Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 26 Agustus 2011

Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2

447
"Siapa?" begitu pertanyaan dari dalam yang mendengar
ketukan perlahan itu.
Menyusul itu pintu terdengar dibuka dan seseorang nongol,
melihat ke depan, ke kiri dan kanan.
"Siapa ya?" katanya, pada diri sendiri. Ia tidak melihat
siapa pun juga.
Apes orang itu, ketika ia bertindak keluar, segera ia dibekuk
Jie In. Mulanya ia disambar tangannya, lantas ditarik kepojok.
di sini, sebelum ia sempat berontak atau berteriak ia ditotok
iganya, lalu dengan perlahan tubuhnya diletakkan ditanah. Jie
In kembali kejendela, ia mengetuk empat lima kali.
"Lie Liu-cu, siapa?" tanya seorang dari dalam, "Kenapa
main ketuk-ketuk? Kalau ada urusan, tak dapatkah kau masuk
untuk bicara di dalam?"
Orang itu lagi duduk. kursinya digeser, tetapi ia tidak lantas
bangkit berdiri, ia bahkan menenggak araknya.
"Lao ong, kau keluarlah" kata lain orang lagi, "Pergilah
lihat, mungkin tongcu hendak memerintahkan apa-apa. Aku
lagi berdinas menjaga, tak dapat aku meninggalkan
tempatku."
Orang yang dipanggil Lao ong itu, si ong tua, menggerutu:
" Kalau mau bicara boleh di dalam, Kenapa main ketuk-ketuk
jendela?" Tapi kali ini ia bangkit berdiri, untuk pergi keluar.
Jie In lantas menyambut, untuk merobohkan orang seperti
yang pertama, Lie Liu-cu.
Karena didalam tinggal satu orang, dengan berani Jie in
menyelusup masuk. Ia mendapatkan seorang dengan tubuh
besar, alis tebal dan mata besar, lagi duduk di atas bangku
panjang, sebelah kakinya diangkat. Dia lagi minum arak
dengan asyik, Di meja di depannya ada piring-piring daging
dan lainnya, juga kwaci, Di lantai berserakan tulang-tulang
dan kulit kwaci. Dia kaget ketika mendadak dia melihat
masuknya seorang tak dikenal, dia melompat bangun,

448
mulutnya dibuka untuk berteriak. Dengan sebat Jie in
melompat kepada orang itu, untuk memencet pundaknya.
"Jangan bersuara, atau kau lantas mati" ia mengancam.
Orang itu kesakitan, sesaat tidak berdaya, "Ampun"
katanya, Hampir dia pingsan karena rasa ngerinya itu,
makanya menjadi pucat, tubuhnya gemetaran.
"Gampang untuk mengampuni tau," kata Jie In tersenyum,
"Asal kau beritahu di mana dua orang yang ditangkap itu,
yang kalian bicarakan barusan, kau akan mendapat
pengampunan"
"Malam ini aku jaga bertugas di sini, ako tidak melihat
mereka," orang itu menjawab? "aku cuma mendengar mereka
katanya berada di ruangan Gie-su-tong di mana mereka
disiksa dengan kompesan Hun Kin Co Kut Ciu oleh Gui
Tongcu, sebab mereka ngotot menyangkal kedua
mustikanya."
"Gie-su-tong itu di mana dan bagaimana harus pergi ke
sana?"
"Dari sini ke kiri, lalu ke kanan, lewat lorong, itulah dia." Jie
In tersenyum.
"Kau tidak mati tapi dapat hUkuman hidup," katanya, "
Untuk sementara kau menderitalah"
Orang itu kaget, dia ketakutan, tapi dia lantas roboh
pingsan karena Jie In telah menotok belakang kepalanya,
setelah itu Jie In pergi dengan jalan mengikuti petunjuk tadi.
Malam itu gelap dan hujan masih turun terus, angin pun
keras. Karena itu tiga pos penjagaan tidak melihat lewatnya
Jie In, yang dapat sampai di muka Gie Su-tong.
Di dalam ruangan terlihat api terang, Di luar, ada dua
orang yang menjaga pintu, Tak sulit untuk Jie In merobohkan
kedua orang itu, Mulanya ia berindap-indap untuk datang lebih
dekat pada mereka, Sambil bersembunyi ia menepuk tangan
dua kali, Mereka itu kaget, mereka berpaling, justru itu Jie In

449
melompat kearah mereka, untuk menotok. Mereka tak
berdaya, mereka roboh seketika, lantas keduanya digusur ke
bawah payon, perbuatan itu tak diketahui siapa pun.
Di dalam ruangan itu teriihat Khu Lin dan Siauw Leng rebah
di tanah, muka mereka meringis tanda kesakitan, Di depan
mereka duduk empat orang. Pasti mereka orang- orang
penting dari ceng Hong Pay. Yang ditengah beralis gompyok.
matanya besar, dan berewokan-
"Kalau kalian tetap tidak mau memberi tahukan, lihatlah
nanti aku si orang she Gui memberi rasa" katanya nyaring,
Jie In menjadi gusar sekali, la tidak dapat menahan sabar,
Sambil berseru, ia mengayunkan kedua tangannya, membikin
api padam, menyusul mana, ia melompat masukl Gui Gan
kaget, Gelap ruangan itu.
"Anak-anak, ambil api" ia memanggil ia mengira angin
menghembus masuk.
Menyusul itu, tongcu itu berdiam, lantas terdengar suara
beberapa tubuh roboh, terus sunyi. Ketika seseorang datang
masuk membawa lilin, dia kaget bukan main, Gui Tongcu
berempat sudah roboh binasa dan kedua tawanan lenyap.
Dia lantas berteriak-teriak, hingga sebentar saja datang
banyak orang, hingga ruangan itu meniadi kacau dan berisik,
Semua orang bingung.
Jie In bekerja sangat cepat, Meski ruangan gelap. ia tahu di
mana musuh berada, Paling dulu ia terjang Gui Tongcu dan
tiga kawannya, baru dia membawa lari Khu Lin dan siauw
Leng kepojok rumah di mana ia totok bebas pada mereka itu,
terus ia berbisik: "Mari kita pergi"
Khu Lin berdua kaget dan heran- Mereka mengikuti tanpa
bersuara Jie In mengajak orang ke kamarnya, Ketika itu hujan
sudah berhenti, angin besar masih menderu-deru.

450
"Terima kasih" kata kedua orang itu, Lantas mereka
bertanya, "kenapa sahabat itu mengetahui mereka ditawan
musuh,"
Jie In menggoyangkan tangannya, "Tunggu sebentar,"
katanya, "Kalian tahu, inilah hotelnya Ceng Hong Pay di bawah
penilikan tongcu Gui Gan, Kalian tunggu, aku hendak
menghukum mereka, Nanti kita bicara pula." setelah berkata,
ia lantas pergi keluar pula. Kedua orang itu melengak. Heran
mereka untuk lihaynya kawannya ini. Tidak lama perginya Jie
In, dia pulang dengan sikap tenang dan tertawa.
"Bagus, semua sudah beres" katanya, "semua telah aku
totok urat gagunya dan memusnahkan juga ilmu silatnya,
sekarang mari kita pergi ke istal, untuk berlalu dari sini, di
tengah jalan nanti kita bicara" Kedua orang itu menginsyafi
bahaya, mereka menurut.
Demikianlah dilain saat mereka bertiga sudah berada dalam
perjalanan menuju ke Thay-goan.
"Bagaimana caranya kalian tertawan? " Jie In bertanya.
"Kami tak tahu," sahut Siauw Leng. " Habis bersantap kami
merebahkan diri Memang-nya kami sudah letih, Tanpa merasa
kami kepulasan. Ketika kami mendusin, kami berada di
tempatnya Gui Gan di mana kami disiksa untuk mengakui di
mana adanya ho-siu-ouw dan empat mustika naga,
selanjutnya kau ketahui sendiri, Kenapa tayhiap mengetahui
kami tertawan?"
Jie In menuturkan apa yang terjadi, "Berharga lenyapnya
mutiara itu," katanya tertawa, "Cuma aku tidak tahu siapa
dia."
Kedua orang itu berlega hati, tetapi mereka masgul,
Mereka menduga tentu ada sebabnya yang menyulitkan maka
penolong itu menyembunyikan diri.
Di dalam gelap. dijalanan yang becek dan berlumpur,
ketiga orang ini melarikan kuda mereka, Di atas langit,

451
bintang-bintang pun tidak ada. Cuma hawa dingin. Berisik
suara tindakan kaki kuda mereka. Dua jam mereka kabur,
tidak ada rintangan apa-apa. Mendekati fajar, jauh-jauh,
lapat-lapat, terlihat kota Thaygoan,
"Kita menuju langsung ke barat daya," kata Khu Lin-
"Sebentar lagi, kita akan sampai di Ceng sian sie"
Kuil Ceng sian sie kuil tua, dulunya bernama Thian Liong
sie, dibangunnya dijaman Cee Utara, Di sana terdapat banyak
gua dengan patung-patung sang Buddha dan lainnya. Sun Tie,
kaisar pertama ahala Ceng, pernah berdiam satu tahun di
dalam kuil itu. Nama Ceng sian sie diubah oleh kaisar Kong
Hie. (Kemudian lagi, di akhir Kaisar Kian Liong, nama itu
dikembalikan pada asalnya, menjadi Thian Liong sie).
"Baiklah," kata Jie In tertawa, "Kalian jalan lebih dulu, aku
akan menyusul." Habis berkata, ia keprak kudanya lari menuju
ke kota.
Khu Lin dan Siauw Leng menuju ke barat daya, Mereka
menjalankan kuda mereka perlahan-lahan, guna mencegah
orang mencurigai mereka. setengah jam kemudian, mereka
sudah tiba di depan kuil, Mereka turun dari kuda mereka dan
bertindak memasuki pintu pekarangan- segera mereka
disambut Kong Goan Taysu, pendeta tukang menyambut
tamu, Dia mengangguk
"Jie wie baru sampai" katanya, "Banyak capai Jie sie-cu
sudah menantikan sekian lama"
Heran mereka berdua, hingga mereka melengak. Akhirnya
mereka saling pandang dan tertawa, Hebat Jie In- segera
setelah menanyakan kesehatan gurunya, mereka lari masuk,
terus ke hong-thio, kamar pendeta kepala.
Dari luar mereka sudah mendengar suara guru mereka dan
Jie In yang bicara dengan suara cukup keras dan sambil
tertawa juga, Ketika mereka menyingkap gorden, Jie In berdiri
dan berkata: "Maafkan aku, aku tiba lebih dulu"

452
Girang hatinya kedua orang itu, Mereka mendapatkan guru
mereka sehat sekali, Tahulah mereka, tentu guru itu sudah
makan ho-siu-ouw, Maka mereka berkata pada Jie In:
"Jie Tayhiap. banyak terima kasih atas budi
pertoIonganmu. Terimalah hormat kami" Lantas mereka
menjura dalam-dalam.
"Jangan- jangan" Jie In mencegah. Thian Tie Tiauw siu
tertawa dan berkata:
"Memang pantas mereka menghaturkan terima kasih
mereka kepada Jie Tayhiap janganlah tayhiap terlalu
merendah," lalu ia menambahkan "barusan-aku diberitahu
oleh pendeta penilik di sini bahwa di luar rimba cemara di
sekitar kuil ini kedapatan bergelimpangan belasan mayat, pasti
itulah perbuatan tayhiap yang sudah menyingkirkan orangorang
jahat."
"Siancay siancay" memuji seorang pendeta yang alisnya
putih semua, yang duduk bersama mereka, "suruhlah Kong
Goan bakar mereka itu menjadi abu. Mungkin aku mesti
mendoa tiga hari untuk mereka itu."
"Ha, tua bangka botak. sejak kapan timbul pula ingatanmu
yang baik?" kata Thian Tie tertawa lebar.
Pendeta itu, Ceng Tim siansu, memejamkan mata, dia
berdiam saja.
Khu Lin dan siauw Leng heran dan kagum. Mereka tidak
menyangka Ceng sian sie juga didatangi orang-orang Ceng
Hong Pay itulah berbahaya, Syukur Jie In telah keburu sampai
dan turun tangan, Tanpa orang she Jie ini, entah apa jadinya
dengan mereka semua.
Kemudian mereka berbicara lebih jauh, sampai Thian Tie
Tiauw siu berdiri, sambil tertawa, ia berkata pada
penolongnya: "Jie Tayhiap. aku sudah sembuh, aku ingin
segera pulang ke In lam, Aku harap. kalau nanti tayhiap pergi

453
ke sana, sukalah kau mampir pada-ku, supaya sebagai tuan
rumah, dapat aku melayani tetamuku."
" Itulah pasti" sahut Jie In tertawa, "Tanpa locianpwe
mengatakannya, sudah selayaknya aku datang menjenguk."
Thian Tie berpaling kepada Ceng Tim dan berkata: "Taysu,
buat banyak bulan aku telah mengganggumu, kau juga telah
menolong mengobati aku, untuk itu aku tidak dapat
mengucapkan terima kasih, maka biarlah lain tahun pada hari
ini, aku datang berkunjung pula ke mari"
Tuan rumah membuka matanya dan tertawa.
" Kalau kau sudi datang, kau dapat datang sembarang
waktu" sahutnya, "Pintu Ceng sian sie selalu terpentang lebarlebar
Aku pun tidak dapat mengucapkan apa- apa, asal kau
tak kurang sesuatu apa pun di sepanjang jalan" ia terus
mengantar tamunya sampai di luar.
selagi mau berpisahan, Thian Tie menghadiahkan Jie In
sepotong ho-siu-ouw sebesar jeriji tangan serta pisau belati
cula badak. sembari tertawa ia berkata: "Cukup untukku
memakan separuhnya ho-siu-ouw, maka itu masih ada sisa
tiga potong, ini yang sepotong untuk tayhiap makan, guna
membantu tenaga dalammu, ini pisau belati cula badak aku
dapatkan secara kebetulan saja di gunung Bong chong san,
tajamnya dapat dipakai menabas emas atau batu kumala, Aku
tahu, tayhiap gagah dan tak membutuhkan ini, tetapi aku
minta sukalah kau menerima, sebagai tanda terima kasih ku."
Melihat orang bersungguh hati, Jie In menerima.
Khu Lin dan siauw Leng berat untuk berpisah dari Jie In, air
mata mereka mengembeng karenanya.
Setelah keberangkatan Thian Tie Tiauw siu bertiga Jie In
berpamitan dari Ceng Tim, terus ia pergi ke kota Thaygoan di
mana ia menumpang di hotel Bouw Goan, ia dapat
beristirahat, besoknya ia bangun, untuk keluar dan jalan-jalanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
454
Dijalan besar banyak air, hawa dingin, sedikit orang yang
mondar mandir, Beberapa hari lagi akan tiba tanggal dua
puluh empat bulan dua belas.
Kemudian ia menggunakan waktu tiga hari untuk pesiar di
delapan tempat tersohor dari kota Thaygoan itu, Paling
belakang ia pesiar di luar kota. Hari itu ia tiba di "Hong Tong"
atau Gua Angin, belasan li di luar kota, itulah gua batu yang
luas dan di dalamnya terdapat seratus lebih cio-pay berukiran
isi kitab Buddhism tulisan dari banyak orang, hingga model
suratnya tak seragam.
Tertarik akan menyaksikan demikian banyak cukilan, hingga
lama ia menyaksikannya, sesudah setengah hari, selagi ia
hendak pergi keluar, ia mendengar tindakan kaki, Cepat-cepat
ia bersembunyi di belakang sebuah ciopay yang besar.
Yang datang itu dua orang, mereka bertindak masuk sambil
berbicara gembira, sambil tertawa Jie In menjadi heran.
Katanya dalam hatinya: "Kenapa bocah-bocah ini berada di
Thaygoan?"
Mereka itu bukan lain daripada Hu Wan dan Hu Ceng, si
Wan- Jie dan ceng- Jie. Mereka pergi kepojok di mana mereka
itu lantas duduk numprah. untuk menangsal perut, Untuk itu
mereka membekal dua bungkusan.
Segera terdengar suaranya Hu Ceng, yang bicara sambil
tertawa: "Encie, bukankah pendeta itu mendustai kita? Dia
kata Pat Ciu Thian-cun sudah pergi semenjak tiga hari yang
lalu, Karenanya kita mesti menanti lagi dua hari, baru dia
pulang Benarkah ada kejadian begini kebetulan? Menurut aku,
ingin aku menggeledah setelah itu, baru aku mau percayai"
"Adik Ceng, beginilah tabiatmu" berkata sang kakak, "Tidak
apa kita menanti lagi dua hari selewatnya itu baru kita mencari
tahu si siluman tua Pat Ciu sudah pulang atau belum Pendek

455
kata, sebelum pedang Thay oh didapat pulang, tidak nanti aku
mau mengerti" si Ceng berdiam.
Mendengar itu, baru sekarang Jie In mengerti
keterangannya Hu Liok Koan bahwa ada sebuah pedang Thay
oh Kiam telah dirampas seorang penjahat tidak dikenal,
penjahat itu beroman aneh, tinggi tubuhnya delapan kaki,
kepalanya potongan labu, mukanya penuh titik-titik putih.
Rupanya sekarang telah ketahuan, pencuri itu ialah Pat Ciu
Thian-cun, si Malaikat Tangan Delapan, Hanya ia tidak
mengerti, kenapa Hu Liok Koan tidak bersama kedua bocah
ini. Kenapa mereka berdua dibiarkan menempuh bahaya?
Apakah ada terjadi sesuatu atas diri Liok Koan?
Sudah setengah tahun mereka berpisah, sampai di situ, ia
tidak mau bersembunyi lebih lama lagi. Tapi ia ingin mainmain.
ia menggeser tubuhnya secara diam-diam.
Kedua bocah itu lagi bersantap dengan lahapnya tatkala
Ceng- Jie kaget karena tahu-tahu ada tangan yang merampas
paha ayam-nya. Keduanya kaget, lantas mereka melompat
bangun, hingga mereka mendapatkan, siperampas ialah
seorang pelajar rudin berusia pertengahan yang terus duduk
numprah ditanah sambil menggeragoti paha ayam mereka.
Mata Ceng- Jie melotot.
"Eh, kenapa kau begini kurang ajar?" dia membentak. "
Kenapa kau merampas maka nan orang? Apakah kau sudah
tidak gegares selama tiga tahun?"
"Anak, bagus pertanyaannya" sahut Jie In, yang
menggunakan logat suara orang Utara, "Kalau sudah tiga
tahun aku tidak gegares, mana dapat aku merampas
barangmu?"
Ia lantas memandang Wan- Jie, ia berkata: "Nona, jangan
gusar, ya? Barang ada dua bungkus, kalau itu dimakan hanya
tiga orang, masih banyak kelebihannya. Mari, mari kita dahar

456
bersama sesudah aku si orang tua bersantap. nanti akan
memberikan sesuatu yang baik kepada kalian"
Sambil memandang itu, diam-diam ia memperhatikan si
nona, setelah setengah tahun tidak bertemu, Wan Jie tampak
semakin besar dan tinggi, kedua matanya hidup sekali, hingga
dia bukan lagi nona berumur empat atau lima belas tahun, dia
mirip gadis berusia tujuh atau delapan belas tahun.
Hu Wan mementang matanya mengawasi si pelajar rudin
yang merampas paha ayam itu.
"Siapa mengharap kebaikan darimu?" katanya menyahut
"Kalau kau mau makan, makanlah, kami pun sudah tidak
membutuhkan nya"
Jie In tertawa tergelak.
"Sungguh menarik sungguh menarik" katanya, "Nanti kau
jangan meminta apa-apa dari aku. Aku si orang tua, apa yang
aku bilang, kalau sudah satu, tidak nanti menjadi dua"
"Siapa yang mau minta sesuatu darimu ?" Ceng Jie berseru,
"Kau sendirilah yang datang kepada kami. Tidak tahu malu"
Jie In tersenyum. Hanya sejenak. mendadak romannya
tampak kaget, secepat kilat dia melompat, menangkap kedua
anak itu, untuk dibawa bersembunyi di belakang ciopay,
sambil berbuat begitu, dia berbisik: "Jangah bicara. Ada
orang" sekarang dia melepaskan tangannya, untuk
menyenderkan di samping gua.
Wan Jie dan Ceng Jie kaget sekali, Tidak mereka sangka,
mereka dapat dibekuk secara demikian, hingga mereka tidak
berdaya, Wan Jie pun mendongkol. Bukankah ia telah menjadi
gadis remaja? Dan tangannya disambar seorang yang tidak
dikenali. Maka dia bergelisah.
Juga Ceng Jie penasaran, Tapi dia tanya kakaknya: "Encie,
benarkah ada orang? Bukankah dia ini manusia busuk?"
Si nona membekap mulut adiknya, "Jangan bicara"
bisiknya, "Awas, nanti orang jahat mendengarnya "

457
Ketika itu dari luar gua terdengar tindakan kaki orang,
terdengar juga suara pembicaraan Rupanya mereka itu
berdua, seorang pria serta yang lain wanita.
"Entah kenapa guru kita," berkata yang pria, "terhadap dua
bocah cilik wanita dan pria itu, dia demikian takut? Coba suhu
tidak memesan wanti-wanti, sungguh ingin suhengmu ini
mencoba-coba mereka itu"
" Kau tidak tahu" berkata si wanita, sembari tertawa,
"Peryakinan suhu atas ilmu Cu Ngo Hian Kang tinggal
serintasan lagi dan selama dua belas jam yang mendatang
ialah saatnya yang paling penting, andaikata perhatiannya
terganggu, ada kemungkinan suhu tersesat Apakah kau kira
suhu benar-benar jeri berhadap mereka? suhu bilang, maksud
kedatangan mereka itu masih belum diketahui, tak dapat kita
bertindak sembrono, juga masih harus diketahui, di belakang
mereka pasti ada orang tua yang menjadi tulang
punggungnya. Maka suhu kuatir kita menyebabkan timbulnya
bahaya di belakang hari. Karena itu suhu melarang kita
memperlihatkan diri"
Mereka tiba di mulut gua, di situ mereka berhenti,
berbicara tak jelas. Wan Jie dan Ceng Jie menjadi tegang
sendirinya. segera terdengar pula suara yang pria:
"Dasar kau wanita, kau lebih disayangi suhu. Cuma kaulah
yang setiap pagi dan sore diijinkan naik ke menara menemui
suhu Mungkin kau telah mendapat kebaikan apa- apa."
Katanya kalau nanti sudah selesai peryakinan suhu atas Co
Ngo Hian Kang, maka pedang Thay oh Kiam yang ia dapatkan
beberapa tahun yang lampau hendak digabung dengan cu
Ngo Hian Kang, buat dijadikan ilmu silat Cu Ngo Cap Jie Kiam,
dengan begitu suhu jadi dapat membangun satu partai baru,
ia sendiri menjadi seorang jago. Benar begitu, bukan?" Yang
wanita tertawa.

458
"Kau benar-benar pintar" katanya, "Pantas suhu memuji
kau Eh, ya, kau memanggil aku datang ke mari, mau apakah
kau?"
"Tentu ada perlunya, sumoay" sahut yang-pria, yang lantas
memberikan keterangannya.
BAB 14
Jie In mendengar pembicaraan kedua orang itu, ia menjadi
gusar, dengan sebat sekali ia melompat keluar dari tempat
sembunyinya, terus ia menotok mereka roboh sebelum
mereka sempat berdaya, saking kagetnya, mereka cuma dapat
berseru tertahan- pria itu roman-nya tampan dan yang wanita
cantik,
Hu Wan dan Ceng Jie terperanjat mereka memburu keluar,
maka di sini, di tempat yang terang Jie In melihat si Nona Hu
menjadi jauh lebih elok daripada setengah tahun yang baru
lalu,
Tentu saja, senang ia melihatnya. sebaliknya Wan Jie, dia
jengah diawasi orang, hingga kedua pipinya menjadi merah.
Tapi dia mendongkol untuk sikapnya pelajar rudin yang tidak
dikenal ini, dia mengawasi tajam, demikian juga Ceng Jie.
"Mereka berdua ini ada faedahnya untuk kalian," kata Jie In
tertawa, ia tidak mengambil pusing orang agaknya
mendongkol "Aku si orang tua telah merampas barang
makananmu, maka dengan ini aku menghaturkan terima kasih
ku."
Mendadak dia berhenti bicara, dia menangkap pula tangan
kedua anak itu, untuk kembali dibawa lari bersembunyi
sembari berbuat begitu dia berkata: "Lekas masuk. Ada orang"
Karena ada pengalaman tadi, Wan Jie dan Ceng Jie
menurut, Baru mereka bersembunyi di luar gua telah
terdengar tindakan kaki orang serta suara ini yang
menyusulnya: "Cie sute ,Yan sumoay suhu memanggil kalian"

459
Suara itu tidak memperoleh jawaban.
" Heran" kata pula orang itu. "Tadi aku melihat mereka
menuju ke sini Ke mana perginya mereka? Apakah mereka
terus pergi ke kota? Cie sute Yan sumoay"
Dua kali panggilan itu diulangi, masih tidak ada jawaban,
Rupanya dia percaya sute dan sumoay nya itu, adik
seperguruan yang pria dan wanita, sudah pergi ke kota, maka
tanpa masuk lagi ke dalam gua, ia pergi dari situ.
Jilid 6.1. Tay oh Kiam milik keluarga Hu
Jie In lantas keluar dari tempatnya sembunyi untuk
menghampiri kedua korbannya, ia menotok bebas kepada si
nona, hingga nona itu sadarkan diri ia berkata: "Kalau kalian
ingin mengetahui tentang pedang Thay-oh Kiam, kalian
tanyalah dia ini, nanti kalian dapat mengetahuinya Aku sendiri
masih mau dahar." Lantas ia ngeloyor ke tempat bungkusan
makanan, untuk menggeragoti lagi paha ayamnya
Si nona yang dipanggil Yan sumoay itu sadar dengan
merasakan seluruh tubuhnya sakit ngilu bukan main, ketika ia
membuka matanya, ia melihat seorang nona mengawasi ia
dengan sinar mata bengis, sedang di sisi nona itu ada bocah
berumur tujuh atau delapan tahun,
ia kaget, tetapi ia lantas bertanya: " Kalian menurunkan
tangan jahat, kalian mau apa?"
"Hm" bersuara Hu Wan. "Kami tidak mau apa-apa Cukup
kau memberitahu kami, di mana Pat Ciu Thian-cun
menyimpan pedang Thay oh Kiam, nanti kami memberi
ampun padamu"
Nona itu rupanya mengerti nasibnya, lantas ia menghela
napas.

460
"Sejak guruku mendapatkan pedang itu, tak pernah ia
memisahkan diri darinya," ia berkata, "Sekarang ini guruku
berada di atas menara di belakang kuil, di tingkat ke enam di
mana ada kamar istirahat, di mana ia lagi meyakinkan ilmu cu
Ngo Hian Kang. Kalau kalian mau mencarinya, pergilah kalian
ke sana"
Belum Hu Wan atau Ceng Jie mengatakan apa-apa, Jie In
telah mengasih dengar perkataannya: "Ceng Jie, kau totok
leher kedua bocah itu, di sebelah kanan, ototnya yang ke-tiga,
supaya dengan begitu mereka akan berdiam di sini untuk
selama-lamanya"
Ceng Jie heran berbareng girang, itulah ajaran ilmu
menotok untuknya, Si nona sebaliknya kaget dan ketakutan-
"Aku mohon, jangan jangan-.." katanya. cuma sebegitu ia
dapat berkata, Ceng Jie telah menotoknya, maka berhentilah
ia bernapas.
Ceng Jie bekerja terus, ia pun menotok yang pria, hingga
dia itu menyusul sumoaynya
Hu Wan hendak mencegah adiknya, tetapi ia menarik
tangan si adik sesudah kasip, Maka ia cuma bisa mendelik
terhadap Jie In si pelajar rudin. Kemudian ia menarik tangan
adiknya itu seraya berkata: "Adik, mari kita mendaki menara
di belakang kuil Tin Hong Sio itu untuk minta pedang kita dari
Pat ciu Thian-cun"
"He, tunggu dulu" mendadak terdengar suara nyaring si
pelajar rudin, "Dapatkah kalian bertindak sembrono cuma
karena mengandalkan kepandaian Kiu Kiong Im yang Cenghoan
Pou dan ilmu pedang Pek Wan, si Kera Putih kalian?
Kalian dengar kata-kataku, nanti malam baru kalian pergi itu
waktu akupun dapat membantu kalian mendapatkan pulang
pedang kalian itu sekalian menyingkirkan Pat Ciu Thian-cun,
supaya berbareng terbalas juga sakit hati orang tua kalian"

461
Hu Wan dan Ceng Jie terkejut bukan main, dengan
mendelong mereka mengawasi si pelajar rudin, siapakah
orang ini, yang mengetahui demikian jelas tentang diri
mereka? Disamping itu, mereka pun menjadi curiga dan
berkuatir pedangnya nanti dirampas orang ini. "
"Siapa kau?" tanya si nona kemudian dengan bengis,
"Kenapa kau mengetahui urusan kami? Lekas bilang Kalau
tidak. nonamu tidak akan berlaku sungkan-sungkan"
Ceng Jie sudah lantas mengeluarkan sepasang poan-koanpit
yang tempo hari dapat dirampas dari Tong san Jie Niauw,
ia bersiap menerjang begitu ada perintah kakaknya Jie In
tertawa lebar.
"Anak-anak. kenapa tabiat mu begini keras?" katanya, "Aku
si orang tua berhati baik, akupun tidak mengganggu kalian
Mari, mari keluar, nanti aku kasih kalian lihat, siapa, aku si
orang tua ini"
Baru dia berkata begitu Jie In sudah mencelat keluar, cuma
anginnya yang terasa menyambar.
Wan Jie menjadi heran, tapi justru itu, ia jadi terkenang
akan engko Gannya. Tanpa ayal lagi, ia tarik tangan Ceng Jie
untuk diajak lari keluar.
Di luar gua, si pelajar terlihat lagi berdiri anteng sambil
menggendong tangan dan wajahnya tersenyum berseri-seri.
"Siapa kau?" Wan Jie membentak, "Lekas bicara"
Jie In tertawa.
"Nona Wan," sahutnya perlahan, "sampai sekarang kau
masih belum mengetahui aku siapa?" Kali ini ia bicara dengan
logat suara asalnya, logat suara orang selatan.
Wan Jie mendelong mengawasi ia ingat logat suara itu
seperti pernah ia mendengarnya, Ceng Jie pun sama
herannya.
Jie In pun mengawasi ia mengerti orang belum dapat
mengingatnya.

462
"Sekarang lihatlah biar tegas, siapa- aku" katanya pula,
tertawa, sekarang ia mengangkat tangannya dan dengan
perlahan meloloskan topengnya.
Ceng Jie berteriak, tubuhnya lantas mencelat menubruk si
pelajar rudin itu, merangkul batang leher, terus ia
menggoyang-goyangkannya berulang-ulang dan berteriak:
"Engko Gan Engko Gan"
Wan Jie pun heran, tetapi ia masih dapat menguasai diri
untuk tidak menubruk seperti adiknya itu, ia cuma mencekal
keras kedua tangan si anak muda, ia heran berbareng girang
luar biasa.
"Engko Gan," katanya, "kau sungguh jail. Mengapa kau
tidak mau menjelaskan siang-siang, supaya orang tidak
sampai ragu-ragu dan berkuatir tidak keruan?"
Memang selama setengah tahun, kangen si nona terhadap
si anak muda, bukan main keras nya ia memikirkannya,
hingga ia pernah mengucurkan tidak sedikit air mata.
Jie In balas menggenggam tangan si nona, ia mengawasi
saja sambil tersenyum.
segera Wan Jie sadar bahwa ia memegangi tangan orang
itu, mukanya menjadi bersemu dadu, lekas-lekas ia menarik
pulang kedua tangannya, tapi masih sekali lagi ia melotot
terhadap anak muda itu.
Jie In lantas berpaling kepada si bocah.
"Eh, kunyuk cilik" ia berkata, "sekarang tahulah kau siapa
aku si orang tua"
Ceng Jie melepaskan rangkulannya, ia berjingkrakkan.
"Engko Gan, kau tidak tahu malu" katanya, "Dulu kau
menyebut dirimu paman, sekarang si orang tua"
"Adik, kau ngaco" Hu Wan membentak.
Jie In berdiam, ia memandang kakak dan adiknya itu
bergantian Kalau tadi ia gembira, sekarang ia masgul. Ada

463
kata-kata yang sukar ia mengeluarkannya, ia melihat si nona
menunduk. kupingnya merah, Maka berdebarlah hatinya.
"Mari kita masuk pula ke dalam gua, untuk berbicara,"
katanya kemudian, iapun menuntun tangan Ceng Jie. Wan Jie
mengikuti Di dalam, mereka numprah di tanah,
"Hu Tayhiap sehat-sehat saja, bukan?" tanya Jie In
kemudian pada si nona, ia tersenyum, "Aku heran mengapa
Hu Tayhiap mengijinkan kalian keluar berdua saja inilah
berbahaya."
Wan Jie mengawasi si anak muda, lantas ia menunduk
pula, ia tidak menjawab.
Adalah Ceng Jie, yang tertawa.
"Engko Gan, kau tidak tahu" katanya, "Bersama-sama encie
aku mendustai yaya Kami mengatakan bahwa kami mau
pesiar ke Pakkhia sekalian mencari tahu tentang kau, dan
kami berjanji, lain tahun kami akan pulang. Mulanya yaya
menolak. tetapi kami membujuk lalu kami pun dibantu Gui
Yaya, akhirnya yaya meluluskan juga."
"Oh, kiranya begitu" kata Jie In. "Bagai-mana persoalannya
maka kalian mengetahui pedang Thay oh Kiam berada di
tangan Pat Ciu Thian-cun?"
Belum Ceng Jie menyahuti, Wan Jie sudah mendahului. ia
berkata: "Kami berangkat pada setengah bulan yang lalu.
Entah dari mana didapat kabarnya, say Hoa To Gui Yaya
mengatakan pada kami bahwa pedang Thay oh Kiam adapada
Pat Ciu Thian-cun Goh Hoa, bahwa Goh Hoa berdiam di kuil
Tin Hong sie di luar kota Thaygoan, lalu Gui Yaya
menganjurkan yaya pergi memintanya pulang- Diluar dugaan,
yaya bersikap tenang saja, Yaya kata, pedang itu pedang
mustika, maka orang bijaksanalah yang harus mendapatkan
dan memilikinya. Yaya kata ia sudah tua, tak perlu ia
berebutan pula, Yaya pun berkata, kalau Pat Ciu Thian-cun
tidak bijaksana, dia bakal celaka, Karena itu, yaya tidak
memperdulikannya lagi. Kami berdua menjadi bingung. Mana

464
dapat pedang itu dibiarkan lenyap? Aku mengerti, dengan
Cara terang-terangan tentulah kami tidak dapat pergi, maka
kami lantas memperdayai yaya."
Jie In tertawa.
"Benar-benar besar nyali kalian" katanya, "syukur kalian
bertemu aku, kalau tidak, entah bagaimana kesudahannya,
mungkin kalian bakal mengantarkan jiwa kalian."
Sudah sekian lama Jie In menyamar sebagai pelajar berusia
pertengahan tanpa merasa ia membawa kelakuannya si orang
tua.
Wan Jie agak tidak puas.
"Kenapakah kau bawa lagak bertingkah ini?" katanya,
"Jangan kau mengulanginya pula, nanti kami tidak menggubris
padamu."
Jie In tersenyum.
"Baiklah, aku akan tidak bertingkah lagi," sahutnya. "Nanti
malam aku akan membantu kalian secara diam-diam
mendapatkan pedang kalian, cuma ada satu syaratnya Setelah
berhasil mendapatkan pedang, kalian mesti segera pulang,
supaya kalian jangan membuat yaya kalian memikirkan dan
menjadi berkuatir karenanya."
Wan Jie tertawa.
"Kau ikut kami pulang, bukan?" katanya. Jie In agaknya
gelisah.
"Mana bisa" katanya cepat, "Aku masih mempunyai urusan
penting Nanti saja, setelah selesai, aku pergi ke rumah kalian,
untuk berdiam sekian lama Tidak dapat aku turut kalian,
jangan kau nanti aku tidak memperdulikannya"
Melihat orang bergelisah, si nona tertawa geli.
"Baik, aku turut kau" katanya, "Kenapa kau bergelisah?
cuma ingat, kata- kata mesti dibuktikan dengan kepercayaan"
Lega juga hati si pemuda.
"Aku si orang tua mana dapat mendustai kalian?" katanya.

465
Ceng Jie bertepuk tangan, Dia berteriak: "Nah, nah, engko
Gan, kau kembali membawa tingkahmu Apa itu aku si orang
tua, si orang tua? sebenarnya berapa tinggi usiamu?" Jie In
tidak melayani sebaliknya, ia mengasah lihat roman sungguhsungguh.
"Di manakah letaknya kuil Tin Hong sie itu?" tanyanya.
Wan Jie tertawa.
"Pantas kau menyamar sebagai pelajar, kiranya kau mirip
juga dengan si kutu buku" katanya, Lantas dia menunjuk:
"Itu, di sana" Jie In mengangkat kepalanya mendongak.
"Benarkah kuil itu berada di atas gunung ini?" katanya
dalam hati, "Kenapa tadi aku tidak melihatnya?"
Ia lantas berdiri, ia mengenakan topengnya,
"Kalian berdiam di sini, jangan bergerak," ia berkata, "Aku
hendak pergi, tetapi segera kembali"
Hanya dengan satu kali mencelat, ia sudah tiba di luar gua,
untuk mendongak, mengawasi ke atas.
Di sebelah atas gua Hong Tong ini ialah lamping bukit,
tingginya beberapa ratus tombak di mana tumbuh pepohonan,
setelah mengawasi dengan tajam, baru di sana terlihat
tembok merah, temboknya kuil. Baru sekarang Jie In mengerti
kenapa tadi ia tidak dapat melihat kuil itu. setelah itu ia
kembali ke dalam gua.
Wan Jie menyambut, ia lantas tanya hal ikhwal si pemuda
selama setengah tahun mereka berpisah, ia juga bertanya
kenapa orang menyamar jadi pelajar rudin berusia
pertengahan itu.
Tidak dapat Jie In menuturkan segalanya dengan jelas,
maka ia ngaco belo saja, ia berkata bahwa ia datang ke
Thaygoan untuk membantu sahabat nya mencari tahu tentang
musuh si sahabat, yang minta pertolongannya.
" Habis ini, aku akan pulang kePakkhia," katanya akhirnya.

466
Si nona dan adiknya mendengarkan dengan penuh
perhatian, mereka tak menyangka bahwa mereka lagi
didongengi, Kadang-kadang Jie in bicara dengan jenaka,
hingga mereka menjadi gembira.
Dengan mengobrol itu Jie In menanti datangnya jam dua,
lantas mereka bertiga keluar dari gua itu, Di luar, hawa udara
dingin sekali, tak sehangat di sebelah dalam, Bintang-bintang
menerangi pohon cemara . Jie In mengajak kedua kawannya
lari sampai di mulut gunung.
"sekarang kalian berdua boleh mendaki seCara berterang,"
ia berkata, "Pat Cia Thian-cun belum selesai dengan
peryakinannya, dia tidak bakal memperlihatkan dirinya, Kalau
kalian ketemu orang, kalian lawan mereka dengan Kiu Kiong
Im yang Ceng- hoan Pou. Dengan begitu, meskipun kalian
tidak menang, kalian dapat membela diri, Kalau kalian
mendengar siulan panjang dua kali dari aku, walaupun pedang
belum berhasil didapatkan, jangan ayal lagi, kalian mesti
lantas lari turun gunung, nanti kita bertemu di depan gua tadi"
Wan Jie dan Ceng Jie mengangguk. Mereka lantas
melompat pergi, mendaki gunung itu, sedang Jie In melompat
menghilang diantara pepohonan lebat.
Wan Jie dan Ceng Jie memperoleh kemajuan pesat setelah
mereka dididik In Gak sepintas lalu itu, mereka dapat
melompat tinggi dan jauh. sebentar saja mereka sudah
mendaki dua puluh tombak lebih Jie In selalu mengintip
senang ia melihat kemajuan mereka itu.
Tapi jalanan mendaki itu sangat sukar, nona dan bocah itu
letih juga, terpaksa mereka beristirahat sebentar, Ketika
mereka mau naik pula, tiba-tiba ada teguran dari sebelah
atas: "Siapa di situ? siapa berani lancang mendaki gunung?"
Lalu teguran itu disusul dengan ancaman penyerangan,
lantas terlihat menyambarnya dua benda berkilauan bagaikan
bintang.

467
Wan Jie terperanjat, ia hendak menangkis, atau kedUa
benda itu mental ke samping, menghajar batu gunung,
sedang di atas itu lantas terdengar suara orang seperti
menahan napas, terus terlihat jatuhnya suatu gumpalan hitam
seperti tubuh manusia, tiba ke bawah, lalu terdengar jeritan
hebat, yang menggidikkan tubuh.
Lega hati Nona Hu, Tahulah ia, itulah si engko Gan yang
merobohkan musuh. ia lantas maju terus, Ceng Jie mengikuti.
-00000000-
Seterusnya, beberapa kali mereka mendengar jeritan hebat
seperti tadi sepanjang mereka mendaki itu, dan sebentarsebentar
ada tubuh yang jatuh ke dalam jurang.
Dilain saat dari kuil Tin Hong sie terdengar suara genta
berulang-ulang, memeCah kesunyian sang malam,
berkumandang di lembah-lembah.
Tengah Wan Jie melompat naik, mendadak ada bayangan
yang melompat kearah- nya.
Bayangan itu membentak dan kedua tangannya
diluncurkan, Bentaknya: "Turun" ia tidak mau menyambut, ia
melompat ke kiri sambil berseru: "Adik Ceng, awas"
"Jangan kuatir, encie" jawab si Ceng.
Bocah ini awas dan cerdik, ia melihat datangnya bokongan,
ia tidak berkelit seperti encienya, ia justru lompat menyambut
dengan sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu, ia
mengincar ke arah dada.
Penyerang itu bukan sembarang orang, Dia terkejut melihat
orang yang pertama berkelit dan sebagai gantinya datang
serangan orang yang kedua, dtngan cepat dia merubah
serangan menjadi sambaran, untuk merampas sepasang
poan-koan-pit.
Ceng Jie kecil, tetapi ia cerdik sekali, ia dapat menerka
lawan bakal bertindak bagaimana, Maka ketika ia menyambut
serangan, ia menggertak, begitu senjatanya disambar, ia pun

468
merubah gerakannya, sekarang ia meneruskan ke arah kedua
mata, inilah jurus Jie-liong-chio-cu", atau "sepasang naga
berebut mutiara". ia bergerak sangat cepat.
Musuh menjadi kaget, inilah di luar dugaannya, Terpaksa
dia mengelak seraya terus melompat ke samping, Dia baru
menaruh kaki, atau dia mendengar bentakan yang dibarengi
sambaran angin ke dadanya.
Kembali dia kaget, dia mengertak gigi, kakinya menjejak.
untuk melompat pula. Meski dia berlaku sangat cepat, dia
masih didahului Wan Jie, ujung pedang nona itu menabas
kempolannya, hingga dagingnya terpapas, hampir dia pingsan,
tubuhnya terjatuh ke bawah.
setelah itu kedua nya maju terus. Dilain saat setelah
mereka di atas, di tanah berlatar datar dan luas, Gelap sekitar
mereka, angin bertiup keras, membawa datang suara berisik
dari daun dan cabang pohon-pohon cemara.
"Bukankah tadi kita mendengar suara genta?" tanya Wan
Jie perlahan, " Kenapa sekarang begini sunyi?"
"Perduli apa" sahut Ceng Jie, yang tidak kenal takut.
"Engko Gan ada diantara kita, apa yang mesti kita takuti?
Mari, Ceng Jie yang maju di muka" ia benar-benar bertindak
maju.
sang kakak menarik tangan adiknya.
"Jangan sembrono" cegahnya, "Kalau terjadi sesuatu, tak
dapat aku bertanggung jawab terhadap yaya"
Ceng Jie berdiam, ia tidak menjawab, sebaliknya, jawaban
datang dari orang lain, suara yang tajam, Wan Jie terkejut,
juga adik-nya. Ketika mereka menoleh, mereka melihat
sekumpulan bayangan orang yang hitam.
Waktu itu rembulan tak bercahaya dan di situ tidak ada
penerangan api. Coba semua bayangan itu tidak bergerak, tak
nanti mereka terlihat.

469
Baru kemudian dari arah kuil terlihat munculnya beberapa
buah lentera sorot khong-beng-teng, maka sekarang dapat
dilihat tegas mukanya semua bayangan tadi, itulah wajah
yang kekuning-kuningan, yang menyeramkan
Ceng Jie lantas mengenali orang yang menjadi kepala
rombongan itu Dialah yang tadi siang mendustai ia bahwa Pat
Ciu Thian-cun pergi dan belum pulang. Dia lah Tie Khong,
pendeta kepala kuil Tin Hong sie itu.
Tie Khong pun segera mengasih dengar suara nya: "ohmie
Too- hud Kembali kedua sie-cu cilik yang datang pula ke mari
Tin Hong sie ini tempat suci dari sang Buddha, kenapa siecu
berdua berani lancang datang ke mari serta melakukan juga
pembunuhan banyak jiwa? Apakah kalian tidak takut sang
Buddha nanti menghukum kalian?"
Wan Jie tersenyum.
"Meskipun kami lancang datang di waktu malam, tetapi
kami datang tidak untuk mengganggu kau, taysu" jawabnya,
"sebaliknya, mengapa orang-orang taysu mencegat dan
membokong kami? Kenapa kami hendak dibikin mati? Memang
banyak orang telah terbinasakan, tetapi mereka itu mencari
mampus sendiri tak dapat kami disesalkan" Tie Khong tertawa
seram.
"Enak saja kau bicara, nona" ia mengejek "Kau harus
mengetahui membunuh orang mesti mengganti jiwa,
berhutang emas mesti membayar Mana dapat kalian
meloloskan diri? Tapi, tunggulah dulu sekarang aku hendak
bertanya, maU apa siecu malam-malam lancang masuk ke
mari mengganggu kesunyian Tin Hong sie?"
Bengis pendeta ini menatap si nona, yang ia panggil "siecu",
penderma.
Hu Wan memperdengarkan tertawanya yang halus, tetapi
nyaring, ia menyingkap naik rambut dijidatnya yang
dipermainkan anginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
470
"Taysu, kau berpura-pura saja" jawab-nya. "Kau tahu,
sebabnya tetapi kau masih menanyakan seorang pendeta tak
boleh berdusta Coba aku kurang cerdik, tentulah aku telah
terpedayakan terus Bukankah Pat Ciu Thian-cun berada di
atas menara di mana ia menempati tingkat keenam untuk
meyakini ilmu Cu Ngo Hian Kang?".
Jawaban itu membuat Tie Khong mundur dua tindak. Dia
melengak saking heran, Tapi muka nya lantas berubah
menjadi pucat dan muram, Dia bertanya: "Bagaimana kau
mengetahui itu?"
Si nona belum menjawab, di belakang sipaderi terdengar
suara seram ini: "sute, menghadapi kedua bocah itu, buat apa
banyak omong? Bekuk dulu mereka, baru kita bicara" Latu
kata-kata galak ini disusul dengan munculnya orangnya.
Wan Jie melihat orang itu bertubuh besar, berdada lebar,
sepasang matanya tajam dan bengis, dan tangannya
mencekal dua batang tombak cagak yang hitam mengkilap.
Ceng Jie menjadi habis sabar, ia melompat ke depan orang
itu ia tak jeri walaupun orang bertubuh besar dan beroman
sangat bengis, sembari tertawa, ia berkata: "He, makhluk tolol
seperti kau berani mempertunjukkan kejelekanmu? Baiklah,
tuan kecilmu nanti mengantarkan kau pulang ke rumah
nenekmu"
Orang itu gusar bukan main. Memangnya dia beradat keras
dan tak takuti siapa pun kecuali gurunya, Pat Ciu Thian-cun
Goh Hoa. Maka dia berteriak sekuat-kuatnya:
"Anjing kecil, kau cari mampus" Lantas dengan tombak
cagaknya, dia mengemplang
Ceng Jie tahu orang pasti bertenaga besar, maka ia berlaku
cerdik, Tak sudi ia melawan keras dengan keras, Maka dengan
lincah ia berkelit, terus ia berkelebat ke belakang lawannya
itu.

471
Kaget sipenyerang ketika mendapatkan ia menghajar
tempat kosong, mengertilah ia akan ancaman bahaya, maka
dengan cepat ia memutar tubuh nya sambil mendahului
mengayun tombaknya ke belakang, Begitu hebat serangannya
ini, tombaknya sampai mengeluarkan suara angin keras
Ceng Jie benar-benar cerdik, ia tetap tidak mau menangkis,
sambil tertawa ia berkelit pula, hingga lekas juga ia kembali
berada di belakang lawannya itu
Penyerang itu kaget dan berkuatir, dia lantas melompat ke
depan sejauh setombak lebih, setelah itu, baru dia memutar
tubuh nya. sekarang dia melihat si bocah di depan-nya, lagi
mengawasi dia sambil tertawa manis. Dia menyedot hawa
dingin, Dia pun mau berlaku cerdik, dia lantas balik
mengawasi
Tie Khong menyaksikan kejadian di depan matanya itu, ia
mengerutkan alisnya, Luar biasa kegesitannya Ceng Jie itu ia
tidak mengenali ilmu silat itu dari partai mana. Bukan-kah
orang hanya seorang bocah cilik?
Si cilik sudah demikian lihay, bisa di mengerti si nona,
orang yang terlebih tua itu Walaupun begitu, ia tidak takut, ia
hanya belum tahu apa maksudnya orang mencari Pat Ciu
Thian-cun gurunya itu. Gurunya tidak boleh diganggu,
Gurunya membutuhkan waktu hanya satu atau dua jam lagi
Jadi ia perlu mempermainkan sang waktu.
Lawan Ceng Jie itu tidak berdiam lama, Dia tak dapat
membiarkan dirinya diejek bocah itu. Dia bergerak pula,
Hanya dia tidak segera menyerang, Dia berjalan memutari si
bocah. Tampaknya dia sabar sekali.
Ceng Jie pun bersikap tenang. Masih ia tersenyum-senyum,
sikapnya ini mentaati ajaran Jie In, untuk ia berlaku tenang
tetapi gesit.
orang itu bernama Mo Houw, dia murid kedua dari Goh
Hoa, julukannya Tin san sin, Malaikat Penunggu Gunung, Dia

472
berkepandaian tidak lemah, hanya barusan, lantaran menuruti
adatnya, dia kena dipermainkan bocah she Hu itu, hingga dia
menjadi rada jeri.
Dia tidak dapat berdiam lama-lama, sebab dia mendapat
kenyataan kawan, atau saudara seperguruannya, semua
mengawasi pada nya, Dia tahu malu, hingga muka nya
menjadi merah dan terasa panas, Maka itu dia maju turun
tangan.
Tapi dia pun ingat gurunya, yang lagi berlatih itu, tak mau
dia menggagalkannya, Maka dia hendak mengulur waktu,
Dilain pihak panas hatinya menyaksikan lagak si bocah, Di-lain
pihak lagi, timbul kejelusannya terhadap Tie Khong, sang adik
seperguruan yang ketujuh.
sute ini disayang gurunya, maka selama si guru berlatih,
sang sute yang diberi kepercayaan, yang ditugaskan
mengurus segala sesuatu di luar kuil, Tie Khong cerdik dan
berpengalaman, maka ia bersikap sabar.
Sikap ini tak disenangi sang suheng, Karena itu akhirnya
Mo Houw melupakan diri, setelah beberapa putaran,
mendadak dia maju menyerang. ilmu tombak cagaknya itu
terdiri dari empat belas jurus, ketika dia menyerang, dia lantas
menyerang terus hingga tujuh kali, lantaran yang pertama dan
kedua, yang lainnya, dapat dikelit lawannya.
Ceng Jie berlaku tenang, waspada dan gesit, Begitu ia
diserang, ia mengerti bagaimana harus bertindak. Dengan
poan-koan-pitnya, ia melawan dengan jurus-jurus "ciong Hiok
si Raja setan Menaklukkan Iblis", yang terdiri dari tiga puluh
enam jurus, sedang kakinya bergerak dengan gerakan Kiu
Kiong Imyang Ceng-hoan Pou.
Sebagai kesudahannya itu, Mo Houw jadi terkekang poankoan-
pit, setiap kali dia menerjang, dia tentu menerjang
sasaran kosong, sia-sia belaka semua serangannya itu.

473
sesudah menonton sekian lama, Tie Khong berkata kepada
saudara-saudara seperguruan-nya: "llmu poan-koan-pit bocah
ini rada mirip dengan ilmu silatnya Tong san Jie Niauw, apa
yang beda ialah dia ini lebih aneh dan gesit, Mungkinkah anak
ini ada sangkut pautnya dengan rumah perguruan Tam
Liong?"
"Akupun menduga demikian," menyahut seseorang, "suhu
bersahabat kekal dengan Tong san Jie Niauw, mungkin bocah
ini muridnya mereka itu, hanya kenapa mereka datang
mengacau disaat suhu berlatih? Maksud apakah yang
dikandung mereka ini?" Tie Khong berdiam.
"Biar apa pun maksud mereka, mereka harus dicegah,"
sahutnya kemudian, "Tinggal sedikit waktunya Kalau kita tidak
tahan sabar, bisa gagal Mereka ini tentu ada yang mereka
buat andalan, mungkin ada si tua di belakang nya, pendek
kata kita harus menanti sampai suhu yang menemui mereka."
"Suheng" tanya satu suara di belakang, "habis bagaimana
dengan jiwa belasan saudara kita itu? Apakah kita mesti sudah
saja?"
"Hm" Tie Khong mengasih dengar suara-nya, "Kiu-sute, kau
harus sabar Hutang darah mesti dibayar dengan darah,
bahkan mesti berikut bunganya Kenapa mesti menguatirkan
itu? Tapi kau harus ingat, mesti dijaga agar suhu jangan
menjadi tersesat .Dapatkah kau bertanggung jawab? "
Wan Jie sendiri, sambil memasang telinganya,
memperhatikan Ceng Jie, setelah sekian lama itu, ia tertawa
sendirinya, ia menganggap Ceng Jie jenaka sekali.
Sang adik itu bersilat dengan ilmu silat ajaran Jie Insebenarnya,
belum pernah Ceng Jie menggunakan itu seperti
sekarang, maka itu, ada ketika nya ini, ia menggunakannya
sebagai ujian, ia mengulangi dan mengulanginya, dari rada
kaku, ia dapat menjalankannya dengan lincah. Lucu Mo Houw,

474
yang berbalik mesti melayani orang, sedang mulanya dialah
yang menyerang.
Wan Jie berpikir lebih jauh, ia memuji kecerdikan adiknya,
Biarlah adiknya ini melayani supaya "engko Gan" mereka
dapat turun tangan, ia hanya menduga-duga, Gan Gak sudah
berhasil atau belum.
Tie Khong dan saudara-saudaranya bergelisah juga
menyaksikan Mo Houw kena dipermainkan si bocah cilik,
Beberapa saudaranya tampak menjadi habis sabar dan ingin
turun tangan. sebisa-bisanya Tie Khong menyabar-kan diri, ia
mencegah mereka itu.
Sekarang ia percaya, si bocah tidak berniat mencelakai
saudara seperguruannya itu. itulah ada baiknya untuk
gurunya. juga dengan begitu, saudara seperguruannya itu
yang nomor dua,jadi mendapat pengalaman, supaya lain kali
dia jangan suka terburu napsu. Akhirnya ia bertindak maju
kepada si nona.
"Nona," ia berkata, tertawa, " guruku itu benar seperti kata
nona, sekarang ia berada di tingkat keenam dari menara di
belakang kuil di mana ia tengah meyakinkan ilmu silat Cu Ngo
Hian Kang. inilah saat sangat renting untuk guruku itu.
Kemarin aku mendustai kalian, itulah saking terpaksa,jadi
bUkannya aku sengaja memperdayai, Dalam perkara ini, aku
tidak tahu menahu, segala sesuatunya terserah pada guruku,
Terserah kepada nona, nona suka percaya aku atau tidak..."
Wan Jie percaya Tie Khong bicara dengan sebenarnya,
iapun dapat mengetahui maksud si pendeta, yang mau
mengulur waktu, agar gurunya dapat menyelesaikan
peryakinannya itu.
sampai waktu itu, pasti mereka bakal turun tangan untuk
menempur padanya, Maka ia pun berpikir bagaimana harus
melayani pendeta ini. Disaat ia hendak membuka mulutnya,
tiba-tiba ia mendengar dua kali siulan yang jauh tetapi jelas, ia

475
lantas menjadi girang, itulah tanda dari engko Gannya bahwa
engko itu sudah berhasil, ia tidak memperlihatkan
kegirangannya, ia menutupinya dengan tertawanya.
"Taysu, setelah mendengar keteranganmu ini, apabila aku
tidak percaya kepadamu, aku sungguh keterlaluan," ia
berkata, "sebenarnya kami berdua mendaki gunung ini cuma
hendak menanyakan guru taysu tentang suatu kejadian tahun
lalu, karena guru taysu berada di dalam menara, baiklah,
besok kami datang kembali. Tentang perbUatan kami ini, kami
harap sukalah diberi maaf"
Habis berkata, dia teriaki adiknya: "Adik Ceng, mari kita
pergi"
Ceng Jie pun mendengar siulan itu, maka atas suara
kakaknya, ia lantai melompat keluar gelanggang, untuk
berhenti bertempur, bersama kakaknya itu, ia memberi
hormat kepada Tie Khong, lantas kedua nya lari turun gunung
Tie Khong pun mendengar siulan itu, ia menyangka suara
burung, ia tidak curiga apa-apa, melihat kepergian si nona
berdua, ia menghela napas, dadanya menjadi Iega.
Mo Houw sebaliknya menjadi sangat letih, hingga dia lantas
duduk mendeprok di tegalan itu, sedang dari mulutnya
beberapa kali terdengar suara nya: "Bocah itu, bocah itu
benar-benar lihay."
Tie Khong lantas memerintahkan beberapa kawannya pergi
mengurus belasan mayat didalam jurang, ia pun berkata:
"Kalau tidak salah, dua jam lagi, selesai sudah suhu dengan
peryakinannya, maka kalau besok kedua bocah tadi datang
pula, mereka tidak bakal lolos dari pukulan cu Ngo Hian Kang
dari suhu."
Murid ini berkata demikian tanpa dia mengetahui bukan
saja pedang Thay oh Kiam telah lenyap. bahkan gurunya,
yang diandalkan itu, telah binasa di atas menara.

476
Pat Ciu Thian-cun Goh Hoa mengadakan aturan keras,
semua murid nya dilarang sembarangan naik ke menara
tempat dia meyakinkan ilmunya, kalau dia membutuhkan
sesuatu, dia memanggil orang dengan tanda ketukan- Karena
itu, sekian lama dia berdiam saja, Tie Khong semua tidak
curiga, baru sesudah berselang tujuh atau delapan jam, murid
nya itu heran, terpaksa ia memberanikan diri naik ke menara,
menghampiri tingkat keenam itu, Akhirnya murid itu serta
murid- murid yang lainnya menjadi kaget dan kelabakan, Guru
mereka kedapatan sudah mati dan pedangnya lenyap, Baru
mereka sadar bahwa mereka telah dipermainkan kedua bocah
itu, Celaka nya, mereka tak dapat menyusul kedua bocah itu,
yang tak ketahuan ke mana perginya, atau sedikitnya sudah
pergi jauh enam ratus li lebih.
Tatkala Hu Wan berdua sampai di depan gua, Jie In sudah
menantikan mereka, tangannya mencekal sebatang pedang,
cuma diwaktu malam dan gelap seperti itu, mereka tidak
dapat melihat jelas Jie In pun, begitu melihat mereka, lantas
berkata: "Lekas" Dan ia lantas lari, untuk jalan di muka, buat
kembali ke hotelnya.
Ketika itu sudah hampir jam empat, Tat kala mereka masuk
ke dalam pekarangan, mereka mendapat kenyataan seluruh
hotel sunyi senyap. semua penghuninya asyik tidur nyenyak.
semasuknya mereka ke dalam kamar Jie In menyalakan
api, habis mana, ia mencabut pedang yang dicekalnya, Mereka
lantas melihat sinarnya pedang itu, yang pasti tajam sekali.
"Sungguh pedang yang indah" Jie In memuji, sambil
mengangsurkan pedang itu pada Wan Jie. ia tertawa, " inilah
pedang mustika, pantas kalian melakukan perjalanan ribuan li
mencarinya sekarang pedang ini telah didapatkan kembali,
maka nanti, begitu terang tanah, lekaslah kalian berangkat
pulang"

477
"Terima kasih" mengucap si nona, yang menyambut
pedang itu, ia lantas menanyakan bagaimana pemuda itu
merampas nya dari Goh Hoa.
Selagi mendaki gunung, tidak pernah Jie In memisahkan
diri jauh-jauh dari Wan Jie dan Ceng Jie. ia menguntit dan
memasang mata. ia melihat bergeraknya belasan bayangan, ia
menduga kepada pihak gunung, Terus ia berwaspada.
Dcmikianlah ia melihat kedua bocah itu dirintangi, maka ia
lantas membantu senang ia menyaksikan Ceng Jie dibantu
Wan Jie membinasakan musuh. Ketika musuh jatuh kejurang
dan menjerit keras, lalu terdengar suara genta di dalam kuil,
ia berpikir.
"Pasti musuh keluar untuk mencegat kedua anak ini,"
demikian pikirnya, " itulah berbahaya buat mereka."
Karena itu, ia lantas bertindak, ia mencegat lantas ia turun
tangan, satu demi satu ia bekuk belasan musuh itu, sebentarsebentar
ia melemparkannya ke dalam jurang, Terhadap
manusia jahat, ia tidak berbelas kasihan lagi. Wan Jie dan
Ceng Jie mesti dibantu hingga maksudnya tercapai.
Lantas tiba saatnya Jie In menyaksikan Ceng Jie berdua
dirintangi rombongannya Tie Khong, ia melihat aksinya bocah
yang jenaka dan besar nyalinya itu. setelah menonton sekian
lama, ia percaya Ceng Jie tidak bakal kalah dan Tie Khong pun
tidak akan lekas turun tangan, maka ia berbesar hati
meninggalkan kakak beradik itu, ia lantas pergi ke belakang
kuil, ke menara, ia berlaku waspada, ia menggunakan
kegesitannya, agar tidak ada orang yang melihat pada nya.
Dengan mudah Jie In dapat mencari menara, yang terdiri
dari tujuh tingkat. Di dekat situ ia melihat seseorang
bersembunyi di belakang pohon, ia menyingkir dari orang itu,
Tiba di depan menara, ia tidak lantas naik, ia mendapat
kenyataan, menara itu dipasangi lentera sampai di tingkat

478
ketiga, yang lainnya semua ditinggal gelap. ia pun mendapat
ke-nyataan, setiap tingkat ada orang yang menjaganya.
Walaupun penjagaan kuat, Jie In tidak mau mundur, ia
cuma tetap waspada, Untuk dapat bekerja dengan leluasa, ia
menghampiri setiap penjaga, yang ada belasan orang jumlah
nya, ia datang dari belakang, lalu dengan sebat ia me-notok,
hingga musuh roboh tanpa suara berisik, Cara ini diulangi
hingga ia berhasil, Tinggallah penjaga di bawah menara, di
tingkat pertama, sulit untuk merobohkan dia itu tanpa
membikin sadar penjaga di tingkat kedua, demikian
seterusnya, Maka ia lantas berpikir, matanya memandang ke
depannya.
"Ah, itu dia" katanya dalam hati. ia melihat sebuah pohon
tua, yang besar dan tinggi, yang tumbuh di samping menara,
terpisahnya dari wuwungan menara kira-kira setombak. Di
antara sampokan angin, cabang pohon itu ber-goyang-goyang
tak hentinya.
" Kenapa aku tidak mau mengambil jalan dari atas pohon
itu?" pikirnya kemudian ia lantas mengambil keputusan, ia
lantas meneliti pohon itu kalau- kalau ada penjaganya, ia
memperoleh kenyataan, tak ada penjagaan di situ.Maka ia
terus menghampiri untuk memanjatnya. ia naik sampai di
cabang yang paling tinggi, yang berada dekat dengan
wuwungan menara. ia berada di atas wuwungan itu, inilah
saatnya yang terakhir Dengan berani ia merayap di cabang
tertinggi itu, lantas ia melompat ke wuwungan menara,
Karena ia berada di sebelah atas, ia jadi melompat turun ia
melompat sambil berjumpalitan untuk mencegah kakinya
menerbitkan suara berisik, Ke-beraniannya itu memberikan
hasil yang memuaskan ia berada di atas menara tanpa
bahaya.
Sekarang Jie in bekerja lebih jauh. ia mesti turun ke tingkat
ketujuh, ia menyantelkan kakinya di payon, tubuhnya

479
diturunkan Di sini tidak ada penjagaan, ia dapat sampai di
ruangan tingkat ke tujuh itu tanpa rintangan Ruangan itu
kosong dan gelap.
Untuk sampai di tingkat keenam Jie In mesti bekerja keras,
Tangga undakan ada pintunya, Daun pintu terbuat dari bahan
besi tebal dua cun. Bagaimana harus membuka itu? ia ingat
pisau belatinya, pisau belati cula badak, yang dapat melawan
logam emas dan batu kumala.
Dengan menikam, ia berhasil membuat lubang. Setelah itu,
ia memotong dengan periahan lahan Untuk kegirangannya, ia
berhasil, Segera ia melihat cahaya terang. Lantas ia melompat
turun- ia dapat tidak menerbitkan suara berisik.
Pat Ciu Thian-cun lagi duduk bersila, matanya ditutup
rapat, Daging di mukanya ber-kedutan, Dia tetap duduk diam,
dia seperti tidak mendengar apa-apa, Cuma kedua tangannya
ditolakkan ke depan, Setelah melihat tegas muka orang Jie In
terkejut Goh Hoa mirip dengan orang hutan.
Bulu putih hampir menutupi mata dan mukanya, jelas dia
lagi berada pada saatnya yang sangat genting, Dia bakal lulus
atau tersesat dari peryakinan ilmu pedang nya itu, Cu Ngo
Hian Kang.
Jie In telah berpikir menggunakan Hian Wan sip-pat Kay
untuk membuat orang itu lantas tidak berdaya, Untuk sejenak.
la bersangsi, ia belum melihat pedang Thay oh Kiam. ia bisa
berabe kalau ia gagal menyerang, Goh Hoa mati sebelum dia
memberi keterangan tentang pedang mustika itu, Maka sambil
menanti, ia berpikir.
Tiba-tiba Goh Hoa memperdengarkan suara dari
kerongkongannya, mirip suara kerbau dan tubuh nya, lebih
benar tulang-tulangnya, memperdengarkan suara meretek.
setelah mana, kedua tangannya diangkat naik, karena mana
bajunya yang gedombrongan turut terangkat juga.

480
Untuk girangnya Jie In melihat gagang pedang diantara
baju yang tersingkap itu, ia percaya itulah pedang yang lagi ia
cari. Karena Goh Hoa lagi menanti saatnya, ia juga tidak mau
berayal lagi. Ketika ia hendak menggerakkan tangannya,
mendadak ia melihat orang membuka kedua matanya dan
mukanya tersenyum tanda girang. Tapi, begitu melihat Jie In,
dia terkejut, tanpa berkata apa-apa, dia lantas mendorong
dengan tangannya kepada orang asing di dalam kamarnya itu.
Jie In terkejut, tetapi ia tidak menjadi gugup, ia memang
sudah siap sedia. ia membela diri dengan menyambut
serangan yang berupa dorongan itu, meneruskan mana, ia
menotok.
Pat Ciu Thian-cun berjengit, ia merasakan dada kanannya
dingin dan kaku. Lantas kedua tangannya itu diturunkan,
tenaganyapun lenyap seluruh nya, Menyusul itu, tubuh nya
gemetaran Rupanya ia hendak mengerahkan tenaganya,
tetapi sia-sia belaka, Dadanya telah kena ditotok. Ia tak dapat
berdaya lagi. Cuma dengan mata yang bersinar guram, ia
mengawasi lawannya itu.
Totokan Hian wan sip-pat Kay itu tak dapat dibebaskan
sembarang orang, apa lagi untuk membebaskannya sendiri
Demikianiah Goh Hoa gagal, ia mengerti akan nasibnya, maka
sejenak kemudian, dia menghela napas dan berkata duka:
"Aku Goh Hoa, telah banyak aku membunuh orang, orang
mati tanpa merasa, aku tidak menyangka hari ini aku roboh
secara begini, inilah pembalasan Thian, kita tidak mengenal
satu dengan yang lain, tetapi maksud kedatanganmu dapat
aku menerka, pedang Thay oh Kiam berada di tubuhku, kau
ambillah sendiri" suara nya makin lama makin perlahan, napas
nya lantas mendesak.
Dia menambahkan- "Muridku banyak. diantara mereka,
separuhnya baik, separuhnya lagi jahat, maka terserah kepada

481
tuan untuk memperlakukan mereka." Lantas ia berhenti,
kedua mata nya ditutup rapat, ia tak dapat bicara lebih jauh,
napas nya sudah berhenti,
Jie In mengawasi, ia menghela napas, ia menghampiri lebih
dekat, tangannya diulur, untuk mengambil pedang mustika
yang menjadi benda rebutan itu. setelah meneliti, ia gembol
itu dipunggungnya. sekarang ia tidak mau membuang waktu
lagi, ia naik pula ke atas untuk dari wuwungan melompat ke
pohon tadi. ia berhasil dengan selamat. ia berdiam sebentar di
atas pohon, mata nya memandang ke menara, ia sedikit
menyesal ia terpaksa,sebab kalau tidak. Ia bisa gagal la
terhibur juga ketika ia ingat penyesalannya Goh Hoa.
Biar bagaimana, ia telah menyingkirkan seorang yang
sangat jahat, Lalu hatinya jadi lega pula, Lantas dengan cepat
ia turun dari pohon itu. ia berlari-iari ke tempat Ceng Jie tadi,
sembari lewat, ia menotok bebas korban-korbannya yang
menjaga berbagai pos. ia melihat Tie Khong masih belum
turun tangan.
Cuma Ceng Jie lagi mempermainkan Mo Houw, Kembali ia
memuji bocah itu, yang ia kagumi.
Katanya dalam hati, sesudah besar, Ceng Jie mungkin
menjadi jago.
Hari sudah jauh malam, gelap dan dingin Jie in
memandang langit, ia tak dapat menduga waktu yang tepat,
Mungkin sudah jam tiga lewat, ia tidak mau menanti lagi,
maka ia meninggalkan Ceng Jie, ia lari ke kepala angin, Kirakira
tiga li, ia berhenti, Di sini ia mengasih dengar siulannya
yang dua kali itu, setelah mana ia terus lari kembali ke gua
Hong Tong, ia percaya Ceng Jie berdua mendengar isyaratnya
itu. Ternyata dugaannya itu tepat.
Demikianlah, mereka pulang bersama-sama ke hotel. Wan
Jie girang dan bersyukur ia memegangi Thay oh Kiam dan
mengusap-usapnya.

482
Jie In mengawasi, ia tertawa dan berkata: "Nona, kau telah
mencapai cita-citamu, aku percaya di belakang hari kau bakal
menjadi nona yang gagah perkasa sekarang aku hendak
memberi selamat lebih dulu padamu"
Wan Jie mengangkat kepala nya, ia tersenyum, lekas ia
menunduk. Tapi lekas ia mengangkat pula kepala nya itu,
untuk dengan matanya yang jeli menatap si anak muda.
Tanpa merasa, hati Jie In berdenyut
" Kalian berdua tunggu disini," katanya kemudian- "Jangan
kalian pergi ke mana- mana Aku hendak pergi sebentar, untuk
mengatur keberangkatan kalian"
Begitu ia berkata Jie In lantas pergi keluar Tiba dijalan
besar, ia ragu-ragu.
Angin yang dingin menyampok tak hentinya. Cuaca gelap.
tapi untuknya tak menjadi rintangan besar, Dijarak sepuluh
tombak. ia masih dapat melihat, ia hanya jalan seperti orang
biasa, langkahnya naik dan turun dijalan besar yang tidak rata
itu. Tiba-tiba ia mendengar suatu suara dari sebelah depan, ia
merandek sejenak. terus ia berjalan pula. Tapi ia tidak usah
berjalan lama, tiba-tiba sesosok bayangan melompat ke
depannya, merintanginya, ia tidak kaget. ia lantas melihat
seorang pengemis yang pakaiannya banyak tambalannya,
yang pinggangnya dilihat tiga batang tali rumput, Dengan
mata mendelong, pengemis itu mengawasi, mulutnya
bungkam.
"Kebetulan" pikir Jie In, yang tertawa di dalam hatinya,
"Aku memang hendak mencari anggota Kay Pang, kau justru
datangi. Bagus, aku jadi tak usah berabe lagi"
Meski begitu, ia tidak lantas membuka mulut. ia menatap
pengemis itu, mulutnya tersungging senyuman.
Pengemis itu heran melihat orang tidak merasa takut, ia
berkata dalam hatinya: "si pelajar rudin ini besar juga nyalinya
dengan romanku yang bengis, siapa tidak jeri terhadapku sam

483
Ciat Koay Kit Beng Tiong Ko si pengemis Aneh? Di dalam
propinsi shoa say ini, siapakah tidak mengenal aku? sekalipun
Ceng Hong Pay, yang besar pengaruhnya, dia masih jeri
terhadapku Malam ini aku tidak dapat menggertak pelajar
rudin ini, benar-benar heran Dia tak bedanya orang
kebanyakan tidak nanti dia adalah orang Rimba Persilatan,
maka inilah rupanya sebabnya kenapa dia tidak kenal aku."
Lantas ia membalik matanya dan bertanya:
"Tuan, malam- malam dan gelap begini kau keluar
sendirian, apakah kau hendak melakukan sesuatu?"
"Dan kau?" Jie In balik bertanya, sembari tertawa.
pengemis itu menjadi tidak senang, hingga mukanya
menjadi muram.
"Seorang pengemis tidak dapat melihat orang diwaktu
siang, terpaksa dia mesti kelayapan diwaktu malam" sahutnya
kaku. "Tetapi kau, pelajar rudin, bukannya tidur baik-baik di
atas pembaringanmu, kenapa kau bergelandangan diwaktu
malam gelap dan dingin begini? Kau menjadi si arwah
bergelandangan kau pasti bukan manusia baik-baik"
Dikatakan begitu Jie In tidak menjadi gusar, sebaliknya, dia
tertawa lebar.
"Oh, jadi kau menanyakan aku dengan maksud begini?" ia
menegaskan "Tidak apa untuk memberi keterangan kepadamu
pula sederhana sekali Aku si orang tua datang dari Sin Liong
Tong, dari kotaraja, Aku baru saja tiba Aku si orang tua
hendak menyelidiki ada atau tidak tukang minta-minta yang
kelakuannya buruk Apa mungkin kau telah melakukan sesuatu
yang tidak dapat diberitahukan orang lain, malah kau
tampaknya sedikit takut ?" Sam Giam Koay Kit membelalakkan
mata-nya. Dia tertawa aneh.
"Takut?" ulangnya, "Aku si orang tua, belum pernah aku
mendengar kata-kata itu? Sungguh aku tidak menyangka,
pelajar rudin, kau dapat menggertak aku dengan kata-kataTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
484
mu yang bagus ini Hm, apakah kau kira Sin Liong Tong dari
Kay Pang dapat kau memasukinya? Awas, kalau kau tidak
bicara terus terang, malam ini aku si orang tua pasti tidak
akan mau sudah"
Jie In mengerutkan kening, Pikirnya: "Pantas Toako chong
Sie mengatakan padaku, didalam Kay Pang itu ada hidup
campur baur segala macam orang, ada yang lurus, ada yang
tidak karuan, ada juga yang berani berbuat tidak pantas,
cuma karena aturannya sangat keras, tidak sembarang orang
berani melanggarnya. pengemis ini bertabiat keras, Baiklah
aku coba memperlihatkan hu-leng untuk menguji dia."
Maka ia lantas merogoh sakunya, untuk mengeluarkan Sin
Liong Say Houw Leng, lambang Partai Pengemis yang
merupakan perunggu berukiran naga, singa dan harimau
keramat, lalu sembari tertawa ia berkata: "Mendengar
suaramu, agaknya kau bangga sekali akan dirimu Kau pasti
orang dengan asal-usul yang besar sekali Maka cobalah kau
menyebut gelaran serta kepandaianmu, supaya dapat aku
mempertimbangkan apakah kau berharga untuk aku
menggerakkan tanganku"
Pengemis itu tertawa lebar.
"Pelajar rudin, kau dengar" katanya jumawa. "Jangan kau
kaget, ya Aku si orang, tua Beng Tiong Ko, gelaranku ialah
sam Ciat Koay Kit Nah, apa lagi yang hendak kau tanya?"
"Hai, hebat gelaran itu" kata Jie In, agaknya dia terkejut,
"Apakah artinya sam Ciat itu?"
Kulit mata si pengemis terbalik.
"Apa? Apakah kau tidak dengar jelas?" tunyanya, "Baik, aku
si orang tua suka menjelaskan kepada kau sam Ciat itu terdiri
dari Sim Ciat dan ciu Ciat, dan yang satu lagi yaitu kepandaian
yang tersohor, Ciat Houw Ciang, Begitulah maka disebut sam
Ciat"

485
Pengemis ini, Beng Tiong Ko, dijuluki sam Ciat Koay Kit. itu
artinya, dialah Koay Kit atau Pengemis Aneh, dan sam ciat
berarti tiga macam kepandaiannya, sim Ciat ialah kepandaian
menyerang hati, dan ciu Ciat ialah kelihayan tangannya,
Kepandaian yang paling ia andaikan.
Mendengar keterangan itu Jie In percaya pengemis ini
benar-benar lihay, tetapi ia sendiri belum pernah mencoba
anggota Kay Pang, sekarang ini ada ketikanya, Maka ia
tertawa dan berkata: "Ciat Houw Ciang? Ah" ia menggelenggelengkan
kepala, " Kepandaian
semacam itu belum pernah aku dengar, Nah, cobalah kau
keluarkan" sam Ciat Koay Kit jadi mendongkol.
"Pelajar rudin, kau benar-benar mencari mampus" katanya
sengit, "Kepandaian apa ini kau kira dapat dicoba-coba? Tapi
baiklah, kalau aku tidak memperlihatkan kepadamu, nanti kau
menyangka aku si orang tua cupat pandangannya" ia lantas
saja berseru:
"Kau sambutlah" Lalu tangan kanannya, dengan lima
jarinya terbuka bagaikan gaetan, meluncur menyambar iga kiri
si pelajar rudin di depannya itu. Cepat tangannya itu, bagaikan
kilat, bagaikan angin, tetapi toh tak ada suara menyambarnya.
"Dia benar-benar lihay," kata Jie In dalam hati.
Memang lihay si pengemis.. serangannya itu, sebelum tiba
pada sasarannya, lantas dirubah. Tangannya, yang seperti
gaetan atau cakar harimau, bukannya mencengkeram terus
melainkan dengan tiba-tiba dirobah gerakan-nya, terus dipakai
menyambar lengan kiri sasarannya itu
"Ah, apakah benar-benar pelajar rudin ini tidak mengerti
ilmu silat sama sekali?" Beng Tiong Ko heran dan menanyakan
dirinya sendiri ia kena mencekal lengan yang lunak, hingga ia
melengak, "Kenapa aku mesti menempur seorang yang
mengikat ayam pun tidak kuat?" Baru ia berpikir demikian,

486
mendadak tangannya yang mencekal lengan Jie in itu seperti
tertotok keras, terus ia merasakan tangannya itu kaku.
Dalam kagetnya, segera ia menarik pulang tangannya, Tapi
belum ia berhasil tangan kanan si pelajar sudah berbalik
menyambar lengannya syukur ia gesit, ia dapat berkelit, kalau
tidak, mungkln tangannya patah, dalam kagetnya, ia
membalas menyerang pula dengan tangan kirinya, hingga
keduanya lantas saling serang, selama itu, tidak pernah kaki
mereka bergerak.
Jie In menguji si pengemis dengan ilmu silat Kim Kong san
ciang, atau Tangan Arhat. ia membuat Tiong Ko heran dan
kaget, hingga pengemis ini berpikir: "Kepandaianku ini
bukanlah yang teristimewa, tetapi di dalam Rimba Persilatan,
cuma beberapa gelintir orang saja yang dapat
menghindarinya, maka aneh pelajar rudin ini. Dia mempunyai
Kim Kong san ciang yang istimewa, inilah di luar dugaanku."
Karena itu, tanpa merasa, ia melompat mundur dua tindak,
terus ia menegur: "Siapakah kau sebenarnya?"
Jie In tertawa, ia bukannya menyahuti atau mengangguk.
la ustru bertanya: "Kau mengaku kalah, bukan?"
Mendengar itu, terbanguniah rambut sam Ciat Koay Kit.
"Apa kau bilang?" teriaknya, "Kau bergurau Aku si orang
tua, mana dapat aku kalah?" Kata-kata ini disusuli
serangannya, terus hingga tiga kali saling susul, dengan tiga
rupa tipu silatnya, semuanya dari jurus-jurus Ciat Houw Ciang
itu.
Jie In tersenyum, Dua kali ia berkelit, lalu pada yang ketiga
kalinya, ia memapaki, ia me-nyambuti, hingga tangan mereka
bentrok. demikian kerasnya, hingga si pengemis terpental
mundur tiga tindak, ia sendiri, la berdiri tetap di tempatnya.
Beng Tiong Ko kaget, hingga mukanya berubah pias Jie In
tidak menghiraukan keheranan orang itu, dengan tenang ia

487
mendongak, untuk memandang langit. Waktu itu sudah jam
lima kira-kira, tetapi di musim dingin seperti itu, lambat
munculnya Batara surya, Coba di musim panas, pastilah sang
surya sudah mengintai semenjak tadi. ia berpikir.
"Hari sudah siang, matahari akan segera muncul, cukuplah
sudah aku main-main." Maka ia lantas mengeluarkan hu-leng
seraya berkata: "Beng Pay-tauw, janganlah kau bergusar
karena main-main kita ini, coba kau lihat ini, kau tentu akan
mengetahui aku siapa."
Tiong Ko terperanjat lantas dia mengawasi dengan tajam
tangan orang yang diangsurkan kepadanya, Biarpun cuaca
gelap. dia masih dapat melihat sejauh tiga tombak, Maka dia
menjadi semakin heran, sekarang dia memperlihatkan sikap
menghormat akan tetapi dia tidak segera berlutut atau
menjura.
"Oh, kiranya tuan mempunyai Cie-tang sin Liong Leng dari
Partai kami," katanya sabar. "Menurut aturan Partai, siapa
memegang hu-leng ini, ia mewakili tianglo kami dan tianglo itu
dapat bertindak seperti apa yang ia rasa baik, baik untuk
memberi hidup mati pun untuk menghukum mati,
kekuasaannya itu, aku si orang she Beng tidak berani
menentangnya, Andaikata tuan tidak puas dengan sikapku
barusan, aku si orang she Beng bersedia akan menerima
hukumanku.
Cuma ada satu hal, yang aku belum jelas, Sin Liong Leng
ini terdiri dari tujuh buah, Yang empat terbuat dari cie-tang,
atau perunggu, dan dipegang oleh su-tianglo kami. Kalau sin
Liong Leng ini dipergunakan, sekalipun Pay-cu sendiri, dia
mesti mentaati, dia mesti tunduk.
Tiga yang lain terbuat dari besi, yang menyimpannya ialah
Pay-cu. Biar urusan bagaimana besar, untuk itu biasanya
segala titah disalurkan dengan hu-leng besi itu, sebegitu jauh
yang aku ketahui, hu-leng perunggu belum pernah digunakan
selama dua belas tahun ini, Demikianlah aturan partai kami,

488
siapa memegang hu-leng ini, ia mewakilkan tianglo, tetapi
sekali- kali belum pernah tianglo meminjamkannya kepada
orang lain.
Pada lima tahun yang lalu, su-tianglo menutup mata karena
sakit, hu-leng nya lantas dipegang oleh Kiu Cie Tianglo, Baru
satu bulan yang lalu aku bertemu dengan Kiu cie Tianglo di
siamsay selatan, Waktu itu tianglo memberitahukan aku
bahwa sebuah hu-leng telah diserahkan kepada Cia Tayhiap
serta aku diberitahukan cia Tayhiap ialah su-tianglo, maka aku
dipesan untuk menantikannya dipropinsi shoa say ini. Apakah
tuan ialah Cia Tianglo itu? Kenapa roman dan usia tuan tak
mirip seperti yang dilukiskan Kiu Cie Tianglo? Harap tuan
memaafkan aku untuk pertanyaanku ini."
Mendengar itu, in Gak tersenyum, ia menyimpan hu-leng
nya, ia terus meloloskan topeng nya, hingga tampaklah
wajahnya yang asli.
Melihat demikian, dengan tergesa-gesa Beng Tiong Ko
menekuk lututnya, ia berkata dengan cepat: "Kiranya sutianglo
tiba Tongcu Beng Tiong Ko dari cabang shoa say
menerima salah"
Jie In lekas memimpin bangun pengemis itu, sembari
tertawa ia berkata: "Beng Tong cu tidak bersalah Bahkan
sebaliknya akulah yang hendak memohon bantuanmu, Entah
tongcu dapat memberikan bantuanmu atau tidak."
Dengan roman yang sangat menghormat, Beng Tiong Ko
menjura dalam- dalam.
" Harap tianglo tidak mengatakan demikian," katanya,
"Perintahkan saja, sekalipun mesti menyerbu api berkobarkobar,
aku yang rendah tak akan menampik."
"Terima kasih." berkata Jie In, yang lantas menuturkan hal
perkenalannya dengan Hu Wan dan Hu Ceng, anak-anak dari
sahabat-nya yang telah meninggal dunia, bahwa baru saja ia
menolong mereka itu merampas pulang pedang Thay oh Kiam

489
mereka dari tangan Pat Cia Thian-cun. ia berkata bahwa ia
masih perlu berdiam lagi sekian lama di shoasay ini, maka itu
ia perlu orang untuk mengantarkan anak-anak itu pulang ke
kota kecamatan Peng- ciang.
"Maka aku minta sukalah kau yang mengantarkan mereka
agar tiba di kampung halamannya itu dengan tidak kurang
suatu apa," katanya akhirnya.
Tiong Ko kelihatannya kagum, "Jadi benarlah aku
mendengar pedang itu berada di tangannya Pat Ciu Thian-cun
Goh Hoa. Pedang itu pedang mustika, siapa pun ingin
memilikinya, bahkan aku sendiri, bicara terus terang, hatiku
telah tertarik, hanya aku tidak mencoba untuk merampasnya,
Aku kuatir pedang itu nanti mengakibatkan bencana atau
keruwetan untuk Partai kami, Baiklah, tianglo, akan
kuantarkan anak-anak itu Itulah pekerjaan gampang, Hanya
mengenai pedang nya, aku minta itu disimpan baik-baik,
Andaikata hal pedang itu tersiar dalam kalangan Rimba
Persilatan, tidaklah dapat diterka bagaimana kesudahannya
nanti, sebab pasti ada orang Rimba persilatan yang ingin
merampasnya."
"Aku mengerti itu," katanya, ia melihat langit mulai
berwarna abu-abu, ia menambahkan: "Beng Tongcu, silahkan
ikut aku" ia lantas berjalan menuju ke hotel. sam Ciat Koay Kit
mengikuti
Tiba di dalam hotel, Hu Wan dan Hu Ceng masih
menantikan- Mereka lantas diperkenalkan pada Beng Tiong
Ko, setelah itu, mereka diberitahuakan diantar pengemis itu.
habis berkata itu Jie In mengawasi si pengemis, sembari
tertawa ia berkata: "Beng Tongcu, tak dapat kita berlambat
pula, maka aku mohon sukalah kau mencapaikan dirimu"
"Hamba akan menurut perintah," berkata Tiong Kosambil
menjura. "Hu Kouwnio, Hu siauwhiap. silahkan turut padaku
Hu Kouw-nio baiklah menutup mukamu dengan jala hitam dan

490
pedangmu dibungkus rapi, ditaruh di dalam pelana, supaya
tak ada kekuatiran hilang."
"Bagus begitu." kata Jie In mengangguk. "Untuk segala apa
di tengah jalan, terserah kepada kau saja."
Berat Hu Wan dan Hu Ceng berpisah dari si anak muda,
Mata si nona merah, hampir dia mengucurkan air mata nya,
Begitu pun Hu Ceng.
Jie In terharu, tetapi ia berkata sambil tertawa "Sudahlah,
tak usah kalian bersusah hati, Begitu selesai urusanku, aku
nanti menyusul kalian, Mungkin diakhir bulan pertama aku
sudah dapat tiba di Peng- ciang. Waktu itu aku pasti akan
memberi suatu kebaikan kepada kalian."
Itulah janji, mendengar itu, HHu wan dapat juga
tersenyum, Hu Ceng sebaliknya ber-kata: "Ingat engko Gan,
tak dapat kau memperdayai kami"
Jie In mengusap-usap muka bocah itu.
"Kapan aku pernah mendustai kau?" katanya tertawa, ia
memandang ke luar jendela, terus ia, meniambahkan: " Langit
bakal menjadi terang, lekas kalian berangkat" sam Ciat Koay
Kit lantas jalan di muka.
Ia baru tiba di luar, mendadak ia memutar tubuhnya, untuk
kembali, sembari menjura kepada Jie In, ia berkata: "Aku
yang rendah akan mengutus delapan saudara yang
berkepandaian tinggi untuk mengantarkan anak-anak ini, aku
sendiri perlu kembali dulu, sebab ada suatu urusan untuk
mana aku masih minta keputusan Tianglo, dapatkah..."
"Asal yang aku mampu, mana tak dapat?" menjawab Jie In
tertawa, "sekarang pergilah kau antar dulu mereka, nanti baru
kau kembali."
Beng Tiong Ko memberi hormat pula, lantas ia bertindak
keluar.
"sampai bertemu lagi" kata Wan Jie dan Ceng Jie, yang
mata nya merah.

491
Begitu orang berlalu Jie In merasa dirinya sepi sekali, maka
ia lantas menjatuhkan tubuhnya, rebah di atas pembaringan,
mata nya dirapatkan. selang setengah jam, Beng Tiong Ko
telah kembali.
"Apakah mereka telah pergi?" tanya Jie-In tertawa seraya
bangun dari pembaringan.
"Sudah," menjawab pengemis itu sambil menjura.
"Beng Tongcu," tanya Jie In pula, "tahukah kau kalau-kalau
di luar kota Thaygoan ini, di dekat-dekat kita, ada tempat
yang sunyi di mana aku dapat berdiam untuk sedikit waktu?
Coba..." ia lantas minta si pengemis memasang telinganya dan
ia lantas mengisiki.
Tiong Ke berpikir sebentar, lantas ia menyahuti: "Ada,
Tianglo, itulah sebuah kuil, sebenarnya tempat itu tersohor,
biasa didatangi orang banyak untuk pesiar, cuma di musim
dingin seperti sekarang ini, tidak ada orang yang kesudian
pergi kesana, maka sekarang keadaannya sepi luar biasa.
Penjaga kuil hanya seorang imam yang menjadi sahabat
karibku dari banyak tahun. Aku pikir tidak ada halangannya
andaikata Tianglo pergi kesana."
" Kalau begitu, tolong tongcu memujikan aku kepada nya,"
kata Jie In manis. "Ya, tong-cu, tadi kau menyebutkan suatu
hal, Hal apakah itu? sekarang ada ketikanya, coba kau
beritahukan padaku."
Tiong Ko berpikir pula sebelum ia berbicara.
"Baiklah aku mengajak Tianglo pergi ke kuil itu dulu, baru
aku bicara," katanya kemudian. Jie In mengangguk
"Begitupun baik," katanya, "Tolong tongcu menantikan di
luar, sehabis aku membayar sewa kamar dan uang makan,
nanti kita pergi bersama." Tiong Ko mengangguk lantas ia
bertindak keluar.
***
DI TEPI sungai Chin sui yang letaknya dua belas li di
sebelah barat kecamatan Thay-goan di mana ada gunung dan

492
rimba, di sanalah berdiri kuil yang umum menyebutnya Chin
su, kuil mana ada panggungnya, ada ranggon-nya, yang indah
buatannya, itulah tempat yang sunyi dan nyaman, indah
kebun dan taman-nya. Maka penduduk sekitarnya gemar
sekali pergi pesiar kesana.
Ketika itu dipaseban air dari kuil itu terlihat seorang pelajar
berusia pertengahan lagi duduk bersama seorang pengemis
tua yang rambutnya kusut dan pakaiannya banyak
tambalannya, Mereka berdua berbicara dengan asyik sekali.
Tak usah dijelaskan pula, merekalah Cia in Gak alias Gan
Gak alias Jie In si anak muda serta Beng Tiong Ko si pengemis
ketua cabang shoa say dari partai Pengemis, Mereka telah
dapat tempat di Chin su dan mereka tengah berbicara tentang
halnya si pengemis. Beginilah urusannya sam Ciat Koay Kit itu:
"Ada tiga bulan yang lalu, Beng Tiong Ko pergi
kepegunungan Thay Gak san. Di sana ia masuk jauh ke dekat
bukit Bian san di mana ada sebuah puncak yang ia anggap
luar biasa, bukit itu di atas besar, di bawah lancip. mirip
dengan gendul arak, Dilihat dari jauh, dipuncak itu terdapat
banyak batu pada berdiri bagaikan rimba, sedang lamping
jurang nya tak ada tetumbuhan rumput atau rotan, lamping
itu gundul, ia heran hingga ingin ia melihatnya dari dekat.
Tidak bersangsi lagi, ia pergi mendaki, ia berlari-lari, Dua
kali ia melompati jurang, ia sudah naik jauh juga ketika
mendadak ada suara angin yang samar-samar membawa
suara pembacaan d^anya si orang suci."
"Heran, kenapa disini ada kuil?" pikirnya. "Bukankah
jalanan pun tidak ada?"
Ia memasang kuping, ia ingin mengetahui dari jurusan
mana datangnya suara itu. hanya sejenak. la lantas lari
menuju ke timur, Di sini ia pun mesti mendaki tinggi.
Akhirnya, walaupun tajam mata nya, puluhan tombak jauhnya,
di sebelah depan, ia tak melihat bangunan tembok atau
payon. ia jadi makin heran. Makin keras keinginannya untuk
mengetahui.

493
Tengah ia memasang telinga lebih jauh, kembali ia
mendengar pembacaan doa tadi. Maka tak bersangsi pula, ia
lari terus ke timur itu, kearah tempat datangnya suara,
sesudah lari kira-kira lima puluh tombak. Tiong Ko mesti
membelok di sebuah tikungan yang merupakan jurang .
Di sini ia berhadapan dengan sebuah gua batu yang gelap.
Herannya, gua itu berada di lamping jurang, Mungkin gua itu
dalam, Di mulut gua terlihat jalanan yang kecil. "Mungkin
suara tadi datangnya dari dalam gua ini." pikirnya.
Ia memperhatikan jalan kecil itu. Nama-nya jalanan,
sebenarnya di atas jala nan itu banyak batunya, jalanan
menjadi tidak rata, Di kiri jalanan itu batu gunung belaka
bagaikan tembok, tidak ada tempat pegangannya, dan
disebelah kanan, ialah jurang yang dalamnya ribuan tombak.
Jadi hanya burung yang dapat terbang ke situ, manusia dan
binatang lainnya tak dapat.
Tiong Ko mengawasi dengan melengak. "Di sini tidak ada
rumput dan pohon, burung pun tak dapat hidup di sini." pikirnya,
"kenapa bisa ada orang berdiam di dalam gua itu? Toh
aku mendengar jelas orang membaca kitab. Mungkinkah
telingaku salah mendengar?"
Ia berdiam sekian lama, lantas ia berkata pula sendirian:
"Aneh gua ini Pasti ada orang di dalamnya Hanya, dari mana
dia masuk-nya? Apakah tak boleh jadi ada jalanan lainnya?"
ia menjadi curiga. Tanpa merasa ia bertindak maju. Mata
nya mencari-cari, ia tidak mendapatkan jalanan lain yang ia
curigai itu. Maka ia kembali ke tempat tadi ia berdiri, Di sini Ia
berdiam, otaknya bekerja.
Tiba-tiba terdengar pula pembacaan doa tadi, sebentar
putus, sebentar terdengar pula, Teranglah itu suatu bagian
dari kitab Kim Kong Keng, Diamond Sutra. sekarang terdapat
kepastian, suara itu datangnya dari dalam gua.

494
"Pasti dia seorang pendeta yang berilmu," pikir Tiong Ko.
Lantas ia bertanya dengan nyaring: "Di dalam itu suhu siapa?"
Selang sekian lama, dari dalam terdengar suara jawaban:
"Lolap bernama Poo Tan. Kalau tan-wat pandai ilmu Leng Hie
Khie-kang atau Cit Kim sin-hoat, dapat tan-wat datang ke mari
memasuki gua ini, kalau tidak. janganlah tan-wat lancang
mencoba menempuh bahaya, Lolap telah dicelakai oleh
muridku yang jahat, sebagian tubuhku kaku, hingga tak dapat
aku meninggalkan gua ini, dari itu maafkanlah lolap..." suara
itu makin lama makin perlahan, lalu tak terdengar pula.
Tiong Ko heran, ia pernah mendengar nama pendeta Poo
Tan itu. ia mengawasi gua, ia masgul sekali, ia terpisah dari
mulut gua cuma tujuh atau delapan tombak, ia pandai ilmu
meringankan tubuh, tetapi ia cuma dapat melompat sejauh
lima atau enam tombak. Jadi masih jauh untuk dapat
melompat ke gua itu, di situ pun tidak ada tempat untuk
menginjakkan kaki.
" Heran Poo Tan dapat masuk ke sana," pikirnya bingung,
"Dia dapat masuk ke sana, itu membuktikan betapa lihaynya
dia, Lalu kenapa dia dapat dicelakai muridnya? siapakah
muridnya itu?"
ia berhenti berpikir Mendadak ia- mendengar pula suara
lemah dari Poo Tan.
"Tan-wat dapat datang ke mari, itu tandanya tan-wat
berjodoh denganku," demikian kata suara itu. "Dapatkah tanwat
memberitahukan she dan namamu?"
Tanpa bersangsi, Tiong Ko menjawab: "Akulah si pengemis
tua Beng Tiong Ko." Hanya sebentar, terdengar pula suara
pendeta itu.
"Jadi tan-wat ialah Beng Tan-wat dari Kay Pang?" katanya.
"Kalau tan-wat tidak merasa jemu, sukalah kau mendengar
keterangan tentang diriku, supaya tan-wat tidak lagi
menyangsikan sesuatu, Lolap berasal dari India Tengah, Pada
enam puluh tahun yang lalu, lolap telah menerima tiga orang

495
murid, namanya Kim Goat, Gin Goat dan Beng Goat,
Merekalah yang dikenal sebagai Thian Gwa Sam Cun-cia.
Mereka berhasil mendapatkan kepandaianku delapan
sampai sembilan bagian- Lalu belakangan mereka tersesat,
Untuk membersihkan rumah tanggaku, aku turun gunung, Di
luar dugaanku, mereka maju pesat sekali, tidak dapat aku
mengalahkan mereka, sebaliknya, aku terhajar pukulan Cek
Sat Mo Ka. Lukaku parah.
Oleh karena aku tahu tidak dapat aku berdiam lebih lama di
India, aku berangkat ke Tiong kok, Ketiga muridku itu pun
menyusup dan mencari aku. Ketika aku tiba di gunung Thian
San, di dalam gua Soat Gay Tong di atas puncak, kebetulan
sekali aku mendapatkan sejilid kitab suci Sang Buddha,
diantaranya ada pelajaran ilmu silat.
Aku girang sekali, Aku percaya, setelah dapat memahami
itu, aku akan dapat menguasai ketiga muridku, Celaka, aku
telah tersusul mereka, Mereka menyerang, Aku melawan
sambil lari mundur. Kembali aku terhajar Kim Goat, dengan
pukulan Cek Sat Mo Kanya, itulah tipu silatku yang paling
lihay.
Siapa terhajar itu, kalau tenaga dalamnya tidak mahir,
lama-lama tubuhnya dapat menjadi lumer. sebenarnya lolap
mempelajari itu tanpa dikehendaki maka tidak disangka,
sekarang lolap sendiri yang kena terhajar, Mungkin itulah
karma, Akhirnya lolap menemui gua ini.
Dengan mengeluarkan seluruh kepandaianku aku berhasil
masuk ke sini, Hampir aku terbinasa di dalam-jurang, Ketiga
muridku menyandak, mereka hendak masuk, tetapi aku dapat
memukul mundur mereka, hingga mereka pergi, Aku dapat
masuk ke dalam gua, tetapi aku telah menggunakan tenaga
berlebihan, sakitku memburuk sampai separuh tubuhku tak
dapat digerakkan lagi, sia-sia belaka aku mencoba menolong
diri
Dengan begitu, kitab ku itu juga tidak dapat aku gunakan.
sebenarnya, dengan mengandalkan tenaga dalamku, dapat

496
aku memahaminya. Di situ ada pelajaran memulihkan diri
yang dinamakan Hoan pun Hoan Goan, sayang sebentarsebentar
aku diganggu ketiga muridku.
Mereka datang dua kali setiap tahun, setiap mereka datang
aku mesti mengeluarkan tenaga besar untuk
mengundurkannya, Pernah aku berpikir pendek untuk
menghabiskan kehidupanku tetapi aku terhalang, Aku ingat,
satu kali aku mati, tidak ada orang lagi yang dapat menguasai
ketiga muridku itu. Maka aku terpaksa hidup sampai sekarang
ini..."
Baru sekarang Tiong Ko ingat, Poo Tan ialah si hantu yang
tersohor di India Tengah, Dialah dari kalangan lurus dan
sesat, dari golongan sang Buddha dan iblis, pernah ia
mendengar dari Kim Beng Tay, gurunya, Katanya Poo Tan
sedikit sekali berbuat jahat, tetapi dia sangat besar kepala,
suka menang sendiri, dia tak mau mengalah dalam urusan
kecil sekalipun Maka di India Tengah, dia disebut si hantu
nomor satu. Tidak dinyana, dia telah terusir murid- muridnya
sampai di Tiongkok.
Biar bagaimana, pengemis ini toh merasa terharu, Dilain
pihak la masgul untuk ketiga murid si hantu itu, Memang
hebat kalau Kim Goat bertiga tidak ada orang yang dapat
menguasainya, ia jadi membenci mereka itu, yang dianggap
keterlaluan terhadap gurunya, Karena itu ia menjawab
pendeta itu, katanya:
"Siansu, kau bercelaka, aku menyesal Barusan siansu
mengatakan ketiga murid mu tidak ada orang yang bisa
menguasainya, inilah aku sangsi."
Dari dalam gua terdengar tertawa dingin dari si pendeta.
"Tan-wat, apakah kau kira ucapan lolap tidak benar?" dia
berkata. "Sekarang ini dalam Rimba persilatan di Tiong kok
mungkin ada orang yang lihay, begitupun dalam kalangan
kaum beragama, tetapi jumlah mereka pasti hanya beberapa

497
orang dan mereka tentu tak menghiraukan urusan lolap ini.
selama ini, kalau bukannya ketiga muridku masih jeri terhadap
aku, mungkin mereka sudah mengacau hebat di negara tanwat
ini." Tiong Ko bertabiat keras, ia menjadi gusar,
"Siansu, meski Partai kami tidak terlalu lihay, tetapi tidak
boleh kau memandang enteng kepada Rimba persilatan
seluruh negara-ku" katanya keras. Tapi Poo Tan tertawa.
"Beng Tan-wat, jangan kau anggap kata-kata ku tak
beralasan," ia berkata, "sekarang ini usiaku sudah seratus
tujuh tahun, meski benar dari sanubariku belum lenyap napsu
tamak dan kejumawaanku, tidak dapat aku berdusta terhadap
kau. Pendek kata, tan-wat boleh menganggap lolap banyak
bicara, tetapi, apakah tan-wat berani bertaruh?" Mendengar
begitu, Tiong Ko tertawa sendirinya.
"Kau di dalam gua, aku di luarnya, bagaimana kita dapat
bertaruh?" pikirnya ia menganggap si pendeta benar-benar
sangat jumawa, Tapi ia pun penasaran, Maka sembari
tertawa, ia bertanya: "Siansu, aku mohon tanya, cara
bagaimana pertaruhan itu?" setelah lewat beberapa menit,
baru terdengar suara nya pendeta itu.
"Sebenarnya lolap menyesal atas perkataanku barusan,"
katanya, "Tetapi kau menanyakan penjelasan, tan-wat, hatiku
menjadi tertarik pula, Baiklah, mari kita bertaruh, Ketiga
muridku yang celaka itu biasa datang dua kali dalam satu
tahun, Aku menduga, kalau mereka datang pula, pasti kirakira
diakhir tahun ini.
Sekarang begini. sebelum lewat akhir tahun, baiklah tanwat
datang pula ke mari, Bersama tan-wat, tan-wat mesti
mengajak seorang kawan yang rasa nya dapat melawan
murid-muridku itu, cukup dia berdiam di atas jurang untuk
melindungi aku.
Setelah setengah tahun, lolap pasti akan dapat keluar dari
gua ini. Apabila itu terjadi, maka lolap akan menghadiahkan
kitab yang lolap dapatkan di gunung Thian san itu, sedang
untuk Kay Pang nanti lolap memberikan bantuanku hingga

498
nama kalian bakal menjadi gilang gemilang, Atau tan-wat
berangkat ke India Tengah di mana sukalah tan-wat mencari
adik seperguruanku dengan siapa sudah banyak tahun lolap
berpisah, Maukah, tan-wat?"
Tiong Ko bersangsi.
"Inilah bukan pertaruhan..." pikirnya .
"Jelas aku hendak dijadikan- umpan pancing..."
Belum pengemis ini menjawab, dari dalam gua sudah
terdengar pula suara si pendeta, Dia tertawa dingin dan
berkata: "Tadi lolap mengatakan di dalam Rimba Persilatan di
Tiong kok tidak ada orang yang lihay, itulah kata-kata yang
lolap keluarkan saking, terpaksa. sudahlah, tan-wat, tak usah
kau bersangsi, baiklah mari kita batalkan pertaruhan kita ini.
selama lima tahun, kecuali murid- murid- ku yang jahat itu,
tidak pernah ada orang lain datang ke mari, sekarang tan-wat
datangi lega juga hatiku."
Mendengar itu, Beng Tiong Ko tertawa, "Siansu," ia
berkata, "aku tahu siansu memancing aku, tetapi baiklah, aku
terima pertaruhan ini. Nah, ijinkanlah aku berlalu"
semenjak itu, dua bulan sudah Beng Tiong Ko merantau,
untuk mencari orang yang lihay, belum pernah ia dapat
menemui Memang itulah suatu pekerjaan sulit, ia sangsi
mencari diantara kalangan sesat.
Siapa tahu bila yang dicari itu jadi bersatu dengan si muridmurid
murtad dan jahat? Daripihak lurus, ia sangsi ada orang
yang suka turun tangan, Kemudian di Siamsay selatan ia
bertemu dengan Kiu cie sin Kay Chong sie. ia memberitahukan
tentang pertemuannya dengan si pendeta cacad serta
pertaruhannya itu.
Jilid 6.3. Pertaruhan Dengan Pendeta Cacad

499
"Kenapa kau menerima baik pertaruhan itu?" Chong sie
menyesali "Kau tahu, Thian Gwa sam Cun-cia lihay tak
terkirakan Akupun tidak berani mengganggu mereka itu,
Bukankah kau kata Poo Tan mendustai kau? Meski begitu, kau
harus berusaha terus untuk memenuhi pertaruhan itu."
Disesali begitu, Tiong Ko berdiam.
"Sekarang lekas kau kembali ke shoasay," kata Chong sie
kemudian, "Di sana kau menantikan adik angkatku, Cia In
Gak. Coba kau minta bantuannya, mungkin dia suka
membantu. sekarang aku mempunyai urusan lain, kalau tidak.
suka aku menemani kau pergi bernama mencari adik angkatku
itu." Chong sie lantas melukiskan roman dan usia Cia In Gak.
Beng Tiong Ko menurut, lekas- lekas ia pulang ke
Thaygoan, satu bulan kira-kira ia menanti, akhir tahun
mendatangi. Beberapa hari lagi, tahun baru akan tiba, selama
itu, tak tampak Cia In Gak. ia menjadi putus asa, hingga ia
berpikir ia mesti pergi ke India Tengah.
Untuk pergi ke India, ia berkuatir, Ada kemungkinan ia
menjual jiwa nya disana, ia mendengar halnya jago-jago India
tak menyukai jago-jago Tiong kok, Maka akhirnya kebetulan
sekali ia ketemu In Gak dengan cara yang tidak disangkasangka
itu.
In Gak berpikir ketika ia sudah mendengar keterangan si
pengemis.
"India itu tersohor sebagai negara tua yang luar biasa dan
katanya penduduknya luar biasa juga sepak terjangnya"
demikian pikirnya, "maka kata-kata Poo Tan mengenai ketiga
muridnya itu mungkin bukan kata-kata mengangkat-angkat
belaka, Tapi, biarpun begitu, karena Toako Chong sie telah
menyebut-nyebut aku, baiklah, aku akan pergi kesana, untuk
melihat apa yang aku bisa perbuat, Menurut Tiong Ko ini, Poo
Tan ada menyebat-nyebut halnya sebuah kitab yang
didapatkan di gunung Thian san, Mungkinkah itu kitab

500
peninggalan su-couw Bu Wie siangjin? Kalau benar, itu artinya
aku mendapatkan pulang mustika perguruanku. Karena itu,
lebih-lebih aku mesti pergi kesana,"
Maka ia tertawa dan berkata pada si pengemis: "Beng
Tongcu, besok aku akan pergi kesana, Cuma gunung Thay
Gak san demikian luas, bagaimana aku harus mencarinya?"
Selagi orang berdiam, Tiong Kopun berpikir ia kuatir In Gak
bersangsi untuk pergi, Hal itu membuatnya masgul, Maka
mendengar suara si anak muda, ia girang bukan main,
"Terima kasih, tayhiap" ia berseru, "Tentang tempat itu, tak
usah tayhiap kuatir. Ketika aku berlalu dari sana, aku telah
memperhatikan jalan yang aku ambil, bahkan aku telah
membuat petanya, Tayhiap harus masuk dari dusun oeychung
di kecamatan Leng-sek, langsung memasuki gunung
itu, lantas ikuti petaku ini, tidak nanti salah, sekarang
ijinkanlah aku berangkat, aku hendak menyusul kedua anak
she Hu itu, nanti pulangnya baru aku menjenguk tayhiap pula
untuk memberi selamat pada tayhiap"
In Gak mengangguk sambil tersenyum, Tiong Ko menjura,
lantas ia berlalu.
Hari itu tanggal dua puluh empat, seorang diri In Gak
duduk di dalam ranggon air dari mana melalui jendela, ia
memandang ke penumpang di mana ada ditanami pohon
teratai cuma pohon itu sudah pada kering.
Ia menjublek. ia ingat halnya waktu ia turun dari gunung
dan tiba di Lam- ciang. semenjak itu, tepat satu tahun
lamanya, selama itu, ia hidup dalam perantauan, sendirian
saja. Benar ia telah mendapat sejumlah kawan, tetapi dengan
mereka itu ia senantiasa berpisahan, maka ia berpikir, sampai
kapan akhir perantauannya ini, ia bangkit berdiri, ia
melempengkan pinggang nya, lantas ia keluar dari Chin Su. ia
memandang ke sekeliling nya, ia tidak melihat seorang
manusia pun. Lantas ia me-langkah, dengan cepat, menuju ke
kota Thay-goan.

501
Hari itu hawa udara buruk, lebih buruk daripada beberapa
hari yang lalu, Tidak ada cuaca yang cerah, Awan-awan
bergumpal dan rendah, Angin sebaliknya meniup keras,
menyampok-nyampok muka, tajam rasanya. syukur tidak ada
salju, kalau tidak. entah buruknya udara itu.
In Gak menuju ke kota bagian selatan, Di sini barulah ia
melangkah perlahan, orang berdesak-desakan, ia berjalan
tanpa tujuan, ia menoleh ke timur dan berpaling ke barat, ia
mendapatkan banyak rumah yang mengatur hio-toh, meja
sembahyang.
Lalu tiba-tiba ia mendengar suara kelenengan nyaring,
orang banyak pada lari minggir, ia mengangkat kepalanya,
untuk melihat ada apakah?
"Ah " ia mengasih dengar suaranya perlahan.
Itulah seorang penunggang kuda yang lagi mendatangi,
dan dialah si Nona Lan dengan siapa sudah lama ia tidak
pernah bertemu.
Nie Wan Lan mengenakan baju dan celana singsat dari
sutera, pinggangnya dilihat dengan ikat pinggang sutera putih
yang pinggirnya bergigi balang, Di luar ia memakai mantel
merah yang menyolok mata, Kuda nya pun seekor kuda
pilihan, yang putih mulus dari kepala sampai ekornya, ia
memainkan cambuknya berulang-ulang, nyaring suaranya.
Kudanya itu kabur ke luar kota selatan, ia tidak melihat In
Gak tengah mengawasinya, Taruh kata ia melihat, tidak nanti
ia mengenali si anak muda yang memakai topeng. Jie In agak
heran, ia mengawasi si nona, hatinya bekerja.
"Dia datang ke shoasay ini, mau apakah dia?" ia berpikir.
Lantas ia teringat akan kebandelan dan keberandalannya nona
itu. Kemudian ia pun berjalan terus.

502
Di sebelah depan ada sebuah rumah makan dengan merek
Liu Hiang Kie, benderanya yang hitam berkibar-kibar, ingin Jie
in mampir di rumah makan itu, maka ia berjalan menghampiri.
Selagi ia mau bertindak naik di tangga lauwteng, di atas itu
ia melihat muka seorang wanita, terus seluruh tubuhnya, yang
tertutup pakaian hitam mengkilap. Nona itu bertindak turun
dengan cepat, sebelah tangannya menenteng sepatu kecil
yang bengkok. Jie In menarik pulang kaki kanannya yang
sudah diangkat itu, ia minggir.
Si nona berbaju hitam turun terus, ketika tiba di depan Jie
In, ia melihat muka orang, ia melengak. lalu mendadak ia
tertawa.
Cepat bagaikan angin, ia turun terus, hanya sembari lewat
ia berkata dengan perlahan: "Memakai kulit itu, orang
melihatnya muak"
Jie In melengak. Segera ia ingat kejadian di hotel di Hengkoan,
di malaman hujan angin, ketika mutiaranya ada yang
merampas,
"Pastilah dia siperampas itu". pikirnya, Maka tanpa berpikir
lagi, ia lari untuk memburu. Apa lacur, ia bertubrukan dengan
seseorang, hingga orang itu jatuh terjengkang dan numprah di
tanah
"Aduh" dia menjerit "Aduh" Dan dia memegangi dadanya.
Jie In melihat pelayan rumah makan, lekas- lekas ia
membangunkannya, justru itu, orang yang hendak dikejar
sudah lenyap.
Pelayan itu melihat ada tamu, dia menghampiri untuk
melayani, maka apes baginya muncul si nona Jie In mau
mengejarnya, jadilah ia korban tubrukan, ia tidak gusar, ia
melayani terus Jie In pun terpaksa naik ke lauwteng, untuk
minum dan dahar Tentu saja lenyap kegembiraannya.
Jie In terus berjalan-jalan di kota Thay goan itu. ia
memasuki jalan-jalan besar dan gang-gang kecil, Selama itu,

503
banyak yang ia dengar. Di sana-sini orang bicara tentang
berbagai pencurian dan pembunuhan gelap. juga ada
pemberitahuan di tembok. pemberitahuan dari pihak si
penjahat.
Yang hebat ialah kejahatan di rumah Lie sie-long, yang
hartawan tetapi busuk kelakuannya, Kejahatan itu membikin
repot dan bingung kepada Sun Ho si kepala sersi.
Jie In tidak ada niat untuk mencampuri urusan itu, Maka
dilain saat, ia sudah dalam perjalanan ke oey-chung, dusun
yang disebutkan Beng Tiong Ko, ia tiba setelah lewat tengah
hari, Terus ia menuju kepegunungan Thay Gak san,
Mengandalkan peta si pengemis, ia maju terus, ia tidak
menghiraukan jalan yang sukar.
Selagi mendaki, pemuda ini, atau lebih benar si pelajar
berusia pertengahan, berhadapan dengan angin Utara serta
awan bergumpalan, di udara bunga-bunga salju beterbangan-
Ketika ia mendekati sebuah jurang, di sebelah depan
terlihat berkelebatnya beberapa tubuh manusia, Mereka itu
pasti lihay ilmu meringankan tubuhnya, ia menjadi heran.
"Siapakah mereka itu? Mau apa mereka di tempat sepi ini?
Ah, apakah mereka pun mengetahui halnya pendeta Poo
Tan?" demikian ia tanya dirinya berulang-ulang, Tapi ia maju
terus, Dengan mengambil jalan samping, dapat ia mendahului
mereka itu, lalu dari jarak tujuh tombak, ia mengawasi
mereka, yang terdiri dari tujuh orang.
Untuk herannya, ia mengenali U-bun Li, ketua dari Oey Kie
Pay partai Bendera Kuning, Sambil bersembunyi ia mengawasi
terus, lalu ia menguntit.
U-bun Lui berjalan paling belakang, berendeng bersama
seorang tua. Mereka berdua ini seperti mencium bau sesuatu,
atau kecurigaannya sangat besar, selagi berjalan itu,
mendadak mereka menoleh terus melompat ke kedua

504
samping, Gesit sekali gerakan mereka, dan lompatannya pun
jauh.
Akan tetapi mereka tidak melihat apa-apa kecuali batu yang
berdiri tinggi bagaikan rebung, Roman mereka jengah
sendirinya, setelah mengawasi dan menyeringai, tanpa
mengucapkan apa-apa, mereka berjalan terus, menyusul
kawan-kawan mereka, jelas mereka masgul dan heran.
Jie In terus bersembunyi, tetapi ia tidak diam saja. Kembali
ia mendahulul mereka itu, ia tetap heran atas kedatangan
mereka, ingin ia mengetahui, mereka itu mau mencari apa
atau hendak melakukan apa.
Selama satu jam Jie In heran untuk apa yang ia lihat, Di
sepanjang jalan itu, ia telah menemui dua rombongan lain,
Mereka itu berpisahan tetapi pun mirip dari satu rombongan
Mau apa mereka? Benarkah untuk Poo Tan siansu?
Tapi menurut Tiong Ko, ya, menurut Poo Tan sendiri,
selama lima tahun, belum pernah ada orang lain datang kesitu
kecuali murid-murid nya si pendeta.
"Ah, mungkin mereka bermaksud lai-.." akhirnya ia
berpikir." Karena itu, ia melepaskannya, tak mau ia
memperhatikannya pula, ia maju terus seorang diri mencari
jurang atau gua tempat kediamannya si orang pertapaan dari
India Tengah.
Lagi tiga puncak, maka Jie In akan sampai di tempatnya
Poo Tan itu. Ketika ia hendak melompat turun ke lembah,
mendadak ia melihat seseorang melompat di sebelah kirinya
terpisahnya kira-kira empat puluh tombak. menyusul mana, ia
mendengar bentrokan senjata. ia menjadi heran, maka ia
melompat ke sana untuk melongok. Di tempat terbuka, yang
penuh salju, dua orang lagi bertarung,
-00000000-

505
Bersembunyi di belakang sebuah batu besar Jie in
mengawasi. ia cuma terpisah enam tombak dari mereka itu,
tetapi mereka asyik mengadu jiwa, mereka tidak tahu adanya
orang yang ketiga.
Tidak lama Jie In menonton, ia telah melihat perbedaan
diantara kedua orang itu, ma-sing-masing seorang tua dan
seorang muda, si orang tua berusia kira-kira lima puluh tahun,
kumis nya kuning, matanya tajam.
Dia memegang pedang, yang bedadari pedang yang
kebanyakan, si anak muda berumur dua puluh empat atau dua
puluh lima tahun, bermuka putih dan tampan, cuma romannya
bersedih, ia memegang pedang dengan tangan kiri, tangan
kanannya dikasih turun, pedangnya itu sebentar dapat
digerakkan dengan bertenaga, sebentar tidak.
Pasti itulah akibat totokan si orang tua diwaktu mereka
mulai bentrok tadi, Karena itu Jie In jadi berkesan baik
terhadap anak muda itu.
Berselang belasan jurus, muka dan telinga si anak muda
menjadi merah, napasnya pun tidak teratur. itulah disebabkan
hati yang panas, penuh dengan kemurkaan. Dilain pihak. si
orang tua dengan sebentar-sebentar tertawa dingin,
menyerang makin keras, Alis si anak muda lantas berkerut,
giginyapun dirapatkan, akan tetapi perlawanannya tak
berkurang, bahkan satu kali ia dapat mema-ksa si orang tua
mundur sampai delapan tindak ia telah mendesak dengan
jurus "Tawon gula bergeroyoksan"
Hanya celaka untuknya, habis mendesak dengan sia-sia, ia
lantas muntah darah si orang tua tidak mau berhenti, selagi
tubuh orang terhuyung, ia balas merangsak.
Sampai di situ Jie In tidak dapat menonton lebih lama pula,
sambil berseru, ia melompat keluar dari tempat
persembunyiannya, ia melompat ke arah si orang tua.

506
Orang tua itu terkejut, ia lantas menoleh ketika
mendapatkan ada orang melompat kepadanya ia menyambut
dengan pedangnya. ia belum tahu orang itu siapa, tetapi ia
mau membela dirinya, sembari menyerang, ia lompat ke kiri.
Jie In tidak berniat membela salah satu pihak, ia tidak kenal
mereka dan belum tahu duduk persoalannya, ia hanya hendak
menolong si anak muda, maka ia tidak melayani si orang tua,
ia terus melompat lagi kepada si anak muda, tanpa membilang
apa-apa, ia menotok dengan dua jari, sampai tiga kali,
dipinggang anak muda itu, habis mana ia melompat pula, balik
ketempatnya tadi.
Hebat totokan itu. Begitu tertotok, si anak muda lantas
merasakan dirinya bebas, hingga kesegarannya pulih. Dengan
begitu pedang di tangan kirinya lantas ia pindahkan ke tangan
kanannya.
Si orang tua menjadi heran dan kaget, hingga ia
mengawasi si pelajar rudin berusia pertengahan itu, ia melihat
tegas caranya orang menotok bebas totokannya itu, Tentu
saja, ia sangat membenci si pelajar itu.
Setelah pulih tenaga nya, anak muda itu maju pula, untuk
menyerang si orang tua.
Orang tua itu gugup, ia menangkis, senjata mereka bentrok
keras sekali. Kaget si orang tua, rasanya pedangnya,
tertempel, sukar untuk ditarik pulang. Dengan begitu segera
dadanya yang kiri, jalan darah leng-tiong, terancam untuk
tertikam. Asal pedang diluncurkan, celakalah dia.
Sekarang Jie in melihat, kalau dibandingkan dengan Tong
hong Giok Kun dan Kiang Yauw Cong, mungkin pemuda ini
lebih lihay, iapun melihat orang bersilat dengan ilmu silat Kun
Lun Pay.

507
Segera terdengar bentakan si anak muda: „Cay-hun-kiam,
Ouw Pin Bu, kau tidak tahu malu! Kenapa kau main
membokong? Sungguh kau membikin malu gurumu, Hoa Hee
Soe Ok! Apa, sekarang kau mau bilang?"
Orang tua itu, yaitu Ouw Pin Bu seperti katanya si anak
muda, habis daya.
„Kat Siauwhiap, aku bukannya kalah dari kau," ia kata.
„Aku pun telah terbokong olehmu. Apa aku bisa bilang?
Jikalau kau berani, mari kita bertempur pula! Jikalau aku
kalah, disini juga aku akan bunuh diri! Kau setuju ?" .
Anak muda she Kat itu tertawa lebar.
„Baik !” ia menerima tantangan. „Kau pasti tak lolos dari
tanganku!" Ia lantas menarik pedangnya sambil berlompat
mundur setombak lebih.
Mendadak si orang tua tertawa mengejek.
„Bocah yang baik, kau terpedaya!" dia berseru. Dia lantas
memutar tubuh seraya mendak, terus kedua kakinya menjejak
tanah, untuk berlompat dengan gerakannya ,.Cecapung
menotol air tiga kali," maka setelah tiga kali lompatan
beruntun, sejenak saja ia sudah memisahkan diri belasan
tombak,
„Setan!" si anak muda berseru menyesal, sebab ia dijual. Ia
tercengang sebentar, lantas ia mau berlompat, untuk
mengejar. Belum lagi ia menjejak tanah, atau ia melihat si
orang tua tak berlari terus — dia berhenti dengan tiba-tiba.
Itulah benar. Di depan orang tua itu, Ouw Pin Bu terlihat
berdiri menghalanginya si pelajar rudin usia pertengahan. Dia
kaget. Dia merandek tetapi dia mau menyingkir terus, dengan
berlompat ke samping. Tapi, belum tubuhnya bergerak,
terdengarlah suara plak-plok , mukanya dua kali telah kena
tergampar, hingga ia berdiam dengan kepala pusing dan mata
kegelapan, pipinya dirasai sakit dan panas.

508
„Pantas Kat Siauw hiap mengatakan kau tidak malu! kata si
pelajar tertawa dingin, “Memang kau sangat tidak tahu malu!
Apakah kau tidak mau lekas kembali untuk menempur Kat
Siauwhiap itu? Jangan takut, aku tidak membantu dia!”
Habis berkata, Jie ln mengawasi tajam.
Pin Bu menghela napas, tanpa membilang apa-apa ia balik
kepada si anak muda. la jalan baru mendekati satu tombak
kira-kira, segera terjadi suatu perubahan. Disana datang
beberapa rombongan orang yang tadi diketemukan Jie In,
diantara mereka itu lantas terdengar satu suara nyaring:
“Lihat, bukankah itu saudara Ouw'.'
Dan belum berhenti suara itu, satu orang sudah lompat
kedepan Pin Bu. Dialah orang bertubuh, besar yang
berewokan lebat.
Melihat orang itu, Pin Bu girang tak kepalang.
„Saudara In!" dia berseru. „Itulah Kat Thian Houw si bocah
dari Kun Lun Pay yang telah membacok dengan pedang
kepada keponakanmu ! Aku justeru hendak membekuk dia
tetapi aku dihalangi oleh itu pelajar rudin!"
Dia lantas bergantian menuding kepada si anak muda dan
si pelajar usia pertengahan.
Orangs itu segera Iompat ke-depan si anak muda, yang
disebut bernama Kat Thian Houw.
“Bocah she Kat!" katanya sengit, “Pada tahun yang lalu
keponakanku In Hoa, terbinasa, hebat di ujung pedangmu,
kau tentunya masih ingat! Telah ke mana-mana aku pergi
mencari kau, maka syukur kepada Thian, hari ini kau
diketemukan juga olehku! Hahaa!”
Kata-kata itu ditutup dengan serangan lima jari tangan kearah
kepala.

509
Melihat serangan itu, si anak muda menangkis dengan
pedangnya, setelah mana, ia lompat ke belakang si
penyerang, yang dengan cepat sudah mengulangi
serangannya. Ia menggeser kekiri sambil menyerang seraya ia
berkata nyaring : „In Tay Hong, masih ada muka kau
menyebutkan peristiwa itu! Toh kau ke¬tahui keponakan
celaka dari kau itu, si bangsat tukang petik bunga, yang
merusak, akhlak yang dibenci oleh malaikat dan manuisia!
Tidaklah keterlaluan dia terbinasa diujung pedangku!"
Orang bertubuh besar itu, yang dibilang bernama In Tay
Hong, terkejut karena serangannya gagal berbareng dengan
mana ia mendengar samberan angin. Ia lantas berkelit dengan
memutar tubuhnya, sembari berkelit ia menyerang pula. Ia
bersilat dengan ilmusilat Khong Tong Pay yang bernama „Hian
Im Kwie Hoan" atau „Iblis Neraka" yang terdiri dari tiga jurus.
Lagi-lagi ia, mengerjakan jari jari tangannya.
Pedang Kat Thian Houw kena tersampok, ia terperanjat.
Tidak saja pedangnya itu mental, juga dingin tersalurkan
kelengannya, hingga lengan itu menjadi kaku dan ngilu, tanpa
merasa, ia mundur dua tindak. Dalam hatinya ia memuji
serangan musuh itu, yaitu jurus „Hian tan Kwie Jiauw" atau
,,Cengkeraman iblis."
Sementara itu, Jie In lantas ketahui si anak muda yang ia
tolong! itu ialah Siauw-Pek-Liong
Kat Thian Houw si „Naga Putih Kecil" dari Kun Lun Pay,
seorang pemuda yang mulai mengangkat nama. Diam-diam ia
pun bersenyum mendapatkan ada orang-orang dari beberapa
rombongan itu yang mengawasi padanya. Didalam hatinya ia
kata : „Kawanan tikus, kamu berani main gila kepada Kat
Thian Houw! Baiklah, aku nanti membikin kamu pada berdiam
disini! "

510
Muka Thian Houw menjadi merah karena ia kena terpukul
mundur itu. Ia tidak takut, bahkan ia menjadi penasaran.
Lantas ia maju pula, untuk menyerang dengan pelbagai
tipusilat dari ilmu pedang Kun Lun Pay, yaitu „Sin Yan Kiam-
Hoat," ilmu pedang „Walet Sakti." Ia merangsak.
In Tay Hong itu menjadi adik seperguruan yang nomor tiga
dari ketua Khong Tong Pay, ilmusilatnya itu, Hian Im Kwie
Jiauw, telah ia yakinkan dengan sempurna, karena itu ia
dimalui orang-orang Kang Ouw, yang memberi ia julukan Kwie
Mo Ciu, si Tangan Iblis. Ketika ia melihat rangsakan si anak
muda, ia tertawa dingin. Ia kata dengan jumawa: „Bocah, lain
orang jeri terhadap Sin Yan Kiam-Hoat kamu, aku tidak!
Baiklah kau rasai cengkeraman iblisku ini!"
Penyerangan In Tay Hong benar-benar liehay, kedua belah
tangannya menyamber berulang-ulang, cepat dan berbahaya.
Penyerangan itu dapat membuat penglihatan kabur, sedang
itu waktu, bunga salju tetap beterbangan turun.
Kat Thian Houw terperanjat juga. Ia merasa bagaimana ia
kena terdesak. Ia melihat gelagat orang lebih sering
menyerang dengan tangan kanan, sebab tangan kirinya
diperuntukan menjaga pedang. Dengan begitu, walaupun ia
bersenjata, ia seperti kena terkekang. Coba ilmu pedangnya
tidak mahir, sulit ia mempertahankan dirinya. Untuk, melayani
terus, ia terpaksa menggunai tipusilat „Kioe Tay Kioe Beng"
ialah „Sembilan kali menolong jiwa." Maka dengan tipusilat ini
ia kembali dapat mendesak, hingga lawannya mesti mundur.
Tengah pertarungan, itu berjalan seru, tiba-tiba dari
rombongannya In Tay Hong terdengar satu seruan nyaring:
„Tahan!" Seruan itu disusul dengan lompat majunya satu
orang yang bertubuh besar.
Kat Thian Houw melihat caranya orang berlompat itu, tanpa
ayal lagi ia meninggalkan lawannya sambil ia berlompat
mundur jauhnya satu tombak,

511
'begitu ia menaruh kaki, ia memandang tajam.
Jie In mendengar dan melihat. Ia lantas mengenali siapa
orang itu, ialah Pat pie Kim kong U-bun Lui, ketua dari Oey Kie
Pay. Ia pati segera mendengar U-bun Lui berkata kepada
Thian Hauw: „Kat Siauw-hiap, benar-benar kau liehay, Aku Ubun
Lui, aku kagum sekali. Sebenarnya, siauwhiap, ditempai
ini dan disaat begini, tak tepat untuk kamu bertarung, dari itu
aku minta sukalah kau memandang aku, sudilah kau menunda
sebentar!"
Ia tidak menanti jawaban dari si anak muda, segera ia
berpaling kepada Tay Hong untuk terus berkata: „Saudara In,
kita mempunyai urusan penting, urusan apa juga baiklah kita
tunda sampai lain hari! Nah, mari kita pergi!"
Ia menoleh pula pada si anak muda, sembari merangkap
kedua tangannya memberi hormat, ia kata: „Kat Siauwhiap,
sampai kita bertemu pula!"
Terus ia menyamber tangannya Tay Hong, untuk ditarik,
hingga bersama- samalah mereka meninggalkan gelanggang
pertempuran.
In Tay Hong berlalu sambil menoleh dulu kepada si anak
muda, sinar matanya menunjuki ia gusar dan penasaran.
Cuma sebentar, lantas semua orang itu. menghilang
ditikungan bukit. Berikut mereka, Liok-Hoen-Kiam Ouw Pin Bu
menghilang juga.
Kat Thian Houw terbengong mengawasi orang mengangkat
kaki, sampai sekian lama, baru ia mendusin. Dengan lantas ia
memutar tubuhnya, guna mencari si pelajar yang menolong
membebasi ia dari totokan. Lantas ia berdiri tercengang.
Tak ada orang didekatnya itu, suasana sangat sunyi,
sedang tadi riuh suara bentrokan senjata dan suaranya U-bun
Lui. Ia mencari dengan matanya kesekelilingnya, ia melainkan
melihat salju putih bertaburan. Ia lantas menghela napas,

512
suatu tanda ia sangat masgul. Tidak lama ia berdiri diam,
lantas ia menuju kearah yang diambil rombongan U-bun Lui
itu .........
Jie In sebenarnya tidak turut menghilang, ia cuma
bersembunyi dibelakang batu besar tempat mengumpatnya
tadi. Ia tidak ma menemui siapa juga, sedang tadi ia turun
tangan saking terpaksa. Ia mempunyai urusannya sendiri yang
penting dan tak ingin ia menggagalkan itu. Setelah berlalunya
si anak muda, baru ia muncul, tangannya. membuat main
salju yang menempel ditangan bajunya.
Ketika itu cuaca makin guram, angin gunung bertambah
santer. Tebalnya salju sudah se-tengah dim. Putih dimanamana,
kecuaii warna guram dari awan; sukar membedakan
mana langit dan mana bumi .........
Hanya sebentar ia berdiam, Jie In pun mengangkat
kakinya, ia cuma tidak mengikuti jalan yang diambil Thian
Houw dan rombongannya U-bun Lui itu. Ia pergi kebelakang
bukit, ia berlari-lari, baru melewati seratus tombak lebih,
tibalah ia di-suatu tempat dimana….sejarak dua tombak — ada
sebuah lengpay atau lencana yang luar biasa macamnya, yaitu
mirip dengan tangan, warnanya hitam, terletak di atas salju
yang putih mulus, tegas sekali lencana itu tampaknya.
Bukan main tertariknya perhatian Jie In. Ia lantas
menghampirkan. Ia tidak mengulur tangannya untuk
menjemput, sebaliknya ia mencontek dengan ujung sepatunya
hingga lencana itu loncat meletik, setelah mana barulah ia
menyamber dengan tangan kanannya. Untuk herannya, ia
masih merasakan hawa hangat yang mana menyatakan,
Iencana itu baru saja terpisah dari tubuh, orang yang
membawa atau memilikinya. Tentu sekali itulah bukan benda
kepunyaan rombongannya U-bun Lui, lantaran tujuan mereka
bertentangan.
Habis, milik siapakah itu?

513
Selagi mengawasi, Jie In membawa lencana kedekat
mukanya. Lantas hidungnya menangkan bau yang harum.
..Ah. inilah kepunyaan wanita!" katanya dalam hati. Bahkan
mungkin, lencana itu disimpannya didalam tubuh wanita itu.
Ia mendapatkan kenyataan, bagian tengah Lencana itu
berukiran lima kepala hantu yang matanya mendelik dan
giginya bercaling, yang romannya sangat bengis, bercampur
dengan ukiran sejumlah telapakan yang mirip telapakan
tangan manusia. Ia heran. Lencana itu ia lantas simpan dalam
sakunya.
Selama itu Jie In tidak me¬lihat kesekitarnya, baru selagi
memasuki lencana itu kedalam sakunya, ia mengangkat
kepalanya, atau tiba-tiba ia melihat tubuh seorang berlompat
pesat kearahnya. la tidak takut, ia hanya heran dan terkejut.
Karena orang itu sudah lantas menyambut tanganya, untuk
merampas lencana itu.
Hebat orang itu, samberannya itu telah berhasil, dia dapat
memegangnya.
Jie In berdiri diam, mengawasi orang itu, yang
membuatnya heran sekali. Sebab dialah si nona dengan
pakaian serba hitam, yang bersamplokan dengannya ditangga
lauwteng rumah makan di kota Thaygoan!
Mereka saling mengawasi, tangan mereka seperti bersatu.
Si nona masih memegangi lencana. itu dan tak
melepaskannya, sedang Jie In masih menggenggam bagian
yang lainnya.
Nona itu agaknya bergelisah, mukanya menjadi merah.
Dengan mementang lebar kedua matanya, ia kata, nadanya
aleman: „Kau ini orang macam apa? Benda yang lain orang
dapatkan dengan susah-pajah, kau hendak menelannya!
Sungguh tidak tahu malu! Hayo bilang, kau hendak
mengembalikan kepada nonamu atau tidak?"

514
Jie In heran bukan main, ia melengak mengawasi. Tapi
justeru karena itu, ia dapat melihat si nona tegas sekali. Ia
mendapat kenyataan, nona ini terlebih cantik daripada Tio
Lian Cu, ramping potongan badannya sa¬ngat menggiurkan
airmukanya. Ia bukan si mata keranjang, ia toh tergiur.
Memang sudah sifatnya manusia gemar akan kecantikan. Ia
mengawasi terus, pikirannya bertentangan. Lencana itu milik
si nona, sudah selayaknya ia membayar pulang. Tapi tak ingin
ia memuianginya. Kalau ia membayar pulang, si nona bakai
lenyap sekejab! Inilah tak ia kehendaki.
Achir-achirnya ia tertawa dan berkata: „Aneh, nona! Barang
ini aku dapatkan dari atas salju, mengapa nona membilang
inilah barangmu? Kenapa kau pun menuduh aku menelannya?
Tak dapat tuduhan itu.."
Ditegur demikian, nona itu mendadak tertawa, la menarik
tangannya, melepaskan lencana yang hendak direbutnya
barusan — lencana yang sekarang menjadi barang perebutan.
Ia bersenyum. Hanya sejenak, romannya berubah pula. Tibatiba
ia menjadi gusar.
„Kau mau membayar pulang atau tidak?" dia tanya,
suaranya perlahan, tetapi nadanya kaku. „Jikalau kau tidak
bayar pulang, nanti nonamu berlaku telengas!"
Kata-kata itu disusul dengan tangan kanannya menghunus
pedang!
Jie In agaknya bingung, berulang-ulang ia menggoyang
tangan.
„Sabar, nona, sabar!" ia berkata. „Ada bicara! Mari kita
omong baik-baik Nona bilang lencana ini milik nona, yang
hilang, inilah aku percaya, hanya mengenai ini ada sesuatu
yang harus dibicarakan terlebih dahulu "
Heran nona itu. Mendadak dia bersenyum pula. Hanya
agaknya dia masih mendelu.
„Apa?" tanya dia. „Lekas bicara! Nonamu masih mempunyai
urusan penting!"

515
Jie In scbaliknya berayal-ayalan.
“Nona,'' katanya, bersenjum, “Dapatkah nona
memberitahukan nama nona yang terhormat"
Nona itu tertawa. „Cuma itukah?'' dia tanya.
„Nonamu she.. “ Tiba-tiba ia berdiam. „Hm!" ia melanjuti
„Nonamu tidak, mau mengikat persanakan dengan kau, buat
apa kau tanya namaku?" Tetapi mukanya menjadi bersemu
dadu, rupanya ia merasa kata-katanya itu tidak tepat .........
Jie In bersenjum, ia menatap nona itu.
„Eh, kau berani tertawai nonamu?"' tanya si nona. „Nanti
urusanmu membikin kau tidak berani mentertawainya!”
Ia mengayun pedangnya, tetapi ia tidak menyerang,
dengan cepat ia menarik pulang. Dengan mata mendelik, ia
awasi si anak muda ...
Jie In tetap mengawasi. Nona ini aleman sekali, dia tidak
memuakkan, dia sebaliknya menarik hati, menggiurkan. Tanpa
merasa, hatinya berdenyutan. Sambil mengawasi, ia
mengangkat tangannya yang memegang lencana, agaknya ia
hendak mengulurkan itu.
Dengan sebat sekali, si nona pun mengangkat tangannya,
untuk menyambuti, untuk meram-pas. Tapi sekarang dia
gagal. Hanya kacek dua detik, Jie In telah menarik pulang
tangannya, untuk dibawa kebelakang, disembunyikan.
Dalam kewaspadaan, pemuda ini tak kalah sebat.
Nona itu menggerak! tangannya dengan bernapsu.
tubuhnya terjerunuk karenanya, hingga mukanya maju
kedepan, hampir mukanya itu menabrak muka pria
didepannya!
Jie In minggir, maka ia bebas dari tabrakan.
„Galak!" katanya.

516
Nona itu malu, mukanya merah sampai ditelinganya. Ia
menjadi gusar.
„Setan mampus, sebenarnya kau mau apa?" ia membentak.
“Aku tidak mau apa-apa ..." sahut Jie In tertawa. “Biarnya
nyaliku sebesar langit, tidak nanti aku berani berlaku kurang
ajar terhadap nona. Aku cuma minta supaya nona
memberitahukan namamu yang harum…Lencana ini, segera
aku akan membayar pulang!"
Senang si nona mendengar kata-kata manis itu. Ia
bersenyum.
„Nonamu Kouw Yan Bun," achirnya ia memberitahukan. Ia
lantas mengulur tangannya. Ia kata: „Mari!"
„Oh, kiranya Nona Kouw!" kata Jie Jn, tertawa. „Nama yang
bagus sekali! Lencana ini ….Ia sudah mengulur tangan
kanannya, atau ia menariknya kembali.
Nona Kouw mengawasi tajam.
„Kau sebenarnya mengandung maksud, apa?" dia tanya.
„Apakah benar kata-katamu tidak dapat dipercaya?"
„Bukan begitu, nona," jawab Jie In, tertawa. „Aku masih
hendak minta sesuatu. Ialah aku minta nona suka membayar
pulang mutiaraku, untuk kita saling tukar”
In Gak menyangka pasti si nonalah yang merampas
mutiaranya itu.
„Kau aneh!" kata nona itu, matanya mencilak. “Kau hilang
mutiaramu, apa sangkutannya dengan nonamu? Toh
bukannya aku yang menemuinya dengan kau yang
mempergoki? Kenapa kau main tuduh?”
“Ya, benar juga…” kata Jie In dalam hati. “Malam iti aku
tidak melihat tegas si perampas, aku menyangka dia sebab di
waktu bertemu di tangga restoran dia menyebut-nyebut
kedokku. Itulah bukan sesuatu yang pasti..”
Ia lantas menjadi jengah, ia berdiri bengong.

517
Si Nona memandang, ia tertawa. Lucu roman orang.
Agaknya ia puas.
„Eh, topengmu ini, kapannya kau dapat
menyingkirkannya?"
dia tanya. „Sungguh sangat tak sedap untuk
memandangmu seperti sekarang ini”
Jie In memperlihatkan roman heran.
„Nona!" ia kata. „Nona, aku memakai kedok ini, siapa pun
tidak mengetahui, maka cara bagaimana nona bisa mendapat
tahu? Apakah nona mempunyai mata hoei-gan?"
Nona Kouw tertawa geli.
„Malam itu…” katanya.
Baru orang berkata begitu, Jie In sudah menangkap tangan
kirinya.
„Jadi malam itu nonalah ..." katanya cepat. „Dengan begitu
maka aku tidak membuat kau penasaran.."
Yan Bun menyeringai, mukanya merah, ia telah salah
omong.
..Habis bagaimana?" ia tanya. Kembali keluar alemannya.
“Benar bagaimana? Tidak bagaimana? Kau harus ketahui,
orang bermaksud baik! Tidak demikian, apakah kau dapat
menyusul?"
la berontak, ingin ia melepaskan tangannya. Tapi cekalan
Jie In mantap, ia gagal. Maka ia lantas mendelik. „Kau.. kau
mau melepaskan atau tidak?" tanyanya.
Jie In tertawa, dengan perlahan ia melepaskan
pegangannya. Ia melihat kesekitarnya.
„Nona Kouw," ia berkata, „di-lembah sana ada sebuah
guha, disana dapat kita berlindung dari angin dan salju, mari
kita pergi kesana. Disana dapat kita bicara terlebih jauh."
Ia mengajak, tetapi tanpa menanti penyahutan, ia jalan
mendahului.

518
Nona Kouw mengawasi punggung orang, ia tertawa, lantas
ia bertindak mengikuti.
Gua yang disebutkan itu tidak besar tetapi cukup lebar
untuk dua orang duduk bersila dengan tubuh mereka
menempel, hingga rambut di samping telinga mereka pun
beradu satu
dengan yang lain- saling menggosok.
Hati si pemuda berdebaran, ia merasakan hawa mulut dan
tubuh si nona harum sekali, ia mengawasi dengan berdiam
saja, tak tahu ia harus mengatakan apa.
Yan Bun juga mengawasi orang yang mendelong
terhadapnya, ia berdiam, tapi ia merasakan hatinya bermadu,
Tanpa merasa ia tersenyum, memperlihatkan sujennya yang
manis, Akhirnya ia meninju orang sambil berkata sengit: "He,
sungguh si dungu orang disuruh datang tetapi orang tidak
ditanya"
Jie In mendusin seperti orang baru sadar dari mimpinya, ia
jengah sendirinya, Tapi ia tertawa.
"Aku lagi berpikir tetapi aku tidak tahu harus mengatakan
apa, ia menyahut "Kenapa nona mengetahui aku ada
bersama-sama Khu Lin dan Lie Siauw Leng? Dan kenapa nona
mengetahui mereka itu telah dibekuk pihak Ceng Hong Pay?
Aku minta nona suka memberi penjelasan
Padaku?”
Yan Bun tidak lantas menjawab, ia menatap dengan
matanya yang jeli. Tiba-tiba ia tertawa geli.
"Tidaklah sukar untuk kau minta nomamu menuturkankatanya
kemudian- " Lebih dulu aku minta kau meloloskan
topengmu mukamu yang mirip papan mati sungguh membuat
orang muak..."
Jie In tertawa, lantas ia menurunkan topengnya, hingga
terlihatlah wajahnya yang cakap ganteng, alisnya "alis

519
pedang", matanya "mata bintang bercahaya", ia mempunyai
hidung yang bangir dengan dua baris gigi putih dan rata.
Yan Bun mengawasi dengan tercengang. Dibandingkan
dengan waktu ia melihat malam itu,
pemuda inijauh lebih tampan.
"Bagaimana, nona, kau melihat rupaku ini?" ia bertanya,
"Apakah aku menarik juga?"
Nona itu melirik.
" Kaulah orang yang tidak tahu malu." katanya, "Apakah
yang menarik? Kau jelek seperti siluman Eh, ya, aku masih
belum menanyakan shemu yang mulia dan namamu yang
besar Kau pun harus menyebutkannya"
"Aku?" Jie In tertawa, " Untuk sementara ini, aku dipanggil
Jie In."
"Ah, kau gila" berkata si nona. "Mana adashedan nama
untuk sementara waktu? Kau sebenarnya lagi membawakan
peranan apa?" Jie Injengah.
"Sebenarnya aku mempunyai kesulitan," katanya perlahan,
"Nona sabar saja, di belakang hari nona bakal mengetahui
sendiri, Baiklah nona menuturkan dulu tentang hal
ikhwalmu..."
Yan Bun menatap dengan matanya yang jeli itu.
"Sekarang ini berapa usiamu?" ia bertanya, ia tidak lantas
menjawab.
In Gak tertawa, ia mengulapkan dua jari tangannya.
"Duapuluh tahun, bukan?" si nona menegaskan, tertawa,
"Kau lebih tua satu tahun daripada nonamu. Kalau begitu aku
harus memanggil engko In padamu."
Si pemuda tertawa.
"Dengan memanggil aku engko In, aku tanggung kau tidak
bakal rugi" katanya. Yan Bun melototkan matanya, tapi aksinya
sangat menggiurkan

520
"Engko In," katanya kemudian, "dalam dunia Kang-Ouw
ada seorang yang disebut Cit Kouw, tahukah kau?"
Orang yang ditanya menggeleng kepala, tandanya tidak
tahu.
"Dialah Jim Cit Kouw yang kesohor teleng as sekali," si
nona menambahkan "Dalam ilmu silat, dia telah mewariskan
kepandaiannya Kwie Mo Tojin si imam hantu iblis.."
"Ooh " Jie In berseru tertahan "Bukankah Kwi Mo Tojin itu
orang yang limapuluh tahun yang lalu sudah mengacau ruang
Lo Han Tong dari siauw Lim sie di siong san dan dengan
sebelah tangannya menghajar mati tiga lohan?"
Nona Kouw mengangguk.
"lbuku ialah murid termuda dari Jim cit Kouw itu," ia
berkata lebih jauh. "Sejak masih kecil, ibuku yatim piatu, ia
lantas diambilJim Cit Kouw sebagai muridnya, Baru kemudian
ibuku mendapat tahu Jim Cit Kouw itu buruk dan kejam,
semua perbuatannya bertentangan dengan pri- kebenaran-
Malang ibuku, ia dipaksa untuk menikah dengan Jim Liong,
anaknya Jim Cit Kouw mempunyai lima anak laki-laki,
merekalah yang di dunia Kang-Ouw dijuluki Liong bun Ngo
Koay"
"Oh” Jie In bersuara pula, sekarang nadanya lain- ia ingat
itu hari di Yo Kee Cip. Ay Hong sok telah dikepung oleh Liong
bun Ngo Keay, Lima siluman dari Liong bun-
“Jangan kau memotong" tertawa si nona sambil meninju, ia
membikin mulutnya monyong, tandanya dia murka.
"Kau bicaralah" kata Jie In cepat. "Aku tidak nanti
memotong lagi"
Nona Kouw melanjutkan- "ibuku suci murni, mana dapat
dia menikah dengan Jim Liong?
Tapi ia menjadi murid, ia hidup menumpang, mana dapat ia
menampik? Maka itu sembari tunduk ibuku mengatakan
bahwa usianya masih teria lu muda, ia kata baiklah ditunggu

521
lagi beberapa tahun untuk merundingkan soaljodoh itu. Lalu
dua tahun lewat.Jim Liong itu, setiap hari dia membujuk
ibunya untuk lekas menikah kan padanya, Kasihan, ibu, ia
cuma dapat menangis diam-diam saking berduka, Kemudian
datang saatnya cit Kouw tidak tahan sabar lagi, dia
menetapkan hari pernikahan dengan paksa. Tidak ada jalan
lain, dengan sangat terpaksa ibu minggat. Selang dua hari ibu
bertemu dengan ayahku dan bersama-sama mereka tinggal
sambil menyembunyikan diri, Ditahun kedua aku dilahirkan."
Jim Liong tidak puas, dia mencari ibuku, Ketika aku
berumur lima tahun, berhasillah Jim cit Kouw bersama Liong
bun Ngo Koay mencari kami. Ayahku tidak sanggup melawan
mereka, ia kena dibinasakan ibuku kena ditangkap dan dibawa
pergi, syukurlah aku dapat ditolong guruku..."
Menutur sampai di situ, si nona lantas menangis terisakisak.
Kesedihannya telah di-bangkitkan peristiwa hebat dan
menyedihkan ayah dan ibunya itu.
"Pantas orang bilang dunia Kang-Ouw itu buruk, " Jie In
berpikir, "Agaknya dia ini harus dikasihani tak kurang daripada
aku..."
Ia berduka, ia terharu untuk kemalangan nona ini, yang
piatu seperti ia sendiri. "Sudahlah, jangan bersedih," ia
membujuk "Biariah lewat apa yang sudah lewat..." Si nona
dapat dibujuk, Bahkan ia dapat tertawa.
"Semenjak aku ditolongi guruku, setiap hari aku ingat
ibuku," ia melanjutkan ceritanya, "aku tidak tahu ibuku masih
hidup atau sudah meninggal dunia."
Jie In tertawa, ia menganggap nona ini lucu. si nona
mendelik.
"Aku tahu kau mentertawai aku," katanya, "Awas"
Pemuda itu tertawa sebab diwaktu menyebut ibunya, Yan
Bun menggunakan kata-kata "lo-jin-kee", si "orang tua yang
dihormati", sedang ketika itu, usia sang ibu belum lewat dari

522
tigapuluh tahun, Hanya, lantaran si nyonya telah menjadi ibu,
pantas kalau ia disebut "si orang tua"
Kembali si nona berduka, matanya menjadi merah.
"Barupada tahun yang lalu aku mendengar dari guruku
tentang ibuku itu," ia mulai lagi penuturannya, " Katanya,
meski ibu telah ditangkap dan dibawa pergi, dia tetap menolak
dinikahkan denganJim Liong jim Cit Kouw menjadi gusar, dia
memenjarakan ibu di mana ibu disiksa, hingga ibu jadi sangat
menderita.." Lagi- Lagi ia menangis, air matanya membasahi
mukanya.
Tanpa merasa In Gak mengeluarkan sapu tangannya,
untuk menepas dan menyusun muka orang yang putih halus.
Rupanya senang si nona dengan perlakuan itu, ia
mengangkat kepalanya dan tersenyum. Dalam kedukaannya
itn, ia tampak manis-manis ayu, ia lembut sekali.
Entah disengaja, entah wajar saking terharunya, In Gak
merangkul si nona erat-erat, Yan Bun merah mukanya, tetapi
ia tidak meronta, bahkan ia menyenderkan kepalanya.
"Setelah mendengar kabar guruku itu, aku lantas hendak
pergi menolong ibu," selang sesaat ia melanjutkan pula, "
Guruku mencegah, ia membujuk aku untuk bersabar ia kata
ketika ituJim Cit Kouw telah maju pesat ilmu silatnya, dia
menjadi jago wanita dalam dunia Kang Ouw, Guruku
mengakui yang ia sendiri tidak sanggup melawan jago betina
itu, Guru kata sia-sialah aku mengantarkan jiwaku. Aku tidak
berdaya, Baru pada bulan sembilan yang baru lewat ini,
guruku membicarakan soal ibuku, ia bilang, untuk menolong i,
aku membutuhkan lencananya Kwie Mo Tojin, itulah lencana
istimewa, katanya, namanya Ngo Kwie Tiat-ciu-leng, lencana
lima setan serta tangan-tangan besi, Lencana itu cuma dua
buah, yang satu dimilikiJim Cit Kouw, yang lain ada
ditangannya Kouw-louw-pian Lou Kui si Cambuk Tengkorak,
Katanya waktu dulu Lou Kui pernah menolong Kwie Mo Tojin,
maka Kwie Mo membalas budi dengan lencananya itu.

523
Dengan mempunyai itu, kalau perlu, Lou Kui dapat
memerintahkan semua muridnya Kwie Mo Tojin, Lou Kui itu
hidup menyendiri dari dia tak terdengar warta beritanya,
Mungkin, walaupun dia diketahui berada di mana, tak nanti
dia sudi meminjamkan lencananya itu.
Habis mendengar keterangan guruku itu, aku mengambil
keputusan untuk mencari si cambuk Tengkorak. Aku hendak
mendapatkan lencananya, secara meminjam ataupun secara
mencuri."
Ia berhenti sebentar, ia tetap menyenderkan kepalanya
didadasi pemuda, kakinya pun dilonjorkan, hingga ia jadi
terpangku pemuda itu, ia mendongak mengawasi In Gak. la
tersenyum.
"Aku melakukan perjalanan ke kota raja," ia menutur lebih
jauh, "Secara kebetulan aku mendengar kabar bahwa Lou Kui
tinggal menyendiri di luar kota Thaygoan, Maka aku keluar
dari kotaraja, terus aku menuju ke kota yang disebutkan itu,
Di tengah jalan aku bertemu
dengan Khu Lin dan Lie siauw Leng, bahkan aku mendapat
dengar mereka katanya mempunyai ho-siu-Ouw serta
serenceng mutiara mustika. Aku mendengarnya dari
pembicaraan dua kurcaci yang bermalam dalam sebuah rumah
penginapan kecil, Aku lantas menguntit. Tapi itulah bukan
urusanku, dan aku pun malas untuk menanam bibit
permusuhan dengan segala kurcaci, Di samping itu? aku
merasa ilmu silatku masih terlalu rendah, Begitulah di Yo Kee
Cip. aku tidur saja dalam kamarku, Tapi aku melihat ketika
kau menolongi kedua orang itu, Ketika orang-orang, Hek Liong
Pay datang, aku sudah mengangkat kaki, Di Heng-koan, kita
menumpang dalam hotel yang sama.
Tidak disangka sama sekali itulah hotelnya Gui Gan, Aku
memergoki ketika orang menculik Khu Lin dan siauw Leng,
Aku ingin tahu, aku menguntit mereka sampai mereka masuk
ke dalam rumah yang besar itu Aku berpikir keras untuk
menolong mereka, tetapi aku sendirian, aku bersangsi, Apa

524
yang dapat aku perbuat? Lantas aku kembali ke hotel, justru
aku melihat kau keluar.
Waktu kau kembali ke kamarmu, aku lantas menguntit, Aku
mengintai di jendela, Aku mengawasi gerak-gerikmu, hingga
aku melihat kau menurunkan topengmu. setelah berpikir, aku
lantas merampas mutiaramu, seperti sudah kau ketahui, aku
lantas lari, untuk membawa kau ke rumah besar itu, Hm Kau
bukan mengucapkan terima kasih padaku, sebaliknya kau
minta pulang mutiara itu Tak tahu malu."
Kembali si nona menunjukkan kenakalanny a, sifatnya yang
aleman.
"Aku toh tidak membilang aku tidak mau menghaturkan
terima kasih padamu" kata Jie In. "Mana berani aku
memotong lagi? Nah, bagaimana kesudahannya?"
Nona itu menyingkap rambutnya "Lantas aku pulang ke
hotel dan tidur," katanya tertawa, " Ketika esok pagi nya aku
mendusin, kalian bertiga sudah berangkat pergi, Di rumah
penginapan, ramai orang berbicara tentang Gui Gan
terbinasakan, Aku tidak menggubris urusan itu, aku pun
segera berangkai sesampainya aku di Thaygoan, malamnya
aku pergi ke rumah Lou Kui, Beruntun tiga malam aku
bekerja, baru aku berhasil mendapatkan lencananya. Dia
benar-benar lihay, meski aku lari cepat sekali, aku masih kena
terhajar dia,, hingga sekarang ini, bekas hajarannya masih
terasa sedikit sakit......"
Jie In terkejut
"Kau terlukakan di bagian mana dari tubuhmu, adikBun?" ia
bertanya, cepat, "Mari kasih aku lihat Aku tahu Kwie Mo Tojin
lihay sekali, kalau dia menotok tepat, lama-lama lukanya itu
membahayakan si korban, mungkin jiwa pun tak ketolongan-"
Si nona mendengar dengan puas dan likat. Enak
mendengar tiba-tiba dipanggil "adik Bun-. Dilain pihak, ia malu
untuk menunjukkan lukanya itu. "Aku tidak apa-apa,"
sahutnya jengah.

525
In Gak menduga orang terluka di bagian yang tak
sembarangan dapat dilihat, ia menjadi masgul.
"Bagaimana itu dapat tak diobati." katanya. ia menggosokgosok
tangannya,
Nona Kouw merasa terharu sendirinya, ia juga senang
sekali, Memang mengharukan mendapat tahu ada orang yang
bersimpati dan berkasihan terhadap diri kita, apalagi di tempat
si nona, pria macam In Gaklah yang mulia hatinya, ia
mengangkat kepalanya.
"Engko In," ia bertanya, mendadak. "kau mencintai aku
atau tidak?"
In Gak melengak. itulah pertanyaan yang tidak pernah ia
sangka, ia menghela napas.
"Adik, aku sangat mencintaimu," sahutnya perlahan.
"Hanya sayang, aku sudah mempunyai dua orang tunangan,
Aku menyesal untuk cintamu."
Luar biasa nona itu. Bukan ia terkejut atau gusar atau
masgul, sebaliknya, ia tertawa geli.
"Kau aneh engko In" katanya nyaring, "Aku tanya kau, kau
cinta aku atau tidak siapa tanya kau sudah bertunangan atau
belum?"
In Gak kembali melengak. hingga dia mengawasi nona itu,
Coba dia dapat melihat hati orang, sebenarnya si nona
bergelisah, cuma nona itu berpandangan jauh, dengan cepat
ia dapat menguasai dirinya, ia telah berpikir: "Dia telah
mempunyai dua orang kekasih. Kenapa dia tidak boleh
mendapatkan yang ketiga dan yang keempat?"
In Gak berdiam, tetapi mulutnya mendumal: "Cia In Gak.
Cia In Gak sakit hatimu. belum terbalas, kenapa kau main
asmara begini rupa? Lalu bagaimana nanti?"
Yan Bun heran, ia menatap. "Siapa Cia In Gak?" ia
bertanya, "siapa Cia In Gak?"

526
In Gak melengak sejenak, lantas dia tertawa bergelak. la
menunjuk hidungnya, "Cia In Gak ialah aku" sahutnya, si nona
bangkit berdiri dengan berjingkrak, jadi kaulah yang di Kimhoa
telah membinasakan cit sat Ciu?" ia bertanya.
Jie In mengangguk. la tersenyum, Nona itu membuka lebar
matanya, ia mengawasi tajam.
"Mustahilkah kau ialah si pelajar aneh yang di Kho-yu telah
menggempur pengaruhnya partai Oey Kie Pay?" ia bertanya
pula.
In Gak tertawa.
"Banyak hal yang kau ketahui" katanya. Yan Bun
menggeleng-gelengkan kepala.
"Akan tetapi di luaran orang bilang si pelajar aneh itu
berwajah seram dan menakutkan?" katanya, " Ingat, seorang
terhormat tidak boleh bicara dusta".. Pemuda itu tersenyum,
ia mengangkat tangannya.
"AdikBun," katanya kemudian, "coba kau lihat, sekarang
aku mirip tidak dengan si pelajar aneh yang kau dengar itu?"
Yan Bun memandang tajam, segera tangannya melayang,
menyambar topengnya si pe muda.
"Hai, siapa suruh kau memakai benda memuakkan ini?"
tegurnya, "Ya, kau toh tetap kau Tidak ada orang mema
isukan dirimu sungguh menyebalkan , engko In-" ia bertanya,
menambahkan, "apakah maksudmu dengan memakai topeng
ini?"
Jie In berdiam. ia teringat akan nasibnya, Tapi ia tidak
berkeberatan menuturkan segalanya kepada nona ini, maka ia
menceritakannya dengan singkat tetapijelas.
Nona Kouw mendengarkan dengan diam saja, agaknya ia
sangat tertarik. tetapi akhirnya ia tertawa.
"Engko In, sungguh hebat" katanya, "sudah ada kepastian
dengan Nona Tio dan Nona Ciu, lalu ada lagi Nona Kang, lalu
ada pula Nona Wan-.." Jie In tahu ia digoda, maka ia
menyahuti: "Dan sekarang ada lagi Nona Kouw......"

527
"Hai, kau lihatlah kaca muka" berseru sinona, "siapa
kesudian kau Tapi, ia lantas tertawa.
Kembali tanpa merasa In Gak merangkul nona itu, ia
mencium rambut orang yang hitam lebat, si nona sangat
manis dan menyenangkan walaupun dia berandalan. "Eh,"
tanyanya kemudian "Sebenarnya apa maksudmu datang ke
gunung yang sepi ini?"
Nona itu memonyongkan pula mulutnya.
"Bukankah maksudmu sama dengan maksudku?" ia balik
bertanya, "Kita sama-sama ingin mendapatkan kitab suci itu
Kalau aku beruntung memilikinya dan dapat mempelajari itu,
pasti aku tak usah takuti lagi Jim Cit Kouw."
Jie In mengawasi, dia tertawa, " Kalau aku mendengar
suaramu Jim Cit Kouw itu lihay luar biasa" katanya.
"Hm" si nona mengasih dengar suaranya, Kembali muncul
tabiatnya yang aneh, "siapa tidak mengetahui dia sangat
lihay? Kalau kau tidak puas, kenapa kau tidak mau pergi
mencoba dia?" Jie In tertawa lebar.
"AdikBun, tak usahlah kau memancing bangun
kemarahanku" katanya, "Aku nanti membantu kau menolong i
ibumu itu" si nona girang bukan kepalang. "Benarkah?" ia
menegaskan. "Kau sungguh baik" Jie In tertawa perlahan-
"Maka bilanglah, adikBun- dengan cara bagaimana kau
akan menghaturkan terima kasih padaku?" ia bertanya.
Si nona berdiam, tetapi la menatap dan tubuhnya
dirapatkan- Tak ada kata-kata yang lebih berarti daripada
sinar matanya itu.
Lama keduanya berdiam, akhirnya si nona menolak tubuh
si pemuda, untuk berdiri.
"Sekarang sudah waktunya kita pergi," ia berkata, lembut.
Janganlah kita membiarkan orang lain mendapatkan kitab suci
yang berharga itu" In Gak merangkul erat, ia tidak mau lantas
melepaskannya.

528
Jangan kesusu” katanya, tertawa, "Menurut dugaanku, Poo
Tan Siansu serta Thian Gwa sam Cun-Cia itu pasti ada
mengandung suatu maksud, Tadi aku melihat beberapa
rombongan orang, diantaranya ada U-bun Lui dari Oey Kie
Pay. Mana dapat Poo Tan Siansu dikelabui mereka? Kalau kita
pergi siang-siang, mungkin kita kena terjebak. Ingat, selagi si
cengcorang mau menawan tong geret, di belakangnya ada si
burung gereja Maka marilah kita menjadi si tukang memasang
jala"
Yan Bun mengawasi, ia tertawa.
"Hm, siapa tak tahu maksudmu?" kata-nya. Lalu tiba-tiba
dia mengerutkan alisnya. In Gak terkejut.
"Apakah lukamu kumat?" dia bertanya.
Nona itu tidak menyahuti, ia cuma mengangguk Lantas saja
mukanya menjadipucat dan peluh keluar deras.
"Bagaimana?" In Gak bertanya pula. Dia bingung, Hanya
sejenak, dia lantas dapat menenteramkan hatinya, Dia
merogoh ke saku-nya, mengeluarkan dua butir obat Tiang cun
Tan.
"Kau makan ini," katanya.
Yan Bun mengunyah obat itu dan menelannya, Tidak lama
kemudian, mukanya sudah menjadi bersemu dadu pula. Tiang
CunTan ialah obat mujarab buatanBeng Liang Taysu yang
untuk itu sudah menggunakan waktu lima tahun untuk
mengumpulkan tigapuluh tiga macam bahan obatnya, yang
dicarinya di berbagai gunung.
Obat itu dapat menolong segala luka dalam waktu tujuh
hari untuk yang lukanya parah.
"AdikBun, kau duduklah bersila," kata Jie In kemudian,
"Nanti aku bantu kau menyalurkan darah mu."
Yan Bun memandang wajah orang, lantas ia berduduk,
maka In Gak lantas bekerja, untuk menyalurkan tenaga
dalamnya. Kedua tangannya ditekankan di punggung si nona,

529
sambil menutup kedua matanya, ia mengerahkan
semangatnya.
Mulanya si nona merasakan tangan orang hangat, lalu
menjadi panas, ia merasa sakit, ngilu dan kaku tubuhnya,
Untuk melawan itu, ia mengertak gigi. ia bertahan untuk tidak
menjerit atau mengeluh.
Tidak sia-sia ia menderita sekian lama itu, akhirnya lenyap
semua rasa sakit dan ngilu, sirna hawa panas, sekarang ia
merasakan tubuhnya sangat nyaman, hingga ia tidak merasa
tangan si pemuda tidak menempel lagi dengan punggungnya
Ketika ia berpaling ke blakang, ia terperanjat.
Jie In duduk bersila, matanya terpejam rapat, mukanya
pucat, jelas karena menolong si nona, dia sudah
mengorbankan tenaga dalamnya. inilah Yan Bun mengerti,
maka ia jadi sangat bersyukur, ia terharu, ia tidak mau
mengganggu, ia duduk diam saja, menemani.
Jie In bersemedhi terus hingga parasnya menjadi bersemu
dadu seperti biasa. Tidak lama kemudian, si pemuda
membuka kedua matanya. ia tersenyum.
"AdikBun, coba kaupergi ke luar gua," ia berkata, "Disana
kau bersilat, dengan pedang dan tangan kosong, bagaimana
kau rasa, beda dari biasanya atau tidak." Yan Bun menurut, ia
pergi keluar, si anak muda mengikuti.
Ketika itu sudah magrib, cuaca suram cuma sang angin
masih terus murka, tiupannya membuat rambut si nona
berkibaran juga saiju masih terus turun, tebalnya di tanah
sudah tiga dim.
Dengan tidak menghiraukan angin dan saiju, Nona Kouw
mulai bersilat, ia menjalankan jurus-jurus Thay It Kie-bun
Ciang ajaran gurunya, Lantas ia merasakan suatu perbedaan
sekarang ia dapat menggerakkan kaki dan tangannya dengan
leluasa.

530
Tadinya masih ada bagian-bagian yang janggal, Tenaganya
pun seperti bertambah, Maka ia menjadi semakin gesit dan
lincah.
"Bagus" Jie In memuji, sedang tangannya terasa gatal.
Maka ia tertawa dan menambahkan "AdikBun, ilmu Thay It
Kie-bun Ciang mu ini benar-benar hebat Apa yang kurang
ialah tenagamu belum cukup, Baiklah kita berdua mencobacoba.
sudah tentu kau harus keluarkan semua tenaga dan
kepandaianmujangan kau segan-segan- Aku tidak akan
melakukan serangan membalas, aku akan melawan dengan
main berkelit, Andaikata kau dapat menghajar aku satu kali
saja, hitunglah aku yang kalah Maukah kau?"
Yan Bun berhenti bersilat, mendengar perkataan itu, ia
tertawa.
"Kau meniup terlalu keras" ia berkata, "Adikmu benar-benar
tidak percayai Apakah kau
berani menganggap aku masih hijau?" Jie In tersenyum.
" omong saja tak ada buktinya," ia berkata, "Mari kita
mencoba dulu, baru kau akan mengetahuiny a . "
Timbullah kepala besar si nona, ia tertawa dingin, lalu
dengan mendadak ia menyerang ia menggunakan kedua
tangannya dan dengan jari tangan masing-masing ia menotok
ke dada kiri dan kanan,
Jie In berdiri tegak. matanya mengawasi dengan tajam,
tetapi disaat kedua tangan si nona hampir mengenai
sasarannya, mendadak tubuhnya berkelebat, bergerak sangat
cepat, lantas hilang dari pandangan mata si nona.
Yan Bun terkejut hingga ia melengak, tetapi dia lekas
sadar, dia lantas memutar tubuhnya. Dia percaya orang tak
menghilang ke lain tempat kecuali ke belakangnya.
Benarlah dugaan itu. Jie In terlihat lagi berdiri dengan
wajah berseri-seri. ia mengawasi sambil tersenyum.
"Engko In, maafkan adikmu beriaku kurang ajar" berseru si
nona, yang lantas menyerang pula, ia menggunakan ilmu silat

531
Thay It Kie-bun Ciangnya itu. Hebat serangan nona ini, angin
kepalannya sampai terdengar menderu.
Jie In berkelit dari serangan itu, tetapi inilan yang
menyebabkan ia lantas diserang berulang-ulang, sebab
setelah gagal serangannya yang pertama, si nona mengulangi
terus, karena dia tidak mau memberi ketika untuk orang
menghilang seperti semula tadi, Begitu menyerang dia
berbalik dan menyerang. Demikian seterusnya.
Hebat Jie In. ia selalu berkelit ia lincah dan licin sekali.
Tidak perduli serangan bagaimana gesit pun, ia tidak mau
menyerahkan tubuhnya sebagai sasaran, Maka pertempuran
mereka menarik hati untuk ditonton, I Hanya selama itu, si
nona tampak seperti senantiasa ketinggalan.
Saking penasaran, terus menerus Yan Bun menyerang,
maka lebih dari seratus j urus, ia bermandikan keringat, ia
tidak dapat melanggar ujung baju si anak muda, hingga
sambil menyerang terus tanpa merasa ia mengeluarkan pujian
peria han-
Jie In berkata sambil tertawan "Syukur aku telah
menyalurkan tenaga dalammu, membantu membesarkan
tenaga dan keuletanrnu tidak sedikit, kalau tidak, pastilah
siang-siang kau telah kalah sendirinya"
Si nona berdiam, tetapi ia memandang tajam, agaknya dia
mendongkol.
Jie In dapat mengerti nona itu kalah tetapi penasaran,
maka ia lekas berkata pula: "AdikBun,jangan gusar. Besok aku
akan mengajarkanmu tiga macam kepandaian, mengenai
tindakan kaki, pedang dan tangan kosong, bahkan kau dapat
mempelajari itu dalam waktu yang singkat. Dengan
kecerdasanmu, tak sulit untuk kau menguasainya, Maka kalau
kemudian kau bertemu dengan Cit Kouw dan orang lihay
lainnya, siapa pun juga, tak nanti kau gampang-gampang
dikalahkan, atau sedikitnya kau dapat membela dirimu."

532
Mendengar ini, senang hati si nona. ia lantas saja menarik
tangan si pemuda, ia menatap dengan mengangkat
kepalanya.
"Engko In, benarkah?" ia menegasi, "oh, kau baik sekali"
Tetapi mendadak ia tercengang, sinar matanya menunjukkan
kesangsian. segera ia berkata: " Engko In, mengapa kau
berkata begitu? Apakah kau tidak mau membantu aku
menempur Jim Cit Kouw?" Jie In tahu si nona bersangsi, dia
salah menyangka, maka ia lekas menjawab: "Bukan."
Ketika itu sang malam mulai tiba, bunga saiju menghujani
muka mereka, Angin keras sekali, Diantara jagat yang gelap
petang, terbawa sang angin, sayup,sayup terdengar suara
binatang beburonan, kawanan serigala yang seperti kelaparan
dan kedinginan di dalam lembah, suaranya menyayat hati,
mengerikan.
Di dalam gua, kegelapan tak kalah dengan di luar,
"AdikBun, tadi kau keliru mengerti akan kata-kataku,"
berkata Jie In tertawa, "Aku maksudkan besok atau lusa, kita
harus sudah tiba di puncak Ciu Auw Hong, Menurut letak di
dalam peta, puncak itu terpisah dari kita ini cuma tiga atau
empat rintasan jalan gunung ini.
Untuk kita, mungkin kita dapat tiba dalam waktu dua atau
tiga jam, Hanya, semakin malam kita pergi, untuk kita makin
menguntungkan Kau lihat sendiri, begitu banyak orang telah
datang ke mari, Aku merasa bakal terjadi pertempuran yang
dahsyat Aku tidak takuti apa-apa kecuali aku berkuatir
kepandaian Poo Tan siansu terlalu lihay, hingga tak dapat
diduga dari sekarang bagaimana kesudahannya nanti, siapa
menang dan siapa kalah. Maka andaikata kita yang gagal, aku
ingin kau nanti mengandaikan kepandaian yang aku ajari itu
untuk kau meloloskan diri dari kepungan.
Andaikata aku dapat menolong diriku, kau dapat mencariku
di kuil Chin su di luar kota Chin- yang. Atau kalau waktunya
lewat terlalu lama, adikku, carilah aku di rumah say Hoa To di

533
Ciang-ceng atau di rumah Tionggoan it Kiam Tio Kong Kiu di
Chong-ciu."
Atas pesan itu, Yan Bun cuma mengasih dengar suara "
hmm" perlahan. Demikianlah, dengan tidak berbicara lagi,
mereka lewatkan sang malam.
Jie In tertawa ketika ia melihat pintu gua tertutup rapat
oleh saiju yang beku bagaikan es, lantas ia menghajar dengan
kedua belah tangannya, Dengan menimbulkan suara
gemuruh, saiju itu hancur beterbangan, maka di depan
mereka terbukalah suatu jalan terowongan.
YanBun masih layap-layap. ia terkejut hingga menjadi sadar
betul. Diam-diam ia mengagumi si anak muda.
Jie In lantas memakai topengnya, ia memegang tangan si
nona. "Adik Bun, mari kita keluar" ia mengajak. ia menarik.
Keduanya lantas keluar, terus mereka lari naik ke atas
puncak di depan mereka, Maka dari situ, memandang ke
sekitarnya, cuma warna putih yang dapat mereka lihat, Angin
yang dingin meniup hingga mereka merasa menggigil Bunga
saiju masih saja beterbangan Tebalnya saiju sampai empat
dim.
"Adik Bun, sekarang mari aku mulai mengajarkanmu ilmu
pedang, tangan kosong dari tindakan kaki," katanya, "Kau
nanti merasakan kemajuannya." Nona itu girang bukan main,
hingga ia berjingkrakan.
Jie In pinjam pedang si nona, Ketika ia menghunus, ia
melihat berkilaunya sinar hijau.
"Pedang yang bagus" ia memuji, Ketika ia meneliti, ia
melihat ukiran dua huruf, bunyinya "Leng Ku" atau "Kura
sakti", pedang itu pun antap. cocok untuknya, Kemudian ia
berkata: "Aku hendak mulai, kau perhatikan inilah ilmu Thay
Kek Hoan Heng. Kelihatan-nya lambat, tetapi kenyataannya
cepat, ilmu ini diciptakan berdasarkan penyelidikan atas ilmu
pedang berbagai partai lainnya, sebab maksudnya ialah untuk
melawan mereka itu. Kalau ini digunakan terhadap orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
534
orang kelas dua atau tiga, tak usahlah dikuatirkan nanti
kalah."
Habis berkata, ia mulai bersilat, Benarlah, mulanya terlihat
gerakan yang lambat,
tidak ada suara anginnya sama sekali, ilmu pedang
membutuhkan kesebatan, maka luar biasa lah ilmu pedang
yang lambat ini. Maka sambil memperhatikan Yan Bun
bersangsi, hingga ia menduga si anak muda cuma membuka
mulut lebar, Diam-diam ia memungut segenggam saiju,
dengan mendadak ia menyerang, Kesudahannya ia menjadi
heran. saiju itu bukan hanya terpental balik sendirinya, bahkan
mental baliknya demikian cepat sampai mengenai muka si
penyerang tanpa penyerang ini menduganya
Yan Bun terperanjat, ia melompat mundur Baru sekarang ia
percaya anak muda itu, Karena itu, ia mengawasi d engan
penuh perhatian, untuk mengingat-ingat dengan baik, ilmu
pedang itu terdiri dari tigapuluh dua jurus, dan s etiapj
urusnya, terpecah lagi dalam empat j urus kecil. Kelihatan
semua sangat sederhana dan mudah untuk diingat, maka
setelah si pemuda selesai bersilat dan si nona bersilat
mengikutinya, ia lantas dapat menjalankan dengan baik,
hingga ia tinggal melatihnya lebih jauh.
"Bagus, kau cerdas sekali" Jie In memuji selagi ia memberi
petunjuk ini dan itu, guna memperbaiki untuk menunjukkan
maksudnya jurus.
Baru lima kali Yan Bun mengulangi berlatih, lantas ia tak
membutuhkan petunjuk lebih jauh.
"Bagus" berseru Jie In. "sudah cukup. kuu boleh berhenti,
Aku hendak mengajari ilmu tangan kosong Ngo Heng Kun.
AdikBun, kau lihatlah dengan seksama" Habis berkata, tubuh
si anak muda segera bergerak.
Yan Bun berdiri terpisah kira-kira dua tombak. matanya
mengawasi tajam. Kedua tangan si anak muda lantas

535
berkelebatan dengan cepat, anginnya menyambar-nyambar ke
delapan
penjuru, sampai baju si nona berkibar-kibar, hingga
kagetlah nona ini, itulah ia tidak sangka, karenanya ia menjadi
sangat kagum.
Jie In menggunakan tenaga dua-tiga bagian, kalau tidak,
pastilah si nona mesti mundur menjauhkan diri, ia adalah
seorang yang berbakat dan kuat ingatannya, Ketika di Yo keecip
ia menyaksikan pertempuran antara Ay Hong sok dan
Liong bun Nao Koay, ia memperhatikan ilmu silat mereka.
Ay Hong sok menggunakan Nao Hong Kun, ilmu silat Lima
Logam, Lantas ia menciptakan Ngo Hong Kun ini macam,
inilah Ngo Hong Kun dari Ay Hong sok dicampur dengan ilmu
silat Ngo Koay, Dan inilah yang ia wariskan kepada si nona.
Habis bersilat, Jie In berkata sambil tertawa: "inilah ilmu
silat Ngo Hong Kun dari Liongbun Ngo Koay dan Ay Hong sok
yang aku gabung menjadi satu, kalau kau dapat memahami
dan menguasainya, adik Bun, aku percaya kau akan dapat
menjagoi sekarang marilah berlatih"
Nona Kouw tak menyangsikan lagi anak muda ini, ia
bersilat mengikuti anak muda itu, Ngo Hong Kun ini terdiri dari
limapuluh empatjurus dengan setiapjurusnya terpecah pula
dalam lima jurus, maka semuanya menjadi dua ratus
tujuhpuluh jurus, ia memperhatikan dengan sungguhsungguh,
maka setelah mendekati tengah hari, ia dapat
mempelajarinya dengan baik,
"AdikBun, mari kita kembali, untuk bersantap." kata Jie In
kemudian, " Nanti aku mengajarimu ilmu tindakan kaki."
Yan Bun menurut, ia girang bukan kepalang, hingga ia
tersenyum berseri-seri tak
hentinya. Di luar dugaannya, ia mendapatkan guru yang
luar biasa ini. Dengan berlompatan ia mendahului lari masuk
ke dalam gua.

536
Habis bersantap. Nona Kouw lantas mendesak minta diajari
pula Jie In berniat beristirahat tetapi ia tak dapat menolak
nona itu yang agaknya manja tetapi tidak dibikin-bikin, dalam
kemanjaan ada kelembutannya, maka bersama-sama mereka
keluar pula. Jie In memilih tempat yang rada rata.
"llmu silat ini luar biasa, tak berlatih bersama tak dapat
dipelajari," katanya, "Artinya kita mesti berlatih sambil
bertempur. Adikku, kau seranglah aku dengan Nao Hong Kun,
kau gunakan kemahiran ilmu meringankan tubuhmu, nanti aku
melayaninya. sambil menyerang, kau perhatikan aku dan
mengingatnya baik-baik. inilah ilmu yang dinamakan Kiu Kiong
Ceng Hoan Im- yang Pou, artinya tindakan-tindakan yang
bertentangan satu dengan yang laini Kalau nanti aku
melompat keluar, kau berlatihlah terus sendiri dengan melihat
dan mengikuti semua tapak kakiku, Asal kau dapat mengikuti
dengan baik, itu artinya kau berhasil."
Habis berkata, ia mementang kedua tangannya dan
berseru: "Adik Bun kau seranglah"
Nona Kouw menurut, tanpa bersangsi lagi, ia menerjang,
inilah serangan hebat seumpama kata "gunung digempur
roboh, lalu dibikin terbalik", Tapi ketika kaki Jie In bergerak
dan tangannya mengibas, sedetik saja dia lenyap dari depan
penyerangnya, Luar biasa sebatnya dia melompat mundur.
Yan Bun menyerang terus, ia menggunakan Nao Hong Kunia
menggunakan juga ilmu meringankan tubuhnya, untuk
dapat menghajar si anak muda, yang selalu melayani ia
dengan
berkelit sana dan berkelit sini, tindakan kakinya tampak
kacau, tapi tak pernah dia salah melangkah.
Lewat setengah jam, mendadak Jie In mencelat sejauh lima
tombak. Ketika si nona mengawasi ke tanah, ke saiju, ia
melihat tindakan kaki si anak muda, yang agaknya kusut.
Tapak kaki itu dapat dibedakan sebab Jie In bergerak dengan
memberati diri, tapaknya menjadi mendam lebih dalam. juga

537
semua tapak itu tidak ada bekas-bekasnya yang tersusun.
sekian lama YanBun diam mengawasi agaknya ia bingung
juga. "Kau mulailah" berkata si anak muda menganjurkan
Nona Kouw menurut, ia mengambil kedudukan Jie In tadi,
lantas ia bertindak. mulainya perlahan, ia mesti melompat
sana dan melompat sini. Umumnya ialah habis melompat
mundur, lalu maju, untuk melompat ke tempat asal. itulah arti
pertentangannya, Ada kalanya dia melompat sembilan tindak.
lalu la membalikinya, tetapi ada kalanya, ia hanya kembali dua
tindak, Maka itu, sekian lama ia bergerak dengan perlahan.
Baru kemudian, dibantu kecerdasannya, ia mulai dapat
melompat cepat, lalu akhirnya ia paham. Di akhirnya itu, ia
bergirang bagaikan kalap. ia berjingkrakan.
Jie In berdiri mengawasi, tangannya digendong ke
belakang, Ada kalanya ia memandang jauh ke sekitarnya,
Tepat si nona sudah paham, ia melihat tajam ke depannya,
jauh disana tampak sesuatu yang samar-samar, seperti titiktitik
hitam yang beterbangan menuju ke puncak Ciu Auw
Hong, ia lantas berpikir:
"Pasti Poo Tan melakukan sesuatu yang aneh, atau
mungkin ia tiba pada saatnya menggabung yang sesat dengan
yang lurus, hingga ia mesti bergulat, Mungkin ini
pergulatannya yang terakhir, yang dahsyat, juga inilah
tentu saatnya murid-muridnya, yang dikatakan murtad itu
datang mengacau padanya, Rupanya dia mau menggunakan
ketika orang menempur Thian Gwa sam Cun-Cia, ia sendiri
meloloskan dirinya. Tidak. jangan kau bermimpi sahabat, tak
dapat aku membiarkanmu lolos"
Jilid 7.1. Tiga murid durhaka Poo-tan siansu

538
Karena berpikir demikian, pemuda ini bagaikan melamun. ia
mendusin ketika kembang saiju menyampok mukanya, hingga
ia merasakan dingin sekali. Ketika ia mengawasi Yan Bun, si
nona tengah mengulangi latihannya, ia merasa puas melihat
kemajuan nona itu, ia tidak mau mengganggu lantas ia
bertindak cepat ke dalam gua.
Belum lama, Yan Bun masuk dengan menenteng
pedangnya, dahinya penuh peluh.
"Ah, engko In, kau sungguh jahat" katanya manja. "kau
enak-enakan bersembunyi disini"
Pemuda itu tertawa.
"Enak-enakan?" tanyanya, "Aku bikin apakah? Aku cuma
beristirahat."
YanBun tersenyum ia merasa letih sekali.
Tanpa bilang apa-apa lagi, ia menjatuhkan diri, untuk rebah
di dada si anak muda, matanya dipejamkan.
Jie In tertawa, hatinya terbuka, ia merasa kasihan
berbareng menyayangi nona ini.
"Kau bangun," katanya, "Mari aku ajari kau ilmu
menyalurkan napas yang dinamakan "Kwie Goau Touw-lap Co
Kang", Dengan ini bukan saja keletihanmu bakal segera
lenyap. bahkan asal kau melatihnya terus setiap pagi dan
malam tanpa malas-malasan, selewatnya tiga hari tenagamu
bakal bertambah satu kali lipat."
YanBun mementang kedua matanya yang jeli, yang hidup
sekali, ia tertawa.
"Apa?" katanya, "Kau mempunyai kepandaian demikian
banyak? Dapatkah kau menjadi guru orang?"
Jie In pun tertawa.
"Sudah, jangan bergurau, mari mulai" ia berkata, "Kau
dengar, inilah teorinya, ingat baik-baik, Kau mesti duduk tegak
begini, selagi berlatih, singkirkan segala pikiran lain-nya,
supaya kau tak terganggu segala sesuatu yang sesat.

539
Pusatkan perhatianmu, salurkan napasmu dengan perlahan
dan beraturan."
YanBun tertawa tetapi ia menurut, ia lantas duduk diam
dan matanya dirapatkan, hingga si anak muda dapat
memandang dengan bebas wajahnya yang cantik.
cia In Gak sebatang kara semenjak masih kecil sekali, maka
itu ia berdahaga untuk rawatan lemah lembut dan kasih
sayang seorang ibu, Benar ia disayangi ayahnya, tetapi suatu
ayah itu tak dapat dibandingkan dengan suatu ibu.
Lagi pula ayahnya telah terluka dan mesti merawat dirinya,
Baru di dalam kantor sam Eng Piauw Kiok ia bertemu Nie Wan
Lan, nona itu menarik perhatian nya, Begitu pula Lian Cu dan
Goat Go dan yang lainnya, Syukur ia telah terdidik sempurna
oleh B eng Liang Taysu, kalau tidak. mungkin ia tersesat oleh
godaan nona-nona itu. " cinta itu benar-benar aneh," pikir
nya.
"Menyinta dan dicintai. Belum lama aku merantau, aku
sudah lantas menemui lima orang nona. Kalau aku tetap
memikirkan mereka, mana dapat aku menuntut balas?
Bukankah ini yang dinamakan iblis penggoda? Tidak. tidak.
aku mesti dapat mengendalikan diri. Guruku telah berpesan,
tidak boleh aku merasa puas dan bangga akan diri sendiri.
Belum lagi aku selesai menuntut balas, aku telah
mendapatkan musuh-musuh baru. Bagaimana kesudahannya
nanti."
"Eh, engko In, kau tengah memikirkan apa?" suara YanBun
menyadarkan si anak mu-da, "Kenapa kau diam saja?"
Nona itu membuka matanya dan mengawasi heran.
Jie In balik memandang, ia melihat paras si nona bersemu
dadu, ia girang, itulah hasil latihan nona itu, walaupun belum
lama. "Adik Bun, apakah keletihanmu sudah hilang?"
tanyanya, tertawa. Nona itu tertawa, ia menyingkap rambut di
dahinya,

540
"Benar, engko In, latihan bersemedhi ini berfaedah sekali,"
sahutnya, "Sekarang aku merasa tidak saja letihku lenyap.
juga aku menjadi segar sekali. Rasanya hatiku bersih."
Anak muda itu mengangguk ia puas. "Sekarang kau
berlatihlah terus," katanya.
YanBun menurut, ia berlatih sampai sang magrib tiba,
diwaktu mana mereka menangsel perut, lalu mengobrol
dengan gembira, sampai datang waktunya jagat menjadi
gelap. justru itu tiba-tiba terdengarlah satu suara nyaring,
yang memecahkan kesunyian. Habis suara itu yang
mendatangkan rasa seram dan kecil hati. Maka YanBun
menggigil sendirinya, terus ia sesapkan tubuhnya di dada si
anak muda.
Jie In berdiam, telinganya dipasang, suara itu, siulan yang
luar biasa, mendatangkan kecurigaanny a .
"Ada orang datang ke mari," katanya, berbisik "Dari
siulannya tadi, teranglah ia
seorang yang mahir tenaga dalamnya."
Lantas siulan itu terdengar pula, terdengar lagi, mendatangi
semakin dekat, sampai dapat diduga orangnya telah berada di
sebelah kananpuncak. Di situ barulah suara itu berhenti.
"Adik Bun, kau tunggulah, " Jie In berbisik pula di telinga si
nona dalam rangkulannya. "Aku mau lihat siapa dia itu, jangan
kau pergi dari sini"
Lantas anak muda ini bangkit berdiri dan bertindak keluar
gua, ia lantas melihat dua orang berdiri di atas puncak.
tampaknya seperti bayangan hitam, Yang seorang membungkuk.
agaknya dia mencari sesuatu, orang yang kedua
mengayun tangannya, melemparkan sesuatu yang bercahaya
terang, di tempat sejauh lima kaki, benda itu meletus
sendirinya memancarkan sinar terang warna biru, memancar
ke empat penjuru.

541
Maka sekarang terlihat tegas orang yang melemparkan
kembang api itu ialah seorang tua dengan alis dan kumis
ubanan, tubuhnya tinggi dan besar, romannya agak bengis,
Yang membungkuk itu bertubuh jangkung dan kurus.
"Di sini, lo-tongke" berkata si jangkung kurus itu. "Lihatlah
tapak-tapak kaki kacau balau ini. Pasti di sini telah terjadi
pertempuran itu. Benar ada gangguan saiju, tetapi tapaktapak
ini masih terlihat tegas, mungkin tapak ini terjadi sejak
tiga jam yang lalu. Anehnya, lao-su mati di sini belum ada
setengah jam."
Jie In memuji tajamnya mata si jangkung kurub, ia hanya
heran yang ia tidak mengetahui bahwa tadi, setengah jam
yang lalu, ada orang terbinasa di puncak itu. juga, entah siapa
si "lao-su" itu, si "nomor empat", demikian juga ini orang tua
dan si jangkung kurus.
Lantas terdengar suara si orang tua, suara yang keras,
menyatakan kegusarannya: "Kalau ada tapak kakinya pasti
ada orangnya Mari kita susul Aku mau lihat dia dapat lolos
atau tidak dari tangan aku Kouw-louw-pian Lou Kui"
Ketika itu cahaya terang sudah mulai sirna, maka Lou Kui
mengayun pula tangannya, hingga terlihatpula cahaya biru
seperti tadi, hanya berbareng dengan itu, kedua orang itu
lantas lari ke arah lembah.
Sekarang tahulah Jie In, orang tua itu ialah si Cambuk
Tengkorak, ia lantas hendak melihat siapa itu lao-su yang
telah menjadi mayat, tetapi belum lagi ia mengangkat kaki,
pundaknya terasa tertekan oleh jari-jari yang lembut. ia lantas
menoleh, maka terlihatlah YanBun berdiri di belakangnya
dengan wajah tersungging senyuman.
"Adik Bun, mari kita lihat mayat siapa itu di puncak." la
berkata, tersenyum juga sambil balas mencekal tangan si
nona.
YanBun setuju, ia mengangguk. Lantas keduanya berlarilari
cepat sekali.

542
Tidak lama kemudian sampailah mereka di puncak tempat
Lou Kui berdua tadi. Benarlah, di situ meraka mendapatkan
satu tubuh yang telah tak ber jiwa lagi, yang rebah dengan
roman bengis, hanya karena tidak ada penerangan, sukar
untuk melihat tegas wajahnya. Pada mayat itu juga tidak
terlihat tanda-tanda luka.
"Lou Kui muncul di sini, ia pasti ada hubungannya dengan
tiat-ciu-Ieng di tanganmu, adik Bun," kata Jie In kemudian.
"Hanya mayat ini, entah siapa dia."
-00000000-
Yan B un tidak menyahuti, ia mengeluarkan hwee-ie-cu,
begitu ia mengayun tangan- ny a, bahan api itu lantas
menyala. Jie In terkejut, ia merampas, terus ia meniup. "Ah,
adikBun, kau sembrono" tegurnya.
"Kau tahu, Lou Kui berdua belum pergi jauh, begitu melihat
api, mereka bisa kembali. Mari lekas kita kembali ke gua"
YanBun tertawa perlahan.
"Buat apa kuatir tak keruan" katanya aleman, "Dengan
kepandaianmu engko In, apakah kau masih jeri dengan Keuwlouw-
pian?"
"Bukan begitu," sahut Jie In. Mendadak ia menambahkan:
"Lekas"
Bagaikan terbang, keduanya lari turun, Begitu mereka tiba
di gua, di puncak itu muncul pulalah Lou Kui bersama si
jangkung kurus.
"Aneh" kata jago tua itu. "Nyata sekali aku melihat cahaya
api serta bayangan orang. Kenapa mereka lenyap cepat
sekali?" ia mengayun pula tangannya, membikin meletus
kembang api yang lebih besar, hingga terangnya luar biasa,
sedang waktu jatuh ke saiju, kembang api itu tidak lantas
padam, bahkan terdengar suara merumbusnya terkena tiupan
angin”

543
Jie In berpikir: "Kembang api Lou Kui ini tentulah api ajaib
yang orang Kang-Ouw namakan peluru Im-lin Lan-hwee-tan,
yang pembuatannya sukar, yang tak sembarang orang dapat
memilikinya. Api itu, kalau dipakai menyerang orang, tidak
saja apinya dapat membakar, juga ada racunnya yang dapat
menyerang jantung dan membuat orang putus jiwa."
"Lo-tongke, inilah aneh," kata si jangkung kurus, "Kalau
benar ada dua orang di sini, kenapa tidak ada tapak kakinya?"
Mendengar itu Jie In berkata dalam hatinya: "Mana dapat
kalian melihat tapak kaki kami? Kami mempunyai ilmu enteng
tubuh mahir yang tak meninggalkan bekas."
"Lo- Jie, kenapa kau jadi tolol?" kata si orang tua keras,
"Lao-su begitu lihay, kalau bukan musuh gelap itu lihay luar
biasa, mana bisa dia gampang dapat turun tangan? Tidak
heran kalau dia tidak meninggalkan tapak kaki."
Ketika itu sinar api baru padam, tinggal sisa asapnya yang
terbang terbawa angin. Si jangkung kurus berdiam, sejenak
kemudian, baru ia berkata pula.
"Lo-tongke," katanya, "coba bilang, mungkinkah kematian
lao-su ada hubungannya dengan si wanita yang mencuri Ngo
Kwie Tiat-ciu-Ieng?"
"Sedikitnya mungkin ada. Aku duga kedua orang tadi masih
berada di dekat-dekat sini, Mari kita cari"
YanBun tertawa di telinga si anak muda dan berkata: "Gila
benar. Mana ada hubungannya aku dengan orang yang
membunuh Liang-tauw-toa Lim Cian?"
"Oh, diakah Liang-tauw-coa Lim Cian?" tanya Jie In.
"Teranglah kau yang telah membawa gara-gara, Lim Cian itu
pasti terhajar hebat, maka dia mati kecewa, Lou Kui hendak
mencari kita, pasti dia bakal berhasil, maka itu nanti aku
pancing dia supaya mereka pergi jauh"

544
Habis berkata, Jie In melompat menuju ke puncak, Di mata
YanBun, dia mirip lagi terbang karena gesit dan cepatnya luar
biasa, sebentar saja dia lenyap dari pandangan mata. Dilain
saat, ia lantas mendengar suara si anak muda, suara yang
seperti mengalun di tengah udara.
Lou Kui mendengar itu, ia menjadi sangat gusar, ia rupanya
menduga suara itu pasti suara musuh. ia juga lantas mengasih
dengar seruannya, yang menyatakan kegusarannya, terus ia
lari untuk menyusul.
Untuk sekian lama, sunyilah sang malam yang gelap itu.
YanBun menantikan dengan tidak sabaran, karena untuk
setengah jam lamanya ia mesti berdiam sendirian di dalam
gua itu. ia pergi ke mulut gua, tiba-tiba ia merasa angin
menyambar dibarengi dengan berkelebatnya satu bayangan
hitam, ia mengawasi tajam, lantas ia menjadi girang sekali.
"Itulah Jie In-" Maka ia segera mencekal keras tangan si
anak muda. "Bagaimana?" tanyanya. Jie In tertawa.
"Sekarang ini bangsat tua itu telah terpisah dari kita sejauh
beberapa puluh li," ia menjawab, "tetapi dialah jago tua, dia
banyak pengalamannya, mungkin sebentar kemudian dia insaf
bahwa dia telah dipermainkan maka dia pasti datang pula,
Mari kita berlalu dari sini"
Lalu tanpa menanti jawaban si nona, ia menarik untuk
mengajak berjalan keluar dan berlari pergi.
Di tengah jalan, YanBun heran, ia mendapat kenyataan ia
bukan diajak menuju ke puncak Ciu Auw Hong, melainkan ke
arah yang bertentangan. "Engko In, mungkinjalanan ini keliru”
katanya.
"Tidak. Adik, si anak muda tertawa, "Selagi aku kembali
habis memperdayakan Lou Kui, memang aku berniat
mengajakmu ke Ciu Auw Hong, hanya kemudian, aku berpikir
lain. Di sana pasti berkumpul banyak orang lihay, kalau aku
membawa kau ke sana, aku kuatir banyak kesulitannya, Hal
itu akan membuat hatiku tidak tenang, Maka aku pikir, adikku,

545
lebih baik kau pulang ke oey-chung, untuk mengambil kudaku
dan berdiam di kuil Chin su, guna menantikan kembalinya
aku."
"Ah, aku tidak mau" kata si nona, yang timbul
kemanjaannya pula.
“Jangan begitu, adikku," kata Jie In, membujuk .
"janganlah kau membuat perhatianku terpecah dua. Tidak apa
aku kehilangan kitab, tetapi tidak kau, Dan, bagaimana nanti
andaikata aku gagal karena kau?"
Tergetar hati si nona mendengar perkataan itu, Tahulah ia
bahwa pemuda itu sangat mencintainya, Tanpa merasa, kedua
belah pipinya menjadi merah.
"Baiklah, aku turut kehendakmu," katanya kemudian,
tersenyum, "Kenapa kau bicara begini rupa? Engko In, aku
minta kau bekerja tidak kepalang tanggung. Aku minta kau
antar aku dulu sampai di chin su baru kau kembali ke mari."
Jie In berpikir, Hari itu bulan duabelas-tanggal duapuluh
tujuh- Untuk pergi dan pulang, ia membutuhkan waktu empat
hari. pikirnya tak apalah kalau ia terlambat sedikit, Maka ia
mengangguk
Demikianlah ketika sang fajar mulai muncul, keduanya
berangkat menuju ke oey-chung, jalananpenuh saiju.
Dibandingkan dengan di atas gunung, di sini turunnya saiju
kurangan. Ketika akhirnya mereka tiba di tempat menitipkan
kuda Jie In mengetuk pintu.
"Siapa?" tanya suara dari dalam, Suara itu disusul dengan
suara tindakan kaki yang berat. Lantas pintu dibuka dengan
bersuara juga. Muncullah kepalanya seorang tua. "oh, Jie
siang kong pulang" katanya, "Begini pagi"
Sembari berkata, orang tua itu menatap Yan Bun, hingga
Nona Kouw likat dan mukanya bersemu dadu.
"Yo Lotiang, inilah adikku" kata Jie In cepat. "Kami berdua
hendak berangkat ke Thaygoan, Aku datang untuk
memberitahukan mu, supaya kau jangan menyangka kudaku

546
ada yang curi, silah kan lotiang.. tidur pula, nanti aku ambil
sendiri kudaku sendiri" ia merogoh sakunya dan memberikan
uang sekitar sepuluh tahil, ia menambahkan- " Harap lotiang
tidak berkecil hati, sukalah kau terima ini."
Orang tua itu menampik,
Jangan Jie siang kong, terima kasih" katanya, "Uang yang
kemarin ini pun masih ada kelebihannya."
Jie In tertawa.
"Inilah untuk cucu lotiang membeli kembang gula," ia
mendesak, "Aku hendak mengantar adikku ini, dua hari
kemudian aku bakal datang pula ke mari, maka kalau lotiang
menampik, aku malu buat menjenguk pula padamu, silahkan
masuk. lotiang, kami hendak berangkut sekarang."
Terpaksa orang tua itu menerima uang itu, untuk mana ia
kembali menghaturkan terima kasih.
Jie In menanti s ampai pintu sudah dikun-ci, baru ia dan
YanBunpergi ke istal,
untuk mengambil kudanya, ia juga mengeluarkan sehelai
topeng yang jelek sekali dan
menyuruh si nona memakainya.
"Ah" kata nona itu, matanya mendelik.
Tapi ia toh pakai juga, lantas ia tertawa, ia mengetahui hati
laki-laki. Kalau seorang pemuda mencintai seorang gadis,
kalau ada orang lain yang mengawasi gadis itu, dia jadi jelus.
Demikianlah dua orang naik di atas seekor kuda berangkat
ke Thaygoan, Di tengah jalan itu Jie In melihat banyak tapak
kuda, yang semua menuju ke gunung, maka ia menduga
orang tentulah pada menuju ke Ciu Auw Hong, mereka itu
pasti ada hubungannya dengan kitab sucinya Poo Tan. ia juga
melihat sejumlah penunggang kuda yang mengambil arah ke
gunung.
Diantara jam empat atau lima lohor Jie In berdua sampai di
Chin su. selagi bertindak ke ruang belakang, mereka

547
berpapasan dengan imam kepala, yang berusia kurang lebih
limapuluh tahun- imam itu memandang si anak muda, lalu si
pemudi. ia tidak mengatakan apa-apa, ia cuma tersenyum,
terus ia bertindak keluar.
Tiba di dekat kamar, Jie In bertemu dengan kacung satusatunya
di kuil itu, ia memesan sesuatu kepada kacung yang
terus pergi untuk menyediakan santapan malam.
"Barusan imam kepala itu bermata tajam, dia tentulah
orang Rimba Persilatan," kata YanBun tertawa. Pemuda itu
mengangguk.
"Matamu tak beda dari mata orang kebanyakan," kata si
nona pula, "Mengapa matamu
tajam?"
"Itulah disebabkan pengaruh tenaga dalam, " Jie In
menjelaskan "Dibandingkan dengan mereka yang lihay, aku
masih belum berarti."
YanBun tahu orang bicara dari hal yang benar, tetapi dia
jail, dia tertawa dan berkata: "Sudah la h, jangan kau
ngibul.Buat apa menempel emas di muka sendiri?" Jie In cuma
tersenyum.
Tidak lama kacung tadi muncul dengan barang hidangan,
keduanya lantas bersantap. Kemudian, dengan berpisahan
pembaringan, mereka naik tidur. Keesokan pa ginya Jie In
berangkat Dengan rasa berat, Yan Bun mengantar pemuda itu
sampai di depan kuil.
Saiju telah berhenti turun, cuaca tampak turut berubah
sedikit, Awan masih melayang-layang, karena sang angin
bertiup keras, Melarikan kudanya dijalan umum Leng-cio-koan,
Jie In mesti melawan angin, maka ia mestijalan dengan
perlahan, saiju bercampur lumpur, warnanya menjadi abu-abu
gelap.

548
Dihari kedua, pagi-pagi, kembali pula Jie In di oey-chung,
maka lagi-lagi ia mengirim kudanya di rumah si orang tua she
Yo, lantas seorang diri ia mendaki gunung, ia menggunakan
tipu enteng tubuh Leng Hie Pouw-hoat, dengan begitu ia
dapat manjat cepat, ia melihat banyak tapak kaki, itulah tanda
bahwa tak sedikit orang lain yang telah datang ke situ.
Selagi mendekati puncak Ciu Auw Hong, pemuda ini
mendapatkan di sana orang sudah bertarung. Beberapa
rombongan berdiri berpisahan, Mereka ada yang lagi
bertempur, ada juga yang sudah roboh, sebagaimana
terlihatnya belasan mayat di sisi gelanggang.
Ia bersembunyi di belakang batu besar, untuk dapat
mengintai mereka itu, ia pun melihat sekelilingnya, terutama
ke arah lamping gunung di mana ada gua yang mencil
sendirian seperti kata sam Ciat Koay Kit Beng Tiong Ke.
Benarlah di sana tidak ada tempat untuk menaruh kaki atau
berpegangan, cuma burung yang dapat terbang ke sana,
Maka heran, bagaimana caranya Poo Tan dapat memasuki gua
itu.. Diam-diam ia mengasah otak memikirkan jalan untuk
dapat pergi ke situ.
Di atas puncak itu, ada tiga rombongan orang yang lagi
bertempur, dalam setiap rom-bongan, satu diantaranya ialah
seorang pendeta asing dengan jubah kuningnya, yang
tubuhnya besar dan romannya bengis, maka bisalah diduga
bahwa mereka itu ialah yang disebut Thian Gwa sam Cun-cia.
Kedua pihak menggunakan tenaga dalam masing-masing.
Hobat serangan mereka, Kalau sasaran ialah batu gunung,
terdengar nyata bagaimana sasaran itu kena terhajar,
suaranya keras dan nyaring.
Di dalam satu rombongan ada seorang imam yang
rambutnya tergelung tinggi dan kumisnya hitam terpecah tiga,
dibandingkan dengan dua yang lain, rombongannya la h yang

549
bertempur seru sekali, Keras sekali tangan bajunya bergerakgerak.
Hebat dia mendesak tak kurang dahsyatnya perlawanan si
pendeta- yang tampaknya berimbang kekuatannya.
"Kelihaiannya si imam dari kalangan tenaga dalam HianBun
Keng Khie" kata in Gak dalam hatinya, "Dan gerak-gerik s i
pendeta mungkin yang guruku menyebutnya Thian Liong
Patsie, ilmu itu belum pernah akupelajari, maka tak ada
halangannya apabila sekarang
aku mencuri lihat, guna memahaminya secara diam-diam."
Maka ia memasang mata.
Dua rombongan yang lain sudah lantas memperoleh
keputusan Kedua pendeta asing itu,
Hoan-ceng, telah memperoleh kemenangan mereka lantas
melompat ke ujung batu karang,
agaknya mereka hendak menjaga jangan ada orang yang
menerobos masuk ke gua.
Kedua orang yang dikalahkan itu jadi bermuka pucat pasi
dan dari mulutnya keluar darah hitam, suatu tanda mereka
telah terluka tak enteng.
Sekarang tinggal rombongan si imam dan si pendeta,
Hoan-ceng itu menjadi agak tidak sabaran, sudah sekian lama
ia masih belum dapat merobohkan lawannya, ia lantas
menyerang dengan lebih hebat. Lawannya pun berlaku gesit
tetapi dia tampak tenang-tenang saja melayaninya.
Sementara itu Jie In girang sekali, Dalam waktu yang
singkat itu, ia telah berhasil menyangkok jalannya ilmu silat
Thian Liong Pat sie it-u, Delapan Naga Langit.
Tiba-tiba terdengar suara mengejek si Hoan-ceng, yang
tubuhnya mencelat tinggi, untuk menyerang ke pundak si
imam. imam itu terkejut, tetapi ia dapat berkelit, hingga ia
cuma terhuyung, Batu besar di belakangnyalah yang kena
terhajar pecah

550
"Haha-haha" pendeta itu tertawa lebar, "Buddha kalian
menyangka akhli-akhli silat di Tiongkok lihay luar biasa, tidak
tahunya kau Hui In Koan-cu, ketua Khong Tong Pay, tidak
berani menyambut tanganku"
Mendengar itu Jie In berpikir: "Kiranya imam itu ialah Hui
In cinjin dari Khong Tong Pay."
Imam itu menjadi gusar.
"Kim Goat, kau berani memandang enteng padaku?" ia
berkata sengit. "Baiklah, mari kau rasakan sia uw Ceng Keng
Khie dari aku si imam" Kim Goat, si pendeta asing, atau Hoanceng,
tertawa pula.
"Koan-cu, meski siauw Ceng Keng Khie- mu lihay, sayang
kau belum sempurna mempelajarinya" ia berkata, "Apa yang
dapat kau perbuat terhadap Buddhamu? Baiklah kau rasakan
saja Cek sat Mo ka dari aku"
Kata-kata itu segera diwujudkan. si imam lantas menolak
dengan kedua tangannya. Kedua telapak tangan si pendeta,
yang tadinya, tampak putih seperti saiju, sekarang berubah
menjadi merah mirip bara.
Muka Hui In lantas menjadi pucat, Dengan sia uw ceng
Keng- khie tidak dapat ia menahan Cek sat Moka, sia-sia ia
bertahan, ia kena dipaksa mundur, ia pun merasakan hawa
panas dari tangan si pendeta asing.
Terpaksa ia mengerahkan seluruh tenaganya, guna
memaksa bertahan diri, ia membuka lebar kedua matanya, ia
tampak jadi bengis.
Kim Goat juga tidak mau berhenti, ia mengerahkan
tenaganya, akan akhirnya ia berseru keras, kedua tangannya
yang seperti membara menolak dengan keras sekali.
Atau mendadak Hui In berlompat mundur, terdengar
seruannya, lantas dia lari, hingga sekejap saja ia sudah lenyap
dari pandangan mata.

551
Menyusul kaburnya jago Khong Tong Pay itu yang lainlainnya
dengan serentak lari s era buta n hingga dilain saat,
merekapun lenyaplah. Hingga disitu tinggal ketiga Hoan
ceng beserta balasan mayat yang malang melintang. Ketiga
pendeta itu tidak mengejar sekalian lawannya.
"Loo-kwie-cu benar jahat" kata Kim Goat kemudian,
suaranya dalam, ia menyebut "Ioo kwie cu" si iblis tua. "Dia
rupanya telah menduga disaat dia bakal selesai
peryakinannya, kita bertiga bakal datang pula kemari maka
dengan mengguna i kitabnya sebagai umpan, dia memancing
datangnya jago-jago Tionggoan supaya mereka bisa melihat
kita supaya selama itu dia dapat mempercepat peryakinannya,
supaya nantinya dia dapat menghukum kita siapa tahu
gagallah perhitungannya, maka sia-sia belaka segala suaranya
itu"
" Kakak," kata satu pendeta " bukankah aku telah bilang,
untuk turun tangan baiklah kita maju satu bulan, tidak usah
menanti sampai sekarang. Kau lihat, tidakkah kita menjadi
tergesa- gesa? Bagaimana kalau lain orang mendahului kita
mendapatkan kitab itu?"
" Heran, Thian Gwa sam Cuen cia, mereka dapat omong
Tiooghoa begini baik" pikir Jie
In di tempatnya sembunyi "Coba mereka bicara dalam
bahasanya sendiri tentu lagu suara mereka lak sebagus ini."
Kim Goat tertawa terbahak "Adik, tak tepat perkataan kau
tadi," ia kata "Apakah kau tidak ingat bunyinya kitab yang
membutuhkan tempo seratus delapan puluh hari dan bahwa
sepuluh hari yang paling belakang ialah yang paling penting,
maka kalau si setan tua tidak tenang hatinya, dia bisa gagal
dan tersesat. Biasanya dapatkah kau melawan pukulannya
yang dinamakan POuw-tee sin- cia ng? Adik, sudah kita j
angan berayal pula Tolong kamu berdua menjaga di sini, aku
kuatir nanti ada lagi yang mengganggu Aku masuk sekarang"

552
Tanpa menanti penyahutan, pendeta ini bertindak maju, ia
mau pergi ke ujung jurang.
Jie In menganggap saatnya sudah tiba, ia lantas keluar dari
tempatnya sembunyi ia bertindak ke belakang ketiga pendeta
itu lanbil ia batuk-batuk tertahan.
Kaget mereka itu dengan sebat mereka berbalik, Apa yang
mereka lihat ialah seorang pelajar usia pertengahan yang
berdiri tenang sambil menggendong tangan yang wajahnya
memperlihatkan senyuman.
Pelajar itu terpisah tak ada tiga kaki dari mereka, Tentu
sekali mereka heran, sebab mereka tak mengetahui datangnya
orang, "Aku bukannya seperti Hoei ia Keio-coe yang dapat
berbicara dengan baik itu." berkata Jie in tertawa, "Kitab suci
itu berada di wilayah Tiongkok. atas itu kau tidak dapat
mencampuri tahu, lebih-lebih tidak selayaknya kamu menjagoi
disini Kamu telah menumpahkan banyak darah, kamu sudah
mengambil banyak kurban, tetapi itu bukan urusanku, itulah
urusan pelbagai partai, tak mau aku mencaritahu sekarang ini
aku cuma mempersilahkan kamu lekas berlalu dari sini"
Kim Goat Coen cia berjingkrak bahna gusarnya.
"Pelajar melarat, enak kau bicara" bentaknya "Kitab itu
merupakan mustika rumah perguruan kami, mana dapat kami
melepas tangan daripadanya? jikalau kau dapat bertahan dari
Cek sat Moka, mungkin kita masih dapat berbicara pula"
Gin Goat danBeng Goat menjadi heran, "Kenapa kakak
bicara begini lunak" pikir mereka masing-masing.
Kim Goat ada pikirannya sendiri maka ia bersikap lunak itu.
ia percaya orang lelah
menyaksikan pertempurannya barusan melawan Hoei In
Koan coe. ia pikir, tanpa mempunyai kepandaian tinggi, tidak
nanti pelajar ini berani menghampirkan mereka.
"Bagus kata katamu" kata Jie In dingin, Jadi kamu
menyebut mustika rumah perguruan Dangan begitu kamu

553
ialah murid-muridnya Poo Tan Kenapa gurumu tidak
mewariskan kepandaian atau pusaka kepada muridnya?
Kenapa kamu pun menyebut gurumu sebagai si setan tua?
sungguh aku tidak mengerti Tak dapat kamu membuatnya aku
percaya kamu"
Belum lagi Kim Goat menjawab, dari dalam gua sudah
terdengar suara orang berdoa, itulah suaranya Poo Tan, yang
lagi memahamkan ilmu kepandaiannya Maka Gin Goat
danBeng Goat menjadi pucat.
" Kakak, lekas" mereka berkata, "Buat apa mengadu lidah?
si setan tua bakal lekas lolos dari kekangannya. Mari lekas
singkirkan pelajar melarat ini supaya dia sadar dari impiannya"
"Sabar, kedua adikku" berkata Kim Goat tertawa, "sebelum
lagi dua jam, si setan tua tak nanti dapat berjalan, sekarang
dia lagi mendesak darah di kakinya Barusan dia mendosa, itu
cuma akalnya untuk membikin orang bergeIisah. Lain orang
dapat diperdayakan, aku tidak."
Kemudian dia tertawa kepada Jie In dan berkata:
"Tak ada halangannya aku omong terus terang kepadamu
Apakah kau sangka gampang saja memasuki gua si setan tua?
Lorongnya sempit sekali, cuma satu orang dapat berjalan
disitu Disana banyak batu batu tajam yang di namakan rebung
batu, siapa kebentur tubuhnya terluka juga, asal orang
mendekati si setan tua ia bakal disambut dengan pukulannya
yang di namakan POuwtee sian ciang. pukulan itu akan
mendesak orang mundur ke mulut gua, dari itu asal dia
teruskan menyerang, celakalah orang itu."
Ia bakal terjungkal ke dalamjurang dari ribuan tombak
siapa juga tak dapat melawan POuw-tee siao-ciaog itu Daa
siapa terjatuh kejurang hancur leburlah tubuhnya dan jiwanya
melayang pergi Tidak demikian, pada lima tahun dulu pasti
kami telah mendapatkan kitabnya itu, tak usah kami
menunggu hingga ini hari.

554
Tentang kami murtad, halnya kami melawan guru kami,
itulah kesulitan kami yang tak dapat kami jelaskan kepada
kau. Kau keliru besar jikalau kau memandang enteng kepada
si setan tua."
Jie In mengangkat kepalanya, dia tertawa bergelak.
"Mau aku percaya kau," ia kata, "cuma kalau kamu hendak
menyuruh aku jangan mencampur-tahu, itu artinya kamu
terlalu memaksa aku"
"Aku tidak memaksa," bilang Kim Goat, "cuma kalau kalau
kau dapat melawan cek Sat Moka dapat kau mencoba masuk
ke dalam gua. Di dalam hal itu, pengharapan dalam sepuluh
cuma satu. jikalau kau dapat melawan kita bertiga, itu berarti
kau dapat bertahan dari Pouw-tee Sian ciang dari si setan tua.
Begini saja, kalau suka, coba kamu masuk, kami mau lihat
kamu bisa mendapatkan kitab itu atau tidak, hanya baik
dijelaskan dulu, umpama kata kau gagal, silahkan kau
mundur, jangan kau merintangi kami lagi Bagaimana?"
In Gak bersenyum, ia lantas dapat mererka kenapa Kim
Goat suka mengalah itu. Rupanya mereka berpikir kalau
mereka kalah, mereka akan membiarkan ia masuk, tetapi
selagi ia masuk itu mereka hendak membokong, menyerang ia
dengan pukulan Udara Kosong, Tentu sekali tak sudi ia diakali
mereka itu
"Baik" ia menerima tantangan "Mari kita mencoba-coba
dulu, lalu kamu bertiga maju berbareng. jikalau aku kala aku
akan mengundurkan diri."
Tanpa merasa Kim Goat mengasi lihat roman girang Jie In
melihat itu, ia menduga terkaannya tidak meleset.
"Tuan, kata-katamu ini masuk hitungan atau tidak?" Kim
Goat tegaskan-
Jie ln tertawa lebar.
"Aku mengepalai soat san Pay, mengapa kata-kataku tidak
masuk hitungan?" ia balik menanya, sengaja ia menyebut soat

555
san Pay, seperti juga benarlah ia ketua partai itu. Ketiga coen
cia melengak, tapi Kim Goat lantas tertawa.
" Kiranya tuanlah soat san sin Mo dari Tiongkok" katanya,
"sudah lama memang aku mendengarnya."
Soat san sin Mo ialah Hantu dari soat san.
Jie In merangkap kedua tangannya.
"Sekarang sudah siang, silahkan taysoe mulai." ia kata
menantang.
Sekarang Kim Goat tidak sungkan lagi. ia mengulur
tangannya yang lantas terlihat menjadi merah, hingga Jie In
merasai hawanya yang panas. "Cek sat Moka benar hebar,"
pikirnya Maka tak berani ia alpa.
Kim Goat berseru, terus ia menyerang. Hawa panas dari
tangannya menyerang ke muka.
Dengan Hian Thian cit seng Pou Jie In berkelit, sekejap saja
ia berada di belakang lawan, lantas ia menyerang ke
punggung dengan pukulan Kim-kong Hok Houw, Arhat
Menakluki Harimau.
Kim Goat juga sangat gesit. Begitu lawan lenyap ia
memutar tubuhnya, untuk menyerang pula dengan kedua
tangannya, Rupanya ia sudah menduga kemana musuh
menghilang, bahwa musuh bakal meneruskan menyerang
padanya.
Hebat serangan ini. bisa celaka Jie In, sebab dia belum
menggunaiBie Leksin Kang untuk menutup diri, lantaran dia
lagi hendak mencoba musuh ini. Dengan sebat ia berkelit
pula, Tak sudi ia bentrok tangan.
Benar-benar Kim Gon gesit setiapkali orang berkelit dan
menghilang, setiap kali ia memutar tubuhnya dan menyerang,
tak ingin ia kena di dahului. Jie In menjadi kagum.
"Belum pernah ada lain orang dapat menduga gerak-gerik
ilmu silatku ini," pikirnya. "Kim Goat Coen cia benar benar

556
liehay. Kalau begini benarlah ilmu silat India tak dapat
dipandang ringan-"
Walaupun Kim Goat sangat gesit belum pernah satu kali
juga ia berhasil menghajar lawannya yang lincah ini, yang
membuatnya kagum sekali, maka itu selang belasan jurus ia
menjadi kagum berbareng berkuatir, Diakhirnya ia lompat
mundur satu tombak lebih.
"Tuan, kau hebat" ia kata, tertawa, "Aku kagum padamu
Hanya aku kuatir, semasukmu ke dalam gua tak nanti ilmumu
ini dapat digunai, Apakah tuan memikir untuk kita beradu
tangan?"
Jie In tahu orang licik, bahwa ia hendak di tipu, Iapun
tertawa.
"Aku tidak perca ya kau sanggup bertahan dari gempuran
tanganku" ia kata mengejek.
"Silat Cek sat Moka dari aku memang tidak berarti tetapi itu
bukanlah berarti tak sanggup aku bertahan" menjawab Kim
Goat.
Jie In tertawa dingin.
"Bagaimana kalau sekarang kita mencoba?" ia tanya,
sekarang ia telah mengerahkan bie Lek sin Kang ia berdiri
dengan kedua tangan digendong di belakangnya. sebaliknya
wajahnya memperlihatkan roman jumawa.
Dua-dua pihak menggunai siasat untuk memperayal waktu.
Sama-sama mereka ingin melihat, bagaimana mereka masingmasing
memasuki gua . Jie In ingin menyaksikan orang masuk
dan menempur Poo Tan, untuk nanti ialah yang menghajar
salah satu pihak yang menang tapi tentunya sudah letih.
Selama itu sering ia mendapat lihat Gin Goat danBeng Goat
suka melirik ke arah gua, roman mereka berkuatir dan raguragu-
iapun heran kenapa mereka bertiga ingin sangat
mendapat kan kitabnya Poo Tan itu.

557
Segera juga pertempuran dimulai Kim Goat, panas hatinya,
ia lantas menyerang. Mukanya Jie In yang mau dijadikan
sasaran.
Pemuda itu membalik tangannya, menyambuti tangan
lawan yang panas, ia menolak, ia mengguna i bagian jurus
"Meng gempur" dariBie Leksin Kang, Hebatlah kesudahan
bentrokan itu. sama-sama mereka mundur dua tindak, Maka
keduanya sama-sama melengak. Kim Goat maju pula.
Jie In tidak mau menyerah, ia kembali menyambut, Tentu
sekali mereka telah sama-sama menyiapkan tenaga mereka.
Mereka bentrok berat tetapi sama-sama mereka dapat
bertahan, karena itu mereka lantas saling serang terus
menerus Disamping tenaga. mereka mempergunakan
kegesitan mereka, supaya lebih gesit dialah yang menang.
Jie In penasaran, maka ia mengguna i tenaga sepenuhnya,
ia mengguna i keempat huruf: menggempur, meloloskan diri,
menempel dan menyedot untuk melayani musuh yang liehay
ini. Kim Goat dapat bertahan- Hanya kemudian ia terlibat lebih
mengutama kan perlindungan pada iga kirinya. Melihat itu Jie
In mengerti, itulah mesti anggauta tubuh yang lemah dari
lawannya.
Mendadak Jie In lompat mundur sembari tertawa ia
berkata: "Taysu dengan bertempur cara begini sampai tiga
hari dan tiga malam juga tidak ada faedahnya, kita jadi
mensia-siakan waktu, maka itu baiklah kamu bertiga maju
berbareng"
Kim Goat sementara itu berpikir: "orang ini liehay sekali, dia
jauh lebih menang daripada Hoey in Koan coe dari Khong
Tong Pay Heran ilmu soat san Pay begini liehay. "Aku bertiga
telah memperhatikan semua ilmu silat tiongkok. tidak
demikian dengan soat san Pay ini. Tapi dia berimbang dengan
aku, maka itu, kalau kita bertiga dapatkah dia bertahan
terus?" Karena ini hatinya jadi besar. ia tertawa.

558
"Benar liehay ilmu silat soat san Pay" katanya, "Kau telah
membuka mataku Memang kita telah membuang-buang
waktu, Baiklah tuan, aku terima tantanganmu Maafkanlah
kami"
Berbareng dengan itu Gin Goat danBeng Goat maju
berendeng dengan kakaknya, lantas tanpa ayal pula mereka
mulai menyerang. Maka enam tangan mereka lantas bergerakgerak
di muka Jie In. Yang hebat ialah hawa panas diri tangan
mereka itu sampai saiju di dekat mereka menjadi lumer.
Biar bagaimana hati Jie In bercekat juga. Ketika ia
mencoba menangkis, ia kena tertolak mundur dua tindak, ia
merasakan napasnya sesak, Maka lekas-lekas ia
menyalurkannya, Karena mata nya Kim Goat liehay, dia itu
dapat melihat lawannya sukar bernapas itu, Dia menjadi
mendapat hati, dia mempergencar serangannya.
Biarnya ia terdesak, Jie In tidak menjadi gugup, Lekas-lekas
ia menutup jalan darahnya, sekarang ia tidak mau menyambut
keras dengan keras, ia mencelat mundur hingga ia bebas dan
ancaman cik sat Moka, Hanya ia tidak dapat lolos terus.
Ketiga lawan itu berlompat menyusul guna mengulangi
serangan mereka yang bersatu padu yang dahsyat sekali.
Untuk membela dirinya Jie In mengandal pada tindakan
kaki Hian Thian cit seng Pou ia selalu mengelit diri, Untuk
sementara ia bersangsi buat mengenai Hian Wan sip-pat Kay
atau Tie Liong cioe, Tangan Mengekang Naga.
Untuk itu ia mesti menyiapkan diri dengan Bie Lek sin
Kang, Untuk dapat mengenai Hian Thian cit seng Pou. buat
sementara ia melepaskan Bie Lek sin Kang itu."
Selagi bersangsi begitu, pemuda ini berlaku sedikit lambat,
Diluer dugaannya ia kena disamberBeng Goat. Tangannya
Coencia ini sama Iihaynya seperti tangannya Kim Goat, Tidak
ampun lagi ujung baju si anak muda terbakar menyala

559
Jie In kaget, ia membuang diri ke tanah, untuk bergulingan
sambil berguling ia berlompat bangun, Lantas ia menjadi
kaget sekali, Begitu ia berlompat ia mendapatkan ketiga lawan
menyerang tepat ke tempat dimana barusan tubuhnya b erguling,
Kalau tidak, celaka la h ia.
sekarang Jie In lantas mengguna i ilmu silat Thian Liong
Pat sie, yang ia cangkok dari Hoei In Kian-coe. saban-saban ia
lompat mencelat mirip dengan gerakannya naga, ia dapat b
erlompat tinggi, hingga serangannya ketiga lawan tak berdaya
mengenakan tubuhnya.
Kim Goat menjadi heran dan penasaran, Dia tertawa dingin
dan kata: "Apakah dengaa cara ini kau hendak masuk kedalam
g uh a untuk mengambil kitab? Hm Kau mimpi"
Jie In berpikir keras, ia mengerti tidak dapat terus terusan
ia meng andali Thian Liong Pat sie, sekarang ia merasa
tangannya panas. Kedua tangannya itu tadi telah bentrok
hebat dengan tangan ketiga lawannya itu.
Lebih dulu coba bertahan diri tangannya Kim Goat seorang.
Perlu ia mendapatkan daya. Mendadak ia menjejak tanah,
untuk berlompat mundur, setelah menaruh kaki, ia tertawa
lebar
"Taysoe bertiga, kamu menduga keliru" ia kata, "Kamu lihat
sendiri ditangan Cek Sat Moka kamu tidak bisa berbuat apaapa
terhadap aku. Paling juga kamu dapat membikin kita
bercelaka bersama. Apakah faedahnya itu? Dengan begitu
siapapun tidak akan mendapatkan kitab. Bukankah Poo Tan
yang bakal beruntung seorang diri? sekarang baiklah, suka
aku mengalah. Taysu, pergilah taysu masuk lebih dulu untuk
mengambil kitab itu Umpamakata kamu gagal barulah datang
giliranku"
Habis berkata Jie In bertindak pergi dengan perlahan.
Kim Goat bertiga menjadi heran, hingga mereka berdiri
tercengang. Benarkah ada orang demikian baik hati?

560
Bukankah tadi orang ini berkeras berniat mendapatkan
kitabnya Poo Tan itu? Mereka juga heran yang Cit sat Moka
mereka tidak berhasil merobohkan lawan ini.
Belum-pernah ada lain orang yang dapat bertahan seperti
dia, Biasanya orang terluka d idala m tubuh dan mukanya
lantas menjadi pucat pasi dan peluhnya mengucur deras,
Tidak demikian dengan soat San sin-Mo.
Kim Goat percaya orang yang dihadapinya ialah soat sin-Mo
dari soat san pay, ia tidak pernah menyangka bahwa ia tengah
dijebak. ia juga tidaktahu Jie In memakai kedok
karena mana ia tak melihat wa^ah orang yang sejati.
Sebenarnya itu waktu Jie ln telah pucat mukanya dan
keringat membikin demak pakaiannya. Hanja saja kuat hatinya
dan cerdik, dapat bertahan. Beng Goat lebih cerdik dari pada
dua saudaranya, dia licik. Dia lantas bercuriga. "Apakah soat
san sin Mo tidak main gila?" ia tanya. Kim Goat mengangguk.
"Aku lihat dia sangat pintar, baiklah kita jangan-jangan
sampai kita terjebak." sahutnya. "Dia bersikap ramah begini,
siapa tahu hatinya memikir lain? Baiklah kita robohkan dulu
padanya, baru kita pikir pula bagaimana baiknya"
“Jangan kita berbuat demikian," Gin Goat berkata, Dia
menggeleng kepala, "Dia sangat liehay, agaknya kita bertiga
tidak dapat merobohkannya dengan mudah Baiklah kita
mencegah dia dapat menduga kita tak dapat merobohkan nya
kita harus jaga, andaikata si setan tua sampai dapat lolos, kita
terancam bahaya, hingga mungkin terjadi tak ada tempat
untuk mengubur mayat kita."
Kim Goat menjadi ragu-rapu. Tidak berani ia lantas
memasuki gua, ia menganggapJi ln adalah paku dimatanya,
tak dapat tidak, orang mesti di singkirkan lebih dulu, ia
mengawasi anak muda yang lagi mengawasi mereka, ia
melihat orang tenang-tenang saja tak bergusar, tak tertawa.

561
Sulit untuk menerka hati orang ini, karenanya ia menjadi
berkuatir sendirinya..
Jie In berdiri dekat sebuah karang besar. ia memang
bersikap sangat tenang. Untuk sejenak ia memutar tubuh, lalu
ia memandang Ketiga Cun cia itu. Dengan dingin ia kata:
"Kenapa kamu bertiga masih belum mau turun tangan?
ingatlah tempo sangat berharga tempo tidak dapat
dilenyapkan Tidakkah kamu akan mensia-siakan maksud baik
dari aku"
"Apakah kamu menyangka aku takut kepaia kamu? jikalau
kamu tidak kuatir guru kamu nanti keburu lolos, marilah, mari
kita bertempur pula"
Mendadak Gin Goat tertawa bergelak "jangan berpura
bohong besar, tuan" katanya nyaring, "Baik kau ketahui,
sekarang ini tubuh mu bagian dalam sudah pada
rusak.Biarnya kau tunggu, tak nanti dapat bertahan lebih lama
pula"
Jie In bersenyum. Entah bagaimana bergerak nya, tahu
tahu dia sudah lompat maju, menghampirkan ketiga lawan di
jarak dua kaki.
Tentu sekali Kim Goat bertiga tidak ketahui orang pandai
ilmu "Leng Hie Liap Pou" atau tindakan "Melayang di udara"
Dengan ilmu silat itu Jie In dapat mencelatjauhnya lima atau
enambelas tombak. Cuma ilmu itu sempurna di gunai di tanah
datar. Untuk berlompat tinggi, ia tak dapat mencelat sejauh
itu.
Kim Goat bertiga terkejut dengan sendirinya mereka
masing-masing mundur satu tindak. mata mereka mengawasi
tajam, untuk bersiaga, Gerakan lawan itu menandakan dia tak
terluka sama sekali, sedang mereka menyangka orang telah
terluka di dalam tubuh,
"Hmm kamu bertiga" kata Jie In mengejek.

562
"Kamu menggunai akal apakah? Kenapa bertempur kamu
tidak mau, mundur tidak mau juga ? Kalau begitu, baiklah
kamu lekas pulang ke India supaya kamu tak usah
mendatangkan tertawaan orang"
"Tuan, kau sangat jumawa" berteriak Kim Goat, gusar
sekali " Kalau begitu baiklah,
aku tidak mau sungkan lagi"
Jie In tertawa dingin.
"Memangnya siapa kesudian dikasihani kamu. kamu lihat,
apakah kamu dapat melukai aku Tidak demikian, kamulah
katak-katak dalam tempurung Mana kamu ketahui liehaynya
ilmu silat Tiongkok."
Menutup kata-katanya itu mendadak tangan kanan anak
muda ini diluncurkan, cepat luar biasa, Tangan itu
mengeluarkan tenaga menolak yang besar sekali. sebab inilah
Bie Lek Sin Kang jurus ketiga belas, jurus yang didapatkan
secara kebetulan rt i tempatnya IHoe Liok Koan, itulah jurus
Im Kek yang Seng," atau "Im lebih Yang lahir"
Ketiga coencia terkejut Belum pernah mereka melihat
serangan semacam itu, Dengan berbareng enam tangan
mereka diajukan untuk memapaki. Tangan mereka lantas saja
beradu dengan tangan penyerangnya. Untuk kagetnya,
mereka mundur tiga tindak. Lawannya itu sebalik nya berdiri
tegak.
Setelah itu, tanpa menanti lagi, In Gak melanjuti
serangannya “Im Kek Yang Seng" disusul dengan Liok Hap
Hoa It, ia terus bertindak dengan "Hian Thian Cinleng Pou."
sambil maju itu, dua dua tangannya bekerja sekarang ia dapat
mendesak.
Ketiga coencia menjadi kena terangsak, sulit mereka
menggunai Cek Sat Moka, Dengan sendirinya mereka menjadi
repot, sebab berbareng dengan itu mereka sama sama

563
menggunai tangan kiri mereka untuk senantiasa menjagai iga
masing masing.
"Inilah heran" berpikir Jie In, "Kenapa mereka sama sama
menjagai satu tempat?" Karena berpikir keras, lantas ia insaf.
Katanya dalam hati: "teranglah mereka telah tertotok hebat
Poo Tan siaosoe, Mereka berkeinginan keras merampas kitab,
mungkin didalam situ termuat resep untuk pengobatannya..."
Setelah berpikir demikian, Jie in menggunaipula Liok Hap
Hoa It, jurus ke empat belas itu, ia mengerahkan tenaga yang
besar sekali, Dengan begini ia paksa ketiga lawannya mundur
terus.
Kim Goat bertiga berkuatir berbareng penasaran, dalam
gusarnya mereka berseru seru.
Masih Jie In mendesak. sampai mendadak ia mencelat
maju sebelah tangannya diluncurkan dengan jurus "Tie Liong
cioe Hoat" atau "Mengekang Naga", sebuah jeriji tangannya
menotok ke iga kanan Beng Goat.
Pendeta asing itu terkejut. Tanpa berdaya dia kena
tertotok. Dengan tiba-tiba dia merasai ngilu pada dadanya,
terus menjadi kaku, akan akhirnya buyarlah tenaga di seluruh
tubuhnya. Menyusul itu, tubuhnya terpental, roboh terbanting
dengan napasnya tersengal-sengal. Syukur untuknya, musuh
tidak menyerang terus, bahkan dia dikasi ketika untuk berdiri
bangun.
Bukan main malunya Beng Goat, muka namenjadi merah.
Jie In tertawa berlenggak.
"Apa aku kata?" katanya "sayang kamu tidak mau percaya
aku"
Kim Goat berdiri, diam mereka heran sekali, Mereka tidak
sangka Beng Goat kena didesak demikian rupa dan terhajar
hebat.

564
"Tuan tuan mengerti tentang kamu bertiga” Jie In berkata
pula. “pasti kamu pernah terluka oleh Poo Tan siansoe hingga
kamu membutuhkan kitab didalam mana mestinya ada
cara pengobatan untukmu. Baiklah, suka aku memegang
kata-kataku, sekarang kamu boleh pergi memasuki gua.
Percayalah, aku bukan itu macam orang yang nanti
menggunai ketikanya selagi orang terancam bahaya"
Kim Goat bertiga terkejut, terutama Beng Goat, pertamatama
mereka kagum untuk liehaynya lawan ini, yang tadi
nampak sudah ter desak hebat tetapi dalam sejenak berbalik
menjadi pihak yang unggul.
Mareka heran kenapa orang tahu mereka bekas dihajar Poo
Tan siansoe, Karena ini, tak lagi mereka dapat berjumawa
atau bersikap galak. Dengan paksakan tertawa Kim Goat
berkata:
"Kau baik sekali suka mengalah tuan baiklah, maafkan
kami, kami bertindak terlebih dulu”
Lantas ia mengajak dua saudaranya pergi ke ujung jurang.
In Gak girang sekali, sedang tadi ia sudah tak berkutik, ia
terluka didalam karena bertahan atas gempuran ketiga lawan
tangguh itu. Untuk menolong diri, tidak ada jalan lain, diamdiam
ia makan ho-sio-ouw.
Luar biasa mujarab obat itu, sebentar saja, ia merata
kesehatannya pulih, tetapi la belum berlega hati benar-benar,
maka ia makan juga lima butir pel Tiang CoenTan-Disebelah
itu. ia telah memikir tipu untuk menghajar lebih dulu salah
satu musuh. Begitulah ia menggunai dua jurus terakhir dari
Bie Lek sin Kang dan ia berhasil.
Sesudah ketiga coencia pergi keujung jurang, ia mengikuti
dengan perlahan, ia tidak mau datang terlalu dekat pada
mereka itu Karena ia menghampirkan maka ia pun mendengar
ketika dari gua terdengar pembacaan doa.

565
Tatkala itu Kim Goat Coencia tidak berayal pula, ia tidak
bersangsi lagi. ia menjejak tanah untuk berlompat ke arah
gua, ia tidak lompat langsung, hanya sambil berjumpalitan
tujuh atau delapan kali, ketika ia sampai dimulut gua, tepat
kedua kakinya menginjak tanah. Dengan lantas ia masuk
kedalam.
"Hahaha" kata Jie ia dalam hatinya, ia mesti mengagumi
cara berlompatnya Kim Goat itu. Sekarang tahulah ia caranya
lawan memasuki gua nya Poo Tan.
Gin Goat dan Beng Goat tidak turut berlompat, maka itu
bersama-sama Jie In mereka cuma mengawasi tanpa
berkesip. Rupanya mereka mau menantikan hasil usahanya
kakak seperguruan itu.
Tidak lama maka dari dalam gua terdengar jeritannya Kim
Goat, beruntun beberapa kali.
" Celaka?" berteriak Gin Goat dan Beng Goat.
Belum berhenti teriakan dua saudara ini atau dari dalam
gua lantas terlihat terlempar keluarnya sebuah tubuh yang
bermandikan darah, yang terjatuh ke dalam jurang, dari mana
lantas terdengar jeritan yang lebih hebat cuma satu kali, tetapi
berkumandang suara itu dapat membikin bangun bulu-roma
orang
Gin Goat dan Beng Goat berdiri menjubIak. Tak berdaya
mereka untuk menolongi kakak seperguruan itu. Untuk
memasuki gua mereka dapat berlompat indah dan tepat,
sebab itulah lompatan "Thian Liong sin hoat" atau si "Naga
Langit", Untuk berlompat mencegah jatuhnya Kim Goat,
mereka putus asa.
Jie In pun kaget dan giris hatinya. ia juga tidak berdaya,
siapa terjatuh ke dalam jurang itu dia bagian mati, kecuali dia
dapat tersangkut di pohon atau dia sebat dan tabah dan dapat
berjumpalitan berulang- ulang kali mungkin dia dapat
ketolongan jiwanya.

566
Meski begitu, orang mesti tahu juga tiba di bawah, dia
jatuh di air atau di batu wadas.
Selagi si anak muda menghela napas saking berduka, ia
melihat Gin Goat danBeng Goat berpaling kepadanya, mata
mereka itu mengembeng air, lalu air matanya itu mengucur
deras.
“ Jiewie Taysoe, janganlah kamu terlalu bersusah hati.” ia
menghibur, "Kakak seperguruan kamu telah menerima tangan
jahat, tetapi dia gagah, mungkin dia dilindungi Thian, mungkin
dia ketolongan sekarang silahkan kamu melanjuti usahanya
itu.”
Kedua pendeta itu mengangguk.
"Adik,." kata Gin Goatpada Beng Goat, "mari kita masuk
berbareng, dengan tangan kanan mu, kau menjaga
punggungku. Dengan kita berdua bekerja sama mustahil kita
tidak sanggup bertahan dari serangan si setan tua itu"
"Itu benar," Beng Goat menyahut. "Mari kita masuk"
Keduanya lantas bersiap sedia. Mereka menyedot napas
habis itu dengan saling susul mereka menjejak tanah untuk
berlompat. Mereka juga berjumpalitan seperti Kim Goat tadi.
Karena sama-sama mereka menggunai lompatan "Thian Liong
sinhoat" seperti Kim Goat.
Jie ln berdiri mengawasi dengan mata tajam, hatinya
sembari bekerja: "Mereka ini lagi menempuh bahaya,
semangat mereka baik sekali. Apakah benar, tanpa
pertolongan kitab itu, luka mereka tidak dapat disembuhkan?
selama lima tahun mereka memikir dan berdaya,
kesudahannya ialah begini rupa, impian belaka...."
Tidak lama pemuda ini berpikir atau ia dikejutkan dua
jeritan yang mengerikan lalu
tertampak dua tubuh terlempar ke luar saling susul, sama
dengan tubuhnya Kim Goat tad i, jatuh ke dalam jurang...

567
"Hebat ..." pikir anak muda ini, hatinya gentar.
Ketika itu angin bertiup keras, ujung baju berkibar-kibar,
sang angin membawa juga perubahan pada cuaca. sang awan
mulai menebal, sang saiju turun beterbangan, melayang
layang, Dengan begitu, hawa lantas menjadi dingin sekaii,
Tubuh Jie In kuat tetapi ia toh sedikit menggigil.
"Kelihatannya sekarang ini giliranku." ia berpikir, “Untuk
mendapatkan kitab, atau sedikit nya menemui Poo Tan, ia
mesti lompat masuk ke dalam gua itu seperti Kim Goat bertiga
itulah berbahaya, Kim Goat bertiga lihay luar biasa. Dapatkah
ia bertahan dari serangannya si pendeta tua? ia juga tidak
tahu jelas, di antara guru dan murid muridnya itu, siapa yang
benar, siapa yang salah, Heran mereka sanpai bentrok untuk
mati dan hidup,...
Mereka itu tidak dapat kasihannya Thian-.. Bagaimana
dengan aku?" pikirnya lebih jauh, "Tentang mereka itu baiklah
aku jangan ingat pula, Mereka ada urusan mereka sendiri, Aku
harus menjaga diriku saja..."
Maka ia mengawasi tajam ke mulut gua, ia juga berpikir,
kalau sebentar ia sudah berada di dalam gua, bagaimana ia
harus bersikap terhadap Poo Tan siansoe. Bagaimana
andaikata ia mendapat nasib seperti Kim Goat bertiga itu.
Masih ia mengawasi hatinya berpikir keras.
"Biarlah aku berserah kepada Thian" pikir nya akhirnya.
Maka ia mengertak gigi,
segera juga ia menjejak tanah, untuk berlompat. ia tidak
berjumpalitan seperti Kim Goat bertiga, ia dapat lompat
langsung.
Cuma ketika ia tiba di mulut gua, ia lantas menggeraki kaki
dan tangannya, kaki memasang kuda-kuda, tangan untuk
bersiap jikalau ketika pendeta tadi menggunai lompatan si
"Naga langit" ia menggunai jurus "Elang Berputar Tiga Kali"

568
dari ilmu silat "Cit Khim sin hoat" atau Tujuh Telapak. Dengan
enteng kakinya menginjak mulut gua.
Benar sekali katanya Kim Goat, gua itu gelap sekali dan tak
rata, terowongannya juga sempit, cuma muat satu orang,
Benarlah itu tempat yang berbahaya.
Tapi ia sudah sampai disitu, jeri atau tidak, ia mesti maju
terus, Maka ia bertindak dengan hati-hati, matanya dipasang,
telinganya mendegar, ia bersiap sedia untuk sesuatu
serangan-
Belum dua tombak ia berjalan, atau ia lantas mendengar
suara yang keras tetapi parau, itulah suaranya Poo Tan sia
nsoe, yang berkata," Tan-wat, aku minta kau menghentikan
tindakanmu. Lebih dulu loolap ingin mendengar maksud
kedatangan tan-wat kemari."
Tan wat ialah panggilan pendeta kepada penderma, suara
itu tajam dan bernada seram. Jie In menghentikan
tindakannya dengan hatinya berdenyutan, itulah sebab orang
segera melihat padanya sedang ia tidak dapat melihat lain
orang.
Maka ia lantas mengawasinya dengan tajam, Baru
kemudian ia menampak didepannya, sejarak dua puluh
tombak kira kira, ada seorang pendeta tua lagi duduk bersila.
" Hebat," pikirnya, "Dia di tempat gelap. sebaliknya aku dari
mulut gua, pantas dia
dapat lihat aku melihat. Herannya kenapa dia tidak lantas
menyerang aku sebagaimana tadi dia merobohkan satu demi
satu Kim Goat bertiga? Apakah di dalam jarak ini tenaganya
belum sampai kepadaku?... Ah, mengapa aku tidak mau
mendekati ia untuk menyerang dengan tiba tiba?"
Pikiran ini lantas diwujudkan, ia lantas maju. Tapi baru kira
setombak, lantas ia merasa kan dorongan, yang menahan
tubuhnya, yang mana disusul dengan bentakan Poo Tan: "Tan

569
wat, mengapa kau tidak dengar perkataanku. Lagi satu tindak
kau maju, terpaksa looIap mesti menurunkan tangan jahat
atas dirimu"
Bukannya ia mundur menjadi jeri Jie In justeru tertawa
riang.
"Siansoe, mengapa kau pelupaan sekali" katanya,
"Bukankah pada tiga bulan yang baru lewat ada seorang
anggauta dari Kay Pang yang kebetulan datang ke sini hingga
di antara siansoe dan dia telah dibuat perjanjian? Benarkah
siansoe telah lupa?"
Mendadak terdengar tertawa nyaring dari si pendeta.
"Benar, itulah benar" katanya, "Hanya sekarang itu sudah tak
perlu lagi".
Jie In menjadi tidak senang,
"Siansoe" katanya keras. "siansoe orang suci, mengapa kau
tidak menegang kepercayaan?
Aku datang kemari justeru karena memenuhi ajakannya
Beng Pay tauw Bukankah siansoe yang membilang, siapa
dapat menasuki gua ini berani dia berjodoh?.."
Belum berhenti kata katanya Jie In atau ia mesti
mendengar tertawa yang lama dan tajam yang seram, disusul
dengan kata kata ini: "Bicara tentang jodoh, itulah benar,
cuma sekarang ini orang yang berjodoh itu sudah rebah untuk
selama-lamanya di dasar jurang, arwahnya sudah pergi ke
nirwana yang kekal abadi...”
Mendengarjawaban itu maka tahulah In Gak bahwa Pok
Tan ini benarlah seorang hantu yang lihay, Bagaimana
gampang dia menyangkal kata-katanya, ia percaya jikalau
pendeta ini dikasih ketika mendapatkan pulang kesehatannya,
dia bakal jadi ancaman bahaya untuk orang orang Rimba
PersiIatao. Karena ini lantas ia ingin menyingkirkannya. Tanpa
berkata apa-apa lagi, ia menyiapkan diri, lantas tangan
kanannya diajukan untuk dengan jurus "ln Kek Yang seng"

570
menggempur tenaga menolak dari si pendeta yaog tak dapat
di percaya itu, berbareng dengan mana, ia maju hingga dua
tombak. Di sini kembali ia kena tertahan.
"Ah.." ia mendengar suaranya Poo Tan.
"Aku tidak sangka tenagamu jauh lebih besar dari tiga
manusia murtad itu jikalau kau tidak disingsirkan, mana dapat
kau membuat hati loolap tenang? Haha."
Jie In segera merasai tolakan tenaga yang kuat sekali,
hingga ia hampir tak sanggup mempertahankan dirinya, Lekas
lekas ia menggerak jurus ke-empatbelas dari Bie Lek sin-Kang.
Dengan begitu, tenaga Poo Tan itu kena dihambat, sampai si
pendeta mengasi dengar suara heran, ia lantas meneruskan
menyerang, sekarang dengan kedua tangannya berbareng,
sambil tubuhnya maju pula.
Poo Tan kaget. Inilah ia tidak sangka, Dengan begitu ia
seperti membiarkan si anak muda mendekati ia sampai hampir
lima tombak. ia heran, ia tadinya percaya, dengan ketiga
Coencia dapat disingkirkan, ia bakal mendapatkan
kebebasannya, siapa tahu sekarang datang orang yang ke
empat yang tidak dikenal, ia lantas mempertahankan diri, ia
menyerang dengan tangan kirinya. ia mengguna i tenaganya
yang dinamakan "POuw-tee Ciang Lek." atau "TanganBuddha.
Sekali ini ia menyerang sambil bersenyum, karena ia
percaya orang tak akan dapat bertahan lagi.
Jie In mempertahankan diri, Ketika si pendeta menambah
tenaganya, ia tetap tidak bergeming.
Poo Tan heran berbareng girang, Ketika ia menyerang itu,
darahnya terasa mengalir ke mata kakinya, itu artinya
darahnya mulai tersalurkan, ia girang sebab segera ia bakal
sembuh seluruhnya. Tapi justeru ia bergirang,justeru ia
merasa kan pula dorongan yang keras, la terkejut Dengan
lekas ia mengulangi serangannya.

571
Jie In merasakan serangan itu, la mengerti bahwa ia lagi
menghadapi bahaya, ia berlaku s ebat, ia mengegos, habis itu
ia merangsakpula.
Maka sekarang ini, Ketika ia mengulur tangan kanannya,
dua jarinya dapat menyamber ke pundak kiri si pendeta, Tapi
sipmdeta justeru telah menyerang pula, seperti tanpa
rintangan, dia mengena kan j itu Jie In kena terpukul, ia
terpental mundur dua tombak, terus ia jatuh numprah di
tanah. sesudah tubuhnya membentur dinding batu, ia
merasakan kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang.
Bumi seperti terbalik...
Poo Tan puas dapat merobohkan musuh. Tapi ia masih
ingin merampas jiwa orang, Maka mau mengulangi
serangannya yang terakhir.
Ketika ia mengerahkan tenaganya, ia terkejut, Tiba tiba ia
merasa tubuhnya menggigil, tenaganya tak dapat dikumpul,
dadanya menjadi sesak. Menyusul itu, seluruh tubuhnya
menjadi kaku atau mati..
"HabisIah aku..." ia mengeluh ia ingat kecewalah
peryakinannya selama lima tahun, Nyata ia tidak dapat
bertahan lebih lama pula. ia mengerti, samberan dua jerijinya
musuh ke pundaknya tadi berkesudahan hebat.
Akhirnya ia menghela napas dan berkata perlahan: "Anak
muda, dari mana kau dapat pelaja ri ilmu totok mu barusan?
Loolap ketahui baik segala ilmu silat Tiongkok akan tetapi aku
tidak kenal kepandaian kau ini, Maukah kau memberi
keterangan pada ku?"
Aneh pendeta ini, Habis berkata itu, ia tertawa perlahan,
sedih suaranya, ia tidak menanti jawaban, ia berkata pula:
"Seumurku loolap belum pernah tunduk terhadap siapa juga,
adalah sekarang ini, sebelum aku menghembuskan napas ku
yang terakhir, aku takluk terhadapmu. Tentang aku, mengapa
aku menyembunyikan diri di wilayah Tiongkok ini, itulah
sebuah teka teki."

572
Anak muda. baik kau ketahui, setelah kau terhajar pukulan
ku ini, tiada harapan lagi untukmu memperoleh pertolongan-
Apa yang aku sesalkan ialah kitabku ini, yang aku dapatinya
secara kebetulan, inilah kitab Poutee Pwee-yap Cin Keng.
Kitab ini akan menemani tulang-tulangku menjadi abu. Hanya
di sebelah itu, girang juga aku, karena di sini aku, kau si orang
muda, kaupun menjadi tetanggaku yang akrab..."
Kata-kata itu disusuli tertawa yang lama yang nadanya
sedih.
Jie In mendengari kata-kata itu, ia merasa kepalanya
pusing sekali. ia berkuatir tetapi ia berdaya. Dengan lantas ia
menjalankan pernapasannya. ia berhasil bisa menyalurkan
napasnya. Cuma ia merasa sakit sekali di dada dan perutnya ia
ingat perkataannya Poo Tan lantas ia mendapat akal. Maka ia
terus berpura-pura bahwa ia benar terluka parah. Dengan
sikutnya, ia menunjang tubuhnya pada dinding. ia baru
mencoba untuk merayap bangun- sebaliknya, sembari
menyalurkan napasnya, ia mengasi dengar suara bernapas
keras, seperti orang yang napasnya sesak. Diam-diam ia
mengawasi si pendela. sekarang, setelah berdiam lama di
tempat gelap. ia dapat melihat tegas.
Poo Tan siansoe bertubuh kecil dan kurus1 tetapi dia
bercokol tegak. mukanya keriputa n. jubahnya ialah jubah
kuning yang sudah rombeng. Apa yang liehay ialah matanya
yang hitam dan bersinar tajam.
Setelah sama-sama berdiam sekian lama, In Gak mengasi
dengar suaranya, ia mulanya berkecii hati sebab sipendeta
berniat memusnahkan kitabnya, baru ia merasa lega ketika
orang mengatakan akan mati bersama.
"Siansoe, dugaan kau tepat," ia kata, sengaja membikin
suaranya tidak lancar. "llmu totok aku ini memang luar biasa,
Aku dapatkan ini dari seorang asal luar negeri, aku

573
mempelajarinya dengan jalan mencuri, Bagaimana
paadanganmu mengenai ilmu totok ini."
Setelah putus asa itu, terbuka hatinya Poo Tan, Dia
tertawa.
"Hebat ilmu totok kau ini" katanya, "Bukti nya totokanmu
dapat membikin loolap binasa, Tetapi, anak muda bukanlah
pukuIanku pun enak diterimanya."
"Benar" sahut In Gak lekas. "Kalau tidak, mana dapat aku
menemani siansoe mati? Eh, loosiaosoe. Aku bakal mati
maukah kau melemparkan kitabmu padaku, untuk aku dapat
melihatnya, satu kali saja...”.
Habis berkata begitu, anak muda itu roboh.
Poo Tan merasa penderitaannya hebat sekali, ia mau
bertahan tetapi tidak dapat. Ia
mesti menyenderkan kepalanya ditembok dinding di
belakangnya Mendengar permintaan si anak muda ia
menyedot napas.
Jilid 7.2. Ilmu baru, Pou-tee pwee yap sin kang
"Anak muda. ini, kau ambillah.,." sahutrya. ia menggeraki
sebelah tangannya, akan merogoh ke sakunya, lalu ia
melemparkannya ke depan anak muda itu, ia menambahkan,”
Jikalau bukan karena kitab ini, tidak nanti loolap dicelakai
ketiga murid ku yang murtad itu dan sekarang terbinasa
ditanganmu: Pergi pulang, semua itu disebabkan ke
serakahanku: Di mataku, kitab ini ialah benda yang membawa
alamat jelek, dari itu haruslah lekas-lekas dimusnahkan. Anak
muda, sehabis kau melihat, lekas kau lemparkan pula
kepadaku, hendak aku menggunai sisa tenagaku buat
merusaknya, supaya tidak sampai terjatuh ke tangan orang
jahat dan tak usah meninggalkan bahaya di belakang hari.."
suaranya pendeta itu makin lama makin lemah.

574
Kitab itu jatuh di depan Jie In sejarak lima kaki. si anak
muda menggeraki tubuhnya, ia merayap. tangan kanannya
diulur untuk menjemputnya. selama itu napasnya memburu,
agaknya ia menggunai terlalu banyak tenaga, Kitab itu dapat
juga diambil, itulah sebuah buku dengan kulitnya kulit
kambing dan isinya dalam bahasa sangsekerta huruf hurufnya
sangat halus.
"Siansoe, huruf hurufnya kitab ini sangat kecil, tak nyata
aku melihatnya," ia kata.
Pendeta itu tertawa perlahan "Memang huruf-hurufnya
halus sekali bagaikan kepala laler," katanya. "Matamupun
sudah kabur, mana dapat kau melihatnya tegas..."
Jie In lantas merayap ke mulut guha, "Hei" bentak Poo Tan
mendadak.
"Kenapa kau tidak mau melemparkan balik kitab
itupadaku?" Jie In merayap terus.
"Aku hendak melihatnya ditempat terang" ia berkata. "Aku
hendak melihat dengan nyata sekali, Kalau tidak, matipun aku
tidak puas .." ia lalu merayap terus.
Wajahnya Poo Tan mendadak berubah. "Kau mau kabur?"
dia berseru. Mendadak dia menyerang.
Sambil merayap itu Jie In mencoba menyalurkan pula
napasnya. ia tidak merasakan sesuatu halangan kecuali
dadanya masih sakit. Maka ia kata dalam hatinya: "Asat aku
sampai di depan gua, selamatlah aku, Dia bisa mati, umpama
kata dia menyerang aku, tidak nanti tenaganya cukup kuat..."
Ia girang sekali, maka selagi mendekati mulut gua, ia
merayap bangun, untuk berlompat.
Justeru itu ia mendengar bentakan si pendeta dan segera
terasa satu tenaga besar mendorong tubuhnya.
Tidak ampun lagi, tubuhnya terhuyung kedepan. ia
mencoba mempertahankan diri, ia gagal, maka tidak ampun
lagi, terus ia terkusruk ke mulut gua, hingga ia menjerit keras,
sebab segera tubuhnya terjatuh ke dalam jurang...

575
"Habis aku" demikian pikirnya. "Kecewa aku terbinasa
dengan cara begini."
Dalam keadaan tinggal mati itu, anak muda ini tidak
melupakan kitab yang dipegang tangan kanannya, bahkan ia
masih meraba ketika sang angin yang biasa terdapat di dalam
jurang, yang berputar sendirinya lantaran arahnya terkekang
dinding bukit. Dengan lantas ia menggeraki kedua tangannya,
juga kedua kakInya, untuk memutar tubuhnya, guna
mengikuti aliran angin yang ada seperti angin puyuh itu.
Kalau tadinya ia menutup matanya, sekarang ia melek.
untuk melihat ke bawah. oleh sang angin, ia menjadi seperti
terbawa turun dengan terputar terus.
Maka tak lama tibalah ia di bawah di dasar jurang itu. ia
menginjak tanah cuma dengan terbanting sedikit, meski
begitu, ia menjadi lemas sekali, tenaganya seperti habis,
kepalanya pusing matanya berkunang-kunang. Untuk sejenak
ia kegelapan. Tidak ada salju turun di dalam jurang itu
semuanya gelap. Dengan perlahan lahan ia menetapkan hati.
Kitab di tangan kanannya dipindahkan ke tangan kiri lalu
dtngan tangan kanan ia merogoh kesaku nya,
Di sana ia dapatkan sepotong ho-sioe-ouw, sisa yang ia
telah makan tadi, ia lantas masuki itu ke dalam mulutnya
untuk dimamah dan di telan hingga ia merasakan bau harum
dan dadanya dirasai lapang.
Dalam tempo yang sangat pendek. lenyap rasa sakitnya.
"Adakah ini takdir?" ia berpikir, "Aku menyimpan ho-sioeouw
dengan maksud nanti dipakai menoIongi orang, siapa
tahu sekarang akulah yang menggunainya sendiri .Dua kali
aku terluka parah, siapakah yang menyangka?"
Lantas ia mengeluarkan Tiang coen Tan, ia telan empat
butir, Habis itu ia duduk bersila, matanya dirapatkan,
pikirannya dipusatkan ia bersemedhi tanpa menghiraukan lagi
segala apa di sekitarnya.

576
Berselang satu jam baru anak muda ini membuka matanya,
ia mengeluarkan napas panjang, Terus ia berbangkit berdiri,
Ketika ia mengangkat kepalanya, la melihat mulut
jurang yang menjulang tinggi, sendirinya hatinya bercekat,
ia membayangkan bagaimana hebat ia telah terjatuh dari
dalam gua.
"Benar-benar hebat tenaga dalam dari Poo Tan" ia pikir,
"Dibanding dengan Bie Lek sin Kang, dia masih terlebih
unggul...Entahlah sekarang dia masih hidup atau sudah
mati.,."
sekarang pemuda ini ingat bagaimana tadi, ketika ia
mencampuri pundak pendeta itu, ia sudah menyerang dengan
tipu silat Hian wan sip-pat Ciang yang dinamakan "Memutus
otot dan nadi," hingga ia dapat membikin putus tiga lembar
ototnya musuh, Karena alpa saja, ia kena dihajar si pendeta,
ia girang, maka ia lantas tertawa.
Mendadak ia berhenti tertawa, Tiba-tiba ia ingat Thian Gwa
sam Coencia. Maka ia lantas melihat kesekitarnya. ia tidak
melihat mayat-mayatnya ketiga pendeta itu, ia heran.
"Aku terjatuh dan tertolong angin, mungkin kah merekapun
begitu?" ia kata dalam hatinya, "Ah, sudahlah, buat apa aku
pikirkan mereka itu.." ia lantas ingat Kouw Yan Boen, sInona
yang cantik dan manis itu.
"Dia tentu lagi menunggui aku, dia pastilah tidak sabaran .
. . " pikirnya pula, Maka ia lantas simpan hati-hati kitabnya,
lalu mulai mencari jalan untuk keluar dari jurang itu, ia
menuju ke selatan.
Syukur jurang itu bukan mati, Ke arah selatan, jurang itu
sampai kepada lembah terbuka, Maka keluarlah Jie In dari
tempat maut itu, Hawa udara dingin sekali, ia jalan terus, ia
tiba disebuah desa di mana rumah pada tertutup pintunya, ia
jala n terus kecuali ia mengetuk pintu, guna menanyakan^ala

577
nan kearah kecamatan Leng cio, ia minta keterangan di setiap
dusun yang dilewati.
Umumnya orang memandang heran kepada-nya, sebab
setelah jatuh di jurang, ia dandan tidak keruan, Bajunya pecah
di sana sini, baju dalamnya sampai kelihatan iapun luka disikut
dan dengkul, bahkan kaki kanannya terluka dalam bekas
terbanting di dinding batu lorong gua, ia menggeleng kepala
kapan ia menyaksikan romannya sendiri. Maka ia berjalan
secepatnya bisa. Ketika akhirnya ia tiba di rumahnya Yo Lootiang,
si orangtua sbe Yo di Oey chung, itu waktu sudah jam
dua malam, tuan rumah semua sedang tidur nyenyak. maka ia
menggedor pintu membuatnya orang mendusin dengan kaget.
"Tuan Jie diluar?" tanya Yo Loo-tiang dari dalam selagi ia
menghampirikanpintu sambil mengenakan baju luarnya. ia
segera menduga pada tetamunya itu.
"Ya," Jie Io menyahut, ia malu hati sebab ia mesti
mengganggu tuan rumah. "Maaf aku mengganggu kau.
Tolong buka pintu."
"Tidak apa, tidak apa." sahut tuan rumah berulang-ulang
seraya ia membuka i pintu, sebelah tangannya memegangi
lilin. Maka kagetlah ketika melihat roman orang, hingga ia
menanya: "Ah, tuan Jie Kau kenapakah?"
"Aku terpeleset jatuh kejurang," Jie In mendusta, mukanya
merah, "syukur aku tidak mati . . ."
"Oh" orang tua itu berseru kaget, "Syukur syukur silahkan
masuk. Nanti aku suruh nona mantuku masak air untuk tuan
membersihkan tubuh."
"Terima kasih, Lootiang." kata Jie In, menampik "ltulah tak
usah. Aku mau berangkat
sekarang juga."
"Ah, mana dapat, tuan" tuan rumah mencegah, "Hari masih
gelap dan hawapun dingin sekali Baikah kau berangkat besok
pagi-pagi,"

578
Tuan rumah ini memaksa menahan, sedang anak isterinya
telah bangun, di antara siapa ada yang repot menyalakan api
dan memasak air. Terpa ksa Jie In menurut. ia ambil
buntalannya untuk salin pakaian- Habis ia minum arak yang
disuguhkan, ia diantar ke kamarnya, disilakan tidur.
Di dalam kamarnya Jie In tidak merebahkan diri, Duduk
menghadapi api, ia mengeluarkan kitab Pou-tee Pwee-yap cin-
Keng, untuk diperiksa, Namanya kitab, itu sebenarnya terdiri
tiga helai, Memang benar, huruf-hurufnya sangat halus.
"Sy ukurlah dari Beng Liang Taysoe aku memperoleh
pelajaran bahasa sangsekerta," katanya dalam hati, "jikalau
tidak, kitab ini pastilah akan menjadi kertas sampah."
Ia lantas membaca. Tidak perlu banyak waktu untuk
membaca habis, itulah ajaran Sang Buddha, untuk orang
memelihara d irinya, bagian dalam dan bagian luar, pokoknya
ialah huruf "Ceng," atau Tenang"
Ajaran itu dapat membikin hati bersih dan tubuh sehat, itu
artinya, penyakit atau lukapun dapat disembuhkan kecuali luka
sampai otot putus.
Pantas Kim Goat bertiga ingin mendapat kan itu. rupanya
mereka ingin mengobati luka di dada mereka, khasiat lainnya,
yaitu setelah hati bersih dan tubuh sehat, orang dapat
membikin dirinya seperti muda pula.
Asalkan terus menerus orang membaca kitab itu, guna
berlatih, Tentu sekali, tubuh sehat berarti tenaga brtambah.
Bedanya ini dari pada Bie Lek Sio Kang yalah tenaga dapat
digunai sambil duduk bersila saja.
Jie In memang rajin dan tekun, maka itu terus ia membaca,
untuk mengingat dan mengapal diluar kepala, itu artinya, ia
terus berlatih.
Untuk ia segala apa berjalan licin karena ia berbakat dan
telah mempunyai dasar juga, Dengan cepat ia dapat
menangkap artinya setiap pengajaran- Setelah mendapatkan
ketenangannya dan pernapasannya sudah pulih seperti

579
sediakala, ia memperoleh kefaedahan lain, ialah ia merasa
matanya menjadi terlebih tajam lagi.
Sampai fajar Jie In tidak tidur, maka ketika tertampak sinar
terang di Jendela, ia membuka pintu,
Yo Lop-tiang semua sudah bangun tidur, nona mantunya
sudah repot bekerja di dapur, ketika dia melihat tetamunya
muncuf, lantas dia menyediakan air dan lainnya.
Jie In merasa tidak enak sendirinya, ia tidak dapat
mencegah kebaikannya tuan rumah itu. ia sebenarnya mau
berangkat pagi-pagi kesudahannya ia pergi sesudah siang, ia
meminta diri, ia pergi dengan naik kudanya.
Tidakperduli angin keras dan salju turun, ia melarikan
kudanya keras, selewatnya kecamatan Leng cio.. ia berada di
jalanan yang sepi, yang dikiri kanannya berbaris lebat
pepohonannya, Tiba tiba ia ingat suatu apa.
" Kenapa aku tidak mau berhenti disini dan mencoba
Poutee Ciang Lak di dalam rimba ini?" demikian pikirnya,
"Perlu aku tahu, kemajuan apa aku telah peroleh..."
Begitu ia berpikir, begitu ia mengambil putusan, ia putar
kudanya masuk ke dalam rimba, ia memilih satu tempat yang
tidak terlalu lebat, setelah menambat kudanya, ia pergi duduk
bersila di tempat di mana tidak ada salju. Mulanya ia berdiam,
untuk mengerahkan tenaga di tangannya, lalu mendadak
menolak keras. "Brak" begitu ia rnendengar. sebuah pohon di
depannya tumbang karenanya.
" Hebat" pikirnya, ia girang bukan main. Apa yang aneh,
serangan itu tidak mengeluarkan suara angin, pukulan Bie Lek
sin Kang masih ada iringan anginnya.
"Baik aku mencoba," pikirnya, ia lalu menyerang dengan
pukulan Liok Hap Hoa it. Di depannya, pohon tumbang pula,
Tapi ia dapat kenyataan, pukulan Poutee Ciang Lek lebih
dahsyat dan tenang.

580
"Pastilah ini hasilnya Poutee Pwee-yap Cin Keng," kata ia
dalam hatinya, ia girang bukan buatan, sebegitu sudah cukup,
maka ia naik pula kudanya, untuk melanjuti perjalanannya, ia
kabur ke arah Thaygoan.
Kapan akhirnya In Gak sampai di kuil Chin soe, di belakang
kuil itu ia mendapatkan Yan Boen tengah berlatih tindakan
"Kioe Kioug Ceng Hoan im yang Pou" di atas peka rangan
yang beramparkan salju. ia lihat orang berlatih dengan
sungguh-sungguh. Di dalam tempo dua hari, pesat sekali
kemajuan sinona. Tentu saja ia girang sekali. "Adik" ia
memanggil, Yan Boen berhenti bersilat dengan lantas.
"Engko In" ia berseru kapan ia melihat si anak muda
kepada siapa ia berlompat menubruk. hingga mereka menjadi
saling rangkul. "AdikBoen" kata In Gak tertawa, "Mari masuk."
Yan Boen menurut.
Di dalam kamar Jie In duduk di atas pembaringan.
"Bagaimana, engko In?" tanya sInona.
" Hebat," sahut si anak muda, yang terus menuturkan
pengalamannya.
Maka sInona mengawasi, sinarnya kaget dan girang Benarbenar
si engko In mirip sudah mati hidup pula, Diakhirnya,
hatinya lega. Habis menutur Jie In menghela napas, lalu ia
tertawa. "Adik Boen, mari kita pergi pesiar ke kota Thaygoan"
ia mengajak. Nona itu menatap. mendadak dia tertawa.
"Bukankah engko ingin menyelidiki gerak-geriknya Ceng
Hong Pay?" ia tanya. Jie In mengangguk. la tertawa pula,
Maka sInonapun tertawa. "Marilah" Nona Kouw mengajak.
Maka dengan merendengi kuda mereka menujulah mereka
ke dalam kota, yang dari jauh-jauh telah terlihat sayup-sayup.
nampaknya kokoh dan teguh, sekitarnya luas duapuluh empat
lie

581
Tiga arahnya timur, barat dan utara bergunung cuma
bagian selatannya yang berdatar panjang dan sempit. Dan
inilah jalanan yang diambil muda mudi itu.
Gunung-gunung bersalju, diatasnya terlihat burung
beterbangan sedap untuk memandangi pemandangan alam
itu. Maka juga, ketika di belakang mereka terdengar berisiknya
kelenengan kuda, mereka tidak menoleh untuk melihat,
mereka terus bicara sambil tertawa dan bersenyum, tangan
mereka tunjuk sana dan unjuk sini.
Segera juga lewatlah rombongan yang menunggang kuda
itu, yang terdiri dari belasan orang. Ketika mereka sudah lewat
sekira lima tombak. semua menahan kuda mereka secara
mendadak. terus mereka berpaling mengawasi pemuda dan
pemudi itu.
-00000000-
"Ha " berseru satu penunggang kuda yang usianya muda.
"Di mana di dunia ada wanita begini jelek romannya Ha ha ha
ha"
Yan Boen memang memakai topeng pemberiannya In Gak.
Tapi la tidak senang, maka ia mau majukan kudanya, Alisnya
pun sudah lantas bangun berdiri
"Hus" In Gak berkata seraya tangannya menarik sInona
"AdikBoen, kau lihat aku." ia
lantas mengajukan kudanya untuk ditahan di depan si anak
muda. "Tuan, di maka umum ini kau berani bicara tentang
orang, apakah kau tidak takut pada undang-undang negara?"
Pemuda itu tertawa pula, ia menoleh kepada kawankawannya
dikiri dan kanannya.
"Kamu lihat" ia berkata temb erang "Peajar rudin ini
mungkin telah makan hatInaga dan nyali harimau maka dia
berani kurang ajar di depanku" Lantas dia mengawasi In Gak,
matanya mendelik: "Eh,pelajar rudin, aku Heng Toaya, aku

582
gemar membicarakan halnya wajah wanita, aku tidak
mengambil mumat pada undang-undang negara Habis kau
mau apa, ..?
“Aduh"
Belum berhenti suara anak muda itu atau dia lantas
menjerit keras bahwa kesakitan, sebab cambuknya In Gak
sudah menyamber pipinya yang kiri, hingga pipi itu berbekas
digaris merah, Celakanya untuk dia, tubuhnva terhuyung dua
kali, tergelincir dari atas kudanya
Jie In sebal melihat keceriwisan orang, maka ia lantas
menghadiahkan satu cambukan.
Belasan kawan si anak muda menjadi gusar.
" Hajar" mereka berseru-seru lantas mereka mau maju.
Si anak muda sehabis menubruk tanah, lantas berlompat
bangun, Dia tidak takut, dia menjadi sangat gusar.
"Bagus, pelajar rudin" dia berteriak. tangannya yang
sebelah menutup pipinya, "kau berani pukul orang?"
Jie In tertawa.
"Memang biasa aku suka menghajar orang di muka umum"
sahutnya. "Tabiatku sama dengan tabiatmu"
Bukan main gusarnya si arak muda, dia lompat maju,
tangannya dilunjurkan, niatnya menyamber pemuda kita, guna
ditarik terjungkal dari atas kudanya.
Jie In bersenyum. cambuknya diayun, Belum lagi tubuhnya
kena d isamber, atau tubuh orang itu, yang sebenarnya
bernama Heng Coan, sudah kena terlibet, maka ketika cambuk
d ig entak. dia lantas terangkat dan terlempar, jatuh belasan
tombak jauhnya, terbabat diantara salju
Kejadian cepat sekali, kawan-kawannya Heng Coan tak
dapat mencegahnya, Lalu satu diantaranya, yang sudah
setengah umur, yang mukanya bundar, berkata r "Tuan,
walaupun kau liehay, kami dari pihak Ceng Hong Pay, kami
bukannya orang-orang yang dapat dipermainkan perbuatanmu

583
ini, tuan ialah gara-gara diantara kita." Maka kau tunggu dan
lihatlah"
Jie In menjadi gusar mengetahui orang adalah orang-orang
Ceng Hong Pay, tanpa membuka mulut lagi, ia mengayun
cambuknya, terus hingga tiga empat kafi. Maka ramailah suara
belasan orang itu, yang berteriak teriak teraduh-aduh bahwa
kesakitan, sebab cambuk itu merabu mereka, tubuh mereka
terjungkal roboh dari atas kuda masing-masing.. Habis itu,
dengan satu lompatan, Jie In tiba di depannya si orang muka
bundar usia pertengahan itu.
orang itu, yang barusan mengeluarkan kata-kata
mengancam juga turut roboh, ia tengah berlompat bangun
kapan ia melihat musuh berada di depannya, saking kaget,
mukanya menjadi pucat, untuk membela diri, ia menggeraki
kedua tangannya berniat turun mangan terlebih dulu.
"Kau mau mampus" membentak Jie In yang tangan
kanannya menyamber.
Dengan menjerit keras, kedua tangannya orang itu patah
seketika dan darahnya pun mengalir Dia roboh pingsan
"Ceng Hong Pay itu benda apa?" tanya Jie In bengis,
mengawasi semua orang Ceng Hong Pay itu yang telah pada
merayap bangun, " Kamulah tukang berbuat sewenangwenang
yang tidak mengindahkan undang-undang negara
sekarang aku beri ampunjiwa kamu, supaya kamu dapat
membuat laporan kepada ketua kamu. Bilanglah supaya dia
tahu diri dan membataskan sepak-terjangnya. Dapatkah kamu
dibandingkan dengan tujuh imam darIngo Tay san? jikalau
kamu tidak puas, kamu boleh cari aku? Aku si orang she
JieBila nanti kamu ketemu ketua kami sampaikanlah
hormatku"
Mendengar suara orang itu, mukanya orang-orang Ceng
Hong-Pay itu menjadi pucat, dengan memayang simuka
bundar, yang mereka kas Inaik atas kudanya, dengan terbiritTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
584
birit mereka menyingkirkan diri, itulah sebab berita hal Jie In
dengan sebatang cambuknya mengundurkan ke tujuh imam
darIngo Tay san telah menggemparkan dunia Kang ouw,
bahkan pihak Ceng Hong Pay telah memesan semua
anggautanya, apa bila mereka bertemu Jie In, mereka dilarang
turun tangan, mereka diharuskan melaporkan kepada markas
mereka.
Di luar sangkaan, kali ini mereka justeru main gila di depan
si orang she Jie sendiri, Heng Coan sangat ketakutan dia
mendahului lari sampai dia lupa pada kudanya. Menyaksikan
kejadian itu, Yan Boen tertawa bergelak di atas kudanya Jie In
melihat kejenakaan sInona, iapun tertawa, Tapi ia fekas
berkata: "sekarang tak dapat kita pergi terus ke kota
Thaygoan, -Mari kita kembali dulu ke Chin soe”
Yan Boen menurut tanpa mengatakan sesuatu. Untuknya,
asal ia berada disisi si anak
muda sudah puaslah hatinya, Begitu si anak muda lompat
naik kepung g ung kuda, ia menarik les-nya, untuk membikin
binatang itu membalik arah, untuk kabur kembali ke kuil. "
Heran, heran..." kata Jie In seorang diri di atas kudanya. Ia
seperti mendumal.
"Heran apa, engko In?" sInona nanya. Dia menatap dengan
tak mengerti "Apakah itu yang dibuat heran?"
"Aku merasa aneh," menyahut si anak muda "Ketika aku
turun tangan dirumah Liesielong, aku menggunaInama Ceng
Hong Pay, karenanya pembesar negara barulah mencari dan
membekuk orang orang Ceng Hong Pay. sekarang buktinya
mereka dapat kemerdekaan mereka, bahkan mereka jadi
galak sekali. Kenapa kah?tidakkah itu aneh?"
SInona tertawa.
"Engko In, kau terlalu jujur" katanya, "Seharusnya kau
memikir. Ceng Hong Pay itu telah kokoh- kuat dasarnya dan
pengaruhnya besar sekali, sudah wajar jikalau mereka

585
bersekongkol dengan pembesar negeri, jikalau tidak. mana
dapat mereka dibiarkan saja? Bahkan mungkin Ceng Hong Pay
justeru lagi berdaya- upaya untuk membekuk kau, engko"
Jie In bagaikan baru sadar, ia tertawa.
"Kau benar, adikBoen" katanya, "Kenapa aku tidak memikir
demikian? Dasar kau cerdas" sInona tertawa pula.
"Sudahlah, jangan kau mengangkat-angkat aku" katanya,
"Engko In, kau harus ajarkan aku ilmu cambuk mu tadi kau
gunakan"
"Baik, nona manis." kata In Gak tertawa, ia menjiterkan
cambuknya hingga kudanya berlompat dan lari keras, hingga
lekas juga mereka kembali ke kuil, selagi mereka bertindak
masuk ke dalam kuil, dari sana muncul tiga orang yang
menyambut mereka sambil tertawa berkakak.
Bukan main girangnya si anak muda kapan ia telah melihat
ketiga orang itu, yang bukan lain dari pada Kioe Cie sin- Kay
Chong sie dan Kit Koen Coe Loei Siauw Thian beserta imam
dari Chin soe. ia lompat untuk menyamber tangannya Siauw
Thian seraya berseru: Toako Jieko Kapankah kamu tiba?"
Sia uw Thian tidak lantas menjawab, hanya ia mengawasi
tajam kepada Yan Boen.
"Shatee" katanya kemudian, "kau telah mempunyaInona
yang manis sekali kau sampai melupai kedua kakakmu"
Yan Boen masih memakai topengnya yang membuat
mukanya sangat jelek mendengar kata-katanya Siauw Thian,
ia likat sekali akan tetapi tidak dapat ia bergusar karena orang
adalah kakak-angkat engko In-nya, ia tunduk dan diam.
Jie in dapat menduga tentulah si imam yang membuka
rahasia, ia tertawa dan kata, “Jieko, masih saja kau tak dapat
mengubah adatmu. Kau suka sekali menggoda orang Awas,
jikalau adik Yan gusar dan dia menghajar kau, aku tidak akan
bertanggung jawab"

586
Siauw Thian menggeleng kepala, "Aku tidak takut" katanya,
lagaknya tetap jenaka. "Di kolong langit ini mana ada tee-hoe
yang menampar Jiepeenya?"
Terus ia berpaling kepada Yan Boen dan berkata dengan
ramah: "Benar bukan, teehoe?" Yan Boen berdiam cuma
matanya melotot kepada Jiekoe itu, paman yang nomor dua.
Kioe cie sio Kay sebaliknya mengerutkan kening.
"Banyak yang harus kita bicarakan." katanya. "Mari masuk"
Maka masuklah mereka, untuk duduk berkumpul di ruang
dalam.
"LooSam" kemudian si pengemis tanya, Sekarang ia
tertawa. "Bagaimana dengan urusan yang dikatakan si
pengemis sheBeng?"
"Sudah beres." menjawab Jie in, " Hanya hampir saja
jiwaku lenyap. .." ia lantas menuturkan pula peristiwa di
puncak CioeAuw Hong itu.
Chong sie dan Siauw Thian mengawasi adik angkat ini.
Benar- benar pengalaman itu hebat. syukur adik ini selamat.
Jie In kemudian tanya: "Bagaimana dengan kedua bocah
she Hoe itu?"
"Kau jangan kuatir," menyahut Chong sie, "Mereka sudah
sampai di rumah mereka, Beng Tiong Ko telah menerima baik
kata-kataku, untuk sementara dia berdiam di ciang peng,
setelah kita kembalInanti, baru dia akan balik ke shoasay.
Hanya sekarang ini, Lao sam, kau telah mendatangkan
ancaman bahaya yang bukan kecil.."
Jie in heran.
"Bahaya apakah itu?" tetapi Siauw Thian sebaliknya tertawa
terbahak, "shatee liehay ilmu silatmu tetapi pengalamannya
dalam dunia Kang ouw masih sangat kurang" berkata ini
kakak angkat yang nomor dua.
"Selama yang belakangan ini, apapun yang terjadi didalam
dunia Kang ouw, semua itu ada perbuatan kau. Coba kau

587
pikir-pikir apa yang kau lakukan terhadap Liong bun Ngo
Koay? Bagaimana dengan Imyang siang Kiam? Kau membikin
Siauw Yauw Iesoe kabur dengan mengandung penasaran.
Dengan cambukmu kau mengundurkan tujuh imam darIngo
Tay siu. Bukankah Goan cin coe ketua Ngo Tay Pay terluka
dan terbinasa karena kau? Di kecamatan Heng koan kau telah
membinasakan ketua cabang Ceng Hong Pay yang bernama
Goei Gio dan
dua kawannya, meski benar mereka terbinasa tanpa lukaluka,
Dan Pat Cioe Thiam coe Goh Hoa telah menemui ajalnya
diatas menara.
Semua itu mereka duga adalah buah pekerjaan kau. Kau
tahu selagi bersama toako aku memasuki wilayah - shoasay ini
ditengah jalan aku melihat jago-jago dari lima propiosi Utara,
Maka aku percaya di kota Thaygoan tentulah ada bahaya
besar yaog mengancammu, shatee julukanmu Koay Cioe sie
seng di Pelajar Tangan Aneh telah menjadi sangat terkenal di
mana-mana"
Jie In berdiam hatinya bercekat, ia tidak menyangka ia
telah menanam demikian banyak permusuhan.
Chong sie mengerutkan kening tetapi ketika ia berkata ia
tertawa.
"Loo Jie, masih ada latu hal yang kau belum menyebutnya."
katanya. "Nanti aku si pengemis tua yang menambahkannya.
Loo sam, pekerjaan mu di rumah Lie sie loog bukanlah
pekerjaan yang sempurna. Kau tahu di hari besoknya Pok Loo
Jie ketua Ceng Hong Pa y sudah lantas datang menghadap
pembesar negeri untuk menyangkal, sebagai kesudahan dari
pertemuan itu telah diadakan batas tempo satu bulan untuk
menangkap kau.
Kejadian itujuga diketahui oleh kota raja, pemerintah
menjadi gusar maka telah dikirim sembilan belas pengawal
keamanan dan istana untuk mencari kau, Demikianlah urusan
sangat menggemparkan."

588
Jie In berdiam, tetapi akhirnya ia tertawa. "Selama mereka
itu bertindak secara terang-terangan, aku tidak takut"
katanya, "Bukankah tidak dapat mereka itu main mendugaduga
saja dan bertindak membabi buta? Aku akan meminta
kesaksian berikut bukti-buktinya, jikalau mereka main paksa,
biarlah mayat-mayat pada bergelimpangan pula."
Kioe cie sin Kay tertawa bergelak. dia menunjuki
jempolnya.
"Sungguh kau gagah, shatee" ia memuji. "Menyangkal ialah
jalan utama tetapi itu bukan berarti tersingkirnya
pertempuran. Kau tahu, juga jago-jago dari Oey Kie Pay telah
turut datang ke shoasay ini ketika ini hendak aku si pengemis
tua menggunainya buat aku membereskan perhitungan lama,
cuma aku kuatir karenanya aku nanti merembet- rembet Cee
Lootee, Akupun menguatirkan nanti terulang peristiwa dua
puluh tahun dulu itu..."
Mendengar perkataannya si pengemis, imam dari Chin soe,
yang sedari tadi berdiam diri, lantas tertawa lebar.
"Chong Loosoe- kau nyata terlalu tak melihat mata pada
aku. Kiauw cioe Koen loen cee Hong" ia kata nyaring. "Apakah
kau kira aku si orang she Cee takut perkara?"
Siauw Thian tertawa, ia mengulapkan tangannya.
"Semua yang hadir disini, semua tidak takut perkara" ia
kata nyaring.
"Bukankah benar demikian nona?" ia menambahkan pula
Yan Boen kepada siapa ia menoleh, iapun bersenyum.
Nona Kaouw tidak betah memakai topeng, ia
menyingkirkan itu, atas pertanyaan Siauw Thian ia bersenyum
maka terlihatlah kecuali kecantikannya sInona juga manis dan
ayu.
"Au dia begini cantik...." kata Siauw Thian di dalam hati.
pantaslah shatee jatuh hati padanya..."

589
Habis itu Yan Boen memakai pula topengnya dia tertawa,
Rupanya senang menyaksikan Siauw Thian dan chong sie
mengagumi keelokannya itu.
Justeru itu diluar terdengar suara seperti barang jatuh.
Angin lagi meniup keras tetapi itu tidak dapat mengelabui
orang orang kosen di dalam kuil Cee Hong, yang air mukanya
berubah, lantas mengayun sebelah tangannya, menerbangkan
tiga batang paku Gin-teng.
Diluar jendela lantas terdengar suara tertawa dan kata-kata
ini, "Cee Loo te, inilah bukan caranya menyambut sahabat
baik. Kenapa sebelum bertemu, kau lantas menggunai tiga
batang paku ini? Kalau begitu, nyata kau berpikiran cupat
sekali."
Cee Hong merasa bahwa ia kenal suara itu, sayang ia tidak
bisa lantas mengingatnya. Maka itu sembari mengayun pula
tangannya, ia lompat kejendela, untuk lompat keluar sambil
menanyai "siapa di luar?"
Jie In dan yang lainnya sudah lantas menyusul ke luar.
Diluar jendela itu terlihat delapan orang, di antaranya ada
Hong Coan yang tadi diajar adat oleh in Gak. seorang lagi
diantaranya yang tubuhnya tinggi dan besar yang mukanya
merah dan hidungnya seperti hidung singa yang kumisnya
putih semua mengawasi In Gak dengan tajam.
Ditangannya dia mencekal tiga batang paku ialah senjata
rahasianya Cee liong barusan.
"Cee Lo too" kata dia sambil terus tertawa terbahak " baru
dua puluh tahun kita berpisah lantas kau sudah tidak
mengenali orang?" Dia tetap memanggil "loo-too" atau Imam
tua.
sekarang cee Hong kenali orang itu, maka ia tertawa.
"Aku tadinya menyangka siapa." ia kata, "tidak tahunya
yang berkunjung ini ialah

590
sao-coe Coa Hok dari gunung Ya Jin san san-coe, apakah
datangmu ini untuk membuat perhitungan perkara dua puluh
tahun yang lampau?"
Coa Hok tertawa dingin.
"Ce Lotoo, apakah kau sangka aku si orang she Coa orang
yang berpikiran cupat?" ia berkata mengejek. "Dulu hari itu
kau telah terkena sebelah tanganku, maka dengan itu
perhitungan sudah lunas, Kali ini aku datang kau tahu, ialah
untuk si orang she Jie" ia lantas menuding In Gak.
Selagi dua orang itu berbicara, Siauw Thian membisiki adik
angkatnya "Lao sam, kau lihat empat diantara mereka itu
yang memakai ikat kepala hitam dan putih, Merekalah Biauw
Kiang soe Yauw, empat siluman dari wilayah bangsa Biauw.
Kecuali liehay ilmu silatnya, mereka itu liehay juga jarum
rahasianya yang dinamakan Boe eng san hoa Ciam atau jarum
Menabur Bunga Tanpa bayangan yang hebat ialah jarumnya
ada racunnya, racun mana, kalau mengenai tubuh, tak
terpikirkan akibatnya, Maka itu hati-hatilah kalau sebentar kau
menempur mereka itu. Kalau dapat baiklah mereka
disingkirkan siang-siang..."
In Gak mengangguk. matanya mengawasi Biauw Kiang soe
Yauw, tubuh siapa rata-rata jangkung kurus, muka mereka
merah, kaki mereka bertelanjang, bajunya panjang sampai di
lutut, sinar matanya kebiru-biruan, romannya sangat bengis.
Pula di dalam rombongan itu ada dua orang wanita, yang
romannya cantikjuga, yang mengasi lihat senyuman tawar.
Rupanya mereka itu mentertawakan Yan Boen, yang
romannya sangat jelek. Dari bersenyum, mereka terus
tertawa,
Nona Kouw sangat mendongkol, hingga ingin ia
menghampiri kan mereka, untuk mengajar
adat, guna menggaplok mereka, Dengan menguasai diri
sendiri, ia cekal keras tangannya In Gak.

591
Jie In tengah memperhatikan musuh ketika ia merasai
tangan lunak mencekal tangannya itu, ia lantas membalas
memegang erat erat.
Ketika itu Chong sie berkata pada Loei Siauw Thian- "orang
yang berdiri di sampingnya Coa Hok ialah siang Kauw sin san
Kwee Hong Coen, ketua dari Kwee Kee Po dari siangpay.
Dialah seorang baik, pernah aku bertemu dengannya, heran,
kenapa dia bercampuran dengan rombongannya orang she
Coa ini...."
Jie In lantas memandang orang she Kwee itu, yang ia lihat
benar beroman jujur, maka itu ia memperhatikannya. segera
ia dapat kenyataan orang beroman duka tetapi itu tak mudah
terkentara. ia menduga itulah mesti ada sebabnya.
Oleh karena Coa Hok menyebut langsung nama Jie In,
sebelum Cee Hong sempat membuka mulut lagi, si anak muda
lantas mengajukan dirinya.
"Aku Jie In, aku tidak berselisih dengan kau, orang she
Coa, mau apa kau cari aku?" ia menegur, tertawa dingin-
"Ya Jin san coe bersenyum. "Apa yang kau lakukan, tuan
kau harus mengerti sendiri" ia bilang "Apakah kau hendak
tunggu sampai aku si orang she Coa menggoyang-goyang
membikin capai lidahku?"
Jie In tertawa berlenggak, "Kau aneh, tuan- ia kita, "Apa
yang aku si orang she Jie lakukan apakah aku mesti
membiarkannya kau campur tahu? Kau telah menyebutnyebut
aku, baiklah sekarang kau boleh mengutarakan
maksud kedatanganmu ini"
Kata-kata itu membuat Coa Hok heran, orang tak
sedikitpun terlihat gentar, orangpun tak nampak luar biasa,
Maka berpikirlah dia: "Kaum Kang ouw ramai bicara tentang
dia, katanya dia sangat liehay, tetapi heran, sinar matanya
biasa saja, iapun belum berusia cukup empat puluh tahun,
Benarkah dia liehay? Ah, mungkin orang berbicara
berlebihan...."

592
"Tuan, mengapa kau agaknya galak sekali?" ia tanya,
tertawa, "Kau harus ketahui urusan di dunia itu haruslah
diurus oleh orang di dalam dunia Aku si orang she Coa
menempatkan diriku dalam Rimba Persilatan, aku lelah
dimintai tolong, dari itu tak dapat aku tidak datang ke sini
Tentang lainnya aku tidak mau tahu-menahu sekarang yang
nomor satu: aku mau bicara perihal terluka dan terbinasanya
Goan Cin cioe ketua darIngo Tay Pay, Dia memang bukan
langsung terbinasakan kau tetapi toh secara tidak langsung
dia terganggu olehmu, hingga karenanya lenyaplah ho-sioeouw
itu. Kau toh tidak dapat mencuci tangan, bukan?
Lalu halnya Pat Cie Thian-coen Goh Hoa mati tak keruan di
dalam menaranya. Hebat pekerjaan kau tuan, kau tidak
meninggalkan bekas apa juga sebenarnya aku tidak ketahui
hal itu tetapi kau tidak dapat mengelabui Thian, Di sana masih
ada dua orang yang belum mati dan mereka dapat melihat
wajah kau. sedangkan mengenai pedang Thay oh Kiam... Hm
h m Pedang itu telah dapat dicuri pulang."
Oh kini sekarang ini baiklah omongan panjang dipersingkat.
soal Goan cin coe dan Goh Hou itu saudara-saudara angkat
aku si orang she Coa maka itu apakah aku tidak berhak untuk
mencampuri urusan mereka? Tak berlebihan bukan?" Habis
berkata, kembali dia tertawa, lama tertawanya itu.
Mendengar halnya masih ada dua orang yang belum mati,"
tahulah Jie In bahwa pekerjaannya Hoe Ceng kurang
sempurna ia tidak menghiraukan ini, hanya ia kaget
mendengar pedang Thay oh Kiam kena dicuri kembali oleh
Coa Hok. maka ia berpaling kepada Kioe Cie sin Kay dan Kian
Koen cioe. Tetapi dua saudara itu berdiam saja, suatu tanda
merekapun tidak ketahui hal itu.
"Ah, inilah tentu hasil kelicikannya Coa Hok, maka juga dua
saudaraku ini kena dikelabui," pikirnya, " KaLau begini, dia
benar tidak dapat dipandang enteng..."

593
Ia lantas mengawasi Ya Jin san-coe, hingga ia melihat
dibebokong orang ada tersendoI sebatang pedang panjang
yang terbungkus kantung biru, Tahulah ia pedang itu pedang
apa. Maka mendadak ia mengasi dengar suara "Hm" dan
sebelum tertawanya san Coa itu belum berhenti, tubuhnya
sudah berkelebat maju.
Coi Hok heran, sebab mendadak ia melihat bayangan
berkelebat ke belakangnya ia bercuriga tanpa bersangsi lagi,
ia memutar tubuh sambil menyampok. Tetapi ia tidak
mengenai sasarannya tubuh Jie Injuga tidak nampak.
Melainkan ia merasai bebokongnya enteng. Ketika ia
meraba, ia kaget bukan kepalang, pedang yang digendolnya
itu lenyap tanpa sayap. la lekas berpaling pula, uutuk
mendengar tertawa dingin, tertawa ejekan-
Jie in berdiri di depannya, wajahnya tersungging senyuman
dan tangannya memegang pedang yang barusan saja masih
tergendol olehnya. Hanya sebentar Jie In bersenyum, lantas
wajahnya menjadi sungguh-sungguh.
" Harap san coe maafkan Jie In" katanya, "Kita cuma saling
tukar tangan saling memindahkan"
Coi Hok gusar luar biasa, sambil berseru ia lompat
menyerang. Maka di depan matanya si anak muda lantas
bergerak banyak bayangan tangan, itulah ilmu silat "Hoei Koa
Ciang," atau "Bunga-bunga Beterbangan." siapa terkena
pukulan itu, dibagian mana saja mestinya tulang tulangnya
patah dan remuk.
Jie In tidak mau menyerahkan tubuhnya menjadi kurban, ia
lompat mundur, berbareng dengan mana, Thay oh Kiam telah
dihunusnya hingga dibadapan mereka terlibat berkelebatnya
cahaya kepera k perakan yang menyilaukan mata, hawa
anginnya pun dingin sekali.
Ya Jin san coe lantas lompat mundur. ia tahu baik,
tangannya itu tak dapat melawan pedang mustika, Tapi ia
tertawa dingin dan kata: "Tuan yang baik, kau jadi hendak

594
menggunai pedang Thay oh Kiam melawan tangan kosong
yang berdarah daging?Hm"
Jie In mengasi lihat roman dingin, Dengan sebat ia masuki
pula pedangnya kedalam sarung-nya, sebab iapun cuma
hendak memeriksa pedang itu tulen atau palsu, ia lantas
menanyai "San coe, kau menghendaki bagaimana?"
Hati Coa Hok menjadi besar pula, ia menggerakipula kedua
tangannya, untuk menyerang seperti tadi.
Jie In mau maju untuk melayani ketika Cee Hong berlompat
maju sambil mengulapkan tangan dan berkata nyaring: "Tuan
tuan, tahan dulu. Dua-dua pihak adalah tetamu-tetamuku dari
jauh, baiklah kamu jangan bentrok, "Mari kita bicara baik baik"
Coa Hok berhenti menggeraki tangannya, Dia mengasi lihat
roman gusar.
"Cee Loo too, aku tidak akan mengganggu kau" katanya
nyaring, Lantas dia menuding Jie In dan menambahkan-
"orang she Jie, dalam tempo sepuluh hari, pasti aku si orang
she Co akan mengambil pulang pedang Thay oh Kiam itu
Untuk sementara aku si orang she Coa suka melepaskan kau
tetapi kau tidak bakal lolos di tangannya sembilan belas siewie
dari istana serta orang-orang Ceng Hong Pay Kau catatlah,
mengingat pertemuan kita hari ini, nanti aku orang she Coa
akan menolongi kau mengurus jenazahmu"
Jie In gusar mendengar kata-kata itu, ia lompat maju.
"Orang she Coo, bicaralah dengan jelas" ia membentak
"Apa hubungannya sekalian siewi dari istana itu serta orang
orang Ceng Hong Pay. Ah, teranglah, kau juga menggunai
daya busuk memfitnah orang"
YaJin san coe tertawa terbahak.
"Aku si orang she Coa, aku bekerja belum pernah
meminjam tangan orang" ia bilang. "Baiklah aku menjelaskan,
kawanan siewie dan Ceng Hong Pay itu bekerja mengenai
urusan Lie sie Iong. Tentunya kau sudah tahu sendiri tetapi
kau masih menghendaki kubicara"

595
"Benarlah seperti dugaan toako" kata Jie-In dalam hati,
Tapi ia bersenyum dan berkata: "Kau berguyon, perbuatan itu
tak nanti di lakukan Jie In, atau kalau ia melakukannya, tidak
nanti ia pinjam tangan orang memfitnah Ceng Hong Pay
jikalau kau tetap menuduh aku boleh menyampaikannya
bahwa aku bersedia menyambut mereka "
Coa Hoa mengangguk.
"Bagus" katanya "Beg inilah pembicaraan kita Tuan,
andaikata kau beruntung memperoleh keselamatan dirimu,
nanti malam tanggal tujuh kita bertemu pula di gelanggang di
Poan-Coan Hip peng"
Jie ln tertawa lebar.
“Jikalau Coa san- coe tetap menjual tenagamu untuk
sahabat." katanya menyambut tantangan "baiklah, nanti
tanggal tujuh malam di Poan Coan aku si orang she Jie akan
memberi keadilan kepada kau"
Coa Hok tidak mau banyak omong lagi, ia merangkapkan
kedua tangannya, tanda memberi hormat sampaInanti mereka
bertemu pula.
Justeru itu, di dalam rombongannya terdengar orang
menjerit keras, lalu tubuhnya Heng Coa n nampak terpental
roboh
Yan Boen benci betul pada Heng Coan bukan saja sebab
mulutnya usil, juga sekarang dialah yang datang membawa
kawan untuk membikin rewel, maka itu selagi Jie in melayani
Coa Hok bicara, dengan tiba tiba ia lompat kepada orang yang
dibenci itu, tanpa membilang apa apa, ia menyerang dengan
pukulan "Lima Kali Mementil Tali Tetabuan," ia menghajar
dada.
Tepat serangannya itu, maka pada patahlah tulang tulang
dada si orang she Heng, yang tubuhnya terpental dua tombak
lebih, mulutnya menyemburkan darah hidup, hingga salju
yang putih berubah menjadi merah.

596
Coa Hok mendongkol bukan main tetapi ia dapat menahan
sabar, Dengan mengeluarkan tertawa dingin dua kali, ia kata:
"Urusan kamu dengan Ceng Hong Pay, aku si orang she Coa
tidak mau mencampur tahu Di antara kita berdua. lihat saja
lain hari"
Selagi tertawa itu, ia berlompat melewati tembok
pekarangan dengan disusul kawan-kawannya, kecuali siang
cauw sin Tao Kwee Heng Coen, yang mana berdiri menjublak
saja.
Kioe Cie sin Kay lantas memberi hormat, sembari tertawa ia
kata: "Kwee Poo coe, sudah lama kita tidak bertemu Poo coe,
agaknya ada apa-apa yang membuat kau masgul. sudikah kau
memberi keterangan padaku?" Hong Coen lekas lekas
membalas hormat.
"Sa udara Chong, dengan sesungguhnya aku mempunyai
satu urusan," ia menyahut sabar, "Aku tidak sangka bahwa
kau dapat melihatnya. Aku lelah berusia lanjut tetapi aku tidak
dapat menenangkan diri, karenanya aku menjadi buah
tertawaan-..."
Kiaw Cioe KoeoIoen tertawa "Kwee Poo coe," katanya, "di
luar sini angin besar, mari masuk untuk kita dapat memasang
omong di dalam." Kwee Hong Coen menerima undangan itu.
Maka masuklah mereka semua.
Ketika itu kacung sudah menyajikan barang hidangan serta
araknya, mereka lantas duduk ber-cakap2.
Setelah minum arak tiga takaran, Hong coen menghela
napas.
"Sebenarnya urusanku ini menyulitkan aku." katanya, "tidak
seharusnya aku mencampur tahu tetapi juga tak dapat aku
tidak menanyakannya JieTayhiap. aku minta janganlah kau
keliru mengerti dan menduga bahwa aku mempunyai sesuatu
kepentingan dengan Ceng Hong Pay."
Jie in tertawa riang.

597
"Kwee Poo coe, jikalau kau ada bicara, bicaralah" ia
menjawab. "Apa juga urusan itu,
asal yang aku Jie in dapat, pasti suka aku membantu kau."
Masih Kwe Hong coen merasa sulit, beberapa kali ia hendak
menbuka mulutnya, selalu ia gagal, baru kemudian ia
menanya juga: Jie Tayhiap. pencurian di rumah Lie sie long
itu, benarkah perbuatan Tayhiap?"
Jie ln nampak terperanjat "Benar itu perbuatanku." ia
mengaku. "Mungkinka h perkara itu ada sangkut pautnya
dengan poo coe? jika Lau poo coe terseret-seret tidak keruan,
suka aku menyerahkan diri untuk membebaskannya..."
Tetapi Hang Coen tertawa lebar, ia menggoyang- goyangi
tangannya.
"Bukannya begitu, tayhiap" ia bilang. "Tentulah tayhiap
menyangka aku lagi bekerja untuk pembesar negeri guna
memecahkan perkara curi itu, Hal yang sebenarnya tidak
demikian Dengan kawanan anjing itu aku tidak bersekongkol.
Aku justeru mengagumi kau... Tayhiap. aku mohon tanya,
ketika malam itu kau bekerja, apakah di antaranya kau
mendapatkan sebuah patung Bie Lek Hoed perunggu?"
Jie In tertawa tawar.
"Benar," ia mengaku pula. "Aku ketarik dengan buatan
halus dan indah dari patung itu, aku mengambilnya untuk aku
membuat main. Kecuali indah, aku tidak melihat apa apa yang
luar biasa, maka itu, mengapa poo coe agaknya
memandangnya berharga sekali? Apakah ada rahasia apa apa
mengenai patung itu?"
Hal telah menjadi menarik hati, maka semua orang
mendengari dengan penuh perhatian. sebaliknya Yan Boen,
sinar matanya yang bagus belum pernah berkisar dari
mukanya Jie In.

598
Mengetahui patung Bie Lek Hoed itu sudah ketahuan di
mana adanya, hati sing Kau sio Tio menjadi lega, maka ia
dapat tertawa lebar.
" Karena patung berada di tangan tayhiap. tak usahlah aku
berkuatirpula" katanya. "sekarang ijinkan aku menghormati
tuan-tuan dengan secawan arak. sebentar aku nanti
memberikan keteranganku"
"Bagus" berkata Siauw Thian gembira "Kita sebenarnya
berada di tempat yang berbahaya, tetapi kita dapat duduk
minum dengan tenang dan gembira, inilah sungguh hal yang
menarik hati siapakah menduga kalau umpamanya kuil ini
tengah diintai mara bahaya?"
Hong coen berhenti tertawa.
"selagi aku datang ke mari, kuil ini memang telah diawasi
sejumlah orang," ia berkata." Tuan tuan semua orang-orang
Rimba Persilatan yang lihay, nyata tuan-tuan tidak gentar hati,
Memang juga, tuan-tuan mana takuti segala ras e dan kelinci?
si orang tua she Coe benar teleng as. tetapi dia tidak dapat
bekerja sama dengan mereka itu. satu hal dapat aku sebutkan
dialah seorang j umawa, dari itu, mungkin dia dapat
mencegah mereka itu bertindak sembrono. Harus diakui pula,
selama ini Ceng Hong Pay lagi mengalami kemalangan-"
"Tadi ada disebut sembilan belas siewie yang dikirim oleh
kota raja," berkata chong sie " bukankah mereka itu yang
disebut Tiat-wiesoe? Di manakah adanya mereka sekarang?
Apa benar diantaranya ada Tiat-pie Kim kiam Ho sin Hok dan
Ho Hong sat Ciang Tian Can Hiong? mereka itu murid-murid
Siauw Lim sie bukan pendeta, tinggi tingkat derajat mereka
menjadi paman dari ketua Siauw Lim sie sekarang.
Turut dugaanku, tidakperduli yang mana satu, dia mesti
lebih liehay daripada aku si pengemis tua. Maka itu, Lao sam.
aku mau tanya kau, sanggupkah kau melayani mereka?" In
Gak tertawa.
"Toako perlu apa kau mengeluarkan kata-kata yang
melenyapkan kegembiraan kita?" ia menjawab "Aku bukannya

599
si orang terkebur, tetapi dapat aku bilang, bagaimana mereka
datang, bagaimana aku menyambutnya, untuk menyuruh
mereka kembali" ia tertawa ia berpaling kepada Kwee Hong
Coen, menambahkan "Kwee Poo coe, aku minta sukalah kau
omong tentang patung Budha perunggu itu"
Mendapatkan orang demikian berani dan sikapnya sangat
tenang Hong ceon bertambah kagum, la tertawa ketika ia
menyahuti: "Patung itu asalnya ialah bingkisan dari pembesar
berpangkat hoan-tay propiosi HooIam terhadap pangerao Kee
Cin ong, itulah patung buatan jaman coe, itu dapatlah
dikatakan harganya yang tidak dapat di taksir. Di dalam perut
patung itu ada tersimpan sebuah mutiara mustika pie haa coe
yang dapat melawan hawa dingin..."
"Pantaslah," kata In Gak. yang seperti baru sadar, "Ketika
akupegang itu, aku merasakan hangat luar biasa, itulah
sebabnya."
Kwee Hong coen menjelaskan lebih jauh "Anakku si siang
telah membuka perusahaan Lok Siauw Pia uwkiok didalam
kota Kayhong, syukur karena ia memperoleh tunjangan dari
sahabat-sahabatnya, meski usahanya tak maju, tempattempat
yang dilalui banyak dan jaraknya jauh, jarang sekali
dia mendapat kesukaran" Maka itu terjadilah boantay dari
HooIam itu mempercayai dia meng angkutan patung Buddha
itu, Cara pengangkutannya yaitu yang dibilang pangangkutan
secara menggelap.
Oleh karena tanggungjawabnya besar, anakku telah
menghentikan untuk sementara waktu
piauwkloknya, ia memusatkan semua orangnya yang
terpilih untuk pengangkutan itu. Di tengah jalan tidak terjadi
sesuatu, Menurut dugaan ditengah hari kedua dia bakal tiba
dikota raja, apa mau malamnya terjadilah pencurian ditempat
bermalam.
Semua barang tidak ada yang kurang kecuali patung itu,
Penjahat licin sekali, tidak ada tanda-tanda parbuatannya,
tidak ada sesuatu yang mencurigai. oleh karena itu, anakku
telah ditangkap dan ditahan di kantor Kioeboen tetok

600
kemudian ia diberi waktu setengah tahun untuk mendapatkan
patung mustika itu..."
Hong Coen menghela napas, ia tuang hirup araknya.
"Oleh karena kecelakaan itu, buat beberapa bulan lamanya
aku mesti membantu." kemudian ia melanjuti, "Akhir- akhirnya
aku mendapat keterangan patung berada dalam tangannya
Liesie long. Aku lantas membikin penyelidikan tetap tidak ada
hasilnya. syukurlah sekarang mustika berada ditangan tayhiap.
Umpama kata tayhiap sudi membayar pulang itu padaku, aku
sangat berterima kasih."
Mendengar itu Jie In tertawa lebar.
" Untukku itulah barang tidak berharga seberapa." ia kata,
"Nanti aku mengambilnya." ia lantas bertindak ke luar. Tidak
lama ia telah kembali, tetapi sekarang ia telah menukar pakai
baju serba putih, baju dan celananya sampai pun sepatunya.
Juga topengnya ia tukar dengan yang ia pakai di cioe Kieo
chung, hingga mukanya terlihat pucat pasi dan menyeramkan.
Di tangannya mencekal patung Bie Lek Hoed tinggi satu kaki,
patung mana terlihat tertawa gembira, dadanya terbuka,
nampaknya bagus dan hidup sekali, sembari bertindak masuk.
la tertawa dan kata: “Jikalau poocoe tidak menerangkan,
sampai sekarang pastilah aku tetap tidak ketahui di dalam
patung ini ada mutiara mustikanya, cuma diwaktu baru
mendapatkannya aku heran hawanya hangat."
Lantas dengan kedua tangannya ia menyerahkan patung
itu pada jago she Kwe itu.
Hong Coen menyambuti, ia tidak mengucap terima kasih,
hanya sejak orang muncul, terus ia menatap wajah orang, ia
heran bukan main. Jie In tertawa, ia berdiam saja.
Jie Tayhiap" kata jago itu akhiroya, "adakah ini wajahmu
yang asli."

601
Jie In tertawa pula, ia tidak menjawab hanya ia
menyingkirkan topengnya, hingga tertampaklah wajahnya
yang muda dan tampan.
"Aku hendak keluar sebentar" kemudian In Gak berkata
"kalau ada orang datang kemari harap jangan
memberitahukan aku telah pergi..." Habis berkata ia lantas
melompat "Engko In" YanBun memanggil.
Tapi cuma sedetik, anak muda itu sudah keluar darijendela,
lenyap di tempat gelap diantara angin dingin...
***
BAB 18
Kiu Cie sin kay mengangkat cawan arak nya, untuk
menenggak isinya, kemudian dia tertawa dan berkata:
"Kwee Poo cu, adikku ini luar biasa sekali. Baik tenaganya
maupun kecerdasannya, dia mengatasi kebanyakan orang. Di
dalam hal ilmu silat, aku si pengemis tua, aku tidak nempil
satu cacadnya adikku ini ialah dia rada besar kepala, dia suka
membawa maunya sendiri sekarang dia pergi, aku kuatir kota
Thaygoan bakal dilanda badai atau gelombang dahsyat"
Sembari berkata begitu, pengemis ini melirik Yan Boen,
maka melihat sInona yang bertingkah kemanja-manjaan itu,
mulutnya dimonyongkan tandanya dia lagi mendongkol. Maka
ia tertawa dan meneruskan berkata "Nona Kouw yang baik,
engko In-mu itu tidak bakal cepat-cepat pulang, meski begitu
kau tenangkanlah hatimu, terhadap dirinya tidak bakal terjadi
suatu yang diluar dugaan. “
Siauw Thian sembari bersenyum, menambahkan si
pengemis yang jail itu "Kalau sampai terjadi sesuatu, aku Loei
Siauw Thian, pasti aku akan mencarikan gantinya yang jauh
melebihkan tampannya engko In- mu itu. Bicara dari hal yang
benar nona, kalau dia bilang, bukan cuma kau, akupun bakal
jadi sangat bersusah hati"

602
Kata-kata itu membikin Kiau cioe Koenloen ceo Hong dan
Siang Kiauw Sin Tai Kwee Hong coe menjadi tertawa berkakak
hingga sInona turut tertawa tetapi mukanya bersemu dadu,
karena dia girang berbareng jengah ....
Berlima orang itu minum terus, mereka bicara dengan
asyik, Ya n Boen pun cukup kuat minum arak maka dapat ia
menemani terus.
Apa yang mereka bicarakan ada prihal dalam kaum Rimba
Persilatan atau kalangan Kang ouw sama sekali mereka tidak
menimbulkan urusan mereka sendiri, dengan begitu dapatlah
mereka melewatkan sang waktu dengan gembira.
Tanpa merasa satu jam telah lewat, Mereka tentu masih
berbicara terus dengan asyik kalau tidak telinga mereka
mendengar suara yang mencurigai diluar di dekat jendela. ceo
Hong yang airmukanya lantas berubah hingga ia mau lantai
bertempat bangun, ia dicegah chong Sie, siapa mengangkat
tongkatnya dan berkata sambil tertawa," Kwe Poocoe, jikalau
kau tidak sudi memaafkan kami, baiklah, lain tahun diharian
Toan Ngo, aku si pengemis tua pasti akan berkunjung ke
gedungmu untuk menerima pengajaran dan kau"
Kwee Hong Coen melengak, tetapi hanya sejenak segera ia
sadar, Maka ia lantas tertawa dingin.
“Jikalau demikian, Chong Losoe baiklah aku si orang she
Kwe akan bersedia menyambut kedatanganmu nanti." ia
berkata.
Baru jago she Kwee itu berkata demikian tiga orang terlihat
bertindak masuk, Yang satu adalah Ya Jin san-coe Coa Hok.
Dua yang lain yang tubuhnya besar dan sikapnya keren ialah:
Yang satu berpakaian abu abu gelap. alisnya gompyok.
matanya bengis, hidungnya bengkok. mulutnya lebar. Dia
berkumis putih pendek dan kaku. Dia bermuka kasar dan
tertawanya tertawa licik. Di punggungnya dia meng g endol

603
sepasang senjata luar biasa, yang biasa disebut tombak longgee-
sok atau gigi serigala.
Yang satunya pula seorang tua berkumis ubanan, sepasang
matanya tajam tanda dia bergusar. dia nampak bengis. Dia
membekal sebatang pedang, yang juga berada di
bebokongnya.
"Kwee Poo-coe." semasuknya mereka, Coa Hok lantas
menanya, "ke mana perginya si orang sheJie."
Hong coen terperanjat, syukur ia tabah, parasnya tidak
menunjuki sesuatu, bahkan ia lantas bersenyum, Ia mau
memberikan jawabannya hanya sebelum ia sempat membuka
mulut dari luar lantas terdengar suaranya Jie In: "siapa tuan
yang mencari aku si orang she Jie?"
Kata kata itu belum berhenti mendengung atau orangnya
sudah berada di dalam. Ketika
ia melihat Coa Hok mendadak menjadi gusar. segera ia
menegur bengis: “San-coe benarkah kau tidak dapat menanti
sampai janji kita tanggal tujuh lain tahun? jadi kau telah
mencari bala bantuan untuk kita segera memutuskan siapa
tinggi siapa rendah?"
Melihat Jie In, Coa Hok melengak. la lantas melirik kepada
dua kawannya.
Ketika itu Cong sie berbangkit berdiri, dia menghadapi Coa
Hok untuk tertawa dan menanya: "Coa san-coe. bukankah
kedua sahabatmu dengan siapa kau datang bersama ini ialah
Ho Tayjin serta Tian Tayjin dari istana kaisar?"
Suara tertawa itu mengandung ejekan, Coa Hok
mengerutkan kening, Dia agak jengah, tapi dia tertawa.
"Benar, inilah Ho Tayjin dan Tian Tayjin" sahutnya, "Nah,
kamu belajarlah kenal satu sama lain"
Chong sie mengulur tangannya, "silahkan duduk silahkan
duduk" ia mengundang.

604
Ho sio Hok dan Tian Ban Hiong tetap berdiri tegak. muka
mereka bermuram-durja, mulut mereka mengasi dengar suara
yang tak sedap: "Hm"
Kian Koan coe menjadi tidak puas, alisnya terbangun, akan
tetapi diwaktu ia hendak membuka mulutnya. ia mendengar
Coa Hok berkata pada Jie In: "sahabat she Jie, kita orang
benar kita tidak dapat mendusta. Aku numpang tanya kau
barusan kau pergi keluar atau tidak?"
Jie In mengasi lihat roman sedikit kaget.
"Benar" katanya cepat, "Tadi aku merasa perutku kurang
enak. aku pergi untuk membuang air kecil, Aku pergi tak lama,
cuma sebentar, Apakah ada sesuatu yang tidak layak?"
Sekarang ini Jie In telah menukar topengnya hingga ia
tampak seperti pelajar usia pertengahan, bajunya hitam,
sepatunya hitam juga. Im Hong sit ciang mengurut kumis
jenggotnya, Dia tertawa dingin. "Coa san coejangan kau kasi
dirimu diperdayakan pelajar rudin ini" katanya nyaring.
"Menurut aku, paling benar kita bawa dulu dia pulang ke
kantor, disana baru kita bicara"
Jie In mendengar kata kata jumawa itu dengan ia tertawa
dingin.
"Tunggu sebentar." menyahut Coa Hok yang tertawa. "Kita
harus omong dulu biar jelas Apakah para hadirin disini dapat
memberi kesaksian bahwa sahabat Jie telah tidak pergi
keluar?"
“Kita kaum Rimba Persilatan, kita harus omong terus
terang" berkata Siauw Thian yang tertawa lama, "sebenarnya
ada urusan apakah kamu datang secara tiba-tiba, lantas kamu
garang begini? Datang datang kamu menegur orang she Jie, si
orang sheJie lagi minum arak disini dan dia keluar untuk
membuang air kecil. Aku hendak tanya, apakah itu melanggar
undang undang?"
Coa Hok tertawa.

605
"Menyesal aku terburu napsu, hingga aku omong belum
jelas" ia kata. "Baiklah kamu ketahui baru saja setengah jam
yang lalu, di kantor soenboe telah terjadi peristiwa hebat.
Disana ada sembilan belas siewie tayjin kecuali ini kedua tayjin
she Ho dan sho Tian, tujuh belas siewie telan ada yang
menotok urat gagunya dan dimusnahkan ilmu silatnya, bahkan
yang dua, bebokongnya dihajar dengan tangan yang berat
sampai mereka terbinasa seketika. Di tembok telah di
tinggalkan tulisan yang menyebut namanya pay-coe dari Ceng
Hong Pay serta empat enghiong lainnya yang berkenamaan.
Membunuh pembesar negeri sama saja dengan
pemberontakan, maka pikirlah kamu apakah namanya
kedosaan semacam itu?"
Jie In tertawa.
"Apa juga yang aku bilang, kamu bertiga tentu tidak mau
percaya" ia kata. "Bukankah kamu hendak menangkap aku si
orang sheJie? Tapi dapatkah orang dipersilahkan tanpa sebab
dan bukti? Coa san coe kaulah orang Kang ouw tersohor,
kenapa kau berkonco dengan segala anjing?"
Coa Hok kena dibikin bungkam, mukanya merah lantaran ia
panas Ho sia Hok menjadi sangat gusar, ia dikatakan anjing.
" Cukup karena kata katamu ini, kau dapat digusur ke
depan pembesar negeri" dia berteriak.
Mata Jie in membelalak. la tertawa mengejek.
"Apakah kau yang dinamakan Tiat pie Kim-koog Ho sio
Hok?- ia tanya, Jangan kau banyak lagak Dimata aku si orang
sheJie tidak ada manusia semacam kau"
Dengan kedoknya itu Jie In sekarang dengan tertawanya,
dengan aksinya itu, ia menjadi menyeramkan.
Loe Siauw Thian nimbrung. ia kata. “Jie Tayhiap. tepat apa
yang kau bilang. Terhadap manusia semacam ini, yang
menghina rumah perguruannya, aku si orang sho Loe juga tak
berkesan baik."

606
Hebat kata-kata itu untuk Ho Sio Hok dan Tiao Ban Hiong,
dibilang menghina murid-murid murtad dari Siauw Limpa y,
ilmu silat Siauw Lim sie terdiri dari tujuh puluh dua rupa di
antaranya ada sepuluh rupa yang tak boleh di turunkan
kepada murid bukan pendeta. Pula ilmu silat itu tidak dapat
diwariskan semua kepada satu orang untuk itu perlu ditilik
bakatnya si murid.
Sio Hok dan Ban Hiong berbakat baik, tetapi mereka tidak
suka menjadi pendeta, mereka tidak puas tidak mendapatkan
beberapa ilmu yang terlarang itu, oleh karena pikiran mereka
cupat, diam-diam mereka mencuri lihat ketika di ruang Lo han
tong orang lagi berlatih.
Perbuatan ini kepergok. mereka dihukum dengan
dipenjarakan dipendopo Kouwsian lian. Mereka tidak diam
saja. Dengan pukulan Tatmo sian ciang, mereka merusak
pintu dan kabur, wakf u mereka dirintangi mereka sudah
melukai tiga puluh enam saudara seperguruan mereka, lantas
mereka merantau.
Lebih jauh mereka berhasil menciptakan pukulan mereka
masing masing yaitu Tiat pie Kim kiam dan Im Hong sat
Ciang, Mereka masih dicari oleh pihak Siauw Lim sie, lantaran
sangat terdesak. lantas mereka masuk bekerja di istana.
Karena mereka menjagoi, mereka lantas dikenal sebagai
Kiong boen siang Kiat, dua jago dari istana. Mereka bercacad,
mereka paling takut mendengar pembeberan kemurtadan
mereka, sekarang rahasia mereka dibuka Loei Siauw Thian,
bahkan mereka dicaci, bukan main gusarnya mereka, muka
mereka menjadi merah padam. Ban Hiong lebih aseran, maka
ia sudah lantas menyerangJie In. ia menyamber.
Sambaran itu samberan lihay, karena dbarengi dengan
totokan, untuk itu orang mesti berlatih duapuluh tahun. Untuk
Rimba Persilatan, itulah ilmu yang langka.
Jie In terkejut melihat datangnya samberan, tetapi ia ingin
menguji. ia memasang mata. Sebelum lengannya tersamber ia

607
berdiam saja, baru kemudian, ia kas i turun lengannya,
sembari tertawa, ia membalas menyerang dengan jeriji
tengahnya, menusuk telapakan tangan penyerangnya itu.
Tian Yan Hiong tidak menduga bahwa orang demikian
berani, tidak sempat ia menarik pulang tangannya, dengan
lantas ia merasa telapakan tangannya kaku. Ketika ia menarik
pulang serangannya, mukanya pucat.
Jie In mengawasi sambil tertawa.
"Can Tayjin, di sini bukan tempat untuk kau banyak lagak"
ia berkata. "Aku si orang sheJie suka memberInasihat
padamu, baiklah kamu lekas pulang ke kota raja, dengan
begitu kamu masih dapat memegang kekal nama
baikmujikalau kamu tetap hendak meng andali pangkat dan
memaksa menuduh orang sebagai penjahat, aku si orang
sheJie tidak menerimanya Baiklah kamu ketahui, kuil Chia soe
ini ialah kuil di mana nama baikmu akan ambruk"
Ban Hiong berdiam begitu juga Hosin Hok. Keduanya kaget
sekali, samberan Ban Hiong barusan ada samberan "Twie
hong kim hiat" yang hebat dari Siauw Lim sie dan
digunakannyapun secara mendadak tetapi orang tidak takut,
bahkan orang memapakinya dengan berani.
Coa Hok pun kaget hingga air mukanya berubah, ia dapat
melihat lebih tegas lagi,
Diam-diam ia menghela napas, Di punggungnya si orang
sheJie ada tergendol Thay oh Kiam, pedang mustika yang ia
arah. Itulah pedang yang di rampas darinya dimuka orang
banyak, Bagaimana ia malu.
Sekarang ia ingin merampas pulang pedang itu dan baru
pertemuan juga telah dijanjikan. Tetapi di saat ini ia
menyaksikan kepandaiannya Jie In, ia menjadi putus asa.
Jie In juga mengagumi Tiao Ban Hiong, Benar ia dapat
menotok tetapi iapun tersamber sedikit dan ia merasa sedikit
sakit pada lengannyaJadijago itu benar liehay.

608
Meski demikian, mendengar perkataannya Jie In itu. Ban
Hiong tertawa tergelak, ia anggap orang terlalu tekebur.
"Kau memang liehay, tuan, cuma kau terlalu mengangkat
dirimu" ia kata, "selama belasan tahun, belum pernah aku
menemui orang sekurang ajar seperti kau terhadap aku si
orang she Tiao.
Di luar, Udara bersalju itu bagus sekali, mari kita pergi
kesana jikalau aku tidak dapat membekukmu, tanpa kau
mengatakannya lagi, selain kami akan menghapus nama ka
kami juga akan pergi menyembunyikan diri"
Habis mengucap. tanpa menanti jawaban, ia lantas
memutar tubuhnya untuk pergi ke luar, ia lantas diturut
kawannya sesudah kawan ini memandang Jie In sambil
bersenyum.
Coa Hok terus berdiam. Dia memandang Chong sie,
agaknya dia mau membuka mulutnya tetapi gagal, dia cuma
menghela napas panjang.
Kioe Cie sin Kay dapat melihat sikap orang, ia percaya
orang buruk tetapi belum terlalu buruk. Maka ia tertawa dia
kata: "Saudara Coa jangan kau berkuatir, Aku tanggung
saudaraku tidak bakal kalah"
Coa Hok bersenyum.
"Aku tahu kamu bakal menang hanya urusan menjadi
bertambah besar," ia kata. "Tidak perduli kamu bakal menang
atau kalah tetapi satu hal sudah pasti, yaitu semenjak ini
kamu bakal tidak mempunyai kaki untuk ditaruh di dalam
kalangan Rimba Persilatan..."
Mendengar perkataan itu, Loei Siauw Thian tertawa.
"Coa San coe" ia berkata, "dengan kata-kata mu inInya
ialah kau bukannya seorang buruk jangan san coe berkuatir.
Bukankah setiap orang dapat main sulap? Kami mau tetap
dengan sepak terjang kami, cuma sayang Kiong boen Siaog
Kiat, mereka bakal menemui keruntuhannya.”

609
Coa Hok kenal baik Siauw Thian, ia mau percaya perkataan
orang ini. ia mengangguk. "Baiklah" ia bilang, "Mari kita ke
luar" ia memutar tubuhnya dan bertindak pergi.
Jie In dan kawan kawannya bertindak keluar, Kiong boen
Siang Kiat sudah menantikan dengan tidak sabaran, mata
mereka mendelik. Ban Hiong tertawa dingin begitu lekas ia
melihat munculnya musuh.
Ketika itu angin menderu deru, kembang salju
beterbangan, maka di depan mereka cuma terlihat benda
putih melayang layang. Jie In menghampirkan, ia memberi
hormat.
"Tian Looya, silahkan kau memberikan pengajaranmu" ia
berkata, bersenyum, "Aku si orang she Jie, yang terlebih muda
tingkatnya, tidak berani lancang mendahului"
Suara itu mengandung sindiran, panas hati Ban Hiong,
maka sambil berseru, "Baik" ia
lantas menyerang. sebelah tangannya dibuka kelima
jerijinya, dengan itu ia menyambar iga kiri lawannya.
Jie In menyambut serangan sambil tertawa. Tanpa
menggeser kaki, ia mmggeraki tubuhnya ke kanan. Ban Hiong
menyangka orang bakal menggeraki tangan kanannya,
merangkap lima jerijinya lalu ia menyerang dari kiri ke kanan,
ia berlaku cepat dan keras.
Kalau ia berhasil, tangan lawan pasti patah tanpa ampun
lagi. NyatanyaJie In cuma menggertak. tangannya segera
ditarik pulang.
Ban Hiong kecele, ia gagal dengan serangannya itu, ia
mendongkol dan gusar, la malu sebab tubuhnya turut maju,
Mukanya menjadi merah.
Jie In tertawa.
"Bagamana, Tian Looya?" ia tanya, Loo ya itu panggilan
yang mulia, ia berdiri tenang sambil menggendong tangan.

610
Ban Hiong mengerutkan kening. sekarang tahulah ia musuh
benar benar lihay, jadi inilah saat ia bangun atau roboh.
Dengan waspada tetapi pun dengan keras, ia menyerang pula,
pukulannya ialah yang dinamakan "Tiga kali melihat
rembulan."
Dengan bersuarakan angin kedua tangannya menyerang
kedua iganya lawan, itulah serangan berikut gertakanjikalau
lawan kena diancam, celakalah dia.
Pula serangan itu, apabila mengenai telak. tidak ada bekas
atau tapaknya, cuma tahu-tahu anggauta tubuh di dalam luka
dan rusak. Jie In tertawa mengejek tangannyapun diajukan.
Ban Hong kaget. Tadi ia telah kena diselomoti. ia melihat
bergeraknya tangan lawan sangat cepat, Dalam kagetnya, ia
lompat mundur tiga tindak. Tak sudi ia kena dihajar pula.
Jie In tidak merangsak. la membiarkan orang sempat
menaruh kaki.
"Kamu berdua bukanlah tandinganku" katanya sabar,
"sekarang aku Jie In, suka aku memberikan kamu ketika yang
terakhir, segera kamu pulang ke kota raja, lantas kamu
meletaki jabatan, terus kamu tinggal menyembunyikan diri
untuk selama-lamanya, jangan lagi kamu membantu orang
jahat mengganas .Dengan begitu mungkin aku dapat pergi ke
siong san untuk bicara baik dari hal kamu..." siong san ialah
gunung di mana terletak kuil Siauw Lim sie. selagi bicara ini,
luar biasa In Gak. Mata-bersinar tajam dan bengis.
Chong sie dan kawan-kawannya menjadi sangat kagum.
Mereka merasa hebat sekali adik angkat ini.
Yan Boen kagum berbareng girang dan puas, hingga tak
dapat ia berkata apa apa.
Tiao Ban Hiong menyedot hawa dingin, ia melirik pada Sio
Hok. yang menyambatinya. Keduanya menginsyafi bahwa
musuh tangguh luar biasa. Kemudian ia tertawa dan kata,
"Tuan, meskipun kau lihay sekali, kau masih belum berhak

611
untuk memandang terlalu enteng kepada kami. Apakah kau
merasa pasti bahwa kau bakal dapat kemenangan?"
Kata-kata itu aneh, Apakah Kiong boen siang Kiat mengaku
kalah atau mereka cuma lagi ber-lagak?
Sementara itu, mereka semua berdiam. Tiba tiba mereka
mendengar suara berisik di
luar tembok. lantas beberapa bayangan terlihat berlompat
masuk. berhenti di depannya Kiong boen siang Kiat. Yang
terdepan ialah seorang tua jangkung kurus dengan kumis dan
jenggot hitam, Dia memberi hormat seraya lantas meDanya: "
Ke dua tayjin, benar- benarkah si orang she Jie berada di
sini?"
Tian Ban Hong dan Ho sin Hok belum menjawab Ya Jin san
sin-coe Coa Hok mendahului mereka.
"Tok Paycoe mari aku mengajar kenal" kata nya. ia
mengajukan dirinya, "lnilah Jie Tayhiap" ia menunjuk Jie In.
Kemudian berpaling kepada Jie In, ia berniat memperkenalkan
si orang tua. Tapi orang she Pok itu mendahului ia
memandang tajam orang sheJie itu, sikapnya memandang
hina sembari menyeringai ia kata: "Tuan, bagus sekali
perbuatanmu"
Jie In berpura heran.
"Pok Paycoe" ia berkata "aku si orang she Jie, belum
pernah aku bertemu dengan kau, kenapa datang-datang kau
bersikap begini garang? Apakah yang aku telah lakukan maka
Paycoe menjadi tergesa gesa begini? Coba jelaskan"
Orang yang dipanggil Pok Pay coe, atau paycoeshe Pok itu,
menjadi bertambah gusar.
"Dua kali bekerja di Thaygoan, dua-dua kalInya kau
memakai nama partai kami" ia berseru, "Tak tahukah kau hal
itu?”
"Aku tahu" sahut Jie In tertawa " Aku telah mendengar hal
itu. Tapi apakah sangkutannya itu dengan aku orang she Jie?"

612
Paycoe itu ialah Pok Hong, melengak.
"Memang juga tuduhan itu tidak ada saksi atau buktinya.."
pikirnya. Tapi ia melengak hanya sejenak ia membentak
"Bukankah di depannya tujuh imam dari Ngo Tay san telah
kau mengaku sendiri bahwa kaulah si begal tunggal?"
Jie In tertawa bergelak. Lalu mendadak ia mengasi lihat
roman bengis.
Jilid 8.1. Menolong sahabat ayah
"Pok Paycoe, bagus kata-katamu ini" ia membentak. "Bagus
perbuatan kamu ya? Kamu yang bekerja, sekarang kau
memfitnah aku sungguh tidak tahu malu. Baiklah, jikalau tidak
dibikin patah tulang-tulang lenganmu, kamu tentulah belum
kenal keliehayanku"
Sikap In Gak ini berubah sudah, ia mengawasi Pok Hong
dan kawan-kawannya yang berjumlah lima orang. la kenali
mereka itu sebagai musuh-musuhnya yang dulu telah
mengeroyok ayahnya. Hal ini ia ketahui sebelum ia tiba di
Thaygoan, ketika ia membuat penyelidikan roman mereka itu
tepat seperti orang yang melukiskannya.
Pok Hong habis sabar, sambil berseru ia menyerang, Kedua
tangannya bergerak dengan jurus "Menentang langit
membuka bumi. Ia menggunai dua tangan tetapi sasarannya
ialah empat anggauta berbahaya dari Jie In- diatas dan di
bawah.
Jie In memasang mata tajam. Begitu orang menyerang,
begitu ia mendahului dengan tangan kanannya, ia menindih
kedua tangan lawan- sambil bergelak begitu ia menggeser
tubuhnya, lalu tangan kirinya menyusul membacok.

613
Sembari membacok tangan kiri itu diluncurkan terus hingga
dadanya paycoe Ceng Hong Pay itu kena terhajar, hingga
orang mundur tiga tindak
"Pok Hong." ia berkata selagi orang terkejut "bukannya aku
memandang tidak mata padamu, tetapi aku kuatir kau
bukanlah tandinganku oleh karena Ceng Hong pay terkenal
sebagai tukang keroyok, paling baik kau majulah semua"
Hati Pok Hong berdebaran, Hebat tangannya Jie In itu, Tapi
ia gusar sekali, ia
mengibas tangannya, atas mana kelima kawannya maju
serentak mengurung musuhnya, ia tertawa dan kata: "Aku si
orang she Pok biasa tidak menolak permintaan orang, karena
itu baiklah, aku nanti penuhkan pengharapanmu"
Jie In tersenyum, Ia mendadak tangannya dibawa
kebelakang, tubuhnya diajukan membungkuk ke depan, maka
dilain saat, dengan terdengarnya suara "sret" pedang Thay oh
Kiam di punggungnya telah terhunus.
Orang-orang ceng Hong Pay juga lantas mencabut
senjatanya masing-masing, Pok Hong sendiri mengeluarkan
gegaman yang istimewa, sepasang sian-jin-ciang yang terbuat
dari pada baja pilihan sinarnya putih mengkilap.
Jie In mengawasi bengis ia telah mengambil ketetapan
untuk membereskan semua musuh ini, tak perduli apa
akibatnYananti, Maka begitu lekas musuh pada menghunus
senjata, ia menyerang mereka.
Dengan cepat pedangnya itu berkelebatan bagaikan kilat
menyamber-nyamber. ia menggunai jurus "Thaykek Hoa Liok
Hiauw" atau "Thaykek berubah menjadi enam garis" dengan
begitu sebuah pedangnya dapat terus menyerang enam
musuh saling susul.
Pok Hong menangkis, ia diturut lima kawannya, Mereka
pun jago-jago kenangan. Tapi ketika senjata mereka beradu

614
mereka kaget. Tidak melainkan senjata mereka terpental,
tubuh mereka kena tersampok miring.
Kiong Bun siang Kiat kaget, hati mereka berdenyutan-
Penglihatan itu hebat sekali.
Chong sie dan Siauw Thian sudah mengangkat saudara
dengan In Gak tetapi belum pernah mereka menyaksikan
orang bertempur begini rupa, mereka menjadi heran dan
kagum, sekarang mereka mengetahui baik liehaynya adik itu.
Yan Buntidak kurang kagumnya.
Begitu orang mundur begitu In Gak merangsak.
Kali ini mereka itu terdesak. terpaksa mereka menangkis.
Thay oh Kiam berkelebatan dengan dibarengi suara berisik.
Tanpa ampun lagi, semua senjata musuh kena ditebas kutung,
semua kutunganny a jatuh kesaiju, sepasang sian jin-ciangnya
Pok Hong menjadi buntung hingga seperti gagangnya saja, ia
melengak karenanya.
Kelima kawannyapun melengak tetapi serentak mereka
menimpuk dengan gegaman buntung itu, yang dijadikan
serupa senjata rahasia, Dengan itu jalan mereka mengharap
dapat merobohkan musuh, atau sedikitpun mengundurkannya,
Mereka sendiri berniat lompat mundur.
Jie In tertawa tajam, pedangnya berkelebat pula, ia
menyerang begitu lekas ia mengelit diri dari semua timpukan,
Pedangnya itu menyamber pergi dan pulang. Hebat
kesudahannya ini, Lima buah kepala orang jatuh
bergelutukan, disusul dengan robohnya lima buah tubuh tanpa
kepala yang mandi darah. Darah merah muncrat menyembur
membikin saiju berubah warnanya
Pok Hong bergelar cian cioe Siauw Hud, atauBuddha
Tertawa seribu tangan- ketua Ceng Hong Pay, kuat hatinya, ia
biasa membunuh orang dengan mata tidak berkedip.

615
Akan tetapi menyaksikan jago-jago Ceng Hong Pay roboh
secara demikian cepat, hatinya memukul keras. Tapi ia tidak
kuat bahkan dia berteriak:” Jie In percuma kau kosen. Kau
mengandalkan pedangmu. Baiklah aku nanti adu jiwaku"
Jie In tertawa, ia masuki pedangnya ke dalam sarung.
"Pok Hong" ia berkata, "aku masih menghargai kau sebagai
ketua satu partai, suka aku memberi ampun, tidak mau aku
membinasakan kau tetapi jikalau kau, membilang aku
mengandali pedang kau keliru senjatamu sudah rusak,
sekarang aku berikan ketika padamu, Baiklah kau boleh
pinjam senjata apa juga, kau boleh melawan aku dengan aku
bertangan kosong, jikalau di dalam tiga jurus aku tidak dapat
membikin senjatamu terlepas, mulai hari ini aku tidak akan
injak lagi wilayah shoasay Kau setuju?"
Pok Hong tidak mau mengakui kelemahannya meski ia tahu
mungkin Jie In bukanlah membuka mulut lebar, Barusan ia
telah menyakinkannya.
"Aku tidak suka meng gunai senjata melayani orang yang
bertangan kosong" ia kata tertawa dingin- "Begini saja: Mari
kita bertempur dengan tangan kosong"
Jie In tertawa menyambut tantangan itu. "Baiklah
silahkanpaycoe mulai."
Biar bagaimana Pok Hong ialah seorang ketua partai,
kepandaiannya bukan kepandaian yang biasa maka itu tanpa
membilang apa-apa lagi, ia menyerang. ia meng gunai kedua
tangannya bareng, Itulah jurus "Ciongkouw cee heng"
" Genta dan tambur berbunyi berbareng." sasarannya yaitu
kedua pempilingan.
Jie In hendak melampiaskan sakit hatinya Kang Yauw
Hong, ia juga ingin membikin ciut hatinya Kiong Bun siang
kiat, supaya kedua orang itu mundur sendirinya, ia bersiap
menghadapi lawan ini. Mulanya ia berdiri tegak, atas
datangnya serangan ia tidak menangkis hanya ia mendak.

616
Selagi mendak itu kakinya bergerak cepat. Tahu-tahu ia
sudah berada di belakang
musuh. Baru dari sini, ia mengerjakan kaki dan tangannya.
Dengan tangan kirinya ia menyamber baju yang panjang dari
Pok Hong, berbareng dengan itu kaki kanannya menendang.
itulah jurus "Membidik rembulan memanah bintang".
Pok Hong terkejut karena serangannya mengenai tempat
kosong. ia menduga musuh berkelit kebelakang, maka dengan
sebat menutar tubuhnya. sayang ia kalah sebat, Belum lagi ia
berbalik tubuhnya telah tertarik. lantas tubuh itu dipapaki
tendangan, demikian keras, hingga tanpa ampun lagi, ia
mengeluarkan seruan tertahan dengan tubuhnya itu terpental
tinggi terus jatuh terbanting
"Benar Loo sam hebat" kata Chong siepada Sia uw Thian-
"Dia begitu tenang tetapi toh demikian gesit Kalau aku..."
Kiong-Bun siang Kiat sebaliknya berdiri mengaso.
Pok Hong liehay, dia jatuh tak terluka, cepat dia merayap
bangun- sembari menyeringai dia kata: "Sahabat, kau benar
liehay, aku Pok Hong pelajaranku tidak sempurna, aku takluk
Baiklah, lagi tiga tahun, aku tentu datang pula mencari kau
buat meminta pulang pedang sekalian menagih hutang
darahnya lima kawanku ini"
Dia mengawasi kelima mayat, air matanya turun
bercucuran, habis itu tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia
ngeloyor pergi.
Jie In membiarkan orang berlalu, baru ia menoleh kepada
Ho sin Hok dan Ban Hiong.
"Kedua tayjin, sekarang sudah tidak siang lagi," ia kata,
"maka itu aku mohon tanya, tayjin berdua hendak memberi
pengajaran apa kepadaku?"
Tiat pe Kimkong tertawa nyaring.
"Sahabat sheJie, benar-benar kau dapat menggertak kami"
ia kata "Meng ingat bukti tidak ada biarlah untuk sementara

617
kami melepaskan tangan kami, tetapInanti, apabila
penyelidikan kami berhasil, kau pasti tidak bakal lolos dari
tangan kami"
Habis berkata begitu, dengan mengajak Tian Ban Hiong, ia
mengangkat kaki. Ketika itu Kioe Cie sin Kay menghampirkan
Coa Hok. ia memberi hormat.
"Coa san coe," kata ia, tertawa, "aku pikir baiklah janji lain
tahun tanggal tujuh di Poan coan Hiepeng dibatalkan saja dan
dengan ini dibikin habis. Buat apakah kau mengajukan dirimu
untuk urusan lain orang,”
Coa Hok tertawa.
"Chong Loosu, urusannya saudara angkatku tak dapat
dihabiskan secara begini saja," ia menjawab. "Pula di dalam
urusan ini, aku tidak dapat mengambil keputusan sendiri.
Apakah loosoe maksudkan kamu mempunyai urusan hingga
waktu perjanjian kita itu terlalu kesusu?Jikalau demikian, baik,
suka aku mengubahnya, sampaInanti tanggal sembilan bulan
sembilan.
Berhubung dengan ini baikan Jie Tayhiap berhati-hati untuk
murid-murid Ngo Tay Pay serta kaum Rimba Hijau di hulu
sungai Hoang Hoo, karena aku kuatirkan mereka itu nanti
main sembunyi sembunyi"
Habis berkata begitu, ia memberi hormat terus ia
menambahkan: "sampai kita bertemu pula, maafkan aku"
Kata-kata ini disusuli jejakan kaki kepada tanah, maka
mencelatlah tubuh san coe ini, melewati tembok pekarangan.
Koe cioe Koen coen tertawa dan berkata: "orang tua she
Coa itu mempertontonkan
kepandaiannya enteng tubuh, maksudnya ialah untuk tidak
menunjuki kelemahannya, tetapi hal yang benar ialah dia jeri
sebab terang sudah, untuk pertempuran tangga tujuh itu dia
tidak mempunyai harapan. Dia mengubah tanggal menjadi
bulan sembilan tanggal sembilan tidak lebih tidak kurang,

618
itulah untuk dia mendapatkan ketika mencari bala bantuan.
Bagus juga akalnya ini"
Chong sie menggeleng kepala.
"Benar benar, menjadi manusia bukannya mudah" ia kata,
"Tadinya dia telah membuka mulut lebar, kalau perginya dia
secara kuncup, mana dia mempunyai muka."
Loei Siauw Thian sebaliknya tertawa, ia menarik Jie In
dengan sebelah tangan dan membetot Kouw Yan Bun dengan
tangan yang lain, ia kata: "Mari tuan, arak kita sudah dingin.
Mari masuk ia lantas menarik, untuk sesampainya di dalam ia
menjatuhkan diri dikursinya, ia kata pula pada adik angkatnya
itu: "shatee, selama satu tahun ini kaum rimba persilatan
belum mengenal kau siapa, akan tetapi sepak terjangmu
hebat, kau telah menggetarkan dunia Kang ouw, oleh karena
itu selanjutnya baiklah kau membataskan diri, kau harus
berhati-hati.. ." ia berhenti tiba-tiba sebab ia melihat yang
lainnya telah bertindak masuk.
Lantas ia memandang Kwee Hong Coen dan berkata
sembari tertawa kepada tetamunya itu: "Kwee PooCoe, aku
numpang tanya, mengenai patung perunggu itu. Apakah kau
hendak mengantarkan itu habis tahun baru atau langsung
sekarang kau mau pergi ke kotaraja?"
Hong Coen melengak sebentar, lalu cepat ia menjawab:
"Tentu saja aku mesti berangkat langsung sekarang saudara
Lo, ada apakah pengajaranmu?" Kiong Bun siang Kiat
mengundurkan diri, tentu kini mereka tak puas." berkata Kan
Koen cio? "oleh karena itu
baiklah poo coe bertindak mendahuluI naik kepada Kee cin
ong, kau memberitahukan bahwa patung itu dicuri anak buah
Lie sie long. Kau boleh sebut sebut nama mereka-mereka itu.
Mungkin urusan ini berkesudahan baik untuk kau ..."
Kwee Hong coen tertawa.

619
"Saudara Loei, kau benar-benar cerdik" ia memuji "baiklah,
aku nanti turut pikiran kau ini. Nah sekarang baiklah aku
pergi"
Orang tidak mencegah keberangkatannya orang she Kwee
ini, bahkan Siauw Thian mengantar sampai diluar, ketika ia
sudah kembali, ia kata pada Jie In: "shatee, sekarang ini
sudah lewat tengah hari, bagaimana tindakanmu selanjutnya"
Jie In tertawa.
"Akulah seorang perantauan, aku belum memikirkan
tindakan apa apa." ia menjawab.
Siauw Thian menggeleng kepala, "Aku tidak maksudkan
demikian," katanya "Aku tahu niatmu menuntut balas, tetapi
guna itu tak usahlah kau kesusu, sekarang inI nama Koay cioe
sie seng telah menjadi terlalu besar, aku pikir baik kau
beristirahat dulu, Lusa tanggal satu, menurut aku baik kau
temani nona Kouw pergi ke Congpeng kerumah keluarga Hoa.
Kamu boleh pesiar dimana barang sepuluh hari atau setengah
bulan, lantas dari sana kamu pergi ke Chongcioe kerumah
mertuamu untuk tinggal sekian lama.
Tentang segala urusan diluaran, nanti aku bersama toako
yang melihatnya. Kita tunggu sampai nanti bulan sembilan
tanggal sembilan, baru kita bertemu pula di poan coan,
Bagaimana?”
Jie In tertawa.
Jieko, tanpa kau mengatakannya, dapat aku mengerti
maksudmu." ia kata "Memang sudah seharusnya aku lekas
lekas pergi ke Ciang-peng dan chongcioe, cuma sekarang
belum dapat. sekarang ini aku mesti aku menemani nona
Kouw pergi ke Liong Bun-."
Pemuda ini lantas menuturkan hal ibu sInona terjatuh
dalam tangannya Jim cit Kouw, bahwa nyonya itu perlu lekas
ditolong i.

620
Jim cit Kouw itu terlebih gagah daripada Kiong Bun siang
Kiat," kata Chong sie, "tapi aku percaya shantee dapat
melayani dia, jadi tak perlulah kita membantu kau. Dilain
pihak. kita sekarang mesti berhati-hati membawa diri, sebab
kita telah berada dalam perhatian orang Kang ouw,jadi ada
faedahnya dia turut kau.
Dengan kita pergi bersama, ada kemungkinanJim Cit Kouw
membuat persediaan lainnya. Memang lebih baik shatee pergi
berdua saja, Cuma aku pikir, baik shatee menggunai akal,
jangan menggunai kekerasan.
Tentang Nio Kwee Tiat cioe leng, aku pikir lencana itu tak
usahlah di gunai, hanya buat dibawa-bawa tidak ada
halangannya, shatee, mengenai kecerdikan, aku kalah dari Jietee,
mengenai kepandaian, aku kalah dari kau tetapi didalam
halnya pengalaman, kau masih kurang banyak. maka itu
diwaktu pergi kesana, kau baik memperlihatkan wajahmu
yang asli, gunailah waktu mereka tidak menyangka-nyangka.
"Kau tolong i sinyonya. Aku bersama Loei Loo Thian akan
menantikan kamu dirumahnya say Hoa To di Cing peng."
Jie in tertawa.
"Bagus betul pikiran kamu" ia bilang, "Kita berdua segera
akan menghadapi bahaya tetapi kamu berdua mau mengawasi
saja, benar-benar kamu tega."
Chong sie tertawa, begitu juga yang lainnya
Selanjutnya mereka berkumpul sampai malam diwaktunya
tidur.
Besok harian Tie sik, atau malaman tahun tmu, Cie Hong
menyiapkan segala apa guna melewatkan tahun yang lama.
Maka itu, seperti rakyat yang kebanyakan, mereka pun
merayakan tahun baru dengan meriah.
Tanggal dua, pagi-pagi, orang berpisahan.Jie In
menyerahkan kudanya hadiah dari Hong Pioe ketika Siauw
Thian untuk kakak itu pakai ke ciang peng.

621
Chong sie diberikan kudanYanona Kouw. setelah mereka itu
diantar pergi, menanti sampai tengah hari Jie In bersama Yan
Bun pamitan dari Cee Hong, untuk berangkat berduaan.
Mereka menurut pikiran chong sie, mereka tidak mengenakan
topeng.
Sekeluarnya dari kuil, mereka jalan disaiju, di tempat
dimana tak ada orang lain-Pedang mereka disimpan di dalam
sebuah kotak panjang, hingga mirip khim. Mereka berdandan
sebagai pemuda danpemudi dari golongan hartawan. Dengan
melintasi jalan kecil, mereka memasuki jalan besar.
Sudah dua hari saiju berhenti turun, hawa udara tetap
dingin. Jalananpun basah, dari itu sepatu dan kaos kaki
mereka menjadi demak. Jalanan yang becek menyusahi
mereka. Mereka menuju ke kecamatan Kie-koan. Di sepanjang
jalan, mereka menemui orang-orang yang pergi menjenguk
sanak pamili guna memberi selamat tahun baru, dari itu
jalanan ramai karenanya.
-00000000-
Kadang-kadang ada lewat orang Rimba Persilatan, yang
melarikan kudanya keras, akan tetapi tidak ada yang menduga
atau mencurigai Jie In adalah orang yang telah menerbitkan
kegemparan dalam wilayah shoasay, Kalau toh mereka
menarik perhatian juga itulah disebabkan tampan dan
cantiknya mereka yang merupakan pasangan sembabat.
Jarak diantara Chin soe dan Kie koan cuma kira tigapuluh
lie dengan jalan seperti biasa cukup dengan waktu 7-jam.
Ketika mereka tiba, mereka cari sebuah hotel, Pelayan
menyangka mereka pengantin baru, mereka diantar kesebuah
kamar.
Seberla lunya pelayan itu ia Gak tertawa, hingga muka Yan
Bun menjadi merah sendirinya, hingga ia mendelik kepada
engko In-nya itu

622
In Gak kuatir sI nona keliru sangka, maka ia kata: "Adik
Bun, sudah setengah tahun aku menyamar jadi si pelajar
rudin, selama itu aku mesti mengenakan topeng, aku merasa
tidak leluasa maka itu sekarang setelah bebas dari siksaan itu,
aku girang sekali."
Nona Kouw mengerti, maka ia kata dalam hatinya: "Dasar
aku curiga tidak keruan, Memang kalau dia berniat buruk tak
usah dia menunggu sampai ini hari..."
Ia lantas mengawasi pemuda itu yang sebaliknya
mendelong mengawasi keluar jendela tangannya
digendongkan,
"Engko In" tanyanya kemudian, " ketika kemarin kau
menggunai pedang menghajar orang-orang Ceng Hong Pay itu
adakah itu jurus lt-goaoseng Liok Hiauw dari ilmu pedang
Thay Kek Kiam?"
In Gak berpaling dan mengangguk "Benar." ia menyahut, -
jurus itu bergerak enteng tetapi sangat cepat dan rapat, Untuk
melayani enam musuh itulah yang paling tepat,
Bukankah kau melihatnya sendiri aku nampak ayal
tetapinya sebat sekali? Dengan itu yang sedikit dapat melawan
yang banyak. orang mesti menyingkir tetapi tak keburu atau
mereka bakal jadi korban dirinya."
Nona itu sangat ketarik hati tetapi ia kata: "Mengapa
jangan kau terkebur saja, kenapa aku tidak dapat
menjalankan jurus itu sehebat kau?"
In Gak tersenyum.
"Itulah sebab tenaga dalammu belum cukup, Kau berlatih
terus nanti kau dapat tambah tenaga. Kau pun harus rajin
bersamedhi aku tanggung tak sampai tiga bulan kau akan
berhasil."
Nona Bun berdiam, tetapi matanya menatap dan wajahnya
bersenyum. si anak muda juga membalas mengawasi.
"Engko In, aku sungguh tidak mengerti." kemudian kata
pula si pemudi " kedua saudara- angkatmu itu semua orang

623
berkenamaan kenapa ketika kau bertempur mereka diam saja"
Dan sekarang kita membikin perjalanan kenapa merekapun
membiarkan kita pergi berdua?"
In Gak tertawa.
"Semua itu memang aneh nampaknya." ia berkata, "Baiklah
kau ketahui adik Bun, dengan dua saudaraku itu aku telah
membuat janji, ialah mereka tidak berhak mencampuri tahu
segala sepak terjangku, kecuali aku mohon bantuan mereka.
Mengertikah kau sekarang?"
Nona itu tertawa, tetapi la menggeleng geleng kepala.
"Itulah namanya saudara-saudara angkat yang aneh"
katanya, itulah langka"
In Gak mengawasi terus, ia sampai ter-sengsam, Di
matanya. disaat itu, Kouw Yan Bun cantik luar biasa. Nona itu
mengena i pakaian serba hijau, cuma mantelnya hitam, Dia
memang elok sekali, dandanannya itu menambah
kementerengannya. Melihat kelakuan orang itu, Yan Bun
makin menatap.
Mereka baru sadar tatkala keduanya mendengar suara
berisik yang seperti mendatangi ke kamar mereka, waktu
mereka, mendengar suara pintu dibuka, lalu di kamar sebelah
terdengar suaranya empat atau lima orang yang terang orangorang
Kang ouw adanya, Keduanya lantas memasang kuping.
"Benar-benar gila" terdengar satu suara tajam, "Diwaktu
tahun baru begini kita diberi tugas orang sudah menghilang,
kita masih dimestikan mencarinya. Apakah yang dapat kita
lakukan? Lihat Kiong- Bun siang Kiat, Di depan orang mereka
tidak berani turun tangan mereka bersikap seperti cucu kurakura
tetapi sekarang mereka banyak lagak. mereka sesumbar
hendak membekuk si orang she Jie, Gila tidak?"
"Tian le, jangan kau umbar kemendongkolanmu" berkata
seorang lain, yang suaranYanyaring, "Kau bilang Kiong Bun
siang Kiat tidak berani melawan si orang she Jie, kau bukan

624
menyaksikannya sendiri, cara bagaimana kau berani
membilang demikian?"
Mendengar itu Jie In dan Yan Bun bersenyum "Hm kata
orang yang pertama, yang suaranya tajam itu, "Aku
mendengarnya dari Coa sa n-Coe sendiri .Mustahilkah itu
dusta? Memang benar si orang she Jie sangat liehay Lihat saja
ke-enam jago Ceng Hong Pay, cuma Pok Paycoe sendiri yang
selamat peristiwa itu menggemparkan Rimba Persilatan Coa
san Coe juga menegaskan, ketika dia bertempur, si orang she
Jie cuma menyerang pergi pulang tiga kali, tidak lebih"
"Apa? Cuma tiga kali?"
"Ya Bagaimana hebat Coa san Coe pun liehay tetapi dia
tidak melihat bagaimana orang menggeraki tangannya hingga
taklah ia melihat tipu pedang apa itu yang digunakan"
"Benar benar aneh"
"Dengan tabasan yang pertama keenam jago Ceng Hong
Pay itu dipaksa mundur. Dengan tabasan yang kedua, senjata
mereka semua kena di bikin buntung Lalu dengan tabasan
yang ketiga, batang lehernya yang lima dibikin putus, Coa sa
n-Coe bilang agaknya si orang she Jie sengaja tidak hendak
mengambil jiwa Pok Pa yCoe"
"Kiong-Bun siang Kiat hadir bersama, mengapa mereka
tidak turun tangan?"
"Menurut Coe saa Coe, Kiong-Bun siang Kiat sendiri
setengah mati, setelah mengatakan beberapa patah kata,
lantas mereka ngeloyor pergi, Kabarnya tadi pagi-pagi Kioe Cie
sin Kay bersama Kiao Koen Cioe terlihat naik kuda menuju ke
Utara, Mereka berdua saja.
Hebat itu tujuh belas siewie, kecewa mereka kerja di totok
tak berdaya siapa dapat melakukan itu kalau bukan si orang
she Jie? Tidakkah semua itu aneh? Kiong Bun siang Kiat telah
pergi pula ke Chin soa tetapi mereka tidak mendapatkan si
orang she Jie, yang entah telah kemana Bahkan imam dari

625
Chin soe, yaitu Kiauw Cioe Koencoen Cee Hong, lenyap juga."
sekarang cuma ada kabar bahwa rombongan Rimba Persilatau
di Yan in berniat menyelidiki halnya si orang she Jie itu untuk
mereka nanti turun tangan terhadapnya, Yang sial ialah kita ini
yang diberi tugas begini macam"
"Loo Tian, jangan kau berpandangan cupat kau seorang
lain "Kita dapat makan, kita dapat minun, apakah yang dibuat
tidak puas. Cukup asal di tengah jalan kita tidak usilan Kalau
kita minum mabuk-mabukan, nah. itu baru bisa
mendatangkan bahaya Kalau kita bertemu orang she Jie itu,
jangan kata kita, sekalipun ketua kita pasti tak akan
berdaya...."
Untuk sejenak mereka itu berdiam, kemudian ketika
mereka bicara pula, mereka ngoceh tentang wanita..."
Jie In dan Yan Bun mengerutkan kening.
"Nama Jie In itu tak dapat dipakai lagi," kata Jie In selang
sesaat, juga di tengah jalan lebih baik kita jangan melakukan
sesuatu. Besok pagi-pagi baiklah kita berangkat ke Lokyang
dengan naik kereta.”
SInona tertawa.
"Dalam hal ini kaulah yang berkuasa" bilangnya, "Untuk
aku, aku cuma mengharap agar siang-siang aku dapat
menolongi ibuku yang lagi menderita itu. Habis kau hendak
pakai nama apa, engko In? Apakah kau hendak pakaI nama
aslimu Cia ln Gak?”
Jie In mengangguk.
Ketika itu pelayan muncul menanya apa sudah waktunya
menyajikan barang hidangan. Jie In melongok ke luar jendela,
Ia menggapai.
"Aku minta barang santapan diantar ke mari, sekarang
tolong kau pasang lampu dulu" katanya-pelayan itu
mengangguk, terus ia mengundurkan diri, tapi tak lama ia
datang dengan lilin menyala ditangan kiri dan tangan
kanannya membawa penampan ketika Yan Bun melihat, diatas

626
penampan ada dua helai kertas merah dengan masing-masing
tulisannya. "Kiat Siang Jie dan "Hoo hap Ban Hok," ialah
pujian selamat dan berbahagia sebagaimana itu biasa
dituturkan selamat tahun baru.
In Gak bersenyum setelah pelayan selesai menyajikan, ia
memberi persen sepotong perak seharga sepuluh tail seraya
berkata: "Terima kasih, sahabat uang ini untuk kau membeli
arak"
Pelayan itu membuka mulutnya tetapi tak dapat ia
mengatakan sesuatu, sebaliknya tangannya menyambut
membawa uang masuk ke dalam sakunya.
Melihat demikian. Yan Bun tertawa geli.
"Sahabat," kata Jie In, yang kuatir orang malu, " besok
pagi tolong kau carikan kami sebuah kereta untuk Lokyang,
tentang harganya tak apa kau memberinya lebihan. Terima
kasih"
Pelayan itu mengucap terima kasih setelah memberi janji ia
mengundurkan diri dengan kegirangan, pintu kamar
dirapatkan dengan perlahan. Yan Bun tertawa pula, si anak
muda menimpalinya. Habis itu mereka lantas bersantap
sembari memasang omong dengan asyik.
Di kamar sebelah terdengar pula suara yang tajam tadi, dia
memanggil pelayan, yang datang dengan cepat.
"Siapa itu dikamar sebelah?" tetamu itu tanya, "sepasang
mempelai" sahut si pelayan. "Mereka baru tiba"
"Nah, pergilah" kata orang itu. pelayan itu terdengar berlalu
dengan tindakan berat...
In Gak mengerutkan alisnya.
"Saudara Tia n, janganlah kau menerbitkan gara gara,"
terdengar pula suara di kamar sebelah itu, "jikalau
perbuatanmu diketahui ketua kami, kita tidak dapat
melindungi kau .."

627
Si orang suara tajam itu terdengar tertawa. "Aku cuma mau
melihat satu kali, mengapakah..." katanya.
Lantas terdengar tindakan kaki menuju ke luar kamar.
Matanya in Gak bersinar tajam, tubuhnya lantas mencelat
ke pintu.
Segera juga terdengar pintu kamarnya itu diketuk dua kali.
"Siapa?" ia tanya. "silahkan masuk" ia tertawa perlahan,
nadanya dingin.
Daun pintu lantas tertolak. lalu muncul seorang lelaki
dengan pakaian singsat, bajunya hitam dan matanya, apa
yang dikatakan "mata tikus". Dia memandang In Gak. yang
berupa sebagai seorang pelajar muda, dan tentunya juga dia
menganggapnya lemah, terus dia bertindak masuk, si anak
muda mementang kedua tangannya. "Tanpa urusan kau
lancang masuk ke kamar orang, tuan, kau mau apa?" ia
menegur.
Orang itu melihat Yan Bun, lantai dia menatap tajam, sinar
matanya memain. Tapi karena ditegur, dia melirik si anak
muda. Dia menyahuti dingin: "Kami lagi mencari seorang
pemburon Kami mau lihat dia bersembunyi di dalam kamar ini
atau tidak, pelajar rudin, kenapa kau begini galak?"
In Gakpun tertawa dingin, "oh kiranya tuan hamba negara
yang ditugas kan melakukan pemeriksaan? Maaf, maaf"
katanya, Mendadak ia mengasi lihat roman bengis dan berkata
keras. “Apakah kau membawa surat perintah? Mana kasi aku
lihat"
Orang dengan bermata tikus itu melengak, cuma sejenak,
lantas dia tertawa, menyeringai.
"Pelajar rudin. aku tidak sangka kau dapat menggertak
orang" katanya, "baik aku beritahu kan kau, bukannya hamba
negara, aku ialah Tian le, to-Coe dibawahan Hui Thian Auw
Coe Lew Keng Tek. ketua rimba Persilatan di Hoo lok.. “

628
Belum habis suaranya orang she Tian itu dari luar datang
seorang yang lantas menyamber lengan nya, setelah mana
orang itu memandang in Gak dan berkata sembari tertawa.
"Harap maafkan, tuan Adikku ini telah minum banyak air
kata-kata dan di luar kesadarannya dia mengganggu kau.
Terus dia memandang bengis kawannya itu dan kata dengan
keras ,
" Ketua kita sudah tiba, dia berada di Hotel sam seng
sekarang Lekas pergi menemui"
Tian le kaget, mukanya menjadi pucat, lekas-lekas ia pergi
bersama kawannya itu. segera tindakan kaki berisik yang
berlalu pergi, maka sedetik kemudian, sepilah kamar sebelah
itu.
In Gak menoleh kepada kawannya.
"Di sini Law Keng Tek bermarkas, aku tidak
mendengarnya," ia kata.
" Kecewa kau menjadi tay-hiap yang kesohor." sInona
tertawa "Law Keng Tek bermarkas di gunung Him Jie an di
propinsi Hoolam..."
Pemuda itu agak tersadar
"Oh kiranya dia Him Jie It Koay" Kalau begitu perlu aku
mencari tahu apa perlunya dia datang kemari"
"Nah, kau kumat" kata sInona, "Dia mencari Jie In,
bukannya Cia In Gak" Dia ia bersenyum juga.
“Biarnya aku tidak ingin mencari gara-gara tetapi ingin aku
ketahui perlu apa dia mencari Jie In. Kau tunggu, aku pergi
untuk lekas kembali.,." ia lantas lompat ke luar jendela.
Yan Bun berdiam, sambil menunjang janggut matanya
mengawasi ke luar jendela iiu, Ruwet pikirannya, ia bukan
memikirkan In Gak hanya ibunya yang lagi bersengsara,
bahkan mungkin ibu itu sudah tidak ada dalam dunia sebab
tak tahan siksaan, kalau benar ibunya sudah tidak ada,"
bukankah sia-sia belaka segala ikhtiarnya?Tanpa merasa
airmatanya melele ke luar, ia menghela napas.

629
Tiba-tiba api lilin berkelebat kembali di depannya. Melihat di
sampok angin, lalu in Gak nampak anak muda itu, tanpa
merasa ia bersenyum. "AdikBun, mengapa kau berduka?"
tanya si pemuda, suaranya halus. Yan Bun menatap. Ia heran.
Agaknya pemuda itu masgul. "Engko In, ada terjadi apakah?
ia balik menanya.
"Aku tidak sangka Kiong-Bun siang Kiat sangat jahat,"
sahut anak muda itu. " Ketika kita meninggalkan Chio sie,
mereka datang pula, lantas mereka menguntit kedua saudara
Chong sie dan Loei Siauw Thian. Mereka bermaksud
mendapatkan keterangan hal Jie In dari dua saudaraku itu...
Mereka menyangka Jie In telah menuju ke Lokyang maka itu
mereka mewajibkan Hoan Thian Auw coe menyerap-nyerapi
kabar perihal Jie In itu sepak terjangnya ini menandakan
KiongBun siang Kiat benar cerdik..."
" Habis bagaimana?" tanya si pemudi. " Kalau mereka
dapat menerka, kenapa mereka tidak datang sendiri?
Bukankah itu berarti mereka semakin menjauhi Jie In?"
"ltu dia kecerdikan mereka. Mereka keluaran Siauw Lim sie,
rumah perguruannya itu justeru di Hoolam, Merekalah murid
murid murtad, mana mereka sudi seperti mengantarkan diri
dalam mulut harimau? Maka itu mereka menugaskan Law
Keng Tek membuat penyelidikan. Kalau kabar didapat mereka
ingin segera diberi kabar ke kota raja. Di wilayah Yan-in
mereka berpengaruh sekali, mereka berniat membekuk kedua
saudara itu, supaya mereka dapat dijadikan umpan atas
datangnya Jie In... coba pikir, tidakkah tipu itu busuk sekali?"
"Mungkinkah mereka ketahui kaulah saudara angkatnya
Ciong soe dan Loei Siauw Thian?" ia tanya.
" Itulah aku sangsikan. Ketika kita berkumpul di Chin soe,
mereka memanggil aku Jie Tayhiap. Mungkin pihak sana
menduga perhubungan kita adalah persahabatan kekal. Untuk
mereka, itu pun ada faedahnya.”

630
"Aku pikir baiklah kau tak usah terlalu berkuatir untuk
kedua saudara angkatmu itu," kata Yan Bun kemudian.
"Mereka berpengalaman, tak mungkin mereka tidak bercuriga,
lebih-lebih Jie ko mu itu, dia sangat cerdik, Chong Toako
gagah, dia pun tianglo dari Kay Pang, tidak nanti Kiong-Bun
siang Kiat berani lancang turun tangan terhadapnya. Taruh
kata mereka bekerja belum tentu mereka berhasil. Yang harus
dijaga ialah supaya mereka tidak ketahui segala
perbuatanmu."
"Akupun tidak terlalu menguatirkan kedua saudara
angkatku itu," In Gak kata, "Yang aku kuatirkan ialah janji kita
untuk nanti bertemu di Ciang peng dirumah Say Hoa To Goei
peng Lok. jikalau Kiong-Bun siang Kiat turun tangan atas diri
kedua anak she Hu disana, bagaimana?"
Mendengar itu, yang beralasan Yan Bun ber kuatir juga. ia
lantas berpikir. sepasang matanya yang jeli memain
berputaran, Mendadak ia menepuk tangan.
"Ada, ada jalan" serunya, tertawa, "Bukankah kau
membawa lencana partai peng emis? Di dalam kota Kie koan
mesti ada pengemisnya, asal kau dapatkan satu diantaranya,
yang gesit, cukup kau menitahkan dia segera pergi ke Clang
peng untuk mengisiki keluarga Hu buat mereka pindah
sementara waktu, Dua saudara Chong dan Loei mestinya ayal
ayalan ditengah jalan, mereka pun dapat diperintah orang
mencarinya danpasti bakal dapat d iketemuka n. "
In Gak setujui pikiran sInona yang ia puji pintar.
"Kenapa aku tidak memikir begini?" katanya- "inilah pikiran
bagus" ia lantas menepuk tangan beberapa kali, memanggil
pelayan Dengan hormat dan bersenyum, pelayan bertindak
masuk.
"sahabat, aku minta tolong," kati si anak muda. "Hari ini
tanggal dua, aku hendak melakukan amalku sebagaimana
biasa aku lakukan setiap tahun, Tolong kau carikan beberapa
pengemis untuk aku menderma kepada mereka.”

631
Pelayan itu menerima, tetapi ketika ia mengundurkan diri ia
kata perlahan: "Luar biasa tuan muda ini Ada uangnya tetapi
tak tahu dia bagaimana harus menggunainya, bolehnya dia
hendak mengamal kepada segala pengemis inilah tak tepat"
Tapi ia pergi bekerja.
Seberla lunya si pelayan, sembari tertawa Yan Bun kata
pada pemudanya: "sekarang, Engko In, pergilah kau ke hotel
sam Seng, Coba kau lihat Hui Thiak Auw Coe Law Keng Tek
ada disana atau tidak ..."
"Ada ada saja" kata ln Gak seraya menggeleng kepala,
tetapi ia bertindak keluar, setibanya di jalan besar, ia melihat
suasana ramai, jalan besar dilalui cuma oleh beberapa orang,
sebalik nya tiap rumah menggantung tengloleng, yaitu lentera
merah, tanda dari tahun baru, dan petasan berbunyi berisik
disana sini. Dengan tanya-tanya orang, ia menuju kejalan
besar di mana pernahnya Hotel sam seng, Ia berjalan
perlahan. Angin tidak meniup keras tetapi hawa udara dingin.
Dijala nan masih ada saiju yang belum lumer. Dari setiap
rumah pun sering terdengar suara anak anak yang
bergembira.
Sesudah menikung dua kali, in Gak dapat melihat sebuah
rumah dimana ada digantungi dua buah tengloleng besar
dengan huruf-huruf " Hotel sam seng" ia menghampirkan.
selagi ia bertindak ia melihat munculnya orang tadi yang
bernama Tian le, si "mata tikus" Cepat jalannya dia menuju ke
arahnya, ia tidak mau kas i dirinya terlihat, lekas lekas ia
minggir untuk bersembunyi diujung tembok. Tian le tidak
melihat orang, dia berjalan terus.
Tepat dia sampai diujung tembok. In Gak muncul dibela
kangnya, untuk terus menepuk punggungnya sambil menepur:
"E h, sahabat she Tian, tunggu sebentar. Aku numpang tanya"

632
Tian le kaget, dia berlompat maju, untuk lekas-lekas
membalik tubuh, Tapi bagaikan bayangan, in Gak pun lompat
menyusul, hingga mereka berdua terpisah tak ada satu kaki.
Dia takuti hingga tubuh nya menggigil ketika dia telah melihat
tegas siapa yang menegurnya itu, Dia kata dalam hatinya:
"Dasar aku tidak mengenali gunung Tay san Aku
mendengar suara merdu dikamar sebelah, hatinya gatal, aku
menghampirkan, Aku lihat dia muda dan lemah, aku tidak
memandang mata, syukur kawanku menarik lenganku... Nyata
dia gesit sekali...sekarang... kenapa aku bertemu pula
denganny a? Bagaima na? "
In Gak mengawasi tajam, ia melihat orang jeri, ia
bersenyum.
Tian ia menjadi semakin takut, dia lantas berteriak niatnya
untuk memanggil kawan kawannya yang berada didalam
hotel. Tapi, belum suara nya keluar, tenggorokannya sudah
ditotok dua jerijinya si anak muda, hingga dia cuma dapat
menganga saja dan kedua matanya terbuka lebar suaranya
tak dapat keluar.
Dalam takutnya, matanya memperhatikan sinar mohon
dikasi ampun...
"Tuan, kau cari mampusmu sendiri jangan kau sesalkan
aku" kata Jie In tertawa dingin, ia menyamber tangan orang di
bagian nadi, lantas ia menarik.
Tien ie mati kutunya, tanpa berdaya dia di seret masuk
kedalam sebuah gang yang gelap. Dia merasakan tubuhnya
ngilu dan kaku dan peluhnya keluar dengan deras.
Ditempat gelap itu, in Gak menepuk batok kepala orang,
membikin bebas totokannya tadi yang membikin si mata tikus
menjadi gagu, sekarang walaupun dia bermata kekunangan
dan kepalanya pusing dia dapat bersuara. In Gak memandang
tajam.
"Kau masih tidak mau bicara tuan," katanya "Apakah kau
tak sudi bersahabat denganku?" ia tertawa.

633
Tubuh Tian ie menggigil. Dia jeri untuk mata bengis dari si
pemuda.
"Aku telah minum arak aku telah berbuat kurang
ajardidalam hotel tadi, aku minta maaf," dia kata.
"Itulah tak apa," kata in Gak tangannya di ulapkan, "Cuma
aku hendak menanyakan sesuatu..."
Tian ie menghela napas lega, tubuhnya tak lagi menggigil,
la heran hingga ia tanya
dirinya sendiri: "Aneh pemuda ini. Mau apakah dia?"
Maka ia lantas menanya: "Ada urusan apa, tuan?
Tanyakanlah Asal yang aku ketahui suka aku
memberitahukan."
In Gak bersenyum.
"Bukan tuan adalah sebawahan dari Him Jie san-Coe Law
Keng Tek?" ia tanya. "Aku
mengagumi Law sanijoe untuk kegagahan dan
kebijaksanaannya."
"Aku memang sebawahan Law LootongCoe," menjawab
Tian ie. hatinya lega. "Apakah itu yang tuan hendak
tanyakan?"
Lagi-lagi In Gak tertawa.
"Tadi didalam hotel kebetulan saja aku mendapat dengar
pembicaraan kamu." ia kata sabar, "Katanya ketua kamu itu
telah diperintahkan Kiong-Bun siang kiat mencari seorang
yang bernama Jie In, Bagaimana duduknya itu? Apakah tuan
suka memberi keterangan padaku?"
Tian ie terperanjat, hingga dia mundur setindak.
"itulah urusan ketua kami sendiri" dia kata ragu-ragu, "oleh
karena adanya larangan partai, tidak dapat aku bicara suatu
apa, Tuan, sukar untuk aku memberitahukan sesuatu
kepadamu..." suaranya mengeras.
"Hm" In Gak mengasi dengar dingin. "Tuan, kau bicara
bertentangan dengan dirimu sendiri Barusan kau sendiri yang
membilang bahwa kau suka omong segala apa Apakah kau

634
tidak ketahui lihaynya Koay Cioe sie seng, ai Pelajar Tangan
Aneh?"
Tian Ie kaget pula, dia meringis. Jadi tuanlah Jie ..?"
katanya, ia memperkenalkan dirinya.
"Benar" sahut In Gak bengis, "Maka sekarang kau mesti
omong semua dengan terang, baru kau dapat ampun"
Siapa takut mati dia dapat lenyap liangsimnya, demikian
Tian ie. dia kata di dalam hatinya:
"Di sinilah Jie In, Loo tongke mengutus dua puluh empat
tocoe mencarinya, dia bertindak berlebihan, Bukanka h aku
berjas a jikalau aku pergi melaporkan sekarang?" Lupa bahwa
mungkinkah dia akan dikasi hidup, lantas dia memutar
tubuhnya, buat berlompat dan lari.
Baru dia lari dua tombak. di telinganya terdengar suara
tertawa dingin yang menyeramkan, lalu dia merasa tubuhnya
terbetot balik, takperduli dia meronta-ronta. setindak demi
setindak. dia dipaksa kembali ke tempat yang gelap tadi.
Habis tenaga melawannya, Baru sekarang dia ingat takut pula.
Baru dia berdiri, dia merasa tangan orang diletaki
dipunggungnya.
"Kau memikir yang tidak-tidak" kata In Gak bengis. "Kau
mau kabur buat memberi kabar pada Law Keng Tek. bukan?
Teranglah kau sudah bosan hidup sekarang rasai tanganku di
punggung mu Kau ketahuilah, sekarang tak dapat kau tidak
menjawab pertanyaanku.”
Timbullah takut matinya Tin Ie, maka dia lantas memb
enkao keterangannya. Dia membeber kelicikannya Kiong Bun
siang Kiat, yang menugaskan Law Keng Tek.
In Gak telah kembali ke hotelnya di mana ia lantas
menemui Yan Bun, ia lantas menuturkan kepada si nona
tentang pertemuannya dengan Tian ie. Habis memberi
keterangan ia ber-senyum.
Nona Kouw mementang matanya.

635
"Kau baru bicara separuhnya." katanya, "Bagaimana
dengan Tian ie?" In Gak tertawa, matanya bersinar.
"Segala manusia busuk, buat apa dikatakan lagi?"
sahutoya. "Dia harus menerima pembalasanny a "
Yan Bun tahu orang tentulah telah dihukum, ia tidak
menanyakan lebih jauh.
Tidak lama, pelayan datang sama beberapa pengemis,
yang berkumpul di depan pintu. Jie In mengawasi mereka itu
di antara siapa, seorang yang usia pertengahan bermata
tajam, romannya cerdik, ia percaya pengemis itu mahir tenaga
dalamnya.
"Sekarang kau tolong aku berbelanja," kata si pemuda pada
pelayan. ia menyebut beberapa rupa barang untuk bekal
dijalan. Pelayan itu mengerutkan kening, Dimasa tahun baru
di mana ia dapat membeli barang-barang itu? Tapi ia
diperintah, ia dapat mengharap persen lebih jauh, ia
pergijuga.
In Gak memberi persen dua tahilperak kepada setiap
pengemis, yang ia suruh mengundurkan diri, kecuali ia
menahan yang usia pertengahan itu Kepada dia ini ia
memberikan sepotong emas, katanya untuk bekal dijalan, ia
pesan si pengemis apa yang dia mesti kerjakan.
Pengemis itu menjura, lantas dia mengundurkan diri
dengan cepat.
Selang sekian lama, pelawan kembali dengan tangan
kosong, tak dapat ia membeli apa juga. In Gak tertawa, "Tidak
apa" katanya.
Yan Bun memberi upah setahil perak, hingga pelayan itu
girang sekali.
Selanjutnya In Gak dan Yan Bun tidak keluar lagi dari
kamar mereka, mereka
menantikan sang pagi untuk membuat perjalanan ke
Lokyang dengan naik kereta yang dipesan.

636
Justeru itu malam, selagi kamar mereka sunyi, ada dua
orang yang mencari jalan untuk masuk kedalamnya, Mereka
itu memakai topeng, Tepat terpisah lima kaki dari meja,
mendadak mereka berlompat kepembaringan seraya menikam
"Aduh" demikian jeritan yang menyayatkan
Malam sudah larut, angin meniupkan hawanya yang dingin
dan bersuara dikertas jendela. Di waktu begitu, In Gak dan
Yan Bun di dalam kamarnya dihotel di Kiekoan sudah pulas,
tetapi segera mereka dibikin mendusin oleh suara berkeresek
perlahan di atas genting, mereka lantas menduga jelek.
Memangnya mereka tidur tanpa menukar pakaian lagi,
maka lantas mereka merayap turun, untuk pergi kepojok
kamar, Di situ mereka berdiam sambil memasang mata.
Umumnya jendela rumah dipropinsi shoasay terdiri dari dua
lembar daunnya yang panjang, yang dibuka keluar, keatas dan
kebawah. sekarang daunjendela hotel terdengar berkeretek.
Lantas kelihatan yang sebelah diangkat, rupanya untuk
ditunjang In Gak melihat bergerak- geraknya sebuah tangan,
Yan Bun lantas menyiapkan satu biji uang tembaga.
Dengan daun jendela terbuka angin dingin masuk kedaIam.
In Gak dan sInona merasakan itu, mereka berdiam saja.
Orang jahat tidak mendengar gerak-gerik apa juga didalam
kamar itu, hati mereka menjadi besar, lantas terlihat mereka
masuk. Mereka berdua, tangan mereka mencekal pedang,
muka mereka ditutup topeng.
Dengan perlahan, mereka menghampirkan pembaringan
lalu dari dekat meja, mereka lompat menikam kearah
pembaringan itu, hingga terdengar tegas pedang mereka
menancap dikayu, mereka kaget. Mereka bukan menyerang
tubuh orang Keduanya lantas lompat mundur untuk kabur d
ari jendela atau segera terdengar jeritan mereka, yang satu
roboh ke lantai.

637
Yan Bun menimpuk jitu pada kaki penjahat itu. orang yang
kedua kaget dan bingung, tetapi dia menginsafi bahaya, terus
tanpa menghiraukan kawannya, diapun lompat ke jendela.
"Balik" dia mendengar bentakan bengis, lantas terasa
kakinya terjepit sakit, lantas tubuhnya tertarik keras, hingga
dia membentur tembok setelah merasai mata berkunang dan
kepala pusing, dia roboh tak sadarkan diri.
Berbareng dengan itu, Yan Bun menghampirkan kedua
penjahat, dengan ujung sepatunya ia menyongkel topeng
orang, setelah mana ia agaknya terkejut. Penjahat yang
terluka kakinya dan matanya mendelik, terus dia tertawa
dingin.
"Nona Kouw, sekarang kau baru mengerti. katanya,
"Bukankah adikku tidak buruk? Kau boleh membenci dia, itu
adalah urusan lain,tetapi itulah bukannya sebab untuk kau
ingin membinasakannya, sekarang baik kau lepaskan kami"
Alisnya si nona bangun berdiri, tangannya melayang. "Adik
bangsatmu itu mirip binatang" ia membentak. “BeruIangkali
dia main gila di depan nonamu, untuknya mati masih kurang
tepat Kenapa kau ada muka berani datang kemari guna
menuntut balas terhadapku? Baiklah, malam ini aku berikan
kau kematian utuh, supaya selanjutnya kau tak usah
meninggalkan bencana untuk khalayak ramai"
Habis berkata, nona itu mau menotok jalan darah mati si
peniahat.
"Tahan dulu” ln Gak mencegah. ia telah mendengar
pembicaraan singkat itu, ia dapat menerka duduknya hal. Tapi
mereka berada di hotel. la kata pula, "Di sini tak dapat kita
sembarang membunuh orang...." ia menghampirkan, ia
menepok pundak orang itu seraya berkata: "Sahabat, kau
pergilah Lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, tak
nanti kau mendapatkan kebaikan seperti sekarang"
Penjahat yang pingsan mulai mendusin, dia merayap
bangun- Dia gusar, hendak dia melampiaskan itu, Atau In Gak

638
memimpin dia bangun dengan pundaknya ditepuk, sembari
tertawa, anak muda ini kata: "Tuan, harap kau jangan
membuka mulutmu.Justeru sekarang adikku ini belum berpikir
lain, lekas kau mengangkat kaki”
Penjahat itu batal mencaci atau menegur, matanya
mendelik, mulutnya mengejek beberapa kali: "Hm" Kemudian
dia kata pada kawannya, "Jietee, kita pergi-“
Orang yang dipanggil Jiete itu menurut maka sejenak
kemudian, keduanya sudah berempat keluar darijendela,
untuk menghilang ditempat gelap.
Yan Bun lantas menjatuhkan diri dikursi, ia duduk menangis
terisak, ia agaknya sangat berduka dan penasaran, In Gak
mengusap usap.
"AdikBun, apakah kau meny esa ikan aku melepaskan
mereka?" ia kata sabar, "Kau jangan salah mengerti. Kau
tahu, sebelum mereka menyingkir seratus tombak, mereka
akan sudah sampai dipintu kota negara iblis jangan kau
menyesal dan penasaran, jangan bersusah hati.."
Yan Bun mengangkat mukanya, ia menyusut airmatanya,
Tiba tiba ia tertawa.
"Aku mengerti" katanya, "Benar-benar kau membunuh
orang tanpa berdarah"
In Gak bersenyum, tapi ia kata dengan sungguh-sungguh: "
Untuk membasmi manusia jahat, aku terpaksa berbuat
demikian."
Kemudian ia pergi kepembaringan, untuk mencabut
pedangnya kedua penjahat itu yang tadi orang tak sempat
mencabutnya. Kedua pedang nancap dalam sekali.
Yan Bun memandangi si anak muda ia tidak mendengar
orang menanyakan hal ikhwalnya mengenai pembicaraannya
tadi dengan si penjahat, ingin ia menjelaskan tetapi In Gak
mencegah "Sudah, adik In. Tanpa kau menuturkan aka telah
bisa menduga delapan sampai sembilan bagian," ia kata
"Bicara tentang itu cuma mendatangkan keruwetan pikiran
saja, Mana penjahat dapat berbuat baik? lihat pembuatannya

639
barusan perbuatan itupun sudah menjadi alasan cukup untuk
menyingkirkan mereka itu"
Yan Bun tahu orang tak ingin ia berduka, ia bersenyum, ia
tidak mau mengatakan apa apa lagi ia lantas merebahkan diri
di pembaringannya. Jie In pun turut rebah, tetapi terus
sampai pagi ia tidak tidur pulas, ia kuatir nanti ada lain
penjahat, maka ia berjaga jaga.
Pelayan hotelpun tidak muncul sebelumnya pagi rupanya
tadi malam dia tidur nyenyak sekali dan tidak mendengar
suara apa-apa, hingga dia tidak tahu apa yang telah terjadi di
rumah penginapannya itu. Dia lantas mencari sebuah kereta
keledai yang memakai tutup. Baru setelah mengetuk pintu,
untuk mengasi bangun kedua tamunya, dia kaget melihat
daun jendela menjeblak. Dia melongo.
Si nona tertawa. "Tadi malam datang penjahat tetapi aku
telah mengusirnya," ia kata. "Rupanya kau tidak mendengar
apa-apa .Jangan takut, aku nanti mengganti kerugianmu."
"Oh, oh, nona, jangan" kata pelayan itu gugup, "Tak usah
nona mengganti. Kereta sudah siap. apa nona dan tuan mau
berangkat?" ia mengawasi ia heran kenapa orang demikian
lemah dan ayu dapat mengusir penjahat.
Yan Bun mengangguk. lantas ia memberesi buntalannya,
yang ia suruh si pelayan bawa ke kereta, In Gak sendiri
membawa kedua pedang Thay oh dan Leng Ko, Berdua
mereka bertindak keluar.
Di muka hotel terlihat kereta yang dipesan yang tendanya
hitam dan keledainya empat, kelihatan binatang itu pilihan.
Tukang keretanya dua orang. sebagai orang utara, mereka
bertubuh besar, Tangan mereka mencekal cambuk:
In Gak mengasi persen lagi sepuluh tahil pada pelayan,
lantas ia pimpin Yan Bun naik kereta, ia sendirI naik
belakanganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
640
Tukang kereta lantas menggeprak keledainya, cambuknya
dibunyikan, membikin roda-roda kereta menggelinding cepat
dan keras.
Kereta keledai terus dilarikan keras. Tukang kereta
mencambuk dan beseru berulang kali.
selang dua jam, Yan Bun menyenderkan diri untuk tidur.
In Gak tidak mau mengganggu ia sebenarnya tak tidur tadi
malam, tapi sekarang ia tidak tidur seperti si nona terus ia
suka mengintai ke luar, ia memikirkan keras gerak-geriknya
orang-orang Rimba persilatan itu.
Setelah melalui duapuiuh lie, In Gak mulai mengerti
duduknya hal, jauh di depan, di tengah jalan, terlihat
beberapa puluh kereta piauwkiok beserta belasan piauwsoe
atau pengiringnya, yang dengan senjata terhunus lagi
menjagal disekitarnya. Teranglah mereka itu lagi bersiap
untuk suatu penyerbuan.
"Saudara," In Gak tanya kusir, "didepan kita ini ada tempat
perhentian atau tidak?"
"Ada, tuan," menyahut salah satu kusir sambil
membungkuk. "itulah Kho kee-keuw, lagi sepuluh lie dari sini,
tempatnya baik ..."
"Sudah, kamu j angan berkuatir" kata in Gak kemudian,
tertawa, "Kalau didepan tidak ada tempat perhentian, tidak
nanti kawan penjahat bekerja sebelum lewat Kho ke kauw,
Lagi pula kitalah orang orang pelancongan, kita tidak campur
urusan mereka, Kamu boleh jalan terus."
Lega hati si kusir. orang demikian besar hati, ia mau
menduga penumpangnya ini bukan sembarang orang.
Yan Bun tidak pulas, dia mendengar pembicaraannya itu,
lantas dia membuka matanya untuk memandang ke luar
tenda.
"Engko In," katanya tertawa, "aku dapat menerka kau.
Kembali kau mau usil, bukan?" In Gak tidak menjawab, ia
melainkan tertawa.

641
Ketika itu kereta mereka lari keras sekali, dengan cepat
mereka tiba di belakang rombongan kereta piauwkiok, tempo
sInona melihat ke luar, ia agak terkejut. "Aih" serunya. "Engko
In, kau lihat."
Bendera piauwkiok cuma sulaman empat ekor kuda, tak
ada lainnya lagi, itulah sangat beda daripada yang
kebanyakan. Apakah tidak aneh?"
In Gak melihat berkibar kibarnya bendera yang
dimaksudkan kawannya itu, itulah bendera dari sutera putih,
sulamannya benar merupakan empat ekor kuda yang
berlainan sikapnya, ia ketahui itulah sulaman yang menyontoh
lukisan "Delapan ekor Kuda" dari pelukis Han siang.
Tiba-tiba ia ingat keterangan Siauw Thian selama mereka
memasang omong dalam kantor Cin Tay piauw Kiok, bahwa di
propinsi Hoolam disamping kuil siang Kok sie di kota Kayhong,
ada sebuah piauwkiok yang memakai merek Thian Ma Piauw
Kiok. artinya piauwkiok Kuda Langit, artinya lebih jelas "Kuda
Langi Jalan di udara perjalanannya senantiasa berhasil,
piauwkiok itu dipimpin oleh Suma Tiong Beng yang dunia
Kang ouw juluki Poen Loet Kiam-kek. jago Pedang pengejar
Guntur, yang katanya gagah dan cerdik, yang usianya sudah
tujuh puluh lebih, bahwa dialah sahabat ayahnya.
"Kalau dia benar Suma Tiong Beng, tak dapat tidak aku
mesti bantu padanya." demikian ia pikir.
Kereta piauw kiok sudah mengalah, maka itu keretanya
pemuda ini dikasi lewat. selagi lewat itu, ia melihat seorang
tua duduk didalam kereta piauwkiok itu. Dia telah ubanan
rambut dan kumisnya, mukanya bersemu dadu, sepasang
matanya tajam, tubuhnya kekar, tak miripnya orang tua. Dia
membekal pedang dipunggungnya akan tetapi pedang itu
tidak dihunus, bahkan dia sangat tenang sikapnya.
Tidak lama tibalah orang di Kho-kee kauw. Benar dimulut
dusun ada sebuah losmen merek Kho seng, Kereta dihentikan

642
di depan losmen, In Gak membantu sInona turun untuk
masuk kedalam rumah penginapan itu.
Seorang pelayan menyambut memimpinnya kedalam,
Dipertengahan sudah ada lima tetamu yang semua beroman
bengis, tubuhnya besar-besar sambil duduk di bangkupanjang,
mereka bicara pertahan. Berhenti suara mereka begitu mereka
melihat masuknya muda-mudi itu, agaknya mereka terpesona
si nona cantik manis.
In Gak berdua bertindak terus, mereka ditunjuki dua kamar
disebelah timur dan barat. ia memilih yang di timur, terus ia
memesan barang santapan, sekalian juga untuk kedua
kusirnya.
Selagi menanti barang makanan seorang diri ia bertindak
keluar lagaknya untuk melihat-lihat hotel itu, diam-diam ia
memperhatikan kelima tetamu tadi, ia ingin menerka mereka
itu ada maksud tujuannya atau tidak terhadap Thian Ma Piauw
Kiok.
Piauwkiok itu mempunyai pegawai yang jalan didepan yang
biasa mengatur penginapan dan lain2 nya, pegawai itu sudah
lantas tiba dilosmen. Ketika kelima orang tadi melihat dia
mereka bersenyum ramah. in Gak dapat melihat sikap mereka
itu ia lantas mengerti. Lekas juga tibalah rombongan
piauwkiok, maka berisiklah suara kereta dan kudanya.
Congpiauwtauw Suma Tiong Beng masuk kedalam losmen,
ia bertindak dimuka diikuti orang-orangnya, Nampaknya ia
bersungguh-sungguh. Ketika ia melihat ln Gak berdiri
disamping, sejenak ia mengawasi.
Agaknya ia kagum untuk ketampanan dan ketenangan anak
muda itu. ia lantas tersenyum dan mengangguk sebagai tanda
menyapa hormat.
In Gak pun tersenyum dan mengangguk ia anggap si orang
tua manis budi.

643
"Banyak capai loopiauwtauw" katanya, "Beginilah aku si
orang tua." Katapiauwsoe itu, menghentikan tindakannya,
"Setiap tahun, setiap bulan, aku mesti membuat perjalanan
jauh hidup diujung pedang, maka untukku tak ada kata-kata
capai, Laotee, dapatkah aku mengetahui she- mu yang
mulia?"
Sembari menanya begitu, matanya piauwsoe ini melirik
kekereta orang di depan losmen.
"Akushe Giam, Ioo-piauwtauw. Gia m dari Giam Coa Lang,"
In Gak menjawab. "Kami berdua suami isteri berangkat
kemarin dari Thaygoan niat pergi ke Lokyang, Waktu aku
melihat loo-piauwtauw ditengah jalan, aku kagum sekali."
Suma Tiong Bong mengurut kumisnya dan bersenyum.
"Giam Laotee, girang aku dengan pertemuan ini." katanya.
Karena orang tidak menanyakan she dan namanya, ia
memperkenalkan diri:
"Namaku si orang tua yang rendah ialah Suma Tiong Beng.
Kebetulan sekali akupun mau pergi ke Lokyang, jikalau laotee
tidak sesuatu urusan mari kita jalan sama-sama ." selagi
berkata begitu, jago tua ini diam-diam melirik kepada kelima
tetamu itu. In Gak tertawa.
" Loo-piauwtauw, meski aku cuma seorang anak sekolah
tetapi nama loopiauwtauw aku kenal baik sekali." katanya, "
Untuk wilayah Hoolok. anak kecil sekalipun mengenalnya juga,
Maka itu beruntung aku dapat berkenalan dengan loopiauwsoe"
Loo piauwsoe masih ada banyak urusan,
persilahkan sebentar saja aku memohon."
"Kau baik sekali, laotee," kata si piauwsoe tertawa "Nah,
maafkanlah aku." ia memberi hormat, lantas ia bertindak
masuk.
Kelima tetamu itu mengawasi punggung si orang tua sambil
bersenyum tawar, setelah
itu, mereka berlalu.

644
ln Gak pun kembali kedalam, Thian Ma Piauw Kiok hampir
memborong losmen itu. Dari kamarnya sembari bersantap.
sering ln Gak dan Yan Bun mendengar suara dan tertawanya
si piauwsu tua.
"Coba terka, engko ln, siapakah musuh Thian M a Piauw
Kiok?" tanya sInona bersenyum. "Apakah penjahat akan
mencari tahu lebih jauh baru mereka mau turun tangan?
Menurut dugaanku, pihak piauwkiok ini lebih banyak
menghadapi bahaya daripada keselamatan, bahkan mungkin
besok magrib ini terjadinya peristiwa..."
In Gak terlihat heran-"Bagaimana kau menduganya,
adikBun?" ia tanya.
Nona itu bersenyum.
"Menurut rasaku, mereka itu pasti sudah menetapkan
tempat dan telah membuat penyelidikan cukup," ia menyahut,
"Kau kesohor mengapa kau tidak melihatnya? Empatpuluh lie
dari Kho-kee-kauw ini ialah jalanan pegunungan dan disana
ada lembah Gia Kang kiap. itulah tempat yang bagus untuk
mereka bekerja.
Setelah berhasil, mestinya penjahat menyingkir ke ong ok
san, gunung di barat daya itu, Aku tahu gunung Ong ok san
itu ada berdiam Kioe-coe bo Lian Hoan ie Goan Kay, begal
yang menjagoinya, dari itu kecuali dia, tidak ada penjahat
lainnya yang nanti berani turun tangan di dalam wilayah
pengaruhnya itu."
ln Gak tertawa, "Aku tidak sangka kau kenal baik kaum
Rimba Hijau" katanya, Jadi pastilah mereka bakal bekerja di
Gia Kang Kiap?" sInona mengangguk pemuda itu berdiam,
Ketika itu terlihat pelayan datang bersama Suma Tiong
Beng di belakang siapa turut
seorang piausu usia lebih kurang empat puluh tahun yang
romanya bersih. "oh" In Gak berseru, lekas-lekas ia
berbangkit, juga sInona.

645
Suma Tiong Beng tertawa, ia kata: "Giam Laotee, maafkan
aku. Beginilah tabiatku, asal aku kenal orang, aku
menganggapnya sebagai sahabat kekal. Aku ingin bicara dari
satu hal yang ingin bicara dari satu hal yang tak selayaknya
aku menyebutkannya tetapi toh aku mesti menyampaikannya.
Aku ingin ketahui kapan lotee berdua hendak meneruskan
perjalanan kamu, hari inijuga atau besok? Menurut aku,
baiklah lotee beristirahat satu hari disini."
In Gik berpura-pura heran-
"Loo piauiwtauw, kata katamu ini mesti ada sebabnya"
katanya. "Maukah loo piauwsoe menjelaskannya? "
"Sayangnya panjang untuk berbicara," kata si piauwsoe,
sikapnya menjadi sungguh-sungguh, "Baiklah aku perkenalkan
dahulu sahabatku ini." ia lantas memutar tubuh dan menunjuk
orang dibelakangnya untuk menambahkan " inilah
pembantuku yang aku hargai, Jit Goat sien-Jin Ciang Louw
Keen-"
In Gak memberi hormat pada piauwsoe itu, yang pun
memberi hormat padanya, ia lantas mengajar kenal Yan Bun.
"Silahkan duduk" ia mengundang, "Loo piauwsoe minta
kami menunda penjelasan satu hari, mungkinkah itu
disebabkan perjalanan kurang aman?" orangtua itu menghela
napas, tapi ia tertawa.
" Entah kenapa, loote, begitu melihat kau jadi sangat suka
bergaul denganmu," ia
kata. "Mungkin ini disebabkan romanmu mirip dengan
seorang sahabatku dulu hari, Terdengar kabar angin
sahabatku itu telah mencari tahu tentang dia, tetapi belum
ada hasilnya, Mungkin itu kabar angin belaka..."
In Gak tahu yang dimaksudkan itu tentu ayahnya, maka ia
terharu sendirinya, ia bersyukur kepada piauwsoe tua ini.
Piauwsoe tua itu berkata pula: "Seperti aku bilang barusan,
panjang untuk menutur, Memang sudah umum kami bangsa
piauwsoe, kami hidup diujung senjata. sudah beberapa puluh

646
tahun aku membangun Thian Ma Piauw Kiok. selama itu
bukannya aku belum pernah menerima gangguan hanya
syukur berkat kecintaan sahabat-sahabat Rimba Persilatan,
semua itu bisa dihindarkan urusan besar dapat dibikin kecil,
urusan kecil dapat dilenyapkan.
Begitulah perusahaanku tetap maju, sekarang aku telah
berusia lanjut, sudah selayaknya aku beristirahat untuk hidup
tenang dan berbahagia serumah tangga, Apa perlunya aku
terus merantau menghadapi ancaman bahaya? memang, sejak
sepuluh tahun yang lalu, aku sudah mengundurkan diri Tapi
piauwkiok tidak aku tutup aku serahkan kepada anakku, Kali
ini kami menerima angkutan kebetulan anakku sakit, tak dapat
ia ke luar, terpaksa aku si tua mesti mewakilkannya.
Kami mengantar piauw kekotaraja, Diwaktu pulang kami
mendapat pula angkutan, seorang saudagar perlu mengirim
permata dan uang ke Lokyang, dia tidak dapat piauwkiok lain,
sebab disaat akhir tahun, semua perusahaan berhenti bekerja.
Kami mesti melakukan perjalanan pulang, lalu seorang
sahabat memujikan kami. Tak dapat aku menampik
permintaan sahabat itu maka itu kami menerimapula
tanggung jawab ini.
Kami ingin lekas sampai ditempat tujuan, sengaja aku
memotong jalan.
Di luar dugaan, kali ini aku menghadapi ancaman bahaya,
Aku telah beberapa kali melihat oraog-orang yang dapat
dicurigai, tetapi aku masih belum memastikan mereka
mengarah kami atau bukan.
Oleh karena itu aku menduga di sebelah depan mungkin
terjadi peristiwa, ini pula berbahaya kenapa aku minta laotee
suka singgah di malam ini”
Pemuda itu berpura-pura kaget.
“Jikalau jalanan tak aman tak dapat kami berdua
melanjutkan perjalanan seorang diri.." katanya "Apa..."

647
Jit jit sian-Jiu-Ciao Louw Keen tertawa dan menyela. "Loopiauwiauw
keliru melihat Giam Laote berdua adalah akhli-akhli
silat yang lihay Lihat saja sinar matanya Giam tajam"
In Gak kagum untuk piauwsoe ini, ia tadInya mau minta
diajak jalan bersama, karena Louw Keen mengatakan
demikian, ia bilang, "Louw Laotoe benar tetapi tidak
seluruhnya, isteriku bukannya akhli, dia cuma mengerti silat
kasar kasar, Aku sebaliknya, aku benar benar tidak tahu apaapa"
Suma Tiong Beng tertawa.
"Benar-benar mataku si orang tua lamur. Kenapa aku tidak
dapat mengenali teeHu? Lotee, bukankah kau pun .. Ah.
mungkin kau merendah saja."
In Gak hendak menjawab piauwsoe itu atau ia tercegah
suara berisik diluar dimana terdengar orang berselisih mulut,
selagi Tiong Beng terperanjat, seorang pegawainya lari masuk
sambil berkata: "Can-piauwtauw, lekas Disana ada seorang
pengemis serta kawannya, yang romannya bengis, datangdatang
meraba barang kita di atas kereta, waktu Oey
Piauwsoe mencegah, mereka lantas menyerang, pengemis itu
bersenjatakan seekor ular, sudah empat orang kita roboh, Oey
Pauwsoe sendiri roboh juga.."
"Itu" bersuara si piauwsoe tua, yang terus bertindak keluar
cepat, diikut Lauw Koen sampai lupa meminta diri dari In Gak.
Mendengarkan diantara pengacau ada pengemis In Gak
mengajak Yan Bun turut ke luar.
Di dalam pekarangan hotel orang ramai ber kumpul, orangorang
piauwkiok mengurung dua orang, roman mereka heran
danjeri, orang yang dikatakan bengis itu berdiri sambil
bertolak pinggang, tak hentinya dia tertawa mengejek.
Lima kaki terpisah daridia ada si pengemis yang matanya
merah, hidungnya lancip, mukanya tirus kulitnya bersemu
merah, Benar ia memegangi seekor ular dengan tangan

648
kanannya, ular itu melilit-lilit dan mengulur-ulur lidahnya yang
lentik. Di tanah rebah lima pegawai piauwkiok itu waktu
terdengar si pengemis berkata-kata keras: "Kamu orang
piauwkiok. jangan kamu bermata anjing tak melihat mata
pada lain orang Aku si pengemis telah banyak penglihatanku,
maka juga barang-barangmu ini tak ada di mataku sebaliknya
benar di sebelah depan sana ada seorang sahabat baik yang
ingin menemui si orang tua she Suma.
“Aku justru datang guna menyampaikan kabar. Kenapa
kamu galak tidak keruan? Hm sudahlah, aku si tukang mintaminta
mau pergi sekarang "
Dia melihat Tiong Beng mungkin muncul, sengaja dia
mengucap demikian, Dan benar dia sudah melangkahkan
kakinya.
Suma Tiong Beng melompati orang-orangnya, ia berhenti d
idepa n pengemis itu.
"Tuan siapakah yang hendak menyampaikan kabar pada
aku si orang tua?" ia tanya, "sebelum kau memberi
keterangan, tak dapat kau berlalu dari sini"
Pengemis itu memutar balik biji matanya, "Aku kira siapa
yang berani main gila terhadap aku si tukang minta-minta"
katanya dingin, "Kiranya Poen Loei Kiam kek siapa sahabat itu,
sebentar kau akan mendapat tahu sendiri, jadi tak usahlah
aku si pengemis menggoyang goyang lidah lagi"
Itulah penghinaan hebat maka juga tanpa membilang apa
apa lagi, Tiong Beng maju sambil menyerang jalan darah hok
kiat kiri dan kanan dari pengemis mulut besar itu.
Tak perduli agaknya si pengemis gesit sekali, dia tak dapat
berkelit seluruhnya. Dapat dia mengegos di kanan tetapi di kiri
tidak. maka sasaran kirinya itu kena tertotok. hingga saking
sakit matanya mendelik ke luar dan mulutnya
memperdengarkan seruan kesakitan, berbareng dengan mana
ular di tangan kanannya dilemparkan ke arah si piauwsoe tua

649
Tiong Beng heran orang tertotok tetapi tidak roboh, ia
tercengang. Biasanya ia tidak pernah gagal, ia mendapatkan
julukannya itu justeru disebabkan kemahirannya tenaga dalam
dan luarnya serta ia pandai menggunai kepalan telunjuk
pedang dan senjata gelap, sebab kesebatannya.
Justeru ia tercengang itu ular sudah terlempar hingga dua
dim di depan matanya. Tak sempat lagi ia menangkis, sambil
melengak ia terus berjumpalitan. Tetapi liehay ular itu, yang
terus mengejar seraya meleletkan lidahnya.
Semua orang piauwkiok kaget sekali, semuanya berteriak.
Jilid 8.2. Membantu kekasih menolong ibundanya
Tepat lagi setengah dim kepalanya Suma Tiong Beng bakal
kena dipagut ular itu, mendadak binatang lugat-legot itu
merengket sendirinya, badannya lantas jatuh ke tanah, cuma
satu kaki dia diam tak berkutik lagi, Dia mati seketika
Menyusul menyambernya ular itu si pengemis dan
kawannya juga beriompat maju, Mereka menggunai ketikanya
yang baik untuk merobohkan piauwsoe kesohor itu.
Tiong Beng heran menampak binatang berbisa itu roboh
tidak keruan-ruan, ia tercengang. Justeru itu, ia menampak
menerjangnya dua orang itu, ia terkejut. Tapi ia
berpengalaman dan tabah dengan cepat ia menggeser sebelah
kakinya, guna memperbaiki diri, berbareng dengan mana,
kedua tangannya diluncurkan, guna menyambut serangan
dengan serangan. Jurusnya ini adalah "Kuda liar menggibrik
suri."
Segeralah terjadi hal yang luar biasa. Mendadak terdengar
jeritan hebat dari kedua penyerang itu, tubuh mereka
terpental melayang bagaikan layangan putus, jatuh di tempat
beberapa tombak.

650
Tapi mereka tidak terluka rupanya, begitujatuh mereka
merayap bangun, terus mereka
membuka langkah panjang, buat merat pergi.
Piauwsoe tua itu tercengang pula. Barusan ia menyerang
tetapi ia kalah cepat, Baru ia menyerang, atau dadanya sudah
terasa sesak, itulah pertempuran angin dari tangan kedua
musuhnya.
Tepat ia hendak menggeser tubuh, mendadak tubuh dua
orang itu terpental. Kejadian itu kejadian cuma sedetik, ia
heran tetapi segera ia menduga sebabnya, hanya ketika ia
menoleh, ia tidak melihat ln Gak dan Yan Boen, ia menjadi
mengerutkan kening.
"Bawa masuk mereka itu" ia memerintahkan orangorangnya,
guna menggotong kelima pegawainya buat
ditolongi. sambil bertindak masuk. la menanya Louw Kunn
siapa yang telah membantu padanya .
"Apa?" balik tanya Jit Goat sian jie ciang, heran, "Bukankah
mereka itu roboh oleh hajaran piauwtauw? Ah, kalau begitu,
ular itu juga bukan dibunuh plauwtauw sendiri."
la menggeleng kepala, ia menambahkan: "Aku berdiri di
sampingnya Giam Laotee berdua, aku tidak, melihat mereka
itu menggeraki tangan mereka... Mungkinkah ada lain orang
yang membantu secara diam-diam?"
Piauwsoe tua itu heran bukan main. Tapi ia mesti
menolongi orang-orangnya, tak sempat ia menanya lebih jauh
atau memikirkannya pula. sebenarnyalah, Suma Tiong Beng
telah dibantu ln Gak dan Yan Boen, si nona yang menghajar
ular dengan jarum rahasia Bwee hoa ciam, dan si pemuda
yang membikin si pengemis dan kawannya terpental dengan
gempuran Poutee sian Ciang, untuk mana cukup ia menggunai
dua jari tangannya, tak usah ia bersikap sebagai lagi
menyerang hebat.

651
ln Gak telah lama lantas dapat membaca bunyinya kitab
Poutee Pwee Yap Cin Keng di luar kepala, iapun dapat
menangkap artinya, tak perduli kitab itu ditulis dalam bahasa
sangsekerta biarnya semua hurufnya berjumlah kira-kira lima
ribu kata-kata.
Di sebelah itu, dengan kecerdasannya, ia dapat
menggabung Poutee siao Ciang dengan Bie Lek sin Kang,
sedang tenaga dalamnya telah dibantu ho sio ouw dan pel
Tiang Coen Tan.
Tak puas ln Gak menyaksikan kegalakan dan keganasan si
pengemis, ia sudah lantas mengerahkan tenaga Poutee sian
Ciang di dua jari tangannya yang kanan, begitu lekas si
pengemis dan kawannya lompat menerjang, ia memencil
dengan dua jerijinya itu ke arah mereka masing-masing, maka
tak tempo lagi, mereka itu kena dibikin gagal dan tubuh
mereka mental, sendirinya ln Gak heran dan kagum atas
lihaynya jerijinya itu, inilah percobaannya yang pertama lagi.
Oleh karena itu cuma menggeraki dua jeriji tangan tidak
aneh Louw Koen tidak melihatnya, setelah itu ia tarik tangan
Yan Bun, buat diajak lekas kembali ke kamar mereka.
Nona Kouw heran, sampai di dalam kamar, ia diam
menjublak. In Gak dapat mengerti keheranan si nona.
"Aku telah pikir," kata ia bersenyum, " karena Suma Tiong
Beng sahabat kekal ayahku, ingin aku membantu dia, Kasihan
kalau ia sampai roboh di tangan orang-orang jahat. Tapi di
depan kita ada urusannya Djim Cit Kouw, inilah sulit. Tak
dapat kita membantu dia secara terang, kecuali terpaksa.
“Aku memikir untuk berjalan sama dengan rombongan
piauwsoe itu, pada saatnya, kita bekerja cepat, supaya urusan
kita jangan terintang karenanya, maka..."
"Maka apa?" tanya si nona, menatap muka nya sendiri
merah sebab ln Gak terus mengawasi ia tajam, "Dengan mata

652
bangsatmu kau menatap saja, sebenarnya kau hendak
membilang apa?.." Pemuda itu tertawa.
"Aku pikir dandananmu seperti sekarang sangat menyolok
mata, ia menjawab "Aku kuatir nanti muncul gangguan yang
memusingkan kepala dari orang orang Rimba Hijau... Baik kau
menyamar menjadi pria saja..."
Yan Bun melirik pemuda itu tanpa membilang apa apa, ia
pergi ke meja dan duduk di depannya, menghadapi kaca
muka, ia terus membuka kuncirnya, buat dijadikan kundai
yang gepeng, setelah mana ia membeletaki kopiah yang si
pemuda beli di Kwan gwa di atas kepalanya, hingga kundai itu
tertutup semua, habis mana ia menutup tubuhnya dengan
jubah kulit, sedang sepatunya juga ditukar.
Maka dilain saat jadilah ia seorang muda yang tampan yang
berimbang tampannya dengan engko In-nya itu. Dimuka kacarias
ia tertawa sendirinya. ln Gak pun kagum hingga tak
hentinya dia memuji Tidak lama terdengarlah pintu diketuk.
"silahkan masuk" kata in Gak setelah melirik si nona.
"Giam Laotee, aku" terdengar suara di luar suaranya Suma
Tiong Boen yang terus menolak daun pintu dan bertindak
masuk- - ia memandag ketika ia melihat In Gak berada
bersama seorang pemuda lain hingga ia mengawasi tajam.
Hanya lantas saja ia mengenali, maka ia kata dalam
hatinya: "Mereka ini sangat setimpal jarang pasangan sebagai
mereka, cuma mengapa ia menyamar menjadi pria?" Biarnya
ia heran, piauwsoe ioi tidak berani menanyakan.
In Gak menyambut sambil bersenyum. "Baiklah mereka
yang terluka itu?" ia menanya, Piauwsoe itu mengerutkan alis
ia menghela napas, "Dapat dibilang mereka baru terlolos dari
kematian " sahutnya duka, "Ularnya si pengemis ialah ular
Ngo-hoa Kim-in asal tanah Biauw, ular itu sangat berbisa,
siapa terpa g ut asal racunnya bercampuran dengan darahnya
nyelusup kejantung, dia akan binasa.

653
Syukur mereka itu dapat lantas menutup jalan darah
mereka, Aku mesti bekerja keras sekali menyedot keluar racun
itu mungkin lewat dulu beberapa bulan sebelum mereka dapat
sembuh seperti sediakala.."
"Sukurlah kalau begitu," kata In Gak. menghibur "Sekarang
ini tak usahlah piauwtauw terlalu berkuatir, Tadi kami
menyaksikan lagaknya kedua orang itu, kami tidak puas maka
itu barusan kami telah berdamai, isteriku ini telah lantas
menyamar sebagai pria, suka ia membantu dengan sedikit
tenaganya." Tiong Beng girang.
"Sungguh itu tak berani aku mengharapnya" katanya.
"Terima kasih."
Mesti ia berkata demikian, orang tua ini tetap curiga, ia
percaya mestinya mereka ini yang membantu padanya,
walaupun benar Louw Koen tidak melihat, sekarang terang si
nona mengerti silat, Hal ini menambah kepercayaan atas
terkaannya. Tinggal si anak muda,
Mau ia menyangka, pemuda ini telah demikian mahir
hingga dapat dia menyembunyikannya dalam lagak wajahnya
itu.
Mau tak mau Tiong Beng mengawasi tajam pemuda itu,
Masih ia tidak melihat sesuatu pada sinarmata orang.
In Gak bersenyum dan berkata: "Membantu kesulitan orang
itu menolongi bahaya itulah kewajiban setiap orang oleh
karena itu kami harap loopiauwsoej angan mengucapkan
terima kasih, silahkan loopiauwsoe bersiap, lebih cepat kita
berangkat berarti lebih lekas
tugas kita selesai."
"Baiklah" kata plauwsu itu sambil memberi hormat, sambil
mengundurkan diri, ia masih berpikir, ia kecele, ia yang
demikian ternama, sekarang menerima bantuan anak-anak
muda...

654
seberla lunya si orang tua, In Gak kata pada kekasihnya:
"sebenarnya ditengah jalan, kalau benar terjadi sesuatu, kau
sendirilah yang turun tangan, engkomu cuma mau berpeluk
dagu.."
Yan Bun terkejut.
"Hii, mana dapat.." katanya bingung. jangan bergelisah"
kata In Gak. mencegah orang bicara lebih j a ub, "Kau harus
mengerti, setelah disalurkan olehku. sekarang ini tenagamu
telah bertambah satu lipat, sesudah diyakinkan Kioe King Ceng
Ha u Imyang Pou Ngo Heng Koan dan Thaykek Haan Hoi
Heng Kian ilmu silatmujuga sudah majujauh.
Benar kau belum tergolong kelas satu tetapi kau dapat
melayani jago-jago kelas satu itu. Maka itu jangan kau berkecil
hati, besarkan nyalimu dan berlaku tabah dan tenang"
Yan Bun mengawasi.
"Kau demikian mempercayainya" katanya.
"Kau lihat saja" ln Gak memastikan. Tiba-tiba terdengar
tertawanya Suma Tiong Beng diluar kamar, sembari
mendatangi dia berkata:
"Giam Laotee, apakah kamu sudah siap sedia? sekarang
juga kami niat berangkat" ln Gak berdua lantas membuka
pintu kamarnya dan ke luar.
"Kami sudah siap. loopiauw soe" jawabnya, "Kami memang
tidak mempunyai bekal apa-apa, kami dapat berangkat
sembarang waktu"
Cuma si nona, yang baru pernah menyamar menjadi pria,
tindakannya kurang leluasa maka itu ia bersenyum berseriseri.
Tatkala mereka tiba diluar, kereta-kereta sudah mulai
berangkat, pegawai yang jalan dimuka asik memperdengarkan
teriakannya: "soe...ma.. hoet..teng ..." itu artinya "etnpat ekor
kuda terbang naik", itulah isyaratnya rombongan piauwkiok

655
yang memakai gambar empat ekor kuda sebagai
lambangnya...
Keempat orang yang terluka telah digotong beberapa
kawanaya,
Suma Tiong Beng berjalan sambil saban saban mengawasi
kotak panjang di tangannya in Gak. Ia tidak berani menanya
apa-apa. Habis In Gak berdua naik di keretanya, ia lompat
naik atas kuda nya, Ketika si tukang kereta berseru sambil
menggetarkan cambuknya, bergeraklah keempat keledainya
untuk menyusul kereta-kereta piauw.
Tenda kereta disingkap. maka itu angin yang keras meniup
niupsipemuda dan pemudi walaupun mereka bertubuh kuat,
mereka toh merasakan sedikit dingin. Tapi mereka perlu
melihat kesegala arah, terpaksa tenda itu dipentang terus.
Kho kee-kauw merupakan suatujalan panjang mirip lorong
di mana terdapat seratus lebih rumah penduduk, tapi sebentar
saja mereka telah melalui ujung jalannya. Ketika itu jalanan
becek maka itu tertampak bekas bekas roda2 kereta lain serta
tapak tapak kaki kuda. Cuaca terang benderang.
Sekeluarnya dari batas Kho- kee-kauw di sepanjang jala n
terlihat penduIuk setempat ^ria dan wanita dalam
rombongan-rombongan dari tiga atau lima orang dengan
membawa kartu nama, berkunjung ke rumah-rumah sanak
atau sahabat mereka untuk memberi selamat tahun baru. Atau
mereka yang baru pulang, maka ramailah dijalan itu
In Gak dan Yan Bun mengawasi mereka yang cara
berdandannya beda dari pada penduduk lain propinsi Mereka
mengenakan baju merah dan celana hijau, jalannya elok.
Lengan dan jari tangan mereka seperti ditabur dengan gelang
dan cincin, Rambut merekapun ada perias nya, seperti telinga
mereka ada giwang atau anting-antingnya. Mereka seperti lagi
memamerkan kemewahan mereka. Yang paling menarik hati
lagi ialah wanitanya yang jauh lebih kecil daripada kakinya
wanita lain wilayah.

656
"Apakah yang bagus dilihat" kata Yan Bun ketika ia
mendapatkan pemudanya mengawasi saja wanita-wanita di
sepanjang jalan itu. In Gak menoleh, ia tertawa.
"Aku merasa aneh" katanya. " Kalau mereka itu dapat
keluar apakah mereka tidak boleh di pandang?"
"Tapi kau mengawasinya mendelong-delong" kata si nona,
matanya melotot, "Apakah kau
tidak takut loo piauwsoe nanti mentertawai?"
"Tak apa" kata ln Gak. tertawa pula, "Aku bahkan dengar di
kota Taytong pada tanggal enam bulan enam bakal diadakan
perlombaan kaki kecil untuk ditonton orang banyak. siapa
yang kakinya paling kecil dan mungil, dialah yang menang.
Yang nomor dua dan nomor tiga juga masih dapat hadiah.
Kalau sampai waktunya, mari kita pergi menyaksikan itu..."
"Cis" si nona kewalahan, Terus dia melengos, in Gak tidak
melayani, ia cuma tertawa terus.
Kereta-kereta berjalan terus, Tanpa merasa tiga puluh lie
sudah dilalui, Karena keledai membuntuti semua kereta piauw
yang jalannya lambat, maka terlihat di sana Suma Tiong Beng
berdua Louw Koen menjalankan kuda mereka berendeng,
Mereka itu bicara sambil tertawa-tawa entah apa yang
diomongkan.
Di depan itu, perjalanan mulai tak rata, Di kiri daun
pepohonanpun lebat, maka mulailah mereka merasai
kesukaran perjalanan, Dengan adanya bukit-bukit di kedua sisi
itu artinya mereka lagi jalan di selat atau lembah. Diantara
pohon-pohon cemarapun terdengar suara angin keras.
"Tak jauh lagi ialah selat Gia Kang Kiap" kata Yan Bun-
Belum berhenti suara si nona dibela kang mereka
mendadak terdengar derapnya beberapa ekor kuda sebentar
saja kereta kereta piauw dilewati. Muka mereka itu dapat
dikenali sebagai lima orang yang tadi di ketemukan di losmen.

657
Mereka itu membunyikan cambuk mereka berulang-ulang
dan berseru-serujuga. Rupanya mereka lagi mengeluarkan
gertakan mereka..
Tidak jauh mereka berlima melewati rombongan kereta
piauw, lalu mereka menghentikan
kuda mereda, terus mereka memutarnya untuk lari balik..
"Mereka menyebalkan" kata Yan Bun sengit. "Mereka harus
dikasi rasa"
Ketika lima penumpang kuda itu sampai di depan kereta
keledai, mendadak yang satu berseru: "Eh, heran" Lantas dia
menahan kudanya, dituruti empat kawannya, Lantas dia
menambahkan "Bukankah tadi kita melihat satu nona manis?
Kenapa sekarang dia salin rupa?.."
Kata-katanya orang itu diserukan bentakan nyaring tapi
halus, mendadak mereka berlima roboh dari kuda mereka,
dengan masing-masing menutup mata, mereka berkoseran
ditanah, Dan antara jari-jari tangan mereka lantas terlihat
mengalirnya cairan merah. Mereka pun lantas menjerit-jerit
teraduh-aduh...
Diatas keretanya, Yan Bun tertawa dingin dan kata:
"Nonamu masih baik budi maka dia membiarkanjiwamu masih
hidup, sahabat, kusir, jalankan terus kereta kita"
Kereta itu berhenti dengan tiba-tiba sebab kelima
penumpang kuda berhenti itu. sementara itu Nona Kouw
sudah menyiapkan belasan batang jarumnya, ia benci
keciriwisan dan ketengikan mereka itu, menimpuk sebelum
orang menutup rapat mulutnya maka mata mereka kena
tertusukjarum, saking sakit, mereka terguling jatuh dan
berguling sambil berteriakan kesakitan itu"
Suma Tiong Beng dan Louw Koen lari balik dengan kudanya
ketika mereka melihat kelima penunggang kuda itu, yang
sikapnya mencurigakan, menghentikan kudanya di dekatnya
keretanya si pemuda she Giam suami isteri.

658
Tatkala mereka menyaksikan kesudahan itu meski mereka
berkasihan, mereka tidak
bilang apa apa, cuma s i piauwsoe tua menghaturkan
terima kasih, lantas dia ajak kawannya lari pula ke depan.
Rombongan kereta berjalan terus sepertijuga tidakpernah
terjadi sesuatu peristiwa. selang empat atau lima lie, kembali
terdengar suara berisik di sebelah belakang, Kali ini muncul
belasan penunggang kuda, di antaranya ada yang membawa
kelima penunggang kuda tadi.
Ketika mereka tiba di sisi ketua piauwkiok. satu diantara
nya berkata, keras: "Tua bangka she Suma, di depan kau
nanti saksikan sesuatu yang bagus di lihat" Terus mereka
kabur dengan kuda mereka
Suma Tiong Beng tidak melayani bicara, ia berjalan terus.
Lagi sekian lama tibalah mereka di mulut selat, yang kiri
dan kanannya berlamping tajam.
"lni dia mulut Gia Kang Kiap" kata Yan Bun- "inilah tempat
yang dipilih si penjahat untuk mereka turun tangan”
Ketika itu terdengar serunya Suma Tiong Beng, atas mana
semua keretanya berhenti berjalan untuk terus dikasi
berkumpul
In Gak memandang ke sekitarnya. selat itu berimba di kiri
dan kanan, Di situ tidak ada rumah orang. Di sebelah kanan
ada jalanan cagak dua, yang nampaknya naik ke atas bukit. ia
heranjuga sebab sampai sekian lama ia tidak mendengar
suara apa apa.
Tengah ia menduga-duga, baru ia lihat munculnya
beberapa puluh orang, yang berlari-lari mendatangi dari dua
arah kiri dan kanan, darijauh mereka nampak seperti
bayangan.
Dari kerasnya lari mereka, teranglah mereka itu mahir ilmu
ringan tubuh.

659
Cepat sekali mereka sudah sampai, lantas satu diantaranya
menghampirkan Suma Tiong Beng, Dia telah berusia
enampuluh kira kira, tubuhnya kekar, sebagaimana dia
memiliki apa yang dinamakan punggung harimau dan
pinggang biruang, cuma dia sedikit bungkuk. Kumis dan
jenggot nya sudah putih semua. Dia lantas tertawa lebar dan
kata: "saudara Suma, baru berpisah belasan tahun, tak
kusangka kau masih tetap gagah sebagainya dulu sungguh
kau berbahagia.”
Cuma sejenak. lantas dia menambahkan mukanya sungguh
sungguh, suaranya keras: "saudara Suma baiklah kau
mengerti Di antara kau dan aku si orang she le tidak ada
sangkut pautnya tetapi kati ini aku menerima permintaan
seorang sahabat, permintaan mana sulit untuk ditolak.
sebenarnya ada niatku untuk mengadakan perdamaian,
supaya urusan dapat disudahi, apa mau kau telah melukai
orang-orangku, hal mana tak dapat dibiarkan saja, Maka itu,
saudara Suma, sukalah kau memberi keadilan padaku...."
Tiong Beng terperanjat kapan ia kenali orang ialah Kioe coe
bo Lian Hoan ie Goan Kay dan ong oi San yang tersohor
teleng as. ia memberi hormat dan menyahuti sambil tertawa:
"oh, kiranya Ie Tong kee Memang sudah lama kita tidak
pernah bertemu, Tapi, I e Tong ke, mengenal urusan ini, ^ulit
untuk aku berkata, Sudah tiga hari lamanya, dalam perjalanan
ini. Tiong Beng menemui orang orang yang mencurigai yang
senantiasa mengawasi kami.
Sukar untuk aku mengenali mereka lawan atau kawan
sebab mereka itu tidak sudi
memperkenalkan diri Tentang kejadian di tempat
penginapan itu, di sana seorang pengemis yang membawa
bawa ular berbisa telah melukai beberapa orangku, karena itu
terpaksa aku turun tangan-.. ia berhenti sebentar.

660
Ia mengasi lihat roman heran Terus ia tanya: "Mungkinkah
orang Kay Pay pun berada di bawah perintahmu. Ie Tongkee?"
ia berpaling kepada pihaknya dan berkata keras: "Coba bawa
kemari mereka yang terluka terpagut ular, Tolong kasi lihat
pada Ie Tongkee" Perintah itu dijalankan dengan cepat, Empat
buah gotongan segera dibawa dagang.
Mukanya Ie Goan Kay menjadi merah alisnya yang tebal
dikerutkan, ia menggeleng kepala.
"Pengemis itu bukan orangku." ia Kata. "Aku cuma
menanya lima orangku yang kena dilukakan-."
Ditanya begitu, Suma Tiong Beng tertawa lebar.
"Pertanyaan kau ini aneh, Ie Tongkee" sahutnya. " Kenapa
sebelum kau menanyakan jelas lantas kau menegur aku si
orang tua? orang orangmu itu sudah berlalu kurang ajar,
mereka telah mengganggu dua orang muda gagah yang naik
kereta keledai Mereka mencari bahaya sendiri, dari itu tak
dapat dipersalahkan lain orang siapa juga. Akupun hendak
menjelaskan, kedua orang muda itu bukanlah rekanku ie
Tongkee, urusan telah menjadi jelas, Barusan kau menyebut
kau telah menerima permintaan orang, sahabat baikmu,
mengapa dia tak nampak disini?"
Ie Goan Kay tidak menyahuti dia lantas memandang bengis
kepada in Gak berdua, yang kereta keledainya dihentikan di
dekat mereka.
Ditanya begitu, le Goan Kay tertawa berkakak itulah
tertawa ejekkan.
"Sahabat baik itu telah menantikan lama." katanya nyaring
Lantas ia bersiul keras dan lama, makin lama makin keras,
terbawa angin sampai jauh, hingga kemudian mendapat
sambutan dari atas jurang, dari mana lalu tertampak berlomba
turunnya satu orang, berlompat jumpalitan tiga kali.
Ketika dia sampai d iba wah, terlihat dia mengelakkan baju
panjang warna kuning emas, yang bergemerlapan disinari
matahari, bagus dilihatnya.

661
Suma Tiong Beng sudah lantas mengenali orang itu, ialah
Twie Hong sam Kiam Tan Goan Keng, yang dulunya sama
terkenalnya dengan ia sendiri, karena orang pun liehay
kepandaiannya ilmusilat pedang dan tangan kosong, j erij i
tangan dan kepalan, juga senjata rahasia.
Dialah orang Khong Tong pay, jadi dia ada di golongan
sesat dan lurus, perbuatannya baik danjahat bercampur baur.
Dialah satu diantara Tionggoan Kioe Tay Kiam-kek, sembilan
jago pedang di Tionggoan, jago nomor satu yaitu Tio Kong
Kioe, mertuanya ln Gak.
Nama Goan Keng ada di bawahan Tiong Beng, dia tidak
puas, tiga kali pernah dia mencari Tiong Beng di Thian Ma
Piauw Kiok. selamanya Tiong Beng menampik tantangannya
bahkan dia suka mengalah, namanya jatuh di sebelah bawah,
tetapi Goan Keng tidak mau mengerti, dia mendesak untuk
bertanding, kesudahannya dia dilayanijuga.
Di dalam semua pertandingan dia kalah seurat, karena
penasaran, selagi beradu pedang dia berlaku teleng as.
Terpaksa akhirnya, Tiong Beng melukai kempolannya.
Baru setelah itu dia menyingkirkan diri Tidak dinyana sekali,
sekarang ini, selang belasan tahun, dia muncul pula. Tentu
sekali Tiong Beng jadi mendongkol.
"Tan Loosoe, Suma Tiong Beng telah mengetahui maksud
kedatangan ini" berkata si piauwsoe tua seraya maju setindak.
menghampirinya. "peristiwa yang sudah lama telah lewat,
sudah habis seperti asap dibawa angin, mengapa sekarang
loosoe mencari alasan untuk mengganggu aku?"
"Tutup mulut" bentak Twie Hong Sin kiam, tertawa dingin,
"Di dalam Rimba persilatan lebih baik orang mati daripada
namanya rusak. Untuk sakit hati tikaman pada kempolanku
dulu hari itu, aku telah berdiam diri di dalam gunung sampai
sepuluh tahun, aku telah meyakinkan ilmu pedang, maka itu
sekarang, jikalau kau dapat mengalahkan aku pula, nanti aku
menghapus sendiri gelarku Twie Hong sin Kiam itu"

662
Gelaran itu berarti "pedang pengejar Angin-" Mau atau
tidak. Tiong Beng menjadi gusar, "Tan Goan Keng, dengan
kata katamu ini tidak dapat kau memperdayai aku" ia kata, -
jikalau benar kau hendak mencari balas kau boleh cari aku di
kantorku, aku Suma Tiong Beng setiap saat aku bersedia
melayani kau Tapi caramu sekarang ini, teranglah kau
mengguna i akal muslihat Kau telah membujuki dan gunai akal
muslihat Kau telah membujuki dan menganjurkan ie Tongkee
merampas piauwku, supaya dengan begitu kau dapat
membikin aku malu dan celaka, Benar bukan?"
"Kau ngaco belo" Goan Keng berseru "Aku bukannya orang
semacam itu Aku cuma menjadi tetamu dari le Tongkee le
Tongke telah menerima baik undangannya Kiong boen siang
Kiat serta Hoei Thian Auw coe La w Keng Tek buat mencariJie
I n si penjahat peristiwa berdarah di Th a y goan, untuk itu le
Tongkee sudah mengirim orangnya ke pelbagai penjuru
meny elid ikiny a .
Kebetulan saja aku mendengar kau tengah mengantar
piauw dan bakal lewat di sini, dari itu aku lantas melayani
perjalanan jauh untuk melakukan pertempuran yang
menentukan dengan mu seorang laki laki mesti bekerja secara
laki laki, kau mengatakan aku hendak merampas piauwsatmu,
itulah lucu. Aku cuma kebetulan saja datang bersama le
Tongkee"
selagi mereka itu mengadu mulut, le Goan Kay sudah
berlompat maju ke depan kereta keledainya In Gak. dia
mengawasi si anak muda dan kawannya, terus dia tertawa,
sembari tertawa seram, dia kata "Dua anak muda, benar
benar kamu tak tahu tingginya langit tebalnya bumi. Cara
bagaimana kamu berani melukai orang-orangku? Apakah
mungkin kau tidak ketahui aturanku"
-ooo00ooo-
In Gak dan Yan Bun tertawa dengan berbareng, mendadak
saja tubuh mereka mencelat dari keretanya, lompat ke depan
orang yang membuka mulut besar itu.

663
Goan Kay orang kenamaan tetapi dia heran dan terkejut,
Dia tidak melihat bagaimana cara nya orang bergerak, tahutahu
mereka sudah berdiri didepannya.
setelah menyalin pakaian, berdiri berendeng dengan In
Gak, Nona Kouw dan pemuda itu mirip anak-anak kembar,
sama-sama muda, sama sama tampan, disinari matahari
wajah mereka mentereng. Mengawasi mereka, jago itupun
kagum, Tapi ia mundur setindak. ia mengawasi tajam.
"Hm si nona memperdengarkan ejekannya. "Siapa sudi
memperhatikan segala aturanmu? sekalipun ada aturan itu
cuma untuk mengurus segala maling ayam dan pencuri anjing
sekarang aku hendak tanya kau, sebenarnya mau cari
siapa?" Goan Kay tertawa keras tetapi dingin.
"Aku tidak dapat menetapkannya" ia menjawab, "cuma
satu hal sudah pasti siapa main gila terhadapku dialah yang
aku cari"
Suaranya jago dari ong ok San ini belum berhenti benar
atau mendadak pipi kirinya mengasi dengar suara
menggelepok nyaring pada pipi itu lantas berbekas tapak
tangan yang merah. Dia merasai kepalanya pusing dan
matanya kabur. ln Gak sebal untuk kejumawaan orang maka
ia mengirim tamparannya itu orang menjadi kaget dan heran-
Gerakannya si anak muda hampir tak terlihat.
Jit Goat Sian-jin-ciang Lauw Koen berkuatir melihat Koen
coe-bo Lian-Hoan ie Goan Kay menghampirkan keretanya in
Gak berdua, ia kuatir mereka itu nanti dapat celaka maka
diam-diam ia memberi isyarat dengan tangannya kepada dua
piauwsoe untuk mereka itu menghampirkan guna membantu
kapan perlu tapi menyaksikan orang digaplok pipinya ia
terkejut ia heran bukan main-ia mengawasi dtngan menjublak.
Ie Goan Kay berdiam sekian lama karena gaplokan itu,
setelah sadar dia berteriak keras. dia mementang kedua
tangannya, mau dia berlompat untuk menyerang.

664
"Plok" kembali terdengar suara gaplokan dan gaplokan
yang kedua mampir di pipi kanannya sebelum ia berlompat.
Yan Bun menyaksikan caranya ln Gak berlompat dan
menyerang, ia menjadi kagum dan gatal maka ia meng geraki
kaki kirinya dengan ilmu silat Kioe Kiong Ceng Hou Imyang
Pou, setelah mencelat bagaikan kilat menyamber, tangan
kirinya terayun mampir di pipi kanan
orang, hingga lagi-lagi Goan Kay kesakitan dan menjublak
disebabkan kepalanya pusing dan matanya berkunangkunang.
Ie Goan Kay seorang berkenamaan, sekarang ia diperhina
begitu rupa. tak dapat ia mengendalikan diri lagi. Dengan
lantas kedua tangannya me raba pinggangnya, untuk
meloloskan senjatanya ysng istinewa, yang telah mengangkat
namanya, ialah rantai Kioe-coe bo Lian Hoan.
Hanyalah belum lagi senjatanya itu terloloskan, ln Gak
sudah lompat ke depannya memegang kedua tangannya
sembari berbuat mana sambil bersenyum si anak muda kata
sabar "le Goan Kay jangan kesusu. Terus ia menunjuk dengan
tangan kirinya ke arah Suma Tiong Beng dan Tan Goan Keng,
untuk menambahkan: "Kau tunggu sampai mereka itu sudah
bertemp dan ada keputusanny a, mas ih belum terlambat
untuk kau geraki tanganmu"
Habis berkata begini, tanpa menanti jawaban In Gak
melepaskan tangan kanannya, sedang tangan kirinya
menyambar Yan Bun buat diajak berlompat mundur.
Goan Kay berdiri diam, kedua tangannya di pinggangnya ia
mengawasi kedua anak muda itu.
Pikirannya kacau. ia mengerti liehaynya pemuda yang
memegang tangannya itu. Entah kenapa tangannya seperti
kehilangan tenaga, seumurnya belum pernah ia mengalami
kejadian seperti itu. Diakhirnya ia menghela napas dan kata
pada dirinya sendiri:

665
"le Goan Kay buat apa kau banyak lagak? Kedua anak
muda ini liehay sekali. lihatlah gerakannya barusan Apakah
kepandaianmu sendiri? Kau tak nempil rerhadap mereka...."
Lantas dia tunduk dengan lesu ia mengangkat kakinya, untuk
ngeloyor ke luar gelanggang.
Selama itu, Suma Tiong Beng dan Tao Goan Keng telah
berhadapan dengan pedang di tangan masing-masing, Mereka
jalan berputaran tanpa ada salah satu yang mau turun tangan
terlebih dulu hingga mereka mirip si tukang latih binatang lagi
melatih binatang piaraannya.
In Gak melihat kelakuan orang itu ia tertawa, ia ingat Hoe
Ceng yang di Tin Hong sia telah mempermainkan Mo Houw.
Baru kemudian dengan sekonyong-konyong Tan Goan Keng
memutar pedangnya hingga terlihat sinarnya berkelebat
bundar dia suaranya seperti menderu m dari mana bisa diduga
lihaynya ilmu silatnya "pedang Mengejar Angin-"
Menyaksikan gerakan itu In Gak lantas mengerti itulah ilmu
pedang Ho Loe Kiam-Hoat dari Khong Tong Pay, cuma oleh
orang she Tan ini telah di ubah dan dimahirkan menjadi begitu
rupa.
Suma Tiong Beng juga sudah lantas menggeraki
gedangnya mengimbangi lawan itu, ia memutar pedangnya
guna menutup dirinya sebab penyerangan lantas datang
bertubi-tubi, Dengan begitu berulang kali terdengar suara
bentrokan disampingnya, anginnya pedang mereka.
Demikianlah kalau kedua jago bertempur hebatnya bukan
buatan, setiap kali pedang mereka beradu selain suaranya
yang nyaring lelatu apinya pun berpeletikan indah dipandang
disinarnya Sang surya.
sambil menyaksikan in Gak tertawa, ia kata pada Yan Bun-
"Hebat ilmu pedang mereka itu, mereka bukan sembarang
jago.Jikalau dua harimau bertempur, salah salu mesti

666
bercelaka, demikian mereka ini. sayang tak perduli pihak
yang mana yang terluka."
Nona Kauw Cerdik, dapat ia menangkap maksud terlebih
dalam dari kata-kata si anak muda. ia diajarkan buat
memikirkanjuga berbareng memamerkan ilmu silatnya yang ia
baru dapat dari anak muda itu untuk mencoba ilmu
pedangnya, maka ia bersenyum.
Lantas ia pinjam pedangnya salah satupiauwsoe, dengan
apa ia berlompat ke dalam
gelanggang. Belum lagi kedua kakinya menginjak tanah,
ujung pedangnya sudah menyepak di
antara kedua pedang Tiong Beng dan Goan Keng secara
lincah tetapi keras, ia memaksa
kedua jago itu mundur tiga tindak masing masing.
Suma Tiong Beng telah mengenal kedua anak muda itu, ia
tidak menjadi terlalu heran, tetapi Goan Keng lantas berpikir:
"Entah siapa anak ini Kenapa ilmu pedangnya begini liehay
sedang kelihatannya ia bergerak secara sederhana sekali?
siapakah dia?" Karena berpikir itu, ia jadi berdiri diam saja.
Yan Bun berdiri diantara mereka itu, sembari tertawa manis
ia berkata:
"Tuan-tuan, bukannya gampang kamu mengangkat nama
kamu, dari itu buat apa kamu mengumbar angkara- murka
kamu? Menurut aku baiklah sekarang kamu saling
menggenggam tangan, untuk kamu damai dan akur pula
seperti sediakala"
^ona ini tidak ketahui sebab bentrokan diantara mereka
itu. ia cuma menduga saja sedang disebelah itu, ia telah
mendengar pembicaraan di antara mereka, maka tahulah ia, si
penjahat ialah le Goan Kay.
"inilah urusan aku dtngan si tua-bangka she Suma,
denganmu,apa sangkut-pautnya?" Goan Keng menegur gusar.

667
Yang Bun tidak gusar, ia tertawa pula. ia kata "Tan Loosoe,
diantara kau dan Suma Loo-piauwsoe ada urusan
apakah? suka sekali aku mendengarnya?"
Mukanya Goan Keng menjadi merah, Malu ia untuk
menutur, itu artinya ia membuka rahasia.
Lagi-lagi si "pemuda" tertawa.
"Kita orang belajar silat, tak lain tak bukan untuk
menyehatkan tubuh, buat menjaga diri. Kalau kepandaian silat
kita digunai untuk berebut nama, sungguh belum pernah aku
mend engarny a "
"Kenapa kau belum mendengarnya?" teriak Goan Keng,
"Bukankah selama dua ratus tahun telah terjadi pertempuran
berulang-ulang diantara sembilan partai besar di puncak Hoe
Yong Hong digunung Hoa san? Bukankah itu hanya untuk
berebut nama?"
"itulah urusan partai-partai besar itu yang lagi mengajukan
ilmu silatnya masing-masing" kata si nona, tetap dia
bersenyum manis, Mereka itu beda daripada kita orang
perseorangan? Mengapa kau memikir demikian jauh? Apakah
bukannya kau mengandang maksud untuk mengacaukan
Rimba persilatan supaya mereka bentrok satu pada lain?"
Masih panas hatinya Tan Goan Keng, hingga rambut dan
kumisnya bangun berdiri
"Menurut kau jadinya sia-sia belaka aku menyimpan diri
sepuluh tahun memahamkan ilmu pedangku?" dia tanya
berteriak. Yan Bun tertawa, hanya kali ini ia tertawa dingin-
"Bukannya aku yang rendah memandang tak mata
padamu. sebenarnya ilmu pedangku masih banyak yang
lowong" ia kata, suaranya keras Jadi benar-benarlah kau
kecewa sudah
menyepi diri sepuluh tahun untuk meyakinkannya Kau
menyebut dirimu si pengejar angin, itu artinya kau
mengutamakan kecepatan, akan tetapi buktinya, permainan
silatmu kacau, ngambang tak ada isinya Coba kau bertemu

668
ahli pedang yang melebihkan kau, dengan satu tusukan saja
kau dapat dibikin mati. Umapama kata aku, meski aku tidak
berani mengaku diri ahli toh ilmu pedangku dapat dipakai
untuk membela diriku, Apakah kau tidak percaya? Mari kita
coba Mari kita bertanding selama sepuluh jurus, asal itu waktu
kau dapat mendekati aku dan menikam satu kali saja, suka
aku menyebut dan menghormati kau sebagai ahli pedang
nomor satu dalam Rimba Persilatan"
Goan Keng berpikir. ia mau percaya anak muda ini
bukannya lagi omong besar. Barusan ia lelah menyaksikan
bagaimana ia dan Tiong Beng dipaksa memisahkan diri,
hingga mereka mundur tiga tindak. Tengah berpikir itu, ia
melihat ke arah In Gak. la mendapatkan anak muda itu berdiri
tenang, mengawasi ia sambil bersenyum. ia berpikir pua, "ke
dua anak muda ini ada bersama, ilmu silat mereka pasti
berimbang, Yang satu masih sulit dilawan dua duanya . .
.jikalau aku kalah ditangan Suma Tiong Beng tidak apa,
tetapi..." ia menjadi serba salah tetapi ia mesti segera
mengambil keputusan.
Akhirnya ia menghela napas dan berkata "Benar seperti
katamu, laotee, aku bentrok dengan Suma Loo soe melainkan
disebabkan kita masing masing membawa adat kita sendiri
Lebih tegas, kita berebut nama, Demikian tigapuluh tahun
dulu. demikianjuga tiga puluh tahun nanti cuma kalau orang
tidak bersaing, apakah artinya? Bicaramu ini, laotee
menandakan kesabaranmu Hanya pembilanganmu tentang
pertandingan sepuluh jurus itu, aku sangsikan betul.
Aku percaya itulah berbau kejumawaan Baiklah, laotee, kau
boleh mulai menyerang aku. Baik dijelaskan dulu, aku sama
sekali tidak menghendaki nama sebagai ahli pedang nomor
satu Rimba persilatan Aku cuma ingin belajar kenal dengan
ilmu pedangku yang liehay"
Yan Bun girang, ia telah mendapatkan maksudnyaJago itu
telah berubah pikirannya inilah ketika untuk ia menguji
ajarannya In Gak. ia bersenyum dan berkata:

669
"Tan Loosoe, aku cuma dapat membela diri, tidak
menyerang, silahkan loo soe yang mulai " "Baiklah" kata jago
tua itu "
Dia tidak sabaran- ini pun ketika untuk menguji si anak
muda, Dengan mendadak dia menggeraki tangan kanannya,
lantas pedangnya meluncur, cepat luar biasa serangannya itu.
Yan Bun bersenyum. ia menarik mundur kaki kanannya,
tubuhnya mendak sedikit, la pun mengangkat berdiri ujung
pedangnya buat dari kanan digeser ke kiri, lalu ditolak
perlahan kedepan. itulah sikap pembelaan diri, tak ada
maksud untuk menyerang.
Kelihatannya Nona Kouw bergerak dengan perlahan, tetapi
pedang mereka bentrok keras suaranya nyaring, lelatunya
muncrat, Yang hebat ialah Goan Keng terpukul mundur
sendirinya, Maka heranlah dia. Dia menjadi penasaran.
Lagi sekali dia menyerang, dengan tenaga yang dikerahkan
delapan bagian. Mulanya dia bertindak. terus pedangnya
menikam.
Yan Bun tertawa. Kali ini ia menangkis dengan pedangnya
ditudingkan kebawah lantas dari bawah dia putar naik, terus
dipakai menolak. Lantas Goan Keng mundur satu tindak ?
Jago tua itu masih penasaran ia menyerang pula, berulang
ulang, ia mengguna i pelbagai jurus atau tipu pedangnya,
Hanya heran, setiap kali ia menyerang tentu ia
dipukul mundur, ia tak dikasi merangsak sekalipun satu
tindak. Dengan begitu tak sanggup ia mendekati tubuh
pemuda itu...
Selama itu, setiap janjinya, Yan Bun cuma membela diri. ia
tetap mengguna ilmu pedang Thaykek Hoan Heng Kiam,
Diam-diam ia girang sekali.
In Gak menonton sambil bersenyum sedang Suma Tiong
Beng mengurut-urut kumis-jengotnya .

670
Kioe-coe-bo Lian Hoau le Goan Kay pun turut menyaksikan
maka sendirinya mukanya pucat. Hebat ilmu pedang si anak
muda. Coba dia membalas menyerang, tentulah gampang saja
dia merebut kemenangan... Juga piauwsoe lainnya turut
menjadi kagum.
Sebentar saja sudah lewat delapan j urun, Hati Goan Keng
berdebar, wajahnya menjadi suram, ia heran dan penasaran,
ia menjadi berkuatir, ia berduka kapan memikir keruntuhan
namanya, sudah delapanjurus tanpa ada hasilnya, Tmggal lagi
dua jurus Bagaimana hasilnya ini.
"Ah, habislah aku, habislah aku..." pikirnya akhirnya. ia jadi
putus asa.
Tepat jago ini mau menyerang untuk ke sembilan kalinya,
mendadak terlihatlah datangnya tujuh orang gerakannya
sangat cepat, Dengan berlompat dari tempat yang tinggi,
sampailah mereka itu di antara mereka ini. Goan Keng dan
Yan Bun mundur sendirinya.
Kapan Kioe - coe-bo Lian Hoan le Goan Kay telah melihat
tegas rombongan itu dia berseru dengan kegirangan "Goh
soepee.."
Yan Bun sebaliknya lantas mengawasi tajam, hingga ia
dapat melihat nyata mereka itu.
Empat orang iniah orang-orang tua yang lanang alis dan
kumisnya. bajunya serupa yaitu baju panjang warna kuning,
cuma roman mereka yang berlainan, Yang satu belang
mukanya. pipi kirinya warna merah ungu, banyak bekas
tapaknya.
Yang kedua matanya besar-besar sipit, Yang ketiga muka
keriputan- Dan yang ke empat seorang pendeta mukanya
celong dan matanya tajam. Tiga yang lain, Usia pertengahan.
berdiri dibelakang keempat orang tua itu pakaiannya hitam,
romannya licin.

671
Habis dia berseru memanggil itu, le Goan Kay melompat
menghampirkan keempat orang tua ita, guna memberi
hormat.
Si muka belang tertawa dan menanya. "Kay Hiantit apakah
gurumu baik-baik saja?" Lantas matanya menyapu, lantas ia
menanya pula " Kenapakah kamu bentrok?"
“Terima kasih, soepee guruku baik," menyahut Goan Kay
sambil berdiri hormat kedua tangannya diturunkan lurus.
setelah itu ia memberikan keterangannya. si muka belang itu
tertawa. "Sudah beberapa puluh tahun aku tidak turun
gunung, aku tidak sangka sekali sekarang ada beberapa bocah
yang berani menyebut dirinya ahli pedang" katanya j umawa,
"Dan orang pun berani berebutan?" Lagi sekali dia tertawa,
keras dan lama.
Ketiga orang tua lainnya berdiam saja, romannya dingin,
hingga mereka mirip mayat-mayat hidup,..
Ketika itu wajah Tan Goan Keng berubah, dia agaknya
mendongkol. Suma Tiong Beng sendiri lantas mendekati ln
Gak.
"Aku telah mendengar kabar di Tionggoan muncul Djie In
orang yang menyebut dirinya si Pelajar Aneh," terdengar pula
si muka belang, rdan dia telah memuncratkan darah hingga
menjadi berbau bacin, bahkan satu sanakjauh dari aku, Goh
Hoa, telah terbinasa di tangannya Justeru itu, karena
menerima permintaan bantuan dari Tie Khong, muridnya Goh
Hoa, serta Kiong boen siang Kiat maka kita berempat yang tua
tak mau mampus sudah terpaksa turun gunung.."
"Akujuga telah menerima serupa permainannya Kiong boen
siang Kiat," I e Goan Kay memberitahukan. "Untuk itu aku
telah mengirim orang kepelbagai penjuru guna menyerapnyerapi
kabar, hanya sampai sekarang ini aku masih belum
menerima sesuatu laporan tentang dimana adanya orang yang
bernama Djie In itu..."

672
Mendengar semua itu, diam-diam in Gak bersenyum dingin,
hingga Yan Bun melirik padanya.
Si muka belang tertawa nyaring, dia berkata pua: "Tidak
perduli dia pandai menyembunyikan diri, dia tidak bakal lolos
dari mataku yang tajam, kecuali dia sudah mampus hingga tak
dapat dia dicari lebih jauh" "Hm" In Gak mengasi dengar suara
di-hidung.
Si muka belang mengawasi pemuda ini, lalu dia kata: "Tapi
inilah bukan urusan terlalu kesusu, Tunggulah sampai aku si
orang tua telah pergi ke Tin Hong sie baru bicarakan terlebih j
a uh," ia memandang pula In Gak, lalu Yan Bun. ia tertawa
dan kata:
"Ke dua anak muda, kamu tampan sekali, jikalau kamu
memikir untuk menjadi jago, baiklah selang lagi satu tahun
kamu cari aku seorang tua dicuncak soBoe Hong digunung
Kong san, Kho-Iee"
Habis berkata dia berlompat, diturut enam orang dibela
kang nya, maka sebentar saja mereka sudah memisahkan diri
beberapa puluh tombak.
Berulang - ulangi In Gak mengasi dengar suara. "Hm"
seraya ia terus mengawasi mereka itu.
“Giam laotee.” berkata Suma Tiong Beng, yang tak
mengerti sikap si anak muda, “empat orang itu ialah orangorang
yang empat puluh tahun dulu sudah merobohkan lima
pendeta dari Siauw lim Sie dalam pertandingan di puncak Hu
Yong Hong di gunung Hoa Snn. Merekalah Kholee Kong San
Su Loo yang namanya menggetarkan dunia kita! Semenjak itu
waktu mereka berempat terus hidup menyendiri, tidak pernah
mereka turun gunung, sampai sekarang mereka mendengar
halnya Koay Ciu Sie-seng Jie In. Aku lihat dunia Rimba
Persilatan bakal bermandikan darah pula . ..."
“Hm!" In Gak bersenyum- Tak lebih.

673
Ketika itu Tan Goan Keng menghadapi Yan Bun, sembari
tertawa ia kata: “Laotee, ilmu pedangmu benar liehay, aku
kagum sekali! Baiklah, dengan memandang kau, suka aku
menyudahi perselisihanku dengan Suma LooSu, Sampai
bertemu pula?" Ia memutar tubuhnya, lantas ia pun ngeloyor.
Selama itu Goan Kay semua sudah tak terlihat lagi
sekalipun bayangannya.
Suma Tiong Beng memandang ke sekitarnya, ia
mengerutkan alis.
“Ie Goan Kay itu bangsa licik," ia berkata, “barusan ia
mengangkat, kaki karena dia melihat gelagat. Lain kali, Iaotee,
baiklah kamu waspada."
“Terima kasih." In Gak menyahut. “Sekarang ini jalanan
sudah aman, karena keretaku dapat jalan lebih cepat, ijinkan
kami berjalan lebih dulu, supaya kami lekas tiba di Lok-yang,
Iain kali, bila ada ketikanya, pasti kami akan pergi berkunjung
ke Kayhong!"
Tiong Beng berat untuk berpisahan,
“Aku harap Iaotee berdua datang pasti, supaya aku si
orang tua dapat menantikan,"' katanya.
In Gak merasa terharu karena ia dipanggil lao-tee, ia pun
malu sendirinya. Tak dapat ia dipanggil dengan panggilan itu,
,,adik," karena ia seharusnya dipanggil keponakan. Orang tua
itu ialah sahabat kekal ayahnya. Tapi ia tidak dapat memberi
penjelasan terpaksa ia membiarkan saja. Bersama Yan Bun ia
naik keretanya, ia bersenyum ketika keretanya itu
diberangkatkan.
Kereta dilarikan kearab kecamatan Tiang-tie. Angin meniup
keras, hawa udara pun dingin. Langit bersinar layung.
***
Hari itu tanggal lima bulan pertama, akan tetapi di gunung
Kwat Say San tak terdapat suasana musim semi. Puncak
gunung penuh dengan salju, pepohonan pada gundul atau

674
kering. Cuma sang angin yang memberi hawa dingin
disamping dinginnya salju. Burung-burung pun tak terdengar
suaranya. Suasana tetap suasana musim dingin.
Justru itu di jalan pegunungan itu terdapat dua orang muda
yang berlari-lari. Pakaian mereka sama, warnanya abu-abu. Di
punggung mereka ada tergendol pedang, kepala mereka
tertutup kopiah bulu. Muka mereka dilapis dengan topeng.
Yang beda dari mereka ialah yang satunya lebih langsing
tubuhnya., Mereka itu tidak bicara satu dengan lain. Sesudah
melintasi rimba dan jurang, baru mereka berhenti di depannya
sebuah gu ha. Namanya guha, itu sebenarnya sebuah.
Selokan besar lebar dua tombak, berliku-liku, ada airnya
mengalir, airnyapun jer nih hingga tampak dasarnya.
Memandangi selokan itu, anak muda yang satu
bersenandung perlahan: “Air yang jernih sebenarnya tak ada
kedukaannya, adalah sang angin yang membuat mukanya
berkerut-kerut ...Gunung hijau sebenarnya tidaklah tua,
adalah sang salju yang membuat kepalanya putih”
Pemuda yang satunya tertawa dan berkata: “Engko ln, kau
hebat! Diwaktu begini kau masih mempunyai kegembiraan
untuk bersyair! Sebenarnya juga selokan ini indah sekali,
maka aku percaya di dekat sini mesti ada rumah orang.
Menurut dugaanku, sarangnya si bangsat Jim
Cit Kouw tentulah tak jauh dari sini!"
Si anak muda berhenti bersenandung, dia tertawa. Dialah
Cia In Gak, sebagaimana kawannya ialah Kouw Yan Bun, yang
menyamar menjadi pria.
“Mari kita jalan mengikuti selokan ini," katanya. “Sarang itu
tentulah tak lebih dari di tempat sepuluh lie disekttar sini” Ia
mengangkat kepalanya, melihat cuaca. Ia menduga waktu
sudah mendekati tengah hari.
Kawan itu mengangguk, lantas mereka berjalan bersama di
tepian selokan, yang mirip kali kecil.

675
Mereka ini berada di Liong-bun atau pegunungan Kwat Say
san, duapuluh-lima lie di selatan kota Lokyang di kota mana
mereka telah tiba dan lantas mereka bekerja mencari
tempatnya Jim Cit Kouw, musuhnya Yan Bun, untuk nona itu
menolongi ibunya. Gunung Kwat Say San terpecah dua oleh
kali Ie Sui itu, yang katanya di jaman dahulu digali Kaisar le,
untuk mencegah bahaya banjir. Dibagi dengan selat atau
lembah ditengah-tengah, bagian barat dipanggil Liong-Bun,
bagian timur ialah Biang San. Lembah itu besar dihulu, sempit
dihilir. Kali le Sui datangnya dari barat-daya. Liong-Bun
terkenal sebagai tempat yang sulit untuk dilalui, itulah benar.
Ketika itu kacau pikirannya Yan Bun. Ia berduka bercampur
girang, atau sebaliknya. Ia mirip orang mencegluk air godokan
oey-nie dicampur gula madu, pahit-manis, manis-pahit. !a
memikirkan ibunya, yang tentu bersengsara sangat. Atau
mungkin ibu itu sudah tak ada di dalam dunia ini karena tak
tahan siksaannya Jim Cit Kouw. Tapi ia mendapatkan ln Gak,
yang suka membantu padanya, ia menjadi mendapat harapan,
ia menjadi lega hatinya dan girang. Ibunya tentu bakal dapat
ditolongi.
In Gak berjalan di sebelah belakang si nona, tak tahu ia
hati orang.
"Tiba-tiba Yan Bun berseru:
“Engko In! Kau lihat!”
Tangannya pun menunjuk.
In Gak memandang kearah yang ditunjuk itu. Disana, tak
jauh dari ujung selokan, ada jurang, dan dari jurang itu
meluncur air tumpah, jatuhnys keras, suaranya nyaring,
berkumandang di-lembah. Karena ketika itu angin Utara
meniup santer, suaranya berisik diantara daun-daun dan
cabang pepohonan dirimba situ, suara berisik itu sering
kesaman. Itulah sebabnya kenapa mereka tak dapat
mndengarnya dari jauh-jauhh. Pula uap air merupakan seperti

676
mega yang tebal, hingga tak mudah untuk mata melihatnya
tegas di sekitar air tumpah itu.
In Gak memandang tajam sekian lama. Dibalik uap air itu,
ia melihat sebidang tempat bagaikan paso- Ditengah-tengah
itu ada sekelompok rumah. Yan Bun tak dapat melihat setegas
ia. Ia jauh lebih mahir tenaga-dalamnya, ia pun telah makan
ho-sioe ouw serta banyak pel Tiang Coen Tan.
“Pastilah itu sarangnya Liong-Bun Ngo Koay!" katanya
dengan girang sesudah ia mengawasi terus sekian lama. “Mari
kita pergi lihat”
Ia lantas menarik tangan si nona guna diajak lari separuh
diseret.
Yan Bun pun mulai dapat melihat lebih tegas, hatinya
memukul keras.
Begitu sudah datang dekat, dengan berani In Gak
mengajak si nona untuk lompat turun ke tempat yang tadi
mereka awasi itu, yang diduganya sarang musuhny Nona
Kouw,
Justrui itu terdengarlah satu seruan: “Tahan dulu!"'
Keduanya lantas menunda gerakan mereka. Segera dari sisi
air tumpah terlihat munculnya tiga orang usia pertengahan,
yang tubuhnya kurus. dan semua matanya tajam dan bengis.
Salah satunya mempunyai apa yang dikebut kumis kambing
gunung.
“Tuan-tuan, kenapa kamu tidak dengar kata?' orang itu
menegur. “Kami memanggilnya beberapa kali, kenapa kamu
diam saja? Apakah kamu kira ln Bu San-chung dapat
sembarang didatangi?''
Suara orang itu keras dan dingin, dia jumawa sekali.
ln Gak menjadi tidak senang. Ia tertawa dingin.
“Tuan, mengapa kau bicara begini tidak tahu aturan?"' ia
balik menegur. “Kau dengar sendiri, suara air tumpah
demikian berisik, mana kami dapat dengar suaramu yang
seperti suara nyamuk?"

677
Si kumis kambing gunung menjadi gusar, tetapi dia tertawa
bergelak.
“Anak muda. kau benar-benar tidak tahu langit tinggi bumi
tebal!" dia kata keras. “Kami Liongsee Sam Niauw, kami
bukannya sahabat, bahkan musuh dari In Bu San-chung,
karenanya kami berlaku baik hati mencegah kami? Kamu tahu,
asal kamu lompat turun dan memasuki tempat itu tiga lie,
kamu bakal terbinasakan panah beracun! Lagi pula disana,
kecuali Jim Cit Kouw, ada lagi dua orang yang liehay sekali
ialah Bin San Jie Tok! Pit toaya dapat menerka kamu datang
guna menuntut balas, jikalau tidak, tidak nanti aku mau
mencapaikan lidah terhadap kamu!"
Dua orang yang lain tertawa, “Tuan-tuan jangan kecil
hati!'" katanya. “Beginilah tabiat keras dari Pit toako kami ini,
dia omong seenaknya saja, tanpa pikir-pikir! Sebenarnya
seharusnya kita bekerja sama, sebab bergabung kita untung,
bercerai kita buntung, Tak usah tuan-tuan memperdulikan
maksud kami maksud apa tetapi singkatnya maksud kami
tidaklah baik untuk keluarga Jim itu. Maka itu bagaimana
pikiran jiwie?"
In Gak bersenyum. Karena mereka iiu musuh Jim Cit Kouw,
dengan mengajak bekerja sama, terang mereka hendak
menggunai tenaganya berdua. Dari itu, kenapa pihaknya pun
tidak mau menggunai ketika untuk menggunai tenaga mereka
itu.
“Samwie, siapakah kamu?'! ia balik bertanya. “Apa samwie
sudi menyebut she dan namamu yang mulia? Samwie suka
bekerja sama, tolong samwie utarakan bagaimana caranya
itu?"
“Aku bernama Pit Louw." kata si orang dengan kumis
kambing gunung. Lantas ia menunjuk kedua kawannya
bergantian: “Inilah Lo Hong dan itu Lui Yan! Jiwie she dan
nama apa?"

678
In Gak memberi hormat.
“Terima kasih, itulah nama-nama yang telah aku dengar
lama." sahutnya. “Aku sendiri she Giam nama Gak, dan ini
adik-angkatku, Kouw Bun."
Yan Bun berdiam, didalam hatinya ia tertawa. Pandai engko
In-nya bersandiwara.
“Oh, Giam Siauwhiap dan Kouw Siauwhiap!" Aku girang
sekali dengan pertemuan ini!"
katanya. Ia berhenti sebentar, terus ia menambahkan:
“Ketika kami belum datang kemari, telah kami mendengar hal
liehaynya Liong Bun Ngo Koay terutama Jim Him si Siluman
Kelima,
katanya ilmu totoknya biasa meminta jiwa dan liehay sekali
barisan Ngo Heng Ciang mereka.
Kami bertiga, Liongsee Sam Niauw, kami tldak jerikan Ngo
Heng Ciang itu tetapi Jim Cit Kouw dibantu Bin San Jie Tok,
dia benar tidak dapat dipandang ringan… Sekali-pun kita
bekerja sama berlima, jikalau kita kurang berhati-hati, kita
sukar berhasil.."
In Gak mengawasi ke rimba disamping kanannya, sikapnya
acuh tak acuh. Dengan lekas ia berpaling pula.
“Segala apa di dunia ini bergantung kepada usaha
manusia," katanya bersenyum. “Jikalau orang main jeri, takut
kepala dan takut ekornya, lebih baik orang jangan datang
kemari..."
Pit Louw jengah, mukanya merah sendirinya.
Justeru itu di arah kanan mereka terdengar tertawa ejekan,
lantas lompat keluar orang imam dengan roman menakuti. Dia
lompat ke dekat Liongsee- Sam Niauw, Tiga Burung dari
Liongsee, tetapi dia tidak memandang mata kepada tiga jago
Liongsee itu, dia bahkan bertindak secara jumawa. Dia bukan
menghadapi mereka itu, dia justeru memandang enteng
kepada In Gak dan menegurnya dengaa bengis: “Bocah cilik,

679
besar bacotmu ! Benarkah kau percaya di In Bun San-chung
tak ada orang yang dapat menguasai kau?"
“Tua-bungka, siapa kau?" menegur si nona dalam
penyamaran.
Imam itu lantas menjadi gusar sekali, lantas saja ia
mengulur sepuluh jari tangannya.
Melihat itu, ketiga Burung dari Liongsee terkejut, hingga
mereka mundur tiga tindak.
Melihat sepuluh jari tangan yang hitam dari orang itu, Yan
Bun lantas ingat satu orang. Ia tidak takut. bahkan ia lantas
menanya: “Bukankah kau Kwie-Jiauw-Coe Lim Ceng, murid
paling muda dari Kwie Mo Toojin?"
Imam itu meluncurkan sepuluh jerijinya perlahan-lahan,
ujung jarinya itu bergerak-gerak. Atas pertanyaan itu, dia
berhenti sebentar.
“Eh. bocah, matamu tajam!" dia menyahut. Segera dia
maju pula, berbareng dengan tindakan kakinya yang maju
setindak demi setindak.
Kwie Jiauw Coe si Kuku Setan tersohor urtuk
kekejamannya. Dia maju tanpa bisa diterka apa sasaran
penyerangannya. Sikapnya itu dapat membuat orang bingung
menerkanya. Begitu biasanya, setelah datang dekat barulah ia
menyerang secara tiba-tiba. Juga kali ini. Siapa terserang dia
mesti celaka sebab sepuluh jari tangannya ini ada racun.
Ketika itu angin gunung bertiup keras, ditambah berisiknya
suara air tumpah,
Liongsee Sam Niauw mengawasi dengan muka muram,
hatinya tegang.
Yan Bun bersikap sungguh-sungguh, ia menanti serangan.
In Gak menonton dengan kedua tangan digendong dan airmuka
bersenyum tawar.
Sekonyong-konyong tangannya Kwie Jiauw Coe diluncurkan
kemuka Nona Kouw.

680
“Ah!" menjerit Liongsee Sam Niauw.
Kwie Jiauw Coe berhenti didepan Yan Bun tak ada satu kaki
jaraknj.a, maka itu tangannya dapat meluncur kemuka si
“pria" yang tampan itu, akan tetapi belum lagi si nona
bergerak, In Gak yang berdiri disisinya sudah berseru seraya
tangannya menyamber kedua lengan si Kuku Setan. Dia
menyamber luar biasa cepat karena dia menggunai jurus Tie
Liong Cioe atau “Mengekang Naga" dari Hian Wan Sip-pat
Kay.
“Krek!" demikian suara keras terdengar. Maka patahlah
lengan nya Tam Ceng. Menyusul itu sebelah kakinya si
pemuda terangkat naik. Tubuhnya si Kuku Setan lantas
terpental melayang, dari mulutnya terdengar jeritan dahsyat.
Tubuh itu jatuh kedalam rimba jauhnya belasan tombak!
Liongsee Sam Niauw heran bukan kepalang. Bukankah
Kwie Jiauw Coe sangat liehay dan kesohor? Kenapa dia roboh
dalam hanya segebrakan? Mereka pun terkejut. Coba tadi Pit
Louw, kakak mereka, main gila terhadap pemuda itu, tidakkah
cade? Syukur Lo Hong, sang adik angkat, keburu datang sama
tengah.
Liongsee Sam Niauw telah banyak pengalamannya. Mereka
menganggap sepasang anak muda itu masih hijau. Bukankah
mereka masih muda sekali? Maka mereka pikir baiklah kedua
pihak bekerja sama, supaya kedua pemuda itu yang maju
didepan, mereka sendiri akan jadi si nelayan yang menerima
hasil wajar. Sekarang ternyata dua orang itu liehay sekali,
mereka lantas menukar siasat.
“Sungguh kau liehay sekali, Giam Siauwhiap!" kata Lui Yan.
In Gak berdiam, juga si nona.
Pit Louw melihat dua anak muda itu berdiam saja, roman
mereka sungguh-sungguh, ia tahu apa ia mesti bikin. Ia
tertawa dan kata: “Jiewie, kami bertiga kenal baik tempat ini,

681
mari kami yang membuka jalan!” Ia lantas menggapai kepada
dua saudaranya, ia terus berjalan didepan.
Dengan lantas ketiganya berlompat turun kebawah.
Sebelum menyusul tiga orang itu, Yan Bun mencekal
lengan engko In-nya.
“Engko In, hebat gerakan tanganmu barusan” katanya
perlahan. “Dapatkah kau memberi petunjuk padaku?"
“Baiklah!" sahutnya. Tapi ia bukan lantas mengajari, sebali
knya ia berbalik mencekal tangan si nona, untuk ditarik, maka
dilain saat mereka sudah bersama-sama lompat turun
kebawah.
Di situ si pemuda membawa kawannya kedalam pepohonan
yang lebat.
“Begini!" katanya. Ia mengajari jurus yang barusan, jurus
“Memutus Otot, Memotong Nadi," yang terdiri dari tiga
gerakan.
Yan Bun girang sekali, apa-pula ketika ia segera dapat
menggunainya. Ia sangat cerdas, sedang satu jurus dengan
tiga gerakan adalah pelajaran yang sangat luar biasa.
“Jurus ini dapat digunai berbareng dengan Kioe Kiong Ceng
Hoan Im yang Pou," kata In Gak tertawa. “Kau gunailah
secara bertentangan. Kau cerdik, adik Bun. tentu kau dapat
menjalankannya tanpa petunjuk lebih jauh dari aku. Nah, mari
kita maju!"
Pemuda itu berlompat ke depan, diikuti si nona yang lincah.
Liongsee Sam Niauw telah pergi jauh, mereka tak tampak
bayangannya, tetapi In Gak berdua dapat mengikuti tapak
kaki mereka.
In Bun San-chung dari Liong-Bun Ngo Koay mempunyai
hawa udara yang istimewa. Disini, sekalipun dimusim dingin,
matahari keluar seperti biasa dan hawanya hangat. Dilain
pihak, di dalam ketiga musim semi, panas dan rontok, seluruh
hari nampak kabut, jarang ada satu hari saja yang bercuaca

682
cerah. Maka itu, tempat itu menyenangi sekali untuk ditinggali.
Letaknya rendah tetapi hawa tak semak dan demak.
Tengah maju itu, In Gak dan si nona mendengar suara
bentakan-bentakan yang samar. Si pemuda pegang tangan
kawannya, untuk mengajak berhenti Ia pun lantas kata
perlahan: “Rupanya Liongsee Sam Niauw terpergok. Kita
belum tahu maksud mereka bertiga, baik kita jangan
sembrono turun tangan. Mari kita maju dengan jalan diatas
pohon. Lebih dulu kita mesti lihat orang-orang liehay macam
bagaimana yang berada di dalam In Bu San-chung ini,
kemudian baru kita menolongi ibumu. Kau setuju?""
Yan Bun berpikir.
“Tetapi, engko In," katanya, “bukankah kau telah
menjanjikan untuk bekerja sama, untuk membantu Liongsee
Sam Niauw? Aku pikir baik kita bekerja begini. Kau pergi
menghampirkan mereka, buat membantui mereka melibat
musuh, aku akan masuk sendiri dengan diam-diam, untuk
menolongi ibuku. Bukankah itu lebih mudah untuk usaha
kita?"
“Begitupun baik, adik Bun," kata In Gak bersenyum. Ia
mendapat kenyataan ilmu silat si nona telah maju pesat, boleh
ia mengandalkannya. “Baik, aku nanti membantu mereka, lalu
aku akan mencari kau kedalam. Umpama kau gagal, kita
bertemu pula dimuka air tumpah tadi!"
“Baik!" berkata si nona yang sangat bernapsu menolongi
ibunya, maka juga habis menyahuti, ia lantas lompat pergi, ia
menuju kesamping.
In Gak menanti sampai si nona sudah tak terlihat pula, baru
ia pergi kearah dari mana bentak-bentakan tadi datang.
Segera ia telah tiba disana, tetapi ia menyembunyikan diri
dibeiakang pepohonan.

683
Pertempuran lagi berlangsung, diantara Pit Louw dan Jim
Houw, Siluman kedua dari Liong-Bun Ngo Koay. Sekarang
tidak lagi mereka saling mendamprat. Dipihak In Bu Sanchung,
dusun Mega dan Kabut, terlihat belasan orang. Empat
Siluman lainnya hadir bersama. Diantara mereka ada seorang
nyonya tua yang tubuhnya katai dan kurus, yang mukanya
keriput dan rambutnya ubanan semua, tangannya mencekal
sebatang tongkat panjang berkepala naga-nagaan. Dia
bermata sangat tajam.
“Wanita tua itu mungkin Jim Cit Kouw," kata In Gak
didalam hati. “Entah diantara mereka ini ada Bin San Jie Tok
seperti dikatakan Liongsee San Niauw atau tidak.."
Pit Louw lagi menggeraki tangan kirinya dengan jurusnya
“Kuncii Besi Tenggelam di 5ungai" untuk menutup tangan
kanannya Jim Houw, tangan kanannya berdiri lantas meninju
kedada lawan. Ia telah mengerahkan tenaganya dan
menggunai kecepatannya, sedang kakinya bertindak
mengiringinya.
Jim Houw terkejut. Itulah ia tidak sangka. Tak keburu ia
menangkis. Maka itu ia melengak, lompat jumpalitan, setelah
menaruh kaki di tanah, ia menekuk kedua dengkulnya guna
memasang kuda-kuda itu. Dengan begitu ia pun dapat
mempertahankan diri supaya tidak menjadi roboh.
Pit Louw bertabiat keras, ingin ia segera merobohkan
lawannya, tidak mau ia memberikan ketika. Maka ia
merangsak, tangan kanannya diajukan ke muka, untuk
menghajar pula. Jikalau ia berhasil, mestilah patah atau remuk
tulang-tulang dadanya Siluman ke-dua itu.
Jim Houw bukan musuh en teng. Dimana ia sudah sempat
memasang kuda-kuda, ia menyambut i serangan itu. la
menggeser tubuhnya, tangan kirinya menangkis, tangan
kanannya membalas menyerang. Dengan dua jari ia menotok
jaian-darah khie-hay dari penyerangnya yang galak itu.

684
Pit Louw terkejut. Ia tidak sangka musuh demikian sebat.
Ia menarik pulang tangannya itu sebelum mengenai
sasarannya ia pakai untuk menangkis, berbareng dengan
mana, ia pun lompat kekiri.
Jim Houw ingin menyelamatkan diri, ia juga lompat ke
kanan.
Diam-diam In Gak memuji kesebatannya Pit Louw.
Setelah itu terdengar tertawa dingin dari ketua Liongsee
sam Niauw yang berkata,“Aku tidak sangka Liong-Bun Ngo
Koay yang namanya kesohor dalam dunia Kang Ouw sudah
melakukan perbuatan hitam makan hitam! Sekarang lekas
kamu keluarkan itu sebuah peti emas dan mutiara, untuk
membeber itu di muka kaum Rimba Persilatan, dengan begitu
ada jalan untuk kamu berdamai dengan kami dari Liongsee
Sam Niauw!"
Mendengar itu, ln Gak kata dalam hatinya: “Htn, kiranya
kamu. ada satu bangsa! Jikalau begitu, Liongsee Sam Niauw
juga bukan orang baik-baik!"
Jim Houw tertawa lebar menyambut kata-kata mengejek
dari lawannya.
“Sahabat Pit, kau keliru! Harta itu bagian yang
menemukannya, dan siapa yang mendapatkan, dialah yang
liehay! Kamu harus menyesalkan kepandaian kamu yang tidak
mahir, barang yang telah didapatkan telah kena kami rampas!
Siapakah kamu hendak sesalkan? Bahkan itu waktu, karena
mengingat kamu sesama rekan, Jim Jieya sudah tidak mau
mencelakai kamu! Siapa nyana sekarang, perbuatan baik dari
aku tidak mendapat pembalasan baik, buktinya kamu berani
datang ke In Bu San-chung untuk mengacau! Hm! Apakah
kamu memikir untuk kamu semua berdiam disini?"
Pit Louw menjadi gusar sekali, hanya belum lagi ia
membuka mulut, ia sudah didului Lui Yan. Burung ketiga yang
paling sabar tetapi sekarang tak dapat menguasai diri lagi. Dia

685
lantas lompat kedepan musuh dan berkata nyaring; “Jim Loojie,
siapakah rekanmu? Kami Liong-see Sam Niauw, kamilah
lak i-laki sejati! Benar kami menjadi penjahat tetapi kami cuma
merampas harta, kami tidak biasa melukai atau membunuh
orang! Kami tidak seperti kamu orang dengan muka manusia
tetapi berhati binatang! Bukan saja kamu telah rampas barang
yang didapati kami, kamu juga sudah membunuh habis orang
tua dan muda, lantas kamu memfitnah kami! Apakah maksud
sebenarnya dari kamu?"
Baru Lui Yan menutup mulutnya, Jim Cit Kouw, ialah si
nyonya tua, sudah berlompat ke-depannya. Ia berada lima
tombak jauhnya tapi sekejab saja ia telah sampai didekat
Burung yang ketiga itu.
Menyaksikan kesebatan si wanita tua, ln Gak kagum.
Jim Cit Kouw memandang tajam Liongsee Sam Niauw.
“Sahabat-sahabat, kamu masih belum ketahui aturan yang
diadakan di ln Bu San chung ini," katanya. “Adalah aturan kita,
habis bekerja. kita mesti membekap mulut orang, guna
mencegah ancaman malapetaka dibelakang-hari! Kamu toh
bukannya orang-orang yang tersangkut, buat apa kamu tampil
kemuka, untuk memaksa kami? Benar apa yang dibilang
anakku ini, maka lekaslah kamu berlalu dari sini! Hari ini aku si
perempuan tua tidak mau membuka larangan membunuh!"
Belum lagi Pit Louw, atau salah satu saudaranya,
menjawab orang tua itu, dari arah rumah terlihat seorang
berlari-lari mendatangi, setelah datang dekat, dia berbisik
pada Jim Liong- Dia ini menjadi kaget.
“Ibu, ada bahaya di rumah kita!" ia berkata. “Anak Hee
telah ada yang rampas! Liongsee
Sam Niauw tak dapat dibiarkan hidup, maka itu lekaslah
bereskan mereka!”
Air mukanya Jim Cit Kouw pun berubah. Ia terkejut.
Dengan tiba-tiba ia geraki tongkatnya, menyerang melintang

686
kepada Liongsee Sam Niauw. Ia menggunai jurus “Naga gusar
menggoyang ekor."
Hebat serangannya, anginnya tongkat sampailah berderum.
Sam Niauw tidak sangka mereka bakal diserang secara
demikian. Ketika itu mereka lagi berbaris bertiga. Tapi mereka
tabah dan gesit, dengan serentak mereka berlompat mundur.
Dengan lantas mereka menghunus senjatanya masing-masing.
Ketika itu In Gak melihat Jim Liong lari pulang. Ia menduga
tentulah Yan Bun sudah berhasil. Ia cuma tidak tahu, yang
dipanggil “anak Hee'" itu atau “Hee Jie,” ibunya si nona atau
bukan. Ia lantas memikir untuk menyusuL Akan tetapi, belum
lagi ia bertindak, ia ingat pesan si -nona untuk jangan
melenyapkan kepercayaan terhadap Liongsee Sam Niauw.
Sekarang ia dapat kenyataan, meskipun sama-sama menjadi
penjahat, ketiga Burung itu beda daripada Liong bun Ngo
Koay yang telengas. Lengah ia berpikir itu, ia mendapatkan
Jim Cit Kouw sudah menyerang pula Sam Niauw, yang seperti
dikurung tongkat. Jago wanita ini agaknya mau mentaati katakata
puteranya, Jim Liong, untuk tidak membiarkan hidup
kepada tiga musuh itu.
Liongsee Sam Niauw benar liehay. Dengan gesit dan liehay
mereka membuat perlawanan. Mereka pun tidak sudi kena
dikurung. Serangan mereka liehay semuanya.
Demikian mereka bertempur sampai belasan jurus.
Rupanya habis sabarnya si nyonya tua, dia kata dengart
nyaring: “Kamu bertiga tidak tahu gelagat mesti maju atau
mundur, maka jangan kamu sesalkan aku si wanita tua tidak
suka berbuat baik lagi!" Kata-kata itu disusul dengan
rambutnya pada meringkik bangun dan kedua matanya
bersinar sangat bengis.
“Hm!" Sam Niauw menjawab. Bukannya mereka mundur,
mereka mencoba merangsak. Meski begitu, walaupun roman
mereka tenang, hati mereka sudah gentar.

687
Jim Cit Kouw sudah lantas membuktikan ancamannya. Ia
menyerang dengan tangan kanannya, yang diluncurkan.
Sam Niauw lantas merasa tubuhnya seperti tertolak keras,
hingga tubuh mereka terhuyung, hanya sedikit, mereka berdiri
pula dengan tegak. Pit Louw menyerang dengan Coa -tauwpian.
cambuknya yang berkepala ular-ularan. Ia mencari jalan
darah kie-Bun. Lo Hong dengan tempuling Sam-leng Ngo-bie
cee menikam kejalan darah hok-kiat, Dan Lui Yan, dengan
tombak Long-gee-sok, menusuk jalan darah giok-cim dibatok
kepala, untuk mana ia sudah mencelat ke belakang si nyonya.
Maka terancamlah njonya tua itu-.
Tidak kecewa Jim Cit Kouw menjadi jago. Walaupun ia
wanita dan usianya sudah lanjut, hatinia tabah, tubuhnya
gesit. Ia memutar tongkatnya dengan jurus “Badai mengebut
yanglioe," dengan begitu dengan satu kali bergerak saja ia
dapat menutup dirinya, membikin gagal serangan ketiga
lawan.
Ketika itu Jim Liong sudah pergi jauh, ia lantas disusul
ketiga Siluman lainnya. Mereka ini bertiga berani
meninggalkan ibu mereka sebab mereka percaya ibu itu dapat
melayani Liongsee Sam Niauw. Yang masih menanti adalah
beberapa kawan, yang rata-rata mengagumi ilmu tongkatnya
si nyonya tua.
Sam Niauw terkejut. Ilmu silat musuh tua itu membikin
mereka tak dapat menyerang masuk,
senjata mereka juga saban-saban tertangkis terpental,
hingga sering-sering tubuh mereka menjadi terbuka. Mereka
tahu itulah ancaman bahaya.
Dugaannya jago-jago Liongsee itu lekas juga merupakan
kenyataan, Jim Cit Kouw tidak mau memperlambat waktu.
Kembali ia meluncnrkan tangan kanannya, dari kanan ke kiri,
ia menyabet dengan jurusnya “Menyapu tentara seribu jiwa."
Untuk merobohkan ketiga musuh, ia pikir untuk jangan
berlaku sungkan lagi.

688
Sam Niuaw kaget, semuanya lantas lompat mundur. Disaat
itu, senjata mereka sudah tersampok mental, hingga tubuh
mereka menjadi kosong. Mereka berlompat dengan cepat
akan tetapi anginnya pukulan toh mengenai pundak mereka
....
Sekonyong-konyong terdengarlah siulan jernih dan nyaring,
selagi Sam Niauw terancam itu, terlihat satu orang berlompat
bagaikan terbang, hingga dia nampak seperti bayangan.
Lantas Sam Niauw menjadi kaget dan heran. Mereka bebas
dari serangan anginnya Jim Cit Kouw, tubuh mereka mental
tiga tombak, hingga mau atau tidak, mereka terhuyung dan
akhirnya roboh. Meski begitu, mereka tidak takut, bahkan
mereka merasa lega hati. Teranglah mereka telah ditolong
keluar dari Kota Iblis.
Setelah berlompat bangun dan melihat, mereka menjadi
girang.
Didepannya Jim Cit Kouw berdiri si anak muda yang
mereka tahu liehay. Dialah In Gak, yang berdiri tenang,
mengimplang si nyonya tua sambil kedua tangannya
digendong kebelakang, cuma wajahnya terlihat keren.
Jim Cit Kouw sudah kena dipaksa mundur dua tindak,
karenanya dia tercengang. Dia merasakan orang bertenagadalam
kuat sekali. Ketika dia mengawasi orang didepannya,
dia heran. Dia mendapatkan orang masih muda. Tentu sekali
dia tidak tahu orang lagi memakai topeng. Dia menjadi gusar.
“Bocah, berhakkah kau mencampuri urusanku si orang
tua?" dia menegur.
In Gak tertawa, ia bersikap memandang enteng. .
Cit Kouw menanti jawaban, sambil menanti, dia mengawasi
tajam. Dia tidak puas terhadap si anak muda, untuk sikapnya
yang menghina itu. Tapi dia tidak dapat membaca hati orang.
In Gak berkata juga kemudian, perlahan.

689
“Jim Cit Kouw, aku tidak perduli urusan kamu kedua pihak!”
katanya, benar perlahan tetapi tajam, “Aku datang untuk
urusan lain. Aku hendak Tanya kau. Ketika empat belas tahun
dulu, kau bersama anakmu yang celaka sudah merampas
seorang wanita di Gan-giam? Sekarang mana wanita itu?”
Tatkala itu angin menghembuskan hawa hangat, sinar
matahari tengah hari pun memancar di tubuh orang, hawanya
panas, akan tetapi tanpa merasa si nyonya tua menggigil
seperti kedinginan. Sebisa-bisa ia berlaku tenang.
“Wanita itu muridku yang murtad." sahutnya. “Itulah
urusan rumah-tanggaku, kau tidak berhak mencampurinya!"
In Gak tertawa terbahak.
“Benar, itulah benar urusan rumah-tanggamu!" katanya-
“.Tetapi menghancurkan rumah tangga orang dan
membinasakan suami orang, adakah itu juga urusan rumahtangga?"
Jim Cit Kouw heran, hatinya guncang. Dia mengawasi
tajam pemuda di depannya ini, dia mendapat perasaan luar
biasa, dia merasa tak wajar sendirinya. Tapi dia besar nyalinya
dan tabah, dia mencoba menguasai diri.
“Binatang!" bentaknya. “Apakah kau menganggap dirimu
gagah? Kau hunuslah pedangmu! Mari kita main-main! Apakah
kau sangka aku si orang tua jeri?"
Kali ini suara si nyonya berubah luar biasa, Itu bukan lagi
suara seorang wanita, apa pula wanita tua seperti dia. Itu
mirip suaranya serigala. Bahkan orang-orang In Bu san-chung
sendiri turut terkejut karenanya.
In Gak tidak kaget atau gentar, dia bahkan tertawa.
“Pedang sakti tak tepat untukmu!” katanya, “Pedang sakti
tak ada lawannya di kolong langit ini!”
Orang heran mendengar kata-kata itu. Liongsee Sam Niauw
tidak terkecuali. Jago-jago Liongsee ini malah mau percaya si
anak muda sangat tekabur.

690
Tubuhnya Jim Cit Kouw bergerak., berlompat maju,
tongkatnya bergerak pula, mendadak. Teranglah dia murka
melewati batas, hingga dia tak dapat menguasai diri lagi.
ln Gak tenang menghadapi serangan itu, serangan dari
kematian, ia bersenyum. Tubuhnya bergerak gesit ke
samping, membuatnya tongkat tak mengenai sasarannya,
cuma lewat disisinya. Sementara itu tangan kanannya
bergerak, tiga buah jari tangannya bekerja sebat, menjepit
ujung tongkat lawannya itu!
Itulah tidak disangka sekali, baik oleh Cit Kouw sendiri mau
pun oleh sekalian hadirin. Bukankah mereka baru saja
bergebrak? Bukankah tongkat itu sangat liehay?
Tanpa membilang apa apa Cit Kouw menarik tongkatnya
itu. la telah mengerahkan tenaganya, hingga otot-otot di
jidatnya terlihat tegas. Tidak berhasil ia dengan percobaannya
itu.
Tongkatnya tak dapat digemingkan.
Jilid 9.1 : Ibunda Yan Bun tertolong
In Gak juga tidak berdiam saja mempertahankan diri. Habis
orang menarik keras, ia mengerahkan tenaga di tiga jerijinya
itu. Lalu "Tak" maka patahlah ujung tongkat sepanjang lima
dim. ia terui melemparkan patahan itu, yang terbang
menyambar batang pohon tak jauh dari mereka, nancap
masuk ke dalamnya orang kaget dan heran, semuanya
sampaikan menahan napas.
Diam-diam si nyonya itu menyedot napas dingin. Benarbenar
ia tidak menyangkanya. Karena nya mendadak ia
melemparkan tongkatnya yang sudah buntung itu dengan
kedua kakinya lantas menjejak tanah untuk berlompat
mundur, keluar dari gelanggang.

691
Lagi-lagi orang heran.
Dibenaknya In Gakpun segera muncul pikiran: "Jim Liong
bilang bahwa si anak Hee kena orang rampas. Bukankah dia
ibunya adik Bun? Kenapa aku melayani dia ini dan bukannya
pergi masuk untuk memperoleh kepastian?" ia tidak berpikir
lama guna mengambil putusan-
Tanpa menghiraukan lagi si nyonya tua, ia berlompat buat
terus lari ke arah rumah. Bagaikan terbang melayang, ia lewat
di depannya nyonya itu.
Jim Cit Kouw terkejut, dia tersadar. Dengan wajar dia
mengayun sebelah tangannya menghajar ke punggung musuh
yang tangguh itu, Dialah satu jago, dapat dimengerti jikalau
hajaran ini dahsyat sekali.
In Gak tidak menghiraukan serangan itu, ia cuma
menangkis ke belakang dengan tangan kirinya, ketika kakinya
berlari-lari terus, tubuhnya tetap lari juga.
Hebat adalah si nyonya tua, Dia menyerang keras
kesudahannya dia sendiri yang tertolak mundur dua tindak
hingga dia menjerit saking kaget, heran dan kagum, sekarang
dia tidak tercengang lagi maka itu diapun lari untuk menyusul.
Ketika dia didalam In Bu San Chung terlihat asap mengepul
di empat penjuru, api nampak mulai berkobar-kobar.
In Gak telah lantas sampai di dalam. ia mendapatkan
sebuah rumah yang besar dan indah yang balok-baloknya
berukiran, tetapi tak sempat ia menikmati itu semua, ia masuk
terus mencari nona Kouw.
Ia telah menemui beberapa orang yang rebah di lantai,
tangan atau kaki mereka itu
pada patah, jiwa mereka belum lenyap cuma darahnya
berlepotan. Diantara mereka juga terdengar rintihan yang
menyayatkan hati, ia mengarti pastilah Yan Bun sudah

692
membuka pantangan membunuh dengan mengerjakan
pedangnya, pedang Leng Koe atau si Kura kura sakti.
Ketika ia masuk terlebih jauh ke dalam ia masi h
menemukan orang orang yang luka mungkin sampai lima
puluh orang, di antaranya ada beberapa kurban wanita.
Di pojok tembok. di luar ia melihat seorang bocah lagi
merungkut ketakutan ia menghampirkan dan menanya dengan
bengis: "Apakah kau melihat seorang nona ..-.ah...seorang
muda yang membawa pedang?" Hampir ia membuka rahasia
penyamarannya Yan Bun.
Bocah itu lagi ketakutan dia tidak dapat menyahuti bahkan
dia menggigil, matanya membelalak.
"Kau mau bicara atau tidak?" bentak In Gak kakinya
dibanting.
Masih bocah itu ketakutan tetapi sekarang dia dapat juga
membuka mulutnya, Dia kata, “Jangan gusar tuan, jangan
bunuh aku...Dia telah menggendong Hee Ie pergi lari."
"Dia lari ke mana?" in Gak tegaskan.
"Aku tidak tahu, Habis melukai orang dia pergi. Aku cuma
lihat keempat ChungCoe muda bersama kedua loosoe dari Bin
sanp pergi memburu dia, ia mengangkat tangannya menunjuk
ke arah timur.
Tanpa membuang tempo lagi in Gak memburu ke timur, Di
belakangnya terlihat Jim Cit Kouw serta orang orangnya lagi
menyusul, wanita tua itu berteriak-teriak: "Bintang kau telah
membunuh orang dan membakar rumah, apakah dapat kau
lolos sedia begini saja?"
In Gak dengar suara itu, ia berpaling, matanya memandang
tajam.
"Bangsat wanita tua, jangan sembarang bicara" ia kata
"Apakah kau kira tuan mudamu ini yang membunuh orang dan
membakar sarangmu? Baiklah kau ketahui di dalam In Bu san
Chung itu semua orang dibunuh mampus Layak"

693
Karena ia berpaling dan berhenti In Gak kena disusul
Lantas ia dikurung.
Seorang yang berpakaian hitam dan kumisnya hitam juga
menghunus pedang, ia maju mendekati
"Tuan, kau bicara besar sekali. Mengapa kau tidak mau
menyebutkan she dan namamu?" ia kata, "seharusnya kau
memperkenalkan diri supaya dikenal orang-orang gagah di
kolong langit ini"
Jadinya kau tepat disebut orang gagah?" In Gak tertawa
menghina. "Hm" orang itu gusar.
" Ketahui olehmu, akulah Wan Kong-Kiam Coa Heng" dia
berkata memperkenaikan diri, "Aku bukan orang besar tetapi
aku ada namaku juga. Bukan seperti kau yang takut menyebut
diri tetapi berani mengepul Di kolong langit ini belum pernah
aku mendengar nama besarmu"
Bukannya ia murka, In Gak sebaliknya tertawa geli. ia
menatap.
"Coe Laosoe" katanya menggoda, "kau jadinya mirip
dengan Bu Toa Lang yang makan obat. Makan kau mati tidak
makan kau mati juga" Kata kata itu ditutup dengan
dihunusnya pedang Thay oh Kiam hingga sinarnya
berkeredepan, menyorot keempat penjuru. Kebetulan itu
waktu, malahan bercahaya sangat terang.
Coe Hang kaget melihat pedang itu yang menyilaukan
matanya, ia tahu itulah pedang
tua, pedang mustika. Tapi dia telah menantang, tidak dapat
dia mundur tanpa alasan-Bahkan dia memikir untuk turun
tangan terlebih dahulu. Maka mendadak dia lompat maju
dengan tikamannya serupa jurus yang bernama "Kera terbang
jatuh dari cabang."
Karena dia berlompat, dia menikam dari atasi ke bawah.
Dia gesit sekali, serangannya pun sangat cepat.

694
In Gak berdiri tegak tak bergerak, ia menanti datangnya
tikaman. Tepat orang tiba di mukanya kaki kanannya berkibar
ke kanan hingga ia lantas berada di samping orang, terus
menggeser pula ke belakang, tangan kirinya lantas membacok
ke pundak bagian belakang dari Wan Kong Kiam
Sembari membacok dengan tangannya itu, yang di buka, ia
mengasi dengar tertawa dingin.
Coe Heng kaget bukan main. Begitu sebat orang berkelit
dan tahu-tahu orang telah berada di belakangnya, ia seperti
merasa bajunya sudah terbentur tangan musuh itu.
Dengan gugup ia lompat mencelat denganjurusnya "Burung
jenjang menyerbu langit" terus ia mengubah itu dengan jurus
"Burung elang menyamber kelinci," itu artinya ia terus
berjumpalitan kepala di bawah kaki di atas. Ketika ia turun,
dengan pedangnya ia membalas menyerang.
In Gak kagum juga untuk kegesitan lawan ini, ia tidak
takuti tikaman itu, ia berkelit untuk mengasi lewat, kembali
berkelit, ia menggempur batang pedang untuk membikin
pedang itu mental ke samping.
Coe Heng kaget, buru-buru ia menaruh kakInya di tanah.
Ketika ia mengangkat muka
melihat ke depan ia menjadi kaget, Musuh tidak ada di
depannya itu Dengan cepat ia memutar tubuh, untuk melihat
ke belakang Lagi-lagi ia tidak mendapatkannya ia heran dan
berkuatir. ia memutar pula, sia-sia belaka, si anak muda tetap
tak tampak. Hal ini berulang hingga lima kali
Wan- Kong Kiam Coe Heng sangat gesit, setiap kali ia
memutar tubuh, ia pun membabat dengan pedangnya, guna
menjaga diri supaya musuh tak sempat menikam ia. ia tidak
melihat orang, ia tidak dapat membacok. Akan tetapi
telinganya itu saban-saban dapat mendengar tertawa
mengejek dan bajunya di bagian belakang baju itu terasa kena
ditowel.

695
Maka mukanya menjadi pucat biru seperti hati babi dan
peluhnya keluar mengalir membasahkan dahinya. ia masih
berputar putar membela dirinya dengan sia-sia belaka.
In Gak menjadi sebal melihat orang demikian tak tahu
gelagat, ia bersiul keras, dan pedangnya menambah maka
berbareng dengan berkelebatnya sinar hijau, pedangnya Wan
Kong Kiam putus separuhnya.
Selagi Coe Keng melengak. tahu-tahu terasa dingin-dingin
sakit pada telinganya hingga dia kaget tak terkira. Dia
melemparkan pedangnya dia membekap telinganya itu. Maka
tangannya lantas berlepotan darah hidup, sebab telinganya
telah lenyap sebelah
"Akan ku ampuni jiwamu, aku pinjam mulutmu” berkata Jie
In, "Umumkanlah bahwa pedang ku tak ada tandingannya di
kolong langit ini siapa tidak puas dia boleh datang cari tuan
muda mu semua nama itu kosong belaka, akupun tak
ketentuan tempat kediamanku, maka siapa mau cari aku, dia
kenali saja rupaku."
Belum hilang suaranya anak muda ini atau ia melihat
menyambarnya tujuh buah titik
hitam, cepatnya seperti bintang jatuh, itulah senjata
rahasia paku Hek bong-leng dari Jim Cit Kouw. Nyonya ini
penasaran sekali, dia tahu musuh terlalu liehay maka dia
menyerang dengan seraup pakunya itu.
Dia menyerang dengan timpukan "Hoan thian hoa ie," atau
" Hujan bunga memenuhkan langit."
Paku itu panjang satu dim, telah direndam di dalam racun,
ujungnya persegi enam, di peruntukan merusak khie-kang
atau tenaga dalam kalau mengenai paku itu terbelah dan
nancap ke dalam, si apa terkena itu, dia sukar dapat
pertolongan.
Juga penyerangan biasa dilakukan saling susul, ada kalanya
yang belakangan melombai yang terdahulu.

696
In Gak menduga kepada senjata rahasi a, maka ia memutar
diri seraya memutar juga pedangnya, Akibatnya ialah suara
tingtong nyaring yang berulang-ulang lantas semua paku itu
runtuh ke tanah.
Cit Kouw penasaran ia mau mengulangi serangannya, fa
memang menyiapkan banyak paku beracun itu, ia pandai
melepaskan sembilan sampai sebelas batang paku dengan
kedua tangannya.
Tapi timpukannya dengan senjata rahasia itu membikin In
Gakgusar sekali sebelum ia menimpuk pula ia sudah diserang.
Luar biasa gesitnya si anak muda, tahu-tahu dia sudah berada
di depan orang danpedangnya menyamber
Cit Kouw kaget dan berteriak, ia berkelit tetapi tidak urung,
lengan kirinya telah terbabat kutung-lengan yang lagi diangkat
itu diayun itu, Membarengi itu tangan kiri In Gak pun
melayang menghajar pundak kanan si nyonya tua maka
menjeritlah dia, tulang pundaknya remuk.
Tubuhnya teriempar, lengan kirinya yang buntung terus
mengalirkan darah, tangan buntungnya menggelelak di tanah,
jari-jari tangannya masih mengepal Hek bong teng.,..
Semua orangnya wanita jago itu menjadi kaget semua
berdiri menjublak, muka mereka pucat-pias.
Dengan mata bengis In Gak mengawasi mereka itu, ia
tertawa mengejek, kemudian ia masuki pedangnya ke
sarungnya, terus ia lari pula ke arah timur. Tidak ada orang
yang berani menghalang- halanginya.
Cit Kouw lantas ditolongi, untuk dipimpin bangun dari
tempatnya roboh numprah. Tapi ternyata dia telah putus jiwa.
Coe Heng membanting-banting kaki, ia sangat penasaran,
maka juga ketika kemudian meninggalkan In Bu San-Chung, ia
mencoba menghasut ke sana-si ni untuk mengacau Rimba
persilatan guna menyeterukan si anak muda.

697
In Gak lari terus ke timur tanpa menghiraukan apa yang
terjadi di belakangnya itu, hanya sekarang ia lari sembari
memperhatikan jalanan untuk mencari tapak-tapak kaki atau
bekas-bekas pertempuran.
Kalau Yan Bun dikejar banyak orang, ada kemungkinan dia
kecandak dan mesti mengadu jiwa untuk membela dirinya.
Bukankah si nona menyingkir dengan menggendong atau
memanggul ibunya? Tapi ia telah lari kira- kira tiga puluh lie
tanpa mendapatkan sesuatu, ia heran.
Itu waktu matahari sudah mulai selam di arah barat, angin
gunung bertiup santer, Awan putih saban-saban melayang
dalam gumpalan-gumpalan.
Untuk memasang mata In Gak berhenti di atas sebuah batu
besar, ia tidak melihat si nona kecuali di kejauhan tampak
sungai Hong HHoo berliku bagaikan ikat pinggang. saking
heran dan berkuatir ia mestijadi berpikir keras.
"Bukankah si bocah mengatakan dia lari ke timur? Kenapa
aku tak menemuinya? Kenapa dia tak ada bekas-bekasnya?
Mungkin bocah itu mendustai aku?" berulang-ulang ia tanya
dirinya sendiri
Bocah itu tidak membohong. Yan Bun benar menyingkir ke
arah timur, Hanya kemudian mengalih lain arah tanpa merasa.
La menggendong ibunya, ia mesti menjauhkan diri dari
pengejar-pengejarnya, terpaksa ia lari sana dan lari sini
kesudahannya ia lari ke arah yang bertentangan.
Setelah memandang sekian lama in Gak lari balik. selagi
mendekati InBoesan-chung, ia menampak orang repot
memadamkan api yang berkobar kobar dan asap mengepul
ngepul, Tak mau ia menonton, ia meninggalkannya, ia pergi
ke tempat yang dijanjikan di depan air tumpah.

698
Di situ ia tidak mendapatkan si nona, cuma sang air
tumpah serta muncratannya yang mirip kabut ia berdiri diam,
ia bagaikan kehilangan suatu apa.
Tidak lama pemuda ini berdiam di si tu bagaikan orang
baru sadar, ia lari ke arah In Bu san Chung, ia melihat
sarangnya Liong Bun Ngo Koay rusak tiga bagian, tinggal yang
bagian barat tertolong.
Disaat itu penjagaan menjadi kendor sendirinya. Tanpa
rintangan ia pergi ke rumah bagian barat itu. Di depan jendela
ia bersembunyi di cabang pohon gouwtong, Haripun sudah
magrib maka semakin sulit untuk mengetahui ada orang
mengumpat di pohon itu. sebaliknya dari situ orang dapat
memandang kedalam rumah dengan leluasa.
Dengan dibantu tiga saudaranya, itu waktu Jim Liong
terlihat masuk ke dalam ruangan untuk dia berduduk. Dia
dibalut lengan dan pahanya yang kanan, balutannya demak
dengan darah hitam.
Tiga yang lainnya bermuram durja, Mereka duduk
mengitari sebuah meja marmer putih. Jim Houw masih gusar
sekali, ia menepuk meja dengan keras hingga meja itu rengat.
"Aku tidak percaya pemuda itu demikian liehay ilmu
pedangnya" katanya sengit. "Besok aku nanti cari dia,
sampaipun keliling jagat aku mesti dapatkan dia.”
"Jieko, jangan kau membuat orang menertawakan kau."
berkata Jim Pa yang mengasi dengar suara dari
kemendongkolan: "Hm" ia menambahkan, "Lihat ibu yang
demikian gagah, ibu masih tak dapat menangkis satu tebasan
saja. Umpama kata kau dapat menemui dia, kau bisa bikin
apa?"
In Gak tertawa dalam hati, orang lagi membicarai tentang
ia, ia memasang telinga, Jim Houw gusar, matanya mendelik,
"Habis??" tanyanya. "Sakit hati begini besar, apakah kita
sudahkan saja."

699
"Siapa bilang sudah saja?" sahut Jim Pa dingin, "Kita harus
berpikir dulu, Jangan seperti kau cuma menuruti adat."
Mata Jim Houw mendelik, mau ia mengutarakan
kemurkaannya tetapi Jim Liong mengulapkan tangannya.
"Sabar," katanya, "Benar juga apa yang adikmu bilang. Kau
tidak sabaran adik Houw, kau harus dapat mengubah
tabiatmu itu, Kedua anak muda itu dua-duanya liehay sekali.
Yang harus disalahkan ialah kita sendiri yang terlalu besar
kepala. Kita menganggap. siapa melanggar In Bu san-chung
dia bagian mati.
Untuk banyak tahun orang mentaati aturan kita tanpa
perkenan tak ada yang diijinkan masuk. tak ada yang berani
lancang memasukinya. Kita lalu menjadi alpa sendirinya,
sampai sekarang muncullah kedua pemuda itu." ia berhenti
untuk menghela napas.
"Kau tahu," ia menyambungi "kalau tidak Bin san Jie Loo
datang cepat, tentulah jiwaku tak dapat ditolong lagi, Kau
sebaliknya bicara enak saja, adikku...." Jim Houw berdiam.
"Entah bagaimana dengan Bin san Jie-loo cianpwee?" kata
Jim Pa: "Entah mereka berhasil atau tidak...." Jim Liong
menggeleng kepala.
"Gunung Bong san lebat dan disana banyak kuburannya,
disana gampang sekali orang menyembunyikan diri," ia bilang
"Sudah begitu, magribpun telah tiba. Pula, kedua pemuda
liehay sekali...."
Mendengar disebutnya gunung Bong san, In Gak lantas
saja berlompat turun, untuk segera pergi kesana, Tanpa
merasa, ia membuatnya cabang cabang pohon dan daunnya
bergerak.
Jim Houw melihat bergoyangnya pohon segera ia
menyerang dengan paku Hek bong-teng. serangan ini
disambut dengan tertawa menghina lantas pakunya itu

700
menyambar balik, menghajar meja didepannya, hingga
muncratlah lelatu api-nya.
Berbareng dengan Jim Pa, Jim Houw berlompat keluar
tetapi tanpa hasilnya, Daun-daun pohon bergoyang karena
sampokan angin, orang tak nampak, bayangannya pun tidak
ada, Dengan lesu mereka kembali ke dalam, Tahulah mereka
sia-sia belaka untuk menyusul musuh yang tak terlihat.
In Gak berlari terus, Ketika ia ditimpuk ia menangkis
kebelakang tanpa memutar tubuh, ia menggunai jurus huruf
"Gempur" dari Bie Lek sin-Kang, maka paku Hek- bong-teng
kena di sampok kembali. Tidak ada tempo untuk melayani
persaudaraan Jim itu. Keras luar biasa ia lari kearah gunung
Bong san-
Ketika ia sampai langit sudah gelap. jagat diterangi kelakkeliknya
bintang bintang serta si Puteri Malam yang guram.
sebab rembulan masih rembulan si si r seperti gaetan.... Angin
Utara bertiup santer sekali.
Diantara berbagai kuburan, In Gak mencari. Beberapa kali
ia terhuyung, bukan karena letih, hanya disebabkan hati yang
kosong, Tak juga ia melihat Yan Bun- Disanapun tak ada Bin
san Jie Tok serta lainnya orang In Bu san- chung yang
mengejar nona Kouw.
Luasnya pegunungan empat ratus lie lebih, sulit untuk
menjelajahnya semua, Mencari empat orang disana mirip
dengan mencari jarum di dasar laut....,.
Tak puas in Gak sebelum ia dapat mencari kekasihnya itu,
ia mencari terus, Paling
belakang ia berdiri atas tempat yang tinggi, sembari
menenangkan hati, ia memandang ketinggian. Tiba-tiba ia
melihat dua bayangan berkelebat, didepannya, terpisahnya
belasan tombak. Disana kedua bayangaa itu lantas berhenti.

701
Tiba tiba saja ia menjadi girang, ia menduga kepada Bin
san Jie Tok. la percaya kalau kedua jago Bin san itu ada disi tu
pastilah Yan Bun dan ibunya tak kurang suatu apa, hanya tak
diketahui dimana ibu dan anak itu bersembunyi.
Dua bayangan itu ruginya tak melihat ada orang lagi
mengawasi mereka, mereka tetap berdiri tak berkutik,
In Gak menggeraki tubuhnya. ia berlompat maju dengan
pesat kearah kedua bayangan itu. Tanpa terpergok.
lamendekati belakang mereka sejauh satu tombak lebih
kurang, ia menyembunyikan diri, karena ia ingin melihat dulu
gerak-gerik orang atau mendengar perkataannya.
Kecuali suara angin, gunung itu sunyi, Kedua orang itu,
yang benar-benar Bin san Jie Tok adanya, akhir-akhirnya
berbicara juga.
"Loo-jie, baiklah kita jangan berdiam di sini saja minum
angin Barat daya" demikian berkata yang satu, yang suaranya
keras, "Marilah kita kembali. Bukankah dia pun tak
bermusuhan dengan kita."
"Akutahu, Loo-toa," berkata orang yang kedua. " Kalau
kejadian ini teruwar, bisa terjadi orang Kang ouw mengatakan
kita menghina seorang bocah, itulah pasti tak sedap
didengarnya, Cuma aku lihat bocah itu terkebur sekali, maka
aku ingin beri rasa peluruh Ngo Tok san-hwee-tan
kepadanya...."
Walaupun mereka sudah lama berdiam di Bin San, Bin San
Jie Tok. -Dua Racun tetap berlagu suara orang Utara.
In Gak sudah memikir untuk mempermainkan mereka itu,
sekarang ia mendengar suara mereka yang berniat pulang, ia
batalkan niatnya, ia cuma masih mengawasi tajam hingga ia
melihat di pinggang mereka tergantung kantung kulit, ia
percaya kantung itu banyak isinya, lantaran tak bergoyanggoyang
tersampok angin. Mendadak ia mendapat pikiran.

702
Bukanlah peluru itu jahat dan dapat mencelakai banyak
orang?
Dengan mengguna Hian Thian Cit seng Pou ia berlompat
maju, tubuhnya lantas melesat kedepan-
Bin san Jie Tok membelakangi si anak muda, dengan begitu
ia tidak mendapat lihat anak muda itu cuma ketika mereka
merasai berkesiurnya angin, mereka heran hingga mereka
melengak.
Segera mereka menyampok kebelakang, dengan tipu silat
"Ular naga emas menggunting pohon bwee."
Mereka menyampok dengan sebat, akan tetapi mereka
mengenai sasaran kosong. Atas itu keduanya saling
mengawasi sambil tertawa bergelak. Mereka menganggap
bahwa mereka bercuriga tak keruan.
Kemudian keduanya berlompat, untuk meninggalkan
gunung Bong san itu Mereka bangsa liehay tetapi mereka
tidak mendusin yang kantung-kantung mereka sudah terlepas
dari pinggang mereka, kedua kantung sudah pindah ke tangan
in Gak yang liehay.
"Adik Bun" In Gak memanggil sesudah ia merasa Jie tok
telah pergi jauh.
Tidak lama maka diantara siuran angin terdengar
pertanyaan- "Apakah engko In disana?" Itulah suaranya Yan
Bun- Bukan main girang nya si anak muda.
"Adik Bun” ia berseru, lantas ia lompat, lari ke arah kepala
angin, dari mana jawaban itu datang.
Ia tidak usah larijauh akan melihat satu bayangan
berkelebat, terus Nona Kouw berdiri dihadapannya.
"Mana peebo?" adalah pertanyaan si anak muda yang
pertama, meskipun luar biasa girangnya telah berhadapan
dengan si pemudi.
Yan Bun tidak menjawab, dia hanya menyamber tangan
orang, untuk dituntun.

703
Maka bersama-sama mereka lari ke kanan, ke arah sebuah
kuburan tinggi sepuluh tombak lebih, pastilah itu kuburannya
raja, panglima perang atau perdana menteri di suatu jaman
dulu, In Gak tidak sempat memperhatikan batu nisannya,
untuk membaca dan mengetahui si apa yang rebah dengan
damai di dalam pekuburan itu, sebab ia, terus memperhatikan
nona di sampingnya.
Yan Bun menyalakan api, terus ia menggeser batu nisan,
maka di depannya mereka lihat tangga batu terdiri dari
belasan undak dari atas turun ke bawah di mana terlihat
tempat rata lebar dua kaki, tempat itu gelap dan nampak
menyeramkan-Tapi keduanya masuk ke situ, bertindak di
tangga.
Segera in Gak melihat seorang wanita yang berpakaian
hitam lagi rebah meringkuk di tanah. Yan Bun lompat kepada
wanita itu. "Ibu" ia memanggil.
"Ya..." menyahut wanita itu lemah.
Si nona memegang tubuh wanita itu, untuk dikasi bangun,
hingga dia dapat duduk sambil menyenderkan tubuh.
Sekarang In Gak dapat melihat seorang nyonya yang
romannya juga kecantikannya sangat mirip Yan Bun- Hanya,
disebabkan penderitaan belasan tahun, dia kucal dan lesu,
dijidatnya ada garis garis tanda dari penderitaan dan
kemasgulan-cuma matanya yang agak tajam. Nyonya itu
lantas mengawasi padanya.
In Gak menduga orang ingin melihat wajahnya yang tulen,
maka ia lantas menyingkirkan topengnya, Atas itu si nyonya
berseru: "Oh” dan matanya bersinar, senyumnya pun lantas
Nampak, hanya sejenak kemudian dia menghela napas dan
berkata dengan perlahan- "Yan Bun, sekarang ini ibumu mirip
sampah. Apakah gunanya kau menolongi ibumu? Tapi lega
hatiku melihat kau telan mempunyai andalan..."

704
"Ibu," berkata si anak. "jangan ibu berkata begini, Biarnya
anakmu hancur lebur, anak mendayakan supaya ibu dapat
disembuhkan-“
In Gak telah lantas melihat, nyonya itu lemas tubuhnya
akibat totokan di bagian im hiat, bahagian terlarang maka ia
tidak bisa lantas menanyakan, baru sekarang ia berani campur
bicara.
"Adik Bun, apakah peebo terluka?" tanyanya.
Nona itu berpaling, mengawasi anak muda, ia agaknya
berduka tercampur penasaran
"Ketika ibu ditawan, ibu dipaksa menikah dengan Jim
Liong," sahutnya seogit, "lbu berkeras menolak, Atas itu ibu
ditotok pelbagai jalan darahnya, hingga tangan dan kaki ibu
tak dapat digeraki lagi. ibu mau dipaksa, ibu di ancam,
katanya satu hari ibu tidak menerima, satu hari ibu tak akan
dibebaskan- Coba pikir, mana dapat ibu menerima? Begitulah
sekian lama ibu dibikin tidak berdaya, Untunglah ibu masih
dikasi makan tiga kali setiap hari hingga jiwa ibu ketolongan
dan wanita tua bangsat itu juga melarang Jim Liong
memperkosa, jikalau tidak“
Tanpa tertahan lagi, nona ini menangis. Tapi ia memaksa
menguati hati, ia tanya: "Engko In- dapatkan say Hoa To Goei
Peng Lok menolongi ibu?"
In Gak terharu, setelah berpikir sebentar ia menjawab:
"Jikalaupebo ditotok belum lama, Ia dapat disembuhkan dalam
waktu dua tiga hari tetapi sesudah bertahun-tahun, hingga ia
menjadi lemah sendirinya waktu kesembuhannya tak dapat
dalam waktu yang singkat.
Untuk itu dibutuhkan obat yang mujarab, yang dapat
menyalakan darah dengan baik serta daya menambah
kekuatan. Mungkin say Hoa To dapat menolong tetapi lama
untuk pergi ke tempatnya.... Mana dapat peeboo melakukan
perjalanan demikian jauh? Aku mengerti juga tentang ilmu
pengobatan, hanya sini ada soal pria dan wanita.”

705
"Cia Hiantit," tiba-tiba berkata si nyonya, yang pun
langsung memanggil hiantit atau keponakan, "di dalam Rimba
Persilatan tak ada pantangan demikian hebat, laginya kau
dengan Yan Bun..."
Mendadak nyonya itu berhenti agaknya dia likat.
In Gak cerdas, ia lantas dapat membade hatInyonya,
Nyatalah ia sudah dipandang sebagai separuh anak. Tentulah
Yan Bun sudah bercerita jelas pada ibunya tentang ia dan
nona itu dan ibu itu sekarang menganggapnya sebagai bakal
mantu, hingga terhadapnya nyonya itu sang bakal mertua
sudah tidak malu malu lagi. ia menjadi terharu tetapi tetap ia
ragu ragu.
Yan Bun mendengar perkataan ibunya, di sinar api terlihat
mukanya menjadi merah tetapi girang, maka kemudian ia
tertawa dan kata: "Oh, engko In, kau juga mengerti ilmu
pengobatan? Tapi Jim Cit Kouw itu luar biasa, kepandaiannya
istimewa, orang lain tak dapat membebaskan totokannya....
Kau mengerti ilmu pengobatan kenapa sebelumnya aku belum
pernah mendengar kau mengatakannya?"
In Gak tidak lantas menjawab. Ketika itu, sumbu api
mereka mulai guram, tandanya penerangan bakal lekas
padam.
"Tempat ini bukan tempat di mana kita dapat berdiam lama
lama," ia berkata. "Aku percaya Bin san Jie Tok bakal lekas
kembali ke mari, Barusan aku telah samber kantung obat
mereka maka begitu mereka mengetahuinya mesti mereka
datang mencari. sekarang, adik Yan Bun, mau aku pergi
keluar untuk menjaga mereka, kau sendiri lekas kau siap.
ibumu harus dibawa ke Thian Ma Piauw Kiok di Kayhong,
Disana kita nanti mendamaikan lagi urusan
menyembuhkannya""

706
Tanpa berayal lagi, pemuda ini lari keluar guha kuburan itu,
Batu nisan ia rapikan pula.
Ketika itu langit penuh dengan bintang-bintang dan bulan
sisir terlihat dengan cahayanya yang guram. Angin bertiup
terus menerus, menerbangkan pasir halus. Dibelakang gunung
terdapat kabut berwarna kekuning-kuningan- Didalam
kesunyian, tempat kuburan itu agak menyeramkan....
ln Gak pergi ketempat dimana tadi ia turun tangan
terhadap Bin san Jie Tok. ia menanti sambil memasang mata
dan telinga, ia tidak usah menunggu lama tatkala ia
mendengar dua kali suara siulan- suara mana disusul dengan
munculnya dua bayangan orang yang lari mendatangi. Lekas
sekali dua orang itu tiba didekatnya.
Benarlah mereka si Dua Racun dari gunung Bin san. Karena
ln Gak tidak menyembunyikan diri, ia segera terlihat mereka
itu.
Mereka lantas menghampirkan sambil berseri, mereka
lantai berlompat naik, untuk terus menerkam. Keduanya
sama-sama meluncurkan ke dua tangannya masing-masing.
"Hm" ln Gak mengasi dengar suaranya, selagi tubuhnya
berkutik, Begitu lekas empat tangan penyerang sampai, baru
ia menggeraki kedua tangan nya untuk menyambut, ia
menyamber nadi lantas ia melempar, dari mulutnya terdengar
tertawa nyaring.
Bin san Jie tok kaget, mereka melihat tubuh terpental
tinggi, terus jatuh ditempat beberapa tombak, itulah gerakan
"Naga" berputar naik ke langit. Mereka pun mendengar orang
itu tertawa berkakak. Di dalam hati mereka heran dan kagum.
orang itu mempunyai kepandaian enteng tubuh yang lihay
sekali.
Mereka juga heran untuk diri mereka sendiri. Ketika tangan
mereka disambuti, habis tenaga mereka, tubuh mereka

707
menjadi lemas, tetapi selekasnya mereka terlepas dari
cekalan, mereka merasa sehat seperti biasa, ini menyatakan
lihay nya orang itu.
Dengan tertawa meringis mereka saksi kan orang berdiri
diam seraya mengawasi mereka sambil tersenyum.
Meski juga mereka menginsafi orang- si anak muda liehay
sekali, si Dua Racun ini tak dapat mengendalikan hawa
amarah mereka-Mereka merasa terhina sekali, serentak sambil
berseru mereka lompat pula untuk menubruk. kali ini mereka
melesat jauh terlebih pesat daripada tadi. sembari berlompat
itu, mereka mengasi dengar suara dari kemarahan mereka.
In Gak hendak mempermainkan orang, inilah cara untuk
menang waktu, ia melihat orang berlompat naik, ia berdiri tak
bergerak
si Dua Racun dari Bin san berlompat ditimur satu dan d
ibarat satu. Rupanya mereka hendak menggencet, Lekas
mereka sampai, maka tak ampun lagi mereka lompat pula
untuk menerjang. Tak mau lagi mereka berbicara. Mereka
merasa pasti si orang muda ialah musuh.
In Gak menanti tepat waktunya, mendadak ia menggeraki
kedua tangannya, menolak. Kali ini ia menggunai Bie Lek sin
Kang bagian huruf "Menempel."
Kedua tangannya menyambuti, dari dipentang lantas
dirangkap lantas dibuka pula seraya menolak.
Bagaikan dua batang anak panah terlepas dari busurnya.
Demikian tubuh Bin san Jie Tok, tanpa berdaya tubuh itu
melayang seperti layangan, ketika mereka jatuh ke tanah,
pusing kepala mereka. Dengan paksakan diri mereka merayap
bangun, Mereka gusar sekali. Mereka menyangka bahwa
saking keras lompatnya mereka, mereka telah saling tubruk
dan jatuh sendirianrya, Maka mereka berlompat pula, untuk
menyerang lagi.

708
In Gak mengawasi , ia tertawa perlahan. ia tidak
menyambuti sebagai tadi, ia hanya berkelit dengan tindakan
Hian Thian Cit seng pou atau Tujuh Bintang. Dengan begitu ia
dapat membebaskan diri Tatkala serangan diulangi, ia tetap
bebas dan merdeka.
Jin tok penasaran tetapi heran sekarang, Mereka mengingat
kegagalan mereka, jadi tadi mereka bukannya saling bentur,
sudah belasan kali mereka menyerang saling susul, belum
pernah mereka berhasi l mengenakan sasarannya.
Menowel pun tidak. judi musuh liehay dan mereka kalah
jauh, Karena ini mereka lantas mengerti juga.
Rupanya musuh tidak mau mencelakai, musuh melainkan
mengganggu. Musuh main berkelit walaupun mereka bersikap
telengas. Bukankah itu tanda orang suka mengalah? Kalau
orang mau berkelahi, tidakkah mereka sudah bercelaka?
Akhirnya keduanya berhenti menyerang mereka lompat
mundur. Mereka berdiri diam sambil mengawasi tajam.
In Gak berdirijauh kira tiga tombak, ia bersikap tenang,
kedua tangannya diletaki dipunggungnya. ia mengasi lihat
senyuman Dengan begitu ia tertampak tampan dan manis.
Bin san Jie Tok kejam tetapi tidak terlalu jahat, ada kalanya
mereka dapat menimbang. Merekalah Theng Ceng dan Theng
Cong, sejak kecil mereka sudah yatim-piatu, hidup dalam
kelaparan dan kedinginan, hidup terhina.
Baru belakangan mereka ditolong oleh seorang berilmu.
Lantaran pernah hidup sengsara dan terhina, tabiatnya
menjadi sifatnya. Mereka menganggap banyak orang palsu,
Mereka percaya orang tingkat bawah lebih jujur. Maka setelah
turun gunung dimana mereka di rawat dan di didik, mereka
lebih suka bercampuran dengan orang-orang Kang ouw,
mereka menyingkir jauh-jauh dari kaum yang di katakan lurus.
Kemudian lagi, setelah usianya meningkat, baru mereka
dapat membedakan- Nyata

709
anggapan mereka terdahulu itu keliru.sebaliknya kaum
lurus menganggap merekalah bangsa sesat, sebab sepak
terjang mereka menyalahi kebenaran, ma reka digolongkan
kaum hantu, sebenarnya belum pernah mereka sembarangan
membunuh orang.
Anggapannya yang belakangan yang membuatnya dapat
menimbang ln Gak tidak bermaksud mencelakai mereka, malu
sekali waktu mereka melihat ln Gak tidak mengejar mereka,
hanya dia berdiri dan tertawa seraya menggendong tangan...
"Jiewie, mengapa datang-datang kamu menyerang aku
ganas sekali?" kemudian ln Gak tanya tertawa, "Bukankah aku
belum kenal kamu?"
"Ah, dia benar" mereka pikir ketika ditegur itu " Kantung
kita hilang tanpa ketahuan si apa yang curi, kenapa sebelum
menanya jelas kita lantas menyerang dia dan secara hebat?"
Maka itu merahlah muka mereka.
"Kau benar, tuan," kata Toa Tok. Racun yang nomor satu
"Kejadiannya adalah begini: Tadi kami berdua berada disi ni,
tanpa ketahuan kantung kami yang digantung dipinggang
lenyap tak terasa, Tak tahu Kami si apa yang curi, Kami lekas
kembali kemari Lantas kami melihat tuan berada disi ni
seorang diri. Kami lagi gusar, kami lantas menerka kau, maka
itu kami lantas menyerang. Hanya..."
In Gak tertawa.
"Mungkinkah isi kantung itu barang-barang berharga?" ia
kata, "jikalau tidak, tidak nanti loo enghiong menjadi demikian
gusar,"
Ia lantas memanggil loo- enghiong, jago tua, ia pun
bertindak maju beberapa tindak.
"Hanya itu kebanyakan barang-barang tidak berarti."
menyahut Theo Ceng, yang turut tertawa." Tidak kami sayangi
kalau itu sampai hilang. Hanya barang itu beracun, racunnya
sangat berbahaya, bila ada yang menemui dan dia
memakainya keliru atau dia pakai untuk malang melintang,

710
itulah berbahaya untuk umum. Kamilah Bin san Jie Tok, kami
biasa menyayangi sekalipun sayap dan bulu, dari itu tak dapat
kami membikin lenyap barang kami itu.
Tegasnya, kantung kami itu berisikan beberapa puluh pel
Hee ie tan serta sejilid kitab guru kami namanya kitab racun
Hap jok sek Coe, jadi itulah barang-barang yang tak boleh
terhilang. jikalau tuan yang menemukannya, sudikah tuan
memulanginya? Kami pasti akan sangat berterima kasih dan
akan membalas budi kebaikanmu itu” sembari berkata, dia
mengawasi tajam.
"Oh, kiranya loo-enghiong berdua ialah Bin san Jie Loo"
kata In Gak tertawa.
"Benar sekali kantung itu aku yang dapat memungutnya,
menurut keterangan loo enghiong, terang loo enghiong
berdua berhati pemurah. ia merogo sakunya, ia melemparkan
kantung orang.
Bin san jieTok menyambuti dengan tangan mereka, lantas
Theng Cong merogo ke dalam kantungnya, mengeluarkan
empat butir pel yang merah sekali, sambil meletaki itu di
telapakan tangannya, ia menghampirkan si anak muda.
sembari tertawa, ia berkata: "Banyak tahun dulu kami pesiar
kelaut Tang Hay, kebetulan sekali disebuah pulau terpencil
ditengah laut, diatas puncak bukit. menemui lima biji kemala
Lie hwee Ceng- giok.
Itulah kemala mustika, Kemala itu kami lantas gunai
sebagai campuran pel Hwee- in tan
ini, khasiatnya ialah untuk mengobati luka diotot dan
tulang-tulang, buat melumerkan darah yang sudah beku,
Untuk membalas budi mu, sukalah kau terima pel ini."
ln Gak mau percaya keterangan itu, ia menyambuti, Ia
lantas ingat ibunya Yan Bun, Bukankah obat ini dapat dipakai
mengobatInyonya itu? "Aku tidak sangka loo enghiong yang
begitu baik hati" kata ia. "Bukan saja loo enghiong tidak
menggusari bahkan menghadiahkan obat ini. sebenarnya aku
malu, Tapi, ia berhenti sebentar ia tertawa dan berkata pula:

711
"Kita dapat bertemu, jiewie too enghiong, inilah jodoh kita.
sebenarnya juga, obat ini ada perlunya untukku, yang hendak
segera menggunainya, Akupun merasa malu karena aku tidak
dapat membalas budi loo enghiong ini, maka haraplah j iewie
ingat saja, apabila dibela kang hari jiewie membutuhkan
bantuannya Koay Ciu sieseng, tidak nanti aku berpeluk tangan
saja..."
Oleh karena ia tetap memakai topengnya, meski apa pun ia
biiang, In Gak tidak mengasi kentara apa juga pada mukanya.
Bin san Jie Tok kaget sekali, hingga mereka mengeluarkan
seruan tertahan.
"Tidak aneh sekarang." kata Theng Ceng, "Kalau tuan ialah
Koay Ciu sieseng yang demikian kesohor, tidaklah aku malu
yang kami kena dikalahkan kami bahkan takluk benar benar,
Tuan, kalau nanti kamu pesiar ke Soe Coan, sukalah kamu
pergi ke Bin san. Di sana kami ingin sekali menerima
pergajaran dari kau."
Habis berkata, dia memberi hormat demikian juga Theng
Ciong, sang adik, lantas keduanya memutar tubuh, untuk
berlompat pergi, hingga sebentar saja mereka sudah lenyap
diantara banyak kuburan,
In Gak mengawasi sambil berpikir: "Benar-benar aneh.
Adakah ini takdir? Sejak aku mengembara, biasa berlaku
telengas begitu lekas aku menemui bangsa hantu, tetapi
terhadap mereka ini berdua, aku berlaku murah hati sekali.
Rupanya karena sikapku ini, aku menjadi mendapatkan pel
Hwee in tan ini..."
Senang hatinya anak muda ini, lantas ia lari ke arah
kuburan tempat sembunyi Yan Bun dan ibunya. ia terus masuk
ke dalam di mana ia mendapatkan si nona dan ibunya lagi
duduk berendeng di tangga batu, keduanya asyik bicara.
Ketika mereka mendengar tindakan kaki, lantas mereka
menoleh,

712
"Engko In, apakah kau telah selesai mengusir Bin san Jie
Tok?" Yan Bun menyambut sambil tertawa.
"Sebaliknya" sahut si anak muda tertawa juga, "Kita justru
menjadi sahabat-sahabat baik, sekarang ini mereka itu sudah
pulang ke Bin san, Adik Bun, aku hendak menyampaikan kau
kabar baik ibumu bakal segera ketolongan. Tak usah lewat
tujuh hari, aku tanggung peebo dapat bergerak dan berjalan
seperti sediakala.." Nona Kouw kaget, ia heran matanya
bercahaya. ia berlompat bangun-
"Benarkah, engko In?" ia tanya. "Sungguh kau baik
sekali..Tapi, ah..jangan kau membohongi aku.,"
Nyonya Kouw menoleh, ia menghela napas.
"Sulit, hiantit" ia berkata "Pertama-tama totokannya si
wanita tua bangsat sukar dibebaskan- Disebelah itu sudah
belasan tahun tubuhku seperti mati, otot ototku sudah kaku,
darahku sudah kering .Mana dapat itu dilumerkan dalam
tempo tujuh hari? Kau tentu kuatir aku menjadi tawar, hatiku
menjadi putus harapan, maka kau hendak menghibur aku,
Benar bukan?"
Yan Bun pun mau percaya ibunya, tanpa merasa
airmatanya mengembeng. ln Gak mengasi lihat roman
sungguh-sungguh.
"Tidak. peebo, tak aku mendustai" ia kata, "Bukan
kebiasaanku untuk omong dari hal yang tidak benar, Baiklah
peebo legakan hati. Aku berani menjamin, dalam waktu tujuh
hari peebo akan sudah sembuh"
Habis berkata ln Gak memberikan dua butir pel pada Yan
Bun dengan minta nona itu segera minta ibunya lantas
menelannya.
Nyonya Kouw makan obat itu, matanya menatap si anak
muda, agaknya ia bersangsi .

713
In Gakpun mengawasi , ia bersenyum, ia berdiam beberapa
saat atau mendadak ia menyerang ke arah nyonya itu, ia
menggunai pukulan "Leng khong tay-hiat sin kie Ciu bun"
yaitu ilmu membebaskan totokan " Udara Kosong" artinya
tanpa tangan mengenai sasarannya.
sasarannya ini adalah empat jalan darah Nyonya Kouw di
kedua si si tubuhnya, yakni thian kie, kie Bun, khie-shia dan si
e-kie.
Nyonya Kouw makan pel HHwee in-tan, obat itu lantas
bekerja di dalam perutnya. lamerasakan hawa panas sekali
seperti dibakar, hingga sulit ia bertahan. ia mengertak gigi,
Tepat ia lagi menderita itu, mendadak ia merasakan jalan
darahnya terbuka, hawa panasnya itu lantas buyar dan
lenyap.
Dari tidak karuan rasa, tiba-tiba ia merasa "enak" seluruh
tubuhnya. sekarang ia cuma merasa masih lemas.
In Gak mengawasi nyonya itu lalu ia kata pada Yan Bun-
"Adik Bun coba kau duduk di belakang peebo, kedua
tanganmu letaki dijalan darah beng-Bun- Kau salurkan tenaga
dalammu, nanti aku bantu kau dengan menunjang
punggungmu. Aku percaya, dengan kita bekerja berdua,
peebo akan sembuh sedikitnya separuh."
Nyonya Kouw heran, ia tidak sangka anak muda ini
demikian gagah dan pandai dan banyak pengetahuannya.
sungguh sukar dicari anak muda sepandai dia. Menyaksikan
totokan "udara kosong" saja sudah luar biasa sekali.
Biasanya kepandaian itu baru didapat setelah peyakinan
lima puluh tahun, coba ia tidak melihatnya sendiri, tak dapat ia
mempercayainya.
Yan Bun sudah lantas duduk di belakang ibu nya. ia
percaya betul si anak muda, ia mentaati perintahnya ia

714
menekan jalan darah beng Bun di punggung ibunya dibetulan
dada lantas ia mengumpul tenaga dalamnya terus ia
menyalurkannya.
Tengah ia mengumpul tenaga itu mendadak ia merasai
punggungnya ada yang tekan. Mulanya ia terkejut tetapi
setelah hatinya tenang ia merasai tubuhnya tak tegang seperti
semula, lalu selanjutnya ia dapat menyalurkan tenaganya
dengan lancar.
Di pihak lain nyonya Kouw juga merasakan perubahan, ia
merasa sedikit ngilu dan lemas lalu datang hawa yang hangat
mengalir di seluruh tubuhnya. ia berdiam saja, iapun mengerti
ilmu tenaga dalam, ia mencoba mengerahkannya, ia ingin
membantu.
Lama cara pengobatan ini dilakukan sampai kira-kira satu
jam lantaInyonya Kouw merasa ia dapat mengutik-utik jeriji
tangan dan kakinya. Tentu sekali ia girang bukan main. sudah
sepuluh tahun lebih ia seperti mati, segalanya kaku. tetapi
sekarang ia bagaikan pohon kering hidup pula.
"Anak Bun" katanya mendadak. "Kau lihat jari tangan dan
kaki ibumu ini.Bukankah semua dapat digeraki?"
Kapan In Gak mendengar itu, ia menarik pulang tangannya
dari punggung di sana. Yan Bun pun memutar tubuh ibunya.
"Benarkah ibu?" ia Tanya.” Mari aku lihat"
Nyonya Kouw menurut.
Yan Bun mengawasi . Benar-benar ibunya dapat
menggeraki semua jari tangannya, hanya perlahan sekali
agaknya memerlukan banyak tenaga, ibu itu mengangkat
tangannya lalu jatuh pula. Tapi itulah alamat baik. saking
girang, si anak merangkul ibunya. Anak dan ibu lantas
mengucurkan airmata. airmata kegirangan. ln Gak
membiarkannya sekian lama.
"AdikBun" ia kata kemudian, “Peebo sudah sembuh
seharusnya kau bergirang. Tinggallah waktu untuk berobat

715
terlebih jauh, sekarang kau tunggu aku mau pergi ke Lokyang,
guna menyewa kereta untuk menyambut kamu, Kau temanilah
peebo beromong-omong.”
Habis berkata, anak muda itu lantas meninggalkan kuburan
Bagaikan bayangan ia berlari lari kearah kota, Di atas si Puteri
Malam membayangInya. di bawah sang angin meniup tak
hentinya, ia pergi tanpa tak berpikir, ia anggap Yan Bun lebih
berbahagia daripadanya, Bukankah si nona telah menemui
ibunya dan sekarang ibu itu dapat di anggap sudah sembuh
betul? ia mengira ketika tadi ia menyaksikan ibu dan anak itu
saling merangkul ia sendiri tak dapat berbuat begitu Maka
tanpa merasa air matanya bercucuran.
Syukur ia lantas sampai di kota tujuannya. Untuk itu ia
memakai waktu tak lebih dari setengah jam ia tiba di luar kota
timur di mana ada terdapat seratus lebih rumah penduduk.
Hari sudah tengah malam, sudah sepi, Rumah-rumah telah
mengunci pintu. Di jalan besar ada kertas sisa perakan,
udaranyapun masih berbau belirang, Disana sini terdengar
suara anjing menggonggong. Jadi disitu cuma ia sendiri yang
masih bergentayangan-
Ia menghampirkan sebuah rumah yang menyewakan
kereta keledai, ia mengetuk pintunya, yang muncul ialah
seorang tua yang sudah ubanan rambut dan kumisnya.
Dengan mengangkat lentera nya ia mengawasi si anak muda.
"Tuan, baru malam tanggal tujuh, apakah kau hendak
menyewa kereta?" tanyanya.
"Benar" si anak muda mengangguk "Aku ingin sewa kereta
keledai empat. Aku hendak mengantarkan sanakku yang lagi
sakit ke kota Kayhong."
Orang tua itu berdiam sekian lama, agaknya ia ragu ragu.
" Kereta dan keledainya tersedia..." katanya kemudian,
"Hanya ini masih subuh baru kusirnya masih ingin makan dan
minum.. habis menenggak arak. dia pulang, dia tidur...mereka

716
juga tinggal di dalam kota sedang pintu kota tak dibuka
sebelumnya terang tanah. Tuan, kalau kau mau cepat cepat
coba kau cari di lain rumah.."
In Gak menyodorkan sepotong emas, ia tertawa dan kata:
Tak usah aku cari lain rumah, sanakku itu terpisah cuma tiga
puluh lie dari sini, maka aku sendiri dapat mengendarainya.
Pergi dan pulang aku akan kembali d iwaktu terang tanah,
maka tolong lootiang memberitahukan kepada kusirmu untuk
dia menantikan di sini saja"
Emas itu bergemerlap. meskipun potongannya kecil,
harganya di atas enam tahil perak.
Dijaman itu, siapa mempunyai emas sepotong itu, untuk
keluarga terdiri dari delapan jiwa dapatlah senang hari dilewati
tiga tahun. Maka itu teranglah si orang tua, yang bersenyum
berseri-seri.
" Kalau kau sangat membutuhkannya, tuan, baiklak"
katanya.
"Baiklah, nanti aku siapkan keretaku, silahkan duduk
didalam, untuk menanti sebentar Hanya uang ini ... inilah
terlalu banyak.."
"Tidak apa," kata ln Gak. "Uang lebihnya lootiang boleh
pakai untuk belanja lainnya, silahkan pasangi kereta, aku akan
menantikan disi ni." ia bertindak maksud dan duduk di bangku
panjang.
Tuan rumah bertindak cepat ke istalnya. ia bekerja sebat.
Tidak lama ia sudah muncul dengan keretanya yang ditarik
empat ekor keledai.
ln Gak tidak menyianyiakan waktu, ia keluar, sambil
menyambuti cambuk ia lompat naik keatas kereta itu, maka
dilain saat ia sudah kabur kearah Bong san, ia membunyikan
cambuknya, yang membikin keempat keledai kabur.

717
Tiba dikaki gunung, In Gak dapatkan sudah kira-kira jam
empat, Yan Bun mundar-mandir didepan kuburan, untuk
menunggui. ia lantas lari ke dalam untuk memberitahukan
ibunya yang ia terus gendong untuk dibawa ke kereta. Maka
lekas juga Nyonya Kouw sudah duduk menyender di dalam
kendaraan itu.
In Gak menanti sampai ibu dan anak itu sudah duduk rapi,
ia menurunkan tenda kereta, ia terus menjalankannya pula
kembali ke Lokyang. sekarang kereta tidak lagi dikaburkan,
hanya dikasi jalan perlahan, Maka setelah jauh pagi tibalah
mereka di rumah sewaan kereta di mana kusir menanti.
Dengan begitu, dilain saat rombongan ini sudah menuju ke
kota Kayhong. Kusirnya dua orang, mereka saban-saban
menjabat keledai mereka...
Di dalam kereta barulah Yan Bun sempat menuturkan
bagaimana ia memasuki In Bu san Chung guna menolongi
ibunya: sembari tertawa si nona berkata: " Engko In, hebat itu
tiga jurus ilmu silat Memotong otot dan memutuskan Nadi
yang kauajari aku. Diwaktu aku masuk kedalam aku tidak
menemukan perlawanan yang berarti. Adalah ketika aku lari
keluar sambil menggendong ibu, aku mesti bekerja keras. Aku
dikejar banyak orang, aku lari tak keruan jurusan, aku cuma
mencari arah yang dirasai sepi. Tanpa aku merasa aku sampai
di Bong san-
Keempat siluman tak mau berhenti mengejar aku. sulit aku
menggunai pedang, terpaksa aku bertangan kosong. Mereka
berempat aku sendirian, aku kena didesak. Aku pun capai.
Akhirnya terpaksa aku menurunkan ibu, aku menghunus
pedang, Baru setelah itu dapat aku memukul mundur empat
musuh itu. siluman yang tertua terkena tusuk pedangku.
setelah itu aku gendong ibu pula. Lantas aku dikejar Bin san
Jie Tok. Tapi aku sempat menjauhkan diri, aku lari dengan
Kioe Kiong Ceng Hoan Im yang Pou.

718
Baru setibanya di kuburan aku dapat bersembunyi. coba
aku tidak menguatirkan ibu, tentu aku binasakan keempat si
luman itu "
Sengit si nona ketika mengakhirkan penuturannya itu.
"Syukurlah denganpertolongan Thian kita semua selamat"
berkata si anak muda, bersenyum. "Sudahlah, sekarang tak
usah kita timbulkan pula urusan itu Aku sendiri jikalau aku
tidak kembali ke In Bu san Chung dan mendengar
perkataannya Jim Liong, tidak nanti aku dapat mencari kau ke
gunung itu." Asyik mereka itu berbicara.
Di tengah jalan mereka saling berpapasan dengan orangorang
Rimba persilatan akan tetapi tidak ada yang menduga
kereta empat keledai itu memuat diantaranya Koay Ciu sieseng
si Pelajar Tangan Aneh yang menggemparkan dunia
Kang ouw dan Rimba persilatan yang menimbulkan peristiwa
hebat di kota Thaygoan.
Banyak orang Rimba persi latan yang berlalu lintas untuk
urusan pribadinya tapi ada juga yang menyelidiki s i pelajar
hanya mereka itu tidak menyangkanya, sebaliknya ln Gak juga
belum tahu hebatnya kegemparan itu, bagaimana orang
mencarinya.
Di dalam kereta, ln Gak dan YaoBun banyak bicara. Mereka
diliputi kegembiraan Nyonya Kouw lebih banyak beristirahat,
karena itulah dibutuhkan untuknya, Di dalam hati ia girang
sekali.
Demikian mereka membuat perjalanan sampai matahari
mulai selam, sampailah mereka di kota Kayhong.
Thian Ma Piauw Kiok kesohor sekali, dengan gampang
piauw-kiok itu dapat dicari. Kereta di arahkan langsung ke
sana, ketika ln Gak menyingkap tenda kereta sinar matanya

719
lantas bentrok dengan bendera besar dari piauw kiok yang
bersulamkan empat ekor kuda
pilihan.
Ketika pegawai piauw kiok melihat datangnya kereta, dia
lari menghampirkan untuk menanyakan maksud kedatangan
orang.
In Gak memberi hormat sembari tertawa, ia kata: "Toako
tolong sampaikan kepada Suma Loo piauwiauw, bilang bahwa
seorang she Giam mohon bertemu dengannya."
Mendengar she itu s i pegawai mengimplang lantas dia
tertawa dan kata: "Tuan-..bukankah kau adalah Giam
siauwhiap yang membantu kami selama di Kho kee kauw?"
In Gak mengangguk. ia bersenyum. Begitu mendapat
kepastian itu pegawai itu kaget dan girang berbareng, lantas
seperti angin puyuh, dia lari ke dalam sambil berseru-seru.
Maka sebentar saja terlihatlah Loopiauwsoe, Suma Tiong Beng
bersama-sama Louw itsu dan lainnya piauw soe dengan
tindakan lebar, menghampirkan kereta.
Suara nyaring dari tuan rumah juga terdengar: "Giam
Lotee, Giam Laotee, bikin apa kau menanti kan saja di luar?
silahkan masuk silahkan”Lantaslah mereka tiba di luar In Gak
memberi hormat.
"Loopiauwsoe baik?" ia menanya, "Ciongwie loosoe, baik"
Habis saling memberi hormat, Loew Koen bertanya. "Giam
si auwhiap mana..."
"Ada" In Gak jawab tertawa, ia tahu maksudnya piauwsoe
ini, "lsteriku dan mertuaku masih ada di dalam kereta,.."
Belum berhenti suara anak muda ini, Yan Bun sudah turun
dari kereta seraya memayang ibunya.
Suma Tiong Beng melihat nyonya itu tak dapat jalan benar
ia segera perintahkan memanggil bujang-bujang perempuan
untuk membantu.

720
Yan Bun dan ibunya bertemu sebentar dengan tuan rumah
lantas di dalam mereka berkumpul bersama nona mantunya
Tiong Beng. Tiong Beng sendiri dan lainnya menemani si anak
muda di ruang depan.
Tuan rumah ini menanyakan hal kepergian si anak muda ke
Lokyang dan kenapa mertuanya tak dapat jalan.
“Banyak untuk menutur itu” sahut si anak muda tertawa.
“Karena kami bakal berdiam enam atau tujuh hari di sini, nanti
saja kami menutur dengan perlahan-lahan”
Suma Tiong Beng mengangguk. Lalu mendadak ia
menghela napas.
“Sepulangku ke Kayhong ini, kembali muncul peristiwa lain”
katanya kemudian.
In Gak terkejut.
“Sebenarnya itulah Koay Ciu sieseng Jie In di Thaygoan”
“Dia toh tak ada hubungannya dengan loopiauwsu?” Tanya
In Gak. “Mau apa orang menyatroni Thian Ma Piauwkiok?”
“Aku si orang she Louw juga mengatakan demikian!” Louw
Kun menyelak, tertawa. “Sebenarnya urusan mengenai
kejadian di Kho-kee-kauw itu Kiu cebo Lian Hoan mencurigai
kamu suami isteri, dia menduga Giam siauwhiap ialah Jie In
yang menyamar, hal itu dia memberitahukan Law Keng tek.
Maka tadi malam Law Keng Tek mengutus Pek-lek-ciu Yo Pek
datang kemari menanyakan tentang Siauwhiap berdua. Yo Pek
itu jago Kwantiong selama beberapa puluh tahun, orangnya
licik dan busuk, sepak terjangnya selamanya dalam rahasia,
sebab dia bisa bekerja seorang diri. Dialah seorang berbahaya.
Setahu bagaimana, Hui Thian Auwcu Law Keng Tek boleh
mendapatkan dia sebagai tangan kanannya. Ketika dia datang,
dia bertingkah jumawa. Loopiauwsu bilang bahwa Loopiauwsu
tidak kenal siauwhiap berdua, bahwa kita baru saja bertemu
satu dengan lain. Kita cuma dapat menerangkan siauwhiap
pergi ke Lokyang. Lantas Yo Pek menjadi gusar, lantas dia
mengancam, katanya, tidak apa kalau Loopiauwsu tidak mau

721
memberitahu hal dimana adanya siauwhiap berdua, tapi hatihatilah
akan loopiauwsu celaka tubuhnya, rusak namanya!
Karena itu kemarin hamper terjadi bentrokan. Ketika dia pergi
dia meninggalkan tanda mata yang menakuti orang. Coba
siauwhiap lihat…!”
Louw Kun menunjuk ke pintu dimana terdapat tapak
tangan.
In Gak mendekati, untuk memeriksa. Tapak jari itu jelas
sekali. Teranglah Yo Pek mahir tenaga dalamnya. Tapi ia
tertawa dan kata: “Jikalau dia datang pula, serahkkan dia
padaku. Cuma aku menyesal karenanya piauwkiok menjadi
banyak pusing…”
Suma Tiong Beng mengurut kumisnya dan tertawa besar.
“Untuk kita kaum rimba persilatan, itulah hal biasa!”
katanya, gembira. “Itulah urusan kecil. Aku minta siauwhiap
tak usah memperdulikannya. Biarnya kau tidak datang hari ini,
laotee, aku tidak takut. Siapa dia dapat gertak?”
Jilid 9.2 : Tabib muda yang liehay dan sakti
In Gak tertawa, ia terus mengawasi semua piauwsu.
"Apakah keempat saudara yang itu hari dipagut ular sudah
sembuh?" ia tanya. Kenapa aku tidak melihat mereka?"
Ditanya begitu, Tiong Beng terlihat berduka.
"Mereka itu telah terlalu banyak mengeluarkan darah,
mereka masih lemah, maka itu mereka masih rebah di
pembaringan," ia menjawab. “Tidak dapat mereka sembuh
seperti biasa dalam waktu pendek. Aku merasa, ilmu silat
mereka juga bakal dapat gangguan, tentang anakku. dia
terluka didalam, dia muntahkan terlalu banyak darah. Aku
telah mengundang semua tabib pandai dikota ini tetapi
mereka putus daya.”

722
"Aku lihat tak lama lagi dia.." Menggetar suaranya jago tua
ini ia mau bilang tak lama lagi anaknya itu tentu akan
berpulang kelain dunia...
In Gak dapat menduga kekuatirannya piauwsu itu, ia
tertawa.
"Loo-piauwtauw haraplah kau ingat itu pepatah yang
membilang obat menyembuhkan penyakit yang tidak
membawa kematian dan sang Buddha menolong orang yang
berjodoh" ia kata, “Lopiauw sujujur dan berhati baik, mana
dapat loopiauwsu berperuntungan malang? sukakah
loopiauwsu mengijinkanku melihat puteramu itu untuk aku
mencoba menolongnya?".
Suma Tiong Beng girang mendengar tawaran itu
"Suka, suka" katanya, iapun berbareng heran sianak muda
mengerti ilmu obat obatan.
In Gak mengulur tangannya mengambil cawan teh, ia
genggam itu. hingga terdengar suara remasan, hingga cawan
menjadi hancur remuk. selagi si piauwsu tua heran, mendadak
ia bersenyum tangannya diulapkan keatas shiaoche, menyusul
mana terdengar suara jeritan hebat, yang disusul pula dengan
suara barang berat jatuh digenteng, yang pada pecah lalu
tertampak bergelindingan jatuhnya empat tubuh manusia.
Sekalian piauwsu terperanjat. Hanya sejenak semua lantas
berlompat, guna membekuk empat orang itu, yang terus
digusur kedalam ruang.
Melihat mukanya keempat orang itu, semua hadirin heran.
Muka itu seperti tertancap penuh pecahan beling cawan teh
tadi, hingga darahnya sukar mengucur keluar. Muka orang
tampak menjadi jelek sekait, Tentu sekali mereka tersiksa
sangat rasa nyerinya.
In Gak memandang bengis pada keempat orang itu, ia
kata: "Kamu harus sesalkan diri kamu sendiri, kenapa kamu

723
berani main gila terhadap tuan muda kamu? Tapi aku tidak
mau mengganggu lebih jauh kepada kamu, pergilah kamu
pulang. Kamu bilangi Pek-lek-ciu Yo Pek supaya dia datang
menemui aku. Pergilah!"
Usiran itu dibarengi dengan tangan menunjuk.
Keempat orang itu takut, tanpa membilang apa-apa mereka
berlalu dengan cepat. Mereka memang orarg orangnya Law
Keng Tek yang ditaruh dibawahannya Yo Pek.
Law Keng Tek ialah seorang lihay, gagah dan cerdik, Maka
juga namanya terkenal dan di mulai dalam kalangannya,
terutama di wilayah Hoo-lok dimana dia menjadi kepala
selama tiga puluh tahun.
Ayahnya In Gak, Twie Hun-Poan Cia Bun, pun roboh
ditangan dia. Karena itu dia telah didatangi Ie Kay Goan, yang
meminta pikiran dan bantuannya.
Kapan Keng Tek telah mendengar segala penjelasan Kay
Goan, dia tertawa dan kata: "Saudara Ie, kau tidak keliru,
Memang mesti ke dua anak muda itu ada hubungannya
dengan Koay Ciu sie seng Jie In, Kemarin inipun aku telah
mengirim duabelas orangku ke Lokyang guna membuat
penyelidikan, asal dua pemuda itu masih ada di dalam kota
itu, dalam satu hari ini pastilah aku bakal dapat kabar baik."
Keng Tek bekerja, ia lantas kirim pesuruh untuk lekas pergi
ke Lokyang, guna menemui duabelas orangnya itu, guna
memberikan mereka lukisan romannya si dua anak muda,
untuk mempermudah penyelidikan mereka itu.
Besoknya Keng Tek menerima laporan tentang musnanya
sebagian dari In Bu san-chung, bahwa menggunai saat celaka
itu, Liongsee sam Niauw sudah melakukan perampokan,
Laporan terakhir ialah tentang kedua anak muda belum ada
kabar ceritanya.
Warta ini membikin kaget pada Hui Thian Auw-Cu, si Elang
Menerbangkan Langit, Bukankah Jim Cit Kouw lihay sekali? ia

724
tidak menyaksikan jalannya pertempuran tetapi ia biasa
membayangi bencananya si nyonya she Jim, maka ia menjadi
berduka sekali.
"Loo-tongkee," berkata Yo Pek. yang gusar sekali,
"menurut aku mestinya Jim Cit Kouw terbokong. Tidak
demikian, tidak nanti anak muda itu berhasil mengalahkannya.
Menurut saudara Ie kedua pemuda itu kenal Suma Tiong
Beng, maka itu baiklah kita bekerja mulai dari Thian Ma Piauw
Kiok. Aku bodoh tetapi suka aku menerima tugas, nanti aku
pergi bersama sejumlah saudara. Aku percaya, tidak sampai
lewat tujuh hari, aku akan sudah memperoleh keterangan
jelas."
Law Keng Tek berpikir, ia berkata: "Pikiranmu baik, tetapi
ingat kecuali sudah sangat terpaksa, jangan kau bentrok
dengan Suma Tiong Beng Begitu kau dapatkan warta yang
boleh dipercaya, begitu kau mengirim kabar padaku."
"Baiklah" Yo Pek tertawa. "Aku percaya aku mempunyai
cukup kesabaran Pun-lui Kiam kek namanya saja besar, tak
nanti aku sembarang melayani dia maka baiklah loo-tong-kee
jangan buat kuatir"
Begitu Yo Pek berangkat dengan belasan orang pilihan.
Begitu tiba di Pian-keng, atau kota Kayhong, langsung ia
menuju ke Thian Ma Piauw Kiok. mencari Suma Tiong Beng,
menanya melit tentang si kedua anak muda, ia bicara
secara jumawa sekali, hingga pihak tuan rumah jadi sangat
mendongkol.
Melulu karena menahan sabar, Tiong Beng bisa
menghindarkan pertempuran- Yo Pek pun mendongkol maka
juga ketika ia meninggalkan tapak tangannya itulah pukulan
tapak Kim-kong-Ciu. iapun tidak berlalu dengan begitu saja, ia
meninggalkan beberapa orangnya untuk terus mengawasi
orang orang yang keluar masuk dipiauwkiok itu, supaya
setibanya kedua anak muda, dia segera diberi kabar.

725
Demikian sudah terjadi, ketika I n Gak tiba bersama Yan
Bun dan Nyonya Kouw, orang-orangnya Yo Pek naik kegenting
untuk mengintai.
Celaka untuk mereka itu, In Gak waspada. Begitu
mendengar keterangan tuan rumah tentang aksi Yo Pek. si
anak muda lantas bercuriga dan memasang mata, selagi lain
orang tidak tahu apa-apa, ia mendengar sedikit suara
berkeresek serta lantas melihat empat pasang mata bersinar
maka diam-diam ia menggenggam remuk cawan arak dan
menimpuk merobohkan keempat pengintai itu.
Perbuatan ln Gak ini membikin kagum orang Thian Ma
Piauw Kiok. Suma TiongBeng menatap si anak muda dengan
hatinya berpikir "Heran anak muda ini. Dia tampan dan lemah
agaknya, siapa nyana dia begitu liehay, Dia sangat mirip
dengan Cia Bun sahabat kekalku ituI Teranglah dia jauh
terlebih liehay daripada Cia Bun"
Sekarang ada banyak anak muda yang gagah tetapi aku
rasa taklah ada yang dapat menyaingi dia ini. Entah dari mana
ia memperoleh kepandaiannya.”
Ia cuma menduga duga, tidak berani ia menanyakannya.
sebaliknya, ia menitahkan lekas
menyiapkan barang hidangan guna menjamu tetamunya
ini.
Sebentar kemudian ramailah ruang besar itu, terang
apinya. suara tertawa sampai memenuhi ruang.
Yan Bun hadir bersama- sama nyonya muda, nona
mantunya Tiong Beng.
In Gak menduga kepada menantu tuan rumah ketika ia
melihat munculnya Yan Bun bersama si nyonya muda, maka
itu ia berbangkit untuk memberi hormat, sedang Tiong Beng
lantas memperkenalkan sembari tertawa katanya: "Laotee,
inilah menantuku, Couw Beng Kie."
Nyonya itu sudah berumur tiga puluh tahun, pakaiannya
sederhana, ia tak memakai pupur atau yancie, toh ia tampak

726
masih cantik. Cuma walaupun ia bersenyum, ia nampak
berduka. itulah bisa dimengerti. Tentu ia menduka kan
suaminya yang lagi sakit berat itu.
Melihat nyonya ini, ln Gak ingat suami orang, maka ia
tertawa dan kata pada Suma Cong Beng: "Selama ditengah
jalan aku sudah dahar, sekarang aku masih kenyang, maka itu
marilah kita melihat siauw-piauwtauw dulu begitupun keempat
piauw su lainnya, habis itu baru kita bersantap."
Tiong Beng tidak mau memaksa, ia mengiringi kehendak
itu, Didalam hati, ia bahkan girang sekali.
Tepat selagi orang mau pergi kedalam seorang pegawai lari
masuk dengan wartanya tentang datangnya tetamu, yaitu
Pek-lek Ciu Yo Pek toogkee nomor dua dari Him Jie san.
In Gak biasa bersenyum, tetapi segera wajahnya menjadi
guram. Teranglah ia sangat gusar karena ia mengingat
kecongkakan Pek-lek Ciu, si Guntur itu.
Tiong Beng lekas pergi keluar menyambut tetamunya, Ia
tidak mau alpa sebagai tuan rumah yang kenal adat istiadat
sopan santun-
In Gak tidak turut keluar, ia bersama Yan Bun tetap
menemani nyonya muda, Mereka memegang omong.
Tidak lama terdengarlah banyak tindakan kaki mendatangi,
lalu nampak masuknya beberapa orang, diantaranya Tiong
Beng jalan di depan dengan tindakan berat, diturut oleh
seorang mata besar dan berewokan, yang romannya bengis,
begitupun beberapa orang lain, Tidak salah lagi orang itu ialah
Yo Pek. "Lote, "kata Tiong Beng tertawa, "inilah..."
In Gak mengulapkan tangan-
"Tak usah disebutkan lagi, aku sudah tahu" katanya,
memotong, Tapi ia tertawa, Lantas ia awasi Yo Pek. matanya
bengis. iapun kata keras "Yo Pek kau mencari aku, kau mau
apa?"

727
Mau atau tidak. Pek-lek-ciu terkejut juga. itulah teguran
terlalu mendadak untuknya. Maka ia melengak mengawasi
anak muda itu, ia paksakan diri untuk tertawa ketika ia
berkata: "Giam siauwhiap, cara begini kau perlakukan akusitua
kau kurang hormati ..." ia berlaku tenang tetapi wajahnya
muram.
"Terhadap orang semacam kau apa masih di butuhkan adat
sopan-santun?" tanya In Gak tertawa tawar "jikalau kau ada
bicara, lekas bicara.Jikalau tidak. lekas kau pergi"
Bukan main gusarnya Yo Pek. ialah seorang jago Rimba
Hijau yang biasa memandang enteng kaum Rimba persilatan
tapi sekarang ia ketemu batunya. Beberapa kawannya juga
menjadi tidak senang.
Suasana buruk itu membikin tegang hatinya sekalian orang
piauwkiok.
Suma Tiong Beng kata dalam hatinya: "Dasar anak muda,
dialah si anak kerbau yang takut harimau. Aku mesti malu
sebab aku yang telah memperoleh nama. aku masih mundurmuju.
Benar benar bedalah orang muda"
Pek- Iek ciu gusar bukan kepalang, matanya
memperlihatkan sinar pembunuhan- Tapi ia tertawa lebar.
"Selama tigapuluh tahun, belum pernah aku melihat orang
yang berani berlaku kurang ajar begini di depanku...."
katanya.
"Bukankah sekarang kau melihatnya?" In Gak memotong,
"HHm sekarang lekas kau menyebutkan maksud
kedatanganmu. Tuan mudamu muak melihat tingkah polamu
ini" "Bocah, kau terlalu galak" Yo Pek membentak
Habis sabar dia. "Kau tidak tahu bahwa orang hendak
membekukmu sebelum itu, tak puas mereka. Datangku kemari
ialah untuk membekuk padamu"
In Gak tertawa besar.

728
"Loopiauwtauw dengar atau tidak?" dia tanya Tiong Beng,
"Lihatlah, sekarang ini tubuh ku menjadi naik harga sekali"
Tiong Beng kuatirkan suasana bertambah buruk,
"Yo Tongkee, mungkin ada jadi salah mengerti" ia datang
sama tengah, "ini saudaraku yang muda jarang sekali muncul
dalam kalangan Kang ouw, cara bagaimana dia mendapat
salah dari golonganmu? Taruh kata benar aku rasa, tak
usahlah sampai kau yang turun tangan-"
Mukanya Yo Pek menjadi merah, walaupun dia bandit besar
dia toh menginsafi kesembronoannya, Lantas dia tertawa
kepada tuan rumah.
Dia kata sabar: "saudara Suma, bocah ini baru dikenal
olehnya, kau tidak ketahui keadaannya yang sebenarnya.
Dialah Koay Ciu sie seng Jie In yang telah mengacau dikota
Thaygoan"
Mendengar keterangan ini, semua mata lantas menuju si
anak muda. In Gak berlaku sabar dan tenang.
"Bangsat tua, matamu kabur" ia kata, tertawa tawar, "Kau
cuma melihat separuh saja Koay Ciu sie seng yang kau
sebutkan itu ialah pamanku. Kalau aku benar Koay Ciu sie
seng, kau benar bernyali besar berani menemukan aku.
Dapatkah kau menenangkan Pok Hong dari Ceng liong Pay?
Biar bagaimana orang sebangsa kau, bangsa maling tikus
danpencuri anjing.... kau tidak sepadan menemui pamanku
Koay Ciu sie seng Tapi kau sudah datang, baik aku beritahu
padamu, jikalau kau ketemu dengan pamanku itu pasti kau
lantas mati, tak ampun lagi"
Yo Pek mengawasi tajam dan bengis.
"Aku si tua tidak percaya Koay Cie sie seng demikian
liehay" ia kata keras, "Kau sendiri yang membilang kaulah
keponakannya Keay Ciu sie seng, baiklah, baik aku mulai dari
dirimu saja" ia lantas meluncurkan tangan kanannya, dengan
lima jeriji tangannya ia menjambak ke dada si anak muda.
Tapi belum lagi ia dapat menjambak. mendadak ia mundur

729
tiga tindak. mulutnya memperdengarkan suara kaget
tertahan-
In Gak sendiri berdiri tak bergeming Adalah Yan Bun, yang
berada disampingnya yang
mendahului ia turun tangan, Nona ini sebal sangat melihat
lagak tengik dari Pek Lek Ciu, maka itu ia meluncurkan
tangannya dengan jurus Tio Liong Cie ajaran engko In-nya itu,
suatu jurus dari "Memutuskan otot, Mematahkan Nadi."
Yo Pek kaget sekali, ia telah mundur dengan cepat, ia
sudah menarik pulang tangannya, toh ia merasakan sakit
sekali pada jalan darah kek kie disikut kanannya yang
terlanggar jari tangan si nona, Mulanya ia tidak tahu siapa
yang menyerangnya, sampai sambil mundur ia melihat Yan
Bun. Maka ia lantas memandang dengan bengis.
"Dengan kepandaian begini saja kau berani main gila di
depan orang banyak, sungguh tak tahu malu" katanya
mengejek. memandang tajam.
Untuk sejenak Yo Pek menyesal sekali atas kedatangannya
ini secara sembrono sekarang sudah terlanjur, tidak dapat ia
mundur tanpa melakukan sesuatu, maka dengan gusar ia
kata.
"Baik, baik. Kau anggaplah aku si orang tua tidak tahu diri.
Tapi aku si orang tua ingin melihat berapa liehay
kepandaianmu "
Kata-katanya dibarengi majunya tubuhnya yang sangat
pesat, sampai tak terlibat bagaimana ia menjejak tanah. Tahutahu
ia sudah sampai di depan si nona dan kedua tangannya
meluncur kedua pundak nona itu. Kedua tangan itu
menyamberkan juga angin yang keras.
Itulah dia Pek lek ciu. Tangan Guntur yang menjadi julukan
Yo Pek. yang membuatnya mendapat nama untuk Gwa Kee,

730
kaum "Luar" itulah kepandaian mahir yang telah mencapai
puncaknya, pukulan itu didahului anginnya.
Yan Bun melihat orang menyerang, ia pun tahu, kalau ia
sampai kena dihajar, celakalah ia maka ia tidak mau berdiam
saja. ini pula ketikanya untuk menguji lebih jauh kepandaian
yang ia dapat dari In Gak.
Ketika kedua tangan musuh hampir mengenai pundaknya,
mendadak ia mendak. kedua kakinya bergerak hampir saling
susul dari melejit kesamping ia meloncat ke belakang orang
Suma Tiong Beng kagum bukan main, ia melihat
bagaimana nona itu bergerak, ia bersorak didalam hatinya.
Yo Pek pun kaget mendapatkan serangannya gagal, ia
mengerti ancaman bahaya maka itu tanpa menarik pulang
lagi, tangannya diteruskan diayun ke bela kang, tubuhnya
turut bergerak untuk mengimbangi iapun berseru tajam
mengerahkan tenaganya.
Yan Bun tiba di belakang lawan, ia raaa musuh membela
diri dengan menyerang, ia tidak mau menyambuti keras
dengan keras, maka ia menjejak tanah, untuk lompat mundur
dua tindak dimana ia berdiri diam sambil tertawa perlahan-
"Haaha"
Panas hati Yo Pek. maka dia bergerak pula untuk
menyerang lagi. ia juga mengasi dengar tertawa yang tak
sedap. Hanya mendadak seketika itu ia merasa sakit pada
kedua pundaknya, yang seperti kena digaet-gaetan baja.
Terus ia merasa tubuhnya kaku, hingga habislah tenaganya
justru itu, tubuhnya juga terasa terdupak, hingga tahu-tahu ia
sudah terpental keluar ruang, terbanting roboh di lantai
thianche dimana ada sumur batu. sampai sekian lama barulah
ia dapat merayap bangun-
Suma Tiong Beng mementang mulutnya. Dia heran dan
sampai tak dapat mengatakan suatu

731
apa.
Seumurnya belum pernah ia menyaksikan ilmu silat
demikian liehay, yang membikin Yo Pek yang kesohor kecewa,
ia cuma tahu, serangan yang dilaksakan itu ialah serangannya
In Gak atau lebih benar Giam Gak, untuk mencegah Nona Yan
Bun menjadi kurbannya si Tangan Guntur yang terlepas itu,
Ketika Yo Pek akhirnya dapat bangun berdiri dia
menyeringai "Beginikah aku si tua dibokong" dia kata sengit,
saking penasaran. "Adakah ini perbuatan satu enghiong?" Dia
berkata terhadap In Gak.
Untuk sejenak alisnya si anak muda bangun berdiri, tetapi
akhirnya ia tertawa.
"Baiklah, aku akan membikin kau puas bilangnya. "Hanya
jangan kita mengacau didalam piauwkiok. Mari kita pergi ke
tegalan sana"
Kata-kata ini ditutup sama lompatnya, tahu-tahu si anak
muda sudah berada di atas- genting dari mana dengan sama
cepatnya ia menghilang.
Yo Pek tertawa meringis. Tahulah ia bahwa ia lagi
menghadapi bencana. inilah ia tidak sangka sekali, sudah
terlanjur ia tidak bisa berlompat naik, guna pergi keluar ia
tahu betul, lagi dua puluh tahun ia berlatih, tak nanti ia
mencapai kemahirannya si anak muda.
Yang lain-lainnya turut lompat keluar hingga disitu tinggal
Yan Bun bersama Beng Kie, nona mantunya Suma Tiong
Beng.
Tatkala Yo Pek tiba diluar, In Gak sudah berdiri di
hadapannya. ia penasaran, ia lari sekuat-kuatnya untuk
menyusul. Maka dilain saat tibalah mereka dikota selatan, di
tempat yang bertandakan banyak kuburannya.
Di sana si anak muda berdiri menunggu dengan
airmukanya berseri-seri sedang diatas mereka, dilangit,
rembulan sisir menerangi dengan cahayanya serta bintang
bintang berkelak-kelik.

732
Angin meniupkan hawa yang dingin.
"Yo Pek." berkata si anak muda, menyambut tibanya orang,
"kau sekarang bekerja untuk lain orang, aku anggap
perbuatanmu sangat tidak cerdik. Tidak perduli aku benar
Koay Ciu sie-seng atau orang yang ada hubungannya
dengannya, toh kita berdua tidak ada sangkut-pautnya. Maka
menurut aku, baiklah kita sudahi saja, kau lantas pulang ke
Him Jie san, dimana tolong kau sampaikan pesanku kepada
Hui Thian Auw cu Law Keng Tek bahwa sekarang ini dunia
Rimba Persilatan bakaljadi kacau balau, bahwa dia tak dapat
mencampurinya, karenanya baiklah dia berdiam dirumah
dengan damai dan tenang untuk dia menjaga diri sendiri baik
baik. Tidakkah itu bagus?"
Hati Yo Pek bergerak, itulah nasehat benar. Memang benar,
Memang bukankah benar ia dan Koay Ciu sieseng tidak ada
hubungannya apa-apa? Bukankah benar Koay Cio sie seng
sangat kesohor lihay dan belum pernah terdengar terkalahkan
siapa juga? Bukankah benar juga si anak muda turun tangan
secara aneh, hingga ia roboh tanpa merasa?
Dia mengaku menjadi keponakannya Koay Ciu sie seng.
mungkio dia benar, pikirnya lebih jauh. Dia begini muda, dia
begini liehay juga- belum pernah aku menemui pemuda lain
selihay dia. Hanya, sejak aku mengangkat nama, siapakah
pernah sanggup melayani aku? Cuma ketika pertama kali aku
bertemu Hui Thian Auw Cu sesudah tiga jam. baru aku kena
dikalahkan, hingga aku kalah dengan puas. Dia ini liehay. baik
aku lawan dia dengan kecerdikan, cukup asal aku tidak kena
dikalahkan..." oleh karena ini, ia bersenyum ewah.
"Sahabat, tajam lidahmu" katanya. "Dengan kata saja mana
dapat kau membikin aku si orang tua mengangkat kaki? Tak
sedemikian mudah sedikitnya aku harus belajar kenal dulu
denganmu. Apakah kau telah tau bahwa aku sebenarnya tak
berkuasa sendiri?"

733
In Gak menjadi tidak puas.
" Heran" katanya, " Kau tak berkuasa sendiri, Habis
siapakah yang berkuasa? Kalau begitu, mengapa kau
membabi buta?"
Pek Lek Ciu tertawa.
"Sahabat, kau berlagak saja hilangnya paman mu yang
bernama Jie In itu tempatnya Poo Tan, siansu telah mencuri
kitab Pou Tee Cin Keng itulah kitab yang tak ada orang yang
tak menghendakinya. Kau tahu, sancu kami pernah bersamasama
ketua Khong Tong untuk pergi ke Ciu Auw Hong untuk
mengambilnya, apa mau mereka telah didahului oleh
pamanmu itu itulah kitab luar biasa, mana dapat pamanmu
membawa sendiri. Maka itulah yang membikin sekarang aku
tidak berkuasa lagi."
In Gak heran, "Dari mana teruwarnya kabar itu? Apakah
Thian Gwa sam Cun-Cia masih belum mati?" ia lantas berpura
pilon.
" Heran- dari mana kau tangkap kabar angin demikian itu?"
ia kata tertawa, " KaLau benar kejadian itu, siapakah yang
pernah menyaksikan dengan matanya sendiri?"
Ketika itu orang orang piauwkiok serta orang-orangnya Yo
Pek tiba saling susul, mereka lantas berkumpul.
Yo Pek berseru ketika ia berkata pula: " Kata- katanya
Thian Gwa Sam Ciu-cia toh bukan kedustaan belaka?"
In Gak heran tetapi ia mengerti sekarang, Rupanya ketiga
pendeta murtad itu tidak mati.
"Sudahlah, tak usah kau ngaco belo lebih lama." ia kata
"orang macam kau orang macam apa? orang macam kau
mana surup memiliki Poa Tee Cin Keng? Bukankah kau
mengharap yang tidak tidak?"
Yo Pek gusar sekali. ia dihina didepan banyak orang. ia
berjingkrak.

734
"Binatang" seraya tangannya diluncurkan, itulah pukulan
gunturnya, kearah dada si anak muda. Anginnya itu
menyambar sangat cepat dan keras.
Biarnya begitu, Pek Lek ciu mengganti tenaganya lima
bagian, ia tahu lawan liehay sekali, ia ingin berjaga untuk
menarik pulang tangannya apabila ia memerlukan itu, ia hanya
heran, selagi ia menyerang itu, lawannya diam saja,
menangkis atau mengegos tubuh, untuk menghindarinya.
"Kau terlalu besar kepala" pikirnya." jikalau aku kerahkan
semua tenagaku, batu pun hancur, dan tubuhmu biarpun
tubuhmu tubuh besi, tak nanti kau sanggup bertahan" Maka ia
berseru: "Awas" itu artinya ia mengerahkan tenaga
sepenuhnya. Hebatnya pukulan Guntur ini yalah kedua tangan
menghajar berbareng.
Disaat Yo Pek merasa serangannya akan mengenai
sasarannya, tubuh lawan lenyap dengan tiba-tiba sebaliknya di
belakang kepalanya terasa angin menyamber, mengenai jalan
darah bong-hu, yang menjadi seperti beku.
Tentu sekali ia menjadi kaget, cepat ia tunduk dan
tangannya di sampokkan kebelakang, berbareng dengan
mana, tubuhnya berputar. ia tidak melihat lawannya itu.
Kembali terasa angin menyamber kebelakang kepala.
Kembali ia kaget, sebab berbareng dengan itu, ia
merasakanjalan darahnya jalan darah hot twie kena tertowel,
disusul dengan ditowelnya jaian darah Ce tiong ia merasakan
juga sambaran angin dingin, sendirinya ia menggigil, bulu
roma bangun berdiri.
ln Gak hendak membikin runtuh pamor, ia
mempermainkannya. Kalau ia menggunai jurus-jurus dari Hian
Wan sip-pat Kay, pastilah orang akan roboh dan musnah ilmu
kepandaiannya, Dimana urusan mengenai Thian Ma Piauw
Kiok. ia hendak bertindak berhati hati. Maka ia melainkan
memperlihatkan kegesitannya.

735
Yo Pek gentar hati tetapi terus ia membuat perlawanan- Ia
hendak melindungi dirinya. Dengan menyerang dengan
tangan kiri tubuhnya ikut berputar. Dengan tangan kanannya,
menjaga diri dari serangan dibawah, Penjagaannya ini ialah
jurus "Macan tutul Kuning Mengeluarkan Kuku," sedang kedua
kakinya mengimbangi gerakan tubuhnya,
Tiga kali jago Him Jie san ini berputar cepat, selama itu
tidak pernah ia melihat tubuh si anak muda bagaikan
bayangan, anak muda itu berputar juga, tubuhnya terus
berada dibelakang orang, hingga leluasalah dia mengancam
jalan darah sam Ciauw, sin-kwee, sim Jie dan lengtay di
punggung.
Cuma anehnya. setiap totokan berupa hanya towelan,
kenanya perlahan, melainkan beku sedikit. Teranglah orang
berniat mencelakainya. Hebatnya untuknya karena ia terus
berputaran, kepalanya menjadi pusing, penglihatannya
menjadi berbayang.
Akhirnya, dengan hati dingin, ia berhenti berputaran.
Melihat orang berhenti, I n Gak pun berhenti dengan
tindakannya Hian Thian Cit seng Pou. ia berdiri sembari
mengawasi dengan bersenyum. Yo Pek mengawasi juga,
hatinya berdebaran-
Pemuda itu tenang tenang saja, ujung bajunya memain
diantara sampokan angin dingin, ia mengawasi tidak lama,
lantas ia menangkap kedua tanganaya memberi hormat.
"Sahabat, kau benar lihay,..." katanya. Mendadak ia
berhenti setengah jalan, sedang sinar matanya guram. Dia
lantas menggapai kepada kawan kawannya, kedua tangannya
dibuka, tubuhnya mencelat ke kiri di mana ada banyak pohon
rotan- maka sekejap saja, lenyaplah dia, lenyap diikuti kawan
kawannya.

736
"Inilah berarti urusan selesai tetapi belum beres" kata In
Gak pada tuan rumahnya, Tapi ia berkata sambil tertawa,
menyatakan ketabahaannya. "Dunia Rimba persilatan
terancam bahaya besar, Tapi tak ingin aku peristiwa terjadi
lantas maka itu hendak aku mencari pamanku, Jie In, untuk
dapat menghilangkan ancaman itu. Aku akan pergi selang tiga
hari." Tiong Beng tertawa.
"Aku kira Laotee, tak usahlah kau terlalu repot" ia berkata.
"Aku tahu pamanmu itu liehay maka aku percaya juga ia pasti
telah siap sedia menghadapi segala apa. Untukku aku cuma
mengharapi penghidupan yang tenang, sekarang sudah
malam, anginpun dingin, mari kita pulang ke kantorku."
In Gak mengangguk. Maka berjalanlah mereka pulang
kepiauwkiok, Ketika mereka sampai, terlihat disana Couw
Beng Kie dan Yan Bun tengah menemui seorang tua yang
kumisnya putih semua dan bajunya kuning semua."
"Apakah aku berhadapan dengan Gan siauwbiap? orang tua
itu menanya. ia berbangkit menyambut begitu lekas melihat
masuknya In Gak beramai iapun lantas merogo sakunya dan
mengeluarkan sepucuk surat, diserahkan kepada anak muda
itu.
"Itulah aku yang rendah." menjawab in Gak manis, "Aku
mohon tanya she dan nama loo-sianseng serta bagaimana aku
harus memanggilnya?" ia menyambuti surat itu seraya
menatap si orang tua, yang alisnya panjang sampai dipipi,
mulutnya lebar, giginya rata, sedang matanya tajam dan
berpengaruh. Dia bertubuh jangkung dan tegar. Kedua
tangannya yang putih, memelihara kuku-kuku panjang dua
dim. si orang tua mau menjawab tetapi Yan Bun mendahului
memperkenalkannya: "Loocianpwee ini yalah Yan In Tay-hiap
Tiat Cie sin Wan Pek le."
-00000000-

737
SUMA TIONG BENG juga tidak kenali si orang tua,
mendengar disebutnya nama itu, ia terperanjat dan kata:
“Jadinya saudara Pek ialah tayhiap yang dulu hari di puncak
Cian Hud Teng di Cee lam telah menghajar limabelas penjahat
besar sungguh girang, sungguh girang aku dengan penemuan
ini"
Habis itu, jago tua itu diajar kenal dengan semua piawsu.
In Gak memeriksa surat. ia mengenali tanda dari Chong sie,
maka ia pergi ke samping untuk segera membuka dan
membacanya. Kiu Cie sin Kay menulis:
"Hiantee yth, semenjak kita berpisah dikuil Chin tu bersama
adik Siauw aku berangkat terus pulang ke Utara, Di tengah
jalan kami menemui rintangan tetapi syukur dapat di
hindarkan dengan tempo kami tak terhalang. Demikian kami
tiba dengan selamat di Ciang peng. Kami sampai setengah
hari lebih dulu daripada Kiong Bun siang Kiat.
Kwee Poo Cu juga sudah sampai dikota raja, Dengan
berkah perlindungan Kee Cin Ong, Kiong- Bun siang Kiat tidak
berani mengganggu dengan mengandal pengaruh
kepangkatan, Mereka sekarang tidak mau memperlihatkan
diri, merekah selalu bekerja dibelakang layar.
Diam-diam mereka bersekongkol sama penjahat-penjahat
besar dari lima propinsi Utara untuk mengganggu keluarga Hu
di Ciang-peng, keluarga Co di ChongCu serta partaiku. syukur
aku dapat melihat gelagat, maka kedua keluarga itu telah aku
singkirkan kelain tempat, hingga dua kali penjahat menyerbu
tempat kosong. Perkara darah dirumah Lie siang-sie di
Thaygoan sudah ditutup,
Sekarang Kiong- Bun siang Kiat lagi mengarah kitab Pou -
Tee - Cin - Keng, kitab mana sudah menarik perhatian umum,
hingga bukan melainkan orang Kang ouw yang kebanyakan
juga sekawan hantu yang berdiam d igunung- gunung turut
repot turun gunung menceburkan diri dalam pusar air.... Maka
itu, hiantee, untukmu ada ancaman bahaya d iempat penjuru,

738
Aku tahu kau dapat melayani mereka tetapi baiklah kau
waspada. Menurut aku, hiantee, untuk selanjutnya baiklah kau
merantau seorang diri saja.
Kebetulan Tiat Cie sian Wan Pek Tay-hiap ada urusan di
Hoo-lok. maka aku kirim surat int dengan perantaraannya. D^
samping utu, Pek Tayhiap hendak menuturkan kau sesuatu
yang mengenai ayahmu almarhum. ia akan menuturkannya
sendiri kepada hiantee."
Habis membaca, In Gak sesapkan surat itu ke dalam
sakunya, Ketika itu, Pek le-pun meng hampirkan ia untuk
membisikinya: "Lewat tiga hari aku menemui siauwhiap di
Liongteng, di sana aku ingin bicara sendiri denganmu-" Habis
beikata, ia memberi hormat seraya berkata: "Sampai bertemu
pula" lantas ia, berlompat ke atas genting dimana ia
menghilang di belakang wuwungan.
Orang heran, tetapi sembari tertawa in Gak kata pada tuan
rumah: "Pek Tayhiap itu satu sahabat sejati, entah dari mana
dia ketahui aku berada disini, barusan aku lupa
menanyakannya..." ia berhenti sejenak. ia tertawa pula dan
berkata lagi: "Barusan karena urusan Yo Pek kita sampai
melupakan urusan siauwpiauwsu maka itu, loopiauwsu, mari
sekarang kita melihatnya."
Mendengar itu, Beng Kie lantas mendahului bertindak
kedalam, ia menarik tangan Yan Bun untuk jalan bersama.
Suma Tiong Beng kata sembari tertawa: " Jikalau anakku
sembuh ditangan kau, siauwhiap kaulah tuan penolong kami
yang menghidupkan pula anakku itu..."
Tiong Beng cuma mempunyai itu satu anak dan nona
mantunyapun belum memperoleh turunan maka itu sangat
berduka yang anaknya terluka parah.
"Orang baik dipayungi Thian” kata in Gak bersenyum, "Aku
percaya menantumu juga akan memperoleh turunan, hingga
lain tahun loopiauwsu bakal mengempo cucu laki laki"

739
Senang jago tua itu, ia tertawa.
Segera mereka sampai didalam kamar dimana lantas tersiar
bau obat-obatan, ketika dapat mencium bau itu, yang ia kenali
bangsa jinsom, In Gak menghela napas seraya menggeleng
geleng kepala dan berkata: "Tabib dogol dapat mencelakai
orang..."
Beng Kie dan Yan Bun sudah menantikan di sisi
pembaringan, ketika si nyonya muda mendengar perkataan in
Gak. la lantas menanyai "sauwhiap. dapatkah kau menolong
suamiku?"
"Sabar, enso," kata In Gak bersenyum, "Aku si tabib masih
belum memeriksanya..."
Mukanya Beng Kie merah, dia jengah.
Yan Bun berkata kepada si anak muda: "Habis apa perlunya
kau ngoceh tidak keruan? suami orang sakit, bagaimana dia
tidak berduka dan berkuatir?"
Tiong Beng menganggapnya jenaka, ia tertawa.
In Gak bertindak ke depan pembaringan ia menyingkap
klambu, maka ia melihat si piauwsu muda rebah dengan
kepala madap keluar, mukanya perok dan pucat, rambutnya
kusut. Mengetahui ada orang datang, dengan susah ia
membuka matanya dan mengangguk lantas ia meram pula,
Benar-benar ia telah sakit parah, sudah lama dan tak dapat
obat yang tepat.
Beng Kie lantas mengucurkan airmata.
In Gak duduk disamping pembaringan ia menarik
tangannya si piauwsu muda, guna meraba nadinya.
Tiong Beng berdiri disamping In Gak. la berbisik, "Ketika
anakku ini dilahirkan, tukang tenung bilang ia tidak bakal
berumur panjang maka itu ia diberi nama Tiang siu..."
Orang tua ini nampak sangat bersusah hati,
"Segala tukang tenung tak dapat sembarang dipercayai
kata In Gak tertawa. "Manusia bergantung kepada dirinya

740
sendiri, kepada Thian siapa yang hatinya baik, dia tentu
diberkahi siapa dapat memastikan orang baru dilahirkan lantas
usianya pendek? Adalah benar orang dapat menutup mata
karena usia lanjut dan sakit, tetapi sesuatu manusia ada
takdirnya, jadi kita cuma dapat berkata dari hal untung baik
dan untung malang. Umpama siauw-piauwsu ini, dia kebetulan
menemui kemalanganny a .”
Sementara itu selesai sudah ini tabib memeriksa nadi, ia
terus memeriksa lidah, habis mana ia berbangkit dan sembari
tertawa berkata pada Beng Kie: "Enso, dapatkah aku melihat
resep obat yang obatnya telah dimakan?"
Beng Kie menarik laci meja untuk mengeluarkan susuna
resep. In Gak menyambuti itu, ia periksa sehelai demi sehelai,
Tiong Beng mengawasi ia agak berduka pula.
"Tabib yang diundang tentulah tabib terkenal." kata In Gak
kemudian- "Resepnya ada sedikit kekeliruannya tetapi itu tidak
menyebabkan si sakit meroyan. Pada ini mesti ada sebab
lainnya."
"Untuk kota kita ini tabib itu memang terkenal” sahut Tiong
Beng. "Dialah Loa Cun Kui usianya sudah delapanpuluh tahun,
biasanya kalau dia mengobati orang cukup dengan tiga
bungkus obatnya, Tidak demikian dengan anakku ini rupanya
sudah nasibnya dia."
In Gak tidak menjawab ia tidak berkata apa-apa, ia hanya
berpikir. Mendadak ia memutar tubuhnya, lompat ke depan
pembaringan, begitu ia menyingkap kelambu ia membalik
tubuhnya Tiang siu untuk merobek baju di punggungnya
untuk diperiksa. Tiba tiba ia mengeluarkan seruan kaget
Tiong Beng dan Beng Kie kaget, Mereka pun lompat ke
pembaringan untuk melihat. Keduanya terkejut bukan main. Di
punggung si sakit ada tapak dari lima jari tangan "
In Gak menghela napas, ia berkata:

741
"lni tanda dari tangan jahat siauw-piauw su sendiri pasti
tidak mengetahuinya. Tabib Loa tidak tahu pokok sebab
penyakit, ia mengobati dengan segala kui-kie dan moa-bong,
baiknya ada campurannya juga obat yang menguatkan tubuh.
syukur aku tidak terlambat kalau tidak entah apakah
jadinya..."
Hati Tiong Beng menjadi lega.
"Siauwhiap benar," ia bilang, "Siauwhiap. gurumu pastilah
seorang pandai yang luar biasa, dia mengajarkan kau ilmu
silat dan juga ilmu tabib"
In Gak bersenyum.
"Tetapi penyakit itu memang berlainan-" ia kata, ia tidak
menjawab langsung bahkan ia lantas mengeluarkan kotak
kecilnya dimana ada dua belas batang jarum emas halus
panjang empat dim, dengan itu ia terus menusuk dua belas
jalan darahnya Tiang siu, si piauwsu muda.
setelah itu ia minta Tiong Beng menyuruh orangnya lekas
membeli tin-bia simpanan tujuh tahun serta jahe tua, makin
banyak makin baik, Beng Kie lari keluar, guna menyuruh
orangnya membeli obat-obatan itu.
Kira-kira seminuman teh, Tiang siu terdengar merintih.
Tidak lama pegawai yang diperintah membeli lin hia
danjahe sudah pulang.
"Mari kita bekerja." kata In Gak. ia minta Beng Kie dan
Tiong Beng memegangi dan mecekal tubuh Tiang siu, katanya
supaya jangan dikasi bergerak, kemudian ia meletaki tiga
lembar jahe ditempat yang luka, lalu diatas itu ia menaruh tinhia
dan membakarnya, terus hingga tiga kali tukar.
Tiang siu kesakttan, dia berkaok-kaok. dia meronta-ronta,
matanya pun mendelik. sang ayah dan isteri terus memegang
dan menekan, dia tak dapat berkutik.
In Gak membakar pula tin hia, terus sampai sembilan kali
tukar, ketika tenaga dan suara si piauwsu muda habis, baru ia

742
berkata: "Sekarang luka di dalamnya sudah sembuh bahaya
tidak ada lagi."
Beng Kie dan Tiong Beng melepaskan tangan mereka.
In Gak mencabut duabelas jarumnya, terus ia angkat tubuh
si sakit buat dikasi berduduk untuk ia menepuk punggungnya
satu kali. Atas ini, Tiong siu muntah, Yang keluar ialah
segumpal darah hitam, yang bau hingga orang mau muntah
muntah. Dia lantas direbahkan pula perlahan-lahan-
Sesudah ini, si tabib minta kertas dan pit. ia berpikir dulu
ketika ia menulis dua macam resep. Untuk muntah darah buat
sakit di dalam, ia menulis cepat dan huruf hurufnya indah
hingga Tiong Beng menjadi kagum. "Hebat" ia kata, menghela
napas.
"Makanlah obat ini." kata In Gak. "Tak usah lewat tujuh
hari, siauw-piauwsu akan sudah sembuh" ia hening sejenak. la
mengangkat pitnya pula. sembari tertawa, ia berkata lagi:
"Sudah terlanjur, baiklah aku menolong terus" Lalu ia menulis
pula resep. obat hamil setelah itu, ia menambahkan, "Lain
tahun di bulan lima, aku yang rendah hendak minta minum
arak moa-gwee"
Arak moa gwce ialah arak pesta sebulan usianya seorang
bayi, Beng Kie jengah, tetapi Tiong Beng tertawa. "Pasti Pasti"
katanya.
Sampai disitu, In Gak keluar dari kamarnya Tiang siu, untuk
memeriksa lukanya keempat piauwsu, yang ia bikinkan surat
obatnya.
Sementara malam itu, In Gak menolongi pula Nyonya
Kouw, yang ia tusuk dengan jarum jarumnya serta
menyalurkan pula tenaga dalamnya, hingga bakal mentua itu
dapat berjalan tinggal kelemahan tubuhnya saja.
Selesai mengobati mertuanya, in Gak ajak Yan Bun dan
Tiong Beng berdamai di kamar tulis. perlahan sekali mereka

743
bicara, setelah itu ketika fajar menyingsiog, In Gak bersama si
nona, dengan mengajak nyonya Kouw, berlalu dengan diam
diam dari Thian Ma Piauw Kiok. tak ada orang lain tahu
kemana arah tujuannya.
Begitu sang pagi muncul ramailah lalu lintas di depan
kantor Thian Ma Piauw Kiok, Dekat dengan kuil siang Kok sie,
jelai besar dibagian situ memang lebih hidup daripada jalan
lainnya, orang berduyun-duyun berlalu lintas, diantaranya
tercampur pekik berisik anak-ansk yang berlari-larian serta
tukang jualan keliling, begitu juga suara genta dan gembreng
dari dalam kuil.
Pagi itu langit terang, angin sejuk. Biar bagaimana, masih
ada suasana tahun baru. Di muka bendera dengan sulaman
atau lukisan empat ekor kuda jempolan berkibar kibar dengan
megahnya nampaknya menyolok mata.
Justru itu maka orang mendengar suara berisik dari kakikaki
kuda yang berketoprakan di batu hijau yang ditabur di
jalan besar, mendengar mana orang repot pula menyingkir ke
tepi jalanan. Louw Kun lagi berdiri di depan piauwkiok sambil
ia menggandeng tangan di punggungnya ketika perhatiannya
ketarik suara berketoprakan itu, hingga ia lantas menoleh.
Begitu ia melihat tegas, ia terkejut, tetapi dengan lekas ia
dapat menenteramkan diri.
Rombongan penunggang kuda itu, yang semua kudanya
pilihan, mengenakan baju panjang yang serupa warnanya, dan
yang berada di paling depan, kudanya lari pesat sekali.
Rombongan itu terdiri dari empat penunggang kuda. Tiba
di bawah bendera, mereka pada berhenti dan berlompat turun
dari kudanya masing-masing.
Sama sekali kaki mereka tidak menerbitkan suara apa-apa,
suatu tanda merekalah bukan sembarang orang. Mereka
lantas mengawasi bendera tanpa mempedulikan Louw Kun.

744
orang yang menjadi kepala, yang sudah berusia lanjut,
panjang mukanya dan berewokan pendek matanya celong
hingga terlihat tulang tulangnya tetapi mata itu bersinar
tajam.
Sesudah mengawasi bendera, dia mengasi dengar suara di
hidung terus dia kata nyaring: "Tan Peng kau wakikan aku
menurunkannya."
Seorang kurus umur lebih kurang empat puluh tahun
menyahuti lantas dia memandang Louw Kun. bibirnya
tersungging senyuman memandang enteng, kemudian
memandang pula
kebendera.
Bendera Thian Ma Piauw Kiok beda daripada bendera
kebanyakan piauwkiok lainnya. Kalau bendera lain orang
dikerek naik dan diturunkan dengan memakai tambang, maka
bendera "Kuda Empat" ini mesti dipasang dengan orang yang
mengerti ilmu enteng tubuh harus berlompat naik turun untuk
diikat dan di loloskan.
Orang yang dipanggil Tan Peng itu meraba tiang bendera,
yang terbuat dari besi, ia merasa tidak sanggup untuk
mematahkan dengan kekuatan tenaganya, jadi ia perlu
memajat naik, ia agaknya bersangsi, Tak sudi ia manjat,
mungkin itu dia anggap akan merurunkan martabatnya.
Dekat tiang bendera itu ada sebuah pohon kayu, yang
tinggi lima tombak. yang daunnya sudah rontok, tinggal
batang serta sedikit cabang gundul. Melihat itu, Tan Peng
anggap dia boleh memakainya sebagai perantara akan
mendapatkan bendera, Maka ia lantas lompat naik, untuk
manjat di pohon itu.
Si orang tua tertawa, ia kata pada dua kawannya, " Hebat,
ilmu ringan tubuh dari Tan Peng maju pesat sekali..." Hanya,

745
belum pujian itu berhenti atau mendadak orang yang dipuji
telah jatuh dari atas pohon itu
Sukur ia tidak jatuh terbanting dia masih dapat menaruh
kaki dia cuma terhuyung, Tapi dia jadi merah mukanya saking
malu, Dia sebenarnya sudah sampai diatas, Untuk
menyambret bendera hingga tak ampun lagi cekalannya
terlepas, tubuhnya meluncur kebawah.
Melihat itu orang-orang yang berlalu- lintas, yang tadi pada
berdiri dipinggiran menonton, pada tertawa perlahan.
Si orang tua mata celong, heran, ia bercuriga. Percaya
cabang itu mesti ada yang bikin patah, Tidak nanti cabang
patah secara kebetulan. sebaliknya cabang itu cukup tinggi
dan tangguh. siapa dapat mematahkannya ? Dengan cara
apa? Ia sendiri tidak mempunyai tenaga dalam demikian mahir
hingga dapat mengenai pukulan "Udara Kosong" seliehay itu.
Maka ia lantas melihat kelilingan.
Terpisah kira tiga tombak dari si mata celong itu terlihat
seorang tua bertubuh katai ditemani dua orang muda, orang
tua itu bermata kecil dan hitam kulitnya.
Mereka menggondol pedang dipunggungnya masingmasing.
Ada lagi seorang nona yang cantik, yang dilihat dari
romannya, mesti nona yang nakal, ia juga membawa pedang
dipunggungnya, mereka berempat bersenyum seperti bukan
bersenyum...
Segera si mata celong menerka si orang tua katai itu tetapi
disaat ia hendak menegur atas mendamprat mendadak ia
mendengar si orang tua katai tertawa dan berkata kepada si
nona. Katanya: "Bocah kau telah melihat tegas atau tidak?
itulah mesti perbuatannya seorang liehay yang menggunai
sentilan peluru merontokkan cabang itu Dia demikian hebat
maka aku si orang tua, terbukalah mata ku"
Kata-kata itu membuat Tan Peng berempat malu sekali,
muka mereka menjadi merah-padam sendirinya.

746
Justeru itu Louw Kun di depan pintu kantornya berkata
dengan dingin: "Hmm.. Hm. Ditempat dimana orang tidak
dapat main-main kenapa mesti mempertunjukkan keburukan
sendiri di depan piauwkiok kami?"
Jit cit sian- jing ciang juga menduga kepada perbuatan
orang gagah liehay, maka itu ia sengaja berjenaka, untuk
mengejek.
Mendadak Tan Peng menjadi gusar, dia ber-lompat ke arah
pintu piauwkiok, untuk menerjang Louw Kun, selagi ia
bertempat itu dibelakangnya ada lain orang berlompat juga
menyerang punggungnya. Dia kaget, Mendadak dia merasa
sangat sakit. Dia lantas lompat kesamping untuk berkelit.
"Bret" terdengar suara maka baju dipunggung Tan Peng
robek. pundak kirinya luka berdarah-Dia lompat ketangga
kanan. Louw Kun sudah bersiap untuk menangkis serangan
tatkala ia melihat ada orang membantu padanya ia lantas
membatalkan persiapannya, ia berdiri diam sembari tertawa
mengangguk.
Tan Peng gusar hingga wajahnya merah-padam, Belum
pernah ia dirobohkan secara begini, ia berpaling bengis
kepada orang yang membokongnya itu.
Untuk herannya ia mendapatkan seorang nona yang
matanya jeli, yang tangannya mencekal pedang panjang.
Nona itu berdiri bersenyum sejauh empat kaki lebih
daripadanya.
Nona itu bukan lain daripada Nona Lan dari Kim-hoa yang
sangat berandalan, nakal dan doyan guyon. Dia mendengar
hal perbuatan Koay Ciu sie-seng si Pelajar Aneh di kota
Thaygoan dia lantas menduga kepada In Gak.
Kebetulan sekali dia bertemu dengan Ay Hong sok Kheng
Hong yang ada bersama sama Tonghong Giok Kun dan Kiang
Yauw Cong lantas mereka mempersatukan diri selagi

747
bersantap dia menyebut-nyebut perbuatan Koay Ciu sie seng
dan mengutarakan dugaannya kepada In Gak, Ay Hong sok
menjadi ketarik hati.
"Tidak salah, benarlah dia" katanya seraya menepuk meja,
"Pasti bocah itu Di Yang Ke Cip dia mendustai aku hingga aku
jadi bersengsara sangat. Coba pikir kenapa si nomor empat
dari Liong bun tak keruan-keruan roboh kehabisan tenaga.
Benar bocah itu, aku mesti cari dia"
Maka berempat mereka pergilah ke Lokyang untuk mencari,
Di sini mereka mendengar hal pembakaran In Bu san-cung
hingga Jim Cit Kouw terbinasa. Mereka pergi ke tempatnya
Liong bun Ngo Koay dan menyaksikan sendiri keruntuhannya
san-chung yang kesohor itu, yang sekarang telah menjadi
kosong sebab keempat siluman dari Liong bun sudah pindah
ke lain tempat. semua orangnya telah mereka bubarkan.
"Marilah kita pergi ke Thian Ma Piauw Kiok di Kay Hong" Ay
Hong sok mengajukan sarannya.
Mereka berangkat ke Kayhong untuk lantas menghadapi
peristiwa itu.
Si orang tua berewokan kaku seperti duri badak itu
bersama dua kawannya, melihat robohnya Tan Peng itu lantas
bertempat ke hadapan Nona Lan. Mereka mengasi dengar
suara mengejek.
Melihat demikian, dua tubuhpun berlompat maju dengan
pedang mereka berkelebatan itulah Tonghong Giok Kun dan
Kiang Yauw Cong yang hendak mencegah orang
menghampirkan Nona Lan.
Orang tua bermata celong itu berseru, tangannya
mengibas, Maka berkibarlah tangan bajunya yang panjang.
Pedangnya Giok Kun dan Yauw Cong kena tersampok
tubuh merekapun mental lima kaki.
Mereka menjadi terkejut. Ay Hong sok tertawa lebar.

748
"Ca siu Keng Kang yang mahir" ia memuji "Aku tidak
sangka Hui Thian Auw-cu kembali ke luar dari Him Jie san
sungguh beruntung aku dengan pertemuan ini"
Memang juga si orang tua mata celong dan berewokan
kaku itu ialah Hui Thian Auw-cu Law Keng Tek si Elang
Menerbangkan Langit, yang lihay ilmu mengebutnya itu, yaitu
Tiat siu Keng Kang atau Tangan-baju Besi.
"Kau siapa?" Keng Tek membentak. matanya menyala.
Ay Hong sok tertawa pula, tertawa mengejek "Kau tidak
kenal aku. aku kenal kau" katanya jenaka, mencemoohkan.
"Aku si tua bangka tidak mau mampus ini ialah kakakangkatnya
musuh mati hidup dari kamu, Twie Hun-Poan Cia
Bun. Akulah Ay-Hong-sok Kheng Hong" ia berhenti untuk
tertawa, lantas ia menambahkan
"Adik angkatku itu kabarnya mau menjenguk kau di Him Jie
san, kau sebaliknya, buat apa kau nongkrong saja di sini?
ingatlah, jangan kau mengasi lewat ketika yang baik untuk
bertemu pula dengan sahabatmu itu."
Law Kheng Tek terperanjat. Ketika dulu hari itu ia dapat
menyerang Cia Bun satu kali, ia tidak puas. Hasilnya itu bukan
hasil yang gilang gemilang.
Ia bahkan jengah karenanya sampai sekarang, kalau ia
ingat itu hatinya tidak enak. sekarang ia mendengar CiaBun
masih hidup dan bakal menemuinya, ia tercengang.
Memang ia tahu Cia Bun lihay dan sekian lama ia sangsikan
kematiannya, Tahun yang sudah ia mendengar Cia Bun
muncul pula, selalu ia bersedia-sedia untuk membela dirinya,
ia takut Cia Bun nanti menyateroni Him Jie san, sarangnya itu,
ia tidak sangka sekarang ia mendengar perkataannya Kheng
Hong ini.
Tapi ialah satu jago, kemudian ia tertawa dan kata dengan
nyaring "Terhadap sahabat yang berkunjung, pihak Him Jie
san selalu akan menyambut dengan baik. Baiklah aku akan

749
berdiam di tengah gunung menyambutnya sahabat she Kheng
jikalau kau tidak berbuat celaan silahkan kaupun datang
bersama"
Kheng Hong tertawa pula, ia terus menggoda.
"Aku si tua bangka tidak mau mampus tidak mempunyai
kegembiraan akan menjengukmu di gunungmu" sahutnya,
"Adalah adik angkatku itu pun sudah cukup untuk membuat
kau sakit kepala"
Keng Tek tertawa dingin, ia tidak menggubris godaan itu. ia
terus memandang kepada Louw Kun.
Jit Goat sian-jin teng memang terus mengawasi Keng Tek.
buat menonton lagak-laguknya, sekarang ia dipandang, ia
tertawa dingin dan kata: "Law Lootong-kee, kenapa perkara
kecil kau besar besarkan? Bendera piauwkiok kami itu tidak
berharga seberapa tetapi untuk kau merurunkannya itulah tak
mudah jikalau kau mau tahu halnya si pemuda yang kemarin
mengajar adat kepada si orang sho Yo, dapat aku terangkan,
tadi pagi ia telah berangkat ke Utara ia telah memesan andai
kata loo-tongke berani, silahkan lootongkee menyusul ke kota
raja"
Memangnya La w Keng Tek datang buat mencari In Gak.
kecelakaannya Tan Peng dan gangguannya rombongannya
Kheng Hong membuatnya mendongkol dan pusing, iapun
tengah
bersangsi. Robohnya Tan Peng meski perbuatan orangorang
liehay yang belum dapat dipastikan siapa adanya.
Maka kebetulan sekali keterangamya Louw Kun ini ia dapat
ketika untuk mengegos, ia lantas tertawa dan kata: " Kawanan
bocah itu dapat melihat gelagat mereka mendahului
menyingkir Tapi lihatlah bagai mana dia dapat lolos dari
tanganku"

750
Louw Kun tertawa di dalam hati mendengar seorang
berkenamaan mengucapkan demikian rupa, ia tidak mau
melayaninya, ia berdiam saja.
Law Keng Tek cerdik, ia dapat mengennai baik-baik setiap
ketika nya, ia mencari In Gak bukan tanpa kesangsian,
keterangannya Yo Pek yang pulang dengan kegagalan,
membuatnya berpikir banyak. jadinya telah muncul anak-anak
muda yang liehay.
Kalau keponakannya Jie In demikian liehay, bagaimana lagi
dengan Jie In sendiri, Maka di samping membuktikan sendiri,
ia memikir daya lainnya ia menyesal sekali Yang Tan Peng pun
roboh.
Habis mendengar keterangannya Louw Kun itu, ia melirik
kepada Tonghong Giok Kun, Kiang Yauw Cong dan Nona Lan,
ia kata di dalam hatinya: "Aneh anak-anak ini, mereka
mempunyai pedang-pedang yang bagus. Aku sendiri, aku
mencarinya sia-sia buat banyak tahun... Baiklah aku gunai Tiai
Sioa Ceng Kang terhadap mereka, biar ilmu ringan tubuh
mereka mahir, mustahil mereka lolos.dari aku, selagi mereka
berkelit, akan aku rampas salah satu pedangnya.”
Setelah berpikir itu, ia kata keras: "Mari kita pergi"
"Baiklah" sahut Tan Peng bertiga. Ketiganya lantas lompat
naik atas kuda mereka.
Law Keng Tek memutar tubuhnya, berbareng dengan itu
tangan kanannya mengibas, tangan
baju nya yang panjang berkibar.
Mendadak Nona Lan bertiga merasa samberan angin, tak
sempat mereka berdaya mempertahankan diri, tubuh mereka
terhuyung. Akan tetapi Kiang Yauw Cong tidak menjadi mati
daya, maka ia terus berlompat untuk menyerang ke pundak
kiri Keng Tek. ia menggunai jurus "Naga memain di tengah
langit."
Kheng Hong terperanjat. itulah kejadian di luar
sangkaannya. Keng Tek sebaliknya mewujudkan rencananya.

751
Habis menyerang dengan tangan bajunya ia menggunai "Kimna
Ciu Hoat" tipu silat "Menangkap" guna merampas pedang
orang.
Demikian ia meluncurkan tangan kirinya ke arah pedang di
tangan Nona Lan. Di dalam keadaan seperti itu ia tidak
menggubris serangan Yauw Cong.
Kheng Hongpun tidak berdiam saja, sambil berseru ia
lompat menyilang dengan kedua tangannya, ia menggunai
tipu lat Ngo Heng Cia Lek, ia ingin melindungi pedang si nona.
Law Keng Tek sangat liehay mendahului segala apa, jeriji
tengahnya telah berhasil menotok jalan darah keng liang dari
Nona Lan, Tanpa berdaya pedang si nona terlepas dari
tangannya, maka di lain saat pedang itu, Ciu seng Kiam
dipungut si burung elang yang tubuhnya membungkuk cepat
bagaikan kilat.
Hanya baru saja pedang tercekal, lantas terlepas pula jatuh
kembali di tangga batu, keras hingga muncrat lelatunya, inilah
disebabkan disaat itu, Keng Tek merasai punggungnya sakit
dan ngilu. Menyusul itu, dia merasai nyeri lainnya dan
kagetnyapun tidak terkira, punggungnya itu terjambak dengan
lima jari tangan yang kuat seperti gaetan, lantas tubuhnya
terangkat dan terlemparkan tinggi mengenai cabang-cabang
pohon lima tombak jauhnya, sampai cabang cabang itu patah
dan jatuh hingga dia turut jatuh bersama.
Debu muncrat dan mengepul karena kejatuhan itu.
Ay Kong sok melihat sebuah tubuh mencelat lantas lenyap.
ia liehay tetapi ia tidak ketahui, orang datangnya dari mana
dan ke mana lenyapnya lebih jauh, sebab dia menghilang di
belakang banyak orang, yang sementara itu pada mengawasi
peristiwa itu.
Hui Thian Auw cu berlompat bangun, sambil tunduk ia
berlompat naik ke atas kudanya, ia terus kaburkan di

752
belakangnya, tiga kawannya lantas menyusul. Ketiga kawan
ini juga bungkam seperti ianya, mereka cuma memperlihatkan
sorot mata heran dan bingung...
Ay Hong sok berempat tidak jadi pergi ke Thian Ma Piauw
Kiok, Mereka lelah mendengar halnya si anak muda sudah
pergi ke utara, Mereka cuma memandang ke pintu piauwkiok
di mana nampak Louw Kun lagi berdiri disana.
Adalah si Nona Lan,yang menanya: "Numpang tanya,
apakah di dalam piauwkiok tuan ada seorang muda she Cia?
Dia baru datang dari Lokyang."
Louw Kun menggoyang kepala. sembari tertawa ia
menyawab: "Sebenarnya nona, di kantor kami tidak ada orang
she Cia, hanya ada juga seorang she Giam yang datang
bersama isteri dan mertua perempuannya. datangnya dari
Lokyang, tetapi tadi pagi-pagi mereka sudah berangkat ke
kotaraja."
Nona Lan menjadi masgul ia kecele. Kheng Hong menduga
kepada In Gak, tetapi orang ditemani isteri dan mertuanya...Ia
lantas membungkam, air mukanya suram.
Melibat roman nona itu Kheng Hong masgul, ia berkasihan-
Benar nona ini luar biasa tetapi dia berhati baik, dia sangat
memuja In Gak. Untuk dijodohkan dengan In Gak, dia cocok.
"Terima kasih" ia berkata kepada Louw Kun, sedang
kepada si nona ia membilang: "Nona, mari kita jalan-jalan
dulu di siang Koksie, dari sana baru kita menetapkan pula kita
pergi ke mana lebih jauh.”
Nona Lan menurut, maka pergilah mereka. Mereka
bercampuran diantara banyak orang.
Kuil siang Kok sie yang berdiri tak jauh dari kantor Thian
Ma Piauw Kiok, dibangun ditahun Thiao-po kennam darijaman
dinasti selatan dan Utara, mulanya bernama Kian Kok sie lalu
di ubah menjadi siang Kok siepada tahan Keng in ke dua ahala

753
Tong, tetapi selanjutnya di jaman Goan Beng dan Ceng terus
di rawat baik,
Pintu tengahnya biasa ditutup, untuk masuk dan ke luar,
dipakai kedua pintu samping barat dan timur, Dari pintu
tengah menuju ke utara, ada dua pendoponya ialah pendopo
utama dan pendopo Pak Kak Tian yang kesohor, habis itu
ialah lauwteng Cong Keng Lauw peranti menyimpan kitabkitab.
Setiap hari raya bukan main ramainya kuil ini menerima
kunjungan orang-orang yang bersujut, maka itu di bagian
luar, ramai juga orang yang menjual cerita bernyanyi main
sulap. tukang tenung, tukang silat dan pedagang pedagang,
keramaian itu hingga ada yang membandingi dengan
keramaian agama di kuil di Pakkhia atau keleteng Khong Hu
Cu di Kimleng.
Ketika Ay Hong sok bersama ketiga kawannya memasuki
pekarangan siang Koksie, mereka
mengambil pintu timur. Mereka melihat orang semua
bergembira, Mereka sendiripun ketarik hati kecuali Nona Lan
yang masgul. Dari dalam tak hentinya terdengar suara
pendeta-pendeta membaca mantera diiringi tetabuan suci.
Di tempat di mana ada seorang penjual cerita lagi
bercerita, Ay Hong sok berhenti mendengari. Tonghong Giok
Kun melihat kelilingan, Tiba-tiba ia terkejut. ia menampak dua
orang yang datang bersama ia lantas mengikuti Kiang Yauw
Cong dan memberi isyarat dengan matanya.
Setelah melihat dua orang itu, Yauw Cong juga terperanjat.
Dua orang itu yang bertubuh jangkung, yang lagi berjalan
dengan perlahan, ialah Cio Tiong siang Koay, sepasang
siluman dari Cin Tiong.

Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2 dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar