Golok Sakti
Karya : Chin Yung
I
PADA suatu musim rontok...
Tiupannya sang angin diwaktu malam meresap ketulangtulang,
dijalan raya dari kota See-an tampak sangat sepi,
seakan-akan orang merasa segan untuk berkeluyuran
sekalipun sang rembulan tampak terang benderang,
menerangi jagat yang luas.
Sunyi senyap, hanya terdengar sayup-sayup meniupnya
sang angin. Saat itu tiba-tiba pintu salah satu rumah
penginapan terbuka, tampak dengan perlahan-lahan ada
berjalan keluar seorang muda.
Sambil menggendong tangannya, pemuda itu telah jalan
dijalan raya dengan banyak pikiran ngelamun rupanya, sebab
saban-saban ia merandek mengawasi pada sang putri malam,
siapa seolah-olah dianggap kawan satu-satunya pada malam
yang sunyi itu.
Pemuda itu berperawakan tegap. hidungnya mancung,
matanya bersinar jernih, cakap dan tampan keadaan pemuda
itu, hanya sayang ia mengenakan pakaian yang apak tidak
terurus suatu tanda bahwa ia bukannya dari golongan mampu.
Meskipun dalam pakaian yang agak mesum, kenyataannya
tidak menghilangkan air muka yang gagah dan tampan,
perawakannya yang kokoh kekar, Suatu tubuh yang sempurna
yang menjadi idaman-idamannya para pemudi.-Cerita Dewasa Golok Sakti Silat-
Selama berjalan dengan sebentar- bentar merandek
mengawasi rembulan yang indah terang, sering helaan
napasnya, seperti juga ia sedang sangat berduka.
Kini ia sudah berumur dua puluh satu tahun, bekerja pada
satu kantor Piauw-kiok (perusahaan mengantar barang). Sejak
kecil ia kerja, yalah dari jaman jadi pesuruh sehingga
sekarang-sudah dewasa ia merasakan dirinya tidak ada
majunya, meskipun ia banyak tahu segala urusan Piauw-kiok
dan kenal banyak orang dan mempunyai banyak sahabat.
Itulah disebabkan ia dikenal hanya satu pemuda biasa saja,
tidak kenal ilmu silat. Dalam perusahaan piauw justru sangat
dipentingkan orang yang pandai silat, untuk dijadikan piauwsu
(tukang antar barang), untuk melindungi barang-barang yang
diantarnya di perjalanan jangan sampai kena diganggu oleh
orang jahat.
Disamping pandai silat juga orang yang menjadi piauwsu
harus bisa menyesuaikan diri, pandai bicara dan merendah
diwaktu perlu dan bengis juga jikalau temponya meminta itu.
Justru pemuda ini tidak ada mempunyai kepandaian yang
sempurna itu maka meskipun sudah lama bekerja dalam
perusahaan piauw tidak juga ia mendapat kenaikan pangkat
dalam penghidupannya.
Inilah ada pandangannya Piauwtao (kepala pengantar
barang) saja atas dirinya anak muda itu, sedang yang
sebenarnya diam-diam ia sudah mempunyai kepandaian yang
boleh ditonjolkan diantara kawan kawannya mungkin juga
sesama kawan sekerjanya tidak ada yang tahan menempur
anak muda itu. Justru ia tidak pernah memperlihatkan
kepandaiannya itu, maka diantara kawan-kawannya
menganggap ia hanya seorang muda biasa saja yang tidak
punya kepandaian bu (ilmu silat), bahkan diantaranya ada
yang menganggap ia pemuda tolol penakut.
Cara bagaimana ia mendapatkan kepandaian silatnya itu?
Itulah adalah kejadian pada lima tahun yang lampau, ia waktu
itu baru berumur enam belas tahun. Kejadian dikota Kilam,
ketika pada suatu hari ia sedang jalan melewati sebuah sawah
ia menemukan seorang anak kecil perempuan berumur dua
belas tahun sedang menangis di pinggir sawah karena boneka
mainannya telah kecemplung kedalam sawah yang banyak
airnya. Ia takut turun untuk mengambilnya, maka ia jadi
menangis sendirian.
Dilihat dari pakaiannya, sigadis cilik itu mengenakan
pakaian yang mewah, ada suatu tanda bahwa ia anak seorang
hartawan- Lantaran pakaiannya yarg bagus itu rupanya yang
membuat ia takut nyebur kedalam sawah untuk mengambil
bonekanya. Anak muda itu lalu menghampiri dan menanya.
"Hei, adik cilik,kenapa kau menangis sendirian disini?"
Sambil menyusut air matanya dan masih terisak-isak,
tangannya yang mungil menunjuk kesawah di mana
bonekanya sedang ngambang disana.
"Adik kecil, kau jangan nangis, nanti aku tolong ambilkan
untuk kau," kata si pemuda berbareng ia telah membuka
sepatunya dan menggulung naik celananya.
Si gadis cilik tidak menjawab, harya ia segera berhenti
menangisnya dan mengawasi si anak muda yang ngerobok
kedalam sawah untuk mengambilkan barang mainannya.
Waktu itu keadaan udara sangat dinginnya, angin meniup
tidak berhentinya, akan tetapi si pemuda tidak menghiraukan
itu semua dan melanjutkan pertolongannya. Ketika ia sudah
naik kembali, ia serahkan boneka itu kepada pemiliknya.
Bukan main girangnya si nona cilik, bukan saja ia berhenti
menangis, bahkan tersenyum-senyum memperlihatkan air
mukanya yang manis menarik dan sepasang sujennya yang
tak dapat dilupakan begitu saja.
"Koko, kau baik sekali sudah tolong ambilkan bonekaku."
katanya dengan sikap berterima kasih.
"Adik kecil, bonekamu aku sudah tolong ambilkan, harap
jangan dilemparkan lagi ketengah sawah, sebab nanti tidak
ada yang mau ambilkan, karena aku sudah pergi jauh dari
sini." Anak muda itu ketawa, menyambut senyumannya sinona
cilik.
"Koko kalau saja Yayaku ada disini tentu dia akan
menghaturkan terima kasih...., " sambung suara nyaring
dibelakang mereka, entah sejak kapan ada orang
dibelakangnya dua orang itu.
Ketika mereka berpaling dengan kaget, ternyata orang
yang menyambung perkataannya sinona cilik ada engkongnya
sendiri. Lekas Sinona memburu dan memeluk pahanya sang
engkong menggelendot dengan roman yang aleman sekali.
"Ha, ha, ha, bagus " kata orang tua tadi sambil mengeluselus
kepalanya sang cucu. "Kau terima budi. Yayamu yang
disuruh membilang terima kasih."
"Yaya, kau sombong betul," jawab sang cucu, sambil
mencubit pahanya sang engkong Matanya terus mengawaskan
padaanak muda didepannya, ia meneruskan berkata. "Yaya,
coba lihat itu koko kedinginan, apa kau tega antapkan saja dia
dalam keadaan demikian sedang dia sudah memberikan
pertolongan kepada Hong Jie." Sang engkong mengawasi
pada anak muda didepannya.
"Eh, Yaya, apakah tidak baik Hong Jie ajari dia ilmu
bersemedhi, supaya dia bisa tahan dingin dan tidak menggigil
seperti sekarang?"
Sang engkong melengak mendengar kata-kata cucunya.
"Hong Jie, kau ada satu anak perempuan mana boleh
berlaku demikian?" sang engkong berkata sambil mengeluselus
jenggotnya yang panjang.
Si gadis cilik yarg bernama Hong Jie jebikan bibirnya
cemberut, hingga sang engkong tidak tahan kalau tidak
ketawa.
"Kalau Hong Jie tidak boleh menurunkan pelajaran itu, Yaya
yang harus mengajarnya baru berarti kita pulang terima kasih,
hi hi, hi..." gadis cilik itu cekikikan ketawa.
Lucu sekali lagaknya. Tadi ia menjebikan bibirnya yang
mungil, cemberut seperti yang marah kepada engkongnya,
sekarang ia cekikikan ketawa dengan manisnya, teralami
sujennya yang membuat sianak muda yang menyaksikannya
tak dapat melupakannya. Sungguh manis sekali anak ini,
entah kalau dia sudah jadi besar, tentu luar biasa cantiknya
dan murah hati kepada sesamanya demikian diam-diam ia
berkata dalam hatinya.
Sementara itu hawa dingin sudah menyerang dengan
hebatnya, lamerasakan tubuhnya kesemutan, hampir-hampir
ia tidak dapat berdiri tegak.
"Hei, bocah kau sebenarnya dari mana dan siapa
namamu?" tanya engkong si Hong Jie
"Aku.... aku.... she Ho dan bernama Tiong Jong adalah..."
ia tak dapat meneruskan bicaranya, karena tidak tahan
bibirnya bergemetaran, tubuhnya menggigil kedinginan,
hingga sigadis cilik yang melihatnya menjadi kaget dan
berteriak pada engkongnya.
"Hei, Yaya kau jangan biarkan koko mati kedinginan"
Orang tua itu juga kasihan melihat keadaannya IHo Tiong
Jong, sebab ia sampai demikian keadaannya gara gara
ngerobok dalam sawah untuk mengambilkan boneka anaknya,
maka ia cepat merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah
botol kecil. Dari mana ia mengeluarkan sebutir pil diberikan
kepada Ho Tiong Jong sambil berkata.
"Hei, bocah, cepat-cepat kau telan obat ini untuk mengusir
hawa dingin dan keadaanmu akan pulih kembali dalam waktu
sekejapan saja."-Cerita Dewasa Golok Sakti Silat-
"Koko. kau lekas lekas menelannya."
Hong Jie menimbrung, parasnya menunjuk rasa kuatir,
akan tetapi wajahnya tetap ramai dengan senyuman-
Ho Tiong Jong sebenarnya ada satu pemuda yang angkuh
adatnya, ia tidak mau gampang gampang menerima budi
orang, tapi karena melihat si orang tua dan gadisnya ada
demikian sungguh-sungguh kelihatannya memberikan
obatnya, maka ia mau juga menerimanya dan terus
ditelannya.
Benar saja obat itu manjur sebab ketika sudah berada
diperutnya perlahan-lahan ia merasakan ada hawa panas yang
mendorong hawa dingin dan tubuhnya lantas tidak begitu
kedinginan lagi, akan kemudian sudah kembali normal. Diamdiam
ia merasa kagum akan obatnya si orang tua yang
demikian mustajab.
"Banyak terima kasih atas pertolorgan lo-pe, sehingga
sekarang aku sudah sembuh dari kedinginan-" kata Ho Tiong
Jong dengan hormat.
Orang tua itu ketawa bergelak-gelak. "Hei. bocah kau tahu
obat yang tadi kukasihkan padamu? Ia ada pil Siauw yang-tan
bikinan leluhurku, siapa yang makan pil itu bukan saja
khasiatnya untuk menolak hawa dingin akan tetapi juga dapat
memberikan tenaga tanpa disadari."
Ho Tiong Jong hanya anggukan kepalanya.
"Bocah," kata lagi siorang tua, "kalau nama mu Tiong Jong
tentu kau ada anak yang ke dua. Kau sebenarnya anak siapa
dan apa kerjanya orang tuamu?"
Ho Tiong Jong geleng-gelengkan kepalanya. "Aku sebatang
kara, tidak kenal engko dan tidak kenal orang tua, dimana
mereka berada aku juga tidak tahu," jawabnya.
Orang tua itu setelah melengak sejenak lalu berkata lagi.
"Kasihan, kau sudah sebatang kara, sekarang kau bekerja
apa?"
"Aku bekerja pada kantor Piauw-kiok. "jawab Ho Tiong
Jong singkat.
Anak muda itu tampak kurang puas melayani orang tua itu
bicara, karena sikapnya si orang tua agak tawar dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agaknya seperti
terpaksa.
"Yaya," menyelak si gadis cilik, "koko barusan sudah
menelan Siauw yang-tan, pengaruhnya pil ini hanya beberapa
hari saja tidak lebih baik ajak dia pulang kerumah untuk diajari
ilmu bersemedhi supaya dia tidak kedinginan lagi?"
"Hong Jie, kau terlalu banyak omong," Sang engkong
menyesali.
"Yaya, kalau kau keberatan, Hong Jie yang mengajari
dia..."
"Hong Jie" memotong sang engkong. "Apa barusan kau
tidak dengar Yayamu bilang bahwa kau ada orang perempuan,
mana boleh berbuat demikian?"
"Tapi Yaya, aku kasihan padanya. Dia sudah menolong aku,
maka sepantasnya kalau aku membalas budinya dengan
mengasih apa-apa yang berarti."
Sang engkong kewalahan dengan cucunya yang bawel.
Meskipun usianya masih kecil, ternyata tadi cilik ini pintar dan
sering bikin orang tuanya kewalahan kalau berdebat
dengannya.
"Ya sudah, aku nanti ajarkan dia ilmu yang berani, sebagai
tanda terima kasihnya kau, anak bawel" Sang engkong
berkata sambil ketawa.
Sigadis cilik monyongkan mulutnya yang mungil tapi diam
diam dalam hatinya merasa sangat girang engkongnya
meluluskan keinginannya. Ia lalu menghampiri Ho Tiong Jong
kepada siapa ia berkata. "Koko, mari ikut kami pulang, Disana
kau akan diacari ilmu yang membikin tubuhmu sehat segar,
tidak takut dingin lagi."
"Terima kasih, dik, kau baik sekali lapi..."
"Tapi apa? Jangan pakai tapi, kalau kau mau mengangkat
nama sebagai laki-laki harus mempunyai ilmu yang berarti.
Kalau kau lepaskan kesempatan ini. kau akan menyesal
selama-lamanya, "
Ho Tiong Jong tundukkan kepalanya.
Sebenarnya ia hendak menolak undangannya sang adik
kecil itu, karena melihat sikap si orang tua yang tidak
mencocokan hatinya. Akan tetapi, mendengar kata kata si
gadis cilik yang belakangan, membikin semangatnya
terbangun.
Matanya mengawasi sejenak kepada si orang tua
didepannya, seakan-akan ia hendak menilai apakah benar
orang tua ini ada mempunyai ilmu yang akan mengangkat
nadanya dikemudian hari?
"Kau jangan ragu-ragu, asal otakmu encer dan cepat
menyangkok apa yang dipelajari oleh Yayaku. aku tanggung
kau akan ternama. Ilmu... ilmunya..." sampai disini si gadis
melirik pada engkongnya yang terus menyaksikan tingkah
lakunya sedang membujuk si anak muda, Hampir berbisik
suaranya ia meneruskan- "llmu tenaga dalamnya dan golok
keramatnya tanpa tandingan didunia ini."
Ho Tiong Jong kaget dibuatnya. Matanya membelalak
mengawasi Hong Jie yang lucu dan jenaka segala gerakgeriknya.
Mengingat kebaikannya si gadis cilik yang dengan sungguh
sungguh memperhatikan dirinya, maka ia mau juga datang ke
rumahnya si orang tua. dimana sejak hari itu ia telah di ajari
ilmu mengatur pernapasan-
Sehari lewat sehari ia bersemedi, merasa bahwa kemajuan
apa-apa tidak dirasakan olehnya selain badannya dirasakan
lebih segar dan enteng. Pada suatu hari ketika ia sedang
menjalankan latihannya, engkongnya Hong Jie datang diluar
tahunya. Orang tua itu mengawasi lama juga, akhirnya
berkata pada dirinya sendiri.
"Ah, tak diragukan lagi memang bocah ini bagus sekali
tulang bakatnya. Kalau dia dapat meyakinkan dengan mahir
ilmu goloknya, pasti dikalangan kangouw sukar ia mencari
tandingannya "
Kemudian ia berdehem, hingga Ho Tiong Jong yang sedang
bersemedhi membuka matanya. Ketika ia bergerak hendak
bangun memberi hormat dicegah oleh si orang tua itu yang
berkata.
"Bocah, bakatmu aku lihat bagus sekali. Aku mau
menurunkan padamu ilmu golok delapan belas jurus yang
lihay sekali. Ilmu golok itu asalnya dari Siauw-lim-si bukan
ciptaanku sendiri. Asal kau sudah mahir dengan delapan belas
jurus ini, jikalau bertempur, belum habis kau menjalankan
delapan- belas jurus ilmu golokmu itu pasti musuhmu sudah
ngacir. kalau tidak kena dipukul rubuh tanpa ampun,
bagaimana, apa kau suka belajar ilmu ini ?" Ho Tiong Jong
sangat girang hatinya, tapi ia tidak utarakan itu jawabannya.
"Terima kasih atas perhatian lope" katanya. "Kalau lope
suka menurunkan ilmu itu kepadaku bagaimana aku tidak
menjadi girang ? Budi mana tentu aku tak dapat
melupakannya. "
Sambil mengurut- urut jenggotnya orang tua itu tertawa.
Mulai hari itu Ho Tiong Jong telah di gembleng dalam
pelajaran ilmu golok keramat atau Butek sin-to (ilmu golok
tanpa tandingan). Berkat otaknya yang encer, kemauan hati
yang keras, membuat dalam sedikit tempo saja Ho Tiong Jong
telah mendapat kemajuan yang pesat sekali.
Dua belas jurus ilmu golok dari jumlah delapan belas jurus
telah ia apal betul, hingga orang tua itu melihatnya merasa
sangat girang dan kagum akan kemajuannya bocah yang tidak
dikenal siapa orang tuanya itu.
Tapi entah sifatnya memang begitu, atau ia ada sedikit
memandang rendah kepada sebocah yang tidak ketahuan
asal-usulnya, si-orang tua selama waktu-waktu menurunkan
pelajarannya telah menunjuk sikap yang dingin terhadap Ho
Tiong Jong, hingga pemuda ini merasa tidak enak hati.
Demikian, pada suatu hari Ho Tiong Jong panggil oleh
orang tua itu dan berkata kepadanya.
"Tiong Jong. sekarang kau boleh pulang. Kau teruskan
latihanmu selama setahun yang mendatang, jikalau kau sudah
memahirkan ilmu mengentengkan tubuh sampai bisa
melompati loteng beberapa tingkat, kau boleh bilik kembali
kesini dan aku akan terima kau menjadi muridku. Itu enam
jurus lagi dari ilmu golokmu yang belum kau dapati, akan
kuturunkan semuanya kepadamu. Nah, sekarang kau boleh
berangkat pulang."
Ho Tiang Jong yang mendengar bicaranya orang tua
menjadi kesima. ia berdiri terpaku mengawasi si orang tua,
sebab ia tidak menyangka sekali dirinya dipanggil buat terima
pesenan tadi yang tidak enak didengarnya.
Ia menganggap seakan-akan si orang tua itu mengusir
pada dirinya.
Sebenarnya ia sudah mulai betah dalam rumahnya si orang
tua, selainnya hari-hari ia menerima pelajaran ilmu golok dari
orang tua itu, diwaktu waktu yang senggang Hong Jie suka
menemani padanya. Kelakuannya gadis cilik itu yang lucu
jenaka membuat ia tidak merasa bahwa dirinya hidup dalam
dunia ini ada sebatang kara.
Sering Hong Jie membawakan makanan apa apa
kepadanya dan ngobrol kebarat ketimur dengan gembira.
Bukan saja ia tidak merasa kesepian, malah semangatnya
terbangun untuk meyakinkan ilmunya dengan sungguhsungguh
untuk menjadi satu pendekar. Semua itu ada
anjurannya si dara cilik yang manis menarik hati.
Tapi sekarang ia disuruh berlalu dengan tiba-tiba seolaholah
ia di usir oleh Yaya-nya si gadis. Hatinya yang tinggi,
angkuh dan tidak mudah dihina orang, mengangap si orang
tua sudah tidak senang akan dirinya.
Maka dalam gusarnya, ia sudah meninggalkan rumah itu
tanpa pamit dari orang tua yang baik hari itu, dan juga dari si
dara cilik yang melepas budi kepadanya. Ia tidak balik kembali
dalam tempo setahun seperti dipesan si orang tua.
Kini setelah sang waktu lewat lima tahun, tiba-tiba
perasaan menyesal telah mengaduk dalam otaknya.
Dibawahnya sinarnya rembulau yang terang, ia termenungmenung
memikirkan pada kejadian lima tahun yang lampau.
Dipikir dalam-dalam lamerasa dirinya betul-betul tidak tahu
diri, tidak punya perasaan terima kasih kepada si orang tua
yang menurunkan pelajaran dua belas jurus ilmu golok
keramat kepadanya dan melupakan Hong Jie yang lucu
menarik.
Semakin diingat ia semakin terkenang kepada dua orang
itu, lebih lebih terhadap si dara cilik dengan sujennya yang
menyolok pada saat ia ketawa tidak bisa dilupakan olehnya.
Entah Hong Jie sekarang ini tentu ia sudah besar dan
menjadi seorang gadis cantik menarik dan membuat tiap
pemuda terpesona karenanya.
Selama lima tahun itu tidak putusnya Ho Tiong Jong
berlatih ilmu golok keramatnya hingga tidak heran kalau untuk
dua belas jurus itu ilmunya sudah apal benar. ia pikir sekarang
ia sudah mahir dalam ilmu itu, sekalipun belum pernah dijajal
karena tidak ada musuhnya, sebaiknya ia membeli sebilah
Golok baja untuk digantung dipinggangnya, dengan mana
dirinya tidak akan dipandang tolol penakut lagi.-Cerita Dewasa Golok Sakti Silat-
Pada malam itu, selagi ia melamun enak enaknya
mengenangkan pada jaman lima tahun yang lampau, tiba-tiba
ia dikagetkan oleh munculnya seorang muda dengan
dandanan seperti satu pelajar. Pemuda itu cakap sekali,
mukanya putih dan bibirnya merah, gigi putih matanya jeli
ditawungi oleh alis yang melengkung indah sekali, hingga Ho
Tiong Jong yang melihatnya dibikin terpesona menyaksikan
seorang muda yang demikian cakapnya.
Ketika pemuda itu lewat didepannya, tiba-tiba hentikan
tindakannya dan tertawa kepadanya. Ho Tiong Jong jawab ini
dengan anggukkan kepalanya.
"Sahabat," tiba-tiba pemuda pelajar itu berkata, " langit
dan laut sama-sama biru warna nya, aku tidak akan menanya
apa yang lampau, hanya ingin mengetahui apa maksudmu
menggadangi sang rembulan?"
Suaranya itu kedengaran sangat merdu, terasa
berkumandang dalam telinganya.
Ho Tiong Jong gelisah, karena ia tidak mengerti apa yang
dimaksudkan dengan kata-katanya pemuda pelajar tadi.
Melihat Ho Tiong Jong membisu, pemuda pelajar itu telah
perdengarkan pula suranya yang merdu.
"Menurut pandanganku, kau adalah seorang yang alim. Aku
sebenarnya baru pulang dari luar kota dan menikmati bulan
yang cemerlang ini. Kalau melihat tanah seperti bertaburan
perak karena sorotnya sang dewi malam, aku merasa seperti
hidup bukannya di dunia yang penuh manusia "
Ho Tiong Jong hanya anggukkan kepalanya, ia tidak tahu
apa yang ia harus jawab akan kata-katanya pemuda pelajar
itu.
"Aku bernama Seng Giok Cin," kata pula si pemuda pelajar,
"sudilah kau memperkenalkan namamu juga? "
Belum pertanyaan ini dijawab, pemuda pelajar itu melihat
pakaiannya Ho Tiong Jong yang cumpang camping, membikin
ia kerutkan alisnya yaag lentik sejenak lalu menyambung
perkataannya. "Ya, geloranya sang ombak. selalu
menimbulkan rupa rupa perasaan dalam sanubari kita.
Rupanya aku bawel dan telah membingungkan pikiranmu
bukan?"
"Ya maafkan aku, Seng Siang kong. Aku karena tidak
bersekolah, maka sudah tidak mengerti dengan kata-katamu
barusan itu, apa yang seberarnya kau ada maksudkan?"
Demikian Ho Tiong Jong paksakan berkata dan pura-pura
batuk-batuk.
"Hei, kau berada disini ada urusan apa?" tanya si pemuda
jengkel.
"Aku? Aku bekerja dalam perusahaan mengantar barang."
" celaka dua belas. aku sudah capai menggoyang lidah,
jawabannya hanya secara tolol ini."
Setelah berludah, pemuda pelajar itu mengangkat kakinya
berlalu, tapi belum ia berjalan jauh tiba-tiba memalingkan
kepalanya dan berkata. "ia kau ini memang berbadan tegap"
Ho Tiong Jong bengong mendengar kata-katanya si
pemuda pelajar yang ia tidak dapat menangkap sama sekali
tujuan atau maksudnya. ia sebenarnya ingin bersahabat, tapi
melihat pakaiannya yang mewah dan kata-katanya yang sukar
dimengerti dari pemuda pelajar itu, membikin ia tidak berani
bicara hal persahabatan-
Malam itu ia tidak menemukan apa-apa yang dapat
menghibur hatinya, bahkan menjadi pusing memikirkan
kelakuannya si pemuda pelajar tadi ia kembali ke
penginapannya dan masuk tidur.
Pada keesokan harinya ia benah-benahi barangnya, untuk
merantau kebeberapa tempat, kemudian mampir di propinsi
ouw-lam untuk melamar pekerjaan sebagai pengantar barang
juga atas usul seorang sahabatnya.
Dari Kota See-an ia menuju ke Kota Lok yang kemudian
kearah tenggara melewati tempat-tempat Lam-koan, Bu-koan,
Hok cui-koan dan lain lainnya terus masuk ke propinsi Ouw
lam, tempat yang ia tuju untuk melamar pekerjaan. Demikian
ia merancang perjalanannya yang akan ditempuh.
Ho Tiong Jong baru saja keluar dari kota See-an, tiba-tiba
merasa dari belakangnya bahunya ditepuk orang, Ketika itu
menoleh Kiranya yang menepuk itu ada kawan sekerjaannya
dulu, siapa telah berkata kepadanya,
"Hei, Tiong Jong. Kau mau meningggalkan See-an, bukan?"
"Betul, kau sendiri Bhe toako mau kemana?"
Orang yang dipanggil Bhe toako mengejar napas.
"Yah, aku sedang sialan-" Katanya.
"Kemarin dengan Kho Piauwtao aku pergi ke kota Lokyang,
malamnya telah berjudi habis habisan sehingga dua
kuda kami juga turut ludes dipakai berjudi, hingga terpaksa
kami berjalan kaki."
Sebelum lampias bicaranya. Kho Piauwtao datang
menghampiri dan menyelak. "Hayo kita pergi sekarang "
"Phe toako mau pergi kemana?" tanya Ho Tiong Jong.
"Mari kita sama sama jalan, kami juga mau ke Lam-koan,"
ajaknya.
Ho Tiong Jong girang hatinya. Pikirnya, ia tidak jadi
kesepian dalam perjalanannya karena ada dua orang yang
menemaninya. Mereka lantas berangkat ke lam koan.
Perjalanan telah melewati gunung-gunung dan memang akan
kesepian jikalau jalan bersendirian.
Pada suatu tempat tiba tiba, Bhe kong (Bhe toako) yang
berjalan didepan merandak dan dua tangannya di pentang
mencegah dua kawannya maju lebih jauh. Kho Piauwtoa
menjadi heran, ia mendorong Ho Tiong Jong untuk berjalan
terus.
"Sstt" Bhe kong tempelkan jarinya di mulut, "Jangan ribut
ribut, coba kau dengarkan, apakah itu bukan siulannya
Sepasang orang ganas?"
Kho Piauwtao pasang kupingnya, sedang Ho Tiong Jong
acuh tak acuh sebab ia memang belum pernah dengan siapa
yang dikebut Sepasang orang ganas oleh Bhe Kong.
Siulan kedengaran saling susul. Tampak Kho Pieuwtao
berubah air mukanya, dalam hatinya menanya. "Apa iya
siulan-siulan itu ada dari Sepasang orang ganas?"
Bhe Kong melihat Ho Tiong Jong acuh tak acuh telah
berkata.
"Tiong Jong, kau tahu Sepasang orang ganas itu dalam
sepuluh lahun belakangan ini namanya menjadi sangat
terkenal? Bukan saja ilmu silatnya tinggi, tapi juga ada sangat
ganas dan kejam sekali, maka berdua telah mendapat julukan
demikian yang tepat sekali. Tahun yang lalu ong Piauwtao dari
It Tong Piauwkiok dan phiuw-suiya si Golok Emas ciauw It
telah binasa dibawah tangannya. Pertandingan dengan
Sepasang orang ganas itu memakan sepuluh gebrakan saja.
Banyak Piauwsu lainnya yang binasa dibawah tangannya.
Mereka sangat kejam, sekali merasa dibikin marah
kekejamannya bukan saja ditujukan kepada pribadinya yang
tersangkut, tapi juga sekeluarganya dibasmi habis habisan.
Maka itu, paling baik kita jangan berurusan dengan mereka
itu, mari kita lari saja."
Ho Tiong Jong tidak senang mendengar bicaranya Bhe
Kang. ia anggap iniBhe toako nyalinya kecil, apalagi itu Ho
Piauwtao yang ia lihat itu tengah menyembunyikan dirinya
dibelakang pohon besar.
"Apa benar-benar mereka tidak ada yang berani
menempurnya?Jika demikian, terang selanjutnya perusahaan
perusahaan pengantar barang akan bangkrut semua, karena
tidak ada yang berani mengantarkan barang takut oleh
keganasan mereka itu. Kematiannya ong cin Bu dan ciauw It
dari It Tong Piauw kiok apa tidak ada kawan-kawannya yang
menunaikan balas?" Bhe Kong tidak menjawab.
Terlalu kata pula Ho Tiong Jong dengan suara sedikit
nyaring. " Kawan- kawan mereka banyak. tersebar diberbagai
tempat, banyak tentu yang berilmu tinggi, tapi tidak satu yang
mau menuntutkan balas akan kematian mereka, ini betul-betul
terlalu..."
"Hei, Tiong Jong. kau jangan keras-keras bicara"
memotong Bhe Kong.
"Kenapa?"
"Ah-kau ini betul-betul mencari celaka. Kalau bicaramu
kedengaran oleh "Sepasang orang ganas" habislah jiwamu.
Kau tahu, dalam kantor kita tidak ada seorang yang mahir
ilmu silatnya, siapa yang berani cari urusan dengan "Sepasang
orang ganas"? Daerah yang dikuasainya sangat luas, kalau
ada rombongan pengantar barang lewat didaerahnya itu tentu
mereka memungut cukai sepuluh-persen dari harganya
barang-barang yang diantarnya itu.
Dalam daerahnya, bukan saja orang jalan hitam yang
bertempat tinggal tapi juga orang yang berjalan putih ada disana,
cuma saja mereka yang tersebut belakangan tidak
berdaya menghadapi pengaruhnya dua penjahat itu,"
Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala dan menarik napas
mendengar bicaranya sang kawan tentang pengaruhnya
"Sepasang orang ganas" yang besar.
Tiba-tiba Ho Tiong Jong melihat ada rombongan orang
datang rupanya, kira-kira tujuh sampai delapan orang jalan
melewati jembatan, terus melalui jalanan pegunungan yang
agak sempit dan dikanan kirinya ada jurang.
Ketika mereka sampai pada suatu tempat, mendadak
muncul dua orang yang memegat mereka.
Diantara rombongan saudagar tadi ada dua orang yang
bersenjatakan golok telah maju kedepan hendak melindungi
kawan-kawannya, akan tetapi baru bertempur tiga sampai
empat gebrakan mereka satu persatu kena dipukul jatuh
binasa. Mayat-mayatnya lalu dibuang kejurang.
Kawan-kawannya yang lain menjadi ketakutan dan pada
berlutut minta diampuni.
"Hmr.." Ho Tiong Jong menggeram. "Sungguh kejam,
mereka tidak boleh dikasih tinggal hidup"
Berbareng ia berbangkit dan hendak turun menghampiri
kawanan penjahat tadi, akan tetapi tangannya cepat ditarik
oleh Bhe Kong.
"Hei, kau jangan berbuat setolol ini. Apa kau mau
membuang jiwamu dengan percuma menghadapi kawanan
iblis yang kejam?" demikian katanya sang kawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ho Tiong Jong sudah panas hatinya, ia tak perdulikan
omongannya Bhe Kong dan hendak turun menghampiri dua
penjahat tadi tapi urung karena melihat sekonyong-konyong
ada kelihatan dua orang yang berkuda tengah melarikan
kudanya mendatangi kearahnya. Ho Tiong Jong kenali dua
orang tadi ada sipemuda pelajar bersama pelayannya.
Bhe Kong juga melihat dua orang itu, siapa lalu berbisik
dikuping Ho Tiong Jong, "Nah, dua orang itu, akan menjadi
mangsanya si "Sepasang orang ganas". Mereka rupanya
merupakan kambing gemuk. Sebab dalam dunia rimba hijau,
orang yang menjalankan kejahatan sudah dapat tahu
datangnya kereta berisi atau tidak. Rupanya dua orang itu ada
membawa barang-barang berat, tentu ada berharga isinya itu.
Bisa dilihat dari telapakan kaki kudanya, kau lihat sepasang
kaki belakangnya seperti yang keberatan."
Bisa saja Bhe Kong menyatakan pendapatnya, sebenarnya
itu hanya isepan jempolnya belaka membikin Ho Tiong Jong
percaya.
Dua ekor kuda yang dinaiki oleh si pemuda pelajar dengan
pelayannya ternyata ada Kuda-kuda pilihan, larinya pesat dan
sebentar saja sudah mendatangi Ho Tiong Jong lantas berdiri,
ia merasa kuatir dua orang itu akan di begal oleh dua penjahat
tadi.
"Hei, kau berdiri mau apa?" tanya Bho Kong.
"Aku mau beritahukan mereka supaya hati-hati,
dihadapannya ada kawanan begal yang akan mencegatnya,
"jawab Ho Tiong Jong.
"Ah, biarkan saja, buat apa kau turut campur."
"Tidak bisa, aku kenal pemuda itu, mana dapataku peluk
tangan melihati dia terjerumus dalam bahaya ?"
"Baik, kau hendak memperingati padanya jangan berteriak
dari sini, lekas kau turun, jangan membawa-bawa orang lain
celaka "
Ho Tiong Jong pikir, ini Bhe toako nyalinya kecil, hanya
memikirkan diri sendiri, masa bodo yang lain celaka. Tapi
kapan ia pikir sebaliknya, memang siapa yang mau menemani
ia menempuh bahaya. Saat ia sedang berpikir bulak- balik,
mendadak ia lihat dua penjahat tadi telah muncul lagi dan
mencegat sipemuda pelajar dengan pelayannya.
Mereka muncul secara tiba-tiba, tidak heran kalau kudanya
sipemuda pelajar menjadi kaget dan berjingrak dibuatnya.
Masing-masing penjahat itu dengan golok telanjang
ditangannya kelihatan galak sekali.
"Jangan kaget, kami disuruh mengundang saudara untuk
mampir di markas kami. Silahkan turun dari kuda" berkata
salah satu penjahat.
Pemuda pelajar itu tampak ketakutan, hingga membikin Ho
Tiong Jong yang melihatnya sangat kuatir. Ia cepat lari turun
gunung menghampiri, serunya.
"Hei, sahabat kau jangan turun, cepat-cepat larikan kuda
mu pergi jauh-jauh dari sini"
Dua penjahat itu terkejut dengan munculnya Ho Tiong Jong
secara tiba-tiba.
"Hei. kau anak liar dari mana datangnya mengadu biru?"
teriak satu dlantaranya.
"Lekas, cepatan lari kan kudamu pergi dari ini....." Ho Tiong
Jong masih terus menyuruh anak muda pelajar tadi
meninggalkan tempat itu.
Sipemuda pelajar seperti kesima masih tetap tidak mau
keprak kudanya melarikan diri dari situ. Hatinya Ho Tiong Jong
jadi gelisah. Sementara itu, dua penjahat tadi sudah datang
menghampiri padanya.
Satu diantaranya membentak. "Anak liar dari mana datang
mengacau disini? Apakah matamu buta tidak melihat panji
yang terpancang ditepi itu? Dua majikan kami lengkap ada
disini, ha ha ha..., kemana kau mau lari? Meskipun kau bisa
tumbuh sayap juga tidak nanti dapat meloloskan diri dari
tempat ini?"
Satu antaranya yang tidak bicara telah melompat
kearahnya Ho Tiong Jong, menyerang dengan goloknya yang
tajam.
Ho Tiong Jong meskipun sudah pandai menjalankan dua
belas jurus ilmu golok keramat, tapi belum pernah bertempur,
dengan musuh, maka ketika itu ia ada agak gugup menangkis
serangan lawan- Biarpun demikian lagi sekali tenaganya yang
besar, sebab penjahat yang ditangkis goloknya tadi telah
mundur sempoyongan-
Kawannya melihat itu, sudah lantas menyerang kepada Ho
Tiong Jong dengan tipu golok "Angin puyuh menghembus".
Mereka jadi bertempur seru. Pelahan-lahan Ho Tiong Jong
tidak kikuk lagi melayani musuhnya.
Ho Tiong Jong mendesak lawannya dengan ilmu golok
keramatnya.. Tidak sampai tiga jurus, satu tangkisan yang
dibarengi dengan tenaga dalam, membuat golok ditangan
musuhnya hampir terlepas dari cekalannya.
Meskipun merasa tangannya bergemetar, penjahat itu
masih terus memberikan perlawanan- Bahkan semangatnya
lebih terbangun, ketika melihat enam tujuh orang kawannya
datang menyerbu mengerubuti musuhnya yang tangguh.
Melihat dirinya dikepung musuh, Ho Tiong Jong putar
goloknya sebagai titiran, hingga tidak seorang lawannya yang
berani datang dekat. Mereka hanya terputar-putar
mengepung, tidak berani nyerbu dan mengadukan goloknya
dengan golok si pemuda.
Sementara itu, Ho Tiong Jong dibikin mendongkol hatinya,
karena pemuda pelajar tadi yang ia suruh lekas lekas lari
bukannya menurut malah menonton ia bertanding.
Sedang ramainya orang bertempur, tiba-tiba kelihatan
seorang meluncur turun dari atas gunung dengan cepat sekali.
ia berteriak-teriak supaya mereka yang bertempur berhenti.
Tapi sampai orang itu berada diantara mereka Ho Tiong Jong
masih belum memberhentikan menyerangnya karena ia punya
gerakan dua belas jurus ilmu goloknya belum dimainkan habis.
Ketika selesai, baru ia berhenti. Dua diantara musuhnya
sudah rubuh mendapat luka, sedang lainnya pada bubar dan
lari berdiri dibelakangnya orang yang barusan berteriak-teriak
menyuruh mereka berhenti bertanding.
Ho Tiong Jong lihat ujung goloknya berdarah merah,
hatinya merasa tidak tega.
Sejenak kemudian ia berpaling kepada orang yang baru
datang, kiranya ia ada seorang tua yang bertubuh kurus tapi
wajahnya keren, berkumis dan matanya bersorot tajam.
"Hayo, semua mundur." ia teriaki orang-orangnya yang berdiri
dibelakangnya. Tidak sampai disuruh kedua kalinya, mereka
semua telah bubaran-Orang tua itu kemudian berkata pada Ho
Tiong Jong.
"Sahabat, aku lihat ilmu golokmu bagus sekali siapakah
gurumu yang mulia? Aku Teng Hong alias siBurung Kepala
Sembilan ingin menjumpai gurumu."
orang tua itu yang mengaku dirinya bernama Teng Hong
ada salah satu dari Sepasang orang ganas yang
menggemparkan dunia kang ouw. ia melihat ilmu goloknya
sipemuda ada demikian bagus, diam-diam merasa jerih dan
oleh karenanya ia menanyakan gurunya sipemuda siap2 untuk
mengelakan permusuhan-
Ho Tiong Jong tidak menjawab hanya berpaling kepada
sipemuda pelajar.
"Saudara, sebaiknya kau menurut perkataanku kau lekaslekas
pergi dari sini. . . ."
Sipemuda pelajar bersenyum manis dan anggukkan
kepalanya, tapi masih tinggal tidak bergerak diatas kudanya.
Ho Tiong Jong tidak mau meladeni, pikirnya pemuda itu
bandel betul, disuruh pergi tidak mau pergi seolah-olah tidak
mau mengerti akan maksud orang yang baik. Ia balik
menghadapi si orang tua dan menjawab pertanyaannya.
"Aku tidak punya guru dan tidak punya kepandaian-
Barusan, meskipun aku tahu aku bukan tandingan kau orang,
terpaksa turun tangan karena anak buahmu yang sangat
kejam telah membunuh dua orang dalam rombongan yang
lewat disini. Apakah dosa mereka? Kalian tidak ingat akan
kedukaan dari keluarganya yang menanti-nantikan pulangnya
mereka itu yang terbunuh disini. Kalian berbuat seganas itu,
apakah tidak takut akan hukuman alam "
Ho Tiong Jong sangat bernafsu, sebenarnya ia mau omong
banyak. Tapi tidak keluar dari mulutnya saking panas hatinya
sampai badannya bergemetaran. Teng Hong tertawa tergelakgelak
dikata-kata oleh Ho Tiong Jong. la bukannya merasa
malu, sebaliknya mukanya berubah beringas.
"Bocah ingusan," katanya, "kau jangan banyak jual lagak
disini. Nanti kakekmu akan kirim rokhmu keakherat dan disana
kau boleh mengadu pada Giam lo ong, ha ha ha.. ini yang
akan mengantar rokhmu menemui raja akherat, ha ha ha"
Tong Hong berkata sambil mengacungkan senjata
gaetannya, senjata yang mengangkat namanya termashyur
dalam kalangan rimba hijau.
Ho Tiong Jong gemas sekali dirinya dikatakan bocah
ingusan ia balas memaki. "lblis tua yang sudah dekat mati,
berani omong besar didepan tuan muda-mu? Hm...., Apa kau
kira dengan mengandalkan senjata gaetanmu bisa
merubuhkan aku si orang she Ho, sebentar kau akan rasakan
golokku yang tajam"
Teng Hong berubah air mukanya. Dengan bengis ia
gerakkan senjatanya hendak menyerang pada Ho Tiong Jong.
Si pemuda juga tak takut, ia sudah menyekal erat gagang
goloknya untuk menempur orang tua yang kejam itu.
Dalam keadaan genting itu tiba-tiba terdengar suara merdu
berseru. "Hei, sahabat, jangan bertempur"
Dua orang yang sudah berhadap-hadapan dan tinggal
menggerakkan senjatanya bertempur menjadi kaget
mendengar teriakan itu, keduanya lalu berpaling kearah tadi
orang berteriak- Kiranya ia ada sipemuda pelajar yang masih
terus berada disitu sekalipun sudah berkali-kali disuruh berlalu
oleh Ho Tiong Jong.
"saudara lebih baik kau tidak menyampuri urusan kami.
Lekas cambuk kudamu dan berlalu dari sini." Ho Tiang Jong
untuk kesekian kalinya menyuruh ia pergi.
Sipemuda pelajar tidak menghiraukan kata-kata Ho Tiong
Jong, sebaliknya sambil mengacungkan cambuk lemasnya
telah menunjuk pada Teng Hong dan berkata.
"IHei, kau ini yang bernama Teng Hong, salah satu dari
"Sepasang orang ganas" yang jahat dan kejam dan tak punya
perikemanusiaan sedikitpun?" orang tua itu perdengarkan
suara ketawa-nya yang dingin. "Kau siapa? Kau juga beraniberani
jual lagak disini? Hm.."
"Aku Seng Giok Cin, aku tak takut berhadapan dengan
manusia tidak punya rasa perikemanusiaan seperti..."
"Aku si Garuda Hitam Lauw coe Teng juga ada seorang
yang tidak punya perikemanusiaan ha ha ha..." demikian
terdengar suara orang berkata dibelakangnya sipemuda
pelajar yang mengaku namanya Seng Giok cin.
Orang itu tiba-tiba telah muncul dari pinggir jurang
berbadan kurus, muka bengis dan kejam tidak jauh bedanya
dengan Teng Hong.
Ialah ada Lauw coe Teng alias Garuda Hitam orang kedua
dari Sepasang orang ganas. Manusia kejam, entah sudah
berapa banyak korban jatuh dibawah tangannya.
Ho Tiong Jong menduga tepat ini orang kedua dari
Sepasang orang ganas. Kini ia menghadapi dua iblis jahat
kejam yang tidak mengenal kasihan, ia dikepung dan apakah
ia harus lari supaya jangan mendapat kebinasaan? Tidakpikirnya
sudah mantap.
Ia akan menempur dua iblis itu mati-matian untuk
menolong orang banyak dari gangguannya mereka itu. ia
sudah tidak menghiraukan lagi akan kepandaiannya yang tidak
dapat menandingi dua orang jahat itu. Dengan suara tenang
ia berkata.
"Bagus, bagus dua orang ganas sudah ada dihadapanku.
Aku memang sudah tahu kelihayannya Sepasang orang ganas,
tapi toh mau juga mencoba-coba sampai dimana kelihayan
kalian. Nah, marilah maju satu demi satu atawa dua sekaligus,
aku si orang she Ho tidak akan menampik,"
"Waduh, jagoan benar ini sahabat" menyindir Lauw coe
Teng lalu berkata pada Teng Hong. "Hei, lotoa, kalau dia bisa
tahan sepuluh jurus saja dari gempuran kita berdua, lebih baik
kita undurkan diri dari pekerjaan kita. Ha ha ha ha..."
"Bagus, bagus. Sekarang kau datang kemari, kita tempur
bocah sombong ini sampai dia terkuing-kuing minta ampun,
baru kita merasa puas dan kejumawaannya tentu akan punah
sendirinya."
Belum habis bicaranya Teng Hong, seperti burung garuda
saja Lauw coe Teng sudah melayang dari tempatnya
menubruk pada Ho Tiong Jong.
Lauw coe Teng menggunakan senjata poan koan-pit
sedang Teng Hong menggunakan senjata gaetan, berbareng
menyerang, pada Ho Tiong Jong yang segera memainkan
godoknya menangkis serangan musuh.
Dua belas jurus ilmu golok keramat warisannya si orang tua
telah dimainkan dengan bagus sekali oleh Ho Tiong Jong,
sehingga Seng Giok Cin yang menyaksikanya menjadi sangat
kagum. ia memuji ilmu goloknya Ho Tiong Jong.
-ooooo00dwkz00ooooo-
II. MANUSIA MENGHISAP DARAH MANUSIA.
PERTEMPURAN berjalan sengit sekali.
Dua lawan satu, senjata pit dan gaetan menyerang bertubitubi,
golok berkelebatan dengan cepat sekali. Siapa yang
menyaksikan pertarungan ini memang akan menjadi terpesona
dan kagum. Tidak terkecuali dengan Seng Giok Cin.
Dalam girangnya ia menganjurkan beberapa kali supaya Ho
Tiong Jong berlaku tenang, jangan gugup karena dikerubuti.
Anjuran ini bukan membikin Ho Tiong Jong bersemangat dan
lebih hati-hati, malah menjadi lelet. Tidak heran, ketika
melihat lowongan ini si Burung Kepala Sembilan Teng Hong
sudah dapat menggunakan gaetannya melukai tangan kirinya
Ho Tiong Jong.
Seperti banteng terluka Ho Tiong Jong beringas. ia
kerahkan seranganya lebih hebat lagi, mendesak lawannya
yang merangsek dengan rupa-rupa tipu serangan yang lihay.
Jurus-jurus ilmu golok keramatnya dimainkan indah sekali oleh
Ho Tiong Jong.
Badannya kelihatan terputar, membuat ia terlolos dari
serangan dan senjata pit dengan gaetan menjadi saling bentur
sendirinya.
Tapi cepat sekali dua lawannya itu perbaiki posisinya dan
melakukan offensif lagi. Ho Tiong Jong putar goloknya santar
sekali berkelebetan meminta korban, hingga dua lawannya
kelihatan rada rada jerih untuk merangsek dengan matimatian
kuatir jadi makanannya golok Ho Tiong Jong.
Ketika Ho Tiong Jong memainkan jurusnya yang kesebelas,
kelihatan ia sudah berada diatas angin- Saking girangnya
entah bagaimana, Seng Giok Cin telah berteriak. "Hei, kau
sudah menang, lekas usir mereka pergi "
Ho Tiong Jong dalam hati sangat jengkel seng Giok Cin
banyak omong. - "Hei. Jangan banyak omong yang menyakiti
hati orang memang maksudku untuk membikin senjata
mereka terlepas"
"Sepasang orang ganas" itu mengetahui bahwa mereka
tidak bisa menang dari anak muda yang tangguh itu. Kalau
pertandingan diteruskan, achirnya mereka akan jadi
pecundang, pikirnya. Mereka sudah ternama dikalangan
Kangouw, kalau sampai kena dijatuhkan oleh orang muda
yang tidak terkenal, bagaimana malunya mereka nanti ketemu
kawan kawan seperjuangannya. oleh sebab itu mereka
mengambil putusan untuk mengundurkan diri.
Teng Hong lalu memberi isyarat dengan matanya kepada
orang orangnya, kemudian ia melompat keluar dari kalangan
berkelahi diikuti oleh Lauw coe Teng.
Sebagai gantinya, dua belas orangnya si "sepasang orang
ganasi sudah menggantikan kepalanya untuk mengerubuti Ho
Tiong Jong yang sudah lelah.
Ho Tiong Jong masih meneruskan jurusnya yang kedua
belas dari ilmu golok keramatnya.
Jurus kedua belas ini telah mengambil dua korban
lawannya, tapi ia sudah sangat lelah dan tidak tahu untuk
meneruskan pertandingan- Dalam keadaan demikian sebatang
golok musuh mampir dibahunya, ia coba menghindarkannya
terlambat dan dari bahunya itu telah mengucurkan banyak
darah. Untung meskipun sudah sangat lelah, ia masih bisa
menangkis, lain-lain serangan musuhnya, hingga ia tidak
sampai menjadi perkedel, dalam pertempuran seru itu.
Melihat Ho Tiong Jong hanya dapat memainkan dua belas
jurus ilmu golok keramat nya, enam jurus lagi seperti ia belum
meyakinkannya, diam diam Seng Giok Cin merasa heran-Tapi
bagaimana juga ia tidak bisa tinggal diam melihat Hong Tiong
Jong sudah sangat letih kelihatannya. Maka ia berseru.
"Hmm aku kira Sepasang orang ganas yang
menggemparkan dunia kangouw ada dua orang yang tinggi
ilmu silatnya, tidak tahunya aku menyaksikan dengan mata
kepala sendiri hanya sebegitu saja. Pengecut dan tidak tahu
malu. Huh kalian tahu bahwa toako yang membela keadilan
itu hanya berkepandaian dua belas jurus ilmu silatnya, akan
tetapi kalian tidak tahu siapa adanya aku ini. Ha ha ha ..betulbetul
perbuatan kalian akan menjadi buah tertawanya orargorang
dalam dunia kangouw. Hayo. kalian lekas berhenti
jangan bertempur terus"
la meneriaki pada orang-orang yang mengerumuni Ho
Tiong Jong.
Tapi dua belas orang penjahat itu tidak mau
memberhentikan serang-serangannya? membikin Seng Giok
cin jadi sangat mendongkol.
Dari atas kudanya ia enjot tubuhnya melayang sambil
perdengarkan siulan bajunya berkibaran membawa tubuhnya
turun kebawah dekat dimana Ho Tiong Jong sedang ramainya
bertempur.
"Apa kalian tidak mendengar perintah ku?" ia berkata,
tubuhnya nyerbu diantara mereka, dalam sekejap saja sudah
ada enam penjahat yang terpelanting keluar dari
pertempuran- Melihat kelihayan Seng Giok cin- penjahat
penjahat lainnya menjadi ciut nyalinya dan pada tumpang siur
melarikan diri.
Seng Giok Cin melihat itu tidak mau mengejar hanya
setelah tertawa dingin ia berkata: "Ha ha ha kawanan tikus
hanya sebegini saja keberanian nya..."
Teng Hong dan Lauw coe Teng mendengar kata-kata
sombong itu tidak bisa menelaniya, mereka menghampiri si
pemuda pelajar itu dengan menggunakan senjatanya masingmasing
tidak banyak rewel, lagi telah menyerang pada Seng
Giok Cin.
Doa orang ganas dengan bersenjata telah mendekati Seng
Giok Cin yang tidak bersenjata, tapi Seng Giok Cin tidak takut.
ia mengandaikan kegesitan dan telapakan tangannya balas
menyerang pada dua orang jahat itu.
Senjata poan-koan pit Lauw coe Teng lihay sekali
kelihatannya,saban-saban menyerang kebagian bagianjalan
darah yang berbahaya sedang senjata gaetannya Teng Hong
juga di mainkan dengan hebat sekali. Tapi semua itu dengan
tangan kosong dihadapi oleh Seng Giok cin- Tidak ada
lowongan terbuka membikin pemuda pelajar itu terluka hingga
dua penjahat itu menjadi gelisah sendirinya.
Satu ketika, senjata gaetannya Teng Hong yang menyerang
sudah kena dirampas oleh Seng Giok Cin, siap telah
meluncurkan balik senjata itu kepada pemiliknya lagi. Baiknya
Lauw coe Teng awas, ia cepat menggunakan senjatanya
menyontek, hingga senjata gaetan itu nyeleweng jurusannya
dan jatuh ditanah tidak jadi meminta korban. Kalau saja Lauw
coe Teng tidak turun tangan pada waktunya yang cepat. Teng
Hong tentu saat itu hanya tinggal namanya saja.
Teng Hong merasa bersyukur kepada kawannya yang
sudah meloloskan dirinya dan bahaya kematian.
Pertempuran masih terus dilanjutkan dengan sengitnya.
Ho Tiong Jong merasa kagum akan kepandaiannya Seng
Giok Cin yaig tadinya ia duga tidak punya kepandaian silat
makanya ia berulang-ulang menyuruh ia pergi supaya tidak
kerembet dan menjadi korban nya Sepasang orang ganas.
Pikirnya, pantasan Seng Giok Cin saban kali ia menyuruh
berlalu hanya dijawab dengan senyum dan anggukkan kepala,
akan tetapi tidak bergerak dari tempatnya Kalau begitu
memangnya ia pandai silat?
Melihat Seng Giok Cin berikan perlawanan dengan tangan
kosong berada diatas angin dari kedua musuhnya Ho Tiong
Jong pikir tidak perlu ia turun tangan membantu.
Ketambahannya ia merasakan sakit dibahu-nya yang
terluka kena hajaran golok musuh. Maka setelah sejenak
melihat lukanya, ia lantas meninggalkan tempat itu pergi
kelereng gunung, dimana tadi ia bersama Bhe Kong dan Kho
Piauwtao berada. Ia disana kecele, sebab ia tidak menemukan
kawannya itu.
Ho Tiong Jong menghela napas jikalau mengingat akan dua
kawannya itu yang berhati pengecut dan memikirkan hidupnya
sendiri saja.
Ia periksa dengan teliti lukanya, ternyata hanya luka biasa
saja, tidak terkena racun- Maka setelah ia membelebat. lantas
ia duduk mengasoh mengawasi kebawah. dimana Seng cick
cin masih terus bertempur dengan "Sepasang orang ganas"
Betul-betul lihay Seng Giok Cin itu, sebab saban kali ia
menyerang dengan telapakan tangannya, musuhnya mesti
sempoyongan dan dengan susah payah baru bisa menegakkan
pula dirinya.
Demikian ketika untuk kesekian kalinya ia membikin dua
musuhnya sempoyongan mundur, ia telah bersiul kegirangan
dan berkata.
"Hmmm Kalian ini orang macam apa, baru tiga gebrakan
saja sudah begini rupa keadaannya. Sebaiknya kalian ngiprit
saja pulang kesarangmu untuk memikirkan nasib kalian yang
sialan itu ketemu aku. Kalau kalian masih tidak puas dan
hendak menagih hutang kekalahan ini, boleh datang cari aku
dibenteng seng-kee-po yang terletak disebelah timur dari kota
Lok-yang."
Teng Hong yang sedang sesak napasnya habis menerima
angin pukulan Seng Giok Cin, berubah mukanya ketika
mendengar kata-katanya si pemuda pelajar. ia bertanya
apakah pemuda itu ada kepala dari Seng kee-po? Pertanyaan
mana tidak dijawab oleh Seng Giok cin, hanya ia
menambahkan-
"Untuk mencari aku, jikalau kalian tidak menemui aku di
Seng-kee-po, boleh mencari ke "Rumah Es digunung Taypekssan",
kalian pasti akan menempurnya."
"sepasang orang ganas" itu dibikin terkejut mendengar
perkataannya Seng Giok Cin.
Bagaimana mereka tidak kaget, karena benteng Sengkeepo
itu ada sangat termasyhur namanya, pusat dari
Peserikatan Benteng-Perkampungan, lebih lagi ketika
mendengar disebutnya "Rumah Es" digunung Tay-pekssan
yang dikepalai oleh Kok-Lo lo, salah satu dari lima pendekar
yang termasyhur dalam rimba persilatan pada masa itu. Teng
Hong meskipun ketakutan, coba menabahkan hatinya dan
dengan ketawa dibikin-bikin ia berkata.
"Ya, harap Seng Siauw-ya suka mengampuni perbuatan
kami yang tidak baik. Kami adalah orang yang berwatak tidak
baik, sukar dirubahnya. Harap saja lain kali kita dapat
berjumpa pula."
Setelah mengucapkan perkataan itu, lalu ia mengajak Lauw
coe Teng dan anak buahnya berlalu dari situ.
Seng Giok Cin mengawasi mereka berlalu sampai kemudian
menghilang dari pemandangannya. Mendadak ia seperti kaget,
matanya celingukkan seperti ada yang dicari.
Memang ia kehilangan Ho Tiong Jong, di mana adanya
pemuda itu ia tidak tahu. Pelayannya ditanya hanya
mengunjuk ke lereng gunung, lain tidak.
Pemuda pelajar itu mengelah napas dengan muka muram.
setelah menyemplak pula kudanya lantas berjalan diikuti oleh
pelayannya. juga beberapa saudagar yang terluput dari
kematian, sudah mengikuti jejaknya dua orang tadi yang
masing-masing naik kuda putih dan hitam.
Ho Tiong Jong diatas gunung menyaksikan berlalunya
mereka itu dengan pikiran kusut. Ia sebenarnya ingin bisa
berkenalan dengan Seng Giok Cin yang berkepandaian tinggi,
tapi hatinya tidak mengasih karena tertekan oleh rasa rendah
diri.
PIKIRAN ia ada seorang pemuda miskin, tidak
berpendidikan dan ilmu silatnya tidak seberapa tinggi.
Sebaliknya Seng Giok Cin ada suatu Kongcu (anak hartawan),
terpelajar dan berilmu silat tinggi, mana dapat ia bergaul
dengan orang seperti Seng Giok cin? Tambahan dalam katakatanya
yang mengandung teka-teki ia tidak dapat
memecahkannya^
Setelah menghela napas beberapa kali, Ho Tiong Jong
berbangkit dari duduknya dan ia juga pergi mengikuti mereka
menuju ke kota Lok-yang. Di dalam perjalanannya yang telah
memakan waktu lima hari lamanya untuk sampai di kota Lokyang,
bukan sedikit ia mengalami penderitaan dari bahunya
yang sakit kena hajaran golok. ia naik turun gunung dengan
susahnya, tapi akhirnya, sampai juga ketempat tujuannya.
Dari salah seorang sahabatnya ia juga ada bawa surat
perkenalan untuk salah satu perusahaan pengantar barang di
Lok-yang. Pikirnya, mungkin ia bernasib baik dalam kota itu,
maka ia terus mencarinya perusahaan yang dimaksudkan.
setelah masuk keluar beberapa perusahaan sejenis itu, ia
telah lewat didepan perusahaan pengantar barang yang merek
nya tidak nyata.
Rumahnya rendah, bendera kantor piauwkiok itu berkibar
kibar diatasnya, akan tetapi mereknya sudah luntur Meskipun
begitu ia perlu menyelidiki siapa tahu itu ada kantor pengantar
barang yang dimaksudkan oleh sahabatnya.
Ketika ia menghampiri lebih dekat, tiba-tiba pintu kantor
terbuka dan keluar seorang lelaki berumur kira-kira empat
puluh tahun, Ketika melihat Ho Tiong Jong seperti seorang
asing sedang langak longok, ia telah menegur. "saudara cari
siapa?"
"oh, maafkan aku, ada kurang sopan, Aku sedang mencari
piautao Lim San yang bergelar Huito (golok terbang), apakah
saudara itu ada bekerja disini?"
"itulah aku sendiri, saudara datang dari mana?" tanya
orang itu.
"Aku datang dari kota See-an bernama Ho Tiong Jong, ada
membawa surat dari sahabatku untuk disampaikan pada
saudara."
Ho Tiong Jong berkata sambil merogo sakunya dan
keluarkan sepucuk surat diserahkan kepada si Golok Terbang
Lim San-
Setelah surat dibaca, mendadak air mukanya Lim San
berubah dan dengan suara dingin berkata.
"saudara Ho ada menginap di penginapan mana? sekarang
aku sedang ada urusan penting hendak diurus, maka sebentar
malam saja aku datang kesana untuk bicara dengan saudara,
akur."
Ho Tiong Jong sedikit bingung, karena ia belum tahu akan
menginap dirumah penginapan yang mana, sebab dalam
kantongnya tidak punya uang. Ketambahan melihat air
mukanya Lim San yang demikian, seakan-akan tidak akan
menerima ia bekerja dalam kantornya, maka ia telah
menjawab sembarangan saja.
"oh, ya, aku baru saja sampai di kota ini, Belum tahu
dimana aku akan menginap. maka sebentar malam aku sendiri
saja yang datang kesini, bagaimana pikiran Saudara?"
Lim San tidak memberikan jawabannya, ia terus saja
meninggalkan Ho Tiong Jong masuk kedalam kantornya,
Kelakuan mana telah membikin Ho Tiong Jong melongo.
Diam-diam dalam hatinya mengutuk orang itu tidak tahu
adat, belum selesai bicara, sudah meninggalkannya tanpa
mengatakan apa-apa.
Dengan pikiran jengkel Ho Tiong Jong menindakkan
kakinya tanpa tujuan-
Dalam kantong tidak ada uang, dimana ia harus menginap?
Dalam rumah penginapan, tidak mungkin sebab harus
mempunyai uang untuk membayar sewanya, ia tidak
mempunyai sahabat, seorang pun dalam kota Lok-yang itu,
kepada siapa ia harus minta pertolongan? Pikarannya jadi
melayang-layang, ia tidak tahu kakinya sudah membawa
dirinya kemana.
Tiba-tiba ia dibikin kaget ketika dari belakang orang
menepuk bahunya, ia cepat-cepat menoleh orang yang
menepuknya seperti orang dari kantor piauwkiok.
"Saudara ini bukannya yang bernama Ho Tiong Jong?"
tanya orang itu sambil ketawa, tampaknya ia ramah sekali
seperti juga bicara terhadap kenalan lama.
Ho Tiong Jong membisu sejenak. karena ia tidak kenal
dengan orang yang menanya dirinya itu. Ketika ia hendak
membuka mulutnya menjawab, orang itu sudah mendahului
berkata pula.
"Aku bernama ong Kong Gie, pegawai dari Lok-yang Piauwkiok.
Tadi aku mendengar dari Lim Piauw-tao, katanya
saudara baru saja datang ke kota ini, Betulkah.?"
"Ya, betul aku memang baru datang, Barusan aku bicara
dengan Lim Piauw-tao, belum ada keputusannya sudah
ditinggal pergi begitu saja, Aku tidak tahu, entah itu ada
adatnya yang angkuh atau karena dia terlalu repot, hingga
melupakan kesopanan?" ong Kong Gie tertawa mendengar
bicaranya Ho Tiong Jong.
"Saudara Ho jangan kau kecil hati. Memang pada
belakangan ini Lim Piauwtao ada sangat repot dengan urusan
pribadinya, hingga kadang-kadang ia tidak sadar dengan
kelakuannya yang dapat membikin orang mendelu hatinya,
Aku yang menjadi anak buahnya dengan ini memohon maaf
banyak-banyak atas sikapnya Lim Piauw-tao."
Ho Tiong Jong lumer mendongkolnya mendengar katakatanya
ong Kong Gie yang ramah dan jenaka, maka ia juga
bikin habis urusan itu dan menanyakan maksud ong Kong Gie
datang kepadanya ada urusan apa?
"Saudara Ho," kata ong Kong Gie, sambil menyekal lengan
orang. "Biarlah aku menjadi tuan rumah untuk menyambut
kedatanganmu dari jauh-jauh, Mari, mari kita mencari makan
untuk menangsal perut, Aku kira saudara Ho tentu sudah
lapar, bukan ?"
Ho Tiong Jong agak kemerah-merahan mukanya, akan
tetapi ia tidak berkata apa-apa, sebab memang waktu itu ia
sedang laparnya, ia mengikuti sang sahabat yang baru dikenal
itu mencari salah satu rumah makanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tidak sukar ong Tong Gie membawanya Ho Tiong Jong
masuk kedalam sebuah rumah makan yang lezat makanannya.
Ia memesan pada pelayan makanan dan minuman yang
istimewa, sementara menanti barang hidangan disiapkan ong
Kong Gie lah menanya pada Ho Tiong Jong, "Saudara Ho,
apakah kau datang dikota Lok-yang ini hanya sendirian saja?
Bagaimana dalam perjalanan apa tidak menemui apa-apa
yang mengherankan?"
"Betul, aku hanya datang sendirian saja, Di perjalanan tidak
ada apa-apa yang aku ketemukan mengherankan- "jawab Ho
Tiong Jong ia tidak mau menceritakan pengalamannya sudah
bertempur dengan "Sepasang orang ganas, dan
pertemuannya dengan si pemuda pelajar yang berbadan
sangat mewah.
"Saudara Ho, sebenarnya ada sesuatu yang aku ingin
bicarakan denganmu, oh, sebentar saja jikalau sudah habis
makan"
Seiring dengan kata-katanya, ong Kong Gie membantu
pelayan mengatur makanan yang dipesan diatas meja.
Demikian mereka telah makan minum dengan diseling oleh
pembicaraan yang tidak ada hubungannya dengan jalannya
cerita. Begitu selesai makan, ong Kong Gie telah berkata.
"Saudara Ho, aku harus mengucapkan selamat kepadamu."
"Hei, selamat apa. saudara ong?"
"Selamat lantaran namamu sekarang telah naik tinggi."
"Sebabnya?"
"Kau sudah berani bermusuhan dengan "Sepasang orang
ganas" yang sangat ditakuti dalam kalangan kang-ouw, Kau
berani menempur dan mengalahkan mereka, sudah tentu
namamu menjadi terkenal dimana- mana. Kantor kami sudah
mengetahui tentang saudara punya pengalaman, meskipun
saudara sendiri kelihatannya sungkan untuk menuturkannya
ketika aku menanyakan pengalaman saudara di perjalanan-"
"Saudara ong, kau terlalu memuji tinggi, Aku tidak
mempunyai kepandaian apa-apa, kalau tokoh aku berani
menempur pada "Sepasang orang ganas" disebabkan sang
hati tidak tega melihat keganasan yang dilakukan oleh mereka
terhadap orang-orang yang tidak salah berdosa, Maka, apa
yang aku perbuat hanya sekedar untuk membela keadilan,
bukannya dengan sengaja mau mencari nama dalam kalangan
kangouw." ong Kong Gie angguk-anggukan kepalanya. Sambil
mengacungkan jempolnya, ong Kong Gie berkata lagi.
"itulah ada perbuatannya satu pendekar tulen- Dengan
tidak menghiraukan diri sendiri dan tidak memikirkan akan
akibatnya urusan yang diperbuatnya, saudara sudah tunjukan
diri untuk membela keadilan, jarang orang yang seper..."
ong Kong Gie tidak meneruskan kata-katanya, karena
diganggu oleh masuknya tiga orang laki laki berbadan tegap
dengan sikap yang sombong sekali.
Mereka datang dengan berkuda, satu diantaranya yang
berjalan di depan sungguh menjemukan lagaknya, ia berjalan
lewat diantara tetamu yang pada makan di situ seolah-olah
tidak memandang mata, sangat angkuh sikapnya, hingga yang
melihatnya menjadi sebal.
Ho Tiong Jong yang melihat ong Kong Gie tidak
meneruskan kata-katanya dan matanya mengawasi kesatu
jurusan, ia pun berpaling mengikuti kemana ong Kong Gie
mengarahkan penglihatannya .
Hatinya Ho Tiong Jong juga jadi mendelu melihat sikapnya
orang sombong tadi.
ong Kong Gie udah sedari tadi menundukkan kepalanya lagi
ia melihat Ho Tiong Jong masih mengawasi kepada tiga orang
yang baru datang tadi, lalu berkata dengan suara berbisik
"saudara Ho sebaiknya jangan kita mengawasi mereka, kita
bicara tentang urusan kita saja."
"Kenapa? Apa saudara ong, kenal pada mereka?" tanya Ho
Tiong Jong.
ong Kong Gie punya pengalaman sebagai piauwsu sudah
tiga puluh tahun, ia sudah kawakan dan mengenal banyak
orang gagah dari rimba persilatan, baik yang gagah budiman
maupun yang gagah jahat, pengalamannya banyak dan
pengetahuannya sangat luas, Dengan suara berbisik ia
menjawab pertanyaannya Ho Tiong Jong.
"Ya, kalau tidak keliru mereka itu ada murid-muridnya dari
si siluman Khoe Tok yang sudah mengasingkan dirinya selama
tiga puluh tahun belakangan ini dari dunia kangouw." Ho
Tiong Jong berpaling pula mengawasi bajunya mereka agak
aneh.
"Hei, saudara ong, apakah kau kenal orang yang berbaju
disulam mata satu siapakah gerangan dia? Kelihatannya dia
sangat tajam."
"Memang betul demikian, pemandanganmu tepat sekali.
Tentang riwayatnya siluman Khoe Tok sedikit sekali orang lain,
di kota Lok yang ini barangkali hanya akulah yang dapat
menyediakan riwayatnya."
Tiga tetamu congkak tadi ambil tempat agak berjauhan
juga dari Ho Tiong Jong dan ong Kong Gie, sementara suara
berisik dari tetamu yang pasang omong, membuat apa yang
dibicarakan oleh Ho Tiong Jong dan ong Kong Gie tidak dapat
didengar oleh yang lain-
"Kalau begitu," kata Ho Tiong Jong, "aku harap saudara
ong suka, menceritakan kepadaku ada baiknya sekedar
menambahkan pengalaman ku."
ong Kong Gie angguk-anggukkan kepala, "Khoe Tok yang
terkenal julukannya si "Siluman," ong Kong Gie mulai
menutur, "pada masanya ia malang melintang dalam dunia
kangouw perbuatannya sangat kejam, ia suka sekali
menghisap atau minum darahnya manusia. Darah dari wanita
yang datang bulan ia bikin menjadi obat, entah obat untuk
apa? Ketika ia beraksi dalam kalangan kangouw telah
menggemparkan rimba persilatan karena kekejaman dan
keganasannya.
Dia punya kebiasaan menghisap dan meminum darah
manusia, membuat banyak pendekar yang berilmu silat dan
budiman menjadi marah besar. Banyak yang sudah mencari
padanya, tapi ilmu silatnya Khoe Tok yang tinggi sukar
dijatuhkan bahkan bukan sedikit kawanan pendekar yang
menjadi korban kekejamannya."
"Kalau begitu dia sukar dibunuh sukar disingkirkan jiwanya
untuk menolong banyak korban dari keganasannya." menyelak
Ho Tiong Jong.
"Memang begitu kenyataannya. Rimba persilatan gempar
dibuatnya kekejaman dan keganasannya si Siluman Khoe Tok
semakin menjadi-jadi. Saban kali ia membunuh orang dia
hisap atau minum darahnya.
Yang paling gila, dia kumpulkan banyak wanita yang
tengah datang bulan, masing-masing disuruh kumpulkan
darahnya untuk dijadikan obat. Wanita-wanita itu setelah
berhenti datang bulan, lalu diganggu kehormatannya, siapa
yang tidak menuruti digeragot lehernya dan dihisap darahnya,
sehingga si korban mati seketika itu karena kehabisan
darah..."
" celaka" seru Ho Tiong Jong tertahan-
"Husssst..." ong Kong Gie tempelkan jarinya dimulut, "Kau
jangan sibuk tidak karuan, nanti aku tidak mau meneruskan
ceritanya, Sebab urusan ini kalau tiga muridnya itu tahu,
terang jiwaku akan melayang."
"Hmm" Ho Tiong Jong menahan hawa amarahnya.
Ia sebenarnya sudah ingin berteriak-teriak mencaci maki
Khoe Tok si siluman yang kejam dan ganas, akan tetapi
mengingat kalau ia berbuat demikian akan menimbulkan onar
yang tak diingini dan ong Kong Gie kena kejiret oleh
karenanya, maka ia paksa tekan amarahnya yang hampir
meluap dari takarannya.
"Teruskan, aku tak akan mengganggu kau cerita" kata Ho
Tiong Jong dengan air muka agak beringas.
ong Kong Gie ketakutan, ia berpikir sebenak untuk
meneruskan ceritanya, hingga membuat Ho Tiong Jong tak
sabaran.
"Teruskan, kenapa saudara ong diam saja?" katanya
menegur.
ong Kong Gie pikir, kalau tidak diteruskan akibatnya bisa
runyam, melihat Ho Tiong Jong sangat bernapsu untuk
mendengarnya, maka dengan apa boleh buat ia melanjutkan
ceritanya.
"Perbuatannya Khoe Tok itu membuat gusar satu pendekar
pedang kawakan yang bernama cin Tong, siapa ada tergolong
salah satu diantara "Lima Tokoh" yang tertinggi ilmu silatnya
dalam dunia persilatan- cin Tong dengan seorang diri telah
mencari sarangnya Khoe Tok dan menantang kepadanya,
setelah membeber kejahatannya si siluman yang jahat kejam
itu."
"Bagus, bagus," menyelak Ho Tiong Jong "tapi bagaimana,
apa dia juga mati dibawah tangannya siluman kejam itu?"
ong Kong Gie geleng-geleng kepala, "Tidak." jawabnya,
"kali ini dia ketemu batunya, Dalam suatu pertempuran seru,
Khoe Tok keteter, hingga perlu dibantu oleh muridnya yang
terpandai bernama oet-ti Haa. pertandingan bertambah seru.
cin Tong dikerubuti dua orang guru dan murid tapi cin Tong
betul-betul gagah, Dia dengan pedangnya telah berhasil
menusuk oet ti Hin hingga roboh, sedang dengan telapakan
tangannya ia menyerang telak pada Khoe Tok hingga terpaksa
siluman itu melarikan diri.
Sejak mana Khoe Tok tidak kedengaran lagi namanya
dalam kalangan Kangouw, ia menyembunyikan dirinya
sehingga sekarang sudah tiga puluh tahun lamanya. Halnya
siluman Khoe Tok itu hanya akulah yang dapat menceritakan
seterang ini, orang lain barang kali tidak dapat."
Ho Tiong Jong setelah mendengar habis ong Kung Gie
cerita, lantas berpaling ke arahnya tiga muridnya si siluman
kejam, seakan-akan ia hendak memandang atau menegasi
bagaimana sih rupanya murid-murid dari Khoe Tok itu?
"Sekarang keadaan disini amat genting." kata pula ong
Kong Gie, "aku lihat banyak orang dari rimba persilatan yang
jalan putih dan hitam mengalir masuk kota, Mungkin yang
berjalan hitam ada hubungannya dengan "Sepasang orang
ganas", Saudara Ho sudah menanam bibit permusuhan
dengan "Sepasang orang ganas", kantor kantor piauwkiok
disini menganggap ada berbahaya untuk menerima kau
bekerja, maka sebaiknya kau angkat kaki dari sini pergi ke
Kang- lam umpamanya, siapa tahu disana kau bisa mendapat
pekerjaan, sekalian untuk menyelamatkan diri, entah
bagaimana ada pikiran saudara Ho?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab akan nasehatnya ong Kong
Gie, la termenung, pikirnya. Lim piauwTao rupanya sengaja
mengirim ong Kong Gie untuk menyuruh aku lekas angkat kaki
dari sini, itu sih tidak jadi apa, cuma saja dalam kantongku
tidak membekal uang barang Sepeser, bagaimana dengan
ongkos dalam perjalananku? Dan kemana aku harus pergi?
Betul-betul dalam dunia ini orang harus kejam dan telengas,
baru bisa beruntung, orang seperti aku ini, tidak lebih seperti
sampah masyarakat, Kesana-sini melamar pekerjaan ditolak.
apakah nasibku memangnya ada demikian buruk ? Apa
sebenarnya keyakinanku sehingga aku mengalami meski
penderitaan hidup begini? Diam-diam ia merasa putus asa.
Dalan bengong memikirkan nasibnya, tiba tiba ong Kong
Gie berkata, "Saudara Ho, kau dari tempat jauh datang disini,
mungkin ada kekurangan ongkos dijalan, maka sukalah kau
terima sedikit pemberianku ini sebagai tandanya persahabatan
kita, untuk menambah bekal diperjaianan yang akan kau
tempuh."
Setelah berkata ia meletakkan uang tiga tahil perak diatas
meja.
Dalam keadaan setengah sinting adatnya, Ho Tiong Jong
yang angkuh timbul dengan tiba-tiba, ia menggebrak meja,
hingga yang diatasnya suaranya yang nyaring. Para tetamu
pada menoleh kearah dua orang itu dengan wajah merasa
heran dan menduga-duga, apakah dua orang itu hendak
bertempur?
sambil berbangkit dari duduknya Ho Tiong Jong berkata.
"Saudara ong, banyak terima kasih atas pemberianmu, aku
masih ada cukup uang di kantong untuk melanjutkan
perjalananku Disini aku sudah tidak dapat tempat untuk
tancap kaki, semoga dilain tempat ada yang suka pakai aku
punya tenaga."
Ketika matanya melirik kepada tiga orang jumawa tadi,
jusru mereka punya mata pun sedang ditujukan kearah nya,
hingga berbentrokan.
Satu antaranya yang muda, yang sang at jumawa tadi,
telah berkata pada dua kawannya.
"Hei, kalian lihat, itu tikus matanya menyala pada kita,
kelihatannya sangat menantang"
Ia berkata seraya berbangkit dari duduknya menghampiri
mejanya Ho Tiong Jong, hingga ong Kong Gie menjadi
ketakutan dan mukanya pucat pasi.
Ketika ia datang dekat, ia melihat uang yang jatuh tadi
telah melesak diatas meja, Diam- diam ia bersenyum, katanya.
"Kau main-main didepan kami orang seperti juga yang
menantang, apa artinya itu?"
Ia tutup kata-katanya sambil menggebrak meja hingga
uang yang nancap tadi telah mencelat keluar.
Masing-masing telah menggunakan tenaga dalamnya yang
mahir, hingga para tetamu lainnya yang menyaksikan menjadi
sangat kagum. orang tadi mengawasi pada Ho Tiong Jong
dengan roman menghina.
"Kau ini anjing kecil berani unjuk lagak didepan tuan
besarmu, lekas kalian berdua berlutut baru ada harapan
diampuni jiwa kalian-"
Mendengar hinaan itu, Ho Tiong Jong diam-diam berpikir,
"Lebih baik aku mati dari pada menelan hinaan orang."
Tengah ia berpikir untuk berlaku nekad, tiba-tiba ia melihat
ong Kong Gie telah menjatuhkan dirinya berlutut, Sambil
manggut-manggutkan kepalanya seperti ayam yang matokin
gabah. ong Kong Gie meratap minta ampun-
Tiga orang jahat itu tertawa tergelak- gelak, tapi kemudian
wajahnya beringas, karena melihat Ho Tiong Jong masih
tinggal berdiri tegak, tidak mau berlutut seperti kawannya
telah berbuat.
Anak muda itu telah unjuk sikapnya yang tenangkan sorot
matanya yang dingin mengawasi kepada tiga penjahat itu.
"IHmm . . . ." menggeram si jumawa tadi, "Sayang kami
ada urusan penting yang meminta lekas diurus, kalau tidak
hmm.."
"Kalau tidak kenapa?" tanya Ho Tiong Jong dengan berani.
"Siapa namamu?" sijumawa tidak menjawab pertanyaan Ho
Tiong Jong.
"Aku belum pernah menukar nama dalam perjalananku aku
she Ho nama Tiong Jong, kau mau apa?"
"Ho Tiong Jong." menggerutu sijumawa.
"Ho Tiong Jong kau mau apa? Siapa nama kalian, aku juga
mau tahu bukan?" Sijumawa marah sekali mendengar
ceritanya Ho Tiong Jong.
"Aku oet-ti Koe dan ini engkoku oet ti Kang, yang itu ada
suhengku Song Boe Ki yang bergelar si "Tangan Telengas",
Kalau kan orang she Ho ada bernyali besar, sebentar malam
jam tiga boleh datang ditempat yang bernama Lian-mang
kang, kau boleh pilih diantara kami bertiga siapa yang kau
taksiran menempur."
"Hmm..." Ho Tiong Jong keluarkan suara dihidung.
"Kau boleh membawa kawan untuk mengerubuti salah satu
diantara kami bertiga," meneruskan sijumawa, hatinya
mendongkol sekali melihat sikapnya Ho Tiong Jong yang
kelihatannya tidak jerih sedikitpun terhadap mereka.
"Hm..." kembali Ho Tiong Jong menggeram.
" Kenapa kau menggeram?"
"Aku sebal mendengar kata katamu yang tengik, Kenapa
aku harus membawa pembantu, kalau aku sendirian saja
menghadapi kalian masih kekurangan lawan? Ha ha ha, kau
terlalu memandang rendah padaku."
Sijumawa panas hatinya, "Bagus bagus" katanya "Kaiau
sebentar malam kau tak muncul ditempat yang barusan aku
sebuikan, kami bertiga saudara akan mencari kau sampai
dapat meskipun sampai diujung langit sekalipun- Kami akan
menghisap dan meminum darahmu yang masih hangat, untuk
menghilangkan rasa haus, kau ngerti?"
Ho Tiong Jong geli dalam hatinya mendengar kata-kata
sombong itu, setelah ia tertawa terbahak-bahak. berkata,
"Kalian tak usah mencari aku, sebab aku sendiri yang akan
mencari kalian, ini bukan sudah bagus untuk menghemat
tempo kalian?"
Bertiga saudara itu sebenarnya sudah sangat marah dan
ingin turun tangan saat itu pun kalau tak terhalang oleh
urusannya yang penting, Lantaran mana, mereka hanya
mengawasi dengan sorot mata mendelu ketika Ho Tiong Jong
dengan agak sempoyongan lewat diantara mereka pergi
keluar rumah makanla
sudah ambil putusan nekad, Mati dan hidup sudah
maunya takdir, ada ditangannya Yang Maha Esa, maka ia
tidak harus takuti segala orang jahat itu.
Meskipun ia agak sinting, matanya awas dan dapat melihat
berkelebatnya bayangan Bhe Kong, yang sudah lantas hendak
menjauhkan diri ketika melihat Ho Tiong Jong.
"Ha ha ha, Bhe toako kau mau kemana?" kata Ho Tiong
Jong sambil menyekal orang punya bahu, hingga Bhe Kong
terpaksa hentikan tindakannya, ia kelihatan ketakutan dan
mukanya meringis ringis kesakitan bahunya dicekal Ho Tiong
Jong.
"Bhe toako, kau ini sangat pengecut. Lihat aku Ho Tiong
Jong, dikemudian hari pasti akan tersohor namanya
dikalangan kangouw, ha ha ha..."
"Mungkin demikian-" jawab Bhe Kong, "tapi lebih dahulu
lepaskan cekelanmupada bahuku, sakit, nih".
Ho Tiong Jong segera melepaskan cekelannya, hingga Bhe
Kong merasa lega hatinya. "Tiong Jong, namamu dikantor
pengantar barang sangat dikagumi, tapi..."
"Tapi, kenapa?" tanya Ho Tiong Jong tidak sabaran.
"Tapi karena demikian tenagamu tidak ada orang yang mau
pakai dalam kantor Piaukiok, sebabnya?"
"Sebabnya kau terlalu polos dan mau campur saja urusan
orang untuk membela keadilan-Lebih-lebih kau ada menanam
bibit permusuhan dengan "Sepasang orang ganas", tidak ada
satu kantor piauwkiok yang mau pakai tenagamu, karena
mereka takut pembalasan si Sepasang orang ganas, yang
kejam telengas."
"Aku tidak perduli. Aku berbuat menurut kemauanku
berdasarkan keadilan-"
"Sebenarnya, ilmu silatmu belum dapat menandingi
sepasang orang ganas. Hanya nyalimu saja yang besar
membuat kau berlaku nekad, Andaikata kau dipakai oleh salah
satu kantor Piuuw-kiok. yang menjadi sasaran si sepasang
orang ganas, bukan hanya pada dirimu saja, akan tetapi juga
kantor pengantar barang tersangkut sekalian disikat habis, ini
bukan merugikan? Maka nya bagaimana juga setelah kau
menanam bibit permusuhan dengan dua orang jahat itu, kau
tak dapat bekerja lagi di kantor Piauw-kiok."
Ho Tiong Jong bengong sejenak, pikirnya apa yang
dikatakan oleh Bhe Kong memang beralasan- Tapi ia
penasaran dan hatinya mendongkol katanya.
"Hmm.... Memangnya penghidupanku tergantung pada
kantor Piauw-kiok saja? Tanpa bekerja pada kantor demikian
aku jadi kelaparan ? Ha ha ha. Bhe toako kau salah hitung.
Bicara terus terang, sejak hari ini aku tidak akan
menghiraukan aku yang jadi urusan Piauwkiok. Kau lihat saja
sendiri, dikemudian hari aku Ho Tiong Jong akan mengangkat
nama menjadi seorang lihay. Nah, selama tinggal..." Ia segera
meninggalkan Bhe Kong, siapa menjadi melongo dibuatnya.
Ho Tiong Jong jalan menuju kepintu utara.
Setelah berada diluar kota, mabuknya perlahan-lahan telah
hilang kena disapu oleh angin musim rontok. ia mencari salah
satu pohon besar dan memanjat keatasnya, ia baringkan
dirinya pada sebatang dahan setelah mengikat dirinya sendiri
dengan ikat pinggang kepada dahan pohon dimana ia
berbaring supaya jangan sampai jatuh. Dalam sekejapan saja
ia sudah tidur menggeros dengan nyenyaknya.
Entah berupa lama ia tertidur, sang rembulan yang terang
telah memancarkan sinarnya, sehingga sang jagat menjadi
terang benderang.
Ketika ia mendusin, tengah mengucek-ngucek matanya ia
melihat kebawah ada seorang wanita dengan rambut riap- riap
sedang berlutut sembahyang kepada sang dewi malam.
Wanita itu mengenakan baju putih mukanya ketika
berdongak tampak pucat seperti mayat, Tersorot oleh
terangnya sang dewi malam tampaknya lebih pucat lagi dan
menyeramkan hati.
Sebentar lagi ia bangkit berdiri, mukanya mendongak
keatas memandang rembulan, mulutnya berkemak-kemik
seperti yang sedang berdoa.
Selainnya tiupan angin yang membuat cabang pohon dan
daun daunnya berkresekan saling bentur, keadaan disitu sunyi
senyap. Tiba tiba terdengar sayup,sayup suaranya seperti
orang menangis, pelahan-pelahan suara itu, semakin
terdengar nyata dan menusuk kuping, hingga Ho Tiong Jong
tanpa terasa menjadi bergidik.
Suara tangisan itu seperti telah keluar dari mulutnya si
wanita yang berada dibawah pohon, Ho Tiong Jong dengan
hati berdebaran mengikuti terus gerak-geriknya wanita aneh
itu.
Sebentar lagi wanita itu menundukkan kepalanya,
kemudian tekuk lututnya menghadap lurus kedepan, Dua
tangannya dilonjorkan dan sepuluh jarinya dibuka lebar.
Perlahan-lahan dari ujung jari-jarinya wanita itu ada keluar
sinar lemah berwarna hijau. la tertawa, tapi tertawanya itu
seperti mengandung perasaan yang kurang puas, dengan hasil
latihannya belum sempurna, sinar hijau yang keluar dari
sepuluh jarinya masih lemah, belum memuaskan hatinya.
Sinar itu adalah yang dinamai api setan, ia rupanya sedang
meyakinkan ilmu nyeleweng, ilmu gaib yang dapat membikin
celaka sesamanya.
Tengah ia sedang memainkan api senjatanya, tiba dari luar
rimba ada meluncur sebuah batu besar kearahnya dibarengi
dengan teriak-kan seseorang.
Wanita itu tidak jadi kaget diserang dengan batu yang tidak
kurang dari lima puluh kati beratnya, ia menggunakan api
senjatanya untuk menyambuti, begitu batu itu kebentur
dengan api bikinannya, lantas saja sang batu nyeleweng dari
tujuannya dan jatuh diatas lapangan rumput yang hijau.
Kemudian dengan cepat-cepat ia menyimpan kembali api
senjatanya, dua tangannya diulur kekepalanya untuk
membereskan rambutnya yang riap-riapan dan disanggul rapih
sebentar lagi tampaklah wajahnya yang cantik luar biasa,
sehingga Ho Tiong Jong yang berada diatas pohon menjadi
melongo saking kagum.
Pada saat wanita itu sudah beres menyanggul rambutnya,
tampak mendatangi kearahnya seorang pemuda sambil cengar
cengir dan berkata.
"Bagus bagus, memang ilmumu. "Telapakan tangan setansangat
lihay, cuma sayang wanita yang termasyhur cantik
bernama ie Ya dengan gelar Li-lo-sat sudah mengorbankan
dirinya menjadi mayat hidup karena meyakinkan ilmu setan
itu, ha ha ha..."
Pemuda itu pengawakannya tegap. bahunya lebar dan
pinggangnya langsing. Sayang alisnya besar dan kasar,
sedang hidungnya melesak. hingga tampak nyata mukanya
yang buruk. umurnya ditaksir kira-kira dua puluh lima tahun-
Ho Tiong Jong tertegun ia pikir, berani benar pemuda itu
terhadap pendekar wanita yang menguasai daerah Huang-ho
(sungai kuning) bernama le Ya yang bergelar Li lo-sat (Wanita
telengas), bahkan dengan seenaknya saja menyindir dengan
kata-katanya, siapakah gerangan anak muda yang berwajah
buruk itu.
Li- lo-sat ie Ya selama beberapa tahun ini namanya terkenal
dikalangan kangouw sebagai Li-mo-tao atau Kepala Wanita
Setan, ia bukan saja parasnya sangat cantik, tapi kepandaian
silatnya sangat tinggi. ia malang melintang dalam dunia kang
ouw menuruti sesuka hatinya, kalau diwaktu marah ia dapat
membunuh orang dengan mata tidak berkesiap. ia marah dan
gembira sesenang hatinya saja, Banyak pendekar dalam
kalangan kang-ouw yang sungkan berurusan dengan wanita
aneh ini.
Ho Tiong Jong sudah lama mendengar nama wanita
telengas itu, tapi belum melihat bagaimana macam orangnya,
Kini dengan mata kepala sendiri ia melihatnya, Ternyata Li- losat
Ie Ya ada sangat cantik dan menggiurkan siapa yang
melihatnya. Entah, bagaimana macamnya kalau ia sedang
marah?
Li-lo-sat Ie Ya ketika mengetahui siapa yang datang,
dengan tersenyum berkata:
"Aku kita siapa, tidak tahunya Khoe-ya (tuan Khoe). Apakah
Khoe- ya sudah lama datang? Lo Pocu bagaimana, apakah
tidak datang?"
"Ya, ayah telah meninggalkan benteng "jawab orang itu,
"dikalangan kangouw terus onar tidak habisnya, Bagatmana
tentang kau ini, apa baik-baik saja? Apa kau tak pernah
mendengar tentang ayahku ada dimana."
"Tidak." jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pemuda wajah jelek itu mengawasi paras nya le Ya yang
cantik menarik.
"Aku juga datang kesini hanya sebentaran saja."
"Ah, apa betul-betul katamu?" menyela si pemuda sambil
bertindak maju menghampiri si cantik. Tangannya diulur
hendak memegang tangan yang putih mulus, tapi le Ya cepat
menarik tangannya, hingga tidak sampai terpegang.
Pemuda itu itu merangkak hendak menubruk dan memeluk
sicantik, tapi le Ya dengan gesit sudah bisa menghindarkan
dirinya.
"IIHhh... Siauw pocu suka main-main," katanya sambil
bersenyuman genit.
"le Ya, kau benar-benar sangat cantik, kenapa kau selalu
menjauhkan diri dariku..? oh, kau.... cantik benar le Ya..."
matanya beringas, seolah-olah hendak menelan korbannya.
"Siauw Pocu kau terlalu memuji aku," jawab le Ya dengan
wajah ramai senyuman, "tapi kau tak tahu kalau dalam Seng
keepo ada nona Seng yang kecantikannya seratus kali
melebihi aku. Nah, sebentar kalau kau sudah melihatnya, kau
lantas akan melupakan wajah ku yang buruk. Hi hi hi" le Ya
tertawa genit, sambil menekan mulutnya.
"Hmm.... mana ada wanita yang melebihi kecantikanmu,
Aku tak percaya, eh, le Ya apa kau hendak terus-menerus
berlaku kejam tidak memberi kesempatan padaku untuk
memeluk pinggangmu yang ramping dan-.."
"Masih belum, Siauw Pocu..." le Ya menyelak.
"Belum bagaimana?"
"Belum sampai waktunya, hi hi hi..."
Pemuda itu melengak. semakin dipandang wajahnya Ie Ya
yang genit menarik semakin mengobarkan napsunya untuk
memeluk dan memberikan beberapa ciuman hangat kepada
iblis wanita itu.
Keadaan pun disitu ada sangat sepi dan ada kesempatan
baik untuk ia melakukan sesuatu menuruti napsu hatinya
terhadadap si genit apa mau ia sedang menjalankan tugas
yang memaksa ia harus pergi dari situ.
Memikir akan tugasnya, seketika itu napsunya telah
tertekan dan lumer sendirinya, ia mengelah napas, " Ya h,
sudahlah aku harus pergi sekarang, Harap lain kali kita bisa
bertemu muka lagi disini, Selamat tinggal, sampai ketemu lagi
Ie Ya..." Kata-katanya belum habis, orangnya sudah melesat
dan menghilang dari pemandangan-
"Sungguh hebat kepandaiannya dia" Ho Tiong Jong diam
diam berkata dalam hatinya sendiri, sementara itu ia melihat
Te Ya berdiri mengawasi perginya si orang she Khu sambil
tolak pinggang.
Bibirnya yang halus mungkin memperlihatkan senyuman
mengejek.
"Hmm..." kedengaran ia berkata sendirian, "Macammu yang
seperti kodok buduk. Jangan harap dapat menggerakkan
hatinya Li-lo sat Ie Ya..."
Tiba-tiba ia melihat dibawah seperti ada bayangan orang
yang berada diatas pohon, ia cepat mendongakkan mukanya
mengawasi keatas dan melihat benar saja ada manusia diatas
pohon- ia perdengarkan tertawanya yang aneh, badannya
berbareng melesat ke atas, hingga tidak jauh dari dahan di
mana Ho Tiong Tong tadi merebahkan dirinya. Saat itu
sipemuda sedang repot membuka tali yang mengikat dirinya
dengan dahan pohon tak tahu kalau Li-lo-sat le Ya sudah
berada dibadapannya.
Matanya si iblis wanita berkilat-kilat menakutkan, ia marah
benar, sebab adegan barusan antara ia dan Siauw Pocu
(kepala benteng muda) tentu telah dilihat dengan nyata oleh
orang-orang yang sekarang berada dihadapannya, ia sudah
demikian beringas, napsu membunuhnya timbul seketika.
Tapi Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendongakkan mukanya
memandang kepadanya membikin semua amarahnya telah
terbang entah kemana, ia berdiri kesima, karena melihat
wajah yang cakap tampan dari si pemuda dihadapannya.
"Apa mungkin ada orang begini cakap?" ia menanya dalam
hatinya sendiri.
Ho Tiong Jong sementara itu sudah menjadi ketakutan
menghadapi wanita telengas itu, tapi dengan ramah tamah si
iblis wanita datang mendekati dan menanya dengan lemah
lembut. "Kau siapa berada di atas pohon? Apa dengan sengaja
kau mengintai aku barusan?"
Ho Tiong Jong melihat le Ya tidak bersikap bengis,
sebagaimana yang ia duga semula hatinya menjadi tenangan
"Aku Ho Tiong Jong," jawabnya.
Li-lo-sat ie Ya berpikir sejenak. "Oh, kau yang telah
bertanding dengan Sepasang orang ganas"? Meskipun dalam
pandanganku dua setan itu tidak ada artinya, tapi kau berani
menempur mereka sesungguhnya harus dipuji juga nyalimu
yang besar, sebab mereka dalam kalangan kangouw terkenal
kejam dan ganas serta banyak yang rubuh ditangannya,
hingga mereka menjadi sangat sombong."
"Ya, aku Ho Tiong Jong yang menempur mereka, ini
bukannya aku sengaja, rapi karena terdorong oleh perasaan
ingin menolong orang yang diperbuat sewenang-wenang oleh
mereka maka aku terpaksa turun tangan."
"Nah baik, sekarang kau jawab pertanyaanku. Kenapa kau
berada diatas pohon ini? Kau tentu menyaksikan dan
mendengarkan pembicaraan kami dengan Siauw Pocu, bukan?
Lekas jawab" nada suaranya agak dingin dan sikapnya juga
berubah bengis.
Ho Tiong Jong tidak menjawab lantas hanya terus
membuka tali yang mengikat dirinya, setelah bebas, ia
menatap wajahnya ie Ya.
Roman bengis dan nada suara dingin barusan entah
bagaimana telah menjadi hilang tanpa bekas diawasi si anak
muda.
"Betul- betul dia cakap " demikian suara hatinya berkata
sambil tundukan kepala. Sesaat kemudian ia dongak lagi dan
balas mengawasi si pemuda yang masih terus memandang
padanya.
"orang she Ho, lekas dijawab pertanyaanku." katanya
dengan suara lemah.
Ho Tiong Jong tertawa manis, "Aku berada disini tidur
lantaran mabuk." jawabnya.
"Apa perbuatanmu dengan si orang she Khoe itu secara
kebetulan aku telah mendengar dan melihatnya. tapi betulbetul
bukan sengaja aku mengintai."
ie Ya merah selebar mukanya, ia merasa jengah sendirinya.
"Kau..." hanya ini yang meluncur dari mulutnya.
Sementara itu Ho Tiong Jong sudah lompat turun dari atas
pohon, tapi sebelum ia berdiri tegak Li-losat ie Ya sudah
berdiri dihadapannya dengan pedang terhunus ditangannya,
wajahnya yang pucat tampak dingin sekali.
Napsu membunuhnya timbul lagi, tapi lenyap lagi ketika
matanya yang berkilat-kilat bentrok dengan matanya si
pemuda yang jernih diantara mukanya yang cakap tampan-
"celaka" ia kata dalam hatinya sendiri. Mana aku tega
membunuh dia yang secakap ini? oh, kemana perginya
ketelengasanku... ia jadi gelisah tak dapat mengambil
putusan, Akhirnya ia berkata pada Ho Tiong Jong, "orang she
Ho, kau sudah mendengar dan menyaksikan percakapanku
dengan siauw Pocu, aku harap kau suka pegang rahasia, tidak
menceritakan kepada orang lain, Apa kau suka berjanji ?"
"Aku suka berjanji." jawab Ho Tiong Jong sungguhsungguh.
"Bagus, seorang laki-laki akan memegang janjinya dengan
betul." le Ya kata, sambil memasukkan pula pedang
nyakedalam sarungnya . Mendadak Ho Tiong Jong ingat
sesuatu.
"Hei, apa kau tahu tentang ilmu silatnya orang yang
bernama Khoe Tok dengan julukan si "Siluman dan anak
muridnya?" ia menanya. Li-losat le Ya agak kaget mendengar
ditanya demikian-
Hatinya yang telah terpincuk oleh kecakapannya Ho Tiong
Jong membuat ia ingin lama-lamaan pasang omong dengan
pemuda itu. Maka ia sambil mengawasi wajah yang tidak
membosankan dari sipemuda, ia berdiam lama juga sebelum
memberikan jawabannya, Ho Tiong Jong tidak sabaran- Tapi
sebelum ia menegur lagi le Ya sudah menjawab katanya.
"Yang kau maksudkan bukankah ong Boe Kie si Tangan
Telengas dan dua saudara oet ti yang terkenal namanya? Aku
memang tahu ilmu silatnya mereka berapa tinggi mereka amat
sombong. tidak memandang mata kepada orang lain seolaholah
dirinya punya kepandaian sudah tidak ada yang
menandinginya, Memang mereka punya kepandaian ada lebih
tinggi sedikit dari "Sepasang orang ganas ^, cuma saja
diantara mereka semua ada bangsa berengsek, tidak ada satu
yang boleh dipilih " Ho Tiong Jong anggukkan kepalanya
Pikirnya, tiga musuhnya itu lihay lihay kepandaiannya,
maka ia harus waspada menghadapinya. Saat itu ia sudah
hendak meneruskan perjalanannya, maka ia ambil selamat
berpisah dari Li lo-sat ie Ya.
"Nona ie, biarlah sampai disini saja kita berpisahan ."
"Hei, kau ada urusan apa yang penting yang dapat aku
membantunya."
"Oh, tidak ada apa-apa, selamat tinggaL"
Ho Tiong Jong sudah lantas angkat kaki dari hadapan Li losat
ie Ya, hingga si iblis wanita menjadi melongo karenanya.
Ho Tiong Jong percepat tindakannya. dalam sekejapan
sudah menghilang dari pemandangan le Ya. waktu itu sudah
jam tiga malam, bulan sedang terangnya, maka Ho Tlong Jong
tidak begitu takut masuk keluar rimba. Tapi apa mau ketika ia
melewati satu tempat yang sangat sunyi, ia jadi jerih juga.
Sebab disitu selainnya terdengar berkreseknya cabang-cabang
pohon yang beradu satu dengan lain, adalah suaranya burung
hantu terdengar menyeramkan.
Ia menabahkan hatinya dan berjalan terus,
pengharapannya kalau-kalau ia dapat menjumpai salah satu
orang, rasa takutnya pasti akan hilang.
Apa celaka, justru ia jalan melewati tempat yang banyak
kuburan malang melintang, hingga hatinya semakin dak dik
duk saja. ia berhenti beristirahat di bawahnya sebuah pohon
yang rindang, Matanya celingukan melihat ke kanan kiri, tibatiba
ia seperti melihat ada seorang berbaju putih berdiri di
bawahnya sinar rembulan yang terang.
Mukanya tak dapat dilihat tegas, Ketika ia meneliti orang
berbaju putih itu hanya seorang diri saja, Tapi sebentar
setelah ia alihkan pandangannya ke lain jurusan sejenak dan
melihat lagi kepada orang berbaju putih tadi ternyata ia sudah
menghilang entah pergi kemana.
-ooo00dw00ooo-
III BERANI KARENA BENAR
HO Tiong Jong melihat kejadian itu jadi tertegun
Perlahan-lahan ia meraba goloknya, kemudian dihunus
keluar, Pikirnya, setelah memegang golok ia tak usah kuatir
apa-apa.
Apakah mungkin pikirannya keingatan saja kepada Li-lo-sat
yang membikin kaget padanya ketika dengan tiba-tiba ia
sudah berada diatas pohon? Tengah memikirkan si baju putih
tadi, mendadak bayangan putih tadi muncul lagi.
Kini hanya berjarak dengannya dua tumbak saja, Hatinya
mendongkol lalujalan menghampiri pada si baju putih, apa
mau bayangan itu kembali telah menghilang. Hei, apakah dia
setan? Diam-diam ia menanya dalam hatinya sendiri.
Ia lalu memalingkan kepalanya ke lainjurusan, kembali ia
nampak seorang berbaju putih sedang berdiri sebelumnya ia
menegasi kembali orang itu telah menghilang. Di lihat
keadaan disitu banyak kuburan, kemungkinan besar si baju
putih tadi ada setan penasaran yang gentayangan diwaktu
malam, ia tabahkan hatinya seberapa bisa.
"Hmm" ia menggeram "Jangan main-main terhada tuan
besarmu, kalau kau benar manusia lekas unjukkan
cecongormu, aku nanti kasih rasa golokku yang tajam ini. Apa
dengan menakut-nakati orang itu kiranya aku si orang she Ho
akan jadi gentar? Ha ha bisalah hitung sana..."
Kata-katanya tersendat seketika, karena merasa bahunya
tiba-tiba dipegang orang dari belakang, ia bergidik dan bulu
romanya berdiri, sebab dikiranya yang memegang bahunya itu
setan yang marah karena ia barusan menantang dengan
sengitnya.
cepat ia memalingkan kepalanya, kiranya yang memegang
bahunya tadi adalah Si tangan Telengas Song Boe Ki,
muridnya si siluman Khoe Tok.
Dari kaget Ho Tiong Jong berubah menjadi gusar, sebelum
ia membuka mulut telah didahului oleh Song Boe Ki.
"Nyalimu memang besar, tidak punya rasa takut, sayang
kepandaian silatmu sangat rendah. coba barusan aku pegang
bahumu dan mengerahkan tenaga dalamku, pasti tulangtulangmu
akan menjadi remuk karenanya, Ha ha ha" Ho Tiong
Jong panas hatinya.
"Apa kau kira aku takut dengan kepandaianmu yang tinggi?
Hmm Kau salah sahabat, Siapa yang lebih unggul
kepandaiannya barulah dapat ditetapkan jikalau diantara kita
sudah mengadu ilmu silat, Dan-.."
Ho Tiong Jong berhenti bicaranya, karena dari jauh ada
meluncur dua buah benda melayang kearahnya, ia mengira
akan senjata rahasia musuh, maka ia cepat-cepat
mengerahkan tenaganya untuk menyambuti, sebab-benda
yang diluncurkan itu ada besar seperti bungkusan-
Setelah dua benda itu berada ditangannya kiranya itu
hanya dua jubah putih.
Selagi ia bengong mengawasi dua jubah putih itu, tiba-tiba
dari kedua sampingnya muncul dua orang yang bukan lain
daripada oet ti bersaudara.
Sambil tertawa terbahak-bahak dua saudara oet ti
mengejek pada Ho Tiong Jong, siapa dikatakan nyalinya kecil,
karena melihat bayangan putih saja sudah ketakutan setengah
mati.
Kini Ho Tiong Jong mengerti, bahwa dua bayangan putih
yang muncul saling susul dan menghilang kembali kiranya ada
oet ti bersaudara yang main sandiwara, Tidak heran kelau ia
sangat marahnya, apalagi dikatakan, pengecut dan bernyali
kecil oleh mereka. Dengan keras ia berkata.
"Kalian kita aku takut mari? Meskipun betul kalian sudah
mampus menjadi roh gentayangan mengganggu aku, juga aku
tidak takuti kalian- Apalagi kalian masih segar bugar begini,
siapa yang takuti kalian? Hmm"
"Aduh sombongnya "Oet-ti Koen mengejek "Baru dapat
menempur "Sepasang orang ganas" saja sudah kepala gede,
Apa sih kepandaianmu?"
Ho Tiong Jong tertawa tergelak- gelak. Kelakuannya yang
demikian tenang mau tidak mau telah membikin tiga muridnya
si siluman Khoe Tok menjadi kagum juga. Apakah mungkin
tidak takuti mereka bertiga? Demikian ada pertanyaan dalam
hatinya masing-masing. Terdengar Ho Tiong Jong berkata.
"Mungkin orang memuji tinggi ilmu kepandaian kalian
bertiga, hingga mendengar namanya saja sudah lari
ketakutan- Tapi, hmmm... Aku si orang she Ho tidak gentar
barang sedikit terhadap kalian, Nah, marilah sekarang kalian
boleh maju, Satu demi satu sekaligus maju tiga-tiganya, aku
bersedia untuk melayaninya, Sebentar, kalau kita sudah
bertanding sepuluh jurus baru ketahuan siapa yang lebih
unggul dan boleh bicara lagi tentang siapa yang ilmu silatnya
rendah" Suatu tantangan yang hebat sekali.
Mereka seolah-olah tidak dipandang mata oleh Ho Tiong
Jong, tidak heran kalau oet-ti Koen yang berangasan menjadi
berjingrak karenanya.
Dengan amarah meluap-luap oet-ti-K.oen menjawab,
"Kalau kami bertiga dalam sepuluh gebrakan dikalahkan
olehmu, kami akan membunuh diri saja"
"Bagus, bagus..." kata Ho Tiong Jong sambil tertawa.
"Seorang laki-laki kalau sudah mengeluarkan perkataannya
seperti juga ludah tidak boleh diji..."
"Samte, pelahan dahulu" si Tangan Telengas Song Boe Ki
menyelak ditujukan kepada oet-ti Koen "Menghadapi macam
tikus begini, untuk apa kita salah satu yang maju kalau
kemudian kenyataan satu persatu kita dikalahkan olehnya, kita
boleh melepaskan ia pulang saja."
oet-ti Kang menimbrung. "Memang sebenarnya begitu, tapi
biarpun demikian rasanya aku merasa jijik untuk turun tangan
kepada tikus begini, sebab hanya mengotor-ngotori tangan
saja, Dia tidak punya kepandaian yang berarti untuk kita ambil
sebagai pelajaran-"
Ho Tiong Jong mendelik matanya, "Jangan banyak rewel
hayo maju Lihat aku membuka serangan lebih dahulu ...."
Seiring dengan kata-katanya, Ho Tiong Jong sudah mainkan
golok bajanya.
Ilmu golok keramat delapan belas jurus ia mulai kasih
unjuk golok bekelebatan demikian cepatnya, seolah-olah yang
mengurung kepada mereka bertiga.
oet-ti Kang yang menyambuti Ho Tiong Jong bertarung
untuk melayani ilmu golok keramat Ho Tiong Jong, si orang
she oet-ti telah mainkan ilmu pedang Tujuh bintang. Untuk
menambah hebatnya serangannya, oet-ti Kang telah
menyalurkan tenaga dalamnya ke pedang, Tidak heran, ketika
pedang dan golok beradu membuat Ho Tiong Jong terhuyunghuyung
mundur, karena merasakan gempuran yang dahsyat
sekali dari oet-ti Kang
Melihat itu, Song Boe Ki berteriak "Jite, ia begitu, Jangan
kasih kesempatan lolos kepadanya sebab kalau ia bisa lolos
berarti nama kita buruk dikalangan kang-ouw. Ya, begitu terus
cecer saja bikin dia tidak berdaya..."
Mendengar anjurannya sang suheng, oet-ti Kang lantas
merubah serangan dengan ilmu pedang "Tiga belas gerakan
pedang terbang keawan-. Pedangnya berkilat-kilat menyambar
dari segala jurusan-
Song Boe Ki sementara itu juga sudah turun tangan, ia
menggempur dua kali pada Ho Tiong Jong, ia lantas dapat
tahu bahwa ilmu tenaga dalamnya Ho Tiong Jong tidak
seberapa, ia hanya bernyali besar saja menantang mereka
bertiga turun tangan semua. Maka mengingat ini, ia terus
lompat mundur, kasihkan jitenya menempur sendiri.
Song Boe Ki tidak tahu, Ho Tiong Jong punya ilmu golok
ada sangat mempesonakan-Golok bajanya berkelebatan
menangkis serangan dan balas menyerang lawancepat
sekali pertarungan sudah berjalan tujuh jurus, oet-ti
Kang diam-diam mengeluh karena ia masih belum dapat
menjatuhkan Ho Tiong Jong, sebentar kalau sudah sepuluh
jurus dilewati apa tidak menjadi runyam urusan? Maka dia
telah mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dipakai
menyerang pada Ho Tiong Jong.
Tekanan tenaga yang hebat itu, membuat Ho Tiong Jong
merasa kewalahan, ilmu golok keramatnya dimainkan mulai
pelahan, tidak segencar tadi sebelumnya oet-ti Kang menindih
dengan kekuatan tenaga dalamnya yang ampuh.
Ho Tiong Jong masih terus bandel, ia tidak mundur terus ia
bikin perlawanan dengan jurus jurus berikutnya, Pikirnya,
kalau ia sudah menjalankan dua belas jurus yang ia miliki ilmu
golok keramat itu, masih juga tidak dapat merubuhkan
musuhnya ia akan angkat kaki begitu mendapat kesempatan-
Jurus kesebelas tampak sudah dimainkas habis, belum juga
ada perubahan yang menguntungkan kepadanya, maka dalam
jurus kedua belas, ia mendesak oet-ti Kang, goloknya satu kali
dikelebatkan demikian rupa hingga oet-ti Kang harus lompat
mundur untuk mengasih lewat bahaya, justru ini ada
lowongan untuk Ho Tiong Jong melarikan diri ia tidak mensiasiakan
ketika.
Badannya melesat keluar dari kalangan berkelahi dan
mabur, hingga tiga musuhnya yang melihat kejadian itu telah
dibikin melongo, Tiba-tiba Song Boe Ki tertawa tergelakgelak.
"Aku bilang juga apa." katanya dengan bangga, " orang
bersemangat tikus begitu mana kuat lama bertanding, Biarlah
kasih kesempatan dia lari duluan sampai sepuluh tumbak baru
kita mengejarnya, siapa diantara kita yang dapat
menangkapnya terlebih dahulu sipengecut itu. Ha ha ha..."
Sementara itu Ho Tiong Jong terus lari.
Setelah melewati beberapa pohon besar, pikirnya lebih baik
ia menyembunyikan dirinya dibelakang salah satu pohon,
Selagi ia celingukan memilih pohon yang dapat digunakan
tempat sembunyinya, tiba-tiba mendengar siulan saling susah
itulah ada siulan Song Boe Ki dengan dua saudara oet-ti.
Ho Tiong Jong kebingungan juga, ia tidak jadi sembunyi
dipohon yang ia hampiri dan teruskan larinya kelain pohon,
dimana ia melihat samar-samar seperti ada yang
menghadang, ia kira ada ikat pinggang merah yang segera
melihat pada goloknya yang saat itu ia hendak ayunkan
menyabet pada ikat pinggang itu yang dikiranya ada manusia.
Bukan main Ho Tiong Jong kaget, Kiranya itu ada ikat
pinggangnya Li-losat le Ya yang segera terdengar suaranya
diatas pohon berkata.
"Hei, hayo kau lekas lekas naik pohon, aku yang nanti
menyesatkan mereka"
Berbareng dengan naiknya Ho Tiong Jong, Ie Ya juga
sudah lompat turun dan menyelinap dibalik sebuah pohon,
Tidak lama, Song Boe Ki dengan dua saudaranya telah datang,
Ie Ya melontarkan dua cabang pohon kepadanya, hingga Song
Boe Kijadi kaget, dengan angin telapak tangannya ia
menangkis dua cabang pohon itu hingga jatuh ketanah,
kemudian ia teriaki dua saudaranya untuk menguber lebih
lanjut.
Ie Ya sudah lari jauh, disusul terus oleh mereka sebab
mengiranya ia ada Ho Tiong Jong. suaranya siulan nyaring
saling susul perlahan-lahan telah hilang sendirinya,
menyatakan bahwa mereka sudah berada jauh dari Ho Tiong
Jong. Dengan perlahan-lahan pemuda itu turun dari atas
pohonTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ia menghela napas, memikirkan kepandaiannya masih
belum cukup sempurna untuk digunakan bertanding dengan
lawan yang kuat ia menyesal kalau mengingat akan adanya
yang tinggi hingga pada enam tahun yang lampau ia mensiasiakan
kesempatan, tidak balik lagi kerumahnya Hong Jie dan
menerima pelajaran enam jurus lagi ilmu goloknya dari
Yayanya si nona.
coba kalau ia sudah mainkan lengkap delapan belas jurus
ilmu golok keramat, tentu ia sudah menjadi seorang jago yang
memiliki ilmu golok tanpa tanding (Bu-tek Sin-to). Semua
sudah berlalu, menyesal juga percuma saja.
Setelah berpikir sejenak. ia mengambil putusan- ia pikir, ie
Ya telah membawa tiga muridnya Khu Tok lari kelurusan
barat, maka sebaiknya ia mengambil jurusan ketimur supayah
tidak berjumpa pula dengan mereka. Tapi kemana ia harus
pergi? Malam itu telah berubah gelap keadaan sunyi mulai
terasa lagi olehnya. Sambil berjalan pelahan ia segera ia
memikirkan nasibnya dikemudian hari, dan sekarang kemana
ia harus pergi?
Tanpa merasa ia berjalan sudah melewati puluhan li, hari
pun tampak sudah mulai terang, Tidak jauh dari ia berjalan
tampak ada sebuah kelenteng (kuil), ia cepatkan tindakannya
menuju kesana untuk mengasoh beberapa saat lamanya.
PADA pagi hari udara tampak terang terdengar diluar
kelenteng ada lewat beberapa orang yang menunggang kuda
menuju ke satu jurusan- Ho Tiong Jong ketarik hatinya, diamdiam
ia telah mengikuti jejak mereka.
Kira-kira berjalan setengah lie dari kelenteng. Ho Tiong
Jong nampak sebuah benteng yang kokoh kuat, diatasnya
terpentang dua bendera tiga segi. Satu dengan latar putih
tulisan merah ada tersulam kuda terbang. Satunya lagi latar
merah tulisan putih ada berbunyi. "Mengadu kepandaian
mengumpulkan Sahabat,"
Ho Tiong Jong menghampiri dan memeriksa keadaan
benteng yang besar dan tinggi itu. Didepan benteng ada
lapangan yang hias, pintu benteng terdapat disebelah depan
dan belakang. Bagian belakangnya tampak bangunannya ada
lebih tinggi dan kekar.
Dilihat bangunan itu ada demikian besarnya, maka
didalamnya tentu ada luas dan banyak rumah rumah seperti
suatu perkampungan saja. Pikirnya Ho Tiong Jong. Dengan
dipancangnya bendera yang bertulisan "mengadu kepandaian
mengumpulkan sahabat", tentu pocu (kepala benteng) dari
benteng besar itu hendak memilih mantu.
Dipasangnya tulisan itu maksud yang sebenarnya tentu
hendak memilih pemuda-pemuda, yang kiranya cocok bakal
menjadi mantunya.
Perutnya dirasakan lapar. Pikirnya ia tidak ada urusan apaapa
dan untuk terpilih menjadi mantunya pocu juga tidak
mungkin, se-baiknya ia masuk kedalam untuk melihat-lihat
keadaan disitu. Untuk memuaskan pemandangan, sekalian
menonton orang yang akan mengadu kepandaian-
Saat itu tiba-tiba ia melihat ada dua orang muda berkuda
berhenti didepan pintu masuk disambut oleh penjaganya
dengan berseri hormat. Setelah menyerahkan kudanya kepada
pelayan disitu, mereka merapihka n pakaiannya dan langsung
masuk kedalam.
Ho Tiong Jong menghela napas.
"Begitulah kalau orang ternama, kedatangannya disambut
dengan muka berseri-seri dan dilayani demikian hormatnya."
demikian ia berkata sendirian.
Sebelumnya ia bertindak untuk turut juga masuk, tiba-tiba
ia melihat ada dua ekor kuda lagi mendatangi dinaiki oleh satu
pemuda dan satu wanita cantik. Ketika mereka pada turun
dari kudanya didepan pintu benteng sejenak mengawasi
keatas pintu yang tertulis Seng- keepo". .Pemuda itu
berpinggang langsing, mukanya merah dan gagah, sayang
agak bengkok badannya. Umurnya kira-kira tiga puluh tahun-
Yang perempuan parasnya cantik sekali perawakannya
tidak ada celanya, umurnya ditaksir duapuluh tahun. Dengan
paras bersenyum-senyum ia mengikuti yang lelaki jalan
menghampiri pintu benteng, dimana mereka disambut oleh
orang yang jaga disitu dengan kelakuan hormat.
Kepada si penjaga anak muda bengkok itu perkenalkan
namanya.
"Aku adalah murid dari oey-san-pay bernama Him Toa Ki
dan ini ada sumoyku bernama Tiong Ie. Secara kebetulan
lawat di- kota Lok-yang ini mendengar bahwa disini ada
berkumpul banyak orang gagah maka kami datang untuk
bantu meramalkan sebagai penonton-oleh sebab kesusu,
maka semua antaran tidak keburu disediakan-.. "
Mengetahui slapa yang datang penjaga benteng dengan
kelakuan lebih hormat lagi telah menyilahkan tetamunya ia
masuk ke-dalam setelah dua ekor kudanya diserahkan kepada
pelayan yang sudah ditugaskan untuk itu. Kembali Ho Tiong
Jong menghela napas.
Pikirnya, kalau ia sebentar mau masuk. apakah penjaga
benteng akan menyambut padanya demikian hormatnya pula?
Tentu tidak sebab ia ada berpakaian kumel dan tidak ternama.
Habis, bagaimana? Apakah ia bisa masuk ke dalam benteng?
Tengah ia berjalan mundar mandir sambil menggendong
tangan, telah dihampiri oleh seorang yang berbadan tegap.
yang sudah lama mengawasi kepadanya. "Hei. sahabat, kau
disini jalan mundar-mandir ada urusan apa?" tegur orang itu.
Ho Tiong Jong menatap wajah penegurnya sejenak.
"oh, aku bernama Ho Tiong Jong. sebagai seorong kangouw
dimana juga aku merdeka untukjalan-jalan, untuk apa
kau menegurku?" orang itu tampak berubah parasnya.
Ho Tiong Jong ada satu nama yang barusan saja terkenal
karena mengalahkan Sepasang orang ganas. Sikapnya orang
itu tiba-tiba berubah lunak.
"oh, kau yang bernama Ho Tiong Jong, Perkenalkan,
namaku Tham-Khek dan orang telah memberi julukan pa daku
si "Ular Kumbang."
Ho Tiong Jong tertawa melihat sikap orang itu hormat
padanya.
Ia memang sedang mencari sahabat, maka kebetulan sekali
ia dapat berkenalan dengan orang she Tham ini. la sendiri
tidak pernah dengar nama si Ular Kumbang, tapi sengaja ia
mengumpak.
"oh, nama saudara dengan julukan si Ular Kumbang telah
lama aku kagumi, apa Saudara juga ada penghuni dari
benteng besar ini ?" Si Ular Kumbang girang mendengar
namanya di kagumi.
"Sebaiknya saudara Ho turut masak ke-dalam benteng,
untuk menyaksikan keramaian, belajar kenal dengan banyak
orang gagah yang sudah pada berkumpul," jawab si Ular
Kumbang yang tidak menjawab langsung pertanyaannya si
anak muda.
"Ya, memang ada maksudku demikian- cuma dikuatirkan
yang menjaga pintu tidak memperkenankan aku masuk."
jawab Ho-Tiong Jong.
"Ah, mustahil. Mari aku antar saudara masuk."
Si Ular Kumbang lantas jalanjalan menghampiri penjaga
pintu benteng diikuti oleh Ho Tiong Jong Si Ular Kumbang
bicara beberapa patah perkataan dengan penjaga pintu, ia ini
lalu memanggil pelayan dan menyilahkan Ho Tiong Jong
masuk.
Pelayan antar Ho Tiong Jong ke sebuah rumah berloteng
yang bertulisan- Tempat berkumpul tetamu. Dikanan kirinya
rumah berloteng itu ada dibangun rumah-rumah yang bagus
bagus.
Mengikuti si pelayan Ho Tiong Jong masuk kedalam sebuah
kamar yang diperlengkapi komplit dan menarik hati.
"Disinilah ada tempat tidur Ho Siang kong?" kata si
pelayan, ketika hendak meninggalkan Ho Tiong Jong. "Harap
Ho Siangkong perhatikan tanda jam makan tetamu, yalah
bunyi kentongan tiga kali. Tidak akan dipanggil sendirisendiri."
"Terima kasih." kata Ho Tiong Jong sambil anggukkan
kepalanya bersenyum^
Ho Tiong Jong setelah berada sendirian dalam kamar,
pikirannya terkenang pada masa lima tahun yang telah
berselang, makan dirumahnya si orang tua engkongnya Hong
Jie ia juga mendapat kamar seperti itu, yalah kamar ia untuk
bersemedhi.
Tingkah lakunya dan romannya yang mungil menarik dari si
dara cilik Hong Jie, yang sekarang entah bagaimana
kecantikannya sebab sudah dewasa, saat itu telah terbayang d
ihadapan matanya Ho Tiong Jong. Ia diam-diam menghela
napas.
Dalam kamar itu ia tidak tiduran, tiduran terus bersemedhi
sampai kemudian terdengar ada tiga kali suara kentongan-
Perutnya sudah lama minta diisi, maka tidak heran kalau ia
sudah tergesa-gesa meninggalkan kamarnya untuk pergi ke
ruangan makan-Beberapa orang yang melihat dandanannya
diam-diam pada bersenyum.
la merasa asing setelah berada dalam ruangan makan,
karena tidak ada seorangpun yang ia kenali.
Untung ada orang yang memanggil padanya untuk diajak
sama sama duduk makan, ia tanpa sungkan sungkan lagi
sudah menghampiri dan ambil tempat duduknya. Satu meja
untuk empat orang makan.
Tiga kawannya semeja Ho Tiong Jong memperkenalkan
namanya Kiauw Jang, Hoi Jang dan Soe coe Liang, tiga orang
yang Ho Tiong Jong ingat pernah dengar namanya ada dari
kalangan penjahat yang ulung.
Dalam tempo sebentar saja mereka sudah bikin Ho Tiong
Jong tidak merasa asing lagi akan dirinya dan saban-saban
menyalahkan ia mengambil makanannya tanpa malu malu.
Diam diam Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri.
Apakah mereka kenal dengan "Sepasang orang ganas"?"
Tapi kemudian ia tidak pikirkan lagi tiga-orang itu dari
kalangan jahat atau baik, sebab buktinya menyenangkan
padanya dalam makan minum itu. Mereka bersenda gurau
dengan jenaka sekali seperti juga terhadap kawan lama. Ho
Tiong Jong merasa puas dapat kawan semeja dengan mereka
ini.
Setelah selesai makan, Ho Tiong Jong balik lagi
kekamarnya untuk tiduran menghilangkan mabuknya karena
banyak menenggak arak. Tapi saat itu sedang panasnya,
mana ia betah tinggal didalam kamar? ia tidak bisa tidur, lalu
pergi keluar untuk mencari hawa adem. Baru saja ia berjalan
dipintu luar, tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang wanita
yang sangat cantik.
Hatinya Ho Tiong Jong berdebaran ketika matanya
berbentrokan dengan mata si nona yang jeli halus, mulutnya
yang mungil menyungging senyuman memikat hati.
Pikirnya, ia tentu ada nona dari Seng- keepo. Tidak baik ia
berpandangan dengan seorang gadis yang belum dikenalnya,
maka ia lalu tundukkan kepalanya. Sejenak. ketika ia
mengangkat kepalanya lagi si cantik sudah menghilang entah
kemana.
Ia terus berjalan keluar, dimana ia berjumpa dengan nona
cing ie yang cantik didampingi oleh suhengnya Him Toa Ki
yang terkenal dengan julukannya cek- bin Thian-ong (Raja
Langit Muka Merah) yang sedang mengobrol dengan Song Boe
Ki dan dua saudara oet ti.
Sebenarnya Ho Tiong Jong mau pura-pura tidak melihat
mereka, tapi Song Boe Ki tiba-tiba menegur "oh, sahabat Ho
juga ada disini? Betul seperti kata peribahasa, sebegitu lama
manusia bernapas satu waktu dapat berjumpah lagi.
Bagaimana dengan sahabat Ho setelah kita berpisahan-"
Berkata demikian manis untuk yang tidak tahu duduknya
urusan, tapi pahit untuk Ho Tiong Jong yang menjadi
pecundang dari tiga murid Siluman KhuTok. Ho Tiong Jong
tidak bisa menjawab, ta tebalkan muka untuk tertawa.
"Ya. saudara Song. "Tiba-tiba Him Toa Ki berkata pada
Song Boe Kie, "dia siapa gurunya ? Apa kau suka jadi
perantara untuk aku belajar kenal dengan-.."
"oh, dia ada seorang yang tidak laku di- semua kantor
Piauwkiok. Banyak kali ia melamar pekerjaan jadi Piauwsu
selalu ditolak." sebelum Song Boe Ki bicara habis. Ho Tiong
Jong menyelak.
"Aku yang rendah bernama Ho Tiong Jong seorang tidak
berguna sudah lama aku mengagumi nama Him Tay hiap dan
sumoy nona .."
"Sudah, sudah, jangan mengumpak-ngumpak orang."
memotong Him Toa Kie. "Menurut saudara song di dekat
sebuah gunung Hui cui yang banyak binatangnya itu.
bagaimana kalau kita sama-sama pergi ke sana untuk berburu
?"
Belum Ho Tiong Jong menjawab, cong Ie menyeletuk.
"Hei, bukankah kau bernama Ho Tiong Jong yang
menga..."
"Husst...." memotong suhengnya, sambil mengedipkan
matanya pada sang sumoy hingga nona cong tak jadi
meneruskan kata-katanya. Ho Tiong Jong hanya bersenyum
"Mari, mari kita pergi, bagaimana, apa saudara Ho suka
turut?" Him Toa Ki berkata lagi pada Ho Tiong Jong
"Aku mau turut, cuma cuma aku tidak punyaku..."
Belum lampias kata-katanya ia dibikin heran dengan
munculnya seorang pelayan menuntun seekor kuda bagus,
komplit dengan golok baja kegemarannya.
"Ho Siang kong" kata si pelayan, "karen tentu kau ingin
pesiar dengan naik kuda, maka majikanku sengaja telah
mengirim kuda ini untukmu?"
Ho Tiong Jong kemekmek. belum ia membuka mulutnya
atau pelayan tadi sudah menghilang dari pandangannya.
"Bagus, bagus..." kata Him Toa Ki sambil ketawa terbahakbahak.
"Barusan saudara Ho mau bilang tidak punya kuda eh,
mendadak muncul kuda sebagus ini..." Demikian mereka telah
pergi berburu dengan masing-masing naik kuda.
sepanjang jalan Ho Tiong Jong masih memikirkan halnya
kuda yang diberikan untuk ia pakai. Kudanya mungkin tidak
mengherankan, sebab mungkin tuan ramah ada menaruh
perhatian akan kepercayaannya sang tetamu, akan tetapi itu
golok juga bukannya golok sembarangan- Betul-betul ia tidak
habis mengerti.
Beranjau naik kuda turun dan naik gunung sampai sepuluh
li jauhnya.
Sepanjang jalan Ho Tiong Jong selalu digocek dan mau
dibikin celaka oleh musuhnya, akan tetapi selalu ia dapat
menghindarkan dirinya.
Siluman Khoe Tok dengan oei-san-pay memang ada
menaruh ganjalan, maka tiga muridnya juga anggap dua
orang suheng dan sumoy yang berada diantara mereka itu
ada musuh-musuhnya. Kiranya ganjalan bukan saja dibuktikan
dengan kekuatan tenaga orang atau senjata, akan tetapi jaga
dengan cara berkuda orang mau mengunjukkan
keunggulannya.
Jadi mereka telah berlompat- lompat naik dan turun
gunung, untuk membuktikan siapa diantar mereka yang mahir
mengendalikan binatang kaki empat itu.
Nona cong ie mengenakan baju hijau dan kudanya berbulu
kuning bagus. Ia mahir sekali menunggang kuda, ketambahan
kudanya bagus maka ia kelihatannya yang paling hebat
berlomba, dibelakangnya ada Ho Tiong Jong yang terus
mengintil.
Bukannya tidak tahu disepanjang jalan tiga musuhnya
selalu main mata untuk menyelakakan dirinya, akan tetapi ia
tidak berdaya akan menimpanya dengan kekuatan maka
sebisa-bisa ia mencari akal untuk menghindari dirinya dari
bahaya.
cong ie yang melihat Ho Tiong Jong terus mengintil
dibelakang tidak dapat merendenginya ia berkuda, maka ia
berhentikan kudanya menunggu. Setelah Ho Tiong Jong
sampai meneruskan berkudanya berendeng.
"Engko Ho," tiba-tiba cong ie berkata, "aku lihat kudamu
baik dan larinya tentu hebat, tapi kenapa kau ketinggalan
saja?" Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia hanya bersenyum.
cong ie ada putrinya Tlong coe Goan, ketua oei-san-pay.
Sedang Him Ton Ki apa murid kesayangannya cong coe Goan,
belakang hari yang menggantikan cong coe Goan tentu Him
Toa Ki sebagai ciang bun jin (ketua partai).
Sebagai putri tunggal, cong ie sangat dimanja oleh orang
tuanya.Tidak heran kalau ia kolokan dan adatnya sangat
congkak.
Melihat Ho Tiong Jong diam saja atas penanyaanya tadi,
maka dengan sengaja ia sabet kudanya dan dikaburkan- ia
tidak kira Ho Tiong Jong masih bisa mengintil terus
dibelakangnya dalam jarak yang tertentu.
Ketika hendak menaiki gunung. cong ie berteriak. "Engko
Ho.hayo kita berlomba naik gunung, siapa yang sampai
terlebih dahulu kesana"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, hanya bedal kudanya
menyusul si nona yang sudah larikan kudanya terlebih dahulu.
Banyak selat-selat gunung yang berbahaya telah di lalui oleh
mereka, hampir-hampir diantara-nya masuk jurang. cong ie
ternyata tenaga dalamnya cukup mahir ia gunakan itu untuk
imbangan sehingga kudanya tidak sampai jatuh kedalam
jurang.
Ketika sampai disatu tempat, cong ie menanya pada Ho
Tiong Jong. "Engko Ho, apa kau berani untuk naik terus?"
Ho Tiong Jong sebenarnya sudah tidak mau meneruskan
naik gunung, karena semakin lama jalanan sudah jadi semakin
sempit saja, tapi karena ia merasa malu kalau mesti
menyebutkan tidak berani, maka ia berkata.
"Nona Tiong, baik aku iringi kehendakmu jikalau kau masih
ada minat untuk naik terus."
cong ie bersenyum manis, matanya mengerling galak,
hingga Ho Tiong Jong tidak berani menatapnya wajah yang
cantik itu lama-lama. Si nona lalu keprak kudanya lagi untuk
naik terus.
Betul betul putri ketua oey-San-pay ini tidak mengenal
takut. ia jalankan kudanya sampai ditempat yang tidak dapat
dilalui oleh dua ekor kuda berendeng diteruskan keselat
dimana sang kuda tak dapat memutarkan badannya lagi.
Sampai ditempai itu barulah si nona geleng-geleng kepala.
Dengan Ho Tiong Jong ia mencari akal bagai mana baiknya
untuk membalikan tunggangannya masing masing supaya bisa
kembali,
"Nona cong, kalau tadi kau tidak nekad, sekarang kita tak
akan menemui kesukaran ini." terdengar si pemuda seperti
yang menyesali kawannya.
"Engko Ho, kalau tadi kau menampik ajakanku tentu kita
tidak akan menemui kesukaran ini." si nona membalas
menyesali: Ho Tiong Jong tidak berdaya di-kik balik oleh cong
ie.
Melihat anak muda itu membisu si nona berkata lagi.
"Engko Ho, kau tidak seharusnya menyesali aku sebab kalau
kau tidak mau tentu juga aku tidak akan datang disini
sendirian- Sekarang ibarat beras menjadi bubur mau apa lagi?
Selainnya kita mencari daya bagaimana kita akali supaya kuda
kita bisa berbalik badannya, bukan?" Ho Tiong Jong tertawa
murung mendengar alasannya si nona. Mereka bercakapcakap
sambil duduk di atasnya batu besar.
Ho Tiong Jong lantas gerakan badannya turun kebawah
mencari tali, tapi barang yang dicarinya tidak diketemukan-
Terpaksa ia naik lagi dengan perasaan agak bingung
menghadapi kesulitan diatas selat gunung yang sunyi itu.
"Kau turun kebawah mau apa?" tanya si nona, ketika
melihat Ko Tiong Jong sudah naik kembali.
"Aku mencari tali."
"Tali untuk apa ?"
"Mengikat leher kuda untuk ditarik keatas supaya badannya
bisa berbalik."
cong ie bersenyum. Kemudian ia mengeluarkan selendang
panjang yang menyiarkan bau harum menusuk hidung. "
inilah, kau boleh pakai." kata si nona sambil menyerahkan
selendangnya.
Ho Tiong Jong menyambuti sambil tertawa nyengir.
Bau harum selendang itu membuat semangatnya Ho Tiong
Jong terbangun, ia kerjakan akalnya dengan bantuannya cong
ie, benar saja ia berhasil memutar badannya kuda mereka
menghadap balik ke ke tempat asalnya
Makan tempo juga pekerjaan itu, tapi berhasil setelah
dikerjakan dengan tidak mengenal sulit karena sebelum
mereka melakukan pekerjaannya itu sambil pasang omong
dalam soal soal yang menarik dan menggembirakan hati.
---ooo0dw0ooo---
IV ORANG ANEH DALAM TANAH
"BAGAIMANA, apa kau masih menyesalkan aku? tanya cong
ie bergurau. Ho Tiong Jong bersenyum girang tidak
menjawab. Sebagai gantinya ia menggeleng-gelengkan
kepalanya .
"Hm... orang bisu ..." menggrendeng si nona, sambil naik
pula kudanya.
Selendang cong ie tadi tidak dikembalikan kepada
pemiliknya, tapi disesapkan dalam kantongnya Ho Tiong Jong.
Kali ini dalam perjalanan pulang, mereka tidak melarikan
kudanya berlomba, tapi jalankan kudanya berendeng sambil
pasang omong.
Sambil menikmati pemandangan alam yang indah mereka
kelihatan gembira sekali. Setelah sejenak mereka berhenti
bercakap-cakap. cong Ie berkata. "Engko Ho, bagaimana
pendapatmu hal dirinya itu dua saudara oet-ti?"
"Entahlah."
"Aku benci sekali padanya, Mereka sangat jahat, kalau
suheng tidak melarang supaya aku jangan bikin onar ditempat
ini, sudah sejak siang-siang aku ganyang dua manusia
sombong itu."
"Ow, galak betul kau nona cong"
"Bukannya galak. memang tabiatku membenci orang yang
sombong. Mereka kira kepandaiannya sudah tak ada taranya
makanya sikap angkuh dan menyebaikan itu," Ho Tiong Jong
tidak memberikan pendapatnya.
Tampak ia hanya angguk anggukkan kepala, seolah-olah ia
juga merasa setuju dengan pikiran sang kawan yang merasa
sebal dengan sikap oet ti bersaudara.
Sementara Ho Tiong Jong dan cong ie dalam gembira
menjalankan kudanya kembali ke tempat penginapannya, di
lain pihak oet-ti bersaudara telah bersepakatan untuk
membunuh mereka.
Melihat cek-bin Thian ong Him Toa Ki berada diatas puncak
gunung ditemani oleh si Tangan Telengas Song Boe Ki, maka
dua saudara oet-ti telah mengambil keputusan untuk
menyingkirkan jiwanya cong ie dan Ho Tiong Jong berdua.
Mayatnya akan dilemparkan kedalam jurang, supaya Him Toa
Ki nanti menyangka kalau dua orang itu telah binasa dalam
suatu kecelakaan-
Demikianlah, mereka telah mencegat jalan pulangnya dua
korbannya.
Tempat dimana dua orang itu sedang lewat ada jalanan
sempit dan pada kedua belah tepinya berjurang dalam sekali.
oet ti bersaudara mengintai mereka dibalikpohon dengan
pikiran mengiri dan cemburu melihat kemesraan mereka
bercakap-cakap.
Ketika dua calon korban itu datang mendekati mereka. oetti
Koen berkata perlahan pada engkonya.
"Jiko, mari kita dorong saja mereka masuk kedalam jurang,
bagaimana pikiran Jiko? ini adalah kesempatan baik untuk kita
melampiaskan dendam."
"Itu juga baik." jawab oet ti Kang sambil anggukan
kepalanya.
Berdua lantas melihat kesekitarnya, untuk dapat kepastian
apakah benar sudah tidak ada orang yang lihat pekerjaan
mereka sebentar? Tapi apakah kagetnya mereka ketika
menampakkan dirinya di puncak gunung ada Him Toa Ki dan
Song Boe Ki yang tengah memandang kebawah dimana Ho
Tiong Jong dan cong ie sedang jalankan kudanya.
Him Toa Ki ada jago kawakan dari oei-san-pay, ia dibuat
jerih juga oleh oet-ti bersaudara maupun suhengnya si Tangan
Telengas Song Boe Ki, tidak heran kalau oet-ti- Koen saat itu
menjadi cemas sendirinya.
"celaka, ada dia di atas yang melihat. Sukar untuk kita
bekerja menurut rencana kita. Dasar mereka masih bernasib
baik" demikian kata oet-ti Koen sambil menghela napas
menyesal
oet-ti Kang hanya anggukkan kepalanya ia juga tidak
berkata.
Song Boe Ki ketika dengan Him Toa Ki berada dikaki
gunung, masing-masing telah turun dari kudanya. Setelah
melihat-lihat pemandangan disitu, tiba tiba Song Boe Ki
berkata.
"Saudara Him, bagaimana kalau kita naik ke puncak
gunung tanpa naik kuda".
Him Toa Ki mengerti maksudnya Song Boe Kie hendak
mencoba kepandaiannya, maka ia anggukkan kepala dan
menjawab. "Baiklah, sembari kita lihat- lihat pemandangan-"
Song Boe Ki girang mendengar kesanggupan itu, sebab
memang sebenarnya ia ingin menjajal kepandaiannya jago
dari oei-san-pay itu.
Ketika mereka sampai ditengah-tengah gunung, tampak
song Boe Ki kalah napas oleh Him Toa Ki, sebab kalau si orang
she Him masih tenang-tenang saja adalah sebaliknya dengan
si tangan Telengas, napasnya sudah sedikit memburu. Hal
mana bukannya tidak dapat dilihat oleh Him Toa Ki, tapi
karena hendak menutup orang punya malu, maka jago dari
oei san-pay itu telah jalan bersama-sama saja.
Him Toa Ki dari jarak tiga puluh tombak telah melihat
kebawah cong ie dan Ho Tlong Jong berkuda dijalanan yang
berbahaya, maka ia minta Song Boe Ki suka bersama sama
turun gunung untuk menyongsong cong ie dan Ho Tiong Jong.
oet-ti bersaudara juga sudah muncul dari tempat
persembunyiannya.
Mereka berenam lalu berjalan pulang. Kalau yang lainlainnya
pulang dengan hati senang karena selamat, adalah
oet-ti bersaudara merasa kecewa dengan akal jahatnya telah
gagal. Tapi diam-diam mereka masih punya pengharapan, lain
kali dapat menganiaya Ho Tiong Jong dan cong ie.
Sebelum mereka sampai dibenteng Seng-kee-po ditengah
jalan berpapasan dengan Li-lo sat ie Ya. Semua tidak menaruh
perhatian pada wanita galak itu, hanya Ho Tiong Jong yang
terkejut diam-diam ia mengawasi ie Ya dalam hati menanya,
kedatangannya itu apa maksudnya?"
ie Ya setelah melemparkan senyuman kepada Ho Tiong
Tong, lantas menghampiri cong ie dan berkata padanya.
"Barusan aku mendapat kabar si Raksasa in Goei sudah
datang ke benteng. Tapi kau jangan takut, dia datang dengan
pendekar kawakan Kong-thong Sian-im Hoei Tok Tojin-Mereka
berdua telah pergi, maka entah sekarang bagaimana keadaan
mereka."
cong ie berubah mukanya mendengar bicaranya ie Ya.
"Ya, In Goei pada lima tahun berselang pernah diusir oleh
ayahku, dia tentu sampai sekarang ada menendam sakit hati."
Ho Tiong Jong merasa heran-
Sambil tertawa, ie Ya berkata padanya. "Ya, dua partay itu
ada merupakan dua musuh besar dari dahulu, maka
dendaman sakit hati tak habis-habisnya." Mereka beromongomong
sambil berjalan menuju ketempat penginapan masing
masing.
Ho Tiong Jong ketika sampai, segera disambut oleh pelayan
yang mengantarkan kekamarnya dilain bagian, bukan
dikamarnya yang semula.
Menurut keterangan pelayan, katanya ditempat itu khusus
untuk para pendekar ulung yang dapat langsung berhubungan
dengan Seng- Lo-pocu (kepala benteng).
Kamar kamar disitu dipecah dua baris yang sebelah kiri
untuk pria mendapat pelayan-pelayan pria juga sedang
sebelah kanannya untuk kaum wanita yang dilayani oleh
pelayan wanita. Tampak keadaan disitu rapi dan resik sekali
hingga menyenangkan yang menempatinya .
Ho Tiong Jong terbelalak matanya, ketika ia memasuki
kamarnya. Perabotan disitu di- hias rapih dan indah,
disekitarnya kamar penuh dengan pemandangan yang
menarik hati.
Diam-diam Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri.
"Apakah orang tidak keliru menanggap tentang diriku ? Aku
bukannya pendekar ulung, akan tetapi mendapat tempat yang
istimewa begini, betul-betul aku tidak habis mengerti".
Selagi ingatannya melayang-layang, pelayan yang
mengantarnya tiba-tiba berkata.
"Ho Siang kong tentu belum tahu, dalam rumah ini
mempunyai empat ratus kamar. Dalam bagian kamar-kamar
disini masih belum ada yang datang, maka Ho Siang kong
harus tinggal sendirian dahulu. Hari keramaian yang
ditentukan masih ada tujuh hari lagi, untuk beberapa hari ini
pasti Ho Siangkong akan merasa kesepian tinggal sendirian-
Siangkong kalau ada keperluan apa-apa, panggil saja pelayan,
ia pasti datang untuk melayani Siangkong. Tentang makan,
sesuka siangkong mau dimana, dibawa kekamar juga boleh
atau mau makan bersama sama teman juga tidak halangan-
Pelayan akan menyediakannya. Sebentar malam, Pocu akan
memperkenankan semua tetamunya yang sudah datang."
"Terima kasih," jawab Ho Tiong Jong bersenyum, "aku
sekarang belum mempunyai teman, maka kalau tidak
keberatan aku lebih suka kalau makanan untukku dibawa
kekamarku saja"
"Baiklah" kata si pelayan- sambil anggukkan kepalanya lalu
keluar dari situ.
Setelah sang pelayan berlalu, Ho Tiong Jong otaknya
bekerja. ia memikirkan diam ditempat itu harus berlaku sopan
santun, pakaian juga harus pantas enak dilihat orang. Ia bisa
berlaku sopan santun, tapi bagaimana dengan pakaiannya?
Diam-diam ia merasa tidak enak sendirinya.
Selagi pikirannya bekerja sambil jalan mundar mandir
dikamarnya, ia kaget ketika pintu kamar dibuka. Kiranya
pelayan tanggung kira kira umurnya sepuluh tahun masuk
kedalam. Dengan hormat ia berkata.
"Aku bernama Keng Jie. sengaja datang pada Siang kong
untuk menanyakan, apakah Sian kong tidak ingatan untuk
membersihkan badan seulah menempuh perjalanan demikian
jauh?"
Ho Tiong Jong melengak. la tidak mengira datang-datang
pelayan cilik ini mengajukan pertanyaannya yang tepat sekali.
Apakah dia tahu bahwa aku telah melakukan perjalanan jauh?
Kalau tidak siapakah yang memberi tahukan padanya?"
Demikian Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri.
Kemana ia ingin mandi, tapi bagaimana dengan
tukarannya? Apa ia harus pakai pakaiannya lagi yang buruk
itu?
Setelah ia menjawab. Keng Jie sudah membuka lagi
mulutnya berkata.
"Ho Siang kong, mari ikut aku, Akan ku antarkan kau
ketempat mandi, setelah mandi aku tanggung kau akan
merasa segar..." ia bersenyum.
Kembali Ho Tiong Jong dibikin heran- Baru saja ia ketemu
dengan pelayan cilik ini, tapi ia sudah dapat bergurau seperti
yang sudah lama kenal. Heran pikirnya. Tapi bagaimana juga
memang ingin mandi maka ia lantas menjawab. "Baiklah mari
antarkan aku ke tempat mandi." Keng Jie cepatjalan di muka,
diikuti oleh Ho Tiong Jong.
Tidak berapa lama mereka berjalan, sampailah pada
sebuah kolam yang dikitari oleh pepohonan yang rindang
daunnya. Sejuk sekali keadaan disitu, airnya juga bening
sekali, ketika Ho Tiong Jong melongok kedalam kolam.
Keng Jie yang menghentikan tindakannya sambil menunjuk
kekolam tadi ia berkata. "Nah inilah tempat untuk Siangkong
membersihkan badan-"
Ho Tiong Jong memang senang sekali kalau bisa mandi
dalam kolam yang jernih airnya itu, maka dengan tidak
menjawab lagi ia sudah membukai pakaiannya dan dengan
hanya celana pendek. ia nyebur kedalam kolam, berenang
kesana sini dengan gembira sekali, entah berapa lama
merendam dirinya ketika matanya mengawasi kepinggiran,
tidak tertampak Keng Jie untuk menantikan ia. Ia lalu
berenang kepinggiran, lalu naik dan hendak mengambil
bajunya. Tapi alangkah herannya ia sebab pakaiannya yang
sudah Compang camping tidak ada pula ditempatnya, sebagai
gantinya ada setumpukkan pakaian baru.
Setelah tertegun sebentaran ia lain mendekati pakaian tadi.
Diatasnya ada sepotong surat yang berbunyi singkat saja.
"Jangan sungkan, pakailah tukaran ini." Tidak ada tanda
tangan siapa yang mengirimnya, tapi tulisan indah sekali.
la ingin tahu menanyakan pada Keng Jie, akan tetapi
pelayan cilik itu sudah tidak kelihatan mata hidungnya. Entah
kemana ia sudah pergi? Dengan apa boleh buat Ho Tiong Jong
pakai pakaian sumbangan orang itu. Ternyata pakaiannya itu
pas benar dengan perawakannya, warnanya putih terang.
Anak muda itu dalam pakaian ini tampak menonjol parasnya
yang cakap tampan-
Sambil berjalan Ho Tiong Jong memikirkan, siapa
gerangannya yang telah menaruh perhatian padanya demikian
besar? Bagaimana juga ia mengerjakan otaknya untuk
menduga-duga, ia tidak dapat menebaknya.
Ia jalan terus, melewati sebuah kolam bunga teratai. Disini
ia jalan mundar-mandir sambil menggendong tangan- Tibatiba
pada suatu tempat tidak jauh dari kolam ia melihat ada
tanah mumbul seperti terdorong dari sebelah dalam.
Matanya terus mengawasi pada tanah yang mumbul itu.
kemudian terlihat satu kepala manusia yang lancip nongol
disusul dengan badannya keluar dari tanah.
"Apakah ia setan yang muncul disiang hari?" ia menanya
dirinya sendiri.
Meskipun menduga adanya setan- Ho Tiong Jong tidak
takut. Ia terus mengawasi apa yang orang itu akan lakukan
lebih jauh.
orang itu berpakaian hitam, tangannya besar dengan kukukukunya
yang meruncing berkilat, hidungnya mancung,
matanya sipit dan bibir tebal. Matanya yang sipit di-pelototkan
kearah Ho Tiong Jong, sambil perlihatkan giginya yaug besar.
Sungguh menyeramkan bagi orang penakut yang melihatnya .
Ho Tiong Jong tetap berdiri tidak bergerak mengawasi orang
itu.
Setelah meloloskan pakaiannya yang serba hitam tadi,
tampak dimasukkan kedalam sebuah kantong. Kemudian ia
merapihkan lagi tanah yang barusan terbongkar gara-garanya
ia keluar dari tanah, hingga rapih kembali seperti asal
mulutnya.
Ho Tiong Jong terus mengikuti segala gerak-geriknya, ia
masih terus menduga bahwa orang itu tentu ada satu jejadian
penunggu disitu.
orang itu setelah kembali mengawasipada Ho Tiong Jong
tiba-tiba telah tertawa terbahak-bahak.
"Hei, lote, kau mengawasi saja kepadaku tentu kau merasa
heran barusan aku keluar dari tanah bukan? Kau jangan takut,
sebab aku bukannya setan atau siluman- coba kau datang
kemari untuk kita bersenda gurau... ha ha ha "
Ho Tiong Jong mendengar suaranya orang itu, ia mendapat
kepastian bahwa ia bukannya setan yang ia duga tadi. Hatinya
mulai tegar, maka ia lantas menjawab. "Betul, aku kira tadinya
kau ada setan yang menggasir tanah."
Kembali orang itu ketawa girang. "Laote, kau kemarilah.
Aku ada punya rahasia yang akan kuceritakan padamu, amat
penting, sukakah kau mendengarnya ?" Ho Tiong Jong
bersenyum tidak menjawab.
Kembali orang itu tertawa tergelak- gelak sambil
menunjukkan giginya yang besar. "Kalau begitu, biarlah aku
yang datang padamu"
Perkataannya belum lampias, orangnya sudah melesat
menghampiri dan sebentar saja sudah berada di hadapannya
Ho Tiong Jong.
"Laote, aku mau tuturkan suatu rahasia padamu," kata
orang ini, "apakah kau suka mendengarnya? "
Kali ini Ho Tiong Jong anggukkan kepalanya.
Diam-diam Ho Tiong Jong merasa suka dengan gerak-gerik
dan segala ucapannya orang aneh itu, yang lucu jenaka.
"Toako, kau hendak cerita rahasia urusan apa?" tanyanya
sambil tertawa.
"Sekarang kau hendak membuka rahasia itu dibelakang mu
ada banyak orang yang mengawasi kau, kau percaya tidak?"
jawab siorang aneh.
Ho Tiong Jong cepat berpaling kebelakang nya, benar saja
ada beberapa orang yang mengawasi kepadanya sambil pada
bersandaran ditiang jalanan-
Ho Tiong Jong menghadapi lagi si orang aneh katanya.
"Mereka kira barangkali kita Sedang main sandiwara."
orang itu ketawa lagi. Tidak diduga orang itu ketawanya
murah sekali. saban-saban ketawa, membikin Ho Tiong Jong
mau atau tidak terpaksa ikut-ikutan-
"Nah, disini kau lihat." kata orang aneh itu sambil
menunjukpada dua pemuda yang edang kasak-kusuk bicara,
"Mereka ada pemuda sombong dari Go bie-pay, saban hari
jalan ambil menyoren pedang dengan muka angkuh. Aku
sebel melihatnya, mereka namakan dirinya ebagai "im- yang
Siang-kiam", tunggu aku kasih mereka rasa."
Ia berkata sambil memunggut sebuah batu sebesar
kepalan-
Sambil mengangkat tangannya ia kemak-kemik mendoa.
"Atas nama langit dan bumi, semoga batu ini mengenakan
tepat kepada dua orang sombong itu"
Ho Tiong Jong melihatnya jadi terkejut. Sambil lompat ia
mencegah. "Toako, kau mau berbuat apa ?"
"Aku mau kasih dua orang ini rasai batu ini" jawabnya
sambil nyengir
"Ah, tidak baik berbuat begitu. Tidak baik mencari setori,
nah, sekarang kau harus perkenalkan namamu kalau kau mau
mengikat persahabatan aku." orang itu ketawa bergelak-gelak.
Sambil tepok-tepok kepalanya sendiri berkata.
"Aku ini memang peluapaan- Maksudku menghampiri
padamu adalah hendak berkenalan, tapi barusan timbul
marahku pada dua orang jumawa itu. maka aku jadi lupa.
Harap laote suka maafkan-" ia sambil menjura memberi
hormat. Ho Tiong Jong menyambuti hormatnya orang sambil
bersenyum geli.
Batu yang hendak ditimpuki tadi, telah dimasuki kedalam
kantong bajunya yang besar pada saat ia hendak memberi
hormat pada Ho Tiong Jong.
"Laote, sebenarnya kau she apa dan nama mu yang
terhormat?" tanyanya Jenaka.
"Aku she Ho namaku Tiong Jong. Dan toako ?" Ho Tiong
Jong balik menanya.
" Laote bicara terus terang, aku sebenarnya barusan
didalam tanah telah melihat kau merasa suka dan ingin
bersahabat dengan kau, makanaaku sudah nerobos keluar
untuk berjumpah muka."
"Hei, bagaimana didalam tanah dapat melihat aku?"
menyelak Ho Tiong Jong heran. orang itu tertawa tergelakgelak.
"Laote, memang juga kau akan merasa heran kalau aku
belum bercerita tentang diriku, Aku senang padamu, ingin
bersahabat, maka aku akan menceritakan padamu."
"Toako kau masih belum menjawab pertanyaanku."
"Pertanyaan apa?"
"Namamu yang terhormat" jawab Ho Tiong Jong sambil
bersenyum.
"ow.. namaku Mudah saja. Aku bernama Kho Kie, suhuku
yang menamai aku begitu, Kie, artinya buang, jadi aku ini
anak buang-buangan- Ha ha ha ha..."
"Dan Kho, apa artinya?" tanya Ho Tiong Jong berlaga pilon.
"Ah, masa laote tidak tahu. Kho, artinya tinggi, artinya
inilah yang menjadikan aku tidak habisnya menyesal, karena
aku bukan nya orang tinggi. Aku pikir hendak merubah
namaku, supaya lebih enak kedengarannya."
Semakin lama Ho Tiong Jong semakin ketarik oleh Kho Kie
yang Jenaka dan menggelikan hati segala gerak-gerik dan
perkataannya.
"Kho toako, aku pikir buat apa kau ganti namamu, sebab
itu sudah baik,." Kho Kie ketawa nyengir.
"Khotoa-ko, sekarang baik kau ceritakan padaku bagaimana
kau dapat belajar ilmu masuk kedalam tanah. Kepandaianmu
itu betul-betul membikin aku tidak mengerti," demikian kata
Ho Tiong Jong pula sambil tertawa.
Kho Kie kelihatannya bangga ilmunya itu dikagumi sianak
muda. la beraksi lucu sekali sebelumnya ia menuturkan
kisahnya.
"Ya," ia kata, "sebenarnya ilmuku ini sangat dirahasiakan,
tidak boleh sembarangan diberitahukan kepada orang lain-
Tapi tidak apa aku ceritakan sedikit saja cara bagaimana aku
bisa mendapatkan ilmu itu." Ho Tiong Jong angguk-anggukkan
kepalanya.
"Bagus, bagus ceritakanlah apa yang boleh diceritakan,"
katanya tertawa.
"Ilmu itu dinamai Tun-te-sut (ilmu masuk tanah) yang aku
yakinkan dengan susah payah baru berhasil. Aku harus
melatih kepalaku supaya jadi keras, dibantu oleh alat yang
merupakan topi lancip dari baja murni.
Bermula aku meyakinkan beberapa kali merasa pening
kepalaku, tetapi pelahan-lahan dengan pengunjukan guruku
yang telaten dapat juga mempelajarinya ilmu itu. Setelah aku
dapat masuk ketanah, sering sering aku tidur dalam tanah,
hingga guruku bukannya jarang telah kehilangan diriku: ha ha
ha." ia tertawa tergelak-gelak.
Tingkah lakunya Kho Kie yang lucu dan agaknya berhati
polos, membuat Ho Tiong Jong semakin lama semakin
menaruh perhatian dan suka kepadanya.
Ia sebenarnya tidak percaya ada orang bisa masuk kedalam
tanah, akan tetapi mau atau tidak ia harus percaya sebab ia
sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Mereka
bercakap-cakap sambil duduk didepannya jendela kamar.
Kelihatannya dua orang itu akur sekali, seperti juga kenalan
lama. Tiap pembicaraan ditutup dengan suara ketawa, malah
terkadang Ho Tiong Jong ketawa nya keterlepasan hingga
merasa jengah sendirinya karena disitu ia seberapa bisa harus
membawa dirinya berlaku sopan santun-
"Laote" Kho Kie berkata lagi, setelah berhenti ketawa.
"tempat disini sangat adem, aku akan pindah disini saja
menemani laote, bagaimana?"
"Dengan senang hati." jawab Ho Tiong Jong ketawa.
Kho Kie lalu minta pelayan ambilkan barang-barangnya
untuk ia pindah kesitu. Kemudian ia berkata lagi pada Ho
Tiong Jong.
"Laote, ketika aku berpisahan dengan suhuku beliau telah
berkata padaku, bahwa aku ini sangat nakal. Kalau masih
dibawah perlindungannya ada selamat, tapi kalau tidak dalam
perlindungannya lagi aku bisa menemui bahaya karena
perbuatanku yang nakal dan ugal-ugalan-"
"Ah kalau memang kita tidak mencari onar lebih dahulu,
jangan kuatir kita dapat bahaya. Sebab orang boleh tidak
begitu gila akan memusuhi kita tanpa alasan, bukan?"
menyelak Ho Tiong Jong.
"Suhuku bilang lebih jauh," ia meneruskan sambil ketawa
nyengir, "kalau aku diserang dari depan aku dapat
melawannya, tapi kalau musuh menyerang membokong cilaka
tiga belas aku tidak berdaya. Maka beliau pesan wanti-wanti s
upaya aku jangan nakal dalam perantauan-"
"Siapa nama suhu toako?" tanya Ho Tiong Jong.
"Suhuku Kong Tong Shu alias Sin- yu Lokong. orang di
seng-keepo tidak tahu aku ini ada muridnya karena suhu
memesan aku jangan menyebut nama-namanya. Aku
sembarangan saja mengatakan muridnya It Im Lo ni, ha ha
ha..."
"Eh, toako, siapa itu It Im Lo-ni?"
"It Im Lo ni dari kuil cauw Im Yan di Bu tong-san,
musuhnya suhuku, ha ha ha..." ia tertawa geli sekali
kelihatannya.
Ho Tiong Jong sebaliknya menjadi heran, bagaimana Kho
Kie dapat menyebutkan muridnya It Im Lo-ni?
"Tapi, toako," ia berkata nyaring, melihat Kho Kie terusterusan
ketawa. "Orang tentu heran, kenapa It Im Lo ni
memungut kau sebagai muridnya? Mau juga ia pungut murid
perempuan sebagai nikouw dikuilnya."
"Laote, kau memang benar," jawabnya.
sambil menyusut matanya yang mengeluarkan air saking
enaknya tadi ia ketawa. "Ada eorang kuasa disini yang
menanyakan begitu kepadaku. Aku sudah kibuli padanya,
bahwa Lo-ni itu telah mengingkari janjinya dan telah
menerima aku sebagai muridnya. orang itu tidak percaya dan
suruh aku mengunjukkan beberapa jurus ilmu silatnya Lo-ni
itu dihadapannya."
"Habis, bagaimana?" menyelak Ho Tiong Jong tidak
sabaran-
"Aku telah unjukkan ilmu itu untuk membikin yang
menanya puas hatinya. Aku tahu Lo-ni itu senjatanya kebutan
yang dinamai Kim-soa Giok-peng in Tipu ilmu silatnya "Lianhoa-
tjat" yang sangat terkenal. Aku sudah coba unjukkan itu,
sekali aku bergerak orang yang tidak percaya tadi telah dibikin
terpelanting, maka ia baru percaya aku ada muridnya si nikow
tua, ha ha ha...."
Ho Tiong Jong juga ikut ketawa, diam-diam berpikir. "Betulbetul
kau nakal, tidak heran kalau gurumu memesan wantiwanti
Supaya jangan nakal diluaran. Apakah orang yang
begini lucu jenaka akan menghadapi bahaya? Ah. sungguh
sayang sekali..."
"Siapa orang yang kau sengkelit itu toako ?" Tanya Ho
Tiong Jong
"Setelah aku berjalan dalam benteng seng kee-po ini baru
saja, kalau dia itu ada si "Ular Kumbang" yang menjadi
pengurus nomor dua dalam benteng ini. Aku tidak takut sama
segala ular, maka juga aku masih hidup sampai sekarang, ha
ha ha..."
Kali ini ia ketawa keterlepasan, hingga ia dengan kursinya
telah terjungkel kebelakang dan membentur kaca jendela,
hingga mengeluarkan suara "prang" yang nyaring sekali.
Kaca jendela telah menjadi pecah karenanya.
Ketika ditarik mundur, ternyata Kho Ke telah menindih
seorang pelayan yang saat napasnya empas empis karena
keberatan kena tertindih barang berat. Pelayan itu justru
bukannya lain dari pada Keng Jie.
Setelah kaca jendela yang pecah ditutup dengan kertas, Ho
Tiong Jong dan Kho Kie meneruskan kongkonya (bercakapcakapan
) kali ini mereka masing-masing mengisahkan riwayat
dirinya. Diam diem Ho Tiong Jong menyesalkan dirinya yang
tidak bersekolah dan berkepandaian-
Dibandingkan dengan Kho Kie jauh benar pengetahuan
surat dan ilmu silatnya. Ia malu bergaul dengan Kho Kie yang
jauh lebih pintar, akan tetapi Kho Kie sebaliknya merasa suka
dan senang bergaul dengan anak muda itu yang dianggapnya
ada orang baik-baik dan tidak sombong.
Kho Kie yang ramah tamah dan polos terus mengajak Ho
Tiong Jong bergurau, hingga perasaan malunya si anak muda
menjadi lumer sendirinya. Selanjutnya mereka pasang omong
dengan amat gembira sekali.
Selagi mereka sibuk dengan ceritanya masing-masing, tibatiba
terdengar suara tindakan kaki mendatangi. Ketika itu Kho
Kie sudah siap hendak masuk kedalam tanah, tapi dilihatnya
yang datang terayata adalah si Ular Kumbang. Sebentar saja
mereka sudah hadapan, Ho Tiong Jong sambil menjura telah
memohon maaf untuk kaca yang tadi pecah itu karena tidak
disengaja.
"oh itu perkara kecil, jangan dibuat pikiran- "jawab si Ular
Kumbang sambil tertawa.
Ho Tiong Jong merasa lega hatinya.
"Kedatanganku adalah hendak memberitahukan kalian,"
kata pula si Ular Kumbang, "tentang perjamuan menyambut
tetamu, besok semua tetamu akan diperkenalkan satu persatu
dalam perjamuan itu, yalah supaya tetamu satu dengan lain
mengenali terlebih dahulu." Ho Tiong Jong anggukkan
kepalanya, sedang Kho Kie hanya ketawa saja.
Tengah mereka bertiga bercakap-cakap. terdengar
suaranya kaki wanita mendatangi. Ketika mereka menegasi
kiranya yang datang ada si nona in, pelayannya nona Seng
putri kepala benteng dari Seng-kee-po.
Si Ular Kumbang telah menjura dengan hormat kepada
nona pelayan itu, sebelumnya ia membuka suara terdengar
nona ln berkata secara bergurau, setelah sejenak mengawasi
kepada jendela yang pecah kacanya. Ho Tiong Jong dan Kho
Kie.
"Hei, apa kalian sudah berkelahi sampai kaca jendela
pecah?" Wajahnya berseri-seri ia meneruskan berkata pada Ho
Tiong Jong. "Bagaimana? Apa Ho Siang kong senang tinggal
dalam kamar ini?"
"senang... senang," jawab Ho Tiong Jong seraya
anggukkan kepala.
Nona in ketawa manis hingga Kho Kie yang melihatnya
menjadi kesengsem. sambil tertawa nyengir ia menimbrung.
"Nona in,akupun pindah kemari, kalau engkau ada tempo
sukalah sekali waktu datang menyambang kepada kita di sini."
Nona in tidak menjawab, hanya matanya mengerling galak.
Sambil menekap mulutnya karena merasa geli melihat gerakgeriknya
Kho Kie yang lucu, nona pelayan itu telah
meninggalkan mereka.
setelah nona in berlalu, si Ular Kumbang menegur pada
Keng Jie. "IHei, Keng Jie. perlu apa kau memanggil padanya
kemari?"
"Aku bukannya sengaja memanggil. Selagi aku keluar
berpapasan dengannya, dia menanyakan tentang keadaannya
Ho Siang-kong, aku lantas ceritakan kejadian barusan sebab
aku kira mereka telah berkelahi. Katanya dia kebetulan mau
melihat Ho Siang-kong, maka dia bersama-sama aku kesini.
Eh perjamuan besok bukannya malam, tapi jam tiga sore...."
demikian Keng Jie nyerocos bicara.
Ho Tiong Jong tidak perhatikan pelayan itu nyerocos lebih
jauh hanya diam-diam memikirkan, apa perlunya nona in
menengoki ia? Hatinya merasa tidak enak berbareng saat itu
pelayan yang disuruh Kho Ki datang membawa barangbarangnya
Kho Kie yang sudah dapat kesitu. Sedang tukang
kayu juga sudah muncul untuk membetulkan kaca yang pecah
tadi.
"Ho laote. buat apa kita tinggal diam saja disini. Mari kita
keluar jalan-jalan makan angin ha ha ha..." Kho Kie kembali
dengan suaranya yang Jenaka lucu.
"Baiklah." sahut Ho Tiong Jong.
Ia berkata sambil mengikuti, pikirannya terus melayang
pada nona in yang sengaja datang untuk melihat ia, entah apa
sebabnya ? Maka setengah jalan, ia sudah berkata pada Kho
Kie.
"Kho Toako, aku mau kembali kekamarku dulu, ada yang
hendak kutanyakan pada Keng Jie, harap kaujalan-jalan
sendiri saja. Sebentar kalau urusan sudah beres, aku akan
mencari kau lagi?"
Ho Tiong Jong berbareng hendak membilukkan kakinya
akan tetapi Kho Kie telah menyegah, katanya. "Ho siaocu. kau
jangan tinggalkan aku sendirian- Biar saja. sebentar lagi juga
kita ketemu Keng Jie, apa yang perlu kau tanya boleh
ditanyakan kepadanya bukankah sama juga?"
Ia berkata sambil menarik-narik lengannya Ho Tiong Jong,
hingga anak muda itu kelihatannya apa boleh buat mengikuti
si orang aneh tukang nerobos tanah itu. Berdua terus berjalan
jalan sambil ngobroL Tiba-tiba mereka berjumpah dengan
nona cong ie.
Setelah saling memberi selamat. Ho Tiong Jong telah
memperkenalkan Kho Kie kepada si nona.
"Engko Ho." kata nona cong pada Ho Tiong Jong "Malam
ini mungkin aku meninggalkan tempat ini, aku menyesal sekali
tidak dapat menghadiri berkumpulnya orang-orang gagah
dalam benteng ini."
Ho Tiong Jong terkejut. Ia lantas ingat, bahwa nona cong
mau meninggalkan tempat ini tentu lantaran gara-garanya si
Raksasa in Goei, maka ia lalu menanya. "Apa si Raksasa in
Goei belum pergi dari sini."
cong ie geleng kepala. "Hmm.... Sekarang belum tahu,
sebentar malam baru mendapat kepastian dia pergi atau
tidak."
Kho Kie yang mendengar pembicaraan Ho Tiong Jong dan
cong Ie lantas mengerti bahwa nona itu akan meninggalkan
benteng sebab takut oleh In Goei, maka hatinya mendadak
sudah menjadi panas dan berkata.
"Nona, kau tak usah meninggalkan tempat ini. Biar aku usir
si Raksasa itu, aku mendengar julukannya demikian sudah
merasa sebal."
"Kho toako." menyelak Ho Tiong Jong "kau tidak boleh
berbuat begitu. Kalau kau bikin onar ditempat ini aku tidak
mau bersahabat dengan kau lagi." Kho Kie tertawa nyengir.
cong ie kelihatan unjuk paras muka merengut, ia agaknya
merasa kesal dengan soal yang dihadapinya ia mendengar
kata-katanya si orang aneh, matanya yang bagus tiba-tiba
melirik. kemudian memandang pada Ho Tiong Jong yang
menegur Kho Kie.
Ia masih berdiri sejenak didepan mereka, kemudian telah
meninggalkan mereka dengan tidak berkata apa-apa lagi.
Ho Tiong Jong melongo melihat cong ie begitu ketus.
"Ha ha ha..." tiba-tiba terdengar Kho Kie buka suara "Ho
laote barusan kau keliru melarang aku tidak boleh membuat
onar, sebab dianggapnya oleh si cantik tadi kau tidak
memihak kepadanya ikut membenci kepada orang yang
dibencinya. Sebaliknya kau lebih memandang berat diriku,
mana dia tidak jadi marah ?"
Ho Tiong Jong masih bingung dengan kata-katanya Kho
Kie. "Kho toako, sebenarnya kenapa sih dia seperti yang
ngambek berlalu dari sini "
"Ha ha, kau masih belum mengerti juga orang omong. Dia
jengkel, karena kau menghalang-halangi untuk memberi
hajaran kepada musuhnya, kau mengerti ?" Baru sekarang Ho
Tiong Jong mengerti.
Ia kelihatan geleng-gelengkan kepalanya, tapi ia tidak mau
disesalkan-
"Biarlah kita jangan pusingkan yang begituan, aku memang
lebih menghargai persahabatan daripada wanita dan-.."
Perkataannya belum habis, cong ie tampak sudah muncul
kembali didepan mereka.
Ia agaknya mendongkol pada Ho Tiong Jong, pada siapa ia
berkata.
"Mana itu selendangku, lekas kau kembalikan" katanya
dengan suara dingin.
Ho Tiong Jong terkejut, mukanya seketika itu juga merjadi
merah karena merasa malu sudah menyimpan selendangnya
si nona dan kini telah di tagih.
Ia merogo-rogo sakunya, Sudah tentu saja tidak kedapatan
karena selendang itu ada dalam saku bajunya yang kotor,
yang diambil oleh Keng Jie, Entahlah apakah Keng Jie mencuci
bajunya sekalian dengan selendang itu turut dicuci? "oh nona
cong, maafkan aku kelupaan membawanya."
Sambil sipitkan matanya dengan kelakuan lucu sekali Kho
Kie telah menyelak.
"oh, selendang itu kepunyaannya nona cong? celaka tiga
belas, sebenarnya aku tak seharusnya bersenda gurau dengan
Ho laote, selendang itu aku telah curi dari Ho laote dan ada
disini."
Ia terus meraba raba kantongnya yang besar kemudian
dikeluarkan segala isinya Kira nya didalam kantong itu berisi
macam-macam benda seperti baju tipis hiram untuk keluar
masuk tanah, uang perakan beberapa, potong sebuah batu
sebesar kepelan, dua mainan dari kayu, potongan besi bersegi
tiga dan empat yang tajam sekali, sebagai penuntun ia
keluarkan handuknya yang sudah dekil dan menyiarkan bau
asam, hingga cong ie yang turut memeriksa apa isinya
kantong telah menekap hidungnya.
Ia heran mengapa Kho Kie mengantongi banyak macam
barang ?
Tadinya ia hendak marah akan tetapi melihat kelakuannya
Kho Kie yang lucu diam-diam ia merasa sangat geli, ia ketawa
dibalik tangannya yang menutupi mulutnya. Untuk menahan
rasa gelinya, supaya jangan keterlepasan ketawa, cong ie
telah melototkan matanya mengawasi pada Kho Kie.
Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Kho Kie
berkata didepannya si nona:
"Nona cong," katanya, " betul- betul aku ini orang celaka,
aku sekarang ingat betul selendangmu itu bukan kutaruh
dalam kantong ini, tapi..."
"Tapi dimana? Lekas katakan" kata si nona separuh
membentak.
"Aku taruh di bawah bantal kepalanya Ho laote..."
jawabnya sambil nyengir. Ho Tiong Jong terbelalak matanya.
Si nona merah selembar mukanya, akan tetapi diam-diam
ia merasa girang.
"Biarlah, aku tidak perlu lagi dengan benda itu," katanya
agak bersenyum kepada si pemuda yang saat itu tinggal
membisu menyaksikan kawannya menjual aksi.
"Tapi nona cong, tidak apa kau sekarang pergi
mengambilnya." kata Ho Tiong Jong.
"Sudahlah " kata si nona, "Aku tak memerlukan lagi barang
itu. kalau nanti kau dapatkan boleh buang saja."
Matanya yang jernih menarik mengerling kearahnya si
pemuda tampan, setelah meninggalkan senyumannya ia telah
pergi dari situ. Ho Tiong Jong dan Kho Kie jadi saling
pandangan satu dengan yang lain-Keduanya kemudian ketawa
terbahak-bahak.
"Ah, betul-betul wanita itu aneh..." Ho Tiong Jong
menggandeng sendirian-
"Ho laote," kala Kho Kie sambil nyengir.
"Nona cong itu kelihatannya sangat memperhatikan
padamu, cuma sayang kau tak bisa memikat hatinya, ia cantik
sekali parasnya."
"Kho toako, kau jangan tertawakan aku, orang semacam
aku ini mana dipandang oleh matanya nona cong yang unggul
segala-galanya dari aku. Kalau dia sudah mau manggutkan
kepalanya saja terhadap aku, sudah membikin aku merasa
sangat bahagia, Aku tidak memikirkan hal yang bukan-bukan."
Kho Kie tertawa, Tiba-tiba parasnya tampak menjadi
sungguh-sungguh.
"Ho laote, kalau untuk aku memilih wanita aku akan
memilih nona in itu daripada..."
"IHusstt...." Ho Tiong Jong mencegah kawannya
meneruskan kata-katanya." Kau jangan sembarangan berkata,
nanti dapat didengar orang tidak baik."
Ho Tiong Jong melihat ada orang yang memperhatikan
mereka dalam berCakap- cakapnya itu, makanya ia cepat
mencegah kawannya berkata lebih jauh.
Ia heran, kenapa gerak-geriknya selalu diawasi saja? orang
tadi telah mengikuti terus kemana mereka pergi seperti orang
yang sedang menguntit pencuri saja.
Kho Kie juga tahu itu, tapi keduanya seperti yang sudah
sepakat, tidak memperdulikan gerak-geriknya orang yang
menguntitnya mereka itu.
Mereka teruskan jalan-jalannya, bercakap tidak putusnya
dan sebentar-sebentar ditutup dengan gelak ketawanya malah
Ho Tiong Jong terkadang sampai terpingkal-pingkal
ketawanya, rupanya tidak tahan dengan omongan-omongan
Kho Kie yang mengitik urat ketawa.
oleh karenanya, tidak heran kalau banyak tetamu dalam
benteng itu pada menonton lagak- lagunya mereka berdua ini.
Tiba-tiba Ho Tiong Jong berhenti bertindak dan berbisik
ditelinganya Kho Kie. "Kho toako, coba kau lihat disana, dialah
itu si Raksaksa in Goei..."
Kho Kie cepat menoleh kearah yang di tunjuk Ho Tiong
Jong, Dilihatnya dipinggir sebelah kiri dari ruangan tamu ada
jalan seorang yang berbadan tinggi besar dan sikapnya gagah
sekali, ia berjalan lewat diantara para tamu, Tiba-tiba ia
berpapasan dengan ie Ya dengan siapa ia bercakap-cakap
sambil ketawa- ketawa.
"Ho laote, bagaimana kalau aku gunakan senjata rahasia
untuk bikin sebelah matanya buta, sehingga dia sebentar
malam tidak dapat menghadiri pejamuan. Dengan begitu nona
cong juga tidak harus meninggalkan tempat ini karena garagaranya,
kau pikir. baik atau tidak."
-ooodwooo-
V. KEMATIAN YANG ANEH.
KHO KIE menanya pikirannya sang kawan sambil ketawa
nyengir ia tidak berani sembarangan menuruti hatinya, karena
ia kuatir sang kawan nanti ngambek dan tidak mau
bersahabat dengannya. Kho Kie dalam tempo pendek saja
hatinya sudah tertawa oleh kelakuannya Ho Tiong Jong yang
jujur dan polos, maka sayang sekali kalau karena kelakuannya
yang ugal-ugalan dapat membikin putus tali persahabatan
dengannya.
Ho Tiong Jong ditanya demikian tampak sangsi sangsi, tapi
tokh ia anggukkan kepalanya. Kho Kie lantas siapkan senjata
rahasia-nya setelah mendapat persetujuannya sang kawan.
Senjata gelapnya seperti sebuah batu dilepas dari lengan
bajuuya, Dengan kecepatan luar biasa senjata telah
membentur batu besar didepannya in Goei, hingga ia ini kaget
dan celingukan mencari siapa yang telah melancarkan
serangan gelap itu, justru ia belum dapat melihat terang,
matanya telah disamber oleh pecahan senjata gelapnya Kho
Kie yang membentur batu tadi. Tidak ampun lagi matanya
yang sebelah kanan mengucurkan darah, sambil menekap
matanya yang luka,. in Goei berteriak kesakitan dan hampir
saja jatuh pingsan karenanya..
Ie Ya yang melihat kejadian itu segera memberikan
pertolongan dengan memberikan totokan dibcberapa tempat
jalan darah, sehingga darah tidak sampai mengucur lebih
jauh, Para tetamu yang melihat juga pada kaget, mereka
menduga duga siapa yang telah melancarkan senjata gelap
membikin matanya in Goei terluka? Peristiwa yang tak didugaduga
itu membuat ie- Ya hatinya merasa tidak enak. cepatcepat
ia menghampiri Ho Tiong Jong dan Kko Kie, kemudian
menanya.
"Hei, kalian apa tahu siapa yang telah melancarkan
serangan gelap atas dirinya si Raksasa in Goei? Aku tak
senang dengan perbuatan membokong itu, sebab belakangan
hari orang akan menduga bahwa aku yang berbuat demikian-"
Ho Tiong Jong membisu mendapat pertanyaan si nona, tapi
Kho Kie sebaliknya sambil ketawa nyengir telah menjawab
"Nona le sebenarnya kalau bukan padamu aku tidak mau
bicara terus terang siapa yang telah melancarkan senjata
gelap itu."
"Jadi kau sendiri yang telah berbuat ?" memotong Ie Ya.
"Bukan, bukan aku." jawab Kho Kie dengan tenang-tenang
saja, seraya unjak aksinya seperti yang benar-benar tahu
kemana larinya Sipembokong In Goei. "Aku lihat barusan ada
orang lari menerobos ketempat wanita berbareng aku
mendengar teriakannya ia Goei, aku...." ia tidak meneruskan
kata-katanya, karena sudah diselak oleh Ho Tiong Jong,
menanya kepada Ie Ya.
"Ya, Nona Ie, kalau seandainya orang yang membokong itu
diketahui In Goei mau berbuat apa terhadapnya?"
"Aku tidak tahu," sahut Ie Ya. "lihat saja nanti bagaimana?"
Ie Ya berkata sambil bersenyum pada pemuda
dihadapannya, pemuda yang cakap ganteng menawan hati
setiap wanita.
Sementara itu si Raksasa In Goei sudah di gotong masuk
kekamar untuk diberikan obat sebagaimana mestinya, orang
banyak pada menonton gerak-gerik Ie Ya yang menarik hati
tengah bercakap-cakap dengan Ho Tiong Jong dan Kho Kie.
Menyambut senyumannya Ie Ya, diam-diam Ho Tiong Jong
berpikir dalam hatinya.
"Ie Ya ada begini cantik, maka mudah saja memikat
hatinya banyak lelaki dan mudah membuat dirinya jadi
populer, Aku seharusnya juga membikin diriku jadi populer
dimatanya orang banyak."
Berpikir kesitu lalu ia berkata, "Mari kita masuk kedalam
ruangan untuk bercakap-cakap."
Li-lo-sat Ie Ya bersenyum manis,
"Ah, jangan, Aku masih banyak urusan, Pocu sebentar lagi
tentu akan menyuruh orang untuk melakukan penyelidikan
atas kejadian ini. Betul betul hatiku merasa sangat tidak enak,
Eh, ya, hampir aku lupa memesan-.."
"Memesan apa?" Tanya Ho Tiong Jong tidak sabaran.
"Memesan kau harus berhati hati sebentar malam dalam
perjamuan- Murid-muridnya Siluman Khoe Tok tentu akan
membikin susah padamu." Ho Tiong Jong bengong sejenak
alisnya di kerutkan, tapi tidak berkata apa-apa.
"Ya, paling baik kau mendekati itu orang-orang dari oey
san-pay." berkata pula Li-lo-sat ie Ya ketika melihat Ho Tiong
Jong seperti merasa kebingungan-
Setelah sekali lagi melemparkan senyumannya, Li-lo-sat ie
Ya telah meninggaikan Ho Tiong Jong dengan Kho Kie yang
telah saling pandang satu sama lain-sebentar lagi tampak Kho
Kie menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sayang, sungguh
sayang..."
"Apa yang dibuat sayang?" tanya Ho Tiong Jong heran-
"Sayang dengan nasibnya wanita telengas itu, ia sangat
ditakuti, tapi juga ia harus dikasihani nasibnya yang buruk."
" Nasibnya bagaimana, apa Kho toako dapat menceritakan
padaku?"
"Eh ya, celaka tiga belas. Dia tentu sudah mengetahui..."
"Siapa yang mengetahui urusan apa Kho toako ?"
"Nona cong."
"Nona cong kenapa ?"
" Laote kau tidak tahu, nona cong ketika melihat aku
mengeluarkan isi kantongku mencari selendangnya, tentu dia
dapat melihat juga senjata gelapku, pasir Terbang, suatu
senjata yang lain daripada yang lain karena hanya suhuku saja
yang mahir menggunakan senjata demikian."
Ho Tiong Jong terdiam. ia jadi memikirkan juga hal itu,
karena dengan diketahuinya rahasia senjata itu pasti orang
akan menuduh kepada Kho Kie yang telah membuat si
Raksaksa in Goei terguling.
Mereka kasak-kusuk mencari jalan keluar untuk
menyelamatkan diri, akhirnya diambil putusan buat dengan
diam-diam balik ke kamarnya.
Demikianlah, setelah mereka berada dikamar Kho Kie lalu
mengeluarkan semua isi kantongnya untuk Ho Tiong Jong
lihat, Diantaranya yang paling menarik adalah itu pasir besi
yang menjadi senjata gelapnya Kho Kie yang ampuh,
Bergempal sebesar kepelan, beratnya luar biasa.
Kepada Sang- kawan Kho Kie menceritakan kisahnya
belajar ilmu Pasir Terbang itu. suhunya ada seorang baik,
meski benar tabeatnya kaku. Entah kenapa oleh dunia
kangouw ia dicap sebagai orang yang jalan hitam (Jahat),
Selama dua puluh tahun ia mengasingkan diri digunung Samju,
orang telah memberi julukan padanya Sam-ju Lo long atau
Petani dari gunung Sam ju. ilmunya senjata gelap Pasir
Terbang dibuat jerih oleh lawan maupun kawan-
Senjata ini dari pasir besi, dibikin menjadi sebesar kepelan
tangan, ia dilepaskan dari lengan baju, Menggunakannya tidak
perlu menuju sasarannya, cukup membenturkan senjata itu
kepada salah satu benda yang berdesakan dengan yang
diarahnya. Segera seketika itu setelah kebentur mengeluarkan
reaksinya dan pasir besi halus menyerang kearah sasarannya.
"Hebat betul senjata rahasiamu itu, Kho toako." kata Ho
Tiong Jong, diam-diam ia bergidik juga mendengar bagaimana
bekerjanya senjata gelap itu yang tidak mengasih kesempatan
kepada korbannya untuk meloloskan diri. Kho Kie ketawa
nyengir lalu meneruskan kisahnya.
"Ia telah meyakinkan ilmu itu selama sepuluh tahun dan
sekarang cukup mahir menggunakannya, ia ada mempunyai
seorang suheng bernama Kie Gie Seng, siapa setelah
meninggalkan perguruan telah berbuat yang bukan-bukan
diluaran, hingga menimbulkan amarahnya orang-orang dalam
dunia persilatan-
Mereka mengutuk kepada suhunya dan mereka
merencanakan untuk menuntut balas, Sang suhu mendengar
ini, tidak ambil pusing, ia tahu, bahwa semua itu ada garagara
muridnya yang nyeleweng dan getahnya dilekatkan
padanya.
Belakangan kejadian-kejadian jahat kejam dan telengas itu
hilang dengan sendirinya.
Dengan begitu pelahan-pelahan maksud menuntut balas
untuk perbuatan-perbuatan yang membangkitkan hawa
amarah itu, telah lumer dengan sendirinya.
Mereka tidak tahu, kalau suhengnya yang berbuat itu
semua, ketika pulang kegunung menemui suhunya telah
dibikin buta matanya dan ilmu silatnya dimusnahkan-
Sejak membikin muridnya yang tersayang menjadi tak
berguna sering-sering suhunya tampak menangis, rupanya
sangat menyesal menerima murid yang tak kebetulan
sehingga namanya menjadi jelek dikalangan kangouw."
Sampai disini Kho Kie menutur, tiba-tiba Ho Tiong Jong
ingat akan selendangnya nona cong, maka ia lalu menanya
"Toako, mana itu selendang nona cong?"
Sebelum Kho Kie membuka mulut menjawab, tiba-tiba
masuk pelayan Keng Jie membawa benda itu dan diterimakan
pada Ho Tiong Jong.
"Ho Siang kong, barang ini aku ketemukan dalam saku baju
ketiga pakaian Siankong hendak dicuci," kata Keng Jie
bersenyum, sambil menyerahkan selendang nona cong.
Ho Tiong Jong merah mukanya, ia memesan pada Kebg Jie,
supaya kejadian itu tidak di ceritakan kepada lain orang lagi.
Keng Jie berjanji akan perhatikan itu.
"Eh. Keng Jie, aku lupa tanya padamu." tiba-tiba Ho Tiong
Jong berkata.
"Ada pertanyaan apa, Ho Siang kong ?"
" Keng Jie, itu nona in yang kau antar pada kami itu siapa
?"
Keng Jie bersenyum, "Ho Siang kong nona in adalah
pelayan yang disayang oleh puterinya pocu, makanya ia
sangat dihormati oleh orang-orang dalam benteng ini."
Ho Tiong Jong jadi bengong, Pikirnya,
"Nona yang begitu cantik, kedudukannya hanya sebagai
pelayan saja, Sayang..." Saat itu tiba-tiba Kho Kie tertawa,
"Ho laote." katanya, "pelayannya sudah demikian cantik,
entah bagaimana kecantikannya nona yang dilayaninya,
dapatlah kau membayangkannya sendiri, Ha ha ha..."
Ho Tiong Jong hanya bersenyum, Keng Jie sementara itu
sudah meninggaikan mereka dan waktu sudah mengunjuk jam
empat sore. Hatinya Ho Tiong Jong merasa tidak enak. karena
bagaimana ia dapat turut dalam perundingan sekarang
kepandaiannya ada sangat terbatas.
Jago-jago yang akan dihadapinya semua, terdiri dari
pendekar-pendekar ulung, Apakah tidak lebih baik ia
mengeloyor dengan diam-diam meninggalkan tempat itu
supaya tidak mengunjukkan kejelekannya didepan umum?
Sebab kalau misalnya ia harus bertempur dan mengalami
kekalahan bukan saja dirinya merasa malu, tapi juga hal itu
akan memalukan Kho Kie yang sudah menjadi sahabat
karibnya.
Melihat kawannya membungkam seperti ada apa-apa yang
dipikirkan keras, Kho Kie lalu menanya. "Ho laote kau
kenapa?"
Ho Tiong Jong geleng geleng kepalanya, tapi kemudian ia
minta pikirannya sang kawan juga, bagaimana baiknya untuk
dirinya yang berkepandaian terbatas menghadapi musuhmusuh
yang sudah ulung,
Kho Kie terdiam, ia juga rada bingung memikirkannya.
Diam-diam ia ingat dirinya ada mempunyai ilmu silat Kim-ci
Gin ciang atau, jari emas Telapakan perak, yang hanya tiga
jurus, tapi untuk membela diri juga ampuhnya luar biasa, ia
ingin turunkan ilmu silat ini kepada Ho Tiong Jong, tapi ia
yang takut kepada suhunya, sebab ilmu silat itu tidak boleh
sembarangan di turunkan kepada lain orang, ia jadi bingung
bagaimana dapat menolong kawannya itu. Terdengar Ho
Tiong Jong berkata sambil menghela napas.
"Kho toako daripada aku menanggung malu, apa tidak lebih
baik aku diam-diam saja meninggalkan bentengan ini ?"
Kho Kie merasa kesian, Segera ia ambil keputusan,
katanya.
"Ho laote, jangan, kau jangan meninggalkan bentengan ini.
Aku nanti ajarnya kau ilmu silat tiga jurus yang lihay untuk
melawan musuh." Pemuda itu berubah girang wajahnya.
"Ho laote, sebenarnya bakatmu bagus sekali, ilmu tenaga
dalammu juga cukup, asal kau mendapat pimpinan orang
pandai dalam sedikit tempo saja kau akan merupakan seorang
yang sangat lihay dalam rimba persilatan- Kini aku mau
ajarkan kau ilmu silatku Kim-cie Gan ciang yang hanya tiga
jurus, yalah jurus kesatu menggunakan jari kiri telapakan
tangan kanan, kedua menggunakan jari kanan telapakan kiri,
jadi sebaliknya dan yang ketiga balik ke yang kesatu yaitu jari
kiri dengan telapakan tangan kanan yang agak sukar adalah
bekerjanya tangan kanan dalam jurus ketiga dan tangan kiri
dalam jurus ke-dua sebab ada banyak perubahannya,
sekarang aku mulai memberi petunjuk harap kau perhatikan
betul-betul..."
Lantas saja Kho Kie menjalankan ilmunya, memberikan
petunjuk petunjuk yang penting.
Ho Tiong Jong otaknya cerdik dan memang punya bakat
yang luar biasa, maka tidak heran kalau dalam beberapa kali
dimainkan saja ilmu silat tiga jurus tadi telah tercatat benar
dalam otaknya.
Kemudian ia diminta oleh Kho Kie untuk menjalankan ilmu
yang diberi petunjuk olehnya barusan- Dengan sungguhsungguh
Ho-Tiong Jong telah mainkan ilmu itu dengan segala
perubahannya, yang membikin Kho- Kie bukan main
girangnya, sebab semuanya tak ada kesalahannya
"Ho laote, kau hebat sekali." katanya sambil menepuknepuk
bahu orang. Waktu-pun saat itu sudah jam lima sore
dekat saat perjamuan akan dibuka.
"Ho laote, kau diam diam teruskan berlatih, aku mau
kekamar kecil sebentar," kata Kho Kie tiba tiba sambil terus
ngeloyor keluar kamar.
Saat Ho Tiong Jong mau memulai lagi dengan latihan
ilmunya "tiga jurus" tiba-tiba pintu kamar terbuka dan nona in
tampak masuk kedalam. Ho Tiong Jong heran, ia mengawasi
nona in yang mukanya tertawa berseri-seri.
Nona in membawa kotak kecil, Sambil menyerahkan benda
itu pada Ho Tiong Jong ia berkata.
"Aku disuruh oleh nonaku untuk memberikan benda ini
kepada Ho Siangsong, tapi.." sambil menyambut kotak kecil
itu, diam-diam Ho Tiong Jong berpikir "Hei, nonamu belum
kenal denganku, untuk apa ia menyerahkan benda ini
padaku?"
la berpikir demikian, tapi tidak membuka mulut menanya,
Hanya menantikan nona in menyambung bicaranya." tapi
ingat, benda ini ada untuk orang yang bersifat berani dan baik
peruntungannya .... "
"Apa isinya ?" menyela k Ho Tiong Jong.
"Didalamnya ada dua butir pil yang macam dan besarnya
sama. Yang sebutir ada pil bikinannya Tok-sian Kong Jat Sin
yang dinamai Siau-hoa-tan, sebuah pil yang sangat ajaib,
Sebab kalau orang memakannya itu dapat bertambah
tenaganya seperti sudah melatih diri puluhan tahun lamanya,
sedang yang sebutir lagi..."
Nona in merandek. matanya yang bening halus menatap
kepada pemuda cakap didepannya,
hingga Ho Tiong Jong merasa kikuk, Tapi toch ia menanya
Nona in, "kenapa kau berhenti menutur, apa sih yang sebutir
lagi?"
Nada suaranya nona ia agak tergetar ketika menerangkan
"Ya... yang satunya lagi adalah pil maut (beracun) orang yang
menelannya akan menderita hebat, keluar darah dari semua
bagian tubuh yang berlubang misalnya hidung, mulut, kuping
dan sebagainya sekarang kau diharuskan memilih salah satu
diantara dua pil ini. Kalau kau memang nasibmu bagus, tentu
kau akan memilih Siauw hoan tan, tapi kalau sebaliknya tentu
ang membikin jiwamu melayang ke akherat."
Ho Tiong Jong kerutkan alisnya, Barusan ia menerima
bingkisan diam-diam merasa kegirangan sebab itu ada
bingkisan dari puterinya Pocu dari seng-ke-po, pikirnya baik
betul nona itu telah menaruh perhatian atas dirinya yang
belum dikenal. Tapi kini, setelah bicaranya nona in, hatinya
merasa tidak enak.
Benar soal mati hidup ada ditangan Tuhan Yang Maha Esa,
akan tetapi kalau mati karena makan pil itu, benar-benar ia
mati konyol dan penasaran sekali. Meskipun berpikir demikian,
adatnya yang tinggi dan pantang mundur mendorong ia untuk
membukanya juga kotak kecil itu dengan perlahan-lahan-
Begitu terbuka, segera bau wangi menerjang keluar dari
kotak itu.
Pil itu diperiksa, keduanya berwarna merah dan sama
bentuknya, setelah menatap wajahnya nona in sebentar, ia
berkata.
"Nona in, aku akan ambil salah satu pil ini, mati hidupnya
ada terserah ditangan Tuhan, tapi aku ada satu permintaan-"
Nona In bersenyum, "Ho Siang kong, katakanlah ada
permintaan apa ?"
"Justeru aku hendak menerangkan pada Ho Siang kong."
jawab nona In " kau tentu masih ingat diwaktu lohor ini
gunung Hui-cui ada pesuruh menyerahkan seekor kuda dan
sebilah golok baja padamu, itulah nona Seng majikanku yang
memberikannya.
Kau tentu heran sebab apa nonaku berbuat demikian?
sebetulnya ia sudah tahu Ho Siang kong ada seorang jujur dan
polos sifatnya, ia amat memperhatikan apa-apa yang
dibutuhkan oleh Ho Siang- kong, ia sangat menaruh perhatian
kepada seorang yang baik hati, maka Ho Siangkong jangan
salah mengerti padanya."
"Dan itu pakaian baru?" menyelak Ho Tiong Jong. "juga
nonaku yang telah memberikannya jawab nona In."
Ho Tiong Jong tundukkan kepalanya. Diam-diam ia merasa
bersyukur kepada nona Seng yang begitu memperhatikan
dirinya tapi siapakah nona itu? ia belum pernah melihat kenal
padanya.
Terdengar ia menghela napas. "la budi nonamu dan kau
sendiri aku tidak bisa lupakan, sebenarnya dalam hidupku
selainnya kau berdua yang menaruh perhatian begitu baik,
hanya toako ada satu-satunya kawan karibku. Nah, kalau
sebentar lagi aku mati juga tidak akan merasa penasaran aku
sudah rela."
"Nona Seng." menyelak nona In, "sudah tahu ilmu silat Ho
Siangkong, meskipun tinggi, tapi latihannya kurang. Jadi,
kalau harus bertanding dengan orang-orang yang sudah
berkumpul disini, perbedaannya jauh sekali, Apa lagi
mengingat itu Siluman Khoe Tok punya anak murid yang jahat
dan kejam.
Malam itu tentu mereka mencari akal keji untuk
mencelakakan pada Ho siang kong. Nona Seng pikir bulakbalik
untuk menolong Ho Siang kong, akhirnya dia telah
mengambil dua butir pil ini sudah disimpan lima tahun
lamanya untuk diberikan kepada Ho Siangkong."
Ho Tiong Jong merasa heran sekali, demikian besar ada
perhatian nona Seng.
"Ya, memang juga aku lebih baik mati makan pil ini
daripada menerima hinaan orang, Hanya aku tidak menduga
sama sekali kalau nonamu ada begitu besar menaruh
perhatian atas diriku yang rendah...."
Sambil berkata, tangannya menjemput salah satu pil dan di
telannya seketika. Ia menatap wajahnya nona In yang
tertegun melihatnya pemuda itu menelan pil.
Ho Tiong Jong berseyum. "Nona in, sebenarnya aku tidak
ingin mati, tapi, ia, karena hatiku yang angkuh dan pantang
menyerah membuat aku memilih kematian dengan menelan
ini daripada menerima hinaan orang."
Nona In merasa terharu mendengar kata-katanya anak
muda itu.
"Sebenarnya pil ini selalu dibawa-bawa oleh nona Seng,
tapi ia tak berani menerjang bahaya untuk menelannya," kata
nona In-
"Dari mana nonamu mendapat pil mujarab dan beracun
ini?" tanya Ho Tiong Jong sambil menyerahkan kembali kotak
yang masih terisi satu butir pil lagi. Sambil menyambuti kotak
tadi, nona In lalu menceritakan kisah nona Seng.
"Nona Seng pada suatu hari ada menonton gurunya, Kok
Lo-lo, bermain catur dengan si Dewa Racun (Tok-sin) Khong
Yat Sin, suatu saat nona Seng merasa kesal melihat kedua
lawan itu terus mengasah otaknya, tak mau menggerakkan biji
caturnya, sedang ia sudah tahu kemana jalannya untuk
gurunya dapat memperoleh kemenangan dalam pertandingan
itu.
Ia yang berdiri dipinggiran mesem-mesem melihat dua jago
tua itu memutar otaknya, hal mana dapat dilihat oleh Kong Jat
Sin. siapa telah berkata, "Hei, nona kecil kau mesem-mesem
apakah sudah menemukan jalan untuk gurumu memperoleh
kemenangan?"
Nona Seng hanya anggukkan kepala sambil melirik pada
gurunya tidak berani membuka mulut.
Setelah gurunya mengijinkan untuk ia menunjukkan
jalannya bagaimana dapat menjatuhkan lawannya, nona Seng
baru mau berikan pengunjukan-
Dua orang tua itu merasa heran. Benar saja tidak lama
kemudian Kong Jat Sin kena dikalahkan oleh Kok Lo lo atas
bantuannya sang murid.
"Ha ha ha..." demikian Kong Jat Sin tertawa bergelak-gelak
sambil mengurut- urut jenggotnya yang panjang, "Kau
sungguh cerdik nona kecil, Nah untuk Kecerdikanmu aku si
orang tua pecundang menghadiahkan padamu dua pil
mustajab dan beracun, untuk suatu waktu bila diperlukan kau
boleh menelannya."
Kong Jat Sin berkata sambil mengeluarkan dari sakunya
dua ples kecil, dikeluarkannya sebutir pil dari masing-masing
ples dan diberitahukan khasiatnya, hingga nona, Seng
kegirangan bukan main.
"Bagaimana selanjutnya kisah pil mustajab dan beracun
itu." kata nona in yang menutup ceritanya "itulah Ho Siang
kong sendiri dapat menanyakan kepada nonaku " Nona In
kemudian minta diri meninggaikan kamar Ho Tiong Jong,
Di pekarangan tiba-tiba ia melihat Kho Kie sedang jongkok
sambil memainkan batu-batu?
"Melihat nona in mau lewat didepannya, tiba-tiba Kho Kie
bangun dan menghalang-halangi sambil cengar-cengir ketawa
dan mengucapkan beberapa perkataan bergurau jenaka .
Nona In sebenarnya suka pada Kho Kie yang Jenaka lucu
ini, akan tetapi ia ketika itu sedang ada urusan penting
menyampaikan laporan kepada nonanya, maka hatinya
mendelu juga ketika dihalang-halangi dan diajak bergurau.
"Nona In, parasmu yang cantik ada muram sedikit kenapa
sih?" Nona In menjebikan bibirnya, tidak menyahut.
Ketika ia mau jalan, kembali Kho Kie menghalang-halangi,
ia jadi tidak sabarandan sikutnya sudah membentur dadanya
si orang aneh yang bisa masuk dalam tanah.
Benturan itu telak sekali, sebenarnya tidak dirasakan apaapa
oleh Kho Kie, tapi saat itu ia menemukan jalan rupanya
untuk menarik perhatiannya si nona pelayan yang cantik maka
ia sudah pura-pura sempoyongan sambil memegang dadanya,
ia membentur dinding pekarangan dan rubuh.
Nona In matanya membelalak kaget, Apakah pukulannya
sangat keras barusan? Tanyanya dalam hati, cepat ia sudah
menghampiri Kho Kie yang pura-pura menggeletak pingsan.
Dirabalah dada si konyol dan diurut-urut. "Kau kenapa, apa
sakit kena disikut aku barusan? Makanya jadi orang jangan
konyol, ini bagiannya orang yang suka godain orang." Kho
Khie tinggal diam saja, hingga hatinya nona In menjadi lebih
kuatir lagi.
Diam-diam sebenarnya Kho Kie merasa sangat bahagia,
dadanya diuruti oleh tangan yang halus mungil, bau wangi
dari badannya nona In menusuk hidungnya, hingga dirasakan
seketika itu semangatnya seperti sedang melayang layang
dikayangan.
Nona In coba angkat ia bangun, tapi sengaja Kho Kie
memberatkan badannya hingga si nona menjadi kewalahan
Kepinginnya ia berdiam terus di uruti oleh si nona pelayan
yang telah menawan hatinya. Tapi nona In rupanya ada cara
lain untuk mengangkat bangun padanya, ia selusupi
tangannya yang mungil dalam ketiak orang, kemudian
mengerahkan tenaganya menyeret Kho Kie.
Kali ini, ternyata ia berhasil sebab Kho Kie tidak bisa
memberatkan dirinya lagi, karena tidak tahan merasa geli
ketiaknya disodok tangan si nona, ia paling takut kalau
ketiaknya kena dikitik, maka dalam sekejapan saja ia sudah
dapat dibawa ke kamarnya untuk direbahkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Kamarnya Kho Kie berhadap hadapan dengan kamarnya Ho
Tiong Jong. setelah ia merebahkan Kho Kie, ia tidak
mendengar suara apa-apa dari kamarnya Ho Tiong Jong, ia
lupa Ho Tiong Jong telah menelanpil, karena hatinya sedang
kusut memikirkan Kho Kie yang diduganya mendapat luka
parah didalam karena sikutnya tadi, ia merasa simpati pada
orang Jenaka ini, terutama ketika sudah mendengar
riwayatnya yang sedih yang ia diam-diam mencuri dengar
ketika Kho Kie ngobrol dengan Ho Tiong Jong, ia memeriksa
jalan napasnya Kho Kie, kenyataan sebagaimana biasa, maka
hatinya merasa lega juga.
Sebaliknya Kho Kie yang berpura-pura diam-diam merasa
tidak enak. karena ia membuat orang ketakutan- Sambil
memejamkan matanya ia memikir jalan bagaimana untuk bisa
menghibur hatinya sinona pelayan cantik ini.
Tiba-tiba nona In ingat Ho Tiong Jong telah menelan pil
maka ia cepat-cepat keluar dari kamar Kho Kie dan masuk
kekamamya si pemuda. Apa yang ia lihat?
Hatinya berdebaran keras, ia melihat Ho Tiong Jong rebah
dalam keadaan tidak berkutik "Mati, oh dia mati.." pikirnya
dengan sangat sedih.
Ia jalan menghampiri ketika ia memeriksa keadaan, Ho
Tiong Jong, betut-betul badannya sudah dingin, maka ia telah
mengucurkan air mata karena sedih. Pada saat hatinya gelisah
tiba tiba pintu terbuka dan masuklah Keng Jie.
Nona In cepat-cepat menutupi badan Ho Tiong Jong
dengan selimut dan berkata pada Keng Jie, bahwa Ho Tiong
Jong entah kenapa dengan mendadakan saja telah mati.
Setelan berkata, ia terus ngeloyor ke kamarnya Kho Kie,
meninggaikan Keng Jie yang jadi berdiri melongo mendengar
kata-katanya nona In tadi.
Nona In mendekati Kho Kie dan menanya "Hei, apa kau
sudah mendingan sakitnya?" Tidak enak kalau ia tidak
memberikan jawaban, maka Kho Kie menjawab: "Ya, lukaku
sudah mendingan-"
Nona In girang mendengar Kho Kie menyahut, maka ia
datang lebih dekat lagi dan menyampaikan kabar kematiannya
Ho Tiong Jong.
Kali ini Kho Kie bukan pura-pura lemas badannya, betulbetul
ia lemas dan gelisah halnya mendengar apa yang
diceritakan oleh nona In- Sahabat karibnya dengan
mendadakan telah mati sebab apa? Ah, tak mungkin, Tapi,
kenapa mati?
Kho Kie tidak susah menanti jawaban, sebab nona in sudah
menceritakan tentang dua pil yang diberikan pada Ho Tiong
Jong dan satu diantaranya telah ditelan oleh pemuda itu.
Rupanya ia telah menelan yang beracun maka ia telah
menemui kematiannya. Kemudian ia menyerahkan pil yang
satunya lagi kepada Kho Kie, berkata:
"Nih, sebutir lagi aku serahkan padamu, aku tidak tahu kau
akan berbuat apa dengan pil ini untuk menolong sahabat
karibmu itu. Kho Kie menjublek. seolah-olah tidak mendengar
apa yang dikatakan si nona, semangatnya saat itu seperti
sudah tidak ada lagi dalam tubuhnya, terbawa oleh kabar
kematian atas sahabat karibnya itu.
"Ya, sungguh harus dibuat sayang orang yang demikian
baik hatinya seperti Ho Siang- kong telah menemui ajalnya."
kata nona in, sementara itu ia sudah gerakan kakinya untuk
meninggaikan kamarnya Kho Kie.
Melihat nona In sudah berlalu dari kamarnya, Kho Kie jadi
melamun-
Pikirnya, "Betul- betul peristiwa dalam dunia ini tak dapat
diduga-duga, Kawan karibnya yang segar bugar mengadakan
telah mati, bagaimana akan terjadi dengan dirinya sendiri?
Semua kejadian orang alami seperti dalam mimpi saja.
Saat ia dalam berduka demikian, tiba-tiba ia mendengar
ribut ribut dikamarnya Ho Tiong Jong. Kiranya kesitu sudah
datang orang-orang yang mengurus kematian, hendak
mengangkut mayatnya Ho Tiong Jong.
Mereka dikepalai oleh seorang bernama Ie Yong dengan
julukan si Rajawali Botak. Kepalanya botak klimis, tapi ia
bertenaga besar dan ilmunya ada "Eng-jiauw-kang" suatu ilmu
mencengkeram yang ganas dan terkenal dalam kalangan
kangouw.
Ketika Ie Yong masuk ke kamar Ho Tiong Jong, lantas bikin
pemeriksaan mayat, kemudian menyuruh dua orang
sebawahannya mengambil usungan untuk mengangkut mayat
pindah kekuil Po-im-yan yang terletak dibelakang rumah
penginapan tamu itu.
Kepada yang lainnya ia menyuruh supaya mengambil peti
mati yang belum jadi di gudang nomor dua, menyuruh tukang
kayu untuk menyelesaikannya cepat-cepat.
Ketika Ie Yong mengulurkan tangannya membuka selimut
yang menutupi wajah IHo Tiong Jong, tiba-tiba ia berkata
pada dirinya sendiri "Ah, sungguh sayang orang begini cakap
telah mati mendadak Entah apa.yang dia sudah makan
sehingga menemukan ajalnya begini? Betul-betul lucu..."
Sampai disini ia berhenti, karena dua orang yang disuruh
membawa usungan sudah tiba untuk mengangkut mayatnya
Ho Tiong Jong, Letaknya kuil Po im-yan kira-kira setengah lie
dari rumah penginapan tamu, Disitu terdapat rimba bambu,
Menurut kebiasaan orang yang mati lantas ditanam, malah
petinya disiapkan juga ada peti yang bagus dan mahal
harganya, ia betul-betul merasa heran ia hanya menurut
perintah dari nona Seng saja.
Sebenarnya ia banyak mengetahui segala rahasia dalam
benteng itu, Misalnya kedatangan Ho Tiong Jong yang
mendapat sambutan lain daripada tetamu yang lainnya,
kemudian kamarnya dipindahkan kekamar yang sekarang,
juga yang memberi kuda dan golok serta pakaian baru pada
Ho Tiong Jong ia tahu ada perintah nona Seng, tapi ia tak mau
membocorkan rahasia ini kepada yang lainnya.
Hanya kematian Ho Tiong Jong yang mendadak ini benarbenar
ia dibikin tidak habis mengerti, mengingat perhatiannya
nona Seng ada demikian besar pada anak muda itu.
Dilain pihak Kho Kie yang sedang dalam kedukaan tiba-tiba
dipanggil oleh Keng Jie untuk menghadiri perjamuan-
Kho Kie mengikuti Keng Jie, ketika sampai diruangan
perjamuan, ia nampak banyak pendekar sudah pada hadir
dengan roman yang angker. ia tidak ambil pusing semua ini,
hanya terus nyelonong mencari tempat duduk.
Sebentar kemudian ketika ia mengangkat kepalanya, ia
lihat diantara yang hadir ada beberapa imam dari Kongtongpay,
Im yang Siang-kiam Kong Soe Jin dan Kon Soe Tek diri
Ngo biepay, Kauw Seng Ngo dan Hong Siang Ju dari Kun-lunpay,
kemudian murid-murid dari Siluman Khoe Tok ialah Song
Boe Kie, oet ti Kang dan oet-ti-kun- Li losat juga tidak
ketinggalan, iblis wanita cantik yang banyak menarik
perhatian,
Yang duduk dikursi sebelah kanan tuan rumah adalah
seorang paderi tua teman karibnya Lo Pocu ( majikan tua )
Seng Eng yang dikenal dengan nama Pek-Boe Taysu,
disebelah kirinya seorang nikow (paderi wanita) ceng Bice
Sian-kow berumur kira-kira empat puluh tahun, lalu orangorang
dari oei-san-pay Him Toa Ki danTlong le serta dua padri
Tibet bernama Pua Dho Ka dan Li Dho.
Selainnya ini, banyak hadir pemuda pemudi yang Kho Kie
tidak kenal semuanya kelihatan gagah, cantik dan tampan-
Murid-murid dari orang bukan sembarangan-
Boleh dikata para hadirin disitu campur aduk dari golongan
jalan putih dan hitam, jadi ada mengunjukkan luasnya
pergaulan Seng Eng sebagai majikan dari benteng Seng ke-po,
cong le yang melihat Kho Kie wajahnya seperti bersedih dan
tidak melihat munculnya Ho Tiong Jong, hatinya berCekat
ingin ia menanyakan pada Kho Kie, tapi sayang ia tidak ada
tempo, karena matanya saat itu saling melotot dengan Tok-it
Tojin dari Kong-tong-pay .
Rupanya diantara partai Kong-tong dan oei-san ada terbit
ganjelan yang berlarut-larut, makanya juga kehadiran wakilwakil
kedua partai disitu telah menampakkan rasa bencinya
masing-masing.
Lo-pocu Seng Eng tampak berseri-seri diantara banyak
tetamu yang berisik bercakap-cakap satu dengan lain,
tampaknya ia gembira sekali melihat kehadiran begitu banyak
tetamu.
Sayang Seng Giok Cin, puterinya, tidak turut muncul. Kalau
tidak. tentu nona yang sangat cantik itu akan menjadi
sasarannya mata semua pemuda yang ada disitu.
Tapi para pemuda itu tidak usah terlalu kecewa karena ada
gantinya Kim-Hong Jie putri kesayangan dari majikan benteng
Kim-hong-po.
Usianya Kim Hong Jie kira-kira tujuhbelas tahun, parasnya
cantik luar biasa, Yang menjadi ciri yang menyolok adalah
sujennya di-pipinya yang botoh. Semang kin ia tertawa sujen
itu semakin dekik, mempesonakan dan menawan hati yang
melihatnya.
Kim Hong Jie adalah nona cilik yang pada lima enam tahun
yang lalu menangis ditepi sawah, menangisi bonekanya yang
kecemplung kedalam sawah dan Ho Tiong Jong yang
menolong mengambilkan barang mainannya itu. sebagai jasa
untuk pertolongan itu Ho Tiong Jong mendapat dua belas
jurus ilmu golok keramat dari ayahnya Kim Hong Jie.
Hanya sayang anak muda itu tinggi hati, ia tidak mau balik
kembali kerumahnya Kim Hong Jie setelah lewat satu bulan
yang dijanjikan, Kalau tidak ia sudah mahir dengan tiga belas
jurus semuanya ia boleh menjagoi dikalangan Kang-ouw.
Para hadirin berhenti bercakap-cakapnya ketika Lo-pocu
Seng Eng sebagai tuan rumah berdiri angkat bicara. Dalam
pidatonya ia mengucapkan terima atas perhatian para tetamu
yang datang hadir, kemudian ia memperkenalkan satu demi
satu sekalian tetamu-nya agar masing masing dapat mengenal
satu dengan lain dalampibu (adu silat) nanti.
Ia mohon maaf padapara tamu kalau ada sesuatu
pelayanannya yang tidak menyenangkan Kemudian ia
mempersilahkan sekalian tetamunya untuk makan minum
sepuasnya dalam perjamuan itu menjelang esok hari pibu di
adakan.
Sebagai penutup bicaranya Seng Eng telah
memberitahukan syarat-syarat dalam pibu nanti. Untuk
memimpin pibu ini ditetapkan mengangkat tiga Taycu masingmasing
Teng cu ada wakilnya semuanya menjadi enam orang.
orang yang berminat pibu diatas luithay (panggung
berkelahi), pemuda harus menghadapi wakil Taycu kesatu,
bertanding dengan tangan kosong. Kalau kalah boleh turun
panggung, tapi kalau dalam tiga puluh jurus masih belum
kalah, boleh maju untuk menghadapi wakil Taycu kedua dan
bertanding dengan menggunakan senjata.
Kalau dalam dua puluh jurus dapat menjatuhkan wakil
Taycu itu, seterusnya boleh maju ketemu dengan Taycu
sendiri, Menghadapi Taycu orang boleh sesukanya memilih
pertandingan, dengan tangan kosong atau senjata, juga boleh
menggunakan senjata gelap.
Syaratnya, pertandingan dengan tangan kosong atau
menggunakan senjata ditetapkan dalam lima belas jurus
berhenti, tak perduli pertandingan masih berjalan berimbang,
Tapi kalau menggunakan senjata gelap. harus berjanji dahulu
dalam gerakan beberapa yang menentukan kalah menangnya.
Pada siapa yang keluar sebagai pemenang, tuan rumah
berjanji akan menghadiahkan apa-apa sebagai tanda kenangkenangan
untuk kegagahan dari orang yang bersangkutan"
Semua hadirin paham dengan syarat-syarat yang
disebutkan tuan rumah, tapi mereka menghadapi teka-teki,
apakah diantara tiga Taycu itu ada terdapat tuan rumah
sendiri?
"Lohu pikir," kata pula tuan rumah, "semua syarat yang
disebutkan tadi dapat di-setujuinya oleh para sahabat, cuma
yang paling penting adalah pertandingan terakhir, harap
sekalian sahabat suka mengeluarkan kepandaiannya yang
istimewa untuk menggembirakan para kawan yang
menontonnya."
Pidato tuan rumah mendapat sambutan tepuk tangan riuh
rendah dari para hadirin-Mereka kemudian sambil bersenda
gurau melanjutkan pestanya dengan gembira sekali.
Terdengar pula Lo-pocu Seng Eng berkata.
"Anak perempuanku saat ini masih ada sedikit urusan maka
ia belum dapat datang Baiknya kalian adalah orang-orang
sendiri,aku pikir semuanya tidak akan menyalahkan kepada
kami berdua."
Kim Hong Jie mendengar ini kelihatan bersenyum manis,
sujennya yang menyolok menggiurkan siapa yang melihatnya,
menambah kejelitaannya.
"Seng sick-sick, apa tidak lebih baik lekas-lekas panggil
encie Seng keluar untuk menghadiri perjemuan? Sore tadi aku
hanya sebentar saja bercakap cakap dengannya dan
mendapat tahu kalau encie Seng berkepandaian sastra dan
silat sangat sempurna sukar orang mencari kepadanya."
"Betul, betul." menimbrung nona Lauw Eng dari Kauw ke
chung di Kim leng. "Sick sick harap menyurut orang untuk
mengundang dia datang tiba aku ingin sekali berkenalan
dengannya."
Saat itu tiba-tiba ada orang datang mendekat Seng Eng
bicara bisik bisik dikupingnya.
"Ha ha ha ha . ..." tertawa Seng Eng, sambil mengurut-urut
jenggotnya yang bagus " Kebetulan lohu ada urusan masuk
kedalam biarlah lohu akan memanggilnya dia keluar untuk
berjumpa dengan kalian-"
Setelah berkata, ia berbangkit dari tempat duduknya dan
ngeloyor masuk.
Melihat tuan rumah tidak ada ditempatnya, ceng Ie dan it
Tok Tojin kembali saling pandang dengan mempelototkan
matanya masing-masing. Keduanya kelihatan bernapsu untuk
bertempur, cuma saja tidak baik disitu banyak tetamu dan
malu hati terhadap tuan rumah, yang tentu tidak mengijinkan
mereka bertempur begitu saja.
Sebentar lagi tampak cong Ie meninggalkan tempat
duduknya dan menghampiri pada Kho Kie ia menanya.
"Hei, Kho toako, kau sendirian saja? Mana Tiong Jong?"
Kho Kie unjuk muka lesu, ia tak lantas menjawab, hanya
menatap wajahnya nona cong yang cantik.
"Toako, kau kenapa?" desak si nona. melihat Kho Kie
seperti yang ragu-ragu untuk berbicara.
Sebelum Kho Kie dapat membuka mulut menjawab, tibatiba
terdengar suara tertawa gelak-gelak diantara tiga
muridnya siluman Khoe Tok.
Mereka kelihatan iri hati melihat si nona seperti yang
sangat memperhatikan sekali atas dirinya Ho Tiong Jong, itu
pemuda yang ia incar mau dianiayainya.
"Nona cong..." kata oet-ti Koen mengejek. "itu siorang she
Ho sudah mati, apa kau belum pergi sembahyang didepan peti
matinya? Ha ha ha..." ciong Ie terkejut sekali mendengarnya.
Ia tidak ambil perduli kata katanya oet-ti Koen yang
mengejek hatinya saat itu tergetar oleh kabar kematiannya Ho
Tiong Jong, "Dia mati..." ia mendumel setelah bengong
sejenak. Kemudian ia mengawasi pada Kho Kie. "Kho toako,
apakah benar engko Ho ma...?"
Ia tak dapat melampiaskan kata penghambisan "ti", karena
tenggorokannya terasa seperti tersumbat oleh kesedihan-
Kho Kie hanya anggukkan kepalanya ia mengerti bahwa
kabar itu telah menggetarkan hatinya si nona yang tampaknya
ada menaruh perhatian besar kepada si anak muda.
"Kho toako, mari antar aku kesana..." kata pula si nona,
seraya gunakan setangan-nya yang harum semerbak untuk
menyeka air matanya yang mengembeng. Kho Kie bangun
dari tempat duduknya, Diam-diam dua orang itu telah
ngeloyor pergi.
cek-bin Thian ong Kim Toa melihat Su-moynya mau berlalu
sudah lantas menanya. "Hei, sumoay, kau mau pergi
kemana?"
"Aku mau pergi sembahyang pada jenazahnya engko Ho,"
jawabnya. Him Toa Kie mengkerutkan aslinya.
Diam-diam ia berpikir "sumoay baru saja berkenalan
dengan orang she Ho itu, ternyata hatinya sudah tertawan
olehnya, Buktinya, air matanya berlinang-linang mendengar
kabar kematiannya si pemuda.
Dia ada begitu besar menaruh perhatian, mungkin hatinya
jatuh cinta pada Ho Tiong Jong, Untung dia sudah mati, kalau
tidak. bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan
kelakuannya sumoayku itu didepan ayahnya?"
Setelah berpikir demikian, ia pun meninggalkan tempat itu
berjalan masuk keruangan dalam.
Kho Kie yang belum tahu jenazahnya Ho Tiong Jong ada
ditempatkan dimana, lalu mencari keterangan pada orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang Seng kee-po, kiranya jenazahnya pemuda itu ditaruh
dalam kuil Po-in-yan- Untuk kesana, mereka harus mencari
sungai kecil dan masuk kedalam rimba bambu yang ada di
sebelahnya.
Disitu tidak ada jembatan, hingga orang harus lompat
menyebrang. cong le yang sudah tidak sabaran untuk melihat
jenazahnya Ho Tiong Jong, sudah enjot tubuhnya melesat dan
sebentar saja sudah berada diseberang, kemudian terus
berjalan ke kuil Po-im-yan.
Tinggal Kho Kie yang jadi kebingungan sendiri, karena ia
tidak pandai mengentengi tubuh, ia tidak ungkulan untuk
lompat menyebrangi sungai itu yang jaraknya ada setombak
lebih, tapi karena hatinyapun sudah ingin lekas-lekas melihat
jenazahnya sang kawan, ia sudah pejamkan matanya dan
paksa lompat menyebrang.
Bagaimana selanjutnya? Apa Kho Kie rupanya lebih pandai
masuk kedalam tanah dari pada lompat menyebrang kali
karena saat itu tidak ampun lagi ia kecebur kedalam sungai
dan terpaksa berenang sebentar untuk mencapai kelain tepi,
setelah naik didarat pakaiannya menjadi basah kuyup, ia tidak
perdulikan itu, terus menyusul nona cong yang entah sudah
sampai dimana.
Sesampainya dalam kuil ia mencari kesana kemari dimana
jenazahnya Ho Tiong Jong ada ditaruh ia segera menemui
kamar yang terang benderang lalu masuk kedalamnya. Pada
dekat dinding sebelah kanan tampak ada satu tempat tidur,
dimana ada diletakkan jenazahnya Ho Tiong Jong.
Dengan badan bergemetar menahan rasa sedihnya Kho Kie
datang menghampiri. Ia membuka kelambu dan menatap
wajahnya sang kawan beberapa lamanya.
Wajahnya Ho Tiong Jong seperti masih hidup hingga diamdiam
Kho Kie tidak mengerti mengapa dengan wajah yang
begini Ho Tiong Jong dikatakan sudah mati.
Ia menghela napas berulang-ulang, "Ho laote, melihar air
mukanya kau ini seperti yang tidak rela meninggal dunia,
sebab apa kau tidak mau hidup kembali? Ah, sebaiknya kau
hidup lagi, jangan sampai banyak nona-nona itu menjadi sedih
karena mu, Ho Tiong Jong seperti yang yang mendengar katakatanya
Kho Kie, matanya yang tertutup tampak seperti
bergerak terbuka separuh. Kho Kie menjadi terkejut.
Terus ia memegang nadinya, tapi tidak terasa denyutan
juga badannya sudah dingin seperti mayat, Kho Kie benarbenar
merasa sangat duka
Saat itu, ia merasa sangat sayang sahabat karibnya ini
telah menemui ajalnya dengan cara yang luar biasa.
Dalam termenung- menungnya, tiba-tiba ia mendengar ada
suara wanita dan senjata yang saling bentur seperti orang
yang sedang bertempur, ia menjadi heran- Tapi tanpa
memperdulikan siapa wanita yang bertempur itu, ia sudah
lantas keluar melihatnya.
Suara pertempuran itu terjadi dibalik tembok pekarangan
yang ia tak mungkin melompatinya karena sangat tinggi,
Lantas ia keluarkan topi lancipnya untuk masuk kedalam
tanah.
Ia nerobos dan keluar dibalik tembok pekarangan tadi,
dilihatnya yang bertempur itu ada nona in dan cong Ie.
Mereka bertempur sengit sekali, nona in menggunakan
pedang dan nona cong berpegangan sepasang golok tajam
sudah lima puluh jurus mereka bergebrak, sudah kelihatan
nyata bahwa nona in bukan tandingannya lagi cong Ie,
pikirannya Kho Khie yang sudah menjadi sibuk, apalagi
melihat serang-serangan cong-le ada berbahaya sekali,
Mungkin suatu saat nona in kena dihajar oleh sepasang
goloknya yang tajam.
Tiba-tiba terdengar suara nona In tertahan pedangnya
kena dipukul jatuh goloknya nona cong yang tersebut duluan
ketakutan dan sudah meramkan matanya untuk menerima
nasib, tapi apa mau, ketika goloknya nona cong membabat,
mendadak nona in sudah menghilang entah kemana, hingga
goloknya hanya membabat angincong
le tertegun sekian lamanya, ia Celingukan mencaricari
musuhnya, akan tetapi tidak kedapatan disekitarnya.
Meskipun ia penasaran ingin mencarinya, tapi keinginan
lekas lekas ingin- melihat wajahnya Ho Tiong Jong ada lebih
mempengaruhi hatinya.
cepat ia enjot tubuhnya melompati tembok peka rangan,
kemudian masuk kedalam kuil Po-im-yan untuk melihat
jenazahnya Ho-Tiong Jong.
Ketika ia memasuki kamar jenazahnya Ho Tiong Jong,
dengan airmata berlinang-linang ia membuka kelambu tempat
tidur ia menatap wajahnya si pemuda yang cakap tampan
sambil bercucuran air mata.
Ia berlutut ditepi pembaringan dan mengusap-usap pipinya
sipemuda yang sudah menjadi dingin. Hatinya sedih seperti
disayat pisau. Belum lama ia berkenalan dengan pemuda ini,
hatinya sudah tertawan dan ia meskipun diluarnya bersikap
keras dalam hatinya sangat memuja kepada pemuda yang
sekarang sudah jadi mayat ini.
Ia menangis terisak-isak sekian lamanya, Sambil menatap
lagi parasnya Ho Tiong Jong, ia mengusap-usap lagipipinya
danjidatnya si anak muda, "Engko Ho, aku tidak nyana kau
sebegini pendek umur, Kau kelihatannya segar bugar, kenapa
kau bisa mati secara mendadakan? oh. Engko Ho kau..."
Si nona tidak dapat melanjutkan kata-katanya, karena
mendadak ia lihat wajahnya Ho Tiong Jong seperti yang
bersenyum, ke dua matanya yang tertutup bergerak-gerak
seperti hidup,
Kejadian mana membuat cong Ie menjadi ketakutan-
Kakinya lemas dibuatnya, hingga hampir saja ia tak dapat
berbangkit dari berlututnya dan jatuh lemas.
Untung dia masih bisa tabahkan hatinya, dengan sekali
gerakan lututnya ia lompat mundur kedekat pintu, kemudian
tanpa menghiraukan lagi apa yang akan terjadi lebih jauh
dengan jenasahnya Ho Tiong Jong, si nona sudah angkat kaki
melarikan diri terbirit-birit.
Dengan napas masih tersengal-sengal ia sudah berada pula
di ruangan perjamuan, dimana banyak orang tengah
bercakap-cakap sambil tertawa-tertawa ramah. Rasa
ketakutannya sudah tidak mencengkeram lagi hatinya.
Him Toa Ki yang selalu memperhatikan sumoaynya, melihat
wajahnya sang sumoay datang pula kedalam ruangan
demikian pucat dan napasnya tersengal-sengal, sudah lantas
menanya. "Hei sumoay, kau menemui apa seperti yang
ketakutan dan wajahmu pucat sekali?"
"Kiii" kata cong Ie sambil bergidik.
"Kau kenapa, sumoay?"
Si nona tidak lantas menjawab, hanya menatap wajahnya
sang suheng seperti yang sudah tidak sabaran sekali, karena
pertanyaannya belum dijawab. Setelah di tanya pula, cong le
lalu menjawab "Suheng, apa kau percaya adanya setan dalam
dunia ini?"
"Aku tidak percaya, karena belum melihatnya."
"Suheng, mungkin setan itu ada. Hanya orang yang bintang
terang saja tak dapat melihatnya ia..."
"Hei, ada apa?" Him Toa Ki mendengus, Tapi cong Ie tidak
menjawab, hanya kepalanya digeleng- gelengkan dan
matanya mengawasi ketempat seorang udna yang sedang
dirubung-rubung oleh banyak tetamu perempuan,
kelihatannya mereka riang sekali bercakap-cakap"
VI. SEPASANG ORANG GANAS TAMAT RIWAYATNYA.
KlRANYA nona yang menjadi pusat perhatian itu ada nona
Seng Giok Cin, puterinya Pocu dari Seng-kee-po yang cantik
luar biasa.
Bagaimana dengan mendadak nona menghilang ketika mau
dihajar dengan goloknya nona ceng? Mari kita ajak pembaca
menengok pada nona in
Nona in yang mendadak menghilang, adalah perbuatannya
Kho Kie didalam tanah.
Kho Kie yang melihat nona in dalam bahaya, sudah lantas
menarik masuk kedalam tanah, Nona in sebenarnya sudah
terbang dengan semangat ketika pedangnya di pukul jatuh
oleh goloknya nona ceng, kemudian ia pejamkan matanya
terima binasa, Tak dinyana ia rasakan dirinya seperti ada yang
telah menolongi dan masih hidup dalam dunia. Saat itu dalam
pelukannya Kho Kie.
"Apakah aku ini masih hidup atau sudah berada dalam
neraka?" terdengar ia berkata-sendirian.
"Nona in, kau masih hidup, Karena aku tarik kau masuk
kedalam tanah, tak sampai putus batang lehermu dan
menghadap Giam-lo-ong. Ha ha ha .... apa kau kenali aku ini
Kho Kie?"
Nona in menghela napas.
Karena kuatir lama-lama nona in dalam tanah bisa mati
pengap. maka Kho Kie sudah cepat-cepat bawa lagi si nona
keluar dari tanah untuk menghirup udara segar lagi.
Nona in sudah berdiri lagi menginjak tanah. Sambil
merapihkan bajunya yang kusut dan rambutnya yang tidak
karuan, matanya telah melirik pada Kho Kie yang dalam
pakaian hitam dan bertopi lancip hitam, persis seperti setan
penunggu gunung.
Tidak heran kalau nona In agak kaget dan hampir
keluarkan jeritan tertahan, kalau tidak lekas lekas Kho Kie
membuka topi lancipnya dan wajahnya yang asli tampak
didepan matanya si nona.
"Ah, Kho toako, betul-betul kau bikin aku mati ketakutan-.."
kata si nona bersenyum. Kho Kie tertawa nyengir.
"Kho toako, kau baik sekali sudah menolongku. coba kau
tidak ada, tentu rohku sudah melayang dan menemui GIaM-loong
seperti barusan kau katakan-.
"Eh, nona In kau jangan bilang begitu, Aku menolong
karena merasa senang kepada MU.. tapi ah, aku terlalu
banyak bicara, nanti kau marah."
Nona In bersenyum manis. Nona pelayan ini selain
romannya cantik manis, juga ramah tamah dan lincah sekali,
hingga menarik perhatiannya Kho Kie. ia senang terkadang
suka melamun, kalau boleh ia akan jadikan nona In itu
sebagai kawan hidupnya.
Nona In mengerti kemana juntrungannya Kho Kie bicara,
maka ia tidak menegur dan hanya bersenyum manis, "Kho
toako, atas pertolongan ini aku tidak tahu bagaimana aku
harus membuang terima kasih kepadamu.... " kata si nona
sambil matanya mengerling kearahnya Kho Kie, hingga
membuat hatinya Kho Kie berdebaran-
"Ah, tidak apa, tidak apa, asal... " Kho Kie berkata tidak
lampias,
"Hei, Kho toako, kau jelaskan asal apa?" Kho Kie ketawa
nyengir.
Lagak-lagunya yang Jenaka ini yang membuat nona in suka
kepadanya, tambahan si nona tertarik hatinya oleh riwayatnya
Kho Kie yang sedih.
"Kho toa ko, jangan main-main, lekas jelaskan, asal apa
sih?" sambil mengerling.
"Tidak, tidak, ah, biarlah lain kali saja..."
Nona In kewalahan, ia meng kerutkan alisnya yang lentik
bagus dan menatap wajahnya.
Si "Setan tanah" hingga yang diawasi menjadi tundukkan
kepalanya, sebentar kemudian Kho Kie mengangkat kepalanya
dan menanya. "Nona In, bagaimana kau bisa ketemu nona
dan bertempur?"
"oh, iya, aku belum menuturkan padamu," jawab nona In-
"Aku dengar nonaku barusan ada dalam kamarnya jenazah Ho
Siangkong.Tiba tiba ada pelayan mengabarkan bahwa Lo-pocu
ada mencari nonaku, maka ia dengan terburu-buru sudah
meninggalkan kamar jenazah dan memesan aku menyusul
belakangan, justru aku mau menyusul nonaku, aku telah
berpapasan dengan nona cong."
"Aku menanyakan maksud kedatangannya ia menjawab
angkuh sekali, hingga hatiku merasa tidak senang, Kita jadi
bertengkar kesudahannya telah diselesaikan dengan
pertempuran yang hampir hampir saja..."
Ia cukup perkataannya dengan menjura hormat sekali pada
Kho Kie, mengucapkan rasa terima kasihnya, hingga Kho Kie
menjadi gugup menyambutnya. "Jangan, jangan-.. buat apa
mengucapkan terima kasih aku hanya..."
Ia berkata sambil tangannya diulur menyekal lengannya si
nona, yang menjerit tertahan karena kesakitan itulah lengan
yang terluka barusan bertempur dengan cicng ie, maka tidak
heran kalau tersentuh oleh Kho Kie menjadi kesakitan-
Kho Kie tarik pulang tangannya.
"Maaf, maaf aku tidak sengaja menyentuh lenganmu yang
terluka, Nona In, mari kasih aku lihat bagian mana yang
terluka aku dapat mengobatinya."
Nona In tidak menjawab, hanya matanya menatap Kho Kie
dan selebar mukanya menjadi merah karena merasa jengah.
Setelah melemparkan senyuman, ia enjot tubuhnya melalui
tembok pekarangan meninggalkan Kho Kie yang jadi melongo
dibuatnya. Nona in ketika mampir kekamamya Ho Tiong Jong
dan melihat jenazahnya Ho Tiong Jong bergerak-gerak seperti
mau bangun, bukan main kagetnya. Lantas saja ia melarikan
diri tanpa menoleh lagi kebelakang.
Kho Kie yang jadi kebingungan karena tidak dapat
melompati tembok pekarangan lalu mengeluarkan pula topi
wasiatnya dan masuk kedalam tanah. sebentar lagi ia sudah
berada pula didalam kamarnya Ho Tiong Jong.
"Kali ini ia kaget benar-benar, karena Ho Tiong Jong
dilihatnya sudah duduk dipembaringan sambil menggerakgerakannya
tulang-tulangnya yang telah berbunyi "kretek
kretek" beberapa kali. Diam-diam dalam halnya Kho Kie
berkata, "Ho laote, kau mati penasaran makanya juga kau
menjadi mayat hidup, Aku adalah sahabat karibmu, janganlah
kau membikin ketakutan sampai mati konyol."
Ia pikir lagi, dirinya berbaju kulit kebal yang tak mempan
senjata tajam atau pedang maka kalau benar-benar IHo Tiong
Jong mencekik padanya, paling banyak ia mati konyol tidak
sampai dirinya kena dibakar. Memikir kesini hatinya menjadi
besar lagi tidak takut menghadapi mayat hidup Ho Tiong Jong.
Sebentar lagi kelihatan Ho Tiong Jong turun dari
pembaringan mengulurkan tangan dan kakinya digerakgerakan
dan tubuhnya juga bergerak-gerak seperti kepegelan.
Tiba-tiba terdengar ia berkata.
"Hei, aku ini sekarang berada dimana?" Kho Kie yang
mendengarnya menjadi heran, matanya terbelalak.
"Dia tidak mati", katanya dalam hati, Terus ia lompat
menghampiri dan berteriak. "Hei, loate, kau tak jadi mati?"
Suaranya Kho Kie menyelusup ketelinga Ho Tiong Jong
yang masih dalam linglung. Perlahan-lahan ingatannya
berkumpul lagi, Teriakannya Kho Kie mengingatkan ia kepada
kejadian ia telah menelan pil dari nona in atas suruhannya
nona Seng.
Ia pikir, dirinya ternyata tidak mati. "Hei, apakah aku ini
tidak mati? Tidak mati, sebab apa?" ia berkata sendirian
sambil lompat kegirangan memeluk Kho Kie. Sebentar lagi Ho
Tiong Jong mendorong badannya Kho Kie dan berkata.
"Hm, Kho toako, apa barusan kau masuk ke dalam tanah?
Bajumu begini dingin, bahkan masih banyak lumpurnya."
"ya memang barusan aku keluar dari tanah." jawab sang
kawan sambil nyengir. Kemudian ia menceritakan
pengalamannya yang barusan terjadi.
"Ho laote." katanya sebagai penutup bicaranya, "bajuku ini
terbikin dari sutera ular es dari kutub utara, tak dapat robek
atau di-lekati lumpur. Badanku terlindung dari goresan
apapun, senjata tajam maupun peluru. Tapi ya, baju karena
kelamaan akhirnya bisa robek dan hilang juga pengaruhnya
terhadap lumpur, seperti buktinya sekarang kau lihat..Ha ha
ha..."
Ho Tiong Jong tidak memperhatikan bicaranya sang kawan,
hanya matanya berputaran melihat kesekelilingnya. Bukan
main girangnya diam-diam dalam hatinya berkata "Aku tidak
matinya betul aku..."
"Bagaimana aku bisa tidak mati sesungguhnya ada suatu
teka teki, Ah. Tuhan rupanya kasihan orang yang tak berdosa,
aku tidak mati."
Kho Khie melihat sahabatnya seperti sedang melayanglayang
pikirannya, saat itu ia ingat akan sesuatu, maka ia
cepat ulur tangannya merogoh kedalam sakunya dan
dikeluarkan kotak pil yang diberikan nona in kepadanya.
"Ho laote." katanya, dalam kotak ini ada sebutir pil lagi
yang kau belum telan, apa kiranya kau berani menelannya."
Ho Tiong mengawasi kotak kecil itu beberapa lamanya,
kemudian perlahan-lahan mengulurkan tangannya untuk
menerimanya dari Kho Kie.
ia membuka, dalam mana memang masih ada sebutir lagi
temannya pil yang telah ia telan, matanya mengawasi pil ajaib
itu sejenak. kemudian berkata. "Kho toako apa pil ini yang
tulen?."
"Ya, aku tidakjelas, menurut katanya nona in yang tulen,
tapi kenyataannya sekarang kau tidak mati."
Ho Tiong Jong sudah ambil keputusan, ia tidak perduli pil
itu yang tulen atau beracun, ia sudah jumput dan menelannya
lagi, Kemudian ia jatuhkan diri dipembaringan, berkata kepada
Kho Kie.
"Kho toako, kali ini kalau aku benar-benar mati, kau jangan
bersusah hati. Soal mati hidup ada ditangannya Tuhan Yang
Maha kuasa, Orang semacamku perlu apa hidup lama-lama
dalam penderitaan, lebih baik mati tidak ada ceritanya lagi."
Kho Kie bengong melihat keberaniannya sang sahabat yang
tanpa ragu-ragu telah menelannya pil yang masih dalam tekateki
beracun atau tidaknya.
"Ho laote." katanya. "aku harus memuji padamu yang
demikian tabah sudah berani menelannya. Kalau untuk orang
lain, aku berani pastikan tentu tidak berani." Ho Tiong Jong
tidak menjawab, ia pejamkan matanya rebah diatas
pembaringan seolah-olah ia sedang menantikan reaksinya pil
yang ditelannya tadi.
Ho Tiong Jong merasa heran- Ternyata dengan menelan pil
yang satunya itu bukannya ia mati, akan tetapi pelahan-lahan
ia rasakan perubahan yang tidak diduga-duga dalam
tubuhnya, semangatnya dirasakan tambah berlipat ganda,
bukan main segarnya dan badannya dirasakan kuat sekali.
Mendadak ia lompat bangun dan berkata pada Kho Kie.
"Kho toako, pil tadi bukannya pil kematian sebab aku
rasakan perubahan dalam tubuhku. Bukan saja semangatku
bertambah, tapi kekuatanku juga bukan main rasanya,
Badanku merasa sangat segar, yang tadi ini tentu betul Siauw
hoan-tan-" Kho Kie yang nendengarnya pun merasa girang.
"Kalau begitu, coba kau mainkan ilmu pukulan tangan
kosong yang aku ajari padamu." katanya pada sianak muda.
Ho Tiong Jong menurut.
Kho Kie setelah melihat Ho Tiong Jong habis memainkan
ilmu pukulannya menjadi putus asa, karena dilihatnya Ho
Tiong Jong tidak mendapat kemajuan apa-apa. Hanya
semangatnya saja betul tampak berubah banyak.
Maka ia pikir, pil itu hanya untuk menipu orang saja, tidak
ada faedahnya.
"Pil itu sudah lama disimpan-" kata Ho Tiong Jong,
"mungkin kasiatnya sudah lumer. sebab menurut katanya
nona in pil ini kalau dimakan kita akan mendapat keuntungan
seperti juga kita sudah berlatih tenaga dalam puluhan tahun
lamanya."
Kho Kie tidak menjawab, Kedua-duanya terdiam beberapa
lama, kemudian Kho Kie yang membuka suara mengajak Ho
Tiong Jong untuk meninggalkan kamar jenazah itu.
"Tapi toako" kata IHo Tiong Jong, "bagaimana aku bisa
pulang ke benteng karena mereka menganggap aku ini sudah
mati? Aku pikir, biarkan saja mereka menganggap aku sudah
mati, Kelak kemudian hari aku dapat malang melintang
didUnia kangouw dengan nama baru, tentu saja sebelumnya
ini aku harus mencari dahulu suhu yang berkepandaian
tinggi."
"Baiklah," kata Kho Kie setelah berpikir sejenak "cuma aku
harus mengambil buntelanku dan golokmu dahulu di benteng
kita baru bersama-sama melarikan diri dari sini. orang lihat
aku berlalu sendirian, mereka tentu tidak curiga aku melarikan
jenazahmu, bukan?"
Ho Tiong Jong setuju dengan pikirannya sang kawan-
Mereka lalu keluar dari kuil Po-im yan-
Setelah melewati rimba bambu, IHo Tiong Jong sembunyi
dibawahnya sebuah pohon besar, sedang Kho Kie meneruskan
langkahnya menuju ke benteng.
Ho Tiong Jong menengadah ke langit yang diterangi oleh
sinarnya bintang-bintang. Malam itu ada demikian sunyi,
hingga pikirannya jadi melayang-layang kemasa lampau yang
terus terusan hidup menderita kesedihan-
Dalam keadaan termenung-menung demikian, ia tidak
berasa ada dua bayangan yang mendekati kepadanya. Kapan
mereka itu perdengarkan suara ketawanya yang aneh, barulah
Ho Tiong Jong menjadi kaget.
Ia berpaling kebelakang dan dilihatnya ia punya musuh
tampak berdiri dihadapannya. Mereka itu ada "Sepasang
orang ganas" Teng Hong dan Lauw cica Teng.
"Bagus, bagus..." kata Teng Hong, "Kita dapat berjumpa
muka lagi disini."
Lauw coe Teng menambahkan "Ho Tiong Jong, meskipun
kau bersembunyi di tempatnya orang she Seng, kau tidak
akan berluput dari kepala besarku ini" sambil memperlihatkan
kepelannya yang gede.
Ho Tiong Jong marah mendengar kata-katanya Lauw coe
Teng,
"Sahabat, kau jangan banyak jual lagak. Kalau ada
kepandaian boleh keluarkan semua untuk menghadapi kau
punya tuan muda."
"Sepasang orang ganas" murka bukan main, terus
mencabut senjatanya masing-masing dan berbareng
menyerang kepada Ho Tiong Jong yang tidak bersenjata.
Tapi Ho Tiong Jong berani, ia tidak menghiraukan
senjatanya, sepasang orang ganas itu, ia keluarkan
kepandaiannya ilmu pukulan telapak tangan Kunci Gi Nio lang
ajaran Kho Kie, yang ia mainkan mengeluarkan angin hebat
sekali.
Teng Hong dan Lauw coeTeng lompat mundur, mereka
menjadi heran sekali ilmu yang dimainkan Ho Tiong Jong lihay
sekali. Sebenarnya sianak muda sendiri tidak menginsafi
pukulannya yang ampuh itu, ia hanya merasakan bahwa
tenaganya sudah bertambah berlipat ganda ia mainkan
ilmunya seperti gapah sekali.
Ia terus mendesak kepada Lauw coe Teng dengan
serangan totokan dan telapakan tangan hingga orang she
Lauw itu terdesak mundur, senjata Poan-koanpil ditangannya
tidak berdaya menangkis ceceran IHo Tiong Jong.
Teng Hong yang melihat saudaranya terdesak lantas
menggerakkan senjata gaetannya nyerbu mengerubuti Ho
Tiong Jong, tapi pemuda itu tidak takut. Hanya semakin tabah
setelah mendapat kenyataan reaksi dari hasil latihan Iweekang
yang dipelajari dari ayahnya Kim Hong Jie tempo hari.
Kalau tadinya, sebelum ia mendapat tambahan tenaga
yang berlipat ganda itu, tenaga dalamnya tidak memberikan
pengaruh apa apa, kini telah memperlihatkan kefaedahannya
yang membuat Ho Tiong Jong diam-diam menjadi sangat
kagum sendiri.
Meskipun bersenjata, Teng Hong dan Lauw coe Teng tidak
berdaya menghadapi Ho Tiong Jong yang bertangan kosong,
Ho Tiong Jong merasakan tenaganya sangat kuat, seperti ada
tenaga yang tidak kelihatan membantunya ia menggempur
musuhnya.
Sebenarnya, bukanlah begitu adanya, Ho Tiong Jong punya
latihan Iweekang tempo hari yang sudah mahir, belum
kelihatan reaksinya karena ia belum mempunyai tenaga yang
luar biasa dan kuat, sekarang karena sudah mendapat tenaga
ajaib dari dua pil yang telah ditelannya itu, membikin
latihannya seperti sudah mencapai puluhan tahun, hingga
dengan kontan latihan Iweekang tempo hari telah
memperlihatkan reaksinya yang luar biasa.
Semakin lawannya menyerang hebat, Sin kang (tenaga
sakti) Ho Tiong Jong semakin kuat dan lincah sekali
gerakannya.
Serangannya dengan totokan yang lihay dan telapakan
tangan yang menghembuskan angin dahsyat, cukup membikin
sepasang orang ganas mengeluh dan copot nyalinya untuk
menghadapi lebih jauh. Ho Tiong Jong yang dianggapnya tadi
akan menjadi mangsanya yang empuk.
Sebentar lagi tanpa senjata Poan koanpit Lauw coe Teng
sudah terlepas dari pemiliknya, lalu disusul oleh teriakan dan
tubuhnya Lauw coe Teng rubuh sambil memuntahkan darah
segar karena pukulan telak telapakan tangan Ho Tiong Jong.
Teng Hong juga kemudian rubuh dengan dapat luka parah
didadanya kena totokan jarinya Ho Tiong Jong.
Betul-betul Ho Tiong Jong seperti sudah salin rupa, ia
seolah-olah bukan Ho Tiong Jong si calon piauwsu tidak laku,
hanya ada Ho Tiong Jong yang akan menjadi pendekar ulung
dalam rimba persilatan-
Setelah melihat dua musuhnya menggeletak ditanah, diamdiam
Ho Tiong Jong mengucapkan rasa syukurnya kepada
ayahnya Kim Hong Jie yang telah melatih lweekang kepadanya
demikian baiknya, disampingnya sudah tentu kepada nona
Kam Hong Jie sendiri yang menjadi perantarannya, perasaan
terima kasih lainnya ia tujukan kepada nona Seng yang telah
menaruh perhatian besar kepadanya dengan memberi kuda
dan golok pakaian, serta pil mujijat yang membikin dirinya
dirasakan seperti Ho Tiong Jong yang baharu dijelmakan lagi.
Ho Tiong Jong melirik pada sepasang orang ganas yang
menggeletak ditanah, satu sudah melayang jiwanya dan yang
satunya lagi napasnya sudah empas-ampis menanti saatnya
untuk pergi ke neraka.
Diam-diam IHo Tiong Jong merasa bersyukur sudah
menjatuhkan dua orang jahat iiu, ia tidak menyesal akan
pukulannya yang terlalu berat tadi atas dirinya dua penjahat
itu. karena dipikirnya, ia berbuat demikian ada satu kebaikan
telah menyingkirkan kejahatan untuk keselamatannya rakyat.
Tiba-tiba ia pikir, dua manusia jahat diwaktu malam
keluyuran dalam benteng Seng kee-po, apa perlunya? Tentu
mereka ada mempunyai maksud jahat, ia lalu jalan
menghampiri dua penjahat itu untuk menggeledah badannya.
Tiba-tiba Teng Hong yang terluka parah telah menggeram.
"Hmm... ada satu waktu nanti pembalasan datang untuk
perbuatanmu terhadap kami orang Seng Giok Cin benar benar
nasibnya baik, hingga aku tidak bisa tidur sama-sama
dengannya."
"Kau ini orang she Teng tidak takut mampus" memotong
Ho Tiong Jong bengis.
"Hmm... hmm..." ia menggeram. "Kalau aku takut mati,
sudah tentu tak datang kesini, Kau berani membunuh aku?
Hmm... benar-benar kau ada satu jagoan-.."
Belum lampias omongannya, kakinya Ho Tiong Jong sudah
diayun menendang tubuhnya penjahat licin itu, hingga
terpental beberapa tombak jauhnya, setelah berkelejetan
sebentar ia minta berhenti jadi orang, menyusul rohnya Lauw
cu Teng yang sudah berangkat lebih dulu keneraka.
Setelah membunuh dua orang jahat itu, mayatnya mereka
disembunyikan oleh Ho Tiong Jong dibaliknya pohon besar, ia
sendiri juga mencari tempat sembunyi menanti kedatangannya
Kho Kie.
Saat itu angin meniup kencang, hingga daun-daun yang
membentur satu dengan lain lelah menerbitkan suara berisik,
Di langit hanya kilauan bintang-bintang yang berkelap-kelip
menerangi sang malam yang gelap.
Tiba- tiba pikirannya melayang kepada kejadian beberapa
waktu berselang, ketika ia melihat pertemuannya dua orang
ialah si hidung pesek she Khoe dan Li-Io sat le Ya.
Dipikir bulak-balik, dilihat dari tingkah lakunya itu, mereka
seperti ada bersekongkol, dan ancamannya Li-lo sat
kepadanya supaya ia tidak mengeluarkan tentang
pertemuannya mereka. Ho Tiong Jong menduga akan maksud
jahat dari kedua orang itu terhadap keluarga Seng dari Sengkee-
po itu, Entah apakah yang menjadi sebabnya.
Selagi ia memikirkan hal itu, tiba-tiba telah dibikin kaget
oleh sesosok bayangan hitam dibarengi oleh suara aneh
meluncur turun dari udara.
Ketika ditegasi, kiranya ada satu pengemis tua dengan
pakaiannya yang compang-camping dan kaki telanjang
dipegangnya ada melihat senjata bandringan, Melihat
keadaannya orang tua pengemis itu orang bisa merasa
kasihan, akan tetapi bila melihat wajahnya yang beringas dan
matanya bersinar kejam, sepertinya orang akan merasa
ketakutan dibuatnya.
Ho Tiong Jong menduga pengemis tua ini ada seorang
kejam dan telengas.
Memang tidak, orang itu ada Tok-kay Kang Kicng (si
Pengemis Beracun Kang ciang). Sudah lama ia mengasingkan
diri. Tadinya ia ada kepala rampok dan menganggap
membunuh jiwa manusia itu sebagai barang mainan saja.
Ilmu silatnya tinggi, banyak orang sungkan berurusan
dengannya dan sangat ditakuti, Tempat tinggalnya tidak
ketentuan, sebentar disana dan sebentar banyak musuhnya ia
takut dengan pembalasan mereka itu.
Tok-Kay Kang ciong tampak Celingukan memeriksa
keadaan disekitarnya, lalu mengerutkan alisnya seperti yang
merasa cemas. Terdengar ia berkata sendirian-"Hm... dua
tikus itu berani main sandiwara padaku? Kemana mereka
sudah pergi?" Setelah berpikir sejenak. dilihatnya kembali
keadaan disekitarnya.
"Ya, sungguh heran sekali dua tikus itu berani menipuku,
Mereka tentu sudah berhasil membawa pergi benda itu, Entah
kemana perginya?"
Ho Tiong Jong menduga dua tikus yang di maksudkan oleh
Tok-kay Kang ciong tentu ada "sepasang orang ganas" yang ia
barusan binasakan, Mungkin Kang ciong sudah berjanji
matang dengan "Sepasang orang ganas" untuk menyatroni
Seng-kee-po dan membawa kabur suatu benda, yang
kemudian akan dibagi rata atau "Sepasang orang ganas"
dapat upah untuk mereka punya capai lelah.
Kalau demikian, semua itu ada maksud membuat rugi
keluarga Seng. Entahlah, apa Kang ciong juga akan isengiseng
mempertontonkan ilmunya dalam pertemuan pibu atau
tidak. Tok-kay Kang ciong tiba-tiba terdengar lagi berkata
sendirian-
"Ya, setelah aku membalas dendam, aku akan dapat benda
wasiat yang berharga, tapi mereka dapat nona cantik, Hm
perdagangan begini sebenarnya tidak menguntungkan diriku,
Nah, baiknya mereka tidak mentaati janji datang kemari.
Sudahlah, kau pengemis tua, nanti kau dapat marah dari
sinenek Rumah Es di Tay-pek-sa serakah amat sih..." Katakata
ini dapat didengar tegas oleh Ho Tiong Jong.
Kini ia tahu, bahwa nona Seng itu ada muridnya dari Kok
Lo-io, pemilik Rumah Es di Tay-pekssan, hatinya menjadi
berdebar-debar.
Tiba-tiba terdengar suara "sat... sat" dari tanah yang
rendah, Tok-kay Kang ciong terkejut, lalu memasang
telinganya. Gerak-geriknya ditonton oleh Ho Tiong Jong.
Anak muda ini pikirannya telah melayang kepada nona
Seng yang baik hati, memperhatikan dirinya luar biasa, maka
ia telah mengambil keputusan apa juga akan terjadi ia musti
membela nona seng. Kembali terdengar suara tadi dibarengi
dengan keluhan-
Tok kay Kang ciong yang mendengar itu cepat enjot
badannya melesat kearah tempat darimana keluarnya keluhan
tadi, Diam-diam Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri,
"Apa itu keluhan Teng Hong yang belum mati? Kalau dia
belum mati setelah ketemu Tok-kay niscaya dia akan
menceritakan hal diriku yang membunuh kepadanya, selain
itu, Tok-kay tentu mengambil benda wasiat yang ada d isaku
bajunya. Ah. kenapa aku bodoh amat tidak menggeledah
bajunya tadi?"
Tok-kay dilain pihak ketika melihat dua mayat didepan
matanya, tampak mengunjukkan wajah beringas, Alisnya
dikerutkan, setelah menghela napas sejenak terus memeriksa
tubuhnya dua mayat itu, dua tikus yang tadi ia maki-maki.
Lauw coe Teng ternyata kena pukulan telepak tangan,
hatinya tergetar dan mati karenanya. Ketika melihat lukanya
Teng Hong, ia terkejut juga, sebab Teng Hong terkena
pukulan "Kim ci Gini ciang" ilmunya San-yu Lo long, ia
memaki-maki dengan gemas kepada orang yang
mencelakakan dua kawannya itu, lalu ia menggeledah seluruh
badannya Teng Hong dan Lauw coe Teng, tapi tidak
kedapatan benda wasiat yang dimaksudkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Setelah puas memeriksa, lantas ia perdengarkan suara
ketawanya yang panjang tubuhnya berbareng melesat dan
menghilang di telan oleh kegelapan- Ho Tiong Jong saat itu
bengong terlongong-longong.
Tiba-tiba ia disadarkan oleh suara sat, sat lagi tidak jauh
daripadanya, dilihatnya tanah mumbul, kemudian disusul
dengan munculnya benda lancip, Inilah ada topi wasiat-nya
Kho Kie yang keluar dari tanah, sebentar lagi orangnya juga
telah muncul dari dalam tanah.
Ketika Ho Tiong Jong datang menghampiri Kho Kie berkata
padanya.
"Hmm... kau laote masih untung kau tak dapat dilihat oleh
Tok kay Kang ciong, seorang yang jahat dan kejam hatinya"
"Kho toako, aku sudah menbunuh dua orang penjahat
disini." kata Ho Tiong Jong yang tidak meladeni kata katanya
sang kawan tentang Tok-kay.
"Dua penjahat siapa?"
"Dua penjahat yang dikenal dengan julukannya, sepasang
orang ganas, yang terkenal kejam dan teleng as kepada
rakyat jelata."
"Oh, mereka? Tapi bagaimana kau dapat menang dari
mereka yang ilmu silatnya tidak rendah, apalagi kau dikerubuti
tentunya"
"Berkat pil Siauw-hoan-tan yang mujijad"
"Apa? Pil Siauw hoan-tan?"
"Ya, pil siauw hoan-tan?"
"Ah, laote, itu tidak mungkin, Paling banyak pil itu
menambah kekuatan tenaga berlipat ganda, tapi apa gunanya
kalau tidak berkepandaian ilmu tenaga dalam (lwekang) yang
mahir. Buktinya, ketika aku minta kau perlihatkan ilmu silat
yang barusan kau pelajari dariku kelihatannya tidak selincah
seperti yang aku bayangkan semula." Ho Tiong Jong
bersenyum bangga.
"Kho toako," katanya, kau tidak tahu, aku sebenarnya
sudah mempunyai dasar latihan lweekang yang sempurna.
Hanya saja karena aku kekurangan tenaga dan ilmu itu harus
dilatih bertahun-tahun baru mendapatkan tenaga yang sesuai,
maka faedahnya tak dapat terlihat. Tapi..."
Ho Tiong Jong bersenyum, tampak ia gembira sekali, tapi
berhenti kata-katanya sampai disitu, hingga membikin Kho Kie
jadi tidak sabaran.
"Tapi, apa lekas katakan, aku sebagai sahabatmu tentu
akan merasa senang dan bangga mendengarnya." Demikian ia
mendesak si anak muda.
"Tapi sesudah aku menelan itu dua pil mustajab, dengan
mendadakan kekuatanku telah tambah berlipat ganda,
Reaksinya ada luar biasa terhadap lweekang yang ada padaku
yang sekian lama tidak bekerja.
Dengan menggunakan gaya pukulan "Kim ci Gini clang
yang didapat dari toako, aku tempur mereka dengan hebat
sekali. Telapakan tanganku berkesiur mengandung angin
dahsyat, totokanku meluncur bertubi-tubi, sehingga mereka
kewalahan-
Mereka bersenjata, sedang aku bertangan kosong, tapi
mereka tidak berani datang mendekati karena ngeri dengan
serangan totokan dan telapakan tanganku yang hebat luar
biasa, Ha ha ha, toako aku harus mengucapkan terima kasih
atas untuk ilmu pukulan yang kau telah turunkan padaku."
Ho Tiong Jong tutup kata-katanya sambil menjura dalamdalam,
mukanya berseri-seri gembira, hingga Kho Kie yang
melihatnya menjadi terlongong- longgong.
"Hai, apakah benar ada kejadian demikian?" akhirnya Kho
Kie dapat membuka mulut berkata.
"Memang begitu kenyataannya toako" juwab Ho Tiong Jong
bersenyum-senyum.
Kho Kie menjublek sekian lama, seperti juga ia sedang
berkutat dengan pertanyaan, apakah mungkin kenyataannya
ada demikian seperti pengakuannya Ho Tiong Jong?
"Kho toako mari kita mencari nona Seng," kata Ho Tiong
Jong tiba-tiba.
Kho Kie terkejut, ia menatap wabahnya si-anak muda.
"Mencari nona Seng, untuk apa? apa kau menyintai dia?"
tanya Kho Kie.
"Hayo, toako, kau jangan bergurau, sebentar kalau si
pengemis Beracun itu kembali lagi, kita bisa mendapat susah
karenanya,"
"Susah apa?" jawab Kho Kie tenang. "Tapi, eh, tunggu
dahulu, kita tanam dua bangkai ini dahulu, baru bicara
tentang urusan kita melarikan diri."
Ho Tiong Jong anggap bicaranya Kho Kie memang benar,
maka ia dengan kawannya lantas bekerja, Tiba-tiba mereka
dibikin kaget melihat pakaiannya dua mayat itu semuanya
hangus, gara-gara kena terpegang oleh tangannya Tok-kay
Kang ciong yang beracun. "Lihay, lihay..." menggerutu Kho Kie
sambil anggukkan kepala,
Kemudian dengan ilmunya nerobos tanah, Kho Kie telah
membikin dua lobang untuk mengubur mayatnya "Sepasang
orang ganas" yang tamat riwayat ditangan Ho Tiong Jong
yang semula yang bermula sangat dipandang rendah.
Setelah selesai mengubur mereka lalu berjalan
meninggalkan tempat itu. Terdengar Kho Khie berkata pada
Ho Tiong Jong.
"Ho laote, kau membunuh mereka berdua dengan ilmu Kim
ci Gi Ni Ciang sudah meninggalkan tanda bekas dibadannya
mereka itu, itu pengemis tua yang melihatnya, tentu akan
menyangka bahwa perbuatan itu dilakukan olah guruku."
Ho Tiong Jong kaget kaget, mukanya berubah seketika ia
tidak memikir sampai disitu, maka ia lantas berkata.
"Kalau begitu aku harus mengejar pengemis jahat itu untuk
membunuhnya."
Kho Kie terkejut.
"Ho laote, katanya, " memang betul ilmu silatmu sudah
bagus, tapi bagaimana juga tidak dapat menempur orang
yang berilmu tinggi, yang latihannya sudah mencapai lima
puluh tahun dengan susah payah. Apa lagi kalau pengemis tua
itu melihat kau menggunakan ilmu pukulan Kim-ci Ginclang
sudah tentu dia akan mengetahui bahwa yang membunuh
mati "sepasang orang ganas" adalah kau orangnya." Ho Tiong
Jong jadi bengong mendengar kata-katanya sang kawan-
"Nah, kalau begitu sebaiknya aku tidak unjukan diri didepan
umum sebab mereka tokh sudah memandang yang aku Ho
Tiong Jong sudah mati, seandainya mereka tahu aku hidup
lagi, ada sulit aku mempertanggungjawabkan soal kematianku
bukan?"
"Ya itu betul, Memang sudah lama aku memikirkan hal itu,
cara bagaimana dapat mengatasinya." Keduanya terdiam
sebentar.
"Eh Kho toako," kata Ho Tiong Jong, "jadi aku mendapat
dengar Tok kay ada bermusuhan dengan keluarga Seng, Aku
ini sudah menerima budi kebaikannya nona Seng, bagaimana
juga aku harus membelanya. Soal menang kalah itulah ada
urusan lain, aku tidak memikirkannya, asal aku dapat
menunjukkan bahwa aku Ho Tiong Jong ada menjunjung
tinggi budi kebaikannya orang." Kho Kie menghela napas.
---ooo0dw0ooo---
VII. MELAWAN JAGO KELAS WAHID.
KALI ini Kho Kie berkata-kata dengan serius, tidak
sebagaimana biasanya ia suka bergurau dan lagaknya sangat
Jenaka mengitik urat ketawa.
”Ho laote.” Kata pula Kho Kie ”Bicara terus terang, dengan
lain orang aku suka bersenda gurau dengan tidak mau tahu
urusannya, Tapi terhadap kau ada lain, aku hargakan kau
sebagai sahabat yang jujur dan berbudi. Buktinya, kau
mendapat setetes budi saja terus akan membalasnya sampai
rela mengorbankan jiwamu, ini memang tidak salah, kau
punya pikiran betul. Tapi kalau kau dengan begitu saja hendak
menerjang bahaya maut, apakah tidak sayang.”
Ho Tiong Jong menatap wajahnya sahabat karibnya ini, tapi
ia tidak memotong ketika Kho Kie melanjutkan bicaranya.
”Kau main membela dengan membabi buta saja, tanpa
mencari tahu keluarga Seng itu ada orang macam apa?
Memang betul nona Seng punya budi tak dapat kau lupakan,
ia mungkin ada satu nona yang berhati mulia, tapi ayahnya...”
”Ayahnya kenapa?” menyelak Ho Tiong Jong.
”Hmm...” Kho Kie berkata lagi.” Ayahnya punya riwayatnya
hidup memalukan- Andaikata batang lehernya harus dipenggal
agaknya masih belum lunas menebus dosanya. Semua kepalakepala
dari Perserikatan Benteng perkampungan satu persatu
harus digantung mati sebagai hukuman atas perbuatanperbuatannya
yang tidak benar.”
Ho Tiong Jong berdebar hatinya mendengar cerita Kho Kie
yang diucapkan dengan sungguh-sungguh, Diam-diam dalam
hatinya menanya. Kenapa ayahmu harus dipenggal? Dan
kepala kepala dari Perserikatan Benteng perkampungan
kenapa harus digantung mati? Apa sebenarnya yang mereka
telah perbuat sehingga harus menebus dosanya dengan
kematian.
Meskipun ia berpikir deikian, ia tidak memotong dan
menanyakan apa-apa kepada Kho Kie yang kelihatannya
sangat bernapsu untuk menginsafi pikirannya Ho Tiong Jong
yang hendak menerjang bahaya secara membabi buta.
”Ho laote,” berkata pula Kho Kie dengan serius, Andaikata
nona Seng ada mengandalkan ayahnya punya keangkeran,
aku amat menentang kau membela mati-matian kepada nona
Seng”
Ho Tiong Jong tertawa mendengar kata-katanya sang
kawan, ia berterima kasih untuk perhatian yarg besar itu atas
dirinya, Pikirnya, mungkin ia tidak mendapatkan yang
keduanya lagi sahabat karib macam Kho Kie yang jujur ini.
Maka sambil tertawa ia berkata kepadanya.
”Kho toako, legakan hatimu, Kau jangan kuatir, aku dapat
menimbang dengan kepala dingin akan tindakanku yang
kuambil soalnya Tok-kay itu, aku hendak mengambil jiwanya
bukan karena dari sebab dia bermusuhan dengan keluarga
Seng saja, tapi dia sudah terlalu banyak menumpuk dosa
membikin susah pada rakyat jelata.” Kho Kie menghela napas.
Ia tidak berdaya untuk mencegah maksudnya anak muda
yang keras ini, yang kukuh hendak mengejar juga Tok kay
Kang ciong yang berilmu tinggi.
”Ho laote, baiklah, aku tidak dapat menghalang-halangi
maksudmu yang mulia, hanya aku pesan sukalah kau menjaga
diri hati-hati sebab orang yang kau hendak bereskanjiwa nya
itu ada seorang yang berilmu tinggi. Kau bukan tandingannya.
Nah terimalah ini sedikit uang perak untuk bekal kau
diperjalanan, Tiga hari kemudian boleh kita ketemu lagi disini
untuk saling menukar kabar.”
Ho Tiong Jong terima pemberian uang Kho Kie itu dengan
perasaan sangat terharu.
”Terima kasih, semoga dengan berkat doa restu toako kita
akan berjumpa h pula nanti dalam keadaan selamat...”
Kho Kie kemudian menceritakan keadaan dalam ruangan
perjamuan, dimana ada hadir banyak sekali tetamu yang
hendak turut ambil bagian dalam dibuian diselenggarakan oleh
Seng Eng dari Seng-kee-po.
Ho Tiong Jong tidak ketarik dengan beberapa nama orangorang
gagah yang disebut oleh Kho Kie, sebab hatinya masih
terus melayang akan mengejar Tok-kay, bagaimana ia dapat
menjatuhkan pengemis tua yang berilmu tinggi itu.
Tapi ketika sang kawan menyebutkan adanya seorang nona
bernama Kim Hong Jie dengan wajah cantik luar biasa dan
saban ketawa tampak sujennya yang memikat hati, ia
membuka lebar matanya dan mengawasi pada Kho Kie
”Hei, laote, kau kenapa?” tanya Kho Kie ketawa ketika
melihat arak muda itu tiba-tiba saja berubah wajahnya ketika
mendengar ia menyebut namanya Kim Hong Jie.
”Tidak usah, dia ada satu gadis cantik lincah, puterinya
majikan dari benteng Kim-Hong-po.....”
”Apa ia hadir bersendirian saja?” memotong Ho Tiong Jong.
”Aku tidak tahu, kau kenapa laote ? Apa kau kenal dengan
nona jelita itu ?”
Hatinya Ho Tiong Jong berdebaran-
Ia ingat akan pengalamannya pada lima tahun yang
lampau, dengan perantaran sinona cilik yang bersujen
memikat itu ia telah melatih Iweekang dibawah pengunjukan
engkong nya. Bagaimana baik dan besar perhatian nona cilik
itu terhadap dirinya, sampai sekarang ia tidak dapat
melupakannya. Dia... dia sekarang sudah dewasa, entah
bagaimana cantik wajahnya dia?-Cerita Dewasa Golok Sakti Silat-
Ia sebenarnya ingin melihat Kim Hong Jie setelah menjadi
satu nona, sebagai satu gadis cantik, apakah adat dan
tabiatnya masih tetap ramah dan jenaka seperti dahulu kala?
Ah, pikirnya, ia tidak seharusnya memikirkan hal nona Hong
Jie itu, sebab ia kini hendak menjalankan tugas membunuh
Tok-kay Kang ciong. Entah ia dapat kembali dengan selamat
atau ia nanti mengorbankan jiwanya, itulah masih merupakan
satu pertanyaan
Melayangkan pikirannya sampai disini, tiba-tiba ia
disadarkan oleh Kho Kie yang menegur padanya .
”Ho laote, kau ngelamun jauh sekali rupanya, makanya kau
menjublek sekian lama, apa kau tak pergi mengejar Tok kay
dan hendak kembali ke perjamuan?”
”Sudahlah...” jawabnya lesu, ”Mari kita berpisahan-”
Kho Kie tidak banyak rewel lagi, ia menyerahkan goloknya
Ho Tiong Jong untuk menjaga diri diperjalanan-
Senjata mana disambut oleh pemiliknya dengan ketawa
lesu.
Setelah saling berjabat sekali lagi akan bertemu kembali
ditempat itu, keduanya lalu berpisahan-
Sambil menyoren goloknya Ho Tiong Jong terus berjalan
kearah mana Tok-kay Kang ciong
telah pergi, sepanjang jalan pikirannya kusut, ia
memikirkan tentang kepandaiannya yang hanya enam-belas
dari delapan belas jurus ilmu golok keramat ditambah oleh
tiga jurus ilmu pukulan ”Kim-ci Gini clang” ajarannya Kho Kie,
apakah dengan itu saja sudah cukup dapat menjatuhkan si
pengemis beracun yang iihay?
La ragu-ragu akan kemampuannya jikalau ambil jalan
kekerasan, maka ia harus mencari jalan menggunakan siasat,
menggunakan jalan halus untuk dapat mengambil jiwanya
orang kejam itu.
Tapi bagaimana akal halus itu yang ia akan ambil.
Berjalan sambil berpikir tanpa terasa lagi ia sudah melalui
perjalanan lima-enam lie. Kini badannya dirasakan sudah jauh
bedanya dari pada sebelumnya ia makan dua pilnya nona
Seng, ia kini dapat berjalan dengan menggunakan ilmu lari
cepat yang tidak usah kalah dengan mereka yang sudah
mendapat latihan puluhan tahun.
Memikir akan perubahan pada tubuhnya yang tidak
terduga-duga, membikin ia jadi bersemangat. Saat itu sudah
jam dua malam, ia jalan melewati rimba dan gunung-gunung.
Perutnya mendadak dirasakan lapar sekali, ia bingung,
dimana ia dapat mencari tempat untuk menangsal perut? Ia
jalan lagi beberapa lie, dilihatnya disebelah depannya ada
bangunan seperti kuil, hatinya bukan main gembira, pikirnya
disitu ia dapat makanan gratis ia boleh memberi uang pada
hweshio pengurus dapurnya supaya tidak banyak rewel.
Untuk membunuh Tok-kay dengan jalan mengadu
kepandaian sekarang bukan waktunya, ia harus mencari guru
dahulu yang pandai untuk memperdalam kepandaian silatnya
sendiri. Untuk sekarang, pikirnya ia hanya hendak
menggunakan akal kalau-kalau nanti berhasil.
Disekitar tempat itu ada tiga buah kuil, yang satu bernama
Giok san-kuan, kedua Biauw-hoat-si dan ke tiga ceng in si.
Tok-kay Kang ciong masuk kedalam kuil Biauw-hoat-si,
setelah ia pergi meninggalkan bangkainya ”sepasang orang
ganas.”
Ketika masuk kedalam, Tok-kay lihat penerangan sangat
terang, Berjalan sampai diruangan sembahyang tiba-tiba
matanya melihat ada seorang yang sedang duduk pada satu
buntalan tengah sedang makan bubur.
Orang itu seperti anak kecil, rambutnya dikepang umurnya
diantara lima belas – enam belas tahun.
Tapi ketika ia menegasi, hatinya terkejut bukan mainsebab
ia bukannya anak kecil, hanya sahabatnya sendiri oen
cie yang bergelar Hong- hwe Tong- cu (Anak Angin) dan
kedatangannya Tok kay itu bukannya tidak diketahui, tapi oen
ci pura-pura tidak mengetahuinya terus saja menyikat
buburnya.
”Hei, kau ini kapan datang?” tiba tiba itu Tok kay berteriak.
Oen ci menaruh mangkok buburnya, sambil
menggoyangkan rambut kepangnya ia berkata dengan suara
dingin-
”Hm Apa aku tidak boleh datang kemari ?”
Perkataannya belum habis, orangnya sudah lompat melesat
kehadapan Tok kay, Tangan-nya yang kirinya diangkat seperti
yang hendak menyerang, saat itu telapakan tangannya merah
membara. Hingga Tok-kay terkejut dan mundur beberapa
tindak^ baru berkata.
”Kau jangan menyerang, Sudah dua puluh tahun kita tak
berjumpa, adatmu masih seperti dahulu kala saja tak
ubahnya.”
Oen cie menurunkan tangannya, Terdengar ia tertawa
dingin dan berkata.
”Hmm... orang macam kau ini, selama dua puluh tahun ini
semakin banyak berbuat dosa. Dosamu sekarang sudah
bertumpuk-tumpuk. Sekarang kau bertemu denganku, apakah
kau kira aku tak dapat memusnahkan racunmu.”
Tok-kay mendongkol mendengar kata-katanya oei ci.
La tertawa terpaksa ”Oei ci.” Katanya: Jikalau kau memang
sengaja datang hendak mencari aku, terserah kepadamu, kau
boleh berbuat sesukamu untuk melayani aku.” Inilah suatu
tantangan- oei ci perdengarkan suara tertawa yang aneh.
”Aku tidak mencari kau, tapi tunggulah, nanti ada satu
waktu ada orang yang mencari untuk mengambil jiwamu yang
sudah penuh dengan dosa. Percayalah pada kata-kataku
sekarang.”
Tok-kay tidak menjawab, hanya ia menatap wajahnya oei ci
yang masih tetap ketawa seperti yang mengejek kepadanya.
Hong-hwe Tong-cu oen ci adalah salah satu dari ”Lima
Tokoh dalam dunia persilatan dijaman itu, maka tidak heran
kalau Tok-kay tidak berani sembarangan bertanding
dengannya. Terdengar oen ci berkata lagi.
”Bicara terus terang, memang harus diakui ilmu yang
dinamai ”Telapakan Tangan Berdarah” telah mendapat
kemajuan selama dua puluh tahun ini, aku dapat mengatasi
ilmunya itu. Akupun tak tahu, mengapa aku bisa berkenalan
dengan kau dan menjadi sahabat karib, sedang kau ada
seorang jahat yang sukar diperbaiki.”
Matanya Tok-kay mendelik mendengar kata-katanya sang
sahabat yang paling belakangan ini, akan tetapi ia tak berani
bergerak dan diam saja ketika Honghwee Tong-cu oen cie
meneruskan bicaranya.
”Kau tahu, sutitku yang sekarang menjadi ciang nasehati
kau untuk menghentikan kejahatanmu. Menginsafkan padamu
bahwa perbuatan jahat itu tak membawa berkah selamat.
Seperti ilmu kau ”Telapak Tangan Berdarah” itu, kau yakinkan
dengan kekejaman yang tidak ada caranya, Banyak wanita
hamil yang telah menjadi korbannya, banyak orang yang
dicelakai olehmu, setelah kau mendapatkan ilmu itu lantas
menyembunyikan diri, takut pembalasan atas perbuatanmu
yang sangat keji itu. Ha ha ha... kau keliru sebab Tuhan tak
melepaskan makhluknya yang telah menumpuk dosa, kemana
kau lari musti orang pada satu hari akan membinasakan
dirimu.”
Tok kay tundukkan kepalanya, Meskipun demikian, diamdiam
ia mencaci oen ci yang banyak rewet dalam urusannya
orang lain, Ketika ia dong akan kepalanya terdengar oen ci
meneruskan pula kata-katanya yang tajam.
” Dengan kekejaman dan kejahatanmu yang diperbuat
terus menerus, mana aku bisa tinggal peluk tangan saja
melihatnya? Meskipun diandaikan kau ada menjadi anaknya
juga aku tak dapat mengampuni kau dan pasti akan
membunuhnya, kau mengerti?”
Tok-kay mendelik matanya, ia tidak mendebat kata-katanya
oen-ci, hanya ia menanya. ”Mana muridku?”
”Hmm...” oen cin menggeram, ”Dua muridmu yang manis
itu, jangan takut hilang kemana, mereka tidak tahu aku ini
siapa, dengan secara kurang ajar telah memegang-megang
rambut kepangku. Perbuatan ini ada pantangan bagiku, maka
dua muridmu yang manis itu aku sudah lemparkan keluar kuil,
mereka sekarang mungkin ada di kuil ceng-in-si.” Tok-kay
gusar sekali, matanya mendelik bengis.
”Bagus perbuatanmu itu” katanya ”Ada satu hari aku tentu
akan mencari kau ke Bu-tong-san. Nah sekarang terima
dahulu persekotnya.”
Ia tutup bicaranya sambil menyerang dengan telapakan
tangannya yang mengeluarkan angin dan hawa panas yang
dapat membikin hangus yang terkena sasarannya.
Oen ci menjadi marah melihat dirinya di serang, maka ia
juga lantas mengeluarkan ilmunya menangkis dan balas
menyerang lawan, Dua telapakan tangannya disodorkan
kedepan, yang sebelah kiri mengeluarkan angin dahsyat dan
yang kanan mengeluarkan hawa panas seperti api berkobarkobar.
Inilah ilmu ”Hong- hwe Sin- kang” (tenaga sakti angin dan
api) yang membuat namanya oen ci terkenal dan dimalui oleh
lawan maupun kawan- ilmu yang dilatih selama dua puluh
tahun lamanya ini ada sangat lihay, hingga Tok-kay kewalahan
dan mundur beberapa tindak.
Mengetahui dirinya bakal mendapat kerugian kalau
meladeni oen ci, maka ia sudah memilih jalan yang selamat,
”Lari”
Seketika itu juga ia lari meninggalkan oen cijago angin dan
api itu tidak mengejar, hanya dengan ketawa dingin memberi
nasehat.
”Kau lekas perbaiki dirimu, buang kejahatan dan balik
menjadi orang baik, Kalau tidak, percayalah padaku, ada satu
waktu kau akan binasa dengan kecewa...”
Hong-hweTong cu oen ci ini sebenarnya sudah sedari kecil
berkawan dengan Tok-kay.
Mereka bersahabat karib. Apa mau setelah masing-masing
menginjak usia dewasa, perbuatan Tok kay itu banyak
nyeleweng, lebih-lebih ketika ia meyakinkan ilmunya ”Telapak
Tangan Berdarah” banyak membunuh- bunuhi wanita hamil,
membuat hatinya oen ci sebagai kawannya sedari menjadi
sangat cemas dan mengutuk perbuatannya Tok-kay, ia
sebenarnya ingin menyingkirkan jiwanya Tok-kay, tapi
perasaan keakraban mereka berkawan diwaktu kecil,
membuat ia ragu-ragu dan tidak tega.
Ilmu tenaga dalamnya oen ci sangat mahir, dengan mana
ia sudah dapat memelihara wajahnya menjadi tinggal tetap
muda seperti anak yang baru berumur lima belas – enam
belas tahunan saja, keistimewaannya, adalah ia paling suka
makan-
Makanan apa ia tidak menampik asal makan, Tabiatnya itu
seperti anak kecil, maka ia telah mendapat julukan Tong-tju
(anak) julukan mana digabung dengan ilmunya Hong hwa
sinkang maka menjadi Hong- hwe Tong- cu (Anak Angin Api).
Sementara itu, Ho Tiong Jong juga sudah masuk kedalam kuil
Biauw hoat-si.
Ia tidak masuk keruangan sembahyang, hanya langsung
mencari dapur masak kuil itu, untuk minta dibagi makanan
menangsel perutnya yang sudah sangat lapar.
Diatas meja tampak ada semangkok besar bubur yang
masih panas, mengepul mulutnya sudah mengiler, Ketika ia
hendak ulur tangannya, tiba-tiba mendengar ada tindakan
kaki. Ia cepat mengumpat d ibalik pintu Ternyata yang datang
ada satu hweshio pengurus dapur rupanya, yang hendak
mengambil semangkok bubur tadi.
Ketika tangannya hampir menyentuh mangkok, hweshio itu
menjadi sangat kaget ketika merasa bahunya ada yang
menepuk- ia cepat menoleh, kiranya yang menepuk itu ada
orang muda tampan,seperti bukannya orang jahat. Hatinya
hweshio itu menjadi lega.
”Suhu, maaf, bolehkah aku menanya, apa bubur ini mau
dibawah untuk Tok-kay?” tanya Iho Tiong Jong.
Hweshio itu itu membuka matanya lebar-lebar.
”Tok-kay....?” ia seperti berkata sendirian- ”Bukan, bukan
untuk Tok-kay.”
”Habis untuk siapa?”
”Tok-kay sudah diusir pergi dari sini.”
”Siapa yang mengusirnya? ”
”Orang yang mau makan bubur ini.” Ho Tiong Jong terkejut
pikirannya locianpwe yang manakah sudah datang kesitu dan
dapat mengusir begitu mudah kepada si pengemis beracun
yang tinggi ilmunya?
”Tapi suhu,” kata pula Ho Tiong Jong ”apa kau bisa tolong
aku?”
”Kau siapa? Aku harus menolongmu dalam hal apa?” tanya
si hweshio.
”Tolong bagi semangkok bubur, perutku sudah lapar, untuk
mana aku tentu tidak melupakan suhu punya budi untuk
mengganti kerugiannya.”
”ow, tidak bisa,” jawab si hweshio.
”Kenapa tidak bisa? Semangkok bubur tokh apa artinya,
sedang aku sendiri hendak menggantinya dengan uang?”
Hwehsio itu tidak mau meladeni Ho Tiong Jong ia sudah
hendak ngeloyor keluar dari dapur itu, tapi mendadak ada
bayangan berkelebat, ia adalah Ho Tiong Jong yang
menghadang didepannya.
”Minggir” bentak si hweshio seraya menerobos.
Ia tidak tahu kalau tenaganya si anak muda ada besar
sekali, mana dapat ia menerobos dengan mudahnya. Tidak
heran, kalau ia terpental mundur ketika menubruk Ho Tiong
Jong dan mangkok bubur menjadi jatuh dari tangannya,
buburnya tumpah di lantai. Mukanya hweshio itu berubah
menjadi pucat.
”Kau, kau....” katanya melotot, tapi ia tidak berani
menerjang pada Ho Tiong Jong yang kini ia anggap tidak
boleh dibuat sembarangan, meskipun masih demikan muda, ia
akhirnya lompat keluar meninggalkan Ho Tiong Jong.
Sementara itu oen ci sudah datang kedapur, maksudnya
mau menegur hweshio yang mengurus dapur itu, kenapa
sudah begitu lama tidak membawa bubur untuknya. Ia melihat
Ho Tiong Jong dan bubur yang tumpah dilantai, Tiba-tiba ia
tertawa dingin dan mengawasi pada Ho Tiong Jong.
Melihat dari sikapnya, tiba-tiba Ho Tiong Jong ingat, inilah
orangnya tentu yang mau makan bubur. Sekarang buburnya
sudah tumpah dilantai, bagaimana? Ia lalu menghampiri oen
ci, sambil merogoh sakunya mengeluarkan uang, ia berkata.
”Saudara kecil, harap jangan marah. Terimalah uang ini
sebagai ganti kerugiannya.”
”Hmm...” oan ci memotong, ”Enak saja kau ngomong,
makananku sudah dibikin tumpah begitu rupa. Kau berderajat
apa memanggil aku saudara kecil?”
Ho Tiong Jong bengong melihat sikapnya oen ci yang tidak
memandang mata padanya.
Sementara itu hweshio tadi sudah datang kembali dan
mengadu kepada oen ci, bagaimana Ho Tiong Jong sudah
menghadang di depannya dan mau merebut semangkuk
bubur itu sehingga tumpah.
Oen ci tidak meladeni pengaduannya si hwesio yang
dilebih-Iebihi dan juga tidak memperdulikan Ho Tiong Jong
yang berdiri menjublek. Hanya ia mengawasi pada bubur yang
tumpuk dilantai.
Tiba-tiba ia mengangakan mulutnya, bubur yang tumplek
dilantai tiba-tiba tersedot dan masuk kedalam mulutnya, itulah
ada demontrasi lweekang (tenaga dalam) yang hebat sekali.
Ho Tiong Jong dan si hwesio terpesona oleh kejadian yang
disaksikannya.
Kalau oen ci ngagah untuk menyedot bubur kedalam
mulutnya, kemudian ditelannya, adalah Ho Tiong Jong
menganga mulutnya saking heran dan kagum oleh kekuatan
lweekang oen ci yang demikian tingginya.
Dalam hati diam-diam berkata, ”Pantasan ia bisa mengusir
Tok-kay. Demikian tinggi dan mahir kekuatan Iweekangnya,
entah bagaimana tingginya kepandaian ilmu silatnya.”
Lantas terlintas dalam otaknya suatu pikiran baik orang ini
begitu tinggi ilmunya, maka cari siapa lagi untuk ia angkat
sebagai guru? Kesempatan yang baik inijangan dikasih lewat
begitu saja.
OEN ci sendiri sebenarnya Sangat mendongkol pada Iho
Tiong Jong, ia mati memberi hajaran kalau menurutinya
hatinya Cuma saja ia pandang Ho Tiong Jong masih begitu
muda dan bukannya orang jahat, maka ia dengan hati
mendongkol sudah hendak meninggalkan tempat itu.
Ho Tiong Jong jadi gelagapan, buru-buru, ia berkata,
”Hei, saudara kecil, tunggu dulu. Aku masih ada yang
hendak ditanyakan padamu.”
”Hmm... Siapa yang menjadi saudara kecilmu?”
menggerendeng oen ci.
Ho Tiong Jong sebenarnya mendongkol mendengar katakatanya
oen ci ini, akan tetapi karena ia ada mempunyai
maksud tertentu, maka amarahnya telah ditelan begitu saja.
Wajahnya yang tadi sudah beringas menjadi tenang kembali.
”Ia, baiklah aku memanggil kauw Siauw-hiap. Numpang
tanya, apa yang mengusir Tok-kay ituSiauw-hiap adanya?”
demikian menanya Ho Tiong Jong.
”Kau siapa?” tanya oen ci.
”Aku bernama Ho Tiong Jong.”
”Kau datang kesini mencari siapa?”
”Mencari Tok-kay.”
”Bagus, bagus, nah, sekarang kau boleh kejar Tok-kay
yang kau cari.” Ho Tiong Jong jadi melongo.
Diam-diam Ho Tiong Jong berpikir, orang ini ilmu silatnya
tinggi tak dapat diukur, tapi kenapa sikapnya ada sangat
eneh? Apa katanya orang ini, benar juga. Demikian pikirnya.
Sebelum ia dapat membuka mulut, oen ci sudah berkata lagi.
”Meskipun kau tidak dapat menempur dia dengan
kepandaianmu yang tinggi, tapi untuk mendekatinya ada
mudah sekali kau lakukan, sekarang aku kasih petunjuk
padamu, dengarlah baik-baik.”
Ho Tiong Jong anggukkan kepalanya.
”Kau dari sini jalan lempeng saja ke arah barat kira kira
seperjalanan tiga lie kau nanti akan menemukan satu kuil
dengan merek ceng in-si. Tok-kay sekarang ada disana.
Kalau kau sudah berjumpa padanya, boleh mengatakan
banwa kau ini diperhina olehku, aku menolak mengambil kau
sebagai murid. Kalau ia mendengarnya, pasti timbul
amarahnya padaku dan akan menerima kau sebagai muridnya.
Tapi ingat betul-betul. Dia meskipun ilmu silatnya amat tinggi,
tetapi ia ada seorang jahat, maka kau harus tahu sendiri.”
”Apa dia mau menerima aku sebagai muridnya?” tanya Iho
Tiong Jong.
Oen ci melihat Ho Tiong Jong seperti belum mengerti akan
maksudnya yang dikatakan barusan, maka ia hanya
anggukkan kepalanya, kemudian telah meninggalkan kuil
Biauw-hoat-si.
Ho Tiong Jong berdiri menjublek sekian lama setelah oen ci
yang sempurna sekali tenaga dalamnya (lweekang.)
Setelah tersadar dari lamunannya, Iho Tiong Jong pergi
menemui hweshio pengurus dapur lagi. Kali ini secara damai,
Iho Tiong Jong mendapat bagian bubur.
Setelah cukup menangsel perutnya, orang muda itu lalu
meninggalkan kuil dan menuju kearah yang ditunjuk oleh
Hong hwe Tong-cu oen-ci.
Dalam perjalanannya ia putar otaknya. Pikirnya, kalau ia
sampai dapat berdekatan dengan Tok-kay, ia bermaksud
membunuhnya. Perbuatan mana selainnya membalas dendam
musuh keluarga Seng, juga berarti ia sudah menyingkirkan
iblis masyarakat yang kejam Betul saja ia menemui kuil pada
tempat yang diunjuk oleh oen-ci,
Waktu itu sudah jam tiga malam, keadaan sangat gelap.
Pintu kuil ternyata masih terpentang, tapi heran tidak ada
seorang hweshlo kelihatan- Dimuka kuil ada lapangan yang
luas, tengah-tengahnya ada jalanan yang dikedua
pinggirannya ditanami pohon siong yang amat indah. Di kanan
kirinya kuil ada bangunan rumah-rumah kecil mungil. Iho
Tiong Tong bertindak masuk kedalam, di mana ia nampak
ruangan ada besar sekali.
Selagi ia langak- longok. Tiba-tiba terdengar suara tindakan
kaki mendatangi dari dalam. Dilihatnya ada seorang hweslo
yang muncul, siapa telah melihat padanya dan menghampiri
dirinya.
”Sicu malam-malam datang kesini ada urusan apa?”
”Aku bernama Ho Tiong Jong,” si pemuda memperkenalkan
namanya. ”Aku datang hendak mencari seorang she Kang, apa
dia ada disini?”
”ow, dia ada tinggal di ruangan sana,” jawab hweslo tadi,
sambil jarinya menunjuk kelain ruangan-
”Apa boleh aku menemui dia?” tanya Ho Tiong Jong.
”Tentu saja, silahkan,” jawabnya.
Ho Tiong Jong sembari berjalan pikirannya berdebaran
bagaimana nanti ia akan bicara dengan Tok-kay Kang ciong?
Tapi perlahan-lahan debaran itu hilang dan hatinya mulai
mantap setelah masuk keruangan dimana Tok-kay ada ambil
tempat.
Ho Tiong Jong lihat ruangan disitu besar dan lampunya pun
sangat terang. Patung-patung dicanang dengan rapih.
Didepan meja sembahyang kelihatan ada pintu. Meskipun ada
orang masuk. Tampak tak dihiraukan oleh mereka.
Dilihat caranya berlutut, kelihatan mereka seperti yang
tidak rela berbuat demikian-Ketika diteliti, kiranya dua
tubuhnya dua pengemis ini sudah kaku. Iho Tiong Jong heranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Pikirnya, Tok-kay yang sudah biasa membunuh orang
dengan mata tidak berkesip. Mana dapat menjadi pemeluk
Buddha ? Mengapa itu ada murid-muridnya Tok kay, kenapa
tidak bisa bergerak? Apa mereka kena ditotok jalan darahnya?
Siapa orangnya begitu berani?
Ia merasa ragu ragu untuk mendekati dua pengemis itu.
Perlahan-lahan ia bertindak mundur menghampiri pintu dan
memutar sedikit kepinggiran ruangan. Mendadak mata nya
melihat keluar, samping ruangan ada bayangan berkelebat.
Bayangan itu cepat sekali sudah meluncur dan menghilang
dibalik-nya pohon-
Diam-diam ia menanya pada dirinya sendiri, apakah orang
itu ada musuhnya Tok-kay? Kalau benar demikian, tentu orang
itu ada mempunyai kepandaian yang sangat tinggi. Ia akan
belajar kepadanya, setelah berkepandaian tinggi baru ia
mencari Tok kay. Pikirnya, inilah ada saatnya yang paling baik
untuk ia menemui orang pandai itu.
Maka setelah berpikir, secepat kilat ia lompat melesat
kebelakang pohon tadi, disitu ia melihat tak ada orang, hanya
ada sehelai kere yang menutupi pintu kecil kealingan pohon
Ho Tiong Jong tanpa ragu-ragu lagi terus masuk kedalam
pintu kecil tadi.
Ternyata disebelah dalamnya ada terdapat pelataran yang
lebar. Masuk kesebelah dalamnya lagi belum juga ia ketemu
orang. Ia heran, terus jalan kebelakang. Disini ia menemui
tempat sembahyang, tapi herannya disini pun tak ada
orangnya.
Matanya celingukan mencari orang. Ia melihat dari sebuah
kamar ada penerangannya menyorot keluar. Cepat ia
menghampiri dan membukanya kamar ini, tapi tidak ada orang
juga. Disini hanya kedapatan sebuah meja persegi, diatasnya
ada sebuah lampu yang guram sinarnya.
Matanya Ho Tiong Jong menyapu kesekitarnya kamar.
Tiba-tiba dari suatu sudut yang gelap telah muncul seorang,
yang ketika ditegasi ternyata ada satu tosu (imam) dengar
jenggot dan rambut putih semuanya tapi semangatnya bagus
dan sehat. Ia muncul dengan kebutan ditangannya.
Ho Tiong Jong diam-diam pikir, apakah kuil ini ada tempat
tosu ini mengasingkan dirinya.
Selang dalam berpikir mendadak ia disadarkan oleh
perkataannya si tosu dengan suara dingin-
”Hmm ” Dimalam yang gelap gulita ini kau berani berani
masuk kesini, seharusnya aku memberi hukuman atas
kelancanganmu.”
Ho Tiong Jong pikir, memang benar katanya tosu ini, maka
dengan cepat ia memberi hormat. ”Harap totiang tidak
menjadi kecil hati, aku memang salah ketarik oleh bayangan
yang berkelebat masuk kesini. Maka aku lupa bahwa
perbuatanku masuk kesini tanpa permisi ada tidak benar. Lagi
sekali aku harap totiang suka memberi maaf banyak-banyak. ”
Tosu itu mengawasi pada Ho Tiong Jong sejenak, ketika ia
hendak membuka mulut Ho Tiong Jong sudah mendahului.
”Maaf, siapakah totiang punya nama yang mulia?” Tosu itu
setelah berpikir sejenak. Sambil bersenyum menjawab.
”Aku bernama Ban Siang. Sudah tiga puluh tahun lebih aku
mengasingkan diri digunung cui-hui-san ini. Aku sudah tidak
campur urusan duniawi lagi, tapi sungguh sayang menurut
ftrasatku malam ini aku harus membuka pantangan
membunuh. Betul-betul hatiku amat menyesal.”
Ho Tiong Jong terkejut. ”Sebab apa totiang harus berbuat
demikian?” tanyanya. Ban Siang Tojin tidak menjawab.
Tampak Binar matanya yang kejam. Dilihat dari air
mukanya tos u ini tentu bukannya orang baik-baik, maka Ho
Tiong Jong dengan pelahan-lahan telah mundur.
”Hmmm....” berkata pula Ban Siang Tojin- ”itulah karena
didunia ini orang tidak saling mengetahui diri sendiri dan suka
berbuat sewenang-wenang, Nah. Aku misalkan seperti
sekarang ini, aku akan mengikat kau. Sementara menanti
keputusannya kawan karibku dahulu, apakah kau rela diikat
tubuhmu?”
”Totiang, kenapa aku harus diikat? Tentu pandanganmu
salah paham atas diriku.”
Ban Siang Tojin angkat tangannya digoyang-goyang seperti
melarang anak muda itu banyak membantah.
”Aku tadi sudah berkata aku akan membuka larangan
membunuh, bukan? Nah, kalau kau tidak mengerti tunggulah
saja itu orang datang baru aku bicara lagi.” Ho Tiong Jong
tidak puas.
”Totiang, kau tidak boleh sembarangan mengikat orang,
bukan?”
”Hai, kaujangan banyak rewel kau bikin susah sendiri saja.
Kalau tidak tunduk lihatlah ini buktinya.”
Ban Siong Tojin setelah berkata lantas menunjukkan
kebutannya kearah lampu yang menyalah diatas meja, segera
api lampu tadi menjadi kecil dan panjang seperti terkena oleh
tenaga yang tidak kelihatan, arahnya pun tampak berbalik.
Jarak antara api dengan Ban Siang Tojin ada satu tombak
lebih.
Ini menunjukkan bahwa tenaga dalamnya si tosu hebat
juga, karena kalau tidak, tak dapat api itu dibalik kearah
kebalikannya dan kecil memanjang.
Ketika ia menarik pulang kebutannya, lantas api lampu tadi
menjadi biasa lagi seperti bermula terangnya.
„Nah, sekarang kau lihat sendiri. Kau mau takluk tidak? Apa
mau tidak diikat?“
Ho Tiong Jong memang tunduk terhadap. Ilmunya yang
tinggi tadi, akan tetapi ia tidak mau tunduk dengan aturannya
yang bukan-bukan. Maka dengan gusar ia menjawab.
„Totiang. Kau bicara tidak menurut aturan- Apa boleh
orang berbuat sesuka hatinya saja?“
„Aku tidak ada tempo untuk bicara dengan kau.“ Jawab
Ban Siong Tojin dengan marah melotot.
„Hmm....“ Ho Tiong Jong menggeram „Boleh coba-coba
mengikat aku, memangnya aku sebuah patung?“
Ban Siong Tojm melengak. Ia tidak nyana anak muda
didepannya itu ada sangat tabah hatinya. Ia mundur tiga
tindak.
„Bocah,“ katanya „apa barusan kau tidak lihat ilmu tenaga
dalamku sampai dimana. Ah, benar-benar kau ini tidak sadar
dengan bahaya di-hadapan mata. Ha ha ha...”
”Tak usah banyak perkataan yang tidak perlu, marilah kita
mencoba-coba siapa yang nanti akan diikat,” tantang Ho Tiong
Jong. Pemuda itu berkata sambil menghunus goloknya.
Ban Siong Tojin tertawa bergelak gelak, ”Bocah, kau mau
apa ? Lihat nih tambang apa?” ia sembari mengunjukkan
seutas tambang. ”Tambang ini untuk mengikat binatang liar
dan sebentar kau rasakan bagaimana ia akan mengikat
dirimu.”
”Totiang, jangan banyak rewel, silahkan”
Demikian Ho Tiong Jong menantang, sambil palangkan
goloknya didadanya siap untuk mengadu jiwa dengan tosu
jumawa itu.
”Bocah benar-benar kau tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi. Kau menantang untuk bertempur denganku?
Ha ha ha.”
Ho Tiong Jong tidak takut. Ia tertawa bergelak gelak
seolah-olah mau menyaingi sitosu ketawa yang menggema
diangkasa.
”Hmm ” tiba tiba terdengar Ban Siong Tojin berkata pula,
”Bocah, kalau kau tahan sepuluh gebrakan saja melawan aku,
akan kuijinkan kau pergi begitu saja dari sini, kau mengerti ?”
”ow, hanya sepuluh gebrakan apa susahnya?” jawab Ho
Tiong Jong girang, ”Hanya yang aku kuatirkan kau akan repot
menangkis seranganku.”
Ban Siong Tojin tidak menjawab. Ia gerakan senjata
kebutannya menerjang pada Ho Tiong Jong. Benar serangan
kebutannya itu amat lihay. Mengandung tenaga yang kuat
sekali, hingga Ho Ting Jong terpaksa lompat mundur setengah
tombak untuk menghindarkan serangan tadi.
Sebentar lagi tampak ia sudah putar goloknya, ilmu golok
delapan belas jurus dimainkan dengan bagus sekali, hingga
diam-diam Ban Siang Tojin memuji. Ia mengerti bahwa ilmu
silat golok demikian tidak mudah diterobos.
Tampak Ho Tiong Jong mainkan ilmu golok kramatnya
makin lama makin kuat dan sampai hebat sekali, angin golok
bajanya menyambar-nyambar. Ban Siang Tojin kerutkan
alisnya
Dia gusar, sampai rambut dan jenggotnya pada berdiri.
Mukanya juga berubah menjadi hitam, satu tanda bahwa ia
telah mengerahkan tenaganya Betul-betul untuk mengambil
jiwanya si anak muda.
Menyolok sekali tanda kekurangan latihannya Ho Tiong
Jong.
Menghadapi jago kelas wah id, Ho Tiong Jong merasa
kewalahan- Kebutannya sang lawan menyamber-nyamber
seperti bayangan anginnya dahsyat sekali seolah-olah
menekan dadanya hingga hampir sukar bernapas. Tapi ia
sudah nekad dan melawan terus.
Belakangan ia rubah bersilatnya dengan ilmu Kim-ci GiNi
ciang. Hingga Ban Siang Tojin menjadi kaget juga. Tapi dasar
ia satu jago ulung, pelahan-lahan ia sudah dapat
mengunjukkan keunggulannya dalam pengalaman bertempur.
”Bocah goblok. Apa kau masih bisa bertahan berapa lama
lagi?”
Ho Tiong Jong tidak menjawab. Ia terus mengerahkan
tenaganya untuk menangkis tekanan tenaga kebutan musuh.
Ia kelihatan nekad, tidak mau kalah oleh lawannya.
Yang membikin ia heran tekanan Ban Siang Tojin sebentar
berat dan sebentar ringan-
Entah apa maksudnya, jago kelas wahid itu tidak mau
sekaligus, menekan lawannya hingga tidak berdaya?
Ban Siong Tojin kelihatan mukanya sudah menjadi berubah
hitam menakutkan dan terus merangsek musuh. Dalam
kenekadan-nya Ho Tiong Jong menyabetkan goloknya sambil
membentak. ”Tosu siluman, kenapa kau menggunakan ilmu
sihirmu secara pengecut?” Tapi serangan Ho Tiong Jong dapat
dihindarkan-
Ban Siong Tojin merangsek lagi tangannya diangkat.Jari
jarinya yang runcing hitam dan beracun kelihatan
menyengkeram bahunya Iho Tiong Jong. Tapi heran, ketika
sudah dekat menyentuh sasarannya, tiba-tiba jari-jarinya
berhenti setengah jalan dan membentak pada lawannya.
”Hei, bocah goblok, apa yang kau katakan tadi?”
Ho Tiong Jong tidak lantas menjawab. Ia mengerti bahaya
maut mengancam dirinya melihat jari-jarinya sang lawan yang
runcing dan beracun sudah dekat menyentuh bahunya. Tanpa
terasa, keringat dingin telah membasahi badannya. Tapi
hatinya masih keras tidak mau tunduk kepada musuhnya ia
menjawab pertanyaannya Ban Siong Tojin tadi.
”Hmmm Kau ini bukannya manusia, tapi siluman- Kau
barusan sudah menggunakan ilmu siluman, Hmm manusia
siluman”
”Ha ha ha” Ban Siong Tojin tertawa, bergelak gelak. ”Bocah
goblok, kau ini masih belum tahu lebarnya langit dan tebalnya
bumi, kau mana tahu ilmuku yang istimewa. Ilmuku itu dilatih
berdasarkan rokh-nya burung dari jaman purba. Kau ini caricari
itu dua pengemis apa gunanya, mereka sudah mengaku
kalah kepadaku. Ha ha ha.” Ho Tiong Jong sebal melihat
lagaknya si tosu yang tengaL
Ia sampai terlupa akan maksudnya mencari guru yang
pandai, hingga sudah melewatkan kesempatan yang baik
untuk mengangkat Bang Siong Tojin menjadi gurunya.
Hatinya diliputi kemendongkolan- Kata-kata si tosu yang
mengejek dibalas kontan dengan ejekan pula .
Dalam keadaan kepepet demikian, Ho Tiong Jong, tiba-tiba
mendengar ada suara tindakan orang mendatangi. Ban Siong
Tojin kagit.
”Siapa,” tegurnya keras.
”Aku Siong Hoat,” jawabnya, segera kelihatan muncul
seorang hweshio dengan muka pucat dan romannya seperti
yang ketakutan-
Kiranya ia ada hweshio dari kuil ceng-in si. Ketika ia sudah
berhadapan dengan Ban Siong Tojin telah berkata. ”Lo to ya,
celaka itu dua pengemis sudah bisa bergerak lagi. Aku
sebenarnya tidak berani masuk kesini, tapi... Hii, tidak bisa
jadi dua manusia tolol itu dapat bergerak lagi ”
Ban Siong Tojin tidak meneruskan kata-katanya, karena
kaget, pada saat itu Siong Hoat sudah jatuh rubuh dan tidak
bernapas lagi.
Ketika diperiksa, ternyata pada punggungnya ada
kedapatan tanda bekas telapakan tangan yang berwarna
merah darah.
Ban Siong Tojin beringas setelah melihat itu? Cepat ia
bangkit berdiri membawa senjata kebutannya ngeloyor keluar.
Ho Tiong Jong melihat musuhnya sudah pergi, hatinya
merasa lega, Sambil menyeka peluh didahinya diam-diam
berpikir. ”Aku sudah menelan pil Siauw hoan tan tenagaku
sudah sebat sekali, tapi menghadapi seorang jago ulung
benar-benar aku tidak berdaya. Perlu apa aku mencari ilmu
lagi, membuang-buang tempo saja. Habislah pengharapanku.
Aku lebih baik binasa saja seperti ini hweshio daripada hidup
menderita kesusahan saja^...”
Dengan pikiran kalut ia keluar dari situ, pergi kepelatarandimana
ia lihat Ban Siong Tojin sedang celingukan mencari
dua pengemis yang dikatakan telah bisa bergerak lagi dan
telah membunuh Siong Hoat hweshio demikian kejamnya.
Terdengar si imam menantang sendirian-
”Pengemis bangkotan, kau hanya namanya saja termashur
dikalangan kangouw, tapi setelah ketemu orang yang tak
mudah dibikin celaka olehmu sudah lantas menyembunyikan
diri seperti kura-kura?”
Tidak terdengar jawaban, malah keadaan makin sunyi
setelah suaranya menghilang. Tidak kelihatan ada gerakan
apa-apa.
Ho Tiong Jong yang melihat Ban Siong Tojin kesanakemari
beringas-beringas mencari mangsanya, dalam hati
masih penasaran dan ingin menempur kembali pada lawannya
itu.
Tidak memikir lama, ia sudah lantas menghampiri Ban
Siong Tojin dan gerakkan ia punya golok menyerang pada si
imam tosu. Tapi serangannya mendapat tangkisan yang tepat
sekali dari pihak lawan-
Ho Tiong Jong menyerang dengan menggunakan sepenuh
tenaga, tidak heran kalau serangan itu ada berat sekali,
hingga diam-diam Ban Siong Tojin merasa kagum.
Dalam hatinya berkata ”Bocah ini benar nekat, baru saja
mengasoh sebentar tenaganya sudah pulih kembali begitu
cepat ”
”Tosu siluman-” bentak Ho Tiong Jong. ”Perbuatanmu
sewenang-wenang mau mengikat siauwyamu yang tidak
bersalah dosa membikin orang jadi penasaran sekali. Nah,
keluarkanlah kepandaianmu sekarang ”
Ho Tiong Jong tutup bicaranya dengan serangan golok
kedada orang, tapi dengan gesit Bin Siong Tojin lompat
mundur beberapa tindak.
Sebagai jago kawakan Ban Siong Tojin sudah merangsek
lagi musuhnya.
Pertempuran menjadi berjalan seru, sudah golok berkelebat
melawan kebutan yang seperti menari-nari.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin dari atas tembok
pekarangan- ”Hei, hidung kerbau, kau beraninya dengan anak
yang masih ingusan saja. Tidak tahu malu. Apa perbuatanmu
ini dapat mengangkat namamu telah termashyur lagi? Ha ha
ha ha.” Berbareng kelihatan melompat turun sesosok
bayangan dari atas tembok pekarangan-
Kiranya ia ada Tok-kay Kang ciong. La jalan menghampiri,
tampak senjata bandringannya yang aneh berupa bola saja
bergoyang-goyang dipinggangnya.
Ban Siong Tojin dan Ho Tiong Jong sementara itu sudah
menghentikan pertempurannya dan mengawasi
kedatangannya si pengemis tua beracun.
Ban Siong Tojin melihat datangnya musuh berat hatinya
rada keder, dengan suara berat jawabnya. ”Pengemis
bangkotan” kau sudah lama datang? Apa kau sudah
memeriksa isi-nya kuil disni?”
Tok-koay Kang ciong tertawa bergelak- gelak.
„Hmm „ terdengar ia, menggeram. „ Untuk apa diperiksa
lagi, semua penghuninya delapan puluh hweshio lebih sudah
kukirim ketempatnya Giam-lo-ong."
" celaka " seru Ban Siong Tojin, matanya beringas tajam
mengawasi Tok-kay Kang ciong. Si pengemis beracun hanya
tertawa nyengir.
Bagaimana Ban Siong Tojin tak menjadi kaget, sebab
dalam kuil itu ada berdiam tak kurang dari delapan puluh
hweshio. dikatakan oleh si pengemis beracun semuanya sudah
di kirim ketempatnya raja akherat (Giam-lo-ong).
---ooo0dw0ooo---
VIII. SIAPA SENG ENG DARI SENG KEE-PO?
Ho Tiong Jong pun kesima mendengar pembunuhan yang
besar-besaran itu. Diam-diam dalam hatinya mengutuk: "Tokkay
ini benar-benar kejam. hweshio yang sebegitu banyaknya
yang tak bersalah telah dibunuhnya, Betul-betul
kekejamannya sudah melewati takaran-Tidak ada obatnya
untuk orang sekejam ini kecuali dibunuh mati."
Meskipun hatinya gusar bukan main, tapi ia tidak
kentarakan diwajahnya. ia terus mendengarkan apa yang
dikatakan lebih jauh oleh dua jagoan ulung itu. Ban Siong
Tojin meluap-luap amarahnya ia berteriak-teriak kalap.
"Meskipun binatang, pengemis keji. Seumur hidupmu
kerjanya hanya membunuh- bunuhi orang saja. Sekujur
badanmu sudah jadi bau amisnya darah manusia. Dosamu
sudah bertumpuk-tumpuk. Nah, malam ini aku Ban Siong pasti
akan mengirim jiwamu ke akherat untuk kau bikin perhitungan
dengan korban-korbanmu didepannya Giam-lo-ong." Ban
Siong Tojin hampir tak dapat melampiaskan kata-katanya
saking marahnya.
Si pengemis tua hanya ganda ketawa nyengir saja, seolaholah
yang mengejek. pada Ban siong Tojin yang sedang kalap.
ia seperti mau membikin tosu itu mati berdiri di sebabkan
kegusarannya .
Kemudian terdengar ia menyindir. "Hidung kerbau, kau
jangan coba-coba mempertaruhkan jiwamu berlaku nekad.
Aku masih ada perkataan untuk disampaikan padamu...."
"Pengemis iblis, jangan banyak rewel. Katakanlah"
"Aku ingin mengatakan padamu..."
"Kenapa kau berhenti, teruskan, kau mau mengatakan
apa?"
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 4 komentar... read them below or add one }
panjang banget nih cerita nya...
terimakasih.
seru juga nih cerita nya....
mantap nih...
semoga banyak yang suka sama cersil nya.
cersil nya bagus-bagus nih...
Posting Komentar