cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 25 Agustus 2011

cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe


JILID 32
"Dan jadi taysu cuma mengingat saja, tak dapat taysu
melukiskannya" berkata Seng Su Poan si Hakim Penuntut Hidup
Mati.
"Benar. Sudah beberapa puluh kali dia memeriksa loolap. sabansaban
dia mengompes hebat. Pernah karena saking tak
tertahankan, loolap membocorkannya juga . Tapi, justru karena itu,
terbukalah hati loolap mengerti sempurna rahasianya ilmu silat itu.
Tadinya, sebelum loolap dikurung, selama tiga tahun loolap
meyakinkannya, tak pernah loolap berhasil menangkap maksudnya
yang asli, yang dalam. Sekarang tidak, dadaku telah terbuka." Ia
menghela napas lega. "Itulah warisan ilmu silat istimewa dari Ngo
Bie Pay, yang tersimpan selama seratus tahun lebih, maka
selanjutnya tak ingin loolap membuatnya lenyap atau terlupakan
pula”
“Maksud loocianpwee? " Ban Liang tanya.
Han in mengawasi ciu ceng, lalu Giok Yauw dan lalu sijago tua.
"Loolap hendak mewariskan ilmu silat itu kepada salah seorang
diantara kamu bertiga," katanya kemudian-
"Inilah soal besar, taysu," berkata Ban Liang. "Baiklah taysu yang
memilih sendiri."
Ketua Ngo Bie Pay itu menatap pula Nona Thio. Katanya, "Nona
ini berusia paling mudaia juga berbakat balk sekali, ia tepat
menerima pelajaran dari aku..."
"Ilmu silat apakah itu, taysu? " Giok Yauw tanya. Ia teliti, tak
mau ia menerima sembarang kepandaian.
"Dua rupa ilmu istimewa partai kami," menyahut sipendeta tua.
"Itulah Hui kiong Sam Kiam dan Thian Hong Su ciang."
Mendengar nama-nama Nona Thio tersenyum. "liong Kiam Hong
ciang, itulah nama-nama bagus" katanya, gembira. "Aku juga ingin
mempelajari itu. Hanya, apakah aku mesti mengangkat kau menjadi
guru? " ia bertanya setelah ia berdiam sejenak.
"liong Kiam" ialah "Pedang Naga" dan "Hong ciang" berarti
"Telapak burung Hong" (phoenix) maka itu "Hui liong Sam Kiam"
ialah "Tiga Jurus Pedang Naga" dan "Thian Hong Su ciang" yaitu
"Empat Jurus (burung) Hong Langit".
"Tak usah kau mengangkat guru lagi," berkata Han In. "cuma
ada satu permintaan yang loolap harap kau suka menerimanya
dengan baik."
"Apakah itu taysu? Taysu hendak menurunkan ilmu pedang dan
tangan kosong, mungkin..." berkata si nona.
"Permintaanku mudah saja: Setelah nona menerima pelajaranku
ini, itu cuma dapat dipakai menentang musuh, tidak dapat diajarkan
diturunkan lagi kepada lain orang...”
“Baiklah, suka aku berjanji. Masih ada apa lagi? "
"Itulah ilmu silat pusaka Ngo Bie Pay yang diperuntukkan
membela kehormatan gunung kami, maka itu kelak dibelakang hari,
nona mesti mengembalikannya pula kepada partai kami"
"Apakah aku mesti mencukur gundul rambutku guna menjadi
pendeta wanita, supaya aku menghamba kepada partaimu itu? "
"Itulah tak usah, nona. cukup kalau dibelakang hari, sesudah
dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan aman dan damai, ilmu silat
itu nona turunkan kepada ketua kami. Itu artinya bahwa ilmu silat
kami telah dikembalikan kepada partai kami."
Giok Yauw berpikir. Ia berkata: "Nampak taysu sangat prihatin,
seperti juga Liong Kiam dan Hong ciang liehay luar biasa. Benarkah
itu? "
"Bukannya loolap takabur, nona," menjawab si bhiksu, "Dijaman
ini, mungkin sukar buat mencari beberapa saja ahli silat yang dapat
menyambut ilmu ilmu pedang dan tangan kosong partai kami itu...”
“Benarkah itu? " kembali si nona tanya, melit. Han In tidak
kurang senang hati, sebaliknya dia tertawa.
"Detik ini detik apakah, nona? Masihkah loolap mempunyai
kegembiraan untuk bersenda gurau denganmu? "
Si nakal tersenyum. Segera ia menghampiri pendeta itu untuk
memberi hormat.
Han in segera berkata kepada Ban Liang dan ciu ceng: "Tuan
tuan, silakan kamu pergi mencoba mencari perkakas perkakas
rahasia yang dapat membuka pintu besi itu, loolap sendiri hendak
sekarang juga memberikan pelajaranku kepada nona ini"
"Silakan, taysu" berkata ciu ceng memberi hormat. Mata Han In
segera dialihkan kepada Giok Yauw.
"Mari kita pergi kepojok sana," katanya. "Liong Kiam dan Hong
ciang luar biasa sulitnya, jikalau nona tidak dapat memusatkan
tenaga pikiranmu, aku khawatir kau gagal."
Berkata begitu, pendeta ini menggunakan kedua tangannya
membuat keretanya Cepat pergi.
"Akan aku tolak kereta suhu" kata Nona Thio.
Sudah belasan tahun Han in belum pernah mendapat pelajaran
seperti ini, tanpa merasa ia menoleh kepada ini murid baru dan
tersenyum. Ia puas sekali.
Hati si nona bercekat. Senyuman pendeta itu bagaikan menutupi
cacadnya. Tapi ia berhati tetap, ia berlaku tenang, maka tak
perubahan apa juga pada wajahnya. Ia mendorong kereta guru itu.
Sementara itu ciu ceng dan Ban Liang saling mengawasi, lalu
keduanya pergi kepintu besi, untuk mulai dengan teliti sekali. Tapi
tak lama, mereka sudah terbenam didalam kegelapan-Lilin mereka
padam apinya. Sijago tua menghela napas.
"Saudara ciu," katanya, "aku masih menyimpan tiga batang
sumbu tetapi kekuatannya itu pun cuma waktu sesantapan nasi..."
"Simpan saja, saudara Ban," berkata ciu ceng. "Kita pakai bila
sudah sangat perlu"
Ia menghela napas, baru ia menambahkan-"Menurut dugaanku,
tak besar pengharapan kita untuk mendapatkan rahasia pesawat
pembuka pintu besi ini. Aku pikir kita toh harus menanti datangnya
Nona Hoan guna menolong kita..."
Ban Liang tidak segera menjawab, hanya ia berpikir. "Sukar buat
diterka kalau kalau Nona Hoan sanggup membuka pintu ini,
walaupun demikian, mesti aku perkuat keperCayaan orang she ciu
ini terhadap nona ini" Maka ia lalu tertawa terbahak bahak dan
berkata,
"Nona Hoan sangat Cerdas dan pintar, aku perCaya dia bakal
dapatjalan membuka pintu ini"
"Memang. Akupun, jikalau aku tidak perCaya kepandaian nona itu
tak berani aku meninggalkan Seng kiong Mo Kun untuk berbalik
mengikutinya" Ia batuk batuk perlahan-Rupanya ia menganggap
kata katanya itu kurang tepat atau terlalu lemah, maka ia
menambahkan. "Bukannya aku takut mati tetapi aku mengerti telur
tak dapat melawan batu, atau kesudahannya pastilah kegagalan
atau kekalahan. Aku memikir buat menggunakan tenaga yang aku
masih punya buat melakukan sesuatu buat kebaikan Rimba
Persilatan Itulah hal yang telah lama aku nantikan-.."
"Walaupun demikian, saudara kita tidak boleh mengharapkan
Nona Hoan saja Mari, sebelum si nona sampai, kita gunakan waktu
kita sebaik baiknya."
"Kau benar, saudara Ban. Nanti aku panggil kedua perwiraku,
supaya merekapUn membantu mencari pesawat rahasia itu"
Berkata begitu, siJenjang Kuning menghampiri pintu. Kendati
juga ruang sangat gelap. sesudah berdiam sekian lama, matanya
bisa menerka-nerka dan melihat bagaikan orang lamur.
Kedua perwira itu sedang berdiri tertegun dimulut jalan keluar.
Dengan suara perlahan, ciu ceng berkata kepada dua kawan itu:
"Pintu besi ini sudah diturunkan, buat sementara tentulah tak bakal
ada musuh yang datang kemari, dari itu, saudara saudara, tolong
kamu membantu kami mencari pesawat rahasianya, supaya kita
dapat membuka atau mengangkat naik pintu ini..." Dua kawan itu
menyahuti, segera mereka bekerja.
Ban Liang bekerja dengan sabar dan teliti, akan tetapi didalam
hatinya ia perCaya bahwa usaha mereka ini adalah bagaikan orang
mencari jarum didasar laut. Ia bekerja melulu guna bantu
memperkuat semangat si orang she ciu dan kedua perwira itu, agar
mereka tidak menyesal dan keCewa mengikuti Kim Too Bun.
Lama juga mereka sudah mencari Cari, Ban Liang masih belum
berhasil. hingga diam-diam ia khawatir ciu ceng bertiga nanti kalah
semangat. Ia mencari terus.
Didalam ruang dalam tanah itu orang tidak dapat melihat
matahari atau rembulan, tidaklah heran kalau orang juga tidak tahu
hari dan tanggal-bulan, siang atau malam. ciu ceng mencari terus
dengan rajin, ia menelan contohnya Ban Liang.
Lewat lagi beberapa lama, akhirnya sijago tua yang berbicara
juga . Ia minta Oey Ho ciu Loo menunda dahulu.
“Han In Taysu benar waktu ia mengatakan mungkin pintu besi ini
tidak ada jalannya untuk menyingkirkannya," kata ciu ceng.
"Saudara ciu, coba kau kira-kira, sudah berapa jam kita berada
didalam sini? " Ban Liang tanya.
"Mungkin sudah satu hari satu malam.”
“Apakah kau telah merasa lapar? ”
“Ya, mulai sedikit."
"Baik kita cari Han In Taysu, untuk minta barang makanan, habis
itu kita baru melanjutkan usaha kita ini. Kitapun perlu berunding
pula..."
"Kita sudah hilang satu hari satu malam, mestinya Nona Hoan
telah mengetahui pula." berkata ciu ceng, seolah merasa keCewa.
"Memang Mungkin sekarang ia berada diluar pintu ini dan sedang
bekerja mencari pesawat rahasia seperti kita ini..."
ciu ceng menoleh kepojok dimana Han in berada bersama Nona
Thio. Ia berpikir, lalu ia berkata: : "Sinona sedang silat, mungkin
sekarang saatnya yang sangat penting, baik kita jangan
mengganggunya..."
Belum berhenti suara siJenjang Kuning, tiba tiba mereka
mendengar tawa yang dingin hingga mereka terkejut, lalu mereka
menoleh kearah darimana suara itu datang.
"Siapa disana" tegur Ban Liang.
Tidak ada jawaban, ada juga suara yang halus: "ciu congcu,
orang siapakah yang memberontak dan berhianat terhadap Sin Kun
pernah memperoleh kesempatan lolos dari kematian? "
"Seng kiong Hoa Siang" seru ciu ceng.
"Benar" jawab suara tadi. "Bukan cuma punco yang berada disini
tapi juga Sin Kun sendiri. Tentang penghianatanmu telah punco
kirim warta burung untuk melaporkannya. Sin Kun gusar sekali,
akan ia segera datang dengan mengajak Hu kee Pat Tong, sebentar
sebelum matahari selam, ia akan tiba disini"
“Hu kee Pat Tong" ialah delapan bocah pengiring pelindung Seng
kiong Sin Kun.
Didalam gelap itu sayup sayup Ban Liang mendengar gerakan
tubuh bergemetar dari Oey Ho ciu Loo, yang rupanya gentar hatinya
mendengar bakal tibanya bekas pemimpinnya, sedangkan kedua
kiamsu berdiri mematung. Baru sesaat kemudian ketiga tiganya
sama sama bertindak mundur kedinding.
"Nona" Ban Liang segera memperdengarkan suaranya. "Nona,
suaramu terang dan jelas, kau tentunya berada didalam ruang
didalam tanah ini? "
"Tidak salah" sahut Hoa Siang dengan suara yang tinggi
nadanya.
Berbareng dengan itu, tiba tiba dari satu pojok ruang tampak
satu sinar kecil lima dim persegi, yang serupa seperti sebuah lubang
angin. Ban Liang terkejut pula.
"Kiranya ruang ini berhubUngan dengan ruang lain-.." pikirnya.
Terdengar pula suara Hoa Siang: "Perihal kamu terkurung disini,
si budak perempuan she Hoan telah mengetahuinya dan sekarang
ini dia dan rombongannya berada diluar ruang dalam tanah ini
untuk menyerbu masuk guna menolong kamu. Tapi dia tidak insyaf
bahwa selagi sang cengcorang hendak menangkap sang tonggeret,
dibelakangnya berada sang burung gereja. Sebentar kalau Sin Kun
tiba, paling dahulu kami akan bekuk budak perempuan itu, baru
kami datang pula kemari untuk membereskan kamu"
Ban Liang hendak menjawab wanita itu tapi si wanita telah
mendahuluinya menutup lubang angin itu yang berupa seperti
sebuah jendela kecil.
"Saudara ciu" berkata sijagotua keras, "Nona Hoan sudah datang,
ia sedang berada diluar ruang dalam tanah ini lagi mencoba
menolong kita, karena ia tidak dapat segera sampai disini aku pikir
hendak... "Jago tua ini berhenti sebentar, sebab dia melihat ciu ceng
berdiri tertegun dengan mata mendelong. Ia mengerutkan alis,
karena ia tahu bahwa mengapa sahabat itu menjadi demikian
mematung. Maka ia memanggil pula, keras: "Saudara ciu..." ^
Masih ciu ceng berdiam saja, walaupun kemudian, ia dipanggil,
dan dipanggil lagi.
"Hebat Seng kiong Sin Kun..."pikirBan Liang. "Dia begitu liehay
hingga ciu ceng seorang Rimba Persilatan yang berkenamaan
menjadi begini jeri terhadapnya" Segera ia memanggil pula dengan
suara terlebih keras "Saudara ciu Saudara ciu" Baru sekarang
siJenjang Kuning tersadar, bagaikan dipagut ular.
"Ada apa? " sahutnya, balik bertanya.
"Saudara ciu," Ban Liang bertanya, "apakah kau lihat liang
dipojok dinding itu yang menerbitkan sedikit sinar terang dari api? ”
“Ya, aku seperti melihatnya..." Oey Ho ciu Loo bagaikan orang
baru bangun tidur. Ban Liang heran.
"seperti melihat? " pikiran. "Itulah sama dengan tak melihat..."
Selagi berpikir itu, jago tua ini mendengar ciu ceng berkata
sendiri bagaikan orang mengoceh: "Kalau benar Sin kun datang
kemari dari pada kita kena ditangkap hidup, hidup untuk kemudian
dihukum, lebih baik kita mendahului membunuh diri..."
Mendengar itu Ban Liang menarik napas.
"Saudara ciu," berkata ia, sabar tetapi cukup keras, "ada sesuatu
yang aku kurang mengerti, ingin aku minta keteranganmu..."
"Berbicaralah, saudara Ban, segala apa yang aku tahu, akan
akujelaskan" sahut orang yang ditanya itu, makin sadar.
"Saudara ciu, apakah kau telah sadar betul? "
"Sebegitu jauh, aku sadar betul. Saudara Ban hendak
menunjukkan apa kepadaku? Silahkan bicara."
"Saudara, seseorang dapat mati berapa kali? " tanya Seng Su
Poan. "Semenjak jaman purba, tak ada orang yang mati dua kali..."
"Itulah benar Memang, berapa tinggi usia manusia, satu kali dia
mesti mati Tapi kau saudara ciu, kenapa kau hendak mati dengan
membunuh diri? Kita toh dapat menggunakan tubuh kita yang
sempurna untuk melakukan satu pertempuran yang memutuskan? ”
“Itupun benar. cuma disana ada Seng kiong Sin Kun-.."
Menyebut Seng kiong Sin Kun, suara ciu ceng menjadi sangat
perlahan hingga terdengarnya tak jelas, giginyapun bergetaran-
"Ah," mengeluh Ban Liang. "ciu ceng menjadi orang ternama dari
Rimba Persilatan, mengapa sekarang dia menjadi begini penakut? "
Segera ia berkata pula, nyaring: "Saudara ciu, Sin Kun itu
manusia atau bukan? ”
“Sudah tentu dia manusia"
"Kalau dia benar manusia, kenapa saudara begini takut
terhadapnya? " ciu ceng menghela napas.
"Bukannya aku takut" sahutnya. "Hanya tak ada kesempatan
untuk kita menempur dia"
"Dibacok satu golok atau sepuluh golok. matinya sama" berkata
pula Ban Liang, untuk menanam semangat orang. "Jikalau kita tidak
takut mati, dikolong langit ini apakah yang harus ditakutkan? "
"Saudara tidak perCaya kata kataku, tak ada jalan buat aku
menjelaskannya," berkata ciu ceng menarik napas. "Mungkin nanti,
sesudah saudara saudara bertemu dengan Sin Kun sendiri, baru
saudara percaya perkataan ini..."
Sijago tua berpikir. Hendak ia mengatkan sesuatu, tapi segera
dibatalkannya. ia khawatir kata kata itu nanti menyinggung kawan
itu atau membuatnya bertambah berduka. Justru itu pembicaraan
mereka terputus dengan terdengarnya suara Nona Thio.
"Apakah kamu telah menemui alat rahasia pembuka pintu besi
ini? " demikian Giok Yauw bertanya.
Ban Liang dan ciu ceng segera menoleh. Mereka mendapatkan
si^nona sudah tiba dibelakang mereka.
"Apakah nona telah selesai belajar dari Han In Taysu? " Ban
Liang tanya. Giok Yauw menarik napas perlahan.
"Telah aku pelajari semua jurus liong Kiam dan Hong ciang itu,"
sahutnya. "Akan tetapi kedua ilmu silat itu sangat sulit, karena itu,
untuk mempelajarinya sampai mahir, aku perlu latihan lebih jauh
dan tekun."
"Inilah kesempatan yang paling bagus, nona," berkata Ban Liang,
"maka itu perlu nona belajar dengan rajin, supaya kau nanti berhasil
menyempurnakan hingga mahir betul betul”
“Telah aku mencoba," jawab sinona.
Mendadak terdengar suara sangat keras dan berisik memutuskan
kata kata Nona Thio Ban Liang segera tertawa, girang: "Nona Hoan
sudah sampai didepan pintu."
"Mari kita hajar pintu ini, guna memberi pertanda pada sinona"
mengajak ciu ceng.
"Benar Mari" berseru Ban Liang. Bahkan dengan telapak
tangannya segera ia menepuk pintu besi itu. Keras hajarannya itu.
Hanya sedetik, dari luar terdengar suara sambutan. "Benar, itulah
nona Hoan" kata sijago tua. ciu ceng menghela napas.
"sekalipun Nona Hoan sudah sampai, mungkin dia bukan
lawannya Seng kiong Sin Kun."
Ban Liang tahu bahwa orang sudah sangat jeri terhadap Seng
kiong Sin Kun, maka ia tidak mengatakan apa-apa, hanya kembali ia
menghajar pintu besi itu, hingga tiga kali. Itulah pertanda
jawabannya.
Habis itu, tak usah sijago tua menanti lama, segera ia melihat
sinar terang, sinar mana yang disebabkan terkerek naiknya pintu
besi yang besar, tebal dan berat itu Itulah Cahaya api disebabkan
terbukanya satu jalan lebar. Menyusul terbukanya pintu, Oey Eng
dan Kho Kong bertindak masuk dengan langkah yang lebar,
ditangan mereka masing-masing ada sebuah lentera. Dibelakang
kedua anak muda itu tampak Siauw Pek yang menggembol pedang
dan goloknya. Tapi, bukan cuma mereka bertiga yang muncul.
Dibelakang mereka terlihat lagi Soat Kun bertindak masuk bersama
sama Soat Gie yang bahunya dipegang Hanya nona nona itu
bertindak dengan perlahan.
Ban Liang segera maju memapak cahaya seraya dia mengangkat
kedua tangannya. "Nona, terima kasih atas pertolonganmu ini"
Nona itu menghela napas. Kata dia. "Kami terpaksa harus
menggunakan waktu setengah malam dan satu hari untuk mencari
rahasia dan membuka pintu ini..."
"Jlkalau nona tidak keburu datang, pasti kami akan mati didalam
ruang bawah tanah ini," berkata ciu ceng, yang hatinya juga lega.
"Perencana pintu besi ini entah telah bagaimana berCapik hatinya
ketika dia memikir dan merencanakannya," berkata sinona, "syukur
pembuatnya rada tolol, jlkalau tidak, walaupun kita menggunakan
lebih banyak waktu lagi masih sukar buat kita mencarinya sampai
ketemu"
“Hanya nona datang sedikit terlambat," kata ciu ceng.
" Kenapakah? " si nona tanya.
"Itulah sebab Seng kiong Sin Kun sudah keburu mengetahui hal
kita ini dan sedang mendatangi kemari."
"Siapa yang memberitahukan kamu kabar ini? " Nona Hoan
tanya.
"Seng kiong Hoa Siang"
"Dimanakah adanya Seng kiong Hoa Siang sekarang?"
"Dia berada didalam kamar rahasia disebelah ruang ini."
Soat Kun berpikir sejenak, "begini juga baik" katanya kemudian-
"Memang, siang atau malam kita bakal bentrok dengan mereka,
terlebih siang kita bertemunya sama saja"
Tiba-tiba Ban Liang ingat Han In Taysu. Segera ia mendekati
Siauw Pek. "Ada suatu kabar yang mengejutkan yang hendak
kusampalkan kepada bengcu" katanya.
Sianak muda heran. Dia mengawasi sijago tua itu. "Apakah itu,
loocianpwee? " tanyanya.
"Inilah soal yang ada sangkutpautnya penting sekali dengan
penasaran keluarga beng cu" menjawab Seng Su Poan. "inilah berita
penting yang dapat membuka tabir rahasia peristiwa hebat itu "
Warta itu, yang sangat menggembirakan, juga mengejutkan
sekali, maka itu mendengar kata-kata sijago tua, si anak muda
menjadi berdiri tercengang sampai beberapa lama.
"Memang perkara itu perkara penasaran, yang sulit ialah saksi
atau buktinya," kata Siauw Pek kemudian. "Aku khawatir perkara
sulit buat dibikin terang..."
Ban Liang tersenyum. "sekarang telah ada saksinya, bengcu "
Kembali si anak muda melengak. "Apakah itu, loocianpwee? "
tanyanya. "Siapa dia? "
"Dia adalah salah seorang ketua dari empat partai besar yang
katanya ketua-ketuanya telah terbinasakan ayah bunda bengcu.
Ketua itu masih hidup hingga sekarang ini" Masih Siauw Pek
bingung.
"Bukankah dunia luas bukan main? " katanya. "Andaikata benar
dia masih hidup, dimanakah dia hendak dicari? "
Tiba-tiba Hoan Soat Kun menyela: "Saksi itu berada didalam
ruangan dalam tanah ini, bukan? "
"Benar" seru Ban Liang. "Sungguh nona cerdas luar biasa"
Bukan main guncangnya hati sianak muda.
"Dimanakah adanya dia sekarang?" tanyanya. "Dapatkah aku
menemuinya? "
Tepat suara si anak muda berakhir, tepat muncullah Han in
Taysu yang menarik-narik membuat roda-roda keretanya
menggelinding mendatangi. Tampak nyata cacad kedua kakinya
berikut wajahnya yang rusak bekas siksaan hingga ia nampak
sangat luar biasa dan buruk tak keruan.
"Loolap disini" berkata pendeta itu.
Siauw Pek segera memberi hormat kepada orang alim itu. "Aku
yang rendah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. "Akulah
anaknya coh Kampek dari coh Kee Po atau Pek Ho Po. Dapatkah aku
yang rendah menanyakan gelar lootaysu? ”
“Loolap ialah Han in," sahut sang pendeta.
"oh. Han in taysu "
Kembali anak muda menghunjuk hormatnya.
Ban Liang lalu menyela: “Han in Taysu adalah ketua Ngo Bie Pay
dan juga salah seorang dari keempat ketua yang telah dianiaya
orang"
Siauw Pek terdiam. hatinya bergolak mengingat peristiwa ayah
bunda atau keluarganya itu. Beberapa lama ia mesti mengendalikan
hatinya.
"oleh karena urusan keempat ketua itu teraniaya, maka seluruh
Pek Ho Bun kami telah diserbu musnah," katanya kemudian. "Kami
diserang dan dikepung oleh jago jago dari keempat partai yang
katanya hendak menuntut balas terhadap kami. Keempat partai itu
bergacung bersama lima partai besar lainnya serta juga keempat
bun, ketiga hwee dan kedua pang Taysu, dapatkah taysu
menuturkan kepada kami jalannya peristiwa itu? "
"Perihal peristiwa Pek Ho Bun itu, loolap sama sekali tidak tahu
apa apa." berkata Han in.
"Yang aku maksudkan, taysu, ialah peristiwa penganiayaan atas
diri kamu keempat ketua partai," Siauw Pek menjelaskan.
Han in menghela napas. ia melegakan hatinya.
"Dimata tuan tuan, nampaknya peristiwa hebat luar biasa itu
bagaikan langit ambruk dan bumi longsor," berkata sipendeta.
"Sebenarnya peristiwa loolap berempat dianiaya, itulah sederhana
sekali..."
"Taysu, apakah taysu pernah melihat coh Kam Pek ayahku itu? "
Han in Taysu menggeleng kepala. "Loolap belum pernah
melihatnya."
Rupa-rupanya, Nona Hoan menyela, "diluar tahunya taysu
berempat orang telah menaruhkan raCun didalam arak atau barangbarang
hidangan yang disuguhkan. Benarkah."
"Tepat nona" sahut Han in- "Itulah sederhananya peristiwa. Kami
bersantap bersama sama ketua-ketua dari Siauw Lim Pay, Bu Tong
Pay dan Khong Tong Pay, habis bersantap. terus kami tak sadarkan
diri. Segala kejadian yang menyusulnya semua kami tak tahu apaapa
lagi "
"coba taysu semua benar benar telah dianiaya orang hingga
mati, pasti peristiwa tidak menjadi kaCau hebat begini rupa" berkata
si nona.
"Apakah kata dunia Rimba Persilatan mengenai loolap
berempat?" tanya ketua dari Ngo Bie Pay itu.
"Mayat taysu berempat telah diketemukan berserakan dipuncak
Yan in Hong digunung Pek Ma San," Siauw Pek menjawab.
"Kemudian entah siapa yang menyiarkan berita, katanya waktu itu
ayahku teriihat dipuncak gunung itu. Maka itu ayahku lalu dituduh
sebagai pembunuh, kemudian sakit hati mereka ditimpakan kepada
keluarga coh, terus Pek Ho Bun diserbu delapan belas partai hingga
matilah seratus lebih orang Pek Ho Bun..."
"Malapetaka atas diri taysu bersama bukanlah soal aneh," Nona
Hoan campur bicara pula. "Soalnya sekarang ialah mengapa
kesalahan ditimpakan kepada keluarga coh Hal itu pasti ada
rahasianya, tentu ada sebab musababnya. coba taysu tolong ingatingat,
ketika itu barang kali taysu ada melihat sesuatu yang bisa
mendatangkan keCurigaan? " Bhiksu itu diam berpikir.
"Yang sampai terlebih dahulu dipuncak Yan in Hong ialah loolap
bersama Goan cin Too henda dari BuTong Pay," katanya kemudian-
"Ketika itu loolap melihat seorang wanita baju abU abu gelap berlari
lari dijalan keCil jauhnya belasan tombak dari loolap berdua."
"Apakah taysu masih mengenali roman muka wanita? " tanya
Siauw Pek, yang hatinya tertarik bukan main-
"Loolap sudah tidak ingat," sahut pendeta itu.
"Apakah wanita itu membekal senjata tajam? " Soat Kun
bertanya. "Mungkin sebatang pedang panjang."
Menyahut demikian, pendeta ini berpikir. "Benar, tidak salah" ia
menambahkan selang sejenak. "Dia membawa pedang yang
panjang Ketika itu loolap dan Gan cin Toheng tengah membicarakan
ilmu pedang."
Siauw Pek menghela napas, lalu ia bertanya. "Taysu, taysu masih
hidup, karena itu, bukankah ketiga ketua yang lainnya dari Siauw
Lim Bu Tong dan Khong Tong Pay itu juga masih hidup? "
"Tentang itu, loolap tidak berani sembarang menjawab. Loolap
dapat hidup dengan bercacat begini karena loolap mempunyai
kesabaran yang luar biasa. Ketua ketua dari Siauw Lim dan Bu
Tong, dalam ilmu tenaga dalam melebihi loolap. juga dalam hal
kecerdasan maka itu, asal mereka sabar seperti loolap.
kemungkinan mereka sanggup bertahan dari siksaan siksaan hebat,
pasti mereka tak akan mendahului loolap mati."
"Taysu, habis taysu disakiti, setelah taysu sadar, apakah taysu
pernah melihat mereka itu" Soat Kun bertanya.
"Tidak. Kami dikurung didalam kamar yang terpisah"
"Apakah taysu tahu kenapa taysu berempat ditawan? " Soat Kun
bertanya pula.
"Dahulu itu tidak. Sekarang loolap sudah ketahui.”
“Apakah maksud mereka itu? "
"Ketika itu loolap berkumpul bersama ketiga ketua partai Siauw
Lim, Bu Tong dan Khong Tong Pay. Maksud kami untuk mencari
jalan menghentikan Pertikaian kaum Rimba Persilatan berjalan
ratusan tahun tiada hentinya. Kami menganggap pertikaian itu
merusak semangat Rimba Persilatan dan juga melanggar aturan
persilatan-Belajar silat bukan untuk saling bunuh. Kami mau bekerja
sama. Diluar dugaan kami memperoleh sambutan besar, bukan
cuma lima partai besar lainnya juga empat Bun, tiga hwee dan dua
pang, menyatakan setuju. Kami girang sekali, kami menyangka
bahwa akan aman sejahteralah dunia Rimba Persilatan, kaum Bu
Lim. Tapi, diluar dugaan pula, kiranya bencana datang mendahului
kami. Pada hari yang kami keempat mengundang semua pemimpin
partai menghadiri rapat besar, kami telah diracuni orang..."
"Setelah ditawan, bagaimana perlakukan mereka atas diri taysu?
Baikkah? "
"Sebaliknya, kami dikompes dan disiksa. Loolap dipaksa untuk
mewariskan ilmu silat partai kami "
"Apakah taysu telah memberitahukannya? "
"Mulanya tidak Karena itu, kedua kakiku dipotong, mukaku
dirusak, juga hidung dan teling aku Mereka telah menggunakan
segala macam cara menyiksa yang ada didalam pikiran mereka.
Karena tak tahan lagi, loolap akhrinya bicara juga ..."
"Kalau menuruti pengalaman taysu, tentu juga ketua ketua dari
Siauw Lim Pay Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay, tak dapat
bertahan seperti taysu..."
"Tapi loolap bukannya si orang yang takut mati, sebenarnya
loolap sangat penasaran maka loolap mau hidup terus Loolap
mengharap nanti bisa membeber peristiwa itu dimuka kaum Rimba
Persilatan. Jikalau ketiga ketua partai lainnya itu sama pikirannya
seperti loolap mungkin mereka juga masih hidup..."
"Masih ada satu hal, yang sulit untuk dimeng erti..." kata Nona
Hoan-
"Apakah itu, nona? " tanya Siauw Pek.
"Ketua-ketua Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay
ditawan dan dianiaya. Lalu masih ada ketua2 dari lima partai besar
lainnya itu Dan mereka itu semua masih hidup. Jangankan partai
besar, walaupun partai kecil, kalau ada penggantian ketua, meski
ketua yang baru itu dipilih dari calon calin yang cerdas dan pandai.
Mungkinkah dalam pemilihan ketua empat partai itu, partai partai
yang lainnya tidak campur tahu, tidak tahu menahu? Kenyataanya
lain sekali. Kelima ketua partai itu, bersama-sama empat bun, tiga
hwee dan tiga pang justru bekerja sama menciptakan peristiwa
hebat yang tak berperikemanusiaan itu. Kenapa kesalahan
ditumpahkan hanya satu Pek Ho Bun? Apa alasannya? "
"Partai kami mempunyai anggota yang terkecil, tak heran partai
kami berdiam saja," kata Han in, "tidak demikian dengan Siauw Lim
Pay, yang banyak sekali anggotanya. Apakah diantara mereka itu
tak ada yang mencaritahu? "
Mendengar pertanyaan itu Siauw pek ingat Su Kay Taysu dari
Siauw Lim Pay.
"Tapi dia bekerja sendiri dan secara diam-diam, baik aku tidak
sebut-sebut hal dia..." pikir anak muda ini, maka ia terus
membungkam. Melihat orang berdiam, Han in berkata berulangulang:
"Aneh Aneh"
"Mungkin ada sebabnya dari berdiamnya mereka itu." kata Soat
Kun yang mengutarakan terkaannya: "Pastilah kelima partai besar
itu telah dikekang orang, atau mungkin juga mereka sendiri turut
memainkan peranan..." Han In menghela napas.
"Sayang loolap telah kehilangan kedua kakiku dan wajahkupun
sudah rusak," ia berkata, menyesaL "Andaikata loolap bisa kembali
ke Ngo Bie San, mungkin tak ada yang mengenali atau mau
mengakui, loolap..."
Mendadak pendeta ini berhenti bicara, walaupun belum berkata
habis.
"Apakah taysu mempunyai kesulitan lainnya" Nona Hoan
bertanya. "Apakah itu tidak dapat diutarakan? "
"Ada satu yang mencurigakan, hanya loolap khawatir sukarlah
buat mencari tahu itu, untuk menyelidikinya..." sahutnya.
"Apakah itu, taysu? Paling baik Taysu mengutarakannya "
"Sebenarnya loolap datang lebih dahulu bertiga dengan pihak
Siauw Lim Pay, ada satu urusan yang hendak didamaikan-.."
"Nah, itulah satu soal, suatu kelemahan" menghela si nona.
"Sebenarnya delapan belas partai, kalau benar mereka mau
mengurus soal dunia Rimba Persilatan, mereka mesti datang dan
berkumpul dan berbareng, bersama, tetapi taysu berempat datang
lebih dahulu Untuk apakah itu? Ada sebabnya, bukan? "
"Nona menerka tepat," Han in mengakui. Kami bertiga memang
datang lebih dahulu disebabkan kami mempunyai maksud..."
"Bicaralah terus, taysu, harap jangan ada yang salah atau
kelompatan mesti satu patah kata juga . Ingatlah pepatah salah
satu lie, gagal seribu lie “
“Lie" disini adalah mil.
Sementara itu ciu ceng bersitegang hati sendirinya. inilah sebab
orang, terutama sinona, bicara asyik sekali, hingga mereka seperti
melupakan urusan mereka sendiri, bahwa mereka berada ditempat
apa. ia kuatir benarlah perkataannya Hoa siang bahwa Seng kiong
Sin Kun tengah mendatangi. Saking kuatir, punggungnya sampai
basah dengan peluh. Sudah begitu, ia tidak berani Campur bicara,
karena pembicaraan itupun penting sekali. Untuk menghibur diri, ia
jalan mundar mandir didalam ruang itu hatinya gelisah bukan
buatan.
"Pada masa itu," Han in Taysu mulai dengan penjelasannya,
"diantara partai-partai Rimba Persilatan, yang paling tangguh adalah
cit Seng Hwee, partai Tujuh Bintang. Ketua partai itu, yang
dipanggil cit Seng Tootiang, sangat lihay ilmu silatnya serta sangat
Cerdas otaknya. Nama cit Seng Hwee sama tersohornya seperti
empat bun, dua hwee lainnya serta dua pang tetapi cit Seng
Tootiang tidak memandang mata kepada rekan rekannya itu.
sebaliknya, orang yang paling diseganinya adalah loolap bersama Su
Hong Taysu dari Siauw Lim Pay..."
Pendeta itu berhenti sebentar, matanya menengadah langit langit
ruang dalam tanah itu. ia pula berpikir. Baru sejenak kemudian, ia
melanjutkan. "Loolap dan su IHong Taysu tak tenang hati.
Kemudian Su Hong Taysu mengambil tindakan, ialah dia
mengundang ketua ketua Bu Tong Pay untuk berapat terlebih
dahulu dipuncak Yan in Hong, guna membicarakan jalan jalan untuk
menghadapi pengaruh cit Seng Hwee itu.”
“Apakah hal itu diketahui lain orang? "
"KeCuali kami empat ketua, lainnya yang mengetahul ialah murid
mUrid kami yang diperCaya."
"Apakah tidak ada rahasia lainnya didalam situ? "
"Masih ada. Itulah persetujuan diantara loolap dan Su Hong
Taysu berdua cit Seng Hwee menjadi pengaCau. andaikata di dalam
rapat dia hendak menimbulkan kesulitan, kami hendak mendahului
menyingkirkannya"
"Nah, itulah dia" berkata soat Kun, yang terus menerus
mengajukan pelbagai pertanyaan itu, karena sangat tertarik hati
dengan peristiwa di Yan in Hong itu. "Kamu mengundang pihak
pihak Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay untuk mendahului berapat,
alasannya untuk merundingkan sesuatu, akan tetapi sebenarnya
untuk mendesak agar ketua kedua partai itu menerima ajakan kamu
dalam urusan menghadapi cit Seng Hwee itu."
"Tak berani kami mendesak atau memaksa mereka," Han in
menerangkan-"Kami berdaya untuk menginsyafkan mereka akan
pentingnya usaha kami itu."
“Habis, apakah kedua ketua partai itu menerima ajakan kamu
itu? ”
“Dengan Cepat dan mudah saja mereka itu dapat dikasih
mengerti"
"Lalu, setelah itu, kau kena diracuni orang? ”
“Benar"
"Taysu dan Su Hong Taysu memiliki tenaga dalam yang mahir
sekali. apakah taysu berdua tak dapat tahu kalau minuman itu ada
raCunnya? " Ban Liang tanya Baru sekarang jago tua itu menela
Karena ia heran orang orang liehay mudah saja diracuni.
"Selama itu kami telah bersiap sedia," Han in menjawab. "Maka
juga loolap dan Su Hong Taysu masing masing bawa seorang murid
kepercayaan. Mereka diberi tugas bertanggung jawab untuk segala
barang minuman dan makanan kami...”
“Dan taysu roboh ditangan murid kepercayaan taysu itu" kata
sinona.
"Sebenarnya, sampai didetik ini, loolap masih belum tahu
duduknya hal yang sesungguhnya"
"Mesti ada sesuatu yang taysu curigai. Maukah taysu
memberitahukan keCurigaan taysu itu kepadaku? " sinona minta.
"Sampai saat ini, ada apakah yang loolap masih tak mau
membeberkan sejelas jelasnya? " ia menarik napas melegakan
hatinya yang pepat, baru ia menyambungi. "Setelah loolap dan Su
Hong Taysu berhasil menginsafi kedua ketua partai itu, lantas
muridku menyuguhkan teh harum kepada masing masing keempat
ketua partai. Seumurku tak ada kegemaranku kecuali air teh, maka
itu, loolap sangat memperhatikan tentang pelbagai macam teh.
Demikian antara kami pelbagai partai, tidak ada yang tidak diketahui
harumnya teh kami. Ah, inilah dia kesalahannya..."
"Tentang teh taysu, pernah mendengarnya," Ban Liang turut
bicara. "Tapi taysu, apakah sangkut pautnya urusan teh itu serta
halnya kamu kena diracuni? "
"Sewaktu loolap mau menghadiri rapat, loolap telah membekal
sebungkus teh yang istimewa. Sudah loolap pikir untuk
menyuguhkan air teh itu kepada sekalian rekan kami. Untuk
mengambil air sumber gunung serta memasaknya loolap telah pilih
seorang murid yang dipercaya..."
"Jadinya orang telah menaruhkan racun di dalam air teh itu? "
Soat Kun menyela.
"Benar Siang siang orang telah memasukkan obat pulas kedalam
teh itu. Kami semua tidak bercuriga, sebab kesatu teh itu harum
sekali hingga bau obat kena terkalahkan, dan kedua yang masak
dan menyuguhkan teh adalah murid terpercayaku itu. Begitu kami
minum teh dengan hati lega. Tidak kusangka bahwa teh buatan
loolap sendiri itu telah mencelakai rekanku dan juga diriku sendiri"
Ban Liang menghela napas dengan perlahan.
"Peristiwa sangat sulit dan sukar diduganya, tak tahunya hanya
begini sederhana" katanya.
"Taysu, murid taysu itu, apakah dia murid yang dipercaya yang
dicalonkan untuk menjadi ahli waris taysu nanti? ?" Nona Hoan
tanya.
"Bukan. Ketika itu loolap merasa diriku masih tangguh, belum
pernah loolap memikir soal calon murid untuk menjadi ahli
warisku..."
"Taysu," Siauw Pek turut bicara pula, "murid taysu yang
dipercaya itu, apakah nama gelaran sucinya? ”
“Murid loolap itu ialah..."
Secara mendadak kata-kata Han In Taysu terputus sampai disitu
diputuskan oleh suatu suara nyaring dan berisik, yang datangnya
suatu pojok ruangan dalam tanah itu, hingga debu mengepul naik.
Dengan tiba-tiba disitu muncul sebuah peti
"Seng kiong Sin Kun telah tiba" mengeluh ciu ceng.
Ban Liang segera menoleh sambil mengangkat kepalanya,
memandang kelowongan batu itu. Disitu ia tidak melihat satu
orangjua Sementara itu Soat Gie menyusupkan tubuhnya kepada
Soat Kun, tangan kanannya memegang erat-erat lima jari tangan
kanan kakaknya.
Itulah semaCam isyarat dari kedua saudara itu kalau mereka
menghadapi sesuatu yang penting atau berbahaya. Secara begitu
sang adik bisa memberitahukan kakaknya cepat sekali.
Sebagai kesudahan dari itu maka terdengar suara dingin dari
Hoan Soat Kun suara yang langka dikeluarkannya: "Seng kiong Sin
Kun Kau telah berani menggunakan tipu muslihatmu ini untuk
mengelabui mata dunia Rimba Persilatan, hingga kau telah
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan langit terkejut
dan bumi tergetar goyang. Kenapa sekarang kau tidak berani
memperlihatkan wajahmu sendiri, untuk berhadap hadapan dengan
orang orang Bu Lim? "
ciu ceng kaget sekali mendengar suara si nona, yang menantang
secara menghina itu. Katanya didalam hati: "Dengan Sin Kun tidak
munculkan diri, itulah berarti masih ada jalan hidup untuk kita
semua. Tapi, kalau dia memperlihatkan dirinya maka hari ini tidak
ada jalan hidup bagi kita lagi..."
Jago ini telah terlalu lama hidup dibawah pengaruh Sin Kun, baru
mendengar nama orang saja, dia sudah gentar, apalagi kalau dia
berhadapan dengan Sin Kun sendiri. Demikian sekarang walaupun
dia telah bebas dari kekangan dan telah pulih kesadaran dan tenaga
kepandaiannya, walaupun ada Nona Hoan sebagai pengandalnya.
Nyatalah dia masih kurang kuat kepercayaannya terhadap nona itu.
Debu telah lenyap akan tetapi mulut pintu yang terbentang luas,
kosong melompong. Tak ada bayangan orang sekalipun, apalagi
orangnya Tapi Siauw Pek sudah bersiap dengan pedang
ditangannya. ia hendak menangkis andaikata Sin Kun
menyerangnya, supaya musuh tak dapat masuk kedalam ruang
dalam tanah dimana mereka berkumpul itu. Ruang sempit, itulah
berbahaya andaikata sin Kun menyerbu bersama banyak orangnya.
Nona Hoan terus menanti dengan sabar, sampai beberapa lama,
ia tidak mendengar apa apa lagi, ia tidak melihat apapun juga .
ciu ceng dan orang orangnya guncang hatinya, tetapi
menyaksikan kesunyian itu, hati mereka agak mulai tenang.
"Mari kita keluar dari sini" akhirnya terdengar suara Soat Kun,
terus bersama adiknya ia memutar tubuh, keduanya bertindak
dengan cepat, berlalu dari kamar rahasia itu.
Siauw Pek bersama Ban Liang dan ciu ceng mengikuti kedua
nona itu.
Giok Yauw menyusul sesudah ia menyuruh kedua kiamsu baju
merah mengiringi Han in Taysu.
Oey Eng dan Kho Kong berjalan paling depan dengan lenteranya.
Tiba diluar, nampak langit sudah mulai remang-remang. Ketiga
buah kereta menantikan didepan rumah atap. Semua kereta itu,
yang dilindungi para ang-ie kiam-su, tidak kurang suatu apa.
Segera Soat Kun naik keatas keretanya, ia lalu menitahkan:
"Putar haluan kearah Siauw Lim Sie"
Han in dinaikkan keatas kereta. Giok Yauw membantunya.
Ketua Ngo Bie Pay itu tertawa, katanya: "Tak kusangka, hari ini
aku dapat melihat langit pula..."
Oey Ho ciu Loo segera memberikan perintahnya, maka
berangkatlah ketiga buah kereta dengan dilindungi pasukan ang ie
kiamsu itu. Kereta kereta dilarikan cepat. Selagi berjalan itu, Ban
Liang menyusul ciu ceng, mendampinginya. "Kenapakah Seng Kiong
Sin Kun tidak muncul? " tanyanya, heran.
"Aku juga tidak mengerti," sahut orang yang ditanya, yang tak
kurang herannya.
"juga heran Nona Hoan, mengapa ia tidak memerintahkan
memeriksa seluruh ruang didalam tanah itu..." berkata lagi Ban
Liang.
Mendengar itu ciu ceng berkata didalam hatinya: "Syukur juga
tidak dilakukan pemeriksaan-. Jikalau kita bertemu dengan Seng
Kiong Sin Kun, mungkin sekarang kita sudah tidak hidup lagi..." Tapi
ia kemudian menjawab: "Mungkinlah karena sesuatu sebab sin Kun
terlambat. Kalau dia keburu datang, kita pasti tak sempat
menyingkir^.."
Tapi Ban Liang berpikir lain-Katanya pula^ "Sampai detik ini, sin
Kun itu hanyalah satu nama kosong. Siapakah yang pernah melihat
wajahnya? Tak seorang jua"
"Tak peduli sin Kun pandai menyamar, dia tetap ada
manusianya," berkata ciu ceng. "Dia liehay ilmu silatnya, andaikata
Thian Kiam muncul kembali atau Pa Too datang sendiri, belum tentu
mereka dapat menjadi tandingannya"
Ban Liang membungkam. Pikirnya: "orang ini masih sangat
terpengaruh oleh Seng Kiong sin Kun, percuma aku mengadu mulut
dengannya..." Maka ia lalu tertawa dan berkata. "Saudara ciu hidup
bersama Sin Kun lama sekali, memang kau lebih mengetahui dia
daripada aku..."
Tiba tiba siJenjang kuning melengak.
“Hanya ada satu hal yang membuatku sangat tidak mengerti..."
katanya.
"Apakah itu, saudara? "
"Itulah perkataan Seng kiong hoa Siang. Dia berkedudukan tiggi,
dia sendiri yang mengatakan bahwa Sin Kun bakal segera datang.
Aku percaya dia tidak berdusta, tetapi aneh, Sin Kun toh tidak
muncul"
"Inilah yang dikatakan shia put seng ceng kesesatan tak dapat
memenangkan kebenaran" berkata Ban Liang. "Mungkin disebabkan
tantangan Nona Hoan, Sin Kun tidak berani memperlihatkan dirinya"
ciu ceng tertawa, terus ia bungkam.
Perjalanan sementara itu dilanjutkan terus, sampai disebuah
tempat kosong yang sunyi. Disitu terdapat tanah pekuburan yang
tak teratur yang dikelilingi pohonpohon pek tua.
Sejak pengalamannya didalam ruang dalam tanah, sangat jarang
ciu ceng tertawa atau tersenyum, nampaknya hatinya sangat berat,
sekarang tiba ditempat sunyi ini, kelihatan dia semakin tidak tenang
hati, matanya senantiasa diarahkan keempat penjuru.
Ban Liang yang selalu mendampingi kawan itu dapat melihat
orang tidak tenteram, dia menghampiri sambil berkata: "Tempat ini
sangat sunyi..."
Alis ciu ceng dikerutkan-Masih dia melihat kesekitarnya. Tiba tiba
mukanya menjadi pucat. Segera dia mengangkat tinggi-tinggi
tangan kanannya.
"Berhenti" perintahnya.
Perintah itu ditaati. Dengan mendadak ketiga kereta dihentikan
dan sekalian pengiringnya juga , hanya mereka ini segera
menghunus pedangnya masing-masing, dengan rapih mereka
mengurung kereta kereta yang diiringinya itu
"Ada apakah? " bertanya Siauw Pek. yang menyingkap tenda
keretanya. Sekarang ini, sesudah beristirahat beberapa hari, ia telah
pulih kesehatannya.
"Entahlah ciu Huhoat, mungkin dia melihat sesuatu..." menjawab
Ban Liang.
Jago tua ini melihat siJenjang Kuning mengulapkan tangannya
diatas kepalanya dan semua ang ie kiamsu mengurung kereta
kereta dengan kewaspadaan- Disekitar mereka tak ada orang asing,
cuma melihat dan terdengar suara rumput-rumput yang
dipermainkan oleh hembusan angin.
Saking herannya, jago tua itu berkata didalam hati: "Sejak
beberapa hari ini hati ciu ceng terus tidak tenang, agaknya dia
berduka dan khawatir saja. Adakah itu disebabkan rasa takutnya
yang terus menguasai dirinya.”
“Saudara ciu, ada apakah? " kemudian bertanya sijago tua pada
kawannya. ciu ceng bersikap sungguh-sungguh.
"Seng Kiong Sin Kun..." sahutnya, suaranya gemetar, giginyapun
bercatrukan-Agak sukar ia menjawab itu.
"Mengapa aku tidak melihatnya? " tanya Ban Liang, sijago tua
itu.
"Kau tunggu saja dan lihat..."
Ban Liang menoleh keempat penjuru, matanya dibuka lebar. Ia
tetap tidak melihat Sin Kun atau lainnya yang mencurigakan-
"Mungkin kau keliru melihat, saudara ciu" katanya. "Aku tidak
melihat apapun juga Nanti aku pergi kedepan memeriksanya."
Berkata begitu jago tua ini bertindak maju, tapi mendadak ia
mendengar suara yang bengis seram. "ciu ceng Kau menjadi tongcu
dari Oey liong Tong, mestinya kau tahu baik aturan dari Seng kiong.
Apakah hukuman untuk siapa yang memberontak meninggalkan
kiong? "
Dengan cepat Ban Liang berpaling kepada rekanya, ia
menyaksikan muka orang pucat sekali, dua orangpun berdiam
bagaikan patung.
“Hm" pikirnya, mendongkol berbareng lucu "Didalam dunia Kang
ouw ada perbedaan dari mereka yang ilmu silatnya lebih tinggi atau
lebih rendah, akan tetapi rasa takut, tak dapat orang
menghindarinya, cuma, kalau rasa takut semacam ini, sungguh
belum pernah aku alami."
Walaupun dia berpikir demikian, Seng Su Poan tidak tinggal
berpeluk tangan saja. Tak dapat dia membiarkan kawannya
terbenam dalam takut yang hebat itu.
"Tuan, kau siapakah? " tegurnya. "Adakah kau seorang laki-laki,
seorang jago? Kenapa kau menyembunyikan kepala menongolkan
ekor Adakah ini kelakukan seorang gagah perkasa? "
Tidak ada jawaban atas pertanyaan Ban Liang itu. Ada juga suara
tadi, yang kembali ditujukan kepada bekas tongcu dari Oey liong
Tong dari Seng kiong itu. Demikian katanya "ciu ceng Kau mau
menghukum dirimu sendiri atau kau menghendaki Punco yang turun
tangan? "
Ban Liang heran, ia memasang telinga sungguh sungguh Suara
itu datang seperti dekat sekali, seperti juga dari tempat yang jauh.
Dengan matanya, ia tidak melihat siapapun juga .
Akhirnya, "Saudara ciu, dimanakah orang itu bersembunyi? " ia
tanya ciu ceng.
Bekas tongcu itu tidak menjawab. Pertanyaan itu diulangi
beberapa kali. Dia tetap membungkam. Hanya tampak dia berdiri
terpaku, wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat ketakutan. Dia
bingung...
Mendongkol sijago tua tetapi dia mengendalikan diri.
Semua ang-ie kiamsu, yang mengitar kereta juga berdiri diam.
Dalam penasaran, Ban Liang mencoba mengikuti tujuan mata ciu
ceng. Tujuan itu langsung kedepan, keatas, kesebuah pohon Pek. Di
situ diantara cabang cabang pohon tampak sebuah gin-pay, atau
lencana perak. yang tengahnya ada gambaran berwarna merah,
mirip thay kek diagram yang merupakan unsur im (negatip) dan
yang atau positip.
Melihat benda itu, tahulah sekarang sijago tua itu apa yang
menyebabkan ketakutan sang rekan-Tanpa ayal lagi ia menyumput
sebuah batu, terus ia menimpuk ginpay itu. ia menggunakan
tenaganya. Sambil menimpuk ia berseru.
Ginpay itu tidak kena dihajar tetapi seketika itu juga lenyap
diantara dahan-dahan yang lebat, sebagai gantinya terdengar suara
tadi yang seram, dingin dan bengis. "Hai ciu ceng, Masih kau tidak
mau menerima binasa? Benarkah kau hendak menantikan punco
sendiri yang turun tangan? "
Mendengar itu ciu ceng menoleh kepada Ban Liang, terus dia
bertindak maju.
Sijago tua hendak mencegah orang berjalan maju, ia sudah
meluncurkan tangan kanannya tapi ia segera menariknya pulang^
Suara seram tadi terdengar pula: "Buang senjata ditanganmu" ciu
ceng mendengar kata sekali. Tanpa mengatakan sesuatu, ia
melemparkan pedangnya. Bahkan semua ang-ie kiamsu turut juga
membawah pedangnya masing masing. Sampai pada waktu itu Ban
Liang yang sabar luar biasa tak dapat mengekang diri lagi. "Saudara
ciu, lekas mundur" teriaknya.
ciu ceng bagaikan terkena ilmu sihir, ia jalan terus. cegahan
sijago tua tidak ia gubris.
Ban Liang bingung hingga ia berdiri diam-saja.
Tepat pada waktu itu tenda yang kedua tersingkap. dari situ
tampak dua Nona Hoan bertindak turun. Soat Kun memegangi
pundak kiri adiknya. Dia menutup mukanya dengan cela hitam.
Ditengah jalan dari tegalan itu, ia berdiri diam.
Oey Eng dan Kho Kong dengan senjatanya siap sedia,
mendampingi kedua nona itu.
Giok Yauw juga melompat keluar dari keretanya, tangan kirinya
memegang jarum rahasianya. Dia menghampiri Ban Liang, untuk
bertanya dengan berbisik: "Loocianpwee ada kejadian apakah? "
Ban Liang menggeleng kepala.
"Kejadian sangat aneh" sahut orang tua itu. "Tak pernah aku
melihat dan mendengarnya. Akupun menjadi bingung karenanya..."
Ketika itu terdengarlah suara merdu tapi tenang dari soat Kun:
"Melihat keanehan jangan merasa aneh Keanehan itu akan buyar
sendirinya. Janganlah membuat bingung diri sendiri"
Itulah kata kata sederhana dan Ban Liang mendengarnya dengan
jelas sekali. Kata-kata itu membuatnya sadar. Sadar juga Oey Eng
dan Kho Kong, yang telah bertanya-tanya dalam hati menyaksikan
gerak-gerik ciu ceng yang aneh itu.
ciu ceng sementara itu sudah sampai dibawah pohon pek itu, dia
mengangkat kepalanya mengawasi keatas. ia bagaikan menanti
sesuatu.
Dalam sadarnya itu Ban Liang berkata. "Kalau terjadi sesuatu
atas diri ciu ceng, kedua belas ang ie kiamsu pun bakal Celaka juga.
Bahkan hebatnya, mereka bakal menjadi contoh, hingga diwaktu
lain pasti tak akan ada orang-orang Seng kiong yang berani
memberontak dan berkhianat."
"Itulah benar" kata Giok Yauw.
"Maka itu kita mesti cegah peristiwa hebat yang bakal terjadi ini"
berkata pula si jago tua. "Nona punyakah kau keberanian untuk
menemani aku pergi kebawah pohon pek itu untuk melakukan
pemeriksaan? "
"Kenapa aku tidak berani? " berkata si nona. Dia merasa jeri juga
tetapi dia membesarkan keberanian. "cuma...”
“cuma apakah? "
"ciu ceng gagah kenapa dia membiarkan dirinya dipengaruhi, dia
main turut saja? "
"Hal itu musti ada sebab musababnya. Tak ada waktu untuk
mengadakan penyelidikan, yang perlu ialah lebih dahulu menolong
orang Berkata begitu, Ban Liang segera berlari kearah pohon Giok
Yauw benar berani, dia berlaku menyusul. Tepat pada waktu itu,
kembali terdengar suara seram tadi: "Siapa mengkhianati Seng
kiong dan berontak, dia mesti dihukum mati" suara itu keluar dari
atas pohon pek. dari antara cabang-cabang dan daun-daun yang
lebat.
Hanya kali ini, begitu suara itu berhenti mendengung, sebagai
gantinya lalu terdengar suara senjata tajam beradu.
Muka ciu ceng menjadi sangat pucat, peluhnya membasahi
mukanya, bagaikan hujan lebat. Dengan perlahan-lahan, dia
mengangkat tangan kanannya. Ketika itu Ban Liang dan Giok Yauw
telah sampai disisi kawan itu.
"Nona, kau awasi musuh yang bersembunyi diatas pohon" Ban
Liang membisiki Nona Thio,
dilain pihak^ dengan tangan kanannya dia menyambar ciu ceng.
Oey Ho ciu Loo tidak melawan ketika orang menyambarnya.
Bagaikan tak sadarkan diri, dia terus menatap keatas pohon-Ban
Liang mencekal keras lengan kanan kawan itu.
"Saudara ciu, ingat" katanya, keras. "Sebagai seorang laki2 hidup
tidak dapat dibuat girang, mati tak usah ditakuti. Kenapakah kau
ketakutan begini rupa? Bukankah kau hidup seperti juga mati? "
Selagi Ban Liang berbicara dengan siJenjang Kuning, Giok Yauw
sudah melompat ke bawah pohon-ia berlaku berani sekali. Begitu
datang dekat, begitu tangan kirinya diayun. Maka meluncurlah
jarum rahasianya keatas pohon pek itu Dengan memperdengarkan
ser-ser, beberapa helai daun berjatuhan ketanah.
"Berlaku sembunyi sembunyi sebagai hantu adakah itu perbuatan
orang gagah? " sinona mengejek. "Kalau kau berani, kenapa kau
tidak mau memperlihatkan diri? "
Ban Liang sementara itu berlaku sebat sekali Sambil mencekal
tangan orang, dilain pihak ia menotok dua kali. Lalu selagi ciu ceng
tak berdaya bagaikan orang mati, tubuhnya dipeluk dipondong
dibawa lari kesisi kereta. Hampir serentak dengan bekerjanya Ban
Liang itu, tenda kereta yang ketiga tersingkap terbuka, dari situ
Siauw Pek melompat keluar, bagaikan terbang ia lari dan melompat
kesisi Nona Thio Giok Yauw berpaling. Ketika ia melihat si anak
muda bahkan anak muda itu bersenyum manis, hatinya menjadi
semakin besar.
JILID 33
"Kau lindungi aku, hendak naik ke atas pohon," katanya perlahan
Habis berkata, tanpa menanti jawaban lagi, nona cantik yang nakal
ini, yang berkeberanian besar, berlompat naik keatas pohon-
Dengan tangan kanan, yang memegang pedang terhunus, ia
melindungi tubuhnya.
"Hati hati" Siauw Pek memesan, sedang tangan kirinya
menghunus pedangnya, bersiap sedia andaikata Giok Yauw
membutuhkan bantuannya.
Nona Thio bertindak cepat, gerakannya gesit dan lincah. Tiba
diatas, tangan kanannya membabat, tangan kirinya menjambret,
maka itu, selagi beberapa cabang terpapas kutung, tangan kirinya
sudah memegang sebuah cabang yang cukup besar, hingga
tubuhnya jadi bergelantungan.
Pada waktu si nona tiba, pada waktu itu pula bayangan orang
berkelebat pergi meninggalkan pohon. Dia bergerak disebelah kiri
sinona. Tak sempat nona itu menyerangnya, lekas lekas ia
melompat turun.
"Apakah nona melihat musuh? " tanya siauw Pek. memapak nona
itu.
"Ya."
"Manakah dia? "
"Dia sudah kabur. Dia sangat gesit, sehingga aku tak keburu
mengejarnya.”
“Apakah nona melihat roman orang itu? "
"Tidak. Kau dibawah, apakah kau tidak melihat dia? "
Si anak muda terdiam, ia seperti tidak mendengar. Memang ia
tidak ada orang lari menyingkir.
Nona itu mengawasi, lalu ia tertawa geli.
"Eh, kau marahkah? " tanyanya.
Belum lagi Siauw Pek menjawab, Soat Kun sudah datang
mendekati mereka, Oey Eng dan Kho Kong mengiringinya. Ia jalan
seperti lari.
"Apakah ada musuh? " tanyanya.
"Musuh seperti segan menghadapi kita depan berdepan, dia
kabur," sahut Giok Yauw.
"Kalau begitu, inilah agak aneh." berkata si nona.
"orang itu sangat gesit dan lincah," Nona Thio mengakui.
"Mestinya ilmu silatnya tak di bawah kita. Entah kenapa dia tak maU
bertempur..."
Nona Hoan tidak kata apa apa lagi, ia cUma menhela nafas. "Mari
kita melanjutkan perjalanan kita," katanya singkat.
"Nona" Siauw Pek berkata, "ada satu soal sulit. Bagaimana kita
mengurusnya? ”
“Apakah itu? " tanya si nona, yang menghentikan langkahnya.
"ciu ceng seperti terganggu otaknya, hingga Ban Loocianpwee
perlu menotoknya. Semua kiamsupun meletakkan senjatanya,
mereka seperti tak sadarkan diri..."
Nona itu menghela nafas
"Kalau begitu tepatlah ramalan suhu" ujarnya perlahan.
"Bagaimana, nona? " tanya siauw Pek. heran-"Apakah selagi
Hoan LooCianpwee mau meninggal dunia ia pernah
memberitahukan nona tentang perobahan dunia Kang ouw nanti? ”
“Jikalau suhu menjelaskan demikian, tidak usah aku merasa sulit
sekarang.”
“Apa saja katanya Hoan Loocianpwee "
"suhu memberitahukan kepada kami berdua bahwa belum
pernah ada yang sanggup yang gunakan kekuatan saja
mempersatukan kaum Kang ouw, bahwa kekacauan sekarang ini
kalau sampai terjadi, itulah disebabkan sipengacau menggunakan
semacam kepandaian pang bun coh too, ialah ilmu sesat, hingga dia
jadi mempunyai pengaruh luar biasa." Mendadak si nona
menghentikan bicaranya.
"Kemudian? " Siauw Pek bertanya.
"sampai disitu saja kata kata suhu. Buat selanjutnya, hambamu
tidak berani sembarang menerka nerka."
"Bagaimana kalau nona memberi pandangan mengenai keadaan
sekarang ini? "
"Untuk dapat menentang musuh kita mesti bertekad bulat."
"Bukankah orang orang musuh nekat semuanya? Nampaknya
mereka dipengaruhi racun hingga mereka takut berkhianat."
"Sampai setengah jam yang lewat hambamu pun beranggapan
demikian- Tapi pada detik ini anggapanku itu telah berubah.”
“Bagaimanakah itu, nona? "
"Kita ambil contoh ciu ceng. Dia toh sudah bebas dari kekangan
racun”
“Maukah nona menjelaskan? "
"Dia seperti mendapat kekangan semangat. Dia tak bebas
merdeka sendirinya."
siauw Pek berpikir. "Memang benar begitu. cara, atau pengaruh,
apakah yang digunakan musuh hingga ciu ceng yang Cerdas dan
gagah, yang berkenamaan, menjadi berubah semangatnya, hingga
dia jadi penakut dan menurut saja segala kata kata orang? " Lalu ia
berkata "Nona benar. Hanya, yang tidak jelas, dan seCara aneh
apakah digunakan Sin Kun untuk mempengaruhi ciu ceng? Benarkah
didalam dunia ini ada ilmu siluman? "
"Itulah sulit untuk diperCaya. Yang benar ialah adanya suatu
pengaruh yang sekarang masih gelap bagi kita..."
"cara Sin Kun mirip dengan ilmu siluman. Akupun tidak perCaya
adanya ilmu itu tetapi nyatanya toh membuat orang
memperCayainya" Si nona menghela nafas. "Oh, kalau saja suhu
masih ada..."
"Nona. Jikalau kau tidak sanggup memeCahkan rahasia ini, lain
orang pasti tidak berdaya sama sekali..."
"Ada juga suhu pernah bicara tentang ilmu yoga dari India,
bahwa ilmu itu dapat menyebabkan timbulnya tenaga semangat
seseorang. Sayang mataku berCaCat hingga aku tak dapat
memahami dari pelbagai kitab. sayang pula kepandaiaan suhu, tak
dapat aku mewarisi semuanya.”
“Nona..."
Soat Kun agak terperanjat. suaranya sianak muda berat sekali
terdengarnya.
"Ada apakah, bengCu? " ia bertanya.
"Aku ingin bicara hal yang mengenai pribadi, harap nona tidak
gusar."
Si nona berdiam "Apakah itu, bengcu? "
"Apakah Hoan Loocianpwee pandai ilmu obat obatan? "
"Benar. Bahkan kepandaiannya itu sukar ada tandingannya."
"Semua hidup Hoan Loocianpwee, apakah dia pernah bicara
mengenai mata nona? " Soat Kun melengak.
"Kenapa bengcu mendadak menanyakan soal ini? "
"Aku menerka penyakit mata nona mesti ada cara
penyembuhannya^"
Tiba tiba si nona tertawa perlahan-"Apakah bengcu menyayangi
mataku yang tak dapat melihat ini? Apakah karena itu bengcu
menjadi berduka? "
"Aku hanya memikir, nona, Jikalau kau dapat melihat, pasti kau
leluasa membantu menjunjung keadilan dunia persilatan-" Nona itu
menghela nafas.
"Suhu pernah memperingatkan aku bahwa didalam dunia ini
tidak ada sesuatu yang sempurna seluruhnya. Itulah pasti
anjurannya supaya aku merasa puas dengan cacat mataku ini."
"Kalau nona diam saja dirumah, tak apa nona tak dapat melihat,
tapi sekarang nona muncul dalam dunia Kang ouw, bahkan kita
harus membawa musuh yang luar biasa, guna menjunjung keadilan
Rimba Persilatan, maka aku pikir, seandainya mata nona awas,
pastilah kemenangan akan berada dipihak kita "
Kembali agaknya si nona terperanjat. Rupanya ia ingat sesuatu.
Parasnya berubah. Tapi, lekas juga, ia tenang pula seperti biasa.
Dengan sungguh sungguh, ia berkata: "Suhu sendiri pernah memuji
aku sebagai wanita yang cantik luar biasa, bahwa sayang aku
cacatpada kedua belah mataku. Apakah benar kata kata suhu itu
mengenai kecantikanku? "
Berkata begitu, si nona menyingkap calanya iapun membetulkan
rambut yang turun didahi dan samping telinganya. Ia menghadap
kearah si anak muda, sang bengcu.
Siauw Pek mengawasi tajam wajah itu. Sungguh wajah si nona
sangat cantik, dari atas hingga kebawah, dia tak ada celaannya.
Potongan tubuhnyapun lemah gemulai dan indah. Kecuali sepasang
mata...
Walaupun pelukis paling pandai tak akan sanggup melukis
menggambar kecantikan nona itu...
"Sungguh, nona kau cantik sekali, guru nona memuji tepat"
akhirnya ketua ini memberikan pujiannya . Nona itu tertawa.
"Kalau mataku sembuh dan bisa melihat, tidakkah aku akan
dikutuk alam? " tanyanya. "Suhu kata aku buta karena terkutuk..."
"oh..." berusaha si ketua, bingung Tak tahu ia mesti mengatakan
apa.
"Adikku ini jujur," kata sinona kemudian, "akulah kakaknya tetapi
sifat kami berlainan Bengcu, andaikata di dalam dunia ada obat
mujarab yang dapat menyembuhkan mataku, belum aku pikir untuk
menggunakannya..." Siauw Pek berdiam ia heran sekali.
"Menurut si nona ini, bukankah mesti ada obat untuk
menolongnya? Kenapakah ia menolak obat itu? Kenapa ia senang
hidup tak dapat melihat? "
Pembicaraan mereka terputus sampai disitu, Ban Liang datang
dengan berlari lari, agaknya dia gugup,
"Nona Hoan" katanya, "pikiran ciu Huhoat kaCau, dia ngoceh
tidak karuan Entah apa yang dia ucapkan..."
Soat Kun berpiklr, baru ia menjawab : "Jangan ganggu dia.
Mungkin dari ocehannya itu kita akan memperoleh sesuatu
mengenai keadaannya yang aneh itu. Nah mari kita melihat."
Si nona menurunkan pula Celananya, lalu ia berjalan Cepat.
Tentu saja, ia berjalan bersama Soat Gle, dan sang adik yang
memimpinnya ciu ceng diletakkan di atas tanah di atas rumput,
tubuhnya terlentang, mukanya menghadap keatas. kedua matanya
tertutup rapat, tetapi mulutnya senantiasa berkemak kemik.
Nona Hoan menghampiri sampai disisinya, ia jongkok sambil
menatap.
Ban Liang bersama Siauw Pek. untuk menyaksikan, buat turut
mendengari, jongkok bersama. Mereka berdiam saja seperti kedua
nona itu. Sampai sekian lama ciu ceng mengoceh, baru ia berhenti.
"coba totok jalan darah lupanya" Soat Kun menintahkan-Siauw
Pek menyahut, terus ia menotok huhoat itu, membuatnya tidur.
Nona Hoan menghela napas.
"Apakah bengcu sekalian mendengar jelas apa katanya? " ia
tanya.
"Sedikitpun aku tidak mengerti," sahut Ban Liang.
"Dia ngoceh mohon ampun.”
“Mohon ampun? "
"Ya. Dalam keadaan tak sadar itu, dia seperti tengah tersiksa
hebat."
"Apakah nona mendengar dia mohon ampun kepada atau dari
siapa? " Siauw Pek tanya.
"Dia mohon ampun dari orang yang menguasai jiwanya."
"Kalau begitu, itulah Seng Kiong Sin Kun" kata siauw Pek.
Sinona berdiam untuk berpikir.
"Tak keliru terkaan bengcu. Tapi dia tak menyebut nama Sin
Kun.”
“Habis, siapa kah orang itu? "
“Hambamu tidak mendengar jelas. Samar-samar ia menyebut
nama seorang wanita."
Ban Liang tercengang.
"Nama seorang wanita? " ia menegasi.
"Ya. Ini hanya menurut pendengaranku."
Siauw Pek heran-Tapi ia mengalihkan pembicaraan-"Nona, dalam
keadaan sekarang ini, apakah daya nona untuk menentang musuh?
" demikian ia bertanya.
"Sekarang ini dimana-mana terdapat orang Sin Kun telah kupikir
memakai tenaga Sin Kun untuk membalas menghajarnya. Tapi
keadaan ciu ceng membuatku harus berubah siasat. Inilah karena
terpaksa.”
“Bagaimana, nona? "
"Mulanya hambamu menerka sin Kun mempengaruhi orang
karena dia menggunakan obat beracunnya, sekarang terkaan itu tak
dapat diandalkan lagi. Sekarang hambamu percaya sebenarnya sin
Kun mempunyai semacam kepandaian silat yang luar biasa.
Kepandaian apakah itu? Itulah yang harus dicari tahu."
XXX
"Bagaimana caranya itu, nona? "
"semasa hidupnya suhu pernah mengatakan kepada kami bahwa
dalam dunia ilmu silat, ilmu silat partai Siauw Lim Sie yang paling
liehay, partai itu paling banyak anggotanya serta paling kuat. Maka
hambamu berpikir guna menentang Sin Kun, baik kita
mengandalkan pihak Siauw Lim Pay itu. Karena itu sekarang
hambamu mau pergi dahulu kegunung Siong San, untuk dapat
membujuk partai itu supaya mereka maU membantu kita. Dengan
begitu barulah kita tak akan kekurangan tenaga." Siauw Pek
berpikir.
"Apakah nona telah mempunyai pegangan akan dapat membujuk
Siauw Lim Pay? ”
“Tadinya belum tapi sekarang ada juga kepercayaanku...”
“Apakah itu sebabnya, nona? "
"sekarang kita mendapat bantuan Han In Taysu." Siauw Pek
lantas ingat Ngo Bie Pay itu.
"Nona benar" katanya.
"Sekarang ini Han In Taysu sudah bercacat, meski dia belum
melupakan ilmu silatnya, tak dapat dia membantu kita. Walaupun
demikian, kita harus merawat dan melindunginya baik baik.
Sekarang dialah saksi satu satunya yang paling penting”
“Itu benar" Ban Liang turut bicara.
"Sekarang perlu kita lekas lekas tiba di Siauw Lim Sie," Soat Kun
berkata pula. "Seharusnya Seng Kiong Sin Kun sudah mesti muncul,
sekarang dia belum juga tiba, mungkin ada suatu halangan
untuknya. Pernah suhu bicara tentang peruntungan, katanya saat
yang baik dapat lenyap didalam sekejap. dari itu, kita harus dapat
menggunakannya dengan baik"
"Bagaimana nona pikir tentang ciu ceng? " Ban Liang tanya. "Dia
dan orang orangnya sulit kita andalkan lagi guna menentang Seng
Kiong Sin Kun. Walaupun racun mereka sudah disingkirkan,
keberanian mereka sudah terpengaruh hebat. Dengan mengajakajak
mereka, bukankah itu suatu beban bagi kita? "
"Aku menyangsikan kalau mereka terpengaruh buat selamalamanya,"
soat Kun berkata. "Mungkin akan datang saatnya yang
mereka akan sadar pula."
"Kalau begitu, baik kita ajak mereka. ciu ceng seperti lagi sakit,
dia dapat dinaikkan ke atas kereta. Mengenai para kiamsu, biar
mereka berjalan seperti biasa. Kelihatannya mereka masih dapat
berjalan. Loohu yang akan memimpinnya."
"Baiklah begitu" si nona mengambil keputusan, sesudah mana ia
menghampiri keretanya untuk menaikinya.
Setelah kereta kereta diberangkatkan, Oey Eng dan Kho Kong
yang jalan dimuka. Siauw Pek sudah sembuh, bersama Thio Giok
Yauw, ia mengambil kedudukan di tengah, guna melindungi kedua
nona Hoan serta Han In Taysu. Ban Liang berjalan paling belakang
dengan mengepalai rombongan ang ie kiamsu.
Roda roda kereta menggelinding terus menerus. orang sudah
melalui lie lebih tatkala mendadak kereta kereta itu mesti
dihentikan. Itulah sebab terdengarnya satu teriakan dan seorang
kiamSu jatuh roboh dengan mulutnya mengeluarkan darah Segar.
Dia mati Seketika.
"Ada terjadi apakah? " tanya Nona Hoan, yang turun dari
keretanya.
"Seorang kiamsu roboh mati seketika," Ban Liang menjawab.
"Adakah suatu pertanda? " sinona bertanya
"Dia seperti terkena hajaran tangannya seorang laykee," sahut
Ban Liang pula.
"Lay kee" ialah ahli silat bagian dalam, sebagaimana "gwa kee"
adalah ahli silat bagian luar. Nona itu menghela napas.
"Dilihat dari sini, jangan jangan para kiamsu itu sukar tiba sampai
di Siong San," katanya.
"ciu ceng juga belum sadarkan diri, inilah Untung baik dari dia.”
“Kenapa begitu, nona? " tanya Siauw Pek.
"Dengan dia belum sadarkan diri, jiwanya seperti terlindung...”
“Ada hal yang lohu tidak mengerti..." berkata Ban Liang.
"Apakah itu, Ban Huhoat? "
"Lohu bicara dari hal kiamsu yang baru saja roboh mati itu.
Loohu telah memeriksanya, dia ternyata bukan mati karena racun.
Kalau dia terhajar hingga dia terluka dibagian dalam, siapakah yang
menghajarnya? Di sepanjang jalan tak ada juga musuh yang
menghadang."
"Mungkin dia telah terluka dari siang siang karena lukanya
kumat, dia mati ditengah perjalanan ini."
"Nona cerdas, apa tidak ada daya nona untuk mencegah
terulangnya kejadian seperti ini? " Ban Liang tanya. Si nona
menggelengkan kepala.
"Inilah sebabnya kenapa aku ingin lekas lekas tiba di Siong San
Sebenarnya orang orang Sin Kun itu dapat kita gunakan sebagai
tentara kita."
"Kalau kejahatan itu tidak dicegah, apakah kita bisa menonton
saja disepanjang perjalanan kita ini? " tanya Siauw Pek.
"pada saat itu belum ada daya untuk menolong mereka,"
menjawab si nona, yang segera naik pula keatas keretanya. Siauw
Pek memandang Ban Liang.
"Kalua dia mati karena kumatnya luka di bagian dalam, mestinya
mereka roboh semua serentak," katanya. "Kenapa yang roboh
hanya dia seorang diri saja? " Ban Liang menyeringai sedih.
"Lohu sudah tua dan berpengalaman, belum pernah mengalami
peristiwa seperti ini," sahutnya masguL
Siauw Pek menghela napas terus ia berdiam.
Dari dalam keretanya si nona terdengar suaranya: "Mari kita
melanjutkan perjalanan"
Terpaksa Ban Liang memberikan isyaratnya untuk berangkat.
Mayat si kiamsu dikubur sekedar saja.
Di dalam perjalanan lebih jauh, peristiwa si kiamsu tadi terulang.
Bencana menimpa setiap rekannya yang masih hidup itu. Selalu asal
terdengar teriakan, seorang prajurit tentu roboh binasa. Juga
dengan muntah darah.
Aneh pula kejadian itu tidak mengganggu sahabat mereka yang
masih hidup, Mereka itu tak peduli, tak kaget, tak menaruh
perhatian sama sekali. Mereka tetap berjalan bagaikan mayat mayat
hidup,..
Siauw Pek dan Ban Liang menyaksikan peristiwa itu, mereka
cuma bisa berduka dan menghela napas. Tak ada daya untuk
mencegah.
Ketika akhirnya pada waktu tengah hari rombongan Kim Too BUn
tiba dikaki gunung Siong San, sisa kiamsu tinggal empat orang.
Yang lainnya dapat nasib seperti kawan kawannya terdahulu itu.
Ban Liang menjadi seorang Kang ouw yang berpengalaman, ia
tahu tentang aturan partai Siauw Lim Sie, terutama aturan dipusat
partai pada saat saat upacara atau sembahyang besar, orang luar
tak dapat datang secara bebas ke kuil yang tersohor itu. Terutama
kaum Bu Lim Rimba Persilatan siapa yang lancang, dia akan
dirintangi dan diserang. Maka itu hendak ia mencegah kereta yang
terdepan maju terus. Tapi, baru ia mau membuka mulutnya, kereta
sudah berhenti dengan mendadak.
Kiranya hal itu disebabkan dimuka jalan itu, disisi jalan, terdapat
sebuah batu besar yang terukir empat huruf besar ini: "Kuda/kereta
dilarang masuk"
"Apakah kita jalan terus dengan turun dari kereta? " tanya Oey
Eng dan Kho Kong.
"Kita sudah tiba disini, itu berarti kita sudah memasuki wilayah
Siauw Lim Sie," Ban Liang memberi keterangan. "Kalau orang biasa
datang kemari, walaupun dia melanggar aturan, tidak apa, paling
juga dia ditegur dan disuruh kembali. Tidak demikian terhadap
orang Bu Lim, apalagi yang membekal senjata..."
“Habis bagaimana caranya kita mesti maju ini? " tanya Siauw
Pek.
"Kita harus menurut menggunakan aturannya."
"Apa dan bagaimanakah aturannya itu? "
"Kita mengirim kartu nama dahulu, untuk mengutarakan maksud
ke datangan kita guna menunjukkan hormat."
"Jikalau begitu, kita perlu berdamai dahulu dengan Nona Hoan-"
"Nanti loohu yang memberitahukan si nona," berkata Ban Liang,
yang terus pergi menghampiri kereta Soat Kun-Belum lagi jago tua
itu membuka mulutnya, tenda Nona Hoan sudah tersingkap dan
sebelah tangan yang putih halus sudah diulur keluar, tangan mana
yang menyerahkan sebuah amplop merah yang besar seraya si
nona berkata: "Aku telah menyediakan kartu nama ini untuk kita
berkunjung dengan menuruti aturan disini"
Ban Liang menyambuti. Ia membaca alamatnya, yaitu ketua
Siauw Lim Pay, dan sipengirim, ketua Kim Too Bun-
"Nona memikir sempurna, loohu telah menduganya," katanya.
"Sekarang tolong Huhoat mengajak Oey Huhoat pergi
menyampaikan kartu nama kita ini," berkata si nona. "Kami
menantikan disini."
"Memang kita harus menantikan disini. Jalan kedepan itu sudah
terlarang."
"Sudah lamakah adanya aturan ini? "
"Kita dahulu loohu datang kemari, aturan ini belum ada, kereta
dapat maju sampai di muka kuil sekali"
"Kalau begitu, aturan ini belum lama berlakunya."
"Paling lama juga sampai tiga puluh tahun. Loohu berkunjung
kemari pada tiga puluh tahun dahulu."
"Kita berhenti disini, itu artinya kita mesti mendaki dengan jalan
kaki."
"Yang sulit ialah ciu ceng dan Han in Taysu yang satu tak
sadarkan diri, yang lainnya CaCat kakinya.”
“Berapakah sisa kiamsu kita? ”
“Dapatkah mereka memikul tandu atau joli? ”
“Harap saja mereka tak bakal mati ditengah jalan..."
"Masih berapa jauhkah untuk tiba kuil Siauw Lim Sie? ”
“Kira-kira delapan lie lebih."
"Baiklah. sekarang huhoat boleh pergi bersama Oey Huhoat.
Minta Kho Huhoat tolong Carikan beberapa potong bambu buat
membikin semaCam gotongan bagi kita untuk mengangkat ciu ceng
dan Han in Taysu."
"Baik nona," kata Ban Liang, yang terus pergi bersama Oey Eng.
Dan Kho Kong pergi mencari bambu, yang mudah didapatkan
didekat tempat itu. Dengan cepat ia membuat tandu darurat, maka
juga ciu ceng dan Han in Taysu dapat dipindahkan ketandu itu.
soat Kun turun dari keretanya, dengan dua helai cita hitam, ia
menutupi tubuh ciu ceng dan sipendeta. Han In diberitahu mengapa
dia perlu menutup diri agar dia tidak menolak.
Keempat kiamsu bagaikan patung-patung tetapi mereka dapat
diperintah Kho Keng untuk menggotong kedua tandu itu.
soat Kun tidak bisa melihat tetapi dengan pertolongan adiknya, ia
tahu letak tempat serta sekitarnya. Maka ia berkata pada Siauw Pek:
"Bengcu berjalan bersama hambamu berdua, dan Nona Thio
bersama Kho Huhoat berjalan dibelakang, tetapi perhatikanlah
keempat kiamsu kalau-kalau nanti ada yang roboh ditengah jalan.
Giok Yauw dan Kho Kong menerima baik pesan itu.
"Nah mari, kita berangkat" Soat Kun mengajak. "silahkan nona
jalan dimuka" kata Siauw Pek. tersenyum. Kereta mereka dihentikan
ditepi jalan, di sebuah tikungan-Lewat kira-kira tiga lie, jalanan
menjadi lebar. Ada sebuah rimba pohon cemara menghadang
ditengah jalan akan tetapi ditengah-tengah itu terbuka suatu jalan,
yang terus ia lalui.
"AmidaBudha" tiba terdengar puji suci yang keluar dari dalam
rimba itu, disusul munculnya seorang pedneta tua yang tubuhnya
diselubungi jubah sucinya. Dia merangkap kedua belah tangannya
seraya meneruskan berkata^ "Kedua siecu, terimalah hormat loo
ceng"
"Loo ceng" itu berarti "aku sipendeta tua."
Soat Kun dan adiknya lekas-lekas membalas hormat.
"Tak berani kami menerima kehormatan besar dari loosuhu ini,"
kata sinona. "Aku mohon bertanya, untuk tiba digereja Siauw Lim
Sie masih ada berapa lie lagi? "
Pendeta itu tercengang. Dia berkata didalam hati: "Sungguh
liehay bocah ini. Belum sempat aku bertanya dia sudah mendahului"
Tapi ia mesti menjawab. Katanya: "selewatnya rimba ini, siecu
berdua akan tiba dimuka kuil kami. Dapatkah siecu menerangkan,
ada urusan apakah siecu datang berkunjung ini? "
"Kami hendak menghunjuk hormat kami kepada ketua loosuhu.”
“Tadi ada dua orang yang membawa kartu nama, adakah mereka
kawan siecu? ”
“Benar"
Pendeta itu membuka lebar kedua matanya, mengawasi si nona.
"Apakah kau Kim Too Bengcu? " tanyanya pula.
"Akulah bawahan Kim Too Bengcu," sahut si nona.
"Nah, manakah Kim Too Bengcu sendiri? "
"Sebentar setelah bertemu dengan ketua loosuhu, Kim Too
Bengcu akan muncul untuk membuat pertemuan-"
Pendeta itu berpikir, lalu dia kata: "siecu, walaupun kamu
berkunjung dengan menggunakan aturan, akan tetapi..."
"Akan tetapi apa, loosuhu? Apakah ada sesuatu halangannya?
Silahkan loosuhu jelaskan-"
Pendeta itu menghela napas.
"Siauw Lim Sie kami mempunyai satu aturan."
"Aturan apakah itu? "
"Jikalau pinceng jelaskan, harap siecu tidak berkecil hati. Aturan
ini ialah kuil kami melarang kunjungan perempuan. . . "
Istilah "pinceng" itu berarti "aku" buat seorang pendeta Buddhist.
"Kedalam kuil loosuhu ini apakah tak ada wanita yang datang
bersujud? ”
“Ada memang ada..."
"Kalau wanita itu seorang nyonya besar, apakah dia dilarang
juga? ”
“Itulah lain..."
"sama-sama wanita, ada apakah bedanya? Kalau wanita bersujud
boleh, baiklah loosuhu anggap akupun sebagai wanita yang
bersujud itu..." Pendeta tua itu menggelengkan kepala.
"Walaupun sebagai wanita bersujud, siecu cuma bisa sampai
disuatu bagian toa-tian, yaitu toa-tian pertama, tidak sampai ditoatian
kedua...”
Toa-tian-yaitu pendopo besar.
"Aku tidak percaya bahwa kuil Siauw Lim Sie yang besar dan
ternama, semenjak beberapa ratus tahun dahulu, belum pernah ada
wanita yang memasuki toa-tian yang kedua"
"Memang ada tetapi harus ada syaratnya.”
“Apakah syarat itu? "
"Syarat itu ialah orang mesti mengandalkan kepandaiannya untuk
masuk secara menerobos melewati penjagaan"
Sampai disitu, mendadak Giok Yauw mencampuri bicara.
"Menerobos masuk bukanlah soal sukar" katanya. "Apakah
loosuhu yang bakal merintanginya? " Pendeta tua itu tertawa
hambar.
"Siauw Lim Sie mempunyai aturannya yang keras," katanya.
"Selama siecu belum mencoba memasukinya dengan paksa, mesti
pinceng tidak berani menghalang halanginya."
setelah berkata begitu, pendeta itu menggeser kesamping.
Melihat orang minggir, Soat Gle bertindak maju. Soat Kun mengikuti
adik itu. Siauw Pek dengan tangan pada gagang pedangnya berjalan
dibelakang nona itu. Giok Yauw dan lainnya lalu mengikuti juga .
Selewatnya rimba cemara, jalanan berupa jalanan dari batu putih
yang terhampar rapih dan lebar. Didepan itu segera tampak pintu
halaman luar yang tinggi dan besar. Diluar pintu itu berdiri dua
orang pendeta dengan jubah merah.
"Kedua suhu, tolong suka membuka jalan" berkata soat Kun
nyaring, "Kami datang untuk bersujud"
Kedua pendeta itu saling mengawasi satu dengan lain, lalu yang
dikiri bertanya. "Apakah tuan tuan adalah orang Kim Too Bun? ”
“Ada pengajaran apakah dari kamu, kedua taysu? " si nona
bertanya.
"Tadi ada utusan Kim Too Bun datang membawa kartu nama,"
kata pendeta itu. "Kami menjadi pendeta penyambut tetamu, karena
itu kami hendak menyambut para tetamu kami.”
“Benar, kamilah orang orang Kim Too Bun”
“Yang mana Kim Too Bengcu? "
"Sebentar setelah bertemu ketua kamu, Kim Too Bengcu akan
muncul sendirinya."
Pendeta yang dikanan merangkapkan kedua tangannya. Katanya,
"Aturan kuil, karena itu, siecu menjadi orang Kim Too Bun atau
bukan, tak ada jalan buat siecu memasukinya." Pendeta itu bersikap
hormat, cuma suaranya bernada dingin.
"Masih ada satu aturan lagi, yang taysu lupa menyebutkannya,"
kata Giok Yauw.
"Jikalau pihak tetamu meng gunakan kekerasan menerobos
masuk kedalam kuil, tak ada tempat yang terlarang, bukan? "
Paras sipendeta berubah.
"Benar" katanya. "Asalkan nona mempunyai kepercayaan dapat
menerobos masuk ke dalam kuil Siauw Lim Sie ini, sekalipun kamar
suci dari ketua kami, nona tak salah untuk memasukinya "
Dengan memperdengarkan suara "Sreeet" Nona Thio menghunus
pedang dipunggungnya.
"Nona Hoan," katanya, "mereka dengan sengaja hendak
merintangi kita, tak perlu kita banyak mulut lagi melayani dia bicara.
Ia berpaling kepada kedua pendeta itu, matanya menatap tajam
Katanya pula: "Taysu berdua, silahkan kamu menghunus senjata
kamu" Pendeta yang dikanan tertawa.
"Aku bersama kakak seperguruanku ini akan menyambut nona
dengan tangan kosong, itulah sama saja" sahutnya sombong. Giok
Yauw menatap pula.
"Kamu berdua mengepung aku satu orang. Walaupun kamu tidak
menggunakan senjata, itu pun pantas"
Begitu habis berkata, nona ini menggerakkan pedangnya, tapi
disaat ia hendak menikam mendadak ia menundanya Katanya: "Satu
hal perlu ditanya jelas dahulu "
"silahkan bicara, siecu" kata pendeta yang dikanan-"Kita
bertempur untuk mengadu jiwa atau cukup dengan saling towel
saja? " tanya si nona.
"Dalam hal itu terserah kepada nona," kata pendeta yang dikiri.
Giok Yauw berpikir.
"Begini saja " katanya. "Kita tiba hanya pada saling towel, tetapi
kalau ada satu pihak yang terluka, anggap saja bahwa dia yang
naas..."
"Baiklah, nona" menyahut kedua pendeta itu. "Kalau nona
mempunyai jurus jurus yang liehay, keluarkanlah semuanya "
Baru saja pendeta itu menutup rapat mulutnya, Giok Yauw sudah
menyerang. Ia menikam pendeta yang dikanan dan dengan tangan
kosong, menyampok pendeta yang dikiri.
Kedua pendeta itu berkelit, menyingkir dari ujung pedang dan
sampokan, menyusul itu, keduanya membalas menerjang dari kiri
dan kanan.
Giok Yauw membungkuk, pedangnya dipergunakan membabat
keatas setelah itu ia meneruskan menikam dada pendeta yang
disebelah kanan Ini disebabkan dimatanya, pendeta itu sangat tidak
menghormat.
Didalam kulitnya itu, kedua pendeta itu bertugas sebagai tie kek
ceng yang pertama dan pembantunya ilmu silat mereka sudah
sempurna. Mulanya mereka tidak memandang mata kepada Nona
Thio, setelah dua gebrakan itu baru mereka insaf bahwa wanita ini
bukan sembarangan. Maka mereka lalu bersungguh sungguh.
"Tie kek ceng" ialah pendeta tukang menyambut melayani tamu
tamu.
Giok Yauw lalu mencoba mendesak. Lagi lagi ia menikam yang
dikanan dan menyampok yang dikiri. Ia berlaku sebat beserta
waspada Karena desakannya itu, baru sepuluh jurus, tie kek ceng
yang kanan sudah repot, bahkan segera dia dihajar adat, yaitu
jubahnya kena ditublas hingga jadi berlubang.
Dengan serempak kedua pendeta itu melompat mundur kira kira
sejauh lima kaki. "Nona, benar ilmu pedangmu liehay Silakan masuk
" kata mereka.
Giok Yauw menyimpan pedangnya, ia tertawa. "Niatlah pendeta
pendeta dari Siauw Lim Sie tak kehilangan budi luhurnya sebagai
orang orang partai besar," pujinya.
Merah muka kedua pendeta itu, akan tetapi mereka toh berkata.
"Masih ada berlapis pintu nona, setiap pintunya makin kuat. Semoga
nona jangan terlalu bergirang dahulu"
"Terima kasih" berkata Giok Yauw tersenyum. Ia terus bertindak
maju. Kedua pendeta itu menyingkir kekedua sisi, mereka tidak
merintang.
Baru rombongan ini berjalan beberapa tombak. sudah terlihat
Ban Liang lari mendatangi. Jago tua itu lari cepat, maka sebentar
saja sampai sudah ia diantara rombongannya .
"Ada apakah? " Soat Kun bertanya.
"Telah loohu sampaikan kartu kita," sahut Jago tua itu.
"Siapakah yang menerimanya? "
"Pemimpin dari Tat Mo Ih"
"Tat Mo Ih" adalah namanya "Ruang Tat mo" dan "Tatmo" atau
Tatmo couwsu ialah Bodhiedarma, biksu dari India yang di dalam
tahun 526 datang ke Tiongkok.
"Apakah LooCianpwee tidak bertemu dengan ketuanya? "
"Seorang pendeta tua dengan janggut putih yang menyebut
dirinya pemimpin dari Tatmo Ih itu, menemuiku dan dia mengaku
bahwa dia menerima perintah ketuanya menyambutku."
"Apakah katanya? "
"Gerak gerik pendeta tua itu tegas sekali. Setelah dia menerima
kartu kita, tanpa membaCa lagi, dia lalu berkata bahwa kuil Siauw
Lim Sie biasanya tidak menerima kunjungan tamu tamu wanita,
bahwa walaupun kita datang dengan memakai aturan, mereka toh
tidak dapat merusak aturannya sendiri, bahwa dia mesti mentaati
aturan kuilnya"
"Apakah aturan itu? "
"Aturan mengandalkan ilmu silat memaksa masuk kedalam kuil"
"Jikalau demikian adanya, tak dapat tidak, kita mesti
menggunakan kekerasan" berkata Giok Yauw “Hm Kalau tahu tahu
begini, tak usah kita mengirim kartu nama lagi"
"Hanya, ketika aku mau mengundurkan diri pendeta tua itu
mengatakan kepadaku bahwa walaupun dia tak berdaya melanggar
aturannya dia toh akan membantu kita sebisanya agar kita bisa
masuk ke dalam Siauw Lim Sie."
"Itu artinya dia hendak mengatur segalanya untuk memudahkan
kita masuk," berkata nona Hoan-
"Begitulah kiranya,"
"Mana Oey Eng? " Siauw Pek bertanya. Jago tua itu keluar
seorang diri.
"Ia berada didalam."
Alis si anak muda bangun sendiri. Ia hendak membuka mulutnya
tetapi bataL
Ban Liang berkata pula, perlahan: "Aturan di dalam kuil ini keras
sekali, karena dia tak sudi menyambut kita memang satu
pertempuran tak dapat dihindarkan lagi. Aku pikir, nona baiklah
nona menentukan kita supaya pertempuran ini berupa saja sampai
saling towel, agar kita tidak membinasakan, atau melukai, pendeta
pendeta Siauw Lim Sie.”
“Baiklah. amat suka aku mendengar kata kata Loocianpwee."
"Nah... sekarang aku hendak kembali ke dalam guna
menyampaikan berita. Disana kita menantikan nona bersama."
"Jika ada terjadi sesuatu perubahan, lekas kabari kami" Soat Kun
pesan-
"Baik." berjanji sijago tua, yang terus kembali kedalam.
Nona Hoan segera berkata: "Nona Thio telah menang satu
rintasan, maka untuk rintasan selanjutnya silahkan bengcu yang
turun tangan"
Giok Yauw menurut, ia mundur. Iapun tahu sipemuda jauh lebih
liehay dari padanya.
siauw Pek segera maju dua tindak maka ia kini berada dipaling
depan. Ia berjalan di muka.
Pintu besar terpentang, dari sebelah luar tampak halaman dalam
yang panjang dimana terdapat barisan pohon pohon pek dan
cemara.
Dengan kepala diangkat Siauw Pek memasuki pintu pekarangan
itu.
Giok Yauw bertindak bersama sama kedua nona Hoan. Ia
bagaikan sipelindung.
Kho Kong berjalan paling belakang bersama empat orang ang ie
kiamsu yang menggotong Han In Taysu dan ciu ceng.
Baru saja rombongan ini memasuki halaman sudah terdengar
puji keagamaan yang mendengung kedalam telinga, dari balik pintu
segera muncul empat orang pendeta dengan tongkat di masing
masing tangannya. Mereka itu bergerak gesit, melintang di tengah
jalan.
siauw Pek menghunus pedang tanpa mengucapkan apa apa, ia
mendahului menyerang. Empat pendeta itu menyambuti, selagi
yang satu menangkis, yang tiga menyerang. Dengan begitu
bentroklah mereka, hingga suara pedang dan sering terdengar.
"Ah orang ini lihay"pikir keempat pendeta itu. Mereka merasai
getaran tangan akibat terbenturnya senjata mereka dengan pedang
sipemuda.
Keempat pendeta itu dapat bekerja sama dengan baik. Biasanya,
kalau mereka meluruk serentak. senjata lawan mesti ditarik kembali.
Pedang siauw Pek lain dari pada yang biasa. Si anak muda justru
menangkis lalu terus menyerang, membabat, memapas.
Bersenjatakan tongkat yang berat dan cukup panjang, desakan
sianak muda membuat keempat pendeta itu repot. Tak leluasa
mereka berkelahi rapat sekali.
satu kali siauw Pek menyerang dengan sabetan terus menerus,
kesudahannya ia mencoret ujung baju seorang pendeta yang
disebelah kiri, setelah mana dengan sinar pedangnya dia
mengurung tiga yang lainnya.
Repotlah keempat pendeta, pada akhirnya, mereka mundur
sendirinya.
"Suhu sekalian mengalah saja" berkata siauw Pek hormat, dua
jeriji telunjuk dan tengah diatas pedangnya, kakinya terus bertindak
maju, untuk masuk terlebih jauh. Giok Yauw mengajak
rombongannya ikut masuk.
Keempat pendeta mengawasi dengan melongo. Tak ada yang
berani menegur atau menghalangi pula. Adalah aturan dalam Siauw
Lim sie, kalau mereka kalah, mereka mesti berdiam saja walaupun
kekalahan itu membuat mereka hilang muka.
Siauw Pek sudah berjalan kira kira enam tombak ketika jalanan
membelok kekiri. Ia bertindak terus mengikuti jalan itu. Tapi segera
ia dihadang dua orang pendeta, satu tua satu muda. Pendeta yang
tua itu mengenakan jubah abu abu, janggutnya sudah ubanan
semua, wajahnya sangat tenang, hingga sukar orang menerka
usianya. Yang muda berumur lebih kurang dua puluh tahun,
jubahnya putih, lehernya berkalungkan kalung tersebut tasbe
Senjatanya, sebatang golok, tersemblok dipunggungnya.
Pendeta yang tua itu segera merangkap kedua tangannya,
tubuhnya menjura, dengan hormat ia memperkenalkan diri sebagai
Su Lut.
Mengetahui nama suci pendeta itu mulai dengan huruf "Su",
Siauw Pek jadi ingatpada Su Kay Taysu. Maka itu, melihat usia
lanjut dari orang ini, tahulah ia bahwa Su Lut menjadi salah satu
tiang loo yaitu pendeta dari tingkat tua. Lekas lekas ia membalas
hormat.
"Boanpwee adalah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. Ia
menyebut nama benarnya. Alis pendeta tua itu berkerut
"Siecu telah melalui beberapa rintangan, itulah bukti dari
kepandaianmu yang mahir. Loolap mendapat tugas menjaga disini,
jikalau siecu ingin lewat juga , silahkan kau menggunakan
kepandaianmu"
Nada suara pendeta menandakan bahwa dia memegat karena
terpaksa.
"Akulah seorang muda, tak tepat aku menjadi lawan taysu,"
berkata Siauw Pek merendah.
"Jangan segan, siecu" berkata pula sipendeta. "Loolap mendapat
tugas menjaga disini, biar apa juga yang siecu ucapkan, tak dapat
itu membuat loolap mengalah membagi jalan-"
"Kami berkunjung dengan menghaturkan kartu nama, tak ada
maksud jahat dari kami," siauw Pek menjelaskan-"Kami cuma
mohon diijinkan menghadap ketua taysu..."
"Tak ada gunanya untuk banyak bicara, siecu," menyela
sipendeta.
"Baiklah siecu menerobos saja"
Siauw Pek masih tetap berlaku hormat.
"Boanpwee kenal dengan Su Kay Taysu. Taysu dari hurup Su,
tentunya..." katanya.
"Loolap tak pandai bicara, juga tak dapat banyak omong,"
sipendeta memutus. "Jikalau siecu merasa kau bukanlah lawanku
yang tua silahkan kau mundur dan keluar dari kuil ini." Itulah
pengusiran cara halus. Siauw Pek menjadi heran.
"Kenapakah pendeta ini seperti takut bicara denganku? "
pikirnya. Kemudian ia berkata: "Kalau begitu, baiklah, terpaksa
boanpwee menerima baik perintah taysu..." Su Lut menoleh kepada
sipendeta muda.
"Siecu ini sudi memberi pengajaran, apakah kau masih tak mau
mengeluarkan senjatamu? "
Pendeta muda itu mengiakan terus ia menghunus goloknya.
Iapun segera berkata: "Siauw ceng adalah Peng In Silahkan siecu
memberikan pengajaranmu"
"Siauw ceng" adalah "pendeta yang kecil" (muda) Itulah katakata
merendah sebegai gantinya "aku".
Kembali siauw Pek heran. Pikirnya pula: "Mungkin pendeta ini
memegang harga diri, tak mau dia turun tangan sendiri, maka juga
dia mengajukan ini pendeta muda..." Tapi segera ia mengulapkan
pedangnya seraya berkata: "Suhu kecil, silahkan keluarkan semua
kepandaianmu"
Peng In tidak segan-segan, dia segera membacok pada lawan-
Siauw Pek menggeser kesamping, pedangnya dipakai menyampok
golok lawan-Nampaknya gerakan sipendeta muda biasa saja, tak
tahunya, dia gesit sekali. Tidak menanti sampai goloknya terhajar, ia
sudah menurunkannya dan segera diangkat pula, dipakai menebas
lengan kanan lawannya itu.
“Hebat" pikir Siauw Pek. "Dia muda tetapi dia sudah liehay
sekali..." Karenanya tak mau ia lalui. Segera ia menikam tiga kali
saling susul. Dari menyerang, sipendeta muda segera menjadi pihak
pembela diri.
Sekarang ketua Kim Too Bun membalas menyerang ia memutar
pedangnya guna mengurung lawan dengan sinar pedangnya itu.
Maka segeralah sipendeta menjadi repot membela diri. su Lut
menonton beberapa lama itu, segera ia menggeleng-geleng kepala.
"Kau bukanlah lawan siecu ini, lekas mundur" akhirnya ia
menyerukan-Pendeta muda itu mendengar kata, ia melompat
mundur.
"Amidha Budha" Su Lut memuji. "Siecu liehay sekali ilmu
pedangmu, muridku bukanlah lawanmu, maka itu, mari berikan
kesempatan buatku belajar kenal barang beberapa jurus." Siauw
Pek merendah.
"Boanpwee bukanlah lawan taysu." katanya.
"Jangan merendah, siecu. Asal dapat kau melewati loolap. segera
kau akan menemui ketua kami, selanjutnya tak akan ada rintangan
lainnya lagi..."
Siauw Pek mau menjawab, tapi sipendeta tua mendahului
menambahkan kata katanya itu "cuma, kalau sebentar siecu
bertemu dengan ketua kami, maka kau segera berada dalam
ancaman bahaya yang tak terhingga..." Keheranan si anak muda
memuncak.
"Kata-kata pendeta tua ini teranglah mengisiki aku tentang
persiapan didalam kuil. Kenapa dia mengatakan begini? Sungguh
sulit akan menentukan dialah lawan atau kawan..." Tak sempat
Siauw Pek berpikir.
Berkata pula sipendeta tua, cukup keras^ "Siecu, loolap sudah
bicara, maka itu silahkan siecu mulai turun tangan"
Si anak muda masih ragu-ragu, tapi ia kemudian mendengar
suara Soat Kun: "Saat ini sang waktu bagaikan emas, paling baik
janganlah memperlambatnya" Sementara itu Su Lut pun
menggerakkan tangan kanannya sambil berkata.
"Kalau siecu seandainya tidak mau turun tangan lebih dahulu,
baiklah loolap yang mulai"
Pendeta ini bertangan kosong, ia segera menyerang. Baru
sekarang si anak muda tersadar ia lalu menangkis.
Su Kut Taysu menyerang dengan tangan kanan, melihat pedang
lawan, ia lekas menarik kembali tangan itu, sebaliknya^ dengan
tangan kiri, ia serta merta menyerang pula. Siauw Pek memutar
pedangnya, membabat lengan sipendeta.
"Bagus" Su Lut berseru, tangan kirinya ditarik kembali, tangan
kanannya menggantikan meluncur lagi.
Secara begini sipendeta mendesak. untuk membikin si anak
muda tak dapat merapatinya.
"Benar-benar hebat tenaga dalam pendeta ini." Siauw Pek
memuji dalam hatinya.
Pertempuran berjalan seru sekali, tapi tidak lama, sinar pedang
sudah mulai merapatkan sipendeta. Dia ini lihay tapi dia nampak
kewalahan juga . Karena itu, lewat lagi beberapa jurus, dia menolak
dengan keras, lalu mendadak dia melompat keluar dari kalangan,
berdiri di sisi seraya berkata: "Siecu ilmu silat siecu lihay sekali.
loolap bukanlah lawanmu. Silahkan masuk"
Siauw Pek mengerti. Katanya didalam hati "Pendeta ini masih
sanggup bertahan, dia mundur, nyatanya dia mengalah membuka
jalan-" Maka lekas-lekas ia memberi hotmat sambil berkata. "Taysu
mengalah saja Maaf" Lalu ia berjalan maju, meninggalkan sipendeta
untuk masuk lebih jauh kedalam.
Bersama muridnya Su Lut mundur tiga tindak Soat Kun bersama
kawannya lalu mengikuti siauw Pek masuk.
Benar apa yang dikatakan Su Lut Taysu. Di sebelah dalam Siauw
Pek tidak menemui rintangan apa-apa lagi. Ia sudah jalan kurang
lebih satu lie. Tibalah didepan bangunan yang besar itulah sebuah
pendopo, yang menghalang ditengah jalan-Pintu pendopo
terpentang lebar, di kiri dan kanannya cerbaris sejumlah pendeta.
Ditengah-tengah tampak seorang pendeta setengah tua dengan
tubuh tertutup jubah kuning. Roman dia keren.
Segera setelah mengawasi, siauw Pek mengenal It Tie Taysu
yang ia telah pernah menemuinya dipuncak ciong Gan Hong.
Bahkan kali ini pendeta itu-ketua Siauw Lim Sie-nampak terlebih
agung pula.
Seorang pendeta setengah tua yang berdiri di luar toa-tian,
pendopo besar itu, berkatanya nyaring. "Kim Too Bengcu sudah
berhasil melintasi pelbagai rintangan, ia telah sampai di toa tian ini,
diminta dengan hormat untuk ciangbun memegatnya."
"ciang bun" ialah "ketua" atau bapak ketua.
It Tie menoleh kepada seorang pendeta dengan jubah biru
disisinya. "Kalau menurut aturan kuil kita, bagaimana sekarang? "
dia tanya. Pendeta itu yang ditanya menjawab:
"Menurut aturan kita, kalau pendatang berhasil masuk dengan
melintasi pelbagai rintangan, tak peduli dia laki laki atau wanita, dia
harus disambut dengan aturan sebagaimana mestinya, diundang
memasuki toa-tian-"
"Baik" berkata ketua siauw Lim Pay itu. "Dengan menuruti aturan
kuil kita, silahkan sutee mewakiliku menyambut para tetamu kita"
Pendeta itu menyahutnya, terus ia bertindak keluar, menemui
siauw Pek, sambil memberi hormat, ia berkata, "Pinceng adalah It
ceng dengan menerima perintah ketua kami, pinceng menyambut
para tamu"
Siauw Pek membalas hormat^ "Kami memayahkan taysu saja,"
katanya. It ceng bertindak kesamping.
"Silahkan tuan tuan masuk. untuk minum teh" ia mempersilahkan
dan mengundang.
Siauw Pek menoleh kebelakang. "Nona..." katanya.
Soat Kun segera menjawab: "Kita datang berkunjung, sudah
selayaknya kita menerima undangan masuk kedalam? "
Kali ini si nona yang mendahului bertindak masuk Giok Yauw
memasukkan pedang kedalam sarungnya ia mengikuti nona itu.
It ceng membiarkan Siauw Pek dan kawan-kawan masuk. tetapi
ia mencegah keempat kiamsu.
"tuan-tuan berempat menggotong apa? " tanyanya.
"orang? " menjawab Kho Kong, yang turut tercegat.
It ceng heran hingga ia terCengang.
"orang? " Tanyanya,
"orang hid up atau orang mati"
"Sudah tentu orang hidup" sahut si anak muda
"Kalau orang hidup, kenapa mesti ditutupi kain hitam? "
Memang disaat itu, Han in dan ciu ceng dikerobongi rapi dengan
kain hitam.
"Jikalau saatnya telah tiba, kami akan membuka kerobong ini,"
Kho Kong menjawab "Sebentar tak usahlah taysu berpayah-payah
diri lagi "
It ceng menggelengkan kepala.
"Ketua kami adalah seorang yang mulia," berkata dia. "Benar
tuan-tuan telah mematuhi aturan dan berhasil melintasi pelbagai
rintangan, akan tetapi untuk menjumpai ketua kami, ada batasbatasnya."
"Batas apakah itu? "
"Barang yang dibawa empat orang itu harus ditinggalkan disini,
diluar toa tian" menerangkan sipendeta, suaranya tetap dan pasti.
Kho Kong terbengong mengawasi pendeta itu, sangsi ia
memaksa lewat atau berdiam saja.
Syukur segera terdengar suara Soat Kun "Jikalau kamu tidak
dapat masuk, nah, tunggulah diluar..."
Kho Kong menurut, segera dia mengajak empat orangnya
mundur untuk meletaki kedua tandu, terus mereka duduk
mendeprok. ia menanti tapi ia waspada. Siauw Pek maju sambil
melihat kekiri dan kanan, untuk memperhatikannya.
It Tie tampak duduk agung-agung diatas sebuah kursi yang
terbuat dari kayu cendana. Ia didampingi sejumlah pendeta, yang
semuanya nampak bersemangat. Teranglah mereka itu sebenarnya
bersikap melindungi ketuanya itu.
"Tuan yang mana Kim Too Bengcu? " ketua Siauw Lim Sie itu
bertanya.
siauw Pek sudah hendak menjawab kapan ia ingat mungkin Soat
Kun mengandung sesuatu maksud, maka ia menoleh kepada si
nona. ia tidak membuka suara.
Soat Kun bertindak maju, tiba disisi sianak muda, ia berhenti. Ia
lalu berkata dengan tenang "Kim Too Bengcu sudah berada didalam
kuil ini."
"Tuan yang manakah itu? " tanya It Tie, menegaskan-"Silahkan
maju untuk bertemu dengan pinceng"
"Tunggu sebentar, taysu, tak akan terlambat," sahut Soat Kun.
It Tie nampak heran, maka iapun memandang keluar pendopo,
kepada kedua buah gotongan itu. "Mungkinkah ketua kamu
terhalang diluar toa-tian-" tanyanya.
Soat Kun tidak menjawab pertanyaan itu.
Sipendeta batuk-batuk. lalu dia berkata pula: "Andaikata Kim Too
Bengcu tidak ada disini, diantara kalian, tuan tuan, mesti ada
seorang wakilnya? "
Baru sekarang sinona menjawab: "Hongtio hendak menanyakan
apa, silahkan tanya, pasti akan ada yang menjawab."
“Hongtio" ialah panggilan untuk seorang pendeta ketua kuil.
siauw Pek yang berdiam saja, memasang mata berkeliling. la
tidak melihat Ban Liang dan Oey Eng. ia menjadi heran, maka ia
bertanya: "Kami masih mempunyai dua anggota rombongan, yang
menjadi utusan, dimanakah mereka sekarang? "
It Tie menjawab dengan tawar: "Menurut aturan kuil kami, kedua
pesuruh kamu itu telah diundang masuk kedalam Tatmo ih untuk
mereka disuguh teh "
siauw Pek mengangkat kepalanya, memandang It Tie, sinar
matanya segera berubah menjadi tajam sekali, sebab tiba-tiba ia
ingat peristiwa di ciong Gan Hong.
"Taysu, apakah taysu masih ingat akan aku yang rendah? "
tanyanya. It Tie tetap membawa sikap agung-agungannya. Dia
menggelengkan kepala.
"Punco sangat jarang muncul didunia Kang ouw, dari itu sangat
sedikit yang kukenal," sahutnya.
Hati sianak muda terCekat. Katanya pula : "Ketika dipuncak ciong
Gan Hong, walaupun kita bertemu didalam keadaan tergesa-gesa,
tapi aku yang rendah masih ingat baik sekali wajah taysu, tak
mungkin aku keliru mengenali"
"Telah punco terangkan," kata It Tie, tetap tawar, "sangat jarang
punco keluar dari dalam kuil, sedangkan orang-orang Bu Lim, tak
banyak yang punco kenaL Pastilah tuan telah keliru melihat orang"
Siauw Pek berkeras. Katanya: "Mana mungkin aku salah
mengenali ketua Siauw Lim Sie"
It Tie bersikap tenang. Katanya perlahan-"Itulah bukan soal
penting,"
Ia berdiam sejenak. baru ia melanjutkan: "Menurut aturan kaum
Kang ouw, kamu dari Kim Too Bun, kalau kamu mengirim kartu
mengunjungi gunung kami, mestinya kamu mempunyai urusan yang
hendak dirundingkan dengan punco, oleh karena itu, karena waktu
tak banyak, hingga punco tak dapat lama-lama menemani kamu,
kalau ada bicara, lekaslah utarakan itu"
siauw Pek berpikir: "Dia menyangkal keras tentunya dia telah
pergi ke Heng San secara sembunyi hingga sebagian besar pendeta
pendeta disini tak tahu tentang gerak gerik atau sepak terjangnya
itu."
Berpikir demikian, anak muda ini mau bicara lebih jauh, untuk
membeber sepak terjang orang, tapi ia mendengar suara Nona
Hoan.
"Taysu, tanya Soat Kun, "didalam satu tahun ini, pernah kah
taysu meninggalkan kuil siauw Lim Sie ini? Taysu pernah merantau
atau tidak? "
It Tie berpikir sedetik, lalu ia berkata. "Jikalau kamu tidak punya
urusan apa apa, punco hendak mengundurkan diri. Segala
pertanyaan tidak beraturan ini, apakah punco diharuskan
menjawabnya."
Nona Hoan berlaku sabar, katanya. "Kami membuat kunjungan
dengan menggunakan aturan, kami menerobos kemari juga dengan
menuruti aturan kuil kamu, maka itu, andaikata hong Thio tidak sudi
menemui kami, toh hong Thio mesti menemuinya juga "
It Tie menoleh kekiri dan kanan, kepada murid muridnya, terus
dia berkata. "Punco sedang repot dengan pekerjaan didalam kuil,
tak ada waktu buat punco bicarakan dari hal yang tidak keruan, jika
tuan-tuan masih hendak bicara, nah bicaralah dengan pemimpin
Tatmo ih kami Punco ingin berlalu lebih dahulu"
Begitu habis berkata, begitu It Tie bang kit, untuk bertindak
memutar tubuh, meninggalkan para tetamunya. "Tunggu" berseru
Soat Kun/
Semua pendeta berubah air mukanya. Mereka tidak senang
mendapatkan tetamu berlaku demikian tak hormat terhadap ketua
mereka.
Nona Hoan tidak melihat akan tetapi ia dapat menerka sikap
sekalian pendeta itu. Soat Gie selalu memberi bisikan kepadanya
tentang segala apa yang tampak disekitar mereka. Tanpa
memperdulikan sikap mereka itu ia terus berkata: "Apakah kau ingin
ketahui hal ikhwal Su Hong Taysu, ketua kamu yang dahulu? "
Suara itu tinggi dan tegas nyata.
JILID 34
Mendengar suara itu, paras semua pendeta berubah pula. Hanya
kali ini bukan disebabkan hati yang panas, cuma heran.
It Tie berhenti bertindak, ia menoleh dengan pertahan-Tapi dia
lalu berkata. "Ketua kami yang dahulu itu telah meninggal dunia
pada sepuluh tahun yang lalu."
"Apakah kamu pernah mencari tahu sebab musabab dari
kematiannya itu? " tanya sinona pula, suaranya tetap terang jelas.
It Tie berkata^ "Sebab musabab itu kami dari pihak Siauw Lim
Sie telah menyelidiki dengan seksama, kami tahu bahwa ketua kami
itu telah mati teraniaya oleh coh Kam Pek suami istri dari Pek Ho
Bun, maka juga kemudian sembilan partai besar sudah bekerja
sama dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang pergi mengurung
dan mengepung Pek Ho Po guna membalas sakit hati ketua kami
itu"
Darah Siauw Pek bergolak^ hatinya berguncang keras, hampir
dia menghunus pedangnya untuk menyerbu, tapi karena khawatir
rencana Soat Kun gagal, sebisa bisa ia menguasai dirinya. Lain dari
biasanya, Soat Kun tertawa.
“HongThio, pernahkah hongThio membuat penyelidikan kalaukalau
ketua kamu yang dahulu itu benar-benar telah menutup mata"
ia tanya.
"Itulah urusan yang semua orang gagah dikolong langit
mengatahuinya" menjawab it Tie. "Mustahil ada orang yang
memalsukannya? "
"Apakah ada saksi yang melihat mata kepala sendiri ketika ketua
kamu itu mati? "
"Itulah peristiwa yang menggemparkan dunia Kang ouw Didalam
dunia Rimba Persilatan, siapa yang tidak tahu? Selain dari ketua
kami itu juga masih ada ketua ketua dari Bu Tong, Ngo Bie dan
Khong Tong Pay yang terbinasakan dalam waktu yang
bersamaan..." Nona Hoan tertawa pula, kali ini dengan nada dingin.
"Taysu tidakkah taysu merasa bahwa keterangan ini terlalu jelas?
" tanyanya^
"Nona menanyakan, maka itu punco bicara dengan jelas sekali,"
sahut It Tie.
"Bukankah itu disebabkan sebagai pencuri kau sudah ketakutan
tidak karuan? " Tajam bagaikan tusukan pedang adalah kata kata
yang berupa pertanyaan itu.
Ketika itu puluhan pasang mata yang bersinar tajam diarahkan
semua kepada Nona IHoan yang mukanya tertutup cala, hingga
wajahnya tak nampak jelas. It Tie mencoba menenangkan hatinya.
"Siecu, apakah artinya kata-kata mu ini? " dia bertanya sabar.
"Aku cuma bertanya sambil lalu saja," sahut sinona. "Jikalau
didalam hati taysu tidak ada hantunya, tak usahlah taysu menjadi
sangat tegang begini"
"Punco sangat tenang" berkata pendeta itu.
"Tentu saja hatimu tenang" berkata sinona, sabar. "Jikalau Su
Hong Taysu tidak menutup mata, mana dapat kau menyambungi
menjadi ketua? "
Mendengar cara bicara sinona, Siauw Pek kagum sekali. Katanya
didalam hatinya^ "Sinona kagum sekali, lidahnya tajam bagaikan
pisau. Setiap kata katanya itu membuat orang merasa hatinya
tertikam"
It Tie sudah memutar pula tubuhnya, untuk berlalu, tapi dia
berdiam pula. Bahkan dengan perlahan dia duduk kembali dikursi
kebesarannya itu.
"Nampaknya siecu" katanya sabar, "kau datang kemari kekuilku,
sengaja untuk membUat Sukar pada punco"
Soat Kun tidak menjawab, sebaliknya ia bertanya: "Eh, mengapa
tidak masuk kedalam? "
“Hebat kata-kata mu siecu. Sayang jikalau punco tidak
mendengarnya sampai habis" sahut sipendeta, yang mencoba
berlaku sabar.
"Mungkin bukanlah itu sebabnya...”
“coba bilang, siecu, apakah sebabnya itu? "
“HongThio khawatir, seberlalunya hongThio, pendeta pendetamu
ini akan percaya kata2ku"
Paras It Tie pucat.
"Aku mengira siecu masih mempunyai kata-kata apalagi yang
luar biasa yang mengejutkan hati, kiranya cuma sebegini. Sudah
punco tidak mau mendengarnya lebih jauh"
"Jika hongThio tidak suka mendengar, silahkanlah mengundurkan
diri" sinona mempersilahkan.
Mendadak It Tie tertawa dingin-"siauw Lim Sie ini tempat
apakah? " tanyanya. "Mana dapat siecu dibiarkan berlaku kurang
ajar dan menjual lagak disini? "
Nona Hoan tidak jeri.
"Apakah taysu hendak menitahkan orang orang mu membunuh
aku guna membungkam mulutku? "
ia bertanya.
"Biasanya Siauw Lim Sie memperlakukan orang dengan baik-baik.
Tapi nona bicara sangat sembarang, ngoceh saja, walaupun itu
dapat menyebabkan orang tertawa saking jenakanya tetapi jikalau
punco diam saja, bukankah kami bakal ditertawakan semua orang
gagah dikolong langit ini? "
"cara bagaimana taysu berani menganggap bicaraku sembarang,
cuma ocehan saja? "
"Siecu mengatakan dari hal yang membuat orang terkejut, tetapi
dapatkah nona memberikan satu atau dua buktinya? Bukti yang
menyatakan bahwa kata katamu tidak salah"
"Jikalau aku tidak punya buktinya cara bagaimana aku berani
sembarang bicara dihadapan begini banyak pendeta-pendeta dari
Siauw Lim Sie? " Tenang sikap si nona tapi kata-katanya tetap
kokoh.
Hati It Tie melonjak. dia merasa sangat tegang sendirinya.
Didepan para muridnya, sebisa-bisa dia menenangkan dirinya.
"Siecu ada mempunyai bukti apakah? " ia bertanya. "Kenapa
nona tidak mau menunjukkan bukti itu supaya punco melihatnya? "
"Sudah pastikah taysu ingin melihat bukti itu? "
"Jikalau punco tidak memeriksa bukti itu, bukankah punco bakal
ditertawakan orang? "
sekonyong-konyong sikap Soat Kun menjadi sungguh sungguh,
bahkan keren-
"Taysu, cobalah kaU pikir pikir" katanya dingin, "apakah benar
benar taysu ingin melihat bukti itu? "
"Janganlah kau main gila, siecu" berkata sipendeta. "Jikalau kau
mempunyai bukti, silahkan lekaS tunjukkan, Atau punco akan tak
Sudi melihatmu lagi"
Soat Kun menerima baik tantangan itu.
"Baiklah" katanya. "Taysu memaksa ingin melihat bukti, akan aku
berikan Sekarang taysu terima baik dahulu satu soal lagi”
“Apakah itu? "
"Silahkan taysu segera mengundang semua tiangloo dari kuil ini,
untuk mereka berkumpul dipendopo Tay Hiong Po tian ini segera
aku akan keluarkan bukti untuk dilihat beramai ramai. Buktiku itu
ialah halnya Su Hong Taysu masih berada didalam dunia ini"
Kembali paras It Tie menjadi pucat.
"Kenapa siecu baru memperlihatkan bukti itu sesudah
dihimpunkannya semua tiangloo di sini? " tanyanya.
Dengan tiangloo diartikan pendeta-pendeta tua dan bertingkat
tinggi dari Siauw Lim Sie sekalian tertuanya.
Hoan Soat Kun menjawab dengan keterangannya^ "Para
tiangloo itu adalah para pendeta yang berusia tinggi, yang semua
orang penting dan bijaksana dari siauw Lim Sie. Dihadapan mereka
itu aku akan perlihatkan bukti, lalu mereka akan menjadi saksi saksi.
Jikalau bukti itu bukti benar, walaupun taysu hendak menutupinya,
pasti taysu tidak mampu. Yang dikuatirkan ialah taysu tidak berani
memanggil kumpul mereka, semua tiangloo"
Hati It tie ciut, dia menyesal bukan main. Kata kata si nona
merupakan serangan yang tak dapat ditangkis atau dielak. Pikirnya
"Seharusnya dari siang aku menitahkanpara huhoat membinasakan
budak perempuan ini Sekarang sudah terlambat, tak dapat aku
berbuat demikian-.. Baiklah, akan aku lihat gelagat guna bertindak
terlebih jauh"
Maka dia berkata, "Sekarang didalam Tay IHiong Potian ini telah
berkumpul para ketua pelbagai bahagian partai kami, nona masih
menghendaki hadirnya para tiangloo, tidakkah itu berarti soal kecil
yang diperbesar? "
"Apakah didalam sini ada yang terhitung tiangloo kamu? " si nona
tanya. It Tie terdesak kepojok. Dia menjadi gusar.
"Nona, kau terlalu melit, jangan heran kalau aku berbuat kurang
ajar terhadapmu" katanya bengis. Lalu dia menoleh kepada pendeta
pendeta usia pertengahan dikedua sisinya, untuk memberiperintah^
"Lekas tangkap dia"
soat Kun segera berkata dingin. "Bagaimana eh? Apakah taysu
sudah tak dapat menguasai dirimu lagi? "
Ketika itu dua orang pendeta dikiri kanan it Tie sudah berlompat
maju, untuk maju lebih jauh kepada nona Hoan. Siauw Pek segera
menghunus pedangnya.
"Berhenti" bentaknya bengis.
Kedua pendeta itu tidak menghiraukan, mereka maju terus.
Mereka mencoba menolak orang yang menghadang itu.
Siauw Pek tidak mundur, sebaliknya dia terus menikam pendeta
yang disebelah kiri, sedangkan dengan tangan yang lainnya, yang
kosong, ia meninju pendeta yang sebelah kanan. Pendeta yang
ditikam itu menangkis dengan kebutan lengan jubahnya. "Minggir"
dia berseru. Kebutan ujung jubah itu keras sekali.
"Tidak" jawab Siauw Pek. Ia membabat mengutungi ujung baju
sipendeta. Dia ini kaget dan berlompat mundur.
Pendeta yang disebelah kanan cerdik, dia berkelit. Maka dia
bebas dari jotosan hebat.
Dengan satu gerakannya ini maka berhasilnya si anak muda
menghadang, mencegah kedua pendeta itu melaksanakan perintah
It Tie.
soat Kun menggunakan kesempatan itu akan berkata nyaring:
"Para suhu kami datang ke Siauw Lim Sie bukan untuk menyerbu,
tidak ada niat kami untuk menempur partai kamu "
"Suhu" ialah "guru" tapi disini digunakan sebagai panggilan
"bapak guru" kepada sekalian pendeta dari kuil Siauw Lim Sie itu.
Selagi para pendeta berdiam itu, It Tie melihat berkeliling. Ia
tidak menghiraukan kata kata si nona. Ia hanya bertanya^
"Manakah para huhoat kita? "
"Tee cu disini" terdengar jawaban yang dalam dan keren-Lalu
muncullah empat orang pendeta yang mengenakan jubah yang
bersulamkan rembulan dan matahari, yang semua membekal golok.
Semua mereka dari usia pertengahan. Dengan perlahan mereka
bertindak maju.
"Hu hoat" ialah pelindung hukum.
It Tie segera mengeluarkan perintahnya lagi. "Usir mereka keluar
dari pendopo ini Lalu bekuk mereka semua dan bawa kependopo
Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan hukum."
Keempat pendeta itu menyahut, untuk mentaati perintah, setelah
itu mereka menghampiri Nona Hoan.
Didalam satu kelebatan, Siauw Pek menyapu dengan sinar
matanya kepada semua pendeta didalam pendopo itu, maka ia
melihat cuma empat pendeta ini yang bersenjatakan golok. Ia
heran, maka ia pikir. "Mereka itu dapat membawa senjata, kalau
bukan kedudukannya tinggi, tentulah ilmu silatnya lihay melebihi
yang lain lainnya. Tak boleh aku memandang ringan pada mereka."
Maka ia mengibaskan pedangnya, untuk maju menghadang. Ia
pun terus berkata. "Para suhu, jikalau kamu sanggup menangkan
pedangku ini, baru kamU bisa mengusir kami keluar dari pendopo
ini"
Keempat pendeta itu tidak menjawab^ mereka maju terus,
dengan perlahan, hanya sekarang golok mereka disiapkan, diangkat
tinggi-tinggi.
Siauw Pek memasang mata. Ia menerka orang tentu pandai
menyerang secara bersatu padu.
Kembali terdengar suara keren bengis dari It Tie Taysu. "Siapa
menerobos masuk ke dalam kuil kita dan berani kurang ajar. jikalau
dia tak dapat ditangkap hidup, mau tak mau dia harus dibunuh
mati"
Itulah perintah tak langsung Sampai disitu, sambil menyahut
mengiyakan maka majulah keempat pendeta, menyerang dengan
berbareng pada si anak muda. Mereka menyerang dari keempat
penjuru.
Siauw Pek memperdengarkan siulannya, pedangnya segera
diputar, maka dengan begitu berhasillah ia menangkis keempat
golok lawan. Itulah tipu silat "Jit Goat Lun coan", atau "Matahari dan
rembulan berputaran".
Semua pendeta terCengang menyaksikan keempat huhoat
mental semuanya. Hebat tangkisan si anak muda. Suara beradunya
senjata juta memekakkan telinga.
"Tahan dulu" tiba tiba terdengar satu suara Cegahan, yang
didahului puji.
"Amidha Budha" Suara itu tak keras tapi mendengung ditelinga.
Mendengar suara itu, keempat pendeta itu segera melompat
mundur sambil menarik kembali senjata masing-masing.
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat munculnya
seorang pendeta tua muka siapa bagaikan rembulan tua, alisnya
melengkungi matanya, jubahnya warna abu abu, kakinya
terbungkus sepatu rumput. Dan teranglah dia seorang yang baru
habis melakukan satu perjalanan jauh. Dia memperdengarkan
suaranya dari muka pintu toa tian dimana dia berdiri lurus, matanya
memandang ke dalam ruang.
"Susiok pulang " seru It Tie setelah dia mengawasi si pendeta.
"Susiok" ialah pa man guru.
Melihat pendeta itu Siauw Pek heran hingga hampir
mengeluarkan seruan tertahan-Sebab ia mengenali Su Kay Taysu,
Pendeta Siauw Lim Sie yang ia kenal, bahkan yang pernah
menolongnya dipuncak clong Gan Hong.
Ia mengawasi sejenak. lalu Su Kay Taysu berkata. "Loolap sudah
menjelajah laksaan lie jauhnya, telah banyak yang loolap lihat dan
dengar. diantaranya ada beberapa perkara besar maka itu sekarang
loolap pulang untuk melaporkan kepada ciangbun hongThio, karena
itu adalah keharusan saking pentingnya."
It Tie tampak bersungguh sungguh ketika ia menjawab paman
guru itu dengan kata katanya "susiok telah melakukan perjalanan
begitu jauh pasti susiok sangat lelah, karena itu baiklah susiok
beristirahat dahulu, ada urusan apa juga , dapat itu dibicarakan
besok..."
Su Kay memandang kepada coh Siauw Pek segera dia berkata
pula. "Soal yang loolap hendak bicarakan ada hubungannya dengan
siecu itu" Paras It Tie berubah. Agaknya dia terkejut.
"Apakah susiok kenal mereka ini? " tanyanya "kenapa urusan ada
sangkut pautnya dengan mereka? "
Su Kay menundukkan kepala. "Loolap tidak...," sahutnya.
ooooooo
Tapi It Tie memotong. "Jikalau tidak kenal tak usah susiok
memohonkan sesuatu untuk mereka."
Menyusul kata kata ketua itu, dimuka pintu muncul su Lut Taysu,
sembari merangkap kedua belah tangannya, ia berkata. "Loolap
tidak sanggup mencegah masuknya orang orang ini, buat itu loolap
mohon maaf dari ciangbun hongThio..."
Habis berkata pendeta tua itu bertindak masuk. Ia dari golongan
"Su" maka itu, iapun pernah susiok, paman guru dari si ketua.
"Menang atau kalah adalah hal biasa," berkata sang ketua
"karena itu tak usahlah susiok pikirkan, susiok tidak bersalah. Disini
sudsah tidak ada urusan lagi, tak berani aku mengabaikan lagi
kepada susiok. silahkan masuk ke dalam untuk beristirahat"
Su Lut tidak segera mengundurkan diri. "Masih ada yang hendak
loolap laporkan."
"Silahkan bicara, susiok "
Su Lut lalu berkata. "Kematian Su Hong Heng, tanpa kecuali
diantara kita tak ada yang tak menyedihkannya dengan sangat,
walaupun hongThio telah mencari tahu peristiwa kematiannya itu
dan telah mendapatkan juga siapa pembunuhnya, masih ada
sesuatu yang mencurigakan. Kecurigaan ini timbul terutama karena
hasil pertempuran loolap dengan coh Kam Pek dari Pek Ho Po pada
dahulu hari itu. Menurut pendapatku terang sekali Coh Kam Pek
bukanlah lawan setimpal dari Su Hong Suheng. Karena itu loolap
meragukan Coh Kam Pek sebagai sipembunuh. Inipun bukan
kecurigaan loolap sendiri, tapi juga dari semua tianglo dan murid
lainnya dari kuil kota ini..."
Tanpa menanti orang menghentikan kata-katanya itu, It Tie
Taysu sudah memotong. "Itulah peristiwa yang sudah diketahui dan
diakui oleh khalayak ramai. Disaat ini susiok menimbulkan pula soal
itu, apakah maksud yang dikandung susiok? "
Su Lut memanggil "suheng" kakak seperguruan, kepada Su
Hong, yang menjadi ketuanya, karena ia merasa lebih akrab dengan
sebutan itu. Atas kata2 ketuanya itu, berkata pula. "Seperti telah
loolap katakan tadi, didalam ilmu silat, Coh Kam Pek bukanlah lawan
dari suheng karena itu loolap khawatir dibelakang tirai ada orang
yang menjadi biang keladi. Karena itu justru siecu ini datang dengan
membawa saksinya. kenapa ia tak dibiarkan mengajukan saksi itu
untuk kita lihat siapakah dia adanya? "
"Kecuali almarhum ketua kita itu hidup pula," berkata It Tie,
sungguh-sungguh, "supaya ia yang menjelaskan duduk perkaranya,
aku khawatir sulitlah untuk mencari bukti lain lagi"
"Tapi," Su Lut mendesak. "bukankah tak ada halangannya untuk
melihat saksinya ini? "
"Bagaimana andaikata dia mempermainkan kita? " It Tie
bertanya. Dengan dia, ia maksudkan Nona Hoan-
"Kita berada didalam kuil kita, pasti dia tak akan berani
mempermainkan kita" berkata Su Lut. "Jikalau benar dia main gila,
loolap akan membekuknya hidup hidup supaya hongThio
menghukumnya"
Ketua itu tertawa dingin. Dia mengejek.
"Mencegah mereka meerobos masuk saja kau tidak mampu, apa
pula untuk menawannya hidup hidup? " katanya. "Bukankah itu
berbau rada mulut besar"
Mendengar demikian, Su Kay campur bicara, katanya: "Jikalau
beberapa siecu ini benar benar mempermainkan kita, loolap
bersama Su Lut Sutee akan menawannya kami berjanji akan
membekuk mereka semua "
Soat Kun, yang membungkam sejak tadi, menyela: "Jikalau satu
orang didalam dirinya ada hantunya, sudah wajar dia takut
menghadapi langit dan matahari. Dia takut akan keadaan yang
sebenarnya " It Tie menjadi gusar.
"Siecu bicara sembarangan saja" bentaknya "Siapakah yang siecu
maksudkan? "
"Aku maksudkan ketua siauw Lim Sie yang sekarang ini" Soat
Kun menjawab terang dan jelas, suaranya nyaring dan tegas.
Paras ketua Siauw Lim Sie itu berubah menjadi merah padam,
tetapi dia tertawa dingin dan berkata: "Siauw Lim Sie kami
semenjak beberapa ratus tahun belum pernah ada yang berani
menghina secara begini. oh, kamu berani begini kurang ajar? " Dia
memandang para pendeta dan menambahkan dengan seruannya^
"Tangkap dia "
Keempat huhoat Kay Sie Ih segera maju untuk mentaati perintah
itu, mereka melompat kearah Soat Kun.
Menyaksikan demikian, dengan pedangnya Siauw Pak maju
menghadang.
Soat Gie memegang erat tangan kakaknya. ia memberi bisikan
segala apa yang ia saksikan-Maka juga , walaupun dia tidak dapat
melihat, Nona Hoan tahu segala sesuatu.
Thio Giok Yauw bersiap sedia sambil memasang mata tajam. ia
khawatir Siauw Pek tak sanggup melayani keempat pendeta yang
lihay itu Kecuali pedang ditangan kanannya, tangan kirinya sudah
menggenggam jarum beracunnya, sedia untuk ditimpukkan
selekasnya sianak muda terancam bahaya.
Siauw Pek bersilat dengan sungguh sungguh, belum sepuluh
jurus dia sudah berhasil mengurung keempat lawannya dengan
sinar pedangnya Su Kay bersama Su Lut berdiri tegak dimUka pintu
pendopo besar itu, dengan berdiam mulut dantubuh, mereka
menonton dengan penuh perhatian.
Para pendeta lainnya berdiri dengan hati heran dan tegang.
Heran sebab keempat huhoat itu, yang mereka tahu kelihayannya,
tidak berdaya menghadapi siorang muda yang hanya sendirian itu,
bahkan merekalah yang dikurung sinar pedang.
Soat Kun menantikan beberapa lama, baru dia membuka
suaranya yang nyaring: "Para suhu jikalau kamu ingin mengetahui
keadaan yang sebenarnya dari kematian ketua kamu yang dahulu
itu, silahkan segera menghentikan pertempuran ini"
orang-orang yang mengadu kepandaian itu mendengar seruan si
nona, dengan serempak mereka sama sama melompat mundur.
“Hai, siapakah yang menyuruh kamu berhenti? " tegur It Tie
kepada empat orangnya, suaranya dingin sekali.
Keempat huhoat itu melongo, lalu mereka saling mengawasi,
kemudian dengan menggerakkan golok mereka, mereka maju pula
kearah sianak muda.
"Tahan" berseru Su Kay Taysu, yang mendadak bertindak maju.
Pendeta tua ini termasuk golongan tiangloo yang dihormati,
diapun salah satu tiangloo yang dijunjung tinggi, mendengar suara
orang itu, keempat huhoat menghentikan majunya, lekas-lekas
mereka mundur kembali. Dengan mata tajam It Tie mengawasi Su
Kay.
"Apakah maksud susiok maka susiok mencegah keempat huhoat?
" tanyanya, suaranya tawar.
su Kay merangkapkan kedua tangannya di depan dadanya, ia
menjura kepada ketua nyaitu. "Loolap hendak menyampaikan
sesuatu kepada ciangbun hongtio," sahutnya.
It Tie menahan hati, walaupun ia menjadi ketua, tapi Su Kay
adalah pendeta yang tingkat kedudukannya lebih tinggi dan dia
dihormati seluruh penghuni kuil.
"Ada apa, susiok? " tanyanya. "Lekas susiok bicara "
"Memang urusan kematian Su Hong suheng ada bagiannya yang
sulit dimengerti dan dipecahkannya" sahutnya.
It Tie, berkata dingin: "Pembunuh ketua kita itu telah
dibinasakan oleh wakil dari delapan belas partai, bahkan seluruh
keluarganya di Pek Ho Po telah ditumpas pula, dengan begitu
bukankah peristiwa telah selesai? Apakah susiok tidak tahu semua
itu? "
"Tentu sekali loolap telah ketahui semua itu," menjawab Su Kay,
"hanya soal masih membuat hatiku kurang tenang. Perasaan ini
juga terdapat pada semua tiangloo. Yang mencurigakan ialah
kenyataan bahwa Coh Kam Pek bukanlah lawan dari Su Hong
suheng Memang Coh Kam Pek mempunyai nama tersohor tetapi
dalam ilmu silat dia tak seimbang dengan kepandaian suheng kami
itu...”
“Bagaimanakah pendapat susiok? "
"Pendapatku dan para tiangloo ialah sebelum kami ketahui duduk
hal yang sebenarnya belumlah hati kami tenang."
"Jadi susiok sekalian menganggap ketua kita itu bukan
dibinasakan oleh Coh Kam Pek? "
"Mungkin Coh Kam Pek turut mengambil bagian, tetapi dia
bukanlah si pembunuh"
"Sipembunuh telah dibinasakan, perkara sudah selesai, mengapa
susiok beranggapan begini pasti? Dapatkah susiok menunjukkan
kalau benar ada sipembunuh lainnya? "
"Maka itu loolap setuju memberikan kesempatan kepada siecu ini
guna dia menunjukkan saksi atau bukti dari kata katanya itu, Jikalau
dia cuma mengaco belo, loolap akan membekuknya untuk
diserahkan kepada hongtio biar hongtio menghukumnya "
Tanpa diminta, para pendeta memperdengarkan suaranya^ "Su
Kay susiok benar, harap ciangbun hongThio menerima baik
permintaannya itu "
Hati It Tie gentar. Tak berani ia menentang semua pendeta
bawahannya itu ia khawatir nanti dicurigai kalau ia terus berkepala
batu. Maka ia lalu mengawasi Soat Kun dan berkata dengan bengis:
"Aku beri waktu sehirupan teh kepadamu. Jikalau kau tak dapat
memberi butki yang memuaskan aku, jangan kau menyalahkan aku,
apa bila aku berlaku tidak hormat terhadapmu "
“Hanya, taysu, kalau sebentar aku mengajukan saksiku itu, taysu
nanti kaget dan ketakutan sekali" berkata sinona sabar.
It Tie merasa hatinya nyeri. Kata-kata sinona bagaikan
menikamnya hebat sekali.
Sebelum ketuanya menjawab, Su Kay mendahuluinya. Katanya
keras kepada si nona. "Siecu jangan siecu mengandalkan saja
lidahmu yang tajam bagaikan pisau. Ingatlah, jikalau kau tidak
sanggup menunjukkan bukti ada kemungkinan besar kamu semua
sangat sukar bisa keluar dari kuil kami ini "
Meskipun dia berkata demikian, toh Su Kay menoleh kepada
Siauw Pek dan mengangguk dengan perlahan-
"Buktinya ada disisiku dan segera dapat aku ajukan," berkata
nona Hoan, "cuma sebelum aku menunjukkannya, aku ingin bicara
dahulu. Dapatkah aku mengutarakannya? " Su Kay menjura.
"Bicaralah" katanya. Ia melancangi ketuanya.
"Bila sebentar aku mengajukan bukti, atau saksiku itu," berkata si
nona, "pastilah ketua kamu bakal bangkit hawa amarahnya, dan itu
sungguh berbahaya. Bagaimana kalau ketuamu gusar dan dia
mengeluarkan perintah supaya taysu semua mengepung kami?
Kami tahu baik sekali kekuasaan ketua kamu, titahnya adalah
seumpama gunung beratnya. Apabila itu sampai terjadi, bukankah
kami seperti main api untuk membakar diri? Bukankah itu berarti
mencari penyakit sendiri? "
"Dalam hal itu, baik siecu menenangkan diri," berkata Su Kay.
"Loolap akan tanggung jawab terhadap kamu"
"Taysu, apakah kedudukan taysu maka taysu berani bicara besar
begini? " si nona tanya.
"Loolap menjadi salah satu paman guru dari ciangbun hongThio
kami”
“Dan Su Hong Taysu yang telah mati itu, ada hubungan apakah
taysu dengannya? ”
“Dialah suheng kami yang juga menjadi ketua kami semua"
"Baik" berkata si nona. "Sekarang silahkan suruh pendeta yang
menjaga pintu itu mengijinkan orang kami membawa masuk kedua
gotongannya "
"Apakah yang digotong itu? " bertanya Su Kay.
"Bukti" sahut si nona, singkat.
su Kay tercengang.
Tapi...
"Kamu bawalah masuk" akhirnya ia berikan perintahnya.
Kho Kong menyahuti, terus ia memerintahkan empat ang ie
kiamsu menggotong tandunya, untuk dibawa masuk kedalam taa
can-
"Siecu menghendaki apa lagi? " Su Kay tanya si nona.
"Masih ada satu hal untuk mana kami minta keputusan taysu”
“Katakan saja, siecu"
Terus menerus susiok ini melancangi ketuanya. "Didalam
rombongan Kim Too Bun kami ada dua orang anggota yang tadi
ditugaskan menghaturkan kartu nama," kata sinona. "Ia telah
masuk kedalam sini, tapi sekarang mereka entah ada di mana."
"Mereka sekarang berada dibelakang tengah menerima
pelayanan kami," berkata seorang pendeta yang berjubah merah,
yang sejak tadi berdiri dibelakang It Tie Taysu. Dialah orang yang
bertubuh gemuk.
"Walaupun sekarang ada Su Kay Taysu yang bertanggung
jawab," berkata sinona, yang sangat teliti, "kami masih
menghendaki kedua orang kami itu kembali kedalam rombongan
kami ini. Kalau sebentar setelah kami menunjukkan bukti lalu terbit
gelombang, bagaimanakah? Bukankah jumlah kami jadi tak
lengkap? Maka itu, dapatkah permintaan kami ini diterima baik? "
Pendeta gemuk itu memandang It Tie, sang ketua, terus ia
menjawab. "Boleh" Lalu dia mengangkat sebelah tangannya, untuk
diulap ulapkan kearah luar pendopo.
Didalam waktu yang pendek maka muncullah dua orang pendeta
yang mengiringi Ban Liang dan Oey Eng. Semua pendeta didalam
pendopo mengawasi dengan seksama.
Semasuknya kedalam pendopo, Ban Liang menyapu dengan
matanya kesegala penjuru, habis itu ia menghampiri gotongan,
untuk memernahkan diri di sisi Han In Taysu.
"Siecu" tanya Su Kay, "masih ada cara apa lagi dari siecu untuk
memperlambat waktu? "
Soat Kun tidak menjawab pendeta itu, hanya dia berkata pada
rombongannya sendiri: "Silahkan mengundang Han In Taysu"
Han In menjadi ketua yang terdahulu dari Ngo Bie Pay. Walau dia
menemui kecelakaan sudah belasan tahun yang lampau, namanya
masih belum dilupakan orang, terutama di dalam kalangan Siauw
Lim pay, para pendeta mengetahuinya dengan baik. Maka itu, ketika
nama itu disebut si nona, semua orang Siauw Lim Sie itu menjadi
heran, dan tercengang Kho Kong segera memberikan jawabannya
karena ia mengerti kata si nona ditujukan padanya. cepat ia
menyingkap kain hitam yang dipakai menutupi joli yang diduduki si
ketua yang malang nasibnya itu karena dia mesti menjadi seorang
berCaCad hebat.
Selekas kain berkerudung disingkap maka semua pendeta Siauw
Lim Sie melihat di atas gotongan itu duduk bercokol seorang
berpakaian serba hitam, yang kedua kakinya buntung dan wajahnya
rusak.
It Tie terkejut sekali ketika dia mendengar disebutnya nama Han
in Taysu diam diam dia mengerahkan tenaga di tangannya,
sedangkan matanya mengawasi dengan tajam kearah gotongan-Dia
telah memikirkan, asal orang itu benar ketua Ngo Bie Pay, dia
hendak segera menghajar mampus, agar pendeta itu tak sempat
berbicara
Jika tidak. sulit baginya untuk mengendalikan semua anggota
siauw Lim Sie. Dia telah pikir juga, sematinya Han in, baru dia akan
melayani Soat Kun-
Dia berani berpikir begitu sebab dia tahu, separuh dari pendeta
pendeta Siauw Lim itu adalah orang orang keperCayaannya.
Segera setelah Han in muncul, It Tie tertawa dingin, karena
hatinya lega. Dia tidak mengenali ketua Ngo Bie Pay itu. Dengan
nada mengejek dia tanya nona Hoan^ "Siecu, dari manakah
memperoleh manusia ajaib yang rupanya tak karuan ini? Siecu
menyebutnya sebagai Han in Taysu Siapakah juga percaya?
PertunjUkanmu ini sangat jenaka"
Banyak pendeta, yang mengenal macam Han Inpun pada
tertawa. Mereka tak mengenali pendeta tua itu.
Soat Kun tidak gusar atau bingung karena ejekan itu, dengan
sabar dia berkata^ "Para suhu, aku percaya, diantara kamu, mesti
ada banyak yang pernah melihat Han In Taysu Silahkan kamu
mengenalinya"
It Tie berkata dingin: "Siecu, diantara kami ada seratus orang
yang kenal Han in Taysu, hanya pertunjukanmu ini menunjukkan
kau sangat tak memandang mata kepada kami dari Siauw Lim Sie"
"Taysu, aku begini sabar, aku kagum sekali" berkata si nona
tetap tenang. "Tapi baiklah taysu, atau para suhu lainnya, mengerti.
Jikalau aku hendak mengajukan orang yang wajah dan potongan
tubuhnya mirip sekali, sebab walaupun aku sangat bodoh, tidak
nanti aku mengajak orang yang cacat begini rupa. Wajah orang ini
telah dirusak seperti juga kedua kakinya sudah dikutungkan hingga
sukar buat orang mengenalinya...”
“Bicaramu beralasan, siecu" berkata sejumlah pendeta. It Tie
tertawa berkakak.
"Sungguh kata kata yang bagus untuk mempengaruhi orang"
katanya. "Siecu, kepandaianmu berlagak membuat punco sangat
kagum"
Soat Kun tetap tidak menghiraukan ejekan-Ia tak gusar. Sama
tenangnya seperti semula, ia kata^ "Sekalipun seorang yang pintar
sekali didalam seribu, satu kali mesti dia berbuat keliru. Taysu mati
matian ngotot berbantah denganku, mengatakan bahwa orang ini
bukanlah Han In Taysu, ketua terdahulu dari Ngo Bie Pay, apakah
maksud yang terkandung didalam hati taysu? Mustahilkah, kalau
suhu ini benar Han in Taysu, lalu terhadapmu bakal terjadi sesuatu
yang merugikan atau membahayakan kedudukanmu dan dirimu
pribadi? "
Itulah kata kata tajam yang sangat menikam si ketua partai.
Dilain pihak. kata kata itu menambah kepercayaan para pendeta
terhadapsi nona.
Sekejap. wajah It Tie menandakan dia terkejut dan khawatir,
hanya dilain detik, dia sudah tenang kembali. Dia bersikap sangat
sabar.
"siecu," katanya, "adakah maksud siecu datang kemari untuk
mengadu dombakan kami semua? Adakah sengaja engkau mau
memecah belah Siauw Lim Sie? "
"Tidak. taysu, itulah bukan maksudku," sahut si nona. "Kalau
memang dihati taysu ada setan penggodanya, mengapa taysu tidak
mau menyingkirkannya? Itulah mudah Taysu coba saja
menjernihkan urusan ini " Kembali It Tie kaget didalam hatinya.
"Liehay budak ini" pikirnya. Lalu ia berkata^ "Siecu, apakah yang
hendak siecu katakan? Silahkan Untuk kebersihan diri, suka aku
mendengarnya " Soat Kun juga mengagumi si pendeta.
“Heran dia tak dapat dibuat murka Inilah menandakan halnya dia
sangat licik dan berbahaya " Maka ia berkata: "Taysu, sikapmu ini
menyatakan kecerdasanmu"
It Tie batuk batuk. Itulah caranya baginya untuk membungkam,
agar ia tidak sembarang mengucap.
soat Kun tidak mendengar si pendeta menimpali, ia
menyambungi^ "Sekarang ini soal yang didepan mata harus
diselesaikan yaitu soalnya Han in Taysu ini, dia benar ketua dari Ngo
Bie Pay atau bukan "
"Benar" berkata sejumlah pendeta, yang menaruh perhatian
besar atas soal itu. "Bagaimanakah caranya siecu hendak
memastikan bahwa dialah Han in Taysu? "
"Didalam hal ini hendak aku mohon bantuan para suhu juga Nah,
diantara suhu sekalian, Siapakah yang mengenal Han in Taysu
dengan baik? ”
“Pinceng kenal baik Han In Taysu" menjawab dua orang pendeta.
"Bagus Silahkan suhu berdua menghampirinya" Kedua orang
pendeta itu bertindak maju.
Siauw Pek memasang mata. Ia mengenali Su Lut Taysu dan It
ceng Taysu.
soat Kun berkata sabar kepada kedua pendeta itu "Jiewi
mengenal baik Han In Taysu, mungkin dari suara atau lagu suara
taysu itujie-wi akan mengenalinya."
"Semenjak peristiwa dipuncak Yan In Hong itu, sudah belasan
tahun pinceng tidak pernah bertemu Han In Taysu," berkata Su Lut,
menjawab si nona, "karena itu pinceng tidak merasa pasti bahwa
pinceng akan mengenalinya atau tidak..."
"Pinceng pernah turut suhu ke Ngo Bie San dan tinggal disana
lama sekali." berkata It ceng menggantikan Su Lut Taysu. "Pernah
pinceng mendengar suhu bersama Han In Taysu merundingkan soal
agama. Karena itu pinceng percaya akan masih mengenali
suaranya.”
“Aku mohon tanya, siapakah suhu taysu itu? " Nona Hona
bertanya, hormat.
"Suhu ialah Su Hong taysu ketua terdahulu dari siauw Lim Sie
kami, yang telah mengalami bencana hebat dipuncak Yan In Hong
itu." It ceng menjelaskan.
"Bahwa gurumu suka mengajakmu berkunjung ke Ngo Bie San,
itulah bukti bahwa ia baik sekali terhadap suhu." si nona berkata
pula.
Terhadap kedua pendeta ini, Soat Kun bersikap manis, sedang
suaranya tetap merdu.
It ceng mengerutkan kening.
"Budi suhu laksana gunung beratnya."
"Sungguh budi berat bagaikan gunung" Si nona mengulangi.
"oleh karena guru taysu itu telah melepas budi demikian besar
kepada taysu, sudah selayaknya apa bila taysu mencoba membalas
budinya itu."
It ceng menganggut. Tak tahu ia bagaimana harus menjawab.
Kali ini Soat Kun berkata pula, suaranya tinggi dan jernih.
"Jiewi taysu, sekarang silahkan jiewie mulai mengadakan
pembicaraan dengan Han In taysu. Aku tidak percaya jiewie akan
berpihak pada salah satu diantara kita, aku hanya mengharap
masing-masing mengikuti "Langsim"-suara hatinya."
Su Lut taysu segera mengawasi Han In taysu iapun merangkap
kedua belah tangannya, sambil memberi hormat keagamaan itu, ia
mulai bertanya. "Tuan, benarkah kau Han In suheng? "
Karena mereka bersamaan tingkat derajat, pendeta Siauw Lim
Sie ini memanggil "suheng" (kakak seperguruan) kepada ketua Ngo
Bie Pay itu. Han In taysu menghela napas berduka.
"Benar," sahutnya singkat.
"Mengapa keadaan suheng menjadi begini menyedihkan? " Su
Lut bertanya pula. Han In menghela napas pula.
"Loolap bersama suheng kamu, Su Hong taysu, juga kedua
suheng dari Bu Tong dan Khong Tong didalam waktu yang
bersamaan, telah menemukan bencana. Kamu toh telah ketahui
itu."
"Benar. Tapi sembilan partai besar bersama sama empat bun,
tiga hwee dan dua pang telah berhasil membalaskan sakit hati
suheng berempat itu."
"Bagaimanakah cara pembalasan sakit hati itu? " Han In
bertanya.
"Didalam satu malam Pek Ho Po musnah diserbu hingga
terbinasa seratus lebih jiwa anggota keluarganya. Sibiang jahat coh
Kam Pek. malam itu dapat meloloskan diri, akan tetapi setelah
delapan tahun, dia kena dicandak dan dikepung serta dibinasakan
juga didepan jembatan Seng Su Klo"
Keterangan itu membuat Siauw Pek merasa tertikam berulangulang,
karena mata terbayang pula peristiwa hebat didepan Seng Su
Klo itu, peristiwa yang pernah dihadapinya sendiri. Maka darahnya
bergolak dan jantungnya berdenyutan keras. Hampir ia tak dapat
mengekang kesabaran hatinya. Ia menggigit gigi atas dan
bawahnya sampai darahnya keluar Han In Taysu menggeleng
gelengkan kepala, ia menarik napas panjang.
"Meskipun pada masa itu nama coh Kam Pek dari Pek Ho Bun
sangat terkenal, pasti sangat sukar bagi dia untuk membinasakan
suheng kamu. Apalagi ketika itu bersama suheng kamu itu juga ada
loolap serta ciangbun suheng dari BuTong Pay dan Khong Tong Pay"
Su Lut Taysu hendak bertanya lebih jauh, tapi mendadak It Tie
memotongnya. "susiok. dapatkah susiok memastikan dialah Han In
Taysu? " demikian pertanyaannya.
"Loolap masih belum berani memastikan," sahut tiangloo itu
jujur. It Tie menoleh kepada It ceng, matanya bersinar tajam.
"Sutte, telahkah kau dengar dan mengenali suaranya itu? " dia
bertanya kepada adik seperguruannya itu^
It ceng memberi hormat.
"Sebegitu jauh telah kudengar, suara orang ini beda jauh sekali
dari suara Han In Taysu" demikian jawabnya.
Ketua Siauw Lim Sie itu tertawa dingin. nyaring tawanya.
"Nah, siecu, apakah lagi yang hendak kau katakan? Adakah
sampai disini saja akal muslihat iblismu? " katanya pada nona Hoan.
Lalu, tanpa memberi kesempatan buat menjawab, mendadak dia
memberikan perintahnya.
"Tangkap mereka. Gusur mereka ke Kay Sie Wan, untuk
menantikan keputusanku. Jikalau mereka berani melawan, bunuh
saja, habis perkara “
“Tunggu dulu" berkata Su Lut Taysu sambil dia menjura terhadap
ketua itu.
"Ada apakah, susiok? " It Tie bertanya.
"Menurut apa yang loolap ingat samar samar, suara orang ini
mirip dengan suara Han In Taysu," kata pendeta tertua itu.
"Perkara ini besar dan penting sekali, susiok" kata It Tie dingin.
"Jikalau susiok tidak punya pegangan yang kuat, baiklah susick
jangan berlaku murah hati dan belas kasihan." Kembali Su Lut
menjura.
"Loolap bicara dengan sejujurnya, loolap tidak mendusta,"
katanya pula.
It Tie berkata pula. dingin seperti semula: "It ceng sutee berani
mengatakan dia bukannya Han In Taysu, itu menyatakan bahwa dia
telah mempunyai pegangan, sebaliknya susiok ragu-ragu. Walaupun
susiok menjadi tiangloo tetapi tak dapat susiok memperkokoh
pikiran sendiri. Hal ini tak usah susiok Campur lagi. Mundurlah" su
Lut tertegun, terus ia menurunkan tangannya dan berdiri diam.
Tiba-tiba Su Kay Taysu menjura dan berkata^ "Loolap ingin
bicara" katanya pada ketuanya.
"Apakah itu? " tanya It Tie. "IHmm"
"Benar apa yang ciangbun hongThio baru saja katakan," berkata
Su Kay. "Perkara ini sangat penting, sudah selayaknya kita caritahu
hingga menjadi terang. Kalau orang ini bukan Han In Taysu, dengan
menyamar atau mengaku menjadi ketua Ngo Bie Pay, apakah
maksudnya? Benar musuh Su Hong suheng telah dibinasakan,
walaupUn demikian dudUk kejadian yang sebenarnya masih gelap.
bagaikanmasih ditutupi kabut atau mega Meng apakah Su Lut sutee
tak diberi kesempatan buat dia bicara terus sampai jelas segalanya?
"
"Dia tidak berani menetapkan orang adalah Han In Taysu, buat
apa mendengarkannya mengoceh tidak keruan? " kata It Tie. Su
Kay berpaling kepada Han In Taysu.
"Dia telah dirusak mukanya, teranglah kerusakan itu dibuat
dengan sengaja." katanya. "Memang sekarang ini sulit untuk
mengenali dialah ketua dari Ngo Bie Pay itu. Sebaliknya, kalau dia
benar Han In Taysu walaupun dia bercacat begini rupa, masih bisa
diselidiki tentang dirinya."
"Mohon tanya, susiok. bagaimana caranya untuk membuktikan
dia benar Han In Taysu? " It Tie bertanya.
Terhadap tiangloo ini, ketua Siauw Lim Pay itu masih
menghargainya juga.
"Didalam Ngo Bie Pay ada banyak rahasia yang orang luar tak
tahu," berkata Su Kay dengan sabar, "kalau dia ini benar Han In
Taysu, tentulah dia tahu semuanya."
It Tie berkata tawar: "Karena itu rahasia partai, kita juga turut
tidak tahu. Jikalau dia ngaco belo, mana bisa kita ketahui benar atau
tidaknya? "
"Semasa Han In Taysu belum menemui petakanya, dia
bersahabat erat dengan loolap." Su Kay berkata pula.
"Sekalipun begitu, tidak nanti dia sudi memberitahukan rahasia
dari Ngo Bie Pay" Su Kay melengak. Dia kalah alasan-Tapi dia tak
putus asa. "Masih ada satu jalan lain," katanya.
It Tie memperlihatkan sikap keren-"Tak peduli itu jalan apa, itu
mestinya bisa diterima baik oleh orang banyak" katanya keras.
"Jikalau hal itu cuma diketahui oleh satu orang, yaitu oleh susiok
sendiri, teranglah benar ya benar, salah ya salah. Jalan itu tidak
adil" Mendengar itu Su Kay tertawa tawar.
"Kalau begitu, jadi loolap pun ciangbun hongThio sudah tidak
percaya lagi? " tanyanya.
"Tapi punco harus berhati-hati sekali" sahut It Tie, yang mencari
alasan-"Setelah terjadi pembunuhan kepada ketua partai kami itu,
punco sudah bekerja keras untuk membuat pembalasan sakit hati,
hingga punco berhasil mengumpulkan tujuh belas partai lainnya.
Sesudah lewat beberapa tahun, barulah punco berhasil mewujudkan
pembalasan itu. Habis itu toh masih tersiar banyak macam kabar
angin, karena mana mesti punco berlaku waspada dan berhati-hati"
Su Kay tetap beraku sabar. Ia tertawa.
"ciangbun hongThio benar dan loolap menyetujuinya," katanya.
"Maka itu loolap minta sudilah ciangbun hongThio berlaku hati-hati
untuk menyelidiki lebih jauh perkara ini. Semoga ciangbun hongThio
meluluskannya." It Tie berdiam karena desakan paman guru itu.
"Baiklah" sahutnya kemudian. "Silahkan susiok ajukan beberapa
pertanyaan terhadapnya, tetapi jangan terlalu lama, kalau terlalu
lama itulah tak ada faedahnya. cukuplah selama waktu seminum
teh..." Su Kay mengangguk.
"Loolap akan bertanya Cepat," katanya. "Silahkan ciangbun
hongThio menyaksikannya"
Segera ia menghampiri Han In Taysu, untuk terlebih dahulu
memberi hormat, baru ia bertanya: "Tooheng, apakah tooheng
masih mengenali loolap? "
"Too heng" adalah panggilan kakak sesama kaum beragama.
Panggilan itu biasa digunakan terhadap golongan Too Kauw. Apakah
Too, dari Loo cu (Lao Tze).
"Jikalau loolap tidak salah ingat, kaulah yang dipanggil Su Kay,"
jawab Han In.
"Benar, loolap memang Su Kay." Han In menoleh kepada Su Lut.
"Dia itu adik seperguruanmu, namanya Su Lut," katanya sabar.
Su Lut memberi hormat.
"Benar, loolap ialah Su Lut," katanya.
Han In menoleh kepada It Tie.
"Kau adalah murid Su Hong Tooheng, It Tie" katanya pula.
It Tie tertawa dingin-Bukannya ia mengiakan atau ia menyangkal
ia justru berkata dengan nada ejekannya "Jikalau kau memalsukan
Han In Taysu, tentulah terlebih dulu kau mencari tahu jelas perihal
kami. Punco menjadi ketua disini sudah sepuluh tahun lebih,
siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal namaku? "
Han In Taysu tetap berlaku sabar, katanya tenang: "Ketika
dahulu hari Su Hong Tooheng bersama loolap membuat pertemuan
diatas puncak Yan In Hong, bukankah kau diajak bersama"
"Benar Adalah dipuncak itu yang pertama kali punco bertemu
dengan Han In cianpwee" sahut It Tie. Ia memanggil "cianpwee”
“orang tingkat tua yang dihormati" kepada Han In Taysu dalam
artian Han In yang sejati.
soat Kun tertawa dingin, ia menyela: "Paling baik taysu jangan
campur bicara, biarkanlah Han In Taysu bicara terus " It Tie gusar.
"Jikalau dia ngoceh tidak karuan, mana dapat punco tak
memperbaikinya? " katanya sengit.
"Dengan sikap ini taysu, bukankah kau menjadi seperti membuka
rahasia sendiri? " sinona bertanya.
Maka ketua Siauw Lim Pay itu pucat lalu menjadi marah. Katanya
bengis: "jikalau siecu masih bicara sembarangan dan mengejek
punco, akan habis sudah kesabaranku "
Su Kay Taysu pun berkata: "Siecu berlaku tidak hormat begini
rupa kepada ketua Siauw Lim Sie kami, terang siecu hendak
membuat kepusingan saja, karena itu jangan kata ketua kami,
loolap sendiri juga akan melarang kau banyak bicara lagi"
soat Kun terdiam. Didalam hatinya, ia tertawa Ia dapat menerka
maksud tiangloo itu. Dimuka umum, dia membantu ketuanya,
dibalik itu, diam-diam dia menunjang pihaknya. Kata-kata itu berupa
bisikan untuk ia jangan melayani bicara lebih jauh kepada It Tie.
Teranglah pendeta itu sudah mengenali Han In Taysu.
Han In sementara itu berkata pula: "Ketika hadir dipuncak Yan In
Hong itu, su Hong Tooheng membawa dua muridnya yang
dipercaya. Jikalau loolap tidak salah ingat, kecuali kau, yang lainnya
ialah yang bernama It ceng"
"Itulah hal yang dunia ketahui, itu bukan rahasia lagi" It Tie
berkata keras. "Dan loolap membawa muridku yang mendurhaka
Hoat ceng" It Tie batuk batuk keras.
"Didalam ketua Ngo Bie Pay, siapakah yang tidak tahu? " dia
menanggapi. "Yang kami ingin dengar ialah bagaimana tuan dapat
membuktikan bahwa dirimu benar Han In Taysu"
"Selama loolap bicara taysu selalu memotong apakah itu bukan
berarti loolap dilarang bicara? " tanya ketua Ngo Bie Pay itu.
"Kau buktkan dahulu bahwa kaulah Han In Taysu tulen, baru
dapat kau menceritakan segala sesuatu mengenai peristiwa dahulu
itu" It Tie jawab.
"Bagaimana kehendakmu supaya aku dapat memberi bukti
tentang diriku? "
"Inilah sukar buat punco menyebutnya. Asal kau memberi satu
bukti bahwa kau benar Han In Taysu, bukti yang dapat diterima
baik oleh orang banyak. jangan kata loolap. semua pendeta Siauw
Lim Sie lainya akan menghormatimu"
"Baiklah.. Didalam partai kami ada ilmu silat yang dirahasiakan,
yang tidak diwariskan kepada sembarang orang, sekarang loolap
hendak menyebut dua saja diantaranya, bagaimana? "
"Jikalau itu adalah ilmu silat Ngo Bie Pay yang dirahasiakan,
percuma tuan menyebutkannya sebab kami tidak tahu menahu" Han
In tertawa tawar.
"Bagaimana jikalau loolap menuturkan dahulu sekelumit yang
mengenai peristiwa di Yan In Hong dahulu hari itu? " tanyanya. It
Tie tertawa dingin.
"Perihal peristiwa hebat dan menyedihkan di Yan In Hong dahulu
itu, didalam dunia Kang ouw telah bermunculan banyak cerita yang
tak sama satu dengan lain, dan siapa hidup didalam dunia Kang
ouw, banyak yang sudah mendengar dan mengetahuinya. Sungguh
sederhana peristiwa itu dikarang menjadi sebuah cerita, ya,
sungguh sangat mudah oh tuan, kau sangat memandang ringan
kepada kami dari Siauw Lim Sie"
Kedua mata Han It Taysu bersinar tajam. Terang bahwa ia
merasa sangat tersinggung. Dengan sinar matanya itu dia menyapu
semua pendeta yang hadir didalam pendopo besar itu kemudian ia
berkata dengan suara dingin: "seorang yang menderita hebat
semacamku ini, daripada dia hidup didalam dunia, lebih baik dia
mati siang-siang Tapi aku berlaku sabar luar biasa menderita
kesengsaraan, tak sudi akupergi mati, sengaja aku membiarkan
hidupnya jiwa tuaku ini, itulah melulu buat peristiwa celaka dipuncak
Yan In Hong itu, supaya masih ada satu-satunya saksi hidup"
Didalam ruangan itu kebanyakan adalah orang kepercayaan It
Tie, tapi ada juga mereka yang jujur dan menjunjung peri keadilan,
kapan mereka ini mendengar kata kata orang tanpa daksa itu hati
mereka guncang, lalu puluhan pasang mata diarahkan kepada
pendeta Ngo Bie Pay itu.
Su Kay senantiasa memperhatikan secara diam-diam suasana
didalam ruangan, ia bisa melihat sikap semua pendeta itu, maka itu
mendengar suara Han In, ia lalu campur mulut. Katanya tenang:
"Walaupun orang ini bicaranya sembarangan saja, tapi agaknya dia
mempunyai alasan yang dapat dipercaya, karena itu sudilah kiranya
ciangbun hongThio mengijinkan dia melanjutkan keterangannya."
Dengan sinar mata dingin, It Tie melirik kepada tiangloo itu,
katanya. "Walaupun susiok menjadi tiangloo yang paling dihormati
didalam kuil ini tetapi susiok tidak dapat mencampur tahu
kekuasaanku sebagai hongThio Setelah susiok tahu dia bicara
sembarangan saja, apa gunanya akan mendengarkannya terlebih
jauh? Didalam urusan ini, disaat ini, tak usah kau campur tahu,
lekas kau mengundurkan diri " Su Kay Taysu tercengang. Tapi lekas
juga ia sadar.
"Loolap menjadi tiangloo, sudah sepantasnya loolap
memperhatikan dari prihatin terhadap hong Thio" katanya. Jikalau
benar benar hong Thio tak sudi mendengar dia bicara tak karuan
baiklah loolap minta dia diserahkan kepada loolap untuk
membawanya kependopo Kay Sie Ih Loolap nanti memanggil rapat
para tiangloo guna kami mendengar penuturannya, setelah mana
loolap akan memberi laporan singkat kepada hongThio”
“Apakah sudah pasti sekali susiok ingin mendengarnya" tanya
ketua itu dingin.
"Memang banyak sekali cerita di luaran," berkata Su Kay. "akan
tetapi semua itu tidak lengkap dan terang, karena itu, walaupun
orang ini mendusta, tak ada halangannya akan mendengar
keterangannya, dia bicara benar atau tidak. kita akan dapat
memastikannya . . . "
Diam diam It Tie memperhatikan para pendeta. Ia mendapat
kenyataan, kecuali orang orang dipihaknya, yang lain nampak curiga
semuanya. Maka itu, ia lalu tersenyum.
"Baiklah, susiok" katanya. "Kata kata susiok beralasan, baik kita
membiarkan dia bicara"
Su Kay merangkap kedua tangannya menghadap ketuanya terus
ia menjura pada Han In Taysu untuk berkata: "Ketua kami telah
memberi persenan untuk kau bicara terus, tapi kau harus membuka
hatimu, akan menuturkan dengan terang danjelas"
Han In memejamkan mata untuk mengingat peristiwa atau
pengalamannya yang pahit itu, setelah itu ia menghela napas
panjang.
"Membicarakan peristiwa dipuncak Yan In Hong di Pek Ma San itu
kembali mengingatkan akan hal yang menyedihkan dan
menyebabkan penasaran," berkata ia kemudian-Mendadak ia
mementangkan matanya mengawasi tajam kepada It Tie Taysu,
matanya itu bersinar bagaikan kilat. Lalu ia meneruskan^
"Tidak loolap memuji kepada kepandaian silat dari beberapa
orang itu, dan yang mengharukan hati juga bukan itu, Sekalipun
puncak Yan In Hong itu sembunyi seribu orang jago sebenarnya
sukar untuk mereka itu dapat merintangi loolap bersama Su Hong
Too heng dan dua tooheng lainnya"
Su Kay Taysu menyela. "Kalau orang orang itu tidak tinggi ilmu
silatnya, mengapa taysu bersama Su Hong Su Heng serta kedua
tooheng lainnya kena tertawan dan terbinasakan, danbahkan
matinya secara demikian hebat dan menyedihkan, sampai tubuh
dan wajah taysu sekalian tak dapat dikenali lagi? "
"Jikalau semua mayat itu dapat dikenali maka usahanya
sekawanan manusia jahat itu pasti gagal"
Sinar mata Su Kay Taysu berkilau akan tapi lekas juga ia menjadi
tenang pula. Katanya sabar. "Jadi, menurut taysu, semua keempat
mayat itu ialah mayat mayat palsu? "
"Paling sedikitnya, mayat sejati" menyahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"oleh karena itu, berdasarkan mayat palsu itu, mungkin mayat
mayat Su Hong Tooheng, Goan cin Tooheng dan Thie Kiam Pang
Tooheng pun bukanlah mayat mayat tulen juga " Hati Su Kay
guncang keras akan tetapi ia mencoba mengendalikannya.
"Maksud taysu bahwa suheng kami itu seperti loolap masih hidup
didalam dunia ini? tanyanya.
"Loolap Cuma mengatakan tentang kemungkinannya," sahut Han
In.
"Masih ada satu hal yang loolap tidak mengerti," berkata pula
tiangloo dari Siauw Lim sie itu, yang hatinya tetap tegang.
"Baik, tanyakanlah" sahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"orang orang dengan kepandaian silat seperti tooheng serta
suheng kami itu, juga dari Goan cin Tooheng dari Bu Tong Pay, cara
bagaimana dapat terbinasakan di tangan lain orang? " demikian
tanya Su Kay.
"Mulanya kami terkena racun, kami ditotok maka mudah saja
kami kena ditawan-"
"Menurut apa yang loolap ingat, ketika suheng kami mau
berangkat ketempat rapat ia telah membuat persediaan, bahkan teh
dan cangkirnya ia bekal dari rumah, yang dibawanya sendiri,
bagaimana mungkin ia kena diracuni juga ? "
"Tepat pertanyaan taysu. Mengenai rapat itu, Su Hong Tooheng
dan loolap mendapat serupa anggapan, ialah bahwa rapat sangat
penting, karena hal itu menyangkut keselamatan atau kehancuran
dunia Rimba Persilatan-Maka itu juga , tak dapat tidak kami
membuat persiapan dari siang-siang. Begitulah loolap saling berjanji
dengan Su Hong Tooheng dan Goan cin Tooheng untuk sama-sama
memilih tiga orang murid yang diperCaya untuk mereka itu
bertanggung jawab menjaga keamanan diempat penjuru tempat
rapat dengan mereka dipesan asal mereka melihat sesuatu yang
mencurigakan, mesti mereka segera memberi kisikan kepada kami,
agar kami dapat mengatur penjagaan. Diluar dugaan kami, kami toh
tercelakai juga "
JILID 35
"Ada orang yang telah memasuki tempat rapat itu, apakah tak
ada satu juga murid-murid taysu sekalian yang memberi kisikan?"
tanya Su Kay pula. Mendadak Han in Taysu tertawa nyaring.
"Jikalau loolap sudah siap secangkir racun juga tak akan dapat
merobohkan loolap" sahutnya. "Tidak demikian kalau loolap tidak
bersiap sama sekali" Berkata begitu, ia menatap tajam tiangloo dari
Siauw Lim Sie itu, segera ia melanjutkan^ "Sebenarnya racun yang
luar biasa itu mereka masukkan kedalam teh wangi yang baru
diseduh dan disuguhkannya justru loolap sedang haus sekali. Dan
loolap masih ingat juga, ketika itu loolap bersama Su Hong Tooheng
telah menenggaknya dengan segera, baru dua ceglukan, cangkirnya
segera sama-sama diletakkan."
"Andaikata taysu berhati hati sedikit, tentu orang yang
menyuguhkan teh tidak sempat menaruhkan racunnya itu."
"Jikalau orang itu orang yang menjadi murid yang dipercaya
dapatkah taysu mencurigainya ?"
Mendadak Su kay berkata keras bagaikan membentak: "Jangan
tooheng sembarangan menuduh. Itulah artinya menyembur orang
dengan darah. Diantara murid Ngo Bie Pay kamu yang mana
satukah yang menyuguhkan air teh itu ?"
Han In Taysu juga menjawab dengan nyaring: "itulah Hoat ceng
muridku yang jahat itu"
Semua hadirin terperanjat. Hoat ceng adalah ketua Ngo Bie Pay
yang sekarang, yang menggantikan Han in Taysu sebab Han in
"telah dibinasakan orang". Tak ada orang yang tak tahu bahwa Hoat
ceng sudah menggantikan mendiang ketuanya menjadi ketua yang
baru. Maka juga, pendopo Siauw Lim Sie itu menjadi sangat sunyi.
Su Kay Taysu adalah orang yang pertama dia menarik napas
panjang.
"Tooheng, inilah soal sangat besar" ujarnya: "Soal ini bukan saja
mengenai Ngo Bie Pay sendiri tetapi juga dunia Rimba Persilatan
seumumnya. Tak dapat kau bicara sembrono "
"Loolap bicara dari hal yang benar. Jikalau kau tidak percaya,
loolap tidak bisa bilang apa-apa lagi."
"Apakah urusan begini besar dapat dipercaya cuma karena katakata
satu orang saja ?" tanya Su Kay.
"Tapi itulah urusan yang terutama menyangkut kedudukan dan
diriku sendiri" berkata Han in Taysu. "Jikalau tuan-tuan percaya
akulah Han in ketua Ngo Bie Pay, tentu tuan-tuan percaya kata
kataku ini. Percuma loolap menerangkanj elas bagaimana gambar
lukisan jikalau kamu tidak percaya "
"Dengan cara bagaimana kau dapat membuktikan bahwa kau
Han in Taysu?" Su Kay bertanya pula.
"Susiok benar" It Tie taysu campur bicara "orang ini tidak jelas,
dia ngoceh tak karuan terang dia mengandung suatu maksud..."
Berkata begitu, pendeta ini menoleh kepada kedua pendeta
disisinya. "Dia cuma mengacaukan pikiran orang saja." serunya,
"tangkap dia Kalau dia melawan, bunuh saja"
"Baik hongthio" menjawab kedua pendeta itu, yang dua-duanya
berusia setengah tua. Segera mereka berlompatan maju kepada
Han in taysu, dari kanan dan kiri.
Melihat aksi It Tie itu, Han in taysu tertawa dingin. Katanya cepat
kepada kedua pendeta yang maju menghampirinya. "Walupun
loolap sudah cacat begini, kepandaian loolap belum musnah
seluruhnya. Apakah tuan-tuan bedua ingin berkenalan dengan ilmu
silatku" Berkata begitu, pendeta itu menolak dengan kedua
tangannya kekiri dan kekanan.
Kedua pendeta Siauw Lim Sie terkejut. Mereka tak sangka bahwa
orang tapa daksa ini dapat menyambut mereka dengan caranya itu.
Sambil menghentikan majunya, mereka menggunakan kedua
tangannya masing-masing untuk menangkis serangan itu. Mereka
lalu merasa tergempur keras sekali, hingga tubuh mereka
menggetar, terpaksa mereka mundur dua tindak.
Han In Taysu tertawa bergelak.
"Walau cacat ilmu lolap belum hilang semuanya" katanya pula,
nyaring. "Jikalau Hoat ceng murid yang jahat itu mengetahui haiku
di sini, pasti dia bakal tidur tak nyenyak lelap dan makan tak
bernafsu" Mendadak ia menoleh kepada It Tie Taysu untuk
menatap. kemudian sekonyong-konyong juga berkata keras:
"Jikalau ingatanku tidak salah, orang yang hari itu menyuguhkan teh
kepada Su Hong Tooheng kaulah adanya?"
Hebat kata kata itu Itulah tuduhan bahwa It Tie meracuni
gurunya dan para ketua partai lainnya. Paras It Tie menjadi pucat
pasi dan merah padam.
"orang edan darimana berani main gila disini?" teriaknya.
Menyusul itu, tangan kanannya diayun kearah Han In Taysu,
menyambarkan sebuah roda bagaikan rembulan yang bercahaya
kuning emas.
Su Kay Taysu tahu senjata itu senjata apa. Itulah hui poat, atau
cecer terbang, senjata istimewa dari Siauw Lim Pay, yang sangat
berbeda dari lain lain macam senjata rahasia. celaka kalau orang
menyambutnya dengan tangkisan senjata tajam seCara biasa saja.
oleh karena itu ia segera mengebutkan ujung bajunya sambil
berseru. "hongthio, tahan.. Dia memang mengoceh tidak karuan,
dia menghina partai kita, dia harus dibinasakan. Tapi buat
kebersihan nama Siauw Lim Sie, dia baik ditinggal hidup dahulu
sampai kita sudah mencari tahu duduk hal yang sebenar-benarnya."
cecer terbang itu kena tertolak angin kebutan tangan baju Su
Kay, akan tetapi dia dapat berbalik bagaikan bomerang, gagal
menyerang Han In Taysu, sebab dia tersampok ujung baju, dia
berbalik menyambar kearah Su Kay sendiri. Tapi tiangloo ini kenal
baik dengan senjata rahasia partainya itu. Ketika cecer mendatangi,
ia segera menolak dengan tangan kirinya, membuat senjata itu
melesat kesamping. Siauw Pek heran dan kagum.
"Senjata rahasia apakah itu?" tanyanya didalam hati. "Mengapa
dia bagaikan berjiwa, bisa terbang pulang balik dan tidak segera
jatuh ketanah?"
Su Kay Taysu sementara itu memasang mata kepada hui poat.
Memang, senjata itu berputar pula, kembali kepadanya.
Bersama dengan itu terdengarlah tawa dingin dari It Tie Taysu,
yang terus menanya. "Susiok, apakah maksud Susiok menentang
kui poat punco itu?"
Tak sempat Su Kay menjawab ketuanya, ia segera menyampok
berulang kali. Baru kali ini sang cecer jatuh ketanah. Maka tiangloo
itu mengulur tangan menjemputnya.
"Sabar hongthio, harap kau tak bergusah dahulu." berkata
tiangloo ini. "huipoat menjadi salah satu senjata rahasia istimewa
dari Siauw Lim pay, senjata ini tak dapat ditangkis oleh sembarang
orang. Untuk kebersihan diri hong Thio sendiri untuk nama baik
Siauw Lim Pay kita, terpaksa loolap berbuat begini guna
menyelamatkan jiwa orang itu..." It Tie bersikap tawar.
"Entah darimana Kim Too Bun mendapatkan orang edan ini"
serunya. "Dia telah mengoceh tidak keruan, dia menghina partai kita
dan punco sendiri, jikalau dia tidak segera dimampuskan, apakah
Siauw Lim Sie kita masih ada muka untuk menaruh kaki didunia ini?"
"hongthio, maksud hongthio sama dengan maksudku," berkata
Su Kay.
"Tutup mulut." bentak ketua itu, gusar. "Sebagai ketua, punco
larang kau campur lagi urusan ini."
Su Kay merangkap kedua tangannya.
"harap jangan gusar hongthio," katanya membela. "Loolap masih
ingin bicara lagi dari satu hal..."
It Tie masih gusar, katanya bengis. "Walaupun kau menjadi
tiangloo, tidak dapat kau tak memandang mata kepada punco..."
terus dia menoleh dan berseru. "Mana penegak hukum Kay Sie Ih?"
"Tee-cu disini" menjawab dua orang pendeta.
"Tee cu" berarti "murid" tapi dipakai sebagai "aku".
Merekalah dua orang usia pertengahan, yang romannya keren.
Mereka muncul dengan tindakan lebar, sambil menghunjuk hormat,
mereka berkata "Kami menanti perintah hongthio."
It Tie Taysu berkata dingin. "Tiangloo Su Kay tidak menghormati
punco, dia melanggar aturan Siauw Lim Pay, segera bawa dia ke
Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan"
Kedua pendeta itu bersamaan usia, jubah mereka seragam abu
abu, dengan tindakan perlahan mereka menghampiri Su Kay sampai
disini tiangloo terus mereka memberi hormat seraya berkata.
"Bukankah tiangloo mendengar perintah hongthio?"
"Telah loolap dengar" sahut Su Kay.
Pendeta yang dikiri berkata: "Aturan dari kuil sangat keras dan
hongthio telah memberikan perintahnya, maka itu kami minta
tianglo sudi ikut kami pergi keruang Kay Ih..."
Su Kay tidak menjawab, ia hanya menghela nafas.
"Jikalau loolap mati, itulah tak harus disayangkan," katanya,
perlahan tetapi tegas, "hanya sungguh harus disesalkan, penasaran
dari Su Hong suheng pasti tak bakal dapat dibikin terang." Ia
berhenti sebentar, lalu menambahkan^ "Loolap menjadi tiangloo
disini, tanpa rapat dari tiangloo, dikhawatirkan mUngkin tak ada
dayanya, buat loolap buat dikirim ke Kay Sie Ih "
Kembali It Tie berkata dingin. "Tapi kau menentang perintah
ketua, kau merusak aturan kuil"
"Dalam hal itu loolap tahu sikap loolap ini" kata Su Kay.
It Tie Taysu lalu berkata pula. "Di dalam aturan Siauw Lim Sie
kita ini jelas ditentukan bahwa seorang ketua mempunyai
kekuasaan teratas, kekuasaan memimpin semua anggota pendeta,
tetapi Susiok sudah berkeras menentang aturan, karena itu punco
terpaksa harus mengeluarkan Lek Giok Hut thung"
"Lek Giok Thung" berarti "tongkat suci" (hut thung) dari kemala
hijau (lek Giok)
Itulah benda paling suci dan berkuasa dalam partai Siauw Lim
Pay atau kuil Siauw Lim Sie. Siapa juga orang partai atau kuil tidak
dapat menentangnya. Siapa dihukum dengan Lek Giok Hut thung
maka mesti pecahlah batok kepalanya. (Baca "thung" mirip "teng"
dari "tengkulak", epepet).
Su Kay melengak dan kedua pendeta setengah tua itu berdiri
diam.
Melihat kedua orangnya tidak segera turun tangan- It Tie berkata
pula dengan keras. "Murid murid anggota Kay Sie Ih dengar!!
Jikalau Su Kay Taysu tak sudi menerima perintah untuk menerima
hukuman maka punco akan minta dikeluarkannya Lek Giok Hut
thung untuk dipakai menghajar matipada murid yang berontak itu"
Kedua pendeta itu menjadi ragu, akan tetapi mereka mesti
bekerja. Tak berani mereka menentang titah ketuanya. Maka
mereka menjura kepada Su Kay Taysu seraya berkata^ "Perintah
dari ciang bun hongthio keras sekali, jikalau tiangloo tidak rela
ditawan, terpaksa teecu akan mengundurkan diri saja."
Belum lagi Su Kay memberikan jawabannya Su Lut Taysu dimuka
pintu pendopo berkata dengan nyaring: "Sudah sejak beberapa
ratus tahun perintah dari ketua kamitak ada orang yang berani
menentangnya, maka itu suheng, sebagai tiangloo yang paling
dihormati mengapa suheng hendak menyerahkan diri untuk
beristirahat dahulu didalam Kay Sie Ih, andai kata suheng
penasaran, dapat suheng menanti rapat para tiangloo, diwaktu
mana suheng bisa membela diri"
Paras Su Kay menjadi merah padam dan pucat pasi, dengan
perlahan dia mengulurkan kedua tangannya.
"Baik" katanya kemudian, terpaksa. "Kamu boleh meletakkan alat
penghukum itu diatas tubuh loolap"
Siauw Pek menyaksikan kejadian itu di depan matanya, ia tahu
pasti hatinya Su Kay bergolak keras. fa merasa sangat tidak puas.
Maka ia berpikir dengan cepat. Terang sudah bahwa Su Kay Taysu
sangat penasaran- Dialah seorang pendeta yang jujur, dia pula
bekerja sebagian untuk perkara keluargaku, mana dapat dia
dibiarkan mendapat susah? Entah bagaimana keras keputusan rapat
para tiangloo nanti. Kelihatannya banyak pendeta yang banyak
curiga mengenai peristiwa di Pek Ma San itu, tetapi mereka tidak
berani banyak bicara. Akulah orang tersangkut, apakah aku mesti
diam saja? Tidak"
Maka ia lalu bertindak maju walaupun terpaksa.
Ban Liang selalu mengawasi segala sesuatu dihadapannya itu, ia
memperhatikan pihak Siauw Lim Sie itu, ia prihatin terhadap
orangnya sendiri, maka gerak gerik ketuanya tak lolos dari matanya.
Melihat ketua itu bertindak maju ia tahu maksud ketuanya itu.
Dialah orang yang banyak pengalamannya, ia insyaf pentingnya
urusan, kalau pihaknya keliru bertindak, mungkin sukar mereka
keluar dari dalam kuil Siauw Lim Sie itu. Maka lekas ia bertindak
sambil mengulur tangannya, mencegah ketuanya itu sambil berkata
perlahan sekali^ "Jangan sembrono, bengcu. Didunia Kang ouw
adalah tabu seorang luar mencampuri urusan dalam suatu partai
lain, maka kalau bengcu mengajukan diri bengcu bakal
membangkitkan amarahnya seluruh anggota Siauw Lim Sie "
Si anak muda dapat diberi mengerti, maka batallah ia maju
kedepan. Karena itu dengan berdiri diam itu ia menyaksikan kedua
tangan Su Kay Taysu dilibat dengan sehelai tali benang kuning,
setelah mana dia diajak meninggalkan toa tian.
Ketika itu mata It Tie main diantara Han In Taysu dan Siauw Pek.
ia dapat melihat bagaimana orang putus asa karena ditawannya Su
Kay Taysu.
Soat Gie mencekal tangan kakaknya, mempermainkan jari jari
tangannya, untuk memberitahukan kakak itu perkembangan
didalam pendopo itu.
soat Kun terus berlaku tenang. Ia tidak bisa melihat tapi ia
mendengar dan tahu. Segera setelah Su Kay dibawa pergi, ia
berkata dengan sabar. "Taysu menangkap dan menahan tiangloo
kamu, apakah itu berarti bahwa taysu bersungguh sungguh hendak
mencari tahu kebenaran dari peristiwa di Pek Ma San itu?"
It Tie yang licik tidak menjawab, dia hanya balik bertanya.
"Apakah siecu ingin mencampur tahu urusan dalam dari Siauw
Lim Sie?" lalu tanyanya. Tetap sinona berlaku tenang.
"Rupanya didalam hatimu kau ingin sekali agar aku mencampur
tahu urusan partai kamu ini," berkata sinona. "Dengan begitu maka
mudah saja kamu nanti mendapat dan menggunakan alasan yang
syah untuk menuduh kami melanggar pantangan kaum Kang ouw
sudah mencampuri urusan Siauw Lim sie. Benar, bukan?"
Nona yang cerdas ini dapat menerka maksud atau pancingan si
pendeta lihay itu.
It Tie merasa mukanya panas. Si nona menerka tepat. Tapi ia
dapat mengendalikan diri.
"Siecu," katanya, "kau menuduh punco, apakah maksudmu?"
"Taysu, janganlah taysu selalu mencari alasan untuk kita bentrok
satu sama lain," berkata si nona. "Sudah jelas maksud kami datang
ke mari ialah untuk memberitahukan halnya Su Hong Taysu
mendapat celaka dipuncak Yan In Hong itu, bahwa kecelakaan itu
sudah terjadi karena rencana yang diatur sejak waktu siang siang,
dan rencana yang busuk itu bukan saja bersangkut paut dengan
rasa penasaran Su Hong Taysu itu tapi juga mengenai
kesejahteraan Rimbanya Persilatan seUmUmnya. SemUa itu telah
terjadi karena coh Kam Pek dari Pek Ho Bun telah dijadikan sasaran
dan korban, karena orang timpakan kesalahan terhadapnya
bagaikan dialah seekor kambing potong"
Kata- kata itu sabar dan halus tetapi terasakan tajam sekali dan
para pendeta itu sendirinya merasakan itu, hingga hati mereka
guncang.
It Tie berpikir keras, mencari kata kata guna melawan bicara
kepada sinona, akan tetapi dia telah didahului nona itu.
"Haruslah diketahui," berkata Nona Hoan, "bahwa seorang
manusia, selama hidupnya beberapa puluh tahun, sukar dia teriuput
dari kekeliruan atau kesalahan akan tetapi jikalau dia insaf akan
kesalahaannya dan menyesal, lalu dia berdaya memperbaikinya,
maka dia tak gagal sebagai manusia yang sempurna, atau kalau dia
seorang gagah dia tetap seorang gagah juga. oleh karena itu, taysu,
semoga kau suka memikir masak masak kata kataku ini."
Muka It Tie pucat dan merah bergantian, ia malu dan
mendongkol.
"oai, siecu kau ngaco belo apa?" bentaknya kemudian, "Sama
sekali punco tak mengerti kata katamu"
"Didalam kalangan kamu kamu Budha ada sebuah pepatah yang
menjadi nasehat umum," berkata sinona, "Itulah artinya siapa
meletakkan golok jagal segera dia menjadi Budha. Taysu dapat
menjadi ketua kuil dari partai itu tandanya bahwa dahulu hari su
Hong Taysu sangat menghargaimu, tapi sekarang dia mengandung
penasaran besar, mati hidupnya tak ketahuan, entah juga dia
berada dimana bukankah sudah seharusnya taysu sebagai ketua
Siauw Lim Sie berdaya mencarinya, supaya perkara menjadi terang
jelas?"
Kata- kata tajam itu membuat para pendeta yang jujur selain
timbul kecurigaannya dan tunduk kepala sambil memuji Sang
Budha, juga roman mereka tampak sedih.
It Tie memandang berkeliling. Ia melihat tegas banyak pendeta
yang kena tertarik kata kata Han In Taysu serta Nona Hoan- Mereka
terkekang aturan keras partai tak berani mereka membuka suara
untuk menyuarakan pikirannya, tetapi perubahan air muka mereka
itu menunjukkan jelas sekali isi hati mereka itu. Semuanya tak puas.
Tapi pendeta itu cerdas sekali. begitulah ia menghela napas
terlebih dahulu ketika ia mau berkata^ "Siecu, apakah kata katamu
ini kata kata setulusnya hati?"
"Oh, sungguh manusia sangat licin" kata Soat Kun didalam hati.
Tapi toh ia segera berkata dengan suaranya yang tinggi^ "Seratus
lebih jiwa Pek Ho Bun yang telah terbinasakan, katanya itulah akibat
pembalasan untuk Su Hong Taysu berempat, akan tetapi lainlah
pandangan orang orang yang mengerti. Mereka ini justru bercuriga
Karena perkara sangat besar, tak berani mereka itu mendekati api
hingga mereka dapat tertembus terbakar, begitulah walaupun
mereka tahu akan peristiwa yang sebenarnya tapi mereka tak berani
membuka mulut"
Berkata begitu, sinona berhenti sejenak. Baru kemudian ia
menambahkan^ "Mustahil didalam hatimu, taysu tidak ada
kecurigaan sekali?"
It Tie menjawab cepat, "Sebelum siecu datang kemari, tak ada
kecurigaan punco, akan tetapi disaat ini, hatiku tergerak oleh kata
katamu."
"Jikalau benar demikian, sudah selayaknyalah taysu segera
bergerak untuk mencari tahu duduk kejadian yang sebenarnya itu."
sinona mendesak.
It Tie menjawab^ "Asal dapat dicari buktinya yang dapat
membuat kami semua percaya kebenarannya itu, punco akan
kerahkan semua tenaga Siauw Lim Pay untuk mencarinya, supaya si
biang keladi yang jahat itu tidak hidup merdeka didalam dunia ini"
berkata begitu dia mengawasi tajam kepada Han In Taysu dan
menambahkannya: "Tuan, benarkah kau Han In cianpwee?"
Ketua Ngo Bie Pay itu menjawab dingin: "Telah loolap berikan
keterangan loolap tapi karena taysu tidak mau percaya, ya, apa
boleh buat, tak ada dayaku."
"Jikalau punco mengirim murid kupergi ke Ngo Bie San
mengundang datang Hoat ceng Taysu ketua yang sekarang ini,
beranikah tuan dipadu berhadapan dengannya?" It Tie bertanya.
"Lebih lebih jikalau kau mengundang datangnya lebih banyak
murid- murid Ngo Bie Pay" berkata pendeta tua yang bernasib buruk
itu.
"Nanti didalam suratku akan aku minta Hoat ceng Taysu
membawa lebih banyak murid Ngo Bie Pay seperti yang diminta
tuan-.." menyambut ketua Siauw Lim Sie itu, yang terus menoleh
kepada It ceng untuk meneruskan berkata^ "Segera kau titahkan
dua orang kita yang Cerdas, yang tinggi ilmu silatnya, berkata ke
Ngo Bie San untuk sebisa-bisanya mengundang Hoat ceng Taysu
datang kekuil Siauw Lim Sie kita ini katakan kepadanya kita akan
mengadakan pertemuan"
"Baik, ciang bun hongthio" menjawab it ceng. "Apakah perlu
sekalian untuk memberi tahukan buat urusan apa?"
"Tak usah. Kau pakai nama punco untuk mengundangnya"
It ceng mengangguk, terus ia memutar tubuh dan berlalu pergi.
It Tie memandang Soat Kun.
"Urusan ini besar sekali, tidak dapat tidak punco harus berlaku
teliti sekali," katanya. "Maka juga punco mengirim orang
mengundang ketua Ngo Bie Pay itu, supaya dia datang dengan
segera. Walaupun perjalanan dilakukan dengan cepat kita toh harus
memakai waktu sepuluh hari lebih..." Si nona berlaku sabar.
"Kelihatan, tak dapat tidak mesti aku mengagumi kau" katanya.
It Tie heran.
"Apakah artinya kata kata siecu ini?" tanyanya.
"Aku maksudkan caramu ini memperlambat waktu," menjawab si
nona. "Iniiah cara yang sangat beralasan dan tepat. Jikalau bukan
taysu, maka aku khawatir lain orang tak dapat memikirkannya "
It Tie memperlihatkan roman keren-
"Punco sudah bertindak begini rupa, apakah siecu masih tidak
puas?" tanyanya. Soat Kun tersenyum.
"habis taysu hendak mengatur bagaimanakah kepada rombongan
kami ini?" ia bertanya.
"Selayaknyalah kami memberi tempat kepada rombongan siecu
akan berdiam disini buat sekian waktu," menyahut pendeta kepala
itu, akan tetapi karena kuil kami tidak dapat ketumpangan tamu
tamu, terpaksa kami minta supaya siecu semua tinggal saja diluar
kuil"
"Aturan siauw Lim Sie kamu tidak mengijinkan ketempatan orang
wanita, mustahil orang pria tak dapat juga?" si nona bertanya. It Tie
tertawa hambar.
"Apakah maksud siecu supaya kamu dapat tinggal berpisahan?"
tanya dia.
"Supaya yang laki laki berdiam didalam Siauw Lim Sie dan yang
perempuan diluar?"
"Maksudku supaya Han In Taysu serta seorang lain, yang terluka,
dapat tinggal didalam kuil," menjelaskan si nona.
It Tie bersikap dingin ketika dia berkata pula: "Tak apalah kalau
ini Han In Taysu ditinggal didalam kuil kami. Tapi itu yang satu lagi,
orang apakah dia? Punco khawatir hal itu kurang leluasa"
"Jikalau aku menyebutnya, mungkin taysu kenal dia," berkata si
nona. "Dialah Oey Liong Tongcu sebawahan Seng Kiong Sin Kun"
Mendengar itu, paras It Tie berubah.
"Apa sisegala Oey Liong Tongcu dan Pek Liong Tongcu?"
katanya, berlagak pilon. "Bagaimana punco kenal dia?"
"Taysu, jawabanmu terlalu cepat" berkata si nona. "Jikalau kau
tidak kenal Oey Liong Tong cu, mengapa kau ketahui di bawah Seng
Kiong Sin Kun itu masih ada Pek Liong Tong cu segala?"
It Tie bangkit, ia berkata dingin: "Siecu, bicaramu banyak salah,
tak karuan mengerti Hoat ceng Taysu bakal segera datang, bila
saatnya telah tiba, maka akan segera diketahui palsu atau tidaknya
Han In Taysu ini. Sekarang ini punco tidak mempunyai waktu lagi
akan mendengarkan kata kata tak keruan dan edan dari siecu"
Berkata begitu, It Tie memutar tubuhnya untuk bertindak pergi,
menghilang di balik tirai.
Ban Liang yang berpengalaman melengak karena herannya
sebab ia tidak menyangka sekali seorang ketua Siauw Lim Sie yang
agung dan berkenamaan beginilah tingkah lakunya.
siauw Pek turut merasa heran pula. ia menoleh kepada Soat Kun,
untuk membuka mulutnya, tapi segera ia batalkan-
Nona Hoan berkata tawar: "siauw Lim Sie biasa dipandang tinggi
oleh kaum rimba persilatan- orang menanggapnya sebagai gunung
Tay San atau bintang Tak Tauw, tak disangka begini saja menerima
tetamu... Para suhu kecuali ketua mu itu, ada siapa lagi yang bisa
mewakili partai kamu?"
Semua pendeta itu berdiam mendengarkan pertanyaan si nona.
Nona Hoan menanti beberapa lama, tetapi masih juga ia tidak
memperoleh jawaban, ia tertawa dan berkata sama tawarnya:
"Jika tidak ada orang yang dapat menjadi wakil ketua mu,
baiklah, kami akan berdiam saja didalam toatianmu ini"
Mendengar Suara sinona itu, Siauw Pek berbisik pada Ban Liang:
"Loocianpwee,jika tidak ada jawaban dari pihak Siauw Lim Sie ini
benarkah kita akan berdiam di dalam pendopo besar ini?"
Ban Liang menjawab berbisik juga^ "Sukar akan menerka
maksud si nona."
"Menurut pandanganku," Siauw Pek berbisik lebih jauh, "sikap
ketua siauw Lim Sie bagaikan hendak membangkitkan amarahnya
orang orang Siauw Lim Sie agar terjadilah perkara darah yang
hebat"
"Memang Memang It Tie bermaksud buruk itu. Kecuali itu aku
percaya Nona Hoan dapat menerka maksud orang dan mengetahui
juga bagaimana harus menghadapinya..."
Tepat pada saat itu, terdengarlah satu suara yang berat: "Siecu,
kata katamu keliru" Mendengar itu, Siauw Pek segera berpaling
Yang berbicara itu ialah seorang pendeta berbaju abu abu. Dia
bertindak lebar.
"Siapakah kau suhu?" bertanya Soat Kun segera. "Apakah
kedudukan suhu?"
"Pinceng adalah penguasa toatian ini." menjawab pendeta itu.
"Ruang Tay Hiong Po tian Siauw Lim Sie ini menjadi tempat suci
kami karena itu mana dapat kami ini mengijinkan orang berdiam
disini?"
"Suhu, tahukah kau bahwa ketua kamu telah mengibaskan
tangannya dan dengan begitu saja meninggalkan ruangan ini?"
tanya Nona Hoan-Pendeta itu memang datang dari luar.
"Apa yang dipikir ketua kami itu, tak berani aku menerkanya,"
sahut pendeta itu.
"Maksudnya ketua mu itu sudah terang dan jelas sekali" berkata
Soat Kun. "Jikalau kami tetap berdiam disini, dia jadi tidak merdeka
untuk menurunkan tangan jahatnya. Jikalau kita pergi dari sini,
itulah yang dikehendaki"
Pendeta berjubah abu abu itu mensidakapkan kedua belah
tangannya didepan dadanya. "Amidha Budha" ia memuji, "Itulah hal
yang pinceng tak berani menerkanya." Hoan Soat Kun berkata pula
"Jikalau kami takut, tak akan kami datang kemari. Karena kami
berani datang, pasti kami telah mempunyai persiapan kami Suhu,
para suhu yang suci disini semua adalah pendeta pendeta yang
mematuhi aturan, akan tetapi pada saat ini mereka sudah kena
dikelabui oleh beberapa murid Siauw Lim Sie yang murtad"
"oh, siecu, berani kau menghina ketua kami?" demikian satu
teguran keras. Menyusul itu, dua buah benda mengkilat melesat
menyambar kearah si nona
Siauw Pek berlaku waspada dan sebat, dia melihat datangnya
senjata rahasia itu, dengan sampokan pulang balik, dia menolak
senjata rahasia itu sehingga terlepas dari bahaya.
Itulah dua batang pisau belati, yang jatuh dilantai pendopo besar
itu.
Dengan sebat Siauw Pek menyapu dengan sinar matanya kearah
para pendeta, yang semua berdiri diam dengan tenang seperti sedia
kala hingga ia tidak bisa mengetahui siapa si penyerang gelap itu.
Seng Su Poan tidak puas, maka dengan suara bernada mengejek,
ia kata keras^ "Suhu manakah yang demikian liehay yang
menggunakan senjata rahasia? Silahkan keluar untuk berbicara"
Tantangan itu tidak memperoleh jawaban-
Ban Liang mengulangi kata- katanya hingga beberapa kali, tetap
semua pendeta menutup mulutnya.
Melihat demikian, Siauw Pek bertindak akan menjemput pisau
belati itu, terus disimpan di dalam sakunya.
Hoan Soat Kun, yang senantiasa bersikap tenang, segera
memperdengarkan suaranya yang merdu tapi keras nadanya.
Katanya. "Para suhu, diantara kau ada dua macam orang yang
berlainan sikapnya satu dengan lain Yang satu ialah mereka yang
bercuriga, yang menghendaki soal dibikin jelas, Yang satu lagi yaitu
mereka yang sangat penasaran telah tidak mampu segera membikin
mampus kepada kami. Para suhu, terhadap siapa kata- kata ku ini
kutujukan, pastilah para suhu ketahui sendiri"
Serentak dengan habisnya ucapan si nona maka terdengarlah
suara genta sembilan kali susul-menyusul, suara itu nyaring dan
mengalun jauh, iramanya mengandung irama penyerangan...
Menyaksikan itu, Siauw Pek segera mengambil tindakan. Bersama
sama Ban Liang, Giok. Yauw, Oey Eng dan Kho Kong, ia mengajak
kedua Nona Hoan dan membawa Han In serta ciu ceng kesatu
pojok untuk memernahkan diri, bersiap siap menghadapi sesuatu
bersama-sama.
Setelah suara genta itu berhenti, pendopo besar itu kosong dari
para pendeta tak ada satu jua yang tinggal
Ban Liang menghela napas.
"Nona Hoan, apakah tindakan kita sekarang?" tanyanya.
"Setidak-tidaknya kita telah membangunkan kecurigaan para
pendeta Siauw Lim Sie ini," menjawab si nona. "It Tie tak segan
segan berbuat jahat terhadap kita karena ada sesuatu yang
ditakutinya"
"Para pendeta telah meninggalkan pendopo ini, apakah kita perlu
meninggalkan juga?" bertanya pula jago tua itu.
"Paling benar kita jangan sembarang berlalu dari sini," Soat Kun
berkata. "Didalam kuil ini ada banyak aturannya, yang kita tidak
tahu, inilah yang harus dijaga. Pastilah ada pengharapan it Tie
supaya kita, diluar tahu kita, melanggar salah satu aturan itu hingga
para pendeta menjadi gusar dan akan menyerang kita."
"Tapi," Siauw Pek turut bicara, "berdiam lama-lama disini juga
bukannya suatu daya sempurna..."
Nona Hoan berkata sabar^ "Kalau seseorang menghadapi
ancaman bahaya, makin besar ancaman itu mesti dia makin tenang,
Jangan dia menjadi kacau sendirinya."
Sianak muda berdiam, akan tetapi, didalam hatinya, ia berpikir
"Jikalau kita tidak mempergunakan kesempatan pada saat para
pendeta belum selesai dengan segala persiapan-bagi kita untuk
menerjang keluar dari kuil ini, mustahil kita hendak menanti mereka
sudah besiap sedia baru kita menerjangnya ?"
Sementara itu pendopo menjadi sunyi senyap. Hanya ketenangan
itu mirip dengan ketenangan yang lagi menantikan tibanya sang
badai dan hujan lebat.
Dengan muka tertutup calanya, soat Kun menyandarkan
tubuhnya pada sebuah tiang, nampaknya dia tengah memikirkan
daya untuk menghadapi keadaan sulit dan berbahaya itu.
Han In Taysu, yang beberapa lama terdiam saja, terdengar
menghela napas, setelah itu, dia berkata: "Sebenarnya loolap tak
harus campur tangan urusan siecu ini, akan tetapi, tak dapat loolap
menahan hati untuk berdiam saja, dari itu ingin loolap bicara juga.
cuma, kalau sebentar loolap sudah bicara, siecu sekalian suka
dengar atau tidak, terserah kepada siecu sekalian sendiri"
"Ada apakah pemandangan taysu?" tanya soat Kun.
"Sekarang ini, siecu, Siauw Lim Sie telah terpecah menjadi dua
rombongan karena kata kata siecu tadi," demikian ketua Ngo Bie
pay itu. "Su Kay Taysu ternama dan berkedudukan tinggi didalam
Siauw Lim Sie, perkaranya tadi telah menjadikan soal.
Kekuasaannya satu hongthio memang besar akan tetapi disana
masih ada Majelis Tiang lo yang pendapatnya dapat menentangnya
apabila perlu. Demikian andaikata Su Kay Taysu memperoleh
tunjangan Tiang Loo Hwee, majelis para tiangloo itu, dia tak bakal
mendapatkan bahaya apa-apa. Hanya saja, partai yang manapun
juga, adalah tabu bagi orang luar mencampuri urusannya. Tapi
siecu, tadi siecu telah bicara demikian jauh hingga terjadilah
keruwetan ini. Siecu, adakah sesuatu maksud yang terkandung
dalam hati sanubari siecu?
Apakah siecu telah mempunyai pegangan akan dapat
mengekangnya para pendeta Siauw Lim Sie? Kalau tidak. lebih baik
kita keluar dahulu dari sini, untuk membiarkan mereka itu
mendapatkan ketenangan mereka."
Kata yang terakhir itu diucapkannya dengan perlahan sekali.
"Maksud taysu kita harus menyerbu keluar?" sinona tanya.
"Maksud loolap ialah kita mundur dahulu, untuk nanti baru kita
pikir pula bagaimana baiknya."
"Sebenarnya ada sesuatu kekhawatiranku," sinona menjelaskan-
"Kalau kita sekarang mundur, bagaimana andaikata kita dibokong di
waktu malam yang gelap? Aku khawatir It Tie menitahkan orangorangnya,
guna melakukan penyamaran, memegat dan menyerang
kita secara mendadak. Bagaimana kita harus bertindak apabila
terkaanku itu benar?"
Han In mau menjawab sinona tapi ia terpaksa membatalkan
sebab waktu itu terlihat seorang pendeta, yang berjubah warna
abu- abu, yang tangannya mencekal sebatang tongkat panjang
mirip toya, mendatangi dengan tindakannya yang lebar. Hanya tiba
dimulut pintu, dia segera berhenti, sambil mengangkat tinggi
tongkatnya itu, dia berkata nyaring: "Loolap menjadi kam-ih didalam
kuil kami ini, loolap hendak memberitahukan- Tanpa memperoleh
ijin dari hongthio kami, para tamu tak dapat berdiam disini terlalu
lama."
Hati Giok Yauw panas, maka juga ia tertawa mengejek dan
berkata: "hei, pendeta bau, baagimana kau hendak banyak lagak?
Kami justru mau berdiam disini. Kami mau lihat apa yang akan kau
perbuat"
Nona Hoan hendak mencegah kawan itu tetapi sudah tak keburu.
Mendengar suara nona itu, siauw Pek berkata didalam hati:
"Anak ini telah menggunakan lidahnya yang tajam, tak dapat tidak,
kita tentunya bakal bertempur."
Tapi sungguh diluar dugaan Siauw Pek. Pendeta itu bukannya
gusar, sebaliknya dia menghela napas masgul.
"Pinceng bertugas, tak dapat pinceng menentang perintah,"
katanya perlahan sekali. "Para tamuku, paling baik lekas-lekaslah
kamu keluar dari sini." Walaupun suara itu bagaikan bisikan, toh
terdengarnya tajam sekali.
"Terima kasih, taysu," menjawab Soat Kun yang menghela
napas.
Kembali sipendeta itu menarik napas, kembali ia berkata sangat
perlahan^ "Didalam waktu setengah jam ini, para tamu dapat keluar
tanpa halangan apa juga."
Kali ini, habis berkata begitu, tanpa menanti jawaban, pendeta
itu memutar tubuhnya dan berlalu.
"Loolap tahu siapa dia," kata Han in.
"Tahukah taysu kedudukannya?" tanya Soat Kun.
"Dia adalah salah seorang tiangloo. Dia berkata begitu, mesti ada
maksudnya maka tak dapat kita tidak mendengarnya."
"Balkah, mari kita tinggalkan pendopo ini"
"Baiklah mengatur persiapan dahulu, siecu Mungkin diluar
pendopo telah ada orang yang mengawasi kita." Soat Kun berpikir
sejenak.
"Tenang taysu," katanya kemudian. "Aku percaya It Tie takkan
berani turun tangan di dalam kuilnya ini."
"Siecu, hari ini hari apa bulan apa?" mendadak ketua Ngo Bie Pay
itu bertanya. Agaknya dia terperanjat karena mengingat sesuatu.
"cit-gwee capsha," sahut Ban Liang.
"cit-gwee capsha" ialah tanggal 13 bulan 7.
Han in Taysu menghela napas panjang.
"Sangat sukar bagi kita keluar dari sini..." katanya.
"Mengapa, taysu?" tanya Nona Hoan heran.
"Kecuali sejak loolap ditawan telah ada aturan baru didalam
Siauw Lim Sie ini," kata Han in, "maka saban tahun mulai tanggal 1
bulan 7 para tiangloo biasa berkumpul dipuncak belakang gunung
Slong San ini, untuk menutup diri selama setengah bulan, baru pada
tanggal 16 mereka keluar gua. Tempat menutup diri itu ialah gua
yang dinamakan Tatmo Tong."
"Kenapa begitu taysu? Untuk apakah penutupan diri itu ?"
"Itulah rahasia mereka kaum Siauw Lim Pay. Loolap ketahui itu
karena kata kata Su Hong Taysu dahulu hari. Baru saja loolap
melihat daun daun pohon mulai bersemu kuning maka barulah
loolap ingat hal ini."
"Ada sangkut paut apakah para tiangloo menutup diri dengan
urusan kita?" tanya Ban Liang.
"Ban siecu telah lama menjelajah dunia Kang ouw, mungkin siecu
pernah mendengar perihal Siauw Lim pay mempunyai tujuh puluh
dua kepandaian silat yang istimewa..."
"Benar."
"Didalam Siauw Lim Sie, walaupun seorang pendeta yang usianya
sudah lanjut, belum pasti ia dapat masuk kedalam Tiang Loo Hwee,
majelisnya yang tinggi itu. Siapa menjadi anggota Tiang Loo Hwee,
sedikitnya dia harus pernah berjasa kepada kuil atau partainya, baik
dalam ilmu sastra maupun dalam ilmu silat. Maka itu para
anggotanya semua berusia lanjut, lihay ilmu silatnya, jujur dan
cerdas. Itulah sebabnya mengapa Tiang Loo Hwee besar
kekuasaannya. Mereka pula berkewajiban memahami terus ilmu
partainya, agar ilmu silat itu dapat diwariskan kepada muridmuridnya..."
"Dengan soal kita keluar dari sini, apakah hubungannya?" tanya
Ban Liang menegaskan.
"Selama para tiangloo berada didalam gua, maka It Tie dapat
melakukan apa sukanya..."
"Jadi taysu mau maksudkan It Tie bakal mengatur perbagai cara
untuk menyerang kita?" tanya si nona.
"Tak tahu loolap It Tie bakal menggunakan cara apa, yang pasti
ialah dia merdeka melakukan segala sesuatu menurut kehendaknya
sendiri. Didalam hal itu. cuma Tiang Loo Hwee yang dapat
mencegahnya."
"Apakah Su Kay dan Su Lut termasuk tiang loo?" tanya siauw
Pek. "Sebegitujauh yang loolap ketahui, mereka benar terhitung
tiangloo."
"Jikalau mereka anggota Tiang Loo Hwee kenapa mereka tidak
berada didalam gua."
"Anggota Tiang Loo Hwee banyak jumlahnya, mungkin mereka
sedang bertugas diluar atau mereka belum pergi ke gua."
Kata kata ketua Ngo Bie Pay itu diakhiri serentak dengan
terdengarnya suara puji. "Amid ha Budha." yang masuk kedalam
pendopo besar itu, iramanya berat dan bergelombang Terang itulah
suaranya banyak orang.
"Siecu," Han in Taysu memperingatkan- "Baik siecu mengirim
seorang yang ilmu silatnya paling tangguh untuk pergi keluar guna
melihat mereka .Jikalau loolap tidak salah menerka, It Tie pasti
sudah melakukan persiapan"
Thio Giok Yauw segera mengajukan diri.
"Nona Hoan, bagaimana kalau aku yang pergi melihat?"
tanyanya.
soat Kun berpikir, belum ia menjawab Tapi Han in sudah
mendahului, "Menurut loolap. Nona Thio dapat diberikan tugas itu."
"Kalau begitu, pergilah " ahli pikir itu menitahkan. Giok Yauw
menyahut, segera ia bertindak keluar.
"Tunggu " Nona Hoan mencegah. Giok Yauw menghentikan
tindakannya dan menoleh.
"Ada apakah, nona ?"
"Tak peduli kau menemui urusan atau kejadian apa, aku larang
kau turun tangan " memesan nona tuna netra itu. "Asal kau melihat
sesuatu yang luar biasa, mesti kau segera kembali untuk
melaporkan"
"Jlkalau orang mengejarku, senjata rahasia toh dapat digunakan
?" tanya nona yang nakal itu rada melit.
"Jlkalau bisa, lebih baik jangan kau gunakan.."
Nona Thio mengiakan, terus ia lari keluar. Baru selang sehirupan
teh lamanya, ia sudah lari balik, bahkan segera melaporkan dengan
suara keras: "Kita sudah dikurung "
"Bagaimana cara mengurungnya itu ?" tanya Soat Kun.
"Ditiga penjuru, timur, barat dan utara, terdapat masing masing
lebih dari pada lima puluh orang pendeta, dalam rupa masingmasing
satu barisan, mereka bertindak perlahan kearah kita."
"Bagaimana dengan arah selatan?"
"Disebelah selatan itu jalan terbuka untuk kita, tetapi lewat kiri
setengah lie, dimana terdapat sebuah halaman terbuka, terlihat
telah banyak berkumpul pendeta..."
Mendengar itu, Han In terkejut. "Lo Han Tin" serunya.
"Lo Han Tin" adalah tin, atau barisan rahasia para arhat (Lohan).
Ban Liang terkejut, katanya: "Itulah tin yang sangat terkenal.
Sejak dahulu, belum pernah terdengar ada orang yang sanggup
keluar dari tin itu..."
"Baru satu tin, apakah yang ditakuti?" kata Giok Yau. "Aku tidak
percaya Itutoh cara dengan jumlah yang besar memenangkan yang
kecil, atau banyak lawan sedikit?"
Han in berkata pula^ "Selama beberapa puluh tahun, diantara
kaum Rimba Persilatan ada orang, atau orang-orang, yang merasa
dirinya cerdas, yang memahami cara buat memecahkan Lo Han Tin,
tapi sampai begitu jauh, belum seorang jua yang berhasil dengan
usahanya itu. Menurut apa yang loolap ketahui, kegaiban Lo Han
Tin ialah, keras dia lawan keras, lemah dia lawan lemah, maka juga
tak peduli orang pandai ilmu silat apa, keras atau lemah, semuanya
sukar digunakan didalam tin itu. Dahulu itu Thian Kiam dan Pa Too
kesohor, toh mereka masih tidak berani memandang ringan pada Lo
Han Tin- Siapa yang terkurung didalam tin, cuma ada dua jalan
lolosnya, yang satu ialah meletakkan senjata dan manda ditawan- It
Tie Taysu telah kita beber rencana busuknya. Itulah mengenai nama
baiknya atau kematiannya, dia pasti tidak bakal merasa puas,
tentulah dia hendak mendahului membinasakan kita semua, agar
bukti dan saksi termusnah, sesudah itu, baru dia akan menyisihkan
Su Kay Taysu"
"Itulah rencana yang mudah diterka. sekarang ialah soal
menghadap Lo Han Tin," berkata sinona.
"Masih ada satu penjelasan, siecu. Kegaiban Lo Han Tin baru
terlihat kalau diatur dan dipraktekkan disebuah tempat terbuka."
"Aku mengerti Bukankah taysu menghendaki kita menjaga saja
didalam pendopo ini?"
"Benar. Kegaiban lainnya dari Lo Han Tin ialah dia dapat besar
dan dapat kecil Besarnya dia membutuhkan seratus orang lebih, dan
kecilnya cukup dengan sembilan orang. Dengan begitu, jumlah
tenaga orangnya berbeda jauh tetapi kegaibannya tetap sama
liehaynya..."
Berkata begitu, Han in mengawasi kepintu pendopo.
"Jikalau kita dapat menjaga pintu itu, untuk mencegah mereka
menerobos masuk kedalam pendopo ini, maka Lo Han Tin tak dapat
diandalkan lagi." katanya lebih jauh.
"Mungkinkah kita dapat menjaga pintu pendopo ini buat selamalamanya?"
tanya Ban Liang
"Paling sedikit kita mesti dapat bertahan sampai tanggal enam
belas bulan ketujuh itu," berkata Han in. "Sampai waktu itu, mesti
ada yang It Tie takuti dan tak akan berani dia main gila lebih
jauh..."
"Jikalau kita sukar lolos, jiwa Su Kay Taysu juga turut terancam,"
berkata sinona, "sekarang kita harus mencari jalan yang sempurna."
"Menurut loolap." kata Han in kemudian- "lebih baik kita bertahan
disini sampai tiba tanggal enam belas itu. cuma..." ia merandak
sebentar, "kalau kita bertahan disini, kita tidak punya barang
makanan untuk melewatkan hari. Dengan menahan lapar dan haus
beberapa hari, tidakkah kita bakal jadi kehabisan tenaga?"
"Bagaimanakah dengan rangsum kering kita?
"Tinggal untuk satu hari lagi," sahut Kho Kong.
"Jikalau begitu, janganlah kita makan puas puasan," berkata
sinona. "Kita pergunakan itu guna bertahan buat beberapa hari."
"Jadi nona sudah pasti hendak berdiam di sini?" tanya Ban Liang.
"Benar!! Han In Taysu mengatakan benar, jangan kita sembronc"
Ban Liang menoleh kepada Siauw Pek.
"Bagaimana pikiran bengcu?" tanyanya.
"Jikalau benar Lo Han Tin demikian lihay, memang lebih baik kita
bertahan disini," sahut ketua itu.
"hanya yang loohu kuatirkan," berkata sijago tua. "Ialah kalau
sampai tanggal enambelas para tiangloo belum juga keluar dari
Tatmo Tong. Kita bertahan disini tanpa hubungan dengan dunia
luar, apakah itu bukan berarti kita menanti kematian?"
"Keadaan kita memang tak menguntungkan," kata soat Kun-
"Partai lainnya tidak bisa kita harapkan, yang bisa membantu kita
melainkan Siauw Lim Sie, tetapi disini kita bentrok dengan it Tie."
"Awas," mendadak Oey Eng berseru perlahan.
"Jangan biarkan mereka menyerbu masuk sehingga mereka
sempat mengatur Lo Han Tin disini " Han in Taysu memperingatkan.
"Aku akan menjaga pintu pendopo," berkata Siauw Pek. yang
segera menghunus pedangnya.
Han in menoleh mengawasisi anak muda. Pikirnya. "Dialah orang
yang termuda disini, mengapa justru dia yang mengajukan diri
untuk tugas paling berat ini" Ban Liang sebaliknya tidak menentang
ketuanya itu.
Heran ketua Ngo Bie Pay itu, tetapi ia tak berani berkata apa
apa. Ia melihat di sebelah kiri ada sebuah jendela besar, maka ia
menolak keretanya, untuk menghampiri jendela itu dibawah mana ia
berhenti. Ia berkata^ "Loolap tidak dapat menggunakan kedua
kakiku, loolap menjaga jendela ini saja."
"Jikalau mereka tak dapat menyerbu dari pintu dan jendela, ada
kemungkinan mereka akan mendobrak dinding," kata soat Kun.
"oleh karena itu, tuan-tuan, kalian waspadalah"
Habis itu, Nona Hoan membungkam. Bersama adiknya, ia
memernahkan diri disatu pojok.
Giok Yauw berbisik kepada Ban Liangs "Musuh banyak dan kita
sedikit, kalau nanti terpaksa bertempur tak boleh kita main kasihan
lagi"
"Walaupun demikian, nona, jikalau kita masih bisa tidak melukai,
paling baik jangan melakukanya," sahut sijago tua, yang tetap
sabar.
"Diwaktu bertempur, jikalau bukan musuh yang mampus,
tentulah kita yang mati," berkata pula sinona nakaL "Karena itu
mana bisa ditentukan dari sekarang kita tak boleh melukai orang?"
"Tambah seorang terluka dipihak Siauw Lim Pay berarti tambah
seorang musuh, maka itu pikiranku ialah jikalau tidak sangat perlu
jangan kita lukai orang, kita harus tetap merasa kasihan-.."
Selagi jago tua itu berkata kata, dimuka pintu sudah terjadi
pertempuran- Disana Siauw Pek menghadang enam, tujuh orang
musuh Mereka itu menggunakan bermacam macam senjata tetapi
mereka terhalang sinar pedang si anak muda. Giok Yauw menoleh
kepada Oey Eng.
"Lihat itu dua orang ang-ie kiamsu" katanya "Mereka tentulah
tidak dapat berkelahi sebagaimana mestinya, apabila musuh
menerjang dan mereka kacau sendirinya, mereka justru bisa
mengacaukan kita. Baiklah kau totok mereka." Oey Eng berpikir
sebentar.
"Nona benar juga," katanya kemudian- Dia lalu menghampiri dua
kiamsu itu, untuk menotoknya, sesudah mana mereka pernahkan
disisi pendopo.
Pertempuran dipintu itu hebat. Semua pendeta Siauw Lim Sie
menyerang dengan seru. Biarpun demikian, Siauw Pek dapat
bertahan.
Giok Yauw yang memasang mata, melihat jumlah lawan
bertambah, dengan segera mereka itu sudah hitung belasan, lalu
puluhan- Tanpa merasa, ia jadi khawatir untuk siauw Pek.
"Walaupun lihay ilmu pedangnya, dia tetap manusia dengan
darah dan daging," pikirnya. "Bagaimana kalau dia mesti bertarung
terlalu lama? Sungguh berbahaya jikalau musuh menggunakan
siasat bertempur bergantian, dengan selalu menukar tenaga baru..."
Maka ia berbisik kepada Oey Eng, "Bertempur secara begini tidak
dapat dipertahankan "
"Bagaimana nona ?" tanya Oey Eng.
Muka si nona menjadi merah. "Bengcu seorang diri, biar dia lihay,
mana bisa dia bertahan terus kalau musuh main silih berganti?" Si
anak muda melongo.
"Nona benar." katanya. "Tapi siapa kah yang sanggup
menggantikan bengcu ?"
"Memang, kita tak dapat menandingi dia," kata si nona pula.
"Bagaimana kalau kita berdua menggantikannya untuk sementara,
agar ia memperoleh kesempatan beristirahat?"
"Dalam hal ini, nona, kami memang membutuhkan bantuanmu "
"Baiklah kalau begitu" kata si nona. "Marilah kita
menggantikannya."
"Jangan terburu nafsu, nona. Sekarang ini, walaupun dikepung,
bengcu masih sanggup bertahan lagi beberapa lama."
Kata- kata si anak muda dihentikan oleh suara berbisik yang
datangnya dari arah jendela.
Nyatalah disitu, terali jendela sudah digempur rusak oleh seorang
pendeta, yang bersenjatakan golok Kay-too, yang berlompat masuk
kedalam ruang.
Serentak pula terdengar juga bentakan Han In Taysu yang
menegur bengis: "Kau menerobos jendela, apakah kau tak takut
nanti membuat Siauw Lim Pay kehilangan muka ? Masihkah kau tak
hendak merebahkan dirimu?"
Kata- kata itu diakhiri oleh ketua NgoBia Pay itu dengan
meluncurkan tangan kanannya yang jeriji-jerijinya terbuka
Pendeta itu benar benar mendengar kata, segera dia melempar
goloknya dan terus roboh terkulai diatas lantai
Ban Liang sangat kagum, hingga ia berkata: "Taysu telah disiksa
hingga bercacat hebat dan juga telah dikurung belasan tahun, tak
disangka kepandaianmu Kek Khong Ta hiat dapat terpelihara begini
sempurna"
Kepandaian "Kek Khong Ta-hiat" ialah kepandaian "ilmu menotok
ditengah udara kosong", yang mirip "pukulan angin".
"Selama loolap dikurung," berkata Han In Taysu. "Apa yang
loolap hasilkan ialah kesadaranku atas pelbagai macam ilmu silat,
diantaranya ialah Kek Khong Ta hiat ini, yang diperoleh didalam gua
penjara..."
Perkataan pendeta ini dihentikan oleh siuran angin disebabkan
bergeraknya ujung atau tangan baju, yang disusul dengan
berlompat masuknya lagi dua orang pendeta melewati jendela yang
telah dirusak itu, atas mana Han In Taysu kembali meluncurkan
tangannya, maka robohlah kedua penyerbu itu, roboh tak berdaya
seperti pendeta kawannya yang pertama itu
Ban Liang kagum bercampur heran. Pikirnya^ "Pendeta pendeta
siauw Lim Sie itu mungkin bukan orang orang yang sangat liehay,
tetapi dengan sanggup melompat melewati jendela yang setombak
lebih tingginya nyatalah mereka bukan sembarang orang, maka
anehlah Han In Taysu, cuma dengan satu gerakan tangannya saja,
dia dapat merobohkan mereka secara begini mudah. oh, dia tak
dapat dipandang ringan"
Kemudian Seng Su Poan mengawasi keadaan ketiga pendeta,
yang roboh terkulai^ mereka rebah tak berkutik bagaikan orang
tidur nyenyak.
Sementara itu Han In Taysu mengawasi pertempuran dimuka
pintu pendopo besar. "Anak muda yang menjaga pintu itu apakah
baik ilmu silatnya?" tanya dia.
"Ya. baik" menjawab Ban Liang. "Dia telah dapat mewariskan
kepandaian Thian Kiam dan Pa Too kedua orang liehay itu,
bagaimana kepandaiannya tidak baik sekali? Didalam Kim Too Bun
kita, dialah yang ilmu silatnya paling liehay" Han In Taysu diam
berpikir.
"Tak dapat kamu membiarkan dia hingga dia menjadi letih tak
berdaya," katanya kemudian- "Ingat, pertempuran kita ini adalah
pertempuran yang bakal berjalan berhari hari tanpa hentinya.
Bahkan kesudahannya ini, menang atau kalah, bakal menyangkut
nasib kaum Rimba Persilatan seumumnya..." Ban Liang menghela
napas.
"Ah, mungkin cuma taysu sendiri yang dapat menggantikan dia
untuk membela pintu besar itu..." katanya kemudiansementara
itu Giok Yauw campur bicara. Nampaknya dia
bingung. Katanya, "kita tak boleh melukai lawan, mana dapat? Mana
bisa kita hanya menangkis serangan demikian hebat para pendeta
itu?"
Berkata begitu, nona itu mengawasi kearah pintu pendopo itu.
Disana sinar pedang telah menguasai seluruhnya. Beberapa puluh
pendeta memenuhi pintu, mereka merangsak Siauw Pek. akan
tetapi, disitu mereka tertahan, sia sia belaka mereka mencoba
mendesak. Mereka terpaksa selalu terpukul mundur:
Han In Taysu terus menonton, baru kemudian dia menoleh pada
nona Thio. "Giok Yauw, mari" panggilnya.
Nona itu tengah mengawasi pertempuran itu, tangan kanannya
mencekal pedangnya erat erat tangan kirinya menggenggam jarum
rahasianya. Dia selalu waspada. Telah dia pikir, asal Siauw Pek
keteter, dia akan menyerang, guna mencegah majunya musuh, buat
membantu si anak muda ketuanya itu.Justru itu ia mendengar suara
gurunya, ia bagaikan sadar dari tidurnya.
"Ya, suhu" sahutnya seraya terus lari menghampiri guru itu. "Ada
perintah apa, suhu?"
Walaupun didalam waktu sangat pendek dan secara sangat
kebetulan, dua orang itu Han In Taysu dan Giok Yauw telah
mengakui diri masing masing sebagai guru dan murid. "Apakah kau
masih ingat Liong Kiam Hong ciang?" tanya sang guru.
"Selama beberapa hari, asal ada kesempatan, selalu teecu
memahamkan itu," sahut sinona, "karenanya, tak akan teecu
lupakan"
"Bagus" berkata guru itu. "Sebentar, kalau anak muda itu
beristirahat, kaulah yang menggantikannya bertahan"
Giok Yauw melengak. "Apakah teecu sendiri saja, suhu?"
"Ya Asal kau benar ingat baik baik Liong Kiam Hong ciang, tak
sukar buat kau menghadang kawanan pendeta Siauw Lim Sie itu"
Tiba tiba terdengar bentakan gusar dari Ban Liang.
"Apakah yang bagus untuk ditonton?" Menyusul mana dia
berlompat sambil tangannya dipakai menghajar.
Itulah seorang pendeta, yang merayap naik dijendela, dimana dia
nongol dengan hanya tampak kepalanya saja. Ketika dia dibentak
dan diserang, dia meluncurkan tangannya untuk menyambut
serangan itu.
Segera setelah kedua tangan beradu, si pendeta terpental
mundur, jatuh ketempat dimana tadi dia memanjat, sedangkan
Seng Su Poan tertolak mundur dan jatuh mumprah ditanah.
Tatkala itu suasana dimuka pintu mengancam hebat, hingga Oey
Eng dan Kho Kong telah menggeser diri kesisi pendopo itu, bersiap
sedia membantu Siauw Pek selekasnya sianak muda membutuhkan
bantuan- Mereka terperanjat terdengar suara orang jatuh terduduk,
apapula kapan terlihat yang jatuh itu ialah Ban Liang. Oey Eng
berlompat, lari menghampiri.
"Apakah loocianpwee terluka?" tanyanya prihatin, kedua
tangannya diulur, guna memimpin bangun orang tua itu. Ban Liang
bergerak bangun.
"Tidak apa apa " sahutnya.
"Awas" terdengar teriakan Han In Taysu.
Beberapa bayangan pendeta, yang tentunya lihay ilmu silatnya.
Sejarak satu tombak mereka menaruh kaki mereka dilantai.
Melihat itu, Han In Taysu berkata^ "Pergi kalian menjaga dipintu,
loolap akan menjaga jendela ini " Menyusul kata katanya, beberapa
kali dia menyerang dengan Kek Khong Ta hiat kearah jendela.
Hebat serangan jago ^goBiePay ini, anginnya menghembus
keras. Segera terdegnar dua kali. "Aduh" tertahan. Teranglah dua
orang musuh sudah kena terhajar.
Giok Yauw sementara itu melihat tiga orang pendeta berada
ditengah pendopo. Mereka mengenakan baju pendek serta celana
panjang dan senjatanya semua golok Kay-too. Ia membentak
mereka itu sambil maju menghampiri.
Ban Liangpun melihat ketiga pendeta itu, ia kisiki Oey Eng.
"Paling dulu mereka itu harus dibereskan, supaya kawan kawan
mereka tak keburu datang membantunya"
Ketika Giok Yauwpun maju, ketiga pendeta memecah diri kekiri
dan kanan, tinggal yang ditengah, yang terus menyambuti nona itu,
pedang mana dia tangkis.
JILID 36
Tanpa bersuara, Oey Eng menyerang pendeta yang dikanan,
karena Ban Liang telah menerjang yang dikiri.
Ketiga pendeta itu adalah jago jago dari Tatmo Ih, dengan golok.
mereka menyambut serangan. Nampak mereka dapat bertahan
dengan baik.
Soat Kun, yang telah dikisiki Soat Gie, lalu mendengarkan suara
nyaring: "Melihat suasana ini, karena terpaksa, tak dapat kita tidak
dapat melukai orang Maka itu, para hu hoat, turun tanganlah kalian,
robohkanlah beberapa diantaranya "
SerentakBan Liang mendengar suara sinona segera dia mundur
satu tindak. Ketika tadi dia jatuh mendeprok, dia merasa
kempolannya nyeri, gangguan itu membuanya kurang leluasa
bergerak, lebih lebih sebab adanya larangan jangan melukai lawan-
Sekarang si nona memberi kemerdekaan, dia tak mau merem diri
lagi. Maka dia lalu bersiap. setelah mana segeralah tangannya
diluncurkan. Itulah satu jurus dari Ngo Kwie souw Han ciu, ilmu silat
Tangan Lima Hantu Membetot Sukma, yang dipahami dan dilatihnya
puluhan tahun selama dia menyekap diri didalam gunung yang
sunyi.
Pendeta yang dikiri tertawa dingin ketika melihat orang
meluncurkan tangan terhadapnya, tidak ayal lagi dia menggerakkan
goloknya untuk menyambut dengan satu tabasan, akan tetapi baru
goloknya bergerak tiba tiba dia sudah merasai nyeri pada dadanya
dan hawa dingin meresap masuk kedalam tubuhnya, hingga dia
menjadi kaget sekali. Tak sempat dia berkelit atau membataikan
gerakan goloknya, golok itu dengan sendirinya mendahului lepas
dari cekalannya dan jatuh kelantai, menyusul mana tubuhnya juga
turut roboh setelah dia limbung dua tindak karena tak sanggup
memasang kuda kuda guna mempertahankan diri.
Han In Taysu melihat ilmu silat kawan itu, dia heran, hingga dia
bertanya perlahan: "Saudara Ban, ilmu silat apakah itu? "
"Malu menyebutnya," sahut sijago tua perlahan. "Inilah Ngo Kwie
souw Hun ciu.”
“Apakah itu meminta jiwa? " tanya Han In pula.
"Telah loohu mengira ngira tenagaku, kali ini tak akan sampai
meminta jiwa." sahut pula sijago tua itu.
Giok Yauw sibuk sendirinya melihat Ban Liang mendahului ia
merobohkan lawan, maka segera ia mendesak keras. Dua kali ia
menikam membuat lawan terpaksa mundur saking repot menangkis.
Justru itu karena ia mendapat angin ia segera menyerang dengan
tangan kirinya.
Dalam terdesak itu, si pendeta terkejut melihat bayangan tangan
didepan mata. Ia bingung hingga dia tidak tahu bagian mana harus
menangkis atau menghindar diri. Diapun mesti melayani pedang si
nona. Hingga tahu tahu lengan kanannya telah kena terhajar,
sampai tangan itu kaku, dan goloknya pun terlepas sendirinya jatuh
kelantai Giok Yauw tidak memberi kesempatan, tangan kirinya
diulangi, dipakai menyerang. Di kerepotan itu, dalam bingungnya,
sipendeta masih mencoba menangkis Itulah gerakan lawan yang
dikehendaki si nona.
Ia memang lagi menggunakan "Hong ciang" tipu silat "Tangan
burung hong" yang baru ia peroleh dari Han In Taysu. Ia
menangkap tangan lawan, menyusul mana sikutnya mampir juga
diiga sipendeta, menotok jalan darah diantara rusuk. Tidak ampun
pula. robohlah pendeta dari Siauw Lim Sie itu Dengan robohnya dua
pendeta, tinggal1ah pendeta yang ketiga yang dilayani Oey Eng.
Ilmu pedang pemuda itu memperoleh kemajuan setelah dia
dapat petunjuk Soat Kun, di dalam waktu yang pendek. berhasil
sudah ia mengurung lawannya itu.
Karena sang sore lagi mendatangi, pendopo mulai guram, hingga
sinar pedang tampak berkilauan-Hal itu membuat keki hatinya
sipendeta, pertama kedua kawannya sudah roboh, kedua pedang si
anak muda senantlasa mengancamnya. Satu kali dia gugup,
lengannya segera tergores ujung pedang, syukur dia masih bisa
berkelit, hingga hanya jubahnya saja yang robek.
Oey Eng tidak mau berhenti, dia mendesak. Tiga kali dia dan
menebas. Sipendeta repot, tiga kali dia mundur terus terusan-
Menyaksikan demikian, Han In Taysu meluncurkan tangannya
kearah pendeta yang sudah kelabakan itu, tepat ia menotok jalan
darah hoan tiauw dirusuk lawan-Justru itu, Oey Eng pun
mengancam lengan orang.
Karena repot, lengan sipendeta itu terkena belakang pedang,
sehingga golokpun terlepas, menyusul satu totokan Oey Eng, dan
roboh. Maka habislah riwayat enam pendeta itu.
Ban Liang mengambil kesempatan memandang Nona Hoan-Ia
mendapatkan nona itu duduk menyandar di dinding mukanya
menghadap kemedan pertempuran pintu pendopo. Agaknya dia tak
menaruh perhatian, atau tak merasakan sesuatu.
"Entah apa yang dipikirkan si nona yang hatinya sulit diterka itu."
pikirnya. "Kenapa dia nampak tak pedulian? "
oleh karena ia merasa kurang aman jikalau ia tidak utarakan apa
yang ia pikir, jago tua itu minta kawan kawannya datang
kepadanya. Ia berkata ingin bicara sedikit.
Jago tua ini dihargai selain usia tuanya juga karena dia liehay dan
banyak pengalamannya Begitulah maka orang menghampirinya.
"Menurut penglihatanku," kata sijago tua kemudian, "rupa
rupanya penyerangan besar dari kawanan pendeta ini bakal
dilakukan diwaktu malam...”
“Itu benar" berkata Oey Eng.
"Dan juga ," berkata lagi si orang tua, "walaupun kita dapat
menjaga pintu dan jendela masih ada satu jalan lain yang lawan
bisa ambil, ialah jalan menggempur dinding tembok" Berkata begitu,
Ban Liang tertawa tawar.
"Maka itu," ia menambahkan, "selekasnya sang malam tiba
musuh akan segera menyerbu hebat, hingga pertempuran bakal
kacau sekali..."
"Bila pertempuran itu sampai terjadi," Giok-Yauw turut bicara.
"tidak dapat tidak^ terpaksa kita mesti melukai dan merampas jiwa
orang."
"Memang sampai waktu itu, sulit untuk kita membatasi diri lagi,"
demikian Ban Liang yang serupa pendapatnya dengan pendapat si
nona.
"Dengan begitu bukankah bentrokan kita dengan pihak siauw Lim
Sie menjadi hebat sekali," tanya Kho Kong.
"Tidak ada jalan lain. Memang tidak ada sesuatu yang lengkap
dua-duanya..."
"Mengapa kita tidak mau menanyakan petunjuk Nona Hoan?
mungkin ia mempunyai da apa-apa..."
Ban Liang menggeleng kepala.
"Buat sementara tak usah kita menanyakannya..." katanya.
"Nanti malam kita mesti memasang telinga dan memusatkan
perhatian kita benar benar, kita mesti mengenal baik keadaan ruang
ini, supaya tak sampai gerak gerik kita terhalang..." Oey Eng
berpaling kepada Soat Kun dan ciu ceng. "Bagaimana dengan kedua
Nona Hoan dan ciu ceng? " tanyanya.
"Ini dia kesukaran kita," berkata sijago tua. "Sudah tenaga kita
sedikit, disamping membela diri, kitapun harus melindungi nona
nona serta Oey Ho ciu Loo itu. Pula pertempuran di waktu malam..."
"Jumlah kita enam orang," Giok Yauw turut bicara, "kecuali yang
menjaga pintu dan jendela, sisa kita tinggal empat. aku pikir kita
berempat gilir saja, bergantian bertempur serentak melindungi nona
nona itu dan ciu ceng bertiga..."
"Itulah sebabnya maka sekarang aku ingin berunding dengan
kalian," kata Ban Liang. "Kita bicarakan bagaimana kita harus
menentang serbuan-”
“Baagimana pendapat looCianpwee? " tanya Oey Eng.
"siauw Lim Sie mempunyai Lo Han Tin, tak usah kita bicarakan
lagi," berkata jago tua itu. "Bukankah Ngo Bie Pay juga mempunyai
barisan istimewa semacam itu yang dinamakan Ngo Heng Kiam Tin?
Bukankah kalian pernah mendengarnya? "
"Bagaimana, apakah kita melawan musuh dengan tin itu? " tanya
pula Oey Eng.
"Itu bukanlah maksudku seluruhnya. Mana mampu aku
membangun tin itu? Pula, bagaimana mungkin tin itu dapt dibangun
dalam waktu sependek ini? Hanyalah, karena ingat Ngo Heng Tin,
loohu jadi ingat suatu cara pembelaan diri...”
“Apakah itu, loocianpwee? " tanya Kho Kong.
"Loohu pikir kapan serbuan datang, kita masing-masing
mengambil suatu tempat tempat tertentu. Secara begitu disamping
kita menentang, kita pun bisa saling toling dimana perlu. Jangan
kita tinggalkan kedudukan kita masing-masing kecuali ada yang
terluka parah."
"Dayaini baik juga ," kata Oey Eng setuju
"Kalau begitu, jangan berayal lagi," berkata Ban Liang. "Mari kita
mulai mengatur diri"
Kemudian mereka itu memilih tempat ciu Ceng digotong
kesamping kedua Nona Hoan-Ketika itu Han In Taysu dengan
rodanya menghampiri.
"Apakah pemuda didepan pintu itu masih sanggup bertahan? "
tanya dia.
Pendeta ini heran sebab siauw Pek belum pernah dipukul
munduroleh musuh. Iapun heran menyaksikan bagaimana sinar
pedang selalu menghadang penyerbuan kawanan pendeta yang
banyak jumlahnya itu. Tak pernah ada jago Siauw LimSie yang
sanggup menerobos rintangan pedang itu
"Luar biasa" katanya seorang diri. "Sungguh mengherankan"
"Suhu, apakah kata suhu? " tanya Giok Yauw.
"Aku heran karena melihat anak muda yang bertahan dimuka
pintu itu," sahut sang guru. "Kenapa dia dapat bertahan begitu
lama? Sampai sebegini jauh, dia belum pernah mendapat
kesempatan untuk beristirahat" Mendengar pertanyaan itu, sang
murid tersenyum.
"Mengenai dia, tidak ada yang aneh, suhu," katanya sabar.
"Tenaga dalamnya luar biasa mahir, seperti mahirnya ilmu
pedangnya...”
“Dia toh belum berusia dua puluh tahun? " tanya guru itu.
"Belum..." menjawab si nona, yang merandak dengan tiba tiba,
sedang kulit mukanya menjadi memerah dan terasa panas. Ia insyaf
bahwa jawabannya terlalu cepat...
"Karena dia belum berusia dua puluh tahun, tak mungkin tenaga
dalamnya demikian mahir," berkata pula ketua Ngo Bie Pay itu,
yang tetap heran. "Aku lihat dia melulu mengandalkan ilmu
pedangnya itu. . . " ^
"Jikalau dia cuma mengandalkan ilmu pedangnya, walaupun ilmu
pedangnya luar biasa, dapatkah dia bertahan lebih lama pula? "
tanya Ban Liang.
"Sebegitu jauh yang loolap tahu, itulah sulit."
Mendengar jawaban si pendeta, Ban Liang berkata didalam
hatinya: "Han In Taysu belum tahu siapa Coh Siauw Pek, pada saat
seperti ini, baiklah aku tak menjelaskan dahulu tentang dirinya..."
Maka ia lalu berkata: "Tapi dia dapat bertahan sampai begini
lama..."
Kata kata itu terputus dengan tiba tiba. Inilah disebabkan tampak
dua orang pendeta berhasil meloncati jendela, beruntun mereka tiba
ditempat dimana tadi enam orang kawannya kena dirobohkan.
Mereka masuk dari tempat terang ketempat gelap. setibanya
didalam tak leluasa mereka melihat depan dan sekitarnya, bahkan
mereka tidak melihat juga pihak lawan-Han In Taysu segera
melanjutkan tangan kanannya, menyerang dengan sangat sebat,
sebelum lawan tahu apa apa, lawan itu yang masuk lebih dahulu
segera tertotok roboh Thlo Giok Yauw menghajar musuh yang
masuk belakangan-Punggung sipendeta yang menjadi sasarannya.
Dengan mengeluarkan suara nyaring, pendeta itu roboh tersungkur
seperti kawannya dan tak bangkit pula
"Suhu, bagaimana tanganku ini? " tanya si nona, tertawa, pada
gurunya.
"Sebat cukup bahkan lebih tetapi tenagamu kurang," sahut Han
in Taysu. "Kau kurang ketenangan."
Ban Liang heran dan kagum.
"Ditempat begini gelap pendeta ini masih dapat melihat pelbagai
gerakan orang, dia hebat" pikirnya. "Rupanya itu disebabkan tenaga
dalamnya telah mencapai puncak kemahiran-Han in liehay, dia
terkurung beberapa tahun didalam gua yang gelap. tidak heran
kalau matanya awas luar biasa. Didalam keadaan seperti dia,
sekalipun bukan ahli silat juga pasti bisa melihat lebih baik daripada
orang biasa."
KemudianBan Liang menghampiri pendeta tua itu Katanya: "pada
saat mati hidup seperti ini, baiklah taysu yang memegang pimpinan.
Coba taysu cari suatu daya untuk menolak lawan-.."
"Ini tak berani loolap terima," sipendeta menampik.
"Jangan segan segan taysu," Ban Liang membujuk. "Waktunya
sudah singkat sekali”
“Baiklah kalau begitu," sahut sipendeta.
"Kami semua bersedia untuk menerima perintah," Ban Liang
memberitahukan-"Setelah beberapa orangnya yang melompati
jendela itu gagal, mungkin pihak lawan tak akan berani mengulangi
penyerbuan semacam itu lagi," berkata Han in-"Buat sementara,
bagianjendela sudah aman, walaupun inilah ketenangan sesaat saja
dimuka badai. Terang pihak Siauw Lim tidak mudah melepaskan
kita, bahkan sebaliknya, dia akan menyerbu pendopo besar ini
dengan menggunakan tenaga jago jagonya. Jikalau kita tertumpas,
mereka dapat menggunakan alasan bahwa perbuatannya itu untuk
melindungi keselamatan jiwa ketua mereka. Loolap pula percaya
pertempuran hebat akan terjadi malam ini..."
"Didalam satu pertempuran tak dapat orang bebas dari ancaman
terluka atau terbinasa," berkata Giok Yauw, "takada daya untuk
mencegah itu"
"Cumalah, kalau bisa, sebisanya kita harus menghindarkan itu..."
kata sang guru, yang tetap sabar. Ia memandang Ban Liang,
kemudian melanjutkan kata katanya^ "Loolap setuju dengan
perkatanmu bahwa jumlah kita sedikit dan tak dapat menggempur
musuh mati matian bahwa kita harus menggunakan akal. Maka itu
sekarang loolap menghendaki tindakan kita sekarang ialah kita
memisahkan diri satu kaki dari lain tetapi jaraknya cukup dekat
untuk kita bisa saling membantu. Yang penting adalah menjaga
supaya musuh jangan berhasil menyerbu kedalam toan tin..."
"Yang sukar yaitu kalau musuh tak menyayangi pendoponya ini
dan rela mereka menggempurkannya..." Ban Liang meng utarakan
kekhawatirannya.
"Jikalau mereka sampai menggempur, itulah soal lain-Sekarang
ini pintu pendopolah yang paling penting, jangan pintu itu sampai
tak dapat dipertahankan. Untungnya bagi kita jago jago utama dari
Siauw Lim Sie tengah menutup diri, hingga tinggal konco-konco It
Tie saja, Loolap percaya tadi kata-kata Nona Hoan tentu telah
menyadarkan mereka. Yang bagus ialah kalau kita bisa melayani
lawan satu demi satu.”
“Itulah tak mungkin, suhu," kata nona Thic "Mereka pasti akan
mengepung “
“Apakah yang kiranya taysu khawatirkan? " tanya Kho Kong.
"Ialah seandainya mereka sempat membangun Lo Han Tin
didalam pendopo ini. Untuk itu, mereka harus dapat menerobos
sedikitnya lebih dari sembilan orang. Seperti loolap telah bilang,
pintu pendoponya adalah yang utama."
"Nah, sekarang baiklah taysu segera mengatur kami," kata Ban
Liang.
Han in sudah tahu letak pendopo itu, ia lalu mengatur^ "Saudara
Ban, tolong kau menjaga jendela. Saudara Oey bersama Giok Yauw
harus siap sembarang waktu membantu sianak muda menjaga pintu
pendopo. Saudara Kho, tolong kau memasang mata kesegala
bagian, andai kata benar musuh menggempur tembok. segera kau
memberitahukan kami semua. Loolap akan berdiam ditengah untuk
membantu kesegala bagian."
"Andaikata musuh meluruk dipintu dengan jumlah yang besar,
bagaimana? " tanya Ban Liang. "Bagaimana kita harus mundurnya?

“Dengarlah isyarat siulan loolap.”
“Baik, taysu."
Han In menghela napas melegakan hatinya.
"Sementara musuh belum menyerbu, baik kita istirahat
sebentar," katanya pula, kemudian-"ingat, kita berkelahi bukan
melulu untuk membela diri tapi juga untuk kesejahteraan Rimba
Persilatan seumumnya, buat melindungi sibenar dari sisesat. Kita
harus bertahan dari rasa lapar selama tiga hari dua malam." Habis
berkata itu, pendeta itu memejamkan matanya.
Giok Yauw lalu menoleh kepintu besar. Pertempuran disitu telah
berhenti sendirinya. Sambil siap siaga dengan pedangnya, Siauw
Pek lagi berdiri dimuka pintu itu. Lega hati nona ini. Dengan
perlahan ia bertindak menghampiri sianak muda.
"Lihatkah kau? " tanyanya perlahan, lemah lembut. "Berapakah
banyaknya pendeta pendeta yang mengepung kau? " Siauw Pek
menoleh sambil tersenyum.
"Mereka terdiri dari tiga rombongan, datangnya bergantian,"
sahutnya. Jumlah mereka diatas tiga puluh orang."
"Jadinya setiap rombongan terdiri dari belasan orang." Siauw Pek
mengangguk.
"Ah" sinona kagum. "Seorang diri kau bisa melayani demikian
banyak musuh, kalau nanti dunia luar mengetahui pertempuran ini,
pasti itulah bahan pembicaraan yang menarik hati yang bakal tersiar
luas.
"ilmu pedangku memang mengutamakan pembelaan diri,"
menerang kan sianak muda. "Beruntungnya mereka menyerang dari
depan, hingga aku tak usah khawatirkan serbuan dari belakang.
Inilah yang menyebabkan aku dapat bertahan begitu lama."
Memang makin sering Siauw Pek bertempur, makin baik baginya.
Baginya pertempuran berarti semacam latihan dan penambahan
pengalaman-Baik tenaga dalamnya maupun ilmu pedangnya akan
terus bertambah tangguh dan mahir sendirinya.
"Bagaimana keadaan kalian didalam? " kemudian sianak muda
balik bertanya pada sinona.
"Musuh tidak hanya menyerang dari pintu tapi juga dari jendela,"
Giok Yauw terangkan. “Hanya serangan dari jendelapun menemui
kegagalan. Setiap musuh yang lompat memasuki jendela telah kena
kita totok roboh."
"Dari tiga rombongan penyerbu tadi," siauw Pek menerangkan
lebih jauh. "yang pertama menyerang hebat sekali, yang dua
lainnya itu mayan saja. Rupanya mereka tengah menggunakan
siasat. Aku duga sebentar lagi, setelah jauh malam, mereka bakal
menyerang pula secara hebat."
"Benar terkaanmu Suhupun menduga demikian." Siauw Pek
menghela napas.
"Kalau mereka mengajukan jago jago mereka inilah sulit,"
katanya. "Tak mudah untuk mencegah serbuan mereka itu jikalau
tidak melukainya. Bagaimana dengan nona Hoan, apakah tak ada
petunjuknya? "
"Mereka itu aneh, hingga tak dapat kami menerimanya,"
menjawab Giok Yauw. "Mereka memernahkan diri dipojok sana,
keduanya duduk bersila dengan berdiam saja, bagaikan orang
tengah tidur pulas. tempat sebegitu jauh mereka seperti tak
menghiraukan pertempuran pertempuran yang tadi itu."
"Begitu? " sianak muda mengulangi, heran-
"Benar," sinona mengangguk. "Ban Loocianpwee bersama dua
saudara Oey dan Kho tidak berani menyapa, karena itu, aku juga
berdiam saja...”
“Bagaimana dengan Han In Taysu? ”
“sekarang ini suhu yang memegang pimpinan.”
“Aneh " kata Siauw Pek.
"Memang aneh Kau menjadi bengcu, kau berhak menanyakan
kepada Nona Hoan-"
Kata kata sinona terputus dengan tiba tiba. Mendadak saja
terdengar anginnya benda logam warna kuning emas yang
meluncur keatas. Diantara sinar sang bintang, terlihatlah sebuah
cecer.
Itulah hui-poat, cecer terbang, senjata It Tie Taysu.
"Nona lekas mundur" Siauw Pek berkata. "Mereka segera bakal
mengulangi penyerangan mereka "
Giok Yauw mengerti suasana, segera ia lari kedalam pendopo
sambil berkata nyaring: "Berhati hati terhadap cecer terbang musuh.
Cecer kuningan itu aneh gerak geriknya “
“Jangan takut, nona" kata Siauw Pek. "Terima kasih untuk
kebaikanmu" Justru itu, huipoat datang menyambar.
siauw Pek menyambut dengan satu tabasan, ia terkejut. Kedua
senjata bentrok tak tepat, cecer itu molos kebawah, menyambar
lengan Bukan main heran sianak muda.
"Entah senjata apa ini? " pikirnya. Dengan sebat ia menghunus
goloknya, dipakai menghajar. Dengan pedang panjang, tak merdeka
ia melayaninya.
Terkena golok. cecer itu lolos kekanan, mencelat kearah pintu.
Maka disitulah dia nancap tak bergeming lagi “Hebat" kata Siauw
Pek didalam hati saking kagumnya.
Tapi tak sempat ia berpikir lama. Diluar pendopo, sejauh lima
tombak lebih, terlihat sinar api terang-terang. Itulah api dari empat
buah obor.
Dari dalam pendopo segera terdengar suara nyaring dari Han in
Taysu: "Siap Waspada Musuh akan segera menyerang "
siauw Pek memasang mata kedepan. Dibelakang obor-obor itu
tampak beberapa rombongan pendeta. Mereka itu, setiap
rombongan kita kita duapuluh orang anggota. Semua obor diangkat
tinggi-tinggi.
Setelah mengawasi beberapa lama, ketua Kim Too Bun melihat
lebih tegas bahwa rombongan itu terbagi empat dan rombongan
yang sebelah kiri maju langsung kepintu pendopo toa tin-ia pun
mengenali It Ceng. Maka tahulah ia penyerang ini dilakukan oleh
saudara seperguruan It Tie yang terpercaya oleh si ketua partai.
insaftah ia bahwa pertempuran bakal jadi hebat. Bahwa tak benar It
Ceng berangkat ke Ngo Bie San guna memanggil Hoat Ceng.
pemuda menggunakan tangan kirinya memasukkan Pa Too,
golok ampuhnya kedapam sarungnya.
ooooooo
Hanya sebentar, It Ceng sudah bagaikan mengurung pintu
toatian. Pendeta-pendeta yang membawa obor, dari depan barisan
lari kebelakang dimana mereka mengangkat tinggi tinggi obornya
itu.
Diam diam siauw Pek menghitung jumlah rombongan yang
pertama ini. Bersama sipembawa obor, mereka terdiri dari dua
puluh tujuh orang. Karena itu, jumlah empat rombongan ialah
seratus delapan jiwa.
Tiga rombongan yang lain segera memernahkan diri ditimur,
utara dan barat. Dengan begitu, toa tian jadi sudah terkurung rapat.
Empat buah obor yang besar, menyala menerangi sekitar mereka
semua.
Dengan pedang ditangan kanan dan ditaruh didepan dada, Siauw
Pek berdiri tenang ditengah-tengah pintu, romannya keren.
Tibalah saatnya It Ceng maju kedepan pintu. Dia segera
memperdengarkan suaranya yang dingin. "Siecu, buat sementara
kamu menduduki toatian kami. Perbuatan kamu ini merusak muka
terang kami kaum Siauw Lim Pay sekarang pinceng buat
menyampaikan peringatan yang terakhir. Jikalau kamu tidak segera
meninggalkan pendopo ini, tak ampun lagi, kamu bakal ditumpas
habis"
Siauw Pek berlaku sabar ketika ia memberikan jawabannya.
"Kami datang kemari dengan memakai aturan yaitu dengan lebih
dahulu mengirim kartu nama, bahkan juga dengan beruntun
menerobos tiga lapis penjagaan, karena kami telah diterima
menghadap ketua kamu, sudah selayaknya kami disambut dan
diperlakukan sebagai tamu tamu terhormat. Tapi kamu menentang
Rimba Persilatan, bukan saja kamu tidak sudi menyambut secara
hormat, kamu juga secara kasar sudah menghina kami. Apakah
dengan begitu, kesalahan berada dipihak kami? " It Ceng tertawa
dingin.
"Sudah sejak beberapa ratus tahun, kuil kami tidak pernah
menerima orang perempuan" sahutnya ketus.
"Kami datang kemari tanpa penyambutan, bahkan kami dipaksa
menggunakan kekerasan mencoblos beberapa lapis penjagaan kuat
dari kamu, adakah itu aturan dari siauw Lim Sie? " tanya siauw Pek
pula. "Jikalau aturan kamu memang satu rupa, sudah selayaknya
kamipun diterima dengan baik" It Ceng kalah bicara.
"Pinceng cuma sedang menjalankan perintah" katanya keras.
"Pinceng diperintah mengusir tuan-tuan berlalu dari kuil ini. Tidak
ada waktu bagiku untuk kita mengadu bicara "
"Jikalau kami tidak mau pergi," tanya Siauw Pek.
"Terpaksa kami akan menggunakan kekerasan, walaupun dengan
cara pembunuhan" menjawab pendeta itu. "Jikalau sampai sangat
terpaksa, ini rusak musnah" Siauw Pek tertawa dingin.
"Taysu" katanya, sungguh sungguh, "jikalau kamu berkalu sangat
keterlaluan maka malam ini aku khawatir tak bakal luput dari
pertumpahan darah hebat" Pendeta itu mengerutkan alisnya.
"Pinceng telah memberi nasehat secara baik. jikalau siecu tidak
mau menerima ya, apa boleh buat, tidak ada jalan lain "
"Aku juga telah memberi nasehat kepada taysu," siauw Pek
menjawab. "Jikalau taysu membawa adat sendiri dan tak sudi
menerimanya, itulah berarti bahwa kami dipaksa mesti mengadu
jiwa untuk melindungi diri hingga terpaksa kamu juga mesti
menurunkan tangan jahat."
It Ceng gusar, hingga dia berseru bengis. "Siecu tidak sudi
dengar nasehat baik, jangan heran jikalau pinceng berlaku kurang
ajar"
Menutup suaranya itu, pendeta ini menggerakkan tongkatnya
menyerang si anak muda. Dia menggunakan tipu silat "Tay Sang Ap
Teng" atau "GUnung Tay San menindih kepala. Tongkatnya itu dari
atas turun kebawah.
Sebagai pendeta dari golongan It (Satu), dapat dimengerti It
Ceng lihay dan tenaganya besar lagi teratur.
Siauw Pek menyingkir dari hajaran hebat itu, sambil berkelit
pedangnya diluncurkan untuk menabas lengan kanan si pendeta.
It Ceng melihat sinar pedang berkelebat, dengan sebat ia
menarik kembali tongkatnya, yang panjang mirip toya. Ia juga
berlompat mundur lima kaki, bersiap sedia andaikata lawan terus
mendesaknya. Tapi ia bukan mundur guna menyelamatkan diri,
karena senjatanya panjang, sambil mundur dia menghajar
mendatar, mengarah pinggang lawan Siauw Pek tidak menangkis, ia
hanya berkelit dari pukulan maut itu, begitu berkelit, begitu ia maju
pula sambil menikam. Ia tidak mau memberi kesempatan lawan
menyerangnya terus hingga berulang ulang.
Adakah maksud It Ceng berlaku bengis untuk mendesak Siauw
Pek mundur dari muka pintu, supaya ia bisa mengajak
rombongannya menyerbu masuk kedalam pendopo itu. Iapun
mengandalkan tongkatnya, yang termasuk senjata berat, guna
menggempur pedang lawan yang terhitung senjata ringan-Tetapi
tidak dapat ia mewujudkan rencananya itu. Bahkan ia menjadi repot
melayani pedang sianak muda.
Saking serunya, tanpa terasa, mereka sudah bertarung selama
dua puluh jurus, selama mana tak hentinya mereka saling
menyerang.
Rombongan It Ceng telah siap sedia untuk menerjang masuk
kedalam toatian, mereka tidak sabar menyaksikan lawan
menghadangnya demikian hebat. Dua orang pendeta menjadi habis
sabar, tanpa perintah dari It Ceng, tanpa memberi isyarat lagi,
sudah berlompat maju untuk menyerang Golok Kaytoo dan tongkat
sianthung mereka turun dengan serentak.
It Ceng membiarkan orang membantunya, dengan begitu mereka
mengepung bertiga. Walaupun jumlah musuh menjadi tambah, tak
dapat mereka itu mendesak si anak muda. Bagi dia ini, satu lawan
atau tiga lawan, saja. seperti biasa, Thian Kiam dapat melayani
dengan tenang.
Kembali belasan jurus dilewatkan tanpa hasil satupun untuk
pihak yang mana juga .
It Ceng heran dan kagum, hingga dia berkata didalam hatinya:
"Bocah ini masih begini muda, kenapa dia sudah begini lihay"
Kembali dua orang pendeta habis sabar mereka maju
menyerang. Mereka menggunakan tongkat.
Dua orang itu maju dari kiri dan kanan. Sambil berputar, Siauw
Pek menangkis tongkat mereka, untuk seterusnya ia menghindarkan
diri dari serangan serangan It Ceng bertiga.
Pula kali ini, ia melawan lima orang seperti tadi ia melawan tiga.
Dilain pihak. karena bertempur berlima serentak. kelima pendeta
manjadi agak kalut cara menyerangnya, atau kalau tidak, mereka
bisa bisa melukai kawan sendiri...
Han In Taysu, yang berdiam ditempat gelap. menonton dengan
asyik sekali. Iapun heran luar biasa. Ia berkata didalam hatinya,
"Dia masih sangat muda. Ilmu pedang apa itu dia gunakan untuk
melayani orang musuh berbareng? Melihat begini, mestinya Lo Han
Tin tidak akan mampu mengurungnya..."
Lagi sepuluh jurus lewat, masih It Ceng tidak bisa berbuat apaapa.
Sedikitpun dia tak memperoleh kemajuan. Makapada akhirnya
dia melompat mundur sendirinya. Tapi dia bukannya menyerah
kalah atau mau mengangkat kaki, hanya untuk segera
memperdengarkan seruannya. "Kamu semua maju berbareng"
"Ya" menjawab para pendeta yang menjadi kepala rombongan
itu, habis mana, semuanya maju serempak.
Han In melihat sikap lawan, iapun berseru. "Awas Mereka mau
bergerak secara besar-besaran"
Oey Eng dan Kho Kong telah menuruti nasehat ketua Ngo Bie
Pay itu, selagi Siauw Pek bertempur, mereka beristirahat. Tempo itu
singkat tetapi ada baiknya juga . Segera setelah dengar seruan
pendeta itu, mereka berlompat bangun, untuk mengambil
tempatnya masing masing.
Ban Liang juga segera bersiap sedia.
Tiba tiba sebatang obor besar terlihat melesat masuk dari
jendela, jatuh dilantai.
Han In menyambut obor itu dengan satu sampokan tangannya.
Hanya dengan satu kali saja ia menyampok. padamlah api yang
menyala berkobar itu.
Giok Yauw menyiapkan jarumnya, kepada gurunya ia berbisik,
"Suhu, pendeta pendeta Siauw Lim Sie tidak memakai aturan Rimba
Persilatan lagi, teecupun tak perlu berlaku segan segan
terhadapnya.”
“Kau hendak membuat apa? " tanya sang guru
"Teecu mempunyai senjata rahasia. Itulah senjata yang paling
tepat guna melayani musuh yang berjumlah besar ini."
"Adakah senjatamu itu sebangsa pasir atau jarum beracun? ”
“Jarum tanpa racun, suhu," jawab Giok Yauw.
"Malam ini tak dapat aku mengambil keputusan bagaimana harus
bersikap terhadap lawan ini, tak dapat juga aku mencegah kau,
maka itu, kau atur saja bagaimana baiknya"
Belum suara si pendeta berhenti, tiba tiba dua batang obor sudah
ditumpukan kembali ke dalam pendopo itu.
Oey Eng berlompat maju, dengan pedangnya ia membabat
kutung benda yang berapi itu. sesudah mana ia menginjak injak
sUmbu kedua obor memadamkannya.
"Kita berada ditempat gelap, mereka itu ditempat terang, itulah
sebabnya kenapa mereka menggunakan api." berkata Han In Taysu.
"Mereka itu ingin, setelah menyerbu mereka dapat melihat segala
apa dengan jelas"
Suara pendeta itu berhenti terentak dengan satu suara yang
keras sekali, disusul dengan mengepulnya debu.
"Celaka betul " pendeta itu berseru. mendongkol. "Benar benar
mereka mencoba menggempur tembok."
"Kalau begitu terang sudah mereka menghendaki jiwa kita" kata
Giok Yauw gusar.
"Jikalau kita tidak mati semua, mana bisa It Tie tetap menjadi
ketua? " kata Ban Liang.
"Maka itu, karena kita mengadu jiwa, jangan kita main segansegan
lagi" kata pula si nona. "Sungguh tak adil selagi kita
bermurah hati musuh sebaliknya berlaku telengas. Kita berkasihan,
mereka menggunakan tangan kejam "
Kembali terdengar tiga kali suara hebat, pertanda bahwa
penggempuran tembok dilanjutkan, hingga debu mengepul pula.
Bahkan kali ini ditembok kiri telihat satu lubang kecil, Itulah
pertanda, bahwa tembok mulai bobol.
Lubang ditembok itu besar tiga kaki, maka terbukalah lowongan
buat masuk obor berapi. Sebuah obor segera ditimpukkan masuk.
Han in sudah bersedia, ia menyampok obor itu Maka lagi ruang
menjadi sebentar terang sekejap lagi gelap kembali. Bahkan obor
itu, karena belum jatuh kelantai, karena disampoknya tepat, telah
tersampok kembali dipihak sana.
Giok Yauw menggunakan kesempatan ketika obor kembali pada
masuk. dia membarengi menimpukkan segumpal jarumnya Dia
menimpuk sambil membentak Ban Liang hendak mencegah tetapi
tak keburu. Dari sebelah sana segera terdengar jeritan. "Aduh" dua
kali Itulah bukti bahwa dua orang musuh telah menjadi korban
jarumnya itu.
Menyusul jeritan itu, terdengar juga suara berisik lainnya, lalu
"Mereka menggunakan jarum beracun. Semua waspada"
Giok Yauw mendengar itu, ia tersenyum Kembali ia menyiapkan
jarumnya.
Diam-diam Ban Liang menoleh kearah Nona Hoan. Mereka itu
tetap duduk tenang, bagaikan mereka tak tahu bahwa disini, atau di
depannya, keadaan sudah kacau dan mengancam sekali.
Heran jago tua itu. Katanya didalam hatinya.
“Hebat Hoan Toako. Dia telah mewariskan kepandaiannya
kepada dua orang nona yang luar biasa ini Hanya sayang saat ini
saat sangat berbahaya..."
Tengah Ban Liang berpikir, dari luar terdengar mengaungnya dua
batang anak panah yang dilesatkan ke udara.
Mendengar itu, Han in Tysu segera memberikan peringatan-
"Waspada!!! Musuh menggunakan anak panah "
Menyusul suara pendeta ini, dua anak panah menyambar
ketembok dan nancap. Kalau anak-anak panah itu mengenai tubuh
manusia... Tapi Oey menyampok yang satu dan Ban Liang
menyambuti yang lainnya.
"inilah berbahaya" Ban Liang berpikir "Kalau mereka menyerang
dari empat penjuru kemana kita bisa melindungi diri? "
Giok Yauw menghela napas, katanya "Kapanya sudah pasti
kawanan pendeta itu hendak membunuh kita. Jikalau ktia tidak
memberi rasa sukar buat kita menghadapi mereka secara begini
saja." Maka ia menimpuk pula dengan jarumnya, yang terdiri dari
belasan batang.
Diantara para pendeta terdengar jeritan jeritan kesakitan dan
kaget. Itulah bukti bahwa jarum jarum itu telah minta korban pula.
“Hebat jarummu, nona" Kho Kong memuji, "Tak ada yang gagal"
Kembali si nona menghela napas.
"Kalau kita toh mesti mati disini maka pendeta pendeta itu mati
berlipat lipat lebih banyak dari pada jumlah kita," katanya.
Han in Taysu menghela napas. Katanya "Kalau lebih banyak
pendeta yang mati, peristiwa akan jadi sangat hebat. Walaupun
kesalahan berada pada pihak mereka, pasti sekali mereka itu tak
akan mau mengerti dan akan mencoba menumpas kita."
Kata kata dari ketua NgoBie Pay ini terputus oleh sambaran lain
dari beberapa anak panah. Syukur semua tidak meminta kurban,
karena nona Thlo telah memutar pedangnya dan meruntuhkannya,
sedangkan Han in sendiri menyambuti sebatang.
Ban Liang membungkuk memunguti anak panah itu yang
berjumlah delapan batang, sambil bekerja itu ia berkata perlahan-
"Rupanya benar-benar tak mudah pertempuran ini akan berakhir..."
Habis penyerangan anak panah itu, suasana menjadi sunyi.
Justru itu terdengarlah suara tenang tetapi berpengaruh. "Punco
mau berlaku murah hati, kamu diberi kesempatan akan memikir
masak masak. Didalam waktu sepertanak nasi, kamu bebas
merdeka dan akan selamat buat meninggalkan pendopo ini”
“Itulah suara It Tie Taysu" berkata Giok Yauw.
Han in Taysu menoleh pada Ban Liang untuk berkata,
"Beritahukan kepadanya bahwa kita sudah bersiap Sedia menangkis
penyerangannya. Tak dapat kita menunjukkan kelemahan terhadap
mereka itu."
Ban Liang tertawa nyaring. Itulah karena kemurkaannya. "Benar"
katanya ketus. "Hari ini dapat kita bertempuran hingga mati disini
tetap tak dapat kita menunjukkan kelemahan" Terus sijago tua
bertindak ke lubang tembok bekas tergempur itu. "Loocianpwee,
hati hati" berseru Oey Eng khawatir.
"Tidak apa" berkata sijago tua, yang bertindak terus. Di mulut
lubang ia mengeluarkan kepalanya.
Ruang luar diterangi beberapa puluh obor yang menyala, yang
membuat ruang itu terang bagaikan siang. Disana tampak banyak
sekali pendeta dengan alat senjata nyamasing masing. Semua
mereka itu mengatur diri dengan rapi.
"It Tie Taysu" berkata Ban Liang sambil melongok itu. ia batuk
batuk.
Ketua Siauw Lim Pay muncul setelah barisannya memecah diri
kekiri dan kekanan-Tubuh pendeta itu ditutup dengan jubah kuning.
Dia bertindak maju dengan perlahan-Segera juga memperdengarkan
suaranya, sabar^ "Tuan diantara sahabat sahabatmu ada yang
terluka punco bersedia mengobatinya dengan obat mustajab Siauw
Lim Sie" Ban Liang tertawa lebar menyambut tawaran itu.
"Taysu baik hati sekali, suka aku menerimanya" sahutnya.
“Hanya sayang, diantara kami tidak ada yang terluka"
Berkata itu, diam diam jago tua mengawasi tajam, ia
mendapatkan It Tie didampingi oleh ses bie atau kacung pendeta,
yang masing masing membawa cecer kuningan dan golok tua.
It Tie bertindak sampai sejarak kira kira lima kaki dari lubang
dimana Ban Liang berada, disitu ia menghentikan tindakannya
sambil berkata nyaring: "Siapa yang pandai melihat gelagat dialah
seorang gagah”
“Maksudmu, taysu? " Ban Liang menegaskan-
"Maksud punco ialah memberi nasihat kepada tuan tuan sekalian
supaya mulai sekarang ini tuan tuan menghentikan pertentangan,
lalu terus kamu jangan suka tahu menahu lagi segala urusan dunia
Kang ouw" berkata ie Tie dengan keterangannya. "Setelah tuan
tuan memberikan janji maka punco akan membantu kalian" Ban
Liang tertawa berkakak.
"Dengan cara bagaimana taysu hendak membantu kami? "
tanyanya. Lagi lagi ia menegasi.
"Punco bersedia menghadiahkan kepada kamu dengan seratus
butir mutiara serta uang tunai selaksa tail..." sahut It Tie.
Ban Liang tertawa pula. Hanya kali ini nadanya tawar.
"Taysu, kaupandang aku Ban Liang orang macam apakah? "
tanyanya.
It Tie nampak tidak senang.
"sebenarnya tuan menghendaki apakah? " tanyanya.
"sebutkanlah"
Ban Liang berkata dingin "Aku siorang tua bukannya orang sujud
kaum Budha tetapi hendak aku memberi nasehat kepada taysu
dengan dua kata kata agama itu: Meletakkan golok jagal Segera
menjadi Budha. Taysu, kenapakah karena kesalahanmu satu saat,
lalu kau tenggelam terus kedalam tempat darimana kau tak bakal
kembali? "
It Tie gusar sekali hingga ia membentak.
"Kematian kamu sudah didepan mata tapi kamu masih berani
berlagak begini?" demikian suaranya yang bengis dengan apa dia
mengumbar amarahnya. Diapun mengulur sebelah tangannya,
mengambil selembar cecer dari tangan kacungnya.
Ban Liang tahu liehaynya senjata istimewa itu, segera ngelepot
kembali kedalam ruang.
Menyusul itu terdengar pula suara bengis dari It Tie: "Kamu
tersesat, kamu tak sudi sadar, jangan kamu sesalkan punco jikalau
punco mengeluarkan tangan tak mengenal kasihan lagi"
Ancaman itu diakhiri dengan suara angin dari menyambarnya
suatu alat senjata.
"Waspada" Ban Liang menyerukan kawan-kawannya. ia
mengenali suara itu. "Pendeta itu sudah menggunakan cecer
terbangnya "
Han In Taysu juga berkata keras, "Itulah salah satu senjata
rahasia istimewa dari Siauw Lim Sie Senjata itu cuma dapat
dielakkan, jangan ditangkis"
Berkata begitu, pendeta ini menggerakkan keretanya menyingkir
kepojok.
Giok Yauw penasaran, akan tetapi melihat guru itu menyingkir,
terpaksa ia turut bergerak kepojok juga . Hanya sambil menyingkir
itu, ia membuka matanya lebar lebar.
Didalam pendopo yang luas tadi gelap itu tampak sebuah sinar
kuning emas berputaran, suara anginnya terdengar halus.
Oey Eng dan Kho Kong segera menjatuhkan diri, bertengkurap
dilantai.
Cepat sekali terdengarlah satu suara berisik, dari menghajarnya
cecer itu kepada tembok. hingga tembok pecah meluruk
mengepulkan debu. Setelah itu, cecer itu tidak jatuh kelantai, hanya
mental untuk berputar dengan keras, menyambar lewat diatas
kepala Soat Kun, untuk menyambar terus ketengah ruang. Ban
Liang mengeluarkan peluh dingin.
“Hebat" kata sijago tua ini didalam hatinya. "Pantas senjata ini
mendapat nama istimewa."
Baru saja sijago tua berkata demikian, tiba tiba sebatang obor
telah dilemparkan masuk kedalam pendopo itu. Karena semua orang
tengah bersembunyi, tak sempat memadamkan api itu. Karena
mana, teranglah seluruh ruang hingga para pendeta dari luar ruang
dapat melihatnya terang tegas.
Selagi ruang terang benderang itu, satu seruan terdengar, disusul
dengan munculnya orang yang berseru itu, seorang pendeta dengan
sebatang golok kaytoo ditangannya.
Segera setelah di dalam pendopo, tubuhnya berguling, dan dia
berlompat bangun berdiri, goloknya dipernahkan di depan dadanya,
dalam sikap melindungi diri. Giok Yauw segera mengayunkan
tangannya sambil membentak: "Prgilah kau menggelinding" Itulah
ayunan tangan yang menggenggam jarum rahasia. Pendeta itu
liehay, dengan goloknya dia menyampok jatuh jarum itu.
Menyaksikan hal demikian, Ban Liang meluncurkan tangan
kanannya, menyerang dengan ilmu silatnya yang bernama Ngo Kwei
Souw Hun Ciang, hingga angin, atau hawa dingin, menyambar
kearah pendeta itu.
Pendeta itu bisa menghadang jarum rahasia tapi tak sanggup dia
bertahan dari tangan liehay Seng Su Poan, dia roboh seketika
dengan didahului terlepasnya goloknya. Dia mengeluarkan suara
"Aduh" dan goloknya kena terampas.
Kawanan pendeta dari Siauw Lim Sie itu berani semuanya.
Setelah robohnya satu kawan itu segera lompat menyusul dua yang
lainnya.
Han In Taysu menyambut lawan dengan satu luncuran tangan
kanannya.
Kedua pendeta itu masing masing mencekal tongkat sianthung,
dan golok kaytoo, mereka tahu bahwa mereka dipakai serangan,
mereka berkelit. Pendeta yang kiri menyambut dengan bahu kirinya
sambil berseru: "Sutee, lekas maju Tangkis dengan senjatamu"
Karena dia membahasakan "sutee" adik seperguruan, maka dialah
sang suheng kakak.
Sementara itu cecer terbang masih bekerja. Justru itu cecer
menyambar kearah Giok Yauw. Si nona berkelit sambil mendekam
Pendeta sebelah kanan, memegang tongkat, turut pula berkelit,
karena dia berada digaris si nona.
Karena dia menghindarkan diri, celakalah kawannya, sipendeta
yang bersenjata golok itu. Pendeta ini tak cukup tangguh
menghadapi serangan Han In Taysu, tanpa ampun, bahunya patah
hingga dia merasakan sangat nyeri. Tapi dia bandel, dia berdiri
tegak. untuk mengerahkan tenaga dalamnya, guna bertahan dari
luka parah itu, hingga dia tak sampai roboh terguling.
Justru itu, tibalah hui poat, cecer ketuanya yang liehay itu. Tak
sempat dia menangkis atau berkelit, maka juga kepalanya kena
terpapas pecah dan putus oleh senjata bundar gepeng yang tajam
itu.
Tak sempat dia menjerit, robohlah dia dengan berlumuran darah.
Barulah kali ini, habis tenaga berputar dari cecer itu, yang terus
jatuh didekat kurbannya. Senjata liehay ini tak berputar pula karena
dia tak mengenai sasaran keras dan kuat yang dapt membuatnya
mental balik...
Tentu saja It Tie melengak. Dia menggunakan huipoat guna
membantu murid muridnya tak disangka, dia justru meminta jiwa
muridnya itu. Giok Yauw tak berdiam saja setelah ia bebas dari
ancaman huipoat, ia lompat menerjang pendeta yang bersenjata
tongkat itu, dan bahkan terus menerus ia menikam sampai tiga kali
tatkala sipendeta cobameng elakan tubuhnya. Dia mundur hingga
berulang kali.
Tepat pada waktu itu, kembali dua orang kepala gundul
berlompat masuk Oey Eng maju, untuk menghadang kearah lubang
guna mencegah lain lain pendeta berlompat masuk. sambil berbuat
begitu, ia berkata perlahan kepada Ban Liang: "Tak dapat kita
membiarkan lain orang masuk pula kemari"
Ban Liang meng ia kan-Ia segera menjemput sebatang golok
kaytoo, dengan apa ia mendekati lubang, guna menghadang dimuka
itu. Ruang menjadi gelap pula. Giok Yauw berhasil memadamkan
api obor.
Tiba tiba satu seruan keras sekali terdengar. Itulah suara yang
mengikuti menerjangnya sebatang tongkat, untuk masuk kedalam
toatian.
Ban Liang memegat dengan golok pinjamannya, hingga kedua
senjata beradu keras sekali.
Kesudahannya itu membuat sijago tua tertangkis mental
seluruhnya. Tongkat cuma tertotok sedikit. Maka ia terkejut atas
tenaga besar sipendeta.
Tengah jago tua ini berpikir, tongkat sudah menikam
kepinggangnya. Lekas ia menangkis pula.
Pertempuran mereka berdua menjadi pertempuran yang luar
biasa, sebab yang satu di luar, yang lain didalam pendopo. Hingga
satu dengan lain, tak dapat saling melihat. Yang terang ialah,
karena senjatanya lebih panjang sipendeta adalah pihak penyerang.
Sambil selalu menangkis itu, Ban Liang berkata di dalam
hatinya^ "Entah siapa pendeta ini, dia sangat tangguh. Tidak bisa
lain, kali ini kita mesti membinasakan atau sedikitinya melukai
musuh, biarpun peristiwa bakal jadi hebat dan berekor panjang..."
Tanpa bertempur mati hidup, memang sulit pihak Kim Too Bun ini.
"Kau masih tidak henak melepaskan senjatamu? " tiba2
terdengar bentakan Giok Yauw Menyusul itu terdengar jeritan
tertahan diikuti suara tubuh jatuh terbanting keras.
Han In Taysu menjadi kehabisan sabar. Ia insyaf bahwa pihaknya
terancam bahaya kalau musuh tidak dihajar keras. Maka segera ia
mengayun tangan kanannya yang semua jerijinya dibuka lempang.
Selama didalam kurungan dengan kaki bercacat itu, ketua Ngo
Bie Pay ini tak menyia nyiakan waktu, sambil menanti lewatnya sang
waktu, ia melatih tangannya itu.
Pendeta yang bertempur dengan Oey Eng mendadak terasa
pinggangnya kaku, sehingga tak leluasa ia menggerakkan tubuhnya.
Justru itu, pedang Oey Eng menabas pinggangnya, hingga dia roboh
seketika, jiwa melayang. Habis menyerang pendeta itu, Han Inpun
menyerang yang lain-Kali ini lawannya Kho Kong yang menjadi
sasaran.
Dengan tiba tiba murid Siauw Lim Sie itu terkekang gerakannya
segera poan koan pit sipemuda she Kho menikam iga kirinya yang
membuatnya roboh Dengan begitu, usailah pertempuran dipendopo
itu. Ruang dalam menjadi sunyi kembali bahkan gelap. Tinggallah
Ban Liang yang melayani musuh disebelah luar itu. Hanya mereka
ini cuma bentrokan bentrokan senjatanya saja yang terdengar tak
hentinya.
Tapi pertempuran itu tak berhenti seluruhnya. Diam diam dua
orang pendeta menyelundup masuk. terus mereka berlindung
dibelakang patung. Han in Taysu tahu aksi kedua lawan itu.
Hanya sebentar, terdengarlah suara cecer saling beradu. Setelah
itu, redalah pertempuran. Semua pendeta mundur sendirinya.
Rupanya, suara cecer itu adalah isyarat untuk mundur teratur
sekarang barulah toatian menjadi sunyi benar benar.
Ban Liang heran akan sikap lawan, ia bertanya kepada Han in,
Taysu, tak tahu akal apa yang hendak dipergunakan oleh musuh.
Ketua Ngo Bie Pay itu juga tidak mengerti, ia cuma
menggelengkan kepala.
Sementara itu dimuka pintu toatian, pertempuran telah
berlangsung pula diantara Siauw Pek dan para pendeta. Penyerang
berjalan seru karena It Tie yang memimpin sendiri. Tongkat dan
golok bagaikan menghujani si anak muda, yang bertahan dengan
tenang.
Han in Taysu memperhatikan pertempuran dimuka pintu itu. ia
khawatir si anak muda gagal mempertahankan diri. Itulah
berbahaya Tapi ia melihat Siauw Pek bertempur dengan baik sekali.
ia heran-"Biar bagaimana, perlu aku membantunya," pikir ketua Ngo
Bie Pay itu.
Justru itu, tampak golok Ban iang terlepas dari pegangannya.
Tiba tiba ada tongkat yang menyerang masuk, ketika sijago tua
menangkis, serangan itu hebat sekali, goloknya terlepas.
Giok Yauw siap sedia, melihat kawannya dibokong, ia menimpuk
dengan jarumnya. Dengan demikian, musuh tak dapat menerjang
masuk, Lekas lekas Ban Liang menjemput goloknya. Han in Taysu
menolak keretanya mendekati Nona Thio "Baik baiklah kau menjaga
disini." pesannya. "Aku mau pergi ke pintu, untuk membantu si anak
muda."
Giok Yauw menangguk. maka majulah gurunya itu.
Oey Eng dan Kho Kong segera bekerja, memindahkan kurban
kurban musuh.
"Nona," Ban Liang berpesan kepada Giok Yauw. "Jarummu
berharga sekali, jangan kau sembarang gunakan-.."
Si nona merogoh sakunya. ia mendapatkan jarumnya tinggal
sedikit. "Baik, loocianpwee," ia menjawab sijago tua.
Selagi mereka bicara itu, tiba-tiba sang gelap gulita tiba. Ban
Liang dan kawan2 heran-Kiranya mulut lubang telah tertutup musuh
Ban Liang membacok. tangannya kesemutan sendirinya. Goloknya
menyerang barang keras berupa besi, hingga terdengar suara
bentrokan yang nyaring. Karena itu dua orang pendeta menyusul
masuk,
Sekarang tahulah Ban Liang bendaapa yang tadi ia bacok itu.
Kiranya itulah sebuah lonceng kuningan yang besar, yang dipegang
oleh pendeta yang berlompat masuk terlebih dahulu. Pendeta itu
menyerang pula dengan loncengnya itu.
Tak mau Ban Liang berlaku sembrono, ia berkelit.
Oey Eng sebaliknya. ia penasaran-"Lihat pedangku" serunya
seraya dia berlompat menusuk.
Pendeta itu bertubuh tinggi dan besar, loncengnya berat
mestinya dia lamban, lambat bergeraknya, siapa tahu, dia justru
gesit. Ketika tikaman tiba, dia berkelit, dilain pihak. loncengnya
dipakai membalas menyerang. Oey Eng terkejut. Pedangnya telah
kena dibikin terpental Ban Liang maju pula, untuk menyerang.
Saking lincah, pendeta itu bisa menangkis, bahkan beruntun
hingga tiga kali ketika sijago tua menikamnya berulang ulang. Maka
tiga kali terdengar suara nyaring berisik, Tiga-tiga kalinya golok tak
mendapat hasil.
"Entah apa kedudukannya pendeta ini? ..." Ban Liang berpikir.
heran dan kaget, tangannya terasa kesemutan. Dia kuat sekali, sulit
buat mengusirnya. "Celaka kalau dia merintangi kita hingga kawankawannya
bisa menggunakan kesempatan untuk meluruk masuk..."
Pendeta yang kedua, yang memegang golok kaytoo, sudah maju
terus, tapi segera dirintangi Kho Kong, hingga keduanya jadi
bertarung.
Melihat lawan Ban Liang liehay, Giok Yauw maju untuk
membantu. Sambil menikam, ia berkata kepada jago tua itu
"Loocianpwee, serahkan orang ini kepadaku Loocianpwee bersama
saudara Kho jaga saja mulut lubang itu"
Ban Liang mengangguk. terus ia melirik ke arah lubang. Justru ia
melihat kepala seorang pendeta lagi menongol, untuk mengintai,
tidak ayal lagi, sambil berseru, ia menimpuk dengan goloknya.
Celaka pendeta itu. Dia bagaikan terbokong. Maka pecahlah
kepalanya terhajar golok kay too kaumnya sendiri.
Tepat waktu itu terdengar suara gempuran lain-Ban Liang lekas
berpaling. "Kau jaga disini" katanya kepada Oey Eng. "Aku akan
melihat kesana."
Belum habis suara sijago tua, dilubang yang baru itu sudah
muncul kepala seorang pendeta.
Disaat itu, lupa Ban Liang kepada soal membinasakan musuh
atau tidak. ia berlompat sambil menyerang dengan ilmu Silat Ngo
Kwie Souw Hun Ciang Pendeta itu belum melihat tegas ketika dia
disambut serangan itu, tahu-tahu dia sudah terhajar, hingga
berhentilah napasnya, tubuhnya roboh disebelah luar.
Dari luar itu lalu terdengar suara yang bengis: "Sudah belasan
murid-murid Siauw Lim Sie yang terbinasa, jikalau kita tidak dapat
menyerbu masuk kedalam toa-tian maka rusaklah nama besar
Siauw Lim Pay kita"
Mend engar kata-kata itu Ban Liang berduka walaupun ia sudah
tahu permusuhan sudah tertanam hebat. Sementara itu suara
bengis tadi tidak mendapat jawaban mengiyakan, ada juga jawaban
beberapa serbuan diperhebat. obor telah dilemparkan kedalam
pendopo, hingga pendopo besar itu terang kembali.
Ban Liang kewalahan memadamkan obor obor itu, yang
dilemparkan masuk berbatang2
Giok Yauw dan Kho Kong tidak dapat membantu. Mereka itu
sedang melayani dua orang pendeta. Oey Eng pun sedang
merintangi seorang pendeta yang gemuk tubuhnya. Dia inilah
sipendeta tukang melemparkan api masuk kedalam pendopo,
disusul dengan percobaan masuknya sendiri, tapi dia dipegat Oey
Eng hingga dia bertahan dimulut lubang Dia bersenjatakan golok.
agaknya dia liehay.
Ban Liang bekerja sebat. Empat buah obor dapat dipijak padam.
Ketika ia mau bekerja terus, seorang pendeta melompat masuk
dimulut lubang. Tanpa bersangsi lagi, ia lompat, menerjang masuk
merintangi pendeta itu. Maka itu iapun bagaikan terikat.
Han in Taysu telah mendekati Siauw Pek, tapi segera ia
merasakan kesulitan. Keras niatnya membantu, tetapi terbukti niat
itu tidak dapat diwujudkan Sinar pedang sianak muda tak
memberinya kesempatan turun tangan-Serombongan pendeta
mengurung sianak muda, walaupun mereka sudah merangsek
hebat, tak berdaya mereka itu memecahkan kurungan sinar pedang
lawannya itu.
Saking kagum, Han In Taysu jadi menonton. Katanya didalam
hati: "Ilmu pedang apa ilmu kepandaian anak ini? Kenapa dia dapat
mencapai kemahiran semacam itu? " Dilain pihak. didalam toatian,
lagi-lagi seorang pendeta menerobos masuk.
Ban Liang melihat itu, ia menjadi bingung. Ia sendiri tidak dapat
meninggalkan lawannya. Maka ia berseru: "Nona Thio lekas hajar
musuh yang baru itu”
“Ya" menjawab Giok Yauw.
Cuma suara sinona yang terdengar, perbuatannya tak tampak.
Inilah sebab dia tengah direpotkan pendeta gemuk yang
bersenjatakan lonceng itu. Pendeta itu liehay sekali.
Han in Taysu mendengar seruan Seng Su Poan, dia lalu menoleh.
Dia terperanjat melihat musuh yang baru itu sedangkan Ban Liang
semua lagi repot melayani masing-masing musuhnya. Tidak ayal lagi
dia menggerakkan rodanya, buat menghampiri lawan, bahkan tanpa
menanti sampai datang cukup dekat, ia sudah menyerang dengan
pukulan anginnya.
"Aduh" menjerit sipendeta, yang tanpa berdaya lagi terhajar,
hingga setelah jeritannya itu, dia roboh terkulai. Menyaksikan
pukulannya sendiri itu Han In Taysu heran dan girang hingga ia
menjublak sedetik. Sebenarnya tak tahu tepat ia sampai dimana
kemajuan latihan tangannya selama dikurung. la hanya tahu bahwa
ia memperoleh kemajuan tapi belum pernah mencobanya, sampai
kali ini.
Hampir serentak dengan serangan hebat pendeta tua dari Ngo
BieP ay ini, beberapa musuh juga berlompatan masuk. Mereka
menyaksikan kebinasaan kawan itu, mereka jadi tercengang.
Mereka heran akan kelihayan musuh yang naik kereta beroda itu
Anda sedang membaca artikel tentang cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe dan anda bisa menemukan artikel cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-pedang-golok-yang-menggetarkan-8.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post cersil : Pedang Golok Yang Menggetarkan 8 - boe beng tjoe with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-pedang-golok-yang-menggetarkan-8.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar