Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 26 Agustus 2011

Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4

1053
bagaimana harus berlaku murah hati dan dapat saling
memaafkan, itulah karena kebesaran sang Buddha.
Di mata agama kami, tidak ada orang di dalam dunia ini
yang tak dapat tak diseberangi ke dunia aman sentosa.
Mendengar kata kataku ini, mungkin siauwhiap diam diam
mentertawainya. Tentu siauwhiap pikir sebagai murid-murid
murtad dari siauw Lim sie tidak pantas aku berbicara begini
rupa.
Dapat kami tegaskan, tak dapat kami jelaskan apa yang
menjadi sebab maka kami sudah meninggalkan rumah
perguruan kami itu. Dalam hal kami itu, melainkan ayah
siauwhiap yang tahu terang, Ayah siauwhiap berhati keras,
tanpa ia ketahui urusan kami itu, tidak nanti ia suka
membantu kamu.
Demikian siauwhiap. urusan di dunia selalu ada tali
menalinya, hingga orang terus-terusan saling balas tak hentihentinya,
Dulu begitu, semua itu sudah terjadi karena orang
beda pendapat, karena pandangannya dari masing-masing
sudutnya sendiri Karena itu juga siauwhiap. jikalau siauwhiap
sudi, aku mau mohon sukalah siauwhiap mengerti balas
membalas itu melulu penderitaan dan bencananya besar,
dapat sampai kepada anak cucu kita, Aku seorang kasar inilah
apa yang dapat aku katakan, siauwhiap pintar dan cerdas,
pastilah siauwhiap lebih mengerti daripada aku.
Siauwhiap bermurah hati, siauwhiap dapat memikir, tentu
siauwhiap tidak akan mengatakan aku melantur, Begitulah di
dalam perkara ayah siauwhiap ini cukup kalau siauwhiap
mencari si biang keladi dan tidak mencari semua pesertanya,
yang melainkan turut-turutan saja."
In Gak melongo mengawasi Ban Hiong, ia tidak menyangka
orang dapat bicara demikiah macam, ia menjadi ketarik, hati.
ia kata: "Tian Tayjin apa yang kau ucapkan semua itu benar,
suka aku turut, Baiklah akan aku cari itu tiga orang saja."
Habis mengucap begitu, ia bersenyum.

1054
Meithat sikap jantan dari si anak muda, Ban Hiong dan Sin
Hok menjadi kagum, mereka merasa tunduk.
"siauwhiap adalah naga di antara manusia pantas nama
siauwhiap menggemparkan dunia Bu Lim" Ban Hiong memuji.
"Pastilah di tempat baka, tayhiap meram sambil bersenyum
siauwhiap sekarang aku si orang she Tian hendak kembali ke
kota raja, semoga lain kali kita bertemu pula."
Berkata begitu, dengan paksakan diri, ia berbangkit,
mukanya meringis, sebab ia menahan sakitnya.
In Gak mengeluarkan dua butir pil Tiang cun Lan, ia
berikan seorang satu kepada dua orang itu, sembari
menyerahkan itu, ia kata tertawa: “Jiwi, silahkan makan ini,
selanjutnya tak usah kamu kuatirkan lagi lukamu ini Hanya
aku mohon bertanya setelah jiwi pulang ke kota raja,
bagaimana hendaknya kamu mengurus peristiwa berdarah di
Thaygoan itu?"
Kedua orang itu menyambuti obat, yang terus mereka
telan, Kesudahannya mereka menjadi kagum sekali. Boleh
dibilang, begitu obat sampai ke dalam perut, sudah sakitnya
hilang tubuh mereka pun terasa segar sekali.
Sin Hok segera menjawab: "Li si-long itu muridnya Perdana
menteri Ho, perkara mungkin tak akan dibiarkan –saja. Kami
berdua bertugas, tak dapat kami meletakkan tugas kami meski
demikian, kami akan dayakan segala sesuatu supaya perkara
toh akan dibiarkan begitu saja, supaya lama lama urusan
menjadi diam sendirinya."
In Gak tertawa, ia merogo sakunya, untuk mengasih keluar
giokpwe hadiah dari Kaisar Kian Liong.
Melihat benda itu yang berkilauan, Ban Hiong dan Sin Hok
menjadi kaget sekali, hingga muka mereka pucat, dengan
tersipu-sipu keduanya lantas menjatuhkan diri berlutut di
depan si anak muda menjalankan kehormatan.

1055
"Sudah jiwi, jangan berlaku begini." kata In Gak tertawa,
mencegah orang memberi hormat kepadanya, "Hanya nanti
setibanya di kota raja, cukup asal jiwi memberitahukan Ho sinsiang
bahwa Li si-long itu jahat, hingga dosanya bertumpuk
bagaikan gunung, karena mana sri Bagindalah yang
menitahkan aku menumpasnya, Aku percaya tentang itu tak
nanti Hosin-siang berani bicara terhadap sri Baginda."
Kedua orang itu berbangkit, mereka mengangguk sikap
mereka sangat menghormat roman mereka tenang.
"Giok-pwe ini berarti sama dengan firman sri Baginda,"
katanya, " dengan begini pastilah urusan dapat diselesaikan
dengan mudah, sekarang kami mohon mengundurkan diri,
semoga siauwhiap baik-baik dalam perjalanan."
Habis berkata, keduanya menjura, lantas mereka memutar
tubuh dan berlalu dengan cepat.
In Gak bersenyum, lalu ia memandang langit dan tertawa
bergolak. Angin dingin meniup padanya, membuatnya merasa
nyaman. Toh ia agak terharu kalau ia ingat segala sesuaiu
mengenai dirinya.
Ouw Kok Lan yang semenjak tadi berdiam saja di sisi
menepuk pundak si anak muda, kata dia: "Kakak Cia, tentang
musuh-musuhmu, telah kau ketahui sekarang, maka itu, untut
menuntut balas, tak usahlah kau terlalu tergesa gesa,
Mengapa kau tidak mau lantas beristirahat dulu, untuk
menghapus racun dalam tubuhmu?"
"Oh" seru si anak muda, baru sadar, Jikalau kau tidak
mengingatkan hampir aku lupa nona" Maka lantas ia
menjatuhkan diri, untuk duduk bersila. Terus ia mengumpul
dan mengerahkan tenaga Pou Te Pwe-yap Sin Kang guna
mengusir pergi semua racun di dalam tubuh nya.
Pemuda ini mencium hanya sedikit harum racun, maka itu,
dengan mengerahkan tenaga dalamnya, dengan lekas racun

1056
itu terbakar musnah oleh api sam-moay cin-hwe di dalam
tubuhnya.
Selagi si anak muda bersemedhi itu, Kok Lan mengawasi
saja, ia melihat muka orang merah dan pucat bergantian, lalu
menjadi tetap merah, hingga tampak ketampanan pemuda itu,
diam-diam ia menjadi sangat kagum, hatinya tertarik bukan
main, Senang ia melihatnya, hatinya membara sendirinya.
Tidak berselang lama, In Gak membuka kedua matanya,
terus ia berlompat bangun, sambil tertawa, ia kata nyariog:
"Nona, mari sekarang kita menemui ayahmu, untuk kita lekaslekas
menolongi. Kian Kun ciu Lui Siauw Thian dan oh Ka Lam
Cui Cian setelah itu baru kita pergi cari In Hian Bi."
Nona Ouw mengangguk manja. "Baik." sahutnya.
Keduanya lantas berangkat menuju ke Sin Ke chung yang
pernahnya tujuh li di barat sin chung-tin- itulah sebuah rumah
besar dengan pekarangan yang sangat lebar, sedangkan di
seputarnya ada kali buatan yang mengitarkannya, kali mana
jernih airnya, Gedung itu indah dan lengkap segalanya,
sedangkan tamannya indah. Dapat dikatakan gedung mirip
gedungnya seorang bangsawan.
Hari itu Bu-tek Kim kauw sin Bong berada di dalam
rumahnya, ia berduduk sebelah kiri toa-thia. ruang besar dari
rumahnya, di atas sebuah kursi thay sui. ia tampak tegang,
Bersamanya berkumpul Khole Kong san su Mo, Cin-tiong siang
Koay, Thian Gwe sam Cuncia serta tiga orang tua lainnya yang
tak diketahui namanya.
juga di situ terdapat Hun Goan Ci Koay Cun yang
rambutnya kusut, mukanya dekil, dan pakaiannya banyak
tambalannya, yang matanya bercilakan tak hentinya.
Semua penghuni gedung besar dan indah itu merasa
hatinya tidak tenteram sebab malam tadi It Goan Kisu Ouw
Kong dan puterinya datang menyateroni. Mereka semua
berjumlah besar, semuanya orang-orang kesohor, tetapi
mereka bagikan tidak berdaya.

1057
Sudah musuh tak ada yang terlukakan, romannya juga
tidak tampak tegas, Musuh-musuh gesit luar biasa,
Kesudahannya penyerbuan itu ialah tiga orang binasa dan
banyak yang luka. Maka juga sin Bong sangat gusar dan
mendongkol sampai dia menumbuk-numbuk meja hingga
berisik sekali.
Toa Mo Hoa Ie hantu tertua dari Khole Kong san,
bersenyun melihat roman tuan rumahnya itu.
"Muridku, kau tenangkan dirimu" kata guru ini. " orang
cuma datang untuk mengacau, Mereka toh tidak berani
terang-terangan menantang kita. Aku percaya mereka tidak
berani datang pula."
Berkata begitu Toa Mo tertawa bergelak. Terus dia
menambahkan: "Kalau toh benar malam ini mereka berani
datang pula, akan aku si orang tua beri rasa lihayku
kepadanya."
Dia lantas memperlihatkan roman temberang, kedua
matanya membelalak.
Walaupun dia mengatakan demikian, hati Hoa Ie
sebenarnya bersangsi sekali. Dia ingat kegesitan musuh, dia
percaya orang bukan sembarang orang Bu Lim, Dia pun
menyesal yang tidak bisa melihat tegas musuh-musuh tidak
dikenal itu sedangkan dia percaya matanya tajam luar biasa,
Tak tahu dia bahwa orang tua atau muda
selagi berpikir, ingatlah Toa Mo halnya dahulu hari dia
berempat saudara mengacau gunung siong san dan dicuncak
Hu Yong di gunung siong san berhasil mengalahkan siauw Lim
Ngo Lo, yaitu lima orang jago tua siauw Lim Pay, hingga nama
mereka menjadi tersohor sekali.
Hanya sekarang, selang beberapa puluh tahun, dia mesti
menghadapi musuh lihay yang tidak dikenal itu, Bagaimana
hatinya tidak menjadi gentar? Dia menjadi berkuatir yang
namanya akan menjadi runtuh, sedangkan nama itu dia
sangat sayangkan, ingin dia melindunginya terus...

1058
Kim Kauw Bu Tek berhati tegang berbareng sangat
berduka, setelah sekian lama berdiam saja, mendadak
matanya mengeluarkan sinar tajam. Dia mengawasi kepada si
orang itu di depannya, orang tua mana berkumis hitam. orang
tua itu tunduk. hatinya bergelisah.
Mendadak saja maka terdengarlah suara mengguntur dari
sin Chungsu. Dia menanya orang tua itu: "I Ho Losu,
bagaimana dengan puteri mustikamu itu serta si bocah she
Ong? Apakah mereka sudah dapat dicari?"
Orang tua itu menggeleng kepala, Ketika ia mengangkat
kepalanya mukanya meringis.
"Anak celaka itu serta si orang she Ong sudah minggat"
sahutnya berduka.
Paras sin Bong nampak bengis. Dia menyeringai. Kata dia,
dingin dan mengancam:
“Jikalau anakmu itu bersekongkol dengan orang luar, itu
dia bertindak menyusahkan aku, baiklah kau mengerti jangan
kau nanti sesaikan aku kejam, mesti aku tak ingat tali
persahabatan kita. Mulai hari ini, gerak-gerikmu bakal diawasi
maka itu tak dapat kau bergerak dengan merdeka, kecuali
jikalau anakmu dan orang she ong itu datang sendiri
menyerahkan dirinya."
Belum habis suaranya jago ini, atau dia telah menjerit
keras. Selagi dia berkata itu, tengah mulutnya dibuka,
mendadak ada benda keras yang menyambar masuk kedalam
mulutnya menghajar giginya, hingga beberapa buah copot
sampai darahnya muncrat, sedangkan saking sakitnya matinya
menjadi berkunang-kunang, kepalanya pun pusing. Habis
jeritan nya yang dahsyat itu tubuhnya roboh terkulai, dia tak
sadarkan diri. Semua orang kaget sekali, semua lantas
bergerak bangun.
Justeru itu ada sebuah benda putih kecil bundar mirip bola
menyambar dari arah luar menuju kepada Koay Cun, Hun

1059
Goan Ci lihay. sambil berkelit ia mengulur tangannya
menyambuti benda itu.
Sin Bong sudah lantas ditolong, terutama dikasih bangun
berdiri. Didalam waktu yang lekas, ia telah mendusin.
Koay Cun membuka tangannya, untuk memeriksa benda
itu, ialah segumpal kertas, ia lantas membeber kertas itu,
yang ada coretan-nya. Habis melihat, ia tertawa dingin. "Hm
Hm"
Khole Kong san su Mo dan yang lainnya menghampirkan si
pengemis untuk turut melihat kertas di telapak tangannya itu,
Kertas itu berlukiskan sebuah leng-pay dalam mana ada
gambar naga, singa, dan harimau, juga gambar sebuah
tongkat yang patah dua. Gambar lainnya ialah seorang
pengemis sedang menekuk lutut. Melihat gambar itu, su Mo
sekalian mengerti kenapa Koay Cun menjadi gusar. Masih si
pengemis tertawa dingin, sedangkan mukanya merah padam.
Sekonyong-konyong Hun Goan ci berseru keras, kedua
kakinya menjejak tanah, tubuhnya terus mencelat, lari ke luar
ruang.
Di luar, segala apa seperti tadinya tidak ada sesuatu yang
luar biasa, yang mencurigai Angin tetap bertiup keras, mega
tebal, pohon-pohon bergoyang tak hentinya. Disebelah itu,
bunga bwe menyiarkan baunya yang harum. Koay Cun melirik
ke sekitarnya diam-diam hatinya bercekat, ia kaget sekali.
Gedung itu terjaga sejumlah orang, sekarang orang-orang
jaga itu terlihat pada berdiri diam saja bagaikan patung,
sedang diantara mereka itu ada orang-orang pilihan.
Teranglah mereka itu tertotok di tempat jagaannya masingmasing
tanpa mereka berdaya. " Heran" pikir Koay Cun.
Memang sulit untuk menotok orang di tempat jagaannya
masing-masing, sedang orang-orang itu bukan cuma satu atau
dua tapi banyak jumlahnya.

1060
"Aku sendiri, aku tidak mempunyai kepandaian ini,"
pikirnya. "Buatku paling banyak aku berbareng menotok dua
orang saja, Mereka ini pun terpencar di sana sini, Mulanya aku
menerka Koay-cun sam Lo, tetapi mereka juga, mereka tidak
nanti sanggup bertindak begini, Habis, siapakah dia?" Maka
berpikir keraslah pengemis itu.
Su Mo beramai menyusul ke luar, maka sebagai Koay Cun,
mereka juga lantas pada melongo, mulut mereka bungkam,
sampai mereka lupa menolongi orang menotok
menyadarkannya.
Tepat selagi orang pada berdiam itu, dari atas genting
terlihat lompat turunnya tiga bayangan orang. Gerakan
mereka cepat bagaikan burung-burung terbang melayang
turun.
Su Mo semua bermata awas, segera mereka melihat tegas
tiga orang, yang pakaiannya rubat-rabit, gerombongan dan
warnanya biru. Mereka itulah Kay Bun sam Lo, tiga tertua
partay pengemis: Kiu Ci sin- liong Chong si, seng Ho Tiauw
Kek Liauw Yong dan Tek Tiang siu Ang Hong.
Melihat ketiga tertua pengemis itu, Koay Cun maju satu
tindak. dengan mata mencilak, ia menegur bengis: "Kamu
datang ke mari, mau apakah kamu?" ia bersikap sangat
temberang. Kiu Ci sin Liong mengurut janggutnya, ia
bersenyum.
"Kami mau menangkap kau untuk dibawa pulang ke ruang
Hio Tong, supaya kau dapat diperiksa dan dihukum menurut
aturan kita," sahutnya sabar. Meski demikian, muka Koay Cun
toh pucat.
Dia bingung dan berkuatir. Dia juga gusar, Rambutnya
yang kusut pada bangun berdiri sin Bong turut pergi ke luar,
melihat kepada Kay Bun sam Lo, ia menduga mereka itu atau
satu diantaranya yang menghajar giginya, ia menjadi sangat
gusar, sambil berseru ia lompat maju, sebelah tangannya

1061
diulur untuk menyambar dadanya Chong si, dijalan darah yubun.
Kiu ci sin Liong berkelit dengan gesit sekali, pukulannya sin
chungcu tidak mengenai sasarannya.
"Muridku, jangan sembrono" berteriak Hoa Ie.
Tubuh Sin Bong terjerunuk sedikit, dia menahannya, lalu
dia berdiri di sisi.
"Pengemis bangkotan she Chong" Hoa Ie lantas
membentak Chong Si, "aku si orang tua tidak mempedulikan
urusan kamu kaum pengemis, tetapi tidak selayaknya kamu
lancang datang ke mari untuk menghina orang"
Chong si melengak. ia kata: "Aku si pengemis tua datang
ke mari buat urusan kaum kami, buat orang kami yang
murtad, Kenapa kamu bilang kami datang menghina orang?
Hoa Losu, kata-katamu membuat kami heran."
Hoa Ie tertawa seram, romannya bengis sampai kulitnya
yang merah berubah menjadi hitam. Dalam gusarnya dia kata
keras pula: "Kau masih berani menyangkal Bukankah kamu
yang menimpuk dengan batu merusak gigi muridku? Lihat
juga di depan matamu itu..." ia menunjuki korban-korban
totokan untuk menambahkan "Apakah itu juga bukan hasil
perbuatan kamu? Laginya kamu datang ke mari tanpa
mengabarkan dahulu, tanpa meminta perkenan masuk lagi.
Koay Losu juga tetamu kami yang kami hormati, sekarang
kamu berbuat begini macam atas dirinya, apakah itu bukan
namanya menghina?"
Chong si tertawa. "Haha, kabarnya Khole Kong ketarik pula
dengan
penghidupan di dunia hingga sekarang mereka menjadi
seperti tuan rumah dari sin Ke Chung." katanya.
"Hoa Losu, ingin kami menegaskan: Tentang muridmu
dilukai dengan timpukan batu dan orang-orangmu ini telah
tertotok. semua itu aku si pengemis tua tidak tahu menahu.
Mesti ada lain orang yang melakukan semua itu." ia

1062
memandang kepada semua orang korban totokan yang paras
mukanya menunjuki ketakutan dan heran kagetnya mereka
itu, lalu ia menambahkan:
"Hoa Losu janganlah kau menempel emas di muka aku si
pengemis tua, si pengemis tua mana mempunyai totokan Leng
Khong Ta-hiat yang luar biasa ini"
"Leng Khong Ta-hiat" yaitu ilmu menotok darijauh.
Mendengar kata-kata si pengemis, Hoa Ie semua terkejut
Mereka tahu ilmu totok "Leng Khong Ta hiat" jauh terlebih
lihay diripada Tek Yap Hui Hoa" - "Memetik daun
melemparkan bunga" dan "Bi Lian Ta-hiat" - Totokan sebutir
beras".
Untuk itu orang terutama harus memiliki tenaga dalam
yang sempurna sekali, Memang tertua-tertua Kay Pang itu,
juga tidak merasa sendiri, tidak mengerti ilmu totok itu
Begitulah mereka menjadi heran, hingga mereka pada
berdiam saja.
Dalam kesunyian itu terdengar bentakan Tek Tiang siu,
yang matanya mengawasi bengis kepada Koay Cun. Kata dia:
"Koay Cun, jikalau kau mengandalkan tenaganya para losu di
sini, kau hendak membebaskan diri, buat mendirikan satu
partai baru, meskipun cita-citamu akan berwujud, toh
mukamu tidak bakal jadi terang bercahaya."
Menyambut teguran itu, Koay Cun tertawa nyaring, setelah
berhenti, dia berkata: "Aku si Koay pengemis tua, mana dapat
aku minta bantuannya para losu di sini..."
Jilid 16 : Membantu Kay-pang su-lo
SETELAH berhenti sesaat, ia melanjuti: "Memang benar
seperti katamu, taruh kata aku berhasil, mukaku tidak

1063
bercahaya terang. Tapi, bukankah kita sudah menjanjikan
pertemuan di Tay san nanti? Kenapa kamu tidak sabaran
menantikan harijanji itu? Laginya aku tidak memikir buat
keluar dari partai kami, aku hanya tidak puas karena
ketemberangan kamu sebab kamu terlalu menghina.
Coba kamu pikir sendiri Bukankah aku menjadi tongcu
bagian selatan? Bukankah aku yang mesti memberikan segala
perintah? Tapi kamu menghina aku. Kamu juga lancang, Kalau
ada murid pihak selatan, walaupun kesalahannya kecil, kamu
lantas menghukum tanpa memberitahukan aku lagi, dan kamu
juga biasa menghukum secara berat, sampai ada yang
dipotong ototnya, dan dikutungi tangannya. Dengan begitu
apakah di mata kamu masih ada Koay Cun? Dapatkah
perbuatan kamu itu dibiarkan saja? Dapatkah aku bersabar?
sekarang kamu telah datang di sini baik, mari kita mengambil
keputusan siang-siang Asal kamu dapat mengalahkan jeriji
Hun Goan ci-ku? segera aku turut kamu pulang ke pusat untuk
menerima hukuman."
Seng Hoa Tiauw kek bersenyum.
"Koay Lao-te." tanyanya, "bagaimana andaikata mulutmu
tidak sama seperti hatimu?"
Janggutnya Koay Cun bergerak-gerak saking gusar.
sebelum ia memberi jawabannya, ia sudah diwakilkan Hoa Tiu,
hantu Khole song san yang nomor dua. Kata hantu ini sambil
tertawa "Kata-katanya Koay Losu kata-kata seorang laki-laki,
aku Hoa Tiu si tua suka menjadi saksi-nya."
Kiu Ci Sin Liong tertawa, ia kata: "Hoa Losu beramai sangat
ternama, kamu menjadi juga orang-orang tertua Rimba
persilatan, pasti sekali kata-katamu dapat menjadi jaminan.
Bukankah para losu tidak bakal mencampuri urusan dalam
kami kaum pengemis?"
Tajam kata-kata itu, itulah cegahan untuk Hoa Ie semua
campur tangan.

1064
Sampai disitu, majulah tertua Thian Gwa sam Cuncia, Kim
Goat. Kata dia dingin. "Pin- Ceng Kim Goat, pinceng datang
jauh dari Thian-tiok maksud kedatanganku hbh untuk melihatlihat
kepandaian luar biasa kaum Rimba persilatan di seluruh
Tiongkok, maka itu sebentar, pinceng juga ingin memohon
pengajaran dari tuan-tuan bertiga."
Mendengar itu, alis-nya Chong si rapat menjadi satu. Tidak
demikian dengan Ang Hong, orang yang paling tidak sabaran
diantara saudara-saudara angkatnya. Dia lantas menjawab
dingini Jikalau benar kau hendak minta pengajaran, kenapa
tidak sekarang saja, buat apa menanti sampai sebentar lagi?"
Kim Goat Cuncia tertawa nyaring.
"Tuan, kata-katamu sungguh menggirangkan." katanya. "
Kau polos sekali." ia lantas memperlihatkan roman sungguhsungguh,
ia tambahkan "Tuan berkata seperti juga pinceng
tak sanggup menerima satu saja hajaranmu. Tuan jadinya
beranggapan pelajaran kami dari Thian-tiok rendah sekali.
Marilah, hendak pinceng mencoba tenaga tangan pinceng
yang disebut cek sat Mo-ka"
Begitu ia berkata, pendeta itu memutar balik tangannya,
maka lantas terlihat tangannya ita berubah marah seperti bara
dan mengeluarkan juga hawa seperti asap yang bergulung
dan mengepul keluar.
Menyaksikan itu Chong Si menjadi kaget sekali, ia lantas
ingat halnya dalam kuil Cin su diThay goan, In Gak telah
menerangkan pengalamannya di puncak Ciu Auw Hong
tentang lihaynya ilmu "Cek sat Mo-ka" itu, ia memang telah
memikir buat memperlambat tempo, siapa tahu Ang Hong
tidak sabaran, kalau Kim Goat belum keburu memerankan
tangannya itu, tak sukar untuk menghajarnya.
Sudah pasti, sehabisnya perkara di Ciu Auw Hong itu, Kim
Goat telah berlatih lebih jauh. Karena ini, untuk mendahului
saudaranya, Chong si lantas membentak, sambil membentak
ia lompat menyerang dengan dua jeriji tangannya yang

1065
dikenakan seumpama tombak. ia mengarah ulu hatinya si
pendeta dari Thian-tiok.
Kim Goat tertawa nyaring, tubuhnya lantas mencelat tinggi.
sebaliknya, kedua belah tangan-nya diluncurkan turun, kedua
tangannya itu seperti memuntahkan api.
Chong si terkejut Nyata ia sudah keliru menerka. Dengan
menyerang terlebih dahulu, ia harap musuh belum bersiap
sedia, siapa tahu, orang sudah bersiap dan pula sangat gesit,
ia lantas merasakan panas, hal mana membuatnya bertambah
kaget.
Syukur ia berhati tabah, ia juga gesit. ia menjejak tanah,
membuat tubuhnya meluncur naik melewati si pendeta, itulah
lompatan "Hi Yauw Liong- bun" atau "Ikan lewat di pintu
naga"
Serangannya Kim Goat mengenakan tanah berumput, maka
itu, rumputnya lantas kena terbakar.
Khole Keng san su Mo dan cin-tiong siang Koay pun
terperanjat, Mereka pernah dengar halnya Hui in Kean-lu,
ketua dari Khong Tong Pay, sudah menjadi korbannya Cek sat
Mo-ka.
Sekarang mereka melihat hebatnya ilmu yang luar biasa
itu.
Hun Goan ci menyaksikan pertempuran itu dengan berdiam
saja, Yang bekerja adalah otak-nya. ia keras memikirkan daya
bagaimana harus menaklukkan ketiga pengemis itu. Kim Goat
sementara itu sudah memutar tubuhnya.
Chong si menaruh kaki di tanah dengan parasnya muram,
Inilah sebab ia sangat mendongkol. Biarnya ia lolos dari
bahaya, bajunya tidak lolos seluruhnya. Baju di dadanya
hangus terbakar, kulitnya tersentuh, hingga kulitnya itu terasa
panas dan sakit. si pendeta dari Th ia n-tiok tertawa
mengejek. "Bagaimana rasanya Cek sat Mo-ka pinceng ini?"
tanya dia.

1066
Pertanyaan itu menambah gusarnya Chong si, sedangkan
Liauw Yong dan Ang Hong tidak dapat bersabar lagi, hampir
berbareng mereka maju ke depan-
Melihat demikian Gin Goat Cuncia dan Beng Goat Cuncia
turut maju, untuk masing-masing merintangi kedua musuh itu.
Hingga sekarang mereka jadi berenam berdiri saling
berhadapan-
Khole Keng san yang nomor satu, yaitu Hoa Ie
menghampirkan sin Bong, untuk berbisik, atas mana, tuan
rumah itu mengangguk terus dia lari ke taman-
Dengan berlalunya itu, Sin Bong jadi berada sendiriansemua
anggauta Khole Keng san, juga lain-lain orang lagi
terpisah sedikit jauh, mereka semua tertarik perhatiannya oleh
keenam orang yang lagi berdiri berhadapan itu.
Boleh dibilang hampir itu waktu juga, mendadak orang
mendengar sin Bong menjerit keras, suaranya menyayatkan
hati.
Hoa Ie semua menjadi sangat kaget, semua lantas
berpaling, Dengan begitu, mereka lantas dapat melihat sin
Bong, yang berada di bawah sebuah pohon, lagi lompat
berjingkrakan seorang diri dengan kedua tangannya digerakgerakkan
tidak keruan. Dia pun menjerit-jerit dan tertawatawa
seperti orang gila lagi kalap. Disaat seperti itu,
pemandangan itu juga menyeramkan....
BAB 2
HOA IE berempat segera berlompat lari ke bawah pohon,
guna menghampirkan chungcu atau tuan rumah itu, Mereka
disusul yang lain-lainnya Thian Gwa Cuncia tidak menjadi
kecuali, sebab mereka heran sekali. Dengan begitu, mereka ini
telah meninggalkan ketiga pengemis lawannya itu.
Chong si sudah lantas mendapat pulang ketenangannya, ia
dapat mengerti apa yang menyebabkan sin Bong kalap tidak
keruan itu, Daripada menonton ketua atau majikan dari sin Ke

1067
Chung ia lebih memerlukan mengawasi Koay Cun. ia mengasih
lihat senyumannya.
Seng Ho Tiauw Kek dan Tek Tiang siu segera
mengundurkan diri dua tindak, Mereka mengerti maksudnya
Kiu Ci sin Liong yang telah jadi sangat membenci Hun Goan ci.
Teranglah Koay Cun tidak bakal dikasih lolos lagi.
Mereka hanya kuatir, mengingat lihaynya si murtad itu, dia
tidak bakal roboh dengan satu gerakan saja, Berabeh kalau si
murtad sampai lolos. Karena itu, mereka juga lantas
mengawasi.
Koay Cun pun sudah siap sedia, Dia mengawasi Chong si
dengan sikap dingin, sinar matanya tajam.
Di bawah pohon, Hoa Ie tidak bisa lantas mendiamkan Sin
Bong, orang menerka chungcu itu menjadi korban totokan
akan tetapi tidak ada orang yang dapat membebaskannya.
Mukanya Hoa Ie merah sampai ke telinganya. Ia menduga
sipembokong berada di atas pohon, akan tetapi sia-sia saja ia
mencarinya. Pohon itu seperti gundul, hingga di situ tidak
dapat orang bersembunyi.
Maka itu mungkin sekali orang mengangkat kaki habis dia
berhasil membokong, ia heran kalau musuh demikian lihay,
kenapa dia main sembunyi? Adakah lain sebabnya? Ruparupanya
cuma si chungcu yang ketahui sebab itu...."
Orang lantas ramai membicarakan urusan itu, akan tetapi
tidak ada kesimpulan mereka, Hanya mengenai pengemis
yang lagi perang saudara itu, mereka memperoleh kata
sepakat, yaitu mereka semua akan lepas tangan tak mau
mereka campur tahu. itulah urusan dalam pengemis itu
sendiri.
Thian Gwa sam Cuncia tidak puas dengan sikap orang
banyak itu, akan tetapi mereka tidak bisa berbuat apa apa,
hanya dilainpihak, ingin mereka menemukan sipembokong,
untuk dapat mencoba kepandaiannya...

1068
Sin Bong sudah lantas dipondong, dengan paksa dia dibawa
balik ke toa-thia, ruang besar. Dengan begitu, mereka ini juga
tidak memperdulikan lagi urusan Koay Cun, tidak perduli orang
adalah kawan mereka.
Sementara itu seorang yang mukanya bersenyum manis,
yang matanya jernih sekali, lagi mengintai di antara daundaun
atau cabang-cabang bambu, yang berada di dekat situ,
Rupanya senang dia menyaksikan segala apa di depan
matanya itu.
Kiu ci Sin Liong dan Koay Cun sudah mulai bergerak. hanya
mereka belum beradu tangan, Mereka maju mendekati satu
padalain.
Di dalam ruang, sin Bong masih menjerit-jerit. Karena ia
telah disergap. ia tidak dapat berjingkrakan lagi, Malah
sekarang orang terpaksa menotoknya, supaya iajudi anteng, ia
ditotok pada dadanya, Dengan ia tidak dapat bergerak atau
membuka mulut lagi, sunyilah ruang itu.
Sekarang semua orang dapat berdiri mengawasi orang
yang hendak mengadu jiwa itu, Mereka merasa tegang
sendirinya, Cin tiong siang Koay berniat memeriksa seluruh
pekarangan tetapi maksudnya itu mesti ditunda.
Sesudah berputaran, Koay Cun yang kalah sabar,
mendadak saja ia maju untuk mulai melakukan penyerangan
lebih dahulu, Tindakan kakinya dibarengi meluncurnya tangan,
tangan yang kiri mencarijalan darah ki-hun dari Chong si,
tangan yang kanan mengancam. Hebat dua jeriji tangannya
yang dipakai menotok itu.
Inilah tidak heran, Hun Goan ci menjadi nekat, Disamping
ia melihat semua kawan pada berdiam saja, ia pun
menyaksikan sikap sangat tenang diri Chong si, ia dapat
menerka bahwa musuh telah bersiap sedia benar-benar.

1069
Chong si tidak berani berlaku alpa. Jeriji tangan Koay Cun
memang lihay sekali, itulah jeriji tangan atau kepandaiannya
orang she Koay itu, maka juga dia telah memperoleh
julukannya itu artiJeriji Kekacauan - HHun Goan ci.
Chong si bersiap atas datangnya serangan ia menangkis
sambil berkelit, berbareng dengan itu, hendak ia menangkap
tangan lawan.
Koay Cun berseru, Sambil berseru itu, ia menyambut
tangkapan Chong Si. Setelah gagal menotokjalan darah, ia
meneruskan mencoba menangkap.
Chong si terkejut, ia tidak menyangka orang demikian
cerdik dan gesit. Dengan sebat ia menangkis. Lalu "Bret"
terdengar suara robeknya ujung bajunya, Lengannya bebas,
tetapi tangan baju tidak.
Koay Cun tidak berhenti sampai disitu, Dia sangat
penasaran. selagi lawan terkejut, dia mengulangi
serangannya, Kali ini dia mencarijalan darah sim-ji.
Celakalah Kiu ci sin Liong apabila ia kena tertotok, jalan
darah itu berada di punggung. ia ditotok habis menangkis,
sambil berkelit, karena itu ia seperti memberikan
punggungnya, Koay Cun sendiri telah menggeser diri ke
sampingnya.
Kembali Chong si terkejut, ia merasakan dinginnya
sambaran angin dari serangan maut itu. Dengan cepat ia
mendak. sambil mendak. la memutar tubuh. Dengan begitu, ia
juga mendapat kesempatan buat membalas menyerang,
bahkan dengan kedua belah tangannya.
Sekarang Koay Cun yang menjadi heran, Dia tidak
menduga bahwa lawan gesit demikian rupa, Dari mengancam,
dia berbalik menjadi terancam, serangan Chong si itu keras
luar biasa. Tidak ada waktu untuk berkelit Dengan terpaksa
dia menangkis.
Tangan kedua pihak beradu dengan keras, Diwaktu
demikian, koay Cun tidak sempat menotok. Lantas terlihat

1070
tubuhnya terpental mundur, karena tempo ia merasa tertolak.
la meneruskan memutar tubuhnya, ia terhuyung empat tindak.
Chong si sendiri berdiri tegak dengan kuda-kudanya,
matanya terus mengawasi tajam. ia menyerang dengan "Pek
Khong ciang" pukulan Udara Kesong, ia telah terlebih dahulu
memasang kuda-kuda, maka tubuhnya menjadi kokoh kekar,
setelah itu, ia menyerang pula untuk mendesak.
Koay Cun bisa lekas memperkokoh diri, dia terus melayani,
maka seterusnya, berdua mereka saling menyerang.
Belasan jurus lewat dengan cepat, sekarang ini tampak
Koay Cun bersemangat sekali, Dia mencoba mendesak.
Chong si tidak nampak bakal kalah, akan tetapi ia kalah
angin, inilah disebabkan ia berkelahi dengan sangat berhatihati,
lantaran ia selalu menjaga diri darijeriji tangan lihay dari
lawannya itu. Beberapa kali ia menggunai Pek Khong ciang
tetapi tidak memberikan hasil.
Seng Ho Tiauw Kek Liauw Yong mengerutkan alis
menyaksikan pertempuran itu. ia menguatirkan pihak
kawannya, Asal Chong si alpa atau lambat sedikit....
"Koay Cun maju pesat sekali," kata ia perlahan pada Ang
Hong. "Aku kuatir Chong Lo-toa nanti kena dikalahkan Apa
tidak baik kita maju berbareng untuk membantu padanya?
Kita bukan mengepung, hanya kita mempunyai alasan buat
bertindak begini, Kita hendak menghukum anggauta sendiri
yang murtad...."
Tek Tiang siu setuju dengan pendapat saudaranya itu.
"Baiklah," sahutnya mengangguk. Bahkan ialah yang
mendahului lompat masuk ke dalam gelanggang dan dengan
ujung tongkat bambu-nya terus ia menyodok jalan darah beng
bun di punggung musuh.
Seng Ho Tiauw-kek Liauw Yong, tiang lo yang nomor dua,
juga tidak bersangsi lagi

1071
untuk lompat maju, ia meluncurkan tangannya guna
menotok jalan darah ceng ciok dari lawan itu.
Koay Cun lihay, ia melihat datangnya serangan hampir
berbareng itu dari kedua tiang lo lainnya, sebenarnya ia
hendak menyerang Chong si, terpaksa ia membatalkan
niatnya itu sebaliknya, ia menangkis kedua-duanya, habis
mana ia lompat mencelat dua tombak jauhnya.
Begitu ia mengawasi kedua penyerang, begitu pun Chong
si, yang mengawasi bengis padanya, ia berseru: "Kamu terlalu
mendesak. jangan kamu mengatakan aku si pengemis she
Koay kejam"
Chong si tertawa.
"Kematian sudah menanti di depanmu, buat apa kau bicara
besar begini?" jawabnya. "Apakah kau tidak malu? jikalau hari
ini kau dapat lolos dari tanganku, si Chong tua, suka aku
membunuh diri di depanmu. ^ Koay Cun juga tertawa.
"Bagus" serunya, menyeringai. Begitu ia berseru, begitu
tubuhnya mencelat maju, kedua tangannya menyerang
berbareng, ia gusar sekali, maka ia menggunai berbareng
tenaga dari EngJiauw Kang, ilmu Kuku Garuda dan Hun Goan
Ci. Ia juga menyerang kepada ketiga-tiganya pengemis di
depannya itu.
Chong si bertiga ketahui musuh lihay, mereka berlaku
tenang. Baru setelah serangan datang, bersama-sama mereka
menyambut dengan satu serangan juga.
senang Koay Cun melihat orang melawan, Di dalam hatinya
ia kata: "Kamu rasailah
tenaga tergabung dari Eng Jiauw Kang dan Hun Goan Ci."
Benar-benar Chong si bertiga kaget sekali, sebelum tangan
mereka beradu dengan tangan lawan, mereka sudah merasai
desakan angin yang keras, yang membikin mereka sukar
bernapas. Di dalam hati mereka mengeluh: "Celaka "

1072
Justeru bahaya maut hendak merampas jiwa ketiga
pengemis itu, justeru di antara mereka terdengar seruan yang
nyaring dan terang, menyusul mana tubuh Koay cun yang lagi
berlompat itu, berjumpalitan berkali-kali terlempar ke
depannya Thian Gwa sam cuncia, dimana dia rebah
meringkuk, kedua tangannya patah, darahnya mengalir,
mukanya sangat pucat.
Untuk herannya semua orang, di dalam gelanggang itu
sekarang tambah satu orang baru, ialah seorang pelajar usia
pertengahan yang sikapnya dingin tetapi senyumnya manis.
Sementara itu, Thian Gwa Sam cuncia bersama Khole Keng
San Su Mo telah berlompat maju, Mereka gusar sekali, Mereka
tidak berniat membantui Koay cun, tetapi karena sahabat itu
kena dikepung, hati mereka menjadi panas, Mereka maju
sambil berseru-seru.
Si pelajar usia pertengahan menghadang di depan mereka
itu, Dia menanya dingin: "Bagaimana kamu pikir jikalau kamu
dipadu dengan cin-tiong Siang Koay?"
Su Mo bertujuh menjadi terkejut, hingga mereka
membataikan maju mereka. Mereka mengawasi orang sambil
mereka berkata di dalam hati: "Pantas cintiong Siang Koay
belum kembali... Mungkinkah mereka sudah terkena tangan
jahat?"
Toa Mo Hoa Ie mengasih lihat roman menghina.
"Aku si tua tidak percaya kau dapat mengalahkan cin tiong
Siang Koay." katanya, keras dan dingin.
Pelajar itu tertawa bergelak.
"Aku tak peduli kamu percaya atau tidak." ujarnya, "Toh
cin-tiong Siang Koay sudah pulang ke Ban ciang Kok. Aku
telah berjanji dengan mereka itu untuk nanti, sesudahnya
delapan tahun menguji kepandaian lagi di atas puncak Hu
Yong Hong di gunung Hoa San-"
Hoa Ie bersangsi. "Kau siapa?" bentaknya.

1073
Pelajar itu memperlihatkan roman dingin, ia tertawa
dengan sikap temberang.
“Jie In." sahutnya.
Belum berhenti mendengungnya suara jawaban itu, Thian
Gwa Sam cuncia telah menjadi gusar bukan kepalang, dengan
berbareng mereka lompat maju kepada si pelajar, enam buah
tangan mereka terlihat merah marong, sedang roman mereka
sangat bengis, Kim Goat cuncia juga berseru nyaring:
“Jie In, lekas bayar pulang kitab kami Atau kau bakal mati
tanpa tempat kuburmu...."
Semunculnya Jie In lantas dikenali ketiga cuncia sebagai
orang yang mereka ketemukan di puncak ciu Auw Hong,
Mereka itu jeri turun tangan sendiri-sendiri maka ketiganya
lantas saling melirik. baru setelah itu, bertiga maju menyerang
dengan berbareng. Mereka menggunai ketika selagi orang
bicara dengan si orang she Hoa.
Jie In berkelit dengan tindakan Hian Thian cit Seng Pou,
dengan begitu ia bebas dari api cek Sat Mo ka sedangkan
serangan lawannya mengenai tanah, hingga rumputlah yang
menggantikan ia terbakar hangus, ia berkelit sebab ia tahu
ketiga lawan itu lihay, tak sudi ia sembarang mengadu tenaga,
ia lompat jauh dua tombak lebih, dari situ ia tertawa dingin-
"Kapannya aku mencuri kitab kamu?" tanya ia sambil
tertawa itu, "Bukankah kita tidak kenal satu dengan lain?
Kenapa kau sembarang membuka mulutmu?"
Kim Goat cuncia gusar sekali,
"Hampir Sang Buddha kamu kena diakali kau" bentaknya
pula, "Kau toh Koay ciu Si-seng? Sungguh tidak tahu malu
Lekas keluarkan kitab kami"
Jie in mengawasi tajam, ia mengasib dengar tertawa
panjang.
"Kau menuduh aku, nyata kau bermata awas sekali."
katanya, "Tapi buat mengharap aku membayar pulang kitab

1074
itu... Hm Hm..Aku kuatir, selama hidupmu sekarang ini, itulah
cuma pengharapan melantur."
Hati Kim Goat bertambah panas. ia melirik pula kepada Gin
Goat dan Beng Goat, setelah itu berbareng ketiganya
mengasih dengar suara nyaring seperti guruh, kembali mereka
menyerang dengan tangan-tangan mereka yang merah
marong.
Sekarang ini Jie In sudah bersedia-sedia, ia telah memisang
mata tajam, maka itu ia melihat tegas gerak-gerik ketiga
cuncia, ia menanti sampai orang sudah mulai mengerahkan
tenaga dalamnya, hingga tangannya menjadi merah,
mendadak ia mendahului menyerang dengan kedua
tangannya, ia menggunai Bi Lek Sin Kang huruf "Mendesak".
Karena satu pihak menyerang dan lain pihak menolak.
tangan mereka itu beradu dengan memperdengarkan
bentrokan keras dan nyaring Jie In dapat menolak keras, ia
membuat hawa panas jadi berbalik.
Kim Goat semua kaget, berbareng mereka menjerit, Bukan
cuma jubah mereka, juga
janggut mereka kena terbakar api sendiri, hingga mereka
jadi kelabakan, Dengan begitu tak dapat mereka menggunai
lagi cek Sat Mo ka, Mereka merasakan sangat panas dan sakit.
Karena desakan Bi Lek Sin Kang berlangsung terus, mereka
juga terbakar terus.
Tak berdaya mereka untuk melindungi diri mereka, maka
itu lekas juga mereka roboh, tubuh mereka terbakar hingga
mereka nampak sangat menyedihkan-
Khole Kong San Su Mo menyaksikan pemandangan di
depan matanya itu, hati mereka giris, itulah hebat, meski
benar api makan tuan- Muka mereka pucat. Mereka bingung
sekali, sampai mereka saling mengawasi dengan bengong
saja. Mereka tidak dapat membantu, mereka juga tidak
melarikan diri.

1075
Kay Bun Sam Lo menyaksikan peristiwa itu, mereka
mengulur lidah mereka. Peristiwa itu membuat semua orang
berdiam.
Selagi keadaan sunyi itu maka terlihatlah munculnya empat
orang lain, yang datang sambil berlari-lari. Mulanya mereka
tampak sebagai bayangan, atau mereka lantas dikenali
sebagai Kian Kun ciu Lui Liauw Thian, oh Ka Lam cui cian, It
Goan Kisu Ouw Kong dan puterinya dia ini, Nona Ouw Kok
Lan- Dan Nona Ouw sudah lantas menggunai matanya yang
jeli mengawasi si anak muda yang berdiri dengan tenang itu.
“Jie In, kau kejam sekali..." tiba-tiba terdengar jeritannya
Kim Goat cuncia.
Jie in bersenyum, dengan dua tangannya ia menolak, maka
tubuhnya ketiga pendeta dari India itu lantas terangkat,
mental ke arah tembok dalam ruang itu, hingga tembok itu
gempur, sedang ketiga cuncia sendiri roboh dalam keadaan
tak ada harapan untuk hidup lebih lama pula.
Khole Kong San Su Mo berkelit. tidak urung mereka
tersampok juga angin Bi Lek sin Kang, hingga muka mereka
menjadi pucat, Toa Mo Hoa Ie berkata di dalam hatinya:
"Entah dari mana Jie In pelajarkan ilmu kepandaiannya ini
yang sangat luar biasa...jikalau kami menempur dia, mana
kami dapat merebut kemenangan? Baiklah kami mengalah,
buat menanti lain hari untuk kami mencoba membalas sakit
hati ini..."
Sekarang Su Mo tahu, Sin Bong tentulah telah terkena
tangan jahat Jie In ini, begitu pun semua orang yang tertotok
tak berdaya itu,
Hoa Ie yang cerdik sudah lantas merangkap kedua
tangannya memberi hormat pada pelajar yang muncul secara
tiba-tiba ini. sembari tertawa ia kata: "Tuan, kepandaian kau
luar biasa sekali, pantaslah namamu sangat kesohor di dalam

1076
Rimba Persilatan. Tuan, sekarang bukan saatnya orang
bertempur, karena tuan justeru sudah berjanji dengan cintiong
Siang Koay untuk bertempur nanti delapan tahun,
baiklah aku si orang tua juga nanti menunggui kau di gunung
Hoa San guna menerima pengajaran dari kau...."
Habis berkata itu, tanpa menanti jawaban Jie In, Khole
Kong San Su Mo mau lantas berlalu.
"Tunggu dulu” mendadak Jie In membentak.
Su Mo terkejut, mereka tercengang, semua memutar tubuh
dan berdiri menanti. "Tuan mau bicara apa lagi?" tanya Toa
Mo sabar, sedang hatinya goncang. Jie In bersenyum.
"Aku si orang she Jie menduga bahwa kamu tidak bakal
dapat pergi ke gunung Hoa San," sahutnya perlahan-
"Kabarnya kitab Bu Siang Kim Kong dari Siauw Lim Si berada
pada kau, sekarang aku minta kau suka menghadiahkan itu
kepadaku"
Hoa Ie kaget hingga mukanya menjadi pucat, itulah
permintaan di luar dugaannya, Tengah ia berdiam maka Hoa
Hong, saudaranya sudah lantas berteriak keras: “Jie In,
ketahuilah oleh kau bahwa kami berempat, pada lima puluh
tahun dulu nama kami sudah menggetarkan dunia Rimba
Persilatan, nama kami kesohor di Selatan, maka aku tidak
sangka sekali kau sebagai bocah cilik, kau berani berkepala
besar begini, Kami tidak memikir buat melayani pada kau,
kami suka mengalah, Apakah kau kira kami takut?"
Jie In menyambut dengan tertawa dingin, "Aku tidak
menghendaki apa juga, aku cuma minta kitab Bu Siang Kim
Kong Keng dari kakakmu ini." sahutnya. " Karena itu kenapa
kau justru ribut tidak keruan?"
Hoa Ie bingung, Karena mereka kesohor, tidak dapat
mereka menunjuki kelemahan mereka. Sungguh buruk kalau
orang dengar tentang ketakutan mereka ini. Dilain pihak
masih ada ragu-ragunya sedikit mengenai kepandaian Jie In.
Maka juga, melihat sikap saudaranya, ia jadi berpikir:

1077
"Mungkinkah kami bakal kalah?" Lantaran ini, dengan suara
dalam, ia kata: "Tuan bukan orang Siauw Lim Si, mana dapat
tuan mewakilkan partai itu? Baiklah kau ketahui, dengan
kepandaian yang kau miliki ini, belum tentu kau bakal
mendapat kebaikan dari kami.”
Jie In tertawa pula.
“Jikalau kau tidak percaya, kau cobalah" katanya
menantang, tetapi sikapnya tetap sabar, Meski begitu,
mendadak tubuhnya mendekat maju dan tangannya meluncur,
menyambar untuk mencengkram.
Toa-Mo kaget sekali, begitu juga Jie Mo, Sam Mo dan Sie
Mo. Mereka cuma melihat bayangan berkelebat sebelum Toa
Mo tahu apa-apa, pundaknya sudah kena dijambret, lantas
saja dia merasa seluruh tenaganya habis, tubuhnya menjadi
kesemutan, lalu membeku.
Luar biasa cepatnya tenaga lawan mempengaruhi
tenaganya hingga selanjutnya, ia cuma bisa berdiam dengan
roman sangat ketakutan-
Ketiga hantu, dalam bingungnya menjadi tidak berani
bertindak. Mereka bengong saja.
"Aku tahu bahwa tidak mudah kamu mengangkat nama
kamu" berkata Jie In, yang tidak bertindak terlebih jauh.
“Jikalau aku tidak ingat itu maka sekarang juga akan aku bikin
ludes segala kepandaian kamu"
Begitu berkata, dengan lain tangannya ia meraba ke
sakunya Hoa Ie, maka dilain detik, ia sudah menarik keluar
kitab Bu Siang Kim Kong Keng milik Siauw Lim Sie, ia
mengawasi itu, rupanya untuk memastikan tulen atau
palsunya, kemudian ia mengawasi tajam kepada Su Mo.
Akhirnya ia melepaskan cekalannya pada Toa Mo sambil
berkata dingin "Sekarang pergilah kamu. Tempo delapan
tahun bakal lewat dalam tempo sekelebatan Andaikata
didalam tempo delapan tahun itu kamu tidak dapat

1078
mempelajari ilmu yang luar biasa, baiklah kamu mati saja di
dalam gunung, supaya jangan nanti pada saatnya, kamu cuma
cuma membikin malu diri sendiri"
Hoa Ie semua berdiam, tetapi karena pundaknya bebas,
sedang rasa kesemutan dan kejangnya lenyap seketika, diam
diam dia mengerahkan tenaganya. Dia mendapat kenyataan
tenaganya sudah pulih, bahwa dia tidak kurang suatu apa.
Karena ini mendadak jempol kirinya diacungkan ke udara
menyusul mana berkontranglah suara pedang pedang yang
dihunus, yang disusul dengan serangan serentak.
Mengangkatjenmpol menjadi isyarat rahasia dari Toa Mo.
Tiga saudaranya melihat itu, bertiga mereka lantas
menghunus pedang mereka dan menyerang, Toa Mo sendiri
turut menyerang pula. Dia mencabut pedangnya sama
sebatnya seperti tiga saudaranya itu.
Jie In melihat datangnya serangan, bukan main gusarnya.
Dengan tangan kirinya, ia lantas menjabat kearah pedangpedang
pembokong itu, membikin terdengarnya suara sakit
disusul dengan berisiknya barang besi jatuh berkontrangan,
Sebab pedangnya Su Mo buntung dan ujungnya jatuh
bergelutukan Su Mo kaget hingga mereka melengak.
Jie In mengawasi sebenarnya pada mereka itu. tanpa
menghiraukan ia terus tinggal pergi, untuk menghampiri Lui
Siauw Thian-Muka Su Mo pucat sekali.
Tiba-tiba Hoa Ie membanting kaki dan berseru: "Mari pergi"
Ketiga hantu lainnya menyahuti, lalu berbareng mereka
mengangkat kaki. Maka itu,
sirap pulalah keadaan disitu.
It Goan Kisu ouw kong lagi berbisik dengan Lui siauw Thian
tempo ia melihat Jie In menghampirkan mereka, lantas ia
menghentikan kasak kusuknya itu.
Jie In mengerutkan alisnya, tangannya yang memegang
kitab Bu Siang Kim Kong Keng di angkat untuk

1079
mengangsurkan, sembari berbuat begitu, ia tertawa dengan
Ouw Kong.
"Inilah kitib Bu siang Kim Kong, Ku minta sukalah
locianpwee tolong sampaikan kepada pihak Siauw Lim Sie,"
katanya hormat, It Goan Kiesu menyambuti kitab itu, "Didalam
sekejap siauwhiap telah menyingkirkan ancaman bencana
besar" kata ia tertawa.
"Kalau tidak entah berapa banyak jiwa jago Bu Lim yang
bakal lenyap nanti Sungguh, aku kagum sekali kepadamu
siauw-hiap."
In Gak alias Jie In hendak merendah terhadap jago tua itu
atau ia terhalang oleh terdengar nya seruan yang nyaring dan
berkumandang di udara, menyusul mana tibalah beberapa
orang, yang segera juga ternyata jalan Nona Nie Wan-Lan
bersama Oh Hong-Sok Kheng Hong, Tong hong Giok Koen,
Kiang cong Yauw dan Gick Siauw Hiapsu Kheng Tiang Siu dari
Ngo Bie Pay.
Ketika itu Nona Nie mengenakan pakaian serba hitam,
rambutnya kusut, tak beryancie tak berpupur, parasnya
nampak kucai, sedang sinar matanya sayup-sayup, Sinar mata
itu seperti mengandung penyesalan atau penasaran, rupanya
air matanya bekas mengembeng.
Kheng Thiang Siu nampak muram, dia mengawasi In Gak
dengan mata dibuka lebar, dan seperti hendak menerjang
pemuda she Cia itu. Begitu melihat In Gak. Kheng Hong
mengasi dengar suaranya yang nyaring "Oh, bocah yang baik
kau mengangkat kaki tidak apa, akan kau membikin aku
sengsara sekali"
In Gak tidak menjawab hanya ia memandang tajam kepada
Tiang Siu, habis itu mendadak tubuhnya mencelat pergi,
hingga dilain saat dalam sekejap ia lenyap dari orang banyak
itu.

1080
Sudah tentu semua orang kaget dan heran, bahkan Lui
Siauw Thian lantas berseru: "Loo-sam, jangan pergi dulu Mari,
aku hendak bicara"
Menyusul itu, Nie Wan Lan memanggil. "Engko Cia...."
suaranya sangat sedih.
In Gak terus lenyap. hingga sesaat itu, suasana tetap sunyi,
Suara berisik datang dari hembusan angin yang meniup pohon
pohon, sedangkan langit gelap. Wan Lan menangis sesegukan
tertahan, pundaknya bergerak naik dan turun-
Mukanya Tiang Siu merah padam, ia berkata keras: "Nona
Lan, orang semacam dia tak dapat dihargakan. Dia tak tahu
malu, kecewa dia disebut hiapsu Dia lebih mirip dengen
binatang yang berpakaian sebagai manusia..."
"Plok" demikian satu suara nyaring, Maka pipinya kanan
orang muda she Kheng itu lantas menjadi merah, sebab dia
telah ditampar, hingga dia mesti pegangi pipinya itu yang
terasa sakit dan panas.
Ouw Kok Lan tercengang menyaksikan kejadian didepannya
itu. ia bisa melihat dapatlah ia membade duduknya masalah.
Terang Wan Lan menyintai In Gak. sedang Tiang Siu
menyintai nona ini. Teranglah In Gak berhati keras sebagai
batu, pemuda itu tidak menghiraukan libatan asmara, ia jadi
ingat urusannya sendiri.
Bukankah ia menyintai anak pemuda itu tetapi ia belum
berhasil mendapat balasan cinta orang? Karena ini, ia jadi
berkasihan terhadap Wan-Lan, kesannya baik terhadap nona
itu. Selagi begitu, ia menjadi panas hati mendengar Tiang-Siu
mengatakan In Gak bukannya seorang hiap-su, tak dapat ia
menahan sabar, maka ia lompat maju seraya mengirim
tamparannya itu.
Wanita itu bertabiat aneh, kalau ia lagi menaruh cinta,
pandangannya pun lain, Demikianlah Nie Wan Lan dan Ouw
Kok Lan, Kheng Tiang siu boleh bangga bahwa ia tampan,

1081
tetapi dimatanya kedua nona itu, dia tidak berarti apa apa,
bahkan Ouw Kok Lan jemu melihatnya.
Sekarang dia lancang mencela In Gak. tentu sekali si nona
gusar sekali, maka ia menyerang tanpa memikir mikir lagi.
Tiang Siu terkejut disamping merasa sakit itu. ia lantas
menoleh, hingga ia mendapatkan ialah seorang nona yang
cantik sekali, hanya sekarang ini, nona itu sedang menatap ia
dengan roman gusar.
"Heran” pikir pemuda ini, "Kenapakah mereka begini jatuh
hati terhadap In Gak? Bukan-kah aku tampan dan halus budipekertiku,
aku selalu lemah lembut dan mengalah? Kenapa
aku justeru tidak berhasil mendapatkan hatinya Nona Lan?
Kenapa?"
Memikir demikian, ia jadi heran, lalu hatinya menjadi
panas, hingga jelusnya menjadi bertambah. Tentu sekali ia
malu diperlakukan demikian di hadapan orang banyak. Lantas
ia menghadapi Nona Kok untuk menegur: "Nona, tidak
keruan-ruan kau menyerang orang kenapakah?"
Senang Kok Lan akan perbuatannya itu. Di-tegur sianak
muda, ia justeru tertawa terkekeh. Hanya sekejap kemudian,
ia terus mengasih lihat sikapnya yang dingin hingga romannya
menjadi keren-
"Tidak kusangka, kaulah orang baik di luar, didalamnya
buruk," katanya tajam, "Apakah kau masih belum mengerti
maksudnya tamparanku? Hmm..jikalau kau masih berani
omong jelek lagi tentang engko Cia, awas kedua belah
telingamu!”
Parasnya Tiang Siu menjadi pucat, Tapi mendadak dia
tertawa besar.
"Nona bagaimana tidak berharga kau memandang Kheng
Tiang siu” katanya mengejek, "Meskipun ilmu silatmu liehay
sekali, aku rasa aku kuatir, tak mudah buat kau mengambil
telingaku"

1082
Menutup kata-katanya ini, anak muda ini meraba ke
pinggangnya, maka dilain detik dia telah mencekal
serulingnya, lalu dia berdiri diam dengan roman dan sikap
keren.
Mata Kok Lan awas sekali, ia melihat seruling itu
bertaburkan sembilan bintang merah, itulah sebabnya kenapa
barusan waktu dikibas kan, seruling itu memperlihatkan
cahaya merah.
Ouw Kong berbicara terus dengan Kian Kun Ciu, ia seperti
tidak melihat dan tidak mendengar gerak-geriknya anak-anak
muda itu, ia tahu tabiat puterinya. Hanya suaranya Tiang Siu,
suara itu menimbulkan kesan yang buruk,
Kay Bun Sam Lo sebaliknya lagi repot membicarakan
urusan bagaimana harus bertindak guna mengurus orangorang
sebawahanya Koay Cun di tiga propinsi Inlam, Kuiciu
dan Sicoan, Dis ana ada banyak pengemis yang menjadi
murid-muridnya Hun Goan Cie.
Sementara itu Tong-hong Giok Kun dan Kiang Cong Yauw
tidak malang di tengah, guna mencegah bentrokan itu, Mereka
kuatir dan menerbitkan salah mengerti, sedang yang berselisih
itu ialah kaum muda.
Pula mereka disatu pihak mengagumi In Gak. di lain pihak.
mereka tak berkesan baik terhadap Tiang Siu, Selama
beberapa hari ada bersama pemuda she Kheng itu, mereka
tidak merasa cocok dengan gerak-gerik orang. Tiang ciu cupat
pikirannya, dia tak dapat dibandingkan dengan In-Gak.
Melainkan Kheng Hong yang lantas datang sama tengah.
Dengan cara Jenaka, dia tertawa di antara mereka itu. Kata
dia: " Kenapa kamu berdua yang belum kenal satu pada lain,
sudah lantas mengumbar rasa hati kamu? Apakah yang mesti
dibuat mengiri hati atau jelus? Sudah.. Mari kamu memandang
mukaku si orang tua Kamu berjabatan tanganlah"

1083
Tapi ouw Kok Lan tidak menghiraukan orang tua itu, dia
mendelik dan kata keras: "He, orang tua edan, kenapa kau
ngoceh tidak keruan? Siapa yang mengirih atau jelus? jikalau
aku tidak pandang usiamu, tentulah nonamu akan gunakan
airnya sungai Hong Hoo buat mencuci mulutmu"
Menyambung si nona, Kheng Tiang Siu berkata "Akulah
murid Ngo Bi Pay, tidak dapat aku terhina begini rupa Kheng
Locianpwee, baiklah kau jangan campur urusan ini"
Mukanya Kheng Hong menjadi merah, Biar bagaimana dia
jengah. Tapi hanya sebentar, lantas dia tertawa terbahakbahak.
Kata dia lucu: "Aku si tua bangka, dalam usiaku yang
lanjut ini, baru kali ini aku pernah mendapatkan cacian orang"
Terus ia menghadapi Nona Kok untuk berkata bengis:
"Bocah perempuan tidak peduli di belakangmu ada siapa, tidak
dapat tidak. mesti aku si tua memberi ajaran kepadamu"
Kok Lan tertawa dingin, sama sekali ia tak menunjuki
bahwa ia jeri.
It Goan Kiesu tidak menyangka Kheng Hong mencampur
tahu urusan anak anak muda, hingga terjadilah hal yang tidak
diingini itu. Tentu sekali, peristiwa itu menimbulkan kesulitan-
Lui Siauw Thian pun melihat itu, ia lantas lompat
menghampirkan-
"Eh, Kheng Locianpwee" katanya, "apakah kau tidak tahu
bahwa orang tua tidak
mempedulikan kesalahan orang muda? Tidakkah hal ini
sangat memalukan apabila kejadian sampai teruwar diluaran?
Kau tahu..." ia lantas membisiki: "Kau tahu tidak bahwa nona
ini ialah puteri kesayangannya It Goan Kiesu? Kau tahu
sendiri, si tua sangat sukar dilayani, maka kau mesti mengarti
juga puterinya. Disebelah itu, nona ini bergaul sangat erat
dengan Loo-Sam. Bagaimana kalau urusan berubah menjadi
besar hingga sulit untuk dibereskan? Bagaimana nanti
jadinya?"

1084
Mendengar itu Ay-Hong-sok terkejut, "Benarkah itu?"
katanya, sambil berbisik. "Aku tidak takut pada It Goan Kiesu,
hanya aku kuatir In Gak nanti salah tampa Tapi mukaku si tua
harus dilindungi Nih lotee, kau mundurlah aku tahu bagaimaua
harus bertindak. Supaya kedua belah pihak sama-sama
mendapat muka"
Melihat orang berkukuh, siauw Thian tidak bilang apa-apa
lagi, dengan alis dikerutkan, ia pergi pada Nona Nie Wan Lan
untuk bicara perlahan-lahan-
Nona Nie sangat berduka, ia menangis sambil tunduk. air
matanya membasahi baju didadanya, ia seperti tidak
memperdulikan perselisihan diantara Kok Lan dan Tiang Siu.
Ketika Kian Kun ciu mengajak ia bicara, ia pun seperti tidak
mendengar. Karena ini, gagal maksud Siauw Thian membujuk
dan menghiburinya.
Kheng Hong dan cui cian mengawasi Tiang Siu berdua Kok
Lan, Tiang Siu berdiri dengan seruling ditangan, bersiap untuk
bertempur. Kheng Hong mengawasi tajam dengan matanya
yang kecil, yang sekarang dia pentang lebar-lebar, cui cian
sebaliknya berduka, karena ia kuatir muda-mudi itu nanti
bertempur hingga salah satu, atau dua-duanya, nanti terluka.
Siapa pun yang terluka, itulah jelek sekali, ia menganggap.
si pemudalah biang gara-gara, dari itu, kemudian ia
mengawasi tajam pemuda itu.
Tiang siu melihatnya kata ia dalam hatinya: "Tua bangka,
buat apa kau mengawasi aku saja? Apakah kau sangka murid
Ngo Bie Pay dapat diperhina sesukanya?"
Nona Ouw sudah lantas menggeraki pedang-nya, yang
berkilau laksana sepasang ular berlegot. Melihat itu, Kheng
Hong kagum, ia tahu bahwa nona ini telah mewariskan
kepandaiannya Ouw Kong.
"Wanita itu hebat," pikirnya, "Tapi tidak dapat aku
menunjuki kemahiranku, pasti It Goan Kiesu bakal

1085
menertawakan aku...." Maka ia pun lantas bergerak. Pedang si
nona telah diarahkan kepadanya, walaupun itu baru gertakan
belaka, ia sampok pedang itu dengan satu pukulan "Ngo Heng
Cin-khie." Akan tetapi ia gagal, karena si nona bergerak sebat
sekali, bahkan sekarang pedangnya ditikamkan ke bawah-
Kheng Hong terkejut juga, Segera ia berkelit, setelah itu, ia
menolak dengan kedua belah tangannya. Kembali ia
menggunai tenaga dalam-nya Ngo Heng Cin-khie itu.
Hebat kesudahannya kalaupedang si nona bentrok dongan
Ngo Heng cin-khie.Justeru bahaya bentrokan lagi mengancam,
mendadak ada satu orang yang berlompat ke antara mereka,
sambil berlompat orang itu berseru nyaring, Dia bergerak
cepat laksana kilat.
Kheng Hong heran, ia merasakan tolakan nya tidak
mengenakan sasarannya, bahkan sebaliknya, ia sendiri yang
tersentuh suatu tenaga lunak tetapi tolakannya keras, hingga
ia terdesak mundur tiga tindak. Dila in pihak. kedua lengan
nya Nona ouw menjadi kesemutan, lalu seperti kejang,
sedangkan sepasang pedangnya kena terampas orang, hingga
ia menjadi terperanjat.
Tapi apabila ia telah melihat orang yang merintangi di
antara dia dan Ay Hong sok tiba-tiba mukanya menjadi merah
lalu bersenyum, hingga ia bagaikan bunga yang baru mekar,
hingga ia nampak manis dan menggiurkan-
Yang muncul itu ialah In Gak yang baru saja pergi tetapi
kembali secara mendadak. Dengan tangan mencekal sepasang
pedang si nona, ia berdiri tegak diantara nona itu dan Kheng
Hong, wajahnya bersenyum. Segera ia kata pada si orang tua:
"Maaf, Kheng Siepe. Kenapa siepe bentrok dengan orang
sendiri?"
Mukanya Kheng Hong menjadi merah. Dia jengah, Tapi
lantas dia memandang bengis dengan matanya yang kecil
tetapi bundar. Dia pun membentak. "Dasar kau setan cilik

1086
Kenapa kau lagi-lagi pergi menghilang? Kau membuat aku si
tua-bangka tersiksa, kau tahu? Kau lihat sendiri, bukankah
peristiwa di depan matamu ini pun disebabkan gara-garamu?"
In Gak tertawa.
"Ya. anggaplah ini kesalahan keponakanmu" katanya,
"Sebentar akan aku beli seguci arakjempolan untuk
menghaturkan maaf kepada siepe, guna untuk menebus
dosaku"
Kejadian ini kejadian yang diharap Kheng Hong. Dengan
begini, mudah untuk ia menyudahi urusan tanpa ia mendapat
malu tanpa sesuatu kesulitan- Maka di akhirnya ia tertawa
bergelak dan katanya: "Dasar kau bocah, kau lihay sekali Kau
telah mencukil penyakitku Memang, asal ada arak. segala apa
beres-sudah Kalau sekarang Nona Ouw menggaplok aku tiga
kali, rela aku menerimanya"
Habis berkata ia tertawa pula. Dengan munculnya In Gak.
buyar sudah kemendongkolan Kok Lan, maka itu ia pun turut
tertawa.
Wan Lan lagi menangis, melihat In Gak. tiba-tiba saja ia tak
bersedih lebih jauh, hanya beda dari Kok Lan, tidak dapat ia
lantas bergirang dan tertawa, ia hanya, dengan kedua
matanya bengul dan merah, mengawasi anak muda itu, sinar
matanya menunjuki ia penasaran dan menyesal, ia pun
tampak tak dapat berdiri tegak.
In Gak melirik nona itu, ia merasa tidak enak hati, ia
mengerti rasa-hati nona itu. Bukankah selagi si nona terluka,
ia seperti sudah meraba-raba seluruh tubuh orang? Di dalam
keadaan biasa, bukankah perbuatannya itu tidak selayaknya?
Karena itu ia menghela napas sendirinya.
Sebenarnya In Gak berlalu sengaja untuk menyingkir dari
Wan Lan dan Kok Lan, hanya ketika ia sudah sampai di luar,
mendidik ia ingat Kheng Tiang Siu.

1087
Pemuda itu menjadi muridnya Kim Teng Siangjin dari Ngo
Bie Pay. Menurut Kiong-bun Jie Kiat, Kim Teng Siang-jin
menjadi salah satu dari orang-orang yang mencelakai
ayahnya, Karena ini, lantas ia mendapat pikiran, kenapa ia
tidak mau turun tangan atas diri Tiang Siu, guna memancing
munculnya jago Ngo Bie Pay itu.
Demikian, begitu ia mengambil keputusan, begitu ia
kembali, hanya tepat kembalinya justeru Kheng Hong gagal
menjadi juru pemisah, hingga jago tua itu diserang Nona Kok.
ia tidak ingin salah seorang terluka, ia lantas lompat maju,
guna menyela di-antara mereka itu berdua, ia menggunai tipu
Cit Kim Sin-hoat yang dinamakan "Eng Pok Ciu Pok" yaitu "
Elang menyambar, nasar menerkam," Maka ia dapat lompat
melayang dengan pesat.
Begitu ia tiba, ia rampas sepasang padang si nona dengan
tangan kirinya ia
memunahkan serangan Ngo Heng cinkhie dari Kheng Hong
dengan jurus huruf "Meloloskan" dari Bie Lek Sin Kang.
Hanya habis itu, pikirannya lantas menjadi ruwet pula.
Sudah ia mesti menghadap pula si nona, urusannya pun
kusut, ia bingung melihat dua orang diri itu, yang satu
kegirangan, yang lain berduka, dan yang berduka itu
menyesal pula.
Akan tetapi In Gak mesti melakukan keputusannya tadi.
Tanpa menoleh atau melirik lagi kepada kedua pemudi itu,
langsung ia bertindak menghampirkan Kheng Tiang Siu. Selagi
begitu, tiba-tiba Kok Lan bertindak cepat kepada si anak
muda.
"Engko Cia, aku minta kau mengembalikan pedang
adikmu." katanya perlahan tetapi manis.
In Gak mengeluarkan seruan "Ooh" tertahan- segera ia
mengangsurkan pedang yang diminta, ia berbuat demikian
tanpa menghentikan tindakannya, bahkan dengan cepat ia
sampai didepan si pemuda she Kheng.

1088
Tiang Siu mengawasi dengan roman tegang, matanya
mengeluarkan sorot gusar atau benci, ia mengerti bahwa tadi
ia sudah mengeluarkan kata-kata yang sekarang dapat
berobah menjadi bahaya untuknya, ia menginsafi
kekeliruannya sudah mengeluarkan kata-kata tajam itu,
sedang ia tahu In Gak menolongi Wan Lan saking terpaksa,
bahwa hal itu wajar, tak usah In Gak malu karenanya, ia
hanya penasaran sebab ia tidak berhasil merebut hatinya
Nona Nie.
Ketika Tiang Siu mendengar Wan Lan menerjang angin
besar dan salju dan dengan seorang diri pergi ke Han-tan, ia
terpengaruh rasa hatinya ingin ia menyusul, supaya ia dapat
merobah pikiran nona itu, agar si nona menyintainya.
Begitu ia berpikir, begitu ia menyusul, ia pergi kejurusan
yang ditunjuk jongos hotel, ia dapat lari cepat dengan
menggunai ilmu ringan tubuh "Menginjak -salju tanpa tapak
kaki."
Hari itu angin keras sekali, saiju turun secara besarbesaran,
hingga bunga saiju beterbangan dengan
mengeluarkan suara yang berisik.
Di siang hari, nampak segala apa putih, sampai mata
rasanya kabur, Diwaktu begitu, sukar untuk orang melihat
jauh ke depan- Pula ada sangat sukar buat berlari-lari
menerjang hujan salju itu. Maka itu, bisa dimengerti
kesukarannya anak muda she Kheng ini.
Toh ia maju terus, ia merasa untuk mencari Nona Nie,
sama sukarnya dengan orang menyelulupi jarum di dasar laut.
Toh ada pengaruh tersembunyi yang mendorongnya maju
bagaikan seekor anjing pemburu, ia maju terus, tak
menghiraukan gangguan alam itu. ia terus mencari tapak kaki
si nona.

1089
Ketika sang sore mendatangi, langit menjadi gelap. angin
bertambah santer, -salju beterbangan bertambah hebat. salju
di jalanan menjadi bertambah tebal. Di sekitarnya tidak ada
seorang lain- Tiang Siu bingung.
Ia memasang mata sejauh-jauh matanya dapat melihat.
Sebentar lagi, ia tentu mirip orang buta yang tidak dapat
melihat apa lagi. Maka ia girang sekali tempo akhirnya ia
mendapatkan tapak kaku
"Inilah tapak kaki si nona." pikirnya, ia lantas mengikuti, ia
tahu itulah tapak yang baru, kalau tapak yang lama mestinya
salju telah menutupinya.
Benarlah, selang sepuluh tombak, ia melihat satu bayangan
di sebelah depan- itulah bayangan dari sebuah tubuh yang
langsing, ia lantas menyusul, ia melihat bayangan itu
terhuyung-huyung jalannya perlahan. "Nona Lan Nona Lan“ ia
memanggil berulang-ulang.
Sang angin bertiup keras, suaranya itu tak terdengar si
nona. Atau mungkin nona ini beriagak tuli, tak memperdulikan
dia. Nona itu terlihat berat tindakannya.
Dengan mengempos semangatnya, Tiang Siu menyusul.
Akhir-akhirnya ia menghadang di depan orang.
"Ooh nona..." katanya tertawa, "bagaimana-sengsara aku
menyusul kau..."
Wan Lan menghentikan tindakannya kelihatan ia letih
sekali,
"Saudara Tiang Siu, kau menyusul aku yang
peruntungannya buruk. mau apakah?" ia tanya lemah. "Aku
telah mengambil keputusan untuk membaca kitab saja, untuk
menemani Sang Budha seumur hidupku...."
Tiang Siu melihat mata orang bengul dan merah, air
matanya berlinang. ia berduka sekali.
"Nona, buat apa kau menyiksa dirimu?" katanya. "Aku si
orang she Kheng, aku nanti menuntut balas untuk sakit
hatimu ini..."

1090
"Hm" si nona bersuara, mukanya merah.
"Untuk itu cukupkah kepandaianmu?" ia tanya, "Seumur
hidupmu ini janganlah kau memikir yang tidak-tidak" Lalu ia
ngoceh sendirinya, entah apa yang dia katakan, Habis itu ia
tertawa sedih. ia kata pula: "Saudara Kheng, tak usah kau
memusingi diri untukku yang bernasib buruk ini. Hatiku sudah
tawar, Buat apakah kau menyusul aku?"
Tiang Siu heran, ia tetap tidak dapat menangkap hati si
nona, Ada saugkutan apa antara Wan Lan dan In Gak?
Bukankah In Gak tidak mencintainya ? Kenapa Wan Lan
sebaliknya tetap mencintai In Gak? ia bingung.
Lalu ia ingat benar katanya si nona, ia bukan lawannya In
Gak. Pula memalukan andaikata orang pihak seperguruannya
mendengar lelakonnya ini... ia menyintai si nona, ia tergila-gila
sendirinya. Bukankah nona itu sebaiknya tak menghiraukan ia?
Maka ia berdiam, kepalanya tunduk.
Wan Lan melihat kelakuan orang itu, ia terharu. ia hendak
membuka mulutnya atau ia batal sendirinya. Maka ia pun turut
berduka.
Sebenarnya nona ini sangat membenci si pemuda. Tanpa
munculnya dia, tidak nanti In Gak kabur meninggalkannya.
Hingga karenanya buyarlah impiannya yang manis. ia pikir In
Gak bukannya tidak menyintai ia. Kalau tidak, apa perlunya ia
ditolongi bahkan ia diobati tanpa orang mempedulikan lagi
perbuatannya itu bertentangan dengan adat istiadat.
Maka ia percaya ia sebenarnya dicinta, hanya Tiang siu
yang mengacau... Karena Tiang Siu, rupanya In Gak
menganggap ialah pasangan Tiang Siu itu. Maka juga hatinya
menjadi tawar, hingga ia ingat untuk mensucikan diri. ia
menyesal tidak dapat segera mencukur rambutnya, ia pergi
tanpa tujuan, pikirannya kacau, ia tidak menghiraukan salju
dan angin- Saking lesu, ia tidak dapat lari keras, demikian ia

1091
tercandak Tiang Siu. Cuaca sudah remang-remang, keduanya
masih berdiri diam. Tak lama jagat mulai gelap.
Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba sang angin membawa
datang panggilan berulang-ulang: "Nona Lan Nona Lan Kau di
mana?" Tiang Siu mendengar itu, dia terbangun semangatnya.
"Saudara Kiang" sahutnya keras. "Nona Lan di sini" ia
lantas mengulanginya.
Lekas sekali dari pelbagai penjuru muncul tiga orang, ialah
Ay Hong Sok bersama sama cong Yauw dan Tonghong Giok
Kun- Mereka itu, habis mengundurkan musuh, lantas pergi
mencari Nona Lan dan Tiang Siu.
Mereka tidak berhasil, lekas-lekas mereka ke hotel. Di situ
mereka mendapat keterangan ke arah mana si nona dan si
anak muda berlalu saling ganti, lantas mereka menyusul.
Mereka menampak kesulitan karena gangguan angin besar,
salju dan guramnya sang magrib. Baru kemudian mereka
mendapatkan tapak kaki dan mengikutinya sampai Kiang cong
Yauw memanggil-manggil dan memperoleh jawabannya Tiang
Siu itu.
Begitu Ay Hong sok bertiga datang dekat, Tiang Siu
menuturkan bagaimana ia berhasil mencari Wan Lan tetapi si
nona tidak sudi diajak pulang, ia juga menjelaskan kata-kata
nona itu.
Kheng Hong menghela napas ia menggeleng-geleng
kepala.
"Ah In Gak" katanya, Terus ia mengawasi Wan Lan dan
berkata: "Nona Lan, jangan putus asa. Hal ini kau serahkan
pada aku si orang tua. Sekarang mari kita kembali ke hotel,
besok baru kita melanjuti perjalanan kita."
Sampai itu waktu dengan terus membungkam Wan Lan ikut
pulang.

1092
Di rumah penginapan, Ay Hong Sok membujuk dan
menghiburi pula si nona, ia sekarang merasa kasihan sekail,
Sudah sejak beberapa hari ia mendapatkan Wan Lan menjadi
jinak, tak berandalan seperti biasanya.
Sifat berandalan itulah yang memuakkan In Gak, Sembari
menghiburi, ia berikan pula janjinya bahwa ia akan
bertanggung-jawab dalam urusan menyampaikan maksud hati
si nona.
Besoknya fajar, angin dan salju tak berkurang, bahkan
turunnya makin bertambah, akan tetapi tanpa
menghiraukannya, Ay Hong sok mengajak Wan Lan dan
rombongannya melakukan perjalanan mereka, Mereka
mengambil jalan Hamtan untuk menuju ke Yan-khia, kota raja.
Hari itu benar-benar buruk. setibanya mereka di Hamtan,
mereka lantas membeli lima ekor kuda, untuk binatang
binatang itu menggantikan kaki mereka berlari-lari di atas
salju, Hingga lama-lama semua kuda itu meringkik tak
hentinya dan mulutnya pada berbusa.
Tidak sampai dua hari, tibalah mereka di kota yang dituju,
Mereka juga mengambil tempat di hotel Sam Goan di Ta-mociang.
Ta-mo-ciang ialah tempat dimana terdapat banyak hotel
dan warung teh tempat berkumpulnya orang-orang Rimba
Persilatan, maka tak lama segera mereka mendengar
urusannya keempat pendeta Siauw Lim Si, serta Kiong- bun
Siang Kiat, bagaimana si pelajar beroman luar biasa
menghajar Cin Tiong Siang Tiauw, bagaimana orang
mengagumi pelajar tak dikenal itu. Mereka juga mendengar
hal pertemuan yang bakal dibikin di gunung Tay San-
Mendengar semua itu, Ay Hong sok beramai mengambil
kesimpulan dan menduga si pelajar mesti In Gak adanya.
"Ha" berseru si orang tua sambil menepuk pahanya,
"Pastilah bocah itu pergi ke

1093
Chongciu ke rumah mentuanya. Atau kita pergi ke Celam
dimana tentulah kita bakal menemukannya, Sekarang mari
kita dahar, lantas kita menyusul"
Senang Wan Lan mendengar itu, harapannya timbul,
Karena Kheng Hong berguyon, ia dapat juga bersenyum.
Sebaliknya Tiang Siu, pemuda itu menjadi guram air
mukanya, Dia menjadi bingung. Turut pergi salah, tidak turut
pergi, dia berat berpisah dari si nona... Sudah dua hari dia
masgul hingga alisnya senantiasa berkerut sebabnya ialah
Wan Lan tak sudi bicara dengannya, kalau dia mencari alasan
untuk memasang omong, Si nona sengaja menghindari diri.
Wan Lan tahu apa yang ia harus lakukan, Tak tega ia
membiarkan Tiang Siu tergila-gila padanya, Biar bagaimana,
tak dapat ia menyintai anak muda itu. Maka ia bersikap tawar
supaya orang menjadi putus asa dan tawar juga hatinya.
Tiang siu sebaliknya menjadi masgul dan uring uringan- Di
depan si nona ia bersikap sabar dan manis, sebaliknya ia
menjadi berangasan- Kelakuannya ini memuakkan cong Yauw
dan Giok Kun-
Menampak lelakon anak-anak muda itu, Ay Hong Sok
masgul, ia menghela napas panjang pendek. ia berkasihan
terhadap Tiang siu tetapi ia tidak berdaya menolongnya.
Untuk menghibur, satu kali ia menitahkan jongos menyediakan
barang hidangan dan arak. Ia menjamu anak muda itu.
Tiang Siu ikut dahar tetapi barang santapan tak mau turun
di tenggorokannya.
"Kheng Laote," kata Ay Hong sok tertawa, "kami hendak
pergi keShoatang, bagaimana pikiranmu, kau suka turut atau
tidak? jikalau kau mempunyai urusan lain dan tak dapat turut,
baiklah perjamuan ini hitunglah sebagai perjamuan
perpisahan-"

1094
Tiang Siu dapat membade maksudnya orang tua itu, Mana
dapat ia meninggalkan Wan Lan? Maka ia menjawab cepat:
"Aku dititahkan guruku merantau, pengalamanku sedikit
sekali, maka itu aku bersyukur yang locianpwe saban-saban
memberi puunjuk padaku hingga pengalamanku menjadi
bertambah, kebetulan bakal dibikin itu pertemuan besar di
gunung Tay San, suka sekali aku turut locianpwe, aku
mengharap sekali belajar kenal dengan kepandaiannya
pelbagai orang kenamaan-"
"Baiklah kalau begitu," kata Ay Hong sok. ia tidak mau
omong banyak-banyak lagi.
Berlima mereka meninggalkan Yan khia, Lantas mereka
mendengar hal dilabraknya orang-orang oey Ki Pay di kota Buceng.
Ay Hong Sok merasa pasti itu pun perbuatannya In Gak.
"Engko Cia berbuat demikian, apakah itu tidak keterlaluan?"
Wan Lan tanya si orang tua.
Ay Hong Sok menggeleng kepala.
"Nasibnya In Gak sangat menyedihkan," sahutnya "tidak
heran bila sifatnya luar biasa, jikalau kau ketahui riwayatnya,
tidak nanti kau mengatakan dia kejam..."
Wan Lan berpikir, ia menduga riwayat In Gak sangat
menyedihkan. Mungkin itu sebabnya si anak muda tawar
terhadapnya, Karena ini dengan sendirinya ia berkesan baik
untuk nasibnya anak muda itu.
Perjalanan dilakukan dengan menempuh gangguan angin
dan salju, tetapi orang toh
sampai juga di Chongciu di rumah Tio Kong Kiu, hanya
mereka nenubruk angin. Mereka mendapat keterangan Kong
Kiu telah pergi ke Ce-lam, ke Goan Seng Piauwklok.
"Mari kita pergi ke Celam" mengajak Ay Hong sok, ia
memang kenal Kho Cu Liong, pemilik dan pemimpin dari
piauwklok itu. Maka sampailah mereka di tepinya telaga Tay
Beng ouw, Hanya disini cu Liong menerangkan In Gak sudah

1095
pergi ke Sin-chung. Demikian mereka menyusul sampai di
tempatnya Sin Bong.
Diluar dugaan, di sini Tiang siu membuat gara-gara. ia jeri
terhadap si anak muda, ia ingat bagaimana baru-baru ini In
Gak merampas serulingnya yang diterangkan nancap di
batang pohon- Melihat si anak muda menghampirkan, tegang
hatinya. Tapi ia mencekal keras senjatanya.
Kiau Kun ciu berkuatir, ia tahu sifatnya Kim Teng Siangjin.
Hebat kalau sampai pendeta itu turun tangan membelai
muridnya.
"Lo Sam jangan” ia berseru. "Kheng Lao-te bicara tanpa
maksudnya..."
In Gak tidak menghiraukan cegahan itu, segera ia sampai
di depan Tiang Siu. ia berdiri sejarak tiga kaki. Tiang Siu
memikir lain, karena dia sudah siap sedia dia lantas
menyerang, bahkan hebat serangannya, ilmu serulingnya
memang tak dapat dipandang enteng.
In Gak menyeringai ia berkelit dari serangan itu yang terus
diulangi ia sudah lantas mengeluarkan kipasnya dengan apa ia
membela dirinya, ia segera menggunai iimu silat Hian Wan
Sip-pat Kay.
Tiang siu tertolak hingga dia terhuyung mundur beberapa
tindak. serulingnya pun
hampir terlepas dari cekalannya. Dia terkejut hatinya
mencelos. Tapi dia penasaran, maka setelah menetapkan
tubuhnya, kembali dia maju menyerang, Setelah mendesah
ujung serulingnya diarahkan ke dada si anak muda.
In Gak tertawa dingin ketika ia menangkis deagan satu
sontekan, Tepat sontekan itu, Tiang Siu terkejut, Lengannya
dirasai sakit dan ngilu sekali. Tidak ampun lagi. serulingnya
terlepas jatuh ke tanah, Tapi dia sangat penasaran, dengan
tangan kirinya dia membacok lengan kanannya lawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1096
Muridnya Kim Teng Siangjin bergerak dengan sangat cepat,
ia nyata masih kalah sebat, In Gak tidak menyambuti bacokan
tangan itu.
Ia berkelit lalu tangan kanannya diturunkan, setelah bebas,
ia angkat pula, dipakai menangkap. itulah gerakan "ci Llong
ciu" tipu "menangkap Naga" Maka lengan kiri Tiang Siu kena
dicekal.
Lagi sekali Tiang Siu kaget, bahkan sakit tangannya dia
menjerit keras. Berbareng dengan menjeritnya itu, tubuhnya
terangkat tinggi, terpelanting empat tombak jauhnya, jatuh
terbanting di tanah. Dia telah dilemparkan In Gak.
Tapi dia kosen, begitu roboh begitu dia berlompat bangun,
bergerak, dengan tipu "lkan gabus meletik", Selagi berlompat
itu, kedua tangannya dimasuki ke dalam sakunya, lalu sambil
turun kedua tangannya itu diayun. Lantas ada benda bertitik
hitam bagaikan bintang-bintang menyamber ke arah si anak
muda.
Diserang dengan senjata rahasia, In Gak menjadi
mendongkol. Sambil berseru ia mengibaskan tangannya, itulah
jurus "Gelombang Dahsyat Menggempur Gunung" suatu tipu
dari huruf "Mendesak" dari Bi Lek Sin Kang. Maka dengan
begitu titik-titik hitam itu kena disampok balik, menyamber
kepada pemiliknya.
Inilah tidak disangka Tiang Siu, dia sampai tak keburu
berkelit atau menangkis, maka dia menjerit keras dan
tubuhnya terpelanting menerjang sebuah pohon besar,
dimana ia roboh terus tak sadarkan diri. Itulah sampokan Bi
Lek Sin Kang yang hebat. Semua orang kaget.
Wan Lan tidak menyintai Tiang Siu tetapi pertempuran
disebabkan dia, mendengar jeritan orang dan melihat orang
roboh, ia kaget, ia lantas lompat untuk menolongi.

1097
Begitu ia membungkuk dan menampak muka orang, ia
lantas menutupi mukanya dan berseru: "Cia In Gak. kau
kejam..." Terus ia menangis.
BAB 6
YANG LAIN-LAINNYA lari menghampirkan Tiang Siu.
Ternyata mukanya anak muda ini berdarah-darah, mukanya
itu tertancapkan seraup duri hek-kie, senjata rahasianya
dengan apa barusan ia menimpuk In Gak. Romannya itu
nampak mengerikan dan menakutkan, pantas Nona Ni
menutupi mukanya dan menangis.
In Gak juga menghampirkan, setelah ia melihat, ia merasa
terharu, hingga ia kata dalam hatinya: "oh Thian, semoga
hambamu tidak salah, Tidak sengaja hambamu berbuat begini
sebab dialah yang mulai menyerang terlebih dahulu." ia masih
mengawasi, mulutnya tertutup rapat.
Lui siauw Thian mengerutkan alis.
"Bagaimana sekarang Lo-sam?" tanyanya, itulah teguran-
It Goan Kisu segera mengedipi mata pada Kian Kun ciu, ia
mau mencegah sahabat itu nanti keliru omong, ia tahu
sebabnya In Gak menempur Tiang Siu, puterinya telah
mengisikinya bahwa tindakan In Gak mungkin disebabkan
urusan Kim Teng Siangjin, ia tidak setujui perbuatan In Gak ini
tetapi ia toh bersimpati terhadapnya. Siauw Thian melihat
lirikan itu, ia tidak bicara lebih jauh.
Ay Hong sok berdiam, matanya berkedap-kedip. ia bingung,
hingga ia tidak tahu ia mesti bicara atau tidak.
"Engko Cia," kata Wan Lan kemudian, ia berhenti menangis
dan memandangi anak muda itu, “Janganlah karena aku kau
menurunkan tangan kejam ini. Dia tidak omong jelek tentang
dirimu...."
Suara itu ialah suara menyesali, suara penasarannya hati.
In Gak melirik. sinar matanya tawar.

1098
"Siapa bilang gara-gara kau." katanya dingin, "Kalau benar
karena kau tak nanti aku lakukan ini."
Wan Lan merasa tertusuk hatinya. Matanya menjadi merah,
wajahnya menjadi merah padam.
"Cia In Gak" katanya keras, "menyesal bahwa aku telah
bertemu kau si laki-laki yang mukanya dingin hatinya kejam..."
Cepat luar biasa nona itu menghunus pedangnya, dengan
apa ia memotong segumpal rambutnya, yang ia lemparkan
kepada si anak muda, setelah mana ia memutar tubuhnya
untuk lari pergi ke kampung dan ia terus lenyap.
In Gak menyambuti gumpalan rambut itu. wajahnya suram,
ia berdiam sekian lama, lantas ia membungkuk, untuk dengan
sebat menotok tujuh kali pada tubuh Tiang Siu.
Dengan lekas muridnya Kim Teng siangjin tersadar, ketika
dia membuka matanya dia melihat musuhnya ada di
depannya. Lantas dia pentang mulutnya. "Cia...."
"Tutup mulutmu," bentak In Gak memotong, hingga katakata
orang berhenti “Jikalau kau ngoceh tidak keruan, nanti
aku bikin kau mampus tidak. hidup pun tidak. Jlkalau kau tidak
puas, pergi kau minta Kim Teng si kepala gundul datang
membalaskan sakit hati-mu, aku si orang she Cia nanti
menantikan dia di Hoan Pek Sanchung di Tiang Pek San pada
harian Toan Ngo di bulan kelima"
Tiang siu begitu panas hatinya, tetapi dia dapat tertawa
terbahak-bahak. hingga darah di mukanya mengucur keluar
lagi, hingga roman-nya menjadi seperti iblis yang bengis.
Suara tertawanya itu juga tajam, tak sedap untuk telinga.
Berhenti tertawa, dia berseru nyaring: "Baik, Nanti harian
Toan Ngo bulan kelima, aku nanti pergi bersama guruku ke
Tiang Pek San untuk membereskan perhitungan ini."
Habis berkata begitu, tanpa menjemput lagi serulingnya
anak muda ini berlompat pergi, untuk berlari-lari seperti
terbang.

1099
In Gak mengawasi, ia kata pada dirinya sendiri: "Semoga
aku tidak bersalah." Suaranya itu seperti suaranya nyamuk
bernyanyi di telinganya. Kumis dan rambutnya Kheng Hong
bangun berdiri.
"In Gak," katanya gusar, "kau rada terlalu, Ni Wan Lan
cantik dan baik hatinya, dia tergila-gila padamu, mengapa kau
membuat hatinya terluka begini? Dan Tiang Siu juga tidak
bermusuh besar denganmu, Soal asmara memang ruwet,
tetapi tak dapat itu dibesar-besarkan, Mengapa kau tidak
dapat bersabar? Aku si orang tua melihat mungkin kau
menelad mendiang ayahmu, untukmu tak ada obat lagi."
In Gak memandang orang tua itu, ia hendak bicara tetapi
batal, akhirnya ia cuma menyeringai kemudian ia mengangkat
kepalanya memandang langit, ia terus berdiam.
Jilid 17 : Mengangkat murid berbakat bagus
IT GOAN KISU menyaksikan semua itu ia menghampirkan
Kheng Hong.
"Saudara Kheng, jangan kau persalahksn Cia Hiantit" ia
kata bersenyum. "kau tahui duduknya hal sebenarnya tak
begini sederhana..."
Untuk menjelaskan, Ouw Kong menuturkan keterangannya
Kiong bun Siang Kiat, yang membuka tabir rahasia
pengeroyokaa atas diri Twi Hun Poan Cia Bun dahulu hari.
Mendengar itu semua orang heran, Ay Hong Sok bahkan
mementang matanya lebar-lebar.
"Ha, Kim Teng si keledai gundul pun turut mengambil
bagian?" katanya heran, "Pantaslah dulu hari ketika aku
berkunjung ke Ngo Bi San, dia tidak sudi menemui aku." ia
lantas melirik kepada In Gak. untuk berkata:
"Hiantit, kau bertindak tanpa berpikir lagi. Kalau begitu,aku
pun tidak akan membiarkan Kim Teng si keledai gundul itu,

1100
Kenapa kau tidak mau pergi mencari Kim Teng sendiri tetapi
kau tumpahkan mendongkolmu kepada Kheng Tiang Siu?"
"Keponakanmu tahu apa yang ia lakukan," In Gak
menjawab. "Dia yang cari penyakit sendiri, kenapa aku yang
disesalkan? Untuk aku pergi sendiri ke Ngo Bi San buat
mencari Kim Teng, itulah tak dapat. Tak ingin aku pergi ke
sana. Murid muridnya Kim Teng sedikitnya lebih daripada
seratus orang, jikalau aku pergi ke sana, itu berarti aku
membuka pantangan melakukan pembunuhan besar, Maka itu
lebih baik aku memancing kemurkaan-nya supaya dialah yang
mencari aku, guna aku membereskan perhitungan
dengannya."
Kheng Hong tertawa lebar, "Ya kata-katamu benar juga."
bilangnya. Lalu ia menambahkan sungguh-sungguh: "Aku si
orang tua telah menerima baik menjamin urusan nona Lan,
aku mesti lakukan itu sampai beres, sekarang aku mau pergi
ke Yan San mencari dia, buat mengajaknya ke Tiang Pek Saningat,
bocah jikalau lagi satu kali kau melukakan hatinya, aku
si orang tua ialah yang pertama tama tak akan menerima
baik" ia menoleh pada Kiang cong Yauw dan Tong-hong Giok
Kun untuk mengatakan-
"Anak-anak. jikalau kamu tidak punya pekerjaan apa-apa,
mari kamu temanin aku si tua bangka pergi jalan-jalan"
"Baiklah" sahut cong Yauw berdua, Mereka bersedia
dengan cepat, lantas mereka menghampirkan In Gak untuk
berkata: "Saudara Cia, kami hendak pergi mencari Nona Lan,
setelah itu kami akan lantas menuju ke Tiang Pek San dimana
nanti kita dapat mengobrol pula."
In Gak tertawa, ia memberi hormat, "Aku membikin kamu
cape -saja." katanya, Ay Hong sok bertiga lantas pamitan dan
pergi.
Melihat keberangkatan ketiga orang itu, It Goan Kisu
tertawa, ia pun kata: "Aku si orang tua bersama anakku
hendak pergi ke kuil Siauw Lim Si di gunung Siong San, untuk

1101
membayar pulang kitab Bu Siang Kim Kong ciang Keng, nanti
habis darisana baru kami menuju ke Tiang Pek San."
Habis mengucap itu, ia melirik pada Lui Siauw Thian-Kian
Kun clu bersenyum dan mengangguk.
In Gak berdiam akan tetapi ia dapat membade maksudnya
kedua orang tua itu.
It Goan Kisu lantas mengajak anaknya berangkat,
perlahan- lahan mereka berjalannya. Kok Lan agaknya berat
untuk berpisah dari si anak muda, ia mengawasi dengan sinar
matanya berarti, ia berlalu dengan terpaksa.
Kiu ci Sin Kay masih memegangi Koay cun yang napasnya
empas-empis, sambil bersenyum ia tanya pada Siauw Thian-
"Lui Lo-ji, apakah kau masih gusar pada aku si pengemis she
Chong?"
Siauw Thian jengah, tetapi dia kata tertawa: "Aku cuma
mau menyesalkan diriku, mana berani aku menggusari toako?
Bukankah toako ingin lekas pulang ke markasmu di Yan-khia
guna menjalankan aturan Partaimu? silahkan kau berangkat,
nanti Lui Lo-ji pergi mencari kau di sana."
"Baik." kata Chong Si, yang terus berpaling pada In Gak
"Shate, bagaimana dengan kau?"
"Sekarang perlu aku lekas pergi ke peternakan di Utara."
sahut si anak muda. "Dari sana baru aku berangkat ke Tiang
Pek San-Toako. sampai kita bertemu pula."
Kiu ci Sin Kay mengangguk. lantas bersama-sama Seng Ho
Tiauw-kek dan Tek Tiang Siu, dengan membawa Koay cun,
mereka berangkat pergi dengan cepat.
Oh Ka Lam cui cian menghampirkan In Gak. guna
menghaturkan terima kasih yang ia telah ditolong Hingga
bebas dari kurungan-
In Gak tertawa.
"Cui Tayhiap." kata ia, persahabatan kita bukan
persahabatan baru, apakah artinya perbuatanku itu?" ia
berhenti sebentar, terus ia menunjuk mayatnya Thian Gwa

1102
Sam cun-cia, untuk melanjuti: "Nampaknya perlu tayhiap
berdiam di sini sebentar, untuk mengurus mereka itu. Tentang
semua orang yang ter-totok. didalam tempo enam jam mereka
akan bebas sendirinya, mereka tak usah ditolong lagi, baru
nanti selewatnya tiga bulan, tenaga mereka akan pulih seperti
sedia kala, Aku perlu lekas berangkat, tidak dapat aku berdiam
lebih lama pula di sini. Nanti saja, dalam perjalanan pulang ke
Selatan, aku mampir pada tayhiap di Tay San."
"Aku si orang she Cui akan menantikan kau dengan segala
kehormatan-" kata cui cian tertawa.
Lantas In Gak dan Siauw Thian memberi hormat pada
orang she Cui itu, lantas keduanya bertindak keluar dari
rumah Sin Bong, Di luar, In Gak kata pada saudara angkatnya
itu: “Jiko, silahkan berangkat lebih dulu ke peternakan di Utara
itu, aku masih mempunyai satu urusan, selesai itu aku akan
menyusul."
Mata Siauw Thian dipentang lebar, dia tertawa.
"Baik." sahutnya, "Aku Lui Lo ji, aku tidak takut
dipedayakan kau. jikalau kau terlambat awas kedua tehu nanti
tak akan memberi ampun padamu" ia tertawa pula, lalu ia
berlompat pergi, maka dilain saat ia pun lenyap seperti ditelan
angin menderu dan cuaca gelap.
In Gak berdiam mengawasi, ia agaknya berpikir, ia lantas
menjadi kesepian. Baru
kemudian, habis menghela napas, ia membuka
tindakannya, akan pergi dari situ, tempat yang membawa
peristiwa hebat itu...
XXX
Di sebelah utara kota Celam ada dua bukit yang masingmasing
dinamakan ciak San dan Hoa San, yang menyambung
satu dengan lain, hingga bagiannya yang menyambung itu
merupakan sebuah gili-gili yang panjang, sebaliknya di
sebelah selatan berdiri tegak gunung cia n Hud San, yang di
tiga bagiannya merupakan tanah yang rendah sekali, ialah

1103
lembah seumpama paso, di mana air berkumpul dari arah
selatannya mengalir ke bawah sampai di bagian utara seperti
terintang tanjakan, sebab alirannya menjadi sempit, hingga air
mengalirnya deras, ini sebabnya kenapa kota Celam
mempunyai tempat kesohor berupa tujuh puluh dua mata air,
diantaranya yang paling terkenal ialah Pa Tut, terletak satu li
lebih dari kota selatan, biasa disebut Go Eng Su ataupun Pauw
Liu, mata airnya empat buah, tiga yang nyemburnya tinggi
satu kaki lebih, menyembur tak hentinya baik dimusim dingin
maupun dimusimpanas, sedang airnya sejuk dan jernih. Air itu
tidak berlumpur karena berdasarkan pasir.
Di sebelah atas sumber Pa Tut itu ada berdiri Go Eng Su,
ialah kuilnya puteri Go Eng, hanya ketika itu, rumah suci itu
sudah rusak separuhnya, Toh itu tengah hari, dari kuil itu
terlihat keluarnya seorang bocah yang kuncinya ngacir ke
atas, yang tangannya membawa sebuah tahang kayu, yang
berlari-lari turun ke mata air, untuk berdiri di tepian sumber,
guna mengambil air. Ia menimba air dengan pertolongan
sebuah gayung.
Bocah itu berumur tujuh atau delapan tahun, giginya putih,
bibirnya merah, sepasang matanya besar, bundar hitam dan
celi, hingga siapa yang melihatnya tentu menyukai dan
menyayanginya, ia mengenakan pakaian yang tipis, yang
memain dibawah sampokan sang angina.
Di dekat situ ada terdapat pohon-pohon ji dan pek-yang,
yang daunnya telah pada rontok menjadi kurban sang angin.
Angin pun kadang-kadang meniup terbang sang pasir hingga
terdengar suaranya santer.
Sunyi di sekitar situ, cuma ada si bocah seorang diri. Dia
masih terus mengisikan tahangnya sampai terdengar dia
bicara sendirinya: "kelihatannya aku mesti balik lagi, mana
kuat aku membawa air setahang penuh? Nenek tua yang buta
itu sangat menyebalkan- Di belakang ada air, dia tidak mau
pakai itu, Apa perlunya dia menghendaki juga air sumber ini?"

1104
"Sahabat kecil, mau atau tidak aku membantu kau?" tibatiba
terdengar satu suara menanya dari sebelah belakang.
Bocah itu terperanjat segera dia memutar tubuhnya. Maka
dia lantas mendapatkan seorang muda yang tampan, yang
mengawasinya sambil bersenyum berseri-seri, sikapnya sangat
tenang. Dia heran, Tapi dia lebih heran lagi, segera dia
merasa suka pada anak muda itu.
"Paman, kau siapa?" dia menanya, "Kenapa aku tidak dapat
lihat datangmu?"
Pemuda itu tertawa.
"Aku she Cia," sahutnya, "Kau she apa? Apakah kau tinggal
di dalam Go Eng su di atas itu?"
Bocah itu mengangguk.
"Benar" dia menyahut. "Aku she Gak namaku Yang. Paman,
kau panggil saja aku Yang-ji"
"Yang-ji" berarti "anak Yang"
Pemuda itu pun bukan lain daripada In Gak. yang dari Sin
Ke chung langsung berangkat ke Go Eng su ini, ketika ia
melihat si bocah, segera tertarik hatinya sebab ia mendapat
kenyataan orang berbakat baik sekali hingga sekian lama ia
berdiam saja memperhatikannya.
Ketika ia mendengar ocehannya si bocah, ia heran kenapa
Hek Ie Hian Li bisa mendapatkan anak itu. ia merasa orang
belum diajari ilmu silat, maka itu ia menyayanginya bakat anak
itu. Kalau ia mengambil Gak Yang sebagai muridnya, tanpa
sepuluh tahun, dia mesti menjadi seorang lihay. sebaliknya
kalau dia terus mengikuti Biauw Nia Siang Yauw, dia bakal
menjadi hantu seperti gurunya itu... hm... In Gak memandangi
pula bocah itu.
"Yang ji," ia tanya. "apakah sudah lama kau tinggal di sini?
Mana ayah dan ibumu?"
Ditanya begitu, matanya bocah itu lantas menjadi merah.
Dia menggoyang kepala

1105
"Ayah dan ibuku sudah mati, mati dibunuh orang," dia
menyahut. "Sebenarnya ketika itu penjahat pun hendak
membunuh aku, tetapi aku ditolongi si nenek tua yang buta
dari kuil Go Eng Su. Aku tinggal bersamanya sudah satu
tahun."
In Gak berdiam, ia agaknya berpikir.
"Pembunuh ayah dan ibumu toh si nenek buta, bukan?" ia
tanya pula.
Gak Yang menggeleng kepala pula, dia menyahuti:
"Rupanya pembunuh itu dan si nenek orang satu kaum. Ketika
itu aku kaget hingga pingsan, Tempo aku tersadar, aku
dengar mereka berselisih mulut, akhirnya sipembunuh kata:
“Jikalau kau penuju bakatnya, nah kau ambillah dia, tapi
jangan sekali kau nanti membocorkan rahasia ini. Kalau itu
sampai terjadi, jangan katakan aku kejam."
Aku dengar si nenek tertawa dingin dan kata. "Siapa akan
membocorkan rahasia? jangan kau memandang orang semua
bangsa hina-dina. Laginya kami kaum Biauw Nia tidak takut
pada-mu.
Aku mendengar pembunuh itu tertawa besar, lantas
suaranya lenyap. Aku terus berpura-pura pingsan, Habis itu si
nenek buta membawa aku ke mari."
In Gak menduga orang tua Gak Yang tentu bermusuh
dengan satu orang maka mereka dibinasakan, bahkan hendak
dibikin habis seluruh keluarga. "Habis, apakah nenek buta itu
menyayangi kau?" ia tanya pula tertawa. Gak Yang
mementang matanya mengawasi si anak muda.
"Bicara terus terang, paman," sahutnya, "selama satu
tahun ini, aku hidup bukan seperti manusia, Kelihatannya si
nenek buta tidak menyukai aku, selamanya dia bersikap dingin
dan bengis, Aku juga menduga dialah salah satu pembunuh
ayah dan ibuku, aku rasanya membenci dia. Lagi pula..."

1106
Bocah itu tidak meneruskan perkataannya. ia berhenti
dengan tiba-tiba sebab In Gak mengedipi mata padanya, ia
heran. Lantas ia berpaling ke belakang, maka dari atas bukit ia
melihat si nenek buta lagi mendatangi. Karena dia berlari-lari,
dia sudah sampai di tengah lereng. ia kaget, ia agak
ketakutania
kata, "lekas kau pergi Nanti aku membilang dia bahwa
kaulah orang yang lagi menanya jalanan padaku..."
Meski ia berkata demikian, bocah ini mau menduga si anak
muda orang luar biasa,
kalau tidak mana mungkin dia lantas mengetahui
datangnya si nenek buta. ia takut tetapi ia ingat akan akalnya
itu.
Dengan lekas si nenek buta sudah sampai di belakang In
Gak. ia berhenti ia lantas menanya bengis pada si bocah:
"Yang-ji, kenapa kau melanggar laranganku? Aku menyuruh
kau mengambil air, aku larang kau bicara dengan orang yang
tidak dikenal. Kenapa sekarang kau toh bicara?"
Gak Yang nampak takut.
"Paman-.. paman ini..." katanya sukar, "dia... menanyakan
jalanan-.. padaku... Aku mengatakannya tidak tahu..."
"Ngaco belo" membentak nyonya tua itu. "Apa paman,
paman Lekas pulang."
In Gak memutar tubuh, Kira tiga kakijauhnya dari ia, ia
melihat seorang wanita tua dengan baju abu-abu, rambutnya
sudah putih, mata kirinya picak, kulit mukanya sudah keriput,
romannya bengis sekali, Teranglah dia seorang jahat, Maka ia
tertawa dan menanyai "Bocah ini pernah apa dengan kau?
Kenapa kau perlakukan dia begini bengis?"
Nyonya tua itu mengawasi Dia terkejut ketika dia melihat
sinar mata si anak muda sangat berpengaruh.
"Aku menyangka dia orang desa yang biasa saja, tidak
tahunya dia satu akhli silat," pikirnya. "Dia mempunyai mata
sangat tajam.... Tapi dia tidak takut, Dia tahu di kuil ada

1107
seorang yang ilmu silatnya lihay luar biasa, ialah Hek Ie Hian-li
yang ditakuti kaum Rimba Persilatan-
"Inilah urusan rumah tanggaku, perlu apa kau campur
tahu?" dia menjawab bengis,
"Apakah kau sudah bosan hidup?"
Dia lantas maju, untuk menyamber Gak Yang.
Akan tetapi In Gak sebat sekali, baru tangan si nyonya mau
mengenai ujung baju bocah itu, jerijinya sudah membentur
sikutnya, Dia kaget hingga dia berseru tertahan, lantas dia
lompat mundur dua tombak jauhnya. Dia mengawasi
membelalak.
In Gak tertawa bengis, ia kata: "Memang biasanya tuan
kecilmu suka mencampuri urusan orang. Kau perempuan buta,
kau tidak menjadi kecuali, Aku tanya kau siapa pembunuhnya
ayah dan ibunya Gak Yang? Lekas bicara"
Wanita itu terkejut, mukanya berubah, tetapi bukannya dia
menjawab, mendadak dia berlompat maju untuk menerjang,
Rupanya dia pikir, menghadapi musuh tangguh mesti dia
mendahului turun tangan, supaya kalau dia tidak ungkulan,
dia dapat menyingkirkan diri.
Dia menyerang dengan ilmu silatnya yang diberi nama
"Touw San ciang" atau "Tangan Menembusi Gunung" salah
satu ilmu silat lihay dari Biauw Nia siang Yauw.
Serangan itu dibarengi dengan dilepaskannya belasan
potong senjata rahasia yang beracun, yang menyerangnya
bagaikan hujan lebat, Akan tetapi dia memikir keliru.
In Gak mengawasi tajam, ketika ia diserang, ia mencelat
minggir, membebaskan diri dari serangan yang sangat
berbahaya itu, setelah itu ia meluncurkan kedua tangannya,
guna menangkap kedua tangannya penyerang yang ganas itu.
ia berhasil.
Wanita itu tidak keburu menolong diri, tangannya kena
dicengkeram keras, dia merasakan begitu sakit hingga dia

1108
lantas pingsan, Dia cuma dapat menjerit satu kali, terus
tubuhnya roboh tak bersuara lagi, tak berkutik jua.
Justeru itu dari dalam Go Eng Su terdengar siulan nyaring,
disusul dengan melayang turunnya satu tubuh manusia
bagaikan bayangan hitam.
In Gak segera menduga pada Hek Ie Hian-li, ia segera
bersiap. menutup diri dengan Bi Lek Sin Kang. ia mengawasi
dengan tajam.
Bayangan itu tiba dengan cepat, anginnya menderu. Dia
sudah lantas menyerang.
In Gak kaget melihat orang demikian garang, ia menggeser
satu tindak, tangan kirinya diluncurkan, guna menangkis
serangan, itulah gerakannya "Liu SiBu Lek" atau "Sutera Tak
Bertenaga".
Dilain pihak dengan tangan kanan dengan gerakan
"Gelombang Menyerbu Gunung" satu jurus huruf "Mendesak"
dari Bi Lek Sin Kang, ia menolak.
Hek Ie Hian-li terkejut mendapatkan serangannya dapat
dihalau secara mudah, Melihat serangan, ia tidak mau
menangkis, ia lompat menyingkir. Semua gerakannya itu
sangat enteng dan lincah, ia heran ketika ia melihat siapa
berdiri di hadapannya, ia lantas bersenyum manis.
"Aku kira siapa, tak tahunya kau," katanya, "Buat apa kau
galak tidak keruan? Lagi dua tiga jam maka kepandaianmu
bakal termusnah seluruhnya..."
Alis In Gak terbangun
"Maka itu aku datang kemari untuk meminta obat,"
katanya, suaranya dalam. In Hian Bi tertawa terkekeh.
"Kau hebat" katanya. "Dewimu tidak mau mengasih obat
padamu, habis kau mau apa?"
In Gak bersenyum.
"In Hian Bi, jangan kau terlalu mengandalkan dirimu," ia
kata. "Kau juga telah terhajar totokanku yang dinamakan

1109
Totokan Memutus Nadi, maka di dalam tempo tiga bulan,
tubuhmu bakal menjadi lemah hingga habis tenagamu, Kau
pernah tersesat dengan pelajaranmu apakah kau merasa
penderitaanmu itu belum cukup?"
Kata-kata itu hebat. In Hian Bi kaget, mukanya menjadi
pucat, Tapi ia mengawasi dengan bengis, matanya bersinar.
"Siapakah dewimu ini?" katanya, "Apakah kau kira dapat
kau menggertak aku?"
In Gak melihat orang kaget, ia percaya ia telah dapat
mempengaruhinya. ia membawa sikapnya tenang tetapi
angker, Begitulah ia bersenyum pula.
“Jikalau kau tidak percaya, coba kau jalankan napasmu" dia
kita perlahan, sabar, "Aku percaya sampai di dekat buah
dadamu, kau akan merasai suatu rintangan- Kau cobalah tidak
nanti aku curang menyerang kau secara tiba-tiba." In Hian Bi
kaget, Kata-kata orang mesti ia percaya, Tapi ia tertawa
dingin.
"Aku juga tidak takut diserang secara mendadak olehmu."
katanya, menabahkan hati. "Kutu jahat di dalam tubuhmu
bakal bekerja dalam dua tiga jam lagi percuma sekalipun ada
obatnya tanpa aku menunjuki cara memakainya..." ia lantas
duduk bersila, untuk menjalankan pernapasannya, ia berlaku
waspada, kalau umpama ia dibokong ia akan segera
mendapat tahu. Gak Yang mendekati In Gak.
"Paman, benarkah kau terkena racunnya?" dia tanya
perlahan, Dia mengawasi dengan sinar matanya yang
berkuatir. In Gak tertawa, ia menepuk-nepuk kepala bocah itu.
"Kau jangan takut, Yang-ji." katanya, "kau baiklah minggir
supaya kau tak nanti kena serangan nyasar"
Bocah itu menurut, ia menyingkir setombak lebih, matanya
mengawasi In Hian Bi.
In Gak juga mengawasi dengan waspada, pengalamannya
telah bertambah hingga ia lebih mengenal kepalsuan dan
kelicinan orang, Karena ini, menghadapi musuh, ia pun

1110
menjadi bersikap cermat, telengas dan tepat. Bahkan paling
belakang, ia juga dapat berlaku licin, pengalamannya di cian
Tiang Yan membuatnya semua itu.
Anak muda ini bicara benar ketika ia menunjuki "lukanya"
In Hian Bi itu. Hanya itu berkat "kelicinannya", Dari kitab Hian
Wan Sip-pat Kay ia mengerti tentang tubuh manusia, ia tahu
disaat seperti itu, jikalau orang menyalurkan napasnya, di
betulan buah susu mesti ada sesuatu yang merintang.
Dan In Hian Bi tidak ketahui itu. Dia kena digertak si anak
muda hingga dia percaya, Tak peduli dia sebenarnya sangat
licin-
In Gak mengawasi sambil bersenyum, Dua jeriji kanannya
disiapkan di dalam tangan baju-nya. ia menanti ketika untuk
mengerahkan tenaganya, agar dua jerijinya itu dapat
meluncurkan hawanya kebuah susu si nyonya.
In HianBi menyalurkan napasnya. Mula-mula ia tidak
merasa apa-apa, hingga ia menjadi bersangsi, Tengah ia
heran itu, mendadak napasnya tak tersalurkan sempurna,
tubuhnya lantas bergoyang, ia terkejut. Segera ia lompat
bangun, matanya menatap si anak muda, sinar matinya
bengis, Sebaliknya, mukanya menjadi pucat.
"Baiklah," katanya penasaran, "MuIai sekarang ini aku tidak
akan muncul pula dilain dunia kang ouw, Untuk selamalamanya."
ia bertindak mendekati si anak muda, tangannya
mengeluarkan sebuah peles kecil, ia menyerahkan itu sambil
berkata: "isinya peles ini empat puluh sembilan butir. Tak
perlu aku menyimpannya, suka aku menyerahkan semuanya
kepada kau. obat ini tak cuma untuk racun tetapi juga guna
pelbagai macam luka di dalam. Kau simpanlah ini untuk kau
nanti pakai selama kau merantau" Kata-kata itu ditutup
dengan pancaran mata yang menggiurkan
In Gak bersenyum, ia tahu orang ingin minta
pertolongannya, untuk mengobati dia, tetapi orang malu

1111
membuka mulutnya, maka ia menyerahkan semua obatnya itu
ia percaya perkataannya wanita kosen itu.
"Kau bermaksud mulia In Sian-cu, kau akan memperoleh
berkah Thian," katanya. "Aku kagum." Kata-kata itu dibarengi
dengan totokan "Udara kosong" pada dada si nyonya, ia
menotok sembilan kali sembari ia menambahkan "Aku baru
saja mempelajari totokan "Totokan Memutus Nadi" belum aku
meyakinkan hingga mahir, dari itu, mudah aku
menggunakannya, sulit untuk membebaskannya. Aku menotok
sembilan kali ini, inilah baru penyembuhan separuhnya saja.
Aku menjelaskan ini karena aku kuatir di-belakang hari sian-cu
nanti sembarang menggunai tenagamu keras-keras, Kalau itu
sampai terjadi ada kemungkinan kau mendapat celaka sendiri.
Tapi percayalah aku, dilain waktu apabila aku sudah paham
seluruhnya, pasti aku nenti berkunjung ke mari untuk
menyembuhkan kau. sekarang aku mohon diberi maaf saja."
Kelihatannya In Hian Bi tidak menjadi tidak senang hati,
bahkan dia bersenyum.
"Baru sekarang aku mendusin atas segala tingkah polahku
yang telah lampau," katanya.
“Jangan kau meminta maaf Sebaliknya, kebaikan kau ini
sukar aku membalasnya." Habis berkata ia menjura, terus ia
memutar tubuh, untuk berlalu dengan cepat, hingga dengan
cepat juga dia lenyap.
In Gak mengawasi sampai orang tak nampak lagi itu, ia
lantas berpikir.
"Terpaksa aku mendustai dia," katanya di dalam hati, "Aku
menotok dia cuma untuk menjaga dia jangan mempedayai
aku. selanjutnya setiap tengah malam dia bakal merasai
pernapasannya terganggu, tenaganya akan lenyap untuk
sementara waktu, asal dia dapat mengumpul semangatnya
dan mengerahkan diri, dia tidak bakal bercelaka.
Menyesal aku menggunai akal tetapi inilah untuk membela
diri sekalian buat membikin dia tidak lagijahat..."

1112
Pikiran In Gak ini terganggu dengan larinya Gak Yang
kepadanya, Bocah itu agaknya terkejut. Dia menunjuk kepada
si nenek buta dan kata keras: Cia, lihat perempuan itu. dia
hidup pula"
In Gak segera berpaling, ia melihat tangan dan kaki si
nenek digeraki dengan perlahan-lahan, dilonjorkan, sedang
kedua matanya bersinar bengis.
“Jangan takut Yang-ji," kemudian ia kata-"Memang aku
sengaja tidak hendak membikin dia mampus, Tidak demikian,
dibelakang hari mana dapat kau membalaskan sakit hatinya
ayah dan ibumu?" Habis berkata, ia bertindak kepada nenek
itu.
Si nenek mengerahkan tenaganya untuk bangun berdiri,
mukanya tetap bengis, Dia kata sambil menyeringai, “Jangan
kau harap aku si orang tua nanti membuka mulutku. Dan sakit
hati ini, selama aku masih hidup, mesti aku balas. Di antara
kita gunung hijau tak berubah, air mengalir untuk selamalamanya.
Sampai ketemu."
Setelah mengucapkan ancaman itu dia membuka
tindakannya. "Tahan- mendadak terdengar seruannya In Gak,
nyaring bagaikan guntur. Nenek itu kaget, dia melengak.
“Jangan kau kira aku ngoceh tidak keruan- kata In Gak
bengis, "Apakah kata-katamu ini cukup? Tuan mudamu tidak
biasanya mendengar ocehan semacam kau ini. Beranikah kau
tidak menyebutkan siapa pembunuhnya ayah dan ibunya Gak
Yang? Aku nanti bikin kau tersiksa hawa panas."
Si buta itu tertawa dingin, rupanya sudah hilang kagetnya.
"Biasanya aku keras dan tak dapat dibikin bengkok." dia
kata nyaring, “Jangan kau mengandalkan ketenanganmu ini
hingga karena kekalahanku, aku jadi suka menunjuki
kelemahan dan minta-minta ampun padamu Aku cuma kalah,
tidak lebih. Apakah artinya kekalahan?"
In Gak tertawa.

1113
"Inilah untuk pertama kali yang tuan mudamu menemui
orang beradat keras seperti kau." katanya. "Aku kagum, aku
kagum sekali, Tapi kata-kata saja tak ada buktinya, Asal kau
dapat bertahan setengah jam, maka tuan mudamu tidak akan
menanyakan pula sekalipun dengan sepatah kata. Kau lihat,
inilah aku punya ilmu totok souw Hun ciu Hoat atau Membetot
Arwah"
Cepat sekali In Gak bekerja, Baru ia berhenti bicara, ia
sudah lantas menotok tubuh nenek itu, di sebuah jalan darah.
Nenek buta itu kaget bukan main, itulah ia tidak duga,
Begitu tertotok. ia merasakan totokan dingin, di setiapjalan
darah yang ditotok itu ia merasai darahnya mengalir,
melululahan ke seluruh tubuhnya.
Segera ia kehabisan tenaganya, hingga ia roboh
mendelepok. Bukan main ia merasa tak enak. hingga ia ingin
tubuhnya ditumbuki martil, ia mengawasi si anak muda,
matanya mendelik mau berlompat. ia menggigit rapat giginya,
untuk menahan sakit ia tidak mau bicara, ia ingin bertahan
sampai setengah jam seperti katanya si anak muda itu.
Baru merasa lemas itu, hingga tenaganya habis, lantas
nenek ini merasa ngilu, disusul pula dengan rasa gatal yang
luar biasa, Terus ia merasa seperti ditusuk-tusuk jarum, Hanya
sebentar terus ia merasa sakit dan gatal di seluruh tubuhnya
itu. itulah pagutannya ribuan ular.
Saking sakitnya, dagingnya seperti melonjak-lonjak,
sekarang baru ia merasa sakit luar biasa, Kalau dapat ingin ia
merobek dadanya membetot jantungnya supaya ia mati
seketika.
Lantas nenek itu mengeluarkan keringat, mukanya menjadi
pucat. Mau tidak mau, ia mulai merintih, akan akhirnya ia
menjerit-jerit kesakitan tak hentinya.
In Gak mengawasi, ia kata tertawa: "ilmu totokku ini luar
biasa sekali, istimewa, orang boleh bertubuh tembaga dan
besi tak nanti dia dapat bertahan- Tapi ini masih belum

1114
semua. Masih ada pula yang akan menyusulnya, Aku tidak
percaya kau benar-benar kosen hingga kuat bertahan terus."
Nenek itu menjadi takut bukan main, ia mau percaya
bahwa siksaan itu ada yang
terlebih hebat lagi, Mukanya jadi sangat pucat,
semangatnya seperti terbang pergi, Matanya yang satusatunya
melotot, mulutnya terpentang, mengeluarkan
rintihan-
In Gak tahu orang mau minta ampun, hanya karena
merintih, dia tak dapat bicara, ia tertawa ""Memang aku tahu
kau tidak bakal dapat bertahan," katanya, "Sebenarnya buat
apa kau menyiksa dirimu begini?" ia lantas menotok jalan
darah yu-bun.
Hanya sejenak, lenyap siksaan si nenek, tinggal tubuhnya
yang lemah, ia rebah tanpa berkutik, tanpa bersuara, Baru
kemudian ia membuka mulutnya, untuk memberi keterangan-
"Ayahnya Gak Yang itu bernama Bun Lin, bekas tihu dari
kota Si-ciu di Sucoan Selatan, Dialah tihu atau wedana yang
jujur dan setia, Apa mau ia bertugas di kewedanaan dimana
ada tinggal bercampuran penduduk asli dan suku Han dan
Boan- dimana pun terdapat banyak orang jahat, yang main
merampok dan menjinah. Tidak dapat Bun Lin membiarkan
kejahatan merajalela di tempat bertugasnya itu. Maka untuk
menumpasnya ia mengundang dua orang yang pandai ilmu
silat untuk dijadikan piuw-tauw kepala polisi.
Ketika itu penjahat yang utama ialah Lauw-hay-kauw Ban
Teng Llong si Ular naga Pengacau Lautan, Dia bersarang di
sungai Bin Kang. Dia mempunyai banyak kaki tangan dan
kejahatannya telah meluber.
Berkat kepandaian Gak Tihu dan dua pembantunya,
kemudian Teng Llong kena juga dibekuk, Tapi dia banyak
uangnya dan luas pergaulannya, dia dapat menyuap ke atas
pada gubernur dari Su-coan, hingga kejadian gubernur itu

1115
selaku seperti memberi tuan rahasia akan Gak Tihu
membebaskan pemimpin penjahat itu.
Bun Lin menjadi tidak puas, tak tenang ia bekerja, lantas ia
meletaki jabatan dan pulang ke kampung halamannya, di Laopeng.
Kedua pouwtauw pun turut berhenti dan pulang, berniat
menjadi piauwsu.
Penggantinya Bun Lin mentaati titahnya gubernur, Teng
Liong dibebaskan dari hukuman mati, dia dihukum penjara,
tiga tahun kemudian dia dimerdekakan, Teng Liong ingin
menuntut balas, Tapi orang-orangnya sudah bubaran dan di
Bin Kang ada lain orang yang menggantikan kedudukannya.
Hatinya menjadi tawar, ia tetap bersakit hati. kemudian dari
Sucoan Timur ia pergi ke Shoatang, Di sana ia menemui si
nenek buta, sahabatnya, ia minta bantuan ia lantas bekerja,
Nyata ia berhasil dengan gampang.
Gak Yang pingsan, Teng Llong hendak membunuhnya, si
nenek mencegah. Nenek ini menyayangi bakat Gak Yang,
yang dia ingin ambil menjadi muridnya, Mereka berebut
omong, Diakhirinya si nenek menang, Lantas Gak Yang
dibawa ke kuil Go Eng SU itu dimana ia. ia disadarkan Si
nenek kata dialah yang menolongi.
Gak Yang cerdik, la bisa menduga hal yang sebenarnya
maka ia menurut dengan terpaksa, selanjutnya ia tidak suka
banyak bicara, si nenek sangsi ia tidak tahu hal pembunuhan
pada ayah ibunya, ia pernah ditanya dan dikompes, ia
membandel, tetapi ia membilang tidak tahu, masih si nenek
curiga, maka dia telah mengambil putusan, sesudah tiga
bulan, baru dia mau mengabari silat.
Ketika In Hian Bi sampai di Go Eng Su, ia pun ketarik pada
Gak Yang, ia minta si nenek menyerahkan bocah itu
kepadanya, sesudah bicara, mereka mendapat kecocokan lagi
setengah tahun, Gak Yang bakal dibawa ke Biauw Nia.

1116
Sudah satu tahun Gak Yang berdiam di Go Eng Su, terus
dia dijaga keras si nenek, maka itu hidupnya tak tenang,
Sampai itu hari dia bertemu In Gak. entah kenapa, dia lantas
menyukai anak muda itu, hingga dia suka menuturkan riwayat
sedihnya.
si nenek tua membuka rahasia terlebih jauh. Di mata umum
dialah penjaga kuil, tapi sebenarnya dialah penjahat di gunung
Ni San dimana ia mempunyai sarang, oleh kepala penjahat di
Ni San dia dijadikan tocu, kepala cabang. Dia sering
merampas piauw, merampok. dan membunuh orang.
"Sekarang di mana adanya Ban Teng Llong?" In Gak tanya
kemudian.
Nenek itu menggoyang kepala.
"Aku tidak tahu," sahutnya, "Habis membinasakan Gak Bun
Lin dan isteri, dia pergi entah ke mana, Dialah seorang
berumur tiga puluh tahun, Mungkin dia pergi mencari guru
untuk belajar silat lebih jauh, atau dia telah menukar she dan
namanya, Sudah lama dia tak terdengar lagi."
In Gak mengawasi bengis. ia mengangkat tangan
kanannya, menekan nenek itu. Maka matilah si wanita jahat.
Gak Yang bermata merah, rupanya dia menangis, In Gak
merasa kasihan sekali.
"Baiklah aku bawa dia ke Tiang Pek sam supaya dibelakang
hari dialah yang menuntut balas sendiri," pikirnya, Maka ia
lantas gusur mayat si nenek ke gombolan rumput, untuk
dibelesaki di sana.
Tiba-tiba Gak Yang lari pada si anak muda, terus ia
menjatuhkan diri untuk berlutut dan mengangguk-angguk tiga
kali sembari menangis, ia kata: "Paman, Yang-Jie ingin
mengangkat paman menjadi guru, supaya setelah
memperoleh kepandaian Yang-ji bisa merantau mencari
musuh ayah bundaku guna menuntut balas, Yang-ji minta
sukalah paman menerima aku...."
In Gak girang bukan mainTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1117
"Baiklah," katanya, bersenyum. ia mengangguk
Gak Yang pun girang luar biasa.
"Suhu” ia memanggil.
In Gak tidak berdiam lebih lama pula di situ, dengan
mengajak muridnya ini, ia melanjut perjalanannya ke Utara.
XXX
Di kota Tolun di Cinabar ada sebuah tegalan yang luas
yang penuh salju hingga sinarnya menjadi putih silau dan
ujungnya seperti nempel dengan langit, ketika itu belum turun
salju tetapi itulah salju yang turun tadi lewat tengah hari.
Angin pun tidak ada.
Akan tetapi sang salju dengan hawanya yang dingin
membuat tak adil orang yang suka berlalu lintas, sampai pun
burung-burung pada menyembunyikan dirinya. Justeru hawa
begitu dingin dan suasana sunyi, maka dari kejauhan
terdengar tindakan kaki kuda yang berlari-lari di atas es,
hingga pecahlah kesunyian itu.
Di sana lantas terlihat mendatanginya dua penunggang
kuda, yang masing-masing mengenakan baju dan kopiah kulit,
Yang satu seorang dewasa, yang lain bocah, Tiba-tiba yang
satu menahan kudanya sambil ia mengeluarkan seruan
tertahan, hingga binatang tunggangannya berhenti dengan
mendadak sambil mengangkat tinggi kedua kaki depannya,
tidak jatuh karenanya, sebaliknya ia tertawa.
"Hari ini cuaca bagus sekali, Yang-ji," kata dia pada
kawannya, si bocah, “Jikalau turun salju, tak nanti kita dapat
melakukan perjalanan menyenangkan ini, Tinggal lagi empat
puluh li, atau dua jam pula kita akan sudah sampai di kota
Tolun, Kau lapar atau tidak? Kau keluarkanlah rangsum
keringmu, untuk dimakan, sebentar kita melanjuti perjalanan
kita"
Orang yang dipanggil Yang-ji itu, ialah Gak Yang, telah
turut menghentikan kudanya, ia menggoyang kepala.

1118
"Aku tidak lapar suhu," sahutnya, "baiklah kita berangkat
terus, kita bersantap di dalam kota saja."
"Baik," kata si kawan, tertawa, Dialah In Gak. "Mari" Maka
kembali mereka melarikan kuda mereka.
Guru dan muridnya ini berangkat dari Ce-lam menuju ke
chahar Utara. Di dalam tempo tiga hari mereka sudah
melintasi tembok besar Ban Li Tiang Shia, In Gak ketarik
keindahan salju, ia menghentikan kudanya secara sekonyongkonyong
itu.
Mereka lantas melarikan pula kuda mereka. Belum jauh,
atau mereka dikejutkan datangnya angin tiba-tiba. Kuda
mereka menjadi kaget, lantas berjingkrakan, Gak Yang kaget,
dia menjerit. Ketika In Gak menoleh, ia terperanjat. Tubuh
muridnya terlempar dari atas kudanya, Segera ia lompat,
untuk menyamber buat menolongi, ia barhasil. Tapi kuda
mereka lari terus, kabur, hingga lenyap dari pandangan
mata...
Angin meniup terus dengan santernya, langit penuh mega,
itulah biasa cara bekerjanya sang alam, yang berubahnya
selalu diluar dugaan-
In Gak melengak. ia tahu, habis angin, salju bakal
menyusul, atau mungkin akan turun hujan es, ia sendiri tidak
takut, ia hanya berkuatir untuk muridnya yang masih kecil itu.
ia juga mengasihani kuda mereka, yang bisa mati kedinginan-
Gak Yang mencekal erat-erat gurunya, matanya menatap
muka guru itu.
"Suhu," katanya, "kuda sudah hilang, tak perlu dipikirkan
lagi, Karena kota Tolun sudah dekat, mari kita jalan kaki saja.
Yang ji masih dapat berjalan." Ia berkata begitu, tapi ketika
angin menyamber, ia batuk-batuk.
"Enak kau bicara," kata In Gak tertawa, "Ketika kita
berkuda kita itu di mulut Tembok Besar, tukang kuda
mengatakan kedua binatang itu tahu jalanan dan dia

1119
menanggung setengah hari ini tidak bakal ada angin, itu
sebabnya kenapa aku berani melakukan perjalanan ini, siapa
tahu kata-kata tukang kuda itu meleset, Kalau angin dan salju
turun semakin besar, mana bisa kita melakukan perjalanan
kita?"
Gak Yang berdiam, dia bingung.
Benar sekali, angin lantas bertiup semakin santer, salju
dibawa terbang karenanya, Hawa lantas jadi semakin dingin,
syukur mereka memakai baju kulit, Meski begitu si bocah
kedinginan air hidungnya meleleh ke luar.
"Yang-ji, mari kita berangkat" kata In Gak. "Biar kita tidak
tahu arah, itu terlebih baik daripada kita berdiam mematung di
sini..." ia berhenti dengan tiba tiba, ia mendapatkan bocah itu
menggigil.
"Lekas kau duduk. Lekas kau salurkan napasmu seperti
kemarin ini aku ajari"
Anak itu menurut ia duduk bersila, lantas ia bersemedhi. In
Gak duduk di belakang anak itu, tangannya ditaruh di
punggungnya, guna membantu padanya.
Selang sekian lama, pemuda itu mengangguk puas. ia
melihat Gak Yang berhasil dengan latihan hapasnya itu. Mata
bocah itu bersinar "Dia benar berbakat baik sekali," pikirnya.
"Aku mesti jaga dia agar dia tidak sampai tersesat Biarlah dia
yang nanti memajukan Thian San Pay."
"Suhu" kata Gak Yang kemudian dan sambil tertawa.
"Suhu, pelajaran ini benar-benar bagus, Sekarang Yang-ji
tidak takut dingin lagi, bahkan letihku pun lenyap."
In Gak mengangguk ia menyapu salju di pundak si bocah,
ia menarik tangannya, "Mari" ia mengajak, ia lantas lari, Gak
Yang mengikut, ia berlari-lari juga, Hanyalah mereka lari tanpa
tujuan, Angin dan salju turun makin besar, membikin sukar
orang berlari-lari.
In Gak berdua . sudah lari kira setengah jam. Mereka masih
belum dapat menentukan arah. Tiba-tiba In Gak mendengar

1120
ringkiknya kuda, ia menjadi girang sekali dan harapannya
timbul.
"Bagus, Yang-ji," katanya, "Ada orang lewat, kita dapat
minta keterangan-"
In Gak lantas memasang mata ia melihat lari
mendatanginya seekor kuda bulu hitam.
Tapi yang membikin ia baget, ialah penunggang itu
mendekam atas kudanya dan pundaknya merah dengan
darah, itulah tanda orang terluka parah, Lebih mengagetkan di
belakang penunggang kuda itu menyusul beberapa yang lain,
mereka itu berseru-seru, ketika mereka menyandak, mereka
terus membacok orang yang terluka itu.
Dalam kagetnya, In Gak berlompat, mulutnya membentak.
ia pun menggeraki dua tangannya dengan berbareng, Dengan
tangan kiri ia menahan larinya kuda si orang terluka, dengan
tangan kanan ia menyampok serangan-
Penunggang kuda yang menjadi penyerang itu serta
kawan-kawannya terkejut. Senjata mereka kena tersampok.
kuda mereka kaget hingga pada berjingkrakan-Pihak
penyerang itu berjumlah empat orang,
"Pegang ini" ia kata pada Gak Yang, menitahkan si bocah
memegangi kuda si terluka, ia sendiri lantas memasang mata
kepada empat orang itu. Sebelum memperoleh penjelasan ia
tidak mau sembarang turun tangan, ia bertindak guna
mencegah bencana untuk si terluka itu.
Empat penunggang kuda itu lihay ilmu mengendalikan
kudanya, keempatnya dapat menahan kuda mereka, tetapi
orang yang satu menanya dengan keras- "Kau siapa tuan?
Mengapa kau melindungi pemburon itu? Apakah kau kawan
dia? Lekas kau minggir, kami tidak akan ganggu padamu"
In Gak bersenyum.
"Kalau kamu mau menangkap pemburon, kenapa kamu
menyerang orang yang sudah tidak berdaya?" ia balik tanya,

1121
"Sebenarnya bagaimana duduknya hal? Lekas bicara, supaya
aku tidak lancang turun tangan-
"Hai, bocah tidak tahu selatan- orang tadi mencaci, "Kau
berani membentur dato? Sungguh kau cari mampusmu Hm"
Dia tertawa tergelak. lantas tubuhnya mencelat turun-
Perbuatan itu ditelad dua kawannya.
In Gak segera merasai angin meny amber, kekepalanya, ia
tidak takut sebaliknya, ia tertawa dingin, ia lantas berlompat
sambil kedua tangannya bergerak untuk menyambuti
serangan ia lantas menggunai ilmu mencengkeram
"Memutuskan otot Memotong Nadi" dari Hian Wan Sip pat
Kay.
Hampir berbareng tiga orang itu menjerit keras, suaranya
menggiriskan, tubuh mereka roboh ke salju. Lengan mereka
pun pada patah.
Penunggang kuda yang keempat kaget dan ketakutan,
lantas dia memutar kudanya untuk lari balik. Tapi In Gak
mendahului dia, sambil berlompat pesat, pemuda itu
menyamber.
Orang itu kaget, pundaknya dirasakan sakit, ia roboh dari
kudanya tanpa sadarkan diri lagi.
Habis itu In Gak bekerja terus, ia lompat pada
sipenunggang kuda yang terluka itu guna merabah dadanya,
masih merasakan hawa hangat, Lekas-lekas ia memondong
turun, ia menjejalkan sebutir pel Tiang cun Tan di mulut orang
itu, lantas terus ia mengurut.
Tidak lama orang itu membuka kedua matanya, Tangan
dan kakinya pun lantas dapat berkutik. Mendadak dia lompat
bangun.
"Terima kasih," kata ia seraya memberi hormat pada In
Gak. ia lantas menduga bahwa orang telah menolongnya,
"Aku yang rendah ialah Yap Seng. Aku mesti pergi ke kota raja

1122
untuk urusan yang penting, tak dapat aku terlambat di sini.
Maaf” Habis berkata itu, ia mau lompat naik ke atas kudanya,
“Jadinya kaulah Yap Busu” kata In Gak nyaring, ia terkejut
"Telah terjadi apakah di peternakan Cat Pak Bok-thie?"
Yap Seng melengak.
"Kau siapa tuan?" dia balik menanya, “Tolong kau
memberitahukan she dan namamu.."
In Gak membuka kopiah yang menutup kepala dan separuh
mukanya, hingga terlihat
wabahnya yang tampan-
Melihat rupa orang, Yap Seng terperanjat saking girang.
"Ah Cia Siauwhiap" serunya.
"Apakah yang telah terjadi?" In Gak tanya pula.
"Kemarin ini Lui Tayhiap menoblos kurungan masuk ke
peternakan," kata Yap Seng. "Dia telah mendapat luka parah
Dia membilangi kami bahwa siauwhiap bakal lekas tiba. Aku
tidak sangka siauwhiap datang begini cepat Aku sendiri lagi
menjalankan ulahnya Gouw Tiang cu, Aku menoblos kurungan
untuk pergi ke kota raja, guna minta pertolongannya Chong
sin Kay agar dia mencegah panglima dari Tolun mengurung
peternakan- silahkan siauwhiap berangkat ke peternakan, aku
hendak melanjuti perjalananku"
In Gak dapat menerka duduknya hal, ia pun lantas
mengambil putusannya.
"Tak usah Yap Busu,tak usah kau pergi ke kota raja" ia
mencegah, tertawa. "Aku dapat mengundurkan pasukan
pengurung itu, Mungkin aku belum ketahui jelas duduknya hal
tetapi kasarnya dapat aku menduga, siapakah mereka itu?" ia
menunjuk keempat penunggang kuda yang menjadi
kurbannya, Mereka itu rebah dengan hampir keuruk salju. Yap
Seng mengawasi bengis pada empat orang itu. "Mereka
penjahat-penjahat dari Pok Ke Po." sahutnya.
In Gak heranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1123
"Bukankah Pok Eng bersahabat kekal dengan Gouw Tiang
cu?" ia tanya. "Kenapa mereka jadi bentrok begini rupa? oh,
mungkin ini gara-garanya ci Tiauw Som, Tahun dulu itu telah
aku kisiki Gouw Tiangcu agar dia waspada, sebab Tiauw Som
itu di luar manis di dalam busuk."
"Tiauw Som itu tak ada di mataku." katanya sengit dan
masgul, " Lantaran dia putera-nya tiang cu, aku suka
mengalah saja. Memang dialah yang menjadi gara-gara, cuma
bagaimana duduknya, tak dapat aku jelaskan, panglima dari
Tolun, ciangkun Ngo Ay, telah mengurung peternakan, Yang
mengetahui sebabnya cuma beberapa orang."
In Gak menepuk pundak guru silat itu.
"Yap Busu, kaulah laki-laki sejati." ia memuji "Kau berani
berkurban untuk lain orang aku sangat mengagumi." ia
memanggil Gak Yang, ia kata pula: "Inilah Gak Yang, yang aku
baru terima menjadi muridku." ia terus kata pada si bocah:
"Lekas beri hormat pada Paman Yap."
Gak Yang menurut, ia menjalankan kehormatan-Yap Seng
tertawa.
"Orang yang siauwhiap pilih mesti bagus bakatnya" katanya
memuji.
In Gak lantas menghampirkan orang yang ia hajar
pundaknya hingga pingsan, ia menepuk punggungnya hingga
orang itu bebas dari totokan-
"Kenapa kamu mengepung Yap Busu?" ia tanya bengis "
Kau toh dititahkan Pok Eng?" orang itu ketahui ia sudah jatuh
di bawah pengaruh. ia suka berbicara.
"Duduknya hal yang jelas aku tidak tahu," ia menyahut,
"Apa yang aku ketahui kejadisn ini disebabkan Gouw Tiang cu
bermusuh dengan Liong Kang Sam Kwe dan Pok Eng pocu
kami ingin memiliki cat Pak Bok-thio. Kami diperintah
menyerang Yap Busu."
In Gak mengangguk Terang sudah sebabnya perkara.

1124
"Kenapa ciangkun dari Tolun mengurung peternakan?" ia
tanya. Penjahat itu agaknya bersangsi.
"Itu ada sebabnya yang lain," ia menyahut juga. "Perdana
Menteri Ho Kun kecurian banyak barang permata, setelah
mencari sekian lama, barang itu kedapatan di piauwklok Gouw
Siang Lin di Pakkhia, Siang Lin itu puteranya Gouw Tiang-cu.
Katanya masih ada dua rupa barang lainnya berada di dalam
peternakan, maka itu Tolun ciangkun mengurung dan
memberi batas tempo lima hari, jikalau tidak Gouw Tiang cu
bakal ditangkap untuk diperiksa perkaranya."
In Gak tertawa.
"Semua dua-dua urusan buah perbuatannya Pok Eng." ia
kata, ia lantas melayangkan sebelah tangannya, maka
sipenjahat menjerit satu kali, tubuhnya terpental roboh,
nyawanya terbang pergi.
Yap Seng melihat itu, ia kagum bukan main-
"Dia baru berumur dua puluh tahun, roman-nya tampan
dan halus, dia hanya seorang terpelajar toh dia begini lihay,"
pikirnya, Aku hidup di ujung golok tapi kepandaianku tidak
berarti..."
Diam-diam busu itu menghela napas karena kagumnya itu.
In Gak tertawa pula dan kata, "Yap Busu, mari kita lekas
berangkat"
Yap Seng setuju.
Kudanya keempat penjahat masih berdiam di situ. In Gak
dan Gak Yang mengambil seekor, si busu seekor juga, maka
itu dilain saat bertiga mereka sudah kabur, Yap Seng lari di
depan sebagai penunjuk jalan-Gak Yang girang sekali.
Sebentar saja tegalan itu menjadi sunyi pula, keempat
mayat diuruk salju, lenyap dari pandangan mata. Yang tinggal
ialah angin menderu-deru dan salju yang masih berterbangan
terus....
oooo

1125
BAB10
DI PERBATASAN Utara, di daerah peternakan sang salju
memperlihatkan keindahan atau kegarangannya... salju
beterbangan turun dalam gumpalan gumpalan seperti sayap
angsa, memain di tengah udara, turun ke bumi, tebalnya satu
kaki dengan satu kaki.
Meski begitu, orang masih melihat pagar-pagar tinggi dan
besar, yang tadinya hitam legam. Hanya setelah diserbu Liong
Kang Sam Kwe, peternakan itu telah mengasih lihat roman
yang lain daripada biasanya, Sisa kuda telah dikumpulkan
menjadi satu, di sana terdengar ringkik mereka, terdengarnya
menyedihkan seperti juga semua hewan itu tak sanggup
menderita kedinginan-
Beberapa diantaranya lari berputaran- Disamping itu
belasan peg awai peternakan lagi melawan serangan salju,
bekerja membetuli pagar.
Di dalam rumah, di ruang besar, Hui In ciu Gouw Hong Piu
berjalan mundar-mandir, sinar matanya menandakan dia
sangat gusar dan mendongkol. Ruang itu suram.
Di kedua samping, duduk di atas kursi, kedapatan Pat-kwa
Kim-to The Kim Go bersama Nona nona Tio Lian cu dan Ciu
Goat Go serta belasan busu, semua berdiam, air muka mereka
guram, Maka itu, di dalam keadaan suram itu, suasana
mendukakan berbareng tegang. Awan kedukaan menawungi
rumah itu.
The Kim Go tidak tenang hati menampak kegelisahannya
Gouw Hong Piu, Alisnya berkerut.
"Toako, kau biasa tenang sekali, mengapa hari ini kau tidak
dapat menguasai dirimu," ia tanya, “Jangan kata baru
peternakan kita rusak separuhnya, biarnya ludas semua,
apakah halangannya? Apakah kita menguatirkan penghidupan
kita selanjutnya? Andaikata Pok Ke Po datang menyerbu pula,
kita jangan buat kuatir. Tak lebih tak kurang, kita cuma bakal
mengadu jiwa"

1126
Hong Piu berhenti mundar mandir. Dia tertawa
menyeringai.
"Kau terlalu memandang enteng kepadaku, hiante" ia kata,
"Harta itu benda sampiran, hidup kita tidak dapat
mengangkutnya semua, mati tak dapat kita bawa. Apakah
yang harus dibuat duka? Hanya semenjak pagi ini, ada
semacam alamat buruk yang menawungi aku, yang membikin
napasku sesak... jikalau bencana datang pula, cara bagaimana
aku dapat tak memikirkan keselamatannya beberapa ratus
saudara-saudara kita yang berkumpul di sini?"
Kim Go masih hendak menghibur saudara angkat itu tatkala
telinganya mendengar suara kelenengan kuda yang terbawa
angin keras, yang bercampur dengan suara meringkiknya
kuda. Hati semua orang bercekat, air muka mereka pun
berubah.
orang tak usah menanti lama akhirnya melihat pintu ruang
ditolak keras, hingga terpentangnya itu membikin angin dan
salju menyerbu masuk.
Diantara itu muncullah satu orang, yang lantas dikenal
sebagai Yap Seng, yang air mukanya tegang. Hingga orang
menyangka kepada suatu ancaman mala petaka pula.
Selagi semua mata mengawasi kepadanya, Yap Seng
membuka tutup kepalanya, hingga sekarang terlihat mukanya
saja yang penuh salju. Dengan kedua tangannya ia lantas
menyusutnya.
"Tiangcu" busu ini berkata, "Di luar ada datang dua orang
yang mengatakan merekalah orang-orang berpangkat congsiauwkoan
dari jendral Gok lo dari Tolun, katanya mereka
membawa surat rahasia dari jendral itu. Mereka kata mereka
mau menghadap tiang cu sendiri."
"Apakah cuma datang dua orang?" Hong Piu tegaskan, ia
merasa tidak enak. hingga parasnya berubah. Yap Busu
menggeleng kepala.

1127
"Mereka membawa lima atau enam ratus serdadu."
Sahutnya. "Mereka membekal juga meriam yang telah diatur
di pelbagai jalan penting. Kedua siauwkoan itu garang sekali,
mereka memaksa mau mengajak satu barisannya menerobos
masuk ke dalam pekarangan kita hingga saking gusar aku
hajar roboh empat atau lima serdadu pengiringnya, begitulah
aku cuma mengijinkan mereka berdua."
Hong Piu tidak menegur meski ia tahu perbuatan si busu
dapat membawa bencana, inilah karena ia ketahui Yap Seng
gagah berani dan jujur dan perbuatan itu untuk menjaga
kehormatan mereka bersama. ia mengangkat tangannya dan
berkata sambil tertawa. "Baiklah, tolong saudara membilangi
mereka bahwa aku si orang she Gouw mengundang mereka
masuk."
Yap Seng menurut, ia pergi ke luar pula.
Hong Piu lantas memandang Kim Go, siapa terus tunduk
berpikir.
Lekas sekali Yap Seng sudah kembali bersama kedua
siaukoan atau letnan- Hong Piu berbangkit untuk menyambut.
Salah satu letnan lantas kata sambil tertawa dingin: "Gouw
Tiang cu. ini orang sebawahanmu.." ia menunjuk Yap Seng,
romannya gusar, "dia kosen sekali, dia melebihkan jendral
kami."
Hong Piu tertawa dan berkata cepat: "Aku harap diberi
maaf saja, memang kami di tempat peternakan ini semua
orang kasar, yang tidak mengerti adat istiadat dan
perbuatannya Yap Seng Busu bukannya disengaja . . . ."
"Hm" Letnan itu kasih dengar suaranya, tetapi waktu sinar
matanya bentrok dengan sinar mata Yap Seng, dia menggigil
sendirinya. Sinar mata Busu itu bengis seperti sinar rnata
harimau. Dia batal hendak bicara lebih jauh Dia lantas
mengeluarkan surat sep-nya dan menyerahkannya seraya
menambahkan "Silahkan tiang cu baca ini, nanti kau ketahui
kenapa kami datang ke mari."

1128
Gouw Hong Piu menyambuti surat itu untuk terus dibuka
dan dibaca, segera terlihat air mukanya berubah.
The Kim Go terperanjat, ia turut melihat ia nampak kasar
tapi ia cerdas, ia tidak mengasih lihat perubahan air muka
Sebaliknya, dengan manis budi ia kata: "Hawa udara begini
dingin, tuan-tuan juga datang dari tempat yang jauh, silahkan
tuan-tuan minum dulu untuk melawan hawa dingin ini"
Tanpa menanti jawaban, ia perintah orang menyiapkan
meja perjamuan, sedang kepada Yap Seng ia menambahkan
"Yap Busu, tolong kau serta beberapa kawanmu pergi
mengantari barang santapan untuk rekan-rekannya kedua
tayjin ini" sembari berkata begitu, ia mengedipi mata.
Yap Seng mengerti, ia lantas berlalu dengan mengajak
belasan b us u lainnya, sebentar saja suara tindakan kaki
mereka yang berisik lantas lenyap.
Kedua letnan itu merasa tidak enak. Satu diantaranya
berkata: "Kami lagi bertugas, tidak dapat kami ayal-ayalan-
Terima kasih untuk kebaikan tiangcu Marilah tiangcu turut
kami pergi ke Tolun"
Lian cu bersama Goat Go saling mengawasi
Mereka tahu Kim Go hendak melakukan sesuatu. Hong Piu,
yang tadi nampak air mukanya guram, tertawa sambil
mengurut-urut kumisnya, Kim Go tertawa berkakak.
"Inilah bukan urusan sangat penting," berkata "Sebentaran
tidak ada halangannya," katanya, "Lagi-nya udara begini
buruk. andaikata kita pergi ke Tolun lagi dua tiga hari pun
tidak ada artinya. Benar bukan, jiwi?"
Tiba-tiba kedua letnan itu membuka mata lebar.
"Apakah kamu hendak menawan hamba negara dan
berontak?" mereka membentak. "Jendral kami sudah
menduga kamu mestinya bangsa berandal, maka juga tempo
kami mau berangkat ke mari, dia sudah siap sedia, dia telah
memberi batas waktu, selewatnya itu dia menitah menyerang

1129
kamu dengan meriam. Kapan akulah tiba saatnya, kamu nanti
lihat kemala tak dapat dibedakan daripada batu"
The Kim Go tertawa terbahak.
“Jiwi, kamu benar tidak sudi minum arak pemberian
selamat hanya arak dendaan," dia kata nyaring, “Jangan kata
memangnya kami bukan bangsa takut mampus, sekalipun
kami hanya rakyat jelata, kami tidak dapat membiarkan kami
di-fitnah tidak keruan." Kata-kata ini dibarengi dengan satu
serangan kepada kedua letnan itu.
Dua opsir itu lihay juga, meski mereka kaget, mereka dapat
lompat mundur, untuk terus lari keluar. Akan tetapi Lian cu
dan Goat Go sangat sebat, keduanya sudah berlompat
menghadang, pedang mereka segera dihunus.
Kim Go juga lompat menyusul, dua jeriji tangannya bekerja
menotok kejalan darah hun hian, atas mana kedua letnan itu
lantas tak sadarkan diri, tubuh mereka roboh terguling.
"Kurung mereka" The Kim Go memberi perintah.
Hong Piu nampak berduka dan bersangsi.
"Hiante, bukankah sikapmu ini akan memperbesar
bahaya?" ia tanya.
"Kita sudah menunggang harimau hingga tak dapat kita
turun lagi," kata Kim Go, dingin. "Taruh kata toako turut
mereka pergi ke Tolun, belum tentu kau dapat pulang dengan
tubuh selamat dan utuh."
"Ya, apa boleh buat" berkata pemimpin peternakan itu. ia
sangat berduka hingga tanpa merasa air matanya meleleh ke
luar dan menetes jatuh. Ciu Goat Go berduka sekali, ia
membade kepada ancaman malapetaka.
“Paman Gouw, sebenarnya ada terjadi apakah?" ia tanya,
"coba paman mengasih keterangan, supaya kita mendapat
tahu, mungkin kita dapat membantu memikirkan sesuatu."
Hong Piu mengawasi nona itu, ia menghela napas.
"Kau tidak ketahui, titli," katanya berduka sekali, " urusan
ini..." ia belum dapat meneruskan, di kejauhan sudah

1130
terdengar letusan meriam, hingga ia menjadi sangat kaget ia
lantas berpaling kepada The Kim Go dan kata: " celaka
Pasukan negeri itu sudah mulai menyerang. Mari kita maju" ia
menoleh pada kedua nona untuk memesan: " keselamatan
keluarga kami, aku serahkan kepada kamu" Lantas dengan
membawa tongkatnya ia lari ke luar bersama The Kim Go.
Angin keras sedang mengamuk. -salju berterbangan
menyampoki muka, Suara angin membisingi telinga, Maka itu,
sukar dua orang itu berlari-lari. Demikian hebatnya salju,
orang juga tidak bisa melihat jauh, akan tetapi api-nya meriam
terlihat cukup nyata, karena sinarnya merah. Meriam
menggelegar lalu sirap. api pun sirna. Habis itu terdengar pula
suara menggunturnya dan apinya kembali berkelebat.
Hong Piu bingung, ia sudah menunggang kuda tetapi ia
meraba sukar berjalan- ia masgul sekali disebabkan suratnya
jendral Gok o yang dibawa kedua letnan tadi. Surat itu
merupakan titahnya Perdana Menteri Ho Kun untuk jendral itu.
Katanya penjahat sudah mencuri di gedung perdana menteri
itu, banyak rupa mustika sudah lenyap. di kantor piauwkiok
Gouw Siang Lin, puteranya Hong Piu, di kota Thian-cin, telah
dapat diketemukan pula, kecuali dua diantaranya.
Karena itu Siang Lin dituduh telah mengirimkan dua rupa
barang ke peternakan ayahnya di perbatasan Utara. Karena
itu juga, titah rahasia dikirim kepada jendral Gok o untuk
jendral ini membekuk Hong Piu.
Gok o bersahabat baik dengan Hong piu, benar ia tidak bisa
menolongi tetapi ia dapat memberi pikiran- sebenarnya ia tak
cocok dengan perdana menteri itu, ia baik dengan Ke cin-ong,
meski begitu, tidak dapat ia menolak atau mengabaikan
perintah itu.
Maka ia menyarankan Hong Piu mengajak keluarganya
menyerahkan diri ke kantor jendral di Tolun, ia menerangkan
juga, kabarnya Ho Kun sudah mengirim tujuh pahlawan
pribadinya, dari itu kalau sampai semua pahlawan itu tiba,

1131
pasti Hong Piu menghadapi bahaya bersama anak istrinya,
serta semua orang peternakan-
Maka itu, ia berduka bukan main, ia pikir: "Tidak mungkin
anakku melakukan kejahatan itu, pastilah ini buah
pekerjaannya Pok Ke Po yang berkongkol dengan Kiong-bun
ji-kiat, atau, inilah akibat perbuatannya Cia siauwhiap... Tapi
aku percaya inilah pasti perbuatannya Pok Eng"
Maka ia terduka dan berkuatir sekali, ia pun memikirkan
keselamatan anak dan cucu mantunya di kota Thiancin itu
Demikian ia lari ke depan dengan pikiran kacau.
The Kim Go mendampingi tiangcu itu, ia tidak mendengar
orang berkata apa apa, ia menduga kepada kesusahan hati
orang, Maka ia kata menghibur: "Toako, kau tenangi diri.
Sampai ini waktu, kita cuma dapat bertindak dengan melihat
gelagat, Toako berhati mulia dan pemurah, meski didalam
dunia ini ada orang yang berhati buruk. tetapi di atas ada
Thian yang maha adil, siapa tahu, jikalau dalam ancaman
bencana ini kita bakal mendapat pertolongan? Berduka dan
berkuatir saja tidak ada faedahnya, yang penting ialah kita
berdaya."
Kim Go bicara dengan sukar dan mesti batuk-batuk
beberapa kali, inilah sebab mereka maju dengan melawan
angin dan sang angin menyampok mereka sambil membawabawa
salju.
Hui In ciu menggeleng kepala, dia menyeringai. Dengan
sebelah tangannya ia mengusap salju di mukanya, ia tidak
dapat membilang Suatu apa.
Suara meriam membungkam terus, sebaliknya dari samping
terdengar suara larinya kuda keras, Maka itu kedua orang ini
menahan kuda mereka dan mereka menoleh ke arah suara
mendatangi itu.
Sepera terlihat seekor kuda dengan dua orang
penunggangnya, sesudah kuda itu datang lebih dekat, terlihat

1132
Yap Seng bersama seorang lain yang tubuhnya berlumuran
darah.
Yap Seng melihat Hong Piu dan Kim Go dia menahan
kudanya seraya berkata nyaring: "Tiangcu, jangan maju terus,
Inilah Lui Tay-hiap yang terluka tembakan meriam silahkan
tiangcu membawa dia pulang untuk diobati"
Habis itu, dari roman tegang, busu itu bersenyum, ia
menambahkan- "Syukur Lui Tayhiap datang. Seorang diri dia
membikin bungkam belasan buah meriam serta berhasil
membekuk seorang hu-ciang, hingga Liauw Busu bisa
memaksa hu-ciang itu melarang penembakan terlebih jauh.
Lui Tayhiap terluka pecahan peluru, mungkin tak dapat dia
disembuhkan dalam beberapa hari, Sekarang jalan darahnya
sudah ditutup,"
Hong Piu berdua kaget berbareng girang mendengar
disebutnya Lui Tayhiap. ialah Lui Siauw Thian- Dengan lekas
mereka lompat turun dari kuda mereka, untuk
menghampirkan Yap Busu yang berhenti di depan mereka.
Oleh karena dia ditutup jalan darahnya, Siauw Thian
berdiam seperti orang tidur, mukanya pucat, Di pundak kirinya
darah sudah membeku. Terang dia telah mengeluarkan terlalu
banyak darah dan menjadi lemah karenanya. Tentu sekali
mereka menjadi sangat berduka. Mereka ingat bagaimana
besar pertolongan sahabat ini.
"Mari" Hong Piu mengajak. Bersama Kim Go ia naik pula
atas kuda mereka masing-masing, buat lari balik, YapBusu
melarikan kudanya mengikuti.
Di rumah, di ruang besar, Lian cu dan Goat Go menyambut
Mereka pun kaget dan berkuatir.
Kim Go berdua Hong Piu lantas bekerja, Mereka membuka i
bajunya orang she Lui itu untuk memeriksa lukanya.
"Syukur tulang-tulangnya tak patah atau remuk." kata Kim
Go, "dia cuma terluka di daging. Toako, tolong kau pergi ambil

1133
obat, nanti aku singkirkan pecahan peluru ini." Hong Piu
menurut, ia lari masuk dan kembali dengan cepat.
The Kim Go menggunai pisau memotong daging untuk
menyingkirkan semua pecahan, Kedua nona ngeri, mereka
sampai melengos ke luar.
Tidak lama Kim Go sudah selesai, Luka-nya siauw Thian
dipakaikan obat dan ia ditukari baju yang baru, habis mana ia
ditotok sadar.
Dengan lantas Kian Kun ciu mendusin, ketika ia membuka
matanya, ia melihat siapa berada diantaranya. ia bersenyum,
lantas ia mau berbangkit.
“Jangan” Kim Go mencegah, "Tayhiap sudah mengeluarkan
banyak darah, baik kau rebah saja beristirahat. Diantara kita
tak ada hormat- penghormatan-"
Siauw Thian merasai kepalanya pusing. Itulah tanda ia
sudah mengeluarkan terlalu banyak darah, Meski begitu ia
tertawa dan kata: "Maaflah." ia terus memandang Lian cu dan
berkata tertawa: "Nona, kau masih menyimpan obat Tiang cun
Tan dari Lo Sam atau tidak? Kalau ada, maka aku si Lo Ji, aku
tidak bakal mati"
Nona Tio terperanjat Segera ia ingat halnya diwaktu In Gak
mau berpisahan dari mereka, ia dan Goat Go telah diberikan
seorang tiga butir pel itu, dan ia masih mempunyai sisa dua
butir, Tak ayal lagi ia mengeluarkan sebutir dan terus
mengasih makan pada orang she Lui itu.
Begitu ia sudah memamah dan menelan obat itu, Siauw
Thian duduk bersemedhi guna memusatkan pikirannya, guna
menyalurkan pernapasan dan darahnya.
Tiang cun Tan obat mujarab buatan Beng Liang Taysu,
maka itu selang sehirupan teh, muka pucat dari Siauw Thian
lantas berubah menjadi dadu, terus menjadi terang bercahaya
hingga dilain detik, orang yang tadi terluka parah itu,
mendadak dapat mencelat bangun, berdiri dengan tegar.

1134
Dia terus tertawa lebar dan berkata nyaring: "Aku bilang
terus terang, Lo Sam berat sebelah, Saudara angkatnya dia
tak berikan obatnya meski sebutir, akan tetapi si nona manis
dia memberikannya banyak. Biarlah lain kali aku minta, aku
menitis pula menjadi anak perempuan supaya aku mendapat
kebaikan seperti nona-nona ini"
Mukanya Nona Tio menjadi merah.
"Cis" dia menegur, “Jikalau lagi sekali kau berani enteng
mulut, lihat nonamu tabas lidahmu atau tidak"
Goat Go sebaliknya tertawa geli. Siauw Thian membuka
mulutnya tertawa pula.
"Ya, nona yang baik, kau boleh galak terhadap aku si Lo
Ji," katanya, masih menggoda "Lihat kalau sebentar Lo Sam
datang, di depan dia nanti kita membuat pembicaraan untuk
mencari keputusan siapa benar siapa salah"
Mendengar perkataan itu, mukanya Lian cu ramai dengan
senyuman, wajahnya bersinar.
"Benarkah dia bakal datang?" dia lantas menanya. Lupa dia
pada likatnya, Dia ingat bagaimana selama satu tahun dia
pikirkan anak muda itu, sampai dia memimpikannya.
Siauw Thian gemar sekali berguyon, bukan dia menjawab,
dia justru tertawa, Hanya kali ini sambil ia berlompat ke depan
Hong Piu, supaya ia tak diserang si nona. "Kenapa tentara
negeri datang mengurung?" dia tanya pemilik peternakan itu.
Hong Piu bersama-sama Kim Go menuturkan sebabmusababnya.
Lian cu mendongkol tanpa bisa berbuat apa-apa, karena
orang lantas bicara dari urusan penting yang lagi dihadapi itu.
ia cuma bisa membanting-banting kaki dan mengutuk.
Siauw Thian berpikir setelah ia memperoleh keterangan itu,
Jikalau begitu kita perlu lekas mengirim orang ke kota Yankhia."
ia kata kemudian, " Di sana kita mesti minta
pertolongan ketiga tertua Kay Pang supaya mereka itu pergi

1135
bicara dengan Ke cin-ong, agar tindakannya Ho Kun itu dapat
dihalang-halangi. Mengenai Lo Sam..
Jilid 18 : Pengampunan sang guru
MENDENGAR disebutnya Lo sam, ialah In Gak. matanya
kedua nona bersinar pula, Mereka lantas mengawasi tajam
dan mendengari dengan seksama.
"Sebenarnya aku datang kemari dari Celam bersama sama
Lo Sam," Siauw Thian memberi keterangan, "Di tengah jalan
kita berpisah, Lo Sam kata dia hendak mengurus sesuatu dulu
dan aku diminta lekas berangkat ke mari." Aku percaya Lo
Sam tidak bakal ayal-ayalan dan dia akan tiba di sini besok
atau lusa. Asal dia tiba, pasti urusan akan dapat diselesaikan-"
Lian cu dan Goat Go girang bukan main- jadi besok atau
lusa, mereka tak usah berduka atau berkuatir lagi, setibanya
In Gak. urusan akan beres...
Hong Piu masih tetap berkuatir dan berduka, dia menjadi
bingung, hingga dia tak dapat berpikir tenang seperti biasa,
Dia minta Siauw Thian lekas menulis surat ke Yan-khia supaya
surat itu dapat segera dikirim.
Kim Kiauw ciu mengerti keadaan, maka ia lantas menulis
suratnya itu. Yap Seng suka bekerja, ia mengajukan dirinya
sebagai pembawa surat, maka berangkatlah ia segera.
XXX
Hawa dingin di Utara biasa saja untuk penduduk Utara,
tidak demikian bagi orang asing asal Selatan yang baru tiba di
Utara, apa pula hawa udra di waktu malam. Sukar orang
lantas dapat tidur pulas, selalu telinga mereka diganggu deru
angin yang menyerang rumah sampai seperti bergoyanggoyang,
yang menyerbu jendela hingga kerasnya yang
tercelup minyak menjadi berbunyi- bunyi perlahan tapi
berisik...

1136
Demikian dengan Lian cu dan Goat Go, yang tidur dalam
sebuah kamar. Mereka tidak segera dapat tidur pulas. Mata
mereka meram, hati mereka bekerja. Hati mereka tidak
tenteram, entah karena girang atau lantaran berkuatir, In Gak
bakal datang, tetapi masih belum tiba, hingga tak ketahuan
dia masih berada di mana....
Dalam saat berisik yang wajar ini, mendadak ada satu
suara pada daun jendela. Berisiknya sang angin tak dapat
menyarukan suaranya, kedua nona menjadi terperanjat,
hampir berbareng keduanya lompat turun dari atas
pembaringan guna memasang mata dan telinga.
Mereka tidak mendengar suara lainnya lagi akan tetapi
mereka lompat pula ke belakang pintu, Lian cu mengulur
sebelah tangannya untuk membuka pintu itu. Maka keduanya
dapat lantas pergi ke luar.
Di samping angin meniup keras, sang malam gelap sekali,
Sukar untuk melihat jauh ke depan, kedua nona itu pun
terganggu sampokan salju, hingga mereka sukar membuka
mata mereka.
"Mari kita mencari dengan bantuannya cahaya pedang"
Goat Go berbisik di kupiug Lian Cu.
Nona Tio lagi memikir daya ketika ia mendengar kisikan itu.
"Bagus" serunya perlahan
Hampir berbareng, kedua nona menghunus pedangnya
masing-masing. Suara kedua pedang terdengar nyata dan
sinarnya pun lantas berkelebat. Di dalam jarak tiga kaki di
sekitarnya mereka lantas dapat melihat terang. Mereka terus
berendeng, mereka maju bersama,
"Siapa? "mendadak terdengar bentakan nona Tio. ia pun
segera berlompat ke kanannya. Goat Go turut berlompat,
hingga pedang mereka berkelebat bersama.
Mendadak tampak berkelebatnya sesosok tubuh yang besar
dan gesit, sembari menghilang di tempat gelap. orang itu

1137
mengasih dengar suara-nya: "Budak- budak perempuan yang
lihay"
Kedua nona tidak menyangka orang demikian lihai, tapi
mereka tak kuatir, mereka
lompat menyusul. Tengah mereka berlompat itu, mereka
mendengar tertawanya Lui Siauw Thian, yang berkata
nyaring: "Kunyuk. dapatkah kau terbang ke langit?" Bentakan
itu disusul dengan satu jeritan kesakitan-
Tatkala Lian cu berdua Goat Go menyusul sampai di dekat
Siauw Thian, mereka melihat Kian Kun ciu tengah mengempit
tubuhnya satu orang.
Dia tertawa dingin, Tatkala dia melihat kedua nona, dia
kata: " Nona- nona, malam ini bangsat yang datang berjumlah
tak sedikit, maka itu pedang kamu ceng Hong dan Ki hwat
dapat diberi ketika untuk membuktikan kelihayannya."
"Di mana adanya kawanan bangsat itu?" Goat Go tanya.
"Mari nona-nona turut Lui Lo Ji" Siauw Thian berkata.
Suasana tegang tapi dia dapat bergurau Dengan masih
memegangi tubuh tawanannya dia berlompat ke depan, untuk
terus berlari.
Kedua nona lari mengikuti.
Sang angin tetap menderu tak mau berhenti mendatangkan
lempengan-lempengan es, Di dalam keadaan seperti itu, di
siang hari juga sukar orang melihat apa-apa, apa pula di
waktu malam gelap. Siauw Thian maju terus, begitu pun
kedua nona, yang mengandaikan sinar pedangnya. Mereka
maju tanpa mengenali arah timur atau barat, selatan atau
utara, Hawa dingin sekali me-resap ke tulang-tulang.
Siauw Thian kesusul kedua nona dan kena dilewati, dia
menjadi ketinggalan-"Lui Losu, di mana si penjahat?" mereka
itu tanya. "Tak dapat kita maju tanpa arah"
siauw Thian berdiam, Baru sekarang dia menduga, Tentu
sekali tak gunanya maju terus kalau musuh tak nampak.

1138
"Mari kita kembali, kita menunggu di rumah" katanya
kemudian. Sekarang ia mengerti, mereka bisa mati beku kalau
mereka maju tidak karuan juntrungannya. Kedua nona
menyahuti, mereka lantas kembali.
Tiba-tiba terlihat bergeraknya sebuah tubuh di depan
mereka, bagaikan elang menyambar.
"Siapa?" membentuk siauw Thian, dia menolak dengan
kedua tangannya. Orang itu mencelat tinggi "Lui Losu?" dia
menanya.
Kian Kun ciu melengak. Segera ia menarik pulang kedua
tangannya. orang itu turun, dia tertawa lebar.
"Sudah lama kita berpisah Apakah Lui Losu baik?" dia
tanya.
Siauw Thian mengawasi dengan meminjam sinar pedang
kedua nona.
"Oh, Saudara Ce." serunya girang, " kenapa kau pun
datang ke mari?"
Orang itu tak lain tak bukan ialah Kauw-ciu Kun Lun Ce
Hong, imam dari kuil chin su di Thaygoan, Dialah yang dulu
hari terkenal sebagai maling-maling yang mulia hatinya,
sekarang dia dandan sebagai seorang biasa.
"Aku tidak sangka luka Losu dapat sembuh begini cepat"
katanya tertawa pula. Kian Kun ciu heran-
"Kenapa saudara ce ketahui lukaku?" ia tanya. Ce Hong
menatap.
"Mari kita bicara di dalam" dia mengajak.
Siauw Thian akur, Berempat mereka masuk ke dalam
rumah, Di ruang besar, api dipasang terang-terang, Di sana
tampak Hong Piu dan Kim Go duduk dengan roman berduka,
pakaian mereka bertitikan darah. Melihat Siauw Thian semua,
mereka lantas menyambut.
"Kalau terus terusan begini, sungguh hebat." kata Hong Piu
masgul, alisnya berkerut ia heran ketika ia melihat Ce Hong.
Lekas ia menanyai "Siapakah tuan ini?"

1139
Siauw Thian bersenyum ia menyebut namanya Ce Hong.
Hong Piu dan Kim Go memberi hormat. Ke-duanva
menyatakan girang dengan penemuan ini. Ce Hong
mengawasi tajam.
"Sudah lama aku mendengar nama jiwi yang aku buat
kagum," ia berkata.
"Kebetulan aku kenal baik pada Cia siauwhiap. maka itu
aku sengaja datang kemari." ia menoleh kepada Siauw Thian
dan meneruskan: "Setelah berpisah di chin Su, aku pergi ke
Pok Ke Po. Aku kenal baik Pok Eng, sudah lama aku tidak
bertemu padanya. Tiba di sana aku terkejut mendengar
halnya dia bentrok dengan saudara Gouw di sini.
Dia telah kena diogok Liong Kang Sam Kwe. Apa yang
dilakukan barusan baru satu diantara pelbagai siasatnya,
karena itu aku kuatir Gouw Tiangcu beramai nanti letih tidak
keruan dan tak dapat tidur tenang.”
Gouw Hong Piu terkejut.
"Apakah saudara maksudkan kehilangan mestikanya Ho
Siansing dan penyerbuan kepadaku itu semua siasatnya Pok
Eng?" ia tanya.
Ce Hong mengangguk.
"Aku tidak sangka sahabatku Pok Eng semenjak kecil telah
berubah menjadi begini rupa." kita dia sungguh-sungguh, "Dia
menjadi si manusia hina yang di dalam perutnya
tersembunyikan pedang yang tajam, sebenarnya sudah lama
dia bercita-cita merampas peternakan di sini, sebegitu jauh dia
belum turun tangan karena dia merasa jeri terhadap jiwi,
sampai sekarang ini muncullah penghianat di dalam yang
membuka jalan-.." ia memandang Hong Piu, untuk berkata
pula:
"Ci Tiauw Som yang menjadi anak angkat tiangcu telah
kena dilagui Li Louw, puteri kedua dari Pok Eng, dia mendapat
ingatan busuk dan telah mewujudkannya, sekarang ini kira
delapan ribu ekor kuda tiangcu berada di dalam kandangnya
Pok Eng..."

1140
Hong Piu gusar hingga kumis dan rambutnya bangun
berdiri, matanya membelalak. "Sekarang ini di mana adanya
Tiauw Som?" dia tanya. Ce Hong tersenyum.
"Selama yang belakangan ini Pok Eng sudah bebesanan
dengan jendral dari Tolun," ia berkata sebelum ia menjawab
langsung, "ialah anak gadisnya yang sulung, Li Eng, sudah
dijodohkan dengan putera Gok 0. Dengan begitu hati Pok Eng
menjadi tambah besar, ia percaya, ia dapat andlan tulang
punggung. Gok o sendiri bersangsi, sebab dia menduga
tiangcu berdua mempunyai hubungan erat dengan Ke cin-ong,
ia sendiri orang kepercayaannya pangeran itu, apabila Ke cinong
mendengar sepak terjangnya ini, itu dapat berakibat tak
bagus untuknya.
Begitulah ia telah mengirim orang ke kota raja, untuk
memperoleh keterangan, Di lain pihak tidak dapat ia
menampik perintahnya Ho Kun, maka dengan terpaksa ia
mengirim barisan serdadunya ke mari.
Walaupun demikian, segala perbuatannya Pok Eng itu ada
di luar tahu jendral yang menjadi besannya itu. Mengenai Ci
Tiauw Som, dia sekarang berada di rumahnya Pok Eng."
Hong Piu begitu gusar hingga ia menumbuk meja, mejanya
itu menjadi bolong.
"Binatang celaka itu, jikalau aku tidak bekuk dan
mencincangnya, tak puas aku" ia ber-seru.
Ce Hong berduka dan menyesal. Ketika ia bicara pula, ia
tertawa.
"Saudara Lui, di dalam pasukan tentara itu ada orangorangnya
Pok Eng," ia memberi tahu. "Kau datang diwaktu
siang, aku si orang she Ce sudah melihat kau. Sayang tidak
dapat aku membantu padamu, Aku lihat tenaga di sini kurang,
inilah harus dipikirkan-.."
Siauw Thian mengangguk ia memberi tahu bahwa Yap
Seng sudah dikirim ke Yan-khia guna meminta bantuan, dan
bahwa In Gak bakal lekas tiba. Matanya Ce Hong bersinar.

1141
"Oh, Cia Laotepun bakal datang" katanya tertawa, "Ini
menggirangkan Bagaimana dengan si Nona Kouw..."
Belum lagi orang bicara habis, Siauw Thian sudah
mengedipi mata, maka itu, suara Hong berhenti secara tiba
tiba, ketika ia lirik kepada kedua nona di sampingnya, ia lantas
mendusin, ia menduga: "Kedua nona ini tentulah semua
tunangannya Cia Laote, pantas Lui Loji mengedipi aku..." ia
bersenyum. Lian cu lantas bercuriga.
"Bagaimana?" ia tanya Siauw Thian.
The Kim Go dapat menduga duduknya hal, ia segera
campur bicara untuk mengalihkannya ke lain jurusan, ia bisa
mengarti In Gak disukai nona-nona lantaran tampan dan
kegagahannya.
Lian cu mendongkol, ia mengawasi bengis kepada Kian Kun
ciu.
Goat Go lagi. ia pun curiga, tetapi ia lemah lembut, maka
sambil tertawa ia berbisik di telinga Nona Tio: "Enci, engko In
di luaran gampang sekali menarik perhatian orang, Biarlah ia
pasti bukannya orang dengan tabiat menyukai yang baru
melepaskan yang lama, ia mungkin telah ditakdirkan
mempunyai tiga istri dan empat gundik, Apa kita bisa bikin?
Buat apa kau layani kunyuk she Lui ini? Kalau besok engko In
datang, bukankah kita dapat tanya dia langsung?"
Lian cu dapat dikasih mengarti.
"Aku sebal pada si kunyuk" katanya, "siapa suruh dia bawa
lagak kunyuknya"
Di dalam orang tetap berduka, di luar angin keras terus
bekerja, Tiba tiba ada sesuatu yang menyamber dari luar
jendela terus ke ruang dalam, itulah suatu benda bersinar
yang nancap di atas meja, terus bs rgoyang- goyang tak
hentinya. Sebab itu ialah sebuah pisau be-lali, yang ujungnya
nancap sekira tiga dim.

1142
Menyusul itu dari luar terdengar tertawa nyaring diikuti
suara mengancam ini: "Liong Kang Sam Kwe datang pula
menagih sebatang tongkat dari sepuluh tahun yang lampau"
Semua orang kaget, Musuh telah tiba. Maka maulah orang
berlompat ke luar. Tapi...
Mendadak terdengar suara keras pada daun pintu- daun
yang telah terdupak menjebiak, hingga angin keras berikut
saljunya lantas menyerbu ke dalam ruangan- Menyusul itu dari
luar berlompat masuk tujuh orang, diantara siapa yang tiga
telah putih semua rambut dan kumisnya, yang matanya
sangat tajam, Hingga bisa lantas diterka merekalah Liong
Kang Sam Kwe, tiga jago dari Liong Kang. Empat yang lainnya
memakai ikat kepala hitam putih, tubuh mereka jangkung,
mata mereka celong dan tajam.
Siauw Thian lantas berkata perlahan kepada kedua nona:
"Yang empat itu Biauw Kiang Su Yauw. Mereka biasa
menggunai jarum rahasia diberi nama Bu Eng San-hoa ciam,
sebab di dalamnya ada racunnya yang sangat berbisa. Mereka
juga bangsa pemogor, Maka itu baiklah kamu berdua
menyingkirkan mereka"
Kedua nona mengarti, mereka mengangguk, Diam-diam
mereka memasang mata dan bersiap sedia.
Liong Kang Sam Kwe heran ketika mereka melihat Ce Hong
di pihak peternakan,
"Eh, Ce Los u" kata satu diantaranya keras. "Siapa sangka
kau menjadi penghianat Sungguh hati manusia tak dapat
diduga-duga.,."
Ce Hong mengasih lihat roman keren, Dia tertawa dingin.
"Siapa menjadi penghianat?" dia tanya. "Aku tidak kenal
kamu dapatkah kamu menyembur orang dengan darah?"
Gouw Hong Piu lantas maju ke depan, tangannya mencekal
tongkatnya, ia tertawa.

1143
"Ketiga sahabat dari Liong Kang, sudah lama kita tidak
bertemu, apakah kamu baik-baik saja?" ia menanya. "Pada
malam tanggal dua belas itu aku si orang she Gouw terhambat
suatu urusan, menyesal kita menjadi tidak bertemu muka,
kalau aku ingat itu, aku menyesal sekali..."
Mendengar itu, Liong Kang Sam Kwe tertawa dingin.
Merekalah tiga saudara she Kong, masing-masing bernama
Sin, Li dan Ti. Di Liong Kang mereka menjadi tukang tadah
barang gelap. Kepandaian mereka ialah ilmu golok berantai
"Tiap-cit Si Lian hoa To" yang pun disebut Kong Si Sam To,
tiga buah goloknya keluarga Kong.
Pada sepuluh tahun yang lalu mereka memegat Hong Piu,
mereka minta bi louw chi yaitu cukai jalanan, permintaan
mereka di-tolak. lantaran itu, mereka jadi bertempur. Kong Li
dihajar hingga tulang iganya patah, dari itu mereka
mendendam sakit hati dan sekarang mereka datang untuk
sekalian mencari balas, perkataannya Hong Piu membikin
mereka jadi tambah sakit hati.
Malam itu mereka gagal. Ciu Goat Go sudah memapas
kutung ujung bajunya Kong Li, luka itu, setelah melirik bengis
pada Nona Ciu, dia tertawa dingin dan kata: "Gouw Hong Piu,
jangan kau ngoceh tidak keruan sebenarnya bukan baru ini
hari si orang she Kong mencari kau. Baiklah, malam ini
mestinya kau mampus dan aku hidup"
Hong Piu tertawa.
"Maaf Maaf” katanya berulang-ulang.
Mendadak saja maka terlihatlah sinar-sinar hijau
berkelebatan disusul dengan jeritan yang menyayatkan hati,
disusul pula dengan kepala-kepala yang terpisah sebatas
batang leher hingga darah menyembur berhamburan karena
mana Liong Kang Sam Kwe kena tersemprot sampai mereka
mandi darah seluruh tubuh.

1144
Atas kejadian itu, terlihat dua Su Yauw minggir ke tembok,
muka mereka pucat dan guram, sedang dua Su Yauw lagi
roboh terbanting, kepalanya bergelindingan di lantai.
Tengah Liong Kang Sam Kwe menghadapi Gouw Hong Piu,
Biauw Kiang Su Yauw, Empat Siluman atau Empat Racun dari
Biauw Kiang, mengawasi tajam kepada kedua nona, sinar
mata mereka mengandung keceriwisan, muka mereka sabansaban
tersungging senyuman-
Memangnya Lian cu dan Goat Go sudah memasang mata,
maka itu, melihat demikian, habis sabar mereka berdua, Lian
cu yang paling dulu darahnya meniidih, ia menarik tangannya
Goat Go, sebagai isyarat, setelah mana berbareng mereka
menghunus pedang mereka- ceng Hong kiam dan Ki Kwat
Kiam untuk lompat menerjang Su Yauw.
Hebat lompatan mereka, karena mereka bertindak dengan
Kiu-kiong ceng-hoan Im yang Pou ajarannya In Gak. Biauw
Kiang Su Yauw boleh lihay, tapi diserbu secara mendadak itu,
tak berdaya mereka berempat sebenarnya mereka itu
mencoba berkelit dengan lompat mundur, akan tetapi yang
dua terlambat, mereka roboh sebagai kurban, dan dua yang
lain mepet ke tembok.
Lian cu dan Goat Go hendak melanjuti serangan mereka
tempo kedua Su Yauw merogoh ke sakunya dan sambil
menatap bengis, keduanya mengancam: "Kamu maju lagi satu
tindak kamu rasai jarum Bu Eng San-hoa elam kami Tak nanti
kamu dapat hidup lebih lama"
Kedua nona itu melengak.
Lui siauw Thian tapinya berseru: " Nona- nona, jangan
terkena tipu mereka memperlambat waktu"
Kedua nona tersadar, lantas mereka bergerak. Sekarang
mereka berlompat dengan Iom-patan "ciu-hong-sauw lok-yap"
atau "Angin musim rontok meniup daun runtuh", pedang
mereka bekerja tak kalah sebatnya.

1145
Kedua Su Yauw belum keburu menarik ke luar tangan
mereka tempo tangan mereka itu sudah kena terbabat
kutung, lalu menyusul itu lain tabasan membikin kepala pun
terpisah dari tubuh mereka, hingga kepala dan tubuh roboh
seperti dua Su Yauw yang lainnya tadi, darah mereka
menyemorot berhamburan.
Ce Hong heran dan kagum menyaksikan hebatnya kedua
nona itu, ia kata dalam hatinya: "Kenapa kedua nona ini sama
hebatnya seperti Cia In Gak?"
Liong Kang Sam Kwe - Tiga Hantu dari Liong Kang -
menjadi kaget hingga mereka tercengang, muka mereka
pucat. Bukankah Biauw Kiang Su Yauw sangat lihay? Toh
mereka itu tidak berdaya sama sekali.
Kong Sin mengangkat kedua tangannya memberi hormat.
Ia kata: "Kami tahu, sepasang kepalan tak dapat melawan
empat tangan, kami tak dapat melawan- Baiklah, jikalau lain
tahun gunung hijau tidak berubah, itu waktu kita nanti
bertemu pula."
Begitu dia berkata, begitu ketiga saudara itu memutar
tubuh untuk menyingkir.
Pat kwa kim To The Kim Go lantas membentak:
"Peternakan kami ini tak dapat mengijinkan kamu datang dan
pergi sesuka kamu" dan tubuhnya mencelat untuk
menghadang.
Liong Kang Sam Kwe kena didului, dengan apa boleh buat,
mereka berdiri diam. Mereka menyesal sekali. Setelah
menyeringai, mereka menutup mata mereka, untuk manda
ditawan-
"Kamu tahu diri" berkata Kim Go tertawa. "Kami tidak mau
menghina kamu, kami cuma minta sukalah kamu bersabar
sebentar." lantas Patkwa Kim To menotok ketiga orang tua itu
dijalan darah cengtok. terus orang diperintah mengurung
mereka, sedang mayatnya Biauw Kiang Su Yauw dibuang ke
luar.

1146
Lekas sekali datanglah sang fajar, Di luar segala apa
tampak putih, masih sukar orang melihatjauh, Angin besar
masih tak mau berhenti menderu- deru, salju terus
beterbangan dan bertumpuk. hawanya dingin luar bias a.
Karena itu, orang berkumpul sambil minum arak. untuk
melawan hawa dingin itu.
"Suasana begini rupa, ini artinya ancaman bencana masih
belum lenyap" berkata Ce Hong, "Nona-nona, kamu harus
dipuji karena dalam sekejap saja kamu berhasil
membinasakan Biauw Kiang Su Yauw, kalau tidak. asal mereka
menggunai jarum mereka, itu artinya di sekitar sepuluh
tombak. orang tak akan dapat lolos dari bahaya kematian-
Disebelah Su Yauw di Pok Ke Po, masih ada lagi satu hantu
tua yang lihay sekali, Pok Ke Po telah mengumpulkan banyak
sekali hantu, kita yang berjumlah begini sedikit, sukar kita
melayani mereka itu..."
Hong Piu mau percaya keterangan itu, ia menjadi berduka.
"Untukku sendiri, aku tidak mempedulikan jiwaku," kata ia.
"Aku hanya memikirkan orang-orang tua, anak-anak dan
semua wanita dalam peternakanku ini..."
Siauw Thian terharu.
"Saudara Gouw, kau berkuatir keterlaluan," ia berkata,
mencoba menghibur "Di kolong langit ini tidak ada kesulitan
yang tak dapat dipecahkan- Memang jumlah kita sedikit akan
tetapi kau lihat kedua nona, bukankah mereka telah
mewariskan kepandaiannya Lo Sam? Kita dapat mengandalkan
pedang mustika mereka, sebagaimana tadi telah dibuktikan
tajamnya. Lagi pula aku percaya benar, kalau sebentar tengah
hari dia belum tiba, tentulah sorenya."
Lian cu dan Goat Go melirik mendelik kepada Kian Kun ciu,
yang memuji mereka, waktu mereka mendengar suara
demikian pasti bahwa In Gak pasti bakal datang, mereka
lantas bersenyum.
"Benarkah kata-kata kau ini?" Nona Tio tanya.

1147
Siauw Thian tidak mau melayani nona itu.
"Saudara Ce," dia tanya Ce Hong, "kau menyebut satu
hantu yang lihay sekali siapakah hantu itu? Mungkinkah Lo
Sam tak dapat melayani dia?"
Ce Hong bersenyum.
"Pada sepuluh tahun dulu, aku telah merantau ke seluruh
negeri," ia berkata, "Aku telah menemui banyak sekali orang
dari pelbagai kalangan, maka itu melihat hantu itu, aku lantas
mengenalinya. Dialah si bintang jahat Kang ouw, yaitu Bu
Liang Siangjin dari Pak Thian San."
Mendengar itu, benar benar Siauw Thian terkejut hingga ia
merasa tubuhnya seperti beku separuhnya.
“Jikalau benar Bu Liang Siangjin yang datang, bukankah
kita semua bagian mati?" ia tanya. Nyata sekali takutnya itu,
Tadi ia yang menghiburi Hong Piu, sekarang ia sendiri yang
takut setengah mati.
Ce Hong melihat kegelisahan orang.
"Aku datang ke mari justru untuk urusan Bu Liang Siangjin
itu," ia berkata sungguh-sungguh, ia pun bergelisah, "Aku
mau mengasih kisikan, supaya saudara-saudara bersiap-sedia,
Kalau tidak tentulah pada tanggal dua belas itu aku sudah
datang ke mari, sebenarnya aku ingin berdiam kira dua hari di
Pok Ke Po."
Hong Piu terkejut.
"Kalau begitu, itu hari yang aku ketemui di bukit salju
kiranya saudara Ce?" ia tanya.
Ce Hong mengangguk.
"Aku minta saudara-saudara jangan berduka karena
wartaku ini," ia berkata pula menghibur "Kalau Cia Siauwhiap
sudah datang, aku percaya urusan akan dapat dibereskan-.."
Mendengar namanya In Gak disebut, benar-benar orang
seperti mendapat semangat. Hanya sekejap. nampak muka
orang bergembira.

1148
Ce Hong bersenyum, ia berkata pula: "Aku si orang she Cce
dapat gelaran Kiuw ciu Kun Lun, itulah disebabkan aku pandai
meniru tulisan orang, karena aku pandai melihat dan
mengenali sesuatu. Demikian ilmu silat orang asal aku lihat,
aku rasanya dapat ketahui asal-usulnya, delapan atau
sembilan bagian, tak akan salah.
Begitulah Bu liang siangjin dari Pak Thian San, yang ilmu
silatnya istimewa sekali, Selama di kuil chin Su aku melihat
ilmu silat Cia Siauwhiap. aku menduga diapun berasal Pak
Thian San- cuma ada semacam ilmu silatnya yang aku tidak
dapat terka, jikalau benar dugaanku ini, asal Bu Liang Siangjin
bertemu dengan Cia Siauwhiap. mungkin mereka tidak bakal
bentrok. Bu Liang Siangjin menjadi tertua kaumnya, dia
tentunya malu hati untuk turun tangan-..."
Mendengar itu, lega hatinya Siauw Thian, hingga dia dapat
tertawa pula.
"Saudara Ce, matamu sangat tajam" dia memuji, " Dengan
satu kali lihat saja kau dapat menerka asal-usulnya Lo Sam,
sedang aku yang mengangkat saudara dengannya, sampai
sekarang aku masih dalam kegelapan- ia tertawa pula dan
menambahkan
"Tidak peduli kedua nona sangat saling menyintai dengan
LoSam, aku percaya, kamu pun belum tahu asal-usul ilmu
silatnya itu, Kamu lihat, apakah Lo Sam tidak buruk sekali,
sudah menyembunyikan dirinya?"
Kedua nona ketahui mereka lagi digoda, mereka tidak
marah, tapi muka mereka merah, Mereka mengawasi dengan
mata melotot. Hong Piu, Kim Go dan Ce Hong tertawa ramai.
Salju turun bertambah banyak susunannya di tanah makin
tebal, Tubuhnya Biauw Kiang Su Yauw sudah lantas keurukan,
hingga tak nampak bekas-bekasnya. Angin menderu,
sampokannya tajam, Apa yang nampak- itu waktu ialah putih
di mana-mana, di segala penjuru, Dalam waktu begitu, di
dalam rumah, orang bergembira.

1149
Tengah sang angin menderu deru itu, sekonyong-konyong
orang mendengar siulan nyaring sekali, yang melawan suara
berisik sang angin itu, itulah siulan orang yang tenaga
dalamnya mesti lihay sekali, Semua orang terkejut hati Hong
Piu bercekat.
"Celaka kalau yang datang ini Bu Liang siangjin," kata
pemilik peternakan ini.
"Dipadu dengannya, aku bagaikan telur melawan batu."
Karena memikir demikian, Hui In ciu menjadi berkuatir
sekali, Karena itu, ia pun lantas mengharap harap munculnya
In Gak . . . .
Yang lain-lain juga berpikir dan mengharap- harap serupa
orang she Gouw ini, Di mata mereka, In Gak menjadi seperti
obat yang mujarab. cuma Ce Hong yang lebih tenang hati.
"Nona-nona," ia kata pada Lian cu dan Goat Go, "kalau
benar Bu Liang Siangjin datang dan dia tak dapat diajak bicara
secara baik, Aku harap kamu menggunai ketika untuk
menyerang padanya secara tiba-tiba, Aku lihat pedang kamu
berdua hebat sekali. Kamu mesti menggunai benar-benar ilmu
silat ajaran Cia Siauwhiap supaya kamu tidak gagal."
Kedua nona itu mengangguk.
Siulan tadi terdengar pula, lalu sebentar berhenti, sebentar
berhenti Suaranya itu menyakiti telinga. Suara itu pula, makin
lama datang makin dekat, Sebagaimana terdengarnya makin
nyaring, Mendadak terlihat berkelebatnya sesosok tubuh di
depan orang banyak. Sejarak lima kaki, lalu tertampak tegas
dialah seorang yang tubuhnya terbungkus jubah suci abu-abu
yang gerombongan, yang tak kecipratan salju,jubah mana
memain diantara sampokan angin-
Dialah seorang pendeta berkepala gundul, alis dan
kumisnya putih semua, air mukanya terang sekali, meski
mukanya sudah keriputan- Dia mempunyai sepasang mata
yang kecil yang sangat tajam dan berpengaruh. Maka itu

1150
diduga pasti dialah Bu Liang Siangjin, Semua orang berdiam,
mereka sangat bergelisah.
Pendeta itu mengawasi orang sekelebatan lantas ia
mengawasi kepada pedang-pedangnya Lian cu dan Goat Go.
Dari mukanya yang tersungging senyuman, tampak nyata ia
sangat bergirang.
Kian Kun ciu Lui Siauw Thian maju setindak ia merangkap
kedua tangannya memberi hormat sambil terus menjura.
"Bu Liang Loecianpwe yang terhormat," ia kata, "di waktu
angin besar dan salju begini dingin, locianpwe datang ke
peternakan kami ini, entah ada pengajaran apakah dari
loCianpwe?"
Pendeta itu, yang benar bukan lain daripada Bu Liang
Siangjin, si pendeta tua dan kenamaan dari Pak Thian San,
gunung Thian San Utara, nampak heran-
Dengan lantas dia mengawasi Kian Kun ciu seraya hatinya
berkata: " Kenapa orang ini mendapat tahu namaku? Aku
telah berniat membangun pula ilmu silat Thian San Pay,
supaya ilmu silat itu tak sampai terpendam, kebetulan sekali
aku menemui empat saudara dari Biauw Kiang, aku ambil
mereka menjadi murid-muridku. Tetapi aku masih belum
memberitahukan mereka namaku. Pok Eng juga tidak tahu..."
Oleh karena herannya, ia menanyai "Tuan-tuan, mata kamu
sangat tajam, dengan lantas kamu mengenali lolap.
sebenarnya sudah lama sekali lolap mengundurkan diri. cara
bagaimana tuan-tuan mengenalinya?"
Siauw Thian menjawab dengan hormat: "Boanpwe
bernama Lui siauw Thian, guru boanpwe ialah cin Nia It Siu,
semasa boanpwe berada bersama dengan guruku itu, pernah
boanpwe mendengar nama locianpwe dipuji-puji, dari itu
sudah lama boanpwe mendapat tahu dan mengaguminya,
sayang selama itu belum ada ketikanya untuk boanpwe pergi

1151
menjenguk. Syukurlah wajah locianpwe tetap tidak berubah,
maka itu sekarang lantas boanpwe mengenali."
Siauw Thian membawa sikapnya ini karena ia bersangsi
untuk menyerang dengan membokong, ia anggap lebih baik
jikalau ia memperlambat tempo.
"Ooh, kiranya kaulah muridnya Kouw Hiantit" kata pendeta
berusia lanjut itu. ia mengawasi tajam, ia menyapu semua
orang, baru ia kata pula: "Maksud lolap datang ke mari bukan
urusan lain, melainkan untuk menanya apakah ke mari ada
datang empat saudara dari Biauw kiang?"
"Tidak" Siauw Thian menjawab, cepat dan romannya pun
wajar. "Mulai tadi pagi, tidak ada orang lain yang datang
kemari, Hawa udara begini buruk- siapakah yang kesudian
datang? Mungkinkah Biauw Kiang Su Yauw sudah berlaku
kurang ajar maka locianpwe menyusulnya ke mari?"
Cerdik orang she Lui ini. Dengan berkata demikian, ia
hendak mencegah Bu Liang siang-jin menyebut keempat
siluman dari Biauw Kiang itu sebagai muridnya.
Pendeta itu agak bersangsi, ia menatap semua orang,
rupanya ia ingin mencari sesuatu dari wajah mereka itu. ia
melihat semua orang bersikap tenang. Karena ini, ia juga sulit
menanyakan kalau-kalau Liong Kang Sam Kwepun datang ke
peternakan orang ini...
"Lolap adalah orang di luar kalangan, untuk lolap
pantangan untuk bicara dusta," katanya kemudian, setelah
berdiam sekian lama. "Empat saudara dari Biauw Kiang itu
sudah mencuci tangan, mereka telah mengangkat lolap
menjadi guru. Tentang urusan kamu, lolap pernah
mendengarnya, tetapi lolap sudah berusia seratus tahun lebih,
mana dapat lolap mencampurinya? Empat saudara itu sudah
kena dibujuki Liong Kang Sam Kwe, mereka diajak datang ke
mari diluar tahu lolap. maka itu lolap menyusul ke mari, untuk
mengajak mereka pulang ke Pak Thian San-"

1152
Mendadak matanya bersinar bengis, ia tanya: "Apakah
benar-benar mereka tidak datang ke mari?"
"Walaupun boanpwe bernyali sangat besar, tidak nanti
boanpwe berani mendustai locianpwe." sahut Siauw Thian
dengan tetap tenang, sikapnya sangat menghormat. Demikian
pandai ia membawa diri, sampai pendeta itu tak dapat tak
mempercayainya.
"Mungkinkah mereka nyasar diantara salju dan angin
besar?" Bu Liang siangjin menduga duga, Lau sinar matanya
tertuju kepada pedang mustika dari Lian cu dan Goat Go.
Sinar mata itu berkelebat bercahaya luar biasa, lalu sirna, Ce
Hong melihatnya, dia bercekan.
Dia kuatir sekali, Kalau Bu Liang Siangjin menghendaki
pedang itu, asal ia meluncurkan tangannya, pasti pedang akan
hilang dari tangannya si nona-nona. Karena itu, mendadak ia
mendapat pikiran-
"Locianpwe," ia kata hormat dan manis, sambil tertawa, "
maafkan kami orang-orang muda, yang telah membiarkan
locianpwe berdiri lama-lama. Mari, silahkan duduk. Kami
girang sekali jikalau locianpwe suka memberi petunjuk sesuatu
kepada kami yang muda..." ia terus berpaling kepada kedua
nona, untuk berkata: "Nona-nona, tolong masuk ke dalam
untuk menyuruh orang di dapur lekas menyiapkan semeja
santapan barang sayuran-"
Kedua nona itu mengerti, lantas mereka bergerak.
"Tak usah" Bu Liang Siangjin mendadak berkata nyaring, "
Lolap tidak mau diam lama disini, segera lolap mau pergi.
Nona-nona, dapatkah lolap pinjam lihat pedang kamu?"
Permintaan itu membikin kaget semua orang. Bagaimana
itu harus dijawab? Satu kali pedang sudah berada di tangan si
pendeta, tak bisa itu d i- dapat pulang, itulah seumpama
kambing di dalam mulut harimau. Tapi Lian cu cerdik, dia
tertawa.

1153
"Turut pantas memang tidak ada halangannya untuk
memberi lihat kepada locianpwe," katanya manis, "hanya
sayang sekali sepasang pedang ini pedang pusaka keluarga
kami dan ada pesan untuk tidak memisahkannya dari tubuh
kami. oleh karena itu terpaksa kami tidak dapat menuruti
perintahnya locianpwe."
Matanya Bu Liang mendelik.
"Budak yang mulutnya tajam." katanya nyaring, "Kamu toh
bukannya tak tahu tabiat lolap Kata-kataku seperti angin,
sekali keluar tak dapat ditarik pulang Tidak dapat tidak lolap
memerintahkan pedang kamu lepas dari tangan kamu"
Mendadak dia mengulur kedua tangannya dan menariknya,
dengan jurusnya huruf "Menarik" atau "Menghisap" dari
Bi Lek sin Kang.
Kedua nona waspada, tangan mereka mencekal keras
padang mereka, mereka kaget ketika mereka merasa pedang
mereka tertarik, bukan saja tubuh mereka terbetot hampir
ngusruk, telapakan tangan mereka jaga terasa nyeri. Dalam
kagetnya itu mereka paksa bertahan, sebab hampir-hampir
pedang mereka terlepas.
Bu Liang Siangjin menggunai tenaga lima bagian, ia
memandang enteng kepada kedua nona itu. ia baru terkejut
ketika ia mendapat kenyataan ia tidak dapat menarik lolos
pedang mereka itu, sedang tubuh orang cuma tertarik tanpa
kaki mereka tergeser, suatu tanda kuda kuda mereka itu
kokoh sekali, ia menjadi penasaran-"Hm. budak-budak yang
baik" ia berseru, tenaganya ditambahi
Tak kecewa kedua nona itu memperoleh petunjuk dari In
Gak. Kaki mereka menginjak berat menurut tipu "Berat seribu
kati". Benar telapakan tangan mereka terasa sakit tetapi
mereka terus bertahan, celakanya, dan ini yang menguatirkan
mereka, mereka merasa lengan mereka kesemutan dan mulai
kaku.

1154
Untuk bertahan terus, muka mereka mengucurkan keringat,
mata mereka terbuka lebar, gigi mereka berCatrukan, Tak
dapat lagi mereka baginya untuk melakukan penyerangan-
Ce Hong semua berdiam. Mereka memikir untuk membantu
kedua nona, tetapi mereka tidak berani melakukannya, Asal
mereka turun tangan, pasti Bu Liang Siangjin gusar, itulah
berbahaya, itu berarti mereka mengantarkan jiwa mereka
sendiri, maka mereka ingin melihat cara bagaimana pedang
kedua nona kena dirampas.
Pada muka Bu Liang tertampak sorot kemurkaan- Rupanya
ia mendongkol dan jengah sendirinya. Mendadak ia berseru
dan tangannya diputar.
Kedua nona kaget, sampai mereka menjerit. Tubuh mereka
pun tertarik satu tindak. Yang paling hebat ialah pedang
mereka terlepas, menyamber ke arah pendeta itu.
Tepat itu waktu, di luar rumah terdengar siulan yang
nyaring dan lama, ketika kedua pedang terpisah dari
tangannya Bu Liang tinggal lima dim, mendadak keduanya
mengubah jurusannya dan melesat ke luar rumah. Dilain
pihak- berbareng dengan itu, satu bayangan orang berkelebat
masuk ke dalam, kedua tangannya dipakai menyambut
sepasang pedang itu.
Dia ini, dengan roman gusar lantas mengawasi Bu Liang,
beberapa kali terdengar suaranya yang dingin: "Hm Hm"
Meiihat orang itu, orang di dalam menjadi girang dengan
tiba-tiba.
“Lo Sam…” Siauw Thian berseru.
ooo
BAB 11
CIA IN GAK muncul bagaikan kilat.
Dan Bu Liang Siangjin terperanjat. Mungkin inilah kagetnya
yang pertama semenjak beberapa puluh tahun- Dia berani

1155
datang sendiri ke peternakan karena dia merasa tak akan ada
orang yang berani melawannya, atau sanggup melawan dia.
Dia merasa dialah jago nomor satu di kolong langit ini
setelah pada waktu Tiong ciu, bulan delapan, tahun yang lalu,
kakak seperguruannya, Bu Wi Siangjin meninggalkan dunia
yang fana di jurang cap In Gay.
Bu Wi Siangjin beribadat, tak ingin ia mengangkat nama
dengan membangun partai persilatan Pak Thian San, maka
itu, ia selalu menyekap diri, kalau toh ia pergi pesiar, cuma
untuk mengamaL
Pada suatu hari dalam usianya seratus tahun, gurunya
pulang habis pesiar dengan membawa seorang bocah umur
delapan tahun, sambil menunjuki bocah itu padanya, guru itu
kata: "Anak ini keponakanku kau lihatlah wajahnya, jikalau dia
dibiarkan saja dan kemudian dia mendapat guru kaum sesat,
dia bisa tersesat juga, maka itu aku membawanya ke mari
untuk diambil sebagai murid, supaya dengan kebijaksanaan
Sang Buddha, dia dapat ditolong darijalan kesesatan. oleh
karena aku bakal lekas meninggalkan dunia ini, aku serahkan
dia pada kau."
Bu Wi siangjin terima bocah itu, artinya ia menerima baik
tugas yang diberikan gurunya, ia ambil bocah itu, ialah Bu
Liang Siangjin, dibiarkan tinggal bersama di cap In Gay.
Namanya Bu Liang menjadi adik seperguruan kenyataannya
dialah murid, Bu Liang Siangjin mempunyai tulang sesat,
biarnya dia dididik sempurna, sering sering dia melakukan
sesuatu diluar ajaran kakak seperguruannya itu.
Paling akhir Bu Wi jadi habis sabar, maka dia dihukum
dilarang turun gunung selama ia masih hidup, Bu Wipun kata:
Jangan kau menyangka kecuali aku sebagai suheng tidak
bakal ada orang yang dapat menguasai dirimu. Jikalau tetap
kau berlaku sesat, nanti datang harinya yang kau bakal celaka
tubuhmu dan rusak namamu"

1156
Bu Liang tidak percaya perkataannya itu suheng merangkap
guru, semeninggalnya sang suheng bulat sudah tekadnya
untuk menjagoi, maka kemudian ia turun gunung, lalu
mendapatkan Biauw Kiang Su Yauw sebagai murid-muridnya.
Bi Lek Sin Kang menjadi ilmu yang luar biasa, dengan
tenaga lima bagian ia tidak bisa merampas pedang dari
tangannya kedua nona, ia tambah itu menjadi sembilan
bagian, baru ia berhasil, akan tetapi siapa tahu, selagi ia
hendak menyambuti kedua pedang, pedang-pedang itu
melesat ke luar rumah hingga kena terambil orang yang baru
datang itu.
Dalam heran dan mendongkol, ia mengawasi orang itu
seorang pelajar usia belum empat puluh tahun, romannya
sabar, air mukanya sedikit guram, ia mengawasi sambil
berpikir: "Mungkinkah ada lain ilmu yang dapat melewati Bi
Lek Sin Kang?"
Orang itu mengasih dengar tertawanya yang dingin, kedua
tangannya diayun, melemparkan kedua pedang kepada kedua
nona, Dengan mata tajam ia mengawasi si pendeta.
Tak dapat Bu Liang berdiam lama, Segera terdengar
tertawanya yang dingin.
"Apakah kau yang dalam dunia kang ouw terkenal sebagai
Koay ciu Siseng Jie In yang ternama kosong belaka?" dia
tanya jumawa.
"Tidak salah, itulah aku yang rendah" sahut orang baru itu,
sikapnya tawar, suaranya dalam.
Dia memang bukan lain daripada In Gak "Pendeta tua
mengapa timbul hatimu yang tamak. hingga kau merampas
pedang dari tangannya anak-anak perempuan yang lemah?
Apakah kau kira perbuatanmu ini tidak menyebabkan orang
memandang enteng padamu, sebab kau tua dan ternama
tetapi kau melakukan sesuatu yang memalukan dirimu
sendiri?"
Mukanya Bu Liang menjadi merah.

1157
"Ngaco belo" bentaknya, "Tak lebih tak kurang lolap cuma
mau meminjam lihat. Tahukah kau, siapa lolap ini? Mana
mungkin aku melakukan perbuatan mengandalkan kekuatan
menghina yang lemah."
In Gak tertawa.
"Hatinya Suma ciauw, setiap orang dijalan besar
mengetahuinya," kata dia keras, "Di kolong langit ini mana
ada cara meminjam lihat barang seperti caramu ini? Aku tidak
perduli kau siapa. silahkan kau pergi.”
Bu Liang gusar bukan main- Mukanya merah, kumis dan
alisnya bangun, Tapi ia tahu ia bersalah, ia masih
mengendalikan diri. ia masih mau memegang martabatnya,
maka ia melainkan mengawasi dengan sorot mata bengis.
Hong Piu semua, dari heran dan kaget, lantas menjadi
girang, Mereka lantas mendapat tahu pula siapa ini orang
yang baru datang, Maka semua lantas berdiri menonton
dengan tenang.
Tio Lian cu dan Ciu Goat Go mengawasi orang dengan
mata mereka bersinar terang sekali, Di sana berdiri orang
yang mereka pikir dan mimpikan selama satu tahun- Mereka
girang dan puas. Tapi mereka sebal terhadap Bu Liang
Siangjin, maka mereka ingin sekali pendeta tua itu lekas
angkat kaki. Disebelah itu mereka sedikit ragu-ragu kalau
engko In mereka dapat mengalahkan pendeta ini...
In Gak berdiri tenang, kedua tangannya digendong di
punggungnya. ia mengawasi si pendeta, acuh tak acuh.
Dadanya Bu Liang berombak. ia beradat tinggi, sekarang
dia lagi mencoba menguasai diri.
"Kau tahu siapa lolap ini?" katanya mendongkol. Dia
tertawa tawar, "Lolap ialah Bu Liang Siangjin dari Pak Thian
San-“
Mendengar orang memperkenalkan diri, In Gak mengawasi
sambil mementang lebar matanya, dia menatap. agaknya dia
heranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1158
"Sudah lama aku berdiam diri di cap In Gay" berkata pula si
pendeta, "Di luar dugaanku, setelah lewat beberapa puluh
tahun, hari ini aku turun pula ke dunia yang ramai, bahkan
sekarang aku bertemu dengan kau, seorang yang ada
matanya tanpa bijinya, manusia terkebur yang duduk di dalam
tempurung mengawasi langit melulu, jikalau aku tidak
perlihatkan padamu ilmu silat yang lihay dari Pak Thian San
bukankah kemudian kau bakal jadi semakin besar kepala?"
Habis berkata, ia mengibas dengan tangan bajunya yang
besar, tubuhnya pun lantas
mencelat ke belakang In Gak. Teranglah dia bertindak
dengan ilmu Hian Thian cit Seng Pou.
Bu Liang sudah bergerak dengan sangat cepat. ia mau
mempertontonkan kepandaiannya seperti katanya,
Kesudahannya ia melongo mulutnya terbuka lebar, ia
mendapatkan orang berkelebat, lantas orang menyingkir dari
hadapannya berpindah ke belakangnya.
Waktu ia memutar tubuh, ia melihat orang lagi berdiri
tenang seperti tadinya... cuma tangan orang itu dikasih turun,
agaknya sikapnya menghormat.
"He,Jie In" dia membentak. "Dari siapakah kau
mendapatkan ilmu ringan tubuhmu ini? Mengapa ilmu rada
mirip dengan-..."
Ia tidak melanjuti pertanyaannya itu. Sukar ia membuka
terus mulutnya. In Gak tertawa berkakak, Mendadak dia
berhenti
"Ada mirip dengan pelajaran dari Pak Thian San, bukan?" ia
menanya, "Baiklah diketahui ilmu kepandaian silat di kolong
langit ini asalnya ialah satu, sama sekali tidak ada
perbedaannya janganlah kau menganggap. dengan
mengandal kepada ilmu silat Pak Thian San, lantas kau
hendak menjagoi dunia Kang ouw,"
Bu Liang panas bukan main- ia menganggap Jie In terlalu
angkuh dan jumawa, Dia mendelik.

1159
"Anak muda kurang ajar" bentak dia. "kau coba tanganku."
Dia menyedot napas di dadanya, dia terus menolak dengan
kedua tangannya, gerakannya itu sangat cepat dan juga keras
bagaikan badai atau gelombang dahsyat.
In Gak melihat orang menolak dengan menggunai tipu
huruf " menggempur". ia tertawa tawar. ia juga menolak.
Kalau pihak sana menggunai dua tangan, ia hanya sebelah.
Kedua pihak sama-sama menggunai Bi Lek Sin Kang. Hebat
kesudahannya itu. Diantara suara bentrokan hebat, keduanya
mundur masing-masing dua tindak. Ruang itu bergetar,
bergoyang seperti rumah mau ambruk...
Sekarang Bu Liang mendapat kepastian lawannya ini murid
keturunan Pak Thian San, ia hanya tidak tahu bahwa
suhengnya telah dapat pula murid bukan pendeta, Tiba-tiba
muncul jelusnya.
"Anak muda kurang ajar" ia membentak pula, "Di matamu
tak ada orang yang terlebih tua ya" ia lantas menyerang pula.
In Gak bergerak juga menyambuti. Lagi sekali keduanya
bentrok keras sekali.
Lagi sekali rumah bergerak. Kedua nona dan yang lainnya
pada berkuatir, hingga mereka lompat menyingkir ke ruang
samping.
In Gak menggunai jurus "Liok hap hoa it" dari Bi Lek Sin
Kang cap-si Si. itu artinya tenaga "enam bergabung menjadi
satu", ia menggerak kedua tangannya, yang dikerahkan
dengan tenaga dua belas bagian, itulah jurus yang ia
dapatkan dari kitab rahasia kulit kambing yang ia peroleh dari
Hu Liok Koan-
Bi Lek Sin Kang itu melebihkan yang asal - Bi Lek Sin Kang
cap-ji Si - yang cuma terdiri dari dua belas (capji) dan
bukannya empat belas (cap-si) jurus.
Hebat kesudahannya bentrokan itu, Bu Liang Siangjin
merasakan tubuhnya tergempur keras sekali sampai dadanya

1160
bergolak. darahnya naik napasnya mandek. Tidak dapat ia
mempertahankan diri lagi, ia terlempar ke luar rumah. Tapi
menyusul dia, Jie in lompat mengiringi.
Bu Liang kaget dan penasaran, Kuat dugaannya bahwa Jie
In muridnya Bu Wi, sang suheng atau guru tanpa nama. ia
menjadi penasaran terhadap suheng itu yang ia duga sudah
menyembunyikan satu jurus ini, hingga sekarang ia kena
dikalahkan.
Gusar dan jelus, ia menjadi lupa derajadnya, Diam-diam ia
mengeluarkan jarum rahasia beracun "Bu Eng San-hoa-ciam"
dari Biauw Kiang Su Yauw, yang ia dapatkan dari muridmuridnya
itu. Alisnya pun bergerak.
“Jie In” dia kata dingin, "di matamu sudah tidak ada lolap.
yang menjadi pamanmu, maka itu lolap tidak dapat menaruh
belas kasihan lagi."
In Gak bermata tajam. ia melihat gerakan tangannya Bu
Liang yang terus menggenggam, ia menduga orang
memegang senjata rahasia apa tahu. ia tidak takut, ia percaya
tubuhnya sudah dilindungi kuat oleh Bi Lek Sin Kang.
"Bu Liang" dia kata, tertawa dingin, " kau sudah tua,
matamu menjadi lamur, buta seperti orang mati Dapatkah kau
menyebut apa namanya jurusku ini? Apakah kau tidak percaya
ketangguhanku? Kalau benar, marilah kau coba lagi satu kali,
supaya kau belajar kenal dengan kelihayanku"
Habis berkata, cepat sekali Jie In bertindak maju, selagi
tubuhnya berkelebat, tangannya meluncurkan lima buah
jerijinya. Ia bergerak sehat bagaikan kilat berkeredep.
Bu Liang Siang in melihat orang maju, ia bergerak mundur,
Sama-sama mereka bertindak dengan Hun Thian cit-seng-pou.
Tapi pendeta ini salah menaksir, dia kalah sehat Dia kaget
ketika tahu-tahu lima jeriji tangan orang telah mengenai
lengannya.

1161
Segera ia merasakan cekalan yang keras hingga lengannya
itu kesemutan, Dalam kagetnya dia berontak. guna
meloloskan tangannya itu. Dila in pihak. tangannya yang
sebelah lagi mengayunkan jarumnya yang sinarnya berkilauan
Tangannya yang dicekal itu, dia tarik kaget.
In Gak melengak sebab orang dapat terlepas dari
cekalannya itu, cekalan dengan jurus, "Ngo-gak-tin-liong" atau
"Lima gunung menindih naga" suatu jurus dari Hian Wan Sippat
Kay. justru itu jarum-jarum sudah menyamber
berhamburan, bergeraknya sangat cepat, hingga tanpa
sinarnya memang benar sukar terlihat tegas.
Pantas namanya disebut "tanpa bayangan- atau "bu-eng"
Tidak ampun iigi, ia kena tertusuk beberapa puluh batang
jarum, hingga ia merasakan napasnya seperti mandek dan
dengan pecahnya pembelaan tubuhnya, darahnya lantas
berjalan memburu.
"Celaka" ia berseru dalam hati, saking kaget. Dengan lantas
ia menutupi diri, guna mencegah jarum nancap lebih dalam,
Kedua matanya lantas bersinar luar biasa.
Bu Liang Siangjin melihat roman orang itu tahulah ia yang
serangannya sudah berhasil, maka ia tertawa nyaring.
"Bocah, kau telah terluka jarum Bu Eng San-hoa-ciam dari
lolap" ia kata jumawa, "Paling lama kau akan hidup lagi dua
jam sekarang jika mau lihat apakah kau masih memandang
tak mati kepada orang yang tingkat derajatnya terlebih
tinggi..."
Pendeta ini belum menutup mulutnya ketika ia melihat Jie
In berseru seperti guntur berbareng dengan tubuhnya
berlompat menyamber, tangan kanannya dengan lima jeriji
menggeraki serangan "cay-meh co-kin ciu" yang paling lihay
dari Hian Wan Sip-pat Kay, dan tangan kirinya menghajar
dengan Pou te Sian-ciang yang tidak kalah lihaynya. Itulah
serangan mati hidup, karena dikeluarkannya sekali pukul.

1162
Bu Liang terperanjat, inilah ia tidak sangka Tidak dapat ia
berkelit, cuma ada satu jalan ialah menangkis, guna menolong
diri, Maka ia mengeluarkan kedua tangannya, ia mengerahkan
tenaga dua belas bagian. ia bukan hanya menyambut, ia
sekalian menolak untuk menghajar.
Buat ketiga kalinya kedua pihak bentrok secara dahsyat, Bu
Liang merasa kedua lengannya sangat nyeri, ia tergempur
sangat hebat, hingga mukanya menjadi pucat.
Berbareng dengan itu, tangan kanan In Gak dengan lima
jarinya, telah mencekal sikut kanan si pendeta di jalan darah
keng-ki. Tidak ampun lagi tubuh pendeta itu terasa sakit
seperti ditusuki jarum atau terpagut ular berbisa atau kala,
hingga dia mesti mengasih dengar rintihannya. Ketika Jie In
menarik dan melemparkan, tubuhnya itu mental ke salju yang
lagi bertumpuk dan berterbangan-
Dengan terkena hajaran "cay-meh co kut Hoat" darah Bu
Liang tak jalan wajar lagi, hanya saling menentang, dengan
begitu perlahan lahan lenyaplah tenaga dalamnya. Maka
selewatnya tujuh hari, dia bakal tersesat, kakinya akan
menjadi kaku, hingga sukar dipakai jalan-
Bu Liang tidak menghargai martabatnya, dia memperoleh
bagiannya itu, In Gak juga tidak menghormati orang yang
terlebih tua, dia merasai siksaan jarum rahasia yang berbisa
itu.
Bu Liang roboh terbanting di salju, dia tidak terbanting
hebat, dia cuma merasa
tersiksa karena di dalam tubuhnya seperti ada kawanan
semut menggigitnya. Lekas-lekas ia mengeluarkan beberapa
butir pilnya, untuk terus dimakan, habis mana ia bersila, guna
bersemedhi, buat meluruskan pernapasan dan jalan darahnya,
Sia sia percobaannya ini.
Obatnya dan semedhinya itu tidak menolong. Dia jadi
begitu jeri hingga dia mengucurkan air mata. Dengan
paksakan diri dia berbangkit untuk berjalan pergi, dengan
tubuh terhuyung-huyung, dia lenyap diantara badai salju...

1163
In Gak mencoba bertahan, akhirnya ia pun jatuh duduk di
salju, napasnya memburu.
Dari dalam rumah, beberapa orang berlompat keluar, Yang
paling dulu ialah kedua nona. Mereka itu lantas menubruk In
Gak. untuk memegangi pundaknya Tanpa dapat dicegah lagi,
mereka menangis sedih.
Siauw Thian semua berkumpul di sekitar si anak muda.
Beberapa kali mereka menanya. In Gak berdiam saja,
matanya dirapatkan, mulutnya bungkam Mereka menjadi
bingung sekali, mereka putus asa. Tidak ada yang berani
menyentuh tubuh pemuda itu.
Angin keras masih tak mau berhenti, bahkan makin keras,
suaranya sangat berisik, salju pun semakin tebal. Pundak In
Gak sampai ketutupan-
Tengah orang tidak berdaya itu, telinga mereka mendengar
suara kuda, Derapnya dan ringkikannya. Dua sosok bayangan
lantas terlihat kabur mendatangi. Semua orang terkejut,
mereka mengawasi, bersiap-sedia.
Sukur segera ternyata yang dataug itu Yap Busu bersama
seorang kacung cilik. Keduanya langsung menghampirkan In
Gak.
Kacung itu diam mengawasi sekian lama, lalu mendadak
dia berseru: "Suhu" Dia pun
lompat maju, guna menarik ke muka orang, hingga dia
dapat meloloskan topengnya In Gak. hingga tertampak wajah
orang yang tampan, cuma sekarang mukanya sangat pucat.
Masih si anak muda bersila bagaikan patung. Bocah itu ialah
Gak Yang, sudah lantas menangis.
"Su-nio, bagaimana dengan suhu?" kemudian ia tanya Lian
cu dan Goat Go yang ia panggil "su-nlo" atau ibu guru. Kedua
rona itu merah pipinya. Lian cu menyukai bocah itu, ia
merangkul.

1164
"Gurumu terkena tangan orang jahat," katanya. "Ia
keracunan bisa binatang yang paling jahat..."
Mendengar itu, matanya si bocah bersinar. Agaknya dia
terkejut karena ingat sesuatu,
"Suhu" katanya nyaring, "Bukankah itu hari di tepi sumber
air Pok Tut coan si wanita serba hitam telah memberikan suhu
satu peles obat yang katanya untuk mengobati segala macam
keracunan binatang berbisa?"
In Gak lagi berdiam, ia mendengar suara muridnya itu.
sebenarnya ia lagi menderita sekali. Meski ia sudah menutup
diri dan mengalirkan jalan darahnya serta menyalurkan
pernapasannya, pengaruh racunjarum rahasia masih bekerja.
Pou-te Siankang masih belum sanggup menolak racun jahat
itu, Mendengar perkataan muridnya, segera ia menggeraki
kedua tangannya untuk merogoh ke sakunya, guna
mengeluarkan sebuah peles obat - ialah obat pemberiannya Ie
Hian Li In Hian Bi. ia menuang dua butir, ia terus telan itu.
Benar-benar obat mujarab, Baru obat lumer lenyap sudah
segala rasa sakit Bahkan si anak muda lantas merasa nyaman-
Siauw Thian beramai melihat dari tubuh si anak muda
menghembuskan hawa hitam seperti uap yang bergulunggulung,
buyar tertiup angin, Sesaat kemudian setelah itu,
muka pucat si anak muda berubah menjadi seperti biasa.
Bahkan In Gak mendadak tertawa dan lantas berlompat
bangun, sambil mencekal Lian cu dan Go, dengan tangannya
kiri dan kanan, terus ia lari masuk kedalam, ke toa thia, ruang
besar.
Hong Piu semua lari menyusul, girang meraka tak
kepalang. Disamping mereka heran sekali atas kembalinya Yap
Seng demikian cepat- hingga mereka mau menyangka busu ini
bertemu In Gak di tengah jalan dan karenanya dia pulang

1165
kembali Kalau benar, dengan datangnya si anak muda, belum
tentu urusan dapat mudah diselesaikan-
Urusan Siang Lin itu besar dan berbahaya, begitu juga
urusan mereka di sini, sebab meraka mesti berurusan dengan
pembesar negeri. Tadi di luar, dalam keadaan In Gak
terancam bahaya, mereka tidak sempat menanya, bahkan
tidak berani, sekarang lain, Maka sekarang mereka lantas
menanyakan. Yap Seng tertawa.
"Tiangcu," berkata busu itu, gembira, "jikalau aku bukan
ditolongi Cia Siauwhiap. mungkin aku telah terbinasa dengan
mengandung penasaran besar, sebab mayatku pasti akan
terkubur di tengah tegalan-.."
Matanya busu ini terbaka lebar dan sinarnya bercahaya, Dia
mengangkat sebelah tangannya, terus dia menunjuki
jempolnya. Dia berkata pula: "Cia siauwhiap benar-benar
hebat seorang diri dia pergi ke gedungnya jendral To-lon-Gok
o sendiri menyambutnya.
Dia melayani siauwhiap seperti juga siauwhiap ialah
junjungannya dan dialah si menteri. Apa yang siauwhiap kata,
dia menyahutinya dengan "ya, ya" berulang-ulang, sekarang
ini pasukan tentera yang mengurung kita sudah ditarik
mundur semuanya. Cia Siauwhiap pun membilangi aku,
urusan tiangcu muda boleh diserahkan padanya, tak akan jadi
soal lagi, bilangnya."
Hong Piu mendengar keterangan itu, senang hatinya,
walaupun demikian kesangsiannya tak mudah lenyap. ia lantas
menghaturkan terima kasih pada In Gak. Di dalam hati dia
bertanya kenapa Gok o sangat menghormati si anak muda-
Ya, kenapa?
Ce Hong berpikir lainnya pula, ia sangat mengagumi anak
muda tampan itu, yang demikian lihay, ia menduga-duga
orang belajar silat darimana. Jurusnya yang dipakai melayani
Bu Liang Siangjin sungguh istimewa, sungguh luar biasa.

1166
Belum pernah ia melihat itu, Dalam berpikir terus, ia lantas
menghela napas sendirinya.
Tiba-tiba di depan matanya berpeta bayangan diri Twi Hun
Poan Cia Bun, jago yang dapat meremukkan jantungnya
semua orang kosen jalan Putih dan jalan Hitam. Ia tak ingin In
Gak menelad mendiang ayahnya itu, tetapi bagaimana ia
harus bicaranya...
Sekarang Gak Yang berada di dalam rangkulannya Ciu Goat
Go. Kedua matanya yang hitam dan jeli celingukan ia seperti
sangat heran untuk apa yang ia saksikan di sekitarnya ini.
Kian Kun ciu menggunai ketika untuk bicara berbisik
dengan In Gak^ sedang Kim Go menanya tegas kepada Yap
Busu apa yang terjadi dengan busu itu.
Lian cu mengerutkan alis. Ia agak mau menyesalkan In Gak
yang seperti tak menghiraukan orang banyak itu.
Tiba-tiba mereka semua mendengar suara yang sangat
menarik perhatian- suara yang seperti terbawa badai, itulah
suara berlari-larinya serombongan besar kuda yang lari
mendatangi.
Suara itu tercampur dengan berisiknya sang angin. Toh
orang mengenalinya hingga orang menjadi heran dan
tercengang. Tak kecewa Gouw Hong Piu menjadipemilik
ternak.
"Itulah suara kuda yang jumlahnya sedikitnya beberapa
ribu ekor..." kata dia, sepasang alisnya terbangun "The Hiante,
mari kita lihat. Mungkinkah itu kuda lari dari kandangnya
kurang teguh, hingga kena didobrak disebabkan semuanya tak
tahan dingin dan jadi meronta karenanya..."
Mereka berlari-lari ke luar, Yap Seng menyusul, hingga
sebentar saja mereka sudah lenyap ditelan angin dan salju...
In Gak melihat kelakuan orang itu, ia bersenyum. Dengan
mata tajam, ia mengawasi keluar rumah.

1167
"Engko In, dalam satu tahun saja kau telah berobah banyak
sekali" berkata Lian cu, ia merasa aneh untuk kelakuan orang,
"Kau menjadi lebih aneh sebenarnya ada urusan apakah?"
Si nona mendongkol menyaksikan engkonya nampak
demikian puas hati..
In Gak tertawa.
"Kebiasaan dapat berubah menjadi tabiat, demikian sudah
terjadi denganku" ia menyahut, masih ia tertawa, "Tapi
sebenarnya aku tidak berubah sama sekali sebentar kau bakal
mengarti akan duduknya hal. Adik Lian kau terlalu napsu?" Ia
mencibirkan mulut, menggoda si nona. Lian cu berdiam,
tertawa tak bisa, gusar tak bisa juga. Goat Go tertawa.
Tidak lama, Hong Piu dan Kim Go sudah kembali, Mereka
balik cepat seperti tadi mereka pergi dengan lekas, Muka
mereka basah dengan salju.
"Pok Eng telah menbayar pulang semua kuda yang dia
telah rampas" berkata pemilik peternakan itu, tertawa, " Dia
juga bilang, urusan pencurian barang-barangnya Ho Sansiang
dialah yang nanti memegang tanggungjawabnya Dia berjanji
bahwa Siang Lin semua bakal dimerdekakan, Hanya ketika dia
mengangkat kaki, aku lihat romannya sangat kusut, dari itu
aku kuatir bahwa di hari-hari nanti timbul pula urusan yang
tak diingini."
In Gak hendak menjawab tetapi ia batal. Tiba-tiba terlihat
tibanya seorang pendeta tua yang mukanya putih bersih, yang
kumis dan jenggotnya putih semua. Dia mengenakan jubah
abu-abu. Yang sepasang matanya mengawasi si naak muda
tajam sekali. Sekonyong-konyong In Gak berlompat maju,
untuk menekuk lututnya di depan pendeta itu. "Suhu" ia
memanggil.

1168
Mendengar panggilan itu, semua orang heran hingga
mereka tercengang. Tetapi hanya sebentaran semua lantas
maju untuk memberi hormat.
"Terima kasih " kata pendeta itu sabar. “Jangan sicu semua
menggunai terlalu banyak ada peradatan”
Kemudian ia lantas memandang In Gak yang masih berlutut
di depannya, untuk berkata dengan suara dalam:
"Sekarang ini kau telah menjadi manusia luar Biasa Rimba
Persilatan, di matamu mana ada lagi gurumu ini "
In Gak kaget dan heran- Ia melihat roman gurunya menjadi
bengis, beda dengan semasa di atas gunung. Dulu hari itu,
guru ini sangat sabar dan ramah tamah. Ia lantas menduga:
"Adakah itu disebabkan perlawananku kepada suslok-couw
tadi ?" Ia mendekam terus, keringatnya keluar meskipun itu
waktu hawa sangat dingin.
"Di kolong langit ini mana ada orang lancang seperti kau "
berkata pula sang guru, suaranya tetap keras. "Terang-terang
kau ketahui Bu Liang Siangjin menjadi susiok-couwmu, ialah
orang yang terlebih tua, kenapa kau berani lawan dia dan
melukainya dengan pukulan cay-meh co-kut Hoat?Jikalau aku
tidak lekas menolongi dia, bukankah aku bakal mensia-siakan
pesan couwsu? orang kurang ajar sebagai kau, aku menyesal
dulu aku telah berikan pelajaran padamu. Kau tahu sekarang
tidak ada jalan lain daripada kau mesti dihukum dengan
dimusnahkan ilmu silatmu Supaya di belakang hari janganlah
kau menjadi biang celaka untuk kakum Rimba Persialtan”
Hebat kata-kata itu. In Gak kaget dan takut sekali. Yang
lain-lainnya pun tak kurang kaget dan takutnya.
"Murid tahu dosanya..." kata In Gak. suaranya susah dan
menggetar.
Semua orang berdiam, tak ada yang berani bicara. Lian cu
dan Goat Go juga tak berkutik.
Tapi Ce Hong, si imam dengan pakaian bukan imam,
mengajukan diri.

1169
"Locianpwe," kata ia dengan berani, sikapnya tenang. "aku
minta supaya locianpwe jangan menghukum murid locianpwe
ini. Dia telah melakukannya segala apa saking terpaksa,
lantaran tak ada jalan lainnya... Aku harap locianpwe sudi
dengar keteranganku. Beginilah duduknya peristiwa..."
Imam ini lantas menuturkan kenapa In Gak sampai bentrok
dan bertempur sama Bu Liang Siangjin, ia pun membeber
kenapa Bu Liang datang menyateroni mereka, yaitu guna
mencari dan membelai keempat muridnya, Biauw Kiang Su
Yauw, si empat siluman yang berbisa dari wilayah Biauw
Kiang, ia pun mencela sikap Bu Liang merampas pedang
kedua nona.
Kemudian, sambil tertawa, Ce Hong menambahkan “Jikalau
murid locianpwe memperkenalkan dirinya dan ia mengakui Bu
Liang Siangjin sebagai susiok-couwnva, mana kami semua
masih dapat hidup selamat seperti sekarang ini? Apa kata
andainya Bu Liang menitahkan murid locianpwe melakukan
seperti apa yang dia kehendaki. Pasti sekali murid locianpwe
menjadi serba salah. Bagus murid locianpwe tidak
memperkenalkan diri dan tidak lantas mengakui Bu Liang
Sianjin, maka urusan menjadi beres.
Yang harus disayangi ialah Bu Liang sudah bertindak
menentang keadilan dan ia bersikap sangat keras terhadap
murid locianpwe. Maka itu kami minta dengan sangat supaya
locianpwe memberi ampun pada murid locianpwe ini yang
terang tidak bersalah barang sedikit jua."
Beng Liang Taysu bukannya seorang yang tak mengerti
aturan, Keterangan itu membikin roman-nya yang bengis
menjadi reda Bahkan ia lantas mengerutkan alis.
"Meski begitu, In Gak tidak boleh menurunkan tangan
jahat," ia kata sesaat kemudian "Bukankah itu menandakan
dia tidak memandang yang terlebih tua?"
"Sebenarnya hal yang benar bisa jadi tidak benar, kalau itu
tidak dilihat dengan mata sendiri, sulit untuk

1170
membedakannya." berkata Ce Hong pula, "Apa kata Bu Liang
Siangjin yang menyerang murid locianpwe dengan jarum
beracun kepunyaannya Biauw Kiang Yauw yang kesohor busuk
itu, yang jarumnya sangat berbisa? Itulah. jarum Bu Eng Sanhoa-
ciam yang kesohor jahat. Tidak demikian, tidak nanti
murid locianpwe menjadi melupai segala apa dan sudah
menyerang Bu Liang Siangjin itu secara demikian- Dengan
perbuatannya itu, murid locianpwe sudah menolongi kami
semua. Maka itu, perbuatannya yang mulia itu justru harus
dihargakan dan dipuji tinggi. Di jaman ini, tidak ada orang
segagah murid locianpwe ini, itupula bukti bagaimana
pandainya locianpwe sudah mendidik murid. Sebenarnya
murid locianpwe telah mengumpul banyak jasa dan kebaikan.
Sampaipun ia telah memperoleh hadiah obat mujarab dari Hek
Ie Hian Li In Hian Bi, wanita yang kesohor itu.
Justru itulah obat yang merampas pulang jiwanya murid
locianpwe dari keganasan jarum beracun yang dilepaskan Bu
Liang Siangjin itu. Tanpa obat pemunah racun itu, sekarang ini
mestilah murid locianpwe telah menjadi mayat dengan raga
tak keruan macam. Kami tahu locianpwe amat bijaksana,
maka itu kami minta sukalah locianpwe tidak mendengar
keterangan sepihak saja."
Orang kagum untuk pandainya Ce Hong berbicara.
Beng Liang Taysu berdiam sejenak. ia memang tahu
sifatnya Bu liang Siangjin, ia hanya tidak menduga bahwa
duduknya demikian macam, jadi terang. Jadi terang adik
seperguruan gurunya itu sudah tersesat dan tindakannya
sangat bertentangan serta kejam juga. Di lain pihak, ia tahu
juga sifat muridnya ini, selagi si murid mau menagih hutang
jiwa, ada kemungkinan dia telengas, maka itu, ingin ia
mencegahnya. "Kau bangun," katanya kemudian- "Aku hendak
memesan kau."
In Gak menurut, ia berbangkit, mukanya pucat.

1171
Beng Liang Taysu menatap muridnya itu, “Sudah satu
tahun lebih kau turun gunung, pernahkah kaupergi ke tepi
sungai Ke Leng Kang menyambangi kuburan ibumu?" ia tanya
sabar, tetapi alisnya berkerut. "Itulah kewajiban dari satu anak
yang berbakti."
In Gak nampak bingung.
"Seteah pergi ke Tiang Pek, murid akan lantas pergi ke Ke
leng," sahutnya. Guru itu mengangguk.
"Suslok couw kau itu, Bu Liang, memang tabiatnya keras
dan gampang murka," ia berkata pula. "itu pula sebabnya
kenapa kakek gurumu telah mengurung dia di Thian San, dia
dilarang pergi ke luar. Kakek gurumu menghendaki
keselamatan semua dari kita, kau tentu belum menginsafi
maksudnya.
Pada tanggal satu bulan delapan yang akan datang, kau
boleh pulang ke cap In Gay di Pak Thian San, di sana aku
nanti menantikan kau. itu waktu lihat saja bagaimana dengan
peruntungan kau"
Jilid 19 : Wihara Potala di Tibet
IN GAK menduga mesti terjadi sesuatu di gunung-nya, ia
tidak tahu apa itu, ia pun tidak berani menanyakannya.
"Apakah suhu tidak mau kembali ke Selatan?" ia tanya.
Beng Liang mengasih dengar suara di hidung perlahan-
"Kau telah melukai parah kepada suslok-couw kau, untuk
mengobatinya aku memerlukan waktu setengah tahun,"
sahutnya, Jikalau dia belum sembuh seluruhnya mana dapat
aku meninggalkannya? "
In Gak tunduk. ia berdiam saja.
"Apakah kau sangka benar-benar suslok-couw- mu itu telah
dilukakan kau?" kata pula si guru.
Sabar suaranya tapi nadanya masih nada menegur, "Dia
mengenali ilmu silat kau berasal satu pokok dengan ilmu
silatnya, ketika dia menurunkan tangannya, dia mengira-ngira,

1172
Dia mempunyai latihan di atas seratus tahun, mungkin dia tak
dapat melawan kau yang seumpama cahaya terangnya sang
kunang kunang? Hanya salahnya ialah kau, disamping ilmu
silat kita, kau mencampur itu dengan ilmu silatmu sendiri,
hingga susiokcouwmu itu alpa dan kena terhajar sampai
napasnya tak jalan benar, hingga dia jadi sangat gusar, hingga
dia lupa segala apa dan telah menggunai jarum beracun Bu
Eng San-hoa-Ciam itu, walaupun benar pandangan
susiokcouw kau itu cupat, kalau kau menjadi dia, apa kau
bakal lakukan?"
In Gak tunduk berdiam, akan tetapi matanya mengeluarkan
air dan keringatnya pun mengucur.
Sepasang alisnya Beng Liang Taysu terbangun ia kata pula
dingin: "Kau ingatlah, luber itu rugi, merendah itu berfaedah,
itulah kata-kata kuno. Segala perbuatanmu selama setahun ini
semua itu terlihat di mata gurumu, tanganmu telengas
melebihkan, tangan ayahmu dulu hari. Kau pun terlibat
asmara. Semua itu mungkin nanti merugikan lain orang
berbareng merugikan diri sendiri.
Pernah aku bertemu dengan Ay Hong Sok Keng Hong, dari
dia aku mendengar segala apa. Tidak dapat kau tak
memandang jauh, jangan kau suka tak memberikan ketika
kepada lain orang, Tanpa sebab yang kuat, kau sudah
melukakan Kheng Tiang Siu..”
Parasnya In Gak memain, merah dan pucat, pucat dan
merah, ia ingat Ni Wan Lan, ia menyesal telah menolak getas
nona itu.
Masih Beng Liang Taysu berkata lagi: "Perbuatan kau ialah
perbuatan tanpa perasaan Kau tak menghormati orang yang
terlebih tua tingkatnya, jikalau bukannya ce Tan-wat yang
bicara baik untukmu, harusnya ilmu silatmu dihapus, kau
mesti diusir keluar dari rumah perguruan Maka sekarang kau
ingat baik-baik, seberesnya di sini, kau mesti lekas pergi

1173
kepada Yan San Sin Nie untuk menghaturkan maaf, guna
mencari keberesan.
Terserah kepada kau sendiri, kau dapat menyelesaikannya
atau tidak. Yan San Sin Ni lihay luar biasa, kecuali kakek
gurumu, sukar ada yang dapat menandinginya, maka jikalau
kau tidak melayaninya dengan bijaksana bukan saja tak dapat
kau menuntut balas untuk sakit hati ayahmu, mungkin kau
nanti tersesat seperti ayahmu itu, hingga kau meneladnya,
Maka itu aku pikir, kecuali telah tiba saatnya hidup atau mati,
jangan kau gunai ilmu silat warisan ayahmu yang telah
menjadi ilmu silat rahasia."
In Gak menyahuti berulang-ulang bahwa ia akan perhatikan
pesan itu, Disebelah itu diam-diam ia mengeluh sendirinya,
itulah pesan yang berupa seperti larangan-
Kemudian Beng Liang Taysu mengawasi bergantian kepada
Gak Yang, Tio Lian cu dan Ciu Goat Go, kacung dan kedua
nona itu, ia bersenyum.
"Sekarang ini lolap mesti mengajak Bu Liang pulang ke Cap
In Gay," ia berkata ramah, "karena itu tak dapat lolap berdiam
lebih lama pula di sini,Jikalau ada jodohnya, lain kali kita
bertemu pula."
Habis berkata pendeta itu menjejak tanah dan tangannya
mengibas, maka tubuhnya mencelat keluar dimana ia lenyap
diantara badai salju....
"Suhu" In Gak memanggil sambil dia berlompat menyusul.
Tak lama pemuda ini kembali atau ia mendapatkan Lian Cu
berdua Goat Go, si cantik manis, mukanya pucat dan air
matanya mengembeng mau menangis, lompat naik ke atas
kuda, mau berangkat meninggaikan peternakan- ia menjadi
heran, ia mau menduga pada duduknya hal. Yalah tentu Siauw
Thian sudah didesak nona-nona itu hingga Kian Kun Ciu tak
dapat mendusta dan mesti menutur dengan jelas mengenai
lelakonnya yang berhubung dengan Ni Wan Lan dan Kouw
Yan Bun. Tapi ia berlagak tenang.

1174
"Kamu hendak pergi ke mana?" tanya ia sambil tertawa
kepada mereka itu.
"Siapa mau kauperdulikan" sahut Lian cu keras seraya terus
dia kata pada Goat Go: "Adik mari" ia membunyikan
cambuknya, membikin kudanya kabur, ia diikut Nona Ciu serta
sekalian pengiringnya hingga mereka berjumlah belasan
penunggang kuda. cepat sekali mereka lenyap diantara salju
dan angin keras seperti Beng Liang Taysu tadi.
Si anak muda tercengang, pikirannya kacau. ia
mengheLanapas panjang, ia jadi ingat segala perbuatannya. ia
merasa bahwa ia tidak keterlaluan akan tetapi ia tidak
memperoleh pengertian sampaipun gurunya turut menegur
keras sekali. Si nona nona gusar dan penasaran, bagaimana
nantinya...
Ketika tadi ia menyusul gurunya, ia telah menyusul sampai
dua puluh li. sebenarnya ia mengantari guru itu, Selama itu,
gurunya tetap berdiam, sikapnya bersungguh-sungguh. Paling
belakang, ketika mereka mau berpisah, guru itu baru
berbicara Katanya: "Siapa memuat lebih, perahunya karam.
Siapa terlalu mau menang, dia akan membunuh dirinya
sendiri, permusuhan itu harus dibuyarkan, bukannya
diperhebat.Jikalau orang tetap saling bermusuhan, saling
membalas, sampai kapan akhirnya itu? Kau ingatlah ini, nanti
besar faedahnya untuk penghidupanmu..."
Sebagai seorang cerdas, In Gak menginsafi pesan itu. Sang
guru mengingati ia kalau lagi menghadapi lawan tak dapat ia
berlaku telengas.
Maka itu, ia mengheLanapas pula, ia kata sendiri: "Mesti
aku ingat pesan suhu..."
Masih lama In Gak berdiri diam, mukanya disampoki angin
dan salju hingga mukanya itu dan pakaiannya demak. Tatkala
kemudian ia menoleh ke arah rumah, ia melihat semua orang

1175
berdiam mengawasi padanya. Karena tak ada yang berani
mengganggunya. Siauw Thian berdiam, menyeringai.
"Tak ada gunanya aku menegur dia," pikir In Gak.
Pikiran ini dapat menenangkan hatinya, maka ketika ia
bertindak masuk, ia dapat bersenyum.
"Shate..." kata Siauw Thian, yang tidak dapat menahan diri.
In Gak bersenyum, ia mengedipi mata mencegah kakak itu
berkata terus, ia hanya berkata pada Hong Piu: "Katanya ada
dua letnan ditahan di sini, apakah tiangcu suka merdekakan
mereka? Aku yang rendah ingin bicara dengan mereka itu."
"oh" berkata orang she Gouw itu. Jikalau siauwhiap tidak
menimbulkannya, aku melupai mereka..."
Ia lantas memerintah orang membawa kedua orang
tawanannya itu ke luar.
Begitu melihat Hong Piu, kedua letnan mau membuka
mulutnya mendamprat tetapi In Gak mendahului mereka,
Dengan roman keren, si anak muda membentak: "Aku telah
menitahkan Gok o menarik pulang pasukan tentaranya.
sekarang pulanglah kamu Kamu harus ketahui kalau
dibelakang kali ada gangguan pula kepada peternakan ini,
meski ada rumputnya yang tertiup angin, maka Gok O harus
bertanggung jawab."
Heran kedua letnan itu. Sebaliknya, mereka ciut untuk
sikap keren dari si anak muda, hingga mereka mau menduga
pemuda ini mestinya seorang berpangkat besar yang menjadi
utusan dari kota raja. Terpaksa mereka mengundurkan ciri
dengan kuncup,
In Gak lantas berkata pada Lui siauw Thian Jiko, “Tolong
kau ajak Gak Yang berangkat lebih dulu ke Tiang Pek San Aku
sendiri setelah beres urusan di Yan San, akan aku lantas
menyusul."
Siauw Thian menurut tanpa menanya apa-apa lagi, ia
lantas berangkat bersama si kacung she Gak.

1176
Hong Piu dan Kim Go kagum. Mereka tahu anak muda itu
mau lantas berangkat. mereka mencegah Mereka minta
penolong itu berdiam dua hari lagi. "Menyesal tak dapat," kata
In Gak. "Aku mesti lekas berangkat." Dan dengan hanya satu
kali berkelebat, ia menghilang di antara hujan salju.
XXX
Pada suatu hari kota Sin-tak telah kedatangan seorang
muda yang asing, ia masuk dalam sebuah rumah makan,
untuk lantas memesan beberapa rupa sayur serta arak. untuk
ia dahar dan minum seorang diri.
Ketika itu matahari tak dapat menyorotkan sinarnya yang
panas, Dia dikitari meja. Di jalan-jalan, salju telah merupakan
es yang beku, hingga kuda kereta lewat di situ dengan
mengasih dengar suara derap serta rodanya yang nyaring.
Diwaktu begitu, rumah makan itu sudah penuh delapan
bagian, Dia memang rumah makan yang kesohor, apa pula
araknya arak Tek-yap-ceng. Dengan arak orang hendak
melawan hawa dingin-
Tak lama di situ datang pula lima tetamu, Mereka
menyingkap kain pintu, lantas mereka mengambil tempat
menjadi tetangganya si anak muda, Mereka itu membekal
senjata di pundak mereka. nampak mereka menyolok sekali.
Mulanya mereka dahar dan minum tanpa bersuara, sesudah
air kata kata mulai bekerja, lantas mereka berbicara.
"Saudara Tan," berkata seseorang dengan perlahan,
"perjalanan kita kali ini ke Potala lebih banyak bahayanya
daripada selamatnya, sampai sekarang ini Tiam Chong Sinkiam
Ie-su Kim It Peng masih belum tiba, itu berarti kita
kekurangan satu tenaga bantuan yang berharga besar sekali.
Benar-benar aku menguatirkan kesulitan yang bersusunsusun…
itu.."
"Saudara ong, kau terlalu pendek pikiran," kata seorang
yang lain, "Memang pendeta-pendeta lama dari wihara Potala
kosen setiap orangnya, akan tetapi sebaliknya kau harus

1177
mengerti mereka itu terang kita gelap. jikalau kita terus
bertindak dengan berhati-hati, mustahil kita tidak bakal
berhasil menolongi Coa San-cu?"
Si anak muda terlihat matanya bersinar mendengar
disebutnya Coa San-cu, ia lantas berpikir "Yang disebut Coa
San-cu ini apakah bukannya Ya Jin San-cu Coa Hok? Kenapa
dia ditangkap pendeta-pendeta lama dari Potala?" Ia
mendengari terus, matanya melirik kepada orang yang
berbicara itu.
orang itu berkata pula: "Pendeta-pendeta dari wihara
Potala itu berjumlah tiga ratus jiwa lebih, kecuali lima
pemimpinnya si pendeta-pendeta lama besar yang
mengenakanjubah kuning, yang lainnya semua berkepandaian
biasa saja. Hanya walaupun demikian, kita harus mengingat
juga bahwa jumlah kita sangat kecil, jadi benar katanya
saudara ong, kita bakal menghadapi kesulitan-.." Dia
mengerutkan alis, lalu menceguk araknya.
"Tetapi kita bukannya bangsa tak berguna," kata seseorang
yang ketiga, "Tidak peduli banyak kesulitannya, kita mesti
pergi dengan membesarkan hati, Ya bicara sebenarnya, Tiam
chong sin-kiam lesu Kim It Peng memanglah suatu pembantu
yang berharga besar sekali, Belum setengah tahun dia
muncul, dia sudah merobohkan delapan belas jago dari Bin
Kang, ilmu pedangnya itu telah mencapai puncaknya
kemahiran- Dia biasa sangat memegang janji, kenapa dia
masih belum tiba juga?"
orang ini baru berkata begitu atau mendadak dia berkata
pula keras: " Lihat Apa itu bukannya dia telah datang?"
Si anak muda yang romannya tampan, sudah lantas
menoleh ke luar, ia mendahului keempat orang itu. Maka ia
melihat datangnya seorang imam umur belum tiga puluh
tahun, wajahnya tampan dan bersih, ada kumis dan
jenggotnya yang pendek.

1178
Begitu dia menyingkap kain pintu, imam itu memandang
kepada kelima orang itu, terus dia menyapa mereka sambil
bersenyum, terus dia mengambil tempat duduk. Kelima orang
itu menyambut dengan gembira sekali.
Diam-diam si anak muda yang tampan, ialah Cia In Gak
kita, menaruh perhatiannya ia baru saja sampai dari
peternakannya Hong Piu, untuk pergi ke gunung Yan San-
Dalam tempo dua hari ia sampai di kota Sia-tek ini, hingga ia
terpisah tinggal lagi seratus li lebih akan tiba di gunung itu -
gunung Burung Walet, ia mampir karena sekalian ia lagi
memikirkan bagaimana harus bicara biLananti ia menemui Yan
San Sinni, si pendeta wanita yang kesohor gagah, ia merasa
sulit sekali, andaikata Nona Ni Wan Lan tetap bersusah hati,
hingga nona itu mungkin mengambil sikap memusuhinya.
Ia ingin tak terlibat asmara, ia mencoba untuk
menyingkirkan diri, akan tetapi ia toh tergubat, ia berhenti
berpikir karena pembicaraannya kelima tetamu itu, yang
disusul dengan tibanya Kim It Peng, datangnya imam itu
menarik perhatiannya lantaran dia menggendol sepasang
pedang yang panjang yang melihat dari sarungnya saja
mestinya pedang yang tajam luar biasa.
"Maafkan aku," kata Kim It Peng tertawa, "Barusan
ditengah jalan aku mencampuri urusan nganggur, karena
mana aku jadi terlambat, hingga aku membikin saudarasaudara
menantikan lama."
"Tidak apa," berkata si orang she Tan, "Sebenarnya kita
lagi mengharapi kau, Kim Losu, Tanpa losu, kami ada
bagaikan naga tanpa kepala... Sekarang silahkan losu
memberikan titah-titah mu” Orang she Kim itu bersikap
merendah.
"Aku merantau baru setengah tahun," katanya,
"pengetahuan dan pengalamanku masih cupat sekali, maka
itu, mana dapat aku memegang pimpinan dalam urusan
saudara-saudara ini? inilah urusan yang orang luar tak dapat

1179
mencampurinya secara berlebihan, Aku cuma menjangkapi
jumlah saudara semua. Sudah lama aku mendengar Tan Losu
pintar dan gagah, maka itu, aku pikir baiklah losu yang tetap
memimpin kami. Untukku, aku bersedia menuruti segala
perintah losu."
"Pantas Kim Losu berasal dari perguruan yang kenamaan,
kau bisa sekali merendah." kata orang she Tan itu, yang
sebenarnya bernama Pek Seng dan gelarannya Ti Ho, si Rase
cerdik.
"Pantas Kim Losu lekas sekali telah mengangkat nama,
Baiklah, maafkan aku yang aku mesti memegang tampuk
pimpinan, sekarang masih siang, bagaimana jikalau kita
berembuk pula sebentar lagi." ia bersenyum.
Mereka itu berbicara dengan perlahan, di lain pihak. ramai
suaranya lain-lain tetamu, maka suara mereka seperti kelelap
di antara suara banyak orang ilu, akan tetapi tidak demikian
dengan In Gak si tetangga meja, ia hanya belum mengerti
jelas duduknya hal, maka ia terus memasang telinga.
"Oleh karena Coa San-cu terkurung di dalam wihara Potala,
tak dapat tidak. kami terpaksa mengharapi bantuan kau, Kim
Losu," berkata pula Pek Seng, "Sudah lama kami mengagumi
ilmu pedang Tiam Chong Pay, yang dikenal sebagai ilmu
pedang nomor satu di kolong langit, ilmu pedang itu pasti
bakal dapat menunduki ilmu silat Liu In Cit-si dari Huketu.
Tahun dulu itu setahu untuk urusan apa, Kauw Gwa Liok
Hiong sudah menyateroni Huketu, yang mereka keroyok,
belum tiga jurus mereka sudah kena dirobohkan, dada mereka
pada berlubang, darahnya mengucur, tubuhnya roboh binasa.
Lantaran itu Huketu jadi kesohor di Utara, setiap mulut
memujinya, Sejak itu, siapa mencari Huketu, sesuatunya
roboh- terhadap ilmu silatnya itu. Kami pikir, kecuali ilmu silat
pedang Ban Hoa Toat Kim partai kau, Kim Losu, tidak ada lain
ilmu yang bisa mengalahkan ilmu pedangnya pendeta lama
itu. Maka dengan memberanikan diri, kami mengundang losu,
untuk memohon bantuanmu."

1180
Mendengar itu, In Gak tidak puas, ia tidak percaya ilmu
pedang Tiam Chong Pay dapat menjadi ilmu pedang nomor
satu di kolong langit.
Dasarnya ia masih muda, diangkat-angkat Tan Pek Seng,
Kim It Peng nampak juga
kejumawaannya, Dia bersenyum puas.
"Kau sangat memuji Tan Losu, kau membikin aku malu,"
kata dia merendah. "Pada tiga puluh tahun dulu, mungkin
dapat ilmu pedang kami disebut ilmu pedang nomor satu di
kolong langit tetapi sekarang ini tidak demikian sekarang ini
tak sedikit ahli pedang yang baru muncul, kepandaian mereka
itu dapat melewati ilmu pedang kami. Umpama pada tahun
yang baru lalu, di Kang lam sudah muncul seorang muda she
Cia, Kakak seperguruanku Shi Goan Liang, telah roboh di
tangan dia. pemuda she Cia itu malah mengatakan didalam
lima tahun, dia bakal mengunjungi gunung kami.
Guru kami mengetahui ilmu pedangnya telah mulai
merosot, maka ia telah menciptakan satu yang baru, yang
diberi nama Ban Hoa Toat kiam, atau Gubahan Selaksa Bunga,
ilmu silat itu dilatih lebih hebat setelah diterimanya warta dari
shi suheng itu.
Lima belas saudara kami, yang terpilih diwajibkan
mempelajari sungguh-sungguh ilmu pedangnya itu. Untuk
belajar pedang seorang murid harus berbakat, maka itu
syukur sekali, aku telah terpilih oleh guruku itu. Hahahaha..."
Imam itu nampak girang bukan main-
Mendengar itu In Gak berpikir: "Benarkah Ban Hoa Toat
Kim dapat melebihkan Hian Thian Cit Seng? Tak mungkin
Baiklah aku menguntit dia, untuk menyaksikan sampai dimana
lihaynya Liu In Cit Si dan Ban Hoa Toat Kim itu..."
Baru ia memikir begitu, begitu lekas juga hati In Gak
dingin. inilah sebab ia segera ingat pesan gurunya bahwa
perahu yang muat berlebihan bakal karam dan siapa mau
menang sendiri, dia bakal roboh terlebih dulu, Maka ia lantas

1181
berpikir pula: Belasan tahun aku telah dididik suhu, aku cerdas
dan mengerti segala apa, mengapa aku tidak mau
menenangkan diri? Kenapa untuk sakit hati ayahku seorang
aku mesti memusuhkan dunia? suka menang ialah semacam
kesukaan yang bakal merupakan suatu kebiasaan atau tabiat
buruk. Ya, urusan mereka itu ada apa sangkutannya dengan
aku?" Maka ia lantas menghirup araknya, ia bersikap tenang.
Hanya sebentar mendadak pemuda kita ingat suatu hal,
dari itu ia kata di dalam hatinya: "Suhu membilang sakit hati
harus dibikin habis, tidak boleh dibikin panjang, Mereka
sekarang mau pergi ke tempat berbahaya, kenapa aku tidak
mau membantu mereka, guna menghabiskan persengketaan
pihak mereka dengan pihak pendeta lama itu? jika lau aku
dapat menolongi coa San-cu, tentu permusuhan bisa
dihabiskan-.. Tidakkah itu bagus?"
Ia mengawasi keenam orang itu, nampak mereka minum
dengan riang sekali.
Ketika itu di meja dipojokan ada seorang tetamu yang
berbangkit dari kursinya. Dia bertubuh kekar, bajunya kuning,
kepalanya ditutupi kopiah yang melesak kejidatnya, Dia
berjalan lewat di samping Tan Pek Seng, sambil lewat, tangan
kanannya mengusap mukanya terus tangan itu dikasih turun
pula.
Selagi berjalan itu, dia pun berdehem keras, suaranya
nyaring seperti suara lonceng yang mendengung di seluruh
ruang bersantap itu.
Kim It Peng semua terkejut, hingga mereka menghentikan
mengangkat cawan mereka, semua mengawasi dengan
tercengang.
Orang itu bertindak cepat dan gesit, sebentar saja dia
sudah sampai di luar.
In Gak bermata celi maka itu ia mendapat lihat, ketika
orang itu mengangkat
tangannya ke muka menyusut keringatnya disebabkan dia
telah menenggak susu macan, selagi diturunkan dua jari

1182
tangan itu berkutik menyentil, sedang selagi tiba di ambang
pintu, nampak dia bersenyum dingin.
Tiba-tiba ia ingat suatu apa, ia letaki sepotong perak di atas
meja. terus ia bertindak ke luar Dari sini ia melihat orang itu
menuju ke sebelah kanan, tindakan kakinya gesit, ia lantas
menguntit.
Begitu lekas ketahuan orang menuju ke arah heng-kiong
yaitu istana peristirahatan atau persinggahan raja. In Gak
yang bercuriga lantas memastikan kecurigaannya bahwa
orang ini ialah seorang pendeta lama dalam penyamaran-
Heng-kiong itu terletak di sebelah barat laut, duduknya
diapit di kiri dengan telaga dan di kanan dengan gunung, luas
sekitarnya delapan belas li, banyak pepohonannya, pohon
siang dan pek. Wuwungan istana berwarna kuning, Dilihat
seumumnya, itulah istana indah
Orang itu berjalan terus, ketika ia sudah mendekati tembok
pekarangan, mendadak ia memutar tubuhnya, untuk
memandang tajam kepada si anak muda yang lagi jalan
mengikutinya. In Gak melihat itu, ia terperanjat akan tetapi ia
dapat menetapi hati, ia jalan terus acuh tak acuh.
"Berhenti" mendadak orang itu membentak. Ia menurut, ia
menghentikan tindakannya.
"Sang Buddha kamu tak kelilipan pasir" kata orang itu
keras, "Selagi kau minum arak tadi, Buddha kamu selalu
memperhatikan kau. Hm Kau berkonco dengan mereka itu
atau tidak?"
In Gak mengawasi, matanya dibuka lebar. Ia nampak
heran.
"Siapakah mereka itu?" ia balik menanya, suaranya dalam,
"Tuan, kau terlalu Bukankah rumah makan rumah umum
dimana berkumpul orang-orang dari lima penjuru dunia? Kalau
aku duduk bersantap di sana, bukankah aku tidak melanggar
undang-undang negara? Kau membentak menyuruh aku

1183
berhenti tuan, apakah maksudmu?" orang itu bersenyum
tawar.
"Kalau begitu, mengapa kau mengikuti sang Buddha
kamu?" dia tanya.
In Gak tidak menjawab, sebaliknya, ia tertawa berlenggak,
suaranya itu nyaring dan berkumandang, sampai orang
terkejut. Pikir orang itu: "Ah, dia mempunyai tenaga dalam
yang mahir sekali, Tadi aku menyangka dialah orang biasa,
nyata aku keliru..."
Akan tetapi ia tidak takut, ia malah membentak: "Bocah,
kau tertawa apa? jikalau Buddha kamu tidak memberitahukan
namanya, pasti kau tidak tahu Buddha kamu orang macam
apa..."
In Gak tidak menanti orang menyebut namanya, dia
mendahului, dingin: "Kau siapa, itu tak sangkutannya
denganku Biar kau menyebut namamu, kau tak bakal
membikin aku jeri Aku mempunyai urusanku sendiri, tak
sempat aku melayani kau ngoceh tidak keruan-"
Ia lantas memutar tubuh, untuk berjalan pergi.
Orang itu jengah dan mendongkol karena orang tidak
menggubrisnya, dalam gusarnya ia membentak: "Bocah, kau
berani tidak memandang mata pada Buddha kamu? ini
tandanya kau cari mampusmu sendiri" Dia lantas lompat
menyerang, lima jerijinya diluncurkan menyambar.
In Gak tidak berbalik, akan tetapi, seperti belakangnya ada
matanya, ketika ia diserang itu, mendadak ia menggeser
tubuh ke kiri, terus berputar, ia mengawasi dengan bengis.
Orang itu melengak sebab samberannya gagal. Lalu ia
tertawa dingin, romannya bengis, ia kata: "Aku tidak sangka
bahwa ini hari aku Inpuntala telah dapat bertemu dengan
orang lihay" Di mulut ia berkata begitu, di hati ia pikir: "Ilmu
apakah yang bocah ini pakai?" ia merasai orang gesit luar
biasa. Kalau orang ini musuh, sungguh berbahaya...

1184
In Gak bersenyum ewah.
"Tuan muda kau tidak berani menerima sebutan orang
lihay" katanya, "Aku cuma minta supaya kau jangan ngoceh di
depanku Paling benar kau lekas-lekas menggoyang ekor-mu
dan pergi."
Mukanya Inpuntala menjadi pucat dan merah bergantian,
Dia gusar sekali, Dia berdiri tegak di antara salju, bajunya
memain diantara tebaran sang angin. Dia mendongkol orang
berani memandang hina kepadanya sedang untuk di
tempatnya itu dalam wilayah sintek dan sekitarnya, dia
terkenal dan dimalui, sampai kawanan anak-anak
mengenalnya. Dialah kam-ih, pengurus dari wihara Potala,
yang kesohor untuk ilmunya luar dan dalam.
In Gak mengawasi ia tahu orang telah menjadi sangat
gusar. Inpuntala tertawa.
"Tak salah dugaan sang Buddha kamu" katanya, nyaring,
"Kau benarlah konconya mereka itu Sayang aku keliru
menyayangi jiwa- mu, mereka sudah mendekati akherat, dari
itu kau tak harus dikasih tinggal hidup lebih lama pula" katakata
itu ditutup dengan tolakan dua tangan secara mendadak.
In Gak memang curiga, sekarang ia mendengar kata-kata
orang, ia mengerti ketika tadi dia meninggalkan rumah makan,
pendeta lama ini sudah melakukan sesuatu guna mencelakai
rombongannya Tan Pek Seng, ia membenci orang jahat, ia
pun gusar, ia lantas menyambut tolakan dengan tolakan
kaget, untuk itu ia menggunai tenaga huruf "Menyentil" dari Bi
Lek sin Kang.
Dengan keras kedua tenaga menolak bertemu satu dengan
lain, akibatnya pun keras sekali. Tubuhnya si pendeta
terpental mundur beberapa tombak. salju di kakinya terbang
muncrat. Yang hebat ialah ia mental masuk ke dalam
pekarangan. Tapi tak lama terlihat dia muncul pula, kopiahnya
sudah tidak terlihat sehingga sekarang terlihat kepala
gundulnya.

1185
"Bocah" dia kata bengis, "jikalau kau berani sebentar
malam aku nantikanmu di dalam wihara Potala"
In Gak menyahuti dingin: "Inpuntala, kau menerbitkan
gara-gara tanpa sebab, maka jangan kau sesalkan tuan
mudamu Sayang bukannya kau menyesal, kau justru
menantang aku. Baiklah, biarnya potala merupakan gedung
naga dan gua harimau, sebentar malam pasti tuan mudamu
akan datanginya"
Mendengar itu, Inpuntala memutar tubuh, lantas lari
pulang.
In Gak mengawasi sebentar lantas ia lari balik ke rumah
makan tadi.
Ketika itu sang malam sudah tiba. cuaca gelap. lantaran
sang rembulan dihalangi sang mega. Angin bertiup keras. Saij
u tertampak putih di mana mana, Dapat dimengerti bahwa
diwaktu demikian, orang yang mundar mandir cuma beberapa
gelintir saja.
In Gak berlari pulang sambil berpikir: "Inpuntala tak dapat
dipandang enteng, Aku mentaati pesan suhu, aku menggunai
tenaga tujuh bagian, pendeta lama itu lihay, dia dapat mundur
dengan mengikuti tolakanku. oleh karena itu, sebentar malam
pasti aku bakal bekerja keras..."
Sebentar kemudian, tibalah ia di rumah makan- Ketika ia
masuk sambil menyingkap kain pintu, yang paling dulu ia lihat
ialah meja yang tadi dipakai rombongannya Tan Pek Seng ia
lantas melihat pemandangan yang luar biasa yang
mengejutkan hatinya.
Pek Seng berenam duduk sambil tangannya mengangkat
cawan masing- masing, Mereka berduduk tak bergerak. muka
mereka pucat gelap. mata mereka mendelong dan mulut
mereka mengeluarkan ilar,
Lain-lain tetamu di situ rupanya tak melihat mereka, atau
mereka disangka tengah hendak minum dengan memberi

1186
selamat satu dengan lain... Menampak demikian, In Gak
berlompat.
xxx
BAB 21
MELIHAT lagaknya si anak rnuda, barulah lain-lain tetamu
terkejut, hingga mereka semuanya berpaling.
Yang paling dulu dilakukan In Gak ialah mengangkat cawan
araknya Pek Seng, untuk memeriksa. Untuk herannya warna
arak itu bening dan berbau harum, tak ada warna atau bau
lainnya yang mencurigakan- Tapi ia mengerti, maka ia kata
dalam hatinya: "Inpuntala kejam, dia menggunai racun tanpa
warna dan tanpa bau... ia lantas panggil jongos, untuk minta
sebatang tusuk konde perak. yang mana ia masuki ke dalam
cawan arak itu.
Begitu ujung tusuk konde tercelup ke dalam arak. arak itu
menghembuskan hawa seperti asap dan tusuk kondenya dari
putih berubah menjadi merah kehitam-hitaman-Semua tetamu
kaget, Mereka tahu apa artinya itu.
In Gak sudah berniat menepuk punggung Pek Seng guna
mengeluarkan racun dengan bantuannya tenaga dalam Poute
Sian Ciang ketika ia ingat suatu apa, maka ia membatalkan
niatnya, kepada jongos ia terus kaia: "Mereka ini terkena
racun yang jahat, untuk mencoba menolongi mereka, aku
hendak membawa mereka ke rumah sahabatku, maka itu
lekas kau tolong carikan kereta" Jongos itu mengerti, dia
lantas pergi.
In Gak mengambil sikapnya ini untuk mencegah jangan
orang menjadi gempar, hal mana bisa menyebabkan kawanan
pendeta dari Potala nanti mendapat tahu.
Tak lama jongos tadi kembali dengan sebuah kereta
keledai, maka Pek Seng semua lantas dinaiki ke dalam kereta,
untuk dibawa pergi meninggalkan rumah makan itu, rumah
makan dengan merek Tiang HinTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1187
Dengan membunyikan cambuk, sang keledai dikasih lari
keras, In Gak duduk berendeng dengan kusir di sebelah
depan-
XXX
Malam gelap. sang angin bertiup tajam sang salju
berterbangan Di dalam kegelapan itu, segala apa Nampak
putih, Diwaktu begitu di dalam sebuah rimba di luar kota Sintek,
tujuh orang tampak duduk menguarkan api unggun yang
kayunya cabang-cabang cemara, berbunyi berkeretekan-
Cahaya api menerangkan tegas wajah mereka itu.
Merekalah In Gak serta rombongannya Pek Seng.
"Siauwhiap telah menolongi kami, tak nanti budi ini aku
lupakan," kata Pek Seng, sangat bersyukur "Lain kali, jikalau
siauwhiap hendak menitahkan sesuatu kepada Pek Seng
meskipun mesti mati, tidak nanti aku menampik."
"Kau terlalu merendah, saudara Tan," kata In Gak,
bersenyum. "Pertolongan ini tidak berarti apa-apa, aku cuma
mengangkat tanganku. Mana bisa itu disebut budi? Adalah
sebentar diwaktu menghadapi Inpuntala, aku mengharapi
bantuan saudara semua."
Kim It Peng kagum sekali melihat si anak muda halus budi
pekertinya.
“Janganlah merendah, siauwhiap." ia berkata. "Belum
lamap into merantau tetapi pinto telah melihat tenaga dalam
siauwhiap mahir sekali, mestinya siauwhiap murid dari
seorang yang berkenamaan. Sayang siauwhiap tidak sudi
menyebutkannya, hingga pinto pusing menerkanya ... "
In Gak tertawa.
"Bukannya aku bertingkah tetapi benar-benar ada
kesulitannya untuk aku menyebutnya," ia berkata, "Tunggulah
sebentar, setelah Coa Sancu dapat ditolongi, mungkin losu
semua akan mengetahui tentang diriku."
It Peng tidak memaksa.

1188
"Tentunya Tan Losu telah mengetahui jelas keadaan wihara
Potala," kata ia pada Pek Seng, "Wihara itu luas dan banyak
bangunannya, yang dapat membingungkan orang luar. kalau
kita lancang memasuki, kita seperti mencari bahaya kematian
sendiri."
Pek Seng tertawa.
"Kim Losu benar tetapi tak usah losu berkuatir," ia bilang,
"Dua hari sudah aku membuat penyelidikan, rasanya aku
ketahui segala apa dengan jelas. Aku pun sudah membuat
petanya, rasanya aku tak keliru lagi."
"Maaf." kata It Peng mengangguk "jikalau losu tidak
menyebutkannya, aku lupa bahwa losu-lah ahli pembuat peta.
Ya Jin San jadi demikian tangguh semua itu karena rencana
dan pengaturan losu."
Pek Seng tertawa, dari sakunya ia mengeluarkan sehelai
kertas, yang terus ia beber, maka di situ mereka melihat
lukisan tempat berikut pelbagai bangunannya, rumah,
ranggon, paseban, dan pengempang, Semuanya jelas sekali.
In Gak kagum hingga ia memberi pujian-nya.
"Wihara Potala menempati tempat yang luas sekali," kata
Pek Seng. "Lihat saja, bangunannya hitung ratusan buah,
yang semuanya bersender kepada gunung, Maka itu, menurut
aku, diwaktu pergi ke sana, tak baik kita berpencaran, hanya
harus kita menuju langsung ke pendopo Pat Liong Hud thian,
tempat kediamannya kelima lama besar jubah kuning, Di sana
aku minta Kim Losu bersama siauwhiap melayani lama kepala
Huketu, kami berlima akan pergi ke lauwteng chong Keng
lauw di samping kirinya guna menolongi Coa San-cu."
Pikiran ini mendapat persetujuan umum, keenam orang
lainnya pada mengangguk.
Sampai itu waktu In Gak masih tidak menanyakan Tan Pek
Seng sebabnya coa San-cu tertawan dan dikurung di dalam
wihara Potala. Tan Pek Seng tidak menceritakan ia
membiarkannya.

1189
Selama itu api dijaga menyala terus oleh Kvvan Tek Lin,
salah seorang kawan mereka, yang duduk di sisi Pek Seng.
Baru mereka berhenti bicara itu, mendadak Kim It Peng
mendengar suara apa-apa di belakangnya. Dengan mendadak
ia berbangkit seraya memutar tubuh, untuk berlompat dengan
pesat, sambil lompat itu ia menghunus sepasang pedangnya,
maka ia dapat terus menabas. Akibatnya itu ada pohon yang
roboh dengan suaranya yang berisik.
Yang lainnya turut berlompat bangun, Mereka menduga
kepada musuh gelap. cuma In Gak yang tetap duduk bercokol,
cuma tangannya menimpuk dua kali dengan dua potong
cabang kayu cemara.
Ketika Pek Seng berlima sampai di sisi It Peng, mereka
mendapatkan imam itu lagi berdiri melengak mengawasi ke
depannya dimana di tanah, terlihat bangkainya dua ekor rase
yang kepalanya pecah dan mengeluarkan darah. Kwan Tek Lin
menunjuki jempolnya.
"Tak heran Kim Losu sangat kesohor," kata dia memuji.
"Sekarang berbukti mata losu sangat tajam, bisa melihat
segala apa di tempat gelap seperti disiang hari Pula hebat
pedang tosu, yang tak pernah gagal Kami semua kami malu,
tak dapat kami berbuat demikian..."
It Peng tertawa.
"Kau sangat memuji, saudara Kwan" katanya, "Aku tidak
sangka bahwa aku telah salah mendengar seperti ini.
sebenarnya aku merasa malu."
Ia masuki pedangnya ke dalam sarungnya, lantas ia
kembali ke unggun api.
Mereka melihat In Gak menggunai cabang cemara
menggurat-gurat di tanah, mereka tak tahu orang lagi
memikirkan apa. It Peng kagum. Orang sangat tenang.
"Aku tak seperti kau, siauwhiap." ia kata, "Kau tidak kena
terganggu gerak-gerik rase tadi."
Si anak muda tertawa.

1190
Justru Kim Losu yang telinganya sangat terang," ia kata,
"Barusan losu cuma terkelirukan angin. Pendeta lama itu
sudah ditakdirkan terbinasa, Mari duduk. tidak ada bahaya
apa-apa."
Kata-kata itu mengherankan keenam kawan itu. Kim It
Peng heran dan tidak percaya, Dia menyambar sebatang kayu
yang menyala dan lompat, untuk memeriksa ke sekitarnya
diterangi api obor itu. Pek Seng berlima menyusul.
Kira enam tombak jauhnya dari mereka di mana ada
banyak pohon cemara bergelimpangan di atas salju,
kedapatan belasan mayat pendeta lama, akan tetapi tubuh
mereka tidak terluka, itulah tanda mereka roboh tertotok jalan
darahnya.
Tiam chong sin-kiam malu sekali, ia likat sendirinya,
Sekarang ia merasa bahwa ia tak berhak untuk merebut nama
didalam Rimba Persilatan- Kalau dibandingkan ia masih jauh
dengan lain orang...
Pek Seng sekalian tak ubahnya semua mengagumi si anak
muda. Mereka tak bicara banyak lagi kecuali memuji.
Habis itu mereka bertujuh dalam rupa bayangan, kabur ke
arah barat laut, cuaca tetap gelap karena rembulan dan
bintang-bintang tak nampak. Mereka lenyap seperti ditelan
salju.
XXX
Wihara Potala di Sin-tek itu sebuah wihara yang paling
besar disamping istana Potala di Lhassa, Thibet. Bangunannya
besar, indah dan agung. Letaknya di luar kota sebelah barat
laut. Memang di Jehol, tetangganya Mongolia, ada banyak
sekali wihara kaum pendeta lama. Hanyalah wihara Potala ini
terbesar dan paling ternama, kesana rombongannya Tan Pek
Seng menuju.
Selagi mendekati samping wihara, In Gak berhenti lari dan
membisiki Pek Seng semua: "Kita datang ke mari untuk
menolongi orang, maka itu paling benar ialah kita menyingkir

1191
dari pertempuran dengan para lama. Sekarang ini baiklah aku
sendiri yang mencoba pergi dulu ke chong Keng Lauw,
lauwteng tempat menyimpan kitab itu, guna menolongi coa
San-cu. jikalau selewatnya satu jam aku belum kembali
barulah aku minta saudara-saudara pergi membantu aku."
Sekarang orang tahu lihaynya ini kawan baru, hanya
setelah berpikir sejenak. mereka memberikan persetujuan
mereka. Kim It Peng berkata, "cuma dengan begitu kita
membikin siauhiap yang bekerja paling berat. Baiklah
siauwhiap membekal ini sebelah pedangku, guna menjaga
diri."
"Tak usah, terima kasih," kata In Gak tertawa, "Akupun
membekal pedang lunak di
pinggangku."
Habis berkata, pemuda ini lantas lompat pergi, hingga dia
lenyap di balik tembok pekarangan-
Wihara itu sunyi kecuali dari suara angin serta cabangcabang
pohon yang menjadi barang permainannya sang
angin. Karena langit gelap dan sinar api pun tidak ada.
In Gak cuma dapat melihat sejauh sepuluh tombak. Selagi
memikirkan petanya Tan Pek Seng, yang ia ingat-ingat di luar
kepala, ia bersembunyi dulu di belakang sebuah pohon
cemara. Wihara gelap seluruhnya, rupanya kawanan pendeta
tengah menantikan mangsanya.
Kecuali berisiknya sang angin dan daun, In Gak diganggu
hawa dingin, Tapi ia tidak menghiraukan itu, ia telah pikir:
"Memang aku harus menyingkirkan bentrokan senjata, Pesan
suhu masih mendengung di telingaku. Tak usah aku pedulikan
tantangan Inpuntala..."
Maka ia maju terus, Baru belasan tombak ia melihat dua
bayangan lari mendatangi dengan cepat kepadanya ia lantas
mengenali dua ekor anjing - anjing-anjinng galak dari Thibet-
Dengan tindakan Hian cit Seng Pou, ia berkelip selagi kedua

1192
binatang itu lewat sebab tak berhasil menerkam padanya, ia
membalas menghajar.
Hanya dengan sekali gempuran kedua anjing terlempar
sambil menjerit kesakitan, terus badannya roboh terbinasa.
Setelah itu si anak muda lompat naik ke pohon di
sampingnya, Dari sini ia naik ke gen-ting, terus sampai di
wuwungan dari sebuah pendopo, ia berdiam seraya
memasang mata, Samar-samar ia melihat tiga pendeta lama di
atas pendopo itu, yang terdekat terpisah dari ia empat tombak
lebih. Lama itu rupanya melihat ada orang datang tanpa
bersuara dia memburu. Dia nampak gesit.
In Gak tidak takut, bahkan dia maju untuk menyambut.
Si pendeta heran, hingga dia berpikir: " Inilah tak biasanya,
Rupanya dia berkepandaian lihay maka dia tak takut mati"
Selagi dia heran itu, lawan sudah tiba, Mendadak ia merasa
tertotok dijalan darah ceng cok. Tak sempat dia bersuara, dia
roboh tak sadarkan diri.
In Gak berkiam sebentar baru ia maju pula. ia menuju ke
pendopo Pai Liong Hud-thian. ia berlaku waspada, guna
menyingkirkan bentrokan Tak mau ia terlibat oleh para lama
yang melakukan penjagaan di sana sini.
Pendopo itu juga gelap sekali. Sukar untuk ke dalamnya,
Toh In Gak ingin masuk ke dalam situ untuk membuat
penyelidikan ia baru menindak, ketika ia mendengar suara
orang bicara perlahan:
"Entah apa sebabnya, hari ini Hok-hoat Taysu Kim Liong
sangat beda daripada biasanya, Tak pernah ia tak bersenyum
atau tertawa tetapi kali ini ta terus berdiam, romannya
bergelisah, ia sampai tak suka mendengar kata-katanya
Inpuntala. baru mendengar dua patah, ia sudah lantas
meninggalkannya, ia cuma memesan kita untuk dengan tentutentu
mengantari makanan kepada si nona..."

1193
In Gak heran- ia tidak melihat apa-apa. Maka ia terus
mendengari, matanya tetap dipasang. Baru kemudian samarsamar
ia melihat tubuh bagaikan bayangan dari dua kacung
lama di dalam pendopo yang gelap itu.
Ia mendengar suaranya kacung lama yang kedua:
"Biasanya Kim Liong Taysu paling
menyayangi kau. Kau mestinya ketahui sebab dari
perubahan sikapnya itu. Kenapa hari ini ia tidak tenang?"
"Sebenarnya aku tidak tahu, Yang mengetahuinya mungkin
kelima tay hoat-su. Apa yang aku tahu, katanya dari wihara
lama Yong Ho Kiong di kota raja telah dikirim serombongan
lama datang kemari, bilangnya buat urusan sangat penting."
"Sekarang ke mana perginya Kim Liong Taysu?"
"Katanya dia pergi untuk menyambut pendeta-pendeta
lama dari Yong Ho Kiong itu."
Tiba tiba terdengar suara tertawa, yang terus disambungi
kata-kata ini: "Katanya taysu tidak gemar paras elok.
mengapa sekarang melihat nona itu, semangatnya seperti
sudah terbang pergi? Apakah ini yang dinamakan jodoh? Tapi
nona itu lihay, dan dengan mengandalkan pedangnya, tak
dapat taysu mendekatinya, hingga setiap hari ia cuma
mengintai dari luar kamar batu itu. Ada kalanya ia mengucap
juga satu dua patah, habis itu ia pergi sambil menggeleng
kepala dan menarik napas..."
"Sebenarnya nona itu sangat cantik, jangan kata taysu, aku
sendiri tertarik hatiku... “
Menyusul itu kembali suara tertawa riang.
In Gak heran- Perlu apa utusan pendeta-pendeta lama dari
kota raja itu? Siapa si nona yang tengah dikurung Kim Liong
Taysu? Tapi ia tidak dapat memikir banyak-banyak. Ia
mempunyai tugasnya sendiri menolongi coa San-cu. ia pikir
untuk membikin kedua bocah tak berdaya, guna mendengar
keterangannya di mana dikeramnya orang yang ia mau tolongi
itu.

1194
"Sekarang sudah tak siang lagi," terdengar salah satu
kacung- "Kita harus pergi mengantari barang makanan kepada
mereka itu sebenarnya aku benci itu orang tua she coa.
Dia galak sekali, sering-sering dia mau menerkam, Kalau
aku tidak menyukai si nona, ingin aku membikin dia kelaparan
barang dua hari. sayangnya mereka bertempat di kamar yang
bertetangga."
Setelah itu, mereka itu berjalan pergi, inilah ketika yang
baik sekali tanpa ayal pula, In Gak menguntit.
Kedua kacung itu berjalan dengan masih bicara dan
tertawa-tawa, Mereka tidak tahu adanya orang yang mengikuti
mereka. Dari pendopo itu mereka pergi ke belakang, keluar di
lorong kanan, bertindak di undakan tangga, untuk naik ke
atas.
In Gak mengikuti tanpa kuatir tindakannya dapat didengar
orang. Sang angin menyarunya ia cuma harus berjaga-jaga
agar tak ada lain orang yang memergokinya, itu waktu ia tidak
mendengar lagi suara genta tanda waktu. Penjagaan pun
rupanya telah tarik pulang, ia menduga mesti terjadi sesuatu
dalam wihara ini. Atau orang semua pergi melakukan
penyambutan di latar Gong-hud peng.
Kedua kacung jalan terus sampai di sebuah kamar tanpa
penerangan, hanya dari situ tersiar bau barang makanan
daging dan arak. ia tahu orang mau mengambil barang
makanan, maka ia menantikan di luar.
Tak lama kedua kacung keluar pula, masing masing
tangannya menengteng naya.
In Gak kembali mengikuti, ke kiri, terus ke kanan, tiba di
depan sebuah kamar yang besar sekali.
Tanpa curiga apa-apa, kedua kacung membuka pintu untuk
masuk ke dalam. Mereka tidak mengunci pintu, pintu
melainkan dirapatkan dari itu In Gak dengan mudah dapat
turut masuk.

1195
Di dalam kamar itu, kedua kacung jalan di sebuah gang
yang sempit, Di sini ada cahayanya sebuah pelita minyak,
yang apinya kedap- kedip. Pelita itu tergantung di lelangit
gang. cahaya api itu cuma mendatangkan suasana seram saja.
Kedua kacung berhenti di depan tembok. Di situ ada sebuah
lubang kecil.
"Nona, kami membawakan barang makanan-" kata satu di
antaranya sambil melongok dilubang itu dengan kedua
kakinya berjingkat. Kata-kata itu tidak lantas memperoleh
jawaban.
In Gak heran melihat kamar itu, Di kedua tepi gang itu
kedapatan lubang kecil setiap jarak tiga tombak. tingginya
lubang sependirian orang biasa pantas si kacung mesti
berjingke, Yang mengherankannya ialah kamar itu tanpa
pintu, jadi kamar tahanan itu mestinya mempunyai pintu
rahasia, atau pintunya berada di lain bagian-..
Dua kali kacung itu memanggil, tetap mereka tidak
mempeoleh jawaban. Mereka lantas memutar tubuh. Bukan
main kagetnya mereka akan melihat seorang muda berdiri dua
tombak di belakangnya, mata mereka di buka lebar, muka
mereka pucat, Ketika keduanya membuka mulut, untuk
berteriak. In Gak sudah lompat ke depannya seraya tangannya
di leher mereka masing-masing, mengancam untuk mencekik.
"Dimana dikurungnya coa San cu Lekas bilang"
Kedua kacung takut tak kira. Mereka cuma bisa menunjuk
ke liang yang sebelahnya.
"Bagaimana harus masuk ke kamar ini ?" In Gak tanya
pula. "Apakah kamu tahu jalannya?"
Kedua kabung menggeleng kepala.
In Gak bergelisah sendirinya, ia berkuatir, Tanpa bersangsi,
ia menotok kedua kacung itu, membuatnya roboh. Tanpa
merasa, ia sudah meliwati waktu kira satu jam, ia kuatir Kim it
Peng berenam nanti menyusul, ia lantas melongok ke dalam

1196
kamar si nona. Kamar itu suram, ia melihat satu tubuh
langsing, yang berlutut membelakanginya, kedua tangannya
dibawa mukanya, Mungkin nona itu lagi bersembayang.
Rambutnya kusut. setelah mengawasi, ia merasa seperti
mengenali tubuh orang.
Nona itu masih berdiam sekian lama, baru terlihat dia
menurunkan kedua tangannya, Lalu terdengar suaranya
perlahan- "Inilah kedukaan tak habisnya, seperti air sungai
mengalir terus ke timur..."
Mendengar suara itu, si anak muda kaget. "Yan Bun..." ia
kata.
Si nona rupanya mendengar suara itu, ia menoleh dengan
perlahan, Tentu sekali ia tidak dapat melihat wajah si anak
muda dilubang kecil itu. In Gak sebaliknya dapat melihat
tegas, bahkan ia merasa sangat terharu, Nona itu mandi air
mata, mukanya sangat kucai.
"Yan Bun, aku," ia berkata pula, "Aku Cia In Gak."
Suaranya itu tak keras tapi nyata terdengar si nona, Dia
terkejut, lantas dia lompat bangun lari ke arah lubang.
"Engko In" katanya, halus tapi bernada menyeseli, "Lekas
tolongi aku Di sini aku melewati satu hari seperti satu tahun-"
ia mengulur sebelah tangannya untuk si anak muda
mencekalnya...
Girang dalam kedukaan, si nona tak dapat bicara banyak.
Airmatanya lantas mengucur deras...
In Gak menggenggam tangan orang yang halus,
sebenarnya ia mau menanya kenapa si nona terkurung di situ,
akan tetapi karena melihat orang menangis, ia tak dapat
bicara, iapun di bikin bingung, apa daya untuk menolongi
nona itu. Tiba-tiba tengah ia berdiam itu, ia mendengar suara.
"Hm Hm di belakang nya. Waktu ia segera menoleh, ia
mendapatkan sejarak tak setombak tubuh tinggi besar dan
seorang lama yang berjubah kuning, yang romannya sangat

1197
keren dan matanya tajam se kali. Lama itu berumur lebihkurang
empat-puluh tahun, kumis dan jenggotnya pendek.
hidungnya mancung.
Pintu tertutup sedikit, maka angin dingin saban-saban
menghembus masuk, hingga api di situ berkelak-kelik mau
padam.
Ada lagi yang aneh pada lama itu. Di antara sampokan
angin, dari bajunya terlihat darah mengucur, bahkan darah
yang berbau amis. Entah itu darah dari tubuhnya sendiri atau
bukan, tapi terang itu mesti akibatnya suatu pertempuran-
Ada kemungkinan itu bukan darah dari tubuhnya, Agaknya
dia liehay. Kalau benar, dia dapat menahan mengalirnya itu.
Hanya kalau itu darah lain orang, selagi hawa hangat dingin,
itu mestinya sudah beku.
Sambil melengak, In Gak menatap. Baru sekarang ia
melihat jubah orang ada enam atau tujuh lubangnya bekas
tikaman-
Kedua pihak masih saling mengawasi sampai si nona yang
mengintai di lubang berseru kaget: "Engko In, dialah Kim
Liong Hoat-su Huketu Dari dia dapat engko menanyakan cara
untuk keluar dari kamar ini..."
Mendadak mata Huketu nampak guram. Dia pun
mengheLanapas.
"Benar," katanya, "Pinto masuk keluar kamar ini cuma kami
berlima kepala yang mengetahui dan sekarang ini cuma aku
seorang Yang lainnya sudah berangkat ke nirwana, Tadi aku
telah memikir untuk meninggalkan wihara ini, lalu aku ingat
kata nona sebagai orang yang seumurku paling aku
menyukainya hanya habis pertempuran dahsyat, otakku terasa
menjadi tidak jernih hingga aku tidak ingat lagi dimana ada
pesawat rahasianya..."
Tiba-tiba ia menumbuk kepalanya, terus ia mengoceh: "Aku
kenapa? Aku kenapa ya...?" Kembali ia menghela napas

1198
dalam, sekonyong-konyong dia memutar tubuh lari keluar.
Kouw Ya n Bun kaget.
"Lekas susul" dia berseru, "Di tubuhnya pun ada itu obat
Gu Hong ceng Sim Tan"
In Gak terperanjat. ia heran sekali atas kelakuannya
pendeta lama itu. Kenapa dia terluka? Kenapa dia berdiam
saja? Kenapa sekarang dia kabur? Dia pun heran atas
seruannya Yan Bun. Mendengar disebutnya obat ceng Sim Tan
itu, ia bagaikan sadar, ia menduga obat itu barang penting
sekali. Maka ia lantas lompat mengejar ia masih dapat melihat
ujung baju si pendeta.
Ketika itu Yan Bun berseru memesan: "Engko In, lekas
pergi dan lekas kembali"
In Gak sampai di luar dimana keadaan gelap sekali, akan
tetapi ia melihat tubuhnya si pendeta berkelebat di atas
genting di depan-nya, tanpa ayal lagi ia lompat menyusul.
Maka itu, di atas genting itu, mereka saling susul.
Tiba di ujung genting, Huketu merandek sedetik, lantas ia
lompat turun, In Gak menyusul ke ujung itu, ia pun lompat
mengejar terus, Anak muda itu melihat sebuah pekarangan
besar dimana bergelimpangan banyak mayat. Huketu
memandang semua itu, dia menghela napas, lalu mendadak
dia tertawa terbahak-bahak. suaranya hebat mendengung ke
udara. Tertawanya itu bernada sedih.
Habis tertawa, Huketu menoleh kepada In Gak lalu
mengawasi.
"Tuan, mengapa kau terus-terusan mengikuti aku?" dia
tanya membentak.
In Gak masih terbenam dalam keheranan waktu ia ditanya
itu, Karena melihat sejumlah mayat kira kira delapan puluh
orang, Ketika ditanya itu, ia bukan menjawab ia justru
menanyai "Apakah semua mayat ini terbinasa di tangan Liu In
cit Si dari taysu?" Huketu melengak.

1199
"Apa? Liu in cit Si?" tanyanya bingung, "oh, Liu In cit Si? Ya
tak salah Dari semua mayat itu, separuh terbinasa oleh Liu in
cit Si dari aku, sebagian lagi ditangannya Lama dari wihara
Yong Ho Kiong."
"Mana dia Lama Besar itu?" In Gak tanya. Kelihatan Huketu
gusar.
"Bukankah barusan telah aku bilang mereka mati di tangan
Liu in cit Si dari aku" Habis berkata itu, ia memutar tubuhnya
untuk berlalu. "Taysu" In Gak memanggil ia agak bingung.
Huketu memutar tubuh dengan perlahan dengan sinar
mata guram, ia mengawasi si anak muda.
Tatkala itu sang mega yang menutupi si puteri Mala m
sudah tertiup angin, maka itu nampak tegas segala
pemandangan di situ terutama itu puluhan mayat. Biar
bagaimana suasana menyeramkan-
In Gak berkata pula: "Aku yang rendah tidak berani
menghalang halangi taysu pergi. Aku cuma mau minta tolong
taysu memberitahukan jalan masuk keluar dari kamar tahunan
tadi serta sekalian minta juga sebutir pil Gu Hong ceng Sim
Tan-.."
Mata guram si pendeta lama memain bersinar ke empat
penjuru, ia pun tertawa perlahan-
"Gu Liong ceng Sim Tan?" dia mengulangi Dia merogo ke
dalam sakunya dan mengeluarkan satu peles kecil, terus dia
melemparkannya pada si anak muda ia kata: "Kau ambillah"
In Gak mengulur tangannya menyambut peles itu.
"Aku sudah tak tahu lagi jalan untuk mebuka kamar
tahanan itu," kata pula Huketu, "Kau menanya aku Habis aku
mesti menanya siapa?.
Begitu suaranya berhenti, begitu pendeta ini lompat pergi
memasuki pepohonan lebat di samping mereka.
In Gak berdiri terbengong seorang diri, ia berada sendirian
saja - di tempat yang luas itu, dalam kesunyian diantara
puluhan mayat bergelimpangan- Tanpa merasa hatinya giris

1200
dan tubuhnya bergidik, Yang hebat ialah hampir semua mayat
pecah remuk batok kepalanya, polo dan darahnya
mengumplang menjadi satu, membeku dan berbau amis,
mendatangkan rasa hendak muntah-muntah. pemandangan
itu sangat menggiriskancuma
sebentar, In Gak lantas sadar, Maka ia mengenjot
tubuhnya, berlompat naik ke genting, untuk lari kembali ke
tempat tadi- Di tengah jalan ia memikirkan: "Apakah benar
separuh dari semua mayat itu terbinasa di tangan Liu In cit Si
dari Huketu. Bagaimana lihaynya ilmu silat itu? Sayang aku
tidak berkesempatan melihatnya... Rupanya Huketu kena
terhajar tangan yang kuat pada kepalanya hingga asabatnya
menjadi terganggu hingga ia banyak lupa...”
Segera ia tiba di dalam kamar tahanan-"Yan Bun Yan Bun"
ia memanggil.
"Ya" menjawab si nona, suaranya kaget dan girang, ia pun
melongok di lubang tembok sambil menanya apa engko In itu
sudah menanyakan jalan untuk keluar dari kamar tahanan itu.
In Gak menggeleng kepala, ia nampak bingung dan
masgul.
Nona Kouw menjadi masgul sekali.
Yan Bun bingung, ia berkuatir dan berduka sekali.
"Bagaimana... bagaimana sekarang?" tanyanya, air
matanya terus meleleh. "Yan Bun, sabar," kata In Gak melihat
air mata orang "Pasti aku akan menolongmu."
Nona itu menarik pulang kepalanya, Lantas terdengar dia
membanting-banting kaki dan mengutuk Huketu.
In Gak berdiam sebentar, lantas ia menghampirkan lubang
dari kamar yang sebelah.
"Coa Sancu" ia memanggil.
Tidak ada jawaban-
"Coa Sancu" Tn Gak memanggil pula.
Kali ini ia memperoleh penyahutan, ialah bentakan bengis:
"Siapa itu di luar

1201
berkaokan bagaikan hantu? Aku si orang tua belum mati,
buat apa kau rewel?"
Senang In Gak memperoleh jawaban, ia tidak gusar,
sebaliknya ia bersenyum.
"Tua bangka ini beradat keras," katanya di dalam hati, ia
lantas menyahuti: "Sancu, jangan salah mengerti, Akulah
orang yang datang ke mari atas permintaan murid-murid sancu,
untuk menolongi." Sunyi pula di dalam kamar tahanan itu.
"Engko In, kau bicara dengan siapa?" In Gak dengar Yan
Bun menanya. Si nona melongok pula.
Anak muda ini bersenyum, ia mengulapkan tangannya.
"Kau siapa?" terdengar pula suara di dalam, keras dan
bengis.
"Aku yang rendah Jie In-" In Gak menjawab ia mengangkat
pundak dan tertawa.
Coa Hok berdiam, Hanya sebentar dia lantas menanyai
"Kau Jie in? Apakah kau masih mendendam peristiwa di chin
Su? Apakah kau datang ke mari untuk menghina aku?"
In Gak tertawa.
"Aku yang rendah tak mendendam apa-apa terhadap sancu."
ia menyahut. "Buat apa san-cu pikirkan itu?" Kembali
sunyi di dalam kamar.
In Gak melongok ke dalam, ia tidak melihat apa-apa.
Kamar tahanan- itu gelap sekali-Ia menggeleng kepala, ia
kembali ke muka lubang kamarnya Yan Bun. ia mengetok dua
kali ke tembok.
"Adik Yan, apakah pedang Leng Ku Kiam masih ada
padamu?"
"Ya, ada" menyahut si nona. Girang In Gak hingga ia
berjingkrak.
"Leng Ku Kiam tajam dapat memutuskan logam," ia kata
girang, " Kenapa kau tidak mencobanya untuk menghajar
lubang ini supaya menjadi lebih besar? Dengan begitu dapat
kau molos ke luar."

1202
Di dalam terdengar tertawanya Yan Bun.
"Ya, mengapa aku tidak memikirnya" katanya. "Sungguh
celaka, aku telah membiarkan diriku dikurung di sini selama
tiga hari"
In Gak tidak berkata apa-apa, hanya ia mengawasi ke
daam. Lantas ia melihat sinar berkelebat dan suara nyereset,
ia tahu pedang mustika si nona telah dihunus. Lantas itu
disusul suara nyaring beberapa kali, ia mengundurkan diri. ia
melihat mayatnya kedua kacung tadi, ia menjadi ingat lukanya
Huketu, yang ingatannya terganggu, Aneh segala kejadian di
dalam wihara ini.
Tidak lama anak muda ini memperoleh kesempatan
melamun, Suara berisik di dalam kamar tahanan itu sudah
berhenti, lubangnya telah menjadi besar, dari situ terlihat si
nona lompat ke luar.
Yan Bun sudah lantas berdiri di depan si anak muda,
wajahnya tersungging senyuman-
"Apakah kau benar-benar menyangka aku tidak ingat
menggunai pedangku?" katanya, tertawa, "Hal yang benar
bukannya demikian, Yang benar ialah aku menguatirkan
pedangku rusak. Laginya Huketu sangat lihay. jikalau aku
tidak mengandali tindakan Kiu-kiong ceng hoan im-yang-pou
yang kau ajari mungkin aku telah dibikin hina olehnya."
In Gak tertawa.
"Mari aku pinjam pedangmu" katanya. Yan Bun
memberikan.
Si anak muda menghampirkan kamarnya Coa Hok. lantas ia
menyerang ke lubang, hingga ia mendapatkan lubang cukup
besar untuk ia berlompat masuk ke dalamnya, sambil
berlompat ia mengajak si nona.
Di dalam gelap tetapi sinar pedang meneranginya.
In Gak dan Yan Bun tiba di dalam dengan hati mereka
tergerak sangat, Coa Hok rebah dipojokan, batok kepalanya

1203
pecah, darahnya berhamburan- Tulang pipanya telah ditusuk
dan diikat rantai yang ada durinya tajam jadi satu itu lelah
dikurung dengan dirantai.
Muda-mudi itu saling mengawasi Lama juga mereka
berdiam, baru si pemuda menghela napas.
"Aku tidak sangka orang tua ini beradat begini keras,"
katanya, "Mendengar aku datang menolongi dia, dia malu
menemui aku, dia menghajar remuk kepalanya sendiri, Tahu
begini pasti aku menyuruh Tan Pek Seng beramai yang
menolongi.."
Yan Bun heran, akan tetapi kekuatirannya besar. "Engko
In," ia kata, "baiklah kita lekas berlalu dari sini..." Dan ia
menarik tangan si pemuda.
In Gak mengikut, setibanya mereka di luar mereka melihat
cahaya si Puteri Malam yang guram. Mereka lompat naik ke
atas genting, untuk memandang kelilingan- Angin dingin-Salju
bertumpuk di cabang cabang pohon tembok dan atas genting.
sekitarnya sunyi, menyedihkan dan menguatirkan juga...
Tengah berdiam itu, mendadak muda-mudi itu dikejutkan
angin dingin dan keras ke arahnya, samar-samar mereka
mendengar tertawa mengejek, tak keras tetapi nyata
terdengar nya. Suara itu mendatangkan rasa giris. Dengan
segera keduanya menoleh.
Tiga tombak di hadapan mereka, mereka menampak dua
orang pendeta dengan jubah abu-abu berdiri berendeng,
Tubuh mereka itu kurus kering bagaikan rebung, muka
mereka perou, Wajah mereka tak tampak nyata. cuaca guram
sekali, cuma terlihat empat biji matanya yang bersinar bengis.
Yan Bunjeri hingga ia mundur ke belakang si pemuda.
In Gak bersikap tegak. ia percaya orang lihay, kalau tidak,
tidak nanti ia tidak ketahui datangnya mereka itu.
"Siapakah kamu, jiwi?" ia tanya, " Kenapa jiwi mengikuti
kami?"

1204
Kedua pendeta itu tidak menyahuti, sebaliknya tubuh
mereka bergerak. tangan mereka diluncurkan untuk
menjambak ke dada sianak muda, gerakannya sangat gesit,
Ketika itu mereka terpisah kira tiga tombak.
In Gak berlambat untuk menyambut samberan itu.
sebenarnya ia merasakan serangan hebat, Berkelit, berbahaya
untuk Yan Bun. Mundur, si nona menghalangi ia. Terpaksa ia
melawan-
Bentrokan itu hebat, keduanya terkejut Kedua pendeta
terus berlompat tinggi, melewati si anak muda, untuk
menaruh kaki di belakangnya. In Gak terkejut, Bahaya
mengancam Yan Bun- Dengan sebat ia memutar tubuh.
Justeru itu terdengar teriakan nyaring dari Nona Kouw,
yang pedangnya berkilauan Sebab si nona - walaupun dia jeri
- dia toh melawan ketika kedua pendeta menyamber
kepadanya, Sekarang ini pendeta-pendeta itu memegang
pedang di tangan kanan dan tangan kirinya menyambernyamber.
Menampak demikian, In Gak lupa pesan gurunya, Terpaksa
ia menggunai Hian Wan Sip-pat Kay. ia melihat bahwa ia lagi
menghadapi lawan tangguh, Dulu-dulu belum pernah ada
lawannya seperti dua pendeta ini.
Kedua pendeta kaget, mereka mengasih dengar suara
"Hm" itulah sebab tangannya kena dicekal si anak muda,
Meski demikian, ketika mereka memutar tangannya itu, lantas
lolos dan bebas, Mereka lompat mundur, dengan sangat
heran- Mereka mendapatkan orang sangat lihay, Maka mereka
tidak maju pula hanya berdiri mengawasi. Yan Bun
bermandikan peluh saking kaget, Memang ia melawan saking
terpaksa. "Engko In," ia kata, "dua pendeta ini sangat jahat,
kau bereskanlah mereka"
Kedua pendeta mendengar suara itu, mereka nampak
gusar, roman mereka tambah bengis, Dengan suara tawar

1205
mereka kata: "Seumur lolap sudah tak terhitung jumlah lolap
membereskan orang, akan tetapi belum pernah lolap
mendengar ada orang yang dapat membereskan lolap Karena
kata-katamu ini maka haruslah kamu disingkirkan dari dunia
ini"
In Gak heran- Tidak saja orang berpotongan dan bermuka
serupa, suara mereka pun bareng dan sama, kata-katanya
sama juga seperti itu keluar dari satu hati.
"Rupanya kamu tak senang ditegur" ia kata kepada mereka
itu, tawar. Jangan sesalkan kami? Kenapa kamu justeru
bertindak lancang? Apakah kamu datang ke wihara ini cuma
untuk mencari aku yang rendah?"
Kedua pendeta itu mengawasi. Mereka agaknya heran.
"Apakah kau melihat itu mayat-mayat bergelimpangan di
Gwa Ing Hud-peng?" mereka tanya, suara mereka
menyeramkan.
Si anak muda manggut. "Ya, aku telah melihat itu," ia
menjawab. "Mungkinkah mereka itu dibinasakan kamu
berdua?"
Kedua pendeta tidak menyahuti, hanya mereka menanya.
"Apakah kamu melihat Huketu?" demikian pertanyaannya.
"Ya, tadi" sahut In Gak. "Sekarang ini entah dia pergi ke
mana."
“Jikalau begitu kamulah pembantunya Huketu?" Suara itu
keras.
“Jangan kamu sembarang menuduh" In Gak membentak. ia
tidak puas. "Aku dan Huketu tidak mengenal satu dengan lain
Kenapa aku mesti menbantu dia ?..."
Selagi berkata begitu, ia melihat kedua pendeta berpaling
dengan mendadak. seperti ada sesuatu yang sangat menarik
perhatiannya di sampingnya, ia lantas turut menoleh. Di luar
wihara, di tengah sebuah puncak terlihat sinar pedang.
"Huketu..." kedua pendeta itu berseru tertahan, Terus
mereka berlompat pergi, berlari ke arah puncak itu, hingga

1206
lekas juga mereka lenyap di tempat yang guram sekali. In Gak
mencekal tangan si nona, "Adik Bun, mari kita pun pergi" ia
mengajak.
Yan Bun menurut, maka keduanya berlalu dengan cepat,
Mereka menyusul kedua pendeta itu sampai di tengah puncak
dimana tampak Huketu berdiri keren bagaikan patung.
Tangannya mencekal pedang, jubah nya bertebaran di
antara sang angin, Di belakang pendeta lama itu ada
rombongannya Kim It Peng berenam, yang sudah siap sedia
untuk pertempuran.
Jilid 20: Nona Lan di kediaman Yan San Sin-ni
IN GAK mengajak Yan Bun bersembunyi di belakang
sebuah batu besar. In Gak telah pikir: "Asal kedua pendeta itu
tidak turun tangan, aku hendak berdiam saja, untuk
menyaksikan lihaynya Liu In cit Si dari pendeta 1a-ma ini serta
Ban Hoa Toat Kiam dari Kim It Peng..."
Melihat sikapnya imam itu dengan kuda-kudanya Pek Houw
Ki co atau "Macan putih nongkrong" ia memuji, "Kelihatan dia
pun bukan sembarang orang, rupanya dia telah berhasil
memahirkan ilmu silat Tiam chong Pay, Lihat saja caranya ia
menyiapkan sepasang pedangnya yang tajam itu..."
Segera terdengar suaranya Kim It Peng: "Huketu, kenapa
kau tidak lantas keluarkan Liu In cit Si yang sangat
menggemparkan Rimba Persilatan?"
Huketu agak tolol, matanya pun tak bersinar
"Liu In cit Si? Liu In cit Si..." ia ngoceh seorang diri, "Haha
Aku ingat sekarang Ya, Liu In cit Si"
Mendadak dia menggeraki pedangnya dari ke kanan,
cahayanya berkilauan, tubuhnya pun mencelat, untuk terus
menyerang It Peng. ia lantas bersilat dengan Liu In cit Si, ilmu
pedang "Mega mengalir" yang terdiri tujuh jurus (cit-si)

1207
Kim It Peng tidak menyangka ia diserang secara demikian
mendadak. la lompat mundur dua tindak. sepasang
pedangnya lantas diputar hingga terlihat senjata itu pun
berkilauan- Dengan begitu bertempurlah mereka.
In Gak memasang mata. ia mendapat kenyataan, meski
pedang Huketu lihay, dia tak dapat segera mengurung si
orang she Kim. Bahkan sebaliknya, ketika senjata mereka itu
beradu, keduanya sama-sama lompat mundur. Huketu tetap
berwajah seperti si tolol. Teranglah dia belum sadar.
Kim It Peng tertawa dingin, lalu ia maju pula, Untuk
menyerang, ia lompat tinggi, supaya ia bisa menghajar turun
dari atas,
Yan Bun kaget hingga ia menjerit tanpa disengaja, ia kaget
sebab ia melihat si pendeta berdiam saja atas serangan hebat
dari si imam. Kim It Peng menyerang dengan satu jurus dari
Ban Hoa Toat Kiam.
Huketu nampak tolol, akan tetapi ketika serangan tiba, dia
menangkis, hingga senjata mereka bentrok, habis mana dia
maju untuk balas menyerang sampai tiga kali beruntun.
hingga si imam mesti terdesak mundur tiga tindak
"Engko In, lihat pendeta aneh" kata Yan Bun, perlahan,
"Huketu menyerang dengan jurus yang sama, kenapa arahnya
dapat berlainan Adakah itu yang dinamakan Liu In cit si?"
In Gak pun mengawasi tajam.
"Entah kenapa asabatnya pendeta lama ini terganggu
begini rupa," katanya, menggeleng kepala, .Berulangkali itu
dia tetap menggunai jurus Pay In Pun Tian, Dia benar hebat,
kalau bukannya dia lagi linglung, Kim It Peng boleh lihay,
tetapi ia tentunya sudah dikalahkan siang-siang."
Nona Kouw mengawasi terus, ia menyangsikan perkataan
pemuda ini.

1208
Kim It Peng menyerang dengan hebat, ilmu silatnya lihay
sekali, Tapi aneh, Huketu selalu menangkisnya dengan Pay In
Pun Tian, jurus "Membiak mega, mengejar kilat"
Saban-saban senjata mereka bentrok nyaring. Huketu
linglung tetapi ia dapat berkelahi baik.
Yan Bun menonton dalam keheranan-
"Engko In, kenapa Huketu menjadi linglung?" tanyanya.
In Gak menggeleng kepala, Mendadak ia nampak kaget,
lantas ia menjumput salju, untuk menimpuk ke tiga arah.
Nona Kouw melihat itu, ia tidak tahu apa maksudnya, ia
heran,
Ti Ho Tan Pek Seng tengah mengawasi pertempuran ketika
ia melihat ada benda putih menyamber ke arahnya, ia
terkejut, ia mengangkat tangannya, untuk menangkap. Lantas
ia merasai hawa sangat dingin, Sebab ia kena menangkap dan
menggenggam segumpal salju.
Tengah heran, ada benda putih menyamber pula. Kali ini ia
berkelit, habis mana ia lompat ke arah dari mana datangnya
serangan itu. ia lompat ke arah pepohonan, Belum lagi
kakinya menginjak tanah, ada bayangan tubuh yang lompat
memapaki ia kaget sekali.
Justeru itu, terus kedua tangannya terasa kaku, hingga
habislah tenaganya, Maka tanpa merasa, ia kena diseret ke
dalam rimba. ia kaget dan berkuatir, ia tidak sempat melihat
orang, Tapi ketika ia sudah berdiri diam, ia heran melihat In
Gak. yang berdiri di sampingnya seorang nona cantik.
In Gak mengulapkan kedua tangannya, terus ia kata
perlahan- "Saudara Tan, sekarang ini bukan saatnya " bicara,
Saudara semua tengah terancam bahaya... Lekas beri tanda
supaya saudara Kim mengundurkan diri, Coa San-cu sudah
membunuh diri..."
Mukanya Pek Seng pucat, dia kaget sekali. Ia mau
menanya juga tapi In Gak pegat pada-nya.

1209
"Lekas" kata si anak muda, "Lekas"
Menampak demikian, Pek Seng bertambah heran- Akan
tetapi ia percaya anak muda ini, maka ia lompat ke luar,
seraya terus memanggil kawannya: "Saudara Kim, kita masih
mempunyai urusan, mari kita lekas pergi Dimana bisa, harus
kita mengasihani orang Mari kita pergi, lekas"
Kim It Peng tengah kewalahan berbareng penasaran
Pelbagai jurus sudah digunai, tak dapat ia melukai pendeta
lama itu. Anehnya orang cuma berkelahi dengan satu jurus
yang sama. Karena itu lantas ia lompat mundur.
Huketu ditinggal pergi, ia berdiri diam seorang diri, bingung
nampaknya.
Mendadak.
Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang
menyeramkan seperti suaranya burung hantu, sedang itu
waktu angin dingin, bulan guram...
"SAUDARA Kim, mari kita lekas pergi" kata Tan Pek seng,
mukanya pucal. Suara itu tak keras tetapi masuk ke dalam
telinga bagaikan membetot semangat.
Tengah mereka itu menyingkir mendadak mereka dipapaki
angin keras, yang membikin mereka pada terhuyung, Dalam
kalutnya, mereka melihat munculnya dua orang pendeta. Dan
pendeta yang di sebelah kiri berkata bengis: "Malam ini siapa
pun tak dapat berlalu seenaknya saja dari sini Kamu mesti
dengar keputusan lolap berdua"
Pendeta yang di sebelah kanan menggeraki bibirnya tapi
tak terdengar suaranya.
It Peng kaget dan berkuatir, Sampokan angin kedua
pendeta barusan membikin darahnya mengalir keras dan
hatinya berlonjak. Kata-kata orang itu membuatnya gusar:
"Aku si orang she Kim, aku mau pergi atau tidak. terserah
kepada diriku sendiri" dia kata keras. "Hm Aku kuatir kamu
tidak mempunyai cukup tenaga untuk mencegahnya"

1210
Baru orang she Kim itu menutup mulutnya atau kedua
pipinya segera digaplok menggelepok saling susul, hingga ia
merasakan matanya berkunang-kunang, ia tidak melihat orang
bergerak. ia tidak melihat tangan orang diluncurkan- Setelah
dapat melihat pula dengan tegas, ia mendapatkan kedua
pendeta itu sambil tertawa dingin, berdiri berendeng di
depannya, terpisahnya cuma satu kaki.
Ia heran dan kaget, ia merasa sakit, iapun gusar bukan
kepalang, Belum pernah ia dihinakan secara begitu. ia lantas
membentak dan menyerang dengan sepasang pedangnya.
Kedua pendeta berdiri diam meskipun sepasang pedang
meluncur kepada mereka. Begitu pedang sampai, barulah
mereka mengangkat tangannya masing-masing suntuk
menyambut dengan tiga jeriji.
Kim It Peng kembali kaget, kedua pedangnya itu kena
dijepit hingga ia tidak sanggup menariknya pulang. Tengah ia
kaget itu dan bingung, kembali terjadi hal yang membikin ia
kaget disusun kaget, Kedua pendeta itu menggerakjeriji
tangan mereka, lantas tahu-tahu sepasang pedang patah
pinggang, patah di tengah-tengahnya, hingga pedang
sepasang menjadi dua pasang.
Kedua pendeta itu mengayun tangan mereka, dua
potongan pedang terlempar nancap di sebuah pohon cemara.
Kaget dan bingung dan putus asa, Kim It Peng berdiri diam
sambil menutup rapat ke-dua matanya. Tubuhnya pun
mengeluarkan peluh. ia mengheLanapas, saking penasaran-..
Pek Seng berlima bingung bukan main- Tidak berani
mereka turun tangan untuk menolongi Kim It Peng. Kalau
mereka sembrono bergerak. pasti It Peng lebih cepat mati dan
mereka pun sukar lolos, Terang sudah kedua pendeta itu
bukan lawan mereka. Mereka berdiri menjublak. mata mereka
diarahkan ke dalam rimba mengharap-harap In Gak yang
belum muncul juga.

1211
Kedua pendeta sudah lantas bertindak. Mereka mengibas
dengan ujung jubah mereka, Keras angin kib asannya itu,
hingga Pek Seng berlima tak dapat bertahan, setelah
terhuyung, semua roboh tak berdaya di atas salju.
Tanpa memeriksa lagi kurban- kurbannya, kedua pendeta
itu lompat ke depan Huketu.
"Huketu, mari turut lolap pergi ke kota raja" kata pendeta
yang di kiri, suaranya dingin, "Ho Siansing sangat menyayangi
kepandaianmu, kami dipesan untuk melindungi jiwamu, jika
tidak. tadi di Ging Hud Peng, tak nanti kau dapat lolos..."
Pendeta lama itu mengawasi, sinar matanya guram, ia diam
saja, Nampaknya ia sangat tolol, seperti si dungu.
Menyaksikan itu, kedua pendeta tertawa, terus mereka
menotok dengan dua jeriji mereka ke jalan darah sin-tong dari
Huketu,
Tepat totokan itu diajukan, tepat dari dalam rimba
meluncur dua benda putih, menuju kepada kedua pendeta
lihay itu. Tak peduli mereka sangat lihay, muka mereka toh
terhajar tanpa mereka sempat menangkis atau berkelit.
Mereka kaget dan merasakan sakit, meski benda putih itu
hanyalah gumpalan salju. Mereka lantas lompat ke arah rimba,
tangan mereka ditolakkan ke depan, mendatangkan angin
yang keras sekali.
Sebagai kesudahan dari itu, robohlah pohon cemara yang
menjadi sasaran kebetulan, karena sasaran yang diarahkan
tak nampak....
Kedua pendeta itu lompat terus, masuk ke dalam rimba,
Mereka tidak melihat siapa juga, Berulangkali mereka bersuara
"Hm" itulah tanda mereka sedang penasaran- Dengan
sepasang mata masing-masing yang tajam, mereka melihat ke
sekitarnya.
Sia-sia belaka mereka mencari, Maka mereka tak mau
berdiam lama, lantas mereka lari ke luar, setibanya di luar,
mereka melengak, saking heran dan kaget.

1212
Kim It Peng berenam tidak ada di situ dan Huketu juga
lenyap. Hanya sebentar mereka melengak lantas keduanya
bersiul keras dan nyaring, tubuh mereka berlompat, maka di
lain saat lenyaplah mereka juga.
Hingga gunung bersalju itu menjadi sepi pula, kecuali
deruan angin dan berterbangan-nya sang salju.
Pula di wihara Potala, keadaan tetap sunyi dan gelap.
dengan mayat-mayat masih tetap bergelimpangan...
Gunung Bu Leng San berdiri tegak di luar kota Malan-kwan
di mana dia merupakan gunung yang indah tetapi pun
berbahaya lantaran berjurang tinggi dan berlembah dalam,
pepohonannya lebat, terutama pohon cemara yang tua-tua,
tinggi dan besar, yang banyak sekali cabangnya dan rapat.
Dan di musim dingin, gunung itu seperti mengganti diri,
putih seluruhnya dengan salju. Bisalah dimengerti halnya
sukar mendaki gunung diwaktu begitu.
Di sebelah selatan, di mana ada banyak puncak. ada
sebuah lembah dimana ada berdiri sebuah kelenting kecil,
seluruh dindingnya ialah dari batu gunung, yang digempur dan
dicokeli, Merek kelenting itu ialah ci ci Am.
Di depan itu ada lima buah pohon cemara, yang besar dan
tua dan di belakangnya pohon bambu dimanapun ada air
terjun yang tinggi, hingga suaranya menjadi nyaring dan
berisik yang airnya mengalir ke selat.
Tatkala itu tampak pintu kelenting ditutup rapat, Kecuali
angin, sunyi di situ, Akan tetapi itulah bukan kuil kosong, Di
bagian selatannya, dalam sebuah kamar, rebah nyender di
pembaringan, ada seorang wanita muda dengan pakaian
serba hitam, kedua matanya merah dan bengkak, mukanya
pucat.
Kedua matanya pun hilang sinarnya. Nampak ia sangat
bersusah hati. Tak lama ia berdiam, terdengarlah ia

1213
mengheLanapas. Dengan tangan bajunya ia menepas air
matanya. Ia agaknya mau menangis keras-
Ketika ia berbangkit dengan sebelah tangan di dada, ia
menghampirkan meja kecil di depan jendela, ia menyalakan
pendupaan hingga asap lantas mengepul naik, baunya harum.
Kamar itu guram, maka ia pun menyalakan api, sebuah
pelita yang mengeluarkan sinar rada kuning. Dengan
bantuannya api itu, ia mau membaca kitab suci Hoa Giamceng.
Ketika ia membalik halamannya, secara sembarangan
matanya tak dapat melihat tegas, pandangan matanya itu
guram, ia berduka sekali, hatinya terasa perih.
Maka ia mengheLanapas dan kemudian mengatakan
perlahan: "Langit dan bumi itu kekal akan tetapi ada waktu
habisnya, adalah penasaran ini tak putus-putusnya"
Maka meleleh air matanya. Justeru itu pintu kamar tertolak
dari luar dan seorang wanita tua, muncul di situ seraya terus
berkata: "Nona Lan, am- cu panggil kau..."
"Sukoh, terima kasih," menyahut si nona kepada wanita tua
itu. "Apakah lojinke sudah selesai dengan latihannya?" ia
menyahuti sambil berbangkit. Melihat orang menangis dan
matanya merah dan bengul, si nyonya mengheLanapas, ia
menghampirkan.
"Nona Lan, kau kenapa?" tanyanya, "Selama beberapa hari
kau pulang, kau selalu nangis. Kau bisa terganggu
kesehatanmu. Urusan toh pasti dapat dibereskan, meskipun
lambat. Memang diantara pemuda dan pemudi mesti ada
perselisihan mulut..."
"Siapa yang berselisih?" kata si nona cepat. "Dia sengaja
menghina aku"
Nyonya itu menggeleng kepala. "Tak dapat aku diabui."
katanya, "Aku sudah berpengalaman Diwaktu usiaku sebaya
usiamu, banyak laki-laki yang tunduk padaku. Hm-aku tak
mempedulikan mereka, hingga banyak diantaranya yang

1214
hilang ingatannya. Laki laki itu, apakah kegunaannya? Kalau
aku, aku cari gantinya Di kolong langit ini banyak sekali
pemuda tampan Kenapa nona mesti cari dia seorang?" Habis
berkata, dia tertawa.
Lucu nyonya ini hingga mendengar itu, si nona tertawa,
Tapi hanya sedetik, ia membanting banting kaki.
"Sukoh, kau tahu apa?" katanya, matanya melotot "Kalau
aku hendak cari yang lain
buat apa aku menanti sampai kau ngoceh ini."
Nyonya itu mengawasi, dia nampak heran-"Apa?" tanyanya,
"Apakah nona dengan dia."
Muka si nona pucat, tapi sekarang merah mendadak. Ia
membanting kaki pula.
"Sukoh, jangan ngoceh" ia kata menyesalkan "Kau tidak
tahu duduknya Aku bukan seperti kau..."
Matanya lantas berputar kelihatan ia mendongkol sekali.
"Sudahlah nona," kata si nyonya tua yang melihat orang
mulai marah. "Sebentar kita bicara pula...
Dan ia keluar dengan cepat.
Si nona berdiam, ia ingat pula pengalamannya oleh Hui
Thian Auw-cu ia terluka dengan pukulan Tiat Siu Sin Kang, lalu
sayup-sayup ia merasa ditolongi pemuda yang ia cintai,
bagaimana tangan yang hangat dari pemuda itu nempel pada
dadanya, pada buah susu-nya, hingga ia merasakan nyaman
yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata, ia merasakan
hawa hangat tersalurkan ke hatinya, hingga ia ingin tangan itu
meraba seluruh dadanya. Tapi di sana datanglah Keng Tiang
Siu, maka buyarlah impiannya...
Si nyonya tua tak ketahui hal ikhwalnya itu, pantas dia tak
mengerti, ialah gadis remaja, setelah tubuhnya diraba-raba,
mana dapat ia tak mencintai setulusnya si pemuda? ia mesti
serahkan dirinya tidak kepada lain orang kecuali dianya...
Maka ia membenci sekali Tiang Siu. ia pun sangat
menyesali dirinya. Sekarang ia berduka sangat, ia tidak

1215
berdaya, ia pulang dengan mendendam penasaran pada orang
yang dicintai itu, ia mengadu kepada gurunya, tetapi sang
guru cuma memperlihatkan wajah dingin-
Guru itu tak mengatakan sesuatu, ia kenal baik sifat
gurunya, sikap diam itu berbahaya untuk si pemuda, Maka ia
berkuatir untuk pemuda itu...
Di hari kedua. Ay Hong sok Kheng Hong datang menyusul.
Dia bicara dengan gurunya, memberi penjelasan, lantas ia
dengar gurunya kata: "Murid Yan San tak dapat dihinakan
siapa juga. Perintah Cia In Gak datang ke mari untuk
menghaturkan maaf. Aku mau lihat dia, dia mengandalkan apa
maka dia berani menghina si Lan. Dia mesti memberi alasan
yang kuat, baru aku mau sudah."
Atas itu Kheng Hong berlalu dengan kepalanya digelengkan
berulang-ulang.
Ketika itu, ia yang mencuri dengar pembicaraan itu menjadi
sedih dan berkuatir, pikirannya kusut. ia menjadi bingung
sekali, hingga tak tahu ia, ia menyintai atau membenci.
Kalau umpama ia bertemu si anak muda, mesti
bagaimanakah sikapnya? ia kuatir nanti diperhina pula... Ia
mengheLanapas.
"Ni Wan Lan, kenapa peruntunganmu begini tipis?" ia kata
dalam hati, Lalu ia menguati hati, sembari merapikan
rambutnya secara sembarangan, ia keluar dari kamarnya
bertindak ke hud-tong, ruang pemujaan, Di luar pintu, ia
memasang telinga ia mendengar suara tetabuan, yang lantas
berhenti, terganti dengan suara ini: "Anak Lan di sana? Mari"
Itulah suara gurunya, ia lantas bertindak masuk.
Di pinggir meja terlihat seorang wanita tua lagi duduk
bersila. Telah putih semua rambut dan alis wanita itu. Kedua
matanya dipentang. Mata itu bagus dan tajam tapi sinarnya
dingin. Tanpa bergusar, nyonya itu tampak keren. Dialah Yan
San Sin Ni, si bhiksuni kesohor dari gunung Yan San itu.

1216
"Anak Lan, jangan kau berduka tidak keruan," dia berkata,
kapan dia melihat muridnya habis menangis, "Kau sabar, kau
tunggu nanti gurumu membereskannya, supaya kau dapat
mencapai maksud hatimu..."
Murid itu mengawasi gurunya, ia melihat guru itu beda
daripada biasanya, Rupanya ada yang guru itu buat duka.
"Ada kesangsian apakah lojinke?" ia tanya guru itu. Yan
San Sin Ni mengangguk.
"Kau tidak tahu, anak." sahutnya, sabar, "Sudah lima belas
tahun lamanya, gurumu tidak pernah keluar satu tindak juga
dari kelentingku ini, aku tengah meyakinkan tenaga asli Tay
Seng Poan-jiak. Apakah kau mengira gurumu menyadari ilmu
batin? Bukan Aku justeru lagi bersiap melayani empat musuh
besar. Sebentar malam kita bakal mengadu kepandaian di
jurang cian Siong Gay, entah siapa bakal hidup, siapa bakal
terbinasa..."
Wan Lan terkejut.
"Lejinke kesohor dan dimalui, siapa lagi berani main gila?"
ia tanya heran. Ditanya begitu, nyonya tua itu tertawa, ia
mengangkat pundak.
"Kau, budak..." katanya, "kau benar tidak ketahui bahwa
langit itu tinggi dan bumi itu tebal, bahwa disamping orang,
ada orang lainnya, diluar langit ada langit lapisannya. Kali ini
aku menghadapi jago-jago Rimba persilatan yang lihay, yang
sudah sekian lama hidup menyendiri, hingga jarang orang
Kang ouw yang mengetahuinya, orang sebangsa kau, pastilah
tak ada yang pernah mendengarnya.
Merekalah Koat chong Sam Lo serta Bu Eng Sin ciang Pit
Siauw Hong, supe dari ciangbunjin ceng Shia Pay. Apakah kau
mengira mereka orang biasa saja?"
Nona Nie Heran.
"Empat orang itu si Lan belum pernah mendengarnya,"
katanya, "Bukankah mereka dari kalangan lurus? Mengapa
mereka menyeterukan lejinke? Sungguh aku tidak mengerti."

1217
Mau atau tidak Yan San Sin Ni tertawa juga.
"Inilah sulitnya Rimba Persilatan, banyak soalnya yang
sukar dimengerti." katanya "Mengenai urusan itu, yang salah
ialah pihakku.Pada lima belas tahun yang sudah lampau itu
walaupun aku berada dalam kalangan orang suci tetapi
tabiatku keras, sifatku suka menang sendiri, kebetulan itu
waktu aku dengan ketiga tetua dari Koat chong itu serta Pit
Siauw Hong.
Kita merundingkan ilmu pedang, Disitu aku berbuat keliru
sudah memuji ilmu pedang Muni Hang Mo sebagai ilmu nomor
satu lihay di kolong langit ini. Pit Siauw Hong lantas minta aku
membuktikannya, sedang Ho Siu Sin Liong Seng Goan dari
Koat chong Sam Lo turut mengejek.
Dalam pertandingan itu, sampai di jurus Muni Kiam-hoat
yang keseratus sembilan belas, aku telah menabas dua jari
tangan kanan dari Seng Goan dan mengutungi ujung bajunya
Pit Siauw Hong.
Mereka menjadi gusar, lantas mereka menyerang hebat,
Aku telah didesak sampai di tepi jurang hingga aku terancam
jatuh kecemplung. Mendadak Pit Siauw Hong berhenti
mendesak. ia pun menghentikan pertempuran-
Dia kata bukanlah perbuatan gagah empat orang
mengepung satu orang. ia terus menjanjikan untuk malam ini
kita bertanding pula sampai salah satu mati atau hidup..."
Habis menerangkan itu, nyonya tua ini mengheLanapas,
agaknya ia masgul sekali.
Hati Wan Lan bercekat, ia berkuatir dan berduka.
"Lejinke seorang diri bakal melawan empat orang, mana itu
dapat?" katanya ia berduka, alisnya ciut. ia lantas pikir: "Harap
saja mereka tidak datang, kalau mereka datang, aku mesti
belajar kenal dengan mereka itu."
Y n San Sin-Ni mengawasi, mendadak ia tertawa, ia dapat
menerka hati si nona.
"Anak Lan, jangan kau berduka dan menguatirkan aku,"
katanya menghibur. "Koat chong Sam Lo bangsa cupat

1218
pandangannya. Seng Goan gusar sekali karena hilang dua jari
tangannya itu, maka itu mereka tentu bakal berkelahi matimatian-
Aku tidak takut.
Dalam hal ini, aku mengandal kemurahan hati Sang Buddha
kita, yang maha pengasih, sebentar malam tentulah kakak
seperguruanmu, Leng Giok Song bakal pulang, maka
bersamanya kau berdiam saja di dalam kelenting, jangan
kamu keluar, tentu bahayanya tak ada."
Mendengar disebutnYanama Leng Giok Song itu, Ni Wan
Lan lantas ingat akan si kakak perguruan yang halus budi
pekertinya. Sudah lima atau enam tahun ia tak bertemu
dengan suci itu. Tentu sekali ia menjadi sangat girang, ia
hendak menanya gurunya itu tapi Yan San Sin Ni dului
padanya:
"Pergi kau ke belakang, kau lihat Su Koh sudah selesai
masak atau belum."
Habis itu, guru ini merapatkan matanya.
Wan Lan menurut, sehabisnya menyahuti, ia lantas pergi.
Tak lama nona ini sudah merebahkan diri di atas
pembaringan dalam kamarnya - di kamar sebelah selatan-
Dengan kedua matanya mendelong, ia memikirkan segala
perjalanannya yang sudah-sudah. Sendirinya ia merasa
hatinya tak tenang.
Di luar jendela angin utara menderu- deru, hingga kertas
jendela memperdengarkan suaranya akibat sampokannya.
Ketika itu sudah malam. Salju beterbangan turun tanpa suara,
cuma menambahkan tebalnya saja.
Tengah si nona berdiam dengan pikiran kacau itu, tiba-tiba
ia mendengar satu suara perlahan sekali di atas genting, ia
mengenali tindakan kaki orang, ia terkejut, tangannya lantas
meraba pedangnya, tubuhnya mencelat bangun, bahkan terus
ia menggempur jendela dengan tangan kiri, untuk berlompul
ke luar dan segera berlompat naik ke atas genting.

1219
Angin keras, ketika menaruh kaki di atas genting Wan Lan
merasa tubuhnya sedikit bergoyang, Samar-samar ia melihat
sesosok tubuh di belakang pohon bambu lebat. Melihat
gesitnya orang, ia menduga kepada seorang jago Rimba
Persilatan, ia kata dalam hatinya: "Kau memandang sangat
enteng kepada pihak Yan San- BiLananti aku membiarkan kau
lolos dari sini, aku bukannya Lo sat Giok li." Lantas ia
berlompat, untuk menyusul orang itu.
Mulanya ia berlompat dengan tipu silat "Burung walet
merah menyamber gelombang",
lalu disusul dengan lompatan meluncur turun "burung nasar
dan rajawali saling menerkam"
Ketika ia tiba di sana, ia melihat orang sudah pergi
sembilan tombak jauhnya, ia penasaran, ia kata dalam
hatinya: "Bangsat, jikalau aku tidak dapat menghadang kau,
kau bakal jadi terlalu berkepala besar" Lalu ia lompat pula
untuk menyusul. ia tidak mau memperdulikan orang yang
dikejar ketahui dirinya dikejar atau tidak. la menyusul sampai
belasan tombak. mendadak orang itu lenyap dari hadapannya,
tak nampak bayangan, tak ada tapak kakinya pada salju.
"Heran-" pikirnya. ia berdiam, mengawasi ke-salju lalu
kelilingan, Mestinya ia melihat tapak kaki.
Tiba-tiba sang angin membawa suara tertawa dingin,
datangnya dari tempat sejarak dua tombak lebih di belakang
sebuah pohon cemara besar. Ia jadi mendongkol, sambil
membentak ia lari untuk lompat ke arah pohon itu, yang ia
terus tabas.
Pohon itu kutung dan roboh karenanya. Tetapi di belakang
itu tiada orangnya. Maka si nona melengak, tubuhnya dirasai
dingin sekai, dinginnya melebihkan angin dan salju, "Heran,"
pikirnya pula berdiri menjublak.
Tiba-tiba ia merasa angin berkesiur di belakangnya,
kepalanya seperti terkebut, ia kaget segera ia memutar diri.

1220
Begitu ia melihat begitu ia bertambah kaget, sekarang ia
melihat orang yang ia susul itu, yang berdiri terpisah hanya
satu kaki dari ianya. baju nya baju panjang warna abu-abu,
kepala dan mukanya ditutupi topeng hingga tinggal sepasang
matanya saja yang bengis.
Bentrok dengan sinar mata orang itu ia merasa seperti
kepalanya pusing. Pula orang itu mencekal segumpal ujung
rambutnya serta tangannya yang lain, merah telapakannya.
"Kenapa dia gesit bagaikan hantu?" Wan Lan pikir, "Dia
berada di belakangku tanpa aku mengetahui. Dialah orang
Kang ouw terlihay yang aku baru pernah ketemukan-.. Ia
lantas merasa cuma In Gak yang dapat melayani orang ini...
Selagi orang tercengang, orang itu tertawa dan kata tajam:
“Jikalau aku tidak memandang Leng Giok Song, sucimu, pasti
aku telah lantas membunuhmu. Sekarang ini cuma rambutmu
ini aku pakai gantimu" ia lantas menimpuk dengan segumpal
rambut di tangannya itu, ia bersiul nyaring dan lama, selama
mana tubuhnya mencelat, untuk terus lenyap di antara salju
yang tebal...
Kembali Wan Lan terkejut ia melihat orang menimpuk
dengan tipu silat "Hui hoa-tek-yap" yaitu "Menerbangkan
bunga memetik daun". Rambutnya itu menyambar pohon
cemara dan nancap di batang bongkotnya.
"Kakak seperguruanku itu halus budi pekertinya," ia
berpikir. "Sedari masih kecil ia sudah ditunangkan dengan Lu
Meng, putera-nya seorang hartawan di kota Hang-cu. Kenapa
sekarang ia berkenalan dengan orang ini? Diantara mereka
mesti ada hubungannya yang luar biasa,Jangan-jangan dia ini
mencintai suci... Hm Kau begini jumawa, pasti suci tak ketarik
terhadapmu"
Tapi ketika ia melihat rambutnya di pohon, ia berpikir pula:
"Mungkin dia melihat suci pulang, dan di tengah jalan dia
menguntit hanya entah kenapa dia ketinggalan dan suci
keburu masuk ke dalam kelenting, maka sekarang dia

1221
bergelandangan di sini, ia tentu tak pergi jauh, dia pasti terus
menamakan suci. malah, kalau sebentar kita bertemu pula,
aku mesti buka topengnya."
Dalam keadaan seperti ini, Wan Lan masih tidak dapat
membuang sifatnya yang keras kepala dan jail. Sekian lama ia
masih berdiam diri, dengan tangannya ia membuang salju di
pundaknya, baru kemudian ia lari pulang.
Ketika itu gelap di segala penjuru. Di dalam kelenteng
terang dengan cahaya api. Wan Lan lompat masuk di
jendelanya yang masih terpentang. Begitu ia menaruh kaki,
telinganya mendengar suaranya su koh: "Nona Wan, am- cu
panggil kau." Suara itu dalam terdengarnya.
Wan Lan heran, terkejut. Mestinya gurunya mempunyai
urusan penting, mungkin gusar. Maka itu, dengan hati tidak
tenang, ia menuju se hud-tong, ruang pemujaan-
Dua batang lilin besar menerangi hud-tong, menerangi juga
mukanya Yan San Sin Ni, yang dingin bagaikan es. ciut hati si
nona menyaksikan roman gurunya itu. "Suhu" ia memanggil
penahan.
Bhiksuni itu menyapa dengan sinar matanya yang dingin
itu.
"Hm, Makin lama kau makin tak makan ajaran" katanya.
"Apa pesanku tadi? Tak peduli ada terjadi apa, aku larang kau
keluar dari pintu kelenting ini. Kenapa kata-kataku itu masih
mendengung tetapi kau sudah keluar dari kelenting dan
mencari gara-gara? Tanyalah dirimu, apakah kau sanggup
melawan Koat chong Sam Lo?"
Wan Lan tunduk dengan berdiam, hatinya mendelu, ia
mengangkat kedua pundaknya, menangis dengan perlahan-
Sang guru mengawasi.
Dalam kesunyian itu, suasana agak tegang.

1222
Tiba-tiba Su koh muncul di ambang pintu, matanya
mengawasi si nona. "Nona Lan, enci Song kau lagi
menantikanmu." katanya.
Wan Lan berhenti menangis. Sinar matanya menandakan ia
girang. Lantas memandang gurunya.
"Suhu, si Lan mau melihat enci Song..." katanya. Yan San
Sin Ni mengangguk.
Wan Lan girang, lekas ia mengundurkan diri, untuk
mengikuti Su Koh pergi ke kamar lain di ruang belakang.
Di dalam kamar wanita pengurus kelenteng itu, di atas
pembaringan berduduk seorang nona dengan pakaian serba
putih, sederhana dandanannya, halus gerak-geriknya, siapa
melihatnya pasti merasa suka dan menyayangnya.
"Enci?" Wan Lan memanggil semasuknya ia ke dalam
kamar, ia melihat orang berduka, ia menduga kepada
perbuatan si orang bertopeng tadi. Nona berpakaian putih itu
turun dari pembaringan, dia tertawa.
"Adik Lan- sambutnya. "Sudah lama kita tidak bertemu,
mari aku mengawasi kau" Dan ia mencekal tangan Nona Ni,
untuk menatap.
Ia menghela napas dan terkulai "Adik Lan, dibanding dulu
hari kau terlebih kurus. Apakah kau habis menangis?"
Kata-kata itu melukai si nona, mendadak air matanya turun
meleleh, la lantas melemparkan tubuhnya dalam pelukan suci
itu.
Leng Giok Song merangkul, ia mengusap-usap rambut Wan
Lan-
"Adik Lan, jangan berduka." ia menghibur. "Sebagai
seorang wanita, kita tak dapat lolos dari pengalaman begini
macam. Segala apa sudah diatur oleh Yang Maha kuasa.
Segala hal ihwalmu telah aku dengar dari Su koh. Kau masih
dapat berbuat banyak. jangan kau berduka.”

1223
Wan Lan berdiam, ia ingat kejadian tadi. "Enci," ia tanya,
"tadi aku mengejar seorang bertopeng dengan pakaian putih,
adakah ia enci punya..."
Giok song mengangguk. "Sungguh celaka. . ." katanya
perlahan. Nona Nie Heran.
"Enci, tak dapatkah kau lolos dari dia?"
"Sulit untuk mengatakannya," sahut Nona Leng menghela
napas, "cuma sang tempo yang bakal memutuskannya Mudah
untuk menyebutkan lolos dari dia, akan tetapi untuk
melaksanakannya sulit sekali.
Pula malam ini, dia dapat diharap bantuannya untuk
mengundurkan musuh musuh lihay dari suhu..."
"Dia siapa, enci?" Wan Lan tanya.
Giok song berdiam.
"Dlalah siauw-tocu Nio Miu Ki dari pulau Giok ciong To dari
Lam Hay" sahutnya kemudian-
"Dla sungguh jumawa," kata Wan Lan yang ingat lagak
orang tadi.
Giok song bersenyum tawar, ia tidak menyahuti.
Su Koh mundur pula semasuknya si nona Lan ke dalam
kamarnya, tapi sekarang ia kembali.
"Apakah kamu belum habis mengobrol?" tanyanya tertawa,
"Musuh sudah berada di cian Siong Gay.
Giok song tertawa dingin.
"Su Koh," tanyanya, " bukankah malam ini kau berniat
melemaskan otot-ototmu?" Nyonya itu mengangguk.
"Sudah tiga puluh tahun aku tak menggerakinya, entah
sekarang masih dapat atau tidak." sahutnya, "Biar bagaimana,
gurumu melarang aku turut padanya, setelah aku mendesak
dan membangkitkan kemendongkolannya, barulah
mengijinkan juga."
Su-koh ini bekas hantu wanita. Dialah Yu Su Hong alias Su
Koh. Satu kali dia dikepung serombongan jago lurus, dia jatuh
dijurang, selagi napasnya empas-empis mau mati, Yan San Sin
Ni lewat di situ, dia ditolongi, dibawa pulang ke gunung dan

1224
diobati, setelah setengah tahun dia berobat dan sembuh, dia
sadar, lantas dia berdiam terus di ci ci Am, menemani dan
melayani bhiksuni penolongnya itu.
Wan Lan ingin menyaksikan pertempuran, ia malang
dengan larangan gurunya, Lantas minta Giok Song
mengajaknya. Nona Leng mengerutkan alis, tetapi ia
tersenyum.
"Kau paling bisa rewel" katanya, "Pasti ada maksudnya
kenapa suhu melarang kau dan aku keluar, sekarang begini
saja. kita keluar tetapi kita menyembunyikan diri. Di dekat cian
Siong Gay ada sebuah gua, di sana kita mengintai. Tapi kau
mesti berjanji padaku apa juga yang kau lihat tak dapat kau
turun tangan-
Wan Lan girang sekali.
"Baik." sahutnya, memberi janjinya.
"Kalau begitu, mari" Gick Song mengajak. Sedang Yu Su
Koh lantas jalan mendahului.
Puncak cian Siong Gay terang sekali. Belasan batang obor
telah dinyalakan- Angin besar tak dapat meniup padam semua
obor itu, cuma apinya yang bergoyang-goyang menyinari
pohon-pohon cemara yang batang dan cabangnya beraneka
warna.
Di bawah sebuah pohon cemara terlihat tiga orang tua
duduk bersila, semua alisnya sudah putih dan kumis
jenggotnya panjang sampai ke dada, wajahnya suram.
orang tua yang bercokol di sebelah kiri mengeluarkan
tangan kanannya, matanya mengawasi tajam jeriji tangannya
yang lenyap. jeriji manis dan kelingkingnya.
"Sampai begini waktu, perempuan tua itu masih belum
muncul" katanya. "Mungkinkah dia jeri?"
Baru orang itu menutup mulutnya atau satu bayangan
berkelebat di depan mereka, disusul tertawa dingin bayangan
itu, yang terus berkata nyaring: "Tiga sahabat dari Koo chong,

1225
benar-benar kamu orang-orang yang dapat dipercaya Mana
dia Bu-eng Sin ciang Pit Siauw Hong?"
Itulah Yan San Sin-ni yang dibuat sebutan- Maka
terperanjatlah ketiga orang tua itu, sebab tahu-tahu orang
sudah berada di depannya. Dengan repot mereka berbangkit
untuk mengawasi dengan tajam.
Ho Siu sin Liong Sang Goan mengangkat sebelah
tangannya, yang tinggal tiga jerijinya itu. "Budi tangan
buntung ini, selama lima belas tahun tak pernah aku
melupakannya," kata dia. "Maka itu malam ini haruslah kita
mendapatkan keputusannya perempuan tua, apa katamu
lagi?"
AlisnYanyonya suci itu terbangun.
“Jite, sabar" berkata orang tua yang kedua mendahului Yan
San Sin Ni. Dialah orang yang mengenakan jubah kuning,
"Buat apa kesusu? Pit Losu bakal segera tiba. Begitu dia
datang, kita mulai turun tangan- Tak terlambat toh?"
Mendengar itu, Yan San sin Ni bersenyum. Ia kata: "Dasar
oey-san insu Pui Ek orang yang berilmu, yang sikapnya
membikin orang tunduk." Seng Goan tertawa dingin, matanya
menatap tajam si pendeta wanita. Sin-ni terus bersenyumsenyum,
nampaknya ia tidak menghiraukan Koat chong Sam
Lo.
Tidak lama habis itu, di lembah jauh di depan terdengar
siulan keras dan nyaring dibawa angin menusuk telinga. Suara
itu lama dan terus mendatangi ke arah jurang, mendekati
dengan lekas. "Siancay" Siancay" Yan San Sin Ni memuji
Menyusuli siulan nyaring itu terdengar pula suara
menggelegar, seperti dari sesuatu yang ambruk. Maka itu si
bhiksuni mengasih dengar pujiannya.
Dan menyusuli puji itu, dekat pada Koat chong Sam Lo, di
tempat bagian jurang yang gempur itu terlihat sesosok tubuh
lompat muncul seperti burung terbang melayang, hingga

1226
sebentar saja terlihatlah dia Sebagai seorang tua yang
bertubuh kurus.
Dia lantas tertawa lebar dan berkata nyaring: "Hm, tiga
sahabat dari Koat ciong Sejak kita berpisah apa kamu baikbaik
saja Maafkan aku yang datang terlambat, hingga kamu
tentunya telah menanti hingga letih dan pegal" ia terus
menoleh kepada Yan San Sin Ni untuk tertawa dan kata pula:
"Banyak baik, sin Ni? Tidak kusangka selagi kita bakal
masuk ke dalam peti kita masih tak dapat membebaskan diri
dari satu pertempuran." Pendeta wanita itu mengangguk
dengan perlahan.
"Pit Sicu," katanya "sudah lama kita berpisah, sekarang kita
bertemu, aku melihat kau segar, pastilah tenaga dalammu
telah maju banyak sekali, sekarang ini aku si pendeta tua
menepati janji, bagaimana sicu hendak berbuat?"
Pit siauw Hong belum menyahuti, Seng Goan sudah
membentak: "Bagaimana lagi? Tidak dapat tidak tubuhmu
mesti dibikin menjadi beberapa potong dengan pedangku ini
serta ci ci Am menjadi tumpukan puing Sebelum itu tak puas
aku"
Alisnya si pendeta meng kerut.
"Aku kuatir tak demikian mudah" sahutnya tawar
"Bukankah kau telah melihat sendiri yang aku si pendeta tua
tetap sehat-sehat saja?"
Seng Goan melengak. lalu mukanya pucat. Mendadak ia
melihat datangnya suatu barang ke arahnya, hingga sambil
berkelit ia mesti menyampok membikin barang itu terpental ke
salju di depan mereka bertiga.
Untuk kagetnya, itulah ternyata sekumpulan terdiri dari
tujuh kepala orang yang menjadi berdarah tidak keruan
karena sampokan itu.
Yan San Sin Ni sudah lantas, membaca doa Pit Siauw Hong
mengerutkan alisnya. Ketiga saudara Koat chong sebaliknya

1227
kaget dan gusar dan Seng Goan segera berseru: "Siapakah
yang main sembunyi-sembunyi? itulah perbuatan buruk."
Dari antara tempat yang gelap terdengar tertawa dingin
dan jawaban ini: "Apakah kamu tidak juga berbuat seburuk
ini? kamu mengundang Yan San Sin Ni datang kemari untuk
membuat perhitungan, tetapi diam-diam kamu mengirim
orang-orangmu untuk membakar ludas kuilnya Syukur mereka
kepergok aku si wanita tua. Tak dapat aku mengendalikan
diriku, aku lantas kutungi kepala mereka itu untuk darahnya
dipakai mencuci mukamu"
Seng Goan mengawasi ke arah suara itu bersenyum ewah
terus tangannya terayun kesitu. sebuah sinar hitam melesat
seperti kilat.
Disana lantas terdengar satu suara nyaring seperti suara
tambur, terus muncul seorang wanita tua, ialah Yu Su Koh,
dengan tangan kiri memondong sebuah tiat-pi-pe atau Pipe
besi tinggi tak tiga kaki, tangan kanannya dia menuding si
penyerang dengan senjata gelap itu sambil tertawa dia kata:
"Senjata rahasiamu itu, hek it teng, dapat dipakai melayani
orang-orang yang kepandaiannya biasa saja, tetapi tidak di
depanku si orang tua Di depanku kau bertingkah tidak keruan
Apakah kau tidak ketahui bahwa aku si tua ialah kakek
moyang-nya senjata senjata rahasia?"
Bu Eng Sin ciang Pit Siauw Hong sudah lantas mengenali
nyonya itu. "Kiranya kau," ia kata.
"Benar" sahut Yu Su Koh, memandang si Tangan Sakti Tak
Berbayang, "Kau tentunya
tidak menerka bahwa Tiat ci Pipe Yu Su Hong masih belum
mati-jikalau kau mempunyai kegembiraanmu, maka si
perempuan tua suka sekali menemani kamu main-main
barang beberapa jurus."
Pit Siauw Hong tertawa mengejek.
"Arwah gelandangan sisa tanganku berani omong besar"
dia kata. "Tapi kau harus ketahui, aku si orang tua datang ke

1228
mari, aku memenuhkan janjiku dengan Yan San Sin Ni untuk
membereskan urusan lama kita Urusan di antara kau dan aku,
urusan tiga puluh tahun dulu, bukankah sudah beres: Apa
perlunya kau menimbulkannya pula?"
Habis berkata, ia mundur tiga tindak.
Yan San Sin Ni Heran, ia mengawasi Yu Su koh, Sungguh ia
tidak sangka jika dulu hari orang justeru dirobohkan Pit Siauw
Hong. Selama tiga puluh tahun, Yu Su koh tak pernah
memberitahukannya.
Seng Goan gusar sekali, sambil bersuara: "Hm" ia menolak
dengan keras dengan sebelah tangannya, ia menyerang Tiat ci
Pipe tanpa bicara lagi.
Yu Su Koh menangkis dengan pipe besinya itu hingga
terjadilah pula satu suara yang nyaring. ia mundur dua tindak,
talipipenya tak putus karena serangan mendadak itu,
sebaliknya dari situ lantas menyambar segumpal jarum ke
arah penyerangnya.
Seng Goan sudah siap sedia. Waktu mendengar orang ialah
musuhnya Pit Siauw Hong pada tiga puluh tahun yang lalu, ia
mendapat tahu lihaynya senjata rahasia wanita itu-jarum
beracun, Maka ia lantas- berlompat tinggi dengan gerakannya
"Burung jenjang terbang ke langit", Begitu jarum lewat, ia
turun pula, Biar bagaimana, ia toh kaget, air mukanya
berubah.
Yu Su Hong berseru: "Nah, kau cobalah menyambut pula."
Kali ini pipe dibikin bergerak sambil dipetik talinya, maka di
situ lantas terdengar suara tingtong tingtong yang mengaung
diantara empat penjuru angin-
Seng Goan berdiri tegak matanya dipasang, ia menduga
orang melainkan mengancam.
Dugaan itu benar, Pipe tidak meluncur terus, hanya kembali
Adalah suaranya yang masih belum mau berhenti.
Menggunai ketika itu, Seng Goan menolak keras dengan
sebelah tangannya, lalu terus dia berlompat, hingga dia

1229
berada di belakang Yu Su Hong, yang berkelit ke samping.
Dari sini dia menyerang pula, sekarang dengan dua-dua
tangannya.
Su Koh terkejut. Pertama karena serangannya gagal, kedua
sebab segera ia merasa angin menyambar di belakangnya.
Tanpa ayal ia memutar tubuh sambil mengerahkan tenaga
untuk mendorong keras dengan pipe besinya.
Kembali ia terkejut, Ketika keduanya bentrok ia merasai
lengannya lemas, tak ada tenaganya.
Ia sadar sesudah kasip. Dari sana terasa menolak, terus
pipenya terlepas dari cekalan, terus dadanya terhajar keras,
hingga tubuhnya terpental roboh terbanting di atas salju,
melanggar cabang-cabang cemara yang menyala, ia masih
berkuat untuk bangun dan duduk. tetapi ia lantas muntah
darah, terus ia roboh pula. Melihat demikian, seng Goan
tertawa gembira.
"Kaulah si cengcorang yang melawan kereta" katanya
jumawa, "Kau berani banyak lagak, Apakah kau kira kau
sanggup melayani aku?"
Yan San Sin Ni lompat kepada Su Hong, untuk mengasih
bangun, Mukanya nyonya tua itu sangat pucat, napasnya jalan
tinggal satu kali dengan satu kali. Maka lekas-lekas ia menotok
sembilan jalan darah si nyonya, ia lantas mengasih makan tiga
butir pel yang ia keluarkan dari peles obatnya. Setelah itu ia
merebahkannya dengan hati-hati "Seng Sicu, kau terlalu
telengas" ia kata seraya ia menoleh pada Seng Goan. orang
yang ditegur itu tertawa terbahak-2.
"Perempuan tua gundul, jangan kau bertingkah" dia kata
terkebur, "Kau sendiri masih belum sempat mengurus dirimu,
kau hendak mengurus lain orang. Aku bilang terus terang,
dengan datang ke cian Siong Gay ini, kami hendak membikin
tidak nanti ada orang yang pulang utuh."
Mendengar itu, Pit Siauw Hong mengerutkan keningnya.

1230
"Amida Budha" bhiksuni tua memuji dingin- "cian Siong Gay
ini tempat aku si orang tua, tak dapat aku membiarkan
tempatku ini menjadi tempat orang membuat kedosaan, Sang
Budha maha murah, malam ini hambamu si bhiksuni tak
terpaksa mesti membuka pantangan pembunuhan-
Kata-kata ini disusul dengan siulnya vang nyaring yang
memecah kesunyian, sedang dari kedua matanya menyorot
sinar terang bercahaya. Siulan itu diikuti dengan bergeraknya
pedang, yang berkilau menyilaukan mata, Tapi ia tidak lantas
menyerang, ia masih berkata, sabar: "Si-cu semua, kamulah
orang-orang kenamaan, buat apa kamu merusak diri di jurang
cian siong Gay ini? Baiklah sicu mengasih turun tanganmu dan
berlalu dari sini, supaya perselisihan menjadi habis
sendirinya..."
Alisnya Seng Goan bangun, matanya terbuka lebar.
"Nenek- nenek. jangan terkebur" dia membentak "Pada
lima belas tahun dulu kau menjagoi dengan dua puluh delapan
jurus ilmu pedang Muni Hang Mo. tapi sekarang -sekarang di
mataku itu tak ada harganya."
"Hm" si pendeta wanita menyambut suara jumawa itu.
Tatkala itu Yu Su Hong berlompat bangun berdiri, sebelah
tangannya ditolakkan ke arah Seng Goan, lantas terlihat
serupa benda putih seperti pel perak meluncur bagaikan
terbang.
Seng Goan kaget, inilah ia tidak sangka. Lekas-lekas ia
menangkis, Tepat tangkisannya itu. Hanya begitu tersampok,
benda putih perak itu pecah hancur, merupakan api
berkeredepan, menyamber mukanya sipenyampok.
Bukan main kagetnya Seng Goan, ia menjadi gelagapan-
Belum sempat ia menyampokpula, mukanya sudah terbakar,
kumis dan jenggotnya tersulut nyala, Dengan lantas ia
menjatuhkan diri ke salju.

1231
Dengan begitu dapat ia membikin api padam, akan tetapi
sekarang mukanya menjadi hitam, kumis danjenggotnya
habis, juga alisnya, Bahkan rambut dijidatnya turut hangus.
Dua lagi jago dari Koat chong menjadi sangat gusar,
dengan berbareng mereka menyerang ke arah si nyonya tua,
yang tubuhnya lagi terhuyung huyung, sebab barusan su Koh
menyerang musuh pun dengan meminjam selebih tenaganya
habis ia makan obatnya Yan Sin Ni, ia tidak berdaya lagi,
maka serangannya dua jago itu membuat tubuhnya terpental.
Tepat itu waktu dari tempat yang gelap terdengar seruan
tajam. Oey-san Ie-su Pui Ek terkejut ia menoleh. "Siapa?" ia
menanya. ia lompat untuk menerkam Di sana terdengar
tertawa yang nyaring.
"Kau turut aku pulang" begitulah jawaban orang tak dikenal
itu.
Pui Ek lompat maju untuk segera lompat mundur pula,
mukanya pucat.
Ketika itu Pit Siauw Hong berdiri diam seorang diri. Katakatanya
Seng Goan bahwa siapa hadir di cian Siong Gay,
mesti tak kembali dengan tubuh utuh membuatnya berpikir
keras, ia memikir untuk menonton saja...
Melihat Pui Ek kena ditolak mundur, ia terperanjat.
Siapakah orang itu demikian lihay hingga dia dapat
membikin orang tua she Pui ini mental?" ia tanya dalam
hatinya, Maka dengan ragu-ragu ia mengawasi ke tempat
gelap itu.
Sampai disitu orang di tempat gelap itu tidak bersembunyi
lebih lama. Ia lantas muncul, ialah seorang muda berpakaian
putih dengan bertopeng, ia bertindak dengan perlahan-
Melihat orang itu, Siauw Hong heran-
Si anak muda menghampirkan dengan sinar matanya yang
tajam mengatasi Pui Ek. Sama sekali ia tidak
memperdengarkan suaranya.

1232
Pui Ek terkejut menampak mata orang demikian lihay,
jantungnya memukul.
"Kau siapa?" dia tanya bengis, "cara bagaimana kau berani
menghadang di depan aku si orang tua?"
Pemuda bertopeng itu masih tidak berkata kata, ia terus
bertindak dengan sabar.
Jikalau kau tidak menghentikan tindakanmu" Pui Ek
membentak, "terpaksa aku si orang tua akan menghajar hebat
kepadamu"
Bagaikan orang tuli disebabkan angin santer, si anak muda
bertindak terus.
Angin keras membikin cabang-cabang kayu cemara yang
dijadikan api berbunyi meretek, apinya pun memain tak
hentinya.
Semua orang heran, semua memasang mata kecuali Yan
San sin Ni, yang mengawasi ke tanah dengan tenang.
Sekonyong-konyong Pui Ek berseru dan dengan kedua
tangannya ia menyerang si anak muda.
orang yang diserang itu bersenyum, tubuhnya berkisar ke
samping, mengasih lewat serangan berbahaya itu, sembari
berkelit, ia mengulur tangan kanannya yang mencekal
sebatang pedang tajam bersinar perak. panjang tujuh dim,
untuk dengan itu balas menyerang.
Pui Ek mendapatkan serangannya gagal dan matanya
melihat sinar perak itu. ia lantas menutup diri. Tapi si pemuda
lihay sekali, selagi orang menarik pulang tangannya ia
menyontek. dimana dadanya oey san ie-su lantas
mengeluarkan darah, tubuhnya roboh ke atas salju, jiwanya
melayang pergi tanpa ia mengasi dengar suara apa-apa lagi...
Seng Goan heran dan kaget.Justru itu si anak muda lompat
ke depannya, dalam kagetnya ia mencelat mundur, ia diturut
kawannya, yang berdiri berendeng dengannya. Tengah
berlompat itu mereka merasakan gaplokan pergi pulang ke
pipi mereka, hingga mereka merasa sakit sekali serta mata

1233
mereka kabur, dada mereka sesak. Mereka menjerit, tubuh
mereka roboh terkulai lalu arwah mereka melayang pergi
menyusul rohnya Pui Ek...
Pit Siauw Hong kaget dan heran, hatinya memukul.
Sebentaran saja Koat chong Sam Lo telah terobohkan hingga
terbinasa, itulah hebat. Mengherankan pula si anak muda,
yang ia tidak kenal. Sia-sia belaka ia menduga-duga siapa
pemuda Kang ouw gerak-geriknya seperti pemuda bertopeng
ini.
Si anak muda menyusut bersih darah pada pedangnya,
habis itu ia bertindak ke arah Bu Eng Sin ciang, Baru sekarang
ia bertindak cepat.
Pit-Siau Hong menduga orang bakal menyerang padanya,
maka sambil berseru, ia mendahului. Berani atau tidak. ia
mesti membela diri. ia menyerang dengan kedua tangannya,
keras tetapi tanpa suara apa-apa.
Si anak muda tercengang. inilah sebab ia tahu jago ceng
Shia Pay itu lihay luar biasa.
Tapi ia tidak takut, ia maju terus seraya menyerang.
Disamping berkasihan kepada ketiga kawannya yang telah
terbinasa itu, Pit Siauw Hong juga berpikir. "Anak muda ini
telengas, ia masih muda, kalau ia tidak disingkirkan, di
belakang hari ia bisa menjadi bahaya besar kaum Rimba
persilatan bakal tak dapat hidup tenang..."
Maka ia menyerang hebat, ia mengerahkan tenaga
dalamnya yang diberi nama "Pian-khia Pu-heng Hun-goan cinkhi."
Ketika tenaga mereka bentrok. si anak muda kaget, terus ia
berkelit dengan berputar. Di pihak lain Siauw Hong pun
mental satu tindak hatinya terasa tidak enak. terangan si anak
muda membuat napasnya kurang lancar, ia heran berbareng
mendongkol.

1234
Ketika itu Yan San Sin Ni masih tetap berdiam saja, Melihat
kelakuan si pendeta wanita, Siauw Hong mendongkol di dalam
hatinya ia mencaci: "Nenek-nenek, kau jahat sekali Kau sudah
menggunai akal meminjam tangan orang untuk membunuh
orang lain Tapi aku apakah kau sangka aku dapat
dipermainkan kau?"
Karena memikir demikian, jago tua itu segera menyerang
pula si anak muda, Mulanya ia menekuk dengkulnya, untuk
lompat mencelat.
Si anak muda melihat orang berlompat ia berdiri tegak
sambil mengawasi dengan tajam. Begitu orang datang dekat,
ia menggeser ke kanan, tubuhnya dimiringkan terus tangan
kirinya menyamber tangan penyerangnya untuk ditangkap.
Kiranya Siauw Hong cuma mengancam, ia menarik
tangannya, terus ia menyerang pula. sekarang dengan duadua
tangan.
Si anak muda berkelit pula, Kembali dia mengulur tangan
kirinya, yang lima jarinya terbuka, Dia bebas dari serangan,
dia dapat membalas.
Siauw Hong kaget, Sungguh lihay si anak muda yang
gerakannya sangat cepat, ia menjadi terlebih kaget, ketika
tangan mereka bentrok. ia merasai tubuhnya ngilu dan kaku
lemas, sedang darahnya seperti naik, kemudian napasnya
tertutup, Dengan begitu habislah tenaganya Tangan kiri si
anak muda tetap memegangi.
Si anak muda tertawa menyeringai dingin suaranya, ia
mengeluarkan pedangnya, yang pendek tetapi tajam, dengan
itu ia menikam ke dada lawan-
Pit Siauw Hons habis daya, ia menarik napas, ia menutup
matanya, demi menantikan tibanya maut....
xxx
BAB 14

1235
DI SAAT kematiannya itu, mendadak Siauw Hong menjadi
tenang, hingga tak nampak dia jeri atau takut,
Ujung pedang menghampiri dada tiga dim, lalu ditahan, Si
anak muda baju putih bertopeng menjadi heran- ia menatap
lawannya itu, seperti mau mencari tahu sebabnya ketenangan
orang, Selagi begitu tangannya turun sendirinya.
Siauw Hong menduga ia bagian mati, maka heran ia
berdiam sekian lama, ia tidak merasakan tikaman, Mau atau
tidak ia terdesak perasaannya ingin tahu. Maka ia membuka
matanya, untuk herannya ia mendapatkan sianak muda
tengah menatap tajam kepadanya.
Yan San Sin Ni terdengar memuji: "Sian-cay Siancay
Sungguh ilmu silat dari luar pulau dapat mengatasi ilmu silat
Tionggoan"
Mendengar itu, si anak muda tertawa ringan, lalu
cekalannya kepada Siauw Hong menjadi longgar.
Pit Siauw Hong mengawasi si anak muda dan mengangguk.
terus menghela napas. Ia kata: "Aku si orang tua terhitung
dalam kalangan ceng Shia pay teratas, jago-jago di Tionggoan
yang dapat melebihkan aku hanya beberapa gelintir, tetapi
kau tuan, tangan kau lihay sekali. Apakah kau murid pandai
dari Nio kiu Kisu dari Giok ciong To?"
"Pit losu," berkata Yan San Sin Ni, yang mendahului si anak
muda. "Tuan ini ialah Nio Kiu Ki putra kesayangan dari Nio Kie
kisu, ilmu silat Hong In Pat Biauw dari Nlo Kiu kisu diwariskan
kepada putranya ini, masa kau roboh di tangan siauw tocu,
jangan kau menyesal atau tawar hati."
Siau Hong terkejut.
"Pantaslah aku roboh secara menyedihkan ini." katanya. "
Kiranyan Nio-kiu telah mewariskan ilmu Hong In Pat Jiauw itu
kepada puteranya. Inilah tak heran- Dia
menyayangi anaknya, pantas kalau dia menurunkan semua
kepandaiannya. Anak ini memang didapat setelah usianya
lanjut..."

1236
Lantas ia menatap pula anak muda di depannya itu, ia
mendapatkan seorang muda yang tepat segalanya, kecuali
wajahnya yang asli tak nampak di balik topengnya itu. Ia
tertawa dan kata: " Kiranya kau, siauw tocu Aku kalah, aku
tak penasaran, apa pula aku kalah oleh ilmu silat Hong In Pat
Jiauw dari ayahmu itu" Hong In Pat Jiauw itu ialah ilmu
Delapan cengkeraman angin dan Mega..
Kata-katanya Yan San Sin Ni dan Pit Siau Hong itu
menghormat dan memuji, akan tetapi mendengar itu, si anak
muda tertawa tawar. Dia mau menyangka bahwa dua
dianggap menang sebab mengandaikan Hong In Pat Jiauw.
Dia memang beradat tinggi dan jumawa.
"Apakah kamu menyangka kecuali dengan Hong In Pat
Jiauw, tak dapat aku mengalahkan kamu dengan lainnya tipu
silat?" dia kata. "Kalau benar, kamu menyangka keliru. Ilmu
silat Giok ciong To beda daripada ilmu silat daripada Ilmu silat
kamu orang Tionggoan dan juga tak dayanya untuk
menggempurnya, jikalau kamu tidak percaya mari kita coba,
aku tak akan pakai Hong in Pat Jiauw itu."
Baru Nio-kiu Ki berkata demikian, mendadak ada angin
menyamber keras, sampai api unggun kayu cemara menjadi
berkobar besar, ketika angin itu lewat, tuan muda dari Gick
ciong To terperanjat.
Topengnya yang terbuat dari cita putih, tersingkap dan
terbang terbawa angin. Dalam kagetnya itu dia lompat untuk
menyamber. Dia berlompat sangat pesat, tapi tak dapat dia
menyamber topeng itu yang terbawa angin lenyap di tempat
gelap.
Pemuda ini kaget dan heran, hatinya mendongkol. Dia pun
malu. Maka mukanya menjadi merah padam dan sinar
matanya menyala.
Pit Siauw Hong heran, ia melihat samberan angin itu,
sampai dua kali aneh sekali, samar-samar ia menampak

1237
bayangan orang. Habis itu hatinya lega, Maka ia tertawa dan
kata: "Siauwtocu, harap kau jangan terlalu mengandalkan
kepandaianmu. Aku si tua memang tidak punya guna akan
tetapi tanpa kau menggunai Hong In Pat Jiauw belum tentu
kau dapat merobohkan aku, Disamping itu ilmu silat Tay Seng
Poan-jiak dari Yan san Sin Ni juga bukan sembarang ilmu."
Pemuda itu tertawa. Meski ia kehilangan topengnya, lekas
sekali ia dapat menenangkan diri, ia kata: "Baiklah aku tidak
akan menggunai Hong In Pat Jiauw Kamu sendiri silahkan
kamu menggunai Bu Eng Sin ciang dan Tay Seng Poan-jiak:
Mari kita membedakan ilmu silat Giok ciong To dari ilmu silat
Tionggoan"
"Bocah ini terlalu jumawa." kata Yan San Sin Ni di dalam
hati, "Hm"
Pit Siauw Hong mengatakan demikian, hatinya sebenarnya
tawar, ialah satu jago bahkan jago tua, tapi sekarang ia roboh
di tangan seorang bocah ia malu sekali. Maka itu ia berdiam,
membiarkan kumisnya disampoki sang angin dingin hingga
tubuhnya mirip sebongkot kayu...
Nio-kiu Ki heran. Ia melihat mata orang pun guram.
Tiba-tiba Siauw Hong menghela napas, lalu ia memutar
tubuhnya, ia seperti mau meninggalkan tempat itu. ia rupanya
berpikir lain, ia malu karena ketajamannya itu yang pasti
dapat dilihat oleh orang yang ia percaya lagi menyembunyikan
diri...
"Pit Tan-wat, tunggu dulur kata Yan San Sin Ni- "Dapatkah
kau pergi setelah loni bicara sebentar denganmu? Loni ingin
bicara dari hal rahasia Rimba persilatan-.."
Siauw Hong heran, ia merandek dan memutar tubuhnya, ia
pikir: " Entah rahasia apa yang nikouw tua ini hendak
bicarakan-.."

1238
"Sin-ni," kata Nio-kiu Ki yang mengawasi pendeta wanita
itu, "aku datang ke mari bukan untuk rahasia Rimba
Persilatan, hanya..." Yan San Sin Ni tertawa.
"Loni tahu itu," katanya, "Hal ini tak dapat kau tidak
mendengarnya. Kau tahu, dengan ayahmu besar sangkut
pautnya." ia terus menoleh kepada Pit Siauw Hong untuk
meneruskan- "Pit Tan-wat, kau menjadi orang tertua dari ceng
Shia Pay, pernahkah kau mendengar pesan dari Thian siu
Totiang, Ciangbunjin kamu yang kesembilan belas disaat dia
hendak menutup mata..."
Pit Siauw Hong terperanjat, ia cepat menjawab "Dulu hari
itu, ketika Thian Ko Supe pulang ke gunung, napasnya sudah
tinggal satu kali dengan satu kali, karena ia tidak mendapat
luka apa-apa, ia disangka dapat sakit tua. Benar ketika ia mau
menutup mata, ia meninggalkan empat buah kata-kata tetapi
itu tak ada kepala dan tak buntutnya, hinggap sekarang pun
tak ada yang mengerti maksudnya..."
"Apakah empat buah kata-kata itu?" si bhiksuni tua tanya.
Pit Siauw Hong ingat baik kata-kata itu, ia membacakan:
"Itulah Kang piauw sam ki, Pek in ngo pian, Tot ki tit twi, Kopo
ban lian. Semua orang kita memikirkannya, tidak ada yang
dapat artikan atau menerkanya, Apakah Sin Ni ketahui artinya
itu?"
"Kira- kira," sahut si nikouw, mengangguk- "Tanwat sabar,
nanti loni menjelaskannya perlahan-lahan-" ia menoleh kepada
Nlo kiu Ki, ia tersenyum dan kata: "Siauwtocu, pada lima
puluh satu tahun yang lalu ayahmu sudah mengunjungi Siauw
Lim Si menantang mengadu silat dengan ciangbunjin kuil itu,
ia mengatakan bahwa ilmu silat Giok ciong To lebih atas dari
ilmu silat Tionggoan- Atas itu Tiauw Tim Taysu cuma
mengganda tertawa."
Sedikit pun dia tidak gusar atau kurang senang. Dia pun
menampik untuk bertanding, Ayahmu tidak mau mengerti, ia
meminta berulang-ulang. Saking terpaksa, Tiauw Tim Tay-su

1239
akhirnya melayani juga. Dia menggunai ilmu silat Sip-pat
Lohan San ciu, dia cuma membela diri. Ia tidak menyerang
pertandingan berjalan selama satu hari dan satu malam, sama
sekali ayahmu tak dapat menang meskipun satu jurus.
Ketika ayahmu turun gunung, ia kata lagi sepuluh tahun ia
bakal datang pula. ia kata ia mau membuktikan bahwa ilmu
silat Haygwa, luar laut, lebih atas daripada ilmu silat
Tionggoan. Atas itu sembari tertawa Tiauw Tim Taysu bilang:
"Ilmu silat itu berasal dari Tionggoan, hanya saking beraneka
ragam dan sulit, selama hidupku tak pernah aku mengerti satu
diantaranya, maka juga partai kami tidak berarti membilang
bahwa kami berada di atasan pelbagai partai lainnya. ilmu silat
dari Giok ciong To memang lihay tetapi kisu juga tak dapat
lolos dari kalangan asal-usulnya yang tetap berasal dari
Tionggoan."
Ayahmu tertawa, Dia berlalu dari Siauw Lim Si. sepuluh
tahun kemudian, benar-benar dia datang pula, Dia membilangi
bahwa dia sudah menciptakan semacam ilmu silat baru. Tiauw
Tim Taysu tertawa dan kata: "Ilmu silat itu, biar apa
macamnya, mesti ada salah satu bagiannya yang tak terlatih
sempurna. Demikian dengan ilmu silat Kisu, Kepandaian satu
orang ada batasnya, jikalau kisu tidak percaya dalam seribu
jurus, lolap nanti dapat mencari kelemahan ilmu silat kisu itu"
Ketika itu ayahmu belum berusia empat puluh tahun, Tiauw
Tim Taysu melihat ayahmu galak sekali, bila dia tidak dicegah,
dibelakang hari dia bisa membahayakan Rimba Persilatanmaka
itu dia diberi nasihat."
Nio-kiu Ki mengasih dengar suara "Hm" seraya matanya
melirik ke kedua arah yang-gelap.
Yan San Sin Ni merasa hatinya tak tenang, ia menduga
orang dapat melihat sembunyinya Giok Song dan Wan Lan, ia
mengerutkan alis, Lantas ia melanjuti penuturannya.
"Mereka lantas bertanding pula, Benarlah ayahmu beda
banyak daripada sepuluh tahun yang sudah, Baru tiga jurus, ia
sudah bikin mundur lawannya lima tombak, hingga Tiauw Tim

1240
Taysu terpaksa menggunai kedua ilmu silatnya, Tatmo Sipsam
Si dan Bu Siang Kim-kong ciang, yang menjadi ilmu silat
simpanan-
Dengan dua macam ilmu itu ketua Siauw Lim Pay bertahan
sambil meneliti ilmu silat ayahmu, Tiauw Tim Taysu guru luar
biasa, ia berhasil dalam-jurus ke seribu satu, ia telah
menempelkan tangannya di tubuh ayahmu hingga ayahmu
heran dan melengak.
Ketika itu Tiauw Tim Taysu kata, "Kisu, benar ilmu silat kau
mahir sekali, hanya kalau itu dikata melebihkan ilmu silat
Tionggoan masih terlalu pagi, Masih belum terlambat untuk
kau datang pula apabila kisu dapat memecahkan jurusku yang
terakhir yaitu Ban Hud Hoa Sin-"
Ayahmu beradat keras, dia kata, "Pasti aku dapat" Tiauw
Tim Taysu tanya, "Kisu
hendak pakai tempo berapa hari?" Ayahmu menjawab, "
Empat puluh tahun jikalau selama itu aku tidak berhasil
memecahkannya, maka aku akau musnahkan sendiri Hong In
Pat Jiauw, tidak aku lancang menuruni kepada siapa juga"
Tiauw Tim Taysu tertawa lebar, ia kata, "Manusia hidup itu
hidup sampiran- Lolap bakal lekas masuk ke dalam peti mana
dapat lolap menanti begitu lama? Tapi baiklah lolap nanti
wariskan kepandaianku ini kepada penggantiku nanti serta
kelima Ciang-ih untuk menantikan kau, Kisu."
Kemudian paling belakang, Tiauw Tim Taysu bilang: "Turut
dugaan lolap Hong In Pat Jiauw itu tak lolos dari asal ilmu silat
Tionggoan, Bukankah kisu memperolehnya karena kisu
mendapatkan suatu kitab silat rahasia, yang kisu lantas
pahamkan hingga mengerti lalu kisu mengubahnya, Benar
bukan?"
Ditanya begitu, ayahmu berdiam, selang sekian lama baru
dia menyahuti: "Tak salah. memang itu asalnya ilmu silat
Tionggoan tetapi kamu di Tionggoan tidak ada yang mengerti
maka aku hendak memperkembangkannya dari Giok ciong To.
Dengan ini tidak dapat dibilang aku mencuri."

1241
Tiauw Tim Taysu kata, "Kisu dapat memperbaiki ilmu silat
tua menjadi baru dan sempurna, itulah bagus, lolap
mengagumi kanakan tetapi Hong In Pat Jiauw itu telengas." ia
kata, "Hingga lolap minta kisu menepati janjimu, jangan kau
mewariskan itu kepada orang lain-"
Habis berkata, Sin Ni mengawasi Nio-kiu Ki.
Nampak Nio-kiu Ki heran, dia terkejut. Hanya sebentar,
matanya bersinar, terus dia tertawa dan berkata nyaring,
"Ayahku telah berhasil mencari daya untuk memecahkan ilmu
cian Hud Hoa Sin dari Siauw Lim Pay itu, hanya selama yang
belakangan ini, hati ayah sudah jadi tawar, minatnya berdiam
di tempat sunyi, hingga tak suka ia kembali ke Tionggoan.
Ayah pun tidak mewariskan Hong In Pat Jiauw kepada lain
orang kecuali kepadaku. Kita ayah dan anak, kita bukan orang
luar. Laginya itulah urusan abahku, urusan itu tak dapat
dihubungi dengan urusan aku pribadi."
Jilid 21 : Kekasih yang dirindukan datang
SELAGI berkata itu, kembali dia memandang ke tempat
jauh, dia seperti melihat sesuatu, Matanya bersinar tajam.
Ketika itu selagi api memain, mega pun semakin tebal.
Sudah mendekati tengah malam, hawa dingin sekali, Angin
tetap bertiup santer. hingga kumisnya Pit Siauw Hong
berkibar-kibar. Jago ceng Shia Pay ini berdiri diam saja, tetapi
hatinya berpikir:
"Mungkinkah kata-katanya bhiksuni tua ini ada
hubungannya dengan ceng Shia Pay?" Maka ia jadi berpikir
keras.
Selagi begitu sekonyong-konyong tubuh Nio-kiu Ki
mencelat, berlompat ke arah belakang cian Siong Gay hingga
lantas saja dia menghilang di tempat yang gelap.

1242
Yan San Sin Ni terperanjat dia lantas memutar tubuh ke
kiri, untuk menyerang dengan pukulan Tay Seng Poun Jiak
ialah "Prajna" atau "Kebijaksanaan Mahayana."
Berbareng dengaNitu di sana terdengar bentakan: "Kau
kembalilah, cian Siong Gay bukan tempat dimana kau boleh
main banyak tingkah"
Berbareng dengaNitu pula tubuh Nio-kiu Ki tertampak
mental balik, wajahnya menyatakan dia sangat mendongkol
dan gusar.
Yan San sin Ni mendengar nyata suara itu, ia mengenali
suaranya Tiat ci Pipe Yu Su Hong, ia heran-
Bu Eng Sin ciang Pit Siauw Hong pun heran sekali.
Menyusul bentakaNitu muncullah orangnya yang berlompat
ke luar dari tempat gelap. Dia benar-benar Yu Su Koh, yang
tangannya memegangi pipe besinya, Dengan mata tajam,
nyonya itu mengawasi mayat bergelimpangan dari Koat chong
Sam Lo, agaknya dia gusar sekali sebab matanya bagaikan api
menyala marong.
Nio-kiu Ki mengawasi Yan San Sin Ni, sekarang sikapnya
menghormat ia kata halus: "Boanpwe telah bertahun-tahun
saling menyinta dengan Leng Giok Song murid locianpwe itu,
sekarang boanpwe ingin mengajak dia pergi ke Giok Ciong To
untuk menemui ayahku, boanpwe minta locianpwe sudi
memberi perkenanmu."
Yan San Sin Ni ketahui urusan si pemuda ini mencintai Giok
Song, bahkan dia tergila-gila sendiri, Giok Song sendiri tidak
menyukai si anak muda, sedang disamping itu si nona sudah
bertunangan-
Kepada gurunya Giok song sudah omong terus terang dan
meminta perlindungan sin Ni merasa sulit. Kalau ia menolak, ia
kuatir Nio-kiu Ki menjadi gusar, itulah berbahaya, terutama
untuk Rimba persilatan Tionggoan-
Maka itu untuk sementara guru ini menganjuri muridnya
menyambut baik tuan muda dari Giok ciong To itu, untuk

1243
memperpanjang waktu, guna melihat perkembangan terlebih
jauh, supaya Nio-kiu Ki tahu diri dan nanti mundur teratur.
Siapa tahu Nio-kiu Ki tetap tergila-gila hingga dia berani
mendatangi gunung Bu Leng San. Maka itu mendengar
permintaan anak muda itu, si bhiksu-ni menjadi sulit sekali.
Yu Su Hong mendengar permintaan itu, dia tertawa dingin
dan kata: "Puteri harimau mana tepat dipasangi dengan anak
anjing?"
Mukanya si anak muda menjadi merah padam, sambil
tertawa dingin tangan kanannya menyamber ke arah si
nyonya tua, yang hendak dicekuk untuk dipencet nadinya.
Pit Siauw Hong terkejut, ia kenali tipu silat yang tadi dipakai
membikin ia mati daya.
Selagi Nio-kiu Ki menyerang itu, untuk menangkap tangan
si nyonya tua, dari lain arah dari tempat gelap ada benda
putih yang melayang memapaki lima jari tangannya itu,
hingga benda itu kena terjambak. ia menjadi kaget, apa pula
benda itu ialah topengnya tadi yang terbuka dan terbang
dibawa angin, ia jadi gusar sekali.
"Siapa di sana?" ia membentak "Bagaimana kau berani
main" gila di hadapan Nio-kiu Ki? Kenapa kau tak mau
perlihatkan dirimu?"
Diantara suara angin terdengar tertawa dingin dan jawaban
ini, "Anak muda tidak tahu selatan coba bukan aku lagi
mempunyai urusan, pastilah aku sudah patah kan sebelah
tangan dan sebelah kakimu. Baiklah aku pesan kata-kata
kepada ayahmu bahwa Hong In Pat Jiauw bukannya ilmu silat
yang berarti. Lagi sepuluh tahun, aku nanti kirim muridku ke
Giok ciong To untuk mencoba ilmu silat kau itu. Aku sudah
bicara, maka lekas kau angkat kaki dari cian Siong gay ini"
Mendengar suara itu Yu Su Hong memperlihatkan air muka
girang. Yan San Sin Ni melihat roman orang itu, maka ia
menduga pelayannya ini pastilah ada hubungannya dengan

1244
orang di tempat gelap itu, bahkan mungkin orang itulah yang
menolongnya dari ancaman maut.
Nio-kiu Ki mengasih lihat roman gusar dan bengis, belum
berhenti suara orang, ia sudah lompat ke tempat gelap itu,
Untuk itu ia mesti lewat di sampingnya Yu Su Koh, Nyo-nya ini
tertawa dingin, sebelah tangannya diangkat guna menotok iga
orang, di jalan darah thian-ju.
Si anak muda melihat serangan tak disangka-sangka itu, ia
kaget, ia pun kaget untuk jurus itu, yang ia dapatkan lebih
lihay daripada "Hong Jiu Pat Jiauw", Terpaksa ia berkelip
hingga ia batal berlompat terus ke tempat gelap. ia
mengawasi tajam padanyonya tua ini.
Yan San Sin Ni pun heran menyaksikan cara penyerangan
Su Koh. ia tidak dapat mengenali ilmu silat itu. Karena ini, ia
melirik kepada Pit Siauw Hong. juga jago ceng Shia Pay
melongo, Dia merasa lebih heran daripada bhiksuni itu.
Su Koh mengawasi si anak muda, ia tertawa dan kata,
"Tadi kau lancang memasuki kelenting dimana kau
mencelingukan ke empat penjuru, jikalau aku tidak ingat
kepada Nona Leng tidak nanti aku membiarkan kau keluar
pula dengan tubuh utuh. Pula jikalau bukannya am-cu kami
memandang kaulah anak tunggal tocu dari Giok ciong To,
tidak nanti dibiarkan banyak lagak di atas jurang Cian Siong
Gay ini Maka itu sekarang, kau dengarlah nasihat aku si orang
tua, kau matikan hatimu, lantas kau berlalu dari sini."
Parasnya Nio-kiu Ki pucat pasi, pikirannya kacau.
"Sungguh aneh" demikian otaknya bekerja. " Ketika aku
naik ke mari. aku melihat Yu Su Koh lagi dihajar loboh oleh
Koat chong Sam Lo, dia terluka hebat di dalam. Turut pantas
dia mesti segera putus jiwa, Kenapa dia hidup pula dan
menjadi begini kosen? Mestilah dia telah ditolongi orang Kalau
dia begini lihay, kenapa dia kalah melawan Koat chong Sam
Lo?"

1245
Pusing anak muda ini.
"Mungkinkah si penolongnya yang mengajari dia ilmu silat
nya ini?" demikian ia berpikir pula, "Tak bisa jadi, "ia
menggoyang-goyang kepalanya, ia mengoceh pula: "Mana
bisa dia belajar begini cepat? Aku diajari Hong im pat Jiauw
sampai dua tahun, baru aku paham betul. Tak mungkin..."
Karena pikirannya ruwet itu, ia berdiri diam saja, matanya
mendelong.
Kecuali sang angin, orang terbenam dalam kesunyian-
Yan San Sin Ni memandang Pit Siauw Hong dan Yu Su Koh.
"Mari kita pulang" dia mengajak ia lantas berangkat lebih
dulu, jago ceng Shia Pay mengikut.
Yu Su Koh pun mengundurkan diri, hanya dia menghilang
ke samping.
Nio kiu Ki sadar ketika ketiga orang itu sudah lenyap di
tempat gelap. ia membanting kaki, kedua matanya
menyiarkan sinar bengis, Lantas ia kata sengit: "Tak dapat
penasaranku ini dilampiaskan jikalau aku tidak membikin ci ci
Am rata dengan bumi."
"Sudahlah" ia mendengar suara orang sekali lagi suaranya
masih belum berhenti, "Nona Leng toh tidak mencinta kau
sebenarnya dia jemu terhadap mu, dia melayani kau saking
terpaksa, kecewa kau yang tak melihatnya Jikalau aku menjadi
kau aku malu bukan main-pasti ku buang pikiranku yang
bukan-bukan itu. Kenapa kau masih memikir untuk membumi
ratakan Ci Ci Am? Sungguh, belum pernah aku melihat di
kolong langit ini orang semacam kau yang sangat tidak tahu
malu"
Seumurnya Nio Kiu Ki belum pernah terhina semacam ini,
ini juga kekuatirannya yang pertama kali, ia pun bingung
sebab ia tidak tahu dari mana datangnya suara orang yang
tidak dikenal itu, ia mendengarnya suara seperti datang empat
penjuru, ia mencoba menetapkan hati, lalu ia tertawa dingin.

1246
"orang semacam kau, tuan, yang main sembunyi saja, yang
takut melihat orang, barulah orang sangat tidak tahu malur
katanya. Perkataan itu tajam tetapi tidak memperoleh
jawaban.
Akhirnya jago muda Giok Ciong To itu habis daya, ia
berlompat menghilang...
Dengan berlalu nya si anak muda, bersihlah Cian Siong Gay
dari manusia, Tapi tak lama, muncullah seorang yang menjadi
pengganti mereka itu. Dia ini mengenakan pakaian hitam.
Paling dulu dia mengawasi mayatnya ketiga jago dari Koat
Chong, dia menghela napas.
Lantas dia bekerja menutupi mayat-mayat itu dengan salju,
Untuk itu ia membuat dulu sebuah lubang besar. Setelah itu
dia menghilang ke arah ke mana perginya Nio kiu Ki.
Jago muda dari Giok Ciong To menuju ke kelenting Ci Ci
Am, Dia penasaran, dia mau menemui Leng Giok Song, ia
tidak percaya Nona Leng tidak mencintai dianya, sedikitnya dia
ingin bertemu lagi satu kali.
Selagi berjalan itu, hatinya panas, dadanya bergolak. Dia
membenci sangat orang yang bersembunyi itu. Kalau dapat,
dia ingin mencincangnya. Dia pun menyesal. Tadi, tengah Yu
Su Koh dibikin terpental musuhnya, dia mendengar dua jeritan
yang berbareng. Dia menduga kepada Giok Song dan adik
seperguruan si nona.
Kalau dia tidak usil, hanya segera dia memburu ke arah
suara jeritan itu, mungkin dia dapat menemui si nona untuk
dibawa lari pulang ke pulaunya. Secara paksa begitu akan
membikin Yan San Sin Ni tidak berdaya.
Apa mau dia melayani dulu Koat chong Sam Lo. sekarang
dia menyesal sesudah kasip.
Ketika itu di kamar paling belakang dari kelenteng ci ci Am,
Yu Su Hong duduk berkumpul bersama Giok Song dan Wan

1247
Lan- Nona Leng berpakaian serba putih tampak sekali
kecantikan dan kehalusan dirinya.
Gerak-geriknya pun lembut, Dia dapat tertawa manis. Tidak
heran Nio-kiu Ki tergila-gila kepadanya.
"Su Koh." Wan Lan tanya, "kau-terluka parah di tangan
Koat chong Sam Lo, siapakah sudah tolongi kau? Kau belum
mau memberi keterangan kepada kami. Buat apa kau
menahan harga? Kau membikin orang mendongkol saja."
Ia benar-benar mencibirkan mulutnya.
Nyonya tua itu mengawasi dengan sinar matanya yang
mengandung arti, ia bersenyum.
"Sebenarnya dia siapa, aku si perempuan tua tidak
mendapat tahu," dia menjawab, "Aku cuma melihat seorang
dengan pakaian serba hitam, yang dadanya lebar dan
pinggangnya langsing, tubuhnya tinggi. Aku percaya dialah
seorang muda yang tampan."
"Heran- kata si nona, " Wajah orang kau tak lihat,
bagaimana kau bilang dia seorang muda yang tampan?"
Nyonya tua itu tertawa.
"Aku si orang tua sudah kenyang merantau," dia berkata,
"aku telah melihat banyak orang, hingga aku dapat menduga
orang tampan atau jelek dengan melihat potongan tubuhnya
saja aku tak akan salah atau sembilan dalam sepuluh"
"Sungguh tak tahu malur kata Nona Ni, "Berani kau
mementang mulut"
Su Koh tertawa pula.
"Habis dia menyembuhkan lukaku," kata dia tanpa
mempedulikan si nona yang lagi diguyon itu, "dia tanya aku
bahwa aku bermusuh dengan siapa. Dia sebal melihat
lagaknya Nio-kiu Ki. maka dia lantas megajari aku serupa tipu
silat yang aku telah pergunakan itu. Aneh ilmu silat itu, Paling
akhir dia menanyakan satu hal.."
Selagi begitu itu, dia tertawa matanya mengawasi tajam
kepada nona Ni. Dia tertawa dan meneruskan, bertanya:
"Tahukah kau apa yang dia tanyakan..."

1248
"Hm" kata si nona tawar. "Mana aku tahu dia tanya apa ?"
Toh di dalam hatinya ia ragu-ragu. Aneh sikapnya perempuan
tua ini. Mau atau tidak ia akat dalam hati: "mungkinlah dia
yang datang ?" maka ia menjadi bingung, pikirannya menjadi
tidak tenteram...
"Pertanyaan paling belakang dari dia itu begini." Kata Su
Koh kemudian- "Dia tanya, apakah nona Lan baik? Tolong
sampaikan hormatku kepadanya" Habis itu dia menghilang di
tempat gelap.”
Hati si nona memukul.
"Sebenarnya siapa dia ?" ia tanya. "Mustahil kau tidak
melihat nyata padanya, sedang kau berdiri dekat sekali
dengannya." Yu Su Koh mementil pipenya.
"Trang Traang Trang" terdengar suaranya. Ia menggeleng
kepala.
"Kau maafkan aku si nenek-nenek" sahutnya. " Habis
terluka parah mataku masih kabur tak dapat aku melihat
tegas..."
Wan Lan mendongkol sehingga ia membanting-banting
kaki. Glok Siong mengawasi ia bersenyum.
Tengah nenek itu berdiam, mendadak di ambang pintu
muncul seorang dengan pakaian putih. Tahu-tahu dia
berkelebat bagaikan bayangan- Mereka terperanjat, lantas
semua mengangkat kepalanya masing-masing.
Itulah Nio Kiu Ki, tuan muda dari Giok Ciong To yang terus
mengawasi nona Leng. Glok Song berdiam, kepalanya tunduk.
Nio-Kiu Ki masih mengawasi tatkala ia mendapatkan tiga
batang jarum menyamber ke arahnya. Ia mendengar suara
anginnya. Ia lantas berkelit, hingga ketiga jarum menghajar
tembok papan di belakangnya, di luar kamar. Ia terus berdiri
diam, matanya dipasang. "Kau masih belum mau pergi? Kau
tunggu apa di sini?" Yu Su koh menegur bengis. Anak muda
itu bersikap dingin.

1249
"Aku hendak bicara dengan Nona Leng " katanya tawar.
"Aku cuma mau menanya sepatah kata. Perlu apa kau
membuka mulutmu yang...."
Ia hendak menyebut "mulut yang tak ada giginya"
mendadak ia membatalkannya, Muka-menjadi pucat seperti ia
tiba-tiba dipagut ular. Gesit luar biasa tubuhnya lompat
menghilang.
Selagi Nio-kiu Ki muncul, Ni Wan Lan telah memegang
pedangnya untuk dihunus, ia mau lompat menerjang anak
muda itu, Tapi ia dicegah Giok Song, yang menariknya,
Sekarang melihat orang berlalu, benar-benar ia lompat
menyusul. Sampai di luar ia tidak melihat siapa juga. ia berdiri
diam sebentar, baru ia kembali ke dalam.
Ketika itu Yu Su Hong dan Leng Giok Song bicara kasakkusuk.
melihat Nona Ni kembali mereka lantas berdiam. Tapi
Wan Lan dapat melihat gerak-gerik mereka, ia heran, ia
menjadi curiga.
"Bilanglah, siapa itu si baju hitam?" kemudian ia tanya Su
Koh, ia lompat kepada si nyonya yang merangkulnya,
"Bilanglah" ia mendesak.
Su Koh tengah kewalahan waktu Yan San Sin Ni terlihat
masuk. Wan Lan lantas berdiri diam.
"Anak Lan, pergi kau ke depan," kata guru itu: "Kau antar
Pit Locianpwe ke kamar timur untuk dia beristirahat."
Guru ini mengerutkan kening.
Nona Ni berlalu, meskipun hatinya tak puas. "Suhu" Giok
Song menyapa, perlahan-Guru itu bersenyum.
"Anak Song, kali ini kau berbuat baik-baik sekali," katanya,
Jikalau bukannya kau, tidak nanti itu anak celaka datang ke
mari. dan tanpa datangnya dia, gurumu tidak berdaya
mendapatkan perdamaian dengan Pit Locianpwe.. Terus ia
menoleh pada Su Hong, mengawasi dengan tatapan mata
ragu-ragu.

1250
"Am-cu," kata si nyonya tua yang terus menjelaskan
pengalamannya tadi, ia bicara dengan perlahan. Bhiksuni itu
mengangguk.
"Syukurlah asal si Lan - mendapat kepastian untuk
hidupnya di belakang hari," ia kata. "Pergilah kau bicara
dengan anak itu"
Tidak lama, Wan Lan sudah kembali.
Yan San Sin Ni mengawasi muridnya, tanpa membilang apa
apa, ia mengundurkan diri, Yu Su Koh mengawasi orang dan
tertawa, "Nona Lan, mari aku si orang tua bicara dengan kau"
katanya, "Engko In-mu yang kau mimpikan selalu itu sudah
datang. Aku si orang tua justru ditolongi oleh dianya sekarang
kau sudah mengerti bukan?"
Hati Wan Lan tergerak. Sejenak itu ia merasakan manis dan
getir berbareng, ia girang berbareng mendongkol. Karena itu
untuk sementara pikirannya menjadi kacau. Ia berdiri
menjublak saja.
Melihat si nona Su Koh berduka, "Nona Lan, baiklah kau
dengar perkataanku si orang tua," ia berkata kemudian- "Kau
sangat cerdas tetapi cacadmu ialah kenakalanmu. Tentang
asmara aku si orang tua mirip dengan ahli. Aku pernah
merasainya. Pemudi ada sifatnya masing-masing. Pria itu
menghendaki kehalusan budi pihak sana, maka pihak sana
haruslah menjadi seperti anak burung yang manis. Kau
sebaliknya, kau terlalu tangkas kalau bicara, kau tidak suka
memberikan ketika kepada lain orang, Sifat itu cuma membikin
jeri pihak sana, lihatlah Giok Song yang dijuluki Kong
Han Sian-cu, si dewi dari kahyangan- Kau sebaliknya, kau
dinamai Losat Giokli, si raksasa, Mengenai ini, kau tahulah
sekarang..."
Wan Lan sangat berduka, ia menangis sesenggukan
“Jangan kau menangis," Su Koh menghibur "Sekarang ini
tentulah engko In-mu itu lagi bertempur mati-matian dengan

1251
Nio-kiu Ki di atas cian Siong Gay, jikalau kau tidak lekas
menyusul ke sana, mungkin kau kasip."
"Ya, pergilah lekas" Giok Song pun menganjuri.
Tanpa berkata apa-apa, Wan Lan lari ke luar, terus
kejurang cian siong Gay. Tiba di sana, ia tidak melihat apaapa.
Sang malam gelap. Tengah ia berdiam, ia mendengar
suara belasan tombak jauhnya, itulah suara yang ia kenal baik
sekali.
"Nio-kiu, ini kali ini aku suka memberi ampun padamu"
demikian suara itu, "Aku menyayangi kau karena cintamu
yang buta, karena kau belum pernah melakukan kejahatan
yang melewati batas, Tapi ingat, jikalau kau datang pula ke
Tionggoan, sedikitnya aku akan mengutungi kedua kakimu."
"Baik" terdengar suaranya Nio kiu Ki keras. “Jikalau dalam
tempo sepuluh tahun aku tidak dapat membalas sakit hati ini,
aku sumpah tak mau menjadi orang"
Habis itu sunyilah jurang itu, Dengan menurut arah suara,
Wan Lan pergi berlari, ia merasa sangat berduka, hingga ia
menangis.
"Engko In" ia memanggil, masih terisak. kakinya lari terus.
Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan yang kuat menyambar
lengan kanannya, ia lantas ditarik. Dilain detik ia telah berada
di dalam rangkulan orang laki-laki..."
Dalam gelap itu sukar orang melihat tegas satu pada lain-
Wan Lan mengangkat kepalannya untuk menatap. Ia tidak
dapat melihat mata, cuma rasanya ia mengenali potongannya
In Gak. Untuk sejenak ia bersangsi. "Engko In..." katanya
perlahan, "Benarkah kau?"
Dari pihak sana terdengar helahan napas perlahan, lalu
kata kata ini, perlahan juga:
"Nona Lan, apakah kebijaksanaanku Cia In Gak hingga kau
begini tergila-gila kepadaku?"
Wan Lan menatap terus segera juga ia melihat nyata In
Gak berpakaian serba hitam.

1252
Pakaiannya model pakaian pelajar dan wajahnya menunjuki
ialah seorang berusia empat puluh lebih. Di tangannya
terpegang sepotong kemala yang tertaburkan mutiara, justru
itulah benda yang mendatangkan sinar terang hingga ia dapat
melihat tegas. In Gak mengawasi si nona, demikian Wan Lan
merasa dari tatapan orang. Dia bersenyum.
Segera setelah itu tangannya ditarik. dituntun berjalan-
Disitu juga ia memasuki sebuah gua yang cukup lebar untuk
empat lima orang berduduk. Di situlah mereka berdiam dan si
anak muda menyingkirkan topengnya, hingga nampak
wajahnya yang tampan-
Bukan main girangnya Wan Lan, sampai ia bingung saking
tersengsam, ia berdiam ia membuat main rambutnya sendiri
kemudian ia sesapkan kepalanya didada orang, masih ia
bungkam saja.
In Gak pun berdiam, ia membiarkan orang menaruh kepala
di dadanya itu.
Salju berterbangan hawa dingin, Tapi di dalam gua itu,
muda-mudi itu merasakan hangat di tubuh dan di hati, Sebab
di situ dua hati bertemu setelah mereka berpisah sekian lama.
Mulanya yang satu mau menyingkir, yang lain mengejar terus.
Tangan Wan Lan membuat main topeng kulit dari pemuda
yang ia puja itu, Ketika masih saja orang berdiam ia
mengangkat mukanya, untuk menatap. In Gak mengawasi
tajam ke luar gua. ia seperti lagi memikirkan sesuatu. In Gak
seperti baru sadar, ia tertawa.
Sekarang barulah mereka membuka mulut akan saling
bertanya, buat saling menutur tentang pelbagai pengalaman
mereka sebegitu jauh. Banyak mereka bicara. Kadang kadang
itu disela dengan gelak tawa mereka, ada kalanya mereka
terharu juga...
"Masih banyak yang aku mesti bereskan, adik Lan,"
kemudian si pemuda kata. "Kau baiklah tunggu di sini, Nanti di

1253
musim semi, selagi bunga pada mekar, aku akan datang ke
mari."
Wan Lan tertawa.
"Apakah kau tidak mau menemui guruku?" tanyanya. In
Gak menggeleng kepala.
"Tidak dapat aku pergi ke sana." katanya perlahan, "Di
sana ada Pit Siauw Hong. sebagai ketua ceng Shia San, dia
roboh di tangannya Nio-kiu Ki, bagaimana dia tidak malu?
jikalau dia ketahui aku menyaksikan peristiwa tadi, pasti dia
sangat berduka dan malu sekali. Tadi pun aku melihat dia
berduka luar biasa, kalau tidak gurumu memanggil dan
mengajaknya, mungkin dia buang diri ke dalam jurang." ia
berdiam sebentar, lalu ia menambahkan:
"Nio-kiu Ki memang lihay sekali, tanpa aku menggunai tipu
tidak nanti dia
terkalahkan- Aku berhasil menotok jalan darahnya. jalan
darah ceng cok. tapi aku juga kena terhajar sekali dengan
tangannya."
Nona Lan terkejut. "Kau... kau tidak kenapa-napa?" dia
tanya cepat, hatinya berdebar.
In Gak terharu melihat orang begitu memperhatikan
padanya, ia bersenyum, kepalanya digoyang.
"Tidak apa apa," ia menyahut "Kau tahu Hong In Pat Jiauw
itu ilmu silat partai mana?”
Wan Lan menggeleng kepala, ia mengasi.
"Aku tahu." Kata si anak muda. "Sekarang ini Pit siauw
Hong berada di dalam kelentingmu, pasti pikirannya lagi
bekerja memikirkan ilmu silatnya pulau Giok ciong To itu.
Sebenarnya ilmu silat itu ilmu silat ceng Shia-pay sendiri.
Pelajaran itu didapatkan dari sebuah kitab ilmu silat ceng Shiapay
juga.
Kitab itu ialah kitab yang dianggapnya tidak berguna, yang
dibiarkan saja di Lauwteng cheng Leng Koan Kok di gunung
cheng Shia-san. Karenanya, kitab itu menjadi seperti sarang

1254
laba-laba, maka datanglah suatu hari yang Nio Kiu kisu datang
ke ceng Shia-san mengunjungi Thian Ko Totiang.
Kebetulan dia dapat lihat kitab itu dalam lauwteng tersebut,
diam-diam dia memperhatikan itu, lalu malamnya dia curi itu.
Kehilangan kitab itu baru diketahui sesudah Nio Kiu Kisu pergi.
Mulanya Thian Ko Totiang tidak menghiraukan itu, baru
belakangan ia menjadi heran, sebab apa Nio Kiu Kisu
menyukai kitab itu, yang bernama Hong In cin Keng. Karena
itu ia turun gunung, ia pergi ke Giok ciong To. Nio Kiu Kisu
tidak mau menemui tetamu nya ini, ia menyingkir dengan
alasan bikinan bahwa ia tengah pesiar. Maka itu Thian Ko
Totiang pulang dengan kecele. Tiga tahun selewatnya itu
barulah Thian Ko Totiang mendapat tahu kitab itu kitab
penting.
Kebetulan ia membaca tulisan ketuanya yang keenam
belas, di situ ada ditulis halnya kitab itu memuat ilmu silat
yang sulit di-pelajarinya. Ketua itu bilang dia sendiri tak dapat
memahamkannya, maka ia pesan untuk orang-orang partai
mencoba menyelidikinya. Kitabnya ilmu silat itu dapat
membikin makmur partai mereka. Setelah sadar itu, Thian Ko
pergi pula ke Giok Ciong To.
Kali ini Nio-kiu Kisu suka menemui tetamunya, Thian Ko
tanya apa benar Nio Kiu Kisu mengambil kitabnya. Nio-kiu Kisu
menjawab membenarkan, malah sambil tertawa dia kata:
Tlong in ciu Keng merupakan kitab dari ilmu silat yang luar
biasa, maka sayanglah itu disa-sia Kau membuang, aku
mengambil, kenapa tidak boleh?"
Muka Thian Ko Totiang menjadi membiru, ia lantas minta
pulang kitabnya itu. Nio-kiu Kisu menolak. Mereka tak dapat
kecocokan- kejadiannya mereka bertempur, Thian Ko Totiang
kena dikalahkan, delapan kali ia kena cengkraman Hong In Pat
Jiauw, itulah pukulan yang membikin napas sesak.
Dengan menguati hati, Thian Ko Totiang lari pulang, ia
mesti melakukan perjalanan selaksa li, ketika akhirnya ia
sampai di ceng Shia San, napasnya sudah empas-empis.
sebenarnya ia mau menuturkan halnya kitab ilmu silat

1255
partainya itu, tapi napasnya sudah pendek. baru ia dapat
menyebut enam belas huruf itu, ia lantas menutup mata.. "
“Engko In, bagaimana kau ketahui ini begini jelas?" tanya
Wan Lan heran-
"Tadi Pit siauw Hong memasang omong dengan gurumu di
hud-tong, aku mendengar itu." sahut si anak muda.
"Kenapa guruku ketahui hal lenyapnya kitab itu di tangan
Thian Ko Totiang"
"Mengenai itu, aku tidak tahu. Kalau dugaanku tidak keliru,
tempo Thian Ko Totiang lari pulang dengan lukanya itu,
mungkin di tengah jalaNia bertemu gurumu dan ia lantas
ditolongi. Memang sulit untuk ia pulang dalam keadaan luka
parah itu. Rupanya ia telah menutur jelas segala apa kepada
gurumu itu."
Wan Lan mengangguk. Keterangan itu beralasan
Sampai disitu mereka lantas bicara dari hal lain sampai
sang pagi datang dan
cuaca terang In Gak menyimpan mutiara mustikanya.
Tiba-tiba ada angin bertiup masuk, begitu dingin, hingga si
nona menggigil.
"Dingin." katanya.
Ketika itu salju sudah berhenti turun tetapi angin masih
bertiup terus. Di luar gua, segala apa tampak putih mulus.
Tengah mereka berdiam di mulut gua, mata mereka melihat
empat orang berlari naik ke atas jurang, gerakannya sangat
gesit, lompatnya tinggi.
"Kenapa diwaktu begini ada orang datang ke mari," kata
Nona Ni berbisik, "Kenapa mereka berani lancang memasuki
daerah ini? Nama suhu terkenal sekali, suhu telah memberi
batas lima li di sekitar sini tak dapat siapa pun lancang datang,
orang orang jalan Hitam dan Jalan Putih di enam propinsi
Utara tak ada yang tak ketahui larangan itu. Apakah mereka
ini mau mencari mampus?"

1256
In Gak tidak bilang apa-apa, ia melainkan bersenyum.
Keempat orang itu telah sampai di atas jurang, Terlihat
nyata mereka rata-rata berusia diatas lima puluh tahun-
Mereka itu memandang ke empat penjuru seperti yang lagi
mencari apa-apa.
"Ketiga sahabat dari Koat Chong pasti sudah terobohkan
tangan jahatnya si nikouw tua dari Yan San," berkata yang
seorang. "Telah dijanjikan pertemuan di sini diwaktu fajar,
Kenapa mereka tak nampak?"
Orang yang kedua jalan mundar-mandir, ia menendang
nendang salju yang bertumpuk, Mendadak ia membungkuk
seraya berkata nyaring: "Lihat, saudara-saudara apa ini?"
Tiga yang lain berlompat menghampirkan.
"Inilah tiga batang jarum," kata seorang, " Dan es ini ada
tanda darahnya... Pasti tadi malam sudah terjadi pertempuran
yang seru, Ketiga sahabat dari Koat Chong tidak nanti
menghalangi kepercayaannya, maka itu tentulah benar seperti
kata kau saudara Khouw, mereka pasti sudah terkena tangan
jahat." ia lantas memutar tubuh, matanya melihat tajam,
setelah itu ia bertindak ke sebuah pohon cemara tua.
"Dia bermata lihay." puji In Gak dalam hati.
Dengan kedua tangannya, orang itu menghajar tumpukan
salju, ia lakukaNitu beberapa kali, maka dilainsaat, di depan
matanya tampak tiga mayat. ia melongo, demikian pun tiga
kawannya. Mereka tidak mengatakan apa-apa, cuma mereka
saling memandang, lantas semuanya lari turun dari Cian Siong
Gay.
"Inilah berbahaya," kata In Gak. "Rupanya mereka mau
pergi ke Ci Ci Am. Adik Lan, lekas kau pulang, untuk
memberikan bantuan- mu”
"Kau sendiri?" Wan Lan tanya sambil mengawasi.
"Aku akan membantu secara menggelap." sahut si pemuda,
" Lekas lah"

1257
Nona Ni mengangguk. ia terus lari pergi, ia mengambil
jalan motong.
In Gak mengenakan topengnya, ia laripada ketiga mayat
untuk menguruknya pula, setelah itu ia lari turun, guna
menyusul. Maka terlihatlah ia bagaikan bayangan
berkelebatan menuju ke kelentingnya Yan San Sin Ni.
Wan Lan sampai di kelentingnya, terus mendapatkan Yu Su
Koh dan Leng Giok Song yang masih duduk memasang
omong. Segera ia menuturkan apa yang ia saksikan tadi di
atas jurang dan halnya orang lagi mendatangi kelenteg
mereka.
"Hm" kata Su-Koh tak senang, ia berlompat bangun.
Glok Song pun bangun, akan bersama Wan Lan lari ke hud
tong.
Belum mereka bertiga memasuki ruang pemujaan, mereka
sudah kaget. Hidung mereka membaui harumnya hio yang
luar biasa, yang membikin tubuh mereka limbung hendak
jatuh. "Celaka" Su Koh berseru, "Lekas tahun napas"
Benarlah, dengan tak bernapas mereka tak merasai
gangguan hio itu. Lantas mereka bertindak masuk, Segera
mereka tercengang. Mereka. melihat Yan san Sin Ni rebah
terkulai di atas tempat duduknya dan Pit Siauw Hong
meringkuk di pojok tembok, semuanya tak bergerak.
"Lihat" Giok Song berseru, tangannya menunjuk kepada
gurunya serta si orang she Pit itu.
Wan Lan dan Su Koh memandang ke arah yang ditunjuk
Nona Leng itu. Mereka melihat dua ekor ular hijau yang kecil,
panjang cuma lima dim, lagi menggigit belakang kepala Sin Ni
dan Siauw Hong, dijalan darah hoa Jiu. Tentu sekali mereka
menjadi sangat kaget.
Wan Lan berseru, pedangnya - pedang Hu song Kiam
lantas dipakai menyontek ular hijau di kepala gurunya itu..

1258
Ular itu serta kawannya bermata celi dan gesit sekali
keduanya melepaskan pa g utannyauntuk lompat ke arah
pintu, untuk molos-di sela-selanya dan kabur.
Berbareng dengan itu di luar pintu terdengar tertawa
nyaring dari beberapa orang.
Yu Su Koh gusar bukan main, ia lantas membuka pintu,
untuk lompat ke luar, ia di turut kedua nona.
Di luar itu berdiri di antara salju nampak empat orang, yang
sisa tertawanya masih belum lenyap.
"Bayar jiwanya am-cu ku" Su Koh membentak sambil ia
lompat bersama pipenya untuk menyerang.
Kedua nona yang tidak kurang gusarnya pun lompat maju.
Keempat orang itu tertawa pula,
"Bagus perkataan kau" kata yang satu. "Habis kepada siapa
kami harus menagih jiwanya ketiga sahabat kami dari Koat
Chong?" Lalu bersama ketiga kawannya, ia menghunus
senjatanya buat melakukan perlawanan-
Selagi orang bertempur itu, satu bayangan mencelat masuk
seperti segumpal asap. hingga kedua belah pihak tak ada
yang mendapat lihat.
Pertempuran itu hebat sekali, Su Koh bertiga lihay, akan
tetapi pihak sana berempat tak kurang lihaynya. Mereka itu
dapat membikin perlawanan dengan baik. Maka itu terlihat
sering kedua pihak merapat, sering juga mereka
merenggangkan diri. Su Koh menjadi habis sabar.
"Awas" dia berseru seraya mementil tali pipenya hingga
bersuara nyaring, menyusul mana melesatlah jarum
rahasianya Gu-Nio Hui-ciam.
Seorang tua mengasih turun goloknya untuk mengibas
dengan tangan bajunya, maka runtuhlah semua jarum rahasia
itu. Setelah itu dia berseru: "Si nenek sudah mampus, buat
apa kita berdiam lama-lama di sini Baik kasih ampun pada
mereka ini Mari kita pergi"

1259
Orang tua itu berkata seraya berniat memutar tubuhnya.
Ketika kawannya akur, mereka pun bersikap serupa.
Tiba-tiba dari dalam kelenting terlihat dua sosok tubuh
lompat keluar cepatnya bagaikan kilat. Empat orang itu belum
sempat melihat nyata, mereka sudah merasakan tindihan
keras kepada dada mereka, hingga mereka sukar bernapas,
mata mereka menjadi gelap. Mereka merasakan sakit yang
sangat, hingga mereka menjerit tertahan. Menyusul itu tubuh
mereka terpental, terus roboh terbanting, mulut mereka
menyemburkan darah hidup. Di detik itu juga, mereka terbang
melayang.
Kapan dua orang dari dalam kelenting itu menaruh kakinya
di tanah, terlihat merekalah Yan San Sin-Nie bersama Bu-Eng
Sin-Ciang Pit Siauw Hong. Sin Nie mengawasi keempat mayat,
ia merangkap kedua tangannya. " Dalam gusar, tecu kembali
telah membuka pantangan membunuh..." katanya perlahan-
Yu Su Koh bertiga tercengang, Luar biasa sekali, Sin Ni dan
sahabatnya itu hidup pula dengan tidak kurang suatu apa.
Wan Lan ingat apa-apa, ia lompat lari masuk ke hud-tong.
Ruang itu kosong. Cuma di atas meja ada selembar kertas
yang tertindih, yang sering terangkat angin, ia samber kertas
itu, yang merupakan surat dengan huruf hurufnya yang indah.
Ia lantas membaca:
"Adik Lan,
Kalau nanti bunga-bunga mekar di dalam musim semi yang
hangat, itu waktu kita nanti bertemu pula, Sekarang aku pergi
dulu,
Dari: In".
Surat itu masih belum kering, suatu tanda baru saja habis
ditulis. Matanya Wan Lan merah. Air matanya mengembeng,
ia merasa kesepian-.. Surat itu terlepas, terbang dibawa
angin-..
xxx

1260
BAB 25
DI GUNUNG Tiang Pek San, salju berterbangan
dipermainkan angin yang santer. Semua pohon Nampak putih,
Dengan begitu, kampung Hoan Pek sanchung pun tak menjadi
kecuali seluruhnya tertutup benda putih yang dingiNitu. Untuk
penghuni sanchung itu masih ada gangguan lainnya.
Losancu Kang Thian Tan nampak sangat berduka, hingga
alisnya seperti saling susun, Kesulitan membikin orang tua itu
saban-saban menarik napas panjang.
Nyonya san-cu yang muda sedang berbadan dua, hal itu
membikin lo-sancu dan isterinya girang bukan main- Keduaduanya
memang sangat ingin mengempo cucu, Mereka sering
nampak bersenyum-senyum. Tapi pada suatu hari datanglah
peristiwa buruk- Mendadak datang serbuan oleh Hok San Siu
serta kawan-kawannya berjumlah beberapa puluh orang Kang
ouw, Gangguan itu dapat disingkirkan kawanan penyerbu
terpukul mundur.
Diluar dugaan, nyonya sancu yang muda itu terganggu
kandungannya. Mulanya dia tidak merasakan sesuatu, sampai
tahun baru, bayi dalam kandungannya bergerak tak hentinya,
Dia menderita sangat, kepalanya pusing, matanya kabur, terus
dia rebah saja di atas pembaringannya .
Lo-sancu berduka dan berkuatir, lebih-lebih ketika ia
mengundang tabib. Tabib yang memeriksa nyonya mantunya
itu menggeleng kepala dan pergi tanpa memberikan obat atau
resep. ia menjadi bingung, kedukaannya bertambah.
Beberapa tabib lain diundang, Umumnya mereka
membilang, kalau bayi itu terlahir, susah buat ditolong,
bahkan sang ibu mungkin tak tertolong juga.
Belasan hari setelah itu, tengah lo-sancu berduka, beruntun
ia kedatangan rombongan-nya Hu Llok Koan, Hu Wan, Pek Ie,
Kouw YanBun, Tio Kong Kiu dan Ciu Wi Seng, begitu juga Lian
Cu dan Goat Go. ia menyambut- mereka itu dengan girang.

1261
Lian Cu meninggalkan peternakannya Hong Piu karena
cemburu dan jelus, hingga hatinya menjadi panas, siapa
sangka setibanya di Hoan Pek san chung ini, ia justeru melihat
Hu Wan dan Yan Bun, kejelusannya bertambah.
Baik dengan sinar matanya maupun dengan kata-katanya
ia suka berlaku kasar terhadap dua nona yang dianggap
sebagai saingannya itu. Kong Kiu ketahui itu ia menegur dan
memberi nasihat kepada putrinya, Lian Cu tidak dapat
menguasai diri, bahkan ia lantas meninggalkan san-chung,
katanya tak tahah ia dengan hawa dingin di situ, ia berangkat
ke Kanglam, katanya untuk sekalian pesiar. Kong Kiu bersama
Wie Seng dan Goat Go terpaksa menysul anak dara itu yang
berhati keras.
Selagi Lian Cu pergi, Say-Hoa-To Gui Peng Lok tiba, Kiong
Thian Tan girang bukan main, ia mendapat harapan- Lantas ia
minta tolong tabib itu memeriksa nyonya mantunya.
Pemeriksaannya beberapa tabib terdahulu itu tidak keliru,"
kata Peng Lok habis memeriksa nadi menanti tuan rumah.
"Siauw-hujin mengandung bayi kembar, kandungannya
tergerak maka bayi-bayinya mendapat goncangan-
Tubuh nyonya muda panas dan dingin, aku kuatir tak dapat
aku menolong dua-duanya. Baiklah ibunya saja yang ditolong
lebih dulu, Cuma obat Gu-Hong Ceng Sim Tan yang dapat
menolong nyonya muda. Tentang bayinya, terserah kepada
Thian-.."
Sedikitnya Kiong Thian Tan merasa lega juga. Tak apa
kehilangan cucu, jangan nona mantu, yang di belakang hari
masih dapat memperoleh anak pula, Toh ia tetap berduka.
"Tadi aku menyebutkan obat Gu-Hong Ceng sim Tan" kata
Peng Lok kemudian- "obat itu cuma dipunyai - Im Liong Hoatsu
Huketu, lama dari wihara Potala di Sin-tek. Tapi pendeta
lama itu menyayangi obatnya seperti dia menyayangi jiwanya
sendiri, sukar untuk mendapatkannya, sekalipun kita

1262
menempur dia, belum tentu dia sudi menyerahkannya. Lain
dari itu, habis makan obatku, liwat lima hari nyonya bakal
melahirkan, jadi temponya pun sudah tidak ada..."
Ketika Kouw Yan Bun mendengar perkataannya tabib she
Gui itu, diam-diam dia meninggalkan Hoan Pek san-chung
untuk pergi ke Sin-tek, ke wihara Potala itu. Tidak ada orang
yang mengetahui kemana perginya dia.
Tiga hari kemudian Lui Siauw Thian tiba bersama Gak
Yang, Ketika Kian Kun Ciu mendengar kesulitan nyonya san-cu
yang muda itu, ia kata: Jikalau shate ada di sini, aku tanggung
ibu dan anak selamat semuanya."
"Kau terlalu," kata Peng Lok, kurang puas. "Di dalam enam
propinsi Utara dan tujuh propinsi Selatan ini, apakah masih
ada lain orang yang dapat melebihkan aku si orang she Gui?
Walaupun Cia Siauwhiap mengerti ilmu obat-obatan, untuk
melebihkan aku, tak mungkin”
Siauw Thian tertawa.
"Kau tidak percaya, aku si orang she Lui tidak bisa bilang
apa-apa," katanya.
Mendengar disebutnya nama In Gak. Thian Tan suami istri
dan Leng Hui lantas ingat anak muda itu, roman siapa lantas
berbayang di depan mata mereka.
"Kalau dia datang dan benar seperti katanya Siauw Thian,
kita ketolongan-.." mereka kata di dalam hati.
Hati mereka itu tak dapat dibikin tenang, lebih-lebih Leng
Hui.
Dihari kelima, Yan Bun kembali, ia membawa Gu Hong
Ceng Sim Tan dari In Gak serta dua helai resep obat begitu
pun sepucuk surat untuk lo-saucu. Ketika Peng Lok memeriksa
resepnya In Gak. dia menghela napas.
"Anak itu benar benar luar biasa," katanya, "Benar-benar
aku tak dapat melawan dia. Tanpa melihat surat obat ini,
sungguh sukar orang mempercayai."

1263
Memang selama makan obat tabib ini menantunya lo sancu
masih suka pingsan-
Siauw Thian tertawa.
"Apa aku kata?" bilangnya, "Gelaran Say Hoa To kau
baiklah kau serahkan pada shate kami itu"
Peng Lok mendelik. "Kunyuk" bentaknya.
Kiong Thian Tan membaca suratnya In Gak. dia lantas
tertawa lebar, kumis jenggotnya di-urut-urut. Kemudian ia
serahkan surat In Gak itu pada Peng Lok.
In Gak menulis, habis makan Gu Hong Cong sim Tan dan
dua rupa obatnya itu kandungan nyonya Leng Hui bakal
selamat, selamat ibu dan anak dan besokannya bakal
melahirkan-
Dikatakan, meski kelahiran itu belum tepat waktunya, kalau
terawat baik, sepasang bayi kembar tak akan kurang suatu
apa.
Surat pun menambahkan halnya GurPeng Lok.
Katanya tabib ini terlalu berhati hati, hingga dia tak berani
sembarang membuat resep. jadi dia bukannya kurang pandai.
Peng Lok tertawa.
"Cia Siauwhiap tahu hatiku, dia sungguh sahabat sejati."
dia memuji. Thian lun lantas menyuruh orang membeli
obatnya In Gak itu
Benar sekali, di hari kedua, nyonya sancu yang muda telah
melahirkan dengan selamat dan anaknya satu laki-laki dan
satu perempuan hingga losancu semua menjadi sangat girang.
Maka lenyaplah kedukaan Koan Pek San-chung, semua orang
bergembira.
Sementara itu Ghak Yang bergaul erat sekali dengan Pin-ji.
Usia mereka berdua memang sebaya, Setiap hari hampir
mereka tak mau berpisah. Pin Ji senantiasa ingat In Gak. ia
telah dijanjikan, kapan si anak muda kembali ke san-chung, ia
bakal diajari satu atau dua rupa ilmu silat, ia ada begitu baik,

1264
ia ajari Gak Yang ilmu melepaskan panah yang ia peroleh dari
nyonya losancu.
Demikian itu hari, habis bersantap. selagi orang tak
memperhatikannya, kedua bocah ini pergi ke rimba yang
berdekatan.
"Ghak Yang," kata Pin ji, " ilmu panah mu sudah mahir,
bagaimana kalau kita mencoba dengan- memanah beberapa
ekor mencak?"
Ghak Yang setuju, bahkan ia girang sekali. Maka keduanya
lantas lari berkeliaran mencari binatang yang bakal dijadikan
mangsa mereka. Tanpa merasa mereka sudah berlari-lari kira
tiga puluh li.
"Lihat," kata Pin Ji, tangannya menunjuk-" Coba kaupanah"
Didepan mereka, di bawah sebuah pohon, terlihat
kepalanya seekor mencak yang tubuhnya teraling pohoNitu.
Mereka sendiri bersembunyi, mengawasi binatang itu yang
bercelingukan.
Ghak Yang sudah lantas menyiapkan batang anak panah
nya, tepat ketika ia hendak menimpuk. mencak itu lari kabur
sesudah dia nampak kaget, seperti dia melihat sesuatu yang
menakutkannya.
"Sayang" kata di bocah, menyesal seraya membanting kaki.
"Sstt" PinJi menutup mulutnya, mencegah kawaNitu
bersuara, sedang matanya memperlihatkan sinar kaget, mata
itu di arahkan kedepan.
Ghak Yang heran, ia mengawasi dan-tidak melihat sesuatu,
Memang diwaktu itu, selagi-angin bertiup dan salju berjatuhan
mereka tak dapat melihat lebih jauh daripada belasan tombak.
Tapi selagi ia hendak menegaskan kawannya, ia segera
melihat tiga orang yang baru tiba, yang lantas berhenti berlari
tiga tombak lebih terpisahnya dari mereka berdua.
Ketiga orang itu imam semua, jubahnya abu2, kondenya
tinggi, Mereka pada membekal pedang dengan ronce merah.

1265
Mereka tak mirip dewa tetapi roman mereka bukan roman
sembarangan-
"Heran," PinJie berpikir "Di sekitar lima puluh li dari Hoan
Pek San- chung ini ada penjaganya gelap dan perangkap dan
umpama kalau ada tetamu, mesti ada pengantarnya, kenapa
mereka ini cuma bertiga saja? pastilah mereka musuh dan
bukannya sahabat, Bagaimana caranya mereka masuk ke
mari?"
Dari tiga imam itu yang satu, yang jangkung kurus dan
lurus berewoknya tipis dan mukanya kuning, terdengar
berkata: "Heran. mana mereka itu? Terang sekali pinto
mendengar tindakan kaki berlari-lari, Mungkinkah pinto salah
dengar?"
"Sudah biarkan saja." berkata imam yang kedua. "Kita
datang ke mari untuk mencari saudara Ang Ban Thong, jikalau
bisa lebih baik kita jangan sampai turun tangan- Kita baik jaga
agar si orang tua she Kiong tidak mengatakan orang Bu Tong
Pay menghinanya."
"Hm" kata si jangkung, yang matanya terbuka lebar,
bersinar tajam, suatu tanda dia sedang gusar, "jikalau bukan
kedua saudara mencegah berulang-ulang dan menganjuri aku
mendapatkan bukti-bukti dulu, pasti sudah aku serbu Hoan
Pek San-chung ini untuk membikinnya jadi seperti langit
ambruk dan bumi gempur"
Mendengar suara itu, Pin Jie panas hati. Terdengar si imam
berkata pula: "Saudara Ban Thong itu menghilang dari dunia
Kang ouw sepuluh tahun yang lalu, telah aku cari ia di empat
penjuru, tidak aku berhasil menemuinya, ataupun mendengar
saja namanya. Baru belakangan aku mendengar bahwa pada
tiga tahun yang lalu dia telah meninggalkan Hoan Pek San
chung ini.
Tiga bulan yang lalu telah aku datang kemari, menurut
Klong Thian Tan dan menanyakannya, Thian Tan bilang
bahwa sejak kepergiannya tiga tahun yang lalu, ia tak

1266
mendengar apa-apa lagi mengenai saudaraku itu. Aku tidak
percaya, aku menegur dia. Dia gusar, dia mengangkat cawan
tehnya, Itulah tanda dia mengantar tetamu pergi.
Maka itu, aku berlalu dengan mendongkol Di tengah jalan,
tanpa disengaja, aku mendengar orang omong halnya saudara
Ban Thong dibinasakan secara diam-diam dalam Hoan Pek
San-chung."
"Sute, di mana kau mendengarnya?" tanya imam yang
ketiga.
"Di saat aku meninggaikan mulut gunung, yang bicara
yalah beberapa penjaga, bicaranya sambil tertawa-tawa."
"Ah kau keliru." kata sang kawan, "Kau tidak bekuk orang
itu mana ada saksinya? Mana si tua- bangka she Klong mau
mengarti? Kau sembrono."
Selagi mereka itu bicara, dari dalam rimba terdengar satu
suara bocah: "Tuan tuan bertiga bangsa lurus yang
berkenamaan, semua orang suci, kenapa tuan-tuan lancang
memasuki tempat ini? Kenapa tuan-tuan tidak mau
melaporkan diri dulu? Lancang memasuki tempat orangapakah
itu tak bakal jadi buah omongan ?"
Ketiga imam terkejut. berbareng mereka menoleh,
bahkaNimam yang jangkung dengan mengawasi tajam, sudah
lantas lompat kearah dari mana suara itu datang, untuk
menerkam. Itulah gerakan "si kera" salah satu macam ilmu
kepandaiaNistimewa dari Bu Tong Pay.
Akan tetapi ia gagal. Di belakang pohon, di mana ia
menyangka orang bersembunyi, tak ada siapa juga.
Merekalah murid-murid turunan kedua Bu Tong Pay, nama
mereka Ceng Seng, Ceng Hoat dan Ceng Beng, dan yang
menyerang gagal ini yalah Ceng Beng Cinjin. Mereka memang
datang untuk mencari Ang Ban Thong, yang menjadi kakaknya
ceng Beng itu.
Ceng Beng menduga Kiong Thian Tan, majikan dari Hoan
Pek san Chung, yang membunuh saudara itu. Dugaan ini

1267
bukan tak beralasan, Sebab katanya Ang Ban Thong pernah
berdiam didalam san-chung itu. ceng Seng, dan ceng Hoa:
diminta bantuannya, maka itu mereka datang bertiga.
Pula memang sengaja mereka masuk dengan diam-diam,
sebab maksudnya yalah lebih dulu mencari keterangan-
Sekarang mereka dipergoki orang yang tidak dikenal, tak
heran mereka kaget sekali, Maka ceng Beng sudah lantas
berlompat untuk menangkap orang, ia kecele hingga ia
melengak.
"Sute, jangan sembarangan" ceng seng berkata. "Kita
sudah kepergok. mari kita masuk secara berterang Mintalah
sahabat ini, yang menemui kita, untuk tolong mengantar kita"
ceng Beng tak setuju, ia menggoyang kepala.
"Dengan begitu berarti kita melakukan perjalanan sia sia
belaka," ia kata, "Mana si tua bangka she Klong suka omong
terus terang? Bahkan ada kemungkinan dia akan mengejek
kita atau menerka kita tak keruan-ruan datang mengacau.
Apakah itu tidak memalukan? Menurut aku baiklah kita bekuk
saja bocah ini" ia lantas melihat tajam kelilingan, guna
mencari si bocah.
"Sungguh muka tebal" terdengar satu suara makian
membarengi menyambernya serupa barang putih seperti bola.
Ceng Beng menyampok dengan tangan bajunya, barang itu
terkena dan jatuh hancur sebab itulah sepotong es. Berbareng
dengan itu ia lompat pula ke kiri, untuk menyamber pula,
seperti yang semula barusan, ia kembali gagal.
Di situ tidak ada seorang jua, maka mukanya menjadi
merah, hatinya panas.
"Tidak sukar jikalau kamu mau keluar dari Hoan Pek Sanchung,"
terdengar satu suara lain, dari sebelah kanan- "Kamu
turunkan saja pedang kamu masing-masing Rimba ini
dipanggil Kay Kiam Lim, yaitu rimba tempat meloloskan
pedang, sama aturannya seperti Kay Kiam Gay, tempat
melepaskan pedang di gunung Bu Tong San kamu."

1268
Ceng Beng menoleh. ia heran, ia mengenali dua rupa lagu
suara. Kalau di situ mestinya ada dua orang bocah.
Ceng Seng dan Ceng Hoat berdiam terus semenjak tadi.
Mereka dapat bersikap tenang, Tapi, mendengar kata-kata
untuk menurunkan pedang, mereka terkejut, air muka mereka
berubah tegang
Ceng Beng kembali lompat, sekarang ke kanan- Hanya baru
satu tombak. ia sudah mencelat pula ke kiri.
Itulah siasat yang lihay, yang dilakukan dengan kecepatan
luar biasa, ia menyamber cabang pohon, sampai cabang itu
patah dan saljunya jatuh berhamburan-Tapi lagi-lagi ia gagal,
rimba itu sunyi, ia berdiam, matanya dipasang tajam. Tiba-tiba
satu bayangan tubuh melesat di sebelah kiri.
"Kemana kau hendak lari?" membentak imam yang
bertabiat keras ini, yang sudah jadi sangat mendongkol dan
penasaran, ia hendak berlompat menubruk.
Tapi sekarang ia di-dului, Bayangan itu berkelebat sambil
tangannya terayun, menimpukkan tiga potong barang yang
berwarna perak. yang datangnya bersusun dua di bawah, satu
di atas. ia lihay dan gesit, ia berkelit sambil menanggapijeriji
tangannya yang kiri menjepit dua, yang kanan satu, lalu yang
kanaNitu terus dipakai menimpuk balik, sebab itulah semacam
panah tangan-
"Aduh" terdengar jeritan tajam, lantas orang itu tak lari
lebih jauh, sebab ia terpanah pundaknya, yang terus
mengeluarkan darah. Dia ternyata Ghak Yang adanya, Dia
memegangi pundaknya, dia mengawasi tajam. Kena terserang
itu, dia terhuyung beberapa tindak, Ceng Beng lantas lompat
maju, berniat membekuk bocah itu.
Mendadak Pin Jie muncul di lain arah, "Bangsa bulu campur
aduk tua bangka" ia membentak. "Jangan kau lukai adikku"
Ceng Beng mendengar suara itu, ia segera menoleh, ketika
melihat ada serangan, ia menggeser tubuh ke kiri, berbareng
dengan itu kaki kanannya menyapu, sapuannya ini tidak

1269
memberi hasil. orang yang diserang berhenti jauhnya lima kaki
dari ianya, ia melihat seorang kacung tampan umur dua atau
tiga belas tahun, yang mengawasi ia dengan roman gusar.
Walaupun ia seorang imam, pikiran Ceng Beng cupat,
sedang ketika itu, hatinya panas bukan main ia dipermainkan
dua orang bocah.
"Anak-anak tidak tahu selatan cara bagaimana kamu berani
mempermainkan cinjin kamu" dia membentak.
Tapi Pin Jie gusar, bahkan ia mendamprat "Bulu campuran
tak tahu selatan cara bagaimana kau berani lancang
memasuki tempat kami dan sekarang melukai juga saudara
kami? Apakah kau tidak mau lekas mengganti jiwa?"
Bocah ini memegang sebatang rotan, dengan itu ia lantas
menyerang, mengarah alis si imam, ialah bocah sangat
disayang Pek Hoat Kiu tiang-po Yap Han Song, istrinya losancu
dari Hoan Pek san-chung maka itu ia telah
diajarkaNilmu tongkat si nyonya tua, yang diberi nama "Kiu
Hong SinThung" yang terdiri dari tujuh puluh dua jurus, ia
juga cerdas dan berbakat baik, maka itu ia dapat bersilat
dengan baik.
Kelemahannya ialah usianya masih terlalu muda hingga
tenaganya masih sangat terbatas, Dalam kesebataNia tak
kalah dengan sembarang orang Kang Ouw yang lihay.
Ceng Beng kaget melihat lawan cilik ini demikian lihay, ia
berkelit, tangan kanannya diangkat untuk menangkap rotan
itu.
Pin Ji benar benar gesit, ia menarik pulang rotannya terus
ia menyerang pula, sekarang kejalan darah simji.
"Celaka" kata Ceng Beng dalam hati. Jikalau aku tidak
berhasil merampas rotannya bocah ini, nama besarku bisa
menjadi runtuh..." Maka ia lantas berkelit sambil menggerak
pula tangan kanannya, menabas dari atas ke bawah, itulah
tipu silat "Kim cian cian ek", atau " Gunting emas

1270
menggunting sayap." Kelihatannya ia bergerak lambat,
sebenarnya sangat cepat. ^
Dengan terdengar suaranya, rotan Pin Jie terkurung empat
dim. ia kaget sekali, Toh ia tidak takut, bahkaNia menjadi
mendongkol ia menjejak tanah, untuk mengapungi diri guna
segera menyerang dari atas ke bawah.
Ceng Beng terperanjat ia lompat mundur. ia jadi habis
sabarnya, ia terus menghunus pedangnya, yang
mendatangkan cahaya berkilauan- Dengan senjata tajamnya
itu, ia melayani si bocah, ia menimpali Ghak Yang
menyaksikan pertempuran itu begitu asyik hingga ia lupa pada
sakit di pundaknya, ia pikir: "Bagaimana bagus kalau aku
mempunyai kepandaian silat seperti Pin Jie pasti cari si bulu
campuran ini untuk memberi rasa padanya- Ah. imam busuk
jangan kau bertingkah"
Jikalau ada guruku di sini, pasti kau bakal dibikin sengkok
tangan dan kakimu pendeknya nanti datang harinya yang aku
pun akan mendaki Bu Tong San, guna membikin kamu di sana
ayammu terbang gelapakan dan anjingmu ngiprit terkuwingkuwing
kalau tidak demikian, jangan panggil aku Ghak Yang."
Itulah kata kata hebat, karena bocah ini berakibat keras
dan mestinya ia bakal membuktikan ancamannya itu...
Ceng Seng dan ceng Hoat menonton dengan alis
mengkerut, Heran mereka menyaksikan seorang bocah
demikian lihay ilmu tongkatnya.
"Suheng," kata ceng Hoat, rkelihatannya ilmu silat bocah ini
ilmu tongkat Yap Han song, maka dialah tentu muridnya
nyonya itu. Kalau toh ceng Beng Sute menang, namanya bakal
rusak juga, sebab ia seperti mempermainkan anak kecil Paling
baik ia dipanggil mundur untuk kita memikirkan daya lain-"
Ceng Seng berpikir, dia menggeleng kepala.
"Memang selayaknya kita mundur siang-siang," katanya
masgul. "Apa mau sute ceng Beng bertabiat keras dan ia
mengumbar tabiatnya itu. Sekarang ini busur telah disiapkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1271
jenparing tak bisa tak dilepaskan- Aku pikir, sebelum
pertempuran berakhir, baik kita menguasai itu bocah yang
satu guna menghentikannya untuk menanyaka keterangan
mereka itu, jikalau benar Ang Ban Thong bukan terbinasa di
cang in Kiong Thian Tan dan ia benar-benar tidak ada di sini,
kita dapat lekas mundur.."
Ceng Hoat setuju, ia mengangguk. Mendadak ia berlompat,
tangannya diulur.
Ghak Yang kaget ketika tahu tahu sebelah tangannya
sudah kena disamber. ia tungkulan nonton hingga ia menjadi
alpa.
"Kau mau apa" dia tanya, suaranya parau. Biar bagai mana
dia jeri.
Jangan takut, sahabat kecil." berkata si imam. "Pinto tidak
bermaksud jahat?"
Ketika itu gerakannya Pin Jie mulai kendor mereka bentrok
maka ia merasai lengannya ngilu, ia kaget mendapatkan Ghak
Yang tercekal imam lainnya. Justeru itu, rotannya disampok
hingga tak ampun lagi, senjatanya itu terlepas, terlempar
tinggi, lalu jatuh nancap di salju ia sendiri hampir menjerit
karena tangannya sakit sampai susah diangkat.
Masih bocah ini tak takut, ia mengawasi tajami ia sangat
mendongkol.
Ceng Beng cinjin tertawa berkakak. "Aku kira kau liehay
bagaimana" katanya mengejek, "Bagaimana kau berani
mempermainkan toya kamu?" Terus dia mengasi lihat roman
bengis, Dia kata keras: "Sekarang aku hendak tanya kau.
Mana Ang Ban Thong? Apakah dia ada di sini? Kau omong
terus terang toyakamu akan tak membikin susah padamu"
Pin Jie cerdik, "Hm" dia perdengarkan suara menghina.
"Kau hendak mencari Ang Locianpwe buat main gila di
hadapannya? kau dapat mengalahkan aku, itu tidak ada
artinya Tapi terhadap Ang Locianpwe, sepuluh kau pun tak
berarti"

1272
Ceng Seng heran, bahkan bingung. Suara si bocah berarti
mungkin Ang Ban Thong berada di dalam Hoan Pek Sanchung,
ia ingat: "Pada tiga tahun dulu, ketika aku datang ke mari, aku
perkenalkan diri sebagai adik kandung kakak Ban Thong, kalau
kakak ada di sini kenapa dia menyangkal? Sekarang bocah ini
mengatakan begini?" ia hening sejenak baru ia tanya pula:
"Aku cuma tanya kau, Ang Ban Thong ada di sini atau tidak
Kenapa kau berkata tidak karuan-"
"Tidak. dia tidak ada di sini." sahut Pin Jie, alisnya bangun,
“Ang locianpwe telah berlalu dari sini pada tiga tahun dulu,
terhitung sampai sekarang ini, dia tak ada kabar beritanya Eh.
apakah perlunya kau menanyakan locianpwe itu?"
Ceng Beng melengak. jawaban bocah ini sama dengan
jawaban Klong Thian Tan dulu.
hanya, Toh ia dengar penjaga disini sendiri yang
mengatakan kakaknya itu sudah dibinasakan secara diamdiam.
ia berpikir keras, ia lebih percaya pendengarannya itu.
"Setan cilik, kau berani permainkan toyakau?" dia
membentak gusar, "Kau cari mampusmu sendiri," Pin ji
tertawa.
"Kau tidak percaya, buat apa kau tanya banyak-banyak?"
katanya.
Ceng Beng tetap bersangsi, ia mau berpikir mungkin Klong
Thian Tan merahasiakan urusan kakaknya itu terhadap ini
bocah yang belum tahu apa apa. Dengan mendadak ia
menotok di tiga tempat yaitu jalan darah tuli, gagu dan
pingsan, Maka kacung itu lantas roboh tak sadarkan diri.
Ilmu totok Bu Tong Pay itu, untuk menutup jalan darah,
akan punah sendirinya selang tujuh hari.
Ghak Yang kaget, hatinya ciut- Sedang begitu ia ditanya
pula Ceng Hoat, ia berdiam saja, nampaknya ia bingung.
Ceng ^ Hoat tidak berniat melukakan bocah itu yang terusterusan
menyangkal. Jawabannya selamanya "Tak tahu",

1273
Memangnya dia benar-benar tidak tahu urusan Ang Ban
Thong itu.
"Suheng aku terpaksa berbuat begini, untuk menjaga
jangan perbuatan kita ini ketahuan orang," kata Ceng Beng
pada kedua kakak seperguruannya.
"Sute, kau berbuat keterlaluan- Ceng Seng menegur,
wajahnya suram, "Turut apa yang aku dengar Pek San it Ho
Klong Thian Tan jujur dan dengan kakakmu itu dia bersahabat
kekal, maka itu kenapa dia mesti membikin celaka kakakmu.
Di tempat mana yang kakakmu tak dapat menyembunyikan
diri?
Bukankah dunia ini luas? Kenapa dia justru pergi ke Hoan
Pek San-chung ini? Ada, kemungkinan benar-benar dia telah
berlalu pada tiga tahun dulu itu, Sekarang kau mendesak
Kiong Thian Tan, bagaimana dia dapat menjawab?"
Ceng Beng berdiam.
"Inilah benar," pikirnya^ "Bagaimana sekarang? Aku
mengajak dua saudaraku ini dengan paksa, aku kata hendak
mencari kakakku yang hilang sejak sepuluh tahun yang lalu.
sekarang kakakku itu tak dapat dicari, dia tidak ada di sini.
Tapi aku mendengar omongan orang di mulut gunung itu...
Bagaimana? Coba tadinya aku berdamai dulu, tidak nanti
terjadi seperti sekarang, hingga aku tak dapat turun dari
punggung harimau..."
Ia menyahuti: "Tapi, saudara, sakit hati kakakku itu
menjadi bakal terpendam dalam penasaran tak habisnya..."
Ceng Seng agak jengah, tapi wajahnya tetap suram.
"Sute, kau terlalu sembrono," kata dia. "Bukti tidak ada,
cara bagaimana kau bisa bilang kakakmu sudah mati?
sebaliknya sekarang ini pamor Bu Tong Pay bakal runtuh di
tangan kau. coba pikir apa kita mesti buat terhadap dua bocah
ini? Mereka bakal mendusin selang tujuh hari. Apa kata jikalau
mereka membeber perbuatan kita ini dan mengatakan kita
menghina anak-anak?

1274
Kita pun sudah lancang masuk ke mari, kita melanggar
aturan mereka, Bagaimana jikalau Kiong Thian Tan pergi ke
gunung kita untuk mengacukan protes kepada ketua kita? Kita
yang bersalah, apa kita mesti bilang?"
Ceng Beng melengak. Dia berdiam saja. Tiba tiba ceng
Hoat tertawa.
"Suheng, janganlah kau terlalu mendesak sute," ia kata,
"Kita sudah menunggang harimau, tak dapat kita berbuat lain-
Pula kecurigaannya sute bukannya tak ada alasannya.
Kakaknya bersembunyi di Hoan Pek San-chung, itu tentu
disebabkan kakak itu ada musuhnya. itu tentulah untuk
menyingkirkan diri, soalnya sekarang ialah Kiong Thian Tan
mesti mengetahui kenapa Ang Ban Thong bersembunyi di
rumahnya. Maka marilah kita ajak kedua bocah ini pergi
padanya, untuk menanyakan demikian, inilah lain daripada
kita menuduh dia mencelakai Ban Thong atau mendesak ke
mana perginya saudaramu itu, Kita menemui Kiong Thian Tan
untuk menghaturkan maaf, baru kita mengajukan pertanyaan
itu.
Aku percaya Thian Tan tidak bisa tidak menjawab."
"Urusan akulah yang mulai, biar aku sendiri yang
bertanggung jawab." kata Ceng Beng, "Urusanku tak dapat
membawa-bawa partai dan saudara-saudara semua,
Bagaimana kalau dua bocah ini disembunyikan dulu dan aku
sendiri pergi menyelidikinya?"
“Jikalau kau mau pergi, mari kita pergi bertiga." kata Ceng
Seng, "Kita sudah berbuat, kita mesti bertanggung jawab. Nah
mari kita pergi bersama,"
Ketiga saudara ini bicara asyik sekali ketika Ceng Beng
berpaling, untuk melihat Ghak Yang dan Pin Ji, dia terperanjat.
Kedua bocah, yang tadi ditinggaikan, lenyap tidak keruan
paran- Di situ cuma terlihat salju bekas mereka meringkuk.
Entah kapan dan ke mana lenyapnya bocah-bocah itu.

1275
Ceng Seng dan Ceng Hoat turut terkejut Bertiga mereka
berdiri menjublak Mereka heran dan malu. Merekalah jagojago
Bu Tong, mereka lihay, tetapi mereka kehilangan kedua
bocah yang seperti berada di depan mata mereka...
Tak mungkin bocah itu dapat kabur sendirinya, Tapi kalau
ada orang menolongi mereka, siapa orang itu? Kenapa dia tak
terlihat? Mungkinkah ada orang yang demikian lihay, yang
mendekati mereka tanpa mereka melihat atau engah.
Akhirnya mereka menjadi masgul.
"Ah..." Ceng Seng menghela napas, "Robohlah kita bertiga,
kita yang dikenal sebagai Bu Tong Sam Eng. Sudah tak usah
kita pergi ke Hoan Pek San-chung... Dengan kepandaian kita
ini jikalau orang hendak mengambil kepala kita, sungguh
mudah."
Ceng Beng dan Ceng Hoat bungkam, Mereka malu dan
bersusah hati. Memang runtuhlah
sudah kehormatan Bu Tong Sam Eng – tiga jago gagah
perkasa dari Bu Tong Pay...
Selagi berdiam itu ketiga imam ini menggigil sendirinya.
Angin yang santer meniup mereka, hawanya dingin luar biasa.
Mendadak ceng Beng cin-jin kata sengit: "jikalau aku tidak
membalaskan sakit hati kakakku, mana dapat aku menjadi
manusia? Saudara-saudara sudah, silahkan saudara berdua
pulang, nanti aku yang pergi sendiri."
Tepat suara itu habis, angin menghembus pula.
Heran ketiga imam itu, itulah angin tak wajar, Mestinya itu
angin buatan manusia, Mereka bingung. Siapa demikian lihay
tenaga dalamnya? Salju berterbangan hingga mata mereka itu
sukar melihat tegas. justru itu mereka kaget pula. Mereka
merasakan sesuatu yang membentur pundak mereka, Tahutahu
lenyap pedang mereka masing masing.

1276
Mereka saling mengawasi lantas mereka melihat kelilingan,
Tengah mereka bingung itu, mereka melihat seorang keluar
dari belakang pohon di dalam rimba. Dialah seorang tua
dengan kayu kuning yang pendek dan sepan, Dia bertubuh
kecil dan kurus, kumisnya pendek.
Mata kirinya buta tapi kanannya bersinar tajam sekali, Di
tangannya, dia mencekal tiga batang pedang. Dia bertindak
sambil tertawa, menghamplrkan ketiga imam itu, Kata dia
Jenaka: "Tolong sampaikan pesanku kepada Lan Sam si
hidung kerbau. Bilang janji pertemuan mati dua puluh tahun
bakal lekas tiba."
Ketiga imam kaget, muka mereka menjadi pucat sekali
Mereka lantas mengenali orang tua itu. Tanpa omong lagi,
mereka mengibaskan tangan baju mereka, lantas mereka lari
ke luar rimba.
Di dalam rimba itu lantas terdengar tertawa yang nyaring
dan panjang, yang dapat meng g iriskan hati. Tertawa itu
berkumandang tinggi, baru perlahan-lahan menjadi keodor
dan akhirnya berhenti, lenyap. Dengan begitu sunyi pulalah
rimba itu...
Di dalam Hoan Pek San chung, orang masih tetap dalam
kegembiraan- Baru kemudian Kian Kun ciu heran, ia tidak
melihat Ghak Yang. "Eh, ke mana perginya dia?" dia kata pada
tuan rumah yang tua. Kiong Thian Tan tertawa.
"Anak-anak gemar bermain-main," katanya, "Tentulah dia
pergi bersama-sama Pin Ji, Biarlah mereka bersuka ria, kita
tak usah pedulikan-"
Jilid 22 : Pin Ji dan Ghak Yang diculik
JAWABAN ITU melegakan Siauw Thian, Tapi ketika cuaca
mulai guram si bocah belum juga muncul, timbul pula
kekuatirannya, Thian Tan pun turut berpikir keras, "Ah,
mereka mesti dicari," pikirnya. Maka ia berniat menyuruh

1277
orang mencarinya. Bertepatan dengan itu, seorang datang
masuk dengan tergesa-gesa. "Ada apa?" tuan rumah tanya
terperanjat.
orang itu menekuk sebelah kakinya dan berkata: "Ada
diterima laporan dari perangkap nomor empat di lembah Tay
Him Kok bahwa ada tiga orang imam lari ke luar gunung,
mereka itu telah melukakan belasan orang kita."
Tuan rumah yang tua itu kaget.
"Cuma tiga orang?" dia tegasi. "Tak ada yang lainnya?"
"Tidak. cuma mereka bertiga, Diantaranya ialah Ceng Beng
cinjin yang pernah berkunjung ke mari."
Thian Tan mengulapkan tangannya, maka orangnya itu
segera mengundurkan diri. ia mengerutkan alis.
"Aneh," katanya, Terus ia tuturkan pada Siauw Thian apa
perlunya imam itu datang berkunjung. "Herannya dia sudah
pergi, lantas dia datang pula secara diam-diam, lantas dia
pergi kabur... Kenapa?"
Siauw Thian berpikir.
"Orang-orang Bu Tong Pay bangsa lurus, kenapa mereka
berbuat demikian?" kata ia. Mendadak ia terkejut,
"Mungkinkah mereka mencelakai segala bocah? Kalau tidak.
mengapa mereka kabur? Ah, baiklah dilakukan pemeriksaan-
.." Kiong Thian Tan setuju, maka ia memberikan titahtitahnya.
Sampai fajar maka datanglah pelbagai laporan, semua
kosong, kecuali dari sebelah utara di mana katanya di dalam
rimba terlihat tanda tanda darah serta dua pohon tumbang.
Thian Tan mengajak Siauw Thian dan lainnya pergi
memeriksa sendiri laporan itu benar, bahkan mereka
menemukan tiga batang panah tangan, yang diketahui
menjadi miliknya Pin Ji. Maka teranglah di situ bocah itu sudah
bertempur, mungkin dengan Ceng Beng.
Hu Liok Koan berduka, ia kata: "Mungkinkah Ceng Beng
menyingkirkan bukti? Kalau benar, dia sangat kejam..."

1278
"Aku sangsikan Ghak Yang dan Pin Ji pendek umurnya,"
berkata Gui Peng Lok. "Menurut penglihatanku, mereka
sebaliknya mesti berumur panjang, Umur manusia ada di
tangan Tuhan, tak dapat mereka gampang-gampang
mencelakainya."
Siauw Thian berduka, ia berdiam saja.
"Yang datang itu mestinya Bu Tong Sam Eng," kata Thian
Tan. "Kalau Pin Ji dan Ghak Yang bercelaka, tentulah
perbuatannya Ceng Beng, Sekarang juga aku mesti pergi ke
Bu Tong San untuk membuat perhitungan dengan si hidung
kerbau Lan Seng yang menjadi ketuanya."
“Jangan kesusu," kata Siauw Thian, walaupun ia berkuatir
dan berduka, "saudara ku kata mereka bukan mestinya
pendek umur, dari itu aku percaya mereka cuma mengalami
kaget tetapi tidak bahaya jiwanya, san-cu kau sabarlah sampai
tiga hari lagi, nanti kita berdamai pula, Shate pun bakal
datang ke mari."
Thian Tan menurut, akan tetapi ketika mereka berjalan
pulang, keriangan mereka habis tersapu peristiwa ini.
XXX
Pin Ji dan Ghak Yang kena ditotok tiga jalan darahnya,
mereka tak ingat apa juga, ketika mereka mendusin, mereka
dapatkan berada di dalam sebuah gua di mana cuma ada
sebuah pembaringan dengan sebuah kursinya, semua terbikin
dari batu hijau, pembaringan itu rada celong, suatu tanda
bekas dipakai orang bersemedhi. Di bagian belakang ada
bertumpuk rumput obat warna kuning serta dua buah cupucupu
merah yang besar.
Kedua bocah ini heran, mereka saling mengawasi Mereka
ingat apa pengalaman mereka tadi. Gua itu termasukkan
angin, hawanya lebih dingin daripada di Hoan pek San-chung.
Mereka sampai menggigil. Waktu Pin Ji mengawasi terus
kawannya, ia mendapatkan kawan itu bermuka biru dan

1279
mulutnya merah matang, itulah akibat kedinginan yang
sangat.
Pin Ji percaya mereka bukan berada di gunung Bu Tong
San. ia belum pernah pergi ke gunung itu tetapi ia pernah
mendengar orang bicara dan melukiskannya, inilah bukan
gunung yang kesohor itu.
"Gua begini dingin, penghuninya mesti bukan sembarang
orang," pikir Pin Ji kemudian-Dia kurang pengalaman tetapi
pendengarannya sudah banyak. Ghak Yang terus kedinginan,
dia menggigil bibirnya bercatrukan.
"Saudara Ghak. bagaimana rasamu?" tanya Pin Ji. Dia
merayap menghampirkan, Tadinya mereka rebah terpisah.
"Aku... aku dingin-.." Ghak Yang susah jawab.
Pin Ji berkuatir, ia tahu kawan itu belum pernah
memahamkan ilmu dalam, kalau tidak, gampang dia menolak
serangan hawa dingin itu. sekarang dia terancam, dia bisa
menghadapi maut...
Dalam bingung dan berkuatir itu, Pin Ji mengawasi ke
tumpukan pohon obat, ia melihat rumput oey-ceng yang besar
dua lipat daripada biasanya, kulitnya kuning.
"Mungkin rumput ini dapat dipakai melawan hawa dingin,"
pikirnya, ia lantas menghampirkan, ia mengambil dua pohon
yang besar luar biasa. ia bagi Ghak Yang sepohon-
Kasihan kawan itu, dia tak dapat menyambut karena
tangannya kaku, Mau atau tidak, Pin Ji menyuapi, Dengan
begitu bisalah Ghak Yang memamah, memakannya.
Benar-benar itulah rumput luar biasa. Baru Ghak Yang
makan separuhnya, tubuhnya sudah mulai terasa hangat,
karena itu, hilang rasa kakunya, ia tak beku lagi, lidahnya
yang kaku pun kembali menjadi lemas.
"Saudara, terima kasih." katanya kemudian, suaranya
keras, "Rumput ini ajaib sekali, habis makan, kesehatanku
lantas pulih,"

1280
Selagi bicara itu keluar hawa panasnya, lalu datang angin
yang dingin, Mendadak ia menggigil Tapi cuma sebentar.
"Apakah ini Bu Tong san?" dia tanya kemudian
Pin Ji makan oey-ceng sampai habis, lalu dia bertepuk
tangan, Dia tertawa.
"Bukan-" sahutnya. "ini bukannya Bu Tong San- Rasanya
kita masih berada dekat Hoan Pek san-chung, Tempat ini
terletak di tempat rada tinggi, Tadi kita ditotok si hidung
kerbau, kita roboh, rupanya kita diketemukan dan ditolongi
penghuni gua ini, yang berhasil mengusir kawanan hidung
kerbau itu, lalu dia membawa kita ke guanya ini. Entah siapa
dia dan ke mana perginya sekarang? Kenapa dia
meninggalkan kita di sini?"
"Aku percaya dialah seorang golongan lurus." Ghak Yang
menyatakan dugaannya.. Pin Ji menggelengkan kepala, di
tenaga. "Dia mesti orang lihay, hanya orang lurus belum
tentu... Dia membikin mulutnya monyong dan diarahkan ke
bawah pembaringan-
Ghak Yang mengawasi ke arah yang ditunjuk itu, dia kaget
hingga dia mundur dua tindak. Lantas dia kata cepat: "Kalau
tempat ini dekat Huan Pek san chung, justru penghuni ini
keluar, mari kita pergi meninggalkannya"
Pin Ji berpikir, ia mendapat kecocokan- "Mari" katanya.
Lantas mereka bertindak ke luar, Tiba-tiba mereka merandek
saking kaget. Mereka mundur setindak. mata mereka
melongo.
Gua itu berada di atas puncak. Di depan mereka nampak
tebing yang curam. Di sekitar mereka tampak hanya awan
atau kabut yang putih, Melihatnya saja rasanya mata mau
kabur. Di luar situ angin menyampok tajam.
Tidak ada jalanan naik, tidak ada jalanan turun- Habis dari
mana orang naik turunnya? Dari mana si penghuni gua
mengambiljalan? Apakah dia mengandalkaNilmu ringan

1281
tubuhnya? Tapi dapatkah orang berlompat naik setinggi seribu
tombak?
Biarnya mereka cerdas, kedua bocah ini tak dapat
memikirnya. Tentu sekali, mereka merasa tak tenang.
"Eh saudara lihat di sana, apakah itu?" tiba-tiba Pin Ji
tanya, tangannya menunjuk ke kiri, di puncak yang bersalju.
Ghak Yang berpaling dengan cepat, ia melihat empat orang
dengan pakaian hitam lagi berlari lari. Gunung putih, pakaian
mereka itu hitam, mudah untuk melihat tegas muka mereka
itu. Yang terang ialah mereka berlarian cepat sekali. Mereka
pun membekal senjata, yang berkilauan di antara sinar salju.
"Apakah di antara mereka berempat ada penghuni gua ini?"
Ghak Yang tanya.
Pin Ji mengawasi terus, tak sempat ia menjawab.
Mendadak terdengar teriakan keras diatas gua mereka, hingga
mereka kaget bukan main- Telinga mereka terasa tergerak
dan sakit, lantas mereka lihat lompat turunnya seorang
dengan pakaian warna kuning.
Keempat orang berbaju hitam juga mendengar teriakan itu,
mereka berhenti berlari semuanya berdongak. Ketika itu,
mereka sudah mendekati gua.
orang dengan pakaian kuning itu menghampirkan mereka
berempat, lantas dia kata sambil tertawa: "Inilah janji mati
Tak dapat kita berpisahan kecuali kita sudah tidak saling
melihat."
Kedua bocah terpisah jauh dari mereka itu tetapi mereka
dapat mendengar nyata perkataan orang. Mereka heran,
Mereka berdiam terus, mengawasi sambil mendengari.
"Siauw Yauw Kek" berkata seorang berpakaian hitam itu,
suaranya keras, "Memang perhitungan kita yang sudah lama
ini harus dibereskan berikut bunganya."
Si baju kuning yang dipanggil Siauw Yauw Kek itu tertawa
lebar.

1282
"Memang seharusnya dibereskan dari siang-siang"
sahutnya, "Pada tiga belas tahun dulu itu kamu tak punya
guna, sekarang tentulah terlebih tak berguna lagi, jangan kata
untuk membayar bunga, bahkan itu mungkin bakal
bertambah."
"Oh adik Ghak," kata Pin Ji, "Penghuni gua ini ialah Siauw
Yauw Kek itu, Dulu hari dia menjadi begal tunggal, biasa dia
hitam makan hitam, tapi dia lihay sekali, dia pun seperti
pandai menghilang. orang-orang jalan Hitam sangat
membenci dia, tetapi mereka itu tidak berdaya.
Dia pun bertabiat sangat aneh, asal dia marah, enam
macam tingkat sanaknya pun dia tak sudi kenal, kalau dia
turun tangan, dia telengas sekali. Hanya entah apa sebabnya
dia bersembunyi di gua ini..."
Ghak Yang mengawasi mereka itu berlima, kata-kata
sahabatnya, ia seperti tak mendengarnya.
Salah satu si hitam berkata nyaring: "Sekarang ini kami coa
San Su Hiap bukan lagi Coa San Su Hiap yang dulu Setan tua
Siauw Yauw, jangan kau memandang kami terlalu enteng."
Siauw Yauw Kek menatap. ia mendapati tempilingan
mereka itu bercahaya, itulah tanda tenaga dalam yang mahir,
Maka ia kata dalam hatinya: "Entah di mana empat Ular
berbisa ini mendapati guru yang baru. Dulu hari yang terlihay
ialah dua saudara Sim, sekarang kelihatannya Sim Liong maju
pesat sekali, dari itu mungkin Liu Siang Kwe dan Li Bun Pin
juga tak dapat dipandang ringan-"
Ia mengawasi sim Liong, orang yang berkata itu dan kata
keras: "Baiklah, Sudah
sembilan tahun aku si tua tidak membuka pantangan
membunuh, sekarang tanganku gatal, tak dapat aku
menahannya, Kau bilang, bagaimana caranya kamu hendak
membuat perhitungan-"
Sim Llong tidak menyahuti, hanya Li Bun Pin yang berseru:
"Siauw Yauw Kek. kenapa mata kirimu itu?"

1283
Siauw Yauw Kek menjadi gusar, ia memang paling pantang
orang menyebut cacad-nya. ia tertawa dingin, lantas tubuhnya
melesat maju, tangan kirinya diluncurkam Itulah totokan
"Mendorong gunung, membangun perapian kaki tiga", dan
yang diarah ialah jalan darah giok-tong di dada.
Lie Bun Pin terkejut, sembari berseru, ia berkelit ke
samping, Berbareng dengan itu ia mengeluarkan senjatanya,
tombak Teng-coa-sok yang berbuku sembilan, hingga
terdengar suara berkontrangnya yang nyaring.
Dengan tombak itu ia bermaksud hendak menusuk
telapakan tangan penyerangnya, sedang dengan tangan kiri,
dengan dua jari ia menotok kejalan darah thian-ju.
Siauw Yauw Kek terkejut. Hebat serangan berbareng itu.
Dia pikir: "Kalau aku membiarkan kamu lolos dari tanganku,
sia-sia belaka peryakinaNilmu silatku selama sembilan tahun"
Maka ia lantas merubah cara bersilatnya, ia tidak menarik
pulang tangannya itu, cuma serangan diputar menjadi
tangkapan- Sambil berkelit dari totokan, ia menjepit ujung
tombak. terus dia melempar^
Li Bun Pin kaget, belum sempat ia berdaya, tombaknya
sudah terlepas dari cekalannya dan terpental. Menyusul itu
tangan kanan lawannya meluncur terus kepadanya, tangan itu
mengeluarkan hawa dingin.
Dengan terpaksa ia menangkis. Kembali ia terkejut,
sendirinya ia terhuyung-huyung sampai empat tindak. terus ia
jatuh numprah di tanah, mukanya pucat seperti muka mayat,
kedua matanya mencilak.
Siauw Yauw Kek girang bukan main- inilah sebab ia baru
mengguna i tenaga empat bagian, itulah bukti nyata
hasilperyakinannya sembilan tahunsim
Llong lompat kepada kawannya, ia menduga orang
terluka parah di bagian dalam. Ketika ia meraba h, ia kaget
dan menggigil Bun Pin sudah tak bernyawa lagi, tubuhnya

1284
dingin, tetapi jidatnya mengeluarkan keringat, keringat yang
dingin juga.
Dalam kagetnya tertua dari Coa San Su Sat, Empat Siluman
dari Gunung Ular, menjadi sangat gusar. Segera ia
mengeluarkan senjatanya, sepasangJit Goat Lun, g egaman
yang merupakan roda "Matahari dan Rembulan". Dengan
berkilauan, kedua roda lantas merabuh musuhnya.
Siauw Yauw Kek berlaku tenang, ia membela diri. ia tidak
segera balas menyerang. ia memasang mata tajam, ia
mengguna i otaknya.Pikirnya: "Kenapa aku tidak mau menung
kuli dia untuk mencuri mempelajari ilmu rodanya ini?
Kepandaian ini bagus untuk diturunkan kepada kedua bocah di
dalam gua...
Baru bertempur kira setengah jalan, mendadak Siauw Yauw
Kek lompat mencelat, ia mendengar samberan angin- ia
lompat dua tombak jauhnya. Terus ia menoleh kepada Sim
Houw dan Liu Siang Kvve, dua musuh yang telah membokong
ia dengan senjata rahasia mereka itu, ialah dua puluh empat
batang Pek-houw-teng, paku Harimau Putih, Semua paku itu
tak mengenai sasarannya.
Habis itu, sebat luar biasa, Siauw Yauw Kek berlompat,
tangannya digeraki dua-duanya.
Segera terdengar dua jeritan yang menyayatkan hati, yang
berkumandang nyaring, itulah jeritannya kedua penyerang
paku rahasia itu yang terhajar roboh terpental dengan jiwanya
lantas terbang melayang.
Sim Llong kalap. ia lompat maju sambil berteriak keras
sekali, hingga teriakaNitu berkumandang juga. Bagaimana ia
tidak menjadi kalap melihat tiga saudaranya terbinasa secaru
demikian kecewa. Sim Houw dan Liu Siang Kwe sampai
muntah darah. Yang hebat ialah teriakannya itu sampai
menggempurkan es.
Siauw Yauw Kek kaget. Habis merobohkan dua penyerang
gelap itu ia melayani Sim Liong, untuk merampas sepasang

1285
rodanya, kali ini ia tidak usah bertempur lama akan
memperoleh hasil.
xxx
BAB 16
BARU SAJA Siauw Yauw Kek merampas sepasang
senjatanya Sim Llong itu, atau ia menjad kaget sekali hingga
ia berteriak " Celaka" itulah disebabkan kakinya merasakan
apa-apa yang bergerak. Secepat kilat ia lompat mencelat ke
atas puncak ia baru menaruh sebelah kakinya atau tanahnya
melekah, hingga kakinya itu melesak masuk.
Kembali ia menjadi sangat kaget. Akan tetapi ialah seorang
yang berpengalaman, yang tabah, ia tidak menjadi bingung,
Dengan kaki kiri ia menjejak paha kanannya, untuk berlompat
mengapungi diri, sedang dengan tangan kanannya yang
memegang roda, ia menghajar ke tembok gunung, Dengan
tangan kirinya, dengan roda yang lainnya ia menyambar ke
pangkal pohon cemara di dekatnya.
Secara demikian ia membuat dirinya seperti menempel
diam di tembok gunung dari puncak itu. ia menutup rapat
kedua matanya, hingga tinggal telinganya yang mendengar
suara gelagar-gelugur dari es gempa bagaikan guntur
berbunyi saling susul.
Dari atasan kepalanya, Siauw Yauw Kek merasai salju dan
batu hancur meluruk seperti hujan, ia lantas pasrah diri pada
nasib, MungkiNinilah yang dinamakan kiamat...
Sementara itu Pin Ji bersama Ghak Yang dari puncak
melongok ke bawah melihat salju yang bersinar putih
menyilaukan mata. Mereka ketarik sekali akan menyaksikan
Siauw Yauw Kek menempur Coa San Su Sat, justru tengah
bertanding itu maka sim Llong yang sangat berduka karena
kebinasaan adiknya, sudah perdengarkan seruannya yang
dahsyat yang menyebabkan gempurnya es hingga
terdengarlah suara yang memekakkan telinga itu. Mereka
berdua kaget sebab mereka merasa tubuh mereka seperti

1286
dibawa terbang. " Lekas rebah" Pin Ji berseru, ia menarik
tangan orang untuk diajak menjatuhkan diri.
Walau demikian keduanya merasa kepala mereka pusing,
mata mereka kabur. Mereka tak tahu apa apa lagi kecuali
telinga mereka masih mendengar samar-samar gempurnya
es...
Entah telah berapa lama, Ghak Yang dan Pin Ji sadar
dengan perlahan-lahan- Mereka membuka mata mereka.
Sunyi di sekitarnya, Salju sudah tidak gempa lagi. Apa yang
tampak ialah putih di empat penjuru, sinar salju menyilaukan
mata. Cuma sang angin masih menderu deru.
"Sungguh dingin" kata Ghak Yang, tubuhnya menggigil.
Pin-ji mengawasi kawan itu, bibirnya bergerak
"Mari kita pergi ke gua belakang untuk makan pua batang
oey-ceng" katanya.
Ghak Yang menurut. Berdua mereka lantas buruan pergi
Mereka mengambil dua batang oey-ceng dan memakannya,
Cepat sekali Ghak Yang merasai tubuhnya nyaman-"Tentulah
dia mati teruruk salju..." mereka pikir tentang-Siauw Yauw
Kek.
Kemudian mereka ingat bahwa mereka tak dapat berdiam
terus di gua itu, mesti mereka mencari jalan ke luar untuk
meninggalkan puncak, Maka pergilah mereka ke depan gua
untuk memeriksa.
"Tak dapat aku lompat turun," pikir Pin Ji melihat jurang
yang dalam, karena ia tidak sanggup, lebih lebih lagi
kawannya itu, ia pun tak dapat meninggalkan Ghak Yang.
Karena-nya ia menjadi berduka dan berkuatir. Ghak Yang
sendiri tak kurang kuatirnya.
Tengah mereka bingung, tiba-tiba mereda dikejutkan suara
tertawa nyaring di belakang mereka. keduanya lantas
memutar tubuh. Maka terlihatlah Siauw Yauw Kek berdiri di
depan pembaringan, kedua matanya bersinar tajam
mengawasi kepada mereka.

1287
Siauw Yauw Kek basah seluruh pakaiannya yang serba
kuning, sedang kumisnya yang pendek kena kecipratan salju,
Pada kedua tangannya ada senjata rampasannya, sepasang Jit
Goat Siang- lun, roda "Matahari dan Rem- bulan-
Ghak Yang bersikap tenang, tapi Pin Ji, heran hingga ia
terbengong, matanya terbuka mulutnya celangap^ ia tidak
mengerti dari mana jalannya maka Siauw Yauw Kek dapat
memasuki gua yang mulutnya tertutup mati... Siauw Yauw
Kek dapat membade keheranan Pin Ji, ia tertawa,
"Bukankah kau heran aku si orang tua dapat masuk ke
mari?" tanyanya, "inilah rahasia. Kecuali aku tak ada orang
lainnya yang mendapat tahu sekalipun kamu tinggal di sini
satu tahun, tak berdaya kamu mencarinya."
Pin Ji berdua berdiam.
Tak senang Siauw Yauw Kek karena orang tak
menggubrisnya, parasnya sudah memperlihatkan roman
gusar, tetapi lekas ia dapat menyabarkan diri.
"Aku si orang tua," katanya seraya mengangkat kepalanya,
"aku telah tolongi jiwa kamu dari ketiga imam hidung kerbau
dari Bu Tong San, apakah kamu tidak sudi menghaturkan
terima kasih padaku?"
Ghak Yang jujur, mendengar bangkotan itu ia merasa tak
enak hati, Mereka memang lupa menghaturkan terima kasih
mereka, ia mau membuka mulutnya tempo Pin Ji mendahului
ia, "Turut pantas kami harus mengucap terima kasih kepada
kau, akan tetapi kau belum mengantarkan kami pulang ke
Hoan Pek San-chung barang sekali, kau mempunyai lain
maksud." kata dia.
Siauw Yauw Kek mengasihi lihat roman ^ak senang.
"Bocah-bocah kamu tidak tahu diri" kata-nya. "Benar aku si
orang tua mempunyai ganjalan dengan Kiong Thian Tan,
tetapi itulah urusan tak berarti, dapat aku menemui dia, akan
tetapi aku melihat kamu berbakat baik-aku berkeinginan

1288
mengangkat kamu menjadi ahli waris semua kepandaianku,
dari itu aku tidak sudi menemuinya."
Pin Ji mencibir mulutnya.
"Siapa kesudian guru semacammu?" katanya "Baiklah kau
matikan saja hatimu."
Matanya Siauw Yauw Kek mendelik, mata itu mengeluarkan
sinar tajam. ia gusar sekali.
"Kenapa aku tidak pantas menjadi guru kamu?" tanyanya
membentak.
Pin Ji tidak takut. Dia tertawa.
"Orang mempunyai cita citanya masing-masing." sahutnya
singkat.
Siauw Yauw Kek mengasih dengar tertawa nyaring yang
dapat menyiutkan nyali.
"Baik Baik" katanya, "Tidak mau aku memaksa kamu, Asal
kamu mempunyai daya untuk turun dari sini aku akan
membiarkan-nya kamu pergi, Aku si orang tua mau pergi ke
Bu Tong, buat sementara aku hendak berlalu dari sini." ia
hening sejenak, laju dengan tertawa dingin dia
menambahkan-
"Gua ini terpisah dari Hoan pek San-chung tak kurang dari
seribu li, taruh kata kamu lari ke luar dari sini, tidak nanti
kamu dapat tiba di san-chung itu."
Habis berkata dia menggeraki tubuhnya untuk berlompat
pergi hingga Pin Ji dan Ghak Yang melihat dia di lain saat
sudah sampai di bawah puncak itu, tubuhnya nampak sebagai
titik kuning yang kecil sekali.
Hanya sebentar keduanya lantas pergi mencarijalanan
keluar, Masih merasa tidak berhasil mendapatkan hingga
mereka jadi heran sekali dari mana masuknya Siauw Yauw
Kek tadi. Mau atau tidak, kecuali berduka, mereka pun
bergelisah...
XXX
Tujuh hari lewat seperti sekelebatan- Kegirangan di Tiang
Pek San berubah menjadi kedukaan, Kiong Thian Tan telah

1289
mengirim orang pergi mencari ke empat penjuru, sama sekali
mereka tidak berhasil mendapatkan atau mendengar saja
halnya kedua bocah yang lenyap itu.
Juga Cia In Gak masih belum muncul, Lui Siauw Thian
menjadi tidak sabaran "Shate menyuruh aku membawa G^ak
Yang ke mari." katanya, "sekarang Ghak Yang lenyap. kalau
nanti shate tiba mana ada muka aku menemui dia? Tidak bisa
lain, aku mesti pergi ke Bu Tong San akan mencari si hidung
kerbau Lan Seng untuk minta pulang kedua bocah itu..."
Belum lagi Kiong Thian Tan menyahuti, Hu Liok Koan sudah
mendahului tanya.
"Lui Losu pergi sendiri, itulah berbahaya," bilangnya,
"Seorang diri mana dapat kau melawannya? Baiklah aku
bersama anak Wan mengikutnya, Beres urusan di sana, aku si
orang tua mau terus pergi ke Siong San untuk menjenguk
anak Ceng, Nanti sekembalinya ke mari, baru kita memikirkan
soal tinggal menetap."
Kiong Thian Tan tidak dapat menyetujui tindakan Siauw
Thian itu akan tetapi Siauw Thian memaksa, akhirnya ia
menerima baik juga, Maka berangkatlah Kian Kun ciu bersama
si orang she Hu, kakek dan cucu.
Sementara itu Kouw Yan Bun memikirkan In Gak yang
pergi ke Bu Leng San, ia menduga-duga jikalau bukannya
pemuda itu menghadapi musuh tangguh tentulah dia "dilibat"
Ni Wan Lan, atau Yan San Sin ni murka dan tak sudi
berdamai.
Dalam menimbang-nimbang ia merasa lebih mungkin In
Gak terganggu Nona Ni. Maka itu dengan alasan mau mencari
In Gak ia pun meminta diri, sebenarnya ia pergi ke Bu Leng
San-
Dua hari seperginya mereka itu, In Gak tiba di Hoan Pek
San-chung, ia menjadi hilang kegembiraannya mendapat tahu
orang pada pergi meninggaikannya, apa pula mengenai Nona
Kouw.

1290
Eratnya perhubungan ia dengan nona itu melebihkan yang
lainnya, ia menduga orang pergi ke gunung Bu Leng San
mencarinya, Maka itu, baru lewat satu hari, ia pun berangkat
lagi.
Begitu lekas tiba di Bu Leng San, In Gak mendapatkan kuil
yang sunyi. ia berduka sangat. Dengan bengong ia berdiam di
bawah kelima pohon cemara aneh di depan kuil itu.
Setelah meninggaikan Ni Wan Lan dengan menulis surat, di
tengah jalan In Gak mesti mengurus dua hal, karenanya ia
terlambat, siapa tahu keterlambatannya itu berakibat
kegagalan menemui Siauw Thian semua, inilah sungguh di
luar dugaannya ia menjadi ruwet pikiran, hingga ia menghela
napas panjang, ia pun memikirkan Pin Ji dan Ghak Yang.
"Baiklah sekarang aku pergi ke Selatan, pikir ia kemudian-
“Sekalian aku pergi ke chong ciu dan Kang touw, di sana tentu
aku dapat bertemu dengan Lian cu dan Goat Go. Baru
kemudian aku menuju ke Bu Tong San akan bertemu dengan
saudara Siauw Thian dan Hu Wan- Tanggal satu bulan
delapan masih lama, aku masih dapat ketika untuk pulang ke
Po Hoa San guna menyambangi kuburan ayahku."
Meski ia memikir demikian, ia tetap berduka hingga hatinya
menjadi tawar. Selama perantauannya banyak yang ia alami,
benar ia memperoleh nona-nona manis, ia toh selalu
menghadapi bahaya, pelbagai peristiwanya semuanya yang
mengejutkan hati. Dengan masgul- ia berangkat pula.
Pada tanggal dua bulan dua kota chong-ciu ramai luar
biasa, tidak peduli langit mendung dan salju belum lumer,
hingga hawa udara tetap sangat dingin. Dijalan-jalan umum
orang mundar-mandir berduyun-duyun dan suara petasan
terdengar bergemuruh sekali.
Di antara orang banyak itu terdapat Cia In Gak seorang diri,
ia berada dalam rupanya yang asli, mukanya putih dan
tampan, sikapnya halus dan agung.
Hanya ia bukan menggembirakan diri sebagai banyak orang
lainnya ia lantas pergi dengan diam-diam ke sebuah gang

1291
lebar di sebelah kanan, terus ia berjalan berliku tujuh atau
delapan kali, hingga ia berdiri di depan sebuah pintu kecil
yang bercat merah. Dengan jeriji tangan ia lantas mengetukngetuk.
Itulah pintu taman keluarga Tio, yang berada di sebelah
belakang rumah. "Siapa?" terdengar suara menanya seorang
tua. "Apakah Giam Samya di dalam?" In Gak membaliki.
Dengan mengasih dengar suara, daun pintu terbuka sedikit,
di situ muncul kepalanya seorang tua, yang rambutnya sudah
ubanan, begitu dia melihat orang yang mengetuk pinlu, dia
kaget saking girang.
"Oh, Kouwloya yang datang?" serunya. "Bagus" "Kouwloya"
itu ialah "baba mantu"
In Gak terkejut, Suara orang itu mesti ada sebabnya, Sebab
orang tua ini, Glam In Hot, bujang yang dipercaya selama dua
turunan keluarga Tio. "Ada apa?" ia tanya.
Giam Hok mengawasi, terus ia menyahuti perlahan:
"Apakah Lui Tayhiap belum mengasih tahu pada kouwloya?"
In Gak menggeleng kepala.
"Kalau begitu, baiklah," kata hamba tua yang setia itu. ia
lantas memberitahukan bahwa selama tahun baru, So Beng
Pat ciang Siang Lok sudah datang membawa berita bahwa
Poan Poan Siu sudah muncul pula serta oey Ki Pay pun
beraksi.
"Dengan begitu Tio Loya dan Tio Siocia jadi belum pulang?"
tanya In Gak.
Giam Hok menggeleng kepala.
Tepat disitu detik, telinga In Gak mendengar suara tertawa
dingin dari gang di samping-nya, Dengan sebat ia lantas
berpaling, Maka belasan tombak dari ianya, ia melihat seorang
tua yang tubuhnya besar, yang mengenakan baju kulit.
orang tua itu bermuka kurus dan rambutnya yang berwarna
merah merupakan konde, Dia tengah mengawasi dengan
wajahnya bersenyum mengejek.

1292
"Hm" In Gak mengasih dengar suara dinginnya, Mendadak
tubuhnya mencelat, hingga tahu-tahu ia sudah berada di
depan orang tua yang sikapnya tidak menyenangi itu.
orang tua itu mencelat mundur, romannya kaget. Rupanya
gerakannya si anak muda berada di luar perkiraannya.
Dengan sikap dingin dan bengis, In Gak mengawasi wajah
orang. ia membungkam.
Hanya sebentar hilang kaget atau herannya si orang tua.
Dia lantas menyeringai Dia terus tertawa dingin-
"Benarlah lihay sekali baba mantu yang manis dari Keluarga
Tio" ejeknya.
"Kau siapa?" In Gak tanya dingin-
Kedua matanya orang tua itu mendelik.
Kembali dia tertawa, Hanya kali ini tertawanya nyaring dan
menyeramkan seperti
suaranya kokok beluk. Siapa nyalinya kecil, bulu romanya
dapat bangkit berdiri.
"Aku si orang tua ialah Cek Hoat Ki Leng dari Im San," dia
menyahut begitu lekas dia berhenti tertawa, "Aku dengar
kabar kau terlalu mengandalkan kepandaianmu dengan apa
kau terlalu menghina orang, kau melihat tak mata kepada
sesama kaum Kang ouw, dari itu hari ini aku datang untuk
menguji kau."
Mendengar itu, terbangun sepasang alisnya ia Gak. ia pun
tertawa nyaring.
"Aku kira siapa, tak tahunya segala manusia tak bernama,"
katanya memandang enteng, "Bertempur dengan kau berarti
aku membikin kotor tanganku, Di mana adanya Poan Poan
Siu? Suruhlah dia yang datang menemui aku."
Matanya Cek Hoat Ki Leng si Rambut merah melotot.
"Oh, anak yang belum hilang bau susunya" dia membentak
saking mendongkol "Kau begini jumawa. Tidak sukar untukmu
ingin menghadap Kauw-cu kami, tetapi untuk itu kau mesti
mencoba menempur aku dulu”

1293
In Gak tidak menunjuki amarahnya, sebaliknya ia tertawa
geli.
"Kauwcu kamu itu kena dibujuki dan dipermainkan oey Ki
Pay," katanya, " karena itu dia muncul pula dalam dunia Kang
ouw untuk melakukan pelbagai kejahatan, sekarang aku
menyuruh kau memanggil Kauwcu kamu itu supaya dia
menemui aku. Hendak aku memberi nasihat kepadanya agar
dia membebaskan diri. Kau sendiri, kau tidak berharga untuk
bertempur dengan aku."
Ki Leng gusar tak tertahan lagi, dia melotot bengis dan
berteriak: "Anak muda, kau kurang ajar sekali Maka kau
cobalah tangan aku si orang tua" Mendadak kedua tangannya
diluncurkan cepat sekali.
Itulah tipu silat Jaring bumi merangsang naik" salah satu
pukulan terlihay dari kitab ilmu silat "Seng Siu Mo Keng"
pukulan itu dari bawah naik ke atas, itulah serangan
menyangsut, Sengaja Ki Leng menggunai itu sebab dia telah
mendengar anak muda di depannya ini sangat lihay.
In Gak menggeraki tangan kanannya, agaknya enteng,
tetapi serangan lawan itu lantas terpunahkan- Menyusul itu,
tubuhnya lenyap dari hadapan si Rambut Merah.
Ki Leng heran hingga ia melempuk. Segera ia memutar
tubuh, ia menduga orang berlompat mutar ke belakangnya.
Setelah ia berkelit ia tetap tidak melihat anak muda itu, cuma
Giam Hok yang berdiri di ambang pintu rumahnya heran
bercampur girang, ia menduga mestinya In Gak berada pula di
belakangnya.
Ia heran dan kaget. Lagi sekali ia memutar tubuh sangat
cepat. Tanpa merasa ia menggigil.
Tetap tubuh si anak muda tak nampak. yang terlihat cuma
salju di tanah.
Ki Leng menjadi heran berbareng panas hatinya. Lagi sekali
ia berbalik, sambil berbalik tangannya menyerang. Kali ini pun
ia gagal, maka ia terus berbalik pula, terus ia menyerang. Dan

1294
seterusnya berulang kali ia memutar tubuhnya sambil
menghajar hebat, hanya selalu ia menyerang sasaran
kosong...
Mendadak ia mendengar suara tertawa dingin sangat
perlahan di samping telinganya ia kaget hingga ia lompat
mencelat untuk menyingkirkan diri, itulah lompatan "Naga
terbang ke langit", Sambil berlompat itu ia berputar, dan
sambil berputar tangannya diayun, menerbangkan sebuah
panah kecil.
Di dekat mereka ada sebuah rumah kecil, serangan
diarahkan ke atas rumah itu. Ki Leng seperti melihat bayangan
melesat naik ke atasnya.
Memang In Gak berlompat ke arah rumah itu, hanya di
sana ia tidak berdiam diri, sebelum serangan tiba, ia sudah
lompat turun pula, berdiri di depannya si Rambut Merah,
sambil tertawa dingin, ia kata: "Hantu tua, aku tidak mau
membunuh kau Sekarang pergilah juga bilang Poan Poan Siu
supaya dia menyiutkan diri dan pulang ke Imsan, dengan
begitu dapat dia menyelamatkan dirinya"
Habis berkata, anak muda itu menggeser tubuh, untuk
memberi jalan buat orang mengangkat kaki...
Baru sekarang Cek Hoat habis akal, Sama sekali tidak
berani ia membuka mulut lagi, Hanya cuma dengan tertawa
dingin, ia berlompat untuk pergi menghilang. In Gak tunggu
sampai orang sudah pergi jauh, ia bertindak menghampirkan
Giam Hok.
Ketika itu dari balik pintu terlihat munculnya seorang imam,
yang terus menjura dan berkata sambil bersenyum: "Aku
mendengar saudara Lui Siauw Thian membilang Cia Siauwhiap
bagaikan naga di antara manusia, bahwa kepandaianmu lihay
luar biasa, hari ini aku menyaksikan nya, pujian itu tepat
sekali"
In Gak melengak, imam itu sangat asing untuknya.

1295
Giam Hok dapat mengerti keheranan si baba mantu, ia
lantas datang sama tengah.
"Inilah So Beng it Siang Sing Lok, koancu dari kuil Coan cin
Koan dari Im lian," ia memperkenalkan.
In Gak lekas-lekas memberi hormat.
"Oo, Siang Losu" katanya manis. "Beruntung aku dengan
pertemuan ini."
Imam itu mengawasi, ia tertawa, senang ia melihat orang
begitu tulus sikapnya, "Siauwhiap." katanya, " kecuali kau
lihay, kau pun cerdas sekali. Turut penglihatanku, kali ini cek
Hoat Ki Leng pasti kaget hingga dia pecah nyalinya."
Mukanya si anak muda bersemu dadu. ia mengerti bahwa
Siang Lok telah melihat tipunya barusan mempermainkan Ki
Leng.
Sejak ditegur Beng Liang Taysu gurunya bahwa ia rada
telengas, In Gak sudah lantas membataskan diri. Maka juga
sekalipun di Bu Leng San, dia menggunai Hian Wan Sip-pat
Kay hanya sampai di batas cuma main towel.
Begitupun melayani Ki Leng, ia melainkan main berkelit.
itulah tipu huruf "Lolos" dari Bi Lek Sin Kang dicampur dengan
tindakan Hian Thian cit Seng Pou. ia sebenarnya tidak
selamanya berlompatan untuk memernahkan dirl di belakang
Ki Leng, ia hanya berlompat ke balik tembok di mana ia berdiri
diam. Tapi Ki Leng menduga salah, dia main putar-putaran
dengan pelbagai serangannya, sampai waktu In Gak lompat
ke atas rumah, baru dia menyerang dengan anak panahnya
tapi dia gagal. Siang Lok dapat menyaksikan In Gak, maka itu
ia memuji anak muda ini.
"Aku menggunai akal, syukur itu berjalan,"
In Gak kata pula, " itulah bukan akal yang berarti, maka itu
harap Siang Losu tidak mentertawakan aku." Siang Lok
tertawa.
"Siauwhiap gagah dan pintar, tak dapat aku melawannya."
katanya, "Mana berani aku mentertawakan Siauwhiap? - Mari
kita masuk ke dalam, angin keras dan hawa dingin tidak dapat

1296
kita berdiri saja di sini, Aku pun hendak memberitahukan
sesuatu"
In Gak mengucap terima kasih. Giam Hok lantas memimpin
masuk.
In Gak jalan berendeng dengan imam dari gunung Im San
itu, Ketika ia tiba di dalam pekarangan taman atau kebun, ia
melihat tegas buktinya musim dingin. Kecuali pohon cemara,
pek dan bambu, semua pohon lainnya gundul daunnya.
Cabang-cabang kering pun berserakan di tanah yang
merupakan es. Sang angin masih bertiup keras.
Pemandangan itu mendatangkan rasa tawar dalam hati si
anak muda.
Siang Lok heran melihat orang demikian pendiam, tetapi ia
tidak dapat memmyakannya, ia turut berdiam saja.
Sampai di ruang tetamu, mereka disambut beberapa busu
serta pegawai keluarga Tio, lalu kepada mereka In Gak minta
keterangan hingga ia mendapat tahu semenjak kepergian tuan
rumah serta keluarga Ciu, pihak oey KiPay tidak pernah
datang mengganggu, mereka itu cuma melakukan
mengawasan
"Cuma kemarin ada tiga orang yang lancang masuk ke
mari," Giam Hok menjelaskan-"Mereka menanyakan halnya
siang Cinjin- Rupanya mereka telah mendengar atau melihat
kepada cinjin, oleh Lauw Busu mereka itu dapat dibikin suka
mengangkat kaki."
In Gak mengangguk, lalu ia memberi tanda untuk mereka
itu mengundurkan diri, hingga dalam ruang itu tinggal dia
berdua Siang Lok.
"Ketika baru ini aku dilukai panah Ki Leng, aku telah
disembuhkan oleh Tio Tayhiap." kata Siang Lok dengan
masgul, "setelah itu aku berangkat pergi dengan niat memberi
kisikan kepada sahabat-sahabat Kang ouw agar mereka
bersiap-sedia untuk munculnya pula Poan Poan Siu, tetapi aku
pergi belum ada seratus li, aku telah mendapat kenyataan aku

1297
dikuntit oleh lima murid kepala dari Puan Poan Siu, juga Ki
Leng sendiri.
Beberapa kali aku menghadapi saat-saat yang berbahaya,
syukur aku ditolongi Tonghong Giok Kun dan Kiang cong
Yauw, anak-anak muda dari Ngo Bi Pay."
"Sekarang di mana adanya mereka itu ber-dua?" Ujar In
Gak, Mendadak ia nampak gembira.
Siang Lok sebaliknya menjadi berduka.
"Sekarang mereka dalam kesukaran," sahutnya. "Sebentar
jam tiga mereka itu mesti berada di muara Ya Ap Thoa empat
puluh li dari kota chong- ciu ini untuk bertempur dengan
murid-muridnya Poan Poan Siu serta orang-orang oey Ki Pay.
In Gak terkejut.
"Kenapa mereka bentrok dengan pihak oey KiPay?" dia
tanya.
"Tentang itu aku tidak tahu jelas, tetapi kabarnya
ditimbulkan gara-gara sebab ditangkap atau diculiknya dua
nona-nona she Lo dan she Kang oleh orang-orang oey Ki
Pay..."
Matanya In Gak bersinar.
"Bukankah nona she Kang itu bernama Yauw Hong?" ia
tanya. Siang Lok menepuk pahanya.
"Benar" sahutnya, "Ketika mereka berbicara, aku terpisah
jauh, aku tidak mendengar tegas. sekarang aku ingat mereka
menyebut-nyebut Lo Siang Bwee dan Kang Yauw Hong."
In Gak berdiam pula, ia berpikir keras, ia ingat bagaimana
untuk pertama kali ia bertemu Yauw Hong di Cio Ke Chung,
Nona itu yang kulit mukanya bercahaya dadu dan sepasang
alisnya lentik, sangat menggiurkan hati, siapa yang melihatnya
pasti merasa berkasihan terhadapnya. Sayang ilmu silat nona
itu masih jauh daripada sempurna.
Siang Lok tidak tahu apa yang si anak muda pikir, ia
melainkan menduga orang tentu erat hubungannya dengan

1298
Nona Kang, ia dapat melihatnya dari sinar mata anak muda
itu.
"Lukaku masih belum sembuh seluruhnya, lalu aku kena
terserang pula satu muridnya Poan Poan Siu, karena itu aku
kembali ke mari untuk berobat," ia berkata pula, "Tapi
sekarang aku sudah sembuh betul, maka aku berniat pergi ke
Ya Ap Thoa untuk memberikan bantuanku. Aku dengar
Siauwhiap bersahabat dengan Tonghong Giok Kun berdua,
aku harap sukalah Siauwhiap membantu mereka."
In Gak mengangguk.
"itulah pasti," sahutnya, "Tapi mengenai kedua nona itu, di
manakah mereka ditahannya?"
"Mereka ditahan dalam sebuah kampung di dekat Ya Ap
Thoa, Kalau Siauwhiap suka, mari kita pergi bersama. Ataukah
Siauwhiap ingin pergi sendiri?" In Gak berpikir sebentar.
"Aku masih mempunyai urusan, baiklah Siang Losu pergi
sendiri lebih dulu, Tepat jam tiga sebentar malam, aku akan
tiba di sana."
Siang Lok mengangguk, terus ia memberi hormat.
"Baiklah kalau begitu, aku akan berangkat lebih dulu,"
katanya, dan terus ia berangkat pergi dengan mengambil jalan
lompat di jendela.
In Gak duduk diam seorang diri, matanya mengawasi ke
jendela, Kembali ia pikirkan hal dirinya. Satu tahuNia
merantau, namanya untuk mencari balas, kenyataannya
maksudnya itu belum tercapai, sebaliknya ia senantiasa main
asmara, hingga sekarang ia ditinggal nona-nona itu, cinta
yang sangat memang dapat menimbulkan kejelusan...
"Yauw Hong menyintai aku, bagaimana aku harus bersikap
terhadapnya?" demikian pikirnya pula, "Bagaimana aku harus
melayani yang lain-lain?"
Saking masgul, ingin In Gak terbang balik ke Po Hoa Sin,
untuk buat selama-lamanya menemui saja kuburan
ayahnya....

1299
Habis menghela napas, anak muda ini pergi ke depan- Di
situ ada menjaga seorang busu, ia memberikan pesannya,
setelah mana ia lantas pergi meninggalkan rumah keluarga Tio
itu.
Cuaca guram, hawa dingin. Demikian pula suasana di Ya
ApThoa di mana salju putih di sekitarnya. Kawanan bebek
pada bersembunyi di antara rumput gelaga, cuma suaranya
yang terdengar itulah bebek liar yang biasa datang berkumpul
setiap musim rontok dan dingin, jumlahnya sampai ribuan, itu
pula bebek yang biasa ditangkap untuk mendatangkan hasil
besar, karena daging binatang itu gemuk dan lezat.
Tak jauh dari muara itu terdapat sebuah kampung yang
besar, itulah tempat kediamannya Pat-pou Kan Mam Hong hu
Siong, seorang jago Rimba Hijau yang sudah banyak tahun
tinggal hidup menyendiri.
Dia lihay terutama ilmu enteng tubuhnya, Karena sudah
banyak tahun berdiam di kampungnya itu, orang Kang ouw
seperti melupakannya.
Bagus sekali keletakannya kampung, karena di sekitarnya
air melulu, maka itu dia mirip sebuah pulau, Meskipun dikitari
air, dari jauh kampung tak terlihat tegas, itulah sebab di
sekitar air- itu tumbuh pohon gelaga yang tinggi dan rapat, ini
pula lantarannya jarang ada yang ketahui pulau kecil itu
merupakan sebuah kampung dengan keletakannya demikian
bagus. Rumahnya Honghu Siong pun merupakan gedung yang
besar dan indah.
Adalah di bagian selatan dari gedung itu, di atas sebuah
lauwteng, terlihat dua
orang nona cantik lagi duduk di kursi dengan tangan
mereka terbelenggu hingga walaupun mereka cantik dan
manis, alis mereka berkerut, roman mereka berduka. Mereka
tidak memakai pupur atau yanci, rambut mereka kusut, tapi
mereka tetap cantik. Merekalah Lo Siang Bwe dan Kang Yauw
Hong.

1300
"EnciBwe," kata Yauw Hong, yang menghela napas, "jikalau
saudara Tonghong tidak ketahui kita ditahan di sini, kita bisa
mendapat malu besar, Maka aku pikir baiklah kita mati saja..."
Siang Bwe tertawa dingin, "Tak gampang mati secara
demikian" katanya. "Aku pikir lebih baik meloloskan diri
Bukankah setiap kali kita diantarkan barang hidangan kita
dibebaskan dari belengguan ini. sayangnya setiap dibebaskan,
kita terus ditotok dulu tiga jalan darah kita, hingga kita tidak
berdaya untuk kabur, Tapi adik Hong, jangan putus asa, baik
kita bersabar, Aku percaya akhirnya aku akan peroleh pikiran
baik..."
Yauw Hong menghela napas, "Aku kuatir percuma saja,"
katanya berduka, "Mereka itu bilang asal si hantu cabul Poan
Poan Siu datang, kita tidak mempunyai harapan lagi..."
Siang Bwe menghela napas. "Biarlah kita pasrah pada
Tuhan- Sekarang ini aku setiap waktu mengerahkan tenagaku
di tangan kanan, asal ada ketikanya, aku nanti gunai totokan
Thay Hi Hui-goan Kang. Biarnya hantu tua itu lihay, aku
percaya dia tidak bakal lolos dari tanganku..."
Mau atau tidak Yauw Hong bersenyum juga. ia mengawasi
ke luar jendela dimana salju memenuhi hutan gelaga,
pikirannya kusut sekali.
Dengan lewatnya sang waktu, cuaca mulai menjadi guram
dan gelap. Sekarang sang angin meniup santer, Dalam
keadaan begitu, kedua nona berdiam saja, hati mereka
masing-masing pepat sekali, Mereka hilang kemerdekaan dan
setiap saat bahaya kehinaan dan jiwa mengancam mereka...
Tiba-tiba maka terdengarlah suaranya kunci pintu, lantas
daun pintu terpentang, cahaya api pun meuyerot masuk.
Dengan begitu terlihatlah masuknya seorang wanita tua,
rambutnya sudah separuh ubanan dan mukanya keriputan,
sebelah tangannya membawa lentera, yang sebelah lagi
menengteng kotak nasi.

1301
Dia meletaki lenteranya di atas meja, matanya lantas
dibuka hingga nampak sinarnya yang bengis. Wajahnya
terlihat bersenyum bukannya bersenyum...
"Poan Poan Loelanpwe sudah datang," dia kata mengejek.
"maka besok ialah hari kegirangan kamu, ncna-nona. Maka
sekarang aku menyajikan barang hidangan untuk memberi
selamat terlebih dulu kepada kamu"
Kedua nona kaget, lebih-lebih Leng Po Sian-cu Lo Siang
Bwe. ia mengawasi tajam, ia bersiap begitu tangannya
dimerdekakan, hendak ia menyerang.
Akan tetapi si nyonya tua tidak meninggalkan
kebiasaannya, ia bukan membebaskan dulu dan baru
menotok, ia hanya mau menotok jalan darah dulu dan baru
membukai belengguan. Tepat nyonya itu hendak menotok
Siang Bwe, Yauw Hong berseru: "Locianpwe" Nyonya itu
terkejut, ia heran, Batal ia menotok, "Kau mau bicara apa?" ia
tanya nona Kang.
"Kami telah terkurung selama tiga hari, tangan dan kaki
kami lemas sekali," kata Yauw Hong, suaranya menggetar,
"maka itu kami mau minta locianpwe jangan menotok kami,
supaya dapat kami bergerak sebentar dengan merdeka..."
Nyonya tua itu mengawasi tajam, ia heran untuk suara
orang yang berubah itu. ia pun menatap Siang Bwe. Akhirnya
ia tertawa aneh.
“Jangan harap kamu dapat menyasarkan perhatianku."
katanya, "Apakah kamu kira dapat kamu menipu aku si orang
tua?" ia mengulur pula tangannya, guna melanjuti menotok
Siang Bwe.
Tiba-tiba terdengar suara tindakan kaki enteng di lantai
lauwteng, Nyonya itu kaget, ia menarik pulang tangannya,
cepat luar biasa ia lompat ke luar. "Siapa?" ia tanya nyaring.
Tatkala nyonya ini menaruh kakinya, ia cuma merasai angin
berkesiur, di tempat yang gelap. ia tidak melihat apa juga.
Bayangan manusia pun tak ada. ia heran hingga ia berpikir

1302
"Terang aku mendengar tindakan kaki orang, kenapa
orangnya tidak ada? Jangan-jangan aku kena tertipu akal
memancing harimau meninggalkan gunung... Maka bagaikan
kilat ia lompat masuk pula ke dalam kamar.
Siang Bwe dan Yauw Hong masih terikat seperti tadinya, di
situ tidak nampak sesuatu yang mencurigai ia tertawa di
dalam hati, pikirnya pula: "Di bawah lauwteng ini penjagaan
kuat sekali, orang luar tak nanti dapat terbang masuk ke mari.
Aku ketakutan tidak keruan..." Maka ia memandang kedua
nona dan tertawa.
"Tentulah kamu berdua sudah lapar," katanya, "Baiklah,
aku nanti merdekakan kamu..." Lantas tangannya digeraki.
Kedua nona itu girang ketika tadi mereka mendengar
tindakan kaki di luar kamar dan si nyonya tua berlompat untuk
melihatnya, tempo mereka melihat orang kembali, mereka
berduka sekali, habis pengharapan mereka hingga tangan dan
kaki mereka dirasakan dingin.
Kembali terdengar tindakan kaki tadi. Ketika itu, totokan si
nyonya hampir mengenai jalan darah Siang Bwe. Dengan
sebat ia menariknya pulang, telinga dan matanya dipasang.
Lalu ia mendengar suara berisik, seperti ada tubuh jatuh dari
atas lauwteng. Segera ia mendengar suara susulan yang
nyaring: "oh, kucing besar sekali"
Nyonya tua itu tertawa, dia menggeleng kepala, Lantas dia
melanjuti menotok kedua nona, sehabis mana ia membukai
ikatan pada kaki dan tangan mereka itu.
Dalam keadaan sangat berduka dan putus asa itu, siang
Bwe dan Yauw Hong tidak punya nafsu untuk berdahar,
Mereka bahkan berdiam saja.
Si nyonya tua tertawa kembali, aneh suara tertawanya itu,
ia melirik kepada kedua nona itu, Kelihatannya ia mau
membuka mulutnya ketika ia mendengar panggilan perlahan

1303
dari luar jendela: "Ling Toaso, chungcu ada urusan
mengundang kau" Nyonya tua itu terkejut.
"Siapa itu?" ia tanya keras, menyusul mana tubuhnya
sudah berlompat ke luar.
"Aku Peng Ji Houw." menjawab suara di luar itu, suaranya
terdengar makin jauh, ketika keluar kata-kata "Houw" dia
sudah terpisah kira dua puluh tombak.
Leng Po sian-cu Lo siang Bwe lantas kata perlahan pada
Yauw Hong: "Itulah tipu daya memanggil harimau
meninggalkan gunung, orang itu tentu ketahui lauwteng ini
terjaga kuat dan banyak perangkapnya, maka dia menggunai
akal ini. Entah dia saudara Tonghong atau saudara Kiang..."
Mendengar disebutnya "saudara Tonghong" Yauw Hong
tertawa di dalam hati, ia pun melihat alisnya Nona Lo bergerak
dan pipinya berwarna dadu.
"Dasar cinta," pikirnya, "Disaat begini, cinta masih besar
pengaruhnya..." ia terus bersenyum mengawasi kawan itu.
Siang Bwee tahu ia di tertawakan, ia mendelik kepada nona
itu, tetapi ia segera mengawasi ke luar jendela.
Dengan mendadak terasa angin menyamber, gerakan
orang kabur matanya, kedua nona ini tahu2 melihat di
depannya berdiri seorang Imam yang matanya tiga dan
berewokan pendek, romannya luar biasa sekali, Mereka
menjadi kaget, hati mereka guncang.
Selama dikurung didalam lauwteng itu, belum pernah
mereka ditemui seorang pria, dari itu mereka menduga orang
ini mestinya Poan Poan Siu.
Imam itu mengawasi dan bersenyum.
“Jangan takut, nona-nona," katanya sabar. "Aku ialah So
Beng Pat cang Siang Lok. aku datang kemari dengan
menempuh bahaya membawa pesain Cia Siauwhiap untuk
nona Kang bahwa ia nanti segera datang menolongi."

1304
Yauw Hong heran dan girang luar biasa, ia lantas membuka
mulutnya.
“Jangan bicara." si imam mencegah, tangannya diulapkan
"Aku telah bertemu Tonghong Siauwhiap dan Kiang Siauwhiap
di Ya Ap Thoa, mereka itu dirintangi musuh, tak dapat mereka
datang ke mari. Aku pun datang ke mari dengan menggunai
akal. Kamu ditotok, nona-nona, tidak dapat aku
membebaskannya, kalau aku paksa membebaskan, mungkin
kamu dapat celaka. Karena itu, aku memancing pergi pada si
nyonya tua she Llong tadi. sekarang nona-nona boleh legakan
hati, kamu boleh berpura-pura dahar, supaya nanti tidak
dicurigai, sampai sebentar Cia Siauw hiap datang." Habis
berkata, imam itu lantas berlalu dengan cepat.
Siang Bwe dan Yauvv Hong percaya keterangan itu,
walaupun mereka heran, mereka toh bersantap.
Tidak lama maka ke situ datanglah dua orang yaitu si
wanita tua serta seorang pria jangkung kurus dan berkumis
hitam, Wanita itu heran melihat nona-nona itu mau dahar, ia
mengawasi si orang tua dan kata: "Inilah aneh, Tadi Peng Ji
kouw membilangi aku bahwa aku dipanggil chungcu, ketika
aku turun dari lauwteng dia tidak ada, chungcu sendiri bilang
kau tidak memanggil aku... Di sini mesti ada terjadi sesuatu."
orang tua itu tertawa dingin.
"Terang inilah tipu memanggil harimau turun gunung."
katanya, "Selagi kau turun dari sini orang menaiknya, tetapi
karena ia lihat kedua nona ditotok dan ia tidak dapat
menolongi ia mundur sendirinya. Nanti aku si orang tua tanya
ini dua nona, kita akan ketahui duduknya kejadian."
Cepat luar biasa, tubuh orang tua ini sudah mencelat ke
depannya siang Bwee dan Yauw Hong. Dua nona itu tunduk.
mereka dahar tanpa menghiraukan siapa juga. Hati mereka
sebenarnya berdenyutan keras.
Orang tua itu ialah Pat-pou Kan Siam Hong Hu Siong
bersenyum.

1305
"Nona-nona, apakah barusan kamu melihat orang datang
ke mari?" ia tanya sabar.
Belum dapat mulutnya chungcu atau tuan rumah ini,
mendadak dari luar jendela terlihat menyambernya belasan
sinar terang biru seperti bintang, menyamber ke arah tuan
rumah.
"Chungcu, awas" teriak si nyonya tua.
Honghu Siong awas dan gesit, sambil mengasih dengar
ejekan "Hm" tubuhnya melesat ke kiri lima kaki, maka semua
sinar itu menghajar tembok. meletik lelatu apinya. Menyusul
itu, ia berlompat ke luarjendela diikuti si wanita tua. Mereka
melihat satu bayangan berlompat turun dari lauwteng.
"Enso Liong, tunggu di sini" Honghu Siong kata dingin,
"Nanti aku si orang tua sendiri membekuk dia"
Belum lagi tuan rumah ini lompat menyusup telinganya
telah mendengar jeritan dahsyat dari bawah lauwteng, ia
lantas menduga bahwa mesti ada orangnya yang telah kena
dibikin celaka, Alisnya menjadi terangkat karena gusarnya. ia
merogo ke sakunya, ia menimpuk ke bawah, maka terlihatlah
satu sinar terang merah, Hingga terlihat kumisnya bangun
berdiri.
“Jangan kasih dia lolos" ia berteriak. itulah titahnya, ia terus
lompat turun untuk menyusul, hingga ia mirip burung garuda
terbang melayang.
Di antara sinar terang itu terlihat sejumlah orang, ialah
orang-orangnya Honghu Siong lompat memburu. Honghu
Siong sendiri telah lantas melombai mereka itu. Dari sini
ternyata kegesitannya, hingga tepatlah julukannya "Pat-pou
kian-siam" atau Pengejar Tonggoret
Di sebelah depan terlihat satu bayangan orang
berlompatan, lari ke timur dan ke barat, jaraknya belasan
tombak.
Honghu Siong tertawa dingin dan kata nyaring: "Sahabat,
kenapa kau berpemandangan cupat? ketahuilah Honghu Siong

1306
paling gemar bergaul. Kau telah lewat di sini, kenapa kau tidak
mampir? Sahabatjikalau kau tidak menghentikan tindakanmu
terpaksa Honghu Siong akan menahannya dencan cara
paksa."
Kata-kata itu dikeluarkan dibarengi lompat tubuh yang
pesat hingga mereka berdua menjadi terpisah kira lima atau
enam tombak.
Sekonyong-konyong bayangan itu membentak: "Honghu
Siong kau terlalu Aku tidak sudi menemui kau, kau mau apa?"
Mendadak pula dia tertawa lebar, tubuhnya, terus mencelat
naik ke arah sebuah pohon besar di dekatnya.
Honghu Siong berlompat terus, selagi orang tertawa ia
sudah menyusul dengan lantas ia menjambak ke arah lengan
orang itu..
orang itu pun gesit gerakannya, dia berkelit hingga dia
lolos.
Honghu Siong bertambah gusar, ia berlompatpula, atau
mendadak ia merasakan tolakan keras hingga ia menjadi
terperanjat. Selagi berlompat itu hingga ia seperti tergantung
di udara, tak sanggup ia bertahan, maka ia lekas-lekas turun
seraya memperkokoh tubuh dengan tipu "Berat Seribu Kati"
guna membikin tubuhnya tak roboh, ia melihat sesuatu yang
meny amber padanya, ia gunai dua tangannya untuk
menyampok itu.
Segera ternyata serangan itu berupa cabang pohon yang
ada esnya. Maka merahlah muka chungcu ini, yang merasa
malu dan jengah. orang di atas pohon itu tertawa berkakak.
"Honghu Siong, janganlah tergesa-gesa hendak menemui
aku" katanya nyaring, "Segera juga akan tiba jam tiga, maka
sebentar di Ya Ap Thoa bakal terjadi pertempuran yang
dahsyat, Mari kita berjanji untuk mati bersama, sebelum
bertemu jangan kita berpisah, Pasti sebentar kau bakal
bertemu denganku. Hanyalah aku kuatir belum lagi fajar

1307
menyingsing, rumahmu ini bakal menjadi rata dengan bumi,
Maka sekarang ini terlalu siang kau berlagak-lagak."
Habis itu sunyi siraplah suasana yang barusan tegang itu.
Honghu Siong tahu baik bahwa telah pergi jauh, bahwa
percuma ia mengejar orang tidak dikenal itu. justru itu orangorangnya,
yang menyusul, telah menyandak ia, maka ia
memberikan perintahnya: "Semua balik ke tempatnya masingmasing,
jangan ada yang sembarang meninggalkannya. Pada
jam tiga sebentar aku hendak pergi ke Ya Ap Thoa, maka
kamu harus menjaga supaya tidak ada orang yang menyerbu
ke mari"
Habis berkata, ia mendahului berlari pulang.
Sementara itu tadi si nyonya tua bermuka keriputan begitu
dia mendengar pesan Honghu Siong untuk kembali ke dalam
kamar, telah mentaati pesan itu. Tanpa bersangsi dia
membalik tubuhnya guna bertindak ke dalam, Atau mendadak
dia merasa ada orang yang mengusap punggungnya.
Dia kaget, dengan sebat dia memutar diri. Maka dia melihat
seorang muda dengan muka dingin dan mata tajam berdiri
mengawasi padanya, Dia lantas mundur dua tindak.
"Kenapa aku menjadi begini tidak punya guna? Biasanya
sekalipun bunga terbang atau daun rontok di tempat sepuluh
tombak dapat aku dengar, tetapi dia ini sangat ringan
tubuhnya. Sungguh sukar dipercayai pikirnya.
Dia berkata begitu di dalam hati, sembari berkata
tangannya menyiapkan senjatanya yang berupa gaetan
panjang, terus dia menyerang anak muda itu. Tidak kepalang
tanggung dia menyerang kejalan darah.
Anak muda itu tertawa perlahan, tubuhnya berkelit lincah,
ia bukan menyingkir jauh, ia justru lompat masuk ke dalam
pintu kamar. " Kurang ajar" si nyonya tua membentak dan
memburu.

1308
Lo Siang Bwe dan Kang Yauw Hong terkejut apa pula
kapan mereka melihat roman seram dari anak muda itu, tetapi
Yauw Hong lantas melihat tegas tubuh orang, dari kaget ia
menjadi heran dan bersangsi, ia mengenali baik potongan
tubuhnya In Gak yang tak ia lupai di dalam impian pun.
Sementara berteriak itu, si nyonya tua sudah masuk dan
menyerang pula, ia lihay
sekali, gerakannya sangat cepat, Gaetannya itu bersinar
berkelebatan mengarah tubuh orang.
Anak muda itu mengulur tangan kanannya, ia menyambut
gaetan dengan sentilan-
Satu suara nyaring terdengar sebagai kesudahannya, lantas
terlihat gaetan mental dan si nyonya tua sendiri terhuyung
mundur tiga tindak.
Bukan main kagetnya nyonya keriputan ini, ia merasai
tangannya kesemutan dan hilang tenaganya. Maka ia berdiri
mengawasi dengan tercengang, Tak dapat ia menerka siapa
adanya anak muda ini.
Anak muda muka jelek dan seram itu tertawa dingin.
"Ilmu gaetanmu masih jauh, tak dapat kau mencapai
puncak kemahiran" katanya mengejek "Baiklah kau lekas
simpan itu, jikalau tuan mudamu mau mengambil jiwamu,
Siang-siang aku telah melakukannya. Mana dapat kau hidup
hingga sekarang ini? Lekaslah kau menotok bebas kedua nona
itu"
Begitu ia mendengar suara orang, dari takut dan heran,
Kang Yauw Hong lantas bersenyum. Sekarang ia memperoleh
kepastian pemuda jelek dan bengis itu ialah In Gak adanya.
Hanya ia heran mengapa In Gak menyuruh si nyonya tua yang
membebaskan mereka berdua.
Bukankah pemuda itu sendiri cukup pandai untuk
menolongi mereka? ia tidak dapat mem-bade maksudnya anak
muda itu.

1309
In Gak jeri dengan soal asmara, Kalau ia yang menolongi,
ia jadi mesti meraba tubuhnya kedua nona itu, itulah hebat
untuknya. Merekalah nona-nona yang suci bersih, satu kali ia
merabah tubuh mereka, maka tak dapat tidak mereka mesti
menjadi miliknya...
Yauw Hong bingung, hingga ia lantas bertanya: "Engko In,
kau singkirkan perempuan tua ini Bukankah lebih sempurna
untuk kau sendiri yang menolongi kami?"
Hati ln Gak tergetar. Demikian akrab nada si nona, ia jadi
bingung. Si nyonya tua sebaliknya tak takut dengan ancaman
Dia menyeringai seram.
"Bocah jelek kau berani bertingkah di depan aku si orang
tua?" katanya bengis, Jikalau kau dapat melawan gaetanku,
baru dapat aku membebaskan nona-nona ini. jikalau tidak
taruh kata kau dapat menolong Imereka, mereka bakal jadi
seperti sampah"
In Gak tertawa, ia tahu orang mengandalkan ilmu totoknya
yang istimewa.
"Kau bilang tuan mudamu jelek. kau sendiri tak bagus
seberapa" ia kata bergurau, "Menurut suara kau rupanya
gaetan kau lihay luar biasa. Baiklah, di dalam tiga jurus kau
boleh menggunai gaetanmu, akan aku bikin kau tunduk."
Hebat nyonya Llong itu. Belum berhenti suara si anak
muda, ia sudah bersiul. itulah tanda buat ia minta bantuan-
Apa celaka, belum habis siulannya itu, ia merasai angin
menyamber ke mukanya, dan belum ia tahu apa-apa, "Pok"
maka mukanya itu telah kena di-tampar, hingga ia merasa
sangat sakit dan matanya kabur, pipi kanannya menjadi
merah dan bengap seketika.
“Jangan harap kau dapat berteriak minta tolong" kata si
anak muda, tertawa menyindir "Siapa pun tak dapat
menolongi kau.Jikalau kau ingin tunduk benar-benar, lekas
kau gunai gaetanmu atau kau mesti segera menotok bebas
kedua nona ini nanti aku beri ampun padamu."

1310
Keras kata-kata itu, sampai si nyonya jeri dan mundur lagi
dua tindak. hanya sekarang ia sekalian bersiap untuk
menyerang.
In Gak berdiri diam, kedua tangannya di-gendong, ia
bersenyum ewah.
Yauw Hong terus mengawasi si anak muda, tak ia berkedip
atau berkisar, ia heran dan berpikir: "Kenapa sekarang dia
berubah menjadi begini jelek? Mungkinkah dia lagi
menyamar?" ia mengawasi dengan sia-sia belaka, ia tidak
dapat melihat apa-apa yang mencurigai pada anak muda itu...
Lo Siang Bwe pun berdiam dengan hati-nya berpikir keras,
Dari suaranya Yauw Hong terang nona she Kang itu sangat
mencintai Cia In Gak. tetapi aneh, mengapa si pemuda begini
buruk wajahnya?
Si nyonya tua she Liong sudah lantas menyerang, Gaetan
kanannya meluncur dengan sangat cepat dan hebat.
In Gak tidak menangkis, ia hanya berkelit nyamping,
hingga dilain sedetik ia sudah berada di belakang
penyerangnya itu.
Yauw Hong dan siang Bwe mengawasi tetapi mereka
hampir tak dapat melihat orang berkelit membebaskan diri
dari serangan hebat itu.
Si nyonya melengak. karena ia kehilangan sasarannya, ia
baru terkejut ketika ia merasa punggungnya ada yang towel,
hingga ia mengeluarkan keringat dingin- Sambil memutar
tubuh ia menyerang ke belakang. Belum lagi serangannva
mengenai tubuh orang, sudah merasa telapakan tangannya
sakit, tanpa ia menghendaki gaetannya terlepas dari
tangannya, gaetan itu tahu tahu sudah pindah ke tangan
orang muda muka jelek di depan itu...
Dan si anak muda mengawasi ia sambil tertawa.
xxx
BAB 17

1311
WANITA TUA keriputan itu menjadi bingung, tak tahu ia
kenapa senjatanya lepas, ia tidak melihat bergeraknya si anak
muda. orang nampak mengawasi ia dengan berdiri sambil
menggendong tangan, ia heran akan tetapi ia mengawasi
bengis, matanya mirip api bersinar marong...
In Gak mengawasi ia tertawa, Lantas ia mengangsurkan
gaetan orang.
"Tuan mudamu tidak bermusuhan denganmu, tak sudi ia
mencelakai kau," katanya. "Untuk kau membebaskan kedua
nona ini, pekerjaannya mudah sekali, cukup asal kau satu kali
menggeraki tanganmu, bukankah aku tidak memaksa dan
menghina aku? Kenapa kau hendak mengadu jiwa denganku?"
Dengan perlahan si wanita mengulur tangannya, guna
menyambuti gaetannya itu. ia malu, mendongkol dan gusar
menjadi satu.
"Aku si orang tua kalah tak puas" kata-nva. "Kau cuma
mengandalkan kelincahanmu. Apakah kau berani menyambuti
Pek-khong-ciang dari aku?"
Jilid 23 : Libatan asmara lagi
IN GAK tertawa.
"Kau jumawa hingga kau tak kenal dirimu sendiri" katanya,
"Kau tidak dapat diajak bicara Nah kau menyeranglah"
Pemuda ini menunjuki bahwa dia tak jeri akan Pek-khong-
Ciang pukulan "udara kosong" Wanita itu menggeser
gaetannya dari tangan kanan ke tangan kiri, ia segera
menyiapkan tangan kanannya.
In Gak bermata awas, ia melihat telapaka n tangan orang
dari putih berubah menjadi merah, Tanpa merasa ia
bersenyum tawar. Segera juga wanita itu melakukan
penyerangannya.

1312
In Gak mengawasi dengan tertawa dingin, sama sekali
tubuhnya tak bergerak. jangan kata tubuhnya bajunya pun tak
tertowel
Wanita tua itu terkejut Dia tahu dia menyerang dengan
tenaga penuh, Tapi pukulannya seperti tanah lempung
kecemplung di dalam air. Lalu habis itu dia merasakan
lengannya lemas, disusul dengan tenaga menolak yang
dahsyat sekali, ia mesti mundur dengan dada sesak.
Dan lagi mendadak kedua kakinya pun terasa lemas, tanpa
maunya dia roboh duduk di lantai lauwteng. Setelah roboh,
lenyaplah tenaga menolak itu. Dia mengangkat kepalanya
mengawasi si pemuda jelek.
"Sudah, sudahlah..." katanya masgul tawar "Buat apa aku
hidup di dalam dunia."
Dengan tiba-tiba dengan tangan kanannya dia menghajar
ke mukanya sendiri, maka terkulailah tubuhnya, napasnya pun
berhenti kemudian terlihatlah darah keluar dari mata, hidung,
mulut, dan telinganya, hingga mukanya yang jelek menjadi
bengis dan menakuti.
In Gak melengak. Tidak ia sangka orang demikian keras
hati, Barusan ia menggunai tipu-tipu dari huruf-huruf "Lolos"
dan "Menindih" dari Bi Lek Sin Kang. ia membebaskan diri dari
serangan, lantas ia balas menolak dan menekan, ia ingin si
nyonya sadar dan menyesal, tak tahunya orang menjadi putus
asa dan nekad.
"Pantas wanita jahat ini mampus" kata" Yauw Hong sengit
"Dia tak harusnya dikasihani Engko In, lekas kau tolong
membebaskan kami. Totokan ini siksaan tak sedap sekali."
In Gak melengak. ia lantas menoleh ke lain arah. Ketika ia
berpaling pula, dua-dua nona itu nampak lagi mengawasi ia
dengan mendelong. Kedua nona itu agak heran, roman
mereka itu pun meminta ditolongi... Mau atau tidak. ia
bertindak perlahan menghampirkan.

1313
"Nona Kang, di bagian mana kamu ditotoknya? "ia tanya,
Kalau tadi ia menghela napas, sekarang ia bersenyum.
Nona itu mengerutkan alis. perlahan sekali ia
memberitahukan tubuh bagian mana dari mereka yang ditotok
si wanita tua jelek setelah itu mukanya menjadi merah, ia
malu dan likat.
Muka In Gak pun menjadi merah, tangan dan kakinya
menjadi dingin tanpa merasa. Totokan itu ialah di bagian
tubuh yang terlarang - di bawahan buah susu.... "Lekas,
engko In" Yauw Hong minta, ia mendesak walaupun ia malu.
In Gak menguatkan hatinya, Tanpa mengatakan apa-apa
lagi, ia lantas menotok beberapa kali, sebat dan tepat,
Kemudian ia mau menolongi Lo Siang Bwe atau mendadak ia
menahan jari jari tangannya....
Lo Siang Bwe bermuka merah, kedua matanya ditutup
rapat, ia pun malu seperti Yauw Hong.
"Engko In, kenapa?" tanya Nona Kang, ia heran.
In Gak menghela napas, Mendadak saja ia menotok nona
Lo.
Hanya sejenak. kedua nona itu lantas dapat berlompat
bangun-"Nona nona, mari turut aku ke Ya Ap Thoa" In Gak
mengajak.
"Tunggu dulu” kata Yauw Hong cepat, pemuda itu heran, ia
mengawasi. Yauw Hong mengawasi anak muda di depannya.
"Engko In, mengapa mukamu berubah begini rupa?" dia
tanya, "Maukah kau mengasih ketera ngan padaku? "
In Gak memandang nona itu, yang terus menatap ianya,
Siang Bwe pun mengawasi sama tajamnya, ia bingung juga
karena ia ingin segera pergi ke Ya Ap Thoa.
"Aku memakai topeng," akhirnya ia beritahu "Sebentar
sesampainya di Ya Ap Thoa aku akan menyingkirkannya. Mari
lekas" Yauw Hong penasaran ia tidak mau mengikuti

1314
“Jikalau kau tidak menyingkirkan topengmu untuk aku
melihat dulu wajahmu, kami tak suka turut kau pergi"
katanya, ia menggeleng kepala, mulutnya mencibir.
In Gak kalah desak. terpaksa ia merabah ke mukanya,
maka tempo topengnya sudah diloloskan terlihatlah romannya
yang tampan dan menarik hati, hingga Lo Siang Bwe
melengak saking kagum.
"Sungguh tampan” pujinya, sedang hatinya goncang.
In Gak sudah lantas mengenakan pula topengnya, tanpa
menanti jawaban, ia bertindak ke luar.
Sekarang Yauw Hong berdua mengikuti
Setelah lompat turun dari lauwteng, mereka berlalu terus
dengan cepat. Di sepanjang jalan, mereka tidak menemui
rintangan apa-apa.
Pelbagai penjaga telah ditotok. melainkan sang angin yang
menyampok tajam ke muka mereka, hawanya dingin, Ketika
mereka sampai di sungai yang beku menjadi es, di sana
kawanan bebek liar beterbangan karena kaget. "Mereka
berada di gili-gili" kata In Gak perlahan-
Kedua nona mengawasi ke depan, Di sana ada belasan
orang lagi berdiri. "Kiang Suheng" Yauw Hong memanggil.
"Ya" menjawab orang yang ditanya.
Tanpa sangsi lagi, Yauw Hong berdua Siang Bwe lari
kepada suheng itu yang ada bersama-sama kawannya, Tapi
sementara itu, In Gak tidak turut, bahkan dia hilang.
Ketika Yauw Hong mengetahui itu, ia menjadi menyesal
sekali, romannya menjadi berduka. Begitu juga Lo Siang Bwe.
"Pasti saudara Cia hendak melakukan sesuatu" kata cong
Yauw tertawa, "Tidak nanti dia meninggalkan kita tanpa sebab
Mari, su-moay, dan kau, Nona Lo, mari aku ajar kamu kenal
dengan orang orang pandai."
Lantas juga mereka saling belajar kenal dan saling
mengutarakan kekaguman masing-masing.

1315
Tonghong Giok Kun berdiri disamping Lo Siang Bwe,
hatinya memukul. ia merasa nona itu semakin asing
dengannya. Dulu-dulu nona itu suka berbicara dan tertawa,
sikapnya memperhatikan sekali Malam ini dia aneh...
"Mungkinkah ini disebabkan sudah tiga hari aku tidak
menolong dia?" ia menduga-duga.
Thian ketahui sendiri, selama tiga hari aku telah bekerja
keras tapi tak dapat aku berdaya, bahkan kalau tidak ada
saudara In, tentulah aku sudah runtuh ditangan muridmuridnya
Poan Poan Siu." ia berhenti memikir sebentar lantas
ia kata pula dalam hatinya:
"Tapi inipun ada baiknya. syukur aku tidak sampai
melakukan apa apa yang melewati batas. Kalau tidak,
bagaimana aku harus bersikap kepada adik misanku pilihan
orangtua?" meski demikian, ia masih merasa kehilangan
sesuatu.
Pemuda ini tidak tahu si nona justru mempunyai kesulitan
yang tak dapat dijelaskannya, bahwa dia pun lagi bimbang
sekali.
Ketika itu mereka mendadak melihat seorang dari antara
hutan gelaga. "Siapa?" cong Yauw menegur.
"Aku Siang Lok" sahut orang itu, yang segera juga tiba di
antara mereka. Melihat kedua nona, Siang Lok girang.
"Selamat kamu telah lolos dari bahaya nona-nona." ia kata,
Tapi mendadak ia melongo, agaknya ia heran. "Eh, mana Cia
Siauwhiap?" ia tanya, matanya melihat kelilingan-Tidak ada
jawaban, Semua orang bungkam.
"Tentu dia pergi, entah ke mana," pikir Siang Lok. ia lantas
merasa bahwa malam itu lebih banyak bahaya daripada
kebaikannya untuk mereka, ia batuk-batuk. ia lantas berkata
pula: "Nona-nona sudah bebas, maka janji pertempuran jam
tiga sebentar sudah tak ada perlunya, Kitab Seng Siu Mo Keng
dari Poan poan Siu lihay sekali, orang tentu telah dapat
memahamkannya dengan sempurna, dari itu kita tentulah

1316
bukan tandingan mereka itu, maka aku pikir baiklah kita
mengundurkan diri. Dengan perlahan-lahan saja kita nanti
berdaya pula..."
Atas kata-kata itu, tiba-tiba terdengar satu suara nyaring di
antara mereka: "Coan cin Koan-cu dulu kau jumawa sekali,
kenapa sekarang kau mengeluarkan kata-kata begini? Apakah
kau masih terhitung jago Rimba Persilatan?"
Siang Lok melihat, kata-kata itu diucapkan Pek Bi Siu Hoan
Siauw coan, si Alis Putih, adik seperguruan ketua Siang Yang
Pay. Dulu hari, dia telah menjagoi di selatan dan utara Sungai
Besar, dia berjumawa dengan ilmu silatnya yaitu "Liong Yang
Tay Kiu ciu. ia tertawa dingin.
"Kami bangsa jujur, kami tidak dapat ber-pura-pura." kata
ia, "Kami bicara dengan melihat kepada tenaga sendiri, Syukur
jikalau Hoan Losu mempunyai kepandaian untuk
menyingkirkan Poan Poan Siu. Aku harap diberi maaf untuk
kata-kataku barusan-"
"Poan Poan Siu dapat nama kosongnya saja," kata Hoan
Siauw coan terkebur, "Buat apa kita jeri tidak keruan?"
Ketika itu angin malam tengah menderu- deru, tiba-tiba
terdengarlah suara ini:
"Onong kosong Tak tahu malu..." Hoan Siauw coan terkejut
dan mendongkol, alis putihnya terbangun-
"Manusia rendah siapa itu?" bentaknya, "Kenapa main
sembunyi-sembunyi takut melihat manusia?" Sambil
membentak itu ia berlompat sambil menyerang ke arah
tempat dari mana suara itu datang, itulah yang dinamakan
"Ciang hong" - pukulan angin-
Sebagai kesudahan dari itu, pohon-pohon gelaga rubuh
terpisah, dari antara itu
terlihat satu bayangan orang lompat melesat dibarengi
suara tertawanya yang nyaring dan menyeramkan- Hanya
dengan tiga kali lompatan, bayangan itu lenyap pula di lain
bagian rumpun gelaga itu.

1317
Siauw Coan menjadi jengah sendirinya, Svukurlah malam
gelap. wajahnya tak nampak tegas.
Tatkala itu ada sekira jam tiga, Dari dalam dusun terlihat
cahaya terang yang bergerak mendatangi, tempo sudah dekat
terlihatlah satu rombongan dari beberapa puluh orang, yang
pada membawa obor. Dua diantara mereka itu mudah sekali
untuk dikenalnya.
Yang satu mengenakan baju panjang abu-abu, tubuhnya
jangkung dan kurus, kumis hitamnya sampai di dada, kedua
matanya tajam mengawasi kedua nona, Teranglah dia sangat
murka.
Yang lainnya, yang rambutnya dikonde, yang romannya tak
sebengis si tua itu tidak ada kumis jenggotnya, usianya
ditaksir baru tiga puluh lebih, pakaiannya indah.
Dengan dua biji matanya yang memain tak hentinya, dia
mengawasi kedua nona, senyumannya senyuman ceriwis. Dia
mempunyai dua baris gigi yang putih dan bagus. Dia mirip
dengan seorang banci. Maka teranglah dia Poan Poan Siu
adanya.
Cepat sekali, si orang tua berkumis hitam nampak tak
segusar semula, bahkan ketika dia membuka mulut, suaranya
ramah. Dia pun memberi hormat dengan merangkap kedua
tangannya, Katanya:
"Aku ialah Honghu Siong. Beruntung sekali malam ini aku
bertemu dengan kamu, sahabat-sahabat, "Hatiku si tua sudah
tawar, sudah lama aku tidak mencampuri lagi urusan dunia
Kang ouw, maka apa lacur pada setengah bulan yang baru
lalu, ketika Pat-pi Kimkong U-bun Lui, ketua dari oey Ki Pay,
berkunjung ke mari, ada orang sebawahannya yang
terbinasakan murid Ngo Bi Pay, dari itu terpaksa tak dapat aku
berdiam saja" ia mengawasi tajam kedua nona, sembari
tertawa ia menambahkan:
"Selama menantikan pemberesan, aku si tua sudah
menahan kedua nona pihak Ngo Bi Pay, aku telah minta Tonghong
Siauwhiap membawa berita mengundang ketuanya

1318
datang ke mari untuk mengurusnya, maka adalah di luar
dugaanku, Tonghong Siauwhiap terlalujumawa, malam ini
mengajak kawan-kawan datang ke mari menantang
mengangkat senjata, Masih mending kalau dia cuma
menolongi kedua nona, dia justru sudah membinasakan
banyak orangku, Mana dapat itu dibiarkan saja..."
Hoan Siauw coan tertawa, dia memotong kata-kata orang:
"Orang-orang bangsa tukang membantu orang jahat
melakukan kejahatan, dia dapat dibinasakan siapa juga,
jikalau kau tidak dapat bersabar, bagaimana dengan lain
orang?"
Honghu Siong melirik dan mendelik kepada Pe Bi Siu, si Alis
putih lalu tertawa lebar.
"Aku menyangka siapa, kiranya Hoan Losu dari Siong Yang
Pay " katanya dingin,
"Ketika tiga tahun dulu losu bertempur hebat dengan Tok pi
Hong In Kay, kegemparan itu sampai menulikan telinga,
Rupanya Hoan Losu masih tetap gagah seperti dulu hari itu.
sungguh aku kagum"
Siauw coan berdiam, akan tetapi mukanya merah, matanya
bersinar tajam. Pada tiga tahun yang lampau itu, ketika ia
merantau ke Tiang Kang, di sana kebetulan sekali ia bertemu
Tok pi Hong In Kay, keduanya sama-sama jumawa mereka
bentrok mulut, terus bertempur kesudahannya Siauw Coan
dihajar tiga batang jarum rahasianya Hong In Kay hingga tiga
bulan ia mesti rebah di atas pembaringan-
Peristiwa itu didengar ketua Kay Pang, partai Pengemis,
maka Hong In Kay ditegur ketuanya itu, sebab kecuali
menghadapi musuh besar dan lihay, senjata rahasia itu tak
dapat sembarang digunakan Ketua itu, yaitu Tek Thung Siu
Ang Hong lantas datang sendiri pada Hoan Siauw Coan, untuk
menghaturkan maaf, sedang Tokpi Hong In Kay, si anggauta
Kay Pang dihukum tiga tahun tak dapat keluar pintu, peristiwa
itu jarang yang ketahui, siapa tahu Honghu Siong

1319
mengetahuinya, maka dia lantas mengeluarkan kata-kata
mengejeknya itu.
U-bun Lui berada di belakang Honghu siong, dia maju ke
depan dan berkata pada Poan Poan Siu, suaranya terkebur,
Katanya: "Pertemuan malam ini tak dapat dibereskan
melainkan dengan mulut dan lidah Baiklah kita mengangkat
senjata saja, siapa yang menang dialah yang berada di tempat
terlebih tinggi"
"Dasar U-bun pangcu yang jujur dan polos" berkata Kiang
Cong Yauw tertawa, "Baiklah, begini saja caranya kita
mengambil keputusan- ia lantas bertindak ke gelanggang
dengan pedang terhunus di depan dadanya.
Pat pi Kimkong mengangguk dengan roman dingin, ia juga
maju dua tindak. kedua tangannya dibawakan ke
pinggangnya, maka dilainsaat ia sudah mencekal sepotong
joanpian panjang lima kaki, ketika senjata lemas itu
dikibarkan, lantas nampak lempang dan kaku.
Melihat demikian Cong Yauw terperanjat Nyata orang lihay
sekali, Tak gampang ruyung lemas dibuatnya keras dan kaku
seperti itu.
Sementara itu Poan Poan siu yang kedua matanya tak
pernah sekejap pun terpisah dari kedua nona, tertawa dan
turut bicara.
"Ada pembilangan bahwa permusuhan itu harus
dilenyapkan bukan diperhebat maka itu mengapa kita mesti
menumpahkan darah? Dari itu melihat adanya jodoh diantara
kedua nona dengan aku, baiklah hal ini didamaikan kedua
pihak lalu menjadi sahabat satu pada lain-"
Kata-kata itu manis, terang terdengarnya. dan
diucapkannya juga dengan tingkah menggiurkan.
Hati kedua nona guncang, muka mereka menjadi merah.
Hendak mereka menegur, tapi belum sempat mereka
membuka mulut, maka terlihat satu bayangan orang melesat

1320
ke depan Poan Poan Siu, tahu-tahu dia sudah ditempiling
hingga dia gelagapan dan menjerit keras.
Bayangan itu sebaliknya lantas lompat mundur pula, terus
lari pergi, Dia menjadi gusar. maka dia berlompat untuk
menerjang. perbuatannya itu segera diturut kelima murid
kepalanya.
Kang Yauw Hong tahu apa artinya itu. Ialah Cia In Gak
maju guna memancing Poan Poan Siu.
Honghu Siong nampak tak tenang hatinya ia memandang
ke sekitarnya.
Menampak demikian, Hoan Siauw coan bertindak maju. ia
tertawa dingin dan berkata "Honghu chungcu, kenapa kau
Nampak jeri? Dengan berlalunya Poan Poan Siu, kau mirip
orang lagi kematian ayah bundamu, alismu mengkerut,
mukamu meringis. Ah kau membikinnya aku si orang she
Hoan menjadi ingin tertawa."
"oh tua bangka yang pandai menggoyangkan lidah"
mendamprat Honghu Siong, "Apakah kau sangka aku takut
padamu?"
Kata-kata itu ditutup dengan satu serangan kedua tangan
berbareng.
Hoan Siauw Coan tertawa pula, sembari tertawa ia berkelit
lalu habis menghindarkan diri itu, ia balas menyerang, ia
lantas bersilat dengan ilmu silatnya Siong Yang Tay Kiu Ciu,
yang telah mengangkat namanya, bahkan ia menyerang terusterusan-
Demikian mereka berdua menjadi bertarung seru.
Di pihak lain Kiang Cong Yauw dan U-bun Lui juga sudah
mulai bertarung, Cong Yauw menggunai ilmu pedang Ngo Bi
Pay dengan tipu "Menyerbu istana Naga Kuning"
U-bun Lui melawannya dengan ruyung lemasnya. Setika
Cong Yauw mengarah jalan darah su-kiat, U-bun Lui mesti
mencelat mundur lima kaki saking hebatnya tikaman itu. Cong
Yauw tidak mau mengerti, ia lompat maju pula, untuk
merangsek

1321
"Akulah ketua satu partai, mana dapat aku membiarkan dia
menang?" kata U bun Lui di dalam hati. "Apa kata orang
banyak? Bagaimana dapat aku menaruh kaki dalam dunia
Kang ouw?" Maka habis menyingkir dari serangan yang
berbahaya, ia memaksa melawan, ia menangkis serangan
yang lainnya.
"Pantas dia menjadi ketua partai, sebenarnya dia lihay."
Cong Yauw berpikir selagi melayani musuh yang menjadi
seperti nekad itu. " Untuk memperoleh kemenangan
nampaknya aku mesti berani menempuh bahaya...
Pikiran ini lantas diwujudkan, ia menggunai ilmu silat Khong
Tong Pay yaitu "Daun bambu tertiup angin". Dengan itu ia
menangkis, terus ia berlompat dengan gerakan "Naga sakit
menggoyang ekor", habis mana, selagi turun, ia menyerang
denganpukulan "Naga terbang menari."
U- bun Lui dapat menduga maksudnya lawan, begitu lekas
joanpiannya disampok. ia tidak takut bahkan ia bersedia
melayani, dengan bersikap tenang ia bersenyum tawar. Begitu
serangan tiba, begitu ia menangkis dengan keras.
Satu bentrokan dahsyat diakhirkan pedangnya cong Yauw
terlepas dari cekalan dan muntah cong Yauw terperanjat, ia
lompat mundur. Tapi U- bun Lui sebaliknya, Dia lompat maju
guna menyusuli dengan serangannya.
Tonghong Giok Kun terperanjat, ia lompat menikam. ia
hendak menolongi kawannya yang terancam bahaya itu.
U-bun Lui melihat datangnya serangan dari belakang, ia
mesti menolong dirinya, ia batal menikam terus, ia berkelit ke
kiri, sesudah mana ia memutar tubuh mengawasi pemuda she
Tonghong itu, ia agak marah, tapi ia berkata sambil tertawa:
"Ha, anak muda Ngo Bi Pay Kau main keroyok, apakah kau
tidak malu?"
Tonghong Giok Kun tidak sudi melayani bicara, ia
mengulangi serangannya, terus hingga tiga kali.

1322
Kiang cong Yauw lantas mengambil kesempatan memungut
pedangnya, terus ia kembali tanpa banyak omong, ia
menyerang pula, hingga ketua oey Ki Pay itu kena terkepung.
Dia tidak takut, dia melawan dengan sengit. Ketika dia
menangkis dua batang pedang, beruntunjoanpiannja
mengeluarkan suara nyaring yang lama.
Tengah orang bertarung seru itu, maka terdengarlah jeritan
yang nyaring, jeritan kesakitan orang juga sudah lantas
mengenali suaranya Pat-pou Kan-siam Honghu Siong .Jago itu
roboh dengan iga kirinya tertancapkan sebatang panah
pendek dua dim, mukanya pucat, tubuhnya menggigil, tetapi
matanya bersorot bengis sekali. Hoan Siauw Coan melongo
mengawasi jago itu.
Dua lawan itu ialah lawan-lawan tangguh yang seimbang,
Honghu Siong menang gesit karena mahirnya ilmunya enteng
tubuh, Siauw Coan menang tenaga dalam tapi ia repot
menghadapi musuh yang lincah, yang tubuhnya berlompatan
dengan sangat cepat. Satu kali Honghu Siong menyingkir dari
serangan Siauw Coan "Sepasang naga turun tangan-, sembari
berkelit ia lompat ke kiri penyerangnya, untuk ia membalas
menghajar ke iga kanan lawannya itu.
Siauw Coan lagi kosong, dia terancam bahaya. Kalau dia
kena diserang, dia bisa roboh mati di situ juga, Kedua
tangannya orang she Honghu itu dapat meremukkan isi perut
dan lainnya.
Tepat selagi Siauw Coan terancam bahaya maut itu,
mendadak terlihat menyambemya satu cahaya terang
berwarna biru, menyamber ke dada Honghu Siong, inilah tidak
disangka-sangka, Honghu Siong kebetulan memusatkan
perhatian pada musuhnya, ia merasa pasti ia bakal berhasil.
Maka ia kaget bukan main waktu ia disamber cahaya itu, ia
mencoba berkelip ia gagal, ia kena diserang iga kirinya, jalan
darah thian-ki. Senjata rahasia itu nancap setengah dim,
lantas mendatangkan rasa sangat sakit dan gatal, maka juga

1323
ia roboh terlentang, sambil menjerit ia pun kaget waktu ia
mendapat kenyataan lukanya mengeluarkan hawa dingin
sekali, lantas darahnya menjadi beku, sesudah mana tubuhnya
bergemetaran dan mulutnya tak dapat bersuara lagi.
Siauw coan kaget karena ia terancam bahaya, ia melengak
karena datangnya pertolongan yang tidak diduga-duga itu,
lalu ia menjublak apabila ia mendapat kenyataan lawannya
terlukakan sebatang panah pendek. ia tahu di pihaknya tidak
ada orang yang menggunai senjata semacam itu, itulah
senjata rahasia bangsa sesat. Tengah ia tercengang itu, lantas
ia dikurung oleh orang-orangnya Honghu Siong.
"Apakah kamu buta semuanya" ia berteriak gusar. ia
menduga orang menyangka padanya dan ia hendak dikeroyok.
"Apakah kamu menyangka Honghu chungcu dilukakan
panahku?"
Di antara orang-orangnya Honghu Siong ada yang melihat
meluncurnya anak panah dan melihat juga dari mana
datangnya itu, hanya cuma sekejap orang menghilang di
tempat dua puluh tombak lebih di mana terdapat permukaan
es, karena itu mereka menuduh Siauw coan, mereka mau
menerka orang adalah kawannya si orang she Hoan- Mereka
mengurung untuk minta keterangan-
"Memang kamu semua buta matamu" berkata SoBeng Pat
Ciang Siang Lok dari tempatnya berdiri, "Panah kecil itu ialah
panah istimewa dari Poan poan Siu, tulang punggungnya
chungcu kamu itu, itu dan panah beracun yang jahat tanpa
tanding, siapa terkena itu, darahnya akan lantas menjadi
beku, maka itu-tak usah lewat sampai dua jam chungcu kamu
bakal menjadi beku bagaikan es - Hai Bukannya kamu lekas
pergi pada Poan Poan Siu untuk minta obat penolongnya
Kenapa kamu diam saja? Apakah benar-benar kamu
mengharapi kematiannya chungcu kamu?"

1324
Enam tujuh orang kosen dari Honghu Siong itu tercengang
sebentar, lantas mereka repot mengangkat tubuh si chungcu,
buat segera dibawa lari kepada Poan Poan Siu.
Pe Bi siu bersyukur kepada siang Lok. ia lekas menghampiri
si imam itu, untuk memberi hormat, guna menghaturkan
terima kasih-nya.
Di lain pihak. Kiang Cong Yauw dan Tong-hong Giok Kun
masih terus menempur lawannya.
U bun Lui melihat Honghu Siong terluka dan Poan Poan Siu
pergi belum kembali, ia jadi berkuatir dan berduka, ia
mengerti, tanpa mengeluarkan antero kepandaiannya, sukar ia
lolos dari kepungan sepasang pedang, Maka diam-diam, tapi
lekas-lekas ia mengerahkan seluruh tenaganya, setelah itu ia
menyerang keras dengan senjatanya.
Hebat akibatnya bentrokan joanpian dengan kedua pedang,
Kedua pedang itu kalah dan terpental, hingga kedua anak
muda itu menjadi kaget dan terbuka pembelaan dirinya.
Hampir berbareng dengan serangannya itu tangan kiri ketua
oey Ki Pay juga meluncur ke tubuh musuh.
Kiang cong Yauw dan Tonghong Giok KUn kaget bukan
main, Dengan pedang mereka kena dihajar secara demikian,
tak sempat mereka menangkis atau berkelit Untuk mereka
ialah tinggal menutup mata terima binasa...
Justru bahaya maut itu lagi mengancam, mereka
mendengar siulan panjang dan nyaring, di antara mereka
terlihat berkelebatnya satu bayangan orang, lantas cong Yauw
dan Giok Kun merasa tubuh mereka tertolak keras hingga
mereka mundur dua tombak. sedang U-bun Lui terhuyung
tujuh kaki, Bayangan itu lantas berdiri di hadapan ketua oey Ki
Pay, kedua tangannya berada di punggungnya, sikapnya
tenang sekali.

1325
Kapan Kang Yauw Hong sudah melihat tegas bayangan itu,
ia berteriak saking girangnya, orang itu, engko In Gak-nya
yang ia senantiasa tak dapat lupakan-
U bun Lui telah lantas dapat menetapkan tubuhnya, ketika
ia mengenali orang yang berdiri di depannya itu, ia menyedot
napas dingin saking kagetnya.
"Habis berpisah dari pangcu di kota Kang-touw, aku masih
ingat itu kata-kata bahwa " gunung hijau tak berubah, kita
bakal bertemu pula", Kata-kata itu masih seperti mendengung
di telingaku, aku tak dapat melupakannya. Sekarang terbukti
kata-kata itu dapat menjadi pepatah. Sekarang di muara Ya
Ap Thoa ini, di ini kota chong-ciu, aku beruntung dapat
melihat pula wajah mentereng dari pang cu."
U-bun Lui merasa mukanya menjadi panas, sebaliknya
tubuhnya dingin, hingga ia mau menggigil. Sekian lama ia
berdiam saja, sampai kemudian ia tertawa dingin dan berkata:
"Tuan, kau terlalu menghina aku sebenarnya apakah maumu?"
Orang di depan itu, seorang muda yang wajahnya aneh,
tertawa terbahak. Ketika ia bicara pula, tapinya suaranya
keren. ia kata: "U-bun Lui, kau mengerti sendiri segala
perbuatan kau. Kenapa kau lancang meninggalkan tempatmu
dan mengajak orang-orangmu kembali ke Yan-in? Kenapa
hatimu seperti hati serigala dan perbuatan ular dan kala?
Kenapa kau berulang kali merintangi aku? Aku mau tanya,
siapakah yang terlalu menghina?" Suara itu keras dan tajam,
setiap kata-katanya menikam hati.
Mukanya U- bun Lui menjadi merah, saking mendongkol, ia
menjadi sangat gusar, Mendadak ia mengayun tangannya
menyerang si anak muda berparas aneh seraya ia berseru: "
Hari ini ialah kau mampus atau aku"
Anak muda itu tertawa dingin- Gesit luar biasa tubuhnya
mendak merangsak kedua tangannya bergerak ke atas,
Dengan tangan kiri ia menyambar ujung ruyung lemas yang
berkepala naga-nagaan, dengan tangan kanan ia

1326
menyengkeram lengan di bagian nadi dari ketua oey Ki Pay
itu.
Tak dapat U- bun Lui berkelit atau menghalau diri. Segara
ia merasakan sakit yang hebat. Dari dahinya lantas mengucur
turun peluhnya, dan dari mulutnya keluar rintihan kesakitan,
kapasnya menjadi sesak sekali.
Di benak otaknya si anak muda berwajah aneh itu, lantas
berpeta saatnya ia terpental kejurang Cian Tiang Yan di
gunung Tay Sun, maka itu timbullah napsunya melakukan
pembunuhan- Ketika ia menggeraki tangan kirinya maka
joanpian kepala naga itu mental naik ke udara. Berbareng
dengan itu tangan kanannya meremas terlebih keras.
U-bun Lui merasakan darahnya seperti meluap berkumpul
di dadanya naik ke kerongkongannya, cuma sekejap saja ia
lantas tak sadarkan diri, dari mata, hidung, mulut dan
telinganya lantas keluar darah hidup.
Hanya dalam sedetik itu akan melayanglah jiwanya ketua
oey Ki Pay, partai Bendera Kuning.
Ketika itu semua orangnya Honghu Siong yang membawa
obor sudah lantas pada mengangkat kaki, obornya dibuang,
hingga di permukaan es kedapatan obor mereka saja, Api itu
membikin es lumer, diantaranya terdengar suara meletus
disusuli mumbumya hawa seperti asap putih.
Si anak muda masih mencekal keras lengan orang matanya
mengawasi tajam, Ketika itu mendadak ia seperti mendengar
suaranya Beng Liang Taysu, ia terperanjat, hatinya terkesiap.
Dengan sendirinya maka kelima jari tangannya tak memegang
keras lagi.
Dengan perlahan napasnya U-bun Lui berjalan pula, lantas
ia mendusin, Segera ia mendengar suaranya si anak muda
muka aneh itu: "Aku suka berbuat murah, suka aku memberi
jalan benar kepadamu, maka kali ini hendak aku memberi
ampun pada selembar jiwamu Asal kau dapat menguasai Oey

1327
Ki Pay kau tidak membiarkan anggauta anggautamu berbuat
jahat, kau masih dapat hidup banyak tahun lagi Tapi ingat
tidak demikian, dapat aku mencari kau, itu waktu kau pasti
bakal menderita jauh terlebih hebat daripada ini"
U-bun Lui mengawasi muka orang, tanpa membilang apaapa
ia memutar tubuhnya, untuk berlalu dengan tindakan
perlahan, sebab ia merasa sukar untuk mengangkat kaki, ia
merasa sangat letih, terus ia ngeloyor pergi...
Mendadak si anak muda mencelat tinggi lantas tubuhnya
lenyap ditempat gelap.
"Engko In" Yauw Hong berteriak kaget. "Tunggu aku..."
Meski ia berteriak demikian dan segera lari mengejar, ia masih
sempat menyamber dan menarik tangannya Lo Siang Bwe.
Tonghong Giok Kun menyaksikan semua itu, ia menghela
napas, tak dapat ia membilang suatu apa. Tanpa banyak
mulut, ia pun meninggalkan Ya Ap Thoa, muara yang beku
menjadi es itu.
Angin dingin terdengar suara bertiupnya, di muka air masih
nampak sisa-sisa obor itu padam, makin gelap gulitalah
seluruh muara itu dan sekitarnya, jagat menjadi sunyi senyap.
XXX
Gunung Bu Tong San yang pernahnya seratus li di selatan
kecamatan Kun Koan dalam propinsi Ouwpak, yang pun
mempunyai nama lain yaitu Thay Ho San, adalah gunung
tempat mencucikan diri kaum agama To atau To Kauw.
Di sanalah biasa didapat tosu atau saykong atau imam,
penganut-penganut dari To Kauw atau pengikut-pengikut dari
Lo cu atau Lao Tze. itulah sebuah gunung luas sekitarnya
ribuan li yang puncaknya bersusun, nempel dengan awan-
Pada suatu hari di tinggal ke sepuluhan pertengahan dari
bulan dua, maka di puncak Poan Toh Nia sebelah utara
gunung itu terlihat seorang pemuda yang tampan yang gesit
gerak-geriknya. Dia berlari-lari seperti terbang.

1328
Di dalam musim semi itu, di mana bunga-bunga toh dan li
seperti bersaing satu dengan lain- Bu Tong San pun nampak
tenang dan permai. Di sanalah si anak muda mengicip iklim
yang nyaman-
Dia bukan lain daripada Cia in Gak alias Gan Gak alias Ji in
si Pelajar Aneh, Koay ciu Si-seng. habis dari Ya Ap Thoa, dia
menuju langsung ke gunung kaum To Kauw itu. Dia sengaja
mengambiljalan di bagian yang sepi, karena dia dalam
perjalanan untuk menolongi Gak Yang dan Pin Ji.
Aneka ragam perasaannya In Gak. ia merasa dengan
masuk dalam dunia Kang ouw, ia menjadi hilang
kemerdekaannya, ia mengalami banyak peristiwa, selama ia
mesti ditemani pedangnya, ia ingat ajaran gurunya supaya ia
jangan ngambang, jangan sembrono, jangan jumawa jangan
lancang.
Tetapi ia toh saban-saban mesti menghadapinya, pelbagai
kejadian seperti memancing, seperti membujuknya,
melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran itu. ia
merasa tidak puas, hingga ia seumpama tawar hatinya.
Siapa yang menyintai ia meninggalkannya - siapa yang
menyukai ia memisahkan dirinya jauh-jauh... Hingga sering
kejadian, kalau habis bermalam di rumah penginapan, seluruh
malam ia tak tidur pulas, ia bergadang menemani sang
lampu...
Ketika matahari doyong, ia telah turun dari bukit utara, tiba
di penyeberangan Ang-hun-touw, ia melihat airnya sungai Han
Sui yang datangnya dari arah barat, untuk lenyap di sebelah
timur.
Di sebelah selatan, ada jurang yang banyak batunya, yang
pemandangannya indah.
Tepat diwaktu rumah-rumah menyalakan api, In Gak
memasuki kota Kun- ciu. ia lantas menghampirkan sebuah
rumah makan, untuk minta disediakan beberapa rupa barang
santapan untuk ia bersantap seorang diri.

1329
Ketika itu ada datang dua orang imam dengan konde tinggi
dan jubah abu-abu dan punggungnya rnenggendol pedang
dengan runce merah. In Gak menduga kepada murid murid Bu
Tong Pay. Diam-diam ia memperhatikan mereka itu. Mereka
itu memilih tempat di dekatnya dan lantas memesan makanan.
Habis menceguk araknya, imam yang satunya yang jangkung
kurus dan berjenggot tipis, mengerutkan alis dan menghela
napas.
"To-heng, apa kau pikir?" tanya dia pada kawannya,
"Sudah beberapa hari kita pergi ke Tiang Pek san, kita
mendapat kabar halnya keponakan murid Gouw cin pergi ke
perdalaman mencari daun obat-obatan, ketika dia pulang dia
memberitahukan ketua kita halnya selagi singgah di Yan-khia,
kebetulan dia mendengar pembicaraan tiga orang tetamunya
yang mengambil kamar di sebelahnya dan diantaranya ada
Kian Kun ciu Lui Siauw Thian-.."
Mendengar disebutnya nama dari saudara angkatnya, in
Gak memperhatikan tanpa merasa, ia menarik perhatian imam
itu yang segera mengawasi padanya, hingga sinar mata
mereka bentrok.
Oleh karena ia insaf akan kelakuannya ini, ia mengangguk
perlahan dan bersenyum, terus ia memandang ke luar dimana
dijalan besar ada banyak orang mundar-mandir.
Kedua imam itu memandang cuma sebentar, lantas mereka
tidak memperhatikan terlebih jauh. Mereka cuma melihat
seorang muda tampan yang tak mirip- miripnya orang Rimba
Persilatan-
Imam dengan muka kuning dan jenggot tipis itu melanjuti
kata-katanya: "Menurut Gouw cin, mereka itu datang dari
Tiang Pek San dimana mereka meminta orang ialah dua
bocah. Kita melihat bocah-bocah itu, mereka menjadi kurban
totokan, hanya kemudian ternyata mereka lenyap tidak
keruan, rupanya ada orang yang menolonginya membawa lari.

1330
Aku berniat pergi ke Koan Pek san-chung, untuk menemui
si orang tua she Siangkoan, guna menanyakan tentang
suhengku sekalian menuturkan halnya kedua bocah itu, tetapi
di sana ada Siauw Yauw Kek, musuh ketua kita selama dua
puluh tahun, terpaksa aku pulang untuk melaporkan kepada
ketua kita. Sekarang salah paham telah terjadi, kita seperti
mencari musuh tangguh, cara bagaimana aku tidak berduka?"
"Karena peristiwa terjadi, menyesal pun percuma," kata
imam yang lainnya, "Aku lihat tidak ada lainjalan daripada kita
berlaku terus terang, ialah kalau kita bertemu dengannya, kita
menjelaskan duduknya hal."
"Tapi hatiku tak tenteram suheng," kata imam itu menghela
napas pula. "Aku merasakan itu selama beberapa hari ini. Aku
merasa seperti bencana besar lagi mengancam kita... Ketua
kita pun pusing pikirannya karena urusan Siauw Yauw Kek itu.
Aku telah menitahkan Gouw cin pergi memapaki Kian Kun ciu,
cuma aku kuatir, karena Kian Kun ciu kesohor tak dapat dibuat
permainan salah mengerti sukar dijelaskan-.."
Imam yang satunya itu tertawa dingin, Dia kata: Jikalau
mereka bertindak sembrono tanpa mau memeriksa lagi,
biarlah darah tumpah mengotori tubuh mereka yang menjadi
mayat-mayat"
In Gak mengerutkan alis.
Ketika itu terlihat datangnya seorang imam muda,
gerakannya lincah. Dia mengangguk kepada kedua imam itu,
lalu dia berkata: "Dengan pesan Ciangbunjin susiok semua
diminta lantas pulang ke gunung."
Imam muka kuning itu tercengang. " Untuk apakah?" dia
tanya.
"Siauw Yauw Kek telah kedapatan di daerah In-yang. Dia
mengajak tiga hantu yang belum lama muncul dalam dunia
Kang ouw, Diduga besok malam mereka akan tiba di kuil Keng
Tay Koan dipuncak Thian cu Hong, di tempat kediaman
Ciangbunjin kita, dari itu susiok semua diminta lekas kembali"

1331
Kedua imam kaget, lantas mereka melemparkan uang ke
atas meja, segera dengan ber-gegas-gegas mereka berlalu. In
Gak heran-
"Menurut pembicaraan mereka, Gak Yang dan Pin Ji bukan
diculik pihak mereka," pikirnya, "Habis siapakah yang
menolong kedua anak itu?" Tapi ia tidak berpikir lama.
"Ah, pasti mereka ditolongi Siauw Yauw Kek" pikirnya pula,
"Baiklah besok malam aku pergi ke Thian cu Hong, untuk
menemukan Siauw Yauw Kek dan menanyakannya benar atau
tidak dia yang menolongi..."
Karena memikir begini, ia pun berbangkit membayar uang
makan, dan pergi dengan cepat. Apa mau ia telah kena injak
kakinya seorang yang berpakaian hitam.
orang itu kesakitan sampai menjerit, dia lantas mundur dua
tindak. kaki kirinya diangkat mulutnya dicibirkan, matanya
mengawasi bengis.
In Gak tahu ia bersalah, ingin ia menghaturkan maaf, akan
tetapi belum sempat ia membuka mulut, ia melihat datangnya
lima orang, di antara siapa ada seorang muda dengan pakaian
indah dan roman rada lucu, begitupun seorang tua yang
romannya ketakutan dan bingung, yang ujung matanya
mengembeng air.
Orang tua itu berpakaian kasar, Tiga yang lain singsat
pakaiannya, yang satunya memegang kantung yang panjang,
mungkin isinya senjata.
Mengawasi orang tua itu, In Gak rasa mengenalnya, hanya
ia tidak lantas ingat di mana ia pernah menemuinya. Karena
ini, ia terus mengawasi orang tua itu hingga lupa ia
menghaturkan maaf.
Orang tua itu juga melihat si anak muda, ia lantas
mengenali, wajahnya yang suram lantas berubah menjadi
keheranan dan kegirangan-
Justru itu orang yang terinjak kakinya yang sudah lenyap
rasa sakitnya, membentak In Gak: "Bocah tidak punya mata

1332
Kau telah injak kaki tuan besarmu lekas kau berlutut dan
mengangguk-angguk jikalau tuan besarmu senang, suka dia
menghabiskannya jikalau tidak, kepalanku tidak kenal kasihan-
Diperlakukan kasar itu, In Gak tertawa, -justru kau yang
tidak punya mata" ia membaliki, "Bukankah kau sendiri yang
menubruk aku? Siapa yang hendak kau persalahkan?"
Bukan kepalang gusarnya orang itu, segera kepalannya
melayang.
In Gak tertawa dingin pula, tubuhnya berkelit ke kiri,
membikin serangan tak mengenai sasarannya,
Hebat serangan orang itu, lantaran dia tidak mengenai,
tubuhnya ngusruk ke depan, tanpa dapat ditahan lagi dia
menubruk tanah, hingga banyak orang yang berada di dekat
mereka pada tertawa.
Si anak muda dengan pakaian mewah heran, kedua
pundaknya diangkat, tubuhnya bergerak, cepat sekali dia telah
berada di sisi In Gak. Lantas dia bersenyum dan kata: "Tuan,
kau kiranya seorang ahli. Hanya karena kau menunjuki
kepandaianmu di depan aku, Giok Lui Kongcu, kau terlalu
memamerkan diri."
In Gak heran, alisnya bangun berdiri, ia mengawasi anak
muda itu dan tertawa.
"Banyak orang gagah Rimba persilatan yang pernah aku
kenal, tetapi nama Giok Lui Kongcu baru pernah aku
dengarnya" katanya sabar. Pemuda itu bersenyum pula.
Si orang bertubuh besar yang habis memegang tanah
sudah lompat bangun, dia lantas menghampirkan pula In Gak.
dia kata sengit: "Kau bilang aku tidak mempunyai mata, baik
Tapi tuan mudaku ini ialah keponakan Lan Seng In ketua Bu
Tong Pay dan dia pun putranya tihu dari kota ini, nama dia
dikenal di sekitar sini, mengapa kau tidak mau mendengardengarnya
dulu?"
In Gak tertawa.

1333
"Ah, kiranya dia keponakannya Lan Seng si hidung kerbau"
katanya, "Pantas dia galak seperti serigala atau harimau Lan
Seng sendiri tidak berani kurang hormat apabila dia menemui
aku, apa pula baru orang semacammu"
Lantas dengan mata tajam ia menatap Giok Lui Kongcu.
Pucat mukanya si anak muda, hatinya ber-kata: "Dia masih
muda, mulutnya besar sekali jangan aku kena digertak dia
nanti muka terangku guram..." Sambil menatap terus ia
bersenyum dan kata
"Kiranya kaulah sahabat kekal pamanku Maaf, maaf Aku
tidak tahu, aku bersalah, sekarang aku ingin mengundang
tuan datang ke gubukku, sudikah kau? Nanti aku mengirim
orang memberitahukan kepada pamanku itu."
In Gak dapat menerka kecurigaan orang- ia pun mau
bertindak setelah memperoleh keterangan pasti, Maka ia tidak
mau lantas mundur. Barusan ia menggertak. ia mau bawa
terus lagaknya, Setelah berdiam sebentar, ia bersenyum.
"Tidak usahlah" katanya, "Aku baru saja turun dari puncak
Thian cu Hong, sekarang aku masih mempunyai urusan
penting, Lain hari saja aku akan mengunjungi kau"
Baru berhenti suara si anak muda, maka seorang dengan
hidung betet di samping Giok Lui Kongcu membentak:
"Kongcu, jangan kasih kita diakali Mustahil dia baru turun dari
puncak tetapi dia tidak tahu nama kongcu? Baiklah seret dia
ke kantor untuk kompes padanya, supaya ketahuan
kedustaannya."
In Gak gusar sekali, sebelah tangannya segera melayang.
Atas itu si hidung betet menjerit keras dan tubuhnya
terpelanting lima tombak jauhnya. Giok Lui Kongcu menjadi
gusar.
"Untuk memukul anjing pun harus melihat dulu
majikannya" dia kata. "Meski kau sahabat pamanku, tuan,
karena kaujumawa dan galak sekali, ingin aku belajar kenal
dengan kau."

1334
Habis berkata, kongcu itu menggape. Lantas orangnya
yang membawa kantung panjang mengangsurkan kantungnya
itu. Si kongcu menyambut sambil tertawa tawar. In Gak
mengawasi dengan roman bengis.
Semua orangnya si kongcu mundur dengan lekas, dan
orang ramai pun turut mundur jauh-jauh.
Ketika itu cuaca rada guram, sebab sang rembulan baru
mulai naik, In Gak berdiri tegak di malam musim senti yang
gelap itu.
Giok Lui Kong-cu berlaku hati-hati ketika ia mengeluarkan
senjata dari kantungnya itu. Nyata itulah sebuah pedang tua.
In Gak heran melihat senjata itu, matanya bercahaya,
Mendadak saja ia lompat menyamber.
Kongcu itu kaget. Mendadak ada benda hitam berkelebat di
depan matanya, itulah bayangan si anak muda, Belum ia
bertindak. ia sudah merasai tangannya berat dan sakit. Tahutahu
pedangnya itu telah kena dirampas sedang nadi kirinya
terpegang keras, ia menjadi tidak berdaya. In Gak memeriksa
pedang itu.
"Dari tangan siapa kau dapatkan pedang ini?" ia tanya
dengan suara dalam.
Giok Lui Kongcu dapat pelajaran silat dari Lan Seng-su,
imam dari Bu Tong Pay,
kepandaiannya sudah sejejer dengan orang orang kosen
kelas satu, apa celaka ia bertemu In Gak. Ia mati kutunya,
Rasa sakit membuat keringatnya mengucur dijidatnya, ototototnya
pun pada keluar.
"Pedang ini dicuri dari seorang nona” ia terpaksa
mengaku."
"Di mana dicurinya?"
"Di dalam sebuah rumah penginapan di dusun di mulut
selat gunung Keng san." "Sekarang di mana si nona?"
"Aku tidak tahu. Pedang ini dicuri oleh Say Shi Cian,
orangku."

1335
In Gak melirik. lamendapat kenyataan orang-orang si anak
muda sudah pada menghilang, tinggal si orang tua yang
ketakutan itu, yang berdiri dipojokan, tapi sekarang dia
nampak girang, ia mengawasi pula si kongcu, mendadak ia
melepaskan cekalannya untuk segera menotok beberapa kali:
Hanya sejenak. putra tihu itu lantas roboh terbanting,
mukanya meringis, menandakan dia sangat menderita.
Sampai disitu, si orang tua yang berdiri dipojokan lari
menghampirkan si anak muda untuk terus menekuk lututnya
sambil menanyai "Inkong, apakah inkong masih mengenali
Thio Thian Po si orang tua asal ciciu?"^
In Gak segera ingat orang tua itu, yang ia pernah tolongi
dari tangan Lim Shia Ngo Pa, lima jago dari Lim-shia. Ketika
itu si orang tua ada bersama seorang anak perempuannya.
Ia lantas memimpin bangun orang tua itu,
"Inkong," kata si orang tua, "kau telah menerbitkan onar
hebat sekali, kau mesti lekas berangkat sekarang juga, jikalau
terlambat, bias celaka."
Baru si orang tua berkata begitu, dari kejauhan mereka
sudah lantas mendengar mendatanginya banyak ekor kuda,
lalu dalam remang-remang tertampak sesuatu yang
bergumpalan- Mereka tak usah menanti lama akan melihat
tibanya rombongan itu, yang terdiri dari beberapa puluh
penunggang kuda, enam antara siapa segera sampai di depan
mereka.
In Gak tidak menjawab si orang tua, la hanya bersenyum,
Dengan sebat ia samber tubuh Giok Lui Kongcu, untuk
dikempit, hingga enam orang itu menjadi tercengang. Mereka
saling mengawasi sinar mata mereka saling bertanya.
Lekas sekali tibalah seluruh rombongan itu. orang yang
menjadi pemimpin berjenggot panjang berdandan sebagai
pembesar negeri. "Apakah aku berhadapan dengan tihu
setempat ?" In Gak tanya,

1336
Pembesar itu mengawasi kepada orang yang dikempit itu,
ia bergelisah, ia lantas memperlihatkan roman bengis, dan
sebaliknya dari menjawab, membentak: " orang bernyali besar
kau sudah berdosa, mengapa kau tidak lantas berlutut untuk
minta ampun? Sungguh kau kurang ajar Kau tidak mengenal
undang-undang negara dan Thian"
In Gak tertawa nyaring.
"Sebagai rakyat, apakah kesalahan hamba?" dia menyahut.
"Tolong tayjin terangkan-
"Kau telah melukakan anakku, apakah itu bukannya
kedosaanmu?" tanya tihu, suaranya dalam.
“Jikalau putera raja bersalah, dosanya sama dengan dosa
rakyat jelata" kata In Gak tertawa pula, " Kau tidak tahu,
tayjin, bagaimana putera mu sudah melakukan perbuatan
perbuatan jahat yang tak mengenal undang-undang negeri
dan Thian, Hamba sebagai rakyat jelata justru menggantikan
tayjin menghukum dia, kenapa tayjin mengatakan aku
berdosa?"
Tihu itu melengak.
"Lekas tangkap dia" mendadak dia menitahkan Dia malu
dan likat hingga tak tahu dia harus bertindak bagaimana.
Semua orangnya tihu itu di antaranya ada orang-orang
Rimba Persilatan, berdiri diam-tidak ada yang berani bergerak.
In Gak tahu orang jeri, ia tertawa tawar, sambil tetap
mengempit tubuh si anak tihu, ia kata nyaring: “Jikalau kamu
tidak takut kongcu mu ini mampus, kamu maju lah"
Muka tihu pucat.
“Jikalau kau hendak bicara, kau bicaralah" katanya
terpaksa, suaranya dikeraskan, "Tapi jangan harap kau dapat
memaksa atau memeras aku"
Mendadak Thio Thian Po menghampirkan tihu di depan
kuda siapa ia berlutut.
"Aku Thio Thian Po, aku hendak mengadukan satu perkara,
aku mohon pertimbangan tayjin," ia berkata memohon.
Tihu itu terkejut "Lekas bicara" katanya saking bingung.

1337
"Aku Thio Thian po, bersama cucu perempuanku, aku
tinggal dengan berdagang kuwe-kuwe dijalan besar pintu kota
barat," berkata orang tua itu, "Putera tayjin ketarik hati
terhadap cucuku itu yang parasnya elok. dia paksa aku
membubuhkan tanda tangan menyerahkan cucuku itu sebagai
gundiknya jikalau tidak ada ini tuan muda yang gagah dan
mulia hatinya, sudah tentu penasaranku ini tidak akan dapat
dilampiaskan-.."
Tihu menjadi tambah bingung, tapi sekarang ia berlagak
heran.
"Kenapa kau tidak langsung datang mengadu ke kantor?"
tanyanya. "Tentu sekali aku tidak ketahui perkara itu."
Thio Thian Po mengangguk "Aku tidak merdeka: mana
dapat aku mengadu," katanya. "Sungguh seorang tayjin yang
putih bersih dan maha adil" kata In Gak tertawa dingin. Muka
tihu merah sampai di telinganya, ia berdiam.
Seorang bertubuh besar dan berpakaian singsat di samping
tihu berkata: "Tayjin, janganlah dengari ocehannya tua
bangka ini Kongcu kita jujur dan mengenal aturan, mana
dapat ia melakukan perbuatan jahat itu? Teranglah tua
bangka ini serta dia itu orang dari satu golongan dia mengaco
belo untuk memfitnah dan merusak nama baik tayjin saja."
Kata-kata itu disusul lompat turunnya orang itu dari atas
kudanya, terus dia berlompat membacok batang lehernya si
orang tua.
Begitu lekas orang galak itu menyerang secara demikian
ganas, begitu lekas juga tubuh seorang lain berlompat ke
arahnya, maka lantas dia mengeluarkan jeritan menyayatkan
hati dan tubuhnya mental sepuluh tombak.
ITULAH In Gak yang berlompat sambil terus menyerang,
Karena ia benci kegalakan orang, ia berlaku bengis, Serangan
itu membikin orang roboh terus binasa, Kemudian ia
menghadapi si tihu atau wedana, untuk berkata dengan
dingin- "Tayjin, di sini bukan tempat memeriksa perkara,

1338
silahkan kembali ke kantormu, rakyat jelata itu boleh ikut
padamu agar perkaranya dapat dibikin terang" Mukanya tihu
menjadi pucat, Tapi inilah kehendaknya. "Baik" ia menyahut.
In Gak lantas menyuruh Thio Thian Po turut wedana itu.
Tihu pulang untuk segera membuka persidangan-
In Gak menghampirkan, sembari tertawa ia kata: "Aku
minta tayjin menyingkirkan orang-orang di kiri dan kananmu,
aku hendak bicara"
"Inilah undang-undang pemerintah Agung, segala perkara
dapat ditimbang dari berat dan enteng duduknya" kata tihu,
sungguh-sungguh. In Gak tertawa, ia menunjuk pada putera
tihu yang ia masih kempit terus.
Pembesar itu kaget, terpaksa ia mengulapkan tangan
menitahkan semua orangnya mengundurkan diri. Dengan
muka pucat ia menantikan sikap lebih jauh anak muda di
depannya itu.
In Gak bersikap tenang dan tawar, ia merogo ke sakunya
dari mana ia menarik ke luar sebuah benda yang bersinar
bergemerlapan ia maju mendekati tihu, baru sekarang ia kata
bengis: "Tayjin boleh lihat barang ini barang apa, lantas tayjin
mengetahui aku orang apa?"
Tihu mengulur tangannya menyambuti benda yang
diserahkan itu. ia memeriksa dengan teliti. Kesudahannya
tubuhnya menggigil, lekas-lekas ia berbangkit untuk
membayar pulang benda itu, kemudian lekas-lekas ia
membuka kopiahnya untuk terus menekuk kedua lututnya
seraya mengangguk-angguk dan berkata: "Aku tidak tahu
Yang Mulia utusan Sri Baginda yang datang, aku tahu
dosaku."
"Kau bangun," kata In Gak. Sekarang ia tertawa, “Jikalau
aku hendak menghukum kau tayjin, dari siang-siang pasti aku
sudah menunjuki Giokspwe Sri Baginda ini, Kehendakku tak
lain tak bukan agar kau mengendalikan puteramu supaya dia
jangan mempermainkan pula undang-undang negara"

1339
Mendengar itu, hati tihu menjadi lega, ia mengangguk.
"Apakah di tempat tayjin ini ada orang terjuluk Say Shi
Cian?" In Gak tanya kemudian "Kalau ada, panggillah dia
datang ke mari"
"Ada, ada," kata wedana cepat, bahkan dia segera
bertindak ke luar kantornya, ia kembali dengan cepat,
bersama seorang bertubuh kecil dan kurus, yang tindakannya
gesit, yang mengenakan seragam sulam yang singsat.
Dengan muka pucat, si kurus itu maju ke depan In Gak.
untuk segera menekuk lutut. Nampaknya dia sangat
ketakutan-"Apakah kau Say Shi Cian?" In Gak tanya dingin-
"Hamba bernama Sun Ji Kui," orang itu menyahut,
suaranya tidak lancar, Sekarang terlihat tegas dia mempunyai
apa yang disebut " kepala mencak dan mata tikus", "Say Shi
Cian itu-julukanku, tak berani aku menerima tayjin memanggil
aku dengan sebutan itu..."
In Gak tertawa dingin.
"Kau bilang dari mana kau peroleh pedang ini?" ia tanya. ia
menurunkan pedang dari punggungnya dan menunjukinya
pada si kurus itu.
Shi Cian ada namanya satu pencopet atau pencuri kesohor,
karena Sun Ji Kui pun
sangat pandai mencopet dan mencuri, orang
memberikannya julukan itu. "Say Shi Cian" berarti "orang yang
lihaynya melebihkan shi Cian" Melihat senjata. Itu Sun Ji Kui
menjadi terlebih kaget pula.
"Aku mendapatkannya baru-baru ini di dusun di mulut selat
gunung Kheng San," ia menyahut terus terang, "Aku melihat
seorang pria tua dan seorang nona singgah di losmen, aku
melihat pedang di punggung si nona, aku ketarik dengan itu,
lantas aku mengambilnya, Aku menitahkan seorang jongos
menaruhkan obat pulas di dalam arak mereka itu. Di luar
dugaan gampang sekali aku mendapatkannya."

1340
In Gak berdiam sejenak. la tertawa dan kata pada wedana
itu: "Untuk sementara tolong tayjin tahan penjahat ini, di lain
pihak aku harap kau mengendalikan putera mu, di dalam
tempo tiga bulan tak dapat dia keluar pintu. Mulai hari ini, asal
aku mendapatkan putera mu berbuat jahat pula, maka jagalah
hari depanmu" Dengan muka pucat pasi, tihu memberikan
janjinya akan mentaati pesan itu. Tidak tempo lagi, In Gak
mengajak Thio Thian Po meninggalkan kantor wedana. Tihu
dengan tersipu-sipu mengantar sampai di luar.
Thio Thian Po mengundang In Gak berkunjung ke
rumahnya, Si anak muda menampik dengan mengatakan ia
masih mempunyai urusan penting di Bu Tong San, Karena ini
ia lantas ditarik ke rumah orang.
"Siauw Hi, Siauw Hi, lekas buka pintu" berkata si orang tua
seraya mengetuk pintu, begitu lekas mereka tiba di rumahnya,
"Aku pulang"
"Oh, kakek pulang?" pertanyaan dari dalam sejenak
kemudian, Terus pintu dipentang,
Segera terlihat munculnya seorang nona dengan sebatang
lilin menyala di tangannya, Dia cantik tetapi ketika itu kedua
matanya merah dan bengul. Dia berdiri tercengang di ambang
pintu.
Baru selang satu tahun maka sekarang In Gak melihat
orang tambah cantik.
si nona mundur setindak ketika orang mengawasi dia, Dia
menyangka kepada Giok Lui Kongcu.
"Coba lihat pula Siauw Hi" kata si kakek tertawa, " Lihat
siapa?"
Nona itu mengerutkan alis, ia menatap. ia ingat-ingat lupa,
ia menjadi likat sendirinya. hingga mukanya menjadi bersemu
dadu. In Gak mengawasi sambil bersenyum.
"Siapa dia?" pikir si nona, ia menampak orang tampan
sekali dan menarik hati, Tanpa merasa jantungnya

1341
berdenyutan, dadanya berombak. "Kenapa kakek mengajak
dia datang ke mari?"
"Anak tolol" berkata sang kakek. tertawa, "Biasanya setiap
hari setiap detik kau menyebut-nyebut nama tuan penolong
kita, kenapa sekarang kau bertemu dengan orangnya, kau
menjadi mirip seorang asing?"
Habis berkata, Thian Po menarik tangan si anak muda
untuk diajak masuk.
Nona itu terperanjat. Baru sekarang ia ingat, maka lekaslekas
ia menutup pintu, untuk dengan cepat mengikut masuk.
ia girang luar biasa, inilah kegirangan satu-satunya yang ia
pernah mengalaminya Sifat wanita itu memang luar biasa, ada
kalanya dia sangat lunak. atau di lain saat keras sekali.
Ketika dulu hari si ncna ikut kakeknya pulang, di tengah
jalan ia bertemu pamannya, yang biasa menjual obat di
ouwpak Utara. ia dan kakeknya diberi nasihat untuk berdiam
di Kun-ciu dengan berdagang kuwe yang modalnya didapat
dari In Gak.
Nasihat itu diturut, sekarang telah lewat satu tahun
semenjak pertemuan mereka di jalan- Han-tan- Dalam
keunnya atas si anak muda maka ia selalu ingatnya, siapa
sangka sekarang ia tak mengenali roman orang.
Siauw Hi cantik, ia menarik perhatian umum. Lantaran itu,
perdagangan kuenya laku. orang seperti tak menghiraukan
kuenya, asal kecantikannya itu, akan tetapi ia tidak
menghiraukan para langganan, ia bersikap manis seperti
biasa.
Ketika Giok Lui Kongcu mendengarnya, dia datang sendiri
untuk menyaksikan setelah itu dia mempergunakan pelbagai
daya guna mendapatkan nona itu, diantaranya ialah dia paksa
Thio Thian Po untuk membubuhkan tanda tangannya sebagai
tanda mengakui menjual cucunya untuk dijadikan gundik.
Siauw Hi bersusah hati, selama dalam godaan itu, hingga
sering ia menangis diam-diam, ia ingat si anak muda - ialah In

1342
Gak - hingga ia mengharap- harap anak muda itu nanti datang
pula menolongi ianya seperti dijalan Han tan dulu hari itu.
Siapa sangka sekarang benar-benar si anak muda muncul,
hanyalah untuk sejenak ia merasa dirinya tengah bermimpi...
Thian Po masuk ke dapur, untuk menyiapkan barang
makanan, ia membiarkan cucunya itu menemui penolongnya,
Hingga mereka ini duduk berduaan, berhadapan, di depan
menggendangnya sebatang lilin yang api nya memain- Si nona
likat, ia tunduk saja, mukanya merah.
"Apakah sejak kita berpisah kau baik-baik saja, nona?" In
Gak tanya.
"Terima kasih inkong," sahut Siauw Hi perlahan, suaranya
halus, tanpa mengangkat kepala, "Semua itu karena
berkahmu."
In Gak bingung juga, Apa ia mesti bicarakan lebih jauh?
Maka ia memandang ke luar jendela memikir bagaimana harus
mencari Pin Ji dan Gak Yang, ia juga menduga-duga
bagaimana berdukanya Hu Wan, yang kehilangan pedangnya,
ia heran kenapa Lui Siauw Thian yang berpengalaman masih
kena dipermainkan pencoleng-pencoleng.
Akhirnya Siauw Hi berbangkit memberi tahu ia mau
membantu kakeknya. ia mengundurkan diri, setelah diamdiam
memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya.
Tidak lama muncullah Thian Po dengan barang hidangan
sekedarnya. si nona tidak keluar lagi. In Gak menduga orang
likat, ia tidak menanyakan apa-apa. ia lantas menenggak arak,
guna menungkuli keruwetan pikirannya.
Tanpa merasa ia rada sinting, justru itu Thian Po
membilangi ia agar ia suka menerima Siauw Hi, Siauw Hi tak
mengharap menjadi istri, cukup sebagai gundik...."
"Mana dapat, mana dapat" In Gak menolak. ia mengakui
bahwa ia telah mempunyai enam istri, hingga tak dapat ia
mensia-siakan cucunya orang tua itu. Thian Po bungkam atas
penolakan itu, Tak dapat ia memaksa.

1343
Tengah mereka berdiam, mereka mendengar suara
jatuhnya barang berat diperdalaman.
"Celaka" kakek itu berseru kaget bukan main- janganjangan
Siauw Hi berbuat nekad" ia lantas lari ke dalam.
In Gak pun terkejut, ia berlompat mendahului
Di dalam kamarnya Siauw Hi kedapatan rebah di tanah,
mukanya pucat, kedua matanya tertutup, dari mulutnya keluar
ilar, sedang di lehernya melibat sehelai tambang yang telah
terputus.
Thian Po menubruk cucunya, ia menangis menggerunggerung.
In Gak menghela napas, Kembali ia terlibat asmara,
Terpaksa iapun menghampirkan untuk memberikan
pertolongannya guna menguruti si nona sampai dia sadar.
Siauw Hi membuka matanya, sawat-sawat ia mendengar
dan melihat kakeknya menangis, samping itu, ia lantas melihat
wajah tampan dari si anak muda, yang tak dapat ia lupakan,
ia terbengong, hatinya pepat. ia tidak menyesalkan anak
muda itu, ia menyesali peruntungannya yang buruk dan
malang, ia merapatkan pula matanya, terus ia menangis.
In Gak bingung. ia tahu sifat wanita. Saking meny intai,
seorang nona dapat menjadi jelus, dari menjelus menjadi
gusar dan bersakit hati atau nekad, Maka menyesallah ia
sudah datang ke rumah Thian Po ini.
"Lotiang, sekarang begini saja," katanya, "Lotiang boleh
membawa si nona ke kota lam-ciang, ke kantor cin Tay Piauw
Kiok, Di sana lotiang berdua berdiam untuk menantikan aku.
Begitu selesai urusanku pribadi, aku akan menyusul ke sana
guna membereskan urusan ini."
Lega juga hati Siauw Hi mendengar perkataan itu,
harapannya timbul pula. Thian Po girang sambil bersenyum ia
mengangkat bangun cucunya itu.

1344
In Gak lantas menulis surat untuk Thio Thian Po bawa pada
Hi Piauwsu di Lam-Ciang, setelah itu ia lantas pamitan dan
pergi, ia berjalan walaupun malam berhawa dingin karena
angin mengembus tak hentinya.
Bagusnya malam itu rembulan terang dan bintang-bintang
banyak. Toh ia masgul pikirannya kusut, ia menuju keluar kota
kewedanaan Kunciu itu...
XXX
Sia-sia belaka Kang Yauw Hong dan Lo Siang Bwee
menyusul in Gak di Ya Ap Thoa selekasnya malam itu si
pemuda menghilang ditempat yang gelap. Menyingkirnya In
Gak terlalu cepat untuk mereka dapat menyadak-nya. Mereka
jadi berduka.
"Aku tahu" akhirnya Yauw Hong berseru, "Dia tentu pergi
kerumah Keluarga Tio di Thong-ciu Mari kita susul dia disana"
Siang Bwee setuju, maka berdua mereka berangkat kekota
yang disebutkan itu. Mereka tiba diwaktu fajar, Tetapi mereka
memperoleh keterangan In Gak belum kembali. Mereka jadi
heran dan putus asa, keduanya saling mengawasi mulut
mereka bungkam
Giam Hok sibudak tua yang menyambut-nya, dapat
membade hati kedua nona itu, ia minta mereka suka singgah.
Keduanya hendak menolak tatkala mereka mendengar suara
tertawa gembira dari luar. Mereka heran, Ketika mereka
berpaling, mereka melihat munculnya Soh Beng Pat-Ciang
Siang Lok.
"Tootiang, tahukah kau dimana adanya Cia Siauwhiap?"
Yauw Hong tanya, ia mendapat harapan pula, kedua matanya
bersinar kegirangan. Imam itu girang sekali, sambil
mengangguk dia berjalan masuk.
"Aku tahu juga sedikit," sahutnya, " Nona- nona jangan
tergesa-gesa, Sesudah
bercape-lelah satu malam, perutku berbunyi saja seperti
guntur Tunggulah sampai aku sudah menangsal apa-apa,

1345
nanti aku temani nona- ncna pergi. Aku juga hendak minta
sesuatu dari Cia Siauwhiap."
Mau atau tidak. kedua ncna itu menenangkan dirinya,
Mereka menanti.
Giam Hok lantas masuk kedalam, untuk menyuruh koki
menyediakan barang makanan, maka dilain saat, Siang Lok
sudah menenggak araknya.
"Menurut penglihatanku, Rimba persilatan bakal mengalami
peristiwa berdarah hebat." katanya siimam kemudian,
menghela napas, “Dimana-mana sudah muncul segala hantu,
si kaum sesat, Mungkin itu akan terjadi tak sampai lagi
sepuluh tahun- Semua ini nampaknya disebabkan kaum Rimba
persilatan tak dapat menguasai dirinya lagi."
Mendadak ia tertawa dan menambahkan- "Ah, mengapa
aku mengeluarkan kata-kata yang tak menggirangkan ini?
Benar-benar aku gila."
Kedua nona itu tertawa Jenaka melihat lagaknya imam ini.
“Jikalau bukannya Cia Siauwhiap yang memancing pergi
pada poan Poan Siu, kita tentunya bakal roboh separuhnya"
katanya pula, tetap tertawa. "Sebenarnya Poan Poan Siu itu
dipancing pergi kemana?" Yauw Hong tanya.
"Aku telah menguntit mereka," siang Lok memberi
keterangan "Cia Siauwhiap menimpuk Poan Poan Siu dengan
segumpal lumpur, hingga muka dia menjadi kotor. Dia liehay
tapi dia tidak dapat berkelit.
Saking gusar, dia mengejar Cia Siauwhiap. Siauwhiap
berguyon- ia lari terus. Tengah berlari, Cia Siauwhiap
berlompat akan memutar tubuh, untuk menghajar es hingga
gempur.
Tepat Poan Poan Siu tiba, kakinya menginjak es yang
gempur itu, hingga tubuhnya melesak sebatas leher hampir.
Ketika itu kelima muridnya sihantu menyerang, Siauwhiap.
Aku tidak dapat melihat Siauwhiap melayani secara apa, tahutahu
mereka berlima kena dibikin tak berdaya. Menyaksikan

1346
liehaynya ilmu silat Siauwhiap se-umurku tak berani aku
membicarakan soal ilmu."
Imam ini menghela napas, nampaknya ia tawar hatinya.
"Bagaimana kemudian?" Yauw Hong menanya tak sabaransekonyong-
konyong imam itu tertawa lebar kedua matanya
pun bersinar mencorong,
"Poan Poau Siu dapat berlompat keluar dari es dimana ia
separuh terpendam." sahutnya. "Dia gusar sekali dan menegur
Siauwhiap tak pantas menggunai akal itu. Siauwhiap tertawa
dan mengatakan ilmu silatnya si hantu belum sempurna,
Dalam mendongkolnya, Poan Poan Siu menyerang hebat. Dia
telah keluarkan ilmu kepandaiannya yang dinamakan Seng Siu
Mo Ciang. Dengan lincah Siauwhiap main berkelip lalu belum
sampai tiga jurus, ia menghajar membikin tubuh hantu itu
terlempar lima tombak jauhnya Poan Poan SLu tidak
terlukakan tetapi terang ia sudah kalah.
Jilid 24 : Bu Tong Pay menghadapi bahaya
"LANTAS siauwhiap menggoda pula, kalanya baik dia
belajar lagi tiga tahun, nanti ia sendiri akan berkunjung ke
gunung Im San guna menerima pengajaran-.. Poan Poan Siu
benar jumawa, Dia menerima baik janji itu, lantas dia
mengajak lima muridnya mengangkat kaki"
"Poan Poan Siu sudah pergi, baik" kata Siang Bwe. "Habis
siapa itu yang merobohkan Honghu Siong dengan panah
berapi warna biru itu?"
"Itulah aku", Siang Lok menjawab, bersenyum, "Panah biru
itu, namanya Lan lin Mo cian, asalnya kepunyaan murid kepala
Poan Poan Siu. Dengan itu dia menghajar aku, terus aku
menyimpannya, aku tidak sangka di sini aku dapat
menggunakan menolongi Hoan Siauw coan."
"Sungguh totiang berhati mulia" Yauw Hong memuji, "Hoan
Siauw coan telah mengejek totiang, masih lotiang membalas

1347
dia dengan kebaikan, Dalam dunia Kang ouw tak terdapat
banyak orang seperti totiang"
Siang Lok bermuka merah tetapi ia tertawa.
"Hoan siuw Coan memang jumawa tetapi dialah orang
lurus, dari itu tak dapat aku tidak menolongnya," sahutnya.
Baru imam ini menutup mulutnya atau orang terlihat
berlompat masuk. cepat seperti terbang.
Siang Lok dan kedua nona melengak. Segera mereka
melihat Pe Bie Su Hoan Siauw Coan berdiri didepan mereka,
romannya jengah, sedang baju panjangnya robek bekas suatu
pertempuaran hebat.
"Siang Koancu, harap maafkan kejumawaanku yang telah
menjadi seperti sipatku" dia berkata malu-malu. “Jikalau aku
tidak mendengar kata-kata koancu ini, tentulah aku terus tidak
mengetahui duduknya hal"
Siang Lok berbangkit ia menghampirkan untuk jabat tangan
orang.
"Itulah perkara kecil, jangan dibuat pikiran" katanya
tertawa, "Kenapa Hoan LoSu ketahui aku berada disini?"
Siauw Coan kelihatan bersyukur sekali, ia menjawab:
"Tahun dulu aku bentrok dengan Tok pie Hong In Kay
disebabkan kata-kata yang tak cocok. lalu aku terhajar tiga
batang jarum Coa Bwe cian yang beracun karena mana
selama tiga bulan aku mesti rebah diatas pembaringan-
Kemudian karena perantaraannya Tek Thung Siu Ang Hong,
tiang lo dari partai Pengemis, Tok-pie Hong In Kay datang
sendiri padaku umuk menghaturkan maaf.
Dia sebenarnya malu, dia merasa sangat terhina, Demikian
di Ya Ap Thoa itu, dia menyembunyikan diri, dia mencegat aku
disaat aku hendak berlalu sesudah urusan beres. Dia
memaksa aku menghaturkan maaf sambil bertekuk lutut,
untuk mencuci malunya itu. Dalam usiaku ini, mana dapat aku
menerima baik perintahnya itu? Maka aku melawannya, tetapi
aku tidak sanggup mengalahkan dia, terpaksa aku

1348
menyingkirkan diri sampai disini. Aku bersahabat kekal dengan
Tio Tayhiap. aku menebaikan muka datang kemari untuk
memohon bantuan-.."
Siauw Coan belum bicara habis ketika dari luar rumah
terdengar suara tertawa disusul dengan berlompat masuknya
satu orang dengan tubuh kurus dan rambut riap riapan-
Dia beroman baik, cuma kulit mukanya muram dan
sikapnya dingin, sedang kedua sinar matanya sangat tajam,
pakaiannya yang ratusan tambalannya, kotor dan berminyak,
sementara tangan kirinya terus bergerak-gerak. Dialah Tok-pie
Hong In Kay si pengemis luar biasa, yang berlengan satu.
Sepasang alis putih dari Siauw Coan berbangkit Dia tertawa
dingin.
"Pengemis bertangan satu jangan kau keterlaluan- katanya
bengis, "Cara bagaimana kau berani lancang memasuki
gedungnya Chong ciu Tayhiap? ingatlah kau dapat roboh
dengan namamu turut runtuh sekalian”
Pengemis itu tertawa dingin juga.
"Aku si pengemis tua biasa pergi dan datang seorang diri,
aku tidak kenal takut atau pantangan- katanya terkebur,
"Siapa itu Cong-cu Tayhiap? Kenapa dia tidak keluar menemui
aku"
Cong-ciu Tayhiap, jago dari Cong-ciu, yalah Tio Kong Kiu,
Ketika itu Giam Hok muncul bersama beberapa busu,
mereka dapat mendengar kata-kata jumawa itu, Seorang busu
menjadi tidak senang, dia berlompat maju seraya menyerang
dengan goloknya.
Pengemis itu tertawa, tangannya bergerak. jari-jari
tangannya menyamber golok untuk ditangkap. Segera
terdengar suara barang patah. Aneh, ditangannya itu lantas
terlihat serupa senjata, yang terlepas dan jatuh ketanah,
Habis itu dia merangsak pula, untuk menotok jalan darah
Ceng-ciok dari busu itu. Si busu kaget, dia lompat mundur,
Tapi dia disusul terus.

1349
Hoan Siauw Coan bersama Siang Lo meluncurkan tangan
mereka masing-masing guna merintangi pengemis yang galak
itu, dengan begitu terjadilah bentrokan diantara mereka
bertiga, yang masing masing terpental mundur dua tindak.
Kok-pie Hong In Kay tertawa nyaring, ke dua matanya
mengawasi tajam.
Siang Lok tertawa lebar, Lantas dia menegur: "Pengemis
bertangan satu, apakah kau tidak takut melanggar aturan
partai kamu?"
Pengemis itu tetap tertawa dingin.
"Dulu hari itu tidak selayaknya aku menggunakan jarum
rahasiaku" bilangnya. "sekarang aku menggunakan
kepandaianku yang asli, dari itu aku takut apa?"
Siang Lok hendak bicara pula tetapi ia didului kedua nona,
sambil berlompat mereka ini melesat maju kedepan, Yauw
Hong berkata nyaring "cin-jin baiklah jangan adu lidah
dengannya, Biarkan aku mencoba kegagahannya pengemis ini
Didalam gedung keluarga Tio.
mana dapat dia diantapkan ber-jumawa tidak keruan?"
Pengemis itu tidak takut, lagi lagi dia ter-tawa.
"Cong-ciu Tayhiap Tio Kong Kiu" dia berkata, "dimataku dia
mirip sampah Nona kau mengangkat Tio Kong Kiu terlalu
tinggi"
Ia mengeluarkan sebatang seruling bambu, ia
menambahkan sama dinginnya: "Nona, asal kau dapat
melayani sipengemis tua lebih daripada dua-puluh jurus,
segera aku akan mengangkat kaki dari sini dan permusuhanku
dengan Hoan Siauw Coan akan aku habisi juga"
Yauw Hong mendongkol hingga mukanya menjadi merah,
ia lantas maju lebih jauh sambil memutar pedangnya .
"Ha, kiranya murid Ngo Bie Pay" kata sipengemis
mengejek. " Dengan kepandaian begini macam kau berani
mencabut kumis harimau?"

1350
Pengemis ini dikatakan jumawa tetapi dia benar liehay
sekali, selagi dia berkata-kata itu, tubuhnya sudah bergerak,
laksana kilat, untuk berkelit kekiri, sedang seruling kayu
ditangan kanannya dipakai menangkis, maka bentroklah
pedang dengan seruling itu.
Atas itu Yauw Hong merasakan tenaga menolak yang keras
sekali, pedangnya pun mental hingga ia kaget bukan main-
Syukur ia masih dapat mencekal keras pedangnya itu, yang ia
lantas menarik pulang, untuk dipakai mengulangi
serangannya. Kaget tinggal kaget tetapi ia tidak takut.
Tok-pie Hong In Kay membuat perlawanan-
Dalam tempo yang cepat dia sudah balas menyerang tiga
kali, hingga Hian ie Liong-lie Kang Yauw Hong terpaksa mesti
mengambil sikap membela diri, kalau ilmu pedangnya, Hoei
Yan Kiam hoat, si Walet Terbang, tidak liehay, pasti ia sudah
terlukakan pengemis jumawa itu.
Siang Lok tajam matanya, ia mendapat tahu, meski si-nona
liehay, dia tidak bakal dapat bertahan lama dari Hong In Kay
yang menang latihan-
Begitulah habis jurus yang ke-delapan belas, Hong In Kay
menyerang pula sambil berseru. kali ini seruling bambunya
meluncur dengan tipu silat, "Bianglala panjang menutupi
matahari", serulingnya nyusup diantara pedang si nona, untuk
meneruskan serangannya dengan tipu "Ular berbisa mencari
liangnya", hingga ujung seruling mengarah jalan darah lengtiong
dibuah susu.
Siang Lok berteriak: "Tokpie Kay, tak takutkah kau
mampus?" Suara itu menggeledek.
Hong in Kay, yang dipanggil "Tok Pie Kay" atau pengemis
tangan satu, menjadi terkejut, lantas dia berlompat keluar
kalangan, matanya mengawasi bengis si Imam, untuk
meregur: "Apakah maksudnya kata-katamu ini?"

1351
Siang Lok tertawa dingin, pula suaranya ketika ia berkata:
"Aku tidak percaya kau tidak takuti hukuman, kaulah yang
mencabut sendiri tujuh helai ototmu Benar-benarkah kau tidak
ketahui apa hubungannya Tio Tayhiap serta kedua nona ini
dengan partaimu?"
Pengemis itu heran hingga dengan melongo ia mengawasi
Yauw Hong.
Yauw Hong berdiam, ia mesti meluruskan napasnya.
Barusan hebat ia menangkis serangan dahsyat dari pengemis
itu. ia mengerti maksudnya perkataan Siang Lok itu,
sendirinya mukanya menjadi merah.
Lo Siang Bwee turut jengah sendirinya.
Hong in Kay mengawasi kedua nona itu ia tetap heran
Akhirnya, dalam kesangsian, ia berkata: "Aku tahu hukuman
membetot otot sendiri itu. itulah aturan Partaiku untuk
anggauta yang melakukan kesalahan bisar, yulah yang
sebawahan berkurang ajar terhadap seatasannya. Taruh kata
benar Tio Kong Kioe dan kedua wanita ini ada hubungannya
dengan Partaiku, tetapi kecuali tiang lo dan ketua kami, tidak
ada lain orang yang derajatnya lebih atas daripada derajatku
Kenapa aku mesti menjalankan hukuman istimewa itu?"
Tiga tahun Hong In Kay dikurung, setelah bebas, ia tidak
tahu banyak peristiwa diluaran, ia cuma langsung pergi
kemarkas Siong Yang Pay mencari tahu halnya PeBieSiu si Alis
Putih, Maka itu ia terus mengawasi si-imam. ia tertawa dingin,
lantas ia berkata pula:
"Hidung kerbau, jikalau kau bicara, mesti kau bicara biar
jelas jikalau kau berani permainkan aku sipengemis tua, kapan
waktunya telah tiba, kau juga sukar lolos dari tanganku"
Siang Lok bersikap tenang, dia bahkan bersenyum.
"Tahukah kau bahwa Tio Tayhiap yalah mertua dari tiang-lo
kamu yang nomor empat?" dia tanya, "Tahukah kau bahwa
kedua nona ini juga tunangannya tiang-lo kamu yang nomor
empat itu."

1352
Mendengar itu, merah mukanya Yauw Hong dan Siang
Bwe. Lekas-lekas mereka tunduk. Itulah sebab Siang Lok
menyebut-nyebut "tiang-lo nomor empat", yalah su-tianglo
dari KayPang, partai Pengemis.
Tapi Hong in Kay menjadi gusar.
"Su-tianglo kami toh sudah menutup mata semenjak lama"
dia berseru, "Taruh kata dia masih hidup, dia mestinya sudah
berusia tinggi sekali Dari mana dia mendapat isteri? Imam
hidung kerbau, apakah kau kira aku sipengemis dapat
dipermainkan?" Saking mendongkolnya, ia menyerang imam
itu. Siang Lok berkelit sambil mundur.
"Tahan- ia membentak "Aku mau tanya kau: Kau telah
dihukum selama tiga tahun, apakah kau ketahui segala
peristiwa Partaimu selama tiga tahun itu?"
Hong in Kay melongo, dia terpaksa bungkam. Siang Lok
tertawa dingin pula.
"Memang su-tianglo dari Kay Pang telah menutup mata" ia
kata, bengis, "tetapi ia telah mewariskan Cie-tang Sin Llong
Say Houw Leng. Lencana itu telah diberikan ketiga tianglo
kepada satu orang lain Bukankah orang itu pantas terhitung
sebagai su-tianglo? Kau bilanglah"
Hong In Kay berpikir keras, otaknya bagaikan jungkirbalik-
Matanya pun turut berputar hingga ia merasa kabur.
Didalam hatinya ia mengeluh: "Hebat sihidung kerbau ini
bicara dari hal yang benar, Teranglah sudah aku telah
melakukan pelanggaran tidak menghormati tertua-ku.
Bagaimana sekarang? Tapi tak dapat aku segera mengakui
kesalahanku ini, nanti dibelakang hari aku tidak mempunyai
alasan lagi untuk menyangkal. "
Maka ia tertawa lebar, ia berkata nyaring- "Imam hidung
kerbau, tak dapat kau permainkan aku sipengemis Dapatkah
kau mengaco-belo? Aturan kami yalah kami mengenali orang
Laginya kamu mesti ketahui, aku sipengemis bukannya
mencari kamu aku mencari si orang ahe Hoan"

1353
Habis berkata begitu, pengemis jumawa itu borlompat
untuk menerkam Hoan Siauw Coan, dia telah mengerahkan
tenaganya hingga terdengar tulang-tulangnya meretek. Lima
jari tangannya terbuka mirip lima buah gaetan. Terjangannya
itu juga terjangan tipu silat "Burung elang menyamber kelinci."
Hoan Siauw Coan terkejut, sebenarnya ia jeri, tetapi ia
terpaksa, maka ia pun mengerahkan tenaganya, untuk
menyambut serangan dengan tipu-siiat Tay Siong Yang Kioe
Cioe jurus "Tok Hing hoan coe," yaitu "Menahan penglari
untuk menukar tiang", Hanyalah belum lagi tangan mereka
kedua, pihak beradu mendadak si pengemis bertangan satu
mengeluarkan suara menahan napas, tubuhnya terpental
mundur sampai diluar ruang, roboh terkulai diatas
saiju.Sampai sekian lama dia tak dapat berkutik.
Siang Lok semua rerperanjat. Apakah telah terjadi?
siapakah yang menyerang pengemis itu?
Tapi tak usah lama mereka terbenam dalam keheranannya,
Mendadak mereka melihat satu bayangan berkelebat, lalu
orangnya muncul Dialah ssorang yang usianya sudah lanjut,
didada-nya bermain-main kumis-jenggotnya yang panjang. Dia
lantas berdiri didepan sipengemis bertangan satu itu.
Hong In Kay sendiri rebah disaiju dengan bingung. Tibatiba
ia merasakan serangan, terus tubuhnya terpental ia
mendapat kenyataan tenaganya habis dan tenggorokannya
terasa amis-itulah disebabkan ia mengeluarkan darah,
melainkan darah itu tidak sampai mengalir keluar dari
mulutnya. ia menahan sekuatnya bisa, ia merapatkan
matanya, untuk bersemedhi, guna memulihkan napasnya
serta jalan darahnya juga.
Ketika kemudian ia membuka matanya, ia melihat orang
yang berdiri didepannya itu. ia tidak lantas mengenali, ia cuma
rasanya ingat ia mengenalinya. Tempo ia melihat kedua
kakinya, ia kaget tidak terkira, mukanya menjadipucat dengan
tiba-tiba. ia lantas mencoba bergerak. untuk berlutut didepan

1354
orang tua itu. ia pun lantas berkata: "Tecu Sek Siu
menghadap kepada Cong Tianglo jikalau tecu bersalah tecu
bersedia dihukum menurut aturan Kay Pang kami."
Memang orang itu Kiu Cie Sin Kay Cong Sie. ia lantas
mengasi lihat roman angker, sambil mengurut- urut kumisnya,
ia kata dengan suara dalam: "Tak berani aku sekarang ini
kaulah orang Kang ouw Tidak berani aku situa lancang
mengatakan kau sudah melanggar suatu aturan Partai kami"
Mukanya Hong In Kay menjadi terlebih pucat, peluhnya
lantas membasahkanjidatnya. ia berdiam tetapi hatinya
guncang keras saking takutnya.
Pihak keluarga Tio sudah lantas mengenali orang tua itu,
bahkan Giam Hok segera menghampirkan, untuk memberi
hormat dan menyapa, katanya: "Chong Lotianglo, sudah lama
kita tidak bertemu semoga Lotianglo baik-baik saja Majikan ku
ingin menemui Lotianglo, sayang ia tidak dapat, hingga ia
cuma memikirkan saja tak hentinya..."
Chong Sie bersenyum, ia mengangguk.
"Majikanmu itu hilang ditengah jalan, sia-sia belaka aku
situa mencarinya, aku menubruk tempat kosong di sana-sini
Apakah sekarang ia sudah pulang ?" tanyanya ramah. Giam
Hok berdiri hormat kedua tangannya diluncurkan turun-
"Majikanku masih belum kembali," sahutnya.
Chong sie mengangguk. Baru sekarang ia memandang
Hong In Kay, ia sebenarnya hendak menegur sebawahan itu
tetapi Siang Lok sudah menghampirkan padanya seraya dia
memberi hormat dan berkata: "Chong Tianglo, aku si tua
yalah Siang Lok dari kuil Kim Cia Koan dari gunung Im San
Sudah lama aku mengagumi Tianglo, baru sekarang
berkesempatan menemuinya Kau benar mirip dengan gunung
Tay San atau Bintang Utara..."
Pengemis itu bersenyum.
"Siang Koancu, kau terlalu merendah" katanya, sabar,
"Mana dapat aku si tua menerima kehormatan kau ini ?"

1355
Siang Lok merendah pula, terus ia melirik ke-arah Hong In
Kay. ia tertawa ia kata perlahan: "Tuan ini tidak bermusuh
denganku, peristiwa ini terjadi lantaran kedua pihak samasama
bertabiat keras, itu artinya bahwa aku juga bersalah,
Maka itu aku minta Tianglo jangan menegur dia."
Mendengar perkataan itu, Hong In Kay tertarik hatinya, ia
berterima kasih.
Chong Sie benar tidak mau berlaku keras, tetapi ia kata
nyaring: "Lekas bangun Kenapa kau tidak mau menghaturkan
terima kasih kepada koancu ?"
Hong In Kay berbangkit agaknya dia likat.
Siang Lok tidak ingin membikin orang mendapat malu, ia
menarik tangannya Hoan Siauw Coan, buat bersama sama
menghampirkanpengemis itu, guna lebih dulu menghaturkan
maaf. Dilain saat, semua orang sudah duduk menghadapi
barang hidangan.
Sembari bersantap Chong Sie menanyakan halnya in Gak.
tetapi tidak ada seorang juga yang dapat menerangkan jelas
ia menggabungi semua keterangan laju ia mengambil
kesimpulan, Karena ini, ia menggeleng-geleng kepala.
"Adiks angkatku itu seorang luar biasa," ia berkata, "ia
gagah dan pintar, tetapi walaupun demikian, seperti kata
pribahasa, air penuh berarti luber, kepandaian tinggi
menimbulkan kedengkian, demikian juga dapat terjadi atas
dirinya. Dalam hidupnya manusia, dalam sepuluh, delapan
atau sembilan bagian adalah kejadian-kejadian yang di-luar
kehendak kita, maka itu, pantas kalau ia menjadi tawar
hatinya, ia telah melepaskan Ubun Lui, Honghu Siong dan
Poan Poan Siu, semua itu pasti disebabkan kegagalannya
dalam urusan asmara, hingga mungkin ia headak menyingkir
dari dunia Kang ouw."

1356
Selagi berkata, diam-diam pengemis itu melirik Yauw Hong
Siang Bwee. Dengan sendirinya kedua nona merah muka-nya,
mereka malu dan jengah.
Chong Sie menghela napas, ia berkata pula : "Soal asmara
itu entah telah menjerumuskan berapa banyak muda-mudi,
tetapi mengenai adik angkatku itu, aku berani tanggung dialah
bukan seorang yang tak bertanggung jawab. Dia sangat
membenci kejahatan, tetapi hatinya sebenarnya mulia.
Mungkin ada sebabnya kenapa sekarang ia membawa sikap
yang aneh ini jikalau ada sesuatu kesulitan, haruslah kedua
belah pihak saling mengerti dan mengalah."
Kata-kata ini diucapkan Kiu ciu Sin Kay sebab ia membade
hatinya kedua nona itu, maka samar-samar ia memberi
peringatannya itu kepada mereka.
Kemudian si pengemis tertawa lebar dan berkata lagi: "Patpie
Kimkong oe-bun Lui pintar dan besar cita citanya, pat-pou
Kam sian Honghu Siong licin dan licik, dan Poan poan Siu
jahat dan telengas sekali, maka itu mustahillah mereka bertiga
mati hati semudah itu, Aku kuatir sekali dibelakang hari,
bencana bukannya berkurang hanya akan bertambah "
Suara itu mendapat timpalan yang nadanya dingin dari luar
jendela: "Tidak salah Terkaan kau tepat sekali "
Chong Sie bertelinga terang dan bermata awas, ia tidak
mengasi kentara apa-apa atas suara itu, hanva tubuhnya
tahu-tahu sudah lompat keluar jendela, Setelah itu barulah
Hoog in Kay semua berlompat menyusul.
Diluar bayangan manusia pun tidak ada hanya terasa hawa
dingin dan terlihat cabang-cabang pohon gundul bergoyanggoyang
sedikit chong Sie menjadi kagum sekali untuk
kegesitannya orang yang mengasi dengar sambutannya itu.
Mendadak Hong In Kay bersuara "Hm" sambil tangannya
terayun ke arah payon ruang besar, Sebagai kesudahan dari
itu terdengarlah satu jeritan, dan terlihatlah robohnya sebuah
tubuh, jatuh ke tanah berlumpur hingga lumpurnya muncrat.
Disana tubuh itu bergulingan kedua tangannya menutupi mata

1357
kirinya, Masih dia menjerit kesakitan Dari sela-sela jari
tangannya pun terlihat darah mengalir.
"Setan cilik" kata Hong In Kay sengit "Bagaimana kau
berani main gila disini? Bagaimana kau rasai jarum Coa-bweciam
?"
Orang itu kesakitan tetapi dia dapat menggunai otaknya,
Rupanya dia menjadi nekad. Dengan menahan sakit dia
berlompat bangun dengan bengis dia mengawasi si pengemis.
Lalu mendadak dia berseru, sebelah tangannya dipakai
menghajar ke arah batok kepalanya sendiri
Hong In Kay bermata celi dan sebat, dia mengulur
tangannya menyambar tangan orang itu, guna mencegah
orang membunuh diri.
"Sahabat, untuk binasa tidaklah susah " ia kata sama
bengisnya, "Tapi aku si pengemis tua hendak menanyakan
kau sesuatu. Kaujawablah baik-baik, nanti aku
menyempurnakan niatmu "
Orang itu merasakan sakit sekali, hampir pikirannya kacau
Sudah begitu, dicekal keras tangan kanannya, dia merasakan
sakit lainnya Tangannya itu menjadi sakit dan ngilu. Tapi dia
beradat keras sekali, dia menjerit, terus dia pingsan-"Cis"
Hong ln Kay berludah. "Manusia sampah, kau sangat
menjemukan-.."
Belum terhenti suara pengemis ini, tiba-tiba terdengar
suara apa apa di mulutnya orang tangkapan itu, atau di lain
saat dia benar-benar putus nyawanya.
Kiu Cie Sin Kay mengerutkan alis melihat Hong in Kay
lancang menyerang dengan jarum beracunnya itu.
"Sek Siu, bagaimana ?" ia menegur "Kau lupa-kah katakataku
?"
Pengemis itu melengak. hatinya berpikir "Di-muka umum ini
kita kena di roboh kan, orang yang tersangkut sudah kabur,
kenapa aku turun tangan atas manusia tak-berguna ini?"

1358
Maka dengan menyesal ia mengawasi mayat didepannya
itu.
Tepat di itu waktu dari tempat sejauh sepuluh tombak di
mana ada sebuah pengempang, di bawah sebuah pohon
cemara, terdengar tertawa yang nyaring, yang di susuli kata
kata ini : “pengemis tua, kau membade salah, Aku si orang
tua belum pergi jauh Sayang kau, yang kehilangan sebelah
lengan salah mencari musuh kau Racun dibayar dengan racun,
maka kaum beracun tak nanti melepaskan kau ?"
Kedua matanya chong Sie bersinar, tubuhnya berputar
tangannya menyerang ke tempat dari mana suara itu datang.
Kelihatan pohon itu terhajar angin keras, tetapi di sana tak
terlihat manusia atau bayangannya sekalipun Maka bangunlah
rambut dan kumisnya ingin ia menyerang pula.
Dari bawah pohon itu tiba-tiba terdengar pula suara
tertawa serta kata-kata ini: "Masih ada waktu hari untuk
sampai pada harian aku si orang tua melepaskan pantangan
membunuhi chong Sie, kau sudah membikin bercacad
anggauta-anggauta tubuhnya empat muridku, maka sekarang
ini sekalian saja aku memberi warta kepadamu bahwa aku si
orang tua akan menantikan datangmu ke- markas oey Kie
Pay, di gunung in Bong San di-propinsi ouwpak, guna kita
membereskan hutang itu Atau kalau tidak- kamu kaum Kay
Pang, kamu bakal merupakan tumpukan mayat-mayat. Sampai
itu waktu jangan kau menyesatkan aku kejam "
Suara itu tajam dan dapat menciutkan orang yang berhati
kecil.
"Siapa kau sebenarnya ?" chong Sie membentak.
"Akulah Mo cuncia dari Tiang Pek san" menyahut suara
menggiriskan itu.
"Baiklah" kata Chong Sie tertawa dingin. " Didalam tempo
setengah bulan tentulah aku si-pengemis tua nanti berkunjung
ke In Bong San untuk menerima pengajaran dari kamu "

1359
Mo Cuncia mengasi dengar pula suaranya yang bernada
seram itu: "Orang Kay Pang memang paling menghormati
kepercayaan maka itu aku si orang tua, sekarang aku hendak
pulang ke in Bong San guna menantikan kau Lebih baik kau
membawa lebih banyak murid dan cucu murid untuk mereka
mengantarkan jiwa mereka "
Baru berhenti suara itu, lantas terlihat mencelatnya satu
bayangan putih.
Hong in Kay berseru, tubuhnya mencelat maju seraya
sebelah tangannya diulur, sebagai juga lima buah gaetan, lima
jerijinya menyamber ketubuh orang dengan pakaian serbah
putih itu. Tapi Mo Cuncia tidak membiarkan tubuhnya
disamber, ia mengibas kebelakang tubuhnya melesat pula.
Sipengemis tua kaget, Kibasan itu membuat tangannya
sakit sekali. Ketika ia menahan tubuh, tubuhnya itu terhuyung,
Mukanya yang kuning menjadi merah sekarang, ia
mendongkol dan malu.
Chong Sie sebaliknya tidak mengambil sesuatu sikap. dia
berdiam saja kepalanya diangkat memandangi mega putih
yang lagi melayang-layang. Karena itu, yang lain-lainnya turut
berdiam juga, Hingga suasana sunyi itu menjadi tegang
agaknya.
Tidak lama terlihat Giam Hok datang bersama dua orang
muda dengan dandanan singsat mereka itu muncul dari jalan
kecil dikebun. Kedua anak muda itu beroman gagah tetapi
waktu itu lagi berduka. Mereka mendahului sikuasa tua untuk
lantas menjura kepada Chong sie, katanya:
"Kami yang muda ouw Thian Seng dan Tan Bun Han
menghadap chong Looelanpwee”
Chong Sie tidak kenal anak-anak muda itu.
"Kamu murid siapa ?" ia tanya. " Kenapa kamu kenal aku si
orang tua ? Nampaknya kamu lagi berduka, kenapakah?"

1360
Tan Bun Han berdiri sambil menurunkan kedua tangannya,
"Guru kami yalah To ciok Sam dari Liauwtong," sahutnya.
" oh.. "si pengemis mengasi dengar suaranya.
"Locianpwee, kami datang kemari mencari cia Siauwhiap.
barusan kami ketemu Giam Koankee ini, kami diberitahukan
Siauwhiap tidak ada disini, ada juga Loocianpwee, bahwa
kalau ada apa-apa, dapat kami bicara dengan Loocianpwee
saja, Kami berduka bukan untuk urusan kami.
Barusan ditengah jalan kami bertemu sahabat dari Ngo Bie
Pay, jadi itu Hek Mo-lek Kiang cong Yauw, dengan roman
yang sangat berduka dia lagi pergi cepat ke ibukota propinsi
ouwpak, Katanya Tonghong Siauwhiap telah dibawa lari Ang
Niu cu dari oey Kie Pay dan aku diminta datang kemari buat
minta bantuannya Cia Siauwhiap..."
Mendengar begitu, Yauw Hong dan siang Bwee kaget
hingga mereka mengeluarkan seruan tertahan.
Chong Sie berlaku tenang, ia mengangguk,
"Nanti aku urus," sahutnya, Terus ia memanggil Hong In
Kay, untuk menitahkan.
"Lekas kau pergi kepada Tongcu kita bagian kota chong-ciu
ini, kau perintah dia mengirim kabar kilat untuk memohon
kedua Tiangloo lekas berangkat ke ouwpak, nanti aku
menantikan mereka di Hoo-kauw"
Hong In Kay menurut perintah, dia pergi dengan lantas.
Chong Sie memandang kedua nona ia kata. "Aku si tua
ingin bicara sedikit, harap nona-nona tidak menjadi kecil hati.
Saudara angkatku, Cia In Gak. muda dan tampan, dia pintar
dan gagah luar biasa, tidaklah heran jikalau kamu menaruh
hati terhadapnya..."
Mukanya kedua nona menjadi merah mereka likat. Lantas
mereka tunduk.
"Didalam halnya kamu, aku kuatir masih ada kesulitannya."
kata Chong Sie, menerusi, "Kamu ketahui In Gak itu berselisih
dengan Kheng Tiang Siu muridnya Kim Teng Siangjin dari

1361
partai kamu, Kim Teng Siangjin paling suka mengeloni murid,
mungkin mereka akan merintangi kamu, hanya biar
bagaimana, segala daya ada manusia, janganlah kamu
bertindak sembrono. Sekarang ini pergi kamu ke Bu Tong San
saudara angkatku itu, habis itu kamu terus pergi ke In Bong
San untuk membantui aku."
Kiang Yauw Hong berdua setuju, maka itu mereka lantas
berangkat. Bersama mereka ikut serta Soh Beng Pat Ciang
Siang Lok.
Chong Sie serdiri kemudian berangkat ke He-kauw
bersama-sama kedua anak muda itu serta Hoan Siauw Coan,
ooooooo
BAB 19
HARI masih pagi, hawa udara dingin, tetapi itu waktu di
bulan kedua, masih dipertengahan musim semi, digunung Bu
Tong San, pohon toh dan heng dan juga yang liu sedang
indahnya.
Disana pun terdapat banyak pepohonan Iain yang lebat,
yang mengalingi sinar matahari. Dibagian yang rendah, -salju
bertumpuk menjadi es.
Diatas gunung itu pula terdapat banyak kuil kawanan
imam, kuil-kuil yang ditimpali pohon-pohon pek yang tua.
Semua itu menandakan gunung ini tepat untuk jadi tempat
pertapaan atau beribadat.
Ketika itu terlihat seorang imam lagi berdiri diam dengan
kedua tangan digendong, Dia berada dibawa h puncak Tian
Kie Hong, ditepi empang didepan kuil cie Siauw Kiong. Dia
bermuka bersih, kumisnya pa ajang, akan tetapi parasnya
berduka, sepasang alisnya pun dikerutkan matanya
mendelong kepermukaan air.
Ia beda dengan matahari yang bersinar merah marong, ia
pula diapit dua kacung yang romannya bersih, yang
tangannya masing-masing memegang sebatang pedang.
Imam itu disadarkan dari menjublaknya itu oleh bunyi
genta yang berkumandang diempat penjuru, hingga ia

1362
mengangkat kepalanya mengawasi keatas, sinar matanya
tajam. Setelah itu terdengar pula siulan yang lama, disusul
dengan melayang turunnya sebuah tubuh dari atas puncak,
turun ke jalan turun disamping kuil yang berbatu hijau, dalam
dua tiga kali enjotan, tibalah dia ditepi empang disisi kanan
imam itu.
Dialah seorang imam dengan muka kuning serta tipis
berewoknya, Dia menjura kepada si imam tua dan bertanya,
hormat: "Kenapa ciangbunjin meninggalkan kuil Keng Tay
Koan di puncak cu Hong dan datang ke-kuil cie Siauw Kiong
ini?"
Imam tua itu mengasi dengar suara dihidung.
"Ceng Beng, kau bicara sembarangan saja" sahutnya,
"Bukankah urusan ada mengenai
keselamatan dan kecelakaannya Bu Tong Pay ? Aku sudah
mengundang ketiga paman gurumu, yang sudah lama tak
mencampuri lagi urusan didunia, untuk masing-masing
mengambil kedudukan, di Keng Tay Koan, Thay Hoo Kiong
dan Hian Bu Tian di Kim Teng."
Memang gunung Bu Tong San mempunyai tiga puncak
utama dan Thian Cu Hong yang ditengah, kuilnya Kim Auw
Sie. Yang dipuja didalamnya yaitu malaikat Hian Bu Tay-tee
serta empat jenderalnya, itulah yang dipanggil Puncak Kim
Teng, hanya ini bukan puncak Kim Teng dari gunung Ngo Bie
San- Keduanya cuma namanya saja yang sama. Kelihatannya
Ceng Beng Cinjin menjadi girang.
"Dengan adanya ketiga paman guru itu, pasti kita tak usah
mengUatirkan apa-apa lagi"
Tetapi si imam, sang ketua, atau ciangbunjin mengasi
roman keren.
"Enak kau bicara" katanya, "Satu Siauw Yauw Kek saja
sudah sukar untuk dilayani, apa pula disana juga ada tiga
siluman dari Pak Beng Mo-Kauw, sementara kau sendiri, kau
sudah mengundang kemarahannya Kian-Kun Ciu Lui Siauw
Thian dan lainnya, Mati atau hidupnya, Partai kita tergantung

1363
dengan saat ini. Barusan genta dibunyikan mungkinkah Siauw
Yauw Kek semua telah datang demikian cepat "
Mukanya imam itu menjadi merah, dia berdiri tegak dengan
kedua tangan dikasih turun-
"Suara genta terdengar mulanya dari kuil Geng In Kiong,"
ia menyahut, memberi keterangan "Tak mungkin itu ada
hubungannya dengan tibanya rombongan dari Siauw Yauw
Kek, Selama tahun-tahun yang belakangan ini ketika muridmurid
generasi ketiga turun gunung mereka pun sudah
menanam tak sedikit permusuhan, maka itu yang datang itu
mungkin lain orang."
Imam tua itu ialah Lan Seng Ie-su, ciangbunjin dari Bu
Tong Pay. Dia diam berpikir mendengar jawaban itu.
"Ceng Beng, pergi kau ke Geng In Kiong akan melihat siapa
musuh itu" perintahnya. "Digunung kita ini telah diadakan
penjagaan keras di tiga puluh enam jurang, tujuh puluh dua
istana dan dua puluh empat kuil, dari itu tidak nanti orang
dapat memasukinya dengan mudah saja. jikalau kau ketemu
ceng Seng dan ceng Hoat, perintahkanlah mereka untuk
melindungi buah Long-bwe-sian didepan rumah suci Long
sian-sie."
Lan Seng menyebutnya istana "koan" juga. ceng Beng
menerima titah itu, ia berlalu dengan cepat. ia menghilang d ia
ntara pohon-pohon pek menuju keutara. Atau mendadak ada
bayangan yang berkelebat dibelakangnya, lari mengikutinya.
Hanya ditengah jalan, bayangan itu berlompat kesamping,
untuk lari mendahului kearah Geng In Kiong...
Didepan kuil Geng In Kiong ada dibangun sebuah tenda
peringatan dari batu hijau berukiran tiga hurup besar "Te It
San" artinya " Gunung nomor satu." itulah tulisan indah yang
hidup dari Siang Yang pada ahala Song.
Tepat suara genta berhenti mengalun, didepan batu
peringatan itu, lompat turun satu orang tua berkepala gundul,
yang romannya bengis, yang sikapnya garang, Dia

1364
mengenakan baju panjang sulam, yang mentereng dilihat
diantara sinar matahari.
Dia tertawa lebar melihat tiga huruf Te It San itu, katanya
nyaring: "Biarlah aku si orang tua menambahkannya"
Dia terus mengulur jeriji tangannya hendak mengukur
diatasan ketiga huruf itu, Hanya belum sempat dia
melakukannya dari Geng In Kiong sudah terdengar bentakan:
"Sie-cu, jangan kau merusak keindahan gunung kami"
Suara itu disusul lompat turun orangnya, bahkan dia terus
menyerang kepada si orang tua.
orang tua itu berlompat sambil memutar tubuh, Dia seperti
mempunyai mata dipunggungnya, Dengan lompat secara
begitu, dia membebaskan dirinya, tapi penyerangnya sudah
lantas menyerang pula
Hebat orang tua ini, Ketika itu tubuhnya lagi turun
kebawah, belum lagi serangan sampai, ia sudah mendahului
membalas. Dengan begitu kedua tubuh beradu satu dengan
lain-Lantas terdengar jeritan yang nyaring.
Lantas penyerang yang lompat dari Geng in Kiong itu
terpental tiga tombak ledih, roboh ke tanah dengan terus
terbinasa, dari mata, hidung, mulut dan telinganya keluar
darah segar
Orang tua itu tertawa pula, berkakak. ia berkata nyaring:
"Semua orang Bu Tong Pay bangsa gentong arak dan kantong
nasi Semua mereka tak dapat bertahan buat satu gempuran
saja Toh mereka berani menyebut diri satu partai besar"
Kembali terdengar suaranya genta, Kali ini dari Geng in
Kiong muncul tiga imam lainnya, semua setengah usia, imam
yang mengambil kedudukan ditengah, dengan matanya yang
dingin, mengawasi si orang jumawa, Dia menegur: "Disini
tempat suci, mengapa Sie-cu sembarangan melakukan
pembunuhan? "
Orang tua itu tertawa keras dan dingin.

1365
"Tapi bibitnya yalah kamu kaum Bu Tong Pay yang
menanamnya?" dia menjawab, "Sama sekali bukannya aku si
orang tua yang tanpa sebab datang kemari menantang kamu"
Imam setengah usia itu mengawasi tajam.
"oh kiranya yang datang Te Sat Kie-su Bok Peng Lo-su dari
Kiong Lay San- katanya kemudian-
Bok Peng, si orang tua tertawa.
"Mata kamu tajam tak celaan, kamu dapat mengenali aku si
orang tua" katanya, Dia terus menuding kepada mayat
kurbannya, dia berkata dingin: "Toh tidak kecewa saudaramu
itu terbinasa secara begini? Siapa suruh dia membokong aku si
orang tua?" Imam yang berada ditengah itu ternyata dengan
jumawa.
"Selama yang belakangan ini murid-murid Kiong Lay San
ada yang tersesat yang telah mencampuri diri dengan orangorang
jahat," ia berkata "dari itu tidaklah heran bila
diantaranya ada yang terbinasakan dalam pertempuran oleh
murid kami yang lagi turun gunung untuk menjalankan tugas
keagamaannya.
Tetapi aneh sikapmu Bok Sie-Cu Bukannya kau
membersihkan partaimu sendiri, kau justeru lancang mendaki
Bu Tong San dimana kau melakukan pembalasan secara
sewenang-wenang"
"Oh, kau berani menghina aku si orang tua" berseru Bok
Peng, gusar "Baiklah, aku si orang tua akan membikin tujuh
puluh dua istanamu nanti runtuh menjadi puing"
Imam itu menjawabnya dengan dingin
"Meskipun pihak Bu Tong Pay bangsa segala gentong arak
dan kantong nasi akan tetapi tak dapatlah Bok sie-cu
menggempur tujuh puluh dua istana kami menjadi rata
dengan bumi"
Bok Peng gusar sehingga ia segera meluncurkan
tangannya, itulah tenaga yang seumpama kata dapat
"menggempur gunung dan membalikkan laut"

1366
Dengan gesit ketiga imam memencar diri, lalu pedang
mereka masing-masing berkelebat menyerang kepada si orang
she Bok, yang dicari tiga jalan darahnya, thian-kle, ceng elok
dan beng bun.
Bok Peng bersiul sambil berkelit mundur, ketika tangan
kanannya meraba ke pinggang, lantas tangan itu mencekal
sebatang pedang lunak yang dikibaskannya
memperdengarkan suara mengalun, sedang cahayanya
berkilauan. Ketika itu kembali tiga sinar pedang menyamber
secepat tadi.
Ketua Kiong Lay Pay itu mengawasi dengan tertawa
mengejek, pedangnya menyamber melihat ketiga pedang
imam-imam dari Bu Tong Pay itu. Ketika keempat pedang
bentrok nyaring suaranya, muncrat lelatu api nya.
Ketiga imam menjadi kaget, pucat muka mereka. Mereka
lompat mundur dengan memegang masing-masing pedang
mereka yang sudah buntung ujungnya
Bok Pek tertawa berkakak, keras mirip guntur, ketika telah
berhenti tertawanya itu, dia katajumawa, "Segala mutiara
sebesar beras toh mau memencarkan cahayanya ilmu pedang
Sam Goan Kiam-hoat toh cuma sebegini saja"
Menyusul berhentinya suarajumawa itu, dari belakang
sebuah pohon pek dibela kang, mereka terdengar bunyi suara
yang terang dan lancar, "orang tua She Bok, aku harap kau
jangan berjumawa dulu Apakah kau sangka Bu Tong Pay
dapat kau hina sesukamu? Kau mempuasi hatimu terhadap
segala anak muda dengan begitu dapatkah kau terhitung
seorang kenamaan seharusnya kau mencari tertua mereka
Sekarang ini Lan Seng Ie-su berada didepan
Cie Siauw Kiong Apakah gunanya untuk omong besar disini,
"
Bok Beng bertambah gusar mendengar teguran yang
bernada ejekan itu. ia memang ketua Kiong Lay-pay yang

1367
sangat berkapal besar. Begitu berhenti suara orang, begitu
tubuhnya mencelat berputar, menyerang dengan pedangnya
ke arah dari mana suara itu datang. ia lompat tinggi untuk
mencapai jarak tiga tombak.
Hanya selagi tubuhnya turun, mendadak ia merasakan satu
kali gigitan atau antupan tawon pada dengkulnya bagian
dalam, sakitnya sampai kehulu hati, hingga tak dapat ia
mempertahankan tenaganya, lantas saja tubuhnya turun
ketanah. Berbareng dengan itu telinganya mendengar,
"Kau cari mampus" ia kaget bukan main, mukanya menjadi
pucat, dengan paksakan diri ia berlompat, untuk terus berlari,
hingga sekejap saja ia sudah lenyap. Ketiga imam yang
pedangnya terkutungkan itu menghela napas lega.
Mereka merasakan hebatnya Bok Peng, yang demikian
telengas. Karenanya, mereka sangat bersyukur kepada
penolong mereka yang tidak dikenal itu yang semenjak tadi
tidak memperlihatkan dirinya. Lalu imam yang berkedudukan
ditengah tadi sambil menoleh kearah pohon, berkata dengan
hormat "orang pandai siapakah itu yang telah menolongi
kami?"
Tidak ada suara jawaban, cuma suara angin yang berkesiur
halus, orang itu tak nampak datangnya tak terlihat perginya.
Dia- mirip naga yang bersembunyi didalam mega.
Sementara itu dari arah kiri terlibat munculnya satu orang.
Melihat dia itu, si imam ditengah berseru, " Ceng Beng
Suheng. bagus kau datang" Lantas ia menuturkan peristiwa
barusan-
"Sekarang lekas kamu membunyikan genta isyarat," ceng
Beng berkata, "Aku sendiri mau segera pergi ke Ko cin Kiong"
Kata-kata itu ditutup dengan berlompat-nya ia kearah atas
gunung.
Ketiga imam itu lantas mengurus mayat saudara
seperguruannya, habis itu mereka lari pulang ke Geng In
Kiong, Maka dilain saat dari dalam kuil itu terdengarlah suara

1368
genta nyaring, tidak cepat tidak perlahan, hingga suara itu
tidak mengentarakan telah terjadi peristiwa berdarah yang
hebat.
Ketika itu di sebuah puncak didepan Geng In Kiong itu,
disisinya sebuah pohon cemara yang banyak lekukannya,
terlihat seorang anak muda lagi berdiri tenang dengan kedua
tangan digendongkan kepunggungnya, matanya memandang
kemega putih seperti dia lagi berpikir.
Dialah Koay ciu Sie-seng Cia in Gak. yang pikirannya lagi
kusut, Dia telah mendapat kenyataan Gak Yang dan Pin Jie
bukan diculik orang Bu Tong Pay, jadi benarlah kata katanya
ceng Beng cinjin dirumah makan di Kunciu.
Maka dia menduga kepada siauw Yauw Kek. Dia pikir
pantas kalau Siauw Yauw Kek menyukai kedua bocah itu yang
beroman dan berbakat baik untuk dijadikan murid.
"Biarlah aku menanti sampai aku bertemu siauw Yauw
Kek", pikirnya kemudian- "Hanya, kemana perginya Kian Kun
ciu dan Hu Wan? seharusnya mereka sudah tiba disini, Kenapa
mereka tak nampak?"
Ia jadi berpikir keras pula, hatinya terasa berat sampai ia
sukar bernapas, ia tidak mengerti kenapa pikirannya menjadi
semakin kacau.
Tanpa merasa, pemuda ini membayangi segala
peristiwanya sekian lama. sekarang ia mendapat anggapan,
dalam soal asmara ia lemah, dalam soal lainnya ia keras,
justeru kekerasan itu yang dapat menimbulkan kesulitanku.
Laut itu luas dan dalam tak terkirakan laut itu harus dibuat
ngeri, oleh karena itu orang haruslah berpikir panjang.
"Sayang usiaku terlalu muda, aku sembrono..." pikirnya
lebih jauh, "Aku telah mengundang sendiri datangnya segala
keruwetan, ia menyesal sesudah kasip. Maka terus ia
mengawasi sang mega. Akhirnya ia menghela napas, ia
masgul sendirinya, ia penasaran-..

1369
Ia baru bagaikan sadar tak kala didepan matanya -jauh
dipuncak sebelah depan - ia melihat bergerak-geraknya
beberapa orang yang nampak hanya sebagai bayangan-
Semua orang itu menghilang dalam lebatnya hutan cemara, ia
ingat suatu apa, terus ia menjejak tanah, mencelat kearah
puncak itu, ia menggunai ilmu enteng tubuh "Burung song
tunggal terbang di-udara", suatu jurus dari "Cit Kim Sinhoanatau
"Tujuh jenis Unggas." ia melesat jauhnya tujuh atau
delapan tombak.
Untuk berlari terus, ia memakai lain ilmu yaitu jurus "Thian
Liong pat pian- atau "Naga langit berubah delapan kali",
Dengan begitu lekas sekali ia sudah tiba dipuncak didepan itu.
Tapi baru ia menaruh kaki atau ia sudah lompat pula, untuk
lari menyusul beberapa bayang tadi itu.
Luar biasa ringannya tubuh si anak muda, sebentar saja ia
sudah dapat menyandak mereka. ia memernahkan diri kirakira
empat tombak dari mereka itu, Sejarak itu dapat ia
melihat tegas, ia menjadi tawar hatinya, ia tidak mendapatkan
siauw Thian, Liok Koan dan si nona Wan, meski benar satu
diantara mereka ini yalah seorang wanita muda. Setelah
menghela napas, ia juga mentertawai dirinya sendiri.
"Aku aneh.,." katanya didalam hati, "Di Ya Ap Thoa aku
berada dekat dengan Yauw Hong dan Siang Bwe... Betapa
ingin mereka selalu berada berdekatan dengan aku, tetapi aku
meninggalkannya, aku justeru mau cari Hu Wan, aku ingin
sangat melihatnya."
Sembari berpikir itu, In Gak berjalan perlahan dibelakang
pepohonan, itulah sebab rombongan didapan itu berjalan
terus. Baru belakangan mendadak mereka itu menghentikan
tindakan mereka, ia turut berhenti juga, bersembunyi
dibelakang sebuah batu besar, matanya di-pasang, ia melihat
mereka itu tunduk. berbicara kasak-kusuk.
"Bu Tong Pay memperdengarkan gentanya, rupanya ada
musuh besar datang menyerbu." berkata seorang diantara

1370
rombongan itu - suaranya keras, "Inilah kebetulan bagi kita,
Bagaimana, kita nyebar diantara mereka itu atau kita bekerja
sendiri sendiri saja?"
"Suheng", menjawab seorang, "musuh kita yalah sihidung
kerbau Ceng Hui, tetapi sekarang ada musuh Bu Tong Pay
datang, benar seperti katamu, inilah kebetulan sekali Aku pikir
haruslah kita menangkap ikan didalam air keruh, itu lebih
gampang, hasilnya lebih besar Si hidung kerbau Ceng Hui
berada dikuil Hwe Liong Koan dibawah itu, mari kita cari dia
untuk mem-bereskannya, habis itu sekalian saja kita mengicipi
rasanya buah Long bwee-sian"
"Suheng", tanya seorang wanita, "apakah benar kau
merasa pasti kita bakal berhasil?"
Belum Si suheng menjawab, maka dari arah pohon-pohon
cemara yang lebat terdengar ini suara yang terang sekali:
"Nona benar. Hari ini, orang-orang yang menyerbu gunung ini,
bagiannya yalah mati bukannya hidup Maka itu suka aku
memberi nasihat supaya sie-cu semua kembali turun gunung"
In Gak dari tempat sembunyinya dapat melihat orang yang
campur bicara itu, yalah seorang imam tua yang sudah
ubanan rambutnya, Dia bicara dengan bantuan tenaga dalam,
maka juga suaranya terdengar dekat dan terang sekali.
Salah seorang dari rombongan itu, orang mana bertubuh
besar, mengawasi tajam kearah dari mana nasihat datang. Dia
menegur keras: "Apakah kau Ceng Hui sihidung kerbau?
janganlah berlagak seperti iblis, main sembunyi sembunyi
Marilah, tuan besarmu she Ho hendak membikin perhitungan
denganmu"
Suara temberang itu mendapat jawaban: "Ceng Hui itu
kepenakan-muridku Dia sekarang kebetulan tidak ada didalam
kuil, dia tengah berpergian, maka sayang kedatangan sekalian
sie cu ini Nanti saja, lagi setengah bulan, kalau Ceng Hui
sudah pulang, aku akan menitahkannya menantikan didalam
kuilnya Para sie-cu, semua senjata kamu, telah aku tolong
mengumpulnya didepan air mancur Jie Liong Pauw, jikalau

1371
sebentar sie-cu semua kembali, disana sie-cu akan
mendapatkannya"
Orang itu membikin rombongan itu menjadi kaget. Mereka
semua melihat dirinya sendiri, Mereka menjadi terlebih kaget
pula, Tidak ayal lagi, mereka memutar tubuh untuk lari kabur,
In Gak tertawa didalam hati. "Segala makhluk tolol"
katanya dalam hatinya. "Senjata ditubuh sendiri diloloskan
orang tetapi tidak merasa. Dilain pihak. ia kagum untuk
liehaynya si-imam tua.
Justeru ia berpikir itu, ia melihat bayangan berkelebat lalu
si-imam tua nampak didepannya. Bahkan ia lantas ditegur
halus: "Sie-cu, sie-cu datang ke Bu Tong-San ini, adakah kau
sahabat atau musuh?"
Tapi ketika ia melihat pedang di-punggung sianak muda, ia
agaknya terperanjat ia menatap tajam. ia rupanya mengenali
pedang mustika Thay oh Kiam, In Gak bersenyum.
"Aku yang rendah bukannya sahabat dan juga bukannya
musuh", ia menyahut tenang, "Aku datang kemari karena aku
mengagumi gunung Bu Tong San- Harap totiang tidak buat
kuatir, silahkan lotiang mengurus tugas totiang."
Imam tua itu mengangguk. "Bagus kalau begitu", sahutnya,
"Hanya sie-cu datang dengan membawa pedang, dan itu pula
pasti pedang mustika, oleh karena aturan disini harus ditaati,
yaitu siapa mendaki gunung mesti meninggalkan pedangnya,
aku minta sie-cu suka meloloskan pedangmu untuk aku yang
menyimpannya, sebentar apabila sie-cu turun gunung, nanti
aku membayarnya pulang, Aku adalah Uy Seng ie-su dan
kuilku itulah Hwe Liong Koan dibawah itu."
In Gak tahu orang ketarik dengan pedangnya, ia tertawa.
"Totiang, sungguh tajam matamu" katanya, "Memang
pedangku ini pedang mustika, karenanya tidak dapat aku
sembarang menyerahkannya Aku minta janganlah totiang
menggerembengi aku yarg rendah, Siauw Yauw Kek bersama
Pak Beng Sam Mo bakal lekas datang menyerbu gunung ini,

1372
sedang sekarang ini Te Sat Kie su Bok Peng dari Kiong Lay
San sudah menyatroni Cie Siauw Kiong, maka itu lebih baik
kau lekas-lelas pergi kekuil itu guna menyambut musuh"
Uy seng ie-su tidak senang atas jawaban itu. "Sebenarnya
siapakah kau?" ia tanya bengis. In Gak tidak takut.
"Totiang." sahutnya dingin, "Perlu apa kau bergusar? Telah
aku jelaskan aku bukan musuh dan juga bukan sahabat
Kenapa kau main bentak-bentak?"
Tak peduli dia murid Sam Ceng, melihat pedang Thay oh
Kiam maka terbangunlah
keserakahannya imam tua ini ia sudah lantas pikir, dengan
mempunyai pedang itu tak usahlah ia kuatirkan lagi Siauw
Yauw Kek atau Pak Beng Sam Mo.
"Digunung Bu Tong San, pedang harus diloloskan itulah
aturan kami semenjak jaman dahulu" ia kata bengis, "Sie-cu
pun tak menjadi kecuali Maka itu aku harap sie-cu suka
memikir baik-baik, jikalau tidak- maafkanlah, aku mesti
mengambil tindakan"
In Gak berlaku tenang.
“Jikalau begitu", tanyanya sabar, "apabila aku tidak
meloloskan pedangku ini, totiang jadi hendak mengambilnya
dengan kekerasan?"
Imam itu mengangguk. "Benar," sahutnya pasti. In Gak
tertawa nyaring.
"Untuk kau mengambil dengan kekerasan, aku kuatir
tenagamu belum cukup, totiang" katanya.
"Ha, kau berani memandang enteng kepada-ku?" bentak
imam itu.
In Gak bersenyum.
“Jangan gusar, totiang," bilangnya, "Bagaimana bila kita
bertaruh ?"
"Bagaimana caranya itu?" tanya si imam, parasnya guram.
"Sangat mudah Kita bertanding selama sepuluh jurus,
jikalau selama itu totiang tidak berhasil merampas pedangku

1373
maka aku ingin minta buah Long-bwe-sian Totiang setujukah
?"
Mukanya imam itu berubah, ia berpikir : "Buah Longbwesian
ini yalah buah mustika partaiku, khasiatnya dapat
menambah kekuatan tubuh, dan membantu tubuh menjadi
enteng, juga dapat dipakai mengusir pelbagai racun, Pula
cuma ketua kami sendiri yang dapat memetiknya, satu tahun
sekali, setiap kalinya dua belas biji, semua itu untuk campuran
obat pel untuk semua imam. Karena itu mana dapat aku
memberikan buah itu ?"
Tapi ia berpikir lebih jauh: "Kenapa bolehnya memikir
begini rupa? Pohon Long-bwe-sian hanya tiga buah, yang
lainnya pohon biasa, kenapa jikalau aku berikan dia buah yang
palsu? Tidak ada halangannya, bukan? Tentu sekali ketua
kami juga pasti akan menyetujuinya . . . "
Oleh karena ini, ia lantas menyahut "Baik, sie-cu, aku
terima baik pertaruhan ini"
Kata-kata itu diakhiri dengan sambaran tangannya yang
sehat luar biasa kearah pundak orang dimana pedang Thay oh
Kiam tergendol. Tapi akhirnya ia melengak sendirinya.
In Gak tak terlihat bergeraknya toh dia mundur tujuh
tindak.
"Tunggu dulu” berkata anak muda itu. "Aku belum omong
jelas Aku yang rendah menghendaki pohon yang kesembilan
yang tumbuh dikiri kuil Long Sian Su itu. itulah pohon yang
bongkot dan cabangnya tak ada kulitnya, yang berdiri tegak,
bunganya berwarna merah dan putih seperti bunga heng dan
toh."
Mendengar kata-kata itu, diam diam Uy Seng ie-su
menyedot napas.
"Pemuda ini lihay sekali" pikirnya, Lalu dia berkata: "Sie cu,
kau terlalujumawa Benarkah kau percaya dalam sepuluh jurus
aku tidak dapat merampas pedangmu?"
In Gak tertawa lebar.

1374
"Kau berhasil atau tidak. kita lihat saja sebentar" sahutnya,
"Sekarang ini masih terlalu pagi untuk menyebutnya.
Pedangku ini, apabila aku membuatnya hilang tidak berarti
banyak untukku, tidak demikian dengan buah Long bwe-sian
itulah buah terlarang dari Partaimu, hingga tidak sembarang
orangmu yang dapat memetiknya Totiang, aku kuatir cuma
dapat bicara tetapi tidak dapat mewujudkannya "
Uy Seng mendongkol hingga dia membentak.
"Aku biasa menghargai kepercayaanku, mana dapat aku
menyangkal terhadap kau satu anak muda?" katanya sengit.
Tapi in Gak berkata dingin: "Orang tidak dapat tidak
bersiaga diri, Disini toh cuma ada kita berdua, Totiang dan aku
Tanpa bukti, tanpa saksi, apabila sebentar totiang gagal dan
menyangkal bagaimana? Apa aku bisa bilang ?"
Uy Seng membawa tangannya ke kondenya, untuk
mencabut sepotong kemala kuning berbentuk bintang, ia
lemparkan itu kepada In Gak seraya ia membentak: "inilah
bukti barang kepercayaanku jikalau dalam sepuluh jurus aku
gagal mendapatkan pedang mu, kau boleh bawa ini ke Long
Sian Su, kau serahkan pada imam yang menjaga disana kau
minta buah itu. Sebaliknya, aku akan minta pulang kemalaku
ini"
In Gak periksa kemala itu, terus ia memasuki kedalam
sakunya, ia tertawa dan berkata: "Baiklah sekarang Totiang
ambil pedangku" Didalam hatinya ia menyesal kan imam itu
demikian serakah.
Ia lagi berpikir itu atau tahu-tahu tangan orang telah
meluncur kepundaknya, Sambil tertawa dingin ia berlompat
mundur.
Uy Seng terperanjat melihat orang dapat bergerak
demikian gesit dan lincah. Tapi ia penasaran maka ia
berlorapat maju guna meny amber pula, Tentu sekali ia
berlaku semakin gesit.

1375
In Gak tidak melawan, ia tidak menangkis, ia berkelit
seperti semula itu. ia seperti melenyapkan diri dari depan si
imam hingga imam itu kaget luar biasa. Baru sekarang dia
insaf bahwa dia lagi menghadapi orang lihay.
"Totiang, kau sudah mengawasi lewat dua jurus" ia
mendengar suara dibelakangnya.
"jikalau kali ini aku gagal, mana dapat aku menjadi salah
satu Bu Tong sam Seng" pikirnya. Bu Tong Sam Seng yalah
tiga Bintang dari Bu Tong Pay, Dalam penasarannya dengan
meadadak ia memutar tubuhnya, sembari berputar ia
meneruskan berlompat, untuk menerkam buat ketiga kalinya.
Untuk kesekian kalinya, In Gak berkelit pula, ia tidak
menghiraukan orang menubruk cepat seperti kilat.
Untuk sekian kalinya, Uy Seng kaget, tetapi sekarang dia
menanya keras: "Sie-cu, kau sembunyi di mana" janganlah
kau main sembunyi saja"
In Gak tertawa dibelakang orang, ia menjawab tenang:
"Siapa main sembunyi sembunyi, Totiang? Adalah Totiang
sendiri yang memiliki mata akan tetapi tak dapat melihat
siapakah yang Totiang hendak persalahkan?"
Uy Seng ie-su berbalik dengan sangat cepat, Kali ini ia tidak
meneruskan menyerang seperti beberapa kali tadi, ia melihat
orang berdiri tenang saja, mulutnya tersinggung senyuman
manis, matanya mengawasi ia sabar.
"Rasanya kali ini aku tidak bakal mendapatkan
kemenangan." pikirnya. ia menjadi masgul, "Biarlah, aku coba
paksakan-.."
Ketika itu genta terdengar pula, seperti biasa,
berkumandang di lembah lembah.
"Genta telah dibunyikan pula, mungkin musuh telah
datang," In Gak berkata perlahan, "Kuil Hwe Liong Koan sepi
saja, apakah disana cuma Totiang seorang yang
menjaganya?"

1376
Pertanyaan ini membangkitkan herannya Uy Seng ie-su,
Didalam kuil itu masih ada empat imam lainnya, Kenapa
mereka itu berdiam saja ? Dari heran, ia menjadi berkuatir,
maka itu tanpa membuang apa-apa, ia lantas lompat untuk
lari kekuilnya itu.
In Gak berniat membayar pulang kemala orang, ia tak
sempat berbuat begitu. Hanya sebentar, si imam sudah pergi
jauh. ia pun ingin menyaksikan apa yang sudah terjadi, maka
ia lompat menyusul.
Ia sampai dengan cepat, ia lantas mendapatkan mayatnya
empat imam, baju didadanya robek. pada dahi mereka itu ada
tapak tangan, Muka mereka juga menunjuki kaget dan takut.
Memeriksa lebih jauh, In Gak mendapat kenyataan tapak
tangan itu tapak yang ditinggalkan penyerang yang lihay.
Tapak-tapak itu tidak serupa, terang penyerangnya bukan
cuma satu orang.
"Mungkinkah Siauw Yauw Kek dan sam Mo yang telah
tiba?" ia berkata dalam hatinya, ia tidak melihat Uy Seng ie-su,
ia tidak tahu orang pergi kemana, Untuk mendapat tahu tahu
peristiwa terlebih jauh, ia meninggalkan Hwe Liong Koan,
untuk menuju ke Cie Siauw Kiong.
In Gak percepat larinya. Mendekati ruang Pat Siang Lo, ia
melihat bergeraknya beberapa bayangan ia lari menyusul
Ketika ia sudah datang dekat pada mereka ia menjadi kecele,
ia melihat Siang Lok bersama Yauw Hong dan Siang Bwe,
ingin ia segera bersembunyi dari mata ketiga orang itu, atau ia
mendengar suaranya Nona Kang:
"Suara genta hebat sekali, mungkin engko In mengacau di
Bu Tong San, pastilah kawanan hidung kerbau itu bakal
merasakan bagiannya. Celaka tangga batu ini. kenapa begini
panjang?.,." Selagi berkata begitu, ia berpaling kebelakang,
atau mendadak matanya bersinar, terus ia berteriak
kegirangan: "Engko In Benar-benar kau disini oh, kau
membikin adikmu menderita"

1377
In Gak menyesal. Tak ada ketika lagi untuk bersembunyi
Maka ia lompat kepada mereka itu.
Siang Lok dan Lo Siang Bwe sudah lantas menoleh In Gak
mencekal tangan si imam, untuk menanya ini dan itu
mengenai mereka bertiga.
Ketika ia melihat Nona Lo, sinar matanya itu menunjuki dia
berduka dan penasaran, ia lantas tertawa dan menanyai "Kau
baik Nona Lo?"
Pertanyaan itu justeru mendukakan si nona yang air
matanya lantas melele keluar. Melihat itu, Siang Lok masgul.
"Siauw-hiap." ia berkata cepat. "Aku mau jalan lebih dulu”
Tanpa menanti jawaban, ia lantas bertindak berlompatan
dan lari,
In Gak berdiam, ia menjadi serba salah, "Engko In, kau
terlalu" kata Yauw Hong, matanya menunjuki dia pun
penasaran "Encie Bwe berterima kasih yang kau telah
menolongi membebaskannya dari totokan, dia ingin membalas
budi dengan menyerahkan dirinya, mengapa kau
meninggalkan dia tanpa sepatah kata?"
Mukanya si pemuda menjadi merah, "Sebenarnya aku
bingung memikirkan Gak Yang dan Pin Jie, aku sampai berlaku
tak selayaknya..." katanya, "Tapi... tapi..." ia bersangsi, tapi
toh ia meneruskan "Ketika aku menolongi Nona Lo di Ya Ap
Thoa, itulah saking terpaksa, oleh karena itu aku harap nona
jangan buat pikiran..."
"Tapi, engko In," Yauw Hong mendesak. "coba kau pikir,
dapatkah tubuh seorang nona dilihat oleh seorang pria? jikalau
ia tidak menyerahkan dirinya, apa jalan lainnya?"
Meski ia berkata sengit, muka si nona toh merah, ialah
gadis seperti Siang Bwe sendiri.
Muka Nona Lo sendiri menjadi semakin merah jengah
sekali.

1378
Didalam hatinya, In Gak berkata: Toh kamu yang memaksa
aku menotok bebas pada kamu itulah bukan karena
keinginanku sendiri" Meski demikian- kata-kata itu tidak dapat
ia keluarkan dari mulutnya. sebaliknya ia jadi menghela napas,
matanya mendelong. Tak tahu ia bagaimana mesti bicara.
Hanya selang sekian lama, ia menjura seraya berkata: "Semua
jalan salahku sekarang nona-nona terimalah, maaf ku"
Siang Bwe membalas hormat itu, tapi Yauw Hong berkata:
"Engko In, bagaimana ini ? Apa artinya kau menyebut nona,
nona, nona? Aku tidak sangka, baru berpisah satu tahun, kau
sudah jadi asing begini"
In Gak menyeringai ia benar benar kewalahan
Tengah suasana "tegang" itu, mendadak mereka
mendengar suara bentakan yang datangnya dari ruang Pat
Sian Lo di Bu Tong Pay.
"Inilah hebat" ia berseru, "Siang Koancu sudah bertempur
entah dengan siapa?" Lantas ia berlompat, untuk lari keruang
itu.
Yauw Hong dan Siang Bwe, yang turut mendengar
bentakan itu lari menyusul.
Setibanya In Gak didepan ruang Pat Sian Lo dimana ada
sebuah pekarangan luas, ia mendapat Siang Lok lagi
bertempur seru dengan seorang yang rambutnya riap- riapan
sampai dipundak-nya. orang itu bukan bersilat seperti caranya
ilmu silat Tionghoa, Siang Lok gagah tetapi ia terpaksa
mengambil sikap bela diri.
Menonton terlebih jauh, In Gak melihat musuh memancing
terbuka kedua tangan siimam habis mana dia menyerbu
kedada, Atas itu Siang Lok mundur setindak seraya
menangkis, Tapi orang itu bertindak terlebih jauh. Dia tertawa
nyaring sambil tertawa mendadak dia mendak. untuk
menyerang keperut
In Gak terkejut itulah hebat untuk si-imam. ia menduga
orang tak sempat lagi berkelit atau menangkis Maka ia segera

1379
lompat maju, sebelah tangannya diulur, ia berlompat dengan
gerakan Hian Wan Sip-pat Kay.
Musuhnya Siang Lok itu sudah hampir menghajar
sasarannya ketika dia merasa ada tolakan yang berat, hingga
tenaganya menjadi buyar sendirinya, sedang siimam, yang
menginsafi bahaya, menjadi heran tempo ia merasa serangan
hanya lunak. Dengan begitu ia lantas dapat membebaskan
dirinya, sebaliknya musuh itu tahu-tahu sudah dicekuk
lengannya oleh In Gak. Dia kaget tetapi tak dapat dia
meronta, maka juga dia mengawasi dengan heran dan
penasaran.
Yauw Hong dan Siang Bwe sudah lantas mendampingi si
anak muda mereka pun tidak melihat gerakannya pemuda itu
menangkap tangan orang, karena itu mereka menjadi heran
dan kagum.
"Apakah kau Pak Beng Sam Mo?" In Gak tanya orang yang
ia cekuk itu ia tertawa dingin.
Orang berambut riap riap itu tidak menjawab, dia cuma
mengawasi dengan sinar mata berapi, Diam-diam dia
mengerahkan tenaga, "Han-peng Cin-khie," untuk berontak
melepaskan diri guna nanti balas menyerang.
Tenaganya itu berhawa dingin seperti es, kalau tenaga itu
dapat disalurkan kedalam tubuh musuh, darah musuh bakal
menjadi beku. Hanya celaka untuknya selagi hawanya itu
tersalurkan dia sendiri yang napasnya sesak. hawanya itu
berbalik menyerang ulu- hatinya, Dia menjadi kaget, mukanya
menjadi pucat, muka itu mengeluarkan keringat. Herannya,
keringatnya itu beku tetes demi tetes. In Gak mengawasi
sambil bersenyum.
“Jikalau kau ingin mati lekas, tak usah kau menjawab" ia
berkata, Aku tidak mau memaksa membikin orang sulit."
Baru sekarang orang itu tertawa menyeringai dan
menyahut. "Akulah murid Pak Beng Sam Mo Mau apa kau
menanyakannya?" In Gak menatap.

1380
"Sekarang dimana adanya Pak Beng Sam Mo dan Siauw
Yauw Kek?" ia bertanya, suaranya keren, tenaganya
dikerahkanorang
itu merasakan bertambah sakit, hawa dinginnya
menyerang lebih hebat. "Mereka sudah pergi kepuncak Thian
Cu Hong," dia menyahut.
"Di Hwe Liong Koan ada kedapatan empat imam terbinasa,
adakah itu perbuatan kau?" ia tak tanya pula, "Siapa lagi
kawan-kawanmu yang datang kemari?"
orang itu sudah tidak dapat menjawab, dia cuma
mengangguk seraya menunjuki dua buah jari tangannya.
In Gak menduga dua orang itu mesti dua murid lainnya dari
Pak Beng Sam Mo, mestinya mereka itu yang bersama ini satu
saudaranya memecah diri melakukan penyerangan maka
jugagenta terdengar dari pelbagai penjuru itulah berarti
ancaman malapetaka untuk Bu Tong Pay. ia tidak menanya
lagi, ia hanya segera menotok dada orang itu, yang
mengeluarkan suara napas tertahan, terus tubuhnya roboh
terguling.
"Siang cinjin," In Gak kata pada Siang Lok," mari kita
berpencar, lebih dulu kita harus menolongi Bu Tong Pay"
Siang Lok menggeleng kepala.
"Menurut aku baiklah tak usah kita turun tangan," ia
berkata, "Aku dan kedua nona ini tidak mempunyai
kesanggupan- Aku pun mendapat pesan untuk kau, siauwhiap
supaya kau lekas pergi ke In Bong San guna membuat
pertemuan disana, Kau tahu Tonghong siauwhiap telah diculik
Ang Nio cu dari oey Kie Pay, juga Mo cuncia telah menantang
chong Losu mendatangi oey Kie Pay untuk bertanding di-sana"
In Gak melongo.
"Ah, kenapa saudara Tonghong kena diculik Ang Nio cu?" ia
tanya. "Kapankah janji pertempuran Mo cuncia itu?"
Siang Lok menghitung dengan jeriji tangannya. "Masih ada
lima hari lagi," sahutnya.

1381
Si anak muda bepikir.
"Masih ada tempo," ia berkata. "Aku mau menemui Siauw
Yauw Kek dulu, untuk
menanyakan tentang Gak Yang dan Pin Jie. Aku pun perlu
membayar pulang barangnya Uy se ie-su."
Siang Lok mengangguk.
"Kalau begitu mari kita pergi lekas ke Thian cu Hong,"
bilangnya, "Aku tahu Bu Tong Sam Seng itu tak lurus hatinya,
sebenarnya siauwhiap mempunyai perhubungan apa-apa
dengan mereka?"
In Gak memberikan penjelasan ringkas. Siang Lok
menggeleng kepala, “Jikalau bukannya Bu Tong Pay lagi
menghadapi ancaman malapetaka ini, sudah tentu Uy Seng
akan mengosok-gosok ketuanya untuk si ketua memusuhkan
kau, siauwhiap." ia kata.
"Memang boleh tak usah siauwhiap jeri tetapi mulutnya
imam itu berbisa sekali, dapat dia menuduh siauwhiap datang
untuk menghina dan memaksa dia mendapatkan buah Longbwe-
sian itu. jikalau tuduhan itu sampai tersiar diantara orang
banyak, hebat akibatnya sulit untuk menghilangkannya. Dalam
dunia Kang ouw ada banyak orang-orang yang tak tahu
duduknya hal dan sukar diberi mengerti."
In Gak bersenyum.
"Mari kita pergi" ia mengajak. ia pun bergerak lebih dulu,
maka imam itu dan kedua nona lantas mengikuti.
Didalam lembah masih terdengar dengungan kumandang
genta, diantara pepohonan tampak tubuh tubuh yang berlarilari
dan terlihat juga sinar pedang berkelebatan- Karena ini
mereka berempat mengambil jalan ditempat dimana tidak ada
orang.
In Gak terus bungkam, ia berduka dan berpikir keras, ia
menguatirkan keselamatannya Hu Wan semua.

1382
Yauw Hong berdua Slang Bwe lari didepan, mereka itu
sering berpaling kebelakang, Mereka heran menampak sikap
pendiam dari pemuda itu.
"Engko In, kau nampaknya berduka, kenapakah" akhirnya
Yauw Hong tanya. In Gak tahu tentulah romannya yang
membikin si nona menanya itu.
"Tidak apa-apa," ia menyahut, "Adik Hong kau tetap tak
mau melepaskan aku..."
Ia menyusul untuk lari berendeng dengan kedua nona
itu.Ia pun terpaksa berlaku gembira.
Jilid 25 : Ke markas Oey-kie pay
MEREKA mengambil jalan kecil disamping pintu Samtian-
bun, dengan lekas mereka tiba di Kim Teng.
Puncak Emas dari puncak Thian Cu Hong, Begitu tiba
ditempat terbuka dan rata disitu, dari dalam
pendopo terdengarlah seruan keagamaan: "Bu Liang
Siu Hud" Suara itu tajam, bernada kemurkahan, terus
disusul dengan lompat keluarnya sesosok bayangan
manusia.
In Gak lantas melihat tegas, Bayangan itu yalah
seorang imam tua yang telah putih rambutnya, kedua
matanya tajam, tanpa b erg usar, dia terlihat
keren. Dia mungkin berusia diatas seratus tahun,
Mukanya sudah keriputan tetapi dia masih sehat dan
segar, tindakannya tetap dan gesit.
Dia mengawasi kepada keempat tetamu tidak diundang
itu, terus dia bersenyum dan berkata: "Pinto yalah
Thay Hian, Puncak Thian Cu Kim Teng ini tempat
terlarang, orang luar tak dapat lancang masuk
kemari, maka itu si-cu, ada urusan apa si-cu,
berempat datang kemari?"
Suara itu lunak tetapi berarti dia tak senang
menyambut tetamu-tetamunya itu.
"Hm" In Gak terpaksa mengeluarkan suara dihidung,
"Kami berempat datang kemari bukan sebagai musuh

1383
dan juga bukan sebagai sahabat, kami hanya mau
menanyakan urusannya Siauw Yauw Kek. urusan yang
sudah sudah. Sikap kami memang kurang pantas, akan
tetapi mengingat totiang orang pertapaan dan
anggota tertinggi dari Bu Tong Pay, aku percaya
totiang dapat berlaku sabar, Totiang, murid-murid
Bu Tong Pay lagi menghadapi bencana kebinasaan, aku
percaya, tidak nanti hati lotiang tak tergerak
karenanya. Perkara kami lancang masuk ketempat
terlarang ini, perkara kecil, harap totiang tidak
menghiraukan-nya."
Habis berkata begitu, anak muda ini tertawa riang.
Air mukanya Thay Hian berubah, sinar matanya tak
setajam tadi, Nyata ia menguasai diri untuk
mencegah kemarahannya.
"Tajam suara kau, sie cu, kata katamu bernada
mengejek." ia bilang perlahan, "Pinto tidak
bersaing dengan dunia, diserangpun pinto tidak
berkuatir, coba adik seperguruan pinto berada
disini, aku kuatir siecu berempat tak dapat berlalu
dengan selamat dari puncak ini"
Baru berhenti suara si imam, atau sang angin
membawa datang siulan nyaring. "Nah, itulah adik
seperguruan pinto datang" dia menambahkan-
Benarlah, dari arah puncak terlihat datangnya dua
orang yang mulanya berupa bayangan putih, tatkala
mereka sudah sampai di samping Thay Hian, terlihat
merekalah dua imam yang berusia telah lanjut, Imam
yang satu lantas berkata pada Thay Hian-
"Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek lagi
mendatangi ke Thian cu Kim Teng ini, mereka
dipimpin oleh ciangbun su-tit serta kedua murid Uy
Seng dan Cie Seng, Lain lainnya penyerang, sebagian
besar telah dapat dibinasakan- Te Sat Kie su Bok
Peng telah siauwte hajar roboh dari panggung Hui
Seng Tay, entah dia sudah mati atau masih hidup,"
Habis berkata dia mengawasi tajam In Gak berempat.
"Semoga dengan perlindungan Couwsu ki-ta, gunung
kita ini dapat aman dan selamat" memuji Tay Hian,
"Pak Beng Sam Mo liehay luar biasa, mereka tak
dapat diajak omong secara baik-baik. Siauw Yauw Kek

1384
masih mendendam, dia pun tak puas. Maka itu aku mau
menduga mungkinlah hari ini yang ditunjuk mendiang
ciangbunjin kita bahwa satu waktu Bu Tong Pay bakal
mengalami kebencanaan besar." Setelah mengucap itu,
pendeta ini menghela napas.
Ketika itu mendadak terdengar suara keras seperti
pendopo tergetar hendak roboh dan angin santer
menderu. Ketiga imam kaget, Mereka berpaling,
agaknya mereka mau memburu kependopo, atau mereka
lantas melihat keluar nya empat orang dengan sikap
tenang tenang saja, Salah satu orang tua seorang
dengan baju pendek dan singsat dandanannya,
bertubuh kecil, dan kurus, kumisnya pendek dan
jarang.
Diapun bermata satu, mata kirinya buta, tinggal
mata kanannya, tetapi mata ini tajam luar biasa,
Tiga yang lainnya yalah yang dibilang "bermata
macan tutul, berhidung singa" muka nya merah dan
berewokan tebal. Mereka tidak rata tinggi katanya,
yang terang yalah mereka mirip saudara-saudara
kembar tiga.
In Gak segera berkata perlahan kepada ke tiga
kawannya, " Untuk sementara mari kita mengundurkan
diri. Tak dapat kita campur tangan urusan
mereka...." Dan ia menarik tangan nya kedua nona,
untuk berlompat pergi kebawahnya sebuah pohon
cemara tua dan besar sekali dibagian tempat terbuka
itu. Disini mereka berdiam diri dengan memasang
mata.
Empat orang yang muncul itu pastilah bukan lain
daripada Siauw Yauw Kek bersama Pak Beng Sam Mo,
ketiga Hantu dari Pak Beng Akhirat Utara, Mereka
seperti tidak memandang mata kepada ketiga imam,
keempatnya bicara satu pada lain sambil tertawatawa.
Lalu terdengar pula suaranya Siauw Yauw Kek: "Tiga
saudara, rasanya buah Long bwe-sian dari Bu Tong
Pay lezat tak celaan, buah itu membikin orang
ketagihanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1385
Hantu yang dikiri menjawab, "Long- bwe sian memang
istimewa, cuma rasanya tawar, masih kalah dengan
pier dingin dari Pak Hay"
Pak Hay, Laut Utara, yalah tempatnya si Hantu, yang
diumpa makan seperti Pek Beng, Akhirat Utara.
"Kawanan hidung kerbau dari Bu Tong Pay sangat
kikir seharusnya semua patung, perapian dan lainnya
terbuat dari emas tetapi mereka membikinnya dari
kuningan melulu Melihat itu aku jemu. Baiklah semua
itu dibakar musnah saja"
Gembira mereka itu menggoyang lidah mereka, Baru
mereka berhenti ketika tiga bayangan lompat kedepan
mereka, Lantas mereka tertawa terbahak tubuh mereka
bergerak gesit, hingga dilain detik mereka sudah
berdiri di-belakangnya ketiga imam.
Atas itu Tay Hian bertiga lantas memutar tubuh,
hingga bertujuh mereka berdiri saling berhadapan,
tiga belas biji mata tajam saling mengawasi dengan
sorotnya bersinar bengis.
Segala apa sunyi waktu itu, kecuali deru- nya sang
angin gunung. Baru kemudian Siauw Yauw Kek mengasi
dengar tertawanya yang nyaring seraya dia berkata:
"Aku tidak sangka sihidung kerbau Lan Seng telah
menunjuki penghargaannya kepadaku si orang she Hay
Dia telah membikin muncul ketiga Bintang dari Bu
Tong Pay yang sudah lama tak mencampuri urusan
dunia Ketiga totiang Thay Hian, Thay Biauw dan Thay
Ceng, aku merasa beruntung sekali dapat bertemu
dengan kamu semua"
Thay Biauw gusar sekali, mendadak ia mengulur
sebelah tangannya untuk dengan lima jeriji-nya
menyambar jalan darah kin ceng dari orang jumawa
itu. Tapi itulah gertakan belaka, pada saat
terakhir, lima jiri tangan itu justeru menotok
kekelima jalan darah ji-hu, kiu-teng, im-touw,
thay- it dan kie-bun. Dari cepatnya gerakan dan
perubahan itu dapatlah diketahui liehaynya si-imam.
Diserang secara demikian, Siauw Yauw Kek tak sempat
menangkis, ketika ia berkelit sambil melengak.

1386
tangannya si-imam masih menyamber baju didadanya
hingga bajunya itu robek.
Sebelum Thay Biauw sempat menarik pulang tangannya
ketiga Hantu sudah menyerang masing-masing.
serangan itu tak kalah liehaynya dengan serangan si
imam barusan-
Thay Biauw terkejut, dengan sebat ia menjejak tanah
untuk berlompat mundur, perbuatannya itu diturut
lompat nyampingnya Thay Hian dan Thay Ceng.
Hebat serangannya Pak Beng Sam Mo. Gagal mengenai
sasaran manusia, serangan itu mengenai sebuah pohon
dibelakang ketiga imam. Maka celakalah pohon itu,
yang terhajar patah dan roboh kedalam jurang
disampingnya.
ooooo
BAB 20
HABIS menolongi Siauw Yauw Kek itu, ketiga Hantu
berdiri diam, wajah mereka dingin. Hanya sebentar
mata mereka yang tajam sinarnya itu berubah menjadi
sayup bahkan lagi sedetik mata itu separuh ditutup,
hingga mereka mirip orang-orang suci lagi
bersemedhi Thay Biauw heran, begitupunThay Hian dan
Thay ceng. In Gak pun tidak menjadi kecuali, ia
tidak mengarti. Yang mengarti yalah Siauw Yauw Kek
seorang. Dengan begitu, suasana sunyi pula kecuali
siuran angin.
In Gak bersama Thay Hian terus mengawasi ketiga
Hantu, memasang mata kepada mata mereka itu. Tidak
lama, keduanya lantas mulai mengerti.
Thay Hian menjadi tertua diantara tiga Bintang, dia
cerdas sekali, Begitu ia msaf, hendak ia memberi
keterangan kepada Thay Biauw dan Thay ceng.
Justeru itu, Thay Biauw habis sabar, hendak dia
menerjang. Tapi dia kalah sebat oleh ketiga Hantu,
Tiba tiba Thay Hian merasai samberan hawa dingin,
ia menjatuhkan diri berduduk terus ia mengerahkan
tenaga dalamnya untuk menangkis hawa dingin itu.

1387
Thay Biauw dan Thay ceng juga lantas merasai hawa
dingin, keduanya lantas menelan perlawanan kakak
mereka, keduanya terus duduk bersila. Sambil
bersila, Thay Biauw mengebut dengan tangan bajunya.
In Gak menyuruh Siang Lok bersama kedua nona lekas
menyingkir dari puncak itu, ia sendiri menggeraki
tangannya dengan gerakan Pu te Sian-ciang, guna
menolak hawa dingin itu, sembari membela diri, ia
mengundurkan diri di-sebeIah belakang tiga kawannya
itu, ia melihat muka Siang Lok bertiga pucat, tubuh
mereka menggigil lekas- lekas ia memberikan mereka
masing-masing sebutir pel Tiang Cun Tan, untuk
mereka segera menelannya.
Lekas sekali, muka mereka bertiga itu menjadi merah
pula.
"Dingin luar biasa" kata siang Lok. “Jangan-jangan
ketiga imam itu tak akan dapat ber-tahan.."
Sementara itu terlihat siauw Yauw Kek mendatangi,
lalu berhenti, berdiri diam di jarak tak ada
setombak didepan mereka berempat.
"Aku justeru mau mencari kau" kata In Gak dalam
hati. "Kau mengantarkan dirimu sendiri"
Siauw Yauw Kek mengawasi sambil melirik. terus dia
menanya apa mereka berempat datang untuk membantui
Bu Tong Pay.
"Kami datang kesini untuk mencari satu orang " In
Gak menjawab "Dengan Bu Tong Pay kami tidak punya
hubungan, tak mau kami menimbulkan urusan, Hanya
tuan, sukakah kau memberitahukan she dan namamu
yang mulia?"
Siauw Yauw Kek tertawa, "Akulah orang hutan, sudah
lama aku tak ingat she dan namaku" sahutnya, "orang
menyebut aku Siauw Yauw Kek" Sianak muda berpura
kaget
"oh, tuan kiranya Siauw Yauw Kek?" ia menegaskan
"Pernah aku mendengar sahabatku kaum Rimba
persilatan menyebut gelaran tuan itu, aku tidak
menyangka disini aku menemui tuan Aku girang sekali
Tuan, dimanakah tempat kediamanmu? Dibelakang hari

1388
pasti sekali aku akan pergi membuat kunjungan untuk
menerima pengajaran dari kau"
Siauw Yauw Kek menjadi tidak puas, ia menyangka,
setelah ia menyebut gelarannya, orang akan berlaku
sangat hormat terhadapnya siapa tahu orang adem
saja,
"Aku tinggal diutara Ho Lan San, didalam hutan yang
lebat" ia menyahut seraya lebih dulu
memperdengarkan suara "Hm" yang dingin, "Disana
salju bertumpuk seluruh tahun dan tak pernah lumer
itulah puncak Soat Sun Hong, yang aku namakan
sendiri Tempat itu sunyi dan mencil, tak ada lain
orang yang mengetahui. Dapatkah kau mencarinya?"
In Gak tertawa bergelak.
"Mana bisa aku tak dapat mencarinya?" sahutnya
lantang, " orang yang dicari aku yang rendah
justeru ialah tuan-.."
Belum sampai In Gak bicara terus, tiba-tiba diatas
puncak terdengar suara nyaring seperti guntur,
terus terlihat es dan salju gempur dan tumpah
seperti air mancur.
Siauw Yauw Kek sudah lantas lompat naik, kata
katanya In Gak itu ia seperti tidak dengar.
Diempat penjuru terlihat salju putih dan suara
menggelegar masih terdengar terus.
"Siauwhiap." berkata Siang Lok "biar bagaimana
harus kita membantu Bu Tong Pay..."
In Gak menghela napas.
"Hatiku telah menjadi tawar, tak ingin aku
mencampuri lagi urusan kaum Kang ouw" katanya
masgul, "Sekarang aku telah mendapat tahu tempat
kediamannya Siauw Yauw Kek, maka itu urusan lain
orang baiklah kita jangan mencampurinya...."
"Engko In," berkata Yauw Hong, yang turut bicara,
"kau masih belum membayar pulang kemala kuning siimam
permusuhan sudah terjadi, karenanya tak
seharusnya kau berdiam saja. Kenapa kau jadi
seperti kepala harimau dengan ekor ular?"
Siang Lok menyeringai ia berkata: "Mula-nyapun aku
telah mengasi pikiran untuk siauwhiap jangan

1389
mengulur tangan, tetapi sekarang keadaan lain
Siauwhiap..." ia menunjuk keempat penjuru dan
menambahkan: "Lihat lembah itu, disana asap
mengepul naik, Mungkin kuil-kuil Bu Tong Pay telah
dibakar musnah dan murid-muridnya telah dibinasakan
maka jikalau siauw-hiap tidak turun tangan
membantai mereka, bisa terjadi orang memfitnah kau
sudah bersekongkol dengan Pak Beng Sam Mo datang
menyateroni kemari, Sulit untuk meningkat fitnah
itu...."
In Gak mengelak.
"Coba tidak koancu memberi ingat ini, pasti aku
melakukan kekeliruan-" katanya, "Sekarang marilah
kita naik keatas"
Pemuda ini lantas berlompat, untuk terus berlari
mendaki puncak. Siang Lok dan kedua nona menyusul.
Setibanya diatas mereka lihat ketiga tiang lo lagi
beristirahat dibawah pohon cemara tua, Pendopo
sudah miring, Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw
Kek tidak nampak. entah kemana perginya mereka itu.
Thay Biauw melihat datangnya keempat orang, dia
membentak: "Apakah kamu datang untuk merampok
tengah orang kebakaran ?
Pintoo ada disini, belum tentu kamu nanti dapat
mencapai maksud hatimu". Imam itu segera berbangkit
buat menyerang dengan kebutan tangan bajunya.
Siang Lok maju kemuka, dengan kedua tangannya ia
menangkis, Sebagai kesudahan dari itu, keduanya
mundur masing-masing setengah tindak Imam itu
menjadi gusar, dia mau mengulangi serangannya,
"Totiang" kata In Gak tawar, "apakah kau masih
memikir tak puas dengan ancaman kematianmu ini?"
Thay Biauw melengak. sedang Thay Hian dan Thay
ceng, yang turut mendengar menjadi heran, Thay
Biauw menunda sarangannya, ia mundur lagi setengah
tindak. "Hm" ia perdengarkan suara gusarnya. "Sie
cu, kau terlalujumawa Pinto..."
In Gak lantas memegat, ia berkata bersenyum:
"Totiang, janganlah salah paham atas kedatangan
kami ini, jangan kamu menyangka kami hendak mencari

1390
permusuhan Barusan Totiang bertiga telah
menempurPakBeng Sam Mo, totiang berhasil memperoleh
kemenangan dengan mengundurkan mereka, meski
demikian, totiang bertiga sudah terserang hawa
dingin Han-peng cin-khie dari ketiga Hantu itu dan
sekarang hawa yang beracun itu sudah mulai masuk
kedalam.
oleh karena lotiang mahir ilmu tenaga dalam,
serangan itu masih belum terasa, tetapi selewatnya
dua belas jam, pasti totiang akan merasakannya,
sampai itu waktu, dewa pun tak dapat sanggup
menolongnya...^" ia berhenti sebentar, akan
mengawasi Thay Biauw dengan roman yang merasa
berkasihan, ia menambahkan-
"Lebih-lebih kau, totiang, karena kau b erg usar,
serangannya racun lebih hebat pula mungkin hanya
lagi enam jam darahmu akan sudah mulai beku,
setelah terserang hulu hatimu, kau bakal mati tak
tertolong lagi, jikalau totiang bertiga percaya aku
coba kamu menyalurkan napas kamu, pasti kamu akan
merasai sesuatu perubahan-"
Ketiga imam itu terperanjat. Dengan lantas mereka
menyalurkan napas mereka. Benar-benar mereka
merasakan jalan napas tidak lurus lagi, bahkan
terus terasa hawa dingin yang membuat mereka pada
menggigil. "Bagaimana?" tanya In Gak bersenyum.
"Sie cu benar terdiam matamu" kata Thay Hian, kaget
heran dan kagum, "Pinto sudah berusia lanjut, mati
pun tak harus dibuat sayang, harus disayangi yalah
Bu Tong Pay. Pak Beng Sam Mo telah terhajar kami
tetapi mereka tidak terluka, kami kuatir mereka
datang pula. jikalau benar mereka menyerbu lagi,
celakalah kami semua, Sie-cu kau liehay, kau
tentunya murid seorang pandai yang lagi mengasingi
diri, pinto minta sukalah kau berdiam disini untuk
membantu kami."
Mendengar permintaan itu, In Gak menjadi masgul,
Tak ingin ia mencampuri urusan mereka itu, Tetapi
ia lantas mendapat pikiran maka ia tertawa dan
berkata: "Aku yang rendah tidak punya kepandaian,

1391
sulit untuk aku memberikan bantuanku, tetapi untuk
menolongi totiang bertiga, aku akan coba, Totiang
telah menjadi kurban hawa dingin Han-peng khie,
sekarang silahkan totiang bertiga menempel
telapakan tangan lotiang kepada punggung masingmasing,
untuk menyalurkan hawa panas Sam- yang Cinhwe,
guna mengusir hawa itu, Aku percaya selewatnya
satu jam pasti akan ada hasilnya.
Ketiga imam itu heran, sederhana kata-kata orang
tetapi berarti, Mereka sendiri tidak ingat cara
pengobatan itu Thay Hian hendak memberikan
pujiannya ketika ia melihat sianak muda
mengeluarkan kemala kuning seraya men-dahulukan
bicara katanya: "Tadi selagi kami mendaki gunung
ini telah terjadi salah mengarti diantara kami
dengan Lan Seng Ie-su. Duduk- nya begini. ..." ia
menjelaskan semua, habis itu sambil tertawa ia
menambahkan.
"Mendaki gunung dengan membawa pedang memang
berarti melanggar aturan disini, dalam hal itu aku
yang rendah mengaku sudah berbuat salah, maka
sekarang kami menghaturkan maaf kami, inilah
kemalanya Lan Seng Ie-su, aku minta totiang bertiga
sukulah menerima untuk dikembalikan kepadanya."
In Gak menghampirkan, untuk menyerahkan kemala itu
kepada Thay Hian-
Imam itu menggeraki alisnya, hendak ia bicara,
tetapi si anak muda segera mencegah dengan
menggoyangi tangan, katanya pula sembari bersenyum:
"Sekarang ini kuil lotiang telah runtuh delapan
atau sembilan bagian, dalam sepuluh dan murid-murid
kamu tengah bertempur dalam darah Musuh-musuh yang
datang buka melainkan Pak Beng Sam Mo dan Siauw
Yauw Kek tetapi juga Kiong Lay Pay.
Dalam hal lotiang ini aku yang rendah merasa malu
sebab aku tidak dapat memberikan bantuan kami, maka
itu sekarang baiklah lotiang bertiga mengutamakan
pengobatan diri sendiri, nanti kalau Pak Beng Sam
Mo datang pula, baik totiang menyambutnya dengan
cara berkelahi Samgoan Kauw-kek dan Thian Te Jin

1392
Tan hoan supaya mereka tidak dapat ketika
memperoleh bantuan- Secara begini saja totiang
bakal mendapatkan kemenangan- Demikanlah katakataku
Sampai kita bertemu pula"
Habis berkata begitu, dengan berseru, "Mari" In Gak
mengajak tiga kawannya berlari pergi turun dari
puncak^
Bu Tong Sam Lo melihat gerakan orang demikian
sebat, mereka kagum.
Sembari turun gunung itu, dimana yang ia bisa,
diam-diam In Gak membantui pihak Bu Tong Pay, tapi
selama itu ia terus menjadi pendiam, Yauw Hong dan
siang Bwe tidak puas mereka menjadi masgul, Diamdiam
mereka minta bantuannya siang Lok akan tetapi
imam itu bilang, nanti malam saja mereka bicara
pula.
Diwaktu magrib In Gak berempat tiba di Lauw-ho-kauw
dimana mereka lantas bermalam dihotel Tiang Hin.
Sianak muda mengambil kamar seorang diri, berteman
dengan sebuah pembaringan ia rebah dengan mata
melongo, ia terus tidak bergembira. ia berpikir
tapi semua yang terpikirkan ya la h hal-hal yang
membikin hatinya tidak tenteram. Semua
pengalamannya ia anggap tidak memuaskan hati-nya.
Tiba-tiba terdengar ketukan pada daun pintu.
"Siapa?" ia tanya.
"Aku" sahut suara diluar suaranya Yauw Hong, "Engko
In, dapatkah aku masuk?" In Gak bergerak untuk
berduduk.
"Kenapa tidak dapat?" ia menyahut, "Pintu pun tidak
dikunci."
Daun pintu lantas terbuka dengan berbunyi disana
terlihat Nona Kang bertindak masuk bersama-sama
Nona Lo. Siang Lok tidak turut bersama, Kedua nona
itu mengerutkan alisnya masing-masing dan mata
mereka lesu, sinarnya mengandung penasaran-
In Gak berduka melihat roman orang itu. ia tahu
sebabnya itu. Kedua nona lantas duduk dibangku
kecil didepan pembaringan.

1393
"Engko In, selama beberapa hari ini kau senantiasa
berduka, apakah sebabnya?" Yauw Hong tanya suaranya
lemah. "Dapatkah kau memberi keterangan pada adikmu
ini?"
Tanpa dapat dicegah lagi air matanya nona ini
mengucur turun, maka juga matanya
siang Bwe turut menjadi merah.
In Gak berdiam, ia bingung, ia tidak sangka si nona
berani menanyakan demikian-Sekian lama ia bungkam,
akhirnya ia menghela napas.
"Aku mengarti hatimu, nona-nona," katanya, sabar,
"Aku pun manusia bukannya rumput, hanya selama ini
pengalamanku buruk sekali, aku menyesal karena aku
membuat kegagalan diri sendiri, sekalian aku
membikin gagal juga lain orang."
"Engko In kau tidak menggagalkan diri-mu," kata
Yauw Hong cepat. "Kaupun keliru jikalau kau
mengatakan kau telah membikin gagal, Semua itu
karena suka kami sendiri Engko In, apakah kau akan
hendak tolak kami? Tidak. Engko kecuali kami masuk
menjadi pendeta Sehelai benang, telah mengikat dua
ekor balang, keduanya tak dapat dipisahkan lagi
satu dari lain"
In Gak melengak. Akhirnya ia pikir, "Buat apa aku
berkukuh lagi? Baiklah aku berserah kepada takdir
percuma aku menderita tidak keruan, toh tak dapat
aku membebaskannya." Maka ia lantss bersenyum. ia
kata, “Jikalau kedua adik mengatakan demikian,
baiklah itu berarti rejekiku besar bukan main cuma
aku kuatir aku tak sanggup membahagiakan selamalamanya"
Mukanya kedua nona menjadi merah mereka melirik
sambil mendelik.
In Gak seperti mendapat pulang kegembiraannya, ia
lantas memasang omong dengan asyik, Dapat ia
bergurau hingga kedua nona itu saban-saban tertawa.
Sampai jauh malam masih tiga orang muda ini
berbicara, sampai mendadak daun pintu ditolak
terbuka dan satu bayangan orang masuk kedalam

1394
kamar. Mulanya In Gak terkejut tapi segera alisnya
terbangun, romannya girang bukan buatan
"Lui Jieko" ia berseru: "oh, bagaimana kau bikin
aku bersengsara mencari kau" Hanya sebentar lenyap
kegembiraannya itu. Habis si Lui Jieko tidak ada
orang lainnya yang mengintilnya. Tidak ada Hu Liok
Koan dan Hu Wan- Maka ia lantas menanyai "Mana
mereka ?"
Lui Siauw Thian melihat Yauw Hong dan Siang Bwe, ia
tertawa.
"Kamu baik, nona-nona?" dia menegur, Tapi, tanpa
menanti jawaban, ia menghadap adik angkatnya, akan
memperlihatkan roman sungguh-sungguh. ia kata: "Lui
Lo-ji turut Hu Tayhiap dan nona Wan dari Tiang Pek
San menuju ke Bu Tong San, setibanya di Kiap-kiauwtin,
menyesal sekali Lui Lojie berlaku alpa, dia
telah menemahai beberapa cawan arak. kesudahannya
dia menjadi kurbannya satu pencoleng Pedang
ditangannya Nona Wan telah kena dicuri. Kami
bertiga lantas membuat penyelidikannya, hasilnya
tidak ada"
Hu Tayhiap dan Nona Wan bingung sekali merekapun
letih bekas diperjalanan, kesudahannya keduanya
jatuh sakit hingga mereka musti rebah dirumah
penginapan Lui Lo-jie mengundang tabib tetapi sakit
mereka tak mau sembuh juga, hingga aku menjadi
berkuatir dan bingung. Seorang diri aku lantas
berangkat ke Bu Tong San- Apa mau aku tiba di sana
selagi Bu Tong Pay mengalami malapetaka besar,
kuil-kuilnya hancur luluh mayat mayat bagaikan
bertumpuk tumpuk. Ketika aku pergi ke- Lam thian
bun, disana aku melihat bergeraknya tubuh empat
orang, yang terus menyembunyikan diri dibawah pohon
cemara dibawah jurang Thay cu-giam. Mataku awas,
aku lantas mengenali kau, shate, maka aku lantas
menyusul terus sampai di Lauw ho-kauw nio.”
Justeru siauw Thian berhenti bicara, justeru Siang
Lok muncul. Imam itu lantas
memberi hormat seraya berkata: "oh, Lui Losu, benar
sekali bunyinya pepatah manusia hidup itu ditempat
mana yang mereka tidak bertemu Pintopun telah

1395
mengikuti Siauwhiap sampai disini mungkin Lui Losu
tidak menyangka bukan?" Keduanya lantas saling
menjabat dengan erat.
In Gak mengerutkan alis, "Sekarang ini dimana
adanya Hu Tayhiap berdua?" ia tanya.
"Mereka berada- tak jauh dari sini, cuma
seperjalanan satu jam," sahut Siauw Thian. "
Didalam kota Kok-shia."
"Mari kita pergi sekarang juga" kata si-anak muda,
yang lantas mengambil Thay oh. siauw Thian heran,
ia mengawasi dengan mata membelalak.
"Bukankah Lui Losu heran pedang Thay oh berada
ditangannya siauwhiap?" tanya Siang Lok. "Mari kita
berjalan, nanti sambil berjalan aku menjelaskannya.
Ditengah jalan kitapun menjadi tidak bakal
kesepian-"
Yauw Hong dan Siang Bwe mengikut, maka itu malammalam
berlima mereka melakukan perjalanan menuju ke
kota kecamatan Kok-shia.
XX
HARI masih pagi ketika di sungai Han Sui terlihat
sebuah perahu besar sedang berlayar. Penumpangnya
cuma tujuh orang, tua dan muda tak sama usianya,
Mereka bukan lain daripada In Gak serta
rombongannya di tambah Hu Liok Koan dan Hu Wan-
Yang beda yalah roman mereka.
In Gak menyamar sebagai seorang tua usia lebih
kurang enampuluh tahun, Ketiga nona nampak
sangatjelek. mirip dengan Bu Yam dijaman Liat Kok.
Hu Liok Koan, Lui Siauw Thian dan Siang Lok turut
mengubah muka mereka.
Bagian timur dari sungai Han Sui itu termasuk ujung
pegunungan Tay Hong San- itulah wilayah pengaruhnya
oey Kie Pay, partai Bendera kuning. In Gak tidak
mau bentrok dengan partai itu sebelum ia bertemu
dengan cong Sie sebelum mereka bertemu di He-kauw.
Pula anak muda itu hendak mentaati pesan Beng Liang
Taysu,jadi kecuali sangat terpaksa, tak mau ia
menurunkan tangan- Supaya orang tidak mengenali
mereka, mereka memakai topeng itu.

1396
Disaat itu air sungai tenang. Ada banyak perahu
lainnya yang berlayar milir dan mudik. Dikedua
tepi, didarat, ada perkampungan dengan sawah
kebunnya disepanjang jalan, maka juga disana tampak
tukang-tukang kayu serta nelayan-nelayan dengan
tudung rumput mereka, pemandangan itu cocok untuk
dilukis menjadi pigura atau digubah menjadi syair.
Biar bagaimana In Gak toh memikirkan soal bentrokan
yang mendatang dengan oey Kie Pay. Ia masgul kalau
ia ingat soal bentrokan itu. Supaya tak usah duduk
menganggur dan menjadi pepat pikiran karenanya, ia
mengajak siauw Thian dan lainnya membicarakan soal
ilmu silat, ia memberi petunjuk-petunjuk yang ada
gunanya untuk pertempuran mereka nanti.
Pada waktu magrib, perahu mereka berlabuh di Hekauw
diseberangnya, Sore itu mereka bersantap
didalam perahu. Tengah mereka menangsalperut itu,
mereka mendengar suara orang berkaok-kaok dari
tepian: "Tukang perahu, tukang perahu Adakah
perahumu ini untuk He-kauw?"
Suara orang itu parau.
siauw Thian mendengar suara itu, ia mengawasi In
Gak. ia berkata, "Lao Sam, ada
usaha yang menguntungkan yang datang sendiri, tak
dapat kau menolaknya."
In Gak mengawasi kakak angkatnya itu, ia berdiam
saja.
"Benar perahu kita untuk ke He kauw" terdengar
suara awak perahu, "Tapi perahu kita disewa
borongan Tuan tuan, tolong kamu menyewa perahu
lain"
Lui siauw Thian bangun berdiri, ia ngoceh sendirian
" Kawanan setan kerbau dan hantu ular, semuanya
telah datang kemari, maka aku Lui LoJie, aku bakal
melihat keramaian” Lantas ia bertindak keluar
perahu.
In Gak tahu kakak angkat itu membenci kejahatan
seperti membenci musuh, oleh karena ia kuatir kakak
itu naati menerbitkan onar, ia menyusul keluar,

1397
Tepat itu waktu mereka mendengar pula orang tadi
ditepian, suara seperti orang banci.
“Jangan kau ngaco belo. Tuan-tuan besarmu penuju
perahu ini Tukang perahu kau suruhlah sekalian
penumpang mu pada keluar"
Siauw Thian dan In Gaksudah lantas berada diluar
perahu, Mereka melihat empat orang berdiri digiligili.
Mereka juga melihat tukang perahu ketakutan-
Orang dengan suara parau itu berdandan singsat,
tubuhnya jangkung dan kurus, Dia bersikap keren,
Dikiri dan kanannya berdiri mengapit dua orang,
yang pakaiannya seragam yaitu baju kuning yang
panjang dan gerombongan cuma tubuh mereka itu tak
sama yang satu tinggi dan besar, mukanya lebar
alisnya putih kumisnya merah, dan yang lainnya kate
dan mulutnya lancip.
Orang yang ketiga terpisah sedikit jauh dari mereka
itu bertiga, dia beroman keren, kumis dan
jenggotnya pendek, sikapnya tenang, matanya
mengawasi kemuka air. Dipundak mereka semua
terlihat menggendol senjata masing-masing.
"Yang bicara barusan itu," kata Siauw-Thian
perlahan, pada In Gak. "Dialah Yan Bwe Kim-su In Ho
si Tombak Emas Ekor Walet atau Kheng-bun. Dua yang
mengapit itu, yang kate dan yang jaagkung, Lwe Hong
San Siang Kiat, dua jago dari gunung Lwe Hong San-
Yang jangkung yaitu Mo-thian Lo cia Kim Le ceng si
Lo cia Merabah Langit, dan yang kate cu-te Poankoan
ong Kit si Hakim Setempat. Yang bersendirian itu
yalah chong Gouw -sek hong Kle su Loa Tiauw Goan,
si Mahasiswa dari puncak sek Hong clong Gouw, Dia
licik dan telengas, kegirangan dan kemarahannya tak
dikentarakan, hingga sering dia mencelakai orang
diluar sangkaan- Dia lihay. Denganku dia
bermusuh..."
In Gak mengangguk perlahan, pembicaraan diantara
tukang perahu dan Kheng bun it Koay tidak berhenti
sampai disitu, siluman dari Kheng-bun tidak mau
mengerti, dia memaksa hendak menyewa perahu orang.

1398
Maka itu, ketika siauw Thian berdua muncul, tukang
perahu itu berkata. "Tuan, penyewa perahu itu sudah
keluar, kau bicara sendiri dengan mereka itu, asal
mereka setuju, aku turut saja"
Keng-bun it Koay memang telah melihat keluarnya dua
orang itu dari dalam gubuk perahu, ia mengawasi
mereka, ia menegur dengan mengawasi dengar suara
paraunya yang tak nyata.
Siauw Thian dan In Gak tidak menghiraukan orang,
berdua mereka bicara terus dengan perlahan- Sikap
ini membikin orang menegur pula, Masih mereka
berdiam, maka si siluman menjadi mendongkol.
"Eh, tua bangka, kau dengar apa tidak?" dia menegur
keras.
Siauw Thian berpaling, dengan roman dingin ia
mengawasi si Siluman-
"Aku cuma mendengar dua kali suara parau" ia
menjawab, "Mana aku siorang tua ketahui kau
memanggil siapa?"
Kheng bun it Koay gusar, ia memang paling tak
senang orang menyebut suara paraunya itu yang tak
sedap untuk telinga, mukanya lantas menjadi merah.
"Tua bangka, memang kau sudah bosan hidup" dia
menegur "In Toaya hendak bicara dengan kau supaya
kau suka menyerahkan dua ruang perahu untuk kami,
sedang uang sewanya kita bayar seorang separuh
Setujukah kau?"
Siauw Thian menjawab dingin- "Mati atau hidupnya
aku siorang tua ada Raja Akhirat yang mengurusnya,
tak usah kau yang mencapekan hati Tentang
penyerahan dua buah dalam perahuku ini, aku minta
jangan menyebut-nyebutnya pula Duduk bersama dalam
sebuah perahu dengan kamu bangsa memuakkan cumacuma
membikin mendongkol saja Tak dapat aku siorang
tua menggunai uangnya untuk membeli rasa muak itu”
Kheng- bun it Koay menjadi gusar, ingin dia
menghajar Siauw Thian guna melampiaskan
kemandongkolannya itu, tetapi ia tidak berani turun
tangan, ia melihat Siauw Thian tak mirip-nya orang
mengerti silat, hingga ia kuatir nama besarnya

1399
menjadi rusak andaikata orang ketahui ia menghina
seorang tua yang tak berdaya. ia menyabarkan diri.
Mo-thian Lo cia Kim Le ceng sebaliknya sudah lompat
keperahu, dengan sikap dingin dia mengawasi Siauw
Thian dan ln Gak. dia tidak melihat sesuatu yang
mencurigai lalu dia maju mendekati.
"Lotiang," ia kata bersenyum, "ini saudaraku she In
kasar sikapnya, aku harap lotiang suka memaafkan
dia. sebenarnya perlu sekali kami pergi ke He- kaumaka
itu sukalah lotiang berlaku baik dengan
membagi dua ruang untuk kami .."
"Itulah tak berarti," kata Siauw Thian ter-tawa,
"hanya aku tidak mengerti sekali, Disana ada
berlalu belasan perahu lainnya, kenapa kau justeru
arah perahu kami ini? sebenarnya kau mengandung
maksud apa? coba kaujelaskan-
Kim Le ceng membuka mulutnya tanpa ia dapat
menjawab, ia dan kawannya cuma penujui perahu yang
besar, lain tidak. Siapa tahu mereka kebogehan dan
terhina, Lantas ia menjadi gusar.
"Tua-bangka kau sangka aku siorang she Kim orang
macam apa?" katanya keras.
"Aku tak perduli kamu orang apa" Siauw Thian jawab,
ia pun bersikap keras, "Mengenai soal membagi
ruang, baiklah kau- tak usah membuka mulutmu"
Le ceng tertawa.
"Tua-bangka, kau mencari mampusmu sendiri" katanya,
Lalu dengan tenaga tiga bagian, ia menyampok. ia
gusar tetapi ia cuma ingin orang terluka sedikit.
Siauw Thian tidak menangkis atau melawan, dengan
tindakan biasa ia menggeser tubuh, terus ia
memandang In Gak dan berkata: "Lo Sam, ini anak
muda sangat tidak tahu aturan, baik kau tolak dia"
Itulah cara berkelit yang wajar, hingga-orang tak
dapat menyangka jelek.
Le ceng heran hingga ia melengak, Pikir-nya: "Aku
tidak menyerang hebat tetapi cukup cepat, "Benarkah
dia begini kebetulan berkelitnya?"
In Ho pun heran, ia tidak melihat Siauw Tbian
sengaja berkelit.

1400
Ketika itu cuaca mulai gelap. nelayan-nelayan telah
pada memasang api, Angin meniup halus.
Didarat ong Kit bersama Loa Tiauw Goan menjadi
hilang sabar, yang pertama lantas berkata nyaring:
"Kim Lo-cia, buat apa adu lidah Tak dapatkah kau
ajar adat saja tua- bangka itu?" ia berlompat
keperahu diturut kawannya.
Belum lagi dua orang itu sampai diperahu mendadak
mereka merasai lutut mereka sakit sendirinya,
hingga lenyap tenaga mereka, hingga tanpa merasa
keduanya jatuh kecebur diair. Sia-sia belaka mereka
mencoba mempertahankan diri.
Kim Le ceng dan In Ho menjadi bingung, Mereka tidak
dapat menolongi sebab mereka tidak bisa berenang,
Terpaksa mereka minta tolong kepada awak perahu.
Sementara itu Siauw Thian berkata dingin, "Sudah
sahabat sahabat, sudah jangan kamu main gila
didepan aku siorang tua Mana dapat kamu main
perintah orang?"
Dua orang itu bingung terpaksa keduanya lompat
keair dipinggiran, Syukur pinggiran itu dangkal
kendati begitu, mereka mesti mengeluarkan tenaga
untuk menyeret dua kawannya untuk dibawa naik
kedarat.
Loa Tiauw Goan dan ong Kit tertotok jalan darahnya
tetapi mereka tidak tahu itulah jalan darah yang
mana, meski demikian, tahulah mereka sekarang bahwa
diatas perahu itu ada orang liehay.
Kheng-bun it Koay dan Kim Le ceng bermupakat
sebentar, lalu keduanya berlalu dengan cepat sambil
masing-masing menggendong satu kawannya.
Ketika itu didalam perahu, In Gak sesalkan Siauw
Thian, sang kakak- angkat, yang dikatakan tidak
karuan-karuan mencari gara-gara, ia kuatir karena
onar itu, disebelah depan mereka akan menemui
urusan yang memusingkan kepala. Mata siorang she
Lui mendelik.
"Lo Sam, apakah kau tak tahu tabiatnya Lui LoJie?"
dia tanya, "Aku toh dikenal kaum Kang ouw sebagai
si arwah yang buyar"? Loa Tiauw Goan telah

1401
membinasakan sahabatku, sudah sepuluh tahun dia
menyembunyikan diri, tak pernah dia muncul hari ini
dia bertemu denganku mana dapat aku diam saja?"
In Gak tetap tak puas. "Bukankah baik kau bunuh
saja padanya?" tegurnya pula, "Apa perlunya
mempermainkan mereka ?"
Mata Siauw Thian mendelik pula, "Siapa bertemu
dengan Lui LoJie, jangan harap dia mau enak saja"
katanya, "Lo Sam, kau pernah lihat atau tidak
kucing menerkam tikus?"
Melihat lagak orang dan mendengar suara-nya, ketiga
nona tertawa geli. In Gak kewalahan, ia tertawa dan
mengangkat pundak...
Ketika itu pemilik perahu dan awaknya berbicara
kasak-kusuk. lalu sipemilik masuk ke dalam perahu
untuk terus berkata: "Tuan-tuan, peristiwa barusan
dapat berubah menjadi onar. Diwilayah suagai Han
sui ini, orang oey Kie Pay terdapat dimana-mana dan
yang barusan itu mungkin mereka adanya. Kami tidak
dapat bertanggung jawab, maka itu... maka itu..."
In Gak tertawa, Jangan kau kuatir" katanya, wajar.
"Segala apa kamilah yang menanggung silahkan kau
keluar"
Pemilik perahu itu bergerak bibirnya, matanya
mengawasi, tapi akhirnya ia ngeloyor keluar dengan
membungkam.
Yauw Hong menyibir, ia berkata: "Lui Lo-su, kau
bicara besar Bukankah kau cuma mengandalkan apa
yang engko In bilang Leng Khong Tie-hiat yaitu,
ilmu menotok jalan darah ditengah udara? coba orang
bersiap lebih dulu... Hm Hm..."
Siauw Thian menggeleng kepala, "Nona yang baik
siapa yang tak ketahui liehaynya engko In-mu ini?"
katanya, "Kau berbuat baiklah padaku, jangan kau
bikin aku malu Aku bilang, masih banyak harinya
yang kau membutuhkan bantuanku - Nona, coba bilang,
perkataanku ini benar atau tidak?"
Yauw Hong jengah, juga Siang Bwe. Kedua-nya
mendelik kepada orang she Lui itu yang pandai
menggoda.

1402
Malam itu dilewatkan dengan tidak terjadi sesuatu.
Tadinya In Gak cemas, tak dapat ia tidur nyenyak
Ketika paginya bersama Siauw Thian ia pergi keluar,
mereka saling mengawasi.
Didepan mereka kabut tipis hingga mereka bisa
melihat tegas bahwa mereka berada sendirian
ditepian itu. " Kecuali perahu mereka, semua perahu
lainnya telah pergi entah kemana, Yang aneh lagi
yalah pemilik perahu dan awaknya jongkok berkumpul
dikepala perahu, semua bungkam.
Siauw Thian, yang banyak pengalamannya segera dapat
membade sebabnya itu, ia lantas tertawa terbahak
dan berkata nyaring: "Lwe Hong San Siang Kiat tidak
main membokong, kamu benar laki-laki sejati Kenapa
kamu tidak mau memperlihatkan diri untuk kita
membuat pertemuan?"
Baru berhenti perkataan itu atau ditepian terlihat
munculnya lima orang, Yang empat yalah yang kemarin
ini dan yang kelima seorang imam denganjubah hijau,
hidungnya besar mukanya lebar, kumisnya jarang, dan
dipunggungnya tergemblok sepasang pie-hiat-kwat,
semacam senjata peranti menotok jalan darah.
Siang Lok terperanjat melihat imam itu, ia lantas
membaiki In Gak: "Imam itu yalah Bok Liong cu dari
gunung Kui San di Kwietang Utara, dia liehay ilmu
silatnya yang diberi nama Thay It Kie-bun, hingga
dia pernah menjagoi. Sudah lama dia tidak pernah
muncul, siapa tahu dia berada disini, Baiklah
siauwhiap waspada terhadapnya."
Ketika itu Yauw Hong dan Siang Bwe keluar
dariperahu, Liok Koan dan Hu Wan tidak turut,
Mereka baru sembuh dan mentaati pesan In Gak untuk
jangan keluar bersama.
Dengan munculnya lima orang dari Lwe Hong San itu,
In Gak berlima lantas lompat kedarat untuk
menghampirkan. Kegesitan mereka mengagumkan pihak
sana.
Kheng-bun It Koay lantas menanya: "Kita tidak
bermusuh, kenapa tadi malam kami di bokong?"
"Siapa yang membokong kamu ?" tanya Siauw Thian,
tertawa dingin. "Siapa saksinya?"

1403
It Koay bungkam, ia tahu pihaknya dicurangi Tiauw
Goan dan ongkit dibokong, tetapi benar tidak ada
saksi yang melihatnya. Mukanya menjadi merah. Kim
Le ceng maju kedepan dia tertawa.
"Tadi malam memang kita yang bersalah," ia kata
mengaku, "Baiklah kita jangan berdusta, kita tahu
sama tahu, Adik seperguruanku ini serta Loa Tayhiap
telah dicurangi, kami tidak puas, dari itu marilah
kita main-main buat beberapa jurus. Kami bukan
hendak merebut muka terang, hanya untuk mengikat
persahabatan saja."
Sepasang alisnya Siauw Thian terbangun, hendak ia
menjawab, atau In Gak sudah mendahului.
"Kim Losu ngomong terus terang, aku si orang tua
kagum..." katanya. Mendengar kata-kata, "aku
siorang tua," kedua nona tertawa geli.
In Gak menyamar menjadi orang tua, ia mesti bawa
lagaknya seorang tua juga, ia mengerutkan alis
tetapi ia meneruskan "Hanya-lah losu sudah menduga
duga saja, Kami tidak membokong Loa Tayhiap berdua
kecemplung keair kebetulan saja, sebagian
disebabkan hati mereka panas. Memang yang paling
sulit untuk orang yang meyakinkan ilmu silat yalah
kesabaran dan penyaluran napasnya, penyaluran jalan
darahnya yang dinamakan kedua nadi jim dan tok.
Mudah sekali kedua jalan darah itu tertutup dan
mandek. Rupanya selagi berlompat, Loa Tayhiap
berdua terganggu jalan darahnya itu yang tak
tersalurkan tiba-tiba, --keterangan itu beralasan,
Tiauw Goan dan ong Kit saling mengawasi, didalam
hati mereka kata.
"Benar beralasan tetapi benarkah terjadi hal
demikian kebetulan?"
Siauw Thian mengetahui maksud In Gak tak menanam
bibit permusuhan.
Selagi kedua pihak berdiam, si imam hidung besar
kata dingin, " Kata- kata itu dapat memperdayai aku
Sudah ribuan tahun, belum pernah aku mendengar
serupa peristiwa itu. Kalau orang Rimba persilatan

1404
tak dapat menyalurkan kedua jalan darahnya itu,
siapakah yang berani muncul dalam dunia Kang ouw?
Aku merasa malu untuk kedustaan dan kepandaian
licik kamu itu"
Itulah hinaan tetapi In Gak menyambutnya sambil
bersenyum. Yauw Hong sebaliknya hingga dia lantas
membentak. " Imam jelek. jangan bertingkah Apakah
kau kira kami jeri? Bilang terus terang, dipihak
kami ini, siapa pun bukan tandingan kau"
Matanya imam itu mendadak bersinar bengis.
"Nona tak malu kau omong besar" katanya. "Aku bukan
jago nomor satu dikolong langit ini tapi sedikit
orang yang dapat menandingi aku pandanganmu yalah
pandangan katak dalam tempurung Tak dapat aku
memberi ajaran kepada kau, disini ada orangnya yang
tepat" Dan ia menoleh kepada Loa Tiauw Goan-
Sek Hong Kiesu Loa Tiauw Gan memang keponakan murid
imam itu. Dia lantas maju kedepan dan berkata
sambil tertawa, "Enso, beritahukan she dan namamu
Aku si orang she Loa tak sudi melukai orang tak
berkenamaan"
Mukanya Yauw Hong menjadi merah ia gadis remaja
tapi dipanggil "enso"- seorang yang telah menikah,
Tapi ia berkata nyaring, " Untuk sekarang ini sukar
aku memberitahu-kannya sebentar saja setelah kau
kecemplung pula, itu waktu tentu masih belum
terlambat" Tak dapat tidak. Tiauw Goan jadi
mendongkoL
"Kau mencari mampus, jangan kau sesalkan aku"
katanya nyaring, Dengan tangan kiri, dengan lima
jari terbuka, ia segera menotok jalan darah kloktie
dilengan kanan si nona, sedang dengan tangan
kanannya, ia mengincar jalan darah sim-jie nona
itu.
"Kurang ajar" membentak sinona, ia tidak berkelit,
ia justeru balas menyerang.
Mulanya kedua tangannya diluncurkan sambil membuka,
baru ia menotok dikedua siku lawan Loa Tiauw Goan
kaget hingga ia mesti mencelat mundur Siauw Thian
memandang In Gak sambil tertawa.

1405
"Tak ku sangka Nona Kang dapat belajar cepat
sekali." pujinya, "Boleh dibilang baru setengah
harian tetapi ia sudah dapat menggunai ajaranmu
tepat sekali"
Dipihak sana orang pun kagum dan heran, bahkan Bok
Liong cu menanya dirinya sendiri, tipu silat itu
ilmu silat perguruan yang mana...
Tiauw Goan panas hatinya, habis mundur segera ia
maju pula, ia penasaran dan tidak takut, Segera ia
mendesak. kedua tangannya menyamber-nyamber.
Yauw Hong mendapat hati, hatinya jadi tambah besar,
ia pun melawan dengan hebat, Belum dua puluh jurus,
lawannya sudah terdesak. dia repot menangkis atau
berkelit tak hentinya,
Bok Liong cu mengerutkan alisnya, ia heran dan
cemas hati.
Selagi merangsak itu tengah orang kelabakan, Yauw
Hong menotok dengan tangan kirinya, ia mengarah
jalan darah hok kiat. Totokannya itu menuruti jurus
"Bintang mengejar rembulan"
Tiauw Goan kaget dan bingung, ia berkelit kekiri,
Atas itu si nona menyusuli dengan jurus "Macan
tutul emas mengeluarkan kuku-nya" tangannya
meluncur kedada orang, Biar-nya dia lompat, orang
she Loa itu toh tak luput, maka itu dia terhuyung,
napasnya sesak.
Dengan tertawa seram, Bok Liong cu lompat mencelat
kearah sinona. Justeru dia berlompat, In Gak
berlompatjuga, Maka berdua mereka bentrok, habis
mana dua-duanya sama-sama mencelat mundur.
Imam itu melihat, meski Tiauw Goan kalah, dalam
ilmu silat, sinona tidak unggul banyak maka ia
percaya, kalau ia lompat menerjang, ia akan
berhasil mencekuk lengan nona itu, siapa tahu, ia
dirintangi si "orang tua." ia menyambar lengan
kanan sinona, tapi lengan kanannya yang kena
terbentur tangan siorang tua, terus lengan itu
terasa lemas.

1406
Maka ia mundur dengan kaget dan heran, Hanya
sejenak. la kata dingin, "Keluarku ini justeru
untuk menemui orang liehay, maka hari ini aku
bersyukur bertemu dengan kau, tuan Dapatkah aku
mengetahui she dan nama besar mu?"
In Gak bersenyum.
"Akulah orang biasa saja, tak suka namaku nanti
mengotori pendengaranmu," ia menjawab, "Kita tidak
bermusuhan, buat apakah kita menanamnya?"
Bok Liong cu berdiam, agaknya ia tertarik dengan
kata-kata orang, Tapi Tiauw Goan penasaran dia
menggosok Kheng-bun it Koay Siluman dari Kheng-bun
sudah lantas lompat maju, untuk menerkam Yauw Hong.
Dia berlompat dengan jurus "Naga terbang naik ke
langit", dia menggeraki kedua tangannya.
Nona Kang kaget, ia tidak menyangka orang bakal
menyerang ia. Tapi ia tidak gugup ia tidak takut,
bahkan ia pun lompat mencelat guna menyambuti, ia
hendak menabas kedua lengan penyerangnya itu dengan
tipu sifat "Memotong otot, memutus nadi".
Selagi si nona berlompat, Tiauw Goan yang penasaran
turut menyerang juga, ia berlompat sambil
meluncurkan tangan kirinya, sedang tangan kanannya
menimpukkan Sembilan potong uang tembaga, ketika
itu dada sinona lagi berbuka.
Bok Liong cu melihat sepak terjangnya sang
keponakan murid, dia kaget, dia berseru, "Tiauw
Goan, jangan-
Peristiwa berlalu cepat sekali. Bentrokan terjadi,
dua tubuh roboh saling susul, balik satu tubuh
lain, yang lincah mencelat baik kesisinya Nona Lo
dimana dia berdiri sambit bersenyum. Yang roboh itu
yalah Tiauw Goan dan In Ho.
Hati In Gak lega. ia tahu silat Ngo Bie Pay yang
bernama "Hong-in Jie-pwe ciang", atau pukulan "Duapuluh-
delapan Tangan-, yang digabung dengan gerak
kedua huruf "Menggempur" yang ia ajarkan si nona,
ia mesti mengagumi pula kecerdasan nona itu, yang
pandai menyangkok ajarannya. Diam-diam ia kata

1407
dalam hatinya, " Hebat nona ini. Dua orang itu
tentulah tertotok jalan darahnya sam- goan-"
Bok Liong cu menghampirkan dua orang dari pihaknya
itu, ia lantas menepuk bergantian jalan darah
kiehay dari mereka, atas mana keduanya berseru,
lalu berlompat bangun, Tiauw Goan lantas mengawasi
Nona Kang dengan sinar matanya yang bengis.
Yauw Hong melihat lagak orang, ia kata dalam
hatinya, “Jikalau aku tidak ingat pesan engko In,
yang melarang aku melukai orang ditengah perjalanan
ini, pasti sudah aku mengambil jiwamu"
Si imam mendelik kepada Siauw Goan, lalu dengan
tenang ia memutar tubuhnya, untuk menghadapi In Gak
ia kata, "Aku Bok Liong cu, kali ini aku menjadi
tetamunya pihak Lwe Hong San untuk satu bulan
lamanya. Baru dua hari yang lalu Kim Losu mengirim
surat mengundang aku, meminta aku, membantui
sahabatnya. Tak dapat aku menampik permintaan itu,
cuma sebab aku hendak merahasiakan perjalananku aku
mengusulkan untuk naik perahu.
Tidak aku duga, disini aku bertemu tuan semua yang
garang sekali....
"Siapakah yang galak?" Siang Bok tanya, "Apakah
totiang sudah menanyakan in Los u?"
Bok Liong cu agaknya terperanjat ia lantas menoleh
kepada In Ho. Sahabat itu terlihat jengah, ia
menduga pastilah si sahabat sudah mengeluarkan
kata-kata yang melukai hati orang, hingga terjadi
perselisihan ini.
In Gak bersenyum, ia berkata: "Barusan aku si orang
tua sudah bilang, tak peduli siapa benar siapa
salah, urusan ini baiklah di-sudahi saja. Totiang,
bolehkah aku menanya kenapa perjalanan totiang ini
hendak dirahasiakan? Apakah totiang sungkan
terhadap sesuatu orang?"
Mendengar itu, hidung si imam terbangun, dia
tertawa lebar.
"Seumurku, belum pernah aku takuti siapa juga"
katanya nyaring. "oleh karena orang yang meminta
bantuannya Kim Losu menjadi juga sahabatku dari

1408
banyak tahun, aku perlu mengalah, tidak dapat aku
menggagalkan urusan...."
Belum berhenti suaranya imam ini maka dari tegalan
sawah terlihat seorang lari mendatangi sambil dia
mengempit tubuh seorang lain, Dia itu bertubuh
besar dan usianya pertengahan. Karena melihat
datangnya orang itu si imam berhenti bicara.
Dengan lekas orang itu sudah sampai, terus ia
meletaki orang yang dikempitnya didepan Kim Le
ceng.
In Gak awas sekali, ia lantas mengenali orang
tawanan itu yalah Twie Hong cie-wie cian Leng si
Landak, ketua cabang Yangcu dari Kay Pang, ia
menjadi heran.
Sauw Thian menoleh pada si anak muda, dia melirik.
In Gak mengedipi mata, melarang kakak angkat itu
sembarang bertindak, ketika ia mengawasi muka cian
Leng ia mengerutkan alis, muka pengemis itu kuning
pucat. kedua matanya mendelong, itulah tanda dia
terancam bahaya maut.
Sampai disitu terdengarlah suaranya orang yang
mengempit si pengemis, Katanya, "Setelah ditolong
Bok Liong Locianpwe, cian Su-hu ini telah sembuh
dari sakitnya, maka juga ketika tadi pagi San cu
meninggalkan gunung, dia sadar, Lantas dia bangun,
katanya dia perlu pergi ke lain tempat. Tak dapat
aku mencegah dia. cian Suhu baru lari melewati
mulut gunung, mendadak dia roboh sendirinya, Aku
periksa nadinya, nadi itu kacau. Karena aku ddak
dapat menolong, terpaksa aku bawa dia kemari.
Syukur san-cu belum pergi."
"Kau banyak cape, ciu Hiante" kata Kim Le ceng
mengangguk Bok Liong cu periksa nadi cian Leng, dia
menghela napas.
"orang ini tak dapat bertahan sampai lewat tengah
hari" katanya, "Dia memaksakan diri mana bisa dia
tak mati?"
Ketika itu In Gak berlompat, lompat kepada pengemis
itu. Bok Liong cu kaget.
"Kau mau apa?" dia tanya, membentak seraya dia
menyampok.

1409
ooooooo
BAB 21
IN GAK tahu ia diserang, ia tidak menghiraukannya.
ia cuma menggeraki tangan kirinya kesamping, ia
lantas memegang nadi kanan cian Leng, atas mana ia
terkejut sekali.
Bok Liong Cu pun kaget ia terpaksa mundur beberapa
tindak. ia heran karena ia merasa orang bukan
menyerang ia hanya menyempar saja, Toh tenaga,
"orang tua" ini demikian dahsyat, ia lebih heran
karena ia tidak menerka ilmu silat orang ada ilmu
silat partai mana, dan orang pun ia tidak kenal,
bahkan belum pernah ia mendengar ada orang tua
lihay semacam orang ini.
Dimana disitu ada Lwe Hong San Slang Kiat, ia
menjadi penasaran, Maka ia maju pula sambil menekan
dengan tipu silatnya, "San Hoa pin hun" atau
"Menyebar bunga belarakan."
In Gak lagi memperhatikan nadi cian Leng, ia tidak
menyangka bakal dibokong, Tapi disamping ia berada
lain-lain orang.
Segera terdengar bentakan halus tapi nyaring dari
dua orang wanita, berbareng mana dua sinar putih
seperti bianglala menyamber kearahBok Liong cu.
Itulah Yauw Hong dan Siang Bwe yang gusar, karena
si imam menyerang sipemuda secara pengecut, maka
keduanya berteriak sambil berlompat untuk menyerang
si imam itu. Mereka sama-sama menggunai ilmu pedang
ajarannya In Gak. yang diambil dari ilmu silat
pedang Hian Thian Tit Seng Kiam.
Syukur untuk Bok Liong cu, kedua nona belum mahir
ilmunya itu, kalau tidak pasti celakalah dia, Dia
dapat menyingkir dari serangan itu.
In Gak bebas dari bokongan. ia berbangkit dengan
sabar, sembari mencegah kedua nona menyerang
terlebih jauh, ia mengawasi si-imam dengan ia
mengasi lihat roman keren. Ketika ia membuka mulut,
suaranya dalam tetapi tenang:

1410
"Aku si orang tua tidak bermusuh dengan kau,
totiang, kenapa kau berulang kali
membokong aku? jikalau totiang ingin mendapatkan
muka terangmu. tunggulah sebentar, sampai aku sudah
mengobati orang ini, nanti aku bipara pula
denganmu" Bok Liong cu mengasi dengar ejekannya.
"Dia sudah terluka parah, walaupun tabib Hoa To
yang pandai hidup pula, dia tak bakal dapat
ditolong lagi" katanya: "Sie-cu, jikalau kau dapat
menolong dia, sendirinya aku akan mengaku kalah,
perkara tanding tak usah dibicarakan dulu, hanya,
kalau tidak.."
In Gak muak untuk keras kepala orang hingga ia
mengerutkan kedua alisnya.
"Biar bagaimana, paling dulu orang ini harus
ditolongi, baru sebentar kita bicara pula" ia kata
lagi, tetap dengan sabar, "Aku tahu dia ini terluka
parah tetapi dia dapat di tolong atau tidak.
terserah kepada usaha kita manusia Sebentar aku si
orang tua pasti akan minta pelajaran dari totiang,
supaya kepandaianmu yang lihay tak sampai tak
ditontonkan kepada umum"
Mukanya Bok Liong cu menjadi merah. Ia merasa
bagaimana ia terejek.
"Kenapa cian Leng datang ke Lwe Hong San?" In Gak
tanya. "Dapatkah kepada aku si orang tua diberikan
sesuatu keterangan?"
Sembari berkata begitu, In Gak memegang pula
nadinya ciang Leng, untuk dipencet, guna
menyalurkan racunnya berkumpul di jalan darah siauw
yang.
Bok Liong cu tertawa dingin "Sie cu tolongi saja
dia, setelah dia sembuh, mustahil ia tidak akan
bicara" katanya dingin, Dia mengejek dan menantang,
Mendapat kenyataan orang berpandangan sangat cupat,
In Gak tertawa, ia tidak mau
memperdulikan lagi, ia hanya lantas menolongi ketua
Kay Pang cabang Yang ciu itu. ia menggunai tenaga
dalam dari ilmu Poute Sian-kang, ia merasa pasti
cian Leng dibokong sebelum dia mendaki gunung Lwe

1411
Hong San, ketika Bok Liong cu " mengobatinya"
siimam membikin racun melulahan kebeberapa jalan
darah lainnya, itulah pertolongan pertama.
Sayangnya yalah cian Leng, yang seharusnya istirah,
sudah berlari-lari keras, hingga racun menjalar
ketubuh bagian dalam, Bek Liong cu benar waktu ia
membilang cian Leng tak dapat ditolong lagi, tetapi
In Gak mempunyai Poute Siankang dengan apa dia
dapat menolong memperpanjang jiwa si pengemis dari
tiga sampai lima tahun lagi. Tanpa bicara, In Gak
sudah memberikan pertolongannya itu.
Selagi angin bersilir silir ditepian sungai itu,
semua orang berdiam mengawasi In Gak dan cian Leng,
Bok Liong cu turut berdiam juga, cuma dengan
matanya yang tajam, ia melirik dan memperhatikan
bergantian kepada kelima orang pihak lawan itu,
hatinya menduga- duga :
"Siapa mereka berlima? Usia mereka sudah lanjut
semua. Mestinya mereka liehay, Kenapa aku tidak
kenal mereka, bahkan mendengarnya pun belum?"
Karena ini akhirnya ia berbisik menanyakan
keterangan pada Mo Thian Lo cia Kim Le ceng.
orang she Kim itu telah membangun benteng diatas
gunung Lwe Hong San selama lima tahun, dia pernah
merantau di tujuh propinsi Selatan dan enam
propinsi Utara, dia kenal banyak sekali orang kos e
n, akan tetapi dia mesti menggeleng kepala.
Bok Liong cu heran hingga ia berpikir lebih jauh,
ia merasakan ilmu silat yang asing dari In Gak.
juga ilmu pedang kedua wanita itu, ia tetap tidak
mengingatnya, Lama-lama ia menjadi ingat suatu hal
yang telah lampau, ia lantas menghela napas.
Ketika itu, dengan lewatnya sang waktu, pertolongan
In Gak telah memberi hasil, Muka cian Leng yang
pucat berubah menjadi dadu, kedua matanya pun
dibuka perlahan-lahan, kemudian dia membuka
mulutnya, hendak bicara. Menampak itu, Bok Liong cu
menjadi kaget dan herannya bertambah. "Ah, dia
begini liehay...." pikirnya. "Mungkinkah aku yang
keliru memeriksa nadinya?"

1412
cian Leng sadar dengan lantas merasai beberapa
jalan darahnya panas, ia melihat seorang tua lagi
memegangi nadinya, dari tangan dia itu tersalur
hawa hangat, ia menjadi tidak karuan rasa. Tapi ia
menduga orang lagi mengobatinya, ia dilarang
bicara. Lewat sesaat, rasa panas makin hebat, maka
mau atau tidak. pengemis itu merintih.
Kira setengah jam, In Gak menghentikan
pengobatannya, ia berbangkit seraya mengeluarkan
napas panjang guna melegakan diri, kemudian sembari
bersenyum ia kata pada Siang Lok: "Tolong saudara
membawa cian Leng ke- dalam perahu supaya dia dapat
rebah beristirahat. Dia dapat makan tajin, tetapi
jangan sekali bergerak."
Habis berkata kepada si imam, tanpa menanti orang
melakukan permintaannya itu, pemuda ini yang berupa
seorang kakek-kakek meminjam pedangnya Lo Siang
Bwe, pedang mana ia kibaskan wajar akan tetapi
sinarnya berkelebat bagaikan bianglala atau bintang
putih, melihat mana Bok Liong cu dan kawan-kawannya
terperanjat.
Dengan sabar In Gak menghampirkan Bok Liong cu,
untuk tertawa dan berkata: "Manusia itu tak dapat
berdiri tanpa kepercayaannya maka itu sekarang aku
siorang tua ingin dengan pedang ini melayani
sepasang senjata peranti menotok jalan darah dari
lotiang-buat beberapa jurus saja."
Bok Liong cu sudah lantas mengeluarkan sepasang
senjatanya ia menatap orang tua didepannya itu,
yang ia lirik pedangnya, ia kata: "Senjataku ini
telah tigapuluh tahun lamanya belum pernah dipakai
lagi, mungkin aku tidak dapat menguasainya, meski
begitu, asal aku gunai, pasti dia melukai orang,
maka itu aku minta sie-cu suka waspada"
Kata-kata itu terkabur, akan tetapi kenyataannya
memang demikian, Memang dulu hari dalam suatu
malam, dalam pertempuran digunung Thian chong San,
Bok Liong cu pernah mengalahkan duapuluh-tiga orang
ahli silat pedang yang kenamaan, cuma peristiwa itu

1413
tidak teruwar, lantaran sebelum mereka bertempur,
kedua pihak sudah berjanji akan menutup mulut.
In Gak tertawa mendengar kata-kata itu. "Silahkan
lotiang turun tangan" katanya, "Kalau dua orang
bertempur bertangan kosong atau bersenjata, mesti
salah satu terluka dari itu percuma untuk
menyebutkan itu"
Selagi berkata begitu, anak muda ini memikir dalamdalam,
ia juga, selama satu tahun turun gunung dan
merantau belum pernah ia menggunai pedang, ia tahu
baik sekali IHian Thian cit Seng Pou dapat
melukakan orang tanpa di-sengaja jadi tak sudi ia
menggunai pedang kecuali disaat mati dan hidup,
Sekarang ia memegang pedang saking terpaksa
menghadapi si imam yang liehay ini. Meski demikian,
ia masih ingat baik-baik pesan Beng Liang Taysu.
Bok Liong cu mendongkol sekali menyaksikan orang
tidak menghiraukan dia, hingga ia berkata dalam
hati kecilnya: "Hatiku telah berubah banyak. dalam
segala hal aku dapat memikir jauh, suka aku
mengalah, akan tetapi hari ini, aku tidak dapat
berlaku murah hati pula.."
Maka ia tertawa dingin dan kata: "Suka aku mengalah
selama tiga jurus - Nah, silahkan sie-cu mulai"
In Gak tertawa, ia lantas menggeraki pedangnya dari
kiri kekanan, ia bergerak dengan perlahan ia tidak
segera menerjang, tetapi melihat gerakan itu Bok
Liong cu terkejut, Imam ini merasakan suatu tenaga
menolak yang tak nampak. hingga ia mesti lekas
menahan diri dengan tipu "Memberatkan diri seribu
kati." "oh kiranya sie-cu dari Kun Lun Pay?"
katanya.
Gerakannya In Gak ini memang mirip dengan jurus
"Teng Seng Im Yang" dari ilmu silat "Thian Lo cit
Sie" dari Kun Lun Pay.
Ia pun kata: "Ilmu silat itu asalnya satu pokok.
jadi tidak seharusnya ada perbedaannya, Aku siorang
tua bukannya murid Kun Lun Pay, meski benar
ilmu pedangku ini mirip dengan Thian Lo cit Sie."

1414
Kemudian ia membuat gerakan balik, dari kanan
kekiri.
Bok Lion cu mundur tiga tindak, ia merasakan
desakan yang kuat sekali, Tanpa merasa mukanya
menjadi pucat.
"Inilah jurus yang kedua" kata In Gak nyaring,
"Masih ada satu jurus pula, habis mana totiang
harus turun tangan-
Kata-kata itu diakhiri dengan gerakan yang serupa,
seperti yang pertama.
Semua orang lain mengawasi dengan perhatian penuh,
Liok Koan dan Hu Wan pun sampai melongok dari
jendela perahu.
Selama hidupnya belum pernah Bok Liong cu merasa
tegang bahkan bergelisah sebagai saat ini. ia
merasa bahwa ia telah menemui orang yang benarbenar
liehay, hingga inilah saat dari naik derajat
atau keruntuhannya ia tahu pasti orang tua
didepannya ini tentulah mempunyai lain-lain jurus
yang terlebih liehay pula.
Selagi berpikir demikian, imam ini mesti terus
mempertahankan diri. Kali ini matanya menjadi silau
oleh sinar pedang lawan, Akhirnya ia berseru,
tubuhnya mencelat, ketika ia turun, sepasang piehiat-
kwat menotok kedada orang.
In Gak bergerak dengan jurus "Ban Seng Klong Goat,"
atau "Berlaksa bintang merubung rembulan-" hingga
sinar pedangnya sangat menyilaukan mata.
Bok Liong cu terkejut melihat gerakan orang
terlebih jauh, ia membatalkan serangannya, ia
berlompat kesamping, Tapi sekarang In Gak menyusul,
terpaksa ia mesti melayani.
Mereka sama-sama tangguh maka dengan cepat
tigapuluh jurus sudah berlalu.
Selama itu, Bok Liong cu merasa ia terus terdesak.
ia mempertahankan diri, sia-sia ia coba balas
menyerang untuk menang diatas angin, ia menjadi
sulit bergerak. Dalam bergelisah, ia menggeser
tubuhnya, untuk memaksa menyerang juga, sampai tiga

1415
kali beruntun. Kelihatannya ia mendesak tetapi
sebenarnya kedudukannya tak menjadi terlebih baik.
Kecuali pedang dan pie-hiat-kwat berkilauan suara
beradunya pun saban-saban terdengar terang.
Kemudian Bok Liong cu merasa senjatanya kena
ditempel senjata lawan, ia terkejut, ia mengawasi
mendelong, mukanya sudah lantas mengeluarkan
keringat. Tak dapat ia membebaskan senjatanya itu
meski ia sudah mencoba sekuat tenaga.
In Gak bersikap sungguh sungguh, ia mempertahankan
tempelannya itu. sekarang mereka tidak lagi saling
serang, Kedua pihak mengadu tenaga dalam mereka.
(Bersambung ke Jilid 26)
Jilid 25 : Ke markas Oey-kie pay
MEREKA mengambil jalan kecil disamping pintu Sam-tianbun,
dengan lekas mereka tiba di Kim Teng. Puncak Emas dari
puncak Thian Cu Hong, Begitu tiba ditempat terbuka dan rata
disitu, dari dalam pendopo terdengarlah seruan keagamaan:
"Bu Liang Siu Hud" Suara itu tajam, bernada kemurkahan,
terus disusul dengan lompat keluarnya sesosok bayangan
manusia.
In Gak lantas melihat tegas, Bayangan itu yalah seorang
imam tua yang telah putih rambutnya, kedua matanya tajam,
tanpa b erg usar, dia terlihat keren. Dia mungkin berusia
diatas seratus tahun, Mukanya sudah keriputan tetapi dia
masih sehat dan segar, tindakannya tetap dan gesit.
Dia mengawasi kepada keempat tetamu tidak diundang itu,
terus dia bersenyum dan berkata: "Pinto yalah Thay Hian,
Puncak Thian Cu Kim Teng ini tempat terlarang, orang luar tak
dapat lancang masuk kemari, maka itu si-cu, ada urusan apa
si-cu, berempat datang kemari?"
Suara itu lunak tetapi berarti dia tak senang menyambut
tetamu-tetamunya itu.

1416
"Hm" In Gak terpaksa mengeluarkan suara dihidung, "Kami
berempat datang kemari bukan sebagai musuh dan juga
bukan sebagai sahabat, kami hanya mau menanyakan
urusannya Siauw Yauw Kek. urusan yang sudah sudah. Sikap
kami memang kurang pantas, akan tetapi mengingat totiang
orang pertapaan dan anggota tertinggi dari Bu Tong Pay, aku
percaya totiang dapat berlaku sabar, Totiang, murid-murid Bu
Tong Pay lagi menghadapi bencana kebinasaan, aku percaya,
tidak nanti hati lotiang tak tergerak karenanya. Perkara kami
lancang masuk ketempat terlarang ini, perkara kecil, harap
totiang tidak menghiraukan-nya."
Habis berkata begitu, anak muda ini tertawa riang.
Air mukanya Thay Hian berubah, sinar matanya tak setajam
tadi, Nyata ia menguasai diri untuk mencegah kemarahannya.
"Tajam suara kau, sie cu, kata katamu bernada mengejek."
ia bilang perlahan, "Pinto tidak bersaing dengan dunia,
diserangpun pinto tidak berkuatir, coba adik seperguruan pinto
berada disini, aku kuatir siecu berempat tak dapat berlalu
dengan selamat dari puncak ini"
Baru berhenti suara si imam, atau sang angin membawa
datang siulan nyaring. "Nah, itulah adik seperguruan pinto
datang" dia menambahkan-
Benarlah, dari arah puncak terlihat datangnya dua orang
yang mulanya berupa bayangan putih, tatkala mereka sudah
sampai di samping Thay Hian, terlihat merekalah dua imam
yang berusia telah lanjut, Imam yang satu lantas berkata pada
Thay Hian-
"Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek lagi
mendatangi ke Thian cu Kim Teng ini, mereka dipimpin oleh
ciangbun su-tit serta kedua murid Uy Seng dan Cie Seng, Lain
lainnya penyerang, sebagian besar telah dapat dibinasakan-
Te Sat Kie su Bok Peng telah siauwte hajar roboh dari
panggung Hui Seng Tay, entah dia sudah mati atau masih
hidup," Habis berkata dia mengawasi tajam In Gak berempat.

1417
"Semoga dengan perlindungan Couwsu ki-ta, gunung kita
ini dapat aman dan selamat" memuji Tay Hian, "Pak Beng Sam
Mo liehay luar biasa, mereka tak dapat diajak omong secara
baik-baik. Siauw Yauw Kek masih mendendam, dia pun tak
puas. Maka itu aku mau menduga mungkinlah hari ini yang
ditunjuk mendiang ciangbunjin kita bahwa satu waktu Bu
Tong Pay bakal mengalami kebencanaan besar." Setelah
mengucap itu, pendeta ini menghela napas.
Ketika itu mendadak terdengar suara keras seperti pendopo
tergetar hendak roboh dan angin santer menderu. Ketiga
imam kaget, Mereka berpaling, agaknya mereka mau
memburu kependopo, atau mereka lantas melihat keluar nya
empat orang dengan sikap tenang tenang saja, Salah satu
orang tua seorang dengan baju pendek dan singsat
dandanannya, bertubuh kecil, dan kurus, kumisnya pendek
dan jarang.
Diapun bermata satu, mata kirinya buta, tinggal mata
kanannya, tetapi mata ini tajam luar biasa, Tiga yang lainnya
yalah yang dibilang "bermata macan tutul, berhidung singa"
muka nya merah dan berewokan tebal. Mereka tidak rata
tinggi katanya, yang terang yalah mereka mirip saudarasaudara
kembar tiga.
In Gak segera berkata perlahan kepada ke tiga kawannya, "
Untuk sementara mari kita mengundurkan diri. Tak dapat kita
campur tangan urusan mereka...." Dan ia menarik tangan nya
kedua nona, untuk berlompat pergi kebawahnya sebuah
pohon cemara tua dan besar sekali dibagian tempat terbuka
itu. Disini mereka berdiam diri dengan memasang mata.
Empat orang yang muncul itu pastilah bukan lain daripada
Siauw Yauw Kek bersama Pak Beng Sam Mo, ketiga Hantu
dari Pak Beng Akhirat Utara, Mereka seperti tidak memandang
mata kepada ketiga imam, keempatnya bicara satu pada lain
sambil tertawa-tawa.

1418
Lalu terdengar pula suaranya Siauw Yauw Kek: "Tiga
saudara, rasanya buah Long bwe-sian dari Bu Tong Pay lezat
tak celaan, buah itu membikin orang ketagihan-
Hantu yang dikiri menjawab, "Long- bwe sian memang
istimewa, cuma rasanya tawar, masih kalah dengan pier dingin
dari Pak Hay"
Pak Hay, Laut Utara, yalah tempatnya si Hantu, yang
diumpa makan seperti Pek Beng, Akhirat Utara.
"Kawanan hidung kerbau dari Bu Tong Pay sangat kikir
seharusnya semua patung, perapian dan lainnya terbuat dari
emas tetapi mereka membikinnya dari kuningan melulu
Melihat itu aku jemu. Baiklah semua itu dibakar musnah saja"
Gembira mereka itu menggoyang lidah mereka, Baru
mereka berhenti ketika tiga bayangan lompat kedepan
mereka, Lantas mereka tertawa terbahak tubuh mereka
bergerak gesit, hingga dilain detik mereka sudah berdiri dibelakangnya
ketiga imam.
Atas itu Tay Hian bertiga lantas memutar tubuh, hingga
bertujuh mereka berdiri saling berhadapan, tiga belas biji mata
tajam saling mengawasi dengan sorotnya bersinar bengis.
Segala apa sunyi waktu itu, kecuali deru- nya sang angin
gunung. Baru kemudian Siauw Yauw Kek mengasi dengar
tertawanya yang nyaring seraya dia berkata: "Aku tidak
sangka sihidung kerbau Lan Seng telah menunjuki
penghargaannya kepadaku si orang she Hay Dia telah
membikin muncul ketiga Bintang dari Bu Tong Pay yang sudah
lama tak mencampuri urusan dunia Ketiga totiang Thay Hian,
Thay Biauw dan Thay Ceng, aku merasa beruntung sekali
dapat bertemu dengan kamu semua"
Thay Biauw gusar sekali, mendadak ia mengulur sebelah
tangannya untuk dengan lima jeriji-nya menyambar jalan
darah kin ceng dari orang jumawa itu. Tapi itulah gertakan
belaka, pada saat terakhir, lima jiri tangan itu justeru menotok
kekelima jalan darah ji-hu, kiu-teng, im-touw, thay- it dan kieTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1419
bun. Dari cepatnya gerakan dan perubahan itu dapatlah
diketahui liehaynya si-imam.
Diserang secara demikian, Siauw Yauw Kek tak sempat
menangkis, ketika ia berkelit sambil melengak. tangannya siimam
masih menyamber baju didadanya hingga bajunya itu
robek.
Sebelum Thay Biauw sempat menarik pulang tangannya
ketiga Hantu sudah menyerang masing-masing. serangan itu
tak kalah liehaynya dengan serangan si imam barusan-
Thay Biauw terkejut, dengan sebat ia menjejak tanah untuk
berlompat mundur, perbuatannya itu diturut lompat
nyampingnya Thay Hian dan Thay Ceng.
Hebat serangannya Pak Beng Sam Mo. Gagal mengenai
sasaran manusia, serangan itu mengenai sebuah pohon
dibelakang ketiga imam. Maka celakalah pohon itu, yang
terhajar patah dan roboh kedalam jurang disampingnya.
ooooo
BAB 20
HABIS menolongi Siauw Yauw Kek itu, ketiga Hantu berdiri
diam, wajah mereka dingin. Hanya sebentar mata mereka
yang tajam sinarnya itu berubah menjadi sayup bahkan lagi
sedetik mata itu separuh ditutup, hingga mereka mirip orangorang
suci lagi bersemedhi Thay Biauw heran, begitupunThay
Hian dan Thay ceng. In Gak pun tidak menjadi kecuali, ia tidak
mengarti. Yang mengarti yalah Siauw Yauw Kek seorang.
Dengan begitu, suasana sunyi pula kecuali siuran angin.
In Gak bersama Thay Hian terus mengawasi ketiga Hantu,
memasang mata kepada mata mereka itu. Tidak lama,
keduanya lantas mulai mengerti.
Thay Hian menjadi tertua diantara tiga Bintang, dia cerdas
sekali, Begitu ia msaf, hendak ia memberi keterangan kepada
Thay Biauw dan Thay ceng.

1420
Justeru itu, Thay Biauw habis sabar, hendak dia menerjang.
Tapi dia kalah sebat oleh ketiga Hantu, Tiba tiba Thay Hian
merasai samberan hawa dingin, ia menjatuhkan diri berduduk
terus ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menangkis
hawa dingin itu.
Thay Biauw dan Thay ceng juga lantas merasai hawa
dingin, keduanya lantas menelan perlawanan kakak mereka,
keduanya terus duduk bersila. Sambil bersila, Thay Biauw
mengebut dengan tangan bajunya.
In Gak menyuruh Siang Lok bersama kedua nona lekas
menyingkir dari puncak itu, ia sendiri menggeraki tangannya
dengan gerakan Pu te Sian-ciang, guna menolak hawa dingin
itu, sembari membela diri, ia mengundurkan diri di-sebeIah
belakang tiga kawannya itu, ia melihat muka Siang Lok bertiga
pucat, tubuh mereka menggigil lekas- lekas ia memberikan
mereka masing-masing sebutir pel Tiang Cun Tan, untuk
mereka segera menelannya.
Lekas sekali, muka mereka bertiga itu menjadi merah pula.
"Dingin luar biasa" kata siang Lok. “Jangan-jangan ketiga
imam itu tak akan dapat ber-tahan.."
Sementara itu terlihat siauw Yauw Kek mendatangi, lalu
berhenti, berdiri diam di jarak tak ada setombak didepan
mereka berempat.
"Aku justeru mau mencari kau" kata In Gak dalam hati.
"Kau mengantarkan dirimu sendiri"
Siauw Yauw Kek mengawasi sambil melirik. terus dia
menanya apa mereka berempat datang untuk membantui Bu
Tong Pay.
"Kami datang kesini untuk mencari satu orang " In Gak
menjawab "Dengan Bu Tong Pay kami tidak punya hubungan,
tak mau kami menimbulkan urusan, Hanya tuan, sukakah kau
memberitahukan she dan namamu yang mulia?"

1421
Siauw Yauw Kek tertawa, "Akulah orang hutan, sudah lama
aku tak ingat she dan namaku" sahutnya, "orang menyebut
aku Siauw Yauw Kek" Sianak muda berpura kaget
"oh, tuan kiranya Siauw Yauw Kek?" ia menegaskan
"Pernah aku mendengar sahabatku kaum Rimba persilatan
menyebut gelaran tuan itu, aku tidak menyangka disini aku
menemui tuan Aku girang sekali Tuan, dimanakah tempat
kediamanmu? Dibelakang hari pasti sekali aku akan pergi
membuat kunjungan untuk menerima pengajaran dari kau"
Siauw Yauw Kek menjadi tidak puas, ia menyangka, setelah
ia menyebut gelarannya, orang akan berlaku sangat hormat
terhadapnya siapa tahu orang adem saja,
"Aku tinggal diutara Ho Lan San, didalam hutan yang lebat"
ia menyahut seraya lebih dulu memperdengarkan suara "Hm"
yang dingin, "Disana salju bertumpuk seluruh tahun dan tak
pernah lumer itulah puncak Soat Sun Hong, yang aku
namakan sendiri Tempat itu sunyi dan mencil, tak ada lain
orang yang mengetahui. Dapatkah kau mencarinya?"
In Gak tertawa bergelak.
"Mana bisa aku tak dapat mencarinya?" sahutnya lantang, "
orang yang dicari aku yang rendah justeru ialah tuan-.."
Belum sampai In Gak bicara terus, tiba-tiba diatas puncak
terdengar suara nyaring seperti guntur, terus terlihat es dan
salju gempur dan tumpah seperti air mancur.
Siauw Yauw Kek sudah lantas lompat naik, kata katanya In
Gak itu ia seperti tidak dengar.
Diempat penjuru terlihat salju putih dan suara menggelegar
masih terdengar terus.
"Siauwhiap." berkata Siang Lok "biar bagaimana harus kita
membantu Bu Tong Pay..."
In Gak menghela napas.
"Hatiku telah menjadi tawar, tak ingin aku mencampuri lagi
urusan kaum Kang ouw" katanya masgul, "Sekarang aku telah

1422
mendapat tahu tempat kediamannya Siauw Yauw Kek, maka
itu urusan lain orang baiklah kita jangan mencampurinya...."
"Engko In," berkata Yauw Hong, yang turut bicara, "kau
masih belum membayar pulang kemala kuning si-imam
permusuhan sudah terjadi, karenanya tak seharusnya kau
berdiam saja. Kenapa kau jadi seperti kepala harimau dengan
ekor ular?"
Siang Lok menyeringai ia berkata: "Mula-nyapun aku telah
mengasi pikiran untuk siauwhiap jangan mengulur tangan,
tetapi sekarang keadaan lain Siauwhiap..." ia menunjuk
keempat penjuru dan menambahkan: "Lihat lembah itu,
disana asap mengepul naik, Mungkin kuil-kuil Bu Tong Pay
telah dibakar musnah dan murid-muridnya telah dibinasakan
maka jikalau siauw-hiap tidak turun tangan membantai
mereka, bisa terjadi orang memfitnah kau sudah bersekongkol
dengan Pak Beng Sam Mo datang menyateroni kemari, Sulit
untuk meningkat fitnah itu...."
In Gak mengelak.
"Coba tidak koancu memberi ingat ini, pasti aku melakukan
kekeliruan-" katanya, "Sekarang marilah kita naik keatas"
Pemuda ini lantas berlompat, untuk terus berlari mendaki
puncak. Siang Lok dan kedua nona menyusul.
Setibanya diatas mereka lihat ketiga tiang lo lagi
beristirahat dibawah pohon cemara tua, Pendopo sudah
miring, Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek tidak
nampak. entah kemana perginya mereka itu.
Thay Biauw melihat datangnya keempat orang, dia
membentak: "Apakah kamu datang untuk merampok tengah
orang kebakaran ?
Pintoo ada disini, belum tentu kamu nanti dapat mencapai
maksud hatimu". Imam itu segera berbangkit buat menyerang
dengan kebutan tangan bajunya.
Siang Lok maju kemuka, dengan kedua tangannya ia
menangkis, Sebagai kesudahan dari itu, keduanya mundur

1423
masing-masing setengah tindak Imam itu menjadi gusar, dia
mau mengulangi serangannya,
"Totiang" kata In Gak tawar, "apakah kau masih memikir
tak puas dengan ancaman kematianmu ini?"
Thay Biauw melengak. sedang Thay Hian dan Thay ceng,
yang turut mendengar menjadi heran, Thay Biauw menunda
sarangannya, ia mundur lagi setengah tindak. "Hm" ia
perdengarkan suara gusarnya. "Sie cu, kau terlalujumawa
Pinto..."
In Gak lantas memegat, ia berkata bersenyum: "Totiang,
janganlah salah paham atas kedatangan kami ini, jangan
kamu menyangka kami hendak mencari permusuhan Barusan
Totiang bertiga telah menempurPakBeng Sam Mo, totiang
berhasil memperoleh kemenangan dengan mengundurkan
mereka, meski demikian, totiang bertiga sudah terserang
hawa dingin Han-peng cin-khie dari ketiga Hantu itu dan
sekarang hawa yang beracun itu sudah mulai masuk kedalam.
oleh karena lotiang mahir ilmu tenaga dalam, serangan itu
masih belum terasa, tetapi selewatnya dua belas jam, pasti
totiang akan merasakannya, sampai itu waktu, dewa pun tak
dapat sanggup menolongnya...^" ia berhenti sebentar, akan
mengawasi Thay Biauw dengan roman yang merasa
berkasihan, ia menambahkan-
"Lebih-lebih kau, totiang, karena kau b erg usar,
serangannya racun lebih hebat pula mungkin hanya lagi enam
jam darahmu akan sudah mulai beku, setelah terserang hulu
hatimu, kau bakal mati tak tertolong lagi, jikalau totiang
bertiga percaya aku coba kamu menyalurkan napas kamu,
pasti kamu akan merasai sesuatu perubahan-"
Ketiga imam itu terperanjat. Dengan lantas mereka
menyalurkan napas mereka. Benar-benar mereka merasakan
jalan napas tidak lurus lagi, bahkan terus terasa hawa dingin
yang membuat mereka pada menggigil. "Bagaimana?" tanya
In Gak bersenyum.

1424
"Sie cu benar terdiam matamu" kata Thay Hian, kaget
heran dan kagum, "Pinto sudah berusia lanjut, mati pun tak
harus dibuat sayang, harus disayangi yalah Bu Tong Pay. Pak
Beng Sam Mo telah terhajar kami tetapi mereka tidak terluka,
kami kuatir mereka datang pula. jikalau benar mereka
menyerbu lagi, celakalah kami semua, Sie-cu kau liehay, kau
tentunya murid seorang pandai yang lagi mengasingi diri,
pinto minta sukalah kau berdiam disini untuk membantu
kami."
Mendengar permintaan itu, In Gak menjadi masgul, Tak
ingin ia mencampuri urusan mereka itu, Tetapi ia lantas
mendapat pikiran maka ia tertawa dan berkata: "Aku yang
rendah tidak punya kepandaian, sulit untuk aku memberikan
bantuanku, tetapi untuk menolongi totiang bertiga, aku akan
coba, Totiang telah menjadi kurban hawa dingin Han-peng
khie, sekarang silahkan totiang bertiga menempel telapakan
tangan lotiang kepada punggung masing-masing, untuk
menyalurkan hawa panas Sam- yang Cin-hwe, guna mengusir
hawa itu, Aku percaya selewatnya satu jam pasti akan ada
hasilnya.
Ketiga imam itu heran, sederhana kata-kata orang tetapi
berarti, Mereka sendiri tidak ingat cara pengobatan itu Thay
Hian hendak memberikan pujiannya ketika ia melihat sianak
muda mengeluarkan kemala kuning seraya men-dahulukan
bicara katanya: "Tadi selagi kami mendaki gunung ini telah
terjadi salah mengarti diantara kami dengan Lan Seng Ie-su.
Duduk- nya begini. ..." ia menjelaskan semua, habis itu sambil
tertawa ia menambahkan.
"Mendaki gunung dengan membawa pedang memang
berarti melanggar aturan disini, dalam hal itu aku yang rendah
mengaku sudah berbuat salah, maka sekarang kami
menghaturkan maaf kami, inilah kemalanya Lan Seng Ie-su,
aku minta totiang bertiga sukulah menerima untuk
dikembalikan kepadanya."

1425
In Gak menghampirkan, untuk menyerahkan kemala itu
kepada Thay Hian-
Imam itu menggeraki alisnya, hendak ia bicara, tetapi si
anak muda segera mencegah dengan menggoyangi tangan,
katanya pula sembari bersenyum: "Sekarang ini kuil lotiang
telah runtuh delapan atau sembilan bagian, dalam sepuluh
dan murid-murid kamu tengah bertempur dalam darah Musuhmusuh
yang datang buka melainkan Pak Beng Sam Mo dan
Siauw Yauw Kek tetapi juga Kiong Lay Pay.
Dalam hal lotiang ini aku yang rendah merasa malu sebab
aku tidak dapat memberikan bantuan kami, maka itu sekarang
baiklah lotiang bertiga mengutamakan pengobatan diri sendiri,
nanti kalau Pak Beng Sam Mo datang pula, baik totiang
menyambutnya dengan cara berkelahi Samgoan Kauw-kek
dan Thian Te Jin Tan hoan supaya mereka tidak dapat ketika
memperoleh bantuan- Secara begini saja totiang bakal
mendapatkan kemenangan- Demikanlah kata-kataku Sampai
kita bertemu pula"
Habis berkata begitu, dengan berseru, "Mari" In Gak
mengajak tiga kawannya berlari pergi turun dari puncak^
Bu Tong Sam Lo melihat gerakan orang demikian sebat,
mereka kagum.
Sembari turun gunung itu, dimana yang ia bisa, diam-diam
In Gak membantui pihak Bu Tong Pay, tapi selama itu ia terus
menjadi pendiam, Yauw Hong dan siang Bwe tidak puas
mereka menjadi masgul, Diam-diam mereka minta
bantuannya siang Lok akan tetapi imam itu bilang, nanti
malam saja mereka bicara pula.
Diwaktu magrib In Gak berempat tiba di Lauw-ho-kauw
dimana mereka lantas bermalam dihotel Tiang Hin. Sianak
muda mengambil kamar seorang diri, berteman dengan
sebuah pembaringan ia rebah dengan mata melongo, ia terus
tidak bergembira. ia berpikir tapi semua yang terpikirkan ya la

1426
h hal-hal yang membikin hatinya tidak tenteram. Semua
pengalamannya ia anggap tidak memuaskan hati-nya. Tibatiba
terdengar ketukan pada daun pintu. "Siapa?" ia tanya.
"Aku" sahut suara diluar suaranya Yauw Hong, "Engko In,
dapatkah aku masuk?" In Gak bergerak untuk berduduk.
"Kenapa tidak dapat?" ia menyahut, "Pintu pun tidak
dikunci."
Daun pintu lantas terbuka dengan berbunyi disana terlihat
Nona Kang bertindak masuk bersama-sama Nona Lo. Siang
Lok tidak turut bersama, Kedua nona itu mengerutkan alisnya
masing-masing dan mata mereka lesu, sinarnya mengandung
penasaran-
In Gak berduka melihat roman orang itu. ia tahu sebabnya
itu. Kedua nona lantas duduk dibangku kecil didepan
pembaringan.
"Engko In, selama beberapa hari ini kau senantiasa
berduka, apakah sebabnya?" Yauw Hong tanya suaranya
lemah. "Dapatkah kau memberi keterangan pada adikmu ini?"
Tanpa dapat dicegah lagi air matanya nona ini mengucur
turun, maka juga matanya
siang Bwe turut menjadi merah.
In Gak berdiam, ia bingung, ia tidak sangka si nona berani
menanyakan demikian-Sekian lama ia bungkam, akhirnya ia
menghela napas.
"Aku mengarti hatimu, nona-nona," katanya, sabar, "Aku
pun manusia bukannya rumput, hanya selama ini
pengalamanku buruk sekali, aku menyesal karena aku
membuat kegagalan diri sendiri, sekalian aku membikin gagal
juga lain orang."
"Engko In kau tidak menggagalkan diri-mu," kata Yauw
Hong cepat. "Kaupun keliru jikalau kau mengatakan kau telah
membikin gagal, Semua itu karena suka kami sendiri Engko
In, apakah kau akan hendak tolak kami? Tidak. Engko kecuali
kami masuk menjadi pendeta Sehelai benang, telah mengikat

1427
dua ekor balang, keduanya tak dapat dipisahkan lagi satu dari
lain"
In Gak melengak. Akhirnya ia pikir, "Buat apa aku berkukuh
lagi? Baiklah aku berserah kepada takdir percuma aku
menderita tidak keruan, toh tak dapat aku membebaskannya."
Maka ia lantss bersenyum. ia kata, “Jikalau kedua adik
mengatakan demikian, baiklah itu berarti rejekiku besar bukan
main cuma aku kuatir aku tak sanggup membahagiakan
selama-lamanya"
Mukanya kedua nona menjadi merah mereka melirik sambil
mendelik.
In Gak seperti mendapat pulang kegembiraannya, ia lantas
memasang omong dengan asyik, Dapat ia bergurau hingga
kedua nona itu saban-saban tertawa.
Sampai jauh malam masih tiga orang muda ini berbicara,
sampai mendadak daun pintu ditolak terbuka dan satu
bayangan orang masuk kedalam kamar. Mulanya In Gak
terkejut tapi segera alisnya terbangun, romannya girang
bukan buatan
"Lui Jieko" ia berseru: "oh, bagaimana kau bikin aku
bersengsara mencari kau" Hanya sebentar lenyap
kegembiraannya itu. Habis si Lui Jieko tidak ada orang lainnya
yang mengintilnya. Tidak ada Hu Liok Koan dan Hu Wan-
Maka ia lantas menanyai "Mana mereka ?"
Lui Siauw Thian melihat Yauw Hong dan Siang Bwe, ia
tertawa.
"Kamu baik, nona-nona?" dia menegur, Tapi, tanpa
menanti jawaban, ia menghadap adik angkatnya, akan
memperlihatkan roman sungguh-sungguh. ia kata: "Lui Lo-ji
turut Hu Tayhiap dan nona Wan dari Tiang Pek San menuju ke
Bu Tong San, setibanya di Kiap-kiauw-tin, menyesal sekali Lui
Lojie berlaku alpa, dia telah menemahai beberapa cawan arak.
kesudahannya dia menjadi kurbannya satu pencoleng Pedang

1428
ditangannya Nona Wan telah kena dicuri. Kami bertiga lantas
membuat penyelidikannya, hasilnya tidak ada"
Hu Tayhiap dan Nona Wan bingung sekali merekapun letih
bekas diperjalanan, kesudahannya keduanya jatuh sakit
hingga mereka musti rebah dirumah penginapan Lui Lo-jie
mengundang tabib tetapi sakit mereka tak mau sembuh juga,
hingga aku menjadi berkuatir dan bingung. Seorang diri aku
lantas berangkat ke Bu Tong San- Apa mau aku tiba di sana
selagi Bu Tong Pay mengalami malapetaka besar, kuil-kuilnya
hancur luluh mayat mayat bagaikan bertumpuk tumpuk.
Ketika aku pergi ke- Lam thian bun, disana aku melihat
bergeraknya tubuh empat orang, yang terus menyembunyikan
diri dibawah pohon cemara dibawah jurang Thay cu-giam.
Mataku awas, aku lantas mengenali kau, shate, maka aku
lantas menyusul terus sampai di Lauw ho-kauw nio.”
Justeru siauw Thian berhenti bicara, justeru Siang Lok
muncul. Imam itu lantas
memberi hormat seraya berkata: "oh, Lui Losu, benar sekali
bunyinya pepatah manusia hidup itu ditempat mana yang
mereka tidak bertemu Pintopun telah mengikuti Siauwhiap
sampai disini mungkin Lui Losu tidak menyangka bukan?"
Keduanya lantas saling menjabat dengan erat.
In Gak mengerutkan alis, "Sekarang ini dimana adanya Hu
Tayhiap berdua?" ia tanya.
"Mereka berada- tak jauh dari sini, cuma seperjalanan satu
jam," sahut Siauw Thian. " Didalam kota Kok-shia."
"Mari kita pergi sekarang juga" kata si-anak muda, yang
lantas mengambil Thay oh. siauw Thian heran, ia mengawasi
dengan mata membelalak.
"Bukankah Lui Losu heran pedang Thay oh berada
ditangannya siauwhiap?" tanya Siang Lok. "Mari kita berjalan,
nanti sambil berjalan aku menjelaskannya. Ditengah jalan
kitapun menjadi tidak bakal kesepian-"

1429
Yauw Hong dan Siang Bwe mengikut, maka itu malammalam
berlima mereka melakukan perjalanan menuju ke kota
kecamatan Kok-shia.
XX
HARI masih pagi ketika di sungai Han Sui terlihat sebuah
perahu besar sedang berlayar. Penumpangnya cuma tujuh
orang, tua dan muda tak sama usianya, Mereka bukan lain
daripada In Gak serta rombongannya di tambah Hu Liok Koan
dan Hu Wan- Yang beda yalah roman mereka.
In Gak menyamar sebagai seorang tua usia lebih kurang
enampuluh tahun, Ketiga nona nampak sangatjelek. mirip
dengan Bu Yam dijaman Liat Kok. Hu Liok Koan, Lui Siauw
Thian dan Siang Lok turut mengubah muka mereka.
Bagian timur dari sungai Han Sui itu termasuk ujung
pegunungan Tay Hong San- itulah wilayah pengaruhnya oey
Kie Pay, partai Bendera kuning. In Gak tidak mau bentrok
dengan partai itu sebelum ia bertemu dengan cong Sie
sebelum mereka bertemu di He-kauw.
Pula anak muda itu hendak mentaati pesan Beng Liang
Taysu,jadi kecuali sangat terpaksa, tak mau ia menurunkan
tangan- Supaya orang tidak mengenali mereka, mereka
memakai topeng itu.
Disaat itu air sungai tenang. Ada banyak perahu lainnya
yang berlayar milir dan mudik. Dikedua tepi, didarat, ada
perkampungan dengan sawah kebunnya disepanjang jalan,
maka juga disana tampak tukang-tukang kayu serta nelayannelayan
dengan tudung rumput mereka, pemandangan itu
cocok untuk dilukis menjadi pigura atau digubah menjadi
syair.
Biar bagaimana In Gak toh memikirkan soal bentrokan yang
mendatang dengan oey Kie Pay. Ia masgul kalau ia ingat soal
bentrokan itu. Supaya tak usah duduk menganggur dan
menjadi pepat pikiran karenanya, ia mengajak siauw Thian

1430
dan lainnya membicarakan soal ilmu silat, ia memberi
petunjuk-petunjuk yang ada gunanya untuk pertempuran
mereka nanti.
Pada waktu magrib, perahu mereka berlabuh di He-kauw
diseberangnya, Sore itu mereka bersantap didalam perahu.
Tengah mereka menangsalperut itu, mereka mendengar suara
orang berkaok-kaok dari tepian: "Tukang perahu, tukang
perahu Adakah perahumu ini untuk He-kauw?"
Suara orang itu parau.
siauw Thian mendengar suara itu, ia mengawasi In Gak. ia
berkata, "Lao Sam, ada
usaha yang menguntungkan yang datang sendiri, tak dapat
kau menolaknya."
In Gak mengawasi kakak angkatnya itu, ia berdiam saja.
"Benar perahu kita untuk ke He kauw" terdengar suara
awak perahu, "Tapi perahu kita disewa borongan Tuan tuan,
tolong kamu menyewa perahu lain"
Lui siauw Thian bangun berdiri, ia ngoceh sendirian "
Kawanan setan kerbau dan hantu ular, semuanya telah datang
kemari, maka aku Lui LoJie, aku bakal melihat keramaian”
Lantas ia bertindak keluar perahu.
In Gak tahu kakak angkat itu membenci kejahatan seperti
membenci musuh, oleh karena ia kuatir kakak itu naati
menerbitkan onar, ia menyusul keluar, Tepat itu waktu mereka
mendengar pula orang tadi ditepian, suara seperti orang
banci.
“Jangan kau ngaco belo. Tuan-tuan besarmu penuju
perahu ini Tukang perahu kau suruhlah sekalian penumpang
mu pada keluar"
Siauw Thian dan In Gaksudah lantas berada diluar perahu,
Mereka melihat empat orang berdiri digili-gili. Mereka juga
melihat tukang perahu ketakutanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1431
Orang dengan suara parau itu berdandan singsat, tubuhnya
jangkung dan kurus, Dia bersikap keren, Dikiri dan kanannya
berdiri mengapit dua orang, yang pakaiannya seragam yaitu
baju kuning yang panjang dan gerombongan cuma tubuh
mereka itu tak sama yang satu tinggi dan besar, mukanya
lebar alisnya putih kumisnya merah, dan yang lainnya kate
dan mulutnya lancip.
Orang yang ketiga terpisah sedikit jauh dari mereka itu
bertiga, dia beroman keren, kumis dan jenggotnya pendek,
sikapnya tenang, matanya mengawasi kemuka air. Dipundak
mereka semua terlihat menggendol senjata masing-masing.
"Yang bicara barusan itu," kata Siauw-Thian perlahan, pada
In Gak. "Dialah Yan Bwe Kim-su In Ho si Tombak Emas Ekor
Walet atau Kheng-bun. Dua yang mengapit itu, yang kate dan
yang jaagkung, Lwe Hong San Siang Kiat, dua jago dari
gunung Lwe Hong San-
Yang jangkung yaitu Mo-thian Lo cia Kim Le ceng si Lo cia
Merabah Langit, dan yang kate cu-te Poankoan ong Kit si
Hakim Setempat. Yang bersendirian itu yalah chong Gouw -
sek hong Kle su Loa Tiauw Goan, si Mahasiswa dari puncak
sek Hong clong Gouw, Dia licik dan telengas, kegirangan dan
kemarahannya tak dikentarakan, hingga sering dia mencelakai
orang diluar sangkaan- Dia lihay. Denganku dia bermusuh..."
In Gak mengangguk perlahan, pembicaraan diantara
tukang perahu dan Kheng bun it Koay tidak berhenti sampai
disitu, siluman dari Kheng-bun tidak mau mengerti, dia
memaksa hendak menyewa perahu orang.
Maka itu, ketika siauw Thian berdua muncul, tukang perahu
itu berkata. "Tuan, penyewa perahu itu sudah keluar, kau
bicara sendiri dengan mereka itu, asal mereka setuju, aku
turut saja"
Keng-bun it Koay memang telah melihat keluarnya dua
orang itu dari dalam gubuk perahu, ia mengawasi mereka, ia
menegur dengan mengawasi dengar suara paraunya yang tak
nyata.

1432
Siauw Thian dan In Gak tidak menghiraukan orang, berdua
mereka bicara terus dengan perlahan- Sikap ini membikin
orang menegur pula, Masih mereka berdiam, maka si siluman
menjadi mendongkol.
"Eh, tua bangka, kau dengar apa tidak?" dia menegur
keras.
Siauw Thian berpaling, dengan roman dingin ia mengawasi
si Siluman-
"Aku cuma mendengar dua kali suara parau" ia menjawab,
"Mana aku siorang tua ketahui kau memanggil siapa?"
Kheng bun it Koay gusar, ia memang paling tak senang
orang menyebut suara paraunya itu yang tak sedap untuk
telinga, mukanya lantas menjadi merah.
"Tua bangka, memang kau sudah bosan hidup" dia
menegur "In Toaya hendak bicara dengan kau supaya kau
suka menyerahkan dua ruang perahu untuk kami, sedang
uang sewanya kita bayar seorang separuh Setujukah kau?"
Siauw Thian menjawab dingin- "Mati atau hidupnya aku
siorang tua ada Raja Akhirat yang mengurusnya, tak usah kau
yang mencapekan hati Tentang penyerahan dua buah dalam
perahuku ini, aku minta jangan menyebut-nyebutnya pula
Duduk bersama dalam sebuah perahu dengan kamu bangsa
memuakkan cuma-cuma membikin mendongkol saja Tak
dapat aku siorang tua menggunai uangnya untuk membeli
rasa muak itu”
Kheng- bun it Koay menjadi gusar, ingin dia menghajar
Siauw Thian guna melampiaskan kemandongkolannya itu,
tetapi ia tidak berani turun tangan, ia melihat Siauw Thian tak
mirip-nya orang mengerti silat, hingga ia kuatir nama
besarnya menjadi rusak andaikata orang ketahui ia menghina
seorang tua yang tak berdaya. ia menyabarkan diri.
Mo-thian Lo cia Kim Le ceng sebaliknya sudah lompat
keperahu, dengan sikap dingin dia mengawasi Siauw Thian

1433
dan ln Gak. dia tidak melihat sesuatu yang mencurigai lalu dia
maju mendekati.
"Lotiang," ia kata bersenyum, "ini saudaraku she In kasar
sikapnya, aku harap lotiang suka memaafkan dia. sebenarnya
perlu sekali kami pergi ke He- kau- maka itu sukalah lotiang
berlaku baik dengan membagi dua ruang untuk kami .."
"Itulah tak berarti," kata Siauw Thian ter-tawa, "hanya aku
tidak mengerti sekali, Disana ada berlalu belasan perahu
lainnya, kenapa kau justeru arah perahu kami ini? sebenarnya
kau mengandung maksud apa? coba kaujelaskan-
Kim Le ceng membuka mulutnya tanpa ia dapat menjawab,
ia dan kawannya cuma penujui perahu yang besar, lain tidak.
Siapa tahu mereka kebogehan dan terhina, Lantas ia menjadi
gusar.
"Tua-bangka kau sangka aku siorang she Kim orang macam
apa?" katanya keras.
"Aku tak perduli kamu orang apa" Siauw Thian jawab, ia
pun bersikap keras, "Mengenai soal membagi ruang, baiklah
kau- tak usah membuka mulutmu"
Le ceng tertawa.
"Tua-bangka, kau mencari mampusmu sendiri" katanya,
Lalu dengan tenaga tiga bagian, ia menyampok. ia gusar
tetapi ia cuma ingin orang terluka sedikit.
Siauw Thian tidak menangkis atau melawan, dengan
tindakan biasa ia menggeser tubuh, terus ia memandang In
Gak dan berkata: "Lo Sam, ini anak muda sangat tidak tahu
aturan, baik kau tolak dia"
Itulah cara berkelit yang wajar, hingga-orang tak dapat
menyangka jelek.
Le ceng heran hingga ia melengak, Pikir-nya: "Aku tidak
menyerang hebat tetapi cukup cepat, "Benarkah dia begini
kebetulan berkelitnya?"
In Ho pun heran, ia tidak melihat Siauw Tbian sengaja
berkelit.

1434
Ketika itu cuaca mulai gelap. nelayan-nelayan telah pada
memasang api, Angin meniup halus.
Didarat ong Kit bersama Loa Tiauw Goan menjadi hilang
sabar, yang pertama lantas berkata nyaring: "Kim Lo-cia, buat
apa adu lidah Tak dapatkah kau ajar adat saja tua- bangka
itu?" ia berlompat keperahu diturut kawannya.
Belum lagi dua orang itu sampai diperahu mendadak
mereka merasai lutut mereka sakit sendirinya, hingga lenyap
tenaga mereka, hingga tanpa merasa keduanya jatuh kecebur
diair. Sia-sia belaka mereka mencoba mempertahankan diri.
Kim Le ceng dan In Ho menjadi bingung, Mereka tidak
dapat menolongi sebab mereka tidak bisa berenang, Terpaksa
mereka minta tolong kepada awak perahu.
Sementara itu Siauw Thian berkata dingin, "Sudah sahabat
sahabat, sudah jangan kamu main gila didepan aku siorang
tua Mana dapat kamu main perintah orang?"
Dua orang itu bingung terpaksa keduanya lompat keair
dipinggiran, Syukur pinggiran itu dangkal kendati begitu,
mereka mesti mengeluarkan tenaga untuk menyeret dua
kawannya untuk dibawa naik kedarat.
Loa Tiauw Goan dan ong Kit tertotok jalan darahnya tetapi
mereka tidak tahu itulah jalan darah yang mana, meski
demikian, tahulah mereka sekarang bahwa diatas perahu itu
ada orang liehay.
Kheng-bun it Koay dan Kim Le ceng bermupakat sebentar,
lalu keduanya berlalu dengan cepat sambil masing-masing
menggendong satu kawannya.
Ketika itu didalam perahu, In Gak sesalkan Siauw Thian,
sang kakak- angkat, yang dikatakan tidak karuan-karuan
mencari gara-gara, ia kuatir karena onar itu, disebelah depan
mereka akan menemui urusan yang memusingkan kepala.
Mata siorang she Lui mendelik.

1435
"Lo Sam, apakah kau tak tahu tabiatnya Lui LoJie?" dia
tanya, "Aku toh dikenal kaum Kang ouw sebagai si arwah
yang buyar"? Loa Tiauw Goan telah membinasakan sahabatku,
sudah sepuluh tahun dia menyembunyikan diri, tak pernah dia
muncul hari ini dia bertemu denganku mana dapat aku diam
saja?"
In Gak tetap tak puas. "Bukankah baik kau bunuh saja
padanya?" tegurnya pula, "Apa perlunya mempermainkan
mereka ?"
Mata Siauw Thian mendelik pula, "Siapa bertemu dengan
Lui LoJie, jangan harap dia mau enak saja" katanya, "Lo Sam,
kau pernah lihat atau tidak kucing menerkam tikus?"
Melihat lagak orang dan mendengar suara-nya, ketiga nona
tertawa geli. In Gak kewalahan, ia tertawa dan mengangkat
pundak...
Ketika itu pemilik perahu dan awaknya berbicara kasakkusuk.
lalu sipemilik masuk ke dalam perahu untuk terus
berkata: "Tuan-tuan, peristiwa barusan dapat berubah
menjadi onar. Diwilayah suagai Han sui ini, orang oey Kie Pay
terdapat dimana-mana dan yang barusan itu mungkin mereka
adanya. Kami tidak dapat bertanggung jawab, maka itu...
maka itu..."
In Gak tertawa, Jangan kau kuatir" katanya, wajar. "Segala
apa kamilah yang menanggung silahkan kau keluar"
Pemilik perahu itu bergerak bibirnya, matanya mengawasi,
tapi akhirnya ia ngeloyor keluar dengan membungkam.
Yauw Hong menyibir, ia berkata: "Lui Lo-su, kau bicara
besar Bukankah kau cuma mengandalkan apa yang engko In
bilang Leng Khong Tie-hiat yaitu, ilmu menotok jalan darah
ditengah udara? coba orang bersiap lebih dulu... Hm Hm..."
Siauw Thian menggeleng kepala, "Nona yang baik siapa
yang tak ketahui liehaynya engko In-mu ini?" katanya, "Kau
berbuat baiklah padaku, jangan kau bikin aku malu Aku bilang,

1436
masih banyak harinya yang kau membutuhkan bantuanku -
Nona, coba bilang, perkataanku ini benar atau tidak?"
Yauw Hong jengah, juga Siang Bwe. Kedua-nya mendelik
kepada orang she Lui itu yang pandai menggoda.
Malam itu dilewatkan dengan tidak terjadi sesuatu. Tadinya
In Gak cemas, tak dapat ia tidur nyenyak Ketika paginya
bersama Siauw Thian ia pergi keluar, mereka saling
mengawasi.
Didepan mereka kabut tipis hingga mereka bisa melihat
tegas bahwa mereka berada sendirian ditepian itu. " Kecuali
perahu mereka, semua perahu lainnya telah pergi entah
kemana, Yang aneh lagi yalah pemilik perahu dan awaknya
jongkok berkumpul dikepala perahu, semua bungkam.
Siauw Thian, yang banyak pengalamannya segera dapat
membade sebabnya itu, ia lantas tertawa terbahak dan
berkata nyaring: "Lwe Hong San Siang Kiat tidak main
membokong, kamu benar laki-laki sejati Kenapa kamu tidak
mau memperlihatkan diri untuk kita membuat pertemuan?"
Baru berhenti perkataan itu atau ditepian terlihat
munculnya lima orang, Yang empat yalah yang kemarin ini
dan yang kelima seorang imam denganjubah hijau, hidungnya
besar mukanya lebar, kumisnya jarang, dan dipunggungnya
tergemblok sepasang pie-hiat-kwat, semacam senjata peranti
menotok jalan darah.
Siang Lok terperanjat melihat imam itu, ia lantas membaiki
In Gak: "Imam itu yalah Bok Liong cu dari gunung Kui San di
Kwietang Utara, dia liehay ilmu silatnya yang diberi nama Thay
It Kie-bun, hingga dia pernah menjagoi. Sudah lama dia tidak
pernah muncul, siapa tahu dia berada disini, Baiklah siauwhiap
waspada terhadapnya."
Ketika itu Yauw Hong dan Siang Bwe keluar dariperahu,
Liok Koan dan Hu Wan tidak turut, Mereka baru sembuh dan
mentaati pesan In Gak untuk jangan keluar bersama.

1437
Dengan munculnya lima orang dari Lwe Hong San itu, In
Gak berlima lantas lompat kedarat untuk menghampirkan.
Kegesitan mereka mengagumkan pihak sana.
Kheng-bun It Koay lantas menanya: "Kita tidak bermusuh,
kenapa tadi malam kami di bokong?"
"Siapa yang membokong kamu ?" tanya Siauw Thian,
tertawa dingin. "Siapa saksinya?"
It Koay bungkam, ia tahu pihaknya dicurangi Tiauw Goan
dan ongkit dibokong, tetapi benar tidak ada saksi yang
melihatnya. Mukanya menjadi merah. Kim Le ceng maju
kedepan dia tertawa.
"Tadi malam memang kita yang bersalah," ia kata
mengaku, "Baiklah kita jangan berdusta, kita tahu sama tahu,
Adik seperguruanku ini serta Loa Tayhiap telah dicurangi, kami
tidak puas, dari itu marilah kita main-main buat beberapa
jurus. Kami bukan hendak merebut muka terang, hanya untuk
mengikat persahabatan saja."
Sepasang alisnya Siauw Thian terbangun, hendak ia
menjawab, atau In Gak sudah mendahului.
"Kim Losu ngomong terus terang, aku si orang tua
kagum..." katanya. Mendengar kata-kata, "aku siorang tua,"
kedua nona tertawa geli.
In Gak menyamar menjadi orang tua, ia mesti bawa
lagaknya seorang tua juga, ia mengerutkan alis tetapi ia
meneruskan "Hanya-lah losu sudah menduga duga saja, Kami
tidak membokong Loa Tayhiap berdua kecemplung keair
kebetulan saja, sebagian disebabkan hati mereka panas.
Memang yang paling sulit untuk orang yang meyakinkan ilmu
silat yalah kesabaran dan penyaluran napasnya, penyaluran
jalan darahnya yang dinamakan kedua nadi jim dan tok.
Mudah sekali kedua jalan darah itu tertutup dan mandek.
Rupanya selagi berlompat, Loa Tayhiap berdua terganggu
jalan darahnya itu yang tak tersalurkan tiba-tiba, --keterangan

1438
itu beralasan, Tiauw Goan dan ong Kit saling mengawasi,
didalam hati mereka kata.
"Benar beralasan tetapi benarkah terjadi hal demikian
kebetulan?"
Siauw Thian mengetahui maksud In Gak tak menanam bibit
permusuhan.
Selagi kedua pihak berdiam, si imam hidung besar kata
dingin, " Kata- kata itu dapat memperdayai aku Sudah ribuan
tahun, belum pernah aku mendengar serupa peristiwa itu.
Kalau orang Rimba persilatan tak dapat menyalurkan kedua
jalan darahnya itu, siapakah yang berani muncul dalam dunia
Kang ouw? Aku merasa malu untuk kedustaan dan kepandaian
licik kamu itu"
Itulah hinaan tetapi In Gak menyambutnya sambil
bersenyum. Yauw Hong sebaliknya hingga dia lantas
membentak. " Imam jelek. jangan bertingkah Apakah kau kira
kami jeri? Bilang terus terang, dipihak kami ini, siapa pun
bukan tandingan kau"
Matanya imam itu mendadak bersinar bengis.
"Nona tak malu kau omong besar" katanya. "Aku bukan
jago nomor satu dikolong langit ini tapi sedikit orang yang
dapat menandingi aku pandanganmu yalah pandangan katak
dalam tempurung Tak dapat aku memberi ajaran kepada kau,
disini ada orangnya yang tepat" Dan ia menoleh kepada Loa
Tiauw Goan-
Sek Hong Kiesu Loa Tiauw Gan memang keponakan murid
imam itu. Dia lantas maju kedepan dan berkata sambil
tertawa, "Enso, beritahukan she dan namamu Aku si orang
she Loa tak sudi melukai orang tak berkenamaan"
Mukanya Yauw Hong menjadi merah ia gadis remaja tapi
dipanggil "enso"- seorang yang telah menikah, Tapi ia berkata
nyaring, " Untuk sekarang ini sukar aku memberitahu-kannya
sebentar saja setelah kau kecemplung pula, itu waktu tentu

1439
masih belum terlambat" Tak dapat tidak. Tiauw Goan jadi
mendongkoL
"Kau mencari mampus, jangan kau sesalkan aku" katanya
nyaring, Dengan tangan kiri, dengan lima jari terbuka, ia
segera menotok jalan darah klok-tie dilengan kanan si nona,
sedang dengan tangan kanannya, ia mengincar jalan darah
sim-jie nona itu.
"Kurang ajar" membentak sinona, ia tidak berkelit, ia
justeru balas menyerang.
Mulanya kedua tangannya diluncurkan sambil membuka,
baru ia menotok dikedua siku lawan Loa Tiauw Goan kaget
hingga ia mesti mencelat mundur Siauw Thian memandang In
Gak sambil tertawa.
"Tak ku sangka Nona Kang dapat belajar cepat sekali."
pujinya, "Boleh dibilang baru setengah harian tetapi ia sudah
dapat menggunai ajaranmu tepat sekali"
Dipihak sana orang pun kagum dan heran, bahkan Bok
Liong cu menanya dirinya sendiri, tipu silat itu ilmu silat
perguruan yang mana...
Tiauw Goan panas hatinya, habis mundur segera ia maju
pula, ia penasaran dan tidak takut, Segera ia mendesak.
kedua tangannya menyamber-nyamber.
Yauw Hong mendapat hati, hatinya jadi tambah besar, ia
pun melawan dengan hebat, Belum dua puluh jurus, lawannya
sudah terdesak. dia repot menangkis atau berkelit tak
hentinya,
Bok Liong cu mengerutkan alisnya, ia heran dan cemas
hati.
Selagi merangsak itu tengah orang kelabakan, Yauw Hong
menotok dengan tangan kirinya, ia mengarah jalan darah hok
kiat. Totokannya itu menuruti jurus "Bintang mengejar
rembulan"
Tiauw Goan kaget dan bingung, ia berkelit kekiri, Atas itu si
nona menyusuli dengan jurus "Macan tutul emas
mengeluarkan kuku-nya" tangannya meluncur kedada orang,

1440
Biar-nya dia lompat, orang she Loa itu toh tak luput, maka itu
dia terhuyung, napasnya sesak.
Dengan tertawa seram, Bok Liong cu lompat mencelat
kearah sinona. Justeru dia berlompat, In Gak berlompatjuga,
Maka berdua mereka bentrok, habis mana dua-duanya samasama
mencelat mundur.
Imam itu melihat, meski Tiauw Goan kalah, dalam ilmu
silat, sinona tidak unggul banyak maka ia percaya, kalau ia
lompat menerjang, ia akan berhasil mencekuk lengan nona
itu, siapa tahu, ia dirintangi si "orang tua." ia menyambar
lengan kanan sinona, tapi lengan kanannya yang kena
terbentur tangan siorang tua, terus lengan itu terasa lemas.
Maka ia mundur dengan kaget dan heran, Hanya sejenak.
la kata dingin, "Keluarku ini justeru untuk menemui orang
liehay, maka hari ini aku bersyukur bertemu dengan kau, tuan
Dapatkah aku mengetahui she dan nama besar mu?"
In Gak bersenyum.
"Akulah orang biasa saja, tak suka namaku nanti mengotori
pendengaranmu," ia menjawab, "Kita tidak bermusuhan, buat
apakah kita menanamnya?"
Bok Liong cu berdiam, agaknya ia tertarik dengan kata-kata
orang, Tapi Tiauw Goan penasaran dia menggosok Kheng-bun
it Koay Siluman dari Kheng-bun sudah lantas lompat maju,
untuk menerkam Yauw Hong.
Dia berlompat dengan jurus "Naga terbang naik ke langit",
dia menggeraki kedua tangannya.
Nona Kang kaget, ia tidak menyangka orang bakal
menyerang ia. Tapi ia tidak gugup ia tidak takut, bahkan ia
pun lompat mencelat guna menyambuti, ia hendak menabas
kedua lengan penyerangnya itu dengan tipu sifat "Memotong
otot, memutus nadi".
Selagi si nona berlompat, Tiauw Goan yang penasaran turut
menyerang juga, ia berlompat sambil meluncurkan tangan

1441
kirinya, sedang tangan kanannya menimpukkan Sembilan
potong uang tembaga, ketika itu dada sinona lagi berbuka.
Bok Liong cu melihat sepak terjangnya sang keponakan
murid, dia kaget, dia berseru, "Tiauw Goan, jangan-
Peristiwa berlalu cepat sekali. Bentrokan terjadi, dua tubuh
roboh saling susul, balik satu tubuh lain, yang lincah mencelat
baik kesisinya Nona Lo dimana dia berdiri sambit bersenyum.
Yang roboh itu yalah Tiauw Goan dan In Ho.
Hati In Gak lega. ia tahu silat Ngo Bie Pay yang bernama
"Hong-in Jie-pwe ciang", atau pukulan "Dua-puluh- delapan
Tangan-, yang digabung dengan gerak kedua huruf
"Menggempur" yang ia ajarkan si nona, ia mesti mengagumi
pula kecerdasan nona itu, yang pandai menyangkok
ajarannya. Diam-diam ia kata dalam hatinya, " Hebat nona ini.
Dua orang itu tentulah tertotok jalan darahnya sam- goan-"
Bok Liong cu menghampirkan dua orang dari pihaknya itu,
ia lantas menepuk bergantian jalan darah kiehay dari mereka,
atas mana keduanya berseru, lalu berlompat bangun, Tiauw
Goan lantas mengawasi Nona Kang dengan sinar matanya
yang bengis.
Yauw Hong melihat lagak orang, ia kata dalam hatinya,
“Jikalau aku tidak ingat pesan engko In, yang melarang aku
melukai orang ditengah perjalanan ini, pasti sudah aku
mengambil jiwamu"
Si imam mendelik kepada Siauw Goan, lalu dengan tenang
ia memutar tubuhnya, untuk menghadapi In Gak ia kata, "Aku
Bok Liong cu, kali ini aku menjadi tetamunya pihak Lwe Hong
San untuk satu bulan lamanya. Baru dua hari yang lalu Kim
Losu mengirim surat mengundang aku, meminta aku,
membantui sahabatnya. Tak dapat aku menampik permintaan
itu, cuma sebab aku hendak merahasiakan perjalananku aku
mengusulkan untuk naik perahu.
Tidak aku duga, disini aku bertemu tuan semua yang
garang sekali....

1442
"Siapakah yang galak?" Siang Bok tanya, "Apakah totiang
sudah menanyakan in Los u?"
Bok Liong cu agaknya terperanjat ia lantas menoleh kepada
In Ho. Sahabat itu terlihat jengah, ia menduga pastilah si
sahabat sudah mengeluarkan kata-kata yang melukai hati
orang, hingga terjadi perselisihan ini.
In Gak bersenyum, ia berkata: "Barusan aku si orang tua
sudah bilang, tak peduli siapa benar siapa salah, urusan ini
baiklah di-sudahi saja. Totiang, bolehkah aku menanya kenapa
perjalanan totiang ini hendak dirahasiakan? Apakah totiang
sungkan terhadap sesuatu orang?"
Mendengar itu, hidung si imam terbangun, dia tertawa
lebar.
"Seumurku, belum pernah aku takuti siapa juga" katanya
nyaring. "oleh karena orang yang meminta bantuannya Kim
Losu menjadi juga sahabatku dari banyak tahun, aku perlu
mengalah, tidak dapat aku menggagalkan urusan...."
Belum berhenti suaranya imam ini maka dari tegalan sawah
terlihat seorang lari mendatangi sambil dia mengempit tubuh
seorang lain, Dia itu bertubuh besar dan usianya pertengahan.
Karena melihat datangnya orang itu si imam berhenti bicara.
Dengan lekas orang itu sudah sampai, terus ia meletaki
orang yang dikempitnya didepan Kim Le ceng.
In Gak awas sekali, ia lantas mengenali orang tawanan itu
yalah Twie Hong cie-wie cian Leng si Landak, ketua cabang
Yangcu dari Kay Pang, ia menjadi heran.
Sauw Thian menoleh pada si anak muda, dia melirik. In
Gak mengedipi mata, melarang kakak angkat itu sembarang
bertindak, ketika ia mengawasi muka cian Leng ia
mengerutkan alis, muka pengemis itu kuning pucat. kedua
matanya mendelong, itulah tanda dia terancam bahaya maut.
Sampai disitu terdengarlah suaranya orang yang
mengempit si pengemis, Katanya, "Setelah ditolong Bok Liong
Locianpwe, cian Su-hu ini telah sembuh dari sakitnya, maka

1443
juga ketika tadi pagi San cu meninggalkan gunung, dia sadar,
Lantas dia bangun, katanya dia perlu pergi ke lain tempat. Tak
dapat aku mencegah dia. cian Suhu baru lari melewati mulut
gunung, mendadak dia roboh sendirinya, Aku periksa nadinya,
nadi itu kacau. Karena aku ddak dapat menolong, terpaksa
aku bawa dia kemari. Syukur san-cu belum pergi."
"Kau banyak cape, ciu Hiante" kata Kim Le ceng
mengangguk Bok Liong cu periksa nadi cian Leng, dia
menghela napas.
"orang ini tak dapat bertahan sampai lewat tengah hari"
katanya, "Dia memaksakan diri mana bisa dia tak mati?"
Ketika itu In Gak berlompat, lompat kepada pengemis itu.
Bok Liong cu kaget.
"Kau mau apa?" dia tanya, membentak seraya dia
menyampok.
ooooooo
BAB 21
IN GAK tahu ia diserang, ia tidak menghiraukannya. ia
cuma menggeraki tangan kirinya kesamping, ia lantas
memegang nadi kanan cian Leng, atas mana ia terkejut sekali.
Bok Liong Cu pun kaget ia terpaksa mundur beberapa
tindak. ia heran karena ia merasa orang bukan menyerang ia
hanya menyempar saja, Toh tenaga, "orang tua" ini demikian
dahsyat, ia lebih heran karena ia tidak menerka ilmu silat
orang ada ilmu silat partai mana, dan orang pun ia tidak
kenal, bahkan belum pernah ia mendengar ada orang tua lihay
semacam orang ini.
Dimana disitu ada Lwe Hong San Slang Kiat, ia menjadi
penasaran, Maka ia maju pula sambil menekan dengan tipu
silatnya, "San Hoa pin hun" atau "Menyebar bunga belarakan."
In Gak lagi memperhatikan nadi cian Leng, ia tidak
menyangka bakal dibokong, Tapi disamping ia berada lain-lain
orang.

1444
Segera terdengar bentakan halus tapi nyaring dari dua
orang wanita, berbareng mana dua sinar putih seperti
bianglala menyamber kearahBok Liong cu.
Itulah Yauw Hong dan Siang Bwe yang gusar, karena si
imam menyerang sipemuda secara pengecut, maka keduanya
berteriak sambil berlompat untuk menyerang si imam itu.
Mereka sama-sama menggunai ilmu pedang ajarannya In Gak.
yang diambil dari ilmu silat pedang Hian Thian Tit Seng Kiam.
Syukur untuk Bok Liong cu, kedua nona belum mahir
ilmunya itu, kalau tidak pasti celakalah dia, Dia dapat
menyingkir dari serangan itu.
In Gak bebas dari bokongan. ia berbangkit dengan sabar,
sembari mencegah kedua nona menyerang terlebih jauh, ia
mengawasi si-imam dengan ia mengasi lihat roman keren.
Ketika ia membuka mulut, suaranya dalam tetapi tenang:
"Aku si orang tua tidak bermusuh dengan kau, totiang,
kenapa kau berulang kali
membokong aku? jikalau totiang ingin mendapatkan muka
terangmu. tunggulah sebentar, sampai aku sudah mengobati
orang ini, nanti aku bipara pula denganmu" Bok Liong cu
mengasi dengar ejekannya.
"Dia sudah terluka parah, walaupun tabib Hoa To yang
pandai hidup pula, dia tak bakal dapat ditolong lagi" katanya:
"Sie-cu, jikalau kau dapat menolong dia, sendirinya aku akan
mengaku kalah, perkara tanding tak usah dibicarakan dulu,
hanya, kalau tidak.."
In Gak muak untuk keras kepala orang hingga ia
mengerutkan kedua alisnya.
"Biar bagaimana, paling dulu orang ini harus ditolongi, baru
sebentar kita bicara pula" ia kata lagi, tetap dengan sabar,
"Aku tahu dia ini terluka parah tetapi dia dapat di tolong atau
tidak. terserah kepada usaha kita manusia Sebentar aku si
orang tua pasti akan minta pelajaran dari totiang, supaya

1445
kepandaianmu yang lihay tak sampai tak ditontonkan kepada
umum"
Mukanya Bok Liong cu menjadi merah. Ia merasa
bagaimana ia terejek.
"Kenapa cian Leng datang ke Lwe Hong San?" In Gak
tanya. "Dapatkah kepada aku si orang tua diberikan sesuatu
keterangan?"
Sembari berkata begitu, In Gak memegang pula nadinya
ciang Leng, untuk dipencet, guna menyalurkan racunnya
berkumpul di jalan darah siauw yang.
Bok Liong cu tertawa dingin "Sie cu tolongi saja dia, setelah
dia sembuh, mustahil ia tidak akan bicara" katanya dingin, Dia
mengejek dan menantang,
Mendapat kenyataan orang berpandangan sangat cupat, In
Gak tertawa, ia tidak mau
memperdulikan lagi, ia hanya lantas menolongi ketua Kay
Pang cabang Yang ciu itu. ia menggunai tenaga dalam dari
ilmu Poute Sian-kang, ia merasa pasti cian Leng dibokong
sebelum dia mendaki gunung Lwe Hong San, ketika Bok Liong
cu " mengobatinya" siimam membikin racun melulahan
kebeberapa jalan darah lainnya, itulah pertolongan pertama.
Sayangnya yalah cian Leng, yang seharusnya istirah, sudah
berlari-lari keras, hingga racun menjalar ketubuh bagian
dalam, Bek Liong cu benar waktu ia membilang cian Leng tak
dapat ditolong lagi, tetapi In Gak mempunyai Poute Siankang
dengan apa dia dapat menolong memperpanjang jiwa si
pengemis dari tiga sampai lima tahun lagi. Tanpa bicara, In
Gak sudah memberikan pertolongannya itu.
Selagi angin bersilir silir ditepian sungai itu, semua orang
berdiam mengawasi In Gak dan cian Leng, Bok Liong cu turut
berdiam juga, cuma dengan matanya yang tajam, ia melirik
dan memperhatikan bergantian kepada kelima orang pihak
lawan itu, hatinya menduga- duga :

1446
"Siapa mereka berlima? Usia mereka sudah lanjut semua.
Mestinya mereka liehay, Kenapa aku tidak kenal mereka,
bahkan mendengarnya pun belum?"
Karena ini akhirnya ia berbisik menanyakan keterangan
pada Mo Thian Lo cia Kim Le ceng.
orang she Kim itu telah membangun benteng diatas
gunung Lwe Hong San selama lima tahun, dia pernah
merantau di tujuh propinsi Selatan dan enam propinsi Utara,
dia kenal banyak sekali orang kos e n, akan tetapi dia mesti
menggeleng kepala.
Bok Liong cu heran hingga ia berpikir lebih jauh, ia
merasakan ilmu silat yang asing dari In Gak. juga ilmu pedang
kedua wanita itu, ia tetap tidak mengingatnya, Lama-lama ia
menjadi ingat suatu hal yang telah lampau, ia lantas menghela
napas.
Ketika itu, dengan lewatnya sang waktu, pertolongan In
Gak telah memberi hasil, Muka cian Leng yang pucat berubah
menjadi dadu, kedua matanya pun dibuka perlahan-lahan,
kemudian dia membuka mulutnya, hendak bicara. Menampak
itu, Bok Liong cu menjadi kaget dan herannya bertambah.
"Ah, dia begini liehay...." pikirnya. "Mungkinkah aku yang
keliru memeriksa nadinya?"
cian Leng sadar dengan lantas merasai beberapa jalan
darahnya panas, ia melihat seorang tua lagi memegangi
nadinya, dari tangan dia itu tersalur hawa hangat, ia menjadi
tidak karuan rasa. Tapi ia menduga orang lagi mengobatinya,
ia dilarang bicara. Lewat sesaat, rasa panas makin hebat,
maka mau atau tidak. pengemis itu merintih.
Kira setengah jam, In Gak menghentikan pengobatannya,
ia berbangkit seraya mengeluarkan napas panjang guna
melegakan diri, kemudian sembari bersenyum ia kata pada
Siang Lok: "Tolong saudara membawa cian Leng ke- dalam
perahu supaya dia dapat rebah beristirahat. Dia dapat makan
tajin, tetapi jangan sekali bergerak."

1447
Habis berkata kepada si imam, tanpa menanti orang
melakukan permintaannya itu, pemuda ini yang berupa
seorang kakek-kakek meminjam pedangnya Lo Siang Bwe,
pedang mana ia kibaskan wajar akan tetapi sinarnya
berkelebat bagaikan bianglala atau bintang putih, melihat
mana Bok Liong cu dan kawan-kawannya terperanjat.
Dengan sabar In Gak menghampirkan Bok Liong cu, untuk
tertawa dan berkata: "Manusia itu tak dapat berdiri tanpa
kepercayaannya maka itu sekarang aku siorang tua ingin
dengan pedang ini melayani sepasang senjata peranti
menotok jalan darah dari lotiang-buat beberapa jurus saja."
Bok Liong cu sudah lantas mengeluarkan sepasang
senjatanya ia menatap orang tua didepannya itu, yang ia lirik
pedangnya, ia kata: "Senjataku ini telah tigapuluh tahun
lamanya belum pernah dipakai lagi, mungkin aku tidak dapat
menguasainya, meski begitu, asal aku gunai, pasti dia melukai
orang, maka itu aku minta sie-cu suka waspada"
Kata-kata itu terkabur, akan tetapi kenyataannya memang
demikian, Memang dulu hari dalam suatu malam, dalam
pertempuran digunung Thian chong San, Bok Liong cu pernah
mengalahkan duapuluh-tiga orang ahli silat pedang yang
kenamaan, cuma peristiwa itu tidak teruwar, lantaran sebelum
mereka bertempur, kedua pihak sudah berjanji akan menutup
mulut.
In Gak tertawa mendengar kata-kata itu. "Silahkan lotiang
turun tangan" katanya, "Kalau dua orang bertempur
bertangan kosong atau bersenjata, mesti salah satu terluka
dari itu percuma untuk menyebutkan itu"
Selagi berkata begitu, anak muda ini memikir dalam-dalam,
ia juga, selama satu tahun turun gunung dan merantau belum
pernah ia menggunai pedang, ia tahu baik sekali IHian Thian
cit Seng Pou dapat melukakan orang tanpa di-sengaja jadi tak
sudi ia menggunai pedang kecuali disaat mati dan hidup,

1448
Sekarang ia memegang pedang saking terpaksa
menghadapi si imam yang liehay ini. Meski demikian, ia masih
ingat baik-baik pesan Beng Liang Taysu.
Bok Liong cu mendongkol sekali menyaksikan orang tidak
menghiraukan dia, hingga ia berkata dalam hati kecilnya:
"Hatiku telah berubah banyak. dalam segala hal aku dapat
memikir jauh, suka aku mengalah, akan tetapi hari ini, aku
tidak dapat berlaku murah hati pula.."
Maka ia tertawa dingin dan kata: "Suka aku mengalah
selama tiga jurus - Nah, silahkan sie-cu mulai"
In Gak tertawa, ia lantas menggeraki pedangnya dari kiri
kekanan, ia bergerak dengan perlahan ia tidak segera
menerjang, tetapi melihat gerakan itu Bok Liong cu terkejut,
Imam ini merasakan suatu tenaga menolak yang tak nampak.
hingga ia mesti lekas menahan diri dengan tipu "Memberatkan
diri seribu kati." "oh kiranya sie-cu dari Kun Lun Pay?"
katanya.
Gerakannya In Gak ini memang mirip dengan jurus "Teng
Seng Im Yang" dari ilmu silat "Thian Lo cit Sie" dari Kun Lun
Pay.
Ia pun kata: "Ilmu silat itu asalnya satu pokok. jadi tidak
seharusnya ada perbedaannya, Aku si-orang tua bukannya
murid Kun Lun Pay, meski benar ilmu pedangku ini mirip
dengan Thian Lo cit Sie." Kemudian ia membuat gerakan balik,
dari kanan kekiri.
Bok Lion cu mundur tiga tindak, ia merasakan desakan
yang kuat sekali, Tanpa merasa mukanya menjadi pucat.
"Inilah jurus yang kedua" kata In Gak nyaring, "Masih ada
satu jurus pula, habis mana totiang harus turun tangan-
Kata-kata itu diakhiri dengan gerakan yang serupa, seperti
yang pertama.
Semua orang lain mengawasi dengan perhatian penuh, Liok
Koan dan Hu Wan pun sampai melongok dari jendela perahu.

1449
Selama hidupnya belum pernah Bok Liong cu merasa
tegang bahkan bergelisah sebagai saat ini. ia merasa bahwa ia
telah menemui orang yang benar-benar liehay, hingga inilah
saat dari naik derajat atau keruntuhannya ia tahu pasti orang
tua didepannya ini tentulah mempunyai lain-lain jurus yang
terlebih liehay pula.
Selagi berpikir demikian, imam ini mesti terus
mempertahankan diri. Kali ini matanya menjadi silau oleh sinar
pedang lawan, Akhirnya ia berseru, tubuhnya mencelat, ketika
ia turun, sepasang pie-hiat-kwat menotok kedada orang.
In Gak bergerak dengan jurus "Ban Seng Klong Goat," atau
"Berlaksa bintang merubung rembulan-" hingga sinar
pedangnya sangat menyilaukan mata.
Bok Liong cu terkejut melihat gerakan orang terlebih jauh,
ia membatalkan serangannya, ia berlompat kesamping, Tapi
sekarang In Gak menyusul, terpaksa ia mesti melayani.
Mereka sama-sama tangguh maka dengan cepat tigapuluh
jurus sudah berlalu.
Selama itu, Bok Liong cu merasa ia terus terdesak. ia
mempertahankan diri, sia-sia ia coba balas menyerang untuk
menang diatas angin, ia menjadi sulit bergerak. Dalam
bergelisah, ia menggeser tubuhnya, untuk memaksa
menyerang juga, sampai tiga kali beruntun. Kelihatannya ia
mendesak tetapi sebenarnya kedudukannya tak menjadi
terlebih baik.
Kecuali pedang dan pie-hiat-kwat berkilauan suara
beradunya pun saban-saban terdengar terang.
Kemudian Bok Liong cu merasa senjatanya kena ditempel
senjata lawan, ia terkejut, ia mengawasi mendelong, mukanya
sudah lantas mengeluarkan keringat. Tak dapat ia
membebaskan senjatanya itu meski ia sudah mencoba sekuat
tenaga.

1450
In Gak bersikap sungguh sungguh, ia mempertahankan
tempelannya itu. sekarang mereka tidak lagi saling serang,
Kedua pihak mengadu tenaga dalam mereka.
Jilid 26 : Kawanan hantu di markas Oey Kie Pay
LEWAT beberapa detik, mendadak keduanya berseru lalu
senjata mereka terpisah, Tubuh mereka pun mencelat
Baru sekarang, pedang In Gak meluncur pula ke dada
lawan-
Bok Liong cu terkejut Dengan cepat ia berkelit kekiri,
kakinya turut berkisar, ia menangkis meski agaknya sulit,
Maka lagi sekali ia kena didesak. Tanpa merasa, ia main
mundur keping gir, yang tempatnya tinggi, Lagi satu tindak.
pastilah ia bakal kecemplung ke-sungai.
Disaat yang sangat berbahaya untuk imam itu, mendadak
In Gak mencelat mundur beberapa tombak. terus ia lari ke
arah perahu-nya sambil mengajak Siauw Thian semua, maka
dilain saat mereka sudah berada diatas perahu, perahu mana
pun segera dikasih berlayar.
Bok Liong cu melengak saking heran, sembilan belas kali ia
diserang terus-menerus oleh si "orang tua" hingga ia berada
ditepian itu, tinggal satu tikam pula, pasti ia kecemplung.
Akhirnya ia menghela napas, ia berduka berbareng penasaran
ia mengerti orang tidak mau membikin ia celaka, tetapi itu
berarti ia kalah dan mesti menerima belas-kasihan orang.
Terpaksa, dengan lesu, ia mengajak Kim Le ceng semua
berlalu.
In Gak semua dibawa dengan cepat oleh perahunya, ia
masuk kedalam perahu melihat

1451
Cian Leng mau merayap bangun memberi hormat, guna
menghaturkan terima kasihnya, ia cepat mencegah seraya
menekan tubuh orang.
"Cian Pangtauw, jangan banyak kehormatan- ia berkata,
bersenyum. "Sebenarnya siapa kah yang melukakan kau?
Sukakah kau memberikan keteranganmu pada aku si orang
tua?" Tak lupa anak muda ini dengan "orang tua" nya itu. Cian
Leng menggeleng kepala.
"Kemarin ini aku lagi berjalan di Sip-He-pou diluar kota
siangyang." ia berkata, "mendadak aku merasakan serangan
hawa dingin pada punggungku, hingga aku menggigil Aku
lantas memutar tubuh tetapi aku tidak melihat seorang jua
didekatku kecuali beberapa pedagang yang memikul yang
terpisah jauh.
Aku lantas tidak memperhatikan lagi, Selang setengah
harian baru merasa tubuhku tak nyaman seperti tadinya. Lalu
perubahan datang dengan cepat. Napasku menjadi sesak.
Tempo aku sampai di kaki bukit Lwe Hong San, dada dan
perutku terasa sakit sekali hingga rasanya tak tertahankan
lagi."
Jadinya sampai sekarang pangtauw tak tahu siapa yang
melukai kau?"
"Mestinya orang Oey Kie Pay, tak orang lainnya..." sahut
pengemis itu sambil berpikir.
"Kenapa begitu?"
"Oey Kie Pay memusuhkan sangat Partai kami. Pat-pie
Kimkong U-bun Lui, ketua Oey Kie Pay, telah mengundang Mo
cuncia dari Tiang Pek San dan banyak lagi lainnya jago Rimba
Hijau, Untuk melayani musuh, ketiga tianglo kami telah
mengajak sejumlah saudara berkumpul di He-kauw. Disini
secara kebetulan kami mendapat keterangan Oey Kie Pay
berniat busuk terhadap su-tianglo kami..."
"Apakah tindakannya itu?" In Gak tanya. ia bersikap
tenang-tenang saja. Cian Leng batuk-batuk.

1452
"U-bun Lui telah mengundang Bin San Ji Tok datang ke In
Bong San- Dua jago dari Bin San itu diminta membuat obat
bubuk yang beracun sekali, guna dipakai mencelakai sutianglo.
Banyak anggauta yang dikirim U-bun Lui kepelbagai
tempat sambil masing-masing membawa sehelai gambar
dalam mana dilukiskan belasan orang, siapa saja diantaranya,
diketemukan dia mesti diracuni.
Katanya siapa terkena racun itu, dalam dua belas jam ia
akan mati dengan tubuhnya berwarna matang biru. Karena itu
Chong Sie Tiang lo mengutus aku mencari bantuan orangorang
pandai sekalian terus pergi ke Bu Tong San guna
mengasi kisikan pada su-tianglo, siapa tahu di sini aku kena
dibokong orang jahat. Aku telah membikin gagal tugasku,
walaupun aku mati seratus kali, tak dapat aku menebus
dosaku.
Lantas air mata sipengemis mengembeng, siang Bwe dan
Yauw Hong saling mengawasi, mereka terharu tetapi mereka
saling bersenyum, pengemis itu tidak mengenali In Gak. ia
heran melihat sikapnya kedua wanita yang beroman jelek itu.
In Gak mengerutkan alis, "Aku tidak sangka Bin San Jie Tok
dapat diambil U-bun Lui," katanya.
"Pernahkah kau bertemu dengan mereka itu?" Siauw Thian
tanya, In Gak mengangguk. "Engko In." berkata Yauw Hong.
"Tay Hong San terletak ditepian kiri kita, baiklah kita pergi
kesana, untuk menyerbu mereka sebelum mereka siap untuk
melabraknya"
Nona ini memanggil "engko In-, juga lagu suaranya
seorang nona tak diubah, Mendadak Cian Leng sadar, lantas ia
berkata: "Ah, kiranya su-tianglo Maafkan aku yang rendah..."
In Gak lantas memegat: "Cian Pangtauw jangan bergerak
Kau tetap beristirahat, Aku tahu, bagaimana harus bertindak."
ia terus menoleh pada Yauw Hong untuk meneruskan-
"Tay Hong San memang salah satu pusat Oey Kie Pay
tetapi itu bukanlah markas besarnya, markas itu berada di In
Bong San-"

1453
Yauw Hong tidak mau lantas menyerah, ia kata: "Aku telah
dengar halnya Mo cun-cia menantang Chong LoCianpwe untuk
bertanding dimarkas besar Uy Kie Pay di In Bong San, dan
turut apa yang aku ketahui, Tay Hong San yalah gunung In
Bong San itu" orang bicara demikian pasti hingga In Gak
bersenyum.
"itulah melulu disebabkan keliru omong orang," ia berkata,
"Nama In Bong sebenarnya namanya dua telaga besar, In di
Kang lam selatan sungai, dan Bong di Kang Pak, utaranya,
luasnya delapan atau sembilan ratus lie persegi, berbatas
diutara Hoa-yang, diselatan An Liok, dan ditimur Kie- kang.
Karena orang menggabungnya, maka itu disebut In Bong,
Markas besar Oey Kie Pay berada diutara An-Liok dan
diselatan Tay Hong San, duduknya ditengah tengah sungai
Koan sui dan Ciang Sui Jalan air itu banyak cabangnya dan
berhutan gelaga lebat, sukar dipergikan, sulit keluar dari sana,
dan sudah ratusan tahun selalu menjadi sarangnya orangorang
jahat, Maka adik Hong, kau omong enak saja"
Nona itu mendelik sekejapan.
"Ya, siapa tidak tahu kau bun bu coan-cay" katanya tak
puas, "Kau pandai surat dan syair In Bong yalah In Bong perlu
apa kau ngoceh tentang ilmu bumi? Lihat encie Bwe, betapa
menyebalkan"
Tapi Siang B we tertawa, Diam-diam ia mengagumi In Gak
yang memang benar bun bu-coan cay, pandai ilmu surat dan
ilmu silat berbareng. Tapi kapan ia ingat Tonghong Giok Kun
diculik Ang Nio cu, ia berduka, sepasang alisnya lantas
merengkat.
Yauw Hong melihat roman orang, ia dapat membade
hatinya, Maka ia memegang tangan nona itu seraya mengajak
"Encie, mari kita kebelakang, kita jangan usil urusan mereka
ini"
Siang Bwe menurut, keduanya lantas mengundurkan diri.

1454
Siang Lok lantas berkata: " Dalam dunia Kang ouw yang
paling dimalui memang cara menyerang membokong itu, yang
tak dapat orang menjaganya, maka itu, siauwhiap baiklah kita
pikirkan daya untuk menghadapi." In Gak memandang keluar
jendela otaknya bekerja.
"Aku telah memikir sesuatu, nanti saja di He-kauw kita
bicarakan pula", sahutnya.
Perahu pun berlayar terus
XXX
DIMULUT sungai He Kauw terlihat berlabuhnya sebuah
perahu besar, dari dalam perahu itu nampak seorang tua
bertindak keluar perlahan tindakannya.
Tujuannya yalah Hong Ho Lauw, ranggon atau lauwteng
burung Jenjang kuning, dibukit Hong San, bukit manapun
dikenal sebagai coa San, gunung Ular.
Hong Ho Lauw itu ia pernah dimana yang disebut sungai
Yan Po Kang, terdiri atas tiga tingkat, tiang-tiangnya empat
puluh delapan buah, semua tiang dan penglarinya terukir,
pintu dan jendelanya indah.
Dengan berdiam diatasnya, orang dapat melihat jauh,
memandang gunung dan sungai, hanya sayang, setelah
terbakar ditahun ke-14 dari Kaisar Kong Sie, keindahannya tak
sebagaimana dahulu hari lagi.
Ketika itu Hong Ho Lauw telah penuh dengan banyak
tetamu, tetapi seorang tua naik ditingkat ketiga dan memilih
meja yang menghadapi sungai, Lantas ia melihat
keseputarnya, hingga ia mendapatkan para tetamu umumnya
orang kaum rimba Persilatan, tak perduli mereka mengenakan
baju panjang atau baju pendek yang singsat.
Pandangan orang tua ini berhenti disatu meja dimana ia
mendapatkan Poan Poan Siu bersama Honghu Siong serta
Khole Keng San Su Mo, tengah mereka itu bicara kasak-kusuk.

1455
Poan Poan Siu dapat melihat si orang tua, lantas ia
mengawasi tajam, Rupanya dia bercuriga.
Orang tua itu, dengan wajar menoleh ke-arah sungai, dari
mulutnya terdengar suara bersenandung perlahan, memuji
keindahannya lauwteng Hong Ho Lauw. Habis itu ia menepuk
meja dan memuji dirinya sendiri "Bagus" Mendengar itu, Poan
Poan siu tertawa sendirinya.
"Ah, kutu buku" katanya, Suara itu perlahan tetapi si orang
tua mendengarnya jelas, ia memang In Gak adanya dan ia
mengerti, dengan kata-katanya itu, Poan Poan Siu hendak
mencoba padanya, ia terus memandang keluar, berpura pura
tidak mendengar suara orang itu.
Didekat lauwteng itu pula ada beberapa tempat terkenal
seperti kuburannya putera mahkota ciauw Beng Taycu,
lauwteng Keng Ek Lauw, kuil Tio Keng Su, ranggon Lu couw
Kok, paseban Pauw Sek Teng dan lainnya.Semua tempat itu
dekat dengan kota tetapi tenang dan cocok sebagai tempat
berlibur beristirahat.
Sekian lama itu In Gak tetap membawa tingkahnya si kutu
buku. Hanya kemudian kecuali rombongan Poan Poan Siu,
yang masih tak mau berlalu, disebelah depan sana ia melihat
Chong Sie berduduk diam seorang-diri. Ia heran hingga ia
tanya dalam hatinya: "Kenapa toako sendirian saja? Mana
kedua tiang lo kawannya?"
Dengan matanya yang tajam, In Gak mengawasi pula para
tamu, sekarang ia merasa bahwa banyak orang Rimba
Persilatan itu lagi pada menyamar diantaranya ada orang
Partai Pengemis, yang duduk berpencaran.
Tidak lama maka terdengarlah tertawanya Pat-pou Kansiam
Honghu Siong, yang meneruskan berkata: "Pasti setiap
hari si pengemis tua She Chong datang ke lauwteng Hong Ho
Lauw ini untuk bercokol sendirian saja, sama sekali bukannya
untuk menjanjikan orang, maka itu mungkinkah dia sudah
ketahui dari siang-siang bahwa lagi empat hari dia bakal mati

1456
tanpa tempat kuburnya hingga dia hendak melewatkan tempo
hidupnya yang pendek itu dengan jalan menghibur diri disini?"
Selagi begitu, Poan Poan Siu pun melirik orang, ia
menjawab Honghu Siong dengan berkata: "Sebenarnya
semenjak semula juga aku si orang tua tak menyetujui sepak
terjangnya U-bun Pangcu sebenarnya paku dimata mesti
dicabut dari siang-siang, tetapi dia mengatakannya temponya
belum tiba ia ingin dengan sekali turun tangan maka
semuanya bakal dapat diringkus, itulah katanya lebih
sempurna Menurut aku, seharusnya kita lantas turun tangan,
takperduli satu demi satu, supaya kita dapat tidur tanpa
impian yang tidak-tidak- supaya sebaliknya mereka itu dapat
tidur dengan tenang"
Keempat Hantu dari Kong San berdiam, cuma mulut
mereka berkelimikan.
Suaranya Poan Poan Siu perlahan tetapi In Gak dan Chong
Siu dapat dengar dengan nyata, Kiu cie Sin Kay tertawa
perlahan, mengejek. meski begitu ia terus mengawasi keluar
jendela.
Poan Poan Siu merasa orang menyindir padanya, hatinya
menjadi panas sepasang alisnya bangun, ia mengawasi si
pendeta lalu pandangan matanya berkisar kemeja tetangganya
pengemis itu dimana ada seorang umur kira kira empat
puluh, yang mukanya merah dan jenggotnya pendek yang
tubuhnya besar.
In Gak tidak kenal orang baru itu, ia mengawasi Ketika
pandangan mata Poan poan Siu dipindahkan kelain arah, ia
melihat mata orang bersinar tajam, Dari tempilingan orang, ia
menduga orang pandai ilmu silat, Mesti ada apa-apa diantara
Poan Poan Siu dan dia itu.
Dia agaknya serba salah, sedang Poan poan Siu rupanya
mendesak. ia menjadi heran diam-diam ia memasang mata.
Akhir-akhirnya orang itu merogoh dengan tangan kanan
kedalam sakunya, Begitu melihat itu, In Gak lantas mengerti,

1457
Teranglah orang itu mempunyai obat racunnya Bin San Jie
Tok, dan dia diperintah Poan Poan Siu meracuni Chong Sie.
In Gak terkejut, inilah sebab ia tidak ingin membuka
rahasianya. Tapi ia tidak kurang akal. Mendadak ia menepuk
meja keras-keras, iapun berseru: "Pergi ke Kang Tong
Rembulan putih angin spoi-spoi Keindahan-nya lauwteng Hong
Ho Lauw tak habisnya, benarlah katanya orang dahulu kala."
Suara keras itu membikin heran para hadirin, hingga
mereka pada menoleh dan meng awasi padanya .
Orang muka merah itu heran, dia melengak sampai dia tak
dapat menarik keluar tangan kanannya yang telah dikasih
masuk didalam sakunya itu.
Chong Sie pun terperanjat, ia merasa mengenali suara si
orang tua. begitu ia ingat apa-apa, ia berpaling, mengawasi
tajam muka In Gak. In Gak berpura-pura jengah karena
perbuatannya yang terlalu menyolok mata itu, ia mengawasi
para hadirin, sampai sinar matanya berkisar kepada Chong
Sie. Begitu sinar mata mereka bentrok. la lekas memandang
siorang muka merah yang merogo saku itu.
Chong sie mengasah otaknya melihat lagak si orang tua.
iapun mengawasi si muka merah, justeru dia itu lagi
mengeluarkan tangannya yang terlihat memegang satu
bungkusan merah kecil sebagai seorang cerdik, la lantas dapat
menerka sesuatu. Maka tahulah ia apa yang mesti lakukan, ia
tidak berlaku ayal lagi.
Mendadak dia bangun berdiri, Agaknya tergesa-gesa dia,
Diwaktu bangun itu, tangan bajunya yang serombongan
terkibaskan hingga mengenai cangkir teh yang baru disajikan
cangkir itu lantas tumpah, isinya muncrat mengenai belakang
tangan orang yang memegang bungkusan kecil merah itu.
Orang itu kaget, hingga dia berkaok sambil berjingkrak
bangun, tangannya itu dikepriki tak hentinya, hingga
bungkusan merahnya terlepas dan jatuh.

1458
Chong Sie sendiri sudah lantas pergi turun dari lauwteng,
cepat sekali.
Si orang muka merah itu akhirnya dapat melawan rasa
sakitnya bekas terkena teh panas itu, ia lantas mengeluarkan
saputangan dengan apa ia coba memungut bungkusan
merahnya yang telah basah terkena air teh itu, ia meletakinya
diatas meja.
Dengan muka meringis, ia duduk pula, untuk mengeluarkan
obat lukanya, mengobati tangannya itu yang melepuh.
Poan Poan Siu heran, hingga dia melengak. Dia kata dalam
hatinya: "Kenapa begitu kebetulan air teh itu mengenai
bungkusan merah?" Karena dia seorang cerdik, lantas ia ingat,
Ah, mesti tepukan mejanya si tua-bangka kutu buku ada
hubungannya Mesti itu cuma untuk menarik perhatian orang
Mestinya cong Sie telah melihat bungkusan merahnya si
muka merah itu. Hanya aneh, kenapa sikutu buku tahu orang
membekal racun? Kenapa ia ketahui yang diarah itu justr chng
Sie? Dia lantas mau mengawasi pula sikutu buku.
Ketika dia berpaling, dia melengak sikutu buku sudah tidak
ada ditempat-nya, setahu kapannya ia pergi meninggalkan
lauwteng itu. Dia lantas menanya Hong Hu Siong dan keempat
Hantu, tetapi mereka itupun tidak tahu.
Lantas mereka kasak kusuk, Mereka menganggap si kutu
buku itu harus dicurigai. Mereka mau menduga orang
bukannya sahabat hanya musuh, bahkan musuh yang
berbahaya lantaran sepak terjang yang aneh itu.
Tapi hal aneh masih menghinggapi mereka. tempo mereka
mengangkat cawan teh masing-masing, mereka mendapatkan
didalamnya masing-masing ada bangkainya dua ekor laler.
Mereka heran, mereka saling mengawasi mengenai ini,
mereka menduga kebetulan saja laler itu kena terseduh.
Untuk dapat minum, mereka hendak menyuruh pelayan
menukar dengan air teh yang baru, Tepat Poan Poan Siu mau

1459
memanggil pelayan, tepat ada angin meniup masuk dari
jendela ada suatu benda kecil yang terbawa terbang angin itu,
jatuh kedepan mereka.
Toa Mo Ho-in, si Hantu pertama menyamber. Ternyata
itulah segumpal kertas ia kaget saking heran, ia lantas
bercuriga, ia merasakan alamat yang tidak baik. Lekas-lekas ia
membuka kertas itu untuk dibeber.
Disitu ada tulisannya dengan huruf-huruf halus dan
bunyinya sebagai berikut:
Bangkai laler beracun, tanpa rasa, tanpa rupa. Kalau tuan
minum itu, masuk keusus ketulang-tulang, orang mati buat
apa disayangi?
Dia mendapat bagiannya. Dia merasa puas sendirinya
Tanda tangannya itu yalah "Heng in Kek," si "orang
Rahasia."
Wajahnya Poan Poan Siu dan keempat Hantu menjadi
pucat, lalu berubah menjadi merah. Dengan lantas mereka
berlalu dari lauwteng itu.
Si muka merah heran, tak dapat dia mem-bade maksud
orang, Dia duduk lagi beberapa detik, lalu dia pun berbangkit
untuk berlalu seorang diri.
Dibawah lauwteng Hong Ho Lauw, air sungai terang jernih
dimana terlihat sang Puteri Malam seperti tengah berkaca.
Disitu perahu- perahu mundar-mandir tak hentinya. Diantara
suara air yang tergayu, orang pun mendengar suara tetabuan,
maka juga pelesiran itu tak kalah dengan ditelaga-telaga Se
Leng dan HianBu.
Didekat Hong Ho Lauw itu, diranggon Lu couw Kok, dikuil
Thio Kong Su, dipaseban Pauw sek Teng, tak hentinya pula
orang berseliweran, sebaliknya dirimba pohon pek dekat
kuburannya ciauw Beng Thaycu, yang gelap petang, tiada
terlihat orang pesiar.
Justeru itu, selagi sinar rembulan seperti memain diantara
pepohonan, disitu nampak satu bayangan orang berkelebat

1460
cepat, untuk berhenti didepan kuburan sekali. Lantas
terdengar ia menghteakan napas lega, ialah si muka merah
diatas lauwteng tadi, yang memtawa bungkusan merah, yang
keseblok air teh panas.
"U-bun Pangcu mengundang serigala masuk kedalam
rumah.." terdengar ia berkata sendiri, suarauya perlahan
Semua mereka mirip hantu, besar kepala, sungguh mereka
memuakkan. . . . “
Tiba-tiba ia mendengar suara tajam ini: "jikalau kau tidak
suka, jangan kau melihatnya Siapa suruh kau kesudian
mendengar perintah orang menggunai racun?"
Bukan main kagetnya si muka merah ini, tanpi merasa ia
menggigil, ia lantas berpaling, untuk melihat kesekelilingnya,
ia tidak melihat siapa juga, cuma daun-daun dan cabang
cabang yang bergerak-gerak diantara siuran angin halus yang
dingin.
"Apakah aku, Nio Eng Sian, malam ini bertemu setan?" ia
tanya dirinya sendiri. ia sebenarnya berani, tetapi dalam
keadaannya itu, ia jadi ingat arwah orang.
Ialah orang paling sadar dalam Oey Kie Pay, sudah sekian
lama ia jemu terhadap sepak terjang partai nya itu, tetapi ia
berhutang budi terhadap U-bun Lui, ketuanya, terpaksa ia
masih campur partai itu, tak dapat ia meninggalkan sang
ketua. Karena keinginannya membalas budi, saban-saban ia
seperti melupakan keadilan-Tengah ia berpikir itu, ia merasai
tiupannya angin dingin. "Siapa main gila didepan aku siorang
she Nio?" ia tanya bengis.
"Siapa yang main gila?" ia memperoleh jawabannya, "Aku
siorang tua telah berdiri sekian lama dibelakang mu. Dasar
matamu yang kurang celi dan telingamu kurang terang Habis
kau hendak sesalkan siapa?"
Eng Siang kaget, ia memutar tubuh cepat sekali, ia benar
melihat seorang tua berdiri di-depannya, jaraknya cuma kira
lima kaki. ia heran- Ketika ia mengawasi, sendirinya ia mundur

1461
satu tindak. sinar matanya bentrok dengan sinar mata orang
itu, ia merasakan sinar mata yang tajam dan berpengaruh.
"Siapa kau?" ia membentak "Kenapa kau bawa lagak
memedi? Bikin apa kau dibelakang aku siorang she Nio?"
Orang tua itu yang bajunya hijau, ber-senyum.
"Aku siorang tua bilang matamu kurang celi dan telingamu
kurang terang, itulah benar-benar" sahut dia sabar "Bukankah
tadi dilauwteng Hong Ho Lauw aku siorang tua telah melihat
kau?"
Eng Sian lantas ingat siorang tua, yang Poan Poan Siu
menyebutnya kutu buku, yang tadi menepuk meja di Hong Ho
Lauw hingga dia menarik perhatian para tetamu.
orang tua itu tidak mengambil orang heran, ia berkata pula:
"Mari kita bicara.
Aku melihat kau sebagai satu laki-laki sejati Kau berada di
bawah naungan orang, kau agaknya tak tahu malu.... Kenapa
kau menentang hati sanubari mu yang lurus hingga kau sudi
melakukan perbuatan busuk dan jahat- yalah meracuni orang?
Apakah tenang hatimu melakukan kejahatan itu?"
Eng Sian berdiam. Tepat ia terserang pada rasa adilnya.
"Adalah biasa kalau didalam dunia Kang ouw orang
berkurban untuk persahabatan." kata ia kemudian perlahan,
"Dalam hal itu, aku bukannya bersendirian saja. U-bun Pang
cu telah melepas budi terhadapku mana dapat aku
menjualnya? Tapi lo enghiong benar, aku terharu mendengar
kata-katamu. Sayang jalan kita berlainan. Maaf lo-enghiong,
aku meminta diri."
Ia memberi hormat, kakinya lalu diangkat, ia mau berlalu.
Tapi baru ia berputar, ia melihat satu bayangan berkelebat
lalu orang tua menghadang didepannya. ia menjadi tidak
senang.
"Lo-enghiong, kau mendesak aku" katanya, "Harap kau
maafkan halauan keras dari aku ini- lantas menolak dengan
dua tangannya.

1462
Si orang tua tidak mundur atau berkelit, sebaliknya ia
meluncurkan kedua tangannya.
Untuk kagetnya Eng Sian, kedua tangannya tertangkap
keras, waktu ia meronta, ia tidak berhasil meloloskan
tangannya itu, Kembali ia kaget, ia heran bukan main, sedang
ia tahu ia bertenaga besar Lantas ia menjadi lebih kaget pula.
Setelah meronta itu, napasnya menjadi sesak, kedua
lengannya kehilangan tenaga... orang tua itu tertawa dingin.
"Aku tidak sangka bahwa kau begini bandel" katanya.
"Percuma kau gagah kalau kau pandai itu untuk membantu
kejahatan Apakah kau tidak takut kejahatanmu ini nanti
merembet kepada leluhurmu dilain dunia dan juga anak dan
cucu mu nanti? Rupanya kau tidak suka mend engar
perkataanku s itua ini Baiklah, aku akan menotok kau tiga kali,
guna memusnahkan tenaga dan kepandaian silatmu, habis itu
kau lekas pulang kesarang Oey Kie Pay, untuk menyampaikan
kepada Bin San Jie Tok bahwa aku situa sahabatnya,
mengundang mereka datang dalam tempo tiga hari kedekat
Hong Ho Lauw untuk membuat pertemuan"
Nio Eng Sian takut bukan main, Untuk orang yang mengarti
silat, ilmu silat yalah jiwanya.
“Jangan, lo-enghiong. jangan," ia memohon, "jangan kau
musnahkan ilmu silatku... sebenarnya aku pun bersusah hati
setiap hari, tak dapat aku jalan menyingkir dari tempat yang
berbahaya itu...."
Si orang tua bersenyum.
“Jikalau aku tidak menotok kau, kau pun sulit menemui Ubun
Lui," ia kata. ia berhenti sebentar, lantas ia
menambahkan: "Begini saja. Aku akan musnakan ilmu silatmu
untuk sementara waktu, lantas kau lekas pulang ke-markas
mu, untuk memberi bisikan pada Bin San Jie Tok. Ingat, hal ini
tak dapat lain orang ketahui."
Kata-kata itu disusul dengan gerakan tangan kanan,
menotok dengan dua buah jari, ke jalan darah kie bun, atas

1463
mana Sian Eng merasai darahnya berhenti jalan, napasnya
sesak. lalu ia memuntahkan reak. Kedua matanya pun
mencelos menyatakan takutnya.
“Jangan kuatir," kata si orang tua bersenyum, "Asal dalam
tempo dua belas jam kau bisa sampai dimarkasmu, jangan
takut jiwamu hilang Nah, kau pergilah"
"Apakah nama lo-enghiong ?" tanya Eng Sian susah.
"Pergilah aku nanti
memberitahukannya kepada Bin San Jie Tok..." orang tua
itu berpikir sebentar.
"Bilang saja seorang sahabat dari Bong San," sahutnya
kemudian, "Mereka pasti akan mendapat tahu."
Eng Sian mengangguk, terus ia berangkat pergi, ia merasa
sangat letih tetapi ia memaksakan diri.
Si orang tua mengawasi berlalunya orang, ia berpikir: "Bin
San Jie Tok ternama beracun, tabiat mereka aneh, akan tetapi
mereka biasa menyayangi diri, sampai sebegitu jauh mereka
belum pernah sembrono membunuh orang, heran kenapa
mereka dapat ditarik U-bun Lui hingga mereka suka
melakukan ini perbuatan jahat dan kejam? Ah, jangan-jangan
mereka pun melakukannya karena terpaksa..."
Mungkin didalam ini ada sebabnya. Baiklah, aku menanti
dulu sampai mereka telah datang menemui aku."
Baru orang tua ini mau mengangkat kaki, untuk berlalu,
tiba-tiba ia mendengar bentakan disusul mendatanginya tujuh
orang dalam rupa bayangan, ia mengenali suara itu, yang
tercampur berisiknya tindakan kaki mereka, ia mengawasi ke
arah mereka, tubuhnya sendiri menyingkir kebelakang sebuah
pohon pek yang besar, ia mengawasi terus. Tujuh orang itu
berhenti didepan kuburan-
Segera ia kenali, yang membentak tadi ialah Siong Pek
Tojin, Maka itu ternyatalah mereka Bu Tong cit To, tujuh
imam dari Bu Tong SanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1464
Orang tua ini heran, pikirnya: "Bukannya mereka berdiam
di Bu Tong San- sekarang
mereka datang kemari Apa mereka mau? Selagi pergi ke Bu
Tong San, aku tidak menemui imam-imam ini, mungkinkah
mereka tengah merantau hingga mereka tidak ketahui malapetaka
yang mengancam gunung mereka?"
Lalu terdengar suaranya Siong Pek Tojin, "Kita bertujuh
pergi ke Siauw Lim Sie, sebaliknya Siauw Yauw Kek telah
mengajak Pak Beng Sam Mo bersama orang Kiong Lay San
menyerbu gunung kita, Atas kejadian itu, Lan Seng Sute telah
tidak memberi kabar kepada kita hingga kejadian dari tujuh
puluh dua kuil sebagian besar yang rusak musna orang
semacam dia, pantaskah dia menjadi ketua?"
"Sabar, suheng." berkata seorang imam, "Lan Seng Sute itu
ditunjang oleh ketiga paman guru kita, percuma kita bicara
tentang kedudukannya sebagai ketua. Kita sendiripun tidak
mengharapi kedudukan ketua itu, Sekarang ini yang perlu
jalan kita bekerja sama d engan partai Pengemis, atau kita
langsung pergi kemarkas pusat Oey Kie Pay guna menempur
Siauw Yauw Kek dan Pak Beng Sam Mo"
Siong Pek Tojin menggeleng kepala.
"Pak Beng Sam Mo dan Siauw Yauw Kek liehay sekali, kita
bukanlah tandingan mereka," ia bilang, "Didalam markas
pusat Oey Kie Pay itu juga terdapat banyak orang liehay
lainnya kaum sesat dan lurus, tidak nanti mereka duduk
mengawasi saja kita menentang Pak Beng Sam Mo semua.
Sekarang baiklah kita menunggu lagi dua atau tiga hari,
sampai ketiga paman- guru datang kemari, baru kita berdamai
pula."
"Ya, kenapakah Tocu Yap Siauw ceng dari ceng Shia Pay
masih belum juga tiba ?" tanya seorang imam lainnya, "Dia
berjanji akan bertemu kita disini"
Tiba-tiba mereka mendengar suara yang seram. "Yap
Siauw ceng disini Kamu sambutlah dia" Menyusul itu sebuah
tubuh terlihat terlemparkan dari belakang kuburan.

1465
Ketujuh imam itu kaget. Tahulah mereka bahwa Yap Siauw
ceng sudah menemui ke- celakaan-
Siong Pek lompat maju, guna menanggapi tubuh itu, yalah
tubuh imam Yap Siauw ceng dari ceng Shia Pay itu. Enam
imam yang lainnya sebaliknya mau melompat kuburan.
Berbareng dengan itu, sambil tertawa seram, satu
bayangan lompat keluar dari belakang kuburan, Ketika dia
menaruh kaki di-tanah, didepan keenam imam, tak terdengar
suaranya, Dia pun segera membuat kaget kepada kawanan
imam itu, Sebab dia mirip mayat hidup, sebab tubuhnya
seperti tulang terbungkus kulit, badannya jangkung,
rambutnya panjang terurai sampai dipundaknya, sepasang
matanya sangat tajam, bengis sinarnya. Dia pula muncul dari
belakang kuburan dimalam yang demikian sunyi dan dingin.
"Siapa kau?" Siong Pek menegur. "Ada permusuhan apa
diantara Yap Tocu dan kau maka kau sudah menurunkan
tangan jahat terhadapnya?"
Orang mirip mayat hidup itu memutar matanya yang tajam
dan bengis itu, dia memperdengarkan suaranya yang seram,
"Aku si-orang tua yalah Kauw Pek Sin-Mo ciauw Bu muridnya
Pak Beng Sam Mo Yap Siauw ceng denganku tidak bermusuh,
tetapi tanpa sebab tanpa lantaran dia mengumpat-caci
padaku, dari itu aku hajar dia satu kali dengan tangan
dinginku Han Peng Im Ciang. Tidak kusangka, dia tak dapat
bertahan buat satu pukulan saja"
Siong Pek terkejut mendengar orang menjadi muridnya Pak
Beng Sam Mo.
"Dimana Yap Tojin bertemu denganmu tuan?" ia tanya.
Ciauw Bu mengawasi, matanya bersinar dingin.
Mendengar itu siorang tua berbaju hijau yang bersembunyi
dibelakang pohon, terkejut, ia lantas berpikir, Jikalau begitu
Nio Eng Sian dan aku telah terdengar telinganya, maka jikalau
dia tidak disingkirkan dibelakang hari dia dapat menjadi
ancaman bencana Mungkinkah Nio Eng Sian telah dikuntit?"

1466
Itu waktu Siong Pek Tojin menanya bengis, "Diwaktu Pak
Beng Sam Mo menyerbu Bu Tong San, apakah tuan turut
ambil bagian?"
Orang itu tertawa berkata, "Tidak salah" sahutnya terkebur,
“Jikalau tidak ada panggilan U-bun Lui, mungkin Bu Tong San
sudah ludas semua dan kamu tak bakal dapat lolos"
Ketujuh imam menjadi sangat gusar, segera mereka
bergerak hingga mereka berkumpul dalam garis garis Pat-kwa,
kecuali bagian Seng-mui, atau "Pintu hidup", yang lowong,
Mereka tinggal bergeraknya lebih jauh.
Kauw Pek sin-Mo memainkan bibirnya. sikapnya tawar
sekali.
“Jikalau kamu memikir untuk mampus, berlakulah rela "
katanya, ia merapatkan kedua matanya, sikapnya acuh tak
acuh.
Siong Pek Tojin habis sabar, dengan lantas ia maju,
menikam jalan darah sin-bun dari orang she ciauw yang
jumawa itu. perbuatannya ini lantas ditelad keenam saudara
seperguruannya hingga tubuhnya Kauw Pek Sin-Mo seperti
terkurung pedang mereka itu. Dengan bergeraknya mereka
itu, pintu Seng-mui pun tertutup sendirinya.
Ciauw Bu main berkelit, tempo satu kali ia mementang
kedua tangannya, ia menyalurkan hawa dingin membikin
ketujuh pedang terpental berbareng dengan mana, ia lompat
mencelat mengapungi diri sambil ia berkata nyaring. "Aku
siorang tua hendak menghadiahkan sembilan butir Ngo-Tok
San-hwe-tan untuk kamu mencoba-coba"
Ketujuh imam sudah lantas memencar diri. itulah akibat
yang wajar karena mentalnya pedang mereka masing-masing,
Syukur senjata mereka itu tak lolos dari tangan mereka.
Berbareng mereka itu mundur, menyusuli kata-katanya.
Kauw Pek Sin-Mo, si Hantu Menggaet Nyawa, telah mengayun
tangannya, hingga meluncurlah peluru -pelurunya yang
bersinar bagaikan bintang jatuh.

1467
Itulah Ngo-Tok San-hwe-tan, atau peluru api beracun yang
liehay. Lantas juga semuanya, sejarak satu tombak dari
ketujuh imam bentrok menjadi satu, nyaring suaranya
muncrat lelatu apinya, dari atas turun kebawah. Berbareng
dengan itu pula tersiar bau yang membuat orang hampir
pingsan-
Sekonyong konyong terdengar teguran keras. "oh siluman
bagaimana kau berani melakukan kejahatan besar ini?"
Lalu dari belakang sebuah pohon pek terlihat lompat
keluarnya satu bayangan orang yang kedua tangannya segera
di-luncurkan, hingga karenanya hawa jahat itu kena dipukul
mundur kearah Kauw pek Sin-Mo ciauw Bu, yang tubuhnya
lagi turun.
Ciauw Bu kaget luar biasa. inilah diluar dugaannya, Dia
menjadi repot. Dengan gugup dia berjumpalitan dengan kedua
tangannya dia menolak dengan menggunai Han peng cin Khie,
hawa dingin aslinya.
Hawa panas tak dapat melawan hawa dingin, itu lelatu
peluru api itu lantas terkalahkan. Akan tetapi si orang tua
dengan baju hijau itu menggeraki pula kedua tangannya
menindih pula lelatu api itu.
Ciauw Bu kaget, dia melawan, tidang urung dia merasakan
tangannya sangat panas dan sakit, sambil menjerit dia lompat
jauh, untuk menyingkirkan diri. Dia sebat tetapi api lebih cepat
pula, Kembali dia menjerit, hanya kali ini, tubuhnya terus
roboh ke tanah,
Tapi masih ia hendak menolong diri, ia bergulingan sampai
belasan tombak. celaka untuknya, api tidak mau padam,
bahkan menyala makin besar.
Ia menjerit jerit menyayatkan hati dari keras sampai
menjadi perlahan, lalu perlahan lahan rintihannya berhenti.
Ketika akhirnya api berhenti berkobar, maka tubuhnya si
Hantu Pembetot nyawa menjadi hangus hitam legam, dari
dada dan perutnya keluar asap yang sangat bau.

1468
Menyaksikan itu, si orang tua baju hijau menghela napas.
"Kau cari mampusmu sendiri, kau mencelakai orang untuk
akhirnya mencelakai diri sendiri", katanya. "Sebenarnya aku
tidak berniat mencelakai kau, akan tetapi guna memadamkan
api, supaya tidak menjadi melulahan, terpaksa aku berbuat
begini." Lalu ia memutar tubuh, ia tercengang, ia
mendapatkan Bu Tong cit To duduk bersila dengan mata
mereka dimeramkan.
Mereka itu lagi bersemedhi, untuk memulihkan tenaga
mereka, Dibawah sinar rembulan, muka mereka nampak pucat
pasi, Baju merekapun berlubang enam atau tujuh akibat
terbakar peletikan api, Api itupun mengeluarkan asap atau
hawa beracun, ketujuh imam tidak sempat menahan napas
mereka tadi kena menyedot, lantaran mana mereka jadi kena
terserang hawa racun.
Bukan main terharunya si orang tua baju hijau, ia insaf
benar hebatnya pertikaian budi dan sakit hati dikalangan
Rimba Persilatan orang balas membalas hingga terbitlah
bencana hebat. Semua itu karena keliru pikir disatu saat.
Jauh disana, disungai yang besar, air nampakputih seperti
rantai. mengalir kearah timur untuk tidak kembali, Demiklan
juga penghidupan manusia... kemudaannya pergi untuk
menjadi ketuaannya, menambah kesucian, kedukaanooo
BAB 22
TENGAH si orang tua baju hijau itu ngelamun saking
berdukanya, ia mendengar suaranya Siong Pek Tojin dari
belakangnya. Kata imam itu: "Kami telah ditolong, kami
sangat bersyukur kepada kau, siecu."
Ia lantas berpaling perlahan, ia melihat tujuh imam dari Bu
Tong Pay itu lagi berdiri tak jauh dari ianya, muka mereka
masih tetap pucat, sebab dalam tempo yang singkat itu,

1469
kesehatan mereka tidak dapat segera pulih kembali. cuma
hawa racun saja yang mereka dapat tolak pergi.
Melihat orang berpaling, ketujuh imam lantas menjura,
mengangguk sambil membungkuk.
"Tidak berani aku terima" kata orang tua baju hijau
menampik kehormatan itu, "Kita sebenarnya pernah bertemu
satu kali. Bukankah lotiang pergi ke Siauw Lim Sie buat urusan
kitab Bu Siang Kim Kong ciang Keng? Apakah semua suhu dari
siauw Lim Sie baik-baik saja?"
Siong Teng semua heran, Mereka merasa orang tua itu
asing bagi mereka, Lantas mereka memikir tetapi mereka
tidak dapat ingat dimana kedua pihak pernah bertemu. Heran
pula orang ketahui hal kitab pihak Siauw Lim Sie itu.
Orang tua itu tersenyum, "Apakah It Goan Kiesu dan ouw
Kok Lan masih berada di Siauw Lim Sie?" dia menanya pula.
Mendengar pertanyaan ini barulah Siong Pek Tojin ingat,
orang adalah Koay ciu Sie-seng Cia In Gak. -si Pelajar Aneh
yang tersohor itu, Maka lekas-lekas ia memberi hormat pula,
sembari tertawa ia kata: "Kiranya Cia Siauwhiap, Pinto
memang heran sekali di-jaman ini siapa lagi yang
berkepandaian begini lihay kecuali siauwhiap. It Goan Kiesu
bersama Nona ouw Kok Lan satu hari dimuka tibanya kami
sudah meninggaikan kuil Siauw Lim sie, mungkin mereka itu
menuju ke He-kauw" ia berhenti sebentar, lalu ia meneruskan:
"Mungkinkah Siauwhiap sendiri yang telah menolongi ketiga
tianglo kami?"
Orang tua dengan baju hijau itu bersenyum, Hanya sedetik,
mendadak ia mengasi lihat roman sungguh-sungguh, terus ia
memasang telinga.
Ketujuh imam dari Bu Tong Pay heran, Mereka lantas
menduga pada sesuatu, yang mereka sendiri tidak lihat atau
dengar Semua turut berdiam sambil memasang kuping dan
mata. Tidak lama, Siong Pek Tojin lantas mendengar

1470
kibarannya ujung baju serta tindakan kaki yang berjalan pesat
tetapi enteng, ia menjadi heran sekali.
"Pantaslah orang ini muda tetapi namanya telah
menggetarkan Rimba Persilatan," pikirnya, "Siapa sangka dia
mempunyai telinga begini terang dan mata yang celi sekali.
Tak sanggup kami menandingi dia."
Disaat itu, diantara sinar rembulan, terlihat dijurang ditepi
sungai berlari-lari mendatanginya satu bayangan orang, ketika
bayangan itu datang mendekati, dia memperlahankan larinya,
sampai dia tiba didepan banyak orang. Dia tidak membuka
mulutnya hanya mengawasi dengan tajam.
In Gak cuma melihat orang sekelebatan, lantas ia
memandang kesungai dimana sang Putri Malam lagi berkaca,
ia tenang sekali, tak sedikit kentara bahwa ia tertarik
perhatiannya.
Bayangan itu, atau orang itu, bermuka berewokan, hingga
dia nampak bengis. Dia mengasi dengar suara "Hm" setelah
mana, dia menggeraki tubuhnya lompat melewati semua
orang.
Siong Pek Tojin kaget, hingga ia berseru. "Ban Siauw
Chong"
"Han Goat Sin To" menimpali seorang imam disamping
Siong Pek itu, Dialah Ya In Tojin, pun kaget.
Han Goat Sin To Ban Siauw Chong lompat lima tombak.
setelah mana dia mencelat pula, kali ini untuk memapaki
datangnya seorang baru, hingga mereka berdua menjadi
berdiri berhadapan-
"Hahaha," tertawa orang baru itu, "Ban siaw Chong
beginilah hidupnya manusia, Selama mereka masih hidup,
ditempat manakah mereka tak dapat bertemu? Kau tentu tidak
menyangka sekali-kali bahwa disini kau bertemu pula dengan
Lui LoJie" M
Memang itulah Lui Siauw Thian si Jenaka yang gemar
berguyonTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1471
Ban Siauw Chong tertawa menyindir. "Kunyuk She Lui,
jangan puas dulu” katanya,
tajam. "Bagus untungmu, pada tujuh tahun dulu kau tidak
mampus diurung golok Han Goat Sin-to hingga kau dapat
mencuri hidup buat beberapa tahun lagi. Sekarang ini tak usah
sampai aku si orang she Ban yang turun tangan pasti kau
bakal sukar hidup lagi beberapa hari saja"
Lui siauw Thian tidak menghiraukan kata-kata orang itu,
dia tertawa geli.
“Jikalau dikurniakan Thian” dia berkata lucu. "Raja akhirat
sendiri tidak menghendaki aku, habis apa mau dibilang? Maka
itu, apalagi kau, apa kau dapat berbuat atas diriku? sebaliknya
kau, seorang Kang ouw luar biasa, yang sudah banyak tahun
hidup menyendiri kenapa kau kesudian hendak mengandalkan
kepada partai Bendera Kuning, hingga kau seperti membantu
Kaisar Tiu membuat kejahatan? Sungguh, aku harus merasa
sayang untuk dirimu..."
"Ngaco-belo" Siauw cong membentak: "Apakah kau sangka
aku siorang she Ban dapat menjadi seperti orang dalam
terkaanmu itu? Disini cuma ada soal orang Rimba Persilatan
memperebut nama. Aku siorang she Ban aku datang untuk
undangannya Mo cuncia, untuk aku membantu meramaikan
gelanggang Hm ! Hm Semoga kau, Lui Siauw Thian, kau dapat
memasuki gelanggang partai Bendera Kuning dengan masih
hidup..."
Belum lagi siauw Thian sempat berkata-kata pula, In Gak
sudah lantas maju menyelak diantara dua orang itu, untuk ia
lantas menanya: "Tuan apakah maksud kata-katamu ini.
Sudikah kau memberi keterangan?"
Ban Siauw cong terperanjat atas munculnya In Gak. ia
kaget, untuk ilmu ringan tubuh orang akan tetapi ia mencoba
menguasai diri, Maka dengan sabar ia berkata: "Kau pasti

1472
ketahui sendiri, tuan Untuk urusannya partai Bendera Kuning,
tak usah aku siorang she Ban turut campur mulut"
Kata-kata ini akhirnya dengan lompatan mundur tiga
tombak, Akan tetapi segera ia menjadi kaget, ia baru menaruh
kakinya atau si-orang tua berbaju hijau itu sudah berada dihadapannya.
orang bergerak bagaikan angin atau hantu.
"Hebat...." pikirnya sambil menyedot napas, Tapi ia
menguasai diri, ia lantas menegur: "Tuan mau apa kau
menghadang aku?"
In Gak bersenyum.
"Kau belum cerita jelas, tuan, mana dapat kau lantas
pergi?" ia kata. "Akupun mengagumi kau, yang mirip
segalanya dengan Mo cuncia, Kau ceritalah"
Ban Siauw cong mengawasi tajam, dia tertawa tawar.
"Semua orang yang menentang partai Bendera Kuning
berada didalam pengawasan partai itu" dia kata, "maka itu
mungkin kau tuan sekarang kau bicara denganku, besok kau
sudah tidak bernyawa lagi Apakah perlu aku siorang she Ban
menggoyang goyang lebih jauh lidahku? Tentang diriku pribadi
tuan, tak usahlah kau campur tahu"
In Gakpun tertawa tawar, "sebaliknya sekarang ini belum
tentu kau bakal hidup lebih lama pula, tuan" ia berkata tak
kurang tajamnya, "Buat apa begini jumawa?" Disaat itu In Gak
mendapat satu pikiran baru, ia merasa, sebab utama dari
sepak terjang-nya Oey Kie Pay adalah dirinya sendiri, maka itu
harus ia sendiri yang bertanggung jawab, ia memikir untuk
menyingkirkan setiap musuh tangguh.
Karena ini, ia memikir juga untuk menggunai ilmu totok
Hian Wan Sip-pat Kay bagian menentang napas, supaya
selama enam tahun, orang tak dapat berbuat apa-apa, sampai
tenaga totokan itu lenyap sendirinya, Daya ini tak usah
meminta kurban jiwa. Ban Siauw cong melengak sejenak lalu
dia tertawa nyaring.
"Kaulah yang sangat takabur, tuan" dia menegur "Kau tak
tahu malu”

1473
In Gak bersenyum.
“Jikalau kau tidak percaya, tuan, coba kau bernapas," ia
kata, "Pasti napasmu bertentangan diantara lain im dan yang,
Adakah sesuatu yang tak wajar pada jalan darah khie-hay?"
Diam-diam siauw cong terkejut Lantas ia menarik napas.
Benar-benar ia merasakan saluran yang tak 1urus. Hawa
Thay-im dan Siauw-yang benar-benar berkumpul dijalan darah
yang disebutkan itu, diatas dingin dibawah panas. Mau atau
tidak- ia mengasi lihat roman kagetnya, ia tidak tahu
kapannya orang menyerang padanya.
In Gak bersenyum, ia kata: "Mo cuncia itu kejam sekali
Siapa bekerja sama dengannya, diam-diam ia telah totok jalan
darahnya, Totokan itu tak ada lain orang yang dapat
membebaskannya, itulah siasatnya membuat orang bersetia
kepadanya, agar orang tidak berhati serong. sekarang ini kau
tidak merasakan sesuatu yang hebat, hanya nanti setengah
bulan kemudian, setiap tengah malam, kau bakal merasakan
hatimu panas, kau akan menderita kecuali kau makan obat
buatannya sendiri"
Hati siauw cong berdebaran, ia bungkam, matanya
menatap sayup,sayup, In Gak balik mengawasi, ia bersenyum
pula.
"Ilmu totok telengas itu, akupun tidak dapat
membebaskannya," ia berkata lagi,
"meski demikian, aku rasa aku dapat memikir suatu
dayanya, jikalau tuan tidak iklas hati mengikut Mo cuncia,
silahkan kau lekas pulang kepondokanmu, terus kau duduk
bersamedhi sambil menyalurkan pernapasanmu asal kau
bersungguh-sungguh, tak lama kau akan dapat membebaskan
dirimu"
Siauw cong memperlihatkan roman jengah.
"Terima kasih tuan untuk pengajaran kau ini," katanya
kemudian. "Selama aku hidup, pasti aku akan dapat membalas

1474
budi kebajikan-mu ini." ia lantas menjura dalam, terus ia berlompat
mundur, berjalan empat tombak jauhnya atau
mendadak ia ingat sesuatu.
"Siapakah orang tua baju hijau ini?" pikirnya. "Aku belum
tanya she dan namanya? Kenapa dia ketahui aku telah
menjadi kurban totokan? Mucgkinkah dia main gila...." ia
merandak otaknya bekerja terus, ia pikir untuk menanya, atau
didetik itu juga, ia membatalkan niatnya itu, ia malu untuk
bertanya. Diakhirnya ia bertindak pergi dengan cepat berlari
lari.
Lui Siauw Thian mengawasi orang berlalu, baru ia menoleh
kepada adik angkatnya untuk berkata: "Shate, bagus akal
muslihat kau ini. Aku percaya binatang itu takluk benar-benar
dan akan terus meninggalkan He-kauw untuk pulang
kerumahnya" In Gak bersenyum, ia tidak menjawab.
Ketika itu dari arah Hong Ho Lauw Nampak pula satu
bayangan manusia lagi lari mendatangi tibanya cepat sekali
hingga lantas orang mengenali Twie hong cie-wie Cian Leng si
Landak. Dia memberi hormat pada In Gak untuk berkata:
"Chong Tianglo menitahkan aku membawa berita bahwa
sekarang ini di He-kauw terdapat banyak orang Oey Kie Pay,
orang-orang yang liehay, yang bertugas secara diam-diam
mencelakai kaum lurus maka itu tianglo telah meminjam
sebuah kampung diseberang kali guna menampung semua
sahabat dan kenalan- Su-tianglopun diminta segera datang
katanya ada urusan penting yang hendak dibicarakan- Kedua
nona dan Siang Koancu sudah berangkat lebih dulu."
"Oh" berseru In Gak. " Kiranya ia sudah menyediakan
tempat Mari kita pergi kesana" Lantas orang berangkat, Cian
Leng lari di-sebelah depan sebagai penunjuk jalan-
"Sudah sampai" katanya selang tak lama, ia berhenti
disebuah puncak tangannya menunjuk kebawah dimana ada
rumah diantara pohon-pohon cemara yang lebat. ia

1475
mengeluarkan sebatang bambu dari sakunya, ia memasuki
itu kemulutnya untuk terus men hingga terdengarlah satu
suara tajam, yang terbawa sang angin-
Lekas sekali terdengar suara penyahutan, yang disusul
dengan munculnya empat pengemis tua. Mereka itu memberi
hormat pada In Gak lalu mereka memimpin jalan. In Gak
semua mengikuti
Dengan lekas mereka sudah sampai dibawah, diantara
rimba pohon cemara, dimana terlihat tegas sebuah
pekarangan luas serta kebunnya dimana terdapat sebuah
rumah besar. Didepan rumah itu Chong Sie berdiri
menyambut, terus ia memimpin masuk keruang tetamu.
Lui siauw Thian membuat pertemuan dengan tujuh imam
dari Bu Tong Pay, sesudah itu ia mencekal tangan In Gak
seraya berkata tertawa: "Selama di atas lauwteng Hong Ho
Lauw, tanpa kau yang mengisiki Shate, pasti kakakmu bakal
roboh sebagai kurban kejahatan mereka itu"
Mereka bicara sambil berjalan, Lekas juga mereka sampai
diruang dalam dimana terlihat Liok Koan bersama Hu Wan,
Kang Yauw Hong, Lo Siang Bwe, Siang Lok, Hoan Siauw coan,
Tan Bun Han, ouw Thian Seng, Tok-pie Hong-In-kay sek Siu
serta Kiang cong Yauw.
Chong Sie lantas menitahkan Cian Leng dan Sek Siu:
"Kamu berdua lekas pergi ke He-kauw untuk memerintahkan
semua saudara Partai kita cabang kang he, buat mereka
menyambut setiap sahabat kita yang datang kesini. Tapi ingat,
jangan kamu menyebut adanya su-tianglo disini"
Dua pengemis itu berlalu dengan cepat. Ketika In Gak
tengah menanyakan cong Yauw tentang lenyapnya Tonghong
Giok Kun, ia heran atas perintahnya kakak- angkat itu, maka
ia menanya, apa maksudnya itu.

1476
Chong Sie memandang adik- angkat itu, ia berkata
sungguh-sungguh: "partai Bendera Kuning ingin merampas
kedudukan jago Rimba Persilatan, dia telah mengirim banyak
undangan, diantaranya yang sudah menerima yalah Ngo Bie
Pay, Tiam Chong Pay dan Ngo Tay.
Ketiga partai itu tersangkut paut dengan kau, shate, sebab
mereka salah paham, maka itu sebelum musuh dapat
ditumpas kita jangan bentrok dengan mereka. Bentrokan juga
dapat mempersulit Kiang Siauw-hiap dan kedua nona Kang
dan Lo. Aku anggap baiklah shate menyembunyikan dulu
dirimu."
In Gak anggap itu benar, ia mengangguk.
Chong Sie menghela napas, ia berkata pula, "U bun Lui
liehay sekali, dia berhasil membujuki gurunya datang ke Timur
ini. Seperti di ketahui, gurunya itu yalah Shatohuoto, pendeta
hantu dari Thibet itu, Dengan mendapat kawan Mo cuncia dari
Tiang Pek San dan Pak Beng Sam Mo, U-bun Lui bakal
mendatangkan malapetaka besar, maka itu, aku merasa sedih
sekali... “
In Gak berdiam.
“Jangan kau berduka toako," katanya sejenak kemudian,
"Aku telah memikir satu daya upaya dengan mana aku harap
kita dapat mengubah keadaan hingga tetamu menjadi tuan
rumah..."
Chong Sie percaya kecerdikannya adik- angkat ini, hatinya
menjadi lega.
"Bagus jikalau kau dapat melakukan itu, shate," ia kata, "itu
berarti kebaikan Umum. Dapatkah kau menutur sesuatu?"
In Gak berbisik ditelinga kakak itu.
Chong Sie mengangguk seraya berkata: "Tipu ini baik,
hanya belum tentu Bin San Jie Tok dapat bergerak dengan
merdeka. Ada kemungkinan mereka ditahan secara lunak
didalam markas Oey KiePay. Pula masih harus disangsikan
yang mereka mau turut pihak kita-Menurut aku, baiklah kita

1477
pakai jalan tetamu menjadi tuan rumah itu, meskipun
pertempuran tak dapat dihindarkan-"
In Gak tersenyum.
"Manusia berdaya, Thian berkuasa," katanya. "Besok aku
mau pergi kemarkas besar Oey Kie Pay, guna menolongi
saudara Tong-hong serta Bin San Jie Tok. jikalau aku tidak
berhasil baru aku ambil daya yang lainnya."
Meski In Gak bersenyum, orang dapat melihat sinar
matanya yang tak gembira.
Lo Siang Bwe sangat berduka, jikalau bukan karena ia,
Tonghong Giok Kun tentulah tidak dibawa pergi oleh Ang Nio
cu. ia berduka tanpa dapat membuka mulutnya maka ia mesti
menderita sendiri.
"Apakah besok kau pergi sendiri?" Siauw Thian tanya
adiknya, In Gak mengangguk. “Jikalau banyakan, apabila ada
salah satu yang gagal, itu berarti memecah perhatian-" Ia
menerangkan "Maka itu lebih baik aku pergi seorang diri, Aku
tidak takut walaupun In Bong Tek merupakan guha harimau
atau gedung naga..."
Siauw Thian batuk satu kali.
"Biar aku tidak mendapat penjelasan dari kau, shate,
dayamu ini pasti tak mudah di-lakukannya . "
In Gak heran-
"Kenapakah?" tanyanya.
"Lui lo-jie ketahui kau hendak tarik Bin San Jie Tok kepihak
kita," kakak itu menerangkan "itu berarti, memakai tombak
orang menikam tamengnya itu orang sendiri, supaya orang
runtuh tanpa berperang lagi. Tapi harus diingat, diantara
orang-orang undangannya Oey Kie Pay itu, ada mereka yang
mau merebut juga kedudukan kepala perserikatan-.."
Pemuda itu tertawa tawar.
"Dalam suatu usaha, tak dapat diharap hasilnya secara
sempurna, cukup asal tidak mengecewakan- Menurut kau,

1478
jieko orang sukar berjalan walau cuma satu tindak." Siauw
Thian tertawa berlenggak.
"Kapannya Lui LoJie pernah tahu takut?" katanya, "Aku
cuma memikir untukmu, supaya kau dapat memikirnya pula,
Nah, cukup sudah. Perut Lui Lo-jie sudah memukul tambur
Chong Lo-toa, apa ada arak dan makanan ? Lekas keluarkan "
Orang tertawa mendengar kata-kata Jenaka itu.
Ketika itu satu pengemis usia pertengahan datang dengan
cepat, Dia mengangguk pada Chong Sie sambil berkata,
"Harap tianglo ketahui Lima lie dari sini, didalam lembah, ada
sebuah rumah kemana tampak orang Oey Kie Pay masuk dan
Khole Kong San Su Mo bersama Poan Poan Siu sekalian pun
tengah menuju ke sana."
Chong sie mengerutkan alis, ia memberi isyarat untuk
pelapor itu mengundurkan diri.
"Nanti aku pergi lihat," kata In Gak yang lantas berlompat
keluar, Untuk dapat pergi kerumah didalam lembah itu, ia
minta pelapor tadi memberi petunjuk.
Malam itu rembulan terang dan bintang banyak. angin
bertiup halus, akan tetapi meski alam indah, In Gak tak dapat
menikmatinya, bahkan ia menjadi berpikir pusing, ia merasa
lama-lama merantau itu menjemukan-
Maka ia anggap. kalau urusan sudah beres, baiklah ia hidup
menyendiri ia tahu benar kata-katanya Siauw Thian tadi,
musuh tak dapat dipandang ringan- sebelum ia berhasil
menuntut balas untuk ayah dan ibunya tidak dapat ia
membahayakan dirinya.
Maka perlu ia sabar, Akhir-nya ia menghela napas dan
ngoceh sendirian: "Si cerdik bekerja dengan menuruti waktu si
tolol menentangnya, jangan mengharap banyak. cukup asal
hati sendiri tenteram dan tenang."
Segera juga In Gak sampai di lembah yang dituju, ia
melihat rumah yang dimaksudkan-Rumah itu teraling dengan

1479
pepohonan Tidak ada penerangan disitu, sebaliknya lentera
merah digantung dibeberapa cabang pohon bergoyanggoyang
tertiup angin- ia maju mendekati, ia sembunyi
dibelakang pohon, untuk mengintai.
"Meski ada maksudnya lentera itu," ia menduga-duga,
"Baiklah aku hajar sebuah lentera, guna melihat apa
akibatnya"
Ia memungut sebutir batu, tapi waktu ia mau menimpuk ia
dapat melihat tiga bayangan orang lari mendatang larinya
sangat pesat, ia memasang mata kepada mereka itu, yang
berhenti ditempat delapan tombak dari ianya.
Orang yang ditengah seorang pemuda tampan, dua yang
lain bertubuh kasar, usianya pertengahan Mereka pada
membekal senjata.
"Ya, disini," kata seorang dengan lidah propinsi Su-coan,
suaranya- keras, "Aku telah menguntit Khole Kong San Su Mo
sampai di sini. Beberapa tauwbak disini liehay, hampir aku
kepergok, Mereka semua masuk kedalam rumah besar itu,
Aku tidak berani lancang memasuki rumah itu, maka itu aku
kembali untuk mengajak kamu berdua. jiewie." ia berhenti
sebentar, lalu meneruskan: "Bagaimana kalau kita maju
sekarang?"
"Sabar" kata seorang, "Kita berada dekat rumah tetapi
disini tidak ada penjagaannya, inilah mestinya akal belaka,
Beberapa buah lentera itu mencurigai, sebab digantungnya
lewat sependirian, hingga untuk menurunkan-nya orang mesti
menimpuknya. itulah berbahaya."
"Dia teliti," In Gak puji orang itu yang cerdas dan sabar.
Tiga orang itu berjalan terus kearahnya, maka sekarang In
Gak bisa melihat tegas, Yang satu beroman gagah, hidungnya
besar, mulutnya lebar, kumis jenggotnya panjang sampai
diperut. Kawannya pun beroman gagah, matanya celong,
mukanya penuh berewok lebat.

1480
Orang yang ketiga, siorang muda, dikenali sebagai siauw
Pek Liong Kat Thian Ho dari Kun Lun Pay, anak muda mana
pernah diketemukan digunung Thay Gak San-
Tiga orang itu berhenti pula, lalu terdengar suaranya Kat
Thian Ho. "Setelah meninggalkan Thay Gak San, baru aku
tahu dikolong langit ini ada banyak sekali orang pandai. Nyata
kepandaianku cuma mirip api kunang-kunang. Melihat Koay
ciu Sie-seng, aku menjadi jeri untuk merantau, Maka itu
sepulangnya kegunung, aku minta guruku menyadari Kian Kun
Sam ciat Kiam, ilmu pedang yang menjadi pusaka, serta Taylek
Eng-jiauw Kang. Syukur aku dapat menguasainya.
Hanya selama yang belakangan ini, kami dimusuhi Khong
tong Pay dan Hoa-He Su ok, sudah ada sembilan orang kami
yang dibikin celaka, hingga guruku tak dapat bersabar lagi.
Terkabar Khong Tong Pay dan Hoa-He Su ok itu telah
diundang Oey Kie Pay, inilah kebetulan, guruku berniat
menggunai ketika ini menghajar mereka itu. Suhu bersama
paman guru dan yang lainnya ada dalam perjalanan ke Hekauw
mungkin besok mereka akan tiba disini."
Sikumis panjang mengangguk.
"Sungguh ancaman bahaya hebat sekali." katanya, "Kalau
kawanan hantu itu tidak dibasmi dari siang-siang, maka kita
Rimba Persilatan, kita bakal tidak mempunyai tempat untuk
dikubur..."
Orang dengan lidah Su-coan itu pun berkata-
"Oey Kie Pay bermarkas di Tay Hong San, di telaga In Bong
Tek. habis apa perlunya merekapun membangun pusat
rahasia ini? Pasti dia mengandung maksud yang orang harus
mencapekan hati memikirkannya. Tiba-tiba Kat Thian Ho
tertawa.
"Saudara Uy, ketika aku masih belum mengerti aku pun
memikirkannya lama," ia kata "Mereka mengandung niat jahat
dan busuk sekali sebenarnya disini mereka memaksa Bin San
Jie Tok membuat semacam racun yang tanpa warna dan
rasanya, hingga orang sukar mengenali dan mengicipinya,

1481
orang-orangnya yang lihay telah dikirim ke pelbagai propinsi
guna menyebar racun itu, siapa terkena itu, dia tidak berdaya,
dia bakal dibekuk dan diangkut kemarkasnya. Tadi malam
secara rahasia mereka mengumpulkan semua orangnya yang
menggunai racun itu, untuk berapat, guna mengirim laporan
ke markas besar mereka."
"Kat Siauwhiap. kenapa kau ketahui begini jelas hal mereka
itu?" tanya orang she Oey itu.
"Tadi ditepi sungai aku berhasil membekuk satu orang Oey
Kie Pay, dari mulutnya aku berhasil mengorek keterangan itu."
ia mau bicara terus, atau mendadak ia nampak kaget dan
tangannyapun terus menunjuk. Katanya: " Lihat Lihat lentera
merah itu, kenapa bertambah? Apakah artinya itu?" Dua
kawan itu juga heran, mereka lantas menoleh.
In Gak tercengang, ia terus memasang telinga dan
mendengar pembicaraan mereka bertiga itu sampai ia alpa, ia
mendapat kenyataan lentera bertambah beberapa puluh buah,
hingga diantara pepohonan nampak cahaya merah. Semua
mereka tidak mengarti, tak ada yang dapat menerka.
Siauw Pek Liong hendak berkata pula tempo terdengar
suara orang dibelakangnya, suara yang didului dengan
tertawa dingin.
"Bocah, nyalimu besar Bagaimana berani kau mengintai
daerah terlarang Partai orang Kau telah melanggar pantangan
kaum Kang ouw, Lekas kau berlalu dari sini, aku si orang tua,
tidak mau aku melanggar pantangan membunuh terhadap
bocah yang tak tahu suatu apa”
Kat Thian Ho bertiga kaget sekali, dengan cepat mereka
memutar tubuh, Mereka melihat seorang tua berdiri dua
tombak dari mereka. orang tua itu kurus kering tetapi
sepasang matanya bersinar tajam. Dia mengenakan baju
panjang warna putih yang gerombongan- Aneh baju itu tidak
berkibaran tertiup anginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1482
"Kau siapa?" Kat Thian Ho tanya sesudah mengawasi
sekian lama dan kagetnya lenyap.
"Lembah ini dan rumah besar itu, adakah itu tempat
kediaman kau?"
Si kurus kering tertawa dingin.
"Kamu ingin ketahui siapa aku siorang tua?" katanya, "itu
artinya kamu bakal lantas mampus tanpa tempat mengubur
mayat kamu. Benar rumah besar itu bukan tempat
kediamanku akan tetapi..."
"Kalau itu bukan tempatmu" Thian Ho memotong, "tak
usahlah kau mencapaikan hatimu Kami datang kemari untuk
menggadangi si Putri malam, kami tengah memasang omong
dengan asyik, apakah kau dapat memperdulikan kami?"
Mata orang tua iru bersinar pula, Dia bengis agaknya
hendak membunuh orang. Dia mengasi dengar tertawanya
yang menyeramkan, Mendadak dia berseru, "Bocah, kau cari
mampus" Mendadak tangan kanannya meluncur tangan itu
mengeluarkan hawa dingin.
Thian Ho sudah siap sedia, ia menghunus pedangnya dan
memutarnya, guna menangkis, sembari berbuat begitu ia
berseru: "Saudara-saudara lekas mundur" Akan tetapi ketika
mereka bentrok. ia terhuyung mundur tiga tindak
"Bocah, kau tidak tahu diri" kata sikurus kering, ia
meluncurkan pula tangannya, Kali ini lima jari tangannya
menyamber, guna menangkap pedang si anak muda.
Thian Ho tidak takut, ia memutar terus pedangnya, yang
berkilauan, guna membabat kutung jeriji tangan musuh itu.
Melihat ilmu silat Thian Ho, diam-diam In Gak memuji: "Dia
maju pesat dibanding ketika aku menemui dia di gunung Thay
Gak San. Entah siapakah orang tua kurus kering."
Sekonyong-konyong orang tua itu berseru, tubuhnya
mencelat tinggi, kedua tangannya dipakai menolak keras.
Thian Ho berseru juga, ia memutar pedangnya dengan
tenaga dikerahkan, terus ia menyerang, beruntun hingga tiga

1483
kali. Pedangnya terlihat bergerak lambat tetapi sebenarnya
cepat.
Orang tua itu, dengan hawa dinginnya, kena terdesak
mundur satu tindak. Kat Thian Ho mendapat hati, ia ulang
rangksakannya.
Mau atau tidak orang tua itu kembali mundur, bahkan ia
mesti mundur terus jikalau ia tidak mau menjadi korban
pedang.
"Itulah tentu ilmu pedang Kiau Kun Sam ciat Kiam,” In Gak
menduga-duga, "Hebat ilmu pedang itu. Tapi orang tua ini
juga liehay sekali, dia mungkin satu jago tua yang sudah lama
tak pernah munculkan diri, sampai hari ini. Tidak mudah untuk
merobohkan dia"
Dugaan In Gak ini lantas berwujud, Dengan tiba tiba
siorang tua lompat mundur lima tombak. terus dari
kerongkongannya terdengar suara tertawa yang
menyeramkan memecahkan kesunyian sang malam.
Ketika suara itu berhenti, sinar mata bengis dari dia
memancar pula. Lantas terdengar suaranya: "Bocah, kau
kiranya murid Kun Lun Pay Apakab kau menyangka dengan
Kian Kun Sam ciat Kiam kau dapat mempersulitkan aku? Kau
keliru?"
Habis berkata, dia bertindak maju cepat sekali, kedua belah
tangan bajunya berkibaran-
Kat Thian Ho terkejut pedangnya lantas terasakan berat.
Belum ia sempat memikir atau berdaya, pedang itu sudah
tersampok sampai terlepas, menyusul mana ia merasa
tubuhnya kena terangkat naik.
"Bocah, serahkan jiwamu" berseru sikurus kering, lima jari
tangannya menyusul meluncur.
Kedua kawan Thian Ho terkejut, sambil berseru mereka
maju menyerang: Mereka hendak menolongi kawan she Kat

1484
itu. Tanpa menoleh lagi, orang tua itu mengibas dengan
tangan kirinya, sedang tangan kanannya tidak ditarik pulang.
Kedua kawan itu memperdengarkan suara tertahan,
mereka terkejut karena tubuh mereka tergempur, tangan
mereka masing-masing sakit sekali, seperti tangan mau patah.
Disaat Thian Ho terancam maut itu, hingga dia menjerit
dari belakang sebuah pohon besar didekat mereka terlihat
satu bayangan orang berlompat maju, untuk memernahkan
diri diantara kedua orang yang lagi mengadu jiwa itu, tangan
kanannya melindungi si anak muda, tangan kirinya
menyempar si orang tua.
Hanya sejenak, siorang tua berseru tertahan, tubuhnya
terpental mundur. Dia heran, diapun kaget, maka begitu dapat
menaruh kaki, dia mengawasi tajam kepada orang yang
merintangi usahanya membinasakan musuh, ia melihat
seorang tua dengan baju hijau berdiri mengawasi padanya.
Lantas dia tertawa dingin. "Tahukah kau siapa aku si tua ini?"
dia bertanya, "Kau berani mencoba menarik- narik kumis
harimau?"
Si orang tua berbaju hijau melirik memandang enteng,
acuh tak acuh dia bersenyum.
"Sami mawon." sahutnya tenang. "Kau juga tidak tahu aku
siapa. Kau omong besar, tak tahu malukah kau?"
Hebat ejekan itu, Sikurus kering menjadi sangat gusar.
"Aku tidak sangka" katanya nyaring. "Aku tidak sangka aku,
Mo cuncia dari Tiang Pek San, mesti membuka pantangan
membunuh atas diri kau"
Kat Thian Ho jatuh terguling, tetapi dia dapat berlompat
baugun, bersama dua kawan-nya, dia berdiri mengawasi dari
heran menjadi kaget. Dia tidak menyangka orang yalah Mo
cuncia, Dia bersyukur musuh tangguh itu belum sampai turun
tangan atas dirinya.
Di-lain pihak dia menjadi berkuatir untuk siorang tua baju
hijau, yang menjadi penolongnya itu.

1485
Orang tua itu tidak lantas menyahuti kata-katanya Mo
cuncia, karena mana untuk sesaat itu, jagat kembali menjadi
sunyi senyap. kecuali bersiurnya sang angin, cuaca tetap
remang-remang dengan hawa dingin, Diatas gunung, udara
seperti membeku. "Apakah kau jeri?" Mo cuncia tanya, tertawa
menatap.
"Tidak nanti" sahut si baju hijau singkat, tawar.
Mo cuncia menggeraki tangan kanannya, dia berseru:
“Jikalau kau tidak takut, kau coba rasai" Lantas didepan
dadanya In Gak terlihat berkelebatnya belasan tangan, entah
dari arah mana menyambernya.
--oooo0dw0oooo--
Jilid 27 : Daerah terlarang Oey-kie-pay
ITULAH "Hoan Mo ciu Hoat," ilmu "chayal Hantu" dari jago
gunung Tiang Pek san. sebab satu tangan, saking digerakinya
laksana kilat, menjadi seperti belasan, dan semua jari tangan
itu mencari pelbagai jalan darah.
Si baju hijau tertawa dingin, kakinya bergerak satu tindak.
dalam sedetik saja, ia sudah bebas dari serangan yang
mendatangkan rasa bimbang dan gelisah itu. Sebaliknya, ia
lantas melakukan penyerangan membalas. Dua jeriji tangan
kanannya menotok kearah nadi kanan darijago Tiang Pek San
itu. ia menggunai jurus "Menggeprak rumput mencari ular."
Mo cuncia terkejut, ia berkelit kekiri, ia heran untuk
kegesitan lawan ini, yang dapat lolos dari serangannya untuk
terus balas menotok padanya, ia juga tidak dapat menerka
orang menggunai ilmu muslihat apa, ia cuma merasa itu mirip
dengan ilmu totok Siauw Lim Sie. ia berkelit seraya menarik
pulang tangannya itu. Tapi ia berlaku sebat, kembali ia
menyerang kedada lawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1486
Si baju hijau juga heran mendapatkan serangannya itu
gagal.
"Dia begini liehay, pantas dia menjadi sangat jumawa,"
pikirnya, ia berkelit sambil tangan kanannya menggempur
lengan lawan-
Mo cuncia mendapatkan serangannya gagal pula, Kali ini
dia heran berbareng kaget. Mendadak dia merasa lengannya
ngilu dan lemas.
"Hai, siapa orang ini?" dia berpikir, "Dia begini liehay.."
Tengah ia berpikir itu, ia merasa ada tolakan tenaga yang kuat
sekali, hingga mau atau tidak ia mesti mundur dua tindak.
percuma ia mencoba bertahan- Bahkan ia lantas merasa juga
napasnya sesak. Karena itu, ia memberati tubuh, menancap
kuda-kudanya.
Si orang tua baju hijau itu telah menggunai Bie Lek Sin
Kang bagian huruf "Meloloskan- dan "Menindih." Mulanya ia
berkelit lalu ia membalas menyerang. Saking sebat dan liehaynya
ia membikin jago Tiang Pek San kalah gesit. Karena susah
bernapas, muka Mo cuncia menjadi pucat.
Thian Ho bertiga heran bukan main, mata mereka menatap
bergantian pada dua orang tua tangguh itu, Mereka kagum
sibaju hijau bisa dengan demikian cepat mempengaruhi si
hantu. Merekapun saling memandang saking tak mengertinya.
Setelah tolakan hebat itu, Mo cuncia lantas mengasi dengar
teriakan yang mendengung ditengah lembah terus tubuhnya
mencelat tinggi, ketika ia turun pula, dengan kedua tangannya
yang dipasang didepan dadanya, terus ia menyerang
"Dia benar-benar hebat," sibaju hijau memuji pula dalam
hatinya. ia menginsafi teriakan itu, jikalau itu diulangi dengan
terlebih hebat, mungkin kawannya mendengarnya dan nanti
datang menolong.
Oleh karena itu, ia menggerak kedua tangannya,
menyerang pula sebelum orang sempat berdaya, Tapi musuh
sudah menyerang, sekalian saja, ia menyambutnya.

1487
Kedua tenaga beradu dengan hebat. Thian Ho bertiga
kaget, mereka cemas hati, Mereka juga kuatir, karena suara
berisik itu, konco-konconya Mo Cuncia nanti. muncul semua.
Si orang tua baju hijau mengerutkan alis, tetapi segera ia
menyerang pula dengan tangan kirinya menolak. menyusul
mana tangan kanan-nya, dengan lima jarinya menyambar
kelengan lawan-
Itulah satu jurus dari Hian Wan Sip pat Kay. Mo Cuncia
kaget, dia tak sempat berkelit. Tangan kanannya itu lantas
menjadi kaku. jalan darahnya disikut kena tercengkeram.
Dadanya pun lantas tergempur tangan kiri musuh nya,
maka tidak tempo lagi, dia memuntahkan darah hidup,
Akibatnya itu membikin penglihatannya menjadi guram.
siorang tua berbaju hijau berpaling kepada Thian Ho bertiga.
"Tuan-tuan, mari turut aku" ia berkata sambil tangannya
diulur kepada Mo cuncia, untuk menarik, hingga jago dari
Tiang Pek San itu, tanpa kemauannya sendiri, ikut bertindak
dengan terhuyung-huyung. Dengan cepat mereka lari ke
ujung jurang,
Thian Ho menduga orang bermaksud sesuatu, bersama dua
kawannya, ia lari menyusul.
Diujung jurang ada hutan lebat, didalam situ, cahaya
rembulan tak tembus, maka itu, hutan itu gelap. Kesitu
mereka masuk.
Mo cuncia mengikut terus, Tidak dapat ia bersuara,
tenaganya pun habis, ia terpengaruh-kan tanpa berdaya, dari
itu, matanya mengeluarkan sinar kemarahan dan ketakutan ia
menduga bahwa jiwanya lagi terancam bahaya maut.
Begitu ia berhenti, siorang tua baju hijau menotok jalan
darah ceng-coat dari hantu itu, atas mana Mo cuncia roboh
terkulai.
Thian Ho bertiga terkejut, hati mereka mencelos. Hebat
sibaju hijau ini. Dengan melongo mereka terus mengawasi,

1488
untuk mengetahui apa tindakan terlebih jauh dari orang liehay
itu.
Tiba-tiba sibaju hijau menunjuk keluar rimba, Thian Ho
beramai berpaling, Mereka mendapat lihat berlari- larinya
beberapa orang di-atas gunung turun ketempat pertempuran
tadi. Mereka itu berdiam, melihat kelilingan, lantas mereka lari
berpencaran- Terang mereka mendengar suara tadi dan
datang untuk melihat. Kemudian mereka berkumpul diluar
rimba di-ujung jurang.
"Aku rasa tong-cu kita keliru." kata satu diantaranya. "Dia
dengari perkataannya Patpo Kan siam Hong hu Siong, dia
memasang perangkap lentera merah, guna memancing musuh
masuk kerumah besar itu, sedang setiap penjaga dilarang
bergerak tanpa titah.
Lihat sekarang, musuh sudah datang, kita semua masih
belum tahu apa-apa. Aku menduga mesti telah terjadi
pertempuran hebat dan jeritan orang pihak kita yang
terlukakan musuh, karena dia tidak mendapat pertolongan
segera, dia kena dibawa pergi, tidakkah ini berbahaya?"
"Kau tahu?" kata seorang lain, "Selama beberapa hari ini,
diantara orang-orang yang tiba di He-kauw ini, kalau dia
bukan seorang guru besar, dia tentu satu manusia luar biasa,
tetapi kita yalah orang-orang biasa saja, jikalau kita
dihadapkan kepada mereka, tidakkah itu berarti cengcorang
menentang kereta? Maka itu telah dipasang perangkap ini.
jikalau satu orang datang kemari, begitu dia masuk dia bakal
dipapak puluhan ribu peluru beracun buatannya Bin San Jie
Tok. jangan kata dia sampai terhajar tenggorokannya dengan
mencium baunya saja, dia dapat roboh pingsan- Racun itu
biasa berbahaya"
"Sebenarnya aku kuatir sekali," kata orang yang ketiga,
"Umpama kata orang bersembunyi didekat-dekat sini, apakah
kita tidak terancam bahaya...?"

1489
Ketika itu sang rembulan tertutup mega, jagat yang
barusan terang-benderang lantas berubah menjadi guram dan
gelap gulita. Justeru itu tanpa terlihat, satu bayangan orang
berlompat keluar dari dalam rimba, dia berlompat kepada
orang yang bicara itu, begitu tiba dibelakangnya, begitu ia
menotok maka juga orang itu berhenti bicara secara tiba-tiba.
Habis itu, bayangan itu tidak berhenti, bahkan ia bekerja
terus, dia menotok setiap orang, gerakannya sangat cepat dan
lincah, maka dilain detik, belasan orang itu sudah pada berdiri
diam laksana patung-patung hidup, tinggal matanya saja yang
jelalatan-
Ketika orang itu akhirnya berhenti menotok dan berdiri
diam. dialah siorang tua baju hijau, Dia dongak. terus dia
bernapas lega, kemudian matanya menatap kesatu arah,
agaknya dia memikirkan sesuatu, Tapi tak lama dia menggape
ke dalam rimba. Kat Thian Ho bertiga lantas menghampirkan-
"Biarkan Mo cuncia berdiam didalam rimba" kata orang tua
itu. "Kamu bertiga, tuan-tuan, mari turut aku siorang tua.
Kawanan penjahat itu sangat licik, jangan kita menempuh
bahaya."
Tiga orang itu telah menyaksikan kepandaian si baju hijau
ini, mereka kagum dan takluk. Ketiganya memberi hormat
sambil menjura. "Kami akan turut perkataan kau, locianpwe,"
kata mereka.
Orang tua itu bersenyum, ia tidak mengatakan apa-apa
lagi, ia memungut sebutir batu, dengan itu ia menimpuk
kearab rimba didepan mereka. Disitu tidak terdengar
sambutan apa-apa, hanya didekat-dekat situ lantas terlihat
bertambahnya belasan lentera merah. Mengawasi lentera itu,
siorang tua berpikir, lalu ia mengangguk-angguk.
"Aku mengerti sekarang," katanya, "Kawanan penjahat
mengharapi kita masuk kesana, untuk memusnakan lentera
mereka, Luar biasa lentera itu, asal digoyang, atau dibikin bergerak.
lantas dapat nyala sendiri. Terang lentera itu dipakai

1490
untuk membikin tempat gelap menjadi terang, supaya
tertampak sasaran peluru mereka..."
Thian Ho heran-
"Kenapa locianpwe ketahui itu?" ia tanya. orang tua itu
menunjuk, ia tertawa.
"Kau lihat angin gunung itu," katanya, "Sekarang angin
meniup keras tetapi lentera merah itu tidak bergerak."
Thian Ho mengawasi. Benar, lentera merah itu seperti
tumbuh akar.
"Liehay matanya orang tua ini," ia pikir, "Entah siapa dia,
belum pernah aku mendengarnya..." Terus ia kata,
"Locianpwe benar-Sekarang bagaimana locianpwe hendak
bekerja?"
"Hm" bersuara siorang tua. "Kawanan penjahat itu sangat
licik, Mereka tentu sudah pikir, jikalau orang tidak datang
dekat, lentera itu tidak bakal dapat dibikin padam, Tapi
mereka salah menduga."
Habis berkata, orang tua ini menotok bebas salah satu
orang tawanannya, terus ia mencekal nadi orang itu, untuk
ditarik.
Orang tua itu lemas seluruh tubuhnya, dia berjalan dengan
terpaksa, matanya mendelik saking gusar, sedang dahinya
mengucurkan peluh. Dia pun mendongkol lantaran dia tidak
dapat membuka mulutnya, yang cuma dapat di cibirkan.
Kebetulan sekali sang rembulan mengintai diantara sang
awan, terlihat nyata dia beroman sangat bengis.
Thian Ho bertiga tidak dapat mengikuti gerak-gerik siorang
tua, mereka cuma dapat mengawasi dan menanti dengan
pikiran bekerja menduga-duga.
Cepat tindakan selanjutnya dari orang tua itu. Tiba tiba ia
menggeraki kedua tangannya. Tangan kiri mencekal
kurbannya, tangan kanannya menimpuk. jitu timpukan-itu,
Sebuah lentera terkena sebagai sasaranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1491
Kontan lentera itu terbakar, apinya muncrat, membakar
daun dan cabang-cabang pohon disekitarnya. Menyusul itu ia
bergerak pula, Sekarang ia mengangkat tubuh si penjahat,
tangan kirinya dibantu tangan kanannya, lantas kedua tangan
dikerahkan untuk melemparkan tubuh orang. Maka tubuh itu
terbang ke api hingga sekarang terdengar jeritan orang itu.
Si orang tua tertawa dingin, terus ia bekerja pula, ia
meminta kurbannya yang kedua. Setelah itu, menyusul yang
lain-lainnya. Hingga api membakar dan berkobar meluas.
Thian Ho bertiga kaget hingga muka mereka pucat. Tidak
disangka demikian hebat tenaganya orang tua ini. Mereka pun
jeri untuk liehaynya lentera itu. Coba mereka tidak bertemu si
baju hijau ini, tentulah mereka sendiri yang bakal tertambus
apinya lentera itu.Mana dapat mereka meloloskan diri.
ooooooo
BAB 23
ORANG tua itu terlihat puas sekali, Baru sekarang ia
berkata: " Kawanan penjahat itu sangat cerdik, mereka toh
masih berbuat kekeliruan Aku siorang tua tahu penjahat
mengatur perangkap. aku menduga lenteranya itu semacam
gertakan saja supaya orang tahu diri dan mundur sendirinya,
aku tidak sangka bahwa maksudnya begini jahat dan kejam
Aku percaya, habis ini mereka tentu bakal pindah sarang...."
Setelah itu sinar matanya menjadi guram, ia menghela
napas berduka, ia kata pula, perlahan, "Aku tahu perbuatanku
ini bertentangan sama peri- kemanusiaan akan tetapi apa aku
bisa bikin? Untuk melindungi kaum Rimba Persilatan, tidak ada
jalan lain kecuali ini."
Memang benar katanya siorang tua, api lantas melulahan
lebih jauh, sampai kerumah.
Dipihak penjahat, mereka lantas menjadi kacau, Mereka
mempunyai persediaan untuk memadamkan api tetapi sebab
api lantas terpencar luas, mereka kewalahanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1492
"Kawanan hantu cilik pada kabur" siorang tua berkata
nyaring selagi ia mengawasi sarang penjahat yang berkobar,
Lantas ia lari kearah selatan-
Thian Ho bertiga menyusul. Mereka tahu orang tua itu pasti
telah melihat sesuatu.
Sesudah lari beberapa puluh tombak jauh-nya, siorang tua
menghentikan tindakannya ia berdiri di kepala angin, sambil
memasang matanya, ia seperti lagi menantikan apa-apa.
"Locianpwe mendapat lihat apa ?" tanya Thian Ho setelah
menyandak. ia berdiri disamping orang tua itu.
"Kalau sebentar kawanan hantu cilik itu mencoba
meloloskan diri kemari, kamu rintangi mereka, jangan kasih
ada yang lofos," kata sibaju hijau,
"Kat Siauwhiap. kau gunai ilmu pedangmu menurut
perubahan Kian Thian tiga dan Kun ciang enam, dengan cara
bertentangan itu, kau jangan kuatir nanti menampak
kegagalan”
Thian Ho heran hingga ia melengak. "Kenapa locianpwe
ketahui sheku ?" ia tanya. orang tua itu tidak menjawab ia
cuma bersenyum.
Thian Ho berpikir pula: "Dengan kata katanya yang ringkas,
dia memecahkan sarinya ilmu pedangku, sedang aku sekian
lama aku memahamkannya, aku masih belum mengerti jelas.
Benar-benar dia liehay"
Tepat itu waktu, didepan mereka, mereka melihat orang
menerobos keluar, belasan jumlahnya. Thian Ho berseru, ia
berlompat untuk menerjang mereka itu. ia lantas ditelad
kedua kawannya.
Si orang tua tertawa bergelak, kedua tangannya bergerak
menurut ilmu Bi Lek Sin Kang bahagian dua huruf "Menindih"
dan "Menggempur" maka hebatlah ia menolak kearah belasan
penjahat yang lagi lari kabur itu, kecuali mereka yang
terhadang Thian Ho bertiga, yang lainnya roboh semua.
Sesudah terhalang, mereka kena ditotok atau disentil
hingga mereka pada mengeluarkan suara tertahanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1493
Habis itu siorang tua mengawasi Thian Ho bertiga, yang
lagi menyerang musuh-musuhnya yang terintang itu.
Lawannya Thian Ho justeru Poan Poan Siu. Dua yang lain,
yang romannya bengis, entah siapa adanya.
Poan Poan Siu liehay, Thian Ho bukanlah lawannya, Akan
tetapi sekarang dia lagi kacau pikirannya, Thian Ho sebaliknya
telah dapat petunjuk dari siorang tua. Dia repot melayaninya,
Dia pun kaget kapan dia melihat kawan-kawannya, Khole
Kong San Su Mo, semua roboh ditangannya siorang tua baju
hijau yang dia kenali sebagai si orang tua di lauw-teng Hong
Ho Lauw.
Tengah takut dan bingung, dia kelabakan didesak si anak
muda, maka akhirnya, tubuhnya terbabat kutung menjadi dua
tanpa dia berdaya lagi.
Dan penjahat lainnya kaget hingga semangatnya seperti
terbang kabur, mereka lompat untuk meninggalkan lawan,
tetapi Thian Ho berlompat kearah mereka, untuk merintangi,
ketika si anak muda membabat saling-susul, merekapun roboh
bergantian, darah mereka muncrat, kepala mereka jatuh
ketanah disusul robohnya tubuh mereka
"Bagus" si orang tua berseru memuji sambit bertepuk
tangan, "Kat Siauwhiap. Pantas kau menjadi orang muda dari
Kun Lun Pay"
Mukanya Thian Ho merah, ia jengah.
"Locianpwe cuma memuji" katanya, "Tak dapat aku
disamakan dengan locianpwe...."
"Tapi akupun cuma meminjam api membikin hati mereka
itu kacau." kata siorang tua, "dan mereka kebetulan kena
menyedot sisa asap yang beracun hingga kegagahan mereka
menjadi berkurang sendirinya. Sebenarnya, tanpa aku situa
turun tangan, kabur belum ada sepuluh lie, mereka bakal pada
roboh sendiri nya" ia lantas menunjuk semua lawannya, untuk
menambahkan " Lihat paras muka mereka itu, semuanya
matang biru, tandanya racun sudah menyerang masuk

1494
kedalam," tubuh mereka, hingga roboh namereka sendiri
tinggal menanti sang waktu saja"
Thian Ho kagum, ia tidak tahu, kata-kata siorang tua
sebenarnya benar separuh saja, orang tua itu melainkan
merendah,
Sebelum itu sang api sudah membakar ludas rumah besar,
lantaran api dibantu sang angin dan pertolongan tidak ada
sama sekali, maka kemudian tinggal terlihat sisa api asap- nya
yang masih mengepul, sedang bau sang it membikin orang
mau tumpah-tumpah.
Tengah mereka berempat berdiam, beristirahat sambil
mengawasi sisa kebakaran, mendadak si orang tua berlompat
mencelat, untuk lari, sebelum Thian Ho bertiga tahu apa apa,
dia sudah menghilang, percuma mereka menyusul.
"Orang tua yang aneh" kata Thian Ho kagum dan
menyesali "Mari kita berlalu dari sini" Dan ia mengajak kedua
kawannya menuju ke He Kauw.
Ketika itu dipihak rombongan Chong Sie orang menerima
laporan berulang-ulang halnya markasnya oey Kie Pay telah
menjadi kurban api dan ludas karenanya. Mereka pergi keluar
untuk melongok, hingga mereka masih sempat melihat api
dan asap mengulak naik, Diam-diam mereka menjadi
memikirkan In Gak.
Ketiga nona menjadi berduka dan berkuatir, bahkan Yauw
Hong mengeluarkan air mata.
"Nona Kang," kata Siauw Thian, " Losam pergi dan belum
kembali, perutku sebaliknya bergeriyukan Entah kemana dia
pergi pesiar"
"Mulut busuk" nona itu membentak. Meski begitu, Siauw
Thian masih hendak menggoda ketika mereka melihat satu
bayangan berkelebat melayang turun dari atas genting,
tangannya mengempit apa-apa.
"Shate pulang" chong Sie berseru, Memang bayangan itu
siorang tua baju hijau, yalah In Gak yang membawa Mo

1495
cuncia, tubuh siapa lantas diturunkan. "Mari kita pergi
kedalam" mengajaknya sambil bersenyum.
Mereka masuk tepat orang tengah mengatur meja
santapan-
Setelah semuanya berduduk. In Gak tuturkan peristiwa tadi
disarang penjahat, setelah mana ia menambahkan-
"pertumpahan darah hebat ini mesti dicegah, aku hendak
berbuat sebisaku, maka itu besok seorang diri aku mau pergi
ke in Bong Tek. Apa yang aku minta yalah agar tentang diriku
dirahasiakan-"
"Itulah pasti," Slong Pek Tojin memberikan janjinya, "Kami
bersyukur atas bantuan siauwhiap. cuma..."
"Aku tahu," kata In Gak cepat, "Pak Beng Sam Mo dan
Siauw Yauw Kek telah membakar kuil kamu, sakit hati itu
memang harus dilampiaskan- pula pasti sekali ketua kamu
serta orang-orang liehay dari Partaimu bakal datang juga, tapi
itulah tidak apa, cukup asal lotiang jangan menyebut nyebut
aku. Urusan partai kamu, totiang, terserah kepada ketua
kamu."
Siong Pek mengangguk ia tidak berkata apa apa lagi.
"Mo cuncia telah ditotok, baiklah dia dibawa kekamar
rahasia di belakang, untuk di-urus," kata In Gak pada Chong
sie.
Belum pengemis itu menjawab, seorang pengemis datang
masuk dengan warta hal tibanya rombongan ketua Kun Lun
Pay. In Gak segera berbangkit.
"Aku hendak menyingkir maka pergilah toako beramai
menyambut mereka," kata-nya. Kemudian ia lantas pergi ke
belakang, diturut oleh Siang Bwe, Yauw Hong dan Hu Wan
XXX
SANG Batara Surya baru saja naik. Kabut pagi belum lagi
buyar, Selagi angin bertiup perlahan dan air sungai berombak
tenang, maka ditepi sungai, dibawah pohon yangliu, terlihat In

1496
Gak seorang diri tengah mengintip keindahan sang alam, ia
berdandan sebagai seorang tani, pakaiannya berlepotan
lumpur, sedang mukanya yang kasar menunjuki ia baru
berumur tiga puluh tahun lebih kurang.
Lama ia terdiam disitu, lalu ia memanggil sebuah perahu
kecil, untuk membawa ia menyeberang, Tepat tengah hari, ia
sudah berada ditengah jalan kekota dusun. Disitu ia bertemu
sejumlah orang oey Kie Pay, yang mundar mandir sambil
menunggang kuda, in Gak tidak menghiraukan mereka, iapun
tidak ada yang curigai ia berjalan sebentar periahan dan
sebentar cepat.
Akhirnya, ia masuk ke dalam sebuah rumah makan untuk
menangsal perut. Ketika itu tetamu lainnya baru dua tiga
orang. Baru kemudian datang dua penunggang kuda yang
mengambil tempat disebelahnya.
Kedua penunggang kuda itu yalah seorang berewokan dan
satu anak muda beroman tampan, yang menggendol pedang
dipunggungnya. Siberewokan mengerutkan alis, dia agaknya
lagi menderita, sedang sipemuda berduka.
"Mereka bukan orang oey Kie Pay. Kenapakah mereka?" In
Gak berpikir setelah diam-diam memperhatikan dua orang itu,
Sipemuda nampak semakin berduka.
Ketika pelayan datang menanya kedua tetamunya mau
memesan apa, siberewokan kata: "Kau sajikan beberapa rupa
masakan yang istimewa bersama lima kati arak Tek-yapceng."
Semundurnya jongos, si anak muda tanya apa orang dapat
bertahan, ia memanggil "paman Ho." suaranyapun perlahan.
Orang itu mengawasi tajam, ia menyahuti suaranya
bernada membentak tetapi perlahan-
"Keponakan Ceng, kau benar tidak tahu apa apa Lukaku
tidak berarti jangan kau mengentarakan dirimu hingga orang
menjadi curiga karenanya."
Pemuda itu merah mukanya, dia tunduk.

1497
Kawannya itu melihatnya, tak tega dia. Dia tertawa
periahan dan kata: "Masih lagi tiga puluh lie, atau kita sampai
dikota kecamatan In-bong. Touw Liong Locianpwe
menjanjikan pertemuan dikuil Lu couw bio dikota selatan,
lukaku ini nanti aku minta dia yang obati, tentu akan lantas
sembuh. Anak Ceng jangan berduka untuk pamanmu ini...."
Pemuda itu memaksa untuk bersenyum.
Tidak lama datanglah barang hidangan- "berdua mereka itu
lantas bersantap.
orang bicara periahan akan tetapi In Gak dapat
mendengarnya dengan nyata, Maka berpikirlah ia. "orang ini
mungkin luka beracun. Lantaran ingin mencegah kecurigaan
orang, mereka tak mau melakukan perjalanan cepat."
Dia menyebut Touw Liong Locianpwe, apakah dia bukan
Touw Liong Kie-su ouw Kong? Kalau benar ingin aku belajar
kenal dengan ilmu silatnya yang diberi nama Touw Liong ciu
Hoat, yang terdiri dari lima puluh delapanjurus yang kesohor
sekali."
Itu waktu datang pula lima tetamu, yaitu tiga imam dan
dua orang biasa, Mereka
berduduk sambil bicara dengan gembira dan asyik, suara
dan tertawanya nyaring. Mereka seperti tidak menghiraukan
lainnya tetamu.
"Sering aku datang kerumah makan ini," kata yang satu,
yang memakai ikat kepala merah, "barang makanannya baik
juga, maka itu kalau lotiang tidak pantang, nanti aku yang
memesan makanan nya."
"Aku tidak pantang," kata satu imam, yang kumis dan
jenggotnya panjang sampai diperut-nya, "cuma dengan begitu
kami membikin cu Hiocu mengodol saku saja"
"Tapi ini sudah sepantasnya saja" kata orang itu, yang
matanya tajam. Lantas ia panggil jongos, untuk memberikan
pesannya, Diam diam In Gak menduga duga siapa kelima
orang itu.
"Selama ini Partai kami lagi menghadapi bahaya," kata pula
si ikat kepala merah itu, "maka syukurlah kami mendapat

1498
bantuan lotiang bertiga, Dari itu disini kami mewakilkan U-bun
Pangcu kami menghaturkan terima kasih kami, sayangnya
Hoan Hiocu diketemui telah mati terbunuh. Dia rupanya
terluka di-dalam, bekas gempuran tenaga dalam, tetapi
senjatanya Hoan Hiocu ada darahnya mungkin musuh pun
terlukakan- Kalau itu benar, dia tak bakal lari lebih jauh
daripada sepuluh lie, Bagaimana pendapat totiang tentang
luka itu?"
In Gak melihat si anak muda terkejut, sedang- kawannya
tenang saja. ia menduga mereka itu berdualah yang
membinasakan Hoan Hiocu itu. Si imam kumis panjang
berdiam untuk berpikir.
"Dilihat dari luar, luka itu biasa saja, sama dengan luka
yang disebabkan pukulan pelbagai partai," sahutnya
kemudian, "hanya melihat tapak tangannya, memang benar
luka didalam hebat sekali. Turut penglihatanku, cuma satu
orang yang mempunyai semacam ilmu yaitu Touw Liong Kiesu
Thay Hie yang namanya kesohor pada tiga puluh tahun yang
lampau.
Cuma kebinasaan Hoan Hiocu bukan ditangan chio Thay
Hie sendiri, penyerangnya itu belum teriatih sampurna tapak
tangannya masih tipis, maka itu, kalau dia bukan murid chio
Thay Hie dia mesti mendapatkan pelajarannya secara tidak
langsung."
In Gak mengagumi imam itu, yang banyak
pengetahuannya, Ketika ia melirik pada siberewokan, ia
melihat orang menggigil keringatnya keluar deras, cuma
karena memaksa menguati diri, dia tak sampai roboh. Sianak
muda sebaliknya nampak gelisah, tetapi dia terpaksa berdiam
saja.
"Dia sungguh gagah," pikir orang she Cia ini. ia mengagumi
orang kuat itu, hingga tertarik hatinya untuk menolongi. ia
lantas mencari akal. Tidak ayal lagi ia meletaki uang di-atas
meja, terus ia pergi keluar.

1499
Ketiga imam dan dua kawannya duduk dekat jendela, diluar
itu ada sebuah pohon cemara tua, yang mengalingi matahari
dan daunnya terkibar- kibarkan angin, Tiba-tiba dari situ
terdengar suara ini: "Hidung kerbau, kau lancang
membicarakan Touw Liong ciu-Hoat Lekas kau keluar, untuk
terima binasa"
Imam itu berlima kaget, semua lantas lompat keluar
dengan melewati jendela.
Berbareng dengan keluarnya mereka itu, In Gak bertindak
masuk pula, seperti tanpa terjadi sesuatu, ia meletak sebutir
obat pel di depannya siberewokan seraya berkata, cepat tapi
perlahan: "Lekas makan inilah obat pemusnah racun" Habis
itu, ia duduk pula di kursinya tadi.
Siberewok dan sipemuda heran, Melihat mereka diberikan
obat, mereka mengerti bahwa orang memberi pertolongan
Tanpa sangsi si-berewok makan obat itu, cepat sekali ia
merasakan bau harum dan tubuhnya menjadi nyaman dan
segar melebihkan biasanya, ia mengerti itulah obat sangat
mujarab.
Sianak muda mengawasi In Gak. ia melihat satu muka
kuning berpenyakitan dan mata yang sinarnya layu, orang pun
menghirup teh sambil berpaling keluar jendela, sikapnya wajar
sekali. ia heran, begitu juga kawannya.
Jongos juga heran melihat orang keluar dan kembali, lalu
duduk pula. Ketika ia hendak mengangkat pergi cawan teh, ia
melihat uang perak terletak diatas meja.
Umumnya sikap In Gak ini dapat mendatangkan kecurigaan
Dia dandan sebagai petani tapi uang peraknya itu seharga
lima ribu chie, sebab beratnya mungkin lima tahil, Hanya dijaman
itu, dimana kaum oey Kie Pay biasa melakukan hal hal
aneh, orang tak menghiraukannya, Akhirnya jongos itu
menghampirkan juga tetamunya, untuk menanya dia mau
pesan tambahan makanan apa, ia membungkuk dan berkata
sambil tertawa manis.

1500
"Ya, tambah ikan dan udang serta tiga kati arak Tek-yapceng"
sahut In Gak. tawar. ia menyebutkan nama masakan
ikan udang itu.
Jongos itu menyahuti "Ya" berulang kali, ia memberi
hormat dan mengundurkan diri hatinya heran bukan main-
Tak lama kembalilah si imam berlima, paras mereka
muram, tandanya mereka kecele dan mendongkol. Kawannya
si orang dengan ikat kepala mereka, yang she-nya she Go
seorang bertubuh kate darspak dan berusia lima puluh tahun,
dengan mata berapi dengan gusar, berkata:
"Orang Tionggoan licik, banyak akal muslihatnya, dia
menantang tetapi dia tidak berani muncul Teranglah mereka
kalah jujur dengan kita dari gurun Utara" Tajam kata-kata itu,
ketiga imam sampai bungkam saja.
"Kau benar, Loosu cuma tak dapat kau menyerambai
semuanya," kata siikat kepala merah itu, Memang itu.
"Memang dalam Rimba persilatan terdapat pelbagai macam
akal muslihat, Kalau semua orang jujur sebagai kau tidak nanti
terbit kekacauan, segala apa tentunya aman dan damai." ia
tertawa terus ia menambahkan:
"Baiklah hal ini kita jangan buat pikiran Dia tidak berani
muncul, anggap saja dia sebagai anjing Mari, mari kita
minum"
Mendengar itu, In Gak mengeluarkan suara dihidung.
Lalu seorang imam, mukanya merah kehitam-hitaman,
yang sepasang matanya kecil, berkata : "Kabarnya U-bun
pangcu telah mengundang Shatohuoto, gurunya, Dialah
pendeta liehay dari Barat, katanya tanpa lawan maka itu
benarkah pihak Partai Pengemis dapat mengundang orang
lihay juga untuk melayaninya?"
Siikat kepala merah bersenyum licik. "Totiang bertiga masih
belum jelas akan keadaan yang sebenarnya," ia berkata,
"Sebetulnya ketua kami bukan menguatirkan bahaya dari
dalam"

1501
Imam tadi mementang matanya, mengawasi tajam.
"Bagaimana, Gui Hocu " tanyanya, "bagaimana sebenarnya
duduknya hal? Maukah kau
menjelaskannya ?"
"Diantara tetamu-tetamu yang telah diundang." Siikat
kepala merah menerangkan- "ada juga mereka yang datang
tanpa undangan, katanya untuk membantu kami, akan tetapi
sebenarnya mereka mengandung maksud bermusuh. Hal ini
menyulitkan pangcu kami, sebab tak dapat ia menolak mereka
itu dan sebaliknya tak dapat tidak. ia mesti membuat
pengawasan dan penjagaan- Itulah sebabnya, tanpa
menghiraukan perjalanan jauh, ia sudah mengundang Shatohuoto."
Si imam heran-
"Siapa.. siapakah tetamu tanpa undangan itu ?" dia tanya.
"Antaranya Pak Beng Sam Mo, Siauw Yauw Khek, Mo
cuncia dari Tiang Pek San, Khole Kong San Su Mo, Poan Poansiu
dan Hek Pek yang lainnya lagi, entah siapa..." Imam itu
tertawa.
Sekarang barulah In Gak mengerti kenapa rumah musuh
dibakar tetapi pertolongan dari pihak tuan rumah tidak ada,
kiranya mereka didalam saling bermusuhan diam-diam. "Kalau
begitu, kebanyakan kaum sesat telah berkumpul" katanya.
Si orang ikat kepala merah berkata pula: "Baiklah totiang
ketahui, ketika mulanya Partai kita memilih In Bong Tek.
Pangcu kami melihat tempat lebar sekali, ia menjadi ketarik
hati, ia lantas memeriksa, Lantas kami mendapatkan tiga buah
kuil kecil, Dengan melihat keletakan, pangcu kami menduga
mesti ada orang pandai yang hidup menyendiri disitu. Setelah
diselidiki, ternyata kami menemui dua orang tua yang telah
ubanan alis rambut dan kumis janggutnya..."
Ketiga imam nampak tertarik hatinya mereka memasang
telinga dengan sungguh-sungguh.
"Ketika Pangcu kami masuk. dua orang tua itu terus duduk
berdiam kedua matanya dirapatkan," si orang dengan ikat

1502
kepala merah melanjuti, "Mereka pun seperti tidak mendengar
apa-apa. Baru setelah Pangcu kami menghampirkan sampai
dekat, satu diantaranya membuka matanya, hingga terlihat
sinarnya yang menyorot sedang tangan kanannya diingkat
periahan lahan-
Luar biasa sekali, Pangcu kami mesti mundur tiga tindak.
Dia merasakan suatu tolakan yang kuat, Lantas Pangcu
menjelaskan maksud kedatangannya ke In Bong dan sekalian
ia minta bantuannya dua orang tua itu, Pangcu tidak ingin
mencari musuh."
"Kamu mau mendirikan markas disini, kami tidak
berhalangan," kata imam itu, "Hanya untuk itu kamu harus
memenuhkan tiga syarat." pangcu tanya apa adanya tiga
syarat itu.
Siimam kata. "Paling dulu kau mesti membuat garis
disekitar lima lie kuil kami, siapapun tak dapat melintasi tak
terkecuali Pangcu sendiri Siapa melanggar larangan ini,
bagiannya yala h kematian Syarat yang kedua yaitu, tak boleh
dibocorkan rahasia hal adanya kami berdua didalam kuil ini.
syarat yang ke-tiga, yang terakhir, kamu dilarang
melakukan pembunuhan didalam wilayah In Bong Tek Pangcu
terima baik syarat itu. Selama beberapa tahun pertama,
segala apa - berjalan dengan aman- Lalu selama yang
belakangan ini, kami mendapat gangguan, yaitu orang-orang
yang menjadi musuh kami, yang kami tangkap dan
penjarakan, saban-saban lenyap tanpa ketahuan, sia-sia
belaka kami mencarinya.
Akhirnya Pangcu mencurigai kedua imam itu. Lantas
Pangcu mengirim wakil mengajukan permintaan bertemu. Apa
sudah terjadi? Pesuruh-pesuruh itu balik dengan buntung
tangannya atau cacad kakinya, Pangcu menjadi gusar, ia
datang sendiri untuk menegur.
Kedua imam lantas mengajukan tentang tiga syaratnya.
Pangcu terdesak bicara, ia menjadi gusar dan lantas
menyerang imam imam itu, Nyata mereka sangat lie hay,
Pangcu mesti mundur sendiri nya. Imam-imam itu membilang,

1503
asal oey Kie Pay berani mengganggu lagi ketentraman kuil
mereka, itulah saat runtuhnya Partai kami. Maka itu sekarang
Pangcu kami mengundang Shatohuoto untuk gurunya itu
menghadapi kedua imam itu."
Ketiga imam itu bangun, sembari berdiri ke-tiganya
mengawasi orang dengan ikat kepala merah itu.
"Gui Hiocu." satu diantaranya tanya, "apakah hiocu pernah
bertemu dengan dua imam itu? Bagaimanakah roman
mereka?"
orang yang ditanya itu melengak. ia menganggap
pertanyaan itu aneh.
"Dua imam itu cuma dapat dilihat oleh Pangcu kami,"
sahutnya sesaat kemudian, "Se-kalipun yang anggauta
tubuhnya dibikin bercacat itu, tidak tahu, maka itu kami tidak
berani sembarang menduga-duga, Mungkinkah Ham Kong
Totiang kenal mereka itu?"
Ketiga imam itu tidak menjawab, hanya ketiganya
merapatkan mata mereka, Lalu, dengan sabar, mereka
berduduk pula, Kemudian siimam dengan kumis jenggot
panjang sampai diperut itu mengawasi kedua kawannya.
"Mungkinkah mereka itu sikedua tua bangka tidak mau
mampus?" tanyanya, Habis berkata, dengan sinar mata dingin,
dia menoleh ke arah In Gak. untuk mengawasi dengan roman
bengis, In Gak membuat gerakan tanpa merasa ketika ia
mendengar si ikat kepala merah menyebutkan hal kedua imam
liehay itu serta siimam berkumis-janggut panjang itu
mengatakan demikian, dia lantas mengawasi padanya.
Ketika mata mereka berdua bentrok sinarnya, ia lantas
dapat menenangkan diri, ia mengangkat cawan araknya dan
minum acuh tak acuh, Tapi si imam tetap curiga, maka sambil
berlompat ia tiba didepan orang terus dia menanya dingin:
"Mengapa kau mengawasi aku?"

1504
In Gak kelihatan kaget, bingung dan berkuatir, tubuhnya
menggigil, dan araknya, yang belum sampai tertelan,
menyembur keluar dari mulutnya hingga tubuh, muka
danjubahnya imam itu menjadi terkena arak. ia sendiri terus
roboh terguling
Bukan main mendongkolnya imam itu tapi ia tidak
mempunyai alasan untuk bergusar, inilah sebab ia merasai
semburan itu semburan orang biasa, tidak terdorong tenaga
dalam, ia mesti merasa malu sendirinya kalau ia menarik
panjang. siorang dengan ikat kepala merah menghampirkan-
"Maafkan dia, totiang, dia tidak tahu apa-apa," ia
menghibur sambil tertawa.
"Hm" imam itu mengasi dengar suaranya, lantas ia
memutar tubuh, inilah jalan untuk mundur teratur.
Siikat kepala merah mengawasi In Gak. ia pun mengikuti si
imam, untuk balik kemeja mereka.
Siberewokan dan si pemuda melihat kegesitan siimam,
mereka tahu imam itu liehay, Mereka berkuatir untuk In Gak.
yang disangkanya lemah tak berdaya. Sipemuda mendongkol,
lantaran ia menganggap imam itu keterlaluan Maka syukur si
ikat kepala merah telah lantas datang sama tengah.
In Gak itu bersandiwara, guna mengelabui si imam.
Lantas siikat kepala merah melanjuti keterangannya:
"Sebenarnya inilah rahasia partai kami, rahasia yang telah
lama disimpan rapat, tetapi sekarang, itu bukan rahasia lagi,
maka juga sekarang aku berani memberikan penuturankuini..."
"Gul Hiocu" mendadak siimam berkumis jenggot panjang
itu berkata, "aku minta sukalah kau mengantarkan kami pergi
kekuil itu,"
Si ikat kepala merah agaknya bersangsi, akhirnya ia berkata
juga: "Baiklah, cuma aku akan mengantarkan sampai diluar
kuil, sebenarnya aku tidak berani melanggar aturan kuil Sam
ceng Koan itu..."

1505
Ketiga imam segera berbangkit terus mereka bertindak
keluar, Kedua kawannya pun bertindak pergi.
"Mari" mengajak siberewokan pada anak muda kawannya,
ia melemparkan uang keatas meja. ia keluar dengan cepat.
Matahari bersinar bagus waktu itu, jagat seperti
bersinarkan kuning seluruhnya. Dijalan pegunungan yang
kecil, ketiga imam berlari-Iari kearah In Bong Tek, kedua
kawannya tetap mendampingi mereka, Makin lama tubuh
mereka beriima nampak makin kecil.
Siberewokan heran begitu juga sipemuda, Mereka tidak
dapat melihat si petani yang roman-nya berpenyakitan itu.
Mereka melengak.
"Sayang, tak dapat aku menghaturkan terima kasih untuk
obatnya," kata siberewokan, menyesal "Dialah seorang aneh"
ia lantas meloloskan tali kudanya dan menambahkan: "Mari
kita berangkat"
Sianak muda menurut, ia mencambuk kudanya untuk dikasi
lari, Mereka mengambil jalan yang diambil siimam beriima.
Ketika sudah mengaburkan kudanya dua pengkolan,
siberewokan heran, ia melihat si imam berkumis-janggut
panjang lagi duduk menyender dipohon di tepi jalan, mukanya
mandi keringat seorang imam lain berjongkok seraya kedua
tangannya memegangi kedua belah pinggangnya.
Teranglah mereka telah terluka atau terkena serangan
gelap.... Tiga yang lain tidak nampak mata hidung.
Siberewokan dan sianak muda menahan kuda mereka
sejenak, lalu tanpa membilang apa-apa, keduanya mengeprak
kuda mereka untuk melanjut perjalanan- Mereka baru lari
beberapa tombak, mendadak mereka melihat dua orang berlompat
turun dari lereng disampingnya hingga kuda mereka
menjadi kaget berjingkrak sambil meringkik, Karena itu,
keduanya lompat turun.

1506
Sekarang mereka mengenali siorang dengan ikat kepala
merah serta kawannya yang kate dampak. yang mengawasi
mereka dengan bengis.
"Tuan-tuan, mengapa kamu memegat perjalanan kami?"
siberewokan menegur. "Tuan, apakah kamu dapat melihat si
tikus yang membokong Ham Kong Totiang dari Khong Tong
Pay?" tanya siikat kepala merah itu.
Siberewokan melengak saking heran, tapi lantas ia tertawa
lebar,
"Bagamana ini, tuan?" dia balik menanya, "Bukankah tuantuan
berjalan bersama ketiga lotiang itu? Bukankah kami
berdua jajan belakangan dan baru sekarang tiba disini?
Tidakkah ini berarti kau menanya sibuta?"
"Tuan keliru mengarti” Menjelaskan siikat kepala merah itu.
"Dengan tikus itu aku maksudkan siorang tani didalam rumah
makan sudah menyembur orang dengan araknya, habis mana
dia membarengi membokong, Mulanya Ham Kong Totiang
tidak ketahui itu, sampai tadi ditengah jalan ia merasakan
jalan darahnya-jalan darah kie-bun tak lurus, lantas terus ia
tak kuat berjalan lebih jauh, Ketika tuan keluar, tuan tentu
dapat melihat tikus itu?"
Siberewokan kaget tetapi ia menenangkan diri ia tertawa.
"Dia?" ia tanya, "Sungguh aku tidak percaya petani
berpenyakitan itu mengarti ilmu silat dan demikian liehay
juga.,., Dia berangkat lebih dulu daripada kami berdua dan
kami tidak melihat dia menuju kemana." ia mengangkat kedua
tangannya memberi hormat seraya menambahkan:
"Kami perlu pergi ke In Bong menjernihkan janji, dari itu
ijinkanlah kami berangkat lebih dulu Sampai bertemu pula"
Lantas bersama sianak muda dia berlompat kesamping,
kepada kuda mereka masing masing yang lagi makan rumput,
mereka lompat naik kepunggungnya, untuk terus dikasi lari.
Mendadak si kate-dampak berlompat, untuk menghadang
didepan kuda. "Tunggu dulu" bentaknya.

1507
Sianak muda menjadi tidak senang, alisnya bangun berdiri.
"Eh, kau mau apakah?" dia menegur "Dengan menghalanghalangi
kami, bukankah kamu mencari gara-gara?"
Sikate dampak mengawasi tajam pemuda itu, agaknya dia
memandang tik mata, Dengan
dingin dia kata: "Bocah, kau bicara dengan orang tua, kau
minggir "Tangannya lantas mengibas keras.
Anak muda itu berkelit sebat, berbareng itu dengan tangan
kirinya, dengan dua jari, dia menotok kena di orang itu.
Sangat cepat gerakannya ini, karena dia menggunai tipu
"Bintang mengejar rembulan."
orang tua kate dampak itu terperanjat akan tetapi ia
sempat mengelit tangannya, Dua tangan mereka bentrok
keras, lalu keduanya sama-sama mundur dua tindak. siorang
dengan ikat kepala merah lompat maju. "Tong Losu.." ia
mencegah.
"Hm" bersuara sikate- dampak. yang meneruskan berkata:
“Jangan mencegah. Gui Hio-cu Hari ini aku si tua mesti
mengajar adat kepada dua orang manusia bermata tinggi ini"
Si ikat kepala merah itu menjadi masgul, terpaksa ia berdiri
disamping.
Sikate- dampak mengawasi bengis, mukanya menyeringai
Dia kata sambil tertawa jumawa: "Seumur aku situa, baru hari
ini aku menemui orang yang berani mengatakan aku bangsat
tua Meski mungkin kamu tidak tahu apa apa tetapi
hukumanmu mesti cacad satu kaki atau satu tangan"
Sianak muda mengawasi siberewokan, dia tertawa lebar.
"Paman Ho, ini hari barulah kita memperoleh tambahan
pengetahuan Kita telah bertemu si manusia tukang omong
besar yang tak tahu malu” katanya.
Bukan kepalang mendongkolnya si kate-dampak itu,
mukinya menjadi merah, romannya bertambah bengis.
"Bocah, kau tidak tahu siapa aku situ" katanya sengit,
"Akulah Pek pu Kie Hun Tong Tay" Dibawah tanganku tak ada

1508
orang mati utuh. Tapi kau, mengingat kau tak kenal aku, aku
cuma mau mematahkan tangan atau kaki-mu”
Mendengar nama dan gelaran orang, anak muda itu dan
siberewokan nampak kaget, Tong Tay itu, yang julukannya
Pek-pu Kie Hun, atau si Penangkap Arwah, adalah seorang
jago Keluarga Tong di Sucoan, yang keistimewaannya yalah
racunnya yang liehay, Dia pula terkenal untuk ilmu silatnya.
Tengah dua orang itu berkuatir, mereka mendengar satu
suara yang datangnya dari tempat tak jauh, mulanya tertawa
nyaring, habis kata-kata ini: "Ha, bakal ada pertunjukan ramai
Tak dapat aku tidak menontonnya Dasar Keluarga Tong dari
Sucoan telah kehilangan mukanya Hai, bocah, jangan kau
bersangsi-sangsi Dengan kepandaianmu, apakah benar kau
jeri terhadap Tong Tay?"
Orang semua heran, semua lantas menoleh. Disana terlihat
satu orang tua dengan baju panjang warna merah, kumisnya
yang disebut kumis kambing gunung terikat pada pohon pekyang,
hingga dia bagaikan main ayunan, Masih terlihat terlihat
wajahnya yang bersenyum berseri-seri. Sipemuda dan
berewokan nampak girang. Bukan kepalang gusarnya Tong
Tay. Dia berlompat maju sambil terus menyerang
orang tua berbaju merah itu terus bersenyum-senyum,
tubuhnya terus berayun-ayun. Sikate-dampak menjadi heran,
serangannya yang dahsyat itu lewat dengan begitu saja.
saking heran, ia berdiri menjublek.
Si orang tua baju merah tertawa lebar, dia kata pula: "Tong
Tay, kau hendak menempur aku siorang tua? oh, masih kacek
jauh. Sianak muda didepanmu ini saja kau masih tidak mampu
melawannya Ditubuhmu ada peluru, jarum, piauw dan torak.
yang sangat beracun, tetapi dimataku, semua itu benda tak
ada artinya jikalau kau tidak percaya, kau cobalah terhadap
anak muda itu, nanti kau akan dapat buktinya aku omong
benar atau tidak"

1509
Tong Tay tidak menjawab, dia hanya mengawasi dengan
sinar matanya berkobar itu artinya dia tengah berpikir keras.
Ketika itu telah datang ketiga imam tadi, mereka datang
sambil berlari-lari, sikumis-jenggot panjang dan Ham Kong
Tojin telah ditolongi, ditotok bebas oleh kawannya Mereka
heran menghadapi suaana mengancam itu. Lantas mereka
dihampirkan siikat kepala merah, yang berbisik kepada
mereka, setelah mana enam matanya ketiga imam itu
diarahkan kepada siorang tua baju merah.
Orang tua baju merah itu berkata dengan dingin: "Ketiga
hidung kerbau, didepan aku siorang tua, jangan kamu banyak
lagak Kuil Sam ceng Koan di In Bong Tek itu yalah ancaman
bahaya untuk Khong Tong Pay Kamu telah datang kemari,
kebetulan sekali, kamu mengantarkan diri kedalam mulut
harimau" Mukanya ketiga imam menjadi pucat. "Heran,
mengapa dia ketahui itu?" Mereka pada berpikir.
orang tua yang menggantung diri dengan kumisnya itu
mendadak berseru. "Eh, bocah, kenapa kau tidak menyapa
sibangsat tua she Tong? Kau hendak tunggu apa lagi? Hm
Kalau aku tahu kau bernyali kecil dan tak berguna, seharusnya
aku situa melepaskan tanganku untuk tidak mencampurkan
lagi."
Sianak muda memang sudah siap. dia hanya tadi bersangsi,
tetapi, begitu mendengar suara siorang tua, lantas dia maju
menyerang, tangannya dari bawah naik keatas dalam gerakan
"Badak memandang rembulan-" Dia menyerang jalan darah
hiankie,
Tong Tay tidak menyangka orang menyerang ia tanpa
suara lagi, hanya secara demikian mendadak. dia menjadi
kaget. Ketika itu. dalam panasnya hati dan heran, ia tengah
memikirkan tindakan untuk melayani siorang tua yang berlaku
sangat kurang ajar terhadapnya itu, yang tak dipandang mata
sekali. Masih demikian, ia masih sempat menggeraki kedua
tangannya, guna menghalau serangan tiba-tiba dan hebat itu.

1510
Anak muda itu menginsafi dirinya, bahwa ia pandai tetapi
masih kurang latihan, maka itu dibawah anjuran siorang tua
tak dikenal, ia menyerang sehebat itu, ketika ia dilawan dan
di-serang, ia lantas berkelit lincah sekali, ia sudah berada
dibelakang musuh. Lantas ia menotokjalan darah sinijie di
punggung, ia menggunai dua buah jerijinya, serangan itu
disusul dengan totokan tangan kiri kejalan darah ceng-ciok.
Tong Tay berseru, tubuhnya mencelat tinggi, ketika ia
berpaling, ia balas menyerang hebat sekali, ia pun menggunai
kedua tangannya berbareng.
Dua kali sianak muda menyerang gagal, dia tidak lantas
berhenti, ketika lawannya berkelit, ia lompat menyusul, dia
menotok pula punggung lawan itu.
Tong Tay kaget, tetapi karena ia sudah menyerang, ia
meneruskannya, ia menambah tenaganya.
Anak muda itu sudah lompat turun, sendirinya ia dapat
berkelit, Dengan Tong Tay memutar tubuh, serangannya
gagal, tetapi pun serangannya jago dari Sucoan itu turut
gagal. Ketika kakinya menginjak tanah, Tong Tay mendongkol
sekali, mukanya menjadi merah, Dia kata dalam hatinya,
"Kalau hari ini aku situa tidak dapat membikin mampus bocah
ini yang susunya belum hilang, kecewa aku disebut Pek-pu Kie
Hun"
Maka terus ia berlompat maju, tubuhnya meluncur, tangan
kirinya menotok, kaki kanannya membarengi terbang,
menendang jalan darah in-hwe. Itulah salah satu jurus
istimewa ilmu silat keluarga Tong.
Hebat anak muda itu, Meski musuh liehay dan menggunai
pukulannya yang istimewa itu, bukannya ia berkelit atau
mundur, ia justeru maju untuk memapaki, untuk menyerang
kejalan darah simjie.
Tong Tay terkejut, inilah diluar pemikirannya, Siapa sangka
anak muda ini nekad, bersedia untuk terbinasa bersama?
Dalam heran dan kagetnya itu, ia lompat mundur setombak.

1511
siorang bertubuh besar dan berewokan itu girang,
Sebaliknya ketiga imam itu dari Khong Tong Pay bersama
siorang dengan ikat merah menjadi terperanjat. Dipihak lain,
siorang tua yang bergelantungan itu tertawa terbabak-bahak.
Dia kata nyaring.
"Anak yang baik, bagus jurusmu ini Hanyalah berhatihatilah
kau kalau-kalau sibangsat tua she Tong menjadi gusar
dan kalap. jagalah dirimu dari segala benda hancuran yang
disimpan pada tubuhnya."
Tong Tay, dalam murkanya, sudah membentak dan
menyerang, Tiga kali beruntun ia melakukannya, untuk
mendesak.
Sianak muda menjadi tambah semangatnya, ia tahu
dengan adanya siorang tua baju merah itu, ia tidak bakal kena
dirobohkan lawannya itu, ia berkelit dengan gesit, ia pun balas
menyerang sama hebatnya.
Maka berdua mereka bertempurlah dengan dahsyat sekali.
Si ikat kepala merah lantas bicara kasak-kusuk dengan
ketiga imam, sebagai kesudahan dari itu tanpa ngak atau ngik,
mendadak mereka mengangkat kaki, lari kearah In Bong Tek.
Sama sekali mereka tidak menghiraukan si orang she Tong
Siberewokan panas hatinya melihat kepergian empat orang
itu, Mereka tidak bersikap sebagai orang Rimba persilatan
sejati, Tadinya ia hendak menegur mereka itu atau ia melihat
siorang tua yang bergelantungan itu mengulapkan tangan
mencegah padanya, ia lantas berdiam terus, matanya
mengawasi pertempuran-
Tong Tay sedang menumplak perhatiannya pada
pertempuran kepada musuhnya, ia tidak tahu bahwa
rombongannya ketiga imam telah meninggalkan medan
pertempuran itu, ia bahkan memperhebat serangannya karena
ia sangat penasaran-
Tengah asyiknya orang mengadu jiwa itu. maka tiba-tiba
terdengariah suara tertawa yang nyaring dan panjang, lalu

1512
tertampak tak jauh dari pohon pek yang tempat
bergelantungannya si orang tua dengan baju merah
berkelebatnya satu tubuh manusia, berkelebat dengan luar
biasa pesat.
Tepat digelanggang orang itu berhenti berlari, maka
sekarang tampak nyata dialah seorang petani yang mukanya
kuning berpenyakitan. Dengan lantas dia memandang Tong
Tay, dengan sikap dan suara dingin, dia berkata "Tong Tay,
aku lihat baiklah kau bunuh dirimu sendiri. Satu bocah saja tak
dapat kau robohkan, mana dapat dibilang kaulah jago Kang
ouw yang berkenamaan?"
Tak kepalang gusarnya Pek pou Kie Hun. Dia mendesak
sianak muda, untuk dipaksa mundur, habis itu tubuhnya
mencelat mundur, berdiri di depan siperani. Tanpa menegur
lagi, tanpa mengawasi pula, dia lantas menyerang. Tangan
kanannya bergerak dalam jurus "Tok cu cuk tong" atau "Ular
berbisa keluar dari liangnya."
Walaupun ancaman itu sangat hebat, si petani tidak
berkelit atau menangkis, sebaiknya daripada menyingkirkan
diri, ia justru meluncurkan sebelah tangannya, jarinya mencari
jalan darah kiok-tit dari si Penangkap Arwah.
Tong Tay terkejut saking heran, itulah sambutan luar biasa,
yang baru kali ini ia pernah lihat, Terpaksa ia membatalkan
serangannya, sambil menarik pulang tangannya, ia pun lompat
mundur tiga kaki.
Adalah sipetani itu. Gagal peluncuran tangannya itu,
tubuhnya lompat menyusul, mengikuti bagalkan bayangan,
hanya bukan ia melanjut menyerang pula, mendadak ia
menghentikan tindakannya. Tong Tay bingung hingga ia
tercengang. Petani muka kuning berpenyakitan itu tertawa.
"Tong Tay, kau tidak tahu diri" katanya tertawa, "Kau dogol
bagaikan sang kerbau Benar kau diundang U-bun Lui akan
tetapi partai dia tidak menghargakan kau Kau cuma dihormati

1513
sekedarnya. Apakah kau tidak melihat bagaimana kau telah
ditinggal pergi mereka semua?"
Kembali Tong Tay melengak. hanya kali ini segera ia
melihat kesekitarnya, Mana
ketiga imam dan seorang ikat kepala merah? Tak nampak
mereka itu ia menjadi kaget, lantas ia berteriak sendirinya:
"Sungguh menyebalkan Aku bisa mati mendongkol"
Si orang tua berbaju merah agaknya heran melihat
munculnya sipetani berpenyakitan itu, ia meninggalkan
pohonnya, untuk berdiri se-tombak jauhnya dari orang, untuk
mengawasi ia menjadi heran lagi karena ia tidak melihat
sesuatu yang luar biasa pada sipetani ini.
Sipetani berkata dengan dingin: "perlu apa kau mendongkol
sendirian? oey Kie Pay sudah mengundang Bin San Jie Tok.
Racun mereka dan cara menggunainya menang seratus lipat
daripada racun dan kepandaianmu Maka itu dimata mereka,
ada kau tak kekurangan”
Tong Tay sengit sekali.
"Apakah kepandaiannya Bin San Jie Tok yang melebihkan
aku Keluarga Tong ?" dia berseru. “Jangan kau lancang
mengoceh menghina."
Si muka kuning berpenyakitan tertawa nyaring dan
memegat. “Jikalau kau dapat mengenai racunmu yang tak ada
rasanya dan tak ada romannya yang mudah dikenali, hingga
kau dapat meracuni roboh kepada Shatohoto dan U-bun Lui,
hingga Bin San Jie Tok tak sanggup menyembuhkannya, baru
aku percaya keliehayanmu jikalau benar kau mempunyai nyali
besar, justeru aku juga diundang U-bun Lui, mari kita bersama
pergi kepadanya untuk kau coba meracuni mereka itu.
Maukah kau pergi?" ooooooo
BAB 24
PADA biasanya orang Rimba persilatan suka besar kepala,
demikian Tong Tay tidak

1514
menjadi kecuali, apa pula Keluarga Tong sebagai ahli racun
sudah memperoleh nama sejak beberapa ratus tahun yang
lalu, Tong Tay beranggap didalam dunia tak ada ahli racun
yang keduanya, Saking mendongkol, dia berjingkrakan dengan
tertawa dingin, dia kata: "Aku siorang she Tong tak dapat
dipancing menjadi gusar olehmu Tidak nanti aku melakukan
perbuatan sehina itu"
Simuka kuning berpenyakitan tertawa lebar.
“Jangan kau ngoceh tidak keruan" katanya. Jangan kau
berjumawa sendiri oey Kie Pay sudah tidak menghargai kau
Paling benar kau berpeluk-dagu berangkat pulang ke Su-coan
Disana kau tutup pintumu kau hidup senang dan damai
seorang diri Dimana dalam dunia Kang ouw sudah ada Bin San
Jie Tok maka untuk kau sudah tiada tempat lagi untuk
menyapa. "Touw Liong Locianpwe, benar atau tidak?" dia
tanya.
Memang benar, orang tua berbaju merah itu yalah Touw
Liong Kie-su chio Thay Hie si Pembunuh Naga. Ditanya begitu,
dia melengak, Dia tidak mengerti kenapa orang kenal
padanya, sebaliknya dia sendiri tidak terhadap orang itu.
Tanpa merasa dia mengeluarkan kata-kata tidak tegas.
Tong Tay sendiri mendongkol dan bingung, tak senang dia
mendengar kata kata orang. Karena itu dia sampai tidak
mendengar perkataan orang terhadap Touw Liong Kiesu,
Meski demikian, dia mencoba menguasai dirinya. Dia tertawa
dingin dan kata. "Sahabat, kau memandang aku siorang she
Tong begini tidak berharga, baiklah, ingin aku main-main
denganmu untuk aku meluaskan pandanganku"
Orang muka kuning berpenyakitan itu tertawa.
"Buat apakah membuka mulut lebar saja?" katanya,
"Sahabat she Tong, harus menimbang dirimu sendiri Kau
mesti bisa melihat gelagat untung dan rugi inilah bergantung
kehormatan dan kehinaannya Keluarga Tong, jangan kau

1515
terkebur tidak keruan, agar kau jangan melukis harimau tetapi
jadinya anjing"
Mukanya Tong Tay merah padam, matanya bersinar,
tubuhnya menggigil. sudah lama dia memperoleh namanya,
orang umumnya jeri terhadapnya, dia biasa dipuji, maka itu
mana dapat dia menerima penghinaan demikian macam?
"Baik Baik." dia berseru. Dia seperti kalap. hingga lenyaplah
kecerdasannya. Tak dapat ia memikir lainnya kecuali untuk
menghajar orang sepuas hatinya. Dia cuma bisa
menambahkan "Sahabat bagaimana kalau kita bersama pergi
kemarkas besar oey Kie Pay ?"
Si muka berpenyakitan melirik.
"Sahabat she Tong, bukannya aku tidak pandang mata
pada kau," ia bilang sabar, "akan tetapi bagaimana juga,
kakimu tak kuat menyusul aku sebaliknya jikalau aku berjalan
perlahan, rasanya tidak puas. Maka itu sahabat, baiklah kau
yang berjalan lebih dulu Tentang aku, aku tanggung, aku akan
tiba satu jam dimuka daripada kau"
Pek-pou Kie Hun murka tak terhingga.
"Sahabat, jangan jumawa" dia berteriak. Jangan kau selalu
mengejek aku si orang she Tong Kau lupa bahwa akulah Pekpou
Kie Hun, bahwa dengan lariku seratus tindak seperti
terbang, dapat aku mengejar arwah manusia sama cepatnya
seperti berkelebatnya halilintar"
Si muka berpenyakitan bersenyum, ia melirik tajam orang
didepannya itu, lalu ia berkata sungguh-sungguh, "orang she
Tong, karena kau sangat jumawa, baik mari kita jalan
bersama Hanyalah, umpama kata tenaga kakimu tak ada
seperti tenaga kakiku kau harus sesalkan dirimu sendiri,
jangan kau katakan aku tidak memperhatikanmu"
Habis berkata, ia menggeraki tangannya, mengasi tanda
mempersilahkan orang mulai berangkat.
Tong Tay tertawa dingin, lantas dia menggeraki kedua
kakinya, Benarlah bagaikan jemparing melesat, tubuhnya

1516
berlompat, untuk terus berlari dengan cepat sekali. Karena ini
dalam tempo yang pendek dia telah melalui kira tiga puluh lie.
Tengah dia lari berlari terus dengan cepat itu, tiba tiba dia
merasakan angin bersiur disisinya, Dia lantas menoleh
kesamping, untuk melihat. Tiba tiba dia menjadi sangat kaget,
Dia melihat angin itu disebabkan lewatnya si- muka kuning
berpenyakitan itu, yang berkelebat disampingnya. Setelah itu,
segera dia ketinggalan setengah lie maka dilain saat, dia
sudah kehilangan lawannya itu.
"Ah..." akhirnya dia menghela napas, sekarang baru dia
mengerti dalam ilmu lari keras itu dia kalah jauh.
Dipihak lain, kapan Touw Liong Kiesu melihat gerakan si
muka berpenyakitan itu ia menghela napas saking kagum, ia
memuji, katanya: "orang itu bukan cuma cerdik tetapi juga
ilmu kepandaiannya lihay sekali, oleh karena itu, dengan
perginya Tong Pay bakal mengalami seperti langit ambruk dan
bumi gempa..."
"Locianpwe benar," berkata si berewokan. "Aku yang muda
telah bersamber pundakku dengan arit yang beracun,jlkalau
bukannya dia yang menolongi dengan memberikan obatnya
tidak nanti sekarang aku dapat bertemu dengan locianpwe..."
Touw Liong Kiesu bersenyum.
"Anak ceng," ia berkata kepada si anak muda, "benarlah
dugaan gurumu, musuh ayahmu ialah U-bun Lui ketua dari
oey Kie Pay"
Matanya si anak muda dipentang lebar.
"Kalau begitu sekarang juga murid hendak pergi mencari
musuh ayahku itu " ia berkata keras.
Touw Liong Kiesu menatap.
"Anak, jangan terkebur" ia berkata, menegur "Kau baru
belajar silat beberapa hari, kenapa kau sudah berani melihat
orang tidak mata? jangan kau turuti napsu amarahmu saja.

1517
Kau harus ketahui disarang oey Kie Pay sekarang ini berada
banyak orang lihay, hingga sekalipun gurumu, hendak ia
bertindak secara waspada, dengan melihat selatan-Apakah
kau rasa kau dapat lancang sembrono?"
Anak muda itu insaf bahwa ia terlalu menuruti suara
hatinya, ia lantas tunduk dan air matanya mengembeng, ia
menutup mulut.
Touw Liong Kiesu mengawasi, ia menghela napas, lantas ia
berkata: "Tapi kau tidak dapat dipersalahkan, anak. Memang
segala urusan sulit untuk diramalkan dimuka. Sekarang kita
harus pergi dengan waspada, pergi kita bertindak dengan
melihat gelagat, terutama janganlah semberono Tahukah kau
sekarang?"
Sianak muda cuma mengangguk.
"Mari kita pergi" mengajak orang tua itu seraya ia terus
bertindak dengan cepat hingga sianak muda dan kawannya
lantas menyusul untuk berlari-lari bersama ke In Bong Tek.
Ketika itu ditelaga In Bong Tek sendiri dimana pohon
gelaga seperti nempel dengan langit, diatas mana terlihat
burung-burung pada beterbangan dari antara hutan gelaga itu
nampak beberapa bayangan orang, yang kemudian ternyata
adalah ketiga imam yang diketemukan dirumah makan
bersama seorang kawannya. Selagi berlari lari itu tiba tiba
mereka menghentikan.
Si ikat kepala merah lantas nampak bersungguh sungguh,
dia lantas berkata: "Lagi setindak kita akan sampai dibalas
tempat terlarang, maka itu maafkan aku seorang she Gui,
lantaran aku tidak dapat melanggar aturan ketua kami, aku
cuma dapat mengantar sampai disini."
Dia menunjuk kedepan untuk menambahkan "Diarah sana,
sekira lima lie, adalah keletakannya kuil, Sekarang aku akan
menantikan disini sekalian menantikan kabar bagus dari kamu
bertiga, totiang."

1518
"Terima kasih, Gui Hiocu," kata ketiga imam. "Kau banyak
cape."
Lantas ketiganya berlompat memasuki wilayah terlarang
oey Kie Pay itu.
Tepat orang berlompat pergi, tepat dibelakang si orang
dengan ikat kepala merah itu berlompat keluar satu orang
yang segera menotok jalan darah beng-bun hingga tanpa
bersuara lagi, dia roboh dihutan gelaga itu dengan jiwanya
melayang pergi Begitu lekas juga penyerang itu berlompat
untuk lari menyusul ketiga imam tadi.
Disebelah depan ketiga imam tiba dengan cepat dihutan
yang liu yang mengurung kuil. Ketika mereka memandang kuil
itu, mereka saling mengawasi dengan melongo, pintu kuil itu
ditutup rapat.
Selang sekian lama Ham Kong yang membuka mulutnya,
Dia berkata: "Sute Ham ceng dan Ham In kelihatannya
pembilangan Gui Hiocu tidak salah, Memang siapa menyangka
ditempat begini berada rumah berhala, sungguh diluar dugaan
dua murid murtad itu, si-tua tak mau mampus, dapat
bersembunyi disini Bagaimana sekarang kita harus bertindak?"
Salah satu imam, ialah Ham in, berpikir sejenak baru ia
menyahut, Jikalau benar tua tua bangka tak mau mampus itu
berada didalam sini, kita bertiga bukanlah lawan mereka, oleh
karena itu aku pikir lebih baik kita pulang ke Khong Tong guna
memberi laporan kepada ketua tentang mereka, untuk
mendengar pikirannya ketua kita itu..."
Ham Kong menggeleng berkata. "Tidak dapat kita berbuat
seperti pikiranmu itu, sute," katanya, "Kau harus ketahui air
yang jauh tak dapat menolong memadamkan api yang dekat,
jikalau mereka mendapat kisikan, lantas mereka
menyingkirkan diri, kemana kita dapat mencari pula mereka
itu? Dahulu sebelum kakek-guru meninggal dunia, kakek
memikir mengangkat mereka menjadi ketua, tetapi tengah

1519
kakek menderita sakit hampir menutup mata, mereka sudah
melakukan pelanggaran besar, karena mana hilanglah
ketikanya mereka diangkat jadi ketua itu, bahkan tempo
mereka hendak dihukum, mereka sudah melakukan
periawanan mereka menyingkirkan diri sambil mencuri kitab
ilmu silat Partai kita.
Sudah banyak tahun ketua kita ingin mendapati pulang
kitab pusaka itu, sia-sia saja ikhtiarnya karena mereka ini tidak
ketahuan dimana sembunyinya, hingga kesudahannya telah
diputuskan, "siapa mendapati kitab itu dialah yang akan
diangkat menjadi ketua. syukur Thian ada beserta kita, kita
yang memperoleh endusan ini sekarang kita tinggal bekerja
saja untuk mendapatkannya, maka tak dapat ketika baik ini
dibikin lenyap."
Ham ceng mengawasi saudara seperguruannya itu.
“Jikalau benar suheng menghendaki kedudukan ketua kita,
kami berdua suka membantu kepadamu sampai cita citamu itu
tercapai," kata dia, "Tetapi karena kita tidak dapat menggunai
kekerasan baiklah kita berlaku hati hati, kita mesti mencari
akal.,."
"Itulah gampang," berkata Ham Kong. "Tong Tay telah
membagi kita dua batang hio beracun Ngo Tok Toan hun-hio,
kita baik gunai itu. Sebentar setibanya dibelakang kuil, sambil
bersembunyi kita sulut itu.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 28 : Membebaskan Dua ahli racun dari Bin-san
"AKU percaya, apabila dua tua bangka tak mau mampus itu
sadar, mereka sudah terlambat." Sembari berkata, ia
mengeluarkan tiga butir pel hitam, lalu ia meneruskan "inilah
obat pemunahnya, Sebelum kita sulut hio, kita sesapkan dulu
obat ini didalam hidung, agar kita tidak menjadi kurban

1520
sendiri, sebentar, diwaktu masuk kedalam, kita mesti jaga
supaya kita jangan menerbitkan suara apa apa. Dua tuabangka
itu sangat awas pendengarannya nanti mereka
memergoki kita, dengan begitu, kita bisa kena tertawan
mereka itu, celakalah kalau kita tertangkap. pasti bakal
disiksa...."
Kedua saudara seperguruan itu menggigil sendirinya,
saking jerinya, akan tetapi waktu Ham Kong mulai bertindak.
mereka mengikuti. Bersama-sama mereka jalan memutari
pohon liu untuk sampai dibagian belakang dari kuil didepannya
itu.
Ketika itu, selagi matahari turun, angin bersiur halus. Disitu,
segala apa nampak sunyi, pemandangan alamnya menarik
hati.
Selagi ketiga imam berdamai, suatu bayangan orang sudah
mendahului mereka pergi kebelakang kuil. Dialah sipetani
muka kuning yang seperti berpenyakitan sebentar saja dia
bersangsi atau lantas ia lompat maju, untuk pergi kesebelah
depan-
Bahkan dengan berani dia masuk ke- ruang depan itu,
Disini segera dia menjadi kaget.
Rebah diatas tempat duduknya, teriibat dua orang imam
dengan muka pucat seperti mayat, kedua matanya mendelik,
sinarnya guram.
Dengan berani sipetani menghampirkan, untuk memeriksa
nadi orang, Nyata nadi mereka itu masih berdenyut peria han,
tandanya mereka masih bernyawa. Rupanya kedua imam itu
korban korban totokan jalan darah.
Karena mereka liehay, terang mereka sudah terbokong,
tetapi meski demikian, mereka masih sempat menutup diri,
dengan begitu mereka tak jadi terbinasa, lantas mereka
mendapat ketika menanti pertolonganku.
"Pembokong itu mesti liehay sekali," pikir sipetani, "jikalau
tidak. tidak nanti dia berhasil membokong kedua imam jago

1521
ini. Tinggal keanehannya, yalah habis menotok membikin ini
dua imam tidak berdaya, kenapa dia tidak sekalian mengambil
jiwa mereka?" Lantas petani ini berpikir. Dia cerdas sekali.
"Ah, aku mengerti sekarang" katanya dalam hati. ia
menduga kepada Shatohuoto, gurunya U-bun Lui. Kalau benar
dugaannya ini, terang kedua imam itu menjadi korban
kelicikannya ketua Partai Bendera Kuning itu. Untuk
membersihkan diri, ketua partai itu dapat menggunai pelbagai
alasan, antaranya dia menyuruh Gui Hiocu mengundang
imam-imam dari Khong Tong Pay, supaya mereka ini masuk
perangkap dan dengan menyebut-nyebut dua imam tua yang
lagi mengasingi diri itu, orang-orang Khong Tong Pay itu dapat
saling membunuh."
"Tak sukar untuk menolong sadar kedua imam ini," sipetani
berpikir lebih jauh,
"hanya untuk itu dibutuhkan sedikit waktu, sekarang ketiga
imam hidung kerbau dari Khong Tong Pay tentu sudah berada
dibelakang kuil, baiklah aku urus dulu mereka itu..."
Tengah berpikir itu, petani ini mendengar tindakan kaki,
Segera ia menyingkir kesamping kiri dimana ada sebuah pintu,
ia tidak mau kena kepergok.
Itulah Ham Kong bertiga Ham ceng dan Ham Im yang
sudah tiba dibelakang kuil, Mereka lantas memasang omong,
membicarakan tindakan teriebih jauh, untuk masuk kedalam.
Justeru itu, dipintu terlihat seorang melesat gesit, Mereka
kaget.
Belum mereka dapat menyingkir orang itu sudah tiba tepat
didepan mereka. Hingga mereka tercengang.
Orang itu, simuka kuning, lantas tertawa lantang.
"Benar-benar, manusia itu ditempat manakah yang mereka
dapat bertemu satu dengan lain" katanya nyaring, "Totiang
bertiga datang berkunjung kekuil sunyi ini, apakah maksud
totiang? pengajaran apakah totiang hendak berikan padaku?"

1522
Habis bicara, orang tani itu tertawa pula, Ham Kong
mengawasi tajam, matanya bersinar.
"Seorang imam tak dapat mendusta" ia berkata.
"Mungkinkah kuil Sam ceng Koan ini menjadi tempat
kediaman kau sie cu?"
Alisnya sipetani terbangun
"Kau ngaco, totiang" katanya: "Apakah sebuah kuil cuma
dapat didiami kamu bangsa hidung kerbau? Ada pepatah yang
membilang pendeta dan imam dapat tinggal disepuIuh
penjuru, selang kami bangsa pengemis, kami dapat berdiam di
dua belas penjuru Sudah lima tahun aku tinggal disini, pagi
aku pergi, sore aku pulang, selama itu belum pernah ada
orang yang mengganggu aku, tetapi hari ini ketiga totiang
datang berkunjung, karena- itu aku menyambut kamu, Kenapa
totiang sebaliknya omong tak memakai aturan terhadapku?"
Ham Kong dan dua saudaranya terkejut, Mereka pun heran
untuk sinarmata tajam orang berpenyakitan ini, Karena
mereka mesti saling mengawasi tidak ada satu yang lantas
membuka mulutnya.
Jikalau tidak ada pengajaranmu untukku, ketiga totiang,"
sipetani berkata pula, "Silahkan kamu pulang ke Khong Tong
San guna melanjuti pertapaanmu, supaya lain kali janganlah
kamu bertemu pula dengan aku, sebab itu bisa mencelakai
dirimu kamu"
Ham ceng tidak puas.
"Kau terlalu jumawa, siecu" dia menegur, "Rupanya kau
menganggap hidup dan mati kami tergenggam dalam tangan
kau" Sipetani sebaliknya tertawa lebar.
"Tempat mondokku ini disekitarnya lima lie, dinamakan
Kota Hantu," ia kata, "Disini dilarang orang lain lancang masuk
dan keluar jikalau totiang bertiga tidak percaya, suka aku
menarik pulang kata kataku, sebaliknya, silahkan kamu
mencoba apakah kamu dapat lari keluar lewat lima lie." Ham
ceng menjadi sangat gusar.

1523
"Apakah sie-cu hendak menahan kami bertiga?" dia tanya,
menantang, "Rasanya kau tak dapat"
"Sute" berkata Ham Kong, tertawa, "Sute, sekarang belum
tiba waktunya untuk turun tangan. Marilah kita pergi
kesebelah depan, untuk memeriksa Setelah itu masih ada
ketika nya untuk dia ini menerima binasa"
Kata kata itu diakhiri gerakan tubuh, untuk berlalu dari situ.
Sekonyong-konyong saja, bagaikan kilat, sebelah tangan
sipetani menyambar tepat dia berhasil mencekal tangannya
Ham ceng dibetulan nadi, Sembari memegang keras, ia
berteriak:
"Asal kamu berani lancang bergerak satu tindak saja, itulah
berarti kematianmu"
Ham Kong dan Ham In, yang sudah berlompat, menjadi
kaget mendengar suara orang itu, ketika mereka menoleh,
mereka menjadi teriebih kaget lagi sebab saudara mereka
sudah kena ditangkap.
Ham ceng sendiri tidak kurang kagetnya.
Begitu tangannya dipegang sipetani, dia merasai napasnya
sesak dan seluruh tubuhnya pada sakit ngilu, hingga tak dapat
dia mengangkat kaki lagi. Lainnya gangguan yang segera
menyusul yalah kerongkongan kering dan berdahaga, peluh
keluar deras, paras muka menjadi gelap.
Oleh karena berkuatir untuk adik seperguruannya itu, Ham
Kong berlompat maju sambil mengawasi turun kebutan yang
digendol dipunggungnya, sedang tangan kirinya turut
menyerang juga.
Ham In juga tidak diam saja, Dia berlompat seraya
menyerang dengan pedangnya yang berkilauan mengarah
kepala orang. Hebat serangannya dua imam itu.
Segala gerakan berlaku dengan cepat sekali, Selagi Ham
Kong menyerang dengan kebutannya, tubuh Ham ceng
terlempar kearahnya. Sipetani sudah mengangkat tubuh imam
itu, untuk dijadikan sasaran kakaknya.

1524
Dia kaget sekali, dengan banyak susah barulah bisa dia
menghindarkan adik seperguruannya dari kebutannya itu.
Dengan begitu, tubuh siimam tidak ada yang rintang i, maka
tubuh itu terlempar setombak lebih, jatuh terbanting keras
ditanah dimana dia tak berkutik lagi.
Menyusul itu, Ham In menjerit menyayatkan hati.
Ham Kong kaget, ia mendapatkan saudaranya rebah
dengan mata guram dan muka pucat, Terang adik
seperguruan itu sudah kena ditotok hingga pingsan, ia
menjadi kecil hati, ia tahu, jalan untuknya yalah mengangkat
kaki dari depan musuh liehay ini. Tidak ajal lagi, ia berlompat
mundur, niat menyingkir.
Sipetani berdiri terpisah kira setombak. Habis merobohkan
Ham In,ia mengawasi Ham Kong, ketika ia melihat orang mau
lari, ia berlompat mendahului untuk menghadang. Maka diatas
genting, kemana imam itu berlompat naik, ia berdiri didepan
orang, Sembari tertawa ia kata: "Apakah kau mau pergi
dengan tidak menghiraukan lagi mati dan hidupnya kedua adik
seperguruanmu itu ? Benarkah kau begini tega hati hendak
meninggalkannya ?"
Mukanya Ham Kong menjadi merah, dia malu sekali, Sambil
membentak dia menyerang dengan kebutannya dibantu
tangan kirinya.
Sipetani berkelit kesamping, lalu meneruskan ia menolak
dengan begitu, selain siimam gagal dengan dua-dua
penyerangnya, dia pun kena terdorong, membarengi mana,
jalan darahnya thian-kie, kena ditotok. hingga dia roboh
pingsan tanpa berdaya lagi.
Sipetani tertawa dingin, ia menyamber tubuh imam itu,
untuk dikempit, buat dibawa berlompat turun dari genting
guna diletaki ditanah, setelah mana, ia masuk kedalam rumah
suci itu.

1525
Tatkala itu, cepat sekali sang magrib telah tiba, disusul
sang malam hingga dilangit tampak bintang mulai muncul.
Petani itu masuk terus kekamarpetani bersamedhi dari
kedua imam penghuninya kuil Sam ceng Koan itu. Kamar
gelap gulita, maka ia lantas menyalakan api pelita yang
terdapat diatas meja, Sekarang ia melihat tegas kedua imam
yang masih rebah menggeletak. ia menghela napas.
Tanpa bersangsi, ia menggunai dua tangannya berbareng
menekan jaland arah beng bun dari mereka masing-masing ia
menyalurkan hawanya menurut ilmu Pou-te Siang- ciang.
Kira semakanan nasi, kedua imam itu mendusin- Lantas
keduanya membuka mata mereka. Lantas mereka merasa
punggungnya tengah ditekan orang, sebab hawa hangat
terasa berjalan dipelbagai jalan darahnya. Mereka tahu bahwa
mereka lagi ditolongi.
"Sie-cu, terima kasih atas pertolongan kau ini." berkata
yang satu, "Kami berdua, Hui He cu dan Hui Lui cu, sangat
bersyukur kepada siecu. Sipetani mengangkat tangannya,
terus ia bangun berdiri.
Kedua imam itu juga berlompat bangun, Keduanya
menjura, untuk memberi hormat. Mereka menjura dalam. Lagi
sekali mereka mengucap terima kasih.
"Menolong sesamanya adalah tugas kita manusia," berkata
sipetani. "Aku yang rendah Cia In Gak. tidak berani aku
menerima hormat lotiang berdua." Sipetani muka kuning
bepenyakitan bicara sambil bersenyum manis.
Kedua imam terperanjat, mereka saling mengawasi
Kemudian Hui He cu, dengan roman heran atau bersangsi,
berkata: "Pinto dua sudah belasan tahun lamanya hidup
menyendiri, tentang kami tidak ada orang lain yang
mengetahuinya kecuali seorang sahabat akrab yalah Liang Gi
Kiam-kek Cie Tong Peng dari Heng San, yang bisa datang
setiap tahun satu kali, bahkan dialah yang mengantari segala
keperluan pakaian dan makan dari kami. Siecu tahu, ketika

1526
paling belakang sahabatku itu datang menjenguk kami, dia
telah memuji kegagahan kau hingga kami jadi sangat ketarik
dan kagum, Hanya sahabatku itu melukiskan roman sie-cu
beda daripada wajah sie-cu sekarang."
In Gak. sipetani, bersenyum.
"Tidak berani aku menerima pujian dari lotiang berdua
orang-orang Khong Tong ter-sohor," ia berkata, merendah,
Lalu dengan sebat ia meloloskan topengnya, hingga nampak
wajahnya yang tampan-
Kedua imam heran- Lantas Hui He cu menoleh kepada Hui
Lui cu, "Benar apa katanya Cie Tong Peng," ia bilang, "Benar
benar Cia sie-cu tampan dan gagah ialah naga sakti dijaman
dunia keruh ini" Ia lantas berpaling pada sianak muda,
meneruskan "Sie-cu, cara bagaimana sie cu ketahui kamilah
dari pihak Khong Tong Pay?"
In Gak bersenyum, Bukannya ia menjawab, sebaliknya ia
menanyai "Totiang berdua dibokong orang, ingin sekali aku
mendengar penjelasannya."
Hui He Cu menghela napas, kelihatan dia malu sekali.
"Itulah disebabkan kesalahan kami sendiri," dia menjawab,
"Dulu hari ketika U-bun Lui membangun partainya, dia telah
datang mengunjungi kami, Su-teku ini hendak membunuh dia,
pinto melarang, Kesudahannya kita membuat perjanjian untuk
tidak saling mengganggu."
Hui Lui cu mengerutkan alis, ia turut berkata, "Ketika dulu
hari kami usir dari Khong Tong Pay, itu pun sudah terjadi
karena suheng bermurah hati, jikalau sie-cu tidak menjadi
jemu, nanti aku mengganti suheng memberi keterangan kami,
U-bun Lui tidak mengijinkan kami hidup damai dan tenteram
disini, dilain pihak dia tidak berani sendirinya mengganggu
kami, dari itu dia telah mengundang gurunya, Shatohuoto
untuk menyingkirkan kami berdua.
Kami tahu Shatohuoto jago nomor satu dari Barat, kami
bersiap sedia untuk melayani dia- Karena kami tidak mau

1527
minta bantuan orang luar, kami bersiap sendiri, Setiap hari
kami meyakinkan lebih jauh ilmu partai kami, yaitu ilmu
tenaga dalam Siauw ceng cin-khe. Kami ingin
menyempurnakannya sebelum Shatohuoto tiba.
Karena kesusu, kami pikir cukup asal kami dapat
memahamkannya tujuh bagian, Sayang, saking giat berlatih,
kami menjadi alpa dalam hal penjagaan diri selagi kami
bersamedhi, kami dibokong, jalan darah ceng-cok kami kena
ditotok hawa dingin lantas tersalur masuk. sampai kami tidak
keburu menutup diri. Syukur kami masih dapat menjaga
jantung kami, maka itu kami roboh pingsan dengan harapan
nanti ada datang penolong.
Tentu sekali itulah pengharapan karena takdir. Asal lewat
lagi dua jam, pastilah tubuh kami akan menjadi beku, yang
mana berarti tidak ada harapan lagi. Maka kami bersyukur
siecu telah datang menolongi. Rupanya dasar peruntungan,
kami tidak mesti hilang jiwa."
In Gak bersenyum.
"Pastikah pembokong ia Shatohuoto?" ia tanya.
Hui Lui Cu mengangguk,
In Gak memandang Hui He Cu.
"Totiang, jikalau kamu ingin tahu halnya aku yang rendah
ketahui kamulah orang-orang Khong Tong Pay, silahkan kamu
pergi keruang belakang kuil ini nanti kamu dapat tahu sendiri,"
ia menyahut. Kedua imam itu meIengak.
"Mari kita lihat," kata satu diantaranya-Lantas keduanya
pergi kebelakang.
In Gak tidak mengikuti.
Tatkala kedua imam itu kembali, sianak muda sudah
lenyap. Cuma diatas meja ditinggaikan sehelai surat dalam
mana diterangkan karena hendak menolongi satu sahabat, dia
mau pergi kesarang oey Kie Pay. ia meninggalkan pesan agar
kedua imam menjaga diri baik baik danjangan membocorkan
rahasianya ini. Kedua imam berdiam, mereka menyesal sekali.

1528
XXX
Markas besar dari oey Kie Pay berkedudukan mengandal
pada gunung dan air, letaknya bagus dan juga berbahaya.
Disana dibangun banyak perumahan untuk anggautaanggautanya.
Di- waktu malam, seluruh markas sunyi, kecuali
bunyinya burung air.
Malam itu kebetulan bintang-bintang sedikit ketika
disebelah timurnya, didalam
sebuah rumah batu yang kecil, berduduk dua orang tua
dengan pakaiannya abu-abu. Mereka nampak berduka, bicara
mereka seperti berbisik.
Diatas meja ada sebuah lilin yang apinya kelak-kelik, sebab
lilin itu tinggal sisanya, Asap lilin memain didalam ruang itu.
Merekalah Bin San Jie Tok. Entah apa yang mereka
bicarakan sambil berbisik itu. selagi mereka berbicara itu.
mendadak kedua daun jendela terpentang sendirinya, angin
bersiur masuk. hingga api lilin berkesip.
Keduanya kaget, dengan lantas mereka menyerang
kejendela, Mereka menyerang sambil berduduk lurus, itulah
Pek- khong- ciang, pukulan Udara Kosong. Serangan itu
mendapat sambutan, hingga suara anginnya terdengar keras.
Lalu dari luar jendela terdengar tertawa perlahan disusuli
kata-kata ini: "Dua sahabat kekal dari Bin San, kepandaianmu
maju pesat sekali. Dapatkah aku yang rendah masuk kedalam
kamarmu untuk memasang omong sebentaran?"
Kedua si Racun menjadi kaget, mereka saling mengawasi.
Toa Tok si Hantu tua, Theng Ceng, menanyai "Tuan, kau
siapa? Kau, begitu baik hati datang menjenguk kami,
mengapa kau tidak mengetuk pintu?"
Tapi, belum lagi berhenti pertanyaannya itu, satu bayangan
orang sudah berlompat masuk, hingga dilain saat telah
tampak romannya yang bengis menyeramkan. Sebab dia tidak

1529
mempunyai alis, dia mirip dengan mayat. Jubahnya yang
panjang, yang berwarna hitam, menambah keseramannya itu.
Bin San Jie Tok mengawasi. Mereka merasa belum pernah
bertemu dengan orang ini.
Kenapa mereka disebut sahabat akrab? Mereka menjadi
heran-orang itu mengawasi, terus dia bersenyum dingin.
"Kedua losu she Theng, mengapa kamu pelupaan sekali?"
dia tanya, "Kenapa kamu tidak dapat mengubah diri? Kenapa
kamu masih tetap seperti membantu Kaisar Tiu melakukan
kejahatan? Apakah kamu tidak takut nanti di tertawai dunia
Rimba Persilatan? Sejak perpisahan di Bong San, rasanya itu
belum lama, maka sungguh diluar sangkaku, kamu menjadi
begini pelupaan?"
Theng ceng dan saudaranya, Theng ciong menjadi kaget.
”Jadinya tuan yalah Cia siauwhiap?" keduanya menegasi,
"Suara siauwhiap kami rasanya kenal, hanya roman kau yang
beda sekali hingga karenanya kami menjadi heran dan
bingung...."
In Gak bersenyum.
"Aku datang kemari dengan mengubah muka-ku, tidak
heran kamu tidak mengenali aku," ia memberitahu "Kamu
tahu, oey Kie Pay bakal lekas runtuh, mengapa kamu masih
terus berdiam disini? Apakah kamu bersedia untuk batu dan
kemala musnah bersama?"
Wajahnya dua bersaudara itu menjadi guram. Theng ceng
menghela napas, juga saudaranya.
"Cia Siauwhiap." katanya duka, "apakah kau mengira kami
rela berdiam disini? Apakah kami ada demikian tak berperikemanusiaan
gemar menggunai racun kami? Kami bertindak
saking terpaksa, karena U-bun Lui telah mempengaruhi
kami..."
Lalu si Racun nomor satu ini menuturkan sebabmusababnya
mereka terpengaruhkan.

1530
Habis dari gunung Bong San pulang ke Bin San,
gunungnya, Bin San Jie Tok telah mengambil putusan buat
tidak memperdulikan lagi urusan kaum Kang ouw, Mereka
ingin tinggal menyendiri dengan aman dan damai sampai
dihari terakhir mereka.
Merekalah anak-anak piatu, yang semasa kecilnya bernasib
buruk. maka setelah memperoleh kepandaian silat mereka
terombang-ambing diantara kelurusan dan kesesatan, lebih
miring kepada kesesatan, hingga kesudahannya mereka
memperoleh julukannya itu, Bin San Jie Tok. Dua Racun dari
gunung Bin San-
Dengan begitu tak heran jikalau mereka mempunyai
banyak musuh, Baru setelah insaf akan kejahatannya itu,
mereka memikir mengubah kelakuan- Dasar sudah bekas
jahat, mereka tak dapat dengan begitu saja membuang nama
buruk mereka. Sekarang mereka dibikin masgul oleh musuhmusuh
mereka, yang sering datang menyatroni untuk
menuntut balas.
Demikian sudah terjadi pada suatu tahun di-tanggal
duapuluh-delapan bulan dua belas, selagi gunung dingin
tertutup saiju, Ketika itu berdua mereka duduk didalam
kamarnya sambil menghadapi jendela, sambil menenggak air
kata-kata, guna memuasi mata, buat menyenangi hati.
Mereka demikian asyik sampai mereka tidak tahu
munculnya tiga orang, yang mulanya berkelebat bagaikan
bayangan. Mereka baru terkejut ketika telinga mereka
mendengar tertawa dingin, ketika mereka berpaling, tahu-tahu
tenaga yang keras menghajar punggung mereka.
Kontan mereka terluka parah, Masih bagus tenaga dalam
mereka kuat sekali, mereka tidak binasa seketika hingga
sempat mereka lari keluar dan lompat naik kegenting. Disini
Theng ceng hendak menggunai senjata rahasianya yang
beracun ketika Theng ciong, adiknya yang mengenali siapa
musuh, mencegah dengan menyerukan jangan lo toa jangan
kita menjadi menyesal dan tak merasa aman untuk selamalamanya..."

1531
Theng ceng mengawasi. ia lantas kenal penyerangnya itu,
yalah anaknya Te Beng Kiat. Beng Kiat itu, jago mulia hati dari
Long-se, telah terbinasakan mereka. sebabnya yalah mereka
keliru percaya asutan orang.
Hal itu membikin mereka menyesal, ini sebabnya Theng
ciong melarang kakaknya membikin perlawanan- Sambil
tertawa, Theng ceng berkata: "Lo-in, jie, kita tidak harus
melawan, Memang sejak kebinasaan Te Tayhiap. hati kita
sudah tidak tenang lagi, terus sampai sekarang ini. Baiklah,
mari kita membikin mereka puas"
Jikalau benar kamu menyerah, kamu serahkanlah jiwamu"
membentak satu diantara ketiga orang itu. Lantas dia dan dua
kawannya menyerang pula, masing-masing dengan dua-dua
tangan mereka.
Tubuh Jie Tok terhuyung-huyung, darah menyembur dari
mulut mereka, Benar-benar mereka tidak membuat
perlawanan.
Disaat ketiga orang itu hendak mengulangi penyerangan
mereka, mendadak Jie Tok memperoleh pertolongan di luar
dugaannya, Disitu terdengar satu seruan nyaring disusul
munculnya seorang yang bertubuh besar dan gesit sekali.
Dengan serangannya penolong itu mengundurkan ketiga
penyerang habis mana dia menyamber Jie Tok buat terus
dibawa lari.
Jie Tok sudah separuh pingsan, mereka tidak tahu apa-apa,
mereka cuma mendengar
suara angin keras, mereka merasa seperti dibawa terbang
melayang. Apa yang mereka tahu yalah mereka ada yang
tolongi.
Kemudian mereka pingsan, tempo mereka mendusin,
mereka mendapat mereka berada didalam sebuah guha, yang
luarnya penuh saiju yang sinarnya berkilauan masuk kedalam
guna itu, dimulut guha, diatas sebuah batu, mereka melihat
seorang lagi duduk bercokol, orang mana bermuka persegi,
telinganya besar hidungnya hidung singa, mulutnya, mulut

1532
harimau, dan sepasang matanya sangat tajam. Dia itu
mengawasi, apabila dia tahu orang sadar, dia tertawa.
"Apakah kamu merasa tubuhmu baikan, saudara-saudara?"
dia bertanya, "tadi ditempat kamu, aku mendengar kamu
menyesal dan bersedia untuk mengorbankan diri, aku menjadi
kagum sekali. Sukar dicari orang berhati lapang sebagai kamu,
maka aku, U-bun Lui, aku girang sekali..."
Bin San Jie Tok heran. Dengan mendengar nama orang,
tahulah mereka siapa penolong ini. Dialah Pat Pie Kim-hong
ketua dari oey Kie Pay, yang kesohor ditiga propinsi
Kangsouw, Anhui dan ouwpak, dimana tadinya dia menjadi
seorang penjahat besar dalam Rimba Hijau, Mereka heran Ubun
Lui justru datang ke Bin San tepat selagi mereka
terancam bahaya maut.
"Hanyalah..." U-bun Lui meneruskan kata-katanya, "aku
menganggap kamu kurang sadar dan kurang cerdas Dalam
hidupnya manusia, tidak ada yang luput dari kekeliruan atau
kesalahan, dari itu, sebenarnya cukuplah asal orang insaf dan
kemudian mengubah cara hidupnya. Bukankah dapat
mengubah perbuatan paling bagus? Karena itu, kenapakah itu
mesti ditebus dengan kebinasaan?"
Bin San Jie Tok menganggap kata-kata itu tidak tepat, akan
tetapi karena mereka sudah ditolongi, sebagai orang yang
berbudi mereka tidak mau membantah, mereka mengganda
tertawa sedih saja.
"Mungkin kata-kataku ini tak sedap di-dengarnya" kata Ubun
Lui pula tertawa. "Tapi kejadian sudah berlalu, tak dapat
itu ditarik pulang, Sekarang mari kita bicarakan urusanku
Saudara-saudara, aku datang kepada kamu dengan niat minta
pertolonganmu buat menolongi seorang sahabatku. Dia.."
Belum habis orang bicara, Theng ceng sudah memotong
katanya: "U-bun pangcu telah menolongi kami, budimu itu
sangat besar dan buat itu kami sangat berterima kasih hingga
sudah selayaknya kami membalas budi hanya mengenai diri
kami, ingin kami memberi penjelasan- Kami berdua sudah

1533
mengangkat sumpah bahwa kami tidak dapat mencampuri lagi
urusan Kang ouw, dari itu kami lebih dulu mohon dimaafkan
apabila kami terpaksa tak dapat meluluskan permintaan
pangcu... "
U-bun Lui tertawa.
"Aku U-bun Lui, belum pernah aku memaksa orang" Dia
berkata, "Maka itu saudara-saudara, jangan kamu kuatir." ia
lantas mengasi keluar dua butir pel merah sembari menunjuki
itu, dia berkata, "inilah pel istimewa buatan guruku,
khasiatnya dapat menghidup orang yang sudah menutupi
mata, silahkan kamu makan, nanti kamu bebas dari cacad
seumur hidupmu."
Bin San Jie Tok tengah bersyukur tetapi mereka bersangsi,
mereka menjadi bersusah hati, maka mereka saling
mengawasi.
Menampak demikian, ketua oey Kie Pay bersenyum.
Jangan kamu kuatir." ia berkata, "U-bun Lui pasti tidak
akan memaksa kamu untuk menagih pembalasan budi, Kamu
tenangin diri kamu, sekarang juga aku mau pergi."
Dua saudara itu menjadi malu hati, mereka menyambuti
obat dan terus makan itu. Lebih dulu mereka menghaturkan
pula terima kasih mereka.
U-bun Lui benar benar lantas memutar tubuh untuk
bertindak keluar, hanya berjalan diluar baru tiga atau empat
tombak dia berpaling pealahan dan berkata, "Aku lupa
membilang in tuan-tuan berdua, sahabatku itu yang aku
hendak tolongi lagi menderita keracunan, ketika aku bicara
dengannya, aku menyebut kamu sebagai sahabat sahabat
akrab dari aku, karena mana, aku telah minta aku
menyampaikan hormatnya kepada kamu..."
Habis berkata, dia memutar pula tubuhnya untuk berjalan
pergi.
Jie Tok heran, Lalu Theng ciong memanggil "U-bun Pangcu,
tunggu dulu siapakah itu sahabat Pangcu? Dapatkah pangcu

1534
memberitahukan she dan namanya?" Pat Pie Kim-kong
menghentikan tindakan-nya, ia berpaling pula.
"Dialah Kok Lok San Sin Eng Kat Ek." sahutnya, itulah Kat
Ek si Rajawali Sakti -Sin Eng - dari gunung Kok Lok San-
Romannya Jie Tok berubah, agaknya mereka kaget.
"Kami tidak ketahui itulah saudara Kat," kata Theng Ceng.
"Baiklah, suka kami turut Pangcu pergi padanya."
U-bun Lui bersenyum.
”Jikalau saudara-saudara sudi membantu sendiri, itulah
bagus sekali." ia berkata, "Hanya ingin aku menjelaskan Kat
Ek itu terlukakan racunnya Pekpou Kie Hun Tong Tay, dia
sekarang tinggalnya napasnya empas-empis, maka kalau
saudara-saudara suka pergi, tolong kamu membawa segala
apa yang perlu, supaya dia dapat segera ditolongi. Sebegitu
jauh pemeriksaanku, aku tidak tahu Kat Ek terluka racun apa,
maka aku percaya melainkan kamulah yang dapat
menyembuhkannya. Mari kita berjalan bersama"
Bin San Jie Tok tidak menduga orang main gila, Mereka
lantas bangun berdiri sambil berlompat, Mareka tidak
merasakan sakit apa apa Maka mereka mengajak ketua oey
Kie Pay itu kerumah mereka untuk mengangkut semua
obatnya, yang dijadikan dua buntalan, habis mana bertiga
mereka berangkat ke In Bong Tek.
"Apakah kamu telah bertemu dengan Kat E k?" In Gak
bertanya, memotong. "Kami dapat menemui dia telah
menutup mata, kami melihat dia telah dikubur.."
Bin San Jie Tok bersenyum getir. Theng ceng adalah yang
menjawab itu, Nampak tegas air muka mereka guram.
"Setelah itu seharusnya kamu pulang kegunung kamu.."
kata pula In Gak.
Matanya Theng ceng memain, lalu menjadi terlebih guram
pula, ia menghela napas lama, Terang ia sangat berduka dan
menyesal dan penasaran juga.
"Pantaslah jikalau kau menegur kami, siauwhiap." katanya,
"lni yang disebut sekali salah tindak lantas menyesal seumur

1535
hidup hingga untuk memperbaikinya perlu tempo lagi seratus
tahun.“
In Gak heran-
"Kenapa begitu ?" ia tanya.
"Setelah Kat E k mati, tidak ada perlunya kami berdiam
lebih lama pula di In Bong Tek," kata Toa Tok, "Maka itu kami
lantas memohon diri dari U-bun Lui, Lantas U-bun Lui
menjelaskan kepada kami halnya Kat E k itu, bahwa katanya
mereka bermusuh dengan pihak Tong untuk mana telah
dijanjikan pertemuan dimarkas oey Kie Pay pada malaman
Goan-siauw, Pihak Tong, katanya akan datang bersama
rombongannya yang semuanya orang lihay. U-bun Lui
berkata, lantaran dia ketahui sumpah kami, dia tidak mau
memaksa minta bantuan kami sebaliknya dia minta suka kami
membagi resep obat racun yang tak ada warna dan rasanya,
untuk menghabiskan musuh she Tong itu. Katanya supaya
racun musuh itu tidak mencelakai anggauta-anggauta partai
ber-salah-dosa, supaya Kat Ek pun mati meram.
Kami meluluskan permintaan itu, kami memberikan surat
obatnya begitupun surat obat pemusnahnya, Tengah kami
menulis itu, tiba-tiba U-bun Lui menotok kami hingga kami
lantas pingsan-.." Dia tertawa meringis, dia menunjuk
saudaranya, terus dia menambahkan: "Setelah kami sadar,
kami bercacad pada kedua kaki kami, Bukankah siauwhiap
lihat kami tetap duduk saja? Apakah siauwhiap tidak menegur
kami untuk kelakuan kami tidak hormat ini?"
In Gak memang telah melihat orang terus duduk
bercongkol, ia menyangka karena sudah berusia lanjut,
mereka itu sungkan berbangkit tidak disangka mereka
sebenarnya orang-orang tapa daksa, ia menjadi tidak senang.
Theng Ceng berkata pula, melanjuti: "Kami sudah berusia
lanjut kalau kami mati, kami tidak mati muda-muda.
sebenarnya kami sudah memikir untuk membunuh diri saja,
tetapi kami penasaran sebab obat racun kami itu terjatuh

1536
ditangan orang jahat, sebab itu dapat mendatangkan
kecelakaan kepada bukan sedikit manusia, dari itu kami terus
mencuri hidup, kami masih mengharap mendapat pulang
resep kami itu untuk dimusnahkan terutama untuk dapat
membinasakan U-bun Lui.
cuma dia sendiri yang ketahui rahasianya obat itu, jikalau
U-bun Lui tidak terbinasakan maka kami berdua, sampai dilain
dunia juga kami tentu bakal terbenam didalam neraka, tak
nanti kami dapat menitis pula.." Theng ciong menangis, air
matanya mengalir turun.
In Gak mendongkol, ketika ia hendak menghiburkan dua
orang itu" mendadak ia berkata periahan: "Ada orang
datang.." dan ia terus lompat kepojokan untuk
menyembunyikan diri. Kesitu cahaya lilin tak sampai.
Bin San Jie Tok heran- Mereka tidak mendengar suara apaapa
kecuali rumput tertiup angin serta kerak-keroknya sang
kodok. Tapi karena In Gak mengatakan demikian, keduanya
lantas duduk berdiam, seperti lagi bersemadhi.
Hanya sedetik, diluar terdengar suara orang batuk. lantas
daun pintu terbuka sedikit, terus terlihat satu orang nyeplos
masuk.
Dengan perlahan dia bertindak menghampirkan kedua si
Racun dari Bin san itu. Dialah seorang dengan kumis janggut
panjang sampai dipusar, romannya gagah, sepasang matanya
tajam berpengaruh.
Selagi menghampirkan itu, dia tertawa, Nyata tertawa itu
tertawa buatan, tertawa palsu, Tertawa itu pula
mendahulukan kata-katanya, Siapa mendegar itu, pasti
hatinya mendeluh. Baru kemudian terdengar dia berkata: "Dua
saudara Theng, persahabatan kita bukan persahabatan baru,
maka itu tak tega aku mengawasi saja kamu terpaksa secara
begini....Bukankah manusia itu tak hidup sampai lebih
daripada seratus tahun ? Bukankah sang tempo lewat seperti
satu sentilan saja ? oleh karena itu, kenapakah kamu masih

1537
berkeras kepala ? pula ada pepatah yang membilang siapa
kenal gelagat dialah si orang gagah-perkasa..."
Theng ciong tidak menanti sampai orang bicara habis
dengan alisnya berkerut dia berkata: "Saudara Leng Hui,
sesuatu orang ada cita-citanya sendiri, maka itu tak usahlah
orang main paksa"
Leng Hui itu, yang bergelar song-bun Kiam-kek. jago
Pedang Berkabung, terhitung sebagai orang Rimba persilatan
nomor satu dari pihak Kiong Lay Pay. Sejak dia muncul, In
Gak telah memperhatikannya, memasang mata terhadapnya.
Leng Hui tertawa dan berkata pula: "Tuan-tuan, aku minta
kamu jangan salah mengerti ? Dengan sebenarnya aku
siorang she Leng bermaksud baik hati, Racunmu sudah
terjatuh kedalam tangannya U-bun Lui, racun itu sangat
membahayakan meski demikian, baiklah kamu bekerja sama
dengannya, menanti ketikanya yang baik untuk mendapatkan
pulang. Dunia ini luas sekali, ditempat mana yang orang tak
dapat memernahkan dirinya."
Bin San Jie Tok heran, keduanya tercengang.
"Kebaikan kau ini, saudara Leng, kami terima dengan
segala senang hati," kata Theng ceng kemudian "Hanya
dengan kata-katamu ini, apakah kau tidak kuatir mereka nanti
mencelakakan kau?"
Theng Ceng menanya demikian karena ia curiga Leng Hui
ini diutus U-bun Lui, jadi ia hendak mencoba hati orang.
Leng Hui mengasi lihat roman muram, disinar lilin, dia
nampak semakin menyeramkan-Dia tertawa dingin.
"Saudara-saudara, ada pepatah yang mem- bilang, bicara
dengan orang cukup dengan tiga bahagian saja, jangan
semuanya diutarakan," ia berkata, "maka itu mengenai kamu
ini, kiranya sudah cukup aku berbicara, Apakah kamu tidak
merasa, semua benda yang ada padamu yalah racun belaka
racun yang sangat ber-bahaya? Dan semua racun kamu itu
sudah diambil U bun Lui jikalau racun itu dipergunakan

1538
terhadap musuh, bukan main ancaman bencananya... Biar
bagaimana, racun itu yalah racun kamu... Saudara-saudara,
Leng Hui sudah bicara, rupa rupanya kata-kataku sampah
belaka, dari itu tak usahlah kita men-sia siakan waktu."
Habis berkata begitu orang she Leng itu memutar tubuh,
untuk bertindak keluar.
Theng Ceng tertawa perlahan dan berkata:
”Jikalau kau pun bukan dipaksa U bun Lui, mustahil kau
datang pada kami ? Lagi pula kami sudah bercacad, walaupun
kami menghendaki tenaga kami sudah tidak ada, dari itu
percuma kita bicara."
Leng Hui sudah sampai didekat pintu ketika ia mendengar
suara itu, segera ia memutar tubuhnya, ia tertawa
menyeringai dan kata: "Baiklah Leng Hui beritahukan kamu
maksudnya dia datang ke In Bong Tek ini. Kami telah
mendengar halnya satu anak muda yang luar biasa, Katanya
pemuda luar biasa itu membanggakan dirinya sebagai ahli
pedang nomor satu dan dia pun memusuhkan oey Kie Pay.
Aku datang untuk menguji dia. Tidak demikian, sudah sedari
lama aku pergi dari sini Mana dapat U-bun Lui pengaruhkan
aku ?"
Baru berhenti suaranya song-bun Kiamkhek. maka dari luar
pintu terdengar ini suara dingin: "Leng Hui, jangan omong
besar Pangcu sudah ketahui hatimu serong, maka itu telah
menotok jalan darah sam-im ditubuhmu. Kau tahu, jikalau kau
mengangkat kaki dari sini, belum sampai seratus lie, kau bakal
terbakar sendirinya oleh apa yang - dinamakan api imhwe,
cuma dengan makan obat setiap hari tiga kali, kau dapat buat
sementara waktu menghalau penderitaanmu pangcu pun ingin
melihat pasti sifatmu, maka kau masih tetap dikasih tinggal
hidup sampai sekarang ini.
Nyatanya kau berpikir lain dan sekarang kau membujuki
kedua locianpwe she Theng ini untuk bekerja sama, guna

1539
memberontak. Hm Leng Hui, saat kematianmu sudah sampai,
kau masih belum tahu"
Suara itu seram dan sangat tak enak masuk ditelinga, Leng
Hui kaget hingga mukanya menjadi pucat sekali dan peluhnya
mengucur deras, tubuhnya pun menggigil. Tapi cuma sejenak,
begitu suara itu berhenti, begitu terdengar suara tertahan,
disusul dengan suara robohnya tubuh orang.
Sesaat itu, dari ketakutan, Leng Hui menjadi girang, Dia
lantas lari keluar.
Bin San Jie Tok diam saja sekian lama, tapi mereka melihat
dibelakang Leng Hui itu, In Gak dalam penyamaran turut lari
keluar, cepatnya luar biasa, hingga mereka menjadi kagum.
Setibanya Leng Hui diluar, ia melihat seorang rebah
ditanah, Tanpa memikir lagi, siapa yang menolongi dia
merobohkan orang itu, didorong niatnya menyingkirkan bukti
atau saksi, ia angkat dan kempit tubuh orang itu, buat dibawa
lari kearah jurang.
Markas besar oey Kie Pay yalah tempat yang terjaga rapat
dan kuat, akan tetapi sebagai orang dalam, Leng Hui kenal
baik seluruhnya, maka itu, ia berlari-lari tanpa rintangan- Ia
selalu mencari jalan tanpa perangkap ataupenjaga, ia tidak
tahu, ketika In Gak datang, semua penjagaan telah
dilumpuhkan-Karena itu ia seperti berjalan ditempat di mana
tidak ada orang lain-
Angin malam bertiup halus, sang rembulan tergantung
ditengah-tengah langit, In Bong Tek nampak terang sekali,
hingga terlihatjelas juga dua orang berlari-lari, satu didepan,
satu lagi dibelakang, terpisah cukup jauh satu dari lainnya
hingga yang didepan tak tahu ada orang yang menguntitnya.
Sampai di lereng gunung Leng Hui menggenjot tubuh untuk
berlompat naik, untuk berlari lari terus, ia baru berhenti
setibanya ia ditepijurang, kapan ia melongok kebawah, ia
melihat hanya air telaga beserta hutan gelaganya lagi tertiup

1540
angin malam hingga daun dan cabangnya berombak sebagai
gelombang.
Cuma bersangsi sebentar, lantas ia lemparkan orang dalam
kempitannya itu, hingga terdengar suara air menjubar keras,
itulah jalan untuk melenyapkan bukti
Baru sekarang setelah hatinya lega, Song-bun Kiam-kek
memikirkan siapa penolongnya dan kenapa sekian lama ia
berlari-lari ia tidak kepergok orang oey Kie Pay. itulah aneh.
Sia-sia belaka ia menduga-duga, ia berdiri diam dengan
menggendong tangan, matanya mengawasi sang mega lalu
nampak ia berduka puLaooooo
BAB 31
SEKARANG Song bun Kiam-kek bersusah hati lantaran
memikirkan kesehatannya, atau lebih benar jiwanya, lantaran
ia tidak berdaya untuk membebaskan diri dari totokan pada
jalan darah sam-im. saking berduka, ia menghela napas
panjang.
Mendadak saja dari belakangnya jago ini terdengar suara
tertawa dingin, Dia kaget dukanya lantas menjadi pucat, Tidak
ayal lagi ia berlompat kesamping, setelah mana dia berbalik
sembari terus melakukan penyerangan dengan sebelah
tangannya, dengan tenaga sembilan bagian-
Itulah pukulan hebat, Tetapi pukulan itu tidak memberi
hasil. orang yang diserang itu, yang tadi terdengar tertawanya
jang dingin, berdiri menghadapi dia dengan tubuh tak
bergeming. ialah seorang pemuda dengan baju panjang warna
hitam, romannya bengis, Dia heran hatinya cemas.
Anak muda itu mengawasi dengan sikap dingin, matanya
sangat berpengaruh.
"Kau siapa, tuan?" akhirnya Leng Hui tanya, suaranya
dalam, Dia menenangkan diri sebisanya, "Kita tidak kenal satu
dengan lain, mengapa tuan mengambil tempat dibela kang ku,
seperti tuan hendak mencari gara-gara ? Aku minta kau suka

1541
lekas mengundurkan diri, jikalau tidak. jangan kau katakan
aku telengas"
Anak muda itu tertawa dingin, "Aku tidak nyana sekali
Song-bun Kiam-kek sebenarnya seorang tidak berbudi" katanya.
"Kalau tadi aku tidak menolongi kau, niscaya kau sudah
terbinasa ditangannya U-bun Lui, mana dapat kau mementang
mulut lebar begini"
Leng Hui mundur setindak. Dia terkejut, Jadinya tuanlah
membinasakan ong Thian Hok?" dia tanya, suaranya
menyatakan kesangsiannya.
"Mana aku tahu dia ong Thian Hok atau bukan?" sahut
pemuda itu. "Untuk membinasakan seorang bandit tak usahlah
kita membuang-buang tempo dengan menanyakan dulu she
dan namanya. Binasakan saja, habis perkara"
Leng Hui berdiam, matanya mengawasi Suara orang itu
berpengaruh, dapat membuat orang
"Bukankah kau hendak mencari aku ?" tanya pula si anak
muda, "Akulah yang punya Kang ouw menyebutnya si pemuda
aneh" Kaget Leng Hui sampai ia berteriak ia lantas menatap.
Sungguh, ia tidak menduga, orang yang disohorkan demikian
rupa sekarang berdiri didepannya.
Ketika itu angin malam meniup tajam tubuhnya, ia
merasakan perih.
Sesudah mengawasi sekian lama, selama mana ia pun
dapat menenteramkan hati, akhirnya Song- bun Kiam-kek
tertawa, ia berkata: "Aku si orang she Leng adalah seorang
jujur maka hendak aku menjelaskan, apa yang telah aku
ucapkan melainkan kata-kata karena kekagumanku, jadi
sebenarnya bukan aku ingin mencoba coba kau, tuan
Sekarang inijusteru tuan telah menolong, aku hendak aku
membalas budimu yang besar, Tuan, aku bersumpah bersedia
kau memerintahkan aku sebanyak sepuluh tahun.”
Agaknya si anak muda heran, ia berkata:

1542
"Akulah seorang Kang ouw tak ternama, Leng it Losu
sebaliknya orang kenamaan Rimba Persilatan, mana dapat aku
membudakkan losu? Aku minta janganlah losu berkata
begini..."
Belum berhenti perkataan si anak muda, Song bun Kiamkek
sudah memotong: "Aku sudah bersumpah, tidak nanti aku
menyesal karenanya jikalau Leng Hui berbuat bertentangan
antara hati dan rnututnya, biarlah dia nanti terbinasa diujung
laksaan anak panah"
Anak muda itu tercengang. ia masgul, ia lagi berpikir
bagaimana harus bersikap kepada orang ini, tiba-tiba ia ingat
apa apa, Maka ia berkata dalam hatinya: ”Satu tahun sudah
aku merantau, aku masih belum memperoleh hasil, sebaliknya
aku terlibat asmara, hingga rasanya sulit untuk aku bertindak
jalan, sampai sukar untuk aku menguasai diriku. selagi sakit
hati ayahku belum terlampiaskan mana dapat aku
membangun rumah tangga? Baru-baru ini Lui Siauw Thian
membilangi aku, pengeroyokan atas diri ayahku mungkin
dipelopori orang Kiong Lay Pay, justeru Leng Hui ini salah satu
jago partai itu, barangkali dia tahu sesuatu."
Maka ia lantas bersenyum dan berkata:
”Jikalau demikian losu, baiklah, suka aku menerima
kebaikan kau ini, akan tetapi paling baik ialah kita menjadi
sahabat satu dengan lain...stt orang Oey Kie Pay mendatangi"
mendadak ia bersuara di hidung dan berkata dingin.
Leng Hui lantas mengangkat kepalanya, memandang
kearah rimba, ia benar melihat beberapa bayangan orang lagi
mendatangi, Lantas ia berkata: "Tuan, coba kau menyingkir
dulu ketempat gelap. nanti aku si orang she Leng yang
melayani mereka itu" Sianak muda menggeleng kepala.
"Tak usah." sahutnya, "mari coba aku pinjam pedang losu"
Leng Hui meloloskan pedangnya dari punggungnya.

1543
Sianak muda menyambuti cepat, lantas ia lari
menghamburkan beberapa bayangan itu, hingga mereka
segera datang dekat satu dengan lain. Beberapa orang itu
heran, mau mereka menegur, akan tetapi mereka lantas
diserang, belum mereka tahu apa-apa, batang leher mereka
sudah tertabas kutung, darah mereka muncrat
Leng Hui tidak menyembunyikan diri, dia malah menyusul
anak muda itu, maka dia dapat menyaksikan apa yang terjadi.
Dia menjadi heran dan terkejut. Sungguh hebat pemandangan
itu, Benar-benar luar biasa ilmu silat sianak muda, yang
menggeraki pedangnya bagaikan kilat menyamber-nyamber,
sedang tubuhnya sangat lincah. cuma sekejapan, beberapa
orang oey Kie Pay itu itu telah roboh semua.
"Syukur aku tidak main gila terhadapnya." pikirnya.
Sianak muda sudah lantas membayar pulang pedang orang
ia berkata: "Leng Losu, mari kita bereskan beberapa mayat ini,
kita mesti lekas pergi ketempatnya Bin San Jie Tok"
Leng Hui menurut, Maka cepat sekali semua mayat
dilemparkan keselokan, setelah mana, mereka pun lantas lari
seperti terbang.
Pada kira jam empat hampir fajar, ketika si Puteri Malam
sudah doyong kearah barat, selagi angin dingin bertiup halus,
maka dari dalam rumah batu terlihat berlompat keluarnya
empat bayangan yang hitam, yang terus berlari lari cepat
sekali kearah selatan-
Itulah Koay ciu Sie-seng Cia In Gak, yang telah menunjuki
kepandaiannya, hingga ia berhasil menotok bebas pada Bin
San Jie Tok, begitu pun jalan darah sam-im dari Leng Hui.
Hingga orang itu dapat pulang kesebatannya seperti sediakala,
lantaran mana mereka jadi dapat turut si anak muda.
Leng Hui ketahui tempat di kurungnya Tonghong Giok Kun
ialah yang mengajak sianak muda dan kedua Racun dari Bin
San guna menolongi orang she Tonghong itu.

1544
Tonghong Giok Kun menyesal ketika habis pertempuran di
Ya Ap Thoa itu menyaksikan Cia In Gak pergi
meninggalkannya dengan menghilang dimalam yang gelap.
lalu Kang Yauw Hong mengajak Lo siang Bwe pergi menyusul
pemuda itu. ia menderita sampai ia hampir pingsan, sampai
hampir ia tidak dapat bertahan, ia sebenarnya mengharap ia
diajak nona-nona itu.
Selagi ia bersengsara hati itu, Kiang cong Yauw muncul dari
tempat gelap terus menanya padanya, "Sute, bagaimana
sekarang? Kemana kita mesti pergi?"
"Aku sudah sebal mengenai penghidupan merantau ini,"
sahut Giok Kun menyeringai "Aku pikir buat pulang ke Ngo Bie
San untuk menjadi pendeta saja, untuk melewati hari dengan
senantiasa menemani kitab suci..."
Cong Yauw tidak menyangka kawan itu menjadi demikian
tawar hatinya, ia heran, ia mengawasi kawan itu. Kemudian ia
melihat ke-sekitarnya.
"Mana kedua sumoay Kang dan Lo ?" ia tanya. ia tidak
melihat melihat kedua nona itu. "Siapa yang tahu tentang
mereka ?" sahut Giok Kun tawar, nadanya campur penasaran-
Cong Yauw melengak, Tapi sekarang ia mengerti ia belum
tahu jelas toh ia dapat menduga. Mestinya itu urusan Lo Siang
Bwe, ia menjadi masgul, karena tak tahu ia bagaimana harus
menghibur.
"Sute," katanya, "aku berjanji dengan satu orang untuk
bertemu di Yan khia, baiklah kau menemani aku dalam
perjalanan ke kota raja, nanti sepulangnya baru kita kembali
ke Ngo Bie San- Bagaimana?"
Tonghong Giok Kun mengangguk secara sembarangan,
lantas saja ia membuka tindakan lebar menuju ke utara. cong
Yauw masgul.

1545
"Entah bagaimana hebat pukulan yang diderita Tonghong
Sute," katanya dalam hati. Lantas ia bertindak mengikuti adik
seperguruan itu.
Ketika cuaca telah menjadi terang, awan abu-abu warnanya
dan angin santer dan dingin. salju yang bertumpuk masih
belum lumer, Maka suasana itu tak mirlp- miripnya dengan
suasana musim semi.
Dua anak muda itu berlari- lari disepanjang tepi sungai,
satu dengan lain mereka tidak berbicara, Tonghong Giok Kun
terus diliputi kedukaan, hatinya tetapi tawar, ia polos, ia
menyinta sangat Siang Bwe, siapa tahu sikap si nona
membuatnya bersusah hati.
Tengah mereka berlari, selagi Cong Yauw memperhatikan
kawannya itu, Mendadak ia melihat sesuatu yang bercahaya
merah berkelebat disebelah depan mereka, "Sute, lihat"
serunya.
Tonghong Giok Kun mengangkat kepala, ia lantas melihat
seorang nona dengan pakaian merah tiba didepannya. Nona
itu cantik dan manis, kulitnya putih bersih dan halus, matanya
celi. Dia lantas memandangi Giok Kun dengan mengimplang
Hanya sejenak. nona itu tertawa dan berkata: "Siangkong,
aku numpang menanya, apakah siangkong tahu jalanan untuk
ke Ya Ap Thoa?"
"Tidak?" menjawab Giok Kun, acuh tak acuh.
Kiang cong Yauw heran, ia bertindak maju, "Untuk apa kau
hendak pergi ke Ya Ap Thoa, nona?" ia menanya, tertawa,
"Aku tahu jalanan untuk kesana."
Nona baju merah itu mendelik kepada orang yang bicara
dengannya itu. "Nona mu tidak menanya kau" kata nya,
ketawa. "Buat apakah kau menjawab aku"
Cong Yauw tidak gusar, hanya didalam hati ia tertawa dan
kata: "Suteku ini tampan dan polos, tidak heran jikalau kau
ketarik terhadap-nya, maka sayang sute sendiri berpikir lain,

1546
dia telah mempunyai cita-citanya sendiri dengan begitu sia-sia
belaka perhatianmu"
Nona itu menoleh kepada Tonghong Giok Kun dan
menatap.
"Eh, bagaimanakah kau?" tanyanya, "Nona- mu tidak
mengganggu kau bukan? Kenapa sikapmu kaku sekali?"
Giok Kun likat, ia pun merasa si nona manis sekali. Akhimya
ia paksakan tersenyum.
"Ya Ap Thoa terletak empat puluh lie di timur kota
chongciu," katanya, "asal tanya orang, orang tentu
membilangnya. Maafkan aku, karena ada urusan penting,
perlu aku lekas-lekas melanjuti perjalananku Sampai bertemu
pula" ia lantas menoleh pada Cong Yauw, untuk mengajak:
"suheng, mari kita pergi" ia terus membuka tindakannya.
"Tahan" Mendadak sinona berseru.
Giok Kun heran, hingga ia melengak. Lalu sepasang alisnya
bangun berdiri. "Nona, kau mau apakah?" ia tanya dingin.
"Baru saji aku ingat akan kata-katamu," berkata nona itu,
tertawa, Kalau barusan suaranya berpengaruh sekarang
sikapnya manis pula, "Kamu ketahui jelas tentang Ya Ap Thoa,
rupanya kamu baru saja datang dari sana, bukankah?"
"Memang" Giok Kun menjawab terus-terang, "Kami berdua
datang dari Ya Ap Thoa sana, Mungkinkah nona mau pergi
kesana untuk menemui Pat-pou Kan siam Honghu Siong?"
Sujen sinona memain, ketika ia tertawa, dingin tertawanya,
ia kata: "Nonamu orang Kun Lun Pay, buat apa aku cari segala
manusia bangsa hantu itu?"
Selagi si nona berkata-kata itu, Kiang cong Yauw
mendengar tindakan kaki samar-samar dari arah belakang, ia
lantas berpaling maka itu ia melihat lari mendatanginya empat
orang bertubuh besar yang pakaiannya hitam dan singsat.
cepat larinya mereka itu, sebentar saja mereka sudah
sampai, lantas didepan sinona mereka menjura. Yang satu,

1547
yang mukanya merah dan alisnya gompyok. berkata:
"Melaporkan-..."
Alisnya sinona terbangun, tangannya terus mengibas.
"Kalau ada bicara, mari biar dekat" kata-nya. "Apakah kau
takut orang lain mendengarnya ?"
orang itu mengerti, ia lantas menghampir-kan sampai dekat
sekali untuk membisik. Sinar mata si nona nampak aneh lalu
dia tertawa menggiurkan-"Aku tahu" bilangnya, "Disini tidak
ada apa-apa lagi, Mari kita pulang"
Kata-kata itu diakhirkan si nona dengan tubuhnya
mendadak mencelat kedepan Tong-hong Giok Kun seraya dua
jari tangannya di-luncurkan, demikian cepat, hingga jalan
darah sianak muda lantas kena ditotok. Kembali dia
menyerukan "Tangkap"
Tonghong Giok Kun tidak menyangka sama sekali, ia
menjadi korban- Lantaran totokan itu tubuhnya terhuyung
kebelakang karena segera ia merasakan kepalanya pusing dan
matanya kabur, ia lantas disamber sicrang bermuka merah,
untuk dikempit, buat terus dibawa lari.
Semua itu beriaku dengan sangat cepat.
Kiang cong Yauw heran dan kaget, tetapi ia masih
berlompat, kepada si orang muka merah untuk menolong
kawannya.
Sinona melihat gerakan orang tiba-tiba ia menyerang. ia
melayangkan sebelah
tangan-nya.
Cong Yauw lagi melompat, kakinya tengah tak menginjak
tanah, maka itu kena tertolak, hingga ia terhuyung,
"Nona, apakah maksudmu ini?" ia tegur nona itu.
Selagi orang menegur, sinona mengibas kepada empat
orang itu,
Itulah isyarat, maka itu empat orang lantas lari kabur.

1548
Kiang cong Yauw menjadi sangat gusar, ia terus
menyerang.
Sinona berkelit sambil berlompat kira setombak ia tertawa
terkekeh.
"Hai telah kau ketahui bahwa nonamu ini yalah Ang Hong
Nio-cu dari oey Kie Pay" ia perkenalkan diri. ”Jikalau kau
hendak menolong sutemu itu silahkan kau pergi kemarkas
besar kami"
Kata-kata itu diakhiri bareng dengan mencelatnya pula
tubuhnya, hingga dilain saat ia sudah memisahkan diri tiga
tombak lebih.
Cong Yauw gusar bukan main, ia pun berkuatir untuk adik
seperguruannya. Segera ia menyusul, ia mengeluarkan
kepandaiannya ilmu ringan tubuh Ngo Bie Pay. walaupun
demikian, sulit ia menyandak, berselang dua jam, sinona dan
rombongannya itu sudah lenyap dipuncak gunung yang
bersalju, sedang kaki mereka itu memberi tapak yang bercerai
berai keempat penjuru, ia menjadi bingung, ia tahu tentulah
sinona sengaja membikin ia tak tahu mesti mengejar kemana.
"Menyesal aku mengajak sute pergi ke-Yan-khia, kalau
tidak nanti dia dirampas
orang..." pikirnya, berduka, Hanya sekarang ini, percuma ia
menyesal. oleh karena ia sendiri tidak berdaya, ia lantas pikir
tak ada jalan lainnya untuknya kecuali pergi terus ke Yankhia,
guna mencari kawan, buat minta pertolongan ia tidak terlalu
menguatirkan keselamatannya Giok Kun sebab terang si nona
baju merah mencintai pemuda itu.
Demikian berangkatlah ia ke Yan-khia, sementara itu
Tonghong Giok Kun sudah berada dalam kurungannya Ang
Hong Nio cu, terkurung dalam kamar yang indah dengan
pembaringan yang mewah.
Sebagai pelayannya budak wanita yang cantik, yang pun
pandai ilmu silat. ia telah ditotok bebas hingga ia sadar, akan
tetapi disamping itu ia ditotok di-tujuh otot lunaknya hingga ia

1549
menjadi lemas tak berdaya, hingga percuma saja ia mengerti
ilmu silat, tak ada tenaganya untuk menggali hal itu.
Setiap hari tentu tentu sibaju merah menemui sianak
muda, untuk mengajak mengobrol ia senantiasa omong
manis, dengan samar-samar ia mengutarakan cintanya kepada
pemuda itu. Tonghong Giok Kun tidak menghiraukan-nya,
karena dia telah mempunyai nona yang dicintainya, Dia terus
bersikap dingin.
Ang Hong Nio-cu terus bersikap manis, ia seperti tidak
mengenal bosen, Lama-lama Giok Kun merasa nona itu mirlp
dengan nona remaja yang terhormat, lalu berobah sedikit
sikapnya, dia menjadi suka juga melayani bicara, kadangkadang
sambil tertawa.
Selama itu tidak pernah mereka bicara di-luar garis.
Hanyalah,biar bagai mana, si pemuda tak pernah omong
perihal asmara.
Pernah dengan diam-diam Tonghong Giok Kun menanya
kedua pelayannya tentang si-nona baju merah, yang
menyebut dirinya Ang Hong Nio-cu, si Tawon Merah, maka
tahulah ia, si nona she Ho, bahwa nona itu bernasib buruk.
Dengan U-bun Lui dia berasal satu rumah perguruan Meski
dia memperoleh julukannya itu, dia tetap putih bersih,
terhadap lain orang, sikapnya dingin bagaikan es maka juga
pernah dia mengambil putusan untuk tidak menikah seumur
hidupnya, buat hidup, - sebagai pendeta wanita..."
Demikianlah, di itu malam yang Cia In Gak memasuki
markas besar oey Kie Pay, Ang Hong Nio-cu telah datang
kekamarnya Tonghong Giok Kun kepada siapa dia
mengutarakan niatnya untuk meninggalkan kalangan yang
sesat itu, bahwa asal ia telah memperoleh ketetapan untuk
hidupnya, ia suka lantas mengangkat kaki. Mendengar itu,
Tonghong Giok Kun menghela napas.
"Manusia itu bukannya kayu atau batu, tak dapat dia tidak
mencinta," ia berkata. "hanya sayang sekali, aku ada

1550
mempunyai kesulitan yang sukar untuk aku mengutarakannya,
hingga aku telah mengambil putusan buat mencukur
gundul rambut kepalaku, buat aku masuk menjadi pendeta,
supaya selanjutnya aku hidup menemani kitab-kitab suci saja.
Nona, aku menyesal mesti menyia-nyiakan kepercayaanmu
atas diriku..."
Ang Hong Nio cu mengasi lihat roman berduka campur
penasaran, sinar matanya tajam lalu sayup-sayup, ketika ia
berkata, ia tertawa, suaranya sedih: "Aku tahu didalam hatimu
sudah ada lain orang maka juga kau mengajukan alasanmu
ini, supaya kau dapat membikin padam hatiku. Akan tetapi
aku tahu di-jaman dulu ada puterinya Kaisar Giauw, ialah Go
Hong, yang bersama sama Lie Eng, telah menikah Kaisar Sun
Go Hong menjadi permaisuri Lie Eng menjadi selir, Bukankah
kau menampik aku begini rupa? Mungkinkah ini disebabkan
romanku yang tak sembabat?"
Lantas nona itu menangis dengan sedih, Giok Kun menjadi
serba salah, mulutnya berkelemak-kelemik mengeluarkan
suara tak tegas: menerima salah, tak menerima salah juga.
Mukanya yang tampan pun menjadi merah.
Ang Hong Nio-cu menanti sekian lama tanpa memperoleh
jawaban, akhirnya ia bangun berdiri untuk tertawa dan
berkata dengan dingin: "Seorang anak perempuan, kenapakah
dia mesti merendahkan dirinya begini rupa? Karena kau tidak
dapat menerima aku buat apa aku hidup didalam dunia ini."
Lantas merogo kedalam sakunya, untuk mengeluarkan
sebuah pisau belati, sembari mengawasi sipemuda dan
mukanya bersenyum sedih, ia terus menikam dadanya.
Tonghong Giok Kun kaget bukan kepalang. "Nona,
jangan..." ia berseru.
Berbareng dengan itu pisau belati si nona terlepas dari
tangannya, jatuh kelantai lauw-teng, sedang baju didadanya
telah robek dan dari dadanya itu darah mengucur keluar.

1551
Menyusul itu satu bayangan orang lompat masuk dari jendela
hingga lantas terlihat dialah seorang pemuda dengan baju
panjang hitam dan romannya dingin. Melihat orang muda itu,
Tonghong Giok Kun menyeringai sedih. "Siauw-hiap. bagus
kau datang..." kata-nya.
"Cukup, saudara Tonghong, tak usah kau menyebutkannya
lagi, aku telah ketahui semua," berkata si anak muda. "Benar
katanya nona ini, kau janganlah menampik secara keterlaluan.
Tidak ada halangannya jikalau kamu menelad Go Hong dan
Lie Eng"
Ketika si nona pertama kali melihat pemuda dengan baju
hitam itu, ia merasa muak, ia sudah lantas menutup dadanya
dan siap akan menyerang akan tetapi setelah mendengar
perkataan orang lain lagi kesannya, rasa muaknya lenyap
separuhnya, ia terus memandang Tonghong Giok Kun.
Pemuda she Tonghong itu nampak bingung, ia menghela
napas dan berkata: "Selama hidupku ini, aku sumpah tidak
hendak berumah-tangga maka itu aku harap kau tidak
memaksa...
In Gak sianak muda berjubah hitam itu tertawa.
"Saudara Tonghong, aku mengerti kau," ia berkata, "Dalam
hal kita baiklah diberi penjelasan- orang ksatrya tak nanti
merampas hati lain orang dan aku ini orang macam apa,
saudara tentunya telah mengetahuinya dengan baik.
Dibanding dengan kau, saudara aku jauh lebih hebat didalam
urusan asmara maka itu aku harap kau mengerti aku. Kau
budiman, saudara kau pasti dapat memaafkan aku." Ia lantas
menarik Giok Kun, untuk dibisikan.
Ang Hong Nio-cu tidak ketahui apa yang orang bicarakan,
hatinya bimbang, ia berduka dan cemas, ia pun heran kepada
pemuda itu, yang wajahnya seperti mayat dapat masuk kedalam
markas besar oey Kie Pay tanpa rintangan, ia terus
mengawasi mereka itu, sinar matanya guram. Tapi karena itu

1552
ia dapat melihat parasnya Giok Kun bersemu merah tandanya
jengah.
Lalu terdengar pemuda she Tonghong itu, perlahan: "Kalau
begitu, belum tentu Nona Lo telah mengubah pikirannya,
Hanya bagaimana dapat aku membuka mulutku?"
In Gak lantas berkata sungguh-sungguh: "Aku meraba
tubuh nona itu saking terpaksa untuk menolong dia. jikalau
aku bermaksud buruk. apakah bedanya aku dengan binatang?
Kalau orang luar mungkin dia tidak tahu duduknya hal.
Memang, kalau benar duduknya hal sekalipun air sungai Hong
Ho tak dapat mencuci bersih maluku..."
Ia terus menoleh kepada Ang Hong Nio-cu, untuk berkata
sambil bersenyum: "Nona Ho silahkan kau bersama saudara
Tonghong meninggalkan tempat yang buruk dan berbahaya,
yang bakal segera berubah menjadi neraka. Semoga kamu
bertiga hidup beruntung dan berbahagia"
Hanya dalam sejenak itu, hati si nona menjadi sangat lega,
hingga ia dapat bersenyum manis.
"Tuan, apakah tuan si pemuda aneh yang muncul di Ciu Ke
chung?" ia tanya.
Ditanya begitu, In Gak tertawa, ia tidak menjawab, hanya
menoleh kepada Tonghong Giok Kun, ia berkata: "Silahkan
kamu berdua berlalu dengan cepat dari sini Saudara
Tonghong, tolong kau sampaikan kepada mereka itu bahwa
aku hendak pergi ke Barat untuk masuk kepropinsi Su-coan
guna menjenguk kuburan ibuku, setelah mana aku mau pergi
ke Utara untuk menyambangi guruku. .Markas besar oey Kie
Pay ini, rintangannya di bagian timur dan utara telah
terusakkan, disana tidak ada bahaya apa-apa lagi, maka kamu
berdua dapat mengambil jalan dari sana tanpa kekuatiran apa
juga."
Mendengar itu mendadak si nona berdiri tegak. "Tonghong
Siauw hiap mari kita pergi " dia mengajak.

1553
Tonghong Giok Kun tahu si nona sudah berkeputusan
meninggalkan oey Kie Pay yang mana pun berarti dia
menentang partai serta kakaknya, ia menjadi terharu dan
jengah sendirinya.
"Nona Ho," ia berkata perlahan, "kau belum membebaskan
totokanmu mana dapat aku berjalan?"
Nona itu tertawa geli dengan mendadak ia meluncurkan
tangannya dengan sebat ia menotok tujuh buah ototnya si
anak muda setelah mana ia terus menyamber lengan orang
sambil ia berseru: "mari"
Maka terlihatlah keduanya lompat keluar jendela.
In Gak mengawasi sampai mereka lenyap di tempat gelap.
lantas ia diam berpikir, kemudian sendirinya ia berkata-kata
tak tegas, akan akhirnya ia pun berlompat pergi, untuk
menghilang di suatu pojokan yang gelap. Tak lama, maka
empat orang berkumpul pula. "Theng Losu, apakah kamu
sudah selesai?" In Gak tanya.
"Sudah." menyahut Theng ceng, "Semua obat yang kita
butuhkan sudah kita dapat pulang, yang selebihnya kita
biarkam saja sebab kalau itu dipakai mereka secara
sembarangan cuma-cuma itu akan membahayakan diri mereka
sendiri." ia hening sejenak lantas ia meneruskan:
"Sampai pada waktu ini, mereka itu masih belum kumpul
semua, Diantara mereka, kita melihat Tong Tay, kelihatannya
dia hormat sekali- Pula kita melihal ditelaga ada banyak mayat
orang...."
"Sekarang, sam-wie." In Gak mengajak Bin San Jie Tak dan
Song-bun Kiam kek, "mari kita pergi keruang himpunan
mereka itu."
Kata-kata itu diikuti dengan bergerak tubuhnya, ia tidak
mau menjelaskan apa apa.
Ketiga kawan itu heran, sampai mereka melengak dan
saling mengawasi, akan tetapi tanpa ayal, mereka mengikuti.

1554
Diluar ruang sidang, mereka sembunyi didepan jendela di
bagian yang gelap. Semua peronda atau penjaga oey Kie Pay
telah dirobohkan Bin San Jie Tok dengan racunnya yang lihay.
Dengan leluasa mereka dapat memandang keruang sidang itu.
Sama sekali telah diatur tiga buah meja semua hadirin
duduk dikursinya masing-masing, mendengarln U-bun Lui
bicara. Di kursi pertama terlihat seorang pendeta yang
bertubuh besar yang mengenakan jubah merah.
Dia bermata sangat tajam, Dialah Shatohuoto, pendeta
memedi dari Se Hek. Wilayah Barat. In Gak memperhatikan
Pek-pou Kie Hun Tong Tay, ahli racun dari Su-coan.
Habis U-bun Lui bicara, menyusul beberapa yang lain,
Umumnya mereka merencanakan tindakan atau daya-upaya
untuk menghadapi pelbagai partai musuh pihak lurus.
Setelah tiga idaran arak, orang berbicara dan tertawa
dengan gembira sekali, itu waktu Tong Tay berbangkit dengan
cawan arak di-tangannya, ia tertawa dan berkata: "Malam ini
Tong Tay menampak wajah semua hadirin girangku bukan
main Aku merasa sangat beruntung Sebagai tanda hormat dari
aku, aku minta sukalah sekalian locianpwe mengeringi cawan
masing-masing"
"Aku ingin melihat, bagaimana Tong Tay si beracun
menggunai akalnya," kata In Gak perlahan-
Bin San Jie Tok mengawasi si anak rnuda, mereka heran-
Tak dapat mereka menangkap maksud kata-kata kawan ini.
--ooo0dw0ooo--
Jilid 29 : Oey Kie Pay musnah
TONG TAY bertindak menghampirkan Shatohuoto, dengan
sikap sangat menghormat ia berkata: "Locianpwe, cawanku ini
cawan kehormatanku, inilah tidak cukup tapi aku minta

1555
locianpwe ingat saja kesungguhan hatiku." ia lantas minum
cawannya itu, habis mana ia membaliknya, untuk menunjuki
bahwa ia telah meminumnya kering, Lantas cawan itu ia lelaki
diatas meja.
Shotohuoto bersenyum, dengan perlahan ia mengangkat
cawannya untuk diminum.
"terima kasih" kata Tong Tay. ia mengangkat poci arak
untuk menuang isinya ke- dalam cawannya, buat memberi
hormat kepada hadirin yang duduk dikursi nomor dua, lalu
terus kepada yang lainnya sampai kepada orang yang
kedelapan-
In Gak memasang mata. ia melihat setiap kali Tong Tay
menuang arak jari tangannya bergerak seperti menyentil
sedang mukanya yang bersemu dadu mendadak menjadi pias,
ia heran tetapi ia belum bisa menerka apa-apa.
Ketika itu tiba tiba seorang hadirin berkata nyaring: "Tong
Losu, tidakkah caramu ini sangat memberabehkan? Baiklah
semua hadirin minum bareng -saja"
Pek-pou Kie Hun menggeleng kepalanya.
"Itulah tidak sempurna" katanya: "Dengan begitu berarti
aku kurang hormat"
Maka ia melanjuti caranya memberi hormat itu, ketika ia
sudah menghormati semua hadirin dari ketiga meja, ia sendiri
telah menjadi sinting, dengan mata merah dan tindakan
limbung, ia kembali kekursinya.
Seorang hadirin tertawa dan berkata nyaring: Tong Losu
tidak punya guna. Baru
menenggak kira empat puluh cawan arak kau sudah
mabuk"
Pekpou Kie Hun mengawasi dengan mata disipitkan, ia
tertawa.
"Sebetulnya Tong Tay tidak kuat minum, ini pun dilakukan
dengan terpaksa," ia berkata.

1556
Baru ahli racun dari Su coan itu menutup mulutnya, maka
dari luar ruang terlihat datang nya lima orang yang muncul
mirip angin menghembus. Semua hadirin, atau semua hantu,
menjadi kaget.
Lima orang itu ialah Hui He cu dan Hui Lui cu Khong Tong
Jie Lo atau dua jago dari Khong Tong Pay, bersama Touw
Liong Kiesu, si orang bertubuh besar yang berewokan serta si
anak muda yang romannya tampan- Dengan sinar mata yang
tajam mereka menyapu semua hadirin-
Shatohuoto mengasi lihat sinar mata kaget, lalu mendadak
dia bergelak, luar biasa tertawanya itu, yang diikut dengan
bergeraknya tubuhnya maka dilain saat ia sudah sampai di
depan Khong Tong Jie Lo.
Hui He cu menyambut dengan berkata dingin: Pastilah
taysu mengira pinto berdua sudah mati kaku, tetapi tak
tahunya Thian, tak sudi menuruti kehendak manusia, karena
mana maksud hati taysu telah tak tercapai
Sebenarnya sudah lama pinto tak memperdulikan pula
urusan kaum Rimba persilatan dimana orang main saling
bunuh akan tetapi kali ini pinto terpaksa membuka pantangan"
Shatohuoto tidak takut, dia masih tertawa jumawa.
"oleh karena lotiang berdua sudah ketahui perbuatan lolap.
lolappun tak sudi
menyangkal" dia berkata, "Hanya sekarang ini, lebih dulu
lolap mau minta sedikit keterangan, Lo-lap pandai ilmu
menotok Leng-khong Tok-hiat ciu-hoat, dikolong langit ini
cuma ada beberapa orang saja yang sanggup memunahkan
totokan itu, di Tionggoan mungkin tak ada sama sekali, tetapi
buktinya lotiang berdua itu? Lolap..."
Belum lagi pendeta dari Barat itu melanjut perkataannya,
dia sudah dipegat Touw Liong Kie-su chiO Thay Hie, bahkan
dia ini berkata bengis, "Bangsat tua cara bagaimana kau
berani menghina ilmu silat Tionggoan ? ilmu silat kamu dari

1557
Barat mana dapat dibandingkan dengan ilmu silat Tionggoan
kami? Hm Pastilah kau bercongkol didalam tempurung
memandang sang langit, kau berjumawa tidak keruan
sungguh tidak tahu malu"
Shatohuoto bersikap sabar luar biasa, Dia tidak kaget atau
gusar. Dengan tenang dia mengawasi orang yang mencacinya.
"Kau siapa?" dia tanya. "Pasti kau mempunyai kepandaian
dan menjadi jumawa karenanya sebentar aku akan serang kau
dengan ilmu Leng-khong Tok-hiat ciu-hoat, hendak aku lihat
bagaimana caranya kau melawannya"
Touw Liong Kie-su tidak menjawab, dia cuma tertawa
dingin. Dia dongak. dia tidak menghiraukannya sama sekali.
Ketika itu para hadirin lainnya tidak berdiam saja,
semuanya sudah berbangkit untuk mengambil sikap
mengurung kepada kelima tetamu yang tidak diundang itu.
Belum sampai kedua pihak beradu tangan, U-bun Lui
muncul dari belakangnya Shato-huoto, terus dan berkata
dengan nyaring: "Siapa lancang masuk dalam markas besar
oey Kie Pay, dia pastilah musuh, maka itu, jikalau kamu ingin
keluar pula dari sini dengan masih hidup, kamu mesti
mengutungkan masing-masing sepasang lengan kamu"
Touw Liong Kisu tertawa dingin, "omong saja tak ada
faedahnya" ia kata, ”Bukankah kau U-bun Lui?" ia lantas
menunjuk si anak muda yang menjadi kawannya dan berkata
pula : "Apakah kau tau siapa pemuda ini?"
U-bun Lui melengak. Dengan tajam ia mengawasi anak
muda itu. ia merasa kenal akan tetapi sejenak itu ia tidak
dapat mengingat nya. Maka itu ia menjadi berpikir keras.
Chio Tay Hie melihat orang tak dapat ingat, dia lantas
tertawa dingin dan kata: "Dialah Kam Siauw ciu anak dari Kimhoan
ciu Kam ciong yang kau bunuh dengan tanganmu yang
jahat karena perbuatan mana kau hatimu menjadi sakit hingga
kau menjadi seperti si orang edan. Kau tentunya menyangkanyangka
bukan?"

1558
Sianak muda dengan mata menyala hingga romannya
menjadi bengis sekali berteriak: "Bangsat she U-bun kau bayar
pulang jiwa Ayahku” Berbareng dengan itu, dia menyerang
dengan kedua tangannya.
U-bun Lui heran hingga ia melengak, ia tidak sangka sekali
Kam ciong mempunyai turunan, Tapi ketika ia diserang,
alisnya terbangun ia tertawa dingin lantas ia berkata: "Baiklah
pangcu kamu nanti membikin kau dapat mencapai citacitamu"
ia lantas menyambuti dengan serangannya yang
dahsyat.
Kam Siauw ciu batal menyerang terus: Dia berlompat
membikin lewat serangan musuh besar itu, yang dia sungkan
lawan keras dengan keras, ketika dia sudah turun baru dia
menyerang pula kekedua arah.
U-bun Lui menyerang tempat kosong, segera ia berkelit
mundur lima kaki.
"Kau pernah apa dengan chio Tay Hie?" ia menegur bengis,
ia rupanya kenal baik ilmu silatnya sianak muda, yalah Touw
Liong ciu hoat, ilmu "Membunuh Naga" yang terdiri dari lima
puluh delapan jurus.
Siauw ciu menaruh kakinya dilantai, dia tertawa dingin.
”Jahanam matamu tajam" dia berkata be-ngis, "Kau dapat
mengenali Touw Liong ciu-hoat. Guruku sudah berada
didepanmu." Apakah kau buta-bolong?"
U-bun Lui mengawasi Touw Liong Kiesu dia berkata: "Tidak
heran kau jadi begitu jumawa. Kiranya kaulah chio Thay Hie"
"Benar itulah aku" Thay Hie jawab jumawa.
Mendengar itu, semua hantu mengawasi Touw Liong Kiesu,
air muka mereka berobah. jadi inilah orang yang puluhan
telah menjadi jago tanpa lawan karena dia mengandel pada
ilmu silatnya Touw Liong ciu-hoat.
Selagi suasana sunyi itu diantara kawanan hantu terdengar
satu jeritan mengerikan hingga semua orang menoleh

1559
mengawasi padanya, untuk mendapat tahu apa yang sudah
terjadi.
Orang itu memegangi dadanya, daging dimukanya pada
mengerut, warna kulitnya berubah menjadi matang biru, dan
kedua matanya dipentang lebar, hingga dia kelihatan bengis
sekali, menyusul itu tubuhnya melengkung, terus roboh,
kedua tangannya tak hentinya mencakarin mukanya.
Tak usah orang menanti lama akan mendapatkan dia
mengeluarkan darah dari mulutnya ketika kemudian dia
mengasi dengar suara keras, berhentilah napasnya.
U-bun Lui kaget tidak terkira, Tak tahu ia orang terbinasa
karena apa.
Kehebatan semacam itu masih menyusul, Korban pertama
itu lantas disusul oleh lima hantu lainnya, Semua mereka ini
sama penderitanya. Terang mereka terbinasa keracunan
seperti yang pertama, Lain sebab tidak mungkin. sekarang
semua hantu menjadi kaget dan berkuatir. Touw Liong Kiesu
bersama Kong Tong Jie Lo turut menjadi heran.
Ketua partai Bendera Kuning lantas menduga kepada Bin
San Jie Tok, akan tetapi kedua Hantu dari Bin San itu cacad
kakinya, mereka tidak dapat bergerak, tidak nanti mereka
dapat menggunai racun mereka... Habis siapa?
Shatohuoto juga kaget, tetapi ia mencoba menenangkan
diri.
Kawanan hantu sudah lantas mulai memencarkan diri,
mereka bertindak mundur perlahan lahan- Dengan begitu
pengurungan mereka menjadi terpecah sendirinya.
Diantara rombongan oey Kie Pay itu, cuma Pek-pou Kie
Hun Tong Tay yang berdiri sabar dan tenang dipinggiran
tembok. matanya mengawasi semua orang.
U-bun Lui menyapu kesegala penjuru ketika ia melihat
sikapnya ahli racun itu, Tiba-tiba saja timbul kecurigaannya
pada orang she Tong itu, maka dengan sekonyong-konyong
dia berlompat sambil menbentak.

1560
Melihat orang berlompat, Touw Liong Kie s u bersama
Khong Tong Jie Lo menggeraki tangan mereka untuk
menyerang.
U bun Lui sudah mendekati Tong Tay, tatkala ia merasakan
serangan itu, ia lupa pada Tong Tay. lantas ia membela diri.
Dengan kedua tangannya ia menangkis tubuhnya berlompat
sambil berputar, sehingga ia lantas turun di sisinya
Shatohuoto gurunya.
Jago dari Se Hek itu gusar melihat Touw Liong Kie-su
bertiga menyerang muridnya yang disayang itu dengan lantas
dia maju, kedua tangan bajunya dikibaskan kepada mereka
bertiga.
Bentrokan sangat keras sudah lantas terjadi.
Chin Thay Hie dan Khong Tong Jie Lo terhajar mundur
setengah tindak, Shatohuoto sebaliknya cuma limbung
tubuhnya, dua kali bergoyang: dari sini ternyata gurunya Ubun
Lui menang unggul sedikit.
Itu waktu terdengar pula jeritan menyayatkan seperti tadi,
terdengar saling susul. Semua itu terjadi diantara kawanan
hantu, Mereka pada roboh, mulut mereka mengeluarkan darah
nyawa mereka lantas terbang pergi.
Didalam tempo yang cepat sudah rebah lebih daripada
duapuluh orang. oleh karena itu, suasana didalam pesta atau
sidang itu menjadi sangat menyeramkan dan menakuti,
Semua mayat seperti bermandikan darah.
U-bun Lui mengawasi Tong Tay tajam, "Tong Losu, adakah
ini hasil perbuatan- mu?" akhirnya dia tanya dingin.
Orang yang ditanya itu mengangguk. dia tertawa dingin.
"Tidak salah" sahutnya berani, "Memang ini perbuatanku si
orang she Tong. Siapa suruh kamu memandang hina
kepadaku? Kamu harus ketahui, racun tawon sangat berbisa,
siapa terkena dia mesti terbinasa juga kau bersama
Shatohuoto telah terkena racunku, hanya karena tenaga

1561
dalam kamu liehay, kamu tidak lantas turut roboh seperti
mereka ini. Toh kamu tinggal menantikan saatmu saja?
Terangnya kamu tidak bakal hidup sampai jam lima saja"
Sekonyong-koyong shatohuoto berseru.
"Hm" dan sebelah tangannya meluncur kepada jago dari
Su-coan itu, ia telah menyerang dengan menggunai totokan
Leng Khong Tok-hiat ciu hoat dengan apa ia perna
membokong Bin San Jie Tok.
Kalau Tong Tay terkena serangan itu tak ampun lagi,
mestilah dia terbinasa seketika.
Tepat Shatohuoto menyerang itu, tepat iapun ada yang
hajar, terkena kedua jari tangannya. Lantas tangannya itu
mesti dikasi turun.
Menyusul itu orang mendengar tertawa yang nyaring dan
dari luar jendela tertampak sebuah tubuh manusia berlompat
masuk bagaikan burung rajawali menyamber, bayangan itu
lantas disusul tiga bayangan lainnya.
Itulah Cia In Gak bersama Bin San Jie Tok dan Song bun
Kiam-kek.
Semua orang berpaling lebih-lebih U-bun Lui, Dia ini lantas
mengenali si orang she Cia, mukanya menjadi pucat sekali,
Tetapi dia paksa membesarkan nyali dia paksa tertawa, Dia
kata sengit : "Hari ini kalau bukan kau yang mampus tentulah
aku"
Tong Tay tertawa dingin, Dia kata: ”U-bun Lui, jangan kau
bermimpi disiang hari Segera juga kau bakal menjerit, muntah
darah dan roboh mampus. Disaat ini buat apakah kau masih
mencoba main gagah-gagahan?"
Ketua oey Kie Pay itu sudah menjadi nekad, ia tak
menghiraukan ancaman maut.
"Suhu, inilah itu orang yang muridmu maksudkan- ia kata
pada gurunya, tangannya menunjuk In Gak.

1562
"Gurumu sudah tahu" menyahut Shato-buato, suaranya
dalam, ia lantas mengawasi tajam pada In Gak, ia berkata
sabar. "Bukan-kah kau yang barusan memunahkan totokan
Leng Khong Tok hiat ciu-hoat dari aku?"
Baru berhenti suaranya jago dari Wilayah Barat itu, atau
kembali ada jeritan dari beberapa hantu lainnya yang pun
pada muntah darah dan roboh binasa, Lebih dulu mereka itu
pada berkoseran dilantai.
Menyaksikan itu, In Gak mengerutkan alis, Tapi ia
menghadapi jago dari Barat itu.
"Shatohuoto" ia kata dingin, "sampai waktu ini apakah kau
masih tidak mau menyerah kalah dan manda tertawan?"
Sebelum Shotohuato menjawab muka U-bun Lui berubah
menjadi pula, tubuhnya terhuyung beberapa kali. Terang ia
mencoba mempertahankan diri, ia lantas memegangi perutnya
yang terasa sangat sakit, tidak lama ia merasakan tangan dan
kakinya sangat lemas.
Tahulah ia bahwa ia lagi menghadapi maut, maka ia
tertawa sedih dan kata. "Suhu sakit hati ini cuma dapat
dibalas nanti dilain penitisan, tetapi sebelum napasku berhenti,
ingin aku menanya Tong Tay kenapa dia menggunai akalnya
yang licik ini, supaya setelah mati tidaklah aku menjadi setan
penasaran-.."
Dari dalam sakunya Shatohuoto mengeluarkan sebuah
cupu- cupu kecil, dari situ ia menuang belasan obat pel yang
berbau harum, separo dari itu ia serahkan pada muridnya,
untuk segera ditelan, separonya lagi ia sendiri yang makan,
habis itu dia kata: "Tidak, muridku kita tidak bakal mati. Lekas
kerahkan tenaga- dalammu, guna menutup diri, buat melawan
racun, setelah itu kau menutup juga pelbagai jalan darahmu”
Baru berkata begitu, jago ini juga merasakan perutnya
panas, Maka lekas-lekas ia menghentikan perkataannya.
Tong Tay tertawa dinginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1563
"U-bun Lui, aku si orang she Tong hendak membikin kau
mati puas" ia berkata, "Kemarin tengah hari aku telah
menawarkan jasaku. Aku dari keluarga Tong dari Su coan,
akulah ahli pelbagai senjata rahasia yang beracun, aku
menawarkan diri untuk melayani semua musuhmu yang terdiri
dari pelbagai partai besar. Aku merasa pasti kita bakal dapat
kemenangan- Tetapi kau sudah tolak tawaranku itu.
Penolakan saja masih tidak apa, apa mau kau menyebutnyebut
Bin San Jie Tok, kau kata racunnya mereka itu yang
tanpa rasa dan tanpa rupa bakal dapat dipakai menyapu
bersih semua musuhmu. Kau kata meski senjata rahasiaku
liehay, itu tidak dapat dibandingkan dengan racunnya Bin San
jie Tok. Teranglah kau sangat memandang enteng dan
menghina aku. Akan tetapi kau tidak mengenai aku. Akulah si
cerdik yang nampak tolol, si palsu yang nampak lurus. Aku
minta pinjam lihat racunnya Jie Tok kau tidad menyangka
jelek, kau memberinya. Dasar kau kejam sedang kau tahu
racun itu sangat liehay, kalau mengenai tubuh orang, orang
bakal roboh sebagai kurban, kau masih menanya aku, apa aku
berani pegang itu dengan tanganku. Aku lantas berpura-pura
aku gunai tanganku yang kanan kumasuki ke dalam peles
obat. Mungkin kau tak tega kau berikan aku sebutir obat
pemunah untuk aku telan-
Kau tidak ingat bahwa akulah ahli racun, maka juga kalau
tanganku kuat aku tidak dapat keracunan- Begitulah jeriji
tanganku telah dapat mengambil banyak bubuk racun yang
sangat berbisa itu, Mulanya aku tidak memikir untuk
melakukan pembunuhan tetapi kaulah yang keterlaluan, kau
paksa aku menghamba pada Oey KiePay.
Mana dapat aku tunduk dibawa perintahmu? Diam-diam
aku telah menyiapkan racunku, racun untuk merusak isi-perut
didalam kuku tanganku hingga kedua racun bercampur
menjadi satu. Tadi selagi aku memberi selamat kepada kamu
sambil menuang arak. aku masuki racun itu kedalam cawan
kamu Begitulah kamu kena diracuni. sekarang ini biarnya
kamu sadar dan memakan ob at pemuna h ny a, obat

1564
pemunah itu tidak bakal ada khasiatnya" Habis menjelaskan
panjang lebar itu, jago Su-coan ini tertawa nyaring dan lama.
Selagi orang bicara. U-bun Lui sudah mulai menderita
terlebih hebat, mukanya mulai matang biru, matanya mulai
bersinar guram, cuma dengan menguatkan hati ia tidak segera
roboh, adalah hampir berbareng degan habisnya kata-kata
siorang she Tong, ia tidak dapat bertahan terlebih jauh,
segera ia menjerit kesakitan, lantas ia muntah darah, terus ia
jatuh.
Justeru itu Shatohuoto mengebut keras, tubuhnya melesat
seperti jemparing keluar jendela dimana ia lantas menghilang.
Kam Siauw ciu panas hatinya, tak puas ia jikalau ia tidak
membinasakan sendiri musuh ayahnya, ia melihat Pat-pie Kim
Liong mengoser dilantai, dia itu lagi bergulat dengan
kematian, tetapi itu tidak mengurangi kebenciannya, Maka ia
menghunus pedangnya, ia lompat kepada musuh besar itu,
untuk menikam dada orang, maka hanya dengan satu kali
berkelebat, putuslah nyawa ketua oey Kie Pay
chin Thay Hie menghela napas.
"Selamat, muridku" ia berkata, "Kau telah berhasil
membalas sakit hatimu, aku sekarang merasa lega"
Ruang sidang atau pesta itu masih terang sekali dengan
cahaya banyak lilin, akan tetapi suasananya telah berubah
menjadi sangat menyeramkan karena disitu bergelimpangan
tubuhnya banyak hantu, semua dengan mandi darah, semua
dengan muka matang biru dan menakuti. Darahnya pun
berbau bacin membikin orang mau tumpah-tumpah.
In Gak terharu berbareng merasa bahwa hidupnya manusia
itu benar aneh, Semua kurban itu gagah dan liehay, semua
terkenal, tetapi sekarang mereka menjadi sekumpulan tubuh
tanpa nyawa dan tak berguna, penghidupan itu bagaikan

1565
impian, maka itu, apa perlunya menjadi jago? Maka hatinya
menjadi tawar...
Pekpou Kie Hun menyaksikan pemandangan mengerikan
didalam ruang itu, ia memperlihatkin roman puas, habis itu ia
tertawa bergelak-gelak. lantas tubuhnya lompat keluar
jendela, akan dari luar itu, ia lompat naik keatas genting,
hingga lain saat ia pun lenyap.
Selagi orang berlompat keluar jendela, Hui Hu cu
menyerang dengan pukulan "Thay ceng Kong-kie," akan tetapi
In Gak mengibas dengan tangan kanannya, membikin pukulan
itu tidak mengenakan sasarannya, ia heran-
"Kenapa kau mencegah aku, Sie-cu-?" ia tanya sianak
muda. "Dia sangat telengas, kalau dia dikasih tinggal hidup,
dibelakang hari dia dapat menjadi bahaya besar bagi Rimba
persilatan seharusnya dia di singkirkan"
"Memang lotiang benar," sahut In Gak bersenyum "Tapi
sukalah lotiang ingat, bagaimana kesudahannya malam ini
andai kata tidak ada Tong Tay disini? kita tidak usah
mengambil tahu sikapnya orang she Tong itu, yang sudah
terang dia telah menyingkirkan suatu peristiwa hebat.
Mengingat itu, biarlah dia mendapatkan keampunannya. Kalau
lain kali dia masih berbuat jahat, belum kasip untuk kita
menyingkirkan dia dari dunia ini."
Hui He cu berdiam, ia memandang Hui Lui cu, matanya
mendelong. "Siecu," kemudian dia tanya, "adakah siecu yang
menolongi kami berdua"
In Gak bersenyum.
"Tidak salah," sahutnya manis, "itulah kerjaaan kecil, aku
harap totiang tidak buat pikiran-" Habis berkata begitu, ia
mengawasi Touw Liong Kiesu, ia kata: "Aku yang muda
bersahabat pun dengan It Goan Kiesu dari sahabat itu aku
mendengar kegagahan dan kerendahan hati chie Kiesu, aku
sangat kagum. sebenarnya aku harus berdiam lama bersama
kiesu supaya aku mamperoleh pengajaran maka menyesal

1566
sekali, sekarang aku masih mempunyai urusan penting yang
mesti diselesaikan aku mesti segera berangkat ke Barat, ke
tanah Siok, Aku harap lain kali apabila ada jodohnya, biarlah
aku boleh mengunjungi Kiesu"
Setelah berkata begitu, ia memberi isyarat dengan
tangannya kepada Bin San Jie Tok, Song bun Kiam kek, lantas
ia lompat keluar jendela, disusul ketiga kawan itu.
Touw Liong Kie-su tercengang sejenak. "Siapa dia?" ia
tanya Hui He cu: "Dia liehay sekali. Dia masih sangat muda,
ilmu silatnya sudah sedemikian mahir, dia tak mau kalah dari
kita situa yang belum mau mati. Maukah kau memberitahukan
aku tentangaya?"
Sebelum Hui He cu menyahuti, Kam siauw ciu mendahului
berkata kepada gurunya: "Dialah orang yang aku ketemukan
ditengah jalan, hanya baru-baru ini dia dandan seorang tani
yang bermuka kuning yang berpenyakitan. Kalau bukan dianya
yang memancing kemarahannya Tong Tay, mana bisa Oey Kie
Pay mengalami keruntuhan semacam ini"
Guru itu melengak.
"Oh, jadinya dialah orangnya?" ia tanya, Baru sekarang Hui
He cu mengangguk "Betul," ia membenarkan- "Totiang,
dapatkah kau memberitahukan she dan namanya?" To Liong
Kie-su tanya pula.
Imam yang di tanya itu menggeleng kepala, "Pinto juga
tidak tahu," jawabnya, "Yang pinto tahu yalah apa yang
muridmu bilang sipetani berpenyakitan muka kuning dan
orang yang menolongi kami yalah satu orang adanya."
Chin Thay Hie menjadi sangat kagum, kembali ia memuji
pemuda tak dikenal itu.
Ketika itu diluar terdengar suara orang tertawa nyaring,
disusul dengan kata kata ini: "Touw Liong sahabatku, sudah
banyak tahun kita tidak bertemu, kau nyata masih gagah
seperti dahuluhari Sungguh, adikmu kagum sekali"
Touw Liong Kie-su melengak. ia lantas memandang keluar.

1567
Diambang pintu terlibat It Goan Kie su berdiri sambil
bersenyum, tangannya mengurut-urut kumisnya. Disamping
jago tua she ouw itu berdiri ouw Giok Lan si gadis manis
sambil dia bersenyum berseri.
Bukan maln girangnya kedua sahabat ini, mereka
berjabatan dengan erat, kemudian It Goan kie-su dan
gadisnya berkenalan dengan yang lainnya. Apabila ia
menyaksikan pemandangan didalam ruang itu, ia
mengerutkan alis.
"Apakah saudara chin telah membuka pula pantangan
membunuh?" ia tanya, "Dibagian luar dari ini, orang orang oey
Kie Pay telah dibikin pada tidak berdaya dan didalam ruang ini
kawanan hantu telah mendapatkan kebinasaannya, jikalau
bukannya jiewie lotiang dan kau, saudara mana dapat semua
ini dilakukan?"
Thay Hie mengeleng kepala tetapi ia bersenyum.
"Semua ini bukan perbuatan kita..." ia menyahut Dan ia
menjelaskan peristiwa barusan-
Selagi orang she chin ini bercerita, Kam Siauw ciu
senantiasa melirik Nona ouw yang cantik, hingga ia berkata
dalam hati- kecilnya:
"Nona semanis ini sungguh jarang diketemukan Suhu dan
It Goan Kiesu yalah yang di sebut Lo Houw Siang It, mereka
bagaikan saudara kandung, maka ketika baik ini tak dapat aku
kasih lewat, meski aku bersahabat dengan Nona ouw, supaya
kemudian kita bisa menjadi pasangan”
Ouw Giok Lan dapat melihat tingkah lakunya orang she
Kam itu, mukanya menjadi merah matanya memperlihatkan
sinar memdongkol. Lantas ia mengawasi tajam pada anak
muda itu.
Siauw ciu terkejut ketika sinar mata mereka berdua bentrok
lekas-lekas ia melengos. mengawasi siorang bertubuh besar
yang berewokan. Siberewokan itu bersenyum.

1568
Bukan main malunya Siauw ciu, mukanya menjadi merah,
lagaknya likat, Sayang disitu tidak ada lubang kedalam mana
dia dapat masuk bersembunyi.
It Goan Kiesu melongo apabila ia telah mendengar Touw
Liong Kiesu menyebut-nyebut sipemuda dengan jubah hitam.
"Ah, dia telah datang kemari" katanya.
"Chin Pehu" Giok Lan pun bertanya, sinar matanya
bergelisah, "kemana dia telah pergi?”
"Katanya dia mau perg kearah siok." sahut Thay Hie
heran-
"Ayah" berkata sinona, cepat, "mari kita susul dia."
Belum berhenti perkataan sinona, tubuhnya sudah
berlompat keluar.
Melihat sikap puterinya itu, It Goan Kie-su lantas kata pada
sahabatnya: "Saudara chin lain kali saja kita bertemu pula"
Dan ia pun berlompat keluar, untuk menyusul anaknya.
Siauw ciu menjadi masgul, ia seperti kehilangan sesuatu.
Touw Liong Kiesu melihat lagak muridnya, ia dapat membade
"Muridku, kita pun pergi ke Su coan?" ia kata bersenyum,
"Mari"
Maka berangkatlah mereka meninggalkan markas besar oey
Kie Pay, markas yang diterangi sisa rembulan yang doyong
kebarat dan bintang-bintang yang jarang dimana angin bersilir
dingin dan sang kodok berbunyi berkerak- kerok...
"Tiga selat disungai Tiang Kang yalah yang paling
berbahaya dikolong langit," demikian kata-kata umum. itulah
benar. Mulai dari propinsi ouwpak Utara, ujung
penghabisannya yalah selat Se Leng Kiap. Yang lainnya yalah
Bu Kiap dan Kie Tong Kiap.
Ketiga selat itu yalah yang umumnya disebut Sam Kiap. Di
sepanjang itu, pemandangan alamnya menarik hati sekali,
berbahaya tapi indah, puncaknya tinggi dan curam, jurangnya
dalam, airnya deras, banyak tunggul batunya, pula dikedua

1569
tepinya banyak pepohonannya, yang besar dan tinggi, yang
cabang-cabang dan daunnya meneduhkan tepian-
Pada suatu hari maka terlihatlah diselat itu bagian Bu Kiap
kecamatan Busan, belasan perahu besar tengah belayar
mudik, itulah perjalanan berbahaya tetapi orang melakoninya,
terutama kaum saudagar, itulah karena untuk pergi ke Su
coan, tak dapat orang tak mengambiljalan air.
Untuk itu orang tak hiraukan sewaan perahu yang mahal,
Didalam perjalanan ini, orang mengandal tiga bagian pada
peruntungan dan tujuh bagian pada kepandaiannya siawak
perahu...
Diantara belasan kendaraan air itu, ada sebuah dalam
mana ada menumpang In Gak bersama Bin San Jie Tok dan
Song- bun Kiam-kek Leng Hui. Mereka berempat telah menjadi
sahabat-sahabat karib.
Ketika itu kedua si Racun dan Song bun Kim kek bercokol
ditengah perahu sambil menghadapi arak sedang In Gak lagi
merebahkan diri menghadap ke-dalam, kedua matanya
dirapatkan- Dia tengah berpikir keras sambil telinganya
mendengar suara air, Kali ini In Gak beda sekali dengan In
Gak ketika dia bermula meninggalkan Ho Hoa San dan dari
pelabuhan Liong Kauw naik perahu menuju ke Lam ciang.
Dulu hari itu dia gembira sekarang ia tawar hatinya, ia ingin
melepaskan diri dari libatan asmara tetapi itu mudah dipikir,
sulit diwujudkannya tak peduli ia pandai ilmu silatnya. Setiap
kali ia merasa tenang lantas didepan matanya berpeta
wajahnya pelbagai nona manis, maka di akhirnya ia mesti
menghela napas. Tanpa merasa ia bersenandung...
Theng ceng mendengar suara orang tak bergembira, dia
tertawa dan menimpali: "Penghidupan itu memang
memusingkan kepala, buat apakah dipikirkannya?.."

1570
In Gak menyeringai ia berbangkit untuk turut menenggak
arak. Mereka lantas berbicara tentang pelbagai peristiwa
dalam dunia Rimba Persilatan-
Pada suatu hari perahu mereka mendekati Kie Tong Kiap.
selat paling berbahaya tapi pun yang terindah, Mereka berdiri
dikepala perahu untuk memandangi kecantikan alam itu.
Tengah memandang itu, tiba-tiba In Gak melihat Leng Hui
lagi mengawasi sebuah perahu tetangga mereka, lama dia
mengawasi, alisnya bermain berkerut, ia menjadi heran, maka
sendirinya ia mengalihkan pandangannya keperahu disebelah
itu.
Didalam perahu itu terlihat tiga penumpang lagi duduk
berkumpul, Yang seorang telah lanjut usianya, didadanya
berkibar-kibar kumis janggutnya yang seperti perak- kedua
matanya tajam seperti mata tikus.
Orang yang kedua dari usia pertengahan tubuhnya kurus,
kulitnya hitam, Yang ketiga yalah seorang tauwto, atau
pendeta yang memelihara rambut, yang ada kumisnya.
"Siapakah mereka?" sianak muda tanya kawannya. Leng Hui
yang wajahnya muram, menggoyang kepala dia diam saja.
"Mereka mesti musuhnya Leng Hui?" In Gak pikir. ia
tambah heran, "Kalau bukannya tidak nanti dia menjadi begini
tidak tenteram." Meski demikian, ia tidak menanyakan terlebih
jauh, Sekarang ini ia ketahui baik, Leng Hui bukanlah seorang
buruk. dia cuma berani, mungkin karena omongan tak dipikirpikir,
dia banyak musuhnya, dia kesohor jahat..."
Karena ini In Gak selanjutnya lebih memperhatikan
kawannya ini.
Perlayaran kehulu ini membuat kendaraan air lambat sekali
lajunya, didalam satu hari cuma dapat dilalui belasan lie. Disini
selat lebih sempit, air lebih deras, bahaya melanggar wadas
atau kandas besar kecil. Selagi air banjir, tunggul wadas kelam
tak nampak dimuka air.

1571
Perjalanan ayal itu menambah tak tenangnya Leng Hui,
bahkan dia menjadi gelisah semenjak dia melihat tiga orang
dalam perahu tetangga itu.
In Gak menjadi tambah heran, sedang untuk menanya ia
merasa tidak leluasa, ia lalu mengambil keputusan guna
mencari tahu.
Setelah belayar tiga hari tibalah perahu di Kui-bun disini
mendadak Bin San Jie Tok tinbul keingiannya buat pulang dulu
ke Bin San, bahkan mereka lantas meminta diri, terus mereka
mendarat.
Tiba-tiba tiga orang diperahu tetangga itu juga
meninggalkan perahu mereka untuk naik kedarat.
"Siauwhiap." berkata Leng Hui, "Mari kita kuntit tiga orang
itu" Sudilah kau?" Sianak muda heran, "Leng Losu kita masih
belum memberitahukan aku siapa mereka itu?" ia kata.
"Aku pikir, dimana kita dapat meletaki tangan, baik kata
meletakinya, buat apa kita mencari keruwetan tidak keruan?"
"Mereka bertiga besar sangkut pautnya dengan
kematiannya ayahmu almarhum dulu hari."
Leng IHui berkata, Dia agak bernapsu tanpa menantikan
jawaban, dia lantas lompat kedarat. In Gak heran dan ketarik
hatinya, maka ia lompat menyusul.
Tiga orang didepan ilu masuk kekota Kui bun disana
mereka masuk kedalam sebuah penginapan-
Setelah bersangsi sejenak. Leng Hui ajak In Gak mampir
juga dirumah penginapan itu. justru mereka masuk. mereka di
dului oleh dua orang lain- yalah seorang tua yang kate gemuk
serta seorang muda berbaju putih dengan pedang tergendol
dipunggungnya.
Leng Hui mengkerutkan alisnya, dia kata perlahan: "Dijalan
Su coan ini bakal ada keramaian untuk di tonton-
Untuk kesekian kalinya, In Gak dibuatnya heran. ia
mengawasi sahabatnya itu, siapa sudah bertindak masuk
seraya memanggil jongos kesebuah kamar.

1572
Hebat song-bun Kiam-kek. Kali ini dia bersikap sepeti sikera
binal. Baru dia menjatuhkan diri dikursi atau dengan tergesa
gesa dia pergi keluar. In Gak mengawasi saja, herannya pukan
kepalang, saking heran, ia menjadi masgul.
Kira seminunan teh, Leng Hui kembali di belakangnya
mengikuti seorang jongos yang membawa sebuah keranjang
makanan serta sebuah poci tembaga yang besar. Jongos itu
lantas menjanjikan barang makanan itu, ketika ia tanya Leng
Hui ada perlu apa lagi dan memperoleh jawaban "Tidak" ia
lantas mengundurkan diri.
"Apakah Leng Losu keluar cuma untuk memesan makanan
ini?" In Gak tanya tertawa.
Leng Hui sudah berusia limapuluh tahun lebih tetapi dia
masih mirip bocah, ditanya begitu, mukanya menjadi terang
dengan senyumannya.
"Siauwhiap." sahutnya, "ada urusan apa juga, sebentar
sehabis bersantap baru kita bicarakannya ia lantas mengiakan
cawannya sianak muda, baru cawannya sendiri, In Gak
mengawasi mendelong, "Leng Losu," katanya "caramu yang
penuh rahasia ini, membuat aku tak dapat mengasiturun
barang makanan kedalam perutku..."
Leng Hui mengawasi, ia menghela napas. "oleh karena
siauwhiap sangat ingin tahu, baiklah, agak terpaksa,
"Bukankah baru itu siauwhiap telah menanyakan aku apa aku
tahu apa-apa mengenai pengepungan atas diri mendiang
ayahmu? Bukankah aku telah memberikan jawabanku bahwa
aku hanya mendengar kabar angin saja dan tak tahu jelas?
Masih ingatlah siauwhiap jawabanku itu?" In Gak
mengangguk.
"Aku tak tahu losu ketahui atau tidak. aku tetap sangsi," ia
menyahut "Aku percaya pastilah ada apa apa yang bikin losu
sulit membuka mulut, karena itu aku bersabar saja."

1573
"Ketika itu hari siauwhiap minta keteranganku memang
benar aku tidak tahu," Leng Hui berkata, "akan tetapi kali ini
lain lagi."
In Gak menjadi terlebih heran, matanya menatap tajam.
"Panjang untuk menutur, siauwbiap." Leng Hui melanjuti.
Jikalau siauwhiap suka dahar dan minum, nanti aku
menjelaskan semua-mua nya." ia mengwasi barang hidangan,
yang berbau dan sedap. agaknya ia sangat bernapsu untuk
memakannya In Gak tertawa melihat kelakuan orang itu, ia
mengangkat sumpitnya dan mulai dahar.
Leng Hui lantas makan juga, ia minum dengan napsu,
Sebentar saja nampak wajahnya menjadi riang sekali.
"Ini arak Tin-lian dan bakmie hebat sekali" kita dia gembira.
In Gak mengawasi, dia tidak membilang apa-apa.
Melihat sikap sianak muda, Song bun Kiam-kek likat
sendirinya,
"Didalam kalangan Rimba Persilatan, banyak peristiwa yang
tak dapat dipikirkan," katanya kemudian- "dan juga banyak
orang yang luar biasa hingga tak terpikirkan pula Demikian
tiga orang dari perahu tetangga kita itu sampai sekarang aku
masih belum berhasil mengetahui she dan namanya demikian
juga tentang ilmu silat mereka yang Iiehay sekali..."
In Gak heran, ia melengak. Jikalau begitu kenapa losu
ketahui mereka ada sangkut pautnya dengan ayahku
almarhum?" ia tanya, juga kenapa losu ketahui ilmusilat
mereka liehay sekali?"
"Siauwhiap. aku siorang she Leng, hendak aku bicara," kata
Leng Hui, "tapi kalau kata kataku kurang tepat, aku minta
siauwhiap jangan gusar."
"Asal losu omong dengan sebenar-benar-nya kenapa aku
mesti b erg usar?" In Gak menjawab "Sebaliknya jika ayahku
almarhum di dunia baka dapat memeramkan matanya dengan
tenang, akujustru akan sangat bersyukur kepada losu"

1574
Leng Hui menghirup araknya, ia mau bicara tapi gagal,
agaknya ia susah membuka mulutnya. Masih ia menenggak
pula, baru ia akhirnya dapat juga bicara.
"Semasa hidupnya ayahmu duluhari." ia berkata,
Julukannya yaitu Twie Hun Poan telah menggemparkan
hampir seluruh negara, Itulah sebab ayahmu itu keras
sikapnya, itulah apa yang orang menyebutnya muka besi,
tidak mengenal kesihan. Demikian sudah terjadi orang-orang
yang terbinasa ditangannya, pihak sesat dan pihak lurus juga,
tak kurang dari seribu orang, perbuatan ayahmu itu
menggetarkan Rimba Persilatan, itu pula sebabnya kenapa
pihak musuh tak ada yang tak ingin membinasakannya, guna
membalas dendam.
Untuk menuntutbalas itu, mereka menemui banyak
kesulitan, lantaran mendiang ayahmu ada bagaikan sinaga
sakti yang nampak kepalanya tak ekornya, Ayahmu itu bisa
sekali membawa dirinya. Banyak orang yang menyelidiki hal
ikhwal mendiang ayahmu, tidak ada yang ketahui asal
usulnya. Mungkin sampai sekarang ini siauwhiap sendiri belum
tahu jelas bukan?"
Mau atau tidak. In Gak mengangguk wajahnya nampak
guram.
"Dimasa banyak orang hendak menyingkirkan ayahmu itu,
siauwhiap. usiaku masih muda," Leng Hui mulai pula setelah ia
hening sekian lama, "Ketika itu aku belum tahu apa apa, aku
polos maka apa juga tak ada orang yang suka
memberitahukan padaku.
Meskipun demikian beberapa diantara penggeraknya itu,
ada orang-orang partaiku, tak lolos dari mataku, hanya ketika
itu aku tidak memperhatikannya..."
Habis berkata begitu, ia menuang lagi arak untuk segera
dicegluk pula, lalu menyusul sepotong daging sambil
mengunyah, kedua matanya bersinar tajam. Kelihatannya ia
memikirkan urusan yang telah lampau itu, Kemudian lagi, ia
kembali menghela napas.

1575
"Disaat orang lagi berembuk untuk menyingkirkan ayahmu
itu, siauwhiap." mulaipula, "maka beruntun- runtun datang
warta halnya kurban-kurban ayahmu itu, karena itu, mereka
berdaya semakin keras. Kemudian datanglah satu hari yang
toa-suheng kami kakak seperguruan yang tertua kembali ke
Kiong Lay San- ia ada bersama dua orang.
Salah satu orang itu ialah si orang tua dari perahu tetangga
kita itu. Banyak tahun sudah berselang wajahnya orang tua itu
masih belum berubah, maka itu aku masih mengingatnya baik
sekali."
"Siapakah itu orang yang lainnya ?" In Gak tanya.
"Orang yang lainnya itu sangat mudah untuk dikenali,"
Leng Hui menjawab, "Dia kurus kering seperti sebatang
bambu dan kepalanya gundul serta matanya biru. Dia tak
nampak didalam perahu tetangga itu. Mereka itu menyebut
diri sebagai sute adik seperguruan dari mendiang ayahku.
Dengan ayahmu mereka telah berselisih semenjak mereka
bertiga sama-sama belajar silat diatas gunung, Katanya saking
gusar, ayahmu sudah menotok mereka pada otot-cacadnya
dan mereka dikurung didalam guha.
Tentang ini aku mendengar dari toa-suheng kami itu
penjelasannya aku tidak tahu, bahkan aku tidak tahu juga she
dan nama mereka berdua begitupun asal-usul mereka itu,
juga sampai sekarang ini, ketua kami tidak tahu-menahu she
dan nama serta riwayat mereka.”
Leng Hui berhenti sebentar, baru ia melanjuti: "orang tua
dengan alis dan kumis ubanan itu besar bicaranya, ia berkata,
untuk membekuk mendiang ayahmu, siauwhiap tenaga
mereka dibutuhkan sangat, kalau tidak orang tak akan
berhasil, ia mengatakan ilmu silat mereka sangat lihay.
Ketika itu aku sangat tidak puas hingga aku menguji
kepandaiannya. Aku menggunai alasan meminta pengajaran.
Belum satu jurus, pedang ku telah kena dibikin terlepas dan
sembilan jalan darahku telah tertotok olehnya. Adalah sikurus

1576
kering yang menolong membebaskan aku dari totokan
kawannya itu.
Mengenai kejadian itu si kurus-kering nampak kurang puas
terhadap saudara seperguruannya itu. Besoknya mereka itu
bersama toasuheng serta beberapa anggota partai kami pergi
turun gunung. Kemudian tiga bulan berselangnya tersiarlah
berita halnya ayahmu dan kau sendiri siauwhiap. telah
tercilakakan orang sedang toasuheng kami serta beberapa
saudara seperguruannya itu kedapatan mayat-mayat nya
ditepinya telaga Tong Teng, cuma satu yang masih hidup dan
dialah yang membakar mayatnya suheng semua. Dia juga
tidak berumur panjang, selekasnya dia kembali diatas gunung,
baru dia menyebut dua pata kata dia roboh binasa." "Apakah
yang dikatakan dia itu?"
"Itulah aku tidak tahu, Ketika itu aku lagi pergi ke Kui-ciu
selatan, berselang tiga tahun baru aku pulang. Lama lama
urusan itu telah aku lupakan, Urusan bukan urusan aku. aku
tidak memperhatikannya.
"Sekarang ini digunungmu itu masih ada lagi yang ketahui
atau ingat kata-kata itu?" In Gak menanya pula.
Leng Hui berpikir dulu baru ia menjawab: "Aku duga cuma
mengena kebinasaannya toa-suheng semua..."
In Gak berbangkit alisnya pun terbangun.
"Kalau begitu, perlu aku cari mereka itu bertiga untuk
ditanya" katanya, "Kalau sampai mereka itu keburu
mengangkat kaki pasti aku menyesal seumur hidupku..." Leng
Hui menghela napas. "Mereka itu juga sudah pergi..." katanya.
In Gak kaget bagaikan disambar guntur, hingga berdiri
menjublak matanya menjadi kosong.
"Apa?" dia tanya, nyaring setelah dia sadar, "Mengapa kau
tidak membilangnya dari siang-siang?"
Matanya anak muda ini berapi, Leng Hui mengetahui
kemarahan orang "Sabar, siauwhiap. sabar," kata dia tenang,
Jangan siauwhiap terburu napsu, Hal ini pun berada diluar

1577
dugaan, Ketika tadi aku pergi keluar, aku mendapatkan
mereka lagi keluar juga, mereka berlalu dengan melompati
tembok kota. Aku lantas kuntit mereka itu, terus sampai
dihutan yang lebat. Aku takut nanti kepergok mereka, aku
menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar.
Disitu aku mendengar mereka berbicara, Kata yang
seorang: "Adik, kau pergi mengundang cie Hay, nanti tujuh
hari kemudian, kita orang bertemu di Poan Liong Kiap di cui In
Liong." Habis berkata, dia lantas pergi. Dan yang lain terus
pergi juga, Aku lantas keluar dari tempat sembunyi. Aku masih
melihat siorang kate gemuk serta sianak muda berpakaian
putih dengan pedang dipunggungnya menuju kebarat....
Leng Hui berhenti bicara untuk menghela napas Tapi ia
tidak berhenti lama lantas juga ia kata pula: "Sekarang ini kita
mesti pergi ke Poan Lung Kiap. untuk dalam tujuh hari itu
dapatkan menemukan mereka, Aku percaya disana kita bakal
memperoleh keterangan cuma ingin aku jelaskan bahwa aku
tidak berani tanggung dua orang itu, situa dan muda, yalah
orang-orang yang bertanggung jawab atau yang telah campur
tangan dalam pengeroyokan itu.
Ketua kami sudah meninggal dunia pada tiga tahun yang
lalu, sedang orang-orang yang mengetahui peristiwa duluhari
itu juga sudah tak ada lagi, Apa yang aku ketahui ini pastilah
tak cukup,.."
In Gak bersenyum.
"Leng Losu, meski apa yang kau ketahui cuma sebegini,
kau toh telah membuat aku berteriak keras sekali," ia bilang.
"Harap kau suka maafkan kelakuan barusan, Apakah losu
ketahui di mana letaknya selat Poan Liong kiap itu?"
"Aku duga letaknya didekat Kiam-kok," sahut Leng Hui.
"tapi aku tidak berani pastikan-"
In Gak mengawasi keluar jendela, Untuk ia keterangan itu
sudah cukup, Maka besoknya tengah hari bersama-sama
sahabat itu, ia berangkat. Dihari ketiga mendekati sore,

1578
mereka telah tiba dikota kecamatan Kiam-kok. Disitu mereka
lantas mencari keterangan prihal Poan Liong Kiap.
Untuk kelesuannya In Gak orang menjawabnya tidak ada
selat dengan nama demikian itu, Tapi ia tidak mau sudah
dengan begitu saja.
"Mari kita mencari terus dengan berpisahan-" ia kata pada
Leng Hui. ia lantas pergi ke Kiam-kok utara dan Leng Hui ke
Kiam-kok selatan- Mereka berjanji akan bertemu didalam kota
pada hari yang ke-enam.
Dihari kelima, In Gak masih mundar mandir ditanah
pegunungan Kiam Bun San dalam wilayah Kiam kok. Sudah
satu hari dan satu malam ia mencari dengan sia-sia, itu waktu
ia berada dijalan penghubung lima lie diselatan Kiam-kok. ia
tidak puas sekali. Ia berpikir: "Menurut Leng Hui, orang bakal
bertemu di Poan Liong Kiap. Selat itu mesti berada di cui In
Long sekitar tiga ratus lie, cui In Long yalah jalan penghubung
antara Liong Liong di Kiam-kok selatan sampai dibaratnya cutong,
disepanjang jalan dikiri dan di kanannya ada tumbuh
pohon pek puluhan ribu buah.
Kenapa sekarang aku belum juga menemui selat itu?
Mestinya selat berada disekitar cui In Long in-." lalu ia bersiul
nyaring.
Tepat itu waktu, ia mendengar suara tertawa
dibelakangnya serta pertanyaan ini, "Tuan, apakah tuan yang
barusan bersiul? Nyatalah mahir sekali tenaga dalam tuan?"
ia terperanjat, hatinya terkesiap. Hebat bahwa ia tidak
mengetahui ada orang dibelakangnya. Maka lantas ia mau
menduga orang itu mesti orang dengan kepandaian silat yang
liehay. Dengan cepat ia memutar tubuhnya.
Disana ada seorang dengan usia lebih kurang tiga puluh
tahun, mukanya putih dan terang pakaiannya hitam berkibarkibarkan
angin romannya bengis tetapi tenang. Dibelakang
orang itu ada seorang lain-seorang dengan tubuh besar dan
berbaju kuning matanya tajam, mukanya penuh berewok,

1579
sedang tangannya menyekal sebatang pedang pendek yang
berkilauan itulah sebuah pedang mustika. ia mengawasi tajam
mereka itu, lantas ia kata dingin:
"Siulan itu benar siulanku Ada apakah sangkutannya itu
dengan kau, tuan?"
Belum lagi orang itu menyahuti, sibaju kuning sudah
menegur keras: "Kau bicara tanpa pakai aturan. Apakah kau
sudah bosan hidup?"
In Gak mengawasi, alisnya terbangun. orang itu tertawa
lebar, terus dia mendelik
kepada sibaju kuning, kemudian dia menoleh pula pada
pemuda kita, untuk berkata: "Hambaku ini kasar, dia tidak
tahu aturan, aku harap tuan tidak menghiraukan dia."
In Gak menjadi tenang pula, "Tidak nanti aku
berpandangan sama seperti dia," sahutnya, ia tertawa. Tapi ia
lantas menambahkan: "Aku lagi mencari satu orang, karena
aku lagi repot, tuan persilakanlah."
Orang itu nampak heran-
"Oh kiranya tuan lagi mercari orang?" katanya, "Bagus Aku
datang kemari tengah mencari orang juga, siapakah orang itu?
Mungkinkah dia pun orang yang lagi dicari olehku”
Inilah In Gak tidak sangka mendengar orang itu, matanya
bersinar.
"Siapakah orang yang tuan cari itu?" ia tanya bersenyum,
"ingin aku mendengarnya jikalau tuan suka memberitahukan
aku."
Si orang baju kuning turut pula. Dia membentak: "Kongcu
kami menanya kau, kenapa kau tidak jawab?"
Orang itu tidak menegur hambanya tetapi dia kata: "Tidak
ada hubungannya orang yang aku cari itu, yalah sahabatku,
tinggal didalam lembah dekat sini. Dia sama seperti aku
mengarti ilmu silat, tetapi dia tidak sudi nama besar, maka
juga dalam Rimba Persilatan, namanya tak terdengar. Tuan

1580
sendiri, tuan tentulah berkenamaan, sukalah tuan
memberitahukan namamu yang benar?"
Hati In Gak bercekat mendengar sahabat orang tinggal
didalam lembah itu.
"Aku yalah seorang yang baru keluar dari rumah
perguruan, sebagai orang muda, tak berani aku menerima
pujian kau ini, tuan," sahutnya, "Aku yang rendah yalah
Rhouw Ban.
Tuan masih belum memberitahukan she dan namanya
sahabatmu itu. Mungkin dialah orang yang kita cari bersama."
"Itulah pasti" berkata orang itu tertawa, "Ditempat ini,
gunung Kiam Bun San, cuma tinggal sahabatku itu satu orang,
Kenapa kita tidak mau pergi bersama menemui dia? Kalau
umpamanya bukan, masih belum terlambat untuk tuan
mencari orang yang tuan hendak cari itu."
In Gak berpura mengasi lihat roman sangsi.
"Sulit sulit. . . untuk aku menuruti perintahmu ini..."
katanya.
Belum ia menutup mulutuya, sibaju kuning sudah bertindak
maju, pedangnya dikibaskan-Dia membentak: "Eh kenapa kau
tidak tahu diri? Bagaimana Kau berani menentang ulahnya
kongcuku? Benar-benar kau sudah tidak menghendaki jiwamu
lagi?" Dia lantas menghunus pedangnya. Lalu mendadak dia
berseru: "oh" lalu dia berdiri tercengang.
Ketika sinar pedangnya berkelebat, In Gak sudah mencelat
mundur ke sebuah batu dimana sambil tertawa ia kata pada
orang tidak dikenal itu, ”Jikalau aku tidak keburu berkelit,
bukankah aku sudah mati ditangan hambamu ini, tuan?
Senjata mustika semacam itu dapatkah dipegang oleh
sembarang manusia kasar?"
Orang itu heran- Dia tidak melihat cara berIompatnya In
Gak. Tapi dia bersenyum.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4 dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar