Bab 1
KUBURAN KUNO DI TENGAH HUTAN
Matahari bersinar cerah menyoroti telaga Huan-yang ou
yang beriak karena hembusan angin, udara tampak cerah
dan bersih, udara di musim gugur memang terasa lebih
nyaman dan semilir.
Sebuah perkampungan nelayan berdiri di tepi telaga,
rumah bambu yang berjajar di antara sela-sela dedaunan
nan hijau tampak berderet memanjang menampilkan suatu
pemandangan yang indah.
Sepanjang bendungan tampak jala yang dibentangkan di
bawah terik matahari, nona-nona muda duduk berkumpul
di bawah pohon yang rindang sambil menambal jala-jala
yang robek.
Kaum wanita dan ibu-ibu sedang mencuci pakaian di
tepi telaga, sedang anak-anak saling berkejaran diiringi
teriakan dan jeritan gembira.
Saat itu, sekumpulan gadis nelayan sedang duduk
berkerumun sambil membicarakan seorang tamu dari utara
yang menginap di rumah Thio lopek, seorang kakek yang
ramah bersama seorang gadis yang cantik dan seorang anak
lelaki berkulit hitam..
Tampaklah seorang gadis nelayan berbaju hijau yang
berambut kepang, sambil menghentikan sulamannya
memandang ke arah seorang gadis berbaju kembangkembang
di hadapannya sana, kemudian berseru:
"Enci Ing cun, nampaknya sahabat dari Thio lopek
adalah seorang yang berwajah hokki, coba lihat rambutnya
yang putih, jenggotnya yang berwarna perak, kalau berjalan
http://kangzusi.com/
halus dan lembut, tidak seperti Thio lopek, mana matanya
segede jengkol, alis matanya tebal, kumisnya malang
melintang, hiiih, mengerikan .."
"Aaah, Ji-niu, masa kau tidak tahu? Thio Lopek kan
seorang jago silat sedang tamu dari utara ia orang
sekolahan, tentu saja berbeda," sela seorang nona bercelana
hijau.
Seorang nona berumur lima enam belas tahun lainnya
ikut menimbrung dengan wajah serius.
"Aku rasa tamu dari utara itupun seorang ahli silat,
buktinya setiap kali ke tiga putra Thio lopek beradu silat
dengan si bocah jaliteng dari utara itu, yang kalah selalu ke
tiga putra Thio lopek "
"Yaa.. yaa, betul, apa yang dikatakan adik Kim-hoa
memang benar," gadis nelayan yang bernama Ing-cun itu
berseru cepat: "apalagi si nona cantik dari utara itu, mana
bajunya serba merah, cantik lagi, hakekatnya seperti cabe
merah. Sekali melompat ke atas, atap rumah orangpun
dilalui. . ."
Belum habis dia berbicara, mendadak dari arah dusun
sana terdengar suara bentakan gusar.
Diikuti sekumpulan anak-anak desa bersorak sorai dan
berlarian menuju ke dalam hutan bambu di tepi dusun.
Nona-nona nelayan itu segera melongok bersama ke arah
hutan bambu, kemudian salah seorang diantaranya berseru
sambil tertawa:
"Nampaknya ke tiga orang putra Thio Lopek lagi-lagi
menantang si Jaliteng untuk berduel!"
Belum habis dia berbicara, sorak sorai anak-anak dusun
itu kembali berkumandang dari balik hutan bambu.
http://kangzusi.com/
Mendengar sorakan itu, nona-nona nelayan itu saling
berpandangan sambil tertawa, seakan akan mereka berkata:
"Sudah pasti Thio Toa-keng anaknya Thio lopek kena
dibanting lagi oleh si Jaliteng!"
Mendadak mencorong sinar terang dari balik mata
seorang nona nelayan, lalu jeritnya kaget:
"Hei, coba kalian lihat!"
Ketika semua orang berpaling, tampaklah dari atas
tanggul telaga lebih kurang puluhan kaki di depan sana,
muncul sesosok bayangan kecil yang mengenakan jubah
panjang.
Tapi oleh karena ilalang yang tumbuh di sekitar tanggul
amat tinggi dan bergoyang terhembus angin, maka
bayangan itu tidak nampak jelas, tapi mereka yakin kalau
orang itu adalah seorang sekolahan dari kota, sebab di
seluruh dusun nelayan itu tak pernah dijumpai ada orang
yang mengenakan jubah panjang.
Lambat laun bayangan itu makin mendekat, sekarang
baru terlihat jelas, ternyata bayangan kecil itu adalah
seorang bocah lelaki berbaju biru. Bocah lelaki itu berusia
lima enam belas tahunan, berwajah tampan dan bergigi
putih, tubuhnya tegap dan mukanya ganteng, sungguh
nampak menarik hati.
Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli, penuh
dengan pancaran sinar kecerdasan.
Ujung bajunya yang berwarna biru berkibar terhembus
angin, sedang sorot matanya yang jeli memandang ke sana
ke mari, agaknya dia sedang menikmati keindahan alam di
sekitar telaga.
http://kangzusi.com/
Wajahnya yang tampan tampak berubah ubah,
sementara keningnya kadangkala berkerut, kadangkala pula
senyuman menghiasi bibirnya.
Dengan terkesima, kawanan gadis nelayan itu
memperhatikan wajah pemuda itu, seakan akan mereka
sedang menyaksikan sesuatu yang sangat indah.
Sebaliknya pemuda itu seakan akan tak pernah melihat
kalau di bawah pohon yang rindang, duduk sekelompok
gadis nelayan yang sedang memperhatikannya.
Karena waktu itu dia sedang melamun, ia sedang
berpikir bagaimana dia harus melaporkan kisah
perjumpaannya dengan bibi Wan kepada ayahnya sesudah
tiba di dalam kuburan kuno di tengah hutan nanti,
Teringat akan keagungan wajah Bibi Wan nya itu,
kembali sepasang alis matanya berkerut.
Ia tidak tahu kalau ayahnya masih mempunyai seorang
adik perempuan yang sudah setengah umur namun
berwajah cantik, bahkan ibunya yang telah meninggal lima
tahun berselangpun tak pernah membicarakan tentang soal
ini, hal mana membuatnya merasa bingung dan tak habis
mengerti.
Dia pun tak tahu apa isi kotak kecil yang diperintahkan
oleh ayahnya untuk diserahkan kepada Bibi Wan, tapi
kalau dilihat dari sikap ayahnya ketika berpesan sebelum
berangkat, dapat dipastikan isi kotak tersebut tentu barang
berharga.
Tapi kalau membayangkan sikap tegang dan gugup yang
terpancar dari wajah Bibi Wan setelah menyaksikan isi
kotak itu, dapat diduga pula kalau benda itu adalah sebuah
benda yang luar biasa.
http://kangzusi.com/
Mendadak ia tertawa lagi, mukanya kembali berseri,
hatinya menjadi riang gembira lagi.
Sebab dia terbayang pula dengan Ciu Siau cian, putri
tunggal BibiWan nya itu.
Enci Cian berusia setengah tahun lebih tua, mukanya
putih halus, wajahnya cantik jelita, dia adalah seorang gadis
cantik, yang alim dan baik hati.
Selama tiga hari dia berada di rumah bibi nya, gadis itu
jarang tertawa atau berbicara tapi perhatian terhadap
dirinya amat besar.
Sekalipun ia jarang berbincang-bincang dengan Enci
Cian, ketika ia sedang duduk di sisinya. duduk
membungkam sambil menikmati kecantikan wajahnya dan
keanggunan sikapnya.
Terutama sekali sepasang mata Enci Cian yang jeli
dengan alis mata yang lentik, membuat siapa saja yang
memandangnya merasa amat nyaman-
Sorak sorai serombongan anak dusun dengan cepat
membuat pemuda berbaju biru itu mendusin kembali dari
lamunannya.
Ia lantas mendongakkan kepalanya ke depan, dijumpai
nya serombongan anak sebaya dengan usianya sedang
berteriak, bersorak dan menggoyang-goyangkan tangannya
di dalam hutan bambu..
Rasa ingin tahu dan dorongan sifat ke kanak-kanakannya
membuat pemuda itu berjalan, menuju ke hutan tanpa
terasa.
Tapi baru berapa langkah kembali dia menjadi ragu,
karena pesan dari Bibi Wan kembali mendengung di sisi
telinganya.
http://kangzusi.com/
".langsung pulanglah ke rumah, jangan berhenti di
tengah jalan lagi.."
Maka dia hanya melirik sekejap ke arah hutan bambu,
kemudian melanjutkan kembali perjalanannya
Dia masih ingat, setelah melewati dusun nelayan itu, dia
harus menelusuri sebuah jalan setapak di arah barat laut
sana.
Mendadak terdengar suara bentakan gusar menggema di
dalam hutan, diikuti anak-anak dusun yang sedang bersorak
sorai itu membuyarkan diri ke mana-mana.
Tak tahan pemuda berbaju biru itu segera berpaling,
dengan cepat ia menjumpai. seorang anak lelaki berkulit
hitam dan berbaju hitam, berusia paling banyak empat belas
tahun terlempar ke luar dari balik hutan bambu.
Menyusul kemudian muncul tiga orang anak dusun yang
berperawakan lebih besar dari anak berkulit hitam itu
dengan mata melotot, mereka menyusul ke luar sambil
mengepalkan tinjunya.
Dasar pemuda berbaju biru ini memang berjiwa
pendekar, hawa amarahnya segera berkobar sesudah
menyaksikan kejadian itu, dia lupa dengan pesan bibi Wan,
dengan suara lantang bentaknya:
"Cepat berhenti, masa kalian bertiga mengerubuti satu
orang?Huuh, tak tahu malu."
Sambil membentak, ia turut menubruk ke muka.
Serentak empat orang anak yang sedang berkelahi segera
berhenti saling memukul, sedang anak-anak nakal yang
berada di sekitar hutan bambupun sama-sama mengalihkan
sorot mata mereka yang terkejut ke arah pemuda baju biru
itu.
http://kangzusi.com/
Menanti pemuda berbaju biru itu semakin mendekat, ia
baru merasa kalau keadaan agak kurang beres, sebab empat
orang anak yang berkelahi tadi kecuali seorang anak
bertubuh agak besar yang sedang melotot gusar ke arahnya,
tiga orang yang lain telah berdiri berjajar sambil tertawa.
Tergerak hati pemuda baju biru itu dan ia segera
menahan gerak terjangannya.
"Aaah, jangan-jangan mereka sedang bermain-main?"
demikian dia lantas berpikir.
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
anak yang melotot gusar telah maju menghampirinya
dengan sepasang kepalannya dikepalkan kencang-kencang.
Pemuda berbaju biru itu sangat menyesal, ia merasa
tidak seharusnya mencampuri urusan orang lain, tapi
hatinya mendongkol juga setelah melihat tampang anak
desa yang jumawa itu.
Setibanya satu kaki di hadapannya, anak dusun itu
melotot gusar ke arah pemuda berbaju biru itu. kemudian
tegurnya dengan suara dalam:
"Hei, kau datang dari mana? Mau ikut-ikutan yaa?"
Pemuda berbaju biru itu berdiri tenang, tapi melihat
sepasang kaki lawan bersikap dalam bentuk kuda-kuda,
sepasang tinjunya dikepal kencang-kencang, jelas ia
bermaksud hendak berkelahi, amarahnya makin berkobar.
Ia mencoba berpaling ke arah bocah dusun yang lain,
dua orang anak yang terlibat dalam perkelahian tadi,
seorang anak berbadan gemuk seperti babi kecil, dan
seorang anak kurus seperti monyet sedang tertawa haha hihi
sambil berbisik-bisik dengan anak berkulit hitam itu.
http://kangzusi.com/
Sementara dia masih mengamati anak-anak itu, si anak
dusun yang menantangnya telah membentak keras:
"Hai, aku bertanya kepadamu datang dari mana,
mengapa kau tidak menjawab?"
Pemuda berbaju biru itu menjawab dengan hati
mendongkol.
"Aku datang dari mana, apa urusannya denganmu?"
Didamprat dengan pedas, anak dusun itu jadi terbelalak
dengan wajah merah padam.
Sedang anak-anak dusun lainnya yang berada di sekitar
hutan segera tertawa terbahak-bahak mentertawakannya.
Salah seorang di antaranya, seorang anak berbaju robek
segera mengejek ke arah anak dusun itu.
"Hmm, Thio Toa-keng, biasanya kau cuma berani
menganiaya kami, coba rasain hari ini”
Dengan gemas Thio Toa-keng melotot sekejap ke arah
anak berbaju robek itu, kemudian kepada si pemuda berbaju
biru teriaknya lagi:
"Kalau memang tak ada sangkut pautnya, mengapa pula
kau datang mengacau permainan kami?"
Agak memerah juga wajah si pemuda baju biru itu. tapi
ia berteriak pula dengan mendongkol:
"Belum pernah kujumpai orang yang tak tahu aturan
seperti kau. " Kemudian setelah melotot sinis ke arah Thio
Toa-keng, dia membalikkan badan siap akan pergi.
Karena dia teringat lagi dengan pesan Bibi Wan nya,
maka ia tak berani berada terlalu lama di situ.
http://kangzusi.com/
Suatu bentakan keras tiba-tiba menggema memecahkan
kesunyian itu, angin menderu-deru dan sesosok bayangan
manusia telah menghadang di depan lelaki berbaju biru itu.
Dengan perasaan gusar pemuda berbaju biru itu mundur
ke belakang, belum sempat ia menegur, anak-anak dusun
lainnya telah bersorak sorai.
"Hoooree- hooooree- Enci Soat telah datang, Enci Soat
telah datang- “
Serta merta pemuda berbaju biru itu berpaling, dia
saksikan sesosok bayangan merah berkelebat lewat dari
balik hutan bambu, lalu di depan kawanan anak dusun itu
telah berdiri seorang anak perempuan berbaju merah darah
yang menyoren pedang pendek.
Anak perempuan berbaju merah itu berumur empat lima
belas tahun, mukanya yang putih berbentuk potongan
kwaci, matanya jeli dan besar, hidungnya mancung,
bibirnya tipis, di atas rambutnya yang panjang tampak
sebuah pita berbentuk kupu-kupu.
Sarung pedang di punggungnya berwarna merah
menyala, sepatunya juga berwarna merah dengan sepasang
bola merah di ujung sepatu tersebut.
Dengan kening berkerut dan bertolak pinggang, nona
cilik itu sedang mengawasi si pemuda berbaju biru dengan
sorot mata tajam.
Pemuda baju biru itupun sedang menatap ke arahnya,
dia hanya merasa dari balik hutan bambu muncul sebuah
bola api dan tahu-tahu di depan matanya telah bertambah
dengan seorang gadis baju merah yang kelihatan binal dan
sukar dihadapi.
"Lebih baik aku cepat-cepat meninggalkan tempat ini”
demikian ia berpikir.
http://kangzusi.com/
Tapi baru saja ingatan itu sempat melintas dalam
benaknya. dari arah belakang telah terdengar suara
bentakan lagi.
"Siauya sedang mengajakmu berbicara, mengapa kau
tidak menggubris-?"
Begitu selesai membentak. angin tajam sudah
menyambar ke punggungnya. Dengan cekatan pemuda
berbaju biru itu berpaling, ia saksikan Thio Toa-keng
sedang mengayunkan tinjunya sambil melotot marah.
Pemuda berbaju biru tertawa dingin, ia segera miringkan
badannya ke samping sambil menjatuhkan diri, lalu secepat
kilat dia cengkeram pergelangan tangan Toa-keng.
Kawanan anak dusun di sekitar hutan bambu menjerit
kaget hampir bersamaan waktunya dengan ditangkapnya
pergelangan tangan Thio Toa-keng oleh bocah itu.
Thio Ji keng yang gemuk seperti babi kecil segera
melotot gusar melihat kakaknya ditangkap orang bentaknya
keras-keras.
"Cepat lepas tangan . . . . "
Di tengah bentakan keras tubuhnya menubruk ke depan,
kepalannya langsung di ayunkan ke muka memukul kepala
pemuda berbaju biru itu keras-keras.
Dengan kening berkerut pemuda berbaju biru itu
mendengus gusar, tangan kanannya yang menggenggam
tangan Thio Toa-keng segera digetarkan keras-keras . . .
"Duuk, duuk, duuk . . . " di tengah suara langkah kaki
yang mundur ke belakang Thio Toa-keng merintih sambil
meringis menahan kesakitan, sementara sepasang
tangannya diayunkan kesana ke mari berusaha untuk
menjaga keseimbangan badannya.
http://kangzusi.com/
Angin berhembus lewat, kepalan kecil dari Thio Ji-keng
si anak berbadan gemuk seperti babi telah meluncur datang.
Pemuda berbaju biru itu tidak gugup atau panik, dia
segera merendahkan kepala sambil membuang bahu ke
samping, lalu sambil maju ke depan dia bacok pergelangan
tangan kanan Thio Ji-keng yang bulat gemuk dengan jurus
Si gou huang gwat ( badak melihat rembulan).
Pada saat itulah . .
"Duuk. . . ! diiringi dengusan kesakitan.
Thio Toa-keng yang terlempar mundur tak sanggup
menjaga keseimbangan badannya lagi, ia terjatuh ke tanah
lalu roboh terlentang dengan gaya empat kaki menghadap
atas.
Suara bentakan gusar dan jeritan kaget kembali bergema,
pergelangan tangan kanan Thio Ji keng telah terpapas telak
oleh bacokan bocah berbaju biru itu, sambil menahan
kesakitan Thio Ji keng yang gemuk segera menerjang maju
lebih ke depan.
Dengan cekatan anak berbaju biru itu membalikkan
badannya lalu melayang dua kaki ke samping.
"Blaammm!" lantaran tenaga terjangan Thio Ji-keng
kelewat besar dan ia tak sang-gup menahan tubuhnya, tak
ampun tubuhnya terjerembab ke tanah dengan gaya
"harimau lapar menubruk domba."
Suasana di seluruh arena menjadi sepi, tiada orang yang
bersorak sorai lagi, semua anak dusun itu berdiri terbelalak
dengan wajah ketakutan, mereka bersama sama mengawasi
pemuda berbaju biru itu dengan sorot mata terperanjat.
http://kangzusi.com/
Thio Sam keng yang kurus seperti monyet berdiri bodoh.
sedang si jaliteng berdiri dengan mata melotot ke luar,
diapun ter-perana dibuatnya.
Hanya si nona cilik berbaju merah yang masih berdiri
sambil bertolak pinggang, sekulum senyuman acuh
menghiasi bibirnya, sedang sorot mata yang dingin
mengawasi pemuda berbaju biru itu tanpa berkedip.
Agaknya Thio Toa-keng tahu kalau telah bertemu
dengan "musuh tangguh". tanpa berbicara dia segera
merangkak bangun, lalu sambil meraba pantatnya yang
sakit dia menghampiri Thio Ji keng dan menarik bangun
adiknya dari tanah.
Tiba-tiba pemuda berbaju biru itu menyaksikan matahari
telah condong ke barat dengan wajah gelisah dia lantas
membalikkan badan dan berlalu dari situ dengan langkah
lebar.
"Berhenti!" Nona cilik berbaju merah itu membentak
keras.
Sekali lagi pemuda berbaju biru itu merasa jengkel
setelah mendengar bentakan yang dingin dan bernada
memerintah itu, dia segera berhenti dan menengok ke arah
si nona . . . .
Tampak olehnya nona cilik berbaju merah itu berdiri
dengan wajah tanpa emosi, matanya yang jeli menatap
dingin ke arahnya, sikap maupun lagaknya amat angkuh
dan jumawa.
Dasar dalam hatinya sudah mangkel, melihat tampang
seperti itu lagi, ibaratnya api bertemu bensin, kontan saja
hawa amarah pemuda yang berbaju biru itu membara.
http://kangzusi.com/
Tapi dia kuatir ayahnya marah karena dia pulang
terlambat, maka sambil menahan sa-bar katanya dengan
suara dalam:
"Ada urusan apa kau memanggilku?"
Nona kecil berbaju merah itu melengos ke arah lain,
sekejappun ia tidak memandang ke arahnya, kepada si anak
berkulit hitam, pekat itu serunya dengan nada memerintah:
"Adik Gou, kau coba kekuatannya!"
Begitu nona cilik itu berseru, kawanan anak dusun di
sekitar sana segera bersorak sorai, seolah-olah sedang
memberi duku-ngan kepada si hitam tersebut:
"Thio Toa-keng, Ji-keng dan Sam-keng juga tertawa
senang sorot mata mereka me-man-carkan sinar harapan,
mereka berharap si hitam bisa menghajar pemuda berbaju
biru itu sampai babak belur, atau paling tidak bisa
membalaskan sakit hati mereka.
Anak hitam itu mengencangkan dulu ikat pinggangnya,
lalu setelah menatap sekejap ke arah lawannya dengan
sepasang biji mata yang hitam pekat, ia maju ke muka
dengan langkah lebar.
Sementara itu, si pemuda berbaju biru itu sudah melihat
awan gelap di langit sebelah barat-daya, hatinya semakin
gelisah, sebab dia tahu awan mendung telah menyelimuti
langit yang makin gelap.
Dengan langkah tegap anak berkulit hitam itu telah tiba
di hadapannya, mula-mula dia menjura lebih dulu,
kemudian dengan bibirnya yang merah dia menegur:
"Saudara, tolong tanya siapa namamu? Aku Wu Thi-gou
mendapat perintah dari enci Soat untuk mencoba berapa
jurus ilmu silatmu."
http://kangzusi.com/
Meski dalam hati pemuda berbaju biru itu merasa gelisah
dan tak sabar, tapi dia tahu jika hari ini tidak unjuk gigi dan
menentukan menang kalah, jangan harap dia bisa
meninggalkan tempat itu.
Maka ketika dilihatnya si anak berkulit hitam Wu Thigou
bersikap sopan dan nampaknya seperti berpendidikan,
mungkin murid seorang jago kenamaan, diapun balas
memberi hormat.
Sekalipun kukatakan namaku belum tentu kalian tahu,
lebih baik tak usah di utarakan saja" katanya tak sabar.
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar nona cilik
berbaju merah itu menukas dengan suara dalam:
"Sebutkan saja namamu, setelah kau ucapkan, bukankah
kami akan mengetahuinya ?"
Merah jengah selembar wajah pemuda berbaju biru itu,
dengan gusar dia melotot sekejap ke arah gadis cilik itu,
kemudian katanya kepadaWu Thi-gou:
"Aku bernama Lan See-giok, cepatlah lancarkan
seranganmu!"
Siau Thi-gou tidak sungkan lagi, sambil membentak dia
lepaskan sebuah pukulan keras.
Lan See-giok tahu bahwa si bocah hitam ini tak boleh
dianggap enteng, dengan cekatan dia berkelit ke samping,
kemudian mengayunkan telapak tangannya untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut.
Apa yang diduga ternyata benar juga. baru saja Lan Seegiok
menggerakkan tubuhnya. permainan jurus serangan
Siau Thi-gou (si kerbau baja kecil) segera berubah weess.
weess! segulung angin tajam menyapu ke depan. dalam
http://kangzusi.com/
waktu singkat dia telah melancarkan lima buah serangan
dahsyat.
Untung saja Lan See-giok telah mempersiapkan diri
sebelumnya, buru-buru ia tangkis ancaman itu lalu berebut
melepaskan serangan balasan, meski begitu, ia toh kena
terdesak juga sampai mundur beberapa langkah dari posisi
semula.
Thio Toa-keng bersaudara. segera bersorak sorai
kegirangan.
Sedang anak-anak nakal lainnya ikut berteriak teriak
sambil memberi semangat kepada kedua belah pihak,
seakan akan mereka sedang menonton pertunjukan adu
jago saja.
Si Nona berbaju merah pun tampak tertawa puas, dari
balik bibirnya yang kecil mungil terlihat dua baris giginya
yang putih bersih.
Agak memerah paras muka Lan See-giok karena kena
didesak mundur, amarahnya segera berkobar, permainan
jurus pukulannya pun berubah, sekarang dia mulai unjuk
gigi, sambil menyerbu ke depan . . . Sreeet! Sreeet! Sreeet
Secara beruntun dia lancarkan tiga buah pukulan berantai
yang maha dahsyat.
Siau Gou - cu segera merasakan empat penjuru sekeliling
tubuhnya diliputi oleh bayangan telapak tangan yang
membukit, dengan susah payah dia harus menangkis kesana
ke mari berusaha untuk meloloskan diri dari ancaman, tak
ampun dia menjadi kelabakan setengah mati.
Sekarang Thio Toa-keng bertiga tak bisa berteriak lagi,
kawanan anak nakal di sekitar arenapun berhenti berteriak,
sedang senyuman yang menghiasi ujung bibir si nona kecil
berbaju merahpun turut menjadi lenyap.
http://kangzusi.com/
Seluruh arena menjadi hening, semua orang mengawasi
Siau Gou cu dengan mata terbelalak dan perasaan kuatir,
mereka kuatir kalau sampai si hitam kecil itu di kalahkan.
Pertarungan makin lama berkobar makin seru, baik Lan
See-giok maupun Siau Thi-gou sama-sama tak mau
mengalah, kedua belah pihak mengerahkan segenap
kepandaian silat yang dimilikinya untuk kemenangan.
Matahari semakin condong ke barat, senja pun telah
menjelang tiba, angin yang berhembus kencang membawa
kelembaban udara, tampaknya hujan sudah hampir turun.
Lan See-giok bertambah gelisah setelah menyaksikan
keadaan itu, jurus serangan yang dilancarkan makin lama
semakin kalut, untung saja ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya jauh lebih hebat dari pada Siau Thi-gou,
sehingga beberapa kali dia berhasil menghindarkan diri dari
ancaman bahaya.
Mendadak terdengar seseorang membentak merdu:
"Adik Gou, mundur!"
Siau Thi-gou segera melancarkan tiga buah serangan
berantai untuk mendesak mundur lawannya, kemudian
menggunakan kesempatan itu tubuhnya melompat mundur
sejauh satu kaki lebih dari posisi semu-la.
Lan See-giok segera mendongakkan kepalanya, dia
saksikan si nona cilik berbaju merah itu sedang berjalan
mendekat dengan sikap yang sangat angkuh.
Tampaknya kegagalan Siau Thi-gou untuk merobohkan
Lan See-giok membuat nona cilik berbaju merah itu segera
tampil sendiri untuk menghabisi lawannya.
Setelah berada di hadapan Lan See-giok, dengan angkuh
nona berbaju merah itu berkata:
http://kangzusi.com/
"Aku bernama Si Cay-soat, tampaknya lebih kecil dua
tahun darimu, tapi kami sudah bergilir mengerubuti dirimu,
rasanya sekalipun memang juga tidak gagah, maka
sekarang aku hendak menetapkan tiga puluh gebrakan saja,
menang atau kalah kita selesaikan dalam batas waktu
tersebut”
Lan See-giok sudah habis kesabarannya sedari tadi, maka
sahutnya. dengan cepat:
"Bagus sekali, silahkan kau segera lancarkan serangan!"
Si Cay-soat tidak sungkan lagi, dia segera melompat ke
depan sambil mengayunkan te-lapak tangannya
menghantam wajah anak lelaki itu.
Paras muka Lan See-giok berubah hebat, buru-buru dia
memiringkan badannya sambil menghindar.
Bentakan nyaring kembali berkumandang, bayangan
merah berkelebat lewat, bagaikan bayangan setan saja Si
Cay-coat telah memburu ke depan, telapak tangannya
langsung menghantam pinggang lawan.
Lan See-giok menjadi sangat terkejut, peluh dingin jatuh
bercucuran, dia baru merasa kalau kepandaian silat nona
cilik ini berapa kali lipat lebih dahsyat dari pada si anak
hitam tadi.
Serta merta dia menjejakkan ujung kakinya ke tanah dan
melejit satu kaki dari posisi semula, nyaris dia termakan
serangan tersebut, menyusul kemudian sambil membentak
keras, dia mengayunkan kembali telapak tangannya
melancarkan serangan balasan.
Tiba-tiba dari arah tanggul berkumandang suara gelak
tertawa orang serta suara pembicaraan gadis-gadis nelayan
yang sedang pulang ke rumah.
http://kangzusi.com/
Lan See-giok yang mendengar hiruk pikuk itu bertambah
panik, dia lihat awan mendung sudah makin menyelimuti
ang-kasa.
Si Cay-soat ternyata cukup cerdas, dari kegelisahan di
wajah orang, dia lantas tahu kalau anak inipun buru-buru
ingin pulang ke rumah.
Maka menggunakan kesempatan dikala pikirannya
bercabang, dengan cepat tubuhnya berkelebat ke muka, jari
tangan kanan nya langsung menusuk ke atas jalan darah
dipinggang anak itu.
Lan See-giok amat terperanjat, dia ingin menghindar tapi
tak sempat lagi, tahu-tahu jari tangannya sudah mengancam
di depan mata,
Satu ingatan segera melintas dalam benak nya, dengan
jurus Hud liu ti hoa (menyapu liu memetik bunga), telapak
kanannya segera membacok ke bawah keras-keras.
Si Cay-soat segera tersenyum, jari tangannya dengan
cepat menotok di atas jalan darah siau-yau-hiat di tubuh
Lan See-giok.
Akan tetapi Lan See-giok tidak merasa apa-apa, telapak
tangan kanannya masih melanjutkan bacokannya
menghajar pergelangan tangan lawan.
Si Cay-soat amat terkejut, pucat pias paras mukanya,
Sambil menjerit cepat-cepat dia melompat mundur sejauh
dua kaki dari tempat semula.
Sayang, walaupun dia sudah berkelit dengan gerakan
cepat, toh kelima jari tangan kanannya kena tersambar juga
oleh angin pukulan yang dilancarkan Lan See-giok, kontan
dia merasa kesakitan setengah mati.
http://kangzusi.com/
Menanti dia berpaling ke arah lawannya, waktu itu Lan
See-giok sudah membalikkan badannya dan kabur menuju
ke utara dusun dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya.
Thio Toa-keng dan Siau Thi-gou. segera membentak
keras, mereka melompat ke muka siap melakukan
pengejaran.
"Kembali . . . " Si Cay-soat segera membentak keras.
Thio Toa-keng dan Siau Thi-gou membatalkan
langkahnya dan berpaling ke arah nona cilik itu dengan
sinar mata keheranan.
Si Cay-soat berkerut kening, bisiknya kemudian dengan
wajah agak bingung dan kosong :
"Dia yang menang!"
Sambil berkata, sepasang matanya yang bulat besar
segera dialihkan ke arah bayangan punggung Lan See-giok
yang menjauh dengan pandangan aneh.
Sampai sekarang dia masih saja tidak habis mengerti,
mengapa totokan jalan darahnya yang bersarang telak tadi
bisa tidak bermanfaat apa-apa?
Bayangan tubuh Lan See-giok sudah lenyap di luar
dusun sana, tapi dalam hati kecil Si Cay-soat masih tertera
jelas bayangan tubuhnya.
Setelah meninggalkan perkampungan nelayan itu Lan
See-giok merasa menyesal sekali karena kelancangannya
mencampuri urusan orang, dia berpikir, saat itu ayahnya
pasti sudah menunggu dengan tak sabar di luar hutan.
Menelusuri jalanan yang kecil, dia berpikir terus ke halhal
yang beraneka ragam- hatinya makin gelisah dan dia
ingin cepat-cepat sampai di rumah,
http://kangzusi.com/
Setelah habis menelusuri tanah persawahan, dia berjalan
menembusi semak belukar yang lebat dan akhirnya
menembusi hutan belantara yang lebat sekali.
Baru satu li dia berjalan menembusi hutan, seluruh
angkasa telah berubah menjadi gelap gulita, angin malam
berhembus kencang dan membawa udara yang dingin.
Titik-titik cahaya api berkedip di balik hutan yang gelap,
sebentar bergerak mendekat sebentar lalu bergerak menjauh
cahaya api itu menambah suasana seram di sekitar sana.
Lan See-giok tahu kalau sinar titik api itu bernama api
setan, konon merupakan setan- setan yang berjalan ke luar
dari dalam kuburan untuk mencari sukma-sukma yang lain
Tapi Lan See-giok tidak takut, dia percaya ayahnya pasti
sudah menanti di ujung hutan sana, menanti
kedatangannya.
Maka dia segera mempercepat perjalanan nya
menembusi hutan tersebut . . .
Tak lama kemudian ia sudah sampai di ujung hutan, tapi
. . di mana ayahnya? Ia tidak menjumpai bayangan tubuh
ayahnya berada di situ.
Dia segera berhenti, ternyata tempat yang dituju
memang tak salah, ayahnya telah berkata dengan jelas, dia
akan menunggunya di bawah pohon besar ini.
Mungkinkah ayahnya tertidur di atas pohon?
Berpikir demikian dia lantas mendehem-dehem, tapi
kecuali bunyi jengkerik dan binatang kecil lainnya, tidak
terdengar suara jawaban ayahnya.
Dengan cepat dia mendongakkan kepala nya dan
memandang ke arah depan, hutan belantara tampak sangat
gelap, api setan berkedip-kedip dan bergoyang ke sana ke
http://kangzusi.com/
mari terhembus angin, dia seolah-olah menyaksikan api
setan itu makin lama makin membesar dan akhirnya
lambat-lambat seperti nampak munculnya sesosok
bayangan setan.
Lan See-giok mulai ketakutan, dia segera berpikir:
"Mengapa ayah tidak menjemputku?"
Dia tahu dari sini sampai di kuburan kuno itu masih
cukup jauh, dia harus melewati dua buah tebing tinggi, tiga
buah tanah pekuburan dan sebuah sungai seluas satu kaki.
Dia tidak takut ular beracun atau babi hutan, tapi dia
takut dengan jeritan burung hantu, suaranya yang
menggetarkan sukma cukup mendirikan bulu roma
siapapun yang mendengarnya.
Teringat jeritan burung hantu, bulu kuduk Lan See-giok
segera pada berdiri, dalam keadaan begini betapa besarnya
dia berharap ayahnya bisa datang menjemputnya.
la maju beberapa langkah lagi ke depan, semak belukar
sudah setinggi lutut, tak jauh di balik hutan sana adalah
sebuah tanah pekuburan yang sudah porak poranda
keadaannya.
Hampir sebagian besar kuburan di situ sudah hancur,
batu nisan berserakan. peti mati pada merekah, bahkan
tulang belulang manusia yang tak terurus tergeletak di sana
sini menimbulkan cahaya api setan yang menggidikkan
hati..
Walaupun sejak kecil Lan See-giok telah belajar silat,
bagaimanapun juga dia hanya seorang anak berusia lima
enam belas tahun, sewaktu kecil dulu dia sering mendengar
ibunya bercerita tentang setan.
http://kangzusi.com/
Membayangkan kembali cerita setan yang pernah
didengarnya dulu, anak itu semakin ketakutan, tanpa terasa
dia berteriak keras.
"Ayah, anak Giok telah pulang!"
Suasana amat hening, kecuali beberapa ekor ayam alas
yang berlarian karena kaget, tak nampak sesosok bayangan
manusiapun yang muncul di sana.
Lan See-giok sangat kecewa, dia tahu dalam keadaan
begini dia harus pulang sendiri ke kuburan kuno.
Maka setelah menghimpun tenaganya dan memusatkan
pikiran, dia segera mengerah kan ilmu meringankan
tubuhnya bergerak menuju ke depan.
Setelah melewati tanah pekuburan yang terbengkalai itu,
keadaan mega semakin meninggi, hutan semakin rapat dan
suasana pun semakin gelap gulita ..
Sepanjang perjalanan, Lan See-giok menyaksikan
burung-burung beterbangan karena takut, dua tiga babi
hutan mengejar dengan kencang, diapun menyaksikan ularular
beracun dengan sorot matanya yang buas muncul dari
balik tulang kerangka manusia atau peti mati yang
berserakan..
Tapi anak itu tidak mengambil perduli, dia berlarian
terus dengan kencangnya menuju ke tempat tujuan.
Beberapa saat kemudian ia telah melewati dua buah
tebing dan sebuah sungai kecil, di depan sana terbentang
hutan pohon siong, di dalam hutan itulah terletak kuburan
kuno tempat tinggal ayahnya.
Selama ini Lan See-giok selalu tidak habis mengerti apa
sebabnya ayahnya pindah ke dalam kuburan kuno itu,
berapa tahun setelah pindah ke sana, ibunya meninggal
http://kangzusi.com/
dunia, sejak saat itulah ayahnya menjadi seorang yang
pemurung.
Beberapa kali dia menyaksikan ayahnya duduk tepekur
sambil bermuram durja, adakala ayahnya menjadi
berangasan dan suka marah-marah, tapi ada kalanya pula
dia nampak amat gelisah dan tidak tenang . . .
Lan See-giok tahu kalau ayahnya pasti mempunyai suatu
rahasia besar yang tak ingin diketahui orang lain, diapun
menduga ibunya pasti mati karena merasa murung dan
sedih karena persoalan ini.
Dia ingin sekali mengetahui rahasia tersebut, dia bersedia
membantu ayahnya untuk memikirkan persoalan itu, tapi
dia tak berani bertanya, diapun tahu sekalipun di tanyakan,
belum tentu ayahnya bersedia menjawab.
Mendadak dari atas pohon tak jauh di hadapannya sana,
terdengar bunyi burung hantu yang memekakkan telinga.
Lan See-giok merasakan bulu kuduknya pada bangun
berdiri, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya ke
depan, ternyata dia sudah berada dalam hutan siong, jarak
nya dengan kuburan kuno itu sudah tak jauh lagi. Di depan
matanya kini muncul sebuah tugu yang terbuat dari batu
hijau, di atas permukaan tugu itu tertera dua huruf yang
amat besar:
"ONG LENG."
Akhirnya sampai juga di tempat tujuan, Lan See-giok
merasa girang sekali, ia mempercepat larinya menuju ke
depan.
Setelah melewati tugu itu muncullah sebuah jalanan
beralas batu yang sangat lebar, panjangnya puluhan kaki, di
kedua belah sisi jalan besar itu berjajar patung-patung kuda,
patung kambing, patung orang dan lain sebagainya.
http://kangzusi.com/
Di ujung jalan tersebut adalah sebuah pintu bangunan
yang sudah ambruk, yang tersisa tinggal tiang-tiang
penyangganya saja. sedang bangunan itu sendiri telah porak
poranda.
Dalam bangunan yang porak poranda terdapat sebidang
tanah pekuburan yang luasnya mencapai puluhan hektar,
puluhan buah kuburan besar berserakan di sana sini. batu
bong pay berdiri kekar di depan setiap kuburan itu, tapi
tulisannya sudah buram.
Terbayang kalau sebentar lagi bakal berjumpa dengan
ayahnya, Lan See-giok merasa amat gembira, ia telah
mempersiapkan ucapannya yang pertama begitu bersua
dengan ayahnya nanti, ia hendak mengatakan bahwa kotak
kecil itu telah diserahkan kepada Bibi Wan yang anggun
tersebut.
Begitu besar keinginannya bertemu dengan ayahnya, dia
tak ingin berjalan berputar lagi, dengan suatu lompatan
cepat ia melewati tanah pekuburan itu langsung menuju ke
depan sebuah kuburan yang paling besar.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya paling hebat,
ayahnya sering memuji akan kehebatannya, sedang
kepandaian kedua yang paling ampuh adalah ilmu Gi-hiat
kang, kepandaian untuk menggeserkan tempat kedudukan
jalan darah.
Tanpa terasa ia teringat kembali pertarungannya dengan
Si Cay-soat belum lama berselang, kepandaian silat nona itu
memang sangat hebat, coba kalau dia tak pan-dai
memindahkan letak jalan darah, niscaya dia sudah
dipecundangi orang.
Sementara masih melamun, dia telah melayang turun di
depan kuburan ke depan yang menghadap ke arah timur
laut.
http://kangzusi.com/
Tiba di depan kuburan itu, ia saksikan pintu rahasianya
terbuka lebar, mungkin- ayahnya lupa untuk menutup
kembali.
Tanpa sangsi lagi Lan See-giok melompat masuk ke
dalam kuburan, menelusuri anak tangga dan berlarian
menuju ke ruang dalam.
Suasana di dalam kuburan itu gelap gulita hingga lima
jari tangan sendiri pun susah dilihat, tapi Lan See-giok
sudah banyak tahun berdiam di sini, sekalipun harus
berjalan dengan mata meram pun dia dapat mencapai
ruangan dalam.
Sesudah melewati dua tikungan, akhir nya dari dalam
ruangan bulat di depan sana nampak setitik cahaya lentera.
Lan See-giok amat gembira, dia tahu ayah-nya belum
tidur, dengan suara lantang segera teriaknya:
"Ayah, anak Giok telah kembali!"
Sambil berteriak gembira dia segera menubruk ke depan.
Tapi dengan cepat anak itu berhenti dengan wajah
tertegun, ternyata ia tidak menjumpai ayahnya berada di
sana.
Cahaya lentera memancar ke luar dari sebuah lampu
minyak di atas meja, cahaya itu amat redup sehingga
suasana di seluruh ruangan itu remang-remang dan terasa
menyeramkan.
Pembaringan di sisi dinding ruangan nampak rapi, di
atas meja besar dekat pembaringan terletak senjata gurdi
emas "Cing kim-kong-luau-jui!" - senjata andalan ayahnya.
Gurdi emas itu berujung runcing dan amat tajam, bagian
ekornya lebih kasar dan besar hingga bentuknya mirip
jarum.
http://kangzusi.com/
Senjata itu kalau lemas bentuknya seperti seutas tali, tapi
kalau sudah disaluri tenaga dalam bentuknya mirip gurdi,
tanpa tenaga dalam yang sempurna jangan harap orang bisa
memainkan senjata semacam itu.
Begitu melihat senjata gurdi emas milik ayahnya masih
tergeletak di atas meja, Lan See-giok segera tahu kalau
ayahnya tidak pergi.
Mendadak . . .
Segulung bau amisnya darah berhembus lewat dan
menusuk hidung anak itu. . .
Lan See-giok merasa sangat terkejut, dengan cepat dia
mengendusnya beberapa kali, benar juga, bau yang
menusuk hidung itu adalah bau amisnya darah segar.
Hatinya menjadi amat tercekat. tanpa terasa dia mundur
dua langkah, sementara perasaan seram menyelimuti
seluruh benaknya.
Pada saat itulah dari luar kuburan terdengar bunyi
burung hantu berpekik keras, suaranya terdengar amat
menyeramkan ..
Lan See-giok segera bergidik, bulu kuduknya pada
bangun berdiri, tanpa terasa dia berteriak dengan suara
keras:
"Ayah. . . ayah . . . ayah . . ."
Teriakan anak itu kedengaran parau dan diselingi isak
tangis yang gemetar.
Tapi, kecuali suara dengungan keras dari balik lorong
yang memantulkan suaranya, tidak terdengar suara jawaban
dari ayahnya.
Kembali terendus bau amis darah yang amat menusuk
penciuman.
http://kangzusi.com/
Sekali lagi Lan See-giok terperanjat, dia berusaha
mengumpulkan segenap kemampuannya untuk meneliti
ruangan itu.
Tiba-tiba mencorong sinar terang dari balik matanya, ia
saksikan di sebelah kiri meja batu nampak sesosok
bayangan hitam berada di sana.
Dengan suatu kecepatan kilat dia menyambar lentera di
meja dan menghampiri bayangan itu.
Di bawah cahaya lentera yang redup, ia segera
menyaksikan suatu pemandangan yang menyeramkan,
peluh dingin segera jatuh bercucuran, sukmanya serasa
melayang meninggalkan raganya.
Lan See-giok betul-betul berdiri kaku bagaikan patung,
mukanya pucat, matanya terbelalak lebar sedang mulutnya
ternganga lebar.
Sebab bayangan itu tak lain adalah tubuh ayahnya, tubuh
ayahnya yang tergelepar di atas genangan darah.
Cepat dia letakkan lentera itu ke meja, lalu sambil
menjerit dan menangis dia menubruk ke atas tubuh
ayahnya dan menangis tersedu sedu.
Seketika itu juga dalam seluruh kuburan itu dipenuhi
oleh suara isak tangis yang penuh kesedihan, keseraman
dan kengerian.
Lan See-giok menangis terus sampai air mata yang ke
luar berubah menjadi darah sambil menangis tersedu sedu,
dia mulai memeriksa jenazah ayahnya itu.
Ia saksikan ayahnya tewas dengan mata melotot mulut
ternganga, noda darah menyelimuti seluruh wajahnya,
jenggot yang putih dan rambut yang putihpun penuh
dengan darah, sekilas pandangan saja dapat diketahui kalau
http://kangzusi.com/
ayahnya tewas akibat suatu gempuran tenaga pukulan
dahsyat yang menghancurkan isi perutnya.
Ditinjau dari posisi ayahnya sewaktu jatuh setelah
menyadari kehadiran musuh tak di undang, ayahnya buruburu
menyambar senjata gurdi emas yang tergeletak di meja
sayang sebelum maksudnya tercapai, punggungnya sudah
kena dihajar lebih dulu.
Tak terlukiskan rasa sedih yang menyelimuti perasaan
Lan See-giok waktu itu melihat ayahnya mati secara begitu
mengenaskan, dia menjerit keras lalu muntah darah segar,
tubuhnya segera terkapar di atas tanah dan tak sadarkan
diri.
Isak tangis dalam kuburan itu segera terhenti, yang
tersisa hanya suara dengungan keras yang memantul ke
mana-mana.
Di luar kuburan, angin malam berhembus kencang
mengiringi suara hujan yang turun dengan deras, malam itu
benar-benar suatu malam yang amat mengenaskan.
Mendadak-
Lan See-giok yang lambat-lambat mulai sadar kembali
dari pingsannya merasa ada seseorang menotok jalan darah
Hek ci hiat nya keras-keras.
Menyusul kemudian sebuah tangan dengan gugup dan
panik menggeledah seluruh tubuhnya, orang itu seperti
sedang mencari sesuatu dari dalam saku dan bagian tubuh
lainnya-
Kejut, gusar dan takut segera menyelimuti seluruh
perasaan Lan See-giok, ia tak tahu siapakah orang itu? Tapi
ia yakin orang itu sudah pasti adalah pembunuh biadab
yang telah membunuh ayah nya.
http://kangzusi.com/
Dia ingin membalikkan badan sambil melancarkan
serangan, kalau bisa dengan suatu gerakan secepat kilat
untuk membinasakan orang yang sedang menggeledah
sakunya itu.
Tapi dia tahu, asal dia mengerahkan tenaga, pihak lawan
pasti akan menyadari akan hal itu, dengan kepandaian silat
ayahnya yang begitu lihai pun bukan tandingan lawan, bila
dia sampai melakukan suatu gerakan, bukankah tindakan
tersebut ibaratnya telur diadu dengan batu?
Maka dia bermaksud untuk mengintip dulu siapa
gerangan orang itu, asal wajahnya teringat, usaha membalas
dendam bisa dilakukan di masa mendatang.
Berpikir begitu, diam-diam ia membuka matanya dan
mencoba untuk mengintip. . .
"Blaam!" tiba-tiba orang itu menendang tubuhnya keraskeras
sampai mencelat dan terbalik.
Lan See-giok menggigit bibirnya kencang-kencang
menahan rasa sakit, merintih pun tidak.
la merangkak di tanah dan pelan-pelan membuka
matanya lalu melirik ke arah orang itu.
Kebetulan orang itu berdiri di belakang tubuhnya
sehingga di atas dinding tertera sesosok bayangan manusia
yang tinggi besar.
Lan See-giok membuka matanya lebar-lebar, dia
berharap bisa menyaksikan raut wajah orang itu dari
bayangan badannya.
Orang itu berperawakan, tinggi besar, hidungnya
mancung, kening dan dagunya sempit, jenggotnya tidak
banyak, cuma beberapa gelintir, memakai baju pendek
http://kangzusi.com/
celana panjang. dia sedang berdiri di sana seperti lagi
termenung memikirkan sesuatu.
Mendadak terdengar orang itu berguman dengan
perasaan keheranan. "Aneh, kenapa tidak ada juga?"
Walaupun Lan See-giok tak berpengalaman dalam dunia
persilatan hingga tak dapat membedakan dialek setiap
propinsi, tapi dia yakin, orang ini pasti tinggal di sekitar
telaga Huan-yang ou.
Setelah berguman, orang itu sekali lagi membungkukkan
badan dan menggeledah seluruh badan Lan See-giok ..
Tiba-tiba tangan itu berhenti menggeledah kalau dilihat
dari bayangan yang tertera di atas dinding, tampaknya
orang itu seperti memasang telinga dan memperhatikan
sesuatu.
Kemudian tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari pandangan.
Lan See-giok tak berani bergerak, tahu orang itu belum
pergi, sebab menurut arah bergeraknya bayangan di atas
dinding, nampaknya orang itu sedang menyembunyikan
diri di sisi pembaringan.
Tapi ia tak habis mengerti mengapa orang itu
menyembunyikan diri secara tiba-tiba ?
Pada saat itulah terdengar suara ujung baju terhembus
angin berkumandang datang dari arah mulut lorong rahasia:
Lan See-giok terperanjat, dia tahu kembali ada jago lihay
berkunjung ke situ, bersamaan itu pula dia lantas paham
kenapa orang itu secara tiba-tiba menyembunyikan diri ke
belakang pembaringan.
Tapi setelah dipikir lebih lanjut, sekali lagi hatinya
merasa bergetar keras, syukur dia tidak jadi melancarkan
http://kangzusi.com/
serangan gelap terhadap orang itu, sebab menurut perasaan
nya, kesempurnaan tenaga dalam yang di miliki orang ini
benar-benar luar biasa.
Sementara itu suara ujung baju yang terhembus angin
kedengaran semakin jelas, bahkan ada kalanya diiringi pula
suara benda berat yang menyentuh lantai.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kemudian
terdengar seseorang tertawa terbahak-bahak.
Lan See-giok yang tertelungkup di tanah merasa
telinganya sakit sekali oleh getaran suara tertawa yang
memekikkan te1inga itu, darah segar dalam rongga dadanya
serasa bergelora keras, hampir saja dia mengeluarkan suara.
Terdengar pendatang itu menghentikan suara
tertawanya, kemudian tanpa perasaan takut barang
sedikitpun jua, dia berseru lantang:
"Lan Khong-tay wahai Lan Khong-tay, sungguh tak
disangka Kim cui gin tan (gurdi emas peluru perak) Lan
tayhiap juga akan mengalami nasib seperti hari ini, hmmm
.. bayangkan saja betapa gagahmu dimasa lalu, tapi.. haaah.
haaah. sekalipun mempunyai barang itu, apalah gunanya?"
Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak,
menyusul kemudian terdengar suara ketukan keras bergema
semakin dekat.
Lan See-giok tahu, pendatang adalah seseorang yang
kenal dengan ayahnya, bahkan mempunyai ikatan dendam
dengan ayahnya.
Sementara dia masih termenung, orang itu sudah tiba di
depan jenazah ayahnya, suara ketukan keras yang bergema
kian bertambah keras, bahkan terasa pula getaran keras
yang menggetarkan sukma.
http://kangzusi.com/
Kini Lan See-giok tidak merasa takut, karena dalam
hatinya penuh diliputi kobaran api dendam yang membara,
dia hanya ingin tahu siapakah pembunuh ayahnya.
Ia merasa perlu untuk memperhatikan wajah orang ini,
siapa tahu dari orang ini di kemudian hari dia bisa
menyelidiki siapa gerangan orang berjenggot yang
berhidung mancung itu?
Baru saja Lan See-giok akan membuka matanya, orang
itu sudah berjalan ke arah-nya, maka cepat-cepat dia
memejamkan matanya kembali, meski demikian ia sempat
melihat kaki kiri orang itu sudah kutung, sedang di bawah
ketiaknya terdapat sebuah tongkat besi yang amat berat
menyanggah tubuhnya.
Kalau diamati dari suara tertawa serta nada pembicaraan
orang itu, bisa diperkirakan kalau usianya di atas empat
puluh tahunan.
Setibanya di sisi tubuh Lan See-giok, orang itu mulai
menyentuh badannya dengan ujung tongkat besi itu meski
maksudnya untuk menggeledah namun hal itu dilakukan
tidak serius.
Karena pendatang itu sudah menduga bahwa pembunuh
yang telah membinasakan si Gurdi emas peluru perak Lan
Khong-tay tentu sudah menggeledah pula tubuh bocah itu,
maka ia tidak menganggap serius akan hal itu.
Lan See-giok yang tubuhnya ditusuk-tusuk oleh toya besi
itu merasakan sekujur badannya kesakitan, tapi dia
menggertak gigi sambil menahan diri, dalam hati dia
bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti akan dituntut
balas.
http://kangzusi.com/
Mendadak orang itu menghentikan perbuatannya,
kemudian sambil mendongakkan kepala dia membentak
keras, "Siapa di situ?"
Di tengah bentakan tersebut, bayangan manusia nampak
berkelebat lewat, tahu-tahu orang itu sudah lenyap dari
pandangan.
Lan See-giok merasa telinganya kembali mendengung
keras oleh suara bentakan lawan yang memekikkan telinga,
saking kagetnya dia sampai bergidik dan lupa kalau dia
sedang berlagak seakan akan tertotok jalan darahnya, buruburu
dia membalikkan badan sambil berpaling-
Tampak olehnya di balik lorong di samping
pembaringannya sana terdapat dua sosok bayangan
manusia sedang berkelebat saling mengejar.
Lan See-giok tahu bahwa orang yang berada di depan
adalah orang yang telah membinasakan ayahnya, sedang
yang berada di belakang adalah orang yang berkaki
buntung.
Sebelum dia sempat berbuat sesuatu, orang yang berkaki
buntung telah membentak lagi dengan suara keras:
"Sobat, sebelum meninggalkan barang itu, jangan harap
kau bisa kabur dari sini?"
Ditengah bentakan, dia mengayunkan tongkat besinya
sambil menghantam tubuh orang itu.
Orang yang berada di depan tidak mengeluarkan suara
berang sedikitpun juga, dia masih berlarian terus ke depan,
hanya secara tiba-tiba tangan kanannya diayunkan ke
belakang..
http://kangzusi.com/
Serentetan cahaya tajam bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya segera meluncur ke arah orang yang
berkaki buntung.
Segera itu juga orang yang berkaki buntung itu tertawa
terbahak-bahak, tongkat bajanya di angkat ke atas dan..
"traaang!" terdengar suara benturan keras yang disertai
percikan bunga api tersebar dalam lorong gelap tersebut.
Kemudian terdengar pula suara senjata rahasia yang
bergelinding ke sisi lorong, sementara kedua sosok
bayangan manusia itu-pun lenyap dari pandangan mata.
Dengan cepat Lan See-giok melompat bangun, dia
merasakan sekujur badannya linu dan sakit, tapi sambil
menahan rasa sakit dia mengejar ke luar, dia berharap
dengan mengandalkan kehapalannya dengan daerah di
sekitar tempat itu, dia sempat menyaksikan paras muka
yang sebenarnya dari pembunuh keji tersebut.
Siapa tahu belum sempat dia melangkah ke depan
mendadak dari luar kuburan telah terdengar suara si
pincang sedang mencaci maki dengan penuh kegusaran.
"Anak jadah. anak bangsat peliharaan anjing, kau
anggap barang itu dapat kau telan seorang diri? Tidak
begitu mudah, sekalipun kau kabur ke ujung langit, locu
akan mengejarnya sampai dapat!"
Lan See-giok tahu kedua orang itu sudah pergi amat jauh
sekalipun hendak dikejar juga tak ada gunanya.
Maka dia berjalan kembali ke samping jenazah ayahnya
yang terkapar ditengah genangan darah, kemudian sambil
berlutut dan menangis tersedu sedu, katanya:
"Ayah- sungguh kasihan kau- tahukah kau anak Giok
telah pulang- tahukah kau anak Giok telah menyelesaikan
http://kangzusi.com/
perintahmu dan menyerahkan kotak kecil tersebut ke pada
bibiWan- “
Lan See-giok makin menangis semakin sedih, makin
menangis semakin tak ingin hidup.
Dia memang ingin mati, dia ingin mati bersama ayah
dan ibunya, tapi bila teringat akan dendam kesumatnya
yang lebih dalam dari samudra, dia merasa tidak
seharusnya mati sebelum sakit hati itu terbalas, dia harus
membinasakan pembunuh berhidung mancung itu sebelum
menyusul ayah dan ibunya di alam baqa.
Maka sambil memandang wajah ayahnya yang penuh
noda darah, diam-diam ia berdoa, dia berharap arwah
ayahnya di alam baqa dapat melindunginya dan membantu
nya untuk membalas dendam.
Sementara itu tengah malam sudah menjelang tiba, di
luar kuburan hanya terdengar suara rintikan hujan serta
angin malam yang menderu-deru.
Seorang diri Lan See-giok bersembunyi di dalam
kuburan, duduk di samping jenazah ayahnya dan di bawah
cahaya lentera dia membersihkan noda darah dari atas
wajah ayahnya yang pucat.
Titik-titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
pipi yang telah berubah menjadi merah karena dendam.
Di luar kuburan kembali terdengar suara pekikan burung
hantu yang menyeramkan, tapi dia tidak takut, dia tidak
merasa ngeri, karena dia hanya memikirkan soal dendam
kesumat.
Dia berpikir, sekalipun badan harus hancur, sekalipun
harus menjelajahi sampai ke ujung langit, pembunuh
ayahnya akan di kejar terus dan dibunuh sampai mati.
http://kangzusi.com/
ooo0dw0ooo
BAB 2
BAYANGAN IBLIS MULAI BERMUNCULAN
MALAM semakin kelam . . .
Angin berhembus semakin kencang..
Sambil melelehkan air mata, Lan See-giok masih
memperhatikan wajah kelabu ayah-nya yang sudah
membujur kaku di tanah.
Mendadak . . . terdengar suara pekikan panjang yang
memekakkan telinga berkumandang datang dari luar
kuburan.
Suara pekikan itu amat tajam dan memekakkan telinga,
membuat siapa saja yang mendengarnya merasakan bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
Terutama sekali bagi Lan See-giok yang seorang diri
berada dalam kuburan, di bawah sinar lentera yang redup
serta didampingi jenazah ayahnya yang membujur kaku.
Tapi sikap Lan See-giok masih tetap kaku tanpa
perasaan, dia seolah-olah tidak mendengar suara pekikan
itu.
Waktu itu, hatinya sedang merasa amat pedih, karena
dia tak tahu bagaimana caranya untuk menutup kembali
sepasang mata ayahnya yang melotot besar penuh
kemarahan itu.
Pekikan seram makin lama semakin mendekat, di balik
pekikan itu penuh diliputi perasaan gelisah bercampur
gusar.
http://kangzusi.com/
Tapi Lan See-giok masih tidak berkutik, tangannya yang
kecil masih saja mengelus mata ayahnya yang melotot
besar.
Lambat laun suara pekikan aneh itu makin keras dan
menusuk pendengaran agaknya orang itu sudah tiba di luar
kuburan.
Tergerak hati Lan See-giok. . dia bertekad hendak
melihat jelas paras muka pendatang itu, tapi. ada satu hal
yang tidak dimengerti olehnya, mengapa kuburan yang
sudah banyak tahun tak pernah dikunjungi orang, tahu-tahu
kebanjiran pengunjung pada malam ini.
Benda apa pula yang dimaksudkan si pincang tadi?
Mendadak suara pekikan itu berhenti, lalu mendengar
suara ujung baju terhembus angin menggema datang.
"Sungguh cepat gerakan tubuh orang ini.." Dengan
terkejut Lan See-giok segera berpikir, "kalau dilihat dari
kecepatan gerak tubuhnya jelas dia adalah seorang jago
kelas satu dalamdunia persilatan. . ."
Belum habis dia berpikir, hembusan angin tersebut sudah
kedengaran semakin jelas.
Lan See-giok merasa makin terkejut lagi, sebab orang itu
selain sempurna dalam ilmu meringankan tubuh, juga amat
hapal dengan daerah dalam kuburan tersebut.
Buru-buru dia melompat bangun dan memandang
sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya dia merasa di
belakang meja batu besar itu merupakan tempat
persembunyian yang baik, tanpa berpikir panjang dia segera
menerobos kedalamnya. . .
http://kangzusi.com/
Saat itulah bayangan manusia nampak berkelebat lewat,
tahu-tahu orang itu muncul di dalam ruangan dan langsung
menerjang ke depan pembaringan ayahnya.
Lan See-giok merasa tegang bercampur cemas, peluh
telah membasahi telapak tangannya, dengan perasaan gusar
bercampur berdebar dia mengintip ke luar . .
Ternyata orang itu adalah seorang lelaki berjubah hitam,
rambutnya sepanjang bahu berwarna kelabu, ia tidak
bersenjata, wajahnya juga tak nampak karena sedang
menghadap ke arah pembaringan.
Dengan perasaan gusar, gelisah dan tak tenang orang itu
nampak menggeledah seluruh pembaringan, selimut dan
bantal ayahnya.
Kemudian dengan marah dia melemparkan semua benda
itu ke atas tanah, lalu dengan gugup ia mulai meraba empat
kaki pembaringan di empat penjuru..
Tergerak hati Lan See-giok setelah menyaksikan kejadian
itu, dia merasa besar kemungkinan orang ini adalah orang
yang menotok jalan darahnya serta menggeledek seluruh
badannya tadi.
Kalau dilihat dari tindak tanduk orang itu sewaktu ke
dalam kuburan serta tingkah lakunya yang tergesa-gesa
sewaktu melakukan penggeledahan atas seluruh isi ruangan
itu, dapat diketahui orang itu belum sempat melakukan
penggeledahan setelah berhasil melaksanakan perbuatan
kejinya tadi.
Makin dipikir Lan See-giok merasa apa yang diduga
makin cocok, dia segera memutuskan kalau orang inilah
pembunuh yang telah membinasakan ayahnya.
http://kangzusi.com/
Kemarahannya segera bergelora, diam-diam hawa
murninya dihimpun ke dalam telapak tangannya, ia siap
sedia menyergap orang itu dari belakang.
Mendadak.. orang berbaju hitam itu membalikkan
badannya.
Lan See-giok tersentak kaget, peluh dingin segera
membasahi seluruh tubuhnya, sementara jantungnya
seakan akan mau melompat ke luar dari dalam rongga
dadanya.
Apa yang dilihat? Ternyata orang itu berwajah hijau
penuh dengan bekas bacokan yang dalam, gigi taringnya
nampak panjang, matanya yang tinggal sebelah melotot
besar seperti gundu. wajahnya benar-benar mengerikan
sekali.
Mata sebelah kanannya yang buta ditutup dengan
selembar kulit berwarna hitam, hal ini menambah seramnya
tampang orang ini. Setelah membalikkan badan tadi,
dengan mata tunggalnya yang tajam ia mulai memeriksa
setiap sudut ruangan yang mencurigakan, sementara
wajahnya nampak makin gelisah, peluh sebesar kacang ijo
nampak bercucuran membasahi seluruh jidatnya.
Berada dalam keadaan seperti ini, Lan See-giok tak
berani berkutik, dia kuatir si mata tunggal itu menemukan
tempat persembunyian nya.
Ia tidak takut mati, tapi dia tak ingin mati sebelum
dendam sakit hati ayahnya di balas.
Begitulah, setelah memeriksa seluruh ruangan itu,
dengan nada gemas orang bermata satu itu berguman:
"Aneh, disembunyikan di manakah barang itu..?"
http://kangzusi.com/
Begitu mendengar suara gumaman orang itu, sekali lagi
Lan See-giok merasa kebingungan, dia dapat mengenali
suara orang ini tidak sama dengan suara orang yang
menggeledah tubuhnya tadi, sebab suara orang itu parau
dan berat.
Selain itu. diapun menyaksikan perawakan orang ini
tidak sekekar orang yang menggeledah tubuhnya tadi, lagi
pula orang ini mengenaskan pakaian pendek.
Diam-diam Lan See-giok berkerut kening, ditatapnya
orang bermata satu itu lekat-lekat, sementara di hati
kecilnya dia bertanya: Siapakah orang bermata satu ini ?
Benarkah ayahnya tewas di tangan orang ini . . . . ?.
Belum habis dia berpikir, tampak olehnya orang bermata
satu itu sudah mengumbar hawa amarahnya, kakinya
terlihat diayunkan ke sana kemari, semua barang yang
berada di sekelilingnya segera beterbangan di angkasa.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan itu dipenuhi
dengan suara hiruk pikuk serta pecahan barang yang
tersebar ke mana-mana.
Dengan penuh bernapsu, orang bermata satu itu
menyepak dan menendang hancur barang-barang itu, dia
berharap dari balik pecahan barang-barang tersebut bisa
ditemukan barang yang sedang dicari.
Tapi akhirnya ia menghela napas dengan perasaan
kecewa.
Kini sorot matanya mulai dialihkan ke atas lubang
bangunan di langit-langit kuburan, gigi taringnya yang
panjang kedengaran bergemerutuk keras, hal ini membuat
wajahnya nampak semakin mengerikan.
Lan See-giok semakin tak berani berkutik, dia merasa
hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri,
http://kangzusi.com/
tampang orang bermata satu itu betul-betul menggetarkan
hatinya.
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata
tunggalnya, sekilas perasaan girang menghiasi wajahnya
yang seram, dengan suatu kecepatan tinggi tiba-tiba ia
melompat ke depan meja batu itu.
Lan See-giok yang bersembunyi di belakangnya menjadi
sangat terperanjat, begitu kagetnya dia sampai jantungnya
seolah-olah terlepas.
Untung saja meja batu itu tinggi lagi besar, jaraknya
dengan dindingpun amat sempit, maka bila orang itu tidak
memeriksa dengan teliti, sulit rasanya untuk menemukan
tempat persembunyian itu.
Ternyata orang bermata satu itu tidak bermaksud untuk
menggeledah tempat itu, sebab setelah mengambil senjata
gurdi emas yang terletak di meja, ia melayang kembali ke
tempat semula.
Diam-diam Lan See-giok menghembuskan napas lega, ia
segera mengintip kembali ke luar.
Ternyata orang bermata satu itu sedang mengorek setiap
lubang angin yang berada di langit-langit kuburan dengan
senjata gurdi emas milik ayahnya.
Tapi, akhirnya orang bermata satu itu kembali menghela
napas dengan wajah kecewa, ia tidak berhasil menemukan
sesuatu dari balik lubang angin itu.
Kekecewaan yang berulang kali kontan saja membuat
orang itu bertambah marah, paras mukanya yang memang
sudah mengerikan kini berubah semakin menggidikkan hati.
"Sungguh menggemaskan?" gumamnya menahan geram.
http://kangzusi.com/
Dengan penuh perasaan mendongkol, akhirnya dia
melemparkan senjata gurdi emas yang berada di tangannya
itu ke depan keras-keras.
Sekilas cahaya emas berkelebat lewat bagaikan
serentetan cahaya bianglala, gurdi tersebut menyambar ke
arah dinding sebelah kiri.
Lan See-giok mengenali, di balik dinding itulah terletak
kamar tidurnya.
"Blaaammm!" diiringi suara nyaring senjata gurdi emas
itu menancap di atas dinding dan tembus hingga ke
belakang.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumandang datang dari balik ruangan tersebut.
Lan See-giok terkesiap, hampir saja ia menjerit keras
saking kagetnya. Mimpipun dia tak menyangka kalau di
dalam kamar tidurnyapun terdapat kawanan musuh yang
sedang menyembunyikan diri.
Orang bermata tunggal itu sendiri juga nampak agak
tertegun, lalu dengan wajah berubah hebat dia menerjang
masuk ke dalam ruangan sebelah.
Tak lama kemudian ia mendengar orang bermata satu itu
menjerit kaget:
"Haaah, kau?"
Suara ujung baju yang terhembus angin segera
berkumandang saling menyusul, makin lama suara itu
makin lirih dan akhirnya lenyap di luar kuburan sana.
Untuk sesaat suasana dalam kuburan kuno itu menjadi
sepi, hening, tak kedengaran sedikit suarapun.
http://kangzusi.com/
Lan See giok juga duduk termangu mangu, dia tak tahu
siapakah orang tadi? Masih hidupkah orang itu? Atau sudah
mati?
Tapi dia berharap orang itu sudah mati, karena dia
menduga orang yang bersembunyi dalam kamar sebelah
tentu sudah mendengar doanya kepada ayahnya tadi . dia
telah menyerahkan kotak kecil tersebut kepada BibiWan..
Sekarang, Lan See giok sudah dapat menduga,
kemungkinan besar kehadiran orang-orang tak dikenal pada
malam ini dikarenakan kotak kecil tersebut, tapi apakah isi
kotak kecil itu?
Kepergian si orang bermata satu yang tergesa-gesa tadi
membuat Lan See giok merasa amat gelisah, dia tidak
berharap orang bermata satu itu menolong orang tadi,
karena hidupnya orang itu berarti bencana besar bagi bibi
Wan.
Sekalipun mereka tak akan mengetahui nama dari bibi
Wan, tapi jika mereka mau melakukan penyelidikan dengan
seksama, tak sulit untuk menemukan tempat tinggal bibi
Wan nya.
Terbayang akan semua peristiwa tersebut, Lan See giok
merasakan peluh dingin jatuh bercucuran, ia merasa bila
kedatangan orang-orang itu benar-benar dikarenakan kotak
kecil tersebut, dia harus segera melaporkan kejadian ini
kepada bibi Wan, agar dia tahu kalau-kalau ayahnya sudah
mati.
Mendadak Lan See giok merasakan firasat tak enak, ia
merasa dalam kuburan itu seakan akan bukan cuma dia
seorang, ia seperti merasa ada sesosok tubuh manusia
sedang berjalan mendekatinya dari belakang.
http://kangzusi.com/
Tanpa sadar dia segera membalikkan kepalanya ke
belakang. . . .
Tapi baru saja kepalanya digerakkan, mendadak tampak
sesosok bayangan hitam menyambar tiba disertai segulung
angin tajam yang maha dahsyat. Lan See giok amat
terperanjat, tanpa sadar ia menjerit keras.
"Blammm-!" sebuah benda yang mempunyai daya pantul
yang amat keras tahu-tahu sudah menghajar di belakang
batok kepalanya.
Kontan Lan See giok merasakan kepalanya seperti mau
pecah. langit serasa menjadi gelap, seluruh bumi serasa
berputar, pandangan matanya menjadi gelap dan tak ampun
ia roboh tak sadarkan diri.
Sesaat sebelum jatuh pingsan, secara lamat-lamat dia
masih sempat menyaksikan orang yang berada di belakang
tubuhnya adalah seseorang yang berambut putih.
la tak bisa membedakan apakah orang itu seorang kakek
atau seorang nenek, tapi sudah pasti orang itu adalah
seseorang yang telah berusia lanjut bahkan berperawakan
tidak begitu tinggi.
la tidak merasakan tubuhnya mencium tanah, mungkin
orang yang berada di belakangnya keburu menyambar
badannya dan membaringkan ke tanah, mungkin juga ia
keburu tak sadarkan diri. . .
Entah berapa saat sudah lewat. . .
Pelan-pelan Lan See giok membuka matanya,
pandangan pertama yang sempat terlihat olehnya adalah
setitik cahaya lentera, kemudian sesosok bayangan manusia
berbaju kuning. . .
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasakan kelopak matanya sangat berat,
tak kuasa ia memejamkan matanya kembali, ia merasa tak
bertenaga lagi, meski hanya untuk membuka kelopak
matanya.
Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara
yang lembut dan penuh perhatian:
"Nak, kau telah sadar ? Bagaimanakah perasaanmu
sekarang?"
Tiba-tiba Lan See-giok teringat kembali kejadian yang
belum lama menimpa dirinya, begitu mendengar teguran
tersebut, mendadak dia melompat bangun kemudian
melotot dengan mata besar, ternyata orang yang berada di
hadapannya adalah seorang kakek berambut putih.
Kemarahan yang mencekam dalam dada nya tak bisa
ditahan lagi, sambil membentak keras, tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian dihimpun ke dalam tangan
kanannya, kemudian . . . "Weess!" dihantamkan ke atas
dada kakek itu keras-keras.
Menghadapi perubahan yang terjadi amat mendadak,
apa lagi dalam jarak sedemikian dekatnya, tak mungkin lagi
buat kakek itu untuk menghindarkan diri.
"Blammm!" pukulan dari Lan See giok itu secara telak
bersarang di atas dada kakek itu.
Betapa terkejutnya Lan See giok setelah melepaskan
pukulan itu, secara beruntun dia mundur sejauh dua
langkah, kepalan kanannya yang menghajar dada kakek itu
serasa menghantam di atas gumpalan kapas, ternyata
segenap kekuatannya serasa hilang lenyap tak berbekas.
Sementara itu, kakek yang berada di hadapannya telah
tertawa ramah, lalu tanya nya lembut:
http://kangzusi.com/
"Nak, kau lagi marah kepada siapa? Mengapa kau
lampiaskan kemarahanmu itu kepadaku?"
Seraya berkata dia tertawa tergelak dengan penuh
keramahan.
Buru-buru Lan See giok memusatkan pikirannya sambil
perhitungan, dia cukup tahu keterbatasan tenaga dalam
yang dimilikinya, dibandingkan dengan kemampuan lawan,
selisih tersebut ibarat langit dan bumi, diam-diam ia lantas
memperingatkan diri sendiri agar jangan bertindak secara
gegabah.
Selain itu, diapun berpendapat hanya kakek bertenaga
dalam selihai ini yang sanggup membunuh ayahnya di
dalam sekali pukulan.
Ia menggosok gosok matanya, kemudian melototi kakek
ramah di hadapannya dengan pandangan penuh kebencian.
Tampak kakek itu berambut putih, bermuka merah dan
bermata tajam tapi penuh keramahan, ia memakai jubah
berwarna kuning dan bersikap amat gagah sekali.
Lan See giok segera merasa kalau kakek ini tidak mirip
dengan orang jahat, diam-diam pikirnya.
"Orang yang menghantam kepalaku tadi berhati kejam,
tapi. . siapakah dia?"
Diamatinya kakek berambut putih itu sekali lagi,
kemudian pikirnya lebih jauh:
"Sudah pasti dia"
Tapi ia tidak habis mengerti, apa sebabnya kakek
berwajah ramah tapi berhati kejam ini tidak segera
meninggalkan tempat itu setelah menghantam pingsan
dirinya, malahan menunggu sampai ia mendusin kembali.
http://kangzusi.com/
Mendadak satu ingatan melintas kembali dalam
benaknya, dengan cepat ia menyadari apa sebabnya kakek
itu belum juga pergi.
"Yaa, sudah pasti dia ingin menanyakan tempat tinggal
BibiWan" demikian dia berpikir.
Maka sambil mendengus dingin, pikiran nya lebih jauh.
"Hmmm, jangan bermimpi di siang hari bolong,
sekalipun badan harus hancur tak nanti aku akan
memberitahukan hal ini kepadamu."
Sementara itu, si kakek berjubah kuning kembali tertawa
terbahak bahak setelah menyaksikan sinar mata Lan See
giok berkedip dan wajahnya berubah, berulang kali tanpa
menjawab pertanyaannya. dengan penuh perhatian kembali
dia bertanya:
"Nak, siapakah yang telah merobohkan dirimu?"
Kemarahan dalam dada Lan See giok semakin membara,
dia menganggap semakin ramah kakek itu, semakin
menaruh perhatian kepadanya, berarti semakin berbahaya
dan jahat orang itu.
Setelah mendengus marah, serunya dengan suara dingin:
"Siapakah yang menghantamku sampai roboh? Heeehhhheeehhh-
heeehhh, mustahil kau tidak tahu!"
Tertegun si kakek berjubah kuning itu setelah mendengar
dampratan tersebut, ditatapnya Lan See giok dengan
termangu, lama-lama kemudian ia baru sadar seperti
memahami sesuatu dan segera tertawa.
"Nak!" katanya kemudian sambil mengalahkan
pembicaraan ke soal lain:
"Apakah Lan Khong tay adalah ayahmu?"
http://kangzusi.com/
Api yang berkobar dalam dada Lan See -giok sekarang
hanyalah dendam kesumat, ia sudah bertekad tak akan
melayani pembicaraan si kakek yang dianggapnya manusia
munafik ini.
Sambil tertawa dingin segera ejeknya sinis:
"Huuuh, sudah tahu pura-pura bertanya lagi, benarbenar
tak tahu malu . . . !"
Kakek berjubah kuning itu kembali berkerut kening,
kekasaran serta kekurang ajaran bocah itu sangat di luar
dugaannya.
Sedangkan Lan See giok meski tahu kalau kepandaian
silatnya tak mampu menandingi kepandaian kakek berjubah
kuning itu, tapi diapun percaya bahwa musuhnya tak nanti
akan membinasakannya meski berada dalam keadaan yang
bagaimana gusarpun.
Sebab dia menganggap kakek berjubah kuning itu ingin
mengetahui tempat tinggal Bibi Wan nya serta jejak dari
kotak kecil tersebut, karenanya bagaimanapun marahnya
lawan tak nanti ia berani bersikap kasar.
Benar juga, kakek berjubah kuning itu menghela napas
panjang, lalu berkata lagi dengan ramah:
"Nak, aku sudah mengetahui perasaanmu sekarang, aku
tahu kau mendendam kepadaku karena mengira ayahmu
mati di tanganku, aku tidak menyalahkan kau, sedang
mengenai alasan ayahmu sampai dicelakai orang, mungkin
akupun jauh lebih jelas dari pada dirimu.."
Ucapan tersebut semakin membuat Lan See giok percaya
kalau orang yang memukul nya sampai pingsan tadi adalah
kakek berjubah kuning ini, diam-diam dia lantas
mendengus dingin:
http://kangzusi.com/
"Tentu kau adalah seorang yang berkomplot untuk
membunuh ayahku, tentu saja kau mengetahui jelas sebab
kematian dari ayahku." demikian pikirnya lagi.
".. yang membuat hatiku amat pedih adalah
keterlambatanku datang ke mari malam ini, kalau tidak
niscaya pembunuh ayahmu itu pasti akan berhasil
kutangkap.” terdengar kakek berjubah kuning itu
melanjutkan kembali kata katanya.
"Bedebah, kakek sialan, manusia licik” kontan saja Lan
See giok menyumpah di hati.
Dalam pada itu, si kakek berjubah kuning itu sudah
berhenti sejenak sebelum kemudian melanjutkan kembali
kata katanya:
"Nak, coba ceritakanlah kisah pembunuhan yang telah
menimpa ayahmu malam tadi, ceritakan pula bagaimana
terjadinya Pertarungan, berapa orang yang datang serta
manusia-manusia macam apa saja yang telah kemari,
mungkin aku bisa membantumu untuk mengenali orangorang
itu serta merebut kembali kotak kecil tersebut."
Lan See giok tertawa dingin:
"Heeehhh. heeehhh.. heeehhh.. buat apa kau mesti
bertanya kepadaku? Aku yakin, kau sudah pasti jauh lebih
mengerti dari pada diriku sendiri.."
Merah padam selembar wajah kakek berjubah kuning itu
setelah mendengar ucapan tersebut, paras mukanya agak
berubah, jenggotnya gemetar keras, jelas orang itu merasa
agak tak senang hati, tapi hanya sejenak kemudian ia telah
bersikap lembut kembali.
Ditatapnya wajah Lan See giok lekat-lekat, kemudian
katanya dengan serius:
http://kangzusi.com/
"Nak, aku tidak habis mengerti mengapa kau bersikap
kasar, emosi dan tak menggunakan akal terhadap diriku?
Ketahuilah perbuatan semacam ini akan memporak
porandakan keadaan, tidak bermanfaat bagi masalah yang
sebenarnya, kau harus mawas diri, dinginkan otakmu dan
terutama sekali harus tahu kalau keselamatanmu sedang
terancam bahaya.."
Belum habis kakek berbaju kuning itu menyelesaikan
kata katanya, Lan See giok telah tertawa keras penuh
kegusaran, tukasnya dengan perasaan benci yang meluap.
"Sudah sedari tadi aku tak pernah memikirkan soal mati
hidupku, kenapa aku mesti takut mati? Hmmm, aku rasa
justru ada orang yang kuatir bila aku sampai mati!"
Sekali lagi kakek berbaju kuning itu mengerutkan
dahinya rapat-rapat, berkilat sepasang matanya, kemudian
seakan akan memahami sesuatu, dia manggut-manggut.
"Ehmmm, benar, ketika aku mendengar suara jeritan tadi
dan menerobos masuk ke dalam kuburan Ong-leng,
kusaksikan ada sesosok bayangan manusia yang kurus
pendek sedang kabur ke arah utara, gerakan tubuh nya
secepat sambaran petir.."
Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar ucapan
itu, terutama sekali kata bayangan manusia kurus pendek,
dengan cepat dia teringat kalau orang yang
menghantamnya sampai pingsan tadi memang seorang
kakek yang berperawakan kurus lagi pendek.
Maka dia segera mengamati tubuh kakek berbaju kuning
itu sekali lagi, ia merasa meski perawakan orang ini tidak
termasuk tinggi besar, tapi jika dia bersembunyi di belakang
meja batu, niscaya jejaknya akan ditemukan olehnya.
http://kangzusi.com/
Berpikir sampai di sini, Lan See giok semakin
kebingungan dibuatnya, dia lantas berpikir lagi:
"Jangan-jangan bukan si kakek berjubah kuning ini yang
menghantamku sampai pingsan tadi . . ?"
Tapi ingatan lain dengan cepat melintas kembali di
dalam benaknya, dia merasa walaupun bukan kakek ini,
tapi ia sudah pasti termasuk salah seorang yang berniat
jahat kepada ayahnya, kalau tidak, mengapa dia bisa tahu
kalau tujuan orang-orang itu adalah untuk mendapatkan
kotak kecil milik ayahnya?
Dari sini bisa disimpulkan kalau orang inipun bukan
orang luar, ia bisa mencari sampai di sana, berarti diapun
bukan manusia sembarangan.
Karena berpendapat demikian, maka apa yang
selanjutnya diucapkan kakek berjubah kuning itu sama
sekali tak terdengar olehnya.
Dalam pada itu, si kakek berbaju kuning tadi sudah
berkata lagi:
"Oleh karena itu, kau harus mengikuti aku untuk
menyingkir dulu ke dusun kaum nelayan Ho hi cun,
kemudian baru berusaha untuk menemukan beberapa orang
itu serta merampas kembali kotak kecil itu."
Setelah mendengar ucapannya yang terakhir ini, Lan See
giok dapat segera mengambil kesimpulan kalau kakek ini
belum lama datangnya, sebab jika ia sudah mendengar
kalau kotak kecil tersebut telah diserahkan kepada bibiWan
nya, niscaya dia tak akan berkata begitu.
Tapi mengapa dia bisa datang terlambat?Maka tak tahan
lagi dia lantas bertanya:
"Dari mana kau bisa tahu kalau ayahku tinggal di sini?"
http://kangzusi.com/
"Aaaah kau ini . . kenapa bertanya lagi? Bukankah tadi
sudah kukatakan kepadamu?"
"Apa yang kau ucapkan tadi? Tak sepatah katapun yang
kudengar!"
"Tujuh delapan tahun berselang, aku pernah berjumpa
muka dengan ayahmu di bawah puncak Giok- li-hong di
bukit Hoa san, oleh karena ayahmu memberi kesan yang
sangat mendalam bagiku, maka begitu masuk ke mari dan
menyaksikan jenazah yang terkapar di atas genangan darah,
aku segera mengenalinya sebagai Kim wi-gin tan Lan
Khong tay yang termasyhur di kolong langit dimasa dulu.."
Mendengar sampai di situ, Lan See giok merasa amat
sedih sekali sehingga tanpa terasa dia berpaling dan
memandang sejenak ke arah jenazah ayahnya, titik-titik air
segera jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Aku hanya tahu kalau ayahmu si gurdi emas peluru
perak Lan Khong tay berdiam di sekitar telaga Huan-yang
ou, tapi tidak kuketahui jika ia berdiam dalam kuburan Ong
leng."
"Setengah jam berselang, karena suatu persoalan secara
kebetulan aku lewat di sini. mendadak kudengar suara
jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema dari sini,
dalam kagetnya aku bergerak berangkat ke mari.
Baru tiba di depan pintu gerbang yang bobrok itu,
kujumpai dari belakang kuburan muncul sesosok bayangan
kecil dan kurus sedang kabur ke arah utara, sebenarnya aku
hendak mengejarnya, tapi setelah kutemukan di belakang
kuburan terdapat pintu yang terbuka lebar, maka akupun
masuk ke mari.
http://kangzusi.com/
Apa yang kulihat pertama kalinya adalah ayahmu yang
terkapar di atas genangan darah bila kuperiksa ternyata
mayatnya sudah kaku dan ia sudah meninggal cukup lama,
itu berarti jeritan yang kudengar tadi bukan berasal dari
ayahmu."
Tanpa terasa Lan See giok mengangguk ia tahu jeritan
ngeri yang didengar kakek berjubah kuning tadi sudah pasti
orang yang kena ditembusi gurdi emas di balik dinding itu.
Tanpa terasa dia lantas mengerling sekejap ke arah
senjata "gurdi emas" yang menembusi dinding ruangan itu.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Waktu itu aku merasa keheranan, kemudian kusaksikan
kau terkapar di balik meja sana, ketika kuperiksa ternyata
kau belum mati."
"Pertama tama kutarik dulu badanmu ke luar dari situ,
baru kuketahui kau sedang pingsan, tapi ada satu hal yang
tidak kupahami, mengapa orang yang telah membinasakan
ayahmu telah melepaskan kau dengan begitu saja “
Tentu saja Lan See giok tahu apa sebabnya dia tak mati,
cuma dia enggan untuk mengutarakannya.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lebih jauh:
"Sampai kini aku tidak tahu apa sebabnya orang itu tidak
membunuhmu, tapi aku yakin orang itu pasti menganggap
kau mempunyai kegunaan yang amat berharga, namun bila
apa yang berharga itu sudah dapat diraih, jelas kau pun
akan dibunuh juga."
"Oleh sebab itu, sekarang kau harus pergi meninggalkan
tempat ini, demi keselamatanmu kau harus pergi dari sini- “
"Tidak" tukas Lan See giok dengan cepat: "aku tak akan
meninggalkan tempat ini"
http://kangzusi.com/
Jawaban tersebut sama sekali di luar dugaan kakek
berjubah kuning itu, tanpa terasa serunya dengan perasaan
terperanjat:
"Mengapa?"
"Aku hendak menunggu orang itu datang kembali, aku
hendak membunuh orang itu untuk membalaskan dendam
bagi ayahku"
Kakek berjubah kuning itu termenung sebentar, akhirnya
diapun manggut-manggut.
"Baiklah", katanya kemudian, "tunggu saja di sini,
sekarang aku harus pergi dulu, semoga kau bisa baik-baik
menjaga diri dan berhati-hati dalam setiap tindakan."
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan
bertalu dari tempat itu.
Lan See giok hanya mengawasi kakek berbaju kuning itu
dengan pandangan dingin, ia tidak menahannya pun tidak
menghantar kepergiannya, karena ia masih ragu terhadap
apa yang telah diucapkan orang itu.
Setelah berjalan beberapa langkah, mendadak kakek itu
berhenti lagi, sambil berpaling ke arah Lan See giok
pesannya:
"Nak, jika kau mempunyai kesulitan atau membutuhkan
bantuanku, datang saja ke rumahnyaHuan kang ciang liong
(naga sakti pembalik sungai) di dusun Hong hi cun untuk
mencari diriku, saat itulah aku akan memberitahukan
kepadamu apa sebabnya orang-orang itu membunuh
ayahmu."
Selesai berkata, tidak menanti jawaban dari bocah itu
lagi, dia segera berlalu dari situ, hanya dalam sekejap mata
http://kangzusi.com/
saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan
mata.
Lan See-giok agak terkejut pula menyaksikan kelihaian
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu.
Setelah berpikir sejenak, diapun termenung:
"Orang-orang itu semuanya berilmu tinggi, untuk
membalas dendam .. aaai tampaknya sulit melebihi
mendaki ke langit.."
Dengan sedih dia memandang ke arah ayahnya sekali
lagi, sementara air mata kembali jatuh bercucuran.
Pelan-pelan dia berjalan ke sisi jenazah ayahnya,
membungkukkan badannya dan bermaksud untuk
membopong tubuh ayah-nya.
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya,
dengan cepat dia berjongkok untuk memeriksa dengan lebih
seksama.
Ternyata ujung jari telunjuk jenazah si Gurdi emas
peluru perak Lan Khong tay sedang menancap di atas
tanah, sementara di atasnya telah terukir sebuah goresan,
entah goresan lukisan atau tulisan . .
Dengan cepat Lan See giok menduga kalau goresan itu
pasti dibuat oleh ayahnya menjelang ajal merenggut
nyawanya.
Sebagai bocah yang pintar, Lan See giok segera
mengambil lampu lentera di meja dan didekatkan pada
goresan tersebut.
la tahu, besar kemungkinan goresan tersebut menyangkut
soal nama pembunuh yang telah menghabisi jiwa ayahnya .
. .
http://kangzusi.com/
Lama sekali Lan See giok mengamati goresan itu dengan
seksama, akhirnya dia berhasil menarik kesimpulan kalau
goresan tersebut adalah sebuah goresan tulisan.
Tampaknya tulisan itu adalah sebuah huruf "To" atau
tunggal.
Dengan termangu mangu dia mengawasi huruf tersebut
sambil berpikir.
"Apakah arti kata dari huruf To itu? Apakah julukan dari
pembunuh ayahnya..? Ataukah menunjukkan nama marga
orang itu?"
Dengan cepat dia memeras otak berusaha untuk mencari
diantara nama-nama tokoh persilatan yang pernah
diberitahukan ayah-nya selama ini, apakah ada yang
berjulukan dengan huruf To "ataupun menggunakan nama
marga To-.
Tapi dia kecewa, tak seorangpun diantara jago-jago yang
teringat olehnya mempergunakan julukan itu, diapun tak
tahu apakah di kolong langit terdapat orang yang
menggunakan nama marga To.
Akhirnya dia meletakkan kembali lampu lentera itu ke
atas meja, membopong jenazah ayahnya ke atas
pembaringan, kemudian sambil duduk di sisinya dia
menangis tersedu sedu.
Sambil menangis dia berdoa kepada ayah-nya agar
membantunya dalam pencarian orang yang menggunakan
huruf "tunggal" pada julukan atau namanya . . . .
Mata tunggal
Mendadak bayangan manusia berjubah hitam, berwajah
seram dan bermata tunggal itu melintas kembali dalam
benaknya.
http://kangzusi.com/
Lan See giok segera berhenti menangis, dengan kobaran
api dendamsegera gumam nya.
"Betul, sudah pasti si manusia bermata tunggal itu- sudah
pasti keparat itu”
Tapi diapun teringat, pula dengan orang yang telah
menggeledah sakunya ketika ia pingsan karena sedih tadi,
siapa pula orang itu? Apakah dia bukan pembunuh
ayahnya?
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia
merasa bila ingin mengetahui siapakah pembunuh ayahnya,
dia harus mencari ke belakang dinding ruangan itu serta
menemukan orang yang telah menghantamnya sampai
pingsan itu.
Mendadak dia melompat bangun dan segera lari menuju
ke dalam kamar tidurnya.
Setitik cahaya terarah mencorong masuk lewat lubang
angin dalam kamarnya, ternyata fajar telah menyingsing.
Selangkah demi selangkah dia berjalan menuju ke depan
pembaringan, kemudian berjongkok ke bawah, di situ
hanya dijumpai segumpal darah, sedangkan orang yang
bersembunyi di sana telah dilarikan si manusia bermata
tunggal itu.
Dalam sekejap mata saja dia lantas menaruh curiga
terhadap orang yang telah dilarikan si mata tunggal itu, dia
curiga bukan saja orang itu telah menyimpan barang yang
hendak didapatkannya, bahkan curiga kalau orang itu telah
menyaksikan adegan sewaktu ayahnya terbunuh.
Dengan termangu Lan See giok mengawasi senjata gurdi
emas yang menembusi dinding ruangan itu, baru pertama
kali ini dia mengetahui betapa tajamnya senjata gurdi emas
tersebut.
http://kangzusi.com/
Ia berjalan ke luar dari ruangan, mengerahkan segenap
tenaganya untuk membetot keluar senjata gurdi tersebut,
kemudian menggulungnya dan dimasukkan ke dalam saku,
dia bertekad hendak menggunakan senjata gurdi emas milik
ayahnya untuk membinasakan pembunuhan keji tersebut.
Sekarang dia merasa kemungkinan si manusia bermata
tunggal itulah pembunuh ayahnya yang terbesar, kemudian
orang yang menggeledah tubuhnya merupakan orang kedua
yang perlu dicurigai, sedangkan orang yang bersembunyi di
belakang dinding dan belakang meja serta si kakek tunggal
paling kecil kemungkinannya.
Walaupun begitu, dia masih tetap menaruh curiga
terhadap kakek berjubah kuning yang berwajah ramah itu,
dia tak tahu apakah orang itulah yang telah menghajarnya
sampai pingsan atau bukan.
Selain itu, diapun tak habis mengerti siapakah orang
yang kemungkinan besar sempat mengikuti adegan
pembunuhan terhadap ayahnya.
Dalam keadaan begini dia, lantas berpendapat bahwa ia
harus pergi menuju ke dusun Hong hi cun mencari si kakek
berjubah kuning itu dan mencari keterangan darinya, lagi
pula kakek itupun pernah berjanji dia akan menerangkan
sebab musabab terjadinya pembunuhan terhadap ayahnya
itu.
Setelah mengambil keputusan, buru-buru dia menuju ke
sisi pembaringan di mana jenazah ayahnya berbaring, dia
hendak membawa jenazah ayahnya menuju ke ruang dalam
dan membaringkannya bersama dengan jenazah ibunya.
Belum lagi dia berbuat sesuatu mendadak terdengar lagi
suara ujung baju yang terhembus angin berhembus tiba.
http://kangzusi.com/
Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera
berpikir
"Siapa lagi yang datang?"
Mendadak . . . . . terdengar suara isak tangis yang amat
keras berkumandang datang dari pintu masuk ruangan
kuburan itu.
Dengan perasaan terperanjat Lan See giok segera
berpaling, ia saksikan sesosok bayangan manusia diiringi
suara isak tangis yang parau bergema tiba dengan kecepatan
luar biasa.
Cepat sekali gerakan tubuh bayangan hitam itu, hanya di
dalam waktu sekejap ia telah tiba di sana.
Lan See-giok dibuat kalut juga pikirannya setelah
menyaksikan kejadian itu, untuk menyembunyikan diri tak
sempat lagi.
Tampaklah bayangan hitam itu segera menubruk ke
depan jenazah yang berada di atas pembaringan dan
menangis tersedu sedu, sebuah benda tiba-tiba terjatuh ke
tanah.
Oleh kejadian yang berlangsung sangat mendadak dan di
luar dugaan ini, Lan See giok hanya bisa berdiri termangu
mangu dan untuk sesaat tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Ketika ia mencoba untuk mengamati benda yang terjatuh
ke tanah, ternyata isinya adalah sebuah keranjang bambu
yang penuh berisikan hio, lilin dan uang kertas.
Ketika dia mengawasi pula orang yang sedang menangis
di depan jenazah ayahnya, ternyata orang itu adalah
seorang kakek kurus kering yang berbaju abu-abu, berambut
putih dan bertelinga tunggal.
http://kangzusi.com/
Waktu itu, dengan suara yang parau si kakek bertelinga
tunggal itu menangis tiada hentinya.
"Ooooh adik Khong-tay . . . sungguh mengenaskan
kematianmu ini . . . oooh . . . betapa sengsaranya engkoh
tua mencari dirimu . . ."
Begitu mengetahui kalau orang itu adalah sahabat karib
ayahnya, kontan saja Lan See -giok merasakan kesedihan
yang tak terkendalikan, dia segera menubruk ke tubuh
kakek itu dan turut menangis tersedu sedu.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan kuburan itu sudah
dipenuhi oleh isak tangis yang mengenaskan, suasana
begitu sedih dan penuh kepedihan membuat siapapun akan
turut beriba hati bila melihatnya.
Dalam isak tangisnya, Lan See giok merasa ada sebuah
tangan yang kurus kering sedang membelai kepalanya
dengan penuh kasih sayang, bersamaan itu pula terdengar
kakek bertelinga tunggal itu berseru sambil menangis
terisak:
"Anak Giok, anak yang patut dikasihani.."
Kata selanjutnya tak bisa dilanjutkan karena suaranya
menjadi sesenggukan dan tersendat sendat.
Mendengar panggilan "Anak Giok" yang mesra itu, isak
tangis Lan See giok semakin menjadi.
Walaupun dalam ingatannya dia belum pernah
mendengar ayah ibunya pernah berbicara tentang seorang
empek yang bertelinga tunggal, namun sejak kehilangan
ayahnya, inilah panggilan mesra pertama yang didengar
olehnya.
http://kangzusi.com/
Itulah sebabnya pula dalam hati kecilnya segera menaruh
perasaan yang akrab terhadap kakek ceking bertelinga
tunggal ini.
Terdengar kakek ceking itu berkata dengan penuh kasih
sayang.
"Anak Giok, jangan menangis, bangunlah, biar empek
tua melihat wajahmu. . sudah sepuluh tahun lebih kita
berpisah, sungguh tak nyana kalau kau sudah tumbuh
menjadi begini dewasa. ."
Air mata Lan See giok ibaratnya anak sungai yang
meluap, tanpa terasa lagi dia memeluk tubuh kakek ceking
bertelinga tunggal itu semakin kencang.
Kembali kakek itu menghela napas sedih lalu bisiknya
agak gemetar :
"Anak Giok, anak yang patut dikasihani.."
Sambil berkata dia lantas membopong tubuh Lan Seegiok
dan membangunkannya.
Lan See-giok masih saja menangis tersedu-sedu . . . .
Dengan penuh kasih sayang kakek bertelinga tunggal itu
menyeka air mata yang membasahi pipinya.
Lan See-giok belum sempat melihat raut wajah empek
tuanya ini, ketika dia mendongakkan kepalanya dan
mengamati dengan seksama, tiba-tiba timbul suatu perasaan
seram dalam hatinya, ternyata kakek ceking bertelinga
tunggal ini mempunyai wajah berbentuk kuda, beralis
botak, mata sesat, mulut, tipis tak berjenggot, tulang kening
lancip serta hidung melengkung seperti paruh elang.
Tampang semacam ini seratus persen adalah tampang dari
seorang manusia sesat.
http://kangzusi.com/
Setelah menangis sekian lama, walaupun di atas
wajahnya yang penuh keriput tak nampak basah oleh air
mata, namun sepasang mata sesatnya yang penuh kelicikan
telah berubah menjadi merah membara.
Lan See giok benar-benar tidak percaya dengan
pandangan matanya, dia tak mengira kalau seorang yang
bersuara lembut, bersikap hangat dan penuh kasih sayang
itu ternyata memiliki raut wajah yang menyeramkan serta
menggidikkan hati.
Tapi bukankah di dunia ini tak sedikit manusia berwajah
jelek dan menyeramkan yang justru berhati bajik dan mulia?
Berpikir demikian, agak lega juga perasaan hatinya.
Menyaksikan Lan See giok hanya mengamatinya terus
tanpa berkedip, dengan nada penuh kasih sayang kakek
bertelinga tunggal itu segera menegur:
"Anak Giok, sudah tidak kenal lagi dengan empek tua?"
Sambil berkata, tangannya yang kurus kering itu tiada
hentinya meraba bahu maupun punggung Lan See giok.
Anak itu menatap sekejap si kakek, lalu mengangguk
jujur.
Kakek bertelinga tunggal itu segera tertawa getir, katanya
dengan sedih:
"Yaa. ini memang tak dapat menyalahkan kau, sudah
sepuluh tahun lebih kita tak pernah bersua, waktu itu kau
masih seorang anak cilik yang tak tahu apa-apa.."
Berbicara sampai di situ, sepasang mata sesat nya segera
melirik sekejap ke arah mayat Lan Khong tay, kemudian
sambungnya lebih jauh:
"Anak Giok, apakah ayahmu belum pernah
membicarakan tentang diriku kepadamu?"
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasa kurang leluasa untuk menjawab
secara terus terang, maka sahutnya:
"Ayah memang seringkali membicarakan tentang nama
dan empek yang banyak sekali jumlahnya, sayang anak
Giok bodoh dan tak bisa mengingat terlalu banyak."
Mendengar jawaban tersebut, si kakek bertelinga tunggal
itu segera tertawa bangga.
Tapi menyaksikan kening Lan See giok berkerut
kencang, dia segera menarik kembali senyumnya dan
berkata lagi dengan sedih:
"Anak Giok, cepat kau pungut hio dan lilin itu, mari kita
bersembahyang di depan jenazah ayahmu .."
Berbicara sampai di situ, dia lantas membungkukkan
badan dan memunguti lebih dulu kertas uang, hio dan lilin.
Tergerak hati Lan See giok setelah menyaksikan bendabenda
itu, dengan cepat dia berseru:
"Empek tua, sudah sepuluh tahun lebih kau berpisah
dengan ayahku, darimana kau bisa tahu kalau ayah dan
anak Giok tinggal di sini? Dari mana pula kau bisa tahu
kalau ayahku tewas?"
Kakek bertelinga tunggal itu sedikitpun tidak gugup,
sahutnya dengan pelan:
"Anak Giok, sudah sepuluh tahun lebih empek mencari
ayahmu, semalam ketika aku berada di kota sebelah depan
sana, tiba-tiba kudengar di luar penginapan ada orang
sedang membentak-bentak, ketika empek lari ke luar,
ternyata orang itu adalah To-kak-thi koay (Tongkat besi
kaki tunggal) Gui Pak -ciang, seorang musuh bebuyutan
ayahmu di masa lalu.."
http://kangzusi.com/
Tergerak kembali perasaan Lan See giok, cepat dia
menimbrung:
"Empek maksudkan seorang kakek bertongkat besi yang
kehilangan kaki sebelah kiri nya?"
Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak tertegun,
kemudian serunya tidak habis mengerti:
"Apa? Jadi kau kenal dengan dia?"
Menyinggung soal itu, Lan See giok segera teringat
kembali akan perbuatan si Toya besi berkaki tunggal Gui
Pak ciang yang telah menusuk tubuhnya dengan toya besi
tersebut, dengan kening berkerut serunya penuh rasa
dendam.
"Dua jam berselang, dia telah datang ke mari!"
Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap
wajah Lan See giok yang diliputi hawa amarah, kemudian
dengan paras muka berubah hebat pikirnya:
"Tebal amat hawa pembunuhan dari anak ini .."
Kemudian sambil menghela napas sedih katanya lebih
jauh.
"Benar, aku tahu kalau kalian tinggal di sini dan tahu
juga kalau adik Khong tay telah tewas, aku tahu karena dia
yang memberitahukan hal itu kepada empek, waktu itu aku
merasa sedih sekali, sehingga setelah mencari keterangan
jalan kemari, akupun membeli hio dan lilin, langsung
berangkat ke mari.."
Kemarahan dan rasa dendam Lan See -giok segera
berkobar lagi, tiba-tiba ia berpaling ke arah kakek bertelinga
tunggal itu, lalu bertanya dengan sedih:
"Empek, apakah kau tidak bertanya kepadanya siapa
yang telah membinasakan ayahku?"
http://kangzusi.com/
Sekali lagi kakek bertelinga tunggal itu merasakan
hatinya bergetar keras sesudah menyaksikan sorot mata Lan
See-giok yang tajam bagaikan sembilu, ia merasa walaupun
usia Lan See giok hanya belasan tahun, tapi paling tidak ia
sudah memiliki tenaga dalam sebesar sepuluh tahun hasil
latihan, suatu kehebatan yang luar biasa.
Maka sambil menunjukkan perasaan sedih dan pedih,
dia menjawab:
"Sebodoh-bodohnya empek, tak nanti aku akan lupa
menanyakan persoalan yang maha penting ini, menurut dia,
sewaktu ia memasuki kuburan ini dibalik kegelapan tampak
sesosok bayangan manusia yang menyembunyikan diri,
setelah dilakukan pengejaran sampai di dalam hutan,
barulah diketahui kalau orang itu adalah To pit him
(beruang berlengan tunggal) Kiong Tek cong.."
Mendengar nama "Beruang berlengan tunggal", tergerak
hati Lan See giok, dengan cepat ia menjadi sadar kembali
apa sebabnya orang itu setelah menotok jalan darahnya,
tetap meraba pula dengan tangan kanan, rupanya dia
adalah seorang yang berlengan tunggal.
Teringat akan "berlengan tunggal," dia lantas terbayang
kembali dengan huruf "tunggal" yang digoreskan ayahnya
di atas tanah.
Tapi sekarang telah muncul seorang berkaki tunggal,
seorang berlengan tunggal, dan seorang lagi bermata
tunggal, siapakah yang dimaksudkan ayahnya sebagai
"tunggal" tersebut?
Dengan keterangan yang diperolehnya dari si kakek yang
bertelinga tunggal ini, maka dia mulai merasa ragu lagi
terhadap kesimpulan nya semula yang menduga si manusia
bermata tunggal itulah pembunuh ayahnya.
http://kangzusi.com/
Karenanya dengan kening berkerut dia mulai memutar
otak untuk melakukan analisa, sebenarnya pembunuh
ayahnya itu si Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong
ataukah si manusia bermata tunggal?
Tapi akhirnya dia menarik kesimpulan, kemungkinan
yang paling besar adalah si Beruang berlengan tunggal.
Tapi sewaktu si manusia bermata tunggal memasuki gua
tadi, ia masuk dengan terburu -buru, bahkan melirik ke arah
ayahnya pun tidak, sebaliknya langsung menuju ke
pembaringan dan melakukan pemeriksaan, bukankah hal
ini membuktikan kalau ia sudah pernah datang satu kali di
situ?
Dalam pada itu si kakek bertelinga tunggal sedang
memasang hio sambil diam-diam mengawasi Lan See giok
yang sedang berdiri termenung. .
Tiba-tiba ia mendengar bocah itu sedang berguman.
"Tapi. . . mengapa dia balik lagi untuk menggeledah
pembaringan serta lubang angin?"
Dengan perasaan tidak habis mengerti si kakek bertelinga
tunggal itu segera menimbrung:
"Anak Giok, siapakah yang kau maksud kan?".
Lan See giok berusaha menenangkan hatinya, lalu
berpaling sambil bertanya:
"Empek tua, apakah kau kenal dengan seorang manusia
bermuka hijau, bergigi taring dan bermata tunggal?"
Paras muka kakek bertelinga tunggal itu berubah hebat,
tampaknya dia merasa terkejut sekali, kemudian serunya
dengan cemas:
"Apa? Iblis keji itupun telah datang?"
http://kangzusi.com/
Dari mimik wajah kakek itu, Lan See giok segera tahu
kalau manusia bermata tunggal itu adalah seorang manusia
yang sangat lihay, dia lantas manggut-manggut.
"Empek, siapakah orang itu?" serunya.
"Dia adalah seorang iblis yang amat termasyhur
namanya di dalam golongan putih maupun golongan
hitam, orang menyebut nya sebagai To gan liau pok (setan
buas bermata tunggal) Toan Ki tin".
Sambil menjawab, dia lantas membawa hio dan berjalan
ke depan pembaringan.
Lan See giok masih saja berdiri termangu -mangu sambil
membawa uang kertas tersebut, dia lupa menderita, tiada
air mata dalam kelopak matanya, ia sudah dibikin
kebingungan oleh teka teki yang berada di hadapannya. . .
Diam-diam kakek bertelinga tunggal itu melirik sekejap
ke arah Lan See giok kemudian serunya:
"Anak giok, cepat kau bakar uang kertas itu!"
Lan See giok segera tersadar kembali dan maju
mendekat, tapi apa yang kemudian tertera di hadapannya
membuat ia menjadi terkejut sehingga paras mukanya
berubah.
Ternyata kakek bertelinga tunggal itu telah menancapkan
hio tadi ke atas tiang kayu di ujung pembaringan, dilihat
dari sini dapat diketahui kalau tenaga dalamnya benarbenar
sangat lihay.
Dengan air mata bercucuran Lan See giok segera
berseru.
"Oooh empek tua, mengapa kau tidak mau datang sehari
lebih pagian, jika empek ada di sini, niscaya ayah tak
sampai dicelakai orang."
http://kangzusi.com/
"Aaai . . . anak Giok, inilah yang dinamakan takdir,
kalau aku tidak bertemu dengan To kak- thi-koay Gui Pak
ciang secara kebetulan, empek malah tidak tahu kalau
kalian berdiam di dalam kuburan rahasia ini."
Setelah hening sejenak, tiba-tiba Lan See- giok bertanya
lagi:
"Empek, tahukah kau, apa sebabnya ayahku pindah ke
dalam kuburan kuno ini?"
Kakek bertelinga tunggal itu nampak agak sangsi,
kemudian sahutnya:
"Keadaan yang sebenarnya tidak begitu kuketahui, tapi
menurut sementara orang persilatan, mereka menduga
ayahmu telah berhasil menemukan sejilid kitab Cinkeng
ketika berada di bawah puncak Giok li hong di bukit Hoa
san . . . ".
Menyinggung soal puncak Giok li hong di bukit Hoa
San, Lan See giok teringat kembali akan kakek berbaju
kuning yang berwajah ramah itu, dia mengatakan kalau
telah bertemu dengan ayahnya di bawah puncak Giok li
hong.
Sementara dia masih termenung, kakek bertelinga
tunggal itu telah bertanya lagi dengan ramah.
"Anak Giok apakah ayahmu pindah ke mari benar-benar
dikarenakan persoalan tersebut?
Dengan cepat bocah itu menggeleng.
"Tidak, anak Giok tidak tahu, tapi belum pernah
kusaksikan ayahku membaca kitab Cinkeng apapun . . ."
Belum selesai Lan See-giok menjawab, dengan senyum
ramah kakek bertelinga tunggal itu telah menukas, katanya:
http://kangzusi.com/
"Sekalipun namanya kitab Cinkeng, sesungguhnya tak
lebih cuma sebuah kotak kecil ."
Mendengar sampai di situ, Lan See-giok hampir saja tak
sanggup menahan diri, jantungnya berdebar semakin keras.
Mencorong sinar terang dari balik mata si kakek yang
sesat, di atas wajahnya yang menyeramkan terpancar pula
sinar kerakusan, tapi sejenak kemudian katanya lagi sambil
tertawa ramah:
"Anak Giok, pernahkah kau menyaksikan kotak kecil
itu?"
Lan See-giok merasakan jantungnya semakin keras, dia
merasa walaupun kakek bertelinga tunggal ini adalah
sahabat karib ayahnya, tapi ia merasa tak baik untuk
mengungkap persoalan tersebut sekarang.
Maka setelah ragu-ragu sebentar, sahutnya agak
tergagap:
"Anak Giok belum pernah menyaksikannya!"
Selesai berkata dia lantas menundukkan kepalanya
dengan perasaan malu dan menyesal.
Sedang si kakek bertelinga tunggal itu nampak berubah
hebat paras mukanya, keningnya berkerut dan mata
sesatnya melotot besar, senyuman menyeringai segera
menghiasi wajahnya, tampang yang pada dasarnya sudah
menyeramkan, kini semakin menakutkan lagi.
Tenaga dalamnya segera dihimpun ke dalam telapak
tangan kanannya yang kurus kering, kelima jari tangannya
yang di pentangkan bagaikan cakar pelan-pelan di ang-kat
ke angkasa.
Sedang Lan See-giok sendiri, waktu itu merasa menyesal
sekali karena telah berbohong, saking malunya dia sampai
http://kangzusi.com/
tak berani mendongakkan kepalanya lagi, dia merasa tidak
seharusnya berbohong terhadap seorang empek sahabat
karib ayahnya yang sudah sepuluh tahun lebih mencari
mereka.
Si kakek bertelinga tunggal itu sudah mengejangkan
seluruh kulit mukanya, tangan kanannya yang ceking dan
penuh disertai tenaga dalam itu sudah di angkat melampaui
bahunya.
Tapi kemudian berkilat sepasang matanya, wajah yang
semula menyeringai serampun kini pulih kembali seperti
sedia kala. senyuman licik menghiasi ujung bibirnya. tangan
kanannya yang sudah dipersiapkan seperti cakar setanpun
diturunkan kembali ke bawah.
Kemudian dengan suara yang tetap ramah dan lembut
dia berkata:
"Tentu saja, terhadap masalah sepenting ini, apalagi
menyangkut benda mestika dari dunia persilatan, mana
mungkin dia akan perlihatkan kepada seorang anak yang
tak tahu urusan seperti kau.."
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Apa lagi sekalipun kau tahu juga tak akan memahami
betapa pentingnya benda tersebut."
Lan See giok segera mengiakan berulang kali untuk
menutup ketidak tenangan di dalam hatinya.
Kakek bertelinga tunggal itu memandang sekejap ke arah
jenazah yang berbaring di atas pembaringan, kemudian
kembali dia berkata:
"Anak Giok, orang bilang masuk ke tanah akan
membuat yang tiada menjadi tenteram, kita harus segera
mengebumikan jenazah ayahmu ini”
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasakan hatinya amat sakit bagaikan
diiris-iris dengan pisau belati, ia mendongakkan kepalanya
dan memandang jenazah ayahnya sekejap, kemudian
katanya:
"Anak Giok bermaksud untuk membaringkan jenazah
ayahku di samping jenazah ibuku di dalam kuburan sana”
"Apakah kau tahu jalan menuju ke dalam kuburan
sana?" tidak menunggu bocah itu menyelesaikan kata
katanya, si kakek bertelinga tunggal itu telah menukas lebih
dulu.
Tanpa ragu Lan See giok mengangguk, tapi sorot
matanya masih tetap menatap jenazah ayahnya.
"Setiap tahun disaat hari kematian ibuku, ayah pasti
mengajak Giok ji masuk ke dalam untuk menengok wajah
ibu."
Berbicara sampai di situ, dua baris air mata segera jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Kejut dan girang segera menyelimuti wajah jelek kakek
bertelinga tunggal itu, dengan tak sadar dia segera berseru.
"Kalau memang begitu, mari kita segera turun tangan"
Tidak menunggu pendapat dari Lan See- giok lagi, buruburu
dia menuju ke depan pembaringan dan membopong
bangun jenazah dari si Gurdi emas peluru perak Lan Khong
tay, kemudian melanjutkan:
"Giok ji, kau jalan di muka!"
Lan See giok pun merasa ada baiknya untuk segera
mengirim jenazah ayahnya ke dalam kuburan, maka sambil
mengangguk dia berjalan lebih dulu menuju ke sebuah
lorong.
http://kangzusi.com/
Kakek bertelinga tunggal itu hampir saja tak sanggup
mengendalikan gejolak emosi dalam dadanya, sehingga
wajahnya nampak berseri, sambil membopong jenazah Lan
Khong-tay ia segera mengikuti di belakang Lan See giok
kencang kencang.
Kedua orang itu dengan menelusuri lorong yang gelap
segera berputar ke kiri berbelok ke kanan, berjalan terus
tiada hentinya . .
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah
persimpangan jalan, di kedua belah samping lorong itu
terdapat dinding yang berbentuk hampir sama, dan di sana
terdapat pintu besi yang besarnya hampir sama tertutup
rapat.
Melihat hal itu, si kakek bertelinga tunggal itu nampak
sangat gelisah, apa lagi setelah menyaksikan Lan See-giok
berjalan dengan langkah yang amat berhati - hati, dengan
cepat dia alihkan Lan Kong thay ke bawah ketiaknya.
Maka setiap kali mereka melakukan belokan dia lantas
mengerahkan tenaga dalamnya ke ujung jari dan diam-diam
membuat sebuah tanda di atas dinding gua tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah melalui
tujuh buah ruangan batu berbentuk persegi serta tiga puluh
ruang kuburan kosong yang amat besar, akhirnya di depan
sana muncul setitik cahaya yang amat redup dibalik
kegelapan.
Tergerak hati kakek bertelinga tunggal itu, dia tahu di
depan sana adalah tempat yang mereka tuju, buru-buru
jenazah Lan Khong tay dibopong dengan baik.
Saat itulah Lan See giok telah berpaling sembari berkata.
"Empek, di depan situlah terletak kuburan ibuku!"
http://kangzusi.com/
Kemudian, sewaktu dilihatnya kakek itu membopong
jenazah ayahnya dengan amat hormat, dia menjadi terharu
sekali. segera ujarnya lebih jauh.
"Empek, tahukah kau bahwa kuburan raja ini berada
dalam keadaan kosong? Hanya kuburan inilah baru benarbenar
merupakan kuburan Leng ong- “
Tak terlukiskan rasa girang kakek bertelinga tunggal itu
setelah mendengar ucapan tersebut, sampai lama kemudian
ia baru berkata dengan suara gemetar.
"Empek tahu . . . ."
ooo0dw0ooo
BAB 3
RAHASIA TERCURINYA PEDANG
DENGAN wajah tertegun Lan See giok segera berpaling
dan memandang sekejap ke arah kakek bertelinga tunggal
itu.
Dengan cepat kakek itu tahu kalau dia telah salah
berbicara, satu ingatan dengan cepat melintas dalam
benaknya, ujarnya dengan penuh kesedihan.
"Sesudah sepuluh tahun lebih empek mencari orang
tuamu, meskipun tak bisa bertemu dalam keadaan hidup,
tapi asal aku bisa melihat wajah ibumu yang sudah lama
tiada pun rasanya tidak sia-sia belaka perjalananku selama
puluhan tahun ini"
Lan See giok segera mengucurkan kembali air matanya
karena ia sedih. Sementara pembicaraan sedang
berlangsung, mereka sudah tiba di suatu tempat yang
bersinar itu.
http://kangzusi.com/
Sebuah pintu besi yang tinggi besar berdiri angker di
hadapan mereka, pintu itu tertutup rapat sementara di
sebelah kiri dan kanannya masing-masing terdapat sebuah
ruangan batu.
Di atas pintu besi itu terdapat sebuah mutiara yang
memancarkan cahaya berkilauan.
Lan See giok segera menyeka air mata dan berjalan
masuk ke dalam ruangan batu di sebelah kiri.
Sementara itu kakek bertelinga tunggal sedang
mengawasi gerak gerik, bocah itu dengan seksama, paras
mukanya yang jelek dan licikpun mengikuti setiap
perubahan dari Lan See giok berubah ubah.
Pelan-pelan Lan See giok berjalan menuju ke sudut
ruangan sebelah dalam lalu menyingkapkannya ke atas.
Batuan yang berada di sana paling tidak mencapai dua
tiga ratus kati beratnya, tapi nyatanya Lan See giok dengan
sepasang tangannya dapat mengangkat batu itu secara
mudah, hal ini kontan saja membuat kakek itu berubah
wajah dan terperanjat sekali.
Menurut penilaiannya secara diam-diam, paling tidak
tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok telah mencapai
sepuluh tahun kesempurnaan.
Selintas hawa napsu membunuh segera menghiasi wajah
yang jelek, dengan cepat pikirnya:
"Jelas dia merupakan bibit bencana, manusia semacam
ini tak boleh diampuni dengan begitu saja"
Ia menyaksikan pula sebuah gelang besar berwarna
hitam yang berkilat berada di bawah batu itu dan menempel
di atas tanah.
http://kangzusi.com/
Lan See giok segera menggenggam gelang itu, kemudian
membentak keras sambil membetotnya ke atas, gelang itu
dengan cepat terangkat ke atas menyusul munculnya seutas
rantai besar.
Mendadak.. dari bawah tanah sana berkumandang suara
gemerincing yang amat ramai.
Menyusul kemudian pintu besi yang tinggi besar itu
pelan-pelan bergeser kedua belah samping dengan
menimbulkan suara gemericit yang berat.
Kakek bertelinga tunggal itu segera merasakan ada
segulung hawa dingin yang menusuk tulang memancar ke
luar dari balik pintu tersebut, tanpa terasa sekujur badannya
gemetar keras.
Di balik pintu merupakan sebuah lorong yang
panjangnya dua kaki, di ujung lorong sana merupakan
sebuah dinding lagi, di bagian tengah dinding terdapat
sebaris batu permata sebesar kepalan yang memancarkan
cahaya berkilauan.
Waktu itu pintu besi sudah terbuka lebar, Lan See-giok
telah masuk pula ke dalam ruangan, kepada kakek
bertelinga tunggal itu segera serunya:
"Empek tua, mari kita masuk!"
Sembari berkata, dia lantas berjalan masuk lebih dulu ke
dalam pintu besi tersebut.
Kakek bertelinga tunggal itu manggut-manggut, dia
segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan hawa
dingin yang mencekam, kemudian mengikuti di belakang
Lan See giok.
Setibanya di ujung lorong sana, terlihatlah di kiri dan
kanan lorong terdapat pula sebuah pintu besi.
http://kangzusi.com/
Lan See giok berjalan ke pintu sebelah kiri, kemudian
mendorongnya dengan sepenuh tenaga, pintu besi itu pelanpelan
menggeser ke samping dan terbuka lebar.
Hawa dingin yang mengalir ke luar dari gua tersebut
terasa makin lama semakin tebal. Sekalipun kakek
bertelinga tunggal itu sudah melawan dengan mengerahkan
tenaga dalamnya, namun ia masih terasa kedinginan
bagaikan berada dalam gudang es, tanpa terasa pikirnya:
"Tak heran kalau jenazah yang disimpan di sini tidak
membusuk, suhu udaranya saja sudah begini dinginnya."
Setelah memasuki pintu besi, di hadapan mereka
terbentang selapis kain tirai yang sangat tebal.
Lan See giok segera menyingkap kain tirai itu lalu
berbisik:
"Empek, masuklah lebih dulu!"
Tanpa sangsi kakek itu membungkukkan badan dan
sambil membopong jenazah Lan Khong-tay masuk ke
dalam, cahaya di dalam kuburan itu sangat redup, ditengah
langit-langit terdapat sebuah mutiara merah sebesar telur
itik, untuk sesaat suasana di dalam sana masih terasa
remang-remang dan tidak jelas.
Dinginnya udara dalam ruangan itu segera membuat
kakek bertelinga tunggal itu merasakan tangan maupun
wajahnya sakit bagaikan disayat-sayat pisau, sebelum daya
penglihatannya pulih kembali, dia tak berani masuk ke
dalam secara gegabah.
Dengan wajah serius Lan See-giok menurunkan kembali
tirai itu, lalu bisiknya:
"Empek, sebentar lagi kau akan melihat dengan jelas."
http://kangzusi.com/
Kakek bertelinga tunggal itu memang sudah lama
mendengar kalau dalam kuburan raja terdapat banyak
barang mestika yang tak ternilai harganya, hanya saja
dikarenakan kuburan jebakan kelewat banyak, bahayanya
juga besar, maka jarang sekali ada orang yang berani masuk
ke sana.
Dan kini, dia telah memasukinya, hal tersebut benarbenar
merupakan suatu kejadian yang tak pernah diduga
sebelumnya. . .
Lambat laun dari satu kaki di depannya muncul setitik
cahaya bersilang yang aneh sekali.
Ketika cahaya silang itu diperhatikan lagi dengan
seksama, ternyata benda itu adalah sepasang pedang
berkain kuning yang diletakkan bersilang.
Kedua bilah pedang itu diletakkan di atas sebuah hiolo
kecil terbuat dari tembaga yang diletakkan di atas meja
batu, di kedua belah sisi hiolo kecil itu terletak sebuah kotak
kecil yang terbuat dari emas.
Memandang semua benda gemerlapan yang berada di
sana, sekali lagi sepasang mata sesat dari kakek bertelinga
tunggal itu memancarkan cahaya tajam, sifat kerakusannya
muncul kembali, seakan akan lupa dengan jenazah Lan
Khong tay yang masih berada dalam pelukannya dia maju
ke depan. .
Mendadak terdengar Lan See giok berbisik lirih.
"Empek, dari peti tembaga ke tiga belok ke sebelah
kanan."
Selesai berkata ia maju ke depan lebih dulu
Teguran itu segera menyadarkan kembali si kakek
bertelinga tunggal dari kekhilafannya, cepat dia amati
http://kangzusi.com/
dengan lebih seksama lagi, sekarang baru terlihat olehnya
kalau di sebelah kiri dan kanan meja batu di mana pedang
tersebut terletak, masing-masing membujur beberapa buah
peti mati tembaga.
Maka dia segera maju ke depan dan mengikuti di
belakang Lan See- giok.
Kini sepasang mata kakek bertelinga tunggal itu sudah
terbiasa melihat dalam kegelapan ia saksikan pula sebuah
peti mati raksasa yang terbuat dari kaca kristal.
Diam-diam Lan See giok merasa agak tak senang hati
juga melihat tindak tanduk kakek bertelinga tunggal itu
setelah berada di sana dan celingukan ke sana kemari, sikap
tersebut seakan akan sudah lupa dengan tujuan kedatangan
yang sebenarnya di sana, tapi diapun tidak menegur
ataupun mengucapkan sesuatu.
Sebab dia masih ingat, sewaktu ia masuk ke sana untuk
pertama kalinya dulu, waktu itupun dia merasa keheranan
dan ingin tahu malah tidak berada di bawah empek
bertelinga tunggal ini.
Maka tanpa banyak berbicara lagi dia menghampiri
sebuah peti mati tembaga dan melongok sekejap wajah
ibunya yang berbaring di dalam, lalu dengan air mata
bercucuran bisiknya:
"Ibu, ayah telah datang untuk menemani mu ..".
Kakek bertelinga tunggal itu segera menarik kembali
pandangannya dan menundukkan kepala, dia jumpai
sebuah peti mati tembaga yang besar dan cukup memuat
dua orang membujur di hadapannya.
Peti mati tembaga itu terbuat dari batu kristal sehingga
raut wajah seorang perempuan setengah umur yang berada
di sebelah kanan peti mati itu dapat terlihat jelas.
http://kangzusi.com/
Sambil menangis tersedu sedu, pelan-pelan Lan See giok
menggeser penutup peti mati itu ke samping, hingga dengan
begitu wajah perempuan setengah umur yang berada dalam
peti mati itupun dapat terlihat semakin jelas.
Perempuan itu berhidung mancung dan berbibir kecil,
meski matanya terpejam dan mukanya putih bagaikan
kemala namun tak bisa disangkal lagi kalau perempuan itu
adalah seorang perempuan cantik.
Iapun menjumpai paras muka Lan See giok mirip sekali
dengan wajah perempuan setengah umur yang berbaring
dalam peti mati itu.
Lan See giok tak dapat mengendalikan rasa sedihnya
lagi, dia segera menjerit tertahan:
"Ibu!"
Kemudian diapun memeluk kepala ayah-nya sambil
menangis terisak sebelum akhirnya empek bertelinga
tunggal membopong jenazah ayahnya untuk dibaringkan di
sisi jenazah ibunya.
Tampaknya kakek bertelinga tunggal itu sangat bernapsu
dengan sepasang pedang serta sepasang kotak kecil di meja
batu, ketika Lan See-giok sedang berlutut sambil menangis,
diam-diam dia meninggalkan tempat itu dan mendekati
meja batu tersebut.
Ketika melewati sisi beberapa buah peti mati tembaga
yang membujur di sana, ia saksikan pula banyak sekali
ukiran-ukiran bocah lelaki dan perempuan dengan pakaian
yang perlente tergeletak di situ, sekilas pandangan saja
dapat diketahui kalau semua benda itu terbuat dari bahan
berharga.
http://kangzusi.com/
Barulah pada peti mati tembaga yang ke empat dia
jumpai jenazah dari seorang pemuda dan gadis yang
sesungguhnya.
Kakek bertelinga tunggal itu segera berjalan mendekati
peti mati kaca kristal itu. kemudian melongok ke dalamnya,
ternyata di peti mati itu adalah Raja Leng ong serta
permaisurinya.
Sang raja mengenakan kopiah kebesaran- dengan jubah
kuning bersulamkan naga, jenggotnya yang hitam terurai
sepanjang dada, ia nampak masih amat segar.
Di sisinya berbaring permaisuri yang nampak masih
amat muda, paling banter umurnya baru dua puluh enamtujuh
tahunan, wajahnya cantik dan senyuman dikulum, ia
nampak sangat tenang, jelas perempuan ini dipaksa mati
untuk menemani suaminya.
Kakek bertelinga tunggal itu memandang sekejap ke arah
jenazah Leng-ong yang berada dalam peti mati, kemudian
sambil menyeringai seram pikirnya.
"Hmm . . sekarang kau boleh berbaring nyaman di situ,
tapi suatu saat bila lohu sudah merasa ajalku hampir tiba,
saat itulah kau harus ke luar dari situ karena tempatmu
akan kugunakan . . . "
Berpikir sampai di situ, dia lantas berjalan menuju ke
depan kain kuning berisi sepasang pedang itu dan siap
untuk mengambilnya.
Mendadak di pihak sana kedengaran Lan See giok
sedang berseru sambil menangis tersedu sedu:
"Ayah, ibu, beristirahatlah kalian dengan tenang,
sekalipun badan Giok ji harus hancur lebur, aku bersumpah
akan mencincang tubuh manusia laknat itu untuk
membalaskan dendam bagimu. Ayah, lindungilah anak
http://kangzusi.com/
Giok, bila anak Giok berhasil mencincang tubuh musuh
kita. pejamkanlah matamu yang melotot gusar itu . . ."
Si kakek bertelinga tunggal yang mendengar gumaman
tersebut diam-diam mendengus, sekulum senyuman sinis
segera tersungging di atas wajahnya.
Kemudian dia melanjutkan kembali perbuatannya untuk
membuka kain kuning tersebut-
Begitu kain kuning itu terbuka.. cahaya, berkilauan
segera memancar ke empat penjuru..
Lan See giok merasa amat terperanjat, buru-buru dia lari
mendekat sambil berteriak:
"Empek, jangan kau sentuh, ayah pernah bilang, jika
sepasang pedang itu tergeser, dunia persilatan akan banjir
darah, jangan kau sentuh sepasang pedang itu!"
Kakek bertelinga tunggal itu kontan saja tertawa dingin,
serunya sinis.
"Aaah, omongan anak kecil."
Sembari berkata dia lantas mengambil salah satu dari
pedang itu.
Lan See giok menyesal sekali setelah menyaksikan
kenekatan kakek itu, dia merasa tidak seharusnya mengajak
orang itu ke mari, andaikata ia bukan teman akrab ayahnya,
niscaya dia sudah mendorongnya keluar dari tempat
itu.
Pedang yang berada di tangan kakek bertelinga tunggal
itu bercahaya merah, di atas sarung pedangnya bertaburan
batu permata yang sangat indah, di bagian tengahnya
terdapat sebuah sulaman matahari merah dengan di sisinya
terdapat sulaman awan.
http://kangzusi.com/
Pada kedua belah sisi sarung tadi bertatahkan batu
permata kecil yang membentuk dua buah huruf kecil.
Dengan kening berkerut kakek bertelinga, tunggal itu
nampak membungkam dalam seribu bahasa, agaknya ia
tidak mengenal apa arti dari kedua huruf kuno itu.
Lan See-giok memang seorang bocah, walaupun dia tahu
kalau pedang itu dilarang disentuh, tapi setelah diambil
empek tersebut, diapun ikut maju ke depan untuk bisa
melihat lebih jelas.
Maka segera serunya setelah menyaksikan kakek
bertelinga tunggal itu hanya membungkam belaka.
"Empek, apakah pedang itu adalah Jit hoa?"
Berseri wajah kakek itu setelah mendengar ucapan
tersebut, sahutnya dengan cepat:
"Benar, pedang ini memang pedang Jit -hoa, Giok- ji,
dari mana kau bisa tahu?"
"Ayah yang mengatakan kepadaku!"
Dengan gembira kakek itu segera menekan tombol
rahasia di atas pedang itu, ”Klik!" lamat-lamat
berkumandang suara pekikan naga.
Menyusul kemudian tubuh, pedang itu melejit ke luar
sepanjang beberapa inci, seketika itu juga cahaya berkilauan
yang amat menusuk pandangan mata memancar ke empat
penjuru.
Saking emosinya seluruh tubuh kakek bertelinga tunggal
itu gemetar keras, kulit wajahnya mengejang keras . . .
"Klik!" ia masukkan kembali pedang itu ke dalam
sarungnya kemudian diletakkan kembali ke meja, setelah itu
dia mengambil pedang yang lain.
http://kangzusi.com/
"Empek, jangan dilihat lagi." buru-buru Lan See giok
mencegah, "kedua belah pedang ini sama bentuknya . . "
Tentu saja kakek itu tidak menggubris perkataan bocah
tersebut, sebelum Lan See -giok menyelesaikan kata
katanya, dia telah meloloskan pedang yang lain.
Bentuk pedang ini hampir serupa dengan pedang yang
pertama tadi, hanya bedanya di tengah sarung pedang ini
berukirkan sebuah rembulan.
la mencoba untuk mengenali tulisan kuno di gagang
pedang tersebut, tapi tak dikenal, akhirnya dengan wajah
memerah dia pura-pura bertanya:
"Giok ji, kau kenal dengan nama pedang ini?"
"Pedang itu adalah Gwat hui kiam!" jawab Lan See giok
tanpa sangsi.
Kakek bertelinga tunggal itu segera manggut-manggut
sambil memuji.
"Ehmm, ucapanmu memang benar, kedua bilah pedang
ini memang merupakan pedang Jit hoa dan Gwat hui kiam
yang menjadi idaman dari setiap umat persilatan"
"Klik!" di tengah dentingan nyaring, segera memancar ke
luar serentetan cahaya berwarna emas yang menyilaukan
mata.
"Empek" dengan perasaan tak habis mengerti Lan See
giok berseru, "menurut ayah, sepasang pedang ini adalah Jit
gwat tong kong kiam. jarang diketahui umat persilatan,
meski sudah bersejarah ribuan tahun, namun jarang sekali
muncul dalam dunia."
Seketika itu juga paras muka kakek itu berubah menjadi
merah padam, sambil melotot besar teriaknya.
"Ayahmu dengar pula dari siapa? "
http://kangzusi.com/
Sembari berkata dia menyarungkan kembali pedang itu.
"Ayah pernah membaca risalah sejarah dalam kitab
pusaka kedua pedang itu, maka ayah tahu dengan jelas."
Mendengar perkataan itu, perasaan si kakek bertelinga
tunggal itu kembali tergerak, sepasang matanya yang licik
tanpa terasa melirik sekejap. ke atas kotak emas kecil di sisi
hiolo tersebut.
Lan See-giok masih teringat selalu dengan pesan
ayahnya dulu, maka ketika dilihatnya kakek bertelinga
tunggal itu belum juga mengembalikan pedang mestika itu
ke tempatnya semula, dengan gelisah dia lantas berseru:
"Empek, cepat kembalikan pada tempatnya!"
Sekilas hawa amarah segera melintas di atas wajah kakek
itu, tapi hanya sejenak kemudian dia telah bersikap tenang
kembali, sambil manggut-manggut dia letakkan kembali ke
dua bilah pedang itu di tempat semu-la.
Lan See giok segera mengangguk puas, katanya
kemudian:
"Empek, mari kita tutup peti mati itu!".
Sembari berkata dia berjalan lebih dulu menuju ke depan
peti mati orang tuanya.
Kakek bertelinga tunggal itu mengikuti di belakangnya,
ketika ia memandang ke dalam peti mati tersebut.
mendadak paras mukanya berubah, peluh dingin segera
bercucuran.
Rupanya sepasang mata si Gurdi emas peluru perak Lan
Khong tay yang semula melotot besar, kini telah terpejam
kembali.
http://kangzusi.com/
Dengan perasaan terkesiap buru-buru seru nya kepada
Lan See giok: "Coba lihat, mata ayahmu telah memejam
kembali, kapan mata ayahmu memejam kembali?"
Ketika mengucapkan perkataan itu mata nya yang sesat
menunjukkan perasaan kuatir wajahnyapun merasa ngeri,
meski dia tidak percaya dengan setan, namun di dalam
kuburan yang sepi dan mengerikan ini, tak urung hatinya
merasa bergidik juga.
Lan See giok memandang sekejap wajah orang tuanya,
lalu menjawab:
"Sepasang mata ayahku terpejam kembali ketika aku
bersumpah akan mencincang tubuh musuh besar
pembunuhnya!"
Agak berubah wajah kakek itu, sebelum senyuman
menyeramkan segera menghiasi bibirnya, tapi dia tidak
berkata apa-apa lagi, dengan cepat ia membantu bocah itu
untuk menutup kembali peti mati tembaga tersebut, Setelah
semua selesai, Lan See giok baru menyembah beberapa kali
di depan peti mati itu, lalu sambil berdiri katanya:
"Empek, mari kita berangkat."
Dia lantas berjalan menuju ke arah luar.
Kakek bertelinga tunggal itu mengikuti di belakangnya,
sewaktu lewat di sini pedang Jit-hoa-gwat hui kiam, dia
melirik sekejap dengan sinar mata rakus, kemudian baru ke
luar dari sana.
Setelah ke luar dari ruangan kuburan, Lan See giok
segera menuju ke kamar sebelah kiri dan memutar kembali
gelang besi di atas pintu besar itu, pelan-pelan pintu besi
yang besar tadi merapat kembali.
http://kangzusi.com/
Kemudian mereka berjalan kembali ke ruangan depan,
Lan See giok mulai membenahi pakaian serta barang
keperluan sehari -harinya.
Kakek bertelinga tunggal itu nampak gelisah sekali.
beberapa kali dia nampak seperti kehabisan sabar tapi
secara tiba-tiba wajahnya berseri, satu ingatan dengan cepat
melintas dalam benaknya.
Dengan suara ramah dan penuh kasih sayang diapun
segera berkata:
"Giok ji, ambilkan makanan untuk empek mengisi perut,
aku pikir kau sendiri pun tentu sudah lapar bukan."
Lan See giok memang lapar, maka dengan cepat dia
mengambil makanan dari ruangan lain sekalian membawa
serta sebotol arak ayahnya yang belumsempat diminum.
Setelah meneguk secawan arak, kakek itu menghela
napas panjang, kemudian katanya:
"Giok ji, orang bilang perubahan cuaca sukar diduga,
nasib manusia sukar ditebak, seperti misalnya ayahmu,
apakah kemarin dia akan menduga bakal terjadi peristiwa
seperti hari ini? Seperti juga adik Wan, apakah dia akan
menduga kalau engkohnya bakal tiada, secara mendadak “
Terkesiap hati Lan See giok mendengar perkataan itu,
tanpa terasa serunya:
"Empek maksudkan bibiWan?"
"Benar," sahut kakek itu sambil mengangguk tenang,
"yang kumaksudkan adalah bibiWanmu -itu!"
Lan See giok segera termenung sebentar, kemudian
katanya kembali:
"Empek. benarkah bibi Wan adalah adik kandung
ayahku?"
http://kangzusi.com/
Untuk sesaat kakek bertelinga tunggal itu merenung
sebentar, kemudian setelah memandang cawan arak di meja
sekejap sahutnya:
"Mengapa secara tiba-tiba kau ajukan pertanyaan ini?
Apakah bibiWan mu tidak menyayangi dirimu?"
"Bukan, bukan begitu." seru bocah itu serius. "bibi Wan
sangat baik kepadaku, cuma aku tidak habis mengerti
kenapa ayah ibuku belum pernah membicarakan hal itu
kepadaku? Mengapa mereka tak pernah memberitahukan
kepadaku kalau mempunyai bibiWan yang begitu cantik."
Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan:
"Kalau dibilang bibi Wan adalah adik kandung ayahku,
padahal ayahku she Lan sedang bibi Wan she Han, sedang
suami bibiWan she Ciu . . . "
Kakek bertelinga tunggal itu hanya mendengarkan
dengan seksama, dia lama sekali tidak memberi komentar
apa-apa.
Mendadak dengan kening berkerut Lan See-giok berseru
"Empek, apakah kalian pernah bersua dengan bibi
Wan?"
Agak tertegun kakek bertelinga tunggal itu mendengar
pertanyaan tersebut, agaknya dia tidak menduga akan
menjumpai pertanyaan semacam itu, setelah berhasil
menenangkan dia menyahut :
"Tentu saja pernah berjumpa!"
Sambil berkata dia lantas mereguk araknya setegukan,
agaknya dia hendak menggunakan kesempatan itu untuk
menenangkan kembali hatinya.
http://kangzusi.com/
Berapa saat kemudian ia baru melanjutkan, "Cuma
waktu itu dia masih seorang gadis yang berusia lima enam
belas tahunan."
Tanpa terasa Lan See giok terbayang kembali dengan
bayangan tubuh enci Cian nya, dia lantas berseru.
"Putri bibi Wan sekarang telah berusia enam belas
tahun!"
Kakek bertelinga tunggal itu segera mengiakan dengan
mengandung sesuatu maksud, serunya sambil tersenyum.
"Kalau begitu, kaupun sebaya dengan usia enci Cu mu"
"Enci Cu? Enci Cu yang mana?" Lan See -giok tertegun.
Kakek bertelinga tunggal itu segera tertawa terbahakbahak.
"Haaah . . haaah . . haaah . . . anak bodoh. enci Cu.
adalah Siau cu putri empek!"
Merah padam selembar wajah Lan See -giok karena
jengah, buru-buru dia menundukkan kepalanya rendahrendah.
Terdengar kakek bertelinga tunggal itu berkata lebih
lanjut dengan gembira.
"Anak dungu, mengapa harus malu? Di kemudian hari
kau akan siang malam hidup bersama dengan enci Cu mu,
berlatih ilmu silat bersama, bermain bersama .."
"Empek, jadi kau hendak mengajarkan Ilmu silat kepada
Giok ji?" seru Lan See giok gembira.
Sekali lagi kakek itu tertawa tergelak.
"Tentu saja!"
http://kangzusi.com/
Dengan cepat Lan See giok menggebrak meja keraskeras,
kemudian dengan mata melotot serunya:
"Bila Giok ji telah berhasil memiliki ilmu silat selihai
empek, aku tak akan takut lagi terhadap musuh besarku."
Paras muka kakek bertelinga tunggal itu kembali
mengejang keras, tapi ia segera mendongakkan kepalanya
sambil tertawa tergelak, pujinya berulang kali:
"Punya semangat, punya semangat, empek memang
paling suka dengan orang yang bersemangat seperti kau."
Lan See giok merasa perlu untuk memberi kabar kepada
Bibi Wan nya tentang musibah yang menimpa ayahnya,
maka dia berkata kembali:
"Cuma, sekarang aku belum bisa ikut empek untuk
belajar silat"
"Kenapa?" tanya kakek bertelinga tunggal itu terkejut,
senyuman yang semula menyelimuti wajahnya seketika
lenyap tak berbekas.
"Sebab Giok-ji merasa perlu untuk memberi kabar dulu
kepada bibi Wan atas musibah yang telah menimpa
ayahku"
Belum lagi Lan See-giok menyelesaikan kata-katanya,
sekilas perasaan kejut bercampur girang telah menghiasi
wajah si kakek yang jelek, tapi ia cukup waspada.
Dengan cepat ujarnya lagi dengan suara dalam:
"Yaa, betul! Kabar duka ini memang harus cepat-cepat
disampaikan kepadanya "
Setelah berhenti sebentar, ia seperti teringat akan sesuatu
dengan cepat dia melirik sekejap kearah bocah itu, lalu
ujarnya lebih jauh.
http://kangzusi.com/
"Cuma, setelah bersantap nanti kita mesti beristirahat
dulu sebelum berangkat . . . .
"Tidak usah, Giok ji tidak lelah!" tukas Lin See giok
sambil menggeleng.
"Haaah . haaah . . haaah . . anak bodoh, empek bukan
kuatir kau kecapaian, tapi aku hendak mewariskan ilmu
silat dulu kepadamu. Maka selesai bersantap nanti akan
kuberi sebutir pil penambah tenaga lebih dulu untukmu,
kemudian kau mesti duduk bersemedi sesaat sebelum
khasiat obat itu dapat diserap oleh tubuhmu."
Setelah tahu kalau dia hendak diberi pelajaran silat yang
hebat, tentu saja Lan See giok tidak mengotot lagi.
Selesai bersantap, kakek bertelinga tunggal itu
mengeluarkan sebuah buli-buli hitam dari sakunya dan
membuka penutupnya,
Bau pedas yang menusuk hidung dengan cepat menyebar
ke luar dari balik buli-buli tersebut.
Diam-diam Lan See giok berkerut kening sesudah
mengendus bau tersebut, segera pikirnya:
"Huuuh, bau obat apaan ini?, busuknya bukan buatan “
Sementara ia masih termenung, kakek bertelinga tunggal
itu telah mengeluarkan sebutir pil kecil berwarna hitam dan
mengangsurkan ke hadapan bocah itu, katanya kemudian
sambil tersenyum ramah:
"Giok ji, telanlah pil ini!"
Lan See-giok bernapsu untuk cepat memiliki ilmu silat
tinggi, meski bau obat itu busuknya menusuk hidung,
ternyata diterimanya juga tanpa sangsi, tapi sebelum ditelan
ia bertanya lagi.
"Empek tua, pil apaan ini?"
http://kangzusi.com/
"Obat ini merupakan pil penguat badan penambah
tenaga yang empek buat selama puluhan tahun lamanya
dengan mengumpulkan pelbagai bahan obat mestika dari
seantero jagad. Minum sebutir saja, tenaga dalammu akan
bertambah dengan berapa tahun hasil latihan, selain dapat
mengusir hawa dingin, menawarkan racun juga
membersihkan darah. pokoknya obat mestika semacam ini
amat langka di dunia dewasa ini.."
Mendengar kalau pil itu berkhasiat sangat banyak, tak
sampai kakek bertelinga tunggal itu menyelesaikan katanya,
mendadak Lan See giok jejalkan obat itu ke dalam
mulutnya, lalu ditelan ke dalam perut secara "paksa."
Bau busuk yang memualkan dan hawa panas yang
menyengat badan segera menyelimuti seluruh isi perutnya,
tapi demi memperoleh ilmu hebat, sekalipun obat racun dia
juga tak ambil perduli.
Bau busuk dari pil itu makin mengocok isi perutnya
dengan makin menghebat, dia merasa semakin mual dan
hampir saja muntah-muntah.
Tapi sambil menggertak gigi bocah itu berusaha untuk
mempertahankan diri.
Selintas senyum yang licik, busuk dan penuh perasaan
bangga segera menghiasi wajah si kakek yang jelek, tapi di
mulut ia masih berkata lagi dengan lemah lembut.
"Anak Giok, jangan kau tumpahkan, ketahuilah betapa
sulit dan sengsaranya empek untuk membuat pil tersebut,
bahan-bahan obatnya langka dan susah ditemukan, kalau
sudah tak tahan, cepat berbaring atau duduk di atas
pembaringan."
http://kangzusi.com/
Sambil menggigit bibir dan menahan napas Lan See giok
manggut-manggut, ia segera naik ke atas pembaringan dan
duduk bersila di situ.
"Kau harus ingat baik-baik," kata si kakek bertelinga
tunggal lagi dengan wajah bersungguh sungguh, "mulai hari
ini, setiap bulan kau harus minumsebutir, kalau tidak selain
khasiat obatnya tak akan menghasilkan apa-apa, bahkan
tiga hari setelah masa yang ditetapkan lewat, kau bisa
muntah darah sampai mati!"
Tak terlukiskan, rasa kaget Lan See giok setelah
mendengar perkataan itu, sambil berusaha keras menekan
perasaan sakit dan menderita yang mengocok isi perutnya,
dia bertanya:
"Berapa butir lagi yang harus kutelan?"
"Dua belas butir, tepat setahun!" jawab kakek itu sambil
tertawa bangga penuh kelicikan.
Lan See giok tidak berbicara lagi, ia segera mengangguk.
Baginya, seorang lelaki hendak membalas dendam,
sepuluh tahunpun belum terhitung lambat, apalagi cuma
setahun.
Sementara ingatan tersebut melintas dalam benaknya,
seluruh tubuhnya terasa remuk dan sakitnya bukan
kepalang, tulang belulangnya seakan-akan hancur
berantakan, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran
membasahi sekujur badannya.
Lan See-giok makin terkesiap, meski ia belum pernah
minum pil penambah tenaga, tapi ia percaya bau sebutir pil
mestika tak akan, sebusuk pil yang telah diminumnya
barusan -
http://kangzusi.com/
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak
terdengar kakek itu berkata lagi. "
"Giok-ji. jangan mencabangkan pikiranmu, sekarang
daya kerja obat itu baru menyebar cepat, kerahkan tenaga
dalammu untuk membawa sari obat ke seluruh bagian
tubuhmu, kemudian seraplah khasiat obat itu dengan
tenaga dalammu."
Mendengar pesan itu, buru-buru Lan See- giok
mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghisap sari obat
yang dimaksudkan.
Dalam penderitaan yang luar biasa, mendadak ia merasa
kepalanya amat pusing dan kelopak matanya makin lama
terasa semakin berat.
Tapi dia masih sempat mendengar kakek itu berpesan:
" - - Kau harus tahu, orang bilang obat yang pahit justru
merupakan obat paling mujarab untuk menyembuhkan
penyakit"
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, Lan See
giok masih sempat mendengar sepatah dua patah kata lagi,
tapi lambat laun kesadarannya makin pudar dan
menghilang, sebelum ingatan terakhir lenyap dari
benaknya, dia seakan akan mendengar kakek bertelinga
tunggal itu tertawa terbahak- bahak dengan seramnya.
Entah berapa saat kemudian . . .
Pelan-pelan Lan See giok sadar kembali dari pingsannya,
entah mengapa ternyata dalam mulutnya masih tersisa
sedikit bau harum yang semerbak dan menyegarkan badan.
Ia merasa amat keheranan mengapa pil yang busuk
baunya bisa berubah menjadi harum dan segar setelah
dipakai untuk mengatur pernapasan?
http://kangzusi.com/
Dengan cepat dia berpaling ke sekitar situ, namun empek
bertelinga tunggal itu sudah tidak nampak lagi, segera
pikirnya:
"Heran, ke mana perginya empek tua?"
Dengan cepat dia melompat turun dari atas
pembaringan, baru saja menggunakan sedikit tenaga,
mendadak lambungnya terasa mual sekali hingga tak tahan
dia segera tumpah-tumpah.
Sebenarnya dia masih ingat dengan pesan empeknya dan
ia tak berani muntah, tapi rasa mual dalam perutnya
sungguh tak tertahan lagi sehingga tak tahan lagi..
"Uaakk." . . . gumpalan bau busuk bercampur air
berwarna hitam, segera berhamburan keluar dari mulutnya
dan berceceran di atas tanah.
Memandang gumpalan air hitam yang berceceran di
tanah, tanpa terasa timbul perasaan curiga dalam hati Lan
See giok, dengan cepat dia mencoba untuk mengatur
pernapasan, ternyata segala sesuatunya berjalan lancar,
bahkan tidak terasa adanya hambatan apa-apa.
Maka sambil menghimpun tenaga dalamnya ke dalam
telapak tangan kanan, dia lepaskan sebuah pukulan dahsyat
ke arah mulut lorong..
Hembusan angin puyuh yang dahsyat diiringi suara
desingan yang memekakkan telinga langsung menggulung
ke dalam lorong itu dan membawa habis seluruh debu dan
pasir yang berada di sekitar situ.
Ketika angin pukulan itu sudah lewat, permukaan tanah
kelihatan licin dan rata, malah di balik lorong sana
kedengaran suara gemuruh yang memekakkan telinga.
http://kangzusi.com/
Kejut dan girang Lan See giok setelah menyaksikan
kejadian itu, ternyata tenaga dalamnya telah peroleh
kemajuan pesat, sehingga tanpa terasa dengan perasaan.
Menyesal dan jengkel dia memandang sekejap lagi ke
arah gumpalan air hitam yang ditumpahkan ke luar tadi,
pikirnya :
"Coba kalau air hitam itu tidak muntah ke luar, oooh
betapa beruntungnya aku, tentu tenaga dalam yang kumiliki
akan jauh lebih dahsyat . . "
Pada saat itulah . . . .
Mendadak ia mendengar suara jeritan kaget yang parau
dan memekakkan telinga berkumandang datang dari arah
kuburan raja-raja dalam lorong rahasia sana, suara jeritan
itu penuh disertai perasaan ngeri.
Menyusul kemudian kedengaran pula suara gemuruh
yang dahsyat menggoncang kan seluruh permukaan bumi,
banyak lapisan langit-langit kuburan yang berguguran ke
tanah
Lan See-giok terkejut sekali dia merasa amat kenal
dengan jeritan kaget itu, sambil tampaknya sangat mirip
dengan suara jeritan empeknya.
Maka sambil menghimpun tenaga dalamnya ke dalam
telapak tangan, lalu mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya, dia bergerak menuju ke dalam lorong rahasia
tersebut.
Semakin ke dalam, dia merasakan getaran pada dinding
gua makin keras, suaranya juga makin lama semakin
mengerikan.
Lan See giok gugup sekali, dengan cepatnya dia lari
menuju be depan pintu besi di muka kuburan raja-raja.
http://kangzusi.com/
Waktu itu suara aneh tadi sudah sirap, suasana dalam
kuburan pun telah pulih kembali dalam keheningan, pintu
gerbang besi tetap tertutup sedangkan mutiara itupun masih
memancarkan sinar yang redup.
Lan See giok makin keheranan, dia tidak habis mengerti
mengapa empek bertelinga satu itu belum juga ditemukan,
terpaksa dengan suara pelan dia berseru.
"Empek tua, empek tua - - -!"
Namun kecuali suara yang mengandung dan memantul
di empat penjuru tidak kedengaran suara lainnya.
Terpaksa Lan See giok menghimpun tenaga dalamnya ke
dalam sepasang tangan, yang satu dipakai untuk menutupi
muka, yang lain dipakai melindungi dada, dengan sorot
mata yang tajam pelan-pelan dia berjalan menuju ke depan .
. .
Dia tahu ada orang bersembunyi di dalam kuburan kuno
itu, dan jelas apa yang telah dibicarakan dengan empeknya
tadipun sudah didengar oleh orang yang "bersembunyi" di
balik kegelapan tersebut.
Makin dipikirkan pemuda itu merasa semakin terkesiap,
dengan kepandaian si empek bertelinga satu yang begitu
lihaypun ia tak berhasil menemukan orang yang
menyembunyikan diri itu, bukankah hal ini menunjukkan
kalau kepandaian yang dimiliki orang itu sudah mencapai
ke tingkatan yang luar biasa ?
Sementara pelbagai ingatan berkecamuk dalam
benaknya, ia sudah tiba di kamar batu sebelah kiri, tapi apa
yang kemudian terlihat membuatnya terperanjat.
Tombol rahasia untuk membuka pintu gerbang kuburan
raja-raja telah terbuka, sedang sesosok bayangan hitam
terkapar di atas tanah.
http://kangzusi.com/
Ketika orang itu diperiksa dengan seksama, ternyata dia
adalah si empek bertelinga satu.
Buru dia memburu ke sisinya dan memeriksa keadaan
empeknya, tampak empek bertelinga satu terkapar dengan
wajah pucat, wajah penuh air keringat dan napas memburu,
dia kelihatan amat ketakutan selain merasa terperanjat
sekali.
Gejala ini menunjukkan gejala seseorang yang terkena
totokan, maka Lan See giok segera berjongkok dan
menepuk pelan di atas jalan darahMia bun hiatnya.
Kakek bertelinga satu itu menghembuskan napas
panjang-panjang lalu mendusin.
Mendadak dia melompat dari atas tanah sambil
membentak keras, telapak tangan kanannya langsung
dibabat ke atas tubuh Lan See giok.
Dengan terperanjat bocah itu segera menjerit.
"Empek, aku. . ."
Telapak tangan kanannya yang penuh dengan himpunan
tenaga dalam itu segera diayunkan pula untuk
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Blaaammm. .!" di tengah benturan keras, hawa tajam
segera memancar ke empat penjuru, akibatnya Lan See giok
dan kakek bertelinga tunggal itu sama-sama mundur dengan
sempoyongan dan. . .
"Duuuk!" bahu masing-masing menumbuk di atas
dinding.
Mimpipun Lan See giok tidak menyangka kalau dia bisa
menyambut serangan si empek bertelinga tunggal yang
maha dahsyat itu, cepat dia mencoba untuk mengatur
http://kangzusi.com/
napas, ternyata tidak ditemukan sesuatu gejala yang
menunjukkan ketidak beresan.
Maka ditatapnya si empek yang sedang bersandar di atas
dinding dengan wajah tertegun, kemudian teriaknya keraskeras:
"Empek, aku yang datang, aku adalah Giok ji!"
Dengan cepat kakek itu menenangkan kembali
pikirannya, dalam keadaan seperti ini dia tak sempat lagi
untuk memikirkan mengapa Lan See giok bisa mendusin
kembali, mengapa tenaga pukulannya masih begitu dahsyat
dan hebat walaupun sudah minum pil hitam pemberiannya.
Maka dengan mata melotot bentaknya keras-keras.
"Apakah kau yang menyergapku barusan?"
Lan See giok agak tertegun, kemudian menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Bukan, bukan aku, aku baru memburu ke mari setelah
mendengar teriakanmu tadi."
Dengan cepat kakek itu membalikkan badannya lalu
mencari ke arah ruang dalam dengan gugup, sesudah itu
teriaknya gelisah:
"Mana pedang dan kotak kecil itu?"
Sekali lagi Lan See giok tertegun, menanti dia berpaling
lagi, di jumpai batu di atas permukaan tanah telah terbuka,
dia segera menjerit kaget:
"Haaah, gelang besar pembuka pintu besi telah rusak!"
Dengan cepat dia memburu ke depan dengan terburuburu.
Dalam pada itu kesadaran si kakek bertelinga tunggalpun
telah pulih kembali seperti sedia kala, sekarang dia mengerti
http://kangzusi.com/
sudah bahwa orang yang menotok jalan darahnya barusan
bukanlah Lan See giok.
Diapun melihat gelang besi di permukaan batu itu sudah
dihancurkan berkeping- keping oleh seorang dengan ilmu
Tay-lek-kim- kong ci, sedang rantainya juga telah pada
menyusup masuk ke dalam lubang bagian bawah.
Menyaksikan kesemuanya itu, paras muka si kakek
berubah menjadi pucat pias, sinar matanya memancarkan
rasa kaget dan cemas peluh sebesar kacang kedelai pun
jatuh bercucuran dengan deras.
"Empek, kunci yang mengendalikan pintu gerbang
menuju ke makam raja-raja telah putus, sejak kini tiada
orang yang bisa memasuki makam tersebut lagi,” kata Lan
See giok secara tiba-tiba dengan gelisah.
Kakek itu tidak menjawab, dia hanya berdiri termangumangu,
dia tahu hari ini telah berjumpa dengan seorang
jago lihay.
Setelah menutup kembali lapisan batu itu, sambil
memandang si kakek dengan keheranan Lan See giok
bertanya.
"Empek tua, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Kakek bertelinga tunggal itu hanya menatap wajah Lan
See giok lekat-lekat, sampai lama sekali tak mengucapkan
sepatah katapun.
Melihat empeknya tidak berbicara Lan See giok terpaksa
harus berkata lagi:
"Waktu Giok ji bangun, tiba-tiba kudengar empek
berteriak, menyusul kemudian terdengar suara gemuruh
nyaring, buru-buru Giok ji menyusul ke mari, ternyata jalan
darah empek sudah ditotok orang."
http://kangzusi.com/
Sementara itu paras muka si kakek bertelinga tunggal
telah pulih kembali seperti sedia kala, meski dia masih kesal
tapi ia masih mempunyai pengharapan, maka katanya
setelah menghela napas sedih.
"Aaai, tampaknya kehendak takdirlah yang menentukan
segala sesuatunya, sungguh tak nyana kedatangan empek
terlambat selangkah sehingga pedang Jit hoa gwat hui tong
kong kiam serta kedua macam kotak kecil itu keburu dicuri
orang."
Lan See giok merasa terkejut sekali setelah mendengar
perkataan itu, buru-buru tanyanya dengan gelisah.
"Empek, siapakah orang itu?"
"Entahlah, waktu itu empek sedang bersemedi,
mendadak kudengar suara gemerincing, seperti pintu besi
makam raja-raja dibuka orang. aku jadi curiga dan
memburu ke situ. Kujumpai pintu makam sudah terbuka
sedang kedua bilah pedang dan kotak kecil itu sudah
terletak di atas tanah, empek menjadi keheranan, baru saja
akan masuk ke dalam pintu, tahu-tahu jalan darahku telah
ditotok orang."
Lan see giok tidak berpikir lebih jauh, ia menganggap
kesemuanya itu benar, maka tanyanya lagi dengan
keheranan:
"Lantas di manakah orang itu sekarang?" Ketika
mendengar pertanyaan itu, mencorong sinar tajam dari
balik mata kakek bertelinga tunggal itu, dia seperti teringat
akan sesuatu, mendadak ditariknya tangan Lan See giok
dan diajak berlarian menuju ke luar makam tersebut. "Cepat
lari!"
Lan See giok dibuat kebingungan oleh tindakan yang
amat tiba-tiba itu, tapi melihat kegugupan kakek itu, dia
http://kangzusi.com/
tahu kalau keadaan pasti gawat, maka tanpa komentar, dia
mengikuti di belakang nya.
Ilmu meringankan tubuhnya memang lihay tapi sekarang
anak itu merasa ilmunya semakin lihay lagi, kenyataan
tersebut membuatnya semakin berterima kasih atas
pemberian pil bau dan hitam dari si empek.
Setibanya di ruang tengah, kakek itu sama sekali tidak
memberi kesempatan kepada Lan See giok untuk berhenti,
tanpa berhenti dia menarik Lan See giok menuju ke luar
makam.
Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di luar makam,
waktu itu matahari sedang bersinar terang, pepohonan
siong melambai lambai terhembus angin.
Kakek bertelinga tunggal itu tidak menghiraukan
keadaan alam di sekitar sana, dengan cepat dia
menghentikan gerakan tubuhnya sambil bertanya :
"Di manakah letak kunci pengatur pintu masuk ke dalam
makam?"
"Di bawah meja altar dari batu itu," jawab si bocah
gugup.
Buru-buru mereka berdua menyelinap ke depan makam
dan tiba di depan altar yang dimaksudkan.
Lan See giok segera membungkukkan badan menyingkap
rerumputan di balik kuburan dan membuka sebuah batu, di
bawah batu itu terdapat sebuah gelang besi kecil.
Kakek itu nampak terkejut bercampur girang, dengan
mata berkedip dia mendorong Lan See giok ke samping.
Karena tak diduga akan didorong, Lan See-giok jatuh
terduduk di atas tanah, sementara sepasang matanya
terbelalak lebar dengan wajah tidak habis mengerti.
http://kangzusi.com/
Dengan sikap tergesa-gesa, kakek itu segera menarik
gelang besi itu keras-keras. Suara gemerincing terdengar,
pintu belakang makam kosong itu segera menutup rapat.
Tiba-tiba kakek itu membentak keras, telapak tangan
kirinya secepat kilat membabat rantai besi yang sedang
dicengkeram dengan tangan kirinya itu-
Tak terlukiskan rasa terperanjat Lan See giok
menyaksikan kejadian itu, segera teriaknya terperanjat.
"Empek, jangan"
Belum habis dia berkata, rantai di bawah gelang besi itu
sudah terpapas kutung.
"Blaaammm!"
Pintu belakang makam segera merapat keras-keras,
menyusul kemudian terdengar suara gemuruh dan
goncangan yang amat dahsyat
ooo0dw0ooo
BAB 4
PERISTIWA DI TEPI TELAGA
KAKEK bertelinga tunggal itu segera membuang gelang
besi di tangannya dan mendongakkan kepalanya sambil
tertawa terbahak bahak.
Suara tertawanya keras dan mengerikan, membuat siapa
pun yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada
bangun berdiri.
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasa terkejut sampai duduk termangu
mangu, untuk sesaat lamanya dia sampai tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Menanti kakek itu telah berhenti tertawa, ia baru berseru
agak tergagap:
"Empek, kau. . . ."
Sebelum habis Lan See giok berkata, si kakek bertelinga
tunggal itu telah tertawa tergelak kembali.
"Haaah . . . haaah . . . haaah . -aku hendak menggunakan
cara ini untuk menunjukkan betapa lihainya aku Oh Tin
san!"
Sekarang Lan See giok baru mengerti, rupanya kakek itu
bertujuan untuk merusak pintu masuk makam raja tersebut,
agar orang yang mencuri pedang tewas terkurung di dalam
makam tersebut
Berpikir sampai di situ, dia lantas berseru :
"Tapi, bukankah di dalam makam terdapat pula tombol
rahasia untuk membuka pintu tersebut?"
"Haaah haaah- haaah.. bocah bodoh, jika tombol di
depan sudah putus, yang di dalam pun ikut rusak, sebab
rantai itu kan saling berhubungan satu sama lain nya." sela
Oh Tin san sambil tertawa seram.
Lan See giok menjadi gugup, mendadak sambil
melompat bangun serunya cemas:
"Tapi empek. . . pakaianku masih berada dalam ruangan
dalam!"
"Aaah, apalah artinya pakaian? Biar lain kali enci Cu mu
yang buatkan pakaian baru buat dirimu "
http://kangzusi.com/
"Tapi di sana masih ada pula senjata rahasia andalan
ayahku Khong sim liang gin tan, semuanya berada dalam
buntalan."
"Empek akan mewariskan segenap kepandaianku
kepadamu, kepandaian empek justru jauh lebih hebat
daripada kepandaian peluru perak ayahmu itu, sudahlah,
kau tak usah memikirkan soal itu lagi."
Selesai berkata dia lantas menarik tangan Lan See giok
sambil menambahkan:
"Hayo berangkat, kita bersama sama mencari bibi Wan
mu lebih dulu." Dia lantas menarik tangan bocah itu berlalu
dari sana.
Walaupun Lan See giok merasa tak senang hati, tapi
setelah pintu makam tertutup, -dia tahu gelisahpun
percuma, terpaksa sambil mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya ia mengikuti di samping kakek tersebut.
Dalam hati kecilnya dia yakin kalau orang mencuri
pedang dan kotak kecil itu sudah berhasil ke luar dari
makam, itu berarti tindakan yang dilakukan empek
bertelinga tunggal hanya sia-sia belaka.
Sebaliknya berbeda dengan jalan pemikiran Oh Tin san.
dia mengira pencuri itu masih bersembunyi dalam kuburan
dan mencuri dengar pembicaraan Lan See giok, terutama
tentang jejak kotak kecil tersebut.
Begitulah, setelah ke luar dari kompleks makam raja-raja,
mereka lantas menelusuri jalan-jalan kecil menuju ke
depan.
Sepanjang jalan, Lan See giok memperhatikan sekejap
pemandangan di sekitar kompleks makam itu dengan
pandangan sayu, ia merasa pemandangan di sekeliling
http://kangzusi.com/
tempat itu seakan akan telah berubah, berubah menjadi
lebih mengenaskan dari pada kematian ibunya dulu.
Sekarang, ayahnya yang dicintai pun telah tiada, suasana
riang gembira yang masih mencekam perasaannya kemarin,
kini telah berubah menjadi kesedihan yang luar biasa.
Teringat akan kematian ayahnya, diapun teringat pula
pada masalah siapakah musuh besar pembunuh ayahnya . .
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya,
dengan cepat tanyanya: "Empek, menurut pendapatmu,
mungkinkah orang yang mencuri pedang itu adalah orang
yang telah membunuh ayahku?"
Agaknya Oh Tin san sendiripun sedang membayangkan
kembali peristiwa yang baru dialaminya, mendengar
pertanyaan tersebut ia ragu sejenak, kemudian sahutnya.
"Yaa, kemungkinan saja benar, mungkin memang dia!"
Mendengar itu Lan See giok segera berkerut kening,
pikirnya.
"Andaikata orang yang membunuh ayah adalah orang
yang mencuri pedang, berarti sekalipun, kupelajari segenap
ilmu silat yang dimiliki empek juga percuma, toh empek
sendiripun bukan tandingannya. . .?" Berpikir sampai di
situ, dia lantas bertekad untuk mencari tokoh persilatan lain
untuk belajar silat darinya - -
Sementara dia masih termenung, mendadak terdengar
Oh Tin san menegur dengan suara dalam:
"Giok ji, apa yang sedang kau pikirkan?"
"Oooh- - - aku sedang berpikir, dengan kepandaian silat
empek yang begitu lihai pun, kau tidak merasa ada orang
menguntit di belakangmu, hal ini menunjukkan kalau
kepandaian silat yang dimiliki orang itu luar biasa sekali!"
http://kangzusi.com/
Merah padam selembar wajah Oh Tin san mendengar
ucapan tersebut, ia segera tertawa dingin, lalu katanya.
"Hmmm, kalau kerjanya hanya main kuntit, main sergap
secara pengecut, meski berilmu tinggi juga tidak terhitung
seorang enghiong"
Kemudian sambil mendengus marah dia percepat
gerakan tubuhnya menuruni bukit tersebut.
Lan See giok tahu kalau empeknya lagi marah, maka
diapun tak berani banyak berbicara lagi, sambil
memperketat larinya dia menyusul ke sisi tubuh kakek itu.
Setelah turun dari bukit, sebuah sungai kecil terbentang
di depan mata. di depan sungai merupakan sebuah
kompleks tanah pekuburan yang telah terbengkalai.
Ketika tiba di tepi sungai, Oh Tin san sama sekali tidak
berhenti, melejit ke udara untuk menyeberanginya.
Terpaksa Lan See-giok ikut mengenjotkan badannya dan
menyusul pula dari belakang..
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Tin
san, dia seperti teringat akan sesuatu, mendadak bentaknya
keras-keras:
"Giok -ji, berhenti!"
Seraya berseru keras, dia segera menghentikan gerakan
tubuhnya lebih dahulu.
Lan See-giok segera menghentikan pula gerakan
tubuhnya, tapi ia sudah terlanjur maju delapan depa dari
pada empeknya.
Dengan kening berkerut Oh Tin San segera mengawasi
wajah Lan See giok yang putih segar itu lekat-lekat,
sementara perasaan tertegun bercampur keheranan
menyelimuti wajahnya yang jelek.
http://kangzusi.com/
Dihampirinya bocah itu dengan langkah lebar, kemudian
diamatinya jalan darah Sim keng hiat diantara alis mata
Lan See giok lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru
bertanya
"Giok ji, bagaimana rasamu sekarang?"
Ditatap sedemikian tajam oleh empek nya, Lan See giok
merasa jantungnya berdebar keras, dia mengira empek
bertelinga tunggal ini sudah tahu kalau obat busuk yang
diminumnya telah muntah ke luar, maka dengan agak
takut-takut sahutnya
"Sekarang aku merasa baik sekali empek, benar-benar
sangat baik, bahkan tenaga dalamku telah memperoleh
kemajuan yang cukup pesat".
Sekali lagi Oh Tin sun mengamati kening Lan See giok
dengan mata sesatnya, betul juga ia tidak menjumpai gejala
keracunan diantara wajah bocah tersebut.
Malah sebaliknya dia nampak lebih cerah lebih
bersemangat dan matanya lebih tajam, bahkan ilmu
meringankan tubuhnya tidak kalah kalau dibandingkan
dengan kemampuan sendiri.
Itu berarti di balik kesemuanya itu pasti ada hal-hal yang
luar biasa sekali.
Maka sambil manggut-manggut pura-pura menaruh
perhatian khusus. dia menuding ke arah sebuah bongpay
(batu nisan) yang tergeletak tak jauh dari situ, lalu katanya
dengan serius:
"Coba bacoklah batu nisan ini!"
Lan See giok merasa amat tegang, dia kuatir empeknya
merasa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya, maka
setelah mengiakan, sambil menghimpun tenaga sebesar
http://kangzusi.com/
sepuluh bagian, pelan-pelan dia berjalan mendekati batu
nisan tersebut.
Oh Tin san makin tercengang lagi ketika melihat jalan
darah Thian teng hiat di tubuh Lan See giok tidak
menunjukkan gejala hijau kehitam hitaman sewaktu
menyalurkan tenaga, ia tidak habis mengerti apa gerangan
yang sebenarnya telah terjadi.
Dalam pada itu, Lan See giok sudah berhenti pada tujuh
langkah di depan batu nisan tersebut.
Sambil mengawasi batu nisan itu lekat-lekat, tenaga
dalam yang dihimpun ke dalam telapak tangan kanannya
makin diperkuat, ia berharap batu nisan tersebut bisa
dihajarnya sampai hancur menjadi dua bagian.
Maka diiringi bentakan nyaring, telapak tangan
kanannya sekuat tenaga diayunkan ke bawah-
"Blaaammm. ." diantara ledakan keras yang terjadi, asap
hijau mengepul diantara percikan batu dan pasir.
Lan See giok menjadi tertegun, dia tak -tahu bagaimana
caranya untuk menarik kembali telapak tangan kanannya
yang telah dilontarkan ke depan tersebut. . .
Paras muka Oh Tin san kontan saja berubah hebat,
mimpipun dia tak menyangka kalau Lan See giok memiliki
tenaga dalam yang begitu sempurna, bahkan pengaruh
racun keji Cui ban hwe khi ngo tok wan (pil panca bisa
pembawa hawa ngantuk dan bodoh) kehilangan
kemampuannya.
Setelah berhasil menenangkan hatinya, Lan See giok
merasa terkejut bercampur gembira, mendadak dia
membalikkan badan nya dan menubruk ke arah Oh Tin san
sambil bersorak sorai.
http://kangzusi.com/
Melihat itu buru-buru Oh Tin san menunjukkan sikap
senyum dan ramahnya, bahkan menyambut kedatangan
bocah itu dengan uluran tangannya.
Begitu menubruk masuk ke dalam pelukan kakek itu,
Lan See giok segera berteriak memanggil nama empeknya
dengan penuh kegembiraan.
"Empek- oooh, empek”
Oh Tin san pura-pura turut tertawa gembira, katanya:
"Giok ji, bakatmu bagus, tulangmu baik asal mau belajar
dengan bersungguh hati, niscaya segenap kepandaian silat
empek yang lihai dapat kau pelajari semua.
Berbicara sampai di situ, tangannya meraba bahu, kepala
dan punggung bocah itu, kemudian sambil tertawa dia baru
bertanya.
"Giok ji, apakah tenaga pukulanmu dulu dapat
menghancurkan batu nisan ini?"
Sambil mendongakkan kepalanya yang basah karena air
mata kegirangan, Lan See giok menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Tidak, dulu aku hanya sanggup menghantam, batu
nisan itu hingga terbelah menjadi dua, tapi selamanya tak
pernah menimbulkan ledakan yang menghancur lumat kan
batu nisan tersebut".
Oh Tin san makin berkerut kening sementara dalam
hatinya merasa terkejut, dia lantas menduga Lan See giok
pasti sudah menjumpai sesuatu penemuan aneh ketika ia
meninggalkan nya seorang diri tadi.
Maka diapun kembali tertawa terbahak bahak pura-pura
gembira.
http://kangzusi.com/
Belum sempat dia bertanya lagi, tiba-tiba berkumandang
suara rintihan penuh rasa kesakitan dari sisi tempat itu.
Lan See giok segera menangkap suara itu, dengan wajah
terkejut bercampur heran tanyanya, kepada Oh Tin san:
"Empek, suara apakah itu?"
Oh Tin san tidak menjawab pertanyaan itu, hanya
sepasang matanya yang tajam memperhatikan sekeliling
tanah pekuburan itu dengan seksama dan amat berhati-hati.
Sekali lagi terdengar suara rintihan, kali ini suara tersebut
kedengaran berasal dari balik sebuah kuburan bobrok.
Sambil membentak nyaring Lan See giok segera
menubruk ke arah mana datangnya suara tersebut.
Begitu sampai di tempat tujuan, paras mukanya Segera
berubah hebat, ia tak menyangka kalau di dalam kuburan
yang terbengkalai dan peti mati, yang hancur bakal
ditemukan sesosok tubuh manusia yang penuh
bermandikan darah segar.
Orang Itu mengenakan pakaian kasar dengan jenggot
pendek di bawah dagunya, muka ceking yang berbentuk
segi tiga pucat pias tak nampak warna darah, terutama
sekali atas ubun ubunnya yang tumbuh sebuah bisul besar,
membuat tampangnya kelihatan aneh sekali.
Belum lagi Lan See giok mengajukan sesuatu
pertanyaan. Tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu Oh Tin San sudah melewati dari sisinya
dan menghampiri orang itu.
Paras muka Oh Tin san nampak pucat pias pula seperti
mayat, sementara sepasang mata sesatnya berkedip kedip
tanpa tujuan.
http://kangzusi.com/
Agaknya waktu itu orang yang terluka tersebut telah
mendengar suara manusia, pelan-pelan diapun membuka
kembali sepasang matanya dengan sayu dan lemah.
Ketika orang itu berjumpa dengan Oh Tin san, sorot
matanya semakin memancarkan rasa kaget dan gelisah,
bibirnya yang pucat pias gemetar tiada hentinya, kulit
mukanya mengejang terus. Dia seperti hendak
mengucapkan sesuatu kepada Oh Tin san, tapi seperti pula
merasa ketakutan setengah mati.
Lan See giok sangat tidak mengerti menghadapi kejadian
seperti itu, baru saja dia hendak berjongkok untuk
mengajukan pertanyaan, mendadak terdengar Oh Tin san
membentak keras:
"Jangan kau sentuh dia. . ."
Lan See giok amat terperanjat, serta merta dia melompat
bangun dengan perasaan tak menentu.
Paras muka Oh Tin san kelihatan berubah sangat aneh,
matanya yang sesat berkeliaran kesana ke mari dengan
panik, akhirnya dengan suara rendah tapi tegang bisiknya:
"Cepat kau lari ke tepi sungai dan ambilkan sedikit air!"
Lan See giok tak berani berayal, dia tahu empek
bertelinga satu hendak menyelamatkan orang itu, cepatcepat
dia lari menuju ke tepi sungai tersebut.
Dengan cepat dia mengambil air dengan sepasang
tangannya, kemudian cepat-cepat lari balik ke tempat
semula.
Tapi ketika ia tiba di situ, tampak olehnya Oh Tin san
sedang memandang ke arah peti mati itu sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasa amat terperanjat. dia tahu gelagat
tidak beres, cepat-cepat dihampirinya peti mati itu, ternyata
orang tersebut sudah tewas dalam keadaan mengerikan.
wajahnya masih diliputi oleh perasaan kaget dan marahnya,
sementara sepasang matanya membalik ke atas.
Ketika melihat pula wajah Oh Tin san, meski sikapnya
jauh lebih tenang namun air keringat nampak membasahi
jidat serta hidungnya.
Dengan perasaan tak habis mengerti Lan See giok segera
bertanya:
"Empek, mengapa orang itu mati?"
Oh Tin san segera menghela napas panjang, katanya
dengan sedih:
"Luka yang dideritanya kelewat parah"
Seraya berkata, tanpa terasa dia menyeka air keringat
yang membasahi jidatnya, setelah itu ujarnya lebih jauh.
"Anak Giok, mari kita pergi!"
Sampai di situ, dia lantas membalikkan badannya siap
berlalu dari situ.
"Empek. apakah kita tak akan mengubur nya lebih
dulu?" seru Lan See giok dengan gelisah.
Mendengar itu. Oh Tin san segera menghentikan
langkahnya sambil membalik kan badan, kemudian setelah
memandang ke arah Lan See-giok, katanya:
"Sungguh tak kusangka kau si bocah berjiwa ksatria dan
penuh rasa kemuliaan, baiklah, pergilah kau untuk mencari
beberapa buah peti mati yang sudah rusak!"
Lan See giok tidak menjawab, dia segera pergi mencari
kayu.
http://kangzusi.com/
Melihat itu. Oh Tin-san segera mencibirkan sekulum
senyuman dingin yang menggidikkan hati.
Lan See giok merasa tidak habis mengerti, tapi dia lantas
menduga mungkin empeknya menggerutu kepadanya
karena banyak urusan, maka diapun tidak memikirkan
persoalan itu di dalam hati, papan peti mati yang berhasil
dikumpulkan itu lantas dijajarkan ke atas tanah.
Mendadak..
Mencorong sinar mata Lan See-giok. dengan wajah
berubah hebat ia membuang kayu peti mati yang masih
dipegangnya tadi dan segera berjongkok.
Ia menyaksikan gumpalan darah membasahi iga kiri
orang itu, ternyata pada tulang iga ke tiga di bawah ketiak
kirinya terdapat sebuah mulut luka sebesar buah tho.
Dengan cepat Lan See giok menjadi sadar kembali,
tampaknya orang inilah orang yang kena tertusuk oleh
senjata gurdi emas dari balik dinding ruangan semalam,
mungkin oleh si manusia bermata satu itu dia di buang di
sana.
Maka seraya mendongakkan kepalanya, dia berkata
kepada On Tin san.
"Empek tampaknya orang inilah yang tanpa sengaja
dilukai oleh Si bayangan setan bermata tunggal dengan
senjata gurdi emas semalam. “
Oh Tin san berlagak seakan akan terkejut bercampur
keheranan, kemudian sorot mata nya dialihkan ke tubuh
mayat tersebut dan tidak berkata apa-apa lagi.
"Coba kalau empek berhasil menolong jiwa orang ini,
keadaannya pasti akan lebih baikan!" seru Lan See giok
kemudian sambil mengawasi mayat tersebut.
http://kangzusi.com/
"Mengapa?" tanya Oh Tin san seperti tak mengerti.
"Sudah pasti orang ini mengetahui siapakah pembunuh
terkutuk yang telah membinasakan ayahku!"
Sembari menggumam dia lantas bekerja keras untuk
mengebumikan jenazah orang itu,
Dengan tenang Oh Tin-san memperhatikan Lan See giok
bekerja, dia tidak berbicara pun tidak berkutik, seakan-akan
benaknya penuh dengan persoalan.
Menanti Lan See-giok selesai bekerja, dia baru berkata
lagi:
"Mari kita pergi !"
Sambil berkata, ia lantas berjalan paling dulu.
Lan See-giok memandang sekejap ke arah peti mati yang
sudah tertutup rapat itu, kemudian baru menyusul di
belakang Oh Tin san.
"Empek, apakah kau kenal dengan orang ini?" tanyanya
kemudian dengan perasaan ingin tahu.
Oh Tin san termenung dan berpikir beberapa saat,
kemudian baru sahutnya:
"Aku tidak kenal dengan orang ini, tapi kalau dilihat dari
ciri khas wajahnya yang berbentuk segi tiga, beralis lebar,
kepalanya ada benjolan daging, tampaknya dia mirip sekali
dengan To ciok-siu (binatang bertanduk tunggal) Siau gi . .
."
Hampir saja Lan See giok menjerit tertahan setelah
mendengar nama orang itu, diam-diam dia merasa
keheranan, kenapa gelar yang digunakan orang-orang itu
semua nya menggunakan kata To ?
http://kangzusi.com/
Si mata tunggal, si lengan tunggal, si kaki tunggal, si
tanduk tunggal, masih ada apa tunggal lagi? Tiada hentinya
dia berpikir di dalam hati kecilnya . .
Mendadak, berkedip sepasang mata Lan See giok,
sekujur badannya menggigil keras, ketika ia mendongakkan
kepala tampak olehnya Oh Tin-san sudah berada puluhan
kaki jauhnya di depan sana.
Sekarang dia telah dapat menenangkan kembali hatinya,
maka tubuhnya segera bergerak lagi ke depan, sementara
sepasang matanya yang jeli mengawasi terus telinga Oh Tin
san yang tinggal satu itu.
Lan See giok mempunyai persoalan di dalam hati, maka
dia pun mengerahkan segenap kekuatannya untuk
melakukan perjalanan, tak selang berapa saat kemudian ia
telah berhasil menyusul si kakek itu.
Sekali lagi dia mendongakkan kepalanya memperhatikan
telinga Oh Tin san yang tinggal satu, kemudian bibirnya
bergetar beberapa kali seperti menggumamkan sesuatu.
Tapi, bagaimanapun juga dia merasa tak punya
keberanian untuk menanyakan julukan dari empeknya ini,
tapi ingatan lain berkecamuk pula dalam benaknya untuk
menyanggah jalan pemikiran yang pertama:
"Aaaah- masa empek pun mempunyai julukan yang
mempergunakan julukan To”
Sementara ingatan itu masih melintas di dalam
benaknya, kedua orang itu sudah berjalan ke luar dari
hutan, di depan mata sekarang terbentang persawahan dan
hutan bambu.
Oh Tin san mendongakkan kepalanya memandang
sekejap matahari yang telah condong ke barat, lalu
tanyanya dengan suara lembut:
http://kangzusi.com/
"Giok ji, kita harus menuju ke arah mana??
Lan See giok mengamati sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian sambil menunjuk ke arah tenggara. sahutnya:
"Telusuri jalanan kecil itu menuju ke arah tenggara!"
Dengan gembira Oh Tin san mengangguk, lalu serunya,
dengan nada tak sabar:
"Giok ji, mari kita lakukan perjalanan dengan sepenuh
tenaga!"
Sambil berkata dia segera berangkat lebih dulu.
Sambil berjalan cepat, tiada hentinya Lan See giok
berpikir, setibanya di rumah bibi Wan nanti, bagaimanakah
caranya ia mengisahkan peristiwa tragis yang telah
menimpa ayahnya.
Selain itu, diapun hendak memohon kepada bibi Wan
untuk mengeluarkan kotak kecil itu, dia ingin memeriksa
sendiri isinya apa-kah benar sejilid kitab Hud bun cinkeng
yang diidamkan oleh setiap umat persilatan.
Dia hendak menuturkan pula semua kisah kejadian yang
dialaminya di makam kuno, dia akan menerangkan pula
orang-orang yang mencurigakan itu satu per satu, agar bibi
Wan nya bisa menganalisa dan menyimpulkan siapa
gerangan musuh besar yang telah membinasakan ayahnya.
Kemudian, diapun membayangkan kembali si empek
bertelinga tunggal itu..
Mendongakkan kepalanya, ia saksikan empek bertelinga
tunggal itu sudah berada puluhan kaki di depan sana, kalau
dilihat dari bayangan punggungnya, tampak kalau
empeknya itupun sedang termenung.
http://kangzusi.com/
Dikejauhan sana sudah muncul sebuah dusun nelayan,
di samping dusun merupakan sebuah telaga yang luas,
itulah telaga Huan yang cu.
Lan See giok menyaksikan Oh Tin san bergerak makin
lama semakin cepat, jarak mereka pun makin lama selisih
semakin jauh.
Dia tak berniat untuk menyusulnya. karena pada detik
itu pula dia sedang mempertimbangkan perlukah mengajak
empeknya berkunjung ke rumah bibiWannya.
Sekalipun Oh Tin San telah membeli hio dan memeluk
jenazah ayahnya sambil menangis tersedu sedu, bahkan
membantunya sehingga ia memperoleh tenaga dalam yang
hebat, tapi sekarang dia mulai merasakan banyak hal yang
mencurigakan.
Yaa, pada hakekatnya pukulan hatin yang dirasakan Lan
See giok akibat peristiwa yang terjadi semalaman ini terlalu
berat, terlalu banyak, persoalan yang dihadapinya pun
kelewat banyak.
Benar, dia adalah seorang anak yang cerdas tapi sebelum
hatinya menjadi tenang kembali rasanya mustahil baginya
untuk memecahkan rentetan teka teki yang dihadapinya
sekarang.
Mendadak ia mendengar Oh Tin San sedang menegur
dari depan sana:
"Giok ji, apa yang sedang kau pikirkan?"
Suaranya agak gemetar, seperti lagi menahan rasa kaget
yang luar biasa .
Mendengar teguran itu, Lan See giok segera
menghentikan gerakan tubuhnya sembari menengadah,
http://kangzusi.com/
entah sedari kapan, empek bertelinga tunggalnya telah
berhenti di pinggir jalan.
Ia menjumpai paras muka kakek itu pucat pias seperti
mayat, perasaan tegang dan takutnya amat tebal
menyelimuti wajahnya, dengan perasaan tidak habis
mengerti dia lantas berkata:
"Empek, ada urusan apa?"
"Giok ji, dapatkah andaikata kita tak usah melewati
kampung nelayan ini . . " tanya Oh Tin San sambil berusaha
untuk menenangkan hatinya.
Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar ucapan
tersebut, sinar matanya segera dialihkan ke depan.
Ternyata mereka sudah tiba di kampung nelayan di
mana dia berkelahi dengan si bocah hitam kemarin, maka
tanyanya:
"Kau maksudkan kampung nelayan ini?"
"Yaa. apakah kita bisa tak usah melewati tempat ini?"
Dengan cepat anak itu menggeleng.
"Tidak mungkin, karena aku hanya kenal sebuah jalanan
ini saja . . ."
Belum habis anak itu berbicara, Oh Tin san kembali
menukas dengan perasaan cemas:
"BibiWan-mu itu sebetulnya tinggal di dusun apa?"
"Apa nama dusun itu aku kurang tahu, tapi aku tahu
rumah yang didiami bibiWan dalam dusun tersebut."
Perasaan gelisah dan marah menyelimuti wajah Oh Tin
san, keningnya yang kelimis bekernyit, lama kemudian dia
baru bertanya lagi:
http://kangzusi.com/
"Dahulu, bagaimana caramu untuk pergi ke sana?"
Lan See giok tidak begitu memperhatikan maksud dari
pertanyaan itu, segera jawabannya .
"Dulu, ayah melukiskan sebuah peta jalan untukku, dan
akupun berjalan mengikuti peta tersebut"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Tin san
setelah mendengar perkataan itu, selintas rasa kejut
bercampur girang, menghiasi wajahnya yang jelek, serunya
cepat:
"Mana peta itu sekarang?"
Tak sabar dia lantas mengulurkan tangan kanannya yang
kurus kering.
Sekali lagi Lan See giok menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Sayang peta itu sudah diminta oleh bibiWan!"
Paras muka Oh Tin san kembali berubah hebat, sekarang
wajahnya yang jelek tampak menyeringai seram tangan
kanannya yang kurus gemerutukan keras, seakan akan
kalau bisa dia hendak mencekal Lan See giok sampai
mampus. .
"Empek mengapa kita tidak pergi bersama saja?" seru
Lan See giok kemudian dengan perasaan tidak mengerti.
Pelan-pelan air Muka Oh Tin san berubah menjadi
lembut kembali, senyumpun kembali menghiasi wajahnya,
cuma diantara kerutan alis matanya masih nampak
perasaan kaget dan gelisahnya.
"Giok ji" kembali dia berkata setelah melirik sekejap ke
arah dusun. "kau boleh melanjutkan perjalanan lebih dulu,
tunggu aku di depan dusun sana, sampai kita bertemu lagi,
tahu?"
http://kangzusi.com/
Walaupun Lan See giok tidak mengerti dengan maksud
tujuan orang, tapi ia toh mengangguk juga.
Oh Tin san segera menepuk bahu Lan See giok dengan
hangat, lalu berkata lagi:
"Giok ji, pergilah! Ingat, sampai kita bertemu lagi!"
Lan See giok mengiakan, dengan perasaan bimbang dia
melanjutkan kembali perjalanan nya memasuki dusun.
Kini, dia sudah mulai menaruh curiga terhadap kakek
bertelinga tunggal itu, terutama sekali wajah jeleknya yang
berubah ubah tak menentu, makin lama semakin
menimbulkan perasaan muak di dalam hati kecilnya.
Dia ingin sekali meninggalkan kakek itu, tapi diapun
berharap bisa mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi,
meski ilmu silat empek itu tidak begitu lihay, paling tidak
setiap bulan setelah menelan pil hitam yang busuk dan
amis, tenaga dalamnya akan memperoleh kemajuan yang
cukup pesat.
Ia memang dapat merasakan manfaatnya, paling tidak
tenaga dalam yang dimilikinya sekarang berapa tingkat
lebih dahsyat dari pada kemarin.
Berpikir sampai di situ, diam-diam ia merasa berterima
kasih sekali terhadap jasa empeknya, maka rasa curiga dan
muaknya pun turut lenyap tak berbekas.
Hanya saja, dia masih tidak habis mengerti mengapa
empeknya menunjukkan sikap yang begitu tegang dan
gelisah, bahkan menampik untuk bersama sama melalui
dusun nelayan itu-
Sementara otaknya berputar. tanpa terasa ia sudah tiba di
depan dusun, ketika mendongakkan kepalanya. ia menjadi
amat terperanjat.
http://kangzusi.com/
Kurang lebih lima kaki di hadapannya, di bawah
sebatang pohon besar, duduklah si kakek berjubah kuning
yang pernah di jumpainya semalam.
Dengan wajah penuh senyuman kakek berjubah kuning
itu duduk di atas sebuah batu hijau dan sedang
mengawasinya dengan lembut, wajahnya yang merah dan
penuh keramahan tampak berwarna merah bercahaya di
bawah sinar matahari sore.
Lan see giok sama sekali tak menyangka kalau begitu
masuk ke dusun nelayan itu, dia lantas berjumpa dengan
kakek berjubah kuning tersebut.
Sekalipun dia sedang membutuhkan keterangan dari
kakek berjubah kuning itu tentang sebab musabab yang
sebenarnya dari kematian ayahnya serta asal usul orangorang
yang julukannya dimulai dengan huruf "To" tersebut.
Tapi sekarang ia tak dapat melakukannya, dia harus
berangkat ke rumah kediaman bibi Wan-nya bersama
empek bertelinga tungga1.
Teringat akan empek bertelinga tunggal itu, kembali
tergerak hatinya, jangan-jangan Oh Tin san kenal dengan
kakek berjubah kuning itu? Atau mungkin di antara mereka
terikat dendam kesumat?
Berpikir sampai di situ, serta merta dia lantas berpaling
ke arah belakang, tapi bayangan tubuh Oh Tin san sudah
lenyap tak berbekas.
Menanti dia berpaling lagi, kakek berjubah kuning itu
telah berada di depan tubuhnya.
Waktu itu dia sedang memandang Lan See-giok sambil
tertawa terbahak bahak, lalu tegurnya dengan ramah:
"Nak, apakah kau datang untuk mencari diriku?"
http://kangzusi.com/
Karena ditegur, mau tak mau Lan See -giok harus
menghentikan langkahnya, dengan cepat dia menggeleng.
"Mengapa nak?" tanya kakek berjubah kuning itu sangat
terkejut bercampur keheranan.
Sembari berkata, seperti sengaja tak sengaja dia melirik
sekejap ke arah bawah di mana Lan See giok berasal.
Waktu itu Lan See giok ingin buru-buru pergi ke tempat
tinggal BibiWannya, diapun takut empek bertelinga tunggal
itu menunggu kelewat lama di depan dusun sana ditambah
pula dia memang mencurigai si kakek berjubah kuning
sebagai salah seorang yang turut ambil bagian dalam
persekongkolan peristiwa pembunuhan terhadap ayahnya,
maka dengan nada mendongkol dia berkata:
"Mengapa? Apakah aku, harus memberitahukan
kepadamu? Sekarang aku ada urusan dan tak bisa banyak
berbicara denganmu."
Seraya berkata dia lantas menghindari si kakek berjubah
kuning itu dan berjalan menuju ke dalam dusun.
Kakek berjubah kuning itu berkerut kening, wajahnya
kelihatan agak gelisah, setelah memandang sekejap ke arah
dusun, mendadak ia bangkit berdiri kemudian membentak
keras:
"Manusia jumawa, hari ini jika lohu tidak memberi
pelajaran kepadamu, kau pasti akan menganggap di dunia
ini tiada hukum lagi."
Sambil membalikkan badan, ujung bajunya segera
dikebaskan ke depan, menggunakan kesempatan itu kelima
jari tangannya segera diayunkan ke depan menghajar jalan
darah Pay wi hiat di tubuh bocah tersebut.
http://kangzusi.com/
Lan See giok amat terkejut setelah mendengar seruan itu,
ia tahu kalau bukan tandingan kakek berjubah kuning
tersebut, terpaksa dia kabur mengambil langkah seribu.
Sayang serangan itu datangnya lebih cepat, di mana
angin serangan berkelebat lewat, jalan darah Pay wi hiat
nya kena tertotok secara telak..
Sepasang kakinya segera menjadi lemas dan "Bluuk!"
tubuh Lan See giok segera terjungkal ke atas tanah.
Lan See giok merasa terkejut bercampur kaget, terkejut
karena i1mu silat si kakek berjubah kuning itu sangat lihay,
ternyata ia dapat menotok jalan darahnya yang telah di
geserkan letaknya, malah karena dengan perbuatan ini,
maka tak disangkal lagi kakek berjubah kuning ini adalah
salah seorang yang berkomplot untuk membunuh ayahnya.
Semakin dipikirkan Lan See-giok merasa semakin gusar,
sambil menggertak gigi dia mengawasi kakek berjubah
kuning itu dengan penuh kegusaran.
Semakin dipikir Lan See-giok, merasa makin gusar,
akhirnya sambil menggertak gigi dan melotot besar pelanpelan
dia menghampiri kakek berjubah kuning itu.
Pada saat itu . . . .
Dari dalam dusun sana melesat ke luar dua sosok
bayangan manusia, satu berwarna hitam dan satu berwarna
merah, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir mereka
meluncur tiba.
Ketika Lan See-giok berpaling, dia segera mengenali
kedua orang itu sebagai si nona berbaju merah Si Cay soat
dan si bocah hitam Siau Thi gou adanya.
Tampak Siau Thi gou berlari mendekat sambil berteriak
teriak penuh kegembiraan:
http://kangzusi.com/
"Suhu..suhu, kenapa sampai sekarang kau baru kembali,
semalam Thio lo koko masih menunggu dirimu untuk
minum arak!"
Lan See giok segera mendengus dingin, sepasang
matanya yang merah karena mengawasi Si Cay soat dan
siau Thi gou tanpa berkedip.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu mereka
berdua telah tiba di depan mata, tapi ketika kedua orang itu
menyaksikan Lan See giok yang tergeletak di tanah, kontan
saja mereka jadi tertegun.
Si Cay soat membelalakkan sepasang matanya lebarlebar,
paras mukanya berubah beberapa kali, kejut dan
girang menyelimuti wajahnya, segera teriaknya:
"Suhu, dialah Lan See giok yang kumaksud kan sebagai
bocah lelaki yang tidak roboh meski jalan darahnya
tertotok!"
Paras muka si kakek berjubah kuning itu bercampur aduk
tak karuan, terhadap ucapan dari bocah perempuan berbaju
merah itu dia hanya mengiakan belaka.
Kemudian kepada Siau Thi gou katanya dengan suara
dalam.
"Thi gou, gusur dia pulang!"
Siau Thi gou segera menenangkan hatinya lalu memburu
ke depan Lan See giok, dengan kening berkerut dan
menjura, katanya dengan suara lantang:
"Saudara . . "
"Tak usah banyak bicara, cepat gusur pergi!" bentak
kakek berjubah kuning itu gusar.
Siau Thi gou amat terperanjat, buru-buru dia
membungkukkan badan dan membopong Lan See giok,
http://kangzusi.com/
kemudian cepat-cepat membalikkan badan dan berlalu dari
situ.
Jalan darah di tubuh Lan See giok sudah tertotok,
seluruh badannya terasa lemas tak bertenaga, ia merasa
seakan akan tubuh mulai dari pinggang sampai ke bawah
seperti sudah bukan menjadi miliknya sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, selain gusar diapun merasa
takut, dia kuatir kalau empek bertelinga tunggal itu tak
berhasil menemukan tempat tinggal bibi Wan nya sehingga
tiada orang yang bisa menyampai kan berita tentang
kematian ayahnya.
Ia tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah
kuning itu sangat hebat, setelah tertotok sekarang, untuk
kabur mungkin jauh lebih sukar daripada naik ke langit,
maka semakin dipikirkan dia merasa semakin mendongkol
dan gelisah.
Siau Thi gou benar-benar bertenaga besar bagaikan
kerbau baja persis seperti nama nya, sekalipun sedang
membopong tubuh Lan See giok, ternyata ia masih bisa
berjalan dengan langkah tegap.
Dengan kening berkerut dan wajah serius kakek berjubah
kuning itupun mengikuti di belakang Thi gou, dia seperti
merasa murung sekali karena masalah Lan See giok.
Si Cay soat, si gadis berbaju merah itu mengikuti di
samping kakek berjubah kuning wajahnya yang cantik
nampak pula diliputi perasaan amat gelisah dan cemas.
Kini dia merasa menyesal, menyesal telah
memberitahukan kepada gurunya bahwa Lan See giok tidak
roboh meski jalan darahnya tertotok.
Dia masih ingat, ketika gurunya mendengar berita itu
kemarin, paras mukanya segera berubah hebat, kemudian
http://kangzusi.com/
setelah mencari tahu arah yang dituju Lan See giok, dengan
langkah tergesa-gesa dia menyusul ke luar dusun.
Sungguh tak disangka, ternyata bocah itu berhasil disusul
oleh gurunya.
Tapi dia percaya keselamatan jiwa Lan See giok sudah
pasti tak akan terancam, karena dia tahu gurunya adalah
seorang kakek yang saleh dan sangat welas kasih terhadap
siapapun.
Dalam waktu singkat Siau Thi gou sudah membopong
Lan See giok memasuki hutan bambu dan tiba di depan
sebuah pekarangan rumah.
Lan See giok mencoba untuk memandang ke depan,
ternyata rumah bambu itu berderet dikelilingi sebuah
halaman yang luas.
"Lompat masuk!" bisik kakek berjubah kuning itu
mendadak.
Siau Thi gou mengiakan, dia segera melompat ke tengah
udara dan melayang masuk, ke balik dinding pekarangan,
sekalipun di bahunya harus membopong tubuh Lan See
giok, sewaktu kakinya mencapai permukaan tanah ternyata
tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Lan See giok tak dapat berbicara, tak dapat berkutik, tapi
diam-diam ia merasa kagum sekali atas kesempurnaan ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki Siau Thi gou.
Dengan membopong tubuh Lan See giok, Siau Thi gou
mengitari sebuah rumah bambu dan memasuki sebuah
halaman kecil.
Thi gou berpaling dan memandang sekejap kearah kakek
berjubah kuning itu, kemudian dia berjalan masuk ke dalam
ruangan sebelah timur.
http://kangzusi.com/
Sebelum Lan See giok sempat melihat jelas dekorasi
yang berada dalam ruangan itu, tubuhnya sudah di
baringkan oleh Siau Thi gou di atas pembaringan.
Kakek berjubah kuning dan Si Cay soat segera menyusul
pula ke dalam ruangan
Saat itulah mendadak terdengar suara seorang kakek
yang tua dan serak bertanya:
"Apakah Locianpwe telah kembali?".
Sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar telah muncul
dari balik pintu ruangan.
Lan See giok kembali memperhatikan orang itu, ia
saksikan orang tersebut mempunyai perawakan badan yang
tinggi besar dan berambut putih, alis matanya tebal,
matanya besar, hidung singa dan mulut lebar, dia nampak
gagah dan mentereng sekali.
Kakek berjubah-kuning itu segera membalikkan badan
sambil menyongsong kedatangan orang itu.
Si Cay soat dan Siau Thi gou segera memberi hormat
pula sambil memanggil:
"Thio toako . . . . "
Mendengar nama itu, Lan See giok segera tahu kalau
orang yang masuk adalah ayah Thio Toa keng, yaitu orang
yang dimaksudkan kakek berjubah kuning itu sebagai Huan
kang ciong liong ( naga sakti pembalik sungai ) Thio Lok
heng .
Gerak gerik Huan kang ciong liong Thio Lok heng
terhadap kakek berbaju kuning itu sangat hormat, tapi
begitu menyaksikan Lan See giok, paras mukanya segera
berubah hebat, serunya dengan suara rendah:
http://kangzusi.com/
"Locianpwe, ternyata kau benar-benar telah menemukan
si gurdi emas . - ."
Belum habis Huan kang ciong liong menyelesaikan katakatanya,
kakek berjubah kuning itu telah memberi tanda
agar dia jangan berbicara lebih jauh.
Tergerak hati Lan See giok, dia tahu yang dimaksudkan
sebagai Huan kang-ciong liong adalah gelar ayahnya yaitu
si Gurdi emas peluru perak.
Kalau ditinjau dari hal ini, bisa ditarik kesimpulan kalau
Huan kang ciong liong dan kakek berjubah kuning adalah
pembunuh ayahnya.
Sementara itu, Huan kang-ciong liong Thio Lok-heng
telah memburu ke tepi pembaringan dan menatap wajah
Lan See giok lekat-lekat, setelah memperhatikan sekejap
dengan gelisah, diapun bertanya lagi kepada kakek berjubah
kuning itu dengan nada hormat:
"Locianpwe, bila jalan darah bocah ini tertotok kelewat
lama, apakah ia tak akan terluka?"
Tampaknya kakek berjubah kuning itu mempunyai
kesulitan untuk diutarakan, maka setelah termenung
sebentar, katanya lembut kepada Si Cay soat, gadis berbaju
merah itu:
"Anak Soat, bebaskan totokan jalan darahnya!"
Dengan wajah merah dadu Si Cay soat mengiakan, lalu
dengan kepala tertunduk mendekati pembaringan.
Melihat Si Cay soat berjalan mendekat.
Lan See giok merasa kehormatannya sebagai seorang
lelaki merasa tersinggung, hawa amarahnya segera
berkobar, dari balik sepasang matanya yang jeli segera
terpancar ke luar cahaya dingin yang menggidikkan hati.
http://kangzusi.com/
Huan-kang-ciong liong yang menyaksikan kejadian itu,
paras mukanya segera berubah hebat, setelah memandang
sekejap ke arah kakek berjubah kuning itu dia seperti
hendak mengatakan:
"Tenaga dalam yang dimiliki bocah itu, tampaknya jauh
melebihi tingkat usianya.."
Sedang kakek berjubah kuning itu segera mengangkat
bahu sambil manggut-manggut, agaknya banyak persoalan
yang mencekamdi dalam hatinya.
Pada saat itulah, Si Cay soat telah berjalan ke depan
pembaringan dan melepaskan lima buah pukulan berantai
ke atas jalan darahMia bun hiat di tubuh Lan See giok.
Dua pukulan. yang pertama tidak mengenai sasarannya,
baru pada tepukan yang ke tiga Si Cay soat baru menghajar
jalan darahnya secara tepat.
Setelah menarik kembali tangannya, dengan biji mata
yang jeli Si Cay soat memandang sekejap ke arah Lan See
giok, lalu dengan jantung berdebar keras berjalan kembali.
"Thi gou, temanilah dia bermain main, ingat, jangan
tinggalkan tempat ini," pesan kakek berjubah kuning itu
kemudian dengan wajah serius.
Setiap orang pasti akan mengerti kalau kakek berjubah
kuning itu sedang memperingatkan Siau Thi gou agar
jangan membiarkan Lan See giok lari.
Siau Thi gou segera manggut-manggut dengan mata
terbelalak lebar.
Tampaknya kakek berjubah kuning itu masih
mempunyai banyak masalah lain yang hendak
dirundingkan dengan Huan-kang -ciong-liong, begitu selesai
meninggalkan pesannya, buru-buru dia berlalu.
http://kangzusi.com/
"Mari kita pergi!"
Selesai berkata bersama Huan kang ciong -liong, buruburu
mereka tinggalkan ruangan itu.
Si Cay soat yang menduga Lan See giok belum bersantap
malampun buru-buru ikut berlalu dari sana.
Sepeninggal ke tiga orang itu, Siau Thi gou baru
berpaling ke arah Lan See giok sambil tertawa, kemudian
tegurnya:
"Saudara, bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah
ingin turun untuk berjalan jalan?"
Sejak jalan darahnya bebas dari pengaruh totokan, diamdiam
Lan See-giok telah mengatur napasnya untuk
memeriksa seluruh tubuhnya, merasa dirinya segar bugar,
hatinya segera tergerak, ia merasa bila ingin meloloskan diri
dari mulut harimau, maka harus memperalat si bocah
bermuka hitam ini.
Maka dia duduk dan manggut-manggut, setelah itu turun
dari pembaringan.
Tiba-tiba Siau Thi gou merasa ruangan di tempat itu
terlalu gelap, dia segera mendekati meja untuk
membesarkan lampunya.
Melihat itu, mencorong sinar tajam dari balik mata Lan
See giok, dia merasa kesempatan baik tak boleh di sia-sia
kan dengan begitu saja, maka setelah maju berapa langkah,
dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat
dia menotok jalan darah tidur di tubuh Siau Thi gou.
Waktu itu Siau Thi gou sedang menyulut lampu dan
sama sekali tidak melakukan persiapan apa-apa, mendadak
dia merasakan datangnya ancaman, tahu-tahu jalan darah
tidurnya sudah kena tertotok.
http://kangzusi.com/
"Bluuk-!" dia segera terjatuh ke tanah dan tertidur pulas.
Berhasil dengan serangannya, Lan See giok merasa
semakin gugup, pertama tama dia mengendalikan dulu
debaran jantungnya kemudian baru secara diam-diam
menyelinap ke luar dari kamar, lalu kabur ke belakang
bangunan rumah itu.
Waktu itu langit sudah gelap, bintang bertaburan di
angkasa, cahaya rembulan bersinar redup menerangi
seluruh jagad.
Tiba di tepi pagar bambu, Lan See giok menjejakkan
kakinya melambung ke angkasa dan melayang turun di luar
dinding.
la tak berarti mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
untuk melarikan diri, sebab hal ini akan memancing
perhatian dari si kakek berjubah kuning serta si raga sakti
pembalik sungai.
Dengan langkah yang sangat berhati-hati dan penuh
kewaspadaan, anak itu menentukan arah tujuannya
kemudian bergerak menuju ke luar hutan bambu-
Suasana di dalam dusun sunyi senyap, selain suara air
telaga yang menubruk tanggul tiada kedengaran suara lain.
Ke luar dari hutan bambu itu, Lan See giok merasakan
matanya berkilat tajam, ternyata dia berada di luar hutan di
mana Thio Toa keng sekalian berkelahi dengannya, sedang
puluhan kaki lebih ke depan adalah jalan di tepi tanggul
menuju ke tempat kediaman bibiWan nya.
Lan See giok merasa gembira sekali, dia tak menyangka
kalau kali ini bisa kabur dengan lancar dan cepat.
Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu dan
yakin kalau si kakek berjubah kuning maupun si Naga sakti
http://kangzusi.com/
pembalik sungai tidak mengejarnya, bocah itu segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan melesat ke
atas tanggul telaga
Tiba di tepi telaga, dia segera menyembunyikan diri ke
belakang sebatang pohon kemudian dengan sorot mata
yang tajam memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu.
Tapi selain air telaga yang hening dengan angin yang
berhembus lewat menggoyangkan daun serta ranting, di situ
tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Lan See giok merasa gelisah bercampur tegang, apalagi
tidak menjumpai empek bertelinga satu itu berada di sana,
hatinya semakin gugup dan kalut- -
Ia segera mendongakkan kepalanya memeriksa setiap
cabang pohon yang tumbuh di sana, dia berharap empek
bertelinga satu itu menyembunyikan diri ditempat itu.
Mendadak . . suatu bentakan gusar yang penuh
bertenaga menggema datang dari kejauhan sana:
"Thi gou si bocah ini kelewat jujur!"
Lan See giok merasa terkejut sekali, karena suara itu
berasal dari naga sakti pembalik sungai Thio Lok-heng.
Dalam keadaan demikian ia tak sempat mencari si
empek bertelinga tunggal lagi, cepat-cepat dia membalikkan
badan sambil kabur ke atas tanggul telaga.
Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. dia
merasa kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya masih bukan tandingan kakek berjubah kuning,
maupun si naga sakti pembalik sungai, bila sampai
ditemukan jejaknya, belum sampai setengah li sudah pasti
akan tersusul.
http://kangzusi.com/
Berpaling ke arah lain, dia menyaksikan di bawah
tanggul di tepi telaga tertambat beberapa buah sampan
kecil, ketika sampan-sampan itu saling bersentuhan segera
menimbulkan suara benturan yang nyaring.
Pada saat itulah . . . terdengar suara ujung baju
tersampok angin berkumandang datang dari arah hutan
bambu.
Lan See-giok semakin tegang setelah mendengar suara
itu, dia tahu mustahil baginya bisa kabur, maka diputuskan
untuk menyembunyikan diri untuk sementara waktu di atas
sampan.
Berpikir sampai di situ, buru-buru dia menuruni tanggul
itu dan melompat naik ke atas sampan yang penuh dengan
tali jerami, kemudian menggunakan tali tersebut untuk
menutupi badannya.
Bau amis ikan yang menusuk hidung dengan cepat
menyelimuti sekeliling tubuhnya..
Dalam keadaan demikian Lan See giok tidak
memikirkan hal semacam itu lagi, dengan kening berkerut
dia membaringkan diri, pikirnya: "Hitung-hitung masih
mendingan bau amis ini dari pada bau busuk pil hitam
pemberian si empek bertelinga tunggal."
Ketika dia mencoba untuk memasang telinga,
terdengarlah suara ujung baju terhembus angin itu sudah
tiba di atas tanggul.
Diam-diam Lan See giok merasa amat terperanjat,
jantungnya berdebar semakin keras, dia tidak menyangka
kalau gerakan tubuh dari kakek berjubah kuning itu jauh
lebih cepat berapa kali lipat dibandingkan dengan apa yang
dia bayangkan semula.
http://kangzusi.com/
Mendadak suara itu terhenti di atas tanggul, menyusul
kemudian kedengaran suara dari si Naga sakti pembalik
sungai berkata dengan nada sangat gelisah:
"Locianpwe, menurut pendapat boanpwe tak mungkin
bocah itu lari ke arah telaga."
"Tak bakal salah, aku mendengar jelas sekali, mungkin
dia baru mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya setelah
ke luar dari hutan bambu," sahut kakek berjubah kuning itu
dengan nada pasti.
Peluh dingin segera membasahi seluruh badan Lan See
giok, diam-diam ia bersyukur tidak mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya sedari dalam halaman rumah itu.
Kemudian terdengar kakek itu berkata lagi:
"Waktu itu aku sama sekali tidak menyangka, tapi ia
belum pergi jauh, kemungkinan besar masih bersembunyi di
sekitar tempat ini . ."
Lan See giok semakin tegang lagi, saking takutnya dia
sampai tak berani bernapas keras-keras, sementara
jantungnya berdetak keras sekali, seakan akan hendak
melompat ke luar dari rongga dadanya saja. Ia mencoba
mengintip dari balik celah-celah tali, dari situ ia dapat
melihat si kakek berjubah kuning serta naga sakti pembalik
sungai di atas tanggul.
Waktu itu dengan wajah serius si kakek berjubah kuning
itu sedang memperhatikan sekeliling tempat itu, tangan
kanannya mengelus jenggot tiada hentinya, dia seperti
merasa cemas dan murung sekali atas kaburnya Lan See
giok.
Sorot matanya yang semula ramah dan lembut, kini
memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati.
http://kangzusi.com/
Naga Sakti pembalik sungai Thio Lok-heng juga
melototkan sepasang matanya bulat-bulat dengan wajah
gusar, dengan matanya yang tajam dia sedang celingukan
ke sana ke mari, nampak pula dia sedang marah bercampur
gelisah.
Mendadak kakek berjubah kuning itu berpaling ke arah
muka dusun sebelah depan sana . . .
Dengan perasaan terkesiap Lan See giok berpikir:
"Jangan-jangan si empek bertelinga tunggal telah datang?"
Dia mencoba untuk memasang telinga baik-baik, benar
juga dia mendengar suara ujung baju yang terhembus angin.
Waktu itu si Naga Sakti pembalik sungai juga telah
mendengar suara tersebut, dengan cepat dia berpaling pula
ke luar dusun.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dengan gelisah:
"Suhu, apakah Lan See-giok berhasil ditemukan?"
Mendengar suara itu. Lan See-giok segera mengenalinya
sebagai Si Cay-soat atau gadis cilik berbaju merah itu.
Kakek berbaju kuning dan naga Sakti pembalik sungai
menggelengkan kepalanya berulang kali, sorot mata mereka
tetap beralih ditempat kejauhan sana.
Bayangan merah nampak berkelebat lewat, tahu-tahu Si
Cay-soat telah berhenti di antara si kakek berjubah kuning,
dengan si naga sakti pembalik sungai.
Tampak paras muka Si Cay soat pucat pias, alis matanya
bekernyit dan wajahnya penuh kegelisahan, sepasang mata
yang jeli berkilat.
Akhirnya sinar mata gadis itu dialihkan ke atas beberapa
buah sampan kecil di bawah tanggul.
http://kangzusi.com/
Lan See-giok amat terkesiap, dia tahu bakal celaka bila
jejaknya ketahuan, tanpa terasa peluh dingin jatuh
bercucuran.
Mendadak sepasang mata Si Cay soat berkilat, paras
mukanya berubah hebat dan hampir saja ia menjerit,
rupanya dia telah menemukan dua titik sinar mata tajam di
balik tumpukan tali dalam sampan kecil sebelah tengah.
Melihat itu, Lan See giok merasa kepalanya kontan
menjadi pusing tujuh keliling, napasnya, sesak dan
jantungnya seperti melompat ke luar dari rongga dadanya.
Sekarang dia baru menyesal kenapa menyembunyikan
diri dalam sampan kecil itu sehingga jejaknya ketahuan.
Berada dalam keadaan seperti ini, dia tak berani
berkutik, juga tak berani lari, sebab bila sampai ketahuan
maka ibaratnya katak masuk tempurung, jangan harap bisa
meloloskan diri lagi.
Si Cay soat yang berada di atas tanggul juga
membelalakkan matanya dengan wajah kaget serta
tertegun, mulutnya ditutup dengan tangan sementara sorot,
matanya nampak gugup bercampur panik.
Peluh bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh
badan Lan See giok, ia tahu asal Si Cay soat menuding ke
bawah sambil menjerit, niscaya dia akan dibekuk kembali.
Suasana amat hening . . . beberapa saat kemudian Si Cay
soat baru berhasil menenangkan hatinya seraya berpaling ke
arah lain, sekalipun matanya celingukan kesana ke mari,
tapi wajahnya yang gugup dan cemas kelihatan jelas sekali.
Lan See giok turut tertegun, dia tidak habis mengerti apa
sebabnya gadis itu tidak berteriak? Mungkinkah dia tidak
melihat jelas? Tapi setelah dipikirkan kembali, ia merasa hal
ini mustahil . . .
http://kangzusi.com/
Atau mungkin gadis itu sengaja hendak melepaskan
dirinya? Tapi mengapa pula dia berbuat demikian . . .
Makin dipikir Lan See giok merasa makin kebingungan
dan tidak habis mengerti, hati nya bergoyang seperti ayunan
sampan, meski sudah diusahakan untuk ditenangkan
kembali namun tak bisa.
Sementara butiran air keringat bercucuran dengan
derasnya dan membasahi kepala, rambut dan masuk ke
dalam telinganya..
ooo0dw0ooo
BAB 5
NONA CANTIK BERBAJU PUTIH
DI TENGAH keheningan yang mencekam seluruh jagat,
mendadak terdengar si Naga sakti pembalik sungai berkata
dengan sedih:
"Locianpwe, mungkin bocah itu sudah lari, lebih baik
besok pagi kita langsung mencari Oh Tin san untuk minta
orang .."
Kakek berbaju kuning itu menggelengkan kepalanya
berulang kali, belum habis si naga Sakti pembalik sungai
menyelesaikan kata katanya, ia te1ah berkata dengan
gelisah:
"Tidak, besok pagi terlalu lambat, sekarang dan malam
ini juga kita harus mencegah Lan See-giok agar jangan pergi
ke tempat kediaman BibiWan nya.."
Si naga sakti pembalik sungai termenung sebentar,
kemudian tanyanya dengan tidak habis mengerti:
http://kangzusi.com/
"Locianpwe, apakah kau menganggap kitab pusaka Hud
bun cinkeng tersebut berada di rumah kediaman bibi Wan
nya Lan See giok?"
"Yaa, kemungkinan besar benar"
"Tapi menurut analisa pada umumnya, mustahil kalau si
Gurdi emas peluru perak Lan Khong-tai akan menyerahkan
mestika yang amat berharga itu kepada seorang perempuan,
mungkin saja dia menyimpannya di dalam makam raja-raja
. . ."
"Aku telah melakukan pemeriksaan setiap sudut makam
tersebut dengan seksama, bahkan setiap sudut ruangan yang
mungkin bisa dipakai untuk menyimpan kotak kecil itupun
sudah kuperiksa . . . "
Mendengar sampai di situ, Lan See-giok yang
bersembunyi di bawah tumpukan tali merasa gusar sekali, ia
menduga pasti sekarang kalau kakek berjubah kuning yang
berwajah ramah ini benar-benar, adalah sekomplotan
dengan pembunuh-pembunuh ayahnya.
Mungkin saja selama ini kakek berjubah kuning itu
bersembunyi terus di dalam kuburan, mungkin juga dialah
pembunuh ayahnya, sebab hanya orang yang berilmu begitu
tinggi baru bisa membunuh ayahnya dalam sekali pukulan .
. .
Makin dipikir Lan See giok merasa darahnya makin
mendidih, hawa amarahnya yang memuncak membuat rasa
takutnya sama sekali lenyap tak berbekas.
Tapi, bila teringat akan kelihaian kepandaian silat yang
dimiliki kakek berjubah kuning itu, ia merasa putus asa,
tipis rasanya harapan baginya untuk membalas dendam . . .
Sementara dia masih termenung, si Naga sakti pembalik
sungai telah berkata lagi:
http://kangzusi.com/
"Menurut apa yang locianpwe saksikan semalam,
siapakah di antara Sam ou ngo to (lima tunggal dari tiga
telaga) yang besar kemungkinannya sebagai pembunuh Lan
Khong tay?"
"Kelima limanya patut dicurigai semua . . " sahut kakek
itu setelah termenung sebentar.
Lan See giok menjadi mengerti sekarang, yang
dimaksudkan sebagai Sam Ou ngo to oleh si Naga sakti
pembalik sungai tentulah orang-orang yang menggunakan
julukan "To" atau tunggal pada permulaan namanya.
Sambil memandang bintang yang bertaburan di angkasa,
diam-diam ia mulai menghitung semua orang yang pernah
dijumpainya semalam. .
Orang pertama yang dijumpai adalah To pit him
(beruang berlengan tunggal) Kiong Tek cong yang
menggeledah seluruh badannya dengan tangan kanannya
dikala ia jatuh pingsan. . .
Kemudian adalah To tui thi koay (tongkat baja berkaki
tunggal) Gui Pak cong yang menusuk tubuhnya dengan
tongkat besinya.
Orang ke tiga adalah si manusia bermuka hijau dan
bergigi taring yang bernama To-gan liau pok (setan bengis
bermata tunggal ) Toan Ki tin, besar kemungkinannya
orang ini adalah pelaku pembunuhan atas diri ayah-nya.
Kemudian adalah si manusia berbisul besar pada
kepalanya yang tertembus oleh senjata gurdi emas, orang
itu diketahui bernama To ciok siu (binatang bertanduk
tunggal) Si Yu gi, orang ini adalah satu satunya orang yang
mengetahui siapa pembunuh ayahnya, tentu saja mungkin
juga orang itu adalah si binatang bertanduk tunggal pribadi.
http://kangzusi.com/
Pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benaknya,
mulai dari si kaki tunggal, si le-ngan tunggal, si mata
tunggal dan si tanduk tunggal . . .
Dari lima manusia tunggal ada empat di antaranya telah
diketahui, lantas siapakah si tunggal yang kelima?
Mungkinkah dia adalah kakek berambut perak yang
telah menghajar dirinya hingga semaput itu . . .
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya,
kontan saja Lan gee giok merasakan hatinya bergidik.
Bayangan tubuh seorang kakek bermata sesat, bertubuh
kurus kering, bermuka kuda dan bertelinga tunggal dengan
cepat melintas dalam benaknya.
Dengan perasaan bimbang dia lantas berpikir:
"Yaa, diapun bertelinga tunggal. . diapun kehilangan
sebuah telinganya mungkinkah empek adalah salah seorang
dari Sam ou ngo to tersebut . . .?"
Sementara pelbagai ingatan berkecamuk dalam
benaknya, mendadak terdengar si naga sakti pembalik
sungai yang berada di atas tanggul berseru cemas:
"Locianpwe, cepat lihat, di bawah tanggul sana tampak
sesosok bayangan manusia sedang berkelebat lewat!"
Dengan perasaan tergerak Lan See giok ikut melirik, dia
saksikan si naga sakti Thio Lok heng sedang menuding ke
arah utara dengan cambang yang bergetar keras.
"Ehmm, aku sudah melihatnya!" sahut kakek berjubah
kening itu sambil manggut manggut.
Si Cay soat segera mengerling sekejap ke arah Lan See
giok, kemudian ujarnya kepada Si naga sakti Thio-Lokheng:
http://kangzusi.com/
"Empek Thio, mungkin dia adalah Lan See giok?"
"Bukan, dia adalah To oh cay jin (manusia buas
bertelinga tunggal)!" tukas si kakek berjubah kuning sambil
menggeleng.
Sementara itu, meski Lan See giok yang bersembunyi di
balik sampan sudah menduga kalau empeknya yang
bertelinga tunggal kemungkinan besar adalah salah seorang
dari ngo to ( lima tunggal ), namun setelah mendengar
julukan manusia buas bertelinga tunggal tersebut, hatinya
toh merasa terkesiap juga sehingga tubuhnya menggigil
keras.
Terdengar kakek berjubah kuning itu berkata lagi dengan
suara murung bercampur kesal:
"Sesungguhnya Lan See giok adalah seorang bocah yang
cerdik, sayang pukulan batin yang dialaminya kelewat
hebat sehingga membuat hatinya tak dapat tenang dan
menyumbat semua kecerdasan otaknya. Hal ini ditambah
lagi dengan pancingan si Manusia buas bertelinga tunggal
Oh Tin san yang menggunakan pelajaran ilmu silat sebagai
umpan, akibatnya mengurangi kecurigaan Lan See-giok
terhadap dirinya coba kalau bukan begitu, dengan
kemampuan dari Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin
san mana mungkin dia dapat mengelabuhi Lan See- giok?."
"Locianpwe" si naga sakti Thio Lok heng segera berkata
sambil tertawa, "jelek-jelek begini sudah setengah hidupku
berkelana dalam dunia persilatan, berbicara soal luasnya
pengetahuanku, sesungguhnya boleh dibilang lumayan
juga, tapi setelah mendengar pembicaraan dari locianpwe
semalam, jangan toh Lan See giok yang masih bocah,
bahkan boanpwe yang sudah jago kawakan pun dibikin
kebingungan dan tak habis mengerti dibuatnya . . . "
http://kangzusi.com/
Kakek berjubah kuning itu menghela napas dan
manggut-manggut, sahutnya:
"Walaupun si Manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin
san termasyhur karena kebuasan dan kekejamannya, diapun
terhitung seorang manusia licik, sayang cara kerjanya
kurang mantap dan lagi tidak sabaran, lama kelamaan Lan
See giok pasti dapat mengetahui belangnya tersebut- “
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, dengan sorot
mata berkilat si naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng
telah menukas sembari berseru keras:
"Locianpwe, coba kau lihat!"
Sambil berkata dia lantas menuding ke arah depan
dusun.
Kakek berjubah kuning itu berkerut kening sambil
berpaling, tidak nampak bagaimana caranya menggerakkan
badan, tahu-tahu dia sudah meluncur ke depan.
Menyusul kemudian naga sakti pembalik sungai Thio
Lok heng dan Si Cay soat pun ikut berlalu dari situ.
Waktu itu pikiran Lan See giok amat kacau, dia tak
sempat memikirkan lagi apa yang berhasil dilihat Thio Lok
heng, kenapa kakek berjubah kuning itu berlalu dan
mengapa Si Cay soat tidak membocorkan jejaknya yang
bersembunyi di bawah tumpukan tali.
Yang dipikirkan sekarang adalah cepat-cepat menyusup
ke rumah kediaman bibi Wan nya tanpa diketahui orang
lain.
Dia tahu, meski kakek berjubah kuning itu telah pergi,
tapi kemungkinan besar dia akan balik lagi, sebab itu dia
tidak berani naik ke atas tanggul telaga tersebut.
http://kangzusi.com/
Angin malam berhembus lewat membawa udara yang
sangat dingin, pelan-pelan Lan See giok yang bersembunyi
dibalik tumpukan tali dapat menenangkan kembali hatinya.
. .
Mendadak ia mendengar suara gelak tertawa yang amat
keras berkumandang datang dari depan dusun sana.
Lan See giok kenal suara tersebut sebagai suara si Naga
sakti pembalik sungai Thio Lok heng.
Tapi saat ini, dia sudah tidak menaruh minat lagi
terhadap setiap perobahan yang telah terjadi di sekeliling
tempat itu, karena dia sedang mempergunakan segala akal
dan kecerdasannya untuk memecahkan kesulitan yang
sedang dihadapinya.
Pertama-tama, dia berpikir tentang kakek berjubah
kuning yang berilmu tinggi itu.
Ditinjau dari sikap hormat dan panggilan merendah dari
Naga sakti pembalik sungai Thio Lok heng, dapat diketahui
kalau kakek berjubah kuning itu memiliki kedudukan yang
sangat tinggi dalam dunia persilatan.
Sekalipun kakek itu mungkin bermaksud untuk
mendapatkan kotak kecil milik ayah-nya dan telah
menggeledah seluruh isi makam, namun belum tentu ia
bersekongkol dengan samou ngo to.
Dilihat dari sikap si kakek yang hingga kini masih belum
tahu kalau kotak kecil tersebut sudah berada di rumah bibi
Wan-nya, bisa disimpulkan pula kalau orang yang
bersembunyi di belakang meja dan menghantam dirinya
sampai pingsan itu bukanlah kakek ini.
Teringat akan kakek kurus berambut perak yang
menghajarnya sampai semaput dari belakang itu, tanpa
http://kangzusi.com/
terasa Lan See giok membayangkan kembali si Manusia
buas bertelinga tunggal Oh Tin san.
Terbayang sampai ke situ, dengan cepat dia pun menjadi
sadar kembali, semua siasat busuk dari Manusia buas
bertelinga tunggal pun kontan terungkap semua.
Di samping itu dia membenci akan ketololan sendiri, di
mana manusia buas berhati busuk yang amat berbahaya
telah dianggapnya sebagai sahabat karib ayahnya.
Padahal gerak gerik maupun cara berbicara Manusia
buas bertelinga tunggal semenjak masuk ke dalam makam
sudah mencurigakan sekali, tapi dia justru terkecoh dan
kena dikibuli habis habisan.
Tentunya setelah menghajar dia sampai pingsan, Oh Tin
san lantas menyusun rencana kejinya, dengan pergi
membeli hio dan lilin, kemudian untuk mencari tahu
tempat tinggal bibi Wan nya, mau tak mau diapun
melaksanakan rencana kejinya dengan amat berhati hati.
Masih untung dia tak sempat melihat jelas wajah aslinya
sebelum dihantam pingsan dulu, kalau tidak mungkin
selembar jiwa nya sudah melayang sekarang.
Tentang pemberian obat untuk menambah kekuatan,
bisa disimpulkan kalau tujuan yang sebenarnya dari
tindakannya Itu adalah memberi kesempatan bagi dirinya
untuk memasuki makam raja-raja dan mencuri pedang
mestika dan kotak kecil yang tersimpan di situ.
Tapi segera muncul kembali pikiran lain, lantas siapakah
orang yang telah menyergap Oh Tin san, merusak rantai
penghubung pintu besi menuju makam raja-raja dan
membawa lari pedang Jit hoa gwat hui kiam serta dua buah
kotak emas tersebut?
http://kangzusi.com/
Mungkinkah orang itu sudah lama bersembunyi di dalam
makam? Atau mungkin kakek berjubah kuning yang tidak
pernah meninggalkan makam? Atau bisa jadi juga si
tongkat besi berkaki tunggal serta si beruang berlengan
tunggal yang secara diam-diam balik kembali ke situ.
Kemudian bocah itu teringat pula sikap kaget bercampur
rasa tercengang dari manusia buas bertelinga tunggal ketika
menyaksikan tenaga dalamnya peroleh kemajuan pesat,
mengapa begitu? Dia tak dapat memecahkannya. .
Tapi kematian dari si Binatang bertanduk tunggal, jelas
kematian tersebut disebabkan oleh tindakan keji manusia
buas bertelinga tunggal ketika ia disuruh pergi mengambil
air
Ia menduga, manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san
sengaja membunuh orang itu, karena dia kuatir binatang
bertanduk tunggal membocorkan soal tersimpannya kotak
kecil itu di rumah bibiWan kepada orang lain.
Sebagaimana diketahui, hanya Si binatang bertanduk
tunggal Si Yu gi dan Manusia buas bertelinga tunggal Oh
Tin san saja yang mengetahui kabar berita tentang kotak
kecil itu, tapi mungkin juga dikarenakan sebab-sebab
lainnya.
Makin dipikir dia merasa makin membenci akan
kebodohan sendiri, tentu saja dia lebih-lebih membenci
Manusia buas bertelinga tunggal itu.
Demikianlah, sambil berbaring di atas sampan sambil
memandang bintang yang bertaburan di angkasa, tiada
hentinya bocah itu membayangkan tentang lima manusia
tunggal dari tiga telaga.
Dia masih ingat dengan ucapan kakek berjubah kuning
itu: "Kelima limanya mencurigakan," dari sini dapat ditarik
http://kangzusi.com/
kesimpulan kalau Manusia buas bertelinga tunggal pun
merupakan salah seorang manusia yang patut untuk
dicurigai.
Berpikir sampai di situ, dia lantas bertekad untuk segera
berangkat ke rumah kediaman bibi Wan nya mumpung
malam masih kelam dan suasana di sekeliling tempat itu
masih hening.
Mendadak..
Pemuda itu merasakan hatinya bergetar keras, dia
merasa sampan kecil, itu sedang bergerak pelan ke arah
depan.
Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi
kejadian tersebut, perasaan hatinya yang baru tenang
kontan saja menjadi tegang kembali . . .
Dengan gugup dia melompat bangun dari balik
tumpukan tali temali dia memandang sekitar tempat itu,
tapi hatinya makin terperanjat lagi, ternyata bayangan dari
tanggul sudah tidak nampak lagi.
Sekeliling tempat itu hanya nampak air, sedang tujuh
delapan kaki di depan sana adalah hutan gelaga yang luas
dan amat lebat.
Bunga gelaga yang berwarna putih bergoyang terhembus
angin, sekilas pandangan mirip awan putih di angkasa.
Begitu dia bergerak bangun, sampan yang mulai berjalan
lambatpun mendadak meluncur ke depan semakin cepat.
Tak terlukiskan rasa gugup dari Lan See giok ketika itu,
dia tahu di bawah sampan pasti ada jago lihay yang sedang
mendorong sampan itu bergerak ke depan, tapi ia tidak tahu
siapa gerangan orang tersebut dan mengapa membawanya
menuju ke tengah telaga.
http://kangzusi.com/
Sementara itu sampan kecil itu bergerak makin cepat ke
depan, kini sampan tadi sedang melesat ke arah satu
satunya jalan air yang bebas dari tumbuhan gelaga.
Dengan gugup Lan See-giok lari menuju ke buritan
sampan, tapi di sana pun dia hanya bisa menyaksikan
gelembung air dan bunga ombak yang memercik di atas
permukaan.
Dengan perasaan gelisah dia lantas bertanya kepada diri
sendiri:
"Siapakah orang ini. . ? Siapakah dia. . .? Mengapa
membawa aku ke mari . . . ?"
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya,
bayangan tubuh seorang kakek bercambang yang
berperawakan tinggi besar segera melintas di dalam
benaknya, tanpa terasa ia berbisik:
"Aaaah, jangan-jangan si Naga sakti pembalik sungai
Thio Lok heng . . . "
Sekali lagi dia melongok ke buritan sampan ke balik air
yang bergelembung.
"Yaa, sudah pasti perbuatan dari si Naga sakti pembalik
sungai Thio Lok heng, hanya dia yang memiliki ilmu
menyelam di dalam air yang begini sempurna.." sekali lagi
dia berguman.
Dalam pada itu, sampan kecil itu sudah menembusi jalan
air diantara tumbuhan jelaga yang lebat dengan kecepatan
yang makin lama semakin tinggi.
Dengan gugup Lan See giok memperhatikan sekitar
tempat itu, dia lihat jalan air itu luasnya cuma delapan
depa, sekeliling-nya penuh dengan tumbuhan gelaga
http://kangzusi.com/
setinggi satu kaki lebih, besarnya se lengan bayi dan bunga
berwarna putih seperti awan menyelimuti di atasnya.
Cepat dia menenangkan hatinya dan berpikir lebih jauh:
"Seandainya orang itu adalah si Naga sakti pembalik
sungai Thio Lok heng, niscaya aku akan dibawa kembali ke
perkampungan nelayan tersebut, tapi sekarang aku di bawa
masuk ke dalam hutan gelaga yang begini luas dan lebat. . .
siapakah orang itu?"
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya dan
cepat anak muda itu sadar kembali.
"Yaa..yaa, sudah pasti orang yang berada dalam air
adalah perompak dari telaga Huan yang ou.." demikian dia
berpikir.
Teringat akan hal ini, api kemarahan segera berkobar
dalam benak Lan See giok, sekali lagi dia menghimpun
tenaga dalamnya ke dalam telapak tangan kanan, kemudian
diangkatnya tangan tersebut ke udara siap melakukan
penyerangan.
Tapi, tatkala sorot matanya membentur dengan
permukaan air di sekeliling sampan, telapak tangan
kanannya yang sudah siap melancarkan serangan itu pelanpelan
di turunkan kembali.
Dengan kemampuan tenaga serangan yang dimilikinya
sekarang, tidak sulit baginya untuk membinasakan orang
yang berada di balik perahu akan tetapi dasar sampan itu
pasti akan remuk dan diapun pasti akan tercebur ke dalam
telaga dan mati tenggelam. Sementara itu, sampan kecil tadi
sudah berbelok ke kiri berputar ke kanan menembusi hutan
gelaga yang luas, dalam waktu singkat Lan See giok sudah
tak bisa membedakan lagi mana sebelah timur dan mana
sebelah barat.
http://kangzusi.com/
Lan See giok benar-benar merasa sangat gelisah, dia tak
ingin terjatuh kembali ke mulut serigala setelah lolos dari
sarang harimau.
Satu ingatan segera melintas dalam benak nya, cepat dia
mengeluarkan senjata gurdi emas milik ayahnya.
Seketika itu juga cahaya emas yang menyilaukan mata
memancar ke empat penjuru.
Sambil menggenggam gurdi emas itu, Lan See giok
merasa tegang sekali, selembar nyawa manusia dalam
waktu singkat akan musnah di tangannya.
Tapi demi keselamatan jiwa sendiri, mau tak mau
terpaksa dia harus bertindak nekad.
Cahaya emas berkelebat lewat, senjata gurdi emas yang
panjangnya mencapai tiga depa itu tahu-tahu sudah
menembus dasar sampan tersebut dan menusuk ke dalam
air telaga.
Menyusul tusukan itu, sampan kecil tersebut mengalami
goncangan yang amat keras, ombak nampak menggelegar
ke mana-mana, darah segarpun memancar ke luar dari
dalam air dan menyebar ke sekeliling tempat itu.
Lan See giok tahu kalau tusukannya berhasil melukai
orang yang ada di dalam air, tapi dia tak berani segera
mencabut ke luar senjata gurdi emasnya-
Tak selang berapa saat kemudian goncangan di bawah
sampan kecil itu telah berhenti.
Peluh dingin telah membasahi seluruh jidat, tubuh dan
tangan kanannya yang menggenggam senjata gurdi emas
itu, dia merasakan seluruh badannya sedikit agak gemetar.
Lambat laun sampan kecil itupun berhenti bergerak dan
melintang di tengah jalan air tersebut.
http://kangzusi.com/
Setelah berhasil menenangkan hatinya, Lan See giok
menghembuskan napas panjang dan mencabut ke luar
senjata gurdi emas itu, darah segar tampak memancar ke
luar mengikuti lubang pada dasar sampan itu.
Dengan perasaan terkejut pemuda itu mencari kain dan
menyumbat lubang pada dasar sampan tersebut.
Tiba-tiba terjadi lagi goncangan keras pada sampan kecil
itu . . Lan See giok tahu, orang yang berada di dasar perahu
itu belum putus nyawa, kemungkinan besar orang itu akan
menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya untuk menarik
dia masuk ke dalam air.
Teringat akan bahaya tersebut, dia merasa agak gugup,
padahal di atas sampan itu selain setumpuk tali hanya
terdapat sebuah bambu sepanjang lima depa.
Dengan cepat Lan See giok menyelipkan senjata gurdi
emasnya ke pinggang. kemudian dengan menggunakan
bambu panjang itu dia mulai mendayung dengan sekuat
tenaga . . .
Dia mendayung tiada hentinya dan sampan itupun
berputar, tiada hentinya pula . . .
Bila bambu itu mendayung ke kiri maka sampan itupun
berputar ke kiri, bila mendayung ke kanan, sampan itupun
berputar ke sebelah kanan,
Melihat keadaan itu, Lan See giok menjadi gelisah sekali
sampai mengucurkan keringat dingin, akhirnya dia berdiri
termangu mangu dan tak tahu bagaimana caranya untuk
bisa menggerakkan sampan tadi menembusi hutan gelaga
tersebut.
Sekarang permukaan air telaga telah tenang, warna
merah pun sudah makin tawar, tapi air telaga yang bocor ke
dalam sampan itu sudah mencapai beberapa inci.
http://kangzusi.com/
Lan See-giok yang berada dalam keadaan seperti ini
merasa gelisah bercampur gusar, dia takut berjumpa lagi
dengan perampok lain.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara air memecah
ke tepian bergema tiba dari kejauhan sana.
Lan See giok amat terperanjat, dia tahu lagi-lagi muncul
perompak di tempat itu.
Makin lama suara itu bergerak makin mendekat,
agaknya suara itu berasal dari jalan air di sebelah kiri.
Dengan cepat dia mengalihkan sinar matanya ke kiri,
tampaklah pada ujung jalan air tersebut terdapat setitik
bayangan abu-abu yang sedang bergerak mendekat,
kemudian muncullah sebuah sampan kecil.
Lan See giok kembali merasa gugup bercampur panik,
sekali lagi dia mencoba untuk mendayung dengan bambu
panjang, tapi sampan tersebut masih saja berputar putar di
tempat.
Cepat sekali gerakan sampan kecil tersebut, hanya dalam
waktu singkat sampan itu sudah berada tujuh kaki di
hadapannya. .
Sadarlah Lan See giok bahwa tiada harapan lagi baginya
untuk menyembunyikan diri, ia segera membuang bambu
itu dan meloloskan senjata gurdi emasnya, kemudian
sambil berdiri di ujung geladak, ia bersiap siap menghadapi
segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Lambat laun sampan itu makin dekat, sekarang dia dapat
melihat seorang gadis bertubuh langsing, berambut panjang
dan menyoren sebilah pedang berdiri di ujung sampan itu.
Di buritan sampan duduk pula dua orang dayang
berpakaian ringkas yang memegang dayung, di antara
http://kangzusi.com/
percikan air telaga, sampan kecil itu meluncur tiba dengan
kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya.
Dalam waktu singkat sampan kecil itu sudah berada
lebih kurang tiga kaki di hadapannya.
Mendadak terdengar suara bentakan nyaring:
"Kawanan tikus dari mana yang berani mendatangi
bentengWi lim poo ditengah malam buta begini?"
Berbareng dengan suara bentakan tersebut, gadis yang
berada di sampan tersebut telah mengayunkan tangannya
ke depan.
Setitik cahaya bintang yang disertai dengan suara
desingan angin tajam langsung meluncur ke tengah udara
dan mengancam tubuh Lan See giok.
Agaknya Lan See giok tidak menyangka kalau gadis itu
begitu tak tahu aturan, dia lantas menduga kalau gadis
itupun seorang perompak.
Serta merta dia melejit ke tengah udara dan meloloskan
diri dari sambitan senjata rahasia tersebut.
"Pluuung!" senjata rahasia tadi segera tercebur ke dalam
air telaga beberapa kaki di belakang sampan.
Kembali terdengar suara bentakan nyaring sekali lagi
muncul beberapa buah titik cahaya tajam yang menyerang
tiba.
Lan See giok gusar sekali, dia menggetarkan tangannya,
senjata gurdi emas itu segera menciptakan selapis cahaya
tajam yang melindungi seluruh badannya.
"Traaang, traaang, traaang." benturan nyaring yang
memekakkan telinga segera berkumandang tiada hentinya,
http://kangzusi.com/
seluruh ancaman senjata rahasia tersebut berhasil
dipatahkan semua.
Disaat Lan See giok sedang repot menghalau ancaman
senjata rahasia itulah ..
Mendadak sampan kecil itu menerjang ke hadapannya,
kemudian tampak selapis cahaya tajam menyambar ke
pinggang Lan See giok.
Tak terlukiskan rasa kaget anak muda itu menghadapi
datangnya ancaman, cepat tubuhnya melejit dan
menjatuhkan diri ke dalam sampan:
Berbareng dengan menyambar lewatnya dari sisi sampan
kecil tersebut dan meleset sejauh dua kaki lebih.
Lan See giok tak berani berayal, cepat dia menghantam
pinggiran sampan lawan dengan ayunan telapak tangan
kirinya, kemudian dengan cekatan dia melompat bangun,
tapi tak urung bajunya basah kuyup juga oleh air telaga
yang telah menggenangi sampan kecil tersebut.
Dalam pada itu, kedua orang dayang tersebut telah
memutar sampannya dengan cekatan, kini sampan tersebut
meluncur datang lagi dengan kecepatan tinggi menerjang
sampannya.
Lan See giok merasa cemas dan gusar menghadapi
kejadian seperti ini dengan sorot mata berkilat dia
menunggu datangnya terjangan dari sampan lawan.
Sekarang dia dapat melihat jelas kalau gadis itu berbaju
putih, sedangkan dua orang dayangnya berwarna hijau
pupus.
Gadis berbaju putih itu berusia delapan sembilan belas
tahunan, bermata besar berhidung mancung dan berbibir
http://kangzusi.com/
kecil berwarna merah, mukanya berbentuk kwaci dan kulit
badannya putih bersih . . . .
Belum habis Lan See giok mengamati gadis itu, sampan
lawan kembali telah menerjang tiba.
Gadis itu segera membentak keras, pedangnya dengan
jurus Gin-hoo-ci li ( menusuk ikan leihi di sungai ) langsung
menusuk ke perut Lan See-giok, sementara sampan itu pun
langsung menerjang perahunya.
Lan See-giok amat terperanjat, dia tak berani
menyambut datangnya ancaman tersebut, buru-buru
tubuhnya melejit ke tengah udara . . . . .
"Blaaammm. .!" diantara suara benturan nyaring, air
memercik ke empat penjuru, sampan tersebut sudah kena
tertumbuk sehingga terbalik.
Setelah berhasil dengan terjangannya, sampan kecil itu
meluncur lagi ke depan
Lan See giok yang berada di tengah udara dengan cepat
meluncur ke bawah dan melayang turun di atas sampan
yang terbalik itu.
Sekarang dia baru mengetahui kalau pada ujung sampan
lawan rupanya dilapisi dengan lempengan baja yang sangat
kuat.
Gadis yang berada di atas sampan itu pun nampak
terkejut sekali, tampaknya dia tak mengira kalau lawannya
yang paling banter baru berusia lima enam belas tahun itu
sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu
sempurna.
Tapi dengan cepat sekulum senyuman menghiasi ujung
bibirnya, agaknya baru sekarang dia dapat melihat kalau
Lan See giok berwajah bersih dan menarik, setelah dewasa
http://kangzusi.com/
nanti niscaya merupakan seorang pemuda tampan yang
menawan hati.
Lan See giok juga agak tertegun, dia saksikan senyuman
gadis itu amat mempesonakan hati, terutama sepasang
matanya serasa membetot sukma, penuh dengan pancaran
sinar mempesona hati.
Tampak gadis berbaju putih itu memberi tanda kepada
kedua orang dayangnya dan sampan tersebut menerjang
lagi dengan kecepatan yang luar biasa.
Tergerak hati Lan See giok menghadapi keadaan seperti
ini, dia bertekad hendak membereskan kedua orang dayang
tersebut lebih dulu agar sampan itu tak ada yang
mendayung, setelah itu dia baru berusaha untuk
menaklukkan si nona baja putih dan berusaha melarikan
diri . . .
Belum habis dia berpikir, sampan kecil itu sekali lagi
telah menerjang tiba.
Lan See giok tidak berdiam diri belaka, sebelum sampan
lawan mencapai sasaran, dia telah melejit dahulu ke tengah
udara.
Ternyata gadis itu hanya merentangkan pedangnya saja
di depan dada, ia tidak nampak berniat untuk melancarkan
tusukan. "Blaaammm-!" tubuh Lan See giok meluncur ke
bawah dengan kecepatan tinggi. ditengah percikan bunga
air, ujung kakinya telah menginjak di buritan sampan.
Kemudian sambil membentak keras dia lepaskan sebuah
tendangan kilat menghajar pinggang seorang dayang
berbaju hijau yang sedang mendayung perahu.
Agaknya dayang berbaju hijau itu sama sekali tidak
menyangka akan datangnya tendangan itu, saking kagetnya
http://kangzusi.com/
sambil membentak keras dia segera menceburkan diri ke
dalam air.
Percikan bunga air memancar ke empat penjuru, dayang
itu tahu-tahu sudah tercebur ke air dan menjadi ikan
duyung.
Lan See giok menjadi agak tertegun melihat hal itu, dia
tahu bakal celaka kali ini, dayang tersebut sudah pasti
pandai menyelamdi dalam air..
Belum habis ingatan tersebut melintas, dayang berbaju
hijau lainnya telah mengayunkan dayungnya untuk
menghantam ke pinggangnya.
Dengan jurus Kim ciam teng hay (jarum emas tenangkan
samudra) Lan See-giok mengayunkan senjata gurdi
emasnya ke bawah menyapu dayung kayu itu.
"Blaaammm . .!" di tengah jeritan tertahan, dayung kayu
di tangan dayang berbaju hijau itu terlepas dari genggaman
dan mencelat ke tengah udara.
Baru saja Lan See-giok akan melepaskan tendangan lagi,
si gadis berbaju putih itu sudah membentak nyaring,
pedangnya secepat kilat menusuk datang.
Bersamaan itu pula, dayang yang berada di dalam air
mengayunkan pula senjata palu berantainya menyerang
pinggang Lan See -giok.
Menghadapi kerubutan dari depan dan belakang, Lan
See-giok tak sanggup melakukan perlawanan lagi, dengan
cepat dia melejit ke udara dan melayang kembali ke atas
sampan yang telah terbalik itu.
Melihat lawannya telah kabur ke sampan yang terbalik
dengan wajah girang gadis berbaju putih itu segera berteriak
keras:
http://kangzusi.com/
"Tangkap dia! Bawa pulang ke benteng menunggu
keputusan dari pocu!"
Baru saja perintah diberikan, dayang berbaju hijau itu
sudah menyelam ke dalam air.
Dua orang dayang itu segera memisahkan diri ke kiri dan
ke kanan, kemudian bergerak mendekati sampan yang
terbalik itu dengan kecepatan luar biasa.
Lan See giok menjadi gugup setelah menyaksikan
kejadian ini, karena dia sama sekali tidak tahu akan ilmu
berenang, asal sepasang kakinya menempel di air, niscaya
badannya akan tenggelam.
Dengan cepat otaknya berputar, dia merasa satu satunya
jalan yang dimilikinya sekarang untuk kabur adalah
secepatnya menakluk kan gadis berbaju putih yang berada
di sampan itu, kemudian memaksa dua orang dayang
tersebut untuk menghantarnya ke luar dari sana.
Berpikir demikian, dia lantas melejit ke udara, dengan
gerakan Hay yan keng sui (burung manyar menyambar air)
dia terjang ke arah sampan lawan, sementara senjata gurdi
emasnya dengan jurus Kim coat sim (ular emas
menjulurkan lidah) menusuk ke ulu hati lawan dengan
disertai kilatan cahaya emas.
Waktu itu, si nona berbaju putih itu sedang melamun di
ujung perahu, sebab itu dia tak mengira kalau Lan See giok
bakal menerjang tiba sambil melancarkan serangan
Menanti dia sadar akan datangnya bahaya untuk turun
tangan sudah tak sempat lagi.
Maka sambil membentak keras, cepat-cepat dia
mengundurkan diri ke buritan sampan.
http://kangzusi.com/
Lan See giok amat gembira, sambil membentak dia
menerjang lebih ke depan, senjata gurdi emasnya diputar
sedemikian rupa menciptakan beribu ribu bayangan gurdi
emas yang langsung mengurung seluruh badan gadis
tersebut-
Padahal waktu itu ujung kaki si nona berbaju putih
tersebut baru saja mencapai tanah, melihat datangnya
cahaya emas yang mengurung tubuhnya dengan membawa
desingan angin dingin, ia menjerit keras karena kaget, lalu
dengan jurus Jiau yan -huan-sin (walet lincah membalikkan
badan) cepat-cepat dia kabur ke dalam air.
Sesungguhnya Lan See giok sama sekali tak
berpengalaman dalam suatu pertarungan, ditambah lagi
pertarungan tersebut berlangsung di atas sampan, pada
hakekatnya dia tak pernah menduga kalau lawannya bakal
kabur ke dalam air.
Tahu-tahu pandangan matanya terasa kabur, dan
bayangan tubuh dari gadis berbaju putih itupun sudah
lenyap tak berbekas.
Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok menghadapi
kejadian seperti ini, sambil membentak keras sepasang
lengannya di putar kencang kemudian secepat kilat
tubuhnya meluncur ke bawah . . .
Meskipun gerakannya cukup cepat akibatnya tubuh itu
masih terlambat berapa depa untuk mencapai di atas
sampan. Tak ampun lagi ia segera tercebur pula ke dalam
telaga.
"Byuuurrr-!" bunga air memercik setinggi beberapa depa,
tubuhnya langsung tenggelam ke dasar telaga yang dingin.
Secara beruntun Lan See giok meneguk beberapa
tegukan air telaga, cepat-cepat dia menutup pernapasannya
http://kangzusi.com/
sambil berusaha keras untuk mengendorkan badannya, tapi
senjata gurdi emasnya dipegang kencang-kencang.
Sesaat sebelum tubuhnya tercebur ke dalam air tadi,
telinganya secara lambat-lambat mendengar dua kali
teriakan gembira dan sekali jeritan tertahan-
Baru saja badannya tenggelam, sebuah lengan tahu-tahu
sudah merangkul pinggang nya dan menyeretnya ke atas
permukaan air.
Tak selang berapa saat kemudian, tubuhnya sudah
terseret ke luar, belum lagi membuka matanya, anak muda
itu sudah menghembuskan napas panjang-panjang.
Mendadak terdengar seseorang menjerit keras
"Nona, cepat ceburkan lagi, dia belum pingsan!"
Lan See-giok merasa amat terkejut, dia merasa menyesal
sekali setelah mendengar ucapan tersebut, dia menyesal
tidak seharusnya menarik napas panjang-panjang.
Tapi segera terdengar pula nona itu membentak keras:
"Hayo cepat sambut tubuhnya dan baring kan ke atas
sampan"
Lan See giok baru tahu sekarang kalau orang yang
menyeretnya ke luar dari air adalah nona berbaju putih itu.
Baru saja ia mengendus baru harum semerbak, empat
tangan dari dua orang dara tersebut telah menyambut
tubuhnya.
Kemudian diapun merasa jalan darah tidurnya ditotok
oleh gadis berbaju putih itu.
Lan See giok mengetahui maksud hati dari nona itu. .
maka dia pun segera berlagak, seakan-akan sudah tertidur
pulas.
http://kangzusi.com/
Setelah ditegur oleh nonanya tadi, ternyata sikap kedua
orang dayang tersebut terhadap Lan See giok menjadi lebih
sungkan, dengan cepat kedua orang itu membaringkan
tubuh pemuda itu ke dalam perahu.
"Bluuk-!" Lan See giok merasa pinggangnya agak sakit
karena membentur ujung sampan, tapi dia menggertak
giginya keras-keras dan tidak membiarkan mulutnya
mengeluarkan suara.
Kembali terdengar seseorang membentak nyaring:
"Budak sialan, apakah tidak bisa pelan sedikit?!"
Tak berapa lama kemudian, sampan itu terasa bergoyang
keras, Lan See-giok tahu si gadis dan kedua orang
dayangnya telah naik ke atas perahu itu.
Tanpa terasa Lan See-giok membuka sedikit matanya
dan mengintip ke depan.
Kalau tidak melihat masih mendingan, begitu melirik,
jantungnya kontan berdebar keras, mukanyapun turut
berubah menjadi merah padam karena jengah.
Rupanya seluruh tubuh si nona berbaju putih maupun
kedua orang dayang itu sudah basah kuyup karena tercebur,
dengan begitu pakaiannya menjadi melekat dengan badan
dan terlihatlah seluruh lekukan badan mereka.
Kedua orang dayang itu, yang seorang gemuk dan yang
lain kurus, tapi payudara mereka kelihatan montok dan
sudah matang.
Sebaliknya gadis berbaju putih itu tampak memiliki
potongan badan yang indah, selain payudaranya besar dan
montok, pinggangnya amat ramping dengan pinggul yang
besar, potongan badannya benar-benar aduhai.
http://kangzusi.com/
Terutama puting susunya yang sudah matang di ujung
payudara, dibawah pakaian berwarna putih yang basah
kelihatan menonjol ke luar sangat menantang, diantara
dengusan napasnya terlihat naik turun menantang, cukup
bikin jantung orang berdebar keras.
Lan See-giok hanya melirik sekejap kemudian
memejamkan matanya rapat-rapat, jangankan melirik lagi,
bahkan untuk bernapas lebih keraspun tidak berani.
Mendadak terdengar gadis itu berseru kembali:
"Cepat kembali ke benteng, saat ini mungkin Lo-pocu
sudah kembali ke benteng!"
Kemudian terdengar suara air memecah ke tepian dan
perahu kecil itu bergerak cepat ke depan.
Lan See-giok berbaring di dalam sampan sambil
memejamkan matanya rapat-rapat, kadangkala dia
membuka sedikit matanya untuk mencuri lihat keadaan di
luar sampan.
Malam yang gelap mencekam seluruh jagat, bintang
bertaburan di angkasa, tapi tidak nampak cahaya rembulan
sehingga praktis suasana di sekitar sana gelap gulita.
Kedua belah sisi jalan air penuh dengan tumbuhan
gelaga yang bergoyang menimbulkan suara gemerisik,
kecuali itu hanya suara air yang memecah ke tepian saja
yang terdengar memecahkan keheningan.
Walaupun Lan See giok masih menggenggam senjata
gurdi emasnya kencang-kencang, tapi ia tak berniat sama
sekali untuk melompat bangun dan melancarkan serangan
terhadap ke tiga orang gadis itu.
Ia cukup sadar, seandainya serangannya tidak berhasil
maka bukan mustahil jiwanya akan terancam.
http://kangzusi.com/
Padahal dia tak pandai mengemudikan sampan, diapun
tak mengerti ilmu berenang, bahkan arah mata angin pun
sudah dibikin kacau balau.
Maka satu-satunya jalan yang bisa dilakukannya
sekarang adalah bersabar untuk sementara waktu sambil
menantikan perubahan selanjutnya . . .
Mendadak terendus bau harum semerbak menusuk
penciuman pemuda itu.
Lan See giok merasakan hatinya berdebar keras, terasa
olehnya bau harum itu aneh sekali dan cukup membuat
jantung orang berdetak keras.
Baru saja dia akan melirik, sebuah sapu tangan basah
telah digunakan untuk menyeka jidatnya, kemudian dengan
lembut bergeser ke bawah untuk menyeka air di atas
wajahnya, selanjutnya dagunya, rambutnya, pipinya..
Lan See giok pura-pura tertidur nyenyak, napasnyapun
diatur sedemikian rupa agar gadis berbaju putih itu jangan
sampai tahu kalau dia hanya pura-pura tidur, meski
demikian dalam perasaan tegang bercampur gugup, diapun
dapat merasakan sesuatu kehangatan yang nyaman.
Menurut dugaannya, orang yang menyeka wajahnya
sekarang tak lain adalah si nona berbaju putih itu.
Jari tangan si nona yang lembut seringkali menyentuh
pipinya yang halus, hal ini membuat Lan See-giok merasa
gatal tapi nyaman.
Tak lama kemudian terdengar gadis berbaju putih itu
berseru:
"Siau lian, lepaskan tanda pengenal!"
Sampan yang sedang bergerak majupun segera melambat
dan akhirnya berhenti.
http://kangzusi.com/
Lan See giok pun merasa gadis berbaju putih itu bangkit
sambil maju ke depan, tahulah pemuda itu bahwa mereka
telah mendekati Benteng Wi lim Poo seperti apa yang
dikatakan si nona tadi.
Maka diam-diam dia melirik kembali ke sekitar sana,
ternyata di sekitar sampan sudah tidak nampak tumbuhan
gelaga lagi, mungkin mereka sudah berada di tengah hutan
gelaga yang mendekati bentengWi lim poo.
Tampak si dayang berbaju hijau itu membuat api lalu
memasang empat buah lentera kecil berwarna merah dan
digoyang goyang kan secara beraturan sekali.
Lan See giok tak berani mendongakkan kepalanya,
karena itu diapun tak dapat menyaksikan keadaan di depan
sana serta berapa jauh lagi jaraknya dengan bentengWi lim
poo tersebut.
Tapi setelah budak berbaju hijau itu menggerakkan
lentera kecilnya, sampan kecil itu segera didayung kembali
sehingga meluncur ke depan dengan cepat.
Tak selang berapa saat kemudian, tiba-tiba Lan See giok
merasakan matanya agak silau, ketika dia mencoba melirik
tampaklah olehnya ada sebuah lampu lentera merah yang
amat besar tergantung di tengah angkasa dan memancarkan
cahaya ke empat penjuru.
Di atas lentera itu tertera huruf besar dari kertas putih,
tapi berhubung jaraknya kelewat jauh, sehingga Lan See
giok tak dapat melihat dengan jelas.
Kurang lebih tujuh delapan depa dari lentera merah yang
pertama, terdapat pula lampu lentera yang kedua, di atas
lentera inipun tertera huruf besar yang terbuat dari kertas
putih.
http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian, muncul pula lampu lentera merah
yang ke tiga -
Sebuah bangunan benteng yang tinggi dan kokoh muncul
jauh di belakang lentera merah yang ke tiga, di samping itu
Lan See giok juga dapat melihat jelas ke tiga huruf besar di
atas lampu lentera merah tersebut yang berbunyi.
WI LIM POO.
Dengan suatu gerakan cepat, sampan kecil itu
menembusi bayangan pintu gerbang benteng wi lim poo
tersebut.
Lamat lumat Lan See giok mendengar suara teriakan
keras dari para penjaga di atas benteng, kemudian terdengar
pula suara pintu benteng yang berat pelan-pelan dibuka.
Sampan kecil itupun makin melamban, sekarang pemuda
itu baru merasa kalau mereka sudah berada tak jauh dari
benteng tersebut.
Pintu benteng yang lebarnya delapan depa dan tingginya
satu kaki dua depa itu terbuat dari kayu besar, sewaktu
dibuka pintu terangkat ke atas dan bila menutup pintu
bergerak ke bawah.
Dinding benteng maupun bangunan loteng terbuat dari
batu-batu cadas yang besar dan kuat, selain kokoh juga
mendatangkan suasana seram bagi yang melihatnya.
Lan See giok yang mencoba melirik ke arah depan,
segera merasa kagum sekali, dia tak habis mengerti
bagaimana caranya membangun benteng yang begitu kokoh
di dalam telaga yang begitu luas.
Sementara dia masih termenung, sampan kecil itu sudah
meluncur ke bawah pintu gerbang benteng itu.
http://kangzusi.com/
Berpuluh-puluh orang lelaki kekar, dengan hormat
berdiri di kedua belah sisi bangunan benteng, mereka ratarata
bermata besar, beralis tebal dan membawa senjata
garpu yang memancarkan cahaya tajam.
Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See giok segera sadar
bahwa dia yang baru lolos dari gua harimau kini sudah
terjerumus lagi ke dalam sarang naga, untuk melarikan diri
dari benteng sekokoh ini nampaknya tidak lebih mudah dari
pada melarikan dari dusun nelayan.
Ketika puluhan lelaki kekar itu menyaksikan si nona den
kedua orang dayangnya berada dalam keadaan basah
kuyup, paras muka mereka segera berubah hebat, mereka
tahu kalau ke tiga orang gadis itu telah menjumpai jago
lihai di tengah telaga.
Padahal mereka tahu kalau ilmu silat yang dimiliki
nonanya sangat lihay, bila nona yang lihay pun bisa dipaksa
tercebur ke dalam air, dari sini dapat diketahui kalau
kepandaian silat yang dimiliki orang itu pasti lihay sekali.
Tapi setelah mereka saksikan Lan See giok yang
tergeletak dalam sampan, puluhan orang lelaki kekar itu
kembali dibuat tidak habis mengerti, tiada orang yang
percaya kalau nona mereka telah dipaksa terjun ke dalam
air oleh seorang bocah yang baru berusia lima enam belas
tahun tersebut.
Tiba-tiba terlihat nona berbaju putih itu memberi tanda,
sampan kecil itu pun segera berhenti.
Lan See giok sadar bahwa dia bakal celaka, setelah
sampai di dalam benteng, niscaya dia akan diserahkan
kepada kawanan lelaki kekar itu untuk dijebloskan ke dalam
penjara air.
http://kangzusi.com/
Sambil bertolak pinggang gadis berbaju putih itu
memandang sekejap sekeliling arena, puluhan orang lelaki
itupun cepat-cepat menundukkan kepalanya dengan
ketakutan.
"Apakah Lo-pocu telah kembali?" gadis itu segera
menegur dengan suara dalam.
Seorang lelaki bercambang segera menyahut dengan
kepala tertunduk dan sikap hormat:
"Lapor nona, Lo pocu belum kembali!"
Dengan perasaan kaget bercampur keheranan, gadis
berbaju putih itu berkerut kening, kemudian tanyanya lebih
jauh:
"Tengah hari tadi, Be congkoan telah mengutus siapa
untuk menyambut kedatangan Lo pocu?"
"Tui-keng-kui (setan pengejar ikan paus). Yau Huang,
salah seorang diantara tiga setan!" kembali lelaki
bercambang itu menjawab dengan sikap yang sangat
menghormat.
Kemudian setelah memandang sekejap ke pintu
belakang, lelaki itu menambahkan:
"Barusan, Be congkoan telah mengirim pula dua setan
lainnya untuk menyambut pocu!"
Tampaknya nona berbaju putih itu merasa agak lega
setelah mendengar ucapan itu, dia lantas mengangguk dan
memerintahkan sampan untuk bergerak maju.
Tiba-tiba terdengar lelaki bercambang itu bertanya
dengan sikap hormat:
"Nona, apakah mata-mata itu perlu ditahan di sini untuk
diperiksa?"
http://kangzusi.com/
Lan See giok merasa terkejut sekali, tanpa terasa dia
menggenggam senjata gurdi emasnya kencang-kencang.
"Tidak usah, aku masih ada persoalan yang hendak
ditanyakan kepadanya!" tukas nona itu dengan suara
dalam.
Selesai berkata, sampan kecil itu sudah bergerak
melewati pintu benteng tersebut.
Lan See giok menjadi lega kembali setelah perahu itu
meneruskan perjalanan.
Entah berapa lama sampan kecil itu bergerak maju
menembusi jalan air di dalam benteng, di sekeliling tempat
itu penuh dengan bangunan rumah dan loteng yang terbuat
dari batu hijau, meski di tengah kegelapan namun suasana
tetap terang benderang, sebab setiap berapa kaki tampak
sebuah lampu lentera.
Bangunan benteng Wi lim poo itu benar-benar luas
sekali, setelah melalui jalan air yang menembusi berapa
rumah besar, akhirnya mereka baru memasuki sebuah pintu
air, menyeberangi jembatan berbentuk bulan dan berhenti di
depan sebuah pintu gerbang berwarna merah.
Apa yang terlihat di sepanjang perjalanan, membuat Lan
See giok merasa putus asa. karena dia merasa harapannya
untuk melarikan diri tipis sekali.
Tempat apakah benteng Wi lim poo ini? sarang
perampok kah? Atau suatu markas besar dari suatu
perkumpulan besar dalam dunia persilatan? Atau mungkin
tempat pertapaan seorang jago persilatan yang
mengasingkan diri? selama ini, belum pernah ia mendengar
ayahnya menyinggung tentang hal ini.
http://kangzusi.com/
Tapi ada satu hal yang bisa diduga olehnya, Lo pocu dari
benteng wi lim poo ini sudah pasti adalah seorang kakek
yang berilmu silat sangat tinggi.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dia
teringat kembali akan dendam sakit hati ayahnya, maka
pikirnya lebih jauh:
"Kalau toh lo-pocu dari benteng ini merupakan jago silat
yang berilmu tinggi, mengapa aku tidak mengangkatnya
menjadi guruku -?"
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya
dia merasa tubuhnya telah digotong oleh dua orang dayang.
Kemudian senjata gurdi emas itupun di ambil oleh si
nona berbaju putih tersebut.
Dengan cepat Lan See giok tersadar kembali dari
lamunannya, kembali dia berpikir:
"Jiwaku sendiripun belum tentu bisa di dipertahankan.
buat apa aku mesti berkhayal yang bukan-bukan-?"
Tiba-tiba ia mendengar gadis berbaju putih itu sedang
menegur dengan suara nyaring:
"Siau ci, apakah kau tak dapat mengangkat kepala itu
lebih ke atas sedikit?"
Lan See giok merasa kepalanya segera terangkat lebih
tinggi sehingga terasa nyaman sekali, tapi bersamaan itu
pula Lan See giok merasa kebingungan, dia tak habis
mengerti apa sebabnya nona itu bersikap begitu baik
terhadap dirinya.
Tiba-tiba terdengar suara sorak sorai yang penuh
kegembiraan berkumandang datang:
"Nona telah datang, nona telah pulang!" Oleh karena
nona berbaju putih itu berjalan di samping Lan See giok,
http://kangzusi.com/
maka bocah itu tak berani membuka matanya, secara lamatlamat
dia hanya merasa dirinya di bawa masuk ke dalam
sebuah pintu berbentuk bulat.
Suara langkah dan sorak gembira mendadak terhenti,
sekelompok pelayan yang datang menyambut segera
berhenti dan menjadi hening, agaknya mereka sedang
dibuat tercengang oleh kehadiran Lan See giok yang
digotong Siau lian serta Siau ci.
Kemudian ia mendengar pula nona berbaju putih itu
berseru cepat:
"Kalian segera menyiapkan air untuk membersihkan
badan dan hidangan malam.."
Suara langkah yang ramai kembali terdengar, kali ini
pelayan-pelayan tersebut pergi menjauh.
Kemudian ia merasa digotong masuk menaiki undak
undakan dan memasuki sebuah ruangan.
Kembali terdengar gadis itu berseru:
"Letakkan dulu di atas tempat duduk bersulam!"
Lan See giok tidak tahu bagaimanakah bentuk tempat
duduk bersulam itu, ia hanya merasakan badannya
dibaringkan di atas tempat yang empuk dan nyaman di
mana tangannya menyentuh terasa tempat itu empuk sekali.
Kemudian kedengaran nona itu berkata lagi dengan
suara yang jauh lebih lembut:
"Sekarang kalian berdua boleh pergi membersihkan
badan dan berganti pakaian!"
Dua orang dayang itu mengiakan lalu berlalu dari situ.
Cahaya lampu dalam ruangan itu terang benderang
membuat Lan See giok merasa agak silau. Lambat-lambat
http://kangzusi.com/
diapun mendengar suara bisik bisikan lirih di kejauhan
sana.
Tapi Lan See giok tahu kalau tak jauh dari situ masih
berdiri beberapa orang dan ia pun tahu kalau si nona
berbaju putih itu telah pergi.
Tak selang berapa saat kemudian, suara lirih tadi
kedengaran makin mendekat, tampaknya seperti berjalan ke
arahnya. .
". . . kenapa dia masih tidur terus. . .?"
"Mungkin jalan darahnya ditotok oleh nona. . ."
" . . oooh, tampan sekali wajahnya . ."
"Siau-ho, jangan sentuh dia. hati-hati kalau kulitmu
disayat oleh nona . . . "
Serombongan pelayan mengerumuni tempat itu sambil
berbincang tiada hentinya, Lan See giok segera merasakan
seluruh badannya bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum.
Mendadak suasana menjadi hening, lalu pelayan-pelayan
itu membubarkan diri dengan cepat sesaat kemudian
kedengaran lagi suara langkah manusia yang mendekat.
Ditinjau dari sikap gugup dan tegang dari pelayanpelayan
itu, Lan See giok lantas menduga kalau nona
berbaju putih itu telah balik kembali ke situ.
Benar juga, segera terendus bau harum semerbak yang
merangsang hati, disusul sebuah tangan menghantam pelan
di atas jalan darah Mia-bun-hiat di tubuhnya.
Lan See-giok tahu kalau si nona sedang membebaskan
jalan darahnya, maka dia berpura-pura menghembuskan
napas panjang, menggeliat dan pelan-pelan membuka
matanya.
http://kangzusi.com/
Tapi sinar mata yang silau segera membuat sepasang
matanya terpejam kembali..
Ketika biji matanya berputar dia saksikan nona berbaju
putih itu masih tetap mengenakan pakaiannya yang basah,
sedang di tangannya membawa beberapa stel pakaian, dia
sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum manis..
Lan See-giok pura-pura terkejut, cepat-cepat dia
melompat turun dari atas tempat duduk, lalu dengan tangan
kiri melindungi muka, tangan kanan melindungi dada, dia
bersikap dalam posisi siap siaga.
Sementara sepasang matanya yang jeli berlagak
memandang nona berbaju putih itu dengan tegang.
Tindakan Lan See-giok yang sangat tiba-tiba ini, kontan
saja membuat beberapa orang dayang tersebut menjadi
tertegun dan gelagapan dibuatnya.
Si nona berbaju putih itu sendiri masih tetap bersikap
tenang, malah sekulum senyuman segera menghiasi
bibirnya setelah menyaksikan ketegangan Lan See-giok, ini
membuat sepasang payudaranya turut bergoncang keras
mengikuti suara tertawa cekikikannya.
ooo0dw0ooo
BAB 6
PEMILIK BENTENG WI-LIM-PO
DENGAN sepasang matanya yang genit dan
menggiurkan nona berbaju putih itu. memandang sekejap
ke arah Lan See giok, kemudian katanya sambil tertawa
cekikikan:
http://kangzusi.com/
"Bocah dungu, hayo cepat membersihkan badan dan
tukar pakaian."
Seraya berkata dia segera berjalan lebih dulu di depan.
Sekalipun Lan See giok merasa kurang senang atas
panggilan itu, tapi dia tak berani bersikap kelewat keras
karena dia takut akan terbongkar rahasianya sehingga
menyulitkan diri sendiri.
Karena itulah setelah tertegun sejenak, dia pun
mengikuti di belakang gadis tersebut.
Menelusuri ruangan dalam, ia saksikan semua perabot
yang ada di situ rata-rata indah dan mahal harganya,
lantainya dilapisi permadani merah sedang lentera keraton
menghiasi mana-mana, benar-benar suatu dekorasi yang
indah sekali.
Beberapa orang dayang yang berada di sana rata-rata
berusia empat lima belas tahunan, mereka mengenakan
pakaian berwarna merah, kuning, hijau dan biru, saat itu
mereka semua sedang berdiri di depan pintu berbentuk
bulat dengan wajah keheranan.
Baru pertama kali ini Lan See giok menyaksikan
dekorasi yang begini indahnya, setiap macam benda yang
ada di sana menimbulkan rasa ingin tahunya, untung saja ia
masih sanggup untuk mengendalikan gejolak perasaan
dalam hatinya.
Setelah menembusi ruangan dalam, akhirnya gadis
berbaju putih itu mengajaknya menuju ke depan sebuah
pintu kecil di mana tampak ada dua orang dayang berbaju
bunga berdiri di situ.
Lan See giok tahu bahwa tempat itulah tempat untuk
membersihkan badan . . .
http://kangzusi.com/
Benar juga, nona berbaju putih itu segera berhenti dan
katanya sambil tertawa:
"Cepat masuk, setelah membersihkan badan gantilah
dengan pakaian ini.."
Sembari berkata dia lantas menyodorkan beberapa stel
pakaian itu kepada Lan See giok.
Si anak muda itupun tidak sungkan-sungkan, dia segera
menerima pakaian tersebut dan masuk ke dalam ruangan.
Dua orang dayang yang berada di luar dengan cepat
menutupkan pintu ruangan.
Dengan wajah ingin tahu, Lan See giok memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu dia lihat di ujung ruangan
terdapat sebuah rak pakaian, lalu di bagian tengah terdapat
sebuah bak mandi terbuat dari kayu, isi bak itu setengah
penuh dan mengepalkan uap panas, seluruh ruangan terasa
harum semerbak.
Ia tahu kamar untuk membersihkan badan ini mungkin
merupakan kamar mandi pribadi si nona berbaju putih itu,
ia menjadi berpikir pikir, kenapa nona berbaju putih itu
bersikap istimewa kepadanya.
Selesai membersihkan badan, untuk sementara waktu dia
terpaksa harus mengenakan pakaian pemberian gadis itu.
Ternyata pakaian itu terdiri dari jubah biru dengan
celana hijau, pakaian dalam putih, sepatu model busa . . . .
Semua bahan pakaian terbuat dari bahan sutera yang
sangat halus dan mahal harga nya, tanpa terasa Lan See
giok berkerut kening.
Meski usianya masih kecil, namun dia merasa tak
terbiasa mengenakan pakaian yang berwarna warni seperti
itu.
http://kangzusi.com/
"Aaaah, tak apalah" akhirnya dia berpikir "toh pakaian
ini kupakai untuk sementara waktu . . ."
Pakaian dalamnya persis, tapi celananya. kelewat
panjang, sepatunya kelewat sempit, pakaian luarnya agak
kedodoran, walaupun kurang necis, tapi dapat terlihat
betapa tampannya pemuda itu.
Selesai berdandan, dia lantas celingukan lagi ke sana ke
mari untuk mencari air guna mencuci pakaian sendiri . . .
Pada saat itulah, pintu diketuk orang secara tiba-tiba,
kemudian terdengar pelayan itu bertanya:
"Kongcu, sudah selesaikah mandimu?"
Kongcu? Lan See-giok merasa asing sekali terhadap
panggilan itu, tapi dia tahu panggilan tersebut ditujukan
kepadanya.
Maka diapun membalikkan badan sambil membuka
pintu. kemudian melangkah ke luar dari ruangan itu.
Dua orang dayang itu nampak tertegun untuk sesaat,
agaknya baru pertama kali ini mereka jumpai seorang
pemuda yang begitu tampan.
Sedang Lan See giok mengira mereka sedang
mentertawakan pakaiannya yang kedodoran, tanpa terasa
dengan wajah berubah menjadi merah padam tanyanya
sambil tertawa
"Adik kecil berdua, tolong carikan air sedikit . .”
Sekali lagi kedua orang dayang itu tertegun, tapi setelah
berpikir sebentar mereka segera memahami jalan pemikiran
pemuda itu, kontan saja mereka tertawa cekikikan.
Salah seorang dayang yang berusia agak tua segera
berkata sambil tersenyum ramah:
http://kangzusi.com/
"Kongcu, pakaianmu akan budak cucikan, silahkan
kongcu bersantap malam lebih dulu!"
Dengan sopan Lan See giok mengucapkan terima kasih,
kemudian berjalan menuju ke ruang depan.
Tiba di ruang muka sebuah meja perjamuan telah
disiapkan, mangkuk piring yang terbuat dari perak telah
dihidangkan secara lengkap.
Beberapa orang dayang berdiri penuh hormat di sudut
ruangan, sedang nona berbaju putih itu masih belum
nampak.
Lan See-giok memang merasa amat lapar, apalagi setelah
menyaksikan hidangan malam yang lezat, perutnya merasa
semakin lapar.
Di atas meja tersedia dua perangkat mangkuk sumpit, itu
berarti bukan disiapkan buat dia seorang saja, karena itu
dengan sabar dia pun menantikan kemunculan si nona
tersebut.
Sambil menundukkan kepala dia pun berjalan kian
kemari, sementara otaknya berputar terus untuk
menemukan cara yang baik untuk meloloskan diri dari situ.
Pemandangan malam di luar ruangan nampak sangat
indah, bintang-bintang berkerlipan di tengah angkasa yang
gelap, seluruh benteng Wi lim poo berada dalam keadaan
hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Beberapa orang pelayan berdiri membungkam di tempat,
sementara sorot mata mereka yang jeli mengikuti gerak
gerik Lan See giok berjalan kian kemari.
Membayangkan kembali pengalamannya selama dua
hari belakangan ini, Lan See giok merasa seakan akan
sudah melewati waktu selama satu dua bulan, meski
http://kangzusi.com/
demikian dia merasa hatinya lega dan nyaman, sebab ia
dapat lolos dari cengkeraman To oh cay jin (si manusia
cacad telinga) Oh Tin san.
Kini dia memutuskan untuk tidak terburu buru
mengunjungi bibiWan, dia harus menunggu sampai kelima
manusia cacad dari tiga telaga berlalu dan meninggalkan
tempat tersebut jauh-jauh karena merasa sadar bahwa
harapan mereka amat tipis, kemudian barulah berusaha
untuk pergi ke sana.
Ia beranggapan bersembunyi di dalam benteng Wi lim
poo merupakan tempat persembunyian yang paling rahasia,
mimpipun ke lima manusia cacad serta kakek berjubah
kuning itu tak akan menduga kalau dia berada di sini.
Bila teringat kembali kejadian yang dialami malam tadi,
hingga sekarang jantungnya masih terasa berdebar keras,
pertempurannya melawan si perompak yang mati tertusuk
di air serta pertarungannya melawan gadis-gadis itu hampir
saja membinasakan dirinya di dalam air telaga.
Membayangkan kembali kesemuanya itu, tanpa terasa
Lan See giok terbayang kembali akan kepandaian sakti yang
dimiliki si nona berbaju putih sewaktu berada dalam air, dia
memutuskan untuk mempelajari kepandaian tersebut secara
baik-baik.
Siapa tahu dalam sepanjang sejarah hidupnya dia akan
menjumpai bencana banjir? Atau mungkin akan bertemu
perompak dan mengalami musibah kapalnya karam? Tanpa
dibekali ilmu dalam air yang sempurna biarpun ilmu silat
yang dimiliki cukup hebatpun jangan harap bisa
mempertahan kan hidupnya dengan baik
Sementara ia masih melamun sampai di situ, mendadak
terdengar suara dentingan nyaring berkumandang datang.
http://kangzusi.com/
Lan See giok segera menghentikan langkah nya seraya
berpaling, tampak dua orang dayang cilik lari masuk ke
dalam ruangan dengan wajah tergopoh gopoh.
Kemudian setibanya di depan pintu, ke dua orang
dayang itu memisahkan diri dan berdiri di kiri dan kanan.
Tak lama kemudian suara dentingan tadi makin
mendekat dan akhirnya tirai disingkap orang.
Agak berkilat sepasang mata Lan See giok setelah
melihat apa yang tertera di depan mata, seorang gadis
cantik rupawan dengan perawakan yang ramping dan indah
tahu tahu sudah muncul di depan mata.
Rambut si nona cantik itu disanggul tinggi dengan mutu
manikam menghiasi mahkota nya, ia berwajah potongan
kwaci, alis matanya indah dengan bibir yang mungil,
gaunnya berwarna putih dengan pakaian warna hijau
pupus, suatu perpaduan yang membuat wajahnya nampak
lebih cantik dan menawan hati.
Setelah diamati beberapa saat, Lan See giok baru
mengenali kalau si nona anggun yang berbadan indah ini
ternyata tak lain adalah si nona berbaju putih tadi.
Gadis cantik itu berdiri tertegun pula di depan pintu
sepasang matanya yang jeli mengawasi juga wajah Lan See
giok yang baru selesai membersihkan badan dengan
termangu.
Ia benar-benar terkejut sampai tertegun, tak terlukiskan
rasa girang dan gembira yang berkecamuk di dalam
dadanya.
Lan See giok yang selesai membersihkan badan dan
berganti pakaian, nampak begitu tampan dan gagah,
wajahnya yang memerah tambah dilihat tambah menarik
hati.
http://kangzusi.com/
Ia berdoa semoga Lan See giok bukan seorang bocah
berusia lima enam belas tahun, dia berharap pemuda itu
sudah termasuk seorang pemuda dewasa, sebab tahun ini
dia sendiri telah berumur sembilan belas tahun.
Setelah termangu sesaat, sambil tertawa manis gadis,
berbaju putih itu maju mendekat, katanya sambil menunjuk
ke arah meja:
"Ayo silahkan, jangan kau tunda lebih lama lagi"
Lan See giok memang memutuskan untuk berdiam
sementara waktu di dalam benteng Wi lim-poo sampai
suasana menjadi aman kembali, maka sambil tertawa dia
manggut-manggut, pertanda kalau dia tidak berniat
bermusuhan.
Sewaktu si nona mempersilahkan Lan See giok duduk di
kursi utama, tanpa sungkan pemuda itu mengikutinya.
Mendadak, dari luar pintu berkumandang suara langkah
kaki manusia yang tergesa-gesa.
Lan See giok segera berpaling, tampak seorang dayang
berbaju kuning sedang berlarian masuk ke dalam ruangan
dengan wajah gugup bercampur tegang.
Dengan kening berkerut si nona segera menegur:
"Apa yang terjadi di tempat hujin sana?"
"Lapor nona" kata dayang itu cepat-cepat, "Lo pocu
telah pulang, entah mengapa dia sedang marah-marah di
ruang tamu."
"Aaaah, tahukah kau apa yang menyebabkan lo pocu
marah-marah?" sela si nona sambil menjerit kaget.
"Menurut laporan dari Be-congkoan kepada nyonya. Tui
keng hi ( Setan pengejar ikan paus ) yang diutus untuk
http://kangzusi.com/
menjemput lo-pocu ditemukan tewas tertusuk dalam air
telaga, mayatnya sudah terapung di atas permukaan air.
Lan See giok amat terkejut setelah mendengar laporan
itu sehingga tanpa terasa wajahnya berubah, pikirnya:
"Jangan-jangan si setan pengejar ikan paus adalah orang
yang mati kutusuk tadi?"
Tapi ia segera merasa jalan pemikirannya tidak benar,
bukankah si setan pengejar ikan paus ditugaskan untuk
menjemput Lo pocu-nya, bukan orang yang ditugaskan
mencari dia?
"Aaaah, pasti orang itu hanya seorang perompak air . . .
!" akhirnya dia menyimpulkan.
Berpikir sampai di situ, hatinya yang tak tenang pun
segera menjadi tenang kembali.
Maka sambil memandang si nona berbaju putih yang
termangu, selanya:
"Tolong tanya nona, kecuali benteng kalian, apakah di
sekitar telaga ini masih terdapat markas besar dari
perkumpulan atau perguruan lain-.”
Sekulum senyuman sinis dan angkuh segera melintas di
wajah nona berbaju putih itu, sahutnya:
"ikan dan udangpun tak berani berenang mendekati
bentengWi lim poo, apa lagi perguruan atau perkumpulan
lain, masa mereka berani mendirikan markasnya di sekitar
ini?"
Lan See giok memang bukan anak bodoh, dari sikap
angkuh si nona berbaju putih itu, ia sudah menyimpulkan
kalau tiada orang luar yang berani mendekati daerah telaga
tersebut.
http://kangzusi.com/
Terdengar si nona berbaju putih itu bertanya lagi kepada
si dayang berbaju kuning:
"Mayat si setan pengejar ikan paus ditemukan di daerah
air sebelah mana?"
Dayang itu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali.
"Budak tidak tahu, sewaktu hujin bertanya lo-pocu
sendiri tidak menjawab, maka budak lihat lebih baik nona
saja yang mencoba membujuk lo pocu- "
Gadis berbaju putih itu segera mengerutkan dahinya,
seakan akan merasa segan untuk pergi, tapi setelah
termenung sejenak akhirnya ia berkata.
"Pergilah dulu, bilang saja aku akan segera menyusul !".
Dayang berbaju putih itu mengiakan dengan hormat,
kemudian membalikkan badan dan terburu buru
meninggalkan tempat tersebut.
Sepeninggal si dayang, nona berbaju putih itu baru
berpaling kearah Lan See giok sambil berkata:
"Dalam benteng kami terdapat tiga orang jago yang
disebut tiga setan, di antara ke tiga orang ini, si setan
pengejar ikan paus termasuk orang yang berilmu paling
tinggi, ilmunya di dalam airpun paling sempurna, biarpun
bertemu jago lihay, semestinya tak mungkin ia akan
tertusuk mati di dalam air . . . .” setelah berhenti sejenak,
tergerak hatinya, cepat dia berguman lebih jauh:
"Jangan-jangan sudah bertemu dengan Huan kang ciong
liong ( naga sakti Pembalik sungai)?"
Dari pembicaraan itu kembali Lan See -giok
menyimpulkan bahwa antara pihak Wi lim Poo dengan si
http://kangzusi.com/
naga sakti pembalik sungai pasti terdapat perselisihan, cuma
dia tak berani banyak bertanya.
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata nona
berbaju putih itu, ia segera berpaling ke arah Lan See giok,
kemudian tanyanya:
"Mengapa kau mendatangi telaga Lu wi-tong kami
malam ini? Di tengah jalan tadi apakah kau telah bersua
dengan seorang lelaki setengah umur berbaju hitam, beralis
tebal dengan mata yang jeli? Atau mungkin sudah terjadi
pertarungan diantara kalian?"
"Sejak memasuki telaga ini, tak sesosok bayangan
manusiapun yang kujumpai, mana mungkin bisa terlibat
dalam suasana pertarungan?" sahut pemuda tanpa ragu.
Gadis berbaju putih itu cukup memahami kalau Lan Seegiok
tidak mengerti ilmu dalam air, jadi mustahil ia dapat
membunuh si setan pengejar ikan paus yang lihay dalam
soal ilmu berenang di dalam air, maka dengan kening
berkerut dan nada tak mengerti gumamnya lebih jauh:
"Lantas, mengapa kau memasuki telaga Lu-wi tong?"
Tak terkirakan rasa mendongkol Lan See- giok tiba-tiba
teriaknya dengan marah:
"Kapan sih aku bilang mau datang ke mari? Semalam toh
aku cuma tertidur di dalam perahu, sewaktu mendusin
perahuku sudah terbawa arus hingga sampai di dalam
wilayah Lu-wi tong, padahal aku tak mengerti ilmu
berenang, aku pun tak pandai mendayung.."
Melihat kemarahan sang pemuda yang kian lama kian
menjadi, nona berbaju putih itu semakin yakin kalau di
balik kesemuanya ini masih terdapat hal-hal lain, namun
tampaknya diapun enggan untuk bertanya lebih jauh, maka
sambil, tersenyum katanya:
http://kangzusi.com/
"Arus dari telaga ini menang sering kali berubah ubah,
ada kalanya angin telaga dapat membawa sampan kecil
menuju ke arah yang lain, kejadian semacam ini umum dan
tiada sesuatu yang aneh, ayo cepat bersantap!"
Sembari berkata dia mengambil sumpit perak.
Melihat gadis berbaju putih itu tidak bertanya lebih jauh
dan kebetulan hal ini memang sesuai dengan keinginannya,
maka diapun mulai bersantap.
Baru saja hidangan akan dimasukkan ke mulut,
mendadak tampak seorang dayang berlari masuk dengan
tergesa gesa, lalu berbisik lirih:
"Nona, lo-pocu datang!"
Berubah wajah si nona berbaju putih itu. ia tahu pastilah
si dayang berbaju kuning yang melaporkan kepada ayahnya
kalau di situ hadir seorang pemuda tampan.
Cepat-cepat dia bangkit dan lari ke luar untuk
menyambut kedatangan ayahnya.
Sementara itu dari ruang tengah terdengar suara langkah
kaki manusia, yang bergema semakin mendekat, lalu
terdengar gadis berbaju putih itu berseru memanggil:
"Ayah. . ."
Meminjam cahaya lentera yang memancar ke luar dari
ruangan Lan See giok ikut memandang ke depan, tapi
dengan cepat seluruh badannya gemetar keras, wajahnya
berubah hebat, hidangan yang baru saja di antar ke mulut
pun segera terjatuh kembali ke atas tanah.
Mimpipun dia tak pernah menyangka kalau lo pocu dari
benteng Wi lim poo ternyata adalah si manusia cacad
telinga Oh Tin san yang baru saja berhasil dihindari..
http://kangzusi.com/
Manusia cacad telinga Oh Tin san sendiri pun nampak
terkejut bercampur gembira setelah mengetahui pemuda
yang duduk di ruangan tak lain adalah Lan See giok.
Cepat-cepat Lan See giok berusaha menenangkan
hatinya, satu ingatan segera melintas dalam benaknya,
segera dia melepaskan sumpitnya dan menangis tersedu
sedu.
Kemudian dengan suara keras teriaknya:
"Empek- “
Ia lari ke depan menyongsong orang itu.
Perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba ini bukan
saja membuat semua dayang menjadi tertegun. bahkan
gadis berbaju putih sendiripun sampai berdiri melongo.
Dengan cepat Lan See giok menubruk dan memeluk si
manusia cacad telinga erat-erat lalu meledaklah isak
tangisnya.
Hawa amarah yang semula berkobar dalam dada
manusia cacad telinga Oh Tin san seketika lenyap tak
berbekas, ia tak bisa mengendalikan rasa girangnya lagi dan
mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Begitu keras, suara tertawanya sehingga menggetarkan
seluruh bentengWi lim poo.
Setelah termangu beberapa saat, gadis berbaju putih itu
segera berteriak keras.
"Ayah, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Manusia
cacad telinga Oh Tin san menghentikan gelak tertawanya,
sambil membelai tubuh Lan See giok dengan penuh rasa
gembira ia berkata:
"Anak bodoh, jangan menangis lagi, ini rumahmu, kau
adalah satu satunya sau pocu dari benteng ini"
http://kangzusi.com/
Kemudian sambil mendorong sang bocah, tanyanya lagi
sambil tertawa senang:
"Anak bodoh, coba kau lihat siapakah budak yang cantik
itu?"
Sembari berkata dia menunjuk ke arah si nona berbaju
putih yang sementara itu dari rasa kaget dan tercengangnya
telah berubah menjadi luapan kegembiraan.
Lan See giok sendiripun segera menyadari akan masalah
yang sedang dihadapi dengan berpura-pura terkejut
bercampur gembira teriaknya keras-keras:
"Kau adalah enci Cu!"
Di tengah sorak gembiranya dia lari ke depan dan
memeluk pinggang nona berbaju putih itu kencang-kencang
kemudian serunya tiada hentinya:
"Enci Cu, enci Cu. . . ."
Meskipun nona berbaju putihOh Li cu terhitung seorang
gadis jalang yang cabul, toh ia dibuat malu dan tersipu-sipu
oleh pelukan Lan See giok tersebut, wajahnya segera
berubah menjadi merah padam bagai kepiting rebus.
Apalagi perawakan tubuh Lan See giok sudah sejajar
dengan ketinggian tubuhnya.
Biarpun Oh Tin-san yang licik dan keji berakal bulus dan
berpengalaman luas, tak urung semua kecurigaannya lenyap
tak berbekas setelah menyaksikan sikap gembira dari Lan
See giok.
Pemuda Lan See-giok memang pintar sekali, setelah
memeluk tubuh Oh Li cu yang bahenol erat-erat, mendadak
dia berlagak tersipu-sipu dan buru-buru melepaskan
pelukannya, kemudian dengan wajah jengah
menyembunyikan wajahnya dalam pelukanOh Tin san.
http://kangzusi.com/
Biarpun Oh Tin san licik dan hebat, hilang lenyap semua
kecurigaannya sekarang. malah tak tertahankan lagi ia
tertawa terbahak-bahak.
"Bocah bodoh, mengapa malu?" tegurnya dengan
gembira, "cepat, beritahu kepada empek, cantik kah enci
Cu?"
"Enci Cu amat cantik!" sahut pemuda itu dengan kepala
tertunduk rendah-rendah.
Merah dadu selembar wajah Oh Li-cu karena jengah,
napsu birahinya segera terangsang dan sinar matanya
memancarkan napsu birahi yang amat tebal.
Memandang Lan See giok yang berada dihadapannya,
manusia cacad telinga 0h Tin san merasa seolah-olah kotak
kecil itu sudah berada di dalam genggamannya, tak terlukis
kan rasa gembiranya waktu itu.
Serunya kemudian sambil menepuk bahu Lan See giok
dengan tangannya yang kurus kering:
"Jika enci Cu memang cantik, bagaimana kalau empek
jodohkan enci Cu untuk menjadi istrimu!"
Ucapan tersebut kembali membuat Oh Li cu merasakan
timbulnya aliran hawa panas dari antara pahanya terus
meluncur ke atas, buru-buru serunya dengan manja:
"Ayah, Cu ji tak bisa berbakti lagi kepadamu di
kemudian hari. . ."
Tergerak hati Lan See giok, dengan cepat ia berpaling ke
arah Oh Tin san lalu sambil tertawa manggut tiada
hentinya.
Sekali lagi Oh Tin san mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak, pikirnya:
http://kangzusi.com/
"Asal aku si manusia cacad telinga memperoleh kotak
kecil itu, sudah pasti dunia berada di bawah telapak
kakiku!"
Pada saat itulah..
Mendadak dari belakang beberapa orang itu
berkumandang suara teguran seorang perempuan setengah
umur dengan nada terkejut:
"Tin san, persoalan apa sih yang membuat kau tertawa
terbahak bahak . . . ?"
Lan See giok turut berpaling, ia saksikan di depan pintu
telah berdiri seorang nyonya tua bersanggul tinggi,
berkeriput mukanya dan berbedak serta gincu amat tebal.
Biarpun usianya sudah tua, namun nyonya itu masih
tetap "hot" dengan anting-anting model dakocan yang amat
besar menghiasi telinganya, ia memakai gaun hijau pupus
dikombinasikan baju berwarna merah darah, sepatunya
berwarna merah juga, ini menunjukkan kalau perempuan
ini biar sudah tua namun seorang yang suka pesolek.
Melihat tampang perempuan tua itu, Lan See giok segera
menduga kalau dia adalah bininya si manusia cacad telinga.
Benar juga, Oh Li cu segera lari menyongsong
kedatangan perempuan itu sambil berseru manja:
"Ibu, ayah menganiaya Cu ji!"
Sambil berseru dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan
nyonya tua tersebut.
Walaupun nyonya tua itu masih dihiasi dengan
senyuman, agaknya diapun dibuat tidak habis mengerti oleh
sikap Oh Tin san yang sebentar gusar sebentar tertawa
senang itu.
http://kangzusi.com/
Manusia cacad telinga Oh Tin san mendorong tubuh Lan
See giok ke depan nyonya tua itu, kemudian tanyanya
dengan bangga:
"Ci hoa, coba lihat siapakah dia?"
Sambil berkata ia tertawa licik dan memutar biji matanya
berulang kali, jelas ia sedang memberi tanda kepada nyonya
tua tersebut:
"Say nyoo-hui" atau Tandingan - nyoo-hui Ki Ci hoa
adalah seorang perempuan yang sudah berpengalaman luas
di dalam dunia persilatan, ia pandai sekali melihat gelagat
dan menilai perasaan hati orang, begitu menyaksikan sorot
mata Oh Tin san, dengan kening berkerut dia pun
mengamati Lan See giok dari atas hingga ke bawah.
Namun dia tak berani berbicara lebih lanjut karena tidak
memahami maksud tujuan suaminya, maka dengan nada
tidak pasti katanya:
"Ehmmm-rasanya sih seperti pernah di kenal.."
Sejak memandang wajah nyonya tua pesolek ini, dalam
hati kecil Lan See giok sudah tumbuh perasaan muak dan
bencinya, sekalipun demikian dia toh memandang juga ke
arah perempuan tersebut sambil berlagak seakan akan tidak
mengerti.
Oh Tin san segera tertawa terkekeh-kekeh buru-buru
serunya:
"Bocah ini adalah satu-satunya kongcu keturunan adik
Khong-tay, coba lihat, sepuluh tahun tak bersua, bocah ini
sudah tumbuh menjadi begitu gagah dan tampan, makin
dewasa pasti makin perkasa keadaannya"
http://kangzusi.com/
Nyonya tua itu berkerut kening kemudian berlagak
seakan akan baru memahami, ia berseru tertahan dan segera
serunya sambil tertawa:
"Yaa, betul, memang agak mirip adik Khong-tay”
Ucapan tersebut kembali membuat Oh Tin san menjadi
gugup, sebab raut wajah Lan See giok lebih mirip ibunya
dari pada ayah-nya, maka cepat-cepat katanya lagi:
"Jelek amat ketajaman matamu, bocah ini lebih mirip
dengan istri adik Khong-tay!"
Sekali lagi nyonya tua itu memandang wajah Lan See
giok sambil manggut-manggut memuji, kemudian setelah
mendorong Oh Li cu, dia menghampiri pemuda itu sambil
tegurnya ramah:
"Nak, siapa namamu?"
"Dia bernama, Lan See giok!" Oh Tin san menerangkan,
sedang kepada sang bocah, katanya pula:
"Dia adalah bibimu Ki Ci hoa, orang menyebutnya
sebagai Tandingan Nyoo-hui, dulu dia termasuk seorang
perempuan cantik yang termasyhur namanya "
Lalu sambil tertawa terbahak bahak, ia menepuk bahu
Lan See giok sembari berseru lagi:
"Ayo cepat memanggil bibi!"
Sambil menahan kobaran hawa amarahnya Lan See giok
memanggil dengan hormat:
"Bibi . . . . !"
Ki Ci hoa nampak semakin gembira lagi setelah
mendengar panggilan itu, ia tertawa terkekeh tiada hentinya
dengan mata setengah terpejam.
http://kangzusi.com/
Oh Tin-san sendiripun tertawa terbahak bahak, kepada
kawanan dayang di sisi ruangan serunya kemudian:
"Cepat siapkan arak, mungkin sau poocu sudah lapar
sedari tadi, malam ini aku akan minum arak sampai
mabuk!"
Orang menjadi sibuk untuk menyiapkan segala hidangan
dan meja perjamuan.
Kemudian dengan senyum dikulum, Ki Ci hoa
menggandeng putrinya di tangan kiri, menarik Lan See-giok
di tangan kanan bersama sama menuju ke luar ruangan.
Oh Tin san sengaja berjalan di paling belakang,
menggunakan kesempatan tersebut dia menarik seorang
dayang dan membisikkan sesuatu ke sisi telinganya. lalu
dengan cepat dia menyusul kembali istrinya bertiga.
Setelah mendengar bisikan Oh Tin-san, dayang itu
nampak agak gugup dan buru-buru lari pergi dari situ.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, Ki Ci
hoa masih saja menggenggam tangan Lan See giok dengan
hangat, kemudian menanyakan usianya, ilmu silat, ilmu
sastra dan lain-lain dengan penuh perhatian.
Oh Li cu berdiri di belakang ibunya dengan senyuman
dikulum, matanya yang jeli mengamati terus wajah Lan See
giok yang tampan tanpa berkedip, rupanya ia benar-benar
sudah terpukau dibuatnya.
Oh Tin san duduk di bangku lain sambil mengawasi
istrinya berusaha mengorek keterangan dari mulut pemuda
itu dengan taktiknya, sedang otaknya berputar terus
berusaha mencari akal bagaimana caranya menghadapi Lan
See giok sehingga kotak kecil yang diincar bisa diperoleh
kembali dan bagaimana pula caranya untuk menghindari
http://kangzusi.com/
perjumpaannya dengan Huan kang ciong liong serta kakek
berjubah kuning.
Tak selang berapa saat kemudian hidangan sudah
disiapkan, maka perjamuanpun segera dilangsungkan.
Sepanjang perjamuan dilangsungkan, Oh Tin san selalu
merasa kuatir tentang keadaan Lan See giok setelah diajak
menuju ke dusun nelayan tadi, dia ingin tahu apa saja yang
telah dikatakan kakek tersebut kepada bocah itu, karena hal
ini penting baginya di dalam usahanya untuk menguasai
Lan See giok di kemudian hari.
Maka setelah menghabiskan tiga cawan arak, dengan
suara yang lembut dan ramah tapi penuh nada perhatian
Oh Tin san bertanya:
"Giok ji, mengapa sih kakek berjubah kuning itu
menangkapmu den membawanya ke dalam dusun?"
Lan See giok memang sudah menduga Oh Tin san akan
mengajukan pertanyaan tersebut, maka tak heran kalau dia
sudah mempersiapkan jawabannya sedari tadi.
Dengan kening berkerut ujarnya kemudian:
"Kakek berjubah kuning itu benar-benar tak tahu aturan,
begitu berjumpa denganku, dia lantas, menegur mengapa
kemarin aku menghajar muridnya Thi Gou.."
Oh Tin san memang pernah melihat dari balik hutan
muncul seorang bocah perempuan berbaju merah serta
seorang bocah lelaki berkulit hitam berbaju hitam, dia tahu
Thi Gou yang dimaksudkan Lan See giok tentulah si bocah
lelaki tersebut.
Terdengar Lan See giok berkata lebih jauh:
"..aku tahu empek sedang menungguku di luar dusun
oleh sebab itu tanpa sungkan-sungkan kusahut kepadanya:
http://kangzusi.com/
"Tidak tahu," siapa sangka dia lantas membentak dan
menotok jalan darahku."
Walaupun si Manusia cacad telinga Oh Tin san dapat
merasa kalau di balik masalah tersebut mustahil duduknya
persoalan begitu sederhana, namun berhubung apa yang
diucapkan Lan See giok pada dasarnya memang sama
seperti apa yang dilihatnya, terpaksa dia manggut-manggut
sambil bertanya lebih jauh:
"Bagaimana selanjutnya?"
Secara ringkas Lan See giok mengisahkan kembali
keadaannya setelah masuk ke dalam dusun nelayan tersebut
dan akhirnya dia menyinggung juga tentang tidak
ditemukan nya si manusia cacad telinga di tanggul telaga.
Dalam hal ini, dengan nada tak senang hati dia menegur.
"Bukankah empek sendiri bilang sebelum bertemu tak
akan bubar, namun ketika aku sampai di tepi telaga, tidak
kujumpai dirimu berada di sekitar sana"
Agak memerah paras muka Oh Tin san lantaran jengah,
dia tertawa kering dan nampaknya merasa puas dengan
penuturan dari Lan See giok tersebut.
Berdasarkan kisah yang amat singkat itu diapun dapat
menyimpulkan bahwa kakek berjubah kuning itu tak nanti
telah menyampaikan sesuatu kepada Lan See giok.
Di samping itu, dari kegelapan ia pun dapat melihat
betapa gugup dan gelisahnya Lan See giok ketika mencari
jejaknya, hal tersebut membuat manusia licik ini menaruh
percaya seratus persen.
Maka setelah tertawa kering katanya:
http://kangzusi.com/
"Dari kejauhan sebetulnya empek melihat
kedatanganmu, cuma berhubung aku kuatir kakek berjubah
kuning itu datang menyusul, maka . . ."
Tiba-tiba tergerak hati Lan See giok dengan nada tak
mengerti dia bertanya.
"Mengapa sih empek begitu takut terhadap si kakek
berjubah kuning tersebut?"
Berubah paras muka si Manusia cacad telinga Oh Tin
san setelah mendengar ucapan mana, serunya gusar:
"Omong kosong, empek sebagai seorang pemilik benteng
yang menjagoi seputar telaga ini belum pernah takut kepada
orang lain."
Ketika mengutarakan ucapan tersebut, alis matanya
berkerut, matanya melotot wajahnya menyeringai seram,
agaknya ia benar-benar sedang diliputi hawa amarah.
Selama ini Say nyoo-hui Ki Ci hoa cuma membungkam
diri belaka, berhubung dia memang tak tahu duduknya
persoalan di samping kuatir salah berbicara.
Namun setelah melihat Oh Tin san menjadi gusar karena
jengah, buru-buru selanya:
"Tin san, bocah kecil tahu apa sih? Masa kata katanya
kau masukan dalam hati hingga membuatnya menjadi
marah?"
Sembari berkata dia mengerling sekejap ke arah Oh Tin
san.
Oh Li cu pun merasa tidak puas dengan sikap ayahnya,
dengan nada tak senang hati serunya pula.
"Ayah memang jelek dalam hal ini, sedikit-sedikit jadi
marah!"
http://kangzusi.com/
Sesungguhnya Oh Tin-san merupakan seorang manusia
licik yang pandai mengendalikan perasaan sendiri, namun
berhubung perkataan dari Lan See giok tadi telah
menyinggung aib yang pernah dijumpainya dan justru
mengena pada penyakit hatinya, tak heran kalau hawa
amarahnya segera meledak.
Namun setelah digerutui istrinya dan putrinya
menunjukkan wajah tak senang hati, buru-buru dia
mengendalikan emosinya dan tertawa terbahak bahak.
"Haaah . . haaah . . haaah . . . . bayangkan saja aku Oh
Tin san adalah seorang tokoh silat yang nama nya sangat
menggetarkan telaga Phoan yang oh, dengan ilmu Hun sui
ciang hoat (ilmu pukulan pemisah air) yang kumiliki
puluhan tahun belum pernah bersua dengan musuh
tangguh, manusia-manusia golongan putih maupun
golongan hitam dari dunia persilatan pada jeri tiga bagian
kepadaku, bayangkan saja betapa tidak marah aku setelah
dituduh takut dengan kakek berjubah kuning tersebut".
Kemudian setelah tertawa terbahak bahak kembali,
katanya lebih jauh kepada Lan See giok.
"Sebenarnya empek tidak menampakkan diri waktu itu
karena aku tak ingin mencari urusan yang tak berguna
dalam keadaan begitu"
Dalam hati kecilnya Lan See giok tertawa dingin, ia tahu
jawaban dari Oh Tin san ini tidak jujur, sedangkan
mengenai keteranganWi lim poo dalam dunia persilatan, ia
pun masih tanda tanya besar sebab belum pernah hal ini di
dengar dari ayahnya.
Dalam hati kecilnya sekarang cuma ada satu masalah
saja yang perlu diketahui secepatnya, yakni asal usul dari si
kakek berjubah kuning tersebut.
http://kangzusi.com/
Maka dengan perasaan tak habis mengerti dia bertanya.
"Empek, sebenarnya siapa sih kakek berjubah kuning
itu?"
Oh Tin san mendengus dingin.
"Hmmm! Empek cuma tahu kalau dia bukan orang baikbaik,
sedangkan tentang siapa namanya dan dari mana asal
usulnya, belum pernah kudengar tentang hal ini . . ."
Lan See giok pura-pura merasa kaget dan tercengang,
katanya kemudian:
"Aku lihat ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah kuning
itu lihay sekali, mestinya kedudukannya dalam dunia
persilatanpun amat tinggi . . . "
"Darimana kau tahu?" belum habis Lan See giok berkata,
Oh Tin san telah menukas dengan perasaan dalam.
Tanpa ragu-ragu sahut Lan See giok:
"Aku dengar kakek bercambang yang bernama naga sakti
pembalik sungai itu selalu membahasai kakek berbaju
kuning itu sebagai locianpwe . . ."
Tidak sampai Lan See giok menyelesaikan kata-katanya,
Oh Tin san dengan mata melotot dan menggertak gigi telah
berseru lebih dulu:
"Thio-Lok-heng, manusia tak tahu malu, ia bermoral
bejad, suka merendahkan derajat sendiri . . "
Lan See giok sama sekali tidak menggubris ocehan dari
Manusia cacad telinga tersebut, dia berkata lebih jauh:
"Kepandaian silat yang dimiliki kakek berjubah kuning
itu memang amat lihay, sewaktu ia membentak kemarin,
padahal tubuhnya masih berada berapa kaki dariku, tapi
jalan darahku tahu-tahu sudah kena ditotok olehnya."
http://kangzusi.com/
Ketika selesai mendengar perkataan dari Lan See giok
ini, Oh Tin san tak bisa me-ngendalikan hawa amarahnya
lagi, ia segera berseru keras.
"Bocah bodoh, ilmu silat itu tiada batas batasnya, dan
beraneka ragam jenisnya, masing-masing kepandaian
memiliki keistimewaan yang berbeda beda, masih
mendingan kalau kakek berbaju kuning itu tidak datang ke
benteng Wi lim poo ku ini. bila ia sampai berani datang
kemari, hmm. . . aku pasti akan menyuruh si anjing tua ini
merasakan enaknya air Phoan yang oh!"
Lan See giok segera merasakan semangat nya bangkit
kembali, dengan nada gembira dia berseru.
"Empek tua, kau sebagai seorang pocu yang namanya
termasyhur di seantero dunia, ilmu dalam airmu tentu lihay
sekali, mulai besok aku ingin menyuruh empek untuk
mengajarku ilmu dalam air . ."
Mendapat pujian dari Lan See-giok, paras muka Oh Tinsan
yang semula suram segera berubah menjadi cerah
kembali, ia tertawa bangga dan menganggukkan kepalanya
berulang kali:
"Baik, baik, asal kau bersedia untuk mempelajarinya
secara tekun, empek akan mewariskan segenap kepandaian
yang empek miliki untukmu. . ."
Lan See-giok berlagak kegirangan, dia melompat-lompat
dan segera menjura dalam-dalam, serunya dengan girang:
"Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih lebih dulu
kepada empek . . !"
Oh Tin san yang licik den banyak tipu muslihatnya ini
mengira rencana kejinya berhasil dengan sukses, tanpa
terasa ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak
bahak.
http://kangzusi.com/
Say-nyoo-hui yang selama ini cuma membungkam,
sekarang turut berseru pula dengan nada girang.
"Nak, asal kau bersedia untuk belajar, beberapa jurus
ilmu Cau hong jiu (ilmu sakti menggapai lebah) yang
kumilikipun akan kuwariskan juga kepadamu!" .
Lan See giok sama sekali tidak bertanya apakah ilmu
yang dimaksudkan sebagai Cau hong jiu tersebut, cepatcepat
dia membalik kan badan dan menjura dalam-dalam,
lalu serunya dengan naga girang.
"Terima kasih banyak bibi!"
Kemudian dia membalikkan badan dan duduk kembali
ke kursi semula . . .
Waktu ituOh Tin san sudah dibikin kegirangan sehingga
sedikit tak dapat mengendalikan diri, matanya yang jalang
mengerling sekejap ke arah Oh Li cu yang sedang berseri,
kemudian ujarnya sambil tersenyum.
"Mulai besok, biar enci Cu mu yang mewakiliku
mengajarkan dasar ilmu di dalam air kepadamu, bila dasar
dasarnya sudah kau ketahui baru aku yang mengajarkan
langsung kepadamu!"
Mendengar perkataan ini Lan See giok tertawa, kali ini
suara tertawanya benar-benar timbul dari hati sanubarinya.
Sebab diantara lima cacad dari tiga telaga, tak
seorangpun yang paling dicurigai, berdasarkan julukan yang
mereka miliki paling tidak dari lima cacad ada tiga yang
bercokol di atas air, oleh sebab itu kepandaian berenang
boleh dibilang merupakan kepandaian yang paling penting
baginya.
Oh Li cu yang mendengar ayahnya memerintahkan
kepadanya untuk mengajar kan ilmu berenang kepada Lan
http://kangzusi.com/
See giok, kontan saja hatinya menjadi kegirangan, sebab hal
tersebut memang sesuai dengan kehendak hatinya, tak
tahan lagi ia tersenyum genit.
Pada saat itulah dari luar ruangan muncul seorang
dayang berbaju hijau yang menghampiri Oh Tin san dengan
langkah tergesa gesa, setelah memberi hormat katanya:
"Lapor lo pocu, Be congkoan, Thio Gi si dan Li Tok cay
datang mohon bertemu!"
Mendengar laporan tersebut paras muka Say nyoo-hui
dan Oh Li cu berubah hebat, dengan pandangan terkejut
mereka berpaling ke arah Oh Tin San.
Perlu diketahui, di hari-hari biasa kecuali Oh Tin San
suami istri, orang lain belum pernah mengunjungi tempat
kediaman dari Oh Li cu, tapi malam ini tiga orang
congkoan yang berkedudukan di bawah Oh Tin san telah
datang, ini menunjukkan kalau di dalam benteng telah
terjadi suatu peristiwa yang maha besar.
Menyaksikan keterkejutan Say nyoo-hui dan Oh Li cu,
Lan See giok merasa terperanjat sekali, apalagi saat ini
menunjukkan kentongan ke empat, hal tersebut
membuatnya makin terkesiap.
Oh Tin San memang sudah mengetahui hal ini, tapi di
luar dia berlagak seolah-olah kaget dan tercengang, sambil
mengerutkan dahinya ia berseru.
"Silahkan mereka masuk!"
Dayang itu mengiakan dengan hormat kemudian
membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ.
Say nyoo-hui maupun Oh Li cu memandang ke arah Oh
Tin san dengan pandangan terkesiap, tanyanya kemudian
dengan nada tak mengerti:
http://kangzusi.com/
"Ada apa sih? Masa hari begini juga datang
menghadap?"
Oh Tin san tidak menjawab dengan segera, hanya
matanya yang sesat mengawasi depan pintu dengan
termangu, seolah-olah sedang memikirkan persoalan
tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, terdengar suara
langkah kaki manusia berkumandang memecahkan
keheningan.
Meminjam cahaya yang memancar ke luar dari balik
ruangan, Lan See giok dapat melihat ada tiga sosok
bayangan manusia sedang melangkah masuk ke dalam
ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
Orang yang berada ditengah berperawakan kecil dan
pendek, dia adalah seorang kakek bungkuk bermata segi
tiga, beralis tebal dan memelihara jenggot kambing,
tampangnya menunjukkan kelicikan, mengenakan jubah
panjang warna putih yang kedodoran, sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam yang berkilauan, membuat
kakek ini tampak mengerikan.
Sedangkan orang yang berada di sebelah kanan
berperawakan tinggi langsing, berusia antara tiga puluh
tahunan, berjubah hitam dengan celana gombrang,
tampangnya kurus macam monyet dengan hidung yang
melengkung seperti hidung betet, matanya yang bulat
memancarkan juga cahaya tajam.
Orang yang berada di sebelah kiri adalah seorang
pemuda berusia dua puluh lima-enam tahunan, tubuhnya
kekar dengan alis mata yang tebal, tapi matanya kecil,
hidungnya agak mancung dan bibirnya terasa amat tebal.
http://kangzusi.com/
Ia mengenakan topi model seorang busu, telinganya
dihiasi anting-anting besar, pakaiannya ringkas dan ikat
pinggangnya merah, diantara rekan rekannya dia memang
kelihatan lebih tampan.
Di antara ke tiga orang ini, seorang bertampang licik,
seorang lagi bertampang keji dan pemuda ini meski masih
muda namun wajahnya memancarkan pula hawa sesat dan
hawa kecabulan.
Lan See giok segera menduga kalau ke tiga orang ini
adalah para anggota penting dari bentengWi-lim-poo.
Dalam pada itu ke tiga orang tersebut sudah memasuki
ruangan, enam buah sorot mata mereka yang jeli
mengawasi wajah Lan See giok yang sedang duduk
dihadapanOh Li cu itu dengan pandangan terkejut.
Terutama sekali pemuda berpakaian ringkas tersebut, ia
nampak berkerut kening setelah menyaksikan ketampanan
wajah Lan See giok serta kegagahannya.
Biarpun Lan See giok hanya seorang bocah berusia lima
enam belas tahunan, tapi dalam pandangannya bocah itu
sudah terhitung seorang pemuda yang amat ganteng.
Oleh sebab itulah sebelum melangkah ke dalam ruangan,
keningnya sudah berkerut dan wajahnya diliputi hawa
napsu membunuh.
Menyaksikan wajah cemburu yang terpancar dari wajah
pemuda tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajah
Oh Li cu kini telah berubah menjadi dingin seperti es.
Perubahan wajah Oh Li cu, kontan saja semakin
mengobarkan api cemburu yang berkobar di dalam dada
pemuda berpakaian ringkas tersebut.
http://kangzusi.com/
Manusia cacad telinga Oh Tin San maupun Say-nyoohui
Ki-Ci-hoa menyaksikan perubahan wajah ke dua orang
itu dengan jelas, akan tetapi mereka berlagak seolah-olah
tidak memperhatikan.
Dalam pada itu ke tiga orang tersebut sudah memasuki
ke dalam ruangan, lalu dengan hormat mereka menjura
seraya berkata:
"Mengunjuk hormat buat Lo pocu, hujin dan nona!"
Say nyoo-hui dan Oh Li cu segera membalas hormat
sambil tersenyum . . .
Hanya Lan See giok seorang yang masih tetap duduk tak
bergerak, karena dia memang tidak kenal dengan ke tiga
orang ini, terhadap sorot mata permusuhan dari pemuda
berpakaian ringkas tersebut, diapun pada hakekatnya tidak
memandang sebelah matapun.
Setelah meletakkan cawan araknya, berlagak tidak
mengerti Oh Tin San segera bertanya:
"Malam-malam begini kalian bertiga datang ke sini,
entah ada urusan apa?"
Kakek bungkuk tersebut segera menjura, sahutnya
dengan sikap yang sangat menghormat:
"Hamba sekalian mendengar Lo pocu marah-marah yang
mungkin disebabkan peristiwa terbunuhnya si setan
pengejar ikan paus, oleh sebab itu hamba sekalian khusus
datang ke mari untuk melaporkan kejadian yang
sebenarnya".
Lelaki setengah umur berwajah monyet segera
menyambung pula dengan hormat.
"Setelah menerima laporan, hamba langsung memeriksa
sendiri di tempat kejadian, di sekitar sana ditemukan sebuah
http://kangzusi.com/
sampan nelayan dalam keadaan terbalik, di dasar sampan
dijumpai sebuah lubang yang persis sebesar luka mematikan
di tubuh si setan pengejar ikan paus "
Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut
menjadi sangat mendongkol, dia merasa kejadian tersebut
perlu diterangkan sejelas-jelasnya kepada semua orang . . .
Belum habis ia berpikir, tiba-tiba pemuda berpakaian
ringkas itu sudah berdiri dengan kening berkerut, tiba-tiba
serunya dengan penuh kegusaran.
"Menurut hasil penyelidikan atas sumber dari sampan
tersebut, diketahui perahu itu milik dusun nelayan
setempat, hamba yakin perbuatan ini pasti hasil karya si
naga sakti pembalik sungai, kini segenap saudara dari
benteng sudah diliputi emosi dan gusar sekali, kami merasa
belum puas sebelum dapat mencuci dusun nelayan itu
dengan darah . . . ."
Ucapan itu menggusarkan Lan See giok, ia jadi lupa
kalau dirinya berada di mulut harimau, dengan kening
berkerut dia siap melompat bangun.
Belum lagi hal tersebut dilakukan, Oh Tin San sudah
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
Gelak tertawa ini langsung membungkam kan pemuda
berpakaian ringkas itu, agak termangu ia mengawasi
pocunya, sementara hatinya keheranan dan tidak habis
mengerti apa sebabnya Oh Tin San tertawa tergelak..
Lan See giok, Say-nyoo-hui serta Oh Li cu juga
mengawasi Oh Tin San dengan perasaan tidak habis
mengerti.
Setelah menghentikan gelak tertawanya, Oh Tin san
berkata dengan lantang:
http://kangzusi.com/
"Kukira ada kejadian besar apa, oooh. rupanya hanya
masalah sekecil ini, biarpun sampan tersebut milik dusun
nelayan setempat, namun aku percaya si setan pengejar ikan
paus bukan tewas di tangan si Naga Sakti pembalik sungai."
Berbicara sampai di situ, matanya yang sesat
memandang sekejap ke arah Lan See-giok, kemudian
sambil berpura pura gembira katanya dengan suara lantang:
"Persoalan ini tak usah kita bicarakan dulu untuk
sementara waktu, ayo kuperkenalkan dulu kalian bertiga
dengan sau poocu kalian Lan See giok."
Seraya berkata dia menunjuk ke arah pemuda Lan.
Kecuali kakek bungkuk, dua orang lainnya nampak
tertegun, terutama sekali pemuda berpakaian ringkas
tersebut, paras mukanya segera beruban hebat.
Lan See giok masih tetap bersikap tenang, senyum
hambar menghiasi ujung bibirnya, matanya bersinar tajam,
oleh karena Oh Tin san telah bangkit berdiri, maka dia pun
turut beranjak.
la cukup tahu bahwa kesemuanya ini merupakan bagian
dari perangkap Oh Tin san, tapi mengapa? ia kurang jelas,
namun ada satu hal dia merasa yakin, bisa jadi hal ini akan
semakin membantu usahanya untuk melarikan diri.
Dalam pada itu si kakek bungkuk itu sudah maju ke
depan dengan senyuman di kulum, sembari menjura
katanya dengan hormat:
"Congkoan dari benteng Wi-lim-poo, Be-Siong-pak
memberi hormat buat sau pocu."
Buru-buru Lan See giok membalas hormat, sahutnya
sambil tersenyum ringan:
http://kangzusi.com/
"Aku masih muda dan berpengetahuan rendah, untuk di
kemudian hari masih banyak membutuhkan petunjuk dari
Be lo-enghiong"
Betapa gembiranya Be Siong-pak ketika Mendengar Lan
See giok membahasai diri sendiri sebagai Be lo-enghiong,
buru-buru dia membungkukkan badan dan berkata sambil
tersenyum:
"Hamba tidak berani, hamba tidak berani"
Sambil tersenyum Oh Tin san segera menimbrung dari
samping.
"Bocah bodoh, Be congkoan sudah amat berpengalaman
di dalam dunia persilatan kecerdasan otaknya seperti
Khong-Beng yang menjelma kembali, dialah otak dari
empek mu, semua masalah dan pekerjaan merupakan hasil
kerjanya, di kemudian hari kau memang perlu minta
banyak petunjuk dari Be congkoan."
Lan See giok menganggukkan kepalanya berulang kali
sementara hatinya bergetar keras, ia tahu Be Siong pak
merupakan perintang utama bagi usahanya melarikan diri
di kemudian hari.
Umpakan dari Oh Tin san itu kontan membanggakan
hati Be Siong-pak, saking senangnya dia sampai
mendongakkan kepala nya dan tertawa terbahak bahak,
katanya berulang kali:
"Aaah, lo-pocu terlalu memuji!"
Lelaki setengah umur berwajah seperti monyet itu segera
maju pula ke depan, kata nya kepada Lan See giok dengan
hormat:
"Hamba Thio-Wi-kang, memberi hormat buat Sau
pocu."
http://kangzusi.com/
Sembari berkata dia membungkukkan badan sambil
menjura dalam-dalam . ..
Melihat hal ini Oh Tin-san kembali berkata:
"Dia adalah Thio-Wi-kang, orang menyebutnya sebagai
Sam-ou kau-ong (Raja monyet air dari tiga telaga),
kepandaian dalam airnya tiada tandingan, saat ini dia
termasuk seorang tokoh yang amat menonjol namanya
dalam dunia persilatan."
"Selamat bersua, selamat bersua!" seru Lan See giok
berulang kali sambil menjura.
Pemuda berpakaian ringkas yang berada di belakang,
dengan dahi berkerut dan mulut mencibir menunjukkan
sikap angkuh tetap berdiri di tempat, hanya ujarnya ketus:
"Lin Ci cun menjumpai sau pocu!"
Tapi dikala menyaksikan senyuman seram menghiasi
ujung bibir Oh Tin san, matanya berkilat tajam, kontan
hatinya bergetar keras. sehingga terburu buru ia
membungkukkan badannya memberi hormat.
Agaknya Oh Tin san merasa tak senang hati terhadap
sikap angkuh yang dipancarkan Li Ci cun di hadapannya,
maka diapun memberi penjelasan secara ringkas.
"Dia adalah Li Ci cun, orang menyebutnya Long Ii hu
tiap (kupu-kupu di tengah ombak)."
Lan See giok tidak menyangka kalau penjelasan Oh Tin
san sedemikian ringkasnya, maka setelah termenung
sejenak, ia baru berkata sambil tersenyum.
"Selamat bersua, selamat bersua!"
Kupu-kupu dibalik ombak Li-Ci-cun merasa sangat tidak
puas, di samping itu diapun dapat menyadari kalau
manusia cacad telinga yang termasyhur sebagai manusia
http://kangzusi.com/
licik yang berhati keji ini menaruh perasaan tak puas
terhadapnya, kesemuanya itu membuat perasaannya
dicekam rasa kaget.
Akan tetapi setelah menyaksikan Oh Li cu, kekasihnya
yang selama ini hidup bagaikan suami istri dengannya sama
sekali tidak berpaling ke arahnya, walaupun sudah sedari
tadi ia muncul di situ, kontan saja api cemburunya makin
lama semakin berkobar.
Dalam pada itu, Lan See-giok telah berkata kepada Oh
Tin sari sambil tersenyum.
"Empek, persilahkan Be lo enghiong bertiga turut
menghadiri perjamuan ini !"
Baru saja ucapan tersebut diutarakan, Oh Li cu segera
menarik wajahnya sambil cemberut.
Agaknya kakek bungkuk itu amat berkenan dihati atas
sebutan Be to-enghiong dari Lan See giok tersebut, dengan
wajah berseri ia berkata:
"Tidak usah sau pocu, besok hamba masih ada urusan
yang mesti diselesaikan sehingga tak berkesempatan untuk
menemani sau pocu bersantap, tapi untung saja waktu di
kemudian hari masih panjang, toh tak usah terburu napsu
bukan?"
Selesai berkata kembali ia tertawa terbahak bahak,
agaknya ia belum bisa menduga asal usul Lan See giok yang
sesungguhnya.
Sesungguhnya Oh Tin san memang berniat
mempersilahkan ke tiga orang bawahannya untuk
menghadiri perjamuan tersebut, namun setelah
menyaksikan ketidak senangan putrinya, apalagi Be Siong
pak juga telah beralasan masih ada urusan lain, maka
sembari mengulapkan tangannya ia berkata:
http://kangzusi.com/
"Baiklah, lain waktu saja kita minum bersama sama!"
Si kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun tahu
bahwa mereka sudah seharusnya pergi, maka serentak ke
tiga orang itu memberi hormat dan mohon diri.
Baru ke luar dari pintu ruangan, mendadak terdengar Oh
Tin san berseru lagi dengan suara dalam dan bertenaga.
"Be congkoan, sebelum fajar besok harap siapkan semua
kapal perang yang kita miliki, kumpulkan segenap anggota
kita di lapangan air, setiap pasukan harus berpakaian
lengkap dan panji kebesaran kita kibarkan di setiap tiang
perahu, nah pergilah!"
Lan See-giok terkejut oleh ucapan tersebut, sementara
Say nyoo-hui serta Oh Li cu dibuat tertegun.
Kakek bungkuk, Thio-Wi-kang maupun Li Ci cun
nampak agak tertegun pula, tapi kemudian dengan
semangat berkobar serentak ia mengiakan dan berlalu
dengan langkah terburu buru.
Kejut dan gusar perasaan Lan See giok waktu itu, dia
tahu bisa jadi Oh Tin san berniat membasmi kampung
nelayan tersebut dengan kekerasan.
Maka setelah merenung sejenak, dengan kening berkerut
katanya dengan gusar:
"Empek, si setan pengejar ikan paus . ."
Setelah menurunkan perintah tadi tampaknya Oh Tin
san mulai berpikir kalau taruhan yang dilakukan olehnya
kali ini kelewat besar, mendingan kalau berhasil meraih
keuntungan, jika kalah, bukankah urusan bakal berabe?
Perasaannya tiba-tiba saja menjadi gugup dan sangat tak
tenang.
http://kangzusi.com/
Itulah sebabnya sebelum Lan See giok menyelesaikan
perkataannya, dengan tak sadar ia menyela:
"Siapa suruh si setan pengejar ikan paus mencari
kematian sendiri, waktu itu aku sudah memperingatkan dia,
dasar kepandaian silatnya masih jauh di bawah mu
sekarang. . ."
"Empek" tukas Lan See giok tak puas, "mengapa kau
menitahkan kepadanya agar diam-diam mendorongku,
bahkan sekalipun sudah di dorong sampai ke tengah telaga
pun belum jua menampakkan diri untuk memberi
penjelasan?"
Agaknya Oh Tin san sudah dapat menenangkan hatinya
sekarang, katanya sambil tertawa hambar:
"Waktu itu aku mengira kau sudah semaput lantaran
kaget, karena sejak bersembunyi di dalam sampan tak
pernah menampakkan diri kembali, maka kuperintah kan
kepada si setan pengejar ikan paus agar mendorongmu ke
mari secara diam-diam, bila pembicaraan dilakukan waktu
itu, niscaya hal mana akan menarik perhatian si kakek
berjubah kuning"
Belum habis dia berkata, bayangan manusia nampak
berkelebat lewat di depan pintu.
Be Congkoan, si kakek bungkuk yang belum lama
meninggalkan ruangan kini sudah melompat masuk
kembali ke dalam ruangan dengan wajah gugup dan pucat
pias.
Kemunculannya yang sangat mendadak ini tentu saja
sangat mengejutkan Lan See giok sekalian, serta merta
mereka melompat bangun.
http://kangzusi.com/
Para dayang yang berdiri berjajar di kedua belah pintu
pun sama-sama memperdengar kan jeritan kaget yang
melengking.
Sebagai manusia yang berwatak licik dan pandai
membawa diri, Oh Tin san cukup tahu bila Be Siong pak
yang tersohor karena kecerdasan otaknya pun menunjukkan
sikap kaget dan gugup seperti ini, berarti di dalam
bentengnya sudah terjadi suatu peristiwa yang luar biasa
sekali.
Maka sambil berusaha untuk mengendalikan perasaan
gugup dan kalut dalam pikirannya dia menegur.
"Ada urusan apa?"
Be Siong pak menunjukkan sikap kaget dan cemas, peluh
sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya, dengan tergesa gesa dia menghampiri
majikannya kemudian membisikkan sesuatu di sisi
telinganya.
Mengikuti komat kamitnya mulut Be Siong pak, paras
muka Oh Tin san pun turut berubah ubah juga, dari gugup,
takut sampai pucat pias dan matanya memancarkan sinar
ketakutan.
Begitu Be congkoan menyelesaikan kata katanya, tak
tahan lagi dia bertanya dengan gelisah.
"Sekarang -sekarang dia berada di mana?"
Kakek bungkuk itu semakin tegang, setelah
menghembuskan napas panjang sahutnya:
"Sekarang dia berada di ruang tamu!"
Jawaban ini segera menggetarkan perasaan si manusia
cacad telinga Oh Tin san seluruh tubuhnya gemetar keras,
http://kangzusi.com/
matanya terbelalak dan ia benar-benar tertegun saking kaget
dan takutnya.
Dari sikap tegang, takut dan gugup yang diperlihatkan
Oh Tin san maupun kakek bungkuk tersebut, Lan See giok
segera menduga kalau di dalam benteng tersebut pasti
sudah kedatangan seorang musuh yang sangat lihay.
Bukan saja kepandaian silat yang dimiliki pendatang
tersebut hebat sekali, sudah pasti tangannya amat keji dan
membunuh orang tanpa berkedip, kalau tidak mustahil Si
manusia cacad telinga Oh Tin San akan menunjukkan rasa
takut yang begitu hebat.
Agaknya Say-nyoo-hui Ki-Ci-hoa juga dapat merasakan
betapa seriusnya masalah tersebut. sambil menarik ujung
baju Oh Tin San, bisiknya lirih:
"Tin San siapa sih yang telah datang?"
Seperti baru mendusin dari kagetnya Oh Tin San tak
sempat lagi menjawab pertanyaan dari Ki-Ci-hoa, buruburu
serunya kepada Be congkoan:
"Ayo, kita segera berangkat."
Buru-buru mereka berdua melompat ke luar dari ruangan
tersebut dan melejit ke atas atap rumah, kemudian dalam
beberapa kali lompatan saja bayangan tubuh mereka sudah
lenyap dari pandangan mata.
Sepeninggal ayahnya dan Be Congkoan, Oh Li cu baru
berpaling ke arah ibunya sambil bertanya dengan perasaan
tak habis mengerti:
"Ibu, menurut pendapatmu siapa sih yang telah datang?"
ooo0dw0ooo
http://kangzusi.com/
BAB 7
SAY-NYOO-HUI Ki-Ci-hoa memandang sekejap ke
arah Lan See giok yang masih tetap duduk dengan tenang,
kemudian sambil berkernyit dahi katanya seraya tertawa
paksa:
"Ayahmu selalu dapat mengendalikan diri bila
menjumpai sesuatu persoalan, padahal masalah nya bukan
sesuatu yang luar biasa"
Oh Li cu tidak setuju dengan pendapat itu, ujarnya
dengan wajah bersungguh sungguh.
"Be congkoan orangnya cerdik dan sangat pandai
menghadapi masalah, dia pun termasyhur sebagai Khong-
Beng yang menitis kembali, bila dilihat dari sikapnya yang
gugup dan kelabakan.."
Melihat putrinya tak tahu keadaan, dengan kening
berkerut Say nyoo-hui segera menegur:
"Betapa pun besarnya persoalan yang di hadapi, asal
ayahmu sudah ke situ niscaya urusan akan beres dengan
sendirinya, berdasarkan kelihaian ilmu silat dari ayahmu
serta pamornya yang besar, siapa sih yang berani mencabut
gigi dari mulut harimau?"
Lalu setelah mengerling sekejap ke arah Oh Li cu penuh
arti, sambungnya lebih jauh:
"Lagi pula kita Wi-lim-poo sudah lama menjagoi di
seputar telaga ini, sekeliling benteng dilingkari air telaga, di
luar ada hutan gelaga yang lebat, di dalam ada ranjau air,
jago lihay yang tinggal disinipun tak terhitung jumlahnya,
bahkan hampir semuanya pandai ilmu berenang, di dalam
air ada penjaga, di atas benteng ada pengawal, jangan lagi
perahu sampan, biar burungpun sukar untuk terbang lewat
http://kangzusi.com/
tanpa ketahuan, dibandingkan dengan Lok ma oh dimasa
lalu, benteng tersebut paling-paling cuma begitu saja .."
Makin berbicara Say nyoo-hui semakin bersemangat,
sedangkan Lan See giok makin lama semakin terkejut, ia
tak tahu benarkah benteng Wi-lim-poo mempunyai
penjagaan sedemikian ketatnya, bisa juga perempuan tua itu
sedang mengibul.
Sementara dia masih termenung, terdengar Say nyoo-hui
telah berkata lebih jauh.
"Kalau dilihat dari kegugupan ayahmu tadi, bisa jadi
mata-mata kita yang di tugaskan di luar telah pulang
dengan membawa berita besar yang luar biasa, sebab
seandainya ada orang luar yang masuk ke mari, mengapa
dari pihak loteng penjaga tidak dikeluarkan tanda
peringatan , . , ?"
Ketika berbicara sampai di situ, nampak semangat Say
nyoo-hui berkobar kembali, sikap angkuhnya menghiasi
wajahnya.
Mendengar ucapan dari ibunya, Oh Li cu segera
merasakan semangatnya turut berkobar, perasaan tak
tenang yang semula mencekam perasaannya pun kini bilang
lenyap tak berbekas.
Sebaliknya Lan See giok yang mendengar ucapan
tersebut, kian lama hatinya kian bertambah berat, walaupun
di luaran ia masih tetap mempertahankan ketenangan nya.
Sedangkan Say nyoo-hui sendiri, sesungguhnya amat
menguatirkan pula keselamatan dari Oh Tin san, apalagi
kalau dilihat dari sikap gugup dan takut yang menghiasi
wajah suaminya, namun sebisa nya ia berusaha untuk
mengendalikan diri.
Kembali ujarnya sambil tertawa paksa:
http://kangzusi.com/
"Anak Cu. sekarang aku sudah kenyang, temanilah adik
Giok mu untuk minum beberapa cawan lagi, aku hendak
menengok dulu keadaan di sana."
Sambil berkata ia beranjak dan menuju ke luar ruangan.
Buru-buru Lan See giok berseru dengan hormat:
"Silahkan bibi, akupun sudah kenyang."
Bersama Oh Li cu mereka bangkit berdiri dan
menghantar Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa sampai di luar pintu.
Pelayan pun segera membereskan hidangan dari atas
meja perjamuan-
Setibanya di depan pintu, Say nyoo-hui menitahkan
kedua orang itu agar berhenti.
Lan See giok dan Oh Li cu menurut perintah dan
berhenti, mereka berdiri di situ hingga bayangan tubuh
perempuan tua tersebut melangkah ke luar dari pintu
halaman.
Mendadak berkilat sepasang mataOh Li cu, seakan akan
teringat akan sesuatu, buru baru serunya:
"Ibu, tunggu dulu!"
Sambil berseru dia memburu ke luar pintu dan
menghampiri ibunya.
Menyaksikan kejadian itu, tergeletik hati Lan See giok,
cepat dia menarik napas panjang, berpaling sekejap
memperhatikan sekeliling tempat itu kemudian melejit ke
arah pintu dan menyembunyikan diri di balik pintu
halaman.
Sementara itu dari luar halaman terdengar Say nyoo-hui
sedang bertanya dengan nada tak mengerti.
"Ada apa anak Cu?"
http://kangzusi.com/
Oh Li cu nampak agak sangsi dan sukar untuk
menjawab, sampai lama kemudian ia baru menyahut agak
tergagap.
"Ibu, aku ingin meminjam sebentar bangau kecil Siau
sian hok terbuat dari emas itu”
Belum habis Oh Li cu berkata, Say nyoo-hui telah
menukas dengan nada terkejut:
"Apa? Kau-kau menghendaki dupa lebah bermain di
putik bunga-?"
Lan See giok yang menyadap pembicaraan tersebut
menjadi tak habis mengerti, dia tak tahu apa yang
dinamakan "dupa lebah bermain di putik bunga" itu?
Maka pikirnya kemudian:
"Aaah, mungkin dupa untuk mengharumkan tubuh Oh
Li cu ..?"
Tapi setelah dipikir kemudian ia merasa hal tersebut
kurang begitu cocok ..
Selanjutnya ia tidak mendengar jawaban dari Oh Li-cu,
mungkin gadis itu sedang manggut-manggut.
Terdengar kemudian Say nyoo-hui berkata lagi.
"Terus terang kukatakan, sekarang dia masih kecil, tak
mungkin akan memberi kepuasan kepadamu.."
Tapi sebelum Say nyoo-hui menyelesaikan kata-katanya,
Oh Li cu telah berseru kembali agak ngotot.
"Tidak, tidak.."
Selang berapa saat, akhirnya dengan nada apa boleh buat
Say nyoo-hui berkata lagi:
"Baiklah, mari ikuti aku sekarang!"
http://kangzusi.com/
Menyusul kemudian terdengar suara langkah kaki
manusia yang makin lama semakin menjauhi tempat
tersebut.
Lan See giok merasa sangat kebingungan oleh
pembicaraan itu, dia mencoba untuk mengintip ke luar,
dilihatnya Oh Li cu telah mengikuti ibunya berjalan sejauh
beberapa puluh kaki dan menuju ke depan sebuah pintu
halaman bercat merah.
Ketika berpaling lagi ke ruang dalam, di lihatnya para
dayang masih sibuk bekerja, maka diapun berlagak seolaholah
tak ada urusan, sambil bergendong tangan balik
kembali ke dalam ruangan.
Kentongan ke empat sudah lewat, suasana waktu itu
amat gelap, kecuali lentera merah yang tergantung di
puncak loteng benteng, segala sesuatunya berada dalam
keadaan gelap gulita dan sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun.
Lan See giok memandang lagi ke arah depan, di situ
terbentang sebuah lorong air yang lebarnya beberapa kaki,
di bawah undak undakan tetap tertambat sampan kecil yang
ditumpangi Oh Li cu tadi.
Di depan lorong air terdapat sederet bangunan yang
berupa pagoda air, sedang di sebelah kanan terbentang pula
sebuah lorong air yang agak sempit dan tampaknya
langsung menuju ke pintu gerbang benteng, tapi berhubung
di sekitarnya berderet bangunan rumah maka pemandangan
tak dapat terlihat lurus ke depan.
Menelusuri tepi tanggul, pelan-pelan Lan See giok
berjalan pula menuju ke arah Say nyoo-hui dan Oh Li cu
berlalu.
http://kangzusi.com/
Dalam pada itu Say nyoo-hui serta Oh Li cu sudah
masuk ke dalam bangunan bercat merah tersebut, namun ia
tak berani mempercepat langkahnya. kuatir gerak geriknya
diawasi orang secara diam-diam . .
Setelah maju beberapa kaki, di depan sana ditemukan
sebuah jembatan bambu yang lebarnya hanya dua depa dan
melingkar ke arah kanan, di sebelah kanan bangunan
tunggal tampak pula sebuah pagoda berbentuk bulat, dari
balik jendela yang berada di empat penjuru nampak cahaya
lentera mencorong ke luar.
Tergerak hati Lan See-giok, pelan-pelan dia berjalan
menelusuri jembatan bambu itu, agar tidak menarik
perhatian, sambil berjalan ia berlagak seolah-olah sedang
menikmati pemandangan di sekelilingnya.
Tiba di mulut jembatan, dia saksikan jembatan bambu
itu membentang terus ke depan dan menghubungi sebuah
bangunan tinggi yang besar dan luas di tengah telaga.
Bangunan itu terdiri dari tiga tingkat, dasar bangunan
hampir menempel pada permukaan air, daun-daun bunga
teratai yang lebar dan berwarna hijau hampir menutupi
seluruh permukaan telaga, terpantul cahaya lentera dari
balik bangunan, tampak daun-daun itu memantul kan
cahaya yang berkilauan.
Memandang keadaan bangunan tersebut, Lan See giok
segera tahu bisa jadi bangunan tinggi ini adalah tempat
tidur dari siManusia cacad telinga Oh Tin san.
Sejak melihat kegugupan dan kebingungan dari Oh Tin
san, Lan See giok memang sudah diliputi perasaan ingin
tahu yang meluap luap, dia ingin tahu sebenarnya manusia
lihay macam apakah yang telah berkunjung ke situ sehingga
membuat Oh Tin san yang keji dan licikpun dibuat
ketakutan setengah mati.
http://kangzusi.com/
Sementara otaknya masih berputar, tubuhnya sudah
menelusuri jembatan bambu kecil itu, secepat mungkin dia
mempersiapkan diri sebaik baiknya untuk menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan, biarpun di luaran
ia berusaha untuk berjalan sesantai mungkin.
Baru saja hampir sampai di ujung jembatan, mendadak
ia mendengar suara Oh Tin san yang sedang menyahut
dengan nada yang amat menaruh hormat.
Dari nada suara itu, Lan See giok tahu. bahwa
dugaannya tak salah . . malam ini benteng Wi-lim-poo
betul-betul sudah kedatangan seorang manusia yang
berkedudukan amat tinggi di dalam dunia persilatan dewasa
ini.
Setelah maju lagi beberapa langkah, dari ujung tikungan
jembatan kecil itu secara kebetulan sekali dapat
menyaksikan seluruh keadaan di dalam pagoda tersebut.
Seandainya tidak melihat masih mendingan, begitu
menyaksikan keadaan yang terbentang di depan mata, rasa
kaget yang di alami Lan See giok saat ini sama sekali tidak
berada di bawah To oh cay-jin sendiri.
Mimpipun dia tak menyangka kalau orang yang duduk
di depan meja bundar dalam pagoda tersebut ternyata tak
lain adalah si kakek berjubah kuning tersebut.
Kakek berjubah kuning itu masih tetap nampak ramah
dan lembut, sorot matanya memancarkan pula cahaya
tajam yang memikat sambil mengelus jenggotnya dia seperti
lagi merenungkan sesuatu.
Sedangkan Oh Tin san berdiri lima langkah di
hadapannya dengan sikap yang munduk-munduk dan
menghormat sekali, sepasang tangannya menjulur ke bawah
sedangkan sepasang mata sesatnya hampir boleh dibilang
http://kangzusi.com/
tak berani saling beradu pandangan dengan kakek berjubah
kuning itu.
Be congkoan, si kakek bungkuk apakah turut hadir
dalam pagoda tersebut, sayang tak sempat dilihat oleh Lan
See giok, setelah menyaksikan sikap munduk-munduk dari
Oh Tin san tersebut, Lan See giok segera teringat kembali
dengan ucapan sesumbar yang dikatakan sewaktu ada
dalam perjamuan tadi:
"Masih mendingan kalau kakek berjubah kuning itu tidak
datang ke benteng Wi-lim-poo kami, bila berani, hmm
hmmm. . aku pasti akan menyuruh anjing tua itu mencicipi
rasanya air telaga Huan yang oh."
Tapi kenyataannya sekarang? Tak sepatah katapun dari
ucapan sesumbar Oh Tin san yang diwujudkan dengan
tindakan, rupanya dia cuma pandai omong besar saja
ketimbang melaksanakannya . . .
Mendadak . . .
Sepasang mata si kakek berjubah kuning yang tajam
bagaikan sembilu itu diarahkan ke wajah See giok
Seketika itu juga Lan See-giok merasakan tubuhnya
gemetar keras, saking kagetnya sepasang kaki sampai terasa
lemas tak bertenaga, cepat-cepat ia berpegangan tiang
jembatan.
Detak jantungnya turut berdebar keras karena tegang,
saking ngerinya nyaris dia membalikkan badan untuk
melarikan diri.
Sekarang ia merasa menyesal sekali, menyesal karena
telah menelusuri jembatan kecil tersebut hingga tiba di situ .
. .
http://kangzusi.com/
Mendadak terdengar kakek berjubah kuning itu bertanya
kepada Oh Tin-san dengan suara dalam
"Oh pocu. benarkah Lan See giok si bocah itu tidak
berada dalam bentengmu?"
"Lapor locianpwe." sahut Oh Tin-san munduk-munduk,
”Lan See-giok betul-betul tiada dalam benteng kami, masa
boanpwe berani membohongi locianpwe?"
Lan See giok menjadi mendongkol sekali, ia tidak
menyangka kalau Oh Tin san begitu berani ngotot dengan
mengatakan ia tidak berada dalam bentengnya.
"Baiklah" demikian ia berpikir, "biar aku masuk ke
dalam dan tunjukkan diriku di depan kakek berjubah
kuning itu . . "
Namun sebelum dia beranjak maju ke depan. kembali
terdengar kakek berjubah kuning itu berkata.
"Oh pocu, kau harus tahu, sudah hampir sepuluh tahun
lamanya aku mencari Lan Khong-tay, lantaran apa pasti
kau lebih mengerti dari pada diriku, dan sekarang soal kitab
pusaka Tay loo hud bun pay yap-cinkeng hanya diketahui
Lan See giok seorang, akupun tak ingin kelewat mendesak
dirimu, aku harap kau suka mengutus beberapa orang untuk
mencari jejaknya di empat penjuru, bila jejak Lan See giok
telah ditemukan, kau harus mengantarnya ke rumah
kediaman Huan kang ciong liong (naga sakti pembalik
sungai) Thio-Lok-heng di dusun nelayan sana, aku akan
menunggu di situ.."
Betapa gusar dan mendongkolnya Lan See giok sehabis
mendengar perkataan itu. dia mendengus gusar dan
membalikkan badan berlalu dari sana, pikirnya:
http://kangzusi.com/
"Hmm, jangan harap kalian bisa peroleh kitab pusaka
Tay lo hud bun cinkeng tersebut, biar aku matipun tak nanti
akan ku serahkan kepada kalian manusia - manusia jahat".
Baru saja ia berjalan turun dari jembatan kecil itu,
kembali terdengar manusia berjubah kuning itu berkata lagi:
"Baiklah kita tentukan dengan sepatah kata ini, sekarang
aku hendak pergi dulu"
Lan See giok amat terkejut di samping merasa
keheranan. . padahal jarak antara pagoda tersebut dengan
tepi kolam sudah mencapai puluhan kaki, namun
kenyataan nya suara pembicaraan dari kakek jubah kuning
itu masih dapat kedengaran dengan jelas.
Ketika ia berpaling kembali, tampak olehnya Oh Tin san
sedang berjalan ke luar dari pintu pagoda dan
membungkukkan badannya memberi hormat seraya
berkata:
"Boanpwe Oh Tin san menghantar keberangkatan
locianpwe. . ."
Lan See giok segera memandang sekejap sekeliling
tempat itu, namun dengan cepat hatinya merasa terperanjat,
sebab selain jembatan kecil tersebut tiada jalan lain yang
menghubungkan pagoda air itu dengan daratan, namun
kenyataannya kakek berjubah kuning tersebut telah hilang
lenyap dengan begitu saja dalam waktu singkat.
Tampak Oh Tin san membungkukkan badannya
beberapa saat. . kemudian baru menegakkan kembali
tubuhnya.
Lan See giok takut jejaknya ketahuan, dengan cepat dia
menyelinap ke balik tempat kegelapan untuk
menyembunyikan diri, kemudian dengan menelusuri
http://kangzusi.com/
jembatan batu dia balik kembali ke rumah kediaman Oh Li
cu.
Dengan sekuat tenaga pemuda ini berusaha
mengendalikan gejolak perasaannya, kemudian dengan
langkah sesantai mungkin maju ke depan, kini dia mulai
merasa agak curiga, mengapa tidak nampak jejak penjaga di
sekeliling tempat itu.
Baru tiba di pintu gedung, kebetulan Oh Li cu sedang lari
ke luar dengan wajah gugup dan terburu napsu.
Lan See giok sangat terkejut, cepat dia menyingkir ke
samping memberi jalan lewat buat Oh Li cu hampir saja
mereka berdua saling bertumbukan.
Dengan cepat Oh Li cu menghentikan gerakan tubuhnya,
kemudian dengan perasaan gelisah tanyanya:
"Adik Giok. kau tidak boleh meninggalkan tempat ini
secara sembarangan, berbahaya sekali bagimu!"
Lan See giok tertawa hambar:
"Aaah, aku tidak pergi terlalu jauh, hanya jalan-jalan
mencari angin saja di sekitar sini!"
Oh Li cu tidak berniat menanyakan ke mana pemuda itu
telah pergi, dengan penuh perhatian kembali katanya.
"Kau telah semalam suntuk tidak tidur, sekarang pasti
lelah sekali, sekarang pergilah tidur dulu, besok kau mesti
belajar ilmu berenang !"
Sambil berkata dia lantas menarik tangan pemuda itu
dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Lan See giok sama sekali tidak menampik, dia
membiarkan dirinya ditarik Oh Li cu masuk ke dalam,
sementara bau harum semerbak yang aneh menerpa tiada
hentinya di sekitar tubuh pemuda itu.
http://kangzusi.com/
Mengendus bau harum mana, tanpa terasa Lan Se giok
berkerut kening, ia mendongak kan kepalanya kembali,
ternyata Oh Li cu telah berdandan kembali dengan rapi,
sedang bau harum itu tak lain berasal dari bau tubuhnya.
Setelah masuk ke dalam kamar, suasana di sana terasa
gelap, sedang Oh Li-cu pun segera menutup kembali pintu
kamar tersebut rapat-rapat.
Lan See-giok sungguh tidak habis mengerti dengan
keadaan ini, di pandangnya gadis itu penuh tanda tanya.
Oh Li-cu tertawa genit, sambil menghampiri anak muda
tersebut, katanya kemudian dengan lembut:
"Kamar tidur ini langsung berhubungan dengan kamar
tidur cici, maka sengaja kukunci pintu kamar ini."
Biarpun dari ayahnya Lan See-giok pernah mendapat
pendidikan yang mengatakan bahwa muda mudi kaum
persilatan tak perlu kelewat memperhatikan adat istiadat,
namun ia merasa tidak seharusnya adat istiadat dilanggar
seperti ini, tanpa terasa timbul suatu kesan muak dalam hati
kecilnya, dia merasa sebagai gadis yang baik, tidak
sepantasnya kalau sikap Oh Li-cu kelewat jalang.
Belum sempat melihat jelas keadaan di luar ruangan, ia
telah diajak memasuki sebuah pintu kecil berbentuk bulat.
Suasana di ruang dalam lebih redup lagi, disitupun
dipenuhi oleh bau harum yang hampir sama dengan bau
harum yang keluar dari tubuh Oh Li-cu.
Cuma saja perabot yang dipersiapkan disini amat mewah
dan indah, pembaringan gading dengan kelambu serta
seprei yang putih bersih, di samping pembaringan terdapat
sebuah meja kecil dengan sebuah lentera kecil berwarna
merah.
http://kangzusi.com/
Pokoknya seluruh perabot dalam kamar itu terasa serasi
dan penuh dengan suasana syahdu.
Menyaksikan keadaan ruangan tersebut, tiba-tiba saja
Lan See-giok merasakan timbulnya suatu perasaan yang tak
dapat dilukiskan dengan kata-kata..
"Adik Giok" tiba-tiba Oh Li-cu berkata sambil tertawa,
"puaskah kau dengan suasana dalam kamar ini?"
"Ehmmm, bagus sekali." Lan See-giok manggut-manggut
dengan kening berkerut.
Sambil menuding ke arah sebuah pintu bulat kecil di
bagian dalam sana, kembali gadis itu berkata lembut.
"Di balik pintu sana adalah kamar tidur cici, apakah kau
ingin masuk untuk me1ihatnya?"
Tanpa ragu Lan See giok segera menggelengkan
kepalanya berulang kali:
"Tidak usah, hari ini sudah terlalu malam biar besok
saja"
Jawaban tersebut segera menimbulkan setitik
kekecewaan yang segera menghiasi wajah Oh Li cu, namun
dengan cepat dia telah memutar biji matanya dan berkata
lagi sambil tertawa riang:
"Adikku, kalau begitu cepatlah tidur, kita berjumpa lagi
besok pagi. . ."
Kemudian setelah mengerling sekejap ke arah Lan See
giok dengan penuh pancaran cinta, dia masuk ke dalam
kamar sendiri.
Sepeninggal Oh Li cu, Lan See giok merasakan hatinya
seperti dicekam beban yang sangat berat, entah mengapa
semenjak ia tahu kalau Oh Li cu adalah putri Oh Tin san,
http://kangzusi.com/
kesan baik yang semula timbul dalam hatinya segera
berubah menjadi perasaan muak dan benci.
Setelah melepaskan pakaian luarnya dia, menjatuhkan
diri berbaring di atas ranjang, memandang langit-langit
ruangan pikirannya kembali terombang ambing tidak
menentu, kacaunya bukan buatan, dia tak tahu apa yang
mesti dilakukannya sekarang.
Terutama sekali bayangan tubuh Oh Li- cu yang terus
menerus muncul di dalam benaknya, kesemuanya itu
sungguh membuat dia semakin tak dapat tidur.
Mendadak terdengar suara gemerisik dari kamar sebelah,
agaknya Oh Li cu sedang melepaskan busananya.
Menyusul kemudian, terendus bau harum yang amat
menggairahkan napsu memenuhi seluruh ruangan.
Menjumpai kesemuanya ini, pikiran dan perasaan Lan
See giok semakin tak dapat tenang lagi.
Namun akibatnya diapun semakin terbayang kembali
kehidupannya yang tenang selama tiga hari di rumah
bibinya tempo hari..
BibiWan adalah seorang perempuan cantik yang anggun
dan penuh kasih sayang, sepintas lalu dia seperti baru
berusia dua puluh tujuh delapan tahunan, namun ia telah
mempunyai seorang putri yang telah menginjak usia enam
belas tahun . . . Cui Siau cian namanya.
Teringat akan Cui Siau cian, terbayang kembali wajah
seorang gadis yang halus, lembut, penuh sopan santun dan
daya tarik..
Wajahnya yang cantik, alisnya yang lembut dengan mata
yang jeli, hidung yang mancung dengan dua belah bibir
http://kangzusi.com/
yang kecil mungil, semuanya itu menciptakan suatu
perpaduan yang menawan hati.
Tanpa terasa pikiran dan perasaan Lan See giok terbuai
kembali dalam lamunan, dia seolah-olah merasakan dirinya
terbawa kembali dalam sebuah rumah berpagar bambu yang
terpencil letaknya . .
Rumah itu hanya rumah bambu yang sederhana dengan
tiga ruangan serta sebuah dapur kecil, ditengah halaman
penuh tumbuh aneka bunga yang berwarna warni, sedang
pagar rumah terdiri dari susunan bambu yang diatur secara
artistik sungguh menawan hati.
Dari ke tiga ruang bambu itu, sebuah adalah kamar tidur
enci Cian, sebuah adalah kamar tidur bibi Wan, sedang
tengah adalah ruang tamu.
Semua perabotannya sederhana tapi bersih dan teratur
sehingga mudah menimbulkan suasana nyaman bagi
siapapun yang melihatnya.
Tiga malam dia menginap di sana, tidur di kamar enci
Cian nya, sedang enci Cian tidur sekamar dengan bibiWan.
Kamar enci Cian amat bersih dan teratur boleh dibilang
tak setitik debupun yang menempel di situ, sepreinya selalu
menimbulkan bau harum yang aneh, bau harum yang jelas
bukan berasal dari bau bedak.
Sebab bau itu sangat lembut, bau yang khas dari tubuh
enci Cian, seindah dan secantik wajahnya yang syahdu.
Cui Siau cian jarang sekali bergurau dengannya, namun
amat memperhatikan dirinya, setiap malam dia pasti akan
pergi memeriksa selimutnya, apakah sudah dipakai secara
baik atau tidak.
http://kangzusi.com/
Setiap kali dia memandang wajah, enci Ciannya yang
cantik, dalam hati kecilnya selalu timbul suatu perasaan
gembira dan nyaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Seringkali dia melamunkan gadis itu, membayangkan
potongan badannya yang ramping, langkahnya yang ringan
dan gerak gerik yang lembut . . .
Setiap kali dia sedang mengawasi wajah enci Cian, tak
pernah bibi Wan mengusiknya, dia seperti selalu memberi
kesempatan kepadanya untuk menikmati sampai puas.
Setiap malam Cui Siau cian datang memeriksa
selimutnya, diapun selalu merasa kan suatu keinginan yang
aneh serta suatu gejolak perasaan yang sukar dikendalikan,
dia sangat ingin bisa memegang tangan enci Ciannya yang
lembut dan halus serta meremasnya.
Tapi setiap kali ia tak berani berbuat demikian karena
kelembutan dan keanggunan enci Cian menimbulkan suatu
kewibawaan yang membuat orang lain tak berani
mengusiknya secara kasar.
Wajah Cui Siau cian selalu dihiasi dengan senyuman
yang manis, belum pernah gadis itu menunjukkan sikap
dingin atau ketus kepadanya.
Kadangkala, ketika Ciu Siau cian lewat dihadapannya, ia
tak tahan ingin memanggilnya, namun Cui Siau cian selalu
membalas panggilannya dengan senyuman yang manis,
kerdipan mata yang indah dan gerak gerik yang
mempesona.
Kini, perasaan Lan See giok sudah terbuai, terbawa ke
sisi tubuh enci Cian nya, dia seolah-olah merasa lupa
dimanakah ia berada sekarang. . .
http://kangzusi.com/
Sementara dia masih melamun, mendadak terdengar
suara rintihan lirih berkumandang datang dari balik
kelambu.
Lan See giok segera tersadar kembali dari lamunannya
dan kembali ke hadapan kenyataan.
la merasa mendongkol sekali dengan suara rintihan dari
Oh Li cu tadi, tanpa terasa ditatapnya pintu kamar nona itu
dengan penuh kegemasan.
Dengan terbayangnya kembali diri Cui Siau cian, tanpa
terasa dia pun memperbandingkan gerak gerik maupun cara
berbicara kedua orang gadis tersebut.
Tapi dengan cepat dia telah menemukan perbedaan yang
besar dan menyolok diantara kedua orang itu.
Sekarang dia baru mengetahui bahwa Oh Li-cu adalah
seorang gadis jalang yang genit dan pandai merayu kaum
lelaki untuk terjatuh ke dalam pelukannya.
Dia memiliki tubuh yang bahenol, memiliki payudara
yang besar dan bundar, senyuman yang merangsang,
kerlingan mata yang memikat dan tubuh yang montok serta
matang..
Mendadak..
Napsu birahinya terasa bergelora di dalam tubuhnya,
jantung terasa berdebar keras, suatu aliran hawa panas yang
aneh muncul dari perut bagian bawahnya dan menyebar ke
seluruh badan dengan cepat..
Sekali lagi dia mendengar suara rintihan lirih
berkumandang dari balik kamar Oh Li-cu.
Perasaan Lan See-giok semakin tak karuan lagi, suatu
keinginan yang aneh tiba-tiba saja menyelimuti
perasaannya.
http://kangzusi.com/
Dengan perasaan terkejut dia melompat bangun, belum
pernah dia rasakan gejolak perasaan yang demikian aneh
seperti apa yang dialaminya hari ini.
Dia merasa sepasang pipinya panas sekali, napasnya
memburu dan hatinya berdebar semakin keras..
Ia mencoba untuk mengawasi keadaan di sekeliling
tempat itu, selain cahaya lentera yang redup, semua benda
dalam ruangan hanya terlihat secara lamat-lamat,
semuanya itu menambah merangsangnya napsu di dalam
tubuhnya.
Akhirnya sepasang mata Lan See-giok berhenti di suatu
tempat, mencorong sinar tajam dari balik matanya, karena
dia menyaksikan sebuah benda berbentuk burung bangau
kecil terbuat dari emas diletakkan di bawah lentera kecil
tersebut.
Selapis asap putih yang lembut dan sukar diketahui,
menyembur keluar tiada hentinya dari ujung mulut burung
bangau emas tersebut..
Ia mencoba untuk mengendus beberapa kali, dengan
cepat disadari bahwa bau harum aneh yang selama ini
memenuhi ruangan tersebut tak lain berasal dari benda
tersebut.
Dan justru bau asap dupa yang harum inilah yang
membuat hatinya gelisah, pikirannya kalut dan tak tenang..
Memandang burung bangau kecil tersebut mendadak
tergerak hati Lan See-giok, dia seperti menyadari akan
sesuatu, segera teringat olehnya akan semua pembicaraan
antara Say Nyoo-hui dengan Oh Li-cu.
Teringat akan kesemuanya itu, tanpa terasa lagi si anak
muda tertawa dingin tiada hentinya.
http://kangzusi.com/
Rasa gusar yang kemudian muncul dan menguasai
seluruh perasaannya membuat gejolak perasaan aneh yang
semula sudah menguasai dirinya itu seketika menjadi
tenang dan mereda kembali.
Cepat-cepat dia menjatuhkan diri bersila dan mengatur
napas, tak selang berapa saat kemudian pemuda itu sudah
berada dalam keadaan lupa diri.
Tak selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba pemuda itu
mendengar suara gemerisik lirih bergema dari depan
pembaringannya.
Lan See-giok segera terjaga kembali dari semedinya
setelah mendengar suara tersebut, namun apa yang
kemudian terlihat hampir saja membuatnya menjerit keras
saking kagetnya.
Oh Li-cu dengan pakaian sutera tipis berwarna merah
telah berdiri di depan pembaringannya, begitu tipis kain
sutera tersebut sehingga bukan cuma sepasang payudaranya
yang montok, besar, padat dan berisi itu kelihatan jelas,
bahkan pinggangnya yang kecil, pinggulnya yang montok,
kulit badannya yang putih serta bagian terahasia dari
seorang gadis terlihat semua dengan nyata, pada
hakekatnya gadis itu seperti lagi bugil saja di hadapannya.
Waktu itu, Oh Li-cu sedang mengawasi wajah Lan Seegiok
dengan pandangan terkejut dan kening berkerut,
mukanya penuh diliputi perasaan bingung dan tidak habis
mengerti.
Tampaknya gadis itu benar-benar sudah dibuat tertegun
saking kagetnya atas ketenangan serta daya kemampuan
pemuda tersebut untuk mengendalikan diri.
Ia masih ingat dengan perkataan ibunya, setiap lelaki di
dunia ini pasti akan menjadi gila setelah mengendus bau
http://kangzusi.com/
harumnya dupa lebah bermain di kuncup bunga tersebut,
bahkan akan menerkam setiap perempuan yang
dijumpainya seperti seekor harimau kelaparan.
Sekembalinya ke dalam kamarnya tadi, Oh Li cu benarbenar
merasa tak sabar untuk menunggu lebih lama, yang
lebih membuatnya keheranan adalah apa sebabnya Lan See
giok tidak menerkam tubuhnya yang bugil itu seperti
harimau kelaparan.
Jangan-jangan dia masih berusia muda sehingga belum
mengerti untuk merasakan sorga dunia tersebut?
Tapi ingatan lain segera melintas di dalam benaknya, dia
curiga benda yang diberikan ibunya Say nyoo-hui
kepadanya itu bukan barang asli, kalau tidak, seorang
hwesio tua berusia seratus tahun yang mengendus bau dupa
tersebut pun akan terangsang napsu birahinya, Lan See giok
yang masih muda belia sama sekali tidak terpengaruh?
Tak mungkin daya tahannya melebihi seorang hwesio
tua?
Sementara berpikir, dia sudah tiba di depan
pembaringan, ketika dilihatnya Lan See giok sedang
mengawasinya dengan mata terbelalak, dia tertawa jalang,
lalu tegurnya:
"Adik Giok, mengapa kau belum tidur?"
Sementara itu Lan See giok sudah berhasil
mengendalikan perasaannya, dia sudah sadar kalau Oh Li
cu memang sengaja mengatur kesemuanya itu untuk
menjebaknya, agar dia terangsang oleh napsu birahi
sehingga melakukan perbuatan yang amoral.
Bisa dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya anak
muda tersebut diperlakukan demikian, tapi dia tak berani
mengumbar amarahnya, dia tahu keadaan seperti ini harus
http://kangzusi.com/
dihadapi secara luwes dan halus, sebab dia sudah
terjerumus ke mulut harimau.
Pelan-pelan dia memejamkan matanya dengan cepat
dalam hatinya mengambil suatu keputusan, yang penting
dia harus bersikap wajar sehingga tidak sampai
menimbulkan amarah Oh Li cu karena malunya:
Maka sambil tersenyum ujarnya kemudian:
"Aku sudah tertidur sedari tadi . ."
Sewaktu berbicara, sikapnya amat biasa dan seolah-olah
tidak pernah terjadi sesuatu apapun, kendatipun dia
berusaha keras untuk meredakan detak jantungnya yang
berdenyut keras.
Terutama sekali terhadap tubuh bugil yang begitu
merangsang dibalik kain sutera yang terpampang di depan
matanya.
Tertegun juga Oh Li-cu sesudah menyaksikan
kemampuan Lan See-giok untuk mengendalikan perasaan,
napsu birahi yang semula telah menguasai benaknya kini
hilang lenyap tak berbekas, sambil duduk termenung di sisi
pembaringan sambil mengawasi wajah Lan See-giok,
sampai lama sekali dia tidak mengucapkan sepatah
katapun..
Lan See-giok juga membungkam dalam seribu bahasa,
karena dia mesti mengendalikan kobaran api birahinya,
apalagi Oh Li-cu yang duduk disisinya selalu
menghembuskan bau harum semerbak yang aneh dan
mengilik-ilik hatinya.
Yang terutama adalah sepasang payudaranya yang
begitu montok, begitu besar dan putih di balik kain
suteranya, yang tampak bergetar merangsang, lelaki mana
yang tidak tergiur menyaksikan adegan seperti ini.?
http://kangzusi.com/
Merah padam selembar wajah Lan See-giok, ia merasa
darah yang mengalir di dalam tubuhnya bergolak kencang,
perasaan aneh yang dirasakan tadi kini muncul kembali
serta menyebar ke seluruh badan, dia tak tahu bagaimana
mesti menghadapi situasi demikian.
Mencorong sinar terang dari balik mata Oh Li-cu setelah
menyaksikan keadaan ini, ia segera tertawa genit,
sementara tubuhnya bergeser semakin mendekati tubuh
pemuda itu.
Dengan selembar bibirnya yang merah membara seperti
api dan nyaris menempel di atas bibir Lan See-giok, dia
berbisik lembut:
"Adikku, bagaimanakah perasaanmu sekarang?"
Hampir meledak denyutan jantung Lan See-giok, untung
saja kesadaran otaknya masih tetap ada, dia mengerti apa
yang dibutuhkan olehnya sekarang.
Suatu kobaran api napsu birahi kembali mengembang
dalam tubuhnya, ia merasa begitu berharap dapat memeluk
tubuh Oh Li-cu serta mencomot payudaranya, tapi diapun
ingin menghajar perempuan jalang ini hingga mampus.
Namun dia tidak berbuat apa-apa, kesadarannya belum
lagi runtuh seluruhnya, ia masih sadar bahwa dirinya
berada di depan mulut harimau, dia harus berusaha
menahan segala siksaan dan penderitaan agar bisa
membalaskan dendam bagi kematian ayahnya.
Terbayang kembali kematian yang menimpa ayahnya,
kobaran api birahi dalam dada Lan See-giok seketika
menjadi padam bagaikan tercebur ke gudang salju, sekujur
tubuhnya gemetar keras sementara sepasang matanya
memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati.
http://kangzusi.com/
"Sekarang aku merasa baik sekali." jawabnya dengan
suara hambar.
Oh Li-cu tertegun dan kaget setengah mati, tapi dia dapat
mengendalikan diri dengan cepat, sedikit malu bercampur
marah tanyanya:
"Dahulu, pernahkah kau mengalami suatu peristiwa?"
"Peristiwa? Peristiwa apa?" tanya Lan See-giok tidak
habis mengerti.
"Misalkan saja pil dewa, obat mustajab atau teratai salju,
rumput lengci.."
"Ooh itu yang kau maksudkan." kata Lan See-giok
seperti menjadi paham kembali, ia tertawa geli. "Yaa,
empek tua pernah memberi pil penguat badan, pelenyap
racun dan penambah tenaga untukku, menurut si empek tua
tersebut, dengan menelan sebutir pil itu berarti tenaga
dalamku bertambah sebesar puluhan tahun hasil latihan."
Kata "pelenyap racun" yang diucapkan lebih nyaring itu
kontan mengecewakanOh Li-cu, ia menjadi masgul sekali:
"Waaah.. makanya kau bisa memiliki daya tahan yang
begitu ampuh.."
Belum habis dia berkata, sekujur tubuhnya telah gemetar
keras, wajahnya menjadi pucat pias dan tiba-tiba ia teringat
kalau ayahnya belum pernah memiliki obat semacam ini.
"Apakah pil yang kau makan adalah pil hitam sebesar
kelereng baunya amis dan memuakkan?" buru-buru dia
bertanya.
Berkerut kening Lan See-giok menyaksikan kepanikan
orang, ia manggut-manggut.
"Betul, menurut empek tua, saban bulan mesti menelan
sebutir, kalau tidak aku bisa muntah darah dan mati."
http://kangzusi.com/
Terbelalak lebar sepasang mata Oh Li cu karena kaget,
mulutnya melongo lebar dan diawasinya Lan See giok
tanpa berkedip, lama, lama kemudian ia baru berguman:
"Ke . . kenapa begitu? . ke . . kenapa harus begitu . . ?"
Sembari berkata dia mengawasi alis mata Lan See giok
tanpa berkedip, sementara air matanya jatuh bercucuran
dengan deras.
Lan See giok semakin tak habis mengerti, tanyanya
kemudian:
"Enci Cu, adakah sesuatu yang kurang beres?"
Bukan mereda keadaannya, Oh Li cu malah menangis
semakin keras lagi, sambil lari masuk ke dalam kamarnya
dia menangis dan menjerit-jerit.
"Aku tidak mau begitu, aku tidak mau begitu.."
Menyusul kemudian dengan suara penuh amarah dia
berteriak:
"Siau ci! Siau lan! cepat bantu aku mengenakan
pakaian.."
Berikutnya kedengaran suara orang yang berlarian
mendekat dari luar ruangan dengan langkah gugup dan
terburu buru.
Lan See giok hanya bisa duduk sambil melongo,
pandangannya yang kosong mengawasi kamar Oh Li cu
tanpa berkedip, ia benar-benar dibuat bodoh, pada
hakekatnya dia tidak habis mengerti apa gerangan yang
sesungguhnya telah terjadi.
Hanya satu kesimpulan yang berhasil diraihnya, yakni
baik Oh Li cu maupun Oh Tin san tempo hari, buru-buru
mengawasi alis matanya setelah mendengar dia menelan pil
berwarna hitam yang bau tersebut.
http://kangzusi.com/
Selang beberapa saat kemudian, hatinya bergetar keras,
dengan perasaan terkejut dia berpikir:
"Jangan-jangan pil hitam yang baunya amis itu adalah
obat beracun atau sebangsa nya?"
Sekuat tenaga dia mengendalikan hatinya yang gugup
dan kalut, secara pelan-pelan semua kejadian yang pernah
dialaminya bersama Oh Tin san dianalisa kembali. . .
Tak lama kemudian ia pun menjadi faham, sudah pasti
pil hitam itu adalah sejenis obat beracun yang lambat daya
kerjanya.
Jelas Oh Tin san bermaksud untuk mengendalikannya
dengan obat beracun, agar dia tak berani menghianatinya,
selama hidup menjadi budak Oh Tin san menuruti
perintahnya, bahkan bisa jadi dia akan memper-gunakan
keselamatan jiwanya untuk memaksa dia memberitahukan
tempat tinggal bibiWan nya.
Boleh jadi dia enggan menyebutkan alamat dari bibi
Wan nya, namun akibat dari perbuatannya itu, dalam satu
bulan kemudian ia tentu mati akibat keracunan, kecuali Oh
Tin san, waktu itu pasti tiada orang ke dua yang
mengetahui jejak kotak kecil tersebut lagi.
Betul masih ada orang ke tiga yang mengetahui tentang
jejak kotak kecil itu yakni si makhluk bertanduk tunggal Si
Yu gi, namun orang tersebut akhirnya tewas di sergap oleh
Oh Tin san.
Ada satu hal yang belum dipahami juga oleh Lan See
giok, yaitu bila pil hitam yang ditelan adalah obat beracun,
apa sebabnya tenaga dalam yang diperoleh malah mendapat
kemajuan yang sangat pesat?
Mendadak satu ingatan melintas lewat, ia teringat
kembali tatkala baru sadar dari semedinya dulu, bukan bau
http://kangzusi.com/
amis yang di endus melainkan bau harum semerbak yang
menggairahkan tubuhnya.
Hal ini kembali menimbulkan rasa heran di dalam
hatinya.
Berdasarkan sikap Oh Tin san yang segera memeriksa
alis matanya begitu memandang terkejut ke arahnya setelah
mengetahui kemajuan pesat yang diperolehnya di bidang
tenaga dalam, tak bisa disangkal lagi pil berwarna hitam itu
adalah sejenis obat racun yang mempunyai sifat lamban
daya kerjanya.
Tapi siapa pula yang telah menyelamatkan jiwanya..?
Pada saat itulah.
Tiba-tiba berkumandang suara tambur yang dibunyikan
bertalu-talu dari tempat kejauhan sana.
Diam-diam Lan See giok merasa terkejut ia segera
teringat kembali akan perintah Oh Tin san untuk
mempersiapkan segenap perahu perang yang ada untuk
berkumpul.
Buru-buru dia mengenakan sepatu dan membuka pintu
kamarnya, ternyata hari sudah terang tanah.
Dua orang pelayan telah siap menanti di luar pintu,
tatkala melihat Lan See giok membuka pintu, serentak
mereka mempersiapkan air untuk cuci muka.
Di dalam keadaan cemas, gelisah dan gusar tentu saja
Lan See giok tidak berniat lagi untuk cuci muka, dia harus
mencari Oh Tin san secepatnya dan mencegah mereka
membantai orang-orang di dusun nelayan-
Tergesa-gesa dia membuka pintu dan lari ke luar dari
halaman tersebut.
http://kangzusi.com/
Baru tiba di depan pintu, dia bertemu Oh Li cu yang
sedang berlari masuk ke dalam halaman dengan mata
merah dan bibir tertutup rapat, Berjumpa dengan Lan See
giok, Oh Li cu segera menegur:
"Mau ke mana kau?"
Biarpun Lan See giok sedang diliputi hawa amarah,
namun dia tetap menjawab dengan suara dalam:
"Aku hendak mencari ayahmu."
"jangan, jangan pergi" seru Oh Li cu sambil menarik
tangannya, "Ayah dan Be Congkoan bertiga sedang
merundingkan masalah penting . . ."
Lan See giok tidak dapat menahan kobaran amarahnya
lagi, dia segera berteriak keras.
"Aku justru hendak mencari mereka berempat"
Sekuat tenaga dia mengebaskan tangan Oh Li cu,
kemudian melanjutkan perjalanan-nya dengan langkah
lebar.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Oh Li cu
sudah menghadang kembali di depan Lan See giok sambil
serunya dengan gugup.
"Percuma kau kesana, segenap anggota benteng dan
kapal perang, telah berkumpul dan bersiap sedia, kau harus
mengerti ayahku berbuat demikian adalah demi kebaikan
dirimu."
"Demi kebaikanku? Kebaikan apa?" Lan See giok
tertegun dan mengawasi Oh Li cu dengan pandangan tak
habis mengerti.
Menyaksikan sikap anak muda tersebut, Oh Li cu tak
dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa
cekikikan.
http://kangzusi.com/
"Anak bodoh, ayah sengaja mengumpulkan semua
anggota benteng dan kapal perang karena dia ingin
menyelenggarakan suatu upacara perkenalan bagi Sau pocu
nya kepada semua anggota."
Lan See giok semakin berdiri bodoh lagi setelah
mendengar perkataan itu.
Oh Li cu tertawa cekikikan, katanya lagi sambil menarik
tangan Lan See giok.
"Ayo jalan, cepat kembali, cici masih ingin berbicara
denganmu”
Seraya berkata dia menarik Lan See giok secara paksa
menuju ke kamarnya.
Lan See giok berjalan mengikuti di belakang Oh Li cu, ia
tak habis mengerti apa sebabnya Oh Tin san
menyelenggarakan pertemuan seperti itu, rencana busuk
apa pula yang sedang disusun olehnya- ?
Oh Li cu membawa Lan See-giok menuju ke ruang
kamarnya, kemudian memerintahkan pemuda itu duduk
dan bertanya dengan serius:
"Adik Giok, bagaimana perasaanmu sekarang?"
Lan See giok tertegun, ia tidak mengerti apa maksud
pertanyaan tersebut, terpaksa katanya sambil mengangguk :
"Aku merasa baik sekali!"
Oh Li cu mengerti kalau anak muda tersebut tidak
memahami maksudnya, maka tanyanya lebih jelas:
"Maksudku dikala sedang mengatur pernapasan, apakah
kau merasakan aliran tenaga dalammu tersumbat, dan tidak
dapat menuruti kehendak hati?"
http://kangzusi.com/
Lan See giok baru paham setelah mendengar kata-kata
ini, dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang
kali
"Aku tidak merasakan gejala demikian, aku hanya
merasa tenaga dalamku seperti memperoleh kemajuan yang
sangat pesat setelah menelan pil hitam pemberian empek
tua!"
Mendengar perkataan mana. Oh Li cu mendengus gusar
mulutnya sampai cemberut saking mendongkolnya, dia
menganggap Lan See giok tidak cukup jujur terhadap
dirinya.
Melihat hal ini Lan See giok tertawa hambar, ia seperti
ingin mengatakan sesuatu, tapi suara tambur yang
memekakkan telinga telah berkumandang lagi, bahkan
suaranya kali ini kedengaran lebih berat dan santar.
Berubah paras muka Oh Li cu, sambil berseru tertahan
dia bangkit berdiri, lalu katanya cepat:
"Tambur kedua telah dibunyikan, itu berarti semua kapal
perang telah berkumpul di depan pintu benteng."
Sambil berkata, cepat-cepat dia mengeluarkan sebuah
botol kecil dari dalam sakunya dan diserahkan kepada Lan
See giok seraya ujarnya lagi:
"Di dalam botol ini berisikan tiga butir pil Cing hiat ciat
tok wan (pil pencuci darah pelenyap racun), bila kau
rasakan aliran tenaga dalammu seperti tersumbat, cepatlah
telan sebutir".
Kemudian tergesa-gesa dia lari masuk ke dalam kamar
sendiri.
Memandang bayangan si nona yang menjauh, tanpa
terasa Lan See giok tertawa dingin, pikirnya.
http://kangzusi.com/
"Bapaknya licik, putrinya cabul, tak nanti aku Lan See
giok akan terjebak oleh siasat kalian."
Sambil tertawa dingin ia lantas membuka penutup botol
itu dan memeriksa isinya.
Dalam waktu singkat bau harum semerbak memancar ke
mana-mana, seketika itu juga semangatnya terasa bangkit
kembali.
Lan See giok menjadi tertegun, karena obat tersebut
sama sekali berbeda dengan pil hitam yang diberikan Oh
Tin san kepadanya tempo hari.
TANPA terasa ia mengerling sekejap ke kamar nona itu
sementara botol tadi di masukkan kembali ke dalam
sakunya, kini dia benar-benar tak habis mengerti, dia tak
tahu mengapa Oh Li cu memberi obat penawar racun
kepadanya.
Kenyataan ini tentu saja disambut gembira olehnya,
perasaan simpatik yang semula memang tumbuh dalam
hatinya terhadap Oh Li cu, kini mulai tumbuh kembali.
Tak selang berapa saat kemudian, tampak Oh Li cu
berjalan ke luar dari kamarnya dengan langkah tergesa gesa,
di punggungnya bertambah dengan sebilah pedang, di
tangannya menggenggam senjata gurdi emas Cing kim kong
luan cui milik Lan See giok.
Tergerak hati Lan See giok setelah menyaksikan kejadian
itu, buru-buru dia bangkit berdiri, lalu memandang gurdi
emas di tangan Oh Li cu itu dengan termangu, dia tak habis
mengerti apa sebab nya gadis itu menggembol senjata.
Dengan cepat Oh Li cu sudah berjalan mendekat, katanya
dengan wajah serius:
http://kangzusi.com/
"Kau harus membawa serta senjata andalanmu ini,
karena seusai upacara perkenalan nanti, bisa jadi benda
tersebut di perlukan."
"Mengapa?" tanya Lan See giok tidak mengerti.
"Biasanya seusai upacara perkenalan, akan muncul
orang-orang yang berwatak ingin menang sendiri untuk
mencoba kepandaian dari anggota baru, mereka akan
manfaatkan kesempatan mana untuk memamerkan
kepandaiannya di hadapan pocu dengan harapan bisa
memperoleh pujian atau kedudukan yang jauh lebih baik."
Lan See giok segera tertawa, memanfaatkan peluang itu
dia sambut senjata gurdi emasnya dan diselipkan di
pinggang.
Tampaknya Oh Li cu dipenuhi banyak pikiran, setelah
memandang sekejap dandanan Lan See giok yang
mengenakan pakaian kedodoran, dia bertanya dengan
kuatir:
"Apakah kau perlu ikat pinggang untuk meringkaskan
pakaianmu?"
"Aaah tidak usah, masa benar-benar ada orang yang
begitu berani hendak merebut kursi sau pocu ini dari
tanganku?"
Selesai berkata, dia berpura pura tertawa gembira.
Melihat pemuda itu gembira, Oh Li cu turut gembira
pula, katanya kemudian sambil tertawa:
"Kalau begitu, mari kita segera berangkat!"
Sementara itu matahari sudah tinggi di angkasa, seluruh
bentengWi-lim-poo dilapisi cahaya keemas emasan.
Ketika Lan See giok dan Oh Li cu berjalan ke luar dari
halaman, di tepi sungai telah parkir sebuah perahu naga
http://kangzusi.com/
yang agak nya dipersiapkan untuk menjemput Oh Tin san,
Be congkoan dan lain lainnya.
Perahu naga panjangnya empat kaki dan terdiri dari dua
tingkat, seluruh tubuhnya berwarna kuning emas, bangunan
perahunya pun sangat indah dan mempesona hati.
Di ujung buritan perahu tampak beberapa orang lelaki
berpakaian ringkas warna perak dengan tubuh yang tinggi
tegap berdiri kekar di situ, wajah mereka rata-rata bengis,
beralis tebal dan bermata besar, namun sikapnya mundukmunduk
dan hormat.
Ketika Oh Li cu berjalan mendekat, serentak semua
lelaki kekar itu membungkuk kan badannya memberi
hormat, tapi ketika mendongakkan kepalanya kembali,
mereka segera mengawasi Lan See giok dengan pandangan
agak terkejut.
"Adikku." kata Oh Li cu kemudian sambil tertawa
angkuh. "inilah perahu naga emas milik ayah yang khusus
untuk mengangkut ayah dan ibu saja."
Lan See giok hanya tertawa hambar sambil manggutmanggut,
melihat sikap sang pemuda yang acuh tak acuh,
Oh Li cu segera menambahkan lagi:
"Kau adalah sau-pocu, tentu saja selanjutnya kau boleh
menumpang perahu ini juga, kau pun boleh memakai
perahu ini untuk berpesiar ke mana-mana."
Berkilat sepasang mata Lan See giok, seketika itu juga
dia teringat untuk melarikan diri, tanpa terasa semangatnya
berkobar kembali, katanya dengan gembira:
"Sungguhkah itu? Aku benar-benar boleh menumpang
perahu ini untuk berpesiar?"
http://kangzusi.com/
Melihat pemuda itu gembira, Oh Li cu turut tertawa
cekikikan, sambungnya dengan cepat:
"Aaah, masa enci bakal membohongi diri mu?"
Belum habis tertawanya, dari balik pintu gedung
berwarna merah telah bergema datang suara langkah kaki
manusia.
Ternyata mereka adalah si kakek bungkuk Be congkoan
Thio-Wi-kang, Li Ci cun yang berjalan mengikuti di
belakang Oh Tin san serta Say nyoo-hui.
Kali ini Oh Tin san mengenakan pakaian perlente yang
halus dan mahal harganya dengan mengenakan topi model
hartawan. sepatunya indah, gayanya dibuat buat, persis
seperti tampang seorang tuan tanah.
Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa pun telah berganti pakaian baru,
wajahnya yang telah keriputan dihiasi dengan bedak yang
tebal, agaknya jauh lebih tebal daripada kemarin.
Ketika Oh Tin san dan Ki-Ci-hoa menyaksikan Lan See
giok berdiri berdampingan dengan putri mereka, ke dua
orang itu segera tertawa gembira.
Buru-buru Lan See giok dan Oh Li cu maju ke depan
sambil memberi hormat.
Sambil tertawa gembira Oh Tin san segera berkata:
"Anak Giok, hari ini empek tua akan memperkenalkan
kau kepada segenap komandan dan saudara-saudara kita
yang ada di dalam benteng, mulai hari ini kau sudah kami
ang-kat menjadi sau pocu -bentengWi-lim-poo."
Say-nyoo-hui tertawa pula sambil menarik tangan Lan
See-giok, sengaja ujarnya:
"Anak Giok, kenapa kau tidak cepat-cepat berterima
kasih kepada empek Oh mu?"
http://kangzusi.com/
Demi keberhasilannya melarikan diri, demi berhasil
mempelajari ilmu berenang dan demi keberhasilannya
membalaskan dendam ayahnya, terpaksa Lan See giok
harus mengesampingkan semua masalah, biarpun harus
menganggap bajingan sebagai ayah dia mau tak mau harus
menahan diri.
Maka kepadaOh Tin san katanya lagi sambil menjura:
"Terima kasih banyak empek tua!"
Oh Tin san segera tertawa terbahak bahak dengan
bangganya.
Be congkoan dan Thio-Wi-kang pun secara beruntun
maju ke depan untuk menyapa Lan See giok danOh Li cu.
Lain halnya dengan si kupu-kupu ditengah ombak Li Ci
cun, sejak menyaksikan sikap mesra Oh Li cu terhadap Lan
See giok, dia sudah menarik mukanya, menunjukkan sikap
tak senang hati, apalagi setelah dilihat nya gadis itu tak
pernah memandang sekejap matapun ke arahnya, api
amarahnya semakin berkobar.
Namun ia terpaksa harus mengekang rasa gusarnya
setelah menyaksikan Be congkoan dan Thio-Wi-kang telah
maju menyapa, dia segera maju pula ke depan sambil
memberi hormat.
Begitulah, dengan Oh Tin san berjalan di depan, Say
nyoo-hui dan Oh Li cu mengapit Lan See giok di tengah, Be
congkoan sekalian bertiga menyusul di belakang, mereka
bersama sama naik ke atas perahu naga emas.
Sepanjang perjalanan, Oh Li cu tak pernah
meninggalkan Lan See giok barang selangkahpun, begitu
mesra dan hangatnya hubungan mereka tak ubahnya seperti
sepasang pengantin baru.
http://kangzusi.com/
Oh Tin san dan Say nyoo-hui yang menyaksikan adegan
itu menjadi amat gembira senyuman lebar tidak hentinya
menghiasi bibir mereka-
Benteng Wi-lim-poo memang luas sekali, mereka
berlayar hampir seperti minum teh lamanya sebelum
mencapai sebuah jalur air yang cukup lebar di depan pintu
benteng yang tinggi dan kokoh.
Waktu itu pintu benteng sudah terbentang lebar, aneka
lentera menghiasi seluruh bangunan benteng, ketika
terhembus angin bola-bola lentera itu bergoyang tiada hentinya.
Enam orang lelaki bercelana biru berbaju merah, berdiri
berjalan di atas loteng, di tangan masing-masing orang
tampak membawa terompet panjang yang dihiasi bendera
warna warni.
Begitu perahu naga berlayar memasuki lorong benteng,
serentak ke enam lelaki itu meniup terompetnya keraskeras.
Menyusul kemudian suara tambur dan genderang
dibunyikan bertalu talu, mengiringi gerakan sang perahu
yang semakin cepat.
ooo0dw0ooo
BAB 8
DENGAN wajah serius pelan-pelan Oh Tin san bangkit
berdiri, kemudian didampingi Say nyoo-hui mereka
beranjak ke luar dari ruangan perahu.
Oh Li cu segera menarik tangan Lan See giok dan
menyusul di belakang ke dua orang tuanya.
http://kangzusi.com/
Biarpun Lan See giok tahu kalau semua yang
dipersiapkan oleh Oh Tin san termasuk bagian dari rencana
busuknya, tak urung hatinya merasa tegang juga setelah
menyaksikan kesemuanya itu terutama sekali suara tambur
yang dibunyikan bertalu talu, membikin hatinya semakin
tak tenang.
Berpaling ke belakang, keningnya segera berkerut
kencang, dia menyaksikan si kupu-kupu di tengah ombak Li
Ci cun yang berdiri di belakangnya sedang menyeringai
seram sambil melotot ke arahnya penuh kebencian.
Lan See giok sungguh tak habis mengerti, dia tak
mengerti apa sebabnya Li Ci cun menunjuk sikap yang
begitu tak bersahabat dengan dirinya.
Mendadak satu ingatan melintas lewat, ia lantas teringat
kembali dengan peringatan dari Oh Li cu, pikirnya:
"Waah, jangan-jangan sehabis upacara perkenalan nanti,
Li Ci cun akan menantangku untuk bertarung?"
"Aaah, mustahil." demikian pikirnya kemudian, "hal ini
tak masuk di akal, siapa yang berani merebut kedudukan
sau-pocu denganku-?"
Sementara dia masih melamun, perahu telah berlabuh di
sisi kanan pintu gerbang, menyusul kemudian beberapa
orang itu turun dari perahu dan menelusuri undak undakan
batu yang besar menuju ke bangunan loteng di atas benteng.
Sekarang Lan See giok baru berkesempatan untuk
melihat jelas lagi, dinding benteng itu luasnya mencapai
delapan depa, selain tebal dan panjang, nampaknya amat
kokoh.
Setibanya di atas loteng, beberapa orang itu langsung
menuju ke atas mimbar di depan loteng, di depan mimbar
http://kangzusi.com/
tersedia sebuah meja panjang beralas kain merah, mungkin
disitulah terletak mimbar kehormatan.
Dalam pada itu suara tambur telah berhenti, kecuali
suara ombak yang memecah di kaki benteng, sama sekali
tak kedengaran sedikit suarapun.
Lan See giok mengikuti di belakang Oh Tin san langsung
menuju ke atas mimbar kehormatan.
Sesampainya di depan meja kehormatan dan melongok
ke bawah, pemuda itu kontan merasakan matanya silau, ia
betul-betul dibuat terkejut sampai tertegun untuk se-saat.
Rupanya pada permukaan telaga di luar dinding benteng,
terlihat kapal perang berlabuh berderet deret, tiang perahu
yang menjulang angkasa dengan aneka bendera yang
berwarna warni, cahaya go1ok dan tameng yang
gemerlapan, menimbulkan suasana yang amat mengerikan
hati.
Biarpun begitu banyak perahu berderet-deret di sana,
ternyata suasana begitu hening dan sepi sehingga boleh
dibilang tak kedengaran sedikit suarapun.
Lan See-giok coba mengamati dengan lebih seksama,
ternyata perahu-perahu perang itu lebarnya beberapa kaki,
waktu itu sepanjang anjungan perahu berderet deret lelaki
kekar bergolok yang menyandang busur dan tameng.
Jumlah kapal perang itu mencapai ratusan buah, sedang
lelaki-lelaki kekar itu mencapai dua ribu orang lebih, namun
mereka semua berdiri dengan tenang, sedemikian
tenangnya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun.
Kapal perang itu terdiri dari empat pasukan dengan
membentuk posisi empat persegi panjang, semuanya
berlabuh di atas permukaan telaga di muka benteng dengan
rapinya.
http://kangzusi.com/
Dengan cepat Lan See giok menjumpai kalau lambang
dari setiap pasukan tersebut berbeda beda, pakaian seragam
yang di kenakan masing-masing pasukan pun tidak sama
satu dengan lainnya.
Pada pasukan yang berada di sebelah kiri, pada ujung
perahunya terpancang sebuah panji bergambar kepala naga
yang sedang mementangkan cakar, anggotanya berseragam
warna hijau.
Pasukan kedua mempunyai lambang harimau terbang,
baju seragamnya kuning.
Pasukan ke tiga berlambang seekor singa baju
seragamnya abu-abu muda.
Sedangkan pasukan ke empat berlambang macan
kumbang hitam, semua anggotanya berseragam hitam.
Di ujung tiang bendera masing masing pasukan
terpancang bendera dari masing-masing regu.
Belum habis Lan See giok melihat, Oh Tin-san dan Say
nyoo-hui telah berdiri berjajar di depan panggung
kehormatan tersebut.
Menyusul kemudian dari arah belakang berkumandang
suara terompet yang di bunyikan nyaring.
Dua ribu orang lelaki kekar yang berada di sisi kapal
perang, serentak mengangkat tombak masing-masing sambil
bersorak sorai.
Dengan wajah serius dan pancaran sinar sesat dari balik
matanya, pelan-pelan Oh Tin-san mengangkat tangan
kanannya ke atas sambil memandang ke kiri dan kanan,
bunyi terompet segera berhenti, sorak sorai turut berhenti,
segenap lelaki kekar itu bersama sama menurunkan kembali
tombak masing-masing.
http://kangzusi.com/
Diam-diam Lan See-giok merasa terkejut menyaksikan
keadaan seperti ini, agaknya daya pengaruh dari Wi-limpoo
memang tak boleh dipandang enteng.
Dengan suara nyaring pelan-pelan Oh Tin san berkata:
"Saudara sekalian, hari ini aku sengaja mengumpulkan
kalian semua di tempat ini karena aku ingin
memperkenalkan seorang warga baru dari benteng kita."
Lalu sambil menuding Lan See-giok yang berdiri di
sisinya, dia berkata lebih jauh:
"Dia adalah keturunan satu satunya dari Kim lui gin tan
(Gurdi emas peluru perak) Lan tayhiap yang sesungguhnya
adalah sahabat karibku, sejak hari ini dia Lan See-giok akan
menjadi sau pocu kalian, dan dia pula yang akan menjadi
satu satunya penerus kedudukanku ini."
Begitu perkataan tersebut selesai diutarakan, kembali
suara tempik sorak yang gegap gempita berkumandang
memecahkan keheningan.
Bersama itu pula, tombak di angkat ke atas hingga
berkilauan terpantul cahaya mentari, suasana betul-betul
mengerikan.
Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See-giok merasakan
darah panas di dalam dadanya bergolak keras. tapi ia
berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaannya,
pelan-pelan dia melambaikan tangannya untuk menyambut
tempik sorak dari kawanan jago di ratusan perahu perang
tersebut.
Detik itu juga dia merasa semangatnya berkobar
kembali, timbul tekadnya untuk memanfaatkan kekuatan
yang ada untuk membalaskan dendam bagi kematian ayahnya,
dia pun hendak menggunakan kekuatan tersebut untuk
http://kangzusi.com/
memunahkan perompak dan perampok yang seringkali
mengganggu kaumnelayan.
Sementara itu, Oh Tin san telah mengangkat tangannya
kembali, suasana segera menjadi hening kembali, suara
tempik sorak yang gegap gempita tadi kini menjadi sirap
sama sekali.
"Sekarang, aku hendak memperkenalkan setiap pasukan
kepada sau pocu kalian yang baru, nah harap masingmasing
pasukan memberi hormat kepada sau pocu."
Kemudian sambil berpaling ke arah pasukan kapal
perang pertama yang berlambang naga dia berseru:
"Pasukan naga sakti .."
Menyusul teriakan itu, segenap lelaki kekar yang berada
di atas kapal perang Naga sakti bersama sama mengangkat
tongkatnya sambil menengok ke arah loteng benteng.
Lan See giok segera mengangkat tangan kanannya dan
dilambai lambaikan ke arah pasukan tersebut
Oh Tin san beralih memandang ke arah pasukan kedua,
teriaknya pula:
"Pasukan harimau terbang."
Kembali semua anggota pasukan harimau terbang
mengangkat tombaknya sambil menengok ke arah benteng.
Sekarang Lan See giok baru menemukan bahwa di
dalam setiap pasukan, tentu terdapat sebuah kapal perang
yang berada di paling depan, di ujung geladak berdiri
seorang manusia yang mengenakan pakaian berwarna sama
namun berbeda bahannya. di belakang orang itu masih
berdiri pula beberapa orang lelaki kekar, mungkin itulah
komandan dari masing-masing pasukan.
http://kangzusi.com/
Menyusul kemudian Oh Tin san memperkenalkan
pasukan singa jantan dan pasukan macan kumbang hitam.
Sementara itu Say nyoo-hui, Oh Li cu serta Be congkoan
sekalian mendapat kesan kalau Lan See giok seakan akan
telah berubah jauh lebih matang hanya dalam sekejap saja,
seakan akan berubah menjadi seorang lelaki dewasa yang
berpengalaman.
Tampak pemuda itu berdiri tegap dengan mata berkilat .
. . dan senyuman menghiasi ujung bibirnya, dalam keadaan
demikian, ia kelihatan begitu gagah dan perkasa.
Menyaksikan ketampanan serta kegagahan anak muda
tersebut, tanpa terasa Oh Li cu tertawa serta merta dia
menyikut tubuh ibunya Say nyoo-hui.
Say nyoo-hui sendiri hanya termenung dengan wajah
serius, tampaknya dia sedang dibebani oleh suatu pemikiran
yang mendalam atau bisa jadi dia telah mengetahui asal
usul Lan See-giok yang sesungguhnya.
Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun mengawasi
kesemuanya ini dari belakang, ketika menyaksikan Lan Seegiok
memperoleh kedudukan begitu tinggi tanpa bersusah
payah, tanpa sadar rasa bencinya terhadap pemuda itu
merasuk sampai ke tulang sum-sum.
Seandainya tiada kehadiran Lan See giok, sudah pasti ia
telah menjadi suami istri dengan Oh Li cu, apalagi Oh Tin
san dan Say nyoo-hui sudah lama menyetujui hubungan
mereka, ini berarti kedudukan sau pocu dari benteng Wilim-
poo tentu akan menjadi miliknya.
Tapi kini dari tengah jalan muncul seorang Lan See giok.
bukan saja Oh Li cu menjadi berubah hati, bahkan Oh Tinsan
mengumumkan di depan umum bahwa dia telah
http://kangzusi.com/
mengangkat Lan See giok sebagai ahli waris kedudukannya
sebagai seorang pocu.
Kini dia bukan hanya membenci Lan See giok dan Oh
Li-cu, bahkan terhadap Oh Tin-san pun menaruh perasaan
benci yang luar biasa.
Diliriknya sekejap ke empat manusia yang berada di
panggung kehormatan itu dengan penuh kebencian, lalu
sekulum senyuman yang menggidikkan hati menyungging
di ujung bibirnya, pikirnya kemudian:
"Bocah keparat she Lan, kau jangan keburu sombong
dulu. sebentar aku pasti akan membuatmu tergeletak di
tanah dengan bermandikan darah kental."
Sementara itu upacara perkenalan telah selesai, suasana
di seluruh arena masih tetap diliputi keheningan yang luar
biasa.
Tiba-tiba Oh Tin san berpaling dan memandang sekejap
ke arah Lan See giok kemudian dengan sikapnya yang
angkuh dan penuh rasa bangga ia berkata:
"Bocah bodoh, sampaikanlah beberapa pesan kepada
segenap saudara kita yang hadir di sini."
Sebetulnya Lan See giok tak ingin banyak urusan,
namun terdorong oleh ambisi di dalam hatinya, dia merasa
berkewajiban untuk menyampaikan beberapa patah kata.
Maka dia maju ke depan, menghimpun hawa murninya
dan memandang sekejap ke seluruh arena, kemudian
dengan kening berkernyit ujarnya dengan lantang.
"Saudara sekalian, setelah kusaksikan senjata kalian yang
bergemerlapan, barisan kalian yang rapat, kapal perang
yang perkasa serta semangat kalian yang berkobar, aku
http://kangzusi.com/
merasa benar-benar bangga dan gembira bisa berkumpul
dengan kalian semua."
Setelah berhenti sejenak dan sekali lagi memandang
sekejap wajah orang-orang itu, dia berkata lebih jauh:
"Wi-lim-poo bisa menjagoi telaga Huan yang oh,
menggetarkan sungai besar dan tersohor di seantero jagad,
semua keberhasilan ini sesungguhnya berkat kemampuan
dari toa pocu serta semangat saudara sekalian yang perkasa
dan berani mati, itu berarti semua kejayaan dariWi-lim-poo
sesungguhnya adalah milik saudara sekalian . . ."
Belum habis perkataan itu diutarakan suara tempik sorak
yang gegap gempita telah berkumandang memecahkan
keheningan, tampaknya perkataan dari si anak muda
tersebut telah membangkitkan rasa gembira dari masingmasing
orang, sebab selama banyak tahun ini, belum
pernah mereka mendengar suatu nasehat dan anjuran yang
bersemangat seperti ini.
Melihat reaksi spontan dari semua anggota benteng, Lan
Se giok merasa terkejut, dia kuatir Oh Tin san iri sehingga
usahanya akan menemui kegagalan total, maka cepat-cepat
dia mengangkat tangannya untuk meredakan suasana.
Setelah suasana menjadi tenang kembali, Lan See-giok
berkata lebih jauh.
"Lo-pocu kita adalah seorang manusia yang cerdas dan
seorang angkatan tua yang berkedudukan tinggi, beliau
dihormati dan disanjung semua umat persilatan, bayangkan
saja kemajuan yang berhasil dicapai Wi-lim-poo kita
sekarang, tanpa pimpinan dari Lo pocu, kecerdasan otak
hujin dan bantuan perencanaan dari Be to-enghiong
sekalian bertiga, mana mungkin bisa mencapai keadaan
demikian?. Maka kuanjurkan kepada saudara sekalian agar
http://kangzusi.com/
lebih ketat menjaga peraturan benteng kita dan membangun
bersama kejayaan benteng kita.."
Sekali lagi tempik sorak yang gegap gempita
berkumandang memenuhi angkasa, bahkan sorak sorai
yang terdengar kali ini jauh lebih nyaring ketimbang tadi.
Tak terlukiskan rasa gembira Oh Tin san setelah
mendengar pujian dari Lan See giok itu, wajahnya segera
berseri-seri, dia merasa taruhan yang dilakukan kali ini pasti
akan menghasilkan kemenangan di pihaknya.
Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang
datang memberi selamat kepada Oh Tin san dan Lan See
giok, sambil bersyukur karena pocu mereka berhasil
mendapatkan ahli waris yang baik.
Sebaliknya paras muka si kupu-kupu di balik ombak Li
Ci cun berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, hatinya
gugup dan panik. dia tidak menyangka kalau Lan See giok
dengan usianya yang begitu muda ternyata sanggup
menarik simpatik dari segenap anggota benteng dengan
beberapa patah katanya.
Sadarlah dia sekarang bahwa kemampuan yang
dimilikinya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan
dengan kemampuan Lan See giok, ini berarti dia tak akan
pernah bisa berebut kedudukan dengan pemuda tersebut.
Berpikir demikian, diapun mengikuti di belakang Be
congkoan den Thio-Wi-kang untuk menyampaikan selamat
kepada Oh Tin san, tapi dia tidak berkata apa-apa kepada
Lan See giok.
Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa yang jauh lebih licik ketimbang
Oh Tin san segera merasakan pula betapa cerdik dan
berbakatnya Lan See giok, bukannya merasa gembira, dia
justru merasa hatinya makin lama semakin berat.
http://kangzusi.com/
Namun ketika melihat kegembiraan yang dialami Oh Tin
san, maka diapun ikut tertawa lebar.
Oh Li cu yang merasa paling gembira, sambil bersandar
di sisi tubuh ibunya, sorot matanya yang berkilat tak pernah
bergeser dari tubuh Lan See giok, dalam anggapannya, Lan
See giok adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah,
seorang calon suami yang paling ideal baginya.
Dalam gembiranya, Oh Tin san segera menitahkan
kepada Be congkoan untuk menyiapkan pesta di ruang Kit
oh ting tengah hari nanti, semua komandan kapal perang
diundang untuk menghadiri pesta, sedangkan segenap
anggota lainnya dipersilahkan minum arak di tempat
masing-masing sepuasnya.
Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun yang sebenarnya
telah menyiapkan rencana busuk dengan menyuruh jikui
(setan kedua) dari Po - tiong - sam kui untuk menantang
Lan See giok sehabis upacara perkenalan ini menjadi
kecewa sekali, sebab dengan terjadinya perubahan tersebut
berarti semua rencananya akan mengalami kegagalan total
Tapi harapannya segera timbul kembali setelah
mendengar akan diselenggarakannya pesta tengah hari
nanti, suatu rencana keji kembali telah melintas di dalam
benaknya.
Ketika Oh Tin san sekalian sudah kembali ke dalam
rumah, Say nyoo-hui yang cukup memahami jalan
pemikiran putrinya segera, berkata kepada mereka berdua.
"Kalian berdua boleh kembali ke kamar, untuk
beristirahat!"
Oh Li cu menyambut seruan itu dengan penuh
kegirangan ia segera menarik tangan Lan See giok kembali
ke kamarnya.
http://kangzusi.com/
Sudah sedari tadi dia mesti menahan diri untuk
mengekang gejolak napsu birahinya, semenjak masih
berada di panggung kehormatan tadi dia sudah tak tahan
ingin memeluk Lan See giok, sebab dalam anggapannya,
kini Lan See giok sudah menjadi suaminya.
Lan See giok sendiri tetap bersikap wajar, seakan akan
tidak memahami jalan pemikiran orang, senyum manis
tetap menghiasi ujung bibirnya, padahal dalam hati
kecilnya dia merasa muak dan bosan, sebab gerak gerik dari
Say-nyoo-hui tadi telah menimbulkan perasaan was-was
bagi dirinya.
Dalam perjalanan masuk ke ruangan dalam, tiba-tiba ia
menyaksikan Li Ci cun sedang berdiri di luar pagar rumah
sambil mengawasi ke arahnya dengan pandangan penuh
kegusaran dan menggigit bibir menahan rasa dendam.
Melihat hal ini Len See-giok menjadi paham kembali apa
sebabnya Li Ci cun begitu membencinya, ternyata hal ini
disebabkan hubungannya yang terlampau mesra dengan Oh
Li cu.
Belum habis jalan pikiran tersebut melintasi lewat, tibatiba
pemuda itu merasa tubuhnya telah dipeluk erat-erat
oleh Oh Li cu, menyusul kemudian terdengar gadis itu
berseru dengan lembut:
"Ooh adikku, cici pingin sekali melalap kau si bocah
bodoh dan menelannya ke dalam perut."
Kemudian dia menghantar bibirnya yang merah merekah
itu ke depan dan mendaratkan beberapa kali ciuman mesra
ke wajah dan bibir Lan See-giok.
Lan See-giok benar-benar tidak menyangka Oh Li cu
akan bersikap begitu tak tahu malu, tapi dia pun tak berani
menolak ciuman tersebut terlalu kasar, apalagi bau harum
http://kangzusi.com/
yang begitu tebal sudah membikin kepalanya terasa pusing
tujuh keliling.
Mendadak . . .
Mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok,
rupanya dia telah menyaksikan munculnya sesosok
bayangan hitamdari belakang jendela sana.
Maka cepat-cepat dia mendorong tubuh Oh Li cu sambil
menuding ke arah jendela sebelah belakang . .
Waktu itu Oh Li cu sedang dipengaruhi oleh kobaran
napsu birahi, ia sedang terbuai dalam suasana yang begitu
hangat dan syahdu ketika tubuhnya didorong secara tibatiba
oleh pemuda tersebut.
Dengan cepat dia berpaling ke arah yang ditunjuk, apa
yang terlihat olehnya membuat gadis ini naik pitam, sambil
membentak keras, tangan kanannya segera diayunkan ke
depan melepaskan sebilah pisau terbang.
Serentetan cahaya tajam segera berkelebat lewat
menembusi jendela. . .
Bayangan manusia di luar jendela itu lenyap tak
berbekas, tapi kemudian terdengar seseorang membentak
secara kasar:
"Manusia rendah yang tak tahu malu, kau berani
memaksa menciumi nona. .? serahkan nyawa anjingmu."
Paras muka Oh Li cu kontan berubah menjadi merah
membara, hawa napsu membunuhnya dengan cepat
menyelimuti seluruh benaknya, sebuah pukulan dahsyat
dengan cepat meluncur ke depan menghajar jendela
belakang itu sehingga hancur lebur.
Bayangan manusia kembali berkelebat lewat, kali ini
menerobos ke luar dari jendela luar.
http://kangzusi.com/
Lan See giok yakin kalau orang yang bersembunyi di
belakang jendela tadi pasti adalah si kupu-kupu di balik
ombak Li Ci cun, tapi oleh sebab dia kuatir Oh Li cu
mendapat celaka, buru-buru dia menutul permukaan tanah
dan secepat kilat berkelebat ke depan menyusul di belakang
gadis tersebut.
Tiba di tempat kejadian, pemuda itu melongo, ternyata
Oh Li cu dengan muka hijau membesi, alis mata berkernyit
dan pedang terhunus sedang berhadapan dengan seorang
lelaki berbaju ungu, di sekitar sana sama sekali tidak
nampak bayangan tubuh dari Li Ci cun.
Lelaki berbaju ungu itu memiliki perawakan tubuh yang
kekar, alis mata yang tebal, mata yang bulat penuh
bercambang tapi berwajah pucat, matanya penuh diliputi
sinar kaget dan melihat tanpa berkedip dia mengawasi
ujung pedang Oh Li cu, sementara tubuhnya selangkah
demi selangkah mundur terus.
Sementara itu di ruang depan telah berdatangan dua tiga
puluhan sampan kecil yang mengangkut para komandan
pasukan yang datang mengikuti perjamuan, malah ada yang
sudah naik ke atas punggung mimbar.
Oh Li cu berdiri dengan hawa napsu membunuh
menyelimuti seluruh wajahnya, ia sama sekali tidak
berpaling ke arah para komandan pasukan yang sementara
itu berdatangan dengan penuh tanda tanya. sorot matanya
mengawasi lelaki itu lekat-lekat, kemudian dengan nada
penuh kebencian pelan-pelan ia berkata:
"Say-li-kui (setan ikan leihi) siapa yang memerintahkan
kau mengintip kami? Ayo cepat menjawab dengan
sejujurnya. Aku yakin kalau kau sendiri tak akan
mempunyai keberanian sebesar ini. Hmm! Jika kau enggan
http://kangzusi.com/
menjawab, jangan salahkan kalau ketajaman pedang
nonamu akan membacok tubuhmu menjadi dua bagian”.
Si setan ikan leihi sangat gugup dan ketakutan, sekujur
badannya gemetar keras, sementara butiran keringat sebesar
kacang kedelai jatuh bercucuran dengan amat derasnya,
sambil mundur berulang kali rengeknya ketakutan.
"Nona. ti. tidak ada yang memberi perintah. hambahamba
tidak sengaja ..tidak sengaja. tidak sengaja lewat di
depan jendela.."
Oh Li cu semakin naik darah, di dalam anggapannya si
setan ikan leihi ini tak mau mengaku, kembali hardiknya:
"Tutup mulut. . . . bila kau tetap membungkam, nona
akan membuat tubuh mu tercincang di tempat ini juga!"
Setan ikan leihi semakin ketakutan, bibirnya sudah
bergetar pucat, hatinya mulai goyah.
Sementara itu, para komandan yang ikut dalam
perjamuan telah berdatangan semua, hampir seluruhnya
berkerumun di sekitar sana dan mengawasi Oh Li cu serta
setan ikan leihi dengan pandangan kaget bercampur
keheranan.
Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang
berdatangan pula, walaupun kedua orang ini tidak mengerti
masalah apakah yang telah terjadi, namun tak seorangpun
berani membuka suara.
Oh Li cu sudah merasa kalau setan ikan leihi mulai
goyah, hatinya dan bersedia mengaku, maka dengan
memperhalus suara nya ia berkata.
"Katakan saja, asal kau bersedia mengaku, nona tak akan
membunuhmu”
http://kangzusi.com/
Mendadak pada saat itulah dari kejauhan sana terdengar
seseorang berseru keras:
"Lo pocu dan hujin tiba”
Dengan bergemanya suara itu, serentak suasana di
sekeliling tempat itu berubah menjadi hening, sepi dan amat
serius.
Lan See giok berpaling, ia lihat Oh Tin san bersama Say
nyoo-hui datang bersama, wajah Oh Tin san yang kurus
memanjang diliputi hawa dingin dan kelicikan yang tebal.
Dengan mata sesatnya Oh Tin san menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, lalu kepada Oh Li cu ia bertanya:
"Anak Cu, apa yang terjadi?"
Dengan wajah merah bercampur hijau membesi, Oh Li
cu memandang ke arah Setan ikan leihi dengan pedangnya.
lalu berseru penuh amarah:
"Ia berani mengintip dari belakang jendela!"
Oh Tin san berkerut kening lalu manggut, sorot mata
sesatnya memandang sekejap ke wajah setan ikan leihi,
kemudian sekulum senyuman menyeringai menghiasi ujung
bibirnya.
Si Setan ikan leihi segera sadar kalau bencana besar telah
berada di depan mata, dengan penuh ketakutan buru-buru
dia membela:
"La. lapor lo .. lo pocu.. hamba-hamba hanya tanpa
sengaja melihat sau pocu mencium nona dengan paksa. . . .
."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, sorot mata semua
orang yang hadir bersama sama dialihkan ke wajah Lan See
giok.
http://kangzusi.com/
Bisa dibayangkan betapa gusarnya Lan See giok,
keningnya segera berkerut, matanya berkilat kilat dan
sekujur tubuhnya gemetar keras, ia merasa percuma saja
banyak membantah dalam suasana begini. Oh Li cu
sendiripun nampak sangat marah dengan wajah merah
membara dia membentak nyaring lalu menusuk tubuh lelaki
itu.
Biarpun dalam keadaan kaget bercampur ketakutan, ilmu
silat yang dimiliki setan ikan leihi memang cukup tangguh,
dia segera mengigos ke samping.
Begitu tusukan pedang dari Oh Li cu mengenai sasaran
kosong, ia segera mundur dengan gugup, matanya
terbelalak lebar dan menengok kesana kemari dengan
terkejut, seakan akan sedang mencari seseorang.
Pada saat itulah-
"Anak Cu, tunggu sebentar" Oh Tin san berseru dengan
suara dalam.
Berada di depan umum, tentu saja Oh Li cu tak berani
membangkang perintah ayah-nya, ia segera menarik
kembali pedangnya sambil mundur setelah mendengar
perkataan itu, cuma bibirnya yang semula merah kini telah
berubah menjadi pucat.
Suasana menjadi amat hening dan sepi, wajah semua
orang diliputi ketegangan, bahkan banyak di antara mereka
yang menyadari bahwa selembar nyawa si setan ikan leihi
tak akan bisa melewati hari ini.
Oh Tin san memandang ke arah setan ikan leihi sambil
tertawa dingin, seperti lagi berbicara terhadap dia seorang,
seperti juga lagi berbicara terhadap para hadirin di situ,
ujarnya dengan suara dingin:
http://kangzusi.com/
"Lan See giok adalah sau pocu, dia merupakan ahli waris
dari benteng kita, ia adalah keponakanku, juga menantuku,
soal cium mencium bagi mereka adalah urusan pribadi
antara suami istri, soal tersebut tak ada sangkut pautnya
dengan siapa saja. . . . ."
Lan See giok tertegun, dia tidak menyangka kalau si
manusia bertelinga tunggal Oh Tin san bakal
mengumumkan di depan umum kalau dia adalah calon
suami Oh Li cu.
Sementara itu Oh Li cu yang semula berdiri dengan
wajah hijau membesi, sekarang berubah menjadi merah
dadu dan tersenyum simpul, diam-diam ia mengerling
sekejap ke arah Lan See giok.
Ketika selesai berbicara, Oh Tin san kembali
memandang sekejap seluruh arena dengan pandangan sesat,
lalu teriaknya keras-keras:
"Di mana pengawas Li?"
"Hamba di sini!" diantara kerumunan orang banyak,
kedengaran Li Ci cun menjawab dengan suara gemetar.
Lan See giok terkejut, cepat ia berpaling ternyata Li Ci
cun munculkan diri dari kerumunan orang banyak orang
tak jauh di belakang tubuhnya dan sebelum ini ternyata ia
tak melihat kehadiran orang tersebut.
Li Ci cun munculkan diri dengan wajah hijau membesi.
alis matanya yang tebal berkernyit, matanya yang kecil
memancarkan sinar buas yang berapi api, setelah muncul
dari kelompok manusia, ia melirik sekejap ke arah Lan See
giok dengan penuh kebencian, kemudian baru meneruskan
perjalanan-nya ke depan Oh Tin san.
http://kangzusi.com/
Oh Tin san memandang ke arah Li Ci cun lalu sambil
menuding ke arah Setan ikan leihi, serunya dengan suara
dalam:
"Binasakan dia!"
Li Ci cun seperti tertegun sesudah mendengar perintah
itu, sedangkan si ikan leihi semakin amat ketakutan sampai
wajahnya turut berubah menjadi pucat pias.
Mendadak-
Sambil menggertak gigi Li Ci cun menjejakkan kakinya
ke tanah, kemudian dengan gaya tubrukan yang buas dan
nekad ia terjang tubuh Lan See-giok.
Kejadian ini sama sekali di luar dugaan semua orang,
kontan saja suasana menjadi gempar.
Oh Li cu membelalakkan pula matanya lebar-lebar,
mulutnya melongo, saking terkejutnya ia sampai termangu.
Dalam pada itu Li Ci cun sudah tiba di hadapan Lan See
giok, sambil membentak sebuah bacokan maut langsung
dilontarkan olehnya ke wajah Lan See giok.
Selama ini pandangan mata Lan See giok tak pernah
beralih dari tubuh Li Ci cun sejak musuh menerjang tiba. ia
telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya.
Begitu musuh datang, ia melejit ke samping dan mundur
sejauh satu kaki lebih.
Kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun merasakan
pandangan matanya menjadi silau, tahu-tahu ayunan
telapak tangan kanannya telah mengenai sasaran kosong,
agaknya dia tidak menyangka kalau serangannya bakal
menemui kegagalan.
"Tahan .." mendadak Oh Tin san membentak nyaring.
http://kangzusi.com/
Sejak si kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun
mendengar Oh Tin san mengumumkan kepada umum
bahwa Lan See giok adalah calon suami Oh Li cu, ia telah
bertekad untuk beradu jiwa.
Karena itu, sekalipun dia segera menghentikan gerak
serangannya setelah mendengar bentakan tadi namun
orangnya masih tetap berdiri garang di sana, berdiri sambil
melototi Lan See giok dengan penuh kegusaran. .
Lan See giok sendiri berdiri ditengah arena dengan
senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya, ia memandang
sinis ke arah musuhnya tersebut.
Berbicara yang sebenarnya, Oh Tin san tahu dengan jelas
sebab musabab yang mengakibatkan Li Ci cun bersikap
demikian, tapi ia toh menegur juga dengan suara dalam:
"Li Ci cun, mau apa kau?"
"Aku hendak menantang keparat she Lan itu untuk
berduel. . ." jawab kupu-kupu di tengah ombak dengan
kalap.
Say nyoo-hui yang selama ini membungkam dalam
seribu bahasa tiba-tiba memutar biji matanya, kemudian
menyela.
"Bila kau sanggup mengungguli Lan See giok, aku akan
mengambilkan keputusan bagi anak Cu untuk dijodohkan
denganmu!"
Oh Li cu gusar sekali setelah mendengar perkataan itu,
berkilat sepasang matanya, dengan marah ia berkata:
"Tidak susah bila kau ingin kawin denganku. tapi
menangkan dulu pedang mestika di tanganku ini".
http://kangzusi.com/
Seraya berkata pedangnya segera diayunkan ke tengah
udara, di bawah cahaya matahari siang, terbias sekilas
bayangan tajam yang berkilauan.
Lan See giok hanya berdiri sambil tertawa sinis selama
ini, sedang dalam hatinya:
"Dasar sesarang manusia-manusia yang tak tahu malu."
"Baiklah. . ." tiba-tiba terdengar Oh Tin san berkata
sambil tertawa dingin, "kalau Lan See giok tidak diberi
kesempatan untuk memperlihatkan kelihaiannya kalian
memang selalu tak mau takluk.!"
Berbicara sampai di situ, dia menengok ke arah Li Ci cun
sembari bertanya:
"Kau ingin bertarung dalam tangan kosong atau ingin
beradu senjata tajam?"
Kupu-kupu di tengah ombak Li Ci cun tahu bahwa ilmu
silat Lan See giok cukup tangguh terutama dalam ilmu
gurdi emas yang tiada tandingannya, karena itu dia tak
berani beradu senjata tajam melainkan berharap bisa
mencari kemenangan dengan andalkan tangan kosong,
ditambah pula Say nyoo-hui telah mengutarakan dihadapan
umum. bila ia sanggup mengungguli Lan See giok, maka
Oh Li cu akan dikawinkan dengannya. Itulah sebabnya
sesudah ragu sejenak, dengan wajah hijau membesi tapi
bersikap hormat dia menyahut:
"Dalam suatu pertarungan, senjata tak bermata, hamba
bersedia mempergunakan sepasang tangan kosong untuk
mencoba berapa ampuh dari Lan See giok!"
Mendengar jawaban tersebut, sekulum senyuman
menyeringai segera menghiasi ujung bibir Oh Tin san,
katanya kemudian sambil manggut-manggut.
http://kangzusi.com/
"Baiklah, harap kau suka berhati hati"
Selesai berkata, ia bersama Say nyoo-hui segera mundur
beberapa langkah.
Para komandan pasukan yang semula mengitari tempat
tersebutpun serentak mengundurkan diri.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Li cu,
menggunakan kesempatan tersebut dia mengundurkan diri
dan secara diam-diam mendekati si setan ikan leihi dari
arah lain.
Dalam pada itu Li Ci cun telah mengepal tinjunya sambil
maju dengan dada dibusungkan, ia berjalan ke hadapan Lan
See giok dan berhenti enam tujuh langkah di hadapannya,
setelah menjura, katanya dengan angkuh:
"Sudah lama kudengar ilmu silat yang di miliki Lan
Khong-tay sangat hebat dan namanya termasyhur dalam
dunia persi1atan, lama sudah kukagumi namanya hanya
sayang selama ini belum ada jodoh untuk menjumpainya.
Lan siauhiap, kini masih muda lagi berbakat, aku yakin kau
telah mewarisi kepandaian ayahmu. Mumpung hari ini ada
kesempatan, ingin sekali kumanfaatkannya untuk minta
berapa petunjuk ilmu sakti dari siauhiap."
Sementara berbicara dengan mata berkilat dia
mengamati Lan See giok tiada hentinya, sikapnya begitu
jumawa sehingga memuakkan.
Lan See giok merasa sikap maupun gerak gerik Li Ci can
tak ubahnya seperti kalangan si1at kampungan, sejak tadi ia
sudah habis kesabarannya, maka sambil tertawa dingin
katanya:
"Kalau ingin beradu silat, lebih baik beradu secepatnya,
buat apa banyak ngebacot yang tidak-tidak!"
http://kangzusi.com/
Li Ci cun yang sudah marah semakin naik darah lagi
setelah melihat cara Lan See giok berdiri, seakan akan
pemuda tersebut sama sekali tidak memandang sebelah
matapun terhadap dirinya.
Begitu selesai mendengarkan perkataan Lan See giok,
dengan amarah yang meledak ledak ia membentak keras
kemudian menerjang ke muka, tangan kirinya diayunkan ke
muka mendorong tubuh musuh, sementara tangan
kanannya membacok wajah Lan See giok.
Lan See giok sendiripun cukup sadar, seandainya dia tak
mampu mengalahkan Li Ci cun, jangan harap dia bisa
angkat kepala di dalam bentengWi-lim-poo, dihati kecilnya
dia telah mengambil keputusan untuk menyambut serangan
lawan dengan kekerasan.
Dengan senyuman hambar menghiasi ujung bibirnya
secara diam-diam ia menghimpun hawa murninya, ketika
musuh melancarkan bacokan, tiba-tiba kaki kanannya
mundur setengah langkah, kemudian sambil miringkan
badan ia menangkis dengan le-ngan kirinya
"Cari mampus.." umpat Li Ci cun dengan gusar.
Telapak tangan kanannya yang melepaskan bacokan,
segera ditambahi lagi dengan tenaga sebesar dua bagian. Ia
bertekad akan mematahkan lengan kiri Lan See giok
tersebut.
"Blaammm!"
Ditengah benturan nyaring, suara dengusan tertahan
bergema memecahkan kebisingan, dengan alis berkernyit
dan menggigit bibirnya kencang. secara beruntun dia
mundur sampai sejauh empat langkah lebih.
Tempik sorak segera bergema memenuhi seluruh arena
pertarungan . . .
http://kangzusi.com/
Sepasang bahu Lan See giok bergetar keras, diam-diam
ia menggertak gigi menahan diri, meskipun lengan kirinya
amat sakit bagaikan disayat pisau, namun sepasang kakinya
sama sekali tidak bergerak mundur barang setengah
langkahpun.
Li Ci cun memegangi pergelangan tangan kanannya
yang kesakitan sambil menyeringai, rasa malu bercampur
gusar membuat wajahnya berubah menjadi merah padam,
dengan sepasang mata yang melotot besar bagaikan gundu.
dia pelototi wajah Lan See giok penuh kebuasan, sedang
pernapasannya diatur secara diam-diam.
Dalam pada itu, para komandan pasukan yang
berkumpul di situ diam-diam pada berbisik membicarakan
persoalan tersebut, sedang sorot mata yang tertuju kearah
Lan See giok pun penuh dengan pancaran sinar
kekaguman, hampir semuanya tercengang oleh kelihaian
anak muda tersebut.
Dalam pada itu, disaat perhatian semua orang sedang
terpusat pada pertarungan antara Lan See giok melawan Li
Ci cun, ujung pedang Oh Li cu secara diam-diam telah
ditempelkan di belakang pinggang setan ikan leihi.
Dengan cepat setan ikan leihi dapat merasakan hal
tersebut, dengan cepat ia berpaling, tapi apa yang kemudian
terlihat membuat ia merasa terkejut sekali, sukma serasa
melayang meninggalkan raganya . . .
Oh Li cu dengan kening berkerut dan mata melotot,
sekulum senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya dan
wajah diliputi hawa napsu membunuh telah berdiri tegak di
belakangnya.
Tak terlukiskan rasa kaget setan ikan leihi setelah
menyaksikan kejadian tersebut, peluh dingin bercucuran
deras. setengah merengek katanya:
http://kangzusi.com/
"Oooh nona, ampunilah hambamu!"
Dengan diutarakannya rengekan tersebut, para
komandan pasukan yang berada di sekitar sana segera
berpaling dan memandang ke arah mereka dengan
pandangan terkejut.
"Siapa? Siapa yang memerintahkan kepadamu untuk
melakukan pengintipan?" bentak Oh Li cu segera dengan
suara dalam.
Setan ikan leihi merasa jiwanya jauh lebih berharga
daripada masalah lain, dia sadar enggan berbicarapun tak
ada gunanya, maka dengan suara gemetar sahutnya.
"Li..Li Ci cun yang memerintahkan aku!" Oh Li cu
memang sengaja berbuat demikian agar orang tuanya turut
mendengar, sengaja ia mempertinggi suaranya sambil
membentak keras.
"Siapa? Katakan dengan lantang!"
Sambil berkata pedangnya ditekan lebih ke depan hingga
masuk ke tubuh setan ikan leihi sedalam berapa inci, darah
segar segera bercucuran ke luar dengan amat derasnya.
Sementara itu, Oh Tin san, Say nyoo-hui, Be congkoan
dan Thio-Wi-kang serta segenap komandan yang berada di
sekitar sana telah mengalihkan pandangan mereka ke arah
kedua orang tersebut.
Lan See giok merasa perbuatan yang dilakukan Oh Li cu
itu sesungguhnya kelewat batas, karenanya dia melirik
sekejap kearah nya dengan wajah muak, tapi tiada orang
yang tahu dengan pasti sikap muak tadi sebenarnya tertuju
untuk Oh Li cu ataukah terhadap lelaki berbaju ungu itu.
Li Ci cun berpaling, melihat apa yang terjadi wajahnya
segera berubah hebat peluh dingin segera bercucuran saking
http://kangzusi.com/
kagetnya. dia tahu asal setan ikan leihi mengatakan hal
yang sebenarnya, Oh Tin san pasti akan mencabut jiwanya
seketika itu juga.
Kebetulan sekali disaat Li Ci cun berpaling tadi si setan
ikan leihi sedang menuding ke arahnya dengan tangan
gemetar.
Kupu-kupu di tengah ombak Li ci cun segera mengerti
bahwa riwayatnya sudah habis. Dalam keadaan demikian
timbullah niat jahatnya, mendadak ia membalikkan badan
secepat kilat, lalu sepasang telapak tangannya didorong ke
muka sepenuh tenaga-
Segulung angin pukulan yang sangat keras dengan
membawa debu yang sangat tebal segera menyambar ke
arah Lan See giok.
Tindakan ini boleh dibilang sangat licik dan rendah,
kontan saja para komandan pasukan yang berada di seputar
arena berteriak teriak marah.
Oh Li cu menjerit lengking. saking kagetnya dia
sendiripun turut, berdiri bodoh
Pada saat itulah-
Lan See giok berkerut kening, kemudian sambil
membentak keras ia kerahkan tenaga dalamnya sebesar
sepuluh bagian ke telapak tangan kanan, kemudian dengan
sepenuh tenaga, diayunkan ke depan.
Segulung angin puyuh yang sangat kuat langsung
menggulung ke depan dan menyongsong datangnya angin
pukulan dari Li Ci cun.
"Blaammm!"
Benturan keras menggelegar di angkasa, debu dan pasir
segera menyambar ke mana-mana.
http://kangzusi.com/
Paras muka Li Ci cu berubah menjadi hijau membesi,
keningnya berkerut kencang, dengan sempoyongan ia
mundur sampai berulang kali . .
Paras muka Lan See-giok sendiripun berubah menjadi
pucat pias. tubuhnya bergetar keras, tapi sambil menggertak
gigi dia berusaha keras agar tubuhnya tidak sampai mundur
barang setengah langkah pun.
Segenap komandan pasukan yang berada di arena samasama
tertegun saking kagetnya:
Be congkoan, Thio-Wi-kang semuanya gemetaran
karena terperanjat, dalam anggapan mereka semula, Lan
See-giok pasti akan terhajar hingga terluka parah, siapa
sangka Li Ci cun sendiri yang dibikin sampai mengenaskan
keadaannya.
Oh Tin san berdiri dengan wajah dingin sinis dan
pandangan tajam, sekali lagi ia teringat kembali akan pil
hitam yang dicekokkan ke dalam perut Lan See giok, dia
tak habis mengerti mengapa pilnya malahan menambah
tenaga dalam anak muda itu hingga peroleh kemajuan yang
begitu pesat.
Say nyoo-hui sendiripun berkerut kening, tanpa terasa
dia melirik sekejap ke arah Oh Tin san, seakan akan dia
sedang berkata be-gini:
"Darimana datangnya tenaga dalam yang begitu
sempurna dari bocah keparat ini?"
"Blaammm!"
Akhirnya Li Ci cun tak sanggup berdiri tegak lagi, ia
terperosok dan jatuh terduduk di atas tanah.
Pada mulanya, Oh Li cu dibikin tertegun karena
sergapan dari Li Ci cun tersebut menyusul kemudian ia
http://kangzusi.com/
berdiri termangu oleh tenaga pukulan Lan See giok yang -
maha dahsyat, sampai Li Ci cun jatuh terduduk, ia baru
mendusin kembali dari rasa kagetnya.
Sewaktu menundukkan kepalanya, kebetulan ia saksikan
Li Ci cun terduduk dihadapannya, hal ini segera
membangkitkan hawa napsu membunuhnya.
Suatu bentakan keras tiba-tiba menggelegar, pedangnya
memancarkan sinar pelangi berwarna keperak perakan dan
sekuat tenaga dibacokkan ke tubuh Li Ci cun yang sedang
terduduk sambil terengah engah di hadapannya.
Dimana cahaya perak berkelebat lewat, jeritan ngeri yang
memilukan hati segera bergema memecahkan keheningan.
Tubuh Li Ci cun sejak dari bahunya sampai ke arah iga
telah terbabat menjadi dua bagian, percikan darah segar
bersama isi perut berhamburan ke mana-mana, seketika itu
juga ia tewas.
Peristiwa ini terjadi sangat tiba - tiba, lagi pula jarak
mereka amat dekat, menanti Oh Tin San dan Say nyoo-hui
mengetahui kejadian tersebut dan ingin menghalanginya,
keadaan sudah tidak mengijinkan . . . .
Segenap komandan pasukan yang berke-rumun di
sekeliling arena menjadi pucat pias seperti mayat, semuanya
membungkam dalam seribu bahasa..
Be Siong pak maupun Thio-Wi-kang turut merasa amat
terkejut, dengan pandangan kaku mereka hanya bisa
memandang tubuh Li Ci -cun yang terkapar di atas
genangan darah dengan mulut tertutup rapat-rapat.
Lan See giok sendiripun turut berdiri bodoh, ia
memandang kearah Oh Li cu dengan wajah kaget
bercampur tercengang, sekarang ia baru tahu, rupanya gadis
http://kangzusi.com/
ini selain jalang dan cabul. hatinya kejam dan jauh lebih
jahat daripada kalajengking.
Atas terjadinya peristiwa ini, ia segera meningkatkan
kewaspadaannya terhadap perempuan itu, dia tahu bila
dirinya masih berada dalam bentengWi-lim-poo, lebih baik
jangan mencoba-coba untuk mengusik Oh Li cu.
Pada saat itulah kembali terdengar jeritan kaget bergema
memecahkan keheningan.
Ketika Lan See giok mendongakkan kepalanya, ia
saksikan si setan ikan leihi sedang berlarian seperti orang
kalap, ia mendesak desak orang yang berkerumun di sekitar
sana dan melarikan diri ke arah saluran air sungai.
Oh Li cu sangat gusar melihat hal ini, sambil membentak
nyaring ia mengejar dari belakangnya.
Para komandan pasukan yang berkerumun di sekitar
sana kontan saja pada bubar, mereka berlarian
mengundurkan diri sambil berseru kaget.
"Byuuur. . .!" percikan bunga air memancar ke manamana,
si setan ikan leihi tahu-tahu sudah terjun ke dalam
air dan menyelam ke dasarnya.
Ou Li cu tidak berpeluk tangan dengan begitu saja, dia
mengejar sampai di tepi sungai lalu sambil mengangkat
pedangnya, dia menangkap bayangan tubuh si setan ikan
leihi yang menyelam dalam air serta siap untuk
menimpuknya.
"Anak Cu, biarkan dia pergi!" bentak Oh Tin San tibatiba.
Sebenarnya Oh Li cu hendak mengatakan "tidak" tapi
berhubung si setan ikan leihi sudah berenang entah ke mana
http://kangzusi.com/
terpaksa dia menarik kembali senjatanya dan berjalan
menuju ke depan ibunya.
Oh Tin san memandang sekejap para komandan pasukan
yang masih berdiri dengan wajah kaget bercampur ngeri,
lalu kepada Be Siong pak katanya.
"Be congkoan, apakah perjamuan telah disiapkan?"
"Lapor lo-pocu, perjamuan telah siap silahkan masuk ke
dalam ruangan."
"Baiklah, kita segera mulai dengan perjamuan!" Oh Tin
san manggut-manggut.
Be Siong pak segera mendongakkan kepalanya dan
memandang sekejap ke wajah semua orang, lalu serunya
dengan lantang:
"Silahkan saudara semua menempati meja perjamuan
masing-masing. . . ."
Dengan suasana yang hening para komandan pasukan
memasuki ruangan serta menempati kursi masing-masing.
Kembali Oh Tin san berkata kepada Thio-Wi-kang:
"Thio-Wi-kang, kirim orang untuk membersihkan
jenazah tersebut dari situ!"
Thio-Wi-kang mengiakan dengan hormat dan buru-buru
berlalu dari sana.
Sementara Lan See giok sendiri mengikuti di belakang
Oh Tin san dengan mulut membungkam, mereka langsung
menuju ke ruang tengah.
Dalam perjalanan itu dia sempat melirik sekejap ke arah
Oh Li cu yang berjalan di samping Say nyoo-hui, ternyata
gadis itu tetap tenang, wajahnya berseri, seakan akan
http://kangzusi.com/
terhadap peristiwa berdarah, yang baru saja dilakukannya
itu sudah lupa.
Oh Tin san sendiri sama sekali tidak menegur
perbuatannya, Say nyoo-hui juga tidak mengumpat
kekejamannya, seakan akan mereka semua beranggapan
bahwa membunuh orang adalah suatu kejadian yang sangat
wajar.
Sementara masih berpikir, mereka telah memasuki
ruangan tengah, sementara para komandan pasukan juga
telah menempati tempat masing-masing, semuanya terdiri
dari puluhan meja perjamuan.
Ketika Oh Tin san dan Lan See giok berlima masuk ke
dalam ruangan, serentak para komandan pasukan bangkit
berdiri sambil hormat.
Walaupun senyuman menghiasi wajah setiap orang, tapi
jelas terlihat kalau senyuman itu terlalu dipaksakan.
Pada meja bagian tengah, duduk empat orang lelaki
kekar berbaju ringkas warna hijau, kuning, abu-abu dan
hitam, usianya rata-rata tiga puluh delapan sembilan
tahunan.
Lan See giok tahu ke empat orang tersebut pastilah
komandan dari ke empat pasukan kapal perang.
Setelah melangkah masuk ke dalam ruangan, Oh Tin san
memandang seluruh penjuru ruangan dengan mata berkilat
dan tersenyum, tangan kanannya yang kurus diulapkan
beberapa kali, suasana dalam ruangan segera menjadi
hening kembali.
Say nyoo-hui duduk pada kursi ke dua, Oh Li cu berdiri
di sini Lan See-giok sedang Be congkoan berdiri di sisi kiri
Oh Tin san, di depan mereka adalah ke empat komandan
pasukan kapal perang.
http://kangzusi.com/
Pertama-tama Oh Tin san menyilahkan semua orang
duduk kembali, kemudian baru memperkenalkan Lan See
giok kepada para hadirin.
Diluar wajahnya Lan See giok tetap bersikap tenang dan
tersenyum, padahal dalam hati kecilnya merasa amat
mendongkol.
Dia tidak berhasrat untuk mengingat ingat wajah serta
nama dari ke empat komandan kapal perang itu, dia hanya
mengingat baik-baik komandan pasukan naga adalah
komandan Ciang, komandan pasukan harimau dari marga
Ong, komandan pasukan Singa jantan dari marga Seng
sedang komandan pasukan macan kumbang dari marga
Nyoo.
Selesai upacara perkenalan, Thio-Wi-kang juga telah tiba
kembali, ia duduk di sisi Be congkoan tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Tak lama kemudian perjamuanpun dimulai, arakpun
dibagi bagikan secara berlimpah.
Tak lama kemudian, berbondong bondong para
komandan pasukan berdatangan untuk menghormati Oh
Tin san serta Lan See- giok dengan secawan arak.
Pada dasarnya takaran minum arak dari Lan See giok
memang terbatas, ditambah pula hatinya lagi risau dan
resah, tak lama kemudian ia sudah berada dalam keadaan
setengah mabuk.
Oh Li cu yang menjumpai begitu banyak komandan
datang menghormati Lan See giok dengan secawan arak,
hatinya merasa girang bercampur gelisah, tanpa terasa dia
meneguk beberapa cawan lebih banyak . .
Perjamuan makin lama berlangsung makin ramai, guci
arak pun satu demi satu di gotong naik.
http://kangzusi.com/
Biarpun Lan See giok sudah mabuk, tapi dia berusaha
keras untuk tetap mempertahankan diri sebab perjamuan itu
diselenggarakan baginya, tentu saja ia tak boleh
mengundurkan diri di tengah jalan . . .
Oh Li cu dapat melihat kalau Lan See -giok sudah
setengah mabuk, sedang dia sendiri pun mulai sadar
merasakan kepalanya pening, maka berulang kali dia minta
ijin kepada Say nyoo-hui untuk mengundurkan diri, tapi
keinginannya selalu ditampik oleh Lan See giok.
Akhirnya perjamuan pun berakhir Lan See giok
mengikuti di belakang Oh Tin San suami istri menumpang
perahu naga emas untuk kembali ke rumah.
Walaupun Oh Li cu sendiripun sedikit terpengaruh oleh
arak, tapi ia masih berusaha keras untuk menjaga Lan See
giok, mereka berdua duduk di kursi dan gadis tersebut
membiarkan Lan See giok berbaring di dalam pelukannya.
Say nyoo-hui yang menyaksikan hal tersebut segera
mengerling sekejap ke arah Oh Tin San, seolah-olah ia
sedang berkata begini:
"Hei rase tua, lihat sekarang, putri kesayanganmu sudah
betul-betul terpikat oleh bocah tersebut."
Sebaliknya Oh Tin San tertawa hambar, wajahnya
kelihatan agak bangga, pikirnya pula dalam hati:
"Asal kotak kecil itu berhasil kudapatkan dan aku
berhasil pula menguasai ilmu yang tercantum dalam kitab
Tay lo hud bun cinkeng, apa artinya mengorbankan seorang
putri?"
Lan See giok benar-benar mabuk ketika itu, berbaring
dalam pelukan Oh Li cu dengan lemas, sementara
kepalanya persis berbaring di atas sepasang payudara yang
http://kangzusi.com/
montok dan padat berisi, rasa hangat dan empuk membuat
ia semakin terbuai. . .
Perahu menentang ombak, angin silir semilir berhembus
lembut ditengah dentingan bunyi lonceng yang merdu,
akhir nya Lan See giok tertidur nyenyak.
Entah berapa lama sudah lewat. . .
Tiba-tiba saja ia tersadar kembali dari tidurnya karena
mendengar suara pembicaraan seseorang yang keras.
"Anak Cu, apakah adik Giok mu belum sadar dari
mabuknya?"
"Belum!" terdengar Oh Li cu menjawab dengan suara
lirih, "tapi aku telah mencekoki kuah Liam sim-tong
kepadanya."
Kemudian terdengar Say nyoo-hui berkata pula:
"Bocah ini memang minum arak kelewat banyak,
bagaimana mungkin ia dapat menandingi kawanan setan
arak tua tersebut?"
Lan See giok terkejut sekali setelah mendengar
pembicaraan itu, pikirnya dengan cepat.
"Berada di mana aku sekarang?"
Ketika membuka matanya, ia saksikan ruangan penuh
bermandikan cahaya, ternyata ia berada di dalam kamar
sendiri, sedang Oh Tin san dan Say nyoo-hui duduk di
sudut pembaringan.
Oh Li cu duduk dengan kening berkerut dan wajah
sangat gelisah, begitu melihat Lan See giok sudah
mendusin, ia segera bertanya dengan penuh perhatian.
"Adik Giok, bagaimana rasamu sekarang?"
http://kangzusi.com/
Lan See giok tidak menjawab, sebaliknya dia malah
bertanya.
"Sudah jam berapa sekarang?"
"Sudah mendekati kentongan pertama, wah, nyenyak
amat tidurmu kali ini!" seru Say nyoo-hui sambil tertawa.
Lan See giok segera melompat bangun, lalu sambil
menengok ke arah Oh Tin san tanyanya dengan nada
terkejut.
"Benarkah itu empek?"
Oh Tin san tertawa riang, ia manggut-manggut dan
sahutnya dengan lembut:
"Anak bodoh, minum arak merupakan suatu kebiasaan
yang mencerminkan seorang pendekar sejati, di dalam
bidang ini kau perlu banyak berlatih lagi di kemudian hari,
bagaimana perasaanmu sekarang?"
Lan See giok tahu perhatian yang berlebihan dari Oh Tin
san suami istri terhadapnya disertai dengan maksud
tertentu, hanya saat ini dia belum dapat menebak maksud
tujuannya, maka dia berlagak sakit kepala. sambil
memegangi kepala sendiri serunya penuh penderitaan.
"ADUUUH, SAKIT KEPALAKU . . ."
Tidak sampai Lan See giok selesai berbicara, dengan
gelisah dan penuh perhatian Oh Li cu segera bertanya:
"Kalau memang sakit kepala, kenapa harus duduk? Ayah
dan ibu toh bukan orang luar."
Sambil berkata, ia membaringkan kembali Lan See giok
ke atas pembaringan.
Lan See giok tidak membantah, dengan kening berkerut
dia menghembuskan napas panjang.
http://kangzusi.com/
"Anak bodoh." kata Oh Tin san kemudian sambil
meraba jidat Lan See giok, tenangkan hatimu dan
beristirahatlah selama beberapa hari ini. Toh berapa waktu
belakangan ini kau tidak usah terbaru buru pergi ke bibi
Wan mu."
Mendengar ucapan mana, Lan See giok tertawa dingin di
dalam hati, tapi di luar dia berlagak kaget bercampur
tercengang, serunya dengan cepat.
"Kenapa empek?"
"Anak bodoh, kau harus mengerti, kau pernah melukai
Thi Gou murid dari si kakek berjubah kuning itu . . .
"Aku sama sekali tidak melukai Thi Gou", bantah Lan
See giok. "aku hanya menotok jalan darah Hek-ki-hiat nya .
. . "
Oh Tin san tidak membiarkan Lan See -giok
menyelesaikan perkataannya, ia menggoyangkan tangannya
mencegah pemuda itu melanjutkan kata katanya, setelah itu
katanya.
"Walaupun begitu, namun dengan perbuatanmu itu
paling tidak sama artinya telah mempercundangi si kakek
berjubah kuning serta si naga sakti pembalik sungai.."
Padahal Lan See giok sudah tahu kalau Oh Tin san
kuatir kakek berjubah kuning itu mengetahui dirinya berada
dalam benteng Wi-lim-poo maka sengaja tidak
memperkenankan pergi, maka sengaja ia berlagak gelisah
sambil serunya.
"Empek tua, aku kuatir si beruang berlengan tunggal dan
si setan bermata tunggal akan sampai di rumah bibi Wan
lebih duluan.."
http://kangzusi.com/
Berkilat sepasang mata Oh Tin san, dengan wajah
berubah hebat ia berseru kaget:
"Kenapa? "
Sekarang Lan See giok sudah memastikan bahwaOh Tin
san adalah orang yang menghajarnya sampai tak sadarkan
diri tempo hari, itu berarti disimpannya kotak kecil di
rumah bibi Wannya sudah bukan menjadi rahasia lagi
baginya.
Maka setelah berpura-pura ragu-ragu sejenak, ia baru
sengaja menjawab.
"Kotak kecil yang empek katakan sebagai mestika, dari
dunia persilatan itu sudah dikirim ke rumah bibi Wan atas
perintah ayah.."
Oh Tin san mengiakan lirih, wajah yang semula menjadi
tegangpun segera menjadi tenang kembali, katanya
kemudian dengan sikap acuh tak acuh.
"Aaah, aku pikir mereka tak bakal tahu."
Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba-tiba dari luar
jendela bergema suara tertawa dingin yang rendah dan
menggidikkan hati..
Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, suara
tertawa dingin itu seperti guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, ia berseru tertahan sementara peluh
dingin jatuh bercucuran.
Oh Tin san sendiri sudah melompat bangun sambil
membentak nyaring, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan
ke jendela bagian belakang- -
"Blaammm!"
http://kangzusi.com/
Ditengah benturan yang sangat nyaring, debu dan pasir
beterbangan ke mana-mana. dengan suatu gerakan secepat
sambaran kilat Oh Tin san melompat ke luar dari jendela.
Lan See giok segera memusatkan perhatian nya dengan
menyilangkan telapak tangan kanannya di depan dada,
kemudian dengan jurus burung walet menembusi tirai dia
melompat ke luar dari ruangan tersebut melalui jendela.
Udara amat bersih waktu itu, sinar rembulan
memancarkan cahayanya ke empat penjuru, tapi suasana di
sekeliling tempat itu amat hening dan tak kelihatan sesosok
bayangan manusia pun.
Dengan kening berkerut Lan See giok berpikir dihati.
"Waah, cepat amat gerakan tubuh orang ini, agaknya Oh
Tin san pun tak boleh di anggap enteng, dalam waktu
sedemikian singkat ia sudah pergi hingga tak berbekas."
-ooo0dw0ooo-
BAB 9
MENDADAK dari arah belakang terdengar seseorang
membentak dengan suara rendah.
"Ayo cepat naik ke atap rumah dan lakukan pencarian!"
Di tengah bentakan, Say nyoo-hui serta Oh Li cu telah
melompat ke luar dari jendela, kemudian tanpa berhenti
mereka melambung ke tengah udara . . .
Lan See giok memutar badannya ditengah udara dan
segera menyusul pula di belakang, lebih kurang belasan kaki
di depan wuwungan rumah sana ia saksikan Oh Tin San
dengan sorot mata yang tajam sedang celingukan kian ke
mari.
http://kangzusi.com/
Maka dengan mengikuti di belakang tubuh Say nyoo-hui
berdua, mereka meluncur ke arah mana Oh Tin San berada.
Tiba di situ, merekapun tetap membungkam dalam
seribu bahasa, hanya sorot matanya yang gugup bercampur
gelisah celingukan ke sana kemari tiada hentinya
Paras muka Oh Tin san pucat pias, mata sesatnya
berkilat kilat, bibirnya terkatup rapat dan tiada hentinya
menggigit bibir, wajahnya nampak jelas sedang gemetar
keras.
Siapa saja dapat melihat kalau Oh Tin san sedang
diliputi gejolak emosi, dibalik kemasgulannya terselip pula
perasaan ngeri dan seram.
Berapa saat kemudian, dengan kening berkerut Oh Tin
san baru berbisik lirih.
"Lebih baik kalian semua kembali untuk beristirahat!"
Say nyoo-hui segera memberi tanda kepada Oh Li cu
agar mengajak Lan See giok berlalu dari sana.
Lan See giok membungkam pula, melihat kemasgulan
Oh Tin san, ia merasa tidak leluasa untuk bertanya banyak,
terpaksa bersama Oh Li cu mereka kembali ke dalam
ruangan.
Kendaripun demikian, agaknya Oh Tin san sudah
mengetahui siapakah orang yang telah mencuri dengar dan
tertawa dingin itu.
Ketika mereka berdua tiba kembali di ruang sebelah
timur, sekawanan pelayan sedang membersihkan debu dan
hancuran kaca yang berserakan di seputar sana.
Begitu masuk ke dalam pintu, Lan See giok segera
marah-marah:
http://kangzusi.com/
"Kalian menggambarkan benteng Wi-lim-poo kokoh
bagaikan berdinding baja, siapa yang berani masuk kemari
ibarat masuk ke dalam neraka, tapi kenyataannya sekarang
orang lain bisa masuk dengan sekehendak hati sendiri,
malah menyadap pembicaraan kita. . ."
Waktu itu Oh Li cu sendiripun sedang di liputi perasaan
terkejut bercampur mendongkol, amarahnya segera
meledak setelah mendengar perkataan tersebut.
Dengan kening berkerut dan tertawa dingin tiada
hentinya ia berseru dengan suara dalam:
"Berapa banyak lagi yang hendak kau katakan?"
Walaupun Lan See giok telah melihat kalau Oh Li cu
sedang marah, tapi bila teringat bagaimana rahasia tentang
kotak kecil itu berhasil dicuri dengar orang lain, amarahnya
semakin berkobar lagi, dengan alis mata berkernyit ia
menggembor semakin keras.
"Tentu saja aku harus berbicara!"
Kawanan dayang yang sedang membersihkan lantai di
sana menjadi ketakutan setengah mati, wajah mereka
berubah dan hampir semuanya mandi keringat dingin
menguatirkan keselamatan Lan See giok.
Sebagaimana diketahui, sejak kecil Oh Li cu sudah
terbiasa dimanja, wataknya jelek dan amat berangasan,
boleh dibilang belum pernah dia dihadapi dengan cara
seperti ini
Jangan lagi orang lain, Oh Tin san dan Say nyoo-hui
sendiripun harus mengalah tiga bagian kepadanya, bisa
dibayangkan bagaimana perasaannya setelah dibentak
bentak secara kasar oleh Lan See giok sekarang.
http://kangzusi.com/
Saking mendongkolnya, sekujur badan gadis tersebut
sampai gemetar keras.
Lan See giok segera sadar kalau perbuatannya tidak
menguntungkan posisi nya, ia sadar keadaan bakal celaka,
tapi setelah terlanjur berbicara, diapun enggan tunduk
kepada orang lain dengan begitu saja, akibatnya ia semakin
menarik wajahnya.
Oh Li cu membelalakkan sepasang matanya yang jeli
dan mengawasi Lan See giok dengan termangu, agaknya ia
tak mengira kalau wajah tampan yang begitu memukau dari
pujaan hatinya itu kini berubah menjadi dingin dan hijau
membesi.
Dalam sekejap mata inilah ia benar-benar ditaklukkan
oleh kegagahan serta kejantanan lawan, keangkuhan serta
api amarahnya tiba-tiba memudar, ia menjadi sedih sekali
tak terbendung air matanya segera jatuh bercucuran.
Semua pelayan berdiri melongo, mereka pun tidak
percaya kalau si nona mereka yang di hari-hari biasa begitu
tinggi hati, sedikit-dikit lantas turun tangan membunuh
orang, sekarang bersikap begitu lemah dan menge-naskan,
bahkan sempat menangis tersedu sedu.
Lan See giok menyesal sekali dengan kecerobohan
sendiri, ia kuatir gara-gara urusan kecil itu berakibat semua
masalah besar menjadi terbengkalai.
Begitu melihat Oh L! cu sudah menangis, ia menjadi tak
tega, buru-buru dia mendekati nona tadi dan berbisik
dengan wajah penuh rasa sesal.
"Enci Cu, tak usah menangis . . "
Hanya kata-kata tersebut yang sempat dia ucapkan,
karena ia tak tahu apa lagi yang mesti dikatakan olehnya
sekarang.
http://kangzusi.com/
Oh Li cu jarang sekali mendengar Lan See giok
menyebutnya "cici" atau bahkan belum pernah sama sekali.
Panggilan ini menghangatkan kembali hatinya, seperti anak
kecil yang diberi gula-gula, ia menubruk ke dalam pelukan
anak muda itu kemudian menangis semakin menjadi.
Lan See-giok kelabakan setengah mati, ia amat menyesal
dengan perbuatannya tadi, perbuatan yang sama sekali
tanpa perhitungan, sekarang setelah nasi menjadi bubur, ia
baru merasa bingung dan tak tahu apa yang mesti
diperbuat.
Kawanan pelayan yang menyaksikan kejadian tersebut
sama-sama berubah wajahnya, kemudian satu demi satu
secara diam-diam mengundurkan diri sana
Oh Li cu menyandarkan diri di atas bahu Lan See-giok
sambil menangis tersedu, dengan suara yang lemah ia
berkata:
"Orang toh tidak melarang kau berbicara, apa salahnya
kalau berbicara setelah menunggu mereka pergi semua?"
"Sudah, sudahlah" buru-buru Lan See-giok berseru,
"mereka sudah pergi semua, sekarang kita boleh berbicara."
Dengan wajah masih basah oleh air mata Oh Li cu
melirik sekejap ke arah ruangan, betul juga semua pelayan
yang berada dalam ruangan telah mengundurkan diri, maka
katanya kemudian dengan sedih.
"Sekarang kau harus berbicara dulu!"
Sambil berkata, dengan wajah tak senang hati ia
mendorong tubuh Lan See giok kemudian duduk sendiri di
bangku, sementara sapu tangannya berulang kali digunakan
untuk menyeka air mata.
http://kangzusi.com/
Lan See giok yang semula merasa gusar kini menjadi
murung bercampur gelisah, untuk berapa saat dia tak tahu
apa yang mesti dibicarakan, maka setelah memandang
sekejap jendela belakang yang hancur, ujarnya murung.
"Menurut penilaianku sendiri setelah menyaksikan
kekuatan kapal perang yang di miliki benteng ini, bukan
pekerjaan yang gampang bagi orang luar untuk memasuki
Wi-lim-poo ini, tapi kenyataannya orang tersebut dapat
bersembunyi di luar jendela tanpa di ketahui jejaknya, dari
sini dapat diketahui kalau penjagaan dalam benteng sangat
mengendor, kurang disiplin dan kelewat ceroboh."
Dengan suara tak puas Oh Li cu segera membantah:
"Aaah, mana mungkin, benteng Wi-lim-poo dikelilingi
air, setiap sepuluh langkah boleh dibilang terdapat satu pos
penjagaan.."
"Baik, baiklah, aku sudah tahu" tukas Lan See giok tidak
sabar, "aku cuma ingin bertanya, orang itu bisa memanjati
tembok benteng dan masuk ke ruang dalam, untuk hal
mana berapa lebarkah jalan air yang mesti ditempuh?
Beberapa banyak pos penjagaan yang harus dilalui? dalam
hal ini pernahkah kau bayangkan?"
Oh Li cu yang dihadapkan dengan pertanyaan tersebut
menjadi tertegun, dia hanya bisa mengerdipkan sepasang
matanya dengan mulut membungkam.
Dengan kening berkerut Lan See giok berjalan bolak
balik lagi di dalam ruangan, katanya lebih jauh:
"Kecuali kepandaian ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki oleh orang ini sudah mencapai tingkatan yang
sempurna, kalau tidak, mustahil dia dapat melewati tempattempat
yang berpenjagaan ketat semudah itu, bisa jadi dia
http://kangzusi.com/
sudah hapal sekali dengan keadaan di dalam ruangan
benteng ini."
Baru selesai dia berkata, mencorong sinar tajam dari
balik mata Oh Li cu, dia segera berbisik:
"Adik Giok, aku rasa bisa jadi orang tersebut adalah
anggota benteng sendiri?"
Mendengar ucapan tersebut, Lan See giok segera teringat
kembali akan Be Siong pak serta Thio-Wi-kang, hanya saja
ia tak berani sembarangan berbicara.
"Bagaimana kau bisa berkata begitu?" tanyanya
kemudian.
Oh Li cu kembali termenung, agaknya ia sedang
mempertimbangkan kembali pelbagai kemungkinan dari
dugaannya tersebut, akhirnya ia berkata.
"Aku rasa kecuali beberapa orang saja yang sering datang
ke gedung bagian belakang ini, jarang ada yang tahu kalau
gedung ini kosong”
Tergerak hati Lan See giok setelah mendengar perkataan
itu, tanpa terasa ia bertanya:
"Apa kau bilang? Gedung belakang ini tak berpenghuni?"
Kembali nampak keraguan di wajah Oh Li cu, dia
merasa rahasia ini kelewat awal untuk diberitahukan
kepada Lan See giok sekarang sebab itu dia hanya manggutmanggut.
Dengan cepat Lan See giok menjadi paham, tak heran
kalau tiada orang yang menegur di sekitar sana sewaktu ada
orang menyusup ke tempat tersebut.
Meskipun demikian, dia toh tak berani menuduh
siapapun secara gegabah, tanyanya kemudian dengan nada
tidak mengerti:
http://kangzusi.com/
"Di hari biasa siapa saja yang sering kemari, dan siapa
pula yang mengetahui rahasia dari gedung belakang ini?"
Agaknya Oh Li cu masih tetap menaruh keraguan
terhadap dugaan itu, karenanya sambil memperendah
suaranya dia menyahut.
"Be congkoan, Thio-Wi-kang, tiga setan dari benteng.."
"Kau mencurigai si setan ikan leihi?" Lan see giok segera
memotong.
Oh Li cu segera mendengus menghina, katanya dengan
bangga:
"Nyali anjingnya sudah pecah sedari tadi, jangan kata
berani memasuki ruang dalam, mendengar kata "nona" saja
tubuhnya sudah gemetaran keras . . " "
Paras muka Lan See giok segera berubah menjadi
terkejut bercampur keheranan, bisiknya kemudian.
"Kau maksudkan Be . . . "
"Ssst!" cepat-cepat Oh Li cu menempelkan ujung jarinya
ke atas bibir memberi tanda agar tutup mulut, setelah
mengerling sekejap ke ruang sebelah belakang, ia berbisik
lagi:
"Aku rasa kecuali mereka berdua, tidak ada orang ke tiga
yang berani memasuki daerah sekitar tempat ini."
Tergerak hati Lan See giok sesudah mendengar
perkataan itu, ia pun berbisik:
"Apakah mereka tidak berdiam di tempat ini?
Oh Li cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Tidak, mereka berdiam di gedung tunggal di seberang
sana."
http://kangzusi.com/
Tanpa terasa Lan See-giok mendongakkan kepalanya
memandang ke gedung seberang, suasana di sana sangat
hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, di bawah
cahaya rembulan, ia melihat jelas tiada penjaga di sekitar
sana.
"Sungguh aneh," serunya kemudian dengan nada tidak
mengerti, "mengapa tidak kujumpai penjagaan di sekitar
wilayah ini?"
Oh Li cu kembali berkerut kening sambil menunjukkan
keraguan, setelah itu baru ujarnya.
"Memang di sekitar gedung ini dan gedung di seberang
sana tidak disertai dengan penjagaan."
"Mengapa?", tanya Lan See giok lagi tidak habis
mengerti.
"Entahlah. . ." Oh Li cu menggelengkan kepalanya
berulang kali, "ayah yang suruh demikian!"
Lan See-giok tahu bahwa Oh Li cu enggan berbicara,
tentu saja diapun merasa kurang leluasa untuk mengajukan
pertanyaan, maka sambil memandang bangunan di
seberang sana, pikirnya di dalam hati.
"Aneh, masa benar-benar ada orang yang berani
menyadap pembicaraan kami dari luar jendela"
Tiba-tiba Oh Li cu bangkit berdiri, lalu bisiknya.
"Biar aku menengok ke sana!"
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar