cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 25 Agustus 2011

cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe


mata, mengawasi dua orang kate itu.
Masih saja dua orang itu berjalan terus. Mereka sudah mendekati
si Sun dan si Kim sampai tiga atau empat kaki lagi, tetap mereka
belum mau menghentikan tindakan kaki mereka. Agaknya mereka
mau melanggar dua orang itu.
Si orang she Sun habis sabar, mendadak dia maju dan
membacok Dia segera diikuti kawannya
Benar benar aneh dua orang kate itu. Mereka sudah diserang,
bukan mereka mundur, hanya mereka berkelit, setelah itu kembali
maju lagi, merangkak ke tubuh lawan
Hanya segebrakan itu, tubuh si orang she Kim menjadi limbung,
sebelum dia bisa berdiri tegak. dia sudah roboh terguling. Karena ia
rebah terlentang, didadanya tampak menancap sebuah pedang
pendek.
Si orang she Sunjuga tidak bergebrak lama. Dia roboh seperti
kawannya dan dadanyapun tertikam pedang pendek
Setelah itu kedua orang kate aneh itu lalu bekerja, mayat mayat
si Sun dan si Kim diatur berlutut seperti dua mayat yang semula.
Selesai bekerja mereka mengundurkan diri, terus berlompat pergi,
dan menghilang cepat bagaikan angin Kho Kong menentang
matanya, dan kagum sekali.
“Sungguh orang orang yang sehat” dia memuji setelah menghela
nafas kagum. Tubuh mereka juga sangat ringan '
oey Eng sebaliknya. Dia tampak suram. Ketika dia menoleh pula
kepada Siauw Pek, ketua itu sedang tertegun mengawasi arah
dimana kedua orang berbaju hijau itu lenyap. Dilihat dari wajahnya,
ketua ini tengah berpikir keras.
Selagi tiga orang ini berdiam, kembali mereka mendengar siulan,
panjang seperti tadi, hanya kali ini, siulan bukan datang dari satu
arah, melainkan disambut tiga arah lainnya. hingga empat arah
menjadi saling sahutan-
'Entah siapa mereka itu?” berkata Kho Kong mengerutkan alis.
“Agaknya mereka liehay sekali '
Tiba tiba terdengar Siauw pek ngoceh seorang diri: 'Aneh Aneh
Siapakah kedua orang berbaju hijau itu? Tapi kecuali aku, siapakah
anggota Pek HoBun yang masih hidup?'
Siulan terdengar terus, makin lama datang makin dekat, sampai
akhirnya tampak dua belas orang dengan dandanan ringkas muncul
dari tiga arah selatan, barat dan utara. Mereka bertubuh besar dan
semua membawa Kwie tauw too, golok golok yang dinamakan
'golok kepala hantu,' Mereka datang dengan berlari lari.
oey Eng hendak menyapa ketuanya tapi ia batal sendirinya,
sebab orang telah datang semakin dekat. Dia segera menarik tubuh
Kho Kong seraya membisik: “Lekas, sembunyi' Ketika itu Kho Kong
telah memunculkan kepalanya.
Dlantara dua belas orang itu, salah satunya berkata dengan
nyaring: 'Saudara saudara apakah kamu telah melihat? Lihatlah
empat orang yang berlutut dimuka kuburan itu'
'Ya, aku melihat' menjawab seorang, suaranya parau. Bahkan dia
melompat maju, dengan mengulur sebelah tangannya, dia mau
menjambak punggung satu diantara empat sosok mayat itu.
”Jangan sembrono' berseru orang yang pertama. 'Sebelum pang
cu datang, kita mesti membiarkan keadaan dan suasana disini
seperti sediakala. angan kita ganggu sebatang pohon atau selembar
rumputjuga'
Kembali orang ini menyebut nyebut 'pangcu” seperti dua orang
yang lain, yang baru terbinasakan itu. Sengcu ialah ketua, atau
kepala rombongan, atau kaum. orang yang maju kemuka itu
menyahut, kemudian mundur pula.
Sekarang maju orang yang memberikan peringatan itu, dia
ditemani kawan kawannya. segera setelah mereka mendekati
keempat mayat, semuanya kaget serentak mereka mengundurkan
diri, rata rata mereka mengeluarkan seruan tertahan.
oey Eng mengintai, ia melihat dua belas orang itu berkumpul
menjadi satu, satu dengan lain berkasak kusuk.
Siauw Pek melihat kedua saudaranya, ia berbicara dengan
saluran Toan Im cie sut: 'Kecuali orang memergoki kita, jangan kita
sembarang a n bergerak”
Kho Kong memungut dua buah batu besar, bersiap untuk
menyambut serangan-
Kecuali Siauw Pek, yang merampas pedang sinona, oey Eng dan
sahabatnya bertangan kosong. Senjata mereka masih tertinggal
didalam kuil.
Tak berapa lama mereka menanti, didengarnya seruan: “Pengcu
datang” Kemudian dua belas orang itu membagi diri sebuah tim
barisan rahasia, semua menghadap ke arah kuburan besar, golok
mereka melintang didepan dadanya masing masing, golok mereka
itu dihiasi runce, yang bergerak gerak diantara tiupan angin-
Hanya sebentar kemudian semua orang itu menurunkan golok
mereka sambil menjura. Itulah karena terlihat datangnya seorang
tua umur kira-kira lima puluh tahun, yang mendatangi dengan
tindakan perlahan. Dia berbaju hijau. Dibelakangnya turut seorang
kate umur lebih kurang empat puluh tahun. kumisnya pendek,
sudah kate, diapun kurus kering. Berdua mereka itu bertangan
kosong. Mereka diiringi empat anak muda umur kira kira dua puluh
tahun yang pakaiannya sings at, punggungnya menggondol busur,
pinggangnya tergantung kantung anak panah, bahunya tertancapka
n pedang dengan rumbai merah. “Hm, dia mirip seorang agung”
berkata Kho Kong didalam hati. Sebab dia melihatnya. si orang tua
mengawasi keempat sosok mayat, matanya bersinar tajam. “Apakah
empat orang itu telah melayang jiwanya?” bertanya dia.
“Mereka sudah mati lama," menjawab seorang diantara dua belas
orang yang merupakan tim itu. Dengan segera dia menambahkan:
"Kami telah menjaga tempat ini hingga tidak ada terjadi perubahan
apa jug a. Sila h ka n bengcu memeriksanya' orang tua itu
mengerutkan alisnya.
“Apakah mereka itu terbinasakan pedang Kiu I Heng Tjie Kiam?”
dia tanya pula.
“Dada mereka masing masing tertancapkan golok pendek,” sahut
orang tadi. 'Teetju tidak berani mencabut senjata itu. Melihat dari
bentuknya, senjata itu memang mirip Kiu I Heng Tjie Kiam”
Dia membahasakan dirinya “tee-cu”, itu artinya dialah murid
siorang tua. Orang tua itu mengangguk perlahan. “coba cabut, biar
aku lihat” perintahnya.
Laki laki itu mencabut, dia menghampiri keempat sosok mayat.
Dengan sebat dia cabut keempat senjata maut itu, yang benarbenar
berukiran masing masing empat huruf “Kiu I Heng Tjie Kiam”
“Pedang sakit hati dan penasaran- singkatnya 'pedang sakit hati'. Si
orang tua tidak menyambut keempat buah pedang itu, yang
diangsurkan kepa dainya.
'Simpan saja,' katanya seraya menghela napas. Dia berlaku
sabar, tetapi dia toh lalu berkata-kata seorang diri: Jikalau begini,
tidak kelirulah terkaanpunco. Teranglah pada pihak Pek IHoBun ada
anggotanya yang belum mati danperbuatan ini adalah perbuatan
sisa dari rombongan celaka ini '
si kate kurus kumis pendek menggunakan dua buah jarinya,
jempol dan telunjuk, mengurut kumisnya yang pendek itu. kedua
matanya bersinar tajam, mengawasi keempat sosok mayat itu,
setelah kata-kata ketuanya itu, dia tertawa dan kata: 'Sangcu
menerka jitu bagaikan malaikat Memang tidak salah bahwa sisa-sisa
celaka dari Pek IHoBun telah muncul pula di dalam kalangan sungai
Telaga...' Dia diam sejenak. kemudian menambahkan: 'sebelum kita
disini, kukira telah ada orang lain yang sudah sampai disini '
Mendengar itu, Siauw Pek heran.
"Si kate kurus ini liehay," pikirnya. "Terang dia licin dan cerdas
serta pandai berpikir."
Si orang berbaju hijau bertanya: “Bagaimana kau dapat menerka
demikian?” si kate batuk-batuk.
“Apakah Sangcu tidak memperhatikan luka keempat orang ini?”
dia balik bertanya. Kedua hio-clo kita itu, darahnya masih segar,
maka jelaslah sudah bahwa mereka menemui ajalnya belum lama.
Tidak demikian dengan darah dua orang yang lainnya, darah
mereka sudah berubah dan beku, bahkanpedang mereka juga
pernah ada yang pegang. inilah sebab kenapa aku menerka
demikian-Jelasnya sebelum kedua hiocu tiba d is ini, orang telah
cabut kedua pedang itu, kemudian dia menaruhnya pula secara
terburu ketika mendengar suara kita mendatangi...”
Kembali siauw Pek kagum sekali, ia bahkan terperanjat. orang
bicara seperti dia manyaksikan peristiwa dengan matanya sendiri.
“Benarlah manusia tak dapat dilihat dari romannya saja,
sebagaimana dalam air laut tak dapat diduga,” pikirnya. Dia kurus
kering, dia katetok. tetapi dia sangat cerdas dan pandai berpikir.”
slorang tua mengangguk-angguk,
”sianseng, keteranganmu ini menambah pengetahuan punco
bukan sedikit,” dia memuji. Ketua ini membahasakan diri punco”,
kata kata halus merendah pengganti “aku” sebagai seorang ketua
partai (pang) dilainpihak dia memanggil “sianseng”, suatu istilah
menghormati terhadap seorang yang dihormati atau dipandang
tinggi.
'Pengcu terlalu memuji,” berkata sikate kurus merendah.
'Mengenai orang yang telah datang terlebih dahulu dari pada kedua
hlo cu kita itu, jikalau aku tidak menerka salah, mungkin sekali dia,
atau mereka, masih belum berlalu mungkin mereka sedang
bersembun diantara rujuk rumput disekitar ini”
“Si kate menyebut nyebut “hlo cu”, itu berarti bahwa kedua
kurban yang belakangan itu adalah anggota pengurus dari partai
mereka, dan mereka berdua menjadi kepala sesuatu bagian dari
partainya.
Kembali siauw Pek bertiga terkejut. I Hebat sikate kurus ini, dia
dapat menerka dengan jitu.
“si kate ini liehay sekali,” kata Kho Kong di dalam hatinya. “Dia
dapat menebak sebagai seorang dewa”
Si orang tua berbaju hijau lalu menoleh ke empat penjuru.
“Asal mereka tidak ada hubungannya dengan Kiu I Heng cee
Kiam, tak usah kita cari mereka,” katanya. “Sekarang ini jam
berapa?” si kate mengangkat kepalanya melihat langit.
Kira-kira jam Sin sie,” sahutnya.jam Sin-sie itu antara jam 7-9
pagi.
Terdengar siorang tua berbaju hijau berkata pula: “Kita telah
menjanjikan pertemuan dengan ketua Pat Kwa Bun, waktunya
hampir tiba, mari kita berangkat,” Lalu dia mendahului memutar
tubuh berjalan pergi.
si kate kurus memesan kepada orang yang berbicara tadi, setelah
itu dia menyusul siorang tua.
Dibelakangnya, mengikuti empat peng iringnya .
Kedua belas orang yang bersenjatakan golok membungkuk
kepada ketua mereka, setelah si orang tua pergi jauh, lalu mereka
menghampiri keempat mayat, untuk dipondong dan dibawa pergi
sambil berlari lari keras sekali, hingga dilain detik tempat kuburan
itu sudah menjadi sunyi seperti semula tadi.
Baru sekarang siauw Pek bangkit berdiri, matanya mengawasi
kearah dimana siorang tua berbaju hijau dan kawan kawannya
menghilang. Kemudian, ia berpaling kepada dua saudaranya.
“Saudara saudaraku, tahukah kamu mereka itu dari partai apa ?"
ia bertanya. oey Eng dan Kho Kong menggelengkan kepala.
“Mereka tidak membawa atau memakai tanda apa apa, sulit
untuk mengenalnya,” kata oey Eng.
“Penyerbu penyerbu Pek I HoBun terdiri dari Pay besar, empat
Bun, tiga hwee dan dua Pang,” kata pula Siauw Pek. “tadi orang itu
menyebut dirinya pangcu, mungkin dialah salah seorang biang
keladi penyerbuan “
“Tidak apa kita tidak ketahui dia dari pang yang mana,' kata Kho
Kong. “Telah kita ketahui wajah mukanya, mudah untuk mencarinya
nanti '
'Kita baru memasuki dunia Sungai Telaga tidak mudah kita
mengenal pelbagai partai, karena itu aku pikir, kita harus berusaha
untuk mereka satu demi satu, oey Eng berkata.
siauw Pek menghela napas, ia mengangguk banyak partai, tapi
aku tak mau memusuhi
semua orang Rimba Persilatan-” katanya. “Buatku cukup asal aku
cari dan bunuh mereka yang menjadi kepala atau biang keladinya “
“Bengcu bijaksana sekali, pasti bengcu akan memperoleh berkah
Tuhan “ berkata oey Eng.
siauw Pek lalu menjura tiga kali kepada kuburan besar itu, terus
dia mengacak kedua saudaranya meninggaikan Pek I Ho Po. Mereka
kembali kekota Gakcin (Gakyang) dimana mereka lebih dahulu
mencari rumah penginapan- Lalu s i pemuda memeriksa luka oey
Eng, lalu berkata : “ Luka mu ini sudah tidak berbahaya, tetapi kau
masih perlu beristirahat beberapa hari lagi. Setelah kau sembuh,
kita kembali ke Kwan ong Blo untuk minta kembali senjata kita,
kemudian baru kita berangkat kegunung Slong Lan-” “Kita pergi ke
kuil Siauw Lim Sie ?” Kho Kong menegasi, gembira.
“Benar” Aku hendak cari ketua Siauw Lim Pay, untuk menanya
Pek I HoBun telah melakukan pelanggaran besar apa terhadap
dunia Kang ouw maka semua kaum Rimba Persilatan memusuhi dan
membasminya, hingga seratus jiwa lebih terbinasakan secara kejam
dan mengerikan “
“Bagus Bagus” Kho Kong tertawa seraya bertepuk tangan-
“Sudah lama aku mendengar siauw Lim Sie sebagai tanah suci kamu
persilatan, sudah lama aku merindukannya, sekarang aku bisa
berkunjung kesana, dapat nanti aku membuka mataku “
“Hus, jangan bicara keras keras “ oey Eng tegur saudara itu.
Kemudian dia berkata kepada ketuanya: “ ingin aku bicara, bengcu,
tapi harap bengcu memaafkan dahulu jikalau kata kataku kurang
menggembirakan. Tidak puas hatikujikalau aku tidak mengutarakan
apa yang kupikir ini.”
“Silahkan, saudaraku,” berkata Siauw Pek. “Kamu telah
mengangkat aku sebagai bengcu, aku bersyukur. Sebenarnya malu
aku menerima kedudukan ketua ini. Baiklah selanjutnya kita
berkakak adik saja.”
“Bukan begitu, bengcu,” kata oey Eng. “Aturan tidak dapat
dirobah. Tapi,jika bengcu setuju, baiklah selanjutnya kami
memanggil toako menjadi ketua kami, hal itu tak usah membuat
toako malu. Toako pandai silat, jauh melebihi kami berdua, dan
diatas itu kebijaksanaan toako tak sanggup kami melampaui.” Siauw
Pek hendak merendah tetapi Kho Kong memegatnya. “Sudah cukup,
toako “ berkata si tak sabaran. Jangan toako menampik lagi '
oey Eng tersenyum, dia kata pula. 'Kalau nanti toako berhasil
mengetuai dunia Rimba Persilatan, maka kami berdua akan turut
menikmati kemuliaannya " 'Itulah diluar harapanku,” berkata Siauw
Pek
“Sekarang, toako, tentang niat kepergian kita ke Siauw Lim Sie di
Slong Kan,” kata oey Eng pula. “Siauw Lim Sie termashut,
pendetanya tak kurang dari pada seribu orang, mereka juga liehay
semuanya, sedangkan kita cuma bertiga, sulit untuk kita
menghadapi mereka semua. Dan maksud kita yang utama ialah
memecahkan rahasia keluarga toako. Adalah berbahaya sekalijikalau
seluruh kaum Rimba Persilatan menjadi musuh kita. Menurut
pikiranku, lebih baiklah kita membuat penyelidikan secara diamdiam
dahulu, setelah nanti kita berhasil, baru kita umumkan siapasiapa
itu si biang keladi yang menjadi musuh utama kita, baru toako
memperkenalkan dirimu yang sebenarnya. Sampai waktu itu, masih
belum terlambat untuk kita nanti mengadakan sembahyang besar
buat arwahnya Tjoh Lootjianpwee”
Siauw Pek mengangguk. la menyetujui pikiran ini.
'Sayang Laue Lootjianpwee telah dibinasakan orang,' katanya
kemudian- “Barang barang titipan ayahku telah diperdayakan orang
dan dibawa pergi, bagaimana kita harus mencarinya?”
“Sabar, toako. Menurut apa yang kita saksikan tadi, aku percaya
Pek I Ho Po belum musnah seluruhnya, masih ada satu atau lebih
anggotanya yang tinggal. Bukankah pedang Kiu I Heng Tjie Kiam itu
membuktikan bahwa orang mengandung penasaran besar? Baiklah
kitapun mencoba mencari tahu siapa orangnya si Pedang Sakithati
itu...” Siauw Pek tersadar.
“Benar, saudara oey. hampir aku lupakan Kiu I Heng Tjle Kiam.”
Sampai d is itu, mendadak Kho Kong bangkit.
“Toako, saudara oey “ katanya. ”Silahkan menanti disini, aku
hendak keluar guna melakukan penyelidikan, buat mencari kabar”
orang she Kho ini tak sabaran tetapi kadang-kadang otaknya
terang, dapat dia mengingat sesuatu, hanya dia tetap polos.
Begitulah, sehabis berkata, dia lalu lari keluar, menghilang diluar
kamar. Siauw Pek mau mencegah tetapi sudah tidak keburu. oey
Eng tersenyum.
”Jangan kuatir, toako,” katanya. Saudara Kho sembrono tetapi
teliti, ”dia pasti kembali dengan tidak kurang suatu apa.”
Selagi dua saudara ini berbicara, Kho Kong sudah berada dijalan
besar dimana dia mengawasi yang berlalu lintas. Dia berdiri diam,
untuk berpikir bagaimana dia harus mulai dengan penyelidikannya.
Kemudian dia jalan sejalannya saja, melewati beberapa lorong dan
gang. Ia baru merandak ketika didepannya tampak sebuah kedai
teh yang besar dan ramai. Di situ berkumpul banyak macam orang:
Yang berbaju panjang, yang berbaju pendek, yang terpentang
dadanya. Suara mereka itupun berisik, sangat membisingkan.
“Disini berkumpul orang dari segala golongan,” pikir si anak
muda, "baiklah aku mampir sebentar untuk mendengar kata2
mereka,” lalu ia bertindak kedai teh itu, terus ia mencari tempat
duduk d iba g ia n yang paling ramai.
“ Did a la m kota Gakyang kita ini,” terdengar seorang yang
suaranya parau berkata, “tidak lama lagi kita bakal menyaksikan
suatu pertunjukan yang menarik hati Lihat saja, selama beberapa
hari ini tak hentinya terjadi perkara jiwa, bahkan yang tersangkut
semua orang orang kenamaan kaum Sungai Telaga. Begitulah tadi
malam, kabarnya jago dari kota Barat telah dibunuh, dengan golok
nancap didadanya, bahkan golok itu berukiran huruf huruf Kiu
Kiam...”
“Kau maksudkan Kiu I Heng Tji Kiam ' 'Ya, ya, benar Kiu I Heng
Tji Kiam .
'Peristiwa itu hebat” kata orang yang kedua. “Kabarnya Kang
Toaya menjadi sangat gusar hingga dia mengirim orang orang
kosen buat mencari pembunuh itu"
“Kabarnya,” kata orang yang ketiga, peristiwa itu ada
hubungannya dengan Pek I Ho Po
dikota timur belasan tahun yang lampau, sayang kemusnahannya
Pek I Ho Po. Semasa hidupnya ketua Pek I Ho Po bun itu, kota
Gakyang dan sekitarnya seratus lie belum pernah mendapat
gangguan apapunjuga...”
Seorang turut campur bicara, katanya: “ Dahulu itu aku tinggal
didekat Pek I Ho Po, sering aku bertemu dengan ketuanya, coh
Pocu. Ketika penyerbuan terjadi, kebetulan aku turut menyaksikanoh,
sungguh sangat hebat Sinar golok dan pedang berkelebatan,
darah dan daging bermuncratan ...
-ooo0dw0ooo-
JILID 10
Sejenak itu keadaan sunyi. Semua orang mendengarkan dengan
perhatian penuh. Tetapi, kata-kata siorang tua terputus hanya
sampai disitu.
Kho Kong yang tertarik hati berpikir: " orang tua ini penduduk
sini, dia menyaksikan peristiwa itu, kalau aku ajak dia menemui
toako, dia tentu dapat memberikan banyak keterangan-"
"Kemudian bagaimana ?" tanya seorang lain-
Pertanyaan itu tidak dijawab, si orang tua bungkam terus
walaupun orang mendesaknya.
Kho Kong menjadi heran, ia memandang berkeliling. Disebuah
pojok ia melihat seorang usia kira kira lima puluh tahun, tubuhnya
besar, dia berdiri menyandar pada sebuah tiang. Dia diam saja,
tetapi matanya dengan sorot bengis tengah mengawasi siorang tua
yang bercerita itu
"Tentulah dia yang takuti orang tua itu," pikir Kho Kong. Ia pula
menerka, orang itu mesti mengerti silat.
Hanya sejenak itu, mendadak seorang berseru tajam: "celaka
Tuan Tjiu mati "
Semua orang terkejut, semua pada bangkit dengan serempak
mereka pada mengangkat kaki, lari keluar. Rupanya perkara jiwa
sangat menakutkan mereka itu.
Kho Kong bingung ia heran sekali. Setelah ruang kosong, ia tidak
melihat lagi orang bertubuh besar itu. Maka iapun segera bertindak
pergi. Ia menembusi sebuah pintu kecil, hingga ia tiba disebuah
pekarangan luas. Disitu ia melihat orang tadi tengah berjalan
memasuki sebuah pintu kecil.
Rupanya orang itu peka sekali. Dia seperti mengetahui Kho Kong
mendatangi. Dengan mendadak dia menoleh dan menegur: "Siapa?"
serentak dengan itu, dia mengayun tangan kanannya,
menimpukkan sebuah benda halus yang putih mengkilap. yang
menyambar kedada si anak muda.
Inilah diluar dugaan Kho Kong. ia lalu berkelit tetapi hampir ia
menjadi mangsa. Dengan mendesir senjata rahasia itu lewat
disamping telinga, ia menjadi gusar.
"Hei, kau main gila ya?" tegurnya. "Berapa banyak senjata
rahasiamu, lekas keluarkan Apakah kau dapat melukain Tuan Kho
kamu ?"
Tanpa menjawab orang itu menyerang pula. Bahkan sampai lima
kali, dan senjata rahasia itu bagaikan bunga bwee, menyerang
kearah sasarannya.
Kho Kong membuka mulut besar, iapuan berhati hati. Ia menerka
senjata itu adalah Bwee hoa-ciam, jarum bunga Bwee. Jarum
rahasia seperti itu biasanya diberi racun yang berbahaya sekali.
Maka ia tidak mau menangkis, hanya dengan sebat ia lompat
mundur berlindung di dalam pintu yang baru dilewatinya, kelima
senjata rahasia itu menancap semuanya pada daun pintu.
Benar, itulah jarum rahasia, yang panjangnya kira-kira satu dim
setengah. Nancapnya jarum pun bundar rapi seperti bunga bwee.
Setelah berkelit itu, Kho Kong mengawasi kepada penyerangnya.
Betapa herannya, didapatinya orang telah lenyap. entah kemana
perginya. Tak mungkin dia memasuki rumah di depannya itu.
Pekarangan itu kosong, kecuali setumpuk kayu bakar. Ia penasaran,
diambilnya sepotong kayu, untuk dijadikan senjata. Lalu ia
menghampiri rumah kecil itu. Ia tidak berani sembarangan masuk.
Lebih dahulu, ia melongok kedalam. Kamar itu kosong, kabang
kabangnya, penuh dengan pecahan cangkir teh dan lainnya.
Agaknya rumah itu sudah lama dikosongkan.
"Heran-.." pikirnya. Karena ini, ingin ia masuk kedalam rumah itu.
Tetapi mendadak ia merasa belakang lehernya dingin disebabkan
tersentuh sebuah benda, sebelum ia menoleh, telinganya sudah
mendengar satu suara dingin
"Jikalau kau sayang jiwamu jangan bergerak Golokku beracun,
asal melukai, dia menutup kerongkongan "
" celaka betul " pikir si anak muda, ia menyesal. "Aku lupa bahwa
orang mungkin pandai Pek Houw Kang..."
"Pek Houw Kang" adalah ilmu " cicak", ilmu merayap naik
ditembok.
Walaupun sudah dikekang, pemuda ini tidak mau menyerah.
Diam diam dia bersiap untuk melakukan perlawanan- Tetapi, baru
dia berpikir begitu, orang sudah menotok bahunya disusul dengan
dua totokan lain, maka serentak dengan terlepas kayu ditangannya,
tubuhnyapun jatuh ngusruk ketanah. Setelah itu ia merasai kedua
matanya ditutup, terus tubuhnya dipondong, dibawa pergi.
Didengarnya orang melanggar cangkir dan lainnya hingga suaranya
jadi berisik.
Dengan mata tertutup, Kho Kong tidak tahu bahwa dirinya sudah
dibawa masuk keterowongan didalam tanah. Ia gusar dan
mendongkol, ia menahan sabar, tetapi lama lama, ia kalap juga.
Begitulah akhirnya ia mencaci: "Jahanam, manusia celaka, kemana
kau hendak bawa Tuan Kho kamu ?"
"Plok" begitu pemuda itu dengar, terus pipinya terasa nyeri
sekali. Sebab orang telah menggeploknya, menampar pipinya yang
kiri, sedang gaplokan susulan mengenai telinganya, hingga ia
merasa nyeri dan pusing. Tamparan kepipipun menyebabkan
mulutnya mengeluarkan darah. Bukan main gusar hatinya, hingga ia
mencaci kalang kabut. Sia sia saja dampratan itu, malah
mengundang gaplokan berulang ulang, hingga mukanya menjadi
bengap bengkak dan darahnya mengucur terus. Tapi ia bandel dan
kuat, terus ia mengumpat caci
"Bocah ini sangat berkepala batu " kata satu suara halus.
"Baiklah totok saja otot gagunya, sebentar malam baru kita urus
pula " Tiba tiba Kho Kong berhenti memaki.
"Ah, suara ini aku kenal baik sekali," pikirnya. "Dimanakah aku
pernah mendengarnya"
Hanya sebentar, ia lalu ingat. Itulah suara dikedai teh tadi. Maka
ia lalu tersadar.
"Dasar aku yang tolol," pikirinya pula. "orang rupanya telah
memasang jebakan untuk aku, hingga aku bagaikan mengantarkan
diri sendiri masuk kedalam jaring..."
Dilain saat Kho Kong menerka bahwa ia telah dibawa kedalam
sebuah kamar dimana ia terus dibelenggu kedua tangan dan
kakinya. Tapi belum lama, orang telah mengangkat pula tubuhnya,
dibawa pergi entah kemana, dalam perjalanan sehirupan teh. Ia
masih tidak dapat melihat, tapi ia tahu, dikamar, atau ruang ini,
terdapat banyak orang.
Akhirnya pemuda ini mendengar pertanyaan- "Apakah kau yang
membinasakan orang orang itu?"
Tergerak hatinya Kho Kong. Ia ingat sesuatu.
"Mataku ditutup, aku tak dapat melihat apa apa," katanya.
"Buka tutup matanya" ia mendengar suara memerintah.
Hanya sebentar, kemudian pemuda ini dapat melihat kembali. Ia
berada disebuah ruang besar, yang diterangi dua puluh empat
batang lilin besar besar. Karena disekitarnya diluar ruang gelap.
tahulah ia bahwa hari sudah malam.
Seorang tua duduk menghadapi sebuah meja. Dia beruban dan
berjanggut panjang, mukanya lebar, telinganya besar, romannya
keren, tetapi pada waktu itu, samar-samar tampak kedukaan- Di
belakangnya duduk kira kira tiga atau empat puluh orang yang
tubuhnya tinggi dan kate dan besar tak rata, yang jelas ialah
mereka itu mestinya jago jago Rimba Persilatan- Dibelakang orang
tua itu berdiri seorang setengah umur yang tubuhnya besar. Dan
Kho Kong mengenali baik, dialah orang yang tadi bertempur
dengannya.
Disampingnya ada satu pemandangan yang mengerikan- Diatas
lantai ditengah ruang itu berserakan delapan sosok mayat, semua
berdarah pada bagian dadanya, sedangkan diatas meja kayu
dihadapan siorang tua itu, terletak delapan buah pedang pendek
yang bahagian tajamnya berkilauan- Hanya sekelebatan Kho Kong
mengenali Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
Alis panjang siorang tua terbangun.
"Apakah kau telah melihat delapan mayat ini" dia tanya sianak
muda.
"Ya" sahut Kho Kong.
siorang tua menunjuk delapan pedang pendek itu.
"Kau kenalkah delapan pedang pendek ini?" dia tanya pula.
"Tentu aku kenal" sahut pula Kho Kong. " Itulah Kiu Heng cie
Kiam yang menggemparkan dunia Rimba Persilatan-"
"Kau telah melihat delapan mayat itu, bukan ?" orang tua itu
tegasan-
"Ya"
"Tahukah kau dada mereka itu terluka senjata apa?" kembali
siorang tua itu bertanya. sekarang dengan suara keras.
"Disini ada delapan buah pedang pendek. sudah tentu mereka
terbinasakan oleh pedang pendek itu"
"sekarang aku tanya kau: Kenalkah kau dengan aku ?"
Kho Kong menggeleng kepala. "Tidak " jawabnya.
"Kenalkah kau kedelapan mayat itu?" menyela seorang kate
kurus, yang duduk disisi orang tua itu.
"Tidak "
si kate kurus bangun dari kursinya.
"Jikalau kau tidak disiksa, kau tentu tidak suka mengakui"
katanya, bengis. Terus dia bertindak mendekati sianak muda.
Kho Kong menerka orang hendak menyiksanya ia menggerakkan
kedua tangannya untuk melakukan perlawanan, tetapi ia menjadi
terkejut. Tak dapat ia menggerakkan tangannya itu. orang telah
menggunakan cara busuk melukai ototnya
Si kate kurus setengah tua sudah datang dekat, dia telah
mengangkat tangannya untuk menotok jalan darah Ngo im ciat
yang berbahaya dari Kho Kong, tetapi dia mendadak menunda
gerakan tangannya itu.
"Saudara Tam, tahan dulu" demikian tiba tiba dia mendengar
suara siorang tua.
"Ada perintah apa chungcu ?" tanya sikate kurus sambil menoleh.
Dia menanya orang tua itu, yang dia bahasakan "chungcu", ialah
tuan pemilik desa." (Baca " chungcu" dengan suara "ceng" dari
"cengkrik, cengkih". Lazimnya chung, atau cun, diartikan kampung,
desa, atau dusun. dan cu pemilik, atau tuan- Maka itu chungcu ialah
pemilik kampung. Adalah biasa kalau seorang hartawan atau
hartawan cabang atas atau hartawan gagah, mendiami suatu
tempat, maka tempat itu disebut sebagai kampungnya dengan juga
memakai she nama keluarganya sendiri).
"Aku yang rendah mempunyai suatu pikiran sederhana," sahut
siorang tua. Dia rendah hati sekali hingga dia menyebut dirinya
"aku" dengan ditambahkan "yang rendah". "Aku pikir bahwa
sebelum memperoleh bukti bukti yang nyata, tak usah kita
menggunakan cara yang kejam untuk mengorek keterangan-.."
"Dialah seorang kuncu," pikir Kho Kong mendengar suaranya
orang tua itu.
Si kate kurus she Tam memberi hormat pada orang tua itu, dia
berkata: "Sungguh chungcu murah hati sekali. Tapi manusia biasa
sangat licik, jikalau dia tidak disiksa, dia tak akan bicara terus
terang. Sikapku yang rendah lain- Sikapku ialah kita siksa dahulu
dia, supaya dia mengaku, sesudah itu baru kita obati luka bekas
siksaan itu."
orang tua berjanggut panjang itu tertawa tawar.
"Saudara Tam, didalam segala hal, janganlah kita terburu napsu,"
katanya pula.
Sikate kurus tahu bahwa dia tak dapat berselisih dengan orang
tua itu, dia lalu kembali ke tempat duduknya.
orang tua itu mengangkat kepalanya, dia mengawasi Kho Kong.
"Kalau satu laki-laki berani berbuat sesuatu, dia harus berani
bertanggung jawab" katanya keren. "Maka itu, katakanlah kau atau
bukan yang membinasakan delapan orang ini? Kau pandai silat, kau
tentunya ketahui baik nadi Ngo im ciat dimana ada beberapa otot
yang lemah, bahwa kalau otot itu ditotok. hebatlah siksaannya, biar
orang bagaimana gagah, dia tentu bakal tidak berdaya. Jikalau kau
suka bicara terus terang, loo hu jamin kau tak akan tersiksa dan
bersengsara."
orang tua itu manis budi, dia menyebut dirinya "loo hu", aku
siorang tua.
Kho Kong tahu, ia tidak bisa melawan, ia akan celaka kalau si
kate kurus menyiksanya, tetapi ia memang tidak tahu apa-apa,
terpaksa ia mesti menyangkal. Maka ia menjawab dengan sabar.
"Dengan sebenarnya aku yang rendah tidak kenal kedelapan mayat
ini dan juga bukannya aku yang rendah yang membunuhnya.Jikalau
kamu tidak percaya aku, aku tidak dapat berbuat apa apa."
orang tua itu mengawasi dengan tajam. "Benar benarkah kau
tidak kenal loohu?" dia menegaskan-
"Kita belum pernah bertemu satu dengan lain tentu saja aku
tidak kenal." jawab Kho Kong sambil menggoyang kepala.
Mendengar jawaban itu, semua mata mengawasi si anak muda.
Mereka itu heran ada orang tidak kenal chungcu mereka. Si orang
tua mengurut janggutnya.
"Tahukah kau sekarang kau berada dimana?" tanyanya untuk
kesekian kali.
"Tidak " jawab Kho Kong setulusnya.
"Sekarang kau berada dirumahku Untuk dunia Rimba Persilatan
tempatku itu ada juga namanya. Ialah cit Tok Tee it Kee. Mungkin
kau pernah mendengarnya, bukan?" Kho Kong menggumam.
"cit Tok it kee cit Tok it kee" katanya perlahan, berulang ulang,
sampai empat atau lima kali. "Tidak. aku yang rendah ini tidak
mendengarnya..."
Kembali banyak orang itu heran, bahkan sekarang mereka
menjadi tak senang, semua lalu menunjukkan roman gusar. Bahkan
dua anak muda, yang bertubuh besar, berlompat bangun sambil
berkata dengan nyaring:
"Teranglah manusia mau menghina cungcu Dia harus dihukum
mampus menjadi berkeping keping"
Si orang tua berjanggut panjang mengibaskan tangannya.
"Mungkin dia benar benar tidak tahu," katanya sabar.
Ruang menjadi sunyi. orang tua itu sangat dihormati, kata
katanya membuat semua orang berdiam.
Kembali si orang tawanan didepannya itu.
"Kau tidak tahu cit Tok Tee it kee," katanya, "dengan begitu kau
pasti tidak tahu juga nama loohu?"
Kho Kong memang sangat kurang pengalamannya, tidak kenal ia
orang orang Hek Too dan Pek Too golongan hitam dan kalangan
putih maka tak dapat ia menyebut nama orang itu. Maka ia
menjawab tenang:
" Walaupun aku tidak kenal cit Tok Tee it kee, mungkin pernah
aku mendengar yang bernama cungcu."
"Kau tahu ataupun tidak itulah sama saja" kata siorang tua
akhirnya, "Aku orang she oey dan namaku Thian Hong."
Seorang yang duduk di sebelah kanan menambahkan cungcunya
itu: "Walaupun kau telah diberitahu she dan nama cungcu, kau
tentu belum kenal juga. Mari aku beritahukan. Bukankah kau kenal
Tong Teng ong Ngo Ouw Sin Liong? Ketua umum yang mengepalai
delapan belas benteng kota air di telaga Tong Teng serta tiga puluh
enam benteng air disungai Tiang kang?"
Tong Teng ong ialah Raja dari Tong Teng ouw, telaga Tong
Teng, dan ^go ouw Sin Liong ialah si Naga Sakti dari Ngo ouw, lima
telaga itulah gelaran oey Thian Hong. Sedangkan cit Tok Tee it kee
ialah Rumah Tunggal Tujuh Perairan.
Mendengar penjelasan itu, Kho Khong lantas berkata: "oh,
kiranya Tong Teng ong Itulah nama besar yang telah lama
kudengar yang mendengung bagaikan guntur menulikan telinga dan
aku bersukur sekali dapat berkenalan dengan Tong Teng ong"
Itulah kata kata memuji yang biasa. Mendengar itu si kate kurus
kata perlahan-"Melihat wajahnya selagi dia bicara, mungkin dia
benar benar tidak ketahui tentang kau, saudara oey."
"Saudara Tam benar," berkata si orang tua.
"Rupanya dia tak biasa hidup di dalam dunia Sungai Telaga."
Si kate kurus setengah tua itu berkata pula, sengit : "Dua hari
empat muridku telah terbinasakan Kiu Heng Tjie Kiam, sakit hati itu
tidak dapat tidak dibalaskan. Jikalau aku membiarkan saja dan hal
itu tersiar dikhalayak ramai pasti aku tidak dapat menaruh kaki lagi
didalam dunia Kang ouw. Tapi bocah ini, sekalipun nama saudara,
dia tak ketahui, rasanya besar dia baru pertama kali ini muncul dari
gubuknya "
" Itulah benar, saudara Tam."
"Sekarang ini dunia Kang ouw digemparkan Kiu Heng Tjie Kiam,"
berkata lagi orang she Tam itu. "Benar kita belum tahu dia siapa
dan orang macam bagaimana, tetapi anak muda ini, mungkin dialah
salah seorang anggota Kiu Heng Tjie Kiam itu. Bagaimana pendapat
saudara oey?"
Tiba tiba Oey Thian Hong bangkit berdiri, dengan tindakan lebar
dia menghampiri Kho Kong, terus dengan dua buah jeriji tangannya
dia menotok jalan darah Tjeng Hiat anak muda itu
Kedua lengan Kho Kong bagaikan mati, tiada dayanya untuk
melawan atau berkelit, dia kaget ketika Ngo ouw Kin Liong
mentotoknya. Tapi selagi menotok itu, tjhungcu itu tertawa bergelak
dan tertawa nyaring: "Muridku tidak tahu apa-apa, dengan
menggunakan Touw Kut Hoat dia melukai kedua lenganmu, dan kini
loohu menghaturkan maaf."
Dalam kagetnya telah Kho Kong mengeluh hati: "Habislah aku ...
semua orang disini ingin menyiksa kau, cuma orang tua ini yang
berpikir lain, tapi biar begitu, aku tetap bakal menderita..."
Dugaan Kho Kong melesetjauh sekali, percuma saja dia berkuatir
tidak keruan-siorang tua bukannya menotok dia untuk disiksa, tetapi
justru untuk membebaskannya. Ketika dia mengerahkan tenaganya,
hatinya menjadi lega. Dapat dia menggerakkan kedua tangannya
seperti biasa. Maka tidak ayal lagi, dia mengangkat tangannya
memberi hormat kepada orang tua itu sambil menghaturkan terima
kasih. Habis menotok bebas, Thian Hong menanyakan she dan
nama orang. Kho Kong menyebut namanya.
"silahkan duduk" tuan rumah mengundang.
Semua hadirin melongo. Mereka heran mengapa chungcu itu
memperlakukan orang tawanannya demikian hormat. Namun tiada
seorang pun yang berani menyanyakan-Oey Thian Hong
memandang semua hadirin.
"Hari sudah jauh malam, silahkan tuan-tuan beristirahat,"
katanya. Tapi ia terus menatap si kate kurus, kemudian berkata
kepadanya: "Saudara Kam pandai minum, silahkan kau menemani
tetamu ini "
Si kate kurus mengerutkan alis, ia hendak bicara tetapi batal.
Oey Thian Hong memegang tangan Kho Kong ia mengajaknya
berjalan melintasi pintu angin terus ke dalam.
Semua orang bangkit memberi hormat, mengantar
keberangkatan mereka.
Sambil berjalan, Kho Kong berpikir. ia tak habis mengerti akan
sikap tuan rumahnya ini. Akhirnya ia jadi curiga: "Baiklah aku
berhati hati. Mungkin dia bermaksud sesuatu." Ketika ia menoleh
kebelakang, ia melihat si kate kurus mengikuti, sepasang alisnya
mengerut dan dia nampak sekali merasa sangat berduka, dia
berjalan tanpa suara, mungkin hatinya sangat mendongkol
Thian Hong mengajak dua orang itu melintasi sebuah lorong,
sampai dikamar kecil yang tertutup gorden diempat buah pojok
terpasangkan masing masing sebuah lilin merah. Di tengah kamar
terdapat sebuah meja yang sudah tersajikan penuh barang
hidangan- Dua orang pelayang perempuan berdiri menantikan,
kedua tangan mereka merapat dikiri kanan tubuhnya.
Kho Kong sudah lapar, mencium bau barang hidangan itu,
terbitlah nafsu makannya. Kalau dapat ingin dia mengganyangnya.
Thian Hong mengundang kedua tamu untuk duduk, lalu ia
mengibaskan tangan, memberi tanda supaya kedua pelayannya
mengundurkan diri. Maka mereka itu kemudian berlalu.
Si orang she Tam duduk menghadapi Kho Kong, mukanya merah
padam. ini disebabkan walaupun ia telah coba mengendalikan diri,
tetapi mendongkolnya tampak pada wajahnya.
"Tuan tuan, masih mengiringi dahulu cawan ini" tuan rumah
menyilahkan- ia mengangkat cawannya dan lalu mendahului minum
ia tertawa ramah.
Kho Kong sudah lapar, ia menenggak araknya, setelah itu, ia
makan tanpa segan segan lagi.
Tidak demikian dengan sikate kurus, dia tak menyentuh
sumpitnya, bahkan dia duduk diam sikapnya sangat tawar.
Setelah tiga edaran, tuan rumah berkata pada Kho Kong:
"Saudara Tam ini ahli silat Heng Ie Bun. iapun sahabatku dari
beberapa puluh tahun, erat sekali persahabatan kami. Dalam
hidupku, sangat sedikit sahabatku yang sangat karib."
Kho Kong tahu diri. ia berbangkit, menjura kepada orang she
Tam itu.
"Namaku Kho Kong " ia memperkenaikan diri.
Si kate kurus tidak puas tetapi dia membalas hormat.
"Aku Sam Seng," dia juga memperkenalkan dirinya.
Thian Hong menoleh kepada Sam Seng, lalu ia memandang Kho
Kong, sembari tertawa, ia berkata: "Rupanya pemilik Kiu Heng cie
Kiam sangat menghormatik kau, saudara Kho Benarkah ?"
Hati Kho Kong berCekat. ia berkata dalam hati: "Membaki aku,
kiranya dia mau memancing keteranganku. Sayang aku tidak tahu
hal Kiu Heng cie Kiam itu... Tuan, sia sia saja daya upayamu ini"
Walaupun dia memikir demikian, ia toh menjawab cepat: "Dengan
sesungguhnya aku yang rendah tidak tahu apa apa tentang Kiu
Heng cie Kiam..."
"Satu keluarga ada aturan kekeluargaannya sebuah toko ada
aturan tokoknya sendiri," berkata pula tuan rumah, "demikian juga
pelbagai partai, partai yang manapun mempunyai peraturannya
masing masing yang istimewa. Rupa rupanya Kiu Heng cie Kiam
keras luar biasa, bengis dan kejam, hingga orang orang
bawahannya tidak berani membelokan urusan partainya..."
Mendengar kata kata tuan rumah, sekitar Tam Sam Seng sadar
hingga dia menjadi jengah, malu sendirinya. Rupanya Thian Hong
membaiki orang tawanannya ini untuk menjalankan siasatnya itu.
Kemudian Sam Seng memandang Kho Kong. ia melihat orang
sudah hampir mabuk. Tidak ayal lagi, ia mengangkat cawannya
seraya berkata: "Tuan Kho, aku yang rendah juga mau
menghormati kau. Mari minum " Kho Kong menenggak araknya.
"Sungguh arak yang sedap " ia memuji.
Tuan rumah senantiasa memperhatikan tetamunya, melihat
orang sudah mulai mabuk, ia tahu tak dapat sitetamu minum lebih
banyak lagi, pasti dia pusing dan roboh. Maka ia menarik poci arak.
Sambil tertawa ia berkata: "Menurut apa yang loohu dengar, ketua
dari Kiu Heng cie Kiam adalah seorang wanita muda yang cantik
sekali."
Biasanya pertanyaan ini tak pernah gagal dihadapkan kepada
orang yang mulai mabuk arak.
Kho Kong menjawab tuan rumah. Akan tetapi, karena ia memang
tidak ketahui tentang Kiu Heng cie Kiam, jawaban atau
keterangannya itu tidak jelas, tidak memuaskan-Sepasang alis Sam
Seng menjadi berkerut rapat satu dengan lain-
"Saudara Kho, sungguh aneh, nona yang memakai sebutan Kiu
Heng cie Kiam" ia berkata "Itulah suatu nama yang bagus."
Arak Thian Hong arak simpanan istimewa, sifatnya keras. Dilain
pihak. Kho Khong bukan jago minum, maka dia lekas kena
dipengaruhi air kata-kata itu. Sam Seng berkata dengan maksud
memancing, nyatanya dia gagal.
Bukannya Kho Kong menjawab, ia justru roboh dengan tiba-tiba
karena ia sudah tidak dapat bertahan lagi
Jago Heng IeBun bangkit, dengan sebelah tangannya dia
menyambar dan mengangkat tubuh orang.
"Tuan Kho.. Tuan Kho" dia memanggil manggil, "Tuan Kho, mari
minum lagi "
Kho Kong tidak menjawab, hanya dari mulutnya lalu keluar arak
dan barang makanan yang baru saja ia makan dan minum itu. Arak
mulai membuat dia mual dan muntah.
Hampir Sam Seng kena tersembur, syukur dia keburu mengelak
tubuh sambil cekalannya dilepaskan- Hingga menimbulkan suara
berisik, tubuh sianak muda jatuh kelantai dimana ia terus rebah,
bahkan dilain saat, napasnya lantas menggeros hebat Dia tidur
nyenyak
"Tak kuasa dia tak kuat minum," kata Thian Hong
menggelengkan kepalanya.
"Jikalau menurut aku, aku telah mengompasnya" berkata Tam
Sam Seng yang masih penasaran- " Dengan dipaksa mungkin ia
sudah memberikan keterangannya sejak tadi "
"Tak usah," kata si chungcu sabar. "Jikalau ia benar orangnya Kiu
Heng cie Kiam, ketentuannya bakal datang mencarinya."
"Sekarang aku memikir satu jalan, bagaimana pikiran saudara,"
kata Sam Seng.
"Apakah pikiranmu itu, saudara Tam?" tuan rumah bertanya.
"Sekarang kita merdekakan dia, lalu diam diam saudara
memerintahkan dua belas orang menguntitnya. Mereka itu harus
pada menyamar dengan begini aku percaya kita akan dapat
menemui tempat singgah atau sarangnya."
Pikiran itu baik, Thian Hong suka menerima baik. Bahkan ia
mengangkatjempolnya memuji kawannya itu.
"Kita harus mengirim orang-orang yang pandai bekerja, supaya
kita tidak sampai membangkitkan kecurigaan orang she Kho ini,"
Sam Seng berpesan.
Thian Hong mengangguk dan tersenyum. ia menggapai
kebelakang, memanggil dua orang budak perempuan, yang ia suruh
memimpin Kho Kong untuk tidur.
Nyenyak tidurnya siorang she Kho, baru ia tersadar sesudah
besok lohor. Ketika ia membuka kedua matanya, ia heran. Dua
orang budak perempuan menantikannya disamping pembaringan-
"Kamu siapa nona-nona?" tanyanya terkejut. "Aku berada dimana
?" Kedua budak itu tersenyum.
"Kami diperintahkan menunggui tuan," sahut diantaranya.
Mata Kho Kong terbuka lebar.
"Mana dia oey Tjhungtju ?" tanyanya pula.
"Tjhungtju mempunyai urusan, ia telah melakukan perjalanan
jauh," sahut budak yang di kanan yang romannya elok. "Baru
setengah bulan kemudian, chingcu bilang akan pulang. Ketika
cingcu mau pergi, ia memesan kami untuk melayani tuan baik baik."
"chingcu kami paling senang menyambut tetamu," kata budak
yang lain- "Sahabat sahabat dari selatan atau utara Sungai Besar,
dekat atau jauh, asal mereka mengunjungi chungcu kami, pasti
mereka disambut dan dilayani sebagai tetamu agung. Bukanlah
tanpa alasan kenapa cit Tok Tee It Kee mendapat pujian kaum Kang
ouw "
Selainnya cantik manis, kata budak ini pandai bicara. Yang dikiri
menambahkan kawannya "chungcu mengatakan pula kepada kami
untuk menyampaikan kepada tuan, andaikata tuan sudi berdiam
disini, untuk menantikan kembalinya chungcu, itulah baik sekali.
"Andaikata aku mau pergi?" tanya Kho Kong. " chungcu pesan,"
kata budak yang dikanan, " apa bila tuan memaksa mau pergi juga,
kami dilarang mencegah."
Kho Kong berpikir : "Satu malam aku tidak pulang, Bengtju dan
kakak oey pasti menanti aku, maka itu, tak dapat aku berdiam lama
lama disini..." Memikir demikian, ia berkata kepada kedua budak itu.
"silahkan mundur, aku hendak bangun."
Kedua budak itu tertawa. "Mari aku membantu tuan berdandan "
"Tak usah Pria dan wanita tak dapat bersentuh tangan " Kedua
budak itu tidak memaksa, sambil tertawa mereka berlalu. Kho Kong
berbangkit dengan lekas, dengan cepat ia merapikan pakaiannya.
" Kenapa oey Tjhungtju perlakukan aku begini baik?" ia berpikir.
"Ah, mesti ada sebabnya. Baik aku lekas lekas berlalu dari sini "
Tanpa menanti munculnya si budak, ia bertindak cepat keluar
kamar, ia menyaksikan rumah itu banyak kamarnya, banyak
ruangnya, semuanya indah dan teratur baik. Ia sampai diluar tanpa
rintangan- Dipekarangan luar, ia menampak sebuah telaga yang
airnya bergelombang perlahan dengan pohon pohon yang liu
ditepiannnya. Ketika ia menoleh, ia melihat sebuah jalan besar serta
selembar papan merk dengan warna kuning emas: "TjitTok Tee It
Kee". Ia mengawasi gedung itu, dan disekitarnya untuk mengingat
ingat letaknya, habis itu buru buru ia berjalan pulang, ke kota
Gakciu.
Siauw Pek dan oey Eng tengah gelisah dan ketika mereka melihat
saudaranya itu kembali dengan tidak kurang suatu apa, keduanya
girang sekali. Bahkan oey Eng memapak dan mencekam keras
tangan orang.
"Kemana kau telah pergi, saudaraku?" tanyanya "Kau tak apa
apa toh ?"
"Maaf, saudara, aku membuat kamu berkuatir satu malaman,"
sahut Kho Kong. "Aku bagaikan menempuh gelombang dan badai,
tapi syukur aku tidak kurang suatu apa..."
"Memang kami berkuatir," kata oey Eng, "dan kami telah mencari
kau kemana- mana."
"Apa yang aku alami, saudara, orang lain tentu tak akan
percaya..."
"Bagaimana pengalamanmu itu?"
"Mirip khayalan Sampai aku tak tahu lawan atau kawan..."
"coba kau ceritakan saudaraku," Siauw Pek minta.
Kho Kong menurut, ia lalu menceritakan pengalamannya itu.
Siauw Pek mendengarkan dengan penuh perhatian, sehabisnya
saudara itu bercerita, dia berlompat bangun-
"Kau tertipu, saudaraku" serunya. "Kau terkena tipu daya Yok
Kim Koh Tjlong Kalau begitu, sekarang juga kita harus berangkat "
Tipu "Yok Kim Koh Tjlong" ialah tipu "Mau menawan musuh
tetapi sengaja melepaskan dahulu." Itulah tipu memancing guna
mengetahui sarang orang. Kho Kong aseran, tetapi cerdas. Ia
kemudian insaf.
"Memang aku heran," katanya. " Kiranya dengan tipunya ini dia
menghendaki aku membantu dia memimpin jalan-.."
"Akupun menerka," kata Siauw Pek pula, "kota Gakyang ini masih
akan dipermainkan sang badai..."
"Rupanya disini berkumpul banyak jago Rimba Persilatan," kata
oey Eng. Siauw Pek menghela nafas.
"Kita bertiga, semuanya kurang pengalaman, juga kita tak kenal
kelicikan," katanya. "Mungkin, diluar tahuku, aku telah membuka
rahasia sendiri dan boleh jadi kitalah yang menyebabkan gelombang
dahsyat itu..."
"Belum tentu, bengtju. Mungkin itulah Kiu Heng Tjie Kiam," kata
oey Eng menduga duga.
"Kita tidak berpartai, jumlah kitapun sedikit," kata Siauw Pek
pula. "kita mudah menimbulkan salah paham. Laginya, tak peduli
sebab musababnya, aku kuatir kita akan dimusuhi kedua belah
pihak yang lagi bersengketa itu..."
"Toako benar. AKu lihat, masih ada waktu buat kita
menghindarinya."
"sulit. Rasanya sukar..."
"Memang" Kho Kong turut bicara. "Tapi kita jangan takut Kata
pepatah, air datang kita tutup, tentara datang kita tangkis. JIkalau
kita main menghindarkan diri, bagaimana mungkin kita mengangkat
kepala dan muncul?"
Belum berhenti suara anak muda ini, sekonyong konyong pintu
kamar mereka ada yang tolak terpentang dari sebelah luar, lalu
seseorang berkelebat masuk dan terus menghampiri meja.
Kho Kong melihat seorang tua berbaju hijau dan berjanggut
panjang. "chungcu dari cit Tok Tee It Kee" serunya terperanjat
bahkan heranoey
Thian Hong tertawa dan berkata: "Tak salah Memang akulah
oey Thian Hong saudara Kho, kau telah sadar dari mabuk arakmu ?"
Siauw Pek segera menoleh ke pintu kamar, disitu, diambang
pintu, ia melihat munculnya seorang setengah tua kate dan kurus.
"Kami berterima kasih yang saudara Kho telah memimpin kami
datang kemari" kata sikate kurus itu, ialah Tam Sam Seng jago dari
Heng IeBun. Tiba-tiba Kho Kong berjingkrak bangun, mukanya
merah padam.
"Kamu telah meloloh aku dengan arak" bentaknya. Dia marah
sekali.
"Sabar " kata Siauw Pek sambil mengulapkan tangan, kemudian
dia menatap kedua tetamu tidak diundang itu, lalu bertanya: "Tuantuan
telah bersusah payah untuk mencari tempat kediaman kami,
sebenarnya tuan-tuan hendak memberikan pengajaran apakah
kepada kami?" Dengan tiba-tiba oey Thian Hong memperlihatkan
wajah dingin.
" Lebih dahulu loohu hendak memberitahukan kepadamu"
katanya keren: "Disekeliling penginapan kecil ini, semua telah
dikurung. Maka, apa bila tuan tuan memikir untuk menyingkirkan
diri itu artinya kamu mencari susah sendiri "
oey Eng tidak senang, tetapi ia dapat bersabar. "Kami tidak
mencuri, tidak merampas buat apa kami menyingkirkan diri ?"
katanya.
"Loohu cuma hendak memperingatkan kamu, tuan-tuan" kata
Thian Hong. "Paling baik kalau tuan-tuan tidak memikir buat pergi
dari sini."
" chungcu dari tingkat apa, buah apakah chungcu melayani
mereka banyak bicara?" kata Tam Sam Seng, yang agaknya aseran
"Paling baik kita bicara jelas"
oey Thian Hong mengangguk.
"baik" sahutnya secara terus menatap tajam Siauw Pek bertiga,
kemudian ia bertanya:
"Di antara tuan-tuan bertiga, siapakah yang menjadi kepala ?"
Kho Kong menunjuk ketuanya.
"Inilah Liongtauw toako kami" sahutnya. "Jikalau toako menyuruh
kami manda diringkus, kami tak akan melawan. Tapi, jikalau toako
menyuruh kami menguntungi batok kepala kalian, sekalipun kamu
berdua kabur keistana raja naga, pasti kamu tak akan lolos."
Sengaja Kho Kong menyebut Siauw Pek, ketuanya sebagai "Liong
Tauw toako". ialah " kakak tua si kepala Naga." untuk mengangkat
tinggi kakak itu sebagai ketua partai.
"Hmm" Thian Hong bersuara dingin. Tapi terhadap Siauw Pek,
dia memberi hormat. Dia tanya: "Dapatkah aku mengetahui she dan
nama besar tuan ?"
"Tjoh Siauw Pek" sahut pemuda singkat. "Tuan ada pengajaran
apakah."
"Saudara Tjoh, apakah kau kenal loohu ?"
"Maaf, aku tak kenal dengan saudara oey." oey Thian Hong
tertawa nyaring.
"Untuk dikedua propinsi ouw La m dan ouw Pak katanya, untuk
diwilayah tengah sungai Thian Kang, sangat sedikit orang yang tidak
kenal loohu Rupanya saudara Tjoh baru saja keluar dari perguruan-
Benarkah ?"
"Benar," Siauw Pek akui. Belum lama kami memasuki dunia kang
ouw." Kembali Thian Hong tertawa
"Memang waktu-waktu belakangan ini, katanya, didalam dunia
kang ouw, didarat dan di laut, telah bermunculan orang-orang baru
Hanya tuan-tuan, jikalau kau berminta mengangkat nama didalam
dunia Rimba Persilatan, kamu harus memikirkan sesuatu yang luar
biasa, baru kamu berhasil, benar tidak ?"
"Itulah urusan kami bersaudara, tak usah saudara oey bersusah
payah " Wajah Thian Hong berubah pula, terang dia tak puas.
"Jikalau begitu, terang loohu tidak salah lihat" katanya dingin.
Lalu mendadak dia meluncurkan tangan kanannya sambil berseru:
"Mari" Siauw Pek heran. "Mari apa ?" tanyanya.
"Pedang Kiu Heng cie Kiam" sahut Ngo ouw Sin Liong. "Loohu
ingin melihat pedang itu Loohu ingin ketahui apakah benar pedang
itu dapat ditancapkan didadaku seperti didadanya lain-lain orang "
Ngo ouw Sin Liong berarti "Naga Sakti dari Lima Telaga". Itulah
gelar oey Thian Hong selaku chungcu, atau tuan rumah, dari Tjit
Tok Tee It Kee. "Rumah pertama dari Tujuh Bengawan".
Mendengar begitu, Siauw Pek tertawa. "Tuan, kau salah mencari
alamat " Jago tua itu tertawa dingin.
"Kecuali kau dapat memberi keterangan jelas tentang dirimu"
katanya. "Dan terbukti bahwa kau tidak bersangkut dengan Kiu
Heng cie Kiam. Kalau tidak. maaf, loohu minta kau turut aku
kerumahku buat beberapa hari, sampai nanti loohu berhasil
memperoleh keterangan yang jelas "
"Maksudmu?"
"Kamu harus berdiam beberapa hari di rumahku, untuk menanti
hasilnya penyelidikanku mengenai Kiu Heng cie Kiam Asal benar
kamu bertiga tidak ada hubungannya, sembarang waktu kamu
dapat pergi dengan bebas."
"Bagaimana andaikata didalam waktu satu bulan loocianpwee
belum juga berhasil dengan penyelidikanmu itu ?"
"Terpaksa kamu mesti menanti satu bulan lagi " nyela Tam Sam
Seng.
"Itu artinya, sebulan loocianpwee gagal, sebulan aku mesti
mengeram dirumahmu " kata Siauw Pek. "Andaikata seratus tahun
loocianpwee masih belum berhasil juga, bukankah kami akan mati di
rumah loocianpwee itu ?"
"Kalau kamu ada hubungannya, kamu tak bakal dapat pergi lagi "
kembali Sam Sing menyela.
Alis Siauw Pek berdiri, matanya menatap jago Heng IeBun itu.
"Apakah artinya kata katamu ini, tuan ?"
"Hm Hm " si kate kurus itu mengejek "Artinya sangat sederhana
Andaikata kamu bersangkut paut, masih ada satu kesempatanmu "
"Apakah itu ?"
"Ikut padaku"
"Bagus betul Bukankah kamu maksudkan kamu manda menyerah
diri ?"
"Ya Dan andaikata kamu tak sudi, masih ada satu jalan lain :
ialah melawan "
Anak muda kita sabar tetapi dia toh mendongko. orang itu telah
menghina dan mengejeknya terus menerus. Maka ia berkata dingin:
"Tak perduli kami bertiga bersangkut paut atau tidak dengan Kiu
Heng cie Kiam, oleh karena kesombonganmu ini, tidak dapat kamu
bersabar lagi "
Sam Seng mengangkat tindakannya, maka masuklah ia kedalam
kamar. Dia menoleh kepada oey Thian Hong dan berkata dengan
nyaring: "Saudara tak usah mengadu lidah lagi dengan mereka ini.
Baiklah kita lebih dahulu meringkus mereka"
Di mulutjago Heng Ie ini berkata demikian tangannya
membarengi menyambar ke tangan Siauw Pek tidak mundur atau
menangkis, sebaliknya, dia menyapu dengan sisi telapakan
tangannya
"Bagus" seru Sam Seng, yang dengan sebat menarik kembali
tangannya itu, tetapi sebagai gantinya, tangan kirinya menyusul
kedadanya kedua tangannya bergerak dengan berbareng, yang satu
ditarik yang lain dikeluarkan-
Siauw Pek menyambut dengan tangan kirinya dari bawah keatas,
menyusul itu, tangannya meluncur keiga penyerangnya yang galak.
Sam Seng berseru kaget, dia melompat mundur.
oey Thian Hong mengawasi sejak tadik, timbullah rasa herannya.
ia meihat sianak muda liehay sekali. ia heran sebab belum pernah ia
mendengar ada pemuda seliehay pemuda ini. Karenanya,
kecurigaannya menjadi bertambah Tiba-tiba ia bertindak maju.
"Baiklah, loohu suka menerima pengajaran dari kau" katanya,
tangan kanannya dibarengi diluncurkan-
"Maaf aku melayani" menjawab Siauw Pek yang terus membacok
dengan tangan kirinya.
"Bagus" Thian Hong memuji sambil tertawa dingin. "Inilah Tjiam
me tjiu yang liehay sekali" ia lekas menarik kembali tangan
kanannya itu, sebaliknya menerbangkan kaki kanannya kearah lutut
lawan-"Tjiam me tju" ialah tipu silat "Memutus nadi".
Gerakan sijago tua sangat cepat, Siauw Pek kaget dan mundur
dengan gugup, ia kurang pengalaman, ia menjagai tangan lawan,
tak tahunya kaki lawan juga turut bergerak. ia pula tidak tahu,
tendangan lawan itu ialah "Kun lie kaki" "Kaki didalam sarung," yang
menjadi keistimewaannya sang lawan- Entah sudah berapa banyak
orang yang dirobohkan dengan tendangan itu.
Hati Thian Hong tercekat mendapatkan tendangannya itu gagal.
Maka ia berkata didalam hatinya. "Pemuda ini sangat liehay, entah
bagaimana kesudahannya pertempuran ini..."
Siauw Pek pun berkata didalam hatinya: "Ah tak kusangka
tendangannya begini liehay syukur aku bisa membebaskan diri..."
Karena ini, ia jadi berhati hati.
Sam Seng tidak mau mengeroyok. tetapi diam diam tangannya
sudah menyiapkan sepasakim lun, roda emas, yang menjadi senjata
pegangannya.
"Bagus" Kho Kong mengejek, "Kau hendak menggunakan
senjata, ya ?" ia kemudian menurunkan pedang dari atas temok.
untuk diangsurkan kepada bengcunya.
Selama berguru kepada Siang Go dan Kie Tong, sedikit sekali
Siauw Pek memepelajari ilmu silat tangan kosong, hanya ia tidak
insaf bahwa tipu-tipu dari ilmu golok dan pedangpun dengan
sendirinya dapat dipindahkan kesilat tangan kosong itu. ia
menyambut pedangnya sebab iapun melihat gerak gerik jago Heng
Ie itu.
Sam Seng berkata perlahan kepada kawannya
"Saudara oey, keluarkanlah senjatamu. Bocah ini liehay, asal
usulnya tidak jelas, misalkan dia bukan kepala Kiu Heng cie Kiam,
dia tentu bersangkut paut Kalau kita tidak bisa menangkap hidup
hidup, terpaksa kita mesti membinasakannya. Pendeknya, dia tidak
boleh dibiarkan lolos"
Thian Hong mengerutkan alis, dia memandang pedang Siauw Pek
kemudian dia berkata kepada pemuda itu: "sudah sepuluh tahun
loohu tidak pernah menggunakan senjata, baiklah dengan sepasang
tanganku ini aku menyambut beberapa jurusmu "
"Tapi tuan itu telah mendahului mengeluarkan senjata," berkata
Siauw Pek, "karena itu aku terpaksa menggunakan pedang untuk
menemani dia main main"
"Baik, aku yang akan melayani terlebih dahulu" Sam Seng
menyambut, mendongkol. Kemudian dia maju dengan sepasang
senjatanya yang istimewa itu. Roda kirinya diputar, roda kanannya
diluncurkan
Siauw Pek mengangkat pedangnya, untuk menangkis, menyusul
mana, ia memablas menyerang beruntun dua kali. ia memperoleh
kesempatan selagi lawannya itu menarik kembali rodanya.
Baharu dua jurus, Sam Seng telah menjadi bingung dibuatnya.
Serangan pedangnya yang pertama dapat dihindarinya, tetapi yang
kedua membuatnya terkurung sinar pedang lawan-
Siauw Pek segera menggunakan jurus jurus ong To Kiu Kiam dari
Kie Tong hingga sinar pedangnya merupakan seperti gelombang
sungai Tiang Sang yang menderu deru.
oey Eng dan Kho Kong lalu melompat ke pinggir kamar yang
tidak luas itu. Thian Hong pun turut mundur, supaya ia bebas dari
ujung pedang lawan-
Lagi beberapa jurus, jago Heng Ie Bun sudah menjadi
kewalahan- Biar dia gagah dan liehay, tak sanggup dia membalas
menyerang. Dia terlalu repot dalam pembelaan diri, hingga kedua
roda emasnya menjadi mati kutunya.
Menyaksikan itu, dari hatinya tenang, Thian Hong menjadi
gentar. Ia heran dan kagum dengan berbareng. Tapi ada pula
anehnya. Ia melihat tegas dua kali anak muda itu memperoleh
lowongan untuk menikam lawannya, tetapi lowongan itu tidak
digunakan Sam Seng bagaikan dibebaskan-..
Selewatnya sepuluh jurus, roda emas Sam Seng tak berdaya
sama sekali, dan ujung pedang Siauw Pek dengan mudah dapat
mengancam dadanya
" celaka " Thian Hong mengeluh didalam hati, tak mungkin Sam
Seng bisa meloloskan diri lagi. Tapi, tahu tahu ujung pedang telah
menggeser dari sasarannya
Bukan hanya Thian Hong yang liehay, Oey Eng dan Kho Kong
juga melihat sepak terjang luar biasa dari ketua mereka itu.
Sam seng menjadi jago Rimba Persilatan, diapun menyaksikan
gerak gerik si anak muda, sendirinya dia menjadi jengah, maka
kemudian ia berseru. "Tahan" sambil lompat mundur dan roda
emasnya terus disimpan-..
Siauw Pek melengak sebentar, lalu ia bertanya: "Mangapa kau
berhenti?"
"Saudara Tjoh," kata samSeng, "liehay ilmu pedangmu, aku yang
rendah bukan lawanmu, karena kau menaruh belas kasihan
terhadapku dengan ini aku habiskan urusan yang kamu telah
membinasakan beberapa orang kami. Sampai ketemu pula"
Berkata begitu, jago Heng Ie ini berlompat keluar kamar, dan
dari pekarangan dalam berlompat lebih jauh naik keatas genteng
dimana dia terus menghilang
oey Thian Hong berdiri tercengang, kesatu karena ia ditinggal
pergi kawannya itu, kedua sebab ia merasa percuma ia melawan si
anak muda, tak mungkin dia bisa menang. Ia kagum, dan
ditaklukkan oleh ilmu pedang lawan-
Siauw Pek menyimpan pedangnya, lalu ia berkata kepada
tetamunya yang tak diundang itu. "Kami bertiga saudara baharu
mulai masuk kedalam dunia Kang ouw, kamu belum tahu apa apa,
akan tetapi mengenai peristiwa Kiu Heng cie Kiam itu, dengan
sesungguhnya kami tidak tahu apa juga dan tidak ada sangkut
pautnya."
Thian Hong berpikir keras. Ia melihat orang beroman jujur dan
sikapnya juga welas asih. Tak mungkin dia ini pihak Kiu Heng cie
Kiam. Sedangkan sudah ternyata, Kiu Heng cie Kiam sangat
telengas, selalu merampas jiwa orang. Tak mungkin pemuda ini
kejam, bila mengingat tiga kali ia melepas budi terhadap Tam Sam
Seng. Ia menjadi kuatir nanti timbul salah paham.
"Peristiwa Kiu Heng cie Kiam menyulitkan kami" katanya
kemudian, "Baru saja beberapa bulan, munculnya pihak itu sudah
menggemparkan dunia Kang ouw, kalangan Putih dan Hitam.
Hingga sekarang ini telah berkumpul di sini sejumlah jago jago
Rimba Persilatan- Aku percaya biarpun ia gagah cerdik, tak bisa
lolos dari tangan orang banyak. tak lewat dari tiga bulan, pasti dia
tertangkap. hidup atau mati..."
"orang itu memang telengas sekali," berkata Siauw Pek, "kalau
itu bukan disebabkan sifat asal, tentu dikarenakan sesuatu yang
keterlaluan, maka itu loocianpwee, kalau tetap loocianpwee hendak
memberitahu hal itu, semoga kau teliti, selidikilah kejadiannya yang
sebenarnya tapi jangan membuat orang menyesal dan penasaran-"
Thian Hong mengangguk.
"Dimana-mana gunung hijau tidak berubah, nah, sampai ketemu
pula " katanya, kemudian- terus dia memutar tubuh, buat bertindak
pergi.
"Tunggu " bentak Kho Kong sambil ia maju merintangi.
"Ada apa, saudara Kho ?" tanya chungcu itu.
"Tanpa sebab kamu telah menangkap aku," berkata si anak
muda, "lalu kamu menguntit aku, sekarang disini kamu mengacau,
apakah dapat kamu berlalu dengan begitu saja ?"
"Habis, bagaimana pikiranmu, saudara Kho?" tanya Thian Hong
tenang.
"Kau mesti tinggalkan sesuatu, baru dapat kau pergi "
"Kalau begitu, baiklah, mari loohu belajar kenal denganmu,
saudara Kho "
"Baik " sahut si anak muda, bahkan ia menyerang lebih dahulu.
Thian Hong menangkis dengan tangan kiri, lalu dengan tangan
kanannya, dia membalas menyerang, bahkan terus dua kali
beruntun.
"Tahan " berseru Siauw Pek, yang lantas maju menghadang
dengan pedangnya, untuk memisahkan kedua orang itu. "Tak usah
kamu bertempur lebih jauh Dapat aku terangkan, kamu tidak
bersangkut paut dengan Kiu Heng Tjie Kiam " Thian Hong
mengangguk.
"Baiklah " katanya^ "Aku percaya perkataanmu ini " Ia terus
bertindak keluar. Kho Kong mengawasi orang berlalu, hatinya masih
panas.
Oey Eng menanti sampaijago tua itu menghilang, ia menghela
napas dan berkata dengan perlahan: "Toako, kau sungguh baik hati.
Beberapa kali kau dapat menurunkan tangan atas diri lawanmu itu
tetapi saban saban kau mengasihani..."
"Dua orang itu sangat menyebalkan " kata Kho Kong. "Tanpa
sebab alasan, mereka menawan aku Seharusnya mereka diberi
ajaran Lebih-lebih orang she Tam itu Sekarang mereka dibebaskan,
sungguh enak bagi mereka " Siauw Pek heran.
"Apakah aku telah memberi keampunan ?" oey Eng tersenyum.
"Jangan merendah, toako," katanya. "Kamu melihatnya dengan
nyata sekali."
"Tetapi aku berkelahi dengan menuruti jalannya ilmu pedang,"
kata si anak muda, "sekali aku tidak menaruh belas kasihan-"
"Toako, aku melihat tegas satu jurus," berkata Kho Kong. "Tam
Sam Seng pun menginsafi itu. Kalau tidak. mana mungkin dia sudi
mengaku kalah dan menyerah ?"
"Toako, sifatmu ini membuat kami sangat kagum," kata oey Eng,
"Hingga di waktu bertempur, toako masih menyayangi jiwa orang..."
Siauw Pek tidak dapat memberi penjelasan, ia diam. Sampai disitu,
oey Eng ingat senjata mereka.
"Tadi oey Thian Hong mengatakan disini berkumpul banyak jago
Rimba Persilatan," katanya, "inilah suatu ancaman bagi kita. Siapa
dapat menghindarkan diri dari salah paham? Maka itu aku pikir kita
mesti lekas-lekas mendapatkan kembali senjata kita."
Siauw Pek mengerti, ia mengangguk.
"Benar. Nona itu tidak sudi mengembalikannya, terpaksa kita
mesti pergi mengambil sendiri."
"Kita masih letih, baik kita beristirahat dahulu," kata Kho Kong.
"Benar, saudara. Kau letih, kau perlu beristirahat." Berkata begitu
siauw Pek menyimpan pedangnya.
"Jangan pikirkan aku, toako," kata Kho Kong.
"Jikalau kita pergi Kwan ong Blo, mungkin kita aka bertempur
pula. Maka itu sekarang, silakan saudara-saudara memelihara
tenaga kamu." oey Eng dan Kho Kong menurut, mereka terus duduk
bersamadhi.
siauw Pek turut beristirahat. Kira-kira jam empat, ia bangkit
untuk bersiap. ia meletakkan sejumlah perak hancur diatas meja.
Kemudian ia membangunkan kedua saudara angkatnya.
"orang menyangka kita bersangkut paut dengan Klu Heng Tjie
Kiam, inilah berbahaya," ketua itu memberi keterangan- "Tanpa
bukti, sukar kita memberi penjelasan kepada mereka itu. Tam Sam
Seng kalah dan menyerah, tetapi lagu suaranya menyatakan dia
belum puas, terang dia menyangka kitalah kepala Kiu Heng Tjie
Kiam..."
"Toako benar," kata oey Eng, masgul. "Memang sulit untuk
memberi penjelasan-"
"Mungkin kita akan berhadapan dengan semua orang Rimba
Persilatan," berkata pula Siauw Pek. "Dalam hal ini, aku kuatir
mereka mengetahui asal usulku, karena itu kita harus berhati hati.
Aku tidak ingin menentang mereka itu, terutama sebelum jelas
duduk peristiwanya. celaka perbuatan Kiu Heng Tjie Kiam itu kita
terlibat karenanya, sedangkan urusan kita sendiri masih gelap..."
"Tak usah menyesal, toako, jangan bersusah hati," oey Eng
menghibur, "Sudah jadi begini, kita mesti menerima apa adanya.
Satu hal aku ingin minta dari toako: Dimana sekarang banyak orang
sembrono, yang goblok, dan terhadap mereka itu baik toako juga
jangan terlalu bermurah hati..."
"Akan aku perhatikan ini, saudaraku. Karenanya, aku mengharap
bantuanmu."
"Jangan mengatakan itu, toako. Untuk toako, kami bersedia
menyerbu api "
"Aku pikir, buat selanjutnya, jangan kita tinggal di penginapan
lagi..."
" Kenapa begitu toako ?"
"Di rumah penginapan banyak mata, berbahaya kalau kita diintai
mereka."
"Kalau kita tidka tinggal dipenginapan habis kita harus mondok
dimana?" tanya Kho Kong.
"Kita berdiam ditempat terbuka," menjelaskan siauw Pek. "Hanya
dengan begini, aku jadi membuat susah kepada saudara-saudara..."
Tapi Kho Kong tertawa.
"Beristirahat di tempat terbuka, itu sangat menyenangkan bagiku
" katanya gembira. oey Eng pun menyatakan setuju.
"Sekarang mari kita berangkat" kata siketua. "Sebelum terang
tanah, kita sudah harus tiba di Kwan ong Bio"
Hanya sekejap. ketiga orang itu sudah meringkaskan pakaian
mereka. siauw Pek tidak melupakan pedangnya. Mereka keluar dari
kamar dengan menggunakan jendela, sabab hotel dan kuil cuma
beberapa lie, cepat sekali mereka sudah sampai ditempat tujuan-
Langit masih gelap. Samar samar terlihat Kwan ong Bio yang
terbenam dalam kegelapan, sebab disana tak nampak cahaya
lampu.
"Kwan Ong Bio itu banyak pesawat rahasianya, hati hatilah "
pesan Oey Eng. "Karena itu, kita janagn pisah terlalujauh," kata
Siauw Pek.
"Toako, tak dapat toako berlaku sembarang an" kata Kho Kong.
"Mari aku yang maju di muka " lalu saudara ini mendahului
berlompat naik keatas tembok pekarangan, dari mana dia mencelat
keatas genteng. Siauw Pek dan oey Eng berlompat juga.
Oey Eng yang teliti itu mengingatkan akan genteng rahasia,
genteng licin-
Siauw Pek mengangguk. Dia memandang sekitarnya.
"Kwan ong Bio begini luas, dari mana kita mulai masuk?"
tanyanya.
"Aku mendapat suatu pikiran," kata Kho Kong.
"Apakah itu?" tanya oey Eng.
"Dari pada kita meraba raba, lebih baik kita berterang" kata si
sembrono yang polos itu, "kita buat mereka terkejut, dan kita pinta
senjata kita" Siauw Pek mufakat.
"Hanya kuil ini agaknya terlalu luas..." oey Eng bersangsi.
Belum berhenti suara itu, tiba tiba terdengar bentakan nyaring:
"Siapa?"
Siauw Pek tersenyum
"Benar, kita mesti pakai cara terbuka" katanya. Maka ia
menjawab: "Kami disini. Tolong beritahukan ketua kamu bahwa
kamu ini datang meminta senjata kami."
"Jikalau begitu, silahkan tunggu sebentar" kata suara yang
menegur itu.
" Waktu kami terbatas, tak dapat kami menunggu lama," Siauw
Pek beritahu. "Tolonglah kau lekas memberi kabar"
Suara tadi berdiam, gantinya, terdengar suara tindakan kaki,
yang tidak lamapun sirap. suatu tanda orang itu sudah berlalu jauh.
Siauw Pek bertiga diam menanti.
Lewat sekian lama, kuil tetap sunyi, Kho Kong jadi tidak sabaran-
"Hai, lama amat" terlaknya. "Nanti kami bakar kuil ini"
Berbareng dengan keluarnya ancaman itu, beberapa tindak
jauhnya dari mereka tampak sinar api. lalu terlihat seorang bertubuh
besar yang berpakaian hitam, berkata nyaring: " Ketua kami
menantikannya di dalam kuil, silahkan tuan tuan masuk."
"Kami sudah terpedayakan satu kali, tak sudi kami terkena buat
kedua kalinya" berkata oey Eng. "Pergi kau beri tahu ketua kami
supaya dia lekas mengembalikan alat senjata kami, dengan begitu
kami akan menghabiskan perkara ini dan kami akan mengangkat
kaki dari sini Awas, jangan kamu ayal ayalan nanti kamu membuat
naik darah saudara Kho kami ini Jangan kamu menyesal kalau
saudara kamu membakar kuil kamu"
orang berpakaian hitam itu berkata. "Jikalau tuan tuan bertiga
tidak mempunyai keberanian ya, sudah..."
"Pulangkan senjata kamu atau tidak " bentak Kho Kong.
"Buat apa kau banyak rewel?"
"Baik, aku akan buktikan dahulu gentengmu ini "
Menyusul suara si anak muda kemudian terdengar suara berisik
"prak..prak..prak..." Ternyata Kho Kong telah menjejak jejak
hancur genteng dikakinya, hingga belasan lembar pecah dan
hancuarnnya meluruk berjatuhan, mendatangkan suara berisik.
Malam sunyi membuat suara berisik itu menjadi jadi.
"Kamu benar dapat dipercaya" demikian suatu suara halus
nyaring.
"Kami bangsa lelaki, kami tak seperti perempuan " berkata oey
Eng. "Kami tak membiarkan kata kata kamu lewat bagaikan angin"
"Bagus...Bagus" kata pula suara halus nyaring itu. "Tapi aku tak
pernah mengatakan bahwa aku harus mengembalikan senjata tetapi
tanpa kata kata pasti."
"Kata katamu benar juga," sahutnya kemudian- "Akan tetapi
kami menepati janji, kami datang untuk meminta pulang senjata
kami. Kukira nona masih ingat baik baik?"
Menyusul kata kata sipemuda, dibelakang si orang lelaki yang
membawa obor itu terlihat seorang nona dengan pakaian hijau,
terus nona itu berkata:
"Seharusnya tuan tuan bertiga datang sejak tadi. Ketua kami
sudah menatikan lama kedatangan tuan tuan- Silahkan masuk
kependopo dalam"
Kho Kong mau menjawab si nona, tapi siauw Pek mendahuluinya.
Ketua ini melompat turun terus ia memberi hormat seraya berkata:
"Harap nona mengantarkan kami"
oey Eng dan Kho Kong turut melompat turun, hati si orang she
Kho terkejut sebab ketuanya mau masuk kedalam kuil, maka segera
berkata: "Jangan...Jangan masuk"
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: "Kalau kita sampai kena
ditangkap pula, jangan sesalkan orang lain, kita harus sesalkan diri
sendiri yang kurang pandai"
Nona itu tersenyum. "Kau she apa, tuan?"
"Aku Tjoh Siauw Pek," si anak muda itu langsung menyebut
namanya.
"Tuan Tjoh, kau benar gagah mulia," kata nona itu. "Tak salah
nona kami menilai..." Mungki dia kelepasan omong. Siauw Pek
heran, dia mengerutkan alisnya.
orang bertubuh besar dan berpakaian hitam itu memadamkan
obornya, terus dia menghilang didalam gelap.
oey Eng tidak berkata apa-apa tetapi dia mengikuti dengan
tangannya diletakkan dipunggung si nona, dia berkata: "Toako kami
laki laki sejati, dia tidak pantas untuk melayani kau, nona, maka itu
akulah yang menggantikannya " Nona itu menoleh.
"Dengan membawa sikapmu ini, bukankah itu agak keterlaluan?"
tanyanya. oey Eng tertawa pula.
"Nona, kalau kau sembrono, kau akan tahu rasa sendiri"
sahutnya.
Sinona tidak mau kalah, ia berkata: "Kalau jiwaku satu ditukar
dengan jiwa kamu bertiga, itulah ada harganya, aku akan mati
dengan mata tertutup," Mungkin tak ada kesempatannya, nona
Sekarang sinona bungkam, dia berjalan perlahan, melintasi sebuah
gang panjang dan tiba di depan sebuah toa-tian, pendopo besar,
yang daun jendelanya tertutup rapat. Dia menghampiri pintu, untuk
terus mengetuk dengan perlahan.
Secara mendadak kedua daun pintu yang lebar terbuka. Maka
terlihatlah sebuah ruang yang luas, yang diterangi dua belas batang
lilin merah. oey Eng bertiga memasang mata.
Ditengah pendopo terdapat sebuah kursi merah, diatasnya duduk
seorang nona yang cantik berpakaian serba kuning. Dikiri dan
kanannya dia ditemani dua budak perempuan yang memakai kuncir
dua. Budak yang disebelah kiri memegang pedang, yang disebelah
kanan menggenggam sebuah kotak kemala.
Sinona pengantar bertindak masuk. tetap perlahan tindakannya,
hanya kali ini terus ia berkata: "Tjoh Siauw Pek. tutup pintu"
suaranya keras.
oey Eng sementara itu menggunakan matanya menyapu sekitar
pendopo. Ia melihat lima buah kamar, kecil-kecil. Disitu tak ada
orang lain kecuali sinona baju kuning serta kedua budaknya dan
sipengantar itu.
Sinona baju kuning bangkit dengan perlahan matanya menatap
Siauw Pek. "Kaukah Tjoh Siauw Pek?" sapanya.
"Benar" sahut sianak muda. "Nona ada pengajaran apakah
untukku ?" Tiba-tiba nona itu menarik napas perlahan"
Disini ada beberapa rupa barang, entah kau kenal atau tidak."
katanya. Ia lalu mengangkat tangannya memberi tanda kepada
budak dikanannya seraya berkata: "Serahkan kotak kemala
ditanganmu itu kepada Tuan Tjoh "
Budak itu menyahut dan memberi hormat, kemudian dia
menghampiri sipemuda.
Siauw Pek heran. Ia belum tahu kotak itu terisikan barang apa.
Tentu saja ingin ia mengetahuinya, tanpa terasa hatinya berdenyut,
ia menyambut kotak sambil bertanya: "Apakah isinya kotak ini ?"
"Kau buka dan lihat sendiri," sahut sinona, "aku cuma menerima
pesan dan menyampaikannya."
Siauw Pek meletakkan kotak itu, untuk membuka tutupnya.
"Toako, jangan" mendadak Kho Kong mencegah. "Jangan
sembrono" Diapun segera lompat mendekati sambil menambahkan:
"Biarlah aku yang membukanya "
"Silahkan, adik. Hati-hatilah "
"Jangan kuatir, toako."
---ooo0dw0ooo--
JILID 11
Berkata begitu, Kho Kong lalu membuka kotak itu.
Siauw pek mengawasi. Ada tiga gulung sutera putih, yang teratur
rapi. Ia mengambil satu gulung, terus ia beber. Selekasnya dia
melihat, air matanya lalu turun meleleh. Lama juga ia berdiam, baru
ia bertanya. "Apa nona yang mendapatkan barang ini ?"
"Aku hanya tanya kau, kau kenal gambar sulam itu atau tidak ?"
si nona balik bertanya.
"Aku kenal," sahut Siauw Pek mengangguk.
Selama itu oey Eng terus mengancam si nona berbaju hijau, asal
nona itu main gila, dia hendak menghajar jalan darahnya.
Kho Kong heran, ia mengawasi sutera itu. Ia melihat gambar
seorang lelaki yang berjanggut panjang dengan tergantung
dipinggangnya. Ia menjadi terlebih heran, pikirnya: "Entah siapa
gambar itu dan apa hubungannya denagn bengcu, hingga bengcu
menjadi sedih?"
"Kau kenal orang itu," berkata si nona, yang terus mengawasi si
anak muda. "Beritahukanlah, siapa dia ?"
Siauw Pek menjawab dengan perlahan sekali, bagaikan ia
menyebut kata demi kata: "Inilah gambar coh Kam Pek, majikan
dari dusun Pek Ho Po... ialah ketua dari Pek Ho Bun-"
"Kau memanggil apakah terhadapnya?" si nona tanya untuk
kesekian kalinya.
"Dialah ayahku almarhum..."
"oh begitu coba kau lihat lagi satu yang lainnya."
Siauw Pek menurut, ia menjemput segulung lagi, terus ia
membebernya. Kali ini ia mendapat gambar sulam yang melukiskan
seorang perempuan seorang nyonya.
"Gambar siapakah itu?" lagi lagi si nona bertanya.
"Inilah marhum ibuku, yang telah meninggal dunia pada
beberapa tahun yang lalu..."
"Dengan demikian, kau jadinya bersangkut erat dengan Pek Ho
Bun?" sekonyong konyong mata si anak muda terbuka lebar.
"Benar," sahutnya. Nona dimanakah kau dapatkan gambar ayah
dan ibuku ini? Aku minta sudilah kiranya kau memberikan
keterangan"
Si nona tidak menjawab, hanya ia berkata "Didalam kotak itu
masih ada sisanya satu gulung lagi, coba kau buka dan lihat juga."
Melihat gambar ayah bundanya, hati Siauw Pek goncang, hingga
tubuhnya gemetar. Karena itu, ia ragu membuka gulungan sutera
yang terakhir itu.
"Kenapa kau diam saja?" menegur si nona menyaksikan orang
beragu gelisah itu.
"Ooh..." seru si pemuda perlahan- ia bagaikan baru tersadar. Ia
terus menggunakan tangan kanannya, mengambil sutera itu dan
membebernya. Kali ia melihat gambar seorang toojin atau toosu
seorang imam setengah umur, yang janggutnya panjang sampai
didadanya, sedangkan dbahunya tergemblok sebatang pedang dan
tangannya mencekal sebatang hudtim, kebutan yang biasa dipakai
seorang pertapa.
Siauw Pek melongo mengawasi gambar itu. Mulanya ia menerka
sesuatu yang ada hubungannya dengan ayah bundanya, tak
tahunya itulah gambar dari seorang imam yang ia tidak kenal.
"Kau kenalkah dia?" si nona bertanya.
Sia sia belaka si anak muda mengingat ingat. Maka ia
menggelengkan kepala. "Belum pernah aku melihat dia," sahutnya
kemudian-
"Mungkin kau pernah melihatnya hanya kau telah lupa. Atau
mungkin, sewaktu kau melihat dia kau masih kecil, masih belum
tahu apa apa."
"Siapakah kau nona?" Siauw Pek tanya. Ia tak menghiraukan
kata kata perempuan itu. "Aku minta dengan sangat sukalah kau
memperkenalkan dirimu."
Si nona menunjuk kepada pakaiannya yang berwarna kuning
mulus. "Aku she oey," sahutnya. Artinya oey ialah kuning.
"oh, Nona oey, maaf" kata si anak muda cepat. "Nona tinggal
didalam kuil Kwan ong Bio ini, rupanya nona mempunyai hubungan
erat dengan partai Kwan ong Bio."
"Ayahku adalah pembangun Kwan ong Bun," menjawab si nona.
"Dan aku yang rendah telah menerima warisan dari ayahku hingga
sekarang aku menjadi ketua angkatan kedua..."
"Kiranya nona ketua dari sebuah partai " kata si anak muda.
"Maaf. nona, aku kurang hormat." Berkata begitu, ia memberi
hormat. Nona mengangguk membalas.
"Ayahku dengan ayahmu bersahabat erat tuan coh," kemudian
nona itu memberi penjelasan- "Dahulu pernah ayahmu mengajak
kau datang ke Kwan ong Bio ini. Ayahku telah melatih diri dalam
suatu ilmu kepandaian, tapi dia tersesat, sepak terjangnya menjadi
tidak keruan-Jarang sekali ayahku pergi kerumahmu."
"Memang, seingatku, pernah ayah mengajak aku berkunjung
kemari."
"Selagi ayahku tersesat itu, ayahmu telah membantu banyak. Ia
telah membantu dengan tenaga dalamnya hingga ayahku mendapat
kembali kesadarannya. Maka itu, ayahmu menjadi juga tuan
penolong ayahku. Ayahmu itu sering berbicara denganku
menuturkan peristiwa peristiwa yang tak dikehendaki yang
menghinggapi Pek Ho Bun hingga ia menyesal bukan main-.."
"Dimana ayahmu, nona?" tanya Siauw Pek, "Dapatkah aku
menemuinya untuk aku memberi hormat kepadanya?" Wajah si
nona tiba tiba menjadi suram.
"Jikalau ayahku masih ada," sahutnya, berduka, "tidak nanti aku
yang rendah, yang masih gadis, menempatkan diriku didalam dunia
Kang ouw yang keruh ini dengan menjadi ketua dari Kwan ong
Bun." Siauw Pek melengak.
"oh, jadi kiranya oey Loocianpwee telah meninggal dunia?"
katanya.
Nona oey tidak menjawab, hanya dla berkata "Dahulu ketika
orang Rimba Persilatan menyerbu Pek Ho Po, ayahpun telah
menerima undangan untuk bekerja sama kaum penyerbu itu. Untuk
maksudnya itu, terlebih dahulu mereka telah membuat satu
pertemuan besar. Di dalam rapat itu ayahku pernah membela
ayahmu, akan tetapi ayah seorang diri, ayah kalah suara, ayah tidak
berdaya. Bahkan dengan terpaksa ayah turut didalam rombongan
penyerbu itu..."
Paras Siauw Pek menjadi pucat pasi, ia hendak membuka mulut,
tetapi tidak jadi.
"Jangan keliru mengerti, saudara Tjoh," si nona berkata. "Ayahku
menjadi sahabat kekal ayahmu, beliau tahu sifat ayahmu, maka tak
nanti beliau mengepung ayahmu. Tak akan ayah melakukan
perbuatan sehina itu. Benar ayah turut didalam rombongan, tetapi
beliau sebenarnya menggunakan waktu itu untuk menyelidiki duduk
perkara yang sebenarnya. Ayah mau menolong secara diam-diam
pada ayah bundamu. Maksud ayah tidak tercapai. Sementara itu
ayahmu telah menunjukkan kegagahannya, dia berhasil
memecahkan kurungan dan meloloskan diri "
Siauw Pek menghela napas, ia sangat berduka. "Aku menyesal
bahwa aku datang terlambat hingga tidak dapat aku menghaturkan
syukur hatiku pada oey Loocianpwee yang telah melepas budi
begitu besar."
Nona oey tidak mengatakan sesuatu, ia meneruskan
penuturannya: "Sekembalinya ayah dari pengepungan, ia tetap tak
puas hati, ia sangat penasaran, tapi ayah tidak dapat berbuat apaapa.
Pengaruh Kwan ong Bio terlalu kecil untuk dapat menentang
delapan belas partai besar itu."
Kata kata sinona berhenti dengan tiba tiba, karena mendengar
ketukan pintu yang keras.
Dua budak dikiri kanan sinona sudah menghunus pedang
mereka, dengan serentak mereka menegur: "Siapa?"
Mereka terus lari kepintu. Si nona berlaku tenang.
"Tunggu sebentar^ katanya sambil mengulapkan tangannya, ia
bangun berdiri dengan sabar ia bertindak kearah pintu.
Kedua budak menghentikan larinya. Mereka taat kepada nona
itu.
si nona baju hijau mendadak berlompat maju, dia lari kedepan
nona oey.
"Jangan sembarang maju, nona" katanya. "Biarkan aku yang
keluar dan melihat"
oey Eng melengak. Ia tertarik hati mendengar pembicaraan
diantara ketuanya dan si nona, hingga ia lari.
Si nona yang merandek, berkata pada wanita berbaju hijau itu:
"Lekas ambil dan kembalikan senjata mereka itu Karena timbul
perubahan mendadak, lekas kau antar mereka dan keluar dari pintu
rahasia "
Si baju hijau berkata: "Tuan coh gagah sekali, dia justeru
membiarkan orang luar campur tangan ?"
Siauw Pek heran melihat perubahan demikian serta mendengar
kata kata kedua nona itu.
Si nona baju hijau tidak meu menentang nonanya, dia lari
kebelakang kursi nonanya. disitu dia mengambil senjata Siauw Pek
bertiga, lekas lekas dia membawa dan menyerahkan kepada ketiga
pemuda itu.
Baru Siauw Pek merapikan pedang dan goloknya, mendadak
kedua daun pintu yang hitam, yang tertutup rapat, terpentang
lebar, disitu muncul serombongan orang dengan orang yang
terdepan seorang berjubah abu-abu, yang romannya sudah tua dan
loyo adalah si imam yang pertama kali Siauw Pek bertiga
menemukan dihalaman luar kuil itu. Dibelakang imam tua itu
mengikut belasan orang bertubuh besar dengan dandanan singsat,
yang semuanya membekal senjata .
Si nona memandang keluar, lalu ia berkata dingin : "Kamu semua
masuklah "
Si imam tua, yang jubahnya panjang, melihat Siauw Pek, ia mau
berkata tetapi tidak jadi.
Belasan orang itu sebenarnya dua belas berbaris masuk. lalu
dibelakangnya sebagai orang terakhir, adalah seorang nona dengan
pakaian serba kuning juga, setelah dia masuk lalu melirik kepada
Siauw Pek.
"Adakah ini orang masuk kemari untuk membantumu?" tanyanya.
Siauw Pek mengawasi nona itu ia heran- Kedua nona berimbang
usianya, sama dandanannya, bahkan potongan tubuh dan romannya
mirip satu dengan lain- Diantara sinar api, sangat sukar untuk
membedakan mereka satu dari yang lain-
"coba mereka tidak berdiri berpisahan, tak dapat aku
membedakannya," pikirnya.
Si nona, yang menjadi nona rumah menjawab: "Merekalah
tetamu, mereka bukan pembantuku"
orang tua berbaju abu-abu itu berkata: "Benar, urusan didalam
rumah kita tidak dapat diselesaikan dengan minta bantuan orang
luar "
Nona yang belakangan itu berkata: "Yap Loo kaulah orang tua
yang terhormat didalam partai kita ini, kata-katamu dapat
dipercaya, maka coba kau berikan pertimbanganmu. Diantara kami
berdua, siapakah yang berhak untuk menjadi ketua ?"
Mendengar begitu, Siauw Pek berkata dalam hatinya: "oh,
kiranya mereka sedang memperebutkan kedudukan ketua partai.
Memang benar, sebagai orang luar, aku tak boleh campur tangan-.."
maka ia berdiam terus.
Si orang tua berdiam beberapa lama, matanya mendelong
kesuatu arah.
"Dalam hal ini aku sorang tua juga tidak berdaya
memutuskannya," katanya selang sejenak. "Aku pikir baiklah kamu
berdua yang bicara dan menetapkannya ?"
Si nona yang pertama menanya: " Kakak, kau datang dengan
membawa banyak orang, apakah kau telah bersiap menghadapi aku
untuk bertarung ?"
"Siapakah kakakmu?" bentak si nona baju kuning yang
belakangan. "Jikalau kau masih anggap aku sebagai kakakmu, tidak
selayaknya kau merebut kedudukan ketua kita "
Si nona baju hijau, yang diperintah nonanya mengantarkan
Siauw Pek bertiga pergi, mendadak campur bicara. Katanya: "Disaat
majikan tua mau berangkat pergi, beliau telah memanggil jie-siocia
datang kepembaringannya, dan memesan supaya nona yang
menggantikannya menjadi ketua partai. Ketika itu kebetulan sekali
budakmu ini hadir, ia mendengar sendiri pesan itu. Toa-siocia, harap
kau tidak memaksa dengan menggunakan kekerasan-.."
Budak ini memanggil jie-siocia dan toa-siocia. Itulah nona yang
kedua dan kesatu. Nona yang baru datang itu, ialah toa siocia
menjadi gusar.
"Budak hina, tutup mulutmu" dia membentak. "Pada saat seperti
ini, mana bagianmu untuk campur mulut?" Lalu dia menoleh pada si
orang tua untuk melanjutkan: "Yap Hong San kaulah menteri nomor
satu yang berjasa dari Kwan ong Bun, kau juga anggota yang paling
dihormati oleh murid-murid kita, ketika hari itu ayah menunjuk aku
sebagai pengganti ketua, kau hadirdan turut mendengar pesan itu,
kenapa sekarang kau tidak mau mengucapkan sepatah kata untuk
membenarkan dan menguatkan pesan ayahku itu?" Si orang tua she
Yap menghela napas.
" Nona- nona," katanya perlahan, "kamu saudara sekandung satu
dengan lain, dan telah menjadi besar dibawah pengawasanku, maka
itu terhadap kamu aku ingin berlaku jujur. Memang disaat chungcu
rebah sakit diatas pembaringannya, dia telah mengatakan kepadaku
siorang tua untuk membantu toa siocia sebagai ketua partai. Tatkala
itu toa-siocia hadir bersama. Jadi itulah hal yang sebenar benarnya
kemudian ketika tiba disaat genting dari penyakitnya cungcu ialah
saat ia hendak meninggalkan dunia yang fana ini, chungcu
memanggil jie siocia dan telah menyuruh jie siocia menjadi ketua.
Ini juga hal yang sesungguhnya. Ketika itu nafas chungcu tinggal
sedikit sekali, tetapi ia masih sadar, ingatannya masih terang sekali.
kata- katanya jelas dan rapi. Jadi pesannya itu dapat dipercaya.
Hanya, ah ... Walaupun chungcu telah menunjuk jie siocia untuk
mengepalai partai namun dilain pihak ia belum membatalkan
pengangkatannya terhadap toa siocia, maka itu sekarang sulit
bagiku si orang tua mengutarakan pikiranku..."
Nona yang baru datang itu, toa siocia, nona kesatu, berkata:
"Yap Hong San, aku mau tanya, Didalam sebuah partai harus ada
berapa orang ketuanya ?"
"Didalam sebuah kerajaan tidak ada dua rabanya," menyahut
orang she Yap itu. "Maka itu tentu saja mesti ada hanya seorang
ketua."
"Benar begitu " berkata toasiccia. "Aku menjadi anak yang tertua,
aku pula dari sejak mula telah ditunjuk sebagai pengganti ketua,
bahkan aku ditunjuk oleh ayah sendiri, bukankah itu tidak mungkin
salah ?"
"Yap Hong Aan " berkata jiesiocia, "Ketika ayah memanggil kau
datang, bukankah kau untuk saksi supaya kau mendengar dan
melihatnya sendiri ?"
Siauw Pek kesal mendengar perselisihan mulut diantara kedua
kakak beradik itu. Sebab menurut Yap Hong San, mereka sama
sama benar. Ia berpikir : "Yang terang ialah kedua saudara ini
tengan kedudukan ketua partainya mereka pula tengah
memperebutkan Yap Hong San sebab Yap Hong San sebagai
pemegang batang."
Segera terdengnar suara keras dari toa siocia "Jikalau kau tidak
mau melepaskan kedudukanmu sebagai ketua maka aku tak usah
ingat lagi tentang persaudaraan kita "
"Maksudmu, kakak ?" tanya jie siocia. "Apakah kita harus
menggunakan kekerasan guna memutuskan siapa menang siapa
kalah ?"
"Jikalau kau tetap berkokoh sampai mati tidak mau mengalah,
memang tinggal itu satu jalan," berkata sang kakak. "Diantara kita
berdua, salah satu mesti binasa, barulah akan ada ketenangan yang
kekal abadi "
siauw Pek mengerutkan alis. Katanya didalam hati, "Bilang wanita
tidak dapat mengambil keputusan? Lihat mereka ini, satu kali
mereka bentrok. mereka lantas dapat mengambil sikap setajam ini.
Sungguh perbuatan mereka ini bukan satu hal yang dapat
diambilnya oleh sembarang laki laki"
Kemudian terdengar suara si jie siocia: "Jikalau kakak memang
mau berbuat begitu, terpaksa adikmu bersiap sedia menerima
pengajaranmu "
Yap Hong San menarik napas lemah, ia memandang toasiocia
dan berkata: "Nona Tin, aku siorang tua mempunyai beberapa kata
kata yang tidak dikeluarkan, tak lega hatiku..."
Toa siocia yang dipanggil nona Tin itu, yang sebenarnya bernama
oey Tin, mengawasi siorang tua tajam tajam.
"Yap Hong San, ada apakah ?" tanyanya. "Katakanlah dengan
terus terang saja sekarang ini hanya kaulah yang satu satunya
menjadi anggota tertua dari partai kita, semua anggota paling
menghargai kau, karena itu, kau harus dapat bicara sejujurjujurnya,
hanya diwaktu kau bicara, harap kau berhati-hati " Hong
San lalu berpaling kepada jiesiocia.
"Nona Yan," berkata dia, "aku siorang tua mendengar sendiri,
melihat sendiri, pesan ayahmu disaat beliau hendak menutup mata,
bahwa beliau menghendaki kau menjadi penggantinya. Itulah kata
kata berat dan bukan kata kata palsu..."
Nona yang dipanggil nona Yan itu, menyela "Jikalau demikian
adanya maka haruslah kau berlaku adil "
"Hanyalah, nona," berkata pula anggota tertua itu, "ketika itu
ketua kami sudah lama sekali menderita sakit. Waktu ciangbunjin
meninggalkan pesannya itu, supaya nona yang menjadi
penggantinya, walaupun pikirannya masih terang dan kata katanya
jelas dan rapi hal itu diketahui oleh banyak anggota kita. Di lain
pihak setiap anggota ketahui baik bahwa Nona Tin yang akan
menjadi pengganti ketua mereka. ini pula menjadi satu soal.
oleh karena itu, nona, jikalau kau memaksa mengambil alih
pimpinan partai, mungkin orang akan mencurigai aku situa, Maka,
menurut pendapatku, benda pusaka, untuk diberikan pada toasiocia,
agar toasiocia yang memegang tampuk pimpinan- Tapi kedudukan
Nona Tin ini adalah kedudukan buat sementara waktu. Nanti, selang
sepuluh tahun, baru jie siocia yang menyambut, menggantikannya
mengepalai partai kita. Bagaimana pendapat jiesiocia mengenai
saranku ini ?"
Mendengar pikirannya situa itu, Siauw Pek heran. Pikiran: "Ketua
itu sudah linglung, juga tolol. Mengapa, setelah mewariskan
pimpinan kepada puteri yang sulung kemudian pada saat terakhir
hidupnya, dia mewariskan juga kepada puteri bungsunya ?
Bukankah itu sebagai sengaja meninggalkan kerewelan bagi puteri
puterinya ini? Atau, mungkinkah disebabkan perasaan suka dan
tidak suka pada disaat itu ?"
"bagus" berseru Nona Tin. "Jikalau kau suka dengar pikiran Yep
Hong San, adikku, aku juga mau mengaku kau sebagai saudaraku.
Semua anggota tahu aku telah ditunjuk sebagai engganti ketua,
tetapi sekarang timbul soal memecat yang tua mengangkat yang
muda, itulah tidak selayaknya. Dengan begitu juga muka terangku
menjadi sirna. Disamping itu, ikalau urusan ini sampai tersiar luas
didalam dunia Kang ouw, bagi kita partai Kwan ong Bun ada ruginya
tiada untungnya. Nah, adik, coba kaUpikir, aku benar atau tidak..."
Alis oey Yan berkerut. Ia lalu jalan mundar mandir didalam ruang
itu. ia nampak sangat berduka. Rupanya ada sesuatu yang sedang
dipikirkan-
Melihat nonanya ragu, sibudak berbaju hijau tiba tiba
menghampiri, lalu membisiknya, katanya : "Jie-siocia, diwaktu
majikan tua mau menghembuskan napas terakhir, ia telah dengan
tangannya sendiri menyerahkan pusaka partai kepada nona, dari
situ nona dapat mengetahui bagaimana pastinya keputusan itu,
tetapi sekarang, jikalau nona mengalah dan menyerahkan
kekuasaan kepada toa siocia, bukan saja nona telah menyia nyiakan
pesan majikan tua, juga kita kita majikan dan budak-budak kita
bakal mati tanpa tempat kubur..." oey Tin gusar mendengar kata
kata budak itu.
"Kurang ajar" dia membentak. "Kami berdua saudara, kami hidup
akur dan damai, adalah kau yang biasa mengadu biru hingga
kerukunan kami terganggu. Budak celaka, jikalau kau tidak
dibinasakan, aku kuatir Kwan ong Bun tidak akan mengalami hari
hari tenang buat selama lamanya "
Budak itu berkeberanian besar. Dia menjawab : "Tentang hidup
dan matiku, itu tak menjadi soal, tak usah dipikirkan, tetapi
kemakmuran Kwan ong Bun, inilah yang penting sekali "
"Budak hina, kau cari mampus " teriak oey Tin, yang segera
memberi tanda dengan tangannya.
Dua orang segera maju, dengan masing masing sebatang golok.
mereka itu menyerang si budak berbaju hijau.
Budak itu melihat ancaman, dia berlompat mundur. Oey Yan
menentang matanya bengis. "Berhenti " dia membentak.
Kedua orang itu tidak berani melanjutkan serangannya, mereka
berdiri diam mata mereka mengawasi Nona Tin. oey Tin tertawa
dingin.
"Adikku, kau masih menghargai kakakmu atau tidak ?" tanyanya.
"Atau kau lebih menyayangi budakmu itu ?" Adik itu menghela
napas.
"Kakak, bukan begitu soalnya," sahutnya, perlahan- "Memang ciu
Koan budak akan tetapi dia dibesarkan disini semenjak kecilnya,
hingga semasa hidupnya ayah, dia dipandang sebagai anggota
keluarga kita sendiri. Dan kakakpun ketahui hal itu baik sekali bukan
? sedangkan kini tujuan kakak ialah menghendaki kedudukan ketua
partai dan untuk itu tak ada sangkut pautnya dengan mati hidupnya
si Koan.Jadi, kukira tidaklah beralasan bila kakak membunuhnya."
"Tapi dia jahat sekali, dia pembakar permusuhan diantara kita
Kalau dia tidak dibunuh, bahayanya ada, faedahnya tiada maka itu
lebih baik dia dibunuh saja "
"Kakak. janganlah kakak umbar hawa amarahmu terhadap ciu
Koan- sekarang kau beri waktu tiga hari kepadaku untuk aku
memikir soal kita ini. Maukah kau ?"
"Toh mudah untuk mengatakan kau suka mengalah atau tidak ?
Buat apa musti menanti sampai tiga hari lagi ?"
"Apakah kakak tak dapat menunggu hanya tiga hari saja ?"
"Jikalau dihari hari biasa, jangan kata baru tiga hari, tiga puluh
hari pun dapat, tetapi sekarang lain, sekalipun satu hari, tak bisa
aku bersabar lagi"
"Mengapa begitu, kakak ?"
"Benarkah kau tidak tahu, adikku? Ataukah kau berpura-pura?"
"Benar. aku tidak tahu, Mana aku berpura pura ?"
"Apakah tidak ada orang kita yang memberi laporan kepadamu ?"
tegaskan sang kakak, "sekarang ini didalam kota Gak yang telah
berkumpul banyak orang Rimba Persilatan, bahkan diantaranya
terdapat jago jago dari Siauw Lim Pay dan Bu Tong Pay. Kita
menjadi partai setempat, dan juga sebuah partai besar, ada
kemungkinan mereka itu datang berkunjung. Nah, kalau sampai
mereka datang untuk menghunjuk hormat, siapakah yang harus
menyambut mereka, kau, atau aku? Jikalau aku yang menyambut,
aku belum jadi ketua, kedudukanku tak surup. Jikalau kau yang
menyambut mereka, lalu dengan sendirinya dunia memandang
kaulah ketua Kwan ong Bun. Bagaimana nanti jikalau kau mengalah
dan menyerahkan kedudukan kepadaku, bukankah dunia akan
menjadi heran ?"
oey Yeng berpikir sejenak. "Ya, itulah satu soal..." katanya.
oey Tin tertawa. ia berkata: "Persoalan ini sebenarnya sederhana
sekali. Asal adikku suka mengalah dan menyerahkan pusaka
kepadaku, beres sudah semuanya. Sebaliknya, jikalau adikku masih
memberatkan ketua itu, soal yang sederhana ini lalu menjadi ruwet
sendirinya."
Disaat itu, dengan menggunakan saluran Toan im cie sut, oey
Eng berkata kepada ketuanya: "Toako, aku lihat urusan mereka ini
sangat ruwet. Aku duga disini tentu terselip soal lainnya, bukan
hanya soal kedudukan ketua partai..."
"Kenapa kau menganggap demikian, saudara oey?" balik tanya
Siauw Pek, juga dengan tenaga saluran-
"Sebab oey Tin sangat mendesak dan oey Yan membangkang,
sampai oey Yan minta waktu tiga hari. Aneh bukan ?"
Mendadak terdengar suara dingin dari Yap Hong San: " inilah
urusan partai Kwan ong Bun kami, orang luar tak usah ribut
memikirkannya "
Itulah celaan untuk oey Eng dan Siauw Pek. Mereka memang
menggunakan ilmu saluran Toan im cie-sut tetapi mulut mereka
berkemak kemik sedikit. Yap Hong San seorang jago tua yang
berpengalaman, dia dapat melihat dan menerka. Dia menjadi tidak
puas, maka itu dia menyela.
Siauw Pek heran tapi ia tidak menghiraukan- Sebaliknya ia melirik
kepada oey Tin. Sesudah itu, ia mengawasi oey Yan dan menanya: "
Dapatkah aku yang rendak nyimpan tiga gulung gambar sulam ini ?"
"Aku menerima pesan, memang hendak aku menyerahkan
barang ini kepada orang yang menerimanya," menjawab nona itu,
"hanya saja sebelum aku menyerahkan, atau pada saat hendak
menyerahkannya, aku mesti bertanya dulu tentang dirimu. Karena
kau telah memberi keterangan yang jelas sekali, sudah seharusnya
barang-barang ini menjadi milikmu."
Mendengar kata kata si nona tiba tiba Siauw Pek ingat satu hal.
Maka ia berkata dalam hatinya: "Mungkin inilah sebagian dari
barang titipan ayahku kepada Lauw Haycu, maka kalau aku bisa cari
orang yang menitipkan barang tersebut kepada nona ini. Tentu aku
bakal mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai urusanku,"
Tapi ia tidak bisa berpikir lama. Ia terus merangkap kedua
tangannya, memberi hormat pada orang itu seraya berkata: "Nona,
kaulah ketua sebuah partai, kata katamu pasti berat laksana
gunung. Nona, aku mohon bertanya satu halpadamu: Sudikah nona
memperkenalkan aku dengan orang yang menitipkan barang ini ?"
oey Yan menjawab cepat: "Jikalau dia suka bertemu denganmu,
tak usah dia pakai perantaraanku."
Siauw Pek heran, maka dia berkata: "Nona, dia menitipkan
barang ini pada nona, maksudnya tak lain untuk mencari tahu
tentang diriku, sekarang tentang diriku sudah jelas, mengapa dia
tak sudi menemui aku ?"
"Dia bukan tak suka menemui kau, hanyalah sang waktu yang
belum tiba, kalau waktunya sudah masak. Tak usah kau bersusah
payah, dia pasti mengirim surat kepadamu, atau datang berkunjung
sendiri." Kembali Siauw Pek menjadi heran-
Sementara itu, pembicaraan ini telah seperti menyisikan oey Tin
dan Yap Hong San, hingga mereka berdiri diam dan terpaksa
mendengarnya saja.
Tengah Siauw Pek berpikir, tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh
lompat kearahnya. orang itu bergerak bagaikan bayangan,
tangannya diluncurkan untuk merampas kotak kemala.
Sianak muda terperanjat, tetapi ia masih sempat mengibaskan
tangannya. Karena itu, bentrokan kedua tangan hingga
menimbulkan suara, lalu bayangan itu terlonjak mundur.
Dengan sebat Siauw Pek menjemput kotak dengan tangan
kirinya, dan menyerahkannya pada oey Eng sambil berkata:
"Saudara tolong kau simpan ini " Kemudian ia memandang tajam
kepada bayangan tadi.
Itulah oey Tin Sinona berdiri diam dengan wajah merah padam,
terang dia malu, kecewa dan gusar. Rupanya dia sedang mengatus
pernapasannya, sebab bentrokan yang baru itu menggempur tenaga
dalamnya.
Yap Hong San menyaksikan peristiwa itu, perlahan ia berkata
pada Oey Yan-Jie- "siocia, inilah kekeliruanmu. Urusan Kwan ong
Bun kita, mesti kita sendiri yang menjelaskannya, sekalipun darah
mesti dikucurkan, tak dapat kita meminjam tenaga orang luar, siapa
tahu, malam ini kau telah mengundang bala bantuan"
Siauw Pek mengulapkan tangannya.
"Locianpwee" katanya, "beberapa hari yang lalu kita pernah
bertemu muka, apakah locianpwee masih ingat ?"
Yap Hong San menjawab dingin- "Pada hari itu akulah yang
mengambil keputusan sendiri, aku telah memancing kami bertiga
masuk ke dalam kolam maut, jadi Jiesiocia tak dapat bersekongkol
denganmu."
"Tutup mulut" oey Yan membentak. "Yap Hong San, kaulah
anggota tertua partai, kau sangat dihormati, kenapa kau sekarang
lancang menuduh ?"
Kali ini Nona oey membahasakan dirinya punco. " Itulah istilah
"aku" untuk seorang ketua partai. Dengan begitu ia menganggap
dirinya sebagai ketua dari Kwan ong Bun, partainya.
Mendengar pengakuan orang itu, dengan dingin Siauw Pek
berkata: "Beberapa hari yang sudah kami kena tipu dayamu dan
tertawan, karena itu senjata kami ketinggalan disini, sekarang kami
datang kemari untuk meminta kembali, maka adalah diluar dugaan-
Kebetulan kami menghadapi perselisihan diantara kalian-"
Oey Tin tertawa dingin- "Kalau begitu sungguh kebetulan kau
datang bukan kemarin, tetapi kamu justeru tiba malam ini dan
disaat ini."
Siauw Pek tidak puas dengan ejekan itu, di dalam perselisihan
antara dua saudara itu, ia telah melihat duduk persoalannya. Ia
tidak diminta bantuannya oleh oey Yan tapi ia dicurigai dan
disangka, maka dengan sendirinya ia jadi terseret kepihak Nona oey
Yan itu. Ia pula melihat kedua belah pihak itu. Agaknya kedudukan
oey Yan terlebih lemah,
sebab dia cuma dibantu si budak berbaju hijau, sedangkan oey
Tin datang dengan sebarisan dari dua belas orang laki-laki yang
bertubuh besar dan kekar. Dan Yap Hong San juga memihak nona
nomor satu itu. Apabila kedua pihak sampai bentrok. pasti oey Ya n
yang bakal kalah.
"Jikalau kamu memaksa menuduh aku sebagai orang undangan
Nona oey Yan, terserah kepada kami " katanya dingin.
Yap Hong San menjadi gusar. "Nah, dengar Nona Yan " katanya
keras. "dengar orang sudah mengaku Apakah kau masih
menyangkal" oey Yan mendongkol sekali.
"Yap Hong San " katanya keras, "Kau memang menjadi anggota
tertua tetapi janganlah kau tidak menghormati atasanmu. Aku
bertanya kepadamu, sekarang ini didalam Kwan ong Bun, siapakah
yang menjadi kepalanya ?" Ditanya begitu orang she Yap itu
melengak.
"Yap Tiang loo, jangan dengarkan ocehan licik dia itu" sela oey
Tin nyaring. Nona ini bingung, dia takut orang she Yap itu, yang
sekarang dia bahasakan "tiangloo" artinya anggota tua yang
dihormati, nanti kena terbujuk adiknya. "Dia mencuri merampas
kedudukan ketuanya Perbuatannya hina dina. Mana dapat dia
dijunjung Kenapa tiang loo justru tidak mau memaksa dia
menyerahkan benda pusaka dan memecat kedudukannya itu ?"
Ditanya begitu, Hong San mengawasi nona nomor satu itu.
"Apakah nona bersiap menggunakan kekerasan ?" tanyanya
tenang.
"Keadaan telah menjadi begini rupa. tak dapat tidak. dia mesti
dipaksa menyerahkan pusaka partai " menjawab nona sulung itu.
"Jikalau kita menanti tiga hari lagi, itu berarti anggota anggota telah
berkumpul semua. Berkumpulnya orang banyak itu akan
menyulitkan kita. Bagaimana jikalau dia tetap mengangkangi pusaka
itu? Kebanyakan anggota tidak tahu duduk perkaranya, terang
mereka bakal melindunginya sebagai ketua. Sampai waktu itu bila
ingin memecat dia, pasti sudah terlambat " Yap Hong San bersangsi,
dia berdiam saja. Hanya pikirannya yang bergulat.
Melihat demikian, oey Tin berkata pula: "Kalau budak ini
memegang kekuasaan, tak nanti dia melepaskan kau, Yap Tlonglo
Sampai waktu itu, walaupun kau memikir untuk menentang keadaan
sudah tak mengijinkan lagi"
Selama itu, oey Yan bercokol tegak dikursinya, mulutnya.
Nampaknya ia sudah mempunyai keputusan, hingga ia tak kuatirkan
apa juga.
Kelihatannya Yap Hong San tergerak juga oleh kata kata oey Tin-
Selang sejenak ia mengangkat kepalanya, mengawasi oey Yan-
"Jie siocia, apakah kau telah dengar kata-kata toa siocia ?"
tanyanya.
"Aku telah dengar Bagaimanakah pikiran Yap Tiongloo?"
Oey Yang juga memanggil Tiongloo kepada anggota tertua
partainya itu.
"Sepak terjangmu nona, adalah terlalu keras," katanya kemudian-
Walaupun demikian, didalam keadaan seperti ini , masih ada satu
jalan keluar..." Ia batuk batuk. Setelah itu, dia menambahkan,
"Sekarang ini, nona, keadaanmu berbahaya sekali. Asal aku situa
mengangguk menyetujui kata kata Nona Tin, segera pendopo ini
bakal menjadi pertumpahan darah. Asal Nona suka mengalah dan
menyerahkan benda pusaka, aku situa akan mempertaruhkan
nyawa gua menjamin keselamatan jiwa kamu majikan dan budak.
Nona aku bicara dengan setulusnya hatiku, aku minta kau pikir
masak masak sebelum kau bertindak..." Tiba tiba sinona menghela
napas panjang.
"Yap Tiang loo, mengapakah kau membantu kakakku?" tanyanya.
"Semasa hidupnya ayah, kau memperlakukan kami berdua sama
baiknya. Bicara tentang kasih sayang, mungkin kau lebih berat
kepadaku, tapi sekarang, kau memihak kakakku yang berniat
merampas kedudukan ketua Kwan ong Bun. Tiang loo, aku heran
atas sikapmu ini. Mengapakah?"
oey Tin kuatir sianggota tertua kena terbujuk. lekas lekas dia
berkata: "Yap Tiangloo bukankah kau biasa berlaku adil? Kenapa
sekarang kau bungkam saja menghadapi orang percobaan orang
merampas kedudukan ketua partai kita ?"
"Kau benar sekali, nona" Hong San berkata kemudian- "Memecat
yang tua dan berbareng mengangkat yang muda, itulah tabu untuk
kaum Rimba Persilatan"
oey Yan tidak menghiraukan pembicaraan dua orang itu, hanya
setelah menarik napas panjang ia berkata sabar:
"Nyatalah kamu sudah bersiap sedia. Setelah lewat tiga hari,
disaat rapat partai kita hari itu, aku sudah tak mempunyai apa apa
lagi..." ia berpaling kepada oey Tin, dan menatapnya dengan dingin,
dan kemudian berkata: "Pantaslah kau tidak dapat menanti sampai
tiga hari lagi" oey Tin mengulapkan tangan-
"Aku beri kau waktu lagi sehirup teh" katanya keras. "Jikalau
sebentar kau masih belum juga mengambil keputusan, janganlah
engkau katakan kakakmu ini ganas telengas"
Ulapan tangan nona ini adalah untuk orang orangnya. Kedua
belas orang itu bergerak, dan dengan serempak mereka
menghunuskan golok dan berjalan maju, mengambil sikap
mengurung. Mereka bergerak perlahan tetapi rapi. Asal diberi abaaba,
pasti mereka akan menyerbu nona Yan itu.
Siauw Pek mengawasi kedua belas orang itu dan merasa, kalau
sampai bentrok. sulit buat oey Yan lolos dari kepungan- Agaknya
kedua belas orang itu sudah terlatih baik. Karenanya dengan
sendirinya ia kuatir untuk pihaknya sinona bungsu.
oey Yan sebaliknya tetap tenang tenang saja. ia seperti tak tahu
bahwa bencana lagi mengancamnya. Iapun bagai tidak siap sedia.
Hanya kemudian ia menatap kakaknya itu dan berkata tawar.
"Kakak, sebenarnya hatiku panas melihat sepak terjangmu sekarang
ini, tapi walaupun demikian tak ada niat untuk tempur denganmu"
Siauw Pek heran-
"Kenapa nona ini begini tenang?" pikirnya "Itulah rada sembrono.
Apakah dia tidak melihat suasana? Kenapa dia masih mengharap
perdamaian dengan saudaranya ini?" Pemuda ini bingung
sendirinya.
Sampai detik itu, oey Yan belum memohon bantuan- ia sudah
memikir buat memberikan bantuannya, tetapi si nona tetap
bungkam, ia tak ada alasannya. Lewat sejenak, baru oey Yan
berkata pula:
"Kakak, jikalau dari dulu kau memberitahukan aku bahwa tiga
hari lagi partai kita akan mengadakan pertemuan di sini, untuk
mengangkat ketua yang baru, tentu siang siang aku pun akan
menerima baik maumu itu." oey Tin tertawa dingin.
"Sekarang ini masih belum terlambat " sahutnya.
" Untuk menyerahkan benda pusaka, kemudian mengalah
sebagai ketua partai, itulah tak sukar," berkata sang adiknya. "cuma
untuk itu kau harus menerima baik dulu dua syaratku"
"Asal yang aku sanggup, pasti aku akan menerimanya" jawab
sang kakak.
"Syarat yang pertama," oey Yan menyebutkan, "aku hendak
memilih sebuah tanah yang baik untuk mengubur jenazah ayah.
Dengan begitu aku hendak menunakan tugasku sebagai seorang
anak yang berbakti."
"Baik aku terima itu" oey Tin memberikan janjinya. "Yang
kedua?"
"Dipendopo belakang itu ada sebuah patung besi dari Kwan ong,
patung itu hendak aku bawa pergi pula," oey Yan menyebutkan
syaratnya yang kedua. Matanya oey Tin berputaran.
"Apakah faedahnya patung besi itu? Buat apa adikku
membawanya sekalian?"
"Patung itu amat indah pembuatannya, hendak aku gunakan
sebagai teman dari kuburan ayah."
"Begitu? Baiklah... patung itu boleh kau bawa" Siauw Pek heran
mengetahui syaratnya itu.
"Aku menerka pada syarat yang sulit, tidak tahunya demikian
mudah," pikirnya. "Tentu saja oey Tin menerima baik syarat itu."
Lalu terdengar pertanyaan oey Yan, "Kak, kapan kau hendak
menerima kedudukan partai kita ini?"
"Lebih cepat lebih baik" jawab oey Tin.
"Aku memikir habis fajar berangkat." kata adik itu, "bagaimana
kalau aku menyerahkan barang pusaka itu sebelumnya matahari
terbit"
Hawa angkara murka dari oey Tin sudah lenyap semuanya,
mendengar kata kata si adik ia tersenyum.
"Sebenarnya, jikalau aku yang jadi kau aku akan berangkat
sekarang juga" katanya.
"Sekarang ini tengah malam buta, dimana bisa mencari
kendaraan?" kata si adik.
"Perihal itu tidak usah adik sulitkan, sejak siang siang telah aku
sediakan" Oey Yan nampak heran-
"Eh, kenapa kau dapat menerka terlebih dulu bahwa aku bakal
mengalah?" tanyanya. oey Tin melirik pada Siauw Pek bertiga.
"Yang tidak dapat diterka ialah hal adikku telah mengundang bala
bantuan Yang lainnya semua telah termasuk perhitunganku"
"Kecerdasan kakak memang biasanya menang setingkat dari
padaku."
"Kekeliruan kali ini," kata si nona sulung, "ialah halnya aku tidak
menduga kau meminta bantuan orang lain-" Oey Yan tertawa
hambar.
"Memang biasa terjadi seseorang dapat menerka keliru" katanya,
"lagipula mereka itu pun datang secara kebetulan saja. Bila kakak
tetap menyangka aku menyesal dan penasaran-" Oey Tin tertawa.
"Perkara yang sudah lewat, baiknya jangan timbulkan pula,"
katanya. "Nanti, setelah kau selesai berkabung, bila tiba saatnya kau
akan muncul pula didunia Kang ouw, aku minta kau memberi cepat
cepat kabar kepadaku, agar aku bisa menyambutmu."
"Semoga adikmu kerasan tinggal di dalam gubuk kecil selama
berbulan bulan dan bertahun tahun," sang adikpun memberi
jawaban- "Sekarang, kakak, harap tunggu sebentar, aku hendak
mengambil pusaka partai kita." Oey Tin tertawa.
"Merepotkan saja, adikku," katanya seraya mengangkat tangan
kanannya, untuk diulapkan berputar diatasan kepalanya.
Itulah isyarat untuk kedua belas pengikut yang berbaju hitam itu.
Dengan serentak mereka menyimpan golok mereka itu dan terus
mundur, untuk berdiri berbaris di belakangnya nona pemimpinnya
itu.
oey Yan bangkit, ia bertindak kesatu pojok dari pendopo itu. Di
situ ia angkat sebelah tangannya, meraba tembok. yang merupakan
batu yang licin-Dengan tiba tiba saja terbukalah sebuah pintu
rahasia.
Hampir serentak dengan itu, tubuh gesit dari Oey Tin bergerak
menghampiri ciu koan sinona berbaju hijau.
Siu Koan melihat nona itu mendekati dia, walaupun dengan
gerakan perlahan, dia segera mundur dua tindak, untuk
menempatkan diri di belakang Siauw Pek. si anak muda, sebaliknya,
membusungkan dadanya.
"Toasiocia, maksud hatimu telah tercapai, aku girang sekali, aku
memberi selamat kepadamu" katanya, tapi suaranya tawar. "Akulah
siorang luar, yang berdiri dipinggiran, hari ini pengalamanku
bertambah bukan sedikit" oey Tin tersenyum.
"Adikku muda dan tidak tahu urusan, dibelakang hari harap kau
tolong memperhatikannya, " dijawabnya . Siauw Pek heran-
"Nona, apakah artinya kata katamu itu ?" Si nona tertawa.
"Jikalau adik Yang ku itu tidak ada yang diandalkan, aku kuatir
tak semudah ini dia menyerahkan pusaka partai kami," sahutnya,
"Bukankah kau telah tidak menghiraukan kesukaran datang kemari
untuk membantunya? Bukankah adikku itu mau melindungi
keselamatan dan keutuhan tubuhnya untuk diserahkan kepadamu ?
Sebagai kakak, aku memberi selamat kepada kamu berdua "
Baru sekarang Siauw Pek tahu arti dari kata katanya nona itu. Ia
hendak menyangkal. Justru itu, oey Yan sudah muncul pula dari
pintu rahasianya itu. Dengan kedua tangannya, nona itu menyangga
sebuah golok tua yang sarungnya berwarna kuning. ia berjalan
dengan tindakan perlahan.
Begitu oey Tin dan Yah Hong San melihat golok itu, keduanya
segera menekuk lutut memberi hormat, akan tetapi si nona, setelah
dia mengangguk. dia segera bangun berdiri, tangannya diulur guna
menyambut golok pusaka itu. oey Yan berkisar kesamping.
" Kakak, jangan terburu nafsu" katanya.
oey Tin tertawa dan katanya: "Adikku, kita besar bersama sama,
mungkinkah kau belum tahu tabiat terburu nafsu dari kakakmu ini
?"
oey Yan tidak menjawab, hanya berkata: "Kakak. satu kali golok
Kwan ong Koo ini terpegang oleh tanganmu dengan seketika juga
kau telah menjadi ketua, maka mulai waktu itu semua anggota
Kwan ong Bun, rata rata akan mendengar kata katamu..." Oey Tin
heran.
"Adikku, apakah kau tidak percaya aku?"
"Jikalau aku tidak percaya kau, kakak, tidak akan aku serahkan
golok pusaka ini kepadamu" menjawab sang adik. "Aku hanya minta
kakak jangan terlalu terburu napsu. Aku minta kakak sudi menanti
sebentar, sampai aku sudah selesai membungkus barang barangku,
sesudah jenasah ayah diberangkatkan, waktu itu barulah aku akan
menyerahkan golok ini"
"Baik, baik Apakah adikku membutuhkan bantuan Katakan saja "
"Tolong kakak menyuruh beberapa bawahanmu menaikkan
jenasah ayah keatas kereta."
"Itulah mudah" kata kakak itu, yang terus menggapai kearah
orang orangnya seraya berkata: "Kemari kalian Lekas kalian bantu
jie siocia menaikkan jenazah ketua kita keatas kereta "
Empat orang pengikut segera keluar dari dalam rombongannya.
Oey Yan menatap Siauw Pek. dia tersenyum.
"Tuan-tuan bertiga," katanya, "walaupun kamu datang bukan
untuk membantuku, dengan sendirinya kamu menambah pengaruh
kepadaku hingga hatiku menjadi tenang. Tuan-tuan, aku minta
sukalah kami berangkat bersama-sama kami "
"Kami memang mau berangkat pergi," berkata Siauw Pek. "Kami
datang kemari untuk mengambil kembali senjata kami, sekarang
senjata itu telah kami terima kembali, disini sudah tidak ada urusan
kami lagi."
Nona Yan mengangguk. terus ia bertindak dimuka, diiringi oleh
ciu Koan serta dua budak berbaju hijau itu. Siauw Pek bertiga
berjalan paling belakang, hingga sendirinya mereka mirip
rombongan pelindung.
oey Tin menanti rombongan itu berangkat dulu, ia mengajak Yap
Hong San sekalian mengikuti.
Malam itu gelap sekali tapi oey Yan kenal baik jalannya, ia dapat
berjalan tanpa bersangsi sedikit juga. Ia berjalan dengan cepat,
sebentar saja ia telah melewati dua buah halaman dan tiba didepan
sebuah pendopo besar.
Siauw Pek mengawasi dengan tajam. Ia melihat sebuah pintu
hitam yang tertutup rapat, yang ditempeli sehelai kertas hitam juga
hingga saru dengan cat itu. Tidak sembarang mata bisa
membedakan pintu dan kertas tempelan itu.
Dengan hanya satu gerakan tangan, oey Yan menyobek kertas
tempelan tersebut, yang mirip dengan sebuah gambar rencana,
terus ia menghunus golok pusakanya, dipakai menyobek membuat
kedua daun pintu terpentang terbuka.
Didalam hati Siauw Pek berkata: " Kiranya golok ini alat pembuka
pintu pendopo ini" Bagian dalam dari pendopo itu suasananya
menyeramkan karena gelapnya.
Dalam sedetik, oey Yan sudah menyalakan sebatang obor, yang
diangkatnya tinggi tinggi, maka dengan bantuan penerangan api itu,
disitu tampak sebuah petimati. Nona ini menggoyangkan obornya,
terus ia berkata: " Kakak. inilah jenazah ayah. Aku minta kau
menyuruh orang orangmu menggotongnya."
"Apakah patung Kwan Kong yang kau maksudkan juga berada
didalam pendopo ini?" oey Tin bertanya.
"Ya, dia tengah menemani ayah," sahut sang adik. Kembali dia
menggoyang obornya membuatnya lebih terang. Maka sekarang
tampak patung Kwan kong yang dimaksudkan itu, yang diletakkan
dalam sebuah kotak kayu istimewa.
"ciu Koan, lekas kau angkat patung itu " oey Yan menitah. ciu
Koan menyahuti, segera dia mengangkat patung itu. oey Yan
memutar tubuhnya, apinya dipadamkan-
"Kakak." la berkata, "sekarang silahkan kakak mengantarkan aku
naik kereta. Di sana aku akan serahkan golok pusaka ini." Dengan
padamnya api, pendopo kembali gelap seperti semula.
Ketika itu terdengar Yap Hong San berkata seorang diri. "Entah
kemana perginya saudara saudara yang menjaga disini. Rupanya
Kwan ong Bun perlu ditertibkan lagi "
Terdengar suara dingin oey Yan menjawab. "Semoga Yap
Loocianpwee nanti menunjukkan kepandaiannya untuk membantu
kakak supaya Kwan ong Bun dapat dimajukan hingga didalam dunia
Kang ouw partai kita akan mendapat suatu tempat yang wajar "
oey Tin kuatir Hong San hilang sabar, maka ia lekas menyela:
"Adikku, walaupun kau telah menyerahkan kedudukan ketua
kepadaku tetapi mengenai Kwan ong Bun kuharap kau tak
melupakannya begitu saja. Kau tahu kelak dibelakang hari aku
masih menanti bantuan besar dari kau "
Selagi berkata kata itu, orang sudah keluar dari pintu samping.
Diluar itu membentang sebuah tegalan dimana terdapat dua buah
kereta kuda yang telah siap. setiap keretanya diduduki seorang kusir
yang memakai baju hijau dengan kopiah kecil dan tangannya
memegang sebatang cambuk panjang, nampaknya mereka keren.
"oey Tin telah menyiapkan segalanya, rupanya malam ini tak
dapat tidak. Oey Yan mesti mengangkat kaki," pikir si anak muda.
"Melihat suasana ini, mungkinkah Nona Yan berdiam saja?"
Siauw Pek menerka sedikitnya sang adik itu akan mengeluarkan
kata kata kurang sedap. tapi ternyata Oey Yan bungkam saja. Ia
hanya menyuruh jenazah diangkat keatas kereta pertama, kedua
kusirnya diperintahkan untuk mengendalikan kereta itu, ia bersama
ciu Koan naik atas kereta yang kedua.
oey Tin nampak bingung menyaksikan saudaranya sudah naik
diatas kereta, tetapi golok pusaka masih belum diserahkan
kepadanya, segera dia berlompat kedepan, untuk menghadang
dimuka kereta. Menyusul sikapnya itu dua belas orangnyapun
bergerak sendiri mengambil sikap mengurung kereta itu.
oey Yan tidak menghiraukan sikap yang mengancam itu.
"Tuan tuan, silahkan naik kereta" ia mengundang Siauw Pek
bertiga. Ia menggapaikan tangan kepada mereka.
Siauw Pek memikir buat menolak, tapi nona Yan itu sudah
menambahkan- "Sekalian satu arah, mari aku antar tuan tuan
barang serintasan- Sekalian juga dapat kita berbicara tentang
pelbagai kaum Kang ouw " Tiba tiba hati si anak muda tergerak.
"Mungkinkah dia mau bicara mengenai hal Pek Ho Po ?" pikirnya.
inilah kesempatan yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Maka ia
lekas menjawab: "Baiklah, nona. Terima kasih " Iapun segera
melompat naik ke atas kereta. Menyaksikan sikap ketua itu oey Eng
dan Kho Kong menelannya. oey Tin batuk batuk. untuk
membataikan kata kata yang hendak dikeluarkannya. Baru sekarang
oey Yan, dengan perlahan sekali, mengeluarkan golok pusaka.
"Kakak. harap kau baik baik merawat golok ini," katanya,
tangannya diangsurkanoey
Tin menyambut golok itu. Katanya: "Pasti kakakmu akan
merawat dengan baik, supaya partai Kwan ong Bun kita dapat
mengangkat kepala didalam dunia Kang ouw ini "
oey Yan mengangguk. ia berkata dingin. "Pada saat ini, dunia
Rimba Persilatan ruwet sekali, berbagai partai telah bangun berdiri,
tetapi sekarangpun saat paling makmur bagi mereka. Aku lihat bakal
tiba waktunya yang mereka itu akan saling bunuh, setelah itu
barulah ketenangan dan kesejahteraan akan muncul. Kakak. asal
kau dapat melindungi kedudukan abadi dari Kwan ong Bun, guna
melewati saat saat yang berbahaya, itulah sudah cukup,"
Begitu habis berkata, nona ini mengulapkan tangannya.
"Berangkat " perintahnya.
Sang kusir menyahuti, terus dia mengayun cambuknya hingga
terdengar suara menjeter nyaring, dan kuda kuda kereta segera
saja mengangkat kakinya berlari lari. Hingga malam yang sunyi itu
terganggu bising roda roda-nya.
oey Yan duduk diam diatas keretanya, tubuhnya menyandar,
matanya dipejamkan- Agaknya ia tidur pulas.
ciu Koan juga menutup mulut, hanya ia sering menoleh
kebelakang...
Siauw Pek memikir banyak. akan tetapi melihat sikap nona oey
itu, ia terpaksa berdiam saja. Tak mau ia mengganggu ketenangan
sinona. Kereta berjalan terus kira kira satu jam, tibalah mereka
dikaki sebuah bukit. "Berhenti " tiba tiba terdengar suaranya oey
Yan, duduk dengan tegak. Kedua kereta segera dihentikan.
Dengan satu gerakan lincah, oey Yan meloncat turun dari
keretanya. ia berdiri di atas tanah berumput.
"Kamu kemari " ia memanggil, tangannya menggapai.
ciu Koan serta kedua budak berbaju hijau menyahuti, mereka lari
menghampiri.
Siauw Pek bertiga turut berlompat turun, dan menghampiri nona
itu.
"Kamu juga kemari " oey Yan memanggil kedua kusir.
Mereka itu datang memenuhi panggilan, agaknya mereka ogahogahanoey
Yan mengawasi tajam kepada dua orang itu.
"Kamu mau membunuh diri atau ingin aku yang turun tangan ?"
katanya bengis. Kedua orang itu, yang bertubuh besar dan
berpakaian hitam, saling mengawasi.
"Apakah salah kami ?" mereka bertanya. Kata kata "kami"
mereka berarti "orang sebawahan-"
"Jadinya kami anggota anggota Kwan ong Bun ?" sinona
menegaskan.
"Benar. Kami semua ada orang orang yang bertugas didalam
kuil." Kembali oey Yan mengawasi tajam kedua orang itu.
"Jikalau kamu bertugas didalam kuil, kenapa aku tidak
mengenalmu ?"
Kembali kedua orang itu saling memandang lalu yang satunya
menjawab^ " Walaupun kami bertugas didalam kuil, jabatan kami
sangat rendah yaitu mengawal dipendopo depan, jarang sekali kami
masuk keruang dalam." oey Yan tertawa tawar.
"Kau pandai bicara Rupanya kamu telah terlatih, ya ?"
"Jikalau aku buka rahasia kamu, kamu mau mengaku salah atau
tidak ?"
"Entah kami melanggar peraturan pasal yang mana ?"
"Aku belum pernah melihat kamu, maka tentu kamupun belum
pernah melihat aku. Kenapa kamu ketahui tentang kedudukanku
dan kamu mengaku sebagai orang orang sebawahan ?"
"Kami lakukan pekerjaan ini karena diperintah," sahut pula kusir
yang kedua itu, yang berdiri di sebelah kiri. "Kami telah menerima
pesan dari paman Yap."
"Tahukah kamu kemana aku hendak pergi?" Suara si nona dingin
sekali^
"Kami tidak tahu..."
"Kalau begitu, kenapa kamu tidak mau menanya dulu? Hm
Terang kamu sudah disiapkan. Kamu bekerja menuruti rencana ..."
Kedua kusir itu mundur dua tindak. Mereka saling melirik. terus
mereka merogoh sakunya masing masing, buat mengeluarkan pisau
belati mereka. TEranglah bahwa mereka terdesak.
Nona oey segera berkata, tetap dengan dingin: "Rahasia kamu
telah terbuka, Kami tanpa penasaran "
Kata-kata ini dibarengi dengan mencelatnya tubuh sinona,
dengan kedua tangannya dipentang, untuk menyambar masing
masing dada kedua kusir. ia seperti tidak menghiraukan bahwa ia
bertangan kosong dan dua orang itu bersenjata.
Berbareng dengan itu ciu Koan dan kedua budak berbaju hijau
juga sedang bergerak. Dengan masing masing mencekal sebatang
pedang panjang, mereka mengambil posisi ditiga penjuru, guna
menutupjalan lari kedua kusir itu.
Didalam keadaan terpaksa itu, kedua orang berbaju hitam itu
mengadakan perlawanan-Mereka menyambut sinona dengan
sabetan pisaunya masing masing ketika sinona berkelit, mereka
merangsak untuk balas menyerang. Dan, bertempurlah mereka
bertiga.
Nona Yan lincah dan gagah walaupun bertangan kosong, ia dapat
mendesak. Kedua kusir lekas juga menjadi bingung dibuatnya.
"Heran" berkatalah Kho Kong kepada Oey Eng, suaranya
perlahan- "Bagaimana ini ?"
"Memang urusan agak aneh," sahut kawan itu. "Tapi tunggu
saja, soalnya akan cepat menjadi terang..."
Kata kata orang she Oey ini disusul dengan satujeritan "Aduh"
tertahan- Itulah sebab tinju sinona sudah mampir didada salah
seorang kusir, hingga dia roboh terbanting,
dari mulutnya menyembur darah hidup, Mungkin dia tak akan
hidup lebih lama pula
Kusir yang satunya kaget sekali, tapi dia takut mati, maka dia
mendesak dengan dua serangan saling susul, setelah itu dia
membalikkan tubuhnya, buat mengangkat kaki dan kabur...
Tapi Nona Yan sebat luar biasa. Dia berlompat menyusul,
menyambar punggung orang itu. Hanya sekejap. ia telah bisa
mencekam tangan kusir itu, kemudian merampas pisau belatinya
maka dilain detik, senjata tajam itu sudah makan tuan, menancap
didada kusir itu. Ia mengeluarkan napas lega, kemudian sambil
menyingkap rambut didahinya, dengan perlahan ia menghampiri
Siauw Pek bertiga.
"Tuan tuan, terima kasih banyak atas bantuan kalian terhadap
kami" katanya sambil tersenyum. "Hingga kami bertiga majikan dan
budak, telah bisa lolos dari ancaman bencana. Aku sangat
bersyukur." Sejak tadi, Siauw Pek telah menjadi heran dibuatnya.
"Nona ini lemah lembut, kata katanya manis tapi siapa sangka,
sekali turun tangan, dia telengas sekali," pikirnya. Tapi ia lekas
menjawab: "oh, tidak. tidak. nona. Kami belum pernah
membantumu, tak usah nona mengucap terima kasih..." Nona itu
tersenyum.
"Didalam pendopo tadi," katanya ramah, "selagi kami berselisih,
meskipun kamu belum membantu, pasti kamu telah berpikir
untuk..."
Inilah Siauw Pek mesti akui. Ketika itu kesan baiknya ada dipihak
nona ini. Apabila mereka itu kejadian bertempur, ia memang tidak
bisa berpeluk tangan saja...
Sinona menoleh kepada budak budaknya. "Pergi kubur mayat
mayat itu" titahnya.
ciu Koan menyahuti, segera ia mengajak kawannya menghampiri
kedua mayat, untuk digotong pergi, buat dikuburkan sebagaimana
perintah majikannya itu.
Kembali Siauw Pek berpikir: Nona ini cerdas sekali. Dia tentu
lebih cerdik daripada sinona Tin. Ia heran karena dari luar sinona
nampak cantik, halus dan tenang, tapi didalam dia sangat kejam.
Sementara itu ciu Koan bekerja cepat sekali sebentar saja kedua
mayat itu sudah dipendam.
Melihat budak budaknya sudah selesai oey Yan melihat kelangit.
"Tuan tuan, bantuan malam ini akan kuingat didalam hati
sanubariku," katanya sungguh sungguh. "Di waktu lain, pasti kami
akan balas budi kamu ini. Sekarang kami mohon diri." Begitu habis
berkata, nona itu membalik tubuhnya, bertindak kekeretanya.
"Nona, tunggu dulu" kata Siauw Pek tiba tiba. Ia teringat
sesuatu.
"Ada apakah, saudara coh?" tanya sinona yang memutar
tubuhnya.
"Aku ingin bicara sedikit tetapi aku tidak tahu dapat aku
mengatakannya atau tidak..." sahut si anak muda ragu-ragu.
"Apa maksudmu, saudara Coh? silahkan bicara " kata si nona
ramah.
"Aku mau bicara tentang maksud kami malam ini datang
meminta kembali senjata senjata kami. Aku heran, bagaikan nona
telah mengetahuinya terlebih dahulu..." Nona itu tersenyum.
"Andaikata malam ini tuan tuan tidak datang, besok pasti. Tak
heran kau dapat menerkanya bukan ?"
"Nona telah menyediakan kotak kemala itu, yang memuat tiga
gambar sulam. Apakah itu pun sudah direncanakan ?" Si nona
menarik napas lega.
"Benarkah gambar-gambar itu gambar-gambar ayahbundamu?"
ia tidak segera menjawab hanya ganti bertanya.
"Benar, itulah gambar almarhum ayahbunda ku."
"Jika begitu, simpanlah gambar itu. Saudara Coh telah
mendapatkan warisan gambar gambar itu, apakah kau hendak
menyesalkan atau menegur kepadaku ?"
Mendengar keterangan itu, si anak muda bingung.
"Aku... aku..." sahutnya, ragu-ragu. oey Yan tertawa.
"Aku telah mengembalikan senjata kamu, juga aku
menghadiahkan gambar ayah bundamu, dengan jalan ini dapat aku
membalas sedikit dari budimu," katanya manis. " Gunung hijau
kekal-abadi, air biru mengalir tak hentinya, maka itu, saudara Coh,
semoga lain hari kita berjodoh akan bertemu pula "
segera si nona memutar pula tubuhnya, di lain saat ia sudah
melompat naik keretanya.
"Nona, tunggu" mendadak oey Eng berseru sambil melompat
kedepan kereta. Paras si nona berubah. Nampak dia kurang puas.
"Kau menghadang, apakah maksudmu?" tegurnya.
"Nona telah mempermainkan kami setengah malaman," kata oey
Eng. "sekarang bahkan sudah lewat, lalu nona mau meninggalkan
kami secara begini saja, tidakkah itu terlalu sederhana?"
"Habis, mau apakah kamu?"
"Aku ingin melihat peti mati itu, apakah isinya"
"Jenazah yang mati sekian lama, apakah yang bagus untuk
dilihat?"
---ooo0dw0ooo---
JILID 12
Suara si nona dingin sekali.
Siauw pek bertindak maju dia campur bicara. "Nona, kau telah
menggunakan tipu daya," berkata anak muda itu. "Inilah akal
muslihat yang bagus sekali. Bukan saja kau telah dapat
memperdayakan oey Tin dan Yap Hong San, kau juga dapat
membodohi kami. Jikalau barusan nona tidak membinasakan kedua
orangmu itu, pastilah rahasiamu ini tidak bocor sendirinya?"
" Omong kosong" bentak si nona. "Minggir "
Dan ia mengayun cambuknya untuk menyabet.
Siauw Pek berlaku celi dan sebat sekali. Ia mengulur tangannya
menangkap ujung cambuk itu.
"Kau gugup, nona, maka makin nyatalah rahasiamu " katanya.
Sekonyong-konyong Tjlu Koan menyela: "Kamu telah mendapat
kembali senjata kamu, datuan Tjoh juga sudah memperoleh gambar
sulam ayah bundanya, bukankah itu telah cukup? Urusan kami tidak
ada hubungannya dengan kamu, buat apa kamu campur tangan ?"
"Dalam hal ini kamu mesti sesaikan kecerdasanmu yang
berlebihan " kata Siauw Pek dingin. "Kalau nona tidak
menghadiahkan gambar ayah bundaku itu, tak nanti kamu
membangkitkan kecurigaan kami hingga rahasiamu terbongkar "
oey Yan menggentak kaget, untuk melepaskan cambuknya dari
cekaman si anak muda.
Siauw Pek telah bersiaga, ia mengerahkan tenaganya mencekam
dengan keras, membuat cambuk itu tak lepas. Akan tetapi, karena
dua duanya menggunakan tenaga mereka tiba tiba saja cambuk itu
putus menjadi dua
Kedua budak berbaju hijau sudah segera menghunus pedang
mereka. " Lekas minggir " mereka membentak.
Kho Kong segera mengeluarkan senjatanya ia maju menghadang
didepan ketuanya. "Bagaimana, eh, nona nona?" tanyanya, tertawa.
"Kamu mau bertempur?"
"Jangan bergerak " oey Yan berseru. Ia merasa bahwa pihaknya
bukan lawannya ketiga pemuda itu. Ia melompat turun dari
keretanya, kemudian menatap Siauw Pek.
"Tuan coh, mari kita bicara baik-baik" katanya tersenyum. Belum
lagi sianak muda menjawab nona itu, ciu Koan sudak mendahului.
"Kami tidak mengambil sekalipun sebatang rumput atau sepotong
balik Kwan ong Bun" demikian selanya. "Kami cuma mengambil
barang-barang kami sendiri "
"Apa?" tanya Oey Eng, heran- "Jadinya kamu bukanlah orang
orang Kwan ong Bun? Sungguh membuat orang sukar
mempercayainya. Mustahilkah oey Tin tidak mengenali adik
kandungnya sendiri ?"
oey Yan menghela napas perlahan- "Didalam dunia, walaupun
benar ada dua orang yang segala-galanya sama, sedikit mesti ada
perbedaannya." katanya.
"Demikian dengan oey Tin. coba dia menyayangi adiknya dan ia
tidak dipengaruhi kedudukan ketua partai hingga kecerdasannya
tertutup, walaupun aku lebih mirip lagi, tak nanti dia kena
diperdayakan-"
"Yap Hong San toh mengawani oey Yan semenjak kecilnya,
apakah diapun tak dapat membedakan kau ?"
"Yap Hong San memang telah berkesan akan wajah oey Yan, tapi
sudah lama mereka berpisah, mana ia dapat mengenali
penyamaranku?" Siauw Pek heran, ia menggelengkan kepala.
"Nona, apapun yang kau katakan, sungguh sukar untuk
mempercayainya."
"Sebenarnya panjang untuk menjelaskan ini, disini juga bukannya
tempat bicara yang tepat.Jikalau kau ingin ketahui segalanya, Tuan
coh, kau harus ikut bersama sama kami."
"Kemana, nona ?"
"Kegunung Soat Hong San-"
"oh, begitu?Jadi nona mau memancing kami kesarangmu, supaya
disana dapat kamu menangkap kami ?"
"Benar dugaan bengcu " kata Kho Kong. "Wanita ini nampaknya
jujur diluar, didalam dia licik sekali! Jangan percaya padanya "
Siauw Pek tidak menjawab saudaranya itu, dia hanya menunjuk
pada kotak kemala. "Dari mana kau peroleh gambar gambar sulam
dan kotak ini?" katanya.
"Itulah warisan dari ketua lama Kwan ong Bun-"
"Apakah kau yang menganiaya ketua Kwan ong Bun itu hingga
dia menemui ajalnya?" Siauw Pek menanya bengis.
"Bukan," si nona menjawab singkat sambil menggelengkan
kepala. Nampak si anak muda menjadi sabar sedikit.
"Selagi dia sakit dan mau menghembuskan napasnya yang
terakhir, apakah kau mendampinginya ?"
"Diwaktu itu, yang mendampingi dia ialah nona oey Yan sendiri."
Siauw Pek menerka jelek. Kembali ia gusar. "Aku mau tanya,
dimana sekarang adanya Nona oey Yan itu ?" Ia tanya keras.
"Di Soat Hong San- Kalau tuan ingin menemuinya, mari kita pergi
kegunung."
Siauw Pek mengerutkan alisnya, ia berjalan mundar-mandir.
"Apakah kamu mengurung nona oey digunungmu itu?" oey Eng
bertanya.
"Tidak. Dia sendiri suka tinggal disana, tidak ada yang menguasai
dia, setiap waktu dia dapat pergi."
"Apakah kau maksudkan kau bersekongkol dengan Nona oey itu,"
Siauw Pek bertanya.
Sinona kelihatan terkejut, tapi bukan karena perkataan si anak
muda. Itulah karena ia mendengar suatu suara yang datang dari
kejauhan-
"Mungkin Kwan ong Bun mengirim orang untuk mengejar kita "
katanya. "Kita musti lekas lekas mencari tempat sembunyi " Siauw
Pek bingung pula. Benar benar ruwet sekali.
"Dua lie didepan sana ada sebuah pepohonan lebat," berkata ciu
Koan- "Mari kita pergi mengumpat disana Tuan tuan, lekas naik
kereta "
Siauw Pek bertiga tidak sempat menggunakan otaknya, bersama
sama mereka naik kereta yang terus dilarikan cepat.
ciu Koan sebaliknya tidak mau naik kereta, dia lari didepan
menuntun kereta itu.
Benar saja, sekira dua lie, ia melihat sebuah rimba kecil. ciu Koan
langsung membawa keretanya memasuki tempat lebat, untuk
sembunyi.
Baru saja mereka selesai bersembunyi, sudah terdengar
berisiknya derap kuda. Itulah beberapa orang penunggang, yang
kabur melintasi rimba itu. Siauw Pek memasang telinga sampai tak
terdengar lagi suara kuda berlari lari.
"Mari kita melanjutkan perjalanan " katanya sambil menarik
napas lega.
Baru berhenti suara pemuda ini, kembali suara terdengar
berisiknya kuda berlari-lari. Suara itu mendatangi, lalu lewat disisi
rimba seperti rombongan yang pertama tadi.
Oey Yan atau Oey Yan palsu itu mengernyitkan keningnya.
"Entah telah terjadi apa didalam kota Gak yang..." katanya
perlahan pada ciu Koan-
"Kota itu telah dikacaukan Kiu Heng cie Kiam..." kata Siauw Pek
tanpa merasa.
Tiba tiba pemuda ini menghentikan kata katanya. Kembali
terdengar suara berisik tadi.
Kali ini rombongan berkuda itu berhenti di depan rimba.
Mungkinkah mereka sudah mengetahui bahwa didalam rimba itu
ada orang bersembunyi ?
"Daripada kita membiarkan mereka masuk mencari ke mari, lebih
baik kita keluar mendahuluinya " berkata si nona. Ia berpaling pada
Siauw pek terus ia bertindak maju.
Diluar rimba tampak empat penunggang kuda kuda mereka besar
besar dan tinggi, dan mereka sendiri berpakaian singsat dan
menggembel golok dipunggungnya masing masing. Sinar mata
mereka itu berkilauan ketika mereka mengawasi tajam padasi nona,
yang diikuti Siauw Pek.
Hanya sejenak si nona mengawasi keempat orang itu, terus ia
tertawa.
"Tuan tuan, adakah kamu Tay San su Pa Ta" tanyanya. Keempat
orang itu melengak. Mereka segera mengawasi tajam.
"Benar" kemudian menjawab seorang, yang berada disebelah
kiri. "Memang benar kami berempat saudara. Maaf, nona, aku tidak
kenal kau..."
"Akulah oey Yan yang tidak ternama didalam dunia Sungai
Telaga," sahut si nona. "Tentu saja tuan tuan tidak kenal padaku."
Tay San Supa Too Empat Golok dari gunung Tay san menjadi
likat sendirinya. Mereka saling memandang sambil mengedipkan
matanya.
"oh, Nona oey," akhirnya kata orang yang dikiri tadi. "Telah lama
kami mendengar nama besar dari nona"
Teranglah mereka tidak kenal si nona, sebaliknya nona itu
mengenalnya, sebab itu mereka menjadi malu sendirinya dan
menjadi likat karenanya.
Si nona sebaliknya menunjukkan roman gembira sekali. Katanya
nyaring dan halus. "TUan tuan mengenal namaku yang tidak berarti,
aku sungguh girang "
orang dikiri itu rupanya pemimpin dari Tay San Supa too, batuk
batuk perlahan- Dia tak kenal si nona, tapi terpaksa, terlanjur, dia
harus mengaku mengenalnya...
Nona itu tidak memberi kesempatan orang bicara. Dia
menambahi: "Sudah lama kami mendengar empat macam ilmu
golok kamu yang disebut "Hong in Lui Ie", yang lihay sekali,
sekarang kita bertemu disini, aku bersyukur sekali."
Keempat orang itu heran, mereka membuka mata lebar lebar.
Tapi mereka bungkam. Hong In Lui Ie berarti "Angin", "Mega Awan-
, " Guntur/ Geledek" dan "Hujan". Itulah bukan hanya nama ilmu
silat golok jago jago dari Tay San itu tetapi itu pula nama mereka
masing masing. Mereka heran orang mengenalnya sampai pada ilmu
goloknya.
Sesudah berdiam pula beberapa lama, jago yang dikiri tadi itu
mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat.
"Aku bernama Ku In," dia perkenalkan diri. Dialah ahli pikir
diantara kawan kawanya, sebab dia cerdik. "Nona oey..."
si nona tersenyum. "Ya, ada pengajaran apakah, saudara Ku?"
tanyanya.
Baru sekarang Ku In dapat menenangkan hatinya. "Agaknya
nona kenal baik sekali kami bersaudara."
"Nama tuan tuan menggetarkan dunia Kang ouw, masa aku tidak
mendengarnya "
"Nona memuji saja " Ku In tertawa kering. "Nama kami nama
kosong belaka..." Dia berhenti sejenak. baru dia menambahkan,
dingin: "Hanya kami, tak ingat kapan kami pernah bertemu dengan
nona"
Si nona berpaling perlahan terhadap siauw Pek, ia melirik dan
menatap. lalu bertanya: "Benar kataku, bukan?"
Siauw Pek tidak dapat menangkap maksud orang, ia melengak.
"Apa" tanyanya kemudian-
Nona itu menjelaskan- "nama golok empat jago dari gunung Taysan
biasa dipuji kaum Rimba Persilatan, terhitung sebagai suatu
golongan ilmu silat yang mahir istimewa, ya, ilmu golok tanpa
tandingannya Benar tidak ?"
Siauw Pek mengernyitkan dahi.
"Belum tentu," sahutnya, sejujurnya. "Siauw Lim Pay mempunyai
delapan belas jurus ilmu golok Sip Pat Lou Sin Too, namanya sangat
terkenal, tetapi dia masih tidak berani mengagulkan ilmu silatnya
itu..."
"Hai, bocah" mendadak berseru orang yang disebelah kanan. Dia
gusar tiba tiba. "Kau berani menghina kami bersaudara? coba kau
beri tahukan, ilmu golok apakah yang baru boleh disebut ilmu golok
istimewa liehay didalam dunia Kang ouw ini ?" Siauw Pek
mengawasi empat orang itu.
"Tuan tuan, pernahkah kamu mendengar nama Siang
Loocianpwee nama aslinya Siang Go ?" ia tanya.
"Apakah kau maksudkan Hoan Uh It Too?" Ku In tanya. Dia agak
terperanjat. Si anak muda mengangguk.
"Ya cuma ilmu silatnya loocianpwee itu yang cukup tepat disebut
ilmu silat golok paling istimewa didalam dunia kangouw "
Ku In gusar sekali.
"Siang Go sudah lama mati, ilmu goloknyapun sudah hilang
lenyap " katanya keras. "Didalam dunia ini sudah tidak ada ilmu
golok itu Kau, bocah, kau omong kosong saja "
Tapi si anak muda bertanya: "Siapa bilang Siang Loocianpwee
sudah menutup mata?" Ku In berbalik tertawa tertawa hambar.
"Apakah kau tahu Seng su Kio jembatan maut itu?" tanyanya,
nadanya mengejek.
"Nama Seng Su Kio terkenal dikolong jagad ini, didunia Rimba
Persilatan, siapakah yang tidak tahu ?" Siauw Pek ganti bertanya.
"Pada beberapa puluh tahun yang lampau," berkata Ku In- Tibatiba
ia merandak dan mengawasi si anak muda dari atas kebawah
dan keatas lagi. " Ketika itu mungkin kau masih belum lahir..."
"Lalu bagaimana?" tanya Siauw Pek. tawar. Jago Tay-san ahli
golok itu tertawa.
"Tatkala itu pedang Thian Kiam dan golok ciat Too sangat
tersohor didunia Kang ouw," dia melanjutkan- "Sinar golok dan
pedang yang gemerlapan itu telah menutup menghalangi seluruh
Sungai Telaga. Mereka yang berusia lima puluh tahun keatas
mungkin ada yang beruntung dapat melihat wajah dua orang jago
yang istimewa itu... Kami berempat, kami tidak berkesempatan
bertemu dengan kedua jago itu, kami tidak dapat melihat pedang
istimewa dan golok ampuh itu, walaupun demikian, kami toh
mendengar nama tersohor dari mereka. orang berusia semacam ini,
diwaktu kau dilahirkan, kedua loocianpwee itu sudah menyeberangi
Seng Su Kio, sudah lama mereka tak muncul lagi dalam dunia Kang
ouw. Sud beberapa puluh tahun kedua loocianpwee itu tidak
terdengar kabar ceritanya pula. Jangankan kau, bocah meskipun
ketua dari sembilan partai besar mungkin mereka juga tidak ragu
tentang mati atau hidupnya kedua orang kosen itu..." Mendengar
disebutnya sembilan partai, mendadak hati Siauw Pek panas.
"Apa yang kau ketahui tentang ketua sembilan partai besar itu?"
katanya sengit. "Aku sendiripun tidak menghargai terhadap
mereka."
Keempat jago dari Tay San itu heran, lalu mereka tertawa
terbahak. Lebih lebih Ku Hong, si saudara tua.
"Bocah yang baik, kau bersemangat " katanya. "Karena
kegagahanmu ini, kami empat saudara, mau bersahabat denganmu
" Siauw Pek tak enak dipuji begitu.
Ku In segera merubah sikapnya. Bahkan dia memberi hormat
kepada anak muda ini.
"Aku belum mengetahui she tuan yang mulia..." katanya, hormat.
"Aku yang rendah coh Siauw Pek." anak muda kita perkenalkan
dirinya.
"Pada sepuluh tahun yang lalu, diluar kota Gakyang ada sebuah
dusun Pek Ho Po," berkata Ku In "ketua dusun itu she Tjoh..." Hati
Siauw Pek tercekat.
"Mengapa ketua she Tjoh itu?" ia bertanya. Ia khawatir orang
bicara jelek tentang ayahnya.
" Ketua Tjoh itu disebut seorang gagah perkasa," Ku In
melanjutkan- " Dalam sekejap ia telah membinasakan ketua ketua
dari empat partai persilatan yang kenamaan. Peristiwa itu sudah
menggemparkan dunia kang-ouw, bagaikan gelombang laut
mendampar langit, hingga dunia kang-ouw menjadi berguncang
sangat hebat, kesembilan partai besar segera bergerak, mereka
mengirim pengumuman keseluruh negara, meminta seluruh partai
lainnya turun tangan untuk membekuk dan membinasakan keluarga
coh. Begitulah empat Bun, tiga Hwee dan dua Pang semua telah
turun mengambil bagian didalam usaha besar itu. Dengan begitu
keluarga coh menjadi musuh seluruh negara, hingga, umpama kata,
setindakpun sukar mereka berjalan- Walaupun demikian, selama
delapan tahun, mereka masih dapat hidup selamat didalam
perantauan. "
"Tuan-tuan, apakah kamupun turut didalam rombongan yang
melakukan pengejaran dan pengepungan itu ?" Siauw Pek bertanya.
"Kami bersaudara, justru sangat mengagumi keberanian ketua
coh Kee Po itu," berkata Ku In "dialah luar biasa, sebab selama
delapan tahun dia dapat mempertahankan dirinya, tak perduli
pengejaran sangat ketat "
Lega juga hati siauw Pek sebab ia mendengar orang menghargai
ayahnya, pikirnya : "Kiranya dikalangan Rimba Persilatan ada juga
orang yang mengagumi ayah sebagai seorang gagah..." inilah yang
pertama kali ia mendengar suara pujian-
Ku In memberi hormat pula pada Siauw Pek, katanya, "kami
telah menerima undangan, yang meminta kami harus tiba ditempat
sebelum jam lima fajar, karena itu tidak dapat bicara lama lama
dengan kau, saudara coh, semoga lain waktu kita dapat bertemu
pula "
Habis berkata jago Tay San itu memutar kudanya untuk
dikaburkan, disusul Ku Hong, Ku Lui dan Ku ie ketiga saudaranya.
setelah empat jago itu berlalu, Siauw Pek menoleh kearah sinona.
"Nona, kau licik sekali" katanya
"Kenapakah?" tanya sinona.
"Tanpa sebab tanpa alasan, kau melemparkan tanggung jawab
kepadaku. Inilah tipu daya mencelakakan orang. coba kami bentrok
dengan empat saudara itu, pastilah kau akan berdiri menonton saja
" Oey Yan tertawa.
"Kau sudah tahu mengapa kau tidak membuka rahasia ?"
"Bengcu kami seorang laki laki sejati" Kho Kong menyela gusar.
"Biarpun kami telah tertipu, tidak nantinya kami menunjukkan
kelemahan diri" Dengan mata yang jeli, sinona menatap si anak
muda.
"Benarkah kata-katanya ini?" dia tanya siauw Pek sambil
menunjuk Kho Kong. Siauw Pek melengos, menyingkir dari
tatapannya itu. "Ah, aku baru ingat sesuatu," katanya lalu. Si nona
tertawa.
"Kau jujur dan polos sekali" pujinya. Hanya sejenak. lenyap
wabahnya yang riang gembira itu, katanya : "Sekarang ada dua
jalan untuk kamu memilih: yang satu yaitu kami melepaskan
tangan, jangan kamu usil lagi urusan budi kami ini, dibelakang hari
akan aku balas secara berarti..."
"Itu bukanlah caranya" Kho Kong menolak "Bagaimana yang
kedua?"
"Kamu segera menghunus senjatamu dan segera turun tangan"
"Bertempur?" Kho Kong tegaskan, heran- Tapi ia segera
mengeluarkan sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu. Siauw
Pek mengulapkan tangan, mencegah saudaranya. "Nona kau cerdik
sekali, kau berkeberanlan besar, kau melebihi lain orang..."
"Nona kami, digelari Lie ciu Kat, tentu saja ia cerdik luar biasa"
ciu Koan menyela sambil menyebut namanya ciu Kat Liang alias
Khong Beng Lie cu Kat ialah cu kat atau Khong Beng wanita.
"oh, begitu..." kata siauw Pek melengak. Ia batuk batuk
perlahan- "Kita tidak berpenasaran dan berbenci satu dengan lain,
aku juga tidak mau bermusuh denganmu, nona, aku hanya tidak
mengerti jelas beberapa soal, maukah nona menjelaskannya?"
"Bicaralah " berkata nona itu, tawar. "Apa yang aku bisa jawab,
akan aku jawab sejelas jelasnya, tetapi apa yang aku tidak bisa
jawab percuma kau tanyakan " Siauw Pek berlaku tenang.
"Darimana nona ketahui tentang diriku ?" tanyanya. " Kenapa
kau menghadiahkan aku gambar sulam ayah bundaku ? Apakah
maksud nona"
"Peristiwa penyerbuan dan pembasmian Pek Ho Po tak ada orang
Rimba Persilatan yang tidak tahu," berkata nona itu, "dan dijaman
sekarang ini, semua pihak menganggap bahwa kesalahan berada di
pihak Pek Ho Po. Tapi aku berpikir lain- Aku menerka atas dasar
sebab sebabnya. Aku menduga pemilik Pek Ho Po itu mesti
penasaran, bahwa dialah korban dari suatu rencana yang
tersempurna sekali, yang terahasia untuk orang luar. Hingga seratus
lebih orang Pek Ho Po mati di dalam penasaran, jikalau aku terlahir
dua puluh tahun yang lampau... pasti aku berdaya mencegah
terjadinya peristiwa itu. Sekarang ini hanya sesalan-.."
"Andaikata nona, terlahir dua puluh tahun yang lampau, seorang
diri saja mana mungkin kau sanggup menentang kedelapan belas
partai"
"Bagaimana andaikata malam sebelumnya penyerbuan orang
membeber kesangsian tuduhan terhadap pihak Pek Ho Po itu?"
Siauw Pek menarik napas berduka.
"Ya, sayang nona terlahir terlambat," katanya.
"Aku melihat dari gambar ayahmu dan dari tubuhmu telah
mendapatkan Kim Kiam, pedang emas Pek Ho Bun, karena itulah
aku memikir mungkinkah kau orang Pek Ho Po."
"Kiranya demikianlah pandangan nona."
"Itulah sebabnya aku menyerahkan gambar ayahmu kepadamu"
si nona berkata lebih lanjut. "Hanya tadi itu, aku masih belum
menyangka bahwa kaulah putra coh Po cu." Siauw Pek menghela
napas pula, sekarang agak lega hatinya. "Setelah dijelaskan, hal
sebenarnya sederhana sekali," katanya.
"Dengan mata tertutup kau bisa berkelit dari beberapa
seranganku, itulah bukti lihaynya ilmu silatmu. Dan, selagi aku
terancam bahaya, tak dapat tidak. mesti aku mengandalkan
bantuan pengaruhmu. Maka juga aku mengatakan kata kataku itu,
yang membingungkan kau untuk membuat kau terpaksa
membantuku..." Siauw Pek masih tidak mengerti.
"Kau bukan oey Yan asli, buat apa mengangkut jenazah ketua
Kwan ong Bun? cobalah dijelaskan"
Si nona tertawa manis.
"Benarkah kamu percaya isi peti mati itu mayat manusia ?" Si
anak muda melengak.
"Apa? Apakah kau telah pindahkan jenazah oey Loocianpwee?"
"Sudah beberapa lama curiga, nyata kecurigaanku tepat" oey Eng
menyela.
Siauw Pek menghela napas pula.
"Kau menyamar sebagai oey Yan, nona, kau berhasil
menyelundup ke Kwan ong Blo," katanya "Sungguh kau cerdik dan
teliti. Nona apakah maksudmu ialah patung Kwan Tee kun itu?"
"Masih ada lagi, isinya peti mati itu," oey Eng tambahkan-Mata
tajam si nona menyapu muka kedua anak muda itu.
"Patung Kwan Tee kun itu memang benda berharga," sahutnya
kemudian, "cuma sampai dimana berharganya itu, aku belum dapat
membuktikan- Tentang isi peti mati, aku sendiri belum
melihatnya..."
"Nona belum lihat?" tanya Siauw Pek heran.
"Memang belum," sinona pastikan-
"Nona," kata si pemuda, "apakah ini artinya di belakang tirai ada
lain orang yang memegang peranan ?" Mata nona itu berputar.
"Kelak dibelakang hari, jikalau kau ada waktu senggang, aku
undang kau datang ke Soat Hong San-" katanya mengelakkan
pertanyaan. "Tinggallah kau disana beberapa hari, mungkin aku
dapat membantu kau memperoleh penjelasan, dan keadaan yang
sebenarnya..."
"Soat Hong San luas ratusan lie andaikata kami dapat kesana,
pasti kami tak dapat mencarimu," berkata Kho Kong, yang sedari
tadi diam saja.
"Asal kami tiba di walayah soat Hong San, tuan tuan, aku akan
segera mendengar kabar pasti ada orang yang menyambut kamu"
Sampai disitu, Siauw Pek berkata pula. Tapi, sebelum dia
membuka mulut, lebih dahulu memperlihatkan sikap yang sungguh
sungguh katanya : "Nona, kau telah ketahui asal usulku karena itu,
aku mohon perhatianmu. Sekarang ini aku belum menghendaki
namaku tersiar di muka umum, sebab asal namaku tersiar, pasti
dunia Kang ouw pasti akan membadai.Jikalau itu sampai terjadi, aku
khawatir nanti ada orang, atau orang orang yang tidak bersalah
yang terembet atau celaka."
"Baik mari kita sama sama berjanji, tidak kita saling mencelakai"
berkata sinona, juga bersungguh sungguh. Dan begitu menutup
mulutnya, begitu dia melompat keatas keretanya yang terus
dikaburkan
"Bengcu, benar benarkah bengcu mau melepaskan dia?" oey Eng
berbisik. Siauw Pek mengangkat kepala memandang langit. Ia
menghela napas.
"Terkecuali kita berniat merampas patung Kwan Kong itu serta
isinya peti mati," katanya. "Jika tidak. harus membiarkannya
pergi..."
"Memang demikianlah layaknya," berkata oey Eng. "cuma
seharusnya kita buka peti mati itu untuk melihat apa isinya, agar
lenyap kecurigaan kita." Siauw Pek tersenyum.
"Andaikata isi itu kita ingini, maukah kita merampasnya?"
oey Eng melengak.
"Ya, Toako benar," katanya.
Baru saja saudara ini menutup mulut, Siauw Pek mengerutkan
alis. Dengan tiba tiba mereka mendengar pula derap kuda
mendatangi.
" Heran, entah telah terjadi peristiwa apa didalam kota
Gakyang..." katanya yang terus pergi menyembunyikan diri pula.
oey Eng dan Kho Kong turut mengumpat.
Kali ini yang datang itu tiga penunggang kuda, semuanya
berpakaian serba hitam. Dan yang luar biasa ialah mereka masing
masing membawa sesosok mayat.
Siauw Pek mengintai, ia terkejut. Ia lihat di dadanya ketiga mayat
itu tertancap pedang pendek.
"Kembali pedang Kiu Heng cie Kiam..." serunya perlahan-
Ketiga ekor kuda dikaburkan bagai terbang maka itu, hanya
sekejap mata, mereka semua sudah melewati rimba, lenyap
dikejauhan di antara gelapnya sang malam.
Siauw Pek keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mendongak.
melihat bintang-bintang di langit.
" Kembali Kiu Heng cie Kiam..." katanya perlahan. Dia menarik
napas.
"Rupa rupanya seluruh kota Gakyang telah diliputi kehebohan Kiu
Heng cie Kiam," kata oey Eng.
Pada benak Siauw Pek timbul suatu pikiran-
"Tidak salah" katanya. "Agaknya terdapat banyak jago Rimba
Persilatan yang telah datang kekota Gakyang. Mungkin semuanya
bersangkut paut dengan Kiu Heng cie Kiam, dan dia itu sendiri ada
hubungan dengan peristiwa Pek Ho Po..."
"Benar" kata oey Eng yang tiba tiba mencelat. "Hal itu kita mesti
cari tahu hingga kita ketahui jelas"
oey Eng berdua Kho Kong teringat kejadian yang mereka lihat di
Pek Ho Po.
"Peristiwa Pek Ho Po telah menggemparkan dunia Rimba
Persilatan," berkata Siauw Pek, "Aku kuatir ada orang yang
menggunakan itu sebagai bahan untuk menimbulkan onar..."
Suara anak muda ini terhenti karena ia lihat tiba tiba ia
mendengar suara tangisan yang sangat memilukan hati. oey Eng
heran-
"Bengcu, mari kita bersembunyi," oey Eng berkata perlahan-
"Tengah malam buta ini tak mungkin ada orang melakukan
penguburan.Jangan jangan tangisan itu ada hubungannya dengan
Kiu Heng cie Kiam..."
Bengcu itu menurut, dan mengajak dua saudaranya mas ik
kedalam.
Boleh dikata pada saat itu juga, tibalah suara tangisan itu.
Terlihat empat orang bertubuh besar, yang mengenakan pakaian
serba hitam sedang menggotong sebuah peti mati, dan seorang
wanita, yang berpakaian berkabung, mengiringi sambil memegangi
pinggiran peti mati itu. Wanita itulah yang menangis sedih sekali
mengalun dimalam gelap gulita itu.
Disisi wanita itu berjalan mengikuti seorang bocah usia dua belas
atau tiga belas tahun, yang kedua tangannya memegangi lengpay.
Dia mengenakan baju kasar. Dia ini pula diiringi dua anak muda
yang masing masing lengannya dilibat dengan sehelai kain putih.
Pengiring lainnya, jumlahnya puluhan, terdiri pria dan wanita.
Semua mereka tampak sangat berduka.
Kata Kho Kong kepada oey Eng: "Kau bisa menerka jitu, kali ini
kau gagal..."
"Apa?"
"Toh terang ini upacara penguburan" oey Eng menggeleng
kepala.
"Kau lihat biar tegas. Perhatikanlah sianak laki-laki dan
perempuan yang mengenakan pakaian berkabung itu"
Kho Kong membuka matanya lebar-lebar. Sekarang dia dapat
melihat tegas. Di balik jubah berkabung dari anak anak itu tersoren
senjata tajam. Maka ia mengerutkan alisnya. Ia pun berkata "Kau
benar. coba kita bisa menyelip diantara mereka itu, kita tentu akan
mengetahui hal yang sebenarnya."
"Bagus" seru oey Eng sambil menepuk bahu saudardanya itu.
"Kau cerdik, saudaraku "
Untung tangisan sinyonya keras dan berisik hingga suara orang
she Oey ini tidak terdengar orang banyak itu. Kho Kong mengawasi
ketuanya. "Bagaimana pendapat bengcu?" tanyanya.
"Bagus" ketua itu menyatakan setuju. "Sekarang ini rupanya
sedang muncul taufan diantara kaum Rimba Persilatan, kita malah
menimbulkan kekeliruan, ada baiknya apa bila kita bisa
mencampurkan diri didalam rombongan yang sedang
berbelasungkawa itu."
"Hanya dari mana kita bisa mendapatkan pakaian putih?" tanya
Oey Eng.
"cukup asal kita menyembunyikan senjata kita," kata Siauw Pek.
oey Eng dan Kho Kong menurut, maka bertiga mereka keluar dari
tempat sembunyi mereka, secara hati hati, tetapi wajar, mereka
menghampiri rombongan itu. Untung bagi mereka, orang berjumlah
banyak dan jalannya tidak teratur. Maka mudahlah mereka
mencampurkan diri.
oey Eng teliti, sembari jalan ia memikirkan jalan untuk
mendapatkan tiga perangkat pakaian putih. Bila nanti sampai terang
tanah, mereka akan kepergok, atau sedikitnya mereka akan
menimbulkan keheranan atau kecurigaan-
"Sebelum fajar kita perlu mendapatkan pakaian putih," katanya
pada ketuanya. Ia menggunakan saluran Toan im cie sut, supaya
orang lain tidak dengar pembicaraan mereka.
"Kau benar tetapi tidak dapat kita merampas atau terpaksa
membunuh orang," kata si ketua
"Bagaimana jikalau kita menotok tiga orang, guna merampas
pakaiannya?"
"Sulit. Dengan begitu tiga orang itu toh masih dapat bicara. Kita
mesti mendapatkan akal lain-.."
Mereka menggunakan Toan Im cie-sut, tidak urung mereka
mendatangkan kecurigaannya seorang yang berjalan disisi mereka.
Memang mereka tidak bicara keras akan tetapi mulut mereka
berkemak-kemik dan mata mereka juga memain satu dengan yang
lain- Kebetulan saja orang itu melihatnya. Dia seorang yang berusia
kurang lebih tiga puluh tahun. Bahkan dia segera menghampiri dua
saudara angkat itu. Siauw Pek menerka maksud orang. Ia menjadi
khawatir.
"Terpaksa aku mesti turun tangan," pikirinya. Maka segera ia
menyambut orang itu. Ia menyambar lengan orang itu berbaring
menotok otot gagunya. orang itu kaget. Tak sempat ia membuka
mulut, dia sudah jadi kurban. oey Eng lekas maju, untuk mengalingi.
Ketika itu tangisan sinyonya makin menjadi jadi, lebih keras dan
lebih gencar. Pula anehnya rombongan itu juga lalu berjalan lebih
cepat. Mereka seperti hendak mencapai tempat tujuan pada saat
yang telah ditetapkan atau dijanjikan-
Siauw Pek mencekal nadi orang, yang diajak jalan bersama.
Sembari berjalan, ia mengancam, katanya "Jangan kau meronta,
nanti aku mampuskan kamu "
Orang itu mengawasi, bingung. Ia jeri melihat mata keren sianak
muda. Tapi ia sedikit lega mendengar ancaman itu.
"Kami tidak bermaksud jahat," Siauw Pek menjelaskan, perlahan,
"kau jangan takut."
Walaupun ia berkata demikian, Siauw Pek mengerahkan
tenaganya.
Orang itu kaget. Ia merasakan tubuhnya lemas seluruhnya,
sampai bergerakpun sulit.
Kho Kong berjalan dibelakang orang itu, dengan sebelah
tangannya, ia menolak punggung orang itu, buat membantu dia
berjalan terus.
Siauw Pek melihat wajah orang itu menyeringai, itulah tanda
bahwa orang itu tidak tahan siksaan- ia segera menotok pula, untuk
membebaskannya. Didalam sekejap. kesehatan orang itu pulih dan
dia dapat berjalan seperti biasa.
Siauw Pek batuk-batuk perlahan, setelah itu ia berbicara. Ia
menggunakan Toan Im cie-sut. Katanya: "Aku heran terhadap
sesuatu, aku mau minta keterangan kau, saudara. Jikalau kau suka
bekerja sama, mengangguklah." orang itu mengangguk, bahkan
sampai tiga kali.
"Kami membutuhkan tiga perangkat pakaian berkabung,
dapatkah saudara mengusahakannya? Siauw Pek tanya.
orang itu mengangguk.
"Bagus Sekarang aku bebaskan tanganmu, segera kau cari
pakaian itu, setelah kau berhasil aku akan lenyapkan gagumu ini."
oRang itu mengangguk pula.
Siauw Pek mang ancam: "Ilmu totokku ini ilmu istimewa, didalam
dunia ini tak ada orang lain yang mempelajarinya, jadi kecuali aku,
tidak ada siapapun yang bisa menolongmu."
Begitu dia habis berkata, Siauw Pek melepaskan cekalannya.
orang itu memandang sianak muda, lalu ia berjalan pergi, dan
lenyap diantara orang banyak.
Melihat lagak orang, hati Siauw Pek tidak tenang, Kata dia:
"Jikalau dia membuka rahasia, bisa pusing kita..."
"Dia masih gagu, tak mungkin dia kabur," berkata oey Eng.
"Sekarang ini kita lihat saja."
Biar bagaimana, Siauw Pek tetap ragu.
Tidak lama, orang tadi sudah muncul. Dia menghampiri Siauw
Pek, terus menyingkap bajunya . Disitu tampak tiga perangkat
pakaian putih .
sebelum fajar, cuaca masih gelap. gerak gerik seorang itu tidak
mencurigakan-
Siauw Pek berlaku sebat. Ia mengambil tiga perangkat pakaian
itu, yang dua ia serahkan pada oey Eng dan Kho Kong masing
masing satu, setelah itu, ia berdandan dengan sebat. Kemudian,
ketika ia menotok bebas gagu orang itu, sebagai gantinya, ia
mencekal pula tangannya erat erat.
"Katakan kepadaku, siapa wanita yang berkabung itu?" tanyanya
separuh berbisik. "Didalam peti mati itu mayat siapakah ?"
Siauw Pek sengaja memperlahan tindakannya, supaya mereka
ketinggalan berapa tombak dari orang banyak itu.
orang itu menghela napas, guna melegakan hatinya.
"Yang mati itu adalah Uh Tay Hong, tongu atau ketua cabang,
dari partai cit Seng IHwee pusat cabang Kanglam. Wanita itu ialah
isterinya" dia menjawab.
"Bagaimana matinya Uh Tay Hong itu?"
"Aku tidak tahu, sebab aku tidak melihat sendiri, hanya kata
orang, dia mati tertikam pedang Kiu Heng cie kiam. Atas kejadian
itu, cabang sini lalu mengirim laporang kilat kepada pusatnya di
Kanglam. Mereka menggunakan burung merpati. Dari pusat lantas
diutus tiga wakilnya, yang jabatannya sebagai tay-hu-hoat
pelingung partai, untuk mengurus upacara penguburan ini.
Kabarnya ketua cit Seng Hwee pun bakal segera datang kesini."
"Kalau Uh Tay Hong ketua cabang, kenapa jenazahnya diangkat
pada malam malam seperti ini?"
"Entahlah duduk perkara yang sebenarnya, tapi katanya Nyonya
Uh telah mendapat petunjuk untuk membawajenazah suaminya
kesuatu tempat." Siauw Pek mengawasi tajam muka orang itu. Ia
percaya orang itu bicara jujur.
"Apakah kau juga anggota cit Seng Hwee ?"
"Aku belum masuk jadi anggota, aku cuma pegawai."
"Kau bukan anggota, kenapa kau dapat bekerja didalam
markas?"
"Kau siapakah ?" dia tanya sebelum menjawab lebih jauh. "Ada
hubungan apakah diantara kau dan cit seng hwee ?"
"Tidak ada sangkut pautnya," Siauw Pek menggelengkan kepala.
"Aku tidak punya hubungan dengan partai mana juga."
"Jikalau begitu, kenapa kamu menyampurkan diri didalam
rombongan ini ?"
"Nampaknya kota Gak yang kacau sekali." sahut Siauw Pek.
"Disini pula banyak orang kaum Rimba Persilatan- Kami tak
bersangkut paut dengan siapa juga tapi kami kuatir nanti dicurigai
atau terjadi salah paham, maka itu kami datang kemari, untuk
mengurangi ancaman keruwetan yang tidak tidak itu."
"Oh, begitu. Aku kira kami orang orang cit Seng Hwee..." orang
ini agak ragu ragu.
Siauw Pek mengawasi pula, katanya. "Saudara, aku percaya kau
tidak bakal membuka rahasia kami "
orang itu berdiam sejenak. baru dia berkata. "Disini ada banyak
orang, kecuali ketiga hu hoat itu, banyak sanak keluarga dan
sahabat sahabatnya Uh Tay Hong dan isterinya, walaupun demikian,
asal kamu berhati hati, mungkin kami tidak bakal kepergok." Siauw
Pek heran-
"Dialah orang baru, kenapa dia begini baik hati menasehati
kami?"
Tapi ia lekas berkata. "Terima kasih, saudara "
orang itu masih mengawasi Siauw Pek, kelihatannya dia mau
bicara tetapi yang, lalu terus dia berjalan pergi.
Siauw Pek mengikuti. Ia tetap curiga. Ia pikir, asal orang itu main
gila, ia ingin menghajarnya .
Rombongan berjalan terus, sampai akhirnya mereka tiba
disebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas.
Sampai disitu, Nyonya Uh segera berhenti menangis, segera dia
memerintahkan supaya peti mati diturunkan, dia sendiri terus masuk
kedalam gedung. Tatkala itu sudah mulai fajar, langit putih guram
nampak disebelah timur. Hanya sebentar, muncullah seorang muda
yang menggantung golok dipinggangnya.
"Para tami, dipersilahkan masuk " ia berseru kepada orang
banyak. lalu ia memutar tubuh guna memimpin jalan-
Siauw Pek bertiga mengikut masuk. Mereka tetap bercampuran
diantara orang banyak itu.
Diatas pintu besar dan hitam itu tampak selembar papan merk
bunyinya "Hok ciu Po", hurufnya besar besar. Selewatnya pintu,
terlihat sebuah halaman besar dan luas. Diatas pintu yang kedua
ada digantungkan dua buah lentera.
Anak muda yang membawa golok itu memimpin orang masuk
kemar disisi kanan- Kata dia merendah, "Dalam beberapa hari ini
Hok ciu Po mendapat kunjungan banyak sahabat seorang Kang
ouw, sedangkan persediaan kamar tidak mencukupi, karena itu
terpaksa kami mohon tuan tuan sudi beristirahat didalam kamar ini
saja."
Berkata begitu, dia mengawasi semua orang itu, pria dan wanita
yang bergabung sebagai anak laki laki dan perempuan- Dia
mengerutkan alisnya. Kemudian bertanya, "Tuan-tuan, apakah
diantara kamu ada yang menjadi pengurus ?"
Sebagai jawaban terdengar suara batuk batuk. terus muncul
seorang tua berusia kira kira lima puluh tahun- Dia ini bertindak
dengan perlahan- Kepalanya ditutup dengan ikat kepala putih, dan
tangan bajunya tergantungkan sapu tangan putih juga. Sambil
memberi hormat, dia berkata, " Ketika nyonya masuk ke dalam,
kami belum sempat bicara, maka itu sekarang kami lagi menantikan
segala titah nyonya." Anak muda itu membalas hormat. Ia terus
menanyakan nama orang itu. Orang tua itu menyebut dirinya Nio cu
Peng.
"Aku sendiri Gouw Sian Kie," sianak muda memperkenalkan diri.
Kemudian, ia tanya, "apa jabatan cu Peng didalam cit Seng Hwee."
"Hu hoat," sahutnya. Itulah pelindung hukum partai.
Kemudian Tju Peng memandang bocah yang membawa lengpay
seraya berkata: "Inilah putera ketua cabang kami."
Gouw Sian Kie mengawasi bocah itu, ia menganggukkan kepala.
"Maaf." katanya.
Anak itu sejak tadi berdiri diam sambil tunduk. atas kata-kata
Sian Kie, dia mengangkat kepalanya dengan perlahan katanya:
"Ayahku bercelaka hingga sekarang kami terpaksa merepotkan kau,
saudara Gouw Untuk kebaikanmu itu, aku mengucapkan banyakbanyak
terima kasih " lalu ia menekuk lutut, mengunjuk hormatnya.
Repot Sian Kie membalas hormat.
"lbumu sudah masuk kedalam, silahkan kau masuk juga,"
katanya. Anak itu tidak menolak.
"Tolong saudara Gouw mengantarkan," katanya, yang terus
menoleh pada cu Peng, lalu meneruskan : "Aku minta paman Nio
yang urus segala sesuatu disini."
"Jangan kuatir, kongcu," kata Tju Peng membungkuk.
Sian Kie berkata: "Saudara Nio, aku akan menyuruh orang
menyiapkan barang hidangan,"
Ia memandang pula bocah itu seraya berkata: "Uh kongcu, mari
"
"Kongcu" ialah sebutan bocah itu sebagai putera Uh Tay Hong.
Bocah itu mengangguk. ia berjalan. Ia masih kecil tetapi ia sudah
tahu aturan, sikapnya wajar. Karena ia bertindak pergi, ia terus
diikuti oleh dua orang muda yang lengannya memakai ikatan kain
putih.
Gouw Sian Kie melihat dua pengiring ini, ia hendak membuka
mulut, tetapi gagal, terus ia berjalan didepan-
Menyaksikan semua itu, dengan saluran toan im cie sut, Oey Eng
tanya ketuanya: "Tempat ini terpisah dari kota Gakyang cuma
beberapa puluh lie, apakah dulu bengcu pernah mendengar tentang
dusun Hok Siu Po ini ?"
Siauw Pek menggelengkan kepala, ia menjawab tidak. Tadinya ia
mau bicara terus, tetapi ketika ia melihat ada sepasang mata
mengawasi tajam kearahnya, terus ia membungkam.
Ketika itu cu Peng menghampiri sianak muda.
"Tuan, apakah kau sanak Uh Tong cu?" dia bertanya, suaranya
keren-
Siauw Pek menggoyangkan kepala. "Bukan. Aku sanaknya
Nyonya Uh."
Dengan sinar mata tajam, cu Peng mengawasi oey Eng dan Kho
Kong. Tapi segera dia mengundurkan diri lagi.
"Rupanya dia mencurigai kita," kata oey Eng.
"Kita lihat gelagat saja," berkata Siauw Pek, "kecuali sudah
sangat terpaksa, kita jangan turun tangan-"
Waktu itu terlihat beberapa orang datang dengan barang
hidangan yang masih mengepul, untuk disuguhkan kepada orang
banyak. Mereka ini nampaknya sudah lapar, kemudian semua
makan dengan lahapnya.
Siauw Pek bertiga turut bersantap. untuk tidak mendatangkan
kecurigaan, mereka makan dengan bernafsu juga.
cu Peng masih terus memperhatikan sianak muda, yang ia sering
lirik sedangkan terhadap oey Eng dan Kho Kong perhatiannya
kurang.
Siauw Pek mengerti juga, dengan pura-pura menggayam, ia
berkata pada oey Eng: "si orang she Nie sangat memperhatikan
aku, asal rahasiaku bocor, aku akan segera mengangkat kaki kamu
berdua diam saja disini dulu."
Meski ia menggunakan saluran Toan Im cie sut, pemuda ini tidak
berani bicara terus. cu Peng tengah mengawasinya.
Disaat itu terdengar tindakan kaki orang, lalu nampak Gouw Sian
Kie muncul dengan diikuti seorang toosu, imam, setengah umur,
yang mengenakanjubah bersulam patkwa, garis delapan, yang
rambutnya disanggul, punggungnya menggembok pedang,
tangannya mencek kebutan- Dia berjanggut panjang.
Hati Siauw Pek bercekat ketika ia melihat sinar mata imam itu
yang tajam sekali. Sinar mata itu menandakan mahirnya lweekang,
ilmu tenaga dalam.
Atas tibanya imam itu, cU Peng segera menyambut, agaknya dia
tersipu sipu. Dia menyambut sambil membungkuk, jari tangan
jempol dan tengah kanannya ditempel satu den lain- Dia pun
memperkenalkan nama dan jabatannya.
Si imam tak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, hingga dari
wajah dan geraknya sukar orang menerka isi hatinya. Dengan tawar
dia bertanya. "Diwaktu Uh Tongcu hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir apakah dia telah menunjuk ahli warisnya ?"
"Ya. Ia menunjuk Nyonya Uh," sahut cu Peng.
"Setelah Uh Tongcu terbokong mati, apakah segala galanya
diurus oleh Nyonya Uh?" si imam bertanya pula.
"Ya," sahut cu Peng pula setelah dia diam sejenak. "Kami semua
bekerja menuruti perintah nyonya."
Si imam meperdengarkan suara bagaikan menggumam. Terus ia
memandang orang banyak. "Apakah mereka ini semua murid murid
cit Seni Hwee?" cu Peng memandang dahulu orang banyak itu.
"Ya," jawabnya, "Sebagian yang kecil adalah sanak tongcu dan
nyonya."
Imam itu mengerutkan alisnya. Katanya: "Peraturan partai kami
keras sekali, bunyinya pun jelas. Segala rahasia partai, orang luar
tak boleh tahu. Pembokong terhadap Uh Tongcu adalah suatu
perkara besar, karena itu kenapa sekarang orang luar diijinkan hadir
disini ?"
cu Peng agak ragu ragu.
"Soal itu hambamu kurang jelas, semua ini adalah urusan
nyonya."
"Hm" si imam memperdengarkan suara dingin, "Nyonya Uh
demikian berkeberanian besar dan lancang, aku khawatir dia tak
akan lolos dari kesalahan membocorkan rahasia partai..." Ia
mengawasi tajam beberapa puluh orang pria dan wanita yang
berbelasungkawa itu. Lalu ia bertanya dingin- "Nio Hu-hoat, apakah
telah lama kau menjabat dicabang wilayah Kanglam ini?"
"Sudah delapan tahun lebih," jawab cu Peng.
"Bagus Kau tentu kenal semua anggota cabang sini, bukan?"
"Kebanyakan kenal."
"Bagus Kau periksa disana Siapa bukan anggota, kau pisahkan"
cu Peng terdiam. Dia merasa sulit. Pikirnya: "Kecuali anggtota,
semua mereka itu sanak keluarga Nyonya Uh, kalau aku pisahkan
mereka, mungkin nyonya gusar..." Si imam melihat orang ragu ragu,
ia menerka apa yang dipikirkannya.
"Tahukah kau siapa punco ?" dia tanya.
"Aturan partai kami melarang bawahan menanyakan atasan,
kalau siatasan tidak memberitahukan, sibawahan tidak berani
banyak bicara." (atasan ialah siangco, dan bawahan hee siok.
siatasan menyebut dirinya sendiri : punco)
"Aku adalah Heng seng Tongcu clo Tiat Eng dari pusat," si imam
perkenalkan dirinya. "Jadi dialah ketua penegak hukum (heng
seng)"
Hati ciu Peng goncang.
"Maaf hee siok tak tahu," katanya.
"Hwee cu mengutusku kemari dengan kekuasaan penuh, untuk
mengadakan penyelidikan dalam hal ini aku dapat menjalankan
hukuman tanpa setahu hweecu lagi" si imam memberi tahukan
kemudian (Hweecu ialah ketua partai).
cu Peng mengangguk.
"Selain punco sendiri, punco datang bersama dua toahu hoat," si
imam meberitahukan lagi. Toahu hoat ialah atasan pelindung
hukum.
"Kalau begitu, hee siok menemuinya," kata cu Peng.
"Tak usah. Sekarang coba pisahkan orang-orang bukan anggota
kita " cu Peng menjawab
"Ya" terus dia bertindak. Paling dulu dia mendekati Siauw Pek
"Kau sanak nyonya, bukan?" tanyanya dingin-
"Benar," sahut sianak muda terpaksa, walaupun ia curiga. "Ada
titah apakah hu hoat?"
"Sanaknya nyonya, walaupun aku belum lihat semua, umumnya
aku kenal, tetapi kau, tuan aku belum kenal denganmu" katanya
pula.
" Karena penghidupanku, aku biasa merantau," siauw Pek
mendusta. "Aku jarang menemui orang orang cabang."
"Apakah hubunganmu dengan nyonya?" cu Peng tanya pula.
"Nyonya Uh adalah kakak sepupuku."
siauw Pek berpikir cepat. ia tak mau menyebutkan sanak terlalu
jauh supaya tidak dicurigai.
Mendengar itu, cuPeng berkata cepat, dengan perlahan sekali:
"imam itu penegak hukum kami, kalau sebentar dia menanyakan
kau, hati-hatilah menjawabnya. Mari ikut aku " lantas dia memutar
tubuh dan berjalan-
Siauw Pek mengikuti. ia heran juga atas sikap pelindung hukum
ini.
cic Tiat Eng menatap tajam pada si anak muda, dia seperti
hendak menembusi hati orang. Siauw Pek bersikap tenang sekali.
"Nic Hu hoat, apakah jabatannya orang ini?"
"Dia sanak keluarga Nyonya Uh."
"Apakah kau kenal dia?"
"Pernah ketemu, tapi tidak kenal baik."
cu Peng tahu siimam telengas, tanpa terasa dia melindungi Siauw
Pek. Tiat Eng menatap pula si anak muda. "Apakah kau mengerti
silat?"
" Nyonya Uh menjadi kakakmu, kenapa dia tidak ajak kau masuk
menjadi anggota?"
"Hal itu pernah aku bicarakan dengan kakakku, soalnya ialah
waktunya belum tiba. Kakak belum dapat mengajakku."
" Kenapa waktunya belum tiba?"
"Kata kakak, aturan partai sangat keras, dia kuatir kalau aku
menjadi anggota, aku nanti banyak lagak apa bila sampai terjadi
sesuatu meski dialah kakakku, tak dapat dia melindungi aku,
katanya aku perlu menati satu atau dua tahun lagi, sesudah aku
bertambah usia."
"Kalau begitu, Nyonya Uh berhati-hati..."
" Diantara saudara saudari, biasa orang saling memperhatikan-"
Tiat Eng menoleh pada Tju Peng.
"Nio Hu-hoat, benarkah kata-kata dia ini?"
"Itu.... itu... sahut si Hu hoat ragu ragu.
"Itu, itu apa?" tegaskan si imam, suaranya dingin- "Benar atau
tidak katanya ini ?"
"Benar," sahut bawahan itu terpaksa.
Tiba-tiba si imam tertawa dan tangannya menepuk lengan si
anak muda.
"Terlalu kakakmu itu " katanya. "kau toh berbakat baik Kalau
nanti punco kembali ke pusat, akan punco perkenalkan kau kepada
ketua kami "^
"Terima kasih" kata Siauw Pek cepat.
Habis tertawa, mendadak si imam memperlihatkan wajah keren.
"Nio Hu hoat," tanya dia, "disaat Uh Tong cu terbunuh, apakah
kau berada bersama.?"
"Malam itu hee slok tak pernah meninggalkan kamar."
"Bagaimana dengan Nyonya Uh?" tanya pula si imam, hanya kali
ini hampir berbisik.
"Nyonyapun berada bersama."
"Didalam cabang kita disini banyak anggotanya yang pandai,
kenapa orang membokong Tongcu tetapi tidak ada yang tahu ?"
"Setahuku, malam itu tidak ada orang yang menyelundup masuk.
Yang dikuatirkan jalan ada yang menyelit masuk sejak siangnya..."
"Eh, bagaimana kau dapat menerka demikian"
cu Peng terkejut, hingga ia merasai punggungnya dingin-
"Hee siok cuma menduga saja."
Ketika itu terdengar suara tambur tiga kali, seorang muda berlari
keluar.
"cio toaya diundang masuk untuk menghadiri upacara" katanya.
"Aku tahu " si imam berkata sambil mengulapkan tangan, terus
dia menatap cu Peng, "Nio Hu-hoat, siapakah diantara orang-orang
ini yang harus turut menghadiri upacara ?" dia tanya.
"Inilah hee siok akan atur," sahut cu Peng, yang terus memilih
dua belas orang. Tapi ia tidak memilih Siauw Pek.
" Kenapa dia tidak dipilih?" tanya Tiat Eng sambil menunjuk si
anak muda.
"Baik, siangeo," kata bawahan itu. ia mengajak sianak muda,
sambil menarik tangannya.
oey Eng maju dua tindak. ia berkata peralahan kepada si orang
she Nio: "Aku bersyukur aku diterima datang disini, karena itu sudah
seharusnya jikalau aku turut masuk untuk menghunjuk hormatku."
cu Peng mengerutkan alis, ia hendak membuka mulut tetapi
batal. ia kuatir nanti ditegur si imam. Terpaksa ia mengulapkan
tangan, mencegah. oey Eng melihat lagak orang, ia dapat menduga
sebabnya, tetapi ia berpura tidak melihat cegahan itu, ia berjalan
terus mengikuti ketuanya.
Melihat kedua saudara itu berjalan masuk. Kho Khong menyusul,
tanpa minta ijin lagi dari cu Peng. Dan si hu hoat, yang telah
terlanjur, membiarkan saja. Dia tetap berpura tak melihat. Akan
tetapi, didalam hatinya, dia curiga. Seingatnya, belum pernah ia
bertemu dengan oey Eng dan Kho Kong. Bahkan dia merasa asing
sekali.
"Ah, mesti aku berdaya mengetahui siapa mareka " pikir dia
akhirnya.
Sementara itu didalam rombongan, oey Eng dan Kho Kong
tampak seperti orang biasa saja, mereka tidak menimbulkan
kecurigaan. Tidak demikian dengan Siauw Pek, yang mirip seorang
pemuda sastrawanSegera
orang berada didalam sebuah halaman besar, setelah
mendaki tujuh undak tangga batu, mereka mulai memasuki tangga
halaman yang kedua. Dan segera hidung mereka diserbu bau yang
harum halus dari kayu cendana.
siauw Pek mengangkat kepala. Ia melihat dua buah peti mati
yang dilatar belakangi tirai putih ditaruh didepan sebuah ruang a,
karangan bunga teratur rapi, dan empat pasang liling putih
menerangi ruang itu. Kedua peti ditaruh berjajar. Dua nona berbaju
putih berdiri dikiri dan kanan pintu.
cio Tiat Eng berjalan dimuka bagaikan mengepalai rombongan,
selagi dia hendak memasuki ruang, tiba-tiba dia mendengar
bunyinya tetabuhan dengan irama sedih, yang disusul dengan
munculnya dua rombongan orang dari kedua sisi ruang besar,
semua menuju kedalam ruang besar itu.
Diam-diam Siauw Pek memasang mata. Di sebelah kiri, orang
yang berjalan dimuka rombongan ada seorang tua berusia lebih
kurang lima puluh tahun, bajunya biru, lengannya terlibat sepotong
kain putih. Dia mempunyai janggut yang panjang. orang yang kedua
berumur kira kira tiga puluh tahun, matanya besar, mukanya
persegi, dan wajahnya muram.
Yang ketiga ialah seorang nyonya muda, wajahnya tak terlihat
sebab dia menutupi mukanya dengan saputangan yang terang ialah
dia sangat berduka.
"Mungkin dialah nyonya Uh...." pikir Siauw Pek. Dibelakang
sinyonya ada enam atau tujuh orang dengan pakaian berlainan.
Disebelah kanan, rombongan dipimpin oleh seorang tua dengan
baju panjang kuning muda," mukanya panjang bagaikan "muka
kuda", sinar matanya tajam seperti " kilat berkelebat" sedangkan
kedua belah tangannya panjang luar biasa, hampir sampai
kelututnya. Dia diiringi oleh dua orang kacung berpakaian hijau,
yang satu membawa pedang, yang lain tongkat. Dua dua mereka itu
tampan- Dibelakang mereka ada seorang nona cantik dengan baju
biru muda.
Dengan begitu maka mereka semua merupakan tiga rombongan,
yang sama-sama menghampiri ruang besar itu. Setibanya didepan
ruang, tetabuhan berhenti dengan tiba tiba. Dua orang nona dengan
baju putih lantas memutar tubuh, berlari kedalam ruang, untuk
mengambil tiga tabung bunga putih buat dibagikan kepada para
pemimpin dari ketiga rombongan itu, kemudian bertiga mereka ini
maju kedepan, guna memberi hormat. Habis menjura, ketiganya
dengan cepat berdiri tegak.
Si orang bertubuh besar dan bermuka panjang mirip kuda itu
melemparkan bunganya, sesudah itu ia menghadapi si orang tua
berjanggut panjang danputih disebelah kiri, sambil mengangguk
memberi hormat ia berkata: "Tak beruntung partai kami telah
mengalami bencana ini, hingga membuat kedua pocu banyak kesal
dan pusing. Untuk kebaikan pocu itu kami sangat bersyukur dan
berterima kasih".
"Berat kata katamu ini saudara siang", berkata si orang tua
berjanggut panjang sambil tersenyum, "justru akulah yang harus
berterima kasih sebab saudara sekalian memandang tinggi
kepadaku, karena mana senang aku meminjamkan ruangku ini
untuk upacara perkabungan- Tak berani aku menerima kata kata
banyak kesal dan pusing itu".
---ooo0dw0ooo---
JILID 13
cie Tiat Eng menyela, katanya: "Sebenarnya ketua kami hendak
datang sendiri kemari, sayang ia sangat repot dengan urusan partai,
maka ia telah mengutus aku saja. ia memesan menyampaikan
hormat dan terima kasihnya kepada pocu berdua."
orang tua berjanggut panjang dan ubanan itu memberi hormat
serada mengucapkan terima kasih.
" Kapankah kiranya ketuamu akan datang?" tanya si muka seperti
kuda itu.
"Sukar untuk menentukan, pocu," sahut Tiat Eng "Sekarang ini
partai kami kebetulan lagi berselisih dengan pihak Siauw Lim-sie,
benar soalnya soal kecil akan tetapi apabila pengurusannya tidak
sempurna, akibatnya itu bisa menjadi onar hebat.Jikalau saudara
Siang hendak bicara, silahkan bicara denganku saja." Si muka
panjang itu mengawasi kesegala penjuru ruang.
" orang-orang macam apakah itu yang tubuhnya ditutupi dengan
kain putih?" tanya dia kemudian-
Memang selain kedua peti mati, ditengah ruang besar itu pula
rebah beberapa mayat yang tubuhnya ditutupi cuma dengan kain
putih.
"Sukar untuk menjelaskannya," jawab si orang tua ubanan- "
Umumnya merekalah anggota anggota partai partai besar."
Dengan kakinya, si muka panjang itu menyingkap kain putih
penutup satu mayat.
Siauw Pek menggunakan kesempatan itu untuk turut melihat
mayat itu seorang yang usianya belum tinggi, yang dadanya
ditancapkan sebatang pedang Kiu Heng cie Kiam.
"Dia ini murid bukan pendeta dari Siauw Lim sie," kata si muka
panjang.
"Benar," kata si orang tua ubanan- "Pengetahuan saudara Siang
luas sekali hingga orang tak mudah menandinginya."
Kembali dengan kakinya, si muka panjang menyingkap tutup satu
mayat lainnya. Ia mengawasi, lalu ia kata: "Inilah seorang murid
dari Liong Hong Pang."
"Liong Hong Pang" ialah partai "Naga Burung Hong". (Burung
Hong - phoenix).
"Tidak salah " kata pula si orang tua ubanan- "Tidak kecewa
saudara Siang menjadi seorang ketua partai."
Agaknya si muka panjang itu bangga. Terus ia menyingkap tutup
mayat yang ketiga. Tetap ia menggunakan kakinya.
Siauw Pek melihat mayat itu bermuka hitam legam pakaiannya
hangus terbakar di sana sini, kecuali secabik potongan jubah di atas
perutnya. Didalamnya itupun nancap sebatang pedang Kiu Heng cie
Kiam
"Mungkinkah dia ini seorang imam?" tanya si muka panjang.
Beberapa lama ia mengawasi, agaknya dia ragu-ragu. si orang tua
ubanan melengak.
"Bagaimana saudara Siang dapat tahu dialah Sam ceng ?"
tanyanya.
"Sam ceng" ialah tri-tunggal dari Too Kauw. Inilah suatu sebutan
buat agama Nabi Loo cu (LaoTze).
Si muka panjang tertawa terbahak. agaknya dia puas sekali.
"Aku melihatnya dari robekan jubah di atas dadanya Benar,
bukan ?" sahutnya ganti menanya.
Memang, sepotong kain yang menutup dada mayat itu adalah
sobekan jubah imam.
"Benar," menjawab siorang tua ubanan- "Dia ini murid dari Kun
Lun Pay."
"Eh puco yang baik, mengapa kau ketahui itu?" menegaskan
simuka panjang.
"Aku tahu karena aku melihat dari senjatanya."
Kembali simuka panjang menyingkap tutup mayat yang keempat.
"Dia ini murid Pat Kwa Bun " katanya setelah mengawasi sejenak.
Menyusul kata-kata simuka panjang ini, sesosok tubuh terlihat
melompat menghampiri mayat itu, setelah diamat amatinya, dia
segera mencabut pedang Kiu Heng cie Kiam didada mayat itu.
orang yang berlompat ini adalah seorang kate kecil yang
membawa sepotong tiatpay di punggungnya dan sebuah golok
pendek tergantung dipinggangnya. Simuka panjang berpaling,
keningnya berkernyit.
"Saudara menjadi apa didalam Pat Kwa Bun?" sapanya.
"Aku orang she ouw," sahut orang itu tawar. Dia bukan
menjawab hanya memberitahukan she nya.
si orang tua ubanan lekas lekas menyela: "Tuan tuan belum tahu
satu sama lain? Mari aku perkenalkan-" ia menunjuk simuka
panjang.
"Inilah saudara Siang put tong, ketua Thay Im bun, yang
namanya kesohor karena kepandaian ilmu tongkat bergabung ilmu
pedang."
"oh, nama yang telah lama aku dengar " berkata orang she ouw
yang kate kecil itu.
si orang tua menunjuk siorang kate yang membawa tiatpay pada
punggungnya. Katanya: "Inilah saudara oue Bwee, anggota
keamanan dari Pat Kwa Bun."
Mendengar itu, dengan dingin Siang put tong berkata: "sering
aku mendengar didalam dunia Rimba Persilatan orang
membicarakan nama saudara ouw, hari ini kita dapat bertemu aku
merasa beruntung." Tiba-tiba ia merandak sejenak. kemudian
menanya: "Apakah ketua saudara tidak ikut datang?"
"Suhengku sudah lama tidak muncul lagi dalam dunia Kang ouw,"
sahut ouw Bwee tawar. Jikalau saudara Siang hendak menunjukkan
sesuatu harap tunjukkan saja kepadaku." ouw Bwee ini ialah yang
bergelar si Tua Terbang.
"Aku kenal ketuamu itu," berkata Siang Put Tong. "Dulu selagi
malam-malam menyerbu Pek Ho Po, aku pernah bertemu satu
kali..."
Selama itu Siauw Pek terus memasang mata dan telinga, ia
tertarik mendengar kata kata Siang PUt Tong itu. Tiba tiba ada yang
menolak punggungnya, hingga tubuhnya terjerumus. Ia berdiri
didekan Nyonya Uh, tanpa dapat dicegah, tubuhnya membentur
sinyonya. Ia terperanjat. Lekas lekas menenangkan dirinya.
Nyonya Uh menoleh, dengan sinar mata tajam dia mengawasi si
anak muda, sepasang alisnya berdiri. Agaknya ia hendak membuka
mulutnya, tetapi segera sudah terdengar pula suaranya ouw Bwee
suara yang dalam: "Itulah peristiwa belasan tahun yang lampau.
Selama belasan tahun itu, suhengku tak pernah lagi meninggaikan
Pat Kwa peng."
ouw Bwee memanggil "suheng", kakak seperguruan kepada
ketuanya itu. Pat Kwa peng adalah tempat kedudukan Pat Kwa Bun.
Karena kata-kata ouw Bwee itu. batallah si nyonya berbicara.
Sementara itu Siang PUt Tong berkata pula: "Ketua kamu itu
bersemangat besar, pastilah dia sedang menyekap diri untuk
mempelajari suatu kepandaian yang istimewa, untuk persiapan nanti
setelah tiba saatnya untuk muncul pula guna menggemparkan dunia
Kang ouw."
ouw Bwee tersenyum, dia tak menjawab. Sebaliknya dia menoleh
kepada siorang tua berjanggut panjang dan ubanan.
"Saudara Ma," tanyanya, " apakah saudara pernah mengirim
orang membuat penyelidikan-" orang tua yang ditanya
menggelengkan kepala.
"Sungguh malu saudara ouw," sahutnya. "Aku telah mengirim
tiga belas orangku akan tetapi selama satu bulan lebih kami belum
juga berhasil memperoleh suatu keterangan-.."
"Satu hal aku tidak mengerti," berkata ouw Bwee, si Tua
Terbang. " orang seperti hendak memusuhi kita kaum Rimba
Persilatan- Kita dari pelbagai partai agaknya hendak dijadikan
sasaran pembalasan sakit hati pihak sana itu. Setelah memikir lama,
aku cuma melihat kemungkinan-.."
Kata kata ouw Bwee terputus oleh satu suara keras yang
datangnya dari arah luar: "Siapa bilang pintoo tidak boleh melihat
lihat? Bagaimanapun pintoo mesti masuk kedalam" menyusul itu,
orang banyak mendengar suara seperti robohnya sesosok tubuh
orang.
si orang tua berjenggot panjang segera berpaling kepada
seorang bertubuh besar bermuka persegi disisinya, seraya berkata.
"Jiet te, coba kau pergi lihat Yang datang itu orang gagah dari
mana, kenapa dia demikian galak?"
orang yang dipanggil "jie tee" itu adik yang nomor dua,
menyahuti. Akan tetapi belum lagi kakinya digerakkan untuk
bertindak, orang yang dikatakan galak itu yang tadi menyebut
dirinya pintoo, kata kata "aku" untuk murid Too Kauw, sudah
muncul dengan tindakannya yang lebar. Dia benar seorang murid
San ceng, yang mengenakan jubah dan menggantungkan pedang
dipinggangnya. Memang kaum Too Kauw yang paham silat semua
menggunakan pedang sebagai senjatanya. Melihat imam itu, ouw
Bwee tertawa terbahak bahak. "Aku kira siapa, kiranya kau si imam
hidung kerbau," sapanya nyaring. Memang ada suatu kebiasaan
bahwa seorang imam diejek "si hidung kerbau".
"Saudara ouw kenal imam itu?" tanya orang tua berjanggut
panjang.
"Dialah sahabatku dulu," jawab Hui Siu. "Kita sudah berkenalan
dua puluh tahun dan telah juga bertempur belasan kali."
"Jikalau begitu, lekas saudara kenalkan aku dengannya" kata si
orang tua agak terburu. "Seorang tetamu yang dihormati tak dapat
disambut secara sembrono "
"Baiklah" jawab ouw Bwee yang terus membuka tindakan lebar
memapak si imam sambil berkata. "Eh, imam tua hidung kerbau,
tempat ini bukan tempat dimana kau dan mengganas." Tapi, habis
berkata begitu, dia menunjuk kepada si orang tua berjanggut
panjang untuk memperkenalkan- "lnilah Toapocu Ma Goan Hok dari
Hok Siu Po."
"Toa po cu" ialah "tuan rumah yang besar" tertua.
Ma Goan Hok merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat.
"Too heng, terima kasih banyak atas kunjungan tooheng ini,
katanya."
Imam itu juga merangkapkan tangannya.
"Terima kasih atas pujian pocu," sahutnya. "Sudah lama pintoo
mendengar nama besar pocu bagaikan guntur menulikan telinga,
sekarang kita dapat bertemu, sungguh beruntung "
ouw Bwee segera menunjuk orang yang bermuka persegi.
:"inilah jie pocu Ma Goan Siu dari Hok siu Po " ia memperkenalkan
lebih jauh. Jiepocu, ialah tuan rumah yang nomor dua.
Kedua pihak saling memberi hormat. Ma Goan Siu batuk batuk
dua kali.
"Dapatkah kami mengetahui gelar too- heng ?" dia bertanya.
"Too heng", kakak dari golongan Too Kwan adalah panggilan
untuk seorang imam.
"Pintoo ialah Kim cong," si imam menjawab.
Tiba tiba Siang Put Tong menyela : "Apakah Tootiang murid dari
Bu Tong Pay?"
"To tiang" juga panggilan lain untuk imam.
"Tidak salah", sahut Kim cong. "Mohon tanya nama sicu?"
"Siang Put Tong," jawab Put Tong, dingin. "Satu nama yang tidak
masuk buku, mungkin too tiang tidak kenal "
"oh, maaf, maaf," berkata si imam lekas lekas. "Kiranya ketua
dari Thay Im bun "
"Tootiang mengenal aku, itulah bukti bahwa pengetahuan
tootiang luas sekali," berkata ketua Thay Im bun itu. Dia puas.
Berkata pula Kim cong. "Seorang yang ternama sekali, siapakah
didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal ?"
"Tooheng, silakan masuk." Ma Goan Hok mengundang.
Siang Put Tong tetap membawa sikap yang sombong, dia tidak
segan segan dengan tindakan lebar dia kembali kedalam ruang.
Selagi berjalan, tiba tiba ouw Bwee menghampiri kedua peti mati,
untuk mengawasi dengan teliti. ia melihat didepan peti yang kanan
diletakkan sebuah lengpay dengan tulisan yang berbunyi "Jenazah
Uh Tay Hong, ketua cabang pusat wilayah Kang lam dari cit ceng
Hwee" Ia mengerutkan keningnya. Kemudian diawasinya peti mati
yang disebelah kiri, yang juga ada lengpaynya, "yang bertuliskan cu
Eng dari Thay Im bun." Membaca itu, tiba tiba jago tua ini menjadi
panas hati.
" celaka betul Pengaruh uang, oh, pengaruh uang " serunya.
Ma Goan Siu, yang berjalan disebelah belakang, menjadi heran-
Segera dia berpaling.
"Ada apakah, saudara ouw ?" dia bertanya.
Dari berseru gusar, si Tua Terbang tertawa terbahak2. Dia
menjawab : "Kami dari Pay Kwa Bun dengan Hok Siauw Po
persahabatan kita bukannya baru. Persahabatan kita tak dapat
dibandingkan dengan kit seng Hwee tetapi toh jauh lebih erat
daripada Thay Im Bun Mengapa selain orang orang cit Seng Hwee
dan Thay Im Bun, mayat mayat dari lain lain partai dimasukkan peti
mati ?"
Mendengar itu, Ma Goan Siu berkata cepat: "Saudara ouw, harap
jangan salah mengerti. Jenazah saudara tongcu Uh Tay Hong ini
telah dibawa kemari oleh cit seng hwee cabang pusat kang lam..."
"Bagaimana dengan jenazah pihak Thay Im Bun itu, adakah
bawaan dari lain tempat?" tanya lagi ouw Bwee.
"Bukan," sahut Goan Siu.
"Habis, apakah Kok siupo hanya mempunyai sebuah peti mati ?"
Berkata begitu, si Tua Terbang tertawa dingin.
Wajah Ma Goan Siu berubah. Katanya : "Kami pihak Kok siupo
bukanlah tempat menerima dan mengurus mayat orang, maka itu
buat apa kami mesti menyiapkan banyak peti mati?"
"Jikalau peti mati tidak ada, toh selayaknya apabila mayat
dibungkus dengan kain putih. Kenapa cuma pihak Thay Im Bun
yang diistimewakan dan yang lainnya diabaikan?"
"Saudara ouw, apakah artinya ini ?" tanya Goan Siu. "Sungguh
aku tidak mengerti..."
"sangat sederhana " ouw Bwee tertawa pula, tetap nadanya
dingin. "Saudara Ma mengurus mayatnya pihak Thay Im Bun
dengan diberi peti tetapi mayat pihak kami dari pihak Pat kwa Bun
dan lainnya digeletakkan saja dilantai, cuma tubuhnya dikerobongi
sehelai kain putih Bukankah itu perlakuan berat sebelah yang nyata
sekali? Apakah didalam hal ini aku perlu membuka suara bagaikan
tambur ditimpali gembreng ?" Sampai di situ, Ma Goan Siu pun
tertawa dingin.
"Kami dari pihak Hok siu Po, kami biasa bersahabat dengan
pelbagai partai. Buat kami, merawat mayat atau tidak juga sama
saja."
"Bukan niatku menegur," kata ouw Bwee, "aku hanya merasa
inilah perlakukan membeda bedakan, perlakuan yang akan
memperkecil hati orang orang kosen diseluruh negara, bahkan ini
merugikan nama besar Hok Siu Po."
Ma GOan siu tetap bersikap dingin. Katanya pula : "Kami pihak
hok siu kami memandang kau, saudara ouw, sebagai sahabat. Kami
sekali bukannya takut terhadap nama besarmu Jikalau semua orang
yang datang kemari bersikap seperti kau ini, habislah kami semua,
mana kami mempunyai muka untuk menaruh kaki di muka bumi ini
?"
Sepasang alis ouw Bwee bangun berdiri, dia agaknya hendak
meluapkan kemurkaannya, tetapi segera dia dapat menindasnya.
Sebaliknya dia lalu tertawa tergelak.
"Maaf, saudara Ma " katanya. "Aku hanya bertanya sambil lalu,
harap tidak saudara pikirkan-"
Berkata begitu, segera dia meneruskan bertindak kedalam.
Ma Goan Siu mendongkol tetapi ia tidak berani umbar itu. Iapun
bertindak masuk.
Ketika itu, semua orang sudah berkumpul di dalam ruang, duduk
menghadapi sebuah meja besar.
ouw Bwee melihat orang yang duduk dikursi pertama ialah Siang
Put Tong, hatinya panas pula. tapi ia coba menguasai dirinya, tapi
tidak urung, didalam hati, ia berpikir : "Heran, nama Thay Im Bun
didalam kalangan Rimba Persilatan tidak terlalu kenal dan Siang Put
Tong juga tidak ternama, mengapa Ma Goan Siu serta saudara
bersikap begini menghormat kepadanya ?"
Oleh karena kemendongkolan itu, walaupun dia membungkam,
wajah situa Terbang berubah. Ma Goan Ho melihat itu, hatinya
bercekat. Ia kuatir nanti terbit onar. Maka lekas ia bangkit seraya
berkata : "Saudara ouw, mari duduk disini "
ouw Bwee bersuara "Hm" perlahan sekali, ia pura-pura tidak
mendengar perkataan tuan rumah, ia terus duduk disebelah Kim
cong Tojin.
Goan Hok merasa tersinggung akan tetapi dia tidak
memperlihatkannya, sikapnya tenang saja. ia dapat menguasai diri,
tidak seperti Goan Siauw, si adik.
"Saudara-saudara," terdengar suara Siang Put Tong : "Aku ingin
bicara, apakah saudara-saudara mau mendengarnya ?"
"Saudara siang mau bicara apa, silahkan " berkata Kim cong.
Imam ini,jago Bu Tong pay, biasa memandang rendah lain-lain
partai yang termasuk partai cabang. Dia bisa memandang tinggi
partainya sendiri, yang termasuk partai besar dan murni. Ketika dia
bicara, nadanya tawar.
"Maksudku yang rendah," berkata siauw Put Tong tawar, "aku
berpikir meminta saudara-saudara memilih seorang kepala yang
ilmu silatnya liehay untuk mengepalai upacara disini."
"Pintoo pikir orang itu tak usah repot-repot dipilih lagi," kata Kim
cong Tojin. "Baik Siang ciangbun saja yang mengetahuinya."
"ciang bun atau lengkapnya "ciang bunjin" ialah ketua partai.
ciangbun biasa dipakai sebagai panggilan : ketua, atau tuan ketua.
"Akupun pikir begitu," ouw Bwee turut mengutarakan pikirannya.
siang Put Tong mengawasi tajam dua orang itu. "Apakah saudara
saudara bicara dengan setulus hati ?" dia bertanya.
"Itulah soal lain," sahut ouw Bwee. "Kami bicara cuma
disebabkan mendengar nama besar ketua,prihal kepintaran dan
kepandaian tuan, belum pernah kami melihatnya, jadi kalau
dikehendaki suara hati kami yang setulusnya, itulah kehendak. atau
permintaan, yang keterlaluan-"
Siang Put Tong batuk batuk dua kali.
"Saudara ouw memikir buat belajar kenal bukan ?"
"Jikalau saudara Siang sudi memberi pelajaran, aku suka sekali
menerimanya," sahut si Tua terbang.
siauw Pek bertiga mendengar dan melihat semua, karena
merekapUn turut masuk kedalam ruang itu, cuma mereka tidak
dapat tempat duduk. Mereka tidak memperhatikan urusan itu sebab
mereka datang untuk mencari tahu segala sesuatu yang mengenai
uruasn mereka sendiri, urusan coh Ke Po.
Sampai disitu, tiba-tiba cio Tiat Eng campur bicara.
"Saudara siang, saudara ouw " katanya. "Harap sabar sedikit
Bagaimana kalau saudara-saudara dengar beberapa kata-kataku ?"
"Bagaimanakah pendapatmu, saudara $cio ?" tanya Siang Put
Tong.
"Kita berkumpul di Hok Siupo, ini untuk menyelidiki urusan Kiu
Heng cie Kiam." berkata orang she cio itu "sekarang ini kita belum
mendengar apapun juga, lalu kita hendak saling bunuh, bukankah
itu sangat tidak berguna ?"
"Habis, bagaimanakah pikiran saudara ?"
"Kita semua adalah orang orang yang sedang menerima tugas,"
kata Tiat Eng pula, " apabila kita tidak berhasil dengan penyelidikan
kita, selain tidak dapat pulang untuk bertanggung, juga kita bakal
ditertawakan-Jikalau kemudian kita dijadikan buah pembicaraan
dalam dunia Kang ouw, tidakkah itu akan merusak sangat nama kita
?"
"Bicara memang sangat mudah " Kim ciong Toosu turut bicara.
"Paling benar kau utarakanlah rencanamu"
Tiat Eng sabar akan tetapi hatinya panas juga. Dia merasa
sangat tersinggung.
"Bu tong pay terpuji sebagai suatu partai besar mengapa
tootiang bicara begini rupa?" dia menegur, wajahnya merah padam.
"Hei kau mencaci siapakah?" menegur Kim ciong. Dia
menganggap kata kata orang she cio ini sebagai dampratan-
"Jikalau aku memaki kau, lalu bagaimana ?"
Heng Seng tongcu ini mau jadi juru pemisah, tapi tak disangka,
dia justru terlibat sendirinya.
Ma Goan Hok bingung sekali, lekas lekas ia bangkit.
"Saudara tenang " dia berkata. "Mari dengar kata kataku siorang
she Ma. Sebenarnya akulah yang keliru, yang tak menyediakan lebih
banyak peti mati untuk merawat para korban itu, hingga hati
saudara saudara terasa pedih. Sebenarnya Hok Siu po memandang
sama semua saudara kaum Sungai Telaga. Kami tidak membeda
bedakan. Sekarang ini justru aku amat berterima kasih karena para
korban telah dibawa kemari, karena itulah bukti cinta kasihnya
saudara saudara terhadap kami. Mohon maaf buat segala kelalaian
kami " Berkata begitu, tuan rumah ini memberi hormat pada para
hadirin-
Sebenarnya ouw Bwee dan Kim ciong tak puas terhadap pihak
Hok siu Po karena perbedaan pelayanannya terhadap para korban
itu tapi karena mereka tak mau bentrok dengan keluarga Ma itu,
mereka melampiaskannya terhadap pihak cit Seng Hwee dan Thay
Im bun sekarang menyaksikan sikap ma Goan Hok. mereka malu
hati. Kim ciong membalas hormat seraya berkata:
"Kami tidak menyesaikan kedua pocu, bahkan kami bersyukur
bahwa pocu telah sudi ketempatan mayat murid murid partai kami."
Ma Goan Hok berkata pula: "Sekarang ini aku sudah
memerintahkan orang buat mencari peti mati sebanyak bisa didapat,
maka sebentar setelah memperoleh, kami akan rawat baik baik
semua mayat mayat ini."
Siang Put Tong yang berdiam sejak tadi itu, tertawa kering.
"Kiranya kau berselisih karena urusan ini" katanya mengejek. ia
melirik pada ouw Bwee lalu dia menyambung, "sebetulnya aku tidak
suka sembarang bicara, atau kalau aku bicara mesti ada buktinya.
Saudara ouw gusar terhadapku, baiklah, harap saudara jangan
bicara lebih banyak. Kita atur begini saja:
Masing masing kita memberi satu pertunjukkan, lalu
pertimbangannya kita serahkan kepada para hadirin, mereka yang
menilainya bagus buruknya." ouw Bwee tak mau menunjukkan
kelemahannya sendiri.
"Saudara siang satu ketua partai, silahkan kau yang memulainya"
katanya.
"Tak biasa aku berlaku segan, baiklah, aku akan lebih dulu
memperlihatkan permainanku yang buruk."
Berkata begitu, ketua Tay im bun meluruskan tangannya,
mengangkat cawan didepannya.
Para hadirin memasang mata. cawan teh itu diletakkan segera di
telapak tangan, airnya tidak tumpah.Justru air itulah yang aneh
perlahan lahan air itu beku bagai es.
Siang Put Tong tertawa lebar, agaknya dia puas dan bangga. Dia
membalikkan cawan teh hingga teh es itu jatuh kelantai. Mengenai
lantai es itu pecah berantakan.
"Telah aku pertunjukkan kepandaianku yang buruk" akhirnya dia
kata, tertawa. "Kini persilahkan kau, saudara ouw." Hati ouw Bwee
gentar.
"Tidak aku sangka tenaga dalamnya begini liehay," pikirnya.
Tentu saja, tak dapat dia mundur." Dengan terpaksa, dia berkata.
"Saudara siang tenaga dalammu amat mahir, aku kuatir tak
sanggup menandinginya. Baiklah, aku juga mau pinjam air teh
untuk mempertunjukkan keburukanku."
Berkata begitu, si Tua Terbang meletakkan tangannya diatas
cawan teh. ia menekan-Sambil berbuat begitu, diam diam dia
mengarahkan tenaga dalamnya.
Dengan perlahan lahan, cawan itu melesak masuk kedalam meja,
kemudian menjadi rata dengan permukaan meja
Menyaksikan pertunjukkan itu, Ma Goan Hok tertawa.
"Saudara saudara, kamu memiliki masing masing kepandaianmu
yang istimewa" katanya. " Dengan begini maka terbuka lebarlah
mataku " Walaupun demikian, ouw Bwee tahu bahwa dia kalah
seurat. Siang Put Tong tertawa.
"Saudara ouw, sungguh lihay kau " dia memuai.
"Inilah kepandaian yang tidak berarti, aku cuma menyebabkan
buah tertawaan saja," berkata si Tua Terbang.
"Sudahlah " kata Put Tong kemudian- "Yang penting sekarang
ialah bagaimana kita harus berdaya mencari ciu Heng cie kiam "
ciu heng cie kiam. Pedang sakit hati itu, telah ditakuti oleh Put
Tong sekalian, baik pedang nyama upun pemiliknya .
"Aku telah mengirim delapan orang ku pergi melakukan
penyelidikan," Ma Goan Siu memberitahukan.
"Apakah telah ada hasilnya ?"
"Menyesal, belum. ciu heng cie kiam mirip dengan apa yang
dikatakan orang, naga terlihat kepalanya, tidak ekornya. Dia tak
dapat diterka dimana adanya. Sebaliknya, siapa pernah melihatnya,
dia pastilah hilang jiwanya "
" Tentunya dia lihay sekali, kalau tidak. tidak nanti dia tidak
melihat mata pada semua partai di wilayah kang lam ini " kata siang
Put Tong pula
" Hanya masih menjadi suatu pertanyaan, dia sendiri atau
berkelompok..." kata Tiat Eng.
"Aku kira bukan satu orang," kata Tiat Eng lagi. "Dia cerdik
sekali."
"Jka dia berani menunjukkan diri, biarpun dia lihay berlipat
ganda, pasti dia tidak akan sanggup menghadapi semua partai."
"Pintoo mempunyai satu tipu untuk memancingnya keluar," Kim
cung Toojin turut berbicara.
"Apakah itu tooheng?" tanya Put Tong.
"Kita sukar mencarinya, maka itu, mengapa kita tak menjebaknya
? Biarlah dia datang sendiri masuk kedalam jaring."
"Perangkap apakah itu ?"
"Aku telah memikir dayanya, hanyalah aku masih ragu ragu akan
hasilnya..." menjawab si imam, matanya berputar putar. Ketika ia
melihat Siauw Pek bertiga, tiba tiba ia berhenti bicara. Inilah karena
ia mendapatkan ketiga orang itu sedang memasang telinga.
Siang Put Tong liehay sekali. Dia melihat gerak gerik imam itu,
dia menerka tentu ada sebab sebabnya. Maka dia berpaling kepada
ciu Tiat Eng. "Saudara ciu, apakah mereka semua anggota cit Seng
Hwee?" tanyanya.
"Benar, saudara Siang. Ada titah apakah untuk kami?" sahut
tongcu dari cit Seng Hwee.
" Dapatkah kau menitahkan mereka keluar dulu dari ruangan
ini?"
"Dapat," sahut Tiat Eng, terus dia mengulapkan tangan terhadap
Siauw Pek. Anak muda itu segera memutar tubuhnya, untuk
berjalan keluar.
"Tunggu" ouw Bwee mencegah sambil dia bangkit. Siauw Pek
memutar pula tubuhnya, ia berdiri diam, kepalanya tunduk. ouw
Bwee menghampiri pemuda itu.
"Siapakah kau ?" tanyanya. "Rasanya aku mengenal kau.
Dimanakah kita pernah sua ?"
"Aku tak kenal kau," sahut Siauw Pek. Ia menggelengkan kepala.
"Ingatan aku melebihi kebanyakan orang" kata siorang tua
dingin. "Tak mungkin aku salah ingat" Dia menatap tajam muka
orang.
Mendengar suara si Tua Terbang, Siang Put Tong turut menatap.
Ia melihat tegas orang tampan bertubuh kekar. Diam diam ia kagum
sekali. Katanya di dalam hati, "sungguh suatu bakat bagus untuk
belajar silat"
oey Eng dan Kho Kong mendampingi ketuanya, mereka bersiap
sedia turun tangan-
Siauw Pek berdiri tegak, kepalanya tunduk terus, matanya
dipejamkan- ia menerka ancaman bahaya, tetapi ia bersikap tenang.
ouw Bwee jalan mengelilingi sianak muda dua kali putaran-
"Anak kau she apakah?" dia tanya.
"she coh" sahut si anak muda.
"she coh?" mengulangi jago tua itu, matanya mengimplang.
"Haha Aku ingat Ketika kita bertemu dulu kami masih seorang bocah
cilik Iyakan...?"
Siauw Pek menggelengkan kepala. "Aku belum pernah bertemu
dengan tuan-" Hut Siu tertawa dingin.
"Seumur hidupku aku telah menjelajah dunia Kang ouw, mana
dapat aku membiarkan mataku ini kemasukan pasir?" katanya.
"Bukankah kau ini turunan dari coh Kam Pek ketua dari Pek Ho Po
?"
Mendengar disebutnya nama Pek Ho Po, semua hadirinpun
terkejut. Mereka masih ingat baik sekali peristiwa yang hebat itu.
Bahkan banyak diantaranya turut di dalam rombongan penyerbu.
Tak mudah melenyapkan kesan.
"Bukankah turunan si orang she coh telah mati di Seng Su Kio?"
Siang Put Tong tanya.
"Aku hadir di tempat peristiwa ketika itu" kata ouw Bwee pula.
"Siapa bilang dia mati dijembatan maut?"
"Semua orang Kang ouw ketahui itu." kata Put Tong.
"Aku justru melihat dia berjalan d iatas jembatan dan tak
jatuh..." ouw Bwee memastikan- Terus dia menoleh kepada Kim
cong Toojin, kemudian meneruskan kata katanya.
"Tatkala itu tooheng juga hadir bersama. Apakah tooheng
melihat anak coh Kam Pek tergelincir jatuh dari jembatan itu?"
"Benar seperti katamu, saudara ouw, pintoo tidak melihat bocah
itu jatuh tergelincir kedalam jurang." sahut si imam. Seng Su Kio
tertutup kabut tebal, selama seratus tahun entah berapa banyak
jago Rimba Persilatan yang telah mengubur dirinya didalam jurang
disana. Pada waktu itu, anak coh Kam Pek belum mengerti ilmu
silat, mana bisa dia melintasi jembatan? Menurut dugaanku, dia
tentu telah tergelincir masuk kedalam jurang."
"Tapi pandanglah ini" ouw Bwee masih berkukuh. Dia tertawa
hambar. "Lihat, dia mirip coh Kam Pek atau tidak ?"
Kim cong bangkit, ia bertindak menghampiri si anak muda. Tiba
tiba dia menyambar tangan kanan anak muda itu. Siauw Pek
menarik tangannya.
Si imam heran sekali, sampai dia tercengang. orang bergerak
gesit luar biasa.
"Dia mencurigakan, dia harus diperiksa" kata Siang Put Tong,
yang terus menoleh pada cie Tiat Eng, untuk bertanya. "Dia menjadi
anggota cit Seng Hwee, saudara tentu ketahui asal usulnya bukan?"
"Jumlah anggota kami banyak sekali," sahut tongcu itu. "Dia
berasal dari cabang pusat Kang lam, mungkin Nyonya Uh mengenal
tentang dirinya." Dia segera berpaling kepada nyonya janda itu dan
bertanya: "Apakah nyonya kenal dia ?" Nyonya Uh mengawasi
Siauw Pek.
Diluar dugaan, diantara Kim cong dan si anak muda telah terjadi
pertempuran, yang berat sebelah. Sebab si imam penasaran gagal
mencekal tangan Siauw Pek. segera dia mengulangi menyambar
pula, ketika percobaan yang kedua kalinya. selama itu, Siauw Pek
terus mengelut diri. Lalu, karena mendongkol si imam menyambar
terus menerus, dia menggunakan capjie ciauw Kim na ciu, ialah ilmu
mencekal Dua belas Jurus.
oey Eng dan Kho Kong terus berdiam diri. Mereka mentaati pesan
ketuanya untuk tidak turun tangan kecuali sudah sangat terpaksa.
"Apakah nyonya kenal dia ?" Siang Put Tong pun bertanya
karena si nyonya hanya mengawasi saja.
"Aku terhalang imam itu," sahut Nyonya Uh. Kim ciong
mengalinginya.
"Nanti aku cegah mereka," kata Put Tong yang terus lompat
sambil berseru. "Too heng, tahan " sedang kedua tangannya
dipentang, untuk menghalang.
Kim ciong menghentikan serangannya. cegahan Put Tong
menyenangkan hatinya. Dia memang lagi bingung sebabtakadajalan
buat mundur teratur.
"Nyonya, silakan lihat " kata Put Tong sambil bergerak kesisi.
Nyonya Uh memandang dengan leluasa kepada si anak muda,
yang tidak terhalang siapa juga.
"Aku tidak kenal dia." sahutnya sejenak kemudian- Dia pun
menggeleng kepala. cie Tiat Eng berlompat kepada si anak muda.
"Bagus, bocah" bentaknya. "Betapa berani kau menyamar
sebagai anggota cit Seng Hwee" Siang Put Tong menggerakkan
tangan, mencegah tongcu itu.
"Percuma kau bergusar, saudara cie " berkata ketua Thay Im Bun
ini. "Sekarang lebih baik kita menanya jelas dahulu kepadanya." Tiat
Eng masih gusar, dia menghunus pedangnya.
"Tidak perduli dia siapa, sebab dia memalsukan anggota partai
kami, kematianlah bagiannya " katanya sengit.
Berkata begitu, tongcu ini berpaling. ia tidak melihat Nio Su Heng
si hu hoat, pelindung hukum cit Peng Hwee.
Ini disebabkan karena orang nio itu, yang melihat gelagat buruk.
diam-diam sudah mengundurkan diri.
"Kau berani menyebut shemu. Kau betul berani " berkata Put
Tong kepada si anak muda. "sekarang aku tanya kau, beranikah kau
menyebut juga namamu ?"
Siauw Pek melihat sekelilingnya, sinar matanya tajam sekali.
"Namaku Siauw Pek " ia menjawab, berani. "Aku coh Siauw Pek "
"coh siauw Pek... coh Siauw Pek..." ouw Bwee berkata kata
seorang diri, perlahan-Tapi tiba-tiba, dia menghunus pedang
pendeknya, untuk menghadapi anak muda itu: "Kau apanya coh
Kam Pek ?"
Pertanyaan itu membuat ruang sunyi sekali sampai terdengar
suara napas orang. Semua diarahkan kepada anak muda itu, semua
heran, semua menantikan jawabannya. Siauw Pek tetap membawa
sikapnya tenang dan agung.
"Sudah pastikah tuan-tuan ingin mengetahui siapa aku ?" ia
tanya kepada para hadirin- Ia menatap mereka dengan sinar mata
bengis.
"Bukan hanya kami disini," sahut Siang Put Tong, "semua kaum
Rimba Persilatan juga sama ingin mengetahuinya "
Siauw Pek segera menjawab, tanpa ragu-ragu : "coh Kam Pek
ialah ayahku " Siang Put Tong melengak. begitupun para hadirin
semuanya.
"Benar benarkah kau anaknya coh Kam Pek ?" kemudian Put
Tong menegaskan- Dia mendengar nyata setiap kata kata tetapi ia
masih sangat ragu ragu.
Sebelum menjawab, ouw Bwee telah menyela. "Benarkah kau
tidak tergelincir mampus di dalam jurang dijembatan maut itu ?"
suaranya sangat dingin- Siauw Pek memandang lagi kesekitarnya,
dengan sabar ia menyingsatkan bajunya yang panjang untuk
menghunus pedangnya. Setelah itu, ia berkata dingin: "Tidak niatku
membinasakan orang baik baik. Tapi diantara kami kebanyakan
tentulah ada orang orang yang dahulu turut menyerbu Pek Ho Po,
maka mengingat pepatah " Kutangang darah bayar darah hari ini
aku hendak membuka pantangan membunuh "
"Kukira tidak mudah " ouw Bwee mengejek. Dia mengangkat
tangannya kebelakang, guna menurunkan Pat Kwa Tiatpay,
senjatanya yang istimewa itu. orang tua ini bicara besar akan tetapi
didalam hati, tak berani dia memandang ringan kepada si anak
muda. Kim ciong Tojin juga menghunus pedangnya.
"Bagus" serunya. "Hari ini kami hendak mewakilkan kaum Kang
ouw menyingkirkan satu ancaman bahaya yang tersembunyi "
Dia mengatakan : " ancaman tersembunyi" sebab Siauw Pek
masih sangat muda dan belum dikenal siapa juga, kecuali baru pada
detik ini. Menyaksikan perubahan suasana itu, oey Eng dan Kho
Kong segera menyiapkan senjatanya masing masing. Siauw Pek
telah memperkenalkan dirinya, maka mau tak mau mereka harus
menghadapinya.
Sekonyong konyong Ma Goan Hok mengangkat kepalanya, terus
dia mengeluarkan seruan yang nyaring dan panjang, hingga
suaranya itu mendengung telinga para hadirin.
oey Eng menerka bahwa orang ini memberi isyarat guna
mengumpulkan anak buah Hok Siu Po. ia percaya, segera mereka
bertiga bakal dikurung musuh. Tapi ia melihat ketuanya tetap berdiri
tenang, tanpa bergerak tanpa bersuara, iapun berdiam, cuma diam2
ia waspada.
Menyaksikan sikap si anak muda, Siang Put Tong jadi berpikir.
"TUantuan, sabar dulu..." ia mencegah ouw Bwee dan Kim ciong.
ia menatap pula si anak muda, terus ia menanya tenang : "Aku
masih hendak menanyakan sesuatu, entah coh siauw pocu sudi
menjawab atau tidak ?..."
sekarang ia memanggil "Siauwpocu", tuan ketua muda (dari coh
Kee Po)
"Jangan kau mencoba memandang panas hatiku " kata siauw
Pek, keren. "Aku ingin lihat dulu urusan apa itu yang hendak kau
tanyakan "
"Hendak aku tanyakan apakah siu Heng cie Kiam itu karyamu
yang istimewa ?" tanya Siang Put Tong.
"Bukan" jawab Siauw Pek, cepat dan tegas. "Didalam dunia ini
pastilah bukan hanya satu keluargaku yang tercelakai secara kejam
itu Dan aku percaya, sakit hati siu Heng cie kiam tentulah melebihi
sakit hati keluargaku " Siang Put Tong heran dan kagum.
Anak muda ini tenang dan berkeberanian besar sekali. Dia bicara
keras dan bengis tetapi wajanya tidak sebengis suaranya itu.
Wajahnya agung sedikitpun tak sombong. Karena ini ia menjadi
ragu: Mungkinkah anak ini liehay kepandaiannya ?
Dan juga ouw Bwee dan Kim ciong Toojin, orang orang ulung
kaum sungai telaga, menjadi ragu dan curiga. Sikapnya putra Coh
Kam Pek ini amat mengesankan.
oleh karena kedua belah pihak itu yang satu tenang, yang lain
ragu ragu, keduanya sama sama berdiam saja.
Akhirnya Kho Kong yang kalah sabar. ia telah bersiap siap
bersama oey Eng ia merasa sudah menunggu lama sekali, hingga
tak dapat ia mengendalikan lagi hatinya. Demikianlah, di luar tahu
ketuanya, ia berseru sambil berlompat menerjang ouw Bwee
dengan poan koan pit, sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu
pit. Itulah senjata istimewa untuk menotok jalan darah. ouw Bwee
waspada, apa pula penyerang nyapun berseru. ia menangkis
dengan Tiatpay, sambil menangkis, ia membacok. ia memegang
tiatpay dengan tangan kiri dan golok pendek dengan tangan kanan.
Memang lazimnya ditimpali dengan golok. bahkan habis menangkis
dan membacok itu, ia terus mengulangi bacokannya itu dua kali
saling susul
Mau tidak mau, Kho Kong terpaksa mesti membela diri sambil
mundur.
Siauw Pek tidak mencegah tindakan kawannya itu, ia hanya
memasang mata. Dilihatnya ilmu golok ouw Bwee liehay sekali, dan
kalau Kho Kong didesak terus, itulah berbahaya.
"Kho Kong masih kurang pengalaman- Maka, untuk melindungi
saudara itu, ia segera maju mewakili si saudara menangkis serangan
orang tua itu, dan seterusnya dialah yang menyambut dan
melayani.
ouw Bwee telah memikir merobohkan anak muda yang
bergenggaman pian koan pit itu, tidak tahunya, orang
merintanginya, tetapi kebetulan sekali, ini jurus Siauw Pek adanya,
ia pikir baik sekalian saja ia gempur anak muda ini. Tanpa ragu ragu
lagi, segera ia menggunakan "Hoan Inpat-sie" atau delapan jurus
ilmu golok "Mega terbalik" suatu ilmu silat istimewa dari partai Pat
Kwa Bun.
Dengan senjatanya itu, si Tua Terbang biasa menangkis menolak
dan membacok- membabat, demikian dia lalu mendesak si anak
muda. Tapi baru dua gebrakan, dia sudah menjadi heran- Si anak
muda tidak kena terdesak, sebaliknya dia sendiri yang kena tertahan
lalu terkuurng sinar pedangnya lawan-
"Eh, hebat ilmu pedangnya bocah ini " pikirnya.
Dari heran, segera juga ouw Bwee menjadi terperanjat. Tidak
dapat dia meloloskan diri dari kurungan sinar pedang walaupun dia
sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Tidak ada gunanya
ilmu Mega Terbalik yang sebenarnya liehay itu. Didalam beberapa
jurus, dia masih dapat membalas menyerang, setelah itu, dia habis
daya, dia cuma bisa menangkis atau berkelit saja. Diapun tidak
tahu, ilmu pedang lawan itu ilmu pedang apa, sebab dia tidak dapat
mengenalinya.
Kim ciong Toojin heran menyaksikan si Tua Terbang mati daya.
Si Tua Terbang adalah rekannya selama pembasmian terhadap Pek
Ho Po, maka ia telah memikir untuk memberikan bantuannya pada
saat saat genting. Ia mengerti kalau ouw Bwee roboh, si anak muda
tentu bakal menyerang padanya. ia berpikir lebih baik ia mendahului
mengeroyok. Hanya sekarang...
Luar biasa ilmu pedang anak muda itu. ouw Bwee sudah
bermandikan peluh. Repot dia melindungi diri dengan tameng dan
goloknya, kacau ilmu silatnya. Rasa heran, kaget dan kuatir lalu
menyelubunginya.
Tdiak hanya Kim ciong Toojin, juga hadirin yang lainnya heran
dan bingung menyaksikan cara berkelahi si anak muda. Dia sudah
menang diatas angin, tetapi dia tidak merobohkan lawannya
"Pocu," Pat Tong kepada Goan Hok. "kenalkah pocu ilmu pedang
anak muda itu?"
"Aku tidak kenal," jawab tuan rumah. "Saudara berpengetahuan
luas, mungkin saudara tahu..."
Siang Put Tong tersenyum getir.
"Tidak." sahutnya, jengah. "Hanya seorang aku ingat seorang
tertua dari Rimba Persilatan yang termashur karena ilmu
pedangnya..."
"Siapakah jago tua itu, saudara siang?"
Siang Put Tong mau menjawab, tapi ia tercegah oleh seruannya
Kim ciong Toojin-
"ouw si katai, jangan takut Mari aku membantumu" demikian
suara si imam, yang segera lompat masuk ke dalam kalangan
pertempuran, untuk segera menikam Siauw Pek.
Si anak muda mendengar suara, ia melirik. Ketika ujung pedang
mengancam, dengan gesit ia berkelit, kemudian, dengan satu
kelebatan, ujung pedangnya segera meluncur ketulang rusuk
penyerangnya itu.
Kim ciong kaget sekali, dengan gugup dia melompat mundur
sambil tangannya menangkis tikaman itu.
Kho Kong gusar sekali melihat ketuanya dikeroyok.
"Imam hidung kerbau bangkotan, kau curang" teriaknya. Lalu dia
hendak menyerang, guna membantu pihaknya. Tapi tiba-tiba, ada
yang meraba tangannya hingga dia batal maju dan terus menoleh.
Itulah oey Eng, yang mencegah majunya. Ia heran- Tapi, ketika
ia melihat saudara itu mengedipkan mata, ia terdiam. Terus ia
memandang kearah pertempuranouw
Bwee terus terkurung sinar pedang. Kim cong yang akan
membantu atau menolong, tergetar diluar kalangan, setiap
serangannya dapat dihalau. Jago Bu Tong itu tampak tidak berdaya.
Girang hati Kho Kong menyaksikan jalannya pertempuran itu,
sampai ia lupa maksudnya membantu sang ketua. Bahkan didalam
hati, ia berpikir: "Ilmu pedang apa ilmunya bengcu? Melihat ini,
andaikata ada lagi dua musuh maju membantu konconya, pasti
bengcu tak akan kalah."
oey Eng juga kagum hanya dia berbareng heran- Dia heran
sebab agaknya Siauw Pek ayal-ayalan menjatuhkan kedua
lawannya. Dari heran dia menjadi bingung.
"Toako mau menanti apa lagi?..." pikirnya. "Disini masih ada
Siang put tong, seorang ketua partai yang liehay, begitu juga kedua
tuan rumah she Ma itu. Disini pula d isarang musuh, keadaan kita
berbahaya sedangkan kita cuma bertiga. Seharusnya Toako
bertindak cepat, guna memenangkan waktu..."
Akhirnya saking bingungnya pemuda she oey ini berseru: "Toako,
sabar dulu Untuk mencuci bersih sakit hati, waktunya masih banyak
..."
Itulah pemberian ingat, atau nasehat, untuk sang ketua
bertindak lekas, untuk bisa mengundurkan diri dari sarang musuh...
Siauw Pek tengah mengurung kedua lawannya ketika ia
mendengar suara oey Eng itu. Saat itupun, Kim ciong telah didesak
masuk ke dalam kurungan sinar pedangnya. Tanpa merasa, ia
bergerak lambat.
ouw Bwee dan Kim ciong sangat gelisah dan bingung, repot
mereka membela diri, salah sedikit, jiwa mereka bisa melayang.
Tentu saja, sendirinya hati mereka menjadi kecil. Justru itu, mereka
mendapatkan si anak muda berlaku ayal itu. Mendadak saja mereka
memperoleh harapan- Walaupun tanpa berjanji lagi, serempak
keduanya berlompat mundur, keluar dari kalangan arena. Segera
saja mereka berdiri diam, berendeng, napas mereka bekerja keras
sekali.
untuk sejenak. Siauw Pek berdiam mengawasi kedua lawan yang
licik itu. Dibenaknya, teringat ia akan kesengsaraan ayah bundanya,
kedua kakaknya dan sendiri disaat mereka dikejar kejar rombongan
musuhnya, yang tak sudi mengasih hati kepada mereka. Didepan
matanya pula terbayang saat-saat pertempuran mati hidup yang
dilakukan ayahbunda dan kakak kakaknya guna mempertahankan
jiwa mereka. Mereka dibasmi di Pek Keepo, dikejar dan dikeroyok
dipelbagai tempat, dan pelbagai waktu. Tak ada orang yang merasa
kasihan terhadap mereka yang telah tidak berdaya itu, puncak
kehebatannya ialah didepan jembatan maut Seng Su Klo, hingga
selanjutnya ia mesti hidup sebatang kara
"Ayah, ibu, kakak kakak " ia berseru dalam hati. "Lihatlah
bagaimana anakmu membalaskan sakit hati kamu"
Dengan pertempuran tertunda, sunyilah ruang itu, sedangkan
tadinya ramai dengan suara bentroknya pedang dan golok serta
tameng. Sekalipun suara napas memburu dari ouw Bwee dan Kim
ciong tak terdengar pula. Mereka heran menyaksikan si anak muda
berdiam saja, tapi mulutnya berkelemak kelemik dan wajahnya
suram sekali. Semua hadirin lainnya juga bungkam, semua mata
mereka diarahkan kepada si pemuda.
Tak lama kesunyian itu menguasai ruang yang besar dan luas itu.
otak Siauw Pek sudah berhenti bekerja, matanya tak berbayangbayang
lagi. Sadar ia akan keadaan yang dihadapinya itu. Tiba tiba
dia berseru menggeledek: "Hutang jiwa bayar jiwa " Segera dia
menuding dengan pedangnya, tubuhnya lompat mencelat kepada
kedua musuhnya.
Semua orang terperanjat melihat lompatan yang pesat itu, yang
disusul dengan berkelebatnya sinar pedang.
ouw Bwee kaget bukan main- Tak sempat ia mundur untuk
menolong diri, tak keburu ia mengangkat tameng dan goloknya,
guna melakukan pembalasan, bahkan didalam hati ia mengeluh,
"Habislah aku..." Ia merasai bersiurnya hawa dingin, sinar pedang
lewat didepan matanya, lalu... sehelai rambutnya terpapas kutung
Kim ciong Toojin sebaliknya masih ada sisa ketabahan hatinya.
Tak mau ia mati konyol. Tatkala pedang lawan dari kepala ouw
Bwee membabat terus kearahnya, ia menangkis dengan pedangnya.
Maka beradulah senjata mereka berdua, atas mana, ia terhuyung. ia
menangkis keras, tetapi karena kalah kedudukan ia kalah tenaga.
Siauw Pek tidak berhenti dengan serangannya itu, ia memutar
balik tangannya dan membabat pula. Kalau tadi pedangnya
menyambar dari kanan kekiri, sekarang dari kiri kekanan, sedikit
menurun, mengikuti tubuh si imam yang doyong karena dia
terhuyung. Didalam keadaan seperti itu, Kim ciong tidak sanggup
menangkis atau berkelit lagi, ujung pedang menggores bahunya,
merobek jubahnya, melukai kulit dagingnya, hingga darahnya lantas
keluar bercucuran
Masih Siauw Pek tidak mau berhenti, selagi kedua lawan itu tidak
berdaya, kembali ia mengurung dengan sinar pedangnya.
Siang Put Tong menyaksikan pemandangan didepan matanya itu,
ia heran, kagum dan berkuatir menjadi satu. Ia heran dan kagum
pada ilmu pedang si anak muda, ia kuatir buat ouw Bwee dan Kim
ciong serta dirinya. Kalau dua orang itu terbinasa, ia bakal terancam
si anak muda.
"Baiklah aku coba..." pikirnya. Ia masih mempunyai kepercayaan
atas kegagahannya sendiri.
"Saudara ouw, Kim ciong Tootiang, jangan takut " dia berseru.
"Aku akan bantu kamu " seruan itu disusul dengan lompatan
tubuhnya kepada Siauw Pek, yang ia terus serang dengan tangan
kosong.
Itulah serangan tenaga dalam yang lihay.
Siauw Pek mendengar suara orang, ia juga melihat datangnya
serangan, dengan sebat ia memutar diri dan tangannya, maka tepat
sekali, serangan itu dapat ia tangkis. Siang Put Tong terkejut.
"Mari senjataku " ia menyerukan kedua kacungnya, yang berdiri
diluar garis. ia tahu tidak dapat ia melawan musuh dengan tangan
kosong.
Kedua kacung itu menyahut, keduanya lalu lompat maju, yang
satu mengangsurkan peda yang lain menyodorkan tongkat besi.
Ketua Thay Im bun itu meyambut senjatanya pedang ditangan
kanan, tongkat di tangan kiri. Sama sebatnya, ia berseru dan
menyerang, tongkatnya menggunakan tipu silat "Sin Liong cut Im",
"Naga Sakti Keluar dari Gumapan Awan".
"Tak tahu malu " berteriak Kho Kong, yang hendak maju pula.
Tapi lagi lagi ia dicegah oey Eng. Saudara ini tetap berlaku sabar
dan kata : "Saudaraku, tenang Mari kita lihat dulu"
Kho Kong batal maju, ia melengak. Lalu ia mengawasi ketuanya
yang lagi melayani Siang Put Tong serta ouw Bwee dan Kim ciong,
tiga orang musuh.
Heran Siauw Pek itu. Melayani satu orang, dua orang, tiga orang,
sama saja gerak geriknya. Dia bertempur tenang tetapi lincah juga
Siang Put Tong, si tenaga baru, sudah kena dikurung sinar pedang
seperti dua rekannya itu.
"Bukankah Siang Put Tong paling lihay diantara kawan
kawannya?" tanya orang she Kho itu kepada kawannya.
"Diantara mereka bertiga, memang dia yang paling lihay," Oey
Eng menjawab.
" Entah kedua tuan rumah itu..."
"Aku duga mereka tak lebih tangguh daripada si orang she
Siang..."
Berkata begitu, oey Eng melirik si nona berbaju hijau. Katanya,
menyambung: "Yang sulit diterka ialah nona berbaju hijau itu.
Melihat dari sikapnya yang tenang ayem itu, mungkin dia lihay..."
Ketika itu ouw Bwee terkurung hingga dia bermandikan peluh
dan Kim ciong bingung sekali. Siang Put Tong paling kosen diantara
mereka bertiga, dia pula tenaga baru tetapi diapuntelah dikekang
sinar pedang si anak muda.
Tiba tiba terdengar suara nyaring dari Ma Goan Hok si tuan
rumah: "Hei, apakah kamu kira Hok Siu Po ini dapat membiarkan
orang main gila disini ?"
Mendengar itu, oey Eng berbisik pada Kho Kong: "Rupa rupanya
tuan rumah ini lagi mencari alasan turun tangan-.."
Belum berhenti suaranya itu, Ma Goan Hok sudah berlompat
maju dan menyerang
Siauw Pek menyambut serangan tuan rumah ini yang
bersenjatakan golok yang mirip gergaji. Ia berlaku sangat sebat,
dengan lekas ia mengurung seperti ia mengurung tiga lawannya
yang pertama.
"Tak dapat kita membiarkan bengcu dikeroyok " kata Kho Kong.
"Sabar," oey Eng mencegah. "Jikalau kita maju, mungkin tidak
ada faedahnya, salah salah kita membuat bengcu kurang leluasa
menggunakan pedangnya."
Kho Kong mengawasi tajam, ia melihat bagaimana Ma Goan Hok
juga sudah terkurung sinar pedang, goloknya sampai tak leluasa lagi
bergeraknya.
Sementara itu Ma Goan Siu, tuan rumah yang kedua, menjadi
penasaran- Ia telah menyaksikan bagaimana musuh muda itu sia sia
belaka dikurung tiga orang. Pikirnya: " Entah ilmu silat apa ilmu
pedang bocah ini... Bagaimana dia dapat melawan tiga orang jago?
Sudah sekian lama dia bertempur, masih belum letih dia... Baiklah
akupun maju..."
Setelah berpikir begitu Goan Siu berlompat menerjang. Dia pun
menggunakan golok, yang diberi nama cit chee too golok Tujuh
Bintang.
"Bagus betul " teriak Kho Kong. "Ma Goan Siu juga turun tangan
"
"Eh, kau melihat atau tidak?" tanya oey Eng.
"Melihat apa ?" saudara itu tegaskan-
" Hebat ilmu pedang toako, demikian banyak perubahannya. Aku
percaya, meski maju lagi beberapa orang, toako masih sanggup
melayaninya. Baik kita tak usah berkuatir " selagi dua saudara ini
berbicara, Goan Siu sudah menerjang Siauw Pek.
Si anak muda menyambut tambahan lawan ini, hatinya tidak
gentar. Ia tenang, malah nampak lebih bersemangat. Dengan cepat
ia membuat musuh ini kena dikurung seperti tiga yang lainnya.
Dari berkuatir, Kho Kong menjadi heran.
"Aneh ilmu pedang toako " katanya. "Ilmu itu luas bagaikan
lautan Semua orang terkekang sinar pedangnya itu"
Tak dapat si tabiat aseran ini melanjutkan kata katanya, matanya
segera tertarik si nona berbaju hijau. Dengan sabar nona itu
bertindak menghampiri kalangan pertempuran-
" Lihat, lihat nona itu " katanya pada oey Eng. "Rupanya diapun
mau maju mengepung toako..."
"Biarkan saja," kata oey Eng, yang hatinya menjadi besar.
"Dengan berjumlah banyak. mereka tak leluasa bergerak."
Si nona maju bukan untuk mengeroyok. setelah datang dekat
kalangan, dia berhenti, sambil menggendong tangan, dia
mengawasi jalannya pertempuran
---ooo0dw0ooo---
Anda sedang membaca artikel tentang cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe dan anda bisa menemukan artikel cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-pedang-golok-yg-menggetarkan-5.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post cersil : Pedang Golok Yg Menggetarkan 5 - boe beng tjoe with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-pedang-golok-yg-menggetarkan-5.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar