Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 26 Agustus 2011

1581
"Tuan, kau liehay sekali" dia memuji ”Justeru karena ini,
semakin aku ingin bersahabat untuk minta pengajaran dari
kau. Dengan orang kasar semacam dia, jangan tuan sepaham.
Tentang sahabatku itu bukannya aku tidak sudi
memberitahukan kau. tuan, itulah disebabkan dia sendiri yang
tak ingin orang mengetahuinya.
Aku-pun masih belum tahu dia benar atau tidak orang yang
tuan hendak cari itu. Dia tinggal tak jauh dari sini, cuma sekira
lima lie, sebentar orang dapat sampai ditempatnya itu, maka
kalau tuan pergi kesana, tidaklah kau bakat mensia-siakan
waktumu yang berharga."
Habis berkata begitu, orang itu berlompat, maka sedetik
kemudian, dia sudah berdiri di depannya In Gak.
Si baju kuning turut berlompat juga. Dia pesat sekali. Dia
mengawasi In Gak dengan roman membenci. Karena katakatanya
sianak barusan, dia ditegur majikannya itu, ingin dia
mencoba anak muda didepan ini.
Orang itu batuk perlahan, dia berkata seperti menegur
dirinya sendiri "Aku alpa sekali. Tuan telah memberitahukan
namamu yang besar, aku sendiri belum memberitahukan
namaku yang rendah: Aku she Bek dan namaku Ham Eng."
Dia lantas menoleh kepada pengikutnya seraya berkata,
"Hambaku ini bernama Yang cong Seng, Sebenarnva dialah
seorang yang ternama untuk wilayah pedalaman, karena
dialah cucu ketua suku ceng-teng di Inlam selatan, sedang
pedang ditangannya itu mustika pusaka turun menurunnya.
Da gigih sekali, hingga mungkin untuk Tionggoan cuma ada
beberapa orang saja yang dapat dibandingkan dengannya."
Dia tertawa lebar, lantas dia menambahkan. "Hanya kalau
dia dibanding dengan kau, tuan, itulah soalnya. Dia telah
menerima budi ayahku yang pernah menolongi jiwanya, maka
dia rela menjadi hamba, oleh karena ayahku tidak dapat
menolak. terpaksa keinginannya itu diterima baik.”

1582
In Gak mengawasi Yang cong Seng, ia tertawa. ia kata,
"Mengingat budi hendak membalasnya, itulah perbuatan
seorang laki-laki sejati, maka itu tuan, hamba ini yalah
seorang luar biasa yang sukar didapatkannya."
Itulah pujian dan Bek Ham Eng mengarti itu, ia bersenyum.
Yang cong Seng mengerti maksud orang, tetapi dia tidak
senang, dia kata, "Aku dengar orang Tionggoan itu licik,
kelihatannya pendengaranmu itu benar. Aku siorang she Yang,
aku menerima budi, hendak aku membalasnya, itulah urusan,
tetapi kau, buat apa kau memb ica ra ka nnya?
Mendengar itu, In Gak tertawa lebar "Kata-kata yang tak
sepaham, setengah patah sajapun kebanyakan" katanya,
"Saudara Bek, kita berdua sukar dapat berdampingan
bersama, maka itu ijinkanlah aku meminta diri."
Ia lantas memberi hormat, berniat berangkat pergi.
"Sabar, tuan- kata Him Eng cepat. "Aku harap kau anggap
saja kata-kata dia seperti angin yang lewat. Mari kita pergi
sekarang ketempat-nya sahabatku itu..."
Mendengar itu In Gak lantas mendapat pikiran- Katanya
dalam hati, "Aku tidak kenal dia, kita baru pernah ketemu
pertama kali ini, kenapa dia mendesak aku pergi ketempat
sahabatnya itu? Mungkinkah dia mengandung maksud apaapa?"
ia menjadi tertarik hatinya. Maka ia mengangguk dan
sembari tertawa berkata. "Tuan, silakan kau menunjuki jalan"
Bek Ham Eng tidak berkata apa apa lagi, dia lantas
berlompat, untuk berjalan disebelah depan- Dia berlompat dan
bertindak cepat dan gesit. Sebentar saja dia telah melintasi
jalan perhubung, terus dia turun kelembah diantara kedua
puncak.
In Gak mengagumi liehaynya ringan tubuh orang itu, akan
tetapi ia tidak mau ketinggalan ia lantas menyusul, ia
mempernahkan diri dibelakang orang sheBek itu. Sementara
itu ia terkejut. Inilah sebab sihamba baju kuning menyusul

1583
dengan pesat sekali. Karena ini, ia berjaga supaya tidak
sampai kena terbelakangkan.
Dipihak lain, pemuda ini terkejut melihat jalanan
didepannya, Lembah rendah kira seratus tombak jalannya
makin lama makin sempit dan sukar, salah sedikit orang bisa
terpeleset jatuh, sedikitnya orang akan patah kaki tangannya,
Maka ia berlaku hati-hati sekali.
Ham Eng nampaknya tidak demikian, Dia lompat turun,
baru setelah mendekati dasar lembah tiga tombak tubuhnya
jungkir balik, hingga kakinya menginjak tanah dengan
perlahan tanpa suara. Baru setelah itu, ia dapat kesempatan.
mengangkat kepala dongak keatas, untuk melihat sianak
muda.
Lantas ia menjadi kagum dan celengap. Beda daripada ia,
In Gak turun dengan perlahan dan tenang, seperti orang turun
dengan perantaraan mega.Jadi itulah ilmu ringan tubuh yang
lain daripada yang lain-
Hampir In Gak menginjak tanah, mendadak ia merasakan
tolakan angin yang keras, ia tahu tentulah ia dibokong Yang
cong seng, Sambil bersuara "Hm" dalam hatinya, lantas ia
membela diri, ia mengerahkan tenaga, Bie Lek Sin Kang.
Yang cong Seng tetap panas hatinya, ia ingin memberi
"rasa" kepada anak muda itu. Ketika ia mendapat kenyataan,
ilmu ringan tubuh In Gak liehay seperti ilmu majikannya. ia
kagum berbareng merasa tidak puas, maka itu timbullah rasa
jelusnya, maka ia lantas menyerang anak muda itu.
Kalau ia berhasil pastilah celaka anak muda itu. celaka
untuknya serangannya liwat tidak keruan karena mana,
tubuhnya sendiri yang turun semakin cepat, hingga ia menjadi
sangat kaget dan takut, Tiba-tiba ia terkejut, ia merasakan
dadanya terhajar barang berat ribuan kati, tanpa merasa ia
menjerit, tubuhnya mental naik, habis mana tubuh itu turun
pula.

1584
Ketika itu In Gak sudah tiba ditanah, sikapnya tenang sekali
mengenai hamba itu, ia seperti tak tahu-menahu.
Bek Ham Eng heran, tetapi dia berlompat guna memapaki
hambanya, hingga mereka turun bersama tanpa hamba itu
mendapat kecelakaan-"cong Seng, kau kenapa?" dia tanya
heran-"Tidak apa-apa," sahut hamba itu seraya memegangi
dadanya.
Syukur untuk cong Seng, In Gak tidak menghajar keras,
hingga dia cuma merasai dadanya sesak.
Ham Eng heran, ia menoleh kepada In Gak. Anak muda itu
lagi mengawasi lembah, tangannya digendong, wajahnya
berseri-seri.
Setelah, memandang sianak muda dan mengawasi
hambanya, kemudian Ham Eng dapat menduga duduknya hal,
akan tetapi ia tidak membilang apa-apa, hanya sambil tertawa
ia kata: "Tuan, kau liehay sekali, aku kagum untuk ilmu ringan
tubuh kau yang begini mahir?" Habis itu ia kata pada
hambanya "cong Seng, kau jalan didepan"
Cong Seng tunduk. dia menyahuti "Ya"" lantas dia
bertindak melewati majikannya dan siorang muda untuk
berjalan lebih dulu.
Ham Eng tertawa, ia kata: "Tuan Khouw sahabatku tinggal
disana, tak jauh lagi, silahkan"
In Gak bersenyum ia lantas membuka tindakannya. Karena
Yang cong Seng berjalan cepat ia mesti menyusul sama
cepatnya.
Lembah itu dalam, maka itu, dongak keatas orang hanya
melihat sedikit sinar terang, Angin sebaliknya menderu- deru,
jala nan pun sempit, sukarnya tak usah disebutkan lagi.
Makinjauh, sinar terang makin berkurang.
Selama dua lie, orang berjalan menikung beberapa kali.
Kemudian orang sampai dihutan rotan lebat, dimana cahaya
matahari ketutupan karenanya. Ditempat seperti itu, orang
menduga pun tidak bahwa lembah itu ada penghuninya.

1585
Disini pedang mustika dari Yang cong Seng ada faedahnya,
Dengan dibulang baling-kan senjata itu mengeluarkan sinar
terang.
In Gak kagum, dia menghela napas dan kata: "Ah Kalau
aku mempunyai pedang mustika semacam itu, alangkah besar
faedahnya Diwaktu malam mustika itu dapat dipakai sebagai
pengganti lampu..."
Ham Eng tertawa mendengar perkataan orang itu, Yang
cong Ssng sebaliknya mendongkol. Dia menyangka orang
mengejeki padanya. Dia menahan marah hingga tubuhnya
bergemetaran.
Tidak lama sampailah mereka di depan sebuah gua. Karena
letaknya gua dimuka tikungan, lantas saja dapat terlihat.
Mendadak Bek Ham Eng tertawa dan kata: "cong Seng kau
masuk lebih dulu”
Dengan hanya satu kelebatan, hamba itu sudah melintasi
mulut gua.
In Gak bersama Ham Eng mengikut masuk. Dengan
pertolongan sinar pedang, In Gak dapat melihat tembokan
guha licin mengkilap-jalanan merupakan terowongan yang
berliku- liku, lalu terdapat beberapa terowongan lain, yang
satu dengan lain ada hubungannya, Disebelah dalam itu,
orang mendapat cahaya terang dari mutiara, yang disesapkan
ditembok. Disitu juga kedapatan beberapa kamar.
In Gak menjadi heran sekali. Gua itujadi gua bikinan
manusia, Hebat melihat adanya kamar kamar itu serta
terowongannya yang berliku-liku, mengingat dalamnya gua
serta terowongannya yang panjang, itulah bukan hasil
tenaganya satu atau dua orang.
Gunung dan gua banyak, kenapa orang justeru membuat
guha yang sangat tersembunyi ini ? Kenapa orang suka tinggal
ditempat sesunyi ini?

1586
Yang cong seng mengambil terowongan yang ketiga di
sebelah kiri. Disitu ada penerangan mutiara tetapi dia tak
melepaskan pedang-nya.
Mereka masuk dalam sebuah kamar, yang ada pintunya
diempat penjuru, Disitu ada kursi dan meja, semua terbikin
dari kayu garu yang halus dan bagus urat-uratnya, yang
buatannya indah. Diatas meja ada sebuah pot bunga anggrek,
yang bunganya putih dan merah serta harum baunya.
Baru mereka masuk dalam kamar itu, atau dari kamar
sebelah terdengar teguran- "Siapa lancang memasuki guha?”
Kata-kata itu disusul munculnya seorang yang gerakannya
lincah.
In Gak segera melihat seorang muda dengan muka putih
dan tampan, alisnya tebal. cuma satu cacadnya, yalah satu
kerutan di ujung matanya, bajunya panjang dan menjadi luar
biasa sebab baju itu mengkilap disinar mutiara, sinarnya yang
berwarna lima rupa menyilaukan mata.
Begitu anak muda itu melihat Ham Eng dan cong Seng
alisnya terbang, terus dia
"Aku menduga saudara Bek dan Yang congkoan akan tiba
besok tengah hari tak tahunya kamu datang sekarang" dia
kata, Lalu dia mengawasi In Gak sebentar, untuk menoleh
pula pada siorang she Bek dan menatap:
"Siapakah tuan ini? Adakah dia sahabatmu saudara Bek?"
Ham Eng bersenyum.
"Saudara ini saudara Khouw Ban, aku menemui dia
dilembah," ia menyahut "Saudara Khouw membilangi aku
bahwa ia lagi mencari satu orang, ketika aku tanya siapa
orang itu, ia tidak menyebutkan she dan nama nya, maka itu
aku menduga mungkin dia lagi mencari kau, adikku, jadinya
kau tidak kenal dia?"
Anak muda itu tidak menjawab, hanya mengawasi In Gak,
mendadak dia kata bengis, "Siapa itu yang kau lagi cari?

1587
jikalau kau berani mendusta, aku pasti akan menbikin kau
pergi keneraka dengan beriepotan darah"
In Gak tertawa dingin, dengan tajam ia menatap orang itu.
"Perduli apa kau aku mencari orang itu?" sahutnya tawar,
"Apakah kau kira kau berhak mengurusnya? Aku pula tiada
niatku kemari adalah ini saudara Bek yang mengajak orang
jumawa segagah kau tidak ada pandangan mataku Aku pun
tak sempat melayani kau"
Maka ia berpaling pada Bek Ham Eng, untuk melanjut
berkata, "Saudara Bek, aku berterima kasih untuk kebaikan
kau ini, jikalau lain ketika ada jodohnya, aku akan
mengunjungi kau untuk menghaturkan terima kasihku"
Tajam kata-kata itu, yang bernada teguran, In Gak merasa
ia seperti dipinjuk memasuki guha itu, setelah mengucap itu ia
bertindak pergi.
Sekonyong-konyong sianak muda penghuni rumah tertawa
nyaring, disusul kata-katanya ini tajam. "Guhaku ini mudah
untuk di-masuki tetapi sukar untuk ditinggalkan pergi. Maka
itu aku kuatir sulit untuk kau pergi keluar." Suara tertawa itu,
kata-kata itu, mendatangkan rasa seram.
In Gak terkejut, ia lantas berpaling, ia sekarang melihat
jalanan beda daripada jalanan yang semula, yang tadi ia
masuki, jalanan menjadi banyak sekali, Kata ia dalam hatinya.
"Gua ini benar aneh, inilah mirip sebuah tempat rahasia jikalau
aku terkurung disini, gagal urusanku, Sayang..."
Lantas ia berpikir pula. "Kenapa aku tidak mau bekuk
pemuda ini, untuk memaksa dia menunjuki aku jalan keluar?"
Maka itu, ia bertindak balik, Begitu ia menindak d lambang
pintu, cong Seng menyambut dengan tikaman pedang, sedang
Ham Eng bersama sianak muda yang tidak dikenal itu,
menolak dengan berbareng, sepasang tangan mereka masingmasing
besar sekali tenaganya, ia menjadi kaget sekali.

1588
Biarnya ia liehay, di sambut secara begitu, tak sanggup ia
bertahan, Maka itu, ia berlompat kesamping.
Si anak muda terjerunuk ke depan, ia tidak dapat
mempertahankan diri karena sebatnya In Gak bergerak
mundur dengan tindakan Hian Thian cit seng Pou.
Tengah In Gak hendak menggunai jurus Hian Wan Sip-pat
Kay, guna menyerang tiba-tiba ia mendengar teguran, "Eh,
bagaimana kau?" Lalu satu bayangan putih berkelebat di
antara mereka.
"Hm" bersuara sianak muda, yang lantas lompat mundur
tujuh kaki.
In Gak lantas melihat seorang nona d engan pakaian serba
putih, yang romannya cantik bagaikan dewi, kulitnya pun putih
sekali.
Nona itu mengerutkan alis, dia kata pada sianak muda
"Apakah orang ini bermusuh denganmu? Kenapa kau
menggunai pukulan Lui Teng ciang-hoat? Makin lama kau
makin menyebalkan. Nanti aku memberitahukan hal ini pada
ayah"
"Lui Teng ciang-hoat" yalah pukulan "Geledek. Si anak
muda tertawa tawar. "Adik Lui, kau tidak tahu..." katanya.
"Tak usah kau menyebutkannya" memotong nona itu.
"Adikmu telah mendengarnya semua"
Bek Ham Eng menghampirkan satu tindak.
"Adik Lui" ia menyapa tertawa. "Baru satu tahun kau tidak
terlihat, kau nampak semakin manis"
Si nona bersenyum, ia tidak menyahuti, hanya menanya:
"Mana aku punya engko Giok? Kenapa dia tidak datang? Pada
tiga bulan yang lalu aku telah memesan kata-kata padamu,
apakah kau menyembunyikan dan tak menyampaikannya
kepadanya?"
"Tiga bulan yang lalu Louw Siauwhiap telah datang kemari,
Apakah nona tidak bertemu dengannya?"

1589
Itulah perkataannya Yang cong Seng yang mendahului
majikannya.
Sementara itu Ham Eng menyahuti, agaknya dia gelisah
"Sebenarnya adik Giok telah
mesti datang kemari pada tiga bulan yang lalu, apa mau
mendadak ada urusan penting yang mencegah padanya: Aku
pun duga dia bakal segera sampai disini...
In Gak melirik kepada semua orang didalam guha itu. ia
melihat sinar matanya sianak muda berbaju putih ketika
sinona menyebut "engko Giok" itulah sinar kejelusan, ia belum
tahu duduknya hal tetapi merasa bahwa ia sudah dapat
menerka tiga bagian- ia mau meneruskan maksudnya
menangkap anak muda itu ketika sekonyong-konyong mutiara
didalam ruang itu menjadi gelap dan ruang bagaikan berputar.
Dalam sekejab saja ia berada dalam kegelapan hingga ia
sukar bernapas, "Ah." ia berkata, menyesal dan masgul,
tubuhnya menyender ditembok batu. ia putus asa, ia juga
mendongkol dan gusar.
Maka pikiran menjadi sangat ruwet, ia lantas ingat sikapnya
Bek Ham Yang dan Yang cong Seng: ia jadi membenci mereka
itu, Mengenai cong Seng ia merasa bahwa sikapnya sedikit
keterlaluan
Kecuali gelap. ruang dimana ia berada, In Gak rasai
hawanya panas menambah ruwetnya pikiran, ia lantas
menjadi nekad, maka perlahan lahan ia mengangkat kedua
tangannya, berniat dengan jurus ke-empatbelas dari Bie Lek
sin-Kang mencoba menggempur tembok guha itu.
Belum lagi ia menyerang mendadak telinganya mendengar
suara perlahan, suara menghela napas. coba ruang tak
sesunyi itu sukar ia mendengarnya.
---ooo0dw0ooo--

1590
Jilid 30 : Biang keladi pembunuh ayah...
DENGAN lantas In Gak berpikir, matanya mengawasi
kearah dari mana suara itu datang. ia belum sampai melihat
apa-apa, sekonyong-konyong ruang itu menjadi terang seperti
tadi, Didepannya berdiri si nona baju putih, tangannya
memegang sebuah mutiara sebesar leng-keng, Dengan begitu
ia melihat ruang jalan ruang tertutup tanpa jalan keluar.
Sinona dengan suara berduka, lantas berkata. "Apakah kau
hendak mengerahkan tenagamu menggempur kamar batu ini?
itulah tidak ada gunanya sekalipun orang yang jauh ter-liehay
daripadamu tak ada yang sanggup melakukannya dengan
berhasil."
In Gak heran, sampai ia tercengang.
"Nona, apa kau bilang?" ia menegaskan. Si nona terlihat
masgul "Apakah benar-benar kau tidak tahu?" dia bertanya
menghela napas, "Gua ini yalah gua buatannya cukat Bu
Houw di jaman Han yang dibikin menurut garis-garis Pat-Kwa,
hingga orang sukar memasukinya dan sulit untuk keluar lagi
dari sini, ini dia yang dinamakan chong Kuo Tong, gua tempat
menyembunyikan pasukan tentara.
Di jaman kacaunya tiga negara bagian, cu-kat Bu Houw
menginsafi sulitnya lalu lintas atau perhubungan, mana ia
menyiapkan gua ini sebagai tempat menyimpan, Katanya
dilembah sekitarnya sini ada sembilan gua semacam ini, yang
masing-masing berbeda bangunannya, tapi selama beberapa
tahun cuma kedapatan dua, dan inilah satu diantaranya. Yang
lainnya berada di Poan liong Kiap di cui In Long..."
In Gak terperanjat mendengar disebutnya Poan liong Kiap
dan cui In Long itu.
"Apakah gua di Hoan liong Kiap itu ada orang yang
mendiami?" ia tanya cepat, Nona itu mengangguk perlahan.
"Bukan saja ada penghuninya bahkan dialah musuh dari
tong-cu disini," ia menyahut Tong-cu yalah majikan atau

1591
pemilik gua, "Tongcu dari Poan liong Kiap bertubuh kurus
kering seperti sebatang bambu, kepalanya lanang bersinar
kebiru-biruan, romannya sangat menakuti, sebaliknya
tabiatnya halus dan ramah-tamah..."
In Gak heran berbareng bersyukur, Tidak ia menyangka
akan mendengar hal Poan liong Kiap dari nona ini. ia juga
menanya tentang letaknya selat Poan liong Kiap itu disebelah
mana cui In Long, atau sinona sudah berkata pula:
"Lantaran Kin Teng Hui dan Bok In bermusuhan satu
dengan lain, maka kau disangka sebagai orang suruhannya
pihak sana. Lantaran itu kau dikurung disini..."
In Gak heran- Dari girang, ia menjadi mendongkol, jadinya
benar telah memincuknya dan sekarang ia dipenjarakan-
"Nona mendengar kata katamu ini masih ada yang kurang
jelas bagiku," katanya kemudian ia mencoba berlaku sabar,
"Siapa itu Kin Teng Hui? Siapa itu Bok In? Kenapakah mereka
itu berdua bermusuhan satu pada lain?"
Nona itu mengangkat tangannya, untuk menyingkap
rambutnya naik, ia bersenyum.
"Kenapa kau agaknya tolol?" dia kata, "Kin Teng Hui yalah
majikan dari goa ini dan Bok In majikan dari Poan liong
Kiap..."
"Apakah Kin Teng Hui yalah pemuda dengan alis
gompyok?"
"Bukan," nona itu menyahut seraya menggeleng kepala,
"Dialah ayahnya, permusuhan di antara mereka itu sudah
mulai sejak belasan tahun yang lampau. Ah, apakah perlunya
itu? sebenarnya aku bersimpati kepada Bok In. Dia berlaku
jujur tetapi kejujuran itu tidak diterima pihak sini, nampaknya
mereka disini belum puas sebelum Bok in terbinasakan-"
In Gak tetap tidak mengarti, "Nona, urusan apakah itu yang
menyebabkan permusuhan mereka?"

1592
Dengan matanya yang jeli sinona mengawasi pemuda
didepannya, ia agak heran orang meminta penjelasan
demikian mendesak. tetapi akhirnya ia tertawa.
"Aku ketahui itu cuma dari mulutnya Kin Teng Hui," ia
menyahut. "Pada belasan tahun yang lalu itu, dalam Rimba
persilatan muncul seorang kosen luar biasa, yang sangat jujur,
hingga dia benci kejahatan seperti benci musuhnya. Dia gagah
sekali. . "
Selagi mengucapkan itu, agaknya nona ini mengagumi
sekali orang kosen luar biasa yang ia sebutkan itu, Habis itu,
bukannya ia melanjut penuturannya, seperti yang heran
sekali, tiba-tiba ia menanya: "Kau seperti tidak kesusu mau
keluar dari guna ini?" In Gak terbengong.
"Sudah tentu aku ingin lekas-lekas keluar dari sini,"
sahutnya, "cuma aku masih ingin mendengar keterangan kau
perihal permusuhan mereka itu, siapakah orang kosen yang
luar biasa itu?"
"Dialah Twie-Hun-Poan Cia Bun." Mendengar disebutnya
nama ayahnya mendadak In Gak merasai matanya gelap.
seperti bumi terputar, bagaikan guntur berbunyi. ooooooo
BAB 27
"Eh, kau kenapakah?" sinona tanya terkejut. Tubuh orang
limbung. "Tidak apa-apa" In Gak menyahut tertawa "Silakan
nona melanjuti,"
Nona itu melanjuti "Cia Bun itu bersaudara seperguruan
dengan Bok In dan Peng Ko, oleh karena mereka berguru
kepada satu orang, Cia Bun yalah yang tertua, Setelah guru
mereka menutup mata, ketiga saudara itu turun gunung
dengan berpencaran. Cia Bun bersendirian, dia menghukum
dan membunuh orang-orang Rimba persilatan yang buruk. dia
membikin takut sangat padanya, Berbareng dengan itu, dia
pun mengumpul dendam.
Bok In bersama Pheng Ko masuk dalam dunia Rimba Hijau,
mereka hitam makan hitam, mereka juga menadah dan
mengumpul barang-barang gelap. Kemudian Cia Bun

1593
mendapat tahu perbuatan kedua adik seperguruan itu, dia
gusar sekali, dia datang menyateroni.
Bok In dan Pheng Ko ditotok tujuh jalan darahya,
ilmusilatnya dimusnahkan sebagian. Karena ada saudarasaudara
seperguruan, jiwa mereka dikasih hidup supaya
mereka dapat merobah kelakuan, Karena itu Pheng Ko
bersakit hati kepada kakak seperguruan itu. Kemudian ia
berdua Bok In pulih ilmusilatnya, kedua lantas bersumpah
menuntut balas.
Mereka tahu Cia Bun dibenci banyak orang kaum sesat dan
lurus juga, orang dari pelbagai partai, lantas mereka
mengumpul kawan, Secara rahasia mereka merencanakan
penyerangan gelap. Semua orang yang turut ambil bagian
diharus memakai topeng supaya satu dengan lain tidak saling
mengenali.
Demikian Cia Bun diarah, dikuntit, sampai di-tepi telaga
Tong Teng barulah dia kena dikepung”
Bercerita sampai disitu, nona itu tertawa, "Seharusnya Cia
Bun dan putranya terbinasa, karena penyerang-penyerangnya
itu kaum persilatan kelas satu dan kelas dua," ia melanjuti
sejenak kemudian- "Akan tetapi kenyataannya diluar dugaan-
Bok In itu, setelah ditotok Cia Bun, lantas insaf atas
perbuatan perbuatannya yang keliru. Tapi dia mengerti, tidak
dapat dia mencegah Pheng Ko membalas dendam, maka itu
dia turut sepak terjangnya Pheng Ko itu dengan berpura-pura,
selalu dia berdaya secara diam-diam menolongi Cia Bun.
Selama dalam penguntitan sampai di Tong Teng ouw.
setahu berapa banyak penjahat yang dibinasakan Bok In.
Demikian dalam pengepungan ditepi telaga itu, Bok In
membuka satu jalan supaya Cia Bun lolos bersama anaknya,
Mayat-mayatnya si orang tua dan anak kecil digunung Bu
Kong San juga Bok In yang mengaturnya.
Rahasia itu dipegang keras oleh Bok In, sampai pada tiga
tahun yang lalu dia membocorkannya sendiri diluar
keinginannya itu waktu diantara mereka berdua terjadi
perselisihan, lalu habis menenggak banyak air kata-kata

1594
sampai dia mabuk. dia ngoceh tidak keruan, dia membuka
rahasianya sendiri.
Pheng Ko gusar sekali. Dua saudara seperguruan itu lantas
bertempur. Kesudahannya Pheng Ko terlukakan parah, Ketika
itu Kin Teng Hui menyaksikan pertempuran itu, Dia menegur
Bok In, katanya Bok In menjual kawan, Lantas dia dihajar Bok
In sampai patah tujuh tulang rusuk-nya. Begitulah berdua
mereka jadi bermusuhan. Demikian keteranganku kau
tentunya puas sekarang"
In Gak diam berdiri dengan menjublak. la tidak menyangka
jiwanya telah ditolongi Bok In. setelah sinona menutup
ceritanya itu, baru ia sadar la lantas menjura untuk
menghaturkan terima kasih, ia kata: "Nona, aku sangat
berterima kasih padamu, sebenarnya Cia Bun ialah ayahku,
sekarang aku nrnta nona menunjuki aku di bagian mana dari
Cui In Long letaknya Poan liong kip. Budi ini tidak nanti aku
lupakan-"
Nona itu terperanjat dengan mementang lebar kedua
matanya, ia menatap pemuda di depannya itu.
"Oh, kiranya kau.." katanya, Tapi mendadak sinar matanya
menjadi guram, agaknya dia menyesel dan penasaran
"Aku juga tidak ketahui letaknya Poan liong Kiap." katanya
perlahan "Engko Giok ketahui itu, hanya sayang dia telah
dicelakakan Kin Bun liong..."
Lantas sinona tergenang air matanya. In Gak heran-
"Bukankah tadi Bek Ham Eng bilang dia mempunyai urusan
dan sudah pergi ke Hok-kian?" ia kata "Dan Kin Bun Long,
siapakah dia?"
Nona itu tunduk.
"Cara bagaimana kau dapat mempercayai Bek Ham Eng?"
ia balik menanya perlahan, ”Yang benar yalah Yang cong
Seng. Engko Giok itu seorang jujur, dia sangat mencintai aku,
jikalau dia bilang mau datang, pasti ia tidak bakal ke lain
tempat, Maka aku menduga tentulah dia sudah dianiayai Kin

1595
Bun liong. Apakah kau belum dapat menerka siapa Kin Bun
Long itu?"
Kali ini air matanya sinona mengucur turun, menetes jatuh
ke tanah.
In Gak jadi terharu, ia bersimpati dan berkasihan terhadap
ini nona yang polos, ia sekarang bisa menduga siapa Kin Bun
Long.
"Nona, jangan berduka," ia kata, menghibur "Aku mau
percaya engko Giok kau itu bernasib seusai ini, yaitu dia sudah
kena dikurung Kin Bun Long di dalam salah sebuah kamar
batu disini..."
Belum berhenti suaranya sipemuda, atau si-pemudi nampak
menjadi girang.
"Ah, mengapa aku tidak ingat sampai disitu," katanya
gembira, "Sekarang kau bantulah engko Giok meloloskan diri,
nanti aku minta dia mengantarkan kau ke Poan liong Kiap"
In Gak mengawasi nona itu.
"Apakah sekarang Bek Ham Eng dan Kin Bun Long masih
didalam ini gua?" katanya, "Asal dia dapat menunjuki aku
jalan keluar ini, aku nanti rintangi mereka, nona sendiri boleh
pergi mencari dan menolongi engko Giok.”
Sinona girang benar benar, hingga ia dapat tertawa.
"Mereka telah ikut Kin Teng Hui ke Poan liong Kiap." ia
kata. "Kau cuma perlu menghalang-halangi orang-orang Kin
Teng Hui. Gua ini diatur menurut garis-garis Pat Kwa, maka itu
untuk keluar dari sini orang cuma perlu kenal seng-mui yaitu
pintu hidup, jalannya yalah, kekiri tiga tindak ke kanan tiga
tindak, lantas tidak ada rintangannya lagi, Mari turut aku"
Tanpa malu-malu, nona itu mengulur tangan untuk
mencekal dan menarik tangan sipemuda, yang ia ajak
menyeploskan diri disebuah renggangan tembok.
In Gak baru merasa heran atau ia lantas mendapatkan
cahaya terang, itu berarti ia sudah keluar dari dalam kamar

1596
rahasia itu, Dan ia berada pula dalam kamar dimana tadi ia
berada bersama Bek Ham Eng bertiga.
Diam-diam ia tertawa sendirinya, ia mengagumi cukat Bu
Houw untuk gua rahasianya ini, Maka sayanglah orang pandai
itu keburu mati hingga dia tak berhasil menunjang terus pada
Lauw Pie.
Si nona berjalan urus, In Gak tetap mengintil dibelakang,
Kecuali memperhatikan
tindakan-nya, ia pun berjaga jaga kalau-kalau ada
penyerangan gelap dari orangnya Kin Teng Hui.
Benar-benar saja, berjalan kekiri dan kanan puluhan
tombak jauhnya, mendadak mereka melihat munculnya dua
orang bertubuh besar secara tiba-tiba. Mereka itu mencekal
masing-masing sebatang golok besar, Mereka pun
mengenakan pakaian seragam. "Nona Liu mau pergi kemana?"
tanya yang satu. Keduanya belum melihat In Gak ada bersama
sinona.
Nona itu mencibirkan mulutnya, "Nonamu mau pergi
kekamar batu Gadis Kam untuk melihat engko Giok” Ia
menyahut. "Apakah kamu mau menguasai aku?"
Dua orang itu kaget, mereka heran kenapa si nona ketahui
halnya si "engko Giok” itu, Lantas mereka nampak serba
salah, Kemudian yang satu sambil mengasi tangannya turun
lurus, berkata sabar: "Bukannya aku menghalang-halangi
nona, tetapi kami mendapat perintah dari tongcu yang
melarang siapa pun masuk kedalam kamar itu..."
"Plok" demikian satu suara nyaring, danpipi kanannya
orang itu menjadi merah akibat gaplokan yang memberi rasa
sakit dan panas, yang membekas merah-bengap. "Ngaco"
sinona berseru, "Apakah kau dapat merintangi aku?"
Lantas dengan satu gerakan yang lincah nona itu sudah
melewati dua orang itu. In Gak heran dan kagum, ia tidak
pernah menyangka sinona demikian gesit.

1597
"Nona, aku minta sukalah kau berhenti" kata orang yang
kedua, Dengan membawa goloknya, dia menyusul, "maafkan
aku"
Orang yang digaplok itu, dengan roman bengis, mengawasi
In Gak. Dia rupanya hendak menumplaki kemarahannya
terhadap pemuda ini.
In Gak bersenyum, Begitu ia bergerak begitu ia melewati
orang itu. Tapi orang itu gusar dan lantas menyerang dengan
goloknya yang besar. celakalah dia karena serangannya itu,
tiba-tiba dia merasakan sakit pada pinggangnya, terus
tubuhnya roboh?
Kawannya, yang menyusul sinona, mendengar suara tubuh
roboh itu, dia menoleh, tapi justeru baru dia berpaling itu,
jalan darahnya-jalan darah kie-bun-telah lantas kena totok
sipemuda hingga tanpa membuka suara lagi, dia pun roboh
terguling.
Sinona berhenti berlari dan menoleh ketika dua kali ia
mendengar suara roboh saling susul itu, lantas ia tertawa dia
kita sambil bersenyum: "Benar katanya Bek Ham Eng ilmu
silatmu liehay sekali. Mulai dari sini sampai kesebelah dalam
masih ada enambelas orangnya Kin Teng Hui, karena
seumurku aku paling takut membunuh orang, kau saja yang
bereskan mereka itu."
In Gak bersenyum.
"Kau majulah, nona, menunjuki jalan" ia kata, "Kalau ada
pula yang merintangi, nanti aku yang mewakilkan kau turun
tangan-..."
Tiba tiba dari samping mereka terdengar suara yang
mengejek dan seram terdengarnya: "Nona Liu, hatimu busuk
sekali Kenapa kau mengajak orang luar datang kemari
menentang kami si orang tua semua?"
Kata-kata itu diakhiri dengan tertawa dingin lantas
muncullah enam orang, yang terdepan yalah seorang bermuka

1598
merah seperti kepiting di-rebus, jenggotnya merah juga dan
panjang, matanya bercahaya sangat tajam. Mereka muncul
dengan tiba-tiba tetapi dia bertindak perlahan-lahan.
Nona Liu tidak menjadi kaget atau takut, sebaliknya dia
tertawa geli.
"Paman Cu, mengapa kau menyesatkan keponakanmu?" ia
berkata, "Kau pun mengatakan kau paling menyayangi aku,
tetapi engko Giok dikurung selama tiga bulan, kau
membiarkannya, kau tega tidak memberitahukan aku..." orang
tua itu melengak. Lantas ia menghela napas.
"Aku bukannya tidak mau memberitahukan kau, nona," ia
berkata, menyesal "Tentang hatinya tongcu muda, kau lebih
ketahui daripada aku, jikalau aku memberitahukan kau,
akibatnya jelek, bahkan ada kemungkinan jiwanya Cui Si Giok
nanti terbang melayang. Kau tahu, Selama tiga bulan ini aku
sudah berdaya keras menolonginya."
Ia batuk-batuk dua kali, Lantas ia tertawa dan kata pula:
"Karena nona sudah ketahui tentang si Giok itu, baiklah aku
situa tidak mau menutup lebih lama lagi. Kalau nona mau
bertemu sama si Giok, boleh sekali, asal kau tunggu
kembalinya tongcu. nanti aku bicara kepadanya minta si Giok
dimerdekakan- Sekarang nona, kau masuklah sendiri" Kata
kata itu berarti merintangi In Gak.
Pemuda ini telah memperoleh banyak pengalaman
mendengar suaranya orang tua muka merah ini, apapula
mendengar suara batuk" batuknya ia sudah lantas menduga
situa ini pasti telah mengandung maksud busuk terhadap
Nona Liu. Sinona tertawa mendengar perkataan orang yang ia
panggil Paman cu itu. "Baiklah keponakanmu akan masuk" ia
berkata terus ia mau bertindak.
"Nona, tahan dulu" In Gak mencegah. "Apakah kau tidak
takut di tipu ? Siapa tahu jikalau engko Giok kau itu dijadikan
umpan?"
Nona itu melengak.

1599
"Benar," pikirnya, "Engko Giok lihay tak kalah dari Bun liong
kalau dia bukan ditipu mana bisa dia kena ditahan?. Maka ia
menunda menindak.
Si orang tua terkejut, parasnya berubah, dengan satu kali
mengenjot tubuh, dia sudah melewati sinona, untuk berdiri
didepan sianak muda.
"Kau siapa?" ia membentak "Kau lancang masuk kedalam
gua ini, mampuslah bagianmu Lebih celaka kau juga sudah
membujuki nona Liu berontak. Mari serahkan jiwamu" Lantas
tangan kanannya melayang kedada sianak muda, Hebat
serangannya itu.
"Hm" In Gak bersuara, tubuhnya berkelit kekiri, lalu selagi
tangan penyerangnya lewat, ia menggeraki lima jari tangan
kirinya, untuk menyamber tangan itu.
orang tua itu terkejut, menyaksikan orang demikian gesit
dan lihay. ia lantas memasang kuda kudanya, tangan
kanannya itu diputar, untuk berbalik menangkap tangan
pemuda itu. Dia pun lihay.
In Gak telah menggunakan Hian Wan Sip-pat Kay, maka itu
dengan cepat ia bisa menarik pulang tangannya itu, untuk
segera dipakai menyerang pula.
Si orang tua kembali terkejut, Serangan membalasnya itu
gagah Tapi sekarang dia terkejut dua kali, Diluar dugaannya,
sambaran si pemuda yang kedua kali telah memberi hasil, lima
jarinya kena mencari jalan darah kek-coan, Dia menjadi
sangat kaget, Segera dia merasai separuh tubuhnya kehabisan
tenaganya, tak dapat dia berdaya pula bahkan dengan tubuh
menggigil dia merintih.
In Gak tertawa, lima jari tangannya itu dilepaskan, tetapi
menyusul itu, sebagai ganti-nya, dia menotok terus ke jalan
darah ingtouw didada si orang tua, Sambil menotok itu dia
kata dingin: "Lekas kau ajak sinona membebaskan Cui
Siauwhiap, jikalau kau berani mengerahkan tenaga dalammu,

1600
semua anggauta dalam tubuhmu bakal tergerak, kau nanti
mengeluarkan darah dari mata hidung mulut dan lainnya
lubang ditubuhmu.
Dengan begitu kau masih belum bisa lantas mampus,
hanya tubuhmu bakal ciut ringkas menjadi seperti tubuh bayi,
hingga kau mesti menderita sangat. Kau pasti ketahui
hebatnya totokan Souw-im Hiat-meh"
Semangatnya orang tua itu terbang, apapula ketika ia
melihat anak muda itu berlompat kepada kawannya, yang tua
dan muda, menyusul mana mereka itu pada menjerit
kesakitan, semuanya roboh saling susul tanpa mereka itu
sanggup membela diri.
"Nona Liu, silahkan turut aku" ia kata pada sinona, Ketika ia
berkata itu, suaranya lemah, air matanya menetes turun,
rupanya ia sangat menyesal.
Si nona telah menyaksikan kepandaiannya pemuda itu, ia
kagum bukan kepalang, ia tertawa dan berkata: "Aku tidak
sangka kepandaian kau melebihkan kepandaiannya engko
Giok" Habis itu baru ia ikuti siorang tua, yang bertindak
terhuyung-huyung.
In Gak kagum mendengar suara sinona, ia berpikir: "Dia
memandang engko Gioknya mirip malaikat, inilah hebatnya
asmara" Dilain pihak ia sendiri jeri terhadap asmara seperti
orang takut ular atau kala. Karena ini, ia menghormati sinona,
ia lantas bertindak mengikuti Selagi berjalan itu dan melihat
tubuh sinona bagian belakang, ia menjadi membayangi Kouw
Yan Bun, Tio Lian cu, Kang Yauw Hong dan lainnya... Lalu ia
menghela napas.
Tanpa merasa, ia telah ikuti si orang tua dan sinona sampai
disebuah kamar batu. Di sana mendadak ia mendengar
jeritannya nona Liu. Baru sekarang ia sadar. Maka ia melihat
nona itu sudah menubruk seorang muda dengan baju biru,
yang dia peluki sambil ia menangis sedih sekali.

1601
Orang muda itu kusut rambutnya, mukanya sangat pucat
akibat kurungan selama tiga bulan, romannya sangat kucai,
akan tetapi semua itu tidak melenyapkan romannya yang
tampan-
Si orang tua tidak sanggup bertahan, dari menyender
ditembok batu dia roboh terkulai sendirinya dikaki tembok itu,
mukanya meringis, menandakan dia menderita hebat dari
totokan In Gak.
Karena ia merasa pasti pemuda itu Cui Si Giok adanya,
sambil bersenyum In Gak lantas berkata, "Nona Liu, Cui
Siauwhiap telah dapat ditolongi, kau harusnya bergirang, Aku
harap kau lekas memberitahukan hal permintaanku
terhadapnya."
Nona itu berhenti menangis, dengan mata merah," ia
menoleh kepada sianak muda, Kemudian ia berbisik pada si
engko Giok.
Pemuda itu mengasih dengar suara tak tegas, terus ia
berbangkit untuk menghampirkan In Gak ia menjura seraya
berkata lemah, "Kau telah menolongi aku, saudara, aku sangat
berterima kasih kepada kau. jikalau kau memerlukan
bantuanku si orang she Cui, aku bersedia untuk menuruti
segala perintahmu." ia lantas melihat si orang tua, maka ia
kata keras dan dingin-
"Bangsat tua kau toh ngalami juga kejadian seperti ini hari"
ia lantas menggeraki tangannya, untuk dimelayangkan.
orang tua itu sudah tidak berdaya, matanya pun kabur,
maka itu, ketika ia menerima serangan itu, lantas ia
memuntahkan darah hidup, terus jiwanya melayang pergi.
Habis menyerang itu, muka Si Giok pun menjadi bertambah
pucat, suatu tanda dia lelah menggunai tenaga berlebihan-
Menampak demikian, In Gak lantas memberikan sebutir pil
sembari ia kata. "Cui Siauwhiap kau lemah sekali, tidak dapat
kau menggunai tenaga, pil ini bukan pil dewa tetapi ini akan
membantu memulihkan kesehatanmu silahkan kau makan"

1602
Si Giok sangat terharu, ia mengulur tangan menerimanya.
"Bersama nona Liu aku hendak berkemas," ia kata
kemudian, "Disini juga masih ada beberapa orang jahat,
bersama nona Liu hendak aku membereskan mereka, agar
dibelakang kali mereka tidak menjadi ancaman bencana lagi.
Harap siauwhiap menanti sebentar, setelah itu aku akan antar
kau ke Poan liong Kiap."
"Silahkan," In Gak berkata, "Baiklah kita jangan menyebutnyebut
siauwhiap lagi, mari kita menjadi kakak dan adik
sekarang aku mau pergi keluar, untuk menantikan kamu di
sana,"
Mendengar itu, sinona tertawa. "Dapatkah kau keluar?"
tanyanya manis.
In Gak melengak. tapi segera ia berkata. "Bukankah tadi
nona telah memberitahukan aku halnya guha ini berdasarkan
garis-garis Pat Kwa? Aku percaya aku akan dapat berjalan
keluar."
Ia memberi hormat, segera ia berlalu dengan cepat, ia
menanti cuma kira setengah jam lantas ia melihat si Giok dan
nona Liu bertindak keluar sambil berendeng.
Setelah membersihkan diri dan menukar pakaian, pemuda
tampan sedang bibirnya merah seperti dipakaikan yanci,
Hingga dia sebanding kalau dibandingkan dengan In Gak. Dia
sembabat sekali berdampingan dengan nona Liu, yang botoh,
yang tak hentinya bersenyum manis.
"Kamu berdua pasangan yang sembabat sekali," In Gak
kata, "semua kamu merupakan bulan purnama, bunga indah,
burung hong dan burung loan yang berbunyi berbareng"
Si Giok likat tetapi dia tertawa, Sinona melirik In Gak, dia
bersenyum jengah, In Gak juga bersenyum.
Maka itu dengan riang gembira mereka meninggalkan gua
itu, menuju kekota Kiamkok, Ditengah jalan, kedua pemuda
lantas saja cocok satu dengan lain, banyak yang mereka
bicarakan Karena ini In Gak ketahui, gurunya Si Giok

1603
sahabatnya Kin Teng Hui setelah guru itu menutup mata, dia
ditumpangi pada orang she Kin itu, hingga dia memandang
Teng Hui seperti gurunya juga.
Si nona Liu cui Pin namanya, pernah keponakan Kin Teng
Hui, maka dengan Kin Bun liong dia pernah misan, Bun liong
menyukai misan ini tapi cui Pin mencintai Si Giok. maka itu dia
tidak mendapati muka dari sinona, hingga dia menjadi jelus,
sampai diakhirnya dia dapat ingatan jahat.
Begitulah Si Giok diakali, dimasuki kedalam kamar rahasia
itu, untuk di siksa hingga mati sendirinya, kecuali dia suka
menyerahkan cui Pin- Dia pikir kalau dia sudah menikah sama
sinona, Si Giok ini tentu tidak berdaya lagi, itu waktu dia
barulah mau membebaskannya. Dia telah memikir baik,
rencananya itu sudah dijalankan, tak tahu akhirnya, datang In
Gak. maka hancur leburlah rencananya itu.
In Gak menghela napas, ia sampai tidak sempat
memperhatikan keindahan alam disekitarnya, sedang Kiam
Bun San ada satu antara enam gunung terkenal didalam tanah
Siok yalah propinsi Su-coan. ia kata: "Belum pernah aku
mencicipi hari-hari yang tenang, maka jikalau telah selesai aku
menuntut balas, hendak aku mencari satu tempat yang
tersembunyi disini untus membangun gubuk. guna aku tinggal
menyendiri dengan tenteram dan aman..."
Si Giok tertawa.
"Itulah gampang asal orang dapat menyingkirkan nama"
katanya,
"Mudah untuk mengatakannya, sulit untuk
mewujudkannya," kata In Gak yang kembali menghela napas,
”Jikalau dapat kita meniup seruling diantara siliran sang angin
dan menabuh kim dibawah pancaran bulan bulan purnama, itu
barulah penghidupan yang aman dan berbahagia."
Si Giok tahu orang bernasib malang semenjak kecil, ia
dapat mengerti kedukaannya sianak muda, ia bersenyum. Lalu
ia menukar haluan bicara. Ia menunjuk kepada mega yang
indah dan tempat-tempat terkenal diwilayah itu terutama

1604
kepada keindahannya Kiam-kwan, indah tetapi berbahaya
sebab itulah tempat penting di waktu perang.
Demikian sambil berbicara mereka melanjutkan perjananan
dengan cepat Dari Kiam-kwan ke kecamatan Kiam-kok
perjalanan ada delapan puluh lie lebih, jalannya sukar, maka
itu diwaktu magrib barulah mereka bertiga sampai dikota Kiam
kok itu.
"Aku mempunyai seorang sahabat lagi menantikan aku di
rumah penginapan" In Gak memberitahu, "Dia, asal penjahat
tetapi sekarang sudah insaf, maka itu apakah kamu berdua
suka menemui dia?"
"Tentu" sahut Sie Giok, cepat dan sambil bersenyum.
"Siapa dapat merobah cara hidupnya yalah seorang yang
cerdas dan kuat hatinya maka itu suka aku bertemu
dengannya"
In Gak mengangguk. lalu dengan tindakan perlahan ia
mengajak dua kawannya memasuki rumah penginapan
Jongos mengenali pemuda kita, dia menyambut dengan
manis. "Tetamu she Leng itu sudah menantikan selama satu
hari," kata ia tertawa, "Dia tak bernapsu dahar dan minum,
nampaknya hatinya sangat tidak tenang rupanya dia berkuatir
untuk kau, tuan."
In Gak mengangguk tetapi didalam hati ia berpikir keras ia
menduga-duga apa mungkin kawannya itu telah bertemu
dengan Pheng Ko semua hingga dia menjadi berkuatir.
Jongos tadi masuk kedalam sambil berlari-lari guna
mengasi kabar pada Leng Hui, maka itu ketika In Gak bertiga
tiba didalam Song-bun Kiam-kek sudah menanti dipekarangan
dalam, kumis yang panjang memain diantara tiupan sang
angin.
"Kau menderita satu hari, siauwhiap. sebaliknya aku
bermalas-malasan disini," katanya bersenyum.
Walaupun cuaca sudah guram akan tetapi In Gak masih
dapat melihat sinar mata orang yang tidak tenang, sedang

1605
alisnya kawan itu berkerut ia menduga Leng Hui mesti
mempunyai kabar penting, ia tidak segera menanyakan hanya
dengan tenang ia bertindak kedalam, Lebih dulu ia
perkenalkan ketiga orang itu dan menyuruh jongos lekas
menyediakan barang makanan-
Leng Hui mengawasi In Gak agaknya dia masgul.
"Beberapa hari lamanya aku menjelajah tanah perbukitan,
sayang aku masih belum berhasil mendapatkan poan liong
Kiap." katanya kemudian.
"Jangan berduka, Leng Losu," In Gak menghibur, "Saudara
Cui ini telah mengetahuinya bahkan telah diketahui juga siapa
penghuninya."
Pemuda ini lalu memberikan penjelasannya. Hanya sekejab
itu, Leng Hui menjadi girang sekali.
"Syukur, siauwhiap." katanya "Aku memberi selamat yang
kau telah mengetahui hal musuhmu, semoga kau berhasil
dengan tuntutan pembalasanmu pantas dulu-hari itu aku
melihat Bok In bersikap dingin, tak sepatah dia mengatakan
setuju untuk mengepung ayahmu dan tak juga dia
membantahnya, kiranya dia mainkan peranannya itu untuk
menolong secara tersembunyi. Lalu dia terlihat lesu dan
berkata: "Sayang aku si orang tua tidak dapat menemani
siauwhiap pergi ke cui In Long untuk menyaksikan bagaimana
dengan tanganmu sendiri kau membinasakan musuh besarmu
itu."
In Gak heran hingga ia berjingkrak.
"Losu" ia berkata, "Ketika aku baru datang jongos
membilangi aku losu terus tidak bergembira aku bersangsi,
tetapi sekarang aku melihat kedukaanmu pada alismu maka
itu aku minta sukalah losu menerangi padaku apa adanya
kesulitan losu itu. Aku harap aku bisa turut merasai kesulitan
itu..."
Leng Hui mau membuka mulutnya ketika terlihat jongos
datang dengan barang makanan, ia membatalkan maksudnya,

1606
sebaliknya sembari tertawa ia kata: "Sebentar habis bersantap
dan mabuk barulah aku bicara, sebab bicara sekarang berarti
menambah kedukaanmu Siauwhiap dan nona Liu menjadi
tetamu-tetamu yang datang dari tempat jauh, biarlah aku
yang menjadi tuan rumah menjamu mereka"
Si Giok berbangkit untuk memberi hormat.
"Kamilah orang orang muda, tak sanggup kami menerima
kehormatan dari losu," ia berkata merendah.
Leng Hui tertawa pula, sekarang ia nampak gembira.
"Mari duduk" ia berkata, "Mari kita mulai bersantap!" ia
lantas duduk disebelah bawah ia menuangi arak mereka.
"Leng Losu," kata In Gak selang sejenak. "Kita ada orangorang
Kang ouw, kitalah bangsa dada terbuka maka itu
diantara kita ada urusan apakah yang tak dapat dibicarakan
satu dengan lain? Pula diantara kita tidak ada soal-soal yang
tidak dapat dipecahkan Leng Losu apakah kesukaran kau itu?
Lekas kau beber jikalau tidak, tidak akan napsu daharku, Aku
percaya kau sendiri, arak yang masuk kedala m perutmu cuma
cuma akan menambah kedukaanmu."
Mendengar itu Leng Hui menyeringai, ”Jikalau siauwhiap
berkeras ingin mengetahui tak dapat aku tidak
memberitahukannya," ia berkata, "Siauwhiap ketahui sendiri
aku ini asal orang macam apa maka itu apa yang dulu-dulu
aku kerjakan semua itu yalah hal-hal yang bertentangan
dengan peri kepantasan- Semua itu tak dapat aku lupakan, tak
dapat juga aku mencucinya bersih. itu semua tinggal menjadi
penyesalan, Mengenai perbuatanku duluhari itu, ada satu hal
yang membikin aku berduka. Dalam hal ini, andaikata
siauwhiap suka membantu aku, aku juga tak dapat
menerimanya sebab aku kuatir dengan membantu aku,
siauwhiap dapat dituding orang banyak..."
"Dalam hal itu mungkin losu benar, tetapi losu pun harus
ketahui biasanya sepak terjangku yalah menurut hatiku
sendiri." In Gak bilang, ”Didalam dunia Rimba persilatan

1607
kebenaran dan kekeliruan sukar dijelaskan, seperti juga
perbedaan antara kebaikan dan kejahatan bergantung kepada
sehelai benang, silahkan losu memberikan penuturan, nanti
aku lihat sampai dimana dapat aku memberikan bantuanku.
Taruh kata aku tidak dapat membantu secara berterang,
jangan losu lupa bahwa aku mempunyai seribu muka ..."
Sembari berkata begitu, In Gak mengeluarkan sehelai
topengnya dan pakai itu.
Leng Hui mengerutkan alisnya, ia berkata: "Tak dapat aku
melupakan itu. Hanya untuk meminta bantuan siauwhiap saja
aku sudah merasa malu sendiri "Baiklah akan aku memberikan
keteranganku inilah peristiwa pada dua bulan yang baru lalu.
Tujuh buah piauw Kiok besar di Holam bergabung
mengangkut satu antaran barang berharga seperti harganya
sebuah kota. Segala apa diatur dengan cara diam-diam hingga
orang-orang jalan Hitam tak ada yang mengetahui. Tapi
perjalanan jauh sekali, dari Holam ke Kam-siok ada beribu-ribu
lie, maka akhirnya rahasia molos juga.
Dua rombongan orang Rimba Hijau lantas menguntit
rombongan piauw-Kiok itu, mereka sudah lantas memilih
tempat dimana mereka bakal turun tangan, Ketika itu aku
menjadi tetamu digunung liong San, yang letaknya diperbatasan
kedua propinsi Siamsay dan Kamsiok. Kepala
penjahat dari gunung liong San itu yalah Kim-ko Siat-pian Sim
Tin Kwe si Tombak Mas - Ruyung besi. Dia telah minta
bantuanku.
Ketika aku tiba dibukit Kim Ke Nia di Hu-hong, tempat yang
dipilih itu disana kedapatan mayat-mayat bergelimpangan
semua mayatnya pengiring-pengiring piauw-kok. Teranglah
sudah ada rombongan yang mendahului kita, Sim Tin Kwe
lantas memerintahkan untuk segera mengundurkan diri.
Apa mau disitu masih ada orang piauwKiok yang
menyembunyikan diri, diantara terangnya rembulan dan
bintang-bintang, aku terlihat mereka itu. Kemudian kita
mendapat keterangan, meskipun rombongan piauwsu dipegat,

1608
barang berharga itu tidak kena dirampas, cuma sembilan belas
pengiring yang terbinasa.
Katanya kawanan begal itu memakai tutup muka hitam
semuanya, hingga mereka tidak dapat di kenalkan, tetapi
mereka semua llehay. Kerena aku terlibat pihak piauwKiok itu,
aku disangka turut ambil bagian-
Kemarin digunung Ke Beng San aku bertemu dengan
rombongan Sin Kun Kiang Sin, congpiauwtauw dari Tiong-ciu
Piauw Kiok, dia tidak mau mengerti, maka dia menjanjikan aku
akan sebentar malam jam lima bertemu dikuil Bu Houw Su
yang letaknya dari sini duapuiuh iie, katanya untuk bicara
terlebih jauh."
In Gak tertawa.
"Leng Losu tidak turut membegal, itu sudah cukup, ia kata
"Baiklah losu bilang saja bahwa losu cuma kebetulan berada
ditempat kejadian itu. Dalam urusan ini, nanti aku yang maju
dimuka..."
Belum lagi Leng Hui mengatakan sesuatu dari luar
terdengar suara tertawa dingin dan kata-kata ini. "Leng Hui,
biarnya kau pandai mainkan lidahmu, kau sukar mencuci
bersih dosamu jadi janganlah kau memperdayai orang
mengantar jiwa sia-sia belaka Adakah perbuatanmu ini
perbuatan satu laki-laki sejati?"
In Gak tidak menanti suara orang berhenti, ia sudah
berimpat keluar jendela, maka ia lantas berhadapan dengan
tiga orang usia pertengahan yang semua dandan dengan
singsat, Mereka itu berdiri berendeng diatas genteng, melihat
munculnya si anak muda, mereka berlompat turun untuk
memapak.
Mereka nampak heran melihat In Gak muda sekali tapi
tubuhnya demikian enteng, sedang sinar matanya sangat
berpengaruh.
Anak muda kita mengawasi tajam, lalu berkata dengan
suara dalam: "Siapa benar siapa salah, segera itu akan dapat

1609
dijelaskan. Karena Leng Hui sudah menerima baik akan
sebentar fajar bertemu dikuil Bu Houw su, kenapa tuan-tuan
bertiga datang membikin pengawasan disini? Adakah ini
perbuatan orang gagah?"
Mukanya ketiga orang itu menjadi merah,
Tapi yang satu lantas berkata: "Tuan telah mengatakannya
baik kami akan menantikan kamu di Bo Houw Su" Terus dia
berlompat naik ke-atas genting diturut dua kawannya, untuk
melenyap ditempat gelap.
In Gak kembali kedalam untuk melanjuti bersantap. Dilain
saat, belum sampai jam
empat, berdua Leng Hui ia sudah tiba dikuilnya cukat Liang.
Ketika itu rembulan sudah turun di barat, kuil gelap- gulita,
tidak ada orang disitu, maka In Gak menyalakan tabunan
hingga ia melihat patungnya cu-kat Bu Houw yang agung dan
keren, sedang disekitar tembok ada buah-kalamnya pelbagi
pelancong semenjak ribuan tahun.
"Sekarang masih terlalu siang, mari kita menantikan-" kata
sianak muda tertawa.
Ketika itu ia melihat sisi sebatang lilin didepan patung,
Mendadak ia lompat menghampirkan- untuk merabah, setelah
mana ia kata bersenyum "belum lama telah ada orang datang
kemari. Lilin ini masih hangat." ia menggeleng kepala, ia
berkata pula, "Biarlah tak usah kita pedulikan siapa dia,
sebentar jam lima toh segala apa akan menjadi terang" ia
nyalakan sisa lilin itu, terus ia bertindak pelahan membaca
pelbagai tulisan ditembok itu, diantara mana banyak syair dan
buah kalamnya yang indah hingga tanpa merasa ia
bersenandung untuk memujinya.
Tengah anak muda ini beriang-gembira itu, dari luar kuil
terdengar siulan yang nyaring yang memecahkan kesunyian
sang fajar, yang berkumandang di empat penjuru lembah.
"Mari kita pergi keluar kuil, untuk melihat siapa itu yang
datang" ia mengajak Leng Hui, Song-bun Kiam kek menurut,

1610
maka lekas juga mereka berada diluar, hingga mereka masih
sempat melihat lari mendatangnya belasan orang, yang
dengan cepat telah tiba didepan mereka.
Diantaranya seorang tua usia limapuluh tahun, yang
matanya tajam dengan roman gusar menatap Leng Hui, untuk
terus berkata "Sahabat she Teng, kau sendiri saja harus
mengganti sembilan belas jiwa. Kenapakah kau masih
mengajak seorang lain sebagai tulang-punggung? "
"Kiang Losu" Leng Hui menjawab, "Siapa takut tidak nanti
dia datang Siapa datang, tidak nanti dia takuti Kematian itu
buat apakah harus disayangkan? Demikian Leng Hui, sekarang
aku berada disini cuma ingin aku menjelaskan bahwa, si
penjahat yang tulen enak-enakan mereka diluaran sedang
yang sudah mati tak dapat memeramkan matanya masingmasing,
tetap mereka berpenasaran dalam baka.
Apa tuan-tuan tega melihat mereka itu tetap tak puas
untuk selama jaman nya?"
Sin-Kun Kiang Sin menjadi tambah gusar, "Leng Hui" dia
membentak, "apakah sampai sekarang ini kau tetap
menyangkal?"
In Gak tidak menanti Leng Hui menyambut, ia maju
menghadang, tangannya menyampok.
Kiang Sin piauwsu tua itu menjadi terkejut Dia merasakan
benturan keras hingga tubuhnya terhuyung beberapa tindak.
In Gak mengawasi tajam, lalu matanya menatap satu
diantara kawanan piauwsu itu, terus-ia menanya nyaring,
"Suma Lopiauwsu sejak kita berpisah, apa kau kau baik-baik
saja? Masihkah kau mengenali aku yang muda?"
Pun Lui Kek Suma Tiong Beng telah melihat potongan
tubuh In Gak ia merasa mengenali tetapi sebab orang
memakai topeng, ia bersangsi, sekarang begitu mendengar
suara orang, ia lantas ingat baik sekali ia menjadi heran
berbareng girang, tidak tempo lagi, ia lompat maju guna
mencekal keras kedua tangannya si anak muda.

1611
"Oh, benar-benar kau, lao-te?" tegurnya, "Kau membikin
kakakmu hampir mati memikirkan kau"
In Gak tidak menjawab hanya terus ia berbisik ditelinga
piauwsu itu.
Mendengar itu, Suma Tiong Bsng tertawa bergelak
"Dengan hanya satu patah katamu, laote, tidak ada urusan
yang tidak dapat dibereskan,” ia bilang kemudian- Lantas ia
lari kedalam rombongannya, untuk berbicara kasak-kusuk.
Tidak lama Kiang Sin maju menghambirkan In Gak, untuk
memberi hormat seraya berkata: "Sudah lama aku mendengar
nama besar siauw-hiap. yang mendengung ditelingaku, maka
itu hari ini aku dapat bertemu dengan kau, aku merasa sangat
berbahagiab jikalau siauwhiap suka membantu, aku percaya
urusan bakal dapat dibereskan. Baiklah aku si orang she Kiang
nanti menantikan di Bu Houw Su dikota Seng-touw"
Suma Tiong Beng menghampirkan pula, ia memberi hormat
sambil berkata: "Kakakmu girang sekali telah memperoleh
sepasang cucu laki-laki dan wanita, dan itu semua karena
kepandaian kau, laote Aku sangat berterima kasih padamu"
In Gak tertawa lebar.
"Semua itu disebabkan kemuliaan hati kau, lopiauwsu" ia
kata, itulah Thian yang memberi hadiah kepadamu" Lalu ia
menambahkan, "Aku mempunyai satu urusan penting, yang
perlu segera diselesaikan karena kita bakal bertemu pula tidak
lama lagi aku minta diri"
Kata-kata itu diakhiri dengan ia bersama Leng Hui
berlompat pergi menghilang ditempat gelap.
Kiang Sin semua kagum, mereka semua pun lantas
meninggalkan kuil Bu Houw itu... XXX
Pagi itu In Gak berempat bersama Cui Sie Giok. Liu cui Pin
dan Leng Hui, telah
berada didaerah pegunungan, Sie Giok berada di sebelah
depanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1612
"Disini" berkata pemuda she Cui itu, "Poan Liong Kiap yalah
nama yang diberikan oleh Bok Locianpwe sendiri, karenanya
penduduk sini tidak ada yang tahu, tidak heran kalau Leng
losu tidak berhasil mencarinya. Sebelum kita tiba digua Bok
Locianpwe, baik kita jangan perlihatkan diri dulu, kita tunggui
rombongannya Pheng Ko. Saudara Cia silahkan kau melayani
si orang she Pheng, Kami berdua, kami tidak mau sudah
sebelum kami menyingkirkan Bek Ham Eng dan Kin Bun liong.
Mereka semua orang lihay, mereka tidak dapat diberikan
ketika untuk meloloskan diri, kita bisa gawat. Maka itu,
bagaimana pikiran kau, saudara Cia?"
In Gak berpikir sebentar, ia mengangguk.
Si Giok menunjuk kedepan kearah selat di antara dua
puncak.
"Selat itu tempat keletakannya Poan liong Kiap." ia berkata,
"sekarang selat tak nampak sebab inilah waktunya tertutup
mega, Mari kita pergi kesana, Hati-hati sebab jalanannya licin-
"
Pemuda ini bertindak memasuki rimba pohon pek turun
kelembah,
Orang berjalan dengan bantuan tangan juga untuk
berpegangan, Awan dan kabut mendatangkan rasa demak,
jalanan sukar, ada banyak batu yang berdiri yang disebut
"rebung batu", Syukur mereka semua lihay, mereka bisa turun
dengan tidak kurang suatu apa.
"Sudah sampai" kata Si Giok perlahan sesudah mereka
mengambil tempo kira setengah jam perjalanan.
In Gak membuka mata tajam. ia melihat lembah lebar
enam atau tujuh tombak. Mulut gua terpisah tiga tombak dari
mereka. Dongak kelangit, ia menampak kabut atau awan
menutup matahari dan langit, Dilamping lembah ada tumbuh
pepohonan dengan cabang-cabang dan daun-daunnya yang
lebat.

1613
"Mari kita memecah diri dalam dua rombongan-" si Giok
kata, "Kita bersembunyi di atas pohon supaya tak gampang
orang melihat kita. Asal kita siap sedia untuk saling
membantu.?
In Gak setuju, maka ia mengajak Leng Hui bersembunyi
bersamanya. Si Giok mengajak Cui Pin pergi kesamping gua.
In Gak merasa tegang hingga ia mendengar ketukan
jantungnya sendiri, ia menyabarkan diri menanti sang waktu
yang lewat detik demi detik. selat sunyi sekali, maka juga
telinga mereka dapat mendengar ketika ada suara tindakan
kaki yang darijauh mendatangi dekat ...
Menduga pasti musuh yang datang, In Gak -lantas bersiap
sedia. Dari tindakan kaki ia tahu yang datang itu bukan cuma
satu dua orang, ia mengawasi tajam.
Segera juga tampak seorang berjalan di muka. Dialah
seorang tauwto, In Gak menantikan lalu mendadak dia lompat
turun, terus menyerang dengan totokan jeriji tengah dan
telunjuk kedua tangannya, mencari tetek kiri dan kanan
pendeta yang memelihara rambut itu.
Tauwto itu tidak menyangka sekali akan datangnya
serangan itu, apa pula itulah totokan "udara kosong," Leng
Khong Tiam hoat dari Hian Wan Sip pat Kay. ia baru kaget
ketika ia melihat bayangan berkelebat, akan tetapi waktu itu
kedua teteknya sudah tertotok. kontan dia merasa dingin dan
kaku, terus pikirannya gelap. hingga tubuhnya segera
menyusul roboh pingsan, cuma suara robohnya itu yang
terdengar keras.
"Sua Hiante, kau kenapa?" terdengar pertanyaan kaget dan
nyaring didalam kabut menyusul mana terlihat munculnya
seorang tua dengan rambut dan alis ubanan, dengan kumis
jenggot panjang warna perak. Dialah Pheng Ko si jago tua.
Melihat orang itu, meluap darahnya In Gak. Tanpa
mengatakan apa apa, ia lompat maju untuk menerjang.

1614
Pheng Ko bercuriga melihat robohnya si-tauwto, maka itu
ketika ia mendengar angin menyamber, lantas ia lompat
mundur, sedang kedua tangannya dikibaskan, guna mengebut
kabur.
In Gak tidak berhenti dengan serangannya yang pertama
yang tidik memberikan hasil itu, gesit luar biasa ia berlompat
pula menyusul musuh ayahnya itu, guna mengulangi
serangannya yang kedua kali, Kali ini ia berhasil, tetapi
serangannya itu ditangkis. Tangan mereka bentrok keras,
keduanya mundur masing-masing tiga tindak maka itu
teranglah mereka berdua sama tangguhnya.
Segera terlihat munculnya tujuh orang lain yang dikepalai
Bek Ham Eng. Mereka itu terkejut atas adanya rintangan itu.
Pheng Ko menyangka Bok In yang memegat pihaknya, tapi
sekarang ia melihat seorang muda berbaju hijau, yang
romannya luar biasa, ia tidak takut, sebaliknya ia tertawa
terbahak.
"Aku tidak sangka Bok In masih temaha akan kehidupannya
dan dia takut mati maka juga dia suruh seorang bocah
membantunya" ia berkata keras mengejek. Meski ia membuka
mulut besar, didalam hatinya ia terperanjat untuk
ketangguhannya anak muda tidak dikenal itu sebab tenaga
dalamnya tergempur hebat, ia tahu cuma sedikit orang yang
dapat menandingi dirinya.
In Gak tidak meladeni suara orang itu, inilah musuh
besarnya maka ia ingin membinasakannya dengan tangannya
sendiri, ia lantas meraba kepinggangnya untuk mengeluarkan
pedangnya pedang lunak Kim-coan-kiam yang hitam
mengkilap. yang semenjak ia turun gunung tidak pernah ia
gunakan-Pheng Ko terkejut melihat senjata yang berkilau itu.
"Siapa kau?" ia menegur bengis.
In Gak tetap tidak melayani orang bicara sebaliknya ia
lompat menerjang dengan menggunai pedang istimewa itu.

1615
Pheng Ko melihat sinar hitam, dia menolak dengan
menggunai tenaga dalamnya.
Kin Teng Hui semua berniat membantui jago tua itu, akan
tetapi melihat pertempuran itu, mereka jadi mundur untuk
memberikan gelanggang yang lebar.
In Gak ditolak dengan hebat akan tetapi ia, menggunai
Hian Thian cit seng Pou, maka dengan lincah ia bisa berkelit,
ia tidak menyingkir jauh, sebaliknya, ia maju pula dengan
penyerangannya.
Pheng Ko terkejut pula, ia heran orang dapat lolos dari
serangannya itu. ia melihat sinar hitam menyamber pula ke
pundak kirinya, ia mendak dengan cepat, tangan kirinya
diluncurkan guna seketika juga balas menyerang, ia ingat
dapat mencekal tangan sianak muda. Tapi baru tangannya itu
terulur, atau pundak kanannya terasa dingin dan sakit, Sebab
Kim-coan-kiam telah nancap dipundaknya itu.
In Gak tertawa nyaring bagaikan kalap. pedangnya itu
disentak keras maka sebagai kesudahannya, lengan kanannya
Pheng Ko kutung sambil menyemburkan darah
Meski begitu sebagai satu jago, orang she-Pheng itu tidak
roboh, Dia berlompat mundur, dia mengerahkan tenaga
dalamnya guna menutup jalan darahnya, agar darahnya tidak
keluar terus menerus, Hanya celaka untuknya baru dia
menaruh tetap kakinya dan menahan keluarnya darah,
penyerangnya sudah berlompat menyusul.
Dia penasaran dia mau tanya siapa penyerang itu. Tapi In
Gak memikir lain dia merangsak dia mengulur tangan kirinya
dengan lima jeriji-nya terbuka, Pheng Ko kaget dan kelabakan
berulang kali dia berkelit, tidak urung dia repot melayanijurusjurus,
"Thie liong cu" dari Hian Wan Smpat Kay dari In Gak.
maka tahu-tahu lima jari tangan sianak muda sudah
menguasai jalan darah tie-Kiok pada lengan kirinya.
Kali ini percuma dia kaget dan terkesiap hatinya. Dia
merasa darahnya bergolak. tulang tulangnya berbunyi meretek

1616
tenaganya buyar sendirinya. Dia merasakan begitu sakit
sampai dia merintih tak tertahankan lagi, sedang kedua
matanya mendelik saking takutnya.
In Gak tertawa nyaring dan dingin itulah tertawa dari
puasnya hati. Ketika pedang hitamnya berkelebat, maka
lengan kiri Peng Ko juga terpisah dari tubuhnya sebatas
pundak seperti lengan kanannya tadi.
Darahnya muncrat, tubuhnya terhuyung, Tapi dia sadar
sekarang, dia mengertak gigi lalu berseru: "Sahabat siapa
kau? Adalah biasa kalau didalam dunia Rimba persilatan
terjadi sikuat menang dan silemah terbinasa akan tetapi aku si
orang tua tidak mengenal kau, aku tidak mempunyai musuh
besar yang permusuhannya tak dapat didamaikan. Kau mesti
bikin aku mati puas dan meram"
In Gak mengawasi dan terdengar pula tertawanya yang
menyeramkan itu, hingga roman-nya yang bengis bertambah
bengis dengan kesebatan luar biasa ia menaruh ujung
pedangnya di dada orang. Baru sekarang dia berseru: "Kau
mau tahu ? Baiklah Biarlah kau mati dengan terang "
Lalu ia meneruskan perlahan : "Kau ingatkah perkaranya
Twie-Hun Poan Cia Bun ? ini berarti seorang anak membalas
sakit hati ayahnya. Maka sekarang kau boleh mampus tanpa
penasaran "
Benar-benar Pheng Ko merasa dia seperti disamber guntur.
Dia lantas menghela napas terus dia berkata lemah: "Baiklah,
aku menyempurnakan cita-citamu, anak "
Habis berkata itu tubuhnya roboh, maka ujung pedang
nembus didadanya dari mulutnya keluar jeritan hebat yang
menyayatkan hati.
ooooooo
BAB 28
SUNGAI Kie Leng Kang panjang dan banyak tikungannya,
airnya bening kehijau hijauan, dikedua tepinya tumbuh banyak

1617
pepohonan maka itu apa pula di waktu pagi, sungai itu
memberikan pemandangan alam yang tenteram dan menarik
hati.
Begitulah diwaktu sang matahari mulai muncul ditepian
terlihat seorang muda lagi berjalan perlahan dibagian
kampung kaum nelayan. Dia muda dan tampan dia jalan
mundar-mandir.
Kemudian terdengar dia menghela napas dan berkata
seorang diri: "Kebanyakan dari musuh-musuh ayah dan ibuku
telah menerima pembalasannya maka itu mengingat dunia
Kang ouw sangat banyak bahayanya, setelah beres urusan di
Thian San hendak aku mengurus jenazah ayah dan ibuku,
untuk dipersatukan sesudah mana aku ingin hidup menyendiri
di Po Hoa San, buat menjadi kawannya sang rimba untuk
hidup dalam dunia syair..."
Pemuda itu yalah Cia In Gak. yang hatinya telah menjadi
tawar, yang terbenam dalam kemasgulan ia seperti hidup
dalam kesepian. Sudah dua hari ia berada dikampung nelayan
itu, untuk memperbaiki kuburan ibunya.
Setiap waktunya yang senggang itu, ia lewatkan dengan
ngelamun saja. ia merasa seperti tidak ada orang yang dapat
turut merasakan kedukaannya itu...
Tidak lama, ia meninggalkan tepian sungai Ke Leng itu,
bagaikan terbang cepatnya, ia berlari-lari kearah kota.
Justeru ia berlalu itu maka didekat situ muncul lima orang
anggauta partai Pengemis, mereka berkumpul, mereka ksak
kusuk. setelah mana mereka pun mengangkat kaki dengan
berpencaran keempat jurusan-..
XXX
Itulah permulaan musim panas dan diwaktu tengah hari
pula, matahari berada ditengah-tengah sedang memancarkan
cahayanya yang panas terik. Justeru begitu maka terlihatlah
debu mengepul naik dijalan diantara Tong-lam dan An-gak.

1618
Sebab empat ekor kuda yang ada penunggangnya, lagi
kabur keras, Salah satu penunggang kuda yang mendekam
dipunggung kudanya saban-saban mengayun cambuknya, ia
nampak gelisah atau cemas, ia seperti orang terancam
bahaya. Sedang pada penunggang kuda yang lain ada
mendekam juga seorang anak kecil.
Jalanan disitu terapit dengan dua gunung, maka itu
keempat kuda itu kabur dijalanan di dalam selat.
Penunggang kuda yang pertama sudah lantas menahan
kudanya, diturut oleh tiga yang lain- Karena berhentinya
sangat mendadak. keempat ekor kuda mengangkat tinggi
kedua kaki depannya semuanya mengasih dengar
ringkikannya.
Segera setelah keempat binatang itu menurunkan kaki
depannya itu, semua penunggangnya lantas lompat turun
untuk masing-masing menghunus senjatanya.
Satu penunggang yang mukanya bersemu kuning yang
mukanya berpotongan muka kera dan kumisnya jarang,
melihat kesekelilingnya dengan sinar matanya yang tajam.
Tiga kawannya berkumpul disekitar bocah yang mendekam
dipunggung kuda itu. Simuka kuning kemudian menghela
napas dan berkata: "Aku tidak sangka kawanan bangsat itu
hendak menghabiskan turunan orang Kelihatannya aku Hauw
Lie Peng tak dapat aku melindungi lebih jauh bocah ini.,."
Ketiga kawan itu sebaliknya berkata: "Hauw Losu jangan
kecil hati Biarlah hari ini kita kemala yang hancur tapi jangan
jadi genting yang utuh Biar bagaimana kita mesti melawan
terus "
Hauw Lie Peng tertawa meringis.
Siulan tadi terulang pula, lantas terlihat orangnya, yang
berjumlah belasan, Mereka itu datang bagaikan meluruk.
begitu sampai, mereka menerjang keempat orang itu, sedang
satu diantaranya yang bertubuh besar menyambar si- bocah
cilik. Bocah itu menjerit keras sekali.

1619
Hauw Lie Peng berempat mendengar jeritan itu, mereka
kaget, mereka hendak menolongi. Sia-sia saja, Msreka sendiri
lagi dikepung hingga mereka repot melawan-
Pertempuan berjalan terus, lalu jeritan kesakitan terdengar
saling susul, akan akhirnya lembah menjadi sunyi, sebab
semua penyerang itu pada kabur pergi, disitu tinggal
menggeletak empat kurban manusia yang mandi darah...
Baru setelah berselang sekian lama, kesitu ada datang satu
orang lain sambil berlari- lari, Kapan ia melihat keempat
mayat, diantara siapa ada cian-bian Gouw Khong Hauw Lie
Peng, dia mengerutkan alis dan menggeleng kepala.
Lantas ia merabah dada orang, untuk kegirangannya ia
merasa dada itu masih hangat dan jantungnya masih
memukul, Lekas-lekas ia mengeluarkan obatnya ia paksa
masuki itu kedalam mulut orang. Habis itu ia menotok jalan
darah tidur.
Tiga orang lainnya setelah diperiksa ternyata sudah
melayang jiwanya, Karena itu, ia lantas menggali lubang
sekedarnya, guna mengubur mayat mereka itu.
Disitu masih ada keempat kuda, yang lagi makan rumput,
maka In Gak- demikian penolong itu memilih satu yang paling
bagus, ia naiki tubuh Hauw Lie Peng kepunggung kuda, ia
sendiri, habis memakai Kedok. lantas lompat naik juga
kepunggung kuda itu, yang terus dikasi kabur.
Lembah itu kembali sunyi daripada manusia...
Tiga hari kemudian, diwaktu lohor, Cia In Gak telah sampai
di kota Seng-touw, ibu-kota propinsi Su-coan, ia pergi
langsung kehotel Ban Pin.
Hauw Lie Peng masih tidur nyenyak. maka itu ia diangkat,
dibawa kedalam. "Apakah tuan mau sewa kamar ?" tanya
jongos, yang menyambut. "Kalau tidak- buat apakah?" In Gak
jawab mendongkol suaranya bengis. Jongos itu kaget, dia
ketakutan

1620
"Mari ikut aku" dia kata lekas, dan lekas juga dia bertindak
mendahului. Didalam hatinya dia mendumal: "Apes aku hari
ini." Karena aku ketemu orang dengan muka memedi ini..."
Malam itu sampai jam dua, In Gak masih belum tidur,
Dengan duka ia mengawasi tubuh Hauw Lie Peng, yang rebah
diatas pembaringan- Dia tidur nyenyak. Dia terluka didalam,
bekas gempuran tenaga-dalam, maka itu, dla perlu tempo
berobat dan beristirahat setengah bulan untuk mendapat
kesembuhannya, Sekarang ini dia belum boleh bicara, hingga
keterangannya tidak bisa ditanyakan.
Dia menyesal karena dia belum dapat mengetahui siapa itu
pihak musuh, Dia lagi berpikir kapan mendadak dia ingat yang
dia mempunyai janji dengan Tiat-jiauw Hekseng Heng Thian
Seng. Tidak ayal lagi, dia berkemas lantas dia lari keluar.
Tiba-tiba dia melihat dua bayangan orang berkelebat diatas
wuwungan lantas lenyap. Tidak ayai lagi ia lompat untuk
menyusul, ia berhasil menyandak begitu datang dekat ia
menyamber.
"Su-tianglo ampuni . . ." terdengar suara salah seorang.
In Gak sudah membentur pundak dua orang itu ketika ia
lantas menarik pulang tangannya, ia heran hingga ia
tercengang.
"Apakah kamu orang-orang Kay Pang?" ia tanya, "Kenapa
kamu ketahui aku berada disini.
Dua orang itu memutar tubuhnya, kelihatan mereka masih
ketakutan- Yang disebelah kiri, seorang pengemis tua,
menekuk kakinya memberi hormat ia berkata: "Hamba Ban
Tiang Kit bersama ini saudara ong Tio dari cabang di Su-coan
Barat, oleh karena su-tianglo pergi dengan diam-diam sehabis
runtuhnya oey KiePay, kami diperintah toa-tianglo pergi
mencari, untuk memberi kabar sekalian menguntit terus.
In Gak terharu mendengar perhatian dan kebaikan kakak
angkatnya itu.

1621
"Toa-tiang-lo usilan" katanya tertawa, Ban Tiang Kit
berkata pula. "Hambah ketahui toa-tiang-lo telah mengejar
tenaga mencari semua nona-nona, sekarang mereka sudah
bersama toa tiang lo itu dan sudah berangkat juga kemari."
Mendengar itu, dada In Gak berombak, Tak tahu ia mesti
bergirang atau berduka, ia hanya merasa pikirannya kusut,
Tapi ia tertawa dan kata. "Sekarang aku mau pergi ke Thian
San, aku tidak dapat menantikan mereka. pergi kamu
kekamarku, kau bawa sahabatku itu kemarkas-cabang sini
untuk dirawat selama setengah bulan kemudian kamu tanya
keterangannya tentang musuhnya sesudah mana kamu minta
toa tiang lo pergi menolongi dia."
"Baik" sahut Ban Tiang Kit. In Gak lantas berlompat untuk
berlalu.
Hampir berbareng dengan itu, Ban Tiang Kit mengibas
tangan ketempat gelap atas mana segera terlihat beberapa
bayangan berlari-lari menyusul anak muda itu ..
Malam itu langit bersih sekali. mega tak ada sedang
rembulan terang jernih. Ketika itu di dalam pekarangan kuil Bu
Hauw Su tiga lie di timur kota Seng tou terlihat seorang muda
dengan baju hitam lagi berjalan mundar mandir dijalanan
bertaburan batu, Saban-saban dia melongok keluar kuil,
agaknya dia tidak sabaran.
Belum lama, dari dalam kuil terlihat seorang lari keluar
dengan ceat telah sampai disisinya anak muda itu. untuk terus
berkata: "Saudara Heng, orang she Cia itu banyakan tidak
bakal datang, maka itu buat apa kau terus menunggui dia?
Dengan dia. saudara ada berhubungan budi-tidak bermusuh,
dari itu janganlah kau membenci dia yang tidak mau
membantu kau memulihkan tenagamu, Bukankah dia telah
mengatakan karena tenaga dalamnya tidak cukup kuat dia
kuatir nanti gagal menolongi kau hingga kau jadi bercelaka
karenanya, hingga kau bakal menyesal seumur hidupmu?

1622
Disamping itu dia hendak lekas-lekas pulang untuk menolongi
mertuanya yang terancam bahaya siang atau malam."
Orang she Heng itu, yalah Heng Tiang Seng si Rajawali
Hitam. Tiat-jiauw Heng Eng, mengawasi orang itu dengan
bengis, terus dia memotongj "Memang aku berhutang budi
terhadap-nya, tetapi aku telah menunjuki dia jalan, bukankah
budi itu telah terbalas himpas? sebenarnya mungkin dia
dengki maka dia tidak mau menolongi aku, supaya aku
tersiksa terus selama setengah bulan.
Kalau aku ingat, aku benci sangat padanya dulu pun aku
telah bersumpah kalau aku tidak dapat menuntut balas tidak
nanti sakit hatiku terlampiaskan-
Kawan itu berdiam, baru sedetik kemudian dia tertawa.
"Saudara, manusia itu pandai tetapi dia tak sepandai
Thian," dia kata. "Selama didusun Ban Tak can Tay-su, kau
telah meninggalkan suara untuknya surat yang ditaruhkan
racun berbisa, tetapi dia tetap tak tercelakakan, itulah bukti
llehaynya dia Saudara, aku beri selamat padamu yang sakit
hatimu telah terbalas, maka itu janganlah kau nanti membuat
kesalahan besar karena keliru berpikir, Menurut aku baiklah
kita pulang ke Hong san."
Dari tempatnya sembunyi diatas pohon, In Gak memasang
telinga. Dia kata dalam hatinya: "Si orang budiman membalas
kejahatan dengan kebaikan, sebaliknya si orang rendah
membalas kebaikan dengan kejahatan Kenapa hati sesama
manusia demikian besar bedanya. Tidakkah itu menyedihkan?"
Sekarang ia ingat kenapa selagi meninggalkan dusun Ban
Tek cun tengah memasuki dusun Sin cun, lengannya menjadi
kaku dan lemas, hingga ia perlu mengobati dengan tenaga
dalam Pou-te Pwe Yap Siang kang, guna mengusir racunnya.
Tadinya ia mengira sakit itu disebabkan ketularan lukanya
Heng Thian seng tidak tahunya itulah disebabkan racunnya
orang she Heng itu.

1623
Maka ia lantas berpikir, "Kalau dia terus di kasih tinggal
hidup, dia bisa menjadi ancaman bahaya Kaum Rimba
Persilatan, Baiklah dia disingkirkan-.."
Ia mendengar Thian Seng berkata sambil tertawa dingin,
"Aku telah mengambil putusan, Untuk mencegah ia dapat
datang memenuhkan janji, aku telah mengatur suatu tipu lain,
Disepanjang jalan aku sudah melakukan tiga rupa kejahatan,
disitu aku saban-saban meninggalkan she dan namanya
supaya kehormatan menjadi tercemar, itulah usahaku lancang
pergi ke tempat ceng Shia pay, menghajar mampus ke lima
murid kepala serta mencuri kitab rahasia, sekarang jemparing
sudah dilepas dari busurnya itu tak dapat ditarik pulang lagi.”
Orang yang satunya agaknya berkasihan terhadap Thian
Seng, dia mengawasi berduka, hingga dia tidak dapat
mengatakan apa-apa.
Diatas pohon, In Gak sebaliknya gusar sekali, ia kata dalam
hatinya: "Aku tidak sangka kau begini jahat. Aku sumpah
bahwa aku mesti bunuh padamu."
Habis berpikir demikian, In Gak mau lantas lompat turun,
atau tiba-tiba ia ingat hal kitab yang dicuri Thian Seng itu. ia
berpikir pula: "Dia bilang dia mencuri kitab, Bukankah itu kitab
yang di Bu Leng San aku dengar dikatakan Pit Siauw Hong,
yalah kitab Heng In cin Keng? Toh kitab itu sudah dicuri
majikan dari kepulauan Giok ciong To Mungkin itulah suatu
kitab lainnya dari ceng Shia Pay, Apakah kitab itu masih ada
ditangannya? Ataukah dia simpan dilain tempat? Tidakkah
urusan kitab itu bakal mendatangkan gelombang besar? Kalau
benar, bagaimana aku dapat mencuci nodaku? Baik aku kuntit
padanya..."
Lalu terdengar pula suaranya Heng Thian Seng: "Saudara
Tio,aku mencapekan kau yang telah menemani aku. Untuk
mendapatkan kepercayaan dia itu, tak dapat tidak. hendak

1624
aku menunggu sampai terang tanah, kalau dia tetap tidak
datang, baru aku pulang ketempat penginapanku"
Orang sha Tio itu tertawa, "Untuk kaum Rimba persilatan
malam dijadikan siang,
itulah lumrah," dia kata, "Saudara Heng, kau terlalu
memakai banyak adat peradatan-"
Heng Thian Seng tidak menjawab, sambil bersenyum dia
jalan mundar mandir.
Sang rembulan bersinar permai, bagian luar dari Bu Houw
Su dan telaganya terang sekali.
Selagi In Gak menantikan itu, ketika ia kebetulan
memandang kesawah, ia melihat satu orang berlari lari
mendatangi. orang itu nampak sangat gesit, Selagi orang
mendatangi ia mengenali orang itu, yalah Song-bun Kiam-kek,
ia menjadi kaget. Tentu sekali ia mau mencegah Leng Hong
menggagalkan urusannya, maka ia lantas lompat turun dari
atas pohon, lari memapaki sebenarnya habis In Gak
membinasakan Pheng Ko dan terus merobohkan Kin Teng Hui,
Kin Bun liong, Bek Ham Eng dan Yang cong Seng berempat, ia
telah bertemu dengan Bok In.
Bok In sudah bersembunyi didalam gua, Dia telah
menyaksikan kegagahan In Gak hingga dia menjadi sangat
heran dan kagum, Lantas dia keluar dari tempatnya sembunyi
dan menanya In Gak tentang she dan nama serta asal
usulnya. In Gak bicara terus terang bahwa ialah putranya Cia
Bun.
Mulanya Bok In melengak, akhirnya ia sadar, dia menjadi
girang sekali, Dia mencekal erat-erat tangannya sianak muda,
putra tunggal saudara seperguruannya, Dia mengajak In Gak
ke guanya, untuk mereka bicara panjang lebar menuturkan
hal ikhwal masing masing. Tiga hari lamanya In Gak berdiam
didalam gua dengan orang she Bok itu, baru ia pamitan dan
berpisahan- Kemudian lagi ia dan Leng Hui berpisahan dan Cui
Sie Giok dan Siu cui Piu.

1625
Itulah perpisahan yang mendukakan hati mereka kedua
belah pihak.
Leng Hui ada urusan menemui seorang sahabat, maka ia
menjanjikan pertemuan malam ini dikuil Bu Houw Su itu, ia
tahu bahwa In Gak telah berjanji dengan Tiat-jiauw Hek Thian
Sang untuk bertemu juga dikuil itu, ia hanya tidak menduga
Thian Seng mengandung maksud busuk.
Demikian ia datang memenuhkan janji, syukur In Gak
melihatnya, maka ini anak muda lantas memegat, guna
mencegah Leng Hui yang tidak tahu duduknya hal, nanti
membikin gagal maksudnya menyingkirkan Thian Seng itu.
"Leng Losu" In Gak menyapa.
Leng Hui kaget hingga ia sudah lantas menghunus
pedangnya, tapi begitu ia kenali sianak muda, ia menjadi
heran-
"Wah siauwhiap apakah Heng Tian Seng tidak menepati
janji?" dia tanya. Sebelumnya menjawab, In Gak tertawa
dingin.
--ooo0dw0ooo--
Jilid 31 : Kekalahan ilmu silat Giok-ciong-to
"Dia manusia jahat," ia menjawab, Lantas ia jelaskan apa
yang ia barusan dengar. "Sungguh dia satu manusia rendah"
kata Leng Hui masgul dan sengit. "Mari" In Gak mengajak. ia
pesan agar kawan ini waspada.
Berdua mereka bersembunyi diatas sebuah pohon- Dari situ
mereka melihat Thian seng masih asyik bicara dengan
sahabatnya.
"Siauwhiap jangan kau ragu-ragu," kata Leng Hui selang
sekian lama. "Kalau kau terlambat bisa gagal. Baiklah aku
pancing sahabatnya itu meninggalkan dia, lantas kau turun

1626
tangan, Tentang kitab rahasia yang dia curi itu, asal dia di
kompes mustahil dia tidak akan membebernya."
In Gak berpikir sekian lama, baru ia mengangguk.
Leng Hui lantas lompat turun dari pohon, terus dia lari
kearah pintu kuil.
Heng Thian Seng dan sahabatnya orang she Tio itu tengah
bicara dengan asyik ketika mereka melihat ada orang datang
orang mana sudah tua dan kumis panjang, romannya agung.
Mereka menjadi heran lantas mereka mengawasi tajam.
Song-bun Kiam-kek bersikap acuh tak acuh dia bertindak
kearah mereka itu, Ketika dia sudah datang dekat, mendadak
dia menjejek kakinya si orang she Tio.
Habis itu tanpa memperdulikan orang gusar atau tidak. dia
bertindak terus dengan cepat menuju ke kedalam kuil
kependopo.
Orang she Tio itu kaget, dia kesakitan, Jejekan itu keras.
Melihat orang tidak menghaturkan maaf, dia menjadi gusar,
Teranglah orang mencari gara-gara, Maka itu sambil
membentak dia lompat menyusul untuk terus menyerang. Dia
menggunai seluruh tenaganya, dia menggunai dua-dua
tangannya. Leng Hui tertawa berkakak sembari tertawa, dia
berkelit. Dia lari terus kependopo. "Jahanam, kemana kau
mau pergi?" mendamprat si orang she Tio, yang mengejar
terus.
Heng Thian Seng juga menduga orang sengaja
menimbulkan onar, mau ia menyusul kawannya akan tetapi
disaat ia hendak membuka tindakannya, tiba tiba ia
mendengar tertawa yang menyeramkan dari arah
belakangnya, ia kaget sekali.
Justeru itu sebelum ia sempat menoleh ia sudah kena
ditotok tiga jalan darahnya yaitu lengtay sintong dan tiang
kang. Tidak ampun lagi ia merasai kepalanya pusing terus ia
roboh.

1627
Itulah In Gak yang muncul tiba-tiba, yang terus menotok
dengan ilmu totok dari Hian Wan Sippat Kay, habis mana ia
mengulur tangan kanannya mengangkat dan mengempit
tubuh orang, buat dibawa menyingkir keatas pohon dimana ia
letaki orang di cabang.
Kemudian lagi tanpa ayal, ia lompat turun pula, lari masuk
ke-dalam kuil. Disitu ia mendapatkan Leng Hui dan si orang
she Tio lagi bersiap untuk bertempur. "Sahabat, sabar dulu” ia
teriaki mereka. "Mari dengar dulu perkataanku"
Orang she Tio itu berpaling dengan cepat. dia terkejut.
Didalam pendopo itu ada pelita, karena cahaya api itu dia
lantas melihat mukanya orang.
In Gak juga melihat tegas orang itu yang romannya gagah
mukanya lebar telinganya besar, alisnya tebal, matanya tajam.
itulah wajah yang lurus, ia mendekati sambil memunjuk Leng
Hui. ia berkata: "Sahabatku ini memang sengaja memancing
kau tuan, Karena kau orang baik -baik kami tidak
menghendaki sampai terjadi batu kemala dan bata biasa
hancur bersama, ingin kami melindungi kau, Apakah tuan
mendendam?" orang itu mengawasi terus, dia heran. "Apakah
maksud kata-kata tuan ini?" dia tanya.
In Gak tertawa, ia tidak menjawab hanya balik menanya.
"Bagaimana tuan pikir tentang Heng Thian Seng?" orang itu
melengak dia berdiam, Kembali matanya bersinar. "Apakah
tuan yalah Cia..."
"Benar" In Gak memotong. ia bicara terus terang, "Heng
Thian Seng itu membalas
kebaikan dengan kejahatan, tetapi itulah tidak apa hanya
celakanya dia sudah mencuri dan membunuh orang, guna
mengacau Rimba persilatan buat semua itu dia pakai namaku
Bagaimana dapat aku mencuci bersih namaku? Maka itu
terpaksa aku merobohkan dia," untuk bawa kepadanya ke
Ceng Shia San-.."
Baru sekarang orang itu mengasih lihat sikap lesu, bahkan
ia menghela napas,

1628
"Aku tahu kau tuan, kepandaian kau liehay, namamu
besar," ia berkata, "Telah lama aku mengagumi kau, Aku yang
rendah Tio Bouw Kong, asal dari cek-shia, Thian Seng itu
sahabat kekalku, sayang dia bertabiat keras dia biasa bawa
maunya sendiri, sudah sering aku menasihati dia, dia tetap
tidak menghiraukannya hingga aku menjadi kewalahan-"
In Gak bersenyum.
"Kalau begitu, Tio Losu, kaulah murid dari cek Shia Su Yu"
ia kata, "Belum lama berselang aku telah pergi ketanah Siok.
ditengah jalan aku bertemu dengan cek Shia Su Yu, kita lantas
berkumpul dua hari lamanya, Aku senang bersahabatan
dengan mereka itu."
Bouw Kong memberi hormat, "Tuan cuma memuji," dia
kata, "Sekarang juga aku hendak pulang ke cek Shia, urusan
di sini aku tidak mau campuri pula dan seumurku aku pun
tidak bakal menyiarkannya." ia pun memberi hormat pada
Leng Hui. sesudah mana ia bertindak cepat keluar untuk
berlalu.
Setelah orang pergi jauh, In Gak berpaling pada Leng Hui.
"Suma Tiong Beng dan Kiang Sin akan datang ke sengtouw
dalam dua hari ini," ia berkata "maka itu mari kita pergi
ke markas cabang Kay Pang, untuk minta saudara-saudara
pengemis membantu membuat penyelidikan supaya dengan
cepat dapat diketahui siapa si kepala penjahat. oleh karena
aku mesti lekas pergi ke ceng Shia, aku minta losu berdiam
disini untuk sementara waktu guna mengepalai penyelidikan
itu."
Leng Hui terima baik tugas itu, maka bersama sama
mereka berlalu, In Gak mampir dipohon untuk mengambil
Heng Thian Seng. Setelah itu wilayah kuil Bu Houw itu
menjadi sunyi-senyap pula.
Gunung Ceng Shia San terletak di barat daya kecamatan
Koan-koan, terpisah tiga puluh lie dari kota, itulah gunung
tempat bersemayamnya kaum agama To Kauw. Untuk propinsi

1629
Su-coan ceng Shia San sama terkenalnya seperti Ngo Bie San-
Disitu selama empat musim pepohonan hijau terus, maka itu
didapatlah namanya yaitu ceng Shia, atau Kota Hijau. Disitu
terdapat tiga puluh enam puncak serta tujuh puluh dua gua.
Pagi itu In Gak menuju gunung itu dengan punggung
menggendol sebuah karung goni besar, Ujung bajunya
berkibar-kibar tertiup angin,
Keluar dari kota Koan-koan In Gak mengikuti jalan menuju
ke selatan-barat ceng-shia. Dia bertindak cepat sekali hingga
disepanjang jalan orang heran melihatnya. Sudah mukanya
beroman aneh, dia juga menggendol karung goni itu.
Dia sebaliknya tidak menghiraukan orang banyak itu, dia
berjalan terus sampai dikaki gunung, di depan kuil Tiang Seng
Kiong yang bertembok merah dimana pun ada tumbuh ban
pohon bambu yang daunnya memain diantara desiran sang
angin-
Belun lagi anak muda itu bertindak masuk kedalam kuil, di
ambang pintu sudah muncul seorang imam dengan jenggot
panjang dan mata celi tangannya mencekal sebatang kebutan
putih- mulus bagaikan salju. Segera dia mengawasi dengan
tajam dengan sepasang matanya yang bagus itu.
"Sie cu datang dari mana?" dia menanya, "Apakah maksud
sie-cu?" Dia juga mengawasi karung yang besar itu, In Gak
bersenyum.
"Aku yang rendah mau pergi kepuncak Giok Hong Tong," ia
menyahut "Aku minta sukalah lotiang menunjuki jalannya."
Imam itu terlihat kaget, Mendadak dia menjadi gusar.
"Sie-cu, aku minta sukalah kau jangan omong main-main,"
ia berkata, "Gunung kami ini tidak melarang orang datang
pesiar akan tetapi Giok Hong Tong itu sudah beberapa ratus
tahun lamanya tak pernah didatangi orang-orang pelancong"
"Kata-katamu ini totiang, membuat aku menduga-duga,"
kata In Gak, "Apakah puncak Giok Hong Tong itu sukar didaki
hingga orang-orang pelancong jeri karenanya? Atau mungkin

1630
puncak itu menjadi terlarang hingga kamu melarang orang
mendakinya."
Imam itu bersikap keren.
"Jikalau sie-cu sudah tahu, tak usah aku menggoyang lidah
pula" katanya. In Gak tetap sabar, ia malah bersenyum.
”Jikalau puncak itu berbahaya, ancaman bahaya itu tidak
dapat mencegah aku mendaki," ia berkata, "Sebaliknya kalau
itu benar larangan, maka hari ini terpaksa aku mesti mendaki
juga. Aku mempunyai urusan yang sangat penting hingga tak
dapat aku menghiraukan sekalipun larangan"
Dari gusar, imam itu tertawa lantang.
"Aku telah menjelaskannya, sie-cu" dia kata, Jikalau sie-cu
paksa mau naik pula,
aku kuatir ribuan murid ceng Shia Pay nanti memandang
kau sebagai musuh besar itulah berbahaya sebab tentunya
sulit untuk sie-cu turun dari gunung ini"
"Kau baik, totiang, aku ingat kebaikan kau ini. Tapi aku ada
seumpama anak panah yang sudah dipasang dibusurnya,
panah itu tak dapat tidak ditarik" Habis berkata dia tertawa
terbahak bahak, terus dia bertindak pergi.
"Berhenti" mendadak terdengar bentakan di sebelah
belakang sianak muda, Pula lantas terasa sambarannya angin-
Dengan sebat In Gak lompat kesamping, ketika ia memutar
tubuhnya, ia melihat si imam bersama empat imam yang
lainnya, yang semua pada menggendol pedang, semuanya
berdiri tegak dijarak dua tombak semuanya mengawasi
dengan tajam "Ada apa lotiang menyusul aku?" tanya In Gak
tenang.
"Barang apakah itu dalam karungmu, sie-cu?" si imam balik
menanya, Dia tertawa dingin, In Gak bersikap dingin, ia pun
tertawa, "Barang didalam karungku itu yalah mustika yang
Partaimu ingin mendapatkannya, yang membuat kau
memikirkannya sampai tak terlupakan sekalipun diwaktu tidur
bermimpi" jawabannya, "Aku menggendol ini buat dihaturkan
kepada Pit Siauw Hong yang menjadi ketua dari partai kamu"

1631
Imam itu terkejut
"Kalau begitu tolong sie-cu buka untuk aku lihat" ia kata
nyaring, "Aku perlu lihat apakah sebenarnya itu." In Gak
tertawa "Tak berhak kau melihatnya, totiang" sahutnya.
Mukanya si imam menjadi merah padam, jawaban itu
menurut ia yalah suatu penghinaan Tanpa merasa wajahnya
memperlihatkan sinar pembunuhan ia lantas mengebut.
Empat imam lainnya lantas menghunus pedangnya masingmasing
serentak mereka menikam In Gak.
Anak muda kita sudah pikir apa yang ia mesti lakukan ia
berlaku tenang sekali. Tempo ke-empat pedang hampir
sampai mendadak ia memutar tubuh, tangannya dikibaskan-
Hanya segebrak itu, keempat imam menjadi kaget,
semuanya mundur dengan muka pucat Mereka menyerang
hebat, tetapi mereka tidak tahu bagaimana duduknya, padang
mereka semua lolos dari cekalan, pindah ketangan sianak
muda yang dikeroyok itu
Si imam jenggot panjang menjadi kagetjuga, Belum pernah
ia menyaksikan kepandaian semacam itu, Tanpa merasa ia
memuji: "Bu liang siu hud" sekarang tahulah ia kenapa orang
berani mendaki Giok Hong Tong kiranya ada yang dibuat
andalan, ia menjadi bingung hingga ia memikirkan adakah ini
alamat baik atau buruk untuk ceng shia Pay. Lantas ia
bertindak maju, ia memberi hormat sambil menjura.
"Kau liehay sekali, sie cu” ia kata, "Aku mohon diberi maaf,
sekarang aku minta sie-cu memberi penjelasan, kau datang
kemari selaku sahabat atau musuh?"
In Gak bersenyum.
“Jikalau aku datang untuk bermusuh, didepanmu ini tidak
nanti ada mayat yang tubuhnya utuh" ia menyahut "Aku
datang tetapi aku mempunyai kesulitan untuk dijelaskan
sekarang. Aku justeru tidak mau bicara dulu guna mencegah
nanti terjadi salah mengarti. inilah sebabnya kenapa aku mau
langsung bertemu dengan Pit Siauw Hong Lototiang"

1632
Imam itu berpikir sekian lama, "Kalau begitu pembilangan
sie-cu, baik aku tidak usah banyak omong lagi," kata ia
kemudian- "Silakan sie-cu mendaki. Ambillah jalan kecil yang
ada pohon bambunya disamping itu, terus mutar kebelakang
kuil, setelah sampai di jembatan In Teng Kio, siecu boleh naik
terus. itulah jalan yang benar hanya disana mungkin ada
banyak rintangannya, Gunung kami baru saja mengalami
peristiwa, Aku minta siecu jangan salah mengerti, supaya kau
jangan menurunkan tangan bengis."
In Gak tertawa pula.
"Terima kasih, totiang," ia mengucap. "Aku nanti turut
perintah mu ini."
Lantas ia jalan menuju kesamping kuii, mendapatkan jalan
kecil berpohon bambu yang ditunjuk itu.
Si imam mengawasi orang pergi, lantas ia mengajak empat
kawannya menghilang didalam kuil Tiang Seng Kiong, Hanya
sebentar, dari dalam kuil bagian belakang terlihat belasan
burung dara putih terbang naik, sesudah berputaran beberapa
kali semua terbang kearah puncak sambil semuanya mengasi
dengar suara kukuknya.
In Gak sendiri berjalan terus dengan cepat ia sampai
dijembatan In Teng Kio. Dipinggiran itu kedapatan sebuah
paseban yang indah, ia tidak memperhatikan itu, ia hanya
jalan dijembatan untuk melintasinya, untuk berjalan terus
sepanjang tepian kali kecil. Gunung disitu penuh dengan
pohon cemara dan bambu, tempatnya nyaman, Burungburung
juga lagi pada berkicau. Tiga ekor burung dara terlihat
terbang terus naik kepuncak.
Pemuda kita bersenyum. ia tahu itulah burung pembawa
berita, ia lantas percepat tindakannya.
Tengah berjalan itu In Gak mendengar suara genta yang
datangnya dari dalam rimba. ia heran juga tetapi ia bertindak

1633
terus, Maka didepan ia, ia lantas melihat sebuah kuil yang
romannya angker ia mendapatkan tiga huruf nama kuil itu:
"Tiang Jin Koan." Kuil itu mempunyai tiga pendopo.
Tiang Jin Koan dinamakan juga Hok Kian Kiong, mula
pertama dibangun di jaman Song utara dan menjadi tempat
sucinya Leng Hong cinjin. Kuil itu berdiri ditepi jurang ceng
shia, dikurung dengan hutan pek, cemara dan bambu. Dari
situ memandang ketimur terlihat puncak Tiang Jin Hong yang
tinggi tetapi tenang.
Sunyi keadaannya pintu kuil itu. In Gak heran kenapa disitu
tidak ada imamnya, ia jadi berpikir. Justeru itu, lantas dari kiri
dan kanan dari hutan bambu, terlihat munculnya belasan
imam, diantaranya seorang imam tua dengan roman pendiam
yang bertindak dimuka.
"Numpang tanya, siecu," dia tanya, "ada urusan apa siecu
mau bertemu dengan Pit Tiang lo yang menjadi ketua kami?"
"Tadi telah aku jelaskan kepada lotiang di Tiang Seng
Kiong," In Gak menjawab. "Aku datang bukan dengan maksud
jahat. Tetapi aku mesti bertemu sendiri dengan Pit Tiang lo,
setelah itu baru aku mau bicara banyak. Kenapa totiang
merintangi aku?"
Imam itu ragu-ragu.
"Apakah sie-cu kenal ketua kami?" dia tanya.
In Gak tertawa dingin-
"Menurut suara kau, totiang," katanya, "untuk bertemu
dengan Pit Losu, orang jadi kudu mengenalnya dulu?"
Imam itu mengerutkan alis. ia tetap bimbang. "itu..."
katanya tertahan.
Kembali In Gak tertawa dingin.
"Aku yang rendah masih punya urusan penting yang mesti
diurus," ia kata, "karena itu mesti aku cepat bertemu Pit Losu
supaya aku dapat lekas lekas turun gunung pula. Aku tidak
dapat bicara banyak dengan lotiang....”

1634
Mendadak ada bentakan datang dari sebelah kiri, dibarengi
dengan meluncurnya sebatang pedang kearah karungnya si
anak muda.
"Hm" In Gak mengasi dengar suara menghina matanya
bersinar bengis, tangan kanannya melayang cepat sekali, lima
jerijinya dibuka semua.
Si imam penyerang terkejut melihat tangan orang
menyamber dengan cepat dia menarik pulang pedangnya itu.
Sayang dia kalah sebat, pedangnya terasa terbentur, lantas
tangannya kesemutan, telapakannya pecah pedangnya itu
terus terlepas, mental kegombolan pohon disampingnya.
In Gak tidak berhenti sampai disitu, Tangannya diputar
balik, untuk dipakai menolak. ia menggunai jurus huruf,
"Menggempur" dari Bie Lek Sin-kang dengan tenaga hanya
tiga bagian. Tetapi inipun sudah cukup, Tubuh si imam tertolak
keras, dia memperdengarkan suara tertahan- Sisa
tandanya si anak muda terus menghajar pepohonan
dibelakang imam itu, hingga pohon-nya rebah, daun-daunnya
beterbangan. Tiang Jin Koan-cu menjadi kaget, dia mundur
satu tindak. berdiri melongo.
In Gak tertawa dingin dia berkata: "Aku tidak sangka kaum
ceng Shia Pay yang termasuk bangsa lurus yang mempunyai
murid begini buruk. Dia main membokong sungguh tidak tahu
malu "
Mendengar demikian Tiang Jin Koancu menjadi
mendongkol sekali dia lantas tertawa berkakak.
"Biarnya sie cu datang dengan maksud apa juga, aku ceng
Leng, melihat kepandaian sie-cu, aku menjadi gatal " katanya
nyaring, "Tolong sie-cu letaki karungmu itu, supaya tidak
sampai nanti terusak, aku ingin mencoba-coba tangan sie-cu "
Melihat orang gusar, In Gak tertawa, "Tak usah aku
menurunkan karungku ini" kata ia jumawa, "Untuk melayani
koancu, cukup aku menggunai sebelah tanganku"

1635
Ceng Leng Tojin, atau Tiang Jin Koancu, ialah kepala dari
kuil Tiang Jin Koan itu, bertambah mendongkol, maka dia kata
singkat: "Sie-cu, silahkan kau memberikan pengajaranmu.”
Dia lantas memasang kuda-kudanya dengan sikap "Tong-cu
Pay Koan Im" atau "Kacung menghormati Dewi Koan Im."
Melihat sikapnya ceng Leng itu, In Gak bersenyum. Nyata,
walaupun dia gusar sangat, imam itu tidak melupakan tata
sopan-santun. ia lantas kata: "Aku yang rendah tidak
bermusuh dengan totiang, buat apa kita beradu tangan hingga
kita menjadi bentrok ? Baiklah aku mohon maaf buat
kelakuanku barusan terhadap murid totiang." Kegusaran
siiman nampak berkurang, ia berdiam untuk berpikir.
"Kelihatannya keras sekali sie-cu ingin bertemu dengan Pit
Tiang lo," katanya sabar, "baiklah nanti aku mengirim berita
burung dara untuk memohan Pit Totiang beramai datang
kemari, supaya sie-cu tak usah berjalan jauh, Tapi, meski
demikian, aku masih mau minta sie-cu memberi pengajaran
juga padaku "
In Gak berpikir: "Imam ini masih belum dapat melepaskan
semua pikiran keduniawian, sedikitnya dia masih terpengaruh
sifat suka menang dari manusia umumnya, Pantaslah kalau
kaum agama Buddha mengatakan paling sukar ialah
melepaskan tujuh perasaan dan enam keinginan . . ." Maka ia
menghela napas dan berkata:
"Oleh karena totiang memaksa juga aku mesti mengasi
lihat kejelekanku, baiklah, terpaksa aku menuruti perintahmu."
Ceng Leng lantas menggape, maka seorang imam lari
menghampirkannya. ia berkata perlahan pada imam itu, yang
lantas lari kedalam kuil, Habis itu ia tetap dengan sikapnya
Tong-cu Pay Koan In.
Menampak demikian, In Gak menjadi masgul sekali, ia
serba salah, Kalau ia menang, imam itu pasti bakal dapat
malu. Kalau ia kalah, atau mengalah, imam itu bakal naik
nama nya, tetapi berbareng dengan itu, ia dapat membikin

1636
siiman celaka, Ceng Leng belum dapat membersihkan diri,
dengan namanya naik, ada kemungkinan dia jadi jumawa dan
akan menjagoi, hingga akhirnya dia bisa roboh ditangan orang
lain, ia pun tak sudi dijatuhkan imam itu. Maka perlu ia
bertindak tepat untuk membikin siimam insaf dan mundur
sendirinya, Lantas ia menyerang dengan satu ancaman.
Ceng Leng lantas merasakan tolakan yang keras tetapi itu
tak dapat membikin dia tergeming, Dia menduga pemuda itu
menggunai tenaga hebat, lantas dia membalas, dengan duadua
tangannya.
In Gak juga merasakan perlawanan yang hebat. ia tidak
melayani, ia lantas berkelit.
Segera Ceng Leng merasa tangannya tertarik, hingga dia
terjerunuk dua tindak walaupun dia telah mencoba menahan
diri, Lekas-lekas dia berkelit kesamping.
Kesudahannya itu membikin imam ini kaget sekali, Sebuah
pohon besar dibelakangnya terhajar hebat sang lawan, Akan
tetapi dia sangat penasaran-
"Sie-cu, mari menyambut pula " dia kata, "Inilah tenaga
dari pukulan Hang Mo ciang-lek" Dan benar-benar dia
menyerang hebat dengan dua tangannya. Untuk itu dia
bertindak maju.
"Ah, dia masih belum puas," pikir In Gak menyesal, ia tidak
mundur atau berkelit, sebaliknya ia maju, guna menyambut.
Ceng Leng lantas memperdengarkan suara tertahan, tubuhnya
terpental tinggi, lalu berjumpalitan setelah itu barulah dia
turun, untuk menginjak tanah. Kalau tidak. dia mestinya roboh
terbanting, Sekarang dia selamat akan tetapi mukanya pucat
matanya guram. Dia malu sekali.
In Gak melawan dengan menggunai huruf "Lolos" dari Bie
Lek Sin- Kang, dengan begitu meski ia lawan keras dengan
keras, tubuhnya lolos dari serangan, Lawannya sebaliknya tak
dapat mempertahankan diri dari serangannya.

1637
Ceng Leng kena disamber lengannya, lalu dilemparkan
maka terpentallah dia.
Tepat itu waktu, diudara terdengar suara siulan berulangulang,
makin lama makin terang, terus terlihat berlari lari
turunnya beberapa orang dari atas gunung, Ketika In Gak
mengawasi, ia melihat sembilan orang, kecuali Bu Eng Sinciang
Pit Siauw Hong serta tujuh imam tua lainnya, ada
seorang pendeta tua kurus kering yang kumis-jenggotnya
putih panjang sampai didadanya.
Melihat sembilan orang itu, Ceng Leng nampak girang
sekali Segera dia maju memasak sambil memberi hormat,
terus dia omong dengan perlahan.
In Gak mengawasi, ia mendapatkan Pit Siauw Hong merasa
heran, terus imam itu mengawasi tajam kepadanya,
sebaliknya seorang imam yang romannya gagah, yang
tangannya memegang kebutan, menghampirkan ianya,
tindakannya cepat, ia masgul, ia melihat semua imam itu
bersikap bermusuh terhadapnya.
Lekas juga si iman tua sampai, lantas dia tanya keras: "Sie
cu, dapatkah kau memberitahukan she dan namamu serta
maksud kedatanganmu sekali ?"
Biar bagaimana, anak muda ini menjadi tidak puas.
"Sayang, totiang, sayang" katanya, dingin tetapi menyesal
"ceng Shia Pay satu partai lurus, banyak anggautanya yang
pandai silat dan liehay, hingga orang menghormatinya, akan
tetapi sekarang aku mendapatkan kenyataan kebalikannya
Aku lihat totiang berpandangan cupat. Totiang, kamu sukar
maju, makin lama kamu makin mundur Sayang..."
Mukanya imam itu menjadi merah, Dia malu dan gusar,
Matanya mendelik,
Seorang imam lain maju dengan cepat, "Ham Tek sute
sabar," dia berkata. Jangan berlaku keras terhadap sie-cu ini"
Lalu dia mengawasi si anak muda, untuk berkata sambil
bersenyum: "Sie-cu datang kegunung kami yang belukar, ada

1638
apakah pengajaran sie cu ? Akulah cian Yap. ketua partaiku,
Harap sie-cu memberikan penjelasanmu."
In Gak berlaku sabar.
"Aku yang rendah datang kemari dengan niat
membereskan sesuatu," ia menyahut. Imam itu heran
nampaknya. "Urusan apakah itu?" ia menegasi.
"Belum lama berselang," berkata In Gak, ”Ada orang yang
menggunai namaku yang rendah, orang itu lancang mendaki
gunung totiang ini, dia mencuri sebuah kitab, dia pun
menghajar lima murid pandai dari ceng Shia Pay..."
Kata-kata itu dibarengi serangan dengan kebutan, yang
setiap helainya lantas menjadi lempang dan kaku bagaikan
jarum panjang.
In Gak berkelit kekiri, dengan tangan kanannya, ia serang
lengannya imam itu.
Ham Tek kaget bukan kepalang, Mendadak dia merasa
lengannya sakit seperti dikampak, dia menjerit tak tertahan
lagi, kebutannya terlepas diturut roboh tubuhnya dia pingsan-
Semua orang ceng Shia Pay kaget, muka mereka pias,
Hebat anak muda ini.
Si pendeta tua dan kurus kering memuji dengan seruan
sucinya, kedua alisnya yang putih rapat satu dengan lain.
Pit Siauw Hong tak kurang kagetnya, Lantas ia
membayangi peristiwa dijurang cian Siong Gay dimana ia
mendapat malu hampir mati ditangannya Nio Kiu Kie.
Mengingat itu, ia menggiggil sendirinya, Sekarang ia melihat
pemuda ini yang usianya masih demikian muda tetapi ilmu
silatnya luar biasa sekali. Tapi ia tidak bisa berdiam saja, maka
habis menghela napas, ia mengajukan diri.
"Tuan, kau berniat memusuhkan Partai kami, apa perlunya
kau mesti ingin menemui aku si orang tua?" ia berkata,
"Belum lama berselang tuan sudah menyerbu gunung kami ini,
kau telah menurunkan tangan yang jahat, itulah sangat

1639
keterlaluan jikalau diantara kita ada sangkutannya, kenapa
tuan tidak mau segera omong dengan terus-terang ?"
Habis berkata itu dia melirik kepada Ham Tek Tojin, yang
rebah terkulai, sebelah tangannya bengkak matang biru dan
mukanya bermandikan peluh, sendirinya dia giris hatinya.
In Gak berkata dengan tenang: "Pit Losu, benarkah kau
percaya orang yang baru baru ini menyerbu kemari ialah aku
orangnya?"
Pit Siauw Hong menunjuk kepada Ham Tek. dia menyahut:
"Ham Tek sute beradat keras tetapi dia belum pernah
mendusta, itulah yang menyebabkan kepercayaan kami,
jangan kau menganggap kau sangat liehay, tuan, walaupun
tenaga kami tak sanggup melawan kau aku toh ingin main
main juga denganmu"
Baru si imam menutup mulutnya, atau si-pendeta tua
sudah maju mendekati, sambil mengangkat sebelah
tangannya dia lantas berkata: "Tam-wat, lolap ialah Hoat In
ketua dari Siau Lim Sie Tam-wat boleh gagah sekali tetapi
lolap harap kau sukalah mengendalikan sedikit dirimu, jangan
kau lancang melukai orang, perbuatan itu bertentangan
dengan kedamaian Thian . , . Sie cu, aku melihat pada alismu,
di situ ada sinar pembunuhan, maka itu aku percaya, di waktu
mendatangi yang dekat ini, kau mestinya menghadapi
kesukaran terkurung ataupun mati terbunuh... Maka itu..."
Sampai disitu, dia berhenti sendiri-nya, matanya menatap
anak muda itu.
In Gak berdiam ia memuji liehaynya mata pendeta dari
Siauw Lim Sie itu, Tetapi ia tidak takut, orang telah melihat
muka palsunya dan meramalkannya. Topengnya itu topeng
buatan ayahnya, kulitnya diambil dari tubuhnya seorang jahat
kurban ayahnya itu.

1640
"Taysu," katanya sambil bersenyum, "benarkah taysu dapat
meramalkan pasti bahwa aku bakal mati terbunuh ? Tak
salahkah itu?"
Ciangbunjin dari Siauw Lim Sie itu mengawasi terus, dia
mengasi dengar suaranya yang tak tegas ini: "Aneh... Aneh..."
Dengan begitu, pertanyaannya In Gak itu dia seperti tak
mendengar atau menghiraukannya.
Melihat sikap si pendeta, In Gak tidak mengulangi
pertanyaannya, ia lantas berpaling kepada Pit Siauw Hong.
"Pit Losu," katanya, "meski benar losu tidak kenal aku
tetapi kita pernah bertemu satu dengan lain-..
Ketua ceng Shia Pay itu heran, dia menatap.
"Sebenarnya aku si orang tua tidak mengenal kau, tuan,"
katanya, "Aku numpang tanya tuan, kapan dan ditempat
manakah tuan pernah bertemu denganku?"
"Itulah duluhari didalam kelenting cie cie Am di gunung Bu
In San," sahut In Gak tenang, "Ketika itu aku yang muda
mendapatkan Pit Losu serta Yan San Sin-Nie di bokong orang
hingga kamu rebah pingsan diruang suci. Kebetulan itu waktu
aku membawa obat maka aku menolongi Pit Losu serta Sin-
Nie. oleh karena ada urusan habis itu aku berlalu dengan
cepat."
Pit Siauw Hong terkejut.
"Oh, tuankah itu?" dia tanya, Jikalau begitu tuan jugalah
yang mengundurkan Nio Kiu Kie oh, tuan aku si tua harus aku
mati. Bagaimana penolong jiwaku aku pandang sebagai
musuh..."
Ketua Ceng Shia Pay lantas bertindak maju untuk menjura.
"Pinto tidak tahu siauw-hiaplah yang datang, kami berdosa,
harap kami diberi maaf” dia kata.
In Gak tertawa.
"Kata kata yang bagus Kata-kata yang bagus " bilangnya,
"Untukku sudah cukup asal ceng Shia Pay tidak memusuhkan

1641
aku sebagai musuh turunan, untuk itu aku akan sangat
bersyukur"
Mukanya cian Yap Tojin menjadi merah.
"Tak nanti, tidak nanti aku berani berbuat demikian,"
katanya terpaksa,
In Gak tidak berkata kata lagi, sebaliknya ia lompat kepada
Ham Tek Tojin, untuk
mengangkat bangun tubuh imam itu, buat terus menotok
jajan darahnya-jalan darah cie- yang atas mana siimam lantas
mengasi dengar suara terus dia sadar, bahkan lekas sekali
mukanya yang pucat barulah menjadi dadu, sedang bengkak
dilengan kanannya lantas mulai kempes.
Hoat in si ketua Siauw Lim Pay maju menghampirkan anak
muda itu. "Numpang tanya, tan-wat, adakah wajahmu ini
wajahmu yang asli?" dia tanya. In Gak memandang pendeta
itu, ia tertawa lebar.
"Taysu ialah pendeta berilmu dari agama Buddha,"
katanya, "pasti sekali taysu ketahui wajah manusia itu ialah
wajah kosong belaka Aku ialah aku, maka itu, buat apa ada
soal lagi yang hendak dibicarakan ?"
Hoat in melengak. Lantas dia merasa bahwa orang
berbakat bagus sekali hingga dibelakang hari ia bakal menjadi
kepala Rimba Persikatan.
Ham Tek Tojin sudah lantas sadar seluruhnya, Dia
membuka matanya, Seketika dia terus lompat menyerang
anak muda itu, Dia mengerahkan sepuluh jari tangannya
dipentang dipentang- dibuka sepuluh buah gaetan.
ooooooo
Itulah kejadian diluar dugaan, semua orang kaget.
Juga Ham Tek sendiri tidak kurang kaget-nya. Tepat
serangannya mengenai sasarannya, akan tetapi kesudahannya
diluar dugaannya, Sepuluh jarinya yang dia andalkan itu
mendadak terasa seperti kulit busuk tenaganya lenyap sama

1642
sekali sebaliknya dia merasa dadanya tertolak keras, sangat
susah dia menahan diri, tidak urung dia toh terhuyung mundur
sepuluh tindak baru dia dapat berdiri diam.
Ketua ceng Shia Pay, yang kaget seperti yang lainnya,
berseru: "Sute, jangan kurang ajar Sie-cu ini bukanlah orang
yang itu hari menyerang gunung kita"
Ham Tek berdiam, tetapi kegusarannya tak segera lenyap.
Setelah reda suasana tegang itu Pit Siauw Hong bertindak
maju.
"Siauwhiap. apakah isinya karung yang kau bawa bawa
ini?" ia tanya, Baru sekarang ia ingat karung goni itu.
"Siauwhiap sangat terkenal, memang tidak selayaknva
Siauwhiap melakukan pembunuhan tanpa sebab kepada
orang-orang partai kami. Salah paham ini pun terjadi karena
karung Siauwhiap. Kami kehilangan satu orang kami menduga
kurungmu terisi mayatnya orang itu, karena itu kami lantas
menduga pasti Siauwhiap mesti orang yang duluhari itu
menyerbu gunung kami. Mestinya dia telah memalsukan nama
Siauw-hiap. hingga terjadilah peristiwa yang menyedihkan
itu..."
In Gak tertawa, ia lantas menjawab : "Pit Losu, orang
didalam karung ini ialah orang yang duluhari mengacau
gunung kamu. Dialah Hing Thian Seng muridnya Sie Lin Lojin
dari gunung Hong San."
Cian Yap menoleh kepada Pit Siauw Hong.
Dia menunjuk rasa heran bukan kepalang, Pit Siauw Hong
sebaliknya mergerutkan keningnya beberapa kali dia batukbatuk.
"Aku situa sekarang sudah mengerti," ia kata kemudian-
"Pada sembilan tahun dulu Sie Sin Lojin dan ketua kami telah
merundingkan ilmu silat di puncak Thian Touw Hong diatas
gunung Hong San, mereka tidak mendapat kata sepakat,
bahwa mereka jadi bertentangan, hingga pertemuan bubar

1643
secara tak menyenangkan Tidak disangka sekali Sie Sin Lojin
telah mendendam hati karenanya. Sungguh diluar dugaan-.."
Mendengar keterangan itu, In Gak mendapat pikiran baru,
ia merasa tidak selayaknya Heng thian Seng diserahkan pada
ceng Shia Pay atau nanti bakal muncul peristiwa yang hebathebat,
Dalam dunia Persilatan, sakit hati itu menyebabkan
balas membalas yang tak putusnya.
Bila itu terjadi, ceng Shia Pay bakal terancam bahaya,
Maka, ia lantas berkata: "Datangku kemari ialah guna
membikin terang duduknya perkara, sekarang telah menjadi
jelas dan salah paham sudah lenyap. ingin aku berangkat
pergi dari sini dengan membawa Heng Thian Seng, untuk aku
sendiri yang mengurusnya, pihak ceng Shia Pay boleh bersikap
tidak tahu menahu."
Mendengar demikian Pit Siauw Hong tertawa lebar.
"Siauwhiap memandang Partai kami terlalu ringan- Kata
dia. "aku si orang tua, aku bukannya bangsa lemah yang takut
berperkara. Biar bagaimana, Heng Thian Seng harus
ditinggalkan disini"
Mendengar sikap orang itu, In Gak terpaksa meluluskan- ia
menurunkan karungnya, ia membuka ikatannya, lantas tubuh
si jahat, itu ditunggingkan keluar.
Heng Thian Seng tetap tak sadarkan diri, mukanya pucat
sekali. Dengan sebat In Gak menotok dia dua kali pada
iganya, menyusul tepukan pada punggungnya.
Mendadak Thian Seng bersuara, lantas dia mengeluarkan
reak dari mulutnya, habis itu kedua matanya dibuka hingga
dia dapat melihat kesekitarnya. Dia kaget, mukanya menjadi
pucat, Dia mengenali siapa berada diantaranya.Jadi dia
terjatuh kedalam tangan ceng Shia Pay, Lantas dia
menggeraki tangan dan kakinya untuk berlompat bangun tapi
dia kaget pula.
Dia telah kehilangan tenaganya Dia mengaturkan napas,
lalu dia merayap bangun.

1644
Melihal kepada Hoat In Siangjin, dia bersenyum.
"Mohon tanya, taysu, aku ini berada dimana?" dia
menanya.
Pendeta itu bersikap tenang, "Di ceng Shia San," sahutnya,
Heng Thian Seng berpura kaget, "Aku berlaku alpa, aku kena
dicurangi sahabatku," dia berkata, "Aku menduga diriku
bagian mati. Tapi sekarang aku ditolongi taysu, oh, aku sangat
berterima kasih"
In Gak tertawa tawar tak hentinya, Pit Siauw Hong
berpengalaman, dia tahu Thian Seng tidak mau menyerah
mati.
Dia tertawa dan berkata "Aku si orang tua kebetulan lagi
lewat di Bu Houw itu disana aku melihat kau rebah ditepi
jalan, tuan maka itu aku bawa kau kegunung ceng Shia San ini
dan menolong hingga kau sadar, Dapatkah aku ketahui nama
besarmu?"
Thian Seng tahu orang lagi mempermain-kannya, dia kata:
"Menanam labu mendapat labu menanam kacang mendapat
kacang demikian karma. Aku ini jikalau bukan karena urusan
ceng Shia Pay tidak nanti sahabatku Sekarang ini aku ditolongi
pihak totiang, sungguh, Thian itu maha adil Aku yang rendah
bernama Heng Thian Seng."
Pit Siauw Hong mengisi lihat roman heran.
"Kenapa tuan menyebut urusan ialah urusan Partai kami?"
dia tanya.
Thian Seng tertawa, dia menjawab: "Sahabatku yang jahat
itu bernama Cia in Gak. Dia terlalu mengandalkan
kepandaiannya yang lihay, dia menjadi besar ambekannya
hingga dia ingin menimbulkan peristiwa bau bacin di kalangan
Rimba persilatan supaya kemudian dia dapat membangun
partai tunggal. Begitulah baru-baru ini dia telah mendaki
gunung ceng Shia San ini, dia telah membinasakan lima orang,
dia juga mencuri kitab rahasia..."

1645
"Cia in Gak?" kata Siauw Hong dengan roman ragu-ragu,
"Tentang dia pernah juga aku mendengarnya. Tapi partai kami
tidak punya sangkutan dengannya, dia menyerbu kami apakah
maksudnya? Aku heran sekali..."
Thian Seng bersenyum.
"Bukankah telah aku mengatakannya barusan?" dia bilang,
Cia in Gak hendak mewujudkan ambekannya itu Selama yang
belakangan ini, dia banyak melakukan perbuatan perbuatan
jahat sekali. Beruntunglah ceng Shia Pay aku mendapat tahu
niatnya menyerbu kemari, aku lantas menasihati dia agar dia
jangan berbuat yang tidak-tidak, agar dibelakang kali dia
bercelaka karenanya, apa lacur, dia tidak sudi dengar
nasihatku itu, bahkan dia menjadi sakit hati, lantas dia
membokong aku..."
"Apakah tuan tahu dimana dia melakukan kejahatannya
itu?" Siauw Hong tanya pula,
Heng Thian Seng menggoyang kepala, "Biarlah dia berbuat
jahat padaku, aku tidak sudi berbuat jahat terhadapnya?"
katanya, "Di-akhirnya, perkara toh bakal menjadi terang
sendirinya, Maka sekarang aku tidak mau menjual
sahabatku..."
In Gak mendengar ocehan orang itu, ia gusar bukan main-
"Dia sangat jahat, dia tidak bisa dibiarkan hidup lebih
lama," pikirnya, Jikalau dia dikasi tinggal hidup, dibelakang
hari dia bakal mendatangkan banyak malapetaka" Maka ia
kata bengis: "Sungguh seorang yang berhati mulia. Pantas
kalau kau akhirnya makan juga buah perbuatanmu yang getir"
Thian Seng terkejut, Dia kenal baik lagu suara itu, Dia
Lantas menyedot hawa dingin, segera dia menoleh untuk
mengawasi orang yang bicara seram itu. Dia melihat seorang
muda dengan roman bengis, yang matanya bersinar sangat
tajam. "Kau siapa, tuan?" dia tanya.

1646
In Gak tertawa pula, tertawa dingin, terus ia bawa
tangannya ke mukanya, untuk menarik. Maka disitu terlihatlah
wajahnya yang asli, yang tampan sekali, tetapi sekarang
wajah itu keren
Hanya sekelebatan, tubuh Thian Seng gemetaran, akan
tetapi dia menyeringai dia kata: "Aku Heng Thian Seng, aku
terjatuh ditanganmu, mati atau hidupku terserah pada kau.
Memang telah aku palsukan namamu, telah aku lakukan
empat macam kejahatan, tak aku sangkal itu inilah
perbuatanku sebab kau telah berlaku kejam sudah tidak
menolongi orang yang bercelaka"
In Gak gusar hingga ia tidak suka banyak omong lagi, ia
sudah mengulur tangan kanannya untuk menotok guna
mengorek keterangan dari mulut orang atau ia membatalkan
itu, sebab dari kejauhan terdengar, siulan yang nyaring, yang
segera disusul dengan berlari-lari datangnya belasan orang,
Dan cepat sekali mereka itu sudah sampai. Melihat mereka itu,
hati In Gak lega bukan main-
Mereka bukan lain orang daripada Song-bun Kiam-kek Leng
Hui bersama-sama ketiga tianglo Kay Pang, Kian Kun ciu Lui
Siauw Thian, Ay-Hong Sok Kheng Hong dan lainnya lagi.
Kapan Leng Hui melihat Heng Thian Seng masih hidup, dia
menepuk dahinya dan memuji.
"Syukur jahanam ini belum mampus" kata-nya. "Dia telah
melakukan banyak macam kejahatan dia juga telah
memalsukan nama siauwhiap. Ketiga tiang lo dari Kay Peng
sekarang datang dengan mengajak beberapa saksi korbankorbannya,
supaya mereka itu dapat mencuci bersih noda atas
namamu, siauw-hiap"
Ketika tiang lo itu sudah lantas saling memberi hormat
dengan pihak ceng Shia Pay dan ketua Siauw Lim Sie, Setelah
itu Kiu Sim-Kay chong Sie lompat kepada Heng Thian Seng.

1647
"Sie Sin Lojin mempunyai mata seperti buta karena dia
menerima murid celaka sebagai kau" katanya tertawa tawar,
"Kau mempunyai sakit hati apa terhadap Cia In Gak maka kau
memalsukan namanya untuk membikin dia celaka?"
Thian Seng sudah malang maka dia berlaku bandel.
Dengan datangnya ketiga tianglo dia sudah tidak mempunyai
harapan lagi, akan tetapi dia mau adu untung, Dia masih
percaya tidak nanti ceng Shia Pay berani membunuh padanya
mengingat adanya permusuhan diantara Partai itu dengan
gurunya, Maka mau dia menyangkal terus.
"Untuk menuduh orang tidak kekurangan alasan- kata dia
dengan berani, "Aku Heng Thian Seng, aku murid kaum lurus,
aku berani berbuat, aku barani bertanggung jawab Buat apa
aku pakai nama lain orang? Hm Cia In Gak tahu dia tak dapat
tempat dalam Rimba Persilatan tak malu-malu dia menggunai
caranya yang hina-dina menuduh aku supaya aku
terbinasakan. Tapi aku, meski aku mati, aku tidak harus dibuat
sayang, hinya aku kuatir, mulai hari ini selanjutnya, tuan tuan,
kamu bakal tak lagi dapat mengalami hari hari yang aman-
Bersungguh-sungguh Thian Seng ketika ia berkata kata itu.
Hoat In dan pihak Pit Siauw Hong mengawasi satu pada
lain- Mereka bingung karena ”persakitan" ini demikian lihay,
Kalau dia tetap menyangkal mana ada bukti kejahatannya?
Chong Sie pun terbengong. Tapi In Gak lompat kesisi Thian
Seng, dia kata bengis. "Perbedaan diantara kebaikan dan
kejahatan bagaikan sehelai benang. Kau kenal aku, aku satu
laki-laki jikalau aku berbuat sesuatu aku tidak takut
didepannya, tidak takut dibelakangnya, aku lakukan apa yang
aku rasa baik Aku pula tidak takut dibuat omongan Aku tidak
sangka kaulah satu manusia takut mati. Bilamana kau berani
menyebut-nyebut dirimu sebagai orang dari kaum lurus?
Banyak hadirin disini masih memandang satu dan lain, mereka
tidak berani turun tangan atas dirimu, tetapi aku... aku Cia In
Gak... aku tidak memperdulikan apa juga. Kau mau mengaku

1648
atau tidak terserah padamu Aku mau lihat kau dapat bertahan
atau tidak terhadap siksaan tujuh hari Souw-im Toan-hun ciuhoat"
Mendengar disebutnya, "cit Jit Souw-im Toan-bu ciu hoat"
itu, semua orang terkejut, itulah semacam ilmu totok yang
sudah lenyap diri dunia Rimba Persilatan, siapa sangka
sekarang ilmu ini dimiliki anak muda she Cia ini.
In Gak baru menutup mulutnya atau tangannya telah dikasi
bekerja, dengan luar biasa cepat dan tepat ia menotok tiga
belas kali dipelbagai anggauta tubuhnya Heng Thian Seng, Ia
telah menjadi sangat sengit.
Hebat penderitaannya orang she Heng itu. Kontan
tubuhnya menjadi lemas dan roboh. Dia merasakan sakit pada
tiap bagian tubuhnya yang ditotok itu sakit dan dingin luar
biasa, Tulang-tulang atau otot ototnya pada berbunyi sedang
dari mulutnya keluar rintihannya yang menyayatkan hati.
Dia mencoba menguatkan hati untuk bertahan, tetapi tidak
dapat, Dia merintih- rintih, dia berjengit, kedua matanya
membalik, sinar matanya itu guram. Semua orang
mendengarnya giris, semua hatinya berdebaran-
Hoat in Siangjin memuji dan berdoa, hendak dia mencegah,
akan tetapi dia melihat matanya In Gak bersinar bengis, dia
terpaksa membatalkan niatnya, Dia cuma bisa menghela
napas.
Tidak lama, lalu terdengar suaranya Thian Seng: "Saudara
Cia, adikmu mengaku salah..." Aku telah mensia-siakan budi
kebaikanmu... Memang aku harus mati... sekarang ini aku
tidak mempunyai muka lagi untuk mencuri hidup, maka aku
minta kau... kau bunuhlah aku..."
Sukar Thian Seng mengeluarkan semua kata-katanya itu.
Dia meringkuk berkoseran dari semua lubang keringatnya
keluar darah. Sungguh hebat untuk menyaksikan
penderitaannya itu.

1649
In Gak masih panas hatinya. ia kata dingin, "Totokan citJit
Souw im Toao-hun ini gampang dilakukannya tetapi sukar
untuk ditarik pulang. Paling banyak ialah penderitaanmu
diperkurang akhir-akhirnya kau toh mesti mampus jikalau kau
menghendaki kematian yang mempuaskan hatimu, tidak ada
lain jalan daripada sekarang, dihadapan orang banyak ini, kau
beber semua kejahatanmu dalam mana kau pakai namaku"
Kata-kata itu disusul totokan dua kali beruntun pada jalan
darah ceng-cok.
Thian Seng lantas merasakan tidak terlalu sakit lagi, akan
tetapi tubuhnya tetap
risi seluruhnya, itulah perasaan seperti ribuan ular nyelosor
pergi-pulang diantara dagingnya . . .
Sampai itu waktu orang jahat dan keras kepala ini lenyap
kebandelannya, maka lantas dia membeber kejahatannya
semua. Banyak kejahatanya itu, dari itu dia membutuhkan
tempo sampai tengah-hari untuk menamatkannya. Maka
teranglah sudah bahwa dialah tukang mencuri, merampok
berjina dan membunuh orang.
In Gak begitu murka hingga giginya bercatrukan, hingga
mukanya menjadi pucat-pasi. Dengan tiba-tiba ia
melayangkan sebelah tangannya kearah dada si jahat itu atas
mana Thian Seng menjerit hebat, darah hitam muncrat dari
mulutnya, dia menjerit pula, lalu napasnya berhenti.
Baru sekarang hati In Gak lega tetapi masih belum
semuanya, Maka untuk menghiburkannya, Pit Siauw Hong dan
Hoat In mengundang ia pergi kegua Thian Su Tong untuk
dimana mereda duduk memasang omong. In Gak tidak
menampik ajakan itu.
Selagi berjalan kearah gua, Kheng Hong berbisik pada anak
muda itu: "Hian-tit, sesampainya di Thian Su Tong, kau duduk
sebentar saja lantas kau meminta diri, lantas kau lekas pergi

1650
ke Ngo Bie San-.." In Gk heran hingga ia melengak. "Untuk
apakah itu?" ia tanya.
Kheng Hong melirik, agaknya dia merasa berkasihan, Dia
mau membuka mulutnya, untuk menjawab atau chong Sie
berkata kepadanya: "Kheng Losu, kalau kau bicara sekarang,
cuma-cuma kau mengacau pikiran orang. Baiklah kau bicara
sebentar sesudah kita turun gunung"
Kheng Hong berkicap matanya, lantas dia bungkam.
In Gak melihat kawan-kawan itu, lantas ia menduga, itulah
tentu urusannya Kheng Tiang Siu. Mestinya Kim Teng Siangjin
berkeras hendak membelai muridnya dan dia hendak
menghukum siapa yang memusuhkan muridnya, ia tidak minta
keterangan tetapi ia bersenyum tawar.
Tengah mereka berjalan itu, tiba tiba Hoat in Siangjin ketua
Siauw Lim Pay menghentikan tindakannya. Dia memutar
tubuh menghadapi si-anak muda.
"Hampir aku lupa satu urusan " katanya, "Aku mohon tanya
siauw-hiap apakah, siauw-hiap itu orang yang telah menolongi
Siauw Lim PaY mendapatkan pulang kitab Bu Siang Kim Kong
cing Keng?"
Ditanya begitu, siaoak muda bersenyum, "Urusan kecil
"jawabnya "Tak usahlah taysu pikirkan itu"
Pendeta itu mengasi lihat roman sangat bersyukur
"Lolap telah menutup diri tiga tahun, selama itu lolap tidak
mencampur tahu segala urusan diluaran," ia bilang, "baru
kemudian Hoat Hoa Sute bicara tentang siauw-hiap yang dia
puji tinggi. Lolap pelupaan sekali, baru sekarang lolap ingat,
oleh karena itu, Siauwhiap. lolap minta sukalah kau
memaafkannya."
"Taysu telah berusia tinggi dan beribadat, aku yang muda,
mana berani aku menerima pujian taysu." In Gak merendah.
"Siauw-hiap tampan dan bermuka terang, segala apa
mengenai kau bakal berjalan lurus," berkata pendeta itu.
Meskipun benar bakal ada beberapa kesulitan tetapi itu semua

1651
akhirnya akan berubah menjadi kebaikan, jikalau siauwhiap
suka dengar lolap cuma mengharap sukalah siauwhiap
mengurangi melakukan pembunuhan, dimana bisa, baiklah
siauwhiap memberi ampun siauwhiap ketahui sendiri didalam
pergaulan manusia itu terdapat pelbagai kepalsuan- Maju
boleh tetapi baiklah orang memikir juga untuk mengalah dan
mundur."
In Gak memberi hormat. "Terima kasih, taysu," ia kata,
"Aku yang muda akan mengingat baik-baik nasihat taysu yang
berharga ini."
Mereka berjalan terus sampai melewatijembatan ceng Shia
Kio, Dari situ orang mulai jalan mendaki gunung, jalanan telah
diperbaiki tetapi tetap berliku-liku, maka itu jalanan yang
sukar itu meminta tenaga.
Gunung ceng Shia San indah, sekarang orang
membuktikannya. Sembari mendaki, mereka itu memandang
kekiri dan kekanan, Dengan begitu tanpa merasa mereka
melihat sebuah tembok merah yang bernawung dibawuh
teduhnya pepohonan, itulah kelenting keramat kemana orang,
tidak lama kemudian Cian Yap Tojin sebagai ketua Ceng Shia
Pay berdiri dengan hormat mempersilahkan para tetamunya
masuk kedalam, itulah yang disebut "gua" Thian Su Tong, kuil
utama di ceng Shia San, yang dibangun pada permulaan
Kerajaan Sui.
Nama asal kuil yalah Yan Keng Koan, di masa dinasti Song
dirubah menjadi ciauw Keng Koan kemudian saat ini, dinasti
ceng ditukar lagi menjadi Tiang To Koan, Akan tetapi umum
memanggilnya Thian Su Tong.
Di belakang kuil itu ada jurang yang curam, sedang dikiri
dan kanannya mengapit kedua puncak Hek Houw Hong dan
che Liong Hong. sepasang kali Hay Tong dan Pek In mengalir
dilembahnya kedua puncak bukit itu. Didepan kuil tumbuh

1652
ratusan pohon aras yang banyak cabang dan lebat daunnya,
itulah pepohonan yang meneduhi kuil itu.
"Keindahan ceng Shia San mengarungi seluruh negara,"
kata In Gak pada cian Yap. ia kagum dan memuji, ”Jikalau aku
bukannya telah menyaksikan sendiri, pasti aku tidak mengicipi
sendiri keindahan ini. Berada ditempat ini, rasanya lapang
dadaku. Sayang tempat ini kepunyaan Partai kamu, totiang,
coba ini tempat tanpa pemiliknya, pasti sekali suka aku
berdiam disini selama hidupku, buat tidak lagi turun menginjak
dunia...”
Mendengar itu, cian Yap tertawa lebar.
"Terima kasih untuk pujian kau ini, siauw-hiap." berkata
ketua ceng Shia Pay itu. "Siauwhiap telah menjadi tetamu
kami, maka itu tempat ini ada terbuka untuk siauwhiap
sembarang waktu siauwhiap dapat datang kemari, Hanya aku
kuatir siauwhiap nanti mencelanya."
Anak muda itu bersenyum.
"Totiang baik sekali, Baiklah lain kali aku pasti akan seringsering
berkunjung kemari"
Sampai disitu, cian Yap mengundang semua tetamunya
masuk keruang dalam hingga orang dapat menyaksikan segala
tiang dan penglari yang terukir indah. Habis melewati pendopo
besar Sam ceng Tian sampailah mereka diruang belakang
dimana ada berhawa oey Te Su.
Disini ada terdapat banyak lauwteng atau ranggon, yang
nyambung satu dengan lain, dengan setiap pekarangannya
ditanami banyak pohon dan bunga.
Cian Yap memimpin sekalian tetamunya masuk keruang
dibawah lauwteng kiri, itulah ruang tetamu dimana sudah
disajikan barang hidangan sayuran, Maka disitu semua orang
bersantap.
Habis dahar orang duduk pasang omong, sampai tiba-tiba
terlihat seorang imam setengah tua datang masuk dengan
bergegas gegas romannya bergelisah. Cian Yap mengerutkan

1653
alis melihat orang datang dengan kelakuan tak biasanya itu.
"Biauw Hong, ada apakah?" dia mendahului menegur.
Imam itu berhenti didepan ketuanya, dia memberi hormat.
"Barusan tecu merondai gunung, dipuncak che Liong Hong
terlihat dua orang berlari-lari mendatangi." ia memberi
laporan, "Lantas tecu memapaki mereka itu untuk
menanyakan mereka siapa dan apa maksud kedatangan
mereka, Merekalah seorang tua laki-laki bersama seorang
nona, orang tua itu memperkenaikan diri sebagai It Goan Kisu,
bahwa ia datang bersama puterinya untuk menemui
Siauwhiap In Gak.
Dengan lantas tecu ajak kedua letamu itu datang kemari,
Ditengah jalan kita justeru bertemu dengan Siauw-tocu Nio
Kiu Ki, majikan muda dari pulau Giok ciong To. Dia lantas
sesumbar, bahwa dia hendak menginjak-injak ceng Shia San
hingga rata dengan bumi, Karena itu dia bentrok dengan ouw
Sicu dan jadi berkelahi karenanya...”
Bu Eng Sin ciang lantas berlompat bangun, "Dimana
adanya dia sekarang?" dia tanya,
"Diatas puncak che Liong Hong tak jauh," sahut Biauw
Hong.
Tanpa menanti orang berbicara habis, Pit siauw Hong
sudah berlompat untuk terus lari keluar, dia lantas disusul In
Gak yang melesat bagaikan jemparing terlepas dari busurnya.
Habis mereka maka menyusullah yang lain-lain-
Diatas puncak che Long San, it Goan Ki-su tengah
bertarung seru dengan Nio Kiu Ki, Nona ouw Kok Lan
mengawasi dari pinggiran dengan sinar matanya yang guram,
ia dapat kenyataan lawan ayahnya tangguh sekali. Ayahnya itu
sudah menggunai ilmu silat "It Goan Khong Ki" akan tetapi
lawan itu tak dapat didesak, jangan kata dipukul mundur,
sebaliknya kedua tangan lawan itu seperti juga mengurung
ayahnya, ia bersusah hati karena sulit untuknya buat

1654
membantui ayahnya, Maka itu kemudian ia menoleh keempat
penjuru, hatinya bingung, ia mengharap- harap datangnya Cia
In Gak...
Akhir-akhirnya terlihat juga dua orang lari mendatangi, Dari
jauh mereka itu berdua nampak sebagai titik-titik hitam. Baru
kemudian mereka sampai diatas puncak. Begitu ia mengenali
salah satu diantara dua orang itu, sinar matanya yang guram
lantas menjadi bercahaya, sedang wajahnya yang kucal terus
tersungging senyuman-
Itulah In Gak yang tiba berbareng bersama Pit Siauw Hong,
Lantas sianak muda menarik ujung baju slorang tua seraya ia
berbisik: "Pit Losu, tolong kau berjaga-jaga saja dipinggiran,
biarlah aku yang muda yang maju terlebih dulu, untuk aku
mencoba coba ilmu kepandaian apa yang diandaikan Nio Kiu
Ki maka dia menjadi begini jumawa, jikalau aku keteter,
barulah losu maju membantui aku."
Pit Siauw Hong tahu baik sekali orang muda ini hendak
melindungi muka terangnya, ia menjadi sangat berterima
kasih. "Baiklah," kata ia mengangguk.
In Gak bertempat maju, bukan langsung ke gelanggang
pertempuran, hanya ia tiba dulu didepan ouw Kok Lan seraya
ia menyapa: "Nona ouw, kau baik" Tapi ia tidak berdiam disitu,
kakinya terus menjejak. membikin tubuhnya melesat
lebih jauh, Baru sekarang ia lompat kedalam gelanggang,
dengan kedua tangannya terus ia menolak diantara mereka
itu.
Nio Kiu ci terkejut, Mendadak ia merasakan tolakan keras
sekali, yang menggempur tenaga dalamnya yang dipakai
melindungi tubuhnya, ia lantas merasa dadanya sesak, Maka
itu, menduga kepada musuh lihay, dia lompat kesamping,
Baru setelah menaruh kaki, ia melihat tegas kepada orang itu,
yalah seorang anak muda yang tampan, yang halus gerakgeriknya.

1655
"Siapa kau?" ia membentak "Kau berani campur tahu
urusan siauw-tocu?"
Dengan kejumawaannya dia menyebut dirinya "siauwtocu"
yala h "majikan pulau yang muda"
In Gak bertindak perlahan. ia maju mendekati dua tindak.
ia pun tertawa.
"Kau benar hidup dengan tidak tahu malu" ia menegur,
"Diatas puncak Bu Leng Hong telah aku mengasihi ampun
padamu. Kau tentunya masih ingat pernah aku mengatakan
jikalau kau berani pula menaruh kaki di Tiong-goan, sedikitnya
aku akan kutungkan kedua belah kakimu"
Nio Kiu Ki mundur satu tindak. Sinar matanya menunjuki
dia terperanjat.
"Jadi kaulah yang itu malam membokong aku?" dia tanya,
”Jadi kaulah Cia In Gak?"
"Benar, itulah aku" jawab In Gak, suaranya dalam, "Tapi
malam itu kau sendiri tidak mempunyai tenaga cukup banyak
untuk melawan aku, bukannya aku membokong kau"
Mukanya Nio Kiu Ki menjadi pucat terus berubah menjadi
merah, itulah bukti ia merasa sangat malu dan gusar.
Kedua matanya juga bersorot tajam hingga nampak berapi
Dia lantas mengasih turun kedua tangannya seperti dia lagi
mengerahkan tenaganya.
Ketika itu rombongannya Cian Yap Tojin telah tiba, Mereka
tidak meluruk maju, semua berdiri dipinggiran dengan semua
matanya diarahkan kedalam gelanggang pertempuran, Siapa
yang belum mengenal sekarang dapat mengenali majikan
muda dari pulau Giok ciong To itu yang duluhari telah
merobohkan Pit Siauw Hong dan Yan San Sin Ni.
"Nio Kiu Ki," kata In Gak tenang, "kali ini kita bertempur
kalau kau tidak memperoleh kemenangan kau tak bakal luput
dari kedua kakimu dikutungkan.”

1656
”Jangan kau berjumawa" Kiu Ki membentak ”Jangan kau
sudah puas hati terlebih dulu. Baik kau ketahui, kekasihmu
telah siauw-tocu kurung dipulau Giok ciong To Aku lagi
menantikan bulan purnama malaman Tiong ciu untuk
merayakan pernikahanku dengan-nya. Kau manusia jumawa
jangan kau bertingkah didepan siauwtocu kamu. Kau harus
ketahui ilmu kepandaian Hong In Pat Jiauw dari Gick ciong To
sudah menjagoi Rimba persilatan diluar dan didalam negeri.
Kali ini kita bertempur sedikitnya kau bakal bercacad
tubuhmu, setelah itu akan aku bekuk kau dan bawa kau
pulang kepulauku, untuk disana aku menyiksa perlahan-lahan
padamu, sampai kau mati mereras. Hanya dengan cara itu
baru hatiku puas"
"Apakah kau maksudkan nona Ni Wan Lan?" tanya In Gak.
Didalam hatinya, ia kaget. Nio Kiu Ki memperlihatkan
kejumawaan-nya. "Tidak salah Dialah Ni Wan Lan." jawabnya.
"Bagaimana dengan Leng Giok Song?" In Gak tanya pula. "Dia
pun dikurung bersama sama "
"Bagaimana dengan Yan San Sin Ni dan Yu Su Kouw?"
"Cia In Gak. kau menanyakan terlalu banyak" Nio Kiu Ki
memotong. "Tapi baiklah aku memberitahukan kau. Ayahku
telah mengirim surat mengundang Yan San Sin-ni berkunjung
kepulau kami, maksudnya untuk membicarakan soal
pernikahan Giok Song dengan siauwtocu. Dalam suratnya itu,
ayahku memberitahukan jikalau Yan San Sin-ni tidak
menerima baik undangan itu ayahku sendiri yang bakal pergi
ke Tionggoan menemui dia. Yan San Sin-ni kuatir, kalau
ayahku datang, nanti tidak ada orang yang melawannya,
maka dia menerima baik undangan itu, dia datang kepulau
kami, Lantas saja dia dikurung oleh ayahku dalam rumah batu
Thian Ki"
In Gak mengendalikan dirinya untuk menahan
kemendongkolannya. ia tertawa lebar,

1657
"Nio Kiu Ki, aku tidak mau mengambil jiwamu" katanya
nyaring, "Aku cuma bakal mengutungkan kedua kakimu untuk
nanti di kirim pulang kepada ayahmu di pulaumu itu supaya
ayahmu memerdekakan orang orang tawanannya . . .”
Perkataannya In Gak masih belum habis diucapkan atau
Nio Kiu Ki sudah berlompat maju dengan penyerangannya.
Lima jarinya menyamber seperti lima buah gaetan, Benarbenar
dia sangat sebat dan berbahaya.
Para hadirin kaget melihat itu, umumnya orang tidak tahu
ilmu apa itu yang digunai tocu muda itu. Tentu sesaat, mereka
menjadi berkuatir untuk In Gak.
Lebih-lebih Pit Siauw Hong serta sekalian imam dari ceng
Shia San-
"Hong in Pat Jiauw" atau "Delapan Kuku Angin-Mega"
asalnya ilmu silat ceng Shia Pay, kitab ilmu silat ini disimpan
diatas lauw-teng peranti menyimpan pelbagai kitab suci, apa
celaka kitab silat itu kena dicuri pemilik dari pulau Giok ciong
To, yang terus meyakinkannya hingga sempurna, hingga
pulau Giok ciong To menjadi menjagoi melebihkan ceng Shia
Pay.
Akan tetapi In Gak tidak kena disamber untuk dicengkeram.
Dengan lincah dia berkelit. "Mari sambut satu kali lagi" Nio Kiu
Ki berseru. "inilah Pek in Hoan Bu" "Pek In Hoan Bu" yalah
"Mega putih menari-nari".
Dia lantas menyerang, tangannya bergerak sangat cepat,
memain dimuka In Gak. Memang gerakan tangan itu dapat
membingungkan lawan-
Pemuda itu tertawa nyaring, ia pun menggeraki tubuhnya,
ia menyingkir dari samberan dengan tindakan Hian Thian cit
Seng Pou
Kiu Ki heran melihat lawan lenyap dari hadapannya, ia juga
heran yang serangannya itu kembali gagal, Tengah ia berpikir,
ia mendengar suara tertawa menghina dari belakangnya.

1658
Suara tertawa itu disusul dengan kata-kata ini: "Sebelum lima
jurus dari Pek In Hoan Bu kau ini, aku akan tidak membalas
menyerang. Aku akan menunggu sampai kau sudah
menyerang secara kalap tiga jurus, baru aku hendak
membekuk kau"
Nio Kiu Ki kaget, Segera memutar tubuh sambil berlompat,
maka itu, dia dapat lantas menyerang pula, Seperti yang
pertama dan kedua kali, dia bergerak dengan kegesitan luar
biasa Tapi kali ini dia gagal pula.
In Gak menyingkir seperti menghilang dari hadapannya.
Justeru itu orang mendengar pujiannya seorang pendeta.
Kiu Ki memutar tubuh dengan cepat, dari itu ia lantas
melihat seorang pendeta berdiri berhadapan dengannya.
Pendeta itu telah ubanan rambutnya, benar dia kurus kering
tetapi kedua matanya bersinar tajam berpengaruh.
Dilain pihak, dia melihat In Gak berdiri di samping, dua
tombak jauhnya dari dia, anak muda itu bersenyum
mengawasi padanya.
Pendeta itu berkata dengan sungguh-sungguh: "Siauwtocu,
lolap ialah Hoat in ciangbunjin dari Siauw Lim Pay
Tahukah kau bahwa pada lima puluh satu tahun yang lampau
ayahmu telah bertanding dengan mendiang ketua kami"?
Bahwa ketika dia menggunai Hong in Pat Jiauw, ketua kami
mempunyai satu jurus dengan apa ia dapat membikin tidak
berdaya ilmu silat kamu itu?"
Nio Kiu Ki mengawasi orang suci itu, dia tertawa tawar.
"Pernah aku mendengar keterangan ayahku," dia menyahut
"Itulah jurus cian Hud Hoa Sie, Tapi ayahku sudah
menciptakan satu jurus lain guna memecahkan jurus kau itu,
hanya ketika itu ayahku telah berusia lanjut, hatinya sudah
tawar, maka tak lagi ada keinginannya buat merebut nama itu
pula sebabnya ayahku lantas menempatkan diri dipulau yang
mencil sendirian Apakah kau kira ayahku jeri kepada Siauw
Lim Si maka ia jadi takut datang ke Barat, ke Tionggoan ini?"

1659
Hoat In seorang pendeta beribadat, ia tidak menjadi gusar
dengan kata kata yang bernada mengejek itu, Sebaliknya, ia
bersenyum.
"Tak lebih tak kurang lolap cuma menanya kau, siauwtocu,"
katanya sabar. "Karena ayahmu sudah tawar hatinya dan tiada
niatnya pula merebut nama maka lolap pun seorang berhati
lapang, yang hatinya kosong sama sekali, Mustahil lolap masih
mengharapi kehidupan keduniawian?"
Habis berkata begitu, pendeta itu lantas lompat mundur,
Dilain pihak In Gak sudah berlompat maju, hingga ia jadi
berada pula di depan majikan muda dari pulau Giok ciong To
itu.
Hatinya Kiu Ki panas, tidak menanti orang menaruh tetap
kakinya, dia sudah menyerang. Dia menggunai dua dua
tangannya, Dia tetap menyamber-nyamber. Hingga terdengar
suara angin dari kedua tangannya itu.
In Gak melayani dengan sama gesitnya. ia menggunai jurus
huruf "Lolos" dari Bi Lek Sin Kang, Sekarang ia tidak cuma
main berkelit, Tangan kirinya ia menangkis, dengan tangan
kanannya ia menyamber, ia pun hendak mencoba membekuk
lawan, ia mau menangkap tangan kiri lawan itu.
Kiu Ki bermata celi dan sebat, Dia putar tangan kirinya itu,
supaya lolos dari tangkapan, lalu sekalian memutar, dia
meneruskan untuk menangkap.
Kedua pihak sama-sama menggunai kesebatannya, Tapi
Nio Kiu Ki lantas menjadi kaget. Berbareng dengan itu, In Gak
telah menggunai jurus dari Hian Wan Sip-pat Kay, tangannya
bergerak dengan terlebih cepat pula.
Lalu tocu muda itu terkejut, Mendadak dia merasa nadinya
tercekal keras sekali, lima jari tangan lawannya berupa seperti
lima buah cakar nancap dalam kedalam dagingnya, Tak dapat
dia berkutik, Dia menjerit, Lantas tenaganya habis.

1660
In Gak berlaku sangat cepat. ia tahu bagaimana harus
menggunai ketikanya, Dengan mencekal lengan orang ia
mengangkat naik tangannya Dengan begitu ia menjadi
mengangkat juga tubuhnya lawan, Terus ia memutarnya.
Tepat kedua kaki si orang she Nio berputar, tepat ia
menyambit dengan bacokan dengan tangan kirinya.
Diantara suara keras dari tulang tulang patah Nio Kiu Ki
mengasih dengar jeritan hebat, Kakinya telah kena dihajar
patah, Setelah itu lengannya dilepaskan maka tubuhnya
terpental lima tombak, roboh terbanting ditanah.
Semua penonton kaget, semuanya kagum, Nio Kiu Ki
terluka hebat tanpa pingsan, dia terbanting dengan tetap
sadar, tetapi dia merasa sangat sakit, maka juga dia telah
memuntahkan darah hidup, Begitu dia mendapat kenyataan
kedua kakinya sudah patah, pikiran pendek menyandingi
padanya, dia menjadi nekad. Sebelah tangannya lantai diayun
kebatok kepalanya.
--ooo0dw0ooo-
Jilid 32 : Murid yang lebih pandai dari sang guru
MAKA pecahlah kepalanya itu, remuk tulang-tulangnya,
darahnya muncrat pula, Dengan roboh tubuhnya, jiwanya juga
melayang pergi.
Hoat In Siangjin memuji pula, tetapi ia meneruskan
berkata: "Siauwhiap. kau telah membawa datang ancaman
mara bahaya untuk kaum Rimba persilatan di Tionggoan . .
In Gak heran hingga ia melongo.
"Aku minta taysu jangan buat kuatir," kata ia kemudian,
"Berhubung dengan perkara ini aku sendiri akan pergi kepulau
Giok Ciong To untuk berurusan dengan Nio Tocu untuk

1661
membereskannya, Melainkan aku minta supaya peristiwa ini
janganlah disiarkan dulu."
Ketika itu Lui Siauw Thian menghampirkan saudara
angkatnya,
"Shate," ia berkata, "kita perlu lekas pergi ke Thian San,
akan tetapi sekarang ada dua urusan yang membutuhkan
yang kau sendiri harus menyelesaikannya. Aku Lui Losu, aku
bingung, Sekarang aku mau tanya kau, bagaimana kau
hendak bertindak.."
In Gak tercengang, ia mengawasi kakak angkat yang
nomor dua itu. Tempo ia hendak menanya, ia mendengar
suara batuk-batuk dari Chong Si, sang kakak pertama, ia
lantas menoleh kepada kakak itu. ia melihat orang
mengerutkan alis.
"Tidak perduli ada urusan apa juga, sekarang marilah kita
turun gunung dulu" berkata pengemis itu. "Sebentar barulah
kita bicara pula." Lantas dia menoleh kepada Hoat in dan
pihak ceng Shia San, untuk memberi hormat, buat meminta
diri.
Cian Yap tidak dapat menahan lagi, maka ia mengantarkan
semua tetamunya itu turun gunung.
Ketika hendak berpisahan didepan kuil Tiang Seng Kiong,
In Gak memberikan janjinya dengan berkata: "Kapan nanti
aku yang muda pergi ke Giok-ciong To pasti aku akan
mengambil pulang kitab Hong In Pat Jiauw, untuk diantar
pulang kegunung ini."
Pit Siauw Hong yang turut mengantar menyahuti: "Kalau
nanti siauwhiap pergi kepulau itu aku minta mesti siauwhiap
mengabarkan padaku, Aku mau turut pergi bersama Apakah
siauwhiap setuju?"
"Baik," menjawab In Gak.
Maka berangkatlah mereka meninggalkan gunung ceng
Shia SanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1662
Ditengah jalan Lui Siauw Thian berkata: "Shate, Biauw ciu
Kun Lun Ce Hong pun turut datang bersama, oleh karena
sebelumnya dia sucikan diri dia bermusuh dengan ceng Shia
Pay, dia tidak turut dalam rombonganku. Sekarang dia lagi
menunggui kau dikuil Jie ong Bie di kecamatan Koan koan."
In Gak mengasi dengar suara "oh" ia tidak membilang apaapa,
ia berdiam, kelihatannya ia berpikir keras.
oooo
Kuil Jie ong Bic ada kuil untuk menghormati Lie Peng ayah
dan anak. Lie Peng adalah orang dari jaman Kerajaan Cin dan
ia berjasa karena ialah ahli pengairan untuk propinsi Su-coan.
Bersama puteranya ia membuat waduk sungai Touw Kang di
Goan-koan yang mendatangkan berkah itu.
Maka orang membangun kuil itu buat menghormati dan
memujanya Di dalam situ sekarang berkumpul bersama
rombongannya, Disitulah Lui Siauw Thian omong banyak.
"Shate, adakah tidak selayaknya ketika di In Bong Tek kau
meninggalkan kita tanpa bicara lagi," demikian Kian Kun ciu
menyesalkan adik angkatnya itu, "Karena itu Kim Teng
Siangjin mendapat ketika memaksa Kang Yauw Hong, Lo
Siang Bwe, Kiang cong Yauw dan Tonghong Giok Kun pulang
ke Ngo Bi San untuk menerima hukumannya.
Kau tahu, kepala keledai gundul itu sangat membenci kau
tidak datang sendiri kegunungnya untuk minta maaf, dia
hendak merusak juga mukanya Yauw Hong katanya supaya
kau puas..."
In Gak mengerutkan alis, lalu alis itu terbangun kedua
matanya mengeluarkan sinar tajam.
Lui Siauw Thian mengangkat tangannya untuk mencegah
orang membuka mulut, ia berkata pula: "oleh karena itu
keempat nona Tio, Ciu, Kouw dan Hu sudah berangkat ke Ngo
Bi San untuk menemui Ban in Su-thay guna memohon
bantuan, sayang sekali, Ban in Su-thay tidak dapat menolongi

1663
Yauw Hong, ia kata kalau ketuanya telah mengeluarkan
putusan, ia menjadi tidak berdaya lagi... inilah baru satu
gelombang.
Gelombang ini belum lagi tenang lantas mendampar
gelombang yang lain-nya. Di Giok ciong To ada Ni Wan Lan
serta adiknya yang memerlukan pertolongan kau. Aku tahu
kau sendiri, dimuka tanggal satu bulan delapan, kau sudah
mesti berada digunung Thian San. Kau lihat, kau harus
memecah diri Bagaimana itu? Bagaimana sekarang kakakmu
beramai harus bertindak?"
In Gak berdiam tetapi dadanya berombak-Benar-benar ia
lagi menghadapi soal sulit dan hebat. Bagaimana ia mesti
memecah diri untuk menolongi dua-dua pihak yang sangat
membutuhkan tenaganya itu? oleh karena ia berdiam,
perlahan-lahan ia dapat juga menenangkan hati. ia berpikir
terus.
"Perkara telah menjadi begini rupa kita bingung juga tidak
ada faedahnya," kata ia kemudian "Aku juga tidak dapat
menentang perintah guruku, Mana dapat aku memecah diriku?
sekarang begini saja, Aku minta Kheng Sipe bersama ce Losu
pergi ke NgoBi San- tolong kamu perlihatkan kepandaian
kamu untuk mencuri sin-hu dari NgoBi Pay, supaya untuk
sementara waktu, Kim Teng Siangjin tidak dapat menjalankan
kekuasaannya sebagai ketua. Kapan sinhu itu telah didapatkan
harap sipe berdua kembali kekuilJi ong Bin ini menantikan
aku." Kheng Hong tertawa terbahak.
"Buat guna kau keponakanku," ia kata, "baiklah tak segan
aku pergi pesiar ke Ngo Bi San untuk mempertunjuki
kepandaianku yang buruk disana"
Mukanya In Gak merah saking jengah.
"Chong Toako," ia terus kata pada chong Si, "dapat atau
tidak kau buat gunaku pergi ke Giok Ciong To?"
Kiu ci sin Kay si Pengemis Sembilan Jari, bersenyum.

1664
"Shate," katanya tenang tenang, "urusanmu yalah
urusanku, diantara kita tidak ada soal lagi, maka itu pasti aku
dapat pergi kepulau itu."
Orang muda she Cia itu jadi sangat terharu, Bagaimana
besar saudara-saudara angkatnya menyayangi dia.
"Toako." ia berkata pula, "tolong kau bersama LuiJiko pergi
ke Giok Ciong To. Daya apa pun kamu dapat gunakan, guna
menolongi Yan San Sin Ni semua, cuma pesanku yalah jangan
toako memperlihatkan dirimu, jangan kamu memandang
enteng kepada musuh. Artinya, toako berdua harus bekerja
secara menggelap."
Sampai disitu, It Goan Kisu menyelak: "Aku si tua bersama
anakku, suka aku pergi turut chong Losu"
In Gak dapat menerima baik tawaran tenaga itu. "Terima
kasih" ia mengucap.
Maka itu selesailah sudah rapat mereka bahkan habis itu,
semua lantas berangkat ke masing-masing tujuannya.
Pak Thian San, yaitu gunung Thian San bagian Utara,
bermandikan salju selama seluruh tahun, maka itu dimanamana
didalam wilayah gunung itu, putih segala apa, Dilembah
angin bertiup keras, membikin potongan-potongan es
beterbangan merupakan seperti kabut.
Diwaktu demikian maka taklah dapat dibedakan yang mana
langit dan yang mana bumi....
Justeru itu, dalam bulan ketujuh In Gak telah berada
dilembah cap in Gay, ia menyaksikan salju beterbangan, ia
merasakan hawa dingin yang menusuk tembus ketulang
tulang, ia mesti menempuh terjangan angin selagi ia bertindak
dilembah bertaburkan es itu, Syukur ia dapat bertahan,
kebagian karena waktu ia baru tiba di Tekshoa, disana ia telah
membeli baju kulit yang dapat menutupi seluruh tubuh dan
kepalanya kecuali mata, hidung, dan mulutnya, ia berjalan

1665
sambil tunduk. kadang-kadang saja ia memandang kedepa
atau kekiri dan kanan-
Telinganya terus mendengar, bahkan terserang sang angin,
yang suaranya seperti memecah angkasa. Kedua matanya pun
sampai sukar dibuka kapan angin lagi menyamber santer. Pula
jalanan yang mendaki sukar sekali dijalani, Karena itu ia mesti
menggunai ketiga macam ilmu ringan tubuhnya yaitu "cit
Kim", "Te ciong" dan Thien Liong Pat Si" untuk dapat naik
keatas.
Dan akhirnya pemuda ini sampai juga di atas puncak cap In
Gay, hampir ia tak dapat pertahankan diri dari kerasnya
sampokan angin dari serangannya, lempengan lempengan
salju yang beterbangan, yang menyamber-nyamber
kemulutnya.
Selagi kabut tertampak putih disekitarnya mendadak In Gak
melihat berkelebatnya satu bayangan yang disusul dengan ini
pertanyaan perlahan: "Anak In, disana?"
Perlahan suara itu, bagaikan suara nyamuk akan tetapi In
Gak mengenali baik suara Beng Liang Taysu, gurunya hingga
ia menjadi girang tak kepalang. "suhu" ia berseru.
Mendadak In Gak merasa tangan kanannya tersamber
keras, belum ia tahu apa-apa, ia sudah lantas tertarik
kedepan, hingga ia mesti menutup kedua matanya. Ketika
sesaat kemudian tak terdengar lagi suara angin dan ia
membuka kedua matanya, ia mendapatkan dirinya sudah
berada didalam sebuah kamar batu dimana hawa pun hangat.
ia lantas melihat wajah gurunya, yang nampak terlebih tua
sedikit akan tetapi kesehatannya tetap sebagaimana sedia kala
dan romannya tetap ramah tamah.
Dengan lantas ia menjatuhkan dirinya, untuk memberi
hormat, Tak dapat ia mencegah rasa terharunya, lantas saja
air matanya meleleh keluar dan ia menangis terisak-isak.

1666
"Anak In," berkata guru itu sabar, "bagaimana halnya kau
selama setengah tahun ini?"
In Gak menjawab gurunya dengan menuturkan semua
pengalamannya, sampai pun ia membeber urusan di Giok
Ciong To dan Ngo Bi San- ia tidak berani menyembunyikan
apa juga. Beng Liang Taysu bersenyum.
"Anak In, aku beri selamat padamu yang sakit hatimu telah
tertuntut balas," kata guru yang baik hati ini. "Dengan begitu
maka arwah ayah bundamu dilain dunia dapat dibikin
tenteram dan berbahagia, Tentang kejadian di Ngo Bi San dan
Giok ciong To, kejadian itu telah merupakan kenyataan,
mengenai itu gurumu tidak hendak menegur kau, cuma aku
mengharap sukalah kau ingat kepada Thian, jangan sekali kau
sembarang melakukan pembunuhan supaya kau tak sampai
menelad mendiang ayah-mu"
Hatinya In Gak menggetar "Murid akan menurut pesan
suhu," ia ber-kata, Baru sekarang ia mengangkat kepalanya
dan sempat menoleh kekiri dan kanan, ia heran tidak
mendapatkan Bu Liang Siangjin diantara mereka..
"Mana suslok-couw?" ia tanya - menanyakan paman
kakeknya.
Mendengar pertanyaan itu, sang guru memperlihatkan
roman duka. ia menghela napas. "Setelah itu hari gurumu
menemani suslok couwmu pulang ke cap in Gay ini," ia
berkata memberi keterangan, "aku lantas mengobati
suslokoouwmu itu yang kesehatannya terganggu. Setelah
berselang setengah tahun, syukur aku berhasil
menyembuhkannya, sementara itu selama setengah tahun itu,
susiokcouw mu telah memperoleh kesadaran, Hanya sekarang
ini...”
In Gak heran, ia menatap gurunya itu, ia tidak berani
lancang menanya.
"Belum lama ini kebetulan saja susiokcouw-mu itu dan
gurumu telah mendapatkan surat wasiat sucouwmu," Beng

1667
Liang Taysu menyambungi perkataaanya, "Pesan kakek
gurumu itu berbunyi begini: "Lolap pernah menakluki Soat San
Jin Mo Wi Sun, si manusia hantu dari gunung salju, setelah
menggunai tempo tiga tahun barulah dia dapat dikurung
didalam kamar dalam tanah didalam gua dibelakang jurang
cap in Gay kita ini.
Wi Sun lihay luar biasa Lolap telah beritahukan dia, didalam
tempo seratus tahun, dia tidak boleh lancang keluar dari
dalam kamarnya itu, jikalau dia berani keluar, dia bagian mati
tanpa ampun lagi. Setelah nanti dia sadar dan insaf, apabila
sudah cukup temponya seratus tahun, baru dia dapat
kemerdekaannya, Meski demikian lo-lap telah menghitung
hitungi, tahun ini dibulan tujuh tanggal lima belas, dia bakal
berdaya membebaskan dirinya.
Sekarang mengenai Bu Liang, Dia berbakat baik tetapi dia
ada cacadnya, yalah satu sifat buruk. Selama hidupku belum
berhasil lolap melenyapkan sifatnya itu, Maka itu terus lolap
mendayakan-nya, supaya dia sadar sendirinya, Laut
kesengsaraan tak ada ujung pangkalnya, orang cuma mesti
memalingkan kepalanya sendiri, baru dia dapat mencapai
tepian, Lolap harap dia nanti berhasil memperoleh kesadaran,
agar dia dapat bertindak guna mencegah perlawanannya Wi
Sun itu.
Baik bencana, baik kebahagiaan, dua-duanya tak ada
pintunya, pada itu bergantung diri orang yang bersangkutan
sendiri. Demikian pesan lolap."
Lohu itu yalah kata-kata dengan apa sucouwmu menyebut
dirinya, Nyatanya ketika surat wasiat itu diketemukan kita,
harinya yalah fajar tanggal lima belas bulan tujuh. Pula di
detik itu juga, kita lantas mendengar suara bergemuruh digua
belakang.
Kita menjadi terkejut, kita pergi sambil berlari lari
melihatnya. Kita mendapatkan guha batu sudah gempur dan
disana ada satu terowongan, Aku lantas mau maju untuk
mencegah Wi Sun kabur, Susiokcoumu mencegah aku.

1668
Dia kata, untuk mentaati pesan sucouwmu dia sendiri yang
mesti maju. Tidak dapat aku menantang susiokcoumu itu
maka aku membiarkan dia masuk seorang diri kedalam gua
itu, Tiga hari sudah lewat, guha sepi saja, Aku adi heran dan
berkuatir. Akhirnya aku lompat turun kedalam gua untuk
melihat.
Lalu aku mendapatkan Wi sun dan susiokcouwmu lagi
duduk bersila berhadapan, kedua tangan mereka saling
diluncurkan- jadinya keduanya lagi mengadu tenaga dalam
mereka, Mereka sama tangguhnya. itulah alamat bahwa
mereka bakal runtuh bersama.”
In Gak terkejut.
"Bagaimana kesudahannya, suhu?" ia tanya. "Sampai
sekarang ini, susiokcouw sudah
bertempur lamanya setengah bulan, Apakah suhu tidak
memikir untuk membantu?" Beng Liang Taysu menggeleng
kepala, dia menghela napas.
"Kenapa gurumu tidak dapat memikir ini?" katanya, "Aku
membantui, aku menghadapi kesulitan- Diantara
susiokcouwmu dan Wi Sun dalam gelanggang dua tombak
sekitarnya, tenaga dalam mereka telah merupakan semacam
tembok tangguh, Tak dapat aku memasuki itu, jikalau aku
memaksa, meski benar Wi Sun bisa dirobohkan, tetapi juga
susiokcouwmu bisa turut bercelaka sendirinya.
Oleh karena itu gurumu menjadi tak berdaya, terpaksa
setiap hari tiga kali gurumu pergi kedalam gua itu untuk
melongok, Selama itu selalu gurumu memikirkan daya untuk
menolongi, selalu aku tidak berhasil...”
Habis berkata itu Beng Liang menjadi berduka.
In Gak berpikir keras.
"Suhu, dapatkah suhu mengijinkan murid pergi dalam gua
itu?" ia tanya kemudian "Murid ingin melihat ada jalan atau
tidak untuk mencoba membantui susiokcouw." Beng Liang
Taysu berpikir keras.

1669
"Baiklah," katanya sejenak kemudian "mari gurumu
mengantarkan kau. Tapi ingat jangan sekali kau sembrono
turun tangan supaya kau tidak mencelakai susiokcouw-mu."
"Murid tahu suhu," kata In Gak berjanji Lantas berdua guru
dan murid itu pergi kebelakang keguha, In Gak lantas melihat
terowongan yang dikatakan gurunya. Lubang itu luas
setombak bundar, ia berdiri dimuka lubang, untuk mengawasi
kedalamnya. Gelap segala apa tak terlihat nyata.
"Suhu, berapakah dalamnya gua ini?" ia tanya.
"Kira-kira dua puluh tambak." sahut Beng Liang Taysu.
"jikalau kau lompat turun dengan menggunai Te ciong sut,
kau dapat naik pula, Wie Sun pun dapat keluar jikalau ia mau,
apa mau dia di sangsikan ancaman sucouwmu maka itu dia
keburu dirintangi susiokcouwmu. Mari"
Guru itu terus mencekal tangan muridnya maka bersamasama
mereka lompat turun.
In Gak cuma mendengar suara angin, lantas kakinya
menginjak tanah ia terus memasang mata, Samar samar ia
melihat dua orang berduduk diam bagaikan patung-patung
tanah liat, Sesudah lewat sekian lama ia menjadi biasa
ditempat gelap. ia dapat melihat dengan terlebih nyata pula.
Wie Sun itu mempunyai rambut panjang yang menutupi
kepalanya, juga tangan dan kakinya, hingga dia mirip seekor
orang hutan-
Kedua matanya bersinar sangat tajam, Kedua tangannya
ditaruh didepan dadanya.
Bu Liang Siangjin duduk bersikap sama seperti Wie Sun,
Maka itu keduanya tetap saling mendorongkan tenaga dalam
mereka, Susiok-couw ini meram matanya, sikapnya tenang
tapi tegang.
Diam diam In Gak meluncurkan tangannya lantas ia
merasakan tenaga menolak yang kuat, maka lekas-lekas ia

1670
menarik pulang tangannya itu. Segera ia berpikir keras, ia
mengasah otaknya, ia ingin mendapat jalan untuk
memisahkan kedua orang itu dengan kesudahan
susiokcouwmu terlindung keselamatannya dan Soat San Jin
Mo, sihantu manusia dari gunung salju-soat San- dapat
dikuasai, inilah kesulitan paling sulit yang ia pernah
dihadapkan-
Beng Liang Taysu berdiam saja, matanya mengawasi
muridnya ini. ia tahu murid yang cerdas itu lagi mengasa otak.
ia tidak mau mengganggu.
In Gak terus berdiam ia ingat ilmu Pouw-te pwe Yap Sian
Kang. Pikirnya: "Kenapa aku tidak mau menggunai ini supaya
aku bisa berbareng menolongi orang dan melukai lawan?" ia
tidak berpikir lama untuk mengambil putusannya, Maka ia
lantas memilih tempat untuk segera duduk bersila untuk lantas
membaca mantara sedang kedua tangannya diangkat
perlahan-lahan-
Beng Liang Taysu heran menyaksikan gerak gerik muridnya
itu, Meski demikian, ia tetap tidak hendak mengganggu .
Dalam suasana tegang itu ia dapat menguasai diri untuk terus
bersikap tenang.
Belum lama maka Wie Sun merasa ia tertiup hawa
bagaikan angin bersilit lembut. ia heran hingga hatinya
bercekat, Lantas juga ia terkejut, ia merasakan siliran hawa itu
berubah menjadi berat, sangat mendesak kepadanya.
Dengan perlahan tetapi tentu perubahan desakan itu
berlanjut terus, Makin berat, makin berat, lalu dadanya sesak.
susah ia bernapas, ia menjadi kaget sekali, ia lantas melirik
kearah dari mana hawa itu datang ia melihat seorang muda
tengah meluncurkan tangan kearahnya, ia menjadi kaget dan
bingung.
"Celaka aku apabila aku tidak balas menyerang dia,"
pikirnya, Maka timbullah niatannya untuk menyerang supaya

1671
kedua pihak bercelaka bersama ia pun tidak bepikir lama,
Mendadak ia berseru, mendadak ia menggeraki kedua
tangannya, yang dikerahkan dengan tenaga penuh dua belas
bagian.
Dengan tangan kanan ia menolak Bu Liang Siangjin secara
kaget, dengan tangan kirinya ia menyerang si anak muda.
In Gak lantas merasakan gempuran, yang membuat
tubuhnya bergeming beberapa kali hingga ia mengeluarkan
suara "Hm" ia tetap duduk tegaki tubuhnya tertutup
terlindung, tenaga menolaknya tak berkurang, bahkan
bertambah.
Wi Sun menjadi bertambah heran dan kaget, ia lantas
mengulangi serangannya, sekarang dengan kedua tangannya,
ia menarik pulang tangan kanannya yang dipakai menolak Bu
Liang Siangjin.
Melihat datangnya serangan dahsyat itu, matanya In Gak
mengeluarkan sinar tajam. Tubuhnya terus bergerak mumbul,
ia pun membarengi menyerang, dari atas kebawah.
Segeralah terjadi satu bentrokan yang maha dahsyat,
Kamar gua itu bagaikan gempa, suaranya sangat berisik,
Akibatnya itu yalah Wi Sun memperdengarkan jeritan hebat
dan tubuhnya roboh, sedang In Gak juga jatuh.
Beng Liang Taysu kaget bukan main, Paling dulu ia melihat
Bu Liang Siangjin duduk menyender ditembok. kedua matanya
terus meram. Paman itu lagi meluruskan jalan napas-nya,
ketika ia melihat In Gak, ia mendapatkan murid itu rebah
ditanah mukanya pucat dari mulutnya keluar darah, Tubuh
murid itu diam tak berkutik. Ketika itu tubuh Wi Sun bergerak.
rupanya dia mau berbangkit bangun.
Melihat demikian, Beng Liang Taysu berlompat kepada
hantu manusia dari Gunung Salju itu, kedua tangannya
digeraki, untuk menyerang.

1672
Tiba-tiba Wi Sun tertawa menyeringai dan kata: "Aku situa
bakal segera berangkat ke alam baka, apakah taysu masih
hendak menurunkan tangan atas diriku?"
Beng Liang Kuatir orang menggunai akal licik, ia mengawasi
bengis, kedua tangannya terus siap sedia.
Wi Sun kembali tertawa menyeringai ia berkata pula:
"Pendeta tua Bu Wi benar-benar pendeta sakti, dia dapat
menduga yang aku si tua tentu tidak bakal dapat bertahan
berdiam didalam guna ini hingga seratus tahun. Dia telah
mengatakan, jikalau aku paksa keluar juga, aku pasti bakal
terbinasakan, sekarang kata-katanya itu berbukti Aku s itua,
aku mati dengan mata meram... Kau pernah apa dengan Bu
Wi si pendeta tua itu?"
"Bu WiSiangjin yalah guruku," sahut Beng Liang. Wi Sun
menunjuk pada In Gak. "Siapa dia itu?"
"Dialah muridku," sahut pula Beng Liang suaranya dalam.
"Si Hwesio tua sakti" kata Wi Sun. "Aku yang tolol"
Mendadak dia roboh seraya muntah darah, Tapi dia tertawa
menyeringai dan kata, "Si Hwesio tua pernah membilangi aku
bahwa aku bakal terbinasa ditangan cucu muridnya, dia nyata
tidak omong kosong: Aku si tua tadinya menyangka bahwa
kecuali aku dikolong langit ini sudah tidak ada lawanku, siapa
sangka... Eh muridmu itu juga tidak bakal tertolong lagi, maka
aku situa dapat memejamkan mataku." Lagi sekali dia muntah
darah, hanya kali ini terus kepalanya lemas dan napasnya
berhenti. Maka didalam guha itu terdengarlah doa pujian-..
ooo
BAB30
Setelah mengawasi Wie Sun dan memuji, Beng Liang
menoleh kepada Bu Liang Siangjin, dan Cia In Gak. ia
memandangnya bergantian Bu Liang mengejar pada tembok
dipojokan mukanya pucat seperti kertas.

1673
Teranglah bahwa ia telah terluka didalam hebat sekali,
walaupun ada obat mujarab, dalam beberapa tahun ini tak
dapat ia berjalan atau bergerak seperti biasa, Sebagai ahli
obat-obatan dengan sekali melihat saja pendeta itu
mengetahuinya, sebaliknya hatinya bercekat mendengar
ucapan Wie Sun bahwa In Gak pun tak bertahan lama sedang
ia tahu tak selayaknya muridnya berumur pendek. Maka itu, ia
lantas bertindak menghampirkan muridnya itu.
Luar biasa kasih sayang diantara guru dan murid ini,
sembari bertindak perlahan itu airmatanya Beng Liang meleleh
turun.
In Gak melihat gurunya menghampirkan ia membuka kedua
matanya, ia paksakan bersenyum.
Beng Liang heran hingga ia menghentikan tindakannya. ia
melihat pada matanya murid itu, selainnya sinar tak tenteram
ada juga sinar yang menyatakan supaya sang guru jangan
mendekatinya, ia mengawasi terus dengan perlahan ia
menbacakan doa Thian Liong Sian Ciang.
Melihat gurunya merandak, In Gak merapatkan matanya
pula.
Tiba tiba Bu Liang Siangjin mengasi dengar suaranya yang
lemah "Beng Liang, tak usah berdoa lebih jauh. Lolap tahu
dosaku berat sekali, tidak nanti lolap mencapai nirwana dari
itu tak usahlah lolap didoakan agar lolap bebas dari segala
dosaku itu, hanya muridmu itu... Ah..."
Dia mengawasi In Gak sekian lama, mendadak dia
terperanjat, matanya bersorot tajam. "Beng Liang, kau lihat
tidak?" katanya.
"Lihat paras muridmu-dia nampak merah mukanya. Terang
dia lagi menggunai tenaga dalamnya menyembukan lukanya
Lukanya itu lebih parah daripada lukaku tetapi darimana
datang tenaganya yang luar biasa itu? Aku tidak percaya kau

1674
dapat mendidik murid hingga kepandaiannya jauh melebihkan
kau sebagai gurunya...
Beng Liang pun menatap muridnya itu, ia mendapat bukti
dari kata katanya Bu Liang itu, Memang paras mukanya In
Gak berubah dari sangat pucat menjadi merah dadu. Tentu
sekali disamping berlega hati, ia heran bukan main-
Bu Liang mengawasi terus, terdengar ia menarik napas dan
kata: "Nampaknya untuk memajukan Pak Thian San, selainnya
anak ini tidak ada lain orang lagi. Baru sekarang lolap
mendapat bukti bahwa takdir itu sudah tertulis dan sedikit
juga tidak dapat ditentang”
Beng Liang mendengar suaranya Bu Liang makin lama
makin perlahan lemah.
"Susiok jangan suslok terlalu banyak omong," katanya,
"Tecu masih mempunyi beberapa butir pil Tiang cun Tansilakan
suslok makan, Lalu susiok beristirahat"
"Obat itu untuk menyembuhkan penyakit yang tak
mematikan dan Sang Buddha menyeberangi orang yang
berjodoh dengannya," kata dia lemah. "Tentang kepandaian
kau dalam ilmu pengobatan aku tahu betul kau dapat melebihi
Hoa To atau Pian ciok. akan tetapi disamping itu lolap ketahui
diriku baik sekali, ketika barusan aku beradu tangan dengan
Wie Sun, aku terluka hebat dibagian dalam, maka sekarang
lolap sudah bagaikan minyak habis pelita pudar Meskipun ada
obat dewa Kiu coan Sin Tan tak dapat jiwaku ditolong pula.
Maka itu buat apa mengurbankan lagi Tiang cun Tan?"
Beng Liang berlompar maju, ia mencekal lengan kanan Bu
Liang ketika ia meraba nadi, alisnya berkerut.
Justeru itu, In Gak pun berlompat menghampirkan- Muka
murid ini bersinar terang, Dia tertawa dan kata: "Suhu, jangan
berduka dan berkuatir, biarkanlah muridmu yang melayani
mungkin susiok-couw dapat ditolong"
Bu Liang heran tetapi hatinya lega sedikit

1675
"Benarkah kau dapat menolong?" tanya ia. Lantas ia
nampak girang.
In Gak belum menjawab gurunya, atau Bu Liang
menyeringai dan berkata: "Lolap sudah berusia seratus lebih,
dosaku telah bertumpuk hingga sukar ditebus, maka itu apa
perlunya aku mencari hidup lama didalam dunia ini? In Gak
jangan kau menyusahkan diri untukku Semoga kau ingat
Thian dan suka menanam kebaikan, dengan begitu maka lolap
didalam neraka akan memperoleh keringanan hukuman-.." ia
menghela napas pula.
Demikian pendeta itu yang insaf setelah ia merasa tiba saat
akhir hidupnya hingga ia ingat segala kekeliruannya. inilah
cocok dengar kata-kata: Burung mau mati, suaranya sedih,
Manusia hendak menutup mata, kata- katanya sempurna.
In Gak bersikap sangat menghormat, ia kata: "llmu tabib
yalah ilmu peri kemanusiaan, maka itu tak dapat tecu melihat
kematian tetapi tidak menolongnya...
Bu Liang menjadi sangat bersyukur, ia menatap pemuda
itu, lalu terlihat senyumannya yang mengasihi.
"Lukaku berat sekali, belum tentu kau dapat menolong aku"
katanya, "Tetapi kau baik hati tak dapat aku menampik
kebaikan kau itu, sekarang begini saja. Dosaku banyak sekali,
kau harus melakukan selaksa kebaikan untuk menebus dosaku
itu. Dapatkah kau melakukannya?”
"Susiokcouw menitakan, mana tecu berani menentang?"
sahut si anak muda.
"Kau ingat, sebelum kau mengumpul jasa sepuluh laksa itu,
tak dapat kau membunuh orang itu artinya kau bakal
menambah dosaku, sekarang kau tolonglah aku"
Diluar gua suara angin menderu- deru mengutarakan
kegusarannya, hawa pun dingin meresep ke dalam tulangtulang,
Walaupun demikian, hawa dijalan gua hangat dan
nyaman seperti dimusim semi. Didalam gua In Gak duduk

1676
numprah didepannya Bu Liang Siangjin, kedua tangannya di
letaki dijalan darah beng bun pendeta itu, lalu ia mengerahkan
tenaga dalamnya menurut ilmu Poute Pwe yap Sian-kang,
guna mulai menolong susiokcouwnya itu...
Beng Liang Taysu berada dipinggiran, ia mengawasi aksi
muridnya itu. Ia heran tetapi la mengasi lihat roman girang.
ooo
Selang tiga hari In Gak sudah bertindak turun diantara es
dan salju di cap In Gay, ia menuju ke kuil Jie ong Bio di
Touwkang-yang di kecamatan Hoan-koan, ia memikirkan
urusan di Ngo Bie San, maka ia ingin dengan satu tindak saja
tiba di tempat tujuan itu, ia ingin segera mendapat keterangan
Ay Hong-sok Kheng Hong berhasil atau tidak mencuri sin-hu
dari ciangbunjin dari Ngo Bie Pay.
Demikian, ia melakukan perjalanan siang dan malam cuma
berhenti untuk menangsal perut dan bermalam. Ketika ia tiba
di wilayah Hoan koan, sudah musimnya bunga kui hoa
menyiarkan keharumannya, Itulah di pertengahan musim
rontok.
Matahari lohor sedang bersinar ketika akhirnya In Gak
berada didepan kuil Jie ong Bio yang mentereng diantara
pepohonan lebat dan rimbun disitu, Disana ia melihat Ay
Hong-sok di belakang siapa ada Kauw ciu Kun Lun ce Kong
keduanya lagi berdiri sambil menggendong tangan-.. ,
Memdadak mata Ce Hong bersinar, "Kheng Losu, lihat
disana" katanya sambil menunjuk. "Lihat itu yang lagi jalan di
jembatan. Bukankah dia Cia Sia uwhiap?"
Kheng Hong terpaling, ia mengawasi "Kalau bukan dia,
siapa lagi?" ia berseru, alisnya yang pulih terbangun, ia girang
luar biasa setelah mengenali In Gak yang lagi berlari-lari di
atas jembatan.

1677
Sebentar saja, tibalah anak muda itu, bahkan ia lantas
menegur: "Kheng Siepe ce Tayhiap Bagaimana dengan
perjalananmu ke Ngo Bie San-?" Itulah pertanyaan pertama
pemuda itu, yang sangat bernapsu. Mata Kheng Hong
mengedip-ngedip.
”Jangan terlalu tergesa, hiantit," katanya, ia tertawa, "Kau
harus ingat pepatah bahwa urusan penting itu diurus dengan
perlahan, bahwa air sedikit dapat berkumpul menjadi kobakan
atau pengempang, Kau tentu letih, mari masuk dulu kedaam
untuk beristirahat, baru kita bicara"
Dengan menahan keinginan tahunya yang keras, In Gak
bertindak masuk ke-dalam bio Bertiga meereka duduk
berhadapan.
Ce Hong mengawasi si anak muda yang tangannya
mencekal cangkir teh dengan romannya ber-duka, nampak
hatinya tidak tenteram.
"Siauwhiap." katanya, "syukur Kheng Tay-hiap dan aku tak
mensia-siakan tugas kami, kami berhasil mencuri sinhu dari
Ngo Bie Pay. Keempat nona Tio, Ciu, Kouw dan Hu tak dapat
menanti siauwhiap. mereka sudah lantas berangkat ke pulau
Giok ciong To. Kami kuatir Kim Teng Siangjin nanti mencurigai
sinhu tercuri oleh keempat nona, maka juga kami menanti
sampai lewat tiga hari kepergian mereka itu, baru kami turun
tangan,"
Sembari berkata Kiauw ciu Kun Lun menyerahkan sebuah
kantung kulit pada sianak muda terus dia menambahkan:
"Inilah sinhu itu, harap siauwhiap menyimpannya baik-baik,
Baik siauwhiap lekas berangkat. Sampai ini waktu, mungkin
Kim Teng belum ketahui prihal kehilangan itu. Kedua nona
Kang dan Lo berada di Ngo Bie San mereka lagi menanti
hukumannya. Kim Teng siangjin sudah menetapkan
tanggalnya, tanggal delapan belas bulan depan-Jadi masih ada
tempo tiga hari... cuma karena Ban In Su-thay telah ketahui
duduknya hal, paling baik siauwhiap..." Sampai disini dia

1678
melanjuti dengan pelahan sekali, In Gak mengangguk
beberapa kali, lalu airmukanya nampak sedikit terang.
Kheng Hong mengawasi dengan kedua matanya dikecilkan,
habis Ce Hong berbicara itu, ia membukanya lebar-lebar, terus
ia tertawa nyaring, tandanya mengurut-urut kumisnya.
"Ah Losu mengapa kau bicara begini cepat?" katanya,
"Menurut aku si orang ini, aku akan membiarkan dia berduka
dan berkuatir terus hingga setengah harian. Siapa suruh dia
gemar sekali main asmara? Kenapa orang demikian halus
gerak geriknya di sebaliknya membawa lagaknya? Kecuali dia
berhati keras, tibalah saat nya dia kabur dari medan perang..."
Mukanya sianak muda menjadi merah.
"Pantas siepe menegur aku," katanya, Janganlah siepe
main mutar-mutar Apakah siepe ketahui apa sebabnya sikapku
itu?" Kheng Hong tertawa.
"Sekarang ini kaulah si jago muda yang utama," katanya
"maka itu aku yang menjadi siepemu, tidak berani omong
langsung..."
"Siepe kau bikin aku malu..." kata sianak muda, benar
benar mukanya menjadi sangat merah.
"Sudah," Ce Hong menyela, "Mari kita masuk didalam, aku
mempunyai arak untuk menyambut siauwhiap."
In Gak menurut, maka bertiga mereka masuk keruang
dalam, untuk minum dan bersantap Lalu besoknya seorang
diri In Gak menuju ke Ngo Bie San, ia berpisah dari Kheng
Hong dan Ce Hong.
ooo
Diantara enam gunung diSeSiok. maka gunung NgoBie San
yang terutama, di sampingnya barulah gunung ceng Shia San,
lalu Kim Pin San lalu Pek Yam dan KiamBun. Yang ke enam
yalah Bin San, Ngo Bie terdiri dari dua gunung yang berdiri
berhadapan yang pun disebut Gie Mui SanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1679
Gunung itu menjadi cabang dari gunung Bin San, maka itu
juga disebut Sam Ngo, yalah Toa Ngo. Tiong Ngo, dan Siauw
Ngo. Gunung Toa Ngo itu yang terbesar, banyak jurang dan
guanya, lembahnya, dan untuk mendaki separuhnya saja
sudah harus melewati delapan puluh empat tanjakan, dan
jalannya sekira enampuluh lie, baru sampai dipuncaknya.
Digunung itu pula kedapatan seratus dua belas tempat suci
yang dipanggil cio kam, duabelas gua besar dan duapuluh
delapan buah gua kecil, umpama gua-gua saini Hie, Dewi Lie
Ho dan Dewa Kwie Kok. Satu gua lain yaitu Lui Tong, atau
Guha Guntur, dimana sering keluar mega dan hujan, maka itu
umum menyebutnya guanya Malaikat Geledk, Belum lagi
sepuluh tempat lainnya yang kesohor pemandangan alamnya
yang indah
Kim Ting atau puncak Emas yang menjadi puncak tertinggi,
masih kalah beberapa tombak dari puncak Ban Hud Teng,
tetapi disana salju terus turun seluruh tahun, kelihatannya
tinggi seperti langit, pemandangannya sering berubah-rubah.
Pada tanggal delapanbelas bulan delapan pagi maka
ramailah suara genta dipuncak Kim Teng itu, hingga seperti
memecah mega dan salju, mengalun dilembah-lembah.
Dibawa h puncak. daun daun rontok terbang berhamburan,
sedang pohon cemara danpek bagaikan saling bersaing dalam
kesegarannya, Banyak orang tampak berlari-lari naik kepuncak
ke pendopo ciat In Tian.
Di sana orang berkumpul dengan roman berduka, Semua
berdiam, Dan Ban in Suthay nampak matanya bersinar tajam.
Ia didampingi Kang Yauw Hong dan Lo Siang Bwe, yang
romannya berduka, terlihat nyata bekasnya menangis.
Kiang cong Yauw bersama Tong-hong Giok Kun berdiri
dipojokan, airmuka mereka menyatakan mereka tidak puas.

1680
Lalu terlihat seorang pendeta kurus menghampirkan Ban In
suthay untuk memberi hormat seraya merangkap kedua
tangannya untuk berkata sambil bersenyum: "Harap sebentar
sumoay jangan berselisih mulut dengan ciangbun kita, dikuatir
urusan nanti menjadi bertambah sulit hingga sukar untuk
dibereskan, kakakmu akan mencoba sebisanya guna
mendamaikannya."
Bie in Suthay tertawa dingin.
“Jikalau ada harapannya, tak nanti urusan berlarut menjadi
seperti sekarang ini" katanya, mendongkol, "Pek siang Saieng
tak usahlah kau berduka buat urusan siauw-moay ini.
Siauwmoay tahu bagaimana harus bertindak. Dulu pun suhu
pernah membilang kalau Kim Teng suheng tidak merubah
sifatnya, dia bakal makan sendiri buah usahanya. Dia
bertindak secara bertentangan, dikuatir sebentar dia nanti
kehilangan muka bertemu dengan orang banyak..."
Pek tiang Taysu menghela napas tanpa kata apa apa lagi,
ia kembali kepinggiran.
Diatas puncak kembali terdengar suara genta tiga kali.
Mendengar itu rombongan ini lantas bertindak berbaris keluar
dari pendopo ciat In Tian untuk pergi kepuncak dimana,
didalam Kim-tian pendopo Emas terlihat seorang pendeta tua
lagi berduduk diam romannya keren.
Dia beralis dan berambut putih, matanya bersinar tajam
Dibelakangnya berdiri Keng Tiang siu, romannya yang tampan
rusak dengan banyak titik atau tapak luka. ia melihat kebawah
tetapi tegas ia sangat mendongkol atau bergusar.
Di kedua samping berdiri delapan pendeta dengan jubah
hitam, tangan mereka memegang toya, Ketika itu, mereka
semua tunduk. Teranglah mereka situkang melaksanakan
hukuman-..
Murid murid tiga generasi dari Ngo Bie Pay dengan
beruntun memasuki pondopo, mereka tak bersuara tetapi

1681
sikap mereka keren. Sunyi seluruh ruang hingga pastilah
terdengar suaranya andaikata ada jarum jatuh.
Kim Teng Siangjin mengawasi semua orang, baru dia kata
perlahan: "Sekarang ini lolap hendak menjalankan aturan,
aturan, Bia-sanya lolap tak lancang atau sembarang dan itu
cuma untuk dijadikan teladan bagi mereka yang muda, supaya
tak ada muridku yang murtad, ini pula untuk menjaga nama
baik Partaiku" ia terus menoleh kepada Ban in Suthay, untuk
menambahkan- "Sumoay lolap tak berat sebelah lolap menjadi
keadilan, maka itu sebelum hukuman dijalankan apalagi kau
hendak bilang?"
Ban in Su thay berdiam sejenak baru ia menjawab.
"Ciangbun suheng menanya, tak dapat siauw-moay tak
bicara," sahutnya, "Barusan suheng bicara dari hal nama baik
Partai, Nama baik apakah itu?"
Airmuka Kim Teng berubah keren- "Muka Keng Tiang Siu
dirusak Cia in Gak" katanya keras, ”Cia in Gak juga telah
memandang enteng kepada lolap." Dengan begitu tak
ubahnya dia dengan musuh kami Sudah begitu sebaliknya
Kang Yauw Hong, Lo Siang Bwe, Kiang cong Yauw dan Tong
hong Giok Kun bersahabat kekal dengan dia, itu tandanya
mereka tak menghiraukan urusan Tiang Siu itu. perbuatan
mereka itu berarti terhadap Partai mereka tidak menghormati.
Maka itu nama baik Partai kami terletak pada diri mereka
berempat jikalau mereka itu tidak dihukum lolap kuatir mereka
dapat menjadi contoh buruk, Bagaimana sumoay pikir apakah
lolap tidak adil?"
Ban In Suthay memberikan jawabannya, suaranya sungguh
sungguh.
"Didalam hal ini martabat ciangbunjin yalah yang utama"
katanya, "Kalau seorang ciangbun bertindak tepat, tidak nanti
ada murid atau murid-muridnya yang membilang sesuatu,
Mengenai Keng Tiang Siu ingin siauwmoay mengatakan bahwa

1682
dia telah mencari-cari sendiri kehinaannya itu, Nie Wan Lan
menjadi murid dari Yan San, nona itu sudah kenal In Gak buat
banyak tahun mereka saling menyukai, hanya kemudian
karena suatu urusan kecil, mereka berselisih paham, mereka
menuruti adat mereka tak mau mereka saling mengalah.
Justeru itu Keng Tiang Siu yang melihat hal mereka itu telah
memikir inilah ketikanya yang baik untuk turun tangan.
Begitulah dia gilain Nie Wan Lan, dia melihat tak sudah nya
pada nona itu, Sebaiknya Nie Wan Lan tidak
menghiraukannya, seharusnya Tiang Siu mengundurkan diri.
Sayang dia tidak kenal selatan, dia tetap masih mengintil Wan
Lan Maka kejadianlah di Sinchung, Shoatang dia bertamu
dengan In Gak.
Ketika itu salah paham diantara In Gak dan Wan Lan masih
belum teredakan, Dari situ Tiang Siu mencaci In Gak ceriwis
dan tak tahu malu, bahwa perbuatannya bagaikan binatang,
Pasti In Gak tak dapat menerima penghinaan itu. Maka
terjadilah mereka benterok. Tiang Siu menyerang dengan hek
cie-ie senjata rahasianya, In Gak menyampok itu balik, Tiang
Siu makan buah pekerjaannya sendiri Senjata rahasianya itu
makan tuan Maka sekarang ingin aku menanya ciangbun
suheng, siapakah yang bersalah?"
Kim Teng Siangjin terkejut tetapi ia tidak kentarakan itu.
"Bagaimana sumoay ketahui hal itu begini jelas?" ia tanya,
berlagak pilon. "Lebih dulu daripada ini belum pernah lolap
mendengar kau menceritakannya."
"Tak usah suheng tanya siauwmoay ketahui jelas perkara
itu" Ban in menjawab, "Keng Tiang Siu berada disini, suheng
tanya saja dia benar atau tidak kejadian itu?"
Kim Teng menoleh.
"Tiang Siu benarkah itu?" Keng Tiang Siu bertindak maju,
mukanya pucat, Didalam hati ia malu dan menyesal. Tapi
didalam seperti sekarang tak dapat ia tak mengambil putusania
jeri ketika ia mendapat kenyataan semua mata diarahkan
kepadanya, ia tidak membenci Kang Yauw Hong berempat ia

1683
cuma membenci In Gak satu orang, ia tidak menyangka
gurunya mengambil sikap begini rupa, urusan yang
dianggapnya kecil telah diperbesar menjadi mengenai
kehormatan Partai. Dengan lantas ia mengeluarkan peluh
dalam tetes tetes besar. ia maju tetapi ia tunduk. mulutnya
bungkam.
Kim Teng mengawasi, ia dapat mengerti kesalahan berada
pada Tiang Siu. Kalau tidak murid ini tidak nanti menutup
mulut. Toh ia mendongkol ia menyesali Ban In Suthay sudah
tak memberitahukannya dari siang-siang hari, hanya justeru
disaat ini. ia menjadi serba salah. Kalau ia bersikap tetap
keras, pasti ia akan dituduh berat sebelah pasti martabatnya
rusak. Maka dengan sinar mata bengis ia mengawasi pendeta
wanita itu.
"Sumoay Ban In lolap mengerti hatimu" katanya dingin.
"Kang Yauw Hong itu muridmu. pantas kau membelanya
supaya dia bebas dari hukuman, Memang Tiang Siu bersalah
tetapi kenapa Cia In Gak tidak datang untuk diadu
keterangannya?... Baiklah supaya kau menjadi puas, nanti aku
menghukum Tiang Siu..."
Ketika itu Pek siang Taysu bertinkak maju, "Ciangbunjin..."
katanya, ia berhenti dengan tiba tiba sebab ia disela Kim
Teng.
"Lolap sudah memutuskan harap sute jangan banyak
omong lagi" kata ketua itu, yang mengulapkan tangan, sedang
sepasang alisnya bangun berdiri. Pek Siang kembali
ketempatnya ia menghela napas perlahan.
Ban In Suthay tidak puas, "Suheng begini angkuh apalagi
yang siauw moa y dapat bilang?" katanya, "Peraturan Partai
kita sudah tigapuluh tahun belum pernah dijadikan lagi
walaupun demikian siauwmoay masih ingat itu seperti
kejadian yang baru, siaumoay mohon suheng menjalankan
peraturan yang benar, tak dapat ada yang dirobah"

1684
Kim Teng Siangjin menjadi gusar tak terkira. Dengan
mendongkol ia menjawab: "Baik sekali sumoay telah memberi
ingat ini kepada lolap. lolap bersyukur. Lalu dia berkata pula:
"Minta Hiat Tian"
Dua pendeta yang memegang toyadi barisan kanan
bertindak maju, terus mereka lari ke dalam.
Kim Teng Siangjin berseru pula: "minta Leng hu" Dari
sebelah kiri, dua pendeta lantas lari ke dalam juga.
Tidak antara lama dua pendeta yang diperintah minta "Hiat
lian" sudah kembali. Mereka membawa nenampan diatas
mana ada sesuatu yang ditutup dengan sutera kuning, Mereka
berjalan dengan perlahan.
Dua pendeta yang diperintah minta Leng-hu atau sin hu,
kembali dengan tergesa-gesa, romannya gelisah mereka
membungkuk didepan Kim Teng Siangjin seraya berkata
gugup, "Leng hu tak kedapatan-.."
Kim Teng kaget seperti mendengar guntur, ia sampai
duduk menjublak. Semua orang pun heran dan bingung
karenanya.
Kemudian Kim Teng mengawasi Ban In Suthay matanya
suram, sinarnya dingin.
Ban In berdiri diam, sikapnya tawar. ia tahu ketua itu gusar
sekali, maka entah apa bakal terjadi disitu. ia siap sedia untuk
melayani sesuatu kemungkinan meskipun hatinya pepat, ia
tidak mengarti kenapa leng hu lenyap.
Kim Teng perpikir keras Melihat sikapnya Ban In ia mau
menduga mungkin adik seperguruan ini ketahui hal lenyapnya
leng hu itu, hanya ia sangsi apa benar siaumoay berani
melakukan semacam kedosaan besar sekali, itu pun perbuatan
kurang ajar terhadap couw su mereka.
"Didalam kehilangan ini, tugas yalah tugas si penjaga lenghu,"
kata Kim Teng kemudian, "meskipun demikian, aku tak
lepas dari tanggangjawab seluruhnya. Baiklah, sebentar akan

1685
aku mengaku salah didepan couwsu, Hanyalah mestinya
bukan tanpa sebab Leng-hu lenyap...
Diantara para hadirin lantas terdengar seorang yang
suaranya nyaring, Menurut pasal 5 dari kitab Hoit Sian jikalau
ciangbunjin membikin hilang Leng hu, maka dengan
sendirinya ciangbunjin tidak dapat menjalankan peraturan
partai kita. Karena itu kewajiban ciangbunjin harus diserahkan
untuk diwakilkan oleh empat Hok Hoat Tianglo, juga
ciangbunjin di bebankan tugas mencari Leng hu sampai dapat,
untuk ini tidak dapat ciangbunjin menolak untuk meloloskan
diri tak peduli dengan alasan apa juga..."
Kim Teng siangjin menghela napas: "Sudah Kouw Siu Sute
tak usah kau bicara lebih banyak pula "pendeta itu memotong
"Lolap akan terima ini tugas sangat berat. Hanya masih ada
satu kata kataku yang belum aku ucapkan, Leng-hu itu lenyap
itu mestinya dilakukan oleh satu orang dalam pasti dia tak
puas dengan tindakan loiap ini maka dia telah melakukan itu
perbuatan hina dina ..."
Sabar kata-kata itu akan tetapi terang itulah tuduhan
terhadap Ban In Suthay, Para hadirin dapat menduga itu,
maka semua mata lantas diarahkan kepada itu bhikshuni.
Parasnya Ban In suram. ia perdengarkan tertawa dingin.
"Orang angkuh dan jumawa dan cupat pandangannya, dia
mana pantas menjadi seorang ciangbunjin" katanya keras,
"Suheng Kim Teng, tak usah kau- memanah bayangan, jangan
kau menyembur orang dengan darah jikalau siauwmoay yang
melakukan perbuatan yang hina dina itu disini juga siauwmoay
akan membunuh diri"
Kata-kata itu keras dan tajam, semua orang terkejut
mendengarnya. Memang mulanya orang menyangsikan
bhiksuni ini. Tetapi orang tahu Ban In selama puluhan tahun
selalu menghargai dirinya hingga orang menghormatinya,

1686
Maka sekarang orang menjadi bingung, Semua lantas berdiam
mereka cuma bisa saling mengawasi
Kim Teng pun berdiam tetapi hatinya panas bukan main,
hampir tak dapat ia mengendalikan diri.
Selagi keadaan sangat tegang itu seorang pendeta terlihat
datang berlari-lari, Dia berbaju abuabudan tangannya
mencekal tongkat sian thung yang panjang Dia menuju
langsung ke depan Kim Teng siangjin, untuk melaporkan-
"Di bawah gunung ada datang seorang bernama Ji In yang
mengaku menjadi pamannya Cia In Gak. dia mohon bertemu
dengan ciangbunjin. Dia kata dia membawa serupa barang
yang hendak dipulangkan-"
Matanya Kim Teng bersinar dengan mendadak. "Dimana
adanya Ji In sekarang?" dia tanya.
"Dia berada di Kauw Kok Si dimana dia lagi ditemani teh,"
sahut pendeta pembawa laporan itu.
Belum berhenti suaranya sipendeta maka dari luar pendopo
sudah lantas terdengar suara tertawa yang nyaring, yang
disusul dengan ini kata kata terang dan jelas: "Aku yang
rendah Ji In, tanpa diundang lagi aku datang ke- mari, aku
minta sukalah siangjin tidak menegurnya"
Lantas setelah itu tertampak seorang sasterawan usia
pertengahan bertindak tenang memasuki pendopo
Kang Yauw Hong bersama Lo Siang Bwe, Kiang Cong Yauw
dan Tonghong Giok Kun mengenali Ji In itu, didalam hati,
mereka girang sekali, tanpa merasa mereka bersenyum. Kim
Teng Siangjin merangkap kedua tangannya.
"Lolap tidak tahu Ji Sicu datang kemari, tak dapat lolap
menyambut dari jauh jauh, maka itu lolap mohon diberi maaf”
katanya.
Hormat katanya pendeta ini tetapi kedua tangannya itu
dirangkap bukan untuk dirangkap saja hanya ketika diajukan

1687
dia menolak dengan tenaga dalamnya yang dahsyat. Ji In
bersenyum. ia juga merangkap kedua-tangannya.
"Maaf” katanya. "Aku yang rendah datang di saat Siangjin
lagi menjalankan peraturan Partai kamu, dari itu aku mohon
diberi ijin untuk berdiri dipinggiran guna menyaksikan-nya . "
Kim Teng kaget, Tolakannya itu lenyap tidak keruan,
Mukanya pun menjadi merah.
"Upacara sudah selesai," ia berkata. "Barusan muridku dari
generasi ketiga mengabarkan bahwa sicu datang dengan niat
membayar pulang suatu barang milik Partai kami, maka itu
lolap mohon tanya, barang itu barang apa-kah?"
Tiba-tiba JiJn memperlihatkan roman lesu. agaknya dia
kecewa, Dia pun terus menghela napas.
"Oh kalau begitu aku yang rendah menjadi tidak
mempunyai untung bagus untuk menyaksikan upacara yang
besar," katanya, menyesal "Siangjin menanyai tentang barang
yang hendak dipulangkan bukan? Mengenai itu baiklah
sebentar kita bicarakannya. Sekarang aku yang rendah mohon
menanya: Siangjin mencari keponakanku yang bernama In
Gak, yang katanya harus datang kegunung ini guna
menghaturkan maaf, apakah Siangjin suka mengas
keterangan padaku, urusan itu urusan apa?"
Sudah sekian lama Kim Teng menahan
kemendongkolannya, yang tak dapat dilampiaskan maka
sekaranglah ketikanya.
"Kenapa keponakanmu itu tidak turut datang" dia tanya
bengis, "Bukankah siapa berutang ada yang mengutanginya
dan penasaran itu ada sebab musababnya? Ji Sicu,
kedatangan kau ini rasanya ada bersifat menghinakan dan
mendesak..."
Ji In tertawa.
"Siangjin menjadi orang Bu Lim terhormat Siangjin ketua
sebuah partai, kenapa Siangjin omong seperti anak kecil?" dia
meneguk "Datangku yang rendah kemari ini dengan maksud

1688
menyudahi urusan Syukurlah aku seorang sabar, jikalau
keponakanku yang datang, apakah bukan Siangjin mencari
malu sendiri?"
"Mendengar perkataan kau ini, Sicu, rupanya kepandaian
keponakan kau itu dapat membuatnya memandang kaum
Rimba persilatan secara angkuh" kata Kim Teng gusar.
"Rupanya partai kami tak akan bertahan untuk serangan satu
jurus saja Kalau begitu kenapa keponakanmu tidak datang?
walaupun lolap sudah berusia delapan puluh lebih, penglihatan
dan pengetahuanku tidak luas, lolap mirip dengan katak dalam
tempurung.”
Ji in mengerutkan alis, tetapi dia bersenyum.
"Siangjin, janganlah Siangjin memancing hawa amarahku,"
ia berkata tenang, "Aku yang rendah datang kemari bukannya
buat menghina Partai Siangjin, Tapi mengenai keponakanku
itu, dapat aku membilangi bahwa dia berbakat sangat baik,
hasil latihannya tak ada dibawahanku hanya yang beda yalah
dia muda dan sedang gagahnya, maka kalau dia datang
kemari, aku kuatir karena murkanya, dia nanti menerbitkan
bahaya tumpah darah itu pula sebabnya kenapa aku yang
rendah sudah memberanikan diri datang kemari untuk
mewakilkannya, Baik aku menjelaskan dalam perkara itu,
kesalahan ada pada Keng Tiang Siu yang menjadi muridmu,
oleh karena itu aku minta, karena ini urusan kecil, Siangjin
nanti tidak menerbitkan hal yang tak ada perlunya...
Matanya Kim Teng bersinar tajam, dia tertawa dingin, Dia
sebenarnya mau membuka mulutnya atau Ban In Suthay
sudah mendahuluinya:
”Jie Siecu, aku minta sukalah siecu menanti sebentar," kata
ia, yang terus menoleh kepada suhengnya yang menjadi
ciangbunjin itu untuk meneruskan berkata: "Siauwmoay tidak
mau terlibat didalam urusan ini, maka itu siauwmoay meminta
diri, untuk mundur dari pendopo Kim-tian ini. Saudara saudara

1689
yang siapa diantara saudara yang setuju dengan sikap
siauwmoay ini, yang ingin menaruh dirinya di luar kalangan
silakan turut mengundurkan diri Tentang jabatan ciangbunjin,
siauwmoay minta sukalah itu diwakilkan kepada keempat
suheng Kouw Siu, Pek siang, Cie Tiok dan Sim Jie."
Mendengar suara sumoay itu Kim Teng menghela napas.
"Mana dapat karena kegusaranku satu saat aku membikin
goncang akarnya partai kita?" katanya, "Semua urusan lolap
seoranglah yang menanggungjawab benar apa yang sumoay
bilang" Lalu ia menambahkan nyaring: "Sekarang ini tugas
ketua aku serahkan dulu kepada keempat sute yang
disebutkan barusan untuk mewakilkannya dan aku sendiri
dengan tubuhku yang berdosa, akan aku cari Leng hu yang
hilang itu"
Dari antara para hadirin lantas muncul empat pendeta yang
kumis jenggotnya telah putih semua, romannya tenang tetapi
agung. Mereka lantas menjura kepada Kim Teng Siangjin dan
berkata: Maafkan kami yang menerima tugas sementara ini"
Kim Teng sudah lantas menggeser kesamping. Keempat
pendeta itu sebaliknya maju untuk berdiri berendeng Dengan
begitu mereka mengambil kedudukan ketua. Lalu yang
disebelah kiri, pedeta yang kedua merangkap tangannya.
"Lolap bernama Cie Tiok." ia kata "lolap ingin menanya
sesuatu kepada Jie sie cu, Dapatkah?"
Jie In bersenyum.
”Jikalau ada pertanyaan, taysu, silakan ajukan," ia kata
manis, "Aku yang rendah nanti menjawab dengan sebenar
benarnya."
"Tadi siecu omong hendak mengembalikan suatu barang
penting Partai kami kepada kami," tanya cie Tiok "bukankah
itu Leng-hu kami adanya?"
Jie In bersenyum pula.

1690
"Memang, itulah sin-hu dari Partai taysu beramai,
"jawabnya. "Kemarin dulu malam selagi Kim Teng Siangjin
membaca doa aku yang rendah mengambil dari belakangnya."
Keempat tiang lo dan Kim Teng kaget hingga muka mereka
berubah menjadi pucat, lebih-lebih Kim Teng sendiri,
wajahnya sampai tak sedap untuk dipandang.
Sungguh celaka untuknya, ia tidak mengetahui orang
nyelundup masuk dan mencuri leng hu mereka, Bukankah itu
menyatakan lihaynya pihak sana?
"Si cu berani mencuri sin hu kami bukankah si cu
mengandung sesuatu maksud?" tanya ci Tiok setelah ia dapat
menenteramkan hatinya.
"Taysu ketahui itu buat apa taysu menanyakannya lagi"? Ji
In baliki, Ci Tiok tunduk. ia memuji.
"Maaf jikalau aku sipendeta tua banyak mulut," katanya
kemudian- Jikalau sin-hu diserahkan kembali kepada Kim Teng
Suheng maka dengan sendirinya Kim Teng Suheng lantas
menjadi pula ketua kami dengan begitu tak usahlah kami
berempat mewakilkannya."
Ji In berdiam saja lalu ia menjawab, "Dalam hal itu terserah
kepada kepandaian Kim Teng Siangjin, sanggup atau tidak dia
merampas pula sin hu itu dari tanganku..."
"Omitohud" Ci Tiok memuji terus ia menarik napas
panjang.
”Jikalau umpamanya Kim Teng Suheng tidak memperoleh
kemenangan bukankah itu berarti leng-hu kami itu seterusnya
tak bakal kembali lagi?" ia tanya.
Ji In bersenyum.
"Dalam hal itu taysu jangan berkuatir," sahutnya, manis,
"Disaat aku yang rendah hendak meninggalkan gunung, itu
waktu sin-hu itu bakal diserahkan kepada taysu berempat."
Ci Tiok merangkap kedua tangannya.

1691
"Sicu seorang yang dapat dipercaya, semoga hatimu sama
dengan apa yang dikatakan mulut sicu" katanya, ia memberi
hormat pula lalu bersama ketiga saudaranya ia bertindak
mengundurkan diri dari pendopo Emas itu, di belakang mereka
turut semua pendeta lainnya, Kang Yauw Hong dan Lo Siang
Bwe girang sekali, mereka heran dan kaget melihat munculnya
si anak muda. Tonghong Giok Kun dan Kiang Cong Yauw
ragu-ragu sedikit maka itu ketika kedua nona keluar, mereka
saling melirik.
Dengan berlalunya banyak orang disitu tinggal belasan
orang lagi, Bersama-sama Kim Teng Siangjin semua mereka
itu mengawasi Jie In.
Mendadak tetamu tidak diundang itu tertawa nyaring dan
lama tangannya menuding kepada Keng Tiang Siu.
"Dalam perkara ini kaulah si biang celaka" katanya bengis,
"Ketika dulu hari itu Cia In Gak memberi hidup terus padamu
itulah karena dia ingat kau bukannya bangsa kurcaci kau
dapat diberi maaf Siapa sangka kau tidak saja sudah tidak
menyesal dan bertobat bahkan kau sebaliknya memutar
lidahmu yang jahat, hingga sekarang kau menimbulkan
kejadian yang bukan-bukan Bagaimana kau masih mempunyai
muka untuk berdiam didalam pendopo Kim Tian ini?"
Keng Tiang Siu tidak takut, ia ada bersama gurunya, Maka
ia pun tertawa dingin.
"Tiang Siu, jangan banyak omong" berkata Kim Teng, yang
mengulapkan tangan, mencegah muridnya membuka mulut,
Tadinya murid itu hendak menggoyang lidahnya, Kemudian
sambil memandang tetamunya, Kim Teng berkata terus: Ji Sicu,
walaupun lolap baru mendengar sebelah pihak saja kau
sendiri dan keponakanmu bersikap keterlaluan Baiklah lolap
akan mencoba segala kepandaianku untuk main-main dengan
kau untuk merampas pulang sin-hu Hanya lolap minta tempo
sampai malam ini supaya lolap dapat ketika untuk

1692
menyelesaikan segala apa urusanku, Entah sicu suka
meluluskan atau tidak?"
Ji In bersenyum, tanpa mengucap sepatah kata ia lantas
berlalu dari pendopo itu.
Malam itu malam Tiong ciu, rembulan indah, apapula
keindahan itu tampak diatas puncak Ngo BiSan yang kesohor
permai, Maka itu dengan perlahan Jie In berjalan, matanya
melihat kesekitarnya. Ketika ia sampai dijalan yang sempit
mendadak ia mendengar samberan angin dibelakangnya, ia
heran-
Justeru itu, ia merasakan angin itu menolak keras. Tidak
tempo lagi ia berkelit sambil lompat jauhnya kira sepuluh
tombak, Habis angin itu ia mendengar seruan perlahan,
seperti orang heran-
Tanpa menoleh lagi Ji In berjalan terus. Tapi sekarang ia
memasang telinga, ia mendengar suara orang menguntitnya.
Didalam hatinya ia tertawa, ia sengaja memperkendor
tindakannya.
Tiba tiba terdengar pula suara angin yang membawa suara
tertawa dingin disusul dengan ini kata-kata bengis: ”Ji In,
berhenti"
Tidak ayal lagi Ji In menghentikan tindakannya sambil terus
berpaling, ia melihat seorang usia pertengahan alisnya tebal,
matanya besar, kumis dan berewoknya lebat. Sinar mata
orang itu tajam, penuh dengan kemurkaan-
"Apakah kau murid Ngo Bi Pay?" ia menegur tawar, "Hari
ini aku Ji In cuma berurusan dengan Kim Teng Siangjin
seorang maka janganlah kau campur tahu hingga kau dapat
menerbitkan onar."
Orang itu tertawa j umawa.

1693
J i In, percuma kau bertingkah" katanya, bengis, "Apakah
kau sangka malam ini kau dapat meninggalkan gunung ini
dengan masih bernyawa?" sepasang alisnya Ji In terbangun.
"Belum tentu kau dapat melakukan itu" katanya dingin,
"Apakah datangmu ini atas titahnya Kim Teng Siangjin-.."
Belum habis Ji In menanya atau mendadak orang itu sudah
menyerang ia dengan samberan tangan kanan kejalan darah
kin-ceng sedang tangan kirinya dengan lima jeriji yang kaku
menyerang keiga kanannya Tidak salah lagi orang itu hendak
merampas sin-hu.
Ji In berkelit kesamping, mengasih lewat tangan orang
yang kanan itu sedang dengan tangan kanannya, dengan dua
jeriji ia menyamber kenadi kirinya perampas tak dikenal itu,
itulah gerakan "Burung walet menggores pasir"
Sembari balas menyerang itu, ia tertawa dan kata: "Tuan
mengapa kau berlaku begini hina? Aku si orang she Jie
jemparingku sudah berada pada busurnya tak dapat aku tidak
melepaskannya Baiklah tuan lekas kembali."
Orang itu kaget. Bukan saja serangannya sendiri gagal
sebaliknya tangan kirinya terasa sakit, meskipun jari tangan
orang itu belum mengenai telak padanya, Lekas-lekas ia
menarik pulang tangannya itu.
Jie In berkata begitu tetapi ia tidak lantas berhenti bergerak
ia menggulang telapakan tangannya untuk dijadikan kepalan,
lalu dengan cepat luar biasa ia menolak, menolak dengan
huruf "Menolak" dari Bie Lek Sin Kang.
Orang itu merasakan dadanya tertolak keras mau atau
tidak. ia kena tertolak hingga terpental mundur. ia merasa
syukur ketika ia menginjak tanah dengan tegak ia tidak terluka
Dan ketika ia memandang Jie In, oarang itu sudah pisahkan
diri jauhnya belasan tombak ia heran hingga ia melengak
lantas ia menggoyang-goyang kepala terus ia lenyap
kesampingnya dimana ada pepohonan lebat.

1694
Jie In tidak kenal jalanan disitu, ia jalan sejalannya saja. ia
turun gunung, Beberapa kali ia bertemu orang-orang murid
Ngo Bie Pay, ia tidak hiraukan, Mereka itu juga tidak
mengganggu, melainkan air muka mereka dingin, sikap
mereka tidak menghiraukannya.
"Pantaslah mereka tidakpuas terhadapku, memang
perbuatanku ini memandang rendah pada mereka" pikir Jie In.
"Tapi perbuatanku ini pantas sekali" ia ingat halnya Kim Teng
Siangjin sudah berkomplot dengan rombongan orang yang
mengepung ayahnya. mendadak ia dapat serupa pikiran-
Tengah berjalan itu Jie In berpapasan dengan seorang
pendeta muda. cepat sekali ia lompat kedepannya pendeta itu,
hingga dia jadi terhalang.
"Numpang tanya, disebelah mana dapat kediamannya Ban
In Suthay?" sambil bersenyum tanya pendeta itu.
Kelihatannya orang beribadat itu bimbang, sapanya dia
merasa sulit, Tapi kemudian dia menjawab juga.
"Dari sini siecu pergi langsung keselatan sana" ia
menunjuki jalan. "Disana disisi kuil Toa Ngo Sie ada ranggon
Sin Cui Kok. itulah ia...
Habis berkata mendadak ia menjejak tanda guna
mengenjot tubuhnya maka dilain saat, dengan lompat lewat
diatas kepalanya Jie In, ia sudah melanjuti perjalanannya
dengan terus berlari-lari.
Jie In tidak berbuat apa-apa atas sikap si pendeta, ia hanya
lantas mengubah tujuan kearah selatan, Untuk ini ia mesti
melintasi rimba. Karena ia berjalan dengan cepat, dengan
cepat juga ia telah tiba didepan kuil Toa Ngo Sie.
Disitu ada sebuah pohon aras, yang daun nya lebat dan
menawungi seperti payung, Untuk herannya dibawah pohon
itu ia melihat Kang Yauw Hong lagi berdiri diam, seperti ada
sesuatu yang nona itu lagi pikirkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1695
Nona itu segera mengangkat kepalanya dan berpaling. ia
dikejutkan oleh suara tindakan kaki. ia tidak menyangka pada
Jie In maka juga ia melengak. Hanya sebentar, ia nampak
penasaran, airmatanya pun lantas meleleh keluar Jie In
menduga sinona sudah mengenali padanya, maka ia
menghampirkan-
”Jangan bersikap begini, adik Hong" kata ia perlahan "Kau
nanti mendatangkan kecurigaan- Mana gurumu? Mari kau ajak
aku pergi menemui gurumu itu."
Yauw Hong dapat menenangkan diri, ia tertawa meskipun
tertawanya sedih...
"Sejak berlalu dari Kim Tian- guruku bersembahyang
diruang sian tong," kata dia, "sampai sekarang masih belum
selesai, coba tunggu sebentar, hendak aku melihatnya. Kau
tunggu diluar situ, jangan pergi jauh-jauh." Lantas nona itu
memutar tubuh masuk ke dalam Sin cui Kok.
Ji In mengawasi orang bertindak pergi, ia menghela napas,
Ia lantas ingat beginilah hasilnya ia merantau selama setahun
lebih. Tugasnya belum selesai, ia sendiri terlibat dalam asmara
dan penasaran-
"Sungguh sulit hidup dalam dunia Kang ouw." pikirnya,
"Musuh bertumpuk sebagai bukit, penasaran dalam bagaikan
lautan, sekarang muncul soal asmara... Dimana sebenarnya
tempat yang tenang?"
Tiba tiba terdengar suara halus dari alat-alat tetabuan suci,
suara bokhi yang tercampur pembacaan doa sembahyang
Suara itu keluarnya dari dalam kuil Toa Ngo Si itu.
Ji In memandang kesekitarnya, ia melihat gunung indah
dan tenang, ia menjadi ketarik hati, hingga pikirannya
melayang: Bagaimana senang untuk mendapatkan gunung
indah ini sebagai kawan-..

1696
Tengah tersengsam itu, Jie In mendengar tindakan kaki
perlahan mendatangi dibelakangnya, terus ia mendengar juga
sapaan: "Kakak Jie In, sejak kita berpisah apakah kau baik
baik saja?" ia lantas menoleh maka ia menampak Tonghong
Giok Kun menghentikan tindakan kira tujuh tombak jauhnya,
roman orang tersenyum tetapi pada itu terlihat sinar
kedukaan- Ia mengawasi anak muda itu, ia bersenyum
"Tonghong Siauwhiap. apakah kau tak kuatir pertemuan kita
ini mendatangkan kecurigaan?" ia tanya.
Tonghong Giok Kun menghampirkan untuk berdiri
berendeng.
"Saudara In, berat usaha kau ini," kata ia. "Ada orangorang
tertua pihak kita yang mengerti tanpa tindakanmu ini,
Kim Teng Siangjin sukar dikasih mengerti dan ia pasti terus
akan berbuat kukuh dan sewenang-wenang, hanya dengan
begitu juga, kau kehilangan kesan baik.
Perbuatan kau ini melanggar kehormatan Partai kami,
Kalau nanti kau berlalu dari sini ada kemungkinan kau nanti
terancam serangan. Aku percaya kau murah hati, aku harap
saja kau nanti melayani mereka sampai dibalas hanya saling
towel..."
Jilid 33
JIE IN mengangguk "Aku tahu," sahutnya.
"Saudara In, tahukah kau kenapa Kim Teng Toa-supe
meminta tempo untuk pertandingannya? "
Ji In heran, ia mengawasi. "inilah aku tidak tahu,"
jawabnya. Tonghong Giok Kun menghela napas, ia agak
masgul.
"Partai kami mempunyai seorang tertua yang hidup
menyendiri di puncak Cian Hud Teng," ia menerangkan- "Ia
lihay ilmu silat- nya. Selama tiga ratus tahun kemarin, ialah
orang partai kami yang terlihay, ia bertabiat keras dan aneh,

1697
ia banyak menyebabkan banyak permusuhan, hingga Ngo Bi
Pay menjadi banyak urusannya.
Untuk mencegah ia main gila terlebih jauh, oleh ciangbunjin
kami dua generasi yang lalu, ia dihukum berdiam dikuil Ban
Siu Si diatas puncak itu, supaya ia dapat hidup beribadat
terus, Bukan cuma aku tidak mendapat ketika menemuinya,
juga tertua-tertua kami.
Cuma Kim Teng Toasupe, karena kedudukannya sebagai
ketua, saban bulan dua kali dapat bertemu dengannya,
Sekarang toa-supe meminta tempo, aku kuatir dia hendak
menemui tertua kami itu untuk minta bantuan atau mungkin
dia mengadu dan mengogok-ogok."
Ji In nampak masgul. Terima kasih," katanya.
"Saudara In," kata Tonghong Giok Kun, kali ini sungguhsungguh,
"kaulah jago tergagah dijaman ini, meski begitu, kau
harus berjaga jaga dari penyerangan gelap. sekarang ini kau
telah menjadi musuh partai maka diempat penjuru disini ada
tak sedikit mata yang mengawasimu. Harap kau maafkan
aku, aku tidak dapat membantu kau. Aku juga meminta diri.”
Pemuda itu memberi hormat, lantas ia berlompat untuk
pergi menghilang.
Dilain pihak dari Sin cui Kok terlihat berkelebatnya sebuah
tubuh putih, lantas Kang Yauw Hong sudah berdiri didepan
sianak muda sembari tertawa dia kata: "Suhu mengundang
Siauwmoay akan memimpin kau masuk kedalam. Engko In,
maka marilah Kau turut padaku."
Ji In mengangguk terus ia bertindak mengikuti nona itu.
Belum lama dua orang itu masuk kedalam Sin cui Kok.
maka didepan kuil Toa Ngo Sit seratus tindak terpisahnya dari
tempatnya Ban In Suthay itu tampak munculnya empat
bayangan orang, setelah tertampak nyata, merekalah tiga
pendeta dan seorang biasa,

1698
Ketiga pendeta berusia rata-rata lima puluh lebih, semua
bertubuh besar dan tangannya membekal sian-thung.
Orang biasa itu berumur lima puluh lebih kurang
dipundaknya tergendol sepasang tongkat Hud-ciu koay
matanya sangat tajam, Dia ini mengawasi ke Sin Cui Kok. lalu
dia tertawa dingin dan kata: "Biar bagaimana Ji In terlalu
menghina partai kita, dia memandangnya terlalu enteng,
seperti juga kita disini tidak ada orangnya. Dia boleh gagah
luar biasa, tetapi apakah dia dapat melawan kita berempat?
Bukankah kita juga dibantu tiga orang utan yang tenaganya
luar biasa? Rasanya tak sukar untuk membekuk dia hiduphidup,”
"Tetapi disini bukan tempat yang tepat untuk
membekuknya," kata pendeta yang lain- ”Jikalau Ban In
Suthay muncul dan dia mencegah, kita akan jadi maju dan
mundur serba salah, Laginya dengan Ji In berani datang
sendiri kemari, mesti dia gagah, maka itu Peng Sute,
janganlah kau sembrono."
Si orang tua bukan pendeta berdiam sebentar lalu dia
mengangguk.
"Dia bakal lewat diluar rimba ini mari kita menantikan dia
disana," katanya.
Ketiga kawan itu setuju, maka berempat mereka lantas
berjalan pergi kearah luar rimba. Baru mereka berjalan atau
dari pohon cemara yang lebat lompatlah tiga bayangan yang
besar, yang berbulu, hingga segera terlihat tiga orang utan
dengan mata merah dan gigi bercaling yang dapat berjalan
sambil berdiri.
Sebagai manusia, romannya bengis luar biasa, Dengan
mengikuti empat orang itu, lekas juga ketiga ekor binatang itu
lenyap dibelakang pepohonan lebat dan gelap.
Maka sunyilah tempat itu.
oo

1699
Matahari sedang ditengah-tengah langit ketika dari dalam
Sin cui Kok terlihat turunnya tiga bayangan orang, diantara
siapa yang sepasang nona-nona cantik dan yang ketiga yalah
Jie In si tetamu yang tak diundang dari Ngo Bie San- sepasang
nona lantas mengambil jalan tikungan dan lenyap tinggal Jie
In sendiri berjalan dengan perlahan dan tenang kedalam
rimba pohon cemara didepan kuil Toa Ngo Sie.
Begitu Jie In keluar dari dalam rimba, lantas ia tercengang,
Disitu tampak empat orang tiga pendeta satu bukan pendeta.
Si orang bukan pendeta itu lantas maju dua tindak
memapani,
"Apakah aku lagi berhadapan dengan Jie Tayhiap?" dia
menanya, "Aku yang rendah yalah Peng Kiam i Ho. Aku
berruntung sekali dapat melihat wajah tayhiap"
Jie In bersenyum.
"Peng Losu, ia berkata, "kita orang orang terhormat, kita
tidak nanti melakukan apa-apa yang gelap. Bukankah sudah
lama tuan menantikan aku si orang she Jie? Kalau boleh aku
minta sukalah tuan omong dengan jujur"
Orang she Peng itu tertawa lebar, "Dasar Jie Tayhiap
seorang yang polos" katanya, "Aku yang rendah hendak
memohon sesuatu yang mungkin kurang pantas yalah aku
minta supaya pada kami dikembalikan ciangbun sin-hu kami,
supaya dengan begitu nama baik partai kami dapat dilindungi
Atas pertolongan tuan ini kami akan mengingat budi."
Jie In melengak. itulah permintaan diluar sangkaannya ia
dibikin sulit karenanya, ia seperti tengah menunggang
harimau, Asal ia menyerahkan sin hu maka Kim Teng bakal
segera pulih kedudukannya sebagai ciangbunjin atau ketua,
Untuknya kemudian itu tidak berarti banyak tidak demikian
bagi rombongannya Kang Yauw Hong, mereka itu pasti segera
dipandang sebagai murid-murid murtad dan pengkhianat
partai, Tapi ia tertawa.

1700
"Maaf Peng Losu," katanya tenang, Tadi pagi telah Ji In
menjanjikan Ci Tiok Taysu akan mengembalikan sin-hu kepada
keempat tiang lo, maka itu sulit untuk aku meluluskan
permintaanmu Aku minta losu maklum saja."
Mendadak roman Peng Kiam Ho menjadi bengis.
”Ji Tayhiap. apakah benar-benar kau percaya bahwa kau
bakal dapat mengalahkan ciangbunjin kami?" dia tanya.
"Perkara kalah atau menang itu, sukar untuk diterka," kata
Ji In, sungguh-sungguh, "Jikalau aku si orang she Ji kalah,
pastilah sin-hu segera kembali ketangannya Kim Teng Siangjin.
Kalau sebaliknya Kim Teng Siangjin yang tak beruntung
dan kalah Peng Losu, apakah kau percaya kepandaianmu
dapat melebihkan Siangjin?"
Peng Kiam Ho tertawa dingin, lantas kedua tangannya
meraba kepunggungnya, maka dalam sekejab saja kedua
tangannya sudah mencekal sepasang tongkatnya.
”Jikalau begini, percuma kita banyak omong" bentaknya,
"Dengan sepasang senjataku ini aku yang rendah ingin belajar
kenal dengan kepandaianmu yang lihay Ji Tayhiap"
Sambil berkata begitu, jago Ngo Bi ini sudah lantas
menolakkan senjatanya, yang terus menerbitkan angin yang
keras.
ooooooo
BAB 31
LIHAY Peng Kiam Ho. Begitu menolak kedua tangannya
lantas terbuka, Dengan begitu maka kedua batang senjatanya
lantas menyerang Ji In diatas dan dibawah, itulah tipu silat
"Menunjuk langit, menggaris bumi,"
Ji In tidak suka menambah permusuhan Dengan sebat ia
menjejak tanah untuk berlompat kesamping. Justeru itu ia
melihat bayangan berkelebat ke pundaknya, disusul dengan
bentakan bengis: ”Ji Sicu, maafkanlah pinceng"

1701
Dengan hanya melirik Ji In tahu bahwa ia sedang diserang
dengan sianthung, Dengan sebat dan lincah, ia berkelit,
tangannya diulur dengan jeriji-jeriji dibuka, mengancam
hendak mencekal ujung tongkat itu.
Sambil berbuat demikian, orang she Ji ini merasa sulit,
Disamping tidak ingin perdalam permusuhan, ia ingat baik
sekali pesan Bu Liang Siangjin supaya sebelum mengumpul
sepuluh laksa macam kebaikan, jangan ia melakukan
pembunuhan-
Justeru kawannya menyerang, dua pendeta yang lain maju
menerjang juga, Dengan begitu segera Ji In dikepung
berempat, Tetapi ia tidak melawan, ia hanya main berkelit.
Menyaksikan kelincahan lawan, Peng Kiam Ho bertiga
terkejut didalam hati, Tapi Kiam Ho penasaran, maka ia
berlompat pula, guna mengulangi serangannya yang kesekian
kalinya, Ji in berkelit. Untuk pertama kalinya, ia menggunai
tipu silat cit Kim Sin Hoat, ilmu dari Tujuh Macam Unggas.
”Ji Sicu, apakah kau masih tak mau menyerah tertawan?"
tiba tiba terdengar bentakan yang datangnya dari atas.
"Tidak" jawab Ji in, yang menghalau diri, hingga ia kembali
lolos dari serangan sambil berlompat tinggi.
Keempat musuh itu berdiri kumpul, didalam hati mereka
kagum bukan main-
Jie In berdiri dengan kedua tangan dikasih turun, sikapnya
sangat sabar dan tenang. tengah disinari matahari, tampak ia
bersenyum manis.
”Jie Tayhiap." kata Kiam Ho, "justeru kami belum
menurunkan tangan jahat, paling baik kau serahkan sin-hu
kami supaya dengan begitu kita pun jadi tak usah merusak
persahabatan-"
Jie In tertawa tawar.

1702
"Peng Losu, buat apakah kau mencapaikan lagi lidahmu?"
sahutnya sabar, ”Jikalau bukannya aku si orang she Jie telah
bersumpah tak akan mencelakai orang, disaat ini pastilah tak
dapat kau membuka mulut besarmu."
Mukanya Kiam Ho menjadi merah.
”Jikalau tetap tayhiap berkukuh dan berjumawa," kata dia
sengit, "maafkanlah jikalau aku yang rendah berbuat kurang
ajar terhadapmu"
Kata-kata itu ditutup dengan siulan yang nyaring yang
menusuk telinga berkumandang didalam rimba dan lembah,
lalu itu mendapat pekiknya tiga ekor orang utan, yang muncul
dari dalam rimba, ketiga lari kepada Jie In, untuk lantas
mengurung, dengan mementang kedua tangan dan mulutnya
binatang itu mengapit dengar terus pekiknya.
Kaget juga Jie In mengawasi tiga ekor binatang luar biasa
itu, yang baru pertama kali ini ia percaya, selain tenaganya
luar biasa binatang itu mungkin kebal, tak mempan senjata, ia
tidak takut. ia mengawasi terus ketiga binatang itu dengan
dingin, ia tanya: "Peng Losu, adakah ini yang merupakan
ancaman kamu?"
Kiam Ho belum menyahuti, dia didului oleh seorang
pendeta yang berdiri disebelah timurnya, Pendeta itu kata
setelah memuji: ”Jie Si-cu, ketiga orang utan ini binatang
binatang yang aneh yang tenaganya besar luar biasa, dengan
kukunya mereka dapat merobek kulit singa dan gajah, maka
itu meskipun sicu sangat tangguh, kau tetap berkulit dan
berdaging manusia Belum tentu sicu dapat bertahan terhadap
ketiga binatang ini. Maka pinceng minta sukalah sicu tidak
mengandalkan kegagahanmu sudilah kau memikirnya masakmasak"
"Kau mulia hati, taysu, aku mengucap terima kasib," kata
Jie In, dingin, "Hanya dengan ancaman kamu ini nyata kau

1703
masih belum memperoleh penerangan keagamaan, padamu
masih ada pikirannya si manusia biasa."
Pendeta itu menghela napas, dia berdiam-Peng Kiam Ho
tidak suka orang bicara saja, ia terus berseru, atas itu ketiga
orang utan itu berpekik keras, lantas mereka lompat
menubruk Jie In
Sama sekali Jie In tidak menangkis atau berkelip ia tidak
mundur, sebaliknya ia menyambut dengan tolakan Bi Lek Sin
Kang huruf "Menggempur" dan "Menyentil" maka hebat dua
diantara ketiga binatang liar itu tubuhnya terpental mundur
sampai belasan tombak sampai dimuka rimba.
Yang ketiga berlompat dari lain arah untuk menyambutnya
Jie in menggeser tubuh kekiri, terus tangan kanannya
diluncurkan guna menangkap tangan kirinya binatang itu,
terus ia memencet dan melemparkan Maka binatang itu
terangkat dan terlempar tinggi.
Tanpa ampun ketiga orang utan itu jatuh berpekik terus tak
berkutik pula, sebab jiwanya semua pada melayang pergi.
Peng Kiam Ho menjadi sangat gusar, ia maju sambil
menyengir dan kata dengan sengit "Jikalau bukannya kau,
tentu aku" Dengan sepasang senjatanya ia menyerang
sehebat-hebatnya. Akan tetapi, begitu ia menyerang itu begitu
ia melengak.
Hanya dengan satu kali berkelebat, lawannya seperti lenyap
dari depan matanya, sebaliknya kedua lengannya segera
terasa sakit sekali hingga senjatanya tak dapat dicekal lebih
lama pula, kedua senjatanya itu terlepas dan jatuh sendirinya
Saking sakit ia menjerit dan merintih, berbareng dengan itu
tubuhnya terpental jauh jatuh terkulai disamping ketiga orang
utan, untuk tak berkutik lagi.
Ketiga pendeta melengak. kemudian mereka saling
menatap setelah itu bertiga mereka maju dua tindak. untuk

1704
terus berkata: "Sicu benar luar biasa kepandaian si-cu
Sekarang silakan si-cu menyambut kami bertiga"
Lantas mereka meluncurkan tangan mereka, kelihatannya
perlahan tetapi tenaganya hebat.
Ji in bersenyum, tanpa membilang apa-apa ia mengangkat
kedua tangannya, untuk dipakai menolak.
Ketiga pendeta menjadi kaget dan heran- Kembali mereka
melengak. Tadinya mereka menduga akan satu bentrokan
keras, tak tahunya tolakan mereka seperti masuk kelaut,
mereka merasakan siuran hawa yang dingin, terus siuran itu
berubah menjadi dorongan yang kuat.
Baru sekarang mereka berkuatir, lekas-lekas mereka
menarik pulang, Tapi sekarang sudah kasip. Tangan mereka
terasa dingin tubuh mereka seperti tergencet, sukar mereka
bergerak. sekaranglah mereka ingat kepada kematian, hingga
mereka merasa takut. Mau atau tidak. sendirinya mereka
memperlihatkan roman takut...
Jie In menggunai Bi Lek Sin Kang huruf "Merubah" atau
"melebur" dengan itu ia seperti melumerkan tenaga ketiga
musuhnya, setelah itu dengan perlahan lahan ia berbalik
mendesak Maka tak tahanlah ketiga pendeta itu. Mengawasi
ketiga pendeta, mata Jie In bersinar tajam.
"Sam-wi taysu, aku minta janganlah kamu membawa lebih
jauh sikapmu yang sembrono..." ia kata sabar, "Sekarang aku
minta sukalah taysu kembali kedalam kuil, jikalau ada
perbuatanku yang tak layaknya, tak dapatkah itu ditunggu
sampai sebentar malam?"
Habis berkata itu Jie In menyimpan tenaganya, maka
ketiga pendeta itu lantas memperoleh kebebasannya, akan
tetapi tubuhnya tertotok hingga mereka mesti berjalan pergi.
Mereka sendiri merasa tenaga mereka habis seperti orang
baru sembuh dari sakit. Tanpa dapat berbuat apa-apa,
melainkan saling bersenyum pahit, mereka menghilang
didalam lebatnya pepohonanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1705
Dengan masgul Jie In pun lantas berlalu, ia berjalan jalan
disekitar situ, tak setindak juga ia menginjak kuil, ia berlaku
waspada karena ia kuatir nanti ada lagi serangan gelap. Baru
kemudian ia pergi kearah ceng Im Kok yang seperti dirangkul
air didua jurusan, didalam kali kecil itu ada banyak ikannya.
Di-tengah kali ada sebuah batu yang dinamakan batu Gu
Sim cio yang menyambung dengan dua buah jembatan yang
bernama siang Kio ceng Im, itulah satu diantara tempat
kesohor dari Ngo Bi San-
Dengan kagum Jie In berdiri ditepi kali kecil itu, mengawasi
air yang mengalir. Meski begitu, ia dapat melihat ketika
seorang pendeta dengan jubah kuning keluar dari ceng Im
Kok menuju ke jembatan.
Begitu datang dekat pendeta itu tertawa sambil menguruturut
kumis jeng gotnya yang putih seperti perak- dengan
sikapnya yang manis itu dia berkata, ”Jie Sicu bersendirian
saja, tentulah kau kesepian, maka itu dapatkah pinceng
menemani kau?"
Jie In mengawasi sambil bersenyum. "Akulah seorang
tetamu," katanya ramah, "asal taysu tidak mencela aku dan
tak memandang aku sebagai musuh, aku suka sekali."
Pendeta itu mengawasi, ia menghela napas, kemudian ia
tertawa.
"Pinceng seorang yang insaf," ia berkata "tak sudi pinceng
diganggu oleh peristiwa hari ini. Dapatkah sicu menempatkan
dirimu sebagai tetamu yang biasa supaya aku pun dapat
sebagai tuan rumah menyambutmu?"
"Aku bersedia menurut perintah mu taysu," sahut Jie In
halus.
"Pinceng bernama Ko In," kata pendeta itu. "Silahkan sicu
turut pinceng masuk ke dalam tempatku"
Ji in menurut, maka ia ikut masuk kedalam Ceng Im Kok.

1706
Sampai malam anak muda ini berdiam ditempat nya Ko In
itu, baru ia keluar, dengan lantas ia menuju ke Kim Tian- ia
berlari-lari keras, dengan begitu ia tiba dengan cepat.
Begitu ia sampai, didalam pendopo muncul seorang
pendeta yang terus menyapa: ”Jie Sicu di-situ ingin pinceng
menyampaikan berita bahwa ciangbunjin kami sudah
mengubah tempat pertemuannya dengan sicu, Kim Tian
menjadi puncak suci dari Ngo Bi Pay, maka itu ditukar dengan
Cian Hud Teng."
Dengan lantas Jie In ingat keterangannya Tonghong Giok
Kun. "Mana dia Kim Teng Siangjin?" ia tanya dingin, ia
tertawa.
"Dia sekarang berada di Cian Hud Teng lagi menantikan
sicu," sahut pendeta itu, "Pin-ceng diperintahkan untuk
menyambut dan mengantarkan sicu kesana."
"Baiklah" sahut Jie In. "Sampai ini waktu pendeta tua itu
masih tetap membawa lagaknya sebagai ketua"
Pendeta itu nampak gusar.
"Aku minta kau berhati hati mengeluarkan kata-katamu,
sicu" katanya, "Haraplah sicu tidak mengundang sesuatu yang
akibatnya tak menyenangi hati..."
Sepasang alisnya Jie In bangun.
"Mulutmu besar" katanya tak senang, "Apakah Kim Teng
sipendeta tua masih berkuasa sebagai ciangbunjin dari Ngo Bi
Pay?"
Pendeta itu melengak. Tak dapat ia menjawab pertanyaan
itu, Tak dapat juga ia tidak menjawabnya. Memang benar Kim
Teng Siang-jin sudah copot sebagai ketua mereka, bahkan dia
telah kehilangan sin hu.
Jie In lihat orang serba salah, romannya tak sedap untuk
dipandang, ia berlagak pilon. "Eh, kau kenapakah?" ia tanya
berpura-pura. "Siapa membuat kau ketakutan?"

1707
Masih pendeta itu mendongkol.
"Kau mengganggu sicu" katanya, "Ijinkanlah pinceng
mengundurkan diri silahkan sicu naik sendiri ke Cian Hud
Teng"
Jie In tertawa lebar.
"Apakah kau menyangka tak dapat tidak aku mesti
mengadu jiwa dengan Kim Teng si keledai bangsat itu?" ia
kata. Terus ia berjalan pergi.
Pendeta itu terkejut, ia takut menyalahi tugasnya.
"Sicu," ia berkata, "maaf untuk kelakuan pinceng yang
kurang ajar ini. Marilah pinceng memimpin sicu naik" Lalu ia
mendahului si-anak muda berlari keatas, Sambil lari itu
kadang-kadang ia menoleh kebelakang. Jie In tertawa, ia
mengikuti.
Lewat dua puncak tibalah mereka disebuah-puncak yang
tinggi sekali, Si pendeta sampai lebih dulu, dia berdiri diam
dipuncak itu-
Jie In melihat kelilingan-"Inikah Cian Hud Teng?" ia tanya.
"Itulah disana" sahut sipendeta seraya tangannya
menunjuk kedepan.
Jie In mengawasi. Terpisah dua puluh tombak lebih di
sebelah depan tertampak sebuah puncak yang seperti masuk
kedalam awan, diantara sinar rembulan disana tampak juga
pepohonan- Seumumnya puncak itu gelap. Tidak ada jalan
untuk sampai disana.
"Kenapa kau berhenti disini? "Jie In tanya sipendeta,
"Kenapa kau tidak jalan terus?" ia tertawa dingin.
"Cian Hud Teng menjadi puncak suci, pinceng tidak berani
naik kesana," pendeta im menjawab.
"Habis bagaimana jalannya untuk orang pergi kesana?"
"Sicu toh mempunyai kepandaian ringan tubuh yang
mahir?" pendeta itu membaliki, "Apakah sicu tidak lihat disana

1708
- itu dua lembar jembatan rantai yang menghubungi satu
dengan lain?" ia menunjuk.
Jie In heran juga maka lantas mengawasi ke tempat yang
ditunjuk pendeta itu. Baru sekarang ia melihat dua lembar
rantai, Memang orang dapat jalan disitu, tetapi disebabkan
tiupan angin keras jembatan itu bergoyang goncang tak
hentinya.
"Didalam ini mesti ada rahasianya..." ia berpikir, Maka ia
berpaling kepada si pendeta dengan perlahan, acuh tak acuh.
Pendeta itu kaget ketika sinar matanya bentrok dengan
sinarmata orang didepannya itu hatinya goncang.
"Kecuali jembatan kawat itu, apakah masih ada jalan lain
untuk naik kepuncak?" tanya pula In Gak.
"Ada tapi tak dipakai," sahut si pendeta ”Jalanan itu
menjadi jalanan terlarang selama seratus tahun lebih, Siapa
lancang jalan disitu dia bagian mati orang kami yang dapat
jalan d iatas jembatan rantai ini, kecuali ciangbunjin kami,
belum pernah aku lihat seorang lain juga. Inilah bukan tak ada
orang yang tak bisa hanya itu disebabkan larangan, yang tidak
dapat dilanggar.”
Jie In tertawa.
”Kelihatan kau pun lihay,” ia kata, ”Silakan kau menunjuki
jalan padaku. Aku jamin bahwa kau nanti turun pula dari Cian
Hud Teng dengan tidak kurang sesuatu apa"
Pendeta itu kaget sampai mukanya menjadi pucat, Terang
dia takut.
"Kepandaianku tidak berarti" katanya ”Tak dapat pinceng
melintasi ini jembatan rantai, harap sicu tidak
mentertawakannya..."
Jie In tertawa dingin, berbareng dengan itu tangannya
menyamber jalan darah ji- khi dari pendeta itu hingga orang
menjerit tertahan terus tubuhnya roboh dengan pingsanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1709
Ketika itu angin bertiup keras. Jie In memandang kepada
jembatan, yang bergoyang keras, ia mengawasi seraya
berpikir.
"Pastilah ini tipu daya keji dari Kim Teng," ia menduga,
"Selagi aku berjalan sampai ditengah dapat kejadian dua
orangnya, yang berada di kedua seberang, nanti membikin
putus jembatan istimewa ini, Dengan begitu pastilah aku bakal
roboh hancur-lebur didasar jurang ini.
Sungguh dia jahat, Syukur aku curiga, Sekarang aku telah
merobohkan ini satu orangnya bagaimana dengan yang
diujung sana?..."
Ia menjadi bersangsi hingga ia mesti berpikir keras, Lantas
ia ingat sesuatu, Maka ia berpikir pula: "Tak dapat aku dibikin
bingung. jaraknya jembatan ini cuma kira-kira tiga puluh
tombak dapat aku melompatinya dengan bantuan ilmu Leng
Khong Hie Touw di gabung dengan Thian Liong Pat Sie,
Kenapa aku tidak mau berlaku sebat? Sebelum mereka sempat
memutuskan jembatan tentulah aku sudah sampai diseberang.
Apa mereka bisa bikin atas diriku?"
Meskipun ia sudah berpikir demikian anak muda ini masih
memandang kearah jurang yang dalam sekali, ia sukar melihat
apa-apa, Didalam jurang itu, angin menderu keras.
"Sebenarnya apa bukan lebih baik untuk menyeberang
dengan ambil jalan lain?" ia masih berpikir "Hanya buat apa
aku menyebabkan Kim Teng si bangsat gundul memandang
enteng kepadaku?"
Mengingat ini, semangatnya menjadi terbangun. Maka ia
lantas mengambil keputusannya,
Terus ia lompat tujuh atau delapan tombak. ia berlompat
dengan ilmunya, "Cian Liong Seng Thian" atau, "Naga naik
kelangit." Begitu kakinya menginjak rantai ia lompat pula
dengan berjumpalitan, hingga ia lewat lagi empat tombak"
Ketika itu kepalanya berada di bawah dan kakinya diatas,
Dengan kedua tangannya ia menjambret rantai,

1710
Tiba-tiba diantara suara angin ia mendengar pujian
nyaring: "Sungguh ilmu silat Thian Liong Sin-Hoat yang lihay"
Tentu sekali ia menjadi terkejut, apa pula itu waktu lantas ia
mendapat lihat berkelebatnya satu bayangan didekat puncak
menyusul mana terlibat juga sesuatu yang bersinar hijau
menyambar kearah jembatan-
Diujung yang lain tampak sinar yang serupa, ia kaget
karena ia dapat menduga apa artinya itu, itulah saat mati atau
hidupnya...
Didalam keadaan yang mengancam itu. Jie In tidak menjadi
bingung, Dengan tangan kanan ia mencekal rantai, ia menarik
dengan menggentak keras, Maka itu bersama dua lembar
rantai itu ia meluncur turun, menuju kesebuah batu besar
ditembok jurang dari Cian Hud Teng.
Justeru itu ada tiga sinar pedang menyambar ke arahnya,
Tidak ayal lagi ia menolak dengan tangan kirinya
Tiga kali terdengar jeritan paling susul lalu terlihat tiga
bayangan orang terjatuh kedalam jurang .
Jie In sudah lantas tiba dibatu gunung dimana ia dapat
menaruh kaki, Biar bagaimana ia kaget, Setelah dapat
menetapkan hati, baru ia melongok kedalam jurang,
ketepiannya, ia melihat banyak pohon rotan, dan lainnya yang
kecil-kecil.
Tanpa oyot rotan, tak dapat orang merayap naik keatas
atau turun ke dasar jurang, Akhirnya ia menghela napas.
"Sungguh Kim Teng jahat," katanya didalam hati, "Dilihat
dari sini, berbahaya untuk aku manjat terus, Hanya
bagaimana aku harus turunnya?.."
Lagi sekali Jie In mesti mengasa otak. ia menghadapi
kesulitan disusun kesulitan, Lalu ia ingat ketiga orang yang
terhajar roboh barusan, Mereka itu tentulah ketahui jalan naik
dan jalan turun, Kalau tidak- tidak nanti mereka berada

1711
dipinggang jurang itu. Upamanya mereka tentulah bisa
kembali dari tempat dari mana mereka datang...
Maka ia memandang tajam kesekitarnya, Lama-lama ia
dapat lihat samar-samar, ia mendapatkan batu itu besar dan
bundar sepuluh tombak lebih, ia heran, ia mengawasi terus,
Dengan lewatnya sang waktu, ia dapat melihat dengan
terlebih nyata pula.
Ada dua batang rotan dekat batu itu yang licin bekas
dipegang-pegang atau dibuat main, Rotan itu meroyot turun,
ia jadi curiga. "Mungkinkah dibawah batu ini ada jalannya?"
pikirnya.
Tanpa berpikir lebih jauh Jie In pegang dua batang rotan
itu dengan perantaraan itu, dia merosot turun, ia terus
memasang mata, ia melihat dibawah batu sebuah lobang gua.
Dengan tubuh masih berayun ia menaruh kaki dimulut gua
untuk masuk ke dalamnya, mendapatkan sebuah gua yang
sangat gelap. Karena itu diwaktu bertindak ia berlaku hati-hati
sekali, terutama ia memasang telinganya, ia bertindak dengan
perlahan, Masuk kedalam hawa terasa dingin.
Terowongan pun makin sempit. jalanan banyak
pengkolannya. Terang itulah jalan naik.
"Inilah tentu jalan untuk naik kepuncak Cian Hud Teng,"
pikirnya, ia jalan terus sejauh kira seratus tombak lebih ketika
mendadak ia merandak. ia menangkap suaranya dua orang,
Dengan lantas ia memasang telinga.
"Kenapa mereka bertiga masih belum kembali?" demikian
suara yang satu. ”Jangan jangan Jie In tidak mau mengambil
jalan di jembatan rantai itu, Untuk sampai di Cian Hud Teng,
mesti ada jalan lainnya. Jie In pasti dapat memikir itu. Atau
mungkin dia sudah tahu jalanan itu, Mustahil dia bersedia
untuk menempuh bahaya?"

1712
”Jalanan itu jalanan yang terlarang," kata yang lain- "Siapa
jalan disitu dia bagian mati tanpa ampun lagi. Sudah seratus
tahun lebih tak ada orang yang berani memakai jalan itu.
Mustahil Jie In berani jalan disana?"
"Apakah Jie In dapat dibikin takut oleh larangan itu?
Bukankah dia liehay dan nyalinya besar sekali. Lihat saja,
seorang diri dia berani mendaki Ngo Bie San dan nyelundup
masuk ke Kim Tian mencuri sin-hu itulah tanda orang dengan
keberanian luar biasa, Hanya Ciangbunjin seorang yang luas
pengetahuannya, dia pandai menaksir hati orang Rimba
Persilatan-
Dia percaya Jie In bakal mengandalkan kepandaiannya,
meski karena keangkuhan atau kejumawaannya Jie In
mengambil jalan jembatan rantai itu sedikitnya untuk dicobacoba..."
Mendengar itu Jie In kagum berbareng terkesiap hatinya,
Nyata ia sudah melakukan suatu pelanggaran kepada
pantangan besar kaum Rimba Persilatan, Memang benar ia
besar kepala, Memang tak seharusnya ia mengambil jalan
jembatan rantai itu.
"Lain kali aku masti berhati-hati" katanya dalam hati. "Suhu
memang mengatakan aku muda dan hatiku gampang
goncang."
Ia kagum buat dugaanya Kim Teng Siangjin,
”Jadinya menurut kau pasti Jie In bakal mengambil jalan
jembatan rantai itu?" kata pula yang kedua, "Kalau benar ini
tentulah tubuhnya sudah hancur remuk di dasar jurang..."
"Belum tentu... Mungkin, mereka itu bertiga masih
menunggu. Mereka bukan dari kelas satu tetapi mereka cerdik
sekali. Atau ada kemungkinan lagi Jie In telah menduga
kepada ancaman bahaya dan telah menggagalkannya... Ah,
kasihan Kim Teng Ciangbunjin, kesukarannya bukan main, dia
berduka tak terkira. Ciat In su-couw tidak sudi membantu

1713
padanya, hingga dia mesti menempuh bahaya seorang diri,
jikalau usahanya itu gagal, pastilah Jie In bakal naik Cian Hud
Teng itulah perbuatan berbahaya untuknya, tentu sekali
Sucouw bakal menganggap ia melanggar larangan. Sucouw
demikian liehay, mana sanggup Jie In melawannya?"
Mendengar pembicaraan lebih lanjut itu Jie In berpikir:
"Benar sekali dugaan Tonghong Giok Kun. Benar-benar Kim
Teng mencoba minta bantuan Ciat in Sucouw itu, Karena dia
tidak dibantu, sekarang pastilah Kim Teng lagi
menyembunyikan diri, Dia tentu hendak memancing aku
supaya aku melanggar aturan Ciat in itu... Baiklah aku coba
bekuk dua orang ini, guna mengorek keterangan dari
mulutnya dimana Kim Teng sudah sembunyikan diri. Aku mesti
langsung mencari dia, tak dapat aku menimbulkan lain urusan
lagi."
Lantas In Gak memperhatikan dua orang itu. ia menduga ia
terpisah lebih kurang sepuluh tombak dari mereka itu. Dengan
berani ia menjejak tanah, untuk lompat kedepan,
Ia bergerak dengan sangat cepat tetapi ditempat seperti
terowongan gua itu, suara anginnya bersiur nyata. Dua orang
itu terkejut. "Siapa?" mereka tanya.
In Gak tidak menjawab, hanya sebelum-orang sempat
berdaya, tangannya sudah menyambar pundak mereka itu.
Itulah gerakan tipu silat "Siang Liong Put cui," atau
"Sepasang naga menyemburkan air" suatu jurus dari Hian
Wan Sip-pat Kay bagian ci Liong ciu hoat atau "Mengekang
Naga" Maka dua orang itu tak sempat berdaya menangkis
atau berkelit, tubuh mereka lemas selekasnya mereka
mengasih dengar suara kaget tertahan, keduanya roboh cuma
mata mereka yang mendelong mengawasi.
"Apakah kau Jie In?" tanya yang satu yang suaranya parau,
"Kau main membokong, kami tidak puas Aku minta kau

1714
bebaskan kami dari totokan, lalu kita bertempur satu lawan
satu dengan begitu sekalipun mesti mati, kami puas."
"Tidak salah akulah Jie In" sahut In Gak yang menarik
pulang kedua tangannya "Aku tidak berniat membunuh orang
maka itu aku bokong kamu. Tidak dapat kamu menggunai
kata-kata kamu untuk membikin aku gusar. Tidak bisa lain aku
minta sukalah kamu bersabar sebentar"
Dua orang itu berdiam. Mereka merasakan tubuh- mereka
makin lemah, Lantas mereka mengerahkan tenaga dalam,
niatnya untuk melawan atau sedikitnya bertahan- Adalah
keinginan mereka yang sangat untuk bisa membebaskan diri.
Apa mau, justeru mereka mengerahkan tenaga justeru darah
mereka menjadi mandek.
Bukan main kagetnya mereka. Cepat-cepat mereka
menghentikan percobaan mereka itu.
"Kami masih mempunyai tiga kawan yang menjaga dimulut
gua," berkata orang yang kedua, "Kenapa mereka belum juga
kembali? Apakah mereka pun telan kena ditotok tuan?"
"Ketiga kawan kamu itu ?" Jie In mengulangi "Mereka itu
menyerang aku dengan pedang mereka, aku mengalah
dengan berkelit. Sayang mereka menyerang terlalu hebat,
setelah serangannya gagal mereka tak dapat menguasai diri
mereka, mereka terjerunuk masuk kedalam jurang dimana
mereka mengubur diri mereka sendiri.”
Dua orang itu kaget, mereka mengawasi satu pada yang
lain, mulut mereka bungkam.
"Aku si orang she Jie ingin memohon sesuatu kepada
kamu, tuan-tuan” berkata Jie In kemudian- "Sekarang ini Kim
Teng Siangjin bersembunyi dibagian mana di Cian Hud Teng?
Aku minta kamu suka memberi keterangan kamu," suara itu
perlahan dan sabar tetapi nadanya mengancam.
Dua orang itu mengangkat muka mereka, untuk mengawasi
Jie In- Dengan lantas sinar mata mereka kedua belah pihak

1715
beradu, Dua orang itu terkejut. Sinar mata Jie In sangat tajam
dan berpengaruh seperti pedang menusuk jantung hati
mereka keruan berdebaran.
"Tuan apakah kau tidak menginsafi halnya siapa berbuat
baik dia menanam kebaikan?" kata yang satu. "Bukankah baik
untuk menahan diri guna tidak berlaku keterlaluan? Sungguh
bagus kalau tuan bisa melepas tangan dimana tangan kau
dapat dilepas. Bukankah Kim Teng ciangbun bukannya musuh
besar turun temurun dari tuan?"
Lagi pula ilmu silat Kim Teng ciangbun tak ada dibawahan
kau, tuan maka jikalau kamu sampai bertempur entahlah
menjangan bakal terbinasa ditangan siapa, Maka itu jikalau
menurut kami, suka kami memberi nasihat agar tuan
menghentikan tindakanmu dan lantas pergi pulang saja..."
Jie In bersenyum.
"Kau bermaksud baik tuan tuan," kata ia. "Apakah tuantuan
tidak tahu untukku ada jalan buat datang kemari tetapi
tidak ada pintu buat pergi keluar? Bukankah sekarang ini anak
panah sudah dipasang pada busurnya hingga jemparing tak
dapat tak dilepaskan? sebenarnya aku si orang she Jie belum
pernah aku bertindak keterlaluan dari itu kamu baiklah
melegakan hati kamu. Tolong tuan tuan beritahukan dimana
Kim Teng bersembunyi aku tahu bagaimana aku harus
mengambil sikap terhadapnya."
Dua orang itu kaget.
"Apakah jembatan rantai sudah putus?" tanya yang satu.
Dia tidak menanti jawaban, hanya dia menghela napas, Baru
setelah itu dia menambahkan: "Sekarang ini Kim Teng
ciangbun lagi menempatkan diri di kamar chong Keng Kok dari
kuil Ban Siu Si, disebelah timurnya, pergilah tuan cari dia
disana..."
Jie In mengangguk

1716
"Terima kasih," katanya, "Sekarang aku minta sukalah
kamu berdiam terus disini, sebentar apabila telah tiba saatnya,
kamu nanti dapat bebas sendiri."
Perkataan Jie In ini ditutup dengan totokannya kepada
jalan darah tidur dari dua orang itu, setelah itu dengan cepat
ia berlalu untuk maju terus kedepan.
Tidak lama maka tibalah Jie In diluar gua hingga ia melihat
dirinya berada dipinggiran jurang cian Hud Gay.
Ketika itu rembulan sudah berada ditengah-tengah langit,
bintang bintang mulai sirna. Sebaliknya sang angin menderu
deru, suaranya berisik, dilembah terdengar kumandangnya.
Jie In memandang ke sekelilingnya. ia melihat sebuah kuil
didepannya, ia percaya itulah Ban Siu Si. ia mendapatkan kuil
sunyi dan tiada sinar apinya, Meski begitu, habis menghela
napas ia toh lari kearah rumah suci itu.
Diatas chong Keng Kok. lauwteng tempat simpan kitabkitab,
diruang sebelah timur, di antara banyak para-para
terdapat banyak sekali kitab, Didalam kamar itu, ditengah
tengahnya seorang pendeta lagi duduk bersila diatas
pouwtoan. Dia merangkap kedua tangannya dan kepalanya
tunduk.
Dialah seorang pendeta tua, karena dia Kim Teng Siangjin
ketua Ngo Bi Pay yang baru saja melepaskan kedudukannya
sebagai ciangbunjin-
Nampak tegas pada wajahnya bahwa dia lagi mendongkol
berbareng berduka, dari mulutnya saban saban terdengar
suara tak tegas tanda dari pikirannya yang kacau, Dia telah
memikir kalau tipu dayanya berhasil, pasti Jie In terkubur
didasar jurang maka dari mayat orang dia akan mendapatkan
pulang ciangbun Sin-hu, untuk dia memperoleh pula
kedudukannya yang agung. Kalau tidak, tak dapat ia
memikirnya...

1717
Tengah pendeta ini kelelap dalam pikirannya itu, tiba tiba ia
mendengar satu suara perlahan yang nadanya dingin: "Aku si
orang she Jie datang menetapi janji, Siangjin sungguh agung,
taklah kecewa kau menjadi seorang ketua, aku si orang she
Jie taklah sanggup menandingimu..."
Bukan kepalang kagetnya sipendeta, ia heran kenapa orang
ketahui ia bersembunyi didalam chong Keng Kok. ia menduga
kalau Jie In berhasil menyeberang ke cian Hud Sie, mestinya
dia lagi mencari ubak-ubakan didalam Ban Siu Sie hingga dia
mungkin kepergok Ciat In hingga dia bakal di ringkus pendeta
berilmu itu. Tanpa menoleh lagi ia menggeraki tangannya
kebelakang sambil tubuhnya bergerak. niatnya menyerang
sambil berlompat bangun, Akan tetapi disaat ia mengerahkan
tenaganya, mendadak ia merasa lengannya sakit lalu kaku,
lalu napasnya mendesak mandek. hingga mau atau tidak, ia
mesti mengasi dengar suara rintihan-
Jie In tahu baik orang liehay dan licik, dia menduga bakal
menerbitkan suara untuk membikin kaget pada Ciat In Siansu
maka itu dia sudah berlaku sebat mendahului dengan satu
jurus Hian Wan Sip-pat Kay, "Kwe Seng menghitung
binatang," dia mencekal lengan sipendeta, dia memencet dan
mengangkat.
Maka itu ketika tubuh Kim Teng terangkat naik, tubuh itu
lantas turun kembali tanpa menerbitkan suara.
Segera keduanya berdiri berhadapan, mata mereka saling
menatap. Yang satu memandang keren, yang lain nampaknya
likat sekali.
Jie In lantas berkata perlahan tetapi tajam: "Siangjin,
hatimu sangat busuk." Mengapa kau hendak mencelakai aku
sampai begini rupa? Sekarang apakah kau hendak bilang?"
Sekian lama Kim Teng Siangjin berdiam baru dia tertawa
menyeringai malu dan berduka dan mendongkol.
"Kau beruntung sekali tak terkubur di dasar jurang, siecu
itulah rupanya kehendakan Thian,” kata dia. "karena itu apa

1718
aku sipendeta tua bisa bilang? Hanya kalau kau mengatakan
aku busuk. itulah tak tepat, Aku sipendeta tua menjalankan
aturanku menghukum murid-muridku, tindakan itu tidak
menyalahi atau menentang kau siecu, tetapi sebaliknya kau,
kau telah membikin runtuh keagunganku sebagai seorang
ketua partai hingga tak ada tempat untuk aku menaruh diriku.
Hal yang benar yalah aku melakukan perbuatanku saking
terpaksa. Umpamakata kita berdua bertukaran tempat tidak
nanti kau akan mengatakan aku sipendeta tua bertindak
keterlaluan”
Jie In tertawa dingin-
"Jadi Siangjin hendak mengatakan aku si orang she Jie
keterlaluan?" katanya. "Sicu ketahui sendiri, buat apa sicu
menanya lagi."
Jie In mengawasi tajam, ia kata heran- "Kejadian hari ini
mungkin seperti apa yang kau katakan, siangjin. Akan tetapi
jikalau kau suka memikir dengan tenang, maka kau pastilah
ketahui bahwa aku si orang tua she Jie telah bertindak dengan
hati murah terhadapmu"
Kim Teng nampak melengak. "Sebenarnya aku cuma
bertindak terlalu kukuh, sama sekali aku tidak bersalah terlalu
besar," katanya, "Sekarang aku telah roboh ditangan kau,
jikalau kau hendak mempersalahkan, pasti kau tidak
kekurangan alasan..."
Jie In tertawa pula.
"Siangjin, bagus kata-katamu" katanya, "Apakah siangjin
ingat halnya seorang yang bernama Twi Hun Poan Cia Bun?
ketika dulu hari itu terjadi pengeroyokan pengecut di Siang
Kang, itu telah terjadi karena kaulah yang berbuat, siangjin
Mustahilkah siangjin tidak ingat itu dan tak menginsafi akan
akibatnya?"
Mukanya Kim Teng Siangjin menjadi pucat, ia kaget bukan
main- ia paksakan diri akan tertawa dan kata: "Ketika itu dua

1719
muridku telah dikorek matanya dan dikutungi anggauta
tubuhnya, mereka digantung selama tiga hari, hingga mereka
mati karenanya darahnya kering. itulah sebab utama
permusuhan. Apakah pembalasan untuk itu tak layak?"
Mendengar bantahan itu, Jie In murka tak kepalang, hingga
darahnya terasa bergolak.
"Tutup mulutmu" ia membentak, Jikalau bukannya muridmuridmu
sangat jahat, mana bisa mereka mendapat
hukumannya? Cia Bun adalah seorang tay-hiap. mana bisa dia
membunuh orang tanpa salah-dosa?"
Diwaktu berkata demikian, hati Jie In sendiri bertentangan
dengan sangat keras, ingin ia menuntut balas buat membunuh
sipendeta, berbareng dengan itu ia seperti mendengar
pesannya Bu Liang Siangjin untuk ia jangan membunuh orang,
maka itu ia mengawasi sipendeta dengan matanya bersinar
bengis sekali.
Kim Teng Siangjin telah menjadi nekad, ia pikir lebih baik
mati daripada hidup, Maka itu dengan berani ia mengasih
dengar tertawa dingin.
"Kiranya kaulah sahabatnya Cia Bun, sicu" katanya, "Kau
mencari balas untuk sahabat-mu, kau harus dipuji, Dulu hari
itu aku mengatur tipu jahat untuk menentang kejahatan,
perbuatanku itu tidak ada orang yang mendapat tahu, tetapi
sicu dapat juga menyelidikinya, kau benar cerdik luar biasa,
coba itu waktu Cia Bun menangkap kedua muridku itu untuk
diserahkan pada aku sipendeta tua, supaya aku sendirilah
yang menghukumnya, pasti tak bakal terjadi peristiwa
pengepungan di Siang Kang itu"
"Aku si orang she Jie bukannya lagi bekerja untuk
sahabatku" kata Jie In lagi, "Aku lagi bekerja karena
permintaan anaknya Cia Tay-hiap itu Tentang perbuatanmu
dulu hari itu, jikalau kau ingin orang tidak mendapat tahu
seharusnya janganlah kau kerjakan. Hm, Sampai saat ini kau

1720
masih memutar lidahmu yang lemas. Mari kita bicara dari
kejadian hari ini itulah contoh. Kau sangat mengeloni muridmu
Maka seandainya dulu hari itu Cia Tay-hiap menyerahkan
murid- niurid mu padamu siapa mau percaya bahwa kau bakal
menjalankan aturanmu tanpa kau berlaku berat sebelah?"
Kim Teng kalah alasan, dia berdiam. "Sicu, jangan kau
keterlaluan" katanya kemudian, "Tentang peristiwa dulu hari
itu. sukar untuk dibicarakan sekarang, sulit buat mendapat
tahu siapa benar dan siapa salah Cia Bun ada turunannya,
kenapa turunannya itu tidak mau datang sendiri kemari?
Bukankah sakit hati ayah membuatnya orang tak dapat hidup
bersama-sama dikolong langit? Sampai itu waktu aku
sipendeta tua, aku akan mati puas.
Tapi sekarang sicu perlakukan aku secara memaksa. Dalam
hal ini bukannya kepandaianku tidak berarti, itu cuma
disebabkan kita belum mengadu jiwa, maka juga kekalahanku
ini tak dapat aku terima"
Jie In masih mengendalikan diri, ”Turunannya Cia Tayhiap
sekarang masih ada di gunung dimana ia lagi belajar silat,
nanti ada saatnya dia bakal datang mencari sendiri padamu"
katanya, "Sekarang ini aku siorang she Jie tidak mempunyai
terlalu banyak tempo untuk melayani kau" ia lantas
melepaskan cekalannya, ia kata pula: "Sekarang aku meminta
diri, lain kali bakal datang-hari-nya yang kita akan bertemu
pula"
Kim Teng Siangjin merasakan tenaganya habis, mau atau
tidak- ia jatuh numprah.
Jie In ingin lompat ke jendela buat mengangkat kaki ketika
ia mendengar satu suara orang tua yang keren yang
datangnya dari arah jendela, katanya: "Apakah kau Jie In
sendiri? Cian Hud Teng menjadi tempat terlarang semenjak
seratus tahun, kau sengaja mendatanginya, kau benar
bernyali besar dan lancang. Apa kau hendak bilang sekarang?"

1721
Jie In melengak. Didalam hatinya ia kata. "Akhir-akhirnya
aku membikin kaget juga pada Ciat In Siansu Sudah terlanjur,
biarlah" Maka ia lantas mengawasi keluar.
Di depan jendela dimana ada tanah pekarangan yang
datar, dibawah sebuah pohon kayu yang besar dan daunnya
lebat, nampak seorang pendeta tua bertubuh kurus dengan
kumis dan jenggotnya telah putih semua, ia lantas lompat
keluar untuk menghampirkan sampai kira delapan kaki.
Pendeta itu mengawasi tajam, terus dia membentak: "Ha,
didepan lolap kau masih berani mempertontonkan
kepandaianmu” Dia berkata begitu dengan matanya bersinar
tajam, terus tangannya diulur buat dipakai menyambar. Itulah
sambaran hebat sekali. Jie In berkelit dengan tindakan Hian
Thian Cit Seng Pou.
Pendeta tua itu terperanjat. Sekejap saja orang dapat
menyingkir dari tangannya yang lihay itu, Tapi ia tidak
berhenti, ia lantas berdetak pula, Sambil tubuhnya memutar,
tangan kanannya meluncur.
Lagi sekali sambaran itu tak mengenai sasarannya, Tubuh
Jie In berkelebat dan bebas. Bukan main herannya Ciat In -
demikian si pendeta tua.
"Tidak pernah ada orang lolos dari sambaranku," pikirnya,
"Dia ini benar benar orang lihay.”
Ketika itu terdengar tertawa perlahan dari Jie In yang
berada dibelakang si pendeta.
"Locianpwe, kenapa locianpwe tidak suka memberikan
ketika untukku memberi keterangan?" tanyanya, "Taruh kata
benar boanpwe sudah berbuat lancang, tetapi pelanggaran ini
bukan pelanggaran sengaja, ada alasannya untuk
memaafkannya ..." Ciat In memutar tubuh dengan perlahan.
"Benar- benarkah kau tak tahu adanya larangan?" ia
menegas.

1722
Jie In memperlihatkan sikap menghormat
"Boanpwe belum pernah merantau, pengetahuan dan
pendengaranku cetek sekali." ia berkata, "apa yang pernah
boanpwe lakukan yalah menuntut penghidupan sebagai tabib,
Kali ini boanpwe datang kemari karena menerima permintaan
keponakan muridmu untuk memenuhi undangan Kim Teng
Siangjin untuk menguji kepandaian diatas puncak Cian Hud
Teng ini..."
"Tentang itu, lolap sudah tahu," kata Ciat In, "dan apa
yang kamu berdua bicarakan barusan, lolap telah dengar
semua, Perihal urusan Ngo Bi Pay. lolap sudah bersumpah
tidak mau mencampur tahu, Tapi siapa lancang datang ke cian
Hud Teng, dialah bagian mati Benar- benarkah kau tidak
ketahui larangan itu."
"Locianpwe," kata Jie In, ”jikalau apa yang boanpwe
katakan tidak benar, silahkan locianpwe tanya pada Kim Teng
siangjin pasti locianpwe akan mengetahuinya." ia hening
sejenak. ia mengawasi pendeta tua itu, lalu menambahkan
"Pastilah locianpwe menjadi orang tertua dari Ngo Bi Pay
syukur boanpwe dapat mengunjunginya, Sukalah locianpwe
memberitahukan nama dan gelaran locianpwe pada
boanpwe?"
Pendeta itu mengawasi sejenak. "Namaku si orang tua
sudah lama tak diketahui orang, maka itu tak usah kau tanya"
ia menjawab "Biar bagaimana kau sudah naik ke Cian Hud
Teng ini kau jadi sudah melanggar laranganku, Barusan kau
dapat lolos dari samberanku, itulah bukti ilmu silatmu tak
dapat dicela, maka sekarang lolap tidak mau membikin susah
padamu, mari kau layani lolap. asal kau dapat bertempur
sampai seratus jurus kau boleh berlalu dari sini dengan tidak
terganggu."

1723
Jie In berdiam sekian lama, baru ia menjawab "Boanpwe
tidak tahu diri, biarlah boanpwe menerima perintah locianpwe,
cuma boanpwe mohon sukalah locianpwe berbelas kasihan..."
Ciat In siansu lantas berkata dingin: "Sebabnya kenapa
sekarang lolap berada disini yalah karena belum pernah lolap
mengenal kasihan, sudah lewat banyak tahun, masih lolap tak
sudi merubahnya, maka itu sekarang setiap kali lolap turun
tangan, pasti lolap tidak mau mengenal kasihan, karenanya
segala apa lihat saja peruntunganmu"
Hati Jie In bercekat.
"Hebat orang tua ini," pikirnya. "Dia benar-benar jumawa
dan keras hatinya. Kelihatannya malam ini tak dapat tidak, aku
mesti keluarkan semua kepandaianku." Maka ia tertawa
dengan jumawa, kakinya bertindak dengan tindakan Hian
Thian Cit Seng Pou. ia bersiap dengan kedua tangan di dada,
terus ia menjura, Habis itu ia kata: "Locianpwe, silahkan
locianpwe memberikan pengajaranmu."
Alis putih dari Ciat In bangun, matanya pun bersinar
bengis. "Benarkah kau berani tak memandang mata pada
lolap?" tandanya membentak.
"Tidak. locianpwe," sahut Jie In tertawa, "Locianpwe sendiri
yang hendak memberikan pengajaran padaku, Loeianpwe
bilang aku dapat membebaskan diri dalam seratus jurus
locianpwe akan membiarkan aku berlalu dengan tidak kurang
suatu apa dari cian Hud Teng ini. Karena itu mana berani
boanpwe menurunkan tanganku?"
Ciat In mengasih lihat wajah dingin.
"Kau berhati-hati" katanya, "Didalam seratus jurus itu lolap
telah mengumpulkan semua macam ilmu silat dikolong langit
ini maka itu lolap kuatir kau tak akan bertahan sampai semua
seratus jurus itu..." Setelah begitu kedua tangannya lantas
bergerak. cepat umpama kata kilat.

1724
Jie In menggeser tubuh kekiri, jauhnya setombak lebih. ia
bergerak dengan sangat cepat, toh ia terkejut, Tangannya Ciat
In meluncur terus kepadanya. Terpaksa ia bergerak lebih jauh
dengan Hian Thian cit Seng Pou, tindakan Tujuh Bintang.
Ciat In menjadi jago Ngo Bi Pay yang utama, sudah begitu
selama beberapa puluh tahun terkeram dipuncak cian Hud
Teng, ia tidak alpa dengan ilmu silatnya, maka itu dapat
dimengerti berapa jauh ia telah memperoleh kemajuan-
Jie In kaget mendapatkan ia disusul terus, ia tidak kena
terjambret tetapi anginnya serangan sipendeta terasa
menusuk telinganya. Maka ia kata dalam hatinya:
"Pendeta ini hebat luar biasa jikalau kepandaiannya ini
diwariskan semua kepada orang-orang Ngo Bi Pay, pasti Ngo
Bi Pay bakal jadi jago Rimba Persilatan-"
Tengah berpikir ini, Jie In menjadi kaget pula, ciat In
menyerang ia dengan jurus "Ngo Gak Teng In" atau "Lima
gunung besar menelan awan", Tanpa diketahuinya pundaknya
di bagian jalan darah kin-Ceng telah kena disentuh.
Dalam sekejap pundaknya itu, pundak kiri menjadi kaku,
Sambil mendaki ia segera melakukan pembalasan, Dengan
lima jari tangan kanan dengan jurus "Hun Sui Kim Liong" atau
"Memecah air menangkap naga" ia menyamber tangannya
sipendeta, itulah suatu jurus Ci Liong Ciu Hoat dari Hian Wan
Sip-pat Kay.
Ciat In terkejut ia merasa tangannya, di bagian nadi, kena
tercekal lawan- Baru sekarang ia insaf lawan benar-benar lihay
luar biasa. Untuk menolong diri, sambil menarik pulang tangan
kanannya itu, dengan tangan kirinya ia menyerang.
Jie In tahu diri, ia mengenal batas, Tanpa menanti
serangan tiba, ia sudah mencelat mundur tujuh kaki, inilah
gerakannya yang dinamakan "Kim Lee To Coan Po" atau "Ikan
gabus emas berjumpalitan menembusi umbak" ia melesat
jauhnya delapan tombak.

1725
Hebat serangannya Ciat In itu, Kehilangan sasarannya,
tangannya menghajar pohon aras dibelakang lawannya,
hingga pohon itu bergoncang keras.
"Locianpwe, aku mohon tanya." Berkata Jie In, "apakah
telah cukup jumlah seratus jurus?"
Tanpa merasa saking cepatnya, mereka sudah melewati
banyak jurus.
Melihat kegesitan lawan, Ciat In menghela napas dalam
hatinya dan berpikir: "Benarlah apa yang dibilang mengenai
lihaynya orang ini, Aku merasa ilmu silatku sudah luar biasa
hingga aku menjadi jumawa, tidak tahunya ada orang yang
dapat menimpali aku, Aku ingat kata-katanya almarhum
ciangbunjin bahwa aku, karena sesatku apabila aku campur
urusan Ngo Bi Pay, aku bisa membikin NgoBiPay runtuh
karenanya, ini pula sebabnya Kenapa aku telah bersumpah
tidak mau mencampuri urusan Partai, Sekarang berbukti aku
lagi menghadapi orang tangguh ini. Memang, apabila aku
roboh ditangan dia ini, habislah sudah Ngo Bie Pay..."
Justeru ia berpikir, ia mendengar pertanyaannya Jie In itu.
"Baru empatpuluh sembilan jurus" ia menjawab "Apakah kau
jeri?" ia menjawab dingin.
Jie In tertawa tawar, ia menyahut: "Kepandaian boanpwe
cetek sekali tak dapat boanpwe dibandingi dengan locianpwe,
Akan tetapi locianpwe telan menjanjikan batas seratus jurus,
boanpwe merasa bahwa dalam seratus jurus taklah sampai
boanpwe kena dirobohkan"
Mendengar itu sinar mata ciat In berubah menjadi sinarpembunuhan,
Teranglah bahwa hatinya menjadi panas.
"Benarkah katamu ini?" ia tegaskan- "Lo-lap..."
Mendadak sinar mata itu beruba menjadi lunak pula,
Dengan menghela napas, ia kata: "Pergilah kau meninggalkan
cian Hud Teng Lolap tidak akan melakukan pembunuhan Kim

1726
Teng sudah kehilangan kedudukannya sebagai ketua dengan
begitu lolap menjadi dapat kawan untuk memahami pelbagai
kitab guna melewatkan dihari-hari yang sunyi diatas puncak
ini. Hanya baiklah kau ingat kalau nanti datang harinya Kim
Teng pergi mencari kau itu artinya telah tiba hari dari
kecelakaanmu"
Jie In melengak.
"Rupanya locianpwe hendak mewariskan semua
kepandaian locianpwe kepada Kim Teng Taysu?" kata ia
perlahan-
"Benar," menjawab sipendeta, suaranya keren, "Lolap
sudah bersumpah tidak mempedulikan urusan Ngo Bi Pay,
sumpah itu hendak lolap hormati. sebenarnya kau harus
dihukum picis tetapi lolap tidak mau melanggar sumpah, maka
selanjutnya tugas melindungi Ngo Bi Pay akan lolap serahkan
pada Kim Teng keponakan muridku itu."
"Itulah urusan locianpwe, boanpwe tidak berhak
mencampur tahu," berkata Jie In, "hanya ingin boanpwe
tegaskan, Kim Teng berpikiran cupat, dia tinggal menanti saja
hari kebinasaannya "
Habis mengucap begitu Jie In tertawa berkakak, lantas
tubuhnya mencelat, jauhnya belasan tombak hingga dilain
saat ia sudah meninggalkan kuil Ban Siu Si itu.
Didalam pendopo Kun Louw Tian dari kuil Tay Seng Si
empat tianglo lagi duduk bersemedhi, Merekalah Ci Tiok serta
saudara-saudara seperguruannya, Keempatnya bersila dihadapan
Sang Budha, tubuh mereka seperti digulung asap
dupa yang harum, sedang seluruh ruang terang dengan api
lilin-
Ketika itu sudah jam empat kira-kira. Sang malam sunyi
sekali, Tapi kesunyian itu mendadak terganggu dengan
jatuhnya sebuah genting dipayon diluar ruang, Keempat tianglo
terkejut semuanya lantas mengangkat kepala untuk

1727
menoleh, mata mereka dibuka. Justeru itu mereka melihat
suatu benda menyamber dari luar.
Kouw Siu Taysu mengangkat tangannya diulur guna
menyambuti benda itu. Begitu ia sudah melihat jelas barang
itu yalah ciangbun Sin-hu, ia berseru: "ltulah Jie In jangan
kasih dia lolos atau nama Ngo Bi Pay runtuh"
Hampir berbareng, tubuhnya keempat tianglo mencelat dari
tempat duduknya untuk berlompat keluar.
Dalam sekejap itu maka riuhlah suara genta.
xxx
DI LUAR kota Seng-touw dimana ada Bu Houw Su atau kuil
cu-kat Liang yang penuh dengan pepohonan pek yang lebat,
hingga pepohonan itu seperti tak kenal musim rontok. disana
terlihat In Gak lagi berjalan perlahan-lahan diantara jalanan
yang berbatu, ia lagi pepat pikirannya, ia mencoba melegakan
itu dengan jalan bersenandung.
Sekarang ini pemuda itu dibikin sulit dengan urusan di
pulau Giok ciong To. Mundur tak bisa, maju sukar, Maka itu ia
jadi mesti berpikir keras sekali.
Ketika kemarin dulu malam In Gak meninggalkan Ngo Bi
San dimana ia membayar pulang ciangbun Sinhu dengan
melemparkannya kepada Kouw Siu Tianglo berempat ia
dikejar mereka itu tanpa hasil, jangan kata ia tertangkap.
terkepung pun tidak. dalam sekejap ia hilang dari matanya
sekalian pengejar itu.
Ketika mengejar dengan sia-sia sampai di kaki gunung, Pek
Siang Taysu kata pada kawan-kawannya: "Aku lihat percuma
kita mengejar Jie In. Kim Teng Suheng terlalu membawa
dirinya sendiri, dia jumawa karenanya dia kehilangan
kedudukannya sebagai ciangbunjin,

1728
”Saudara Kouw Siu taruh kata kira dapat menyusul Jie In,
apa kita bisa bikin?"
Kouw Siu melengak. Akhirnya ia menghela napas dan
memutar tubuhnya untuk pulang ke kuilnya.
Dua hari In Gak berdiam di Seng-touw. ia menanti
kembalinya song Bun Kiamkek. Bersama Chong Si ia berniat
meninggalkan cheng Shia menuju ke Touw-kang-yan, kekuil Ji
Un Bio, ia mau minta chong Si bersama Lui Siauw Thian pergi
ke Giok ciong To, ia sendiri ingin pergi ke cap In Gay, Pak
Thian San-
Diwaktu mau berangkat ia telah minta bantuannya Leng
Hui, untuk Leng Hui pergi ke Ke-leng, guna menggali kuburan
ibunya, guna tulang belulang ibu itu diangkat dan dikubur
menjadi satu dengan tulang belulang ayahnya, ia membuat
peta gunung Po Hoa San agar Leng Hui tidak keliru, ia pun
memesan wanti wanti sambil menjanjikan pertemuan pula
dikuil Bu Houw Su di Seng touw itu.
Ia menghitung-hitung harinya, ia percaya Leng Hui akan
sudah kembali, siapa tahu Leng Hui atau Song Bun Kiamkek,
belum tiba juga, Maka ia menjadi berkuatir dan mendugaduga:
"Mungkinkah ditengah jalan dia bertemu musuh dan
menjadi terlambat karenanya...?"
Malam itu rembulan guram dan bintang-bintang jarang,
suasana sunyi. Tengah In Gak merasa kesepian, ia mendengar
suara melesat diluar tembok. lantas tertampak lompat
masuknya satu bayangan orang yang segera tiba didepan kuil.
Nyata dialah Leng Hui yang lagi ditunggu-tunggu itu.
"Syukur aku tidak mensia-siakan tugasku" kata Leng Hui
sambil memberi hormat dan
bersenyum, "Ditengah jalan aku bertemu seorang sahabat
dalam kesukaran, aku membantu dulu padanya yang meminta

1729
sangat bantuan, karena itu aku terlambat pulang, Aku
membikin kau menanti lama siauwhiap. sukakah kau
memaafkannya?"
In Gak tertawa.
”Jangan bilang begitu saudara Leng," katanya, "Malah aku
tak dapat membalas kebaikanmu yang telah bekerja untukku,
Kau tentu letih dan belum dahar, mari kita pergi kedalam kota
untuk bersantap besok pagi kita pergi ke ceng Shia untuk
mengajak Pit Tayhiap berangkat bersama."
Leng Hui setuju, maka itu berdua mereka meninggalkan
kuil menuju kedalam kota.
XXX
Dikota Pian-keng, Pun Lui Kiam-kek Suma Tiong Beng,
pemilik dari Thian Mapiauw Kiok, girang sekali menyambut
kedatangannya Cia In Gak yang bersama-sama Pit Siauw
Hong dan Leng Hui. ia menjamu mereka itu.
Piauwsu muda Suma Tiang siu muncul di dalam perjamuan
itu bersama ciok Beng Kie isterinya. Mereka mengtaturkan
terima kasih mereka. Beng Kie mengempo sepasang anaknya
yang kembar.
"Lo-piauwsu, berbahagialah kau dengan sepasang cucumu
ini" kata In Gak tertawa, ia memberi selamat kepada si
piauwsu tua. Suma Tiong Beng tertawa bergelak.
"Inilah hadiahmu, laote” sahut piauwsu tua itu, "Menyesal
kami tidak tahu dengan cara apa kami harus membalas
budimu ini."
Pit Siauw Hong heran mendengar pembicaraan itu,
Bagaimana In Gak dapat memberi cucu kepada piauwsu itu?
Maka ia minta keterangan-
Suma Tiong Beng menjelaskan halnya Beng Kie ditolong
hingga nyonya itu mendapat pulang kehebatannya guna
memperoleh anak. Siauw Hong heran, Sekarang ia mengawasi
sianak muda "Bagaimana siauwhiap" katanya, "Kau pandai
ilmu tabib?"

1730
"Mengarti sedikit," In Gak menjawab, "Bukankah ada
pepatah yang membilang, sekali tabib tolol didalam tempo
sepuluh tahun mesti ada hari dari untung bagusnya? Begitulah
kebetulan saja aku dapat memberikan pertolonganku."
"Siauwhiap gagah dan pandai" Siauw Hong memuji,
"Siauwhiap cuma merendah saja."
Demikian orang bersantap dan minum dengan gembira,
sampai seorang pegawai piauwklok terlihat datang dengan
tergesa-gesa dan terus dia berbisik pada Suma Tiong Beng.
"Ya, aku tahu." kata tuan rumah seraya mengangkat
tangannya, sedang alisnya terbangun.
Pegawai itu berlalu pula, sedang majikannya minum
araknya dengan gembira seperti biasa.
In Gak heran-
"Ada apakah?" ia tanya tuan rumahnya.
"Kita sekarang lagi bergembira" kata tuan rumah tertawa,
"Sebentar saja kira bicara pula"
In Gak tidak mau mengarti.
"Lo-piauwtauw sukalah memberi keterangan," ia mendesak.
Suma Tiong Beng menghela napas, "inilah perkara Hui
Thian Auw-cu Law Keng Tek." katanya masgul, Alisnya In Gak
terbangun "oh, dia" katanya keras, sedang matanya bersinar
bengis.
”Jangan gusar, laote" kata Suma Tiong Beng tertawa, "Kita
pun tak dapat sesalkan Law Keng Tek. Sudah tiga puluh tahun
dia menjadi jago di Ho-lok. setelah dirobohkan laote dia lantas
menjadi ciut nyalinya, Tapi tak dapat selamanya dia
mengekang diri. Mana dia bisa tenteram hati melihat pelbagai
piauwkiok tak menghormatinya lagi seperti dulu-dulu? Belum
lama terdengar dia sudah membangun diri pula.
Katanya dia memperoleh bantuannya Leng Siauw cu ketua
Hoa San Pay serta Soat San Jin Mo. Kabar itu aku tidak
perhatikan, aku kira hanya kabar angin belaka, siapa tahu
semua piauwklok lainnya percaya betul, mereka jadi

1731
bergelisah lantas mereka mengadakan rapat untuk bicarakan
daya guna menghadapinya. Aku sendiri, aku minta mereka
berlaku sabar..."
Mendengar disebutnya Leng Siauw ciu dan Soat SanJin Mo,
In Gak menjadi gusar, "Apakah warta itu benar?" ia tegaskan,
"kelihatannya tak dapat disangsikan lagi." sahut Tiong Beng.
"Barusan orangku memberitahukan bahwa telah diterima
kabar halnya Leng Siauw ciu bersama Soat San Jin Mo telah
tiba di Him Ji San pada tiga hari yang baru lalu, bahwa Ban
Seng Piauw Kiok telah menampak kerugian digunung Him Ji
San itu dimana piauwnya telah dirampas Law Keng Tek.
Katanya pihak perampas itu telah menyampaikan pesan
supaya didalam tempo tujuh hari semua piauwkiok mengirim
wakil untuk membuat kunjungan kegunung Him Ji San..."
In Gak tertawa dingin.
"Itulah mudah," katanya, Terus ia menyambungi perlahan
kepada si piauwsu tua. Mendengar itu romannya Suma Tiong
Beng menjadi terang. ia segera berbangkit.
"Kembali kita mengganggu siauhiap." katanya. "Nanti aku
menyampaikan kabar pada mereka itu. Tuan-tuan, minumlah
dengan perlahan-lahan, aku si orang tua hendak pergi
sebentar, segera aku kembali." ia lantas bertindak pergi.
Leng Hui berbisik pada In Gak: "Apakah urusan ini tidak
akan menghambat kepergian kita ke Giok ciong To?"
"Aku rasa tidak-" In Gak menjawab "Sekarang ini sekalian
saja aku menuntut balas guna ayahku, Aku percaya urusan di
Giok-ciong To bakal dapat dibereskan mereka itu."
Mendapat jawaban itu, Leng Hui tidak bilang apa-apa lagi.
In Gak lantas berbangkit akan pergi keluar kantor piauwkiok.
Jit Goat Sianjin ciang Louw Kun lantas turut keluar, hanya
ia langsung menuju k ke istal, untuk menuntun seekor kuda
pilihan, ia menghampirkan si anak muda seraya berkata:

1732
"Siauwhiap. inilah kuda pilihan jempolan, dia dapat lari keras
dan jauh. Semoga siauwhiap berhasil"
Jilid 34 (Tamat)
IN GAK menyambuti kuda, sambil mengucap terima kasih,
ia lompat naik, lantas ia menuju keluar kota. Mulanya kuda itu
dikasih jalan perlahan-lahan, hanya setibanya di luar pintu
kota, menggeprak lesnya sambil berseru, cambuknya menjeter
diudara, atas mana kudanya itu berlompat berjingkrak, terus
kabur meninggalkan debu mengepul naik di belakangnya.
Malam itu gunung Him Ji San terbenam dalam kesunyian
Bintang-bintang sedikit, rembulan kurang cahayanya,
sebaliknya embun dan es membuat pakaian demak, Bagaikan
seekor biruang, gunung itu nampak bercokol diam, terkurung
dengan banyak pepohonan. Justeru suasana tenang itu atau
mendadak tertampak api menyala lalu berkobar asapnya terus
mengepul naik.
Dengan dibantu angin yang bertiup keras, api itu lantas
merupakan suatu kebakaran yang meluas, maka juga lantas
riuhlah suara banyak kuda serta penghuni penghuni gunung
itu...
Yang menjadi kurban raja api yalah gudang rangsum.
Law Keng Tek muncul dengan bergelisah dan gusar
Dengan berteriak-teriak, ia memerintahkan orang orangnya
menempur api, untuk dipadamkan- Di lain pihak ia berteriak
dengan kata-katanya yang bengis: "Pasti ini perbuatan orang
orang Ban Seng Piauw Kiok. Lekas periksa piauwnya
terganggu atau tidak" Selagi berkata begitu, matanya Keng
Tek bersinar tajam. Dua orangnya lantas lari pergi, guna
menjalankan titah itu. Lekas sekali satu orang sudah lari
kembali

1733
"Tong ke, piauw itu belum terganggu," ia melaporkan
"Hutongke telah memerintahkan mencari si pelepas api untuk
dibekuk, akan tetapi katanya tak ada orang jahat yang
kedapatan bahkan orang yang dicurigai juga tidak ada."
Keng Tek heran.
Segera juga kembali orang yang kedua, Dia tergesa-gesa
dan romannya gelisah.
"Tong ke, cucu tongke telah dibawa lari si pelepas api"
demikian dia melaporkan, gugup, "orang jahat itu
meninggalkan surat memberitahukan agar tongke bersama
kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo segera
pergi kepanggung Ie ong Tay di Pian-liang untuk
menyambutnya Tempo yang diberikan yalah sebentar malam,
jikalau lewat batas tempo itu, katanya jiwa cucu tongke itu tak
dapat terjamin"
Keng Tek kaget bagaikan disambar guntur ia paling
menyayangi cucunya itu, yang baru berumur tiga tahun, yang
cerdik sekali, lenyapnya cucu itu berarti seperti lenyapnya
nyawanya sendiri, Mukanya lantas menjadi pucat. Dia
membanting-banting kaki, Tidak ayal lagi, dia berlari keluar.
Malam itu guram, rembulan sudah doyong kebarat, Angin
bertiup keras, Disekitar panggung Ie ong Tay pasir
beterbangan, begitupun daun daun rontok. panggung itu
beserta menaranya, berdiri tegak. Diatas panggung terlihat
tiga orang tua berdiri tegak dengan muka mereka tampak
dingin maka disinar suram rembulan wajah mereka mirip
wajah mayat-mayat.
Merekalah In Gak bersama Pit Siauw Hong dan Leng Hui
bertiga, yang menyamar menjadi orang-orang berusia lanjut.
Ketika itu sudah jam dua.
"Kenapa Law Keng Tek masih belum datang juga?" Siauw
Hiong tanya, ia merasa bahwa mereka sudah menanti lama.

1734
"Aku duga dia pasti bakal datang," menjawab sianak muda.
"Lebih-lebih Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo bangsa
jumawa. Mereka pernah dipermainkan aku, mana mereka
dapat menahan sabar lagi? - Nah lihat itu apakah bukan
mereka lagi mendatangi?" In Gak menunjuk kearah depan-
Pit Siauw f Hong mengawasi ia melihat berlari- larinya
belasan bayangan-
Lekas sekali rombongan bayangan itu sudah sampai di
depan panggung, Diantara mereka tiga yang menjadi kepala.
Hui Thian Auw cu Law Keng Tek mengawasi bengis.
"Ketiga tuan diatas panggung, adakah kamu yang tadi pagi
sudah mengunjungi tempat kami sambil meninggalkan surat?"
ia tanya keras.
In Gak bertiga tertawa, sambil tertawa mereka lompat
turun dari panggung, Pesat sekali lompatnya mereka, segera
mereka berdiri sekira satu tombak didepan tiga orang itu serta
rombongannya.
Leng Siauw cu dan Soat San Jin Mo dengan mata mereka
yang bengis mengawasi tiga orang tua didepan mereka itu.
Mereka mengawasi sambil menduga-duga, Seingat mereka
belum pernah mereka lihat atau kenal tiga orang tua itu. Maka
itu, mereka menjadi heran-
In Gak lantas menjawab, suaranya keren: "Tidak salah
itulah kami si orang tua bertiga Law Keng Tek, hendak aku,
tanya kau, kau memerintahkan dengan batas tempo supaya
semua piauwsu dari kota Pian-peng datang kesarang
penjahatmu, apakah maksudmu?"
Lauw Keog Tek tidak lantas menjawab. Dia tetap
menguatirkan keselamatan cucunya, Mukanya lantas menjadi
merah.

1735
Adalah soat SanJin Mo yang mengasih dengar suaranya
yang dingin dan seram. Siaps bernyali kecil bisa jeri
karenanya.
"Manusia jumawa" katanya bengis. "Di- depanku kamu
masih berani menyebut dirimu
Si orang tua..."
"Plok" demikian satu suara nyaring yang menghentikan
kata-kata orang jumawa itu.
In Gak tidak mau memberi hati. ia meluncurkan sebelah
tangannya menggaplok pipi orang yang lagi mementang mulut
itu.
Soat San Jin Mo kaget sekali, dia menjerit kesakitan Pipi
kirinya terasa sangat sakit, pipi itu menjadi merah dan
bengap. tulangnya nyengsol. Mulanya matanya pun
kegelapan- Karena itu tanpa ayal sedikit juga ia balas
menyerang,
In Gak berlaku sangat cepat, ia memutar tangannya untuk
menangkap tangan si Hantu, sembari memegang terus, ia
kata dingin: "Aku si orang tua mencari Lauw Keng Tek,
bukannya kau. Buat apa kau gelisah tidak keruan? Aku si
orang tua ketahui tentang dirimu. Kau mengandal sangat pada
ilmu silatmu yang diberi nama cin San Khi Kang, ilmu tenaga
dalam yang katanya dapat menggempur gunung Kau sabar
saja, sebentar aku si orang tua akan belajar kenal dengan
ilmumu itu. Sekarang ini belum ada ketikanya untuk kau
membuka mulutmu"
In Gak menghentikan kata-katanya denjan tangannya
menyamber, maka Soat San Jin Mo lantas mundur dengan
tubuhnya terhuyung-huyung beberapa tindak.
Leng Siauw cu terkejut, dia sampai mengawasi dengan
mendelong. Luar biasa akan menyaksikan kawannya yang
kosen itu dapat diperlakukan demikian rupa. Habis menancap
kakinya Soat San Jin Mo tertawa berkakak, Dia gusar bukan
mainTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1736
"Bagus, bagus" dia berseru, "Malam ini aku bertemu
dengan lawanku Kau hina sekali, kau membokong selagi orang
tidak bersiap sedia Baiklah, aku nanti ajar kau kenal dengan
cin San Khi Kang"
Lalu kata-katanya ditutup dengan tubuhnya berlompat
maju, untuk menyerang, Dia berseru bagaikan kerbau kalap.
In Gak tidak lantas melayani, ia hanya menyerukan Keng
Tek: "Law Keng Tek, mustahilkah kau tidak menghendaki jiwa
cucumu?"
Keng Tek kaget, tubuhnya bergemetar.
"Soat San Locianpwe, tahan" ia berseru, gugup, suaranya
parau.
Soat San Jin Mo menunda penyerangannya. Dia tertawa
menghina dan berkata mengejek "Kau main menahan orang
sebagai jaminan, itukah kelakuannya seorang jago Rimba
Persilatan?"
In Gak mengganda tertawa lebar.
"Kau bicara dari orang jago Rimba Persilatan" katanya,
"Tahukah kau siapa aku si orang tua?"
Soat San Jin Mo melengak. Dia menatap tajam. Dia heran
berbareng mendongkol Memang dia tidak kenal orang
didepannya itu. In Gak pun mengawasi ia tertawa dingin.
"Kau tidak tahu siapa aku si orang tua" katanya, Sengaja ia
terus menyebut dirinya si orang iua. "Sebaliknya aku si orang
tua mengenal baik kepada kamu Bukannya aku si orang tua
memandang tak mata kepadamu Meski kau bergabung
dengan Leng Siauw cu mengeroyok aku, kamu tidak bakal
dapat bertahan sampai sepuluh jurus"
Leng Siauw cu tertawa nyaring.
"Sungguh mulut besar" katanya, ”Aku si orang tua ingin
sekali belajar kenal dengan kau"
"Kau tunggu sebentar "jawab In Gak dingin "Kau percaya,
tak akan aku membuatnya kau nganggur" ia berpaling kepada
Law Keng Tek. untuk berkata pula: "Law Keng Tek segera

1737
sekarang kau antarkan pulang piauw dari Ban Seng Piauw
Kiok. terus kau pergi mengunjungi semua piauwkiok untuk kau
menghaturkan maaf mu kepada semua piauwsu, habis itu
lantas kau bubarkan sarang penjahatmu. Dengan begitu maka
cucumu dapat pulang dengan tidak kurang suatu apa"
Keng Tek menjadi jago Kalangan Hitam di Ho-lok. mana
dapat ia menerima hinaan semacam itu? Maka meskipun
hatinya kebat-kebit, ia toh terpengaruhkan keangkuhan dan
kemurkaannya, Dengan berani dia tertawa dingin.
"Aku si orang she Law laki laki sejati, meskipun mesti
terbinasa, tidak dapat aku diperhina" katanya nyaring, "Tuan
tuan, kata-katamu ini tidak dapat aku terima"
Sambil menutup perkataannya itu, Keng Tek lompat
menyerang dengan pukulannya yang lihay, yaitu Tiat Siu Keng
Khi atau Tangan baju besi, juga ia membarengi dengan
tangan kirinya, mengarah jalan darah thian-ki dari sianak
muda, Saking murka, ia menyerang hebat sekali.
In Gak berdiri tegak, ia tidak mundur atau berkelit.
Sebaliknya Pit Siauw Hong disisinya maju untuk dengan
kedua tangannya menolak kepada penyerang itu.
Kedua pihak lantas bentrok keras, Keng Tek terkejut, ia
tergempur hingga darahnya terasa mandek sedang tubuhnya
mesti mundur dua tindak.
Justeru itu Leng Hui berlompat maju menikam kearah
tenggorokan orang dijalan darah tiaw-kiat. Sembari menikam
itu ia kata bengis: "Bukankah kau yang mengatakan bahwa
kau lebih suka terbinasa daripada terhina? Kau lihat aku
putuskan tiga belas otot-ototmu Aku ingin menyaksikan
bagaimana kau mati tidak hidup pun tidak"

1738
Semua orangnya Keng Tek kaget tak ter-kira, Untuk
mereka, berdiam salah, maju membantu salah juga. Begitulah,
mereka maju tetapi mereka tidak menyerbu...
Soat San Jin Mo dan Leng Siauw cu pun kaget. Mereka
tidak menyangka kedua musuh yang tua itu demikian kosen,
sebaliknya In Gak mengawasi bengis kepada mereka berdua.
Akhirnya Leng Siauw cu tertawa dingin dan kata: "Apakah
artinya dua mengepung satu."
In Gak berdiam, ia seperti tuli.
Law Keng Tek tidak keburu berdaya, jalan darahnya itu
telah diancam Bukan main takutnya ia mendengar tiga belas
ototnya hendak dibikin putus, ia menginsafi siksaan semacam
itu, jiwanya bakal lenyap perlahan-lahan- Kelihatan nyata
roman takutnya.
Leng Hui mengawasi semua penjahat dari Him Ji San, ia
bentak mereka itu, ”Jikalau kamu menghendaki jiwa ketua
kamu ini, lekas sekarang kamu pulang dan mengambil piauw
dari Ban Seng Piauw Kiok untuk diantar pulang dengan tidak
kurang suatu apa"
"Kau terlalu kejam, tuan" kata satu penjahat tertawa
menyeringai tetapi dia memutar tubuhnya mengajak kawan
kawannya segera mengangkat kaki.
Kini tiga orang yang masih berdiri diam dibelakangnya Leng
Siauw cu, itulah tanda bahwa mereka menjadi murid murid
Hoa San Pay.
Leng Hui tidak cuma mengancam saja, segera ia menotok
Keng Tek pada jalan darah hong-sin, maka tanpa tempo lagi,
jago itu roboh terkulai.
Baru sekarang In Gak membuka mulutnya. "Sekarang
datang giliran kamu berdua tuan-tuan” ia kata pada Leng
Siauw cu dan Soat San Jin Mo, berkata sambil tertawa, "Kamu
bicaralah"

1739
Tiga orang dibelakangnya Leng Siauw cu itu berlompat
maju. Mereka meletaki pedang mereka didepan dadanya
masing-masing.
"Kami akan mewakilkan guru kami" berkata yang satu,
"Locianpwe, tolong locianpwe memberikan nama locianpwe"
"Aku orang hutan, aku tidak mempunyai nama" kata In Gak
sabar, ”Jikalau kamu mau maju, kamu majulah"
Tanpa berkata lagi ketiga orang itu lompat bersama,
pedang mereka menikam ketiga arah. Mereka bergerak
dengan gesit sekali,
Leng Siauw cu merasa pasti tiga orang itu tak dapat
melawan In Gak. si orang tua yang ia tidak kenal tetapi ia
tidak dapat mencegah mereka, maka itu ia mengawasi dengan
alisnya meng kerut.
In Gak berkelit lincah sekali Begitu ia bebas, kedua
tangannya menolak kepada dua diantara ketiga penyerang itu.
Tanpa bersuara lagi dua orang itu roboh. selagi menyerang
tempat kosong, mereka habis daya, cuma orang yang ketiga
yang sempat menarik pulang senjatanya dengan apa ia segera
menyerang dengan mengarah dadanya lawan, Dia tetap bisa
berlaku sebat.
In Gak bersenyum tawar, ketika ujung pedang meluncur
kearahnya, ia mengulur tangannya untuk menyambar pedang
itu untuk diteruskan ditarik dengan keras dan kaget. Tidak
ampun lagi penyerang itu terkusruk kedepan,
Selagi tubuh orang terjerunuk itu, In Gak meluncurkan
tangan kirinya kearah dada orang maka orang yang ketiga ini
pun lantas roboh tak berkutik disisi kedua lawannya, Mereka
itu melayang jiwanya dalam seketika.
Tak sempat Leng Siauw cu memberikan pertolongannya, ia
kaget berbareng sangat gusar. Rambut dan kumisnya berdiri
semua.

1740
"Ada permusuhan apa diantara kau dan ketiga muridku
itu?" dia menegur. "Bukankah orang dapat bertempur sampai
batas saling towel saja? Kenapa kau berlaku begini kejam?"
In Gak tidak gubris Leng Siauw cu, ia memandang Soat San
Jin Mo yang tak kalah kagetnya dengan kawannya itu, ia kata
tawar.
"Aku tahu kau sudah siap dengan kepandaianmu cin San
Khi-kang, Mengapa kau tidak mau lantas turun tangan?"
Mukanya Soat San Jin Mo menjadi merah lalu padam, ia
malu berbareng gusar, ia memang mau lantas menyerang
tetapi karena ketiga muridnya Leng Siauw cu mendahului ia
kena tertunda, Lalu dia kaget melihat tiga orang itu kena
dirobohkan dalam segebrakan, Ketika ia ditegur, ia sadar
lantas timbul pula kemarahannya.
"Kau serahkan jiwamu" ia membentak, kedua tangannya
diluncurkan berbareng. Hebat serangannya ini, suara anginnya
seperti mengguntur dengan tiba-tiba.
In Gak tidak menangkis, ia hanya berkelit ia
menyelamatkan diri dengan menjejak tanah buat lompat
mengapungi diri dengan tipu silat Thian liong Pat Si dengan
begitu tubuhnya mumbul keatas, untuk dari atas segera
menyerang kebawah. ia membalas dengan serangan Bi Lek
Sin kang huruf "Menindih", ia juga menggunai dua dua
serangannya.
Karena ia hendak membalas sakit hati ayahnya, anak muda
ini menggunai tenaga dua belas bagian penuh.
Soat San Jin Mo heran, Baru ia menyerang atau musuh
sudah lenyap dari hadapannya, Tengah ia heran itu, segera ia
merasai tenaga yang sangat besar menindih kepadanya ia
mencoba bertahan, tetapi ia tidak sanggup, Tindihan itu makin
lama makin berat, Ketika ia memaksa juga bertahan, sebab
sudah tidak ada jalan lain, lantas matanya kegelapan,
napasnya sesak, begitu ia bersuara satu kali tubuhnya roboh,

1741
darah mengalir keluar dari pelbagai anggauta tubuhnya seperti
mata, hidung mulut, dan telinga.
Kaget Leng Siauw cu bukan kepalang, Dia jago tetapi
hatinya menjadi ciut dalam sekejap. Kalau Soat San Jin Mo
roboh secara demikian mudah apa artinya perlawanannya?
Maka tanpa membilang suatu apa apa lagi ia berlompat untuk
melarikan diri, Menyingkir yalah jalan satu-satunya untuknya.
"Kau mau lari kemana?" demikian ia mendengar teguran
dibelakangnya, Tengah ia lari itu, ia merasa lima buah jari
tangan yang keras menyambar punggungnya hingga ia
merasa sakit tak terkira karena semua jeriji itu menusuk
kedalam dagingnya Dengan menggigit rapat gigi atas dan
bawahnya ia menahan sakitnya itu, ia tak dapat berkutik lagi.
"Hendak aku membikin kau mati puas" kata In Gak bengis,
"Siapa suruh kau dulu hari ikut serta dalam pengeroyokan atas
dirinya Twi Hun Poan cia Tayhiap"
Leng Siauw cu bergidik, tubuhnya bergemetar.
"Tunggu aku ingin bicara ... " katanya, ia kaget tak terkira,
ia takut.
Leng Hui berlompat maju, ujung pedangnya lantas nancap
didada orang hingga darahnya Leng Siauw cu muncrat,
jiwanya terbang pergi, Maka tubuhnya roboh terbanting
setelah In Gak melepaskannya.
Si anak muda melengak. Tak ia sangka aksinya Song Bun
Kiam Kek Leng Hui tertawa dan kata: "Maaf, aku bertindak
karena terpaksa, Leng Siauw cu sangat licik, mulutnya lihay
sekali, Aku kuatir dia nanti memutar lidah sedang hatimu
lemah siauwhiap. Lebih baik dia lantas mampus, sebab dia
pantas menerima hukumannya ini"
In Gak melengak, tidak dapat ia membilang apa-apa lagi.
Pit Siauw Hong mengangkat tubuh Law Keng Tek.
"Mari kita pergi" katanya, mengajak. Justeru itu mereka
mendengar tindakan kaki semuanya lantas menoleh untuk

1742
herannya, mereka menampak tubuh Soat San Jin Mo berlarilari.
terus menghilang ditempat gelap. Rupanya dia belum
mati, dia merayap pergi setelah terpisah jauh dia merayap
bangun untuk kabur, In Gak mau mengejar tetapi Siauw Hong
tarik tangannya.
”Jangan kejar dia," kata kawan itu. "Angin meniup keras,
malam pun gelap. dia tak bakal kesusul. Dia pula sudah
menyembunyikan diri. Biarlah dia bertemu pula dengan kita
dilain hari...”
In Gak berdiam, lalu dia kata perlahan ”Soat San Jin Mo
lolos, aku kuatir dia bakal jadi ancaman bencana bagi pelbagai
piauwkiok dikoia Pian-liang. sebenarnya hatiku tidak
tenteram."
Mendengar itu Pit Siauw Hong dan Leng Hui membenarkan-
"Habis bagaimana?" tanya mereka yang jadi menyesal.
In Gak menghela napas.
"Aku menyangka Soat San Jin Mo sudah mati, tak tahunya
dia berpura-pura," katanya, "Karena aku mencegah Leng
Siauw cu kabur, aku menjadi alpa. Tapi dia terluka didalam,
mungkin dia mesti berobat dan beristirahat sakitnya dua atau
tiga tahun. Sebenarnya, meskipun aku tidak roboh, aku
terkena juga serangan cin San Khi nya dan sekarang aku
merasai tubuhku sekikit sakit dan napasku tak tersalurkan
sempurna..."
Leng Hui terkejut.
"Mendengar kata-kata kau ini, siauwhiap baru aku ingat,"
berkata dia. "Pernah aku mendengar hal ilmu Hian im Hek ce
yang dapat digabung didalam cin San Khi Kang, bahwa siapa
terkena itu, darahnya bisa jadi kering hingga dia akan
terbinasa tanpa merasa. Diwak-tu begitu, parasnya tidak
berubah hingga dia tak terkentara sudah terluka didalam.
Biasanya selang setengah atau satu tahun kemudian baru
ketahuan bekerjanya racun..."
"Apakah tidak ada obatnya untuk itu?" In Gak tanya.

1743
"Sayang aku tidak tahu hal itu," sahut Leng Hui, masgul.
"Biarlah," kata In Gdk bersenyum. "Aku berserah kepada
Thian, tidak nanti Hian Im Hek ce dapat sembarang
membunuh aku, atau mungkin sudah nasibku begitu..." "Meski
begitu, jangan kau alpakan, siauw-hiap." kata Siauw Hong.
"Aku juga baru mendengar saja, kepastiannya tidak ada,"
Leng Hui menambahkan- juga kita tidak bisa pastikan apa
benar tadi Soat San Jin Mo telah menggunakan Hian Im Hek
ce. Aku bicara untuk kita menjaga saja..."
In Gak tertawa.
"Aku tidak percaya Hian Im Hek ce demikian lihay,"
katanya, "Pit Losu, tolong kamu membereskan mayatnya Leng
Siauw cu beramai ini, habis itu harap kamu menyusul kepiauwkiok.
"
Leng Hui mengangguk ia menghela napas melihat In Gak
demikian tenang, Dengan dibantu Bu Eng Sin ciang Pit Siauw
Hong, ia lantas mebgubur keempat mayat dibawah tumpukan
debu dan pasir...
XXX
Diwaktu tengah hari, kota Pianliang masih seperti terbenam
angin berikut pasirnya. Matahari masih tergantung diatas
langit tetapi sinarnya guram.
Justeru itu Banseng Piauw Kick kedatangan enam
penunggang kuda yang semua kudanya tinggi dan besar,
Begitu tiba, semua penunggangnya lantas lompat turun dari
masing-masing kudanya itu. Dilihat dari kegesitannya tidak
salah lagi merekalah orang orang Kang ouw, Hanya ketika itu,
roman mereka berduka, Yang satu mengawasi piauwkiok, ia
berkata: "Tuan tuan jangan bekerja dengan turuti suara hati
saja, Baiklah kita minta bertemu dulu dengan cara hormat..."
Kebetulan itu waktu terlihat keluarnya seorang umur tiga
puluh tahun dari dalam piauwkiok ia melihat gerak-gerik enam
orang itu lantas ia memberi hormat dan
menanyai

1744
"Tuan-tuan dari manakah? Ada urusan apakah tuan-tuan
datang ke piauwkiok kami?"
Enam orang itu melengak. mereka saling mengawasi
Seorang yang kumisnya semua kuning, segera memberi
hormat.
"Tolong tuan wartakan congpiauwtauw kamu," katanya,
"bahwa kami dari Him Ji San datang mengantar pulang Piauw
yang sekarang masih ada di dalam perjalanan tetapi akan
lekas tiba..."
Orang piauwkiok itu heran hingga ia melongo, selang
sekian lama baru ia sadar, lantas ia memperlihatkan roman
girang.
"Harap tunggu sebentar, tuan-tuan" kata-nya. "Nanti aku
mevvartakan kepada congpiauwtauw kami" ia terus lari
masuk. guna menyampaikan berita yang mengherankan itu.
sikumis kuning mengawasi kawan-kawan-nya, agaknya
mereka pun heran-
"Rupa-rupanya orang piauwkiok juga masih belum ketahui
hal ini," kata dia, "Apakah ketiga orang tua tadi malam
bukannya orang-orang yang diminta bantuannya oleh Ban
Seng Piauw Kiok? Kalau begitu sekarang ini dimanakah adanya
tong ke kita serta kedua locianpwe Leng Siauw cu dan Soat
San Jin Mo..."
Lima kawan itu tak kalah herannya. "Tadi kita pergi
melongok kepanggung Ie ong Tay," kata satu diantaranya,
"disana kita tidak melihat tanda apa juga, sebab semua bekas
telah ketutupan pasir dan debu, Rupanya terang tongke
bertiga telah dibikin celaka oleh tiga orang tua yang jahat itu.
Sayang tadi malam kita pergi semua, tidak ada yang berdiam
mengintai..."
Orang dengan kumis kuning itu menyeringai dia agaknya
berduka.

1745
Ketika itu ada serupa benda putih menyamber sikumis
kuning ini. ia melihat itu, ia lantas menanggapi Waktu ia
periksa itu, itulah sehelai kertas tergulung yang ada suratnya.
Lantas ia membaca. Kesudahannya ia kaget.
Ketika kelima yang lainnya melihat muka kawannya itu,
mereka heran, mereka kaget sendirinya, lantas mereka
mendekati untuk melihat surat itu, tetapi sikumis kuning sudah
lantas masuki kertas itu kedalam sakunya sebab itu waktu di
ambang pintu piauwkiok segera terdengar suara tertawa yang
nyaring yang diikuti kata-kata ini:
"Tuan-tuan tetamu telah tiba, aku menyambutnya ayal, aku
minta sukalah tuan tuan memberi maaf”
Itulah suaranya seorang tua yang mukanya putih, yang
muncul dengan cepat, wajahnya tersungging senyuman-
Si kumis kuning maju menghampirkan, buat memberi
hormat sambil menjura dalam, ia pun lantas kata ramah: "Aku
yang rendah bernama Lo Eng. Kami datang atas perintah
tongke kami untuk mengantar pulang piauw dari piauwkiok
disini. oleh karena kami menunggang kuda dan kuda kami
dapat lari keras, kami tiba terlebih dulu, Kereta piauw lagi
dalam perjalanan, mungkin akan tiba di sini lagi satu jam.
Kami sendiri lagi mendapat titah terlebih jauh, kami tidak
dapat berdiam lama disini, kami mohon mengundurkan diri
lagi. Tentang piauw itu, setibanya harap cong-piauwtauw suka
periksa, umpama ada kesalahan atau kekurangan, tolong lah
beritahukan kami diatas gunung, nanti kami mengganti
dengan sepantasnya."
Orang tua itu mengasih lihat roman menyesal.
"Tuan-tuan berenam telah tiba disini," kata ia, "maka itu
aku minta sukalah kamu duduk dulu didalam, untuk kita
minum arak. habis itu baru tuan tuan berangkat pula.
Bukankah tuan tuan suka mampir dulu?"
"Kami lagi bertugas, kami tidak dapat berdiam lama disini,"
kata Lo Eng. "Lain kali saja, apabila ada ketikanya yang luang,

1746
kami datang menggerecok kemari." ia memberi hormat, lantas
bersama lima kawannya ia lompat naik keatas kudanya, buat
berlalu dengan cepat.
Enam orang ini bukan kabur pulang hanya mereka pergi ke
kuil Tiat Ta Si Mereka mengabarkan kuda mereka tanpa
menghiraukan pasir dan debu yang beterbangan sebentar saja
mereka sudah lenyap di antara pasir dan debu itu.
Tiat Ta Si dengan menaranya yang tinggi berdiri tegak
ditengah-tengah serangan pasir dan angin, Dibawahan itu ada
paseban Pat Kak Teng, Disitu in Gak bertiga - dalam roman
sebagai orang-orang tua - lagi duduk-duduk bersama Law
Keng Tek.
Keng Tek sendiri tengah mengempo cucunya yang berumur
tiga tahun itu, yang dengan matanya yang jeli mengawasi
bergantian kepada keempat orang tua disitu, Keng Tek
mengusap usap rambut sibocah, agaknya ia merasa
berkasihan sekali. Tidak lama mereka lalu mendengar tindakan
kaki kuda yang berisik.
"Itulah mereka tiba" kata Keng Tek cepat, ia berduka,
alisnya terbangun, ketika ia bersenyum, ia bersenyum sedih.
Benarlah tiba keenam penunggang kuda tadi. Mereka itu
melengak saking heran menyaksikan Keng Tek. tongke
mereka itu, lagi duduk bersama dengan ketiga musuh.
In Gak berbangkit dengan perlahan, sikapnya dingin, akan
tetapi ia bersenyum.
"Law Tong ke," berkata ia, "aku minta sukalah kau
mengajak orang-orangmu pulang ke-gunung, Kita sudah
bicara cukup jelas, tetapi lagi sekali aku ingin memberi ingat
bahwa usaha kau sekarang ini yang dapat memusnahkan diri
sendiri, maka itu baiklah kau mengubah cara hidupmu, Kami si
orang tua tinggal menyendiri digunung Hok Gu San sana, kita
tinggal berdekatan, apabila ada ketikanya yang luang, aku
harap kita nanti dapat saling berkunjung"

1747
Law Keng Tek berbangkit sikap dan romannya
menghormat.
"Aku si orang she Law masuk dalam dunia penjahat, tanpa
merasa aku telah tenggelam dalam," katanya, "Aku menyesal
tak dapat mengubah diri sedari siang-siang, Sekarang aku
berterima kasih atas nasihatmu, ketiga locianpwe, Dapatkah
aku mengetahui nama cianpwe semua, untuk aku mengingat
nya?"
In Gak bersenyum.
"Sudah lama kami tinggal digunung, kami lupa nama kami,"
sahutnya, "Law Tong ke, silahkan berangkat, maafkan kami si
orang tua tak dapat mengantar kau"
Sambil mengempo cucunya, Keng Tek menjura. "Aku
memohon diri," katanya, "Sampai kita jumpa pula" ia memutar
tubuh, untuk bertindak keluar. Sampai di luar paseban, ia
seperti ingat sesuatu, ia berdiri menjublak, lalu lekas ia
kembali kedalam. "Tong ke hendak omong apa lagi?" tanya In
Gak. Keng Tek masih bersangsi sebentar, baru ia menjawab:
"Ada satu hal cianpwe bertiga mungkin belum jelas, inilah
halnya Leng siauw cu dan Soat San Jin Mo. sebenarnya
mereka bukan diminta olehku untuk mereka membantui aku.
cianpwe tentu telah mendengar pelbagai peristiwa yang hebat
dan menyedihkan untuk kaum Rimba Hijau, umpama kejadian
di lauwteng Hong Ho Lauw itu. Semua itu menyakiti hati,
maka kaum Rimba Hijau sangat membenci kepada orang yang
bersangkutan yang mencelakai mereka itu. Benar mereka
pada berdiam, tetapi kebencian mereka hebat."
"Oh begitu?" kata In Gak. tawar, "Tentang pelbagai
peristiwa itu, aku si orang tua pernah mendengar hanya aku
tidak tahu siapa yang mengepalai itu?"
"Menurut dugaan soat San Jin Mo dan Leng siauw cu,
orang itu pastilah bukan lain daripada Koay ciu Si-seng Jie In,"
sahut Keng Tek. "Kaum Kang ouw ramai membicarakan

1748
bahwa Jie In itu pandai luar biasa serta tak ketentuan tempat
kediamannya, Mereka berdua menduga demikian tetapi
mereka pun jeri, maka itu sudah berselang setengah tahun
mereka berdiam saja, baru sekarang mereka datang ke Him Ji
San dengan suatu maksud..."
In Gak tertawa tawar. Dua kawannya berdiam saja,
"Sungguh menarik mendengar keterangan kau ini" katanya,
"Apakah maksud yang dikandung mereka itu? Law Tongke,
silahkan duduk dan berceritalah dengan jelas, suka aku
mendengarnya . "
Keng Tek menurut, setelah menjura ia duduk pula.
"Soat San Jin Mo dan kawan-Kawannya jeri terhadap Jie In,
maka itu mereka telah memikir suatu akal," ia berkata.
"Apakah itu, Law Tongke?"
"Mereka mau bertindak dengan sabar, supaya mereka tak
menggeprak rumput membikin ular kaget, Mereka sudah
mengirim orang mencari tahu siapa sebenarnya orang jahat
dalam peristiwa di Hong Ho Law dan lainnya itu, Mereka ingin
tahu, orang dari partai atau golongan apa, Setelah itu baru
mereka mau mengunai akal licik. Jie In itu hendak dibikin jadi
terpencil, lalu diberi umpan pancing, untuk kemudian
dibinasakan Hanya, apa adanya itu, aku tidak tahu jelas."
In Gak tertawa.
"Kalau semua itu cuma usaha Soat San Jin Mo berdua Leng
Siauw Cu, itulah khayalan atau impian belaka" katanya.
"Soat San Jin Mo tidak bekerja sendiri, "Keng Tek
menjelaskan terlebih jauh. "Menurut dia, dia telah
menghubungi beberapa jago tua yang telah lama
menyembunyikan diri, Mereka itu orang-orang dari jalan Hitam
dan sesat, diantaranya yang satu lihay luar biasa" hanya tak
diketahui siapa dia, Sekarang ini Leng Siauw cu sudah mati
tetapi Soat San Jin Mo masih hidup, tentulah dia yang bakal
bekerja melanjuti cita cita mereka itu.

1749
Setelah lukanya sembuh, pasti Soat San Jin Mo akan
menyelidiki juga hal kamu, ketiga cianpwe, terutama dia tentu
akan tidak membiarkan pelbagai piauwkiok di Pian-liang itu.
Aku sendiri, aku akan pulang untuk membubarkan diri buat
nanti hidup bersembunyi maka itu mungkin kita tidak bakal
bertemu pula, inilah nasihatku, yang aku berikan dengan
setulusnya hati karena aku ingat kebaikan cianpwe ber-tiga."
Habis berkata, Keng Tek berbangkit, untuk memberi
hormat, kemudian ia memutar tubuh, untuk berlalu dengan
cepat, ia pergi bersama enam orangnya itu, yang masih tidak
mengerti duduknya hal.
"Biar bagaimana, mengingat keterangannya Keng Tek ini,
tak dapat kita tidak bersiaga," kata Leng Hui setelah mereka
berada bertiga saja.
In Gak berdiam sebentar, ia berkata: "Gelombang Rimba
persilatan tak akan ada saat redanya, sebab itulah terjadi
karena manusia, bukan karena urusannya, Begitulah, setelah
merantau sekian lama aku jadi jemu dan sebal karenanya,
Segala apa terulang, tak ada hentinya, Umpama kata tidak
ada aku, mesti ada lain orang yang menggantikannya. Jiwi losu,
mari kita pergi"
Ia berbangkit untuk pergi keluar paseban, Maka kapan
kedua sahabat itu mengikuti, bertiga mereka berlari lari
diantara angin debu dan pasir...
Baru ditengah jalan, In Gak merasakan tubuhnya tak
nyaman- ia menduga kepada akibatnya serangan Hian im Hek
ce. Ketika ia beritahukan itu pada Leng Hui dan Siauw Hong
kedua kawan itu terperanjat.
"Tak jauh didepan sana yalah pintu selatan kota ci-ciu,"
berkata Leng Hui, "baik kita singgah disana, Siauwhiap
mengerti ilmu obat obatan, disana kau dapat mencoba
membeli dan memakai obat obat pembasmi bisa...."

1750
"Tapi, aku merasa tak enak sekali," kata In Gak. ia
terancam bahaya tetapi ia bersenyum, 'Masih jauh untuk
sampai dikota ci-ciu. Baik disini saja kita singgah dulu, nanti
aku mencoba mengerahkan tenaga dalamku untuk mengusir
keluar racun itu. Apa yang aku minta yalah supaya selagi aku
bersemedhi, saudara berdua sukalah untuk menjadi penjaga
diriku.'
Habis berkata, In Gak lantas menjatuhkan diri, untuk duduk
bersila, Dengan lantas ia berdiam, guna mengerahkan tenaga
dalamnya. Untuk itu ia menyalurkan napasnya secara teratur
ia menggunai ilmu Pou Te Sian Kang. ia terkejut ketika ia
merasa darahnya tak jalan benar, Kemana darah beracun
terusir, setiap kali sampai disuatu tempat, disitu terasa sakit.
"Benarlah kata Leng Hui," pikirnya. "Syukur aku mengerti
Pou Te sin Kang, maka kemana bisa tiba, dari sana bisa itu
dapat diusir pergi, Kalau aku lain orang, pastilah sudah
darahku kering dan aku bakal bercelaka tak ampun lagi..."
Ia mengerahkan terus tenaganya untuk mendesak bisa
sampai semuanya berkumpul ditiga tempat, sebab untuk
mengusirnya keluar, ia tidak sanggup, Habis itu ia berbangkit.
"Untuk sementara ancaman bahaya sudah tidak ada,"
katanya tertawa, "Mari kita pergi ke ci ciu, disana aku nanti
berdaya pula." Leng Hui menghela napas.
"Siauwhiap. kau benar benar lihay," katanya, memuji, "Kau
dapat merasai serangan racun itu, tenaga dalammu mahir
dapat kau membataskannya, coba aku, pasti sudah aku putus
asa..."
In Gak tertawa. Siauw Hong pun kagum.
Mereka berjalan terus, Disepanjang jalan mereka merasa
puas, pemandangan alam disitu menarik hati, Bukit-bukit
seperti naik dan turun. Pohon pohon kuning dengan debu,
Suasana disitu mirip dengan suasana di Kay hong.
Lohor kira jam tiga, sampailah mereka di luar kota selatan,
Disitulah tempat kuburannya Hoan ceng serta Kwa Kiam Tay,

1751
atau panggung tempat menggantung pedang dari Kui cap.
semua peninggalan kuno yang sekarang sudah tak ada
bekasnya atau tinggal reruntuhan temboknya saja.
Tengah mereka bertiga berjalan, mendadak mereka
mendengar suara tubuh orang jatuh,
Ketiganya terperanjat Siauw Hong lantas lompat
kesamping, kereruntuhan tembok, In Gak dan Leng Hui
menyusul dengan segera.
Siauw Hong melompati reruntuhan tembok lima kaki
tingginya, lalu diantara rumput-rumput tebal dan tinggi
sebatas dengkul nampak seorang muda rebah terluka, usia
orang itu ditaksir kira dua puluh lima tahun. Tubuh orang itu
belepotan darah, Melihat orang datang, dia mengawasi bengis
lantas dia berteriak keras: Apakah kau membantu si harimau
galak? Kalau kau mau, kau bunuhlah aku"
Siauw Hong heran, hingga ia mengawasi saja sampai In
Gak dan Leng Hui tiba disisinya.
Melihat orang itu, In Gak sangat terperanjat.
"Kau toh Kat Siauwhiap?" tanyanya, "Kau kenapakah?"
Orang muda itu membuka matanya, untuk mengawasi ia
kaget dan heran mendengar suara In Gak. yang ia rasa kenal.
Lantas ia kata: "Tuan-tuan bertiga tentulah lagi menyamar
Tuan, aku rasanya seperti mengenal suaramu..."
In Gak segera mengulapkan tangan, untuk mencegah,
"Siauwhiap. kelihatannya kau sudah mengeluarkan terlalu
banyak darah," katanya, "Maka itu baik kau jangan omong
banyak dulu..." ia pun memberikan sebutir pil Tiang cun Tan,
untuk orang segera menelannya.
Pemuda itu menjadi girang sekali, ialah Kat Thian Ho,
murid Kun Lun Pay. Sekarang ia mengenali In Gak sebagai si
orang tua berbaju hijau yang ia pernah ketemui disungai siang
Kang didepan lauwteng Hong Ho Lauw.

1752
Mereka belum sempat bicara lebih jauh atau mendadak
kesitu datang dua orang lain, yang gerakannya gesit,
Merekalah dua pendeta berjubah kuning dengan kepala dan
telinga besar dan lebar, romannya bengis, sedang tangannya
masing-masing mencekal tongkat Sian-thung yang berat.
Mereka mengawasi ketiga orang itu dan sianak muda yang
terluka, kemudian yang satu kata kepada ketiga orang itu:
"orang ini menjadi musuh kuil kami. Sicu bertiga orang-orang
pelancongan, harap kamu tidak usilan hingga karenanya kamu
menjadi dapat membangun keonaran..."
Pendeta itu bukan cuma berkata, untuk memberi
nasihatnya itu, sembari berkata demikian dia lompat kepada
Kat Thian Ho, untuk mencekuk sipemuda. Menampak
demikian, Leng Hui lompat menghadang, tangannya pun
menolak.
"Apa kau mau bikin' dia menegur "Kamulah murid-murid
Sang Budha, bukannya kamu melakukan ibadat, kamu justeru
hendak mencelakai orang"
Pendeta itu tertolak mundur lima kaki, Dia kaget, Lantas
mukanya menjadi muram, suatu tanda ia gusar, Kawannya
pun heran dan gusar. "Sicu, kau berani usilan terhadap kami
orang suci?" dia tanya bengis.
Leng Hui tertawa dingin.
"Dikolong langit ini, semua orang dapat mengurus semua
perkara, asal yang tidak adil" katanya, keras, "Kau orang suci,
mengapa kau tidak mengutamakan kesucianmu?" ia menunjuk
Thian Ho dan tanyai "Siapa pemuda itu? Ada sangkutan apa
diantara kamu dan dia? Asal alasanmu pantas, akusi orang tua
akan melepas tangan."
Pendeta yang satu itu melengak. maka majulah yang
kedua.

1753
"Sicu, benar- benarkah kau hendak mengganggu pinceng?'
dia tanya, menyeringai. "Kalau benar, maafkanlah pinceng,
yang terpaksa mesti turun tangan”
Benar-benar, dengan tongkatnya dia lantas menyerang.
Leng Hui berkelit mundur, tangan kanannya diangkat
tinggi. itulah kelitan sambil menangkis, Setelah itu dengan
sebat tangan kanannya itu dikasih turun, guna menekan
tongkat lawan, ia menekan dengan menggunai tipu silat huruf
'Menempel".
Tak kecewa orang she Leng ini menjadi orang Kiong Lay
Pay, Dia bergerak cepat dan dengan tenaga penuh, ia
menghunus pedangnya selagi ia mundur itu, setelah menekan
pedangnya diluncurkan guna menusuk dada lawan, itulah
tusukan Tawon gula membuat main pusu,
Si pendeta kaget sekali. inilah ia tidak sangka, Dengan
sebat ia melenggak. habis itu tubuhnya bangkit pula, ia lantas
menyerang lagi, dengan jurusnya "Pat Hong Hong" atau
"Angin dan hujan didelapan penjuru", Kelitan melenggak itu
yalah "In Li Pong Goat" atau "Di dalam mega memandang
rembulan'
Leng Hui tertawa lama, ia berkelit pula dari serangan
sipendeta, habis itu, balas menerjang, Maka bertempurlah
mereka berdua. Lewat sekian lama, pendeta itu keteter
meskipun senjatanya berat.
Pendeta yang satunya mengawasi saja, baru setelah
kawannya itu terdesak. ia mau bergerak untuk membantu.
Pit Siauw Hong melihat lagak orang, dengan tertawa
dingin, ia kata: 'Kau mau berdua mengepung satu? janganlah
kau memikir demikian macam Awas, nanti aku si orang tua
menghajar kau dengan tanganku ini"
”Jangan banyak omong" kata sipendeta, bengis, "Sekarang
kau sesumbar, sebentar kau tahu rasa"

1754
Lantas dia lompat mundur, terus dia mengawasi kawannya
yang lagi bertempur itu.
Siauw Hong berdiam, ia memperhatikan In Gak. yang ia
terus dampingi, ia mau cegah anak muda ini timbul
amarahnya, itulah berbahaya untuknya, yang lagi mengekang
bisa Hia Im Hek ce dari Soat San Jin Mo.
Kat Thian IHo sendiri sudah lantas mulai segar akibat pil
Tiang cun Tan yang ia makan itu, ia lantas duduk bersemedhi,
guna meluruskan jalan napasnya, buat mengumpul
tenaganya, ia heran menyaksikan In Gak menyaksikan
pertempuran dengan cara sangat tenang itu.
Sebagai si orang tua berbaju hijau di Hong Ho Lauw, ia
anggap. mudah sekali seandainya In Gak hendak merobohkan
kedua pendeta itu.
Siauw Hong tertawa dan kata pada In Gak: "Leng Losu
lihay sekali, tak kecewa dia menjadi seorang jago dijaman ini'
"Bicara tentang ilmu pedang, yang terutama lihay yalah
ilmu pedang Kun LunPay," kata In Gak. yang turut tertawa,
"tetapi disamping itu ilmu pedang juga bergantung pada
seseorang pribadi, ilmu pedang membutuhkan bakat atau
kecerdasan, perlu ilmu disesuaikan dengan pikiran-"
Itulah benar, maka Siauw Hong kagum mendengarnya.
"Orang ini masih sangat muda, dia gagah dan pintar,
sungguh dia satu jago muda
sejati" pikirnya,
Kedua orang yang bertempur itu sudah mencapai suatu
babak yang menentukan. Song Bun Kiam Kek dengan ilmu
pedangnya Song Bun Kiam Hoat, sudah mengurung lawannya,
Si pendeta menjadi repot, dia terdesak hingga dia lebih
banyak membela diri daripada menyerang. Tiba-tiba Leng Hui
tertawa nyaring, lantas pedangnya menyontek ke iga.
Si pendeta menjerit kesakitan, ia berlompat dengan
darahnya muncrat, Dengan tangan kanannya masih

1755
memegang tongkatnya, tubuhnya membentur reruntuhan
tembok hingga tembok itu gugur, suaranya nyaring, debunya
beterbangan Dia ternyata kehilangan sebelah lengannya.
Pendeta yang satunya kaget, dia lompat akan menyusul
kawannya, yang ia terus ajak menyingkir jauhnya belasan
tombak.
Justeru itu dari rumpun tebal terlihat munculnya empat
orang tua dengan romannya yang bengis dan luar biasa,
masing-masing mengenakan jubah panjang warna kuning,
jubah mana memain diantara sampokan sang angin hingga
mereka mirip sekawanan hantu yang menakutkan...
ooooooo
DUA pendeta itu lari kepada empat orang tua yang
beroman bengis dan luar biasa itu, mereka mengatakan
sesuatu, atas mana itu empat orang lantas mengangkat
pundak mereka-terus keempat-empatnya mengawasi Leng Hui
beramai. Habis itu, berenam mereka berangkat pergi.
Leng Hui menjadi heran, ia tadinya menyangka bakal
menempur pula empat orang aneh itu.
"Mereka berempat itu yang dipanggil Hoa He Su ok" Thian
Ho memberitahu "Dan kedua pendeta itu menjadi pendeta
tukang menyambut tetamu dari kuil Tay Hud Si di gunung in
Liong San."
In Gak mengangguk
"Sekarang sudah sore, mari kita masuk ke-dalam kota
mencari rumah penginapan," ia kata. "Aku percaya mereka
bakal tidak mau sudah sampai di sini saja, mungkin mereka
akan menyusul kita untuk menerbitkan onar. Kat Siauwhiap.
sebentar saja didalam rumah penginapan kau menuturkan halikhwalmu."
Thian Ho mengangguk. ia lalu memberi hormat.
"Dua kali aku bertemu locianpwe, saban-saban aku
ditolongi." katanya, bersyukur "Budi besar itu tak nanti aku

1756
lupakan seumur hidupku, Locianpwe, kau mirip sinaga sakti.
maka itu aku minta sukalah kau memberitahukan-.."
In Gak mengulapkan tangan, mencegah orang bicara lebih
jauh, sembari tertawa ia kata: "Sebenarnya aku bertemu
siauwhiap sudah tiga kali"
Thian Ho melengak. inilah ia tidak ingat.
Tapi karena In Gak sudah lantas bertindak pergi, ia tidak
minta keterangan lagi, ia mengikuti sambil berpikir.
Kota ci-ciu menjadi kota penting di waktu perang, Ketika
mereka berempat tiba di dalam kota, sudah waktunya api
dipasang, Maka itu, setiap rupa mengeluatkan asap atau
memperlihatkan cahaya api. Begitu mendapat rumah
penginapan, mereka lantas memborong sebuah ruang.
In Gak masuk kedalam kamar untuk lantas menulis surat
obat. Tulisannya cepat dan huruf hurufnya indah dan gagah,
Leng Hui menyambuti resep itu, untuk segera dibawa pergi.
Meihat demikian, baru sekarang Thian Ho dapat menduga
kenapa tadi si orang tua tidak turun tangan, kiranya orang
mendapat suatu luka di dalam.
Kemudian In Gak mengeluarkan sebuah kotak kecil dari
kuningan, di dalamnya ada dua batang jarum emas, yang
panjangnya berlain-2an, sembari berpaling kepada Pit Siauw
Hong, ia kata tertawa: "Sudah lama benda ini tak pernah
terpakai olehku, Benar ada pembilangan tabib tak dapat
mengobati dirinya sendiri, tetapi sekarang terpaksa aku mesti
melakukan hal yang bertentangan dengan kata-kata itu.
Bagaimana jikalau aku minta losu menjaga diriku diluar
kamar?"
Pit Siauw Hong mengagumi In Gak.
"Aku si orang tua menurut perintah," katanya tertawa,
Bahkan ia segera pergi keluar, untuk berdiri sebagai centeng.

1757
In Gak mencekal jarumnya, dengan sebat dan lincah ia
bekerja, ia menusuk dibawahan tetek kiri dijalan darah ki-bun,
lalu dijalan darah kiu-bwe disebelah kanan, Setelah itu ia
memejamkan matanya, ia menarik napas dalam perlahanlahan,
untuk menyalurkan napasnya, Dengan cara ini ia
mendesak racun Hian Im Hek ce kejalan darah yang kosong
untuk akhirnya ia bakar dengan hawa panas dalam tubuhnya.
Kat Thian Ho mengawasi kira satu jam, lantas ia melihat
dari hidungnya In Gak mengepul hawa hitam seperti asap.
yang baunya luar biasa, ia menjadi heran-
Justeru itu Leng Hui balik dengan membawa sebuah
mangkok dalam mana ada obat warna hitam kental, yang
asapnya masih mengepul.
In Gak membuka matanya, Sekarang dari hidungnya keluar
hawa putih, Lebih dulu ia cabut jarumnya untuk disimpan,
kemudian ia menyambuti obat dari Leng Hui dan segera
diteguk. Terus ia duduk pula diatas pembaringan untuk
menjalankan pernapasannya guna mengumpul tenaga
dalamnya.
Leng Hui mengawasi, sampai kemudian ia kata seorang
diri: "oh, jiwanya telah didapat pulang..."
Thian Ho terperanjat. "Bagaimana?" dia tanya.
Leng Hui mau menjawab atau ia batal, Mendadak terdengar
bentakannya Pit Siauw Hong diluar kamar, itulah isyarat dari
datangnya orang. ia lantas lompat keluar disusul Thian Ho.
Diantara sinar rembulan terlihat ditembok pekarangan
seorang lagi berdiri, Dia dikenali sebagai satu diantara empat
orang bengis yang dikenal kedua pendeta, Siauw Hong sudah
lantas menyerang orang itu dengan pukulan "Udara kosong".
si orang tua tertawa seram, dia lompat turun keluar.
Thian Ho kata pada Leng Hui: "Karena urusanku, aku
merembet pada cianpwe beramai, tak lega hatiku, maka itu

1758
biarlah boanpwe mengajak mereka keluar kota untuk
menempur sendiri pada mereka itu'
'Tak usah," berkata Leng Hui. "cuma aku masih belum tahu
urusan kau dengan mereka itu, Kat siauwhiap..."
"Urusan itu panjang untuk dituturkan,' sahut Thian Ho.
Sebelum anak muda ini dapat berkata terus, In Gak sudah
muncul dengan tindakannya yang perlahan, dengan sabar ia
berkata: "Aku rasa aku sudah mengerti sedikit duduknya
sebab Hoa He su ok datang kemari untuk mencari tahu saja
tempat mondok kita, Malam ini kita jangan pedulikan mereka.
Adalah besok ditengah jalan kita mungkin akan melakukan
pertempuran-"
Leng Hui mendekati anak muda itu.
"Apakah kau sudah sembuh seluruhnya?" ia tanya berbisik.
In Gak bersenyum.
"Aku belum bisa bilang," sahutnya, "Lihatlah dua atau tiga
hari ini, andaikata aku tidak merasakan sesuatu, pasti aku
sudah sembuh."
Ketika itu siauw Hong lompat naik ketembok. untuk lompat
turun keluar, Segera terdengar suara serangan, yang disusul
dengan suara tertahan, yang disusul pula dengan tampaknya
beberapa bayangan kabur diatas genteng. Habis itu Siauw
Hong kembali seraya kata dengan tertawa dingin: "Kawanan
tikus itu pergi tanpa melawan lagi'
In Gak tertawa.
"Saudara-saudara, silahkan masuk" ia kata. "Buat apa
meladeni segala panca longok? Aku hendak pergi keluar
sebentar, segera aku akan kembali..."
Sembari berkata begitu, tanpa menanti jawaban ia benar
benar bertindak untuk keluar hotel.
Diwaktu tengah malam, keadaan sunyi sekali orang yang
berlalu lintas pun cuma beberapa gelintir Sinar rembulan

1759
guram, angin bertiup silir mendatangkan hawa dingin
meresap.
In Gak berjalan seorang diri, terus sampai disebuah kuil
malaikat tanah, yang keadaannya sudah rusak. Disitu ia
menghentikan tindakannya, Ditembok luar berhala itu ada
seorang pengemis usia pertengahan lagi tidur menyender,
napasnya terdengar mengorok, Dengan sengaja ia menginjak
batu hingga menimbulkan suara.
Mendadak pengemis itu berlompat bangun, matanya
bersinar gusar, mulutnya menegur bengis: "Tengah malam
buta rata kau mengganggu orang tidur, mau apakah?"
In Gak tidak melayani bicara, hanya ia kata keren:
"Sekarang juga kau pergi kepada pangcumu supaya dia lantas
datang menemui aku. Bilang bahwa su-tianglo lagi menantikan
didalam berhala malaikat tanah ini. Lekas" Pengemis itu kaget
sekali Segera ia menekuk sebelah kakinya.
"Aku yang rendah akan lekas pergi" katanya. Terus dia
memutar tubuh dan pergi sambil terlari-lari.
In Gak menghela napas, ia merasa hatinya pepat, Dalam
keadaan seperti itu ia teringat kepada segala pengalamannya
selama satu tahun lebih. Ada budi, ada penasaran, ada sakit
hati, Ada permusuhan, atau pembunuhan Ada jaga gangguan
sang asmara, Toh semua itu kosong, seperti udara. Kembali ia
menghela napas.
Tak lama maka dua bayangan orang nampak lari
mendatangi Setelah datang dekat dialah sipengemis tadi
bersama Sam ciat Koay Kit Beng Tiong Ko.
"Oh" kata in Gak menyambut 'Kiranya Saudara Beng yang
menggantikan mengepalai cabang di Kang Pak ini.'
Beng Tiong Ko menekuk sebelah kakinya, untuk memberi
hormat, kemudian dengan kedua tangan dikasih turun, ia
tertawa dan kata: "Dengan titahnya Toa-tianglo aku
ditugaskan mengurus cabang di Kang Pak ini. Aku tidak kira

1760
diwaktu malam begini menemui Su-tianglo disini, Aku minta
diberi maaf."
In Gak mengerutkan alis.
"Saudara Beng, pastilah kau ketahui sebabnya Hoa He Su
ok berada disini," kata ia. "Apakah sepak terjangnya mereka
itu?"
Beng Tiong Ko melengak.
"Oh, kiranya Su-tianglo tidak tahu?" kata dia. In Gak
menggeleng kepala.
"Aku berjalan secara diam-diam, tak ingin aku berhubungan
dengan siapa juga," ia memberi keterangan- "Partai sendiri
tidak ketahui tentang hal-ikhwalku selama paling belakang ini,
maka itu aku tidak tahu segala rupa kejadian-"
”Jikalau begitu tak aneh Su-tianglo tidak mendapat tahu,"
kata ketua cabang Partai pengemis itu. "Semenjak chong Toatianglo
pergi ke Giok ciong To, ia tak putusnya berhubungan
dengan memakai perantaraan burung dara, baru mulai tiga
hari yang lalu, tak ada kabar ceritanya lagi, Aku kuatir Toa
tiang lo kena terkurung disana.'
In Gak terperanjat.
'Saudara Beng, lekas kau menjelaskan- ia minta.
Beng Tiong Ko berpikir sebentar, baru ia menjawab:
"Sebenarnya cerita panjang," kata ia. "Sejak peristiwa di
Tay Gak maka kaum Rimba persilatan ramai mengatakan
bahwa kitab Pou Te Pwe Yap sian Keng telah didapatkan oleh
Koay ciu Si Seng Jie In, orang hanya belum tahu Su-tianglo
dengan Jie In hanyalah satu orang. Kitab itu kitab kesohor dari
Tanah Barat, semua orang menghendakinya. maka juga orang
lantas berusaha mencari tahu tentang Jie In itu. Sampai
sekarang mereka masih belum memperoleh hasil. Mana dapat
mereka mencari Su-tianglo? Taruh kata mereka bertemu
dengan Su-tianglo, mesti mereka tidak mengenalnya sebagai
Jie In. Lantas terjadi peristiwa di In Bong Tek itu.

1761
Warta tentang itu sampai ditelinganya Nio Kiu Kisu dari
Giok ciong To. Nio Kiu Kisu jelus terhadap Su-tianglo, inilah
sebab dia hendak menjagoi di Tionggoan, Dia telah
mempelajari ilmu silat istimewa untuk menindih pihak Siauw
Lim Si, sedang pelajaran silat dalam kitab Pou Te Pwe Yap
Sian Keng itu mirip pentungan untuknya.
Begitulah dia berdaya untuk memancing Jie In datang ke
pulaunya itu, guna dia mengurung dan membinasakannya
dalam barisannya yang istimewa, yang diberi nama Thian Ki
Tin..."
In Gak mengerutkan alis pula.
"Cara bagaimana dia ketahui Jie In bakat datang ke
pulaunya?" tanyanya.
Beng Tiong Ko menghela napas.
"Itulah karena nona Ni Wan Lan telah terlepasan omong,'
sahutnya, 'Diluar keinginannya ia menyebut bahwa
tunangannya yalah keponakan muridnya Jie In. Dia ingin
membikin takut ketua pulau itu, tak tahunya karena itu ia jadi
ditawan dan dikurung di Giok ciong To, dijadikan umpan untuk
memancing datangnya Jie In."
"Saudara Beng, cara bagaimana kau ketahui Ni Wan Lan
terlepasan bicara itu?" tanya In Gak heran-
"Aku ketahui itu dari berita burung daranya Toa-tianglo,"
sahut Tiong Ko yang terus menambahkannya dengan
sungguh-sungguh: "Karena ini juga setelah menimbang
nimbang. aku mau menduga Toa-tianglo telah menangkap
salah satu muridnya Nio Kiu Kisu yang dia paksa korek
keterangannya."
Jie In berduka, tetapi karena ia memakai topeng, parasnya
tak nampak.
Beng Tiong Ko pun melanjuti keterangannya: "Baru sepuluh
hari yang lalu kedua nona-nona Kang dan Lo dari Ngo Bi Pay
telah tiba disini, Mereka menemui ciong To seraya mereka

1762
menambahkan pula bahwa Su-tianglo bakal menyusul dalam
dua atau tiga hari ini. Aku telah membujuki agar kedua nona
jangan pergi dulu, untuk menanti tibanya Su-tianglo.
Mereka tidak dapat dibujuk. mereka mau pergi juga,
Terpaksa aku menyediakan sebuah perahu serta tujuh
saudara yang dapat dipercaya untuk mengantarkan mereka
itu. Sekalian dengan itu aku memesan untuk memperoleh
kabar dari Toa-tianglo.
Toa-tianglo memberi kabar untuk nanti membuat
pertemuan didalam sebuah gua di sebelah barat dari pulau
Giok ciong To. Tapi semenjak itu kami tidak menerima warta
apa-apa lagi dari Toa-tianglo. Aku telah melepas burung dara,
tetapi tidak ada jawaban-"
In Gak masgul dan berkuatir, Berulang- ulang ia menghela
napas,
"Pastilah sudah pihak Giok ciong To ketahui Toa tiang lo
bersembunyi di dalam pulaunya itu,' kata ia, 'tentulah ia
ketahui tentang burung burung dara kamu maka dia lantas
berdaya untuk mencegahnya perhubungan terlebih jauh.
Sekarang ini dia pasti lagi bersiap sedia memancing kita,
supaya kita semua bisa disapu bersih...'
"Su tiang lo benar" kata Beng Tiong Ko, yang lantas
memuji seraya menunjuki jempolnya, "Hoa He Su ok itu sudah
sekian lama menjadi orang-orangnya Giok Ciong To. Mereka
pernah turut dalam peristiwa di In Bong Tek. mereka pun
menjadi orang orangnya oey Ki Pay, setelah lolos dari
bencana, mereka menyambut panggilan Giok ciong To.
Sekarang mereka muncul disini, itulah untuk mengawasi
gerak-gerik kita, Kalau Su tiang lo mau pergi ke Giok -ciong
To, mereka berempat mesti disingkirkan dulu, supaya mereka
tidak dapat memberi kisikan kepada pulaunya."
In Gak nampak gelisah.

1763
"Sayang ketika mendesak begini," katanya, "Dimana
sarangnya Hoa He Su ok? Apakah benar dalam kuil Tay Hud Si
di In Liong San?"
Beng Tiong Ko menggoyang kepala.
"Bukan," ia menjawab 'Selama yang belakangan ini Hoa He
Su ok berhubungan erat sekali dengan orang orang jalan
Hitam di Kang Pak ini, sarang mereka tidak ada ketentuan-nya
tetapi Su-tianglo jangan kuatir, biarnya begitu. mereka tak
nanti lolos dari matanya orang orang kita Sekarang ini Sutianglo
mengambil penginapan mana? Didalam satu jam aku
nanti dapat mengabarkan-"
In Gak berpikir, lantas ia mengasih tahu hotelnya. Habis itu
ia langsung pulang kehotelnya.
Beng Tiong Ko sendiri sudah lantas memerintahkan
sipengemis usia pertengahan itu: "Lekas kau menyampaikan
kabar kepada kedua cabang timur dan utara, supaya mereka
segera mencari tahu dimana sarangnya Hoa He Su ok?"
Pengemis itu menerima perintah, dia pergi dengan cepat.
Beng Tiong Ko melihat ke sekelilingnya lantas ia pun
berlalu, ia menuju ke selatan-Ketika ia keluar dari pintu kota,
rembulan guram, suasana sunyi, ia berjalan terus sampai
mendadak ia mendengar suara puji: "omitohud" ia terkejut,
lekas-lekas ia mengangkat kepalanya, Dari gombolan rumput
muncul dua orang pendeta yang bertubuh besar dan gemuk.
Pendeta yang satu tertawa dan kata: "Beng Hu-pangcu,
sungguh kau rajin- Sudah begini malam dan es pun sudah
turun, apakah kau masih meronda ? Pasti sekali kau banyak
cape..."
Beng Tiong Ko menyahut dingin: "Kiranya ke dua taysu
Hong Wan dan Hong Beng. orang-orang Partai kami terdiri
dari macam-macam golongan, sukar mereka diketahui
hatinya, maka itu untuk menjaga kalau-kalau mereka

1764
membuat perbuatan tidak keruan, perlu aku meniliknya
sendiri. Kedua taysu masih berada di-sini, untuk apakah?'
Pendeta yang bernama I Hong Wan mendadak maju
kedepan-
"Pinceng mau minta bantuan pangcu." katanya, "Entahlah
hun-pangcu membantu atau tidak..."
Tiong Ko mengerutkan alis.
"Asal yang aku sanggup, pasti aku suka membantu taysu,"
Sahutnya. "..Urusan apakah itu ?"
Hong Wan tertawa.
"Baiklah," katanya, 'Tadi malam kami dapat menangkap
seorang penjahat cilik didekat panggung Kwa Kiam Tay, apa
mau disana kami bertemu dengan tiga siluman tua yang tak
ketahuan she dan namanya, Mereka itu menggerecok. mereka
menolongi penjahat cilik itu. Itu saja masih tidak apa.
celakanya mereka itu sudah membabat sebelah lengannya tokek
Ceng kami. Turut penyelidikan kami, ketiga siluman itu
ada hubungannya dangan partai-mu”
Mendengar itu, Beng Tiong Ko menjadi panas hatinya.
'Kedua taysu, harap kau tidak menyembur orang" katanya,
dingin.
Hong Wan tertawa nyaring.
"Pinceng tidak menuduh sembarangan- katanya, "Sekarang
ini kami sudah ketahui dimana adanya ketiga siluman itu,
Hanya, karena memandang kepada partai kau, Hua-pangcu
kami jadi ayal-ayalan turun tangan-.."
"Kami tidak kenal ketiga orang itu," kata Tiong Ko, "Kalau
taysu berdua sudah ketahui tempat kediaman mereka, baiklah
taysu langsung mencari mereka itu disana, Didalam hal ini,
tidak dapat aku memberikan bantuanku Aku lagi mempunyai
urusan, maaf, tak dapat aku menemani lama-lama."
Begitu berkata, begitu Tiong Ko lompat untuk berlalu. Tapi
angin bersiur keras, lantas Hong Beng menghalang disebelah
depanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1765
Hun-pangcu, aku numpang tanya, urusan apakah urusan
pentingmu itu?' ia tanya bengis, sedang tangannya yang
sebelah segera melayang. Beng Tiong Ko menangkis sambil
mengeluarkan suara dihidung. 'Dapatkah kau menghadang
aku si orang she Beng?" katanya keras.
Kedua tangan mereka beradu keras, Berbareng dengan itu,
Tiong Ko lompat kesamping lawan, untuk terus menyerang
pula. Lima jeriji tangannya mencari jalan darah didadanya
sipendeta.
Hong Beng terkejut, ia tidak pernah menduga kepala
pengemis itu demikian sebat, Terpaksa ia berkelit, Meski
begitu, kembali tangannya sipengemis terluncurkan
kepadanya.
Hong Wan melihat saudaranya terdesak tidak buang tempo
lagi ia lompat maju sambil menyerang.
MENGETAIHUI ia dikepung berdua, Beng Tiong Ko
menangkis seraya ia terus mencelat jauhnya tiga tombak. Di
dalam Kay Pang ia termasuk kelas satu, maka itu tak mudah
kedua pendeta itu merobohkannya. ia membentak: "Kedua
taysu, apakah maksud kamu ini? Benar-benarkah kamu
memusuhi Kay Pang? Kamu harus ketahui, itulah perbuatan
seperti telur melawan batu"
Hong Wan tidak takut, Dia justeru tertawa berkakak.
"Kami hendak menguji -saja, sekarang kami sudah dapat
hasilnya" kata dia. "Meski partai kamu berada luas dikolong
langit ini dan banyak orangnya yang lihay, akan tetapi
sekarang ini diwilayah Kang Pak ini, kamu semua sudah
terjatuh didalam pengawasan kami hingga kamu tak dapat
berkutik lagi"
Tiong Ko terkejut juga.

1766
"Bukti apa kau dapatkan?' ia tanya, "Bukankah kau hendak
mencari tahu tempat kediamannya In Si Su Kiat, supaya kau
dapat memberitahukannya kepada itu tiga silumannya?" Hong
Beng membaliki, Dia menyebut Hoa He Su ok. si Empat jahat
dari Hoa-he, dengan in-si Su Kiat yang berarti Empat jago she
In, Dia pun membentak.
Tiong Ko tertawa dingin, "Bicaramu bicara ngawur" kata ia.
"Kay Pang tidak pernah usil urusan lain orang, tak peduli
urusan itu salah atau benar" jikalau kamu jeri terhadap tiga
siluman tua itu, jangan kamu umbar kedengkianmu terhadap
Kay Pang, Tentang... Mendadak ia berhenti dan parasnya pun
berubah karena ia lantas ingat: "celaka, mereka lagi
mengawasi kita, inilah berbahaya, Dengan begini juga, Su
tianglo menjadi lagi menghadapi bencana... Baiklah mereka ini
berdua disingkirkan lalu Su-tianglo diberi kisikan..."
Mengingat demikian ia tertawa dan kata nyaring: "Kamu
berdua berani main gila didepanku, sungguh kamu tidak tahu
diri" Mendadak ia maju menyerang, sebelah tangan kepada
satu orang.
Kedua pendeta itu berani, mereka pun tertawa bergelar
Dengan sebat mereka berkelit, dengan sebatjuga mereka
balas menyerang, Hong Beng bahkan sambil membentak:
"Beng Tiong Ko, malam ini jangan harap kau dapat melindungi
dirimu"
Sam ciat Koa Kit gusar sekali, ia menangkis, terus ia
menyerang, Bergantian ia menggunai kedua tangannya serta
kedua kakinya juga, ia ingin merobohkan kedua pendeta itu
dengan desakannya.
Kedua pendeta itu repot, mereka terpukul mundur, akan
tetapi setelah renggang dan dapat memperbaiki diri, keduanya
maju pula. Sekarang merekalah yang berbalik mendesaki,
sebab mereka dapat bekerja sama dengan baik sekali.

1767
Baru setelah itu Tiong Ko berkuatir, maka ia berpikir:
"Kenapa aku begini tolol melayani mereka? Dengan berbuat
begini, aku bisa menggagalkan urusan Su-tianglo dan Kay
Pang juga, Mesti aku lekas menyingkir dari depan mereka ini."
Oleh karena mendapat pikiran itu, Tiong Ko lantas
mengubah sikap. Segera ia mendesak pula, lalu mendadak ia
lompat mundur, Selagi tubuhnya terapung itu, tiba-tiba ia
mendengar bentakan dibelakangnya:
"Baliklah kau" ia pun merasa tolakan yang keras sekali,
yang membuatnya mental balik. ia kaget sekali sebab ia
merasa jalan darahnya mogok. Ketika ia turun ketanah,
matanya seperti berkunang-kunang, Disamping kedua
pendeta, ia melihat orang lain yang berbaju kuning serta
roman mukanya jahat, ia tidak kenal empat orang itu tetapi ia
menduga kepada Hoa He su ok, ia lantas mengerti bahwa ia
terancam bahaya maka itu tanpa membilang apa-apa,
mendadak ia maju menyerang.
Salah satu diantara empat orang tua itu mengibas tangan
bajunya, terus terlihat dia sudah menggenggam sebatang
pedang kecil yang berkilauan, yang terus menikam kedada si
pengemis, mengarah jalan darah ku-bwe.
Sambil menikam itu, dia kata seram: "Beng Hun-pangcu,
tindakanmu ini tindakan tolol sekali"
Tiong Ko sangat mendongkol, mukanya merah, matanya
melotot
"Kamu yang memusuhkan Kay Pang, kamu mencari mati
kamu sendiri" ia berkata bengis. "Aku ketua cabang, jangan
kamu bertingkah"
Si orang tua menyeringai dia tertawa seram.
"Aku si orang she In tak sudi bermusuhan dengan Kay
Pang yang besar dan meluas di seluruh negara" katanya,
mengejek, "Aku cuma ingin mendengar suatu keterangan dari
mulutnya Beng Hun-pangcu'

1768
Tiong Ko terkejut dalam hati. Diam-diam ia melirik
kesekitarnya, ia mendapat kenyataan kecuali Su ok. si Empat
jahat itu, dikiri kanan ditempat gelap ada menanti lebih
daripada dua puluh orang, pendeta dan orang biasa. jadinya ia
sudah terkurung mereka itu. ia tidak takut, tetapi ia menjadi
nekad. ia pikir.
"Tak dapat aku menyerah Lebih baik aku terbinasa" Maka
ia mengawasi tajam pada Su ok yang pertama itu dan berkata
sambil tertawa dingin, 'Kau kira aku si pengemis tua orang
macam apa?Jangan kau ngelindur ingin mengorek keterangan
dari mulutku Aku bukannya simanusia takut mati” Lalu dia
bertindak maju seraya mengajukan dadanya.
Orang tua itu sudah bersiap sedia, dia meluncurkan lima
jari tangan kirinya kedada orang itu, sedang tangan kanannya
menggeraki pedangnya, Dia kata bengis, 'Kau mau cari
mampus, aku sebaliknya Aku tidak menghendaki kematianmu'
Tiong Ko putus asa. Di dalam hati, ia berduka, tetapi ia
tidak mau terhina, ia kata bengis, "Biarnya kau keset kulitku
atau membetot otot-ototku, jangan kau harap dapat
mengorek keterangan dari mulutku"
Si orang tua bersenyum tawar.
"Aku si orang she In tua, belum pernah aku main siksa,"
katanya, ia batuk-batuk. "Tapi aku mempunyai dayaku untuk
membikin kau dengan rela memberikanmu sendiri" Lantas dia
merogo kedalam sakunya, dia berlaku ayal-ayalan untuk
mengeluarkan sesuatu.
Tiong Ko mengawasi tangan orang itu, tangan yang kanan,
ia menduga orang tentu bakal mengeluarkan alat siksaannya,
ia jeri sendirinya, maka juga ia merasai seluruh tubuhnya
dingin.
Akhirnya orang she In itu mengeluarkan satu buah merah
marong mirip buah kana, ia letaki itu ditelapakan tangannya,
Sembari mengawasi tajam, sembari bersenyum ia kata: "inilah

1769
buah yang langka dikolong langit ini inilah buah yang
pohonnya cuma terdapat di-pulau Giok ciong To dimanapun
cuma terdapat tiga pohonnya, setiap pohon berbuah satu biji,
benar kulitnya keras tetapi dapat dipecahkan dengan jeriji
tangan, kalau isinya dimakan akan menyiarkan bau yang
harum serta memberikan rasa manis yang lezat ..." ia berhenti
sedetik, ia batuk pula, baru ia menambahkan- "Siapa makan
buah ini, dia bakal terpengaruh ditangannya orang yang
memberikan buah, sampai mati dia tetap tunduk. apa yang
ditanyakan, mesti dia jawab.”
Lantas ia menyodorkan buah itu perlahan-lahan kemulut
Tlong Ko. Matanya Tiong Ko bersinar. itulah sinar kegusaran
dan kekuatiran
Mendadak orang she In itu menggeraki tangan kirinya
sangat cepat, ia membikin terpentang mulut orang Sedang
dengan tangan kanannya ia hendak menyuapi buah mujizad
itu....
Sekonyong-konyong saja terlihat lompatnya satu bayangan
orang, secara tiba-tiba juga Su ok yang tua itu bersuara
tertahan tubuhnya tak bergerak.
Kejadian itu membikin kaget dan melongo semua
kawannya siJahat, Mereka melihat seorang tua berbaju hitam
yang kumisnya panjang dengan lima jari tangannya mencekal
lengan ketua mereka sedang buah itu segera di tangan kiri
orang tua tak dikenal itu...
Ketiga Su ok lainnya kaget bukan main, untuk sejenak
mereka mendelong, muka mereka pucat. Kemudian mereka
bertindak maju. dengan niat menolongi kakak mereka itu.
Atau:
"Apakah kamu tidak menyayangi jiwa kakak kamu?"
Demikian pertanyaan si orang tua, dengan bengis.
Ketiga Su ok merandek. Mereka melihat kakak mereka
bermuka pucat dan mukanya itu mandi keringat, matanya

1770
memperlihatkan sinar ketakutan sangat dan menderita
siksaan-
"Apakah kau Koay ciu Si Seng Jie In?” akhirnya tanya Su Ok
nomor dua. Dia baru saja ingat sesuatu.
Orang tua itu tertawa.
”Jikalau aku si orang tua Jie In, siang-siang kamu sudah
rebah dengan mandi darah" katanya seram. Dia berkata
begitu tetapi dia melepaskan Cekalannya kepada Su ok
pertama, atas mana orang she In itu roboh terlentang.
Menyusul itu, tiga Su ok yang lainnya menjadi kaget sekali,
Mereka melihat si orang tua mengibas kearah mereka, lantas
mereka merasa dada mereka sesak. segera tubuh mereka tak
dapat digeraki, Bukan main takutnya mereka.
Si orang tua bersikap tenang, dia tertawa dingin, Dia kata:
"Kalian lihatlah kawan-kawanmu semua bagaimana jadinya
dengan mereka itu"
Ketiga Su ok tak dapat bergerak kaki dan tangan tetapi
leher mereka dapat dipalingkan. Ketika mereka menoleh
kepada orang-orang mereka, ternyata semua orang itu berdiri
diam mematung seperti mereka sendiri, mata mereka itu
guram, rupanya mereka seperti sudah putus jiwa...
Sementara itu tanpa ketahuan lagi disitu juga muncul dua
orang tua lainnya yang mukanya seram seperti yang pertama
ini, mereka ini didampingi oleh Kat Thian Ho, si anak muda.
xxx
BAB 12
KETIKA tadi In Gak pulang ke hotel, Pit Siauw Hong sudah
menantikan ia dengan barang hidangan, untuk mereka
bersantap. Mereka itu melihat orang menjadi pendiam sekali,
mereka tapinya tak mau menanyakan Mereka menduga
pemuda itu mendukakan urusan di Giok ciong To. Mereka
berdahar tanpa banyak omong.

1771
Baru kemudian Siauw Hong habis sabar. "Laote, kemana
kau pergi barusan?" ia tanya. "Kelihatannya kau tengah
berpikir keras. Ada urusan apakah? Sudikah kau memberi
keterangan padaku."
In Gak menggoyangi kepala.
"SiIahkan tuan-tuan dahar lekas, sebentar kita bicara,
masih belum terlambat," sahutnya. Habis menjawab itu, ia toh
menghela napas.
Siauw Hong saling mengawasi dengan Leng Hui, dengan
terpaksa mereka menangsel perut mereka, Diam-diam mereka
melirik si anak muda, mereka menduga-duga.
In Gak dahar terus, setelah cukup, ia meletaki sumpitnya,
Dengan mendelong ia mengawasi keluar jendela.
Thian Ho berdiam sekian lama. ia merasa aneh, Tanpa
merasa ia menjadi tak tenang sendirinya....
Siauw Hong melihat sikap Thian Ho, ia tertawa.
"Siauwhiap. kau tentunya aneh untuk sikap kami bertiga,"
katanya, "kau tentunya menganggap kami tidak ramah tamah.
sebenarnya kami lagi menghadapi urusan yang sangat sulit
hingga sikap kami menjadi tawar sekali..." ia lantas menoleh
pada In Gak untuk meneruskan berkata: "Laote, kedukaan
dapat membikin orang jatuh sakit, maka itu baiklah kau
utarakan apa yang mengganjal didalam hatimu supaya hatimu
menjadi 1ega...."
Dengan perlahan In Gak berpaling. ia tertawa berduka.
”Jikalau aku beritahukan itu kepada kamu, cuma cuma itu
menambahkan kedukaan," kata ia perlahan, "Dengan begitu
kamu jadi turut bersusah hati..."
Walaupun demikian pemuda ini tuturkan keterangan yang
ia peroleh dari Beng Tiong Ko tadi.
Benar-benar Siauw Hong berdua Leng Hui terkejut.

1772
Thian Ho pun terkejut, hanya saking heran dia menanya,
"Locianpwe jadinya locianpwelah orang yang aku ketemukan
di Thay Gak Locianpwelah Ji..."
In Gak mengulapkan tangannya. "Kau sudah tahu, cukup
sudah" katanya tertawa. Mendadak Leng Hui berbangkit.
"Tak nanti Beng Tiong Ko datang kemari" katanya, kaget,
"Sekarang dia tentu berada dalam bahaya... ”
In Gak terperanjat.
"Apakah kata losu?" tanya dia. "Bilanglah"
Song Bun Kiam Kek balik menatap., "Nio Kiu Kiau telah
mengutus Hoa He Su ok datang ke Kang Pak ini," kata Leng
Hui, "dan tugas su ok yalah mengawasi gerak-gerik Kay Pang,
itu artinya setiap tindakan Beng Tiong Ko atau orang-orangnya
tak lepas dari mata mereka, Barusan pertemuan dikuil
malaikat tanah itu. pastilah itu pun sudah di-intai Su ok, maka
sekarang ini Tiong Ko tentu sudah terancam bahaya, bahkan
ada kemungkinan dia telah hilang jiwanya..
In Gak kaget sekali, Benar dugaan Leng Hui itu.
"Sekarang ini tak ketahuan Beng Tiong Ko berada dimana,
jikalau tidak, dapat kita susul padanya untuk menolongnya,"
kata Siauw Hong. Justeru itu diluar kamar terdengar suara
kaki ditaruh ditanah, "Siapa?" tanya si anak muda, seraya ia
terus lompat keluar.
Diluar itu berdiri seorang pengemis umur dua atau tiga
belas tahun, rambutnya kusuti kakinya tanpa sepatu,
pakaiannya tipis, tubuhnya kurus. "Apakah Su-tianglo disana?"
dia tanya.
In Gak mengangguk.
Segera pengemis cilik itu menjatuhkan dirinya untuk
menekuk lutut.
"Su-tianglo, lekas" katanya gugup, "Lekas tolongi Beng
Hun-pangcu. Dia sekarang berada di luar pintu kota selatan

1773
terancam Hoa He Su ok serta pendeta-pendeta dari Tay Hud
Si..."
Leng Hui bertiga Siauw Hong dan Thian Ho menyusul
keluar, mereka mendengar keterangan pengemis cilik itu.
"Kalau begitu, perlu sekarang juga kita berangkat
menolongi" serunya.
"Tunggu dulu” kata In Gak yang mendapat ketenangannya,
ia tanya sipengemis, suaranya keren: "Apakah kau dititahkan
Hun-pangcu?"
"Bukan," menjawab pengemis itu, yang membuka matanya
lebar lebar.
"Habis kenapa kau ketahui tempat kediamanku ini?" In Gak
tanya pula, Suaranya makin bengis.
Pengemis itu ragu-ragu, mulutnya kemak-kemik, tapi
akhirnya dia menjawab juga perlahan "Ketika tadi Su-tianglo
bicara dengan Hun-pangcu di dalam kuil, aku yang rendah
telah mendapat dengar, Tadi itu aku berada di dalam kuil lagi
merebahkan diri dikolong meja suci, Aku kagum sekali dapat
melihat kepada Su-tianglo, hingga timbul keinginanku untuk
menemui. Justeru aku ingin keluar dari kolong meja mendadak
aku melihat bergeraknya beberapa bayangan dilain bagian
ruang kuil itu. Terang mereka lagi memasang telinga, Karena
itu aku berdiam terus berpura-pura tidur. Ketika Su-tianglo
berlalu, semua bayangan itu keluar juga dari dalam kuil
dengan melompati tembok pekarangan belakang.
Baru setelah itu aku menyusul. Aku melihat Hun-pangcu
menuju kepintu kota selatan. Diam-diam aku menguntit
Segera aku melihat Hun-pangcu dipegat Hong Wan dan Hong
Beng, Dilain pihak itu melihat ada banyak orang bersembunyi
didekat dekat situ. Karena aku menduga Hun pangcu pasti
terancam bahaya, maka aku lantas lari kemari...”
Hebat keterangan itu.

1774
In Gak lantas memandang Leng Hui dan Siauw Hong. "Jiwi,
apakah kamu mengerti ilmu Leng Khong Tiam-hiat Hoat?" dia
tanya. Dua orang itu melengak, itulah ilmu menotok tanpa
mesti mengenai tubuh orang. "Apakah laote hendak menyapu
bersih sekali pukul." Siauw Hong balik tanya.
In Gak mengangguk.
"Ya, terpaksa," sahutnya.
"Pernah aku mempelajari ilmu menotok itu, bolehkah aku
coba," kata Siauw Hong, "Hanya kalau musuh berjumlah
banyak. aku kuatir nanti ada yang lolos..."
Leng Hui pun menjawab: "Aku mempunyai sekantung
jarum Song Bun ciam, dapat aku menimpuk dengan itu tanpa
suara dan kalau mengenai tubuh orang, orang nanti lantas
merasai darahnya beku, tak keburu dia membuka suara, Aku
pun dapat mencobanya."
"Baiklah kalau begitu" kata In Gak: Mari kita berangkat
sekarang juga'
Tapi pada sipengemis cilik, anak muda itu memerintahkan
"Pergilah kau kepelbagai pos kita, untuk melihat semua
saudara. Kau mesti periksa-ada atau tidak diantaranya yang
lagi diawasi Hoa He Su ok. Kau mesti berlaku hati hati, lalu
lekas kau kembali memberi kabar padaku"
Pengemis cilik itu memberikan jawabannya, habis memberi
hormat terus dia lompat mencelat cepat dan pesat,
lompatannya pun tinggi dua tombak. Siauw Hong kagum
sekali.
"Masih begini muda, dia sudah lihay ilmu ringan tubuhnya,"
ia memuji. "Nyatalah di dalam Kay Pang terdapat orang-orang
yang lihay seperti juga harimau mendekam dan naga
bersembunyi... ”
In Gak bersenyum.
"Mari." katanya, dibarengi dengan lompat-nya yang pesat.

1775
Siauw Hong, Leng Hui dan Thian Ho sudah lantas lompat
menyusul.
Langsung mereka itu menuju kepintu kota selatan, Mereka
tidak menghiraukan hawa
dingin dari angin musim rontok. Lekas sampainya mereka
ditempat dimana Beng Tiong Ko terkurung dan terancam
bahaya. Paling dulu mereka melihat orang-orang yang
bersembunyi diluar gelanggang.
In Gak lantas bekerja, ia minta Leng Hui membagi jarum
kepada Thian Ho untuk mereka itu berdua segera menyerang
orang-orang yang mengurung sambil bersembunyi itu. sambil
merayap mereka mesti mendekati kawanan penjahat itu.
Itulah disaat Tiong Ko dikepung Hong Wan dan Hong Beng
dan tempo dia berlompat untuk menyingkir dia dipegat Hoa H
eSu ok. yang memaksanya kembali kedalam kurungan, hingga
kejadian pengemis ketua cabang itu di-ancam dan mau
dipaksa makan buah mujizad itu.
Siauw Hong mendampingi In Gak. saking murka, ia mau
lantas menyerang, Tapi sianak muda mencegah.
"Tunggu sebentar " In Gak berbisik, "Mari kita dengar dulu
pembicaraan mereka." Demikian mereka mendengar ancaman
Su ok pertama itu.
In Gak berbisik: "Aku akan menyerang dengan berlompat
tinggi, setelah su ok pertama itu mati kutunya, saudara lantas
menyerang tiga yang lainnya. Totoklah mereka pada jalan
darah beng-bun dibawahan tujuh dim"
Siauw Hong mengangguk dan bersedia.
In Gak berlaku gesit lompat naik kesebuah pohon didekat
situ dimana ia menantikan maka tempo datang saatnya Su ok
pertama turun tangan, ia lompat turun dengan serangannya,
menangkap tangan si jahat pertama itu.
Tiga si Jahat lainnya kaget dan hendak menolongi kakak
mereka, akan tetapi sebelum mereka dapat bergerak. Siauw

1776
Hong sudah menotok mereka, Totokan itu datang dari
belakang, maka itu tanpa berdaya lagi mereka berdiri
mematung.
Ketika itu Leng Hui bersama Thian Ho pun sudah selesai
dengan tugas mereka menyerang puluhan musuh dengan
jarum rahasianya Song Bun Kiam-kek.
In Gak mengawasi ketiga Su ok dengan tawar sedang buah
mujizad dari su ok pertama ia kasih masuk kedalam sakunya,
kemudian ia memandang Tiong Ko, untuk menolongi Ketua
cabang dari Kay Pang itu, Lebih dulu mulutnya yang telah
mengangah dibikin pulih kembali, inilah dengan menggeser
balik grahamnya yang dibikin nyensol baru dia ditotok,
disadarkan-
Begitu dia dapat bergerak. saking sengitnya Tiong Ko
menggaplok Su ok pertama dua kali pada pipinya kiri dan
kanan,
"Sabarlah, Hun pangcu" kata In Gak tertawa, "Aku hendak
menanyakan sesuatu kepadanya,"
Tiong Ko pergi kesampingnya Su ok pertama, yang
tubuhnya dia bikin roboh. Leng Hui dan Thian Ho sudah
lantas datang menghampirkan.
"Apakah paku Song- bun-ciam bakal meminta jiwa mereka
itu?” In Gak tanya Song Bun Kiam Kek.
'Tidak. cuma dapat membikin orang tak sadar satu jam.”
Leng Hui jawab.
"Bagus" kata In Gak. "Kecuali Hoa He Su ok dan Hong Wan
dan Hong Beog berenam, baik mereka itu ditotok habis ilmu
silat mereka, lalu totok pula membikin mereka baru mendusin
sesudah tujuh hari. Aku minta Leng Losu dan Kat Siauwhiap
yang melakukan tugas”
Leng Hui dan Thian Ho suka bekerja, maka berdua mereka
lompat kepada semua orang yang tadi mereka hajar dengan
jarum rahasia.

1777
In Gak lantas menjambak Su ok pertama, untuk menotok
dua jalan darahnya, hingga tinggal totokan yang membikin dia
merasa sakit ngilu seluruh tubuhnya, Ketika ia tertawa dingin
dan mau mulai menanya, tiba-tiba terdengar suara angin yang
membawa datang siulan yang jernih berulang ulang, ia
terkejut, lantas ia menoleh. "itulah orang kita,' Tiong Ko
memberi tahu.
Dengan lekas dari arah barat muncul delapan bayangan,
diantaranya sipengemis cilik yang cerdik dan gesit itu, Melihat
Beng Tiong Ko, mereka itu menghampirkan untuk memberi
hormat, kemudian mereka maju kedepan In Gak. untuk
melaporkan "Semua orangnya Hoa He Su ok yang mengawasi
pelbagai pes kita sudah disingkirkan- Kamilah sekalian tong cu
dan tocu dari tiga tong dan empat to dari propinsi Shoatang
serta hu tongcu dari cabang di Kangsay Utara, harap Sutianglo
suka menerima hormat kami"
Habis menyatakan bahwa mereka bersedia menerima titah
terlebih jauh, semua tongcu dan tocu itu berdiri menantikan-
In Gak mengulapkan tangannya.
"Tunggulah aku selesaikan pertanyaanku baru kita bicara
pula," kata ia.
Beng Tiong Ko menyahuti. "Baiklah" Lantas ia menyuruh
delapan orang itu mengundurkan diri.
Hoa He Su ok bermuka pucat.
In Gak mengawasi mereka bergantian, wajahnya sangat
dingin.
"Sekarang kamu tentulah telah ketahui aku siapa" kata ia
keren. "Maka sekarang lekas kamu beber segala apa
mengenai pulau Giok ciong To. Apakah kamu mengharap jiwa
kamu diberi ampun?"
Su ok pertama berpikir buat apa ia takut-takut, ia percaya,
bicara atau tidak. mereka bakal celaka, Maka ia membesarkan
nyalinya, Demikianlah ia bisa tertawa tawar.

1778
"Didalam kalangan Giok ciong To tidak ada pengkhianat,
maka itu percumalah kau menangkapnya," ia menjawab.
In Gak mengasih lihat roman gusar. Kembali ia tertawa
dingin. Tapi ia tidak mengutarakan kegusarannya, ia hanya
merogo saku orang, mengeluarkan sebiji buah lagi serta
sebuah kantung kulit, ia awasi itu, lalu ia mendapat pikiran, ia
serahkan kantung itu pada Leng Hui, ia sendiri merogo
sakunya sendiri menganbil buah yang tadi.
"Memang aku tahu percuma saja aku menanyakan kamu"
katanya tawar, ia balingkan buah itu dimuka orang, ia tertawa
pula, lalu ia kata dengan keren: "Harus disayangkan jikalau
dua buah ini dipakai menghadapi Koay Ciu Si Seng Jie In,
maka itu baiklah kau sendiri yang makan-”
Keempat si jahat kaget, nyali mereka terbang, mata
mereka mendelong.
"Berbuatlah murah hati," kata yang tua, "silahkan kau
tanya, apapun aku si orang she In akan jawab"
In Gak tidak menjawab, ia cuma mengasih lihat roman
keren, ia hanya kata pada Siauw Hong: "Losu, tolong pisahkan
sebuah ini- Kasihlah makan satu diantara mereka tiga, yang
lainnya boleh dihajar mampus"
Siauw Hong menyambut buah, ia mendekati ketiga si Jahat,
Mereka itu takut bukan main, tubuh mereka dingin dan kaku,
rambut mereka berdiri, muka mereka pucat sekali.
Siauw I Hong mengayun sebelah tangannya, dibikin
mampir kepada pipinya satu si Jahat, ia bertindak seperti si Su
ok pertama tadi menghajar mukanya Beng Tiong Ko. Maka
mulut kurbannya ini lantas terbuka, sebab gerahamnya
mengsol.
Begitu dia membuka mulut begitu dia dijejali buah itu,
hingga itu lantas kena tertelan- cepat bekerjanya buah,
pikirannya segera menjadi kacau.

1779
Siauw Hong tertawa, dengan sama sebatnya seperti tadi, ia
memperbaiki babamnya si Jahat itu, kemudian dengan
kecepatan seperti kilat ia terus menyerang dua si jahat
lainnya, serta Hong Wan dan Hong Beng, hingga dalam
sejenak itu juga, mereka itu roboh bergantian dengan muntah
darah, terus jiwanya melayang pergi.
In Gak juga bekerja, Dengan cara yang sama, ia masuki
buah itu kedaam mulutnya Su ok yang pertama, ia
menganggap percuma menanggap si jahat itu selagi
pikirannya sehat, "Hun-pangcu, tolong minta mereka datang
berkumpul" kata In Gak yang menggapai terhadap Tiong Ko.
Ketua cabang Kay Pang itu mengangguk lantas ia
memanggil kawan-kawannya dari cabang Shoatang dan
Kangsay itu.
Tujuh orang itu menghampirkan, mereka memberi hormat
pula pada In Gak seraya masing masing memperkenalkan diri.
Ketua cabang dari Kangsay Utara, Auw cin namanya,
berkata: "Ketika aku yang rendah mau berangkat kemari, aku
menerima pesan dari Nona Thio dari Cin Tay piauw Kiok
katanya He-houw Kiok-cu suami isteri telah mendapat
penyakit mengeluarkan darah dan bernapas sesaka
keadaannya parah sekali, sedang rombongan dari Thian Bun
Pay mau datang melakukan penyerbuan, maka itu, katanya
apabila aku bertemu dengan Su tianglo suka lekas berangkat
kesana guna mengobati dan menolongi."
Mendengar itu In Gak melengak. ia bersusah hati, ia ingat
kebaikannya suami isteri He-houw itu. seharusnya ia segera
berangkat kesana, tetapi urusannya pun penting sekali. Maka
ia menghela napas.
"Baik aku berbuat begini saja," pikirnya, Maka ia kata pada
Leng Hui: "Leng Losu, aku mohon bantuan kau. inilah dua
macam surat obat, yang aku harap losu ingat diluar kepala.
lantas losu berangkat dengan ditemani Kat Siauwhiap. Urusan
di Giok -ciong To biar aku yang urus berdua Pit Tayhiap."

1780
Leng Hui suka menerima tugas, ia menghampirkan.
In Gak membacakan resepnya guna mengobati He-houw
Him, pemilik Cin Tay piauw Kiok serta isterinya itu. ia
mengulanginya sampai sahabatnya itu apal diluar kepala,
Kemudian ia kata pada Auw Cin: "Hun-pangcu aku minta
sukalah kau memimpin semua saudara-saudara dari Kangsay
utara melindungi Cin Tay Piauw Kiok. segala tindakanmu kau
boleh ambil dengan berdamai dengan Leng Lo-su dan Kat
Stauwhiap ini.”
Auw Cin menerima tugasnya itu, maka ia lantas meminta
diri, setelah memberi hormat, ia ajak Leng Hui dan Thian Ho
segera berangkat bersama pulang kepropinsi Kangsay.
Habis itu, In Gak memberi pesan kepada Beng Tiong Ko,
kemudian bersama Pit siauw
Hong ia berangkat dengan membawa kedua Su ok, Mereka
berjalan tanpa menghiraukan hawa dingin musim rontok itu.
Mereka menuju ke pelabuhan kepulauan Lian in Tu, Ditengah
jalan, mereka tak hentinya diumbang-ambingkan kereta yang
jalannya goncang...
"Berapa jauhnya perjalanan dari sini sampai di Giok -ciong
To?" kemudian In Gak tanya su ok pertama, si orang she In
yang paling tua.
Dengan mata guram Su ok pertama jawab: “Jikalau angin
sirap dan gelombang tenang, perlayaran perahu cuma tiga
jam lama-nya. Tapi dalam keadaan seperti sekarang ini, selagi
angin bertiup keras, sukar kita berlayar."
In Gak berdiam, otaknya bekerja, Kemudian ia pergi
ketepian untuk mencari tukang perahu, guna membeli sebuah
perahu kecil.
"Mari" ia memanggil.
Pit siauw Hong mengajak kedua Su ok naik keperahu itu,
dari itu sebentar saja mereka sudah mulai berlayar.

1781
Tiga jam sudah mereka mendayung, perahu mereka
memain diantara sang ombak. Mereka telah kuyup selurus
pakaian mereka, lantaran tak hentinya air muncrat
menyamber-nyamber.
In Gak tertawa menyeringai katanya: 'Tak enak rasanya
berlayar diantara sang gelombang. orang Utara menunggang
kuda, tapi orang selatan juga tak pasti semuanya pandai
melayari perahu..."
Siauw Hong hendak menjawab kawan itu ketika su ok
tertua berkata keras. "Lihat disana itulah pulau Giok ciong To
yang nampak. Hanya aneh, kenapa disana terlihat asap
mengepul?"
In Gak dan kawannya mengawasi kearah pulau yang
ditunjuk itu. Diatas itu ada sebuah gunung yang kecil. Benar
diatas gunung itu terlihat asap mengepul-ngepul, diantaranya
samar samar nampak sinar api juga...
Siauw Hong menjadi kaget.
"Celaka, itulah gunung berapi" serunya, "Ketika aku masih
muda sekali, aku telah berlayar keluar negeri, sampai di
kepulauan Nip-pon, disana aku pernah melihat bekerjanya
gunung berapi, perletusan menyebabkan bumi gempa, lahar
membanjir, manusia dan binatang termusnah, tanah merekah
disana-sini, rumah-rumah gempur dan ambruk, hebatnya
bukan buatan. Bukankah Giok Ciong To juga gunung berapi?
itulah permulaan dari perletupan-..'
In Gak terkejut.
"Pit Tayhiap. mari kita mengayuh" kata-nya. Jangan kita
kasip...”
Siauw Hong menghela napas.
"Biar bagaimana kita pasrah kepada Thian-" katanya.
Mereka lantas mengayuh. Kedua Su ok pun membantu.

1782
Semakin dekat pulau, gelombang mendampar makin keras,
Diatas gunung, asap makin tebal, api makin nyata. Suara pun
mulai terdengar saling susul menulikan telinga.
Lagi lima li akan sampai ditepian, gelombang bagaikan
menyembur hebat, lalu terdengar Su ok tertua menjerit: "Eh,
air bergolak."
In Gak dan tiga yang lainnya mulai merasakan air hangat.
Diatas gunung, api nampak mulai berkobar.
"Lekas balik" Siauw Hong berteriak. sambil ia mengayuh
keras, "Thian berkuasa, tak dapat kita menantangnya..."
Maka bagaikan kalap. berempat mereka mengayuh keras
sekali, untuk kembali ke daratan.
Gunung api dipulau Giok Ciong To ini bekerja terus,
akhirnya meledak. maka dilain saat terlihatlah pulau itu mulai
tenggelam ke dalam laut.
Tapi di saat itu di kejauhan pun terlihat beberapa tubuh
terapung-apung memegangi batang pohon besar sedang
terdampar ombak ke tepian, setelah dekat barulah terlihat
merekalah yang sedang dicari oleh In Gak dan kawan kawan,
Untuk mempercepat mereka lalu ditolong menaiki perahu
untuk selanjutnya diberi pertolongan sekedarnya.
”Bouw Su Cay Jin, Seng Su Cay Thian” kata pepatah, itulah
benar: ”Manusia berusaha, Tuhan berkuasa”
Demikian dengan in Gak. Dilain saat anak muda ini telah
berkumpul dengan semua kawannya, untuk melakukan suatu
perjalanan ketempat yang menjadi tujuannya, untuk
seterusnya tinggal berkumpul disana hidup rukun dan
berbahagia.
TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-5-tamat.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Menuntut Balas - bAGIAN 5 tamat with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/08/cersil-menuntut-balas-bagian-5-tamat.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar