Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

Judul Baru : Pendekar Bersinar Kuning

Karya : Qing Hong

diterjemahkan Tjan Ing Djoe

Tahun 1971

Di Upload Masroni/Mazrizki di Indozone (Makasih)

Final editor & PDF Ebook by : Dewi KZ

http://kangzusi.com/ http://cerita-silat.co.cc/

http://ebook-dewikz.com/

Jilid 1.1. Majikan Patung Emas yang misterius

Suatu tengah hari yang terik di padang gurun yang kering,

sesosok tubuh berjalan melintasi lautan pasir itu dengan perlahan.

Tak ada orang lain lagi yang ada di jalan itu. Tampak peluh

bercucuran di dahi dan sekali-kali terdengar hembusan napas yang

perlahan. Sejumlah elang pemakan daging terbang berputar-

putaran di atas langit, siap memangsa kalau orang itu rubuh.

Kiranya sesosok tubuh itu sudah tidak kuat menahan haus dan

lapar serta keletihan, rubuhlah dia di atas permukaan tanah. Elang-

elang di atas memperhatikan sambil berputaran, untuk menyaksikan

bahwa tubuh di bawah itu sudah binasa.

Beberapa saat kemudian...dengan lekas elang-elang itu mulai

menukik ke bawah sambil mementangkan cakarnya yang tajam siap

menjobek daging manusia yang dikiranya sudah menjadi majat

tersebut.

Mendadak...suatu peristiwa yang sangat aneh telah terjadi.

Tangan kanan dari orang itu mendadak bagaikan kilat cepatnya

menyapu ke atasnya, disusul dengan pukulan yang dahsyat dan

tepat mengenai kepalanya.

Pukulan ini dilancarkan begitu cepat serta tepat , Oleh sebab itu

‘kesempatan’ bagi elang itu untuk merasakan terkejutnya, belum

sernpat kepalanya telah hancur luluh dan rnenggeletak ke atas

tanah, sajapnya rnemukul mukul beberapa kali di atas tanah

kemudian tenang kembali.

Dengan cepat orang itu bangkit berdiri, dari dalam sakunya

mencabut keluar sebilah pisau belati yang amat tajam, dengan

sekali tabason kepala elang itu jatuh menggelinding: Tububnya

dengart cepat di pungut sedang darah yang mulai memancar keluar

dengan derasnya itu diisap dengan lahapnya.

Hal ini memperlihatkan kalau orang tersebut amat lapar serta

dahaga, dia terus menghisap darah segar hingga betul-betul habis

baru berhenti, sambil menghembuskan nafas lega dia menampilkan

senjuman kekemenangannya. Gumamnnya:

“Hidup sebagai seekor binatang, di dalam perebutan untuk

melanjutkan hidup kau telah kalah satu langkah dari aku”

Orang itu berusia kurang lebih dua puluh tiga tahunan, bajunya

compang camping, rambutnya kusut tetapi air mukanya masih tetap

segar. Mungkin dikarenakan baru saja melakukan perjalanan jauh di

bawah terik matahari sebingga wajahnia telah berubah menjadi

kecoklatan-kecoklatan bahkan berlapiskan minyak. Tetapi sekali

pun bentuknya kurang sedap dipandang, sepasang matanya

memancarkan sinar yang amat tajam bahkan penuh dengan

semangat untuk tetap mempertahankan hidupnya.

Dengan perlahan lahan dia bangun berdiri sambil menenteng

binatang elang itu dengan perlahan berjalan ke bawah sebuah

pohon siong dan tangannya mulai bekerja menguliti elang itu

kermudian membelah perutnya, mengumpulkan kaju bakar menjulut

api.

Kelihatannya dia telah beberapa hari menderita kelaparan, oleh

karena itu baru saja daging elang itu matang dengan lahapnya dia

telah menyikat tanpa sungkan sungkan, tidak ada beberapa saat

lamanya seluruh daging elang itu telah berpindah ke dalam

perutnya.

Sambil menepuk nepuk perutnya pada bibirnya tersungging suatu

senjuman gumamnya:

“Bagus? kali ini mungkin rnasih bisa bertahan dua tiga hari lagi .

..”

Setelah itu dengan perlahan dia mulai melemaskan otot otot kaki

dan tangannya,

punggungnya bersandar pada batang pohon

sedang tangannya, merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar

lima carik kertas yang penuh berisikan tulisan, sinar matanya

dengan tajam memandang kearah tulisan itu sedang mulutnya tak

henti-hentinya berkata:

’Berjalan kearah Barat tiga ratus lie, gunung Pek Gouw San di

bawah puncak Gouw Ong Hong. . Berjalan kearah Barat laut dua

ratus li, di bawah pohon siong yang tua di atas gunung Mao Gouw

San . Berjalan kearah selatan dua ratus lie, di atas gunung Sek To

San di dalam gua Sek To Tong... Berjalan kearah Barat dua ratus li,

di atas puncak gunung Koang Mao San. berjalan kearah Barat dua

ratus li. daIam gua Hu Lu Tong di atas gunung Lo Cin San ...’

Sehabis membaca kelima carik kertas tersebut dia menarik napas

panjang, pikirnya:

“Aku telah melakukan perjalanan sejauh seribu li, disaat sebelum

malam nanti mungkin aku telah sampai di dalam gua Hu Lu Tong di

atas gunung Lo Cin San semoga saja kali ini merupakan penderi

taan yang diberikan padaku untuk terakhir kaIinya...

Setelah berpikir keras seorang diri dengan perlahan dia mulai

memasukkan kelima carik kertas itu ke dalam sakunya.

Pada saat itu terdapat seekor burung elang lagi yang terbang

mengitari kepalanya tetapi burung elang itu sama sekali tidak

tertarik pada dirinya lagi. Dengan cepat dia mulai melanjutkan

perjalanannya menuju kearah Barat.

Dengan rnenggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang cepat

bagaikan kilat tak berapa lama rentetan pegunungan Lo Cin San

secara samar-samar mulai terlihat di hadapan matanya.

Pada saat itu matahari dengan perlahan mulai menyembunyikan

diri di balik pegunungan Lo Cin San, sedang dirinya pun telah

berada di bawah lereng gunuing itu.

Dari kejauhan dilihatnya seorang kakek tua sedang duduk di

bawah sebuah pohon besar, dengan cepat dia lari menjongsong

kearahnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:

”Losianseng permisi !”

“Ada urusan apa?” tanya kakek tua itu sambil mengangkat

kepalanya sedang air mukanya menunjukkan perasaan yang amat

heran.

Sambil menunjuk kearah rentetan gunung Lo Cin San tanyanya:

-Gunung itu apa disebut sebagai gunung Lo Cin San?

“Benar, sahut kakek tua itu sambil mengangguk.

”Kenapa gunung itu disebut sebagai gunung Lo Cin San?--

“Menurut dongeng jaman dahulu, seorang yang bernama LoaCin

pernah bertapa digunung ini oleh karena itulah gunung ini disebut

sebagai gunung Lo Cin San Lo-te kenapa kau menanyakan tentang

hal ini?”

"Aku punya rencana untuk melihat pemandangan di atas gunung

ini, aku dengar di atas gunung ini ada sebuah gua yang disebut-

sebagai gua Hu Lu Tong atau gua cupu-cupu,apa betul?”

Tidak pernah kudengar nama itu” sahut kakek tua itu sambil

menggelengkan kepalanya., ”Tetapi di atas gunung ini memang ada

sebuah gua hanya letaknya jauh di puncak gunung. Pada masa

muda dahulu Lo hu pernah naik sekali ke atas puncak dan melihat

gua itu keadaannya memang sangat aneh tetapi menarik sekali,

hanya....apa..Lo-te benar-benar datang untuk berpesiar?,.

Kakek tua itu bisa miengeluarkan pertanyaan ini dikarenakan

pakaian yang digunakan olehnya telah compang camping sehingga

mirip sekali dengan seorang pengemis sehingga sudah tentu dengan

bentuk seperti ini tidak mirip seorang yang sedang berpesiar.

Sebaliknya dia tidak menyawab atas pertanyaannya itu, sambil

tersenjum matanya memandang tajam ke atas puncak gunung Lo

Cin san, tanyanya lagi:

” Gua yang kau orang tua katakan tadi kurang lebih terletak pada

puncak sebelah mana ?”

Kakek tua itu dengan cepat mengangkat jarinya menunjuk

kearah sebuah jalan gunung yang kecil sahutnya kemudian:

"Lo-te kau dapat mengikuti jalanan gunung ini mendaki ke atas

gunung, JaIanlah terus sampai tidak ada jalanan lagi dimana

terdapat tiga buah puncak gunung, gua tersebut terletak di atas

puncak gunung yang berada di tengah. "

Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:

”Kini hari telah hampir gelap, bila Lo-te ingin berpesiar ke atas

gunung lebih baik besok pagi saja baru pergi, ditengah malam

banyak binatang buas yang berkeliaran, bahaja sekali bagi dirimu,”

”Tidak ada halangan ” Sahutnya sambil tersenjum. ,”"Cayhe

adalah seorang pemburu, tentang binatang buas bukanlah

merupakan soal yang sulit bagiku terima kasih atas petunjuk dari

kau orang tua, aku minta diri dahulu"

Tangannya dirangkap memberi hormat kemudian

langkah yang lebar berjalan kearah jalanan kecil itu.

dengan

Disekitar daerah gunung Lo Cin San seluas beberapa lie saat itu

teiah diliputi oleh kabut yang amat tebal karena itulah baru saja

berjalan tidak jauh dari jalanan gunung itu dia sudah tidak dapat

melihat dengan jelas kearah kakek tua itu, bagaikan kilat cepatnya

dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga laksana

seekor kelinci dengan gesitnya lari ke atas gunung.

Di dalam sekejap saja jalanan gunung itu telah mencapai pada

ujungnya, di hadapannya terbentanglah sebuah rimba yang amat

gelap dan liar. Ketika dia mengangkat kepalanya memandang ke

atas terlihatlah kurang lebih setengah li di hadapannya menjulang

tinggi tiga buah puncak yang diliwati oleh awan tebal:

Melihat hal itu tak terasa dia menghela napas panjang pikirnya:

"Bila hendak mendaki ke atas puncak gunung itu kita harus

membutuhkan waktu setengah harian, bilamana di dalam gua Hu Lu

Tong itu sekali lagi dia meninggalkan sepucuk surat memerintahkan

diriku pergi ke tempat lain. boleh dikata perbuatannya ini sangat

keterlaluan."

Baru saja berpikir sampai di situ mendadak dari belakang

tubuhnya menyambar datang sebuah senyata rahasia yang disertai

dengan desiran angin keras...agaknya sebuah batu cadas sedang

disambitkan tepat mengarah batok kepalanya:

Hatinya menjadi tergetar, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke

samping sedang tangan kanannya jajunkan menyambut datangnya

batu cadas itu.

Ketika benda itu berhasil ditangkap hatInya menjadi sangat

mendongkol kiranya hanya sebuah buah Tho yang telah masak.

Melihat hal itu dia menjadi tertegun, ketika mengangkat

kepalanya memandang terlihatlah di atas sebuah pohon yang lebat

tidak jauh dari dirinya bergergelantungan seekor kera dengan

lincahnya, sedang mulutnya tidak henti-hentinya mengeluarkan

suara mencicit yang ramai. keadaannya sangat lucu sekali.

”Binatang, kau berani menggoda aku”

Baru saja suara bentakannya keluar darimulut tubuhnya bagaikan

sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kearah

pohon besar itu:

Dengan mengeluarkan suara mencicit kera itu dengan cepat

menyambar sebuah akar pohon dan melayang kepohon yang lain.

Melihat hal itu hawa amarahnya semakin memuncak, bentaknya

dengan keras:

Kau larilah, aku hendak melihat kau bisa lari seberapa jauh”

Tubuhnya dengan lincah .berjumpalitan ditengah udara sedang

ujung kakinya dengan ringan menutul ke atas batang pohon,

Dengan kecepatan yang luar biasa sekali lagi dia melayang kearah

pohon tersebut.

Siapa tahu.... menanti dia melayang ke arah pohon itu kera

tersebut telah lari kearah sebuah pohon lain. Lagi kira-kira tiga depa

.dari tempat semula.

Kali ini hawa amarahnya benar-benar telah meledak, sambil

bersuit nyaring tubuhnya sekali lagi mumbul ke atas dan berkelebat

ke arah pohon itu, dengan sekuat tenaga dia mengerahkan seluruh

kepandaian meringankan tubuhnya mengejar kera itu.

Dalam hatinya dia telah rnengambil keputusan akan

menggunakan ilmu meringankan tubuh serta sepasang kepalannia

untuk menangkap kera itu hidup-hidup.

Siapa tahu gerak gerik dari kera itu jauh lebih lincah, sekali pun

dia tak memiliki kepandaian sehingga tidak dapat berlari dengan

cepat tetapi loncatannya dari sebuah pohon kepohon yang lain amat

cepat sekali,sekali pun orang lelaki itu telah mengerahkan seluruh

tenaganya tidak lebih jaraknya masih tetap tertinggal tiga depa di

belakang

Hanya yang untung, arah yang ditempuh oleh kera itu tepat

merupakan puncak gunung yang dituju olehnya.

Oleh sebab itulah semakin mengejar dia semakin bersemangat,

karena dia merasa sekali pun tidak berhasil mengejar kera tersebut

tetapi tenaganya juga tidak dibuang secara percuma.

Akhirnya sesosok tubuh manusia dengan seekor kera, yang satu

berada di depan sedarng yang lain berada di belakang mengejar,

bagaikan meluncurnya sebuah bintang dari langit dengan cepat

berkelebat diantara Rimba itu.

Di dalam sekejap saja mereka telah tiba di bawah puncak

gunung, sedang waktu itu jarak antara dirinya dengan kera tersebut

juga dari tiga depa makin lama makin dekat hingga tinggal satu

depa setengah saja. Kelihatannya hanya tinggal beberapa langkah

saja dia akan berhasil menawan kera tersebut.

Tetapi di dalam sekejap itu pula kera tersebut telah mencapai di

dalam rimba pada bawah puncak gunung. Hanya dengan beberapa

loncatan saja tubuh kera itu telah lenyap dari pandangan.

Kiranya puncak gunung itu sekali pun tingginya beberapa ratus

kaki tetapi pada lerengnya penuh ditumbuhi dengan pepohonan

yang lebat, sedang kepandaian memanyat dari kera itu bagaimana

pun juga jauh lebih tinggi satu tingkat dari manusia sehingga

dengan demikian ketika mengejar hingga ke bawah puncak, kera

itu telah berhasil melarikan dirinya tak menentu.

Dengan cepat dia menghentikan langkah kakinnya sambil

mengeringkan keringat yang mengucur keluar membasahi

keningnya. Terpikir kembali ketika tadi siang dia membunuh burung

elang. Tak terasa dia tertawa pahit, gumamnya:

Sungguh menarik sekali aku dapat menangkap seekor burung

elang yang terbang jauh ditengah awang-awang tetapi tidak

berhasil menangkap seekor kera yang lari di atas pohon .

Tetapi sekali pun demikian dia tidak menjadi sedih.

pengejarannya kali ini tidak sia sia belaka, karena puncak di

hadapannya memang harus didaki malam itu juga.

Sesudah beristirahat sejenak mulailah dia berjalan mendaki

puncak itu, sekaIi pun harus mengerahkan seluruh tenaganya tetapi

setindak demi setindak dia terus melanjutkan perjalanannya.

Tidak sampai sepertanak nasi dia telahberada di atas puncak

gunung itu, bahkan dengan tidak usah susah payah lagi telah

menemukan sebuah gua di atas puncak itu.

Gua itu tertetak pada ujung sebelah kiri dari puncak gunung itu,

lebarnya tidak lebih tiga depa sedang tingginia kurang lebih dua

depa sehingga mirip sekali dengan sebuah tebing yang retak,

”Inikah yang disebut sebagai “Gua Hu Lu Tong “ atau gua cupu-

cupu?? Hm .. tentu tidak salah, bukankah tadi kakek tua itu bilang

kalau di atas gunung Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja,

Kalau begitu gua ini tentu adalah gua Hu Lu Tong yang sedang

dicari olehnya.

Dalam hatinya dia terus berpikir sedang kakinya tetap berhenti

pada tempat semula, dia takut kalau dalam gua itu akan

menemukan secarik kertas lagi yang tertuliskan”

“Berjalan kearah........dua ratus li di atas gunung......

puncak........atau gua....”Karena dia telah melakukan perjalanan

sejauh seribu li, sebenarnya dia sudah merasa tidak sabar lagi

dipermainkan oleh orang lain:

Setelah bingung beberapa saat lamanya barulah dengan hati

yang tidak tenang dan ragu-ragu dengan perlahan mulai berjalan

memasuki gua itu,

Satelah berjalan enam tujuh tindak. di hadapannya terbentanglah

sebuah gua yang amat lebar. perkataan dari kakek tua itu ternyata

tidak salah, keadaan dari goa itu memang benar-benar sangat aneh.

Sekeliling tempat itu penuh berserakan batu-batu cadas yang

amat aneh bentuknya ada yang berbentuk harimau sedang tidur ada

pula yang berbentuk kera sedang meloncat bahkan ada yang

menjerupai sebuah tugu yang tinggi bersusun-susun. Pemandangan

tempat itu benar-benar sangat mengagumkan,

Sebaliknya, pada saat itu dia sama sekali tidak punya minat

untuk menikmati keindahan alam goa itu, setelah memeriksa ke

adaan sekeliling goa tersebut segera dia, terjerumus ke dalam

perasaan yang kecewa serta bingung,

Yang membuat dia kecewa adalah, kiranya dalam goa itu sama

sekali tidak dijumpai orang yang hendak ditemuinya itu,

Sedang yang membuat dia bingung adalah, dia. merasa curiga

apakah gua ini benar-benar- merupakan gua Hu Lu Tong. yang

dimaksud orang itu di dalam suratnya.

Karena jika ditinyau dari nama goaitu tentunya bentuk dari goa

Hu Lu Tong ini mirip dengan sehuah cupu-cupu, seharusnyalah

terdapat dua buah gua yang besar baru cocok dengan nama itu,

tetapi yang dilihatnya sekarang ini hanya sebuah goa biasa saja

sedang di samping dan di hadapannya sama sekali tidak terlihat

jalan yang menghubungkan gua itu, oleh sebab itulah dia dapat

mengambil kesimpulan bahwa selain gua "Hu Lu Tong" ini mungkin

dinamakan begitu karena sebab-sebab lain maka gua itu bukanlah

gun cupu-cupu atau gua Hu Lu Tong yang sedang dicarinya.

Tetapi, bukankah tadi kakek tua itu bilang kalau di atas gunung

Lo Cin San ini hanya terdapat sebuah gua saja? Bilamana gua ini

bukan cupu-cupu lalu gua cupu-cupu yang sebenarnya terletak

dimana?

Sambil berpikir dengan telitinya dia melanjutkan pemeriksaannya

terhadap setiap jengkal tanah dari gua itu, semakin dia melihat

keadaannya semakin dia dapat mengambil kesimpulan kalau gua itu

bukanlah gua cupu-cupu yang sedang dicarinya.

Alasan dari kesimpulannya ini karena gua itu jika benar gua

cupu-cupu yang sedang dicarinya kenapa orang itu tidak datang

menemui dirinya atau meninggalkan secarik kertas pada suatu

tempat yang menjolok?

Pada waktu-waktu yang lalu orang itu tentu meletakkan secarik

kertas pada tempat yang menjolok bahkan di samping kertas itu

terdapat sebuah pukulan telapak yang amat nyata, sedang jika

dilihat keadaan gua ini sama sekali tidak terdapat tanda-tanda

adanya secarik kertas yang ditinggalkan.

Dengan perlahan dia menghela napas panjang, kemudian

memutarkan tubuhnya berjalan keluar dari gua itu.

”He..hee...kenapa kau mau pergi?”

Suara itu secara mendadak sekali berkumandang keluar dari

dalam gua itu bahkan suara itu sangat mendatar, sedikit pun tidak

memperlihatkan suara dari seorang manusia

Tubuhnya terasa tergetar dengan kerasnya bahkan dengan cepat

menjadi kaku bagaikan sebuah patung arca.

”Kau sudah betul menemukan tempat yang kau cari kenapa kini

malah mau pergi?”

Suara itu berkumandang keluar lagi dari dalam gua bahkan

bergetar dengan tak henti-hentinya dalam ruangan gua yang

kosong itu, membuat orang sukar mengetahui tempat

persembunyiannya.

Dengan cepat dia memutar tubuhnya memandang keempat

penjuru, dengan perasaan yang amat terkejut tanyanya: ”Kau?”

”Tidak salah....” sahut orang itu dengan amat dingin. Sepasang

matanya yang amat tajam dengan cepat menyapu kesekeliling goa

itu, sedang perasaan terkejut yang menghiasi wajahnya semakin

tebal, serunya:

”Kau .. kau berada dimana ?”

Pada jarak kurang lebih dua depa dari dirinya berdiri mendadak

berkumandang suara : ” Ting... ting...ting ” yang nyaring seperti

sebuah benda yang terbuat dari besi terbentar pada tanah,

kemudian terdengar sahutan dari orang itu:

”Aku berada di sini “

Dengan kecepatan yang luar biasa da memutar tubuhnya, tetapi

begitu dia melihat kearah mana tak terasa bulu kuduknya pada

berdiri secara mendadak, dengan cepat dia mengundurkan dirinya

satu langkah ke belakang.

Apakah orang itu bentuknya sangat jelek sehingga menakutkan ?

Bukan, karena orang itu tak lain adalah sebuah patung arca yang

terbuat dari emas yang amat menyilaukan mata.

Kiranya didalarn goa itu telah berdiri sebuah patung arca yang

terbuat dari emas, Tingginya kurang lebih dua depa sedang

wajahnya kelihatan amat gagah sekali.

Pada kepalanya memakai sebuah kopiah pahlawan, pada

tubuhnya memakai seperangkat pakaian yang amat ketat sedang

pada tangannya mencekal sebilah pedang panjang, sepanjang

delapan cun, kelihatannya sangat gagah sekali bahkan mirip dengan

seorang jago pedang kenamaan.

Dia dengan kakunya berdiri di atas sebuah batu cadas yang rata

di hadapannya.

Dengan perasaan yang amat terkejut dia memandang tajam

kearah patung emas itu beberapa saat lamanya, kemudian dengan

nada yang agak gemetar tanyanya:

“Kau .....kau manusia atau setan ?”

Patung emas itu tertawa aneh, balik tanyanya:

”Kau percaya di dalam dunia ini benar-benar ada setan?”

”Tidak!” Kali ini dia dapat mendengar dengan amat jelas suara itu

bukan berasal dari patung emas itu sebaliknya berasal dari dalam

gua di belakang patung emas tersebut. Sudah tentu orang itu kini

sedang bersembunyi di atas atap gua itu.

Pada saat itulah dia baru dapat menghembuskan napas lega,

dengan perlahan dia berjalan maju beberapa langkah ke depan.

Ketika dia memandang lebih teliti lagi barulah terlihat olehnya kalau

pada tubuh patung emas itu bergantungan beberapa utas tali

berwarna hitam sudah tentu tali itu digunakan untuk menggerakkan

patung emas tersebut.

Kesepuluh tali hitam itu bergantungan dari atas atap dinding gua,

dengan demikian dia dapat memastikan kalau benda itu diturunkan

dari atas gua, Hanya sajang ketika dia memandang lebih tajam lagi

ke atas dinding itu sama sekali tidak terlihat apa-apa olehnya,

karena sebuah batu cadas yang amat besar menutupi

pandangannya.

Dengan cepat dia menggerakkan kakinya lagi, pikirnya hendak

maju lagi hingga dapat melihat jelas orang yang bersembunyi di

atas atap dinding gua tersebut.

Siapa tahu mendadak terdengar suara bentakan yang amat

keras:

“Berhenti. Kau tidak dapat berjalan lebih dekat lagi !”

Bersamaan dengan suara bentakan orang itu, tiba-tiba patung

emas itu telah maju satu tindak ke depan, "pedang panjang"

ditangannya dengan cepat dilintangkan ke depan menghalangi

perjalanannya.

Tak terasa dalam hati dia menjadi amat geli, terpaksa ia

menghentikan langkahnya sambil angkat kepaia tanyanya lagi

”Siapakah kau sebenanya?”

”Kau tak perlu tahu” sahut orang itu dengan nada yang dingin.

”Lalu kenapa kau bersembunyi di atas?”

”Tentang hal ini kau juga tidak perlu tahu”

Tidak terasa lagi dia mengerutkan alisnya, sambil tertawa pahit

tanyanya lagi

”Oh... kiranya aku tidak boleh mengetahui semua-semuanya!”

”Dengan menempuh seribu li jauhnya kau datang kemari,

tentunya kau ingin menanyakan nama serta asal usulku bukan?”

“ Dia termenung berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian

dengan mengangkat bahu sahutnya

“Perkataanmu boleh tidak salah, tidak perduli di tempat mana

pun asalkan ada dua orang yang tidak saling kenal bila bertemu

sudah tentu harus memperkenalkan nama masing-masing.

“Tetapi keadaan kali ini tidak sama” sahut orang itu singkat

“Keadaan ini membuat aku merasa jauh diluar dugaan”,

Orang itu tertawa terbahak bahak, sahutnya:

“ Ada suatu urusan yang tak akan diuar dugaanmu, kali ini aku

membantu kau untuk mencapai cita-cita yang kau inginkan”

- Benarkah?- tanyanya sambil tertawa pahit,

Nada dari orang itu segera berubah, dengan nada yang amat

serius sahutnya, ”Tidak salah, kini jawablah pertanyaanku terlebih

dahulu: Siapa namamu?”

Da menjadi ragu-ragu untuk sesaat lamanya, seperminum teh

kemudian barulah ujarnya:

“ Kau tidak mau memberitahukan padaku siapakah sebenarnya

dirimu kenapa aku harus memberi tahukan namaku padamu?”

” Baiklah. Kalau tak mau bilang juga tidak mengapa”

”Tidak, aku akan memberitahukan padamu” sahutnya sambil

tertawa paksa: ”Aku she Ti bernama Then”

“Ooh apakah kau adalah Hek Ie hiap atau si pendekar berbaju

hitam Ti Then: yang telah menggemparkan seluruh dunia

kangouw?” tanya orang itu dengan nada yang agak terkejut.

”Benar” sahut Ti Then singkat,

”Kepandaian silatmu tidak cetek bahkan menurut berita dalam

Bu-lim saat ini kau sukar untukmendapatkan tandingan, Kenapa kau

malah pergi ke atas puncak gunung Kim Teng San mohon Put Tong

Ong alias si Kakek Pemalas Kay Kong Beng menerima dirimu

sebagai murid?”

Dengan senjuman sedih sahut Ti Then:

”Sebab-Sebab ini apa aku harus memberitahukan padamu juga?”

”Aku tidak memerintahkan kau harus memberitahukan padaku”

”Kalau begitu kebetulan sekali ” sahut Ti Then dengan serius:

''Aku minta maaf sebesar-besarnya karena sebab-sebab ini aku tidak

dapat diberitahukan padamu..”

Orang itu tertawa tergelak, ujarnya:

”Tidak ada halangan, kau ada rahasia yang tidak dapat

diberitahukan pada orang lain pula, apalagi aku punya niat untuk

menurunkan kepandaian silat padamu”

”Kau ingin menurunkan kepandaian silat kepada diriku?” tanya Ti

Then dengan termangu-mangu, ”Kenapa kau

memancing aku untuk menempuh perjalanan sejauh seribu li?”

”Aku ingin mewarisi kau ilmu silat”

Ti Then tidak menyawab lagi, pada saat ini benar-benar dia telah

dibikin bingung oleh kelakuannya yang aneh serta melanggar

kebiasaan itu.

Orang itu tertawa lagi, ujarnya:

”Hari itu secara kebetulan aku melihat kau berlutut di atas

gunung Kim Teng San di depan Kakek Pemalas untuk minta dia

menerima dirimu sebagai muridnya. Seballiknya si kakek pemalas itu

tetap seperti sebuah patung malas tak menghiraukan dirimu, pada

saat itulah timbul keinginanku untuk mewarisi kepandaian silat

padamu.”

Dia berhenti sejernak kemudian lanjutnya lagi:

“Sudah tentu, kepandaian yang kau dapat dari diriku jika

dibandingkan dengan kepandaian yang didapatkan dari si Kakek

Pemalas jauh lebih liehay beberapa kali lipat, aku pernah memukul

rubuh dirinya”

Pada saat Ti Then untuk pertama kali menerima surat yang

ditinggalnya ditambah lagi telapak tangan yang ditinggalkan di atas

batu cadas, dalam hatinya telah tahu kalau kepandaiannya sangat

tinggi sekali, tetap kini ketika mendengar kalau dia pernah

mengalahkan diri si kakek pemalas Kay Kong Beng hatinya malah

merasa tidak percaya, oleh karena selama puluhan tahun kakek

pemalas Kay Kong Beng telah dianggap sebagai jago nomor wahid

di dalam Bu-lim, kepandaian silat yang dimilikinya sejak dahulu telah

dikenal oleh orang-orang Bu-lim, bahkan tidak pernah terdengar

berita ada orang yang bisa bertempur seimbang dengan dirinya,

semakin tidak pernah didengar pula kalau dia pernah dikalahkan

oleh orang lain.

Kini, ‘Majikan patung emas’ itu mengaku pernah mengalahkan

diri si kakek Pemalas sudah tentu dia tidak mau mempercayai

perkataannya itu

Agaknya orang itu tahu kalau Ti Then tidak mau percaya atas

perkataannya, sambil tetap tertawa ujarnya lagi:

”Bilamana kau tidak percaya pada kesempatan dikemudian hari

kau boleh bertanya pada dirinya apa dia pernah dikalahkan oleh

seorang yang bernama majikan patung emas......he...he...he... aku

pikir tentunya dia tidak berani mengakuinya oleh karena dia tahu.,

kalau aku belum mati”

”Aku akan mempercayainya”

”Kini kau tidak percaya juga tidak mengapa” sahut majikan

patung emas itu sambil tertawa, ”Pokoknya pada suatu hari tentu

kau dapat membuktikan kebenaran perkataanku ini”

”Tetapi aku tidak punya minat untuk belajar kepandaian dari

dirimu” ujar Ti Then tiba-tiba.

Agaknya majikan patung emas itu tidak pernah menyangka kalau

Ti Then dapat mengucapkan perkataan itu, untuk sesaat lamanya

dia dibuat tertegun agaknya. Setelah lewat beberapa saat lamanya

barulah tanyanya:

“Kenapa kau tidak punya minat?”

”Oleh karena aku tidak mau berhutang budi dari dirimu” sahut Ti

Then dengan kukuhnya.

Sehabis berkata dengan cepat dia membalikkan tubuhnya

meninggalkan gua tersebut.

”Tunggu sebentar” seru majikan patung emas itu dengan keras.

Dengan cepat Ti Then menghentikan langkahnya, tanyanya

dengan perlahan:

”Ada petunjuk apa lagi?”

Kau tidak ingin berhutang budi dari diriku apakah dikarenakan

aku tidak mau mengangkat kau sebagai muridku?”

Ti Then mengangguk dengan perlahan, sahutnya:

“Benar,

Bilamana

kau

mau

menerima

aku

sebagai

muridmu:.dengan begitu hubungan kita adalah guru dengan murid,

sudah tentu sebagai murid dapat bela¬jar kepandaian dari dirimu.

Kini kau. tidak mau menerima aku sebagai murid sudah tentu aku

tidak punya alasan untuk belajar kepandaian dari dirimu”

“He..hee..kelihatannya sifatmu amat jujur dan polos: he... he. .”

Ti Then tidak menyawab, dengan melanjutkan langkah kakinya

dia berjalan keluar dari dalam gua.

“Jangan pergi dulu” teriak majikan patung emas itu. ”Bagaimana

jika kita saling bertukar beberapa syarat?”

”Saling bertukar syarat?” tanya Ti Then sambil memutarkan

tubuhnya.

”Aku akan menurunkan kepandaian silat pada dirimu hingga kau

dapat menjadi jago nomor tiga dalam dunia ini, sedang kau

melakukan pekerjaan bagiku sebagai pembalasannya”

”Apa yang kau maksudkan dengan jago nomor tiga dari dunia?”

tanya Ti Then sambil tertawa.

”Artinya aku punya cara untuk membuat dirimu berubah menjadi

seorang jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi dan dapat

menjagoi seluruh dunia selama setengah tahun ini. Selain aku

beserta si Kakek pemalas kau dapat dihitung paling lihay dalam

dunia ini"

Hati Ti Then menjadi tértarik akan perkataannya, bukannya dia

punya ambisi untuk menjadi jago nomor tiga dalam dunia melainkan

karena dia merasa bilamana dia dapat berhasiI melatih ilmu hingga

setinggi itu maka urusan pribadinya dapat diselesaikan dengan

sangat mudah. Maka tanyanya lagi:

“Benarkah kau dapat mengubah aku menjadi jago nomor tiga di

dalam dunia ini ?”

“Sama sekali tidak ada persoalan. sesudah kau selesai melatih

ilmumu bilamana di dalam Bu-lim kau bisa menemui orang yang

bertempur seimbang dengan dirimu, maka kau dapat mengnapus

perjanyian diantara kita dan tidak usah melakukan pekerjaan sesuai

dengan perintahku”

Dia berhenti sejennk, kemudian lanjutnya lagi:

“Sudah tentu kau tidak dapat sengaja mengaiah kepada orang

lain kemudian mengingkari perjanyian kita”

“Bilamana aku menyanggupi sudah tentu tidak akan berbuat

pekerjaan seperti itu.” sahut Ti Then tegas,

“Kau menyanggupi tidak?”

„Kau menjuruh aku berbuat pekerjaan apa?” tanya Ti Then.

“Mudah sekali permintaanku, aku hanya ingin kau berbuat seperti

ini, ha.. . ha.. ha ..”

Sambil tertawa dia mulai menggerakkan kaki serta tangan patung

ema tersebut.

Semula Ti Then menjadi

sambil.tersenjum sahutnya:

tertegun

dibuatnya,

kemudian

”Maaf saja. Aku bukan seorang pandai besi, sudah tentu tidak

bisa membuat patung seperti itu”

”Kau telab menyalahkan artiku, aku bukannya minta kau buatkan

sebuah patung besi bagiku, apa yang aku perintahkan maka kau

lakukanlah perintahku itu tanpa mernbantah.”

Di dalam hati sekali pun Ti Then merasa amat gusar tetapi tidak

sampai diperlihatkan pada wajahnya, dengan angkat kepalanya dia

tertawa keras kemudian membalikkan tubuhnya dengan langkah

yang lebar berjalan keluar dari dalam gua.

Melihat hal itu segera majikan patung emas berseru:

”Bagaimana bila kau dengarkan dulu perkataanku baru pergi?”

Ti Then tidak mau memperdulikan dirinya lagi dan tetap

melanjutkan langkahnya berjalan keluar dari gua itu.

Tiba-tiba terdengar majikan patung emas tersebut berteriak

dengan keras:

”Syarat ini hanya berlaku selama satu tahun saja, sesudah lewat

satu tahun kau boleh bebas dan memperoleh kemerdekaan kembali

untuk pergi membereskan urusanmu sendiri”

Hati Ti Then menjadi tergerak sedang langkah kakinya pun tak

terasa bertambah perlahan.

Pada saat itu dalam benaknya terlintas banyak sekali persoalan

yang rumit dan akhirnya dia mendapatkan satu keputusan dalam

hatinya.

Sekali pun syarat pihak lawan hampir-hampir dikata tidak

berperikemanusiaan, tetapi ini merupakan suatu kesempatan yang

santgat bagus bagi dirinya untuk mempertinggi ilmu silatnya,

bilamana dirinya harus membuang kesempatan ini dengan percuma

mungkin untuk selamanya dia tidak akan mendapatkan kesempatan

kedua kalinya untuk menjelesaikan persoalan sendiri yang amat

rumit.

Akhirnya tubuhnya yang telah berjalan keluar dari gua itu diputar

kembali, sambil tertawa tanyanya:

”Sebenarnya kau ingin aku kerjakan pekerjaan apa?”

Majikan patung emas yang melihat dia kembali menyaid sangat

girang sekali, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:

”Sekarang kau tidak perlu bertanya, menanti setelah kau selesai

belajar silat tentu aku akan beritahukan padamu”

“Urusan ini harus diterangkan lebih jelas lagi,” ujar Ti Then,

”Kalau tidak bilamana pada waktu itu kau menjuruh aku menerjang

lautan api apa aku harus melakukannya juga?”

”Menerjang lautan api hanya merupakan suatu gambaran saja

dari ucapan seseorang. Padahal tidak ada urusan yang benar- benar

begitu”

”Tetapi, dalam dunia ini banyak sekali terdapat urusan yang jauh

lebih sukar dari menerjang lautan api !”

”Benar !” sahut majikan patung.emas, ”Tetapi tidak perduli

bagaimana sukar urusan itu juga tidak akan membahajakan jiwamu.

Sekali pun misaInya kau harus menerjang lautan api.

“Baiklah. Keselamatan diriku boleh tidak usah klta bicarakan, tadi

kau bilang akan membuat aku sebagai patung emasmu, kau

perintah aku berbuat apa aku harus melakukannya. Kalau begitu

bilamana kau menjuruh aku membunuh seorang budiman aku juga

harus membunuh orang itu tanpa membantah?”

Jilid 1.2. Menjadi jago nomor tiga di Bu-lim

”Yang tegas memang begitu Hanya aku

memerintahkan kau untuk pergi membunuh orang”

tidak

akan

”Benar?” potong Ti Then dengan cepat.

”Tugas yang kuberikan padamu kemungkinan sekali tidak dapat

terhindar dari suatu pertempuran yang amat sengit dan mungkin

juga harus membunuh orang, sudah tentu terserah pada

kebijaksanaan serta kepandaianmu”

Mendengar penjelasan itu Ti Then termenung berpikir keras,

kemudian barulah sahutnya:

”Aku kira pekerjaan yang kau hendak perintahkan tentu

merupakan pekerjaan yang tidak lurus”

”Benar” saghut majikan patung emas sambil tertawa, ”Tetapi kau

bisa menggunakan jalan yang lurus untuk menjelesaikannya,

tegasnya bila aku memerintahkan kau menangkap seekor ajam,

bereslah, sedang kau mau mencuri atau mau membeli aku tidak

akan melarang”

Ti Then mengangguk agaknya dalam pikirannya sedang teringat

akan sesuatu urusan yang menggelikan, mendadak tak tertahan lagi

dia tertawa terbahak-bahak.

”Kau sedang menertawakan apa?” tanya majikan patung emas

dengan penuh keheranan.

“Ketika di bawah gunung tad aku telah menemukan seorang

kakek tua, dia biIang di atas gunung ini tidak ada yang bernama

gua cupu-cupu, aku kira nama dari gua cupu-cupu ini tentu kau

yang memberikan bukan?”Ha ha...”

Tidak salah. " sahut majikan patung emas. “Coba kau bilang

tepat tidak?-‘

“Memang sangat tepat sekali, aku benar-benar tidak tahu di

dalam cupu-cupumu sedang menjual jamu apa?

Majikan patung emas itu tertawa terbahak-terbahak, ujarnya:

“Mungkin pada suatu hari kau akan tahu, kini berilah jawaban

yang tegas kau mau atau tidak?

“Aku menjetujuinya” sahut Ti Then,” Hanya....yang kau maksud

satu tahun harus dihitung mulai kapan?”

”Sudah tentu harus dihitung sejak kau tamat dari latihan silatmu“

Ti Then menjadi sangat girang, ujarnya:

”Baiklah, sekarang silahkan kau memperlihatkan kelihayanmu

untuk aku lihat dulu, aku akan membuktikan apa kau boleh

dianggap sebagai jago tanpa tandingan yang memiliki kepandaian

amat tinggi”

”Boleh, aku akan menggunakan patung emas ini bergebrak

dengan kau”’

Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:

”Bertempur dengan patung emas ini?”

”Benar” sahutnya, ”Tetapi bukannya bertempur secara sungguh-

sungguh, dengan menggunakan patung emas ini aku akan

melancarkan satu jurus serangan kepadamu asalkan kau bisa

menyebutkan jurus pecahannya sudah cukup”

”Ha..ha..sungguh menarik sekali permainan ini”

"Sesudah patung emas ini melancarkan satu jurus serangan, kau

harus segera menyebutkan satu jurus pecahannya, asalkan kau

tidak menyawab secara cepat maka aku akan menganggap kau

telah kalah”

”Sudah tentu” sahut Ti Then sambil mengangguk, ”Kalau

bertempur secara sungguh-sungguh, apabila aku tidak berhasil

segera mengeluarkan jurus pecahannya pada saat itu mungkin aku

telah terluka bahkan mungkin binasa”

”Aku dengar ilmu pedangmu amat sempurna dan telah menjagoi

seluruh Bu-lim, tetapi aku akan mengalahkan kau di dalam lima

jurus ini mengalahkan dirimu, aku juga tidak akan ada muka lagi

untuk bertukar syarat dengan dirimu”

Sejak Ti Then untuk pertama kalinya berkelana dalam dunia

kangouw selamanya sukar baginya untuk menemukan lawan yang

dapat bertempur seimbang dengan dirinya, saat ini begitu

mendengar majikan patung emas itu hendak mengalahkan dirinya di

dalam lima jurus saja, dalam hatinya sangat tidak percaya. Segera

dia mengangguk sambil sahutnya:

”Baiklah, silahkan kau melancarkan jurus serangan”

Majikan patung emas itu tidak membuka mulutnya lagi tampak

patung emasnya segera digerakkan olehnya, sepasang kakinya

mendadak menarik ke belakang, tubuhnya berdiri tegak. sedang

pedangnya dilintangkan di depan dadanya. Sikarmja mirip sekali

dengan seorang manusia hidup.

Sepasang matanya memandang mendatar sedang hawa

murninya dipusatkan pada pusar sehingga secara samar-samar

memperlihatkan keadaan yang amat serius sekali.

Ti Then tidak berani berlaku gegabah, dengan memusatkan

seluruh perhatiannya dia memandang kearahnya.

Tiba-tiba terdengar majikan patung emas itu membentak dengan

keras:

”Sambutlah serangan ini”’

Tubuh patung emas itu sedikit merendah, kakinya berbentuk

gambar panah sedang tubuhnya mendadak berputar setengah

lingkaran. Pedang panjangnya setelah berputar di depan secara

tiba-tiba meneruskan gerakannya menusuk ke depan.

Jurus ini kelihatan amat sederhana sekali dan disebut dengan

jurus ’Coan Sin Si Yen’ atau memutar tubuh memanah burung seriti.

Tampak jurus itu Ti Then tertawa, sahutnya dengan cepat:

”Hwi Liong Tiam Cu atau naga membalik menutul mata”

”Jurus pecahan jan amat bagus, terima lagi seranganku ini”

Begitu suara tersebut keluar dari mulutnya, pedang panjang dari

patung emas itu lebih ditekan ke bawah bersamaan pula kaki kirinya

diangkat ke atas, gajanya mirip sekali dengan jurus ajam emas

berdiri disatu kaki, tetapi mendadak pedang panjangnya

melancarkan tusukan ke depan.

Ti Then melihat jurus yang digunakan ini pun merupakan jurus

”Jin Liong Jut Si” atau naga menjelam timbul di atas air yang

merupakan jurus sangat biasa sekali dalam hatinya diam-diam

merasa sangat geli, segera sahutnya:

”Sun Swi Tui Co atau mengikuti air mendorong perahu”

Mendadak kaki patung emas ini menggelincir ke depan sedang

tubuhnya berputar di tengah udara, pedang panjangnya dengan

mengikuti gerakan itu menusuk ke bawah.

Ti Then tidak berpikir panjang lagi, ujarnya dengan segera:

”Yu Tiau Liong Bun

naga..menjerang alismu”

atau

ikan

melompat

ke

pintu

Pada saat itu tubuh patung emas masih belum berdiri tegak,

tampak kepalanya miring ke samping pedang panjangnya yang

menusuk ke bawah mendadak mengencang dan menusuk ke atas

dengan kecepatan yang luar biasa.

Air muka Ti Then segera berubah, dengan gugup serunya:

”Aku menggunakan jurus Koay meng Huan Sin atau ular aneh

membalikkan tubuh”

Perkataannya baru saja keluar dari mulutnya, patung emas itu

telah meloncat ke atas sedang pedang panjang ditangannya

menusuk ke sebelah kiri tubuhnya.

Saat itu Thi Then telah tahu kalau kepandaian pihak lawan

sangat lihay sekali sehingga sukar diukur, bukannya dia merasa

sedih atas kekalahannya ini malah sebaliknya sangat gembira sekali,

sambil tertawa sahutnya:

”Benar, aku mau belajar kepandaian silat dari kau dan menjadi

patung emasmu selama satu tahun”

Agaknya majikan patung emas itu pun merasa sangat girang,

ujarnya kemudian:

”Kalau begitu, ada suatu syarat yang harus kau ketahui terlebih

dahulu, apabila kau telah menjadi patung emasku dan berani

melanggar apa yang aku perintahkan bahkan tidak mau

menjelesaikan tugas yang aku berikan dengan sebaik-baiknya, aku

dapat membunuh dirimu”

”Baiklah!” sahutnya Ti Then sambil mengangguk, ”Aku akan

menyanggupi syaratmu itu dan kini silahkan kau turun untuk

memperlihatkan dirimu”

“Tidak” ujar majikan patung emas, “Mulai hari ini juga hingga

saat kau selesai belajar kepandaian silat aku akan tetap berdiam

terus di atas atap dinding gua ini”

Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi tertegun, tanyanya:

“Kalau begitu kau akan menggunakan cara apa untuk memberi

pelajaran ilmu silat kepadaku?”

Sambil menggerakkan kaki tangan patung emasnya dia tertawa

terbahak-bahak, sahutnya:

“Aku akan menggunakan patung emas ini menurunkan ilmu silat

kepadamu”

Sekali lagi Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, serunya:

”Kalau begitu...apa kau tidak akan makan untuk selamanya?”

”Aku akan makan dan akan tidur di atas atap dinding gua ini

juga”

”Oooh..”

”Besok pagi kau harus turun gunung untuk membeli bahan

makanan serta peralatan yang diperlukan, besok lusa aku akan

mulai menurunkan pelajaran ilmu silat padamu”

”Kau..kenapa kau harus berbuat secara demikian?”

”Ini merupakan rahasiaku!”

”Tidak dapat diberitahukan kepadaku?” tanya Ti Then.

”Tidak dapat” sahut majikan patung emas itu, ”Kau tidak perlu

tahu dan lebih baik tidak usah bertanya terus, hal ini akan

mendatangkan celaka bagi dirimu”

”Ehmm...”

”Baiklah” ujar majikan patung emas itu lagi, ”Kini cuaca telah

mulai gelap, malam ini kau tidurlah di dalam gua ini bilamana

perutmu telah lapar di atas batu cadas di belakang tubuhmu telah

tersedia rangsum untukmu”

”Sekarang perutku masih belum lapar, aku pikir hendak mandi

dulu di mata air”

Tiba-tiba terdengar Majikan patung emas itu berbicara lagi,

ujarnya:

”lima puluh langkah di sebelah barat diluar gua terdapat sebuah

mata air dan ini merupakan persediaanku selama setengah tahun

mendatang ini, janganlah kau bikin kotor”

”Baik” sahut Ti Then singkat.

“Ada lagi, apa kau akan menggunakan kesempatan ini untuk

melarikan diri?”

”Keinginanku ini tumbuh dari lubuk hatiku, buat apa harus

melarikan diri?” sahut Ti Then.

”Itulah lebih bagus, kau pergilah!”

Ti Then memutar tubuhnya berjalan keluar dari dalam gua dan

pergi mencari sumber air di gunung untuk mandi, agar air yang

dingin dan segar itu membuat seluruh tubuhnya terasa segar dan

bersemangat kembali.

Pada saat itu rembulan telah terpancang jauh ditengah angkasa

yang telah berubah menjadi hitam gelap itu, dengan termangu-

mangu dia membaringkan diri ditengah mengalirnya sumber air itu,

dengan tenang dia mengingat kembali pengalaman aneh yang

dialaminya hari ini serta memikirkan keputusan hati dirinya.

Terhadap keputusannya untuk menjadi patung emas selama satu

tahun dan mau mengikuti segala perintah majikan patung emas, dia

sama sekali tidak menjesal. Sekali pun dia tahu pekerjaannya amat

memalukan sekali tetapi dia pun merasa kalau inilah satu-satunya

kesempatan yang paling baik bagi dirinya untuk memperoleh

pelajaran ilmu silat yang sangat mengejutkan..satu-satunya jalan

pula untuk menjelesaikan persoalan pribadinya yang terasa amat

sulit itu.

Sekarang, terhadap gerak-gerik serta cara bertindak di dalam

segala persoalan dari majikan patung emas itu dia amat merasa

terkejut dan tidak mengerti. Dengan tidak henti-hentinya dia putar

otak, memeras keringat untuk memperoleh jawaban, siapa dia

sebenarnya? Kenapa dia tidak mau memperlihatkan wajahnya? Dia

minta dirinya menjadi patung emas sebenarnya punya tujuan apa?

Semua persoalan ini tidak dapat diperoleh jawabannya saat ini,

tetapi masih ada suatu hal yang masih dapat dia simpulkan. Majikan

patung emas itu tidak mau memperlihatkan wajah sesungguhnya,

semuanya bukanlah dikarenakan wajahnya yang tumbuh sangat

jelek sehingga takut diperlihatkan pada orang lain.

Oleh karena dia tidak selalu menyembunyikan diri di atas atap

dinding gua itu, dia telah memancing dirinya..Ti Then..dari gunung

Kim Teng San yang amat jauh letaknya hingga ke tempat ini.

Dengan demikian, kalau majikan patung emas itu berani

memperlihatkan wajah aslinya di depan banyak orang, kenapa kini

tidak mau menampilkan dirinya untuk bertemu muka dengan

dirinya.

Dari hal ini dia dapat mengambil dua kesimpulan lagi. Pertama

Majikan patung emas itu tentu sedang menggunakan dirinya untuk

menjelesaikan suatu rencana yang tidak jelas sebaliknya dia pribadi

tidak ingin tersangkut secara langsung di dalam urusan ini. Kedua,

mungkin dia adalah merupakan seorang jago berkepandaian

tinggidari Bu-lim yang dia kenal baik. Oleh karena itu dia tidak ingin

bertemu muka secara langsung dengan dirinya.

Kepandaian dari majikan patung emas itu memang benar-benar

sangat tinggi sekali, bahkan tenaga pukulannya juga merupakan

jago yang sukar untuk dicarikan tandingannya, terbukti dia dapat

menekan batu cadas yang besar sehinggga meninggalkan bekas

telapak tangan sedalam tiga cun.

Teringat kembali oleh Ti Then terhadap setiap bekas telapak

tangan yang ditinggalkan majikan patung emas di tengah jalan,

teringat kembali keempat jurus serangan ilmu pedang yang

mengalahkan dirinya barusan ini, tidak terasa lagi pikirannya

semakin terjerumus ke dalam lamunan yang memabokkan.

Keesokan harinya, dengan perantara patung emasnya majikan

patung emas itu memberikan lima puluh tail perak serta sbuah

daftar keperluan yang dibutuhkan untuk mereka kepada diri Ti Then

dan memerintahkan dirinya untuk membeli barang-barang

keperluan sesuai dengan perintahnya itu.

Dengan menurut perintah Ti Then berjalan turun gunung, setelah

melakukan perjalanan sejauh kurang lebih lima puluh li barulah

ditemukan sebuah dusun kecil yang sangat ramai, ketika dia

berhasil mengangkut seluruh kebutuhan serta bahan makanan ke

atas gunung Lo Cin San cuaca pun telah mendekati magrib kembali.

Dengan bagi dua kali jalan, barang-barang kebutuhan serta

bahan makanan berhasil dimasukkan ke dalam gua cupu-cupu di

atas puncak gunung, kemudian segera memasang api memasak air.

Tanya Majikan patung emas itu:

”Waktu dahulu apa kau pernah melakukan pekerjaan seperti ini?”

”Tidak pernah” sahut Ti Then singkat.

”Dapat masak sajur?” tanya Majikan patung emas itu lagi.

”Apabila kau tidak terlalu membicarakan rasa dari setiap

masakan, kemungkinan masih boleh juga mematangkan sajur-sajur

ini”

Majikan patung emas itu tertawa keras, ujarnya lagi:

”Bila aku tidak membicarakan soal rasanya dari setiap masakan

sama saja dengan kau makan daging elang tanpa menggunakan

garam”

Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi termangu-mangu,

katanya:

”Di dalam perjalanan ini kau selalu membuntuti diriku?”

”Tidak salah!” sahut Majikan patung emas, ”Aku harus

mengetahui apakah ditengah jalan kau bisa berubah pikiran atau

tidak”

”Kalau begitu, kenapa kau begitu teganya melihat aku hampir-

hampir mati tetapi sama sekali tidak turun tangan memberi

pertolongan?”

”Kau menanyakan peristiwa ditengah pegunungan yang sunyi

kemarin siang itu?” tanya Majikan patung emas.

”Benar” sahut Ti Then, ”Waktu itu aku telah empat hari lamanya

tidak makan sebutir nasi pun, hampir-hampir saja mati saking

laparnya”

Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak, ujarnya:

”Aku tahu kalau kau sangat lapar dan dahaga sekali, tetapi ketika

kemarin kau rubuh ke atas tanah dan tidak bergerak lagi aku telah

tahu kalau kau sedang berpura-pura”

Ti Then berdiam diri tidak menyawab dan menggoreskan korek

api untuk membuat api.

Terdengar majikan patung emas itu berkata lagi:

”Tujuanmu pura-pura mati kemarin siang ada dua, tujuan yang

pertama adalah untuk memancing datangnya burung elang itu

untuk kau dahar, sedang tujuan yang kedua adalah memancing

munculnya diriku, bukankah begitu?”

”Tidak benar” sahut Ti Then dengan tawarnya, ”Sama sekali aku

tidak pernah mem punyai ingatan kalau kau sedang membuntuti

diriku”

”Benarlah” sahut Majikan patung emas sambil tertawa keras,

”Sekali pun dahulu aku tidak pernah tahu kalau kau adalah Hek Ie

hiap, Ti Then adanya. Tetapi ketika aku mengawasi secara diam-

diam segala gerak-gerikmu ditengah perjalanan segera telah

kuketahui kalau kau merupakan seorang pemuda yang amat cerdik

lagi licin...saking licinnya hingga seperti seekor rase”

”Bila aku adalah seekor rase maka kau tentunya merupakan

seekor siluman rase pula”

Perkataannya ini bilamana ditinyau dari keadaan situasi sekarang

ini dimanan orang itu hendak menurunkan kepandaian silat kepada

dirinya boleh dikata sangat tidak hormat sekali, tetapi perkataan itu

meluncur keluar dari mulutnya tanpa dipikir lebih panjang lagi oleh

karena dia hanya sangat kagum dan memuji terhadap kepandaian

silatnya yang amat tinggi, tetapi sama sekali tidak memuji atau

kagum terhadap tingkah lakunya, sebab dia menganggap kalau

dirinya sedang melakukan pertukaran syarat dengan orang itu jadi

sama sekali tidak perlu bersikap hormat terhadapnya.

Siapa tahu majikan patung emas itu sama sekali tidak dibuat

gusar oleh perkataannya itu, sambil tertawa terbahak-bahak

sahutnya:

”Tidak salah, memang aku harus disebut siluman rase, siluman

rase yang memiliki pikiran serta kepandaian yang tinggi”

Tidak lama, sajuran serta nasi yang ditanaknya dengan amat

sederhana itu telah matang, sambil menghembuskan napas lega, Ti

Thenangkat kepalanya bertanya:

”Dengan cara apa aku harus mengantar makanan ini untukmu?”

”Taruh saja di atas batu cadas tepat di bawahku itu sudah cukup”

Dengan mengikuti perkataannya Ti Then meletakkan sajuran

serta nasi itu di atas batu cadas, dengan menggunakan kesempatan

ketika mundur ke belakang itu dengan tergesa-gesa dia melirik

sekejap ke atas tetapi yang dilihatnya hanya tempat yang amat

gelap saja.

Ujar Majikan patung emas itu secara tiba-tiba:

”Kita masih ada waktu untuk berkumpul selama setengah tahun

lamanya, aku harap kau jangan begitu keheran-heranan melihat ke

atas, hal ini sangat berbahaja terhadap keselamatanmu”

Hati Ti Then serasa berdesir, dengan tertawa yang dipaksa

sahutnya:

”Pada suatu hari bila aku tahu siapakah kau sebenarnya

bukankah kau akan segera membunuh diriku?”

”Tidak salah” sahut majikan patung emas itu dengan dinginnya.

Ti Then tidak mengucapkan kata-kata lagi dan mengundurkan

diri ketempat semula untuk mulai mendahar mengisi kekosongan

perutnya.

Dengan perlahan-lahan majikan patung emas mengambil nasi

serta sajuran yang berada di atas batu cadas itu, tak lama kemudian

terdengar sambil mendahar ujarnya dengan tertawa:

”Bagus sekali, masakanmu ternyata tidak jelek”

Ti Then tetap tidak membuka mulutnya untuk berbicara,

bukannya dia tak senang berbicara dengan majikan patung emas

sebaliknya memangnya dia merupakan seseorang yang pendiam

dan wegah untuk berbicara lebih banyak.

Ketika majikan patung emas itu mendengar tidak ada lagi

jawaban, mendadak tertawa lagi ujarnya:

”Ti Then, ada orang bilang kau merupakan seorang yang sangat

aneh serta misterius sekali, kenapa begitu?”

”Karena orang-orang di dalam dunia kang-ouw hanya tahu aku

bernama pendekar baju hitam Ti Then saja, sedang tentang lainnya

tidak seorang pun yang mengetahuinya”

”Siapa suhumu?” tanya majikan patung emas lagi.

”Tidak tahu!”

Majikan patung emas itu segera tertawa tergelak, tanyanya

kemudian:

”Siapakah orang tuamu tentunya kau tahu bukan?”

”Juga tidak tahu” sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.

Sekonyong-konyong majikan patung emas itu tertawa terbahak-

bahak dengan kerasnya, ujarnya:’

”Baik, baiklah. Masih tetap pada perkataan kemarin malam, aku

mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan kepada orang

lain, kau pun mem punyai rahasia yang tidak dapat diberitahukan

kepada orang lain, sejak hari ini juga aku tidak akan menanyakan

urusan apa pun terhadap dirimu”

Ti Then hanya tertawa-tawa sahutnya:

”Bukannya aku tidak ingin memberitahu padamu, sebaliknya

memangnya aku benar-benar tidak mengetahuinya”

Suara tertawa tergelak dari majikan patung emas itu semakin

keras, suaranya bergema tak henti-hentinya di dalam gua yang

kosong melompong itu membuat telinga Ti Then serasa berdengung

dengan tak hentinya.

Pada hari ketiga, pagi-pagi sekali majikan patung emas itu sudah

mulai mewarisi ilmu silatnya pada Ti Then, dengan menggunakan

patung emasnya dia mula-mula mengajar suatu ilmu pukulan yang

amat aneh tetapi sakti sekali. Oleh karena perubahan yang terdapat

di dalam ilmu pukulan itu sangat banyak serta mendalam sekali

artinya, maka selama satu hari penuh Ti Then hanya berhasil

mengingat seperlima dari rangkaian ilmu pukulan tersebut.

Sampai pada hari ketujuh barulah dia berhasil mengingat-ingat

serangkaian ilmu pukulan itu. Saat itulah majikan patung emas baru

mulai menjelaskan kegunaan dari setiap jurus ilmu pukulan itu,

berturut-turut selama tiga hari lamanya barulah Ti Then berhasil

menjelami seluruh inti serta kegunaan dari ilmu pukulan itu.

Tetapi memahami bukannya berarti telah terlatih hingga matang,

maka pada malam kesepuluh, ujar Majikan patung emas itu:

”Mulai besok kau boleh berlatih ilmu pukulan itu seorang diri

diluar gua, ilmumu haruslah kau latih hingga bisa memukul balok

kaju hingga sedalam tujuh cun, saat itulah kau baru dapat dianggap

sudah matang tiga bagian”

Keesokan harinya Ti Then dengan mengikuti perintahnya berlatih

ilmu pukulan itu seorang diri diluar gua, sebenarnya dia memang

sudah memiliki bakat yang sangat bagus sehingga setelah berlatih

beberapa kali mendadak dengan mengerahkan tenaganya dia

melancarkan pukulan kearah sebuah pohon besi yang sangat besar

sekali.

”Kraaak....” pohon besi yang sangat besar itu dengan

mengeluarkan suara yang amat nyaring telah terpukul rubuh hingga

menjadi dua bagian.

Melihat hal itu Ti Then menjadi amat girang, sambil berlari ke

dalam gua teriaknya:

”Aku sudah berhasil...aku sudah berhasil”

Siapa tahu majikan patung emas itu dengan tertawa dingin

ujarnya:

”Bukankah kau berhasil memukul rubuh sebatang pohon besar?”

”Benar” sahut Ti Then. Pohon itu sangat besar sekali, dahulu aku

belum pernah berhasil berbuat seperti ini”

”Mungkin kau telah lupa akan rahasia yang telah aku terangkan

padamu, aku memerintahkan kau untuk berlatih hingga pukulanmu

dapat meninggalkan bekas telapak pada pohon itu sedalam tujuh

cun, bukannya meminta kau untuk pukul rubuh pohon tersebut”

Ti Then menjadi tertegun atas perkataannya itu, bantahnya:

”Tetapi bukankah memukul rubuh sebatang pohon jauh lebih

lihay daripada hanya meninggalkan bekas pukulan telapak sedalam

tujuh cun pada batang pohon itu?”

”Tidak, pukulan dahsyat yang hanya meninggalkan bekas telapak

sedalam tujuh cun tetapi tidak sampai merubuhkan batang

pohonnya sendiri barulah dapat disebut lihay”

Dengan kebingungan ujar Ti Then lagi:

”Tetapi untuk memukul hingga meninggalkan bekas sedalam

tujuh cun itu harus menggunakan tenaga yang besar, dengan

demikian pohon itu mungkin akan ikut tumbang pula”

Majikan patung emas itu tertawa ringan, sahutnya:

”Agaknya aku harus memberi suatu contoh padamu baru dapat

membuat kau benar-benar paham”

”Silahkan memberi petunjuk”

”Pada tahun yang telah silam aku pernah menggunakan sebatang

pedang membunuh seseorang, pedangku dengan satu kali

sambaran saja sudah berhasil memutuskan pinggang pihak lawan,

tetapi dia sama sekali tidak merasa bahkan tetap memaki-maki terus

kepada diriku, menanti ketika dia mulai menggerakkan kakinya

tubuh yang bagian atas baru lepas dari tubuhnya bagian bawah,

tahukah hal ini apa sebabnya?”

Selamanya Ti Then belum pernah mendengar peristiwa yang

demikian anehnya, tidak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut,

tanyanya:

”Apa sebabnya?”

”Sebabnya karena gerakan pedangku terlalu cepat sehingga

sama sekali dia tidak tahu kalau pedangku telah berhasil membabat

putus pinggangnya, seseorang bilamana tidak tahu kalau dirinya

sebenarnya telah ’binasa’, maka seluruh semangat serta tenaganya

masih bisa mempertahankan hidupnya untuk suatu saat tertentu”

Dengan nada yang penuh keheranan dan terkejut, tanya Ti Then:

”Kau..ilmu pedangmu

kecepatan begitu?”

apa

benar-benar

sudah

mencapai

”Tidak salah” sahut majikan patung emas, ”Pengalaman kita pada

hari

pertama

aku

memangnya

telah

sungguh-sungguh

menggunakan jurus serangan yang sesungguhnya bertempur

melawan kau, maka kau masih bisa menahan tiga buah seranganku.

Padahal bila aku benar-benar turun tangan jangan dikata tiga jurus

hanya cukup satu jurus pun mungkin kau sudah tidak sanggup

untuk menerimanya, kepandaianku sebenarnya mengutamakan

kecepatan gerak”

”Aku dengar katanya kepandaian dari kakek pemalas Kay Kong

Beng juga mengutamakan gerakan yang cepat” ujar Ti Then.

”Sekali pun ilmu pedangnya sangat cepat tetapi dia tidak secepat

diriku, aku dapat melancarkan tujuh kali serangan tusukan di dalam

sekejap, sebaliknya dia hanya bisa mencapai lima kali tusukan saja”

Dia berhenti sejenak kemudian tanyanya lagi:

”Kini sudah paham belum?”

”Sudah paham” sahut Ti Then sambil mengangguk.

”Kalau begitu, teruskanlah berlatih dengan rajin”

Ti Then memutarkan tubuhnya dan berlalu dari tempat itu, tetapi

baru saja berjalan beberapa langkah telah berhenti lagi, tanyanya:

”Menurut penglihatanmu aku harus berlatih berapa lama hingga

bisa berhasil memukul hingga meninggalkan bekas pukulan sedalam

tujuh cun pada batang pohon tetapi tidak sampai mematahkannya”

Mendengar pertanyaan itu majikan patung emas termenung

berpikir keras beberapa saat lamanya, kemudian barulah sahutnya:

”Bakatmu tidak jelek, asal berlatih dengan rajinnya setiap hari

kemungkinan sesudah setengah bulan baru berhasil”

”Ehmm..” sahut Ti Then kemudian bertindak keluar dari dalam

gua dan mulai berlatih lagi dengan rajinnya.

Berturut-turut dia berlatih selama lima hari lamanya, pukulannya

telah berhasil meninggalkan bekas pukulan sedalam satu cun pada

batang pohon tanpa menggojangkan tubuh pohon itu sendiri,

setelah itu setiap tiga hari dia berhasil menambah satu cun lagi,

tidak salah lagi setelah setengah bulan lamanya akhirnya dia

berhasil mencapai hasil seperti apa yang diminta oleh Majikan

patung emas itu.

Pada bulan yang kedua dia mulai mempelajari suatu rangkaian

ilmu telapak dari Majikan patung emas itu. Ilmu telapak ini jauh

lebih sukar dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu pukulan. Jurus-

jurus serangannya amat ruwet dan sukar apalagi tenaga pukulan

telapaknya harus berhasil meninggalkan bekas telapak sedalam satu

cun pada permukaan batu cadas yang sangat keras bahkan tidak

diperkenankan kalau sampai permukaan batu menjadi hancur oleh

pukulannya.

Dengan tidak mengenal lelah Ti Then , berlatih keras selama

empat puluh hari lamanya dan akhirnya berhasil juga dia menguasai

ilmu telapak itu.

Jika dihitung dengan jari sejak dia naik gunung hingga kini telah

dua bulan lamanya, sedang di dalam dua bulan ini boleh dikata

merupakan penghidupan yang paling susash selama hidupnya,

tetapi dengan tidak mengenal lelah dan letih dia berlatih terus

dengan rajinnya karena dia seratus persen telah percaya kalau

majikan patung emas itu akan berhasil membuat dirinya menjadi

jago nomor tiga di dalam dunia Kang-ouw pada saat itu.

Majikan patung emas yang melihat cara berlatihnya amat rajin

juga merasa amat gembira sekali, sesudah itu dia mulai

menurunkan ilmu meringankan tubuh pada dirinya.

Sebulan telah lewat dengan cepatnya, ilmu pukulan, ilmu telapak

serta ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ti Then telah jauh lebih

maju jika dibandingkan sesaat dia mulai naik gunung.

Hari itu sesudah makan malam tiba-tiba tanya majikan patung

emas:

”Ti Then, kau naik gunung sudah berapa bulan lamanya?”

”Tiga bulan lebih sembilan hari” sahut Ti Then singkat.

”Hee..he..perhitunganmu sungguh amat jelas sekali!”

Ti Then tidak menggubris, ujarnya lagi:

”Jaraknya dengan setengah tahun perjanyian kita masih ada

kurang lebih delapan puluh hari lamanya”

”Tidak salah, kemajuan yang kau capai ternyata jauh lebih cepat

dua puluh hari dari dugaanku semula, aku mengira paling cepat kau

tentu harus menghamburkan empat bulan lamanya untuk berhasil

melatih ilmu pukulan, ilmu telapak serta ilmu meringankan tubuh

tiga macam kepandaian. Tetapi jika dilihat sekarang ini

kemungkinan sekali tidak perlu setengah tahun kau sudah bisa

turun gunung.

”Kau masih akan mewariskan kepandaian apa lagi kepada

diriku?” tanya Ti Then.

”Ilmu pedang”

”Untuk ini harus membutuhkan berapa lamanya?” tanyanya lagi.

”Sebenarnya harus membutuhkan dua bulan lamanya” sahut

majikan patung emas, ”Tetapi dengan kemajuanmu yang kau capai

sekarang ini, kemungkinan hanya cukup satu setengah bulan sudah

berhasil”

”Kalau benar-benar begitu tentunya aku akan turun gunung tiga

puluh hari lebih pagi?”

”Benar” sahut majikan patung emas, ”Kau turun gunung lebih

pagi berarti juga kau dapat bebaskan dirimu sendiri satu bulan lebih

cepat, terhadap dirimu tidak ada ruginya”

”Sudah tentu, kapan kau akan mulai menurunkan ilmu pedang

kepadaku?”

”Besok” sahut majikan patung emas singkat.

Keesokan harinya ternyata Majikan patung emas itu menepati

janyinya dan mulai menurunkan ilmu pedang kepada Ti Then, baru

saja dia melihat gerakan beberapa jurus serangan dari patung emas

itu segera dia sadar kalau ilmu pedang ini beberapa ratus kali lipat

jauh lebih sukar dilatih jika dibandingkan dengan berlatih ilmu

pukulan, ilmu telapak mau pun ilmu meringankan tubuh, tetapi dia

tidak memperdulikannya juga, dia tahu bahwa orang yang mau

menerima penderitaan lebih dahulu itulah yang dapat mencapai

kesuksesan.

Meski pun begitu untuk menjelesaikan kesukaran dirinya pun

mau tak mau dia harus mengukuhkan pendiriannya untuk tetap

berlatih dengan sabarnya.

Di dalam sekejap saja satu setengah bulan telah lewat dengan

cepatnya, ilmu pedangnya telah mencapai pada taraf yang hampir-

hampir dirinya sendiri tidak percaya, di dalam satu kali gerakan

pedangnya dia dapat membabat putus tiga batang lilin tanpa

menggerakkan lilin itu sendiri dari tempat semula.

Melihat kemajuan itu, majikan patung emas menjadi sangat

girang sekali ujarnya:

”Sudah cukup!” Ti Then, dalam dunia kangouw saat ini selain aku

serta si kakek pemalas Kay Kong Beng tidak akan ada lagi seorang

pun yang merupakan tandinganmu”

”Aku pun merasa kalau aku telah berubah menjadi seorang lain”

sahut Ti Then dengan perlahan, ”Kini apakah aku benar-benar telah

menjadi jago nomor tiga dalam dunia kang-ouw, aku masih

membuktikan dengan mata kepalaku sendiri”

”Kecuali kalau di dalam bu-lim masih terdapat jago-jago

berkepandaian tinggi yang menyembunyikan diri, kalau tidak

sekarang kau boleh dikata telah merupakan seorang jago

berkepandaian tinggi yang tanpa tandingan di dalam dunia

kangouw”

Ti Then hanya tertawa saja, ujarnya kemudian:

”Apabila aku sampai bertemu dengan jago berkepandaian tinggi

yang dapat mengalahkan diriku, aku akan segera membatalkan

perjanyian kita dan tidak akan menjadi patung emasmu lagi”

”Baiklah” sahut majikan patung emas, ”Tetapi kau tidak dapat

pura-pura kalah, bilamana kau sengaja mengalah pada orang lain,

aku akan segera membunuh dirimu”

”Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tidak akan ditarik

kembali, apa yang sudah aku katakan tentu tidak akan kulanggar

sendiri dan berbuat pekerjaan yang demikian memalukan”

Majikan patung emas itu hanya tertawa-tawa, ujarnya:

”Aku akan menggunakan waktu untuk membuktikannya?”

”Tetapi bilamana aku benar-benar dikalahkan orang lain, dengan

cara apa aku harus membuktikan agar kau mau mempercayainya?”

”Sesudah kau turun gunung” sahut majikan patung emas, ”Aku

akan bertindak seperti cacing di dalam perutmu, selamanya akan

mengikuti jejakmu, bilamana kau sunggug-sungguh dikalahkan

orang lain aku akan bisa melihatnya dengan sangat jelas”

Mendengar hal itu tidak terasa lagi seluruh bulu kuduk Ti Then

pada berdiri, ujarnya:

”Kenapa secara diam-diam kau akan terus menerus mengikuti

diriku?”

”Kalau tidak berbuat demikian bagaimana aku dapat memberi

petunjuk serta memberi perintah kepadamu?”

”Oooh..” sahut Ti Then, ”Baiklah, pertanyaan yang terakhir

tugasmu yang kau serahkan kepadaku apabila ada yang merupakan

tugas yang bukan seharusnya diselesaikan dengan menggunakan

kepandaian silat..”

Tidak menanti dia selesai berkata, memotong majikan patung

emas itu dengan cepat:

”Kau dapat menjelesaikannya dengan menggunakan cara lain”

”Tetapi apabila sekali pun telah berusaha sekuat tenaga masih

tetap tidak bisa membereskannya?”

”Asalkan kau telah bekerja sekuat tenaga, sekali

berhasil aku juga tidak akan menyalahkan dirimu”

pun tidak

”Itu pun sangat bagus, kapan aku harus turun gunung?” tanya

Ti Then lagi.

”Sebelum aku memberi tahu tugas apa yang harus kau

laksanakan untuk pertama kali ini aku harus menjelaskan padamu

terlebih dahulu, sejak besok pagi kau adalah patung emasku, aku

memerintahkan kau berbuat apa pun kau harus melaksanakannya

tanpa membantah. Dengan perkataan lain, sekali

pun kau

merupakan seorang yang masih hidup tetapi merupakan sesosok

tubuh tanpa nyawa, tidak memiliki akal budi, tidak tahu baik buruk

dan tak ada pendapat apa pun juga. Bilamana aku menjuruh kau

makan yang manis sekali pun kau tidak suka akan barang-barang

yang manis juga harus dimakan, paham tidak?”

”Paham” sahut Ti Then sambil mengangguk, ”Tetapi hanya ada

satu urusan yang aku tidak akan melaksanakannya, kau tidak boleh

memerintahkan aku untuk membunuh seseorang yang berbudi”

”Baiklah” sahut majikan patung emas sambil tertawa, ”Tetapi

untuk mengetahui baik buruknya orang-orang yang ada di dalam

dunia ini sebenarnya amat sukar, apa kau bisa membedakannya?”

”Aku pasti sanggup” sahut Ti Then dengan mantap.

”Perkataanmu begitu tegas serta mantapnya, hal ini

membuktikan kalau pengetahuanmu terhadap manusia masih

sangat kurang”

”Sekali pun sangat jelas terhadap seluk beluk manusia juga tidak

tentu berguna..silahkan sekarang kau mulai memberi tahu tugasku

yang pertama untuk aku selesaikan”

Majikan patung emas itu berdiam diri lama sekali, kemudian

barulah ujarnya sepatah demi sepatah:

”Tugas pertama yang harus kau selesaikan adalah pergi

mengawini seorang nona menjadi suami isteri”

Mendengar tugasnya itu Ti Then menjadi amat terkejut, dengan

melongo serunya:

”Kau bilang apa?”

”Menjadi suami isteri dengan seorang nona”

”Ini mana mungkin, aku masih tidak ingin kawin terlebih dahulu”

teriak Ti Then dengan keras.

”Harap kau perhatikan” sahut majikan patung emas itu dengan

dinginnya, ”Kau adalah patung emasku, kau tidak punya nyawa,

kau tidak tahu baik buruknya, kau tidak punya pendapat”

Ti Then mimpi pun tidak menyangka kalau tugas pertamanya

yang harus dia kerjakan adalah pergi mengawini seorang nona,

tidak terasa lagi hatinya menjadi amat gugup dan kacau, ujarnya:

”Tetapi..”

”Tidak ada tetapi segala” potong majikan patung emas itu

dengan dinginnya.

Ti Then menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil

menenangkan pikirannya barulah dia berkata sambil tertawa pahit:

”Coba kau dengarkan dulu perkataanku”

Potong majikan patung emas itu dengan cepat:

”Tidak perduli kau berkata apa pun sekarang sudah terlambat”

Aku hanya menyanggupi untuk menjadi patung emasmu selama

satu tahun bukannya menjual diriku untuk selamanya” timbrung Ti

Then.

”Aku tidak pernah berkata kalau selama hidupmu kau jual

padaku”

”Tetapi perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat besar

selama hidup” bantah Ti Then.

Satu tahun sesudah perjanyian kita habis, bilamana kau tidak

suka padanya kau boleh membuang dirinya”

”Perkataan macam apa itu, apa kau kira perkawinan dapat

dianggap sebagai barang mainan?” ujar Ti Then dengan agak gusar.

”Bilamana kau merasa tidak baik untuk melepaskan dirinya, kau

boleh terus menjadi suaminya”

”Tetapi aku masih tidak ingin berkeluarga”

”Itulah pendapatmu?” tanya Majikan patung emas.

”Benar!”

”Hee...hee..hee..tetapi kini aku sudah menjadi patung emasku,

kau tidak berhak merusak penghidupanku untuk selamanya”

”Aku tidak punya maksud untuk merusak seluruh hidupmu, aku

hanya minta kau menjadi suami isteri dengan nona itu selama

setahun ini, setelah satu tahun lewat kau mau atau tidak

meneruskan perkawinan itu bukan urusanku lagi”

Bagaikan digujur oleh sebaskom air dingin dengan lemasnya Ti

Then menyatuhkan diri ke atas tanah, semangatnya telah hancur

luluh oleh perkataan itu. Sambil menghela napas ujarnya:

”He..bila sejak dari dahulu sudah tahu harus melakukan

pekerjaan ini tentu aku tidak akan menyanggupinya”

”Ini salahmu sendiri kenapa tidak mau tanya lebih jelas lagi”

sahut majikan patung emas itu sambil tertawa dingin.

Dengan sedihnya Ti Then menundukkan kepalanya, dengan

bingung dan perasaan menjesal pikirnya secara diam-diam:

”Hei..sungguh celaka kali ini, semula aku masih menganggap

apabila aku tidak ingin pergi membunuh orang baik, tentu tidak

akan ada urusan yang lebih berat lagi, mana kusangka kalau dia

ternyata minta aku menjadi suami isteri dengan seorang nona”

Majikan patung emas yang mendengar dia tidak mengeluarkan

suara lagi, segera tanyanya:

”Ti Then, kau menjesal bukan?

”Benar!”

”Ingin melarikan diri?” tanya majikan patung emas itu lagi.

”Tidak”

”Itulah sangat bagus” sahut Majikan patung emas sambil

tertawa, ”Padahal pekerjaan ini merupakan tugas yang paling

menggembirakan. Jangan kita bicarakan yang lain, nona itu memiliki

wajah yang amat cantik sekali dan merupakan seorang gadis cantik

yang sangat jarang bisa ditemui”

Tidak terasa hati Ti Then menjadi bergerak, dengan tawar

tanyanya:

”Putri siapa?”

”Putri tunggal Toa pocu dari Benteng Pek Kiam Po, Kim Liong

Kiam atau si Pedang Naga Emas Wi Ci To, Wi Lian In adanya”

Mendengar disebutnya nama itu dalam hati Ti Then merasa

sangat terperanyat, dengan sangat terkejut serunya:

”Ha...putri tunggal dari Wi Ci To Pocu dari Benteng Pek Kiam Po?

Kau..bukankah kau punya niat untuk mencelakai diriku?”

Kiranya jika menyinggung Pek Kiam Pocu, si pedang naga emas

Wi Ci To boleh dikata semua orang di dalam bu-lim tidak seorang

pun yang tidak kenal nama besarnya.

Dia merupakan seorang jago berkepandaian tinggi yang sedikit di

bawah si kakek pemalas Kay Kong Beng, juga merupakan seorang

pimpinan yang pengaruhnya paling kuat dan paling luas di dalam

bu-lim, murid-muridnya tidak terhitung banyaknya sedang dari

’Pendekar Pedang Merah’nya saja yang dia ketahui sudah ada

sembilan puluh sembilan orang banyaknya, oleh karena itu dia

merupakan sebuah keluarga ilmu pedang yang paling kuat dan

paling disegani di dalam Bu-lim.

Tetapi perasaan terkejut dari Ti Then sesudah mendengar nama

itu bukannya karena kepandaian silat yang amat tinggi dari si

pedang naga emas Wi Ci To, sebaliknya karena sikap serta tindak

tanduk dari Wi Ci To.

Dia pernah dengar oarng bilang kalau Wi Ci To jadi orang amat

gagah, ramah, sosial serta membela keadilan dan merupakan

seorang giam lo ong bagi kaum penyahat di kalangan Hek to, kini

Majikan patung emas menghendaki dia pergi mengawini putri

tunggal dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In, tidak dapat diragukan lagi

kalau dia tentu sedang menggunakan dirinya untuk melaksanakan

suatu rencana busuk, ketika majikan patung emas telah mencapai

pada cita-cita, rencana kejinya segera dia dapat menghindarkan diri

dan cuci tangan dari urusan ini, sebaliknya dia...Ti Then..harus

melarikan diri kemana?

Kini soal yang paling penting, bagaimana dia dapat membantu

seorang yang tidak jelas asal usulnya untuk pergi membunuh

seorang jago berkepandaian tinggi dari kalangan lurus?

Semakin berpikir dia merasa semakin tidak tenteram, sambil

angkat kepala tanyanya:

”Apa tujuanmu sebenarnya?

memperisteri putri Wi Ci To?”

Kenapa

kau

menjuruh

aku

”Tentang hal ini aku akan memberitahu padamu sesudah kau

menjadi menantu kesajangan dari Wi Ci To”

”Kalau begitu adanya, sekarang kau boleh turun” ujar Ti Then

sambil tertawa pahit.

”Kau bicara apa?”

”Kau boleh turun untuk membunuh aku”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 2.1. Rusuh di Touw Hoa Yuan

Untuk beberapa saat lamanya majikan patung emas itu tidak

mengucapkan sepatah kata pun, kemudian dengan nada yang amat

dingin bertanya:

“Kau tidak mau menurut perintahku?”.

“Tidak salah ?” Sahut Ti Then dengan tegas.

Tiba-Tiba Majikan patung emas itu tertawa terbahak-bahak,

ujarnya:

“ Aku paham sebab apa kau tidak mau menyalankan perintah

sesuai dengan perjanyian, kau takut aku memerintahkan kau pergi

membunuh Wi Ci To bukan?.”

“Apa mungkin aku salah menerka?” Sahut Ti Then sambil tertawa

dingin.

Suara tertawa Majikan patung emas itu mendadak berhenti,

dengan suara yang mantap tetapi tegas serunya:

“Sama sekali salah besar, tujuanku sama sekali tidak

mendatangkan kerugian pada diri Wi Ci To mau pun anak

muridrnya, yang ada adalah sesudah perjanyian kita satu tahun

penuh dan kau tidak mau meneruskan menjadi suami istri dengan

Wi Lian In, saat itulah akan mendatangkan sedikit kerugian dan

kesedihan pada diri Wi Lian In. “

“Aku tidak percaya” ujar Ti Then sambil menggelengkan

kepalanya.

“Boleh saja aku mengangkat sumpah sekarang juga bilamana

pekerjaan yang aku lakukan ini mendatangkan kerugian pada orang-

orang dari Benteng Pek Kiam Po, aku akan mendapatkan kematian

dengan cara yang mengerikan.”

Ti Then yang mendengar sumpahnya di ucapkan begitu jujur

serta tegasnya tidak terasa dia menjadi semakin bingung, ujarnya

kemudian:

“Kalau benar tidak akan mendatangkan kerugian pada orang-

orang dari benteng Pek Kiam Po lalu ada urusan apa sebenarnya

kau menjuruh aku pergi menjadi suami Wi Lian In ?”

“Tadi aku sudah bilang, sebab musababnya aku tidak akan

mernberitahukan padamu sekarang juga. “

“Bagaimana ini bisa jadi, pada saat sesudah aku menjadi suami

Wi Lian In bilamana kau memerintahkan aku untuk melakukan

pekerjaan yang merugikan orang-orang benteng Pek Kiam Po aku

akan segera membatalkan perjanyian kita sedang kau pun tidak

dapat membunuh aku karena pembatalan perjanyian itu “

Majikan patung emas itu termenung berpikir keras beberapa saat

lamanya, kemudian barulah sahutnya:

“Aku hanya dapat menanggung tidak sampai mengganggu seutas

rambut pun dari orang-orang benteng Pek Kiam Po”

Dalam hati diam-diam Ti Then berpikir keras, asalkan satu tahun

telah lewat, dirinya akan meneruskan menjadi suami istri dengan Wi

Lian In atau tidak sebenarnya bukan merupakan urusan yang

sangat besar, sambil menghela napas panjang sahutnya

”Baiklah, tetapi ada satu hal yang harus kau ketahui, bilamana Wi

Lian In tidak mau dikawinkan dengan diriku hal itu bukan salahku.”

”Dengan bakat serta wajahmu” ujar majikan patung emas itu.

“Kemudian di tambah dengan sedikit permainan kemungkinan sekali

tidak sampai tiga bulan kau telah berhasil mendapat kecintaannya!”

Dia berbenti sejenak, kemudian sambil tertawa lanjutnya lagi:

“Yang dimaksud dengan sedikit permainan, selain kau harus

berusaha untuk memasuki Benteng Pek Kiam Po dan merebut

kepercayaan serta kecintaan dari Wi Ci To dan putrinya kau pun

harus menggunakan sedikit kepandaianmu agar Wi Lian In merasa

benci dan bosan terhadap “In Tiong Liong atau sinaga mega Hong

Mong Ling.

Ti Then menjadi tertegun untuk sesaat lamanya dia tak dapat

berbuat apa apa tanyanya kemudian:

Siapa itu si Naga mega Hong Mong Ling ?

"Murid kesajangan dari Wi Ci To, juga merupakan bakal suami

dari Wi Lian In.

"Haaa??? Wi Lian In sudah dijodohkan kepada orang lain ?

"Benar !”sahut Majikan patung emas itu. “Itu merupakan suatu

urusan yang baru saja terjadi setengah tahun yang lalu, oleh karena

Si naga mega Hong Mong Ling itu tumbuh dengan wajah yang

sangat tampan, bakat serta tindak tanduknya pun sangat menarik

akhirnya dia berhasil memenangkan hati Wi Lian In sehingga

menjadi kekasihnya bahkan dengan demikian dia berhasil pula

diangkat Wi Ci To sebagai bakal menantunya.”

Mendangar penjelasan itu Ti Then mengerutkan alisnya, ujarnya:

“Jika demikian adanya, kau menginginkan aku untuk pergi

merusak dan mengacau perjodohan orang lain ?”

“Tidak!” sahut majikan patung emas, “Menurut penglihatanku Wi

Lian In jauh lebih cocok bila dijodohkan kepadamu dari pada harus

dijodohkan dengan Hong Mong Ling itu.”

“Kau terlaiu memuji” sahut Ti Then sambil tertawa tawa.

Majikan patung emas itu tidak menggubris perkataannya dan

lanjutnya lagi:

"Secara diam-diam aku pernah mengadakan pemeriksaan dan

telah kutemui kalau Hong Mong Ling itu sekalj pun bakatnya sangat

bagus tetapi sifatnya sebenarnya tidak baik hati tidak jujur secara

sembunyi sembunyi sering dia keluar benteng untuk bermain

dengan pelacur-pelacur"

Ti Then mengucak-ucak matanya, mendadak tertawa terbahak-

bahak, ujarnya:

“Ha .. ha .. , ha . . . aku sekarang paham, aku sekarang sudah

paham benar-benar .... “

“Kau sudah memahami tentang apanya?” tanya majikan patung

emas itu sambil tertawa pula.

“Kau adalah Pocu dari benteng Pek Kiam Po, sipedang naga emas

Wi Ci To, bukankah begitu? “

“Ha . . ha ha . . bagaimana kau bisa punya pikiran kalau aku

adalah si Pedang naga emas, Wi Ci To?”

”Sesudah kau menjodohkan putrimu kepada Hong Mong Ling

karena mengetahui kalau perbuatan serta tindak tanduknya tidak

lurus sehingga timbullah pikiran untuk membatalkan perjodohan ini,

tetapi dikarenakan cintanya putrimu terhadap dirinya sudah sangat

mendalam, di dalam keadaan yang sangat kepepet inilah terpikir

olehmu akan menggunakan cara ini dan meminta aku pergi merusak

hubungan seerta perasaan cinta diantara mereka berdua kemudian

memperisteri putrimu itu, dengan tindakan ini kau akan berhasil

menolong putrimu dari penderitaan dikemudian hari.”

Majikan

sahutnya.

patung

emas

itu

tertawa

terbahak-terbahak

lagi

“Ha . . ha . otakmu ternyata sangat tajam sekali, hanya sajang

semua dugaanmu salah besar. “

Ti Then mana mau mempercayai omongannya, sambil tersenjum

ujarnya lagi:

”Alasanku hingga bisa kerkata demikian adalah ilmu pedang yang

kau miliki jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ilmu ilmu yang

lain, bahkan sekali pun kau menggunakan kekerasan juga tidak

akan mengganggn orang-orang dari benteng Pek Kiam Po itu,

tentang hal ini saja sudah cukup membuktikan kalau kau adalah

majikan dari benteng Pek Kiam Po itu. “

Dengan nada yang sangat kalem dan halus sahut majikan patung

emas jtu

”llmu pedang dari benteng Pek Kiam Po sekali pun tidak jeiek

tetapi dengan ilmu kepandaian yang kau berhasil pelajari sampai

kini sudah cukup untuk mengalahkan dia di dalam ratusan jurus

saja, sedang mengenai aku sekali pun menggunakan kekerasan juga

tidak akan mengganggu seujung rambut pun dari orana orang

benteng Pek Kiam Po tetapi aku belum pernah tidak menjetujui

kalau kau mau rneninggaikan Wi Lian In sesudah perdianyian kita

satu tahun penuh. Bilamana aku adalah Wi Ci To maka aku akan

memutuskan

kalau

selamanya

kau

tidak

diperkenankan

meninggalkan dia bahkan harus hidup bersama dengan dia hingga

tua, coba kau pikir betul tidak perkataanku ini?

Pikiran Ti Then terus berputar, terasa olehnya kalau perkataannia

sedikit pun tidak salah bahkan sangat beralasan sekali membuat dia

segera terjerumus kedaiam pikiran-pikiran yang sangat ruwet, tetapi

dia malas untuk bertanya, lebih banyak lagi dengan perlahan-

perlahan mulai merebahkan diri diri di atas batu cadas dimana

setiap malam dia tidur, dengan tidak bersemangat tanyanya

“Kau masih mau pesan apa lagi?-

“Sudah tidak ada” sahut majikan patung emas, “aku hanya

merintahkan padamu di dalam tiga bulan ini kau harus berhasil

manyadi suami istri dengan Wi Lian In itu, perkataan lain boleh kita

bicarakan tiga bulan kemudian.

”Bilamana dia tetap kukuh tidak mau dikawinkan dengan diriku

lalu bagaimana?

”Bila perlu, gunakanlah tentera dahulu bisa disusul dengan

upacara, sehingga urusan jadi kenyataan. Saat itu aku tidak takut

kalau dia tidak mau . . he, he... “

Sehabis berkata mendadak dia menyatuhkan sebuah buntalan

yang kelihatan sangat berat sekali, ujarnya lagi

“Di dalam buntalan itu telah aku sediakan tiga ratus tahil uang

perak sebagai ongkcos jalanmu besok pagi sesudah kau turun

gunung pergilah membeli beberapa buah pakaian yang bagus, kau

harus dandan lebih gagah dan lebih perlente”

Dengan perlahan Ti Then bangkit dan memungut buntalan uang

perak itu, sambil tertawa pahit sahutnya

“Semoga saja sebelum aku berhasil mencapai benteng Pek Kiam

Po dapat bertemu dengan seseorang yang bisa mengalahkan diriku

.”

“Hee . . he . kecuali aku serta sikakek pemalas Kay Kong Beng

jangan harap di dalam hidupmu ini bisa bertemu ddengan seorang

lawan tangguh yang bisa mengalahkan dirimu”

Beberapa hari kemudian terlihatlah Ti Then telah munculkan

dirinya di atas loteng kedai arak dikota Go-bi dalam keresidenan

Siok Si. Dia telah berdiam di atas loteng penjual arak ini selama tiga

hari berturut turut.

Kedai arak yang memakai merek Go bi lo ini mem punyai bentuk

yang paling mewah di dalam kota itu, arak mau pun masakan dari

kedai itu pun merupakan yang paling baik dan paling terkenal,

tetapi ke semuanya ini bukanlah dikarenakan hal ini saja sehingga

loteng “-Go bi Lo” ini menjadi sangat ramai dan terkenal, alasan

yang lebih tepat adalah dikarenakan orang-orang yang setiap hari

mengunjungi kedai arak arak itu tak lebih merupakan, orang-orang

dari kalangan persilatan.

Sedang kedai arak ini dapat digemari oleh orang-orang dari

kalangan persilatan alasan yang paling kuat adalah dikarenakan

jaraknya dengan benteng Pek Kiam Po sangat dekat sekali.

Si kakek pemalas Kay Kong Beng sekali pun dikenal oleh orang-

orang Bu lim sebagai jago nomor wahid di dalam dunia saat ini

tetapi benteng Pek Kiam Po ini merupakan sebuah partai perguruan

yang memiliki kekuasaan paling kuat dalam Bu-lim, oleh karena

itulah kota Go-bi ini boleh dikata sudah merupakan kota yang paling

banyak dikunjungi oleh orang orang dari kalangan persilatan.

Setiap hari Ti Then tentu berada di dalam loteng kedai arak itu

hingga jauh malam baru meninggalkan tempat itu, dandanannya

masih tetap tidak berubah, ditengah rambutnya yang terurai tidak

karuan terbentanglah sebuah wajah yang sangat dengkil, pada

tubuhnya pun masih mengenakan pakaian compang camping yang

amat kotor hanya saja pelajan dari kedai itu tak ada seorang pun

yang berani memandang rendah terhadap dirinya bahkan

pelajannya jauh lebih ramah daripada yang lain-lainnya.

Karena mereka-mereka itu sudah memiliki pengalaman yang

sangat luas sekali, mereka tahu bentuk luaran yang semakin aneh

kepandaian yang dimiliki orang itu semakin lihay, tamu-tamu

semacam ini tidak boleh diperlakukan tidak sopan barang sedikit

pun. Sudah tentu hal ini termasuk juga Ti Then yang memakai

pakaian tidak karuan.

Seorang pelajan kedai dengan membawa secawan teh wangi

dengan perlahannya di letakkan di hadapannya, wajahnya

memperlihatkan senjuman yang manis, ujarnya:

“Khek-koan si naga mega Hong Mong Ling itu sudah datang. “

Tak terasa semangat Ti Then menjadi bangkit kembali, dengan

perlahan tanyanya: “Dimana?

Dengan cepat pelajan itu mendekati telinganya sambil berbisik

sahutnya:

“Orang yang memakai baju berwarna hijau muda dan duduk

dimeja ketiga dari sini itulah dia orangnya, “

Dengan cepat Ti Then menoleh memandang ke sana, terlihatlah

dimeja itu duduklah dua orang pemuda yang baru saja duduk tidak

lama, salah satu diantara mereka merupakan seorang pemuda yang

memakai baju berwarna hijau muda sinaga mega Hong Mong Ling

... wajahnya sangat tajam, sikapnya gagah dan merupakan seorang

lelaki bagus yang sukar di carikan tandingannya, tak terasa lagi

diam-diam hatinya memuji, pikirnya:

“Hm... wajahnya ternyata demikian tampannya bahkan

kelihatannya merupakan seorang pemuda yang jujur dan lurus

hatinya . He . . . he ... tidak disangka kalau pemuda semacam ini

ternyata gemar pipi licin dan suka main perempuan” .

Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam pikirannya, segera

tanyanya lagi dengan perlahan.

“Orang yang duduk bersama dia itu siapa?”

“He ...he . .. hi . . hihi...” pelajan itu ternyata hanya tertawa

nyaring saja sedang mulutnya tetap tidak mengucapkan sepatah

kata pun. Ti Then segera mengambil keluar sekeping perak dan di

lemparkan ke atas bakinya,tanyanya:

“Ini . . sudah cukup tidak?”

Dengan cepat pelajan itu mengambil kepingan perak tersebut

dan dimasukkan ke dalam sakunya, kemudian sambil tertawa

barulah sahutnya.

“Dia adalah putra dari Hartawan Cang bernama Bun Piauw

dengan sebutan “Go-bi Te Ci atau tikus rakus dari Go-bi, dia

merupakan seorang putra hartawan yang suka pelesiran, pada

waktu dekat-dekat ini sering sekali bersama sama dengan si naga

mega Hong Mong Ling bermain dan berpesta, pada waktu seperti ini

mereka minum arak di sini tetapi sesudah malam tiba mereka akan

secara sembunyi sembunyi pergi ketempat pelacuran Toaw Hoa

Yuan mencari pelacur terkenal Liuw Su Cen untuk main-main.”

“Dimana itu letaknya tempat pelucuran Touw Hoa Yuan ?” tanya

Ti Then sambil manggut-manggut.

“Belakang jalan raja ini ?”

“Baiklah terima kasih.”

Tetapi pelajan itu tidak pergi, sambil tertawa ujarnya

”Khek koan mencari Hong Kouw-ya dari benteng Pek Kiam Po ini

entah ada urusan apa ? “

Dengan perlahan Ti Then mengangkat cawannya. dan meneguk

habis isinya, kemudian dengan menundukkan kepalanya barulah

sahutnya.

“Kau mau minta jawaban dari diriku harus beri persen dulu? “

Pelajan itu menjadi serba susah dan tidak berani bertanya lebih

banyak lagi, sambil tertawa perlahan dia mengundurkan diri dari

tempat itu.

Dengan cepat Ti Then menghabiskan hidangannya kemudian

meletakkan sekeping perak ke atas meja kembali ke dalam

penginapannya.

Tidak selang lama dia sekali lagi keluar dari penginapan itu, pada

saat ini pemilik kedai serta pelajan itu dengan sinar mata yang

mengandung keheran-heranan memandang kearahnya.

Kiranya seorang pemuda yang rambutnya tidak karuan serta

mernakal baju compang camping yang sangat dekil itu kini telah

berubah menjadi seorang kongcu yang sangat tampan serta

perlente.

Tangannya dengan menggojangkan sebuah kipas yang

berlapiskan emas dengan langkah serta gaja seorang hartawan

dengan perlahannya berjalan menuju kesarang pelacuran Touw Hoa

Yuan itu.

Pada saat itu malam terah tiba, lampu-ampu mulai dipasang

menyinari seluruh tempat, sedang jalanan menuju kesarang

pelacuran itu pun kelihatan mulai ramai orang yang lewat.

Saat itu Ti Then dengan langkah yang sangat perlahan telah tiba

di depan sarang pelacuran, kemudian dengan tanpa riku lagi dia

mulai memasuki halaman rumah itu, terlihatlah seorang penjaga

tempat itu dengan cepat mempersilahkan dia untuk duduk,

menjuguh teh wangi, kemudian barulah sambil tertawa katanya :

“Kongcu, kau...”

“Cepat undang ibu germo kalian ke luar” sahut Ti Then sambil

ulapkan tangannnya,

Penjaga itu menjadi termangu-mangu, sambil tertawa paksa

ujarnya lagi:

“Bilamana kongcu mau mencari seorang nona untuk menemani

malam ini hambamu masih bisa mencarikan satu orang untuk

kongcu nikmati.”

”Kau sanggup untuk mencarikan?” tanya Ti Then sambil melirik

kearahnya.

“Benar . . benar...”

“Kalau begitu sangat bagus sekali aku akan menemui nona Liuw

Su Cen?-

Penjaga itu menjadi tertegun, tanyanya dengan agak gugup.

“Nona..nona Liuw Su Cen?”

“Tidak salah” sahut Ti Then sambil mengangguk.

Air muka penjaga itu segera berubah menjadi merah padam,

dengan gugup. ujarnya:

“Ini . ini . ini .”

“Bagamana ? tidak bisa bukan ? “ ujar Ti Then sambil tertawa

dingin tak henti-hentinya,

“Benar” sahut penjaga itu sambil ter tawa paksa.” Hanya nona

Liuw seorang yang harus ditentukan oleh Ku-Ie. “

Dari dalam sakunya Ti Then mengambil keluar uang perak

sebanyak sepuluh tail dan dilemparkan kearahnya, sahutnya.

“Cepat undang Ku-Ie itu datang kemari ? “

Satu kali keluar uang telah memerseni sebanyak sepuluh tail

perak, sekali pun pun cucu raja atau hartawan pun juga tidak akan

sebanyak itu.

Dengan cepat penjaga itu menerima uang sepuluh tail perak

tersebut, saking girangnya air mukanya telah berubah menjadi

pucat pasi, beberapa kali dia mengucapkan terima kasihnya

kemudian dengan cepat putar tubuh dan pergi.

Tidak selang lama seorang wanita berusia pertengahan yang

berdandan amat menjolok telah keluar dan mendekati diri Ti Then.

Dangan segera Ti Then bangkit, tanyanya:

“Ku Ie. . ?”

Wanita berusia pertengahan itu mengangguk, sambil tertawa

matanya tak henti-henti nya melirik kearahnya, kemudian barulah

tanyanya:

“Kongcu she apa??”

“Aku she Lu

”Ooh . Lu kongcu, entah berasal dari mana???” tanya Ku le itu

sambil tertawa:

“Tiang An”

“Ooh.. senjuman yang menghiasi bibir wanita itu pun semakin

manis “

“Kiranya adalah Lu Toa Kongcu yang telah datang menyambangi,

maaf. .. maaf, aku tidak datang menyambut”

Ti Then hanya tertawa tawar, sahutnya:

”Mana, mana...”

“Silahkan duduk, Silahkan daduk.

Kemudian kuberkata pada penjaga yang berada di samping

tubuhnya.

“Cepat kau sediakan sepoci teh wangi yang paling terkenal. “

Penjaga itu segera menyahut dan pergi melakukan perintahnya,

setelah itulah si Ku Ie itu barulah duduk di hadapan Ti Then, sambil

tersenjum katanya.

“Lu Toa Kongcu adalah seorang cerdik pandai yang telah sangat

terkenal di kota Tiang An, baik di dalam hal surat mau pun pelesiran

semuanya merupakan ilmu yang telah terkenal diseluruh tempat, ini

hari dapat berkunjung ketempat ini sungguh merupakan

kebahagiaan dari kami semua”

“Ha ..ha.. mana, mana...aku pernah mendengar katanya wajah

dari nona Liuw amat cantik bahkan tak ada bandingannya di dalam

kota ini kali ini dari tempat jauh aku datang kemari harap Ku Ie mau

memenuhi harapanku ini. “

Ku Ie itu menjadi demikian girangnya, sahutnya dengan cepat,

“Su Cen bisa mendapatkan perhatian yang demikian besarnya

dari Lu Toa kongcu sungguh sangat beruntung sekali, harap kongcu

tunggu sebentar aku akan panggil dia datang.

Sehabis berkata dengan cepat dia bangkit dan berlalu.

Tidak lama kemudian seorang gadis cantik yang mem punyai

bentuk tubuh ramping kecil serta sangat padat dengan sangat

menggiurkan sekali berjalan di belakang tubuh Ku le itu, lagaknya

kemalu maluan seperti seorang gadis pemalu.

Pelacur terkenal Liuw Su Cen ini usianya baru tujuh-delapan

belas tahunan, mem punyai bentuk wajah seperti kwaci, alisnya

hitam disertai dengan sepasang matanya yang sangat indah,

bibirnya kecil mungil berwarna merah sedang kulit tubuhnya putih

bersih bagaikan salju, ditambah lagi dandanan yang memakai

barang yang paling mahal, sehingga sangat mirip sekali dengan

seorang bidadari yang turun dari kahjangan.

Ku le yang melihat sikap kemalu maluan darinya segera menarik

ke hadapan Ti Then, sambil tertawa ujarnya.

“Cen-ji, cepat beri hormat kepada Lu Toa Kongcu ini, dia adalah

putra dari panglima Tiang An Pembesar Lu Aan merupakan seorang

siucay yang sangat terkenal dikota Tiang An, ini hari dengan tidak

menghiraukan perjalanan yang jauh datang menyambangi dirimu.”

Dengan sikap, yang mash kernalu-maluan Liuw Su Cen dengan

sangat hormatnya memberi hormat pada Ti Then, kemudian dengan

merdu ujarnya :

"Lu Toa kongcu harap memberi petunjuk. “

Ku le itu pun tersenjum, ujarnya kemudian:

“Sudahlah, marl aku akan memimpin kongcu menuju ke dalam

kamarnya,”

Ti Then dengan tanpa sungkan lagi berdiri dan mengikuti di

belakang tubuhnya berjatan masuk, sesampainya di depan pintu

sebuah kamar yang pintunya tertutup horden dengan perlahan Ku

Ie itu mendorong dirinya artinya menjuruh dia masuk ke dalam

kemudian barulah ujarnya dengan perlahan :

"Aku akan pergi memerintah orang untuk membantu kongcu

menjediakan arak serta sedikit sajuran. “

Sehabis berkata dengan

meninggalkan tempat tersebut.

perasaan

yang

amat

girang

Dengan perlahan-lahan Ti Then menyingkap tirai itu dan berjalan

masuk, terlihatlah Liauw Su Cen itu dengan menundukkan

kepalanya duduk di depan meja rias segera dia maju ke depan

memberi hormat, sambil tersenjum ujarnya:

“Kedatanganku yang mengganggu ketenangan nona harap nona

tidak sampai marah.

Liuw Su Cen pun segera membungkukkan tubuhnya membalas

hormat, sahutnya sambil tersenjum.

“Mana, mana kongcu silahkan duduk.”

Dengan perlahan Ti Then duduk ke atas kursi sedang matanya

dengan tak henti-hentinya berputar menikmati keindahan dari

kamarnya itu, diam-diam pikirnya.

“Hm .. tak nyana kamar ini dapat diatur demikian rapi serta

indahnya

Sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah gadis itu,

dan katanya.„

“Aku telah lama mendengar tentang kecantikan serta kecerdikan

dari nona setelah bertemu hari ini dan dapat melihat dengan mata

kepala sendiri atas kecantikan wajah nona membuat aku

benar¬benar merasa sangat beruntung sekali.

“Ha.. .kongcu terlalu memuji, dengan kejelekan wajahku ini

ternyata bisa mendapatkan pujian serta perhatian dari kongcu

membuat aku merasa amat malu. “

“Aku dengar katanya nona Liuw bukan saja berwajah cantik

tetapi kepandajan di dalam menari menyanyi mau pun membuat

syair sangat tinggi sekali, malam ini aku sangat mengharapkan nona

mau memamerkan di hadapanku agar aku benar benar terbuka

mata untuk menikmatinya. -

Wajah Liuw Su Cen itu segera berubah menjadi kemerah

merahan, ujarnya dengan kemalu maluan:

“Hanya sedikit permainan yang sangat jelek

mengharapkan Lu kongcu jangan sampai mentertawakan.”

masih

Pada saat kedua orang bercakap-cakap itulah seorang pelajan

dengan membawa arak serta sajuran masuk ke dalam kamar.

Liuw Su Cen melihat sajur serta arak telah dihidangkan, dengan

lemah lembut yang sangat menggiurkan ujarnya.

“Kongcu silahkan duduk.”

“Terima kasih atas perhatian nona.”

Begitulah kedua orang itu segera duduk saling berhadapan,

dengan perlahan Liuw Su Cen mulai mengangkat poci arak dan

memenuhi cawan Ti Then kemudian cawannya sendiri, ujarnya.

"Aku akan menghormati kongcu dengan satu cawan terlebih

dahulu"

Segera Ti Then mengangkat cawannya dan meneguk isinya

hingga habis.

Tiba-tiba dilihatnya Liuw Su Cen sambil menutupi mulutnya

dengan tangan tertawa merdu tak henti-hentinya seperti teringat

akan sesuatu yang sangat lucu baginya:

Ti Then, menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya

“Kenapa nona tertawa?”

“Nama besar dari Lu kongcu kudengar sangat lama sekali” sahut

Liuw Su Cen sambil tetap tertawa. “Tetapi setelah bertemu ini hari

ternyata jauh berbeda dengan apa yang aku dengar"

“Ooh....” sahut Ti Then sambil tertawa pula, “entah menurut

kabar yang kau dengar Lu Kongcu itu orangnya bagaimana? dan Lu

kongcu yang kau lihat ini hari bagaimana pula?? “

“Bila aku katakan harap kongcu jangan sampai marah"

”Ooh . . . tentu tentu aku tidak marah, harap nona cepat katakan

Dengan manyanya Liuw Su Cen itu tersenjum senjum, kemudian

barulah ia berkata

“Menurut kabar yang aku dengar katanya Lu Kongcu jadi orang

suka pelesiran dan gemar bermain main dengan perempuan bahkan

jadi orang amat sombong, sedang kini setelah aku bertemu dengan

Lu kongcu sendiri ternyata sama sekali tidak tampak adanya tanda-

tanda seperti itu, bahkan sikapnya sangat gagah serta jujur.

Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa terbahak-bahak,

katanya:

"Nona terlalu memuji, aku memang merupakan seorang yang

sangat sombong dan suka menangan sendiri, kalau nona tidak

percaya boleh kau lihat nanti"

"Di samping itu" ujar Liuw Su Cen sambil tersenjum," Pada alis

kongcu kelihatan samar-samar mengandung perasaan sedih serta

bingung agaknya dalam hati masih punya urusan yang sangat

memakan pikiran, tentang hal ini juga tidak mirip dengan apa yang

aku dengar..."

"Ooh..kiranya nona pun masih pandai melihat wajah orang"

"Ehm..hanya memandang saja juga bisa, kali ini kongcu

meninggalkan kota Tiang An tentunya bukan dikarenakan untuk

mencari kesenangan saja bukan?"

"Aku datang karena tertarik oleh nama serta kecantikan dari

nona, urusan yang lain tidak ada"

"Baiklah, bagaimana kalau aku memainkan satu lagu untuk

kongcu dengarkan" maka mulailah dia mengambil khim dan

menyanyikan sebuah lagu, lagu ini memiliki nada kesedihan yang

amat mendalam.

Ditengah alunan suara yang sangat merdu itu nada suaranya

membawa kesedihan yang tak terhingga, membuat orang yang

mendengar suara nyanyian itu tak terasa tergerak juga hatinya.

Dengan perlahan Ti Then meletakkan kembali cawan araknya,

sambil tertawa tawar ujarnya:

”Nyanyian dari nona keluar dari dasar lubuk hati, membuat orang

yang mendengarkannya ikut juga terjerumus ke dalam lembah

kesedihan. Hei.. sekarang aku tidak ingin memikirkan urusan yang

membuat kesedihanmu timbul kembali harap kau pun jangan

menyanyikan lagu yang bisa membuat air mataku meleleh keluar "

Liuw Su Cen hanya tersenjum saja, sesaat kemudian barulah

sahutnya dengan perahan :

”Kalau memang demikian adanya, aku akan menyanyikan sebuah

lagu yang lebih enak lagi. “

Jari tangannya yang ramping kecil serta halus itu mulai bermain

diantara senar-senar Khiem tersebut, baru saja dia akan mulai

menyanyi tiba-tiba diluar pintu kamar itu berkumandang datang

suara tiga kali ketukan.

“Siapa?”

“Aku.”

“Ooh. . Ku le, silahkan rnasuk.

Ku Ie dengan perlahan mendorong pintu dan berjalan masuk,

kenapa Ti Then dia hanya tersenjum-tersenjum saja sedang langkah

kakinya meneruskan perjalanannya hingga di samping tubuh Liuw

Su Cen, ujarnya kemudian dengan suara yang perlahan di samping

telinganya.

“ Ku le . . beritahukan saja padanya kalau tubuhku ini hari masih

tidak enak, suruh besok datang lagi.

Ku le segera melirik sekejap kearah Ti Then, sedang pada

wajahnya pun terlihat terlintas senjuman yang dipaksa, ujarnya:

"Tidak mungkin. Bilamana bilang tubuhmu tidak enak tentu dia

akan paksa masuk juga.

Air muka Liuw Su Cen segera berubah ujarnya dengan agak

gusar.

“Kalau begitu bilang saja padanya kalau aku sekarang masih ada

tamu, suruh dia besok kembali lagi.

"Tetapi dia sukar sekali untuk bisa datang kemari, bagaimana kini

menjuruh dia pulang dengan tangan kosong?”

“Ku le,” ujar Liuw Su Cen dengan nada yang tidak senang. “Kau

hanya mengajari aku tiara menari, cara menghadapi orang lain

tetapi belum pernah kau beri pelajaran tentang cara memisahkan

tubuh menjadi dua ? “

“Aku lihat kau budak semakin bicara semakin tidak genah-genah”

“Kalau begitu kau suruh aku harus berbuat bagaimana? “

Dengan setengah berbisik sahut Ku Ie itu.

“Keluar temuilah dia sebentar asalkan kau sudah bicara beberapa

patah kata dengan dia sudahlah cukup, pokoknya tidak sampai

membuat dia merasa tersinggung.”

Liuw Su Cen ragu ragu sejenak kemudian barulah dia menoleh

tersenjum kepada Ti Then ujarnya

“Kongcu, aku ada sedikit urusan yang harus dikerjakan segera

kini mohon pergi sebentar tentu kongcu tidak akan marah bukan?

“Siapa yang telah datang? , tanya Ti Then dengan nada yang

kurang senang.

“Ooh . . seorang . . seorang tamu yang tidak boleh aku singgung

perasaannya dia baru saja datang.” sahutnya dengan kemalu

maluan.

”Kenapa tidak boleh menyinggung perasaannya ? “

“Karena dia punya asal usul yang terkenal- sahut Liuw Su Cen

sambil menundukkan kepalanya.

”Orang orang yang bisa berkenalan dengan nona tentu paling

sedikit harus punya asal usul yang terkenal, tetapi malam ini aku

harus lihat dulu sebenarnya siapakah orang itu, bilamana asal

usulnya tidak bisa mengalahkan asal usuIku, maka silahkan dia

cepat cepat menggelinding dari sini,”

Ku le melihat sikapnya yang ketus serta sombong itu tak terasa

lagi mendiadi sangat cemas, dengan cepat ujarnya.

“Kongcu harap jangan bicara begitu sekali pun dia bukan putra

atau murid dari seorang pembesar kerajaan tetapi merupakan

seorang yang telah sangat terkenal sekali namanya, orang orang

seperti kami ini mana berani menyinggung perasaannya.”

Sepasang alis Ti Then dikerutkan dalam-dalam, dengan tidak

sabar tanyanya:

“Siapa toh sebenarnya orang itu ?”

“Seorang pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po yang

disebut sebagai sinaga mega Hong Mong Ling.”

“Hu...” ujar Ti Then “Aku kira siapa orangnya yang begitu

terkenal serta terhormatnya, tidak terkira hanya seorang budak

kasar yang suka main kepalan”

Baru perkataan itu diucapkan mendadak:

“Brak...” pintu kamar itu telah diterjang hingga rubuh, seorang

pemuda dengan sangat gagahnya telah berdiri di depan pintu kamar

itu, dengan nada yang berat dia tertawa dingin tak henti-

hentinya,ujarnya

“Tidak salah” Cayhe adalah seorang budak kasar yang suka main

kepalan saja yang bisa memaksa seseorang berlutut di hadapannya

sambil memaki ajah ibunya sendiri “

Orang yang baru saja datang itu tidak lain adalah si naga mega

Hong Mong Ling adanya, dan di belakang tubuhnya berdirilah

seseorang yang tidak lain adalah si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun

Piauw.

Dengan pandangan yang sangat dingin Ti Then melirik sekejap

kearahnya kemudian barulah bentaknya

“Bocah bangsat dari mana yang berani mengganggu kesenangan

dari Kongcu Ya mu?? apa kalian sudah bosan hidup lebih lama lagi?”

Ku Ie yang melihat mereka berdua dengan sama-sama gusar

telah saling berhadapan segera menjadi gugup dan bingung

dibuatnya, sambil menggojang-gojangkan tangannya ujarnya :

"Kalian berdua jangan gusar, semuanya ini adalah salahku.

Hei...Hong Siangkong mari aku kenalkan kepada kalian, Kongcu ini

adalah putra kesajangan dari Panglima perang Lu Ko Sian Lu

Thayjin dari kola Tiang An, ini hari dia ..."

Dengan sangat kasar si naga mega Hong Mong Ling itu

mendorong dia ke samping kemudian dengan langkah yang lebar

berjalan masuk ke dalam kamar, sinar matanya dengan sangat

tajam memandang Ti Then tanpa berkedip sedang mulutnya

tertawa dingin tidak henti-hentinya, ujarnya kemudian :

“ He . . he . Hm . Hm.. Kiranya adalah seorang pemuda yang

gemar pelesiran. Sungguh bagus sekali, aku Hong Mong Ling

selamanya memang paling suka mencari gara-gara dengan seorang

Kongcu yang dojan pelesiran.

Berkata sampai di situ mendadak suara ucapannya berubah,

dengan keras bentaknya :

”Bertutut!”

Ti Then sama sekali tidak menggubris dirinya malah dengan

tenangnya dia mengangkat poci berisi arak dan dituangkan ke

dalam cawannya setelah itu dengan perlahan diteguknya hingga

habis, kepada Liuw Su Cen ujarnya.

”Nona Liuw bukankah kau tadi bilang mau menyanyikan sebuah

lagu untukku!”

Sejak munculnya Hong Mong Ling ditempat tersebut dengan

perlahan-lahan Liuw Su Cen telah menyingkir keujung kamar, kini

mana dia berani mengucapkan sepatah kata pun.

Hong Mong Ling melihat perkataannya sama sekali tidak digubris

bahkan seperti di sampingnya tidak terdapat orang dengan

seenaknya bergerak, tak terasa lagi kegusarannya memuncak.

Sambil tertawa dingin tubuhnya dengan cepat menubruk maju ke

depan telapak kanannya men jambar mencengkeram urat nadi

ditangan kanan Ti Then.

Sambarannya ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya, sekali pun

orang yang memiliki kepandaian silat pun belum tentu bisa

menghindarkan diri dengan mudah.

Tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat beberapa kali lipat

dari dirinya.

Tangan kanannya sedikit diangkat ternyata telah berhasil

mencengkeram urat nadinya terlebih dahulu, kemudian disusul

tangannya melayang dan diputar sepasang kaki Hong Mong Ling

segera meninggalkan tanah, tubuhnya bagaikan sebuah baling-

baling berputar dengan kencangnya ditengah udara. Sebelum

tubuhnya rubuh ke atas tanah belakang batok kepalanya telah

keburu kena hajaran telapak tangan Ti Then.

Begitu tubuhnya rubuh ke atas tanah, dia segera jatuh tak

sadarkan diri sedang tubuhnya dengan terlentang kaku bersandar di

bawah kaki Ti Then.

Si tikus rakus dari Go-bi Cang Bun Piauw begitu melihat gelagat

tidak baik dengan cepat memutar tubuhnya siap lari keluar dari

kamar itu, siapa tahu baru saja kakinya diangkat siap lari belakang

batok kepalanya telah keburu dihajar oleh cawan arak yang

dilontarkan Ti Then, tak tertahan lagi tubuhnya sedikit bergojang

dan jatuh rubuh tak sadarkan diri pula di atas tanah.

Melihat kejadian yang berlangsung hanya sekejap itu tetapi

sangat mengejutkan tersebut tak tertahan lagi air muka Ku le

berubah menjadi pucat pasi, teriaknya.,

“Celaka : wah . . celaka “bencana ini terlalu besar mak .”

Dengan tenangnya Ti Then bangkit berdiri dan menggusur tubuh

si tikus rakus dari Go-bi, Cang Bun Piauw, itu ke dalam kamar,

kemudian berjaian kembali ke tempat semula, ujarnya sambil

tersenjum

”Jangan takut, sekali pun ada urusan yang lebih besar pun aku

ada di sini yang menanggung”

Dengan wajah yang hampir menangis kata Ku le itu lagi

“Lu kongcu kau tidak tahu sekali pun kau berhasil mengalahkan

dirinya tetapi bagaimana pun juga merupakan tamu dari tempat

kami ini, begitu kongcu nanti meninggaikan tempat ini urusan sudah

beres, sedang kami. harus tetap menetap ditempat ini seteiah

terjadinya urusan ini kami Touw Hoa Yuan juga akan sulit untuk

menghindarkan diri dari bencana"

Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa nyaring sahutnya

“Ku Ie, pengetahuanmu terhadap benteng Pek Kiam Po itu

seberapa banyak?”

“Nama benteng Pek Kiam Po telah menggetarkan seluruh dunia,

pendekar-pendekar pedang dari dalam Benteng pun tak seorang

pun yang bukan merupakan jago berkepandaian tinggi, tentang ini

semuanya sudah mengetahui dengan sangat jelas”

”Tetapi ada satu urusan yang tidak kau ketahui”

Ku le menjadi termangu-mangu, tannya :

”Urusan apa ??”

”Orang-orang Benteng Pek Kiam Po dari Pocu sendiri Wi Ci To

sampai bawahannya pun dan murid-muridnya semuanya merupakan

orang yang jujur dan berpikiran lurus, mereka tidak mungkin akan

bermain atau membalas dendam terhadap Touw Hoa Yuan mu ini

hanya dikarenakan urusan sekecil ini. “

Ku Ie memandang sekejap kearah si naga mega Hong Mong Ling

yang rubuh terlentang di atas tanah, dengan ragu-ragu ujarnya:

”Tentang ini sukar untuk dibicarakan, misainya saja dengan Hong

Siangkong ini, dia...”

Ti Then tertawa terbahak-bahak, potongnya:

“Dia pun tidak pernah melakukan kejahatan-kejahatan yang

melampaui batas hanya sajang jadi orang dia punya sedikit cacad

jaitu gemar akan pipi licin dan suka main perempuan”

Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:

“Apalagi Hong Mong Ling yang sering mencari kesenangan

ditempat ini semuanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi

sehingga tidak diketahui oleh bakal mertuanya, ini hari dia

mendapatkan sedikit kerugian sekali pun telah pulang juga tidak

berani lapor, maka itu kau legakanlah hatimu.”

Dengan perlahan-perlahan Ku Ie menghembuskan napas, ujarnya

kemudian :

”Perkataan memang Kongcu ucapkan seperti itu, hanya aku takut

kalau Hong siangkong ini menyatuhkan seluruh kegusarannya

kepada diri kami dikemudian hari.”

”Aku akan menyamin kalian kalau sejak hari ini dia tidak akan

berani menginyak tempat ini lagi.”

Ku Ie memandang sekejap lagi kearah Hong Mong Ling yang

rebah tak sadarkan diri di atas tanah, tanyanya

"Kini dia jatuh tak sadarkan diri ditempat ini, kita harus berbuat

bagaimana?.”

“ Kau punya kereta kuda ?”

“Ehm..ada sebuah, biasanya digunakan nona-nona untuk pesiar

keluar kota”

“Perintahkan orang-orang untuk siapkan kereta, aku akan

menghantar sendiri mereka-mereka ini ke dalam benteng Pek Kiam

Po”

Mendengar perkataan itu Ku Ie menjadi sangat terkejut,

tanyanya:

“Kongcu tidak takut dengan orang-orang dari benteng Pek Kiam

Po?”

“Aku ada cara untuk menghadapi mereka”

Sambil menuding kearah Cang Bun Piauw ujarnya Ku Ie itu lagi:

“Cang siangkong ini bukan anggota dari benteng Pek Kiam Po,

apa kongcu juga akan menghantar dia ke dalam Benteng?”

“Tidak salah” sahut Ti Then sambil mengangguk.

Dalam hati Ku Ie memangnya mengharapkan semua urusan

dengan cepat dibereskan perkataan itu dengan cepat dia keluar

kamar untuk menyiapkan kereta.

Setelah Ku Ie berlalu dari dalam kamar barulah dengan perlahan

Ti Then memutar tubuhnya, ujarnya kepada Liuw Su Cen sambil

tersenjum

“Heei...aku telah membuat kesalahan kepada kawan nona, harap

nona tidak menjadi marah"

Pada saat ini sebaliknya pada wajah Liuw Su Cen menampilkan

perasaan girangnya, sambil tertawa sahutnya

“Lu Kongcu harap jangan bicara demikian, Hong siangkong ini

memang seharusnya mendapatkan hajan, aku sama sekali tidak

punya perasaan apa pun terhadap dirinya, pada waktu-waktu yang

lalu pun aku terpaksa baru mau menemui dia"

Berkata sampai di situ, mendadak dia merendahkan nada

suaranya, tanyanya:

“Lu kongcu pada kemudian hari apa kau mau datang lagi?”

”Tentang ini sukar dipastikan mungkin datang mungkin tidak

datang lagi. .. “

Air muka Liuw Su Cen berubah menjadi kemerah merahan,

sambil menundukkan kepalanya dia tertawa malu-malu katanya:

“Bilamana kongcu tidak menampik harapanku ini dan tidak bosan

dengan wadiahku harap mau datang berkunjung lagi,”

“ Baiklah” Sahut Ti Then sambil mengangguk. “Kalau aku ada

waktu yang luang tentu akan segera berangkat kemari”

Pada saat itulah Ku Ie dengan perlahan berjalan masuk, katanya:

“Kereta kuda sudah dipersiapkan, kongcu akan berangkat

kapan.?”

“Sekarang juga” sahutnya sambiI bangkit berdiri.

Sehabis berkata dari dalam buntaiannya dia mengambil keluar

ratusan tail uang perak yang dengan perlahan diletakkan ke atas

meja, kemudian membungkuk memanggul tubuh Hong Mong Ling

serta Cang Bun Piauw berjalan keluar dari kamar itu.

Jilid 2.2. Masuk Benteng Pek Kiam Po

Ku Ie yang melihat sekali keluar uang ratusan tail banyaknya

menjadi amat girang, dengan membuntuti di belakang tubuhnya dia

mengucapkan terima kasihnya dengan tidak henti hentinya, ujarnya.

“Lu Kongcu, pada kemudian hari harap datang lagi, bila kau

datang aku akan memerintahkan Liuw Su Ceng untuk masakkan

beberapa macam sajuran untuk menyambut kedatangan Kongcu, Su

Cen kami ini bukan saja sangat pandai di dalam menari menyanyi

serta membuat syair dia pun pandai memasak!”

Ti Then hanya menyahut dengan sembarangan, dengan cepat

dia membopong, tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw

keluar dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu tidak salah lagi di

depan telah tersedia sebuah kereta kuda yang amat mewah, dengan

cepat dia mengangkat kedua orang itu ke dalam kereta sedang

dirinya pun mengikuti duduk di dalam kereta tersebut.

Orang yang menjadi kusir kereta tak lain adalah penjaga yang

diberi upah dirinya tadi, dengan cepat dia menutup pintu kereta dan

manyalankan keretanya dengan cepat.

Dengan perlahan lahan Ti Then mulai menggeserkan diri

mendekati kusir kuda, tanyanya,

“Kau tahu tidak jalan menuju ke benteng Pek Kiam Po ? “

”Tahu . tahu . pada tahun yang lalu ketika Pocu merajakan ulang

tahunnya yang keenam puluh di dalam Benteng telah diadakan

perlombaan, hamba pada saat itu juga ikut masuk ke dalam

benteng untuk melihat keramaian.

“ Ehm... itu sangat bagus sekali perjalanan menuju kebenteng

Pek Kiam Po masih ada dua puluh li jauhnya aku akan berbaring

untuk beristirahat sebentar, bilamana kereta sudah tiba di bawah

sebuah pohon siong yang tua kau hentikanlah kereta kuda dan

memanggil bangun diriku.”

“ Baik....baik....kongcu silahkan beristirahat, hambamu tidak akan

salah mencari jalan.”

Dengan perlahan Ti Then masuk ke dalam kereta kembali,

tangannya dengan sangat cepat sekali rnenotok jalan darah pingsan

ditubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw setelah itu barulah

dia membaringkan diri untuk beristirahat.

Dengan cepat dia telah jatuh tidur dengan njenyaknya,

dikarenakan dia telah kebiasaan untuk berkelana keseluruh tempat

oleh karena itu sejak dahulu telah terbiasa dengan tidur ditempat

mana-mana, asalkan dalam hatinya tidak memikirkan urusan apa-

apa maka dengan cepat dia telah jatuh pulas dengan njenyaknya.

Kereta kuda itu dengan mengikuti jalan raja di bawah gunung itu

berlari selama satu jam lamanya, sesampainya di bawah pohon

siong tua yang dimaksudkan oleh Ti Then dengan cepat penjaga

sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu menghentikan keretanya dan

turun untuk memanggil diri Ti Then, teriaknya

”Lu kongcu....Lu Kongcu...kau sudah mendusin belum?”

Pada saat kereta kuda itu berhenti Ti Then telah mendusin dari

tidurnya mendengar panggilan itu dengan perlahan dia duduk dan

tanyanya

“Ehm ...sudah sampai??”

“Belum, bukankah tadi kongcu meme¬san pada hamba untuk

memanggil kongcu ditempat ini ? ?”

“Ehm . .“ Segera dia membuka pintu kereta kuda itu dan

meloncat turun, kepalanya diangkat memandang sejenak keadaan

cuaca, ujarnya kemudian

“Sudah kentongan kedua ?”

”Benar, setelah berjalan dua li lagi kita akan tiba di dalam

benteng Pek Kiam Po itu“

Dengan tangannya Ti Then menggosok gosok wajahnya sehingga

kesadarannya pulih kembali, kemudian dengan menyeret keluar

tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw dari dalam kereta

kuda ujarnya

“Cukup, sekarang kau boleh pulang”

Penjaga sarang pelacuran itu di tertegun, tanyanya:

“Kongcu tidak rnenghantar mereka sampai di dalam Benteng Pek

Kiam Po?”

“Sudah tentu harus dihantar.

“Tetapi . tetapi “ kenapa?”

”Bilamana aku menggunakan kereta kuda dari Touw Hoa Yuan

kalian menghantar mereka masuk ke dalam Benteng, tentu Wi Pocu

tidak akan mengam puni Hong Mong Ling ini ... dimana bisa

mengam puni orang lakukanlah pengam punan itu terhadap setiap

orang, buat apa kita berbuat keterlaluan.”

Agaknya penjaga itu dibuat sadar oleh perkataan dari Ti Then ini,

segera sahutnya:

”Ooh...agaknya kongcu tidak ingin menjelaskan urusan yang

sebenarnya kepada Pek Kiam Pocu, Wi Ci To?”

“Benar, “

Sepasang mata penjaga Touw Hoa Yuan itu sedikit melirik kearah

tubuh Cang Bun Piauw yang menggeletak di atas tanah, lalu ujarnya

lagi:

“Kalau begitu, Lu kongcu akan menggunakan cara apa untuk

menjelaskan tentang Cang siangkong ini kepada diri Wi Ci To itu

pimpinan dari benteng Pek Kiam Po “

“Biar Hong Mong Ling yang menjelaskan sendiri”

Penjaga itu tertawa, setelah memberi hormat lalu ujarnya:

“Kalau memangnya begitu, hamba akan segera kembali”

Sehabis berkata dia kembali ke atas kereta dan memutar haluan

untuk kembali ke dalam sarang pelacurnya.

Sebelum berangkat terdengar Ti Then telah memesan wanti-

wanti lagi ujarnya dengan agak keras:

“Setelah peristiwa ini bilamana terdapat orang lain yang rnencari

berita tentang urusan yang sebenarnya terjadi, kalian orang-orang

dari Touw Hoa Yuan boleh menjelaskannya dengan sejujurnya

tetapi jangan bilang kalau kau pernah menghantar mereka berdua

hingga tempat ini, cukup kau bilang aku telah membawa mereka

berdua sampai diluar kota"

”Baik..” sahut penjaga itu, pecutnya diajunkan kepantat kudanya,

dengan sangat cepat kereta kuda itu meluncur kearah kota.

Ti Then berdiam diri hingga kereta kuda itu jauh dari

pandangannya barulah dengan perlahan mulai membuka pakaian

serta sepatunya yang baru serta mewah itu, kemudian rambutnya

dibuat kacau sehingga kembalilah bentuknya seperti semula.

Kiranya sekali pun diluar dia memakai pakaian yang sangat bagus

dan mewah tetapi di dalam tubuhnya masih tetap memakai

pakaiannya yang sudah dengkil serta compang camping itu,

sehingga begitu pakaian barunya dicopot maka di dalam sekejap

saja dari seorang “Lu Kongcu yang perlente berubah menjadi wajah

asli dari Ti Then yang kotor serta dengkil.

Sesudah membuka pakaian serta sepatu barunya dengan cepat

disimpannya benda-benda itu sesuatu tempat yang sangat

tersembunyi disekitar tempat itu sesudah itulah dengan langkah

yang cepat pula berjalan kembali ke bawah hohon siong tua dan

sambil mengempit tubuh Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw

berjalan ke depan.

Setelah berjalan puluhan tindak lamanya tiba-tiba di dalam

benaknya teringat kembali akan kata-kata dari Majikan patung emas

: Sesudah turun gunung aku bertindak seperti seekor cacing dalam

perutmu selamanya akan mengikuti kau kemana pun juga.”

Pikirannya segera berkelebat diam diam batinnya:

“Hm . . kenapa aku tidak mau mencoba-coba untuk membuktikan

apa benar dia terus mengikuti diriku ?

Berpikir sampai di situ tanpa ragu ragu ujarnya. .

“Aku akan segera memasuki Benteng Pek Kiam Po, coba lihat

permainanku ini bagus tidak ?

Tetapi setelah suara itu berkumandang, keluar lama sekali tetap

tidak terdengar suara sahutan: ”Apa mungkin Madikan patung emas

tidak ikut datang kemari ?”

”Atau mungkin dia sengaja tidak mau memberi jawabannya?”

Pikirannya segera berkelebat lagi, batinnya.

“Hm...hm...agaknya perkataan yang diucapkan tempo hari hanya

untuk menggertak diriku saja. Hm...Hmm...

Berpikir sampai di sini dengan segera dia mempercepat langkah

kakinya berjalan kearah Benteng Pek Kiam Po.

Perjalanan menuju kebenteng Pek Kiam Po itu makin lama

terlihat makin cepat, jalan raja yang menghubungkan Benteng itu

dengan kota Go bi pun dibuat demikian lebar serta ratanya,

sungguh tidak nyana kalau dapat dibuat sedemikian bagusnya.

Baru saja dia lari dengan cepatnya ke depan, tiba-tiba tetlihatlah

olehnya di atas tanah bertuliskan enam buah tulisan yang sangat

besar sekali.

“Semoga kau cepat mencapai hasil yang dicita-citakan. “

“ Haa....Tidak salah lagi tulisan dari Majikan Patung Emas”. Ti

Then menarik napas panjang-panjang, pada air mukanya pun

dengan perlahan-lahan timbul perasaan apa boleh buat, sambil

tertawa pahit dia mengangkat bahunya, dan ujarnya:

“Kalau kau memangnya sudah datang aku mau memberitahukan

padamu akan suatu urusan, tiga ratus tahil perak yang kau berikan

kepadaku kini sudah kuhamburkan hingga habis.”

Sehabis berkata dengan rnenggunakan kakinya menghapus

tulisan di atas tanah, setelah itu barulah melanjutkan perjalanannya

menuju ke depan.

Setelah berjalan kurang lebih ratusan tindak terlihatlah jawaban

dari Majikan Patung Emas yang ditulis di atas tanah ditengah jalan

juga.

Kira-Kira tulisan itu berbunyi:

Kau jadi orang terlalu sosial, sikapmu yang dernikian sosialnya

terhadap Liuw Su Cen membuat orang merasa sajang, kini aku beri

seratus tail perak lagi harap kau gunakan lebih hemat lagi, jangan di

hambur hamburkan seenakmu ?

Di samping beberapa patah tulisan itu terletaklah sebuah

bungkusan yang berisikan uang perak.

Ti Then segera memungut buntalan itu dan dimasukkan ke dalam

sakunya, setelah menghapus tulisan itu sambil tertawa ringan

ujarnya:

“Untuk mencuri seekor ajam juga harus disediakan segenggam

beras, Liuw Su Cen bagaimana pun juga merupakan seorang

pelacur yang sangat terkenal dan punya nama yang cemerlang

sekali pun kuberi ratusan tail perak kepadanya juga tidak mengapa,

perlu apa kau demikian kikirnya.”

“Kau mau ikut aku memasuki Benteng Pek Kiam Po tidak ?”

Sehabis berkata dengan kecepatan yang luar biasa dia berlalu

dari tempat itu.

Kali ini setelah berjalan seratus tindak baru terlihat jawaban dari

Majikan Patung Emas, jawaban nya sangat singkat sekali hanya

tertuliskan satu huruf saja jakni

”Ikut.”

Tak terasa lagi tirnbul perasaan yang sangat tertarik dan girang

sekali di dalam hatinya.

Sekali pun dia belum pernah memasuki Benteng Pek Kiam Po

tetapi dia tahu dengan amat jelas kalau penjagaan di dalam

Benteng Pek Kiam Po tetapi amat rapat dan keras sekali, tidak

mungkin seseorang dapat menjusup ke dalam dengan sangat

mudah tanpa ditemukan oleh penjaganya. Sudah tentu dengan

kepandaian yang dimiliki Majikan Patung Emas dia bisa menjusup ke

dalam benteng Pek Kiam Po tanpa diketahui oleh penjaganya, tetapi

persoalannya yang penting, Dapatkah dia bertahan lebih lama di

dalam Benteng Pek Kiam Po itu ????

Tugas dirinya yang terutama di dalam memasuki Benteng Pek

Kiam Po ini adalah memperistri Wi Lian In tetapi tugasnya ini tidak

mungkin akan mencapai hasilnya di dalam satu hari satu malam

saja, bila mana dirinya harus berdiam selama setengah tahun di

dalam benteng ini apa mungkin dia pun dapat menyembunyikan diri

di dalam Benteng selama setengah tahun lamanya tanpa diketahui

oleh orang lain ??

Hal ini tidak mungkin akan bisa terlaksana!

Tetapi bilamana dia dapat bertahan dan bersembunyi di dalam

Benteng Pek Kiam ini selama setengah tahun lamanya tentu tanpa

diragu-ragukan lagi dia merupakan anggota dari Benteng Pek Kiam

Po ini.

Sedang bilamana dia benar-benar merupakan salah satu anggota

dari Benteng Pek Kiam Po ini maka tidaklah akan sukar untuk

menjelidiki sebenarnya rencana busuk apakah yang sedang disusun

olehnya untuk dilaksanakan oleh dirinya sendiri.

Ti Then yang sembari jalan sambil berpikir semakin terasa amat

tertarik dan girang, tak terasa dia tertawa tergelak, ujarnya:

“Sungguh bagus sekali, dengan demikian bilamana aku

membutuhkan petunjuk darimu maka sembarangan waktu aku bisa

meminta keterangan, tetapi aku harus menggunakan cara apa untuk

mengadakan hubungan dengan dirimu ?”

Sehabis berkata dia melanjutkan lagi perjalanannya ke depan.

Seperti yang semula kali ini pun pada ratusan tindak baru

ditemukan jawabannya.

“Hubungan dilakukan pada malam hari ketuklah jendela

sebanyak tiga kali dan sulutlah lampu minyak didekatnya, tetapi aku

tidak tentu akan munculkan diri”

Di sampingnya terlihat ada tulisan yang tertuliskan:

“Sudah cukup, di depan sudah ada anak buah dari Benteng Pek

Kiam Po yang melakukan jaga malamnya, kau tidak perlu bertanya

lagi-

Ti Then pun dengan cepat menghapus tulisan-tulisan itu, setelah

itu dengan langkah yang lebar melanjutkan perjalanan ke depan.

Jalanan gunung itu berkelok-berkelok dan berputar-berputar

diantara lereng gunung, puncak gunung Go bi san dipandang

ditengah malam yang buta itu kelihatan semakin menjeramkan,

puncaknya yang aneh serta banyak berserakan disekitar tempat itu,

pohon siong tumbuh bagaikan mega rapatnya, tebing-tebing yang

amat curam diselingi dengan jurang yang amat lebar dan dalam

menambah keseraman sekitar tempat itu, di sekitar tempat itu pun

sering terdengar suara pekikan dari kera-kera yang berkeliaran

ditambah dengan desiran pohon siong tertiup angin memecahkan

kesunyian malam yang mencekam .

Ti Then belum pernah mengunjungi Benteng Pek Kiam Po hanya

dia pernah dengar orang bilang katanya Benteng Pek Kiam Po itu

terletak di bawah puncak Sian Ciang Jen itu, hanya dia tahu

asalkan mengikuti jalan gunung ini terus berjalan ke atas maka

akhirnya akan sampai juga ke dalam benteng Pek Kiam Po itu.

Dengan mengikuti jalanan gunung itu dia berjalan kurang lebih

satu li jauhnya setelah melalui sebuah jembatan gantungan

mendadak di hadapannya berkelebat sebuah bajangan manusia

yang melayang turun dari atas pohon, dalam hati segera dia tahu

kalau orang itu tentunya penjaga malam dari Benteng Pek Kiam Po,

dengan cepat dia menghentikan langkah kakinya dan berdiri diam

ditempat.

Orang yang datang itu adalah seorang pemuda yang memakai

pakaian singsat berwarna hitam pekat, pada punggungnya tersoren

sebilah pedang yang berwarna hitam pula, sesaat ketika dia

melayang turun dari atas pohon sama sekali tidak menimbulkan

suara sedikit pun hal ini memperlihatkan kalau kepandaiannia tidak

lemah.

Begitu Ti Then melihat kalau pemuda itu menjoren sebilah

pedang yang berwarna hitam segera dia tahu kalau orang itu

termasuk di dalam "Pendekar pedang hitam" dari Benteng Pek Kiam

Po.

Kiranya di dalam Benteng Pek Kiam Po ini para pendekar pedang

yang tergabung di dalamnya dibagi menjadi tiga macam jaitu

’Pendekar Pedang Merah’, Pendekar pedang putih’ dan Pendekar

Pedang Hitam’, diantara ketiga tingkatan itu kedudukan “Pendekar

pedang Merah lah yang tertinggi kemudian disusul oleh “Pendekar

Pedang Putih dan akhirnya baru “Pendekar pedang hitam.

Orang-Orang dari “Pendekar Pedang Hitam: bilamana hendak

naik ke dalam kedudukan “Pendekar pedang Putih haruslah

mendapat pengujian dari para “Pendekar pedang merah “ terlebih

dahulu sedang dari pendekar putih bilamana akan naik kependekar

pedang merah harus diuji oleh Majikan Benteng ini sendiri sedang

setiap orang yang telah naik di dalam kedudukan ,”Pendekar

pedang merah” barulah diperkenankan berkelana di dalam dunia

kang ouw sebaliknya pendekar pedang putih serta pendekar pedang

hitam tidak diperkenankan keluar dari Benteng untuk mengadakan

perjalanan di dalam Bu-lim, bilamana mendapat perintah untuk

dilaksanakan di dalam Bu-lim mereka pun tidak diperkenankan

dengan menggunakan kedudukan pendekar pedang putih atau

pendekar pedang hitam untuk menyebut dirinya.

Oleh karena itulah sekali pun orang-orang di dalam Bu-lim tahu

kalau di dalam Benteng Pek Kiam Po terdapat pendekar pedang

hitam serta pendekar pedang putih tetapi selamanya belum pernah

menemuinya sendiri.

Sesuai dengan namanya tentu keadaannya pun harus sama dan

jika menurut penilaian dengan tingkatan itu maka kepandaian yang

dimiliki orang orang dari pendekar pedang hitam seharusnya paling

cetek dan paling lemah tetapi setelah Ti Then melihat sendiri

pendekar pedang hitam yang berdiri di hadapannya segera tahu

kalau pemikiran dirinya pada waktu yang lalu adalah salah besar,

diam-diam dalam hatinya sangat memuji, pikirnya:

“Hanya seorang pendekar pedang hitam saja sudah memiliki

kepandaian yang demikian tingginya apalagi kepandaian silat dari

orang orang pendekar pedang merah kelihatannya kepandaian silat

yang dimili si sipedang naga emas Wi Ci To tidaklah lemah sesuai

dengan dugaan dari majikan patung emas semula...

Dia bisa punya pikiran seperti ini dikarenakan majikan patung

emas pernah berkata kepadanya kalau dia sudah sanggup untuk

mengalahkan sipedang naga emas Wi Ci To di dalam ratusan jurus

saja.

Di dalam sarang pelacuran Touw Hoa Yuan dia bisa berhasil

membekuk batang leher Hong Mong Ling dari "Pendekar pedang

merah’ kesemuanya ini hanya hasil dari luar dugaannya.

Baru saja pikiran-pikiran itu berkelehat di dalam benaknya

dengan kecepatan bagaikan kilat. Pendekar pedang hitam yang

menghalangi perjalanannya itu telah membuka mulut bertanya:

“Kawan siapa namamu, ditengah malam buta ini naik gunung ada

urusan apa yang penting”

Sikap serta nada ucapannya tidak sombong juga tidak halus,

sepasang matanya yang sangat tajam dengan tak henti-hentinya

memandang kearah Hong Mong Ling serta Cang Bun Piauw yang

dikepit diketiak Ti Then.

Dikarenakan malam yang semakin larut ditambah lagi jaraknya

masih ada tiga empat kaki jauhnya oleh karena itu sama sekali dia

tidak menduga kalau diantara dua orang yang dikempit di bawah

ketiak Ti Then itu adalah Si naga mega Hong Mong Ling dari

"pendekar pedang merah" Benteng Pak Kiang Po.

Dengan cepat Ti Then membungkukkan dirinya memberi hormat

dan sahutnya:

“Cayhe Ti Then, tadi malam ketika berjalan diluar kota Go-bi

telah menemukan kedua orang ini dipukul tak sadarkan diri dan

menggeletak di tengah jalan. Oleh karena kenal kalau salah satu

diantaranya adalah ’Pendekar Pedang Merah’ dari Benteng Pek Kiam

Po maka sengaja aku datang menghantarkan mereka”

Dengan sedikit pun tidak ragu-ragu dia telah melaporkan nama

aslinya kepadanya karena di dalam hatinya dia telah mengambil

keputusan, dia merasa sekali pun dirinya menerima perintah yang

mengharuskan memperistri Wi Lian In tetapi bagaimana pun juga

urusan ini menyangkut nama baik dari seorang nona, dirinya harus

menanggung segala beban serta resikonya dan tidak mungkin

menggunakan nama palsu untuk meni punya.

Pendekar pedang hitam itu begitu mendengar perkataan tersebut

air mukanya segera berubah hebat, dengan cepat dia maju dua

langkah ke depan, begitu melihat orang yang berada di bawah

ketiak sebelah kanan dari Ti Then adalah bakal menantu kesajangan

dari majikan Benteng Pek Kiam Po perasaan terkejutnya semakin

menghebat, serunya.

”Ooh Thian... .dia....kenapa dia,”

“Hanya jatuh tidak sadarkan dirinya saja, agaknya di dalam

tubuhnya tidak mengalami cedera apa pun.

Dengan perasaan yang arnat terkejut tanya pendekar pedang

hitam itu lagi : “Siapa orang yang satunia ?

“Cayhe juga tidak kenal..”

“Tetapi dia bukan orang dari Benteng kami.” ujar pendekar

pedang hitam

”Tadi dia menggeletak bersama-sama dengan kawan pendekar

pedang merah ini, maka itu cayhe terpaksa bawa sekalian kemari.”

“ Dengan tiara bagaimana dia bisa terluka.”

“Tidak tahu” sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.

Ketika cayhe hendak mamasuki kota telah menemukan mereka

menggeletak ditengah jalan diluar kota”

Dengan perasaan yang sangat terkejut dan ragu ragu pendekar

pedang hitam itu tak henti-hentinya memandang kearah tubuh

Hong Mong Ling yang tidak sadarkan diri itu, gumamnya:

”Sungguh heran, “ sungguh mengherankan sekali, di dalam Bu-

lim saat ini ada siapa yang berhasil memukul dia hingga seperti ini

?. “

Ti Then segera tersenjum ujarnya:

”Menanti dia sadar kembali tentu akan mengetahui dengan lebih

jelas lagi.”

Pendekar pedang hitam itu tidak berani berlaku ajal lagi, sambil

mengangguk sahutnya :

“Baik silahkan saudara mengikutiku masuk ke dalam Benteng

Sehabis berkata dia maju menyambut tubuh Hong Mong Ling dan

memutar tubuhnya berlalu,

Ti Then dengan mengempit tubuh Cang Bun Piauw terpaksa

mengikuti di belakang orang itu, tanyanya:

”Jaraknya dari sini sampai ke dalam Benteng masih seberapa

jauhnya ? “

”Tidak jauh, segera akan tiba.”

”Ehm...saudara termasuk pendekar pedang hitam dari Benteng

Pek Kiam Po?”

”Benar” sahut pendekar pedang hitam itu. ”Cayhe She Ki

bernama Hong?”

”Ooh jaa... Lo-heng tadi bilang she Ti, Ti apa ?.”

“Ti Then” “ Sahut Ti Then singkat,

“Ti

Then?

'Sepertinya

nama

ini

pernah

kudengar,

agaknya..Hmm.. tak dapat kuingat kembali Kakinya didepakkan ke

atas sesaat kemudian tiba-tiba dengan kejut bercampur girang

menoleh kembali memandang kearah Ti Then, ujarnya:

“Kau adalah si pendekar berbaju hitam Ti Then?”

Ti Then hanya tersenjum saja, sahutnya:

“Hek Ie Hiap tiga buah kata, cayhe tidak sanggup menerimanya,

“Aku dengar ilmu pedangniu amat tinggi, bukan begitu? tanya Ki

Hong dengan girangnya.

“Tidak benar “sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya “Pada

saat ini ada siapa yang dapat menandingi kehebatan serta kelibayan

dari ilmu pedang Benteng Pek Kiam Po?”

Ki Hong masih tetap meneruskan perjalanannya menuju ke

dalam Benteng Pek Kiam Po, sembari berjalan ujarnya:

“Cayhe sering mendengar katanya ilmu Pedang dari Lo-heng bisa

rnenandingi pendekar pedang merah dari Benteng kami orang-

orang yang memiliki usia seperti Lo-heng sekarang hanya

Hong Mong Ling seorang, karena itulah Lo-heng boleh dikata

merupakan bintang diantara kami orang-orang muda.

“Ki-heng terlalu mernuji” sahut Ti hen sambil tertawa.

”Kepandaian yang cetek dari Cayhe mana bisa dibandingkan dengan

kelihayan ilmu pedang pendekar pedang merah dari Benteng Pek

Kiam po. “

“Aah .,, Ti-heng terlalu sungkan, nama besarmu sekali pun Pocu

dari benteng kami pun telah mengenalnya.

“Haa ...”Sahut Ti Then. “Bisa mendapatkan penghargaan dari

orang berkepandaian tinggi sungguh membuat Cay he merasa

sangat bahagia.. . Bagaimana pandangan Pocu kalian tentang diriku

ini?

“Menurut apa yang diucapkan majikan Benteng kami kepada

orang lain, Kaum pendatang baru di dalam Bu-lim yang paling

menonjol pada saat ini ada tiga orang, diantara ketiga orang itu

adalah Ti-heng sendiri, kemudian bakal menantu majikan benteng

kami jaitu Hong Kouw-ya dan yang terakhir adalah . -

“ Bukankah si Hong Liuw Kiam Khek atau sipendekar pedang

suka pelesiran Ing Ping Siuw ini?” Timbrung Ti Then.

“Benar, apa Ti-heng pernah bertemu muka dengan si pendekar

pedang suka pelesiren Trig Ping Siuw

”Belum pernah, hanya pernah mendengar nama besarnya. -

”Cayhe dengar ilmu pedangnya sangat tinggi sekali bahkan

pernah dengan menggunakan pedangnya membabat habis Lauw

San Lak Hiong atau enam penyahat dari gunung Lauw san”

“Benar, Lauw San Lak Hiong bukanlah merupakan lawan yang

sangat enteng, tetapi Ing Ping Siuw ternyata bisa menahan

serangan keenam orang itu bahkan di dalam sekejap saja

membunuh habis mereka, sungguh bukan merupakan pekerjaan

yang mudah ”

Sedang mereka berbicara itu dari hadapan jalanan gunung itu

telah muncul seorang pendekar pedang hitam yang melintangkan

pedangnya menghalangi perjalanan mereka teriaknya dengan keras

“Siapa yang datang?”

“Saudara, aku adanya” sahut Ki Hong dengan cepat.

“Oooh . .”segera pendekar pedang hitam itu memasukkan

kembali pedangnya ke dalam sarung kemudian berjalan ke depan

menjongsong datangnya Ki Hong tetapi ketika melihat datangnya

membopong tubuh sinaga mega Hong Mong Ling sedang di

belakang tubuhnya pun berjalan seorang pemuda yang asing, tak

terasa dia menjadi amat terkejut, serunya:

”Aduh ....terjadi urusan apa?”

Ki Hong segera menjelaskan yang sebenarnya bahkan

rnemperkenalkan orang itu kepada Ti Then, tanyanya kemudian

”Kau sudah bertemu dengan kepala barisan Shia Kiauw To ???”

”Aku tidak melihat dia berjalan keluar, mungkin masih berada di

dalam Benteng”

“ Kalau begitu bagus sekali, Siauw-te akan masuk mencari dia

untuk memberi laporan.

Sehabis berkata segera dia memimpin jalan menuju kedalarn

Benteng.,

“Siapa itu kepala barisan she-Shia ?” tanya Ti Then.

“Oooh... dia adalah seorang pendekar pedang merah dari

benteng kami, sebutannya sebagai Juan Sim Kiam atau si pedang

penembus ulu hati, Shia Pek Tha din merupakan salah satu dari

murid-murid kesajangan majikan Benteng kami, ini malam dialah

yang bertugas sebagai kepala regu jaga asal kita menemukan

sesuatu urusan harus dilaporkan kepada dirinya terlebih

dahulu”sahut Ki Hong.

“Ooh kiranya sipedang penembus ulu hati Shia Pek Tha, pada

tahun yang lalu dikota Tiang An Cayhe pernah bertemu dan minum

arak bersama dengan dia, ehm dia memang merupakan seorang

yang sangat periang dan suka bergaul.”

“Dengan cara bagaimana Ti Then bisa berkenalan dengan

dirinya?”

”Pada suatu malam pada tahun yang lalu” sahut Ti Then “ketika

Caybe sedang berpesiar didaerah istana delapan dewa, tiba-tiba

kulihat didekat tempat itu tiga orang sedang bertempur, ketika aku

melihat lebih dekat lagi segera kukenal kalau dua diantaranya

adalah iblis dari kalangan Hek to, ketika aku lihat Shia Pek Tha

agaknya tidak kuat melawan mereka maka aku munculkan diri untuk

menolong menggempur mundur kedua orang itu, demikanlah kami

berkenalan dan ketika saling omong-omong itulah baru aku ketahui

kalau dia merupakan pendekar pedang merah dari Benteng Pek

Kiam Po. Keesokan harinya Shia Pek Tha mengundang cayhe minum

arak di atas loteng Cuang Yuan Lo... ”

Ki Hong menjadi amat girang, ujarnya

“Jika dernikian adanya, maka Ti heng dengan kepala regu Shia

Pek Tha merupakan kawan lama, nanti bilamana bertemu dengan Ti

heng tentu akan sangat girang”

Sembari berbicara mereka telah berjalan berputar putar di dalam

puncak gunung itu sebuah bangunan yang sangat megah dan kokoh

kuat segera terbentang di hadapan mata, ketika dipandang lebih

teliti lagi terlihatlah benteng Pek Kiam Po yang sangat terkenal dan

menggetarkan kangouw ini mem punyai bentuk bangunan yang

amat aneh tetapi sangat angker.

Bangunan itu didirikan di bawah tebing yang amat curam

disekelilingnya dikelilingi oleh tembok yang amat tinggi, di depan

pintu benteng berdirilah sebuah loteng pengintai sehingga

keadaannya mirip sekali dengan sebuah kota kecil. setiap ruangan di

dalam benteng tersebut terang benderang sehingga kelihatan besar

keangkerannia.

“Benteng Pek Kiam Po. “ tiga buah tulisan yang amat besar

terpancang jauh tinggi di depan pintu benteng dan terlihat terbuat

dari emas murni di bawah sorotan sinar rembulan memancarkan

sinarnya yang menyilaukan mata.

Benteng Pek Kiam Po. Inilah Benteng Pek Kiam Po yang mewakili

keadilan dan kebenaran di dalam dunia Kangouw.

Oleh karena di dalam hati Ti Then memangnya mem punyai

suatu rencana yang tertentu begitu melihat benteng Pek Kiam Po

yang amat megah serta angker itu tak terasa lagi menjadi amat

tegang.

Untuk menenangkan pikiran serta hatinya dia menarik napas

panjang-panjang, kemudian ujarnya:

“Ehm . sungguh besar benteng ini mungkin seluruh benteng ini

berisi ribuan orang banyaknya?”

Ki Hong hanya mengia saja tanpa memberikan penjelasan yang

lebih panjang. Agaknya semua anggota dari benteng Pek Kiam Po

itu mem punyai kewajiban untuk menutup mulutnya rapat-rapat

terhadap segala rahasia dari benteng itu sehingga mereka sama

sekali tidak mau membuka rahasia di depan orang luar.

Ti Then pun segeta merasakan kalau pertanyaannya sudah

keterlaluan, segera dia putar haluan ujarnya lagi:

”Tebing itu pun amat besar sekali, apa tebing itu yang disebut

sebagai Sian Ciang Jen ??.

”Tidak salah” sahut Ki Hong” Sian Ciang Jen ini jauh lebih indah

dari Sian Ciang Jen yang terdapat di atas gunung Hoa San.

Ketika itulah mereka telah sampai di depan pintu benteng yang

sangat besar itu.

Dua orang penjaga pintu benteng begitu melihat yang datang

adalah orang sendiri segera membukakan pintu mempersilahkan Ki

Hong serta Ti Then masuk, segera Ki Hong membawa Ti Then

kesebuah ruang tamu yang amat luas dan meletakkan tubuh Hong

Mong Ling serta Cang Bun Piauw ke atas kursi, ujarnya kemudian:

"Ti heng, silahkan menunggu sejenak, aku hendak memberi

laporan sebentar kepada Shia-te “

Baru saja dia selesai berbicara, tiba-tiba dari luar ruangan tamu

yang luas itu berkumandang datang suara yang amat nyaring dan

sedikit serak-serak yang sedang bertanya :

“Ki Hong, kau membawa siapa datang kemari ?”

Sehabis berkata seorang lelaki berusia pertengahan yang

memiliki bentuk tubuh yang tinggi besar dan amat kekar berjaIan

masuk ke dalam ruangan itu.

Wajah dari orang lelaki berusia pertengahan itu amat keren dan

gagah, wajahnya persegi dengan telinga yang besar, alisnya tebal

bagaikan sapu, matanya bagaikan bola mata seekor harimau

hidungnya bagaikan hidung singa, berewoknya memenuhi seluruh

wajahnia sedang tubuhnya memakai baju berwarna merah darah

dengan sebilah pedang berwarna merah yang disorenkan

dipinggangnya, sikap serta tindak tanduknya memperlihatkan

seorang yang amat gagah sekali.

Orang ini tidak lain adalah sipedang penembus ulu hati, Shia Pek

Tha adanya.

Ketika sinar matanya bertemu denga tubuh Hong Mong Ling

serta Cang Bun Piauw yang bersandar di atas kursi dengan

lemasnya itu tak terasa air mukanya berubah hebat, kakinya sedikit

menutul tanah dengan kecepatan yang luar biasa melayang

ketengah udara dan berkelebat ke samping tubuh kedua orang itu.

Tetapi ...ketika dia berjaIan lebih dekat lagi dan dapat melihat

wajah dari Ti Then dengan sangat jelas, air,mukanya terlintaslah

perasaan tertegunnya, serunya:

“ Kau ...Ti Then??”

Ti Then segera merangap tangannya memberi hormat, ujarnya:

“Sejak perpisahan..apa.Shia..heng baik-baik saja??”

Si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha menjadi amat terkejut

bercampur girang, sambil memandang kearah Hong Mong Ling serta

Cang Bun Piauw dua orang tanyanya

“Sebenarnya apa yang telah terjadi?”

“Ketika tadi siauwte berjalan hendak memasuki kota Go bi

menemukan kedua orang ini menggeletak di pinggir jalan agaknya

mereka telah dipukul hingga jatuh tidak sadarkan diri, karena

siauwte kenal diantara mereka dua ada seorang yang merupakan

pandekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po maka sengaja

datang mengantar mereka kembali ”

Si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha setelah mendengar

perkataan itu segera memeriksa keadaan dari Hong Mong Ling dan

mengadakan pemeriksaan dengan teliti pada seluruh tubuhnya

setelah itu barulah dia membuka kelopak matanya, ujarnya

“Ehm . . tidak ada tanda-tanda terIuka dalam, agaknya hanya

tertotok jalan darah pingsannya saja"

”Oooh... kiranya

saja”sahut Ti Then.

hanya

tertotok

jalan

darah

pingsannya

Pada saat itu sipedang penembus ulu hati Shia Pek Tha telah

memutar tubuhnya berkata kepada Ki Hong ujarnya.

“Cepat undang Pocu serta Siaocia datang.”

Ki Hong menyahut dan segera berlalu dengan targesa gesa dari

dalam ruangan.

Setelah itu barulah dengan perlahan Shia Pek Tha memeriksa

keadaan dari Cang Bun Piauw, ketika menemukan kalau Cang Bun

Piauw pun juga tertotok jalan darah pingsannya tak terasa lagi

menjadi mengerutkan alis dalam dalam, ujar nya:

“Sungguh mengherankan sekali, bagaimana bisa terjadi urusan

seperti ini?”

“Shia heng apa kenal dengan orang ini ? “

“Kenai” sahut Shia Pek Tha. orang ini bernama Cang Bun Piauw

dengan julukan sitikus rakus dart Go-bi dia merupakan seorang

yang paling gemar pelesiran, bukan saja berjudi, mabok mabok kan

serta suka main perempuan bahkan perbuatannya pun tidak ada

yang merupakan pekerjaan baik-baik:”

“Benar..memang hal ini amat aneh dan mengherankan sekali”

“Kalau benar mereka hanya ditotok jalan darah pingsannya

kenapa Shia heng tidak membantu membebaskan jaIan darahnya

yang tertotok.?..”

”Tidak” sahut Shia Pek Tha sambil menggelengkan kepalanya,

”Menanti setelah suhu datang baru kita bicarakan lagi, suhuku mem

punyai pangetahuan yang sangat luas di dalam cara menotok jalan

darah dari seluruh penjuru dunia, asalkan dia orang tua melihat

sendiri cara menotok jalan darah ini kemungkinan sekali bisa

mengetahui siapakah sebenarnya orang yang merubuhkan mereka.”

Setelah itu dia bangkit berdiri, kepada Ti Then sambil merangkap

tangannya memberi hormat ujarnya:

”Aku orang she-Shia seharusnya mengucapkan banyak terima

kasih terlebih dahulu pada Lo-te.”

“Oooh... tidak perlu sungkan-sungkan”

"Sesudah perpisahan kita di kota Tiang An di dalam sekejap saja

sudah lama tidak bertemu selama ini Lo-te baik-baik bukan ?”

Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa pahit, sahutnya:

”Sangat buruk, semakin lama semakin miskin”.

Sejak tadi Shia Pek Tha telah dapat melihat si pendekar baju

hitam yang berdiri di hadapannya sekarang jauh berbeda

keadaannya dengan sewaktu bertemu dikota Tiang An pada tahun

yang lalu, ketika tahun yang lalu dia bertemu dengan Ti Then bukan

saja pakaian yang dipakainya sangat mewah serta perlente bahkan

keadaannya pun sangat gagah, sedang kini Ti Then telah berubah

demikian miskinnya sehingga baju yang dipakai pun compang

camping tidak karuan dan sangat dengkil sekali tidak terasa hatinya

menjadi amat terkejut bercampur heran, kini ketika mendengar dia

bilang kalau dirinya semakin lama semakin miskin tak tertahan

tanyanya:

-ooo0dw0ooo-

Jilid 3.1. Hong Mong Ling si pendusta

”Lo-te telah menemui bencana apa yang demikian seriusnya?”

”Tidak ada “ sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Hanya

siauw-te telah menghabiskan harta benda peninggalan leluhurku,

sehingga kini telah berubah menjadi seorang yang amat miskin”

Shia Pek Tha tertawa terbahak-bahak, tanyanya :

" Perkataan dari Lo-te ini apa benar benar ?"

“Buat apa aku menipu dirimu ?? “

Shia Pek Tha tersenjum ujarnya:

”Kalau begitu aku orang she-Shia benar-benar mengagumi dan

memuji dirimu. “

Perkataan dari Shia-heng ini bagaimana bisa diucapkan ??” Tanya

Ti Then sambil tertawa kaget.

"Lo-te punya kepandaian silat yang demikian tingginya ternyata

dapat hidup tenteram di dalam keadaan yang miskin, tidak pernah

menggunakan kepandaian silatnya untuk merampok atau merampas

barang orang lain, bukankah hal ini patut dikagumi dan dipuji '???”

Shia-heng tidak usah terlalu memuji dan kagum terhadap Siauw-

te, kemungkinan sekali pada suatu hari bilamana Siauw-te sudah

tidak bisa menahan kemiskinan yang menimpa segera akan

mendaftarkan diri menjadi anggauta perampok.

Baru saja Shia Pek Tha hendak berbicara lagi, mendadak

matanya dapat melihat suhunya si pedang naga emas Wi Ci To

beserta putrinya Wi Lian In telah berjalan memasuki ruangan itu,

dengan nada yang serius ujarnya dengan cepat :

“Suhu telah datang! “

Orang yang disebut sebagai jago nomor dua di dalam Bu-lim ini,

pocu dari Benteng Pek Kiam Po sipedang naga emas Wi Ci To sekali

pun usianya sudah lebih dari enam puluh tahun tetapi jika dilihat

dari wajah serta bentuknya tidak lebih kelihatan baru berusia lima

puluh tahunan. Tubuhnya tinggi besar dengan sikap serta tindak

tanduk yang halus bagaikan siucay tetapi keren bagaikan baja

bahkan sikapnya amat menjenangkan sekali, bila orang yang tidak

tahu tentu tidak akan percaya kalau dia merupakan seorang jago

berkepandaian tinggi yang memiliki ilmu pedang yang amat lihay,

bahkan mungkin menganggap dia sebagai seorang siucay yang

hanya tahu akan syair-syair saja.

Agaknya dia telah mendapatkan keterangan yang amat jelas dari

mulut Ki Hong oleh karena itu setelah berjalan masuk ke dalam

ruangan sedikit pun tidak memperlihatkan sikapnya yang amat

terperanyat, dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun juga dia

berjalan mendekati tubuh Hong Mong Ling kemudian menggendong

tubuhnya dan direbahkan ke atas tanah, tangannya tidak ambil

diam sampai di situ saja dengan amat cekatan mengadakan

pemeriksaan diseluruh tubuhnya.

Putri dari Wi Ci To jaitu Wi Lian In yang berada di sampingnya

dengan wajah yang penuh perasaan kuatir memandang tak henti-

hentinya ketubuh Hong Mong Ling, ujarnya dengan agak gugup:

“Dia, dia tidak mengapa bukan ?”

Putri dari Wi Ci To itu memang amat cantik sekali wajahnya,

agaknya perkataan dari majikan patung emas sedikit pun tidak

salah. Wajah dari Wi Lian In hampir mem punyai kesamaan dengan

wajah dari Liuw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan,

wajahnya berbentuk kuaci dengan alisnya bagaikan bulan, matanya

yang cemerlang bagaikan bintang timur, bibirnya yang keciI mungil

berwarna kemerah-merahan sehingga kelihatan amat cantik sekali,

keadaan serta sikapnya pun jauh lebih agung dan lebih halus jika

dibandingkan Liauw Su Cen, Ti Then yang melihat kecantikan

wajahnia tak terasa diam-diam memuji tak henti-henti-nya, pikirnya:

“Hong Mong Ling sudah mempunyai bakal istri yang demikian

cantiknya ternyata masih pergi bermain cinta dengan seorang

pelacur urusan ini memang sedikit mengherankan . .”

Ketika terpikir olehnya kalau Wi Lian In ini kemungkinan sekali

akan berubah menjadi bakal istrinya tak terasa lagi jantungnya

berdebar dengan amat keras.

”Dapatkah dia berhasil memperistri Wi Lian In yang cantik jelita

itu?”

Ketika dia sudah menjadi istrinya, perintah selanjutnya dari

majikan patung emas itu akan menjuruh dia berbuat apa lagi?

Apakah dengan meminyam sebutan ‘menantu’ dari dirinya untuk

menutupi gerak-gerik selanjutnya kemudian mengadakan gerakan-

gerakan untuk mengacau dan menghancurkan benteng Pek Kiam Po

ini dari dalam?

Tidak, Majikan patung emas sudah pernah memberi penjelasan

kepadanya kalau dia tidak akan memerintahkan dirinya untuk

melakukan pekerjaan yang membahajakan orang-orang dari

benteng Pek Kiam Po, tetapi perkataannya apa boleh dipercaya?

Kalau begitu sekali pun "Rencana" dari majikan patung emas itu

tidak mendatangkan kerugian bagi orang-orang dari Benteng Pek

Kiam Po, apa mungkin "rencana" nya mendatangkan keuntungan

bagi benteng Pek Kiam Po ini?

Kalau mendatangkan keuntungan bagi Benteng Pek Kiam Po lalu

apakah keuntungan itu?

Ketika Ti Then berpikir sampai di sini tidak terasa lagi dia mulai

melayangkan pandangannnya memperhatikan sipedang naga emas

Wi Ci To itu.

Sampai saat ini juga dalam hatinya dia masih tetap mencurigai

kalau Majikan patung emas itu adalah rubahan dari si pedang emas

Wi Ci To ini dikarenakan dia hendak melindungi putrinya Wi Lian In

tidak sampai dijodohkan dengan seorang pemuda hidung bangor

maka dia hendak menggunakan dirinya untuk mengacau dan

merusak hubungan cinta antara putrinya dengan Hong Mong Ling,

dengan demikian putrinya Wi Lian In bisa dijodohkan dengan

dirinya.

Dan kini terlihatlah olehnya pada wajah Wi Ci To memperlihatkan

perasaan `tidak suka" dan 'tidak puas" nya terhadap Hong Mong

Ling ini.

Sipedang naga emas Wi Ci To sesudahnya memeriksa dengan

teliti seluruh tubuh dari Hong Mong Ling, alisnya dikerutkan

kencang-kencang ujarnya dengan keren:

“Hm..dia terpukul belakang lehernya terlebih dahulu kemudian

baru ditotok jalan darah pingsannya”

”Suhu, dia tertotok oleh cara menotok jalan darah yang macam

bagaimana?” tanya Shia Pek Tha.

Cara.menotok jalan darah yang sangat biasa, tidak ada tempat

yang terlalu mengherankan “

Sesudah berhenti sejenak dia menoleh kearah Cang Bun Piauw

sambil tanyanya:

“Siapa orang ini?”

“Si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piauw”

Si pedang naga emas Wi Ci To sambil menggerakkan tangannya

membebaskan jalan darah yang tertotok pada tubuh Hong Mong

Ling tanyanya:

“Orang mana tikus rakus dari Go bi itu?”

“Rumahnya tinggal didaiam kota Go bi, dia adalah seorang

kongcu yang suka pelesiran, suka judi mau pun mabok-mabokan”

Mendengar perkataan itu dengan wajah yang penuh perasaan

terkejut Wi Lian In angkat kepalanya, tanyanya pada Shia Pek Tha:

“Pek Tha suheng, kau bilang apa?

Pada wajah Shia Pek Tha segera timbul perasaan bimbang dan

sedihnya, sesaat kemudian barulah sahutnya,

“Sumoay, kau tidak usah marah kemungkinan sekali suhengmu

telah salah bicara'

“Hmm...Dengus Wi Ci To dengan dinginnya.” cepat katakan

dengan jelas kau kenal dengan orang ini ?”

“Tecu hanya tahu tindakan serta gerak gerik dan perbuatan

orang ini saja, dengan dirinya sama sekali tidak kenal”

“Hmm..aku lihat dia sama sekali tidak paham ilmu silat.”

“Benar” sahut Shia Pek Tha,” Ajahnya pernah memangku jabatan

sebagai pembesar kota sehingga harta kekajaannya amat banyak

sekali sedang dia lalu menggunakan nama besar dari bapaknya

serta kekajaannya untuk berbuat tidak senonoh diluaran dan

menganiaja kaum rakjat yang lemah.”

Dengan-perlahan Wi Ci To putar tubuhnya pergi membebaskan

jalan darah dari Cang Bun Piauw, tanyanya lagi.

“Lalu bagaimana mungkin Mong Ling bisa bergaul dengan orang

macam ini?”

“Tentang ini tecu juga tidak tahu,” sahut Shia Pek Tha dengan

cepat, “Kemungkinan sekali Mong Ling sute sama sekali belum

pernah kenal dengan orang ini, hanya mungkin... pokoknya

bagaimana keadaan sesungguhnya lebih baik tunggu saja Mong

Ling sute sesudah sadar kembali baru kita tanyai”

Wi Ci To melihat Hong Mong Ling belum juga sadarkan diri

segera putar tubuhnya mengangguk kepada Ti Then, ujarnya sambil

tertawa:

“Inikah si pendekar baju hitam Ti Then ?”

“Benar” sahut Ti Then sambil rangkap tangannya memberi

hormat.

“ Ha. .. ha... ha . Lohu telah tidak sedikit mendengar cerita

mengenai pendekar baju hitam, lohu amat girang bisa bertemu

dengan seorang pendekar muda yang amat terkenal di dalam dunia

kang ouw.”

“Pocu terlalu memuji”

“Siapakah suhu dari Ti-heng ?”

Ditanyai dengan pertanyaan itu Ti Then segera menjadi serba

susah, dengan gugup sahutnya:

“Tentang hal ini boanpwe...........”

“Ha... ha.. ha.. bilamana Tiheng merasa ada sesuatu yang tidak

enak untuk dibicarakan lebih baik tidak usah menyawab, orang yang

bisa menggembleng seorang pemuda seperti Ti heng ini tentunya

merupakan seorang diago tua yang telah lama menyembunyikan diri

dan mengasingkan diri dari pengalaman.”

“Tidak salah” sahut Ti Then cepat, “Suhuku memang telah lama

mengasingkan diri dari pergaulan, dia orang tua pernah memberi

tahu pada boanpwe untuk tidak secara sembarangan

mernberitahukan namanya kepada orang lain”

Bagaimana pun juga pengalaman dari Wi Ci To telah amat luas,

begitu melihat keadaan itu segera dia tukar pembicaraan, ujarnya

lagi:

“ Pada tahun yang lalu Ti-heng pernah membantu Shia Pek Tha

memukul mundur musuh tangguh dan ini hari Ti-heng menolong

muridku lagi pulang ke dalam Benteng dalam hati Lohu benar-benar

merasa sangat berterima kasih.

“Aah..mana, mana . hanya secara kebetulan saja, perlu apa

terlalu dipikirkan. “

Saat itulah terdengar suara Shia Pek Tha yang sedang berseru:

“Suhu ... Mong Ling sute sudah sadar kembali”

Sinaga mega Hong Mong Ling yang rebah terlentang ditengah

ruangan dengan perlahan sadar kembali, sambil mengucak-ucak

matanya dia memandang dengan perlahan kesekelilingnya, tetapi

ketika dia melihat dengan jelas kalau dirinya sedang rebah ditengah

ruangan dalam Benteng Pek Kiam Po dengan cepat segera meloncat

bangun.

Pada saat itu pula ketika dilihatnya Cang Bun Piauw berada pula

disisi tubuhnya tak terasa air mukanya berubah dengan hebatnya.

Dengan dingin ujar Wi Lian In:

“ Hm.. telah terjadi peristiwa apa?”

Hong Mong Ling tidak segera memberi jawaban, dengan wajah

yang penuh perasaan terkejut dan ketakutan dia memandang wajah

Wi Ci To, Shia Pek Tha serta akhirnya berhenti pada wajah Ti Then.

Dengan pandangan yang amat tajam dia memandang beberapa

saat lamanya ke atas wajahnya kemudian dengan bimbang

gumamnya:

“Kau..kau . . ..siapa kau? „

“He . . he ,sahut Wi Ci To sambil tertawa dingin: “Dia adalah

sipendekar baju hitam Ti Then, juga merupakan in-jin yang telah

menolong kau kembali. “

Mendengar perkataan itu dengan cepat sambung Ti Then.

“Malam tadi cayhe kebetulan sedang lewat hendak masuk kota

ketika sampai diluar kota telah melihat di samping jalan rebah

Hong-heng berdua dengan tidak sadarkan diri, oleh karena cayhe

kenal kalau Hong-heng adalah pendekar pedang merah dari

benteng Pek Kiam Po ini maka sengaja menolong Hong heng berdua

kembali ke dalam benteng.

Ketika Hong Mong Ling dengar kalau Ti Then menemukan dirinya

berada diluar kota dalam hatinya baru merasa amat lega sedang

perasaan terkejut serta ketakutan yang menghiasi wajahnya pun

dengan perlahan mulai lenyap.

Dengan cepat dia bangkit berdiri sambil ujarnya:

“Ooh ... kiranya begitu, kalau begitu cayhe mengucapkan banyak

terima kasih dahulu atas budi pertolongan dari Ti-heng,.

Sambil berkata dia merangkap tangannya memberi hormat

kepada Ti Then.

Wi Lian In yang berdiri disisinya dengan wajah yang cemberut

ujarnya dengan amat dingin:

“Cepat bilang, bagaimana bisa terjadi peristiwa ini?”

Hong Mong Ling melihat sekejap kearah Cang Bun Piauw yang

masih belum sadarkan dirinya, pikirnya dalam hati:

“ Hmm ...sekarang dia belum sadar kembali, biar aku tunggu

sebentar lagi baru bicara. “

Berpikir sampai di situ, tangannya memegang belakang leher,

ujarnya :

“Ehm..bicara sesungguhnya aku sendiri juga tidak tahu telah

terjadi peristiwa apa.. .

Wajah Wi Ci To segera berubah, dengan keren bentaknya:

“Hmm..Kau dipukul orang hingga tidak sadarkan diri mana

mungkin tidak tahu apa yang telah terjadi ?

Dengan tetap menggosok kedua pelipisnya ujar Hong Mong Ling

dengan perlahan, :

“Suhu...kau orang tua tidak usah marah biarlah tecu dengan

tenang mengingat-ingat kembali- Heeei...kepalaku masih tetap

pusing sekali...aduh.”

“Hmm ...sungguh kurang ajar” dengus Wi Lian In sambil

depakkan kakinya ke atas tanah.

Hong Mong Ling dengan tundukkan kepalanya “berpikir keras”

menanti setelah dia melihat Cang Bun Piauw dengan perlahan-lahan

sadar kembali barulah angkat kepalanya kembali sambil sahutnya:

--Tecu sekarang sudah teringat kembali peristiwa yang

sebenarnya adalah begini, ini hari ketika tecu sampai diluar kota Go

bi cuaca sudah hampir gelap, baru saja hendak melangkah masuk

kota tiba-tiba di belakang tubuhku terdengar ada seseorag yang

sedang berteriak teriak memanggil tecu: Hei . . yang berada di

depan bukan kah Mong Ling heng?” ketika tetiu menoleh terliharlah

orang itu adalah Cang Bun Piauw adanya”

“He... h.e..Potong Wi Lian In sambil tertawa dingin “bagus sekali

kiranya kau sudah berkenalan dengan si tikus rakus dari Go bi Cang

Bun Piauw ini”

“In moay jangan salah paham” ujar Hong Mong Ling dengan

ketakutan.

“Siau heng sama sekali tidak kenal dengan orang ini, kami tidak

lebih hanya punya kesempatan bertemu satu kali saja”

”Hmmm .. lanjutkan !”, bentak Wi Ci To.

Hong Mong

sambungnya:

Ling

ragu-ragu

sejenak

kemudian

barulah

“Ketika tecu melihat orang itu adalah dia maka segera tecu tanya

dia punya urusan apa, dia tidak ada hanya katanya baru saja

menagih hutang dari desa dan kini akan pulang dalam kota, dia

ingin berjalan bersama-sama dengan tecu. Ketika baru saja berjalan

tidak jauh mendadak dari samping jaIan meloncat keluar seorang

berkerudung menanyakan tecu apakah benar pendekar pedang

merah dari Benteng Pek Kiam Po, maka segera tecu membenarkan

pertanyaan itu. Siapa tahu orang berkerudung itu tanpa

mengucapkan kata-kata lagi segera menjerang tecu.”

Ti Then yang berdiri di samping ketika mendengar ceritera itu

diam-diam merasa amat geli, pikirnya.

“ Majikan patung emas bilang Hong Mong Ling ini berhati tidak

lurus jadi orang amat curang ternyata sedikit pun tidak salah.

Didengar dari cerita bohongnya ini sudah tahu kalau kepandaiannya

di dalam hal itu amat liehay sekali. “

Sinar mata Wi Ci To memancarkan sinar yang amat tajam

potongnya:

“Bagaimana nada suara dari orang berkerudung itu? Berapa

besar usianya?”

“Jika didengar dari nada ucapannya agaknya berasal dari daerah

San Si, sedang usianya kurang lebih lima puluh tahunan.”

“Pakai senyata?”

“Tidak” sahut Hong Mong Ling dengan cekatan. “Tetapi ilmu

telapaknya amat aneh dan liehay sekali, tecu yang didesak dengan

serangan telapak yang bertubi-bertubi itu memaksa tecu sama

sekali tidak

punya kesempatan untuk mencabut pedang

menyambut datangnya serangan musuh. Sehingga akhirnya-

...akhirnya belakang leherku terkena gaplokannya sesudah itu

urusan selanjutnya tecu tidak tahu sama sekali

Sinar mata Wi Ci To berkelebat tak henti-hentinya, dengan berat

ujarnya:

“Kau tidak.tahu kepandaian silatnya dari golongan apa?”

Wajah Hong Mang Ling segera menampiIkan

kecewanya, sahutnya dengan sedikit malu.

perasaan

“Benar tecu sama sekali tak tahu”

“Ehm..” sambil mengelus jenggotnya Wi Ci To berpikir keras

sejenak.- “Didaerah sekitar San-si siapa yang paling hebat dalarn

ilmu telapaknya?”

“Apa mungkin Thiat Sah Ciang atau si pukulan pasir besi, Cau Si

Pei? “

“Tidak mungkin” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya,

“sekali pun ilmu telapak dari si pukulan pasir besi: Cau Si Pei sangat

hebat tetapi dia tidak mungkin memenangkan kalian”

“Tia” seru Wi Lian In. “dia sudah sadar, coba tanyakan pada

dirinya”

Wi Ci To ketika melihat Ceng Bun Piauw sudah bangkit dan

duduk di atas tanah segera memutar tubuhnya. Sinar matanya

dengan amat tajam memperhatikan seluruh tubuhnya,kemudian

barulah tanyanya:

“Cang kongcu, dapatkah kau menceritakan peristiwa yang terjadi

kemarin malam dengan amat teliti kepada Lo hu?

“ Kau orang tua apakah majikan dari Benteng Pek Kiam Po?”

“Tidak salah! memang lohu sendiri. “ sahut Wi Ci To sambil

mengangguk.

“Selamat bertemu, selamat bertemu. Siauw-cu telab lama

rnendengar nama besar dari Wi Pocu, hanya selama ini tidak punya

jodoh untuk bertemu, ini hari dapat ...”

Wi Lian In yang tahu orang itu merupakan seorang kongcu yang

suka pelesiran, judi mabok-mabokan dalam hatinya sudah timbul

perasaan bencinya, kini tak tertahan lagi bentaknya dengan keras:

“Tidak usah banyak ngomong, cepat bicara. “

Cang Bun Piauw yang dibentak men jadi berdiri termangu-

mangu, segera dengan wajah yang penuh senjuman tengik

lanjutnya:

“Baik.. baik. „peristiwa yang sebenarnya adalah begini. Ini hari

Siauw seng pergi kedesa Lie-khia-cung untuk menarik pajak sawah,

pada saat pulang dan tiba diluar kota secara kebetulan telah

bertemu dengan Hong-heng ini, lalu siauw-seng berjalan bersama

dengan dirinya, tetapi belum berjalan begitu jauh secara tiba-tiba

dari samping jalan meloncat keluar seorang yang berkerudung ...”

Apa yang diceritakan olehnya persis dengan cerita yang

dikisahkan oleh Mong Ling.

Tanya Wi Ci To :

“Sesudah dia merubuhkan muridku, baru memukul rubuh

dirimu?”

“Benar “- sahut Cang Bun Piauw sambil mengangguk. “Siauw

seng tidak punya dendam dan sakit hati dengan dirinya ternyata dia

berani turun tangan terhadap siauw seng, sungguh kurang ajar

sekali “

“Hmm sesudah dia pukul rubuh muridku pernah mengucapkan

kata-kata apa?”

Cang Bun Piauw menundukkan kepalanya pura-pura berpikir

keras, sesaat kemudian baru sahutnya:

“Ooh .. ada, sesudah dia pukul rubuh Hong heng dia pernah

tertawa dingin sambil ujarnya: . He he... pendekar pedang merah

dari Benteng Pek Kiam Po tidak lebih juga hanya begini saja“

sehabis berbicara segera dia lajangkan tangannya memukul rubuh

Siauw seng.

Wi Ci To mengangguk perlahan kemudian dengan perlahan dia

menoleh ke arah Hong Mong Ling sambil tanyanya:

“Sebenarnya kau kuat menahan beberapa jurus serangannya?”

“Di dalam keadaan yang amat gugup dan kelabakan tecu hanya

berhasil menyambut sepuluh jurus saja”

”He..he..orang yang bisa mengalahkan kau hanya di dalam

sepuluh jurus saja tidak banyak”

“Suhu..tahukah kau siapa orang itu?”

“Ehm . aku masih belum bisa mengetahui” sahut Wi Ci To sambil

gelengkan kepalanya.

”Apa mungkin musuh bujutan suhu pada masa yang lalu...Co Shu

Koay kiam atau sipendekar pedang tangan kiri, Cian Pit Yuan? “

tanya Shia Pek Tha.

”Bila dia orang yang melakukan” sahut Wi Ci To- “ seharusnya

dia langsung datang mencari aku, tidak mungkin bisa pergi

menjerang Hong Mong Ling”

“Suhu” seru Hong Mong Ling ”Siapa itu sipendekar pedang

tangan kiri, Cian Pit Yuan ?

”Seorang pendekar pedang kenamaan yang pada dua puluh

tahun yang lalu pernah kalah di bawah ilmu pedangku dan dia

pernah bersumpah untuk mencari balas.”

Berbicara sampai di sini dia menoleh memandang Shia Pek Tha

lagi, lanjutnya:

“Tidak perduli siapakah orang berkerudung itu, tetapi dia sudah

menghina Hong Mong Ling sudah tentu kedatangannya tidak punya

niat baik, cepat kau pergi bangunkan beberapa orang pendekar

pedang merah untuk menyaga diseluruh tempat sekitar Benteng?.”

Shia Pek Tha segera bungkukkan dirinya menerima perintah dan

mengundurkan diri dari dalam ruangan.

Sesudah memberi perintah pada Shia Pek Tha dengan perlahan

Wi Ci To menoleh lagi kearah Hong Mong Ling, ujarnya:

"Mong Ling, kau bawalah Ti-heng beserta Cang kongcu masuk ke

dalam kamar untuk beristirahat, besok pagi-pagi suruhlah orang

menghantar Cang Kongcu masuk ke dalam kota Go-bi terlebih

dahulu”

Hong Mong Ling segera bungkukkan diri menerima perintah,

setelah itu kepada Ti Then serta Cang Bun Piauw ujarnya:

“Kalian berdua silahkan mengikuti siautw-te masuk kamar untuk

beristirahat.”

Ti Then serta Cang Bun Piauw segera minta ijin pada Wi Ci To

dan mengikuti di belakang tubuh Hong Mong Ling ke luar dari

ruangan tamu, setelah berjalan beberapa lama sampailah mereka

disebuah deret kamar yang memanyang, Hong Mong Ling dengan

cepat membuka dua buah pintu kamar, semula dia mempersilahkan

Ti Then memasuki salah satu kamar kemudian barulah membawa

Cang Bun Piauw kekamar yang lain.

Sesudah masuk ke dalam kamar tangannya segera menutupi

pintu dan menjulut lampu, ujarnya kepada Cang Bun Piauw dengan

nada yang amat perlahan:

“Sungguh amat bahaja, kurang sedikit saja diketahui rahasia kita”



“Siapa bilang tidak, semula kita masih berada di dalam Touw Hoa

Yuan dan di pukul rubuh oleh Lu kongcu itu, bagaimana akhirnya

bisa dibuang diluar kota?”

“Hmm . .mungkin Lu kongcu itu telah membawa kita keluar kota

. kali ini berhasil mengelabuhi mereka tetapi kau harus ingat jangan

sekali-sekali sampai keadaan yang sesungguhnya bocor dan

diketahui orang lain,

“Ooh . . sudah tentu sudah tentu..

“He...he .”ujar Hong Mong Ling lagi. “Bilamana urusan ini sampai

diketahui orang lain dan sumoayku tahu kalau aku pernah pergi

main wanita .he . he . . tentu dia tidak mau kawin sama aku lagi,

saat itu aku akan membereskan nyawamu. “

Cang Bun Piauw yang diancam seperti itu terpaksa hanya bisa

tertawa pahit saja sambil sahutnya

“Kau legakanlah hatimu, orang lain aku berani main-main tetapi

terhadap Hong-heng aku tidak akan berani main-main”

“Masih ada” tambah Hong Mong Ling: “Besok pagi sesudah kau

pulang ke dalam kota segera pergi ke dalam Touw Hoa Yuan untuk

memberi peringatan kepada Ku le, katakan padanya untuk jangan

menceritakan urusan kemarin malam kepada orang lain kalau tidak

hmm . hm hmm aku tidak akan berbuat sungkan-sungkan lagi

terhadap dirinya.”

“Baik, baik...siauwate tentu melaksanakan perintah ini dengan

sebaik-baiknya”

“Bagus, sekarang kau boleh beristirahat, aku pergi.”

Sehabis berkata segera dia putar tubuh untuk berlalu dari dalam

kamar tersebut,

"Hong-heng tunggu sebentar !"-

”Ada urusan apa?" tanya Hong. Mong Ling sambil balikkan

tubuhnya,

Cang Bun Piauw menuding kearah kamar sebelah, ujarnya

dengan perlahan

”Siauw-te rasa orang ini agaknya pernah kita jumpai, entah

bagaimana perasaan Hong-heng?”

“Hm..dia adalah sipendekar baju hitam Ti Then dan merupakan

seorang dari kalangan yang punya nama sangat terkenal, kau

pernah bertemu dengan dia ?

“Tidak...tidak...” sahut Cang Bun Piauw cepat, “Hanya saja siuaw-

te rasa wajahnya sedikit mirip, sedikit mirip dengan bangsat she Lu

itu “

Mendengar perkataan itu wajah Hong Mong Ling segera berubah,

sinar matanya dengan tajam memandang wajah Cang- Bun Piauw,

ujarnya:

“...Tapi ini tidak bisa mungkin terjadi.”

“Kenapa tidak mungkin?,”

“Ehm..kau curiga kalau bangsat she Lu itu adalah jelmaan dari

dirinya?”

“Sama sekali Cang Bun Piauw tidak pernah berpikir kalau urusan

bisa berubah ,demikian seriusnya, mendengar perkataannya itu dia

menjadi sangat terperanyat, balik bertanya:

“Kau lihat benar tidak?”

Hong Mong Ling menggigit kencang sesaat kemudian barulah

angkat bicara lagi, sahutnya.

“Hm..untung saja kau cepat peringatkan diriku, siauw te pun

merasa kalau dia mirip sekali degan bangsat she Lu itu, tetapi kalau

memang perkataan ini benar apa tujuan darinya untuk berbuat

demikian?”

“Mungkin dia hendak menggunakan kesempatan ini untuk masuk

ke dalam Benteng dan melakukan suatu pekerjaan yang tidak

menguntungkan bagi keselamatan Benteng Pek Kiam Po"

”Tidak mungkin” Sahut Hong Mong Ling sesudah berpikir

sejenak” Alasannya ada dua, pada urusan sebelumnya dia sama

sekali tidak tahu kalau kita akan pergi ke Touw Hoa Yuan untuk

mencari senang, seperti mungkin bisa menyamar sebagai “Lu

kongcu” untuk menunggu kita di sana, ke dua dia adalah jago dari

kalangan Pek-to di dalam dunia persilatan dengan Benteng Pek

Kiam Po sama sekali tidak punya ganyalan apa-apa, mana mungkin

dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk mamasuki Benteng dan

melakukan pekerjaan yang tidak menguntungkan bagi Benteng Pek

Kiam Po kita ini?”

“Kalan tidak sudah tentu dia punya tujuan untuk merusak

perkawinan antara kau dengan nona Wi”

“Tidak mungkin..” sahut Hong Mong Ling sambil gelengkan

kepalanya lagi” dia tidak punya alasan untuk merusak perhubungan

antara diriku dengan sumoay, kita boleh berbicara satu langkah ke

belakang, bilamana dia punya tujuan ini kenapa dia pun ikut

membantu kita untuk mangelabuhi mereka ? “

“Bilamana bangsat she-Lu itu adalah jeimaan dirinya, masih ada

satu kemungkinan . . . dia ingin merebut bakal istrimu ?”,

Pada air muka Hong Mong Ling segera terlintas senjuman yang

amat dingin sahutnya:

“Hmm..dengan wajah serta keadaannya yang amat miskin itu dia

masih belum mamadahinya?”

Sekali pun pada mulutnya dia bicara demikian padahal dalam

hatinya telah timbut perasaan curiganya yang, amat tebal, segera

ujarnya lagi:

“Kau beristirahatlah, biar aku pergi menjelidiki keadaan yang

sesungguhnya.”

Sehabis berkata segera dia putar tubuhnya berlalu dart kamar

Cang Bun Piauw.

Ketika dia berjalan sampai di depan kamar Ti Then dillhatnya

suasana kamar itu sudah amat sunyi, dengan perlahan dia angkat

tangannya mengetuk kamar itu, panggilnya:.

“Ti-heng “ Ti-heng..Ti-heng kau sudah tidur?”

Dari dalam kamar segera terdengar sahutan dari Ti Then,

sahutnjna:

“Ooooh ..siapa? Hong-heng?silahkan masuk “

Hong Mong Ling setelah ragu-ragu sejenak kemudian mendorong

pintu dan berjalan masuk, terlihatlah baju luar dari Ti Then telah

dilepaskan dan dia sedang berbaring di atas pembaringan. Melihat

hal itu dengan cepat dia pura-pura mau mengundurkan diri sambil

udiarnya,

“Ooh , kiranya Ti-heng sudah siap hendak tidur, kalau begitu

siauw-te telah mengganggu”

“Hong-heng silahkan duduk, “ ujar Ti Then sambil bangkit duduk

di atas pembaringan “Siauw-te belum punya maksud untuk tidur,

lebih balk kita cerita-cerita saja.

Hong Mong Ling yang mendengar parkataannya persis seperti

maksud di dalam hatinya diam-diam merasa amat girang, cepat dia

duduk di atas sebuah kursi sambil rangkap tangannya memberi

hormat, ujarnya:

“Budi pertolongan dari Ti heng membuat siauw-te bingung harus

berbuat bagaimana untuk membalasnya.”

”Ha..Ha..ha.....mana bisa dihitung sebagai menolong nyawamu,

harap Hong-heng tidak usah risaukan dalam hati. “

“Nama besar Ti-heng bagaikan halilintar yang memekikkan

telinga, sudah lama siauw-te mengandung maksud untuk bertemu

dengan Ti-heng, ini hari bisa bertemu muka boleh dikata sangat

menjenangkan hati siauw-te.

”Ha...ha .. ha ... mana..mana..Sinaga Mega Hong Mong Ling

nama ini jauh- lebih nyaring dan lebih terkenal di dalam Bu-lim.”

Teringat kembali di dalam benak Hong Mong Ling ketika dia di

dalam satu jurus saja telah dipukul rubuh oleh “Lu kong cu” tidak

terasa lagi telinga serta wajahnya berubah menjadi kemerah-

merahan, ujarnya.

“Mana mungkin, kepandaian siauw-te masih terlalu jauh

ketinggalan jika dibandingkan dengan Ti-heng, harap mulai saat ini

Ti-heng mau memberi banyak petunjuk kepada siauw-te.”

“Ha... ha .. ha . Hong-heng berbicara demikian mungkin bisa

membuat siauwte mejadi malu dengan sendirinya.”

Hong Mong Ling pun tertawa, sahutnya:

”Ha ... ha, . Ti-heng terlalu merendahkan diri ”

”Ooh :..kali ini Ti-heng berkunjung kekota Go-bi entah

tujuan apa ?”

punya

”Ooh ...siauwte hanya secara tidak sengaja lewat di sini,

sebenarnya aku punya rencana untuk mencari kawan bermain.”

“Ini hari Ti-heng dapat berkunjung ke dalam Benteng harap kaki

mau tinggal beberapa hari di sini.”

"Baiklah, “ sahut Ti Then tanpa pikir panjang lagi,”Memangnya

sudah datang bilamana tidak mengganggu beberapa hari suhengmu

juga tidak mungkin mau melepaskan diri siauw-te. “

Hong Mong Ling lihat dia menyanggupi dengan demikian

cepatnya tak terasa semakin curiga lagi, sambil tertawa paksa

ujarnya:

”Asalkan Ti-heng tidak terlalu kesunyian atas kejelekan Benteng

kami, siauw te dengan segala senang hati akan menyambut Ti-heng

untuk berdiam beberapa hari lamanya di dalam, Benteng.”

”Baiklah, siauw-te pun punya perasaan simpatik begitu bertemu

muka dengan Hong-heng, dalam hatiku merasa amat girang sekali

bisa berkawan dengan seorang semacam Hong-heng ini.”

”Ha...ha, mana..mana... siauw-te dengar ilmu pedang dari Ti-

heng amat lihay sekali, pada kemudian hari masih mengharapkan

petunjuk-petunjuk dari Ti-heng.”

”Memberi petunjuk dua buah kata Siauw-te tidak berani

menerima, bilamana saling bertukar pikiran masih jauh lebih bagus

lagi.”

Diam-Diam hati Hong Mong Ling semakin girang pikirnya:

“Hmm...bagus sekali, kau pendekar baju hitam Ti Then sekali pun

namanya tidak kecil tetapi bilamana bicara dalam hal ilmu pedang

aku masih punya kepercayaan untuk merubuhkan dirimu, menanti

besok pagi aku akan mencari kesempatan untuk minta petunjuk

darimu, di hadapan orang banyak memukul rubuh dirimu, pada saat

ini aku mau lihat kau masih punya muka tidak untuk bertamu di

sini.”

Sampai saat ini juga dia masih tetap berani untuk mengambil

kesimpulan bahwa Ti Then adalah Lu Kongcu tetapi dia pun tidak

berani untuk mengambil kesimpulan kalau Ti Then adalah Lu kongcu

oleh karena itulah dia baru mengambil keputusan untuk mengajak

dia bertanding ilmu pedang dan mengambil kesempatan itu mebuat

malu Ti Then sehingga dia tidak berani berdiam lebih lama lagi di

dalam Benteng Pek Kiam Po dengan sendirinya secara tidak

langsung dia pun telah melenyaplan sebuah bencana dikemudian

hari.

Terhadap

kemampuannya

dengan

mengandalkan

ilmu

pedangnya bisa mengalahkan diri Ti Then dia sudah merasa mem

punyai pegangan yang amat kuat oleh sebab itulah semakin berpikir

semakin merasa girang, segera dia bangkit mohon diri, ujarnya:

“Hari sudah mendekati pagi Ti-heng silahkan beristirahat, siauwte

mohon diri terlebih dahulu”

Sehabis berkata dia memberi hormat lagi dan mengundurkan diri

dari dalam kamar.

Sesudah melihat Hong Mong Ling pergi jauh barulah dengan

perlahan Ti Then bangkit berdiri untuk menutup pintu kamar dan

balik lagi ke atas pembaringan, matanya dipejamkan rapat-rapat.

Padahal dia tidak bisa tidur karena dia merasa bahwa masib

banyak urusan yang harus dipikirkan terlebih dahulu, banyak siasat

yang harus diselidiki, persoalan pertama yang harus dipikirkan

terlebih dahulu adalah:

“Benarkah sipedang naga emas Wi Ci To itu adalab majikan

patung emas?”

Tadi dia pernah melakukan pemeriksaan yang amat teliti

terhadap sikap serta seluruh gerak gerik dari sipedang naga emas

Wi Ci To, tetapi sekali pun telah diperhatikan amat teliti dia tetap

tidak bisa mengambil keputusan benar tidak dia adalah majikan

patung emas, maka itu kini dia harus memikirkan sebuah "Bukti"

dari penjelidikannya itu.

Dengan cara dan siasat apakah dia baru bisa menjelidiki kalau Wi

Ci To itu benar atau tidak sebagai Majikan patung emas?

Ooh ..ada. Asalkan bertanya dan menjelidiki sebentar kepada

Shia Pek Tha atau Hong Mong Ling apakah, di dalam setengah

tahun ini Wi Ci To selalu berada di dalam Benteng atau tidak maka

dengan cepat dia akan mengerti benarkah dia majikan patung emas

atau bukan.

Bilamana selama setengah tahun yang lalu Wi Ci To tidak pernah

berada di dalam Benteng Pek Kiam Po maka dia tentu dan pasti

adalah Majikan patung emas.

Tetapi bilamana selama setengah tahun yang lalu dia selalu

berada di dalam Benteng maka sudah tentu dia tidak mungkin

adalah Majikan patung emas.

Bilamana hasil dari penjelidikannya membuktikan kalau Wi Ci To

bukan majikan patung emas, lalu apa mungkin majikan patung

emas itu adalah sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan?

Mengenai "Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan" ini dia

pernah mendengar dan mengetahui kalau dia pun merupakan

seorang pendekar yang amat lihay ilmu pedangnya, pada dua puluh

tahun yang lalu dia pernah memiliki nama besar yang sejajar

dengan nama Wi Ci To di dalam Bu-lim, kemudian di bawah hasutan

serta gosokan orang banyak maka kedua orang, itu di hadapan

orang banyak telah mengadakan pertandingan untuk menentukan

tinggi rendahnya kepandaian masing-masing akhirnya Cian Pit Yuan

kalah sedang telinga sebelah kanannnya pun berhasil ditabas oleh

pedang Wi Ci To hingga tinggal separuh, sejak saat itulah Cian Pit

Yuan lenyap dari dalam Bu-lim sampai saat ini.

Seorang pendekar pedang kenamaan secara tiba tiba mendapat

kekalahan ditangan orang lain bahkan sebuah telinganya berhasil

ditabas putus, hinaan dan perasaan malu seperti ini sudah tentu

membuat hatinya merasa dendam, sedang sakit hati ini pun sudah

tentu harus dicari balas.

Tetapi bilamana majikan patung emas itu adalah sipendekar

pedang tangan kiri Cuan Pit Yuan, bilamana dia ingin membalas

dendam seharusnya turun tangan sendiri, kenapa kini

memerintahkan dirinya untuk menjusup ke dalam Benteng bertindak

sebagai “Patung emas ?

Dia menggunakan “patung emas” ini untuk mencari kemenangan

dari Wi Ci To, apa mungkin dia ingin memenangkan .pertandingan

ini dengan tanpa menggunakan kepandaian silat?

Oleh sebab Itulah dia semakin merasa kalau Cuan Pit Yuan ini

tidak mungkin adalah Majikan patung emas:

Lalu, siapakah sebenatnya Majikan patung emas itu?

Apakah dia sudah mengikuti dirinya masuk ke dalam Benteng Pek

Kiam Po ini ?

Atau, apa mungkin dia merupakan salah satu anggota dari

Benteng Pek Kiam Po ini?

Beberapa pertanyaan ini membuat dia benar-benar sukar untuk

memejamkan matanya sebaliknya masih terdapat banyak sekali

urusan yang membuat dia merasa tidak tenteram, sekarang dia

sudah memasuki Benteng seratus pedang, sejak saat ini

kemungkinan sekali dia bisa menggantikan kedudukan Hong Mong

Ling sebagai mantu dari Wi Ci To tetapi sekali pun dirinya dapat

dengan sungguh hati pergi mencintai Wi Lian In apabila pada suatu

hari Majikan patung emas secara tiba tiba memerintahkan dirinya

untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tidak mendatangkan

kebaikan bagi Wi Ci To, lalu dia harus berbuat bagaimana ?

Bilamana dia menolak perintah dari patung emas ini sudah tentu

dia akan membunuh dirinya, kematian dari dirinya tidak perlu

disajangkan tetapi bukankah dengan demikian malah merusak

kebahagiaan dari Wi Lian In ?

Heeei, apabila kepandaian silat yang dimiliki o!eh Wi Ci To bisa

mengalahkan dirinya itulah sangat bagus sekali, tetapi majikan

patung emas pernah berkata selain si kakek pemalas Kay Kong Beng

tidak mungkin ada orang yang bisa mengalahkan dirinya

Hari telah pagi.

Terdengar suara orang yang sedang mengetuk pintu dari luar.

Dengan cepat Ti Then bangkit berdiri dan membuka pintu,

terlihatlah si pedang penembus ulu hati Shia Pek Tha dengan

menyinying sebuah buntalan telah berdiri di depan dengan cepat dia

memberi hormat ujarnya:

”Ooh .. Shia heng, pagi benar.”

“Ha . -ha .bagaimana tidurmu kemarin malam ???” ujar Shia Pek

The sambil melangkahkan kakinya berjalan masuk ke dalam kamar.

“Masih baikan, apakah telah menemukan seseorang yang

menjelundup masuk ke dalam benteng ??”

“Tidak ada” sahut Shia Pek Tha sambil gelengkan kepalanya,

“Kelihatannya orang berkerudung itu sama sekali tidak punya

maksud berbuat jahat terhadap benteng Pek Kiam Po ini.”

“Ooh... benar ??,”

Menurut dugaan Ie-heng, tentunya dia merupakan seorang jago

berkepandaian tinggi dari dalam Bu-lim yang ingin mencoba

kepandaiannya sendiri sehingga dia sengaja dengan wajah yang

berkerudung sengaja munculkan dirinya bergebrak melawan Mong

Ling sute, sesudah kemarin malam berhasil mengalahkan Mong Ling

sute dengan hasil yang puas telah meninggalkan kota Go-bi ini, “

“Ehm . . benar"- sahut Ti Then sambil mengangguk “Kelihatannya

mungkin memang demikian “

Shia Pek Tha berbatuk ringan, sambil tertawa ujarnya:

”Tadi siauwheng dengar dari Mong Ling sute katanya Lote sudah

menyanggupi untuk berdiam di dalam Benteng selama beberapa

hari?”

“Benar, tetapi sudah tentu harus melihat dulu apakah Wi Pocu

serta Shia heng man menerima atau tidak.”

”Ha . ..ha...ha... . kenapa tidak mau menerima? Lote sukar sekali

bisa berkunjung ketempat ini, kali ini bilamana kau tidak tinggal

selama beberapa hari di tempat ini, aku juga tidak akan melepaskan

dirimu dengan demikian mudahnya.”

Sehabis berkata dia berhenti sejenak dan memandang seluruh

tubuh Ti Then sekejap, tiba-tiba dengan merendahkan suaranya

ujarnia lagi:

Tetapi ada beberapa urusan yang terpaksa aku harus minta maaf

darimu terlebih dahulu”

Ti Then menjadi tertegun dibuatnya, tanyanya cepat:

“Ada urusan apa?”

”Ha...ha . . ha... . sebelum aku jelaskan urusan ini terlebih dahulu

aku harap Lo-te jangan sampai memandang maksudku yang tulus

hati ini sebagai suatu hinaan atau cemoohan terhadap Lo-te.”

“ Sebenarnya urusan apa?“ tanya Ti Then.

“Ha...ha . . kau harus menyanggupi dahulu kalau tidak akan

menerima maksud baikku ini sebagai suatu hinaan atau cemoohan,

kalau tidak maka “ he...he..maap saja aku tidak berani untuk

meneruskan. ”

”Selamanya Shia-heng selalu suka blak-blakan, kenapa ini hari

secara mendadak bisa berubah demikian seriusnya?”

“Urusan ini menyangkut perhubungan antara majikan rumah

dengan tamu, mau tidak mau harus berbuat demikian. “

“Hee .. kalau begitu baiklah siauw-te menerimanya, cepat Shia-

heng silahkan bicara. “

Dengan perlahan-lahan Shia Pek Tha membuka buntalan yang

dibawa ditangannya, dari dalam buntalan itu diambilnya

seperangkat baju yang sangat baru serta sepasang sepatu yang

baru pula, kemudian diangsurkan ke depan Ti Then, ujarnya sambil

tertawa.

“Hanya ini saja, barang ini merupakan sedikit penghormatan

siauw-heng kepada diri Lo-te harap Lo-te tidak sampai salah paham

terhadap maksudku ini?”

Secara tiba-tiba Ti Then menjadi sadar kembali, sambil tertawa

terbahak bahak sahutnya:

“Sungguh maaf, siauwte kini bertemu di dalam Benteng

seharusnya tidak boleh memakai baju yang telah compang camping

ini ?

“Ha.... ha . . perkataan bukannya demikian, sekali pun lo te

memakai pakaian yang lebih dengkil serta compang-camping pun

orang-orang dalam Benteng tidak akan ada yang berani

memandang rendah terhadap diri Lo te, hanyalah siauw-heng

merasa kalau Lo te seharusnya berdandan baru benar., ada pepatah

yang mengatakan bahwa Budha memakai pakaian emas manusia

memakai pakaian dari kain? sudah seharusnya Lo te harus yang

lebih baik lagi”

Dalam hati Ti Then tahu akan maksud balk yang tulus dari kawan

lamanya ini, segera dia membuka pakaiannya yang dengkil itu dan

berganti dengan pakaian barunya kemudian barulah dia

membereskan rambutnya, seperminum teh kemudian sambil

tertawa ujarnya:

“He ...he... sampai aku sendiri pun telah tidak kenal ?”

Sesudah bertukar dengan pakaian yang baru ditambah lagi

dengan dandanannya yang rapi, di dalam sekejap saja dia telah

‘berubah'" jauh lebih mirip dengan Lu-kongcu lagi.

Jilid 3.2. Mempermalukan Hong Mong Ling

Ujar Shia Pek Tha sambil tertawa:

“Begini barulah wajahmu yang sesungguhnya, pada waktu yang

lalu ketika siauwheng bertemu kau di kota Tiang An, saat itu kau

pun gagah dan perlente seperti sekarang?"

Seorang pembantu segera mengangsurkan sebaskom air hangat

kepadanya untuk cuci muka, setelah semuanya selesai barulah

dengan mengikuti Shia Pek Tha berjalan keluar dari dalam kamar.

Ujar Shia Pek Tha:

“Suhuku telah menunggu di dalam ruangan dalam menanti lo-te

untuk dahar bersama,, cepat Lo-te ikuti diriku”

Ti Then segera menggerakkan

belakangnya sambil tanyanya:

langkahnya

mengikuti

di

“Bagaimana dengan Cang kong-cu itu?”

“Sejak tadi sudah dihantar pulang !”

“Sejak perpisahan kita pada tahun yang lalu di kota Tiang An

apakah Shia heng pernah melakukan perjalanan keluar Benteng?”.

“Tidak pernah” sahut Shia Pek Tha,”Suhu bilang sifat dari siauw-

heng, amat berangasan dan kasar mudah sekali bentrok dengan

orang lain maka sengaja tidak perbolehkan siauw-heng untuk

mengadakan perjalanan di luaran.”

Dengan meminyam kesempatan inilah tanya Ti Then lagi

“ Suhumu juga tidak suka keluar benteng?'"

“Benar, dia orang tua memang pada masa dekat ini jarang sekali

melakukan perjalanan keluar Benteng”

“Setengah tahun baru-baru ini apa juga tidak pernah pergi?”

“Ehm..."sahut Shia Pek Tha sesudah mengingat ingat sebentar. .

“Pernah satu kali pergi ke kuil Sang Cing Kong di atas Cing Jen

mencari Cui Toojin bermain catur, baru pada beberapa hari yang

lalu pulang ke dalam benteng, satu-satunya kegemaran dia orang

tua pada waktu mendekat ini hanya bermain catur"

Ti Then yang mendengar keterangan itu dalam hatinia menjadi

tergerak tanyanya lagi:

“Pada saat dia melakukan perjalanan diluaran apa Shia heng

sekalian mengawani?”

Dalam pikiran Shia Pek Tha mengira kalau dia amat menaruh

perhatian terhadap cara hidup sehari-hari dari suhunya sebab itulah

seluruh pertanyaannya dijawab tanpa ragu-ragu, kini ditanyai

dengan pertanyaan ini segera sahutnya

“Tidak perlu, dia suka berpesiar seorang diri “

“Jarak dari sini ke Cing Jen kira-kira tiga ratus li jauhnya,

ternyata suhumu hanya sengaja ke sana untuk bermain catur

dengan Cui Toojin. Ha ha.. . ha , sungguh hebat sekali

kegemarannya ini”

Shia Pek Tha pun tertawa, ujarnya:

“Ha..ha..ha... bagaimana pun juga dia orang tua memangnya

tidak punya urusan sehingga tidak perlu mengejar waktu, ada

kalanya begitu keluar pintu selama setengah tahun lamanya baru

pulang, umpama saja kepergiannya kali ini untuk bermain catur

catur dengan Cui Toojin saja sudah menghabiskan waktu empat,

lima bulan lamanya..”

Ti Then yang mendengar perkataan ini dalam hatinya semakin

mantap dugaannya kalau Wi Ci To adalah Majikan patung emas itu,

tak terasa lagi pikirnya

“Bagus sekali, kelihatannya kau Wi Ci To ternyata adalah

majikan” ku" hanya dikarenakan tidak ingin putrimu dijodohkan

kepada Hong Mong Ling ternyata telah memeras otak untuk

mengatur siasat semacam ini.

Setelah berpikir sejenak ujarnya lagi:

”Shia heng, agaknya hubungan putri suhumu dengan Mong Ling

heng tidak jelek”

“Benar “ sahut Shia PekTha.

“Sejak semula mereka sudah mengikat tali perkawinan mungkin

dua tiga bulan lagi mereka akan segera dikawinkan secara resmi.”

“Ooh.. kiranya demikian adanya tidak aneh kalau kemarin malam

nona Wi kelihatan demikian tegangnya,”

“Ha ..ha . ha ha ha sumoayku itu memangnya sangat suka

dengan Mong Ling sute, melihat dia bersama sama dengan Cang

Bun Piauw sudah tentu menjadi tegang.”

Kedua orang itu sambil berjalan berbicara tidak terasa lagi telah

sampai di. dalam ruangan bagian dalam, terlihatlah di tengah

ruangan besar itu telah diatur meja perjamuan sedang si pedang

naga emas Wi Ci To beserta seorang kakek tua berbaju hijau telah

menanti di sana, sinaga mega Hong Mong Ling berdiri di belakang

kedua orang itu.

Begitu dia melihat wajah serta dandanan dari Ti Then yang

sangat rajin dan perlente itu mendadak air mukanya berubah hebat,

sepasang matanya dengan tajam memperhatikan seluruh tubuh Ti

Then sedang dalam hatinya pikirnya dengan gemas:

“Hmm..tidak. salah kiranya kau adanya. “

Kiranya satu kali pandang saja dia sudah dapat melihat kalau Ti

Then yang berdiri di hadapannya saat ini tidak lain adalah Lu

kongcu yang memukul rubuh sewaktu berada di dalam sarang

pelacuran Touw Hoa Yuan.

Dengan langkah yang amat perlahan Ti Then berjalan masuk ke

dalam ruangan, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas

wajah kakek tua berbaju hijau itu, terlihatlah orang itu mem punyai

wajah yang amat angker, sikapnya gagah sedang pada janggutnya

terurai jenggot berwarna hitam yang amat panjang.

Ketika dia melihat dandanannya itu segera tahu kalau orang itu

tentunya adalah sute dari si pedang naga emas Wi Ci To, Hien Liong

Kiam atau si pedang naga perak Huang Puh Kiam Pek yang

merupakan wakil majikan dari benteng Pek Kiam Po, dengan tidak

berpikir lebih banyak lagi dia maju ke depan memberi hormat

kepada Wi Ci To sambil ujarnya:

“Boanpwe Ti Then memberi hormat kepada Wi Pocu"

Dengan cepat Wi Ci To angkat tangannya mengulap, ujarnya

sambil tersenjum:

“Tidak usah terlalu sungkan, tentunya kemarin malam Ti heng

tidak bisa tidur njenyak.??”

“Aah mana, mana tidak perlu Pocu tarlalu kuatir, boannwe dapat

tidur dengan sangat njenyak"

Wi Ci To segera menuding kearah kakek tua berbaju hijau yang

duduk di sampingnya ujarnya:

“Ini adalah sute dari lohu, Huang Puh Kiam Pek”

Ti Then segera memutar tubuhnya dan merangkap tangannya

memberi hormat ke pada sipedang naga perak Huang Puh Kiam Pek

itu, sambil tersenjum ujarnya.

“Boanpwe Ti Then, memberi hormat kepada Huang Puh cianpwe.



“Ha...h a . “sahut sipedang naga perak itu sambil .tertawa, “Ti-

heng masih muda belia ternyata bisa memiliki kepandaian silat serta

ilmu surat yang demikian tingginya, sungguh merupakan jago yang

dapat dipandang sebagai pembawa kebahagiaan dalam Bu-lim, “

“Aah . . cianpwe terlalu memuji, boannwe tidak berani

menerima."

“Ti heng.” terdengar suara panggilan dari Wi Ci To. “ silahkan

duduk, mari kita mulai bersantap. “

Dengan tidak sungkan-sungkan lagi Ti Then segera duduk di

samping Wi Ci To.

Sesudah itu kepada Hong Mong Ling serta Shia Pek Tha ujarnya

pula:

“Kalian berdua pun duduklah menemani tamu.”

Shia Pek Tha serta Hong Mong Ling segera menyahut secara

berbareng, demikianlah tua muda lima orang bersama-sama mulai

bersantap sambil bercerita panjang lebar.

Apa yang menjadi bahan pernbicaraan mereka tidak lebih

merupakan bahaja-bahaja yang mengancam keutuhan dari dunia

persilatan.

Sesudah seiesai bersantap, terdengar Wi Ci To buka mulut

tanyanya:

“Kali ini Ti Then rnengunjungi kota Go-bi entah

apa?”

punya tujuan

“ Ooh..tidak ada yang penting pada bulan yang lalu boanwe

punya urusan untuk menuju ke telaga Tian Ci, kali ini dalam

perjalanan pulang sebenarnia ingin mengunjungi teman-teman

untuk bermain.

“Ti-heng apa sudah berd janjj untuk bertemu dengan kawan-

kawan?”

“Tidak”- sahut Ti Then. “Temanku itu adalah seorang terpelajar.

Waktu yang lalu kami berkenalan dikota Tiang An selama itu selalu

dia mengajak boan pwe untuk bermain kerumahnya. Padahal

tempat itu sudah sering boanpwe kunjungi sehingga kini pergi atau

tidak pergi tidak mengapa.

“Kalau memang demikian adanya” ujar Wi Ci To dengan girang.

“Ti-heng kali ini harus berdiam selama beberapa hari di dalam

Bentengku yang buruk ini”

“Ha..ha..bisa mendapatkan kesempatan untuk berkumpul dengan

para cianpwe sekalian sudah tentu boan-pwe tidak berani

menampiknya, hanya saja..”

Wi Ci To

selanjutnya,

mengulap

tangarnya

memotong

pembicaraan

"Ti-heng tidak perlu demikian sungkannya, sekali pun lohu tidak

tahu asal usul suhumu tetapi lohu tahu kalau kau merupakan

seorang pemuda yang berhati tulus, selama hidupku ini lohu paling

suka berkenalan dengan seorang pemuda seperti Ti-heng ini,

bilamana kau tidak rnenampiknya silahkan berdiam di sini beberapa

lama”

Diam-Diam dalam hati Ti Then merasa amat geli pikirnia

“Hm..kau menginginkan aku untuk memperistri putrimu sudah

tentu dengan sangat gernbira dan tangan terbuka menyambut

kedatanganku ini “tetapi pada mulutnya, sahutnya dengan lembut

"Terima kasih atas perhatian dan kecintaan dari Pocu terhadap

diri boanpwe?”

Si pedang naga perak Huang Puh Kiam Pek yang selama ini

berdiam diri tiba-tiba menambahkan:

“Dengan rnemberanikan diri lohu ingin bertanya apakah suhu dan

Ti heng masih sehat-sehat saja?”

“Boanpwe sudah ada tiga empat tahun lamanya tidak bertemu

dengan dia orang tua, entah bagaimana keadaan dari dia orang tua

mendekat ini..”

Sipedang naga Perak, Huang Puh Kiam Pek tersenjum, ujarnya

lagi:

“Ti-heng dengan mengandalkan ilmu pedang menjagoi seluruh

dunia kang-ouw melihat muridnya sudah cukup untuk menunjukkan

gurunya sudah tentu ilmu pedang dari suhumu telah mencapai pada

taraf kesempurnaan yang amat tinggi”

“Tidak berani” sahut Ti Then tetapmerendah. --Bagaimana

kehebatan dari kepandaian silat suhuku, boanpwe sukar untuk

mengukurnya tetapi keberhasilan dari boanpwe tidak setinggi apa

yang cianpwe pikirkan, kalau sembarangan saja masih boleh jadi

tetapi bilamana harus dibandingkan dengan seorang jago pedang

kenamaan, ha..ha...ha .maaf kalau boanpwe tidak berani

meneriman ja”

“ Ha..ha . , ha...” ujar si pedang naga perak, Huang Puh Kiam

Pek, “Ti-heng ternyata sangat pandai untuk merendah diri, teringat

akan Tiong Lam Siauw Toojin itu juga merupakan seorang jago

pedang kenamaan yang sukar dicari tandingannya di dalam Bu-lim

tetapi ternyata bisa bergebrak seimbang dengan diri Ti-heng, hanya

cukup dari hal tadi saja sudah cukup untuk membuktikan kalau

kepandaian silat Ti-heng telah mencapai pada taraf kesempurnaan”

“ Ha - ha “ mana, mana, itu hanya secara kebetulan saja tidak

bisa terhitung sebagai kepandaian yang sebenaraja.”

“Lohu punya semacam permintaan yang kurang pantas entah Ti-

heng mau menerimanya atau tidak”

“Silahkan cianpwe memberi petunjuk” sahut Ti Then cepat.”

asalkan boanpwe bisa melakukannya tentu akan melaksanakannya

dengan tidak membantah”

“Anggota benteng kami dari atas sampai ke bawah semuanya

mengandalkan kepandaian ilmu pedang, oleh karena itu begitu

mendengar ada orang yang pandai di dalam permainan ilmu pedang

tidak dapat dihindarkan lagi timbul perasaan girangnya, asalkan Ti-

heng tidak menyalahkan, ketidak sopanan dari lohu ini maka lo-hu

ingin menjuruh seseorang mencoba-coba dengan kepandaian Ti-

heng sudah tentu hanya cukup dengan tutulan dianggap selesai.

Bagaimana ? ?

“Baik sih baik, hanya takutnya sampai menjadi tidak enak saja.”

“Ha...ha.. . siapa menang siapa kalah tidak boleh dimasukkan ke

dalam hati dan tidak dapat disiarkan keluar, bilamana sudah

disebutkan terlebih dahulu sudah tentu tidak sampai merasa enak

dengan lainnya bukan?

“Kalau memang demikan adanya, boan-pwe menurut perintah

saja.

“ Sipedang naga perak, Huang Puh Kiam Pek segera menoleh

kearah Hong Mong Ling sambil ujarnya:

“Mong Ling, cepat panggil seorang pendekar pedang putih

datang”

Dia tidak mengundang seorang pendekar pedang merah untuk

bertanding denganTi Then sudah tentu hal ini memperlihatkan kalau

dia tidak memandang terlalu tinggi kepandaian silat dari Ti Then ini.

Agaknya Wi Ci To merasa tidak tenang di dalam hatinya, tetapi

dia pun hanya melirik sekejap saja kearah Huang Puh Kiam Pek

sedang mulutnya tetap ditutup rapat-rapat.

Hong Mong Ling begitu mendengar susioknya tidak mengirim

dirinya untuk bertanding melawan Ti Then di dalam hatinya sedikit

merasa kecewa, tetapi sesudah berpikir sejenak dia pun merasa

bilamana harus rnengirirn seorang pendekar pedang putih untuk

bertanding dengan Ti Then terdahulu jauh lebih baik sehingga dia

pun bisa melihat kehebatan dari kepandaiaa silat Ti Then segera

dengan sangat hormatnya menyahut dan berlalu dari meja

perjamuan.

Ujar Wi T'i To mendadak,

“Pendekar pedang putih dari benteng kami ini sudah tentu bukan

tandingan dari Ti- heng, harap nanti bilamana terjadi pertandingan

jangan turun tangan lebih ganas"

”Mana. .mana” sahut Ti Then dengan cepat, “padahal kepandaian

dari boan-pwe sangat terbatas, kemungkinan sekali masih belum

sanggup untuk mengalahkan seorang pendekar pedang hitam dari

benteng Pek Kiam Po ini"

“Ha...ha..wajah Ti-heng bersinar tajam. Semangatnya

pun

sangat mantap. luar tidak sama dengan dalamnya, bilamana lo-hu

tidak melihat salah, mungkin diantara pendekar pedang merah dari

Benteng Pek Kiam Po ini pun tak ada yang sanggup untuk

menerima serangan dari Ti Then.”

“Mungkin Wi Pocu telah salah melihat, pendekar pedang merah

dari Benteng Pocu merupakan jago-jago pedang gemblengan mana

mungkin boanpwe bisa berhasil menandingi mereka”

Pada saat mereka berbicara saling merendah itulah terdengar

suara merdu:

“Selamat pagi”

Air mukanya bening sebening embun pagi. Begitu cantik dan

segar.Wi Lian In yang cantik jelita.

“Ha..ha..ha..Inyie, cepat datang memberi hormat kepada Ti

Siauwhiap, kemarin malam orang lain sudah berhasil menolong

Mong Ling kembali kau masih belum juga mengucapkan terima

kasih kepada orang”

Saat itulah dengan. resmi Wi Lian In memberi hormat kepada Ti

Then samblt ujarnya:

“Ti Siauw-hiap kau baik-baik saja.”

Dengan cepat Ti Then bangkit membalas hormat sahutnya:

“Terima kasih atas perhatian nona Wi “

Dengan perlahan sinar mata Wi Lian In berputar kesekeliling

ruangan ketika dilihatnya Hong Mong Ling tidak berada di sana

dengan perasaan heran bertanya “Tia, dia belum bangun ??.”

“Sudah sudah bangun, hanya saja Huang Puh susiok barn saja

memerintahkan dia untuk mengundang seorang pendekar pedang

putih datang kemari .”

“ Wi Lian In menjadi tertegun, tanyanya:

“Buat apa memanggil seorang pendekar pedang putih datang ??

“Untuk meminta pengajaran ilmu pedang denganTi siauw hiap”

Perasaan ingin tahu dan tertarik dalam dalam hati Wi Lian In

segera timbul, sambil bersorak kegirangan ujarnya : “Bagus sekali

sudah lama aku tidak melihat orang bertanding kapan kau mulai ??”

”Menanti sesudah Hong Mon g Ling membawa seorang pendekar

pedang putih maka kita boleh mulai “

Perkataanya baru selesai tampak Hong Mong Ling dengan

membawa seorang pemuda dari Pendekar pedang putih berjalan

memasuki ruangan.

Pendekar pedang putih itu sudah memberi hormat kepada Wi Ci

To serta Huang Puh Kiam Pek, lalu dia memberi hormat juga kepada

Ti Then sambil ujarnya:

“Siauw-te Hong Ling An menghunjuk hormat kepada Ti-heng”

Nada ucapannya sekali pun sangat halus dan sopan tetapi

sepasang matanya memancarkan sinar yang amat buas.

Sekali pandang saja Ti Then sudah tahu kalau pihak lawannya

telah mendapatkan banyak petunjuk dari Hong Mong Ling tetapi dia

tidak mau pikirkan di dalam hatinya sambil merangkap tangannya

membalas hormat sahutnya:

“Selamat bertemu.”

Air muka Wi Ci To terlihat secara mendadak berubah menjadi

amat keren dengan sangat serius sekali ujarnya.

“ Ling An, di dalam pendekar pedang putih kau merupakan

seorang yang mem punyai sipat paling keras dan paling berangasan,

kemungkinan sekali dapat naik menjadi pendekar pedang merah,

sekarang aku beri satu kali kesermpatan bagimu untuk bertanding

melawan Ti siauw-hiap. Tetapi kemungkinan sekali kau bukan

lawannya seumpama sampai bisa menang aku melarang kau untuk

menyiarkan berita ini keluar.

“Baik” sahut Hong Ling An sambil bungkukkan dirinya.

"Bilamana kau berani melanggar peritah ini segera dikeluarkan

dari perguruan”

Air muka Hong Ling An segera berubah sekali lagi dia

membungkukan dirinya sambil sahutnya:

“Baik”

Selesai berbicara tidak menanti lainnya lagi segera Wi Ci To

bangkit berdiri ujarnya:

“Baik, sekarang kita semua menuju ke halaman beiakang!”

Wi Lian In yang berdiri di samping menjadi tertegun, tanyanya

dengan penuh keheranan:

“Kenapa tidak pergi bertanding dilapangan latihan silat?”

“Tidak perlu” sabut Wi Ci To dengan keren, “cepat kehalaman

belakang"

Tidak perlu dia menjelaskan sebab-sebab kenapa tidak diadakan

dilapangan latihan silat tetapi semua orang asal berpikir sebentar

saja sudah tahu artinya, sudah tentu dikarenakan dia hendak

melindungi kekalahan yang akan dialami oleh satu pihak maka ingin

mengadakan pertandingan ini di hadapan umurn.

Sebaliknya di dalam pandangan Ti Then dia mengira bahwa

tentunya dia bertujuan hendak menjelamatkan perasaan malu dari

Hong Ling An barulah berbuat dernikian dalam hatinya diam-diam

merasa amat geli, pikirnya

“Hm...kau ingin aku tinggal di sini tetapi juga tidak tahu kalau

muridmu dipukul hingga kalah oleh diriku, pikiranmu sungguh tajam

sekali?”

Segera dengan dipimpin oleh Wi Ci To berjalanlah mereka keluar

dari ruangan menuju ke halaman belakang.

Di dalam sekejap saja sampailah rombongan orang-orang itu di

halaman belakang, halaman itu tidak begitu luas hanya kurang lebih

lima kaki saja besarnya, di atas tanah berlapiskan batu-batu jubin

yang besar sehingga sangat cocok sekali untuk bertanding

kepandaian silat.

Sesudah Wi Ci To berdiri tegak ditengah halaman, matanya

dengan perlahan melirik sekejap ke pinggang Ti Then, terlihatlah dia

sama sekali tidak membawa senyata maka tak terasa lagi sambil

tertawa ujarnya:

“Ooh.kiranya Ti-heng tidak membawa pedang.?”

“Sebenarnya

boanpwe

mem

punyai

sebilah

pedang

hanya.dikarenakan di tengah jalan kehabisan perbekalan sehingga

terpakasa harus menjualnya?”

“Heeei?” sahut Wi Ci To sambil menghela napas ternyata Ti-heng

lebih rela menjual pedang sendiri daripada melakukan pekerjaan

yang tidak senonoh, sungguh membuat orang amat kagum!”

Dengan perlahan dia menoleh kearah Hong Mong Ling sambil

ujarnya:

“Mong Ling, cepat lepaskan pedangmu dan pinyamkan kepada

Ti-heng!”

“Baik!” sahut Hong Mong Ling sambil melepaskan pedangnya

kemudian dengan menggunakan sepasang tengannya diangsurkan

pedang itu ke hadapan Ti Then.

Ti Then segera menyambut dan dipandangnya sekejap, pujinya.

“Ha . ha sungguh sebilah pedang bagus ?

“Ha ha..bagaimana ? Cocok?.” tanya sipedang naga perak Huang

Puh Kiam Pek sambil tertawa.

”Bagus . . bagus sekali !”

“Kalau begitu mulailah ?”

Pendekar pedang putih Hong Ling An segera memberi hormat

kepada Wi Ci To serta Huang Puh Kiam Pek kemudian mencabut

keluar pedang panjangnya dan berjalan menuju ketengah halaman,

sambil merangkap pedangnya di depan dada ujarnya:

“Ti-heng silahkan memberi petunjuk

“Tidak berani? sahut Ti Then sambil membalas hormat. “harap

Hong-heng mau memberikan pelajaran dengan tidak terlalu ganas.”

Sehabis berbicara dia pun berjalan menuju kearah Selatan dan

berdiri tegak tidak bergerak.

Hong Ling An melihat dia sudah bersiap-siap, dengan kuda-

kudanya diperkuat seluruh perhatiannya dipusatkan ke depan

kemudian berturut maju tiga langkah ke depan.

Seluruh perhatiannya dipusatkan ke depan ujung pedangnya

bergetar tak henti-hentinya sedang hawa murninya dipusatkan di

pusar, sungguh tidak dapat dipandang rendah sikapnya ini.

Ti Then pun dengan cepat maju tiga langkah ke depan, tetapi

dia tidak menggunakan gerakan jurus serangan apa pun pedang

panjang ditangannya pun masih tetap menunjuk ke bawah, hal ini

membuktikan kalau sama sekali dia tidak mau ambil peduli dengan

sikap pihak musuh.

Wi Ci To yang melihat hal itu diam-diam. menganggukkan

kepalanya agaknya dalam hatinya merasa amat kagum terhadap

kemantapan dari Ti Then yang seperti sebuah gunung Thay san itu.

Tetapi sikap serta bentuk dari TI Then yang demikian tenangnya

ini di dalam pandangan Hong Ling An membua hawa amarahnya

memuncak, dia menganggap kalau Ti Then terlalu sombong

sehingga dalam hatinya seger timbul pikiran untuk memberi

pelajaran kepada Ti

Then ini di dalam keadaan apa pun juga.

Sinar matanya dengan tajam memandang tubuh Ti Then,

langkah kakinya dengan perlahan mulai digeserkan ke depan

agaknya. dia sedang menanti suatu kesempatan untuk mengadakan

penjerangan dengan amat dahsyat. Siapa tahu sekali pun dia telah

bergeser setindak demi setindak tetapi tetap juga tidak berhasil

melancarkan satu jurus serangan pun.

Karena dia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk

melancarkan serangannya, sesudah Ti Then maju tiga langkah ke

depan selama ini dia selalu tidak bergerak. Tetapi. sekali pun tidak

bergerak seluruh tubuhnya terjaga begitu rapatnya sehingga tidak

ada lubang kelemahan sedikit pun bisa digunakan untuk menjerang.

Bukan saja Hong Ling An yang merasakan kalau tubuh Ti Then

terjaga amat rapat sekali sekali pun Wi Ci To serta Huang Puh Kiam

Pek yang berdiri di samping pun merasakan kalau tubuh Ti Tnen itu

amat sukar untuk diserang, oleh karena itulah tidak terasa lagi air

mukanya berubah semakin tegang.

Dugaan dari Wi Ci To terhadap diri Ti Then jauh lebih tinggi dari

dugaan Huang Puh Kiam Pek, tetapi agaknya dia pun sama sekali

tidak pernah menyangka kalau Ti Then ternyata dapat demikian

menakutkan. Suasana ditengah kalangan sunyi senyap tak

kedengaran suara, mungkin jatuhnya sebuah jarum pun saat itu

dapat di dengar dengan nyata.

Berturut-Berturut Hong Ling An mengubah dengan beberapa

macam jurus serangan, agaknya ingin memancing Ti Then untuk

menggeserkan tubuhnya tetapi selama ini Ti Then terus menerus

bagaikan sebuah patung Buddha tetap tidak bergerak sedikit pun

juga sedang pada wajahnya tersungging suatu senjuman yang amat

manis.

Kedua belah pihak sama-sama mempertahankan diri kira-kira

seperempat jalan lamanya tetapi masing-masing tetap tidak ada

yang turun tangan terlebih dahulu, terlihatlah wajah Hong Ling An

telah mulai basah kujup oleh butiran-butiran keringat yang

mengucur keluar dengan sangat deras.

Agaknya dia sudah kelihatan sangat lelah sekali napasnya mulai

terengah-engah sedang air mukanya berubah menjadi merah

padam.

Dalam hatinya dia merasa amat gemas sekali ingin sekali dengan

satu kali serangan mengalahkan diri Ti Then. Makin lama dia mulai

kehilangan ketenangannya sedang hatinya pun mulai menjadi kacau

dan bimbang.

Wi Ci To begitu melihat keaadan segera tahu kalau dia bukanlah

lawan dari Ti Then, sambil menghela napas ajarnya:

“Sudahlah Ling An kau sudah dikalahkan !”

Wajah Hong Ling An segera berubah menjadi merah padam, dia

tidak berani lagi untuk melanjutkan pertempuran itu dengan cepat

mengundurkan dirinya ke belakang , tangannya dirangkap memberi

hormat sambil ujarnya : “kepandaian dari Ti heng amat lihay,

siauwte sungguh amat kagum sekali dan terimakasih atas welas

kasih dari Ti heng tadi.”

Dalam hatinya dia pun paham bilamana Ti Then punya maksud

untuk turun tangan saat ini kemungkinan sekali dirinya sudah

dikalahkan oleh karena itu mau tak mau dia

mengucapkan kata-kata ini.

pun harus

Ti Then segera merangkap pedagnya memberi hormat, sahutnya,

“Tidak berani Hong heng terlalu sungkan “

“Heeei...” ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang, “dengan

berdiam diri berhasil mengundurkan musuh, ini hari hitung-hitung

Lohu telah terbuka mata.

Huang Puh Kiam Pek pun ikut memuji ujarnya: “ Sungguh hebat,

sungguh hebat tidak kusangka sama sekali kalau Ti heng dengan

usia yang demikian mudanya ternyata telah dapat melatih diri

hingga mencapai taraf yang demikian sempurnanya

Sebaliknya dalam hati Hong Mong Ling diam-diam merasa tidak

puas ujarnya : “ Suhu biarlah muridmu minta petunjuk beberapa

jurus dari Ti heng bagaimana ??

“Heeei ..kau pun bukan lawan dari Ti-heng “

“Tentang hal ini murid mu sudah tahu” sahut Hong Mong Ling,

“Tetapi biar pun bagaimana Ti-heng merupakan tamu terhormat

dari benteng kita, demikian baiknya kesempatan bilamana tidak

minta beberapa petunjuk bukankah sangat sajang sekali?

“Baiklah” sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Kalau memangnya

niat untuk minta petunjuk sekarang juga boleh mulai”

Hong Mong Ling menjadi amat girang segera dia minta pedang

panjang ditangan Hong Ling An dan turun ketengah

kalangan,kepada Ti Then sambil bungkukkan diri memberi hormat

ujarnya:.

“Thi-heng silahkan memberi petunjuk”

“Tidak berani “ sahut Ti Then :sambl membalas hormatnya

“Pedang ditangan siauwte ini merupakan benda dari Hong-heng,

lebih baik Hong heng mernakai ini saja," sambil berkata segera dia

melemparkan pedang itu kearahnya.

“Tidak perlu” seru Hong Mong Ling dengan keras, “Biar siauwte

menggunakan yang ini saja”“

Sambil berkata dia menggerakkan pedangnya mengembalikan

pedang tersebut kearah Ti Then, kemudian disusul dengan satu

serangan dahsyat.

Wi Ci To yang melihat Hong Mong Ling ternyata menggunakan

kesempatan mengembalikan pedang itu telah melancarkan serangan

dahsyat dalam hatinya merasa tidak puas, baru saja, dia bendak

membentak tetapi siapa tahu saat itu juga dia dibuat menjadi

tertegun:

Kiranya di dalam sekejap mata itu juga Ti Then ternyata telah

berhasil meloloskan diri dari bahaja.

Kiranya ketika Hong Mong Ling melancarkan serangan

dahsyatnya itu bukannya Ti Then mengundurkan diri untuk

menghindarkan diri sebaliknya malah maju ke depan entah dengan

menggunakan kepandaian apa tahu-tahu dia sudah berkelebat

berdiri di belakang tubuh Hong Mong Ling, sedang tangannya

menyambar menyambut pedang yang dilemparkan kearahnya tadi.

Sebaliknia begitu Hong Mong Ling melihat di hadapannya telah

kehilangan bajangan tubuh dari Ti Then segera dengan cepat dia

memutar tubuhnya, lutut sebelah kirinya setengah berlutut di tanah

sedang tubuh bagian atasnya berputar dengan cepat, pedangnya

dengan membawa sambaran angin yang amat tajam menyapu

mendatang.

Kegesitari dari geraknya sungguh membuat setiap orang merasa

amat kagum.

Ti Then sudah menduga kalau dia tentu bisa melancarkan

serangan ini oleh karena itu begitu dia menyambut pedangnya

dengan cepat ditekan ke bawah. “Criing.” dengan tepat sekali dia

berhasil menahan sambaran pedangnya.

Hong Mong Ling yang melihat sambarannya tidak mencapai pada

hasil segera pedangnya berubah kembali, dengan kecepatan yang

luar biasa pedangnya berputar sehingga terlihatlah sinar pedang

yang menyilaukan mata memenuhi seluruh angkasa.

“Sret “ sret...berturut-berturut dia melancarkan tujuh kali

serangan hebat keseluruh tubuh Ti Then sedang tempat yang

diancam pun merupakan jalan darah yang terpenting.

Tujuh kali serangannya sekali pun ada perbedaan waktunya

tetapi, di dalam sekejap saja sudah selesai dilancarkan,

kecepatannya sungguh luar biasa.

Tetapi Ti Then sama sekali tidak geserkan kakinya setindak pun,

pedangnya tetap disambar mematahkan setiap serangannya,

ternyata dengan amat mudah dia berhasil memunahkan ketujuh

buah serangan dahsyat yang dilancarkan Hong Mong Ling itu.

Ketika sampai pada jurus yang terakhir mendadak

terdengar:”Criing... “yang amat nyaring sekali, tubuh Hong Mong

Ling bagaikan terpukul oleh suatu tenaga “yang amat besar sekali,

tidak am pun lagi tubuhnia dengan terhujung-terhujung mundur

beberapa langkah ke belakang.

“Cukup!” terdengar suara bentakan dari Wi Ci To menghentikan

pertandingan itu.

Wajah Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam,

sambil melemparkan pedangnya kearah Hong Ling An, dia

merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya

“Kepandaian Ti-heng sungguh amat hebat sekali, siauwte tak

sanggup untuk menahan lebih lama lagi”

“Ha..ha : mana mana, Hong heng terlalu mernuji”

Dia tahu bahwa ketujuh buah serangan pedang yang baru saja

dilancarkan oleh Hong Mong Ling itu tentunya merupakan ketujuh

buah jurus andalan dari Wi Ci To, semakin dia tahu kalau pihak sana

mengandung maksud untuk membereskan nyawanya tetapi dalam

hal ini sama sekali dia tidak mengambil perduli,

Air muka Wi Ci To berubah semakin jelek lagi, dengan amat

gusarnya dia melotot sekejap kearah Hong Mong Ling, kepada Ti

Then dengan tertawa yang di paksa ujarnya

“Ilmu pedang yang Ti heng miliki ternyata demikian tingginya

sehingga jauh berada diluar dugaan lohu, sungguh tidak malu

disebut sebagai jago berkepandaian tinggi dari dunia kangouw”

“Mana.. mana” ujar Ti Then dengan merendah “Bilamana tadi

Hong heng menjerang dengan sekuat tenaga kemungkinan sekali

boanpwe tidak akan bisa menahan serangan tersebut "

Sehabis berbicara dengan sangat hormat sekali dia menjerahkan

pedang ditangannya kepada Hong Mong Ling.

Terdengar Wi Ci To tertawa terbahak bahak, tanyanya

“Apakah Ti-heng pernah berpesiar ke atas gunung Go-bi ini?”

“Belum pernah” sahut Ti Then. “Hanya aku dengar di atas

gunung Go bi ada puncak Ban hud Ting, Kim Teng serta Jian Pay

Teng sebagai tiga tempat yang terindah di atas gunung ini, pada

waktu yang lalu boanpwe memang punya niat untuk berpesiar ke

sana. “

Dengan perlahan Wi Ci To menoleh memandang kearah Shia Pek

Tha, ujarnya

-Pek Tha, kau temanilah Ti-heng berpesiar ke atas gunung, nanti

siang cepat pulang untuk makan siang. “

Shia Pek Tha segera membungkukkan diri menyahut, kepada Ti

Then sambil tertawa ujarnya.

“ Entah Lo-te ini hari punya minat untuk berpesiar tidak ?”

”Sudah tentu.”sahu Ti Then sambil tersenjum.

Kedua orang itu sesudah berpamit kepada Wi Ci To serta Huang

Puh Kiam Pek dua orang segera meninggalkan halaman belakang

untuk berpesiar keluar Benteng. Wi Ci To sesudah melihat bajangan

tubuh Ti Then lenyap dari pandangan mendadak air mukanya

berubah menjadi amat keren, sinar matanya dengan sangat tajam

memandang kearah Hong Mong Ling sambil ujarnya dengan berat.

“Mong Ling, kau tahu tidak untuk menjadi seorang pendekar

pedang harus memperhatikan hal apa?-.

“Silahkan.suhu memberi petunjuk.” sahut Hong Mong Ling sambil

menundukkan kepalanya rendah-rendah.

“He .- . he..” ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin. “Bilamana kau

sudah lupa maka aku akan memberitahu padamu sekali lagi,

seorang yang berlatih ilmu silat yang terpenting adalah jujur,

berbudi dan ramah, jangan sekali-sekali merasa sombong bila

mendapatkan kemenangan: dan jangan iri atau mendendam

bilamana dikalahkan oleh orang lain. “

“Benar suhu” sahut Hong Mang Ling dengan wajah yang penuh

bernadakan kekecewaan.

“Hmm... tadi betul-betul kau sedang mengadu jiwa, kelihatannya

kau benar-benar benci kepadanya sehingga ingin sekali membunuh

dirinya dalam satu kali tusukan karena apa?”

“Muridmu tahu kesalahan, karena muridmu tahu kalau ilmu

pedangnya amat tinggi dan hebat maka perasaan ingin menrang

segera timbul di dalam hatiku, di samping itu . . .aku ingin .. aku

ingin mencoba-mencoba .. “

“Mencoba apa?” bentak Wi Ci To dengan keras.

“Muridmu curiga kalau dia kemungkinan sekali adalah orang

berkerudung yang kemarin malam mencegat muridmu ditengah

jalan!”

Hati Wi Ci To menjadi tergerak, sambil memandang tajarn

kearahnya ujarnya

“Bukankah kemarin kau bilang orang berkerudung itu berusia

kurang lebih lima puluh tahunan?”

"Hal ini adalah dugaan dari muridmu berdasarkan suara

ucapannya, tetapi mungkin juga suaranya disengajakan begitu”

Sinar mata Wi Ci To berkedipit tanyanya lagi

“Dia mem punyai alasan apa menyamar sebagai orang

berkerudung memukul rubuh kau kemudian menolong kau

kembali?,”

“Tujuannya kemungkinan sekali meminyam kesempatan ini

memasuki benteng dengan kedudukan dan pandangan sebagai

seorang tamu terhormat, seudah itu secara diam-diam melakukan

sesuata pekerjaan yang mendatangkan bencana bagi benteng kita"

-Hm .”Dengus Wi Ci To, ““tetapi benteng kami sama sekali tidak

punya ganyalan apa-apa dengan dirinya dia mem punyai alasan apa

untuk berbuat sesuatu yang jelek bagi benteng kita?”

“Penyahat di dalam menyalankan perampokannya juga tidak

menggunakan alasan yang kuat “

“Tetapi sipendekar baju hitam Ti Then itu bukan merupakan

orang dari kalangan Hek-to

”Tidak,” potong sipedang naga perak Huang Puh Kiam Pek.

“selama beberapa sekali pun sipendekar baju hitam Ti Then itu

bertindak sebagai seorang pendekar budiman tetapi hati manusia

ditutup dengan kulit yang tebal siapa pun tidak bisa mengetahui dia

seorang yang balk atau seorang yang buruk “

Dengan perlahan

kearahnya ujarnya:

Wi

Ci

To

mengalihkan

pandangannya

Siauw-heng masih tidak dapat terpikir juga dengan menggunakan

alasan apa dia memasuki benteng kita untuk melakukan

pengacauan :”

“Hmm : dengus Huang Puh Kiam Pek dengan dinginnya, “dia

tidak mau menyebutkan asal usul serta nama suhunya, mungkin

sekali suhunya adalah sipendekar pedang tangan kiri, Cian Pit Yuan

Wi Ci To mengerutkan alisnya rapa-rapa, ujarnya

.”Tetapi Ti Then sama sekali tidak menggunakan tangan kirinya

untuk bergebrak”,

“He..he..urusan sudah lewat dua puluh tahun lamanya,

kemungkinan sekali Cian Pit Yuan sudah menciptakan ilmu baru

yang tidak perlu menggunakan tangan kiri lagi

Tak terasa lagi sambil menggendong sepasang tangannya Wi Ci

To berjalan bolak balik_ di dalam ruangan itu, setelah berpikir

sejenak ujarnya.

“ Ehm . . Cian Pit Yuan jadi orang tidak terlalu jahat hanya saja

sifatnya terlalu berangasan apabila dia hendak membalas dendam

atas terpapasnya telinga sebelah kanannya kenapa tidak datang

berkunjung sendiri ??”

“ Suhu” seru Hong Mong Ling."Bagaimana pun juga cara berpikir

dari seorang pengecut tidak dapat ditangkap oleh pikiran orang

budiman, kemungkinan sekali Cian Pit Yuan sama sekali sudah tidak

punya maksud untuk mengadakan pertandingan secara blak blakan

dengan suhu.”

Wit Ci To menghela napas panjang ujarnya

Bilamana sipendekar baju hitam itu benar benar merupakan

murid Cian Pit Yuan, dengan kelihayan dari Ti Then saat ini

kemungkinan sekali aku sudah bukan merupakan tandingannya, dia

masih

punya pegangan yang amat kuat untuk menantang

pertempuran secara terang terangan.”

Menurut dugaan dari tecu” ujar Hong Mong Ling. “ mungkin

dikarenakan Cian Pit Yuan belum mengetahui kepandaian yang

diciptakan itu apa bisa memukul rubuh suhu oleh sebab itulah

mengirim Ti Then terlebih dahulu untuk menjelidiki keadaan

sesungguhnya"

Wi Ci To mengangguk dengan perlahan sekali lagi dia berjalan

bolak balik mengitari ruangan itu, ujarnya kemudian: Apa yang kau

duga mernang sangat beralasan sekali tetapi bagaimana pun juga

hal ini hanya dugaan belaka, kita tidak dapat menyalahi orang lain

sebelum mendapatkan bukti yang nyata . . “

“Tetapi..suhu, mungkin bilamana, kita berhasil mendapatkan

bukti kalau dia adalah murid dari Cian Pit Yuan, saat itu sudah

terlalu terlambat”

Tiba-tiba Wi Ci To menghentikan langkahnya, dengan pandangan

yang amat tajam tanyanya: ”Menurut kau kita harus berbuat

bagaimana untuk menghadapinya?”

“Siapa yang turun terlebih dahulu dialah yang kuat, buat apa kita

meninggalkan bencana dikemudian hari.”

---ooo0dw0ooo---

”Omong kosong” bentak Wi Ci To dengan amat gusarnya.

Tubuh Hong Mong Ling segera tergetar dengan kerasnya, sambil

menundukkan kepalanya sahutnya.

“Bagaimana pun juga seharusnya di dalam pikiran tecu tidak

boleh mem punyai pikiran seperti ini, tetapi untuk keutuhan di

kemudian hari bila kita tidak berbuat demikian..”

“Tidak usah ngomong lagi” potong Wi Ci To dengan amat gusar.

“Sebelum kita berhasil mendapatkan bukti penjelewengan dari

dirinya, aku melarang kalian untuk bertindak secara gegabah.

“Baik” sahut Hong Mong Ling dengan sangat hormat.

Kemudian kepada Huang Puh Kiam Pek ujarnya pula.

”Sute, kau mengutus dua orang pendekar pedang merah untuk

siang malam mengawasi segala gerak gerik dari Ti Then bilamana

terlihat sesuatu yang mencurigakan harus segera lapor tetapi

seluruh gerak gerik kita jangan sampai diketahui olehnya.

“Baik.”

“Hmm..ooh masih ada lagi, kirim dua orang lainnya siang malam

jaga itu loteng penyimpan kitab”

---ooo0dw0o000---

Pada siang hari itu pula terlihatlah Ti Then bersama dengan Shia

Pek Tha dengan langkah yang perlahan berjalan kembali ke dalam

Benteng. Dengan resmi segera Wi Ci To mengadakan jamuan

menyambut kedatangan Ti Then, orang-orang yang menemani Ti

Then saat itu masih tetap Huang Puh Kiam Pek, Shia Pek Tha, Hong

Mong Ling serta Wi Lian In, di dalam jamuan itu pembicaraan

mereka tidak lebih berkisar pada persoalan ilmu pedang dari

berbagai partai di dalam dunia persitatan, juga tiba-tiba bahan

pembicaraannya telah berputar tentang diri Ti Then. Sambil tertawa

ujar Huang Pub Kiam Pek:

“Ti-heng lohu punya sesuatu pertanyaan yang merasa tidak

enak untuk ditanyakan, harap kau jangan sempai tersinggung .

"Tidak mengapa.. tidak mengapa, silahkan cianpwe untuk

bertanya””

Sambil menuding kearah Shia Pek Tha„ ujarnya:

“Tahun yang lalu, ketika Ti-heng membantu Pek Tha memukul

mundur Hoa San Ji koay, pada saat Pek Tha pulang ke dalam

Benteng pernah menceritakan hal itu dengan amat teliti sekali, saat

itu Pek Tha bilang katakan ilmu pedang dari Ti-heng berada diantara

pendekar pedang putih serta pendekar pedang merah dari Benteng

kami, dengan bukti dari hari ini terbukti kalau penglihatan dari Pek

Tha sama sekali salah besar tetapi sekali pun telah melihat juga

seharusnya tidak terlalu jauh perbedaannya, sesudah peristiwa

dikota Tiang An ini apa mungkin Ti-heng telah menemui sesuatu

peristiwa yang aneh?”

“Tidak ada” sahut Ti Then cepat. “ di dalam satu tahun ini

boanpwe memang merasa kepandaianku telah mengalami kemajuan

yang amat pesat hal ini kemungkinan sekali dikarenakan

pengalaman yang terlalu banyak yang boanpwe alami, hal ini tidak

bisa disebut sebagai suatu peristiwa yang aneh.”

“Bilamana dikarenakan dari pengalaman yang didapat, maka

asalkan Ti heng berkelana lagi selama beberapa tahun di dalam

dunia Kangouw tentunya akan jauh lebih hebat lagi ?”

“Cianpwe terlalu memuji, padahal kesempurnaan yang boanpwe

dapatkan ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan

kalian berdua Pocu.”

Tiba tiba Wi Lian In membuka mulut bertanya:

“Toako, bagaimana pandanganmu terhadap kami orang-orang

dari Benteng Pek Kiam Po ini??”

“Kepandaian dari ajahmu sangat tinggi . . .”

“Kita tidak usah membicarakan soal kepandaian silat “ Potong Wi

Lian In dengan cepat.

Ti Then menjadi tertegun sejenak kemudian barulah ujarnya:

“Pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Po ini tidak ada

seorang pun yang bukan merupakan pendekar pedang kenamaan

jadi orang sangat budiman di dalam dunia kangouw pun sangat

sering menolong yang lemah menindas yang kuat, oleh karena itu

cayhe amat kagum dan menghormati orang-orang ini”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 4.1. Ti Then, ilmu silat mu mencengangkan!

“Kalau begitu” ujar Wi Lian In sambil tersenjum, “Kita dapat

menjadi kawanmu sedang kau pun dapat menjadi kawan kami,

benar tidak ?”

“Tidak salah” sahut Ti Then sambil tersenjum.

Wi Lian In tersenjum lagi, ujarna:

“Tetapi sajang sekali sekali pun kau memandang kami sebagai

kawan tetapi sebaliknya kami tidak bisa menganggap kau kawan”

Dengan terburu-buru bentak Wi Ci To:

“In ji, jangan ngomong sembarangan ?”

“ Ha . . ha .. ha ha . ha “ udiar Ti Then sambil tertawa terbahak-

bahak,

“Perkataan dari nona Wi ini tentu mem punyai maksud yang

sangat mendalam, dapat kah nona menjelaskan lebih teliti lagi?”

“ Kami senang berkawan dengan seorang teman yang suka

berterus terang, sedang kau sekali pun memandang kami orang-

orang dari Benteng Pek Kiam Po sebagai teman tetapi tidak mau

berterus terang kepada kami ?

“Ha .. ha.. . lalu nona Wi ingin cayhe berterus terang dalam hal

apa sehingga bisa menjadi teman ?

“Bilamana kau merasa kalau kami merupakan kawan-kawan yang

dapat dipercaya dan merupakan kawan-kawan karib, maka

seharusnya kau memberi tahukan kepada kami asal usul serta nama

dari suhumu”

“Ooh . . begitu?” sahut Ti Then sambil tertawa. Ha... ha benar ?

Nona memang seharusnya menyalahkan diri cayhe . . ?”

“Ehm Ti-heng harap jangan marah atas kelancangan dari putriku

ini.” ujar Wi Ci To sambiftertawa paksa.

“Tidak” ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. “Boanpwe

memang seharusnya memberitahukan nama dari suhuku, kemarin

malam boanpwe tidak mau menyebutkan dikarenakan boanpwe

merasa sekali pun disebut Wi Pocu juga tidak akan percaya.”

“.Ha, ha, ha . mata Lohu belum sampai kabur, perkataan dari

siapa pun dapat mempercayainya tetapi perkataan dari siapa pun

juga bisa tidak dipercaya masih bisa melihatnya sendiri

-Kalau begitu Wi Pocu mau percaya atas perkataan dari

boanpwe?”

“Sudah tentu” sahut Wi Ci To sambil mengangguk.

“Baiklah, sekarang juga boanpwe akan beritahu nama dari

suhuku

Dengan perlahan dia angkat cawannya yang berisikan arak dan

diteguknya dengan perlahan-lahan. Lagaknya mirip sedang

menceritakan suatu cerita biasa ujarnya kemudian

“Jika boanpwe katakan mungkin saudara sekalian tidak akan

percaya, suhu cayhe adalah seorang Bu Beng Lojin atau orang tua

tanpa nama.

“Bu Beng Lojin?” tanya Wi Ci To dengan keheran-heranan sedang

sinar matanya dengan, tajam memandang wajahnya.

“Benar” sahut Ti Then sambil menundukkan kepalanya.

...Boanpwe belajar silat selama delapan tahun darinya tetapi selama

ini dia tidak pernah mengijinkan boanpwe untuk mengetahui

namanya...

"Kenapa dia berbuat demikian? “

Ti Then tertawa pahit, sahutnya

“Siapa yang tahu, setiap kali boanpwe mohon dberi tahu nama

besar dari dia orang tua maka setiap kali pula dia bilang kalau

„Nama"nya sudah binasa beberapa tahun yang lalu, agaknya dia

orang tua pernah mengalami peristiwa menjedihkan yang menimpa

dirinya pada masa yang lalu”

“Lalu kenapa dia menerima kau sebagai muridnya?”

“ Dia bilang manusia boleh mati tetapi kepandaian silat tidak

boleh musnah, dia tidak tega melihat kepandaiannya ikut terkubur

bersama tubuhnya oleh karena itulah menerima boanpwe sebagai

muridnya, bahkan dia sudah membuat peraturan yang sangat keras

bagi diri boanpwe asalkan boanpwe berani berbuat kejahatan maka

dengan tanpa am pun dia akan mencabut nyawa boanpwe."

"Wajah dari suhumu apakah Ti-heng mau juga melukiskan? ujar

Wi Ci To.

“Boleh” sahutnya sambil tersenjum.

“Rambutnya sudah berubah dan memutih semuanya, sedang

usianya kurang lebih delapan puluh tahun lebih bentuk tubuhnya

sedengan hanya saja matanya yang sebelah sudah cacad, agaknya

terluka oleh semacam benda semasa mudanya."

Wi Ci To menundukkan kepalanya her pikir, kemudian tanyanya

lagi

“Apa suhumu sendiri yang bercerita kalau matanya itu terluka

semasa dia masih muda?”

“Tidak, hanya dugaan dari boanpwe sendiri “

“Selain sebelah mata dari suhumu yang cacad, apa masih

terdapat anggota badan lain yang cacad?” timbrung Huang Puh Kian

pek.

“Tidak ada” sahutnya sambil menggelengkan kepalanya.

“Telinganya juga tidak cacad?”

“Tidak” sahutnya sambil menggeleng kan kepalanya kembali.

“Suhumu apa sering memakai tangan kiri mengambil barang?”

“Ha . . ha ... ha .." sahut Ti Then sambil tertawa tergelak.

“Huang Puh cianpwe apa mencurigai suhuku adalah sipendekar

pedang tangan kiri Cian Pit Yuan? Bukan, bukan . .. suhuku bukan

sipendekar tangan kiri Cian Pit Yuan. “

Air muka Huang Puh Kian pek segera berubah menjadi merah

padam sambil angkat bahu ujarnya:

“Maaf, maaf sekali, di dalam dugaan Lohu hanya tahu bahwa di

dalam Bu-lim saat ini selain sipendekar tangan kiri Cian Pit Yuan

sebenarnya tidak mungkin ada orang lain yang bisa melatih

kepandaian silat setinggi apa yang dimiliki Ti-heng saat ini."

“Ada satu kali” ujar Ti Then, “Suhu pernah bercerita kalau dia

orang tua sudah mengundurkan diri dari kalangan dunia kangouw

pada lima puluh tahun yang lalu, maka bilamana Huang Puh

cianpwe ingin mengetahui dengan jelas siapakah suhuku itu

seharusnya pergi mencari jago-jago yang terkenal pada lima puluh

tahun yang lalu”

“Ha . ha . . lima puluh tahun yang lalu Lohu masih ingusan"

“Lohu ini tahun juga baru berusia enam puluh satu.- sambung Wi

Ci To sambil tertawa ”pada lima puluh tahun yang lalu baru berusia

sebelas tahun, saat itu lohu belum belajar silat”

“Lalu dimana tempat tinggal dari suhumu ?” ujar Hong Mong Ling

dengan cepat.

“Sejak dia orang tua menerima siauwte sebagai muridnya selalu

tinggal bersama dengan siauw-te di dalam sebuah gua di atas

gunung Kwua Cang San, pada tiga tahun yang lalu dia

memerintahkan siauw-te turun gunung berkelena di dalam dunia

kangouw, pada tahun kedua siauwtle pernah satu kali naik ke atas

gunung tetapi sudah tidak tampak dia orang tua berdiam di dalam

gua, maka tempat tinggal dari dia orang tua sekarang ini sekali pun

siauw-te sendiri juga tidak tahu”

Jika demikian adanya suhumu sudah tidak ingin bertemu lagi

dengan Ti-heng, “ ujar Hong Mong Ling..

“Jika dilihat keadaannya memang begini” sahut Ti Then dengan

sedih.

“Tadi Siauw-te pernah bilang bahwa dia mewarisi Siauw-te ilmu

silat semuanya adalah dikarenakan dia tidak tega melihat

kepandaian silatnya turut dengan tubuhnya, jika bicara dalam

perhubungan antara guru dengan murid boleh dikata sangat tawar

sekali. “

Dengan wajah yang sangat serius ujar Wi Ci To.

“Jika didengar dari perkataan ti-heng suhumu pada usia tiga

puluh tahun sudah mengundurkan diri dari Bu-lim agaknya pernah

mengalami suatu peristiwa yang menjedihkan hatinya sehingga di

dalam keadaan yang putus asa dia berbuat demikian”

Ti Then hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata

pun.

“Kepandaian silat dari suhumu apakah mengandalkan ilmu

pedangnya yang paling lihay?” tanya Wi Lian In tiba-tiba.

“Tidak,Kepandaiannya di dalam ilmu pukulan, telapak serta ilmu

meringankan tubuh baru boleh dikata merupakan ilmu tunggalnya”

“Seluruh kepandaiannya sudah kau kuasai?”

“Benar.” Sahut Ti Then mengangguk.

“Hanya bakat cayhe ada batasnya sekali pun sudah berhasil

mempelajari seluruh ilmu silat dari suhuku tetapi belum mencapai

pada kesempurnaan.”

Teringat oleh Wi Lian In akan ilmu pedangnya sudah demikian

mengejutkan bilamana ilmu pukulan serta ilmu meringankan

tubuhnya jauh lebih lihay dan lebih hebat dari ilmu pedangnya

sudah tentu sukar ditandingi lagi, untuk sesaat lamanya tak tertahan

ujarnya:

“Maukah kamu mendemonstrasikan sedikit permainan pukulan

serta ilmu meringankan tubuh yang pernah kau pelajari ?”

“Hei Budak" bentak Wi Ci To sambil tertawa, ternyata makin lama

kau semakin tidak karuan.

“Tia” ujar Wi Lian In sambil tertawa. “Ti Toako juga sangat

mengharapkan bisa mengetahui siapakah suhunya kini minta dia

memperlihatkan beberapa jurus kepandaiannya kemungkinan sekali

dari permainan silatnya itu Tia bisa mengetahui asal usul dari

suhunya.”

“Sekali pun memang benar tetapi.”

“Perkataan dari putrimu memang benar.” potong Ti Then,

“Apabila Pocu tidak memandang rendah diri cayhe maka boanpwe

akan sedikit mempertunjukkan kepandaian cakar ajam yang

boanpwe miliki.”

Dia bisa dengan demikian cepat dan gembiranya menerima

permintaan dari Wi Lian In ini semuanya dikarenakan pertama dia

ingin menarik simpatik dan kegembiraan dari Wi Lian In sedang

kedua, dia ingin sedikit gujon-gujon dengan Wi Ci To (Menurut

perkataan dari Shia Pek Tha kepadanya katanya Wi Ci To pernah

meninggalkan Benteng selama empat lima bulan lamanya sehingga

di dalam hati dia menganggap Wi Ci To adalah majikan Patung

Emas) ...dengan mempertunjukkan sedikit kepandaian silat yang

diajarkan oleh Wi Ci To di hadapan Wi Ci To sendiri bukankah

merupakan permainan yang sangat menarik sekali?

Terlihat Wi Ci To mengerutkan alisnya ujarnya,

“Ilmu pedang yang Ti-heng perlihatkan pagi tadi saja sudah

cukup membuat Lohu bingung dan tidak tahu asal usulnya apalagi di

dalam pukulan, Lohu kira juga sama saja?”

“Ha ... ha , ha . ha.” Potong Huang Puh Kian Pek. “Tidak perduli

dibagaimana pun semuanya tidak mendatangkan bahaja, hanya

melihat-lihat saja juga tidak mengapa bukan?”

Wi Ci To melihat semua orang demikian tertariknya terpaksa

bangkit dari tempat duduknya sambil ujaraja

“Baiklah mari kita pergi ke lapangan latihan silat.”

Lapanqan latihan silat dari Benteng seratus pedang ini terletak

ditengah Benteng, luasnya kurang lebih tiga puluh kaki, pada saat

tua muda enam orang tiba ditengah lapangan latihan silat itu

terlihatlah ditengah lapangan sedang terdapat puluhan orang dari

Pendekar pedang hitam yang sedang melatih ilmu pedangnya.

Ujar Ti Then sesudah melihat hal itu:

"Pendekar-Pendekar pedang dari Benteng kalian sungguh amat

rajin sekali sampai saat ini masih juga melatih ilmu pedangnya"

“Ha.. ha ...Lote telah salah menduga” ujar Shia Pek Tha:

“Beberapa pendekar pedang hitam ini pada hari biasa amat malas

berlatih sehingga kini kami sengaja menghukum mereka untuk

berlatih ilmn pedang satu hari penuh.”

“Ooh.. . kiranya demikian.”

Wi Lian In yang sudah kepingin melihat kepandaian silat dari Ti

Then segera mendepakkan kakinya ke atas tanah, ujarnya :

“Sudahlah, Ti Toako harus mendemonstrasikan kepandaiannya

dulu”

Dengan perlahan Ti Then menyapu sekeliling tempat itu,

terlihatlah di sebelah kiri dari lapangan terdapat sebuah rak senyata

segera ujarnya:

“Baiklah sekarang cayhe akan memperlihatkan ilmu meringankan

tubuh terlebih dulu.”

Sambil berkata dengan langkah

mendekati rak senyata tajam itu.

yang lebar dia

berjalan

Terlihatlah setiap senyata tombak yang terdapat di dalam rak itu

runcing-runcing sekali bahkan kelihatannya sangat tajam diam-diam

dalam hatinya sangat kagum, pikirnya.

“Kepandaian dari Wi Ci To sungguh sebanding dengan apa yang

disiarkan di dalam dunia kangouw, hanya cukup dengan senyata-

senyata tajam yang terdapat di dalam rak senyata ini saja sudah

sangat berlainan dengan tempat. Biasanya, apabila pada satu

setengah tahun yang lalu menjuruh aku meloncat melalui atas

senyata mungkin sukar untuk melaksanakannya sebaliknya kini

bilamana aku tidak menggunakan sedikit kembangan mungkin

belum bisa memperlihatkan kelihayanku”

Pikirannya dengan cepat berputar, kemudian kepada Hong Mong

Ling sambil tertawa ujarnya.

“Hong heng, tolong ambillah beberapa batang

sembahjangan orang Tionghoa) untuk siauwte”

hio (alat

Air muka Hong Mong Ling segera berubah, tanyanya dengan

kaget-

-Ti-heng menghendaki hio untuk apa? Untuk sedikit permainan

dalam ilmu meringankan tubuh?"

Hong Mong Ling melihat dia tidak mau memberikan penjelasan

yang tegas terpaksa mengangguk dan berlalu dari lapangan.

Tidak lama dia sudah kembali dengan membawa beberapa

batang hio. Ti Then segera mengucapkan terima kasih dan

mengambil benda itu dari tangannya.

Setelah itu dengan perlahan-perlahan dia medekati rak senyata

dan meloncat naik ke atas ujung senyata yang sangat tajam

tersebut.

Wi Ci To serta Huang Puh Kian Pek yang melihat kepandaiannya

ini dimana menancapkan hio ke atas ujung senyata tajam tidak

tertahan lagi pada berubah wajahnya.

Sudah tentu dalam hati mereka tahu kalau Ti Then hendak

memperlihatkan ilmu meringankan tubuh di atas hio itu tetapi yang

membuat hati mereka kini merasa sangat terkejut adalah

menancapkan hio di atas ujung tombak itu, haruslah diketahui alat

sembahjangan yang terbuat dari bambu yang sangat tipis itu

merupakan benda yang mudah putus sedang ujung tombak

merupakan benda dari baja tetapi dia bisa dengan mudahnya

menancapkan ke atas ujung tombak, kepandaian ini boleh dikata

sudah mencapai pada taraf memetik daun melukai orang, melukai

orang di balik gunung,

Sebaliknya dia hanya merupakan pemuda yang baru berusia

kurang lebih dua puluh tahunan.

Diam-Diam Wi Lian In menarik ujung baju ajahnya, ujarnya

dengan perlahan.

“Tia, kepandaiannya sungguh amat tinggi”

Wi Ci To mengangguk..dengan suara yang setengah berbisik

ujarnya,

“Benar, sekali pun ajahmu juga tidak bisa melakukan hal seperti

itu”

“Bukankah dia akan memperlihatkan permainan

meringankan tubuhnya di atas hio” tanya Wi Lian In Lagi.

ilmu

“Benar, kepandaian ini tidak terhitung ajahmu di dalam dunia

kangouw saat ini juga hanya si kakek pemalas Kay Kong Beng serta

si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan dua orang yang bisa

melakukan”

Wi Lian In menjadi sangat terkejut, tanyanya dengan cepat:

“Apa mungkin dia murid dari si kakek pemalas Kay Kong Beng?”

“Bukan, “ sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Sejak dua

puluh tahun yang lalu sesudah si kakek pemalas Kay Kong Beng

menerima muridnya yang tidak berbakti itu pernah bersumpah

bahwa selamanya tidak akan menerima murid lagi, bahkan jika

dilihat dari kepandaian yang dimiliki Ti Then sekarang agaknya

sekali pun si kakek pemalas juga tidak mungkin bisa mengajari

hingga demikian lihay.”

Pada saat ajah beranak berbisik dengan perlahan itulah Ti Then

sudah selesai menancapkan hionya ke ujung tombak.

Terdengar Huang Puh Kiam Pek sambil menghela napas panjang

pujinya:

“Kepandaian sakti, kepandaian sakti, cukup melihat permainan

dari Ti-heng ini saja Lohu tidak lihat sudah tahu kalau kepandaian

lainnya pun tentu sangat menarik sekali”

Ti Then hanya tersenjum saja, setelah memberi hormat kepada

Wi Ci To dan Huang Puh Kiam Pek ujarnya:

“Boanpwe akan memperlihatkan sedikit kejelekan, harap Pocu

berdua suka beri petunjuk ?”

Sehabis berkata tubuhnya melayang ke atas dan berdiri dengan

kaki sebelah di atas ujung hio yang menancap pada ujung tombak

itu, jurus yang, digunakan ini adalah jurus Kim Ki Tok Lie atau ajam

emas berdiri disatu kaki.

Hio itu sendiri sebenarnya hanya terkena sedikit tenaga saja

maka segera okan putus, kini di atasnya diinyak oleh seorang

dengan ratusan kali beratnya ternyata sedikit melengkung pun

tidak hal ini memperlihatkan kalau ilmu meringankan tubuhnya telah

mencapai pada kesempurnaan, bahkan tubuhnya yang berat itu bisa

diubah menjadi sangat ringan bagaikan kapas,

“Bagus...”

“Ilmu meringankan tubuh yang sempurna...”

“Kepandaian yang sangat lihay...”

Suara pujian dan seruan kagum dengan cepat berkumandang

dari seluruh penjuru lapangan membuat suasana menjadi sangat

ramai.

Kiranya beberapa puluh orang pendekar pedang hitam yang

sedang berlatih ilmu pedang itu ketika melihat Ti Then

menancapkan hio di ujung tombak tadi sudah mulai memperhatikan

dengan penuh kekaguman dari tempat jauh, saat ini begitu TiThen

meloncat naik dan berdiri di ujung hio yang kecil dan mudah putus

itu tidak tertahan lagi pada bersorak memuji.

Ditengah suara sorakan memuji yang sangat ramai itulah terlihat

Ti Then sedikit memutar tubuhnya bagaikan segulung asap yang

sangat ringan telah mumbul ke tengah udara kemudian bersalto

beberapa kali dan melayang turun pada ujung Hio yang kedua

sedang benda yang diinyak ini sedikit pun tidak melengkung atau

bergerak.

Setelah itu tubuhnya dengan gerakan yang sama melayang pula

pada ujung yang ketiga.

Demikianlah dia mulai berlari dengan kecepatan yang luar biasa

di atas ujung tombak yang ditancapi Hio itu, semakin lari semakin

cepat sehingga akhirnya hanya terlihat segulung bajangan manusia

yang menari dan berkelebat diantara ujung Hio disekeliling lapangan

itu.

Suara tepukan tangan, suara sorakan memuji semakin lama

semakin keras sehingga menggetarkan seluruh lapangan,

Selama hidupnya Wi Lian In juga belum pernah melihat ilmu

meringankan tubuh yang demikian saktinya, sehingga saking

girangnya air mukanya berubah menjadi merah padam, dengan

penuh kegirangan dia bertepuk tangan dan bersorak sorai.

Sebaliknya Hong Mong Ling sekali pun ikut bertepuk tangan

tetapi wajahnya semakin lama berubah semakin membesi. Ditengah

suara tepukan serta sorakan yang ramai itulah berturut-turut Ti

Then mengitari lapangan puluhan kali banyaknya, mendadak

tubuhnia menerjang ke atas udara setinggi tiga kaki lebih kemudian

dengan sangat ringannya melayang turun ke atas tanah kepada

para badirin sambil merangkap tangan memberi hormat ujarnya:

“Permainan yang jelek. Permainan yang jelek”

“Heei..”puji Wi Ci To sambil menghela napas panjang: “Bilamana

bukannya Lohu melihat dengan mata kepala sendiri sesungguhnya

sukar untuk mempercayai.”

“Benar” -sambung Huang Puh Kiam Pek. “Dengan usia Ti-heng

yang masih demikian mudanya ternyata sudah berhasil melatih

kepandaiannya hingga sedemikian sempurnanya sungguh sukar

untuk diduga"

Ti Then hanya mengucapkan banyak terima kasih berulang kali,

ujarnya kemudian

“Boanpwe akan mempertunjukan ilmu pukulanku yang masih

cetek, harap Po cu berdua suka beri petunjuk”

Sesudah mengucapkan kata-kata itu dia menoleh memandang

kearah Hong Mong Ling, sambil tertawa ujarnya,

“Hong-heng, kali ini merepotkan kau lagi”

Terpaksa Hong Mong Ling tersenjum, tanyanya:

"Kali ini Ti-heng membutuhkan barang apa lagi ?"

"Hanya ingin meminyam pakaian longgar yang Hong-heng pakai

itu”

Sekali pun dalam hati Hong Mong Ling merasa tidak puas tetapi

dia juga tidak berani menolak terpaksa dengan hati yang mangkal

dia melepaskan pakaiannya dan di angsurkan kearah Ti Then.

Dengan segera Ti Then menyambut sambil mengucapkan terima

kasih, kepada Wi Ci To kemudian ujarnya lagi,

“Entah Po cu mengijinkan tidak kedua orang saudara Pendekar

pedang hitam untuk membantu boanpwe ?

Wi Ci To segera mengangguk, kepada para pendekar pedang

hitam yang sedang menonton itu teriaknya:

“Teng Eng Kiat Kauw Huan Tiong kalian kemari”

Dua orang pendekar pedang hitam segera menyahut dan

meloncat datang.

Ti Then segera menjerahkan pakaian itu kepada mereka dan

menjuruh

mereka

berdiri

masing-masing

disatu

pojok

mementangkan pakaian itu kemudian dirinya mundur lima enam

langkah ke belakang.

Tiba-Tiba Hong Mong Ling tertawa tanyanya:

“Ti-heng apa hendak melancarkan serangan menghancurkan

pakaian itu?”

“Tidak salah”

Hong Mong Ling tertawa lagi„ ejeknya

-Dengan menggunakan batu cadas bukankah malah bisa

memperlihatkan kepandaian asli dari Ti-heng? “

Ti Then hanya tersenjum tanpa mengucapkan sepatah kata pun

punggungnya membelakangi kedua orang pendekar pedang hitam

itu sesudah memusatkan seluruh tenaga dalamnya mendadak

tubuhnya berputar setengah lingkaran ditengah udara dan

melancarkan serangan yang dahsyat kearah depan.

“Sreeet ?-- pakaian yang dibentangkan itu sudah terpukul hingga

berlubang.

Win Ci To yang melihat kepandaian itu diam-diam mengerutkan

alisnya rapat-rapat sedang hadirin lainnya pun dibuat melongo dan

memandang terpesona ke atas pakaian yang berlubang itu lewat

beberapa saat kemudian baru terdengar suara sorakan yang sangat

ramai,

Dengan satu pukulan tangan membuat pakaian berlubang

sebenarnya bukan merupakan suatu peristiwa yang aneh tetapi

‘lubang’ yang dihasilkan dari angin pukulan Ti Then ini sangat

berbeda dengan keadaan lainnya.

Dia bukannya memukul pakaian itu hingga hancur dan

berlubang-lubang melainkan hanya membuat pakaian itu berlubang

tidak besar tidak kecil persis sebesar kepalannya.

Hal ini sama saja artinya kekuatan pukulannya berhasil

dipusatkan pada satu tempat saja bukan menjebar keseluruh tangan

bahkan kecepatan pukulannya pun laksana sambaran kilat yang

sedang berkelebat.

Hong Mong Ling mimpi pun tidak pernah menyangka kalau Ti

Then bisa memiliki kepandaian yang demikian menakutkan teringat

akan kata-kata ejekan yang tadi dia lontarkan tidak tertahan lagi

wajahnya berubah menjadi merah padam dengan sangat malu dia

menundukkan kepalanya rendah.

Ti Then segera maju ke depan mengambil pakaian dari tangan

kedua orang pendekar pedang hitam itu dan diserahkan kembali

kepada Hong Mong Ling, ujarnya:

“Sungguh maaf sekali telah merusak pakaian dari Hong-heng “

Hong Mong Ling segera menyambut pakaiannya, sambil tertawa

tawar sahutnya:

“Tidak mengapa, hanya untung cuma melubangi sebuah pakaian

saja dan bukan melukai hati siauwte"

-Hong-heng tadi bilang batu cadas, bagaimana kalau minta

tolong Hong heng mengambilkan sebuah batu cadas kemari?”

Hong Mong Ling mengangguk tetapi bukannya dia mengambil

sendiri tetapi menoleh ke salah seorang pendekar pedang hitam

serunya:

“Huan Tiong, ambil sebuah batu cadas kemari”

Pendekar pedang hitam itu menyahut dan pergi, tidak lama dia

sudah kembali dengan membopong sebuah batu cadas berbentuk

persegi panjang setebal lima cun dan diletakkan di hadapan Ti

Then.

Ti Then memberi hormat kembali kepada Wi Ci To dan Huang

Puh Kian Pek sambil ujarnya:

"Boanpwe sekali lagi akan mempertunjukkan permainan yang

jelek, bilamana sampai tidak baik harap jangan ditertawakan”

Wi Ci To hanya tersenjum sambil mengangguk sepatah kata pun

tidak diucapkan.

Dengan tangan kirinya Ti Then mengangkat batu cadas itu dan

dilemparkan ke atas kemudian telapak tangannya disertai dengan

tenaga dalam menekan di atas permukaan batu itu, baru saja

terdorong setengah depa batu cadas itu sudah jatuh ke atas tanah.

Dari permukaan batu cadas hancuran kapur beterbangan

mengikuti arah bertiupnya angin dan muncullah sebuah bekas

telapak tangan yang sangat jelas sedalam satu cun lebih.

Kali ini tidak ada orang yang bertepuk tangan atau bersorak

memuji semuanya membisu seribu bahasa hanya sepasang matanya

melotot keluar sebesar-besarnya agaknya mereka sudah dibuat

terkejut oleh kelihayan dari tenaga dalamnya.

Lama sekali Wi Ci To termenung memandang terpesona kearah

Ti Then kemudian barulah dia menoleh kearah para pendekar

pedang hitam yang sedang mengerumun itu, ujarnya:

“Kalian sudah melihat sendiri Pendekar baju hitam Ti Then ini

masih sangat muda dan usianya sebanding dengan kalian ternyata

sudah berhasil melatih kepandaiannya hingga mencapai demikian

sempurnanya, bilamana kalian ingin berubah seperti dia maka mulai

ini hari harus lebih giat lagi berlatih. “

Agaknya dia tidak punya bahan percakapan untuk dibicarakan

maka dengan mengambil dalih memberi nasehat menutupi

kesunyian itu,

Ujar Wi Lian In tiba-tiba:

“Tia, kau sudah berhasil melihat asal usul dari perguruan Ti

Toako ??.

Wi Ci To tidak menyawah hanya dengan langkah yang perlahan

berjalan meninggalkan lapangan.

Semua orang terpaksa mengikuti dia juga berjalan kembali ke

dalam ruangan tamu tanya Wi Lian In lagi:

-Tia, kau sudah tahu belum ??.

Wi Ci To gelengkan kepalanya, sambil tertawa pahit sahutnya:

“Belum.”

“Hei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas,

“Kepandaian Ti heng sungguh amat tinggi sekali, untung merupakan

kawan dari benteng kami, bilamana merupakan musuh dari benteng

Pek Kiam Po maka saat itu entah harus dengan cara bagaimana

untuk menghadapi diri Ti-heng.”

“Ha . ha . ha “ ujarnya sambil tertawa, “ Bilamana Hong-heng

mencurigai kedatangan Siauw-te ini mem punyai maksud buruk

lebih baik sekarang juga Siauw-te mohon diri. “

Sehabis berkata dia bangkit berdiri dari kursinya.

“Ti-heng harap duduk kembali.” ujar Wi Ci To dengan gugup

ketika melihat tamunya akan pergi.

“Baiklah” ujar Ti Then dengan sangat hormat dan duduk kembali

ketempat semula.

Wi Ci To dengan wajah yang gusar menoleh kearah Hong Mong

Ling, makinya

“Mong Ling, Ti-heng merupakan tuan penolongmu bagaimana

sekarang kau berani mengeluarkan kata-kata semacam ini. “

Air muka Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam

seperti kepiting rebus sambil tertawa paksa ujarnya:

"Suhu, tecu sedang bergurau dengan Ti-heng sama sekali tidak

mem punyai maksud lain. “

Wi Ci To hanya mendengus dengan dinginnya, sambil tertawa dia

menoleh kearah Ti Then kembali ujarnya:

“Ti-heng maukah menceritakan asal usulmu kepada Lohu ??”

“Baiklah” sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. “Boanpwe

berasal dan Kay Hong sejak kecil sudah ditinggal mati oleh orang

tuaku, kehidupan sehari hari hanya tergantung dari Sam-siokku.

Pada usia sepuluh tahun Sam-siok ternyata menjual boanpwe

kepada seorang hartawan didesa itu untuk bekerja sebagai kacung

buku di samping putra hartawan. Dua tahun kemudian ada suatu

hari mendadak Toa Sauvv-ya mendapat serangan penyakit dan

meninggal karena sedihnya kematian putranya itu kegusaran ini

ditimpakan kepada diri boanpwe dengan demikian boanpwe diusir

dari rumahnya. Saat itu karena takut dimaki oleh Sam Siok maka

boanpwe tidak berani pulang kerumah sesudah. meninggalkan

rumah hartawan itu berkelana diseluruh tempat akhirnya kalau

sesudah lewat setengah tahun baru bertemu dengan suhu dan

diterima sebagai muridnya. “

“Jika demikian adanya.” ujar Wi Ci To “Sejak kini Ti-heng sudah

merupakan sebatang kara saja di dalam dunia ini?”

“ Benar. “

Tiba-Tiba Shia Pek Tha tertawa terbahak bahak, ujarnya.

“Perkataan dari Lote ini apa sungguh-sungguh?

“Sudah tentu sungguh-sungguh. “

“Kalau begitu kemarin Lote bilang kalau harta dari leluhur sudah

kau habiskan, tolong tanya Lote mendapat harta dari leluhur yang

mana?”

Sama sekali Ti Then tidak pernah menyangka kalau dia bisa

mengingat-ingat perkataannya dengan demikian telitinya, segera dia

pura-pura memperlihatkan perasaan malunya, sambil tertawa

sahutnya:

-Sungguh maaf kemarin malam siauwte hanya membual saja,

perkataannya sekarang ini barulah merupakan perkataan yang

sesungguhnya”

“Kalau begitu” ujar Shia Pek Tha lagi, “Kali ini apa sebabnya Lote

berkelana dan berkeliaran di dalam dunia kangouw?”

“Tiga tahun yang lalu sesaat Siauwte meninggalkan suhu dia

orang tua pernah memberi siauwte ratusan tail emas tetapi pada

waktu-waktu mendekat ini sudah digunakan hingga ludas”

-Tetapi dengan kepandaian Lote yang demikian sempurnanya

untuk mencari uang, bukanlah merupakan pekerjaan yang sulit”

“Behar” sahut Ti Then sambil tertawa. -Siauwte memang bisa

bekerja sebagai guru silat atau sebagai pengawal barang tetapi

kedua macam pekerjaan ini siauwte tidak ada yang senang”

Wi Ci To batuk-batuk ringan, tanyanya mendadak:

“Sesudah ini Ti-heng punya rencana hendak kemana?”

“Heei.. saat ini keadaan sudah sangat mendesak terpaksa

Siauwte menerjunkan diri sebagai pengawal barang saja.”

“Dari pada Ti-heng menjadi pengawal barang lebih baik tinggal

saja di dalam Benteng kami”

Sesudah mendengar perkataan dari Wi Ci To ini dalam hati Ti

Then semangkin menganggap dia adalah majikan patung emas,

segera pura-pura tertegun oleh perkataannya, ujarnya:

-Bagaimana hal ini bisa jadi, sekali pun boanpwe tidak punya

kepandaian apa-apa tetapi boanpwe percaya masih sanggup untuk

mencari hidup bagi diriku sendiri"

-Ha ha ha ha” potong Wi Ci To, “Lohu minta Ti-heng tinggal di

dalam benteng kami bukannya menjuruh Ti-heng makan minum

dengan tanpa bekerja”

“Ooh....” dia menguncak-uncak matanya kemudian tanyanya lagi

dengan keheran-heranan. Kalau tidak lalu Po cu menginginkan boan

pwe bekerja apa ? “,

Wi Ci To termenung berpikir sebentar kemudian barulah

sahutnya:

“Sebelumnya Lohu ingin tanya sesuatu apa suhumu pernah

memberi wanti wanti kepada Ti-heng untuk melarang kau

menurunkan ilmu silat kepada orang lain ?,-

“"Tidak ?

"Kalau memangnya begitu Lohu akan mengangkat Ti-heng

sebagai pimpinan di dalam Benteng kami ini yang bertugas memberi

petunjuk ilmu silat kepada para pendekar pedang merah pendekar

pedang putih serta pendekar pedang hitam dari Benteng Pek Kiam

Po, setiap bulan kami akan membajar tiga ratus tail uang perak,

bagaimana ?"

Perkataan ini begitu keluar dari Wi Ci To sampai air muka dari

Shia Pek Tha pun kelihatan berubah dengan sangat hebat, karena

kesembilan puluh sembilan pendekar pedang merah dari Benteng

Pek Kiam Po semuanya merupakan jago-jago pedang kenamaan di

dalam Bu-lim bahkan selain Hong Mong Ling seorang lainnya sudah

merupakan orang-orang yang sudah lanjut, kini ternyata Wi Ci To

akan mengangkat Ti Then yang usianya masih sangat muda sebagai

pimpinan dari seluruh pendekar pedang di dalam Benteng Pek Kiam

Po sebenarnya merupakan suatu pandangan rendah terhadap diri

mereka pendekar pedang merah.

Air muka Hong Mong Ling pun kelihatan berubah menjadi sangat

jelek yang semakin lama semakin tegang dan membesi, sejak

semula dia sudah tahu kalau Ti Then sebenarnya merupakan "Lu

kongcu” yang memukul rubuh dirinya di dalam sarang pelacur Touw

Hoa Yuan itu, tetapi karena urusan ini menyangkut nama baik

dirinya dia diuga tidak berani menceritakan keadaan yang

sesungguhnya kepada bakal mertuanya, dia takut karena hal itu

perkawinan antara dirinya dengan Wi Lian In bisa dibatalkan tetapi

kini bilamana Ti Then menyanggupi menyabat sebagai pimpinan dari

seluruh pendekar pedang dari Benteng Pek Kiam Po sama saja

dengan sebuah pedang panjang yang ditusuk ke dalam hatinya,

membuat dia selamanya akan sukar tidur njenyak sukar makan

dengan nikmat.

Ti Then sendiri pun sudah tahu perubahan „Aneh" dari air muka

Shia Pek Tha, dalam hati diam-diam merasa sangat geli pikirnya:

“Ha ha ha ....orang She Hong rasakanlah, sekali pun dalam

hatimu punya maksud untuk berbicara tetapi tidak berani untuk

mengutarakan keluar.

Dalam hatinya dia berpikir demikian tetapi pada air mukanya

sengaja memperlihatkan perasaan menjesal, sahutnya:

“Terima kasih atas kebaikan Pocu, boanpwe tidak berani

menerimanya.”

“Kenapa ???.

Pertama, dengan kepandaian dari boanpwe agaknya tidak punya

hak untuk menjadi pimpinan pendekar pedang merah”

“ Sembilan puluh sembilan pendekar pedang merah dari Benteng

Pek Kiam Po semuanya merupakan didikan langsung dari Lohu,

sedang kepandaian dari Ti-heng sudah sangat jelas jauh di atas

kepandaian Lohu sendiri maka jika berbicara dalam berhak atau

tidak Ti-heng sudah tidak ada persoalan lagi

-Kedua,-, ujar Ti Then, “usia boanpwe masih sangat muda

sedang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po hampir

seluruhnya jauh lebih tua usianya dari boanpwe, maka..”

“Belajar kepandaian tidak memandang tua muda” Potong Wi Ci

To lagi: “siapa yang mencapai dahulu sebagai guru tentang hal ini

semakin tidak ada persoalau lagi"

Sehabis berkata dia menoleh kearah Shia Pek Tha, tanyanya

“Pek Tha, suhumu akan mengangkat Ti heng sebagai pimpinan

dari seluruh pendekar pedang di dalam Benteng kita, menolak

tidak?-

Dalam hati Shia Pek Tha merasakan serba susah tetapi dia pun

merasa tidak punya alasan yang kuat untuk menolak terpaksa

dengan serius sahutnya:

-'Tecu tidak menolak? -

Dengan perlahan sinar mata Wi Ci To beralih ke atas wajah Hong

Mong Ling tanyanya pula.

“Mong Ling, kau bagaimana??-,

“Tecu juga tidak menolak hanya “

“Hanya apa ?

“Ti-heng merupakan kawan dari Benteng kita tetapi dengan

Benteng kita sama sekali tidak mem punyai ikatan perguruan mau

pun aliran, bilamana suhu mengundang Ti-heng sebagai pimpinan

dari para pendekar Benteng Pek Kiam Po kita bilamana sampai

diketahui orang luar bukankah hanya akan dibuat sebagai bahan

ejekan saja”

“Hmm ,” Dengus Wi Ci To dengan keren, “Aku mendirikan.

Benteng Pek Kiam Po hanya bertujuan melindungi keselamatan dari

Bu-lim selamanya tidak punya niat untuk mengagungkan nama

besar sendiri mau pun nama besar dari Benteng kita bahkan di

dalam ilmu silat semuanya juga berasal dari satu aliran aku

selamanya tidak pernah memikirkan soal aliran mau pun perguruan,

bilamana mereka mau mengejek biarkanlah mereka mengejek ?

Dengan perlahan dia menoleh kearah Ti Then kembali tanyanya:

“Bagimana pendapat Ti-heng sendiri?”

Sengadia Ti Then memperlihatkan sikapnya yang serba salah

ujarnya dengan gugup:

“Tentang ini . . ini -

“Bilamana Ti-heng merasa tiga ratus tahil perak terlalu kurang,

lohu bisa menambah satu kali lipat lagi ?

“Bukan... bukan...”sahut Ti Then dengan gugup, “Bukan soal

uang ..bukan soal uang , “

Ti-heng masih punya kesulitan apa lagi ?

Boan pwe ingin berpikir dulu...”.

“Itu sangat bagus, sesudah Ti-heng berpikir harulah beri jawaban

kepada Lohu,.. Pek Tha ? tadi pagi kalian pesiar kemana saja ?

“ puncak seribu Buddha”

--Untuk berpesiar ke puncak emas serta Ban Hud Teng waktunya

sudah tidak cukup lebih baik kau ajak Ti-heng pesiar ke gua Kiu Lo

Tong juga tidak jelek”

Ti Then segera bangkit berdiri dan memberi hormat ujarnya

“Baiklah, boan pwvee minta ijin untuk pesiar ke atas gua Kiu Lo

Tong dan sekalian memikirkan maksud hati dari Pocu ini”

Shia Pek Tha segera ikut dan memberi hormat kepada kedua

orang Pocu kemudian bersama-sama Ti Then berjalan keluar dari

ruangan tamu.

Menanti sesudah bajangan punggung dari Ti Then serta Shia Pek

Tha hilang dari pandangan mata dengan perlahan barulah Huang

Puh Kian Pek menoleh ke atas Wi Ci To sambil tanyanya:

“Apa benar Toako akan mengundang dia sebagai pimpinan para

pendekar pedang dari Benteng kita?”

“Benar "

_Tetapi musuh atau kawan kita masih belum jelas, bagaimana

toako bisa berbuat"

“ Ha . ha .ha... " aku mengundang dia sebagai Cong Kiauwtouw

atau pimpinan sebenarnya memang sedang menjelidiki asal usul

serta maksud hati nya “

“Bagaimana maksudnya ? tanya Huang Puh Kiam Pek dengan

termangu-mangu.

“Bilamana dia menyanggupi untuk menjadi pimpinan para

pendekar pedang kita, tidak sampai satu bulan kita sudah akan tahu

dengan jelas dia kawan atau lawan"

Dia berhenti sejenak kemudian tambahnya:

“Bilamana dia punya tujuan terhadap Benteng kita tentu tidak

akan bersungguh-sungguh memberi pelajaran silat kepada para

pendekar pedang sebaliknya bilamana dengan bersungguh-sungguh

hati dia memberi petunjuk kepada para pendekar kita maka hal ini

membuktikan kalau apa yang diutijapkan memang benar-benar,

saat itu di dalam Benteng punya pimpinan seperti dia bukankah

sangat untung sekali?"

“Tidak salah. tidak salah” sahut Huang Puh Kian Pek sambil

mengangguk.

"Jika ditinyau dari kepandaian silatnya, bilamana sampai terjadi

suatu gerakan dari dirinya agaknya dua orang pendekar pedang dari

Benteng kita masih belum cukup untuk menahan dirinya, menanti

sesudah dia pulang dari pesiar kirim lagi dua orang pendekar

pedang merah untuk mengawasi seluruh gerak geriknya setiap saat



"

Baiklah, nanti aku perintahkan.”

“Masih ada, loteng penyimpanan kitab kirim juga dua orang

untuk menyaganya, siang malam.”

Malam semakin larut udara begitu dinginnya sedang angin pun

bertiup dengan kencangnya saat itulah Ti Then serta Shia Pek Tha

baru saja pulang dari goa Kiu Lo Tong. Huang Puh Kian Pek segera

menunjuk seorang pelajan tua khusus melajani keperluan Ti Then,

membantu dia mengambil air teh, dahar serta lain-lainnya membuat

dia yang bertindak sebagai „patung emas" makin lama merasa

semakin senang dan kerasan.

Baru saja dia selesai membersihkan badan dan berganti pakaian

Shia Pek Tha sudah datang mengundang dia lagi, ujarnya:

“Lo-te, Pocu sedang menanti kedatanganinu di dalam ruangan

dalam”

-Pocu demikian memperhatikan diriku sungguh membuat Siauw-

te merasa tidak enak hati”

.-Ha..ha... tidak perlu mengucapkan kata-kata begini, marilah !”

Kedua orang itu berjalan mendatangi ruangan dalam, tampak di

dalam ruangan itu sudah disediakan meja perjamuan, Wi Ci To,

Huang Puh Kian Pek, Hong Mong Ling serta Wi Lian In sudah hadir

di dalam meja perjamuan begitu melihat Ti Then berjalan masuk ke

dalam ruangan segera mereka besama sama berdiri menyambut

kedatangannya.

Dengan tersenjum Ti Then memberi hormat kepada semua

orang.

Ujar Wi Ci To sambil. tersenjum.

“Ti-heng silahkan duduk, bagaimana pemandangan gua Kiu Lo

Tong ?"

-Bagus, bagus sekali, hanya burung waletnya sangat banyak

sehingga permukaan tanah penuh dengan kotoran burung dan

merusak pemandangan bagus.'

“Di dalam gua ada patung dewa Cau Kong Beng yang katanya

sangat cocok, apa tadi Ti-heng sudah bersembahjangan

menanyakan rejeki ?

Tidak -" sahut Ti Then sambil tersenjum, “Manusia hidup

semuanya tergantung Thian, buat apa menanyakan rejeki atau tidak

terhadap sebuah patung?”

Begitulah mereka tua muda enam orang duduk kembali ke

tempat masing-masing dan mulai bersantap.

Jilid 4.2. Jadi Kiauwtauw benteng Pek Kiam Po

Ujar Ti Then lagi:

“ Goa Kiu Lo Tong disebut sebagai Kiu Lo, tetapi kenapa di

dalamnya hanya terdapat patung dewa Cau Kong Beng seorang

saja?

“Ooh . . " ujar Wi Ci To. “patung dewa Cau Kong Beng ini entah

akhirnya secara bagaimana bisa ikut masuk di dalam goa itu,

padahal nama dari Kiu Lo itu masih mem punyai arti lain: “

Sambil menjumpit sajur ujarnya:

“ Menurut dongeng ketika Kaisar mengunjungi Thian Huang

Cinyien ditempat itu pernah bertemu dengan seorang pertapa tua

ketika Kaisar bertanya kepada pertapa itu ada berapa orang yang

ikut bertapa maka jawabnya ada sembilan orang maka sejak itu

orang-orang menamakan goa itu sebagai Kiu Lo Tong”.

Di dalam dunia ini banyak pemandangan yang menggunakan

nama yang aneh-aneh, misalnia saja dengan gunung Lo Cin

san..Pocu pernah berpesiar ke atas gunung Lo Cin san ??” tanya Ti

Then.

“ Belum pernah ! “ sahutnya sambil gelengkan kepalanya.

“Ha.. ha. . ha “ di dalam gunung Lo Cin San itu ada sebuah gua

cupu-cupu itu hanya punya nama gua cupu-cupu saja padahal

sama sekali tidak mirip dengan sebuah cupu-cupu, sungguh tidak

tahu dia sedang jual jamu apa di dalam cupu-cu punya.”

Wi Ci To tertawa terbahak-bahak tetapi sama sekali tidak

memperlihatkan pendapat apa pun.

Sesudah semua orang selesai mendahar dengan diam-diam Wi Ci

To menggojangkan kakinya memberi tanda kepada Huang Puh Kian

Pek yang ditendang dengan kaki itu segera merasa tanyanya:

“Terhadap undangan pocu tadi siang apakah Ti-heng sudah

ngambil keputusan?”

“..,Benar “ sahut Ti Then sambil mengangguk.

-,Bagaimana?”

“Boanpwe mau menerimannya tetapi ada beberapa syarat...”

“Silahkan beri petunjuk”

“Boanpwe punya sifat suka bergerak dan dolan bilamana Pocu

berdua mengijinkan boanpwe untuk keluar masuk maka boanpwe

akan menyanggupi juga menyabat sebagai pimpinan dari Para

pendekar pedang”

"Apa yang dimaksud dengan keluar masuk dengan bebas?”tanya

Huang Puh Kian Pek_

“Misalnya boanpwe gemar berjalan-jalan keluar dari benteng,

harap Pocu berdua tidak melarang”

Wi Ci To tersenjum, sahutnya:

“Sesudah Ti-heng menerima jabatan sebagai pimpinan para

pendekar pedang dalam Benteng kami sudah tentu kita semua

merupakan orang scndiri sedang Lohu saja sama sekali tidak

melarang keluar masuk dari para pendekar pedang merah apalagi

diri Ti-heng ?”

“ Kalau memangnya demikian, boanpwe menerimanya hanya

saja bilamana tidak baik dalam cara memberi petunjuk harap Pocu

mau memaafkan !”-

-Ha ha ha ha . asalkan Ti-heng bisa menurunkan kepadaian silat

dari sepuluh bagian menjadi tiga bagian saja kepada para pendekar

pedang di dalam Benteng kami ini Lohu sudah merasa sangat puas

sekali?”

Berbicara sampai di sini sepasang tangannya mengangkat cawan

arak, dan bangkit berdiri ujarnya:

“Marilah Lohu akan menghormati Ti Cong Kauw-tauw secawan?”

Dengan tergesa-gesa Ti Then bangkit membalas hormatnya,

sahutnya.

“Tidak berani Pocu terlalu memandang tinggi diri Boanpwe !”

Maka Huang Puh Kian Pek, Shia Pek Tha, Hong Mong Ling serta

Wi Lian In berturut turut berdiri memberi hormat, membuat Ti Then

menjadi repot juga untuk membalasnya.

Sudah tentu Hong Mong Ling suka diluarnya, gemas di dalam

hatinya melihat hal ini.

Wi Ci To sendiri juga mungkin sengaja atau tidak mendadak

ujarnya kepada putrinya Wi Lian In sambil tersenjum.

“In-ji, selanjutnya kau pun harus sering minta petunjuk dari Ti

Cong Kiauw tauw ?”

Dengan tersenjum malu-malu sahut, Wi Lian In.

“Kepandaian silat Ti toaku sangat tinggi, sudah tentu putrimu

harus belajar dari dirinya?”

-Mulai besok pagi" ujar Wi Ci To lagi, “lohu akan mengumpulkan

seluruh jago pedang dari seluruh Benteng untuk mengumumkan Ti-

heng sebagai pimpinan seluruh pendekar dari benteng kita, tetapi,

tetapi. . . .”

Dia termenung berpikir sebentar, kemudian barulah ujarnya lagi:

- Kini sekali pun pendekar pedang merah yang berada di dalam

Benteng hanya dua puluh orang saja tetapi pendekar pedang putih

serta pendekar pedang hitam hampir mencapai dua ratusan,

bilamana Ti Kiauwtauw seorang harus memberi petunjuk berapa

ratus orang banyaknnya mungkin akan terlalu payah, baiklah

demikian saja, Lohu akan menunjuk sepuluh orang pendekar

pedang merah belajar terlebih dulu dari Ti Kiauw-tauw kemudian

dengan menggunakan tenaga dari kesepuluh orang pendekar

pedang merah menurunkan ilmu itu kepada para pendekar pedang

putih serta pendekar pedang hitam”

“Lalu Tia akan menunjuk siapa saja diantara sepuluh orang itu?”

tanya Wi Lian In.

“Yuan Ci Liong, Pan Kia Yang, Tay Tiauw Eng, Njoo Ceng Bu,

Tong Shit le, Lan Liang Kim, Lak Hong, Kian Ceng Haan, Hong Ling

dan kau”

Air muka Hong Mang Ling segera berubah menjadi merah

padam, ujarnya:

“Suhu, tecu punya rencana akan pergi ke Tiang An pada masa

sekarang ini, maka...”

Wi Ci To menjadi tidak senang, bentaknya:

“Kau tidak ingin belajar silat dari Ti heng?”

-Bukan . . bukan” ujar Hong Mong Ling dengan gugup” tecu

pernah menyanggupi In Moay untuk membelikan barang dikota

Tiang An.”

“Soal ini tidak perlu kau sendiri pergi beli, perkawinan kalian juga

tinggal tiga bulan lagi barang-barang yang In ji inginkan biarlah

beberapa hari lagi Lohu kirim orang untuk pergi membeli ?”

“Tetapi ... tetapi...” ujar Hong Mong Ling lagi dengan terputus

putus. ““Tecu ,.tecu juga . ..juga ingin sekalian menengok .”

Wi Ci To segera mengulap tangannya memutuskan pembicaraan

selanjutnya ujarnya :

“Tidak usah bilang lagi tidak ada urusan yang jauh lebih penting

lagi dari pada belajar ilmu silat dari Ti Kiauw-tauw ?”

Hong Mong Ling tidak berani berbicara lagi, dengan berdiam diri

dia menghabiskan daharnya.

Sesudah semuanya merasa kenyang maka bahan pembicaraan

pun beralih pada soal-soal remeh kehidupan sehari-hari saja, saat

malam semakin kelam itulah perjamuan baru bubar sedang Ti Then

pun bangkit mohon diri dan kcmbali kekamarnya sendiri.

Pelajan tua yang melajani dirinya begitu melihat dia sudah

kembali segera mengikuti dirinya masuk kadalam kamar, tangannya

diluruskan ke bawah dengan sangat hormatnya menanti perintah.

Tanya Ti Then dengan perlahan:

“Orang tua, siapa namamu?-.

“Lapor kongcu”- sahut pelajan tua itu dengan sangat hormat.

“Budakmu she Ci bernama Tiang Siang, pocu selamanya memanggil

budakmu dengan sebutan Lo Cia, lebih baik kongcu pun memanggil

budakmu dengan sebutan ini saja”

“Sudah berapa lama kau berdiam di dalam Benteng Pek Kiam Po

ini? “ tanya Ti Then lagi sambil tersenjum.

-,Sudah puluhan tahun lamanya sebelum pocu kami mendirikan

benteng Pek Kiam Po ini budakmu sudah mengikuti dirinya, jika

dihitung kurang lebih hampir mendekati empat puluh tahun

lamanya.-

“Kau mengikuti Pocu sudah demikian lamanya, sudah tentu

kepandaian silatnya tidak lemah?”

“Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi” sahut Locia sambil gelengkan

kepalanya.. “Budakmu tidak mem punyai bakat untuk belajar silat,

pernah Pocu menjuruh budakmu ikut dia belajar silat tetapi

selamanya tidak bisa berlatih dengan baik”

“Kali ini Pocu yang mengirim kau untuk melajani aku?

“Bukan” sahut Locia lagi sambil gelengkan kepalanya.

“Wakil Pocu yang mengirim budakmu kemari karena usia yang

sudah tua maka pada beberapa tahun ini budakmu berganti bekerja

di samping wakil Pocu-.

Ti Then mengangguk dengan perlahan dengan langkah yang

kalem dia berjalan mendekati jendela dan mendorong hingga

terpentang lebar, sambil menunjuk kesebuah bangunan berloteng

tanyanya.

“Ruangan itu sangat besar sekali siapa yang tinggal di sana?”

Dia teringat kembali akan pesan dari majikan patung emas,

bilamana hendak mengadakan hubungan dengan dia, pasang lampu

didekat jendela dan ketuk tiga kali kini dia harus memeriksa

keadaan disekeliling tempat itu, dia mengira bahwa bila mana diam

memasang lampu sebagai tanda hendak berhubungan dengan

majikan patung emas maka orang yang bisa melihat dengan sangat

jelas tandanya itu seharusnya orang yang berdiam di dalam loteng

itu, karena itulah dia sengaja menanya dengan sangat jelas.

Dengan cepat Lo-cia berjalan mendekati tubuhnya, sambil

menunjuk kearah bangunan loteng itu tanyanya.

“Kongcu menanyakan bangunan itu?”

¬-Benar.”

“Itu tempat kamar buku Pocu kami”

“Ooh.”kemudian dia menunjuk pula kearah bangunan loteng

yang berada disebetah kiri dimana bangunan itu berdiri sendiri,

tanyanya lagi:

“ Lalu yang itu?”

-Ooh, itu loteng penyimpanan kitab"

-Loteng penyimpanan kitab?” tanya Ti Then dengan penuh

keheranan.

-Benar, loteng penyimpanan kitab dari Pocu kami."

-Kalau sudah ada kamar baca buat apa mendirikan sebuah loteng

penyimpan kitab lagi ?”

-Pocu kami gemar membeli dan menyimpan kitab” ujar Lo-cia,

“Karena jumlah buku yang terlalu banyak hanya sebuah kamar baca

saja tidak cukup untuk menam pungnya maka sengaja mendirikan

sebuah loteng penyimpanan buku untuk menjmpan kitab-kitab

tersebut.

“Ooh..kiranya begitu, pada kemudian hari bilamana ada

kesempatan tentu aku akan pergi ke dalam untuk melihat-lihat

kitab, aku kira buku yang Pocu kalian simpan tentu merupakan

benda-benda yang sangat berharga... “

“Kiranya tidak mungkin bisa. “ potong Lo-cia.

“Kenapa ?”

perkataannya

tanya

Ti

Then

yang

dibuat

tertegun

oleh

“Loteng penyimpanan kitab itu selamania pocu kami melarang

orang lain memasukinya, termasuk wakil Pocu kami serta nona Wi

sendiri:

“Mungkin di dalamnya menyimpan banyak rahasia ?

~Tentang hal ini budakmu tidak tahu' sahut Lo-cia sambil

gelengkan kepalanya.

“Budakmu hanya tahu bahwa Pocu tidak mungkin akan

mengijinkan orang lain ikut dia memasuki loteng penyimpanan

kitabnya itu”

“Dia sendiri sering masuk ke sana?”

“Setiap lewat beberapa hari tentu dia masuk satu kali ke dalam,

dia senang seorang diri membaca buku di dalam tempat itu.

“Bagaimana kau bisa tahu dia membaca buku?” tanya Ti Then

sambil tersenjum.

“Tidak membaca buku, buat apa dia masuk ke dalam?”

“Mungkin juga di dalam loteng penyimpan kitab itu bersembunyi

seorang yang sangat misterius” sahut Ti Then dengan tersenjum.

Lo-cia menjadi tertawa terbahak-bahak sahutnya :

“Kongcu suka gujon, bilamana di dalam sana berdiam seseorang

saat ini tentu dia sudah mati kelaparan.

“Mana mungkin ?”

“Selamanya kami tidak pernah melihat Pocu membawa makanan

masuk ke dalam bilamana di dalam sana ada orang bukankah sudah

mati kelaparan ?”

Ti Then tertawa terbahak-babak, sambil menepuk bahunya

ujarnya lagi:

“Ha.ha ha ha , : . orang itu akan mati kelaparan karena dia

disebut Yan Yu Giok”

Lo-cia menjadi termangu-mangu beberapa saat kemudian

barulah menjadi sadar, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:

“Tidak salah ? tidak salah ? di dalam buku memang ada yang

disebut Yan Yu Giok..ha..haa.ha..”

Dengan perlahan Ti Then menutup jendela dan kembali ketempat

pembaringannya ujarnya.

“Di sini sudah tidak ada urusan, kau boleh beristirahat

Lo-cia segera menangkap tangannya memberi hormat, sahutnya

:

“Baiklah, budakmu berdiam dikamar sebelah bilamana kongcu

punya perintah silahkan mengetuk dinding tembok maka budakmu

akan mendengarnya”.

Sehabis berkata din mengundurkan diri dari dalam kamar.

Ti Then pun segera melepaskan pakaiannya dan berbaring

dengan tenang di atas pembaringan memikirkan berbagai persoalan

yang sangat rumit.

Menurut bukti yang dia dapatkan sampai saat ini dia merasa

bahwa Wi Ci To memang merupakan majikan patung emas itu,

maka sekarang yang dia ingin ketahui adalah selain Wi Ci To

menginginkan dirinya memperistri putrinya apa mungkin masih

ada„rencana” lainnya ? Loteng penyimpan kitab itu sampai wakil

Pocu serta putrinya sendiri pun tidak boleh masuk, mungkinkah di

dalamnya tersimpan berbagai macam barang yang berharga atau

menyimpan rahasia yang mem punyai hubungan yang sangat erat

dengan urusan ini?”

Di dalam suasana pemikiran yang sangat ruwet itulah tidak

terasa lagi dia jatuh pulas dengan sangat njenyaknya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali sipedang naga perak Huang

Puh Kiam Pek sudah mengumpulkan seluruh pendekar pedang yang

ada di dalam Benteng ketengah lapangan latihan silat.

Sebenarnya „Pendekar Pedang Merah" dari Benteng Pek Kiam Po

berjumlah sembilan puluh sembilan orang, tetapi ada tujuh puluh

empat orang sedang berkelana di dalam dunia kangouw karena

itulah saat ini yang berada ditengah lapangan termasuk Wi Liam In

serta Hong Mong Ling hanya berjumlah dua puluh lima orang.

Mereka berbaris dipaling depan kemudian disusul dengan ratusan

pendekar Pedang putih dan ratusan pendekar pedang hitam

sehingga seluruhnya berjumlah dua ratusan orang dengan sangat

rapinya berdiri berjajar ditengah lapangan, pada pinggang setiap

orang tersoren sebilah pedang panjang keadaannya sangat angler

dan gagah sekali. Tidak berselang lama sipedang naga emas Wi Ci

To beserta Ti Then sudah berjalan masuk ke dalam lapangan.

Wi Ci To langsung naik ke atas mimbar yang disediakan, sesudah

menerima penghormatan dari seluruh muridnya ujarnya dengan

suara yang sangat lantang :

“Saudara-Saudaraku sekalian ini hari lohu mengumpulkan kalian

di sini bertujuan hendak mengenalkan kepada kalian seorang

pendekar aneh dari Bu-lim yang masih sangat muda, orang itu

adalah pendekar baju hitam Ti Then yang sekararig berdiri di

hadapan Lohu.”

Dari tengah lapangan segera gemuruh suara tepukan serta sorak

sorai yang sangat ramai, sudah tentu suara tepukan dari pendekar

pedang putih serta pendekar pedang hitam yang paling ramai.

Ti Then menjadi repot untak membalas hormat kepada semua

hadirin. Menanti sesudah suara tepukan serta sorak sorai itu mereda

sambung Wi Ci To lagi :

“Nama besar dari pendekar baju hitam Ti Then tentunya kalian

sudah lama mendengar, dia merupakan seorang pendekar yang

suka menolong sesamanya berlaku adil bijaksana dan bersifat

jantan, apa lagi kepandaian silatnya sudah berhasil dilatih hingga

mencapai pada tarap kesempurnaan, kemarin sudah ada beberapa

orang pendekar pedang hitam yang dengan mata kepala sendirt

melihat kelihayan dari Ti Siauwhiap, mungkin mereka pun sudah

menceritakan keadaan itu kepada kalian oleh sebab itulah tentang

bagaimana kelihayan dan kepandaian yang dimiliki Ti siauwhiap

tidak perlu lohu ceritakan lagi di sini. Sekarang lohu akan

mengumumkan suatu berita baik kepada kalian jaitu Ti siauwhiap

sudah menerima tawaran lohu untuk menyabat sebagai pimpinan

dari seluruh pendekar pedang yang ada di dalam Benteng Pek Kiam

Po kita”

Suara tepukan dan sorak sorai sekali memecahkan kesunyian.

Sedang Ti Then pun dengan repot memberi hormat kepada semua

orang. Sambung Wi Ci To lagi,

“Kemungkinan sekali diantara kalian ada yang merasa bahwa Ti

Siauwhiap bukan orang Benteng kita sehingga tidak seharusnya

menyabat pimpinan ini, bilamana diantata kalian ada yang berpikir

secara demikian maka kalian sudah salah besar, pada saat Lohu

mendirikan Benteng ini pernah baca suatu keputusan bahwa

Benteng Pek Kiam Po yang Lohu dirikan ini bukanlah melulu untuk

mencari nama yang terkenal di dalam Bu-lim, semakin tidak punya

maksud untuk menduduki pucuk pimpinan diseluruh Bu-lim dan

tidak ingin bentrok atau saingan dengan partai-partai lainnya. Lohu

hanya ingin mengumpulkan para ahli ilmu pedang untuk bersama-

sama menjelidikinya, dengan semangat yang berkobar kobar

bersama sama menjelidiki kepandaian silat bersama-sama,

membasmi kejahatan berbuat baik, .berbuat amal menolong

sesamanya dan bersikap pendekar dimana pun, oleh karena itulah

asalkan orang yang berhati luhur dan mem punyai bakat di dalam

ilmu silat boleh menjadi anggota Benteng kita, diantara kalian pun

ada banyak yang bcrasal dari suatu perkumpulan atau partai yang

bcrbeda, dengan bakal ilmu yang lalu masuk ke dalam Benteng

karena itulah ini hari Lohu mengangkat Ti siauw hiap sebagai

pimpinan diantara kalian juga mengunakan alasan yang sama”

Dia berbenti sejenak sedang pada bibirnya pun tersungging suatu

senjuman, sambungnya:

“Sudah tentu diantara kalian ada yang merasa bahwa usia Ti

siauw-hiap masih sangat muda sedang usia kalian jauh iebih tua kini

diharuskan belajar silat dengan dia tidak urung akan merasa malu

juga soal ini merupakan suatu soal yang sangat biasa tetapi kalian

haruslah memahami suatu kenyataan yang dikatakan belajar ilmu

tidak mengingat tua atau muda yang mencapai terdahulu dialah

guru. Kepandaian silat dari Ti siauwhiap jauh melebihi kepandaian

kalian sudah tentu kalian harus menghormati dia sebagai guru-

Dia berhenti sejenak.lagi, sesudah memandang setiap pendekar

pedang yang berdiri di sana ujarnya lagi sambil tersenjum

“Untuk membuktikan kalau Ti siauwhiap punya hak dan punya

alasan yang kuat bertindak sebagai pimpinan kalian maka muiai

sekarang Lohu akan memberikan suatu kesempatan kepada kalian,

bagi siapa yang merasa tidak puas boleh keluar minta pelajaran dari

Ti Siauwhiap, Lo hu tidak akan marah, ada tidak?”

“Tidak ada”

Kedua puluh lima orang pendekar pedang merah tidak ada yang

bergerak dari tempatnya, sejak semula mereka sudah mendengar

kalau kemarin pagi dengan tidak melancarkan serangan apa pun Ti

Then sudah berhasil mengalahkan seorang pendekar pedang putih,

kemudian tidak sampai sepuluh jurus berhasil rnengalahkan si naga

Hong Mong Ling pula, di samping itu ada pula yang secara

sembunyi-sembunyi melihat Ti Then ketika dia sedang

mendemontrasikan ilmu meringankan tubuh serta ilmu pukulan

karena itu mereka merasa bahwa dirinya masih belum apa-apanya

jika dibandingkan dengan Ti Then, sudah tentu tidak ada yang

berani mengajukan dirinya.

Para pendekar pedang putih dan pendekar pedang hitam yang

berdiri di belakang sudah tentu semakin tidak berani bergerak lagi:

Senjuman yang menghiasi bibir Wi Ci To dengan pelahan

menghilang dari wajahnya dengan serius ujarnya.

“Bilamana tidak ada orang yang berani keluar untuk minta

pelajaran dengan Ti siauw-hiap maka sejak hari ini kalian semua

harus menghormati dirinya dan mengikuti petunjuknya, barang

siapa yang berani kurang ajar dengan Ti siauw-hiap maka Lohu

tidak akan mengam puni lagi”

Perkataannya barn saja selesai dari antara pendekar pedang

merah tiba-tiba terlihat seseorang mengacungkan tangan kanannya

agaknya dia hendak mengatakan sesuatu.

Orang itu merupakan seorang kakek tua berusia lima puluh

tahunan dengan bentuk tubuh yang kurus kecil tetapi kedua belah

pelipisnya menonjol keluar sepasang matanya memancarkan sinar

yang sangat tajam agaknya dia merupakan seorang jago

berkepandalan tinggi yang sempurna

Melihat hal itu ujar Wi Ci To de ngan cepat

“Ki Kiam-su apa mau minta pelajaran dari Ti siauw-hiap ?

“Benar“ sahut pendekar pedang merah she-Ki itu.

“Baiklah, kau kemarilah ?

Dengan langkah yang mantap pendekar pedang merah she-Ki itu

berjalan ke depan kemudian memberi hormat kepada Wi Ci To.

Dengan perlahan Wi Ci To menolak memandang Ti Then, sambil

tersenjum ujarnya:

“Lohu akan memperkenalkan dahulu pada Ti siauwhiap, dia

merupakan pendekar pedang merah yang paling tua diantara

lainnya yang disebut sebagai To Hun Kiam Khek atau pendekar

pedang pencabut sukma Ki Tong Hong” “

Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:

“Sudah lama mendengar nama besar dari saudara ini hari bisa

bertemu sungguh sangat beruntung sekali”

Si pendekar pedang pencabut sukma Ki Tong Hong

membalas hormat, sahutnya:

pun

“Tidak berani Ti siauw-hiap terlalu sungkan”

Dengan perlahan dia menoleh kearah Wi Ci To ujarnya sambil

tersenjum:

“Pocu, hamba tahu bahwa hamba bukan tandingan dari Ti siauw-

hiap tetapi dalam hal kepandaian silat yang diutamakan adalah

pengalaman di dalam menghadapi musuh, dengan memberanikan

diri hamba ingin mencoba-coba pengalaman dari Ti slauwhiap.”

“Baik., mau mencoba dengan tiara apa..”

Sahut si pendekar pedang pencabut sukma Ki Tong Hong dengan

perlahan.

“Kepandaian silat dari Ti siauw-hiap sudah mencapai pada taraf

kesempurnaan hal ini hamba dengar dari saudara saudara sekalian,

di dalam demonstrasi sudah tentu berbeda dengan pertempuran-

yang menentukan mati hidup seseorang, bilamana bisa memperoleh

kemenangan ditengah pertempuran dengan senyata tajam yang

sungguh-sungguh dapat dihitung liehay”

“Jadi maksudmu akan bertempur dengan Ti siauwhiap di dalam

suatu pertempuran yang menentukan mati hidup?” tanya Wi Ci To

dengan nyaring.

“Benar” sahut Ki Tong Hong, “Dengan memggunakan seluruh

kekuatan berusaha mengalahkan pihak lain, dalam turun tangan

tidak boleh menaruh belas kasihan sedang bilamana salah satu

menerima luka juga tidak diperkenankan menyalahkan”

Mendengar perkataan itu Wi Ci To mengerutkan alisnya, sambil

menoleh kearali Ti Then tanyanya,

“Bagaimana pendapat dari Ti siauwhiap ?

-Bagus” boanpwe akan menggunakan nyawaku sebagai jaminan

untuk menemani saudara ini”

Wi Ci To menoleh lagi kearah Ki Tong Hong tanyanya :

“Kau siap hendak menggunakan kepandaian apa bertempur

melawan Ti Siauw- hiap ?

“Yang terutama sudah tentu harus menggunakan pedang, tetapi

hamba tadi sudah bilang kalau pertempuran ini merupakan suatu

pertempuran yang menentukan mati hidup seseorang sehingga

harus menggunakan seluruh kepandaian yang dimilikinya untuk

bertempur tidak perduli dengan menggunakan kepandaian yang

ganas atau kejam macam apa pun boleh digunakan”

“Baiklah” ujar Wi Ci To “ bilamana kau mem punyai kemungkinan

untuk membinasakan Ti siauw-hiap Lohu tentu tidak akan

menyalahkan kau tetapi bilamana sampai kau dikalahkan oleh Ti

Siauw¬hiap sehingga menderita cacad jangan sampai mendendam

di dalam hati”

“Hal ini sudah tentu”

Dengan perlahan Wi Ci To mengangkat kepalanya serunya

dengan keras:

-Hong Ling, pinyamkan pedangmu kepada Ti Siauw-hiap ?

Mendengar perkataan itu dalam hati Hong Mong Ling menjadi

sangat girang segera dia melepaskan pedangnya dari pinggang dan

berjalan ke depan menjerahkan pedang berikut sarungnya kepada

Ti Then.

Pada wajahnya menampilkan perasaan yang sangat girang sekali.

Bagaimana dia bisa girang ?

Ti Then menyambut pedang itu sedang dalam hati pikirnya :

“Orang ini begitu mendengar Wi Ci To menjuruh dia

meminyamkan pedangnya kepadaku pada air mukanya segera

memperlihatkan perasaan girang, apa mungkin dia sudah

bersekongkol dengan Ki Tong Hong untuk melaksanakan sebuah

rencana keji untuk mencelakai diriku ?”

Berpikir sampai di sini segera dia mencabut pedangnya dan

memeriksa dengan teliti.

Sesudah memeriksa seluruh bagian dari pedang itu ternyata

sedikit pun tidak menemukan tempat-tempat curiga apa pun.

Akhirnya dia menyingkirkan sarung pedang itu ke samping

kemudian bergeser tiga langkah ke samping, kepada Ki Tong Hong

ujarnya sambil tertawa :

“Ki cianpwe silahkan melancarkan serangan.”

Ki Tong Hong pun mencabut keluar pedangnya dengan nyaring

sahutnya : Ti siauw-hiap harap berhati-hati, cayhe dalam dunia

kangouw terkenal sebagai orang yang suka mengadu jiwa, banyak

akal dan jadi orang licik bahkan pekerjaan yang paling rendah juga

bisa aku keluarkan.”

Sekali pun perkataannya ini diucapkan dengan nada bergurau

tetapi cukup membuat orang yang mendengar merasa ngeri dan

bergidik: Kiranya si pendekar pedang pencabut sukma ini

merupakan seorang jago „tanpa am pun” yang sangat terkenal,

hanya saja dia khusus turun tangan terhadap orang-orang dari

golongan Hek-to saja sehingga dengan demikian Wi Ci To juga tidak

bisa mengambil tindakan atau hukuman terhadap dirinya.

Dengan sangat tenang Ti Then tersenjum ujarnya :

“Terima kasih atas peringatanmu, kan melancarkan serangan.”

“Maaf” mendadak tubuhnya maju tiga langkah ke depan

pedangnya diputar setengah lingkaran ditengah udara kemudian

menusuk ke depan dengan kekuatan yang sangat luar biasa.

Gerakan ini dilakukan begitu cepatnya sehingga mirip dengan

berkelebatnya sinar kilat, sungguh tidak malu disebut sebagai

seorang pendekar pedang yang kenamaan.

Sebaliknya Ti Then sudah bisa melihat kalau serangan yang

dilancarkan ini merupakan suatu jurus serangan tangan kosong

maka tubuhnya sama sekali tidak bergerak atau menghindar bahkan

pedangnya pun tidak diangkat untuk balas melancarkan serangan.

Ki Tong Hong melihat dia tidak mau juga melancarkan serangan

segera menarik. kembali serangan kosongnya itu ditengah jalan,

jurus serangan segera berubah dari menusuk mendiadi gerakan

menabas, tubuhnya mendesakmaju lagi ke depan dari arah dada

kini berubah menyambar pinggang Ti Then.

Diantara berkelebatnya sinar pedang tahu-tahu pedang itu sudah

mencapai pinggang Ti Then tidak lebih sejauh tiga cun.

Saat itulah Ti Then baru bersuit nyaring, mendadak tubuhnya

melonyak ke atas dengan menggunakan jurus 'Yan Cu Can Swi”

atau burung walet menyapu air, sedang pedangnya ditekan ke

bawah memusnahkan jurus serangan itu.

Jurus serangan ini diika dilihat dari depannya sekali pun mirip

dengan sebuah jurus untuk menangkis serangan musuh tetapi di

belakang dari jurus serangan selandutnya secara diam-diam

tersembunyi sebuah serangan dahsyat yang mematikan.

Dia percaya bahwa Ki Tong Hong akan sukar untuk

menghindarkan diri dari jurus serangan yang mematikan ini hanya

saja dia tidak ingin mematikan nyawa dari Ki Tong Hong dalam hati

dia hanya punya niat melukai Ki Tong Hong saja

Siapa tahu, begitu pedangnya digunakan untuk menangkis

serangan pihak lawan suatu peristiwa yang diluar dugaan telah

terjadi terhadap dirinya.

“Criiiing . “ dengan menimbulkan suara yang sangat nyaring

pedang yang digunakan untuk menangkis serangan pedang dari Ki

Tong Hong menjadi terasa sangat ringan sekali.

Pedangnya sudah terputus...??

Bahkan putusnya dari ujung gagang pedang hingga ujung

pedangnya sendiri.

Terhadap setiap jago berkepandaian tinggi dari Bu-lim peristiwa

ini boleh dikata merupakan suatu peristiya yang sangat menakutkan

sekali.

Sesaat Ti Then sedang merasa tertegun itulah dia hanya

merasakan pinggangnya terasa amat sakit ternyata dia sudah

berhasil dilukai oleh pedang Ki Tong Hong yang tidak mau menyia-

nyiakan ke sempatan yang sangat baik itu.

Darah segar segera memancar keluar membasahi seluruh

pakaiannya.

“Tahan ?” bentak Wi Ci To dengan cepat.

Dengan cepat Ki.Tong Hong mengundurkan diri ke belakang

hingga beberapa kaki jauhnya dari tempat semula:

-Pocu, kenapa ?” ujar Ti Then sambil tersenjum:

“Lukamu tidak mengapa bukan ?” tanya Wi Ci To.

“Ha ha ha ha , tidak sampai binasa”

“Hal ini merupakan suatu peristiwa yang diluar dugaan, bilamana

bukannya pedang itu terputus kau pun tidak sampai menderita luka,

biarlah sekarang ganti sebilah pedang lagi untuk melanjutkan

bertempur”-

Pada saat dia bilang “Peristiwa yang di luar dugaan itu dengan

tanpa sadar dia sudah melirik sekejap kearah Hong Mong Ling

agaknya dalam hati dia sudah tahu kalau hal ini merupakan

permainan licik dari Hong Mong Ling.

“Tidak bisa ganti pedang baru-

“Kenapa” tanya Wi Ci To dengan tercengang.

“Tadi Ki cianpwe sudah memberi penjelasan dengan sangat jelas

sekali, dia bilang dia mau bertempur di dalam pengalaman

bertempur dengan diri boanpwe sedang putusnya pedang sekali pun

merupakan suatu peristiwa yang berada diluar dugaan bilamana

boanpwe tidak segera bisa mengubah keadaan bahaja menjadi

keadaan yang menguntungkan hal ini mengertikan kalau

pengalaman boanpwe masih sangat cetek

-Jika demikian adanya kau sudah mengakui kalau sudah

dikalahkan?” ujar Wi Ci To keren sedang air mukanya berubah

menjadi demikian seriusnya.

“Tidak” sahut Ti Then tegas, “Boanpwe juga tidak akan mengakui

kalah karena sebelumnya Ki ciatipwe sudah beri penjelasan bahwa

pertempuran ini merupakan suatu pertempuran yang menentukan

mati hidup sedang kini boanpwe hanya menderita suatu luka sangat

ringan, ha ha ha belum sampai terbinasa”,

“Kalau memangnya demikian kau boleh ganti dengan sebilah

pedang lainnya”

“Tidak

bisa”

ujar

Ti

Than

sambil

menggelengkan

kepalanya”Kedua belah pihak dengan menggunakan nyawanya

bertempur mati-matian bilamana satu pihak terputus pedangnya

sudah tentu pihak yang lain tidak akan mengijinkan pihak yang

terputus pedangnya berganti dengan pedang baru, maka itulah

bilamana boanpwe sampai bertukar dengan pedang yang baru ini

namanya tidak adil”

Sehabis berkata dia membuang gagang pedang itu ke atas tanah

dan berjalan mendekati Ki Tong Hong, ujarnya tersenjum.

“Ki cianpwe silahkan melanjutkan serangan selanjutnya”

Ki Tong Hong melihat pinggangnya terluka dan darah segar

masih terus menerus mengalir keluar dengan derasnya tetapi dia

sama sekali tidak melihatnia barang sekejap pun tak terasa hatinya

menjadi tergetar, juga, sambil mundur satu langkah ke belakang

ujarnya sambil tersenjum

“Ti siauw-hiap sudah terluka, biarlah sampai di sini saja

pertempuran kita kali ini”

Ti Then tertawa dingin ujarnya:

“Kau tak .mau turun tangan, cayhe akan turun tangan terlebih

dahulu.”

“Baiklah” ujar Ki Tong Hong sambil tertawa serak. “ Kau dengan

menggunakan tangan kosong melanjutkan pertempuran ini, baiklah

kau terlebih dahulu yang menjerang. “

Ti Then hanya mengangguk dengan perlahan, mendadak

tubuhnya mendesak maju ke depan dua langkah tangaanya dengan

sangat perlahan ditepuk kearah depan.

Ki Tong Hong tidak berani berlaku gegabah dengan tergesa-gesa

dia menggeserkan diri ke samping, dari sebelah samping segera

melancarkan satu serangan dahsyat menusuk jalan darah “Yu Bun

Hiat" di bawah dada Ti Then.

Pada saat dia melancarkan serangan tusukan yang sangat

dahsyat itulah mendadak tubuh Ti Then berkelebat dengan sangat

cepat dan tahu-tahu Ki Tong Hong te!ah kehilangan bajangan

musuhnya.

Menanti dia merasakan kalau Ti Then sudah berada di belakang

tubuhnya saat itulah belakang lehernya sudah bérhasil dicengkeram

oleh Ti Then dan dilemparkan seluruh tubuhnya ketengah udara.

Kecepatan gerakannya demikian dahsyatnya sehingga Wi Ci To

sendiri pun belum sempat melihat dengan jelas gerakan apa yang

dilakukan tubuh dari Ki Tong Hong sudah terlempar ketengah udara.

“Bluuk...” dengan mengeluarkan suara yang keras tubuh Ki Tong

Hong yang dilemparkan Ti Then itu terjatuh ke atas tanah beberapa

kaki dari tempat semula, untuk beberapa saat lamanya tidak

sanggup untuk berdiri:

Setiap hadirin di dalam lapangan itu dibuat menjadi pada

melongo, air mukanya berubah menjadi pucat pasi siapa pun tidak

pernah menyangka dan siapa pun tidak akan percaya kalau Ti Then

berhasil menguasai seorang pendekar pedang merah yang tertua

dari Benteng Pek Kiam Po hanya di dalam satu jurus saja dengan

menggunakan tangan kosong, Tetapi peristiwa yang sesungguhnya

telah terjadi di hadapan mata mereka semua.

Untuk beberapa saat lamanya seluruh lapangan menjadi sunyi

senyap, secara samar-samar diliputi oleh selapis napsu untuk

membunuh yang sangat hebat.

Para pendekar pedang merah lainnya dari perasaan terkejut kini

berubah menjadi perasaan gusar yang meluap-meluap karena

mereka rasa kalau Ti Then terlalu menghina Ki Tong Hong yang

dibantingnya dengan demikian kerasnya.

Seat itulah agaknya Wi Ci To pun merasakan keadaan yang aneh

itu segera bentaknya dengan keren:

“Njoo Kiam-su, cepat bangunkan Ki Kiam-su dan bawa ke

samping

Seorang pendekar pedang merah segera menyahut dan

membangunkan tubuh Ki Tong Hong, dengan perlahan dia

membimbing dirinya mengundurkan diri dari la¬pangan untuk

beristirahat dihalaman belakang.

Air muka Wi Ci To berubah menjadi sangat keren, sambil

menyapu sekejap kearah para pendekar pedang merah ujarnya lagi

dengan keren

“Saudara sekalian, ini semua adalah keluhuran dari hati Ti Kiauw-

tauw yang tidak menggunakan akal licik apa pun juga, dia

menggunakan kepandaian silat yang sesungguhnya mengalahkan

Ki-kiam-su, diantara kalian bilamana ada yang masih tidak puas

boleh minta pelajaran darinya saat ini juga”

Para pendekar pedang merah yang melihat wajah Pocu mereka

sudah berubah menjadi demikian serius serta kerennya tidak terasa

pada merasa jeri apalagi mereka pun merasa kalau kepandaian silat

dari Ti Then sudah mencapai pada taraf yang sangat tinggi,

sehingga dengan demikian tak seorang pun yang berani keluar

untuk men coba-coba.

Setelah menanti beberapa seat lamanya Wi Ci To melihat tak

adaseorang pun yang berani keluar minta pelajaran segera ujarnya:

“Kalau memang sudah tidak ada lagi tetap dengan perkataan

lohu tadi sejak ini hari kalian harus menghormati dan menurut

perkataan dari Ti siauw-hiap, bilamana ada orang yang berani

berlaku kurang ajar terhadap dirinya maka lohu akan segera

mengusir dia dari dalam Benteng Pek Kiam Po ini”

Sehabis berkata dia turun dari mimbar ujarnya kepada Ti Then:

“Ti Kiauw-tauw

penghormatan “

silahkan

naik

mimbar

untuk

menerima

“Buat apa harus demikian” ujar Ti Then sambil tersenjum.

“Harus berbuat demikian, ini merupakan peraturan dari Benteng

kami”

Terpaksa dengan langkah yang periahan Ti Then berjalan naik ke

atas mimbar sesudah menerima penghormatan dan sorak sorak dari

seluruh pendekar pedang yang ada ditengah lapangan dia

merangkap tangannya membalas hormat, ujarnya

“Saudara-Saudaraku sekalian, dengan mendapatkan perhatian

dari Pocu terpaksa cayhe menerima jabatan sebagal pimpinan dari

saudara-saudara sekalian, semoga saja saudara-saudaraku sekalian

jangan terlalu memandang tinggi kepada diri cayhe, cayhe harap

kalian dengan menggunakan kedudukan sesama saudara saling

hormat menghormati, saling belajar ilmu silat dan saling bantu

membantu disegala bidang, sejak ini bilamana cay he melakukan

kesalahan harap sandara-sandara sekalian mau memberi petunjuk”

Sehabis berkata dia memberi hormat lagi dan turun dari atas

mimbar.

Sesudah itu Wi Ci To lah yang angkat bicara ujarnya:

“Sejak besok pagi Ti Kiauw-tauw akan mulai memberikan

petunjuk-petunjuk dalam ilmu silat, untuk ini yang akan menerima

petundiuk adalab Yuan Ci Long -Fan Kia Yong, Tay Tiauw Eng, Njoo

Ceng Bu Tong Shu In Lin Liang, Kim Lok Hong, Kian Ceng Haan,

Mong Ling serta Lian In dari pendekar pedang merah, kalian

sepuluh orang setiap pagi harus sudah berkumpul di sini tanpa ada

alasan untuk meninggakannya”

Sehabis berkata dia menoleh kearah si pedang naga perak Huang

Puh Kian Pek sambil tanyanya:

- Sute kau punya urusan ?

“Tidak ada ?

“Baiklah, sekarang kalian boleh bubar”

Sekembalinya Ti Then ke dalam kamarnya sebentar kemudian

Shia Pek Tha sudah datang lagi dengan membawa dua stel pakaian

berserta obat luka, ujarnya sambil tertawa:

-Ti-heng cayhe mendapat perintah dari pocu sengaja datang

untuk mengobati luka dari Ti-heng--

-Aah , tidak berani, hanya suatu luka yang sangat kecil biarlah

siauw-te turun tangan sendiri”

Dia melepaskan pakaian bagian atasnya terlihatlah pada

pinggangnya tergores sebuah luka sepanjang empat cun dengan

dalam setengah cun, sedang darah segar masih terus mengalir

keluar dengan derasnya tak terasa dia tertawa pahit, ujarnya:

“Heei . . untung saja nyawaku belum dipanggil oleh Thian,

bilamana tergurat setengah cun lebih dalam lagi kiranya sejak tadi

sudah binasa”

Sambil membantu Ti Then membalut lukanya ujar Shia Pek Tha:

“Memang sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh,

sekali pun pedang dari Mong Ling bukan merupakan pedang kuno

yang antik tetapi merupakan suatu pedang yang bagus, bagaimana

secara mendadak bisa putus sendiri ?”

“Mungkin pedang itu ada kekuatan gaibnya sehingga lebih baik

putus dari pada aku yang memakainya ?”

Shia Pek Tha menoleh memandang keluar pintu kamar kemudian

ujarnya dengan suara perlahan:

“Ti-heng tidak akan mencurigai hal itu perbuatan licik dari Mong

Ling bukan?”

-.Tidak ! tidak” ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. - Mong

Ling heng merupakan seorang budiman bagaimana bisa melakukan

pekerjaan semacam ini”

Siauw-te kira hal itu hanya merupakan suatu peristiwa diluar

dugaan saja”

- Aku pikir dia tidak mungkin bisa berbuat demikian, kau sudah

menolong dia kembali ke dalam benteng kenapa dia harus

membalas suatu budi dengan dendam ?

Sesudah lukanya dibalut dan berganti dengan sebuah pakaian

semangat Ti Then telah pulih kembali, ujarnya:

“Mari pergi, kita pergi lihat Ki Kiam su itu”

“Sesudah terbanting dengan keras oleh kau kini dia masih

terlentang di atas pembaringan, bilamana sekarang kita pergi

menengok dirinya, kiranya...”

“ Dia akan berpikir secara bagaimana pun sesukanya, pokoknya

hal ini merupakan kejujuran dari hati siauw-te.”

- Baiklah” ujar Shia Pek Tha sambil mengangguk, “Cayhe akan

membawa Ti-heng ke sana.”

Ketika mereka berdua sampai di depan kamar Ki Tong Hong

terlihatlah pintu kamar terbuka lebar-lebar, Ki Tong Hong berbaring

di atas pembaringan sedang di depan pembaringan berdirilah empat

orang pendekar pedang merah Hong Mong Ling merupakan salah

satu diantaranya, entah mereka waktu itu sedang membicarakan

soal apa tetapi begitu melihat kedatangan Ti Then segera bersarna-

sama menutup mulutnya rapat-rapat sedang pada air mukanya

memperlihatkan perasaan terkejutnya.

Dengan langkah perlahan Ti Then berjalan masuk ke dalam

kamar, kepada Ki Tang Hong yang berbaring di atas pembaringan

dia merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya:

“Maaf tadi

bagaimana?"

sudah

melukai

Ki

toako,

entah

kini

merasa

“Untung masih baik” sahut Ki Tong Hong dengan tawar, “Atas

kemurahan

Kiauw-tauw yang tidak turun tangan jahat cayhe merasa sangat

berterima kasih”

“Heei . . . tadi siawwte tidak sempat menahan diri sehingga

mambuat Ki toako terluka, dalam hati merasa tidak enak”-

“Kiauw-tauw terlalu sungkan, cayhe belajar ilmu tidak rajin

bagaimana harus menyalahkan diri kiauwtauw”

“Semoga Ki Toako jangan sampai memasukkan peristiwa hari ini

ke dalam hati”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 5.1. Mengusir Pendekar pedang tangan kiri Cian Pit

Yuan

“Sudah tentu, sudah tentu” ujar Ki Tong Hong, “Sekali pun cayhe

telah mengalami kekalahan total tetapi di dalam hati merasa sangat

girang, sejak hari ini di dalam benteng terdapat seorang Ti

Kiauwtauw yang memimpin hal ini merupakan suatu keuntungan

bagi seluruh pendekar pedang dari benteng kami”

Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Shia Pek Tha, ujarnya

sambil tertawa:

“Shia heng, siauwte ingin menggunakan uang saku sendiri

menyamu seluruh saudara-saudara dari Benteng, kau bilang kurang

lebih harus membutuhkan uang berapa?”

“Ti kiawtauw tidak usah berbuat demikian” ujar Shia Pek Tha

sambil tertawa, “Seharusnya dari pihak kami yang menyamu kau”

“Tidak, tidak..siauwte akan mengundang...tiga puluh meja

perjamuan, seratus tahil uang perak cukup tidak?”

“Ha ha ha ha...satu meja perjamuan tiga tahil perak, ini sudah

merupakan suatu perjamuan yang mewah”

“Siauwte juga hanya memiliki seratus tahil saja, kalau

memangnya sudah cukup, baiklah kita putuskan demikian saja, mari

kita laporkan pada Pocu malam ini kita bersama-sama bergembira”

Malam itu seluruh lapangan latihan silat telah penuh dengan

meja-meja perjamuan yang diatur dengan sangat rapih, lampu

menerangi seluruh penjuru, dengan tenangnya Pocu sendiri si

pedang naga emas Wi Ci To sampai orang yang terbawah pendekar

pedang hitam kini menjadi tamu sendiri Ti Then, dua ratus orang

banyaknya bersama-sama bergembira pada meja perjamuannya

masing-masing membuat suasana demikian ramainya.

Ti Then sendiri satu persatu menghormati setiap meja perjamuan

dengan secawan arak, sikapnya sangat ramah dan simpatik

sehingga orang-orang yang semula merasa tidak senang dengan

kehadirannya ini lama kelamaan timbul pula perasaan simpatik dari

dalam hati mereka.

Tetapi karena orang yang harus dihormati demikian banyaknya

membuat dia makin lama semakin mabok oleh air kata-kata itu.

Wi Ci To yang melihat langkahnya mulai gentajangan segera

ujarnya pada Shia Pek Tha sambil tertawa:

“Pek Tha, Ti kiauwtauw sudah tidak kuat dengan kekuatan arak,

cepat antar dia ke dalam kamar untuk beristirahat”

Dengan sangat hormat Shia Pek Tha menyahut, segera dia

meninggalkan meja perjamuan, mendekati Ti Then yang sedang

minum dengan puasnya di samping Ki Tong Hong, ujarnya dengan

perlahan:

“Ti Kiauwtauw, kamu orang sudah mabuk”

Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Ki toako, mari kita

teguk secawan lagi”

“Bila Ti Kiauwtauw tidak mau istirahat sebentar ke dalam kamar

lebih baik kurangi sedikit dalam meneguk arak, kamu orang sudah

meneguk terlalu banyak”

Ti Then sesudah saling meneguk secawan arak dengan Ki Tong

Hong segera putar tubuhnya dengan sempojongan dia berjalan

kembali ke meja perjamuan Wi Ci To, ujarnya sambil tersenjum:

“Wi pocu, boanpwe sama sekali tidak mabok, harap kamu orang

tua legakan hati”

“Ha ha ha ha...” sahut Wi Ci To sambil tertawa, “Lohu lihat kamu

orang sudah menghabiskan tiga puluh cawan arak, bilamana tidak

berhenti mungkin kamu orang sebagai majikan akan rubuh terlebih

dahulu”

“Tidak mengapa...tidak mengapa, justru karena mabuk membuat

hati menjadi semakin tenteram, boanpwe pernah satu kali meneguk

menghabiskan arak sebanyak delapan kati akhirnya otakku masih

tetap segar dan bersih”

“Heeei..buat apa kamu orang meneguk arak sebegitu banyaknya,

haruslah kamu orang ketahui banyak minum merusak badan apalagi

lukamu belum sembuh benar-benar”

“Ha ha ha...” sahut Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak,

“Boanpwe tidak takut merusak badan, hanya takut semakin miunum

semakin tidak mabok”

Wi Ci To tersenjum, tanyanya: “Kau gemar minum arak hingga

mabok?”

“Sekali mabok menghilangkan beribu-ribu macam kemurungan di

dalam hati, boanpwe kepingin sekali mabok selamanya tidak sadar

kembali..semakin mabok semakin tenang semakin sadar semakin

memusingkan kepala”

Wi Ci To yang mendengar perkataannya ini segera memandang

tajam wajahnya, tanyanya lagi: “Kamu punya kemurungan hati?”

“Benar, kemurungan yang sangat banyak sekali, misalnya

...ehmm..misalnya ada seorang lelaki menjual obat tetapi boanpwe

sama sekali tidak tahu di dalam cupu-cu punya menjual obat macam

apa?”

Wi Ci To yang mendengar kata-kata dalam keadaan mabok itu

tidak terasa menjadi tertawa geli, ujarnya: “Coba lihat, kamu masih

bilang tidak mabok..”

Baru saja kata-kata ‘mabok’ keluar dari mulutnya sekonyong-

konyong..sebuah benda melayang turun dengan cepatnya dari

tengah udara.

“Braaak..” dengan menimbulkan suara yang keras benda itu

tepat terjatuh di atas meja perjamuan membuat cawan serta

mangkok pada beterbangan dan jatuh ke atas tanah.

Orang-Orang yang duduk dimeja perjamuan itubegitu melihat

benda tersebut tidak tertahan lagi air mukanya segera berubah

hebat, sambil menjerit kaget mereka pada meloncat berdiri dari

tempatnya masing-masing.

Coba anda terka benda macam apa yang terjatuh dari tengah

udara itu?

Ternyata sebutir batok kepala manusia yang masih meneteskan

darah segar dari bekas bacokannya.

Shia Pek Tha yang melihat kejadian itu segera berteriak keras:

“Oh Thian, bukahkah dia adalah Kang Kian Sian dari pendekar

pedang hitam?”

Sepasang mata dari Wi Ci To berubah menjadi merah padam,

dengan berat tanyanya: “Dia sedang meronda di atas gunung?”

“Benar!” sahut Shia Pek Tha.

Di dalam sekejap mata saja semua orang sudah bisa menduga

peristiwa apa yang sedang terjadi, seluruh hadirin menjadi tenang

kembali keadaan begitu sunyi senyapnya sehingga tidak terdengar

sedikit suara pun, masing-masing tangan dengan kencang mencekal

gagang pedangnya masing-masing sedang seluruh perhatian

ditujukan siap menghadapi perubahan yang bakal terjadi.

+++

“Siapa yang datang?” tanya Ti Then dengan perlahan.

Wi Ci To menggelengkan kepalanya, agaknya dia sendiri pun

tidak tahu, tubuhnya dengan perlahan bangkit berdiri dari kursi,

ujarnya dengan nada yang berat:

“Kawan dari mana yang sudah datang mengunjungi benteng

kami, silahkan unjukkan diri untuk bertemu”

Suatu suara aneh yang sangat menjeramkan segera

berkumandang datang dari atas wuwungan rumah di samping kiri

lapangan latihan silat itu, sahutnya dengan seram:

“Aku, he he he..orang she Wi sungguh pandai kamu orang

bersenang senang mengadakan perjamuan hingga jauh malam

tetapi tahukah kamu orang majat-majat yang bergelimpangan di

tengah jalan sudah mulai mendingin?”

Para pendekar pedang merah yang ada ditengah perjamuan

begitu mendengar di atas wuwungan rumah ada orang segera siap

menubruk ke atas, saat itulah Wi Ci To sudah membentak dengan

keras: “Jangan bergerak!”

Para pendekar pedang merah tidak berani membangkang

perintahnya terpaksa duduk kembali ketempatnya masing-masing.

“Siapa sebenarnya saudara itu?”

“He he..kawan lamamu” sahut orang itu sambil tertawa

menjeramkan.

“Hmm..hmm..selamanya lohu hanya bersahabat dengan orang-

orang jujur dan suka berterus terang, selamanya belum

pernahberkenalan dengan seorang manusia yang suka main

sembunyi-sembunyi seperti anak kura-kura”

Orang itu tertawa terbahak-bahak, sahutnya: “Lohu sendiri juga

tidak punya niat untuk main sembunyi-sembunyi seperti cucu kura-

kura”

Sambil berkata terlihatlah sesosok bajangan manusia dengan

kecepatan yang luar biasa melayang turun dari atas atap. Gerakan

tubuhnya sangat ringan bagaikan burung walet, di dalam sekejap

mata saja dia sudah melayang turun beberapa kaki diluar lapangan

latihan silat tersebut. Rumah itu jaraknya dengan permukaan tanah

tidak lebih setinggi tujuh delapan kaki, kini dengan satu kali

lompatan saja ternyata dia bisa melayang turun dengan mudahnya

hal ini dengan jelas memperlihatkan kalau ilmu meringankan

tubuhnya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan.

Bentuk tubuhnya kaku persis seperti sesosok majat hidup yang

baru saja bangkit dari kuburan.

Jika dilihat usianya kurang lebih diantara enam puluhan, tinggi

tubuhnya sedengan sedang bentuknya kurus kering rambutnya

terurai awut-awutan, wajahnya kotor dan baju yang dipakainya pun

compang camping persis seperti orang pengemis, hanya saja

dipinggang sebelah kanannya tersoren sebilah pedang panjang.

Di samping itu dia memiliki sepasang mata yang sangat tajam

bagaikan sambaran kilat, pada saat berkelebat membuat orang yang

melihat pada bergidik saking ngerinya.

Diam-diam Wi Ci To menghembuskan napas dingin, karena walau

pun dia tidak tahu siapa orang itu tetapi dalam hatinya sadar kalau

malam ini kedatangan seorang musuh yang sangat tangguh.

Sesudah berhasil menenangkan pikirannya barulah ujarnya: “Maaf

pandangan lohu sudah lamur, siapakah sebenarnya saudara ini?”

Orang aneh itu mementangkan mulutnya tertawa dingin sehingga

terlihatlah sebaris giginya yang kuning memuakkan, sahutnya:

“Selama beberapa tahun ini Wi Pocu selalu memimpin Bu-lim,

kedudukannya pun sangat terhormat, tidak aneh kalau sudah

melupakan kawan lama”

“Hemmm..hmm..”ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin tak henti-

henti-nya: “Walau pun sudah lama Lohu mem punyai kedudukan

sebagai pimpinan seluruh Bu-lim tetapi selamanya tidak pernah

terlalu memandang tinggi kedudukan ini, asalkan kawan-kawan

karib dari satu jalan yang sama Lohu tidak akan melupakan untuk

selamanya”

“Tetapi kamu orang sudah lupakan aku?”

“Hal ini dikarenakan saudara memang bukannya kawan lama dari

Lohu”

Mendadak Huang Puh Kian Pek berjalan mendekati Wi Ci To,

ujarnya dengan perlahan: “Suheng coba lihat telinga kanannya!”

Mendengar perkataan itu dengan cepat Wi Ci To

telinga sebelah kanan dari orang itu dengan sangat

dia baru menemukan kalau telinga kanannya jauh

telinga kirinya, tidak tertahan tubuhnya tergetar

keras, serunya:

memperhatikan

teliti saat itulah

lebih kecil dari

dengan sangat

“Haaa? Kau adalah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit

Yuan?”

“Ha ha ha..bagus sekali, bagus sekali..akhirnya

juga..sungguh untung sekali..untung sekali”

kenal

Walau pun Wi Ci To boleh dihitung merupakan seorang yang

sangat tenang tetapi saat ini pada wajahnya tidak urung

menampilkan perasaan terkejutnya juga, sama sekali tidak terduga

olehnya si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan yang pada

masa lalu merupakan seorang pemuda tampan kini sudah berubah

menjadi seorang jelek yang sangat mengerikan.

Yang datang tidak akan punya maksud baik, yang bermaksud

baik tidak akan datang, ini hari si pendekar pedang tangan kiri Cian

Pit Yuan muncul ditempat itu sudah tentu membawa maksud yang

tidak baik, apalagi jika dilihat gerak-geriknya yang tambah lincah

agaknya sukar untuk dihadapi jika dibandingkan dengan dahulu.

Bahkan kedatangannya kali ini bertepatan dengan beradanya Ti

Then di dalam Benteng, apa mungkin Ti Then benar-benar

merupakan muridnya? Apa betul dia yang perintahkan Ti Then

untuk masuk Benteng bertindak sebagai mata-mata?

Sesudah berpikir sampai di sini tidak tertahan lagi hati Wi Ci To

berdebar dengan kerasnya.

Kepandaian yang dimiliki Ti Then saja dia sendiri sudah merasa

sulit untuk hadapi, kalau benar-benar Ti Then merupakan muridnya

si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini maka dengan jelas

sekali memperlihatkan kalau kepandaian silat dari pihak lawan

sudah mencapai pada taraf yang jauh lebih tinggi dari dirinya,

dengan demikian kemungkinan sekali Benteng Pek Kiam Po akan

musnah di dalam serangannya kali ini.

Pikiran tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya,

segera dia putar tubuhnya berkata kepada Huang Puh Kian Pek

yang berdiri di sisinya:

“Sute, perhatikan seluruh gerak-gerik dari Ti Then..dengan

perlahan-perlahan coba dekati tubuhnya bila menemukan gerak-

geriknya sedikit mencurigakan segera turun tangan kuasai dia”

Huang Puh Kian Pek sedikit mengangguk kemudian dengan

berpura-pura tidak sadar tubuhnya mulai bergeser kesisi tubuh Ti

Then.

Ti Then yang selama ini selalu menganggap Wi Ci To sebagai

Majikan Patung Emas sudah tentu tidak terlalu memperhatikan

gerak-gerik dari Huang Puh Kian Pek yang mulai bergeser

mendekati tubuhnya itu.

Pada air muka Wi Ci To dengan perlahan-lahan mulai

menampilkan senjuman, sambil memandang tajam kearah si

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ujarnya:

“Dua puluh tahun tidak bertemu, tidak disangka Cian-heng sudah

berubah menjadi sedemikian rupa..”

“Semuanya ini merupakan pemberian dari Wi Toa Pocu” sahut si

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan dengan dinginnya.

“Bagaimana perkataanmu ini?”

“Sejak aku orang she Cian kau lukao telinga kananku di depan

umum karfena merasa malu untuk bertemu dengan orang maka di

dalam beberapa tahun ini aku orang she Cian selalu bersembunyi

ditengah gunung hingga saat ini”

“Tapi” ujar Wi Ci To, “Sesaat sebelum terjadinya pertandingan

pada waktu itu kita pernah berjanyi terlebih dulu, tidak perduli siapa

pun yang terluka atau terkalahkan tidak diperkenankan mendendam

di dalam hati, mungkin Cian-heng sudah melupakan akan hal ini?”

“Ha ha ha ha..tidak lupa..tidak lupa, aku orang she Cian sama

sekali tidak mendendam”

“Lupa atau tidak hanya dalam hatimu sendiri yang jelas” ujar Wi

Ci To sambil tersenjum.

“Aku orang she Cian benar-benar tidak akan mendendam di

dalam hati, ada pepatah mengatakan menang kalah merupakan

kejadian yang biasa di dalam suatu pertempuran, kemarin kalah

mungkin hari ini akan pulang dengan memperoleh kemenangan,

buat apa mendendam di dalam hati?”

“Lalu ini hari Cian-heng punya perhitungan pulang dengan

memperoleh kemenangan?” tanya Wi Ci To lagi.

“Benar” sahut Cian Pit Yuan sambil mengangguk, “Aku orang she

Cian tentu punya hak ini bukan?”

“Sudah tentu ada..sudah tentu ada, tetapi kamu orang tidak

seharusnya membunuh anak murid lohu, kamu orang merupakan

seorang jago yang punya nama sangat terkenal di dalam Bu-lim,

kini ternyata turun tangan membunujh seorang boanpwe yang

masih rendah tingkatannya, hal ini membuat lohu merasa kecewa

bagi dirimu”

“Sebenarnya aku orang she Cian tidak punya niat untuk bunuh

dia, kesemuanya karena dia sendiri yang mencari mati”

“Oooh benar begitu?” tanya Wi Ci To sambil tertawa dingin.

“Aku orang she Cian sebetulnya punya niat dengan hormat

untuk menemui kau Wi Toa Pocu, siapa tahu anak muridmu itu

terlalu memandang rendah orang lain, dia melihat aku orang she

Cian berpakaian compang-camping dan miskin ternyata tidak

memperkenankan aku masuk bahkan memaki-maki dan meperolok-

olok aku orang, terpikir olehku dengan peraturan yang keras dari

Bentengmu ini sudah tentu tidak mungkin memiliki seorang anak

murid semacam dia, karena itulah orang semacam itu tidak mungkin

bisa terpakai lagi di sini maka aku mewakili kamu orang

menyingkirkan nyawa dari sini”

Shia Pek Tha yang mendengar perkataan ini menjadi sangat

gusar, mendadak dia meloncat bangun dari tempat duduknya,

sambil mengaum keras bentaknya:

“Omong kosong, Kang Kian Sian merupakan pendekar pedang

yang paling luhur hatinya, paling jujur dan paling menuruti aturan ,

kamu bangsat tua sudah bunuh dirinya kini memfitnah lagi, aku

akan adu jiwa denganmu terlebih dulu”

Sambil berkata dia meloncat kearahnya sambil mencabut pedang

dari sarung segera dia melancarkan satu serangan dahsyat ke

depan.

Cian Pit Yuan tertawa terbahak-bahak, tubuhnya sedikit miring ke

samping segera terhindarlah dari tusukan dahsyat Shia Pek Tha ini

bersamaan pula kaki kanannya maju satu langkah ke depan dengan

tepat berhasil menghajar pundak Shia Pek Tha, membuat tubuhnya

tidak tahu lagi mundur beberapa langkah ke belakang dengan

sempojongan sambil tertawa keras ujarnya:

“Minggir sedikit, kau masih terlalu jauh untuk lawan aku”

Shia Pek Tha merupakan salah satu pendekar pedang merah

yang tertua di dalam Benteng Pek Kiam Po ini, julukannya Satu kali

tusukan menembus ulu hati, sudah sangat terkenal di dalam dunia

kangouw, kini satu tusukannya bukan saja berhasil digagalkan oleh

Cian Pit Yuan bahkan tubuhnya sendiri berhasil pula dipukul oleh

Cian Pit Yuan hingga mundur sempojongan, hal ini merupakan suatu

kejadian yang jauh diluar dugaan.

Dengan perkataan lain, hal ini membuktikan kalau kepandaian

silat dari si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini sudah

berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan.

Wi Ci To yang melihat kejadian itu segera sadar kalau Shia Pek

Tha bukanlah musuh dari Cian Pit Yuan itu, jika pertempuran ini

diteruskan tidak lebih juga bikin malu saja segera bentaknya dengan

keras: “Pek Tha, kau mundur!”

Tetapi Shia Pek Tha sama sekali tidak mau ambil perduli

bentakannya itu, sambil membentak keras sekali lagi dia

menyambarkan pedangnya ke depan, pedangnya diputar hingga

mirip naga yang sedang menari di dalam sekejap mata saja dia

sudah berhasil melancarkan empat jurus serangan sekaligus dengan

gerakan menusuk, membabat, membacok serta menyambar.

Keempat jurus serangan ilmu pedang ini walau pun dilakukan

dengan sedikit perbedaan waktu tetapi waktu dilancarkan keluar

mirip sekali dengan empat buah serangan dilancarkan sekaligus

disekeliling tubuh Cian Pit Yuan itu.

Tetapi sebaliknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak mencabut

keluar pedangnya, tubuhnya masih tetap berada ditempat semula

hanya saja kakinya dengan sangat ringannya bagaikan mengalirnya

mega di angkasa, tubuhnya dengan sangat lincah berhasil

menghindarkan diri dari seluruh serangan itu, pada saat serangan

yang keempat baru saja dilancarkan terlihatlah telapak tangannya

sedikit miring dengan sangat hebat dia berhasil menghajar perut

Shia Pek Tha.

Waktu melancarkan serangan itu sama sekali tidak dilakukan

dengan cepat, hanya kecepatan serta kejituan serangannya itu

membuat Shia Pek Tha tidak berhasil menghindarkan diri lagi dari

serangan itu.

Bagaikan sebuah tiang besar tubuh Shia Pek Tha dengan

mengeluarkan dengusan berat rubuh ke atas tanah dengan

kerasnya.

Seluruh hadirin ditempat itu begitu melihat hanya di dalam satu

gerakan saja Cian Pit Yuan berhasil memukul rubuh Shia Pek Tha

tidak terasa pada melototkan matanya lebar-lebar sedang air

mukanya berubah dengan sangat hebatnya.

Dalam hati Wi Ci To sadar kalau dia harus secepat mungkin turun

tangan sendiri, tetapi baru saja dia hendak maju ke depan, Ti Then

yang berada di sampingnyajauh lebih cepat satu tindak dari dirinya,

terlihat tubuh Ti Then sedikit berkelebat dia sudah berada di

hadapan Cian Pit Yuan.

Sebenarnya Huang Puh Kian Pek terus menerus bersiap diri untuk

menguasai Ti Then, tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat

daripada apa yang dipikirkan, hampir-hampir boleh dikata sesaat

tubuh Ti Then sudah berada satu kaki dari tempat semula dia baru

turun tangan berusaha mencegah kepergian Ti Then itu, tetapi

gerakannya ini sudah tentu tidak mencapai pada sasarannya tidak

terasa air mukanya berubah menjadi merah padam, bentaknya: “Ti

Then, kamu mau berbuat apa?”

Ti Then sudah menjongkokkan diri di samping tubuh Shia Pek

Tha, terlihatlah dari samping mulutnya darah segar masih menetes

keluar dengan derasnya sedang keadaannya pun berada di dalam

keadaan tidak sadarkan diri, segera dia angkat kepala sambil

ujarnya:

“Saudara itu cepat kemari membimbing Shia toako ke samping!”

Seorang pendekar pedang putih yang berada didekatnya segera

maju ke depan dan membopong tubuh Shia Pek Tha yang tidak

sadarkan diri itu ke samping tubuh Wi Ci To.

Setelah itu barulah dengan perlahan Ti Then bangkit berdiri dan

memandang tajam kearah Cian Pit Yuan, ujarnya sambil tertawa

dingin:

“Gerak-gerikmu sungguh tidak jelek hanya bilamana dengan

mengandalkan kepandaian ini saja sudah berani mengacau benteng

Pek Kiam Po ini mungkin tidak begitu mudah”

Tadi Cian Pit Yuan sudah melihat dengan jelas kalau gerakan

tubuhnya sangat cepat sekali, dalam hatinya tidak urung merasa

terkejut juga kini tidak terasa lagi dia lebih memperhatikan

beberapa kejap kearahnya, dengan pandangan yang sangat tajam

dengan sangat teliti dia mulai memeriksa Ti Then dari atas kepala

hingga ujung kakinya, kemudian barulah katanya:

“Siapa kau?”

“Hemm..hmmm..orang yang ada di dalam kalangan ini kecuali

saudara seorang lainnya merupakan orang-orang dari benteng Pek

Kiam Po”

“Ha ha ha...ooh..begitu?” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa

terbahak-bahak, “Lohu pernah dengar di dalam benteng Pek Kiam

Po terdapat pendekar pedang merah, putih serta hitam, hey bangsat

cilik kamu termasuk dari tingkatan yang mana?”

“Pendekar pedang hitam” sahut Ti Then singkat.

Cian Pit Yuan yang mendengar perkataan ini tidak tertahan lagi

mengerutkan alisnya kencang-kencang, ujarnya dengan kurang

percaya:

“Pendekar pedang hitam? Kalau begitu cepat menggelinding dari

sini, kalau tidak hemmm..hmmm jangan salahkan lohu turun tangan

kejam lagi terhadap dirimu”

“Sekali pun aku hanya seorang pendekar pedang hitam tetapi

dalam hati aku masih punya pegangan untuk membereskan orang

semacam kamu”

Cian Pit Yuan begitu mendengar perkataan itu segera menjadi

gusar, sambil angkat kepala serunya dengan keras:

“Hey orang she Wi, kamu orang apa mau lihat pendekar pedang

hitammu yang ini juga kehilangan nyawa?”

Begitu Wi Ci To melihat sikap dari Ti Then terhadap pihak

lawannya segera tahulah dia bahwa Ti Then tidak mungkin

merupakan anak muridnya, tetapi untuk membuktikan kalau Ti Then

sama sekali tidak punya hubungan dengan pihak lawan di dalam

hatinya segera timbul keinginan untuk melihat masing-masing pihak

saling bergebrak dulu, maka sambil tertawa keras ujarnya:

“Cian-heng, kalau memangnya kamu orang tahu kalau di dalam

bentengku ini terdapat pendekar pedang hitam, putih serta merah,

apa mungkin kamu orang tidak tahu kalau di dalam benteng kami ini

berlaku juga satu peraturan?”

Cian Pit Yuan menjadi tertegun, tanyanya:

“Peraturan apa?”

“Setiap orang yang masuk ke dalam benteng ini bilamana hendak

bertempur lawan lohu maka terlebih dahulu harus melewati tiga

rintangan, memukul rubuh pendekar pedang hitam terlebih dahulu

kemudian melewati rintangan pendekar pedang putih, merah baru

kemudian bergebrak sendiri dengan lohu”

“Hemm..hmmm..” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin, “Tapi

seorang pendekar pedang hitammu sudah aku bunuh”

“Lohu tidak melihat dengan mata kepala sendiri siatuasi pada

saat itu, mungkin juga kamu bunuh dia dengan siasat licin?”

Cian Pit Yuan menjadi sangat gusar, sahutnya kemudian:

“Baiklah pendekar pedang hitam itu boleh tidak dihitung tetapi

yang baru saja ini?”

“Dia bukan orang yang lohu tunjuk sudah tentu tidak bisa

dihitung”

Cian Pit Yuan semakin gusar lagi, sambil menuding kearah Ti

Then ujarnya sambil tertawa dingin:

“Kini dengan resmi kamu tunjuk pendekar pedang hitam ini untuk

bergebrak lawan aku orang she Cian?”

“Tidak salah!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk.

“Aku orang she Cian kalau tidak turun tangan masih tidak

mengapa, tapi begitu turun tangan maka pasti akan bunuh orang,

apa kau tega melihat anak muridmu terbunuh oleh aku orang she

Cian?”

“Ha ha ha...sebaliknya lohu malah yang mau beri nasehat

padamu lebih baik sedikit berhati-hati, mungkin yang binasa adalah

kamu orang sendiri”

Cian Pit Yuan mendengus dengan dinginnya, dia tidak mau ambil

bicara lebih banyak lagi, sambil menoleh kearah Ti Then ujarnya:

“Hey bangsat cilik, ajoh mulai turun tangan!”

“Tidak bisa..tidak bisa” ujar Ti Then, “Kamu orang adalah pihak

yang menjerbu ke dalam benteng kami ini sudah seharusnya kamu

orang yang turun tangan terlebih dulu”

Cian Pit Yuan tidak bisa menahan hawa amarahnya lagi,

bentaknya:

“Bangsat cilik, orok busuk..kamu orang berani mengejek di depan

mata lohu”

Sambil berkata tangannya dengan sangat dahsyat menghajar

dada pihak musuhnya.

Dia tetap tidak siap sedia menggunakan pedangnya, hal ini

dikarenakan dia sama sekali tidak percaya kalau seorang pendekar

pedang hitam semacam Ti Then ini bisa mengalahkan dirinya.

Padahal Ti Then sendiri juga tak punya pegangan yang teguh

untuk memperoleh kemenangan ini tetapi kini dengan nyalinya yang

besar dia ingin mencoba bergebrak dengan seorang musuh yang

tangguh ini, dia tidak takut kalau sampai dikalahkan bahkan dalam

hatinya dia mengharapkan kalau dirinya bisa dikalahkan, sehingga

dengan demikian dia bisa membatalkan perjanyiannya dengan

Majikan patung emas itu, karena dia sudah berjanyi dengan Majikan

patung emas asalkan di dalam Bu-lim dia bisa menemui seorang

yang bisa mengalahkan dirinya atau bertempur seimbang dengan

dirinya maka segera dia akan memperoleh kebebasan kembali.

Maka itulah dia sangat mengharapkan bisa dikalahkan oleh pihak

lawannya yang tangguh ini, tetapi dia tidak berani mengalah secara

sengaja oleh karena itulah begitu melihat Cian Pit Yuan melancarkan

serangan dahsyat kearah dadanya dengan cepat dia menyambut

serangan itu dengan telapaknya juga.

“Plak..!” sepasang telapak tangannya masing-masing bertemu

menjadi satu terlihatlah tubuh Ti Then mundur satu langkah ke

belakang.

Cian Pit Yuan begitu melihat Ti Then hanya berhasil dipukul

mundur satu langkah saja tidak terasa air mukanya berubah sangat

hebat, sambil tertawa aneh ujarnya:

“Hemmm..hmmmm

seranganku ini lagi”

punya simpanan juga, coba terima satu

Suaranya baru keluar dari mulut, telapak tangannya sudah

menyambar datang. Dengan menggunakan jurus Co Yuan Hoa Su,

telapak tangannya dengan dahsyat menghajar perut dari Ti Then.

Ti Then tidak mau adu keras lawan keras lagi, tubuhnya sedikit

miring ke samping dengan menggunakan jurus ‘Pek Hok Liang Ci

atau bangau putih mementangkan sajap tubuhnya dari bawah ke

atas balas mengancam bahu pihak lawan.

Cian Pit Yuan tertawa dingin, telapak tangannya segera berubah

jurus, tubuhnya memutar ke sebelah kanan dengan menggunakan

jurus ‘Ji Lang Tan San auat Ji Lan memikul pakaian, balas

menjerang jakan darah Thay yang hiat, dikening sebelah kiri dari Ti

Then.

Kedua orang itu saling serang menjerang dengan kecepatan

bagaikan kilat, di dalam sekejap saja puluhan jurus sudah berlalu

tetapi masing-masing tetap seimbang tanpa ada yang berhasil

merebut di atas angin.

Dengan keadaannya seperti ini lama kelamaan hati Cian Pit Yuan

menjadi sedikit gugup dan bingung.

Pada dua puluh tahun yang lalu dia dikalahkan di bawah

serangan pedang Wi Ci To dengan menahan perasaan malu segera

hilang dari dunia kangouw untuk berlatih dengan giat ditengah

pegunungan yang sunyi, kini sesudah berhasil melatih ilmunya di

dalam hati menganggap dengan mudah mungkin dia berhasil

mengalahkan Wi Ci To sehingga terbalas dendam sakit hati

terpapasnya telinga sebelah kanannya itu, siapa tahu pada

pertempuran pertamanya secara resmi dia sudah berhadapan

dengan seorang ‘Pendekar Pedang Hitam’ yang sukar untuk

ditundukkan, hanya cukup seorang Pendekar pedang hitam saja

sudah demikian lihaynya hal ini membuktikan kalau Wi Ci To yang

sekarang jauh lebih lihay daripada Wi Ci To dua puluh tahun yang

lalu.

Semakin bertempur hatinya semakin terperanyat sehingga di

dalam keadaan yang tidak tenang itu membuat seluruh jurus

serangan yang dilancarkan semakin tidak karuan, karena itulah

sesudah lewat lima enam puluh jurus lagi lama kelamaan dia sudah

terdesak hingga berada di bawah angin.

Dalam hati Ti Then juga tidak menginginkan dia terkalahkan

dengan sangat cepat karena itulah bentaknya dengan keras:

“Pusatkan seluruh perhatian untuk bertempur, kalau tidak segera

kamu akan dikalahkan”

Cian Pit Yuan menjadi sangat terkejut segera dia pusatkan

seluruh perhatiannya untuk menghadapi musuh, tenaga murninya

diatur sehingga lancar dengan demikian dia berhasil juga

menyambut setiap serangan musuh yang sangat genting itu.

Kedua orang itu semakin bertempur semakin cepat hingga

akhirnya semua hadirin hanya melihat sekumpulan bajangan

manusia yang sebentar naik sebentar turun kemudian terdengar

pula suara menyambarnya angin pukulan yang sangat dahsyat.

Siapa pun tidak bisa melihat dengan jelas yang mana Ti Then dan

mana pula Cian Pit Yuan sendiri.

Sesudah bertempur kurang lebih empat jurus lagi tiba-tiba:

“Plok..” terlihatlah bajangan manusia itu berpisah dan masing-

masing mengundurkan diri beberapa langkah ke belakang.

Air muka dari Cian Pit Yuan berubah menjadi hijau membesi,

tangan kirinya di balik terdengar suara pekikan naga pada

tangannya sudah bertambah dengan sebilah pedang panjang yang

sangat tajam dan memancarkan sinar kebiru-biruan, bentaknya

dengan keras:

“Bangsat cilik, cepat ambil pedangmu, Lohu akan mencoba juga

kepandaianmu di dalam permainan pedang, bila kau berhasil

menyambut seratus jurus serangan lohu ini maka sejak ini hari lohu

akan mengundurkan diri dari Bu-lim selamanya tidak akan

mendatangi benteng Pek Kiam Po ini untuk menuntut balas”

“Bagus..bagus sekali” sahut Ti Then sambil tersenjum, “Hanya

saja kamu orang sudah bunuh satu saudara kami maka sebelum kau

meninggalkan tempat ini maka telinga sebelah kirimu harus

ditinggalkan juga”

Saking gusarnya air muka Cian Pit Yuan yang sudah berubah

menjadi hijau membesi semakin jelek lagi, teraknya dengan keras:

“Bangsat cilik..bangsat cecunguk anying, mungkin kamu orang

sudah bosan hidup..cepat ambil pedangmu”

Kiranya pada dua puluh tahun yang lalu Cian Pit Yuan sekali pun

jadi orang sangat aneh tetapi suka kebagusan, sesudah telinga

sebelah kanannya terluka oleh pedang Wi Ci To karena perasaan

malunya inilah segera dia angkat sumpah untuk membalas dendam

sakit hati itu, kini dia dengar Ti Then mau menabas telinga sebelah

kirinya juga tidak terasa menjadi sangat gusar sekali.

Tiba-tiba terdengar Wi Ci To tertawa terbahak-bahak ujarnya:

“Cian-heng, bagaimana kalau ganti baju dulu baru menlanjutkan

pertempuran ini?”

Air muka dari Cian Pit Yuan segera berubah menjadi merah

padam, ujarnya dengan gusar:

“Hey orang she Wi menang kalah masih belum ditentukan jangan

keburu girang dulu!”

Semua orang yang hadir ditempat itu sesudah mendengar

perkataan dari Wi Ci To ini barulah memperhatikan keadaan dari

Cian Pit Yuan, terlihatlah pakaian bagian dadanya sudah sobek

beberapa bagian hal ini memperlihatkan kalau pertempuran yang

baru saja selesai ini dia sudah terkalahkan, tidak aneh kalau dia

minta berganti dengan pertempuran pedang.

Ti Then ketika melihat seluruh sinar mata dari orang-orang yang

ada disekitar tempat itu memandang kearahnya dengan perasaan

kagum tidak terasa hatinya merasa sangat bangga, ujarnya sambil

tertawa tawar:

“Saudara mana yang mau meminyamkan pedangnya untuk

siauwte gunakan?”

Sebilah pedang panjang segera dilemparkan kearahnya.

Ti Then sesudah berhasil menyambut pedang itu dilihatnya

sebentar seluruh tubuhnya kemudian barulah ujarnya kepada Cian

Pit Yuan sambil tertawa:

“Mari, silahkan mulai melancarkan serangan”

Perasaan gusar yang menghiasi wajah Cian Pit Yuan dengan

mendadak lenyap tanpa bekas sedang sikapnya

pun segera

berubah menjadi sangat serius. Pedangnya dilintangkan disepan

dada sepasang matanya memandang mendatar ke depan agaknya

seluruh perhatiannya sedang dipusatkan pada ujung pedangnya,

sehingga kelihatan sekali sikapnya yang gagah tidak malu disebut

sebagai seorang jago nomor wahid.

Wi Ci To yang melihat keadaannya itu menganggukkan kepalanya

dengan perlahan, kepada Huang Puh Kian Pek yang berada disisinya

ujarnya dengan perlahan:

“Kamu lihat bagaimana?”

“Tidak jelek” sahut Huang Puh Kian Pek dengan perlahan juga,

“Orang ini sudah melumerkan tiga kekuatan luar menjadi satu

kekuatan dahsyat, agaknya latihannya sudah mencapai pada

tingkatan yang keenam dari puncak kesempurnaan”

Wi Ci To menghela napas perlahan, ujarnya:

“Heei..bila ini hari bukannya Ti Then yang turun tangan mungkin

kerugian dan penderitaan yang akan dialami benteng ini akan jauh

lebih berat lagi”

Huang Puh Kian Pek mengangguk dengan perlahan dan tidak

ambil bicara lagi, karena saat ini Ti Then serta Cian Pit Yuan yang

sedang bertempur ditengah kalangan sudah mencapai pada situasi

yang sangat tegang dan seru, jika dibicarakan terhadap mereka

boleh dikata pertempuran kali ini merupakan suatu pertempuran

yang paling sengit yang tidak mungkin tidak dilihat.

Ti Then serta Cian Pit Yuan yang saling berhadap-hadapan

dengan perlahan mulai menggeserkan diri ketengah kalangan, suatu

suasana pertempuran yang sangat seru dan sengit membuat

pernapasan setiap hadirin terasa sangat sesak.

Sesudah melewati suatu pertempuran-sunyi-yang cukup seru dan

menegangkan, pertama-pertama Cian Pit Yuan lah yang mulai

bergerak maju, terdengar dia membentak keras tubuhnya bersama

pedang panjangnya bagaikan kilat cepatnya menubruk kearah Ti

Then.

Terlihat sinar pedang berkelebat beberapa kali, di dalam sekejap

mata dia sudah melancarkan tujuh kali serangan gencar kearah

seluruh tubuh Ti Then.

“Criing..criiing...criing....criiing..!”

Pedang panjang Ti Then dengan lincahnya bergerak dan menari

ditengah bajangan serangan pedang dari Cian Pit Yuan itu, dengan

sangat mudahnya dia berhasil mematahkan ketujuh buah serangan

dahsyat itu, pedang panjangnya menjadi semakin kencang bersama-

sama dengan angin sambaran yang sangat tajam dia balas

menjerang tujuh buah serangan dahsyat kearah tubuh Cian Pit

Yuan.

Cian Pit Yuan dengan cepat mematahkan setiap serangan itu

kemudian masing-masing meloncot mundur ke belakang sekali lagi

dengan saling pandang kearah pihak lawan mereka mulai bergeser

mengelilingi kalangan pertempuran.

Kali ini Ti Then melancarkan serangannya terlebih dahulu, dia

bersuit dengan nyaringnya, pedang panjangnya diputar sedemikian

rupa sehingga terlihat bunga pedang berterabngan memenuhi

angkasa sedang tubuhnya terus menerjang ke depan hingga

mencapai di depan tubuh pihak musuh.

Pedangnya digetarkan sehingga bunga-bunga pedang memancar

kearah wajah wjah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan itu

sedang ujung pedangnya sendiri menabas kearah pinggangnya.

Dengan cepat Cian Pit Yuan menggetarkan pedangnya

mematahkan serangan itu sedang tubuhnya dengan cepat mundur

dua langkah ke belakang baru bisa terhindar sama sekali dari

serangan Ti Then ini.

Begitu tubuhnya mundur dengan beraninya dia menerjang

kembali ke depan, kakinya dengan mantap setindak demi setindak

maju ke depan satu serangan, disusul dengan satu serangan yang

lain sehingga bagaikan terbangnya naga serta burung hong yang

sedang menari, mirip juga seperti mengamuknya hujan badai

melanda tengah samudra membuat Ti Then terpaksa mundur dua

langkah juga ke belakang.

Kedua orang itu sekali lagi menerjang ke depan, ditengah

berselimutnya bajangan pedang membuat tubuh kedua orang itu

sukar dibedakan, semua orang hanya merasakan pandangannya

menjadi kabur sukar dilihat jelas keadaan yang sesungguhnya,

mereka hanya sering mendengar benturan senyata tajam diselingi

dengan percikan bunga-bunga api, tidak tertahan lagi hati mereka

ikut berdebar-debar.

Seluruh lapangan latihan silat itu berubah menjadi sunyi senyap,

selain suara desiran serta menyambarnya angin serangan yang

tajam ditimpah dengan hiruk pikuk dari meja-meja perjamuan yang

terbentur sama sekali tidak terdengar suara lainnya lagi setiap orang

dengan pandangan yang melongo memandang pertempuran

pedang yang sangat seru dan menegangkan itu.

Diam-Diam Wi Lian In menyawil ujung baju dari Hong Mong Ling,

ujarnya setengah berbisik:

“Kini kamu tidak cemburu dan iri lagi bukan terhadap dia?”

Air muka dari Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah

padam, dengan setengah tertegun tanyanya:

“Iri terhadap siapa?”

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya, ujarnya:

“Hmmm kamu orang jangan pura-pura lagi di hadapanku”

Hong Mong Ling menjadi bingung dan gugup ujarnya:

“In moay kamu bagaimana bisa bicara begini? Aku mana

mungkin iri terhadapnya, kepandaian silatnya begitu tinggi asalkan

kita mau berlatih dengan rajin di bawah bimbingannya maka aku..”

“Tidak usah bicara lagi” potong Wi Lian In sambil tertawa merdu,

“Aku hanya ingin meminyam kesempatan ini beri nasehat

kepadamu, kepandaian silatnya jangan dikata kita tidak akan

sanggup menangkan dia sekali pun ajahku sendiri juga mungkin

bukan tandingannya, sejak ini hari kau harus berlatih sungguh-

sungguh di bawah bimbingannya, jangan lagi mengorek dan

menyakiti hatinya sehingga dia tidak betah hidup di dalam benteng

kita”

Hong Mong Ling sengaja memperlihatkan perasaan bingungnya,

tanyanya:

“Bagaimana aku bisa menyakiti hatinya sehingga memaksa dia

meninggalkan benteng kita ini?”

“Kamu orang jangan terlalu pandang rendah aku, aku juga bukan

seorang anak kecil berusia tiga tahun, tadi pagi dengan sengaja kau

berikan sebilah pedang yang supah putus kepadanya, aku melihat

hal ini dengan sangat jelas sekali”

Air muka dari Hong Mong Ling sekali lagi berubah menjadi merah

padam ujarnya:

“In-moay makin bicara kau makin tidak karuan, pedang itu

diputuskan oleh Ki suko bagaimana bisa dihubungkan dengan aku?”

“Hmm..kau lihat ajahku sangat pandang dia sehingga dalam hati

merasa tidak puas, tentang hal ini aku sendiri juga paham maka aku

mau memaafkan dirimu, tetapi bilamana kau mendesak terus janagn

salahkan aku kalau tidak mau perduli kau lagi”

Hong Mong Ling melihat Wi Lian Ini dibuat marah olehnya segera

ujarnya dengan gugup:

“Kau anggap pedang itu aku yang patahkan terlebih dahulu?”

“Apa bukan begitu?”

Sengaja Hong Mong Ling memeprlihatkan perasaan tidak

puasnya, ujarnya lagi:

“Coba kau pikirkan, aku juga tidak punya kepandaian untuk

menduga hal-hal yang akan datang bagaimana bisa tahu kalau

ajahmu akan pinyam pedang dariku untuk dia gunakan? Dan

dengan sengaja aku rusak pedangnya terlebih dahulu?”

“Hemmm..sejak sebelumnya kamu sudah menduga kalau ajahku

tentu akan pinyam pedang darimu”

“Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas panjang,

“Kalau kamu berpikir begitu aku juga tidak bisa berbuat apa-apa

lagi”

Agaknya Wi Lian In sedikit menjadi gusar karena sikapnya yang

ketus itu, sambil memandang tajam kearah wajahnya katanya lagi:

“Jika didengar omonganmu, agaknya kamu tidak puas dengan

aku?”

“Aku tidak punya perasaan begitu, aku hanya takut kamu salah

paham terhadap omonganmu”

Wi Lian In segera tertawa dingin, ujarnya:

“Omong yang sejujurnya urusan pagi ini sekali pun ajahku juga

dapat melihat dengan jelas, sebetulnya dia punya niat untuk maki

kamu hanya karena permintaanku untuk memaafkan kesalahanmu

ini sehingga dia tidak jadi, hemmm kini jika kamu masih begitu...”

Mendadak suatu jeritan ngeri yang sangat aneh sekali

berkumandang ditengah lapangan dengan kerasnya memotong

pembicaraan selanjutnya dari Wi Lian Ini itu.

Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sudah dikalahkan?

Pada saat pertempurannya dengan Ti Then mencapai pada jurus

yang kesembilan puluh mendadak dia bersuit keras tubuhnya

dengan cepat mengundurkan diri beberpa kaki jauhnya dari tempat

semula kemudian disusul dengan putar tubuh ujung kakinya

menutul permukaan tanah dan melayang pergi dari situ, terlihatlah

bagaikan segulung asap hitam dengan kecepatan yang luar biasa

dia melarikan diri keluar dari Benteng Pek Kiam Po.

Di dalam sekejap mata saja dia sudah melenyapkan dirinya tanpa

bekas.

Seluruh pendekar pedang yang ada ditengah kalangan itu dibuat

tertegun oleh kejadian ini, mereka semua tahu kalau Cian Pit Yuan

dudah dikalahkan tetapi tidak paham dengan cara bagaimana dia

bisa menderita kekalahannya itu.

Jilid 5.2. Kecurigaan Wi Lian In

Pedang panjang dari Ti Then ditunjukkan ke bawah, sesudah

berdiri termenung beberapa waktu lamanya barulah dengan

menggunakan ujung pedangnya menusuk sebuah telinga yang

penuh dibasahi oleh darah segar.

Ternyata dia memapas juga telinga sebelah kiri dari Cian Pit

Yuan. Seluruh pendekar pedang yang hadir di sana sesudah melihat

hal itu barulah meletus sorak sorai yang sangat keras, bahkan tidak

sedikit diantara mereka yang meloncat-loncat dan menari saking

girangnya.

Kepandaian silat dari Ti Then membuat mereka menjadi mabok,

membuat mereka menjadi terpesona dan kagum.

Ditengah suara sorak sorai serta teriakan memuji itulah dengan

setengah berbisik ujar Huang Puh Kian Pek kepada diri Wi Ci To:

“Jika melihat keadaan ini agaknya dugaan kita sama sekali meleset”

“Siapa bilang tidak, sejak sekarang juga kita tidak boleh

bertindak gegabah sehingga membuat dia merasa curiga terhadap

kita”

“Tidak” ujar Huang Puh Kian Pek, “Dengan pedangnya dia

melukai Cian Pit Yuan hal ini hanya bisa membuktikan kalau dia

bukan murid dari Cian Pit Yuan, sedangkan mengenai dia musuh

dari Benteng kami ataukah kawan dari Benteng kami kita masih

membutuhkan waktu untuk membuktikannya.”

Wi Ci To yang mendengar perkataan itu dalam hatinya merasa

sedikit tidak puas, ujarnya:

“Bilamana di dalam hatinya punya niat busuk terhadap Benteng

kita, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimilikinya

sekarang ini kenapa dia harus berbuat demikian, dengan terang-

terangan bukankah masih sanggup?”

Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi:

“Sekarang persoalan yang terpenting adalah dengan cara

bagaimana membuat dia mau tinggal di dalam Benteng kita ini

untuk selamanya”

“He he he he...” sahut Huang Puh Kian Pek sambil tertawa

ringan, “Siauwte punya satu siasat yang bagus yang akan memaksa

dia berdiam di benteng kita untuk selamanya, hanya mungkin

suheng tidak akan menjetujuinya”

Wi Ci To segera memandang tajam wajahnya, lewat beberapa

saat kemudian barulah sahutnya: “Coba kau utarakan”

“Ha ha haha..jodohkan saja In-ji kepadanya!” sahut Huan Puh

Kian Pek dengan nada setengah gujon.

Wi Ci To menjadi tertegun, kemudian termangu-mangu lama

kemudian barulah ujarnya sambil tertawa paksa:

“Sute, kamu sedang omong gujon? Ie-suheng mu sudah

menjodohkan In-ji kepada Hong Mong Ling bagaimana kini bisa

membatalkan perjodohan itu untuk berbalik dijodohkan kepadanya?”

Sambil berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju

kearah Ti Then yang saat ini sedang dike pung oleh pendekar

pedang ditengah-tengah kalangan.

“Malam ini dengan keadaan mabok Ti-Kiauwtauw berhasil

memukul rubuh pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan, jika

berita ini sampai tersiar di dalam dunia kangouw agaknya tidak akan

ada orang yang mau percaya”

“Boanpwe tidak sanggup menawan dia sebenarnya dalam hati

sedang merasa kecewa” ujar Ti Then sambil tersenjum.

“Ha ha ha ha..hanya ini saja sudah sangat cukup, waktu itu

sesudah lohu melukai satu telinganya membuat dia harus

bersembunyi ditengah gunung selama dua puluh tahu lamanya

tanpa berani bertemu dengan seorang manusia pun ini malam Ti

Kiauwtauw berhasil melukai telinga lainnya mungkin selama

hidupnya ini tidak punya muka untuk berkelana di dalam Bu-lim

lagi”

“Heei..” ujar Ti Then sambil menghela napas, “Jika dia tidak

bunuh seorang saudara kita terlebih dahulu, boanpwe juga tidak

punya niat untuk melukai dia”

Berbicara sampai di sini segera tanyanya lagi:

“Bagaimana dengan luka dari Shia toako?”

“Heei..luka dalamnya agak parah tetapi tidak ada bahaja

terhadap nyawanya, Lohu sudah kirim orang menghantar dia pulang

kekamar untuk berobat”

“Mari pergi. Kita lihat-lihat bagaimana keadaan lukanya” kata Ti

Then.

Hari kedua karena pertempurannya melawan Cian Pit Yuan

membuat luka di pinggang Ti The kambuh kembali, sehingga dia

tidak pergi ke lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran silat

kepada ke sepuluh orang pendekar pedang merah itu, dengan

langkah yang perlahan menuju kamar Shia Pek Tha untuk

menjenguk keadaan lukanya kemudian kembali kekamar untuk

beristirahat.

Siang harinya, terlihatlah Hong Mong Ling menuju kekamarnya

untuk menjenguk keadaan luka dari Ti Then, ujarnya:

“Ti Kiauwtauw, bagaimana dengan luka di pinggangmu? Baikan

bukan?”

“Oooh..terima kasih atas perhatianmu, sedikit baikan”

“Siauwte menerima perintah dari suhu untuk datang menemani

Ti Kiauwtauw bilamana Ti Kiauwtauw punya niat berpesiar ke atas

gunung siauwte akan bertindak sebagai petunjuk jalan”

“Heei...” ujar Ti Then, “Luka di pinggang siauwte masih belum

sembuh, untuk berpesiar ke puncak Selaksa Budha atau puncak

emas rasanya tidak begitu leluasa biarlah lain hari saja”

“Tapi di atas gunung ada sebuah tempat yang mem punyai

pemandangan alam yang sangat indah sekali bahkan tidak perlu

mengeluarkan tenaga untuk mendakinya, lebih baik kita pesiar ke

sana saja”

“Ooh melihat pemandangan desa?” tanya Ti Then lagi.

“Tidak, sumber air sembilan naga”

Ti Then berpikir sebentar kemudian barulah sahutnya sambil

mengangguk:

“Baiklah, biar bagaimana pun kita juga sedang nganggur, jauh

lebih baik untuk jalan-jalan”

Sehingga kedua orang itu sesudah membereskan pakaiannya dan

meminta ijin dari Wi Ci To segera bersama-sama keluar dari dalam

Benteng Pek Kiam Po itu.

Gunung Go bi san ini merupakan pusat agama Budha yang

umum sehingga kuil-kuil yang didirikan di atas gunung sangat

banyak jumlahnya, kedua orang itu sesudah melewati kuil Lian Hoa

Si, Hoa Jen Si, Tiang Lo Ji Koan Sim Si dan terakhir sampailah pada

kuil yang terbesar jaitu Ban Nian Si.

Kuil selaksa tahun ini didirikan pada jaman Kim. Hwesio Tong Hwi

Tong pernah bertapa ditempat ini juga, ruangan di dalam kuil boleh

dikata dibagi menjadi tujuh ruangan besar misalnya Loteng Thay Oh

Lu, ruangan Kun Lo Tien, ruangan Khiet Hud Tien, ruangan Thian

Ong Cee, ruangan Kim Kong Tien, ruangan Thay Auh Tien serta

yang terakhir Coan Tien.

Bangunan dari ruangan Coan Tien itu sangat aneh sekali, bagian

atas dari bangunan itu berbentuk persegi panjang sedang bagian

bawahnya berbentuk bulat sehingga bentuknya mirip dengan paku

terbalik seluruh bangunan terbuat dari bata merah tanpa

menggunakan sebuah tiang pun, bagian depan mau pun bagian

belakang terdapat pintu yang tingginya kurang lebih tiga kaki hingga

mirip dengan pintu kota, di dalam ruangan terletakkan patung-

patung Budha yang terbuat dari tembaga setinggi satu kaki lebih

lima enam lebarnya tujuh depa, keadaannya sangat angker dan

gagah bahkan bentuk ukirannya pun sangat indah membuat setiap

orang yang melihat tidak tertahan pada menghela napas panjang.

Ti Then sesudah melihat-lihat kuil itu dan minum the di dalam

kuil barulah bersama-sama Hong Mong Ling keluar dari kuil untuk

meneruskan perjalanan ke depan.

Sesudah melewati kuil Hay Hwe Si, Ie Ong Si, Khie Lok Si, Kiam

Liong Si, Be Sian Kang serta jembatan Cing Hong Beng Gwat Ciauw

sampailah mereka di selat Liong Bun.

Di samping sebuah telaga terdapatlah suatu tebing yang terjal,

air bening dengan derasnya memancar keluar dari bagian di atas

menrjang ke bawah sehingga terbentuklah sebuah air terjun yang

sangat indah sekali, di samping air terjun berdirilah berpuluh-puluh

gua kecil yang mirip sekali dengan gua naga, air yang terjun dari

atas dengan mengeluarkan suara yang gemuruh memancarkan

percikan air keempat penjuru, inilah yang disebut sebagai sumber

air Kiu Liong dan merupakan satu pemandangan aneh yang terdapat

di atas gunung Go bi san ini.

Ti Then yang melihat pemandangan di tempat itu tidak terasa

hatinya menjadi mabok dan terpesona oleh keindahan tempat

tersebut, tidak terasa pujinya:

“Orang-orang bilang selat serta sumber air yang paling bagus

dan paling aneh diseluruh dunia boleh dikata Liong Bun di atas

gunung Go-bi san ini merupakan yang pertama, ternyata berita itu

sedikit pun tidak salah, pemandangan di situ sungguh indah sekali”

Hong Mong Ling yang dalam benaknya sedang memikirkan

urusan lain saat ini hanya berdiam diri saja tanpa mengucapkan

sepatah kata pun.

Ti Then yang melihat Hong Mong Ling lama sekali tidak

menyawab segera ujarnya sambil tertawa:

“Hong heng, kamu bilang betul tidak?”

“Ooo..benar ..benar” sahut Hong Mong Ling dengan gugup, “Ti

Kiauwtauw bilang..bilang..”

“Ha..ha..haa...aku bilang pemandangan dari sumebr air Liong

Bun ini sungguh indah sekali”

“Benar.benar..” sahut Hong Mong Ling termenung sambil

mengangguk.

Melihat sikapnya yang gugup sinar mata Ti Then segera

memandang kearahnya dengan sangat tajam, tanyanya:

“Hong heng kamu sedang pikirkan apa?”

Hong Mong Ling termenung sebentar kemudian barulah sahutnya

dengan perlahan:

“Aku sedang pikirkan urusan malam itu”

“Urusan kemarin malam?”

“Bukan, urusan pada malam yang lalu”

Sengaja Ti Then memperlihatkan sikapnya yang bingung dan

tidak paham terhadap perkataan ini, tanyanya lagi:

“Kenapa dengan malam yang lalu?”

Hong Mong Ling memandang sekejap kearahnya kemudian

memandang lagi kearah percikan air terjun itu, ujarnya:

“Malam yang lalu bilamana siauwte tahu kalau Lu Kongcu itu

adalah si pendekar baju hitam Ti Then yang punya nama sangat

terkenal di dalam Bu-lim sudah tentu tidak mungkin akan terjadi

urusan yang sangat tidak menjenangkan itu”

Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli, tetapi pada air

mukanya sengaja memperlihatkan perasaannya yang sedang

tertegun, tanyanya:

“Hong-heng kamu sedang bicara apa?”

Hong Mong Ling menjadi sedikit gemas, sambil pukul batok

kepalanya sendiri ujarnya:

“Sudahlah, Ti Kiauwtauw-ku yang baik, siauwte sejak dulu sudah

mengenal kau adalah Lu Kongcu itu”

“Aku tidak mengerti kau sedang bicara apa?”

“Yang tidak mengerti seharusnya adalah aku” ujar Hong Mong

Ling sambil tertawa pahit, “Malam itu dengan gaja seorang kongcu

kaja yang suka pelesiran kau pergi ke sarang pelacur Toau Hoa

Yuan mencari Liuw Su Cen karena waktu itu siauwte tidak tahu

kalau kau adalah si pendekar baju hitam Ti Then, begitu dengar

perkataanmu yang sombong membuat perasaan gusar dalam hatiku

bergolak sehingga terjadilah bentrokan dengan kau, tetapi...kalau

memangnya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan kau sudah menang

kenapa sampai sekarang kau masih begitu tidak puas terhadap

aku?”

“Hong-heng” ujar Ti Then sambil tersenjum, “Sebetulnya kau

sedang bicarakan apa?”

“Ti Kiauwtauw tidak perlu pura-pura bodoh, di sini tidak ada

orang lebih baik kita bicara dengan blak-blakan saja”

“Hong-heng sudah salah mengenal orang, siauwte pada malam

yang lalu tidak pernah pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

“Hemm..hemm..” Hong Mong Ling tertawa dingin tak henti-

hentinya, ujarnya:

“Siauwte tidak akan membocorkan rahasia dari Ti Kiauwtauw,

kau legakan hati saja sekarang siauwte hanya ingin mengetahui

tujuan yang sebenarnya dari Ti Kiauwtauw”

“Heeeii Hong-heng” seru Ti Then sambil mengerutkan alisnya

rapat-rapat, sedang air mukanya mulai kelihatan berubah, “Semakin

bicara semakin tidak karuan, sebenarnya sudah terjadi urusan apa?

Bagaimana jika Hong-heng ceritakan dengan jelas urusan yang

sebenarnya mungkin siauwte akan bantu pikirkan”

Dengan pandangan yang gusar Hong Mong Ling memandang

beberapa saat lamanya kearahnya, kemudian ujarnya dengan

marah:

“Baiklah kau tidak mau bicara juga tidak mengapa, aku yang

akan bicara. Karena kau tahu aku sering pergi cari Liuw Su Cen

untuk bersenang-senang dan tahu juga kalau aku sudah dijodohkan

dengan nona Wi maka sengaja kau menanti di sarang pelacur Touw

Hoa Yuan untuk mencari setori dengan aku kemudian membawa

aku bersama Cang Bun Paiuw kembali ke Benteng. Hemmm dalam

anggapanmu dengan mencekal titik kelemahanku ini hendak

berusaha mencapai tujuan dari siasat licinmu, bukan begitu?”

Air muka dari Ti Then segera berubah menjadi sangat keren,

ujarnya sambil bangkit berdiri:

“Jalan, kita kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po”

“Mau apa?” tanya Hong Mong Ling berubah air mukanya.

“Laporkan seluruh kejadian ini kepada suhumu agar dia yang

pergi melakukan penjelidikan yang teliti, mari kita buktikan

bersama, Lu Kongcu yang kau temui di dalam sarang pelacur Touw

Hoa Yuan itu benar-benar tidak aku yang berbuat”

Seperti ajam jago yang kalah bertempur, dengan lemasnya Hong

Mong Ling menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya

kemudian:

“Dengan jelas kamu tahu kalau aku tidak akan berani

menceritakan keadaan yang sesungguhnya, buat apa kamu mau

menggunakan cara ini?”

“Hmm kau takut sesudah menceritakan kejadian ini lalu nona Wi

tidak mau dikawinkan dengan kau?”

Hong Mong Ling mengangguk dengan perlahan.

Ti Then tertawa dingin lagi, ujarnya:

“Tetapi kau sudah menganggap siauwte adalah Lu Kongcu itu,

urusan ini harus dilaporkan kepada suhumu agar urusan bisa

menjadi jelas kembali”

+++oo+++

Hong Mong Ling yang dikata begitu menjadi lemas, ujarnya

sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah:

“Ini hari siauwte mengajak kau kemari semuanya bertujuan

untuk membicarakan urusan ini, aku ingin kau melepaskan aku kali

ini saja, kini kalau memangnya kau tidak mau mengakui

maka...maka..jaah..sudahlah!”

“Tidak bisa, urusan ini harus diselidiki sampai jelas”

Hong Mong Ling menjadi semakin gugup, ujarnya:

“Buat apa? Bilamana urusan ini sampai tersiar luas sekali pun

nama dan kedudukanku akan hancur akan tetapi kau sendiri juga

sama sekali tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa, bukan

begitu?”

“Aku tidak takut” sahut Ti Then tegas, “Sebetulnya aku

memangnya tidak punya niat untuk tetap tinggal di dalam Benteng

Pek Kiam Po kalian, apalagi aku sendiri juga bukanlah Lu Kongcu

yang kau maksudkan tadi, bilamana urusan ini sampai tersiar luas

malah membuat namaku pun menjadi bersih”

Berbicara sampai di sini, segera ujarnya lagi tegas:

“Ajoh jalan, kita pulang”

Air muka dari Hong Mong Ling berubah menjadi pucat pasi

bagaikan majat, sahutnya kemudian dengan gugup:

“Baik..baik..sudahlah..biarlah anggap siauwte sudah salah

menduga orang lain, di sini siauwte minta maaf terlebih dulu

bagaimana? Mau bukan?”

“Hmm..” dengus Ti Then dengan sangat dingin, “Aku mewakili

nona Wi merasa kecewa, tidak disangka kau Hong Mong Ling

ternyata seorang macam begitu”

Wajah Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam

bagaikan kepiting rebus, sahutnya:

“Siauwte pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan cari hiburan,

sebetulnya hanya iseng saja, padahal di dalam hati siauwte hanya

terpikir Wi Lian In seorang saja”

“Liuw Su Cen itu apakah pelacur dari Touw Hoa Yuan?” potong Ti

Then.

“Benar”

“Aku lihat wajah dari nona Wi sangat cantik bagaikan sekuntum

bunga yang baru saja mekar, kalau kau sudah miliki dia buat apa

pergi luaran cari kesenangan lagi sehingga menjadi seorang calon

suami yang busuk?”

“Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas, “Tadi

siauwte sudah bilang kesemuanya ini hanya karena iseng saja”

“Hemm..cari kesenangan bersama dengan Cang Bun Piauw

seorang ahli di dalam main judi, minum, pelesiran serta

mengganggu ketentraman rakjat jelata”

“Persahabatan siauwte dengan Cang Bun Piauw boleh dikata

tidak terlalu rapat, kemarin malam ketika dia melihat siauwte minum

arak seorang diri di atas loteng kedai arak maka dia datang

mendekat untuk berkenalan dengan siauwte kemudia memaksa

siauwte untuk temani dia pergi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan

untuk cari kesenangan, padahal..padahal di sana paling banyak

siauwte juga minum arak saja...tidak akan berbuat lebih jauh dari

itu”

“Akhirnya di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan kalian

bertemu dengan Lu Kongcu itu?” potong Ti Then dengan cepat.

“Benar”

“Dia sedang ditemani Liuw Su Cen minum arak cari kesenangan?”

“Benar”

“Lalu kalian juga akan mengundang Liuw Su Cen., Lu kongcu itu

tidak mau melepaskan sehingga dengan demikian kedua belah pihak

terjadi ribut-ribut diakhiri dengan suatu pertempuran?”

“Hmmm”

“Macam apa Lu kongcu itu?”

“Dia menyebutkan diri sebagai putra dari Menteri Negara Lu Ko

Sian dan merupakan seorang pemuda suka pelesiran yang sangat

terkenal sekali di ibu kota, wajahnya mirip sekali dengan kau bahkan

boleh dikata pinang dibelah dua”

“Hoo, bisa ada urusan ini...lalu bagaimana?” tanya Ti Then

dengan sedikit terkejut.

“Dia tidak mau melepaskan Liuw Su Cen untuk keluar

menyambut kedatangan kami bahkan mengoceh dan mencemooh

aku dari dalam kamar membuat kemarahan siauwte memuncak,

saat itulah segera siauwte terjang ke dalam kamar untuk beri

hajaran kepadanya, siapa tahu...”

“Dia juga bisa ilmu silat?”

“Benar” sahut Hong Mong Ling.

“Karena siauwte tidak tahu kalau dia juga seorang berilmu maka

di dalam keadaan yang tidak memandang sebelah mata kepada

pihak musuh leherku terhajar satu kali oleh kepalannya..”

“Kalau didengar kisahmu sekarang ini maka ceritamu ketika di

hadapan Pocu yang mengatakan sudah bertemu dengan seorang

berkerudung ditengah jalan merupakan cerita yang bohong belaka?”

“Heeii..siauwte terpaksa harus berbuat demikian” sahut Hong

Mong Ling sambil menghela napas panjang, “Karena bilamana

suhuku dan nona Wi tahu kalau siauwte pergi ketempat pelacuran

untuk cari kesenangan maka di dalam keadaan gusar mungkin sekali

segera membatalkan ikatan perkawinan kami”

“Ehmmm..tadi kau bilang Lu kongcu itu mirip dengan aku, coba

kamu bilang apanya yang mirip?”

“Semuanya mirip”

“Ha ha sungguh menarik sekali” sahut Ti Then sambil bertepuk

tangan, “Di dalam dunia ini ternyata ada orang yang mem punyai

wajah mirip denganku bahkan bisa ilmu silat juga”

“Heeei..waktu itu walau pun siauwte tidak menduga kalau dia

bisa ilmu silat tetapi gerakan tangan siauwte saat itu tidak perlahan,

bilamana bukannya lkepandaian silat yang dimilikinya jauh melebihi

siauwte tidak mungkin bisa memukul rubuh siauwte hanya di dalam

satu gebrakan saja”

“Karena itu lalu kau anggap dia adalah aku yang berbuat?”

sambung Ti Then sambil tertawa.

“Benar, tetapi sekarang...sekarang siauwte tahu kalau dugaanku

itu salah”

“Oooh jaah?” ujar Ti Then lagi, “Kemarin malam secara diam-

diam kau rusak pedangmu kemudian memerintahkan Ki Tong Hong

untuk bergebrak lawan aku kamu orang punya rencana untuk

bunuh aku jaah?”

“Tidak, tidak !”

“Heemmm...sungguh tidak?”

“Benar..memang demikian” sahut Hong Mong Ling dengan wajah

yang merah padam, “Siauwte mana berani memerintahlkan Ki Tong

Hong untuk bunuh kau, siauuwte hanya mengharapkan dia bisa

melukai kau sehingga dengan begitu kamu tidak punya muka lagi

untuk menyabat kedudukan sebagai Kiauwtauw benteng Pek Kiam

Po kami”

“Aku lihat urusan ini terpaksa harus dilaporkan kepada suhumu

agar dia orang tua bisa mengirim orang untuk menjelidiki asal usul

yang sebenarnya dari Lu kongcu itu”

“Jangan...jangan..” ujar Hong Mong Ling gugup, “Bila bertindak

demikian maka urusan siauwte di dalam sarang pelacur Toau Hoa

Yuan menjadi diketahui juga oleh mereka, Ti-kiauwtauw,

tolonglah..”

“Heemm..tidak bisa” ujar Ti Then dengan wajah yang sengaja

diperlihatkan keren, “Sekarang dikarenakan urusan ini menyangkut

dirimu sangat hebat maka kau bilang tidak akan mencurigai diriku,

begitu kau sudah berhasil kawin dengan nona Wi saat itu kau bisa

bicara sembarangan lagi, karena itu aku anggap lebih baik sekarang

juga kita bikin jelas urusan ini”

“Ti-kiauwtauw harap berlegakan hatimu, yang siauwte takutkan

adalah tidak bisa menikah dengan nona Wi, sesudah kita kawin

maka tidak ada urusan lainnya lagi yang penting bagi diriku”

“Heeh...kalau begitu kau harus angkat sumpah, kalau tidak aku

tidak akan lega hati”

“Baiklah” sahut Hong Mong Ling sungguh-sungguh, “Thian Ong

berada di atas aku Hong Mong Ling sejak hari ini bilamana berani

menunjuk Ti-kiauwtauw sebagai Lu kongcu, maka aku akan

mendapatkan kematian tanpa tempat kubur yang baik”

Ti Then yang melihat dia berlutut di atas tanah dan mengangkat

sumpah dengan sikap yang betul-betul serius dalam hatinya segera

merasa memandang rendah terhadap sikapnya, pikirnya dalam hati:

“Hemmm bangsat cilik ini hanya bagus diluar jelek di dalam,

sudah licik banyak akal tidak bersemangat lagi, tidak aneh kalau Wi

Ci To merasa menjesal putrinya dijodohkan kepadanya.

Hong Mong Ling sehabis angkat sumpah segera bangkit berdiri

dari atas tanah, saat itulah mendadak seperti sudah menemukan

sesuatu air mukanya berubah sangat hebat, serunya:

“Celaka!”

“Kenapa?” tanya Ti Then dengan tertegun.

Sambil menunjuk kearah sebuah hutan rima ditempat kejauhan

ujarnya dengan gemetar:

“Aku...aku

melihat

sesosok

berkelebat..berkelebat diantara hutan itu”

bajangan

manusia

Dengan cepat Ti Then menoleh kearah hutan itu, tanyanya:

“Sudah melihat jelas siapa orang itu?”

“Mirip sekali dengan sumoayku”

“Aaah tidak mungkin” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya

keras-keras, “Bagaimana dia bisa sampai di sini juga?”

“Mungkin dia menguntit kita kemari?”

Ti Then menjadi tersenjum, ujarnya:

‘”Bilamana dia ingin ikut kemari buat apa harus menguntit secara

diam-diam?”

Sambil mengusap kering keringat yang mengucur

membasahi keningnya ujar Hong Mong Ling lagi:

keluar

“Ti-Kiauwtauw kau tidak tahu, pada saat kejadian terputusnya

pedang kemarin pagi dia juga dapat mengetahui kalau kejadian itu

merupakan perbuatan siauwte sebelumnya, pada kemarin malam

sesaat Ti Kiauwtauw bertempur melawan Cian Pit Yuan dengan

meminyam kesempatan ini dia memaki diri siauwte, ini hari siauwte

mengundang Ti-Kiauwtauw naik gunung untuk pesiar sudah tentu

dia merasa curiga kalau siauwte akan berbuat tidak senonoh

terhadap diri Ti-Kiauwtauw sehingga sengaja menguntit kemari”

“Kemungkinan juga orang itu bukan dia, buat apa kamu begitu

terkejut dan cemasnya?”

“Heei..siauwte ingat sekali malam itu dia memakai pakaian

berwarna merah, sedang bajangan tadi pun agaknya memakai

pakaian berwarna merah juga”

“Sekali pun orang itu adalah dia, tetapi kau sama sekali tidak

berbuat senonoh kepadaku buat apa takut?”

Hong Mong Ling tertawa pahit, sahutnya:

“Siauwte takut dia mendengar seluruh perkataan yang kita

ucapkan tadi”

“Kemungkinan ini sangat tipis, jaraknya dari sini ke sana sangat

jauh sekali, dia tidak mungkin bisa dengar jelas”

Keadaan dari Hong Mong Ling saat itu mirip sekali dengan semut

yang kepanasan, dengan cepat sekali dia berjalan pulang pergi

ujarnya kemudian:

“Tidak bisa...tidak bisa jadi..pikirannya sangat tajam dan cerdik,

asallkan dia bisa dengar sedikit saja maka segera dia akan bisa

menduga delapan sembilan bagian. Heeeii..heei..Bagaimana

sekarang enaknya?”

Ti Then memandang sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian

barulah ujarnya dengan nada yang rendah:

“Aku akan ajari kamu satu cara, nanti sesudah kita pulang ke

dalam Benteng segera kau pergi jenguk dia, bilamana melihat

sikapnya sedikit tidak beres maka terbukti kalau orang itu adalah

dia, saat itu dengan cepat kau pergi menemui suhumu dan berlutut

di hadapannya untuk mengakui seluruh perbuatanmu itu, saat itu

kau minta maaf dan am pun, dengan sifat yang peramah dari

suhumu dan melihat kejujuranmu mungkin dia akan memaafkan

dirimu asalkan dia mengam puni kamu dipihak sumoaymu dengan

sendirinya tidak ada kesukaran lagi”

Pemikirannya ini sama sekali tidak mengandung siasat licik

lainnya, sebaliknya merupakan pemikiran yang sungguh-sungguh

keluar dari dasar lubuk hatinya untuk membebaskan kesukaran dari

Hong Mong Ling, saat ini juga dia tetap tidak ingin merusak

perhubungan cinta dari orang lain, dia hanya mengharapkan agar

Majikan patung emas melihat kegiatan dan usahanya yang mati-

matian tetapi sama sekali tidak mengharapkan bisa menjelesaikan

tugas ini dengan sempurna.

Hong Mong Ling ketika merasakan cara ini sangat beralasan

barulah sahutnya dengan cepat:

“Bagus sekali, mari kita cepat pulang”

Demikianlah mereka berdua dengan tergesa-gesa sekali

berangkat kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po, sesudah sampai

di dalam Benteng Ti Then masuk ke dalam kamarnya sendiri untuk

beristirahat sedang Hong Mong Ling langsung menuju keruangan

dalam untuk menemui Wi Lian In di dalam kamarnya.

Sesudah berhasil dia menenangkan pikirannya barulah dengan

tangan yang sedikit genetar mengetuk pintu kamar.

“Siapa?”

Terdengar suara seorang pelajan perempuan sedang bertanya.

“Cun Lan, aku..”

Dengan perlahan pintu kamar dibuka, seorang budak yang

disebut sebagai Cun Lan itu berdiri di depan pintu sambil memberi

hormat kepada Hong Mong Ling ujarnya:

“Oooooh kiranya Hong siangkong”

“Nona ada di dalam?”

Cun Lan segera menyahut ada, kemudia menoleh ke belakang

dan teriaknya dengan keras: “Nona, Hong siangkong datang”

“Silahkan dia masuk”

Suara Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamarnya.

Dengan cepat Hong Mong Ling berjalan masuk ke dalam kamar

dan menuju ke meja riasnya, terlihatlah saat itu Wi Lian In sedang

menyisiri rambutnya yang panjang terurai itu, agaknya siap hendak

pergi mandi, segera dia maju ke depan, ujarnya sambil tersenjum:

“In-moay kamu mau pergi mandi?”

“Benar, ada urusan apa?”

Ketika Hong Mong Ling melihat wajahnya tetap ramah dalam hati

segera merasa lega, sahutnya:

“Tidak ada apa-apa, hanya ingin datang lihat-lihat kau..”

Dengan perlahan Wi Lian In putar tubuhnya sambil tersenjum

tanyanya:

“Aku dengar ini hari kau menemani Ti-kiauwtauw pergi pesiar ke

atas gunung?”

“Benar, aku membawa dia pergi lihat sumber air Kiu Liong”

“Air yang diterjunkan dari Kiu Liong ini hari merupakan air yang

manis atau air yang pahit?”

Dalam hati Hong Mong Ling merasa bergetar, sambil tertawa

malu sahutnya:

“In-moay jangan bergurau, air yang diterjunkan di Kiu Liong

bukan air yang manis juga bukan air pahit”

Wi Lian In tertawa cekikikan, tanyanya lagi:

“Kamu bisa bicara baik-baikan dengan Ti-kiauwtauw?”

“Biasa” sahut Hong Mong Ling sambil menangguk, “Makin lama

kakakmu yang bodoh ini semakin merasa orangnya tidak jelek,

kepandaian silat yang dimiliki pun sangat tinggi tetapi jadi orang

tidak sombong, dia merupakan seprang sahabat yang patut kita

rapati”

“Ehmmm..kau bisa berubah sikap terhadap dirinya aku merasa

sangat girang sekali, sekarang kau boleh pergi aku mau pergi

mandi”

Dengan sangat hormat sekali Hong Mong Ling menyahut dan

mengundurkan diri dari dalam kamarnya, sedang dalam hati dia

merasa sangat girang dan puas.

Sekali pun perkataan ‘air pahit’ dari Wi Lian In itu membuat

hatinya merasa sangat terkejut tetapi perkataan selanjutnya yang

mesra dan penuh dihiasi dengan senjum manis itu membuat

perasaan di dalam hatinya mulai lega sedang dugaan kalau

bajangan yang dilihatnya di air terjun Kiu Liong adalah Wi Lian In

pun mulai lenyap dari pikirannya.

Sehabis makan malam Wi Ci To, Huang Puh Kian Pek serta Ti

Then sesudah berbicara dengan orang-orang beberapa saat

lamanya mereka pada berpisah untuk beristirahat di dalam

kamarnya masing-masing.

Sesudah lewat tengah malam dengan sangat perlahan-lahan dan

gerak-gerik yang berhati-hati Wi Lian In kelihatan berjalan menuju

ke kamar buku ajahnya kemudian mengetuk dengan perlahan.

Kiranya sejak ibu dari Wi Lian In meninggal beberapa tahun yang

lalu selama ini Wi Ci To selalu berdiam seorang diri di dalam kamar

buku itu.

Sesudah mengetuk beberapa saat lamanya terdengar dari dalam

kamar buku itu berkumandang keluar suara dari Wi Ci To yang

sedang bertanya:

“Siapa?”

“Aku, Tia”

“Oooh..In-ji”

Dengan cepat Wi Ci To bangun dari pembaringannya untuk

berpakaian dan membuka pintu kamarnya.

“Tengah malam seperti ini kamu tidak pergi tidur, buat apa

kemari?”

Dengan cepat Wi Lian In berkelebat masuk ke dalam kamarnya,

kemudian barulah ujarnya dengan perlahan:

“Tia, mari kita pergi main-main ke kota Go-bi”

Wi Ci To begitu mendengar ajakan putrinya yang sangat aneh ini

menjadi tertegun, ujarnya:

“Jangan gujon, pada saat seperti ini bagaimana bisa pergi ke

kota Go-bi untuk main-main?”

“Putrimu ingin mencari seseorang di dalam kota”

“Cari siapa?” tanya Wi Ci To tercengang.

Wi Lian In memperlihatkan senjumnya yang sangat misterius,

sahutnya:

“Sesudah sampai di dalam kota putrimu baru akan beritahu pada

kau orang tua”

Dengan wajah yang penuh dibasahi oleh embun Wi Ci To

melototkan matanya, ujarnya dengan agak keras:

“Tidak, sebetulnya kamu sedang berbuat permainan apa?”

Mendadak pada air muka Wi Lian In memperlihatkan

perasaannya yang sedih dan menderita, sahutnya:

“Putrimu hendak ke dalam kota untuk menjelidiki suatu urusan,

urusan ini mem punyai hubungan yang sangat erat dengan urusan

putrimu untuk selama hidupnya”

Ketika Wi Ci To melihat dia berbicara dengan sangat serius sekali

pada wajahnya semakin memperlihatkan perasaan terkejutnya,

tanyanya dengan cepat:

“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”

“Heei..” ujar Wi Lian In sambil tertawa pahit, “Sebelum

mendapatkan bukti yang nyata putrimu tidak ingin utarakan keluar”

Wi Ci To semakin mengerutkan alisnya kencang-kencang,

ujarnya:

“Hemm ditengah malam buta mendadak kau ingin ajahmu

menemani kau pergi ke dalam kota..kamu membuat ajahmu makin

lama makin bingung”

“Sesudah sampai di dalam kota dan berhasil menemui orang itu,

ajah tentu akan memahami urusan apa sebenarnya yang sudah

terjadi”

“Besok pagi pergi bukankah sama saja?”

“Tidak bisa!” ujar Wi Lian In tegas, “Harus malam ini juga pergi

bahkan tidak diperbolehkan mengejutkan orang-orang kita sendiri”

Dengan tajam Wi Ci To memandang wajah putrinya, beberapa

saat lamanya dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, agaknya dia

sedang menduga perasaan hatinya.

“Tia” ujar Wi Lian In lagi memecahkan kesunyian itu, “Bilamana

Tia sajang pada putrimu, maka tia harus menjetujui untuk

menemani putrimu”

“Baiklah, ajahmu akan temani kau pergi”

Sesudah berpakaian dan dandan sebentar barulah berjalan keluar

dari kamar bukunya untuk kemudian keluar dalam Benteng

bersama-sama Wi Lian In.

Ajah beranak berdua sudah tentu tahu dengan jelas di tempat

mana di sekeliling benteng itu terdapat penjagaan malam. Karena

itulah dengan sangat mudah sekali mereka berhasil menghindarkan

diri dari mereka, dengan tidak menimbulkan suara sedikit pun

mereka sudaah berhasil meninggalkan benteng Pek Kiam Po untuk

berangkat menuju ke kota Go-bi.

Pada saat kentongan kedua mereka ajah beranak berdua sudah

sampai di kota Go-bi, sesudah melewati tembok kota yang tinggi

sampailah mereka disebuah jalan raja yang sangat sunyi, kepada

seorang penjual makanan maalam tanyanya:

“Toa siok ini tolong tanya rumah dari Cang Bun Piauw Cang

Kongcu terletak di jalan sebelah mana?”

Penjual bakso itu segera menurunkan pikulannya, dengan air

muka yang sangat terkejut dia memandang beberapa saat lamanya

kearah Wi Ci To serta putrinya kemudian barulah tanyanya:

“Yang nona tanyakan apakah putra dari Cang Pek Li Cang Lo-

ya?”

Wi Lian In sendiri juga tidak tahu ajah dari Cang Bun Piauw itu

bernama Cang Pek Li atau Cang Pek To, balik tanyanya:

“Apakah putranya yang bernama si tikus rakus dari Go-bi Cang

Bun Piauw?”

“Benar” sahut kakek itu sambil mengangguk, “Memang benar dia,

nona cari dia ada urusan apa?”

“Kami ajah beranak merupakan kawan dari seorang familinya,

familinya itu mem punyai sebuah barang yang dititipkan kami untuk

disampaikan kepadanya, sebetulnya kami ingin menanti sesudah

terang tanah baru temui dia, tetapi karena kami juga punya urusan

yang harus diselesaikan di luar kota maka terpaksa kami harus

kerjakan sekarang juga”

“Tetapi pintu kota sudah tertutup, bagaimana kalian ajah beranak

bisa keluar?”

Wi Lian In hanya tersebjum saja, tanyanya:

“Tolong beritahu tempat tinggal dari Cang kongcu sebetulnya

berada dimana?”

Dengan perlahan kakek penjual bakso itu menunjuk ke satu jalan

besar, sahutnya:

“Jalan dari tempat ini sesudah sampai di persimpangan belok ke

sebelah kanan, kurang lebih berjalan seratus tindak terdapatlah

sebuah bangunan besar dengan pintu besar bercat merah,

pokoknya asalkan di samping rumahnya ada dua patung macan

yang besar, itulah rumahnya”

Wi Lian In segera mengucapkan banyak terima kasih dengan

menarik tangan ajahnya Wi Ci To untuk mereka segera berjalan

menuju kejalan yang ditunjuk, sesudah berjalan kurang lebih

berpuluh-puluh tindak dengan wajah yang penuh perasaan terkejut

tanya Wi Ci To:

“Hey budak, orang yang hendak kau cari apakah Cang Bun Piauw

itu?”

“Benar”

“Buat apa kamu cari dia?” tanya Wi Ci To dengan tercengang.

“Sesudah menawan dia tentu ajah akan segera paham”

Agaknya Wi Ci To menjadi sadar sebenarnya urusan apa yang

sedang terjadi, ujarnya kemudian:

“Ehmm..apa punya hubungannya dengan Hong Mong Ling ketika

malam itu terpukul oleh seorang berkerudung?”

“Benar” sahut Wi Lian In, “Putrimu menemukan kisah yang

diceritakan suko waktu itu agaknya tidak mirip dengan kejadian

yang sesungguhnya maka itu putrimu mau menangkap Cang Bun

Piauw untuk kita tanyai dengan jelas”

“Ceritera dari Hong Mong Ling bagaimana bisa tidak sesuai

dengan kejadian yang sesungguhnya?” tanya Wi Ci To dengan nada

terkejut.

“Tentang hal ini sesudah kita menanyai Cang Bun Piauw baru

putrimu akan menceritakan dengan jelas kepada Tia”

Wi Ci To ajah beranak dengan mengikuti petunjuk dari kakek

penjual bakso itu tidak lama kemudian sudah sampai di depan

rumah dari Cang Bun Piauw..,sebuah bangunan dengan pintu besar

berwarna merah serta dua buah patung macan yang terbuat dari

batu. Waktu menunjukkan kentongan ketiga tengah malam, di

depan pintu besar tidak tampak sesosok bajangan manusia pun.

“Tia” ujar Wi Lian In dengan perlahan: “Kau masuklah dan tawan

dia keluar dari rumahnya”

Sudah tentu Wi Ci To sendiri tidak akan mengijinkan putrinya

ditengah malam buta masuk ke dalam rumah orang lain hanya

untuk menawan seorang lelaki segera mengangguk menyahut,

tubuhnya dengan sangat ringan sekali melayang melewati tembok

halaman dan berkelebat masuk ke dalam ruangan.

Dengan kepandaian dari Wi Ci To untuk menangkap seorang

yang tidak memiliki kepandaian silat seperti Cang Bun Piauw ini

sudah tentu bukan merupakan suatu urusan yang sangat sukar,

tidak lebih selama seperminum the kemudian kelihatan dari atas

tembok berkelebat sesosok bajangan manusia..Wi Ci To sudah

berhasil menawan keluar Cang Bun Piauw dari dalam rumahnya.

Agaknya jalan darah bisu dari Cang Bun Piauw sudah tertotok,

sehingga sekali pun orangnya sudah sadar dari tidurnya tetapi tidak

bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 6.1. Batalnya perjodohan Wi Lian In - Hong Mong

Ling

“Tia,” ujar Wi Lian In perlahan” kita cari satu tempat yang sunyi

saja”

“Ehmmm...benar..” sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Diujung

jalan ini ada sebuah rumah gubuk yang tidak ditinggali lagi, kita ke

sana saja”

Sehabis berkata, dengan mengapit tubuh Cang Bun Piauw dia

berjalan terlebih dulu ke depan.

Dalam sekejap saja mereka sudah berada di dalam rumah gubuk

itu, dengan perlahan Wi Ci To meletakkan tubuh Cang Bun Piauw di

atas tanah, sedang Wi Lian In dengan cepat mencabut keluar

pedang panjangnya yang dituding ke depan leher Cang Bun Piauw,

dengan wajah yang dingin kaku ujarnya:

“Sesudah aku bebaskan jalan darah bisumu bilamana kamu

orang berani teriak jangan salahkan pedangku akan menembus

tenggorokanmu!”

Saking terperanyatnya air muka Cang Bun Piauw sudah berubah

pucat pasi, matanya dikedip-kedipkan seolah-olah minta am pun

tetapi seperti juga sudah menyerah kepada mereka.

Setelah itu barulah Wi Lian In bebaskan jalan darah bisunya,

dengan menempelkan ujung pedang di atas leher ujarnya dengan

dingin:

“Kamu boleh pilih mau mati atau hidup?”

“Mau hidup..mau hidup..Nona Wi, am punilah nyawaku..am puni

hamba..hamba belum pernah menyalahkanmu!”

“Bilamana kamu ingin hidup, jawab seluruh pertanyaanku dengan

sejujurnya?”

“Baik..baik..! silahkan nona Wi mulai bertanya, asal hambamu

tahu tentu akan kuberi jawaban yang sesungguhnya, hanya hamba

mohon nona Wi jangan membunuh aku”

“Baik, cepat ceriterakan satu kali lagi peristiwa malam itu!”

Cang Bun Piauw menelan ludah, dalam hati dia tahu kalau cerita

karangan Hong Mong Ling malam itu sudah diketahui

kebohongannya oleh nona ini, karena itulah sekarang dia tidak

berani bohong lagi, ujarnya:

“Baik...begini...begini, maghrib itu Hong Mong Ling heng datang

ke kota dan bertemu dengan hamba ditengah jalan, lalu dia

mengundang hamba untuk minum arak dikedai arak sesudah dari

sana dia mengundang lagi hamba pergi ke sarang pelacur Touw Hoa

Yuan untuk mencari kesenangan dengan Liuw Su Cen, hamba tidak

enak untuk menampik, terpaksa ikut dengan dia ke sana”

“Kalian sudah bersahabat berapa lama?” kata Wi Lian In.

“Kurang lebih dua tiga tahunan”

“Setiap kalian bertemu tentu pergi ke sarang pelacur Touw Hoa

Yuan mencari Liuw Su Cen?”

“Be..benar..”

“Siapa yang mengajak untuk pertama kalinya?”

“Tentang hal ini..” sahut Cang Bun Piauw sambil melirik kekiri

kanan, “Tentang hal ini bukan dia yang mengajak aku, juga bukan

aku yang mengajak dia, kita berkenalan di dalam sarang pelacur

Touw Hoa Yuan itu”

“Bagus, lanjutkan!”

Cang Bun Piauw menghembuskan napas panjang, sesudah

berhenti sebentar sambungnya lagi:

“Mong Ling heng hanya senang dengan Liuw Su Cen seorang,

maka setiap kali hanya mengundang satu orang saja, malam itu kita

pergi lagi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan tetapi waktu itu Liuw Su

Cen tidak keluar menyambut kita karena sedang menemani tamu

lain. Mong Ling heng tidak bisa menahan sabar lagi maka

diperintahnya Ku Ie untuk panggil dia keluar..”

“Siapa Ku Ie itu?”

“Germo dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu”

“Hemm..lalu Liuw Su Cen itu tidak keluar?”

“Benar !” sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan kepalanya

rendah-rendah, “Sebab itulah Mong Ling heng sudah

menghamburkan banyak uang untuk tubuhnya itu”

“Hemm..lanjutkan!”

“Waktu itu hamba menasehati dia jangan berlalu gegabah, tamu

dari nona Liuw itu tentu seorang yang punya nama terkenal

sehingga dia tidak berani keluar menyambut kita, lebih baik lain kali

saja datang lagi, tetapi Mong Ling heng tidak mau dengar

perkataanku dan berjalan ke depan kamar nona Liuw itu untuk

mencari tahu siapa tamunya, saat itulah dari dalam kamar terdengar

suara pertanyaan dari tamu itu kepada Ku Ie: “Siapa orang itu?”

yang dijawab oleh Ku Ie: “Seorang pendekar pedang dari benteng

Pek Kiam Po yang bernama In Tiong Liong Hong Mong Ling.”

Mendengar perkataan itu tamu tersebut tertawa dingin ujarnya :

“Hemmm..aku kira orang terkenal macam apa tidak tahunya

seorang kuli silat kasaran.” Mendengar perkataan itu Mong Ling

heng menjadi sangat gusar, sambil menerjang masuk ujarnya:

“Tidak salah, cayhe memang seorang kuli silat kasaran, tetapi

kawan kamu harus tahu di dalam dunia ini hanya kuli silat kasaran

yang bisa memaksa orang berlutut sambil menyumpahi bapak

ibunya sendiri..”

“Siapa orang itu?”

“Eh..Nona Wi belum tahu siapa dia?”

“Cepat katakan !”

“Waktu itu..” sambung Cang Bun Piauw, “Sesudah orang itu

mendengar perkataan Mong Ling heng, balas mengejek juga,

“Cecunguk mana berani mengganggu kesenangan kongcu-mu,

hemmm..agaknya sudah bosan hidup?” Ku Ie menjadi gugup dia

bilang sama Mong Ling heng kalau orang itu adalah putra dari

menteri Lu Ko Sian, ketika Mong Ling heng dengar orang itu adalah

kongcu suka pelesiran yang sangat terkenal hatinya semakin gemas

lalu bentaknya kepada Lu kongcu itu untuk berlutut di hadapannya,

Lu kongcu tidak gubris omongannya Mong Ling heng segera maju

menyerang, siapa tahu Lu kongcu memiliki kepandaian silat yang

sangat lihay, dia tetap duduk sebaliknya tangannya mencengkeram

tangan kanan Mong Ling heng dan melempar tubuhnya hingga

terjungkir balik, sesudah itu lehernya dihajar satu kali membuat

Mong Ling heng dengan demikian jatuh tak sadarkan diri”

“Kemudian kamu juga dipukul rubuh oleh Lu kongcu itu?

“Benar” sahutnya sambil menundukkan kepala, “Ketika sadar

kembali kami sudah berada di dalam benteng.”

“Kalian curiga kalau Lu kongcu itu adalah pendekar baju hitam Ti

Then yang menolong kalian kembali ke dalam Benteng malam itu?

Kenapa?”

“Karena wajah dari pendekar baju hitam Ti Then mirip dengan Lu

kongcu hanya saja pakaiannnya tidak sama”

“Hemm..” dengus Wi LIan In dengan dingin, “Kenapa malam itu

kalian bilang sudah bertemu dengan seorang berkerudung?”

“Ini...ini..sudah tentu dikarenakan Mong Ling heng takut nona

tahu dia cari kesenangan di sarang pelacur Toauw Hoa Yuan”

Wi Lian In memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung,

kepada ayahnya Wi Ci To, ujarnya:

“Tia, mari kita pulang”

Sikap Wi Ci To kelihatan sedikit semangat, sinar matanya dengan

tajam memperhatikan Cang Bun Piauw, kemudian tanyanya dengan

keren:

“Kamu orang berani pastikan Lu kongcu itu adalah pendekar baju

hitam Ti Then?”

Cang Bun Piauw ragu-ragu sejenak, tapi sahutnya juga:

“Wajahnya boleh dikata mirip sekali, hanya saja....yang satu

memakai pakaian bagus sedang yang lain memakai pakaian yang

compang-camping”

“Hemm..sekarang kamu boleh pulang” ujar Wi Ci To sesudah

termenung sejenak, “Tapi.. jangan sekali-kali menceritakan

peristiwa malam ini kepada siapa pun, kalau tidak...Hmm jangan

salahkan Lohu akan mencabut nyawa anyingmu”

Cang Bun Piauw menjadi sangat girang, sambil merangkak

bangun sahutnya berkali-kali:

“Baik..baik..hamba akan berkata sedang punya urusan yang

harus diurus, malam itu juga, tapi harap Pocu jangan membiarkan

Mong Ling heng tahu kalau rahasia ini hamba yang bocorkan, kalau

tidak..kalau tidak dia akan bunuh hamba”

“Pergi!” bentak Wi Lian In keras-keras.

Cang Bun Piauw tidak berani bicara lagi, dengan terbirit-birit dia

melarikan diri dari dalam rumah itu.

Sesudah berdiam diri beberapa saat lamanya, tidak tertahan air

matanya mengucur keluar dengan derasnya membasahi wajah Wi

Lian In.

Pikiran Wi Ci To waktu itu juga sedang kacau, sesudah menghela

napas panjang barulah ujarnya:

“Kamu keluar kota dulu, aku mau ke sarang pelacur Touw Hoa

Yuan sebentar”

Sehabis bicara tubuhnya berkelebat keluar dari rumah gubuk

yang tidak ditinggalkan itu dan lenyap ditengah kegelapan.

Sesudah Wi Ci To pergi, Wi Lian In pun keluar dari rumah gubuk

dan berjalan keluar pintu kota, sesampainya di bawah tembok kota

dengan satu kali lompatan dia berhasil keluar dari kota dan menanti

di pinggiran jalan.

Kurang lebih setengah jam kemudian barulah kelihatan Wi Ci To

berlari mendatang.

Dengan cepat Wi Lian In bangkit berdiri, tanyanya: “Bagaimana?”

“Heeiii..” sahut Wi Ci To dengan wajah sangat serius,

“Keadaannya mirip sekali dengan apa yang diceritakan Cang Bun

Piauw, hanya ada satu hal”

“Hanya ada satu hal tentang apa?” Tanya Wi Lian In cepat.

“Menurut pengakuan dari Ku Ie serta pelayan sana, Lu kongcu

sesudah memukul rubuh Mong Ling dan Cang Bun Piauw lalu

perintah itu pelayan untuk sediakan kereta, dengan dihantar Lu

kongcu sendiri dia membawa kedua orang itu keluar kota dan

dibuang di samping jalan”

“Hal ini membuktikan Ti Kiauwtauw bukan Lu kongcu itu?”

“Benar!” sahut Wi Ci To sambil hela napas panjang dengan

langkah perlahan dia berjalan bolak-balik di sana, “Tetapi dapat juga

diartikan sesudah Ti Then membuang mereka di pinggir kota lalu

berganti pakaian, dengan gaya seorang miskin dia membawa

mereka kembali ke dalam benteng”

“Tetapi dia punya tujuan apa dengan berbuat demikian?”

“Sudah tentu mem punyai niat jelek!”

“Tetapi..” ujar Wi Lian In lagi, “Di dalam beberapa hari ini

sikapnya tidak jelek, bahkan membantu Tia memukul mundur

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan..”

“Hemm..hemm..” ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin, “Seseorang

dalam tindakannya untuk mencapai tujuan rencananya sudah tentu

harus berusaha mendapatkan kepercayaan dulu dari orang lain”

“Tetapi kepandaian silatnya sangat tinggi, apabila punya maksud

jelek terhadap Benteng kita seharusnya dengan terang-terangan

turun tangan buat apa berbuat demikian”

“Itulah merupakan hal yang membingungkan ayahmu, dengan

sifat serta tingkah lakunya yang sopan dan ramah ditambah dengan

kepandaian silat yang berhasil dilatih saat ini tidak seharusnya

menjadi seorang mata-mata yang berniat busuk..”

“Tia..” ujar Wi Lian In lagi dengan perlahan, “Kemarin sore Mong

Ling ajak dia bermain ke sumber air Sembilan naga, karena putrimu

merasa Mong Ling pernah berbuat jahat terhadapnya, maka sengaja

secara diam-diam menguntit akhirnya di sumber air sana aku

berhasil mendengar perkataan mereka berdua”

“Mereka bicarakan soal apa?”

“Mong Ling di hadapannya menuding dia sebagai Lu kongcu dan

Tanya apa maksud kedatangannya, tetapi dia seperti tidak paham

persoalan apa yang sedang dibicarakan akhirnya Mong Ling

menceritakan kembali peristiwa yang terjadi di sarang pelacur Touw

Hoa Yuan itu, begitu dengar persoalan ini dia mengusulkan untuk

melaporkan urusan ini kepada Tia dan minta kirim orang untuk

menyelidiki urusan ini, sebaliknya Mong Ling menjadi gugup

dibuatnya dan mohon dia jangan membocorkan rahasia ini, semula

dia tidak menyetujui sikapnya ini akhirnya sesudah Mong Ling

bersumpah untuk tidak menuduh dia sebagai Lu kongcu lagi barulah

dia menyanggupi untuk menyimpan rahasia ini”

“Telur busuk, anying busuk, sungguh tidak bersemangat anying

itu!”

“Tia, aku tidak mau dijodohkan dengan dia, Tia, kamu tega

melihat putrimu dikawinkan dengan seorang manusia rendah”

“Hei..tentang urusan ini biarlah ayahmu pikir-pikir dulu”

“Tapi Tia..” seru Wi Lian In setengah merandek, “Apanya yang

mau dipikirkan lagi?”

“Heii..bukannya begitu” sahut Wi Ci To dengan sedih, “Banyak

kawan-kawan kita sudah tahu kalau kamu telah dijodohkan dengan

dia, kini mendadak membatalkan perkawinan ini, kiranya..”

“Aku tidak mau tahu aku tidak mau kawin dengan dia, sekali pun

mati aku juga tidak mau dijodohkan dengan dia!”

“Baik..baiklah..di luaran dia mengadakan hubungan dengan

manusia tidak genah ditambah lagi secara diam-diam mencari

hiburan disarang pelacur hal ini sudah melanggar peraturan benteng

kita dan cukup untuk mengusir dia dari dalam perguruan”

“Kalau begitu besok pagi-pagi suruh dia menggelinding dari

dalam benteng”

“Baiklah” sahut Wi Ci To sambil menghela napas panjang, “Tetapi

selain dalam hidupnya dia kurang genah agaknya tidak ada

kejahatan lain yang diperbuat, apa kamu bersikap begitu galaknya

terhadap dia”

“Asalkan dia kembalikan tanda mataku dan menggelinding pergi

dari Benteng Pek Kiam Po untuk selamanya itu sudah cukup”

“Heeii..” ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang lagi,

“Sifatnya sangat bagus, bakatnya pun terpilih, tidak disangka

gemar melakukan pekerjaan rendah seperti itu. Heeiii...sungguh

mengecewakan, sungguh mengecewakan..”

“Tia...bagaimana dengan Ti Kiauwtauw?”

“Kau bilang bagaimana baiknya?”

“Putrimu tidak berani bilang dia bukan Lu kongcu, tetapi dalam

hati aku merasa dia bukanlah seorang manusia licik”

“Hati manusia siapa yang bisa menduga, contohnya saja Hong

Mong Ling, apa kamu anggap dia seorang jahat? Siapa tahu..hee..”

“Perkataan Tia sedikit pun tidak salah, kalau begitu usir saja

sekalian dari dalam Benteng”

“Tidak bisa” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Tidak

bisa usir dia keluar “

“Kenapa?”

“Baru saja ayahmu mengangkat dia sebagai Kiauwtauw, kemarin

hari dia pun sudah bantu aku memukul mundur musuh tangguh,

apalagi kita pun tidak punya bukti yang cukup untuk membuktikan

dia adalah Lu kongcu, bilamana secara mendadak kita usir saja dia,

berita ini jika sempat tersiar di Bu-lim harus dibuang kemana wajah

ayahmu ini?”

“Tetapi..tetapi bila dia

punya

mendatangkan kerepotan saja?”

niat

jahat

bukan

hanya

“Tidak mengapa” sahut Wi Ci To sambil menundukkan kepalanya

pelan-pelan: “Aku sudah tugaskan beberapa orang unuk mengawasi

seluruh gerak-geriknya siang dan malam, sedikit saja dia ada

gerakan tidak akan lolos dari pengawasan kita”

“Tetapi Tia..selalu tugaskan orang mengawasi dia juga bukan

cara yang tepat”

“Sesudah lewat satu bulan bilamana dia tetap tiada gerakan yang

mencurigakan hal ini membuktikan dia tidak punya niat jahat

terhadap Benteng kita, sampai saat itu kita pun tidak usah

mengawasi gerakannya lagi”

Wi Lian In berdiam beberapa saat lamanya, kemudian sambil

memandang Wi Ci To tanyanya lagi:

“Jika dia bukan Lu kongcu, lalu siapakah Lu kongcu itu?”

“Di kota Go-bi sering bermunculan jago-jago berkepandaian

tinggi dari Bu-lim, tentang hal ini tentu kamu tahu bukan?”

“Tetapi Tia..usia dari Lu kongcu itu paling tidak belum mencapai

tiga puluh tahunan, di dalam satu gerakan saja dia berhasil

menguasai Mong Ling, kepandaian setinggi ini agaknya belum

pernah terdengar di dalam Bu-lim”

“Jika dia bukan Ti Then, maka menurut dugaanku kepandaian

silatnya hanya sedikit di atas Mong Ling”

“Tetapi Tia..” bantah Wi Lian In lagi, “Hanya di dalam satu

gebrakan saja dia berhasil menguasai Mong Ling”

“Hal ini karena Mong Ling tidak tahu kalau orang itu memiliki

kepandaian silat sehingga waktu turun tangan terlalu gegabah,

peristiwa semacam ini sering juga terjadi di dalam Bu-lim”

Wi Ci To ayah beranak sambil berkata, melanjutkan perjalanan,

sesaat menjelang fajar menyingsing mereka sudah tiba di dalam

Benteng Pek Kiam Po.

Hari sesudah terang.

Dengan langkah yang mantap serta air muka yang keren Wi Ci

To berjalan menuju ke kamar Hong Mong Ling, baru saja bangun

dari tidurnya begitu melihat suhunya dengan wajah gusar berjalan

memasuki kamarnya, dalam hati merasa sangat terkejut, dengan

cepat dia bangkit untuk memberi hormat sambil ujarnya:

“Suhu, selamat pagi..”

Wi Ci To tetap membungkam, sesudah menutup pintu kamar

ujarnya dengan dingin:

“Mong Ling, ceritakan sekali lagi peristiwa malam itu di dalam

kota Go-bi”

Mendengar perkataan itu Hong Mong Ling segera sadar kalau

urusan sudah runyam, sambil menundukkan kepala:

“Muridmu harus binasa, harap suhu mau mengam puni dosaku”

Dengan pandangan berapi-api Wi Ci To memandang tajam

wajahnya kemudian dengan keren ujarnya:

“Suhumu selalu menganggap sifatmu paling baik, paling sopan

sehingga dengan begitu aku menjodohkan putriku kepadamu, siapa

tahu kiranya kamu merupakan seorang manusia rendah yang tidak

tahu malu”

Air mata mengucur keluar dengan derasnya, membasahi wajah

Hong Mong Ling, dengan setengah merengek ujarnya:

“Karena berkenalan dengan kawan tidak genah membuat tecu

melakukan pekerjaan yang tidak senonoh, mohon suhu mau am

puni kesalahan tecu sekali lagi”

“Hemmm...sudah berapa lama kenal dengan orang itu?”

“Baru...baru, satu, satu hari”

“Apa? satu hari..?” potong Wi Ci To dengan sangat gusar, “Kamu

sudah berkenalan selama dua tiga tahun lamanya, kau sudah

menipu suhumu, sudah menipu In-ji”

Tubuh Hong Mong Ling semakin gemetar, sambil menyatuhkan

diri berlutut di tanah ujarnya:

“Tecu sumpah akan mengubah sifatku yang buruk ini, harap

suhu mau mengam puni dosaku ini”

“Hemm...hmm..hemm, sayang sudah terlambat”

Mendadak tubuh Hong Mong Ling tergetar dengan kerasnya

sambil angkat kepala ujarnya : “Suhu bilang..”

“Peraturan perguruan yang lohu susun selamanya dipegang

teguh selamanya tidak mengijinkan seorang manusia gemar pipi

licin bercampur di dalam benteng ini, semakin tidak mengijinkan

putriku dijodohkan dengan seorang manusia gemar pelesiran, cepat

serahkan tanda mata dari In-ji!”

Berkata sampai di sini dia mengambil sebuah mainan yang

terbuat dari pualam dari dalam saku yang kemudian dibuang ke

hadapan Hong Mong Ling, ujarnya lagi:

“Tanda mata yang kamu berikan pada putriku boleh diterima

kembali”

Air muka Hong Mong Ling berubah hebat, dengan gemetar

ujarnya:

“Suhu, kamu...kamu tidak mau memaafkan tecu untuk terakhir

kalinya?”

“Hemmm..hemm..walau pun lohu mau memaafkan kau juga

tidak akan menjodohkan putriku kepadamu” sahut Wi Ci To dengan

wajah semakin dingin.

“Kalau begitu dapatkah tecu menemui sumoay untuk terakhir

kalinya?”

“Dia sudah bersumpah tidak akan menemui kamu orang barang

sekejap pun”

Kepala Hong Mong Ling ditundukkan semakin rendah, dengan

setengah berbisik ujarnya :

“Urusan ini tentu Ti-kiauwtauw yang menceritakan kepada suhu,

bukan?”

-oooOOooo-

10

“Bukan” ujar Wi Ci To dengan dingin, “Urusan ini didengar In-ji

dengan mata kepala sendiri, kemarin secara diam-diam dia

menguntit kalian pergi ke sumber air Sembilan naga..sudah cukup,

cepat kau kembalikan tanda mata putriku!”

Hong Mong Ling masih tetap berlutut di tanah, ujarnya lagi:

“Kalau begitu tecu masih ada satu rahasia yang hendak

dilaporkan kepada suhu, Ti Kiauwtauw itu adalah...”

“Tidak usah banyak omong lagi” potong Wi Ci To sambil

mengulap tangannya, “Dia benar atau tidak Lu kongcu yang kau

telah temui berada di dalam sarang pelacuran Touw Hoa Yuan aku

bisa menyelidiki sendiri, urusan ini tidak ada hubungannya dengan

kamu orang”

“Dia benar adalah Lu kongcu, tecu berani memastikan dengan

jaminan nyawaku”

“Hemm, hemm..” potong Wi Ci To lagi dengan sangat gusar

hingga wajahnya berubah merah padam, “Kalau memangnya dia

adalah Lu kongcu kenapa sampai sekarang kamu masih tetap

merahasiakan? Demi keselamatan dan keuntungan sendiri kamu

tidak memperdulikan keselamatan dari seluruh benteng, kamu

orang terhitung manusia macam apa?”

Hong Mong Ling yang disemprot dengan kata-kata tajam ini tidak

bisa banyak bicara lagi, dengan wajah yang sudah berubah merah

padam dengan perlahan dia bangkit berdiri membuka sebuah lemari

pakaian. Dari sana dia mengambil keluar sebuah tusuk konde dan

diangsurkan ke tangan Wi Ci To, ujarnya sambil melelehkan air

mata:

“Tanda mata dari sumoay harap suhu menerima kembali”

Wi Ci To menerima tusuk konde dan memasukkan ke dalam

saku, ujarnya:

“Masih

ada.

Lohu

harus

mengumumkan

pembatalan

perkawinanmu dengan In-ji di hadapan seluruh murid dari Benteng

Pek Kiam Po, biar mereka jadi tahu jelas sebab-sebab pembatalan

perkawinan ini. Aku kira hal ini tentu memberatkan dirimu bukan?

Tetapi demi nama baik serta pengertian dari semua orang, lohu

terpaksa harus melakukan hal ini juga”

“Suhu..” seru Hong Mong Ling sambil melelehkan air mata,

“Kamu orang tua juga akan mengumumkan pemecatan tecu dari

perguruan dan mengusir tecu dari Benteng?”

“Dosamu tidak sampai begitu berat, tetapi lebih baik untuk

sementara kau jalan-jalan diluar Benteng, sesudah perasaan gusar

dari In-ji mereda kamu baru kembali lagi”

Hong Mong Ling mengangguk, sedang air matanya jatuh

berlinang semakin deras.

“Ayoh jalan, semua pendekar pedang dari benteng kita sudah

menanti kedatanganmu di lapangan latihan silat”

Ketika mereka berdua sampai di lapangan latihan silat, terlihatlah

seluruh pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po sudah berdiri

sejajar dengan rapinya di depan mimbar.

Semua orang tidak ada yang tahu Pocu mereka akan berbuat

apa, hanya Ti Then seorang begitu melihat sikap serta air muka

Hong Mong Ling yang sedih segera dapat menebak peristiwa apa

yang hendak terjadi, dia sudah menganggap Wi Ci To adalah

Majikan Patung Emas kini membawa Hong Mong Ling ke tengah

lapangan sudah tentu akan mengumumkan pembatalan perkawinan

antara Hong Mong Ling dengan putrinya, dalam hati diam-diam

merasa sedih pikirnya:

“Heeii..semuanya ini karena kamu cari penyakit sendiri, dengan

usiamu yang masih sangat muda sudah menduduki sebagai

pendekar pedang merah dari Benteng Seratus Pedang, dijodohkan

pula dengan putri dari Wi Ci To tetapi karena masih tidak puas,

masih merasa kurang sehingga mencari senang dengan kaum

pelacur kelas rendahan, kini sesudah terjadi peristiwa yang demikian

tragisnya, harus kamu salahkan siapa?”

Kini dia merupakan kepala pimpinan dari seluruh pendekar

pedang di dalam benteng Pek Kiam Po ini begitu melihat Wi Ci To

berjalan naik ke atas mimbar, dengan cepat ia memberi hormat

mewakili seluruh pendekar pedang yang hadir.

Wi Ci To dengan cepat membalas hormat, sesudah itu barulah

ujarnya:

“Murid-muridku sekalian, ini pagi lohu mau mengumumkan

sebuah berita yang tidak menyenangkan, sejak hari ini juga Hong

Mong Ling bukan bakal mantu lagi. Lohu sudah ambil keputusan

untuk membatalkan perjodohan ini”

Begitu perkataan ini diucapkan keluar, seluruh hadirin pada

menjerit kaget sehingga suasana sedikit gaduh.

Ujar Wi Ci To dengan nada yang keren:

“Alasannya, kelakuan dari Hong kiam-su tidak baik, diluar

berhubungan dengan manusia-manusia tidak genah, tiap hari

mabok-mabokan bahkan tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen

dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

Sesudah mendengar perkataan itu seluruh hadirin semakin kaget

lagi, beberapa ratus pasang mata dengan pandangan tidak percaya

pada beralih ke atas wajah Hong Mong Ling, agaknya mereka sama

sekali tidak percaya kalau Mong Ling adalah manusia macam begitu.

Dengan perlahan Wi Ci To menoleh, tanyanya kepada Hong

Mong Ling:

“Mong Ling, kamu mengakui tidak?”

Hong Mong Ling mengangguk

mulutnya masih tetap membungkam.

dengan

perlahan,

sedang

“Kalian tidak percaya omongan lohu ini” ujar Wi Ci To kepada

seluruh hadirin, “Boleh pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan

untuk mengadakan penyelidikan, setelah itu tentu kalian akan tahu

perkataan lohu ini sedikit pun tidak bohong”

Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya:

“Diantara kalian bilamana masih ada orang-orang yang gemar

mabok-mabokan, gemar main perempuan, harap cepat-cepat

menyesali perbuatan tersebut dan bertobat, kalau tidak, begitu lohu

mengetahui akan hal ini jangan harap kalian bisa mendapat am pun,

cukup sekarang boleh bubar”

Dengan menundukkan kepala Hong Mong Ling dengan cepat

berlalu dari sana untuk kembali ke dalam kamarnya, sesudah

menyelesaikan buntalannya dengan menahan perasaan malu dia

berlalu dari Benteng Pek Kiam Po itu.

Dalam hati Ti Then merasa bahwa di hadapan Wi Ci To tentu

Hong Mong Ling sudah mengungkap kalau dirinya adalah Lu

kongcu, maka begitu bubaran dia langsung menuju keruangan

dalam untuk bertemu dengan Wi Ci To.

Waktu itu Wi Ci To sedang berada di dalam kamar buku bersama

Huang Puh Kian Pek, agaknya mereka sedang membicarakan Hong

Mong Ling yang tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen itu. Begitu

melihat Ti Then berjalan mendatangi sambil tertawa ujarnya:

“Ti-Kiauwtauw silahkan duduk, di dalam beberapa hari ini

mungkin putriku tidak akan membaik, sesudah lewat beberapa hari

Lohu akan antar dia belajar silat dengan Ti Kiauwtauw”

“Tidak” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya memberi

hormat, “Boanpwe datang kemari untuk minta pamit dari pocu

berdua”

Air muka Wi Ci To menjadi berubah, ujarnya dengan keren:

“Minta pamit?”

“Harap Pocu mau membatalkan jabatanku sebagai ketua

pimpinan ini kemudian boanpwe ini hari juga meninggalkan benteng

Pek Kiam Po”

“Kenapa kamu berbuat begini?” Tanya Wi Ci To dengan penuh

keheranan.

“Heeiii..untuk menghindari perasaan curiga orang lain”

“Mencurigai hal apa?”

“Apa Mong Ling heng tidak menceritakan Lu kongcu yang

ditemuinya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan?”

“Ehmm..benar !”

“Karena itulah boanpwe merasa jauh lebih baik meninggalkan

Benteng Pek Kiam Po ini, dengan demikian boanpwe pun tidak

perlu banyak bicara untuk berusaha menyangkal”

Dengan pandangan yang sangat tajam Wi Ci To memperhatikan

wajahnya, kemudian dengan serius ujarnya:

“Ti-Kiauwtauw, pernahkah kamu merasa kalau lohu menaruh

perasaan curiga kepada Ti Kiauwtauw?”

“Seharusnya Pocu merasa curiga” sahutnya sambil tertawa pahit.

“Menanti sesudah lohu merasa curiga terhadap tingkah laku Ti

Kiauwtauw, saat itu Ti Kiauwtauw baru pergi juga belum terlambat”

Sengaja Ti Then memperlihatkan perasaannya yang keheran-

heranan, tanyanya:

“Kenapa Pocu tidak mencurigai diri boanpwe?”

“Ehmm..tentang hal ini lohu sudah punya pegangan” sahut Wi Ci

To sambil memandangi wajahnya, “Lohu tahu siapa orang yang

harus dicurigai dan siapa orang yang tidak patut dicurigai”

“Tetapi mungkin juga Lu kongcu itu memang boanpwe yang

menyamar” ujar Ti Then sambil tertawa.

“Ti Kiauwtauw masih ada urusan lain?”

“Tidak ada”

“Kalau begitu silahkan Ti Kiauwtauw pergi ke lapangan latihan

silat untuk melaksanakan tugas sebagai seorang ketua pimpinan

seluruh pendekar pedang dalam benteng ini”

Terpaksa Ti Then memperlihatkan sikapnya yang sungguh-

sungguh, sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:

“Pocu tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri boanpwe

membuat hati boanpwe merasa sangat berterima kasih, tetapi sejak

hari ini jika Pocu merasa tidak tenang harap memberi tanda kepada

boanpwe, untuk menghindari perasaan curiga setiap orang boanpwe

sanggup untuk meninggalkan Benteng ini setiap saat”

Sehabis berkata dia mengundurkan diri dari dalam kamar buku.

Dalam anggapannya dia sudah melakukan suatu guyon yang

sangat menggelikan dengan majikan patung emas, karena itulah

dengan langkah yang riang gembira dia berjalan ke lapangan latihan

silat. Wi Ci To dan Huang Puh Kian Pek yang berada di dalam kamar

buku sesudah menanti dia berjalan keluar barulah saling tukar

pandangan. Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak:

“Suheng, kamu sungguh-sungguh tidak merasa curiga terhadap

dirinya?”

“Siapa bilang aku tidak merasa curiga? Hanya saja sebelum aku

mendapatkan bukti yang sangat kuat kita tidak dapat berbuat salah

dan menyakiti hatinya”

“Jika dia betul-betul adalah Lu kongcu lalu apa tujuan

sebenarnya dia memasuki Benteng Pek Kiam Po ini?”

“Siapa tahu..”

“Mungkin mem punyai tujuan terhadap loteng penyimpan kitab

dari suheng itu?”

Air muka Wi Ci To berubah sangat hebat, ujarnya dengan dingin:

“Semoga saja bukan, kalau dia berani punya niat terhadap

loteng penyimpan kitab itu, Hmm..hmm..lohu tidak akan

membiarkan dia meninggalkan Benteng ini dalam keadaan hidup”

Berbicara sampai di sini, agaknya dalam pikirannya teringat akan

sesuatu sehingga sinar matanya berkelebat dengan sangat tajam,

ujarnya sambil tertawa:

“Untuk menyelidiki apakah Lu kongcu itu adalah dia yang

menyamar atau bukan padahal merupakan urusan yang sangat

sederhana sekali”

“Mau diselidik dengan cara apa?”

“Asal pergi ke kota Tiang An dan melihat sendiri wajah dari Lu

kongcu bukankah akan tahu. Jika wajahnya mirip dengan Ti Then

maka hal ini membuktikan kalau Ti Then sama sekali tidak pernah

berbuat jahat, jika wajah dari Lu kongcu itu sangat berlainan dari

wajah Ti Then maka hal ini dapat membuktikan kalau Lu kongcu

yang muncul disarang pelacur Touw Hoa Yuan adalah samara dari

Ti Then”

Huang Puh Kian Pek yang mendengar perkataan ini segera

mengangguk, tetapi sebentar kemudian menggelengkan kepalanya

kembali, ujarnya:

“Sekali pun wajah dari Lu kongcu itu berlainan dengan wajah dari

Ti Then tetapi belum bisa memastikan kalau Ti Then adalah itu Lu

kongcu yang muncul di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

“Kenapa?”

“Orang lain juga bisa menyamar sebagai dia”

Dengan sangat tajam Wi Ci To memandang wajah Huang Puh

Kian Pek kemudian baru ujarnya:

“Maksudmu ada orang lain yang menyamar sebagai wajah Ti

Then kemudian menggunakan nama Lu kongcu?”

“Benar”

“Yang kamu maksud sengaja atau tidak sengaja?”

“Orang itu bisa mengetahui dengan jelas waktu Ti Then melewati

kota ini tentu tindakannya ini mengandung maksud yang

mendalam”

“Benar” ujar Wi Ci To sambil tersenyum, “Bilamanatidak sengaja,

Lohu tidak akan percaya kalau di dalam dunia ini bisa terjadi urusan

yang demikian bersamaan”

“Tetapi” ujar Huang Puh Kian Pek lagi, “Jika orang itu sengaja

menyamar sebagai Ti Then hal ini membuktikan kalau dia mau

mencelakai diri Ti Then, tindakannya ini boleh dibilang terlalu kejam

bukan? Karena bilamana bukannya secara tidak sengaja In-ji

menemukan perbuatan yang sangat rendah dari Mong Ling kita pun

sama sekali tidak akan menduga Ti Then adalah seorang manusia

yang harus dicurigai”

“Karena itulah sesudah lohu pikir bolak-balik, maka satu-satunya

kesimpulan yang bisa diambil adalah Lu kongcu itu adalah hasil

penyamaran dari Ti Then”

“Kini suheng punya rencana untuk kirim siapa pergi ke kota

Tiang An untuk menyelidiki urusan ini?” Tanya Huang Puh Kian Pek

dengan nada berat.

“Lohu akan berangkat bersama-sama dengan seorang pendekar

pedang merah”

Mendengar Wi Ci To mau berangkat sendiri tidak terasa Huang

Puh Kian Pek mengerutkan alisnya rapat-rapat, ujarnya:

“Pada saat seperti ini suheng meninggalkan benteng, aku kira

tidak sesuai”

“Tidak mengapa” potong Wi Ci To dengan cepat, “Dengan cepat

aku akan kembali, pada saat lohu tidak ada di dalam Benteng harap

kau mengawasi gerak-gerik dari Ti Then dengan lebih teliti, coba

kamu lihat sewaktu aku tidak berada akan melakukan pekerjaan

apa?”

“Ehmm..baiklah” sahut Huang Puh Kian Pek sambil

menganggukkan kepalanya, “Memang tindakan ini merupakan satu

siasat yang sangat jitu, kapan suheng mau berangkat?”

“Besok”

Keesokan harinya Wi Ci To dengan membawa seorang pendekar

pedang merah yang bernama pendekar pedang pemetik bintang,

Hung Kun, meninggalkan Benteng Pek Kiam Po untuk berangkat

kekota Tiang An.

Di depan Ti Then dia mengatakan hendak mengejar Hong Mong

Ling untuk mengawasi gerak-geriknya apakah masih menyeleweng

atau tidak.

Ti Then sama sekali tidak menaruh curiga terhadap terhadap

dirinya, dengan memusatkan seluruh perhatian dia tetap memberi

pelajaran silat kepada kedelapan orang pendekar pedang merah itu.

Kedelapan pendekar pedang merah itu adalah Yuan Ci Liong, Fan

Kia Jong, Cay Tiau Eng, Yang Ceng Bu, Tong Su Ie, Lan Liang Kim,

Lok Hong serta Kian Ceng, kedelapan orang itu merupakan

pendekar pedang merah yang usianya paling muda di dalam

Benteng seratus pedang itu, semula mereka semua merasa malu

untuk belajar silat dari Ti Then yang usianya jauh lebih muda dari

mereka tetapi sejak Ti Then mengalahkan si pendekar pedang

tangan kiri Cian Pit Yuan, mereka tidak merasa malu lagi, bahkan

sangat kagum dan tunduk betul terhadap Ti Then, maka itulah

dengan menaruh perhatian penuh mereka menerima pelajaran silat

dari Ti Then.

Sebaliknya Ti Then juga tidak menyembunyikan ilmu silatnya lagi,

seluruh kepandaian silat yang berhasil dipelajari dari majikan patung

emas diturunkan kepada mereka, hal ini dikarenakan dia sudah

menganggap Wi Ci To itu adalah majikan patung emas..kalau

majikan patung emas menghendaki dia menurunkan kepandaian

silat kepada murid-muridnya buat apa dirinya menyembunyikan

kepandaian silatnya lagi?

Hanya saja dalam hatinya dia mem punyai perasaan curiga, hal

ini adalah, Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then sebagai majikan

patung emas kalau memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi

kenapa ilmu itu tetap disimpan sedemikian lamanya? Bahkan

putrinya sendiri pun tidak diberi pelajaran?

Alasan ini apa mem punyai hubungan yang erat dengan rahasia

loteng penyimpan kitab itu?

Di dalam loteng penyimpan kitab itu sebetulnya menyimpan

rahasia apa?

Apa mungkin di dalam loteng penyimpan kitab itu disimpan

berbagai kitab silat yang berisikan macam-macam kepandaian yang

dahsyat?

Sedang Wi Ci To sendiri dikarenakan berbagai macam alas an

tidak dapat menurunkan kepandaian silatnya itu kepada murid-

muridnya sehingga sengaja menggunakan dirinya sebagai ‘patung

emas’ untuk menurunkan ilmu silat itu kepada murid-muridnya?

“Tidak, tidak mungkin begitu”

Hmm, sekarang Wi Ci To sudah tidak berada di dalam Benteng,

kenapa dirinya tidak mau menyelidiki loteng penyimpan kitab itu di

tengah malam?

Benar, malam ini saat kentongan ketiga harus masuk ke dalam

loteng itu untuk memeriksa lebih jelas?

Keputusan ini diambil cepat pada pagi hari itu juga dan sedang

berada ditengah lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran

kepada kedelapan pendekar pedang merah itu.

Mendadak, Wi Lian In tiba.

Kelihatan sekali dia sedang berusaha mengobati luka hatinya,

begitu tiba ditengah lapangan sambil tertawa paksa ujarnya:

“Ti Kiauwtauw, aku sudah datang terlambat?”

Ti Then menjadi termangu-mangu, ujarnya:

“Perasaan hati nona masih kacau, kenapa tidak istirahat

beberapa hari dulu baru datang latihan?”

“Siapa yang bilang hatiku kacau? Aku sama sekali tidak merasa

kacau atau sedih?”

“Ti Then hanya tersenyum saja tidak memberi komentar apa-apa

lagi.

Wi Lian In ketika melihat kedelapan orang pendekar pedang

merah itu sedang melatih satu jurus ilmu pukulan segera

melepaskan pedangnya dan meletakkan ke atas tanah, ujarnya:

“Ti Kiauwtauw silahkan mulai memberi petunjuk aku harus

berbuat bagaimana?”

“Baiklah” ujar Ti Then dengan perlahan, “Cayhe akan mainkan

beberapa kali jurus pukulan ini harap nona perhatikan dengan

sungguh-sungguh”

Sehabis berkata dia mulai mainkan sebuah jurus pukulan dengan

gerakan yang sangat perlahan.

Sesudah mengulangi tiga kali barulah satu gerakan demi satu

gerakan dia memberi keterangan kepada Wi Lian In, akhirnya Wi

Lian in pun seperti juga dengan kedelapan pendekar pedang merah

lainnya dengan mengikuti peraturan melatih jurus ilmu pukulan itu.

Tidak lama tengah hari sudah menjelang.

Ujar Ti Then dengan keras : “Kawan-kawan, hari ini latihan cukup

sampai di sini, nanti sore kalian boleh berlatih sendiri asalkan ada

hal-hal yang kurang jelas boleh pergi kekamar cayhe di sana kita

bersama-sama memikirkan kesukaran itu”

Kedelapan orang pendekar pedang merah itu segera memberi

hormat dan mengundurkan diri, sedang Ti Then beserta Wi Lian In

bersama-sama menuju ke ruangan tengah.

Sambil melerai rambutnya yang panjang ujar Wi Lian In sambil

tersenyum: “Kamu lihat bagaimana dengan latihanku tadi?”

“Bagus sekali”

“Tapi kamu belum beritahu padaku apa nama dari jurus pukulan

itu, mau bukan kamu beritahukan padaku?”

“Tidak bisa” sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya.

Wi Lian In menjadi melengak, tanyanya: “Mengapa?”

“Karena cayhe sendiri juga tidak tahu apa nama dari jurus

pukulan itu”

“Ooh, mungkin suhumu tidak memberitahukan padamu” ujar Wi

Lian In sambil tersenyum.

Jilid 6.2. Menolong Wi Lian In di puncak selaksa Buddha

“Benar” sahutnya sambil mengangguk, “Dia orang tua hanya

mengajari aku ilmu tetapi sama sekali tidak mau beri penjelasan apa

nama jurus pukulan ini dan apa nama jurus pukulan itu”

“Ehm..suhumu sungguh misterius sekali”

“He he he..siapa bilang tidak?”

“Ti Kiauwtauw” ujar Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti

Then, “Ilmu pukulan ini mengandung maksud yang sangat

mendalam perubahannya pun sangat banyak sekali, entah harus

berlatih seberapa lama baru berhasil”

“Asalkan berlatih dengan sungguh-sungguh tanpa gangguan

urusan samping, mungkin paling lama dua bulan sudah akan

berhasil”

Wi Lian In tersenyum lagi, ujarnya:

“Tadi kau bilang hatiku kacau dan sedih, dengan dasar apa kamu

berani bilang begitu?”

Ti Then memandang sekejap kearahnya kemudian sambil

tersenyum sahutnya:

“Kamu tidak suka dengan Hong Mong Ling heng?”

“Kemarin hari aku masih suka padanya”

“Walau pun sekarang kamu tidak suka padanya” ujar Ti Then

dengan perlahan, “Tetapi jika aku yang mengalami, secara

mendadak harus berpisah dengan seorang kekasih yang

disayanginya tidak urung akan merasa sangat sedih sekali”

“Kemarin malam aku memang sangat sedih hingga merasa sukar

untuk hidup lebih lama lagi, tetapi hari ini bukan saja aku tidak

sedih bahkan merasa sangat gembira sekali”

“Gembira sekali?” Tanya Ti Then tercengang.

“Tidak salah” sahut Wi Lian In dengan serius, “Aku merasa

gembira atas keberuntunganku karena belum dikawinkan dengan

dia”

“Agaknya nona tidak terlalu memandang tinggi terhadap nama?”

“Siapa bilang aku tidak memandang tinggi akan nama, tetapi aku

lebih baik tidak kawin untuk selamanya daripada dijodohkan dengan

seorang manusia yang berpribadi rendah dan pura-pura saja

menaruh cinta”

“Aku lihat Mong Ling heng sangat mencintai diri nona, hanya saja

karena nafsu sesaat..”

“Hemmm..kamu bantu dia bicara?” ujar Wi Lian In sambil

mencibirkan bibirnya.

“Aku bukannya bantu dia bicara” sahut Ti Then sambil tertawa,

“Aku hanya bilang walau pun dia tergila-gila dengan seorang

pelacur, tetapi bukannya dia tidak cinta padamu”

“Hemmm perkataan apa itu? Bilamana dia mencintai aku

bagaimana bisa tergila-gila dengan seorang pelacur?”

“Seorang lelaki ada kalanya bersamaan waktu mencintai dua

orang nona sekaligus, misalnya saja orang yang mem punyai

beberapa orang istri sudah banyak terjadi sekarang ini”

“Tetapi diharuskan aku bersuamikan bersama-sama dengan

seorang pelacur terkutuk, aku tidak akan tahan”

“Tetapi agaknya Mong Ling heng tidak

mengawini Liuw Su Cen sebagai istrinya”

punya maksud untuk

“Liuw Su Cen itu tentu cantik bukan?”

“Tidak tahu, aku belum pernah bertemu”

“Ehmmm sungguh menarik sekali” ujar Wi Lian In sambil

tersenyum manis, “Ternyata dia

sudah salah menyangka kamu adalah Lu kongcu itu”

“Lalu menurut nona aku benar dia atau bukan?”

“Aku kira tidak mungkin”

“Mungkin saja benar”

“Tidak” sahut Wi Lian In sambil menggelengkan kepalanya, “Jika

Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu maka kau hanya punya

satu tujuan saja”

“Tujuan apa?”

“Berusaha memecahkan perjodohanku dengan dia, tetapi kamu

sama sekali tidak berbuat demikian kamu masih membantu dia

bicara”

“Ehmmm....”

“Sore ini kamu ada urusan tidak?”

“Tidak ada”

“Kalau begitu temani aku bermain ke puncak emas, bagaimana?”

“Tentang hal ini...”

“Kamu takut?”

“Bukannya begitu” sahut Ti Then sambil meringis, “Baru saja

nona bentrok dengan Mong Ling heng, jika kini kita pesiar bersama-

sama begitu diketahui oleh kawan-kawan Benteng, mungkin akan

bermunculan omongan iseng”

“Aku tidak taku, kamu takut apa lagi?”

“Perkataan orang sukar dijaga, cayhe tidak berani berbuat

gegabah”

“Baiklah, kamu tidak mau pergi, aku pergi sendiri”

Bercerita sampai di sini kedua orang itu sudah berada diruangan

tengah, begitulah mereka berpisah untuk kembali ke dalam

kamarnya masing-masing.

Ti Then pergi menjenguk sejenak kekamar Shia Pek Tha

kemudian berjalan-jalan disekitar Benteng. Sejak memasuki Benteng

Pek Kiam Po hingga saat ini sudah ada empat lima hari lamanya

tetapi banyak tempat di dalam Benteng itu yang belum disinggahi,

karena itulah sambil menggendong tangan dia berjalan mengelilingi

seluruh Benteng hingga akhirnya sampailah di depan Loteng

penyimpan kitab itu.

Loteng penyimpan kitab ini bertingkat tiga,keadaannya seperti

gapura, bangunannya pun sangat kuat tetapi pintu serta jendelanya

ditutup rapat-rapat sedang diluar bangunan terlihatlah empat orang

pendekar pedang berjaga siang malam di sana.

Dengan sikap seperti jalan-jalan Ti Then memeriksa dengan teliti

keadaan sekitar bangunan itu, sudah memilih jalan untuk maju dan

mundur nanti malam barulah dia kembali ke dalam kamarnya sendiri

untuk beristirahat.

Menjelang magrib seorang pelayan datang mengundang Ti Then

untuk bersantap, sesampainya di ruangan makan terlihat di sana

hanya Hu Pocu Huang Puh Kian Pek seorang saja berada di meja

makan.

Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat Ti Then muncul di

sana: “Bagaimana dengan kedelapan orang pendekar pedang itu?

Berbakat untuk belajar silat?”

“Bagus sekali, mereka punya bakat yang sangat baik”

“Ake dengar nona Wi juga pergi berlatih?” Tanya lagi Huang Puh

Kian Pek sambil tersenyum.

“Tidak salah, tidak malu nona Wi disebut sebagai seorang

pendekar wanita, ternyata bisa menghilangkan kesedihan untuk

datang berlatih”

“Ehmmm...memang sifatnya seperti ayahnya, periang dan suka

bergaul”

“Heii..” ujar Ti Then tiba-tiba sambil menghela napas panjang,

“Sebetulnya Mong Ling heng jadi orang tidak jelek, boanpwe sangat

mengharapkan nona Wi bisa berhubungan kembali seperti sedia

kala”

“Aku kira tidak mungkin bisa terjadi, sifatnya sangat berangasan

dan tegas, urusan yang sudah diputuskan olehnya tidak akan

disesali lagi”

“Heii..jika tahu urusan akan terjadi begini, malam itu boanpwe

tidak akan membawa Mong Ling heng kembali”

“Ti Kiauwtauw” ujar Huang Puh Kian Pek sambil tersenyum,

“Kamu jangan bicara begini, urusan ini sama sekali tidak ada

sangkut pautnya dengan Ti Kiauwtauw”

“Heiii...hal ini juga karena kebodohan boanpwe sendiri, terhadap

kepandaian silat lainnya boanpwe masih bisa tetapi terhadap ilmu

menotok jalan darah paling tidak paham sehingga sama sekali tidak

tahu kalau jalan darah pingsannya yang tertotok, waktu itu jika

boanpwe paham mengenai jalan darah cukup sadarkan dirinya maka

urusan sudah selesai dan Mong Ling heng bisa kembali ke dalam

Benteng sendirian. Heiii...urusan yang tidak menyenangkan ini pun

tidak mungkin bisa terjadi”

“Tapi perkataan tidak bisa dibicarakan begini” ujar Huang Puh

Kian Pek sambil menggelengkan kepalanya, “Jika Ti Kiauwtauw tidak

tolong dia kembali mungkin jika sampai tergigit binatang lalu

bagaimana jadinya?”

Kedua orang itu sambil dahar sambil berbicara, mendadak

terlihatlah budak Wi Lian In yang bernama Cun Lan masuk ke dalam

ruangan dengan tergesa-gesa, air mukanya kelihatan sangat

murung, agaknya ada perkataan yang hendak disampaikan.

Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat sikapnya yang ragu-

ragu dan cemas itu : “Cun Lan, ada urusan apa?”

Dengan cepat Cun Lan berjalan ke hadapan Huang Puh Kian Pek

dan member hormat, sahutnya:

“Lapor pada Hu Pocu, sejak sore tadi siocia keluar Benteng

hingga kini belum kembali, entah bisa terjadi tidak urusan yang

tidak menyenangkan”

“Nona pergi kemana?” Tanya Huang Puh Kian Pek dengan

tercengang.

“Budakmu juga tidak tahu” sahut Cun Lan sambil menggelengkan

kepalanya.

“Hu Pocu” timbrung Ti Then dari samping, “Mungkin nona Wi

pergi ke puncak emas untuk pesiar, tadi siang dia pernah beritahu

pada boanpwe katanya mau bermain di puncak emas”

Air muka Huang Puh Kian Pek segera berubah hebat, sahutnya:

“Seorang diri dia berpesiar ke puncak emas?”

Ti Then merasa tidak enak untuk menceritakan kalau dia pernah

mengajak dirinya untuk pesiar bersama-sama, terpaksa sahutnya:

“Benar, mungkin untuk menenangkan hatinya”

“Tetapi hari sudah gelap, menurut peraturan dia sudah

seharusnya tiba di dalam Benteng” ujar Huang Puh Kian Pek sambil

memandang tajam kearahnya.

Sesudah berhenti sejenak dia menoleh kearah Cun Lan, tanyanya

lagi:

“Sewaktu nona keluar Benteng pernah membawa barang apa

saja?’

“Tidak ada, hanya sebilah pedangnya”

Alis yang dikerutkan pada wajah Huang Puh Kian Pek semakin

mengencang, ujarnya kepada Ti Then: “Sifat budak itu sangat

berangasan sekali, entah bisa tidak dia pergi mencari gara-gara?”

Hati Ti Then terasa dipukul sangat keras, sahutnya dengan

cepat: “Hal ini sukar untuk dibicarakan, bilamana pikirannya

kacau...”

“Cepat, kita cepat pergi cari dia!” ujar Huang Puh Kian Pek sambil

bangkit berdiri.

Demikianlah Huang Puh Kian Pek serta Ti Then tidak menanti

selesai makan segera keluar benteng dengan tergesa-gesa dan lari

dengan cepatnya menuju puncak emas.

puncak emas merupakan puncak yang tertinggi di gunung Go-bi

san ini, sesudah puncak selaksa Buddha, mereka berdua dengan

berlari dua jam lamanya barulah sampai di tempat tujuan.

Kiranya yang disebut dengan sebagai puncak Emas itu adalah

sebuah kuil yang semula merupakan ruangan tengah dari Koang

Siang Si, juga disebut sebagai kuil Beng Sim Si, menurut dongeng

kuil itu didirikan pada jaman kaisar Han Beng Tio dikarenakan angin

yang bertiup di atas gunung sangat keras maka seluruh kuil

menggunakan atap dari timah karena itulah tempat itu disebut juga

sebagai ruangan Si Wua Tien.

Tempat ini ada dua tempat yang paling menarik perhatian orang,

yang satu adalah tugu tembaga yang tingginya enam depa dengan

lebar tiga depa, di atas tugu itu tertuliskan dua macam huruf

dibolak-baliknya, yang satu bertuliskan tulisan Ong Ji, sedang yang

lain bertuliskan tulisan Cu In Liang Ji. Pemandangan menarik yang

lainnya adalah tebing di belakang ruangan itu.

Yang paling menguatirkan hati Huang Puh Kian Pek adalah di

dalam keadaan sedih mungkin sekali Wi Lian In akan terjun ke

dalam tebing untuk bunuh diri.

Dengan tergesa-gesa, dia membawa Ti Then ke dalam kuil itu,

kepada seorang hwesio tua tanyanya : “Toa suhu, apa kamu melihat

nona Wi pergi ke sini?”

Kiranya semua hwesio di dalam kuil ini mengenal dengan orang-

orang dari Benteng Pek Kiam Po, begitu hwesio tersebut melihat

Huang Puh Kian Pek masuk ke dalam kuil segera merangkap

tangannya memberi hormat, sahutnya kemudian : “Omintohud,

kiranya Huang Puh sicu yang datang, silahkan masuk dalam

ruangan untuk minum the”

“Tidak perlu” ujar Huang Puh Kian Pek dengan tergesa-gesa,

“Cayhe sedang mencari nona Wi kami, apakah Toa suhu melihat

dia?”

“Pernah..pernah, kurang lebih dua jam yang lalu nona Wi pernah

masuk ke dalam kuil untuk bersembahyang, tetapi sesudah itu telah

keluar dari kuil dan pergi”

“Pergi kearah mana?” Tanya Huang Puh Kian Pek semakin

cemas.

“Agaknya menuju ke tebing di belakang kuil ini”

Air muka Huang Puh Kian Pek berubah semakin hebat lagi,

dengan cepat dia putar tubuh dan lari bagaikan kilat cepatnya

keluar kuil kemudian berdiri menuju ke tebing di belakang kuil itu.
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-1-thi-ten.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 1 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-1-thi-ten.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar