"Hm, jangan bohong. Masakan hendak menangkap
burung saja pakai segala asap," seru gadis itu.
"Percaya atau tidak, itu terserah kepadamu. Mengapa
engkau usil ?" tegur Kong-go yang mulai tak sabar.
"Tentu saja aku harus usil," sahut gadis itu, bukankah
kalian ini prajurit2 Ceng ?"
"Ya," sahut Kong-go, "sebenarnya engkau harus
berterima kasih kepadaku."
"Terima kasih ? Perlu apa aku harus berterima kasih
kepadamu ?"
"Engkau pasti mendengar, bahwa setiap kali pasukan
Ceng menduduki suatu tempat, tentu mereka akan
mengganggu wanitanya. Engkau seorang gadis cantik,
bukannya engkau lari menyembunyikan diri tetapi malah
engkau berani datang kapadaku. Masih untung aku bukan
bangsa hidung belang. Kalau aku tak berbuat apa2
kepadamu seharusnya engkau berterima kasih. Jangan
banyak usil dan lekaslah engkau pergi dari sini !"
Gadis itu mendengus hina, "Uh, yang harus berterima
kasih seharusnya engkau."
"Mengapa ?"
"Ketahuilah, bahwa aku ini paling benci kalau ketemu
dengan orang Boan. Setiap prajurit Boan yang bertemu aku,
tentu mati. Kalau aku masih baik2 bertanya kepadamu,
engkau sudah untung dan harus berterima kasih."
Kong-go tertawa mengakak."Ha, ha, ha, hauppppp . . .
buhhh," tiba2 Kong-go mengaup dan mulutnya menguak
muntah2.
Gadis itu dan anakbuah Kong-go heran. Mereka tak tahu
apa yang telah terjadi pada diri Kong-go,
"Bajingan............. ," Kong-go memaki-maki kalang
kabut, "siapa yang melontarkan benda busuk kedalam
mulutku !"
Kini barulah orang2 itu tahu apa yang telah terjadi,
Tetapi merekapun melongo karena merasa tak pernah
melontarkan benda busuk kedalam mulut perwira Boan itu.
Dan mereka pun tak tahu siapa yang melakukan perbuatan
itu.
"Ing, hayo kita pergi," tiba2 kakek pendek menarik
tangan gadis cantik untuk diajak pergi.
"Kemana ? Bukankah kita harus menyelesaikan mereka
dulu," kata gadis itu yang tangannya telah ditarik si kakek
dibawa pergi.
Seteleh agak jauh baru kakek pendek itu berkata,
"Perwira Boan itu sudah kusuruh menelan upil (kotoran)
hidungku."
"Jadi yang melontarkan benda busuk kedalam mulutnya
tadi, kakek ?"
Kakek pendek itu mengangguk dan keduanya tertawa
geli.
"St !" tiba2 kakek itu mendesis suruh sigadis berhenti
tertawa.
"Mengapa paman Cian ?" tanya gadis itu heran.
"Aku mendengar suara orang memaki kalang kabut."
"Tentu perwira Boan tadi."
"Bukan, bukan dia, suaranya agak parau seperti orang
tua. Dan perwira Boan itu tertawa."
"Ah, mari kita lanjutkan perjalanan saja."
"Hm, Tiau Ing, engkau tentu tak percaya. Hayo kita
kembali. Kalau apa yang kukatakan keliru, engkau boleh
menampar kepalaku," kata kakek itu seraya balik kearah
gua lagi. Gadis itu terpaksa mengikuti.
Bukan kepalang kejut mereka ketika melihat anak
prajurit Ceng sedang menggotong seorang laki2 tua yang
tak sadarkan diri. Dan terutama gadis itu. Begitu melihat
siapa lelaki yang tengah gotong itu, ia serentak menjerit.
"Ayahhhhh…….”
Gadis itu terus lari menghampiri tetapi seorang
anakbuah Kong-go maju menghalang.
"Jang............. , " sebelum anakbuah itu sempat berkata,
tangan gadis itupun sudah melayang kearah mukanya, plak
..... aduh….. anakbuah itu menjerit, dua buah giginya
rontok, mulut berdarah dan terhuyung mundur sambil
mendekap mulut.
Cepat sekali gadis itu menghantam empat orang
anakbuah Keng-go yang menggotong lelaki tua tadi.
Keempat prajurit itu menjerit dan lepaskan tubuh lelaki
tua itu yang cepat disanggapi si gadis.
"Ayah, ayah, mengapa engkau disini?” seru gadis itu
seraya menggolek-golekkan tubuh si lelaki tua. Tetapi lelaki
tua itu masih pejamkan mata seperti orang tak sadar.
"Tiau Ing, siapakah dia ?" tanya kakek pendek, yang ikut
menghampiri.
"Ayahku," jawab si gadis,
"0, Su tayjin ?"
"Ya."
"Kenapa dia ?"
"Dia pingsan."
Kakek pendek gopoh mengeluarkan sebuah cupu (kotak
dari kulit) dan mengambil sebutir ramuan pil,
"minumkanlah ...."
Benar juga tak berapa lama setelah diminumi pil, lelaki
tua yang tak lain adalah Su Go Hwat, mulai membuka
mata.
"Engkau Tiau Ing !" serunya kepada gadis itu.
"Benar, ayah, oh, mengapa engkau berada disini ?" tanya
gadis itu.
"Aku telah dihianati oleh Bok Lim yang hendak
menyerahkan aku kepada orang Boan," kata Sa Go Hwat,
"Tiau Ing, mengapa engkau berada disini ?"
“Ayah…..," nada Tiau Ing berganti sember dan beberapa
butir airmata menitik dari pelapuknya.
"Tiau Ing, mengapa engkau menangis ? Apakah telah
terjadi sesuatu pada dirimu?" Su Hwat terkejut melihat
wajah puterinya.
"Hong Liang ……..”
"Hong Liang ? Dia berani berbuat apa kepadamu ?"
Tiau Ing tak menyahut tetapi airmatanya makin
membanjir deras.
"Dia seorang penghianat. Aku merasa bersalah karena
terlalu percaya pada mulutnya.”
"Tetapi apa yang telah terjadi pada dirimu Ing ?" Su
tayjin makin cemas.
Belum sempat Su Tiau Ing menjawab, tiba2 terdengar
Kong-go berseru, "Hola, Su tayjin, disini bukan tempat
bicara. Kalau tayjin mau bicara dengan siocia, mari
kuantarkan ke tempat yang aman."
Tiau Ing terkejut. Ia menyadari bahwa itu masih dalam
bahaya, "Ayah, ceritanya amat panjang, Akan kubereskan
dulu mereka baru nanti kuceritakan semuanya."
Gadis itu mengusap airmata dan berseru pada kakek tua
yang tak lain adalah kakek Cian-li-ji, "Paman Cian, mari
kita hajar mereka !"
"Baik," kata Cian-li-ji yang terus sing- singkan lengan
baju dan berteriak, "hai, musuh, bersiaplah kalian hendak
kuhajar !"
Andaikata bukan sedang menghadapi urusan yang
penting seperti saat itu, tentulah Kong-go dan anakbuahnya
akan tertawa geli melihat perwujudan kakek Cian-li-ji, lagak
dan bicaranya.
"Engkau setan atau manusia ?" tegur Kong go menahan
geli.
"Hus, kurang ajar, babi ! Engkau ini babi hutan, ya!
Masakan aku bukan manusia !"
"Kalau manusia mengapa begitu kate dan linglung ?"
"Siapa bilang linglung ? Kalau aku linglung tentu
keponakanku si Huru Hara tak mau mempunyai paman
seperti aku."
Begitu mendengar nama Huru Hara, seketika Kong-go
teringat kalau tuannya (Ko Cay Seng) masih bertempur
dengan Huru Hara. Kalau pertempuran itu selesai.
andaikata Huru Hara yang menang, tentulah pemuda itu
akan datang kesitu untuk mengambil Su tayjin.
"Ah, berbahaya, aku harus lekas2 menyelesaikan anak
perempuan, dan kakek ini," pikirnya.
"Serang !" serentak dia memberi perintah kepada
anakbuahnya. Serentak keduapuluh anakbuah Kang-go
itupun menyerbu Tiau Ing dan kakek Cian-li-ji.
Tiau Ing berhasil merobohkan seorang anak buah Konggo
yang pedangnya lalu dipakai untuk menghadapi Konggo.
Memang Kong-go sengaja memilih Tiau Ing karena
melihat kalau nona itu memiliki ilmusilat yang tinggi.
Sedang kakek Ciu-li-ji ia serahkan saja kepada
anakbuahnya.
Kong-go menggunakan golok yang berat. bertenaga kuat.
Dia bertenaga kuat dan perkasa. Tetapi Tiau Ing gesit dan
lincah sekali. Memang dalam gebrak permulaan sampai
beberapa saat Kong-go masih dapat bertahan. Tetapi setelah
limapuluh jurus lewat, mulailah serangan Kong-go
mengendor. Dia mulai kehabisan napas.
Sedangkan beberapa belas prajurit yang mengeroyok
Cian-li ji, juga kewalahan menghadapi kakek pendek itu.
Gerakan kakek itu benar2 seperti bayangan. Gesitnya bukan
alang kepalang.
Walaupun tidak menggunakan senjata Cian-li-ji memiliki
senjata yang luar biasa ampuhnya. Senjatanya itu adalah
gundulnya. Setiap dapat lubang kesempatan, dia terus
membentur dada lawan dengan kepalanya.
"Aduhhhh," beberapa kali terdengar prajurit Boan itu
menjerit. Ada yang roboh karena dadanya ambrol, ada yang
lari, ada yang terlempar jatuh kedalam jurang.
Cian-li-ji memang hebat. Beberapa waktu kemudian
kawanan prajurit Boan itu sudah di ganyang habis. Ada
yang lari pontang-panting seperti dikejar setan, ada yang
roboh.
"Ing .... . ," kakek itu berpaling, "eh, kemana anak itu?"
"Lho, kemana Su tayjin ayah anak itu? Mengapa juga tak
kelihatan?" kembali ia berteriak kaget karena tak melihat Su
Tiau Ing dan Su tayjin berada disitu.
"0, Tiau Ing tentu masih mengejar orang Boan lawannya
tadi," akhirnya ia menduga-duga dan terus lari mencarinya.
Memang dugaan kakek itu tepat. Karena merasa
situasinya tidak menguntungkan, Kong-go sengaja mundur.
Dia menghendaki supaya Tiau Ing mengejarnya. Dia nanti
hendak menuju ke tempat Ko Cay Seng agar diberi
bantuan.
Su Tiau Ing memang kena terpancing. Melihat lawan
main mundur, ia mengira kalau lawan sudah kehabisan
tenaga. Terhadap orang Boan, dia memang benci setengah
mati. Maka diapun geram kepada Kong-go. Dia hendak
membunuh perwira Boan itu.
Entah sudah berapa jauh keduanya meninggalkan
halaman gua. Kong-go sengaja menyusup ke sana sini
dalam gerumbul pohon dan semak. Tiau Ing semakin
panas.
Tiba2 ketika baru keluar dari hutan, terdengarlah suara
orang berteriak. "Hai, Ing, ayahmu hilang !"
Tiau Ing berpaling dan dilihatnya kakek Cian-li-ji berlaricari
mendatangi, Gadis itu terkejut sekali mendengar kata2
Cian-li-ji sehingga sesaat ia hentikan serangannya.
"Apa ? Ayah menghilang? Apakah dibawa mereka ?"
serunya cemas.
"Tidak," kata Cian-li-ji yang secepat itu sudah tiba
dihadapan Tiau Ing, "kawanan babi Boan itu sudah
kubereskan semua tetapi waktu kucari ternyata ayahmu
lenyap, Dan juga engkau sendiri?
"Celaka, tentu dibawa mereka !" teriak Tiau Ing.
"Siapa ?"
"Hayo, cepat, kita harus menyelamat ayah............. ,"
Tiau Ing terus lari. Cian- li-ji melongo. Ketika ia hendak
ayunkan langkah, tiba2 Tiau Ing berlari mendatangi lagi.
"Lho, kenapa engkau balik ?" tegur Cian li-ji.
"Mana perwira Boan tadi ?" seru Tiau Ing.
"Siapa ? Orang yang bertempur dengan engkau tadi ?"
"Ya."
"Lho, engkau yang bertempur mengapa kau tak tahu
dimana lawanmu."
"Dia tadi masih berdiri di muka gerumbulan pohon itu.
Sekarang dimana dia ?"
"0, makanya engkau kembali lagi kemari karena hendak
mencarinya ? Wah, engkau memang cerdik. Sayang
terlambat ..... "
"Mengapa ?"
"Su tayjin sudah lenyap dan perwira Boan itupun ngacir,
wah, wah .... “
"Paman Cian, ini urusan serius, jangan main
menialahkan saja." Tiau Ing bersungut-sungut, "bukankah
tadi engkau mengatakan kalau engkau tahu ayah sudah
tinggalkan gua itu ?"
"Ya, memang begitu, tetapi engkau tak percaya, kan ?"
kata Cian-li-ji.
"Sudah tentu tak percaya sebelum melihat buktinya . . ."
"Sekarang ?"
"Ya, masih setengah percaya."
"Lho mengapa setengah percaya ? Koq tidak percaya
penuh ?"
"Sebab aku tak tahu bagaimana cara paman mengetahui
bahwa ayah telah meninggalkan gua,” kata Tiau Ing.
"Siapa namaku ?"
"Cian-li-ji . . . . o, telinga seribu............. Apakah paman .
. . ."
"Begitulah," sahut kakek pendek itu dengan busungkan
dada, "telingaku dapat menangkap suara sejauh seribu li."
"0," Tiau Ing terkesiap, "lalu cobalah paman dengarkan,
dimana ayah sekarang ?"
Cian-li-ji mengangguk. Dia berjongkok dan lekatkan
telinganya ke tanah. Keningnya mengerut
"Kenapa paman ?" tanya Tiau Ing.
"Kudengar derap langkah berpuluh-puluh manusia
tengah berjalan kemari,” kata Cian-li-ji.
"Apakah pasukan musuh ?,"
"Mungkin"
"Lebih baik kita sembunyi dulu dibalik gerumbul itu,"
kata Tiau Ing terus melesat kedalam gerumbul semak. Cianli-
ji juga mengikuti.
Tak berapa lama apa yang dikatakan Cian-li-ji memang
benar. Beratus-ratus lelaki muncul di tempat itu. Mereka
membawa bermacam-macam senjata dan berbris seperti
sebuah pasukan. Mirip dengan pasukan, tetapi tak
mengenakan seragam prajurit.
Yang berada dimuka dua orang pemuda. Yang satu
berwajah cakap dan yang satu bertubuh gagah tegap.
"Su toako, mengapa sampai sekarang belum bertemu Ko
tayjin ?" tanya pemuda tegap.
"Ya," sahut pemuda cakap yang dipanggil Su toako,
"kemungkinan nanti kalau sudah tiba di Yang-ciu."
"Su toa ..... " baru pemuda tegap itu hendak bicara lagi
tiba2 dari balik gerumbul disebelah kiri, melesat sesosok
tubuh langsing kehadapan mereka.
"Jahanam, akhirnya kita bertemu disini," seru gadis itu
seraya menuding kearah Su toako.
"Ing-moay, engkau ?" orang yang dipanggil Su toako itu
terkejut seperti melihat hantu muncul.
"Ya, Su Hong Liang, engkau kira aku sudah mati ? Aku
bersumpah, kalau aku sampai mati aku akan menjadi setan
untuk mencekikmu !" seru gadis itu yang tak lain adalah Su
Tiau Ing.
"Ing-moay, jangan salah faham. Aku tak bermaksud
mencelakaimu tetapi aku sayang kepadamu ……..”
"Bangsat, jangan banyak mulut ! Engkau seorang
penghianat dan engkau tega mencelakai diriku. Manusia
semacam engkau tidak pantas harus hidup di dunia lagi,
lihat pedangku !"
Su Tiau Ing terus menyerang dengan pedang tapi Su
Hong Liong loncat mundur dan menyusup masuk kedalam
pasukannya.
"Tahan !" seru pemuda tegap tadi sambil lintangkan
tombaknya, "jangan main bunuh orang."
"Engkau berani menghalangi aku ?" teriak Su Tiau log.
"Siapakah nona lni ?" tanya pemuda tegap.
"Tak perlu ceriwis, menyingkirlah! Aku tak bermusuhan
dengan engkau tetapi aku hendak mencari Su Hong Liang
!"
"Tidak bisa nona," kata pemuda tegap itu “Su Hong
Liang toako adalah pimpinan pasukan ini.”
"Cis, pasukan apa ini ? Bukankah pasukan penghianat ?"
cemooh Su Tiau Ing.
"Jangan menghina, nona, " kata pemuda tegap itu, "kami
adalah pasukan Suka Rela yang membantu kerajaan Beng
melawan musuh."
"Pasukan Suka Rela ? Ah, yang kuketahui hanya
pasukan Barisan Tani dan Lasykar Rakyat. Baru kali ini
aku mendengar barisan Suka Rela. Siapa yang
membentuknya ?"
"Su Hong Liang toako.”
Tiau Ing terkejut. Benar Su Hong Liang yang membantu
pasukan itu ? Apa tujuannya
"Bohong!" tiba2 terdengar teriakan sebuah suara parau
dan ketika muncul," berpaling, ternyata kakek Ciang-li-ji
sudah muncul, "kudengar kalian tadi berbincang-bincang
mengenai seseorang bernama Ko Cay Seng. Ing, kenalkah
engkau manusia yang bernama Ko Cay Seng.
"Dia tangan kanan dan panglima Boan, Torgun,
paman,” sahut Tiau Ing, "bagus, engkau hendak menipu
aku ? Kalian mengatakan pasukan ini membantu kerajaan
Beng melawan musuh, ternyata kalian hendak menemui Ko
Cay Seng sasterawan bangsat itu ! Jelas pasukan yang
dibentuk Su Hong Liang, tentu berfihak kepada orang
Boan!"
"Nona . ,"
"Basmi paman !" teriak Tiau Ing kepada Cia-li-ji dan
kakek pendek itu terus mengamuk. Direrjangnya barisan
Suka Rela itu. Semantara Tiau ing pun terus menyerang
pemuda tegap itu.
Saat itu terjadilah pertempuran besar antara seratus
pasukan Suka Rela dengan dua orang lawannya, Tiau Ing
dan Cian-li-ji.
Memang aneh untuk dikata. Dua orang, seorang gadis
cantik dan seorang kakek pendek, mampu melawan beratus
Suka Rela. Hal itu memang dapat dimaklumi. Kebanyakan
anakbuah barisan Suka Rela itu hanyalah pemuda2
pengangguran yang terpikat dengan bujukan dan janji dari
Su Hong Liang agar mau masuk menjadi anggauta barisan
Suka Rela. Mereka rata2 tak mengerti ilmu silat dan kalau
ada yang mengerti juga hanya tergolong jago2 kelas tiga
atau empat saja. Sudah tentu mereka tak kuasa menahan
amukan kedua lawan yang sedang marah itu.
Tetapi karena mereka berjumlah ratusan, mau tak mau
Tiau Ing dan Cian-li-ji kewalaban juga, keduanya tak
mampu untuk mengalahkan lawan dalam waktu yang
singkat. Apalagi pemuda tegap itu juga memiliki
kepandaian silat yang cukup tinggi.
Kemanakah mentri pertahanan Su Go Hwat?
Ternyata waktu terjadi pertempuran, ia melihat perwira
Boan yang bernama Kong-go itu diam-diam menyelinap
pergi. Su Go Hwat segera mengikutinya. Ia tak puas dan
harus membasmi perwira Boan itu.
Tetapi karena dia seorang Bun atau pembesar sipil maka
langkahnyapun kalah gesit dari Kong-go. Tak berapa lama
mentri itu sudah kehilangan jejak orang yang hendak
dikejarnya, tersesat jalan.
"Ah," keluhnya, "nasib orang memang sukar diduga.
Aku seorang mentri pertahanan, menga harus berkeliaran
seorang diri di tengah hutan yang sepi ini. Pada hal
peperangan sedang berlangsung hebat. Kota Yang-ciu
sudah jatuh, kalau aku tidak lekas2 datang ke Kim-leng
untuk memperkuat penjagaan kota itu. Ah, bagaimana ini
..... "
Demikian yang menjadi keresahan pikiran mentri itu.
Bukan karena dia menyesal karena dirinya sebagai mentri
harus keluyuran ditengah hutan melainkan karena dia tak
dapat lekas-lekas ada di Kim-leng.
Memang sebagai seorang pembesar tinggi, sudah tentu
mentri Su jarang sekali menjelajah pegunungan di daerah2.
Pekerjaannya selama itu sudah sangat menyita waktunya.
Sudah tentu tak kenal jalan. Namun dia nekad menuju ke
selatan.
Beberapa waktu kemudian, dia mendengar suara derap
kuda lari. Ah, aku segera tiba di jalan besar, pikirnya. Maka
diapun segera menuju kearah yang diperkirakan dilalui oleh
suara derap kuda itu.
Memang dugaannya benar. Dengan susah payah
akhirnya ia berhasil keluar dari hutan lebat dan tiba di jalan.
Tetapi baru dia muncul, kira2 pada jarak sepelepas panah
jauhnya, tampak tiga penunggang kuda tengah melarikan
kudanya dengan kencang.
Mentri Su terkejut. Ia tak tahu siapakah ketiga
penunggang kuda itu, kawan atau lawan. Demi
keselamatan, ia segera hendak menyelinap kembali kebalik
gerumbul. Tetapi terlambat. Ketiga penunggang kuda itu
seperti angin puyuh datangnya. Cepat sekali mereka sudah
tiba.
"Hai, siapa itu!" teriak salah seorang yang bermata tajam
ketika melihat sesosok tubuh menyelinap kedalam
gerumbul.
Begitu tiba, ketiga penunggang kuda itupun berhenti.
Salah seorang yang berpakaian seperti lhama, loncat turun
dan memburu kedalam gerumbul.
"Jangan dekat aku! Siapa engkau!" teriak orang yang
bersembunyi dalam gerumbul atau mentri Su.
Lhama itu terkesiap ketika melihat mentri Su
mengancam dengan sebilah pedang pendek.
"Siapa engkau !" lhama itu balas menegur.
"Jawab dulu pertanyaanku, siapa engkau,” mentri tetap
mendesak.
"Aku Amita lhama."
"Amita lhama ? Engkau seorang lhama, mengapa engkau
datang kemari ?" mentri Su agak curiga.
"Aku membantu Ko Cay Seng tayjin untuk
menyelesaikan Yang-ciu. Eh, pakaianmu seperti orang
pembesar kerajaan Beng ? Siapakah engkau. Kenalkah
engkau pada neng-poh-siang-si Su Go Hwat ?"
Diam2 mentri Su terkejut dalam hati. Ia pernah
mendengar laporan dari Huru Hara bahwa Torgun
mempunyai seorang tangan kanan orang Han yang
membantu untuk menghancurkan kaum pendekar kerajaan
Beng. Kalau tak salah orang itu juga she Ko bernama Cay
Seng,
"Hm, kenal," katanya, "tetapi sebelum memberi
keterangan lebih lanjut, kuminta engkau mengatakan dulu,
siapakah Ko tayjin itu dan bagaimana pangkatnya?"
"Ko tayjin adalah tangan kanan dari panglima besar
Torgun dari Kerajaan Ceng ..... "
"Amita lhama !" tiba2 dari sebelah luar terdengar suara
orang berseru memanggil lhama itu, “jangan lama2, kalau
mencurigakan bunuh saja dan lekas kita lanjutkan
perjalanan. Berbahaya kalau sampai lama2 disini."
"Baik, "sahut Amita lalu mendesak mentri Su, “lekas
katakan dimana Su tayjin, kalau tak mau akan kubunuh
engkau!"
Cepat sekali Su Go Hwat dapat menguasai keadaan yang
berbahaya pada saat itu, Diapun segera menyahut, "Setelah
kota Yang-ciu pecah, dia larikan diri ke Kim-leng."
“Baik, tetapi awas kalau engkau bohong. Kelak apabila
bertemu lagi tak kuberi ampun," kata Amita terus keluar
mendapatkan Ko Cay Seng ketiga penunggang kuda itu
terus mencongklangkan kudanya.
Sambil menempuh perjalanan Ko Cay Seng bertanya,
"Siapakah yang taysu temukan dalam gerumbul tadi?"
"Ah, hanya seorang lelaki tua yang ketakutan,” sahut
Amita.
"0, makanya dia terus lari menyembunyikan diri dalam
gerumbul ketika melihat kita datang."
"Ya, memang dapat dimaklumi kalau setiap orang
sekarang ini dihinggapi penyakit ketakutan. Bahkan
mungkin saking takutnya dia tadi memakai pakaian seperti
seorang pembesar kerajaan Beng.
"Berpakaian pembesar negeri?"
"Ya."
"Ah, tak mungkin. Kalau bukan seorang berpangkat
mana bisa memakai pakaian pembesar negeri?"
"Ya, dia memang mengenakan baju kebesaran, o, malah
jarang akan melihat baju kebesaran seperti itu."
"Apa katanya?"
"Menjawab pertanyaanku, dia mengatakan kalau Su Go
Hwat lari ke Kim-leng."
Sejenak Ko Cay Seng hening. Dia merasa ada suatu
keanehan pada keterangan Amita lhama itu.
"Dia mengenal mentri Su Go Hwat?"
"Ya."
"Kalau begitu dia tentu seorang pembesar kerajaan juga.
Apakah taysu pernah melihat Su Go Hwat ?”
"Belum, hanya mendengar namanya saja."
"Dia kenal Su Go Hwat ..... hm, bagaimana perwujutan
orang itu tadi?"
"Perawakan sedang, tidak pendek tidak tinggi berwajah
bersih, umur setengah baya . . . ."
"Berkumis?"
"Ya."
"Berjenggot agak panjang?"
"Ya."
"Mempunyai tahi lalat pada keningnya?”
"0 ..... ," Amita tak lekas menjawab karena sedang
mengingat-ingat. Tiba2 dia berteriak, ‘Ya, ya, benar ..... ‘
"Celaka!" serentak Ko Cay Seng berteriak dan hentikan
kudanya, "benarkah dia mempunyai tahi lalat pada
dahinya?"
"Ya, .sekarang aku ingat jelas ..... hai!" tiba2 Amita
tersentak kaget ketika tanpa bilang apa-apa, Ko Cay Seng
terus melarikan kudanya kembali kearah hutan tadi, "Ko
tayjin, kemana engkau!"
Tetapi Ko Cay Seng tak memperdulikan dan tetap
mencongklang sekencang-kencangnya. Sudah tentu Amita
lhama heran tetapi terpaksa menyusu1 juga.
"Ah, dia sudah lenyap, "kata Ko Cay Seng tiba di tempat
mentri Su bersembunyi. Dia turun dari kudanya ,dan terus
menyusup kedalam hutan. Pikirnya, mentri Su tentu masih
bersembunyi dalam hutan.
Memang dugaannya tepat. Setelah beberapa saat
menyusup kedalam hutan, dia tiba disebuah lembah dan
melihat tiga orang sedang duduk beristiiat dibawah pohon.
Yang satu, seorang lelaki setengah tua, lalu seorang gadis
manis dan seorang kakek pendek.
"Hola, Su tayjin, mengapa tayjin berada disini.” Ko Cay
Seng menghampiri dengan muka seri-seri.
"Jahanam, engkau!" teriak si gadis ketika mengenali
siapa yang datang.
"0, engkau nona Su, jangan salah faham aku tak
bermaksud jahat kepada Su tayjin," seru Ko Cay Seng.
Su Tiau Ing sudah terlanjur bersumpah untuk
membunuh setiap orang Han yang bekerja pada kerajaan
Ceng. Dia bersumpah untuk membalas dendam kepada Su
Hong Liang.
Serentak nona itu mencabut pedang dan menghadang
didepan Ko Cay Seng, "Anjing she Ko hari ini adalah hari
terakhir bagimu. Disinilah tempat kuburmu, lihat
serangan!"
Tiau Ing terus lancarkan ilmu pedang Gio li-kiam yang
hebat. Ko Cai Seng terpaksa menghadapi dengan senjata
pitnya. Berulang kali terdengar dering ujung pit menutuk
batang pedang. Dan beberapa kali Tiau Ing rasakan
tangannya bergetar akibat tutukan itu. Memang dia masih
kalah tinggi ilmu lwekangnya dengang Ko Cay Seng.
Ko Cay Seng tak mau melukai Tiau Ing karena kuatir
apabila nona itu sampai menderita maka, tentulah mentri
Su akan marah dan tak dapat dibujuknya.
Limapuluh jurus telah berlalu. Tiba2 Tiau Ing rasakan
kepalanya pening, perut mual mau muntar dan keringat
dinginpun mengucur. Permainan pedangnyapun
mengendor.
Melihat itu timbullah rencananya. Ia hendak menangkap
Su Tiau Ing untuk dijadikan sandera agar mentri Su Go
Hwat mau menyerah. Ya, apabila puteri tunggal yang
disayanginya itu dapat ditangkap, tentulah ia dapat
memaksa. mentri Su.
Boan-thian-loh-u atau Hujan-mencurah-dari-langit,
demikian jurus yang dimainkan Ko Cay Seng untuk
merangsang. Seketika Tiau Ing seperti ditabur oleh hujan
sinar pit yang lebat.
Walaupun kepalanya makin terasa pening tetapi
kesadaran pikirannya masih belum hilang. Ia tahu bahwa
tak mungkin untuk menghadapi serangan pit yang
sedemikian derasnya. Namun ia masih mempunyai sebuah
jurus simpanan yang jarang sekali digunakan kecuali dalam
keadaan terpaksa.
Kim- dan- thou-sian atau Jarum-emas menusuk-benang,
Tiau Ing kerahkan sisa tenaganya dan terus taburkan
pedangnya kearah ulu hati orang, uhh……. tetapi setelah
itu diapun terhuyung-hurung lalu roboh. Dia tak sempat
menyaksikan bagaimana hasil dari taburan pedangnya itu
karena sudah kehabisan tenaga.
Sudah tentu Ko Cay Seng terkejut melihat kenekadan
nona itu. Dia menusuk dengan ujung pit untuk menghalau,
tetapi pedang melesat seperti kilat sehingga tutukan pit
melesat dan pedang seketika terus meluncur maju.
"Uh ," mulut Ko Cay Seng mendesuh karena walaupun
dia sudah cepat miringkan tubuh namun tak urung bajunya
tersempet. Baju robek dan dagingnyapun terkelupas.
Walaupn agak nyeri tetapi Ko Cay Seng tahu kalau
lukanya itu hanya luka luar yang kecil! Dan diapun segera
melihat suatu keserempatan baik untuk menguasai Tiau
Ing. Cepat ia loncat ke tempat nona itu.
"Uhhhbh............. ," pada saat Ko Cay Seng loncat,
kakek Cian-li-jipun juga loncat hendak melindungi Tiau
Ing. Kakek itu menyongsong kedatangan Ko Cay Seng
dengan kepalanya. Memang Cay Seng kaget setengah mati
karena perutnya hendak ditanduk kepala Cian-li-ji. Untung
dia cepat miringkan tubuh. Namun tak urung keserempet
juga sehingga terhuyung-huyung beberapa langkah.
Tetapi kakek itu sendiri juga gentayangan karena
sundulan kepalanya hanya menyerempet. pun masih
untung. Andaikata luput sama sekali dia tentu akan
meluncur jauh ke arah gerumbul semak.
"Ing-ji ..... ," teriak Su Go Hwat seraya lari hendak
menolong puterinya yang menggeletak itu.
Melihat itu Ko Cay Seng memberingas. Inilah suatu
kesempatan yang bagus untuk menangkap Su Go Hwat.
Serentak dia loncat menerkam.
Tetapi pada saat tangan menjamah lengan Su Go Hwat,
tiba2 pinggangnya terasa disekap orang sekuat-kuatnya dan
ditarik mundur.
Plak............. Ko Cay Seng menampar ke belakang,
tetapi alangkah kejutnya ketika tangannya serasa menampar
sebuah batu bundar yang keras sekali. Cepat menutuk jalan
darah jiok-ti-hiat pada pergelangan lengan orang itu,
barulah orang itu lepaskan sekapannya.
Ternyata yang mendekapnya itu adalah kakek Cian-li-ji.
Dan yang ditampar Ko Cay Seng adalah gundul kakek itu.
Sebenarnya Cian-li-ji hendak menyekap pinggang orang
sekeras-kerasnya supaya tulangnya remuk tetapi karena
jalandarah pada lengannya ditutuk, ia merasa kesemutan,
cepat2 lepaskan pitingannya.
"Kakek keparat, mengapa selalu menghalangi ?" teriak
Ko Cay Seng dengan marah sekali.
"Babi hutan !" balas Cian-li-ji, "kalau engkau berani
mengganggu gadis itu, aku akan mengadu jiwa dengan
engkau !"
"Tidak, aku tidak mengganggu gadis itu. Aku hanya
ingin menghibur Su tayjin supaya jangan cemas," seru Ko
Cay Seng. Dia memang cerdik. dalam waktu yang singkat
ia tahu kalau Cian-li-ji itu seorang kakek kurang waras. Dan
diapun tahu ternyata kakek itu hanya mengutamakan untuk
lindungi Tiau Ing,
'Biar, dia kan ayahnya. Masakan mau menolong
puterinya mengapa tak boleh ? Apa engkau belum punya
anak ?" celoteh Cian-li-ji.
Ko Cay Seng melongo tetapi segera ia menyadari kalau
kakek limbung itu sedang mengoceh, "Ya, aku tahu. Tetapi
sebagai seorang kawan aku wajib menghibur Su tayjin.
Begini saja, engkau yang menolong gadis itu dan aku yang
menghibut Su tayjin, setuju ?"
Sejenak Cian-li-ji kerutkan dahi berpikir, kemudian
berseru, "Bagus, setuju . .. ."
"Lojin, jangan percaya omengan budak Boan itu," tiba2
mentri Su berseru memberi peringatan.
"0. engkau ini seorang budak ?" seru Cian-li-ji kepada Ko
Cay Seng. Sudah tentu Ko Cay Seng melengak dan tersipusipu
malu.
Sebelum dia sempat memberi jawaban, Cian- li-ji sudah
membentaknya, "Hai, budak, mengapa engkau tak tahu
adat ! Hayo, lekas ambilkan air hangat untuk menolong
siocia. Dan jangan lupa bawa hidangan arak, lekas !"
Perut Ko Cay Seng seperti kaku rasanya ketika dia
dibentak-bentak dan disuruh mengambilkan air hangat.
Karena tak tahan, dia membentak, "Setan kate, lu kira gua
ini seorang budak !"
''Su tayjin mengatakan engkau ini seorang budak Boan.
Mana si Boan, suruh dia datang kemari! Engkau boleh
mengatakan dihadapannya kalau engkau bukan budaknya.
Kalau tidak, aku tak percaya dan tetap menganggap engkau
ini seorang budak!"
"Kakek gila, engkau!" karena tak tahan lagi, Ko Cay
Seng terus menghantam Cian-li-ji.
"Lho, budak, engkau berani memukul aku?"
Cian-li-ji berteriak seraya menghindar, "awas, kalau aku
ketemu si Boan, akan kulaporkan perbuatanmu!"
Demikian keduanya lalu terlibat dalam pertempuran
yang seru. Ko Cay Seng heran mengapa kakek yang
tampaknya seperti orang limbung itu ternyata memiliki
gerakan yang luar biasa gesitnya. Berulang kali dia gunakan
jurus yang keras dan ganas, tetapi kakek tetap dapat
menghindar.
"Hm, kalau terlibat terlalu lama dengan setan cebol ini,
kemungkinan situasi akan berobah. Siapa tahu jangan2
Huru Hara keburu datang juga,” pikirnya. Ia segera
mengambil senjata pitnya untuk lekas2 menyelesaikan
Cian-li-ji.
"Lho, gila, masakan seorang budak membawa alat tulis.
Tentu milik tuanmu si Boan engkau curi, budak!" teriak
Cian-li-ji.
"Mampus engkau, kakek gila," dengan bernapsu sekali
Ko Cay Seng lalu mainkan pit untuk menyerang Cian-li-ji.
Cian-li-ji ngeri juga melihat ribuan sinar titik putih
berhamburan mencurah kepadanya. Apa boleh buat,
terpaksa dia berlari-lari kian kemari untuk menjauhi.
Pertempuran saat itu tidal mirip dengan perkelahian lagi
melainkan seperti orang main petak atau kejar-kejaran.
"Wah, kurang ajar benar, budak ini. Kalau aku begini
saja, lama2 napasku habis," pikir Cian li-ji seraya menyusup
masuk kedalam gerumbul pohon. Dalam kesempatan selagi
Ko Cay Seng celingukan kian kemari untuk mencari lawan,
Cian li-ji sempat mengambil buli2 arak dan meneguknya
beberapa kali. Setelah itu dia loncat ke tengah gelanggang
lagi.
Ko Cay Seng menerjang lagi tetapi pada at itu tiba2
Cian-li-ji menyemburnya, tring, tring tring .. . . terdengar
suara bergemerincingan seperti batu2 kecil yang jatuh pada
papan besi. Ternyata suara itu berasal dari percikan
semburan arak yang berbenturan dengan sinar pit.
Ko Cay Seng terkejut. Semburan benda dari mulut kakek
itu berbau seperti arak tetapi mengapa dapat berobah keras
ketika beradu dengan pantulan ujung pit?
Demikian pertempuran kini berjalan dengan berimbang.
Cian-li-ji gentar menghadapi ribuan sinar pit tetapi Ko Cay
Seng juga tak berani terlalu mendesak karena takut akan
semburan mulut kakek itu.
Tetapi setelah beberapa kali menyembur habislah arak di
mulut kakek itu. Kini Ko Cay Seng tak memberi
kesempatan lagi. Didesaknya Cian-li-ji dengan serangan pit
yang segencar hujan mencurah.
Cian-li-ji kelabakan benar2. Akhirnya dia melarikan diri.
Ko Cay Seng tak mau mengejar. Ia harus lekas2 menangkap
Su Go Hwat.
"Su tayjin, apakah engkau benar2 tak mau ikut aku?"
katanya seraya maju menghampiri.
"Berani mendekat, aku akan bunuh diri!" kembali Su Go
Hwat mengancam seraya melekatkan ujung belati ke
dadanya.
"Hm, orang ini benar2 keras kepala," diam2 Ko Cay
Seng menimang lalu mencari akal.
Sebagai seorang ahli tutuk jalandarah dengan senjata pit,
Ko Cay Seng mahir akan seluruh jalandarah orang.
Disamping itu ilmu menutuk itu membutuhkan tenagadalam
yang tinggi. Dalam mempelajari beberapa ilmu yang
menggunakan tenaga-dalam, antara lain dia juga parnah
belajar ilmu tutuk dengan jari pada jarak jauh, Namun ilmu
itu belum berhasil dikuasai sepenuhnya.
Kini berhadapan dengan mentri Su yang nekad hendak
bunuh diri, diam2 ia memutuskan untuk untuk coba
menggunakan jauh itu.
Kek-gong-tiam-hwat atau Ilmu menutuk dari jarak jauh,
segera dilancarkan Ko Cay Seng dengan suatu gerakan
seolah-olah seperti orang menuding kepada Su tayjin, "Su
tayjin, engkau tidak bijaksana. Apakah nyawamu sudah
tidak berharga lagi? Pada hal negara dan rakyat masih
membutuhkan engkau!"
Tepat pada saat Ko Cay Seng selesai bicara tiba2 mentri
Su rasakan tangan kanannya kesemutan tidak dapat
digerakkan, tring, belati yang digenggam di tangan
kanannyapun terlepas jatuh ke tanah. Ia tak tahu apa
sebabnya. Yang dirasakannya hanialah persambungan
tulang lengannya seperti kesemutan dan kaku. Hanya itu
saja.
Tanpa disadari ia menunduk memeriksa yang terjadi
pada 1engannya. Tetapi pada saat juga Ko Cay Seng sudah
melesat dan cepat menguasainya.
"Hm, Su tayjin, apa engkau masih hendak berkeras
kepala?" tegurnya dengan geram.
Su tayjin terkejut tetapi ia rasakan tenaganya sudah
lenyap, "Hm, bangsat, kalau mau bunuh, bunuhlah. Aku
tak takut !"
"Apa engkau benar2 tak takut mati ?" seru Ko Cay Seng
serasa menambah sedikit tenaga tangannya yang
mencengkeram bahu mentri.
Tiba2 sebuah batu melayang kearah Ko Cay Seng, keras
dan deras sekali. Pyur .... batu itu hancur berhamburan. Ko
Cay Seng memang lihay, sekalipun sedang menyiksa Su Go
Hwat tetapi telinga dan matanya masih tajam2
memperhatikan keadaan di sekeliling. Ia terkejut ketika
mendengar derap langkah orang menyiak gerumbul di
sebelah muka, Dan lebih terkejut lagi ketika sebuah benda
hitam melayang kearahnya. Cepat ia gunakan tangan kiri
untuk menyongsongkan pit. Dan tepatlah tutukannya itu.
Batu hancur berkeping-keping.
"Lepaskan," pada saat selesai menutuk batu, Ko Cay
Seng terkejut ketika melihat seorang pemuda secepat kilat
loncat menerjangnya. Cepat juga Ko Cay Seng mengangkat
tubuh Su Go Hwat dibawa loncat menghindar ke samping,
sehingga terjangan orang luput.
"Jangan bergerak !' bentak Ko Cay Seng ketika melihat
orang itu hendak menyerangnya lagi, “atau Su tayjin
kubunuh !"
"Teruskan Kim hiantit," seru mentri Su kepada orang itu
yang tak lain adalah pendekar Huru Hara.
Sebagaimana dituturkan dibagian depan, Sebab Ko Cay
Seng dan kawan2 melarikan diri, Huru Hara segera balik
ketempat mentri Su. Tetapi ternyata mentri tak ada. Dia
lalu mencarinya. Ketika tiba di hutan, bertemulah dia
dengan Amita lhama yang hendak menyusul Ko Cay Seng.
"Hm, engkau lhama busuk," seru Huru Hara "kali ini
jangan harap engkau dapat lobos lagi.”
Amita memang gentar menghadapi Huru Hara, Namun
karena sudah terlanjur kepergok. dia pun tak mau unjuk
kelemahan, "Hm, jangan kira aku takut kepadamu,
jahanam. Mari kita selesaikan pertempuran tadi."
Amita mengeluarkan tasbih dan Huru Hara pun
memakai pedang Thiat-cek- kiam. Keduanya segera terlibat
dalam pertempuran yang seru, tapi walaupun seluruh
kepandaiannya telah dikeluarkan semua tetapi Amita tak
dapat mengalahkan Huru Hara.
“Mana kepalamu!,” bentak Huru Hara ketika berhasil
menabas leher Amita. Tetapi Amita juga bukan jago
sembarangan. Dalam keadaan yang berbahaya itu dia
gunakan jurus Thiat-pian (jembatan besi gantung) untuk
membuang kepalaya ke belakang dengan kaki masih tetap
tegak tubuh melengkuag ke belakang.
Selekas tabasan pedang Huru Hara Amitapun
membuang tubuh bergelundung kesamping, menjemput
segenggam tanah dan terus taburkan ke arah Huru Hara,
"Awas, terima hadiahku itu !"
Huru Hara terkejut ketika melihat lhama itu taburkan
benda hitam kepadanya. Cepat dia loncat mundur setombak
jauhnya.
"Hai, hendak lari kemana engkau I" setelah taburan
tanah itu lenyap, Huru Hara terkejut karena melihat Amita
melarikan diri loncat kedalam gerumbul pohon. Huru Hara
memburunya tetapi lhama itu sudah lenyap.
"Hm, daripada mengejar lhama itu baiklah aku mencari
Su tayjin saja," akhirnya ia hentikan pengejarannya dan
kembali masuk kedalam hutan.
Setelah baberapa saat mencari kian kemari, akhirnya
bertemulah juga. Tepat pada saat itu Ko Cay Seng sedang
menyiksa mentri Su.
Dari jarak jauh karena hendak membebaskan Su tayjin,
Huru Hara menjemput sebutir batu dan ditimpukkan,
setelah itu dia terus menerjangnya. Tetapi kesemuanya itu
tak berhasil. Ko Cay Seng masih menguasai mentri.
"Hm, kalau engkau menurut perintahnya, segera
kuhancurkan urat jantungnya, "seru Ko Cay Seng seraya
mengangkat pit ke punggung mentri.
Huru Hara terkesiap. Dalam keadaan terdesak, tentulah
Ko Cay Seng nekad akan melaksanakan ancamannya.
Kalau dia menuruti perintah mentri, tentulah mentri itu
akan binasa. Apa boleh buat, terpaksa dia menahan diri.
"Apa kemauanmu ?" serunya.
"Tinggalkan tempat ini !" seru Ko Cay Seng
"Hm, jangan mimpi !" dengus Huru Hara.
"Apakah engkau tak menghendaki jiwa Su tayjin
selamat?
"Selembar rambut Su tayjin engkau ganggu aku tentu
akan mengadu jiwa denganmu !" balas Huru Hara,
"Baik," kata Ko Cay Seng, "menyingkirlah sampai jarak
seratus langkah dari sini dan jangan membuat gerakan
apa2. Setelah aku tinggalkan tempat ini sampai sepeminum
teh."
Sejenak mengerut dahi, Huru Hara menjawab, "Baik,
tetapi aku akan membawa nona itu.
Ko Cay Sang menyetuiui. Huru Hara mengangkat tubuh
Su Tiau Ing yang masih pingsan dan dibawa menyingkir.
Setelah menolong nona itu Huru Hara hendak mencari akal
untuk membebaskan Su tayjin.
Baru berjalan belasan langkah, tiba2 ia mendengar Ko
Cay Seng menjerit kaget, "Hai, apa-apaan ini .... !"
Huru Hara berpaling, bluk .... tanpa disadari karena
dicengkam rasa kejut besar, dia sampai melepaskan tubuh
Tiau Ing sehingga nona itu jatuh ketanah.
"Ai," tiba2 Tiau Ing dapat merintih, “kenapa aku ini ?"
"0. nona sudah siuman ?" Huru Hara terkejut juga.
Tiau Ing bangun dan terus bertanya, "Mana ayah ?"
"Itu," kata Huru Hara menunjuk ke muka.
"Ayahhhh," Tiau Ing terus hendak lari menghampiri
tetapi dicegah Huru Hara, "tunggu nona biarkan anak2 itu
yang membereskan !"
Ternyata saat itu Ko Cay Seng sedang sibuk mengusapusap
muka, tubuh dan kakinya sambil menghantam kian
kemari ke udara untuk menghalau ratusan tawon yang
menyerangnya.
Dan di sekelilingnya terdapat Ah Liong dengan
anakbuahnya.
Karena tak tahan, Ko Cay Seng terpaksa lepaskan Su
tayjin. Mentri itu segera lari dan disambut oleh anak2.
"Bagus, Ah Liong," seru Huru Hara yang cepat
menghampiri bersama Tiau Ing. Tiau Ing memeluk
ayahnya.
"Ah Liong, kepung jahanam itu, jangan sampai terlepas,
aku hendak menyelamatkan Su tayjin," kata Huru Hara.
"Jangan kuatir, engkoh. Serahkan babi itu pada kami,"
sahut Ah Liong dengan busungkan dada'
Tetapi pada saat Huru Hara hendak membawa mentri
Su, sekonyong-konyong dari empai penjuru, terdengarlah
suara sorak bergemuruh dan pada lain saat lembah itu
sudah dikepung oleh ribuan prajurit Ceng. Mereka siap
dengan senjata terhunus. Bahkan barisan regu pemanah
merekapun sudah siap dengan busur terpentang.
Lima enam orang tampil ke muka. Mereka adalah
perwira Borga, Hong- hay-ji, Pendekar-tengkorak-pencabutnyawa
Ang Kim, Amita lhama, paderi To Thian, seorang
perwira Boan yang tinggi besar dan ..... Su Hong Liang.
Ko Cay Seng segera lari menghampiri mereka. Ah Liong
dan anakbuahnyapun bergabung dengan Huru Hara. Kini
mereka dikepung oleh pasukan musuh.
"Hai, kunyuk2, menyerah atau mati !" seru perwira Boan
yang tinggi besar itu.
Ternyata setelah melarikan diri, Amita bertemu dengan
Su Hong Liang. Su Hong Liong segera mengirim orang
untuk meminta bala bantuan kepada pasukan Ceng.
Pasukan Ceng itu langsung datang dari Yang-ciu dan
dipimpin oleh Gotat seorang perwira Boan yang khusus
diutus Torgun untuk menangkap mentri Su Go Hwat.
"Engkoh Hok, bagaimana kita ?" tanya Ah Liong.
"Apakah senjata kalian tawon dan semut masih ?" tanya
Huru Hara.
"Tinggal sedikit," sahut Ah Liong.
Huru Hara kerutkan dahi. Ia tak takut menghadapi
musuh tetapi ia mencemaskan keselamatan mentri dan
puterinya.
"Nona Su, apakah engkau tak terluka ?"' tanyanya
kepada Tiau Ing.
"Aku tak kena apa2," sahut nona itu, "mari kita tempur
mereka. Aku hendak membunuh Su Hong Liang."
Huru Hara mengangguk. Kemudian pertanya, “Ah
Liong, bagaimana kawan-kawanmu ?"
"Mereka siap mengadu jiwa, engkoh Hok," jawab Ah
Liong.
Kembali Huru Hara merenung. Dia tahu kemungkinan
Ah Liong masih dapat meloloskan diri tapi anak2 yang lain
kemungkinan besar tentu tak mampu lolos.
Dalam detik2 itu Huru Hara benar2 menghadapi suatu
situasi yang gawat dan berat. Ia harus tanggung jawab akan
keselamatan anak-anak . Lebih2 terhadap mentri Su Go
Hwat. Kalau melawan, tentu akan jatuh beberapa korban
anak2 itu.
"Loan hiantit, mengapa engkau ragu2?" tiba2 mentri Su
Go Hwat menegur, “lawanlah mereka. Tak usah engkau
hiraukan jiwaku. Lebih baik aku mati daripada harus jatuh
ketangan mereka.”
"Ya, Loan-heng," seru Tiau Ing pula, "sudah terlanjur
besar sekali pengorbanan yang kita berikan. Rakyat dan
prajurit serta para pejuang kita, sudah banyak yang gugur.
Mengapa kita harus sayang kalau kehilangan jiwa ?"
"Engkoh Hok, prajurit2 pasukan Bon-bin sudah siap
bertempur," seru Ah Liong pula.
Namun Huru Hara masih belum memberi pernyataan
apa2. Dia masih menimang-nimang.
"Loan-heng, akulah yang akan menyerbu mereka," seru
Tiau Ing seraya menghunus pedangnya.
"Siocia, kami akan mengiringkan engkau menyerbu
mereka !" seru anak2 itu serempak.
"Tunggu !" tiba2 Huru Hara mencegah.
Tiau Ing dan anak2 itu berhenti dan mencurah pandang
kearah Huru Hara.
"Takut ?" seru Tiau Ing.
Huru Hara gelengkan kepala.
-oo0dw0oo-
JILID 45 Tamat
Darah dan airmata.
Huru Hara menyadari bahwa saat segenting seperti yang
dihadapinya itu, harus bertindak dengan penuh
pertimbangan. Setiap tindakan yang ceroboh dan keliru
akan membawa kehancuran yang mengerikan.
Memang jika menuruti suara hatinya, ingin ia menempur
pasukan Ceng yang mengepung itu dan membasmi
kawanan kaki tangan musuh. Tetapi keinginan itu harus
terbentur dengan lain kenyataan. Kenyataan yang menuntut
pertanggungan jawabnya terhadap keselamatan mentri Su
Go Hwat dan anak2.
Ia mencari akal bagaimana dapat menghindari bahaya
yang mengancam saat itu.
Akhirnya ia menemukan suatu cara. Dan segera ia
tampil dua langkah kemuka lalu berseru dengan lantang,
"Hai, orang2 Boan dan antek anteknya, dengarkanlah !"
Perwira Gotay terkesiap, Ko Cay Seng dan kawannya
tersipu-sipu malu.
"Kalau kalian tak tahu malu dan hendak menyerbu kami,
silakan," kata Huru Hara, "tetapi kalau kalian masih
mempunyai rasa malu dan perwira, hayo, kita bertempur
secara ksatrya jaman dulu."
"Apa maksudmu ?" seru Gotay.
"Kita sama2 saling mengajukan jago untuk bertempur
mengadu kepandaian. Kalau kami kalah, akan kami
serahkan Su tayjin, Tetapi kalau kalian kalah, kalian harus
menyingkir dari sini !"
"Huh," dengus Gotay.
"Gotay ciangkun, jangan meladeni ocehan pemuda
sinting itu. Dia memiliki kepandaian sakti. Kalau adu
kepandaian satu lawan satu, dikuatirkan kita akan kalah.
Lebih baik kita serbu mereka dan tangkap saja mati atau
hidup,” Ko Cay Seng membisiki Gotay.
Gotay tertegun. Ia belum pernah bertempur melawan
Huru Hara. Dilihatnya pemuda itu hanya seorang pemuda
biasa, tiada sesuatu yang luar biasa. Tetapi mengapa Ko
Cay Seng begitu ketakutan melawan pemuda itu ? pikirnya.
"Uh, kalau takut bertempur dengan engkohku, boleh
pilih yang lain," seru Ah Liong sambil bercekak pinggang.
Ko Cay Seng seorang tokoh ternama dan berpangkat
tinggi dalam pasukan Ceng. Dia adalah tangan kanan dari
panglima- besar Torgun. Bahwa tadi dia dipermainkan
begitu rupa oleh kawanan anak2 itu, sebenarnya dia hendak
mengamuk. Tetapi karena dihadapan perwira Gotay dan
kawan-kawannya, ia terpaksa menahan diri dan
menganggap apa yang dideritanya dari anak2 itu, seperti tak
penting.
Tetapi kini serta mendengar ocehan Ah Liong yang
begitu mengejek. Ko Cay Seng tak dapat menguasai diri
lagi.
"Bajingan cilik, aku menghendaki engkau yang melawan
aku !" serunya. Tanpa disadari dia telah menyetujui
tantangan Huru Hara untuk bertanding satu lawan satu.
Pada hal baru saja dia menganjurkan agar Gotay menolak
tantangan Huru Hara.
"Boleh boleh," sahut Ah Liong seraya terus hendak maju.
"Tunggu," Huru Hara mencegah, "bawalah bekal senjata
semut dari anakbuahmu."
Ah Liong menurut. Dia menerima sebuah kantong kulit
yang berisi semut merah. Setelah itu baru dia maju...........
Saat itu Ko Cay Seng sudah terus melangkah maju.
Karena marah hendak menghajar Ah Liong, dia sampai
lupa kepada Gotay dan kawan-kawan.
"Mau bertanding dengan pit ? Baik, kalau engkau
memakai pit akupun mempunyai supit," kata Ah Liong
seraya mencabut sepasang supitnya,
Ko Cay Seng tak mau bicara apa2 lagi, dia terus
menyerang anak itu dengan taburkan permainan pit
besinya.
Cret …… Ah Liong berhasil menyupit ujung pit dan
terjadilah tarik menarik. Tetapi karena kalah tenaga-dalam,
Ah Liong tak mampu menangkap lebih lama dan terpaksa
melepaskannya. Bahkan akibat gentakan tenaga-dalam dari
Ko Cay Seng, tubuh Ah Liong sampai terhuyung-huyung
kebelakang beberapa langkah.
Huru Hara terkejut. Ia kuatir Ah Liong tak mampu
menghadapi Ko Cay Seng. Namun karena dia yang
menantang supaya bertanding satu lawan satu, terpaksa dia
tak dapat berbuat apa2 untuk menolong Ah Liong.
Beberapa kali hal itu terjadi. Tetapi Ah Liong dapat
menyupit ujung pit lawan, lawan tentu mampu melepaskan
dan menggentakkannya sampai mencelat ke belakang.
Sebenarnya Ah Liong bukan tak mengerti hal itu. Tetapi
dia memang sedang cari akal bagaimana dapat mengatasi
lawan.
Sebenarnya diam2 Ko Cay Seng juga terkejut dan heran
atas kepandaian anak itu. Dia taburkan pit dengan cepat.
Tetapi setiap kali ujung pit hendak menutuk tubuh, tentulah
bocah kuncung itu dengan jitu dapat menyupitnya. Dia
memang tak tahu bahwa dalam ilmu supit, Ah Liong
memang mempunyai keistimewaan sendiri.
Dia makin gemas. Diam2 dia merencanakan suatu gerak
tipu yang akan menghancurkan bocah itu.
"Mampus lu !" teriaknya sembari melancarkan tutukan
pit ke mata Ah Liong. Dengan gagah sekali Ah Liong dapat
menyupit ujung pit.
Tiba2 Ko Cay Seng ayunkan tangan kini melepaskan
sebuah hantaman ke batok kepala Ah Liong.
"Uh . . . . ," Ah Liong menyurut mundur tetapi pada saat
itu Ko Cay Seng rasakan tangannya kini seperti ditabur
benda lunak dan aduh .... .hampir saja ia menjerit karena
benda2 itu ternyata menggigit tangan dan lengannya
bahkan ada yang masuk kedalam ketiak dan menggigit
sekuat-kuatnya.
Terpaksa ia menarik tangan kini dan sibuk menggosokgosokkan
ke lengan dan ketiaknya. Tindakan itu hanya
berlangsung beberapa sekejap mata dan tiba2 pula ia
menjerit kaget setengah mati, Uhhhhh ..... "
Cepat tangan kirinya mendekap perut untuk menjaga
agar celananya tidak sampai meluncur turun, karena
talinya putus.
Dalam keadaan seperti itu, takut akan ditabur dengan
serangga yang dapat menggigit panas seperti api, dan kuatir
Ah Liong akan menyerang dengan supitnya maka tanpa
berkata suatu apa. Ko Cay Seng terus loncat mundur dan
menyusup kebelakang anak pasukan.
Gotay melongo. Dia tak tahu apa yang telah terjadi pada
Ko Cay Seng. Ia melihat Ko Ca Seng jauh lebih kuat dari
Ah Liong. Dan Ko Cay Sengpun tidak menderita luka suatu
apa. Tetapi mengapa muka orang she Ko itu berobah merah
padam, mendekap perut dan terus loncat mundur.
"Horeeee .. . . hidup jenderal Kuncung” teriak kawanan
anak2 dari pasukan Bon-bin.
Huru Hara geleng2 kepala. Walaupun gembira tetapi
diapun gemas karena menganggap Ah Liong terlalu
gegabah. Dalam pertempuran yang begitu berbahaya, anak
itu masih sempat untuk mengolok lawannya. Memang
memutus tali celana, termasuk salah satu dari kepandaian
Ah Liong yang istimewa.
Hong-hay ji dan pendekar Tengkorak-pencabut nyawa
Ang Kim yang pernah merasakan kopi pahit dari Ah Liong
dan kawan2nya, serentak lon-cat maju. Sebenarnya hanya
satu lawan satu tetapi karena sama2 bernafsu hendak
menghajar Ah Liong, walaupun tanpa ajak-ajakan, kedua
tokoh itu terus loncat berbareng.
"Hola jenderal yang sudah pecundang masih berani
unjuk muka lagi," seru Ah Liong.
"Bangsat, kalau tak dapat mencincang tubuhmu, aku
bersumpah tak mau jadi orang," pendekar Tengkorakpencabut-
nyawa berteriak seraya terus menerjang.
Tetapi pada saat itu berhamburanlah dua tiga anak
sambil taburkan beberapa kantong kulit.
Kembali pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa yang
namanya sangat ditakuti itu, harus berjingkrak-jingkrak
seraya menggosok dan mengusap muka, dada, perut dan
kakinya yang dikerumuni oleh barisan semut merah.
"Hai, kalian curang !" teriak perwira Gotay tetika mehhat
kawan Ah Liong sama maju.
"Siapa yang curang lebih dulu ?" teriak Ah Liong,
"bukankah fihakmu yang serempak maju dua orang itu ?"
Hong- hay-ji segera berkata kepada pendekar Tengkorakpencabut-
nyawa, memintanya supaya istirahat dulu,
"Biarlah kunyuk kecil itu aku yang membereskan," katanya.
"Ho setan cebol, engkau masih berani maju ke muka lagi
?" ejek Ah Liong.
Namun Hong-hay-ji terus saja menerjang.
Dia tak mau adu lidah lagi. Terjangan Hong-hay ji atau
bocah kuning itu memang istimewa sekali. Ah Liong
memang gesit tetapi Hong-hay-ji lebih cepat lagi.
"Uh .... ," tiba2 Ah Liong menjerit tertahan karena
bahunya kesamber tangan Hong-hay-ji. Ah Liong
terhuyung-huyung mau jatuh.
Melihat itu Hong-hay-ji tak mau memberi ampun lagi.
Dia terus loncat menerkam. Ah Liong belum sempat berdiri
tegak atau Hong-hay-ji sudah ulurkan tangan untuk
mencengkeram uluhati. Kejut Ah Liong bukan kepatang.
Dalam keadaan terdesak tiada lain jalan baginya kecuali
harus rubuhkan diri ke tanah.
Ah Liong terhindar tetapi dia harus terlentang di tanah.
Memang anak itu masih kalah sakti dengan Hong-hay-ji.
Huru Hara terkejut sekali. Apalagi ketika dilihatnya
Hong-hay-ji sudah bergerak untuk menerkam Ah Liong
lagi. Dia segera hendak loncat kemuka.
Tetapi tepat pada saat kakinya sudah terangkat, dia
mendengar suara teriakan kaget dan kesakitan. Tahu2
Hong-hay-ji sudah terhuyung-huyung mundur sambil
mendekap tangan kanannya.
Wajahnya pucat lesi.
Karena sudah terlanjur bergerak, Huru Hara tak dapat
menghentikan tubuhnya. Terpaksa dia membuang kedua
kakinya berayun ke muka dan berjumpalitan kembali ke
tempat semula.
Apa yang telah terjadi pada Hong-hay-ji ? Kiranya pada
saat Ah Liong terpojok dalam bahaya, dia melihat Honghay-
ji rentang kelima jari tangan kanannya untuk
mencengkeramnya. Dalam keadaan yang berbahaya itu. Ah
Liong teringat akan sepasang supitnya. Cepat dia mencabut
dan dengan sisa tenaganya dia tusukkan ke telapak tangan
orang. Dan tanpa sengaja tusukannya itu tepat mengenai
jalan-darah Lo-kiong-liwat di tengah telapak tangan Honghay-
ji. Seketika Hong-hay-ji merasa seperti disengat stroom
listrik atau dipagut ular. Arus stroom cepat mengalir
kejantungnya sehingga karena tak kuat menahan takit,
Hong-hay-ji menjerit.
Jalandarah Lo-kiong-hwat merupakan jalan darah yang
berbahaya. Apabila tertutuk maka tenaga-dalam orang tentu
merana. Demikian pula Hong-hay-ji. Dia menderita lukadalam
yang cukup parah. Itulah sebabnya dia terpaksa
harus mundur.
Kemenangan Ah Liong itu direbut dalam kekalahan.
Walaupun tak sengaja tetapi kemenangan itu cukup berarti
sekali. Kalau tidak terjadi hal yang kebetulan itu, tentulah
Ah Liong sudah remuk.
"Ah Liong, mundur," seru Huru Hara karena kuatir dari
fihak lawan akan maju tokoh yang hebat lagi.
Begitu Ah Liong mundur maka loncatlah sosok tubuh
langsing ke tengah gelanggang.
"Aku minta supaya manusia yang bernama Su Hong
Liang maju melawan aku !"
Huru Hara terkejut. Demikian pula dengan rombongan
lawan. Ternyata yang maju itu adalah Su Tiau Ing.
Perwira Boan dan beberapa jago fihak Ceng mencurah
pandang kepada Su Hong Liang.
"Ko tayjin, bukan karena aku takut tetapi aku sungkan
melawan adik sepupuku sendiri,. harap tayjin maafkan,"
kata Su Hong Liang kepa Ko Cay Seng.
Memang Ko Cay Seng heran mengapa Tiau Ing
menantang Su Hong Liang. Tetapi dia anggap tentulah
nona itu marah karena engkoh misannya telah berhianat.
Lain2 hal dia tak dapat menduga.
Ko Cay Seng dapat menyelami perasaan Hong Liang,
"Baiklah, jika begitu aku saja yang menghadapi," katanya.
"Jangan," seru To Thian, "biarlah pinto saja yang
menemani nona itu bermain-main.
"Baiklah," kata Ko Cay Seng, "tetapi hati2 taysu jangan
sampai melukainya, Kita memerlukan mentri Su."
Setelah mengiakan, paderi itupun melangkah ke tengah
gelanggang.
"Ih, mengapa seorang paderi yang maju ? Mana Su Hong
Liang," tegur Tiau Ing.
"Dia tak mau bertanding dengan nona. Eh, mengapa
engkau pilih pemuda cakap saja ? Apakah aku kurang cakap
? Walaupun tua begini, tetapi aku masih dapat melayani
nona sampai puas, Oa, ha, ha ..... "
Merah muka Tiau Ing mendengar perkataan yang cabul
dari paderi itu, "Paderi jahanam, kupotong lidahmu !"
Giok-h-ktam-hwat merupakan ilmu pedang dari partai
Kun-lun-pay, yang hebat. Dalam ilmu pedang itu Su Tiau
Ing memang sudah mencapai tingkat tertentu, walaupun
belum sempurna tetapi sudah cukup tinggi.
Namun sayang yang dihadapinya itu adalah To Thian
taysu, bekas murid partai Siau-lim yang murtad. Tiau Ing
tak dapat berbuat banyak menghadapi paderi yang murtad
tetapi berkepandaian hebat itu.
"Ai, nona cantik, mengapa ngotot hendak membunuh
aku ?" masih paderi itu ceriwis menggoda Tiau Ing.
Memang kalau melihat gadis cantik, mata paderi itu tentu
berminyak. Dia tak mau menggunakan seluruh
kepandaiannya.
Tiau Ing makin marah. Sampai ilmu pedang Giok-likiam-
hwat itu selesai dimainkan. tetapi belum mendapat
hasil suatu apa.
"Ah, rupanya paderi Siau-lim ini memang hebat,"
pikirnya, "aku harus cari akal untuk mengatasinya."
Segera dia robah permainan pedangnya dalam ilmu Cokut-
hun-kin-kiam. Co-kut-hun-ki artinya melepas tulang
menebarkan urat. Sebetulnya merupakan suatu ilmu
pukulan yang ampuh. Apabila ia mengenai sasaran, tulang
dan urat2 tubuh lawan tentu berhamburan lepas dari
tempatnya.
Oleh Ceng Sian suthay, ilmu pukulan itu dimainkan
dengan pedang. Dan setelah disana-sini mengalami
perobahan dan penyempurnaan, akhirnya berhasillah Ceng
Sian suthay menciptakan sebuah ilmu pedang yang
dasarnya bersumber pada ilmu pukulan Co-kut- hun-kiuciang
itu.
Ceng Sian suthay telah mewariskan ilmu pedang itu
kepada Su Tiau Ing murid kesayangannya, Tiau Ing cerdas
dan berbakat maka ilmu pedang itupun dapat dipelajarinya
dengan baik.
Kini Tiau Ing telah mengunakan ilmu pedang itu untuk
menghadapi To Thian. Paderi agak bingung menghadapi
serangan yang serba tak terduga arahnya. Bergerak ke
kanan tetapi menusuk kekiri, bergerak ke kiri tetapi
menusuk ke kanan.
Dalam beberapa jurus, To Thian memang kelabakan.
Tetapi dasar dia memang murid Siau-lim yang hebat, dalam
waktu beberapa jurus dia sudah dapat menghadapi lawan.
Tiau Ing semakin marah. Tiba2 dia mendapat akal.
Kalau toh-kut-hun-kin-kiam itu serba terbalik gerakannya,
sekarang dia tak mau membalik gerakan itu. Misalnya,
kalau bergerak ke kanan dia tak mau menyerang ke kiri
tetapi benar2 menyerang ke kanan.
Wut, uh ..... tiba2 paderi To Thian terkejut ketika
dadanya hampir tertembus ujung pedang. Untung dia masih
sempat miringkan tubuh kesamping sehingga hanya
bahunya saja yang terkelupas sedikit.
"Ai, nona manis, mengapa engkau tegah melukai calon
suamimu ?" masih To Thian menggodanya.
Tiau Ing makin marah sekali. Dia terus menyerang
dengan hebat. Kini dia mempunyai akal yang cerdik sekali.
Setempo ilmu pedang Coh-kut-hun-kin-kiam dimainkan
dengan jurus yang sewajarnya yaitu bergerak kekiri
menyerang ke kanan. Tetapi lain kali jurus itu dibalik.
bergerak ke kanan tetapi menyerang ke kanan.
To Thian memang hebat. Tetapi karena akal Tiau Ing
yang cerdik itu, mau tak mau dia kelabakan juga.
Sebenarnya kalau dia memang mau berkelahi dengan
sepenuh tenaga, tentulah dia dapat mengalahkan Tiau Ing.
Tetapi dasar dia seorang paderi mata keranjang. Karena
terpikat oleh kecantikan Tiau Ing yang gilang gemilang, dia
terus main ecoh-ecoh dan sengaja memperlambatkan
pertempuran itu agar lebih lama menikmati kecantikan
nona itu.
Tetapi setelah menghadapi serangan jurus Coh-kut-hunkin-
kiam yang diputar-balik tak keruan oleh Tiau Ing, mau
tak mau To Thian men jadi kelabakan juga.
Kalau tadi bahunya yang tertusuk, kini lengannya yang
kena. Darahpun mengalir membasahi jubahnya.
"To Thian taysu, lebih baik lekas2 menangkap nona itu,"
seru Ko Cay Seng dengan menggunakan ilmu Coan-im-jipbi
atau Menyusup-suara.
To Thian gelagapan. Dia malu juga kalau sampai tak
dapat menangkap nona itu. Segera dia robah gerakannya
sedemikian rupa sehingga tubuhnya seperti pecah menjadi
beberapa orang mengurung Tian Ing.
"Ayo, menyerah tidak nona manis," dengan sebuah
gerak Toa-kin-na-jiu atau dengan tangan kosong merebut
senjata, ia berhasil memegang tangan Tiau Ing dan terus
hendak dipeluknya.
Tetapi pada saat itu juga, sesosok tubuh menerobos dari
kerumunan pasukan Ceng dan terus menerjang.
"Uhhhh ..... anjing lu !" teriak To Thian yang
gentayangan ke belakang karena bahunya di cengkeram dan
disentak ke belakang sekuat-kuatnya oleh orang itu.
Tetapi orang itu tak menghiraukan. Dia malah
menghampiri Tiau Ing, "Bagaimana adik Ing, apakah
engkau tak terluka ? Maaf, karena aku terlambat ...."
"Awas, belakangmu Bok-ko,” teriak Tiau Ing seraya
menuding ke belakang.
Ternyata yang datang menyentakkan tubuh To Thian itu
tak lain adalah Bok Kian, engkoh misan dari Su Tiau Ing.
Dia marah sekali karena Tiau Ing dipeluk seorang paderi.
Dengan mengerahkan seluruh tenaganya, dia menerjang
gerombolan prajurit Ceng dan langsung mencengkeram
bahu paderi dan disentakkan ke belakang.
Bok Kian terkejut waktu mendengar peringatan Tiau Ing.
Cepat dia berpaling. Betapa kejutnya ketika kepalan tangan
To Thian sudah mengancam ke mukanya. Dia berusaha
untuk menghindar ke samping tetapi tak urung bahunya
terkena pukulan paderi itu.
"Uhhhhh ...... ," Bok Kian mengeluh ketika tubuhnya
,terhuyung-huyung seperti layang2 putus tali. Untung
ditolong oleh beberapa anak.
Tiau Ing yang masih mencekal pedang, langsung
membacok tangan paderi itu. Tetapi To Titian memang
lihay. Cepat ia menekuk siku lengannya ke atas lalu
menutukkan jarinya ke batang pedang Tiau Ing, tring……..
tangan Tiau Ing tergetar dan hampir saja pedang terlepas.
Tetapi Tiau Ing juga lihay. Dia adalah murid kesayangan
dari Ceng Sian suthay, ketua partai Kun-lun-pay.
Plak……. tiba2 Tiau Ing ayunkan kakinya dalam jurus
tendangan Soan-hong-tui atau Tendangan-angin-puyuh.
Karena mengira nona itu tentu akan lepaskan pedang
maka To Thian terus merapat maju untuk menerkam
lengan Tiau Ing. Tetapi dia tak menduga sama sekali kalau
nona itu masih dapat mengirim tendangan yang istimewa.
Karena jarak teramat dekat, dia tak sempat menghindar
lagi, Lambungnya kena dan paderi itupun menyurut
mundur selangkah.
"Ah, mengapa nona berani sama calon suami ?" kembali
paderi itu mulai menggoda lagi. lalu maju lagi untuk
membayangi Tiau Ing dengai sepasang tangannya.
"Padri busuk, jangan menghina seorang gadis !" tiba2
Bok Kianpun menerjang dan membabat kaki paderi itu.
Kini To Thian diserang dari muka dan balakang oleh
Bok Kian dan Tiau Ing. Bok Kian, khusus membabat kaki
dan Tiau Ing menyerang dada. Dengan demikian, tanpa
ajak- ajakan, keduanya telah membentuk suatu permainan
gabungan yang cukup merepotkan To Thian.
Sebenarnya To Thian dapat menguasai kedua
anakmuda.itu. Tetapi karena dia terpancang oleh
peringatan Ko Cay Seng supaya jangan melukai Tiau Ing
dan kedua kalinya karena Bok Kian bertempur dengan
nekad, maka To Thian menjadi kelabakan juga.
Diam2 To Thian menimang. Karena Tiau Ing tak boleh
dilukai maka lebih baik dia mengerjai Bok Kian saja.
Saat itu dia sedang menghindari tabasan pedang Tiau Ing
tetapi diam2 diapun tahu kalau Bok Kian juga sedang
melancarkan serangan untuk membabat kakinya dari
belakang. Sengaja dia diam saja,
Pada saat pedang Bok Kian sudah hampir dekat, tiba2
dengan sebuah gerak membalik tubuh yang indah, To Thian
menghantam Bok Kian.
"Uh............ ," Bok Kian mandesuh kaget. Tetapi dia tak
menghiraukan. Dia tetap melanjutkan gerak babatan
pedangnya.
Terhantamnya dada Bok Kian dan terbabatnya kaki To
Thian hampir terjadi pada saat yang bersamaan. Bok Kian
terlempar sampai dua tiga meter ke belakang dan muntah
darah. Tetapi betis To Kianpun termakan pedang sehingga
dagingnya terkelupas dan darah mengalir deras.
Tiau Ing, menggunakan kesempatan itu untuk menabas
kepala To Thian. Untunglah To Thian masih dapat loncat
ayunkan tubuh ke belakang,
Sesosok tubuh melayang ke tempat Bok Kian, "Bokheng,
bagaimana engkau ?"
Sambil membuka mata. Bok Kian hanya geleng- geleng
kepala. Orang itu tak lain adalah Huru Hara. Dia kuatir
kalau musuh akan maju untuk mengganggu Bok Kian maka
cepat2 dia meloncat untuk melindunginya. Dia
menggandeng tangan Bok Kian diajak ketempat
rombongannya lalu mengeluarkan dua butir pil Cian-lianhay-
te-som (so berumur seribu tahun yang tumbuh di dasar
laut) suruh Bok Kian meminumnya dan beristirahat.
Setelah itu Huru Hara maju ke tengah gelanggang.
"Nona Su, silakan beristirahat dan melindungi Su tayjin.
Biarlah aku yang menghadapi mereka."
Setelah Tiau Ing pergi, Huru Hara lalu berseru kepada
rombongan Ceng, "Silakan maju."
Perwira Gotay memang ingin bertempur juga. Dia belum
tahu siapa dan bagaimana Huru Hara. Tanpa banyak bicara
dia terus melangkah maju Ko Cay Seng hendak mencegah
tetapi sudah terlambat. Terpaksa dia hanya berseru,
meminta agar perwira Boan itu berhati-hati.
Bukan berterima kasih atas peringatan Ko Cay Seng,
kebalikannya diam2 perwira Gotay itu kurang senang
dalam hati. Ia menganggap Ko Cay Seng memandang
rendah kepadanya.
"Hm, akan kutunjukkan kepadanya bahwa orang Boan
itu tidak kalah dengan orang Han," batinnya.
Selekas berhadapan dengan Huru Hara, terus saja
perwira Gotay itu menantang, "Hayo, engkau menghendaki
bertanding dengan cara apa ? Pakai senjata atau tangan
kosong ?"
"Terserah kepadamu !" jawab Huru Hara.
Gotay mendapat akal. Kalau dengan ilmusilat
kemungkinan lawan akan mampu menandinginya. Tetapi
kalau dengan cara bertempur di medan perang, tentulah
lawan akan keok.
"Beranikah engkau bertempur secara ksatrya di medan
perang ?" tanyanya.
"Apa yang engkau maksudkan ?"
"Aku kubirimu seekor kuda. Kita masing2 naik kuda,
Dan akan kuberimu juga tombak dan busur. Kita nanti
bertanding dengan tombak dan saling memanah.
Bagaimana ?"
"Boleh," sahut Huru Hara tanpa banyak pikir.
"Jangan Loan-heng," tiba2 Bok Kian bersetu mencegah.
Rupanya dia sudah sembuh,
"Tak apa, Bok-heng," kata Huru Hara.
"Baik," sambut Gatay, "engkau memang seorang
pemuda Han yang gagah perwira."
Kemudian dia kembali kepada rombongannya minta
supaya disediakan dua ekor kuda, tombak dan busur
lengkap dengan auakpanah.
Setelah perlengkapan itu disediakan maka Huru Harapun
menerima kuda, tombak dan busur.
"Hati-hati Loan-heng," seru Bok Kian.
Sementara itu Ah Liongpun berunding dengan
anakbuahnya. kasak kusuk Rupanya mereka hendak
merencanakan suatu daya upaya untuk bantu Huru Hara.
Huru Hara sudah menaiki kuda dan Gotay pun sudah
siap. Dia memegang tombak. Sesaat kemudian dia memberi
tanda mengacungkan tombak maka kudapun segera
dilarikan menerjang ke arah Huru Hara.
Tring . . . . Huru Hara menangkis. Gotay rasakan
tangannya gemetar. Diam2 dia terkejut. Ternyata lawan
yang bertubuh kurus dan seperti tak bertenaga itu,
mempunyai tenaga yang hebat
Tetapi Gotay seorang perwira yang banyak pengalaman
dalam medan peperangan. Dia pandai sekali bertempur
dengan naik kuda.
Serangan yang kedua, dia bersikap seperti hendak
menusuk. Tetapi pada waktu merapat tiba2 dia meluncur
kebawah perut kuda dan terus menusuk kaki Huru Hara.
Huru Hara terkejut. Cepat dia menggerakkan kakinya ke
muka, cret . , kuda meringkik keras sambil berjingkrak
mengangkat kaki keatas.
Huru Hara terkejut ketika tahu2 dia meluncur ke
belakang dan jatuh ke tanah. Untung dia masih sempat
mencekal kuda. Salekas kuda itu hendak mencongklang ke
muka, Huru Hara menarik ekornya sehingga kuda itu
terhenti dan dengan meminjam tenaga tarikan itu, Huru
Hara berayun lagi ke punggung kuda.
Ternyata tusukan tombak Gotay itu, walaupun tidak
mengenai kaki, tetapi menembus celananya terus menusuk
ke perut kuda. Celana Huru Hara robek sampai ke lutut.
Terdengar sorak sorai dari pasukan Ceng melihat perwira
mereka mendapat kemenangan.
Karena belum pengalaman dalam bertempur naik kuda,
Huru Hara menderita kerugian. Tetapi diam2 dia memuji
kepandaian perwira Boan itu.
Kembali Gotay melarikan kuda untuk manyerang, Huru
Hara menusuk tetapi Gotay kembali menghilang dari
punggung kuda. Tahu2 dia muncul dari bawah perut kuda
dan terus menusuk perut Huru Hara.
"Uhhhh," kali ini yang terkejut adalah Gotay.
Tusukannya mengenai tempat kosong dan tahu2 ia rasakan
kakinya yang masih mengait pada besi pijakkan kuda,
dicengkeram orang lalu di lontarkan. Kini dialah yang
terancam jatuh ke tanah.
Tetapi Gotay memang jago dalam- hal naik kuda. Dalam
keadaan tubuhnya berada diperut kuda tanpa suatu
pegangan, dia masih dapat ayunkan kakinya ke muka dan
tahu2 sudah naik dipunggung kuda Huru Hara. Kini
mereka tukar kuda Huru Hara naik kuda Gotay dan Gotay
naik kuda Huru Hara.
"Bagus, bagus !" kali ini pasukan anak kecil anakbuah Ah
Liong yang bertepuk tangan.
Gotay makin penasaran. Dia memutar kuda dan berganti
mencabut busur dan anakpanah. Dia larikan kuda, setelah
terpisah dua tombak dari lawan, diapun melepaskan
anakpanah.
Huru Hara tak sempat berganti busur. Terpaksa dia
menangkts dengan tombaknya, tring ……… tepat sekali
anakpanah itu dihantamnya jatuh.
Gotay memutar kuda lalu menerjang lagi. Kali ini dia
tidak hanya melepas sebatang anak-panah tetapi sekaligus
tiga batang yang ditujukan pada kepala, dada dan perut
lawan.
Srut, srut, srut ……….. ketiga batang anakpanah itu
berhamburan melaju kemuka karena tidak menemui
sasaran, Huru Hara loncat ke udara sampai dua tombak
tingginya lalu berayun meluncur lagi ke punggung kuda.
"Hm, hebat juga," dengus Gotay. Diam2 dia akan
melancarkan serangan yang jauh lebih dahsyat lagi.
Setelah melarikan kuda dan terpisah dua tombak dari
Huru Hara, Kembali Gotay melepas tiga batang
anakpanah. Dan pada saat ia melihat Huru Hara hendak
bergerak, Gotay pun cepat menyusuli pula dengan tiga
batang anakpanah lagi, "Hm, masakan engkau mampu
menghindar sekarang," pikirnya.
"Celaka, aku tertipu," diam2 Gotay mengeluh dalam hati
ketika menyaksikan apa yang dilakukan Huru Hara.
Ternyata Huru Hara tidak melayang ke udara tetapi
menggelincir kebawah perut kuda, seperti yang dilakukan
Gotay tadi. Memang Hutu Hara heran dan memperhatikan
cara2 Gotay waktu menggelincir kebawah perut kuda tadi.
Setelah tahu baru ia menirukannya dan ternyata mampu
juga.
Gotay gemas sekali. Dihadapan pasukan Ceng dan
beberapa jago2 yang menjadi kaki tangan panglima Torgun
ternyata dia tak mampu mengalahkan seorang pemuda
nyentrik, Pada hal Gotay termasyhur sebagai seorang
perwira yang selalu menang dalam setiap peperangan.
Cepat dia mengganti busur dengan tombak lalu
merunduk kebawah dan menusuk Huru Hara yang
bergelantungan dibawah perut kuda. Tetapi pada saat dia
merunduk kebawah, tiba2 kuda yang dinaikinya itu rubuh
menggelpar ketanah. Sudah. tentu diapun ikut terbanting.
Kiranya kuda yang dinaiki Gotay, adalah kuda yang
semula dipakai Huru Hara. Kuda itu tadi terkena tusukan
tombak Gotay. Mengapa tadi masih dapat dinaiki Gotay
lalu sekarang roboh?
Memang fihak pasukan Ceng bermain curang. Waktu
Gotay meminta disediakan kuda, tombak dan anakpanah
tadi, diam2 atas perintah Ko Cay Seng, tombak dan
anakpanah yang akan dipakai Gotay telah dilumuri racun.
Karena terkena tombak beracun yang bekerjanya lambat,
maka baberapa waktu kemudian barulah kuda itu roboh.
Karena tak diberitahu, dalam hal ini Gotay memang tak
tahu.
Gotay memang hebat. Begitu jatuh ditanah dia terus
bergelundungan dan menyambar tubuh Huru Hara. Kini
keduanya bergumul. Kedua ekor kuda sudah mencongklang
pergi.
Gotay mahir dalam ilmu gumul. Akhirnya dapat
meringkus Huru Hara terus diangkat hendak dibanting,
Tetapi dia terkejut ketika secara tiba2 saja, tubuh Huru
Hara mendadak berobah berat sekali. Lengan Gotay terasa
linu karena hampir tak kuat menahan tekanan tubuh Huru
Hara.
"Uhhhhh," akhirnya Gotay harus menyerah juga dan
lepaskan tubuh Huru Hata. Pada saat dia masih belum
sempat menggerakkan kedua tangannya dari rasa linu,
Huru Hara ganti mencekal tengkuknya dan terus diangkat
dan diputar-putar sederas kitiran.
Terdengar pekik teriak gemuruh dari pasukan Ceng
ketika menyaksikan adegan itu. Mereka tak dapat ditahan
lagi dan serempak menyerbu. Melihat itu, terpaksa Ko Cay
Seng juga memberi perintah kepada kawan-kawannya
untuk menyerang.
Huru Hara makin penasaran. Tubuh Gotay diayunayunkan
kian kemari sebagai senjata untuk menghantam
setiap prajurit musuh yang hendak mendekatinya. Suasana
menjadi kacau dan pertempuranpun berlangsung secara
acak-acakan.
Tiau Ing, Bok Kian, Ah Liong dan pasukan Bon-bin,
menyambut serangan mereka.
Diam2 Ko Cay Seng telah membisiki beberapa
kawannya untuk menyerang anak2 muda itu dan
memencilkan mentri Su. Dialah yang akan merangkap
mentri itu.
Memang tak mudah untuk mendekati rombongan Bok
Kian-Tiau Ing. Kedua muda mudi itu bertempur seperti
kesetanan. Juga anakbuah Ah Liong mulai malepaskan
kantong2 semut dan tawon. Prajurit2 yang memang
menjerit-jerit dan berjingkrak- jingkrak seperti kerangsokan
setan karena digigit semut dan disengat tawon. Tetapi
karena jumlah mereka besar, maka merekapun tetap dapat
mengurung anak2 muda itu sehingga terpisah dari mentri
Su.
Huru Hara sendiri tak sempat memperhatikan mentri
karena saat itu dia sedang dikepung oleh empat orang jago
yaitu Amita lhama, Hong-hay- ji, pendekar Tengkorakpencabut-
nyawa dan To Thian. Keempat orang itu adalah
tokoh2 persilatan kelas satu. Agak sukar dan lama, Huru
Hara harus melayani mereka. Untunglah dia memakai
senjata istimewa yakni tubuh Gotay sehingga lawan2-nya
jeri juga. Tetapi diapun sukar untuk lolos dari kepungan.
Kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh Ko Cay
Seng. Dia berhasil menyelundup di-antara rombongan
prajurit Ceng dan mendekati mentri Su.
"Su tayjin, harap ikut aku," cepat ia menyambar lengan
mentri Su tetapi mentri dengan sigap menusuk tangan Ko
Cay Seng.
"Uh," Ko Cay Seng mendesuh karena hampir saja
telapak tangannya tertusuk. Untung dia dapat
menggelincirkan tangannya ke bawah sehingga hanya
lengan bajunya yang robek.
Pada saat dia memandang kemuka ternyata mentri sudah
meloloskan diri.
"Hm, hendak kemana engkau," Ko Cay Seng terus
mengejar.
Mentri berhasil lolos dari medan pertempuran menyusup
kedalam hutan. Ko Cay Seng terus mengejarnya.
Tiba2 muncul seorang kakek pendek yang menghadang
jalan Ko Cay Seng, "Hai, stop! Mengapa engkau lari seperti
dikejar setan?"
Ko Cay Seng berhenti. Dia teringat bahwa kakek itu
adalah dari rombongan Huru Hara. Dan diapun tahu kalau
kakek itu seorang limbung. Kalau dihadapi dengan
kekerasan tentu akan memakan waktu lama. lebih baik
diakali saja.
"Apakah engkau tahu seorang lelaki yang lari kedalam
hutan?" balas Ko Cay Seng.
"Kurang ajar, engkau menghina aku!" bentak kakek itu
yang tak lain adalah kakek Cian-li-ji.
Ko Cay Seng terbeliak, "Siapa yang menghina engkau?
Aku kan bertanya apakah engkau melihat seorang lelaki lari
kedalam hutan ini?"
"Ya, "sahut Cian-li-ji, "inilah!" dia menunjuk pada
dirinya.
"Ah,” Ko Cay Seng geleng2 kepala, "bukan engkau tetapi
lain orang."
"Ya, memang ada tetapi dia terus lari saja."
"Wah, kalau sampai mentri Su tayjin menderita sesuatu
yang tak diinginkan, bagaimana aku harus memberi
pertanggungan jawab kepada pendekar Huru Hara nanti?"
kata Ko Gay Seng.
"0, dia mentri Su? Dan engkau diperintah keponakanku
Huru Hara untuk ..... "
"Ya, untuk menyelamatkannya," cepat Ko Cay Seng
menukas.
"Akan kutangkanya,” teriak Cian-li-ji terus masuk
kedalam hutan.
"Ko Cay Seng tertawa dalam hati. Dia memang tahu
kalau kakek itu seorang limbung. Dia segera menyusul. Tak
berapa lama, dilihatnya kakek itu tengah mendekap tubuh
seseorang. Dan orang itu tak lain, adalah mentri Su Go
Hwat.
"Bagus, kakek yang pintar,” puji Ko Cay Seng seraya
menghampiri.
"Celaka! jangan tertipu. Dia adalah kaki tangan pasukan
Ceng yang hendak merangkap aku!' teriak mentri Su.
"Hah?" Cian-li-ji terbelalak, "benarkah itu?'
Ko Cay Seng tertawa dan geleng2 kepala "Jangan
percaya,” katanya, "memang Su tayjin mendetita
goncangan batin yang hebat sehingga tak kenal lagi
kepadaku."
"0, benar, benar, "teriak Cian-li-ji, "karena kalah perang
Su tayjin menjadi kacau pikirannya. Bukankah begitu, Su
tayjin?"
"Tidak! "teriak mentri Su, "aku tak apa2. Jangan percaya
kepadanya."
"Kakek yang pintar. "seru Ko Cay Seng "serahkan Su
tayjin kepadaku dan lekaslah engkau membantu pendekar
Huru Hara. Dia sedang menghadapi serangan tentara
Ceng."
"0, apakah sudah terjadi pertempuran?" tanya Cian-li-ji.
"Benar,” sahut Ko Cay Seng, "itulah sebabnya maka
Huru Hara suruh aku melindungi Su tayjin."
"Baik, sambutilah," Cian-li-ji terus melemparkan Su
tayjin kepada Ko Cay Seng dan Ko Cay Sengpun segera
menyambutinya.
Cian-li-ji terus lari hendak mencari Huru Hara. Belum
berapa lama menyusup hutan dia bertemu dengan Tiau Ing,
"Hai. engkau Ing?" tegurnya.
"Kakek Cian,” seru Tiau Ing gembira, "kemana saja
engkau tadi?"
"Aku terpaksa melarikan diri. Bangsat she Ko itu
memang lihay sekali,” kata Cian-li-ji.
"Engkau tentu tak kena suatu apa, bukan?"
"Ya."
“Hendak kemana engkau.?"
“Huru Hara memanggilku suruh membantunya
menghadapi pasukan Ceng. Aku harus lekas2 datang."
Tiau Ing kerutkan alis, "Siapa yang suruh engkau?"
"Huru Hara?"
"Aneh, dia sedang bertempur mengapa dia dapat
menyuruhmu datang?"
"Aku bertemu dengan seorang sasterawan, dialah yang
menyampaikan pangilan Huru Hara itu kepadaku."
Tiau Ing makin heran, "Siapa nama sasterawan itu?"
"0, celaka, aku lupa bertanya. Tunggu, aku hendak
mencarinya,” Cian-li-ji terus hendak lari masuk kedalam
hutan lagi.
"Tunggu,” cegah Tiau Ing, "apakah sasterawan itu tidak
mirip dengan Ko Cay Seng?"
"Siapa Ko Cay Seng?"
"Lawan kakek bertempur. Orang yang pandai
menggunakan senjata pit itu.”
"Pakaiannya sih sama tetapi wajahnya berbeda. Ko Cay
Seng masih agak muda."
"Lalu kemana orang itu."
'Dia menerima Su tayjin untuk dilindungi.”
"Apakah Su tayjin mandah saja ditangkap orang itu?"
"Bemula Su tayjin kusekap lalu kuserahkan kepada orang
tadi."
"Mengapa kakek serahkan kepadanya?"
"Karena dia mengaku kawan dari Huru Hara.”
"Celaka,” teriak Tiau Ing seraya banting2 kaki, “jelas
dalam rombongan kita tak terdapat lawan yang menyerupai
Ko Cay Seng. Jangan2 Ko Cay Seng menyaru jadi orang
lain dan mangelabuhi engkau."
"Bangsat, akan kuhajar manusia itu," Cian-li-ji terus
loncat kedalam hutan. Tiau Ing terpaksa menyusul. Ia
kuatir dugaannya itu tepat. Jika demikian. jelas ayahnya
terancam bahaya.
Beberapa saat kemudian, Tiau Ing melihat Cian-li-ji
sedang berhadapan dengan seorang sasterawan yang tengah
memanggul sesosok tubuh manusia.
"Hai, engkau berani menipu aku ?" tegur Cian-li-ji.
"Menipu apa ?"
"Engkau bukan utusan Huru Hara. Jelas engkau
bermaksud hendak mencelakai Su tayjin. Hayo serahkan Su
tayjin !"
"Siapa yang aku menipu engkau. Kalau tak percaya mari
kita bersama-sama datang dan tanya kepada Huru Hara.”
"Jangan percaya kakek Cian," tiba2 Tiau Ing berseru dari
belakang, "Dia adalah Ko Cay Seng yang pernah bertempur
melawan engkau tadi."
"Tetapi wajahnya tadi tidak begitu. Mengapa sekarang
berobah seperti orangtua ?"
"Dia memang pandai ilmu menyaru jadi apa saja.
Tentulah dia merobah wajahnya agar engkau tak
mengenalinya."
"Hm, benar juga," sahut Cian-li-ji, "kalau begitu, lekas
berikan Su tayjin kepadaku."
“Paman Cian, mengapa engkau tak perraya kepadaku ?
Kalau tak percaya kepadaku berarti tak percaya kepada
Huru Hara," seru Ko Cay Seng dengan nada akrab.
"Lho, kapan aku menikah dengan bibimu ?" teriak Cianli-
ji heran, "mengapa engkau juga ikut memanggil paman
kepadaku ?"
Ko Cay Seng melongo,
"Ya, ya, memang benar. Kalau tak percaya kepadamu
berarti tak percaya kepada keponakanku Huru Hara. Ah.
tidak," Cian-li- ji berpaling kepada Tiau Ing, "dia memang
benar2 disuruh Huru Hara !"
"Ai, kakek limbung," Tiau Ing banting2 kaki karena
kheki. Dia tak mau menghiraukan kakek itu lagi dan terus
maju menghampiri Ko Cay Seng," orang she Ko. lepaskan
ayah dan engkau boleh pergi.”
'Siapa nona ini ?" masih Ko Cay Seng pura2 berlagak
pilon.
"Jangan banyak mulut ! Engkau mau serahkan ayah atau
tidak !" bentak Tiau Ing seraya mencabut pedang.
"Ho, engkau mau main paksa ? Silakan!” Ko Cay Seng
menantang seraya mengisar mentri Su kemukanya sebagai
perisai. Saat itu walaupta dapat bergerak tetapi Su Go Hwat
tak dapat bicara. Tentulah jalandarahnya telah ditutuk Ko
Cay Seng sehingga tak dapat bicara,
Tiau Ing terkesiap. Dia menyadari apa yang akan
dilakukan Ko Cay Seng. Ko Cay Seng seorang ganas, apa
yang dikatakan tentu dikerjakan. Kalau ia menyerang,
tentulah Ko Cay Sang akan menggunakan Su tayjin sebagai
perisai.
"Orang she Ko," seru Tiau Ing, "mengapa engkau
bernafsu sekali untuk mencelakai ayah ? Kalau engkau
berhamba kepada orang Boan, itu urusanmu. Tetapi adakah
sudah hilang sama sekali rasa kebangsaanmu sehingga
engkau harus perlu mencelakai seorang mentri yang
berjuang untuk menyelamatkan rakyat kerajaan Beng ?"
"Engkau keliru," sahut Ko Cay Seng, "aku bukan
bermaksud mencelakai ayahmu tetapi kebalikannya justeru
untuk membahagiakannya. Kerajaan Ceng sangat
menghargai ayahmu dan ingin mengangkatnya sebagai
mentri maka hendak kubawa ayahmu kepada panglima
Torgun agar dia mendapat pangkat yang tinggi."
"Hm, ayah adalah seorang ksatrya. Jangan engkau
samakan dengan dirimu. Ayah tidak menginginkan pangkat
tinggi tetapi hendak mengabdi kepada negara dan rakyat !"
"Bekerja pada kerajaan Ceng, juga suatu pengabdian.
Karena kita dapat menyalamatkan atau setidak-tidaknya
dapat mencegah tindakan orang Ceng yang hendak
menindas rakyat," bantah Ko Cay Seng.
"Jangan mengukur baju orang dengan ukuran badaranu
!" bentak Tiau Ing dengan marah, "ayah akan lebih suka
mati daripada harus menjadi budak orang Boan."
"Hm, coba saja ..... "
"Lepaskan !" Tiau Ing coba mencuri kesempatan yang
baik untuk menusuk Ko Cay Seng tetapi Ko Cay Seng lebih
cepat lagi. Dia segera menarik tubuh mentri untuk
menyambut ujung pedang Tiau Ing. Sudah tentu Tiau Ing
harus berusaha untuk menghentikan. Karena tak sempat,
dia hanya menggeliatkan ujung pedang kesamping agar
jangan mengenai tubuh ayahnya.
"Kurang ajar, engkau hendak menguasai Su tayjin ?"
tiba2 Cian-li-ji loncat terus menerkam Ko Cay Seng.
Ko Cay Seng dorongkan tangan kiri untuk menolak
tubuh Cian-li-ji tetapi pada saat itu juga Tiau Ingpun
menusuknya. Karena harus mengisar tubuh mentri untuk
menyambut ujung pedang, maka dia tak sempat
memperhatikan Cian-li ji.
"Aduhhhhh ...." sekonyong-konyong Ko Cay Seng
menjerit kesakitan dan meronta sekuat-kuatnya untuk
melepaskan tangannya yang tengah digigit Cian-li-ji.
"Bangsat tua !" karena masih belum dapat melepaskan
mulut Cian-li-ji, terpaksa Ko Cay Selig menghantam
dengan tangan kanannya, prok .....
Cianli-ji agak puyeng. Dia menyurut dua langkah. Tetapi
Ko Cay Sengpun heran mengapa batok kepala kakek itu
tidak remuk. Tiba2 ia terkejut ketika teringat akan mentri
Su yang dilepaskannya tadi. Dan ah .... mentri itu sudah
ditarik oleh Tiau Ing.
Ko Cay Seng marah sekali. Dia mencabut senjata pit dan
terus menyerang Tiau Ing. Dia tak mau sungkan memberi
ampun lagi. Diserangnya nona itu dengan ilmu
simpanannya yang disebut Pitseng- poan- wi atau Tujuhbintang-
pindah- tempat. Seketika tampak tujuh titik sinar
putih yang berputar-putar tak henti- hentinya, mengatah
enambuah jalandarah tubuh Thiau Ing.
Memang dalam ilmu menutuk pit, dalam jaman itu
kiranya hanya Ko Cay Seng yang paling menonjol. Belum
ada lagi jago lain yang mampu menandinginya.
Tring, tring, tring .... Tiau Ing juga memainkan
pedangnya, membentuk suatu lingkaran sinar pedang untuk
melindungi diri. Tetapi rupanya pit Ko Cay Seng lebih
tangkas dan lincah. Berulang kali pedang Tiau Ing kena
ditutuk sehingga tangan nona itu terasa linu.
"Lepaskan !" beberapa saat kemudian kedengaran Ko
Cay Seng membentak dan benar juga, pedang Tiau Ingpun
terlepas jatuh.
Ko Cay Seng tak man menyia-nyiakan kesempatan itu,
terus melanjutkan hendak menutuk tenggorokan Tiau Ing.
Untung Tiau Ing dapat menghindar tetapi lengannya kena
tertutuk. Seketika itu Tiau Ingpun rubuh.
Melihat puterinya rubuh Su Go Hwat kalap. Dengan
memberingas dia menikam Ko Cay Seng. Ko Cay Seng
menghindar, menebas tangan mentri itu, tring .............
pedang pandak Su Go Hwat terlepas dan…. dan............
tepat jatuh kedadanya
"Ahhhhhh," terdengar mentri itu mendesuh seraya
merdekap pedang yang menancap didada lalu dicabutnya.
Darah mengalir membasahi baju mentri itu.
Bagaikan kalap, mentri nekad maju menusuk Ko Cay
Seng lagi. Ko Cay Seng terkejut melihat kenekadan mentri.
Dia berusaha menghindar tetapi bahunya kena tertusuk
juga.
Darah dan rasa sakit memancing kemarahan Ko Cay
Seng. Memang dalam hati kecilnya, dia sudah
merencanakan untuk membunuh mentri Su. Dia takkan
menyerahkan mentri itu kepada panglima Torgun karena
kuatir dia akan kalah. Torgun tentu akan lebih menghargai
dan memberi pangkat serta kekuasaan yang lebih tinggi
kepada mentri Su.
Tepat pada saat itu mentri Su sudah menyerangnya lagi
dengan bengis, "Aku akan mengadu jiwa kepadamu, anjing
!" teriak mentri kalap.
Tetapi mentri itu tidak pandai dan yang dihadapinya
adalah seorang Ko Cay Sing. Memang dengan kekalapan
dan kemarahan yang berkobar, secara tak terduga-duga
jalandarah pembisu dari tubuh mentri Su yang tertutuk
telah dapat melancar lagi sehingga dia dapat berkata-kata.
Tetapi bagaimanapun dia tetap kalah sakti dengan lawan.
"Uh .... ," mentri Su mendesuh kaget karena tikaman
pedangnya luput dan kakinya terasa dikait orang. Dia
kehilangan keseimbangan tubuh dan terus jatuh .....
Melihat itu Ko Cay Seng memberingas, Dia maju untuk
menusuk. Tetapi sebelum dia sempat bergerak, terjadilah
dua buah peristiwa yang berlangsung hampir berbareng
saatnya.
"Lebih baik aku bunuh diri daripada engkau tangkap,
anjing !" kata Su Go Hwat terus menikamkan pedang ke
dadanya sendiri.
Tetapi tepat pada saat itu, Cian-li-jipun loncat dan
menyundul Ko Cay Seng dengan kepalanya. dukkkk ..... Ko
Cay Seng yang tak menyangka akan diserang dari belakang
oleh kakek itu tak sempat menghindar. Dia terpelanting
sampai setombak jauhnya. Dadanya serasa pecah dan darah
berhamburan melancar binal, huak ……..
Dia muntahkan segumpal darah segar. Kepala Cian-li-ji
memang bukan sembarang kepala. Kerasnya melebihi batu.
Dan karena marah melihat Su tayjin berlumuran darah, dia
menyeruduk pinggang Ko Cay Seng sekuat-kuatnya.
Apabila bukan Ko Cay Seng tentulah dadanya sudah
sempal.
Ko Cay Seng menderita luka-dalam yang parah sekali.
Dia sedang memusatkan tenaga dan perhatian untuk
membunuh Su Go Hwat sehingga dia lengah untuk
menjaga serangan Cian-li-ji. Ia menyadari bahwa jika dia
masih tetap disitu, tentulah Cian-li-ji akan membunuhnya.
Jalan yang paling selamat adalah melarikan diri.
Tepat beberapa saat setelah Ko Cay Sen ngacir,
muncullah Huru Hara. Demi melihat keadaan Su tayjin dia
terus lari dan menubruknya, 'Su tayjin, mengapa engkau ?"
Diangkatnya tubuh mentri itu dan dibaringkan diatas
kaki Huru Hara, Huru Harapun berusaha untuk
meminumkan beberapa butir pil Cian lian-hay-te-som
kemulut mentri. Dan memang benar, beberapa saat
kemudian tampak mentri membuka mata. Serta melihat
Huru Hara dia paksakan diri bersenyum sayu.
"Hiantit............ .. engkau . . . ."
"Benar, tayjin. Bagaimana keadaan tayjin ?”
"Aku sudah tak ada harapan lagi ... hiantit.”
"Tayjin, siapakah yang mencelakai tayjin?”
"Aku .. . tak sudi . . . ditangkap Ko Cay Seng . . . aku
bunuh diri sendiri . . ............ "
"Ah, mengapa tayjin mengambil keputusan begitu?
Apabila tayjin dalam bahaya, kami sekalian tentu akan
berusaha untuk menolong."
"Ah, terlambat .. .. hiantit . . . "
"Tayjin . . . . , " Huru Hara tak dapat melanjutkan katakatanya
karena tersekat oleh rasa haru.
"Jangan bersedih . .. hiantit . . . mumpung masih ada be .
. . berapa waktu .. . aku hendak memberi pesan . . . .
kepadamu .. . . "
"Baik, tayjin, silakan. "
"Kesatu, teruskan perjuangan melawan penjajah Boan . .
. . "
"Baik tayjin."
"Kedua, bersihkan kaum durna dan kaum penghianat .. .
. "
"Baik."
"Ketiga . . . ketiga .. . aku tit . . . tit ... . Tiau, Tiau Ing . . .
• "
"Tayjin!" Huru Hara berseru kaget karena Su Go Hwat
tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ketika diraba
hidungnya ternyata napas mentri itu sudah berhenti.
Huru Hara mengucurkan airmata. Baru pertama kali itu
sejak dia dewasa, dia mengucurkan airmata. Bahkan ketika
ayahnya meninggal, setelah dia mendengar kabar, diapun
tak menangis. Tetapi entah bagaimana, kali ini dia benar2
menitikkan airmata.
Dia tak dapat berkata apa2. Dia ingin dengan cucuran
airmata itu mempersembahkan rasa hormat yang setinggitingginya
dan rasa bakti yang setulusnya terhadap seorang
pahlawan bangsa yang telah berjasa besar kepada nusa dan
bangsanya.
Ia tak dapat menghaturkan sesuatu kecuali dengan
airmata. Airmata dari seorang ksatrya diperuntukkan
kepada seorang ksatrya yang telah mendahului gugur di
medan bakti.
Huru Hara menangis. Suatu peristiwa yang luar biasa.
Karena selama ini walaupun menghadapi derita kesakitan
yang bagaimana parahnya menderita kesedihan yang betapa
besarriya dan menghadapi bahaya yang betapa gawatnya,
dia tetap tak berkedip, tak menitikkan airmata.
Pelahan-lahan Huru Hara meletakkan jenasah Su tayjin
lalu dia berlutut dan memberi hormat sampai tujuh kali.
"Selamat jalan, tayjin. Apa yang tayjin pesan pasti akan
kulakukan. Harap tayjin beristirahat tenang di alam baka .. .
. , " mulut Huru Hara berkomat-kamit mengucap doa.
Tepat pada saat itu didengarnya suara bergemuruh dan
pada lain saat muncullah rombongan jago2 kaki tangan
kerajaan Ceng yang terdiri dari To Thian hweshio, Amita
lhama, Hong-hay ji dan pendekar Tengkorak-pencabutnyawa.
Ko Cay Seng tak tampak.
Memang waktu bertempur dengan mereka tadi, Huru
Hara sempat memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dia
terkejut ketika melihat mentri Su tak ada. Dan cepat ia
mengarahkan perhatiannya kepada Ko Cay Seng. Ternyata
orang she Ko itu juga tak tampak. Diam2 dia mulai gelisah.
"Bangsat, terimalah kawanmu!" dengan menggembor
keras Huru Hara lemparkan tubuh Go-tay ke arah Amita
lhama dan kawan-kawannya.
Pada saat mereka sibuk menyanggapi tubuh Gotay, Huru
Hara terus loncat dan lari mencari Su tayjin. Dia memang
dapat menemukan Su tayjin tetapi terlambat. Mentri itu
sudah dalam keadaan kritis. Walaupun diberinya pil buah
som yang istimewa, tetapi jiwanya tak tertolong lagi.
Kini Huru Hara melihat lagi kedatangan kawanan kaki
tangan musuh yang tadi bertempur dengannya.
"Kedua ..... basmilah kaum durna dan penghianat ..... "
tiba-tiba terngiang pula pesan mentri Su tadi. Serentak
memberingaslah Huru Hara.
"Aku hendak membalaskan dendam Su tayjin," katanya
dalam hati.
Serentak dia mencabut pedang Thiat- Cek kiam dan
berdiri tegak menyongsong mereka.
"Hayo, kawanan anjing busuk, majulah!" riaknya.
Amita Ihama dan kawan2 terkesiap melihat penampilan
Huru Hara yang begitu menyeramkan. Tetapi karena
mereka berjumlah banyak dan dibantu dengan pasukan
yang bersenjata lengkap, merekapun tak gentar. Segera
mereka menyerbu dengan serempak.
Pada saat Huru Hara maju tadi, sebenarnya Cian-li-ji
hendak mendampingi tetapi dicegah, "Jangan paman,
bawalah nona Tiau Ing dan jenasah Su tayjin ketempat
yang aman!"
Oleh karena Cian-li-ji terus melakukan perintah maka
sekarang yang menghadapi musuhnya Huru Hara seorang
diri.
"Bunuh bangsat itu!" teriak kawanan prajurit yang
menyerbu dengan gembira. Mereka mengira dengan
kekuatan yang besar apalagi ditambah dengan beberapa
jago sakti, tentulah mereka dapat menghancurkan pemuda
itu.
Seperti berlomba-lomba untuk mendahului mencari jasa
kalau dapat lebih dulu membunuh Huru Hara maka
berhamburan kawanan prajurit Ceng itu menyerbu Huru
Hara.
Huru Hara tak gentar. Dia memang sudah bertekad
bahwa hari itu dia akan melakukan pembasmian sepuaspuasnya
untuk menyembayangi arwah mentri Su.
Laksana harimau mencium darah maka mulailah Huru
Hara mengamuk. Satiap prajurit yang datang tentu di
hancurkannya. Walaupun yang datang sekaligus sampai
duapuluhan orang, tetapi dalam beberapa kejap saja sudah
dapat dibasmi Huru Hara.
Mayat2 mulai bertumpukan darah bergelimpangan
menggenangi tanah. Huru Hara sudah bukan lagi seorang
pemuda yang nyentrik tetapi seorang hantu pencabut nyawa
yang ganas.
Melihat dalam waktu beberapa kejab saja berpuluh-puluh
prajurit Ceng mati, Amita lhama dan kawan-kawan
barteriak suruh prajurit2 itu mundur.
Huru Hara dikepung oleh empat jago sakti yani Amita
lhama, paderi To Thian, Hong-hay- ji dan pendekar
Tengkorak-pencabut-nyawa. Mereka juga memakai
senjatanya masing2.
Walaupun tidak mengerti ilmusilat tetapi gerakan
permainan pedang Huru Hara benar2 menakjubkan sekali.
To Thian dan Amita yang tergolong jago kelas satu, tetap
kalah cepat dengan gerakan Huru Hara.
Cret tasbih Amita Ihama melengket pada pedang Hum
Hara ketika saling berbentur. Di kala Ihama itu hendak
menarik tasbihnya, secepat kilat Huru Hara ayunkan
kakinya, plok . . . . lhama itu terpental melayang sampai
dua tombak jauhnya dan tak dapat bangun lagi untuk
selama-lamanya karena alat vitalnya pecah berantakan .....
Pada saat itu Hong-hay-ji membacok dari belakang.
Huru Hara cepat berputar tubuh dan inenghantamkan
pedangnya. Tring . .. Hong-hayji terpental dua langkah,
pedangnya jatuh. Waktu Huru Hara hendak menghabisi,
To Thian sudah menyerang dari samping.
Tring .. .. kembali terjadi benturan antara pedang Huru
Hara dengan To Thian. Memang Huru Hara sudah tak mau
mengnindar lagi. Dia akan mengadu kekerasan pada setiap
penyerangnya. Akibatnya, To Thian terdorong selangkah,
tangannya gemetar .....
Pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa ayunkan
ruyungnya. Tring . . . . kembali Huru Hara membabatkan
pedangnya. Ujung ruyung melilit pedang dan pendekar
Tengkorak berusaha untuk menariknya. Tetapi sampai
wajah merah padam dia tetap tak mampu,
Kali ini Huru Hara hendak melakukan suatu gerak
serangan yang dahsyat. Dia enjot tubuh ke atas dan
menjejak dada lawan.
"Auhhhhh . . . . , " pendekar Tengkorak menjerit ketika
tubuhnya terdorong jatuh ke belakang dan masih diinjak
Huru Hara. Sekali ayunkan pedang, terbelahlah tubuh
tokoh hitam itu menjadi dua.
Hong-hay-ji dan To Thian terkesiap menyaksikan
kesaktian Huru Hara. Mereka kenal siapa Amita dan
pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa. Tetapi kedua tokoh
itu toh tak dapat apa2 terhadap Huru Hara.
To Thian terkejut ketika Huru Hara melayang menabas
kepalanya. Dia terpaksa menyongsong dengan pedangnya.
Tring . .. auh .. . pada saat To Thian tergetar tangannya,
tahu-tahu perutnya terasa seperti disusupi benda tajam yang
dingin rasanya. Pada lain saat ia rasanya darahnya
bergolak, pandang mata gelap dan robohlah dia dengan
perut pecah dan usus berhamburan ke luar.
Luar biasa sekali cepatnya gerakan Huru Hara sehingga
tokoh seperti To Thian, toh tak kuasa lagi menahan
serangannya.
"Hai, hendak lari kemana engkau setan tua!" teriak Huru
Hara seraya lontarkan pedangnya, cret . . . . . punggung
Hong-hay-ji yang hendak melarikan diri itu tertancap
pedang magnit, seketika jago tua yang berwajah seperti
kanak2 itu rubuh tak bernyawa lagi.
Sekalian prajurit Ceng kesima. Tetapi mereka tiba-tiba
menjadi gelagapan setengah mati ketika Huru Hara
mengangkat tubuh To Thian dan dilemparkan kearah
mereka.
Kemudian mayat pendekar Tengkorak dan terakhir
setelah mencabut pedang Thia-cek- kiam, mayat Hong-hayjipun
dilemparkan kearah kawanan prajurit Ceng.
Ditengah hiruk pikuk dari mulut prajurit yang berusaha
untuk menghindari timpukan mayat2 itu, tiba2 Huru Hara
sudah menerjang mereka.
Huru Hara benar2 kalap. Dia tak ingat apa2 lagi kecuali
hanya bertujuan untuk membalaskan dendam kematian Su
Go Hwat.
Terjangan Huru Hara yang dahsyat itu tiada seorangpun
yang mampu membendung. Dalam beberapa kejab saja
lebih dari seratus prajurit rebah menjadi mayat yang
bertumpang tindih. Tak seorang pun musuh yang dapat
lolos dari amukan Huru Hara.
Beberapa saat keadaan menjadi sunyi senyap. Hanya
mayat2 yang berserakan memenuhi tanah.
Huru Hara benar2 haus darah. Setelah tak ada musuh
yang hidup lagi, dia terus menuju ke tempat Ah Liong dan
kawan-kawannya bertempur.
Saat itu Ah Liong dan pasukan Bon-bin serta Bok Kian
masih dikepung rapat oleh berlapis-lapis prajurit Ceng,
Bahkan ada beberapa anak dari pasukan Bon- bin yang
roboh berlumuran darah.
Bagai harimau menyerbu kawanan domba maka Huru
Hara terus menerjang.
Gemparlah pasukan Ceng ketika diserbu Huru Hara.
Sedemikian cepat dan gesit serta dahsyat Huru Hara
memainkan pedangnya sehingga tak sempat lagi kawanan
prajurit itu hendak menghindar. Tahu2 mereka menjerit dan
rubuh. Ada yang sempat menangkis, hasilnya juga runyam.
Begitu terbentur dengan pedang magnit, prajurit itu
terlempar dan termakan senjata kawannya sendiri.
Mendapat tambahan Huru Hara, Bok Kian, Ah Liong
dan kawan2 yang masih hidup, makin bersemangat.
Merekapun mengamuk.
Lapis demi lapis pasukan Ceng yang sedang mengepung.
mulai berantakan. Mayat menganak bukit, darah seperti
banjir.
Huru Hara tidak menghiraukan segala apa. Dia terus
menyerang dengan kalap. Tak seorangpun musuh yang
mampu menahannya. Dalam beberapa kejab berantakan
pasukan Ceng yang terdiri dari dua ratusan orang itu.
Seumur hidup dan sepanjang pengalaman mereka dalam
peperangan selama ini, belum pernah mereka menghadapi
seorang manusia yang begitu dahsyat seperti Huru Hara.
Ada beberapa yang hendak melarikan diri tetapi dapat
dibabat Bok Kian atau Ah Liong.
Rupanya Huru Hara tak mau melepas mereka, walaupun
seorang saja. Bok Kian, Ah Liong dan kawan2 sampai
kesima menyaksikan amukan Huru Hara.
Huru Hara mengamuk dan mengamuk, dia terus
menerjang kemuka. Ketika pasukan Ceng sudah habis dia
terus lari mengejar.
"Engkoh Hok, musuh sudah habis !" teriak Ah Liong,
"hendak kemana engkoh ?"
Huru Hara mendengar juga teriakan Ah Liong tetapi dia
sudah tak menghiraukanrya lagi. Dia terus memutar-mutar
pedangnya seperti menyerang musuh. Pohon dan gerumbul
yang kebetulan terbentur tentu terbabat habis. Bahkan
beberapa gunduk batu karang pun tertabas hancur lebur
berhamburan ke mana2.
Dia terus tak henti2nya menggerung dan menyerang.
Terus, terus maju ke muka, entah sampai kemana. Pokok,
dia merasa harus membasmi setiap prajurit Ceng yang
dijumpainya.
Hari mulai gelap. Ah Liong gelagapan, "Hai, kemana
engkoh Hok tadi ?" serunya.
Beberapa kawannya asyik, menolong kawannrya yang
rebah terluka ditanah. Memang berat bagi pasukan Bon-bin.
Mereka adalah anak2 laki yang tak pandai ilmusilat tetapi
hanya didorong rasa ingin membantu negara penghalau
musuh sa ja maka mereka membentuk pasukan anak2.
Untung mereka mendapat senjata yang istimewa, yakni
semut merah dan tawon. Tetapi itupun karena
persediaannya tak banyak, akhirnya habis juga, Sedang
pasukan musuh lebih banyak sehingga akhirnya musuh
dapat menghajar pasukan anak2 itu.
Penutup.
Ah Liong mendapatkan bahwa kawan2 dalam pasukan
Bon-bin itu yang masih hidup hanya dua orang, yani bocah
yang gendut dan yang paling kecil.
Bocah gendut itu bernama Ko Ko dan si kecil bernama
Sian Ling. Yang Iain2 terpaksa harus rela menjadi korban
keganasan prajurit2 Ceng.
Ko Ko coba menangkis bacokan seorang prajurit tetapi
dia terlempar dan diterjang oleh serbuan prajurit2 Ceng
yang lain hingga rubuh dan diinjak-injak. Ko Ko pingsan.
Karena dikira sudah mati maka tak dibunuh lagi.
Sedang Siau Ling juga pintar. Dia ikut terdampar
diantara sosok2 tubuh yang rubuh sehingga dia ikut
tertindih di tanah. Karena menyadari bahwa tak mungkin
dia dan kawannya melawan arus serbuan pasukan musuh
yang jauh lebih besar dan kuat, Siau Ling memutuskan
untuk pura2 mati saja.
Dengan peristiwa itu maka kedua anak itupun dapat
selamat. Memang suatu hal yang luar biasa bahwa dalam
pertempuran yang begitu dahsyat dan ganas, keduanya
masih dapat hidup.
"Jenderal Kuncung, kemana sekarang kita hendak
pergi?" tanya Ko Ko.
"Ko Ko,” kata Ah Liong, "mulai sekarang untuk
sementara, baik kita bubarkan dulu kesatuan Bon-bin itu."
"Lho, bagaimana? Peperangan toh masih belum selesai?"
"Ya, benar, tetapi kita kan tidak punya anak-pasukan
lagi? Dan lagi lebih enak kalau kita ber-gerak secara bebas.
Nanti setelah dapat menghimpun kekuatan lagi barulah kita
hidupkan pasukan Bon- bin."
"Baik, "sahut Ko Ko dan Siau Ling.
"Oleh karena itu janganlah kalian memanggil aku
jenderal Kuncung, Ah Liong tersipu-sipu malu, "Kuncung
sih boleh karena rambutku memang kuncung, tapi tak usah
pakai gelar jenderal segala."
"Baik, Ah Liong, "akhirnya Ko Ko setuju, "lalu apa yang
harus kita kerjakan sekarang?"
"Kita rawat dan tanam baik2 jenasah dari kawan2 kita
dulu," kata Ah Liong.
Mereka bertiga lalu melakukan pekerjaan itu. Airmata
ketiga anak itu tak henti2nya bercucuran mana kala mereka
mengangkat dan mengubur seorang kawan yang telah
meninggal.
"Kawanku yang gagah perwira," kata Ah Liong bersama
Koko dan Sian Ling selesai mengubur dan berdoa
dihadapan makam mereka, "kami akan pergi untuk
melanjutkan perjuangan. Bantu-lah kami apabila bertempur
dengan musuh. Cekik lah leher mereka agar kami dapat
membalaskan sakit hati kalian ..... "
Setelah puas menangis dan bersembahyang, Ah Liong
mengajak kawan-kawan meninggalkan tempat.
Dia agak bingung menentukan, mencari kakek Cian-li-ji,
Tiau Ing dan Su tayjin atau mencari Huru Hara.
"Lebih baik mencari engkoh Hok," seru Ko Ko dan Siau
Ung, "dia mengejar musuh dan menyerbu ke daerah
mereka, Tentu penuh bahaya. Kalau kakek Cian, cici Tiau
Ing dan Su Tayjin, tentu sudah dapat menyelamatkan diri."
Demikian ketiga anak itu lalu mencari Huru Hara.
Tetapi sampai keesokan harinya, mereka tetap tak dapat
menemukan jejak Huru Hara.
Dilain bagian, Cian-li-ji yang melakukan perintah Huru
Hara untuk menyelamatkan Tiau Ing dan jenasah mentri Su
Go Hwat, pun dapat melakukan tugas dengan baik.
"0, benar, walaupun sudah mati, tetapi kalau jenasah Su
tayjin sampai ditemu musuh, mereka tentu akan
menyiksanya lagi," pikir kakek yang limbung itu.
Tetapi dia agak bingung. Tiau Ing masih pingsan. Dia
dapat memanggul nona itu tetapi bagaimana cara dia
membawa jenasah Su tayjin? Kalau membawa jenasah Su
tayjin, diapun sukar untuk membawa Tiau Ing. Habis
bagaimana nih? Pikirnya.
Setelah mondar mandir mencari akal, tiba2 dia
berjingkrak, “O, ada.!”
Dia terus mengeluarkan buli2 anak dan diminumkan
sedikit ke mulut Thiau Ing. Benar juga tak barapa lama
Tiau Ingpun siuman. Dia berseru, "Apa yang terjadi..........
kakek Cian?"
Cian-li-ji geleng2 kepala, "Sudahlah Ing, jangan mikirkan
apa2, mari kita berangkat."
'Berangkat? Kemana.?"
"Kita cari tempat yang aman untuk mengurus Su
tayjin..... . .. . "
"Apa? Ayah bagaimana?”
“Su tayjin adalah seorang pahlawan yang besar. Engkau
harus, bangga karena mempunyai seorang ayah yang
sedemikian . . .. "
"Aku tak tahu apa yang kakek maksudkan. Bagaimana
ayah dan mana engkoh Huru Hara?"
"Dia masih melanjutkan membasmi musuh. Dia suruh
aku membawa engkau dan Su tayjin ke tempat yang aman.
Nanti dia akan datang kepada kita."
Dalam berkata- kata itu, Tiau Ing memandang ke
sekeliling. Ketika melihat mentri Su membujur di tanah tak
berkutik dan berlumuran darah, serentak Tiau Ing menjerit
dan loncat, "Ayahhhhh .....
Tiau Ing memeluk tubuh ayahnya yang sudah menjadi
jenasah dan menangis tersedu sedan.
"Ing, jangan terlalu berduka. Itu tak baik bagi
kesehatanmu" Cian li-ji menasehati, "Su tayjin telah pecah
sebagai ratna. Kematiannya adalah suatu kematian yang
luhur. Aku juga ingin mengikuti jejaknya . . . . "
Tetapi Tiau Ing tetap menangis.
"Ing, setiap orang tentu akan mati. Aku juga, engkau dan
Huru Hara, kelak apabila sudah tiba saatnya tentu akan
mati. Mati bukan sesuatu yang ditakutkan. Yang ditakutkan
adalah caranya orang mati dan nilai kematiannya. Bagai Su
tayjin, kesaktiannya itu adalah nilai dari kepahlawanan
yang luhur . . . . "
Walaupun agak mereda namun Tiau Ing masih
sesenggukan.
"Kalau kita benar2 mencintai dan bersedih atas kematian
Su tayjin, bukan dengan menangis caranya," kata Cian-li-ji
lebih lanjut, "tetapi dengan jalan melaksanakan segala
pesannya dan melangsungkan jajak perbuatannya semasa
beliau masih hidup. Itu baru suatu cara untuk memberi
hormat dan berduka yang tepat ..... “
"Menangis memang baik untuk melonggarkan rasa
kesesakan dada kita dan mencurahkan rasa kesedihan hati
kita," kata lagi. "tetapi bukan suatu cara yang tepat. Karena
yang mati tetap akan mati, tak mungkin dapat hidup karena
ditangisi. Ing, apakah engkau sudah longgar hati-mu ?
Kalau belum, menangislah sampai sepuas-puasmu, akan
kutunggu…."
Entah bagaimana, menghadapi adegan yang begitu
tragis, tiba2 pikiran Cian-li-ji menjadi terang dan
omongannyapun genah. Dia dapat memberi nasehat dan
menghibur Tiau Ing dengan tepat sehingga menyentuh hati
nona itu. Diam2 nona itupun terpengaruh atas kata2 Cianli-
ji,
"Kakek Cian, engkau benar," katanya dengan suara
sarat, "aku akan menebus kesalahanku dengan bersumpah
akan melanjutkan cita2 perjuangan ayah."
"Bagus, cucuku."
"Lalu bagaimana sekarang ini ? Kita hendak pergi
kemana, kakek Cian ?"
"Mari kita lakukan pesan Huru Hara untuk mencari
tempat yang tenang dan mengebumikan jenasah Su tayjin.
Disana kita nanti tunggu kedatangan Huru Hara."
"Baik," kata Tiau Ing.
Keduanya lalu berangkat. Kakek Cian memanggul
jenasah mentri Su dan Tiau Ing mengawal disamping.
Kembali pada Huru Hara yang masih melanjutkan
perjalanan untuk membasmi pasukan Ceng, saat itu masih
berjalan di suatu daerah luar kota yang sepi.
Dalam perasaan dan pandangannya, prajurit2 Ceng itu
masih banyak tersebar disana sini untuk menghadangnya.
Itulah sebabnya maka dia masih terus mengamuk. Pohon,
semak, batu dan benda apa saja yang dianggap prajurit
musuh, tentu dibabatnya.
Sehari suntuk dia mengamuk tanpa berhenti. Dia
menderita suatu shock atau goncangan besar karena
terkejut, marah, bersedih dan penasaran atas kematian
mentri Su Go Hwat. Dia hendak menumpahkan isi hatinya
kepada orang2 Ceng yang dianggap menjadi penyebab
kematian mentri Su.
Dia seperti orang kalap. Gelap pikiran, gelap pandangan.
Yang dirasakan hanya satu tujuan, mengamuk dan
mengamuk sampai seluruh pasukan Ceng habis ludas
dibasminya.
Pelahan-lahan haripun makin gelap. Tak lama kemudian
malam tiba. Namun Huru Hara masih tak henti-hentinya
mengamuk. Dan karena pikiran kacau- balau, dia tak kenal
jalan dan tak tahu telah sampai dimana.
Sesungguhnya Huru Hara telah tersesat jalan. Dia tidak
mengambil jalan besar tetapi mengamuk ke dalam hutan.
Dia mengira pohon2 dan batu2 dalam hutan itu
gerombolan prajurit Ceng maka dia makin lama makin
menyusup lebih dalam sehingga akhirnya keputusan jalan
dan tak tahu lagi berada di mana.
"Hm, kawanan bangsat itu hendak bersembunyi dalam
gua itu," katanya ketika melihat sebuah gua yang berada
dibalik gerumbul pohon.
Dia menghampiri dan terus menghantam batu yang
menutup gua itu. Terjadi ledakan dahsyat ketika karang
yang berada diatas gua itu bengkak dan berhamburan
menimpah kepada dirinya. Dia masih mengamuk terus.
Tetapi sekonyong-konyong sebutir batu sebesar kepala
orang, telah melayang dan tepat menimpah kepalanya,
dukkkk seketika rubuhlah dia dan tak sadarkan diri lagi.
Huru Hara pingsan. Dia tak tahu apa yang terjadi
disekeliling. Dia hanya merasa dirinya seolah melayanglayang
dalam suatu alam yang kosong melompong ,
Huru Hata telah menderita goncangan pikiran dan batin
yang hebat. Kematian mentri Su Go Hwat telah
menghanguskan seluruh bara hidupnya. Dia merasa tak
dapat memenuhi tanggung jawabnya melindungi
keselamatan mentri itu.
SEKEDAR KATA.
Pembaca yang budiman !
Kisah BLO’ON CARI JODOH atau PENDEKAR
HURU HARA kami tutup sampai sekian dulu. Tetapi
bukan berarti sudah selesai, melainkan dengan suatu
pertimbangan bahwa, berhubung dengan panjangnya kisah
Blo’on cari jodoh ini, kami bagi menjadi tiga bagian :
Bagian I .. Pendekar Huru Hara
Bagian II ..Pendekar Kalang Kabut
Bagian III...Pendekar Kocar Kacir
Setiap bagian merupakan kisah perjuangan Blo’on dalam
satu masa atau jaman.
Bagian I Pendekar Huru Hara, mengisahkan sepak
terjang Blo'on sebagai Pendekar Huru Hara dalam jaman
peperangan antara kerajaan Beng yang telah hijrah ke kota
Lamkhia (Nanking) dengan pasukan Ceng.
Bagian II Pendekar Kalang Kabut merupakan
perjuangan Blo`on waktu kerajaan Beng dari kota Lam-khia
pindah ke Hok-ciu di selatan.
Bagian III Pendekar Kocar Kacir mengisahkan
kiprahnya Blo`on dalam peperangan terakhir antara
kerajaan Beng yang hijrah lagi ke selatan, sehingga sampai
hancurnya kerajaan Beng tersebut,
Bagian I Pendekar Huru Hara sekarang ini sudah tentu
belum dapat mencangkum selesainya seluruh cerita
BLO`ON CARI JODOH. Masih banyak tokoh2 yang
belum sempat diceritakan sampai selesai,
Bagaimana akhirnya Huru Hara yang pingsan dimuka
gua, bagaimana Cian li-ji dan Su Tiau Ing, bagaimana pula
dengan perjalanan Sian Li dengan Lo Kun, rombongan
Kim Yu Ci bersama-bersama Han Bi Ing, bagaimana
perjalanan Wan-ong Kui yang hendak menuntut balas
kepada Blo`on, bagaimana dengan si dara centil In Hong, si
bocah pekok Uk Uk dan lain2 tokoh dalam cerita ini?
Kesemuanya itu terpaksa tak dapat dimuat dalam Bagian
I Pendekar Huru Hara dan harus di-ceritakan dalam Bagian
II Pendekar Kalang Kabut nanti.
Juga bagaimana dengan keakhiran dari Blo`on mencari
jodoh itu? Siapakah jodoh Blo`on nanti?
Mungkin dalam bagian III Pendekar Kocar Kacir
barulah hal itu dapat kami ungkap.
Dan mencapai identitas atau ciri dari peribadi tokoh
Blo`on, mungkin pembaca ada yang terkejut mengapa tidak
sama dengan Pendekar Blo`on yang terdahulu?
Memang dalam hal itu, terdapat perobahan
sembilanpuluh derajat. Kalau dahulu dalam kisah Pendekar
Blo`on, dia benar2 blo`on tetapi sekarang keblo’onannya itu
sudah banyak berkurang.
Hal itu disebabkan karena sifat yang ada pada diri
Blo`on. Dia memang aneh. Kalau dalam keadaan Lama.
aman dan seorang diri, dia memang kumat blo`onnya.
Tetapi kalau dalam suasana yang ramai, semisal dalam
peperangan. Atau kalau bergaul dengan orang yang lebih
blo’on serta ugal-ugalan seperti Ah Liong dan Uk Uk,
kebloonan si Blo`on, tiba2 saja sembuh. Terutama selama
menghadapi suasana peperangan seperti dalam cerita ini,
Blo`on hampir tak kumat lagi Blo`onnya.
Tetapi kesemuanya itu hanya bersifat sementara. Karena
bagaimanapun halnya, sifat dan watak seseorang itu sukar
dirobah. Blo`on tentu masih blo’on, karena .....
Sekali Blo'on, tetap Blo'on.
s.d. liong.
SELESAI
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar