Ti Then adalah Lu kongcu
oleh karena itulah dia baru mengambil keputusan untuk mengajak
dia bertanding ilmu pedang dan mengambil kesempatan itu mebuat
malu Ti Then sehingga dia tidak berani berdiam lebih lama lagi di
dalam Benteng Pek Kiam Po dengan sendirinya secara tidak
langsung dia pun telah melenyaplan sebuah bencana dikemudian
hari.
Terhadap
kemampuannya
dengan
mengandalkan
ilmu
pedangnya bisa mengalahkan diri Ti Then dia sudah merasa mem
punyai pegangan yang amat kuat oleh sebab itulah semakin berpikir
semakin merasa girang, segera dia bangkit mohon diri, ujarnya:
“Hari sudah mendekati pagi Ti-heng silahkan beristirahat, siauwte
mohon diri terlebih dahulu”
Sehabis berkata dia memberi hormat lagi dan mengundurkan diri
dari dalam kamar.
Sesudah melihat Hong Mong Ling pergi jauh barulah dengan
perlahan Ti Then bangkit berdiri untuk menutup pintu kamar dan
balik lagi ke atas pembaringan, matanya dipejamkan rapat-rapat.
Padahal dia tidak bisa tidur karena dia merasa bahwa masib
banyak urusan yang harus dipikirkan terlebih dahulu, banyak siasat
yang harus diselidiki, persoalan pertama yang harus dipikirkan
terlebih dahulu adalah:
“Benarkah sipedang naga emas Wi Ci To itu adalab majikan
patung emas?”
Tadi dia pernah melakukan pemeriksaan yang amat teliti
terhadap sikap serta seluruh gerak gerik dari sipedang naga emas
Wi Ci To, tetapi sekali pun telah diperhatikan amat teliti dia tetap
tidak bisa mengambil keputusan benar tidak dia adalah majikan
patung emas, maka itu kini dia harus memikirkan sebuah "Bukti"
dari penjelidikannya itu.
Dengan cara dan siasat apakah dia baru bisa menjelidiki kalau Wi
Ci To itu benar atau tidak sebagai Majikan patung emas?
Ooh ..ada. Asalkan bertanya dan menjelidiki sebentar kepada
Shia Pek Tha atau Hong Mong Ling apakah, di dalam setengah
tahun ini Wi Ci To selalu berada di dalam Benteng atau tidak maka
dengan cepat dia akan mengerti benarkah dia majikan patung emas
atau bukan.
Bilamana selama setengah tahun yang lalu Wi Ci To tidak pernah
berada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka dia tentu dan pasti
adalah Majikan patung emas.
Tetapi bilamana selama setengah tahun yang lalu dia selalu
berada di dalam Benteng maka sudah tentu dia tidak mungkin
adalah Majikan patung emas.
Bilamana hasil dari penjelidikannya membuktikan kalau Wi Ci To
bukan majikan patung emas, lalu apa mungkin majikan patung
emas itu adalah sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan?
Mengenai "Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan" ini dia
pernah mendengar dan mengetahui kalau dia pun merupakan
seorang pendekar yang amat lihay ilmu pedangnya, pada dua puluh
tahun yang lalu dia pernah memiliki nama besar yang sejajar
dengan nama Wi Ci To di dalam Bu-lim, kemudian di bawah hasutan
serta gosokan orang banyak maka kedua orang, itu di hadapan
orang banyak telah mengadakan pertandingan untuk menentukan
tinggi rendahnya kepandaian masing-masing akhirnya Cian Pit Yuan
kalah sedang telinga sebelah kanannnya pun berhasil ditabas oleh
pedang Wi Ci To hingga tinggal separuh, sejak saat itulah Cian Pit
Yuan lenyap dari dalam Bu-lim sampai saat ini.
Seorang pendekar pedang kenamaan secara tiba tiba mendapat
kekalahan ditangan orang lain bahkan sebuah telinganya berhasil
ditabas putus, hinaan dan perasaan malu seperti ini sudah tentu
membuat hatinya merasa dendam, sedang sakit hati ini pun sudah
tentu harus dicari balas.
Tetapi bilamana majikan patung emas itu adalah sipendekar
pedang tangan kiri Cuan Pit Yuan, bilamana dia ingin membalas
dendam seharusnya turun tangan sendiri, kenapa kini
memerintahkan dirinya untuk menjusup ke dalam Benteng bertindak
sebagai “Patung emas ?
Dia menggunakan “patung emas” ini untuk mencari kemenangan
dari Wi Ci To, apa mungkin dia ingin memenangkan .pertandingan
ini dengan tanpa menggunakan kepandaian silat?
Oleh sebab Itulah dia semakin merasa kalau Cuan Pit Yuan ini
tidak mungkin adalah Majikan patung emas:
Lalu, siapakah sebenatnya Majikan patung emas itu?
Apakah dia sudah mengikuti dirinya masuk ke dalam Benteng Pek
Kiam Po ini ?
Atau, apa mungkin dia merupakan salah satu anggota dari
Benteng Pek Kiam Po ini?
Beberapa pertanyaan ini membuat dia benar-benar sukar untuk
memejamkan matanya sebaliknya masih terdapat banyak sekali
urusan yang membuat dia merasa tidak tenteram, sekarang dia
sudah memasuki Benteng seratus pedang, sejak saat ini
kemungkinan sekali dia bisa menggantikan kedudukan Hong Mong
Ling sebagai mantu dari Wi Ci To tetapi sekali pun dirinya dapat
dengan sungguh hati pergi mencintai Wi Lian In apabila pada suatu
hari Majikan patung emas secara tiba tiba memerintahkan dirinya
untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tidak mendatangkan
kebaikan bagi Wi Ci To, lalu dia harus berbuat bagaimana ?
Bilamana dia menolak perintah dari patung emas ini sudah tentu
dia akan membunuh dirinya, kematian dari dirinya tidak perlu
disajangkan tetapi bukankah dengan demikian malah merusak
kebahagiaan dari Wi Lian In ?
Heeei, apabila kepandaian silat yang dimiliki o!eh Wi Ci To bisa
mengalahkan dirinya itulah sangat bagus sekali, tetapi majikan
patung emas pernah berkata selain si kakek pemalas Kay Kong Beng
tidak mungkin ada orang yang bisa mengalahkan dirinya
Hari telah pagi.
Terdengar suara orang yang sedang mengetuk pintu dari luar.
Dengan cepat Ti Then bangkit berdiri dan membuka pintu,
terlihatlah si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha dengan
menyinying sebuah buntalan telah berdiri di depan dengan cepat dia
memberi hormat ujarnya:
”Ooh .. Shia heng, pagi benar.”
“Ha . -ha .bagaimana tidurmu kemarin malam ???” ujar Shia Pek
The sambil melangkahkan kakinya berjalan masuk ke dalam kamar.
“Masih baikan, apakah telah menemukan seseorang yang
menjelundup masuk ke dalam benteng ??”
“Tidak ada” sahut Shia Pek Tha sambil gelengkan kepalanya,
“Kelihatannya orang berkerudung itu sama sekali tidak punya
maksud berbuat jahat terhadap benteng Pek Kiam Po ini.”
“Ooh... benar ??,”
Menurut dugaan Ie-heng, tentunya dia merupakan seorang jago
berkepandaian tinggi dari dalam Bu-lim yang ingin mencoba
kepandaiannya sendiri sehingga dia sengaja dengan wajah yang
berkerudung sengaja munculkan dirinya bergebrak melawan Mong
Ling sute, sesudah kemarin malam berhasil mengalahkan Mong Ling
sute dengan hasil yang puas telah meninggalkan kota Go-bi ini, “
“Ehm . . benar"- sahut Ti Then sambil mengangguk “Kelihatannya
mungkin memang demikian “
Shia Pek Tha berbatuk ringan, sambil tertawa ujarnya:
”Tadi siauwheng dengar dari Mong Ling sute katanya Lote sudah
menyanggupi untuk berdiam di dalam Benteng selama beberapa
hari?”
“Benar, tetapi sudah tentu harus melihat dulu apakah Wi Pocu
serta Shia heng man menerima atau tidak.”
”Ha . ..ha...ha... . kenapa tidak mau menerima? Lote sukar sekali
bisa berkunjung ketempat ini, kali ini bilamana kau tidak tinggal
selama beberapa hari di tempat ini, aku juga tidak akan melepaskan
dirimu dengan demikian mudahnya.”
Sehabis berkata dia berhenti sejenak dan memandang seluruh
tubuh Ti Then sekejap, tiba-tiba dengan merendahkan suaranya
ujarnia lagi:
Tetapi ada beberapa urusan yang terpaksa aku harus minta maaf
darimu terlebih dahulu”
Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya cepat:
“Ada urusan apa?”
”Ha...ha . . ha... . sebelum aku jelaskan urusan ini terlebih dahulu
aku harap Lo-te jangan sampai memandang maksudku yang tulus
hati ini sebagai suatu hinaan atau cemoohan terhadap Lo-te.”
“ Sebenarnya urusan apa?“ tanya Ti Then.
“Ha...ha . . kau harus menyanggupi dahulu kalau tidak akan
menerima maksud baikku ini sebagai suatu hinaan atau cemoohan,
kalau tidak maka “ he...he..maap saja aku tidak berani untuk
meneruskan. ”
”Selamanya Shia-heng selalu suka blak-blakan, kenapa ini hari
secara mendadak bisa berubah demikian seriusnya?”
“Urusan ini menyangkut perhubungan antara majikan rumah
dengan tamu, mau tidak mau harus berbuat demikian. “
“Hee .. kalau begitu baiklah siauw-te menerimanya, cepat Shia-
heng silahkan bicara. “
Dengan perlahan-lahan Shia Pek Tha membuka buntalan yang
dibawa ditangannya, dari dalam buntalan itu diambilnya
seperangkat baju yang sangat baru serta sepasang sepatu yang
baru pula, kemudian diangsurkan ke depan Ti Then, ujarnya sambil
tertawa.
“Hanya ini saja, barang ini merupakan sedikit penghormatan
siauw-heng kepada diri Lo-te harap Lo-te tidak sampai salah paham
terhadap maksudku ini?”
Secara tiba-tiba Ti Then menjadi sadar kembali, sambil tertawa
terbahak bahak sahutnya:
“Sungguh maaf, siauwte kini bertemu di dalam Benteng
seharusnya tidak boleh memakai baju yang telah compang camping
ini ?
“Ha.... ha . . perkataan bukannya demikian, sekali pun lo te
memakai pakaian yang lebih dengkil serta compang-camping pun
orang-orang dalam Benteng tidak akan ada yang berani
memandang rendah terhadap diri Lo te, hanyalah siauw-heng
merasa kalau Lo te seharusnya berdandan baru benar., ada pepatah
yang mengatakan bahwa Budha memakai pakaian emas manusia
memakai pakaian dari kain? sudah seharusnya Lo te harus yang
lebih baik lagi”
Dalam hati Ti Then tahu akan maksud balk yang tulus dari kawan
lamanya ini, segera dia membuka pakaiannya yang dengkil itu dan
berganti dengan pakaian barunya kemudian barulah dia
membereskan rambutnya, seperminum teh kemudian sambil
tertawa ujarnya:
“He ...he... sampai aku sendiri pun telah tidak kenal ?”
Sesudah bertukar dengan pakaian yang baru ditambah lagi
dengan dandanannya yang rapi, di dalam sekejap saja dia telah
‘berubah'" jauh lebih mirip dengan Lu-kongcu lagi.
Jilid 3.2. Mempermalukan Hong Mong Ling
Ujar Shia Pek Tha sambil tertawa:
“Begini barulah wajahmu yang sesungguhnya, pada waktu yang
lalu ketika siauwheng bertemu kau di kota Tiang An, saat itu kau
pun gagah dan perlente seperti sekarang?"
Seorang pembantu segera mengangsurkan sebaskom air hangat
kepadanya untuk cuci muka, setelah semuanya selesai barulah
dengan mengikuti Shia Pek Tha berjalan keluar dari dalam kamar.
Ujar Shia Pek Tha:
“Suhuku telah menunggu di dalam ruangan dalam menanti lo-te
untuk dahar bersama,, cepat Lo-te ikuti diriku”
Ti Then segera menggerakkan
belakangnya sambil tanyanya:
langkahnya
mengikuti
di
“Bagaimana dengan Cang kong-cu itu?”
“Sejak tadi sudah dihantar pulang !”
“Sejak perpisahan kita pada tahun yang lalu di kota Tiang An
apakah Shia heng pernah melakukan perjalanan keluar Benteng?”.
“Tidak pernah” sahut Shia Pek Tha,”Suhu bilang sifat dari siauw-
heng, amat berangasan dan kasar mudah sekali bentrok dengan
orang lain maka sengaja tidak perbolehkan siauw-heng untuk
mengadakan perjalanan di luaran.”
Dengan meminyam kesempatan inilah tanya Ti Then lagi
“ Suhumu juga tidak suka keluar benteng?'"
“Benar, dia orang tua memang pada masa dekat ini jarang sekali
melakukan perjalanan keluar Benteng”
“Setengah tahun baru-baru ini apa juga tidak pernah pergi?”
“Ehm..."sahut Shia Pek Tha sesudah mengingat ingat sebentar. .
“Pernah satu kali pergi ke kuil Sang Cing Kong di atas Cing Jen
mencari Cui Toojin bermain catur, baru pada beberapa hari yang
lalu pulang ke dalam benteng, satu-satunya kegemaran dia orang
tua pada waktu mendekat ini hanya bermain catur"
Ti Then yang mendengar keterangan itu dalam hatinia menjadi
tergerak tanyanya lagi:
“Pada saat dia melakukan perjalanan diluaran apa Shia heng
sekalian mengawani?”
Dalam pikiran Shia Pek Tha mengira kalau dia amat menaruh
perhatian terhadap cara hidup sehari-hari dari suhunya sebab itulah
seluruh pertanyaannya dijawab tanpa ragu-ragu, kini ditanyai
dengan pertanyaan ini segera sahutnya
“Tidak perlu, dia suka berpesiar seorang diri “
“Jarak dari sini ke Cing Jen kira-kira tiga ratus li jauhnya,
ternyata suhumu hanya sengaja ke sana untuk bermain catur
dengan Cui Toojin. Ha ha.. . ha , sungguh hebat sekali
kegemarannya ini”
Shia Pek Tha pun tertawa, ujarnya:
“Ha..ha..ha... bagaimana pun juga dia orang tua memangnya
tidak punya urusan sehingga tidak perlu mengejar waktu, ada
kalanya begitu keluar pintu selama setengah tahun lamanya baru
pulang, umpama saja kepergiannya kali ini untuk bermain catur
catur dengan Cui Toojin saja sudah menghabiskan waktu empat,
lima bulan lamanya..”
Ti Then yang mendengar perkataan ini dalam hatinya semakin
mantap dugaannya kalau Wi Ci To adalah Majikan patung emas itu,
tak terasa lagi pikirnya
“Bagus sekali, kelihatannya kau Wi Ci To ternyata adalah
majikan” ku" hanya dikarenakan tidak ingin putrimu dijodohkan
kepada Hong Mong Ling ternyata telah memeras otak untuk
mengatur siasat semacam ini.
Setelah berpikir sejenak ujarnya lagi:
”Shia heng, agaknya hubungan putri suhumu dengan Mong Ling
heng tidak jelek”
“Benar “ sahut Shia PekTha.
“Sejak semula mereka sudah mengikat tali perkawinan mungkin
dua tiga bulan lagi mereka akan segera dikawinkan secara resmi.”
“Ooh.. kiranya demikian adanya tidak aneh kalau kemarin malam
nona Wi kelihatan demikian tegangnya,”
“Ha ..ha . ha ha ha sumoayku itu memangnya sangat suka
dengan Mong Ling sute, melihat dia bersama sama dengan Cang
Bun Piauw sudah tentu menjadi tegang.”
Kedua orang itu sambil berjalan berbicara tidak terasa lagi telah
sampai di. dalam ruangan bagian dalam, terlihatlah di tengah
ruangan besar itu telah diatur meja perjamuan sedang si pedang
naga emas Wi Ci To beserta seorang kakek tua berbaju hijau telah
menanti di sana, sinaga mega Hong Mong Ling berdiri di belakang
kedua orang itu.
Begitu dia melihat wajah serta dandanan dari Ti Then yang
sangat rajin dan perlente itu mendadak air mukanya berubah hebat,
sepasang matanya dengan tajam memperhatikan seluruh tubuh Ti
Then sedang dalam hatinya pikirnya dengan gemas:
“Hmm..tidak. salah kiranya kau adanya. “
Kiranya satu kali pandang saja dia sudah dapat melihat kalau Ti
Then yang berdiri di hadapannya saat ini tidak lain adalah Lu
kongcu yang memukul rubuh sewaktu berada di dalam sarang
pelacuran Touw Hoa Yuan.
Dengan langkah yang amat perlahan Ti Then berjalan masuk ke
dalam ruangan, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas
wajah kakek tua berbaju hijau itu, terlihatlah orang itu mem punyai
wajah yang amat angker, sikapnya gagah sedang pada janggutnya
terurai jenggot berwarna hitam yang amat panjang.
Ketika dia melihat dandanannya itu segera tahu kalau orang itu
tentunya adalah sute dari si pedang naga emas Wi Ci To, Hien Liong
Kiam atau si pedang naga perak Huang Puh Kiam Pek yang
merupakan wakil majikan dari benteng Pek Kiam Po, dengan tidak
berpikir lebih banyak lagi dia maju ke depan memberi hormat
kepada Wi Ci To sambil ujarnya:
“Boanpwe Ti Then memberi hormat kepada Wi Pocu"
Dengan cepat Wi Ci To angkat tangannya mengulap, ujarnya
sambil tersenjum:
“Tidak usah terlalu sungkan, tentunya kemarin malam Ti heng
tidak bisa tidur njenyak.??”
“Aah mana, mana tidak perlu Pocu tarlalu kuatir, boannwe dapat
tidur dengan sangat njenyak"
Wi Ci To segera menuding kearah kakek tua berbaju hijau yang
duduk di sampingnya ujarnya:
“Ini adalah sute dari lohu, Huang Puh Kiam Pek”
Ti Then segera memutar tubuhnya dan merangkap tangannya
memberi hormat ke pada sipedang naga perak Huang Puh Kiam Pek
itu, sambil tersenjum ujarnya.
“Boanpwe Ti Then, memberi hormat kepada Huang Puh cianpwe.
“
“Ha...h a . “sahut sipedang naga perak itu sambil .tertawa, “Ti-
heng masih muda belia ternyata bisa memiliki kepandaian silat serta
ilmu surat yang demikian tingginya, sungguh merupakan jago yang
dapat dipandang sebagai pembawa kebahagiaan dalam Bu-lim, “
“Aah . . cianpwe terlalu memuji, boannwe tidak berani
menerima."
“Ti heng.” terdengar suara panggilan dari Wi Ci To. “ silahkan
duduk, mari kita mulai bersantap. “
Dengan tidak sungkan-sungkan lagi Ti Then segera duduk di
samping Wi Ci To.
Sesudah itu kepada Hong Mong Ling serta Shia Pek Tha ujarnya
pula:
“Kalian berdua pun duduklah menemani tamu.”
Shia Pek Tha serta Hong Mong Ling segera menyahut secara
berbareng, demikianlah tua muda lima orang bersama-sama mulai
bersantap sambil bercerita panjang lebar.
Apa yang menjadi bahan pernbicaraan mereka tidak lebih
merupakan bahaja-bahaja yang mengancam keutuhan dari dunia
persilatan.
Sesudah seiesai bersantap, terdengar Wi Ci To buka mulut
tanyanya:
“Kali ini Ti Then rnengunjungi kota Go-bi entah
apa?”
punya tujuan
“ Ooh..tidak ada yang penting pada bulan yang lalu boanwe
punya urusan untuk menuju ke telaga Tian Ci, kali ini dalam
perjalanan pulang sebenarnia ingin mengunjungi teman-teman
untuk bermain.
“Ti-heng apa sudah berd janjj untuk bertemu dengan kawan-
kawan?”
“Tidak”- sahut Ti Then. “Temanku itu adalah seorang terpelajar.
Waktu yang lalu kami berkenalan dikota Tiang An selama itu selalu
dia mengajak boan pwe untuk bermain kerumahnya. Padahal
tempat itu sudah sering boanpwe kunjungi sehingga kini pergi atau
tidak pergi tidak mengapa.
“Kalau memang demikian adanya” ujar Wi Ci To dengan girang.
“Ti-heng kali ini harus berdiam selama beberapa hari di dalam
Bentengku yang buruk ini”
“Ha..ha..bisa mendapatkan kesempatan untuk berkumpul dengan
para cianpwe sekalian sudah tentu boan-pwe tidak berani
menampiknya, hanya saja..”
Wi Ci To
selanjutnya,
mengulap
tangarnya
memotong
pembicaraan
"Ti-heng tidak perlu demikian sungkannya, sekali pun lohu tidak
tahu asal usul suhumu tetapi lohu tahu kalau kau merupakan
seorang pemuda yang berhati tulus, selama hidupku ini lohu paling
suka berkenalan dengan seorang pemuda seperti Ti-heng ini,
bilamana kau tidak rnenampiknya silahkan berdiam di sini beberapa
lama”
Diam-Diam dalam hati Ti Then merasa amat geli pikirnia
“Hm..kau menginginkan aku untuk memperistri putrimu sudah
tentu dengan sangat gernbira dan tangan terbuka menyambut
kedatanganku ini “tetapi pada mulutnya, sahutnya dengan lembut
"Terima kasih atas perhatian dan kecintaan dari Pocu terhadap
diri boanpwe?”
Si pedang naga perak Huang Puh Kiam Pek yang selama ini
berdiam diri tiba-tiba menambahkan:
“Dengan rnemberanikan diri lohu ingin bertanya apakah suhu dan
Ti heng masih sehat-sehat saja?”
“Boanpwe sudah ada tiga empat tahun lamanya tidak bertemu
dengan dia orang tua, entah bagaimana keadaan dari dia orang tua
mendekat ini..”
Sipedang naga Perak, Huang Puh Kiam Pek tersenjum, ujarnya
lagi:
“Ti-heng dengan mengandalkan ilmu pedang menjagoi seluruh
dunia kang-ouw melihat muridnya sudah cukup untuk menunjukkan
gurunya sudah tentu ilmu pedang dari suhumu telah mencapai pada
taraf kesempurnaan yang amat tinggi”
“Tidak berani” sahut Ti Then tetapmerendah. --Bagaimana
kehebatan dari kepandaian silat suhuku, boanpwe sukar untuk
mengukurnya tetapi keberhasilan dari boanpwe tidak setinggi apa
yang cianpwe pikirkan, kalau sembarangan saja masih boleh jadi
tetapi bilamana harus dibandingkan dengan seorang jago pedang
kenamaan, ha..ha...ha .maaf kalau boanpwe tidak berani
meneriman ja”
“ Ha..ha . , ha...” ujar si pedang naga perak, Huang Puh Kiam
Pek, “Ti-heng ternyata sangat pandai untuk merendah diri, teringat
akan Tiong Lam Siauw Toojin itu juga merupakan seorang jago
pedang kenamaan yang sukar dicari tandingannya di dalam Bu-lim
tetapi ternyata bisa bergebrak seimbang dengan diri Ti-heng, hanya
cukup dari hal tadi saja sudah cukup untuk membuktikan kalau
kepandaian silat Ti-heng telah mencapai pada taraf kesempurnaan”
“ Ha - ha “ mana, mana, itu hanya secara kebetulan saja tidak
bisa terhitung sebagai kepandaian yang sebenaraja.”
“Lohu punya semacam permintaan yang kurang pantas entah Ti-
heng mau menerimanya atau tidak”
“Silahkan cianpwe memberi petunjuk” sahut Ti Then cepat.”
asalkan boanpwe bisa melakukannya tentu akan melaksanakannya
dengan tidak membantah”
“Anggota benteng kami dari atas sampai ke bawah semuanya
mengandalkan kepandaian ilmu pedang, oleh karena itu begitu
mendengar ada orang yang pandai di dalam permainan ilmu pedang
tidak dapat dihindarkan lagi timbul perasaan girangnya, asalkan Ti-
heng tidak menyalahkan, ketidak sopanan dari lohu ini maka lo-hu
ingin menjuruh seseorang mencoba-coba dengan kepandaian Ti-
heng sudah tentu hanya cukup dengan tutulan dianggap selesai.
Bagaimana ? ?
“Baik sih baik, hanya takutnya sampai menjadi tidak enak saja.”
“Ha...ha.. . siapa menang siapa kalah tidak boleh dimasukkan ke
dalam hati dan tidak dapat disiarkan keluar, bilamana sudah
disebutkan terlebih dahulu sudah tentu tidak sampai merasa enak
dengan lainnya bukan?
“Kalau memang demikan adanya, boan-pwe menurut perintah
saja.
“ Sipedang naga perak, Huang Puh Kiam Pek segera menoleh
kearah Hong Mong Ling sambil ujarnya:
“Mong Ling, cepat panggil seorang pendekar pedang putih
datang”
Dia tidak mengundang seorang pendekar pedang merah untuk
bertanding denganTi Then sudah tentu hal ini memperlihatkan kalau
dia tidak memandang terlalu tinggi kepandaian silat dari Ti Then ini.
Agaknya Wi Ci To merasa tidak tenang di dalam hatinya, tetapi
dia pun hanya melirik sekejap saja kearah Huang Puh Kiam Pek
sedang mulutnya tetap ditutup rapat-rapat.
Hong Mong Ling begitu mendengar susioknya tidak mengirim
dirinya untuk bertanding melawan Ti Then di dalam hatinya sedikit
merasa kecewa, tetapi sesudah berpikir sejenak dia pun merasa
bilamana harus rnengirirn seorang pendekar pedang putih untuk
bertanding dengan Ti Then terdahulu jauh lebih baik sehingga dia
pun bisa melihat kehebatan dari kepandaiaa silat Ti Then segera
dengan sangat hormatnya menyahut dan berlalu dari meja
perjamuan.
Ujar Wi T'i To mendadak,
“Pendekar pedang putih dari benteng kami ini sudah tentu bukan
tandingan dari Ti- heng, harap nanti bilamana terjadi pertandingan
jangan turun tangan lebih ganas"
”Mana. .mana” sahut Ti Then dengan cepat, “padahal kepandaian
dari boan-pwe sangat terbatas, kemungkinan sekali masih belum
sanggup untuk mengalahkan seorang pendekar pedang hitam dari
benteng Pek Kiam Po ini"
“Ha...ha..wajah Ti-heng bersinar tajam. Semangatnya
pun
sangat mantap. luar tidak sama dengan dalamnya, bilamana lo-hu
tidak melihat salah, mungkin diantara pendekar pedang merah dari
Benteng Pek Kiam Po ini pun tak ada yang sanggup untuk
menerima serangan dari Ti Then.”
“Mungkin Wi Pocu telah salah melihat, pendekar pedang merah
dari Benteng Pocu merupakan jago-jago pedang gemblengan mana
mungkin boanpwe bisa berhasil menandingi mereka”
Pada saat mereka berbicara saling merendah itulah terdengar
suara merdu:
“Selamat pagi”
Air mukanya bening sebening embun pagi. Begitu cantik dan
segar.Wi Lian In yang cantik jelita.
“Ha..ha..ha..Inyie, cepat datang memberi hormat kepada Ti
Siauwhiap, kemarin malam orang lain sudah berhasil menolong
Mong Ling kembali kau masih belum juga mengucapkan terima
kasih kepada orang”
Saat itulah dengan. resmi Wi Lian In memberi hormat kepada Ti
Then samblt ujarnya:
“Ti Siauw-hiap kau baik-baik saja.”
Dengan cepat Ti Then bangkit membalas hormat sahutnya:
“Terima kasih atas perhatian nona Wi “
Dengan perlahan sinar mata Wi Lian In berputar kesekeliling
ruangan ketika dilihatnya Hong Mong Ling tidak berada di sana
dengan perasaan heran bertanya “Tia, dia belum bangun ??.”
“Sudah sudah bangun, hanya saja Huang Puh susiok barn saja
memerintahkan dia untuk mengundang seorang pendekar pedang
putih datang kemari .”
“ Wi Lian In menjadi tertegun, tanyanya:
“Buat apa memanggil seorang pendekar pedang putih datang ??
“Untuk meminta pengajaran ilmu pedang denganTi siauw hiap”
Perasaan ingin tahu dan tertarik dalam dalam hati Wi Lian In
segera timbul, sambil bersorak kegirangan ujarnya : “Bagus sekali
sudah lama aku tidak melihat orang bertanding kapan kau mulai ??”
”Menanti sesudah Hong Mon g Ling membawa seorang pendekar
pedang putih maka kita boleh mulai “
Perkataanya baru selesai tampak Hong Mong Ling dengan
membawa seorang pemuda dari Pendekar pedang putih berjalan
memasuki ruangan.
Pendekar pedang putih itu sudah memberi hormat kepada Wi Ci
To serta Huang Puh Kiam Pek, lalu dia memberi hormat juga kepada
Ti Then sambil ujarnya:
“Siauw-te Hong Ling An menghunjuk hormat kepada Ti-heng”
Nada ucapannya sekali pun sangat halus dan sopan tetapi
sepasang matanya memancarkan sinar yang amat buas.
Sekali pandang saja Ti Then sudah tahu kalau pihak lawannya
telah mendapatkan banyak petunjuk dari Hong Mong Ling tetapi dia
tidak mau pikirkan di dalam hatinya sambil merangkap tangannya
membalas hormat sahutnya:
“Selamat bertemu.”
Air muka Wi Ci To terlihat secara mendadak berubah menjadi
amat keren dengan sangat serius sekali ujarnya.
“ Ling An, di dalam pendekar pedang putih kau merupakan
seorang yang mem punyai sipat paling keras dan paling berangasan,
kemungkinan sekali dapat naik menjadi pendekar pedang merah,
sekarang aku beri satu kali kesermpatan bagimu untuk bertanding
melawan Ti siauw-hiap. Tetapi kemungkinan sekali kau bukan
lawannya seumpama sampai bisa menang aku melarang kau untuk
menyiarkan berita ini keluar.
“Baik” sahut Hong Ling An sambil bungkukkan dirinya.
"Bilamana kau berani melanggar peritah ini segera dikeluarkan
dari perguruan”
Air muka Hong Ling An segera berubah sekali lagi dia
membungkukan dirinya sambil sahutnya:
“Baik”
Selesai berbicara tidak menanti lainnya lagi segera Wi Ci To
bangkit berdiri ujarnya:
“Baik, sekarang kita semua menuju ke halaman beiakang!”
Wi Lian In yang berdiri di samping menjadi tertegun, tanyanya
dengan penuh keheranan:
“Kenapa tidak pergi bertanding dilapangan latihan silat?”
“Tidak perlu” sabut Wi Ci To dengan keren, “cepat kehalaman
belakang"
Tidak perlu dia menjelaskan sebab-sebab kenapa tidak diadakan
dilapangan latihan silat tetapi semua orang asal berpikir sebentar
saja sudah tahu artinya, sudah tentu dikarenakan dia hendak
melindungi kekalahan yang akan dialami oleh satu pihak maka ingin
mengadakan pertandingan ini di hadapan umurn.
Sebaliknya di dalam pandangan Ti Then dia mengira bahwa
tentunya dia bertujuan hendak menjelamatkan perasaan malu dari
Hong Ling An barulah berbuat dernikian dalam hatinya diam-diam
merasa amat geli, pikirnya
“Hm...kau ingin aku tinggal di sini tetapi juga tidak tahu kalau
muridmu dipukul hingga kalah oleh diriku, pikiranmu sungguh tajam
sekali?”
Segera dengan dipimpin oleh Wi Ci To berjalanlah mereka keluar
dari ruangan menuju ke halaman belakang.
Di dalam sekejap saja sampailah rombongan orang-orang itu di
halaman belakang, halaman itu tidak begitu luas hanya kurang lebih
lima kaki saja besarnya, di atas tanah berlapiskan batu-batu jubin
yang besar sehingga sangat cocok sekali untuk bertanding
kepandaian silat.
Sesudah Wi Ci To berdiri tegak ditengah halaman, matanya
dengan perlahan melirik sekejap ke pinggang Ti Then, terlihatlah dia
sama sekali tidak membawa senyata maka tak terasa lagi sambil
tertawa ujarnya:
“Ooh.kiranya Ti-heng tidak membawa pedang.?”
“Sebenarnya
boanpwe
mem
punyai
sebilah
pedang
hanya.dikarenakan di tengah jalan kehabisan perbekalan sehingga
terpakasa harus menjualnya?”
“Heeei?” sahut Wi Ci To sambil menghela napas ternyata Ti-heng
lebih rela menjual pedang sendiri daripada melakukan pekerjaan
yang tidak senonoh, sungguh membuat orang amat kagum!”
Dengan perlahan dia menoleh kearah Hong Mong Ling sambil
ujarnya:
“Mong Ling, cepat lepaskan pedangmu dan pinyamkan kepada
Ti-heng!”
“Baik!” sahut Hong Mong Ling sambil melepaskan pedangnya
kemudian dengan menggunakan sepasang tengannya diangsurkan
pedang itu ke hadapan Ti Then.
Ti Then segera menyambut dan dipandangnya sekejap, pujinya.
“Ha . ha sungguh sebilah pedang bagus ?
“Ha ha..bagaimana ? Cocok?.” tanya sipedang naga perak Huang
Puh Kiam Pek sambil tertawa.
”Bagus . . bagus sekali !”
“Kalau begitu mulailah ?”
Pendekar pedang putih Hong Ling An segera memberi hormat
kepada Wi Ci To serta Huang Puh Kiam Pek kemudian mencabut
keluar pedang panjangnya dan berjalan menuju ketengah halaman,
sambil merangkap pedangnya di depan dada ujarnya:
“Ti-heng silahkan memberi petunjuk
“Tidak berani? sahut Ti Then sambil membalas hormat. “harap
Hong-heng mau memberikan pelajaran dengan tidak terlalu ganas.”
Sehabis berbicara dia pun berjalan menuju kearah Selatan dan
berdiri tegak tidak bergerak.
Hong Ling An melihat dia sudah bersiap-siap, dengan kuda-
kudanya diperkuat seluruh perhatiannya dipusatkan ke depan
kemudian berturut maju tiga langkah ke depan.
Seluruh perhatiannya dipusatkan ke depan ujung pedangnya
bergetar tak henti-hentinya sedang hawa murninya dipusatkan di
pusar, sungguh tidak dapat dipandang rendah sikapnya ini.
Ti Then pun dengan cepat maju tiga langkah ke depan, tetapi
dia tidak menggunakan gerakan jurus serangan apa pun pedang
panjang ditangannya pun masih tetap menunjuk ke bawah, hal ini
membuktikan kalau sama sekali dia tidak mau ambil peduli dengan
sikap pihak musuh.
Wi Ci To yang melihat hal itu diam-diam. menganggukkan
kepalanya agaknya dalam hatinya merasa amat kagum terhadap
kemantapan dari Ti Then yang seperti sebuah gunung Thay san itu.
Tetapi sikap serta bentuk dari TI Then yang demikian tenangnya
ini di dalam pandangan Hong Ling An membua hawa amarahnya
memuncak, dia menganggap kalau Ti Then terlalu sombong
sehingga dalam hatinya seger timbul pikiran untuk memberi
pelajaran kepada Ti
Then ini di dalam keadaan apa pun juga.
Sinar matanya dengan tajam memandang tubuh Ti Then,
langkah kakinya dengan perlahan mulai digeserkan ke depan
agaknya. dia sedang menanti suatu kesempatan untuk mengadakan
penjerangan dengan amat dahsyat. Siapa tahu sekali pun dia telah
bergeser setindak demi setindak tetapi tetap juga tidak berhasil
melancarkan satu jurus serangan pun.
Karena dia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk
melancarkan serangannya, sesudah Ti Then maju tiga langkah ke
depan selama ini dia selalu tidak bergerak. Tetapi. sekali pun tidak
bergerak seluruh tubuhnya terjaga begitu rapatnya sehingga tidak
ada lubang kelemahan sedikit pun bisa digunakan untuk menjerang.
Bukan saja Hong Ling An yang merasakan kalau tubuh Ti Then
terjaga amat rapat sekali sekali pun Wi Ci To serta Huang Puh Kiam
Pek yang berdiri di samping pun merasakan kalau tubuh Ti Tnen itu
amat sukar untuk diserang, oleh karena itulah tidak terasa lagi air
mukanya berubah semakin tegang.
Dugaan dari Wi Ci To terhadap diri Ti Then jauh lebih tinggi dari
dugaan Huang Puh Kiam Pek, tetapi agaknya dia pun sama sekali
tidak pernah menyangka kalau Ti Then ternyata dapat demikian
menakutkan. Suasana ditengah kalangan sunyi senyap tak
kedengaran suara, mungkin jatuhnya sebuah jarum pun saat itu
dapat di dengar dengan nyata.
Berturut-Berturut Hong Ling An mengubah dengan beberapa
macam jurus serangan, agaknya ingin memancing Ti Then untuk
menggeserkan tubuhnya tetapi selama ini Ti Then terus menerus
bagaikan sebuah patung Buddha tetap tidak bergerak sedikit pun
juga sedang pada wajahnya tersungging suatu senjuman yang amat
manis.
Kedua belah pihak sama-sama mempertahankan diri kira-kira
seperempat jalan lamanya tetapi masing-masing tetap tidak ada
yang turun tangan terlebih dahulu, terlihatlah wajah Hong Ling An
telah mulai basah kujup oleh butiran-butiran keringat yang
mengucur keluar dengan sangat deras.
Agaknya dia sudah kelihatan sangat lelah sekali napasnya mulai
terengah-engah sedang air mukanya berubah menjadi merah
padam.
Dalam hatinya dia merasa amat gemas sekali ingin sekali dengan
satu kali serangan mengalahkan diri Ti Then. Makin lama dia mulai
kehilangan ketenangannya sedang hatinya pun mulai menjadi kacau
dan bimbang.
Wi Ci To begitu melihat keaadan segera tahu kalau dia bukanlah
lawan dari Ti Then, sambil menghela napas ajarnya:
“Sudahlah Ling An kau sudah dikalahkan !”
Wajah Hong Ling An segera berubah menjadi merah padam, dia
tidak berani lagi untuk melanjutkan pertempuran itu dengan cepat
mengundurkan dirinya ke belakang , tangannya dirangkap memberi
hormat sambil ujarnya : “kepandaian dari Ti heng amat lihay,
siauwte sungguh amat kagum sekali dan terimakasih atas welas
kasih dari Ti heng tadi.”
Dalam hatinya dia pun paham bilamana Ti Then punya maksud
untuk turun tangan saat ini kemungkinan sekali dirinya sudah
dikalahkan oleh karena itu mau tak mau dia
mengucapkan kata-kata ini.
pun harus
Ti Then segera merangkap pedagnya memberi hormat, sahutnya,
“Tidak berani Hong heng terlalu sungkan “
“Heeei...” ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang, “dengan
berdiam diri berhasil mengundurkan musuh, ini hari hitung-hitung
Lohu telah terbuka mata.
Huang Puh Kiam Pek pun ikut memuji ujarnya: “ Sungguh hebat,
sungguh hebat tidak kusangka sama sekali kalau Ti heng dengan
usia yang demikian mudanya ternyata telah dapat melatih diri
hingga mencapai taraf yang demikian sempurnanya
Sebaliknya dalam hati Hong Mong Ling diam-diam merasa tidak
puas ujarnya : “ Suhu biarlah muridmu minta petunjuk beberapa
jurus dari Ti heng bagaimana ??
“Heeei ..kau pun bukan lawan dari Ti-heng “
“Tentang hal ini murid mu sudah tahu” sahut Hong Mong Ling,
“Tetapi biar pun bagaimana Ti-heng merupakan tamu terhormat
dari benteng kita, demikian baiknya kesempatan bilamana tidak
minta beberapa petunjuk bukankah sangat sajang sekali?
“Baiklah” sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Kalau memangnya
niat untuk minta petunjuk sekarang juga boleh mulai”
Hong Mong Ling menjadi amat girang segera dia minta pedang
panjang ditangan Hong Ling An dan turun ketengah
kalangan,kepada Ti Then sambil bungkukkan diri memberi hormat
ujarnya:.
“Thi-heng silahkan memberi petunjuk”
“Tidak berani “ sahut Ti Then :sambl membalas hormatnya
“Pedang ditangan siauwte ini merupakan benda dari Hong-heng,
lebih baik Hong heng mernakai ini saja," sambil berkata segera dia
melemparkan pedang itu kearahnya.
“Tidak perlu” seru Hong Mong Ling dengan keras, “Biar siauwte
menggunakan yang ini saja”“
Sambil berkata dia menggerakkan pedangnya mengembalikan
pedang tersebut kearah Ti Then, kemudian disusul dengan satu
serangan dahsyat.
Wi Ci To yang melihat Hong Mong Ling ternyata menggunakan
kesempatan mengembalikan pedang itu telah melancarkan serangan
dahsyat dalam hatinya merasa tidak puas, baru saja, dia bendak
membentak tetapi siapa tahu saat itu juga dia dibuat menjadi
tertegun:
Kiranya di dalam sekejap mata itu juga Ti Then ternyata telah
berhasil meloloskan diri dari bahaja.
Kiranya ketika Hong Mong Ling melancarkan serangan
dahsyatnya itu bukannya Ti Then mengundurkan diri untuk
menghindarkan diri sebaliknya malah maju ke depan entah dengan
menggunakan kepandaian apa tahu-tahu dia sudah berkelebat
berdiri di belakang tubuh Hong Mong Ling, sedang tangannya
menyambar menyambut pedang yang dilemparkan kearahnya tadi.
Sebaliknia begitu Hong Mong Ling melihat di hadapannya telah
kehilangan bajangan tubuh dari Ti Then segera dengan cepat dia
memutar tubuhnya, lutut sebelah kirinya setengah berlutut di tanah
sedang tubuh bagian atasnya berputar dengan cepat, pedangnya
dengan membawa sambaran angin yang amat tajam menyapu
mendatang.
Kegesitari dari geraknya sungguh membuat setiap orang merasa
amat kagum.
Ti Then sudah menduga kalau dia tentu bisa melancarkan
serangan ini oleh karena itu begitu dia menyambut pedangnya
dengan cepat ditekan ke bawah. “Criing.” dengan tepat sekali dia
berhasil menahan sambaran pedangnya.
Hong Mong Ling yang melihat sambarannya tidak mencapai pada
hasil segera pedangnya berubah kembali, dengan kecepatan yang
luar biasa pedangnya berputar sehingga terlihatlah sinar pedang
yang menyilaukan mata memenuhi seluruh angkasa.
“Sret “ sret...berturut-berturut dia melancarkan tujuh kali
serangan hebat keseluruh tubuh Ti Then sedang tempat yang
diancam pun merupakan jalan darah yang terpenting.
Tujuh kali serangannya sekali pun ada perbedaan waktunya
tetapi, di dalam sekejap saja sudah selesai dilancarkan,
kecepatannya sungguh luar biasa.
Tetapi Ti Then sama sekali tidak geserkan kakinya setindak pun,
pedangnya tetap disambar mematahkan setiap serangannya,
ternyata dengan amat mudah dia berhasil memunahkan ketujuh
buah serangan dahsyat yang dilancarkan Hong Mong Ling itu.
Ketika sampai pada jurus yang terakhir mendadak
terdengar:”Criing... “yang amat nyaring sekali, tubuh Hong Mong
Ling bagaikan terpukul oleh suatu tenaga “yang amat besar sekali,
tidak am pun lagi tubuhnia dengan terhujung-terhujung mundur
beberapa langkah ke belakang.
“Cukup!” terdengar suara bentakan dari Wi Ci To menghentikan
pertandingan itu.
Wajah Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam,
sambil melemparkan pedangnya kearah Hong Ling An, dia
merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya
“Kepandaian Ti-heng sungguh amat hebat sekali, siauwte tak
sanggup untuk menahan lebih lama lagi”
“Ha..ha : mana mana, Hong heng terlalu mernuji”
Dia tahu bahwa ketujuh buah serangan pedang yang baru saja
dilancarkan oleh Hong Mong Ling itu tentunya merupakan ketujuh
buah jurus andalan dari Wi Ci To, semakin dia tahu kalau pihak sana
mengandung maksud untuk membereskan nyawanya tetapi dalam
hal ini sama sekali dia tidak mengambil perduli,
Air muka Wi Ci To berubah semakin jelek lagi, dengan amat
gusarnya dia melotot sekejap kearah Hong Mong Ling, kepada Ti
Then dengan tertawa yang di paksa ujarnya
“Ilmu pedang yang Ti heng miliki ternyata demikian tingginya
sehingga jauh berada diluar dugaan lohu, sungguh tidak malu
disebut sebagai jago berkepandaian tinggi dari dunia kangouw”
“Mana.. mana” ujar Ti Then dengan merendah “Bilamana tadi
Hong heng menjerang dengan sekuat tenaga kemungkinan sekali
boanpwe tidak akan bisa menahan serangan tersebut "
Sehabis berbicara dengan sangat hormat sekali dia menjerahkan
pedang ditangannya kepada Hong Mong Ling.
Terdengar Wi Ci To tertawa terbahak bahak, tanyanya
“Apakah Ti-heng pernah berpesiar ke atas gunung Go-bi ini?”
“Belum pernah” sahut Ti Then. “Hanya aku dengar di atas
gunung Go bi ada puncak Ban hud Ting, Kim Teng serta Jian Pay
Teng sebagai tiga tempat yang terindah di atas gunung ini, pada
waktu yang lalu boanpwe memang punya niat untuk berpesiar ke
sana. “
Dengan perlahan Wi Ci To menoleh memandang kearah Shia Pek
Tha, ujarnya
-Pek Tha, kau temanilah Ti-heng berpesiar ke atas gunung, nanti
siang cepat pulang untuk makan siang. “
Shia Pek Tha segera membungkukkan diri menyahut, kepada Ti
Then sambil tertawa ujarnya.
“ Entah Lo-te ini hari punya minat untuk berpesiar tidak ?”
”Sudah tentu.”sahu Ti Then sambil tersenjum.
Kedua orang itu sesudah berpamit kepada Wi Ci To serta Huang
Puh Kiam Pek dua orang segera meninggalkan halaman belakang
untuk berpesiar keluar Benteng. Wi Ci To sesudah melihat bajangan
tubuh Ti Then lenyap dari pandangan mendadak air mukanya
berubah menjadi amat keren, sinar matanya dengan sangat tajam
memandang kearah Hong Mong Ling sambil ujarnya dengan berat.
“Mong Ling, kau tahu tidak untuk menjadi seorang pendekar
pedang harus memperhatikan hal apa?-.
“Silahkan.suhu memberi petunjuk.” sahut Hong Mong Ling sambil
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
“He .- . he..” ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin. “Bilamana kau
sudah lupa maka aku akan memberitahu padamu sekali lagi,
seorang yang berlatih ilmu silat yang terpenting adalah jujur,
berbudi dan ramah, jangan sekali-sekali merasa sombong bila
mendapatkan kemenangan: dan jangan iri atau mendendam
bilamana dikalahkan oleh orang lain. “
“Benar suhu” sahut Hong Mang Ling dengan wajah yang penuh
bernadakan kekecewaan.
“Hmm... tadi betul-betul kau sedang mengadu jiwa, kelihatannya
kau benar-benar benci kepadanya sehingga ingin sekali membunuh
dirinya dalam satu kali tusukan karena apa?”
“Muridmu tahu kesalahan, karena muridmu tahu kalau ilmu
pedangnya amat tinggi dan hebat maka perasaan ingin menrang
segera timbul di dalam hatiku, di samping itu . . .aku ingin .. aku
ingin mencoba-mencoba .. “
“Mencoba apa?” bentak Wi Ci To dengan keras.
“Muridmu curiga kalau dia kemungkinan sekali adalah orang
berkerudung yang kemarin malam mencegat muridmu ditengah
jalan!”
Hati Wi Ci To menjadi tergerak, sambil memandang tajarn
kearahnya ujarnya
“Bukankah kemarin kau bilang orang berkerudung itu berusia
kurang lebih lima puluh tahunan?”
"Hal ini adalah dugaan dari muridmu berdasarkan suara
ucapannya, tetapi mungkin juga suaranya disengajakan begitu”
Sinar mata Wi Ci To berkedipit tanyanya lagi
“Dia mem punyai alasan apa menyamar sebagai orang
berkerudung memukul rubuh kau kemudian menolong kau
kembali?,”
“Tujuannya kemungkinan sekali meminyam kesempatan ini
memasuki benteng dengan kedudukan dan pandangan sebagai
seorang tamu terhormat, seudah itu secara diam-diam melakukan
sesuata pekerjaan yang mendatangkan bencana bagi benteng kita"
-Hm .”Dengus Wi Ci To, ““tetapi benteng kami sama sekali tidak
punya ganyalan apa-apa dengan dirinya dia mem punyai alasan apa
untuk berbuat sesuatu yang jelek bagi benteng kita?”
“Penyahat di dalam menyalankan perampokannya juga tidak
menggunakan alasan yang kuat “
“Tetapi sipendekar baju hitam Ti Then itu bukan merupakan
orang dari kalangan Hek-to
”Tidak,” potong sipedang naga perak Huang Puh Kiam Pek.
“selama beberapa sekali pun sipendekar baju hitam Ti Then itu
bertindak sebagai seorang pendekar budiman tetapi hati manusia
ditutup dengan kulit yang tebal siapa pun tidak bisa mengetahui dia
seorang yang balk atau seorang yang buruk “
Dengan perlahan
kearahnya ujarnya:
Wi
Ci
To
mengalihkan
pandangannya
Siauw-heng masih tidak dapat terpikir juga dengan menggunakan
alasan apa dia memasuki benteng kita untuk melakukan
pengacauan :”
“Hmm : dengus Huang Puh Kiam Pek dengan dinginnya, “dia
tidak mau menyebutkan asal usul serta nama suhunya, mungkin
sekali suhunya adalah sipendekar pedang tangan kiri, Cian Pit Yuan
Wi Ci To mengerutkan alisnya rapa-rapa, ujarnya
.”Tetapi Ti Then sama sekali tidak menggunakan tangan kirinya
untuk bergebrak”,
“He..he..urusan sudah lewat dua puluh tahun lamanya,
kemungkinan sekali Cian Pit Yuan sudah menciptakan ilmu baru
yang tidak perlu menggunakan tangan kiri lagi
Tak terasa lagi sambil menggendong sepasang tangannya Wi Ci
To berjalan bolak balik_ di dalam ruangan itu, setelah berpikir
sejenak ujarnya.
“ Ehm . . Cian Pit Yuan jadi orang tidak terlalu jahat hanya saja
sifatnya terlalu berangasan apabila dia hendak membalas dendam
atas terpapasnya telinga sebelah kanannya kenapa tidak datang
berkunjung sendiri ??”
“ Suhu” seru Hong Mong Ling."Bagaimana pun juga cara berpikir
dari seorang pengecut tidak dapat ditangkap oleh pikiran orang
budiman, kemungkinan sekali Cian Pit Yuan sama sekali sudah tidak
punya maksud untuk mengadakan pertandingan secara blak blakan
dengan suhu.”
Wit Ci To menghela napas panjang ujarnya
Bilamana sipendekar baju hitam itu benar benar merupakan
murid Cian Pit Yuan, dengan kelihayan dari Ti Then saat ini
kemungkinan sekali aku sudah bukan merupakan tandingannya, dia
masih
punya pegangan yang amat kuat untuk menantang
pertempuran secara terang terangan.”
Menurut dugaan dari tecu” ujar Hong Mong Ling. “ mungkin
dikarenakan Cian Pit Yuan belum mengetahui kepandaian yang
diciptakan itu apa bisa memukul rubuh suhu oleh sebab itulah
mengirim Ti Then terlebih dahulu untuk menjelidiki keadaan
sesungguhnya"
Wi Ci To mengangguk dengan perlahan sekali lagi dia berjalan
bolak balik mengitari ruangan itu, ujarnya kemudian: Apa yang kau
duga mernang sangat beralasan sekali tetapi bagaimana pun juga
hal ini hanya dugaan belaka, kita tidak dapat menyalahi orang lain
sebelum mendapatkan bukti yang nyata . . “
“Tetapi..suhu, mungkin bilamana, kita berhasil mendapatkan
bukti kalau dia adalah murid dari Cian Pit Yuan, saat itu sudah
terlalu terlambat”
Tiba-tiba Wi Ci To menghentikan langkahnya, dengan pandangan
yang amat tajam tanyanya: ”Menurut kau kita harus berbuat
bagaimana untuk menghadapinya?”
“Siapa yang turun terlebih dahulu dialah yang kuat, buat apa kita
meninggalkan bencana dikemudian hari.”
---ooo0dw0ooo---
”Omong kosong” bentak Wi Ci To dengan amat gusarnya.
Tubuh Hong Mong Ling segera tergetar dengan kerasnya, sambil
menundukkan kepalanya sahutnya.
“Bagaimana pun juga seharusnya di dalam pikiran tecu tidak
boleh mem punyai pikiran seperti ini, tetapi untuk keutuhan di
kemudian hari bila kita tidak berbuat demikian..”
“Tidak usah ngomong lagi” potong Wi Ci To dengan amat gusar.
“Sebelum kita berhasil mendapatkan bukti penjelewengan dari
dirinya, aku melarang kalian untuk bertindak secara gegabah.
“Baik” sahut Hong Mong Ling dengan sangat hormat.
Kemudian kepada Huang Puh Kiam Pek ujarnya pula.
”Sute, kau mengutus dua orang pendekar pedang merah untuk
siang malam mengawasi segala gerak gerik dari Ti Then bilamana
terlihat sesuatu yang mencurigakan harus segera lapor tetapi
seluruh gerak gerik kita jangan sampai diketahui olehnya.
“Baik.”
“Hmm..ooh masih ada lagi, kirim dua orang lainnya siang malam
jaga itu loteng penyimpan kitab”
---ooo0dw0o000---
Pada siang hari itu pula terlihatlah Ti Then bersama dengan Shia
Pek Tha dengan langkah yang perlahan berjalan kembali ke dalam
Benteng. Dengan resmi segera Wi Ci To mengadakan jamuan
menyambut kedatangan Ti Then, orang-orang yang menemani Ti
Then saat itu masih tetap Huang Puh Kiam Pek, Shia Pek Tha, Hong
Mong Ling serta Wi Lian In, di dalam jamuan itu pembicaraan
mereka tidak lebih berkisar pada persoalan ilmu pedang dari
berbagai partai di dalam dunia persitatan, juga tiba-tiba bahan
pembicaraannya telah berputar tentang diri Ti Then. Sambil tertawa
ujar Huang Pub Kiam Pek:
“Ti-heng lohu punya sesuatu pertanyaan yang merasa tidak
enak untuk ditanyakan, harap kau jangan sempai tersinggung .
"Tidak mengapa.. tidak mengapa, silahkan cianpwe untuk
bertanya””
Sambil menuding kearah Shia Pek Tha„ ujarnya:
“Tahun yang lalu, ketika Ti-heng membantu Pek Tha memukul
mundur Hoa San Ji koay, pada saat Pek Tha pulang ke dalam
Benteng pernah menceritakan hal itu dengan amat teliti sekali, saat
itu Pek Tha bilang katakan ilmu pedang dari Ti-heng berada diantara
pendekar pedang putih serta pendekar pedang merah dari Benteng
kami, dengan bukti dari hari ini terbukti kalau penglihatan dari Pek
Tha sama sekali salah besar tetapi sekali pun telah melihat juga
seharusnya tidak terlalu jauh perbedaannya, sesudah peristiwa
dikota Tiang An ini apa mungkin Ti-heng telah menemui sesuatu
peristiwa yang aneh?”
“Tidak ada” sahut Ti Then cepat. “ di dalam satu tahun ini
boanpwe memang merasa kepandaianku telah mengalami kemajuan
yang amat pesat hal ini kemungkinan sekali dikarenakan
pengalaman yang terlalu banyak yang boanpwe alami, hal ini tidak
bisa disebut sebagai suatu peristiwa yang aneh.”
“Bilamana dikarenakan dari pengalaman yang didapat, maka
asalkan Ti heng berkelana lagi selama beberapa tahun di dalam
dunia Kangouw tentunya akan jauh lebih hebat lagi ?”
“Cianpwe terlalu memuji, padahal kesempurnaan yang boanpwe
dapatkan ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
kalian berdua Pocu.”
Tiba tiba Wi Lian In membuka mulut bertanya:
“Toako, bagaimana pandanganmu terhadap kami orang-orang
dari Benteng Pek Kiam Po ini??”
“Kepandaian dari ajahmu sangat tinggi . . .”
“Kita tidak usah membicarakan soal kepandaian silat “ Potong Wi
Lian In dengan cepat.
Ti Then menjadi tertegun sejenak kemudian barulah ujarnya:
“Pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Po ini tidak ada
seorang pun yang bukan merupakan pendekar pedang kenamaan
jadi orang sangat budiman di dalam dunia kangouw pun sangat
sering menolong yang lemah menindas yang kuat, oleh karena itu
cayhe amat kagum dan menghormati orang-orang ini”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 4.1. Ti Then, ilmu silat mu mencengangkan!
“Kalau begitu” ujar Wi Lian In sambil tersenjum, “Kita dapat
menjadi kawanmu sedang kau pun dapat menjadi kawan kami,
benar tidak ?”
“Tidak salah” sahut Ti Then sambil tersenjum.
Wi Lian In tersenjum lagi, ujarna:
“Tetapi sajang sekali sekali pun kau memandang kami sebagai
kawan tetapi sebaliknya kami tidak bisa menganggap kau kawan”
Dengan terburu-buru bentak Wi Ci To:
“In ji, jangan ngomong sembarangan ?”
“ Ha . . ha .. ha ha . ha “ udiar Ti Then sambil tertawa terbahak-
bahak,
“Perkataan dari nona Wi ini tentu mem punyai maksud yang
sangat mendalam, dapat kah nona menjelaskan lebih teliti lagi?”
“ Kami senang berkawan dengan seorang teman yang suka
berterus terang, sedang kau sekali pun memandang kami orang-
orang dari Benteng Pek Kiam Po sebagai teman tetapi tidak mau
berterus terang kepada kami ?
“Ha .. ha.. . lalu nona Wi ingin cayhe berterus terang dalam hal
apa sehingga bisa menjadi teman ?
“Bilamana kau merasa kalau kami merupakan kawan-kawan yang
dapat dipercaya dan merupakan kawan-kawan karib, maka
seharusnya kau memberi tahukan kepada kami asal usul serta nama
dari suhumu”
“Ooh . . begitu?” sahut Ti Then sambil tertawa. Ha... ha benar ?
Nona memang seharusnya menyalahkan diri cayhe . . ?”
“Ehm Ti-heng harap jangan marah atas kelancangan dari putriku
ini.” ujar Wi Ci To sambiftertawa paksa.
“Tidak” ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. “Boanpwe
memang seharusnya memberitahukan nama dari suhuku, kemarin
malam boanpwe tidak mau menyebutkan dikarenakan boanpwe
merasa sekali pun disebut Wi Pocu juga tidak akan percaya.”
“.Ha, ha, ha . mata Lohu belum sampai kabur, perkataan dari
siapa pun dapat mempercayainya tetapi perkataan dari siapa pun
juga bisa tidak dipercaya masih bisa melihatnya sendiri
-Kalau begitu Wi Pocu mau percaya atas perkataan dari
boanpwe?”
“Sudah tentu” sahut Wi Ci To sambil mengangguk.
“Baiklah, sekarang juga boanpwe akan beritahu nama dari
suhuku
Dengan perlahan dia angkat cawannya yang berisikan arak dan
diteguknya dengan perlahan-lahan. Lagaknya mirip sedang
menceritakan suatu cerita biasa ujarnya kemudian
“Jika boanpwe katakan mungkin saudara sekalian tidak akan
percaya, suhu cayhe adalah seorang Bu Beng Lojin atau orang tua
tanpa nama.
“Bu Beng Lojin?” tanya Wi Ci To dengan keheran-heranan sedang
sinar matanya dengan, tajam memandang wajahnya.
“Benar” sahut Ti Then sambil menundukkan kepalanya.
...Boanpwe belajar silat selama delapan tahun darinya tetapi selama
ini dia tidak pernah mengijinkan boanpwe untuk mengetahui
namanya...
"Kenapa dia berbuat demikian? “
Ti Then tertawa pahit, sahutnya
“Siapa yang tahu, setiap kali boanpwe mohon dberi tahu nama
besar dari dia orang tua maka setiap kali pula dia bilang kalau
„Nama"nya sudah binasa beberapa tahun yang lalu, agaknya dia
orang tua pernah mengalami peristiwa menjedihkan yang menimpa
dirinya pada masa yang lalu”
“Lalu kenapa dia menerima kau sebagai muridnya?”
“ Dia bilang manusia boleh mati tetapi kepandaian silat tidak
boleh musnah, dia tidak tega melihat kepandaiannya ikut terkubur
bersama tubuhnya oleh karena itulah menerima boanpwe sebagai
muridnya, bahkan dia sudah membuat peraturan yang sangat keras
bagi diri boanpwe asalkan boanpwe berani berbuat kejahatan maka
dengan tanpa am pun dia akan mencabut nyawa boanpwe."
"Wajah dari suhumu apakah Ti-heng mau juga melukiskan? ujar
Wi Ci To.
“Boleh” sahutnya sambil tersenjum.
“Rambutnya sudah berubah dan memutih semuanya, sedang
usianya kurang lebih delapan puluh tahun lebih bentuk tubuhnya
sedengan hanya saja matanya yang sebelah sudah cacad, agaknya
terluka oleh semacam benda semasa mudanya."
Wi Ci To menundukkan kepalanya her pikir, kemudian tanyanya
lagi
“Apa suhumu sendiri yang bercerita kalau matanya itu terluka
semasa dia masih muda?”
“Tidak, hanya dugaan dari boanpwe sendiri “
“Selain sebelah mata dari suhumu yang cacad, apa masih
terdapat anggota badan lain yang cacad?” timbrung Huang Puh Kian
pek.
“Tidak ada” sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.
“Telinganya juga tidak cacad?”
“Tidak” sahutnya sambil menggeleng kan kepalanya kembali.
“Suhumu apa sering memakai tangan kiri mengambil barang?”
“Ha . . ha ... ha .." sahut Ti Then sambil tertawa tergelak.
“Huang Puh cianpwe apa mencurigai suhuku adalah sipendekar
pedang tangan kiri Cian Pit Yuan? Bukan, bukan . .. suhuku bukan
sipendekar tangan kiri Cian Pit Yuan. “
Air muka Huang Puh Kian pek segera berubah menjadi merah
padam sambil angkat bahu ujarnya:
“Maaf, maaf sekali, di dalam dugaan Lohu hanya tahu bahwa di
dalam Bu-lim saat ini selain sipendekar tangan kiri Cian Pit Yuan
sebenarnya tidak mungkin ada orang lain yang bisa melatih
kepandaian silat setinggi apa yang dimiliki Ti-heng saat ini."
“Ada satu kali” ujar Ti Then, “Suhu pernah bercerita kalau dia
orang tua sudah mengundurkan diri dari kalangan dunia kangouw
pada lima puluh tahun yang lalu, maka bilamana Huang Puh
cianpwe ingin mengetahui dengan jelas siapakah suhuku itu
seharusnya pergi mencari jago-jago yang terkenal pada lima puluh
tahun yang lalu”
“Ha . ha . . lima puluh tahun yang lalu Lohu masih ingusan"
“Lohu ini tahun juga baru berusia enam puluh satu.- sambung Wi
Ci To sambil tertawa ”pada lima puluh tahun yang lalu baru berusia
sebelas tahun, saat itu lohu belum belajar silat”
“Lalu dimana tempat tinggal dari suhumu ?” ujar Hong Mong Ling
dengan cepat.
“Sejak dia orang tua menerima siauwte sebagai muridnya selalu
tinggal bersama dengan siauw-te di dalam sebuah gua di atas
gunung Kwua Cang San, pada tiga tahun yang lalu dia
memerintahkan siauw-te turun gunung berkelena di dalam dunia
kangouw, pada tahun kedua siauwtle pernah satu kali naik ke atas
gunung tetapi sudah tidak tampak dia orang tua berdiam di dalam
gua, maka tempat tinggal dari dia orang tua sekarang ini sekali pun
siauw-te sendiri juga tidak tahu”
Jika demikian adanya suhumu sudah tidak ingin bertemu lagi
dengan Ti-heng, “ ujar Hong Mong Ling..
“Jika dilihat keadaannya memang begini” sahut Ti Then dengan
sedih.
“Tadi Siauw-te pernah bilang bahwa dia mewarisi Siauw-te ilmu
silat semuanya adalah dikarenakan dia tidak tega melihat
kepandaian silatnya turut dengan tubuhnya, jika bicara dalam
perhubungan antara guru dengan murid boleh dikata sangat tawar
sekali. “
Dengan wajah yang sangat serius ujar Wi Ci To.
“Jika didengar dari perkataan ti-heng suhumu pada usia tiga
puluh tahun sudah mengundurkan diri dari Bu-lim agaknya pernah
mengalami suatu peristiwa yang menjedihkan hatinya sehingga di
dalam keadaan yang putus asa dia berbuat demikian”
Ti Then hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata
pun.
“Kepandaian silat dari suhumu apakah mengandalkan ilmu
pedangnya yang paling lihay?” tanya Wi Lian In tiba-tiba.
“Tidak,Kepandaiannya di dalam ilmu pukulan, telapak serta ilmu
meringankan tubuh baru boleh dikata merupakan ilmu tunggalnya”
“Seluruh kepandaiannya sudah kau kuasai?”
“Benar.” Sahut Ti Then mengangguk.
“Hanya bakat cayhe ada batasnya sekali pun sudah berhasil
mempelajari seluruh ilmu silat dari suhuku tetapi belum mencapai
pada kesempurnaan.”
Teringat oleh Wi Lian In akan ilmu pedangnya sudah demikian
mengejutkan bilamana ilmu pukulan serta ilmu meringankan
tubuhnya jauh lebih lihay dan lebih hebat dari ilmu pedangnya
sudah tentu sukar ditandingi lagi, untuk sesaat lamanya tak tertahan
ujarnya:
“Maukah kamu mendemonstrasikan sedikit permainan pukulan
serta ilmu meringankan tubuh yang pernah kau pelajari ?”
“Hei Budak" bentak Wi Ci To sambil tertawa, ternyata makin lama
kau semakin tidak karuan.
“Tia” ujar Wi Lian In sambil tertawa. “Ti Toako juga sangat
mengharapkan bisa mengetahui siapakah suhunya kini minta dia
memperlihatkan beberapa jurus kepandaiannya kemungkinan sekali
dari permainan silatnya itu Tia bisa mengetahui asal usul dari
suhunya.”
“Sekali pun memang benar tetapi.”
“Perkataan dari putrimu memang benar.” potong Ti Then,
“Apabila Pocu tidak memandang rendah diri cayhe maka boanpwe
akan sedikit mempertunjukkan kepandaian cakar ajam yang
boanpwe miliki.”
Dia bisa dengan demikian cepat dan gembiranya menerima
permintaan dari Wi Lian In ini semuanya dikarenakan pertama dia
ingin menarik simpatik dan kegembiraan dari Wi Lian In sedang
kedua, dia ingin sedikit gujon-gujon dengan Wi Ci To (Menurut
perkataan dari Shia Pek Tha kepadanya katanya Wi Ci To pernah
meninggalkan Benteng selama empat lima bulan lamanya sehingga
di dalam hati dia menganggap Wi Ci To adalah majikan Patung
Emas) ...dengan mempertunjukkan sedikit kepandaian silat yang
diajarkan oleh Wi Ci To di hadapan Wi Ci To sendiri bukankah
merupakan permainan yang sangat menarik sekali?
Terlihat Wi Ci To mengerutkan alisnya ujarnya,
“Ilmu pedang yang Ti-heng perlihatkan pagi tadi saja sudah
cukup membuat Lohu bingung dan tidak tahu asal usulnya apalagi di
dalam pukulan, Lohu kira juga sama saja?”
“Ha ... ha , ha . ha.” Potong Huang Puh Kian Pek. “Tidak perduli
dibagaimana pun semuanya tidak mendatangkan bahaja, hanya
melihat-lihat saja juga tidak mengapa bukan?”
Wi Ci To melihat semua orang demikian tertariknya terpaksa
bangkit dari tempat duduknya sambil ujaraja
“Baiklah mari kita pergi ke lapangan latihan silat.”
Lapanqan latihan silat dari Benteng seratus pedang ini terletak
ditengah Benteng, luasnya kurang lebih tiga puluh kaki, pada saat
tua muda enam orang tiba ditengah lapangan latihan silat itu
terlihatlah ditengah lapangan sedang terdapat puluhan orang dari
Pendekar pedang hitam yang sedang melatih ilmu pedangnya.
Ujar Ti Then sesudah melihat hal itu:
"Pendekar-Pendekar pedang dari Benteng kalian sungguh amat
rajin sekali sampai saat ini masih juga melatih ilmu pedangnya"
“Ha.. ha ...Lote telah salah menduga” ujar Shia Pek Tha:
“Beberapa pendekar pedang hitam ini pada hari biasa amat malas
berlatih sehingga kini kami sengaja menghukum mereka untuk
berlatih ilmn pedang satu hari penuh.”
“Ooh.. . kiranya demikian.”
Wi Lian In yang sudah kepingin melihat kepandaian silat dari Ti
Then segera mendepakkan kakinya ke atas tanah, ujarnya :
“Sudahlah, Ti Toako harus mendemonstrasikan kepandaiannya
dulu”
Dengan perlahan Ti Then menyapu sekeliling tempat itu,
terlihatlah di sebelah kiri dari lapangan terdapat sebuah rak senyata
segera ujarnya:
“Baiklah sekarang cayhe akan memperlihatkan ilmu meringankan
tubuh terlebih dulu.”
Sambil berkata dengan langkah
mendekati rak senyata tajam itu.
yang lebar dia
berjalan
Terlihatlah setiap senyata tombak yang terdapat di dalam rak itu
runcing-runcing sekali bahkan kelihatannya sangat tajam diam-diam
dalam hatinya sangat kagum, pikirnya.
“Kepandaian dari Wi Ci To sungguh sebanding dengan apa yang
disiarkan di dalam dunia kangouw, hanya cukup dengan senyata-
senyata tajam yang terdapat di dalam rak senyata ini saja sudah
sangat berlainan dengan tempat. Biasanya, apabila pada satu
setengah tahun yang lalu menjuruh aku meloncat melalui atas
senyata mungkin sukar untuk melaksanakannya sebaliknya kini
bilamana aku tidak menggunakan sedikit kembangan mungkin
belum bisa memperlihatkan kelihayanku”
Pikirannya dengan cepat berputar, kemudian kepada Hong Mong
Ling sambil tertawa ujarnya.
“Hong heng, tolong ambillah beberapa batang
sembahjangan orang Tionghoa) untuk siauwte”
hio (alat
Air muka Hong Mong Ling segera berubah, tanyanya dengan
kaget-
-Ti-heng menghendaki hio untuk apa? Untuk sedikit permainan
dalam ilmu meringankan tubuh?"
Hong Mong Ling melihat dia tidak mau memberikan penjelasan
yang tegas terpaksa mengangguk dan berlalu dari lapangan.
Tidak lama dia sudah kembali dengan membawa beberapa
batang hio. Ti Then segera mengucapkan terima kasih dan
mengambil benda itu dari tangannya.
Setelah itu dengan perlahan-perlahan dia medekati rak senyata
dan meloncat naik ke atas ujung senyata yang sangat tajam
tersebut.
Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek yang melihat kepandaiannya
ini dimana menancapkan hio ke atas ujung senyata tajam tidak
tertahan lagi pada berubah wajahnya.
Sudah tentu dalam hati mereka tahu kalau Ti Then hendak
memperlihatkan ilmu meringankan tubuh di atas hio itu tetapi yang
membuat hati mereka kini merasa sangat terkejut adalah
menancapkan hio di atas ujung tombak itu, haruslah diketahui alat
sembahjangan yang terbuat dari bambu yang sangat tipis itu
merupakan benda yang mudah putus sedang ujung tombak
merupakan benda dari baja tetapi dia bisa dengan mudahnya
menancapkan ke atas ujung tombak, kepandaian ini boleh dikata
sudah mencapai pada taraf memetik daun melukai orang, melukai
orang di balik gunung,
Sebaliknya dia hanya merupakan pemuda yang baru berusia
kurang lebih dua puluh tahunan.
Diam-Diam Wi Lian In menarik ujung baju ajahnya, ujarnya
dengan perlahan.
“Tia, kepandaiannya sungguh amat tinggi”
Wi Ci To mengangguk..dengan suara yang setengah berbisik
ujarnya,
“Benar, sekali pun ajahmu juga tidak bisa melakukan hal seperti
itu”
“Bukankah dia akan memperlihatkan permainan
meringankan tubuhnya di atas hio” tanya Wi Lian In Lagi.
ilmu
“Benar, kepandaian ini tidak terhitung ajahmu di dalam dunia
kangouw saat ini juga hanya si kakek pemalas Kay Kong Beng serta
si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan dua orang yang bisa
melakukan”
Wi Lian In menjadi sangat terkejut, tanyanya dengan cepat:
“Apa mungkin dia murid dari si kakek pemalas Kay Kong Beng?”
“Bukan, “ sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Sejak dua
puluh tahun yang lalu sesudah si kakek pemalas Kay Kong Beng
menerima muridnya yang tidak berbakti itu pernah bersumpah
bahwa selamanya tidak akan menerima murid lagi, bahkan jika
dilihat dari kepandaian yang dimiliki Ti Then sekarang agaknya
sekali pun si kakek pemalas juga tidak mungkin bisa mengajari
hingga demikian lihay.”
Pada saat ajah beranak berbisik dengan perlahan itulah Ti Then
sudah selesai menancapkan hionya ke ujung tombak.
Terdengar Huang Puh Kiam Pek sambil menghela napas panjang
pujinya:
“Kepandaian sakti, kepandaian sakti, cukup melihat permainan
dari Ti-heng ini saja Lohu tidak lihat sudah tahu kalau kepandaian
lainnya pun tentu sangat menarik sekali”
Ti Then hanya tersenjum saja, setelah memberi hormat kepada
Wi Ci To dan Huang Puh Kiam Pek ujarnya:
“Boanpwe akan memperlihatkan sedikit kejelekan, harap Pocu
berdua suka beri petunjuk ?”
Sehabis berkata tubuhnya melayang ke atas dan berdiri dengan
kaki sebelah di atas ujung hio yang menancap pada ujung tombak
itu, jurus yang, digunakan ini adalah jurus Kim Ki Tok Lie atau ajam
emas berdiri disatu kaki.
Hio itu sendiri sebenarnya hanya terkena sedikit tenaga saja
maka segera okan putus, kini di atasnya diinyak oleh seorang
dengan ratusan kali beratnya ternyata sedikit melengkung pun
tidak hal ini memperlihatkan kalau ilmu meringankan tubuhnya telah
mencapai pada kesempurnaan, bahkan tubuhnya yang berat itu bisa
diubah menjadi sangat ringan bagaikan kapas,
“Bagus...”
“Ilmu meringankan tubuh yang sempurna...”
“Kepandaian yang sangat lihay...”
Suara pujian dan seruan kagum dengan cepat berkumandang
dari seluruh penjuru lapangan membuat suasana menjadi sangat
ramai.
Kiranya beberapa puluh orang pendekar pedang hitam yang
sedang berlatih ilmu pedang itu ketika melihat Ti Then
menancapkan hio di ujung tombak tadi sudah mulai memperhatikan
dengan penuh kekaguman dari tempat jauh, saat ini begitu TiThen
meloncat naik dan berdiri di ujung hio yang kecil dan mudah putus
itu tidak tertahan lagi pada bersorak memuji.
Ditengah suara sorakan memuji yang sangat ramai itulah terlihat
Ti Then sedikit memutar tubuhnya bagaikan segulung asap yang
sangat ringan telah mumbul ke tengah udara kemudian bersalto
beberapa kali dan melayang turun pada ujung Hio yang kedua
sedang benda yang diinyak ini sedikit pun tidak melengkung atau
bergerak.
Setelah itu tubuhnya dengan gerakan yang sama melayang pula
pada ujung yang ketiga.
Demikianlah dia mulai berlari dengan kecepatan yang luar biasa
di atas ujung tombak yang ditancapi Hio itu, semakin lari semakin
cepat sehingga akhirnya hanya terlihat segulung bajangan manusia
yang menari dan berkelebat diantara ujung Hio disekeliling lapangan
itu.
Suara tepukan tangan, suara sorakan memuji semakin lama
semakin keras sehingga menggetarkan seluruh lapangan,
Selama hidupnya Wi Lian In juga belum pernah melihat ilmu
meringankan tubuh yang demikian saktinya, sehingga saking
girangnya air mukanya berubah menjadi merah padam, dengan
penuh kegirangan dia bertepuk tangan dan bersorak sorai.
Sebaliknya Hong Mong Ling sekali pun ikut bertepuk tangan
tetapi wajahnya semakin lama berubah semakin membesi. Ditengah
suara tepukan serta sorakan yang ramai itulah berturut-turut Ti
Then mengitari lapangan puluhan kali banyaknya, mendadak
tubuhnia menerjang ke atas udara setinggi tiga kaki lebih kemudian
dengan sangat ringannya melayang turun ke atas tanah kepada
para badirin sambil merangkap tangan memberi hormat ujarnya:
“Permainan yang jelek. Permainan yang jelek”
“Heei..”puji Wi Ci To sambil menghela napas panjang: “Bilamana
bukannya Lohu melihat dengan mata kepala sendiri sesungguhnya
sukar untuk mempercayai.”
“Benar” -sambung Huang Puh Kiam Pek. “Dengan usia Ti-heng
yang masih demikian mudanya ternyata sudah berhasil melatih
kepandaiannya hingga sedemikian sempurnanya sungguh sukar
untuk diduga"
Ti Then hanya mengucapkan banyak terima kasih berulang kali,
ujarnya kemudian
“Boanpwe akan mempertunjukan ilmu pukulanku yang masih
cetek, harap Po cu berdua suka beri petunjuk”
Sesudah mengucapkan kata-kata itu dia menoleh memandang
kearah Hong Mong Ling, sambil tertawa ujarnya,
“Hong-heng, kali ini merepotkan kau lagi”
Terpaksa Hong Mong Ling tersenjum, tanyanya:
"Kali ini Ti-heng membutuhkan barang apa lagi ?"
"Hanya ingin meminyam pakaian longgar yang Hong-heng pakai
itu”
Sekali pun dalam hati Hong Mong Ling merasa tidak puas tetapi
dia juga tidak berani menolak terpaksa dengan hati yang mangkal
dia melepaskan pakaiannya dan di angsurkan kearah Ti Then.
Dengan segera Ti Then menyambut sambil mengucapkan terima
kasih, kepada Wi Ci To kemudian ujarnya lagi,
“Entah Po cu mengijinkan tidak kedua orang saudara Pendekar
pedang hitam untuk membantu boanpwe ?
Wi Ci To segera mengangguk, kepada para pendekar pedang
hitam yang sedang menonton itu teriaknya:
“Teng Eng Kiat Kauw Huan Tiong kalian kemari”
Dua orang pendekar pedang hitam segera menyahut dan
meloncat datang.
Ti Then segera menjerahkan pakaian itu kepada mereka dan
menjuruh
mereka
berdiri
masing-masing
disatu
pojok
mementangkan pakaian itu kemudian dirinya mundur lima enam
langkah ke belakang.
Tiba-Tiba Hong Mong Ling tertawa tanyanya:
“Ti-heng apa hendak melancarkan serangan menghancurkan
pakaian itu?”
“Tidak salah”
Hong Mong Ling tertawa lagi„ ejeknya
-Dengan menggunakan batu cadas bukankah malah bisa
memperlihatkan kepandaian asli dari Ti-heng? “
Ti Then hanya tersenjum tanpa mengucapkan sepatah kata pun
punggungnya membelakangi kedua orang pendekar pedang hitam
itu sesudah memusatkan seluruh tenaga dalamnya mendadak
tubuhnya berputar setengah lingkaran ditengah udara dan
melancarkan serangan yang dahsyat kearah depan.
“Sreeet ?-- pakaian yang dibentangkan itu sudah terpukul hingga
berlubang.
Win Ci To yang melihat kepandaian itu diam-diam mengerutkan
alisnya rapat-rapat sedang hadirin lainnya pun dibuat melongo dan
memandang terpesona ke atas pakaian yang berlubang itu lewat
beberapa saat kemudian baru terdengar suara sorakan yang sangat
ramai,
Dengan satu pukulan tangan membuat pakaian berlubang
sebenarnya bukan merupakan suatu peristiwa yang aneh tetapi
‘lubang’ yang dihasilkan dari angin pukulan Ti Then ini sangat
berbeda dengan keadaan lainnya.
Dia bukannya memukul pakaian itu hingga hancur dan
berlubang-lubang melainkan hanya membuat pakaian itu berlubang
tidak besar tidak kecil persis sebesar kepalannya.
Hal ini sama saja artinya kekuatan pukulannya berhasil
dipusatkan pada satu tempat saja bukan menjebar keseluruh tangan
bahkan kecepatan pukulannya pun laksana sambaran kilat yang
sedang berkelebat.
Hong Mong Ling mimpi pun tidak pernah menyangka kalau Ti
Then bisa memiliki kepandaian yang demikian menakutkan teringat
akan kata-kata ejekan yang tadi dia lontarkan tidak tertahan lagi
wajahnya berubah menjadi merah padam dengan sangat malu dia
menundukkan kepalanya rendah.
Ti Then segera maju ke depan mengambil pakaian dari tangan
kedua orang pendekar pedang hitam itu dan diserahkan kembali
kepada Hong Mong Ling, ujarnya:
“Sungguh maaf sekali telah merusak pakaian dari Hong-heng “
Hong Mong Ling segera menyambut pakaiannya, sambil tertawa
tawar sahutnya:
“Tidak mengapa, hanya untung cuma melubangi sebuah pakaian
saja dan bukan melukai hati siauwte"
-Hong-heng tadi bilang batu cadas, bagaimana kalau minta
tolong Hong heng mengambilkan sebuah batu cadas kemari?”
Hong Mong Ling mengangguk tetapi bukannya dia mengambil
sendiri tetapi menoleh ke salah seorang pendekar pedang hitam
serunya:
“Huan Tiong, ambil sebuah batu cadas kemari”
Pendekar pedang hitam itu menyahut dan pergi, tidak lama dia
sudah kembali dengan membopong sebuah batu cadas berbentuk
persegi panjang setebal lima cun dan diletakkan di hadapan Ti
Then.
Ti Then memberi hormat kembali kepada Wi Ci To dan Huang
Puh Kian Pek sambil ujarnya:
"Boanpwe sekali lagi akan mempertunjukkan permainan yang
jelek, bilamana sampai tidak baik harap jangan ditertawakan”
Wi Ci To hanya tersenjum sambil mengangguk sepatah kata pun
tidak diucapkan.
Dengan tangan kirinya Ti Then mengangkat batu cadas itu dan
dilemparkan ke atas kemudian telapak tangannya disertai dengan
tenaga dalam menekan di atas permukaan batu itu, baru saja
terdorong setengah depa batu cadas itu sudah jatuh ke atas tanah.
Dari permukaan batu cadas hancuran kapur beterbangan
mengikuti arah bertiupnya angin dan muncullah sebuah bekas
telapak tangan yang sangat jelas sedalam satu cun lebih.
Kali ini tidak ada orang yang bertepuk tangan atau bersorak
memuji semuanya membisu seribu bahasa hanya sepasang matanya
melotot keluar sebesar-besarnya agaknya mereka sudah dibuat
terkejut oleh kelihayan dari tenaga dalamnya.
Lama sekali Wi Ci To termenung memandang terpesona kearah
Ti Then kemudian barulah dia menoleh kearah para pendekar
pedang hitam yang sedang mengerumun itu, ujarnya:
“Kalian sudah melihat sendiri Pendekar baju hitam Ti Then ini
masih sangat muda dan usianya sebanding dengan kalian ternyata
sudah berhasil melatih kepandaiannya hingga mencapai demikian
sempurnanya, bilamana kalian ingin berubah seperti dia maka mulai
ini hari harus lebih giat lagi berlatih. “
Agaknya dia tidak punya bahan percakapan untuk dibicarakan
maka dengan mengambil dalih memberi nasehat menutupi
kesunyian itu,
Ujar Wi Lian In tiba-tiba:
“Tia, kau sudah berhasil melihat asal usul dari perguruan Ti
Toako ??.
Wi Ci To tidak menyawah hanya dengan langkah yang perlahan
berjalan meninggalkan lapangan.
Semua orang terpaksa mengikuti dia juga berjalan kembali ke
dalam ruangan tamu tanya Wi Lian In lagi:
-Tia, kau sudah tahu belum ??.
Wi Ci To gelengkan kepalanya, sambil tertawa pahit sahutnya:
“Belum.”
“Hei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas,
“Kepandaian Ti heng sungguh amat tinggi sekali, untung merupakan
kawan dari benteng kami, bilamana merupakan musuh dari benteng
Pek Kiam Po maka saat itu entah harus dengan cara bagaimana
untuk menghadapi diri Ti-heng.”
“Ha . ha . ha “ ujarnya sambil tertawa, “ Bilamana Hong-heng
mencurigai kedatangan Siauw-te ini mem punyai maksud buruk
lebih baik sekarang juga Siauw-te mohon diri. “
Sehabis berkata dia bangkit berdiri dari kursinya.
“Ti-heng harap duduk kembali.” ujar Wi Ci To dengan gugup
ketika melihat tamunya akan pergi.
“Baiklah” ujar Ti Then dengan sangat hormat dan duduk kembali
ketempat semula.
Wi Ci To dengan wajah yang gusar menoleh kearah Hong Mong
Ling, makinya
“Mong Ling, Ti-heng merupakan tuan penolongmu bagaimana
sekarang kau berani mengeluarkan kata-kata semacam ini. “
Air muka Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam
seperti kepiting rebus sambil tertawa paksa ujarnya:
"Suhu, tecu sedang bergurau dengan Ti-heng sama sekali tidak
mem punyai maksud lain. “
Wi Ci To hanya mendengus dengan dinginnya, sambil tertawa dia
menoleh kearah Ti Then kembali ujarnya:
“Ti-heng maukah menceritakan asal usulmu kepada Lohu ??”
“Baiklah” sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. “Boanpwe
berasal dan Kay Hong sejak kecil sudah ditinggal mati oleh orang
tuaku, kehidupan sehari hari hanya tergantung dari Sam-siokku.
Pada usia sepuluh tahun Sam-siok ternyata menjual boanpwe
kepada seorang hartawan didesa itu untuk bekerja sebagai kacung
buku di samping putra hartawan. Dua tahun kemudian ada suatu
hari mendadak Toa Sauvv-ya mendapat serangan penyakit dan
meninggal karena sedihnya kematian putranya itu kegusaran ini
ditimpakan kepada diri boanpwe dengan demikian boanpwe diusir
dari rumahnya. Saat itu karena takut dimaki oleh Sam Siok maka
boanpwe tidak berani pulang kerumah sesudah. meninggalkan
rumah hartawan itu berkelana diseluruh tempat akhirnya kalau
sesudah lewat setengah tahun baru bertemu dengan suhu dan
diterima sebagai muridnya. “
“Jika demikian adanya.” ujar Wi Ci To “Sejak kini Ti-heng sudah
merupakan sebatang kara saja di dalam dunia ini?”
“ Benar. “
Tiba-Tiba Shia Pek Tha tertawa terbahak bahak, ujarnya.
“Perkataan dari Lote ini apa sungguh-sungguh?
“Sudah tentu sungguh-sungguh. “
“Kalau begitu kemarin Lote bilang kalau harta dari leluhur sudah
kau habiskan, tolong tanya Lote mendapat harta dari leluhur yang
mana?”
Sama sekali Ti Then tidak pernah menyangka kalau dia bisa
mengingat-ingat perkataannya dengan demikian telitinya, segera dia
pura-pura memperlihatkan perasaan malunya, sambil tertawa
sahutnya:
-Sungguh maaf kemarin malam siauwte hanya membual saja,
perkataannya sekarang ini barulah merupakan perkataan yang
sesungguhnya”
“Kalau begitu” ujar Shia Pek Tha lagi, “Kali ini apa sebabnya Lote
berkelana dan berkeliaran di dalam dunia kangouw?”
“Tiga tahun yang lalu sesaat Siauwte meninggalkan suhu dia
orang tua pernah memberi siauwte ratusan tail emas tetapi pada
waktu-waktu mendekat ini sudah digunakan hingga ludas”
-Tetapi dengan kepandaian Lote yang demikian sempurnanya
untuk mencari uang, bukanlah merupakan pekerjaan yang sulit”
“Behar” sahut Ti Then sambil tertawa. -Siauwte memang bisa
bekerja sebagai guru silat atau sebagai pengawal barang tetapi
kedua macam pekerjaan ini siauwte tidak ada yang senang”
Wi Ci To batuk-batuk ringan, tanyanya mendadak:
“Sesudah ini Ti-heng punya rencana hendak kemana?”
“Heei.. saat ini keadaan sudah sangat mendesak terpaksa
Siauwte menerjunkan diri sebagai pengawal barang saja.”
“Dari pada Ti-heng menjadi pengawal barang lebih baik tinggal
saja di dalam Benteng kami”
Sesudah mendengar perkataan dari Wi Ci To ini dalam hati Ti
Then semangkin menganggap dia adalah majikan patung emas,
segera pura-pura tertegun oleh perkataannya, ujarnya:
-Bagaimana hal ini bisa jadi, sekali pun boanpwe tidak punya
kepandaian apa-apa tetapi boanpwe percaya masih sanggup untuk
mencari hidup bagi diriku sendiri"
-Ha ha ha ha” potong Wi Ci To, “Lohu minta Ti-heng tinggal di
dalam benteng kami bukannya menjuruh Ti-heng makan minum
dengan tanpa bekerja”
“Ooh....” dia menguncak-uncak matanya kemudian tanyanya lagi
dengan keheran-heranan. Kalau tidak lalu Po cu menginginkan boan
pwe bekerja apa ? “,
Wi Ci To termenung berpikir sebentar kemudian barulah
sahutnya:
“Sebelumnya Lohu ingin tanya sesuatu apa suhumu pernah
memberi wanti wanti kepada Ti-heng untuk melarang kau
menurunkan ilmu silat kepada orang lain ?,-
“"Tidak ?
"Kalau memangnya begitu Lohu akan mengangkat Ti-heng
sebagai pimpinan di dalam Benteng kami ini yang bertugas memberi
petunjuk ilmu silat kepada para pendekar pedang merah pendekar
pedang putih serta pendekar pedang hitam dari Benteng Pek Kiam
Po, setiap bulan kami akan membajar tiga ratus tail uang perak,
bagaimana ?"
Perkataan ini begitu keluar dari Wi Ci To sampai air muka dari
Shia Pek Tha pun kelihatan berubah dengan sangat hebat, karena
kesembilan puluh sembilan pendekar pedang merah dari Benteng
Pek Kiam Po semuanya merupakan jago-jago pedang kenamaan di
dalam Bu-lim bahkan selain Hong Mong Ling seorang lainnya sudah
merupakan orang-orang yang sudah lanjut, kini ternyata Wi Ci To
akan mengangkat Ti Then yang usianya masih sangat muda sebagai
pimpinan dari seluruh pendekar pedang di dalam Benteng Pek Kiam
Po sebenarnya merupakan suatu pandangan rendah terhadap diri
mereka pendekar pedang merah.
Air muka Hong Mong Ling pun kelihatan berubah menjadi sangat
jelek yang semakin lama semakin tegang dan membesi, sejak
semula dia sudah tahu kalau Ti Then sebenarnya merupakan "Lu
kongcu” yang memukul rubuh dirinya di dalam sarang pelacur Touw
Hoa Yuan itu, tetapi karena urusan ini menyangkut nama baik
dirinya dia diuga tidak berani menceritakan keadaan yang
sesungguhnya kepada bakal mertuanya, dia takut karena hal itu
perkawinan antara dirinya dengan Wi Lian In bisa dibatalkan tetapi
kini bilamana Ti Then menyanggupi menyabat sebagai pimpinan dari
seluruh pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Po sama saja
dengan sebuah pedang panjang yang ditusuk ke dalam hatinya,
membuat dia selamanya akan sukar tidur njenyak sukar makan
dengan nikmat.
Ti Then sendiri pun sudah tahu perubahan „Aneh" dari air muka
Shia Pek Tha, dalam hati diam-diam merasa sangat geli pikirnya:
“Ha ha ha ....orang She Hong rasakanlah, sekali pun dalam
hatimu punya maksud untuk berbicara tetapi tidak berani untuk
mengutarakan keluar.
Dalam hatinya dia berpikir demikian tetapi pada air mukanya
sengaja memperlihatkan perasaan menjesal, sahutnya:
“Terima kasih atas kebaikan Pocu, boanpwe tidak berani
menerimanya.”
“Kenapa ???.
Pertama, dengan kepandaian dari boanpwe agaknya tidak punya
hak untuk menjadi pimpinan pendekar pedang merah”
“ Sembilan puluh sembilan pendekar pedang merah dari Benteng
Pek Kiam Po semuanya merupakan didikan langsung dari Lohu,
sedang kepandaian dari Ti-heng sudah sangat jelas jauh di atas
kepandaian Lohu sendiri maka jika berbicara dalam berhak atau
tidak Ti-heng sudah tidak ada persoalan lagi
-Kedua,-, ujar Ti Then, “usia boanpwe masih sangat muda
sedang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po hampir
seluruhnya jauh lebih tua usianya dari boanpwe, maka..”
“Belajar kepandaian tidak memandang tua muda” Potong Wi Ci
To lagi: “siapa yang mencapai dahulu sebagai guru tentang hal ini
semakin tidak ada persoalau lagi"
Sehabis berkata dia menoleh kearah Shia Pek Tha, tanyanya
“Pek Tha, suhumu akan mengangkat Ti heng sebagai pimpinan
dari seluruh pendekar pedang di dalam Benteng kita, menolak
tidak?-
Dalam hati Shia Pek Tha merasakan serba susah tetapi dia pun
merasa tidak punya alasan yang kuat untuk menolak terpaksa
dengan serius sahutnya:
-'Tecu tidak menolak? -
Dengan perlahan sinar mata Wi Ci To beralih ke atas wajah Hong
Mong Ling tanyanya pula.
“Mong Ling, kau bagaimana??-,
“Tecu juga tidak menolak hanya “
“Hanya apa ?
“Ti-heng merupakan kawan dari Benteng kita tetapi dengan
Benteng kita sama sekali tidak mem punyai ikatan perguruan mau
pun aliran, bilamana suhu mengundang Ti-heng sebagai pimpinan
dari para pendekar Benteng Pek Kiam Po kita bilamana sampai
diketahui orang luar bukankah hanya akan dibuat sebagai bahan
ejekan saja”
“Hmm ,” Dengus Wi Ci To dengan keren, “Aku mendirikan.
Benteng Pek Kiam Po hanya bertujuan melindungi keselamatan dari
Bu-lim selamanya tidak punya niat untuk mengagungkan nama
besar sendiri mau pun nama besar dari Benteng kita bahkan di
dalam ilmu silat semuanya juga berasal dari satu aliran aku
selamanya tidak pernah memikirkan soal aliran mau pun perguruan,
bilamana mereka mau mengejek biarkanlah mereka mengejek ?
Dengan perlahan dia menoleh kearah Ti Then kembali tanyanya:
“Bagimana pendapat Ti-heng sendiri?”
Sengadia Ti Then memperlihatkan sikapnya yang serba salah
ujarnya dengan gugup:
“Tentang ini . . ini -
“Bilamana Ti-heng merasa tiga ratus tahil perak terlalu kurang,
lohu bisa menambah satu kali lipat lagi ?
“Bukan... bukan...”sahut Ti Then dengan gugup, “Bukan soal
uang ..bukan soal uang , “
Ti-heng masih punya kesulitan apa lagi ?
Boan pwe ingin berpikir dulu...”.
“Itu sangat bagus, sesudah Ti-heng berpikir harulah beri jawaban
kepada Lohu,.. Pek Tha ? tadi pagi kalian pesiar kemana saja ?
“ puncak seribu Buddha”
--Untuk berpesiar ke puncak emas serta Ban Hud Teng waktunya
sudah tidak cukup lebih baik kau ajak Ti-heng pesiar ke gua Kiu Lo
Tong juga tidak jelek”
Ti Then segera bangkit berdiri dan memberi hormat ujarnya
“Baiklah, boan pwvee minta ijin untuk pesiar ke atas gua Kiu Lo
Tong dan sekalian memikirkan maksud hati dari Pocu ini”
Shia Pek Tha segera ikut dan memberi hormat kepada kedua
orang Pocu kemudian bersama-sama Ti Then berjalan keluar dari
ruangan tamu.
Menanti sesudah bajangan punggung dari Ti Then serta Shia Pek
Tha hilang dari pandangan mata dengan perlahan barulah Huang
Puh Kian Pek menoleh ke atas Wi Ci To sambil tanyanya:
“Apa benar Toako akan mengundang dia sebagai pimpinan para
pendekar pedang dari Benteng kita?”
“Benar "
_Tetapi musuh atau kawan kita masih belum jelas, bagaimana
toako bisa berbuat"
“ Ha . ha .ha... " aku mengundang dia sebagai Cong Kiauwtouw
atau pimpinan sebenarnya memang sedang menjelidiki asal usul
serta maksud hati nya “
“Bagaimana maksudnya ? tanya Huang Puh Kiam Pek dengan
termangu-mangu.
“Bilamana dia menyanggupi untuk menjadi pimpinan para
pendekar pedang kita, tidak sampai satu bulan kita sudah akan tahu
dengan jelas dia kawan atau lawan"
Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:
“Bilamana dia punya tujuan terhadap Benteng kita tentu tidak
akan bersungguh-sungguh memberi pelajaran silat kepada para
pendekar pedang sebaliknya bilamana dengan bersungguh-sungguh
hati dia memberi petunjuk kepada para pendekar kita maka hal ini
membuktikan kalau apa yang diutijapkan memang benar-benar,
saat itu di dalam Benteng punya pimpinan seperti dia bukankah
sangat untung sekali?"
“Tidak salah. tidak salah” sahut Huang Puh Kian Pek sambil
mengangguk.
"Jika ditinyau dari kepandaian silatnya, bilamana sampai terjadi
suatu gerakan dari dirinya agaknya dua orang pendekar pedang dari
Benteng kita masih belum cukup untuk menahan dirinya, menanti
sesudah dia pulang dari pesiar kirim lagi dua orang pendekar
pedang merah untuk mengawasi seluruh gerak geriknya setiap saat
“
"
Baiklah, nanti aku perintahkan.”
“Masih ada, loteng penyimpanan kitab kirim juga dua orang
untuk menyaganya, siang malam.”
Malam semakin larut udara begitu dinginnya sedang angin pun
bertiup dengan kencangnya saat itulah Ti Then serta Shia Pek Tha
baru saja pulang dari goa Kiu Lo Tong. Huang Puh Kian Pek segera
menunjuk seorang pelajan tua khusus melajani keperluan Ti Then,
membantu dia mengambil air teh, dahar serta lain-lainnya membuat
dia yang bertindak sebagai „patung emas" makin lama merasa
semakin senang dan kerasan.
Baru saja dia selesai membersihkan badan dan berganti pakaian
Shia Pek Tha sudah datang mengundang dia lagi, ujarnya:
“Lo-te, Pocu sedang menanti kedatanganinu di dalam ruangan
dalam”
-Pocu demikian memperhatikan diriku sungguh membuat Siauw-
te merasa tidak enak hati”
.-Ha..ha... tidak perlu mengucapkan kata-kata begini, marilah !”
Kedua orang itu berjalan mendatangi ruangan dalam, tampak di
dalam ruangan itu sudah disediakan meja perjamuan, Wi Ci To,
Huang Puh Kian Pek, Hong Mong Ling serta Wi Lian In sudah hadir
di dalam meja perjamuan begitu melihat Ti Then berjalan masuk ke
dalam ruangan segera mereka besama sama berdiri menyambut
kedatangannya.
Dengan tersenjum Ti Then memberi hormat kepada semua
orang.
Ujar Wi Ci To sambil. tersenjum.
“Ti-heng silahkan duduk, bagaimana pemandangan gua Kiu Lo
Tong ?"
-Bagus, bagus sekali, hanya burung waletnya sangat banyak
sehingga permukaan tanah penuh dengan kotoran burung dan
merusak pemandangan bagus.'
“Di dalam gua ada patung dewa Cau Kong Beng yang katanya
sangat cocok, apa tadi Ti-heng sudah bersembahjangan
menanyakan rejeki ?
Tidak -" sahut Ti Then sambil tersenjum, “Manusia hidup
semuanya tergantung Thian, buat apa menanyakan rejeki atau tidak
terhadap sebuah patung?”
Begitulah mereka tua muda enam orang duduk kembali ke
tempat masing-masing dan mulai bersantap.
Jilid 4.2. Jadi Kiauwtauw benteng Pek Kiam Po
Ujar Ti Then lagi:
“ Goa Kiu Lo Tong disebut sebagai Kiu Lo, tetapi kenapa di
dalamnya hanya terdapat patung dewa Cau Kong Beng seorang
saja?
“Ooh . . " ujar Wi Ci To. “patung dewa Cau Kong Beng ini entah
akhirnya secara bagaimana bisa ikut masuk di dalam goa itu,
padahal nama dari Kiu Lo itu masih mem punyai arti lain: “
Sambil menjumpit sajur ujarnya:
“ Menurut dongeng ketika Kaisar mengunjungi Thian Huang
Cinyien ditempat itu pernah bertemu dengan seorang pertapa tua
ketika Kaisar bertanya kepada pertapa itu ada berapa orang yang
ikut bertapa maka jawabnya ada sembilan orang maka sejak itu
orang-orang menamakan goa itu sebagai Kiu Lo Tong”.
Di dalam dunia ini banyak pemandangan yang menggunakan
nama yang aneh-aneh, misalnia saja dengan gunung Lo Cin
san..Pocu pernah berpesiar ke atas gunung Lo Cin san ??” tanya Ti
Then.
“ Belum pernah ! “ sahutnya sambil gelengkan kepalanya.
“Ha.. ha. . ha “ di dalam gunung Lo Cin San itu ada sebuah gua
cupu-cupu itu hanya punya nama gua cupu-cupu saja padahal
sama sekali tidak mirip dengan sebuah cupu-cupu, sungguh tidak
tahu dia sedang jual jamu apa di dalam cupu-cu punya.”
Wi Ci To tertawa terbahak-bahak tetapi sama sekali tidak
memperlihatkan pendapat apa pun.
Sesudah semua orang selesai mendahar dengan diam-diam Wi Ci
To menggojangkan kakinya memberi tanda kepada Huang Puh Kian
Pek yang ditendang dengan kaki itu segera merasa tanyanya:
“Terhadap undangan pocu tadi siang apakah Ti-heng sudah
ngambil keputusan?”
“..,Benar “ sahut Ti Then sambil mengangguk.
-,Bagaimana?”
“Boanpwe mau menerimannya tetapi ada beberapa syarat...”
“Silahkan beri petunjuk”
“Boanpwe punya sifat suka bergerak dan dolan bilamana Pocu
berdua mengijinkan boanpwe untuk keluar masuk maka boanpwe
akan menyanggupi juga menyabat sebagai pimpinan dari Para
pendekar pedang”
"Apa yang dimaksud dengan keluar masuk dengan bebas?”tanya
Huang Puh Kian Pek_
“Misalnya boanpwe gemar berjalan-jalan keluar dari benteng,
harap Pocu berdua tidak melarang”
Wi Ci To tersenjum, sahutnya:
“Sesudah Ti-heng menerima jabatan sebagai pimpinan para
pendekar pedang dalam Benteng kami sudah tentu kita semua
merupakan orang scndiri sedang Lohu saja sama sekali tidak
melarang keluar masuk dari para pendekar pedang merah apalagi
diri Ti-heng ?”
“ Kalau memangnya demikian, boanpwe menerimanya hanya
saja bilamana tidak baik dalam cara memberi petunjuk harap Pocu
mau memaafkan !”-
-Ha ha ha ha . asalkan Ti-heng bisa menurunkan kepadaian silat
dari sepuluh bagian menjadi tiga bagian saja kepada para pendekar
pedang di dalam Benteng kami ini Lohu sudah merasa sangat puas
sekali?”
Berbicara sampai di sini sepasang tangannya mengangkat cawan
arak, dan bangkit berdiri ujarnya:
“Marilah Lohu akan menghormati Ti Cong Kauw-tauw secawan?”
Dengan tergesa-gesa Ti Then bangkit membalas hormatnya,
sahutnya.
“Tidak berani Pocu terlalu memandang tinggi diri Boanpwe !”
Maka Huang Puh Kian Pek, Shia Pek Tha, Hong Mong Ling serta
Wi Lian In berturut turut berdiri memberi hormat, membuat Ti Then
menjadi repot juga untuk membalasnya.
Sudah tentu Hong Mong Ling suka diluarnya, gemas di dalam
hatinya melihat hal ini.
Wi Ci To sendiri juga mungkin sengaja atau tidak mendadak
ujarnya kepada putrinya Wi Lian In sambil tersenjum.
“In-ji, selanjutnya kau pun harus sering minta petunjuk dari Ti
Cong Kiauw tauw ?”
Dengan tersenjum malu-malu sahut, Wi Lian In.
“Kepandaian silat Ti toaku sangat tinggi, sudah tentu putrimu
harus belajar dari dirinya?”
-Mulai besok pagi" ujar Wi Ci To lagi, “lohu akan mengumpulkan
seluruh jago pedang dari seluruh Benteng untuk mengumumkan Ti-
heng sebagai pimpinan seluruh pendekar dari benteng kita, tetapi,
tetapi. . . .”
Dia termenung berpikir sebentar, kemudian barulah ujarnya lagi:
- Kini sekali pun pendekar pedang merah yang berada di dalam
Benteng hanya dua puluh orang saja tetapi pendekar pedang putih
serta pendekar pedang hitam hampir mencapai dua ratusan,
bilamana Ti Kiauwtauw seorang harus memberi petunjuk berapa
ratus orang banyaknnya mungkin akan terlalu payah, baiklah
demikian saja, Lohu akan menunjuk sepuluh orang pendekar
pedang merah belajar terlebih dulu dari Ti Kiauw-tauw kemudian
dengan menggunakan tenaga dari kesepuluh orang pendekar
pedang merah menurunkan ilmu itu kepada para pendekar pedang
putih serta pendekar pedang hitam”
“Lalu Tia akan menunjuk siapa saja diantara sepuluh orang itu?”
tanya Wi Lian In.
“Yuan Ci Liong, Pan Kia Yang, Tay Tiauw Eng, Njoo Ceng Bu,
Tong Shit le, Lan Liang Kim, Lak Hong, Kian Ceng Haan, Hong Ling
dan kau”
Air muka Hong Mang Ling segera berubah menjadi merah
padam, ujarnya:
“Suhu, tecu punya rencana akan pergi ke Tiang An pada masa
sekarang ini, maka...”
Wi Ci To menjadi tidak senang, bentaknya:
“Kau tidak ingin belajar silat dari Ti heng?”
-Bukan . . bukan” ujar Hong Mong Ling dengan gugup” tecu
pernah menyanggupi In Moay untuk membelikan barang dikota
Tiang An.”
“Soal ini tidak perlu kau sendiri pergi beli, perkawinan kalian juga
tinggal tiga bulan lagi barang-barang yang In ji inginkan biarlah
beberapa hari lagi Lohu kirim orang untuk pergi membeli ?”
“Tetapi ... tetapi...” ujar Hong Mong Ling lagi dengan terputus
putus. ““Tecu ,.tecu juga . ..juga ingin sekalian menengok .”
Wi Ci To segera mengulap tangannya memutuskan pembicaraan
selanjutnya ujarnya :
“Tidak usah bilang lagi tidak ada urusan yang jauh lebih penting
lagi dari pada belajar ilmu silat dari Ti Kiauw-tauw ?”
Hong Mong Ling tidak berani berbicara lagi, dengan berdiam diri
dia menghabiskan daharnya.
Sesudah semuanya merasa kenyang maka bahan pembicaraan
pun beralih pada soal-soal remeh kehidupan sehari-hari saja, saat
malam semakin kelam itulah perjamuan baru bubar sedang Ti Then
pun bangkit mohon diri dan kcmbali kekamarnya sendiri.
Pelajan tua yang melajani dirinya begitu melihat dia sudah
kembali segera mengikuti dirinya masuk kadalam kamar, tangannya
diluruskan ke bawah dengan sangat hormatnya menanti perintah.
Tanya Ti Then dengan perlahan:
“Orang tua, siapa namamu?-.
“Lapor kongcu”- sahut pelajan tua itu dengan sangat hormat.
“Budakmu she Ci bernama Tiang Siang, pocu selamanya memanggil
budakmu dengan sebutan Lo Cia, lebih baik kongcu pun memanggil
budakmu dengan sebutan ini saja”
“Sudah berapa lama kau berdiam di dalam Benteng Pek Kiam Po
ini? “ tanya Ti Then lagi sambil tersenjum.
-,Sudah puluhan tahun lamanya sebelum pocu kami mendirikan
benteng Pek Kiam Po ini budakmu sudah mengikuti dirinya, jika
dihitung kurang lebih hampir mendekati empat puluh tahun
lamanya.-
“Kau mengikuti Pocu sudah demikian lamanya, sudah tentu
kepandaian silatnya tidak lemah?”
“Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi” sahut Locia sambil gelengkan
kepalanya.. “Budakmu tidak mem punyai bakat untuk belajar silat,
pernah Pocu menjuruh budakmu ikut dia belajar silat tetapi
selamanya tidak bisa berlatih dengan baik”
“Kali ini Pocu yang mengirim kau untuk melajani aku?
“Bukan” sahut Locia lagi sambil gelengkan kepalanya.
“Wakil Pocu yang mengirim budakmu kemari karena usia yang
sudah tua maka pada beberapa tahun ini budakmu berganti bekerja
di samping wakil Pocu-.
Ti Then mengangguk dengan perlahan dengan langkah yang
kalem dia berjalan mendekati jendela dan mendorong hingga
terpentang lebar, sambil menunjuk kesebuah bangunan berloteng
tanyanya.
“Ruangan itu sangat besar sekali siapa yang tinggal di sana?”
Dia teringat kembali akan pesan dari majikan patung emas,
bilamana hendak mengadakan hubungan dengan dia, pasang lampu
didekat jendela dan ketuk tiga kali kini dia harus memeriksa
keadaan disekeliling tempat itu, dia mengira bahwa bila mana diam
memasang lampu sebagai tanda hendak berhubungan dengan
majikan patung emas maka orang yang bisa melihat dengan sangat
jelas tandanya itu seharusnya orang yang berdiam di dalam loteng
itu, karena itulah dia sengaja menanya dengan sangat jelas.
Dengan cepat Lo-cia berjalan mendekati tubuhnya, sambil
menunjuk kearah bangunan loteng itu tanyanya.
“Kongcu menanyakan bangunan itu?”
¬-Benar.”
“Itu tempat kamar buku Pocu kami”
“Ooh.”kemudian dia menunjuk pula kearah bangunan loteng
yang berada disebetah kiri dimana bangunan itu berdiri sendiri,
tanyanya lagi:
“ Lalu yang itu?”
-Ooh, itu loteng penyimpanan kitab"
-Loteng penyimpanan kitab?” tanya Ti Then dengan penuh
keheranan.
-Benar, loteng penyimpanan kitab dari Pocu kami."
-Kalau sudah ada kamar baca buat apa mendirikan sebuah loteng
penyimpan kitab lagi ?”
-Pocu kami gemar membeli dan menyimpan kitab” ujar Lo-cia,
“Karena jumlah buku yang terlalu banyak hanya sebuah kamar baca
saja tidak cukup untuk menam pungnya maka sengaja mendirikan
sebuah loteng penyimpanan buku untuk menjmpan kitab-kitab
tersebut.
“Ooh..kiranya begitu, pada kemudian hari bilamana ada
kesempatan tentu aku akan pergi ke dalam untuk melihat-lihat
kitab, aku kira buku yang Pocu kalian simpan tentu merupakan
benda-benda yang sangat berharga... “
“Kiranya tidak mungkin bisa. “ potong Lo-cia.
“Kenapa ?”
perkataannya
tanya
Ti
Then
yang
dibuat
tertegun
oleh
“Loteng penyimpanan kitab itu selamania pocu kami melarang
orang lain memasukinya, termasuk wakil Pocu kami serta nona Wi
sendiri:
“Mungkin di dalamnya menyimpan banyak rahasia ?
~Tentang hal ini budakmu tidak tahu' sahut Lo-cia sambil
gelengkan kepalanya.
“Budakmu hanya tahu bahwa Pocu tidak mungkin akan
mengijinkan orang lain ikut dia memasuki loteng penyimpanan
kitabnya itu”
“Dia sendiri sering masuk ke sana?”
“Setiap lewat beberapa hari tentu dia masuk satu kali ke dalam,
dia senang seorang diri membaca buku di dalam tempat itu.
“Bagaimana kau bisa tahu dia membaca buku?” tanya Ti Then
sambil tersenjum.
“Tidak membaca buku, buat apa dia masuk ke dalam?”
“Mungkin juga di dalam loteng penyimpan kitab itu bersembunyi
seorang yang sangat misterius” sahut Ti Then dengan tersenjum.
Lo-cia menjadi tertawa terbahak-bahak sahutnya :
“Kongcu suka gujon, bilamana di dalam sana berdiam seseorang
saat ini tentu dia sudah mati kelaparan.
“Mana mungkin ?”
“Selamanya kami tidak pernah melihat Pocu membawa makanan
masuk ke dalam bilamana di dalam sana ada orang bukankah sudah
mati kelaparan ?”
Ti Then tertawa terbahak-babak, sambil menepuk bahunya
ujarnya lagi:
“Ha.ha ha ha , : . orang itu akan mati kelaparan karena dia
disebut Yan Yu Giok”
Lo-cia menjadi termangu-mangu beberapa saat kemudian
barulah menjadi sadar, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:
“Tidak salah ? tidak salah ? di dalam buku memang ada yang
disebut Yan Yu Giok..ha..haa.ha..”
Dengan perlahan Ti Then menutup jendela dan kembali ketempat
pembaringannya ujarnya.
“Di sini sudah tidak ada urusan, kau boleh beristirahat
Lo-cia segera menangkap tangannya memberi hormat, sahutnya
:
“Baiklah, budakmu berdiam dikamar sebelah bilamana kongcu
punya perintah silahkan mengetuk dinding tembok maka budakmu
akan mendengarnya”.
Sehabis berkata din mengundurkan diri dari dalam kamar.
Ti Then pun segera melepaskan pakaiannya dan berbaring
dengan tenang di atas pembaringan memikirkan berbagai persoalan
yang sangat rumit.
Menurut bukti yang dia dapatkan sampai saat ini dia merasa
bahwa Wi Ci To memang merupakan majikan patung emas itu,
maka sekarang yang dia ingin ketahui adalah selain Wi Ci To
menginginkan dirinya memperistri putrinya apa mungkin masih
ada„rencana” lainnya ? Loteng penyimpan kitab itu sampai wakil
Pocu serta putrinya sendiri pun tidak boleh masuk, mungkinkah di
dalamnya tersimpan berbagai macam barang yang berharga atau
menyimpan rahasia yang mem punyai hubungan yang sangat erat
dengan urusan ini?”
Di dalam suasana pemikiran yang sangat ruwet itulah tidak
terasa lagi dia jatuh pulas dengan sangat njenyaknya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali sipedang naga perak Huang
Puh Kiam Pek sudah mengumpulkan seluruh pendekar pedang yang
ada di dalam Benteng ketengah lapangan latihan silat.
Sebenarnya „Pendekar Pedang Merah" dari Benteng Pek Kiam Po
berjumlah sembilan puluh sembilan orang, tetapi ada tujuh puluh
empat orang sedang berkelana di dalam dunia kangouw karena
itulah saat ini yang berada ditengah lapangan termasuk Wi Liam In
serta Hong Mong Ling hanya berjumlah dua puluh lima orang.
Mereka berbaris dipaling depan kemudian disusul dengan ratusan
pendekar Pedang putih dan ratusan pendekar pedang hitam
sehingga seluruhnya berjumlah dua ratusan orang dengan sangat
rapinya berdiri berjajar ditengah lapangan, pada pinggang setiap
orang tersoren sebilah pedang panjang keadaannya sangat angler
dan gagah sekali. Tidak berselang lama sipedang naga emas Wi Ci
To beserta Ti Then sudah berjalan masuk ke dalam lapangan.
Wi Ci To langsung naik ke atas mimbar yang disediakan, sesudah
menerima penghormatan dari seluruh muridnya ujarnya dengan
suara yang sangat lantang :
“Saudara-Saudaraku sekalian ini hari lohu mengumpulkan kalian
di sini bertujuan hendak mengenalkan kepada kalian seorang
pendekar aneh dari Bu-lim yang masih sangat muda, orang itu
adalah pendekar baju hitam Ti Then yang sekararig berdiri di
hadapan Lohu.”
Dari tengah lapangan segera gemuruh suara tepukan serta sorak
sorai yang sangat ramai, sudah tentu suara tepukan dari pendekar
pedang putih serta pendekar pedang hitam yang paling ramai.
Ti Then menjadi repot untak membalas hormat kepada semua
hadirin. Menanti sesudah suara tepukan serta sorak sorai itu mereda
sambung Wi Ci To lagi :
“Nama besar dari pendekar baju hitam Ti Then tentunya kalian
sudah lama mendengar, dia merupakan seorang pendekar yang
suka menolong sesamanya berlaku adil bijaksana dan bersifat
jantan, apa lagi kepandaian silatnya sudah berhasil dilatih hingga
mencapai pada tarap kesempurnaan, kemarin sudah ada beberapa
orang pendekar pedang hitam yang dengan mata kepala sendirt
melihat kelihayan dari Ti Siauwhiap, mungkin mereka pun sudah
menceritakan keadaan itu kepada kalian oleh sebab itulah tentang
bagaimana kelihayan dan kepandaian yang dimiliki Ti siauwhiap
tidak perlu lohu ceritakan lagi di sini. Sekarang lohu akan
mengumumkan suatu berita baik kepada kalian jaitu Ti siauwhiap
sudah menerima tawaran lohu untuk menyabat sebagai pimpinan
dari seluruh pendekar pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam
Po kita”
Suara tepukan dan sorak sorai sekali memecahkan kesunyian.
Sedang Ti Then pun dengan repot memberi hormat kepada semua
orang. Sambung Wi Ci To lagi,
“Kemungkinan sekali diantara kalian ada yang merasa bahwa Ti
Siauwhiap bukan orang Benteng kita sehingga tidak seharusnya
menyabat pimpinan ini, bilamana diantata kalian ada yang berpikir
secara demikian maka kalian sudah salah besar, pada saat Lohu
mendirikan Benteng ini pernah baca suatu keputusan bahwa
Benteng Pek Kiam Po yang Lohu dirikan ini bukanlah melulu untuk
mencari nama yang terkenal di dalam Bu-lim, semakin tidak punya
maksud untuk menduduki pucuk pimpinan diseluruh Bu-lim dan
tidak ingin bentrok atau saingan dengan partai-partai lainnya. Lohu
hanya ingin mengumpulkan para ahli ilmu pedang untuk bersama-
sama menjelidikinya, dengan semangat yang berkobar kobar
bersama sama menjelidiki kepandaian silat bersama-sama,
membasmi kejahatan berbuat baik, .berbuat amal menolong
sesamanya dan bersikap pendekar dimana pun, oleh karena itulah
asalkan orang yang berhati luhur dan mem punyai bakat di dalam
ilmu silat boleh menjadi anggota Benteng kita, diantara kalian pun
ada banyak yang bcrasal dari suatu perkumpulan atau partai yang
bcrbeda, dengan bakal ilmu yang lalu masuk ke dalam Benteng
karena itulah ini hari Lohu mengangkat Ti siauw hiap sebagai
pimpinan diantara kalian juga mengunakan alasan yang sama”
Dia berbenti sejenak sedang pada bibirnya pun tersungging suatu
senjuman, sambungnya:
“Sudah tentu diantara kalian ada yang merasa bahwa usia Ti
siauw-hiap masih sangat muda sedang usia kalian jauh iebih tua kini
diharuskan belajar silat dengan dia tidak urung akan merasa malu
juga soal ini merupakan suatu soal yang sangat biasa tetapi kalian
haruslah memahami suatu kenyataan yang dikatakan belajar ilmu
tidak mengingat tua atau muda yang mencapai terdahulu dialah
guru. Kepandaian silat dari Ti siauwhiap jauh melebihi kepandaian
kalian sudah tentu kalian harus menghormati dia sebagai guru-
Dia berhenti sejenak.lagi, sesudah memandang setiap pendekar
pedang yang berdiri di sana ujarnya lagi sambil tersenjum
“Untuk membuktikan kalau Ti siauwhiap punya hak dan punya
alasan yang kuat bertindak sebagai pimpinan kalian maka muiai
sekarang Lohu akan memberikan suatu kesempatan kepada kalian,
bagi siapa yang merasa tidak puas boleh keluar minta pelajaran dari
Ti Siauwhiap, Lo hu tidak akan marah, ada tidak?”
“Tidak ada”
Kedua puluh lima orang pendekar pedang merah tidak ada yang
bergerak dari tempatnya, sejak semula mereka sudah mendengar
kalau kemarin pagi dengan tidak melancarkan serangan apa pun Ti
Then sudah berhasil mengalahkan seorang pendekar pedang putih,
kemudian tidak sampai sepuluh jurus berhasil rnengalahkan si naga
Hong Mong Ling pula, di samping itu ada pula yang secara
sembunyi-sembunyi melihat Ti Then ketika dia sedang
mendemontrasikan ilmu meringankan tubuh serta ilmu pukulan
karena itu mereka merasa bahwa dirinya masih belum apa-apanya
jika dibandingkan dengan Ti Then, sudah tentu tidak ada yang
berani mengajukan dirinya.
Para pendekar pedang putih dan pendekar pedang hitam yang
berdiri di belakang sudah tentu semakin tidak berani bergerak lagi:
Senjuman yang menghiasi bibir Wi Ci To dengan pelahan
menghilang dari wajahnya dengan serius ujarnya.
“Bilamana tidak ada orang yang berani keluar untuk minta
pelajaran dengan Ti siauw-hiap maka sejak hari ini kalian semua
harus menghormati dirinya dan mengikuti petunjuknya, barang
siapa yang berani kurang ajar dengan Ti siauw-hiap maka Lohu
tidak akan mengam puni lagi”
Perkataannya barn saja selesai dari antara pendekar pedang
merah tiba-tiba terlihat seseorang mengacungkan tangan kanannya
agaknya dia hendak mengatakan sesuatu.
Orang itu merupakan seorang kakek tua berusia lima puluh
tahunan dengan bentuk tubuh yang kurus kecil tetapi kedua belah
pelipisnya menonjol keluar sepasang matanya memancarkan sinar
yang sangat tajam agaknya dia merupakan seorang jago
berkepandalan tinggi yang sempurna
Melihat hal itu ujar Wi Ci To de ngan cepat
“Ki Kiam-su apa mau minta pelajaran dari Ti siauw-hiap ?
“Benar“ sahut pendekar pedang merah she-Ki itu.
“Baiklah, kau kemarilah ?
Dengan langkah yang mantap pendekar pedang merah she-Ki itu
berjalan ke depan kemudian memberi hormat kepada Wi Ci To.
Dengan perlahan Wi Ci To menolak memandang Ti Then, sambil
tersenjum ujarnya:
“Lohu akan memperkenalkan dahulu pada Ti siauwhiap, dia
merupakan pendekar pedang merah yang paling tua diantara
lainnya yang disebut sebagai To Hun Kiam Khek atau pendekar
pedang pencabut sukma Ki Tong Hong” “
Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:
“Sudah lama mendengar nama besar dari saudara ini hari bisa
bertemu sungguh sangat beruntung sekali”
Si pendekar pedang pencabut sukma Ki Tong Hong
membalas hormat, sahutnya:
pun
“Tidak berani Ti siauw-hiap terlalu sungkan”
Dengan perlahan dia menoleh kearah Wi Ci To ujarnya sambil
tersenjum:
“Pocu, hamba tahu bahwa hamba bukan tandingan dari Ti siauw-
hiap tetapi dalam hal kepandaian silat yang diutamakan adalah
pengalaman di dalam menghadapi musuh, dengan memberanikan
diri hamba ingin mencoba-coba pengalaman dari Ti slauwhiap.”
“Baik., mau mencoba dengan tiara apa..”
Sahut si pendekar pedang pencabut sukma Ki Tong Hong dengan
perlahan.
“Kepandaian silat dari Ti siauw-hiap sudah mencapai pada taraf
kesempurnaan hal ini hamba dengar dari saudara saudara sekalian,
di dalam demonstrasi sudah tentu berbeda dengan pertempuran-
yang menentukan mati hidup seseorang, bilamana bisa memperoleh
kemenangan ditengah pertempuran dengan senyata tajam yang
sungguh-sungguh dapat dihitung liehay”
“Jadi maksudmu akan bertempur dengan Ti siauwhiap di dalam
suatu pertempuran yang menentukan mati hidup?” tanya Wi Ci To
dengan nyaring.
“Benar” sahut Ki Tong Hong, “Dengan memggunakan seluruh
kekuatan berusaha mengalahkan pihak lain, dalam turun tangan
tidak boleh menaruh belas kasihan sedang bilamana salah satu
menerima luka juga tidak diperkenankan menyalahkan”
Mendengar perkataan itu Wi Ci To mengerutkan alisnya, sambil
menoleh kearali Ti Then tanyanya,
“Bagaimana pendapat dari Ti siauwhiap ?
-Bagus” boanpwe akan menggunakan nyawaku sebagai jaminan
untuk menemani saudara ini”
Wi Ci To menoleh lagi kearah Ki Tong Hong tanyanya :
“Kau siap hendak menggunakan kepandaian apa bertempur
melawan Ti Siauw- hiap ?
“Yang terutama sudah tentu harus menggunakan pedang, tetapi
hamba tadi sudah bilang kalau pertempuran ini merupakan suatu
pertempuran yang menentukan mati hidup seseorang sehingga
harus menggunakan seluruh kepandaian yang dimilikinya untuk
bertempur tidak perduli dengan menggunakan kepandaian yang
ganas atau kejam macam apa pun boleh digunakan”
“Baiklah” ujar Wi Ci To “ bilamana kau mem punyai kemungkinan
untuk membinasakan Ti siauw-hiap Lohu tentu tidak akan
menyalahkan kau tetapi bilamana sampai kau dikalahkan oleh Ti
Siauw¬hiap sehingga menderita cacad jangan sampai mendendam
di dalam hati”
“Hal ini sudah tentu”
Dengan perlahan Wi Ci To mengangkat kepalanya serunya
dengan keras:
-Hong Ling, pinyamkan pedangmu kepada Ti Siauw-hiap ?
Mendengar perkataan itu dalam hati Hong Mong Ling menjadi
sangat girang segera dia melepaskan pedangnya dari pinggang dan
berjalan ke depan menjerahkan pedang berikut sarungnya kepada
Ti Then.
Pada wajahnya menampilkan perasaan yang sangat girang sekali.
Bagaimana dia bisa girang ?
Ti Then menyambut pedang itu sedang dalam hati pikirnya :
“Orang ini begitu mendengar Wi Ci To menjuruh dia
meminyamkan pedangnya kepadaku pada air mukanya segera
memperlihatkan perasaan girang, apa mungkin dia sudah
bersekongkol dengan Ki Tong Hong untuk melaksanakan sebuah
rencana keji untuk mencelakai diriku ?”
Berpikir sampai di sini segera dia mencabut pedangnya dan
memeriksa dengan teliti.
Sesudah memeriksa seluruh bagian dari pedang itu ternyata
sedikit pun tidak menemukan tempat-tempat curiga apa pun.
Akhirnya dia menyingkirkan sarung pedang itu ke samping
kemudian bergeser tiga langkah ke samping, kepada Ki Tong Hong
ujarnya sambil tertawa :
“Ki cianpwe silahkan melancarkan serangan.”
Ki Tong Hong pun mencabut keluar pedangnya dengan nyaring
sahutnya : Ti siauw-hiap harap berhati-hati, cayhe dalam dunia
kangouw terkenal sebagai orang yang suka mengadu jiwa, banyak
akal dan jadi orang licik bahkan pekerjaan yang paling rendah juga
bisa aku keluarkan.”
Sekali pun perkataannya ini diucapkan dengan nada bergurau
tetapi cukup membuat orang yang mendengar merasa ngeri dan
bergidik: Kiranya si pendekar pedang pencabut sukma ini
merupakan seorang jago „tanpa am pun” yang sangat terkenal,
hanya saja dia khusus turun tangan terhadap orang-orang dari
golongan Hek-to saja sehingga dengan demikian Wi Ci To juga tidak
bisa mengambil tindakan atau hukuman terhadap dirinya.
Dengan sangat tenang Ti Then tersenjum ujarnya :
“Terima kasih atas peringatanmu, kan melancarkan serangan.”
“Maaf” mendadak tubuhnya maju tiga langkah ke depan
pedangnya diputar setengah lingkaran ditengah udara kemudian
menusuk ke depan dengan kekuatan yang sangat luar biasa.
Gerakan ini dilakukan begitu cepatnya sehingga mirip dengan
berkelebatnya sinar kilat, sungguh tidak malu disebut sebagai
seorang pendekar pedang yang kenamaan.
Sebaliknya Ti Then sudah bisa melihat kalau serangan yang
dilancarkan ini merupakan suatu jurus serangan tangan kosong
maka tubuhnya sama sekali tidak bergerak atau menghindar bahkan
pedangnya pun tidak diangkat untuk balas melancarkan serangan.
Ki Tong Hong melihat dia tidak mau juga melancarkan serangan
segera menarik. kembali serangan kosongnya itu ditengah jalan,
jurus serangan segera berubah dari menusuk mendiadi gerakan
menabas, tubuhnya mendesakmaju lagi ke depan dari arah dada
kini berubah menyambar pinggang Ti Then.
Diantara berkelebatnya sinar pedang tahu-tahu pedang itu sudah
mencapai pinggang Ti Then tidak lebih sejauh tiga cun.
Saat itulah Ti Then baru bersuit nyaring, mendadak tubuhnya
melonyak ke atas dengan menggunakan jurus 'Yan Cu Can Swi”
atau burung walet menyapu air, sedang pedangnya ditekan ke
bawah memusnahkan jurus serangan itu.
Jurus serangan ini diika dilihat dari depannya sekali pun mirip
dengan sebuah jurus untuk menangkis serangan musuh tetapi di
belakang dari jurus serangan selandutnya secara diam-diam
tersembunyi sebuah serangan dahsyat yang mematikan.
Dia percaya bahwa Ki Tong Hong akan sukar untuk
menghindarkan diri dari jurus serangan yang mematikan ini hanya
saja dia tidak ingin mematikan nyawa dari Ki Tong Hong dalam hati
dia hanya punya niat melukai Ki Tong Hong saja
Siapa tahu, begitu pedangnya digunakan untuk menangkis
serangan pihak lawan suatu peristiwa yang diluar dugaan telah
terjadi terhadap dirinya.
“Criiiing . “ dengan menimbulkan suara yang sangat nyaring
pedang yang digunakan untuk menangkis serangan pedang dari Ki
Tong Hong menjadi terasa sangat ringan sekali.
Pedangnya sudah terputus...??
Bahkan putusnya dari ujung gagang pedang hingga ujung
pedangnya sendiri.
Terhadap setiap jago berkepandaian tinggi dari Bu-lim peristiwa
ini boleh dikata merupakan suatu peristiya yang sangat menakutkan
sekali.
Sesaat Ti Then sedang merasa tertegun itulah dia hanya
merasakan pinggangnya terasa amat sakit ternyata dia sudah
berhasil dilukai oleh pedang Ki Tong Hong yang tidak mau menyia-
nyiakan ke sempatan yang sangat baik itu.
Darah segar segera memancar keluar membasahi seluruh
pakaiannya.
“Tahan ?” bentak Wi Ci To dengan cepat.
Dengan cepat Ki.Tong Hong mengundurkan diri ke belakang
hingga beberapa kaki jauhnya dari tempat semula:
-Pocu, kenapa ?” ujar Ti Then sambil tersenjum:
“Lukamu tidak mengapa bukan ?” tanya Wi Ci To.
“Ha ha ha ha , tidak sampai binasa”
“Hal ini merupakan suatu peristiwa yang diluar dugaan, bilamana
bukannya pedang itu terputus kau pun tidak sampai menderita luka,
biarlah sekarang ganti sebilah pedang lagi untuk melanjutkan
bertempur”-
Pada saat dia bilang “Peristiwa yang di luar dugaan itu dengan
tanpa sadar dia sudah melirik sekejap kearah Hong Mong Ling
agaknya dalam hati dia sudah tahu kalau hal ini merupakan
permainan licik dari Hong Mong Ling.
“Tidak bisa ganti pedang baru-
“Kenapa” tanya Wi Ci To dengan tercengang.
“Tadi Ki cianpwe sudah memberi penjelasan dengan sangat jelas
sekali, dia bilang dia mau bertempur di dalam pengalaman
bertempur dengan diri boanpwe sedang putusnya pedang sekali pun
merupakan suatu peristiwa yang berada diluar dugaan bilamana
boanpwe tidak segera bisa mengubah keadaan bahaja menjadi
keadaan yang menguntungkan hal ini mengertikan kalau
pengalaman boanpwe masih sangat cetek
-Jika demikian adanya kau sudah mengakui kalau sudah
dikalahkan?” ujar Wi Ci To keren sedang air mukanya berubah
menjadi demikian seriusnya.
“Tidak” sahut Ti Then tegas, “Boanpwe juga tidak akan mengakui
kalah karena sebelumnya Ki ciatipwe sudah beri penjelasan bahwa
pertempuran ini merupakan suatu pertempuran yang menentukan
mati hidup sedang kini boanpwe hanya menderita suatu luka sangat
ringan, ha ha ha belum sampai terbinasa”,
“Kalau memangnya demikian kau boleh ganti dengan sebilah
pedang lainnya”
“Tidak
bisa”
ujar
Ti
Than
sambil
menggelengkan
kepalanya”Kedua belah pihak dengan menggunakan nyawanya
bertempur mati-matian bilamana satu pihak terputus pedangnya
sudah tentu pihak yang lain tidak akan mengijinkan pihak yang
terputus pedangnya berganti dengan pedang baru, maka itulah
bilamana boanpwe sampai bertukar dengan pedang yang baru ini
namanya tidak adil”
Sehabis berkata dia membuang gagang pedang itu ke atas tanah
dan berjalan mendekati Ki Tong Hong, ujarnya tersenjum.
“Ki cianpwe silahkan melanjutkan serangan selanjutnya”
Ki Tong Hong melihat pinggangnya terluka dan darah segar
masih terus menerus mengalir keluar dengan derasnya tetapi dia
sama sekali tidak melihatnia barang sekejap pun tak terasa hatinya
menjadi tergetar, juga, sambil mundur satu langkah ke belakang
ujarnya sambil tersenjum
“Ti siauw-hiap sudah terluka, biarlah sampai di sini saja
pertempuran kita kali ini”
Ti Then tertawa dingin ujarnya:
“Kau tak .mau turun tangan, cayhe akan turun tangan terlebih
dahulu.”
“Baiklah” ujar Ki Tong Hong sambil tertawa serak. “ Kau dengan
menggunakan tangan kosong melanjutkan pertempuran ini, baiklah
kau terlebih dahulu yang menjerang. “
Ti Then hanya mengangguk dengan perlahan, mendadak
tubuhnya mendesak maju ke depan dua langkah tangaanya dengan
sangat perlahan ditepuk kearah depan.
Ki Tong Hong tidak berani berlaku gegabah dengan tergesa-gesa
dia menggeserkan diri ke samping, dari sebelah samping segera
melancarkan satu serangan dahsyat menusuk jalan darah “Yu Bun
Hiat" di bawah dada Ti Then.
Pada saat dia melancarkan serangan tusukan yang sangat
dahsyat itulah mendadak tubuh Ti Then berkelebat dengan sangat
cepat dan tahu-tahu Ki Tong Hong te!ah kehilangan bajangan
musuhnya.
Menanti dia merasakan kalau Ti Then sudah berada di belakang
tubuhnya saat itulah belakang lehernya sudah bérhasil dicengkeram
oleh Ti Then dan dilemparkan seluruh tubuhnya ketengah udara.
Kecepatan gerakannya demikian dahsyatnya sehingga Wi Ci To
sendiri pun belum sempat melihat dengan jelas gerakan apa yang
dilakukan tubuh dari Ki Tong Hong sudah terlempar ketengah udara.
“Bluuk...” dengan mengeluarkan suara yang keras tubuh Ki Tong
Hong yang dilemparkan Ti Then itu terjatuh ke atas tanah beberapa
kaki dari tempat semula, untuk beberapa saat lamanya tidak
sanggup untuk berdiri:
Setiap hadirin di dalam lapangan itu dibuat menjadi pada
melongo, air mukanya berubah menjadi pucat pasi siapa pun tidak
pernah menyangka dan siapa pun tidak akan percaya kalau Ti Then
berhasil menguasai seorang pendekar pedang merah yang tertua
dari Benteng Pek Kiam Po hanya di dalam satu jurus saja dengan
menggunakan tangan kosong, Tetapi peristiwa yang sesungguhnya
telah terjadi di hadapan mata mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya seluruh lapangan menjadi sunyi
senyap, secara samar-samar diliputi oleh selapis napsu untuk
membunuh yang sangat hebat.
Para pendekar pedang merah lainnya dari perasaan terkejut kini
berubah menjadi perasaan gusar yang meluap-meluap karena
mereka rasa kalau Ti Then terlalu menghina Ki Tong Hong yang
dibantingnya dengan demikian kerasnya.
Seat itulah agaknya Wi Ci To pun merasakan keadaan yang aneh
itu segera bentaknya dengan keren:
“Njoo Kiam-su, cepat bangunkan Ki Kiam-su dan bawa ke
samping
Seorang pendekar pedang merah segera menyahut dan
membangunkan tubuh Ki Tong Hong, dengan perlahan dia
membimbing dirinya mengundurkan diri dari la¬pangan untuk
beristirahat dihalaman belakang.
Air muka Wi Ci To berubah menjadi sangat keren, sambil
menyapu sekejap kearah para pendekar pedang merah ujarnya lagi
dengan keren
“Saudara sekalian, ini semua adalah keluhuran dari hati Ti Kiauw-
tauw yang tidak menggunakan akal licik apa pun juga, dia
menggunakan kepandaian silat yang sesungguhnya mengalahkan
Ki-kiam-su, diantara kalian bilamana ada yang masih tidak puas
boleh minta pelajaran darinya saat ini juga”
Para pendekar pedang merah yang melihat wajah Pocu mereka
sudah berubah menjadi demikian serius serta kerennya tidak terasa
pada merasa jeri apalagi mereka pun merasa kalau kepandaian silat
dari Ti Then sudah mencapai pada taraf yang sangat tinggi,
sehingga dengan demikian tak seorang pun yang berani keluar
untuk men coba-coba.
Setelah menanti beberapa seat lamanya Wi Ci To melihat tak
adaseorang pun yang berani keluar minta pelajaran segera ujarnya:
“Kalau memang sudah tidak ada lagi tetap dengan perkataan
lohu tadi sejak ini hari kalian harus menghormati dan menurut
perkataan dari Ti siauw-hiap, bilamana ada orang yang berani
berlaku kurang ajar terhadap dirinya maka lohu akan segera
mengusir dia dari dalam Benteng Pek Kiam Po ini”
Sehabis berkata dia turun dari mimbar ujarnya kepada Ti Then:
“Ti Kiauw-tauw
penghormatan “
silahkan
naik
mimbar
untuk
menerima
“Buat apa harus demikian” ujar Ti Then sambil tersenjum.
“Harus berbuat demikian, ini merupakan peraturan dari Benteng
kami”
Terpaksa dengan langkah yang periahan Ti Then berjalan naik ke
atas mimbar sesudah menerima penghormatan dan sorak sorak dari
seluruh pendekar pedang yang ada ditengah lapangan dia
merangkap tangannya membalas hormat, ujarnya
“Saudara-Saudaraku sekalian, dengan mendapatkan perhatian
dari Pocu terpaksa cayhe menerima jabatan sebagal pimpinan dari
saudara-saudara sekalian, semoga saja saudara-saudaraku sekalian
jangan terlalu memandang tinggi kepada diri cayhe, cayhe harap
kalian dengan menggunakan kedudukan sesama saudara saling
hormat menghormati, saling belajar ilmu silat dan saling bantu
membantu disegala bidang, sejak ini bilamana cay he melakukan
kesalahan harap sandara-sandara sekalian mau memberi petunjuk”
Sehabis berkata dia memberi hormat lagi dan turun dari atas
mimbar.
Sesudah itu Wi Ci To lah yang angkat bicara ujarnya:
“Sejak besok pagi Ti Kiauw-tauw akan mulai memberikan
petunjuk-petunjuk dalam ilmu silat, untuk ini yang akan menerima
petundiuk adalab Yuan Ci Long -Fan Kia Yong, Tay Tiauw Eng, Njoo
Ceng Bu Tong Shu In Lin Liang, Kim Lok Hong, Kian Ceng Haan,
Mong Ling serta Lian In dari pendekar pedang merah, kalian
sepuluh orang setiap pagi harus sudah berkumpul di sini tanpa ada
alasan untuk meninggakannya”
Sehabis berkata dia menoleh kearah si pedang naga perak Huang
Puh Kian Pek sambil tanyanya:
- Sute kau punya urusan ?
“Tidak ada ?
“Baiklah, sekarang kalian boleh bubar”
Sekembalinya Ti Then ke dalam kamarnya sebentar kemudian
Shia Pek Tha sudah datang lagi dengan membawa dua stel pakaian
berserta obat luka, ujarnya sambil tertawa:
-Ti-heng cayhe mendapat perintah dari pocu sengaja datang
untuk mengobati luka dari Ti-heng--
-Aah , tidak berani, hanya suatu luka yang sangat kecil biarlah
siauw-te turun tangan sendiri”
Dia melepaskan pakaian bagian atasnya terlihatlah pada
pinggangnya tergores sebuah luka sepanjang empat cun dengan
dalam setengah cun, sedang darah segar masih terus mengalir
keluar dengan derasnya tak terasa dia tertawa pahit, ujarnya:
“Heei . . untung saja nyawaku belum dipanggil oleh Thian,
bilamana tergurat setengah cun lebih dalam lagi kiranya sejak tadi
sudah binasa”
Sambil membantu Ti Then membalut lukanya ujar Shia Pek Tha:
“Memang sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh,
sekali pun pedang dari Mong Ling bukan merupakan pedang kuno
yang antik tetapi merupakan suatu pedang yang bagus, bagaimana
secara mendadak bisa putus sendiri ?”
“Mungkin pedang itu ada kekuatan gaibnya sehingga lebih baik
putus dari pada aku yang memakainya ?”
Shia Pek Tha menoleh memandang keluar pintu kamar kemudian
ujarnya dengan suara perlahan:
“Ti-heng tidak akan mencurigai hal itu perbuatan licik dari Mong
Ling bukan?”
-.Tidak ! tidak” ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. - Mong
Ling heng merupakan seorang budiman bagaimana bisa melakukan
pekerjaan semacam ini”
Siauw-te kira hal itu hanya merupakan suatu peristiwa diluar
dugaan saja”
- Aku pikir dia tidak mungkin bisa berbuat demikian, kau sudah
menolong dia kembali ke dalam benteng kenapa dia harus
membalas suatu budi dengan dendam ?
Sesudah lukanya dibalut dan berganti dengan sebuah pakaian
semangat Ti Then telah pulih kembali, ujarnya:
“Mari pergi, kita pergi lihat Ki Kiam su itu”
“Sesudah terbanting dengan keras oleh kau kini dia masih
terlentang di atas pembaringan, bilamana sekarang kita pergi
menengok dirinya, kiranya...”
“ Dia akan berpikir secara bagaimana pun sesukanya, pokoknya
hal ini merupakan kejujuran dari hati siauw-te.”
- Baiklah” ujar Shia Pek Tha sambil mengangguk, “Cayhe akan
membawa Ti-heng ke sana.”
Ketika mereka berdua sampai di depan kamar Ki Tong Hong
terlihatlah pintu kamar terbuka lebar-lebar, Ki Tong Hong berbaring
di atas pembaringan sedang di depan pembaringan berdirilah empat
orang pendekar pedang merah Hong Mong Ling merupakan salah
satu diantaranya, entah mereka waktu itu sedang membicarakan
soal apa tetapi begitu melihat kedatangan Ti Then segera bersarna-
sama menutup mulutnya rapat-rapat sedang pada air mukanya
memperlihatkan perasaan terkejutnya.
Dengan langkah perlahan Ti Then berjalan masuk ke dalam
kamar, kepada Ki Tang Hong yang berbaring di atas pembaringan
dia merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya:
“Maaf tadi
bagaimana?"
sudah
melukai
Ki
toako,
entah
kini
merasa
“Untung masih baik” sahut Ki Tong Hong dengan tawar, “Atas
kemurahan
Kiauw-tauw yang tidak turun tangan jahat cayhe merasa sangat
berterima kasih”
“Heei . . . tadi siawwte tidak sempat menahan diri sehingga
mambuat Ki toako terluka, dalam hati merasa tidak enak”-
“Kiauw-tauw terlalu sungkan, cayhe belajar ilmu tidak rajin
bagaimana harus menyalahkan diri kiauwtauw”
“Semoga Ki Toako jangan sampai memasukkan peristiwa hari ini
ke dalam hati”
-ooo0dw0ooo-
Jilid 5.1. Mengusir Pendekar pedang tangan kiri Cian Pit
Yuan
“Sudah tentu, sudah tentu” ujar Ki Tong Hong, “Sekali pun cayhe
telah mengalami kekalahan total tetapi di dalam hati merasa sangat
girang, sejak hari ini di dalam benteng terdapat seorang Ti
Kiauwtauw yang memimpin hal ini merupakan suatu keuntungan
bagi seluruh pendekar pedang dari benteng kami”
Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Shia Pek Tha, ujarnya
sambil tertawa:
“Shia heng, siauwte ingin menggunakan uang saku sendiri
menyamu seluruh saudara-saudara dari Benteng, kau bilang kurang
lebih harus membutuhkan uang berapa?”
“Ti kiawtauw tidak usah berbuat demikian” ujar Shia Pek Tha
sambil tertawa, “Seharusnya dari pihak kami yang menyamu kau”
“Tidak, tidak..siauwte akan mengundang...tiga puluh meja
perjamuan, seratus tahil uang perak cukup tidak?”
“Ha ha ha ha...satu meja perjamuan tiga tahil perak, ini sudah
merupakan suatu perjamuan yang mewah”
“Siauwte juga hanya memiliki seratus tahil saja, kalau
memangnya sudah cukup, baiklah kita putuskan demikian saja, mari
kita laporkan pada Pocu malam ini kita bersama-sama bergembira”
Malam itu seluruh lapangan latihan silat telah penuh dengan
meja-meja perjamuan yang diatur dengan sangat rapih, lampu
menerangi seluruh penjuru, dengan tenangnya Pocu sendiri si
pedang naga emas Wi Ci To sampai orang yang terbawah pendekar
pedang hitam kini menjadi tamu sendiri Ti Then, dua ratus orang
banyaknya bersama-sama bergembira pada meja perjamuannya
masing-masing membuat suasana demikian ramainya.
Ti Then sendiri satu persatu menghormati setiap meja perjamuan
dengan secawan arak, sikapnya sangat ramah dan simpatik
sehingga orang-orang yang semula merasa tidak senang dengan
kehadirannya ini lama kelamaan timbul pula perasaan simpatik dari
dalam hati mereka.
Tetapi karena orang yang harus dihormati demikian banyaknya
membuat dia makin lama semakin mabok oleh air kata-kata itu.
Wi Ci To yang melihat langkahnya mulai gentajangan segera
ujarnya pada Shia Pek Tha sambil tertawa:
“Pek Tha, Ti kiauwtauw sudah tidak kuat dengan kekuatan arak,
cepat antar dia ke dalam kamar untuk beristirahat”
Dengan sangat hormat Shia Pek Tha menyahut, segera dia
meninggalkan meja perjamuan, mendekati Ti Then yang sedang
minum dengan puasnya di samping Ki Tong Hong, ujarnya dengan
perlahan:
“Ti Kiauwtauw, kamu orang sudah mabuk”
Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Ki toako, mari kita
teguk secawan lagi”
“Bila Ti Kiauwtauw tidak mau istirahat sebentar ke dalam kamar
lebih baik kurangi sedikit dalam meneguk arak, kamu orang sudah
meneguk terlalu banyak”
Ti Then sesudah saling meneguk secawan arak dengan Ki Tong
Hong segera putar tubuhnya dengan sempojongan dia berjalan
kembali ke meja perjamuan Wi Ci To, ujarnya sambil tersenjum:
“Wi pocu, boanpwe sama sekali tidak mabok, harap kamu orang
tua legakan hati”
“Ha ha ha ha...” sahut Wi Ci To sambil tertawa, “Lohu lihat kamu
orang sudah menghabiskan tiga puluh cawan arak, bilamana tidak
berhenti mungkin kamu orang sebagai majikan akan rubuh terlebih
dahulu”
“Tidak mengapa...tidak mengapa, justru karena mabuk membuat
hati menjadi semakin tenteram, boanpwe pernah satu kali meneguk
menghabiskan arak sebanyak delapan kati akhirnya otakku masih
tetap segar dan bersih”
“Heeei..buat apa kamu orang meneguk arak sebegitu banyaknya,
haruslah kamu orang ketahui banyak minum merusak badan apalagi
lukamu belum sembuh benar-benar”
“Ha ha ha...” sahut Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak,
“Boanpwe tidak takut merusak badan, hanya takut semakin miunum
semakin tidak mabok”
Wi Ci To tersenjum, tanyanya: “Kau gemar minum arak hingga
mabok?”
“Sekali mabok menghilangkan beribu-ribu macam kemurungan di
dalam hati, boanpwe kepingin sekali mabok selamanya tidak sadar
kembali..semakin mabok semakin tenang semakin sadar semakin
memusingkan kepala”
Wi Ci To yang mendengar perkataannya ini segera memandang
tajam wajahnya, tanyanya lagi: “Kamu punya kemurungan hati?”
“Benar, kemurungan yang sangat banyak sekali, misalnya
...ehmm..misalnya ada seorang lelaki menjual obat tetapi boanpwe
sama sekali tidak tahu di dalam cupu-cu punya menjual obat macam
apa?”
Wi Ci To yang mendengar kata-kata dalam keadaan mabok itu
tidak terasa menjadi tertawa geli, ujarnya: “Coba lihat, kamu masih
bilang tidak mabok..”
Baru saja kata-kata ‘mabok’ keluar dari mulutnya sekonyong-
konyong..sebuah benda melayang turun dengan cepatnya dari
tengah udara.
“Braaak..” dengan menimbulkan suara yang keras benda itu
tepat terjatuh di atas meja perjamuan membuat cawan serta
mangkok pada beterbangan dan jatuh ke atas tanah.
Orang-Orang yang duduk dimeja perjamuan itubegitu melihat
benda tersebut tidak tertahan lagi air mukanya segera berubah
hebat, sambil menjerit kaget mereka pada meloncat berdiri dari
tempatnya masing-masing.
Coba anda terka benda macam apa yang terjatuh dari tengah
udara itu?
Ternyata sebutir batok kepala manusia yang masih meneteskan
darah segar dari bekas bacokannya.
Shia Pek Tha yang melihat kejadian itu segera berteriak keras:
“Oh Thian, bukahkah dia adalah Kang Kian Sian dari pendekar
pedang hitam?”
Sepasang mata dari Wi Ci To berubah menjadi merah padam,
dengan berat tanyanya: “Dia sedang meronda di atas gunung?”
“Benar!” sahut Shia Pek Tha.
Di dalam sekejap mata saja semua orang sudah bisa menduga
peristiwa apa yang sedang terjadi, seluruh hadirin menjadi tenang
kembali keadaan begitu sunyi senyapnya sehingga tidak terdengar
sedikit suara pun, masing-masing tangan dengan kencang mencekal
gagang pedangnya masing-masing sedang seluruh perhatian
ditujukan siap menghadapi perubahan yang bakal terjadi.
+++
“Siapa yang datang?” tanya Ti Then dengan perlahan.
Wi Ci To menggelengkan kepalanya, agaknya dia sendiri pun
tidak tahu, tubuhnya dengan perlahan bangkit berdiri dari kursi,
ujarnya dengan nada yang berat:
“Kawan dari mana yang sudah datang mengunjungi benteng
kami, silahkan unjukkan diri untuk bertemu”
Suatu suara aneh yang sangat menjeramkan segera
berkumandang datang dari atas wuwungan rumah di samping kiri
lapangan latihan silat itu, sahutnya dengan seram:
“Aku, he he he..orang she Wi sungguh pandai kamu orang
bersenang senang mengadakan perjamuan hingga jauh malam
tetapi tahukah kamu orang majat-majat yang bergelimpangan di
tengah jalan sudah mulai mendingin?”
Para pendekar pedang merah yang ada ditengah perjamuan
begitu mendengar di atas wuwungan rumah ada orang segera siap
menubruk ke atas, saat itulah Wi Ci To sudah membentak dengan
keras: “Jangan bergerak!”
Para pendekar pedang merah tidak berani membangkang
perintahnya terpaksa duduk kembali ketempatnya masing-masing.
“Siapa sebenarnya saudara itu?”
“He he..kawan lamamu” sahut orang itu sambil tertawa
menjeramkan.
“Hmm..hmm..selamanya lohu hanya bersahabat dengan orang-
orang jujur dan suka berterus terang, selamanya belum
pernahberkenalan dengan seorang manusia yang suka main
sembunyi-sembunyi seperti anak kura-kura”
Orang itu tertawa terbahak-bahak, sahutnya: “Lohu sendiri juga
tidak punya niat untuk main sembunyi-sembunyi seperti cucu kura-
kura”
Sambil berkata terlihatlah sesosok bajangan manusia dengan
kecepatan yang luar biasa melayang turun dari atas atap. Gerakan
tubuhnya sangat ringan bagaikan burung walet, di dalam sekejap
mata saja dia sudah melayang turun beberapa kaki diluar lapangan
latihan silat tersebut. Rumah itu jaraknya dengan permukaan tanah
tidak lebih setinggi tujuh delapan kaki, kini dengan satu kali
lompatan saja ternyata dia bisa melayang turun dengan mudahnya
hal ini dengan jelas memperlihatkan kalau ilmu meringankan
tubuhnya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan.
Bentuk tubuhnya kaku persis seperti sesosok majat hidup yang
baru saja bangkit dari kuburan.
Jika dilihat usianya kurang lebih diantara enam puluhan, tinggi
tubuhnya sedengan sedang bentuknya kurus kering rambutnya
terurai awut-awutan, wajahnya kotor dan baju yang dipakainya pun
compang camping persis seperti orang pengemis, hanya saja
dipinggang sebelah kanannya tersoren sebilah pedang panjang.
Di samping itu dia memiliki sepasang mata yang sangat tajam
bagaikan sambaran kilat, pada saat berkelebat membuat orang yang
melihat pada bergidik saking ngerinya.
Diam-diam Wi Ci To menghembuskan napas dingin, karena walau
pun dia tidak tahu siapa orang itu tetapi dalam hatinya sadar kalau
malam ini kedatangan seorang musuh yang sangat tangguh.
Sesudah berhasil menenangkan pikirannya barulah ujarnya: “Maaf
pandangan lohu sudah lamur, siapakah sebenarnya saudara ini?”
Orang aneh itu mementangkan mulutnya tertawa dingin sehingga
terlihatlah sebaris giginya yang kuning memuakkan, sahutnya:
“Selama beberapa tahun ini Wi Pocu selalu memimpin Bu-lim,
kedudukannya pun sangat terhormat, tidak aneh kalau sudah
melupakan kawan lama”
“Hemmm..hmm..”ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin tak henti-
henti-nya: “Walau pun sudah lama Lohu mem punyai kedudukan
sebagai pimpinan seluruh Bu-lim tetapi selamanya tidak pernah
terlalu memandang tinggi kedudukan ini, asalkan kawan-kawan
karib dari satu jalan yang sama Lohu tidak akan melupakan untuk
selamanya”
“Tetapi kamu orang sudah lupakan aku?”
“Hal ini dikarenakan saudara memang bukannya kawan lama dari
Lohu”
Mendadak Huang Puh Kian Pek berjalan mendekati Wi Ci To,
ujarnya dengan perlahan: “Suheng coba lihat telinga kanannya!”
Mendengar perkataan itu dengan cepat Wi Ci To
telinga sebelah kanan dari orang itu dengan sangat
dia baru menemukan kalau telinga kanannya jauh
telinga kirinya, tidak tertahan tubuhnya tergetar
keras, serunya:
memperhatikan
teliti saat itulah
lebih kecil dari
dengan sangat
“Haaa? Kau adalah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit
Yuan?”
“Ha ha ha..bagus sekali, bagus sekali..akhirnya
juga..sungguh untung sekali..untung sekali”
kenal
Walau pun Wi Ci To boleh dihitung merupakan seorang yang
sangat tenang tetapi saat ini pada wajahnya tidak urung
menampilkan perasaan terkejutnya juga, sama sekali tidak terduga
olehnya si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan yang pada
masa lalu merupakan seorang pemuda tampan kini sudah berubah
menjadi seorang jelek yang sangat mengerikan.
Yang datang tidak akan punya maksud baik, yang bermaksud
baik tidak akan datang, ini hari si pendekar pedang tangan kiri Cian
Pit Yuan muncul ditempat itu sudah tentu membawa maksud yang
tidak baik, apalagi jika dilihat gerak-geriknya yang tambah lincah
agaknya sukar untuk dihadapi jika dibandingkan dengan dahulu.
Bahkan kedatangannya kali ini bertepatan dengan beradanya Ti
Then di dalam Benteng, apa mungkin Ti Then benar-benar
merupakan muridnya? Apa betul dia yang perintahkan Ti Then
untuk masuk Benteng bertindak sebagai mata-mata?
Sesudah berpikir sampai di sini tidak tertahan lagi hati Wi Ci To
berdebar dengan kerasnya.
Kepandaian yang dimiliki Ti Then saja dia sendiri sudah merasa
sulit untuk hadapi, kalau benar-benar Ti Then merupakan muridnya
si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini maka dengan jelas
sekali memperlihatkan kalau kepandaian silat dari pihak lawan
sudah mencapai pada taraf yang jauh lebih tinggi dari dirinya,
dengan demikian kemungkinan sekali Benteng Pek Kiam Po akan
musnah di dalam serangannya kali ini.
Pikiran tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya,
segera dia putar tubuhnya berkata kepada Huang Puh Kian Pek
yang berdiri di sisinya:
“Sute, perhatikan seluruh gerak-gerik dari Ti Then..dengan
perlahan-perlahan coba dekati tubuhnya bila menemukan gerak-
geriknya sedikit mencurigakan segera turun tangan kuasai dia”
Huang Puh Kian Pek sedikit mengangguk kemudian dengan
berpura-pura tidak sadar tubuhnya mulai bergeser kesisi tubuh Ti
Then.
Ti Then yang selama ini selalu menganggap Wi Ci To sebagai
Majikan Patung Emas sudah tentu tidak terlalu memperhatikan
gerak-gerik dari Huang Puh Kian Pek yang mulai bergeser
mendekati tubuhnya itu.
Pada air muka Wi Ci To dengan perlahan-lahan mulai
menampilkan senjuman, sambil memandang tajam kearah si
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ujarnya:
“Dua puluh tahun tidak bertemu, tidak disangka Cian-heng sudah
berubah menjadi sedemikian rupa..”
“Semuanya ini merupakan pemberian dari Wi Toa Pocu” sahut si
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan dengan dinginnya.
“Bagaimana perkataanmu ini?”
“Sejak aku orang she Cian kau lukao telinga kananku di depan
umum karfena merasa malu untuk bertemu dengan orang maka di
dalam beberapa tahun ini aku orang she Cian selalu bersembunyi
ditengah gunung hingga saat ini”
“Tapi” ujar Wi Ci To, “Sesaat sebelum terjadinya pertandingan
pada waktu itu kita pernah berjanyi terlebih dulu, tidak perduli siapa
pun yang terluka atau terkalahkan tidak diperkenankan mendendam
di dalam hati, mungkin Cian-heng sudah melupakan akan hal ini?”
“Ha ha ha ha..tidak lupa..tidak lupa, aku orang she Cian sama
sekali tidak mendendam”
“Lupa atau tidak hanya dalam hatimu sendiri yang jelas” ujar Wi
Ci To sambil tersenjum.
“Aku orang she Cian benar-benar tidak akan mendendam di
dalam hati, ada pepatah mengatakan menang kalah merupakan
kejadian yang biasa di dalam suatu pertempuran, kemarin kalah
mungkin hari ini akan pulang dengan memperoleh kemenangan,
buat apa mendendam di dalam hati?”
“Lalu ini hari Cian-heng punya perhitungan pulang dengan
memperoleh kemenangan?” tanya Wi Ci To lagi.
“Benar” sahut Cian Pit Yuan sambil mengangguk, “Aku orang she
Cian tentu punya hak ini bukan?”
“Sudah tentu ada..sudah tentu ada, tetapi kamu orang tidak
seharusnya membunuh anak murid lohu, kamu orang merupakan
seorang jago yang punya nama sangat terkenal di dalam Bu-lim,
kini ternyata turun tangan membunujh seorang boanpwe yang
masih rendah tingkatannya, hal ini membuat lohu merasa kecewa
bagi dirimu”
“Sebenarnya aku orang she Cian tidak punya niat untuk bunuh
dia, kesemuanya karena dia sendiri yang mencari mati”
“Oooh benar begitu?” tanya Wi Ci To sambil tertawa dingin.
“Aku orang she Cian sebetulnya punya niat dengan hormat
untuk menemui kau Wi Toa Pocu, siapa tahu anak muridmu itu
terlalu memandang rendah orang lain, dia melihat aku orang she
Cian berpakaian compang-camping dan miskin ternyata tidak
memperkenankan aku masuk bahkan memaki-maki dan meperolok-
olok aku orang, terpikir olehku dengan peraturan yang keras dari
Bentengmu ini sudah tentu tidak mungkin memiliki seorang anak
murid semacam dia, karena itulah orang semacam itu tidak mungkin
bisa terpakai lagi di sini maka aku mewakili kamu orang
menyingkirkan nyawa dari sini”
Shia Pek Tha yang mendengar perkataan ini menjadi sangat
gusar, mendadak dia meloncat bangun dari tempat duduknya,
sambil mengaum keras bentaknya:
“Omong kosong, Kang Kian Sian merupakan pendekar pedang
yang paling luhur hatinya, paling jujur dan paling menuruti aturan ,
kamu bangsat tua sudah bunuh dirinya kini memfitnah lagi, aku
akan adu jiwa denganmu terlebih dulu”
Sambil berkata dia meloncat kearahnya sambil mencabut pedang
dari sarung segera dia melancarkan satu serangan dahsyat ke
depan.
Cian Pit Yuan tertawa terbahak-bahak, tubuhnya sedikit miring ke
samping segera terhindarlah dari tusukan dahsyat Shia Pek Tha ini
bersamaan pula kaki kanannya maju satu langkah ke depan dengan
tepat berhasil menghajar pundak Shia Pek Tha, membuat tubuhnya
tidak tahu lagi mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempojongan sambil tertawa keras ujarnya:
“Minggir sedikit, kau masih terlalu jauh untuk lawan aku”
Shia Pek Tha merupakan salah satu pendekar pedang merah
yang tertua di dalam Benteng Pek Kiam Po ini, julukannya Satu kali
tusukan menembus ulu hati, sudah sangat terkenal di dalam dunia
kangouw, kini satu tusukannya bukan saja berhasil digagalkan oleh
Cian Pit Yuan bahkan tubuhnya sendiri berhasil pula dipukul oleh
Cian Pit Yuan hingga mundur sempojongan, hal ini merupakan suatu
kejadian yang jauh diluar dugaan.
Dengan perkataan lain, hal ini membuktikan kalau kepandaian
silat dari si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini sudah
berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan.
Wi Ci To yang melihat kejadian itu segera sadar kalau Shia Pek
Tha bukanlah musuh dari Cian Pit Yuan itu, jika pertempuran ini
diteruskan tidak lebih juga bikin malu saja segera bentaknya dengan
keras: “Pek Tha, kau mundur!”
Tetapi Shia Pek Tha sama sekali tidak mau ambil perduli
bentakannya itu, sambil membentak keras sekali lagi dia
menyambarkan pedangnya ke depan, pedangnya diputar hingga
mirip naga yang sedang menari di dalam sekejap mata saja dia
sudah berhasil melancarkan empat jurus serangan sekaligus dengan
gerakan menusuk, membabat, membacok serta menyambar.
Keempat jurus serangan ilmu pedang ini walau pun dilakukan
dengan sedikit perbedaan waktu tetapi waktu dilancarkan keluar
mirip sekali dengan empat buah serangan dilancarkan sekaligus
disekeliling tubuh Cian Pit Yuan itu.
Tetapi sebaliknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak mencabut
keluar pedangnya, tubuhnya masih tetap berada ditempat semula
hanya saja kakinya dengan sangat ringannya bagaikan mengalirnya
mega di angkasa, tubuhnya dengan sangat lincah berhasil
menghindarkan diri dari seluruh serangan itu, pada saat serangan
yang keempat baru saja dilancarkan terlihatlah telapak tangannya
sedikit miring dengan sangat hebat dia berhasil menghajar perut
Shia Pek Tha.
Waktu melancarkan serangan itu sama sekali tidak dilakukan
dengan cepat, hanya kecepatan serta kejituan serangannya itu
membuat Shia Pek Tha tidak berhasil menghindarkan diri lagi dari
serangan itu.
Bagaikan sebuah tiang besar tubuh Shia Pek Tha dengan
mengeluarkan dengusan berat rubuh ke atas tanah dengan
kerasnya.
Seluruh hadirin ditempat itu begitu melihat hanya di dalam satu
gerakan saja Cian Pit Yuan berhasil memukul rubuh Shia Pek Tha
tidak terasa pada melototkan matanya lebar-lebar sedang air
mukanya berubah dengan sangat hebatnya.
Dalam hati Wi Ci To sadar kalau dia harus secepat mungkin turun
tangan sendiri, tetapi baru saja dia hendak maju ke depan, Ti Then
yang berada di sampingnyajauh lebih cepat satu tindak dari dirinya,
terlihat tubuh Ti Then sedikit berkelebat dia sudah berada di
hadapan Cian Pit Yuan.
Sebenarnya Huang Puh Kian Pek terus menerus bersiap diri untuk
menguasai Ti Then, tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat
daripada apa yang dipikirkan, hampir-hampir boleh dikata sesaat
tubuh Ti Then sudah berada satu kaki dari tempat semula dia baru
turun tangan berusaha mencegah kepergian Ti Then itu, tetapi
gerakannya ini sudah tentu tidak mencapai pada sasarannya tidak
terasa air mukanya berubah menjadi merah padam, bentaknya: “Ti
Then, kamu mau berbuat apa?”
Ti Then sudah menjongkokkan diri di samping tubuh Shia Pek
Tha, terlihatlah dari samping mulutnya darah segar masih menetes
keluar dengan derasnya sedang keadaannya pun berada di dalam
keadaan tidak sadarkan diri, segera dia angkat kepala sambil
ujarnya:
“Saudara itu cepat kemari membimbing Shia toako ke samping!”
Seorang pendekar pedang putih yang berada didekatnya segera
maju ke depan dan membopong tubuh Shia Pek Tha yang tidak
sadarkan diri itu ke samping tubuh Wi Ci To.
Setelah itu barulah dengan perlahan Ti Then bangkit berdiri dan
memandang tajam kearah Cian Pit Yuan, ujarnya sambil tertawa
dingin:
“Gerak-gerikmu sungguh tidak jelek hanya bilamana dengan
mengandalkan kepandaian ini saja sudah berani mengacau benteng
Pek Kiam Po ini mungkin tidak begitu mudah”
Tadi Cian Pit Yuan sudah melihat dengan jelas kalau gerakan
tubuhnya sangat cepat sekali, dalam hatinya tidak urung merasa
terkejut juga kini tidak terasa lagi dia lebih memperhatikan
beberapa kejap kearahnya, dengan pandangan yang sangat tajam
dengan sangat teliti dia mulai memeriksa Ti Then dari atas kepala
hingga ujung kakinya, kemudian barulah katanya:
“Siapa kau?”
“Hemm..hmmm..orang yang ada di dalam kalangan ini kecuali
saudara seorang lainnya merupakan orang-orang dari benteng Pek
Kiam Po”
“Ha ha ha...ooh..begitu?” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa
terbahak-bahak, “Lohu pernah dengar di dalam benteng Pek Kiam
Po terdapat pendekar pedang merah, putih serta hitam, hey bangsat
cilik kamu termasuk dari tingkatan yang mana?”
“Pendekar pedang hitam” sahut Ti Then singkat.
Cian Pit Yuan yang mendengar perkataan ini tidak tertahan lagi
mengerutkan alisnya kencang-kencang, ujarnya dengan kurang
percaya:
“Pendekar pedang hitam? Kalau begitu cepat menggelinding dari
sini, kalau tidak hemmm..hmmm jangan salahkan lohu turun tangan
kejam lagi terhadap dirimu”
“Sekali pun aku hanya seorang pendekar pedang hitam tetapi
dalam hati aku masih punya pegangan untuk membereskan orang
semacam kamu”
Cian Pit Yuan begitu mendengar perkataan itu segera menjadi
gusar, sambil angkat kepala serunya dengan keras:
“Hey orang she Wi, kamu orang apa mau lihat pendekar pedang
hitammu yang ini juga kehilangan nyawa?”
Begitu Wi Ci To melihat sikap dari Ti Then terhadap pihak
lawannya segera tahulah dia bahwa Ti Then tidak mungkin
merupakan anak muridnya, tetapi untuk membuktikan kalau Ti Then
sama sekali tidak punya hubungan dengan pihak lawan di dalam
hatinya segera timbul keinginan untuk melihat masing-masing pihak
saling bergebrak dulu, maka sambil tertawa keras ujarnya:
“Cian-heng, kalau memangnya kamu orang tahu kalau di dalam
bentengku ini terdapat pendekar pedang hitam, putih serta merah,
apa mungkin kamu orang tidak tahu kalau di dalam benteng kami ini
berlaku juga satu peraturan?”
Cian Pit Yuan menjadi tertegun, tanyanya:
“Peraturan apa?”
“Setiap orang yang masuk ke dalam benteng ini bilamana hendak
bertempur lawan lohu maka terlebih dahulu harus melewati tiga
rintangan, memukul rubuh pendekar pedang hitam terlebih dahulu
kemudian melewati rintangan pendekar pedang putih, merah baru
kemudian bergebrak sendiri dengan lohu”
“Hemm..hmmm..” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin, “Tapi
seorang pendekar pedang hitammu sudah aku bunuh”
“Lohu tidak melihat dengan mata kepala sendiri siatuasi pada
saat itu, mungkin juga kamu bunuh dia dengan siasat licin?”
Cian Pit Yuan menjadi sangat gusar, sahutnya kemudian:
“Baiklah pendekar pedang hitam itu boleh tidak dihitung tetapi
yang baru saja ini?”
“Dia bukan orang yang lohu tunjuk sudah tentu tidak bisa
dihitung”
Cian Pit Yuan semakin gusar lagi, sambil menuding kearah Ti
Then ujarnya sambil tertawa dingin:
“Kini dengan resmi kamu tunjuk pendekar pedang hitam ini untuk
bergebrak lawan aku orang she Cian?”
“Tidak salah!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk.
“Aku orang she Cian kalau tidak turun tangan masih tidak
mengapa, tapi begitu turun tangan maka pasti akan bunuh orang,
apa kau tega melihat anak muridmu terbunuh oleh aku orang she
Cian?”
“Ha ha ha...sebaliknya lohu malah yang mau beri nasehat
padamu lebih baik sedikit berhati-hati, mungkin yang binasa adalah
kamu orang sendiri”
Cian Pit Yuan mendengus dengan dinginnya, dia tidak mau ambil
bicara lebih banyak lagi, sambil menoleh kearah Ti Then ujarnya:
“Hey bangsat cilik, ajoh mulai turun tangan!”
“Tidak bisa..tidak bisa” ujar Ti Then, “Kamu orang adalah pihak
yang menjerbu ke dalam benteng kami ini sudah seharusnya kamu
orang yang turun tangan terlebih dulu”
Cian Pit Yuan tidak bisa menahan hawa amarahnya lagi,
bentaknya:
“Bangsat cilik, orok busuk..kamu orang berani mengejek di depan
mata lohu”
Sambil berkata tangannya dengan sangat dahsyat menghajar
dada pihak musuhnya.
Dia tetap tidak siap sedia menggunakan pedangnya, hal ini
dikarenakan dia sama sekali tidak percaya kalau seorang pendekar
pedang hitam semacam Ti Then ini bisa mengalahkan dirinya.
Padahal Ti Then sendiri juga tak punya pegangan yang teguh
untuk memperoleh kemenangan ini tetapi kini dengan nyalinya yang
besar dia ingin mencoba bergebrak dengan seorang musuh yang
tangguh ini, dia tidak takut kalau sampai dikalahkan bahkan dalam
hatinya dia mengharapkan kalau dirinya bisa dikalahkan, sehingga
dengan demikian dia bisa membatalkan perjanyiannya dengan
Majikan patung emas itu, karena dia sudah berjanyi dengan Majikan
patung emas asalkan di dalam Bu-lim dia bisa menemui seorang
yang bisa mengalahkan dirinya atau bertempur seimbang dengan
dirinya maka segera dia akan memperoleh kebebasan kembali.
Maka itulah dia sangat mengharapkan bisa dikalahkan oleh pihak
lawannya yang tangguh ini, tetapi dia tidak berani mengalah secara
sengaja oleh karena itulah begitu melihat Cian Pit Yuan melancarkan
serangan dahsyat kearah dadanya dengan cepat dia menyambut
serangan itu dengan telapaknya juga.
“Plak..!” sepasang telapak tangannya masing-masing bertemu
menjadi satu terlihatlah tubuh Ti Then mundur satu langkah ke
belakang.
Cian Pit Yuan begitu melihat Ti Then hanya berhasil dipukul
mundur satu langkah saja tidak terasa air mukanya berubah sangat
hebat, sambil tertawa aneh ujarnya:
“Hemmm..hmmmm
seranganku ini lagi”
punya simpanan juga, coba terima satu
Suaranya baru keluar dari mulut, telapak tangannya sudah
menyambar datang. Dengan menggunakan jurus Co Yuan Hoa Su,
telapak tangannya dengan dahsyat menghajar perut dari Ti Then.
Ti Then tidak mau adu keras lawan keras lagi, tubuhnya sedikit
miring ke samping dengan menggunakan jurus ‘Pek Hok Liang Ci
atau bangau putih mementangkan sajap tubuhnya dari bawah ke
atas balas mengancam bahu pihak lawan.
Cian Pit Yuan tertawa dingin, telapak tangannya segera berubah
jurus, tubuhnya memutar ke sebelah kanan dengan menggunakan
jurus ‘Ji Lang Tan San auat Ji Lan memikul pakaian, balas
menjerang jakan darah Thay yang hiat, dikening sebelah kiri dari Ti
Then.
Kedua orang itu saling serang menjerang dengan kecepatan
bagaikan kilat, di dalam sekejap saja puluhan jurus sudah berlalu
tetapi masing-masing tetap seimbang tanpa ada yang berhasil
merebut di atas angin.
Dengan keadaannya seperti ini lama kelamaan hati Cian Pit Yuan
menjadi sedikit gugup dan bingung.
Pada dua puluh tahun yang lalu dia dikalahkan di bawah
serangan pedang Wi Ci To dengan menahan perasaan malu segera
hilang dari dunia kangouw untuk berlatih dengan giat ditengah
pegunungan yang sunyi, kini sesudah berhasil melatih ilmunya di
dalam hati menganggap dengan mudah mungkin dia berhasil
mengalahkan Wi Ci To sehingga terbalas dendam sakit hati
terpapasnya telinga sebelah kanannya itu, siapa tahu pada
pertempuran pertamanya secara resmi dia sudah berhadapan
dengan seorang ‘Pendekar Pedang Hitam’ yang sukar untuk
ditundukkan, hanya cukup seorang Pendekar pedang hitam saja
sudah demikian lihaynya hal ini membuktikan kalau Wi Ci To yang
sekarang jauh lebih lihay daripada Wi Ci To dua puluh tahun yang
lalu.
Semakin bertempur hatinya semakin terperanyat sehingga di
dalam keadaan yang tidak tenang itu membuat seluruh jurus
serangan yang dilancarkan semakin tidak karuan, karena itulah
sesudah lewat lima enam puluh jurus lagi lama kelamaan dia sudah
terdesak hingga berada di bawah angin.
Dalam hati Ti Then juga tidak menginginkan dia terkalahkan
dengan sangat cepat karena itulah bentaknya dengan keras:
“Pusatkan seluruh perhatian untuk bertempur, kalau tidak segera
kamu akan dikalahkan”
Cian Pit Yuan menjadi sangat terkejut segera dia pusatkan
seluruh perhatiannya untuk menghadapi musuh, tenaga murninya
diatur sehingga lancar dengan demikian dia berhasil juga
menyambut setiap serangan musuh yang sangat genting itu.
Kedua orang itu semakin bertempur semakin cepat hingga
akhirnya semua hadirin hanya melihat sekumpulan bajangan
manusia yang sebentar naik sebentar turun kemudian terdengar
pula suara menyambarnya angin pukulan yang sangat dahsyat.
Siapa pun tidak bisa melihat dengan jelas yang mana Ti Then dan
mana pula Cian Pit Yuan sendiri.
Sesudah bertempur kurang lebih empat jurus lagi tiba-tiba:
“Plok..” terlihatlah bajangan manusia itu berpisah dan masing-
masing mengundurkan diri beberapa langkah ke belakang.
Air muka dari Cian Pit Yuan berubah menjadi hijau membesi,
tangan kirinya di balik terdengar suara pekikan naga pada
tangannya sudah bertambah dengan sebilah pedang panjang yang
sangat tajam dan memancarkan sinar kebiru-biruan, bentaknya
dengan keras:
“Bangsat cilik, cepat ambil pedangmu, Lohu akan mencoba juga
kepandaianmu di dalam permainan pedang, bila kau berhasil
menyambut seratus jurus serangan lohu ini maka sejak ini hari lohu
akan mengundurkan diri dari Bu-lim selamanya tidak akan
mendatangi benteng Pek Kiam Po ini untuk menuntut balas”
“Bagus..bagus sekali” sahut Ti Then sambil tersenjum, “Hanya
saja kamu orang sudah bunuh satu saudara kami maka sebelum kau
meninggalkan tempat ini maka telinga sebelah kirimu harus
ditinggalkan juga”
Saking gusarnya air muka Cian Pit Yuan yang sudah berubah
menjadi hijau membesi semakin jelek lagi, teraknya dengan keras:
“Bangsat cilik..bangsat cecunguk anying, mungkin kamu orang
sudah bosan hidup..cepat ambil pedangmu”
Kiranya pada dua puluh tahun yang lalu Cian Pit Yuan sekali pun
jadi orang sangat aneh tetapi suka kebagusan, sesudah telinga
sebelah kanannya terluka oleh pedang Wi Ci To karena perasaan
malunya inilah segera dia angkat sumpah untuk membalas dendam
sakit hati itu, kini dia dengar Ti Then mau menabas telinga sebelah
kirinya juga tidak terasa menjadi sangat gusar sekali.
Tiba-tiba terdengar Wi Ci To tertawa terbahak-bahak ujarnya:
“Cian-heng, bagaimana kalau ganti baju dulu baru menlanjutkan
pertempuran ini?”
Air muka dari Cian Pit Yuan segera berubah menjadi merah
padam, ujarnya dengan gusar:
“Hey orang she Wi menang kalah masih belum ditentukan jangan
keburu girang dulu!”
Semua orang yang hadir ditempat itu sesudah mendengar
perkataan dari Wi Ci To ini barulah memperhatikan keadaan dari
Cian Pit Yuan, terlihatlah pakaian bagian dadanya sudah sobek
beberapa bagian hal ini memperlihatkan kalau pertempuran yang
baru saja selesai ini dia sudah terkalahkan, tidak aneh kalau dia
minta berganti dengan pertempuran pedang.
Ti Then ketika melihat seluruh sinar mata dari orang-orang yang
ada disekitar tempat itu memandang kearahnya dengan perasaan
kagum tidak terasa hatinya merasa sangat bangga, ujarnya sambil
tertawa tawar:
“Saudara mana yang mau meminyamkan pedangnya untuk
siauwte gunakan?”
Sebilah pedang panjang segera dilemparkan kearahnya.
Ti Then sesudah berhasil menyambut pedang itu dilihatnya
sebentar seluruh tubuhnya kemudian barulah ujarnya kepada Cian
Pit Yuan sambil tertawa:
“Mari, silahkan mulai melancarkan serangan”
Perasaan gusar yang menghiasi wajah Cian Pit Yuan dengan
mendadak lenyap tanpa bekas sedang sikapnya
pun segera
berubah menjadi sangat serius. Pedangnya dilintangkan disepan
dada sepasang matanya memandang mendatar ke depan agaknya
seluruh perhatiannya sedang dipusatkan pada ujung pedangnya,
sehingga kelihatan sekali sikapnya yang gagah tidak malu disebut
sebagai seorang jago nomor wahid.
Wi Ci To yang melihat keadaannya itu menganggukkan kepalanya
dengan perlahan, kepada Huang Puh Kian Pek yang berada disisinya
ujarnya dengan perlahan:
“Kamu lihat bagaimana?”
“Tidak jelek” sahut Huang Puh Kian Pek dengan perlahan juga,
“Orang ini sudah melumerkan tiga kekuatan luar menjadi satu
kekuatan dahsyat, agaknya latihannya sudah mencapai pada
tingkatan yang keenam dari puncak kesempurnaan”
Wi Ci To menghela napas perlahan, ujarnya:
“Heei..bila ini hari bukannya Ti Then yang turun tangan mungkin
kerugian dan penderitaan yang akan dialami benteng ini akan jauh
lebih berat lagi”
Huang Puh Kian Pek mengangguk dengan perlahan dan tidak
ambil bicara lagi, karena saat ini Ti Then serta Cian Pit Yuan yang
sedang bertempur ditengah kalangan sudah mencapai pada situasi
yang sangat tegang dan seru, jika dibicarakan terhadap mereka
boleh dikata pertempuran kali ini merupakan suatu pertempuran
yang paling sengit yang tidak mungkin tidak dilihat.
Ti Then serta Cian Pit Yuan yang saling berhadap-hadapan
dengan perlahan mulai menggeserkan diri ketengah kalangan, suatu
suasana pertempuran yang sangat seru dan sengit membuat
pernapasan setiap hadirin terasa sangat sesak.
Sesudah melewati suatu pertempuran-sunyi-yang cukup seru dan
menegangkan, pertama-pertama Cian Pit Yuan lah yang mulai
bergerak maju, terdengar dia membentak keras tubuhnya bersama
pedang panjangnya bagaikan kilat cepatnya menubruk kearah Ti
Then.
Terlihat sinar pedang berkelebat beberapa kali, di dalam sekejap
mata dia sudah melancarkan tujuh kali serangan gencar kearah
seluruh tubuh Ti Then.
“Criing..criiing...criing....criiing..!”
Pedang panjang Ti Then dengan lincahnya bergerak dan menari
ditengah bajangan serangan pedang dari Cian Pit Yuan itu, dengan
sangat mudahnya dia berhasil mematahkan ketujuh buah serangan
dahsyat itu, pedang panjangnya menjadi semakin kencang bersama-
sama dengan angin sambaran yang sangat tajam dia balas
menjerang tujuh buah serangan dahsyat kearah tubuh Cian Pit
Yuan.
Cian Pit Yuan dengan cepat mematahkan setiap serangan itu
kemudian masing-masing meloncot mundur ke belakang sekali lagi
dengan saling pandang kearah pihak lawan mereka mulai bergeser
mengelilingi kalangan pertempuran.
Kali ini Ti Then melancarkan serangannya terlebih dahulu, dia
bersuit dengan nyaringnya, pedang panjangnya diputar sedemikian
rupa sehingga terlihat bunga pedang berterabngan memenuhi
angkasa sedang tubuhnya terus menerjang ke depan hingga
mencapai di depan tubuh pihak musuh.
Pedangnya digetarkan sehingga bunga-bunga pedang memancar
kearah wajah wjah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan itu
sedang ujung pedangnya sendiri menabas kearah pinggangnya.
Dengan cepat Cian Pit Yuan menggetarkan pedangnya
mematahkan serangan itu sedang tubuhnya dengan cepat mundur
dua langkah ke belakang baru bisa terhindar sama sekali dari
serangan Ti Then ini.
Begitu tubuhnya mundur dengan beraninya dia menerjang
kembali ke depan, kakinya dengan mantap setindak demi setindak
maju ke depan satu serangan, disusul dengan satu serangan yang
lain sehingga bagaikan terbangnya naga serta burung hong yang
sedang menari, mirip juga seperti mengamuknya hujan badai
melanda tengah samudra membuat Ti Then terpaksa mundur dua
langkah juga ke belakang.
Kedua orang itu sekali lagi menerjang ke depan, ditengah
berselimutnya bajangan pedang membuat tubuh kedua orang itu
sukar dibedakan, semua orang hanya merasakan pandangannya
menjadi kabur sukar dilihat jelas keadaan yang sesungguhnya,
mereka hanya sering mendengar benturan senyata tajam diselingi
dengan percikan bunga-bunga api, tidak tertahan lagi hati mereka
ikut berdebar-debar.
Seluruh lapangan latihan silat itu berubah menjadi sunyi senyap,
selain suara desiran serta menyambarnya angin serangan yang
tajam ditimpah dengan hiruk pikuk dari meja-meja perjamuan yang
terbentur sama sekali tidak terdengar suara lainnya lagi setiap orang
dengan pandangan yang melongo memandang pertempuran
pedang yang sangat seru dan menegangkan itu.
Diam-Diam Wi Lian In menyawil ujung baju dari Hong Mong Ling,
ujarnya setengah berbisik:
“Kini kamu tidak cemburu dan iri lagi bukan terhadap dia?”
Air muka dari Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah
padam, dengan setengah tertegun tanyanya:
“Iri terhadap siapa?”
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya, ujarnya:
“Hmmm kamu orang jangan pura-pura lagi di hadapanku”
Hong Mong Ling menjadi bingung dan gugup ujarnya:
“In moay kamu bagaimana bisa bicara begini? Aku mana
mungkin iri terhadapnya, kepandaian silatnya begitu tinggi asalkan
kita mau berlatih dengan rajin di bawah bimbingannya maka aku..”
“Tidak usah bicara lagi” potong Wi Lian In sambil tertawa merdu,
“Aku hanya ingin meminyam kesempatan ini beri nasehat
kepadamu, kepandaian silatnya jangan dikata kita tidak akan
sanggup menangkan dia sekali pun ajahku sendiri juga mungkin
bukan tandingannya, sejak ini hari kau harus berlatih sungguh-
sungguh di bawah bimbingannya, jangan lagi mengorek dan
menyakiti hatinya sehingga dia tidak betah hidup di dalam benteng
kita”
Hong Mong Ling sengaja memperlihatkan perasaan bingungnya,
tanyanya:
“Bagaimana aku bisa menyakiti hatinya sehingga memaksa dia
meninggalkan benteng kita ini?”
“Kamu orang jangan terlalu pandang rendah aku, aku juga bukan
seorang anak kecil berusia tiga tahun, tadi pagi dengan sengaja kau
berikan sebilah pedang yang supah putus kepadanya, aku melihat
hal ini dengan sangat jelas sekali”
Air muka dari Hong Mong Ling sekali lagi berubah menjadi merah
padam ujarnya:
“In-moay makin bicara kau makin tidak karuan, pedang itu
diputuskan oleh Ki suko bagaimana bisa dihubungkan dengan aku?”
“Hmm..kau lihat ajahku sangat pandang dia sehingga dalam hati
merasa tidak puas, tentang hal ini aku sendiri juga paham maka aku
mau memaafkan dirimu, tetapi bilamana kau mendesak terus janagn
salahkan aku kalau tidak mau perduli kau lagi”
Hong Mong Ling melihat Wi Lian Ini dibuat marah olehnya segera
ujarnya dengan gugup:
“Kau anggap pedang itu aku yang patahkan terlebih dahulu?”
“Apa bukan begitu?”
Sengaja Hong Mong Ling memeprlihatkan perasaan tidak
puasnya, ujarnya lagi:
“Coba kau pikirkan, aku juga tidak punya kepandaian untuk
menduga hal-hal yang akan datang bagaimana bisa tahu kalau
ajahmu akan pinyam pedang dariku untuk dia gunakan? Dan
dengan sengaja aku rusak pedangnya terlebih dahulu?”
“Hemmm..sejak sebelumnya kamu sudah menduga kalau ajahku
tentu akan pinyam pedang darimu”
“Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas panjang,
“Kalau kamu berpikir begitu aku juga tidak bisa berbuat apa-apa
lagi”
Agaknya Wi Lian In sedikit menjadi gusar karena sikapnya yang
ketus itu, sambil memandang tajam kearah wajahnya katanya lagi:
“Jika didengar omonganmu, agaknya kamu tidak puas dengan
aku?”
“Aku tidak punya perasaan begitu, aku hanya takut kamu salah
paham terhadap omonganmu”
Wi Lian In segera tertawa dingin, ujarnya:
“Omong yang sejujurnya urusan pagi ini sekali pun ajahku juga
dapat melihat dengan jelas, sebetulnya dia punya niat untuk maki
kamu hanya karena permintaanku untuk memaafkan kesalahanmu
ini sehingga dia tidak jadi, hemmm kini jika kamu masih begitu...”
Mendadak suatu jeritan ngeri yang sangat aneh sekali
berkumandang ditengah lapangan dengan kerasnya memotong
pembicaraan selanjutnya dari Wi Lian Ini itu.
Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sudah dikalahkan?
Pada saat pertempurannya dengan Ti Then mencapai pada jurus
yang kesembilan puluh mendadak dia bersuit keras tubuhnya
dengan cepat mengundurkan diri beberpa kaki jauhnya dari tempat
semula kemudian disusul dengan putar tubuh ujung kakinya
menutul permukaan tanah dan melayang pergi dari situ, terlihatlah
bagaikan segulung asap hitam dengan kecepatan yang luar biasa
dia melarikan diri keluar dari Benteng Pek Kiam Po.
Di dalam sekejap mata saja dia sudah melenyapkan dirinya tanpa
bekas.
Seluruh pendekar pedang yang ada ditengah kalangan itu dibuat
tertegun oleh kejadian ini, mereka semua tahu kalau Cian Pit Yuan
dudah dikalahkan tetapi tidak paham dengan cara bagaimana dia
bisa menderita kekalahannya itu.
Jilid 5.2. Kecurigaan Wi Lian In
Pedang panjang dari Ti Then ditunjukkan ke bawah, sesudah
berdiri termenung beberapa waktu lamanya barulah dengan
menggunakan ujung pedangnya menusuk sebuah telinga yang
penuh dibasahi oleh darah segar.
Ternyata dia memapas juga telinga sebelah kiri dari Cian Pit
Yuan. Seluruh pendekar pedang yang hadir di sana sesudah melihat
hal itu barulah meletus sorak sorai yang sangat keras, bahkan tidak
sedikit diantara mereka yang meloncat-loncat dan menari saking
girangnya.
Kepandaian silat dari Ti Then membuat mereka menjadi mabok,
membuat mereka menjadi terpesona dan kagum.
Ditengah suara sorak sorai serta teriakan memuji itulah dengan
setengah berbisik ujar Huang Puh Kian Pek kepada diri Wi Ci To:
“Jika melihat keadaan ini agaknya dugaan kita sama sekali meleset”
“Siapa bilang tidak, sejak sekarang juga kita tidak boleh
bertindak gegabah sehingga membuat dia merasa curiga terhadap
kita”
“Tidak” ujar Huang Puh Kian Pek, “Dengan pedangnya dia
melukai Cian Pit Yuan hal ini hanya bisa membuktikan kalau dia
bukan murid dari Cian Pit Yuan, sedangkan mengenai dia musuh
dari Benteng kami ataukah kawan dari Benteng kami kita masih
membutuhkan waktu untuk membuktikannya.”
Wi Ci To yang mendengar perkataan itu dalam hatinya merasa
sedikit tidak puas, ujarnya:
“Bilamana di dalam hatinya punya niat busuk terhadap Benteng
kita, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimilikinya
sekarang ini kenapa dia harus berbuat demikian, dengan terang-
terangan bukankah masih sanggup?”
Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:
“Sekarang persoalan yang terpenting adalah dengan cara
bagaimana membuat dia mau tinggal di dalam Benteng kita ini
untuk selamanya”
“He he he he...” sahut Huang Puh Kian Pek sambil tertawa
ringan, “Siauwte punya satu siasat yang bagus yang akan memaksa
dia berdiam di benteng kita untuk selamanya, hanya mungkin
suheng tidak akan menjetujuinya”
Wi Ci To segera memandang tajam wajahnya, lewat beberapa
saat kemudian barulah sahutnya: “Coba kau utarakan”
“Ha ha haha..jodohkan saja In-ji kepadanya!” sahut Huan Puh
Kian Pek dengan nada setengah gujon.
Wi Ci To menjadi tertegun, kemudian termangu-mangu lama
kemudian barulah ujarnya sambil tertawa paksa:
“Sute, kamu sedang omong gujon? Ie-suheng mu sudah
menjodohkan In-ji kepada Hong Mong Ling bagaimana kini bisa
membatalkan perjodohan itu untuk berbalik dijodohkan kepadanya?”
Sambil berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju
kearah Ti Then yang saat ini sedang dike pung oleh pendekar
pedang ditengah-tengah kalangan.
“Malam ini dengan keadaan mabok Ti-Kiauwtauw berhasil
memukul rubuh pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan, jika
berita ini sampai tersiar di dalam dunia kangouw agaknya tidak akan
ada orang yang mau percaya”
“Boanpwe tidak sanggup menawan dia sebenarnya dalam hati
sedang merasa kecewa” ujar Ti Then sambil tersenjum.
“Ha ha ha ha..hanya ini saja sudah sangat cukup, waktu itu
sesudah lohu melukai satu telinganya membuat dia harus
bersembunyi ditengah gunung selama dua puluh tahu lamanya
tanpa berani bertemu dengan seorang manusia pun ini malam Ti
Kiauwtauw berhasil melukai telinga lainnya mungkin selama
hidupnya ini tidak punya muka untuk berkelana di dalam Bu-lim
lagi”
“Heei..” ujar Ti Then sambil menghela napas, “Jika dia tidak
bunuh seorang saudara kita terlebih dahulu, boanpwe juga tidak
punya niat untuk melukai dia”
Berbicara sampai di sini segera tanyanya lagi:
“Bagaimana dengan luka dari Shia toako?”
“Heei..luka dalamnya agak parah tetapi tidak ada bahaja
terhadap nyawanya, Lohu sudah kirim orang menghantar dia pulang
kekamar untuk berobat”
“Mari pergi. Kita lihat-lihat bagaimana keadaan lukanya” kata Ti
Then.
Hari kedua karena pertempurannya melawan Cian Pit Yuan
membuat luka di pinggang Ti The kambuh kembali, sehingga dia
tidak pergi ke lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran silat
kepada ke sepuluh orang pendekar pedang merah itu, dengan
langkah yang perlahan menuju kamar Shia Pek Tha untuk
menjenguk keadaan lukanya kemudian kembali kekamar untuk
beristirahat.
Siang harinya, terlihatlah Hong Mong Ling menuju kekamarnya
untuk menjenguk keadaan luka dari Ti Then, ujarnya:
“Ti Kiauwtauw, bagaimana dengan luka di pinggangmu? Baikan
bukan?”
“Oooh..terima kasih atas perhatianmu, sedikit baikan”
“Siauwte menerima perintah dari suhu untuk datang menemani
Ti Kiauwtauw bilamana Ti Kiauwtauw punya niat berpesiar ke atas
gunung siauwte akan bertindak sebagai petunjuk jalan”
“Heei...” ujar Ti Then, “Luka di pinggang siauwte masih belum
sembuh, untuk berpesiar ke puncak Selaksa Budha atau puncak
emas rasanya tidak begitu leluasa biarlah lain hari saja”
“Tapi di atas gunung ada sebuah tempat yang mem punyai
pemandangan alam yang sangat indah sekali bahkan tidak perlu
mengeluarkan tenaga untuk mendakinya, lebih baik kita pesiar ke
sana saja”
“Ooh melihat pemandangan desa?” tanya Ti Then lagi.
“Tidak, sumber air sembilan naga”
Ti Then berpikir sebentar kemudian barulah sahutnya sambil
mengangguk:
“Baiklah, biar bagaimana pun kita juga sedang nganggur, jauh
lebih baik untuk jalan-jalan”
Sehingga kedua orang itu sesudah membereskan pakaiannya dan
meminta ijin dari Wi Ci To segera bersama-sama keluar dari dalam
Benteng Pek Kiam Po itu.
Gunung Go bi san ini merupakan pusat agama Budha yang
umum sehingga kuil-kuil yang didirikan di atas gunung sangat
banyak jumlahnya, kedua orang itu sesudah melewati kuil Lian Hoa
Si, Hoa Jen Si, Tiang Lo Ji Koan Sim Si dan terakhir sampailah pada
kuil yang terbesar jaitu Ban Nian Si.
Kuil selaksa tahun ini didirikan pada jaman Kim. Hwesio Tong Hwi
Tong pernah bertapa ditempat ini juga, ruangan di dalam kuil boleh
dikata dibagi menjadi tujuh ruangan besar misalnya Loteng Thay Oh
Lu, ruangan Kun Lo Tien, ruangan Khiet Hud Tien, ruangan Thian
Ong Cee, ruangan Kim Kong Tien, ruangan Thay Auh Tien serta
yang terakhir Coan Tien.
Bangunan dari ruangan Coan Tien itu sangat aneh sekali, bagian
atas dari bangunan itu berbentuk persegi panjang sedang bagian
bawahnya berbentuk bulat sehingga bentuknya mirip dengan paku
terbalik seluruh bangunan terbuat dari bata merah tanpa
menggunakan sebuah tiang pun, bagian depan mau pun bagian
belakang terdapat pintu yang tingginya kurang lebih tiga kaki hingga
mirip dengan pintu kota, di dalam ruangan terletakkan patung-
patung Budha yang terbuat dari tembaga setinggi satu kaki lebih
lima enam lebarnya tujuh depa, keadaannya sangat angker dan
gagah bahkan bentuk ukirannya pun sangat indah membuat setiap
orang yang melihat tidak tertahan pada menghela napas panjang.
Ti Then sesudah melihat-lihat kuil itu dan minum the di dalam
kuil barulah bersama-sama Hong Mong Ling keluar dari kuil untuk
meneruskan perjalanan ke depan.
Sesudah melewati kuil Hay Hwe Si, Ie Ong Si, Khie Lok Si, Kiam
Liong Si, Be Sian Kang serta jembatan Cing Hong Beng Gwat Ciauw
sampailah mereka di selat Liong Bun.
Di samping sebuah telaga terdapatlah suatu tebing yang terjal,
air bening dengan derasnya memancar keluar dari bagian di atas
menrjang ke bawah sehingga terbentuklah sebuah air terjun yang
sangat indah sekali, di samping air terjun berdirilah berpuluh-puluh
gua kecil yang mirip sekali dengan gua naga, air yang terjun dari
atas dengan mengeluarkan suara yang gemuruh memancarkan
percikan air keempat penjuru, inilah yang disebut sebagai sumber
air Kiu Liong dan merupakan satu pemandangan aneh yang terdapat
di atas gunung Go bi san ini.
Ti Then yang melihat pemandangan di tempat itu tidak terasa
hatinya menjadi mabok dan terpesona oleh keindahan tempat
tersebut, tidak terasa pujinya:
“Orang-orang bilang selat serta sumber air yang paling bagus
dan paling aneh diseluruh dunia boleh dikata Liong Bun di atas
gunung Go-bi san ini merupakan yang pertama, ternyata berita itu
sedikit pun tidak salah, pemandangan di situ sungguh indah sekali”
Hong Mong Ling yang dalam benaknya sedang memikirkan
urusan lain saat ini hanya berdiam diri saja tanpa mengucapkan
sepatah kata pun.
Ti Then yang melihat Hong Mong Ling lama sekali tidak
menyawab segera ujarnya sambil tertawa:
“Hong heng, kamu bilang betul tidak?”
“Ooo..benar ..benar” sahut Hong Mong Ling dengan gugup, “Ti
Kiauwtauw bilang..bilang..”
“Ha..ha..haa...aku bilang pemandangan dari sumebr air Liong
Bun ini sungguh indah sekali”
“Benar.benar..” sahut Hong Mong Ling termenung sambil
mengangguk.
Melihat sikapnya yang gugup sinar mata Ti Then segera
memandang kearahnya dengan sangat tajam, tanyanya:
“Hong heng kamu sedang pikirkan apa?”
Hong Mong Ling termenung sebentar kemudian barulah sahutnya
dengan perlahan:
“Aku sedang pikirkan urusan malam itu”
“Urusan kemarin malam?”
“Bukan, urusan pada malam yang lalu”
Sengaja Ti Then memperlihatkan sikapnya yang bingung dan
tidak paham terhadap perkataan ini, tanyanya lagi:
“Kenapa dengan malam yang lalu?”
Hong Mong Ling memandang sekejap kearahnya kemudian
memandang lagi kearah percikan air terjun itu, ujarnya:
“Malam yang lalu bilamana siauwte tahu kalau Lu Kongcu itu
adalah si pendekar baju hitam Ti Then yang punya nama sangat
terkenal di dalam Bu-lim sudah tentu tidak mungkin akan terjadi
urusan yang sangat tidak menjenangkan itu”
Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli, tetapi pada air
mukanya sengaja memperlihatkan perasaannya yang sedang
tertegun, tanyanya:
“Hong-heng kamu sedang bicara apa?”
Hong Mong Ling menjadi sedikit gemas, sambil pukul batok
kepalanya sendiri ujarnya:
“Sudahlah, Ti Kiauwtauw-ku yang baik, siauwte sejak dulu sudah
mengenal kau adalah Lu Kongcu itu”
“Aku tidak mengerti kau sedang bicara apa?”
“Yang tidak mengerti seharusnya adalah aku” ujar Hong Mong
Ling sambil tertawa pahit, “Malam itu dengan gaja seorang kongcu
kaja yang suka pelesiran kau pergi ke sarang pelacur Toau Hoa
Yuan mencari Liuw Su Cen karena waktu itu siauwte tidak tahu
kalau kau adalah si pendekar baju hitam Ti Then, begitu dengar
perkataanmu yang sombong membuat perasaan gusar dalam hatiku
bergolak sehingga terjadilah bentrokan dengan kau, tetapi...kalau
memangnya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan kau sudah menang
kenapa sampai sekarang kau masih begitu tidak puas terhadap
aku?”
“Hong-heng” ujar Ti Then sambil tersenjum, “Sebetulnya kau
sedang bicarakan apa?”
“Ti Kiauwtauw tidak perlu pura-pura bodoh, di sini tidak ada
orang lebih baik kita bicara dengan blak-blakan saja”
“Hong-heng sudah salah mengenal orang, siauwte pada malam
yang lalu tidak pernah pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan”
“Hemm..hemm..” Hong Mong Ling tertawa dingin tak henti-
hentinya, ujarnya:
“Siauwte tidak akan membocorkan rahasia dari Ti Kiauwtauw,
kau legakan hati saja sekarang siauwte hanya ingin mengetahui
tujuan yang sebenarnya dari Ti Kiauwtauw”
“Heeeii Hong-heng” seru Ti Then sambil mengerutkan alisnya
rapat-rapat, sedang air mukanya mulai kelihatan berubah, “Semakin
bicara semakin tidak karuan, sebenarnya sudah terjadi urusan apa?
Bagaimana jika Hong-heng ceritakan dengan jelas urusan yang
sebenarnya mungkin siauwte akan bantu pikirkan”
Dengan pandangan yang gusar Hong Mong Ling memandang
beberapa saat lamanya kearahnya, kemudian ujarnya dengan
marah:
“Baiklah kau tidak mau bicara juga tidak mengapa, aku yang
akan bicara. Karena kau tahu aku sering pergi cari Liuw Su Cen
untuk bersenang-senang dan tahu juga kalau aku sudah dijodohkan
dengan nona Wi maka sengaja kau menanti di sarang pelacur Touw
Hoa Yuan untuk mencari setori dengan aku kemudian membawa
aku bersama Cang Bun Paiuw kembali ke Benteng. Hemmm dalam
anggapanmu dengan mencekal titik kelemahanku ini hendak
berusaha mencapai tujuan dari siasat licinmu, bukan begitu?”
Air muka dari Ti Then segera berubah menjadi sangat keren,
ujarnya sambil bangkit berdiri:
“Jalan, kita kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po”
“Mau apa?” tanya Hong Mong Ling berubah air mukanya.
“Laporkan seluruh kejadian ini kepada suhumu agar dia yang
pergi melakukan penjelidikan yang teliti, mari kita buktikan
bersama, Lu Kongcu yang kau temui di dalam sarang pelacur Touw
Hoa Yuan itu benar-benar tidak aku yang berbuat”
Seperti ajam jago yang kalah bertempur, dengan lemasnya Hong
Mong Ling menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya
kemudian:
“Dengan jelas kamu tahu kalau aku tidak akan berani
menceritakan keadaan yang sesungguhnya, buat apa kamu mau
menggunakan cara ini?”
“Hmm kau takut sesudah menceritakan kejadian ini lalu nona Wi
tidak mau dikawinkan dengan kau?”
Hong Mong Ling mengangguk dengan perlahan.
Ti Then tertawa dingin lagi, ujarnya:
“Tetapi kau sudah menganggap siauwte adalah Lu Kongcu itu,
urusan ini harus dilaporkan kepada suhumu agar urusan bisa
menjadi jelas kembali”
+++oo+++
Hong Mong Ling yang dikata begitu menjadi lemas, ujarnya
sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah:
“Ini hari siauwte mengajak kau kemari semuanya bertujuan
untuk membicarakan urusan ini, aku ingin kau melepaskan aku kali
ini saja, kini kalau memangnya kau tidak mau mengakui
maka...maka..jaah..sudahlah!”
“Tidak bisa, urusan ini harus diselidiki sampai jelas”
Hong Mong Ling menjadi semakin gugup, ujarnya:
“Buat apa? Bilamana urusan ini sampai tersiar luas sekali pun
nama dan kedudukanku akan hancur akan tetapi kau sendiri juga
sama sekali tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa, bukan
begitu?”
“Aku tidak takut” sahut Ti Then tegas, “Sebetulnya aku
memangnya tidak punya niat untuk tetap tinggal di dalam Benteng
Pek Kiam Po kalian, apalagi aku sendiri juga bukanlah Lu Kongcu
yang kau maksudkan tadi, bilamana urusan ini sampai tersiar luas
malah membuat namaku pun menjadi bersih”
Berbicara sampai di sini, segera ujarnya lagi tegas:
“Ajoh jalan, kita pulang”
Air muka dari Hong Mong Ling berubah menjadi pucat pasi
bagaikan majat, sahutnya kemudian dengan gugup:
“Baik..baik..sudahlah..biarlah anggap siauwte sudah salah
menduga orang lain, di sini siauwte minta maaf terlebih dulu
bagaimana? Mau bukan?”
“Hmm..” dengus Ti Then dengan sangat dingin, “Aku mewakili
nona Wi merasa kecewa, tidak disangka kau Hong Mong Ling
ternyata seorang macam begitu”
Wajah Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam
bagaikan kepiting rebus, sahutnya:
“Siauwte pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan cari hiburan,
sebetulnya hanya iseng saja, padahal di dalam hati siauwte hanya
terpikir Wi Lian In seorang saja”
“Liuw Su Cen itu apakah pelacur dari Touw Hoa Yuan?” potong Ti
Then.
“Benar”
“Aku lihat wajah dari nona Wi sangat cantik bagaikan sekuntum
bunga yang baru saja mekar, kalau kau sudah miliki dia buat apa
pergi luaran cari kesenangan lagi sehingga menjadi seorang calon
suami yang busuk?”
“Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas, “Tadi
siauwte sudah bilang kesemuanya ini hanya karena iseng saja”
“Hemm..cari kesenangan bersama dengan Cang Bun Piauw
seorang ahli di dalam main judi, minum, pelesiran serta
mengganggu ketentraman rakjat jelata”
“Persahabatan siauwte dengan Cang Bun Piauw boleh dikata
tidak terlalu rapat, kemarin malam ketika dia melihat siauwte minum
arak seorang diri di atas loteng kedai arak maka dia datang
mendekat untuk berkenalan dengan siauwte kemudia memaksa
siauwte untuk temani dia pergi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan
untuk cari kesenangan, padahal..padahal di sana paling banyak
siauwte juga minum arak saja...tidak akan berbuat lebih jauh dari
itu”
“Akhirnya di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan kalian
bertemu dengan Lu Kongcu itu?” potong Ti Then dengan cepat.
“Benar”
“Dia sedang ditemani Liuw Su Cen minum arak cari kesenangan?”
“Benar”
“Lalu kalian juga akan mengundang Liuw Su Cen., Lu kongcu itu
tidak mau melepaskan sehingga dengan demikian kedua belah pihak
terjadi ribut-ribut diakhiri dengan suatu pertempuran?”
“Hmmm”
“Macam apa Lu kongcu itu?”
“Dia menyebutkan diri sebagai putra dari Menteri Negara Lu Ko
Sian dan merupakan seorang pemuda suka pelesiran yang sangat
terkenal sekali di ibu kota, wajahnya mirip sekali dengan kau bahkan
boleh dikata pinang dibelah dua”
“Hoo, bisa ada urusan ini...lalu bagaimana?” tanya Ti Then
dengan sedikit terkejut.
“Dia tidak mau melepaskan Liuw Su Cen untuk keluar
menyambut kedatangan kami bahkan mengoceh dan mencemooh
aku dari dalam kamar membuat kemarahan siauwte memuncak,
saat itulah segera siauwte terjang ke dalam kamar untuk beri
hajaran kepadanya, siapa tahu...”
“Dia juga bisa ilmu silat?”
“Benar” sahut Hong Mong Ling.
“Karena siauwte tidak tahu kalau dia juga seorang berilmu maka
di dalam keadaan yang tidak memandang sebelah mata kepada
pihak musuh leherku terhajar satu kali oleh kepalannya..”
“Kalau didengar kisahmu sekarang ini maka ceritamu ketika di
hadapan Pocu yang mengatakan sudah bertemu dengan seorang
berkerudung ditengah jalan merupakan cerita yang bohong belaka?”
“Heeii..siauwte terpaksa harus berbuat demikian” sahut Hong
Mong Ling sambil menghela napas panjang, “Karena bilamana
suhuku dan nona Wi tahu kalau siauwte pergi ketempat pelacuran
untuk cari kesenangan maka di dalam keadaan gusar mungkin sekali
segera membatalkan ikatan perkawinan kami”
“Ehmmm..tadi kau bilang Lu kongcu itu mirip dengan aku, coba
kamu bilang apanya yang mirip?”
“Semuanya mirip”
“Ha ha sungguh menarik sekali” sahut Ti Then sambil bertepuk
tangan, “Di dalam dunia ini ternyata ada orang yang mem punyai
wajah mirip denganku bahkan bisa ilmu silat juga”
“Heeei..waktu itu walau pun siauwte tidak menduga kalau dia
bisa ilmu silat tetapi gerakan tangan siauwte saat itu tidak perlahan,
bilamana bukannya lkepandaian silat yang dimilikinya jauh melebihi
siauwte tidak mungkin bisa memukul rubuh siauwte hanya di dalam
satu gebrakan saja”
“Karena itu lalu kau anggap dia adalah aku yang berbuat?”
sambung Ti Then sambil tertawa.
“Benar, tetapi sekarang...sekarang siauwte tahu kalau dugaanku
itu salah”
“Oooh jaah?” ujar Ti Then lagi, “Kemarin malam secara diam-
diam kau rusak pedangmu kemudian memerintahkan Ki Tong Hong
untuk bergebrak lawan aku kamu orang punya rencana untuk
bunuh aku jaah?”
“Tidak, tidak !”
“Heemmm...sungguh tidak?”
“Benar..memang demikian” sahut Hong Mong Ling dengan wajah
yang merah padam, “Siauwte mana berani memerintahlkan Ki Tong
Hong untuk bunuh kau, siauuwte hanya mengharapkan dia bisa
melukai kau sehingga dengan begitu kamu tidak punya muka lagi
untuk menyabat kedudukan sebagai Kiauwtauw benteng Pek Kiam
Po kami”
“Aku lihat urusan ini terpaksa harus dilaporkan kepada suhumu
agar dia orang tua bisa mengirim orang untuk menjelidiki asal usul
yang sebenarnya dari Lu kongcu itu”
“Jangan...jangan..” ujar Hong Mong Ling gugup, “Bila bertindak
demikian maka urusan siauwte di dalam sarang pelacur Toau Hoa
Yuan menjadi diketahui juga oleh mereka, Ti-kiauwtauw,
tolonglah..”
“Heemm..tidak bisa” ujar Ti Then dengan wajah yang sengaja
diperlihatkan keren, “Sekarang dikarenakan urusan ini menyangkut
dirimu sangat hebat maka kau bilang tidak akan mencurigai diriku,
begitu kau sudah berhasil kawin dengan nona Wi saat itu kau bisa
bicara sembarangan lagi, karena itu aku anggap lebih baik sekarang
juga kita bikin jelas urusan ini”
“Ti-kiauwtauw harap berlegakan hatimu, yang siauwte takutkan
adalah tidak bisa menikah dengan nona Wi, sesudah kita kawin
maka tidak ada urusan lainnya lagi yang penting bagi diriku”
“Heeh...kalau begitu kau harus angkat sumpah, kalau tidak aku
tidak akan lega hati”
“Baiklah” sahut Hong Mong Ling sungguh-sungguh, “Thian Ong
berada di atas aku Hong Mong Ling sejak hari ini bilamana berani
menunjuk Ti-kiauwtauw sebagai Lu kongcu, maka aku akan
mendapatkan kematian tanpa tempat kubur yang baik”
Ti Then yang melihat dia berlutut di atas tanah dan mengangkat
sumpah dengan sikap yang betul-betul serius dalam hatinya segera
merasa memandang rendah terhadap sikapnya, pikirnya dalam hati:
“Hemmm bangsat cilik ini hanya bagus diluar jelek di dalam,
sudah licik banyak akal tidak bersemangat lagi, tidak aneh kalau Wi
Ci To merasa menjesal putrinya dijodohkan kepadanya.
Hong Mong Ling sehabis angkat sumpah segera bangkit berdiri
dari atas tanah, saat itulah mendadak seperti sudah menemukan
sesuatu air mukanya berubah sangat hebat, serunya:
“Celaka!”
“Kenapa?” tanya Ti Then dengan tertegun.
Sambil menunjuk kearah sebuah hutan rima ditempat kejauhan
ujarnya dengan gemetar:
“Aku...aku
melihat
sesosok
berkelebat..berkelebat diantara hutan itu”
bajangan
manusia
Dengan cepat Ti Then menoleh kearah hutan itu, tanyanya:
“Sudah melihat jelas siapa orang itu?”
“Mirip sekali dengan sumoayku”
“Aaah tidak mungkin” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya
keras-keras, “Bagaimana dia bisa sampai di sini juga?”
“Mungkin dia menguntit kita kemari?”
Ti Then menjadi tersenjum, ujarnya:
‘”Bilamana dia ingin ikut kemari buat apa harus menguntit secara
diam-diam?”
Sambil mengusap kering keringat yang mengucur
membasahi keningnya ujar Hong Mong Ling lagi:
keluar
“Ti-Kiauwtauw kau tidak tahu, pada saat kejadian terputusnya
pedang kemarin pagi dia juga dapat mengetahui kalau kejadian itu
merupakan perbuatan siauwte sebelumnya, pada kemarin malam
sesaat Ti Kiauwtauw bertempur melawan Cian Pit Yuan dengan
meminyam kesempatan ini dia memaki diri siauwte, ini hari siauwte
mengundang Ti-Kiauwtauw naik gunung untuk pesiar sudah tentu
dia merasa curiga kalau siauwte akan berbuat tidak senonoh
terhadap diri Ti-Kiauwtauw sehingga sengaja menguntit kemari”
“Kemungkinan juga orang itu bukan dia, buat apa kamu begitu
terkejut dan cemasnya?”
“Heei..siauwte ingat sekali malam itu dia memakai pakaian
berwarna merah, sedang bajangan tadi pun agaknya memakai
pakaian berwarna merah juga”
“Sekali pun orang itu adalah dia, tetapi kau sama sekali tidak
berbuat senonoh kepadaku buat apa takut?”
Hong Mong Ling tertawa pahit, sahutnya:
“Siauwte takut dia mendengar seluruh perkataan yang kita
ucapkan tadi”
“Kemungkinan ini sangat tipis, jaraknya dari sini ke sana sangat
jauh sekali, dia tidak mungkin bisa dengar jelas”
Keadaan dari Hong Mong Ling saat itu mirip sekali dengan semut
yang kepanasan, dengan cepat sekali dia berjalan pulang pergi
ujarnya kemudian:
“Tidak bisa...tidak bisa jadi..pikirannya sangat tajam dan cerdik,
asallkan dia bisa dengar sedikit saja maka segera dia akan bisa
menduga delapan sembilan bagian. Heeeii..heei..Bagaimana
sekarang enaknya?”
Ti Then memandang sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian
barulah ujarnya dengan nada yang rendah:
“Aku akan ajari kamu satu cara, nanti sesudah kita pulang ke
dalam Benteng segera kau pergi jenguk dia, bilamana melihat
sikapnya sedikit tidak beres maka terbukti kalau orang itu adalah
dia, saat itu dengan cepat kau pergi menemui suhumu dan berlutut
di hadapannya untuk mengakui seluruh perbuatanmu itu, saat itu
kau minta maaf dan am pun, dengan sifat yang peramah dari
suhumu dan melihat kejujuranmu mungkin dia akan memaafkan
dirimu asalkan dia mengam puni kamu dipihak sumoaymu dengan
sendirinya tidak ada kesukaran lagi”
Pemikirannya ini sama sekali tidak mengandung siasat licik
lainnya, sebaliknya merupakan pemikiran yang sungguh-sungguh
keluar dari dasar lubuk hatinya untuk membebaskan kesukaran dari
Hong Mong Ling, saat ini juga dia tetap tidak ingin merusak
perhubungan cinta dari orang lain, dia hanya mengharapkan agar
Majikan patung emas melihat kegiatan dan usahanya yang mati-
matian tetapi sama sekali tidak mengharapkan bisa menjelesaikan
tugas ini dengan sempurna.
Hong Mong Ling ketika merasakan cara ini sangat beralasan
barulah sahutnya dengan cepat:
“Bagus sekali, mari kita cepat pulang”
Demikianlah mereka berdua dengan tergesa-gesa sekali
berangkat kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po, sesudah sampai
di dalam Benteng Ti Then masuk ke dalam kamarnya sendiri untuk
beristirahat sedang Hong Mong Ling langsung menuju keruangan
dalam untuk menemui Wi Lian In di dalam kamarnya.
Sesudah berhasil dia menenangkan pikirannya barulah dengan
tangan yang sedikit genetar mengetuk pintu kamar.
“Siapa?”
Terdengar suara seorang pelajan perempuan sedang bertanya.
“Cun Lan, aku..”
Dengan perlahan pintu kamar dibuka, seorang budak yang
disebut sebagai Cun Lan itu berdiri di depan pintu sambil memberi
hormat kepada Hong Mong Ling ujarnya:
“Oooooh kiranya Hong siangkong”
“Nona ada di dalam?”
Cun Lan segera menyahut ada, kemudia menoleh ke belakang
dan teriaknya dengan keras: “Nona, Hong siangkong datang”
“Silahkan dia masuk”
Suara Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamarnya.
Dengan cepat Hong Mong Ling berjalan masuk ke dalam kamar
dan menuju ke meja riasnya, terlihatlah saat itu Wi Lian In sedang
menyisiri rambutnya yang panjang terurai itu, agaknya siap hendak
pergi mandi, segera dia maju ke depan, ujarnya sambil tersenjum:
“In-moay kamu mau pergi mandi?”
“Benar, ada urusan apa?”
Ketika Hong Mong Ling melihat wajahnya tetap ramah dalam hati
segera merasa lega, sahutnya:
“Tidak ada apa-apa, hanya ingin datang lihat-lihat kau..”
Dengan perlahan Wi Lian In putar tubuhnya sambil tersenjum
tanyanya:
“Aku dengar ini hari kau menemani Ti-kiauwtauw pergi pesiar ke
atas gunung?”
“Benar, aku membawa dia pergi lihat sumber air Kiu Liong”
“Air yang diterjunkan dari Kiu Liong ini hari merupakan air yang
manis atau air yang pahit?”
Dalam hati Hong Mong Ling merasa bergetar, sambil tertawa
malu sahutnya:
“In-moay jangan bergurau, air yang diterjunkan di Kiu Liong
bukan air yang manis juga bukan air pahit”
Wi Lian In tertawa cekikikan, tanyanya lagi:
“Kamu bisa bicara baik-baikan dengan Ti-kiauwtauw?”
“Biasa” sahut Hong Mong Ling sambil menangguk, “Makin lama
kakakmu yang bodoh ini semakin merasa orangnya tidak jelek,
kepandaian silat yang dimiliki pun sangat tinggi tetapi jadi orang
tidak sombong, dia merupakan seprang sahabat yang patut kita
rapati”
“Ehmmm..kau bisa berubah sikap terhadap dirinya aku merasa
sangat girang sekali, sekarang kau boleh pergi aku mau pergi
mandi”
Dengan sangat hormat sekali Hong Mong Ling menyahut dan
mengundurkan diri dari dalam kamarnya, sedang dalam hati dia
merasa sangat girang dan puas.
Sekali pun perkataan ‘air pahit’ dari Wi Lian In itu membuat
hatinya merasa sangat terkejut tetapi perkataan selanjutnya yang
mesra dan penuh dihiasi dengan senjum manis itu membuat
perasaan di dalam hatinya mulai lega sedang dugaan kalau
bajangan yang dilihatnya di air terjun Kiu Liong adalah Wi Lian In
pun mulai lenyap dari pikirannya.
Sehabis makan malam Wi Ci To, Huang Puh Kian Pek serta Ti
Then sesudah berbicara dengan orang-orang beberapa saat
lamanya mereka pada berpisah untuk beristirahat di dalam
kamarnya masing-masing.
Sesudah lewat tengah malam dengan sangat perlahan-lahan dan
gerak-gerik yang berhati-hati Wi Lian In kelihatan berjalan menuju
ke kamar buku ajahnya kemudian mengetuk dengan perlahan.
Kiranya sejak ibu dari Wi Lian In meninggal beberapa tahun yang
lalu selama ini Wi Ci To selalu berdiam seorang diri di dalam kamar
buku itu.
Sesudah mengetuk beberapa saat lamanya terdengar dari dalam
kamar buku itu berkumandang keluar suara dari Wi Ci To yang
sedang bertanya:
“Siapa?”
“Aku, Tia”
“Oooh..In-ji”
Dengan cepat Wi Ci To bangun dari pembaringannya untuk
berpakaian dan membuka pintu kamarnya.
“Tengah malam seperti ini kamu tidak pergi tidur, buat apa
kemari?”
Dengan cepat Wi Lian In berkelebat masuk ke dalam kamarnya,
kemudian barulah ujarnya dengan perlahan:
“Tia, mari kita pergi main-main ke kota Go-bi”
Wi Ci To begitu mendengar ajakan putrinya yang sangat aneh ini
menjadi tertegun, ujarnya:
“Jangan gujon, pada saat seperti ini bagaimana bisa pergi ke
kota Go-bi untuk main-main?”
“Putrimu ingin mencari seseorang di dalam kota”
“Cari siapa?” tanya Wi Ci To tercengang.
Wi Lian In memperlihatkan senjumnya yang sangat misterius,
sahutnya:
“Sesudah sampai di dalam kota putrimu baru akan beritahu pada
kau orang tua”
Dengan wajah yang penuh dibasahi oleh embun Wi Ci To
melototkan matanya, ujarnya dengan agak keras:
“Tidak, sebetulnya kamu sedang berbuat permainan apa?”
Mendadak pada air muka Wi Lian In memperlihatkan
perasaannya yang sedih dan menderita, sahutnya:
“Putrimu hendak ke dalam kota untuk menjelidiki suatu urusan,
urusan ini mem punyai hubungan yang sangat erat dengan urusan
putrimu untuk selama hidupnya”
Ketika Wi Ci To melihat dia berbicara dengan sangat serius sekali
pada wajahnya semakin memperlihatkan perasaan terkejutnya,
tanyanya dengan cepat:
“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”
“Heei..” ujar Wi Lian In sambil tertawa pahit, “Sebelum
mendapatkan bukti yang nyata putrimu tidak ingin utarakan keluar”
Wi Ci To semakin mengerutkan alisnya kencang-kencang,
ujarnya:
“Hemm ditengah malam buta mendadak kau ingin ajahmu
menemani kau pergi ke dalam kota..kamu membuat ajahmu makin
lama makin bingung”
“Sesudah sampai di dalam kota dan berhasil menemui orang itu,
ajah tentu akan memahami urusan apa sebenarnya yang sudah
terjadi”
“Besok pagi pergi bukankah sama saja?”
“Tidak bisa!” ujar Wi Lian In tegas, “Harus malam ini juga pergi
bahkan tidak diperbolehkan mengejutkan orang-orang kita sendiri”
Dengan tajam Wi Ci To memandang wajah putrinya, beberapa
saat lamanya dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, agaknya dia
sedang menduga perasaan hatinya.
“Tia” ujar Wi Lian In lagi memecahkan kesunyian itu, “Bilamana
Tia sajang pada putrimu, maka tia harus menjetujui untuk
menemani putrimu”
“Baiklah, ajahmu akan temani kau pergi”
Sesudah berpakaian dan dandan sebentar barulah berjalan keluar
dari kamar bukunya untuk kemudian keluar dalam Benteng
bersama-sama Wi Lian In.
Ajah beranak berdua sudah tentu tahu dengan jelas di tempat
mana di sekeliling benteng itu terdapat penjagaan malam. Karena
itulah dengan sangat mudah sekali mereka berhasil menghindarkan
diri dari mereka, dengan tidak menimbulkan suara sedikit pun
mereka sudaah berhasil meninggalkan benteng Pek Kiam Po untuk
berangkat menuju ke kota Go-bi.
Pada saat kentongan kedua mereka ajah beranak berdua sudah
sampai di kota Go-bi, sesudah melewati tembok kota yang tinggi
sampailah mereka disebuah jalan raja yang sangat sunyi, kepada
seorang penjual makanan maalam tanyanya:
“Toa siok ini tolong tanya rumah dari Cang Bun Piauw Cang
Kongcu terletak di jalan sebelah mana?”
Penjual bakso itu segera menurunkan pikulannya, dengan air
muka yang sangat terkejut dia memandang beberapa saat lamanya
kearah Wi Ci To serta putrinya kemudian barulah tanyanya:
“Yang nona tanyakan apakah putra dari Cang Pek Li Cang Lo-
ya?”
Wi Lian In sendiri juga tidak tahu ajah dari Cang Bun Piauw itu
bernama Cang Pek Li atau Cang Pek To, balik tanyanya:
“Apakah putranya yang bernama si tikus rakus dari Go-bi Cang
Bun Piauw?”
“Benar” sahut kakek itu sambil mengangguk, “Memang benar dia,
nona cari dia ada urusan apa?”
“Kami ajah beranak merupakan kawan dari seorang familinya,
familinya itu mem punyai sebuah barang yang dititipkan kami untuk
disampaikan kepadanya, sebetulnya kami ingin menanti sesudah
terang tanah baru temui dia, tetapi karena kami juga punya urusan
yang harus diselesaikan di luar kota maka terpaksa kami harus
kerjakan sekarang juga”
“Tetapi pintu kota sudah tertutup, bagaimana kalian ajah beranak
bisa keluar?”
Wi Lian In hanya tersebjum saja, tanyanya:
“Tolong beritahu tempat tinggal dari Cang kongcu sebetulnya
berada dimana?”
Dengan perlahan kakek penjual bakso itu menunjuk ke satu jalan
besar, sahutnya:
“Jalan dari tempat ini sesudah sampai di persimpangan belok ke
sebelah kanan, kurang lebih berjalan seratus tindak terdapatlah
sebuah bangunan besar dengan pintu besar bercat merah,
pokoknya asalkan di samping rumahnya ada dua patung macan
yang besar, itulah rumahnya”
Wi Lian In segera mengucapkan banyak terima kasih dengan
menarik tangan ajahnya Wi Ci To untuk mereka segera berjalan
menuju kejalan yang ditunjuk, sesudah berjalan kurang lebih
berpuluh-puluh tindak dengan wajah yang penuh perasaan terkejut
tanya Wi Ci To:
“Hey budak, orang yang hendak kau cari apakah Cang Bun Piauw
itu?”
“Benar”
“Buat apa kamu cari dia?” tanya Wi Ci To dengan tercengang.
“Sesudah menawan dia tentu ajah akan segera paham”
Agaknya Wi Ci To menjadi sadar sebenarnya urusan apa yang
sedang terjadi, ujarnya kemudian:
“Ehmm..apa punya hubungannya dengan Hong Mong Ling ketika
malam itu terpukul oleh seorang berkerudung?”
“Benar” sahut Wi Lian In, “Putrimu menemukan kisah yang
diceritakan suko waktu itu agaknya tidak mirip dengan kejadian
yang sesungguhnya maka itu putrimu mau menangkap Cang Bun
Piauw untuk kita tanyai dengan jelas”
“Ceritera dari Hong Mong Ling bagaimana bisa tidak sesuai
dengan kejadian yang sesungguhnya?” tanya Wi Ci To dengan nada
terkejut.
“Tentang hal ini sesudah kita menanyai Cang Bun Piauw baru
putrimu akan menceritakan dengan jelas kepada Tia”
Wi Ci To ajah beranak dengan mengikuti petunjuk dari kakek
penjual bakso itu tidak lama kemudian sudah sampai di depan
rumah dari Cang Bun Piauw..,sebuah bangunan dengan pintu besar
berwarna merah serta dua buah patung macan yang terbuat dari
batu. Waktu menunjukkan kentongan ketiga tengah malam, di
depan pintu besar tidak tampak sesosok bajangan manusia pun.
“Tia” ujar Wi Lian In dengan perlahan: “Kau masuklah dan tawan
dia keluar dari rumahnya”
Sudah tentu Wi Ci To sendiri tidak akan mengijinkan putrinya
ditengah malam buta masuk ke dalam rumah orang lain hanya
untuk menawan seorang lelaki segera mengangguk menyahut,
tubuhnya dengan sangat ringan sekali melayang melewati tembok
halaman dan berkelebat masuk ke dalam ruangan.
Dengan kepandaian dari Wi Ci To untuk menangkap seorang
yang tidak memiliki kepandaian silat seperti Cang Bun Piauw ini
sudah tentu bukan merupakan suatu urusan yang sangat sukar,
tidak lebih selama seperminum the kemudian kelihatan dari atas
tembok berkelebat sesosok bajangan manusia..Wi Ci To sudah
berhasil menawan keluar Cang Bun Piauw dari dalam rumahnya.
Agaknya jalan darah bisu dari Cang Bun Piauw sudah tertotok,
sehingga sekali pun orangnya sudah sadar dari tidurnya tetapi tidak
bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 6.1. Batalnya perjodohan Wi Lian In - Hong Mong
Ling
“Tia,” ujar Wi Lian In perlahan” kita cari satu tempat yang sunyi
saja”
“Ehmmm...benar..” sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Diujung
jalan ini ada sebuah rumah gubuk yang tidak ditinggali lagi, kita ke
sana saja”
Sehabis berkata, dengan mengapit tubuh Cang Bun Piauw dia
berjalan terlebih dulu ke depan.
Dalam sekejap saja mereka sudah berada di dalam rumah gubuk
itu, dengan perlahan Wi Ci To meletakkan tubuh Cang Bun Piauw di
atas tanah, sedang Wi Lian In dengan cepat mencabut keluar
pedang panjangnya yang dituding ke depan leher Cang Bun Piauw,
dengan wajah yang dingin kaku ujarnya:
“Sesudah aku bebaskan jalan darah bisumu bilamana kamu
orang berani teriak jangan salahkan pedangku akan menembus
tenggorokanmu!”
Saking terperanyatnya air muka Cang Bun Piauw sudah berubah
pucat pasi, matanya dikedip-kedipkan seolah-olah minta am pun
tetapi seperti juga sudah menyerah kepada mereka.
Setelah itu barulah Wi Lian In bebaskan jalan darah bisunya,
dengan menempelkan ujung pedang di atas leher ujarnya dengan
dingin:
“Kamu boleh pilih mau mati atau hidup?”
“Mau hidup..mau hidup..Nona Wi, am punilah nyawaku..am puni
hamba..hamba belum pernah menyalahkanmu!”
“Bilamana kamu ingin hidup, jawab seluruh pertanyaanku dengan
sejujurnya?”
“Baik..baik..! silahkan nona Wi mulai bertanya, asal hambamu
tahu tentu akan kuberi jawaban yang sesungguhnya, hanya hamba
mohon nona Wi jangan membunuh aku”
“Baik, cepat ceriterakan satu kali lagi peristiwa malam itu!”
Cang Bun Piauw menelan ludah, dalam hati dia tahu kalau cerita
karangan Hong Mong Ling malam itu sudah diketahui
kebohongannya oleh nona ini, karena itulah sekarang dia tidak
berani bohong lagi, ujarnya:
“Baik...begini...begini, maghrib itu Hong Mong Ling heng datang
ke kota dan bertemu dengan hamba ditengah jalan, lalu dia
mengundang hamba untuk minum arak dikedai arak sesudah dari
sana dia mengundang lagi hamba pergi ke sarang pelacur Touw Hoa
Yuan untuk mencari kesenangan dengan Liuw Su Cen, hamba tidak
enak untuk menampik, terpaksa ikut dengan dia ke sana”
“Kalian sudah bersahabat berapa lama?” kata Wi Lian In.
“Kurang lebih dua tiga tahunan”
“Setiap kalian bertemu tentu pergi ke sarang pelacur Touw Hoa
Yuan mencari Liuw Su Cen?”
“Be..benar..”
“Siapa yang mengajak untuk pertama kalinya?”
“Tentang hal ini..” sahut Cang Bun Piauw sambil melirik kekiri
kanan, “Tentang hal ini bukan dia yang mengajak aku, juga bukan
aku yang mengajak dia, kita berkenalan di dalam sarang pelacur
Touw Hoa Yuan itu”
“Bagus, lanjutkan!”
Cang Bun Piauw menghembuskan napas panjang, sesudah
berhenti sebentar sambungnya lagi:
“Mong Ling heng hanya senang dengan Liuw Su Cen seorang,
maka setiap kali hanya mengundang satu orang saja, malam itu kita
pergi lagi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan tetapi waktu itu Liuw Su
Cen tidak keluar menyambut kita karena sedang menemani tamu
lain. Mong Ling heng tidak bisa menahan sabar lagi maka
diperintahnya Ku Ie untuk panggil dia keluar..”
“Siapa Ku Ie itu?”
“Germo dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu”
“Hemm..lalu Liuw Su Cen itu tidak keluar?”
“Benar !” sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan kepalanya
rendah-rendah, “Sebab itulah Mong Ling heng sudah
menghamburkan banyak uang untuk tubuhnya itu”
“Hemm..lanjutkan!”
“Waktu itu hamba menasehati dia jangan berlalu gegabah, tamu
dari nona Liuw itu tentu seorang yang punya nama terkenal
sehingga dia tidak berani keluar menyambut kita, lebih baik lain kali
saja datang lagi, tetapi Mong Ling heng tidak mau dengar
perkataanku dan berjalan ke depan kamar nona Liuw itu untuk
mencari tahu siapa tamunya, saat itulah dari dalam kamar terdengar
suara pertanyaan dari tamu itu kepada Ku Ie: “Siapa orang itu?”
yang dijawab oleh Ku Ie: “Seorang pendekar pedang dari benteng
Pek Kiam Po yang bernama In Tiong Liong Hong Mong Ling.”
Mendengar perkataan itu tamu tersebut tertawa dingin ujarnya :
“Hemmm..aku kira orang terkenal macam apa tidak tahunya
seorang kuli silat kasaran.” Mendengar perkataan itu Mong Ling
heng menjadi sangat gusar, sambil menerjang masuk ujarnya:
“Tidak salah, cayhe memang seorang kuli silat kasaran, tetapi
kawan kamu harus tahu di dalam dunia ini hanya kuli silat kasaran
yang bisa memaksa orang berlutut sambil menyumpahi bapak
ibunya sendiri..”
“Siapa orang itu?”
“Eh..Nona Wi belum tahu siapa dia?”
“Cepat katakan !”
“Waktu itu..” sambung Cang Bun Piauw, “Sesudah orang itu
mendengar perkataan Mong Ling heng, balas mengejek juga,
“Cecunguk mana berani mengganggu kesenangan kongcu-mu,
hemmm..agaknya sudah bosan hidup?” Ku Ie menjadi gugup dia
bilang sama Mong Ling heng kalau orang itu adalah putra dari
menteri Lu Ko Sian, ketika Mong Ling heng dengar orang itu adalah
kongcu suka pelesiran yang sangat terkenal hatinya semakin gemas
lalu bentaknya kepada Lu kongcu itu untuk berlutut di hadapannya,
Lu kongcu tidak gubris omongannya Mong Ling heng segera maju
menyerang, siapa tahu Lu kongcu memiliki kepandaian silat yang
sangat lihay, dia tetap duduk sebaliknya tangannya mencengkeram
tangan kanan Mong Ling heng dan melempar tubuhnya hingga
terjungkir balik, sesudah itu lehernya dihajar satu kali membuat
Mong Ling heng dengan demikian jatuh tak sadarkan diri”
“Kemudian kamu juga dipukul rubuh oleh Lu kongcu itu?
“Benar” sahutnya sambil menundukkan kepala, “Ketika sadar
kembali kami sudah berada di dalam benteng.”
“Kalian curiga kalau Lu kongcu itu adalah pendekar baju hitam Ti
Then yang menolong kalian kembali ke dalam Benteng malam itu?
Kenapa?”
“Karena wajah dari pendekar baju hitam Ti Then mirip dengan Lu
kongcu hanya saja pakaiannnya tidak sama”
“Hemm..” dengus Wi LIan In dengan dingin, “Kenapa malam itu
kalian bilang sudah bertemu dengan seorang berkerudung?”
“Ini...ini..sudah tentu dikarenakan Mong Ling heng takut nona
tahu dia cari kesenangan di sarang pelacur Toauw Hoa Yuan”
Wi Lian In memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung,
kepada ayahnya Wi Ci To, ujarnya:
“Tia, mari kita pulang”
Sikap Wi Ci To kelihatan sedikit semangat, sinar matanya dengan
tajam memperhatikan Cang Bun Piauw, kemudian tanyanya dengan
keren:
“Kamu orang berani pastikan Lu kongcu itu adalah pendekar baju
hitam Ti Then?”
Cang Bun Piauw ragu-ragu sejenak, tapi sahutnya juga:
“Wajahnya boleh dikata mirip sekali, hanya saja....yang satu
memakai pakaian bagus sedang yang lain memakai pakaian yang
compang-camping”
“Hemm..sekarang kamu boleh pulang” ujar Wi Ci To sesudah
termenung sejenak, “Tapi.. jangan sekali-kali menceritakan
peristiwa malam ini kepada siapa pun, kalau tidak...Hmm jangan
salahkan Lohu akan mencabut nyawa anyingmu”
Cang Bun Piauw menjadi sangat girang, sambil merangkak
bangun sahutnya berkali-kali:
“Baik..baik..hamba akan berkata sedang punya urusan yang
harus diurus, malam itu juga, tapi harap Pocu jangan membiarkan
Mong Ling heng tahu kalau rahasia ini hamba yang bocorkan, kalau
tidak..kalau tidak dia akan bunuh hamba”
“Pergi!” bentak Wi Lian In keras-keras.
Cang Bun Piauw tidak berani bicara lagi, dengan terbirit-birit dia
melarikan diri dari dalam rumah itu.
Sesudah berdiam diri beberapa saat lamanya, tidak tertahan air
matanya mengucur keluar dengan derasnya membasahi wajah Wi
Lian In.
Pikiran Wi Ci To waktu itu juga sedang kacau, sesudah menghela
napas panjang barulah ujarnya:
“Kamu keluar kota dulu, aku mau ke sarang pelacur Touw Hoa
Yuan sebentar”
Sehabis bicara tubuhnya berkelebat keluar dari rumah gubuk
yang tidak ditinggalkan itu dan lenyap ditengah kegelapan.
Sesudah Wi Ci To pergi, Wi Lian In pun keluar dari rumah gubuk
dan berjalan keluar pintu kota, sesampainya di bawah tembok kota
dengan satu kali lompatan dia berhasil keluar dari kota dan menanti
di pinggiran jalan.
Kurang lebih setengah jam kemudian barulah kelihatan Wi Ci To
berlari mendatang.
Dengan cepat Wi Lian In bangkit berdiri, tanyanya: “Bagaimana?”
“Heeiii..” sahut Wi Ci To dengan wajah sangat serius,
“Keadaannya mirip sekali dengan apa yang diceritakan Cang Bun
Piauw, hanya ada satu hal”
“Hanya ada satu hal tentang apa?” Tanya Wi Lian In cepat.
“Menurut pengakuan dari Ku Ie serta pelayan sana, Lu kongcu
sesudah memukul rubuh Mong Ling dan Cang Bun Piauw lalu
perintah itu pelayan untuk sediakan kereta, dengan dihantar Lu
kongcu sendiri dia membawa kedua orang itu keluar kota dan
dibuang di samping jalan”
“Hal ini membuktikan Ti Kiauwtauw bukan Lu kongcu itu?”
“Benar!” sahut Wi Ci To sambil hela napas panjang dengan
langkah perlahan dia berjalan bolak-balik di sana, “Tetapi dapat juga
diartikan sesudah Ti Then membuang mereka di pinggir kota lalu
berganti pakaian, dengan gaya seorang miskin dia membawa
mereka kembali ke dalam benteng”
“Tetapi dia punya tujuan apa dengan berbuat demikian?”
“Sudah tentu mem punyai niat jelek!”
“Tetapi..” ujar Wi Lian In lagi, “Di dalam beberapa hari ini
sikapnya tidak jelek, bahkan membantu Tia memukul mundur
pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan..”
“Hemm..hemm..” ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin, “Seseorang
dalam tindakannya untuk mencapai tujuan rencananya sudah tentu
harus berusaha mendapatkan kepercayaan dulu dari orang lain”
“Tetapi kepandaian silatnya sangat tinggi, apabila punya maksud
jelek terhadap Benteng kita seharusnya dengan terang-terangan
turun tangan buat apa berbuat demikian”
“Itulah merupakan hal yang membingungkan ayahmu, dengan
sifat serta tingkah lakunya yang sopan dan ramah ditambah dengan
kepandaian silat yang berhasil dilatih saat ini tidak seharusnya
menjadi seorang mata-mata yang berniat busuk..”
“Tia..” ujar Wi Lian In lagi dengan perlahan, “Kemarin sore Mong
Ling ajak dia bermain ke sumber air Sembilan naga, karena putrimu
merasa Mong Ling pernah berbuat jahat terhadapnya, maka sengaja
secara diam-diam menguntit akhirnya di sumber air sana aku
berhasil mendengar perkataan mereka berdua”
“Mereka bicarakan soal apa?”
“Mong Ling di hadapannya menuding dia sebagai Lu kongcu dan
Tanya apa maksud kedatangannya, tetapi dia seperti tidak paham
persoalan apa yang sedang dibicarakan akhirnya Mong Ling
menceritakan kembali peristiwa yang terjadi di sarang pelacur Touw
Hoa Yuan itu, begitu dengar persoalan ini dia mengusulkan untuk
melaporkan urusan ini kepada Tia dan minta kirim orang untuk
menyelidiki urusan ini, sebaliknya Mong Ling menjadi gugup
dibuatnya dan mohon dia jangan membocorkan rahasia ini, semula
dia tidak menyetujui sikapnya ini akhirnya sesudah Mong Ling
bersumpah untuk tidak menuduh dia sebagai Lu kongcu lagi barulah
dia menyanggupi untuk menyimpan rahasia ini”
“Telur busuk, anying busuk, sungguh tidak bersemangat anying
itu!”
“Tia, aku tidak mau dijodohkan dengan dia, Tia, kamu tega
melihat putrimu dikawinkan dengan seorang manusia rendah”
“Hei..tentang urusan ini biarlah ayahmu pikir-pikir dulu”
“Tapi Tia..” seru Wi Lian In setengah merandek, “Apanya yang
mau dipikirkan lagi?”
“Heii..bukannya begitu” sahut Wi Ci To dengan sedih, “Banyak
kawan-kawan kita sudah tahu kalau kamu telah dijodohkan dengan
dia, kini mendadak membatalkan perkawinan ini, kiranya..”
“Aku tidak mau tahu aku tidak mau kawin dengan dia, sekali pun
mati aku juga tidak mau dijodohkan dengan dia!”
“Baik..baiklah..di luaran dia mengadakan hubungan dengan
manusia tidak genah ditambah lagi secara diam-diam mencari
hiburan disarang pelacur hal ini sudah melanggar peraturan benteng
kita dan cukup untuk mengusir dia dari dalam perguruan”
“Kalau begitu besok pagi-pagi suruh dia menggelinding dari
dalam benteng”
“Baiklah” sahut Wi Ci To sambil menghela napas panjang, “Tetapi
selain dalam hidupnya dia kurang genah agaknya tidak ada
kejahatan lain yang diperbuat, apa kamu bersikap begitu galaknya
terhadap dia”
“Asalkan dia kembalikan tanda mataku dan menggelinding pergi
dari Benteng Pek Kiam Po untuk selamanya itu sudah cukup”
“Heeii..” ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang lagi,
“Sifatnya sangat bagus, bakatnya pun terpilih, tidak disangka
gemar melakukan pekerjaan rendah seperti itu. Heeiii...sungguh
mengecewakan, sungguh mengecewakan..”
“Tia...bagaimana dengan Ti Kiauwtauw?”
“Kau bilang bagaimana baiknya?”
“Putrimu tidak berani bilang dia bukan Lu kongcu, tetapi dalam
hati aku merasa dia bukanlah seorang manusia licik”
“Hati manusia siapa yang bisa menduga, contohnya saja Hong
Mong Ling, apa kamu anggap dia seorang jahat? Siapa tahu..hee..”
“Perkataan Tia sedikit pun tidak salah, kalau begitu usir saja
sekalian dari dalam Benteng”
“Tidak bisa” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Tidak
bisa usir dia keluar “
“Kenapa?”
“Baru saja ayahmu mengangkat dia sebagai Kiauwtauw, kemarin
hari dia pun sudah bantu aku memukul mundur musuh tangguh,
apalagi kita pun tidak punya bukti yang cukup untuk membuktikan
dia adalah Lu kongcu, bilamana secara mendadak kita usir saja dia,
berita ini jika sempat tersiar di Bu-lim harus dibuang kemana wajah
ayahmu ini?”
“Tetapi..tetapi bila dia
punya
mendatangkan kerepotan saja?”
niat
jahat
bukan
hanya
“Tidak mengapa” sahut Wi Ci To sambil menundukkan kepalanya
pelan-pelan: “Aku sudah tugaskan beberapa orang unuk mengawasi
seluruh gerak-geriknya siang dan malam, sedikit saja dia ada
gerakan tidak akan lolos dari pengawasan kita”
“Tetapi Tia..selalu tugaskan orang mengawasi dia juga bukan
cara yang tepat”
“Sesudah lewat satu bulan bilamana dia tetap tiada gerakan yang
mencurigakan hal ini membuktikan dia tidak punya niat jahat
terhadap Benteng kita, sampai saat itu kita pun tidak usah
mengawasi gerakannya lagi”
Wi Lian In berdiam beberapa saat lamanya, kemudian sambil
memandang Wi Ci To tanyanya lagi:
“Jika dia bukan Lu kongcu, lalu siapakah Lu kongcu itu?”
“Di kota Go-bi sering bermunculan jago-jago berkepandaian
tinggi dari Bu-lim, tentang hal ini tentu kamu tahu bukan?”
“Tetapi Tia..usia dari Lu kongcu itu paling tidak belum mencapai
tiga puluh tahunan, di dalam satu gerakan saja dia berhasil
menguasai Mong Ling, kepandaian setinggi ini agaknya belum
pernah terdengar di dalam Bu-lim”
“Jika dia bukan Ti Then, maka menurut dugaanku kepandaian
silatnya hanya sedikit di atas Mong Ling”
“Tetapi Tia..” bantah Wi Lian In lagi, “Hanya di dalam satu
gebrakan saja dia berhasil menguasai Mong Ling”
“Hal ini karena Mong Ling tidak tahu kalau orang itu memiliki
kepandaian silat sehingga waktu turun tangan terlalu gegabah,
peristiwa semacam ini sering juga terjadi di dalam Bu-lim”
Wi Ci To ayah beranak sambil berkata, melanjutkan perjalanan,
sesaat menjelang fajar menyingsing mereka sudah tiba di dalam
Benteng Pek Kiam Po.
Hari sesudah terang.
Dengan langkah yang mantap serta air muka yang keren Wi Ci
To berjalan menuju ke kamar Hong Mong Ling, baru saja bangun
dari tidurnya begitu melihat suhunya dengan wajah gusar berjalan
memasuki kamarnya, dalam hati merasa sangat terkejut, dengan
cepat dia bangkit untuk memberi hormat sambil ujarnya:
“Suhu, selamat pagi..”
Wi Ci To tetap membungkam, sesudah menutup pintu kamar
ujarnya dengan dingin:
“Mong Ling, ceritakan sekali lagi peristiwa malam itu di dalam
kota Go-bi”
Mendengar perkataan itu Hong Mong Ling segera sadar kalau
urusan sudah runyam, sambil menundukkan kepala:
“Muridmu harus binasa, harap suhu mau mengam puni dosaku”
Dengan pandangan berapi-api Wi Ci To memandang tajam
wajahnya kemudian dengan keren ujarnya:
“Suhumu selalu menganggap sifatmu paling baik, paling sopan
sehingga dengan begitu aku menjodohkan putriku kepadamu, siapa
tahu kiranya kamu merupakan seorang manusia rendah yang tidak
tahu malu”
Air mata mengucur keluar dengan derasnya, membasahi wajah
Hong Mong Ling, dengan setengah merengek ujarnya:
“Karena berkenalan dengan kawan tidak genah membuat tecu
melakukan pekerjaan yang tidak senonoh, mohon suhu mau am
puni kesalahan tecu sekali lagi”
“Hemmm...sudah berapa lama kenal dengan orang itu?”
“Baru...baru, satu, satu hari”
“Apa? satu hari..?” potong Wi Ci To dengan sangat gusar, “Kamu
sudah berkenalan selama dua tiga tahun lamanya, kau sudah
menipu suhumu, sudah menipu In-ji”
Tubuh Hong Mong Ling semakin gemetar, sambil menyatuhkan
diri berlutut di tanah ujarnya:
“Tecu sumpah akan mengubah sifatku yang buruk ini, harap
suhu mau mengam puni dosaku ini”
“Hemm...hmm..hemm, sayang sudah terlambat”
Mendadak tubuh Hong Mong Ling tergetar dengan kerasnya
sambil angkat kepala ujarnya : “Suhu bilang..”
“Peraturan perguruan yang lohu susun selamanya dipegang
teguh selamanya tidak mengijinkan seorang manusia gemar pipi
licin bercampur di dalam benteng ini, semakin tidak mengijinkan
putriku dijodohkan dengan seorang manusia gemar pelesiran, cepat
serahkan tanda mata dari In-ji!”
Berkata sampai di sini dia mengambil sebuah mainan yang
terbuat dari pualam dari dalam saku yang kemudian dibuang ke
hadapan Hong Mong Ling, ujarnya lagi:
“Tanda mata yang kamu berikan pada putriku boleh diterima
kembali”
Air muka Hong Mong Ling berubah hebat, dengan gemetar
ujarnya:
“Suhu, kamu...kamu tidak mau memaafkan tecu untuk terakhir
kalinya?”
“Hemmm..hemm..walau pun lohu mau memaafkan kau juga
tidak akan menjodohkan putriku kepadamu” sahut Wi Ci To dengan
wajah semakin dingin.
“Kalau begitu dapatkah tecu menemui sumoay untuk terakhir
kalinya?”
“Dia sudah bersumpah tidak akan menemui kamu orang barang
sekejap pun”
Kepala Hong Mong Ling ditundukkan semakin rendah, dengan
setengah berbisik ujarnya :
“Urusan ini tentu Ti-kiauwtauw yang menceritakan kepada suhu,
bukan?”
-oooOOooo-
10
“Bukan” ujar Wi Ci To dengan dingin, “Urusan ini didengar In-ji
dengan mata kepala sendiri, kemarin secara diam-diam dia
menguntit kalian pergi ke sumber air Sembilan naga..sudah cukup,
cepat kau kembalikan tanda mata putriku!”
Hong Mong Ling masih tetap berlutut di tanah, ujarnya lagi:
“Kalau begitu tecu masih ada satu rahasia yang hendak
dilaporkan kepada suhu, Ti Kiauwtauw itu adalah...”
“Tidak usah banyak omong lagi” potong Wi Ci To sambil
mengulap tangannya, “Dia benar atau tidak Lu kongcu yang kau
telah temui berada di dalam sarang pelacuran Touw Hoa Yuan aku
bisa menyelidiki sendiri, urusan ini tidak ada hubungannya dengan
kamu orang”
“Dia benar adalah Lu kongcu, tecu berani memastikan dengan
jaminan nyawaku”
“Hemm, hemm..” potong Wi Ci To lagi dengan sangat gusar
hingga wajahnya berubah merah padam, “Kalau memangnya dia
adalah Lu kongcu kenapa sampai sekarang kamu masih tetap
merahasiakan? Demi keselamatan dan keuntungan sendiri kamu
tidak memperdulikan keselamatan dari seluruh benteng, kamu
orang terhitung manusia macam apa?”
Hong Mong Ling yang disemprot dengan kata-kata tajam ini tidak
bisa banyak bicara lagi, dengan wajah yang sudah berubah merah
padam dengan perlahan dia bangkit berdiri membuka sebuah lemari
pakaian. Dari sana dia mengambil keluar sebuah tusuk konde dan
diangsurkan ke tangan Wi Ci To, ujarnya sambil melelehkan air
mata:
“Tanda mata dari sumoay harap suhu menerima kembali”
Wi Ci To menerima tusuk konde dan memasukkan ke dalam
saku, ujarnya:
“Masih
ada.
Lohu
harus
mengumumkan
pembatalan
perkawinanmu dengan In-ji di hadapan seluruh murid dari Benteng
Pek Kiam Po, biar mereka jadi tahu jelas sebab-sebab pembatalan
perkawinan ini. Aku kira hal ini tentu memberatkan dirimu bukan?
Tetapi demi nama baik serta pengertian dari semua orang, lohu
terpaksa harus melakukan hal ini juga”
“Suhu..” seru Hong Mong Ling sambil melelehkan air mata,
“Kamu orang tua juga akan mengumumkan pemecatan tecu dari
perguruan dan mengusir tecu dari Benteng?”
“Dosamu tidak sampai begitu berat, tetapi lebih baik untuk
sementara kau jalan-jalan diluar Benteng, sesudah perasaan gusar
dari In-ji mereda kamu baru kembali lagi”
Hong Mong Ling mengangguk, sedang air matanya jatuh
berlinang semakin deras.
“Ayoh jalan, semua pendekar pedang dari benteng kita sudah
menanti kedatanganmu di lapangan latihan silat”
Ketika mereka berdua sampai di lapangan latihan silat, terlihatlah
seluruh pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po sudah berdiri
sejajar dengan rapinya di depan mimbar.
Semua orang tidak ada yang tahu Pocu mereka akan berbuat
apa, hanya Ti Then seorang begitu melihat sikap serta air muka
Hong Mong Ling yang sedih segera dapat menebak peristiwa apa
yang hendak terjadi, dia sudah menganggap Wi Ci To adalah
Majikan Patung Emas kini membawa Hong Mong Ling ke tengah
lapangan sudah tentu akan mengumumkan pembatalan perkawinan
antara Hong Mong Ling dengan putrinya, dalam hati diam-diam
merasa sedih pikirnya:
“Heeii..semuanya ini karena kamu cari penyakit sendiri, dengan
usiamu yang masih sangat muda sudah menduduki sebagai
pendekar pedang merah dari Benteng Seratus Pedang, dijodohkan
pula dengan putri dari Wi Ci To tetapi karena masih tidak puas,
masih merasa kurang sehingga mencari senang dengan kaum
pelacur kelas rendahan, kini sesudah terjadi peristiwa yang demikian
tragisnya, harus kamu salahkan siapa?”
Kini dia merupakan kepala pimpinan dari seluruh pendekar
pedang di dalam benteng Pek Kiam Po ini begitu melihat Wi Ci To
berjalan naik ke atas mimbar, dengan cepat ia memberi hormat
mewakili seluruh pendekar pedang yang hadir.
Wi Ci To dengan cepat membalas hormat, sesudah itu barulah
ujarnya:
“Murid-muridku sekalian, ini pagi lohu mau mengumumkan
sebuah berita yang tidak menyenangkan, sejak hari ini juga Hong
Mong Ling bukan bakal mantu lagi. Lohu sudah ambil keputusan
untuk membatalkan perjodohan ini”
Begitu perkataan ini diucapkan keluar, seluruh hadirin pada
menjerit kaget sehingga suasana sedikit gaduh.
Ujar Wi Ci To dengan nada yang keren:
“Alasannya, kelakuan dari Hong kiam-su tidak baik, diluar
berhubungan dengan manusia-manusia tidak genah, tiap hari
mabok-mabokan bahkan tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen
dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan”
Sesudah mendengar perkataan itu seluruh hadirin semakin kaget
lagi, beberapa ratus pasang mata dengan pandangan tidak percaya
pada beralih ke atas wajah Hong Mong Ling, agaknya mereka sama
sekali tidak percaya kalau Mong Ling adalah manusia macam begitu.
Dengan perlahan Wi Ci To menoleh, tanyanya kepada Hong
Mong Ling:
“Mong Ling, kamu mengakui tidak?”
Hong Mong Ling mengangguk
mulutnya masih tetap membungkam.
dengan
perlahan,
sedang
“Kalian tidak percaya omongan lohu ini” ujar Wi Ci To kepada
seluruh hadirin, “Boleh pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan
untuk mengadakan penyelidikan, setelah itu tentu kalian akan tahu
perkataan lohu ini sedikit pun tidak bohong”
Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya:
“Diantara kalian bilamana masih ada orang-orang yang gemar
mabok-mabokan, gemar main perempuan, harap cepat-cepat
menyesali perbuatan tersebut dan bertobat, kalau tidak, begitu lohu
mengetahui akan hal ini jangan harap kalian bisa mendapat am pun,
cukup sekarang boleh bubar”
Dengan menundukkan kepala Hong Mong Ling dengan cepat
berlalu dari sana untuk kembali ke dalam kamarnya, sesudah
menyelesaikan buntalannya dengan menahan perasaan malu dia
berlalu dari Benteng Pek Kiam Po itu.
Dalam hati Ti Then merasa bahwa di hadapan Wi Ci To tentu
Hong Mong Ling sudah mengungkap kalau dirinya adalah Lu
kongcu, maka begitu bubaran dia langsung menuju keruangan
dalam untuk bertemu dengan Wi Ci To.
Waktu itu Wi Ci To sedang berada di dalam kamar buku bersama
Huang Puh Kian Pek, agaknya mereka sedang membicarakan Hong
Mong Ling yang tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen itu. Begitu
melihat Ti Then berjalan mendatangi sambil tertawa ujarnya:
“Ti-Kiauwtauw silahkan duduk, di dalam beberapa hari ini
mungkin putriku tidak akan membaik, sesudah lewat beberapa hari
Lohu akan antar dia belajar silat dengan Ti Kiauwtauw”
“Tidak” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya memberi
hormat, “Boanpwe datang kemari untuk minta pamit dari pocu
berdua”
Air muka Wi Ci To menjadi berubah, ujarnya dengan keren:
“Minta pamit?”
“Harap Pocu mau membatalkan jabatanku sebagai ketua
pimpinan ini kemudian boanpwe ini hari juga meninggalkan benteng
Pek Kiam Po”
“Kenapa kamu berbuat begini?” Tanya Wi Ci To dengan penuh
keheranan.
“Heeiii..untuk menghindari perasaan curiga orang lain”
“Mencurigai hal apa?”
“Apa Mong Ling heng tidak menceritakan Lu kongcu yang
ditemuinya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan?”
“Ehmm..benar !”
“Karena itulah boanpwe merasa jauh lebih baik meninggalkan
Benteng Pek Kiam Po ini, dengan demikian boanpwe pun tidak
perlu banyak bicara untuk berusaha menyangkal”
Dengan pandangan yang sangat tajam Wi Ci To memperhatikan
wajahnya, kemudian dengan serius ujarnya:
“Ti-Kiauwtauw, pernahkah kamu merasa kalau lohu menaruh
perasaan curiga kepada Ti Kiauwtauw?”
“Seharusnya Pocu merasa curiga” sahutnya sambil tertawa pahit.
“Menanti sesudah lohu merasa curiga terhadap tingkah laku Ti
Kiauwtauw, saat itu Ti Kiauwtauw baru pergi juga belum terlambat”
Sengaja Ti Then memperlihatkan perasaannya yang keheran-
heranan, tanyanya:
“Kenapa Pocu tidak mencurigai diri boanpwe?”
“Ehmm..tentang hal ini lohu sudah punya pegangan” sahut Wi Ci
To sambil memandangi wajahnya, “Lohu tahu siapa orang yang
harus dicurigai dan siapa orang yang tidak patut dicurigai”
“Tetapi mungkin juga Lu kongcu itu memang boanpwe yang
menyamar” ujar Ti Then sambil tertawa.
“Ti Kiauwtauw masih ada urusan lain?”
“Tidak ada”
“Kalau begitu silahkan Ti Kiauwtauw pergi ke lapangan latihan
silat untuk melaksanakan tugas sebagai seorang ketua pimpinan
seluruh pendekar pedang dalam benteng ini”
Terpaksa Ti Then memperlihatkan sikapnya yang sungguh-
sungguh, sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:
“Pocu tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri boanpwe
membuat hati boanpwe merasa sangat berterima kasih, tetapi sejak
hari ini jika Pocu merasa tidak tenang harap memberi tanda kepada
boanpwe, untuk menghindari perasaan curiga setiap orang boanpwe
sanggup untuk meninggalkan Benteng ini setiap saat”
Sehabis berkata dia mengundurkan diri dari dalam kamar buku.
Dalam anggapannya dia sudah melakukan suatu guyon yang
sangat menggelikan dengan majikan patung emas, karena itulah
dengan langkah yang riang gembira dia berjalan ke lapangan latihan
silat. Wi Ci To dan Huang Puh Kian Pek yang berada di dalam kamar
buku sesudah menanti dia berjalan keluar barulah saling tukar
pandangan. Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak:
“Suheng, kamu sungguh-sungguh tidak merasa curiga terhadap
dirinya?”
“Siapa bilang aku tidak merasa curiga? Hanya saja sebelum aku
mendapatkan bukti yang sangat kuat kita tidak dapat berbuat salah
dan menyakiti hatinya”
“Jika dia betul-betul adalah Lu kongcu lalu apa tujuan
sebenarnya dia memasuki Benteng Pek Kiam Po ini?”
“Siapa tahu..”
“Mungkin mem punyai tujuan terhadap loteng penyimpan kitab
dari suheng itu?”
Air muka Wi Ci To berubah sangat hebat, ujarnya dengan dingin:
“Semoga saja bukan, kalau dia berani punya niat terhadap
loteng penyimpan kitab itu, Hmm..hmm..lohu tidak akan
membiarkan dia meninggalkan Benteng ini dalam keadaan hidup”
Berbicara sampai di sini, agaknya dalam pikirannya teringat akan
sesuatu sehingga sinar matanya berkelebat dengan sangat tajam,
ujarnya sambil tertawa:
“Untuk menyelidiki apakah Lu kongcu itu adalah dia yang
menyamar atau bukan padahal merupakan urusan yang sangat
sederhana sekali”
“Mau diselidik dengan cara apa?”
“Asal pergi ke kota Tiang An dan melihat sendiri wajah dari Lu
kongcu bukankah akan tahu. Jika wajahnya mirip dengan Ti Then
maka hal ini membuktikan kalau Ti Then sama sekali tidak pernah
berbuat jahat, jika wajah dari Lu kongcu itu sangat berlainan dari
wajah Ti Then maka hal ini dapat membuktikan kalau Lu kongcu
yang muncul disarang pelacur Touw Hoa Yuan adalah samara dari
Ti Then”
Huang Puh Kian Pek yang mendengar perkataan ini segera
mengangguk, tetapi sebentar kemudian menggelengkan kepalanya
kembali, ujarnya:
“Sekali pun wajah dari Lu kongcu itu berlainan dengan wajah dari
Ti Then tetapi belum bisa memastikan kalau Ti Then adalah itu Lu
kongcu yang muncul di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan”
“Kenapa?”
“Orang lain juga bisa menyamar sebagai dia”
Dengan sangat tajam Wi Ci To memandang wajah Huang Puh
Kian Pek kemudian baru ujarnya:
“Maksudmu ada orang lain yang menyamar sebagai wajah Ti
Then kemudian menggunakan nama Lu kongcu?”
“Benar”
“Yang kamu maksud sengaja atau tidak sengaja?”
“Orang itu bisa mengetahui dengan jelas waktu Ti Then melewati
kota ini tentu tindakannya ini mengandung maksud yang
mendalam”
“Benar” ujar Wi Ci To sambil tersenyum, “Bilamanatidak sengaja,
Lohu tidak akan percaya kalau di dalam dunia ini bisa terjadi urusan
yang demikian bersamaan”
“Tetapi” ujar Huang Puh Kian Pek lagi, “Jika orang itu sengaja
menyamar sebagai Ti Then hal ini membuktikan kalau dia mau
mencelakai diri Ti Then, tindakannya ini boleh dibilang terlalu kejam
bukan? Karena bilamana bukannya secara tidak sengaja In-ji
menemukan perbuatan yang sangat rendah dari Mong Ling kita pun
sama sekali tidak akan menduga Ti Then adalah seorang manusia
yang harus dicurigai”
“Karena itulah sesudah lohu pikir bolak-balik, maka satu-satunya
kesimpulan yang bisa diambil adalah Lu kongcu itu adalah hasil
penyamaran dari Ti Then”
“Kini suheng punya rencana untuk kirim siapa pergi ke kota
Tiang An untuk menyelidiki urusan ini?” Tanya Huang Puh Kian Pek
dengan nada berat.
“Lohu akan berangkat bersama-sama dengan seorang pendekar
pedang merah”
Mendengar Wi Ci To mau berangkat sendiri tidak terasa Huang
Puh Kian Pek mengerutkan alisnya rapat-rapat, ujarnya:
“Pada saat seperti ini suheng meninggalkan benteng, aku kira
tidak sesuai”
“Tidak mengapa” potong Wi Ci To dengan cepat, “Dengan cepat
aku akan kembali, pada saat lohu tidak ada di dalam Benteng harap
kau mengawasi gerak-gerik dari Ti Then dengan lebih teliti, coba
kamu lihat sewaktu aku tidak berada akan melakukan pekerjaan
apa?”
“Ehmm..baiklah” sahut Huang Puh Kian Pek sambil
menganggukkan kepalanya, “Memang tindakan ini merupakan satu
siasat yang sangat jitu, kapan suheng mau berangkat?”
“Besok”
Keesokan harinya Wi Ci To dengan membawa seorang pendekar
pedang merah yang bernama pendekar pedang pemetik bintang,
Hung Kun, meninggalkan Benteng Pek Kiam Po untuk berangkat
kekota Tiang An.
Di depan Ti Then dia mengatakan hendak mengejar Hong Mong
Ling untuk mengawasi gerak-geriknya apakah masih menyeleweng
atau tidak.
Ti Then sama sekali tidak menaruh curiga terhadap terhadap
dirinya, dengan memusatkan seluruh perhatian dia tetap memberi
pelajaran silat kepada kedelapan orang pendekar pedang merah itu.
Kedelapan pendekar pedang merah itu adalah Yuan Ci Liong, Fan
Kia Jong, Cay Tiau Eng, Yang Ceng Bu, Tong Su Ie, Lan Liang Kim,
Lok Hong serta Kian Ceng, kedelapan orang itu merupakan
pendekar pedang merah yang usianya paling muda di dalam
Benteng seratus pedang itu, semula mereka semua merasa malu
untuk belajar silat dari Ti Then yang usianya jauh lebih muda dari
mereka tetapi sejak Ti Then mengalahkan si pendekar pedang
tangan kiri Cian Pit Yuan, mereka tidak merasa malu lagi, bahkan
sangat kagum dan tunduk betul terhadap Ti Then, maka itulah
dengan menaruh perhatian penuh mereka menerima pelajaran silat
dari Ti Then.
Sebaliknya Ti Then juga tidak menyembunyikan ilmu silatnya lagi,
seluruh kepandaian silat yang berhasil dipelajari dari majikan patung
emas diturunkan kepada mereka, hal ini dikarenakan dia sudah
menganggap Wi Ci To itu adalah majikan patung emas..kalau
majikan patung emas menghendaki dia menurunkan kepandaian
silat kepada murid-muridnya buat apa dirinya menyembunyikan
kepandaian silatnya lagi?
Hanya saja dalam hatinya dia mem punyai perasaan curiga, hal
ini adalah, Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then sebagai majikan
patung emas kalau memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi
kenapa ilmu itu tetap disimpan sedemikian lamanya? Bahkan
putrinya sendiri pun tidak diberi pelajaran?
Alasan ini apa mem punyai hubungan yang erat dengan rahasia
loteng penyimpan kitab itu?
Di dalam loteng penyimpan kitab itu sebetulnya menyimpan
rahasia apa?
Apa mungkin di dalam loteng penyimpan kitab itu disimpan
berbagai kitab silat yang berisikan macam-macam kepandaian yang
dahsyat?
Sedang Wi Ci To sendiri dikarenakan berbagai macam alas an
tidak dapat menurunkan kepandaian silatnya itu kepada murid-
muridnya sehingga sengaja menggunakan dirinya sebagai ‘patung
emas’ untuk menurunkan ilmu silat itu kepada murid-muridnya?
“Tidak, tidak mungkin begitu”
Hmm, sekarang Wi Ci To sudah tidak berada di dalam Benteng,
kenapa dirinya tidak mau menyelidiki loteng penyimpan kitab itu di
tengah malam?
Benar, malam ini saat kentongan ketiga harus masuk ke dalam
loteng itu untuk memeriksa lebih jelas?
Keputusan ini diambil cepat pada pagi hari itu juga dan sedang
berada ditengah lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran
kepada kedelapan pendekar pedang merah itu.
Mendadak, Wi Lian In tiba.
Kelihatan sekali dia sedang berusaha mengobati luka hatinya,
begitu tiba ditengah lapangan sambil tertawa paksa ujarnya:
“Ti Kiauwtauw, aku sudah datang terlambat?”
Ti Then menjadi termangu-mangu, ujarnya:
“Perasaan hati nona masih kacau, kenapa tidak istirahat
beberapa hari dulu baru datang latihan?”
“Siapa yang bilang hatiku kacau? Aku sama sekali tidak merasa
kacau atau sedih?”
“Ti Then hanya tersenyum saja tidak memberi komentar apa-apa
lagi.
Wi Lian In ketika melihat kedelapan orang pendekar pedang
merah itu sedang melatih satu jurus ilmu pukulan segera
melepaskan pedangnya dan meletakkan ke atas tanah, ujarnya:
“Ti Kiauwtauw silahkan mulai memberi petunjuk aku harus
berbuat bagaimana?”
“Baiklah” ujar Ti Then dengan perlahan, “Cayhe akan mainkan
beberapa kali jurus pukulan ini harap nona perhatikan dengan
sungguh-sungguh”
Sehabis berkata dia mulai mainkan sebuah jurus pukulan dengan
gerakan yang sangat perlahan.
Sesudah mengulangi tiga kali barulah satu gerakan demi satu
gerakan dia memberi keterangan kepada Wi Lian In, akhirnya Wi
Lian in pun seperti juga dengan kedelapan pendekar pedang merah
lainnya dengan mengikuti peraturan melatih jurus ilmu pukulan itu.
Tidak lama tengah hari sudah menjelang.
Ujar Ti Then dengan keras : “Kawan-kawan, hari ini latihan cukup
sampai di sini, nanti sore kalian boleh berlatih sendiri asalkan ada
hal-hal yang kurang jelas boleh pergi kekamar cayhe di sana kita
bersama-sama memikirkan kesukaran itu”
Kedelapan orang pendekar pedang merah itu segera memberi
hormat dan mengundurkan diri, sedang Ti Then beserta Wi Lian In
bersama-sama menuju ke ruangan tengah.
Sambil melerai rambutnya yang panjang ujar Wi Lian In sambil
tersenyum: “Kamu lihat bagaimana dengan latihanku tadi?”
“Bagus sekali”
“Tapi kamu belum beritahu padaku apa nama dari jurus pukulan
itu, mau bukan kamu beritahukan padaku?”
“Tidak bisa” sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.
Wi Lian In menjadi melengak, tanyanya: “Mengapa?”
“Karena cayhe sendiri juga tidak tahu apa nama dari jurus
pukulan itu”
“Ooh, mungkin suhumu tidak memberitahukan padamu” ujar Wi
Lian In sambil tersenyum.
Jilid 6.2. Menolong Wi Lian In di puncak selaksa Buddha
“Benar” sahutnya sambil mengangguk, “Dia orang tua hanya
mengajari aku ilmu tetapi sama sekali tidak mau beri penjelasan apa
nama jurus pukulan ini dan apa nama jurus pukulan itu”
“Ehm..suhumu sungguh misterius sekali”
“He he he..siapa bilang tidak?”
“Ti Kiauwtauw” ujar Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti
Then, “Ilmu pukulan ini mengandung maksud yang sangat
mendalam perubahannya pun sangat banyak sekali, entah harus
berlatih seberapa lama baru berhasil”
“Asalkan berlatih dengan sungguh-sungguh tanpa gangguan
urusan samping, mungkin paling lama dua bulan sudah akan
berhasil”
Wi Lian In tersenyum lagi, ujarnya:
“Tadi kau bilang hatiku kacau dan sedih, dengan dasar apa kamu
berani bilang begitu?”
Ti Then memandang sekejap kearahnya kemudian sambil
tersenyum sahutnya:
“Kamu tidak suka dengan Hong Mong Ling heng?”
“Kemarin hari aku masih suka padanya”
“Walau pun sekarang kamu tidak suka padanya” ujar Ti Then
dengan perlahan, “Tetapi jika aku yang mengalami, secara
mendadak harus berpisah dengan seorang kekasih yang
disayanginya tidak urung akan merasa sangat sedih sekali”
“Kemarin malam aku memang sangat sedih hingga merasa sukar
untuk hidup lebih lama lagi, tetapi hari ini bukan saja aku tidak
sedih bahkan merasa sangat gembira sekali”
“Gembira sekali?” Tanya Ti Then tercengang.
“Tidak salah” sahut Wi Lian In dengan serius, “Aku merasa
gembira atas keberuntunganku karena belum dikawinkan dengan
dia”
“Agaknya nona tidak terlalu memandang tinggi terhadap nama?”
“Siapa bilang aku tidak memandang tinggi akan nama, tetapi aku
lebih baik tidak kawin untuk selamanya daripada dijodohkan dengan
seorang manusia yang berpribadi rendah dan pura-pura saja
menaruh cinta”
“Aku lihat Mong Ling heng sangat mencintai diri nona, hanya saja
karena nafsu sesaat..”
“Hemmm..kamu bantu dia bicara?” ujar Wi Lian In sambil
mencibirkan bibirnya.
“Aku bukannya bantu dia bicara” sahut Ti Then sambil tertawa,
“Aku hanya bilang walau pun dia tergila-gila dengan seorang
pelacur, tetapi bukannya dia tidak cinta padamu”
“Hemmm perkataan apa itu? Bilamana dia mencintai aku
bagaimana bisa tergila-gila dengan seorang pelacur?”
“Seorang lelaki ada kalanya bersamaan waktu mencintai dua
orang nona sekaligus, misalnya saja orang yang mem punyai
beberapa orang istri sudah banyak terjadi sekarang ini”
“Tetapi diharuskan aku bersuamikan bersama-sama dengan
seorang pelacur terkutuk, aku tidak akan tahan”
“Tetapi agaknya Mong Ling heng tidak
mengawini Liuw Su Cen sebagai istrinya”
punya maksud untuk
“Liuw Su Cen itu tentu cantik bukan?”
“Tidak tahu, aku belum pernah bertemu”
“Ehmmm sungguh menarik sekali” ujar Wi Lian In sambil
tersenyum manis, “Ternyata dia
sudah salah menyangka kamu adalah Lu kongcu itu”
“Lalu menurut nona aku benar dia atau bukan?”
“Aku kira tidak mungkin”
“Mungkin saja benar”
“Tidak” sahut Wi Lian In sambil menggelengkan kepalanya, “Jika
Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu maka kau hanya punya
satu tujuan saja”
“Tujuan apa?”
“Berusaha memecahkan perjodohanku dengan dia, tetapi kamu
sama sekali tidak berbuat demikian kamu masih membantu dia
bicara”
“Ehmmm....”
“Sore ini kamu ada urusan tidak?”
“Tidak ada”
“Kalau begitu temani aku bermain ke puncak emas, bagaimana?”
“Tentang hal ini...”
“Kamu takut?”
“Bukannya begitu” sahut Ti Then sambil meringis, “Baru saja
nona bentrok dengan Mong Ling heng, jika kini kita pesiar bersama-
sama begitu diketahui oleh kawan-kawan Benteng, mungkin akan
bermunculan omongan iseng”
“Aku tidak taku, kamu takut apa lagi?”
“Perkataan orang sukar dijaga, cayhe tidak berani berbuat
gegabah”
“Baiklah, kamu tidak mau pergi, aku pergi sendiri”
Bercerita sampai di sini kedua orang itu sudah berada diruangan
tengah, begitulah mereka berpisah untuk kembali ke dalam
kamarnya masing-masing.
Ti Then pergi menjenguk sejenak kekamar Shia Pek Tha
kemudian berjalan-jalan disekitar Benteng. Sejak memasuki Benteng
Pek Kiam Po hingga saat ini sudah ada empat lima hari lamanya
tetapi banyak tempat di dalam Benteng itu yang belum disinggahi,
karena itulah sambil menggendong tangan dia berjalan mengelilingi
seluruh Benteng hingga akhirnya sampailah di depan Loteng
penyimpan kitab itu.
Loteng penyimpan kitab ini bertingkat tiga,keadaannya seperti
gapura, bangunannya pun sangat kuat tetapi pintu serta jendelanya
ditutup rapat-rapat sedang diluar bangunan terlihatlah empat orang
pendekar pedang berjaga siang malam di sana.
Dengan sikap seperti jalan-jalan Ti Then memeriksa dengan teliti
keadaan sekitar bangunan itu, sudah memilih jalan untuk maju dan
mundur nanti malam barulah dia kembali ke dalam kamarnya sendiri
untuk beristirahat.
Menjelang magrib seorang pelayan datang mengundang Ti Then
untuk bersantap, sesampainya di ruangan makan terlihat di sana
hanya Hu Pocu Huang Puh Kian Pek seorang saja berada di meja
makan.
Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat Ti Then muncul di
sana: “Bagaimana dengan kedelapan orang pendekar pedang itu?
Berbakat untuk belajar silat?”
“Bagus sekali, mereka punya bakat yang sangat baik”
“Ake dengar nona Wi juga pergi berlatih?” Tanya lagi Huang Puh
Kian Pek sambil tersenyum.
“Tidak salah, tidak malu nona Wi disebut sebagai seorang
pendekar wanita, ternyata bisa menghilangkan kesedihan untuk
datang berlatih”
“Ehmmm...memang sifatnya seperti ayahnya, periang dan suka
bergaul”
“Heii..” ujar Ti Then tiba-tiba sambil menghela napas panjang,
“Sebetulnya Mong Ling heng jadi orang tidak jelek, boanpwe sangat
mengharapkan nona Wi bisa berhubungan kembali seperti sedia
kala”
“Aku kira tidak mungkin bisa terjadi, sifatnya sangat berangasan
dan tegas, urusan yang sudah diputuskan olehnya tidak akan
disesali lagi”
“Heii..jika tahu urusan akan terjadi begini, malam itu boanpwe
tidak akan membawa Mong Ling heng kembali”
“Ti Kiauwtauw” ujar Huang Puh Kian Pek sambil tersenyum,
“Kamu jangan bicara begini, urusan ini sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan Ti Kiauwtauw”
“Heiii...hal ini juga karena kebodohan boanpwe sendiri, terhadap
kepandaian silat lainnya boanpwe masih bisa tetapi terhadap ilmu
menotok jalan darah paling tidak paham sehingga sama sekali tidak
tahu kalau jalan darah pingsannya yang tertotok, waktu itu jika
boanpwe paham mengenai jalan darah cukup sadarkan dirinya maka
urusan sudah selesai dan Mong Ling heng bisa kembali ke dalam
Benteng sendirian. Heiii...urusan yang tidak menyenangkan ini pun
tidak mungkin bisa terjadi”
“Tapi perkataan tidak bisa dibicarakan begini” ujar Huang Puh
Kian Pek sambil menggelengkan kepalanya, “Jika Ti Kiauwtauw tidak
tolong dia kembali mungkin jika sampai tergigit binatang lalu
bagaimana jadinya?”
Kedua orang itu sambil dahar sambil berbicara, mendadak
terlihatlah budak Wi Lian In yang bernama Cun Lan masuk ke dalam
ruangan dengan tergesa-gesa, air mukanya kelihatan sangat
murung, agaknya ada perkataan yang hendak disampaikan.
Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat sikapnya yang ragu-
ragu dan cemas itu : “Cun Lan, ada urusan apa?”
Dengan cepat Cun Lan berjalan ke hadapan Huang Puh Kian Pek
dan member hormat, sahutnya:
“Lapor pada Hu Pocu, sejak sore tadi siocia keluar Benteng
hingga kini belum kembali, entah bisa terjadi tidak urusan yang
tidak menyenangkan”
“Nona pergi kemana?” Tanya Huang Puh Kian Pek dengan
tercengang.
“Budakmu juga tidak tahu” sahut Cun Lan sambil menggelengkan
kepalanya.
“Hu Pocu” timbrung Ti Then dari samping, “Mungkin nona Wi
pergi ke puncak emas untuk pesiar, tadi siang dia pernah beritahu
pada boanpwe katanya mau bermain di puncak emas”
Air muka Huang Puh Kian Pek segera berubah hebat, sahutnya:
“Seorang diri dia berpesiar ke puncak emas?”
Ti Then merasa tidak enak untuk menceritakan kalau dia pernah
mengajak dirinya untuk pesiar bersama-sama, terpaksa sahutnya:
“Benar, mungkin untuk menenangkan hatinya”
“Tetapi hari sudah gelap, menurut peraturan dia sudah
seharusnya tiba di dalam Benteng” ujar Huang Puh Kian Pek sambil
memandang tajam kearahnya.
Sesudah berhenti sejenak dia menoleh kearah Cun Lan, tanyanya
lagi:
“Sewaktu nona keluar Benteng pernah membawa barang apa
saja?’
“Tidak ada, hanya sebilah pedangnya”
Alis yang dikerutkan pada wajah Huang Puh Kian Pek semakin
mengencang, ujarnya kepada Ti Then: “Sifat budak itu sangat
berangasan sekali, entah bisa tidak dia pergi mencari gara-gara?”
Hati Ti Then terasa dipukul sangat keras, sahutnya dengan
cepat: “Hal ini sukar untuk dibicarakan, bilamana pikirannya
kacau...”
“Cepat, kita cepat pergi cari dia!” ujar Huang Puh Kian Pek sambil
bangkit berdiri.
Demikianlah Huang Puh Kian Pek serta Ti Then tidak menanti
selesai makan segera keluar benteng dengan tergesa-gesa dan lari
dengan cepatnya menuju puncak emas.
puncak emas merupakan puncak yang tertinggi di gunung Go-bi
san ini, sesudah puncak selaksa Buddha, mereka berdua dengan
berlari dua jam lamanya barulah sampai di tempat tujuan.
Kiranya yang disebut dengan sebagai puncak Emas itu adalah
sebuah kuil yang semula merupakan ruangan tengah dari Koang
Siang Si, juga disebut sebagai kuil Beng Sim Si, menurut dongeng
kuil itu didirikan pada jaman kaisar Han Beng Tio dikarenakan angin
yang bertiup di atas gunung sangat keras maka seluruh kuil
menggunakan atap dari timah karena itulah tempat itu disebut juga
sebagai ruangan Si Wua Tien.
Tempat ini ada dua tempat yang paling menarik perhatian orang,
yang satu adalah tugu tembaga yang tingginya enam depa dengan
lebar tiga depa, di atas tugu itu tertuliskan dua macam huruf
dibolak-baliknya, yang satu bertuliskan tulisan Ong Ji, sedang yang
lain bertuliskan tulisan Cu In Liang Ji. Pemandangan menarik yang
lainnya adalah tebing di belakang ruangan itu.
Yang paling menguatirkan hati Huang Puh Kian Pek adalah di
dalam keadaan sedih mungkin sekali Wi Lian In akan terjun ke
dalam tebing untuk bunuh diri.
Dengan tergesa-gesa, dia membawa Ti Then ke dalam kuil itu,
kepada seorang hwesio tua tanyanya : “Toa suhu, apa kamu melihat
nona Wi pergi ke sini?”
Kiranya semua hwesio di dalam kuil ini mengenal dengan orang-
orang dari Benteng Pek Kiam Po, begitu hwesio tersebut melihat
Huang Puh Kian Pek masuk ke dalam kuil segera merangkap
tangannya memberi hormat, sahutnya kemudian : “Omintohud,
kiranya Huang Puh sicu yang datang, silahkan masuk dalam
ruangan untuk minum the”
“Tidak perlu” ujar Huang Puh Kian Pek dengan tergesa-gesa,
“Cayhe sedang mencari nona Wi kami, apakah Toa suhu melihat
dia?”
“Pernah..pernah, kurang lebih dua jam yang lalu nona Wi pernah
masuk ke dalam kuil untuk bersembahyang, tetapi sesudah itu telah
keluar dari kuil dan pergi”
“Pergi kearah mana?” Tanya Huang Puh Kian Pek semakin
cemas.
“Agaknya menuju ke tebing di belakang kuil ini”
Air muka Huang Puh Kian Pek berubah semakin hebat lagi,
dengan cepat dia putar tubuh dan lari bagaikan kilat cepatnya
keluar kuil kemudian berdiri menuju ke tebing di belakang kuil itu.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar