Sekujur badan Ang Hu pangcu gemetar keras, dia tidak berani
mengucapkan kata-kata.
Yan hujin berkata lebih jauh, setelah berhenti sejenak
lamanya:
"Gara gara persoalan ini, akupun sudah dibuat kesal sekian lama, tapi
setelah kulakukan suatu penyelidikan yang seksama, baru diketahui
bahwa pada enam tahun berselang Ku Gwat cong telah pergi ke bukit
Soat nia, oleh karena dia merasa kurang leluasa untuk pergi membawa
seorang bocah, iapun merasa tidak tega hati bila diserahkan kepada
orang lain, maka diapun mempergunakan hartawan she Kwik!"
"Oooo... rupanya begitu" kata Tan liang hoa seperti baru merasa sadar
kembali.
"Tahukah kalian siapakah orang yang telah menolong si setan cilik itu di
kebun sayur milik keluarga Lau tadi?"
Tan Tiang hoa memandang ke arah Ang hu pangcu tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Ang hu pangcu segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya dengan cepat:
"Hamba tidak berhasil melihat jelas !" Mendengar jawaban itu, Tan
Tiang hoa baru berkata:
"Orang yang membopong setan kecil itu adalah Ku Gwat cong !"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang hu pangcu, serunya
keras-keras: "Congkoan, kau telah melihatnya dengan jelas?" Tan Tiang
hoa manggut-manggut. "Walaupun aku tak sempat melihat wajahnya,
namun dari
bayangan punggungnya telah kuketahu kalau dia, apalagi orang yang
bisa menggunakan "ular" untuk menakuti orangpun hanya dia seorang!"
Yan hujin segera tertawa, katanya kemudian: "Apa yang dikatakan
Tan congkoan memang betul, orang itu
memang Ku Gwat cong !"
Ang hu pangcu segera tertawa jengah, agak tersipu sipu dia berkata
cepat:
"Untung saja hamba telah menitahkan pasukan merah dan hitam untuk
melakukan pengepungan sambil melangsungkan penggeledahan dan
pencarian secara besar besaran, aku percaya tak lama kemudian pasti ada
jawaban yang masuk !"
Yan hujin tidak berkata apa-apa, dia hanya mengulapkan tangannya
sembari menitahnya:
"Aku merasa lelah sekali, mari kita percepat perjalanan kita untuk
meninggalkan tempat ini"
Tak seorang manusiapun yang berani membantah, mereka
manggut-manggut dengan mulut membungkam.
Maka berangkatlah perempuan berbaju putih atau Yan hujin itu
meninggalkan kota Tong ciu dengan langkah cepat.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuh dari beberapa orang itu sudah
lenyap dari pandangan.
-ooo0dw0ooo-
Bab ke Dua puluh Dua
Tengah malam telah tiba, sesosok bayangan manusia disusul bayangan
manusia lain bergerak mendekati gedung Kwik Wangwee, setelah saling
memberi tanda, mereka memisahkan diri dan melompat masuk ke
halaman gedung tersebut. . .
Pada kentongan kelima, bayangan hitam, itu berkumpul kembali, lalu
sesosok melompat ke luar dari dalam gedung dan berlalu menuju ke
tempat kejauhan sana.
Kejadian ini berlangsung terus selama lima malam berturut turut,
hingga malam keenam, bayangan manusia itu baru tidak nampak lagi,
sampai malam ke sepuluh tetap tak nampak ada bayangan manusia
yang berlalu lalang lagi.
Ditengah malam bagi ke sepuluh inilah, di kala semua orang sudah
lenyap dari pandangan mata, penjaga kuil Kwan-ya-bio sudah tertidur,
ditengah ruangan kuil itu barulah muncul manusia-manusia yang
berjalan malam.
Mereka terdiri dari tiga orang yang turun bersama dari tengah udara,
kemudian setibanya dalam ruangan bersama-sama duduk diatas lantai.
Dalam ruangan itu tidak nampak ada cahaya lentera, sehingga sukar
untuk melihat jelas siapakah gerangan ketiga orang itu.
Tapi menanti mereka sudah mulai berbincang-bincang, maka dengan
cepat diketahui siapakah mereka itu. Mula mula terdengar suara
seorang yang seiak tua berkata:
"Siau liong, sudah begitu jelas bukan ?" Yang bernama Siau liong
tentu saja Sun Tiong lo, maka dari Siau
liong pun bisa diduga kalau dua orang lainnya tak lain adalah Siau hou
serta si pengemis tua Ku Gwat cong.
Waktu itu Sun Tiong lo sedang mengiakan dan menjawab. "Jadi lima
malam beruntun mereka bersembunyi dalam rumah
Kwik wangwee tak lain bermaksud untuk mencariku ?" "Tentu saja"
sahut siau hou, sayangnya suhu justru tidak
termakan oleh tipu muslihatnya itu" Ku Gwat cong segera tertawa.
"Tidak gampang bila ingin membuatku masuk perangkap !" "Aai . .
kesemuanya itu gara gara aku suka mencampuri urusan
orang sehingga akibatnya mesti menyulitkan orang lain, siau hou,
menurut pendapatmu mungkinkah orang-orang jahat itu tidak turun
tangan menganiaya Kwik Wangwee sekalian ?"
"Aku rasa ini tak mungkin" sahut Ku Gwat Cong. "hutang musti ditagih
kepada yang hutang, perselisihan harus diselesaikan pada orang yang
berselisih"
"Jadi antara aku dengan mereka benar benar terikat oleh dendam
kesumat ?"
Ku Gwat cong tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya balik
bertanya:
"Siau liong, berapa umur mu tahun ini ?" "Enam belas tahun !"
"Ehmm .. . berarti masih ada setahun !" "Apanya yang masih ada
setahun?" tanya Sun Tiong lo dengan
perasaan tak habis mengerti. "Bukankah kita telah berjanji akan
berjumpa ditikungan belakang
kuil Kwan tee hio pada bulan enam tanggal enam disaat kau genap
berumur tujuh belas tahun? Apakah kau sudah lupa ?"
"Lupa sih tidak, tapi sekarang . . ." Tidak menanti Sun Tiong lo
menyelesaikan kata-katanya, Ku
Gwat cong telah menukas: "Sekarang tidak masuk hitungan, kau harus
kembali lagi ke sana,
dan kita bersua kembali pada saat yang telah kita janjikan." "Tidak aku
tak mau kembali" kata Sun Tiong-lo sambil
menggelengkan kepalanya. "Siau liong-! ucap Ku Gwat cong dengan
suara dalam, "aku
hendak memberitahukan satu hal kepadamu, ketahuilah bahwa kau
mempunyai suatu dendam kesumat yang tiada taranya yang mesti
dituntut balas, bila kau ingin membalas dendam maka kau harus
kembali dulu ke gedung keluarga Kwik"
"Aah... siapakah musuh besar yang telah membunuh keluargaku ?"
"Dengarkan bait baik, aku dan orang tuamu hanya kenal karena kita
sama-sama anggota dunia persilatan, sebetulnya aku hendak datang ke
sana untuk membantu ayahmu, sayang kedatanganku toh terlambat
juga. .."
"Beritahu kepadaku, siapakah musuh besarmu itu ?" tukas Sun Tiong lo
cepat.
"Mari kubawa kau kesana, lebih baik tidak usah banyak bertanya lebih
dahulu"
Tiba tiba Sun Tiong lo bangkit berdiri, lalu, berseru: Ku Gwat cang
pun berpaling kearah Siau hou, sambil berkata. "Siau hou, kaupun
harus pergi, tapi mesti ber hati hati, kini pihak
lawan masih mencari jejak kita keempat penjuru, kau mesti selalu
waspada dan jangan memberi kesulitan lagi kepadaku"
Siau hou mengiakan, lalu sambil menepuk-bahu Sun Tiong lo katanya
lagi:
"Siau liong, aku mesti berangkat lebih dulu karena masih ada tugas lain,
jangan lupa kita akan bersua kembali bulan enam tahun depa." Tidak
menunggu jawaban dari Sun Tiong lo lagi, dia segera melompat keluar
dari situdan lenyap dibalik kegelapan.
Setelah Siau hou pergi, Ku Gwat cong pun membopong tubuh Sun
Tiong lo dan turut melompat keluar pula.
Tubuhnya segera menyelinap keatas dinding kuil dan langsung meluncur
ke dinding pekarangan bagian belakang dari gedung keluarga Kwik,
dimana ia melayang turun ke dalam.
Setelah melayang turun, Ku Gwat cong mem beri tanda kepada Sun
Tiong lo agar membuka jendela belakang gudang buah, kemudian
setelah berada dalam gedung dan memasang lentera, pengemis tua Ku
Gwat cong baru berkata lagi:
"Siau liong, disini ada sepucuk surat, bacakan dengan seksama, setelah
kau baca semua tulisan itu maka segala sesuatunya akan menjadi
terang."
Sembari berkata, pengemis rua itu merogoh ke dalam sakunya
mengeluarkan sepucuk surat, lalu diserahkan kepada Sun Tiong lo.
Dengan cepat Sun Tong lo merobek sampul surat itu dan membaca
isinya dibawah sinar lentera.
Pada pembukaan surat itu antara lain bertuliskan demikian. "Siau
liong, dikala kau membaca surat ini dalam gedung keluarga
Kwik, aku telah pergi." Sambil berseru tertahan Sun liong lo
mendongakkan kepalanya
sambil mengawasi keadaan disekeiiling tempat itu, benar juga, dalam
waktu yang amat singkat itu Ku Gwat cong telah pergi meninggalkan
tempat itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Sun Tiong lo melanjutkan
kembali membaca surat itu.
"". .. mengenai asal usulmu serta siapakah musuh besar pembunuh
keluargamu, terpaksa kau harus menunggu sampai kita bersua kembali
nanti, bila kau ingin membalas dendam maka kau harus tinggal dalam
gedung keluarga Kwik ini, hanya saja mulai sekarang kau tidak
diperbolehkan membiarkan setiap orang sudah tahu kalau kau sekarang
telah pulang ke gedung keluarga Kwik, kalau tidak, jika musuh besarmu
sampai mengetahui kabar ini, niscaya mereka akan datang
membunuhmu, mungkin kau heran, apa sebabnya aku justru
meninggalkan dirimu dalam gedung keluarga Kwik? Nah, sekarang akan
kuterangkan sebab musababnya."
Ketika selesai membaca isi surat tersebut tanpa terasa Sun Tiong lo
lantas berpikir:
"Oooh... rupanya begitu, yaa, siapa yang nyata kalau tiga generasi
sebelum Kwik Wangwee sesungguhnya adalah seorang tokoh sakti yang
tiada tandingannya dalam dunia persilatan, tapi kejadian inipun cukup
mengherankan kenapa ilmu silatnya yang amat lihay itu tidak diwariskan
kepada anak cucunya sendiri?"
Ia tidak habis mengerti, sambil menggeleng sorot matanya dialihkan
kembali ke atas surat tersebut, setelah mengulanginya sekali lagi, sambil
mengerdipkan matanya dia mulai ter menung ... .
"Dalam surat ini dikatakan orang tersebut disebut sebagai "Bu lim ci seng
" ( malaikat dari dunia persilatan), berhubung dia tak pernah menemukan
seorang anak murid yang berbakat bagus dan berbudi luhr, maka tak
pernah mempunyai ahli waris, agar ilmu silatnya tidak hilang, kepandaian
tersebut di tulisnya ke dalam sejilid kitab aneh dan menyembunyikan
dalam gudang bawah tanah rumah leluhurnya, setelah itu dia bersama
sahabatnya Im hok-ji hian mengasingkan diri, sebelum menghembuskan
napas yang penghabisan ia memberitahukan pula rahasia ini kepada Ji
hian dan minta kepada Ji-hian agar mewariskan kepandaian rersebut
kepada seorang yang berbakat walaupun kejadian ini sudah berlangsung
seratus lima puluh tahun lamanya, namun Ji hian tak pernah mewujudkan
pesan itu, Ku Gwat cong adalah murid angkatan ke empat dari Ji hian, tak
heran dia mengetahui bagaimana caranya memasuki gudang bawah
tanah...."
Berpikir sampai disini, tak tahan Sun Tiong lo kembali bergumam:
"Kejadian ini lebih aneh lagi, andaikata si pengemis tua itu
mengetahui bagaimana caranya memasuki gudang tersebut, mengapa
dia tidak mengambil pergi kitab pusaka itu sehingga kepandaian silat
yang dimilikinya menjadi semakin hebat ?"
ia tidak berhasil memahami persoalan ini dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, tapi kali ini dia sudah bertekad, dalam surat itu
diterangkan bagaimana caranya membuka gudang bawah tanah serta
dimana letaknya, dia harus mencobanya:
Kebetulan sekali, gudang bawah tanah yang berada dalam gedung
keluarga Kwik pada seratus lima puluh tahun berselang tak lain berada
dibawah gudang yang dijaga olen Sun Tiong lo sekarang ini.
Maka Sun Tiong lo mulai bekerja keras menemukan tempat yang
dimaksudkan, sambil mengangkat lentera dia bersiap siap melakukan
pencarian.
Belum berapa langkah, mendadak ia mendengar suara diluar,
cepat-cepat lentera itu dipadamkan.
Betul juga, dari luar gudang iana segera ter dengar seseorang berkata
dengan suara tercengang.
"Heran, betul betul heran, Lo Be, apakah kau telah melihatnya ?"
"Melihat apa?" tanya orang yang dipanggil Lo be itu. "Ada cahaya
lentera dalam gudang !" Lo be tersentak kaget dengan tubuh
menggigil, kemudian
serunya. "Ah . .. barangkali ada setan." Pada saat itulah, mendadak
terdengar suara yang penuh
berwibawa sedang menegur: "Siapa di luar?" Mengetahui siapa yang
menegur, buru buru Lo be menjawab. "Wangwee ya, aku dan Sang sin
!" "Oooh . . apa yang kalian lakukan ditengah malam buta begini ?"
suara Kwik wangwee kembali menegur. "Anu . .. . anu .,. perutku sakit
sekali aku hendak . "Tampaknya kau berjudi tagi?" dengus Kwik
wangwe c^pat. "Wangwe ya, barusan aku melihat ada cahaya lentera
dalam
gudang sana.." seru 0ng-Seng lagi. "Omong kosong! Tampaknya kau
sudah dibuat keblinger oleh
permainan Pay kiu hingga matamu menjadi tidak normal lagi." Lo be
segera tertawa tergelak mendengar ucapan itu. Kwik wangwe kembali
mendengus: "Hmm. ., mengapa tidak segera pergi tidur? Besok adalah
tanggal lima, pagi pagi sekali masih harus memasang mercon!" Ong
seng dan lobepun segera mengiyakan, cepat2 mereka
mengundurkan diri dari situ.
Sejenak kemudian, ketika Sun Tiong lo sudah tak mendengar suara apa
apa lagi diluar, dia baru memberanikan diri untuk memasang lentera dan
mencari gudang bawah tanah itu seperti peta yang tercantum dalam
surat itu.
Tapi malam ini dia tidak dapat bekerja, sebab pertama tak punya alat,
kedua hari sudah malam, bila sampai menimbulkan suara keras
pastinya menimbulkan kecurigaan orang.
Maka dia lantas memadamkan lampu dan beristirahat. Dalam
suratnya, pengemis tua itu telah menandaskan dengan
jelas bahwa kehadirannya didalam gudang kali ini tidak boleh bertemu
dengan siapapun, maka diapun menjumpai kesulitan lain yakni soal
makanan dan minuman karena kehabisan daya, terpaksa mencuri
Teringat soal mencuri, dia segera merasa bahwa inilah saat yang paling
baik, diam diam ia merangkak keluar lewat jendela belakang dan
menuju kedapur, ia tahu di tahun baru seperti ini. sudah pasti banyak
hidangan yang tersedia disana.
Tapi dia harus kembali dengan tangan kosong. Ternyata suasana
dalam dapur hangat, para pegawai sedang
berjudi didalam dapur. Dengan perasaan apa boleh buat dia pulang
dengan tangan
hampa, baru merangkak masuk kedalam gudang, ia saksikan diatas
pembaringan yang biasanya dipakai untuk tidur telah bertambah
dengan sebuah bungkusan, ketika dibuka ternyata isinya adalah
makanan.
Jilid 18
-ooo0dw0ooo-
DENGAN cepat dia rnengerti, sudah pasti Siau hou atau si pengemis tua
yang menghantar makanan baginya, karena tidak lapar, dia
membungkus kembali hidangan itu dan tidur.
Fajar baru menyingsing, dikala ia masih ter tidur nyenyak, tiba tiba
terdengar ada orang membuka kunci pintu gudang tersebut, serentak
dia melompat bangun, lalu sambil menyambar bungkusan, dia
menyembunyikan diri di balik keranjang dan karung.
Pintu gudang segera terbuka, lalu terdengar Kwik wangwee berkata:
"Lo be, pergi bunyikan petasan, Ong Seng, masukkan semua barang itu
kedalam gudang, cepat!"
Tak lama kemudian pintu gudang itu dikunci, sementara itu Sun Tiong
lo telah bermandikan keringat dingin, sambil menggelengkan kepalanya
dia berpikir.
"Aai, rupanya jadi pencuri tak enak rasanya" Dari balik tempat
persembunyiannya dia munculkan diri, tapi
setelah melihat benda-benda yang digetarkan disana, ia menjadi
gembira sekali.
Ternyata pelbagai alat di letakkan disitu, alat-alat tersebut baru saja
dimasukkan Ong Seng ke dalam gudang atas suruhan Kwik wangwe,
lebih kebetulan lagi, alat-alat itu sesuai dengan kebutuhannya sekarang.
Maka selesai bersantap dia mulai mencari letak mulut masuk menuju ke
gudang bawah tanah itu.
Sejak kecil sampai sekarang Sun Tiong lo sudah terbiasa hidup sendiri,
gemblengan selama enam belas tahun membuat bocah ini betul-betul
menjadi ulet dan tahan uji.
Tidak membuang banyak tenaga, ia telah berhasil menemukan mulut
masuk menuju ke gudang bawah tanah itu, maka ia pergunakan karung
kosong untuk mengisi pasir tiap digali dan menggunakan buah-buah
kering untuk menghilangkan jejaknya.
Senja itu dia berhasil memasuki mulut gudang tersebut, tapi belum lagi
berapa kaki, mendadak ia merasa badannya terpeleset dan tak ampun
lagi tubuhnya terperosok kebawah.
"Blaam . ,.!" ternyata ia terjatuh diatas sebuah kursi berlapiskan kulit
binatang, oleh karena itu lunak maka tubuhnya sama sekali tidak
mengalami cedera apa apa, sebaliknya jalan kembalinya tadi ternyata
tidak berhasil ditemukan kembali.
Akan tetapi ia tidak cemas, setelah tiba di sini mengapa ia musti gelisah,
maka dia bertekad hendak menemukan dulu kitab aneh seperti yang
dimaksudkan si pengemis tua dalam suratnya itu sebelum memikirkan
hal-hal yang lain.
Setelah mencari sekian lama, akhirnya dia buru berseru kaget dan
berdiri termangu-mangu.
Ternyata walaupun dulunya tempat itu merupakan sebuah gudang
bawah tanah, yang pasti kini bukan. Tempat itu mempunyai dekorasi
yang sangat indah dengan ruangan yang bersih.
Bahkan boleh dibilang jauh lebih bersih daripada kamar baca manapun.
Sebuah meja tertera didalam ruangan, di-atas meja terdapat sebuah
meja lentera yang bersinar sinar.
Siapakah yang memasang lentera itu? Siapa pula yang membersihkan
ruangan itu?
Berpikir akan hal uu. Sun Tiong lo menjadi tertegun dan berdiri bodoh.
Tanpa terasa sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu, dia tidak
takut, tapi keraguan menyelimuti seluruh wajahnya.
Sambil mengerdipkan sepasang matanya yang besar dan jeli, dia
menggelengkan kepalanya sambil bergumam.
"Si pengemis itu mungkin keliru, disini jelas ada penghuninya, jika betul
berpenghuni maka tidak pantas bila aku masuk kemari dengan jalan
mencuri, ,yaa, aku harus keluar dari sini, sekalipun harus datang lagi,
aku mesti melaporkan dulu hal ini kepada Kwik wangwee."
Saat itu dia sudah tidak memikirkan lagi tentang kitan pusaka seperti
apa yang dikata kan pengemis tua itu, dia mulai mencari jalan keluar
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Mendadak . .. seseorang berkata dari belakang tubuhnya: "Anak baik,
tampaknya aku memang tidak salah menilai dirimu !" Mendengar
suara itu Sun Tiong lo segera mengetahui siapa
orangnya, sambil membalikkan badannya, dengan wajah memerah dan
menundukkan kepalanya rendah rendah dia berkata:
"Wangwee, harap kau jangan marah, aku... aku..." Waktu itu Kwik
Wangwee berdiri disudut ruangan, dia segera
maju dan menarik tangan Sun Tiong lo sambil berseru. "Marah?
Haaahhh ... haaahhh ... benar, jika tadi kau hanya
memikirkan soal kitab pusaka tanpa mempersoalkan sopan santun, aku
pasti akan menjadi marah"
Sambil berkata dia lantas menarik Sun Tiong Jo agar duduk dikursi
beralas kulit binatang itu, kemudian melanjutkan.
"Tiong lo, terus terang kuberitahukan kepadamu, aku memang sengaja
merubah gudang bawah tanah ini menjadi kamar baca yang khusus
kutinggalkan bagimu, Ku Gwat cong menganggap dirinya pintar,
padahal kali ini dia sudah tertipu !"
Sun Tiong lo bangun berdiri ingin berbicara, tapi Kwik wangwee segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ditunjuknya sebuah meja besar dekat dinding sana, lalu katanya lagi
sambil tertawa:
"Mulai sekarang, semua yang ada disini menjadi milikmu, kitab pusaka
tersebut berada di meja, soal makan dan minum tak usah kau
pusingkan, aku akan menghantarkannya bagimu seperti semalam, bila
kau menjumpai persoalan yang tidak dipahami dalam kitab pusaka itu,
tariklah tali kuning yang kupasang di sisi dinding dekat meja baca itu,
aku akan segera datang !"
Sun Tionglo tidak tahu bagaimana harus menjawab, dia menjadi
gelagapan dan berdiri termangu.
Kwik Wangwee menuding lagi ke arah sebuah cermin besar disebelah
barat sana, kemudian berkata lagi.
"Dibelakang cermin sana adalah tempatmu untuk membuang hajad, nah
! Kau boleh berla tih sekarang."
Sehabis berkata, ia lantas berjalan menuju ke dinding sebelah selatan,
menggerakkan tangannya dan lenyap dibalik sebuah pintu yang
membuka dan menutup lagi secara otomatis.
"Kwik wangwee.,., " dengan gelisah Sun-Tiong lo berteriak keras.
Sambil berseru dia mengejar kedepan, tapi tiba didekat pintu,
pintu rahasia itu menutup. Maka dia menirukan cara dari Kwik
Wangwee tadi dan menuju
kearah dinding. "Blaaamm!" kepalanya segera membentur di atas
dinding,
sebaliknya pintu itu sama sekali tidak membuka kembali. Dia mencoba
mencari tombol rahasianya, tapi tidak ditemukan,
akhirnya sambil menggelengkan kepalanya dia duduk kembali dikursi
dengan perasaan apa boleh buat.
Benaknya penuh dengan aneka persoalan yang membingungkan
hatinya, dia ingin menarik tali kuning itu untuk mencari keterangan,
tapi setelah berpikir sejenak, niat tersebut kemudian diurungkan.
Kini dia tak ada pekerjaan lain lagi, maka diapun membuka-buka kitab
pusaka itu untuk mempelajari...
-ooo0dw0ooo- Musim panas diwilayah utara, boleh dibilang amat
menyengat
badan.
Terutama musim panas dibulan lima, boleh dibilang anjingpun ikut
kegerahan dan napas-tersengal-sengal.
Dimusim-musim seperti ini, orang sedikit sekali yang lalu lalang dijalan
raya, tapi disepanjang sungai, ditempat-tempat yang rindang justru
penuh dengan kerumunan orang.
Tapi, hal ini tidak berlaku bagi Sun Tionglo sebab dia berlatih terus
dengan tekun, selain mempelajari ilmu pedang dan tenaga dalam, juga
mempelajari semacam ilmu meringankan tubuh yang amat luar biasa.
-ooo0dw0ooo- Bulan enam tanggal empat, ditanah lapang dalam
hutan
dibelakang kwan ya bio empat orang perempuan dan dua orang lelaki
seperti lagi menantikan sesuatu.
Tak lama kemudian, dari luar hutan muncul kembali seseorang yang
berjalan masuk ke dalam hutan.
Orang itu mengenakan baju biru dan melangkah dengan tindakan
lebar, ia berhenti beberapa kaki dihadapan beberapa orang itu.
Dari ke enam orang tersebut, dua orang lelaki itu adalah Ang Beng-liang
serta Tan Tiang hoa, sedangkan dari empat orang perempuan, dua
orang adalah dayang berbaju merah, perempuan yang mengaku
bernama Yan hujin di tambah pula dengan seorang nenek berbaju putih.
Setelah berhenti, orang berbaju biru itu segera menegur sambil
tersenyum ramah.
"Kwik Seng-tiong telah datang memenuhi janji, tolong tanya Yan
Sian-poo ada petunjuk apa?"
Yang dimaksudkan Yan Sian-pou adalah nenek berbaju putih itu,
dengan dingin dia menjawab.
"Kwik wangwee, benarkah kau tidak tahu akan maksud kedatangan aku
si nenek?"
"Mengapa tidak kau utarakan saja secara langsung dan blak blakan?"
sahut Kwik Seng tiong tertawa.
Yan Sian poo segera menuding ke arah Yan hujin, lalu katanya:
"Tahun berselang, Kwik wangwee telah bersua dengan putriku
bukan?" "Yaa, betul !" Kwik wangwee manggut-manggut. "Hmmm,
siauli tidak mengenali siapakah Kwik wangwee karena
pengetahuannya memang picik, tapi kenyataannya Kwik wangwee telah
melanggar sumpahmu yang dahulu kauucapkan, maka aku. .?"
Belum habis dia berkata, Kwik Seng tiong telah menukas. "Yan Siau
poo, peristiwa manakah yang kau maksudkan? Maaf
bila aku orang she Kwik tak bisa menerimanya." "Kwik wangwee,
apakah kau memaksa diriku untuk mengulangi
kembali sumpah yang telah kita janjikan dulu?" "Aku orang she Kwik tak
dapat mewakilimu untuk mengambil
keputusan!" ucap Kwik Seng tiong tenawa. Tiba-tiba rambut Yan sian
poo yang beruban itu berdiri semua,
kemudian serunya: "Kau hendak menggertak aku?" Kembali Kwik Seng
tiong tertawa. "Dikolong langit tak ada orang yang bisa me maksa kau
untuk
melakukan apa-apa, hal ini sama pula dengan tiada orang diduma ini
yang bisa memaksa aku Kwik seng tiong untuk melakukan sesuatu?"
Jawaban ini mengandung dua arti yang berbeda, jawabannya selain
tegas juga tidak merendahkan derajat sendiri.
Yan San poo semakin naik darah, rambut nya yang beruban pada
berdiri semua bagaikan landak. Dengan kening berkerut ia berseru:
"Aku tahu, kau dan Sun Pek gi adalah sahabat karib, teman sejawat,
oleh karena itu setelah terjadi peristiwa tempo dulu, kau datang
mencariku untuk membicarakan hal ini"
"Yan Sian poo, sampai kini aku orang she Kwik toh memegang janji . . .
" tukas Kwik Seng-tiong.
"Kau telah melindungi anak jandanya keluarga Sun, begitu masih
mengatakan memegang janji ?" kata Yan Sian poo dengan suara dalam.
Kwik Seng tiong segera tertawa. "Pertama, sewaktu kuterima bocah
tersebut sama sekali tidak
kuketahui kau dia adalah keturunan dari saudara Pek gi, kedua hal
inipun tidak termasuk dalam janji kita dulu."
"Hmm kau mengatakan hal ini tidak termasuk dalam kita dulu?" dengus
Yan Sian-po amat gusar.
"lm tay poo, terlepas dari tindakan saudara Pek-gi yang telah
meninggalkan puterimu hanya karena persoalan pribadi atau juga dia
mempunyai kesulitan lain, sekarang saudara Pek gi suami istri telah
tewas secara mengenaskan ditangan putrimu . .. "
"Ah" Kwik wangwee menganggap perbuatan kami itu kelewat keji?"
tukas sinenek.
Kwik Seng tiong segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Soal kejam atau tidak bukan urusanku, apa lagi dalam janji kita
dulu dikarakan berhubung kesalahan berada di pihak Pek gi, maka aku
orang she Kwik tak akan mencampuri urusan nya lagi, maka..."
"Kwik wangwae" kembali Yan siau poo menukas. "duabelas tahun
berselang, aku beserta putriku berkunjung ke keluarga "Sun" dengan
menggunakan peraturan dunia persilatan jadi tegasnya Sun Pek gi suami
istri mati dikarena kan kepandaian saatnya tak mampu
menandingi kepandaian kami ini, memang bukan kami berniat
membunuhnya!"
"Yaa, mumpung tak ada saksi mata yang melihatnya !" sindir Kwik Seng
tiong dingin.
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "justru karena tiada
orang yang bisa membuktikan suatu intrik
keji. maka itu aku orang she Kwik terpaksa mengambil keputusan buat
tidak mencampurinya!"
Yan Sian poo segera tertawa dingin. "Hee . . heee . . . pada waktu itu
aku sama sekali tidak
menyangka kalau Cui Thong mempunyai keberanian sebesar ini dengan
melarikan bocah keparat itu, akupun lebin lebih tak menduga kalau Ku
Gwat cong si tua bangka itu akan turut mencampurinya pula."
"Yaa, kejadian ini memang di luar dugaan." sambung Kwik seng tiong
sambil menghembuskan napas panjang-panjang.
"He... heee... yang lebih diluar dugaan ku adalah kau Kwik wangwee,
bukan saja kau telah memelihara menghidupkan si anak jadah dari
keluarga Sun itu, mewariskan pula kepandaian silat yang hebat
kepadanya !"
Dengan wajah serius Kwik Seng tiong segera berkata. "Ketika dia
mencampuri urusan di ibukota dulu, aku sama sekali
tidak mewariskan kepandaian apa-apa kepadanya, percaya atau tidak
terserah kepadamu sendiri."
"0oooh....kalau begitu, sekarang kau telah mewariskan kepandaian silat
kepadanya ?"
"Benar" Kwik Seng tiong manggut-manggut "tapi hal itupun boleh
dibilang merupakan jodohnya !"
"Jodohnya!" Yan Sian poo kelihatan terkesiap setelah mendengar
ucapan itu "apa maksud ucapanmu itu ?"
"Secara tidak sengaja dia telah menemukan sejilid kitab peninggalannya
dari Tiong ke. . nenek moyaag keluarga kami dari tiga generasi
berselang, karena itu sekarang dia telah memiliki kepandaian silat yang
hebat."
Mendengar perkataan itu, paras muka Im Tay poo dan Yan Tan hong
(menurut Bau ji ibu dan neneknya telah mati dibunuh orang ) berubah
hebat.
"Sungguh?" serunya hampir berbareng. "Selamanya aku orang she
Kwik tak pernah berbohong!" jawab
Kwik Seng tiong tak senang. Yan Sian poo berpikir sebentar lalu
berkata: "Padahal hal ini pun tidak terhitung suatu peristiwa yang luar
biasa, aku sudah memperoleh kitab pusaka itu puluhan tahun berselang,
aku tidak percaya kalau kesempurnaan tenaga dalamku bisa kalah
darinya!"
Kwik Seng tiong hanya tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah
katapun....
Keadaan ini semakin mencurigakan Im Tay poo dengan nada
menyelidiki ia lalu bertanya.
"Kwik wangwee.. bolehkah aku bertanya, apakah yang kau tertawakan?"
"Boleh saja, leleluhurku Tiong keng mempunyai seorang sahabat karib,
dia adalah leluhur dari Ku Kwat cong, sewaktu mengasingkan diri
bersama. ."
"Apakah kitab pusaka itu terbagi menjadi yang lengkap dan yang tidak
lengkap?" tiba tiba Yan sian poa menukas.
"Lengkap atau tidak aku orang she Kwik tidak tahu," jawab Kwik Seng
liong sambil tertawa, "tetapi aku tahu cara kerja Tiong keng amat
istimewa dan lain dari pada yang lain, oleh sebab itu aku orang she
Kwik percaya apa yang di peroleh Im dan hok dua orang sudah pasti tak
sama."
Tergerak juga hati Yan sian poo setelah mendengar perkataan itu, tiba
tiba dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanya:
"Sekarang bocah itu berada di mana?" Kwik Seng tiong segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dulu kita pernah berjanji, aku orang she Kwik tak akan membantu
saudara Pek gi suami isrri, juga tidak akan membantu Yan sian poo
kalian, oleh karena itu aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu!"
Tiba tiba Yan Tan hong menyela: "Tolong tanya.,., sekitar masalah
keluarga Yan dan keluarga Sun,
apakah Wan gwee yang hendak mencampurinya atau tidak?"
Mencorong sinar tajam dari balik matanya Kwik Seng tiong,
ujarnya tegas-tegas: "Hal ini hanya bisa ditentukan oleh cara kerja
kalian termasuk
kejam atau tidak, dan menurut pendapatku, dimana bisa mengampuni
jiwa orang lebih baik ampunilah, soal dendam kesumat inipun sudah
seharusnya segera mengakhiri sampai disini!"
"Kwik Wangwee, suatu hari bila Sun Tiong-lo tahu kalau orang tuanya
tewas di tanganku, beranikah kau menjamin bahwa dia tidak akan
mencari kami berdua untuk membuat perhitungan?"
Kwik Seng tiong segera tertawa ter-bahak. "Haaahh,., haaahh...
seperti apa yang kuucapkan kepada ibumu
tempo hari, aku dapat menjamin kalau dia tak akan mencari balas
kepadamu, tapi tak dapat menjamin kalau dia tak akan mencari untuk
beradu kepandaian."
Im Tay poo segera mendengus. "Hmm...! Ucapan-wangwee ini sama
halnya dengan
memberitahukan kepada kami berdua bahwa suatu ketika, Sun Tiong lo
pun akan mempergunakan cara yang sama seperti apa yang kulakukan
terhadap keluarga Sun untuk menghadapi kami berdua?"
Kwik Seng ting segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kejadian yang akan datang sukar dibicara kan, maaf kalau aku
tak bisa menduganya mulai sekarang" "Kini aku ingin bertanya lagi
kepada Wangwee, sejak kini
wangwee tak akan mencampuri urusan kami keluarga Yan ataukah
tetap akan membantu anak jadah dari keluarga Sun itu?"
"Aku tetap akan mempertahankan persahabatan tiga generasi antara
kami dengan kalian."
Mendengar janji tersebut, Yan Sian poo dan anaknya menjadi lega, tapi
merekapun semakin bernafsu untuk mengetahui keadaan dari Sun
Tiong lo . . . .
Sementara itu Kwik Seng tiong telan memandang sekejap Yan Sian poo
berdua, kemudian tanyanya lagi:
"Yan Sian-poo, apakah kau masih ada urusan yang lain lagi ?"
"Aaah, tidak ada lagi, aku tak berani mengganggu Kwik wangwee
lagi." sahut si nenek sambil memperlihatkan senyumannya yang
dipaksakan.
Kwik Seng tiong segera tersenyum, seakan-akan tak pernah terjadi apa
apa dia berkata:
"Kalau begitu aku orang she Kwik akan pulang dulu, harap mulai
sekarang kau jangan mengusik ketenanganku lagi !"
Yan Sian poo merasa amat mendendam, namun rasa dendam tersebut
hanya bisa disimpan dalam hatinya saja.
Dengan langkah lebar Kwik Seng Tiong segera beranjak pergi, namun
baru tiga langkah dia telah berhenti lagi, kemudian sambil membalikkan
badan ujarnya kepada dua orang lelaki berbaju emas itu:
"Persoalan antara keluarga Yan dan keluarga Sun tiada sangkut pautnya
dengan kalian, walaupun kalian berdua hanya bekerja
menurut perintah, namun cara nya bertindak harap sedikit tahu diri,
kalau tidak, jangan salahkan bila ada pembalasan buat kalian !"
Ang Beng liang maupun Tan Tiang hoa sama sekali tidak mengetahui
tentang kelihayan "Tiong-keng", akan tetapi, tatkala dilihatnya kedua
orang majikannya menunjukkan perasaan jeri, maka merekapun tak
berani banyak berbicara lagi.
Terdengar Kwik Seng tiong berkata lagi sambil menatap tajam wajah
kedua orang itu.
"Selain itu, bila kalian berani membocorkan kejadian pada hari ini ke
tempat luaran sehingga kudengar akan hal ini, jangan salahkan kalau
aku bertindak keji dengan menjatuhi hukuman berat kepada kalian
berdua !"
Berbicara sampai disitu, dia membalikan badan dan berlalu dengan
langkah lebar.
Tan Tiang hoa berkerut kening, dia hanya mengawasi bayangan
punggung Kwik Seng tiong yang berlalu tinpa mengucapkan sepatah
kata pun. Dan sebaliknya Ang Beng liang segera men dengus dingin,
bisiknya:
"Suatu hari, lohu pasti akan mengusikmu !." Baru selesai dia
bergumam, mendadak Yan Sian poo telah
menampar wajahnya keras-keras sambil membentak: "Kau memang
ingin mampus ? Berani mengucapkan kata-kata
seperti itu lagi, segera ku hukum kau menurut peraturan perkumpulan !"
Sebagai seorang wakil ketua, ternyata Ang Seng liang kena ditampar
dengan begitu saja.
Rasa dendam yang tertanam dalam hatinya tak terlukiskan dengan kata
kata, namun ia tak berani memperlihatkan secara terus terang.
Sekalipun kena ditampar keras, akan tetapi sikapnya masih amat
menaruh hormat, keadaannya benar benar cukup mengenaskan.
Sementara itu Yan Sian poo telah berkata: "Aku duga Sun Tiong lo
pasti berada disekitar tempat ini, tapi
dengan kehadiran Kwik Seng tiong disini, lebih baik kita tinggalkan kota
Tong ciu untuk sementara waktu, segera turunkan perintah agar
menjaga ketat semua jalan penting disekeliling Tong ciu!"
Dengan hormat Tan Tiang hoa mengiakan, kemudian setelah memberi
hormat kepada Yan Sian poo berdua, ia berlalu dari situ:
Pada saat itulah Yan Tan hong baru berpaling kearah Ang Seng liang
seraya berseru:
"Menurut laporan rahasia dari pasukan baju hitam, mereka telah
menemukan jejaknya Ku Gwat oong disuatu tempat sepuluh li dari kota
Tong ciu, kau harus mengikutinya dengan ketat, besok malam paling
lambat, laporan yang setepatnya harus sudah diserahkan kepadaku!"
Ang Beng liang pun mengiakan dengan hormat, kemudian berlalu dari
tempat itu.
Yan Sian po sendiri berdiri dengan kening berkerut, dia mendongakkan
kepalanya memandang angkasa, seakan-akan ada sesuatu yang sedang
dia pikirkan.
Yan Tan hong memutar sepasang biji mata-nya, kemudian berbisik lirih:
"Toa nio, aku telah menemukan suatu akal bagus !" Yan Sian poo
melirik sekejap ke arahnya, kemudian berkata: "Ooh . . . apakah
mengenai persoalan itu?" Dengan merendahkan suaranya Yan Tan
hong berbisik: "Toa-nio,
menurut pendapatmu, seandainya suatu ketika kita benar-benar berhasil
menangkap si anak jadah dari keluarga Sun, mungkinkah Kwik Seng
tioig tak akan mencampuri urusan ini seperti apa yang dia katakan
sendiri tadi ?"
Yan Sian poa mendengus dingin, sahutnya:
"Ketika Sun Pak gi menikah dulu, dialah mak comblangnya, masa dia
tak akan mencampurinya?"
Yan Tan hong manggut-manggut, katanya: "Seandainya
benar-benar demikian, kita harus mencari suatu akal
agar dia tak berdaya untuk mencampuri persoalan ini." "Aaai, aku rasa
hai ini sulit untuk dibicarakan !" kata Yan Sian
poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Tiba-tiba dari balik
matanya Yan Tan hong memancar keluar
sorot mata yang aneh sekali, hanya saja mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa.
Yan Sian poo seperti merasa agak tercengang dan diluar dugaan,
dipandangnya perempuan itu sekejap, lalu katanya:
"Tadi kau mengatakan telah menemukan suatu akal bagus?" Yan
Tan hong segera tersenyum, katanya sambil menggeleng :
"Setelah kupikirkan kembali siaumoay rasa cara ini terlalu kekanakkanakan,
maka.."
Yan Sian poo segera menghela napas panjang, tukasnya kemudian :
"Kalau begitu mari kita rundingkan kembali, nah, sekarang kita harus
pergi."
Maka kedua orang itupun mengajak dua orang dayangnya berlalu dari
sana.
-ooo0dw0ooo- BULAN enam tanggal lima, tengah hari itu didepan
tengah lapang
kuil Kwan ya bio telah berjejer meja yang berderet-deret, disana para
pedagang kecil beradu nasib.
Dimana ada keramaian disitulah pengemis bermunculan demikian pula
keadaan di sana.
Kini, apa delapan sembilan belas orang pengemis sedang duduk- duduk
dibawah undak-undakan batu sebelah kanan, mereka duduk
berkerumun sambil bermain catur Ngo iong ki, setiap orang tampak
bersemangat segar.
Oleh karena itu tak ada orang yang sedang untuk memperhatikan
mereka.
Tak lama kemudian, pengemis-pengemis itu mulai menyebarkan diri
kesana kemari mencari sedekah, tapi semuanya bergerak beraturan.
Mendekati malam, dari kota Tong ciu sebelah timur muncul empat orang
pengemis yang berjalan cepat dengan kepala tertunduk, mereka
membawa tongkat bambu ditangan kiri dan sebuah bambu pendek
dipinggangnya.
Sedangkan ditangan kanan mereka masing-masing membawa sebuah
mangkuk besar.
Pada saat yang bersamaan, dari arah barat pun muncul lagi empat orang
pengemis dengan dandanan yang sama dengan dandanan pengemis
disebelah timur, mereka bersama-sama memasuk ke kota Tiong ciu.
Rumah makan Kuay heng lo merupakan rumah makan termashur
dikota Tong ciu, disebelah kanan ruang loteng dekat jendela tampak
ada tujuh orang sedang berbincang-bincang sambil minum arak.
Tiba-tiba dari anak tangga muncul seorang-lelaki berbaju hitam, ia tidak
membawa senjata, setibanya diatas loteng diapun menggabungkan diri
dengan orang tersebut.
Ia menghampiri sisi sikakek berbaju emas yang duduk dikursi utama,
lalu bisiknya dengan lirih: "Telah terjadi suatu peristiwa aneh !"
"Bagaimana anehnya sehingga membuat kau tergesa-gesa?" tegur
orang berbaju emas itu dengan kening berkerut.
"Barusan aku mendapat laporan yang mengabarkan ada enam belas
orang pengemis masuk ke kota Tong kiu dari empat penjuru."
Belum habis dia berkata, orang berbaju emas itu telah mendengus
dingin.
"Kalau hanya kejadian seperti itu saja, apa yang membuatmu terburu
nafsu macam di kejar setan?"
"Sebab pengemis-pengemis itu ada hubungannya dengan Ku Gwat cong
!" jawab lelaki itu cepat.
Keterangan ini segera membuat paras muka orang berbaju emas itu
berubah hebat, sambil menuding sebuah bangku kecil disampingnya dia
berkata:
"Duduklah disini dan berilah keterangan selengkapnya !" Setelah
duduk, lelaki berbaju hitam itu baru berkata: "Dandannan dari
keenam belas orang pengemis ini persis dengan
dandanan Ku Gwat cong." Orang berbaju emas itu berseru tertahan,
kemudian setelah
termenung dan berpikir sebentar ia berkata lagi: "Dandanan mungkin
saja sama, apakah tampangnya juga sama
semua?" "Betul, yang aneh justeru tampang merekapun sama, lagipula
hamba sekalian belum pernah bersua dengan Ku Gwat cong pribadi,apa
yang kami perhatikan hanyalah keterangan sesuai dengan apa yang
diterangkan kepada kami, oleh sebab itu...."
Tidak menanti lelaki berbaju hitam itu menyelesaikan kata katanya,
orang berbaju emas itu telah menukas dengan cepat.
"Apakah kau sudah pergi ke penginapan Gwat ley untuk melaporkan
kejadian ini kepada toa nio dan pangcu ?"
Lelaki berbaju hitam itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hamba telah mendapat perintah agar tidak langsung mengunjungi
tempat tinggal toa nio dan pangcu !"
Orang berbaju emas itu manggut-manggut dan tidak berbicara lagi, dia
menundukkan kepalanya kemudian termenung.
Sesaat kemudian, sekulum senyuman baru menghiasi bibir orang berbaju
emas itu, katanya : "Bagus sekali, walaupun Ku Gwat-cong licik, kali ini
justeru karena pura-pura akan menjadi sungguhan, maksudnya akan
menghindari kami, tapi dengan terjadinya peristiwa ini makin
membuktikan kalau dia telah datang ke kota Tong ciu !"
Mendengar perkataan itu, lelaki lainnya yang berada disekeliling tempat
itu mengangguk berulang kali.
Kembali orang berbaju emas itu melirik sekejap kearah lelaki berbaju
hitam itu kemudian ujarnya:
"Aku segera kembali dan perintahkan agar mereka tak usah
bersembunyi diempat penjuru lagi, suruh mereka menyebarkan diri
dalam penginapan besar maupun kecil dikota Tong ciu dan awasi
keenam belas orang pengemis itu secara ketat !"
Lelaki berbaju hitam itu mengiakan dan segera berlalu. Saat itulah
orang berbaju emas itu baru berkata kepada keenam
belas orang yang duduk disekeliiing tempat itu. "Kalian cepat bersantap,
selesai bersantap segera mencari aku
dimuka kuil Kwan ya bio!" Selesai berkata dia lantas beranjak dan turun
dari loteng. Bulan enam tanggal enam, hari ini adalah saat panitia
penderma
membagikan derma berupa uang dan pakaian untuk fakir miskin. Hari
ini Kwik Wangwee tidak menampakkan diri, konon dia
sedang tidak enak badan. Akan tetapi pada hari ini di kota Tong ciu
justeru telah
bermunculan orang-orang dari desa lain yang berpesiar
kesana,
hanya saja mereka tak pernah meninggalkan sekeliling kuil Kwan ya bio
tersebut.
Seorang kakek berjubah abu-abu berjalan kian kemari sambil
bergendong tangan, gerak geriknya amat santai, seperti orang yang
sedang mencari angin.
Mendadak seorang pengemis muda berjalan mendekat dan menghampiri
kedepan kakek itu.
Ketika kakek itu berpaling, pengemis itupun berkata sambil tertawa:
"Loya cu, berilah sedekah beberapa tahil perak buat aku yang miskin
ini."
Pengemis minta uang merupakan suatu kejadian yang lumrah, tapi
begitu membuka suara meminta setahil perak adalah suatu hal yang
jarang ditemukan, maka kakek ini segera tertawa terkekeh- kekeh.
Pengemis itu maju setengah langkah lagi ke depan, lalu berkata dengan
suara lirih:
"Loya cu, tentunya kau kenal dengan seorang yang bernama Lu Si toh
bukan ?"
Mendengar ucapan ini, kakek nampak agak tertegun, tapi kemudian
ujarnya dengan suara dalam:
"Ya, aku kenal dengannya, ada urusan apa?"
-ooo0dw0ooo-
Bab Ke Dua Puluh Tiga
Pengemis muda itu tertawa, lalu katanya. "Kalau begitu tak bakal
salah lagi, bukankah loya cu berasal dari
marga Ang?"
Kakek itu memang tak lain adalah Ang Beng liang, dia mendapat perintah
untuk melepaskan jubah emasnya dan berganti mengenakan pakaian
berwarna abu abu.
Ternyata pengemis muda itu dapat menyebutkan nama marganya, mau
tak mau kejadian ini membuatnya amat terkejut bercampur keheranan,
sekali lagi dia amati pengemis tersebut dengan seksama, kemudian
katanya dengan suara dingin.
"Anggap saja benar, ada urusan apa ?" Paras muka pengemis muda
itu berubah jadi amat serius,
katanya lebih jauh: "Lu Si toh, Lu toaya menitahkan kepadaku untuk
mencari
keterangan tentang seorang pengemis tua she Ku, dan kini sudah ada
kabar, beritanya cuma Luya berjanji akan memberi hadiah setail perak
kepadaku."
Tidak menunggu pengemis itu menyelesaikan kata-katanya, Ang Beng
liang telah merogoh sakunya dan mengambil sekeping uang perak,
setelah diserahkan kepada pengemis tersebut, ia baru celingukan
kesana kemari, lalu bisik nya: "lkutilah aku !"
Namun pengemis muda itu segera menggelengkan kepalanya
berulangkali katanya:
"Ang ya, kau keliru, kaulah yang mesti mengikuti aku, sebab kalau
terlambat lagi orang she Ku itu sudah pasti akan pergi !"
Ang Beng -liang termenung dan berpikir beberapa saat lamanya,
kemudian ia berkata:
"Baik, kau pergilah dahulu, aku segera mengikuti" pengemis muda
itu manggut-manggut, ia lantas membalikkan
badannya dan berjalan menuju ke jalan sebelah timur. Pada saat itulah
Ang Beng liang memandang sekejap kearah tiga
orang yang berada tak jauh dari sana, kemudian manggut-manggut
tanda ketiga orang itu harus mengikuti pengemis muda tersebut
secara diam-diam, kemudian ia memberi tanda lagi kearah lain, dua
orang lelaki segera menghampirinya..
Dengan suara lirih Ang Beng liang berbisik kepada kedua orang lelaki
itu.
"Perhatikan tempat ini baik baik, bila ada persoalan, segera laporkan
kepada Tan cong-koan!"
Dua orang lelaki itu mengiakan, kemudian sambil membalikkan badan
mereka menyebarkan diri.
Saat itulah Ang Beng liang baru menyusul pengemis muda itu menuju
kejalan raya timur.
Waktu itu, pengemis muda tersebut sedang membelok ke sebelah kiri
jalan, menggunakan kesempatan itu Ang beng liang segera memberi
tanda rahasia, dua diantara tiga orang yang menguntit dibelakang
pengemis muda tadi segera memasuki gang itu dengan langkah cepat.
Mulut keluar dari lorong sempit itu kebetulan membentang kejalan raya
sebelah selatan yang terletak disamping kiri jalan raya timur, ketika dua
orang itu melihat dalam lorong tak ada orangnya, dalam beberapa kali
lompatan saja mereka telah tiba dimulut lorong tersebut.
Mereka saling mengangguk pelan, kemudian dengan langkah yang amat
pelan berjalan keluar dari gang tersebut.
Kebetulan sekali, pengemis muda itu masih belum mencapai
persimpangan antara gang sempit itu dengan jalan raya, maka mereka
berdua pun berjalan didepan pengemis muda itu dan berbincang
bincang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun.
Pengemis muda itupun seolah-olah tidak menemukan kehadiran
mereka, dia masih berjalan terus kedepan dengan langkah yang lambat.
Setelah melewati sebuah jalanan kecil, pengemis itu kembali berbelok
kesebelah kanan.
Ang beng liang segera berkerut kening, sambil mempercepat
langkahnya menghampiri pengemis muda itu segera tegurnya.
"Hei, kau hendak mengajakku kemana?" "Eeh, .. bukankah kau
hendak mencari pengemis tua she Ku itu?"
jawab pengemis muda itu tertahan. "Yaaa, benar. Cuma kau..."
Pengemis muda itu segera menuding ke arah sebuah rumah
berpagar bambu disebelah selatan jalan sambil menukas: "Sudah
sampai, pengemis tua itu tinggal di dalam rumah itu!" Ang beng liang
segera memutar biji mata-nya, kemudian
bertanya. "Aku ingin menanyakan tentang satu hal lagi, kecuali
pengemis
tua she Ku itu, dalam ruangan tersebut masih ada siapa lagi?" Tanpa
berpikir lagi pengemis muda itu menjawab. "Masih ada dua orang
pengemis cilik, soal-usianya . . hampir
sebaya dengan diriku." Mendengar keterangan tersebut Ang beng liang
menjadi amat
girang, buru-buru tanyanya lagi dengan gelisah. "Apakah di-antaranya
terdapat pula seorang bocah yang
perawakannya tidak begitu tinggi dan bermata besar?" "Bocah?"
pengemis muda itu mengerdipkan matanya berulang
kali, "aku tidak melihat ada bocah di situ?" Buru-buru Ang beng liang
meralat ucapannya, kembali dia
berseru. "Kalau dibilang bocah, sesungguhnya dia telah berumur tujuh
atau delapan belas tahunan, cuma orangnya rada lebih pendek daripada
bocah sebaya dengan usianya, ia memang mempunyai sepasang mata
yang besar, pakaiannya sederhana tapi bersih!"
"Tidak ada" pengemis muda itu segera menggeleng, "paling tidak, aku
tidak melihat bocah seperti ini"
Ang Beng liang manggut-manggut, kepada pengemis muda itu katanya
sambil tertawa:
"Apakah kau telah masuk kedalam sana?" Dengan cepat pengemis
muda itu menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Belum, aku belum pernah masuk kedalam sana, masa
aku
berani secara sembarangan memasuki rumah orang?" "Asal pengemis
tua she Ku itu tinggal didalam, sekalipun kau
masuk kedalam juga tak menjadi soal" kata Ang Beng liang kemudian
sambil memutar biji matanya.
"Tapi... apa sebabnya?" Ang Beng-liang segera tertawa, "Aku adalah
kenalan lama dari
pengemis tua she Ku itu, maka .. . ." "Kalau memang sobat lamamu,
mengapa kau tidak masuk sendiri
?" tukas si pengemis muda itu dengan kening berkerut. Ang Beng liang
memang seorang yang Iicik, tentu saja dia tak
akan menjawab yang sejujurnya, sambil menggelengkan kepalanya dia
menjawab pelan:
"Kau tidak tahu, dulu aku telah melalaikan suatu perbuatan yang
kurang menyenangkan hatinya, gara-gara kejadian itu, bila secara
tiba-tiba ia bertemu denganku, sudah pasti pengemis tua itu akan
mengajakku beradu jiwa, bila kau bisa membantuku masuk lebih
dulu...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, pengemis muda itu sudah
menggelengkan kepalanya sambil menukas "Hari ini di ruang Sian- tong
ada pembagian uang dan pakaian, aku harus turut antri dulu."
Ang beng-liang segera tertawa terbahak-bahak, dari dalam sakunya ia
mengeluarkan sekeping uang perak, kemudian katanya.
"Bagaimana kalau sekeping uang perak ini sebagai ganti pembagian
dirumah Sian tong?"
Sambil tertawa pengemis muda itu segera menerima pembagian uang
perak itu, lalu katanya.
"Terima kasih banyak, aku akan segera masuk ke dalam, tapi apa yang
harus kuucapkan setibanya di dalam sana ?"
Nampaknya Ang Beng liang menemukan suatu cara yang baik, tanpa
berpikir panjang segera sahutnya.
"Kaupun tak usah banyak berbicara, untung saja kau adalah seorang
pengemis untuk minta sedekah tentunya tak ada salahnya bukan? Dan
bila kau berjumpa dengan pengemis tua she Ku itu segeralah keluar dan
beritahukan hal itu kepadaku."
"ltu gampang, baik akan kulaksanakan dengan segera." kata pengemis
muda sambil tertawa.
Sembari berkata, pengemis muda itu segera berjalan kedepan pagar
bambu itu, dia sempat berpaling dan memandang sekejap ke arah Anri
Beng liang sambil tertawa, kemudian dengan suara Iantang:
"Loya yang berada dalam rumah, adakah sisa makanan yang tak
terpakai? berilah sedekah buat aku sipengemis"
Selesai berkata dia lantas mendorong pintu pagar bambu itu lebih dulu
dan berjalan masuk ke dalam.
Dengan suatu gerakan yang cekatan Ang Beng liang menyelinap
kesudut gang dan mengawasi pintu dibalik pagar bambu tersebut
dengan pandangan seksama.
Pada mulanya dia masih menaruh perasaan curiga terhadap pengemis
muda itu, tapi ketika dilihatnya pengemis muda itu sangat penurut dan
segera memasuki pagar bambu rumah itu, semua kecurigaannya
seketika lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu, ke tiga orang anak buahnya telah memencarkan diri
ketiga penjuru dan mengurung rumah itu rapat-rapat, belum
mereka tak dapat mendekat karena hari masih terang, namun sudah
tidak kuatir kalau Ku Gwat cong sampai berhasil melarikan diri.
Sebenarnya dia ingin mengutus salah seorang anak buahnya untuk
pergi memberi kabar kepada pangcu, tapi diapun kuatir timbul
kesalahan dibalik kesemuanya ini, setelah berpikir sebentar dan merasa
kalau dia masih mampu untuk menghadapi Ku Gwat cong, maka
diputuskannya untuk menanti lebih jauh.
Tak lama kemudian, pengemis muda tadi sudah menongolkan
kepalanya kembali dari balik pagar pintu bambu, lalu menggape ke arah
nya.
Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera munculkan diri dan memburu ke
depan:
Pengemis muda itu segera berbisik: "Kemarilah kau, kebetulan sekali
dalam ruangan itu tak ada
orangnya..." "Aaah, masa dia sudah pergi," Ang Beng liang segera
berkerut
kening. Pengemis muda itu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya sambil mengayunkan tangan: "Mungkin sedang keluar rumah
untuk melakukan suatu
pekerjaan, diatas meja kutemukan secarik kertas, coba lihatlah !"
Seraya berkata dia lantas menyerahkan secarik kertas kepada
kepada Ang Beng liang. Setelah menerima surat itu, Ang Beng liang
segera
memeriksanya dengan seksama, diatas kertas itu tertulislah beberapa
huruf.
"Ulat arakku sedang ngamuk, aku keluar rumah mencari arak sebentar,
bila sudah datang tunggulah kedatanganku !"
Dibawahnya tidak tercancum nama, tapi tertulisan sebuah mangkuk,
didalam mangkuk ada araknya.
Itulah tanda rahasia dari pengemis tua Ku Gwat cong ! Ang Beng
liang menjadi girang, biji mata nya segera berputar,
kemudian memandang sekejap kearah pengemis muda itu, katanya
dengan cepat:
"Sekarang tiada persoalan yang mesti merepotkan dirimu lagi, mungkin
kau masih keburu pergi keruang Sian-tong mencari sedekah."
Tampaknya pengemis muda itu memang seorang yang cerdik, dengan
cepat dia menyam bung:
"Ya, mungkin saja, kalau begitu aku pergi dulu." Sehabis berkata dia
baru berlalu dari situ, sekejap mata
kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Ang
Beng liang segera memanggil datang ke tiga orang anak
buahnya, lalu bisiknya. "Salah seorang diantara kalian berangkatlah
dengan segera ke
rumah penginapan untuk melaporkan kejadian ini kepada Tan pangcu,
katakan kalau kita telah berhasil menemukan tempat persembunyian
dari Ku Gwat cong, harap pangcu segera datang kemari, makin cepat
semakin baik."
"Sedang dua lainnya, satu pergi ke kuil untuk memanggil datang Tan
congkoan dan segenap jago lihay yang ada untuk berkumpul disini,
sedang yang lain pergi ke sekitar kota untuk mengumpulkan seluruh
jago lihay yang kita persiapkan cepat!"
Ke tiga orang anak buahnya segera mengiakan dan berangkat
meninggalkan tempat itu dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka
sudah pergi jauh.
Tak lama kemudian Tan Tiang hoa dengan membawa jago jagonya tiba
disana lebih dulu, menyusul kemudian seorang manusia berbaju abu abu
yang membawa enam orang jago lihay menyusul tiba, sedangkan
pangcu yang menyebut dirinya bernama
Yan Tan hong dengan mengajak dua orang dayang berbaju merahnya
datang paling belakangan.
Pertama-tama Ang Beng liang menerangkan dahulu kisah penemuannya
itu, kemudian menyerahkan kertas tulisan dari Ku Gwat cong itu kepada
pangcunya agar diperiksa.
Dengan cepat sang ketua menitahkan anak buahnya agar menyebarkan
diri dan tidak menunjukkan jejaknya secara sembarangan kemudian dia
bersama dua orang dayangnya beserta Ang Beng liang, Tan Tiang-hoa
dan manusia berbaju abu abu itu menyelinap ke dalam ruangan.
Menurut tulisan diatas secarik kertas yang mereka temukan Ku Gwat
cong hanya keluar rumah untuk mencari arak, itu berarti tak lama
kemudian pasti akan balik ke sana.
Menurut perkiraan pangcu mereka, dalam sepertanak nasi kemudian ia
pasti sudah akan balik kembali, sekalipun lebih lambat juga tak akan
terlalu malam.
Apalagi menurut tulisan yang ditinggalkan Ku Gwat cong, agaknya surat
itu memang sengaja dititipkan buat muridnya Siau Hau cu, sekalipun Ku
Gwat cong datang agak terlambat, Siau Hou cu pasti akan segera
sampai disana.
Maka bersama Ang Beng liang dan Tan Tiong hoa sekalian merasa yakin
kalau perjalanan mereka kali ini tak akan sia sia belaka.
Maka merekapun menanti dengan tenang, menunggu Ku Gwat cong
dan muridnya masuk perangkap.
Sementara itu dibelakang dinding kuil Kwan ya bio, tampak siau liong
"Sun Tiong lo", Siau Hou cu dan Ku Gwat cong sedang bergandengan
tangan berjalan menuju kedalam sebuah hutan kecil tak jauh dari sana.
Setelah masuk kedalam hutan, mula pertama Ku Gwat cong yang
bertanya dulu kepada Siau Hou cu.
"Bagaimana? Apakah urusannya telah beres?" Siau Hou cu segera
tertawa cekikikan, dari sakunya dia
mengeluarkan dua keping uang perak sambil menyahut: "Jangan kuatir
suhu, selamanya Siau Ho cu bekerja dengan
sempurna, aku yakin pada saat ini mereka pasti sudah berada dalam
rumah kosong itu menunggu suhu datang kesana !"
"Lantas dari mana kau dapatkan uang ini?" tanya Ku Gwat cong sambil
menuding uang perak ditangannya seraya tertawa.
Kembali Siau Hou cu tertawa cekikikan. "Suhu, apakah kau masih
ingat dengan dua keping uang perak
yang pernah kau peroleh dari Pit It kiam tempo hari? Siau Hou cu telah
menirukan siasat yang sama dan menyuruh Ang Beng lian
menghadiahkan uang itu kepadaku dengan rela !"
"Bagus sekali!" puji Ku Gwat cong sambil menepuk-nepuk bahu Siau
Hou cu, "tampaknya taktik menjebak, mengelabui menculik, menipu
memeras dan meminta telah kau pelajari, sejak kini kau sudah tak usah
kuatir mati kelaparan lagi, dan aku pun boleh pergi dengan perasaan
lega!"
"Suhu, apa maksudmu?" seru Siau Hou cu tertegun. "Siau Hou cu,
sekarang sudah sampailah saat kita guru dan
murid untuk saling berpisah!" "Suhu" seru Siau Hou cu menjadi berdiri
bodoh, "tampaknya kau
lagi-lagi sedang mencari akal guna mempermainkan siau Hou cu?"
Dengan wajah serius Ku Gwat cong menggeleng. "Aku berbicara
sejujurnya, aku akan berpisah dengan kalian!"
katanya cepat. Sun Tiong-lo yang mendengar perkataan itu segera
menarik ikat
pinggang Ku Gwat-cong yang terbuat dari tali seraya berseru: "Tidak,
tidak boleh, kau tak boleh pergi, aku masih mempunyai
banyak persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu!"
Ku Gwat-cong memandang sekejap ke arah nya, lalu memandang pula
ke arah Siau Hau cu, setelah itu ujarnya:
"Aku mengerti, pertama tama yang ingin kau tanyakan adalah masalah
asal-usulmu sendiri bukan?"
"Benar!" Sun Tiong lo mengangguk, "kemudian akupun ingin bertanya
apa hubunganku dengan Ciu Tong, lalu .. . ."
Ku Gwat cong tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya sambil
menuding ke arah Siau Hou cu katanya.
"Siau Hou cu, apakah kau ingin mengetahui asal usulmu?" Siau Hou
cu agak tertegun menghadapi per-tanyaaan itu, tiba
tiba dia bertanya: "Suhu, aku hanya tahu kalau aku adalah seorang
anak yatim
piatu, apakah aku..." Ku Gwat-cong segera menghela nafas panjang,
dari sakunya ia
mengambil sejilid kitab yang besarnya seperti sebuah kepalan tangan
dan tebalnya cuma dua hun, lalu setelah memandang sekejap wajah
Siau liong, kemudian memandang wajah Siau hou, katanya:
"Asal usul kalian mempunyai sangkut paut yang sangat erat, dalam
kitab kecil ini semuanya tertulis jelas, Siau liong she Sun sedang Siau
hou she Sun, orang tua kalian telah mengalami suatu musibah yang
amat tragis!"
Siau Hou cu segera membelalakkan sepasang matanya yang besar,
senyuman binalnya dihari-hari biasa kini lenyap tak berbekas, dengan
suara agak emosi serunya:
"Suhu, aku berasal dari mana, orang tuaku adalah... "Jangan
bertanya kepadaku." tukas Ku Gwat-cong sebelum
pengemis itu menyelesaikan kata-katanya, "bacalah sendiri isi kitab itu,
tapi ingat, kalian mesti bertindak bajik dan bijaksana, terhadap orang
mesti setia dan dapat di percaya, kalau bukan keadaan amat
mendesak, jangan sembarangan membunuh orang!"
Selesai berkata, dia berikan kitab kecil itu kepada Siau liong dan Siau
Hou cu.
"Suhu," Siau Hou-cu segera berseru, "kalau toh kau mengetahui duduk
persoalan yang sebenarnya, mengapa tidak kau beritahukan saja
kepada tecu secara langsung?"
Ku Gwat cong segera menggengkan kepalanya berulang kali. Ketika
aku menerimamu dulu sesungguhnya dipaksa oleh
keadaan, toh selama ini aku tak menyuruh kau berlutut didepan Cousu
ya? Mulai saat ini perkumpulan kaum pengemis sudah tiada
hubungannya dengan dirimu lagi."
"Gara-gara kalian berdua, aku sudah mengesampingkan urusan besarku
sendiri, kini kalian sudah memperoleh hasil yang lumayan, bila ada
jodoh dikemudian hari kita pasti dapat bersua lagi."
Selesai berkata, Ku Gwat-cong segera membalikkan badannya dan
berlalu dari situ.
Sun Tiong lo dan Siau hou cu segera berteriak sambil mengejar, tapi KL
Gwat cong kembali berseru.
"Cepat tinggalkan kota Tong ciu dan laksanakan seperti apa yang tertulis
dalam kitab itu, mungin saja kita akan bersua lagi dikemudian hari, kalau
tidak, kalian akan merusak saja semua rencana yang telah tersusun...!"
Setelah mendengar perkataan itu, Siauw Hou cu segera menghentikan
langkahnya, dia tahu sekalipun hendak disusul juga tak bakal bisa
tersusul.
Padahal berbicara dari tenaga dalam yang di miliki Sun Tiong lo
sekarang, seandainya dia ingin mengejar, sudah pasti Ku Gwat cong tak
bakal bisa lolos, namun oleh karena Siau Hou cu menghentikan
langkahnya, maka sekali pun berhasil tersusul apa pula yang bisa dia
lakukan?
Setelah berhenti dan menggosok-gosok mata nya, Siau Hou cu berkata
kemudian:
"Siau long, kita tak usah mengejar lagi, bila suhu sudah ingin pergi,
sekalipun disusul per-cuma, cuma sudah belasan tahun aku tak pernah
meninggalkan dia orang tua, sekarang .. ."
Ia tak sanggup kembali melanjutkan kata-katanya, sementara air mata
jatuh bercucuran dengan derasnya.
Sepasang mata Sun Tiong lopun ikut berubah menjadi merah, tapi ia
masih mencoba untuk menghibur Siau Hou cu:
"Jangan bersedih hati engkoh Siau hou, mari kita mencari suatu tempat
lebih dulu untuk memeriksa isi kitab kecil ini kemudian baru
menentukan langkah selanjutnya!"
Siau Hou cu manggut manggut. "Apa yang dikatakan suhu sebelum
berangkat tadi memang tepat
sekali, yang penting sekarang adalah cepat-cepat meninggalkan tempat
berbahaya ini!"
Sun Tiong lo mengiakan. "Engkoh Siau hou, aku cuma pernah keluar
rumah satu kali,
mulai sekarang . .." "Siau liong, kau tak usah kuatir." tukas Siau Hou-cu
cepat, "mau
ke utara, selatan, timur atau barat, semua tempat kukenal dengan
jelas, ikuti saja diriku," sekarang mari kita berangkat dulu ke Ci-tian !"
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan ke depan.
-ooo0dw0ooo- Malam itu, mereka berdua berbaring diatas rumput
di suatu
tempat yang sepi diluar kota, siapapun tidak berbicara. Bintang
bertaburan diangkasa, lampu menyinari permukaan
jagad, hanya mereka berdua yang mempunyai persoalan yang
mengganjal hati sehingga membuat pikiran menjadi kusut, banyak
masalah yang memenuhi benaknya, namun tak sepotongpun yang
sanggup di utarakan keluar.
Dan sampai setengah harian kemudian, siau Hou-cu baru berbicara lebih
dahulu:
"Siau liong, kau belum tidur ?" Sun Tiong lo hanya menggelengkan
kepalanya tanpa menjawab. Siau Hou cu segera menghela napas
panjang kembali ujarnya:
"Akupun tak dapat tidur, Siau liong, bagaimana kalau kita membuat api
unggun dan memeriksa isi kitab kecil itu?"
"BetuI." teriak Sun Tiong lo sambil melompat bangun, "siang tadi kita
hanya ribut melakukan perjalanan, sampai-sampai persoalan inipun
terlupakan." sambungnya kembali.
Dan sambil berkata dia mulai mengumpulkan ranting-ranting kering dan
menimbunnya menjadi satu, siau Hou cu membantu pula, dalam waktu
singkat sejumlah ranting kering sudah terkumpulkan dan cukup untuk
dipakai setengah harian.
Dari sakunya Siau Houcu mengeluarkan alat pembuat api, tatkala api
unggun sudah terbuat, Sun Tiong lo baru mengeluarkan kitab kecil itu
dan diserahkan kepada Siau Houcu sambil berkata.
"Engkoh Siauhou kau bacalah lebih dulu." Siau Hou cu segera
menggeleng. "Mari kita membaca bersama-sama, sehingga kalau
menemukan
hal hal yang tak jelas bisa dirundingkan!"
-ooo0dw0ooo-
Jilid 19
MEREKA berdua pun segera duduk di tepi api unggun sambil membuka
kitab kecil itu, tapi apa yang kemudian terbaca membuat kedua orang
itu menjadi tertegun.
Kiranya pada halaman yang pertama hanya terlukis beberapa patah
kata saja.
"Untuk menyelidiki asal usul, datang dulu ke Bukit Pemakan Manusia!"
Siau Hou cu dan Sun Tiong lo saling berpandangan sekejap, kemudian
mereka membalik halaman yang kedua, disitu hanya tertulis berapa
huruf saja.
"Kemudian seberangi sungai Ang sui hoo (Sungai air merah)!"
Halaman berikutnya pun tidak dijumpai kata kata yang terlalu
banyak, disana tertuliskan "Datang ke perkampungan Mo keh ceng
(perkampungan
keluarga Mo) dibawah kaki bukit wu san dan cari Mo kiau jiu!" Maka
satu halaman demi satu halaman mereka buka ternyata
sepuluh dari sebelas halaman yang terdapat dalam kitab kecil itu
berisikan tempat tempat yang harus mereka datanginya.
Sampai pada halaman yang kesepuluh, disitu baru tercantum tiga huruf
saja yakni:
"Si hun loo (Loteng penemu sukma)!" Pada halaman yang ke sebelas
atau halaman terakhir, disitu
tercantum kata yang jauh lebih banyak, anrara lain berbunyi demikian.
"Sekarang kalian sudah mengetahui asal usul sendiri, dendamkah,
penasarankah, membalaskah atau tidak, semuanya terserah kepada
kalian sendiri, orang lain tak dapat menentukannya bagi kalian!"
Selesai, isi kitab itu benar-benar selesai begitu saja tanpa tercantum
keterangan lain.
Siau Hou cu berdua menjadi termangu, mereka benar-benar dibuat
menangis tak bisa tertawa pun tak dapat selesai membaca isi kitab
tersebut.
Kitab aneh memang banyak dijumpai dikolong langit, tapi rasanya
seaneh-anehnya kitab itu tak akan menangkan keanehan dari kitab kecil
peninggalan dari Ku Gwat cong ini, tiada ujungnyapun tiada pangkalnya,
sekalipun telah dibaca hasilnya tetap seperti tak pernah terbaca.
Didalam kitab itu bukan saja tiada petunjuk pun tidak pernah tercantum
dimanakah letak ke sepuluh tempat yang harus mereka datangi itu,
lebih lagi tidak tercantum kata kata yang menyangkut asal usul mereka,
bayangkan saja aneh tidak kitab semacam itu.
Yang lebih aneh lagi adalah kalimat pada halaman yang terakhir, disana
tercantum kata-kata yang berbunyi begini:
"Sekarang kalian telah mengetahui asal usul kalian sendiri !"
Hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon yang amat
besar, suatu lelucon yang amat mendongkolkan hati. Lewat setengah
harian kemudian, Sun Tiong lo seperti menyadari
akan sesuatu, serunya. "Engkoh Siau hou, menurut pendapatmu, apa
yang harus kita
lakukan sekarang?" Siau houcu tertawa getir dan menggelengkan
kepalanya berulang
kali. "Apa daya? Kitab dari suhu ini pada hakekatnya jauh lebih sukar
dimengerti dari pada Kitab dari langit !" Sun Tiong lo memutar matanya
lalu berkata, "Aku mah berhasil
menemukan sedikit titik terang, mungkin kesepuluh tempat yang
dimaksudkan mempunyai hubungan yang erat dengan asal usul kita,
dan lagi harus dilewati semua lebih dulu kemudian baru...."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Siau Hou cu sudah melompat
bangun sambil menukas.
"Saudaraku, tepat sekali dugaanmu itu, hayo berangkat, kita segera
datangi Bukit Pemakan marusia!"
"Tunggu dulu engkoh Siau hou" seru Sun Tiong lo sambil menarik
tangan saudaranya "Tahukah kau Bukit Pemakan manusia dimana?"
Siau hou cu berdiri bodoh, dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
sampai lama kemudian baru sahutnya!
"Aku tidak tahu. aaai... suhu memang sangat aneh, mengapa dia tidak
menerangkan hal ini sampai jelas..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Sun Tiong lo berbisik dengan suara
lirih:
"Engkoh Siau hout cepat padamkan api unggun, ada orang datang."
Sambil berkata Sun Tiong lo segera mengambil setumpukan rumput
basah dan menutupi api unggun itu.
Siau Hou-cu berkerut kening, dia menyimpan dulu kitab kecil itu,
kemudian baru memadamkan api unggun tersebut dengan rumput dan
tanah, dengan waktu singkat api telah padam tinggal asap putih saja
yang masih mengepul di angkasa.
Sambil menuding semak belukar sepuluh ka ki didepan sana, Sun
Tiong-lo kembali berseru.
"Engkoh Siau-hou, mari kita bersembunyi ke sana, coba lihat siapa saja
yang datang !"
"Mengapa tidak bersembunyi didalam hutan saja ?" tanya Siau Hou-cu
sambil menuding sebuah hutan tak jauh dari sana.
Sun Tiong lo segera menggelengkan-kepalanya berulang kali, sahutnya
dengan lirih:
"Hutan bukan suatu tempat persembunyian yang baik, kita saja bisa
berpikir kesitu, apakah orang lain tak bisa berpikir pula kesana?"
Dan seraya berkata ia sudah berlarian lebih dulu menuju ke arah semak
belukar yang di maksudkan.
Terpaksa Siau Houcu harus mengikuti dibelakangnya.
Walaupun mereka telah menyembunyikan diri, ternyata tiada orang
yang muncul disitu, tanpa terasa Siau Houcu lantas bertanya dengan
suara lirih.
"Siau liong, kau benar benar telah mendengar sesuatu ?" "Eeeh,
apakah engkoh Siau hou tidak mendengar apa apa ?" Sun
Tiong lo balik bertanya. Siau Hou cu tidak menjawab, tapi dia tahu
bahwa ia pribadi tidak
mendengar gerakan apa apa. Tapi setelah lewat beberapa saat
kemudian tampaklah lima sosok
bayangan melayang turun ditepi api unggun dengan kecepatan luar
biasa, Tergerak hatinya menyaksikan kejadian ini tanpa terasa dia
berpaling dan memandang sekejap kearah Siau liong.
Dalam pada itu, salah seorang diantara kelima sosok bayangan manusia
itu telah menyepak-nyepak bekas api unggun itu dengan kaki nya,
terhembus oleh angin, api unggun yang masih mengeluarkan asap putih
itu segera muncul kembali kobaran api.
Orang itu segera mendengus dingin, kepada salah seorang diantara
keempat orang tersebut:
"Sorot mata pangcu memang amat tajam benar, disini memang ada
orang, lagi pula pergi belum lama!"
Mendengar suara itu, Siau Hou cu menjadi ketakutan setengah mati
karena tak lain orang itu adalah Ang Beng liang.
Tak bisa disangka lagi, sang ketua yang mempunyai tenaga dalam jauh
lebih dahsyat dari Ang Beng liang pun telah datang.
Benar juga, begitu Ang Beng liang selesai berkata, Yan pangcu segera
menyahut.
"Coba kau periksa lagi dengan seksama, berapa orangkah yang pernah
berada disini?"
Ang Beng liang segera berjongkok dan meneliti berapa saat lamanya,
kemudian menjawab:
"Hujin, aneh sekali kejadian ini, disini cuma ada bekas kaki dua orang!"
"Mungkin Ku Gwat cong dan muridnya?" sela Tan Tiang hoa dari
samping tiba tiba.
"Tan Cong koan" kata Ang Beng liang kemudian, "tentunya kau masih
ingat, semalam Kim ih hui siu (kakek terbang berbaju emas) mengirim
kabar yang memberitahukan kalau Ku Gwat cong telah keluar
perbatasan seorang diri, mana mungkin dia bisa muncul kembali disini?"
Tan tiang hoa sedikitpun tak sungkan-sungkan, sambil tertawa dingin ia
menjawab.
"Hal ini bukan disebabkan aku telah lupa dengan berita yang dikirim si
kakek terbang, adalah karena persoalan yang dilakukan Hu-pangcu
kemarin membuat aku mendapat pengalaman baru !"
Kontan saja Ang Beng liang terbungkam oleh perkataan itu, namun
diapun merasa mendongkol sekali.
Sekalipun demikian dia tak sanggup membantah barang sepatah
katapun juga.
Siau Hou cu benar-benar telah menipunya habis-habisan, bukan cuma
kehilangan dua keping uang perak, bahkan justeru lantaran dia
menghimpun semua kekuatannya ke suatu tempat, hal ini membuat Ku
Gwat cong dan muridnya berhasil melarikan diri.
Dan sekarang Tan Tiang hoa menyindirnya dengan menggunakan
persoalan itu, bagaimana mungkin ia tidak dibikin kheki bercampur
mendongkol.
Setelah berpikir sebentar, dia lantas berjongkok dan melakukan
pemeriksaan yang seksama, kemudian sambil mendongakkan kepala
nya dia berkata lagi:
"Tempat ini memang didatangi oleh dua orang, lagi pula dua orang
bocah...."
Tan Tiang hoa disebut orang sebagai Tok siu (kakek beracun), bisa
diketahui bagaimanakah watak serta cara berpikir orang ini, begitu
mendapat kesempatan, tentu saja ia tak akan menyia- nyiakan dengan
begitu saja, maka kembali ujarnya:
"Aaah, masa dua orang bocah cilik ? Hu pangcu, atas dasar apa kau
berani mengatakan demikian ?"
Ang Beng liang tidak menggubris sindiran tersebut, kepada Yan pangcu
segera katanya:
"Pangcu, menurut ukuran kaki yang membekas di tanah, bisa diduga
kalau kedua orang itu adalah dua orang bocah!"
Tampaknya Yan pangcu merasa kurang senang dengan wakil ketuanya
ini, katanya kemudian.
"Bekas kaki orang dewasa kadangkala hampir sama dengan bekas kaki
anak, dugaan tersebut tak bisa ditarik berdasarkan kesimpulan ini!"
Setelah berulang kali ketanggor batunya, bukan saja Ang Beng liang
merasa semakin membenci kepada siau Hou cu yang siang tadi telah
menipunya habis-habisan, terhadap Tan-Tiang hoa pun merasa amat
membenci, diam-diam ia bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti
akan dibalas.
Sekalipun demikian, dia tidak berani bertindak kasar terhadap
pangcunya, maka itu biji matanya segera berputar mencari akal, dan
kemudian katanya:
"Hamba hanya dapat melihat sebanyak itu saja, mungkin Tan congkoan
mempunyai pendapat lain."
Tan Tiang hoa tertawa seram, dia turut berjongkok buat melakukan
pemeriksaan terhadap sisa-sisa api unggun tadi, setelah itu sambil
berdiri katanya:
"Pangcu, hamba rasa entah siapakah orang ini, sudah pasti dia belum
kabur terlalu jauh."
Sembari bekata sorot matanya segera memandang sekejap ke arah
sebuah hutan yang tak jauh dari situ.
Yan pangcu segera manggut-manggut. Tan Tiang hoa merogoh
kedalam sakunya dan mengayunkan
sesuatu ke tengah udara, sekilas cehaya api segera meluncur
keangkasa, dalam waktu singkat bunyi ledakan keras menggelegar
memecahkan keheningan segulung bola apipun muncul diangkasa yang
gelap.
Tak lama kemudian tampak puluhan sosok bayangan manusia
bermunculan ketengah arena dengan kecepatan luar biasa, semua
orang itu berdiri serius tanpa berbicara maupun bergerak agaknya
sedang menantikan perintah dari atasannya.
Sambil menunjuk ke arah, Tan Tiang hoa berseru. "Dalam hutan ada
musuh, geledah sampai ketemu, cepat!" Puluhan orang jago lihay
berbaju hitam itu segera mengiakan
dan bergerak kedepan. Tampaknya mereka sudah mempunyai kontak
secara diam-diam,
serta merta orang-orang itu menyebarkan diri keempat penjuru dan
tanpa ragu-ragu menerjang masuk kedalam hutan.
Dalam pada itu, Siau Hou cu telah menjawil tangan Sun Tiong Io sambil
mengacungkan jempolnya.
Merah padam selembar wajah Sun Tiong lo karena jengah, dia hanya
tertawa dan tentu saja merasa bangga.
Menyusul kemudian Siau Hou cu menarik tangan Sun Tiong lo sambil
menuding kebelakang, sementara jari tengah dan telunjuk tangan
kanannya membuat gerakan orang sedang berjalan diatas tanah.
Maksudnya sudah jelas sekali, yakni karena pihak lawan kelewat banyak
jumlahnya, tenaga dalam merekapun terlalu tinggi, lebih baik kita pergi
saja.
Siapa tahu Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
dengan cepat dia menuding mata dan telinga sendiri
Maksudnya dia tak ingin pergi, dia ingin mendengarkan lebih lanjut.
Melihat hal itu diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, sebab selisih
kekuatan kedua belah pihak kelewat besar, dan sekarang entah apa
yang terdengar dan yang terlihat, tak mungkin bisa menemukan sesuatu
yang berguna.
Sekalipun demikian, setelah Sun Tiong lo bertekad hendak
mendengarkan lebih lanjut dan melihat lebih jauh, tentu saja Siau Hou
cu tak ingin dianggap sebagai setan pengecut, maka diapun bertekad
untuk melihat dan mendengarkan lebih lanjut, bila muncul persoalan
baru dibicarakan lebih jauh.
Kurang lebih dari setengah pertanak nasi kemudian, puluhan orang jago
liehay berbaju hitam yang melakukan penggeledahan kedalam hutan itu
sudah muncul kembali.
Salah seorang diantaranya yang bertindak sebagai komandan segera
melapor kepada ketuanya:
"Hamba telah menggeledah setiap batang pohon yang berada didalam
hutan, namun tidak menemukan jejak seseorangpun!"
Dengan suara dalam Ang Hu pangcu segera membentak keras: "Tan
congkoan menitahkan kalian untuk menangkap musuh
tangguh didalam hutan, itu berarti ia sudah mempunyai bukti yang
pasti, Hmm, tampaknya cara kerja kalian tidak beres sehingga jejak
musuhpun tidak berhasil di temukan, bukan begitu saja bahkan berani
beralasan macam-macam, tampaknya nyali kamu semua tidak kecil!"
Pembalasan yang dilontarkan dengan sindiran tajam ini benar benar
cepat sekali datangnya, kontan saja paras muka Tan Tiang hoa jadi
merah padam lantaran jengah, dia benar-benar tak sanggup berbicara
lagi.
Sementara itu Yan pangcu telah berpaling ke arah Tan Tiang-hoa
sembari berkata:
"Tan congkoan, didalam hutan tiada jejak musuh ?" Tan Tiang-hoa
tak berani mengambil keputusan menurut pikiran
sendiri maka sambil membungkukkan badannya dia berkata:
"Kemampuan hamba hanya berbatas sampai disini, mungkin saja
pihak lawan kelewat licik!" Yan pangcu segera tertawa dingin. "Hmm....
dari sini menuju ke depan sana hanya bersedia tiga
buah jalur jalan raya, aku yakin mereka masih belum kabur terlampau
jauh" katanya kemudian, "kalian semua membagilah diri menjadi tiga
kelompok dan mengejar dari tiga jalan tersebut, besok pagi temui aku di
dusun Yan liu-cun!"
Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada kedua orang
dayangnya dan berlalu lebih dulu dari situ.
Maka Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa masing-masing memimpin
sepasukan jago lihay melakukan pengejaran kilat melalui dua arah yang
lain, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari
pandangan mata.
Menanti bayangan tubuh dari orang orang itu sudah pergi jauh, Siau
Hou cu baru menggelengkan kepalanya sambil berkata:
"Siau liong, tadi kau tak mau pergi apakah benar karena ingin melihat
dan mendengarkan?"
Sun Tiong lo segera tertawa. "Waktu itu kita tak akan berhasil
melarikan diri dari sini,
sekalipun dapat menghindarkan diri dari pengejaran Ang Beng liang
dan ketiga pasukan pengejarnya, sudah pasti kita akan tersusul oleh
Yan Tan hong, buat apa mesti mencari kesulitan diri sendiri ?"
Siau Hou cu melirik sekejap kearah Siau liong, lalu katanya:
"Apakah kesemuanya ini adalah ajaran dari suhu ?"
Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya belulang kali. Kalau cuma soal
itu tak usah di ajarkan oleh orang lain, asal kita mau memikirkan
dengan seksama niscaya semuanya akan menjadi jelas.
"Sungguh aneh", kata Siau Hou cu kemudian sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "semasa suhu masih ada, setiap saat aku selalu
dipuji sebagai orang pintar, tapi heran mengapa kalau kuturuti jalan
pemikiran yang kuanggap pintar tadi, justru berubah menjadi tolol ?"
"Sebelum berbicara tadi akupun telah berpikir, malah memikirkan
persoalanku dengan seksama, tapi apa sebabnya apa yang kupikir
justru berbeda dengan apa yang kau pikirkan?"
Sun Tiong lo mengerdipkan matanya berulang kali, lalu menjawab:
"Siau Hou ko, bagaimana menurut jalan pemikiranmu?" Siau Hou cu
segera tertawa, "Aku sedang memikirkan diriku sendiri, misalkan saja
tadi, aku
berpendapat bahwa kemampuanku masih belum cukup untuk
menandingi lawan, bila tetap berada disini dan sampai ketahuan
jejaknya, niscaya sulit bagiku untuk meloloskan diri, itulah sebabnya aku
bertekad untuk pergi saja dari sini!"
"Waktu itu, akupun sedang berpikir bagiku sendiri" kata Sun Tiorg-lo
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "cuma yang ku pikirkan
bukanlah apakah aku mesti kabur atau tidak, melainkan kubayangkan
diriku menjadi pihak lawan, kemudian kupikirkan seandainya aku yang
menghadapi kejadian seperti ini, apa yang hendak kulakukan!"
Mendengar perkataan itu, siau Hou cu menjadi paham kembali, dia
segera tertawa terkekeh-kekeh, sambil menepuk bahu Siau
liong,katanya:
"Siau liong, kau memang hebat, kali ini aku benar benar sudah
mengerti."
Sun Tiang lo juga tertawa terkekeh-kekeh, "Betul engkoh Siau hou, kita
segera pergi !"
"Benar, kita mesti berangkat ke dusun Yang liu cim, kita harus
melakukan kembali taktik seperti yang kita lakukan barusan!"
Sun Tiong lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu, kemudian katanya:
"Berbicara yang sebenarnya, semakin dekat kita berada disekitar
mereka, semakin tak mereka sangka tempat persembunyian kita, cuma
kitapun tak boleh bertindak kelewat gegabah, semua hal mesti
dilakukan dengan berhati hati,"
Siau Hou cu tertawa cekikikan, sambil memungut tongkat penggebuk
anjingnya ia bilang:
"Legakan saja hatimu, mereka tidak akan mampu untuk menangkap kita
berdua!"
Sun Tiong lo memandang sekejap tongkat penggebuk anjing milik Siau
Hou cu, lalu katanya tiba-tiba:
"Engkoh siau-hou, aku masih teringat dengan ucapan dari si pengemis
tua, kau dan perkumpulan pengemis tiada hubungan apa- apa lagi,
kalau memang demikian, mengapa kita berdua tidak bertukar pakaian
saja ?"
Siau Hou cu berpikir sebentar, lalu serunya dengan gembira:
"Benar, mari kita percepat langkah kita menuju ke dusun Yangliu-
cun, kita berganti pakaian disitu saja !" Seusai berkata, mereka
berdua segera menghimpun tenaga
dalamnya dan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
meluncur ke depan sana.
-ooo0dw0ooo- Dusun Yang liu cun termasuk sebuah kota yang
cukup ramai,
sebab kota kecil ini merupakan urat nadi perdagangan dan
merupakan persimpangan jalan menuju ke ibu koka, itulah sebabnya
banyak saudagar yang berhenti disitu dan suasana amat ramai.
Dalam kota Yang liu cun terdapat delapan buah penginapan empat
diantaranya terhitung rumah penginapan yang cukup besar, sedangkan
empat sisanya merupakan penginapan kecil
Menjelang fajar, Siau Hou Cu dan Siau liong baru tiba di dalam dusun
tersebut.
Siau Hou cu segera menarik tangan Siau liong sembari berkata:
"Mari kita mencari rumah penginapan dulu, cari yang kecil saja
tapi mesti kelas yang lumayan !" Dalam persoalan seperti ini, Sun Tiong
lo boleh dibilang belum
pengalaman, ia merasa apa yang diucapkan Siau Hou cu pasti tak salah
maka merekapun memasuki sebuah rumah penginapan yang memakai
merek Hongan.
Dengan potongan Siau Hou cu macam pengemis, tentu saja bukan suaiu
pekerjaan yang mudah cari kamar, untung dia melakukan perjalanan
bersama Sun Tiong lo, sehingga sang pelayan baru berani
menganggapnya sebagai tamu.
Baru saja mereka masuk ke kamar, Siau Hou cu telah berseru kepada
pelayan penginapan.
"Hei, Siau ji ko, apakah disini terdapat toko penjual pakaian?" Pelayan
ini memperhatikan Siau Hou cu sekejap, kemudian
sahutnya. Siau Hou cu memang pandai bermain sandiwara, sebelum
berbicara ia tertawa dulu, kemudian dengan wajah memerah katanya,
"Benar, aku sudah berapa tahun meninggalkan rumah sehingga
tampangku berubah menjadi begini rupa, untung saudaraku ini bersedia
mengembara kemana mana untuk mencari jejakku,
sebelum sampai dirumah, tentu saja aku tak boleh berdandan seperti ini
lagi . . ."
Tak usah dilanjutkan kata kata itupun sang pelayan sudah mengerti,
katanya sambil tertawa.
"Hambapun sedang keheranan tadi, hamba heran Kongcu-ya tidak
bertampang seorang pengemis, kenapa dandanannya macam begitu,
rupanya begitulah kejadiannya, cuma kongcu-ya .. sekarang hari masih
pagi . . ."
Sebelum pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Siou Hou cu sudah
merogoh dalam saku nya mengeluarkan sekeping uang perak, lalu
sambil diangsurkan pada si pelayan, katanya.
"Siau jiko, terimalah sedikit uang ini untuk membeli arak, sekalian
tolonglah mengetuk pintu toko, ambilkan empat stel pakaian yang
cocok dengan potongan badan kami berdua."
Orang kuno bilang: Asal punya uang, setan pun bisa diperintah, Apalagi
pelayan itu hanya seorang manusia biasa yang masih kemaruk oleh
harta, sambil menerima pemberian itu buru-buru dia mengundurkan diri
dari situ.
Tak selang beberapa saat kemudian, dia telah muncul kembali dengan
membawa enam stel pakaian, Siau Hou-cu segera memilih dua
diantaranya, setelah membayar dan ganti pakaian, ia baru berkata
sambil tertawa.
"Siau-Iiong, kau jangan keluar dulu, tunggulah aku, aku hendak
menyelesaikan dulu suatu persoalan penting."
Sun Tiong-lo memandang ke arah siau Hou cu tanpa berkata- kata,
sedangkan Siau Hou-cu segera berlalu sambil tertawa.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, dengan riang gembira Siau
Hou-cu muncul kembali, setelah menutup pintu kamar dan duduk
disamping Sun Tiong lo katanya dengan suara lirih.
"Kita tak jadi tinggal di penginapan ini, mari kita pindah ke penginapan
yang lain saja, sekarang juga berangkat !"
"Ganti penginapan ? Aku duga kau hendak berada dalam satu
penginapan dengan Yan Tan hong bukan ?"
"Kau memang hebat sekali Siau-liong." seru Siau Hou cu sambil
mengacungkan jempolnya "tepat sekali dugaanmu itu, mari kita
berangkat."
Dan setelah memanggil pelayan dan memberi persen mereka pun
pindah ke rumah penginapan yang memakai merek "Yong hoa" yang
namanya keren, ternyata perabotnya juga berkwalitet nomor satu.
Dalam penginapan Yong hoa terdapat dua buah ruangan dengan
halaman yang tersendiri satu bernama Yu lu sedangkan lainnya
bernama Ya wan. Dalam ruang Yu lu sudah terisi tamu maka Siau Hou
cu pun memesan ruangan Ya wan.
Antara ruang Yu lu dengan Ya wan hanya dipisahkan oleh selapis
dinding pekarangan. Dengan cepat Sun Tiong lo tahu kalau tamu yang
menginap di ruang Yu lu sekarang sudah pasti adalah Yan Tan hong
dengan kedua orang dayangnya.
Dan setelah pemilik rumah penginapan pergi Siau Hou ca segera
menutup pintu kamar dan menarik Sun Tiong lo memasuki ruangan
sebelah kiri, lalu dengan suara lirih dia berkata, "Siau liong" kamar yang
berada disebelah kita adalah kamar dari pangcu perempuan iiu, suara
pembicaraan mereka agak besar, bila kita menempelkan telinga diatas
dinding, maka apa yang mereka bicarakan kita dengar dengan jelas!"
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Lebih
baik aku tidur dikamar sebelah kanan saja" katanya, "aku
tak mau mendengarkan perkataan orang!" Mendengar perkataan itu,
Siau Hou cu menjadi tertegun. "Orang persilatan bilang, jika ingin
mengetahui rahasia orang,
lebih baik pasang telinga menyadap pembicaraan orang, Siau
liong,jangan lupa mereka adalah musuh kita, apa yang mereka
bicarakan sembilan puluh persen pasti merugikan kita berdua!"
"Tentu saja" kata Sun Tiong lo sambil mengangguk "tapi apalah
gunanya kalau kita hanya mendengarkan belaka?"
Siau Hou cu segera berpikir sebentar, tiba-tiba dia mendongakkan
kepalanya sambil bertanya kepada Sun Tiong lo.
"Siau liong, bersediakah kau untuk menangkap mereka dan menanyai
hal ini sampai jelas?"
"Tentu saja bersedia" jawab Sun Tiong lo tanpa berpikir panjang, "tapi
mudahkah untuk melakukan hal ini?"
"Mudah sekali" Siau Hou cu tertawa cekikikan, "aku sanggup untuk
melakukannya, sekarang mari kita tidur dulu, bila sudah bangun nanti
dan makan sampai kenyang, kutanggung kau pasti berhasil dengan
sukses.."
Sun Tiong io memandang sekejap kearah Siau Hou cu, lalu
mengangguk.
"Baiklah, kalau begitu kau boleh tidur disini. Sedang aku tidur dikamar
lain."
Siau Hou cu tertawa, dia lantas melepaskan sepatunya dan
menanggalkan pakaian untuk tidur.
Sebaliknya Sun Tiong Jo berjalan menuju kekamar sebelah kanan,
sesudah melepaskan sepatu, dia duduk bersila diatas pembaringan dan
menggunakan kesempatan itu untuk bersemadi menghimpun kembali
tenaga dalamnya.
-ooo0dw0ooo-
BAB KEDUA PULUH EMPAT
SAMPAI tengah hari kemudian, Siau Hou cu baru bangun dari tidurnya.
Baru saja dia akan bersuara untuk memanggil Sun Tiong lo, mendadak
ia seperti teringat akan sesuatu, karena gegabahnya
hampir saja nama Siau liong diucapkan dan nyaris rencana mereka
mengalami kegagalan total....
Pelan pelan dia lantas turun dari pembaringannya dan mengenakan
sepatu, mendadak dari kamar sebelah dia mendengar ada orang sedang
bercakap-cakap:
"Kalian begitu banyak orang, apa lagi terbagi menjadi tiga rombongan,
masa kabar beritapun tidak didapat, malah si kakek terbang yang jauh
diluar perbatasan berhasil membuat pahala."
Begitu mendengar nama Hui siu, atau kakek terbang di singgung, Siau
Hou cu segera merasakan jantungnya itu berdebar keras, apa lagi
setelah mendengar ucapan "membuat pahala," hampir saja jantungnya
melompat keluar.
Pada saat itulah, dari kamar sebelah segera terdengar suara dari Ang
Beng liang:
"Pangcu, kalau toh Ku Gwat cong sudah terjatuh ketangan Sui siu, hal
ini membuktikan kalau dugaan hamba yang mengatakan bahwa dua
orang yang berada ditepi api unggun di-tengah hutan semalam adalah
dua orang setan cilik itu tidak salah lalu..."
"Sekalipun tidak salah lantas kenapa? Toh kosong melompong
hasilnya...?" kata sang pangcu dengan dongkol.
Ang Beng liang segera mengiakan berulang kali. "Dua orang setan
cilik itu tampaknya jauh lebih licik daripada Ku
Gwat cong, tapi setelah Ku Gwat cong tertawan, aku rasa persoalan ini
lebih mudah untuk diselesaikan sudah pasti dia mengetahui akan jejak
dari kedua orang setan cilik ini!"
Sang pangcu kembali mendengus dingin. "Hmm, kau memang pintar
sekali, memangnya hanya kau sendiri
yang bisa berpikir demikian dan orang lain tak dapat menduga sampai
ke situ?" dampratnya.
Kata-kata yang amat pedas ini kontan saja membuat Ang Beng liang
untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Siau Hou cu yang berada dikamar sebelah menjadi amat gelisah,
dengan cepat dia memburu kekamar sebelah kanan, kemudian sambil
membuka pintu ruangan suaranya lirih:
"Siau liong, Siau liong, barusan aku..." Tiba-tiba dia menjumpai kalau
Sun Tiong lo sudah tidak berada
didalam kamarnya, hal ini membuatnya menjadi tertegun untuk
beberapa saat lamanya.
Pada saat itulah pintu ruangan dibuka orang dan Sun Tiong lo berjalan
masuk dari halaman tengah.
Baru saja Siau Hou cu akan berbicara, Sun Tiong lo telah
menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu menariknya menuju
kekamar sebelah kanan.
Siau Hou cu tak dapat menahan sabarnya lagi, segera bisiknya dengan
lirih.
"Suhu sudah keluar perbatasan kini beliau kena ditangkap..." "Tak
usah panik lebih dulu" tukas Sun Tiong lo sambil
menggelengkan kepalanya, "akupun sudah mendengar akan hal itu,
tapi aku tidak percaya..."
Jawaban ini segera membuat Siau Hou cu menjadi tertegun, lalu
dengan kening berkerut katanya:
"Kau tak percaya? Apakah berita ini palsu." "Beritanya sih tidak
palsu," sambung Sun-Tiong lo kembali,
"tetapi kemungkinan orang nya yang palsu, cobalah pikir, pangcu
perempuan ini dengan membawa begitu banyaknya jago liehaypun
tidak sanggup menemukan kita berdua dengan kemampuan yang
dimiliki oleh suhu, mana mungkin dia bisa kena di tangkap lawan?"
Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali setelah mendengar
perkataan ini, untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Sun Tiong lo merendahkan suaranya, dan lalu berkata lagi.
"Apakah kan lupa dengan ke enam belasnya, orang pengemis tua di
kota Tong ciu tempo hari? Nah, kejadiannya kan sama!"
Siau Hou cu merasa perkataan ada benarnya juga, maka dia segera
manggut-manggut.
"Ya benar juga perkataanmu itu, masa suhu bisa ditangkap dengan
begitu mudah!"
"Engkoh Siau hou" kata Sun Tiong lo kemudian sambil tertawa, "aku
rasa kita perlu menggantikan sebutan sehari hari kita, dari pada terjadi
hal hal yang tak diinginkan!"
Siau Hou cu segeralah mengangguk, dengan merendahkan suaranya dia
berkata:
"Yaa, ucapanmu itu memang benar, ketika baru bangun dari tidur tadi,
hampir saja aku memanggil namamu Siau liong!"
-ooo0dw0ooo- SUN TIONG LO tersenyum. "MuIai sekarang, lebih
baik kita jangan mempergunakan sebutan
siau liong atau Siau hou lagi" katanya, "baiknya kupanggil toako kepada
mu dan kau memanggil saudara atau jite kepadaku, dengan begitu, kita
boleh memanggil dengan suara keras tanpa mesti menguatirkan
perhatian orang lain..."
Siau Hou cu segera tertawa, sahutnya sambil manggut-manggut
"Begitupun baik juga, tadi kau telah keluar?"
"Yaa, Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa telah datang, maka aku mesti
selalu waspada." sahut Sun Tiong lo sambil menunjuk kearah halaman
sebelah depan, .
Sicu Hou cu tidak berbicara lagi, sedang diam-diam ia menggerutu
kepada diri sendiri mengapa tidur seperti orang mati.
Sejak tengah hari tadi mereka belum bersantap, kini malampun sudah
menjelang tiba, tak heran kalau kedua orang itu merasa amat lapar.
Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan kepada Sun Tiong lo agar
suruh pelayan mengirim makanan ke dalam kamar, mendadak dari
kamar sebelah kedengarannya suara dari Tan Tiang hoa telah bergema
lagi:
"Hamba telah mengirim orang untuk memeriksa setiap penginapan yang
berada disini, namun tidak berhasil menemukan kedua orang setan cilik
itu, pangcu, menurut pendapatmu lebih baik kita menunggu semalam
disini ataukah melanjutkan perjalanan lebih jauh..."
"Tunggu saja disini" sambung pangcu dengan dingin, ”beritahu kepada
mereka, sebelum kentongan pertama nanti suruh mereka menantikan
perintahku dibelakang dua batang pohon kui di kiri mulut masuk dusun
ini, jejak mereka harus dirahasiakan!"
Mendengar perkataan itu, seperti memahami akan sesuatu Tan
Tiang-hoa segera menyahut.
"Dugaan pangcu menang lihay sekali, betul bocah keparat itu pasti akan
berkunjung ke sana ! "
Yan pangcu mendengus dingin. "Hmm, kebun Cui liu wan yang dulu
kini telah berubah menjadi
puing-puing yang berserakan. kalau kau tak tahu akan hal ini, maka hal
ini merupakan persoalan yang serius, aku tak lebih hanya melakukan
apa adanya saja ."
Selanjutnya yang terdengar adalah suara sahutan dari Tan Tiong hoa.
Dengan kening berkerut Sun Tiong lo segera bertanya kepada Siau Mou
cu.
"Toako, tempat macam apakah Cui liu wan itu?"
Dengan cepat Siau Hou cu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa tahu" sahutnya, "jite, apakah tidak kau dengar pembicaraan
mereka, tempat itu adalah sebuah tempat yang terbengkalai dan tinggal
puing yang berserakan."
"ltukan keadaan sekarang." tukas Sun Tiong-lo setelah memandang
sekejap kearah Siu Hou cu, "dulunya sudah pasti tempat itu merupakan
sebuah kebun bunga yang sangat indah."
"Aah, buat apa kita memperdulikan persoalan itu, toh kita tak akan
pergi kesana !"
"Tidak, aku akan pergi kesana untuk melihat keadaan!" ujar Sun Tiong
lo sambil menggeleng kan kepalanya berulang kali.
Diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, dia benar-benar tidak
mengetahui tempat macam apakah Cui liu wan tersebut, tapi dia
pernah mendengar tentang dusun Yang liu cun ini dari sipengemis tua
dan tahu kalau tempat ini erat hubungannya dengan Sun Tiong lo.
Tapi, diapun hanya memahami akan persoalan ini saja, itupun dia
sempat menyadapnya ketika berada di kuil Kwan ya bio di kota Tong ciu
karena pura-pura tidur, ketika itu Cui Tong belum datang dan kebetulan
saja pengemis tua tersebut membicarakannya.
Dia masih teringat dengan jelas, pengemis tua itu pernah berkata kalau
Sun Tiong lo adalah keturunan keluarga Sun dari dusun Yang liu-cun
tersebut, sedang pangcu perempuan tersebut sekarang juga telah
menduga kalau dia dan Sun Tiong lo kemungkinan akan berkunjung ke
Cui liu wan yang tinggal puing berserakan hal ini membuatnya semakin
sadar kalau Cui liu wan kemungkinan besar adalah tempat tinggal Sun
Tiong lo dimasa lalu.
Karena pendapat inilah maka sengaja dia menjawab dengan hambar
dan mengucapkan kata kata seperti .. " Toh kita tak akan kesana."
Siapa tahu, Sun Tiong lo pun berhasil menangkap sesuatu yang tidak
beres dibalik perkataan itu sehingga bersikeras hendak ke sana.
"Pergi kesananya memang tak menjadi soal, persoalannya sekarang
adalah pihak lawan telah mengirimkan jago-jago lihaynya ke sana, bila
mereka bersikeras hendak ke situ, bukan kah hal ini sama artinya
dengan menghantar kematian sendiri?"
Berpikir sampai disitu, Siau Hou cu segera berkata dengan suara yang
lirih:
"Jite, kau toh sudah tahu bahwa pihak lawan mengirimkan jago- jago
lihaynya ke situ malam ini, kalau kita bersikeras ke sana, bukankah hal
ini..."
"Toako, mengapa kita tidak berangkat sekarang juga?" tukas Sun Tiong
lo dengan cepat.
Siau Hou cu cukup mengetahui watak dari Sun Tiong lo, tahu kalau tak
mungkin bisa menghalangi niatnya itu, dan lagi pergi sekarang jauh
lebih kecil resikonya daripada pergi malam nanti, maka dengan cepat
dia mengangguk.
"Baik" katanya, "aku setuju kalau berangkat sekarang tapi kita mesti
mengisi perut dulu !"
Sun Tiong lo manggut sambil tertawa. Maka Siau Hou cu segera
memanggil pelayan untuk memesan
dua mangkuk bakmi, setelah bersantap kenyang dan memberikan
pakaian, mereka siap meninggalkan kamar.
Mendadak dari balik pintu tampak seseorang mengintip kedalam,
dengan suara keras Siau Hou cu segera berteriak:
"Hei, siapa disitu ? Ditengah hari begini celingukan dimuka kamar tidur
orang ?"
Seorang kakek berbaju emas segera berjalan masuk dari luar balaman,
ternyata dia adalah Tan Tiang hoa.
Dengan suara yang berat Tan Tiang hoa berkata dari luar halaman.
"Tolong tanya saudara, apakah disini ada se orang kongcu dari marga
Sun ?"
Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan tidak ada, Sun Tiong lo
telah berseru: "Ada, aku she Sun, ada urusan apa?"
Sambil berkata Sun Tiong lo memberi tanda kepada Siau Hou cu.
Siau Hou cu segera manggut-manggut dan membuka pintu
berjalan keluar ruangan. Tan Tian Hoa hanya melirik sekejap ke arah
Siau Hou cu,
kemudian cepat-cepat serunya lagi sambil menjura: "Oooh, .. salah
orang, maaf kalau lohu telah mengganggu
ketenangan kalian!" Sembari berkata dia telah membalikkan badan dan
berlalu dari
tempat itu dengan langkahnya yang Iebar. Diam-diam Sun Tiong lo
lantas berbisik kepada Siau Hou cu: "Toako, mari kita pergi sekarang
juga." Setelah berada dijalanan,
siau Hou cu segera menyikut Sun Tiong lo sambil berkata: "Jite
kesemuanya ini merupakan keteledoranku, kalau hanya
berganti pakaian tanpa berubah muka, lantas apa gunanya?" "Masa
wajah seseorang pun dapat dirubah?" tanya Sun Tiong lo
sambil tertawa, Siau Hou cu mengangguk. "Mengapa tak bisa dirubah,
apakah kau tak pernah mendengar
tentang ilmu merubah wajah?" katanya. Sun Tiong lo menggelengkan
kepalanya berulang kali, mendadak
dia berbisik. "Memancing setan masuk ke dalam rumah... waah,
rupanya ada
orang yang sedang menguntil di belakang kita"
"Oya? Jite, apakah perlu kita permainkan mereka? Aku rasa ditengah
hari begini, mereka pasti akan merasa segan untuk turun tangan, mari
kita mencari akal...."
"Toako, mengapa kita tidak mengikuti siasat dari pangcu perempuan itu
dengan memancing mereka datang ke Cui liu wan!" bisik Sun Tiong lo
dengan lirih.
Mendengar perkataan itu, Siau Hou cu menjadi tertegun. "Jite,
tempat itu sudah pasti sepi, terpencil, mana tak ada orang
lagi, sudah pasti tak akan menguntungkan bagi kita semua..." Sun
Tiong lo cuma tertawa saja tanpa menjawab, malah langkah
kakinya lebih cepat. Siau Hou cu terpaksa harus mendampingi di
sampingnya dengan
mempercepat langkahnya. Luas Yang liu cun ternyata cukup lebar,
untuk mencapai ujung
kota mereka membutuhkan waktu setengah harian lamanya, dari
kejauhan sana sudah terlihat kedua batang pohon kui yang besar itu.
Dengan suara lirih Sun Tiong lo berbisik. "Tampaknya orang yang
yang menguntil di belakang kita,
semakin lama semakin banyak jumlahnya." "Biar saja, makin banyak
toh semakin baik bagaimanapun kita
kan sudah terlanjur sampai disini." sahut Siau Hau-ji sambil melirik
sekejap kearah Sun Tiong-lo.
Kembali Sun Tiang lo tertawa. "Toako, masih ingatkah kau dengan
kitab kecil yang ditinggalkan
suhu kepada kita?" "Dalam keadaan begini kau menyinggung kembali
soal kitab itu,
apalah artinya ?" Sun Tiong lo seperti merasa bangga sekali, dengan
cepat
sahutnya.
"Pada halaman pertama dari kitab kecil itu bukankah tertuliskan "Untuk
mengetahui asal usulmu, lewati dulu Bukit pemakan manusia" toako,
sekarang kita sudah tak usah repot-repot lagi !"
Tergerak hati Siau Houcu setelah mendengar perkataan itu, katanya
kemudian.
"Kau mempunyai pendapat apa ? Sun Tiong-lo tertawa, "Buat apa
kita mesti mencari yang jauh
dengan menyia-nyiakan yang dekat ? Aku mempunyai suatu akal yang
jauh lebih baik lagi !"
Siau Hou-cu sendiripun bukan seorang manusia yang bodoh, dengan
cepat dia dapat memahami maksud dari Sun Tiong lo itu, katanya
kemudian segera.
"Kau ingin berbuat apa ? Membekuk orang-orang yang mengejar di
belakang kita itu ?"
"Ehmm, bukankah cara ini bisa menghemat banyak tenaga kita?" Sun
Tiong-lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu.
Siau Hou-cu segera menggelengkan kepala nya berulang kali,
"Menghemat betul menghemat, cuma kuatir hanya ada
sementara persoalan memang bisa dihemat, tapi persoalan lain justru
semakin bertambah banyak"
"Mana bisa?" kata Sun Tiong lo sambil tersenyum "Mengapa tidak?"
Setelah berhenti sejenak, Siau Hou cu berkata lebih jauh. ”Siau
liong, mengapa kau tidak berpaling dan melihat jelas lebih
dulu keadaan di belakangmu!" Tentu saja Sun Tiong Io mengerti arti
dari pada perkataan dari
Siau Hou Cu itu, kembali dia tertawa. "Apakah engkoh Siau Hou cu
takut jumlah mereka yang kelewat
banyak?"
"Kau tidak takut? " Siau Hou cu balik menatap sekejap wajah Sun Tiong
lo.
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala, "Tidak. aku tidak takut,
apa lagi aku.."
""Percaya tidak kau, pada saat ini perempuan yang mereka sebut
sebagai pangcu itu sudah pasti telah mendapat laporan dari anak buah
nya dan sekarang lagi berangkat kemari ,.,."
"Aku percaya, dan justru aku berharap akan kedatangannya." Jawaban
ini kontan saja membuat Siau Hou cu tertegun.
"Kau mengharapkan kedatangannya?" dia berseru, Setelah berhenti
sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Mungkin kau masih belum memahami maksud dari perkataanku ltu,
dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimiliki kita berdua, untuk
menghadapi Tan Tiang hoa mungkin saja masih bisa, tapi kalau
ditambah dengan Ang Beng liang..."
"Sekalipun ditambah lagi dengan beberapa orangpun tidak menjadi
persoalan!" seru Sun Tiong lo.
Siau Hou cu melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian katanya
lagi:
"Siau-liong, apakah kau mempunyai keyakinan?" "Seharusnya ada,
cuma aku belum pernah mencobanya !" "Aaai... apa arti dari
perkataanmu itu ?" "Engkoh Mau Hau," kata Sun Tiong-lo sambil
mengerdipkan
matanya yang besar, "selama setahun belakangan ini aku sudah belajar
banyak sekali..."
Belum habis ia berkata, Siau Hou cu telah menukas lagi: "Soal ini aku
tahu, cuma ragu dalam setahun yang begitu
singkat, sampai dimanakah keyakinan yang berhasil kau raih
!"
"Kepandaianku itu memang belum pernah kucoba, akan tetapi menurut
perkataan Kwik Wangwee, aku menjadi seorang jago lihay yang tiada
tandingannya didunia ini !"
Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali, dan ia pun tidak
berbicara lagi.
Maka Sun Tiong-lo segera berkata lebih jauh: "Aku rasa bagaimanapun
juga pada suatu ketika toh mesti mencari seseorang untuk
mencobanya...."
Siau Hou cu segera tertawa getir tukasnya. "Oleh karena itu kau
bertekad hendak mempergunakan gembong
gembong iblis itu untuk mencoba kepandaianmu ?" Sun Tiong-lo segera
menggeleng. "Bukan cuma mencoba saja, melainkan masih ada alasan
lainnya." "Oooh... apakah alasanmu itu !!" "Pangcu perempuan itu
menyebut dirinya sebagai Yan Tan hong,
tapi anehnya semenjak muncul sampai sekarang, wajahnya selalu
ditutupi oleh kain cadar putih sehingga tak dapat dilihat raut wajah
sebenarnya..."
"Heran, mengapa kau ingin menyaksikan raut wajahnya?" seru Siau
Hou cu dengan kening berkerut.
"Sebab aku mempunyai suatu perasaan yang penting sekali." jawab Sun
Tiong lo serius.
"Ooh... coba kau terangkan!" "Ketika aku berumur lima tahun dulu
pernah berjumpa satu kali
dengan Yan Tan hong, akupun pernah mendengar pembicaraannya tapi
Yan Tan hong yang sekarang bersuara lain, wajahnyapun tak terlihat
jelas, oleh karena itu..."
"Pentingkah persoalan ini?" tukas Siau Hou cu kemudian menjadi
mengerti.
"Yaa, penting sekali, sebab mendiang ayahku tewas tertusuk oleh
pedang Yan Tan hong!"
Dengan wajah serius Siau Hou cu berpikir sebentar, kemudian
jawabnya:
"Waah, itu mah berbeda!" Selesai berkata, ia kembali menundukkan
kepalanya dan
termenung beberapa saat lamanya, kemudian melanjutkan: "Siou liong,
kalau memang demikian, hari ini kita mesti bikin
kekacauan besar-besaran" "Bagaimana caranya?" Mendadak Siau Hou
cu berpaling dan memandang sekejap ke
belakang, kemudian katanya: "Sekarang orang she Ang itu belum
datang, Tan Tiang hoa juga
belum datang, lebih baik kita percepat gerakan tubuh kita setibanya di
depan kedua batang pohon kui tersebut dan menyelinap ke belakang
pohon, hal itu pasti akan memancing mereka untuk makin dekat."
"Kemudian kau dari timur aku dari barat, kita bersama sama
menghadang jalan mundurnya secara tiba-tiba, sedikit berbicara banyak
bekerja, jangan bunuh orang tapi kita ringkus mereka secepatnya
dengan mempergunakan suatu ilmu khusus, bagaimana menurut
pendapatmu?"
Sun Tiong-lo segera manggut-manggut. "Baik, kita lakukan begitu saja !"
sahutnya.
-ooo0dw0ooo- Nona Kim yang dibuat terpesona karena mendengar
penuturan
dari Sun Tiong-lo itu, mendadak menyela: "Kau tak usah menceritakan
lagi kisah pertarunngan dalam Cu
liu-wan tersebut."
"Ooooh, mengapa ?" tanyanya ingin tahu. "Tentunya kalian berhasil
menangkan pertarungan itu bukan ?"
ucap nona Kim dingin. "Darimana nona bisa tahu kalau kemenangan
berada dipihak
kami bukan mereka ?" "Kalau tidak, mana mungkin kau bisa sampai di
Bukit Pemakan
Manusia ini ?" katanya. Sun Tiong-lo segera tersenyum, "Ooooh,
rupanya begitu !"
katanya. "Pada dasarnya memang begitu !" sambung nona Kim cepat
dengan suara dingin. Dan setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia
bertanya lagi. "Apakah keinginanmu berhasil tercapai ?" "Keinginan ?
Keinginan apa yang nona maksudkan...." Sun Tionglo
tidak memahami apa yang dimaksudkan nona Kim itu. "Menyingkap
kain kerudung si pangcu tersebut ?" kata nona Kim
lagi. Sun Tionglo segera mengangguk. "Yaa, aku berhasil memenuhi
keinginanku itu !" jawabnya
kemudian. Bergerak juga hati nona Kim setelah mendengar perkataan
itu,
cepat ia tanyanya. "Apakah dia adalah Yan Tan hong ?" Sun Tiong-lo
menarik napas panjang-panjang, kemudian
mengangguk. "Betul memang dia !" Nona Kim segera mengerling
sekejap ke arahnya sambil
menyambung.
"Tidak bisa disangkal lagi, kau pasti telah membunuhnya." "Tidak,
aku tak dapat membunuhnya?" tukas Sun Tiong lo sambil
mengelengkan kepalanya. Tampaknya jawaban ini sama sekali diluar
dugaan nona Kim. "Mengapa demikian?" "Dia adalah ibu kandung Bauji
toako, dan lagi diapun..." "Yaa, betul! kau tak boleh membunuhnya,
tapi kaupun tak boleh
berpeluk tangan?" "Tapi akhirnya dia berhasil melarikan diri" bisik Sun
Tiong lo
dengan kepala tertunduk. Nona Kim menjerit kaget, serunya tertahan.
"Haah, mengapa bisa begitu?" Sun Tiong lo segera tertawa getir
"Waktu itu pengalamanku masih cetek, jalan darahnya saja yang
kutotok, siapa tahu ia telah berhasil melatih ilmu Hwee khi sin kang-
(ilmu sakti hawa membalik), rupanya jalan darah yang tertotok berhasil
diterjang bebas sebelum melarikan diri!"
Mendengar hal itu. Nona Kim segera merasakan hatinya bergetar keras,
rupanya lagi tanpa sadar:
"Bagaimana dengan Tan Tiang hoa serta Ang Beng liang ?" "Aku telah
memunahkan kepandaian silat mereka dan
melepaskannya pergi...!" "Tidak kau tanyakan latar belakang sehingga
terjadinya ikatan
dendam tersebut?" tanya si nona berkerut kening. "Sudah, namun tak
banyak yang ia ketahui" "Sekalipun hanya setitik terang yang berhasil
ditemukan, pelanpelan
toh bisa diselidiki sampai tuntas..."
"Sekarang tak usah diselidiki lagi" tukas Sun Tiong lo, "aku sudah tahu
dengan jelas kisah terjadinya perselisihan hingga mengakibatkan
terikatnya dendam kesumat itu"
"Oooh, lantas karena apa?" -ooo0dw0ooo- Karena mabuk oleh arak
sehingga ayahku melakukan sesuatu
perbuatan salah yang tidak disadari oleh dia sendiri !" "Oooh,
maksudmu terhadap Yan Tan-hong?" "Benar !" Kemudian setelah
berhenti sejenak, katanya lebih lanjut dengan
wajah serius: "Cuma itu menurut anggapanku dimasa lalu, sedang
kini..." "Kini berbeda?" sela sinona. "Yaa, kini berbeda" Sun Tiong lo
mengangguk dengan wajah
keren dan serius, "sekarang aku baru tahu kalau apa yang kubayangkan
dahulu sesungguhnya keliru, ayahku bukan mati dibunuh Ji-nio, bahkan
Ji-nio dan ibunya jauh hari sebelumnya telah tewas lebih dulu !"
Nona Kim berpikir, kemudian katanya: "Tampaknya kata-kata
tersebut pernah ku dengar dari kakakmu." "Ehmm, betul ! Dan
itupun sudah berhasil nona sadap pada
malam itu." Nona Kim segera mengerling sekejap kearahnya, kemudian
berkata lagi: "Tapi, apakah perkataan dari kakakmu itu dapat dipercaya
?"
"Tentu saja dapat dipercaya !"
Nona Kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali, "Seandainya
aku yang menghadapi kejadian seperti itu, aku tak akan percaya dengan
begitu saja akan perkataannya !"
”Dengan kedudukan nona sekarang, tidak seharusnya kau berkata
demikian !" tegur Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
Merah padam selembar wajah nona Kim karena jengah, buru- buru
serunya sambil cemberut.
"Aku toh berkata demi kebaikanmu ?" "Aku amat berterima kasih
kepadamu !" Melihat pembicaraan menjurus dalam suasana yang
serba kaku,
buru buru nona Kim mengalihkan pembicaraannya ke soal lain, tanyanya
kemudian:
"Mana kakakmu ?" "Sudah pergi !" Nona Kim menjadi terperanjat
setelah mendengar perkataan itu,
serunya dengan cepat. "Tengah hari besok baru merupakan saatnya
untuk melarikan
diri, mengapa dia . ." -ooo0dw0ooo-
Jilid 20
HAL itukan menurut peraturan kalian sedang kakakku tidak ada
keharusan untuk taat dengan peraturan kalian itu!"
"Tampaknya sifat berangasanmu pada malam ini cukup besar!" tegur
nona Kim nada marah.
Mendadak Sun Tiong lo tertawa, katanya: "Harap nona maklum,
sebab saat ini lagi membicarakan musibah
yang menimpa ayahku..."
Nona Kim segera tertawa kembali, selanya kemudian: "Sudahlah,
persoalan juga telah dibicarakan, kau tak usah
merasa kesal lagi . . ." "Apakah nona sudah tiada persoalan yang ingin
diketahui lagi?"
sela Sun Tiong lo selanjutnya. "Tidak ada, kau tak usah kuatir, aku
dapat memegang janji
dengan sebaik-baiknya!" Sun Tiong lo tertawa. "Padahal aku bukannya
kuatir nona akan menceritakan kisah ini
pada orang lain!" katanya. "Oooooh, sungguh ?" "Benar" Nona Kim
segera tertawa dingin, lalu sambil bangkit berdiri
katanya: "Ucapan ini kau ssndiri yang mengutarakan kalau sampai
terjadi
apa apa jangan kau salahkan aku lagi . . ." "Sampai sekarang, apakah
nona masih ada waktu untuk
mengurusi urusan orang lain ?" Terkesiap nona Kim setelah mendengar
perkataan itu, katanya: "Apa maksudmu mengucapkan kata kata
seperti itu?" "Nona tak mengerti?" Sun Tiong lo tertawa. "Tentu saja
aku tidak mengerti!" Kembali Sun Tiong lo tertawa,
katanya, "Kalau begitu aku perlu mengingatkan dirimu kemudian sambil
bangkit berdiri katanya.
"Aku harap nona jangan lupa dengan apa yang telah nona bicarakan
dengan Su nio dalam loteng Hian ki lo, tentu saja sebelum kentongan
pertama tadi, kaupun menyaksikan Su nio dan orang she Khong itu
melarikan diri tanpa mengejarnya...."
Nona Kim berdiri bodoh, sambil menatap wajah anak muda itu serunya
agak tergagap.
"Kau...kau... kau mengetahui semuanya.." "Bila tak ingin diketahui
orang lain, kecuali kalau diri sendiri tidak
berbuat" sela Sun Tiong Io. Nona Kim segera duduk kembali keatas
kursi, kali ini dia tidak
berbicara lagi. Pada saat itulah Sun Tiong lo berkata lagi: "Nona ada
satu hal
entah pantas tidak kalau kubicarakan dengan dirimu?" Nona Kini masih
saja menundukkan kepala nya rendah-rendah
tanpa menjawab. "Nona, harap kau suka menjawab pertanyaanku im?"
seru Sun
Tiong lo lagi sambil menatapnya tajam-tajam. Mendadak Nona Kim
mendongakkan kepalanya, sambil
memancarkan sinar mata setajam sembilu, dia berseru. "Jangan mimpi
bila kau sanggup menggertak aku !" "Sejak kecil keluargaku tertimpah
musibah hingga hidup
berkelana untuk membalas dendam, sebaliknya sejak kecil nona diculik
sampai tak kenal siapakah orang tua sendiri, kalau dibicarakan
sesungguhnya cukup mengenaskan, mengenaskan mengapa aku mesti
mengancam nona?"
"Kalau toh kau sudah mengetahui segala sesuatunya, maka akupun tak
akan mengelabuhi dirimu lagi" kata nona Kim dengan kening berkerut,
"berbicara terus terang, terhadap semua perkataan yang diucapkan
Su-nio itu, aku masih belum dapat mempercayainya dengan begitu saja"
Sun Tiong lo berkerut kening, lalu katanya:
"Mengapa begitu?" Noaa Kim gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Sulit untuk dikatakan alasannya, mungkin kejadian ini datangnya
terlalu tiba tiba!"
Sun Tiong lo segera berpikir sebentar, lalu ujarnya: "Nona, dapatkah
kau menjawab beberapa buah pertanyaanku?" "Boleh saja, asal
persoalan itu kuketahui..." "Pada setahun berselang, pernahkah
Su-nio meninggalkan bukit
ini?" tukas sang pemuda. Nona Kim segera menjawab: "Dia baru
setengah tahun tinggal dibukit ini!" Tergerak hati Sun Tiong lo setelah
mendengar perkataan itu,
tanyanya kemudian. "Dahulu dia tinggal di mana?" "Su nio sering
mengatakan perkampungan keluarga Mo begini
begitu, aku rasa..." Mendengar jawaban itu, hati Sun Tiong lo kembali
tergerak,
katanya cepat. "Apakah perkampungan keluarga Mo yang berada
dibawah kaki
bukit Wusan...?" Nona Kim berpikir sejenak, lalu mengangguk. Mungkin
saja benar, berapa kali dia pernah membicarakan
tentang pemandangan alam di bukit Wu-san denganku ! Tiba tiba Sun
Tiong-lo mendengus dingin, "Hmm, rupanya benarbenar
dia !" "Dia? Dia kenapa?" Nona Kim tertegun, "Masih ingatkah
kau,
sewaktu kakakku berjumpa denganku diloteng ini, dia pernah bilang
pada malam ayahku tertimpa musibah, di tengah jalan Yan sian po dan
putrinya telah berjumpa dengan manusia berbaju emas...."
"Ya, betuI, memang dia pernah bercerita demikian." sekali lagi Sun
Tiong lo mendengus dingin.
Ketika itu nona bersembunyi dibalik kegelapan dan bisa mendengar
semua cerita dengan jelas, bukankah kakakku pernah berkata bahwa
manusia kerudung berbaju emas itu telah mempersiapkan Yansian po
dan Yan Tan hong gadungan?"
"Waktu itu si anak Manusia berbaju emas itu telah menyebut Yan sian
po dan Yan Tan-hong gadungan sebagai Ji nio dan Su nio, padahal Ji
nio telah tewas ditangan Yan sian po asli, sebaliknya Su nio..."
Nona Kim segera memahami apa yang dimaksudkan segera tukasnya.
"Mungkin saja hal itu hanya merupakan suatu kebetulan saja!"
"Bukan, bukan suatu kebetulan" Sun Tiong lo menggeleng, "nona
siu adalah su-nio, dan dia pula si Yan Tan hong gadungan yang pernah
kubekuk, aku berani berkata sekarang kalau hal ini tak bakal salah lagi!"
"Bukti, mana buktinya?" "Nona, tentunya kau masih ingat bukan ada
orang telah
memasuki istana Pat tek sin kiong..." "Aku sudah tahu kalau orang itu
adalah kau!" tukas nona Kim. Sun Tiong lo manggut-manggut. "Benar,
orang itu adalah aku, cuma aku telah mempergunakan
sejenis obat untuk merubah bentuk wajahku saja, namun Su nio yang
ada perhatian ternyata dapat mengenaliku dalam sekilas pandangan
saja."
"ltulah sebabnya secara diam diam ia mencampuri arak dengan racun,
maksudnya hendak meracuni aku sampai mati, setelah usahanya gagal
dia baru sadar kalau akibatnya luar biasa, itulah sebabnya dia lantas
menghianati Khong It hong dengan membocorkan seluruh rahasianya..."
"Kalau toh kau sudah tahu bahwa dia adalah Yan Tan hong gadungan,
mengapa kau biarkan dia melarikan diri?" tukas si nona.
Sun Tiong lo segera menghela napas panjang, "Aaai, tadinya aku
hanya curiga, tapi sekarang aku baru
mendapatkan buktinya !" "Mengapa secara tiba tiba kau bisa
menemukan bukti?" Nona Kim
tidak habis mengerti. "Nona yang memberitahukan kepadaku!" "Aku?"
nona Kim tertegun, "kapankah kuberikan bukti tersebut
kepadamu? Dan apa buktinya?" Perkampungan keluarga Mo di bawah
kaki bukit Wu-san.. "Mengapa dengan perkampungan keluarga Mo?"
nona Kim masih
saja tidak habis mengerti. "Tempat itu merupakan tempat yang harus
kukunjungi." Nona Kim segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Setelah melarikan diri dari sini, aku rasa dia tak akan balik lagi
ke perkampungan keluarga Mo !" Sun Tiong lo segera mengerling
sekejap nona itu, kemudian
sambil merendahkan suaranya tiba tiba ia berkata. "Tentang asal usul
nona..." "Aku tetap menaruh curiga dan akan kuselidiki dengan
seksama
sebelum mengambil keputusan !" "Nona terus terang kukatakan
kepadamu, aku sudah mulai curiga
terhadap sancu!" kata pemuda itu dengan serius. Nona Kim tidak
berkata apa-apa, dia sedang berpikir keras. Suara pembicaraan Sun
Tiong lo semakin lirih, lanjutnya: "KaIau toh Su nio adalah selir
kesayangan Sancu, aku percaya,
Sancu pasti mengetahui tentang persoalan keluargaku, kan aku rasa
sudah sewajarnya bila kutuntut suatu keadilan darinya, oleh karena itu
kuputuskan..."
"Kuanjurkan kepadamu agar suka mempertimbangkan dulu persoalan ini
masak-masak sebelum melakukannya!" tiba-tiba nona Kim menukas.
"Jangan-jangan nona mempunyai pendapat lain?" "Sebelum aku
berhasil mengetahui dengan jelas asal usulku yang
sebenarnya, siapapun jangan harap bisa melakukan sesuatu tindakan
yang tidak menguntungkan Sancu!"
"Nona, apakah kau hendak memaksa aku," seru Sun Tiong lo dengan
kening berkerut, "Kau harus mempertimbangkan yang baik."
Diam-diam Sun Tiong lo termenung sambil berpikir keras, lalu dengan
serius katanya.
"Dalam hal ini maaf kalau aku tak dapat memenuhi harapanmu." "Tapi
kaupun tak dapat berbuat seenaknya !" "Aaah, omong kosong, masa
urusanku sendiri tak bisa
kuputuskan menurut kehendak hatiku sendiri..." Belum habis dia
berkata, mendadak Sun Tiong lo seperti
merasakan sesuatu, dengan cepat dia menghentikan perkataanku."
"Nona Kim tidak merasakan apa apa, ternyata dia ngerocos
terus: "Pokoknya aku bilang begitu tetap begitu, kalau tidak percaya
coba sajalah sendiri!" Baru saja dia selesai berkata, tahu-tahu Sancu
telah berdiri
didepan pintu. Karena peristiwa ini munculnya secara tiba-tiba, serentak
nona
Kim melompat bangun dengan wajah terkejut. Sambil tersenyum
terdengar Sancu bertanya: "Anak Kim, persoalan apakah yang membuat
kau ribut dengan
Sun kongcu...?"
Nona Kim tak dapat menjawab, dalam paniknya dia segera berkata terus
terang:
"Dia kenal dengan Su nio !" Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan
nona Kim segera merasa
amat menyesal, tapi nasi sudah menjadi bubur, kata yang sudah di
utarakan mustahil bisa ditarik kembali.
Ketika mendengar perkataan itu, Sancu nampak agak terkejut, dia
segera berpaling kearah, Sun Tiong lo sambil berseru:
"Ooh, benarkah kongcu kenal dengan selir ku itu ?" Ternyata dia
mengakui Su nio sebagai selir nya, entah apa tujuan
dibalik pengakuan itu? Tampaknya pada saat itu Sun Tiong lo sudah
mengambil
keputusan, tanpa bermaksud untuk merahasiakan lagi sahutnya sambil
tertawa:
"Betul, aku kenal dengan Su nio !" Sepasang alis mata Sancu
berkenyit, tapi sebentar kemudian
telah pulih kembali seperti sedia kala, pelan-pelan dia melangkah masuk
kedalam ruangan.
Dia duduk dihadapan Sun Tiong lo, lalu tanyanya lagi: "Di manakah
kongcu telah berkenalan dengan selirku itu? Lohu
siap mendengarkannya." Sun Tiong lo memandang sekejap kewajah
nona Kim, tampak
gadis itu sedang duduk disitu dengan wajah yang dengan wajah gugup
bercampur bimbang, untuk sesaat seperti tak tahu apa yang mesti
dilakukan.
Hal ini segera menggerakkan hatinya, ia lantas berpikir. "Kalau toh
aku sudah mengambil keputusan untuk menyelidiki
persoalan ini sampai jelas melalui mulut Sancu she Mo ini, mengapa tak
sekalian menyertakan soal nona ini sehingga masalahnya menjadi jelas
dan tuntas...?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas menjawab: "Aku sudah berapa kali
berjumpa dengan Su nio, cuma sayang
setiap kali dia muncul dengan mengenakan kain kerudung, cuma suatu
kali tanpa discngaja dia telah memperlihatkan wajah aslinya..."
"Oooh, sungguh aneh, masa ada kejadian seperti ini?" tukas Mo Sancu
sambil berseru tertahan.
Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Tidak, sedikitpun tidak aneh,
karena peristiwa ini ada sebab
sebabnya..." "Oya? Tolong kau jelaskan?" "Pada setahun lebih
berselang ini, dia telah membawa Tan Tiang
hoa dan Ang Beng liang mendatangi Kebun sayur keluarga Lau diutara
ibu kota untuk membekuk aku."
"Kemudian pada setengah tahun berselang, diapun membawa anak
buahnya lagi untuk mengejar dan berusaha menangkap aku di kota
Tong ciu, tetapi kemudian kain kerudungnya kena dicopot orang ketika
berada dikebun Cui Iiu wan di kota Yang liu cu.."
Ketika berbicara sampai disitu, Sun Tiong lo sengaja menghentikan kata
katanya sambil menantikan reaksi dari Mo San cu.
Siapa tahu Mo Sancu cukup tenang, dan lagi perubahan perasaan
senang, marah, kaget atau takutnya sukar dijumpai diatas wajahnya.
Diam-diam Sun Tiong mendengus dingin, kembali katanya lebih lanjut:
"Cuma selir kesayangan dari Sancu itu bukan muncul dengan wajah
serta nama aslinya, melainkan menyamar sebagai Yan Tan hong, Yan
lihiap yang telah mati banyak tahun."
"Kongcu kenal dengan Yan lihiap ?" sela Mo Sancu.
"Yan lihiap adalah ibu kandung kakakku, Ji-nio ku !" jawab Sun Tiong lo
dingin.
"Oooh, lantas siapakah kakakmu itu ?" "Dia adalah orang yang telah
menyerbu masuk keatas Bukit
Pemakan manusia itu !" Oooh, lantas siapakah ayahmu ?" Sun Tiong lo
mendengus dingin, ketika dia menyebutkan nama
Sun Pak gi, belum habis ucapan tersebut diutarakan, Mo Sancu telah
melompat bangun dengan wajah kaget bercampur tercengang.
Sewaktu melompat bangun, wajah Mo sancu segera menampilkan
perasaan kaget, tercengang terkesiap dan sedih.
Sambil menuding kearah Sun Tiong Io, sampai lama kemudian dia baru
berseru:
"Apa hubunganmu dengan Sun Pak gi ?" "Dia adalah mendiang
ayahku !" Mo sancu segera membelalakan matanya lebar-lebar.
"Apakah
ibumu bernama Wan Pek In ?" serunya. Mendengar nama ibunya
disinggung kembali, Sun Tiong lo
merasa amat sedih. "Benar !" jawabnya. Mo sancu segera maju
kedepan, lalu dengan emosi menjulurkan
tangannya untuk memegang sepasang lengan Sun Tiong lo
kencang-kencang.
Sun Tiong lo sama sekali tidak berkelit tapi secara diam diam hawa
murninya telah dihimpun untuk melindungi badan, dia telah bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan bilamana Mo Sancu sampai
melakukan tindak yang tak senonoh maka...
Ternyata Mo sancu tidak berniat untuk mencelakai Sun Tionglo,
malahan dengan sepasang mata memerah dia mengguncangguncangkan
sepasang lengan Sun Tiong-lo dengan emosi, tanyanya
dengan gelisah.
"Katakan, cepat katakan, bagaimana jalannya peristiwa sehingga adik
Pak-gi suami-isteri menemui ajalnya ?!"
Dan sun Tiong-lo berkerut kening, diliriknya sekejap sepasang tangan
Mo sancu, lalu katanya.
"Sancu, dapatkah kau kendorkan dahulu sepasang tanganmu sebelum
melanjutkan perbincangan ini !" katanya.
Merah padam selembar wajah Mo sancu setelah mendengar teguran itu,
cepat-cepat dia mengendorkan sepasang tangannya.
"Aaaah, maaf, maaf hiantit, aku sungguh kelewat emosi...." Sikap
Sun Tiong lo sangat mantap, tukasnya. "Harap Sancu suka menarik
kembali luapan emosimu itu dan aku
minta untuk sementara waktu Mo sancu tak usah merubah sebutan
maupun hubungan, terhadap segala sesuatu peristiwa yang berkembang
secara mendadak, aku tak akan pernah mempercayainya dengan begitu
saja !"
Mo sancu menjadi tertegun, lewat berapa saat kemudian ia baru
berkata.
"Apakah Hiantit masih tidak percaya dengan kedudukan pamanmu ini . .
?"
Sun Tiong-lo sendiri sebetulnya diliputi pula oleh kobaran emosi, akan
tetapi dia masih berusaha keras untuk mengendalikannya.
"Sancu, terus terang saja kukatakan, aku teIah menganggap nona Siu
itu sebagai sunio, dialah orang yang telah menyaru sebagai Yan lihiap di
masa lalu, dialah manusia laknat yang menjadi utusan lencana Lok hun
pay !"
"Tapi kini sancu mengakui dia sebagai selir kesayanganmu oleh
karenanya aku merasa amat curiga sekali terhadap diri Sancu, maka
terhadap semua perkataan yang sancu ucapkan aku tak akan
mempercayai dengan begitu saja."
Mo sancu segera berkerut kening, lalu manggut-manggut. "Yaa benar,
hal ini memang tak bisa salahkan bila Hiantit menaruh curiga kepadaku,
seperti juga persekongkolan antara Khong It hong dan perempuan
laknat yang berlangsung secara tiba-tiba, membuat empekpun menjadi
gugup dan tak habis mengerti."
Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Mo sancu!" katanya, "kau tak
perlu memberi penjelasan
kepadaku tentang persekongkolan antara Khong It hong dengan Su- nio
yang telah menghianati dirimu, akupun tidak mempunyai kepentingan
untuk mengetahui sebab musababnya."
Tapi terhadap tingkah laku selir Sancu telah memimpin begitu banyak
jago untuk mengejar-ngejar aku dalam dunia persilatan, seakan-akan
belum merasa puas bila aku tidak disingkirkan dari muka bumi ini, mau
tak mau Sancu harus memberi suatu penjelasan yang memuaskan
hatiku!."
Pelan-pelan Mo Sancu memejamkan matanya rapat-rapat, kemudian
duduk kembali.
Beberapa saat kemudian, dengan suara yang lembut dan halus Mo
Sancu berkata:
"Empek tidak salahkan jika Hiantit (keponakan) mempunyai jalan pikiran
begitu, suatu peristiwa yang terjadinya secara mendadak, kadangkala
membuat orang merasa curiga."
Setelah berhenti sebentar dan termenung, dia menyambung kembali
kata katanya lebih jauh:
"Begitu saja, entah bagaimanapun curiganya hiantit kepada empek,
empek akan berusaha keras untuk membersihkan diri dari sega ia
kecurigaanmu itu, suatu ketika duduknya persoalan pasti akan menjadi
jelas dengan sendiri nya."
"Sekarang, yang pertama-tama empek kabulkan permintaan hiantit
adalah secepatnya menangkap kembali perempuan rendah itu, bila ia
sudah berhasil dibekuk, maka segala sesuatunya akan menjadi jelas
dengan sendirinya, tapi kini ada beberapa hal penting harus diselesaikan
dulu."
-ooo0dw0ooo-
BAB KEDUA PULUH LIMA
"OOOH, APAKAH MASIH ada persoalan yang jauh lebih penting dari
pada membekuk kembali su-nio ?" sela sun Tiong-lo.
Mo sancu segera manggut-manggut. "Yaa, ada. Apakah Hiantit
bersedia untuk mendengarkan ?" Sun Tiong-lo segera mendengus
dingin. "Hmmm, sudah banyak tahun aku selalu menanti, mengapa
tak
bisa menunggu berapa saat lagi ?" Mo sancu melirik sekejap kearah Sun
Tiong lo, lalu sambil
menghela napas dia menggelengkan kepalanya berulang kali. Menyusul
kemudian, katanya kepada Nona Kim: "Anak Kim,
pergilah sebentar keloteng Hian ki lo, dalam gudang harta terdapat
sebuah kotak kemala, ambillah benda itu kemari dan sekalian suruh
orang menyiapkan air teh dan hidangan kecil."
Nona Kim memandang sekejap kearah Sun-Tiong lo, lalu memandang
sekejap pula kearah Mo Sancu, kemudian dia baru mengiakan dan
berlalu dari situ.
Sepeninggalan nona Kim, Mo Sancu baru bertanya lagi kepada Sun
Tiong lo:
"Mana Bau ji?" Waktu itu Sun Tiong lo sudah mengambil suatu
keputusan maka
sahutnya berterus terang
"Kakakku masih berada dibukit ini, bilamana perlu dia akan munculkan
diri untuk bertemu Sancu!"
Mo Sancu segera menghela napas panjang. "Aaai, tampaknya hiantit
telah menganggap empek sebagai
pemilik lencana Lok hun pay?" "Sancu memang cerdas, aku memang
mempunyai pandangan
demikian." Mendadak Mo Sancu mendongakkan kepala nya lalu
menghela
napas panjang, katanya: "Sekarang, apapun yang di katakan hiantit,
empek benar-benar
tak dapat menjelaskan, aku pun tak bisa membantah apa-apa."
"Terserah apapun yang di ucapkan Sancu, yang pasti aku tak
akan merubah jalan permikiranku!" Mendengar perkataan itu, Mo Sancu
segera tertawa. "Betul-betul keras kepala" serunya, "tidak malu menjadi
putra
kesayangan dari adik Pak gi." setelah berhenti sejenak, sorot matanya
di alihkan ke wajah Sun
Tiong lo dan mengamati nya beberapa saat, kemudian tanyanya lebih
jauh:
"Kalau begitu perkataan hiantit yang mengatakan tidak mengeiti ilmu
silat merupakan suatu tipuan belaka ?"
"Untuk menyelidiki jejak musuh, aku harus menggunakan otak untuk
menghadapinya, hal mana bukan terhitung suatu tipuan !"
"Oooh, sekarang hiantit berani bertanya langsung tentang peristiwa
lama dengan empek, tentunya kau sudah merasa memiliki suatu
kemampuan yang tak perlu takut kepada orang lain bukan ?"
"Demi menemukan jejak musuh, aku mesti memasuki sarang harimau,
mengapa aku mesti memikirkan lagi soal takut ?" jawab Sun Tiong lo
dengan wajah serius.
"Bagus, bagus sekali ! Betul-betul suatu ucapan yang tepat sekali . . . "
kata Mo sancu sambil bertepuk tangan.
Kemudian setelah berhenti sebentar, tanyanya lagi: "Kalau memang
begitu, mengapa kau tidak undang Bau-ji agar kita berbincang-bincang
bersama ?"
"Aku rasa pada saat ini masih belum perlu." sahut Sun Tiong-Io sambil
tertawa dingin.
"Sebentar, bila budak Kim telah datang dengan membawa kotak kumala
itu, hiantit akan memahami asal usul empekmu yang sebenarnya serta
bagaimanakah hubunganku dengan ayah dan ibumu, tentu saja pada
waktu itu kau tak akan mencurigai empek lagi !"
"Oleh karena itu empek usulkan lebih baik undang serta Bau-ji agar kita
bisa berbincang bersama sama, apa lagi kalau toh hiantit tidak ada
yang ditakuti, apa pulu yang mesti kau takutkan sakarang ?"
Sun Tiong lo berkerut kening, dia termenung belaka tanpa menjawab.
Mo sancu segera bertanya lagi: "Ketika ayah dan ibumu menemui
musibah waktu itu hiantit
berusia berapa tahun ?" "Lima tahun !" jawabnya. "Bagaimana caramu
sehingga bisa lolos dari kejaran para
penjahat itu?" "Lu Cu peng yang menyelamatkan jiwaku!" Paras muka
Mo Sancu segera berseri setelah mendengar
perkataan itu, ujarnya kemudian: "Aaah, benar, hampir saja empek
melupakan hal itu, sekarang Lu
Cu peng berada dimana? Dulu, sewaktu empek dan ayahmu masih
sering berkelana didalam dunia persilatan suatu kami berhasil
menolong Cupeng sehingga kami bertiga mengikat diri sebagai
saudara..."
Sun Tiong lo segera teringat akan sesuatu, tanpa terasa serunya
dengan cepat.
"Apakah Sancu adalah Ang liu cengcu yang angkat nama bersama
ayahku dimasa lalu dan disebut orang persilatan Hui thian sin hong, Sin
si poan (Naga sakti terbang diangkasa, pena penentu mati hidup) Mo
Tin hong, empek Mo?"
"Aaah, akhirnya hiantit teringat juga dengan diri empekmu !" sorak Mo
sancu sambil bangkit berdiri.
Kali ini giliran Sun Tiong lo yang menjadi tertegun, sampai setengah
harian lamanya dia masih tak sanggup mengucapkan perkataan apa
pun.
Walaupun ketika ayah ibunya mati dibunuh dia baru berusia lima tahun,
bukan berarti pada waktu itu dia tidak tahu apa-apa.
Sejak kecil dia sudah sering mendengar ayah, ibu serta pamannya Lu Cu
peng kalau nyatanya masih mempunyai seorang kakak angkat yang
bernama Mo Tin hong.
Kemudian, entah apa sebabnya, ayahnya dengan Mo Tin hong telah
putus hubungan.
Dia masih ingat dengnn jelas sekali, ayahnya pernah bilang dua tahun
sebelum dia dilahirkan, untuk terakhir kalinya ayahnya masih berjumpa
dengan Mo Tin hong sewaktu dalam perkampungan Ang liu ceng
diselenggarakan suatu perjamuan.
Tapi sejak itu, konon tak lama kemudian datang kabar yang mengatakan
kalau perkampungan Angliuceng secara tiba-tiba berubah menjadi
sebuah perkampungan kosong, waktu itu ayah, ibu dan Lu Cu peng telah
berkunjung sendiri kesana untuk membuktikan kebenaran berita itu.
Kemudian kenyataan membuktikan walau apa yang tersiar dalam dunia
persilatan memang benar, dalam perkampungan itu tidak dijumpai
seorang manusia pun.
Sejak detik itulah, didalam dunia persilatan tak pernah terdengar kabar
berita tentang Mo Tin-hong lagi.
Siapa tahu hari ini, setelah dia menjadi dewasa, tanpa disangka telah
berjumpa dengan Mo Tin hong diatas Bukit Pemakan Manusia, yang
lebih istimewa lagi, hampir saja mereka telah berubah menjadi musuh
buyutan.
Berpikir sampai disisu, tanpa terasa lagi Sun Tiong lo segera bergumam:
"Tidak mungkin, hal ini tidak mungkin ter jadi, hal ini tak mungkin bisa
terjadi !"
Agaknya Mo Tin hong dapat memahami apa yang dimaksudkan Sun
Tiong lo dengan perkataan itu, dia segera menghela napas panjang.
"Apakah Hiantit masih juga tak mempercayai asal usul dari empekmu ini
?"
Pelan-pelan Sun Tiong lo berhasil juga mengendalikan gejolak perasaan
hatinya, dan lambat laun diapun menjadi tenang kembali, ujarnya
kemudian:
"Aku dilahirkan agak lambat sehingga tak sempat berkenalan dengan
empek Mo, tapi setiap kali kudengar ayah ibuku membicarakan tentang
empek Mo, mereka selalu memuji setinggi langit, sedang Sancu ?"
Mo Tin hong tertawa getir, tukasnya dengan cepat: "Apakah
dikarenakan sebutan dari Bukit Pemakan Manusia ini, maka Hiantit
mempunyai sudut pandangan yang berbeda tentang empekmu ?"
"Apakah hal ini tidak benar ?" katanya. "Apakah hiantit tahu duduk
persoalan yang sebenarnya?" tanya
Mo Tin hong.
Kembali Sun Tiong-lo tertawa dingin. "Bagaimana pandangan umat
persilatan terhadap Bukit Pemakan
Manusia, aku rasa Sancu pasti pernah mendengarnya apalagi terhadap
watak dari Sancunya sendiri, tak usah ditanya kan pun hal ini sudah
jelas sekali !"
Untuk kesekian kalinya Mo Tin hong tertawa getir, "Apakah hiantit
pernah mendengar dari ayahmu tentang perkampungan Ang liu ceng
milik empek ?"
"Pernah sih pernah cuma tak begitu jelas.." Setelah berhenti sejenak,
tiba-tiba katanya lagi, "Tunggu
sebentar sancu terhadap keaslian Sancu sebagai empek Mo atau bukan,
hingga kini ini beIum bisa dipastikannya, oleh karena itu dalam sebutan,
aku harap Sancu tetap menuruti peraturan yang berlaku..."
Sementara itu nona Kim telah muncul kembali sambil membawa kotak
kemala.
Mo Tin hong segera berkata cepat: "Beberapa macam benda yang
tersimpan di dalam kotak kemala
itu cukup untuk membuktikan kedudukan dari empek yang sebenarnya."
Sambil menerima kotak kemala itu penutupnya segera dibuka, Didalam
kotak kumala itu, kecuali sebilah pedang kecil sepanjang tiga inci,
terdapat pula beberapa lembar dokumen.
Mo Tin-hong segera mengambil keluar pedang kecil sepanjang tiga cun,
yang bercahaya tajam itu, kemudian bersama sepucuk surat diserahkan
kepada Sun Tiong lo dan katanya.
"Ayahmu disebut orang Giok bin sian kiam ci liong jiu (Dewa pedang
berwajah kemala tangan sakti penangkap naga), pedang kecil itu tanda
kepercayaannya, sedang surat itu ditulis sendiri olehnya, silahkan hintit
ambil dan memeriksanya sendiri."
Sun Tiong lo melirik sekejap kearah Mo Tin hong, kemudian diterimanya
surat serta pedang pendek itu.
Pedang pendek itu tanpa sarung, ketajamannya dapat terlihat dari
kilatan cahaya yang memantul tertimpa Iampu.
Andaikata Mo Tin hong berniat jahat, dalam jarak sejauh satu langkah
yang begitu pendek, bila pedang pendek itu secara tiba-tiba
disambitkan ke depan, percaya Sun Tiong lo pasti akan menjumpai
kesulitan untuk menghindarkan diri.
Tentu saja, Sun Tiong lo pun sudah melakukan persiapan yang cukup
sebelum menjulurkan tangannya untuk menyambut pedang pendek
serta surat tersebut, kendatipun demikian, andai kata menerima
sergapan secara tiba-tiba, toh tak urung dia akan terluka juga.
Untuk menghindari segala kecurigaan orang, ternyata Mo Tin- hong
meletakkan surat dan pedang pendek itu keatas meja.
Diam-diam Sun-tiong-lo tertawa geli, diambilnya kedua benda itu dan
diperiksa dengan teliti.
Mula-mula dia memeriksa dulu pedang pendek tersebut, pada badan
pedang terukir empat buah huruf yang berbunyi:
"GIOK-BIN-SIAN-KIAM" Dibawah keempat huruf itu terukir sebuah
tangan, Sun-tiong-lo
mengerti tangan itu melambangkan julukan ayahnya sebagai Ka- liong
jiu (tangan sakti penangkap naga).
Ketika surat itu dilihat, terlihatlah tulisan ayahnya yang tertuju untuk Mo
Tin-hong, dalam surat mana tercermin jelas hubungan persaudaraan
yang sangat akrab diantara mereka berdua, bahkan dapat dirasakan
kalau hubungan persaudaraan itu melebihi saudara kandung sendiri.
Sekarang Sun tiong-lo sudah percaya, dia percaya kalau orang yang
berada dihadapannya sekarang adalah kakak angkat ayahnya
yang disebut orang sebagai Hui thian-sin-liong (naga sakti terbang
diangkasa) Mo Tin-hong.
Dalam pada itu, Mo Tin hong telah berkata lagi dengan suara rendah
dan berat:
"Walaupun waktu berjalan amat cepat, namun persahabatan yang sejati
diantara kami tetap kekal dan abadi."
Berbicara sampai disitu, sepasang mata Mo Tin hong berkaca- kaca,
lanjutnya kembali dengan suara gagah.
"Aku telah bersumpah, aku akan berusaha keras untuk membalaskan
dendam bagi kematian adik Pak-gi suami isteri !"
Diam-diam Sun Tiong lo memperhatikan terus semua gerak gerik dari
Mo Tin hong, ketika dianggapnya kesediaan Mo Tin hong bersungguh
hati dan bukan pura-pura, tanpa terasa rasa curiganya berkurang
beberapa bagian, tapi rasa keheranannya semakin bertambah.
Mendadak Sun Tiong lo teringat akan satu persoalan segera tanyanya
kepada Mo Tin hong.
"Mo tayhiap, mengapa kau bisa menjadi penguasa dari Bukit pemakan
manusia ini?"
Mo Tin hong segera menghela napas panjang serunya. "Aaai, ceritanya
panjang sekali."
Setelah berhenti sebentar, kembali ujarnya. "Sekarang tolong hiantit
menjawab sebuah pertanyaan empek,
apakah kau masih menaruh curiga pada diri empek?" Sun Tiong lo
menggelengkan kepalanya. "Sekarang aku sudah percaya kalau sancu
adalah Mo tayhiap!"
sahutnya cepat. Mo Tin hong segera mengerling sekejap ke arah Sun
Tiong lo,
kemudian katanya lagi:
"Tapi kau masih merasa curiga terhadap segala yang lain dari
empekmu?"
Dengan berterus terang Sun Tion lo mengangguk. "Benar, untuk ini
aku harap Mo tayhiap suka memaafkan."
katanya. Mo Tin hong segera tertawa getir. "Aaah, tidak apa-apa, aku
bisa memberi penjelasan yang sejelasjelasnya
kepadamu." Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan. "Ada
sepatah kata, empek mesti menanyakan kepadamu sampai
jelas, kemarin ada manusia berbaju kuning berseliweran diatas bukit
ini, apakah hal itu merupakan hasil karya hiantit?"
"Yaa, betul, ituiah aku dan kakakku" Sun Tiong to mengakui sambil
mengangguk.
Mo Tin hong lantas manggut-manggut, dia segera berpaling keluar
loteng sambil berseru.
"Pengawal!" Segera terdengar seseorang mengiakan dengan hormat
dan
muncul didepan pintu. Kepada orang itu, Mo Tin horig lantas ber kata
dengan suara
dalam. "Turunkan perintah uniuk menarik kembali seluruh jago yang
berjaga dipos mereka !" "Apakah Sancu masih ada pesan lain ?" tanya
orang itu agak
tertegun setelah mendengar perintah tersebut. "Suruh mereka kembali
ke tempatnya masing masing !" Orang itu mengiakan dan buru buru
mengun durkan diri, Menanti orang itu sudah pergi, Mo Tin hong baru
berkata kepada
Sun Tiong lo :
"Bau ji berada dimana ? Undang saja dia kemari, empek hendak
mengajak kalian berdua untuk membicarakan lagi persoalan lama."
Sun Tiong lo segera tertawa terbahak bahak "Tiada keperluan untuk
berbuat demikian, akupun dapat mewakili
kakakku!" Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Mo Tin hong
manggut-manggut, ujarnya kemudian. "Baiklah, empek akan
mengisahkan kembali kejadian yang
memedihkan hatiku dimasa lampau, mau percaya atau tidak terserah
pada keputusan hiantit sendiri."
Kembali Sun Tiong lo tertawa. "Mana yang bisa dipercaya tentu saja
akan kupercayai!" Sebelum berbicara, Mo Tin hong menghela napas
panjang lebih
dulu, kemudian katanya: "Sewaktu empek merayakan hari ulang tahun
ku yang keempat
puIuh, ayahmu telah berkunjung pula ke perkampungan Ang liu ceng!"
"Tentang peristiwa itu akupun tahu, persoalan antara ayahku dengan
Yan lihiap pun terjadi pada waktu itu...."
"Betul" Mo Tin-hong manggut-manggut, "empek sama sekali tidak
menyangka kalau peristiwa itu bisa diakhiri secara begini tragis... aaaai!"
"Sancu, lebih baik kau membicarakan tentang persoalanmu sendiri saja."
"Begitupun boleh juga, persoalan apakah yang ingin kau ketahui ?
tanyakan saja."
"Baik, pertama tama aku ingin bertanya lebih dulu, mengapa Sancu
meninggalkan perkampungan Ang lui ceng ?"
Hawa amarah serta rasa benci segera terhias diatas wajah Mo Thin
hong, katanya:
"Kalau dibicarakan kembali, sungguh menggemaskan, empek dipaksa
orang untuk meninggalkan rumah !"
"Ooooh dipaksa siapa ?" Dari dalam sakunya Mo Tin hong
mengambil sesuatu benda dan
dilemparkan keatas meja, katanya. "Silahkan hiantit untuk memeriksa
sendiri!" Ketika sorot mata Sun
Tiong lo dialihkan ke atas meja, dengan cepat ia menjerit kaget:
"Haaah, lencana Lok-hun pay ?"
"Betul, lencana Lok hun pay !" "Bagaimana jalan ceritanya ?" tanya
Sun Ti ong lo kemudian
dengan kening berkerut. Mo Tin hong tertawa getir. "Setelah
kuceritakan nanti, harap hiantit jangan banyak menaruh
curiga, setelah empek mengadakan perkawinan sehingga timbul
peristiwa antara ayahmu dengan Yan lihap dari bukit Han san, demi
persoalan ini empek segera berangkat menuju ke Han san."
"Oleh karena kurasakan hal ini penting, lagipula untuk meredakan
perselisihan yang mungkin terjadi, tanpa memberitahukan kepada
siapapun empek berangkat seorang diri menuju ke bukit Han san.
"Siapa tahu waktu itu Yan sian po sedang menutup diri melakukan
samadhi, sedang Yan lihiap belum kembali, hingga kedatangan empek
ke sana pun gagal total.
Sekembalinya dari bukit Han san dan kembali ke perkampungan
Ang-liu-ceng, aaai, keponakanku..."
Berbicara sampai disini, air mata Mo Tin hong segera jatuh bercucuran
dengan derasnya, ia nampak merasa amat sedih.
Sun Tiong lo tidak bersuara, nona Kim juga tidak bermaksud untuk
menghibur.
Sesaat kemudian, Mo Tin hong baru menghentikan isak tangisnya dan
bercerita lebih lanjut:
"Rupanya sewaktu empek berangkat ke bukit Han san ituIah, dalam
perkampungan Ang liu ceng telah terjadi peristiwa, lelaki perem puan
seluruh isi kampung yang terdiri dari seratus tiga puluh lima orang telah
ditemukan dalam keadaan tewas!"
Sun Tiong lo menjerit kaget. "Aaah, jadi sudah berlangsung peristiwa
seperti itu?" serunya. Tapi setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi:
"Mengapa kejadian ini tak sampai tersiar didalam dunia
persilatan?" Kembali Mo Tin hong tertawa getir. "Dengarkanlah kisahku
selanjutnya hiantit akan menjadi mengerti
dengan sendirinya." Dalam pada itu seorang pelayan datang
menghidangkan air teh
dan makanan kecil, ini membuat Mo Tin hong harus berhenti sebentar.
Menanti pelayannya sudah pergi dan Mo Tin hong sudah meneguk
setegukan air teh, ia baru bercerita lebih jauh.
"Diruang tengah ku jumpai lencana Lok hun pay ini tertancap diatas
dinding, dengan cepat empek sadar kalau keselamatan jiwaku
terancam, dengan cepat akupun mengambil keputusan.
"Mula-mula kukuburkan dulu semua mayat ke dalam ruangan bawah
tanah, kemudian ku-bersihkan seluruh perkampungan hingga tidak
meninggalkan kesan bahwa dalam perkampungan ini sudah tertimpa
suatu musibah yang mengerikan.
Kemudian empek pun membawa semua benda yang penting dan
diam-diam meninggalkan rumah, akhirnya sampailah empek diatas
bukit gerbang diantara sepuluh laksa bukit tinggi yang ada dijagad ini
dan menyembunyikan diri."
Tiba-tiba Sun Tiong lo tertawa dingin. "Bukit "pemakan manusia" ini
sudah berdiri sejak puluhan tahun
berselang, perkataan Sancu itu..." "Yaa, kedengarannya memang seperti
saling bertentangan."
tukas Mo Tin hong, "padahal kalau sudah tahu duduknya persoalan, hal
itu hanya sepele, ketika aku datang kemari, diatas bukit sudah bercokol
beberapa orang penyamun yang ganas, mereka selalu membunuhi
setiap orang yang memasuki bukit ini.
"Suatu ketika empek secara tak disengaja tersesat diatas bukit itu dan
hampir saja terkena jebakan mereka, tapi akhirnya mereka berhasil ku
taklukkan, karena aku memang tak punya rumah lagi, maka
kumanfaatkan bukit ini sebagai tempat tinggalku."
"Semenjak empek menjadi Sancu, terhadap setiap umat persilatan yang
kebetulan tersesat disini belum pernah kulakukan pembunuhan, tapi
akupun tidak membiarkan mereka turun dari bukit ini lagi, kuatir jika
mereka sampai membocorkan rahasiaku!"
Mendengar sampai disitu, Sun Tiong lo ter-menung dan berpikir
sebentar, kemudian tanya nya lagi:
"Kemana perginya sahabat-sahabat persilatan yang masih hidup itu...
?"
"Kini mereka sudah menjadi anak buah empek yang setia !" "Oooh...
lantas apa sebabnya Sancu menentukan peraturan
peraturan yang luar biasa?" "Tentu saja untuk berjaga-jaga terhadap
lencana Lok hun-pay
itu, Hiantit, kau adalah seorang yang pintar, tentunya kau juga dapat
berpikir sendiri, andaikata empek benar-benar seorang manusia buas
yang berhati keji, tak nanti akan kudirikan batu peringatan didepan
mulut bukit untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang
memasuki bukit ini tanpa sengaja !"
Perkataan ini memang sangat masuk diakal, kontan saja membuat Sun
Tiong lo untuk sesaat tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Tapi dalam waktu singkat itulah Sun Tiong lo telah menemukan kembali
persoalan yang lain:
"Tapi sancu kan seringkali turun gunung?" "Betul, empek tak pernah
melupakan rasa dendamku, terutama
sekali bagi kematian anak buahku yang tak berdosa !" "Oooh, apakah
selama banyak tahun ini Sancu berhasil
menemukan sesuatu?" Mo Tin-hong segera menghela napas panjang.
"Aaaai tidak, ternyata lencana Lok hun pay itu seperti tiada kabar
beritanya lagi!" "Dengan kekuatan serta kemampuan yang Sancu miliki
sekarang,
rasanya kau sudah tak usah takut terhadap lencana Lok hun pay lagi
bukan..?" tanya Sun Tiong lo dengan membawa maksud Iain.
Mo Tin hong segera tertawa. "Aku sengaja mengatur segala macam
jebakan dan perangkap
diatas bukit ini, tujuannya memang untuk menghadapi dia" Tiba-tiba
Sun Tiong lo mengalihkan pembicaraan itu ke soal lain,
katanya. "Sancu, tahukah kau yang menjelang kematian yang menimpa
ayah ibuku, merekapun pernah menerima lencana Lok hun pay?" Mo Tin
hong menggelengkan kepalanya. "Empek hanya tahu kalau adik Pak gi
sekeluarga tertimpah
musibah" katanya, "meskipun aku telah mengunjungi banyak orang,
namun kebanyakan tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya,
Ngo kian hengte turut tertimpa musibah pula pada saat Ita, sementara
nasib Cu~peng tidak diketahui..."
"Kini, sudah seharusnya kalau Sancu membicarakan tentang Su nio
tersebut," tukas Sun Tiong-lo.
Mo Tin hong segera menggebrak meja lalu berseru. "Kalau dipikirkan
sekarang, asal-usul dari perempuan rendah ini
memang patut dicurigai" "Apakah Sancu tak pernah menemukan sesuatu
yang
mencurigakan sebelum ini ?" Mo Tin hong segera menggeleng. "Dulu,
dia adalah seorang penyanyi dari su ngai Chin-huay
hoo..." "Masa seorang penyanyi juga memiliki kepandaian silat yang
demikian lihay ?" "Tentang soal ini, empek pernah melakukan
penyelidikan, dia
adalah anak perempuan dari seorang gembong iblis dari wilayah Liau
tang yang disebut orang Tok sim siusu (sastrawan berhati keji) Wong
Khong lang... tak heran jika diapun memiliki ilmu silat"
"Bagaimana dengan nasib Wong Khong leng" "Mati ditangan
musuhnya membuat anaknya tercerai berai, Su
nio berada pada urutan ke-empat dan bernama Ling ling, dia dibawa
oleh inang pengasuhnya sebelum akhirnya terlantar di Chin huay
sebagai seorang penyanyi"
"Bagaimanakah pandangan Sancu terhadap hubungan antara penyanyi
ini dengan masalah sakit hatiku?"
"Jikalau dilihat dari keadaannya sekarang, sudah dapat dipastikan dia
adalah orang kepercayaan dari Lok hun pay, cuma duduk
persoalan-yang sebenarnya baru dapat terungkap bila dia sudah
berhasil dibekuk kembali..."
"Setiap kali dia turun gunung, apakah Sancu tak tahu?" sela Sun Tiong
Io.
Dengan wajah serius Mo Tin hong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sejak datang kebukit ini, belum pernah dia pergi kemana-mana lagi."
"Sebelum datang kemari bagaimana?" "Empek baru berkenalan
dengannya setahun berselang di sungai
Chin huay, dan setengah tahun berselang baru membawanya kembali ke
bukit ini, jadi terhadap tingkah lakunya sebelum itu tidak begitu tahu!"
Sun Tiong lo hanya manggut manggut dan tidak berbicara lagi.
Penjelasan yang diberikannya Mo Tin hong cukup jelas,
sepantasnya kalau dewasa ini sudah tiada sesuatu yang bisa dicurigai
lagi.
Dalam pada itu, nona Kim selama ini cuma mendengarkan saja dari
samping, mendadak ikut menimbrung:
"Sebetulnya Khong It hong itu berasal darimana?" "Sekarang tidak
ada kesempatan untuk membicarakan manusia
laknat tersebut..." Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil berpaling
ke arah Sun
Tiong-lo katanya: "Hiatitit, apakah kau dapat mengundang keluar Bau-ji
hiantit agar
berjumpa denganku?" "Aaaah, jangan terburu napsu." Sun Tiong-Jo
tertawa, "aku
masih ada persoalan yang hendak kutanyakan kepadamu." sambungnya.
"Masih ada persoalan apa lagi ?" Mo Tin hong mengerutkan keningnya
kencang-kencang.
"Menurut apa yang kuketahui, Khong It-hong dan Su nio telah
bersekongkol dengan orang luar dan sudah menetapkan waktu untuk
menyerang dan merebut bukit pemakan manusia itu...."
Mo Tin-hong tertawa terbahak-bahak, tukasnya. "Haaaahh...
haaaahhh... haaah, pihak lawan sudah tahu
sekarang bahwa Khong It hong menemui kegugalan, tapi mereka
menganggap sudah cukup memahami keadaan dari bukit milik empek
ini, maka tidak menunggu lama lagi mereka memutuskan hendak
melakukan penyerangan pada kentongan ketiga malam nanti !"
"Apakah orang-orang itu ada sangkut pautnya dengan lencana
Lok-hun-pay ?"
"Sulit untuk dijawab, tapi empek telah menurunkan perintah agar
meninggalkan beberapa orang diantaranya dalam keadaan hidup,sampai
waktunya Hiantit boleh menanyai mereka sendiri, pasti akan kau raih
sesuatu hasil yang lumayan !"
Sun Tiong lo tertawa hambar, dia lantas mengalihkan pokok
pembicaraan kesoal lain, sambil menuding nona Kim katanya:
"Mo sancu, bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang
masalah nona Kim.
Mo Tin hohg merasa terperanjat sekali setelah mendengar peikataan itu,
segera jawabnya: "Apakah hiantit ingin menanyakan asal usul dari anak
Kim?"
Diam-diam Sun Tiong lo harus mengagumi kehebatan Mo Tin norig
dalam menghadapi sesuatu perubahan situasi, jawabnya cepat:
"Benar, aku dengar nona Kim sebenarnya she Kwik?" "Siapa yang
bilang?" tanya Mo Tin hong. Tentu saja Sun Tiong lo tak bisa
mengatakan kalau Su nio yang
bilang, terpaksa sambil tertawa ujarnya: "Benar atau tidak, tentunya
Sancu mengerti bukankah begitu?" Padahal sewaktu Mo Tin hong
mendengar Sun Tiong lo
mengatakan kalau nona Kim she Kwik, ia sudah tahu siapa
yang
berkatakan demikian, tapi ia tetap berlagak pilon dengan bertanya lagi:
"Hiantit, kau mesti mengatakannya padaku persoalan ini mesti dibuat
jelas!"
Nona Kim masih bersifat jujur dan polos, tanpa sadar dia lantas
berseru:
"Su-nio yang bilang..." "Lagi lagi perempuan keparat ini" tukas Mo
Tin-hong dengan
wajah penuh kegusaran, "apa yang dia bilang?" Setelah menjawab,
nona Kim baru menyesal maka mendengar
pertanyaan itu buru buru katanya. "Dia mohon pengampunan dariku
agar membebaskan Khong Ithong,
lantas katanya kalau aku bukan..." "Betul-betul seorang
perempuan cabul yang keji, rupanya dia
ingin meminjam golok membunuh orang!" sumpah Mo Tio hong sambil
mendepak-depakkan kakinya berulang kali.
Sun Tiong-io segera melirik sekejap kearah nya, lalu ujarnya:
"Bisakah ada kemungkinan semacam itu?" Mo Tin hohg menghela
napas panjang. "Aaai, Hiantit, mengapa kau pintar sewaktu, pikun
sesaat ?" "Tolong tanya dimanakah letak kepikunan ku itu?" Sun
Tionglo
pura-pura berlagak tidak mengeiti. "Sebenarnya dia bisa saja
menyembunyikan rahasia dirinya
secara tenang dan tenteram di sini, kemudian bila saatnya sudah
sampai, dia dapat bekerja sama dengan Khong It hong serta musuh
yang datang dari luar untuk bersama-sama menyerang bukit dan
mendudukinya.
"Tapi lantaran Hiantit muncul disini, dan dia kuatir rahasianya ketahuan,
kemudian lantaran Khong It hong gagal hingga rahasianya terbongkar.
tahu kalau tak bisa tinggal lebih lama lagi
disini sebelum pergi dia baru melaksanakan siasat meminjam golok
membunuh orang ini."
"Dia cukup mengerti, sekembalinya empek ke atas bukit, sudah pasti
empek akan menanyai Hiantit dan anak Kim, maka dia membohongi
anak Kim dengan mengatakan anak Kim dulu adalah anak dari keluarga
Kwik yang di curi.
"Hiantit, coba kau pikirkan lagi, sudah belasan tahun anak Kim mengikuti
empek, bila siasatnya itu berhasil sehingga Hiantit mengira hal ini
sungguhan, tentu saja kaupun akan menganggap empek sebagai orang
jahat.
"Otomatis jika empek mengatakan kalau aku kenal dengannya baru
setahun menjadi kata yang bohong ? Ditinjau dari sini, kenapa Hian tit
tidak mau mempercayai empekmu ?"
"Yaa, betul" seru nona Kim dengan cepat, "hampir saja aku tertipu oleh
siasatnya."
Sedangkan Sun Tiong lo segera tertawa hambar, katanya: "Sancu
mengatakan perkenalan kalian baru berlangsung setahun,
tapi didalam suatu persoalan dia telah mengatakan kalau ia sudah lama
berkumpul dengan Sancu, perbedaan wak tu yang terjadi amat besar
sekali, apakah ini..."
"Justru disitulah terletak kelicikan serta kebusukan hatinya!" tukas Mo
Tin hong sebelum anak muda itu menyelesaikan kata- katanya.
Sun Tiong lo tertawa dan melanjutkan lagi kata-katanya yang belum
selesai tadi:
"Perbedaan soal waktu, duduk persoalan yang sesungguhnya
rasa-rasanya bagi aku sudah terbentang cukup jelas, bila apa yang
dikatakan Sancu barusan jujur, hal ini menandakan kalau Sunio adalah
seorang manusia yang amat berbahaya, tapi kalau sebaliknya maka hal
ini menandakan jika Sancu tidak jujur!"
"Yaa, perkataanmu itu memang betul, demi jelasnya persoalan dan
terhapusnya semua kecurigaan, empek mesti menyelesaikan semua
persoalan yang ada di bukit ini secepatnya, kemudian segera terjun
kedunia persilatan dan mencari perempuan sialan itu sampai ketemu"
Sun Tiong-lo tertawa, sambil menuding ke arah nona Kim ujarnya.
"Kalau begitu Sancu, tolong nona Kim sebenarnya adalah..." "Hiantit,
apakah kau masih percaya dengan perkataan dari
perempuan cabul itu ?" tukas Mo Tin hong. Untuk kesekian kalinya sun
Tiong lo tertawa. "Sancu, terus terang kukatakan, hingga sekarang aku
masih
belum dapat mempercayai semua perkataanmu itu!" "Aaaah, tak
mengapa" "Tapi aku tidak menyangkal kalau Sancu adalah kakak angkat
mendiang ayahku dulu !" Mo Tin-hong segera berkerut kening, katanya.
"Kalau begitu hiantit benar-benar sulit untuk diajak berbicara,
sudah percaya tapi tak percaya ?" "Tentang persoalan ini, rasanya masih
terlalu awal untuk
dibicarakannya." Agaknya Mo tin hong tak ingin memperbincangkan
persoalan itu
lebih lanjut, sambil manggut-manggut dia lantas berkata: "Benar,
persoalan ini memang seharusnya dibicarakan lagi bila
perempuan cabul itu sudah tertangkap kembali !" "Tapi, masalah yang
menyangkut soal nona Kim rasanya perlu
kau terangkan sekarang juga!" sambung Sun tiong lo dengan cepat
tanpa perubahan emosi diwajahnya.
-ooo0dw0oooJilid
21
MO TIN HONG bagaikan telah menduga perkataan itu, dengan cepat dia
menjawab.
"Budak Kim adalah putri kandung empekmu." Sun Tiong lo melirik
sekejap ke arah nona Kim lalu dengan dingin
katanya kepada Mo-Tin hong. "Mo Sancu, sungguhkah perkataanmu
itu?" Dia didesak berulang kali, Mo Tin-hong jadi mendongkol serunya
kemudian dengan suara dalam. "Hiantit, pantaskah kau ajukan
pertanyaan seperti itu?"
"Sancu jangan gusar dulu." kata Sun Tiong lo sambil berkerut kening,
"aku bisa berkata demikian karena aku mendapat bukti yang
menunjukkan kalau Sancu belum pernah beristri!"
Ketika mendengarkan perkataan itu, Mo Tin hong tidak menunjukkan
rasa kaget atau terkesiap, dia hanya menghela napas panjang.
Kemudian setelah melirik sekejap ke arah Nona Kim, katanya.
"Pergilah dulu dari sini sebentar!" "Adakah sesuatu yang tak boleh
kudengar?" kata nona Kim
sambil mengerdipkan matanya. "Ada sementara persoalan dan
perkataan memang tidak leluasa
untuk didengar oleh kaum wanita!" Dengan perasaan apa boleh buat
terpaksa nona Kim berlalu dari
ruangan loteng dengan wajah sedih. Menanti gadis itu sudah berlalu, Mo
Tin liong baru berkata
dengan suara lirih: "Hiantit, ibu kandung budak Kim sebetulnya
mempunyai keadaan
yang sama dengan kakakmu!"
Mendengar perkataan itu Sun Tiong lo jadi tertegun. "Tapi mendiang
ayahku sudah ada istri" katanya. "Aaaai ... kisah sedih dari empek ini
apakah mesti kuceritakan
kepada hiantit?" Sun Tiong lo merasa agak menyesal, dengan kepala
tertunduk
dia menjawab: "Aku hanya menguatirkan tentang nona Kim, lain tidak"
Sorot mata Mo Tin hong segera dialihkan ke wajah Sun Tiong lo,
kemudian secara tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. "Sancu, mengapa
kau tertawa?" tegur Sun Tiong lo cepat. Mo Tin hong menggelengkan
kepalanya berulang kali, dia hanya
tertawa belaka tanpa menjawab. Sun Tiong lo seperti menyadari akan
sesuatu, sekali lagi dia
menundukkan kepalanya. Lewat sesaat kemudian, Mo Tin hong baru
berkata lagi: "Hiantit, apa rencanamu selanjutnya?" Sudah barang tentu
Sun Tiang lo sudah mempunyai rencana
tertentu, namun dia tak dapat mengutarakan rencananya ini, maka
jawabnya setelah termenung sebentar.
"Bila Sancu dapat melanggar peraturan yang berlaku dengan
mengijinkan aku berdua meninggalkan bukit ini, tentu saja akan
kujelajahi seantero jagad untuk melacaki jejak dari lencana Lok hun pay
tersebut..."
"Perkataan empek sudah cukup jelas" kata MoTin-hong sambil tertawa
lebar, "peraturan yang berlaku dibukit ini hanya dimaksudkan untuk
melindungi keselamatanku. Hiantit bersaudara bukan orang luar, tentu
saja kalian boleh pergi datang dengan sehendak hati kalian sendiri..."
Buru-buru Suu Tiong lo menjura untuk menyatakan rasa terima
kasihnya.
"Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dulu kepada Sancu atas
kemurahan hatimu."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba katanya lagi: "Aku masih ada
suatu permintaan lain, harap Sancu bersedia
untuk meluluskannya pula." "Katakanlah hiantit, empek tentu akan
meluluskan!" Sun Tiong lo tersenyum katanya: "Ada dua orang teman
juga ingin meninggalkan bukit ini, apakah
Sancu bersedia untuk melepaskannya pula?" "Siapakah dia?" tanya Mo
Tin-hong sambil tersenyum meski
hatinya tergerak. "Cengcu perkampungan ini beserta pelayannya!" Mo
Tin-hong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh.... haaahh...
haaahhh... boleh saja, kapan hiantit
hendak berangkat?" "Bila tiada halangan, paling baik kalau hari ini bisa
berangkat." "Ooooh..." Lama sekali Mo Tin-hong termenung tanpa
mengucapkan
sepatah kata pun juga. Beberapa waktu kemudian, dengan wajah
serius ia baru berkata,
"Dapatkah hiantit berdiam diri sehari lagi disini ?" "Pentingkah itu ?"
Sun tionglo mengerdipkan matanya berulang
kali. Mo Tin-hong segera merendahkan suaranya sambil setengah
berbisik, "Malam nanti kemungkinan besar musuh tangguh akan
menyerang kesini, empek sangat mengharapkan bantuan dari hiantit
bersaudara untuk menanggulangi keadaan itu !"
"Entah musuh baik atau musuh jahat jang akan datang malam nanti,
harap Sancu jangan menyuruh kami bersaudara untuk turun tangan!"
Kontan saja Mo Tin-hong berkerut kening, "Seandainya pihak musuh
benar-benar merupakan kawanan manusia bengis yang berhati busuk ?"
tanyanya.
"Aku percaya masih mampu untuk membedakan mana yang baik dan
mana pula yang jahat !"
Sementara Sun Tiong-lo masih termenung, Mo Tin-hong telah
menyambung lebih jauh.
"Tak usah kuatir hiantit, pihak lawan tiada seorangpun yang merupakan
manusia baik-baik"
Waktu itu Sun Tiong-lo mempunyai gagasan dalam hati kecilnya, maka
sahutnya kemudian.
"Aku bersedia mengabulkan permintaan San cu untuk tinggal sehari
lebih lama disini, cuma ada sepatah kata perlu kuterangkan lebih dulu."
-ooo0dw0ooo-
BAB KE DUA PULUH ENAM
"Oooh . ... tampaknya saat perjumpaan antara empek dengan hiantit
bersaudara bukanlah saat yang benar" Mo Tin-hong segera mengeluh.
"Tidak, adalah tempat perjumpaannya yang tidak benar!" sambung Sun
Tiong lo cepat.
Tergerak hati Mo Tin hong sesudah mendengar perkataan itu, mendadak
dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya:
"Hiantit, masih ingatkah kau dengan ucapan empek sewaktu aku
hendak pergi pada malam kau baru tiba disini?"
"Yaa, masih ingat" Sun Tiong lo manggut-manggut, "aku memang ingin
bertanya kepada Sancu ada petunjuk apa?"
Mo Tin hong tersenyum. "Sampai sekarang, hiantit masih me-naruh
rasa curiga kepada
empek sesungguhnya persoalan ini kurang sesuai untuk diperbincangkan
tapi selewatnya malam nanti, bila kita berjumpa lagi, hiantit boleh..."
"Yaa, akupun mempunyai firasat demikian, saat untuk bertemu kembali
dengan Sancu me mang tak akan jauh!" tukas anak muda itu cepat.
Mo Tin hong tertawa. "Tentu saja lebih bagus lagi kalau bisa begitu,
cuma kejadian
dimasa mendatang sukar diduga, oleh karena itu empek ingin
menggunakan kesempatan ini untuk menerangkan suatu masalah yang
amat besar kepada diri hiantit...."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Putriku Mo Khim sudah
cukup hiantit kenal, anak Kim memang
berwatak keras tapi berhati baik dan mulia, ilmu silat yang dimiliki pun
terhitung lumayan juga.
"Apa maksud Sancu membicarakan soal nona Kim dengan diriku?" sela
Sun Tiong lo cepat.
Mo Tin hong menghela napas panjang. "Aiai... terus terang
kukatakan kepadamu hiantit, sewaktu hiantit
baru tiba di bukit ini, empek sudah tahu kalau hiantit mempunyai kesan
bukan manusia biasa, kau adalah naga diantara manusia, semenjak saat
itu aku sudah berniat untuk menjodohkan..."
Ucapan itu sudah cukup jelas, tapi sama sekali diluar dugaan Sun
Tiong-lo.
Sejak permulaan hingga sekarangpun Tiong lo tidak begitu percaya
terhadap ucapan Su-nio, tapi mengenai masalah asal usul
nona Kim dia mempunyai firasat yang lain, maka terhadap perkataan
dari Su-nio pun dia menaruh rasa percaya, Namun sekarang, secara
tiba-tiba saja Mo Tin hong mengutarakan maksud hatinya, hal ini
membuat Sun Tiong-lo mau tak mau harus merubah sudut
pandangannya, sebab itu dalam sikap maupun pembicaraan lambat laun
sikapnyapun berubah menjadi lebih lembut.
Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa Mo Tin hong melanjutkan
kembali kata2nya:
"Sekarang, setelah kuketahui asal usul Hiantit. hati empek merasa
semakin lega lagi, maka akupun ada niat untuk menjodohkan anak Kim
kepadamu, entah bagaimanakah menurut pendapat hiantit ?"
Dihadapkan langsung oleh masalah tersebut. Sun Tiong lo benar
benar merasa tersudut, dengan wajah
memerah karena jengah dia tundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa
menjawab.
Mo Tin hong segera menepuk-nepuk bahu Sun Tiong lo, lalu katanya
dengan nada bersungguh-sungguh:
"Hiantit, empek pun sama seperti kau, dendam kesumat atas
musnahnya perkampungan Ang liu ceng tak akan terlupakan untuk
selamanya, demi persoalan ini, sekalipun harus pergi ke ujung langit
pun empek tetap akan melacaki terus."
"Empek pun hendak membekuk perempuan cabul itu sebagai saksi, aku
ingin tahu siapakah sebenarnya pemilik lencana Lok hun- pay tersebut,
sebab itu secepatnya empek akan menye lidiki masalah ini."
"Bila anak Kim harus turut empek melakukan perjalanan jauh, bukan
saja kurang leluasa bahkan membahayakan pula keselamatan jiwanya,
sedangkan kalau ditinggalkan diatas bukit, seandainya sampai ada
musuh yang menyerbu kemari, kuatirnya dia bakal dibekuk musuh
sebagai sandera.
"Maka dari itu, setelah empek pertimbangkan berulang kali, ditambah
pula dengan bahan pengamatanku selama ini, empek tahu akan
perasaan anak Kim terhadap hiantit, karenanya kumohon kepada hiantit
untuk membawanya serta dalam perjalanan, entah bagaimana menurut
pendapat hiantit sendiri?"
Jelas tawaran ini merupakan suatu tawaran baik, berbicara terus terang,
Sun Tiong lo sen diripun telah mengambil keputusan, bilamana Mo Tin
hong benar-benar bukan ayah si nona, dia akan berusaha dengan segala
kemampuan untuk membawa nona itu pergi dari situ.
Diluar dugaan sekarang, Mo Tin hong telah menawarkan hal ini
kepadanya, menghadapi kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini,
untuk sesaat lamanya Sun Tiong lo malah menjadi ragu sendiri.
Sementara itu Mo Tin hong telah bertanya: "Apakah hiantit
menganggap sekali kurang cocok .." "Sancu" tukas Sun Tiong lo
cepat, "aku bersedia menemani
putrimu untuk melakukan perjalanan bersama, tapi persoalan selepas itu
bagaimana kalau jangan dibiarkan dulu?"
Mo Tin hong segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh...haahh...haahh...baik, empek percaya hal ini merupakan
suatu permulaan yang baik." Setelah berhenti sejenak, dia lantas
berseru kearah luar mangan
loteng. "Undang nona kemari, cepat!" Suara menyahut berkumandang
dari bawah sana. Mo Tin hong segera merubah kembali nada suaranya
dengan
berkata. "Hiantit, dapatkah kau undang kehadiran kakakmu untuk
berjumpa dengan empek?"
"Bagaimana kalau malam nanti kita penuhi keinginan sancu saja?"
"Hal ini tentu saja baik sekali" Mo Tin hong manggut-manggut Setelah
berhenti sejenak, sambil beranjak katanya lagi.
"Untuk membebaskan diri dari segala kecurigaan, empek bersedia
mengadakan perjanjian dengan hiantit dengan batas waktu satu tahun,
setahun kemudian bagaimana kalau hiantit dan kakakmu dipersilahkan
datang kembali kemari."
"Aku tak akan mengingkari janji !" Sementara pembicaraan
berlangsung, bayangan tubuh nona Kim
telah muncul didepan pintu loteng. Pelan-pelan Mo Tin hong bangkit
berdiri, sambil menggape ke
arah Nona Kim katanya: "Anak Kim, kemarilah kau, ayah ada kabar baik
hendak
disampaikan kepadamu !" Dengan langkah yang lemah lembut nona Kim
berjalan
mendekat. Sambil menuding ke arah Sun Tiong lo, Mo Tin hong berkata.
"Saudara Sun mu ini hendak meninggalkan bukit esok pagi,
barusan ayahpun telah berrunding dengan Sun si-heng agar membawa
serta dirimu dalam perjalanan ini, atas kesediaan Sun si heng..."
"Tapi ayah....dia kan..." dengan wajah tersipu-sipu karena malu nona
segera membungkam.
Mo Tin hong segera lertawa terbahak-bahak.
"Haah....haahh....haahh... jangan dia... dia melulu, kau adalah
kau, dia adalah dia !" Sesudah berhenti sebentar, katanya lagi kepada
Sun Tiong lo.
"Empek masih ada berapa persoalan yang harus segera diselesaikan,
nah, kalian boleh berbincang sepuasnya"
Begitu selesai berkata, tidak menunggu bagaimanakah tanggapan dari
Sun Tiong lo dan nona Kim, dengan langkah lebar dia segera berjalan
keluar dari ruangan loteng itu.
-ooo0dw0ooo- Malam sudah kelam. Waktu itu kentongan pertama
sudah lewat. Cahaya lentera yang menerangi bukit Pemakan manusia
telah
dipadamkan, suasanapun sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Kentongan kedua telah tiba. Serentetan bayangan manusia
berwarna hitam mendadak muncul
di luar perkampungan dan mendekati dinding pekarangan. Penghuni
dalam perkampungan seakan-akan sudah pulas semua,
ternyata kehadiran orang-orang itu sama sekali tidak dirasakan oleh
mereka. Maka bayangan hitam itupun satu persatu melompati dinding
pekarangan dan menyusup masuk kebagian tengah perkampungan.
Ketika dihitung satu persatu jumlahnya, aah ternyata mencapai dua
puluh empat orang lebih.
Kedua puluh empat sosok bayangan hitam itu dengan cepat
menyebarkan diri dan mengurung seluruh gedung ditengah
perkampungan itu.
Penghuni perkampungan itu masih saja pulas dengan nyenyak, tak
seorang manusiapun yang merasakan musuh-musuh tangguh tersebut.
Tampak dua sosok bayangan manusia diantaranya muncul keluar dari
arah timur dan langsung melayang turun didepan pintu gerbang
perkampungan itu.
Sungguh besar nyali mereka, begitu tiba di depan pintu gerbang,
ternyata mereka segera turun tangan untuk mendorong pintu gerbang.
Aneh... betul-betul suatu peristiwa yang sangat aneh. Pintu gerbang
tersebut ternyata tidak dikunci, sewaktu didorong
tadi, diiringi suara gemericit segera terpentang lebar. Dibalik pintu
merupakan suatu ruangan yang gelap gulita seperti
gua, tak sesosok bayangan manusiapun yang nampak hadir didalam
sana.
Sreeet..! Sreeet....! Sreeet...! Kembali ada tiga sosok bayangan
manusia meluncur turun
didepan pintu gerbong, kini jumlahnya mereka jadi berlima. "Aah, tidak
benar, tampaknya keadaan tidak benar..." salah
seorang diantaranya segera berbisik lirih. Yang lainnya berbisik pula.
"Ya, mungkin si bajingan tua itu sudah melakukan suatu
persiapan untuk menantikan kedatangan kita, untung saja kita datang
dengan susunan rencana yang matang, menyerbu secara terang
terangan ataupun menyerang secara gelap kedua-duanya sama saja,
mari kita segera turun tangan!"
"Menurut pendapatku, lebih baik kita menunggu sejenak lagi!" orang
yang berbicara pertama kali tadi kembali berkata.
"Apa lagi yang mesti kita tunggu?" "Menunggu pemberitahuan dari Tin
lam-hengte (Tin-lam
bersaudara)!" Orang ketiga segera berkata. "Apa yang diucapkan
saudara Tan tadi memang betul,
bagaimanapun juga mau menyerbu terang-terangan, ataukah
melancarkan sergapan secara diam-diam toh sama saja keadaannya, apa
lagi yang mesti kita kuatirkan? Lebih baik lepaskan
dulu tiga butir peluru api, setelah suasana terang benderang baru kita
turun tangan!"
Orang yang pertama tadi tidak kukuh dengan pendiriannya lagi, lantas
mengangguk.
"Baiklah, saudara Gak, silahkan lepaskan peluru peluru api itu!" Baru
selesai dia berkata, mendadak dari balik gedung besar itu
berkumandang keluar suara tawa menggetarkan sukma. Menyusul gelak
tawa itu terdengar seorang berkata. "Buat apa kalian melepaskan peluru
api sebagai penerangan?
Biar lohu saja yang menitah orang untuk memasang lentera, bukankah
cara ini lebih praktis dan baik?"
Baru selesai ucapan tersebut berkumandang cahaya lentera telah
muncul, dalam waktu yang singkat Bukit Pemakan Manusia telah
menjadi terang benderang, entah berapa banyak lentera dan obor yang
memancarkan cahaya, dalam waktu singkat seluruh bukit sudah
berubah menjadi terang benderang seperti disiang hari saja.
Dibawah sorotan cahaya lentera, tentu saja kedua puluh empat tamu
tak diundang itu menjadi kelihatan jelas sekali.
Sementara itu, dari dalam gedung kembali terdengar seseorang berkata
dengan lantang:
"Lohu kira manusia darimanakah yang telah makan hati beruang
empedu macan kumbang sehingga malam-malam begini berani
mendatangi bukit pemakan manusia ini, tak tahunya cuma kawanan
manusia kurcaci macam kalian."
Sementara pembicaraan berlangsung, Mo Tin hong dengan mengenakan
pakaian berwarna putih salju telah menampakkan diri dari balik ruangan
dengan langkah santai.
Dibelakang tubuhnya mengikuti pula empat orang yang aneh sekali
dandanannya.
Meski mereka berempat, tapi boleh dibilang sama artinya dengan dua
orang saja.
Sebab dua orang yang ada disebelah kiri, entah soal wajah, dandanan
maupun gerak gerik, semuanya mirip satu sama lainnya seperti pinang
dibelah dua, muka itu pucat pias persis seperti setan gantung.
Demikian pula keadaan dua orang manusia disebelah kanannya, cuma
wajah mereka hitam pekat seperti pantat kuali.
Sebaliknya ke dua puluh empat orang penyerbu itu rata-rata merupakan
jago lihay dari kalangan Hek To yang sudah termashur selama banyak
tahun dalam dunia persilatan namun tak seorangpun diantara mereka
yang mengenali siapakah keempat orang dibelakang tubuh lawan itu.
Mo Tin hong berhenti pada jarak kurang lebih tiga kaki dihadapan kedua
puluh empat orang jago lihay dari golongan hitam itu, dengan sinar
mata yang amat tajam dia memandang sekejap orang-orang itu,
kemudian sekulum senyuman dingin yang penuh penghinaan
tersungging diujung bibirnya.
Sesungguh kedua puluh empat orang jago lihay dari golongan hitam ini
masing-masing merupakan pentolan dari suatu wilayah tertentu, tapi
demi cita-cita mereka untuk menyerbu masuk kedalam bukit pemakan
manusia, secara insidentil mereka memilih seorang pemimpin baru
untuk mengepalai kelompok tersebut.
Yang menjadi pentolan mereka sekarang adalah Tin lam sam tok (tiga
manusia beracun dari Tin lam) yang sudah termashur namanya dalam
dunia persilatan, berbicara dalam persoalan tenaga dalam, soal
kepandaian silat, soal akal bulus maupun kekejaman, mereka
merupakan manusia yang paling menonjol diantara ke dua puluh empat
orang jago lihay ini.
Hanya saja ketiga orang manusia beracun ini cukup tahu diri, meski
mereka tak tahu siapakah pemilik Bukit Pemakan Manusia tersebut,
namun mereka sadar bahwa kepandaian silat yang dimiliki Sancu
tersebut sudah pasti lihay bukan kepalang.
Merekapun sadar bahwa didalam Bukit Pemakan manusia terdapat pula
jago lihay yang tak terhitung jumlahnya, ibarat sarang naga gua
harimau, salah-salah bisa jadi mereka kena dipunahkan tak berbekas.
Oleh karena itu mereka bertigapun secara diam-diam telah bersekongkol
pula dengan dua orang iblis tua lainnya untuk memberikan bantuan
secara diam-diam bilamana diperlukan.
Kini, yang sedang melangsungkan tanya jawab dengan Mo Tin hong tak
lain adalah lotoa dari Tin lam sam tok yang disebut orang Siau bin tok
sin (dewa racun berwajah senyum), Yau Tang bei.
Sebelum berbicara dia tertawa dulu, lalu baru berkata. "Sancu,
baik-baikkah kau, malam ini lohu dan semua sahabat
serta mereka yang seharusnya datang, telah datang semua kemari !"
Mo Tin hong mendengus dingin. "Yau Tang bei!" tegurnya, "kaukah
yang memegang pucuk
komando pada malam ini ?" "Haaahh... haaahhh... haaahhh... apa daya,
semua orang
memandang tinggi dari lohu, terpaksa kedudukan itu harus lohu jabat!"
sahut Yau Tang bei sambil tertawa terkekeh.
Mo Tin hong mendesis sinis, pelan-pelan sorot matanya menyapu
sekejap wajah ke dua puluh empat jago yang hadir dihadapannya itu,
kemudian sambil berkerut kening dia termenung beberapa waktu
lamanya.
Sesaat kemudian, dengan suara dalam ia baru membentak keras: "Ke
mana sembunyinya si manusia tertawa dan manusia
menangis? Suruh mereka berdua tampilkan diri guna berbincang
bincang dengan diriku!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Tin Iam sam tok baru merasa amat
terkejut.
Sebagaimana diketahui, mereka telah bersekongkol secara diam- diam
dengan dua orang iblis tua untuk bersama-sama menyerbu Bukit
pemakan manusia, dua orang iblis tua yang di maksudkan memang tak
lalu adalah si manusia tertawa dan Manusia menagis, orang lain tak ada
yang tahu akan rahasia ini, tapi kenyataannya sekarang Mo Tin hong
mengetahui hal tersebut dengan jelas, hal mana benar-benar sama
sekali diluar dugaannya.
Nama busuk manusia tertawa dan manusia menangis sudah dikenal
setiap umat persilatan, tapi semejak puluhan tahun berselang, kedua
orang gembong iblis ini sudah lenyap dari keramaian dunia persilatan,
siapapun tak menyangka kalau saat ini mereka dapat muncul kembali
diatas Bukit pemakan manusia.
Memang tak salah kalau orang bilang: Manusia punya nama, pohon
punya bayangan.
Ketika Mo Tin-hong menyinggung soal kedua orang manusia aneh
tersebut, meski hal mana jauh diluar dugaan kawanan jago golongan
hitam yang melakukan penyerbuan itu, namun mereka menunjukkan
perasaan amat gembira.
Sebab mereka adalah komplotan yang sebenarnya bekerja karena telah
bersekongkol dengan Khong It-hong, biasa tahu usaha Khong It-hong
mengalami kegagalan total, hal mana membuat keadaan orang orang itu
seperti menunggang diatas punggung harimau saja. Akhirnya setelah
berunding heberapa kali, mereka memutuskan untuk menyerbu Bukit
pemakan manusia pada malam ini...
Walaupun begitu, sebenarnya kawanan iblis itupun merasa agak keder
juga menghadapi kelihayan Mo Tin hong serta jago-jago lihay yang ada
diatas bukit, bayangkan saja betapa girangnya mereka setelah
mengetahui bahwa kelompok mereka sesungguhnya ditunjang oleh
manusia menangis dan manusia tertawa yang sudah diketahui
kelihayannya itu, hal mana sama artinya dengan harapan mereka untuk
berhasil menjadi makin besar.
"Menangis dan tertawa dua orang cianpwee pasti akan kemari, tapi
sekarang masih belum saatnya bagi mereka untuk menampakkan diri,
bila kau tahu diri, lebih baik cepat cepatlah berikan tiga mestika dari bukit
ini kepada kami..." kata Yau Tang bei.
Belum selesai dia berkata, dari arah sebelah barat sana telah
berkumandang beberapa ledakan keras, menyusul kemudian serentetan
cahaya terang membumbung tinggi ke angkasa.
Mo Tin hong segera tertawa terbahak-bahak sambil menuding ke arah
Yau Tang bei katanya:
"Ucapanmu kelewat tekebur, coba kau lihatlah sendiri !" Yau Tang
bei sama sekali tak menyangka kalau undakan tersebut
hanya suatu tipu muslihat belaka, serentak dia bersama kawan
jagoannya berpaling kearah mana datangnya suara ledakan tersebut.
Tapi apa yang dilihat langit nan hitam, tiada sesuatu apapun yang
dijumpainya, dengan cepat mereka sadar kalau dirinya tertipu, baru saja
akan bersiap sedia menghadapi segala perubahan, jerit ngeri memilukan
hati telah berkumandang saling menyusul.
Apa yang terjadi ? Diantara dua puluh tua orang jago lihay yang
dipimpinnya, sudah ada enam orang diantaranya yang roboh terkapar di
tanah dengan tulang kepala hancur serta darah kental menodai seluruh
badannya, kematian yang mengerikan sekali.
Ternyata orang yang melepaskan serangan itu tak lain adalah empat
orang manusia aneh yang berdiri dibelakang tubuh Mo Tin- hong.
Keempat orang itu tidak membawa senjata, mereka hanya menyerang
dengan menggunakan tangan kosong belaka.
Tapi caranya melancarkan serangan serta jurus serangan yang ganas
betul-betul menggidikkan hati orang, hanya dalam waktu singkat ada
dua orang jago lagi yang menemui ajalnya dalam keadaan mengerikan.
Sambil menggigit bibirnya menahan diri, Yau Teng-bei segera
membentak dengan suara dalam.
"Seperti yang direncanakan semuIa, semua orang turun tangan
bersama, maju ke depan serentak, gunakan peluru api untuk
menyerang, kepung Mo loji rapat-rapat dan serahkan ke empat makhluk
itu kepeda lohu bersaudara..."
Maka serentak kawanan jago lihay dari golongan hitam itu menyerbu ke
depan mengancam Mo Tin-hong.
Ada belasan orang diantaranya yang merogoh kedalam saku masing
masing untuk mempersiapkan peluru api.
Paras muka Mo Tin hong dingin menyeramkan, hawa napsu membunuh
telah menyelimuti pula wajahnya, jelas dia telah melakukan persiapan
semenjak permulaan tadi.
Ketika memberi komando kepada kawan jagonya untuk mengurung Mo
Tin hong tadi, Yau Tang bei bersaudarapun merogoh ke saku
masing-masing untuk mempersiapkan senjata tajam andalan mereka.
Sementara itu, ke empat orang manusia aneh tadi bukannya maju
menyerang malahan sebaliknya mundur ke belakang, delapan buah
sinar mata mereka bukan ditujukan kepada wajah Yaukeh hengte (tiga
bersaudara keluarga Yau) sebaliknya tertuju ke wajah Mo Tin-hong.
Mendadak terdengar Mo Tin-hong membentak keras kearah kawanan
iblis dari golongan hitam yang menyerbu kedepan itu.
"Harap kalian tunggu sebentar, dengarkan dulu perkataan lohu !"
"Orang she Mo." ucap Yau Tang bei sambil mengambil senjata
kaitan emas cakar harimau nya "bila kau tahu keadaan dan segera
menyerah, hal ini jauh lebih baik daripada harus melangsungkan
pertarungan, bila ada perkataan cepat kau utarakan !"
Mo Tin hong mendengus dingin, "Terhadap kawanan tikus macam
kalian, sebenarnya lohu hendak melakukan pembantaian
sampai seakar-akarnya, tapi mengingat kita adalah sesama umat
manusia ciptaan Thian, maka sekali lagi kuperingatkan kepada kalian,
segera mengundurkan diri dari sini, daripada memperoleh bencana yang
diinginkan !"
Yau Tang-bei segera tertawa seram. "Heeeh.... heeeh.... heeeh...
orang she Mo, hanya beberapa
patah kata itukah yang hendak kau sampaikan ?" Kini kemenangan
sudah ada di tangan Mo Tin hong, bila
menuruti adatnya, ingin sekali dia turunkan perintah untuk membasmi
seluruh jagoan tersebut hingga mampus semua.
Tapi berhubung Sun Tiong lo dan nona Kim bersembunyi disekitar sana
melakukan pengawasan, maka untuk memperlihatkan keluhuran budinya
serta bersikap seolah-olah dia tak gemar membunuh, terpaksa hawa
amarahnya harus ditekan dan berlagak hendak memberi peringatan.
Tentu saja diapun mengetahui dengan jelas bahwa kawanan jago dari
golongan hitam itu tak akan menyudahi pertarungan sampai disitu saja,
sudah barang tentu dia lantas manfaatkan kesempatan yang sangat baik
ini untuk mengobral keluhuran budi serta kebajikannya, agar Sun
Tiong-lo dapat merubah pendapat terhadap dia.
Benar juga, kawanan jago lihay dari golongan hitam itu, mulai dari Yau
Tang bei sampai lain lainnya merupakan jagoan yang tak gentar
menghadapi kematian, bahkan mereka menganggap Mo Tin hong kuatir
diserang dengan api, maka ada minat untuk berunding secara baik-baik.
Menyaksikan siasatnya termakan, Mo Tin hong sengaja menunjukkan
sikap yang lebih mengalah lagi, katanya:
"Yau Tang bei, terus terang lohu katakan kepadamu, lohu menetap
diatas bukit ini sama sekali tidak disertai niat untuk mengangkangi tiga
mestika hasil bukit ini, dan lagi tiga macam benda itupun bukan benda
yang dibutuhkan oleh seorang Kuncu..."
Belum habis dia berkata, Yau Tang bei telah menyela: "Bagus sekali,
lohu dan rekan-rekan lainnya bukan manusia
sejati, yang kami harapkan justru adalah ketiga mestika yang ada
dibukit ini bila kau berniat tidak untuk mengangkanginya kenapa tidak
dibagi saja kepada kami?"
"Tutup mulutmu!" bentak Mo Tin hong gusar "dengarkan dulu perkataan
lohu hingga selesai, lohu tinggal disini hanya bermaksud untuk
menyembunyikan diri dari kejaran seorang musuh tapi sekarang urusan
telah berkembang jadi begini rupa, maka beberapa hari kemudian akan
aku tinggalkan bukit ini untuk pindah ketempat lain..."
"Bagus sekali" sekali lagi Yau Tang bei menukas, "bila kau akan pergi,
biarlah kami yang pindah kemari, bukankah itu adil namanya?"
"Hm!" Mo Tin hong mendengus dingin, "seandainya ke tiga macam
mestika hasil bukit ini diberikan kepada seorang lelaki sejati,maka benda
benda itu akan bermanfaat sekali bagi umat manusia didunia ini,
sebaliknya jika diperboleh manusia macam kalian, yang ada cuma
mencelakai sesama umat manusia saja kau anggap lohu akan
menyerahkannya dengan begitu saja pada kalian?"
"Sekali lagi kuperingatkan pada kalian, usaha persekongkolan kalian
dengan murid murtadku Khong It hong sudah bocor, dan malam ini lohu
sudah melakukan persiapan yang matang, bila kalian masih saja tak
tahu diri, jangan salahkan bila lohu tak akan berlaku sungkan-sungkan
lagi terhadap kalian!"
"Huu, kalau hanya menggertak melulu apa gunanya? Mengapa tidak
kau perlihatkan kelihayan yang sesungguhnya?"
"Katak dalam sumur juga berani membicarakan luasnya angkasa?"
kembali Mo Tin hong mendengus dingm. "berulang kali lohu sudah
berusaha untuk menyadarkan kalian dan membuka jalan kehidupan buat
kamu semua, jika kalian bersedia mundur, maka
mengingat ketidak tahuan kalian, kamu semua dapat tinggalkan bukit
ini dalam keadaan selamat, kalau tidak..."
"Kalau tidak kenapa ?" sela Yau Tang-bei. "Sekali lagi lohu hendak
peringatkan kepada kalian semua,
ketahuilah keempat orang anak buahku ini tak lain adalah Lam-ciaupak-
nio atau malaikat bengis dari selatan, iblis keji dari utara yang nama
besar mereka sudah pernah menggetarkan seluruh dunia persilatan. Kini
sepasang bersaudara ini sudah takluk dan menjadi anak buahku,
sekarang tabiat mereka sudah berubah dan tak suka membunuh orang
lain, tapi bila lohu turunkan perintah, kekejaman serta kebrutalan
mereka akan dipraktekkan kembali dihadapan kalian !"
Begitu mendengar nama Lam ciau pak mo, serentak kawanan iblis dari
golongan hitam itu dibuat terperanjat.
Sayang sekali mereka agak lambat terjun ke dalam dunia persilatan,
sehingga tak seorang pun yang mengenali wajah asli dari Lam ciau pak
mo tersebut ditambah lagi ambisi mereka untuk merebut Bukit pemakan
manusia amat besar, meski jeri tak seorangpun yang mengundurkan diri
dari tempat itu.
Tujuan yang sebenarnya dari Mo Tin hong adalah membunuh semua
jago yang menyerbu bukitnya pada malam ini, maka sambil tertawa
terbahak-bahak sorot matanya memandang sekejap kearah Lam ciau
pak mo, kemudian sambil menuding kearah Yau Tang bei katanya.
"Yau Tang bei, sebenarnya kalian mau mundur atau tidak? Harap
jawab pertanyaan lohu ini!"
Yau Tang bei memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu sahutnya
dengan lantang.
"Setelah memasuki bukit mestika kau anggap kami akan pulang dengan
tangan hampa ?"
Sekali lagi Mo Tin hong tertawa terbahak-bahak. "Haaaah... haaah...
haaaah... kalau nafsu serakah sudah merajai pikiran,
sekalipun pintar akan menjadi bodoh, sekalipun pengecut juga akan
berubah menjadi pemberani. Baiklah, sekali lagi lohu memberi
kesempatan kepada kalian, segera undanglah kehadiran manusia
menangis dan manusia tertawa untuk hadir disini mungkin kedua orang
itu masih cukup kenal dengan Lam ciu pak mo..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Yau Tang bei telah membentak
kekiri kanannya:
"Perbincangan yang tak cocok akan menghamburkan waktu saja, kita
segera turun tangan !"
Baru selesai perintah itu diturunkan, tiga butir peluru api telah disambit
ke dalam pintu gerbang gedung tersebut.
Ternyata Mo Tin hong tidak memberikan pertolongan apa apa, sambil
berpekik panjang serunya kepada Lam sat pak mo.
"Kerahkan segenap tenaga kalian, bunuh mereka semua !" Diiringi
pekikan aneh yang memecahkan telinga, Lam-sat pak-mo serentak
menerjang kemuka dan menubruk ke arah kawanan jago tersebut.
Sementara itu, dari dalam ruangan gedung sudah kedengaran suatu
gerakan, ditengah desingan angin tajam, tiga butir peluru api yang
disambit kedalam ruangan gedung im mendadak padam dengan
sendirinya, menyusut kemudian tampak sepasukan jago lihay berbaju
hitam berjalan keluar dari balik gedung itu.
Semuanya berjumlah enam belas orang, masing-masing bersenjata
pedang dan memiliki ketajaman mata yang menggidikkan hati.
Dengan wajah sedingin es, Mo Tin hong memberi tanda kepada
Busu-busu berbaju hitam itu seraya berseru:
"Kepung! Ingat, jangan biarkan mereka lolos, tangkap hidup- hidup
mereka semua !"
Enam belas orang Busu berbaju hitam itu menyahut bersama, serentak
merekapun melakukan pengepungan.
Mereka hanya mendapat perintah untuk mengurung dan membekuk
musuh yang melarikan diri, tentu saja bukan berarti mereka turut
melancarkan serangan, maka orang-orang itu hanya melakukan
pengepungan ditempat itu.
Dalam kepungan Lam-sat pak mo bekerja dengan santai, betul lawan
yang mereka hadapi adalah jago jago lihay dan golongan hitam, namun
ibaratnya harimau bertemu dengan kawanan domba, siapa terhajar oleh
serangan mereka pasti mampus atau terluka parah.
Anehnya beberapa bacokan golok dan pedang bersarang ditubuh Lam
sat pak mo, akan tetapi mereka seperti tidak merasakan apa- apa,
tubuhnya kebal senjata seakan-akan terbuat dari baja asIi, hal mana
makin mengejutkan kawanan jago dari golongan hitam itu.
Dalam waktu singkat, dari dua puluh empat orang penyerbu tangguh
yang hadir diarena, kecuali Yau Tang bei kakak beradik, tinggal sepuluh
orang jago yang masih mempertahankan diri, sebaliknya Lam sat pak
mo makin bertarung makin berani, keadaan mereka tak ubahnya seperti
orang yang kerasukan setan.
Pada saat itulah dari kejauhan sana tiba-tiba berkumandang suara
tertawa dan suara tangisan yang menyeramkan.
Begitu cepat gerakan tubuh kedua orang iblis itu, hanya dalam waktu
singkat suara mereka sudah semakin mendekat
Begitu mendengar suaranya, Mo Tin hong lantas mengetahui siapa yang
telah datang, de ngan suara lantang segera bentaknya.
"Para kiamsu berbaju hitam dengar perintah segera mengundurkan diri
dan berjaga-jaga di samping pintu gerbang gedung!"
Serentak para kiamsu berbaju hitam itu mengundurkan diri, dengan
memecahkan diri jadi dua baris, mereka berjaga didepan pintu.
Agaknya Lam sat pak mo menyadari pula datangnya musuh tangguh,
serentak mereka hentikan serangannya dan sambil
berjajar, sementara hawa murninya telah dinimpun menjadi satu
bersiap sedia menghadapi segala ke mungkinan yang tak diinginkan.
Tahu-tahu ditengah arena telah bertambah dengan dua orang manusia
aneh.
Yang seorang bertubuh jangkung seperti setan gantung, mukanya putih
memucat menimbuIkan rasa pedih dari siapapun.
Sebaliknya yang lain berwajah gemuk putih dan senyuman selalu
dikuIum, sepintas lalu membuat siapa yang memandang ingin tertawa.
Begitu manusia tertawa dan manusia menangis munculkan diri, sorot
mata mereka segera melirik sekejap kearah Lam sat pak mo, kemudian
mendengus dingin, agaknya keempat orang itu sama sekali tak
dipandang sebelah mata pun olehnya.
Akan tetapi ketika sinar mata manusia aneh itu bertemu dengan wajah
Mo Tin hong, mereka seperti amat terperanjat sehingga paras mukanya
berubah hebat.
Sun Tiong lo yang bersembunyi dibalik kege!apan, segera merasakan
hatinya tergerak setelah menyaksikan kejadian itu.
Manusia menangis segera memandang sekejap kearah manusia
tertawa, kemudian kedua belah pihak sama-sama menganggukkan
kepalanya.
Manusia menangis tidak bergerak, sebaliknya manusia tertawa maju
kemuka dan berhenti lebih kurang lima kaki dihadapan Mo Tin hong.
Setelah tertawa terkekeh-kekeh dengan suara aneh, manusia tertawa
lantas berkata.
"Tin lam sam tok ketiga orang bocah keparat itu benar-benar
menggemaskan, mereka hanya memberitahukan kepadaku dan sikakek
menangis bahwa harta mestika dibukit ini bermanfaat sekali buat kami,
mereka tidak mengatakan kalau Sancu bukit ini adalah kau...."
Tak dapat disangkal lagi, simanusia menangis maupun manusia tertawa
saling mengenal dengan Mo Tin hong.
"Sekarang kalian tentunya sudah tahu bukan?" seru Mo Tin hong cepat
dengan suara dingin.
"Heehh... heehh.... heehh.... tentu saja, tentu saja, sekarang kami
sudah tahu." manusia tertawa terkekeh-kekeh.
"Lantas apa rencana selanjutnya?" "Harta mestika tetap harta
mestika, apalagi mestika itu amat
berguna untuk diriku dan kakek menangis, toh kami tak bisa berpeluk
tangan belaka setelah mengetahui kau sebagai Sancu dari bukit ini."
Mo Tin hong segera mendengus dingin. "Bagus sekali, manusia mati
lantaran harta, burung mati lantaran
makanan, kini ketiga macam benda mestika itu sudah berada didepan
mata, lohu ingin saksikan dengan cara apakah kalian hendak
mengambilnya."
Manusia tertawa memicingkan matanya lalu tertawa terkekek- kekeh.
"Bagaimana jika dirundingkan?" ia bertanya. "Kalau jalan pikirannya
berbeda, apanya yang perlu
diperbincangkan lagi...?" Mendadak terdengar suara tangisan setan
melengking diudara,
Manusia menangis maju mendekat sambil berseru: "Lo mo, kita kan
sobat lama bukan?" "Lohu tak akan bersanabat dengan manusia macam
kalian."
dengan cepat Mo Tin hong menggeleng. Manusia menangis segera
menangis tersedu-sedu, katanya lagi. "Perkataanmu itu sungguh
membuat hatiku amat sedih, sedih
sekali, teringat dimasa lalu."
"Apa itu masa lalu, masa kini, lohu sama sekali tak tahu" bentak Mo Tin
hong, "dengarlah baik-baik, kalian dua makluk tua, mnngingat kalian tak
tahu keadaan yang sebenarnya, lohu bersedia memberikan sebuah jalan
untuk kalian...."
Gelak tertawa dan isak tangis segera berkumandang lagi diudara,
kemudian terdengar Manusia tertawa berkata:
"Mo tua, satu lawan satu aku dan si kakek menangis tak pernah omong
kosong, kami tahu bukan tandinganmu, tapi kalau dua lawan satu... Mo
tua, kau bakal keok ditangan kami."
"Mengingat dimasa lalu kita masih terhitung punya hubungan yang
lumayan, marilah kita sekali lagi bekerja sama, aku dan sikakek
menangis jamin kau tak akan mengalami kesulitan lagi dikemudian hari,
bagaimana?"
"Hmm, kalian anggap dengan dua lawan satu, kalian lantas punya
keyakinan untuk menang?" Mo Tin hong mengejek sambil tertawa
dingin.
"Mo tua, apakah kau lupa dengan pertunjukan bagus dimasa lalu ?"
"Belum, aku belum lupa dengan peristiwa itu, apalagi sewaktu kalian
melarikan diri terbirit-birit macam anjing kena digebuk !"
"Hanya mengandalkan kau seorang Lo Mo?" sambung manusia sambil
tertawa.
"Kalian harus mengerti, waktu itu Pak gi lote datang kesana hanya
secara kebetulan saja."
Manusia menangis segera berkaok-kaok keras, "Mo tua, kini Giok Bin
(muka kumala) sudah jadi onggokan tulang, Sian-kiam (dewa pedang)
sudah terkubur di tanah, kau jangan harap bisa mengharapkan
datangnya bantuan dari adik-adik angkatmu itu secara kebetulan !"
Begitu mendengar si kakek menangis membongkar rahasia tersebut Mo
Tin-hong segera merasakan hatinya tergerak, dengan cepat dia
memperoleh suatu siasat bagus.
Dengan wajah berubah bebat, bentaknya keras-keras: "Ku loji (kakek
menangis), darimana kau bisa tahu kalau adik Pak gi sudah tewas?"
Kakek menangis agak tertegun, setelah menangis terseduh, katanya:
"Tentu saja aku tahu .... " Sesungguhnya Mo Tin-hong mempunyai
hubungan yang luar
biasa pada manusia menangis maupun manusia tertawa, boleh dibilang
ia sangat memahami watak dari mereka berdua, maka tidak menanti
manusia menangis melanjut kata-katanya, ia telah membentak:
"Kau tentu saja tahu? Siau loji?" "Aku tahu dia tentu saja juga tahu!"
manusia menangis
menyambung dengan cepat, "Ku loji, mari kita kesampingkan dulu
masalah yang kita hadapi
malam ini, mari perbincangkan dulu soal kematian yang menimpa Pek
gi hiante ku beserta istrinya."
"Aku tahu kalian berdua tidak pernah bisa membedakan mana yang
salah mana yang benar, dan mana yang jahat, sebagai seorang laki-laki
yang berani berbuat berani bertanggung jawab, aku ingin bertanya
sekarang, apakah kalian turut mengambil bagian didalam peristiwa
berdarah yang menimpa adik angkat ku itu?"
Kedua orang manusia aneh itu tak menjawab melainkan yang satu
berpekik sedih sedangkan yang lain tertawa seram.
Dengan cepat Mo Tin Hong berkata lagi. "Suara pekikan sedih dan
suara tertawa seram hanya aku orang
she Mo seorang yang mengerti, bukankah kalian berdua sedang saling
memberi tanda bahwa malam ini..."
"Kalau saling memberi tanda lantas kenapa" tukas manusia tertawa tiba
tiba dengan suara dalam.
"Kalau dalam hati tidak ada rencana busuk, buat apa mesti
dirundingkan?"
"Heeh heeh heeh... sekalipun ada rencana busuk yang hendak
dirundingkan apa pula yang bisa engkau lakukan?"
"Lohu bisa apa?" Mo Tin hong segera membentak keras, "terus terang
aku katakan pada kalian berdua, lohu boleh saja tidak mau bukit ini,
nyawaku boleh saja tertinggal disini, tapi hari aku hendak membunuh
kaliau berdua untuk membalaskan dendam bagi kematian adik Pek gi
ku..."
"Hanya mengandalkan kau seorang?" manusia menangis berpekik keras.
Mo Tin hong mendengus dingin, sambil menuding kearah dua orang itu
kembali bentaknya:
"Katakan cepat, siapakah sebenarnya pemilik lencana Lok-hun- pay ?"
Manusia tertawa segera tertawa ter-kekeh2: "Orang she Mo,
bukankah kau sudah tahu pura-pura bertanya
lagi..." serunya. Sambil menjerit sedih, manusia menangis
menyambung pula: "Bukankah pemilik lencana Lok hun pay adalah kau
sendiri ?" Paras muka Mo Tin hong berubah menjadi amat serius
sepatah
demi sepatah dengan tegas ia berkata "Bagus sekali, sudah lama lohu
mencurigai kalian berdua, aku tahu didunia persilatan dewasa ini belum
ada orang lain yang begitu bernyali berani memusnahkan
perkampungan Ang liu ceng dan membunuh adik Pak gi suami isteri,
Hmmm... selama ini berhubung lohu tak punya bukti, aku tak berani
berbuat banyak terhadap kalian berdua, tapi hari ini kalian telah
mengakui sendiri dosa-dosamu itu, hutang darah bayar darah,
serahkanlah nyawa kalian berdua !"
Selesai berkata ia segera memberi tanda-tanda kepada enam belas
orang jago pedang berbaju hitamnya sambil berseru:
"Soal gedung dan bukit ini tak usah kalian pikirkan lagi, segera undang
datang Pat-lo dan sekalian jago lihay yang ada, Basmi semua musuh
tangguh yang datang ke bukit malam ini, tak seorangpun dibiarkan
kabur dari sini !"
Mendapat perintah tersebut, enam belas jago pedang itu serentak maju
ke arena dan menyerang kawanan golongan hitam yang masih tersisa
itu.
Sedang Mo Tin-hong menuding kearah Lam sat pak mo sambil berseru:
"Kawanan tikus ini masih ada sekelompok orang lagi yang bersembunyi
dibelakang loteng Hian ki-lo, kalian segera ke sana dan bantai mereka
semua, jangan biarkan seorangpun di antara mereka lolos dengan
selamat, bantai semua sampai ludes !"
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Lam sat patmo segera
membalikkan badan dan ber lalu dari situ.
Mo Tin-hong segera mendengus dingin, dari sakunya dia mencabut
keluar tongkat lemas naga sakti yang menjadi senjata andalannya itu,
kemudian maju kedepan dan melancarkan serangan.
Manusia menangis dan manusia tertawa tak sempat memberi
penjelasan lagi, ditambah watak mereka yang keras kepala dan angkuh,
mereka tak sudi membantah tuduhan orang.
Begitulah sambil tertawa dan menangis ke dua orang itu segera maju
pula menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Manusia tertawa itu mempergunakan sebuah penggaris Liang thian ci
sebagai senjata andalannya, sedangkan si manusia menangis
menggunakan sebuah gada berduri Siang bun pang sebagai senjata.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah terlibat dalam suatu
pertarungan yang amat seru, untuk sesaat sukar dibedakan mana
lawan dan mana kawan.
Dalam pada itu, Sun Tiong lo dan nona Kim yang bersembunyi ditempat
kegelapan, sedang terlibat pula dalam suatu perdebatan.sengit.
Terdengar nona Kim berkata. "Nah sudah kau dengar jelas bukan."
"Apa yang nona maksudkan?" Sun Tiong lo bertanya dengan kening
berkerut kencang.
"Dua orang mahluk tua itu telah mengakui." "Aku tetap curiga!"
tukas Sun Tiong lo. Mendengar jawaban tersebut, nona Kim jadi
gelisah, kembali dia
berseru: "Mereka berdua sudah mengakui sebagai pemilik lencana Lok
hun pay, masa bisa salah?" "Mereka betdua sama sekali tidak mengaku
apa-apa. "Apa yang kau kehendaki hingga menganggap mereka sudah
mengaku? Barusan, ayahku toh sudah bilang dengan jelas, merekalah
yang memusnahkan perkampungan Ang liu ceng dan membunuh
ayahmu, mereka berdua tidak membantah."
"Benar, tapi mereka berdua toh tidak mengaku juga ? Apalagi Mo Sancu
pun tidak membe ri kesempatan kepada mereka berdua untuk
membantah, tahu-tahu dia sudah memberi tanda untuk melakukan
serangan !"
Nona Kim jadi naik darah, sambil mendepak-depakkan kakinya berulang
kali katanya:
"Kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu diri, kau toh sudah
akui ayanku sebagai empek angkatmu, sedang dua makluk tua itu
manusia apa, kenapa kau percaya..."
"Nona, aku tidak maksudkan begitu..." sekali lagi Sun Tiong-lo
menukas.
Sementara mereka sedang berdebat tiada hentinya, mendadak dari
tengah arena berkumandang suara jeritan dari manusia menangis serta
dengusan tertahan dari Mo Tin-hong, menyusul kemudian tiga sosok
bayangan manusia itu mendadak saling berpisah.
Mereka yang berdebat pun segera hentikan perdebatannya dan
mengalihkan sorot mata nya ketengah arena.
Ditengah arena tampak lengan kiri manusia tertawa telah basah oleh
cucuran darah, jari manis dan jari kelingking tangan kirinya mulai ruas
kedua telah tersayat kuntung oleh sambaran toya lemas Mo Tin hong.
Luka tersebut hanya luka dikulit saja, jelas tak akan mempengaruhi
kemampuannya untuk melanjutkan pertarungan, sebaliknya Mo Tin hong
tidak menderita cidera apa-apa, sekalipun pakaian dibagian dadanya
sudah tersambar hingga robek.
Nona Kim segera menghembuskan napas lega, baru saja akan bersura
lagi, manusia tertawa dan manusia menangis telah melejit kembali
keudara lalu menerjang Mo Tin hong secara ganas.
Mo Tin hong segera membentak gusar: "Bagus sekali, inilah yang
kuinginkan !"
Maka ketiga orang itupun terlibat kembali dalam suatu pertarungan yang
amat sengit.
Nona Kim seperti bersiap-siap akan turun tangan, tapi Sun Tiong lo
segera mencengkeram lengan kanannya sambil menegur.
"Nona, mau apa kau?" Nona Kim berusaha untuk meronta dan
melepaskan diri dari
cengkeraman, namun tidak berhasil akhirnya dia berseru:
"Lepaskan aku!"
"Nona" kata Sun Tiong lo dengan wajah bersungguh-sungguh, "tadi
mereka hanya saling mencoba dalam jurus pukulan, tapi sekarang
tenaga dalam masing masing telah disalurkan ke dalam senjata tajam,
kedahsyatannya luar biasa sekali."
"Bila nona tidak yakin memiliki kemampuan untuk menangkan tenaga
gabungan dari mereka bertiga, lebih baik janganlah bertindak gegabah,
sebab bila turun tangan sekarang, jangankan membantu Sancu, mungkin
ketika badanmu mencapai berapa kaki dari arena pertarungan pun
badanmu akan terluka oleh sambaran tenaga dalam yang sangat kuat
ini."
Nona Kim bukan tidak mengerti akan teori tersebut, hanya saja
perasaan gelisah yang kelewat batas telah membuat dia kehilangan
kesadarannya.
Setelah diperingatkan oleh Sun Tiong lo sekarang, sudah barang tentu
dia tak akan bertindak secara gegabah lagi.
-ooo0dw0ooo-
BAB KEDUA PULUH TUJUH.
DASAR watak perempuan, sekalipun tahu kalau salah, namun dia
enggan untuk mengakui kesalahannya itu, dengan suara manja dia
lantas berseru keras:
"Lepaskan cekalanmu, tak usah mencampuri urusanku !" Sun Tionglo
tertawa, dia segera lepas tangan sambil katanya
"Aku telah berusaha sedapat mungkin, bila nona tidak mau percaya
juga kepadaku, yaa apa boleh buat lagi ?"
Belum lama dia menyelesaikan perkataannya, mendadak dari tengah
arena telah berkumandang suara jeritan yang memilukan hati.
Tampaknya pertarungan ditengah arena telah berubah menjadi suatu
pertarungan adu tenaga dalam.
Sebenarnya nona Kim hendak membantu ayah nya, tapi niat tersebut
dicegat oleh Sun Tiong lo.
Tak terkira rasa kaget yang menekan perasaannya, secara tiba- tiba dia
mendengar bergemanya suara jeritan keras yang memilukan hatinya itu.
Dengan cepat dia berpaling kearena, tampaklah sesosok bayangan
manusia telah mencelat keluar dari arena dan tergeletak ditanah.
Nona Kim kuatir sekali kalau orang itu adalah ayahnya, maka setelah
mengetahui kalau bayangan manusia itu adalah manusia menangis
legalah hatinya.
Tampak manusia menangis telah kehilangan senjata gada berduri
Siang-bun pangnya, sedang kaki kirinya seperti sudah putus pula kena
terpenggal.
Tapi setelah berpekik keras, tiba-tiba makhluk aneh itu meronta bangun
dan menerjang kembali kedalam arena.
Setelah dua kali menderita luka parah, keadaan dari manusia menangis
bertambah parah dan mengenaskan, tapi ia tak ambil perduli, maka
seperti orang kalap saja ia menerjang terus kedepan.
Bicara yang sebenarnya, ilmu silat penggaris Liang thian ci maupun
tenaga dalam dari manusia tertawa selalu setengah tingkat di-bawah
manusia menangis, tapi dalam kenyataannya sesarang dia justru
selamat tanpa cedera apapun sebenarnya apa yang telah terjadi?
Waktu itu, meski manusia menangis kehilangan pada berduri Ku siang
pangnya, meski kaki sebelah buntung, namun tak menjadi penghalang
baginya untuk beradu jiwa, bukan cuma tidak menghalangi bahkan hawa
napsu membunuh serta sifat buasnya makin membara, serangan demi
serangan yang dilancarkan juga makin menggila, ilmu pukulan Han pok
to kui ciang (pukulan hawa dingin penembus tulang) yang diandalkan
manusia menangis untuk merajai dunia persilatan, kini telah dikerahkan
sehebat-hebatnya,
tampaklah deruan angin pukulan yang menusuk tulang mendesak
sekeliling tubuh Mo Tin hong tiada hentinya.
Pertarungan sengit kembali berkobar, ketiga orang itu dengan
mengandalkan gerakan yang cepat saling menyerang saling mendesak.
Untuk sesaat sukar ditentukan mana yang kuat mana yang lemah.
Nona Kim mengerutkan dahinya rapat-rapat menghadapi situasi
semacam ini, dia nampak merasa tegang sekali.
Sun Tiong lo melirik sekejap kearahnya, lalu ujarnya: "Kau merasa
kuatir?" Rasa mendongkol masih membara dalam dada nona Kim,
sudah
barang tentu ia tak akan bersikap ramah terhadap sang pemuda,
tiba-tiba suaranya ketus:
"Kau sangat lega bukan?" "Yaa, aku memang sangat lega, apa yang
mesti kukuatirkan?"
Sun Tiong lo tertawa. Nona Kim segera mendengus marah, tanpa
berbicara lagi dia
segera bangkit berdiri dan berlalu dari situ. Buru-buru Sun Tiong lo
menghalangi jalan perginya sambil
menegur. "Kau mau kemana?" "Minggir!" Nona Kim melirik sekejap ke
arahnya, "kemana aku
suka pergi, kesana aku akan pergi, kenapa kau mesti mencampuri
urusanku!"
Sun Tiong lo segera tersenyum. "Apa yang kau katakan memang benar,
tapi pertarungan yang sedang berlangsung sekarang belum berakhir,
Lam sat pak mo yang berada disamping loteng Hian ki lo pun sedang
bertarung menghadapi sekelompok musuh yang tangguh, bila nona
menampakkan diri sekarang..."
"Kenapa?" sela nona Kim, "tidak bolehkah aku menampilkan diri pada
saat ini !"
-ooo0dw0ooo-
Jilid 22
SUN TlONG LO segera mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
Mo Tin hong yang sedang bertarung ditengah arena. kemudian
tegurnya:
"Apakah nona yakin memiliki kemampuan untuk melindungi keselamatan
sendiri?"
"Hm, kau jangan memandang hina kepada orang lain!" "Permainan
toya lemas dari Mo Sancu sekarang lebih banyak
melancarkan serangan dari pada bertahan, jurus-jurus serangan yang
di-lancarkanpun lebih banyak yang aneh dan sakti, mustahil dia bisa
menderita kekalahan, tapi bila kau menampakkan diri sekarang, maka
hal ini justru akan memaksanya..."
Ketika berbicara sampai disitu, sengaja dia menghentikan perkataannya
itu.
Nona Kim agak tertegun, cepat selanya: "Memaksa Sancu kenapa?"
"Memaksa Mo Sancu harus menyerah kalah!" "Kenapa bisa begitu ?"
Nona Kim merasa tidak habis mengerti. Sun Tiong lo tertawa. "Tadi
manusia menangis bisa terluka lantaran dia kelewat
bernapsu ingin mencari kemenangan, padahal berbicara soal ilmu silat,
dengan kedudukan dua lawan satu sekarang, meski Mo Sancu bisa
mempertahankan diri agar tak kalah, bukan suatu pekerjaan yang
gampang baginya untuk meraih kemenangan.
"Sebaliknya bila kau munculkan diri sekarang salah seorang diantara
dua manusia aneh itu pasti akan melancarkan serangan secara tiba-tiba
kepadamu, andaikata kau sampai tertawan dengan sandera ditangan,
apakah kedua orang manusia aneh itu tak dapat memaksa Mo Sancu
untuk..."
Nona Kim tidak berbicara lagi, dia segera menundukkan kepalanya dan
menyembunyikan diri lagi ketempat semula.
Sementara berbicara dengan nona Kim tadi sepasang mata Sun
Tiong-lo tak pernah berpisah dari tengah arena, dengan seksama dia
perhatikan terus jalannya pertarungan antara manusia tertawa dan
manusia menangis melawan Mo Tin-hong, dia memang seorang
manusia yang bertujuan.
Pelan pelan nona Kim mendongakkan kepalanya kembali memandang
sekejap kearah Sun Tiong lo, tiba-tiba ia bertanya:
"Apa yang sudah kau lihat ?" Walaupun Sun Tiong lo mengerti apa
yang dimaksudkan nona
itu, namun dia berlagak pilon, segera tanyanya pula, "Lihat apa ?"
"Keadaan pertarungan yang sedang berlangsung !" "Kalau dipaksakan
aku memang masih bisa melihat jelas gerakan
tubuh mereka beserta jurus-jurus serangannya !" Mendengar itu nona
Kim segera menundukkan kepalanya
rendah-rendah, katanya lirih. "Aku justeru tak dapat melihat apa-apa!"
"lni berkat pengalaman, masih belum terhitung seberapa." Sun
Tiong lo tertawa. Dengan cepat nona Kim menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Hal ini bukan dikarenakan pengalaman, kau tak usah
membohongi aku..." Kembali Sun
Tiong lo tertawa.
"Perlukah kujelaskan jalannya pertarungan kepadamu ?" dia
menawarkan pelan.
"Tentu saja." nona Kim tertawa tersipu-sipu. Sun Tiong lo segera
mengalihkan kembali sorot matanya
ketengah arena, lalu katanya. "Enam belas Kiamsu berbaju hitam
mempunyai tenaga dalam
yang merata, oleh karena itu meski pihak lawan terdapat tiga racun, toh
gagal untuk melepaskan diri dari barisan pedang, bila pertarungan
berjalan lama, mereka pasti tak akan tahan, kau tak usah kuatir!"
Dengan gemas nona Kim melotot sekejap ke arah Sun Tiong lo sambil
berseru.
"Hei, kau toh tahu kalau aku sedang menanyakan kedua orang siluman
tersebut ?"
"Tak usah gelisah." tukas sang pemuda sambil tersenyum "akan
kujelaskan satu bagian demi satu bagian, akhirnya kelompok kedua
siluman itupun pasti akan kubicarakan juga !"
Nona Kim tidak menanggapi perkataan itu, ia segera mengerling
sekejap kearah Tiong lo.
Tapi Sun Tiong lo berlagak tidak melihat, kembali dia berkata.
"Walaupun manusia menangis sudah terluka, namun tidak
menghalangi gerak-geriknya untuk melanjutkan pertarungan, kaki
kirinya juga seperti tidak patah melainkan cuma salah urat, sekarang
tampaknya kesalahan urat tersebut telah dibenarkan olehnya sendiri.
"Gerak gerik si manusia tertawa sudah tidak selincah dan secepat tadi
lagi, tapi jurus serangan yang dimainkan dengan senjata penggaris
Liang-thian-ci nya sangat lihay luar biasa, agaknya dia seperti memiliki
suatu jurus pembunuh lainnya."
"Ilmu pukulan manusia menangis juga sangat aneh, rupanya merupakan
semacam ilmu pukulan hawa dingin yang sangat
beracun, kalau tidak, Mo Sancu tak mungkin bersiap sedia selalu
dengan tangan kirinya yaug melindungi dada serta melayani sangat
berhati-hati."
"Masih kuatkah tenaga kekuatan yang dimiliki ayahku?" sela nona Kim
lagi tanpa terasa, Sun Tiong lo segera tertawa.
"Tak usah kuatir, Mo Sancu masih belum menunjukkan tanda- tanda
akan kalah meski harus menghadapi serangan gabungan dari dua orang
manusia aneh itu."
"Menurut pendapatmu, bagaimanakah akhir dari pertarungan sengit
ini..."
"Sulit untuk dikatakan, ada kalanya suatu kelompok yang tampaknya
bakal menang tapi karena gegabah atau terlalu menyombongkan diri
akhirnya jadi kalah, tentu saja bila selisih tenaga dalamnya amat besar,
lain lagi cerita nya."
"Jangan kau singgung soal keteledoran atau gegabah, berilah
penilaianmu atas dasar kekuatan yang mereka miliki."
"Sulit untuk dibicarakan." Sun Tiong lo tetap menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Mengapa?" nona Kim masih saja tidak habis mengerti. "Pertama
aku kurang begitu jelas mengetahui tenaga dalam serta
kepandaian silat yang mereka miliki, kedua berbicara sampai detik ini,
agaknya Mo Sancu masih menyembunyikan sebagian besar ilmu
silatnya, maka sulit bagiku untuk memberikan penilaiannya."
"Ooooh.!" Setelah berhenti sejenak, mendadak nona Kim bertanya
lagi. "Andaikata pertarungan ini sudah berlangsung hingga mencapai
puncak kekritisan, dimana akhirnya ayahku tak sanggup menahan diri,
bahkan jiwanya terancam bahaya maut, bersediakah kau menampilkan
diri guna menolong ayahku ?"
"Tentu saja!" jawab Sun Tiong lo serius.
Mendengar perkataan itu, nona Kim merasa hatinya sangat lega, dia
lantas tersenyum manis.
"Kalau begitu, akupun merasa lega sekali" "Tapi aku masih tetap tak
tahu perbuatanku itu benar atau
salah!" Sun Tiong lo kembali menambahkan sambil melirik sekejap
kearahnya.
"Oooh, tentu saja benar, coba bayangkan, ke dua orang manusia aneh
itu adalah musuh sedang ayahku adalah empek angkatmu, dan lagi
pertarungan inipun dilangsungkan untuk membalas dendam bagi
kematian ayah serta ibumu "
Sun Tiong lo segera tertawa getir, tiba-tiba tukasnya: "Bagaimana
kalau kita jangan membicarakan persoalan itu
sekarang?" "Aaaah, berbicara pulang pergi, kau masih saja tidak
percaya
kepada ayahku." kembali nona Kim menjadi marah. Tiba-tiba Sun Tiong
lo menuding ke tengah arena sambil berseru: "Oooh... sebuah jurus Sin
Liong siang-hui (naga sakti terbang
berputar) yang sangat indah, si manusia tertawa telah terluka. Benar
juga, mengikuti ucapan dari Sun Tiong lo itu, bergema
suara tertawa aneh dari si manusia tertawa. Menyusul kemudian
tampak bayangan manusia saling berpencar,
pertarunganpun segera terhenti. Sekali lagi senjata toya lemas naga
sakti milik Mo Tin hong penuh
berpelepotan darah. Siluman tertawa dan siluman menangis berdiri
berjajar pula
dengan sikap waspada, jaraknya dengan Mo Tin hong cuma satu kaki
delapan depa.
Dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam, siluman menangis
mengawasi wajah Mo Tin hong tanpa berkedip, sepatah katapun tidak
diucapkan.
Bahu kiri siluman tertawa berubah pula menjadi merah darah, seluruh
lengan kirinya itu sudah tak sanggup digerakkan lagi.
Sesaat kemudian, siluman menangis berpaling dan memandang sekejap
ke arah siluman tertawa, kemudian katanya:
"Loji, bagaimana sekarang?" Siluman tertawa segera tertawa,
serunya. "Lotoa, sepuluh tahun ditimur, sepulun tahun dibarat,
kepandaian
Mo loji saat ini sudah jauh lebih tangguh daripada tahun-tahun
sebelum-nya, cuma lotoa, menang kalah masih terlalu awal untuk
dibicarakan bukan begitu?"
"Tentu saja, cuma.,..perlukah berbuat begitu" "Kakimu, bahuku
tentunya tak akan dibiarkan sia-sia dengan
begitu saja bukan?" seru siluman tertawa sambil terkekeh-kekeh.
Siluman menangis segera menggigit bibirnya kencang-kencang,
kemudian katanya: "Loji, menurut pendapatmu apa yang mesti kita
lakukan
sekarang?" "Lotoa, mati hidup manusia sudah digariskan, tiada tanah
yang
tak bisa dipakai untuk mengubur jenazah, aku lihat pemandangan alam
di atas Bukit pemakan manusia ini sangat indah, bagaimana kalau kita
membelinya saja?"
Mendengar perkataan itu, siluman tertawa segera berpekik sedih,
serunya lantang.
"Kalau kudengar dari pembicaraanmu tampaknya kau telah bertekad
untuk menjual nyawa tuamu disini. sekalipun demikian, sudah
sewajarnya kalau dilakukan tawar menawar lebih dahulu, benar bukan
loji ?"
Siluman tertawa segera mengangguk. "Tentu saja, kita memang
seorang ahli dalam hal tawar
menawar"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Lotoa, mari kita
membuat penawaran untuk Mo loji !" Begitu selesai berkata, siluman
tertawa itu tertawa seram dengan
suara nyaring, dua sosok bayangan manusia tahu-tahu melejit ketengah
udara, kemudian dengan kecepatan luar biasa langsung menerjang ke
arah Mo Tin hong.
Gerak serangan yang dilakukan saat ini benar-benar amat dahsyat dan
mengerikan, dalam kagetnya tanpa terasa nona Kim menjerit keras.
Sementara gadis itu masih menjerit kaget, siluman tertawa dan siluman
menangis telah menerjang kehadapan Mo Tin hong dengan sepenuh
tenaga.
Walaupun Mo Tin hong memiliki tenaga dalam yang amat sempurna
dengan ilmu silat yang lihay, diapun tak berani memandang enteng atas
serangan maut yang dilepaskan ke dua orang siluman itu, serta merta
dia melejit kesamping kiri sejauh tiga kaki lebih untuk meloloskan diri.
Dengan melejitnya Mo Tin hong ke samping hal ini memberi peluang
bagi kedua orang si luman itu untuk melanjutkan sergapan mautnya.
Berada ditengah udara, dua orang siluman itu segera berpekik sedih
dan tertawa seram.
Menyusul kemudian mereka berdua saling beradu pukulan sendiri
ditengah udara, lalu siluman menangis menerjang ke tubuh Mo Tin hong,
sebaliknya siluman tertawa dengan meminjam tenaga benturan tadi
meluncur datar ke muka.
Siluman tertawa yang meleset ke depan sama sekali tidak bermaksud
untuk membantu siluman menangis dalam usahanya menggencet Mo
Tin hong, rupanya dia menaruh maksud jahat dengan menerjang ke
tempat persembunyian nona Kim.
Rupanya seluk beluk serta keadaan diatas bukit Pemakan manusia sudan
diketahui oleh dua orang siluman itu, mereka juga tahu kalau diatas
bukit itu tidak terdapat jago perempuan lain selain putri Sancu.
Ketika Nona Ki m berdebat dengan Sun Tiong lo lalu bangkit berdiri dan
bersiap-siap meninggalkan tempat persembunyiannya tadi,
sesungguhnya dua orang siluman tersebut telah melihatnya.
Waktu itu mereka berdua sedang bertarung sengit melawan Mo Tin
hong, dalam repotnya dalam sekilas pandangan saja mereka dapat
menangkap bayangan tubuh nona Kim, tak heran kalau sasaran yang
dituju kali ini sangat tepat.
Walaupun dua orang siluman itu tak tahu persis kedudukan nona Kim,
tapi karena Khong It hong telah bersekongkol dengan Tin lam sam-tok.
dia pun turut mengetahui jika perempuan dalam Bukit pemakan
manusia ini erat sekali hubungannya dengan Sancu.
Dalam pertarungan yang berlangsung itupun kedua orang siluman itu
tahu bahwa kemenangan tak mudah diraih, apalagi anak buah yang
dipimpin tiga manusia racun sudah hampir punah dibantai enam belas
jago lawan.
Sedang pasukan pembantu lain yang dipersiapkan hingga kinipun belum
ada kabar beritanya, tak bisa disangkal lagi mereka pasti sudah dibantai
pula oleh Lam sat pak mo.
Maka timbullah niat mereka untuk membekuk nona Kim sebagai
sandera, dengan adanya sandera ditangan sedikit banyak harapan bagi
mereka untuk berhasil masih ada.
Itulah sebabnya dua orang siluman itu saling beradu tenaga diangkasa,
lalu siluman tertawa manfaatkan kesempatan itu untuk meluncur ke
tempat persembunyian nona Kim serta berusaha untuk membekuk gadis
itu sebagai sandera.
Waktu itu, siluman tertawa sudah hampir meluncur tiba pada
sasarannya, sementara Mo Tin-hong masih terlibat dalam suatu
pertarungan sengit melawan siluman menangis.
Dibawah serangan-serangan gencar dari siluman menangis, Mo
Tin-hong masih sempat, berseru keras memberi peringatan kepada
nona Kim.
"Kim ji, hati-hati dengan sergapan dari Siluman tertawa !" Teriakan
Mo Tin liong yang bermaksud untuk memberi
peringatan ini boleh dibilang merupakan suatu tindakan yang bodoh,
seandainya dia tidak meneriakkan kata "anak Kim," mungkin siluman
menangis dan si luman tertawa masih belum mengetahui kedudukan si
nona yang sebelumnya, kendatipun se andainya sampai terjatuh ke
tangan mereka, tak nanti kedua orang siluman itu menyanderanya untuk
memaksa Mo Tin hong menuruti kemauan mereka.
Tapi sekarang, keadaan menjadi berubah, siluman menangis segera
berpekik sedih, kemudian teriaknya:
"Looji, sudah dengar belum ? Budak itu berguna sekali!" Ketika
ucapan tersebut diutarakan, siluman tertawa telah
menyelinapkan senjata penggaris Liang thian ci itu kesisi pinggangnya,
kemudian dengan telapak tangan kanannya yang besar, disertai tenaga
Yu ming si hun kui im ciang ( hawa dingin cakar setan pembetot sukma)
dia cengkeram tubuh si nona."
Sambil menggertak gigi, nona Kim meloloskan pedangnya dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu, baru saja ujung pedang itu mencapai tiga depa dihadapan
tubuh siluman tertawa, mendadak senjata tersebut terpental kembali
keras-keras, menyusul kemudian hidungnya segera mengendus bau amis
yang tak sedap, tahu-tahu cakar setan Si hun kui jiau telah muncul di
depan dada.
Pucat pias wajah nona Kim, ia menjerit kaget dan tampaknya sulit buat
nona itu untuk meloloskan diri dari ancaman bahaya maut.
Pada saat yang kritis inilah, mendadak Sun Tiong lo membentak gusar:
"Hmmm, berhadapan dengan orang yang tak bersalah pun
menggunakan ilmu beracun yang begini ganas, tampaknya kau sedang
mencari kesulitan buat diri sendiri.
Ditengah pembicaraan tersebut, tampak Sun Tiong lo mengebaskan
ujung baju sebelah kanan nya, segulung hembusan angin lembut segera
menyongsong datangnya cakar raksasa Yu ming si hun kui-jiau yang
telah mengancam didepan dada si nona itu.
Siluman tertawa segera menjerit kesakitan tubuhnya yang tinggi besar
dan putih itu mencelat oleh tenaga pukulan yang sangat kuat itu
sehingga terlempar sejauh satu kaki dua depa sebelum akhirnya
terbanting keras-keras di atas tanah.
Begitu mencium tanah, siluman tertawa berusaha untuk meronta
bangun, namun usahanya yang berulang kali itu tak pernah berhasil.
Ketika memeriksa pula cakar setannya yang barusan dipentangkan lebar
lebar, tampaklah kelima jari tangannya telah patah menjadi dua, darah
segar bercucuran dengan derasnya.
Siluman tertawa yang ganas tapi setia kawan itu, mesti terkapar
ditanah dalam keadaan terluka parah, ia sempat menggigit bibirnya
sambil berseru kepada siluman menangis.
"Lotoa, mundur cepat dari sini, seorang di antara kita berdua harus
terap hidup untuk membalas dendam atas sakit hati ini."
Siluman menangis sedang beradu kekuatan melawan Mo Tin hong
waktu itu, ia tak pernah menyangka kalau saudaranya siluman tertawa
bakal menderita kekalahan total, lebih-lebih tak menyangka kalau
siluman tertawa bakal dipecundangi sehingga terluka parah.
Ketika mendengar jeritan ngeri dari siluman tertawa tadi, hatinya
menjadi terkesiap, dalam repotnya dia melirik sekejap kearah
saudaranya itu, baru dia berpaling, telinganya sudah mendengar seruan
dari siluman tertawa, sekarang dia baru tahu keadaan saudaranya itu
sudah amat payah.
Dengan cepat dia berpekit keras memperdengarkan tangisan setannya,
kemudian sesudah memukul mundur Mo Tin-hong, ia langsung
menerjang ke arah siluman tertawa.
Begitu tiba disamping saudaranya, dia berseru keras. "Loji,
bagaimana keadaanmu? Apakah masih bisa jalan." Ucapan terakhir
baru diutarakan terjangan maut dari Mo Tin
hong telah menerkam tiba. Tangan kiri Mo Tin hong dikepal
kencang-kencang, kemudian diayunkan kemuka dengan kecepatan luar
biasa, ketika hampir tiba pada sasarannya mendadak jati telunjuknya
direntangkan kedepan, lalu bagaikan sebatang tombak menusuk jalan
darah tay yang hiat dikening siluman menangis sementara tenaga dalam
yang lain disalurkan lewat tangan kanannya dan menembusi tongkat
lemas sin-hong luan cang untuk membabat kedepan.
Entah siluman menangis sedang sedih hingga kehilangan ketajaman
pendengarannya, entah disebabkan alasan lain, walaupun ia sempat
melejit keudara, namun tak sempat meloloskan diri dari totokan jari
tangan Mo Tin hong itu.
Tak sempat lagi menangis setan, tubuhnya segera tergelepar diatas
tanah, sedangkan sapuan loya yang dilancarkan Mo Tin hong dengan
sepenuh tenaga itu, oleh karena tubuh siluman menangis tergelepar di
tanah sehingga tidak terkena serangan.
Siluman tertawa yang sudah terluka parah dan sedang duduk bersila itu
segera menjadi sasaran berikutnya, dengan telak sapuan itu
menghantam punggungnya.
Pada saat itu, Sun Tiong-lo berteriak keras: "Mo sancu, cepat tarik
kembali toyamu !" Sayang seruan itu terlambat diutarakan punggung
siluman
tertawa sudah terhajar telak, ia segera muntah darah segar dan
terkapar mampus disamping rekannya.
Mo Tin-bong segeta berpekik panjang, tubuhnya berputar kencang dan
menerjang masuk kedalam lingkaran musuh yang terdiri dari tiga
manusia beracun, toya lemasnya berkelebat kian kemari, jeritan
kesakitanpun berkumandang silih berganti.
Tak selang berapa saat kemudian, semua musuh berhasil ditumpas
habis, tak seorang pun diantara mereka yang dibiarkan hidup.
Dalam pada itu, Lam-sat-pak-mo juga telah meluncur balik, jelaslah
sudah bahwa mereka pun berhasil menumpas musuhnya.
Nona Kirn masih berdiri bodoh disamping Sun Tiong-lo, perubahan itu
terjadi terlalu mendadak sehingga untuk sesaat dia menjadi tertegun
saking kagetnya.
Sun Tiong lo pun berkerut kening, tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia maju kesisi tubuh siluman menangis dan siluman tertawa dengan
langkah lebar, kemudian membungkukkan badan dan memeriksa
denyutan nadi mereka.
Ternyata jalan darah Tay-yang hiat diatas kening siluman menangis
telah berlubang, tulang kepalanya sudah hancur, tentu saja selembar
nyawanya sudah terbang meninggalkan raganya.
Saat itulah Mo Tin-hong maju kemuka membangunkan nona Kim,
hiburnya dengan suara lirih:
"Anak Kim, kau dibikin kaget ?" Nona Kim menggeleng, ia
membalikkan badan menubruk keatas
bahu Mo sancu dan menangis tersedu-sedu. Sekalipun dia berhati keras
namun belum pernah menjumpai
keadaan seperti apa yang dialaminya malam itu, lebih-lebih lagi belum
pernah menyaksikan mayat yang terkapar memenuhi tanah, maka tak
kuasa lagi dia menangis.
Sun Tiong lo melirik sekejap kearah Mo Tin hong, kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia membalikan badan dan berlalu.
Mo Tin hong amat terkesiap menyaksikan keadaan itu, segera tegurnya
dengan suara keras.
"Hiantit kau hendak kemana?" "Kembali kekamar untuk beristirahat!"
jawab Sun Tiong lo dingin. Mo Tin hong berusaha keras untuk
mengembalikan gejolak dalam
hatinya, lalu berkata sambil tertawa. "Musuh tangguh yang menyerbu
ke atas bukit pada malam ini
sungguh tangguh, siluman tertawa dan siluman menangis merupakan
dua orang gembong iblis yaug tiada tandingannya dikolong langit,
apalagi ketika siluman tertawa menyergap anak Kim secara tiba-tiba,
seandai nya tak ada hiantit..."
Sun Tiong lo segera menukas sambil tertawa hambar: "Seandainya
tak ada aku, kedua orang itu akan mampus lebih
awal lagi..." Ucapan mana kontan saja membangkitkan kemarahan
nona Kim,
sambil melotot besar teriaknya. "Apa.... apa maksudmu?" "Aku
berbicara sejujurnya" jawab Sun Tiong lo dingin, "dan aku
percaya Mo sancu pasti mengerti akan ucapanku ini!" Tentu saja Mo Tin
liong mengerti, namun dia harus berlagak
seolah-olah tidak mengerti, dengan wajah tertegun tanyanya. "Hiantit,
apa yang kau maksudkan dengan perkataan tersebut?" "Mo sancu tidak
mengerti...?" kata Sun Tiong lo setelah
memandang sekejap ke arah nona Kim. "Empek betu!-betul merasa
tidak mengerti!" Sun tiong lo segera tertawa dingin. "Mo sancu, kalau
toh kau memiliki ilmu jari Thian sin ci yang
maha lihay, mengapa tak kau gunakan sedari tadi? Mengapa kau malah
bertarung menggunakan senjata tajam?"
Mo Tin hong terbawa terbahak bahak. "Haahh..,.haaahh... haaahh
hiantit salah paham!" "Ooh...salah paham? Aah, belum tentu
begitu!?" Sekali lagi Mo Tin hong tertawa. "Seandainya empek
memiliki ilmu jari Thian sian ci yang lihay
mengapa tidak kau gunakan semenjak tadi?" Dengan cepat Sun Tiong
lo menunjuk kearah jalan darah Tay
yang hiat diatas kening siluman menangis, kemudian ujarnya: "Kalau
kepandaian semacam ini mah masih belum dapat
mengelabui diriku!" "Jadi hiantit berpendapat demikian?" sekali lagi Mo
Tin hong
melirik sekejap kearah Sun Tiong lo. Sun Tiong lo berkerut kening,
"Memangnya keliru ?" Mo Tin hong tidak menjawab, dia segera maju
kedepan
mendekati jenasah dari siluman menangis lalu mencengkeram mayatnya
dan di dekatkan kepada Sun Tionglo, katanya sambil melepaskan
jenasah tersebut keatas tanah.
"Hiantit, coba kau saksikan dengan lebih seksama, terutama jalan darah
Tay-yang hiat dimana merupakan luka yang mematikan bagi siluman
tua ini !"
Mendengar perkataan itu, berkilat sepasang mata Sun Tiong lo. dia
segera mengalihkan perhatiannya keatas jalan darah Tay-yang hiat.
Sesaat kemudian, paras muka Sun Ti.mg lo berubah menjadi merah
padam, katanya agak tersipu.
"Harap Mo sancu maklum, tampaknya aku telah salah melihat!" Mo
Tin hong menghembuskan napas panjang, dia segera
melancarkan serangan untuk menekan disisi jalan darah Tay yang hiat
dikening siluman menangis sebatang jarum Wu sik bok
sepanjang satu setengah inci segera melompat keluar dari jalan darah
Tay yang hiat.
Dengan kedua jari tangannya Mo tin bong menjepit jarum kayu
tersebut, kemudian sekalian memutusnya dengan pakaian silum?n
menangis setelah menghembuskan napas panjangt ia masukan kembali
jarum itu kedalam saku-
Tiba-tiba terlintas tasa curiga dalam hati Sun liong lo, segera serunya
cepat,
"Sungguh cepat gerakan tangan Mo sancu!" Ucapan itu mempunyai
arti ganda, percaya Mo Tin hong pasti
akan memahaminya. Ternyata Mo Tin hong seolah-olah tidak
menangkap makna yang
sesungguhnya dari perkataan itu, segera kepalanya digelenggelengkan.
"Cepat apa? Kalau dibicarakan sesungguhnya memalukan sekali."
Setelah berhenti sebentar, dia menggulung bajunya dan berkata.
"Hiantit, silahkan kau lihat ini !" Ketika Mo Tin hong menggulung naik
ujung bajunya tadi, Sun
tiong-lo sudah tahu apa gerangan yang telah terjadi. Ternyata dibalik
ujung bajunya itu terdapat sebuah alat pembidik
jarum yang diikatakan pada lengan, diatas alat pembidik tersebut di
pasang dua baris jarum kayu Wu sik-bok.
Perlu diketahui, kayu Wu sik-bok adalah sejenis kayu yang keras
bagaikan emas, bersifat panas dan sangat beracun, kayu itu banyak
dihasilkan diwilayah Biau.
Menggunakan kayu sebagai senjata rahasia, pada hakekatnya
merupakan suatu perbuatan yang sama sekali diluar dugaan.
Apalagi Mo Tin-hong menyembunyikan jarum semacam itu dibalik
bajunya, tindakan semacam ini pada hakekatnya jauh diluar dugaan
siapa pun, tak heran kalau dengan kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki Sun Tionglo pun ia tak sempat melihat jelas kalau siluman
menangis tewas akibat terkena jarum kayu beracun itu.
Sekarang, duduknya persoalan sudah menjadi nyata, kecurigaan Sun
Tiong lo pun langsung lenyap.
Dia, Sun Tiong-lo, sebenarnya adalah seorang pemuda yang jujur, maka
setelah menyadari kalau kesalahan berada dipihaknya, kontan semua
kecurigaannya lenyap.
Dengan wajah yang bsrsungguh-sungguh dia pun berkata: "Empek,
harap kau maklum, siau tit mengakui akan kesalahanku itu,
sesungguhnya hal bisa terjadi karena siautit masih mencurigai empek
sebagai musuh besarku, seperti diketahui dendam sakit hati orang tuaku
belum terbalas dan kebetulan Su-nio, istri muda empek adalah musuh
besar yang patut dicurigai, oleh karena itu..."
Tidak menunggu Sun Tiong-Io menyelesaikan perkataannya, Mo
Tin-hong telah menukas.
"Hiantit tak usah memberi penjelasan, sesungguhnya Pak-gi suami istri
bisa sampai terikat dendam sakit hati dengan kedua orang siluman itu
tak lain adalah gara-gara empek, sehingga sewaktu menderita serangan
gelap, empek merasa sedih sekali..."
Tiba-tiba Sun Tiong lo mengucapkan suatu perkataan yang amat
mengejutkan hati.
"Empek Mo, hingga kini siautit masih tidak percaya kalau kedua orang
siluman itu adalah musuh besarku!"
Agak tertegun wajah Mo Tin hong ketika mendengar perkataan itu,
segera serunya.
"Apakah Hiantit tidak mendengar apa yang telah empek bicarakan
dengan kedua orang itu?"
"Siautit memang sudah mendengar semua. tapi kedua orang siluman itu
toh tidak mengakui."
Mo Tin hong segera menghela napas panjang.
"Aaai... hal ini harus disalahkan pada-empek yang kelewat berhati-hati,
seandainya aku tidak menyadari kedua orang Siluman itu kelewat liehay
sehingga setelah melancarkan serangan dengan jarum kayu Wu sik bok,
tak nanti akan kutambahi dengan toya lemas itu.
"Seandainya tiada serangan toya itu, siluman menangispun pasti tak bisa
menyingkir ke samping sehingga serangan mana mengenai siluman
tertawa, asal salah seorang saja diantara ke dua orang siluman itu masih
hidup, niscaya tak sulit untuk menyelidiki persoalan ini sampai menjadi
jelas!"
Baru saja dia menyelesaikan perkataan itu. tiba-tiba dari balik kegelapan
terdengar seseorang menjawab.
"Walaupun kedua orang itu sudah mati, namun aku berani menjamin
kalau musuh besar yang melakukan pembunuhan dimasa lalu bukanlah
mereka...!"
Mendengar perkataan itu, paras muka Mo Tin hong berubah hebat, ia
segera memberi tanda kepada Lam sat pak mo sambil berseru.
"Masih ada musuh yang belum tertumpas, kali ini jangan biarkan
seorang manusiapun tetap hidup!"
Lam sam Pak mn segera bergerak setelah mendengar perkataan itu.
Buru-buru Sun Tiong lo berseru. "Empek Mo, cepat suruh mereka
berhenti, engkoh ku yang
datang!" Baru saja Mo Tin hong menitahkan Lam sat Pak mo berhenti,
dari
tempat kegelapan telah muncul dua sosok bayangan manusia, yang
berada dipaling depan adalah Bau ji sedang yang berada dibelakangnya
tidak dikenal oleh Mo Tin hong maupun nona Kim.
Sebaliknya Sun Tiong lo yang menyaksikan orang yang berada
dibelakang itu segera maju menyongsong sambil tertawa.
Mereka saling berjabatan satu sama lainnya dengan sangat akrab
sekali, seakan-akan sudah lama tidak saling bersua.
"Hiantit, dia adalah sahabatmu?" tegur Mo Tin hong dengan perasaan
tergerak.
Belum sempat Sun Tiong lo menjawab, orang itu sudah menghampiri Mo
Tin hong menjura.
"Mo sancu, baik-baikkah kau!" Begitu teguran itu diutarakan, Mo Tin
hong menjadi tertegun dan
tak tahu bagaimana mesti menjawab. Buru-buru Sun Tiong Jo
memperkenalkan Siau hou, "dialah Mo
Tin hong, empek Mo-ku !" Ternyata orang yang baru datang itu adalah
Siau Hou cu.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh sekali lagi Siau Hou cu menjura ke arah
Mo Tin hong sambil berkata:
"Aduuh... aduuh... memimpi aku Siau hou-cu tak pernah menyangka
kalau Sancu yang bengis dan buas dari bukit pemakan manusia ini tak
lain adalah bekas Mo cengcu dari perkampungan Ang liu ceng!"
Ucapan tersebut kontan saja membuat Mo Tin hong menjadi termangu
dan tak mampu menjawab lagi.
Siau Ho cu tidak berhenti sampai disitu saja, sambil tertawa dingin
kembali sambungnya.
"Sekarang urusan jadi lebih mendingan, setelah kuketahui Sancu bukit
pemakan manusia adalah Mo cengcu, dan Mo cengcu pun secara
kebetulan adalah empek siau liong te ku, aku jadi tak usah kuatir Iagi,
sekarang aku boleh berdiri disini dengan berani." katanya.
Sun Tiong-lo kuatir Mo Tin hong mendapat malu, maka dengan cepat
dia menimbrung dari samping: "Engkoh Siau hou, aku dan empek Mo
barusan terjadi sedikit kesalahan paham, tapi untung saja kesalahan
paham itu sudah dapat dibereskan, aku harap
engkoh dan engkoh Siauhou pun bisa mengurangi ejekannya dan
bersikap lebih menghormat."
Setelah Sun Tiong lo berkata demikian, tentu saja Siau Hou cu rikuh
untuk mencemooh dan mengejek lebih lanjut, maka sambil tertawa
katanya lagi kepada Mo Tin hong:
"Mo sancu, siapa tidak tahu dia tidak bersalah, harap kau jangan marah
!"
Sesungguhnya kemarahan yang berkobar di dalam dada Mo Tin- hong
telah mencapai pada puncaknya, namun dia segan untuk mengumbarnya
didalam suasana seperti ini, terpaksa sambil berpura-pura tertawa dia
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Setelah berhenti sejenak, diapun mengalihkan pokok pembicaraan kesoal
lain, ujarnya kepada Sun Tiong-lo.
"Tempat ini bukan tempat yang pantas untuk berbincang- bincang,
hiantit, mari kita duduk-duduk didalam ruangan saja ."
Sun Tiong-lo segera mengiakan, baru saja dia akan mengundang Bauji,
siapa tahu Bau ji telah berkata lebih dulu kepada Siau Hou cu.
"Bagaimana? Bersedia untuk membantu ?" "Tentu saja bersedia!"
sahut Siau Hou cu dengan wajah serius,
"bagaimana kita berbicara bagaimana pula kita laksanakan !" Tanya
jawab dari kedua orang ini kontan saja membuat Sun
Tiong lo tidak habis mengerti, tanpa terasa ia bertanya: "Toako, soal
apa sih?" "Sebelum ini, bukankah kau telah memberi kabar kepadaku
agar
berjumpa dengan Bauji." kata Siauw Hou cu cepat. Ketika Mo Tin hong
mendengar perkataan ini, tanpa terasa ia
memandang sekejap kearah Sun Tiong lo. Melihat itu, buru-buru
Sun Tiong lo menjelaskan lebih dulu.
"Empek, harap kau jangan menyalahkan siautit, sewaktu datang siautit
sebetulnya melakukan perjalanan bersama engkoh siau hou, dengan
tujuan satu terang-terangan memasuki bukit ini yang lain secara
diam-diam, sebaliknya kedatangan kakakku sama sekali diluar dugaan,
oleh karena itu..."
Mo Tin hong berlagak seakan-akan dapat memaklumi keadaan tersebut,
dia segera tertawa selanya.
"Empek mengerti, waktu itu hiantit masih menganggap empek sebagai
musuh besarmu, sudah barang tentu dalam setiap tindakan mesti
berhati-hati, sedang kalau dilihat dari kepandaian yang hiantit miliki
ketika memukul mundur siluman tertawa tadi, jelaslah sudah bahwa
penjaga dibukit ini belum mampu membendung kedatangan hiantit
maupun Bau ji, tentu saja lebih tak mungkin bisa mengurung pendekar
Siau hou !"
Siau hou ji segera tertawa terkekeh-kekeh. "Mo Sancu, harap kau
jangan berkata begitu dengan
mengandalkan aku si macan kertas yang pandainya cuma bisa
menakut-nakuti orang, mana mungkin aku bisa menyerempet bahaya
untuk sampai kemari? Ke semuanya ini sesungguhnya tak lain adalah
berkat kepandaian Siau liong seorang..."
"Aah, sama-sama... sama-sama, enghiong memang dari kaum
pemuda."
Pada saat itulah Sun Tiong lo menyela. "Engkoh Siau hou, ketika kau
berjumpa dengan toako ku,
bagaimana ceritanya sehingga akhirnya..." "Akhirnya kami berteman."
sahut Siau Hou cu cepat, "Kalau
watak sudah cocok. tentu saja kamipun berteman. Kami lantas
berunding, dalam saat perundingan itulah kami anggap cara yang adik
Siau liong kemukakan kurang sempurna."
"Kalau cuma toako seorang, sudah jelas dia tak akan mempunyai akal
muslihat semacam ini !" kata sun Tiong lo sambil tertawa.
Kembali siau Hou cu tertawa cekikikan. "Dan aithirnya kami pun
harus menyerempet bahaya dan keluar
kemari..." Ketika berbicara sampai disini, ia berhenti sebemar, kemudian
berpaling kearah Mo Tin-hong dan berkata lebih jauh: "Mo sancu, aku
lihat kau sudah sepantasnya mengucapkan
terima kasih kepadaku dan adik Bau !" "Ooh...." belum sempat Mo
Tin-hong berkata lebih lanjut, nona
Kim telah menukas dengan dingin: "Mengapa?" Siau Hou cu
mengerdipkan sepasang matanya kepada nona Kim
dia berkata: "Nona, aku Siauw Hou cu cukup memahami jalan
pemikiranmu
apabila kau hendak marah silahkan dilampiaskan kepada Siau-liong, toh
selama beberapa hari ini dia telah memperkenalkan dengan jelas semua
asal usulnya kepada diri nona."
"Siapa tahu, setelah idni saling berjumpa, mungkin dia saking
gembiranya ternyata sampai lupa untuk memperkenalkan diri, tak heran
kalau nona lantas mengungkat-ungkit penyakit nya."
Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Sun Tiong lo
berubah menjadi merah padam.
Belum sempat dia mengucapkan sesuatu, nona Kim telah berkata lebih
dahulu.
"Hei, sebetulnya kau bisa mengertikan pembicaraan atau tidak? Aku
ingin bertanya, kenapa ayahku mesti berterima kasih kepada kalian, apa
pula hubungannya soal ini dengan mengungkit-ungkit penyakit ?"
"Ooh, jadi tak ada hubungannya?" kata Siau Hou cu. "Tak ada
sangkut pautnya!" nona Kim menyahut dengan cepat.
Siau Hou cu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Lantas persoalan
apakah yang ada hubungannya dengan
mengungkit-ungkit penyakit ?" Tanpa berpikir panjang lagi nona Kim
segera menyahut: "Kau sudah datang sedari tadi, namun ia sama sekali
tidak
memberitahukan kepadaku hal ini." Ketika berbicara sampai disitu,
mendadak nona Kim seperti
menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia merubah nada
pembicaraannya:
"Tapi soal inipun tak ada sangkut pautnya dengan soal
mengungkit-ungkit penyakit !"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja semua orang tertawa
terbahak-bahak.
Begitu melihat semua orang tertawa, nona Kim semakin mendongkol.
Tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, Siau Hou cu telah berkata lebih
dulu:
"Ada orang melepaskan api diistana Pat-tek sin-kiong, sementara Pat tek
pat lo dipancing oleh musuh menuju ketempat lain, kebetulan aku dan
adik Bau datang kesana, maka akupun lantas turun tangan untuk
membekuk mereka !"
Mendengar perkataan itu, mencorong sinar buas dari balik mata Mo Tin
hong, serunya dengan cepat.
"Ada berapa orang? sekarang mereka berada dimana ?" "Empat
orang bocah keparat, semuanya berada didalam gua
bagian belakang sana !" Mo tin-hong segera berkerut kening, sinar
matanya dialihkan dan
memberi tanda kepada seorang yang berada dibelakangnya, orang itu
mengangguk dan segera berlalu dari sana.
Siau Hou cu kembali memutar biji matanya kepada orang itu dia
berseru keras:
"Hei, sobat, bagaimana kalau meninggalkan mereka dalam keadaan
hidup saja?"
Diam-diam Mo Tin hong menggigit bibir, diapun segera berseru lantang.
"Jangan celakai mereka, sekap orang-orang itu didalam gua Liat hwi
tong."
Siapa tahu pengalaman Siavw Hou cu kelewat banyak, sambil tertawa
terkekeh-kekeh dia melanjutkan..
"Mo sancu, jikalau di jebloskan kedalam gua Liat hwee tong, bukankah
orang hidup pun akan di panggang sampai mampus?"
Saking mendongkolnya Mo Tin hong sampai menggigil bibirnya
keras-keras, terpaksa sekali lagi dia berseru.
"Serahkan kepada kepada Pat lo, jangan celakai jiwa mereka!"
Orang itu menyahut dan segera berlalu dari situ, Menanti orang
itu sudah pergi jauh, Mo Tin hong baru sekuat tenaga menahan hawa
amarahnya dan berkata kepada Siau Hou cu sambil tertawa:
"Apa yang Hou hiap katakan memang betul, lohu sudah sepantasnya
mengucapkan banyak terima kasih !"
Dalam pembicaraan tersebut, sekali lagi dia mempersilahkan tamunya
untuk masuk ke dalam ruangan, Tapi dengan cepat pula Siau Hou cu
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan terburu nafsu sancu. aku dan adik Bau masih ada persoalan
yang belum diselesaikan."
Seraya berkata, dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan
siluman menangis, kemudian membangunkan mayatnya sehingga berdiri
tegak.
Walaupun apa yang diiakukan oleh Siau Houcu sangat mencurigakan Mo
Tin hong tapi dia masih dapat menahan diri dan tidak rnengajukan
sesuatu pertanyaan pun.
Nona Kim yang polos dan jujur dengan cepat bertanya: "Apa yang
hendak kau lakukan?"
Siau Hou cu tidak menggubris pertanyaan itu, sebaliknya kepada Bau ji
dia berseru.
"Adik Bau, kau memang hebat, ternyata siluman tua ini masih belum
kaku !"
Setelah Siau Hou cu berkata demikian, semua orang baru merasa amat
puas.
Siluman menangis yang sudah mati banyak waktu, ternyata jenasahnya
tidak menjadi kaku, sudah barang tentu peristiwa ini merupakan suatu
kejadian yang sangat aneh.
Dengan suara dingin Bau ji berkata: "Walaupun orangnya sudah
mati, darah dan dagingnya masih
bisa hidup setengah hari lagi, sudah barang tentu tubuhnya tak akan
menjadi kaku !"
Nona Kim tidak puas dengan teori tersebut dengan cepat dia menyela
dari samping.
"Lantas mengapa orang yang baru mati, tubuhnya ada pula yang
menjadi kaku ?"
Bau ji memandang sekejap kearahnya, lalu menjawab: "Orang yang
baru mati, badannya tidak kaku, berapa saat
kemudian badannya baru nampak menjadi kaku karena daya hidup
yang berada didalam tubuhnya menjadi hilang, tapi kaku nya itu cuma
kaku palsu, sesaat kemudian ia akan menjadi lembek kembali !"
Dalam pada itu, Siau Hou cu telah membangunkan mayat dari siluman
menangis sehingga berdiri.
Bauji hanya memandang sekejap kearah depan, belakang kiri dan
kanan, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali seraya
berkata:
"Apanya yang bukan?" "Bukan" apa? Tak seorang manusiapun yang
tahu. MenyusuI kemudian Siau Hou cu pun membangunkan tubuh
siluman tertawa sehingga berdiri. Bau ji hanya melirik sekejap ke arah
mayat itu, lalu sahutnya lagi
dengan dingin: "lni pun bukan !" Terpaksa Siau Hou-cu harus
membaringkan kembali mayat
siluman tertawa dan berjalan ke samping sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali.
Mo Tin hong yang menyaksikan kejadian itu ingin sekali cepat- cepat
mengetahui apa gerangan yang telah terjadi, namun untuk menghindari
segala sesuatu yang tidak diinginkan, dia tak berani mengajukan
pertanyaan secara langsung.
Sun Tiong lo adalah seorang pemuda yang cerdas, sekarang dia cerdas
sekarang ia sudah menduga apa gerangan yang menjadi tujuan Bau ji
dengan perbuatan perbuatannya yang aneh itu.
Maka diapun tidak mengajukan pertanyaan apa2, bahkan terhadap apa
yang mereka lakukan itu, dia bersikap seolah-olah tak pernah
melihatnya.
Berbeda dengan nona Kim, dia tidak habis mengerti juga ingin tahu,
maka tak tahan segera tanyanya:
"Hei, sebenarnya apa yang telah terjadi ? panggilan "hei" itu bisa
diajukan pada Siau Houcu, bisa pula
sedang bertanya pada Bau ji. Akan tetapi baik Bauji maupun siau Hou
cu sama sekali tidak
ambil peduii kepadanya..
Dalam keadaan seperti ini, nona Kim merasa malu dan mendongkol dia
segera mencari Sun Tionglo.
Kali ini dia lantas menuding kearah orang nya sambil menegur:
"Tionglo, sebenarnya apa yang telah terjadi?" Sun Tiong lo
mengetahui dengan jelas apa gerangan yang
terjadi, namun ia berlagak seakan-akan tidak mengerti, katanya cepat.
"Dari mana aku bisa tahu?" "Apakah kau tidak bisa bertanya?" nona
Kim berkerut kening,
Sun Tiong lo kehabisan daya, terpaksa tanyanya kepada Siau Hou cu.
"Siau hou, sebenarnya apa yang terjadi?" Siau Hou cu segera tertawa.
"Siau liong, apakah kau tak dapat melihat, aku hanya menjalankan tugas
atas perintah? Darimana aku bisa tahu apa yang sedang dilakukan?
percuma mengajukan pertanyaan padaku.
Sun Tiong lo cukup-mengetahui akan watak dari Bau ji, maka dia baru
mengajukan pertanyaan tersebut kepada siau Hou cu siapa tahu siau
Hou cu telah menghindarkan diri dari pertanyaan tersebut, malah
pertanyaannya telah di dorong balik kembaIi.
Dalam keadaan begini terpaksa dia harus minta petunjuk kepada Bau
ji...
Baru saja dia akan mengajukan pertanyaan tersebut Bau ji telah
memandang sekejap ke arahnya, lalu memandang pula kearah Mo Tin
hong dan si nona Kim, setelah itu katanya.
"Aku hendak menyelidiki apakah siluman menangis dan siluman tertawa
adalah manusia berkerudung berbaju emas itu!"
"Oooh," Sun Tiong lo berseru lirih padahal diam-diam dia mengangguk,
karena apa yang diduga memang persis seperti apa
yang dikatakan barusan, Mo Tin hong segera merasakap hatinya
tercekat, tapi dia pura-pura tidak habis mengerti, kembali tanyanya.
"Dulu, sewaktu kakakku menghadapi nenek-nya dan ibunya pergi
meninggalkan rumahku, ditengah jalan dia telah berjumpa dengan
seorang manusia kerudung berbaju emas yang membawa anak buahnya
menghadang kepergian mereka.
"Manusia berkerundung itu bertekad hendak membabat seluruh
keluarga kami sampai seakar-akarnya, bahkan diapun bertekad hendak
membunuh kakakku seketika itu juga, walau pun akhirnya kakakku
berhasil lolos dari bencana itu, namun nenek Yan..."
Bau ji yang berada disampingnya segera menukas: "Bajingan itu
bekerja dengan persiapan yang matang, mereka
telah mempersiapkan dua orang perempuan sialan yang menyaru
sebagai nenekku dan ibuku, salah seorang diantara mereka telah tewas
dibunuh nenekku, sebaliknya yang lain telah membunuh ibuku.
Kemudian nenek pun lenyap tak ada kabar beritanya lagi, sudah pasti
beliau pun ikut dibunuh manusia kerudung berbaju emas itu, hari ini kau
mengatakan salah seorang diantara dua siluman ini sebagai pemilik
lencana Lok hun pay, maka aku..."
Mo Tin hong segera tertawa terbahak-bahak sambil menukas :
"Haaahhh.... haaahh.... haaahhhh... keponakan Bau, tak salah lagi
Jkalau salah seorang diantara sepasang siluman ini adalah Lo hun pay,
tapi pemilik Lo hun pay toh belum tentu adalah manusia berkerudung
berbaju emas ?"
Bauji segera mendengus dingin. "Hmm, pemilik lencana Lok-hun pay
adalah manusia berkerudung
berbaju emas !" "Darimana kau bisa tahu ?" Mo Tin hong berkerut
kening. "Ketika terjadi tanya jawab antara manusia berkerudung
berbaju
emas itu dengan nenek dan ibuku, aku hadir diarena, dari pembicaraan
kedua belah pihak dapat kubuktikan kalau manusia berkerudung berbaju
emas itulah pemilik lencana Lok-hun-pay!"
Dengan cepat Mo Tin-hong menggelengkan kembali kepalanya berulang
kali.
"Siluman menangis dan siluman tertawa merupakan manusia- manusia
licik yang banyak akal muslihatnya, bila kau percaya dengan perkataan
mereka, berarti kau mudah tertipu!"
Bau ji mendengus dingin tanpa menjawab. -ooo0dw0ooo- PADA
SAAT itulah tiba-tiba Sun Tiong lo berkata kembali:
"pandanganku persis seperti padangan dari kakakku, akupun tidak
percaya kalau pemilik lencana Lok-hun pay adalah siluman tertawa dan
siluman menangis !"
Mo Tin hong termenung dan berpikir sebentar, kemudian ujarnya:
"Dapatkah kau terangkan alasan dari kesimpulanmu itu ?"
Sun Tiong lo tertawa. "Maaf Sancu, saat ini bukan saatnya untuk
memberi keterangan
kepadamu !" Dan setelah mendengar perkataan itu, Mo Tin hong
merasa
kurang leluasa untuk bertanya lagi, dia segera tertawa. "Aku rasa,
segala sesuatunya akan menjadi beres setelah Su nio
si perempuan rendah itu berhasil ditangkap kembali." Sun Tiong lo tidak
menjawab, dia tertawa, "Mari kita duduk
didalam ruangan" kembali Mo Tin hong mempersilakan tamunya musuk.
Sun Tiong lo segera memandang sekejap ke arah Bau ji dan siau Hou
cu, sambil tertawa, siau Hou cu berkata.
"Berbicara terus terang, duduk mah tidak perlu, yang penting adalah
mengisi perut."
Sebenarnya nona Kim sedang tak senang hati, tapi ucapan tersebut
segera membuatnya tertawa terpingkal-pingkal.
Maka didalam ruanganpun segera disiapkan hidangan. Mo Tin hong,
telah berangkat meninggalkan bukit pemakan
manusia. Dia berangkat bersama sama dengan nona Kim, Sun Tiong lo,
Bau ji, Siau Hou cu dan Beng Liau buan serta pelayannya. Tengah hari
itu mereka sudah tiba di kota kecil dibawah bukit,
Beng liau-huan dan pelayannya segera berpamitan untuk pcrgi, sedang
lainnya bersantap dirumah makan.
Selesai bersantap, Mo Tin hong berkata kepada Sun Tiong lo, Bauji,
nona Kim dan Siau-Hou cu bahwa dia hendak berpisah dengan mereka
untuk melanjutkan perjalanan seorang diri ia bersumpah sampai diujuug
langitpun Su nio akan di tangkap.
Sesaat menjelang perpisahan, sekali lagi Mo Tin hong berkata kepada
Sun Tiong lo agar jangan lupa dengan janji mereka setahun kemudian
untuk berjumpa lagi di bukit pemakan manusia.
Sun Tiong lo, mengangguk sambil tertawa, bahkan mengucapkan
selamat kepada Mo Tin hong, semoga dia berhasil menemukan Sunio.
Pada saat itulah secara diam-diam Siau hou cu memberi tanda kepada
Sun Tiong lo supaya meninggalkan tempat duduk dan di suatu tempat
yang tersembunyi dia utarakan maksudnya dan Bauji, ternyata dia dan
Bau ji masih tetap menaruh curiga terhadap Mo Tin hong.
Siau Hou cu bahkan menyatakan tekadnya ber sama Bau ji akan
menguntit dibelakang Mo Tin hong secara diam-diam hingga kecurigaan
mereka hilang, sebab itu, dia hendak memberitahukan hal ini lebih dulu
kepada Sun Tiong lo.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, Sun Tiong lo segera
mengambil keputusan, barulah keputusan tersebut di beritahukan
kepada Si:u Hou cu, mendengar keputusan tersebut Siao Hou cu
menjadi amat girang, dia lantas manggut-manggut
Kedua orang itupun segera balik kembali ke tempat duduk nya. Tak
lama setelah duduk, Siau Hou cu segera mengusulkan agar
tujuan mereka dialihkan ke bukit Wu san, tapi demi lancarnya
penyelidikan mereka atas Su-nio, maka diusulkan agar mereka
berempat membagi diri menjadi dua rombongan.
Maka diputuskan Sun Tiong lo melakukan perjalanan bersama nona Kim,
sedangkan Siau hou cu serta Hau ji berada dalam satu rombongan lain,
sebelum berpisah, berulangkali Sun Tiong lo memesan kepada Bau ji dan
Siau ho cu bila ada kabar, mereka jangan bergerak lebih dulu tapi
bertindak setelah menyusun rencana yang matang, daripada tindakan
mereka terperangkap oleh perhitungan lawan.
Siau ho cu dan segera mengiakan berulang kali, sambil menunggang
kuda, merekapun minta diri lebih dulu.
-ooo0dw0ooo- Nona Kim dan Sun Tiong lo beristirahat di bawah
pohon kui yang
lebat dan besar. Waktu itu Sun Tiong lo sedang mendongakan kepalanya
memandang keangkasa, ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Nona
Kim berkerut kening, dengan tenang dia memperhatikan
Sun Tiong lo yang sedang termenung tanpa berbicara itu. Lama, lama
kemudian... Akhirnya nona Kim tak kuasa menahan diri, dengan suara
dingin
segera tegurnya: "Bagaimana, apakah masih bisa melihat benda lainnya
?" "Ooh... tentu saja bisa" sahut Sun Tiong lo tersipu-sipu,
"padahal..." "Padahal kenapa? Kau anggap aku tidak tahu? "sela nona
Kim
cepat, Sun Tiong lo jadi tertegun.
"Apa... apa yang kau ketahui?" Sekali lagi nona Kim mendengus
dingin. "Kau anggap aku tak bisa melihatnya? Sepanjang jalan, kau
selalu melewati jalanan yang sepi dan jauh dari keramaian manusia,
kau tak pernah mengajakku berbicara lebih dulu, apa sebabnya..."
Sun Tiong lo segera menghela napas panjang. "Aaaai... nona.." "Kau
panggil aku apa?" tukas nona Kim dengan mata melotot. "Aaah,
anggap saja aku salah, adik Kim!" Sun Tiong lo segera
tertawa pelan. Sebutan "adik" tersebut, seketika itu juga
menghilangkan semua
kemurungan dan kemarahan yang berkobar didalam dada nona Kim.
Dengan lembut dan hangat dia lantas tertawa kepada Sun Tiong
lo, kemudian ujarnya: "Padahal akupun mengetahui jalan pemikiranmu,
cuma kalau
murung melulu toh sama sekali tak ada gunanya ." Sun Tiong lo
memandang nona itu sekejap, lalu tertawa, ia tidak
berkata apa-apa lagi. Nona Kim turut tertawa, katanya pula: "Mengapa
sih kau selalu melewati jalan yang sepi dan terpencil
seperti ini ?" "Adik Kim, coba lihatlah itu!" ujar Sun Tiong lo sambil
menuding
kearah atas dahan pohon. Nona Kim mencoba untuk mendongakkan
kepalanya dan
terlihatlah diatas dahan pohon itu tampak sebuah tanda panah yang
terbuat dari benda tajam, tanda panah itu menunjukkan ke arah
sebelah kiri.
Nona Kim memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian
tanyanya dengan cepat.
"Tanda rahasia ?" "Ehmm!" Sun tiong lo hanya mengiakan tanpa
berkata apa-apa. "Apakah tanda rahasia itu ditinggalkan oleh engkoh
Bau-ji?"
kembali nona itu bertanya. Sejak Mo Tin-hong menjelaskan hubungan
kekeluargaannya
dengan keluarga Sun, Sun Tiong lo dan nona Kim telah mengganti pula
panggilannya, mereka adalah engkoh Lo dan adik Kim.
Oleh karena itu sebutannya terhadap Bau-ji pun turut dirubah pula.
Cuma saja Bau ji tidak mempunyai nama lain, hingga terpaksa nona
Kim harus memanggil engkoh Bau-ji kepadanya.
Waktu itu Sun Tiong lo manggut-manggut namun dia belum juga
menjawab.
Nona Kim amat cerdik, dengan kening berkerut segera serunya:
"Kalau dilihat dari keadaan sekarang, tampaknya kita sedang
menguntil seseorang?" Sun Tiong lo merasakan hatinya amat berat, dia
belum juga
memberikan jawaban. Sebenarnya nona Kim masih ingin bertanya
kembali, tapi setelah
ucapan sampai diujung bibirnya, dia segera menariknya kembali. Sun
Tiang lo segera menuding ke arah sebuah jalan kecil sebelah
kiri sana, kemudian katanya: " Adik Kim, mari kita pergi" Nona Kim
mengiakan, dia menarik tali les kudanya dan
menjalankan ke arah kiri. Sambil berjalan diapun berkata: "Kalau
mengikuti arah yang ditunjuk tersebut, entah sampai
kapan kita baru akan sampai di bukit Wu san?"
Sun Tiong-lo tertawa.
"Bukankah adik Kim pernah mengemukakan pendapatmu bahwa Su Nio
tak nanti akan kembali ke bukit Wu san?"
"Benar." jawab nona Kim sambil tertawa, "tapi paling tidak seharusnya
ada sebuah jalur perjalanan yang tetap, tidak seperti sekarang, jalan
kesana kemari secara mengawur tanpa arah tujuan yang benar, kecuali
kalau engkoh Lo sudah memperoleh kabar berita yang sebenarnya!"
"Adik Kim, kau ingin mengetahui hal yang sebenarnya?" tanya Sun
Tiong lo tiba-tiba dengan wajah serius.
"Kau akan berbicara sejujurnya kepadaku?" nona Kim balik bertanya
dengan wajah serius pula.
"Yaa, sebetulnya kami sedang menguntit di belakang beng cengcu dan
pelayannya."
Nampaknya jawaban tersebut sama sekali di luar dugaan gadis
tersebut.
"Oooo... rupanya kita sedang menguntit mereka!" serunya kemudian.
Sun Tionglo tertawa. "Adik Kim, bagaimanakah jalan pemikiran mu
sebelum ini ?" "Aku mengira kalian sedang menguntil ayahku!" sahut
nona Kim
sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah. Tampaknya Sun
Tiong-lo mempunyai tujuan lain, cepat serunya. "Aah, Tidak mungkin,
kecuali kalau secara kebetulan sancu pun
melalui jalanan yang kita tempuh ini !" Nona Kim segera mengerling
sekejap kearah Sun tiong-lo,
kemudian tegurnya. "Hingga sekarang, sebutanmu terhadap ayahku
masih belum
juga dirubah ?" "Harap adik Kim sudi
memaafkan !"
Nona Kim segera mendengus dingin. "Maafkan ? Atas dasar apa ?"
serunya. Sun Tiong-lo tertawa getir. "Walaupun sancu menerangkan
segala sesuatunya tetapi
keterangannya itu masih sukar untuk membuat orang mempercayainya."
"Heran, apa sih yang sulit membuatmu untuk mempercayainya ?" seru
nona Kim dengan mata melotot.
"Pertama, Sancu dan mendiang ayahku adalah saudara angkat, menurut
berita yang tersiar dalam dunia persilatan, mereka adalah sobat karib
yang sehidup semati, selamanya selalu membantu keluarga yang sedang
ditimpa kesusahan. Akan tetapi, ketika orang tuaku menjumpai musibah
dulu, ternyata sancu..."
"Bukankah ayahku telah menerangkan, waktu itu dia sedang
mengasingkan diri diatas bukit untuk melatih ilmu silat guna bersiap
sedia melakukan pembalas dendam ?" seru nona Kim cepat, "hal mana
menyebabkan dia terputus sama sekali hubungannya dengan dunia
persilatan, dia sama sekali tidak tahu...."
"Adik Kim, bukan persoalan ini yang kumaksudkan," tukas Sun Tiong-lo
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Ooooh.... lantas soal apa?" "Maksudku ketika Sancu mengetahui kalau
anggauta
perkampungan Ang liu ceng nya telah dibunuh semua oleh lencana Lok
hun pay, apa sebabnya dia tidak mengundang mendiang ayahku untuk
membantunya didalam menghadapi serangan musuh?""
Nona Kim berpikir sebentar, lalu jawabnya. "Bukankah ayahku telah
berkata waktu itu dia merasa bukan
tandingan dari Lok hun pay, sedangkan ilmu silat yang dimiliki ayahmu
belum tentu lebih hebat daripada kepandaian ayahku, oleh karenanya..."
"Adik Kim, apakah kau tidak merasa kalau penjelasan tersebut kurang
kuat alasannya?" kata Sun Tiong lo sambil tertawa.
"Ayahku memang berwatak demikian, bila dia sedang menghadapi
kesulitan, tak pernah akan merepotkan orang lain!" kata nona kim
dengan wajah serius.
"Oooh... lantas bagaimana pula persoalannya dengan sepasang siluman
itu?"
"Bagaimana dengan sepasang siluman itu?" "Aku percaya kaupun
dapat mengetahui bahwa kedua orang
siluman itu bukanlah Lok hun-pay!" "Darimana kau bisa berkata
demikian?" nona Kim tertegun. "Adik Kim, kau benar-benar tidak tahu,
ataukah...." "Tentu saja aku benar benar tidak tahu" nona Kim nampak
agak
naik darah. Sun Tiong lo segera tertawa. "Aku percaya kau benar-benar
tidak tahu sebab hatimu terlalu
baik dan mulia!" "Apa maksudmu berkata demikian?" "kembali nona Kim
mengerdipkan matanya berulang kali. "Adik Kim pernah berkata bahwa
tenaga dalam yang dimiliki
Sancu masih belum sanggup untuk menandingi Lok hun pay, bahkan
kaupun pernah bilang kalau mendiang ayahku belum tentu sanggup
menandingi dari Lok-hun-pay, masih ingatkah kau dengan perkataan
tersebut?"
Dengan cepat nona Kim dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh
Tiong-lo, kontan saja ia dibikin terbungkam dalam seribu bahasa.
Terdengar Sun Tiong-Io berkata lebih lanjut: "Apa lagi kedua orang
siluman itu tak pernah berpisah satu sama lainnya, sedangkan
didalam pertarungan diatas bukit Pemakan manusia, sancu yang harus
berhadapan dengan dua orang musuhpun tidak memperlihatkan gejala
kalah, apakah hal ini tidak aneh?"
Nona Kim termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
sahutnya:
"Demi membalas dendam, selama banyak tahun ayahku selalu melatih
diri secara tekun, kalau sekarang ilmu silatnya mampu menangkan
kedua orang siluman tersebut, kejadian ini bukan sesuatu peristiwa yang
luar biasa !"
"Ucapanmu itu menang benar tapi hal inipun mustahil bisa terjadi." kata
pemuda itu manggut-2
Nona Kim menjadi mendongkol dia lantas menegur: "Kau bilang
bahwa ucapanku itu ada benarnya, tapi mengatakan
pula kalau tidak mungkin, sebenarnya apa maksudmu?" "Andaikata
selama beberapa tahun ini Sancu berhasil
menemukan suatu penemuan diluar dugaan atau berhasil mendapatkan
pusaka ilmu silat yang maha dahsyat kemudian melatihnya dengan
tekun, kemungkinan besar ucapanmu itu ada benarnya."
"Tapi kalau bukan karena itu, sebaliknya hanya melatih diri secara tekun
atas kepandaian silat yang telah diketahui dulu, soal tenaga dalam
mungkin akan peroleh kemajuan yang pesat, namun kalau dibilang
dengan kemampuannya seorang ternyata sanggup mengalahkan dua
orang jago tangguhnya hal ini mustahil bisa terjadi!"
"Mengapa mustahil bisa terjadi?" nona Kim belum juga mengerti.
"Sepasang manusia aneh itu bukan orang tolol hanya puas
dengan apa yang dimilikinya, apakah selama banyak tahun ini mereka
tak pernah melatih kepandaiannya secara tekun? Kalau Sancu
mempunyai waktu selama sepuluh tahun untuk melatih diri, apakah
kedua orang siluman itu tidak memiliki pula waktu selama
sepuluh tahun untuk melatih diri? Mengertikah kau dengan apa yang
kukatakan ?"
Mendadak nona Kim seperti teringat akan sesuatu, segera serunya:
"Aaah, benar, ayahku pernah mendapatkan sejilid kitab pusaka, kitab
itu..."
"Apakah kau maksudkan kitab yang disimpan dalam loteng Hian- ki-lo
dan kemudian dicuri Khong It-hong serta menyalinnya kedaiam kitab
lain itu ?"
Nona Kim merasa terperanjat sekali setelah mendengar perkataan itu,
serunya cepat:
"Darimana kau bisa tahu tentang persoalan ini ?" Sun Tiong-lo segera
tertawa. "Adik Kim, apakah kau lupa? Bukankah waktu itu aku
bersembunyi disamping ruangan ?" Nona Kim mendengus dingin. "Tapi
kau baru bercerita kepadaku setelah kejadian itu lewat." "Benar, waktu
itu aku masih belum mengetahui dengan pasti
akan posisi dan kedudukan adik Kim !" Sekali lagi nona Kim mendengus
dingin. "Sekarang, aku toh masih tetap aku yang dulu !" "Paling tidak
diluarnya kita toh tidak saling berhadapan sebagai
musuh !" sambung Sun Tiong lo sambil tertawa. Nona Kim sagera
mengerling sekejap kearah Sun Tiong Io,
kemudian katanya: "Aku hendak bertanya kepadamu, hingga sekarang,
benarkah
kau masih menaruh rasa curiga terhadap ayahku ?" Sun Tionglo
tertawa getir. "berbicara terus terang, mau tak mau
aku harus menaruh curiga tersebut !"
"Lantas apa rencanamu selanjutnya?" Sun Tiong-lo menggelengkan
kepalanya berulang kali tanpa menjawab. Dan dengan wajah serius sekali
lagi nona Kim berkata:
"Engkoh Lo, andaikata kau bersikeras mempunyai jalan pemikiran
semacam itu, maka mustahil buat kita untuk melakukan perjalanan
lebih jauh..."
-ooo0dw0ooo-
Jilid 23
MENDADAK Sun Tiong lo menuding ke atas pohon sambil berseru:
"Adik Kim, cepat lihat !" Nona Kim mengalihkan sorot matanya
kearah yang ditunjuk,
tampaklah tanda panah yang semula menunjuk kearah atas, kini
arahnya sudah berubah menjadi melintas, bahkan dibawah tanda panah
yang tertera pula tanda "X".
Menyaksikan tanda itu, dengan kening berkerut nona Kim segera
bertanya.
"Apa pula arti dari tanda ini?" Paras muka Sun Tiong lo kini berubah
menjadi amat serius,
jawabnya: "Engkoh Siau hou memberitahukan kepadaku kalau Beng
cengcu
dan pelayannya telah menjumpai ancaman bahaya, sekarang dia
sedang berjalan melewati jalanan sebelah kanan, hayo kita cepat
menyusul ke sana!"
Nona Kim sangat menguatirkan keselamatan dari Beng Liau tuan dan
pelayannya, mendengar perkataan itu segera jawabnya.
"Kalau begitu mari kita segera ke sana !" Sambil berkata kedua orang itu
segera melarikan kudanya kencang-kencang menuju kedepan sana.
-ooo0dw0ooo- BENG Liau huan dan pelayan tuanya Beng seng tak
pernah
menyangka kalau didalam hidup mereka kali ini masih punya harapan
untuk keluar dari Bukit pemakan manusia dalani keadaan hidup, ketika
mereka tahu kalau diri nya berdua diperbolehkan meninggalkan bukit,
tentu saja gembiranya bukan kepalang.
Diam-diam orang itupun segera berunding, mereka menganggap
kejadian ini sudah pasti disertai dengan rencana keji.
Selama banyak tahun, Beng Liau huan dan pelayannya sudah cukup
mengenali watak dari Mo Tin hong, mereka sadar andaikata kali ini dia
bukan dipaksa oleh keadaan, mustahil Mo Tin hong akan bersedia
melepaskan mereka berdua untuk turun gunung.
Oleh sebab itu setelah berunding, diputuskan bahwa mereka akan
melakukan perjalanan bersama-sama Sun Tiong lo kakak beradik,
tujuannya agar mereka tidak disergap siapapun atau dicelakai oleh
siapapun.
Akan tetapi ketika mereka mendapat tahu kalau Mo Tin hong pun
melakukan perjalanan bersama mereka, Beng Liau huan berdua segera
merubah kembali rencananya, mereka bertekad akan melanjutkan
perjalanan sendiri agar bisa cepat-cepat meloloskan diri dari pengejaran
serta pengawasan Mo Tin hong.
Setelah berpamitan dengan semua orang, karena mereka berkuda maka
perjalanan bisa di lanjutkan sangat cepat.
Kurang lebih belasan li kemudian, mendadak Beng liau huan menarik
tali les kudanya dan berpaling, ia ingin tahu apakah ada orang yang
secara diam diam menguntil dibelakang mereka.
Setelah yakin kalau tak ada yang menguntil, mereka lantas berbelok
kesebuah jalanan kecil dan merubah arah perjalanannya secara
tiba-tiba.
Beng Liau huan termasuk seorang jagoan persilatan pula dimasa lalu,
tapi setelah dua puluh tahun disekap diatas bukit, apalagi setelah
badannya cacad, sudah barang tentu berbicara soal kepandaian maupun
kecerdasan, ia sudah jauh ketinggalan daripada dulu.
Itulah sebabnya mereka amat mudah diintil orang tanpa disadari oleh
mereka sendiri.
Sudah barang tentu Beng Liau huan pun sangat memperhatikan keadaan
dibelakang tubuh nya, sayang pihak lawan sudah melakukan persiapan
yang matang sehingga semenjak mereka meninggalkan Sun Tiong lo
sekalian, kedua orang tersebut sudah melangkah kedalam perjalanan
yang penuh ancaman bahaya.
Di tengah jalan, kedua orang itu berhenti untuk beristirahat sambil
mengisi perut.
Ketika selesai bersantap Beng Seng lantas bertanya kepada Beng liau
huan:
"Cengcu, mengapa kau tidak rnenceriterakan apa yang telah kau dengar
dan kau saksikan selama banyak tahun ini kepada Sun kongcu?"
Beng liau hoan tertawa getir. "Tentu saja ada alasannva, pertama
orang yang merampas
perkampungan dan membunuh keluarga aku dimasa lalu bukan Mo Tin
hong pribadi, kendatipun kemungkinan besar dialah dalang dari
pembunuhan itu, sayang aku tidak mempunyai bukti yang pasti."
"Kedua Sun kongcu dan Mo Tin hong masih mempunyai sedikit
hubungan, apa yang diucapkan pada saat ini belum tentu akan
mendatangkan hasil, maka lebih baik kalau kita menunggu sampai
tibanya kesempatan lain yang lebih cocok."
"Ke tiga, aku sudah mengetahui kalau nona Kim bukan putrinya Mo Tin
hong, maka ketika Sun kongcu mengajak nona Kim meninggalkan Bukit
pemakan manusia, aku sudah mempunyai suatu rencana..."
Belum habis dia berkata, Beng seng telah menukas: "Aku lihat tak
bakal salah lagi, orang she Mo itu adalah dalang
dari segala macam peristiwa ini, tak usah membicarakan yang lain,
cukup dilihat dari perbuatannya yang mengancam kita berdua selama
banyak tahun, sudah terbukti kalau dia bukan orang baik- baik."
"Apalagi kalau dilihat dari kematian yang mengenaskan aari
sahabat-sahabat persilatan yang salah memasuki bukit dan mati
disergap oleh jago-jago mereka yang ber-jaga2 disana..."
Sekali lagi Beng Liau huan tertawa getir, katanya sambil mengulapkan
tangannya.
"Kau keliru besar, Mo Tin hong tak pernah membunuh orang- orang
yang salah memasuki bukit pemakan manusia!"
"Tak pernah ?" Beng Seng tertegun, "tuan, apakah kau lupa...?" "Aku
tidak lupa." tukas Beng Liau huan sambil menggeleng,
"walaupun yang tewas tidak sedikit, sedang sahabat-sahabat persilatan
yang telah salah memasuki bukit itu, semuanya masih tetap hidup
dengan selamat."
"Tuan, sungguhkah itu ?" Beng seng berdiri bodoh. Beng Liau Iiuan
manggut-manggut. "Betul, pada mulanya akupun tidak mengetahui
akan hal ini,
sampai sepasang manusia siluman menyerbu ke dalam perkampungan
dan dengan mata kepala sendiri kusaksikan jago- jago silat tersebut,
hatiku baru sadar dan paham."
"Aneh sekali kalau begitu." Beng Seng belum juga mengerti,
"orang-orang itu mempunyai rumah dan keluarga, mengapa mereka
mau tinggal diatas bukit ini?"
Beng Liau huan menghela napas panjang. "Aaaaai... sayang sekali
teka-teki ini tak ada orang yang bisa
memecahkannya."
Beng seng berpikir sebentar, ujarnya. "Tuan, jangan murung karena
urusan orang lain lagi, coba
katakan, sekarang langkah pertama kita harus kemana?" Beng seng
berpikir sebentar, lalu manggut-2. "Betul, Toa kohya mempunyai
hubungan yang luas sekali dengan
jago-jago dalam dunia persilatan, mungkin saja kita dapat mengetahui
asal terjadinya peristiwa dimasa lalu, siapakah dalangnya serta karena
apa bisa terjadi peristiwa itu?"
Beng liau-huan tidak menanggapi ucapan itu dia memberi tanda agar
Beng seng membimbingnya naik keatas kuda.
Beng liau huan pada saat ini adalah seorang manusia cacad yang telah
tak berkepandaian lagi, setelah naik keatas kuda, bersama Beng-Seng
diapun melanjutkan perjalanan menuju kedepan.
Tak lama setelah kedua orang itu berlalu, dari balik semak belukar
muncul pula dua orang lelaki kekar yang berwajah bengis.
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap sambil tertawa, kemudian
merekapun mengejar dibelakang dan Bau ji menyusul pula ke sana,
menyaksikan sisa rangsum yang tercecer diatas tanah, kedua orang itu
saling manggut dan melanjutkan perjalanannya melakukan pengejaran.
Ketika mereka tiba disebuah pohon besar, Siau hou-cu segera
membalikkan tangannya dan meninggalkan sebuah tanda diatas pohon.
-ooo0dw0ooo- Dua orang lelaki kekar berwajah bengis berhenti
didepan sebuah
hutan dan bersandar diatas dahan sambil memperhatikan Beng liau
huan berdua yang tinggal dua titik bayangan hitam dikejauhan sana.
Tiba-tiba salah seorang diantara dua orang lelaki bermuka buas itu
tertawa seram, kemudian katanya:
"Lo huan, dugaan majikan ternyata benar, tua bangka celaka itu
benar-benar hendak pergi ke rumah putrinya mari kita tunggu sebentar
lalu mengejar lagi !"
Lelaki she Huan itu segera tertawa. "Lo-oh, diantara anak buah
majikan, kepandaianmu lebih tinggi
daripada aku, segala sesuatunya aku menuruti perkataanmu saja!"
"Aaah, tak usah mempersoalkan lebih tinggi atau tidak, kita toh
sama saja !" Lo-oh menggeleng. "Berbicara yang sebenarnya,
penghalang di depan sana bisa
dilewati dengan selamat bukan? "Hm, kita bisa mampus kalau sampai
gagal!"
Lo-huan berpikir sebentar, lalu katanya lagi. "Danpada terjadi hal-hal
yang tak diinginkan, Lo-oh, mari kita menyusul sekarang juga" Lo oh
mengiakan, bersama Lo Huan mereka segera melanjutkan perjalanannya
untuk melakukan pengejaran.
Tentu saja semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh Siau hou
cu dan Bau ji dengan jelas, itulah sebabnya dibawah tanda panah yang
dibuatnya diatas dahan pohon, diberi pula tanda "X".
Menyusul kemudian, Siauhou cu pun berkata kepaca Bau ji. "Kali ini kita
pun memisahkan diri, kau menekan dari belakang, aku menghadang
dari depan!"
"Betul!" Bau ji mengangguk, "kali ini kita harus meninggalkan korban
dalam keadaan hidup."
"Tentu saja, kita harus memaksa setan tua itu untuk memperlihatkan
wujud yang sesungguhnya."
Sambil berkata dia lantas memberi tanda kepada Siau hou cu dan
berlalu lebih dahulu.
Sedangkan Bau ji menjalankan kudanya pelan-pelan mengikuti
dibelakangnya.
-ooo0dw0oooBeng
Liau huan dan pelayan tuanya sudah memasuki sebuah
jalan bukit yang sepi dan terpencil. Waktu itu senja menjelang tiba,
pemandangan tampak sangat
indah sekali. Sambil menunjuk ke tempat kejauhan sana, tiba-tiba Beng
liau
huan berkata: "Beng seng, bagaimana kalau kita sekaligus melewati
bukit
didepan sana?" Menyaksikan majikan tuannya sedang gembira,
buru-buru Beng
seng menyahut: "Bagus sekali, biar aku yang akan berjalan didepan!"
Mendadak Beng liau-huan menghela napas sedih, katanya. "Walaupun
semangatku masih seperti dulu, sayang orangnya
sudah jauh berbeda!" Beng seng ada maksud menghilangkan
kemurungan majikannya,
lalu ujarnya sambil tertawa. "Siapa yang bilang begitu? Aku justru tidak
puas kalau dibilang
sudah tua dan tak mampu." Beng Liau-huan segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Sekalipun tidak puas, apa pula gunanya ?
Tulang kita sudah tua,
apalagi tenaga dalam ku sudah punah, setelah lama tidak menunggang
kuda, rasanya mustahil bagiku untuk mendaki bukit itu semalaman
suntuk, betul niatku besar sayang kekuatanku sudah tak akan memenuhi
harapan tersebut."
Baru saja Beng Seng akan menjawab, mendadak dari arah depan sama
berkumandang datang suara bentakan keras:
"Hmmm, memang tidak pikun, jago kawakan memang tetap jago
kawakan, tampaknya kau sudah tahu kalau dalam hidupmu kali ini
tak mungkin bisa melewati bukit itu lagi, orang she Beng, harap turun
dari kudamu !"
Ditengah pembicaraan tersebut, dua orang lelaki berbaju hitam telah
melompat keluar dan menghampiri mereka.
Dilihat dari gerakan tubuh mereka yang begitu cepat, dapat diketahui
kalau kedua orang lelaki itu adalah jago-jago kelas satu didalam dunia
persilatan.
Mendengar bentakan tersebut, Beng Liau huan segera tertawa getir,
bisiknya kemudian kepada Beng Seng.
"Cepat lari meninggalkan tempat ini, bagai manapun juga harus ada
seorang yang pergi ke rumah toa konio untuk membawa berita!"
Sudah dua puluh tahun Beng Seng tak pernah meninggalkan
majikannya, tapi ia cukup mengetahui akan situasi yang sedang
dihadapinya sekarang, maka sambil mengiakan dia segera melarikan
kudanya untuk meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu belum lagi kudanya diputar, dari belakang tubuhnya kembali
terdengar seseorang menegur sambil tertawa.
"lngin kabur? Boleh saja, cuma tinggalkan dulu nyawamu!"
Menyaksikan dari depan dan belakang muncul musuh tangguh
yang menghadang perjalanan mereka, Beng Seng menjadi naik darah.
Dia segera menuding ke arah keempat orang lelaki buas yang berada
didepan maupun belakangnya, kemudian bentaknya keras- keras.
"Kami berdua toh tidak mempunyai dendam kesumat dengan kalian,
mengapa kalian mendesak kami terus menerus?"
Dua orang lelaki yang berada dibelakang tak lain adalah Lo Huan dan
Lo Oh.
Sambil tertawa seram Lo Huan segera menyahut.
"Yaa, memang tak ada dendam kesumat tak ada sakit hati, tapi
selamanya aku orang she Huan memang tak pernah mempersoalkan
dendam sakit hati bila ingin membunuh orang!"
Manusia berbaju emas yang berada di sebelah timur itu segera
mendengus dingin.
"Hmmm, orang kuno bilang, siapa yang terlibat dia terpikat!" "Betul,
siapa yang terlibat dia memang terpikat!" sahut manusia
berbaju emas yang berada disebelah barat sambil mendengus pula.
Lama-kelamaan, manusia berbaju emas yang ada disebelah timur
menjadi naik pitam, dia lantas berseru. "Cukup, sekarang kau hendak
menghabisi diri sendiri, ataukah
harus menerima bantuanku." "Apa sih maksud perkataanmu itu?" yang
berada disebelah barat
pura-pura tidak mengerti. "Apakah perkataanku masih kurang jelas?"
"Perkataannya mah sudah cukup jelas, cuma alasannya saja yang
tidak kupahami !" "Kau ingin mengetahui alasannya? Baik, kalau begitu
kuberitahukan kepadamu, Kau si nomor delapan, bernama Wong Peng
ci yang berasal dari Ting kang, rasanya hal ini sudah cukup jelas bukan
sahabat Wong yang baik hati?"
Yang ada disebelah barat adalah Wong Peng ci, sedang yang berada
disebelah timur, tak bisa disangkal lagi adalah orang yang mendapat
perintah untuk membunuhnya.
Wong Peng ci segera manggut-manggut. "Bagus, bagus sekali, dan
aku rasa memang sudah cukup!
Majikan pernah bilang nama siapa dan nomor siapa bila dibocorkan
kerahasiaannya, maka hal itu berarti kematiannya sudah diumumkan aku
rasa memang tak perlu lagi bagiku untuk menanyakan alasannya lagi.."
Orang yang berada disebelah timur itu segera manggut-manggut.
"Betul, tampaknya kau belum melupakan peraturan kita itu!"
serunya cepat. Wong Peng ci tertawa. "Sudah sekian tahun aku
bertugas dan berbakti kepada majikan,
masa peraturan semacam inipun bisa kulupakan ?" "Kalau memang
begitu bagus sekali" seru si manusia disebelah
timur sambil tertawa, "Wong Peng ci, silahkan segera turun tangan
untuk menghabisi dirimu sendiri"
"Tunggu dulu" seru Wong Peng ci sambil mengulapkan tangannya. "aku
masih ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
"Kau benar-benar kurang memuaskan hati." "Hmmm, memuaskan
atau tidak tunggu saja sampai aku selesai
mengajukan pertanyaan ini, kemudian kau baru boleh berbicara sesuka
hati mu..."
Orang yang berada di sebelah timur itu segera tertawa licik. "Betul
juga perkataanmu itu" katanya, "mungkin diantara
sembilan orang pengganti majikan kaulah yang paling memuaskan
hati!"
Wong Peng ci tak mau kalah, diapun tertawa seram. "Bila hari ini
aku mati, maka basok kaulah yang mampus, hal ini
tetap akan berlangsung untuk selamanya Sobat, sebelum melaksanakan
tugasmu itu, lebih baik cobalah untuk meresapi dahulu maksud dari
perkataanku ini."
Untuk beberapa saat lamanya orang vang berada disebelah timur itu
tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sebaliknya Wong Peng ci juga tidak buka suara lagi.
Sampai lama, lama kemudian, orang yang berada di sebelah timur baru
berkata dengan suara rendah dan berat.
"Sahabat Wong, waktu yang tersedia bagiku sangat terbatas sekali!"
Perkataan itu bermaksuk amat sederhana yaitu minta kepada Wong
Peng ci agar segera menyelesaikan kehidupannya.
Wong Peng ci segera tertawa. "Majikan toh berada disekitar tempat
ini, Iebih baik pertanyaan
ini kuajukan dulu kepada majikan agar bersedia untuk menjawabnya
lebih dahulu."
"Wong Peng ci, kuanjurkan kepadamu lebih baik sedikitlah tahu diri."
tegur orang disebelah timur dingin.
"Baik." Wong Peng-ci tertawa, "memandang pada kedudukan kita
sama-sama sebagai sembilan orang pengganti, persoalan ini terpaksa ku
ajukan saja kepadamu, maaf aku tak tahu siapakah namamu, terpaksa
aku harus menyebut anda kepadamu..."
"Terserah" tukas orang itu, Setelah mendengus dan tertawa, Wong
Peng ci lantas berkata.
"Apakah anda hanya menitahkan pada aku orang she Wong untuk
bunuh diri atau menyerahkan nyawaku dengan begitu saja."
Pada mulanya orang yang berada di sebelah timur itu tertegun,
kemudian katanya sambil tertawa.
"Sahabat Wong, kau benar-benar tak tahu diri, silahkan kau perhatikan
benda apa ini?"
Sembari berkata, orang yang berada disebelah timur itu segera
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, tahu-tahu genggamannya
telah bertambah dengan sebuah lencana emas berkepala macan kumbang
Pa tau lok hun kim pay.
Wong Peng ci memandang sekejap ke arah lencana emas tersebut,
kemudian katanya sambil tertawa pedih.
"Bagus sekali, kalau begitu silahkan anda turun tangan untuk
menyelesaikan aku!"
"Ooh, aku kira lebih baik sahabat Wong turun tangan sendiri saja untuk
menyelesaikan dirimu sendiri"
"Bagaimana...?" ejek Wong peng ci tenang, "aku orang she Wong sudah
menjumpai musuh tangguh dan kepandaian silatku telah dipunahkan
orang sehingga saat ini sudah lemah tak berkekuatan ibaratnya orang
biasa, apakah masih takut terhadap diriku?"
Orang yang berada disebelah timur itu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali:
"Sekalipun tenaga dalam yang dimiliki sahabat Wong masih utuhpun,
aku tak bakal jeri kepadamu!"
Wong Peng ci segera tertawa dingin tiada hentinya. "Tentu saja cara
kerja Lok hun pay selamanya disertai dengan
suatu perencanaan yang matang, kalau toh mengutus orang untuk
secara diam-diam mengawasi gerak gerik seseorang, tenaga dalam yang
dimiliki orang itu sudah pasti jauh melebihi kepandaian lawannya!"
Berhubung paras muka orang yang berada disebelah timur tertutup oleh
kerudung kain hitam, maka sulit untuk mengetahui mimik wajah
sebenarnya, tapi kalau didengar dari nada ucapannya yang baru
dilontarkan sudah cepat dia akan segera dibikin kaget dan marah.
Dengan emosi yang meluap, lantas berseru: "Wong Peng ci, kau
berani menyebut majikan dengan sebutan
semacam itu?" Wong Peng ci segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa
terbahak-bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... selain kematian tiada
bencana
lain yang lebih besar, bagaimanapun juga aku orang she Wong toh
sudah pasti mati, kenapa aku mesti takut kepada persoalanpersoalan
yang lain? sebaliknya justru kau sendirilah yang mesti
waspada kepadaku, paling baik lagi jika bertindak lebih berhati- hati!"
"Mati dengan mati tak akan sama, aku dapat membuatmu tersiksa lebih
dulu sebelum mampus!" ancam orang yang berada disebelah timur
sambil membentak keras.
Untuk kesekian kalinya Wong Peng ci mendongakkan kepalanya sambil
tertawa ter-bahak2.
"Haaahh... haaahh... haaahh... apanya yang berbeda, paling banter toh
harus hidup tersiksa berapa waktu lebih lama!"
"Tutup mulut dan segera habisi nyawamu sendiri!" teriak orang yang
berada disebelah timur itu sambil menudingkan kearah Wong Peng ci.
Tapi Wong Peng ci menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, aku
tak mungkin akan melakukannya sendiri,
jadi kalau kau ingin cepat terpaksa kau harus melakukan sendiri, aku
akan menyuruh kau sepanjang hidup, siang maupun malam selalu
teringat dengan kisah perbuatan mu didalam membunuhku pada hari
ini."
"Kemudian, bila pada suatu saat lencana Lok hun pay berbalik dan
menuduh kau adalah kuku garuda orang lain seningga menjatuhi
hukuman mati kepadamu, saat itulah aku akan muncul kembali untuk
menjemput arwahmu menuju keakhirat!"
Orang yang berada di sebelah timur itu tak sanggup untuk
mendengarkan perkataan itu lebih lanjut, dengan gusar segera
teriaknya:
"Perbuatanmu sekarang hanya akan membuatmu tersiksa hidup
beberapa waktu lamanya sebelum kematian menghabisi riwayatmu."
Sembari berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan mendekati
Wong peng ci.
Wong peng ci masih saja tersenyum.
"Saudara kau tak usah berlagak seperti itu di hadapanku, sekarang
tenaga dalam yang aku orang she Wong miliki sudah punah, mau
melarikan diri pun sudah tak sanggup, melawan sudah tak sanggup
hanya dengan suatu langkah pelan saja, hal itu sudah cukup
menggetarkan hati orang!"
Orang yang berada disebelah timur itu segera mendengus dingin,
katanya:
"Sekali lagi kuberi sebuah kesempatan kepadamu, cepat habisi sendiri
nyawamu."
Tapi Wong peng ci tetap membandel, untuk kesekian kalinya dia
menggelengkan kepala nya berulang kali.
"Kini, kau secara beruntun telah melanggar beberapa kali perintah dari
Lok hun pay, apa bila dugaanku tidak salah, dibelakang tubuhmu
sekarang sudah pasti ada orang yang sedang mengawasi dirimu, aku
kuatir..."
Mendadak dia berhenti bicara, kemudian wajahnya segera
memperlihatkan suatu senyuman yang sangat aneh, terutama sekali
sepasang matanya itu, membuat manusia berbaju emas yang berada di
sebelah timur mau tak mau harus celingukan ke sana kemari dengan
perasaan tak tenang, dan akhirnya dengan perasaan ngeri dia mundur
ke belakang berulang kali.
Ternyata apa yang diduga Wong Peng ci sedikitpun tidak salah, karena
entah sejak kapan, di belakang tubuh manusia berbaju emas yang
berada di sebelah timur itu telah bertambah lagi dengan seorang aneh
berbaju emas yang mengenakan kain kerudung muka berwarna kuning
emas..
Baru saja orang yang berada disebelah timur akan bersuara, manusia
berbaju emas yang barusan menampakkan diri itu sudah berkata
dengan suara dalam.
"Gui Sam tong, persembahkan dahulu lencana Kim pay tersebut
kepadaku!"
Gui Sam tong, atau orang yang berada di sebelah timur itu sudah
diumumkan namanya secara blak-blakan, menurut peraturan lencana Lok
hun pay, hal ini berarti dia dan Wong Peng ci mempunyai kedudukan
yang sama, yakni sudah dijatuhi hukuman mati.
Maka baru saja Gui Sam tong hendak mengeluarkan lencana Kim pay
tersebut, mendadak Wong Peng ci telah mencegahnya seraya berkata.
"Saudara Gui, tunggu sebentar!" Dengan geramnya Gui Sam tong
membalikkan badannya sambil
membentak keras. "Semua ini gara-gara kau si kawanan tikuslah yang
mencelakai
diriku..." "Saudara Gui, tutup mulutmu." suara Wong Peng ci dengan
suara
keras, "menurut peraturan yang ditentukan tua bangka itu, barang siapa
namanya diumumkan secara blak-blakan maka itu berarti dia sudah
dijatuhi hukuman mati. Sekarang, sekalipun kau dapat membunuhku
juga tak akan mendapatkan pengampunan dari lawan, mustahil dia
bersedia mengampunimu dengan begitu saja!"
Gui Sam tong menjadi berdiri bodoh seperti patung, untuk sesaat
lamanya dia tak tahu apa yang harus dilakukan.
Manusia berkerudung emas yang baru saja munculkan diri itu segera
berkata lagi:
"Gui Sam tong mengapa tidak kau serahkan lencana kim pay itu
kepadaku?"
"Lo Gui, saudara Gui, mengapa kau tak menanyakan dulu kepadanya, ia
mempunyai apa?"
Diam-diam Gui Sam tong mengangguk baru saja akan buka suara, pihak
lawan telah berkata lebih dulu:
"Lencana Kim pay semuanya terdiri dari tiga macam, kau harus tahu,
sekarang aku mendapat perintah dengan lencana Hou tau kim
pay (lencana emas kepala harimau) untuk mengawasi gerak- gerikmu,
aku telah dapat perintah untuk melaksanakan menurut peraturan,
mengertikah kau sekarang..."
Wong peng-ci tertawa. "Mengerti kentutmu, cepat perlihatkan itu
lencana emas itu." "Benar" sambung Gui Sam tong, "aku pun ingin
menyaksikan
macam apa lencana emas Hou tau kim pay itu!" "Selain itu, kau harus
bertanya dulu kepadanya, peraturan
manakah yang telah kau langgar?" sambung Wong Peng ci. Dengan
cepat Gui Sam tong manggut-manggut, pada manusia
berbaju emas itu katanya. "Benar, kau harus menerangkan semua
persoalan itu sampai
jelas!" Manusia berkerudung berbaju emas itu mendengus dingin,
tangannya segera merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah
lencana Hou tau kim pay, sebuah lencana emas yang bergambar kepala
harimau.
Perlu diketahui, lok hun pay dibagi menjadi empat macam, yang paling
berkuasa besar ada lah Lok hun si leng (lencana kematian).
Setelah itu menurut urutannya adalah lencana emas berkepala naga,
lencana emas berkepala harimau dan lencana emas berkepala macan
kumbang.
Jadi dengan begitu maka lencana Pa tau lok hun leng yang dibawa oleh
Gui Sam tong sesungguhnya kalah satu tingkat bila dibandingkan
dengan berkepala harimau.
Setelah lencana Hou tau kim leng lawan di-keluarkan, Gui Sam tong tak
dapat berbicara lagi.
Tampak di pihak lawan mengangkat tinggi tinggi lencana emas
"Lepaskan kerudung yang kau kenakan itu!"
Kali ini kedua orang itu tak berunding, tanpa membantah Gui Sam tong
segera melepaskan kain kerudung berwarna mukanya.
Dengan demikian, dari tiga orang pengganti Lok hun pay yang hadir
saling berhadapan, tinggal satu orang saja yang masih mengenakan kain
kerudung muka.
Mula-mula simanusia berkerudung itu menyimpan dahulu lencana emas
Hou tau kim pay nya, setelah itu baru perintahnya.
"Gui Sam tong, sekarang persembahkan lencana Pa tau kim pay mu itu
kepadaku."
"Gui heng, hayolah bertanya, tanya apa dosa dan kesalahanmu?" seru
Wong peng ci tiba2.
Tak menanti pertanyaan itu di ajukan, manusia berkerudung itu sudah
berkata lebih dulu dengan suara lantang.
"Gui Sam tong, kau hanya mendapat perintah untuk membunuh Wong
Peng ci, bukan untuk mengajaknya berdebat maka perbuatanmu itu
selain melanggar perintah majikan, juga melanggar peraturan perguruan,
mengertikah kau atas dosa-dosamu?"
Wong Peng ci segera mendengus dingin. "Kalau begitu kau keliru
besar, si pemilik lencana Lok hun pay
berhasrat membunuhku karena aku bukan tandingan lawan sehingga
tertangkap, padahal aku sudah mempunyai banyak jasa dan pahala
baginya, mengapa jasa-jasaku ini tak pernah disinggung kembali?"
"Itulah sebabnya aku merasa tak puas, tentu saja aku harus
menanyakan persoalan ini sampai jelas, apabila saudara Gui tidak dapat
memberikan penjelasan yang memuaskan hati ku, tentu saja peraturan
tak bisa dijalankan dengan begitu saja, sebaliknya dia telah memberi
penjelasan kepadaku, tapi kenyataannya ia malah dijatuhi hukuman,
hmm, peraturan dari manakah itu?"
"Betul, peraturan dari perguruan manakah itu?" sambung Gui Sam tong
pula.
Manusia berkerudung itu segera mendengus. "Wong Peng ci, lohu
tak akan bertindak seperti Gui Sam tong lagi
untuk mendengarkan ocehanmu sehingga melanggar peraturan
perguruan!"
Sesudah berhenti sebentar, sambil menuding ke arah Gui Sam tong dan
Wong Peng ci kembali dia membentak.
"Dengarkan baik-baik, majikanku mempunyai kecerdasan yang luar
biasa, ia sudah mempunyai rencana yang amat matang, sebelum ini dia
telah memberitahukan kepada lohu kalau Wong Peng ci pasti akan
tertawan oleh lawan, bila dia tak sampai mati, itu berarti dia telah
menghianati majikan."
"Oleh karena itu, pihak lawan paling banter hanya akan memunahkan
ilmu silatnya dan melepaskan dia pergi, Kini kenyataannya berbicara
sama, hal ini menunjukkan kalau dugaan majikan memang tepat sekali."
"Apalagi majikanmu sudah menduga kalau Gui Sam tong tak akan
bertindak tegas, tak bisa diberi tugas besar, terutama sekali bila
menghadapi suatu perubahan secara tiba-tiba, dia akan semakin
nyeleweng dari kebiasaan."
"Apakah kau tidak merasa semua perkataanmu itu hanya perkataan
yang tak ada gunanya." tiba-tiba Wong Peng ci menukas.
Manusia berkerudung emas itu tertawa dlngin. "Heehh... heehh...
heeh... lohu hanya mendapat perintah untuk
melaksanakan tugas, aku tidak tahu soal perasaan. Andaikata
kepandaian ilmu silat yang kamu miliki itu masih ada, mungkin lohu
merasa tak sanggup untuk menandingi kerubutan kalian berdua, tapi
kini..."
Wong Peng ci segera mendengus dingin. "Orang she Wong sudah
tahu kalau aku pasti mati, jangan kau
lihat kepandaian silatku sudah punah, tapi aku masih bisa
mengadu
jiwa denganmu, paling tidak aku masih bisa menggigit dagingmu untuk
mencicipi bagaimanakah jasanya daging manusia!"
Manusia berkerudung itu tak banyak bicara lagi, dengan langkah lebar
dia segera berjalan mendekat.
Cuma dia bertindak sangat hati-hati, karena dia tahu kalau kepandaian
silat yang dimiliki Gui Sam tong terhitung cukup hebat.
Sambil berjalan mendekat, manusia berkerudung itu kembali berseru
kepada Gui Sam-tong:
"Jika kau tidak segera menyerahkan lencana emas itu kepadaku, itu
berarti sebelum mampus kau akan merasakan dahulu suatu siksaan
hidup yang luar biasa!"
Wong Peng ci yang berada di samping Gui-Sam tong buru-buru berkata
kembali.
"Jangan melupakan apa yang telah kukata kan kepadamu barusan,
terkecuali mati tiada bencana yang lebih besar lagi. Apa lagi, kita
memang hidup diujung golok yang penuh dengan marabahaya, kita
bukan manusia yang dilahirkan untuk digertak!"
Gui Sam tong juga sudah tahu kalau kematian tidak akan bisa dihindari
lagi, tentu saja diapun menjadi nekad, sambil manggut- manggut
sahutnya dengan cepat.
"Benar, makanya . .. . kenapa aku orang she Gui tidak menahan
lencana emas ini sebagai pengganjal peti mati?"
Wong Peng ci segera bertepuk tangan sambil memuji: "Nah,
begitulah baru tampak gagah Sekali..” Lalu setelah memandang
sekejap ke arah manusia berkerudung
itu, katanya lagi: “Saudara Gui, kepandaian yang dimiliki keparat itu
tidak lebih
hebat daripada kepandaianmu, hadapi dengan tenang, walaupun aku
sudah kehilangan kepandaianku sekarang, tapi kau tak usah kuatir, aku
masih bisa membantu dirimu!"
Mendengar perkataan tersebut, manusia berkerudung emas itu segera
tertawa seram,
"Heeh ,..heeh....heeh...Gui Sam tong, percaya kah kau bahwa seseorang
yang sudah kehilangan ilmu silatnya masih mengatakan bisa membantu
dirimu? Heeh...beeh...heeh....pada hakekatnya ucapan tersebut hanya
suatu ucapan membohongi anak kecil saja...."
"Saudara Gui, cepat turun tangan, jangan rnendengarkan obrolan orang
itu" buru buru Wong Peng ci menyela lagi, "dapatkah aku membantu
dirimu, paling banter hanya menunggu sebentar kemudian toh
semuanya akan terbukti'
Gui Sam-tong memandang sekejap ke arah Wong Peng ci, kemudian
manggut-manggut.
"Wong, aku cukup memahami akan persoalan ini, sekarang kita berdua
memang sudah berada diatas sebuah perahu yang sama:"
Sekali lagi Wong Peng-ci bertepuk tangan berulang kali. "Betul, betul
sekali, kalau begitu hadapilah lawannya dengan
sepenuh tenaga, bila kesempatan yang kutunggu sudah tiba, aku pasti
akan segera bertindak, tak usah kuatir, pokoknya asal aku sudah
bertindak, keparat itu sudah pasti akan roboh!"'
Sementara itu, si manusia berkerudung itu sudah semakin mendekati
tubuh Gui Sam-tong, dia menuding ke arah Wong Peng- ci lebih dulu,
kemudian serunya:
“Wong Peng ci, tampaknya kau ingin merasa kan bagaimanakan
sedapnya ilmu Toan hun sut kut (ilmu pemutus sukma mengerut
tulang)”
Wong Peng ci tertawa tergelak. “Hahahahaha......apa yang
dikatakan oleh Lo Gui tadi memang
benar, dia hendak menggunakan lencana emas Pa tau kim pay tersebut
sebagai penganjal peti matinya, dan aku? Aku hendak
menggunakan lencana emas Hou tau kim pay yang berada disakumu
untuk diloakkan dan ditukar dengan arak ."
Manusia berkerdung itu benar-benar berasa denki sekali terhadap Wong
Peng ci, tapi selama berada dihadapan Gui Sim tong dia tak berani
bertindak secara gegabah, terpaksa dia berencana untuk membekuk Gui
Sam tong lebih dahulu, kemudian baru menyiksa Wong Peng ci
Sementara itu Gui Sam tong telah meloloskan pedang mestikanya,
sedangkan manusia berkerudung itupun telah meloloskan pedangnya.
Mereka berdiri saling berhadapan muka, Gui Sam tong telah bersiap
sedia untuk melancarkan serangan iebih dulu.
Mendadak Wong Peng ci berkata lagi: "Lo Gui, kau sudah pasti
bukan tandingannya, kalau tidak Lok
Hun pay si tua bangka tak akan begitu berlega hati mengirimkan
keparat ini kemari, maka kau harus menghadapinya dengan tenang,
jangan menyerang lebih dulu, bertahan saja sebisanya sembari
rnencari kesempatan untuk melancarkan serangan balasan”
Gui Sam tong segera manggut-manggut. "Benar" serunya, ''hampir
saja aku tertipu." Berbicara sampai disitu, benar juga, Gai Sam rong
segera
mengambil posisi bertahan dan tidak bermaksud untuk melancarkan
serangan lagi.
Tenaga dalam yang dimiliki manusia berkerudung hitam itu sebenarnya
masih tinggi satu bagian bila dibandingkan dengan tenaga dalam yang
dimiliki Gai Sam tong. didalam seratus gebrakan semestinya dia
mempunyai kemampu an untuk mengalahkan Gui Sam tong.
Tapi seandainya Gui Sam tong mengambil sikap bertahan saja tanpa
menyerang, maka berbicara soal kondisi badan, orang yang bertahan
akan memperoleh keuntungan situ bagian bila
dibandingkan dengan pihak penyerang, dengan demikian, kedudukan
mereka berdua jadi berimbang.
Atau dengan perkataan lain, andaikata Gui Sam tong mengambil sikap
bertahan belaka tanpa mehkukan penyerangan, maka andaikata manusia
berkerudin itu ingin membinasakan Gui Sam tong, dia harus bertarung
paling tidak dua ratus gebrakan lebih dulu sebelum berhasil.
Dan tampaknya inilah siasat yang sengaja diatur Wong Peng ci, tapi
bagaimanakah siasat tersebut ? Hal ini akan diceritakan nanti
Manusia berkerudung itu tak bisa tidak terpaksa harus rurun tangan,
pedangnya segera di getarkan lalu maju ke depan sambil melancarkan
serangan gencar.
Gui Sam tong masih tetap bertahan dengan tenang dan mantap, entah
jurus serangan macam apapun yang ditujukan kepadanya, dia hanya
menangkis dan memunahkan saja setiap ancaman yang tertuju ke
arahnya, benar-benar tak setengah jurus serangan pun yang dibiarkan
lewat setengah.
Untuk mempercepat keinginannya untuk meraih kemenangan, terpaksa
manusia berkerudung emas itu harus mempercepat serangan-lagi.
Tiga puluh jurus, lima puluh jurus, delapan puluh jurus..... Sudah
delapan puluh jurus serangan yang dilancarkan secara
beruntun, akan tetapi manusia berkerudung itu masih belum berhasil
untuk mendebak Gui Sam-tong untuk mundur barang satu langkah pun.
Seratus jurus, seratus sepuluh jurus ... Kini Gui Sam tong sudah
dipaksa mundur sejauh lima depa lebih. Seratus lima puluh jurus
sudah lewat, kini Gui Sam tong sudah
didesak mundur sejauh dua kaki lebih.
Waktu itu Gui Sam tong benar benar sudah tak sanggup untuk
mempertahankan diri lagi. dia sudah merasa kehabisan tenaga lagi
untuk melakukan perlawanan.
Sambil tetap melancarkan serangan demi serangannya secara gencar,
manusia berkerudung emas iiu mulai mengejek :
'Hei bagaimana ? Adakah Wong Peng ci sudah memberikan bantuannya
kepadamu?"'
Gui Sam tong tidak berkata apa-apa. karena bila dia membuka suara
dalam keadaan seperti ini, niscaya segenap tenaganya akan buyar dan
ia bakal mampus ditangan lawan.
Sebaliknya manusia berkerudung itupun harus menghembuskan napas
setelah mengucapkan kata kata ejekan tersebut.
Wong Peng ci yang menyaksikan kejadian itu dari sisi arena segera
menimbrung dengan suara dingin :
"Lo Gui, jangan kau dengar perkataan dari keparat itu, barusan keparat
tersebut baru mengucapkan beberapa patah kata saja, namun napasnya
sudah tersengal-sengal, hal ini menunjukkan kalau sisa tenaga yang
dimilikinya sudah tidak terlalu banyak lagi.”
„Kau cobalah untuk bertahan sebanyak lima puluh gebrakan lagi. jika
Keparat ini sudah tidak sanggup melakukan serangan lagi, pada waktu
itulah aku siorang yang sudah kehilangan kepandaian silatku baru
dapat membantuan kepadamu !”
Gui Sam tong yang mendengar perkataan itu merasa bahwa apa yang
diucapkan Wong peng ci memang tepat sekali, maka dia hanya tertawa
belaka tanpa menjawab.
Sebaliknya manusia berkerudung itu menjadi gelisah, mendongkol dan
merasa apa boleh buat setelah mendengar ucapan itu.
Apa yang dikatakan memang merupakan suatu kenyataan, manusia
berkerudung emas itu tak sanggup membantah barang sepatah katapun.
Seratus tujuh puluh jurus, seratus delapan puluh jurus. Gui Sam tong
sudah harus memaksakan diri untuk melakukan
pertahanan, tenaga dalam yang sudah hilang akibat mempertahankan diri
itupun telah mencapai delapan puluh persen lebih.
Serangan demi serangan yang dilancarkan manusia berkerudung itupun
sudah semakin lamban, tampaknya hal inipun disebabkan dia kehabisan
tenaga.
Seratus sembilan puluh jurus sudah lewat.. Mendadak manusia
berkerudung hitam ini menghimpun sisa
tenaga yang dimilikinya untuk melepaskan sebuah bacokan dari atas
menuju ke bawah.
Gui Sam-tosg terpaksa haius menggigit bibir sambil mengayunkan
pedangnya untuk menangkis, tapi akibatnya, sekalipun bacokan maut itu
berhasil ditahan, namun dia sendiri juga sudah terpental sehingga jatuh
dan terguling diatas tanah.
Seratus Sembilan puluh satu jurus! Mendadak manusia berkerudung
mengayunkan pedangnya ambil melancarkan sebuah tusukan kilat dari
sisi sebelah samping.
Gui Sam-tong benar benar sudah tak samnggup untuk mempertahankan
diri lagi terpaksa dia harus menggunakan sepasang tangannya untuk
bersama sama menggenggam pedangnya menahan ancaman tersebut.
Sebaliknya, manusia berkerudung itupun teah menggunakan kedua
belah tangannya pula untuk menggenggam gagang pedang tersebut.
Pada jurus yang keseratus sembilan puluh dua, sekali lagi manusia
berkerudung itu rnelancarkan serangan dengan menggunakan jurus Heng
sau kang hoo (menyapu rata sungai besar)
Untuk kesekian kalinya, kembali Gui Sam tong berhasil menahan
serangan tersebut, cuma tangannya telah tak bertenaga lagi untuk
menggenggam pedang, seketika itu juga senjata nya mencelat sejauh
enam tujuh depa dari tempat semula.
Habis sudah kini dalam keadaan demikian jangankan tenaga untuk
perlawanan, untuk merangkak selangkah saja Gui Sam tong sudah tidak
marrpu lagi.
Bagaimana dengan manusia berkerudung itu? Dia masih sanggup untuk
menyerang sebanyak tiga gebrakan lagi.
Itulah sebabnya, manusia berkerudung itu mulai memperdengarkan suatu
tertawanya yg menyeramkan, suara tertawanya telah bercampur aduk
dengan suara dengusan napas yang memburu.
Sekali lagi dia mengangkat pedangnya tinggi tinggi, kemudian dengan
sisa kekuatan yang dimilikinya dia melepaskan sebuah bacokan maut
kebawah untuk membegal batok kepala Gui sam tong.
Didalam keadaan demikian Gui Sam tong hanya bisa memejamkan
matanya belaka, diam dia merasa agak mendendam juga terhadap Wong
Peng ci.
Cuma dalam keadaan kehabisan tenaga sehingga kekuatan untuk
bergerak saja tak punya seseorang pasti akan enggan untuk berfikir
terlalu banyak, maka rasa dendamnya terhadap Wong Peng ci pun
hanya melintas sebentar dalam benaknya.
Kini pedang mestika dari manusia berker. dung emas uu sudah berada
diatas batok kepala Gui Sam tong.
Mendadak suatu kejadian aneh telah berlangsung. Ternyata bacokan
pedang mestika dari manusia berkerudung itu tak berhasil diayunkan
kebawah.
Padahal Gui Sam tong telah memejamkan matanya rapat-rapat sambil
menunggu datang nya Kematian! Karena tengkuknya tidak merasa sakit
serta dia membuka matanya kembali
Apa yang kemudian yang terlihat, kontan saja membuat Gui Sam tong
tertawa gembira.
Tampak Wong Peng ci sedang mencengkeram pergelangan tangan dari
manusia berkerudung itu. kemudian dengan gampang sekali dia telah
merampas pedang mestika yang berada di genggaman manusia
berkerudung itu dan membuangnya jauh jauh.
Malahan peristiwa aneh itu tidak berlangsung sampai disitu saja.
Setelah berhasil merampas pedang mestika manusia
berkerudung itu, ternyata Wong Peng ci. segera turun tangan
melepaskan kerudung yang menutupi wajah orang itu.
Bedtu kain ketudungnya terlepas, segera terlihatlah bahwa erang itu
adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan.
Gui Sam tong menjadi tertegun beberapa saat lamanya bagaikan
bertemu dengan setan, ia tak tahu apa gerangan yang telah terjadi.
Mengapa manusia berkerudung itu tidak mencoba untuk berkelit atau
mencoba melakukan perlawanan.
Untung saja beberapa persoalan yang menjadi teka teki d.dalam
benaknya itu segera memperoleh jawaban.
Begitu kain kerudungnya dicopot, kakek itu sepera menjerit keras
dengan perasaan kalut
“Aaah.... jadi..... jadi kau masih mempunyai ilmu silat ?” Begitu
mendergar perkataan tersebut, Gui sam tong segera
memahami apa gerangan yang sudah terjadi. ia segera tertawa. Kepada
kakek tersebut, Wong Peng-ci segera berkata.
'Ucapanmu memang tepat sekali tenaga dalam dari aku orang she
Wong masih terap utuh, tentang ini tentunya jauh diluar dugaan si tua
bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan ? Dan tentu saja
termasuk pula diri mu." kata orang she Wong tersebut.
"Aku rasa kau pasti lebih memahami tentang peraturan dari si tua
bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan? Barang siapa
kain kerudungnya terlepas sehingga kelihatan wajah asli nya, itu berarti
hanya ada jalan kematian yang tersedia bukan ?"
Sembari berkata, dia lantas turun tangan untuk menotok jalan dari
kakek itu
Kemudian dia merogoh kedalam saku kakek itu dan mengeluarkan
sebuah lencana emas Hou tau kim pay dari sakunya.
Sekarang kakek itu baru tahu kalau dia sudah tertipu, dalam keadaan
demikian mau menangispun ia tak bisa lagi.
Berbeda dengan Gui Sam tong, dia menjadi amat gembira, sambil
melompat bangun seru nya ; "Lo Wong, rupanya ilmu silatmu masih
belum punah ?”
"Yaa, belum, tentunya kau tidak menyangka bukan?" kata Wong Peng
ci sambil tertawa
Gui Sam tong segera menggelengkan kepala nya berulang kali.
“Jangan toh aku, sekalipun si setan tua itu pun tak pernah
menyangka sampai disitu." Sekali lagi Wong Peng ci tertawa terbahak
bahak, katanya
kepada Gui Sam tong sambil menuding kearah kakek itu : "Lo Gui,
tahukah kau kalau situa yang sudah menyelamatkan
selembar jiwamu?” Gui Sam tong agak tertegun, Segera serunya :
"Apa? Barusan, hampir saja tua bangka ini hendak merenggut
selembar jiwaku, menngapa kau malah mengatakan.....” Sambil tertawa
terkekeh-kekeh Wong Peng ci segera berkata:
“Coba kalau tua bangka keparat ini datang terlambat satu langkah saja!
bukankah kau akan segera turun tangan melawanku ?"
"Benar, baru saja aku akan turun tangan terhadap dirimu, keparat itu
telah muncul!"
"Nah itulah dia, padahal kau menganggap tenaga dalamku sudah
punah, tentu saja kau tak akan bersiap sedia terhadap diriku, kau tentu
akau maju kedepan dan turun tangan se enaknya, karena menurut
anggapanku serangan yang macam apapun pasti akan berhasil
membunuhku ? Padahal asal kau turun tangan, apakah aku tak akan
segera turun tangan untuk menghadapi dirimu....?"
Paras muka Gui Sam tong segera berubah hebat. "Benar, benar!
Karena kuanggap tenaga dalammu sudah punah,
sudah barang tentu aku tidak akan mempergunakan senjata tajam,
lebih-lebihlagi tak akan bersiap sedia, jika aku sampai turun
tangan......haaah......haaah,.....haaaahh"
Mendadak paras Wong Peng-ci berubah hebat, kemudian serunya lebih
jauh.
"Lo Gui. tenaga dalam serta kepandaian silat mu tentunya jauh lebih
tinggi daripada diriku bukan ?"
'Selisihpun tidak terlalu banyak, tidak banyak, hanya sedikit
sekali.....'Gui Sam-tong tersenyum.
Jelas ucapan tersebut merupakan ucapan yg amat sungkan, hanya saja
perkataan yang di utarakan bukan pada waktunya.
Wong Peng-ci tidak tertawa paras mukanya berubah semakin berubah
dingin lagi maka katanya lebih jauh:
"Dan sekarang ?" Tampaknya Gui Sam tong seakan akan tidak
memahami
perkataannya itu, segera jawabnya "Sekarang..,sekarang.,.” "Maksudku,
kini kau sudah melakukan pertarungan sengit, tapi
tenaga dalammu telah banyak yang hilang akibat suatu pertarungan yg
seru, apakah kau masih bisa diikatakan kepandaianmu masih sedikit
lebih hebat daripadaku!'
Dengan cepat Gui sam tong memahami ucapan tersebut, katanya
kemudian dengan cepat:
"Temu saja aku sudah tak mampu untuk menandingi dirimu sekarang..."
"Nah itulah dia, bila aku tak menghajar si harimau selagi berada dalam
kurungan apakah aku akan menunggu sampai si harimau pulang gunung
baru memberi kesempatan Kepadanya untuk mencengkeramku? Saudara
Gui, kau ada lah seorang yang cerdas, tentunya kau cukup memahami
tujuan akan perkataanku ini."
Gui Sam Tong mengerti, tentu saja dia mengerti. maka diapun tidak
banyak berbicara
Sebaliknya Wong Peng ci kembali berkata sambil tertawa; 'Aku pikir,
sekarang tentunya saudara Gui sam tong sudah
mengerti bukan, apa sebab-nya aku berlagak seakan akan tak punya
kepandaian lagi? tentunya kaupun sudah paham bukan kenapa aku baru
turun tangan setelah kalian berdua kehabisan tenaga lebih dahulu ...?“
Gui Sam tong segera menundukkan kepalanya rendah rendah. “
Saudara wong benarkah kau hendak turun tangan kepada
diriku ?” serunya “Haah.. haa ..ha.... mengapa tidak?” Ya, mengapa
Wong Peng Ci tak akan berbuat demikian ? Kalau berbicara soal
perasaan, kedua belah pihak boleh dibilang
sama sekali tak berperasaan. Kalau dibilang teman? Dia malah semula
bermaksud untuk
merenggut jiwanya. Dan sekarang keadaan sudah terbalik, apalagi yang
dia lakukan
selain berkentut? Wong Peng ci memperhatikan sekejap kakek , itu, lalu
memandang pula ke arah Gui Sam tong, setelah iit baru
katanya.
“Saudara Gui, kau harus menahan diri" Sembari berkata, dia segera
turun tangan,
Gui Sam tong ingin berkelit, tapi dia tak mampu untuk berkelit.
Bukannya tak mau berkelit, tapi tak bertenaga lagi untuk berkelit.
Bila seseorang sudah kehabisan tenaga dan beristirahat, maka
semua kelelahan akan datang bersama sama, waktu itu dia ingin
bergerak pun tak bisa, karena dia memang tak berkekuatan lagi untuk
bergerak.
Oleh karena itu, semua kepandaian silat yg miliki Gui Sam tong segera
dipunahkan.
Nasib kakek itu lebih buruk lagi, bukan cuma enaga dalamnya saja
yang dipunahkan, bahkann lengan kirinya sudah tak dapat dipergunakan
lagi untuk selamanya.
Menyusul kemudian, Wong Peng ci mengambil keluar lencana emas Pa
tau kim pay dari saku Gui Sam tong dan membebaskan jalan darah
kakek itu kemudian sambil tertawa terkekeh kekeh dia berjalan
meninggalkan tempat itu
Sepeninggal Wong Peng ci, kakek itu dan Gai Sam tong baru menghela
napas panjang.
Inilah yang dinamakan sama sama terluka dan sama sama ruginya.
Gui Sam tong memandang sekejap kearah ka kek itu, kemudian
tegurnya;
"Saudara siapa namamu?" “Cu Sam po" jawab kakek itu sambil
tertawa "Aaaai...saudara Cu, bagaimana kalau sekarang kita
berunding
b a g a i m a n a b a i k n y a ? ' D e n g a n c e p a t C u S a m p o
m e n g g e l e n g k a n k e p a l a n y a b e r u l a n g
kali.
"Tak ada gunanya, hanya ada sebuah jalan yg tersedia buat kita
sekarang, jalan kematian?"
Tapi Gui Sam tong segera menggelengkan pula kepalanya. "Tidak,
kita masih bisa hidup, masih ada harapan untuk hidup
lebih lanjut!" Mendengar perkataan itu, Cu Sam po menjadi tertegun,
segera
serunya dengan cepat: "Tapi harus menggunakan cara apa?" "Asal
situa bangka itu mengirim orang lagi maka kita akan segera
hidup!" "Bisa hidup?" Cu Sam po tertawa getir 'Kecuali kabur dari dunia
ini!" Gui Sam po segera menempelkan bibirnya disisi telinga Cu San
po dan membisikkan sesuatu. Cu San po segera tertawa dan
menganggut berulang kali,
kemudian merekapun diam-diam meninggalkan tempat itu. Gui Sam
tong dan Cu San po telab pergi, tujuannya tidak jelas,
apakah mereka berdua berhasil meloloskan diri dari pengejaran Lok
hun pay juga tidak jelas.
Tapi ada suatu hal yang segera memperoleh jawaban, yakni dari Wong
Peng ci segera munculkan diri lagi.
Karena dia mendapat perintah dari Sun Tiong lo untuk menantikan suatu
penyelesaian disini.
Ternyata penyelesaiannya sama sekali diluar dugaan, Sun Tiong lo
maupun Bau-ji dan Hou-ji tak ada munculkan diri disana.
Sekalipun Wong Peng ci sudah menunggu sekian lama, ternyata tak
seorangpun yang menampakkan diri.
Sampai akhirnya Wong Peng ci baru dapat memahami sebab
musababnya dan segera berlarian menuju kedepan.
Alasannya sederhana sekali, asal dilihat ke dalam sebuah huran yang
terletak tak jauh da ri tempat terjadinya peristiwa itu, maka segera
sesuatunya akan menjadi jelas.
Didalam hutan terdapat Sun Tiong lo, ada Nona Kim, ada Bauji, juga
ada Beng Liau huan dan pelayannya, kecuali Beng Liau huan yg kurang
leluasa untuk duduk sehingga masih tetap berada diatas kuda, yang
lainnya sudah turun dari kudanya berbincang bincang.
Yang pertama-tama buka suara lebih dulu adalah Bau ji, dia berkata
pada Sun Tiong lo.
"Ji te, sebenarnya apa yang menjadi tujuan mu dengan berbuat
demikian?"
"Tentu saja dikarenakan sesuatu alasan yang maha besar" jawab Sun
Tiong lo sambil tertawa.
"Tapi, katakanlah, apa alasannya?" Bau ji mengerutkan dahinya
kencang kencang.
"Bagaimana kalau kita menebak bersama-sama “ Nona Kim segera
mengerling sekejap keara Sun Tiong lo
kemudian menjawab; 'Bagaimanapun juga kau toh mempunyai akal
muslihat paling
banyak, anggap saja kami tak dapat menebaknya”
-oo0dw0oo-
Jilid 24
SUN TIONG LO segera tertawa. "Hasil yang kita peroleh pada hari ini
besar sekali, yang paling
penting adalah bila setelah ini muncul kembali manusia berkerudung
berbaju emas dihadapan kita, maka dalam sekilas pandangan saja aku
dapat menentukan apakah dia asli atau palsu."
Mendengar perkataan itu, semua orang menjadi amat girang sekali.
Bau ji segera bertanya: "Kau dapat melihatnya dari mana ?" Sekali
lagi Sun Tiong lo tertawa. "Tentu saja dari tubuh Wong Peng ci, Gui
Sam tong serta Cu San
poo..." "Dapatkah kau memberi keterangan dengan lebih jelas lagi?"
seru nona Kim agak mendongkol. Sun Tiong lo memandang sekejap
kearah nona itu, kemudian
sahutnya: "Setelah Wong Peng ci berhasil dibekuk, tanpa sengaja dia
telah
menggunakan suatu hal yaitu kedudukannya dalam Lok hun pay adalah
menduduki urutan yang kedelapan !"
"Hal mana telah kami dengar pula!" seru Bau si cepat. "Benar, itulah
sebabnya aku lantas mengajaknya untuk
berbincang-bincang, dalam hal ini secara diam-diam aku telah
memperhatikan pula segala sesuatu dari Wong Peng ci.
"Segala sesuatunya?" seru nona Kim keheranan. Sun Tiong lo
manggut-manggut, "Benar, segala sesuatunya." "Sudah cukup
Siau-liong, sekarang kau harus berbicara dengan
lebih jelas lagi!" seru Siau Hou cu sambil tertawa. "Benar, aku memang
hendak mengatakannya, tapi harus kumulai
lagi sejak awal." Nona Kim segera mendengus. "Baik, kalau dari awal
yaa dari awal, tapi cepatlah kau katakan!" Sun Tiong lo sama sekali tidak
memperdulikan kegelisahan
semua orang, ia masih saja berbicara pelan-pelan:
"Akhirnya apa saja yang bisa kuingat dari tubuh Wong Peng ci, akupun
mengingatnya secara baik- baik, kemudian akupun mengatur suatu
kesempatan untuk melakukan suatu penyelidikan."
"Jadi kau menotok jalan darah Wong Peng ci pun merupakan suatu
kesempatan yang sengaja kau atur?" kata nona Kim dengan kening
berkerut.
Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Yaa, seharusnya dikatakan
kalau aku telah menggunakan suatu
kesempatan, cuma kesempatan ini andaikata bukan Lok Hun pay
sendiri, maka dia tak akan sanggup untuk melakukannya."
"Kenapa bisa begitu?" "Tiada manusia yang sama didunia ini,
misalnya saja..." "Jite, katakan saja hal-hal yang penting !" tukas
Bau ji. Sun Tiong lo segera mengiakan, katanya: "Sejak aku sudah
mengetahui asal usulku sendiri, secara diamdiam
aku mulai mempelajari watak serta kebiasaan dari Lok Hun pay
tersebut, kemudian setelah berjumpa dengan toako, aku lebih
mengenali lagi tentang diri Lok Hun pay tersebut."
"Oleh karena itu, tatkala Wong Peng ci munculkan diri dengan gayanya
sebagai Lok Hun pay, sampai akhirnya tertangkap dan munculkan diri
dengan wujud aslinya, aku telah menduga Lok Hun pay sudah pasti
masih mengirim orang untuk mengawasi jago-jago lihaynya."
"Waktu itu, belum terlintas dalam ingatanku untuk memperalat Wong
Peng ci, karena walaupun aku tahu masih ada orang lain yang
mengawasinya, tapi jelas dia tak akan mempunyai persiapan apapun
terhadap usaha kita untuk menemukan jejak Lok Hun pay.
"Tapi setelah tanpa sengaja Wong Peng ci mengatakan kalau dia adalah
pengganti yang ke delapan, satu ingatan melintas didalam benakku, dan
kumanfaatkan titik kelemahan manusia yang ingin
mencari hidup dan takut mati, akupun lantas berunding dengan Wong
Peng ci."
"Jadi persoalan inilah yang kau bicarakan ketika berbisik-bisik dengan
Wong Peng ci tadi ?" sela Bau ji.
Sambil tertawa Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Benar,
untuk mempertahankan kehidupannya, akhirnya Wong
Peng ci menyanggupi syaratku." Hou ji segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha... maka kaupun lantas menotok jalan darahnya dan
meninggalkan kepandaian silatnya..." "Engkoh Hou, berbicara terus
terang, aku sama sekali tidak
mempertahankan ilmu silat yang dimiliki Wong Peng ci, melainkan
kugunakan suatu kekuatan yang istimewa untuk menghancurkan
kepandaian silat dari Wong Peng ci." sela Sun Tiong lo sambil
tersenyum.
"Aaah, tidak benar" seru Bau ji, "sudah jelas tenaga dalam yang dimiliki
Wong Peng ci masih utuh."
Sun Tiong lo tertawa, kembali selanya. "Bukankah siaute telah
kukatakan tadi bahwa aku telah
mempergunakan suatu kepandaian istimewa untuk menghancurkan ilmu
silat dari Wong Peng ci ? Lebih jelas lagi, walaupun ilmu silatnya
kelihatan masih tetap ada, sesungguhnya kekuatan tersebut hanya bisa
bertahan selama dua jam belaka !"
Sekarang semua orang baru mengerti, demikian pula dengan Hou ji,
Terdengar Sun Tiong lo berkata lebih jauh.
"Waktu itu, Wong Peng ci tidak tahu kalau perbuatanku ini bertujuan
untuk memancing perhatian dari jago-jago yang mengawasinya, untuk
menghindari segala hal yang tak diinginkan, serta mempermudah
penyelesaiannya ?"
"Aku masih tetap tidak mengerti, sekalipun dapat memancing
orang-orang yang mengawasinya, lantas apa pula yang bisa dilakukan?"
sela Bau ji tidak habis mengerti.
Semua orang mempunyai perasaan yang sama pula, maka tanpa terasa
mereka bersama-sama berpaling kearah Sun Tiong lo.
Sun Tiong lo segera tertawa. "Toako, asalkan kau mendengarkan
lebih lanjut maka kau akan
mengerti, akhirnya Gui Sam tong menampakkan diri. Wong Peng ci tahu
kalau aku berada disekitar tempat itu, maka untuk membaiki diriku, dia
tak segan-segannya untuk mengajak Gui Sam Tong
berbincang-bincang."
"Jangan kau lihat Wong Peng ci berniat untuk membaiki diriku,
kenyataannya memang amat berguna sekali, perkataan yang berguna
adalah menyuruh aku tahu kalau Gui Sam tong diantara rekan rekannya
menduduki urutan ke tujuh..."
"Hmm, sekalipun dibedakan antara Lok liok atau lo jit, tapi apalah
gunanya?" nona Kim mendengus dingin.
"Kegunaannya besar sekali. Tadi, bukankah sudah kukatakan bahwa
segala sesuatu yang bisa kuperhatikan diatas tubuh Wong Peng ci telah
kuperhatikan dengan jelas, sekarang muncul lagi seseorang dengan
dandanan yang sama pula, apakah hal ini bisa dikatakan tak berguna?"
Hou ji yang pertama-tama mengerti paling dulu, dia lantas berseru:
"Ooh, rupanya kau hendak mengenali perbedaan antara Lo liok dengan
lo pat ?"
"Tepat sekali" seru Sun Tions lo sambil bertepuk tangan, "aku toh
sudah bertanya kepada Wong Peng ci dan berhasil membuktikan kalau
didepan Lok Hun pay mereka semua tetap menutupi wajahnya dengan
kain kerudung dan tidak saling mengenal.
"Bayangkan saja, sembilan orang manusia berkerudung berbaju emas,
ditambah pula dengan Lok Hun pay sendiri sehingga jumlahnya menjadi
sepuluh, siapa yang membawa Kim pay, entah Liong tau kim-pay, atau
Hou tau kim pay serta Pa tau kim pay, dia pula yang dapat memerintah
orang lain."
"Tentu saja siapa yang membawa lencana Kim pay tersebut, dan ia
harus memerintahkan nomor berapa untuk melakukan pekerjaan,
sebelumnya Lok hun pay pasti telah mengatur segala sesuatunya
dengan jelas dan sempuma."
"Tapi bagi Lok hun pay pribadi dia seharusnya dapat mengenali
pengganti nomor berapakah yang berada di hadapannya dalam
pandangan pertama, kalau semua orang berkerudung, lantas
bagaimanakah caranya untuk mengenali mereka satu persatu ?"
"Maka dari itu, aku lantas mengambil kesimpulan kalau Lok Hun pay
pasti mempunyai suatu cara yang khusus untuk mengenali kesembilan
orang penggantinya itu, meskipun suatu pergaulan yang cukup lama
lebih mempermudah baginya untuk mengenali siapakah mereka
masing-masing, tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang berkerudung,
apalagi perawakan tubuh mereka hampir seimbang, tentu saja hal ini
semakin sulit lagi untuk dikenali."
"Dari sinilah aku lantas menduga kalau Lok hun pay telah memberikan
suatu kode rahasia tertentu diatas pakaian, atau sepatu atau ikat
pinggang yang dikenakan kesembilan orang penggantinya..."
"Tepat sekali." seru nona Kim sambil manggut-manggut. "tak heran
kalau semua orang menganggapmu jauh lebih pintar dari pada orang
lain."
"Aaah, aku toh hanya bersikap lebih teliti dan seksama belaka." ucap
Sun Tiong lo sambil tertawa.
"Bila dalam segala persoalan kita bisa menaruh perhatian lebih dalam
daripada orang lain, maka orang ini tak akan melakukan suatu
kesalahan lagi" kata nona Kim.
Sun Tiong lo segera berpaling kearah nona Kim dan tertawa, hal ini
membuat nona Kim menjadi tersipu-sipu dan segera menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
Menyusul kemudian, Sun Tiong lo berkata lebih lanjut: "Begitu aku
sudah menyusun rencana dan Gui Sam tong
munculkan diri, maka aku segera memperhatikan dengan seksama,
apalagi setelah dia membantuku dengan mengatakan kalau Gui Sam
tong adalah Lo jit, aku semakin gampang untuk mengenali rahasia
dibalik kesemuanya itu."
"Kemudian ketika Cu Sam po menampakkan diri, berbicara sejujurnya,
kemunculan orang itu sama sekali diluar dugaanku, tapi justru semakin
membantu baik usahaku untuk membuktikan akan hal ini."
"Mungkinkah ditempat yang kau curigai itu terdapat suatu perbedaan ?"
tanya Hou ji.
Belum habis dia berkata, Sun Tiong Io telah menyahut dengan cepat:
"Benar, seluruh tubuh mereka kecuali suatu bagian tertentu, hampir
semuanya sama, dan satu-satunya tempat yang tidak sama inilah aku
berhasil memecahkan reka teki itu dan membuktikan akan kebenaran
dari kecurigaanku?"
"Sebenarnya dimanakah letak ketidak samaan itu?" tanya Bau ji dengan
kening berkerut.
"Pada kancing pakaian mereka! Pada setiap pakaian berwarna emas
yang dipakai mereka bila ada sembilan buah kancing yang dijahit dari
bawah ke arah kanan, maka berarti dia adalah Lo kiu.
"Bila ada delapan buah kancing maka iia adalah Lo pat, yaitu Wong
Peng ci, kemudian tujuh buah kancing yaitu si Lo jit Gui Sam tong
sedangkan Cu San poo mempunyai lima buah kancing kecil, itu berarti
dia adalah lo ngo."
Bau ji segera berpikir sebentar, kemudian katanya:
"Aku sudah mengerti sekarang cuma dibalik kesemuanya itu masih ada
sebuah persoalan lagi."
"Benar, memang masih ada persoalan lagi" kata Sun Tiong lo sambil
tertawa, "misalkan saia Lok Hun pay sendiri yang muncul dihadapan
kita, dia seharusnya mempunyai sembilan buah kancing yang agak
kecilan ataukah sembilam buah kancing yang agak besar !"
Bau ji manggut-manggut. "Benar, memang persoalan inilah yang ku
maksudkan." "Bila dipikirkan persoalan ini rasanya merupakan suatu
persoalan,
tapi bila berbicara sejujurnya, maka hal inipun bukan merupakan suatu
persoalan !"
"Apa maksud dari perkataanmu itu?" Bau ji tidak habis mengerti.
"Sesungguhnya persoalan itu sederhana sekali, kancing yang
besar atau kecil sebetulnya bukan suatu masalah, tapi mengapa Lok
hun pay justru menyukai anak buahnya menggunakan kancing kecil ?"
"Aku tidak memahami arti dari perkataan mu itu" kata Bau ji tetap tidak
habis mengerti.
Pelan-pelan Sun Tiong lo menjelaskan. "Misalkaa saja Wong Pengci,
mengapa dia mengenakan delapan
biji kancing kecil dan sebutir kancing lebih besaran, sedang Gui Sam
tong mengenakan tujuh biji kancing kecil dan dua biji agak besar."
"Hal ini dikarenakan Lok Hun pay adalah orang yang angkuh dan tinggi
hati, maka setiap benda yang besar bentuknya adalah melambangkan
dia, karena itu aku berani menjamin, orang yang mengenakan pakaian
dengan sembilan biji kancing berbentuk besar, sudah pasti adalah Lok
Hun pay pribadi."
Semua orang saling berpandangan sekejap, kemudian merekapun
manggut-manggut merasa setuju.
Nona Kim lantas berkata: "Jadi kalau begitu orang yang memakai
sembilan biji kancing
kecil adalah Lokiu?" Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Aku rasa
kemungkinan besar memang demikian" Nona Kim segera tertawa.
"Sekarang akupun mengerti sudah, mengapa kau tidak
munculkan diri lagi!" "Yaa, aku tahu hal ini memang tak akan bisa
mengelabuhi
dirimu." sahut Sun Tiong lo sambil tertawa. Selesai berkata, dia lantas
berkerut kening seakan-akan
menjumpai suatu persoalan penting. "Ada sesuatu yang menyulitkan
dirimu?" tanya nona Kim sambil
mendekat. "Ada suatu persoalan memang harus dirundingkan secara
baikbaik,
mari kita berangkat sekarang, didepan sana terdapat sebuah kota
besar, mari kita mencari rumah penginapan dan membicarakan
persoalan ini lagi dengan seksama."
Gui Sam tong dan Cu San Poo kehilangan kuda, kehilangan pula tenaga
dalam mereka, terpaksa selangkah demi selangkah mereka harus
berjalan menelusuri jalan yang sepi serta menghindarkan diri dari
hal-hal yang tidak diinginkan.
Wong Peng ci yang lama menunggu kedatangan Sun Tiong lo tapi tak
kunjung datang, dia seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat
melakukan perjalanan kedepan.
Diapun tak berani menelusuri jalan raya, melainkan melalui
gunung-gunung yang sepi.
Oleh karena itu dalam waktu singkat, ia telah berhasil menyusul Gui
Sam tong dan Cu San Poo.
Tatkala Gui Sam tong dan Sam poo melihat Wong Peng ci menyusul tiba,
paras mukanya segera berubah hebat, untuk menyembunyikan diri jelas
tak mungkin, terpaksa mereka harus keraskan kepala sambil menanti
kedatangannya.
Tapi suatu kejadian aneh segera berlangsung. Wong Peng ci segera
menyusup tiba, tapi segera berjalan lewat
disamping Gui Sam tong serta Cu San Poo, jangankan berhenti,
mengucapkan sepatah katapun tidak, seakan-akan dia tidak melihat
akan kehadiran mereka berdua.
Sudah amat jauh Wong Peng ci melewati mereka berdua, tapi Gui Sam
tong dan Cu Sam Poo masih berdiri termenung dengan mata terbelalak
lebar.
Akhirnya sambil mengangkat bahu dan menggelengkan berulang kali,
mereka melanjutkan perjalanan sambil berbincang-bincang.
Gui Sam tong yang pertama-tama buka suara paling dulu, katanya.
"Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat
aneh, apa yang dia ingin lakukan?"
Cu San Poo menggelengkan kepala ber-kali2. "Siapa yang tahu,
sahutnya "tapi yang pasti tentu ada persoalan
yang amat penting artinya." "Jangan-jangan dia sudah mengadakan
hubungan rahasia
dengan orang she Sun itu?" kata Gui Sam tong dengan kening berkerut.
Kontan saja Cu San Poo tertawa dingin. "Mustahil, masa burung
gagak bisa berada bersama burung
hong? apakah ini mungkin?" Gui Sam tong tertawa getir dan tiada bicara
lagi. Sebaliknya Cu San Poo segera berkata lagi setelah berpikir
sebentar:
"Lo Gui, tiba-tiba saja aku mendapatkan se suaru firasat..." "Firasat
apa?" "Andaikata tiada peristiwa yang terjadi hari ini, sekalipun kami
bisa hidup terus dan mati tua, atau menjumpai musuh tangguh sehingga
tewas, mungkin masing-masing pihak tak akan mengetahui nama yang
sebenarnya dari masing-masing pihak."
Sambil tertawa getir Gui Sam tong segera mengangguk. "Yaa, sejak
kita terjerumus kedalam jaring Lok hun pay, jangan
nama toh nama dan asal-usul, bahkan tubuh kita sendiripun bukan
menjadi milik kita lagi!"
Cu San Poo menghela napas panjang. "Aaaai... siapa bilang tidak,
setiap hari kita berkumpul, tapi untuk
mengucapkan sepatah kata yang paling sederhanapun tak boleh,
masing-masing pihak saling menaruh curiga, saling menganggap
kawannya sebagai musuh, hal ini... aaaaai!"
Gui Sam tong segera melanjutkannya cepat: "Selain itu, seperti juga
peristiwa kali ini, ketika aku mendapat
perintah dari Pa tau kim tay dan mengetahui kalau orang yang harus
kubunuh bernama Wong Peng ci, ternyata aku merasa agak girang..."
Belum habis dia berkata, Cu San Poo telah melanjutkan. "Sedikitpun
tak salah, ketika aku mendapat perintah Hou tau
kimpay. untuk membunuhmu pun aku berperasaan demikian, kalau
dipikirkan sekarang, aku masih saja tidak habis mengerti, coba
katakanlah hal ini aneh tidak ?"
"Aku rasa hal ini pastilah merupakan suatu anggapan perasaan
seseorang yang sudah lama dikekang dan ditindas sehingga kehilangan
rasa peri kemanusian lagi dalam hatinya, oleh karena itu selain benci,
dia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi."
Cu San poo segera manggut-manggut.
"Benar ! Tapi untung saja sekarang keadaannya sudah baikan, inilah
yang disebut sebagai suatu kebebasan yang seutuh-utuhnya !"
Gui Sam tong segera tertawa, Cu San poo juga ikut tertawa, Kemudian,
Cu San poo segera segera berkata lebih jauh:
"Lo Gui, menurut pendapatmu, apakah kita dapat pulang ke rumah ?"
katanya kemudian.
"Dapat !" Gui Sam tong mengangguk, "siapa pun tak akan menduga
kalau kita mempunyai keberanian sebesar ini untuk berbuat demikian."
"Benar juga perkataan itu, seandainya si "tua bangka" sama sekali tidak
keluar dari gunung..."
"Tidak mungkin, jelas tidak mungkin!" Gui Sam tong segera menukas
sambil menggelengkan kepalanya lagi.
Cu San-poo segera berpikir sebentar, lalu berkata, "Tapi kita harus
bertindak dengan berhati-hati, sebab persoalan ini bukan sesuatu yang
bisa dianggap sebagai gurauan belaka !"
"Tak usah kuatir, selama banyak tahun ini sedikit banyak siaute sudah
mempunyai sedikit persiapan !"
"Ooh, persiapan apakah itu?" "Aku telah mempersiapan dua hal."
kata Gui Sam-tong lagi
sambil tertawa. Cu San poo memandang ke arah Gui Sam tong dengan
wajah
tertegun, dia tidak berkata apa apa. Gui Sam tong segera menepuknepuk
bahu Cu San poo seraya berkata lagi:
"Pertama kita harus mencari tahu siapakah Lok hun pay yang
sebenarnya."
"Ah, hal ini mana mungkin ?" kata Cu San poo cepat.
"Mengapa tak mungkin ? "kata Gui Sam tong.
"Ooh, coba katakan, bagaimana caramu untuk mengenali dirinya," Gui
Sam tong segera mengangkat kaki kanannya seraya berkata "Saudara
Cu, coba lihat sepatu yang kita kenakan ini."
Cu San poo menundukkan kepalanya dan memandang sekejap sepatu
yang dikenakan Gui Sam tong, lalu memperhatikan pula sepatu yang
dikenakan sendiri, setelah itu dengan keheranan dia berkata.
"Apakah ada sesuatu perbedaan dengan sepatu ini ?"
"Menggabungkan diri dengan kaum iblis, sama halnya dengan
menjual diri kepada orang lain, entah sandang maupun pangan
semuanya memerlukan bantuannya, tetapi dia pula yang mengatur
segala-galanya lengkap dengan larangan-larangannya."
"Misalkan saja dengan sepatu yang kita kenakan ini, sepintas lalu persis
sama antara satu dengan lainnya tapi jika diperhatikan lebih seksama
lagi dan diperhatikan sepenuh hati, maka kau akan mengetahui kalau
sepatu yang kita kenakan ini sesungguhnya tidak sama."
"Dimanakah letak ketidak samaan itu ?" tanya Cu San poo. "Pada sol
sepatunya, sol sepatu yang kita kenakan setebal Iima
hun, sedangkan sol sepatunya delapan hun, kalau sol sepatu kita di
jahit dengan rangkap enam maka punya dia dengan jahitan sepuluh
susun, jika kau tidak percaya coba hitunglah sendiri !"
Sambil berkata Gui Sam tong segera melepaskan sepatunya dan
mengacungkan di hadapan Cu San poo.
Benar juga, ternyata memang sol sepatu itu dijahit dengan enam
lapisan.
Setelah selesai, mengenakan kembali sepatunya, Gui Sam tong segera
berkata lebih jauh.
"Kali ini dia memberikan perintahnya sendiri kepadaku, aku rasa dia
pasti merasa kurang berlega hati kepada Sun Tionglo, dan
sekarang pasti sedang meminpin kawanan jago lihaynya untuk
diam-diam mengejarnya.
Cu San poo segera mengangguk. "Ya, ada kemungkinan memang
begitu!" Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh. "Lo Gui,
bukannya aku tidak percaya denganmu, bila dapat
mengungkap persoalan ini secara jelas." "Boleh saja" tukas Gui Sam
tong sambil tertawa, "cuma sebelum
kuterangkan sesuatu, aku hendak membicarakan satu hal lebih dulu
kepadamu, yaitu kau tak boleh mencari tahu berita yang kuperoleh ini
berasal dari siapa"
"Baik, aku akan bersedia menyanggupi permintaanmu itu" Cu San poo
segera manggut-manggut.
Gui Sam tong memandang sekejap ke arah Cu San poo, kemudian
katanya lagi.
"Aku masih ingat, ada suatu ketika dia memerintahkan seseorang untuk
pergi membakar kuil Tay nian koan dikota Lok yang, waktu ini yang di
utus pergi ada tiga orang..."
"Ya, aku masih ingat, memang ada peristiwa semacam ini !" sela Cu
San poo.
Gui Sam tong segera tertawa. "Salah seorang diantara tiga orang
yang di utus kesana adalah
aku..." "Tapi hal ini toh tak bisa membuktikan apa-apa?" kata Cu San
poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sekali lagi Gui Sam tong tertawa. "Jangan terburu nafsu
Lo Cu !" Setelah berhenti sejenak, dia lantas bertanya
lagi:
"Lo Cu, tahukah kau siapa yang telah menurunkan perintah pada waktu
itu?"
"Siapa menurut kau?" tanya Cu San poo dengan wajah aneh. Gui
Sam tong segera menepuk bahu Cu sau poo dan berseru: "Orang itu
adalah kau!" Sehabis berkata dia lantas mendongakkan kepalanya
dan tertawa
terbahak-bahak. Paras muka Cu San poo kelihatan agak tertegun, tidak
menanti
Gui Sam tong menghentikan tertawanya, ia sudah menukas: "Lo Gui,
darimana kau bisa tahu?" Mendadak Gui Sam tong menarik mukanya
lalu berkata. "Lo Cu, apakah kau sudah lupa dengan perjanjian kita
semula,
kau tak boleh menanyakan sumber berita ini?" Dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa Cu San poo hanya
tertawa belaka. "Bagaimana? Katakanlah benar atau tidak?" seru Gui
Sam tong
kemudian lebih jauh. Cu San poo tidak menjawab pertanyaan ini,
sebaliknya malah
bertanya lagi: "Apakah kau dapat mengetahui siapakah saja yang
menurunkan
perintah kepadamu?" Gui Sam tong manggut-manggut, tapi dengan cepat
menggelengkan kepalanya lagi. "Benar, tapi juga tidak betul!" "Gui tua"
seru Cu San poo segera dengan kening berkerut,
"seharusnya apa maksudmu?"
Gui Sam tong tertawa getir.
"Mengapa kau tidak gunakan sedikit otak untuk berpikir kembali,
seandainya tenaga dalam kita belum punah dan nama kita tidak
terungkap secara paksa, walaupun aku dapat mengenali kau adalah si
nomor berapa, tapi apa yang bisa kulakukan?"
Cu San-poo segera manggut-manggut. "Yaa, benar juga, aaai..!" Gui
Sam-tong segera mengalihkan pembicaraan ke soal lain,
katanya: "Cuma sekarang justru bermanfaat sekali, sekembalinya ke
bukit
kali ini, asal kita sembilan orang pengganti munculkan diri bersamasama,
walaupun masing-masing tidak saling mengenal nama, tapi aku
mengetahui dengan pasti nomor berapakah dia."
"Oleh karena itu, apakah didalamnya terdapat Lok hun pay si tua
bangka itu atau tidak, jangan harap bisa mengelabuhi diriku, asal begitu
maka aku mempunyai cara untuk menghadapi mereka, pergi dengan
aman, pulang dengan aman pula!"
Cu San poo termenung sambil berpikir sejenak, kemudian tanyanya lebih
jauh:
"Seandainya si lencana Lok hun pay hadir pula disuu?" Gui Sam tong
segera tertawa getir, "Kalau sampai demikian, hal
itu berarti saat pembalasan buat perbuatan kita pun sudah tiba." Cu San
poo tidak berbicara lagi, dia hanya menganggukkan
kepalanya berulang kali. Kedua orang itu segera mempercepat langkah
masing-masing
untuk meneruskan perjalanan, tapi itupun hanya terbatas sekali. Baru
berjalan dua tiga li, Cu san-poo baru teringat akan suatu
persoalan lain, segera ujarnya lagi. "Lo Gui, kau mengatakan
semuanya telah mempersiapkan dua..." Belum habis dia berkata, Gui
sam tong telah menukas:
"Sekarang kau baru teringat?" "Toh belum terlambat?" seru Cu san
poo sambil tertawa. Gui Sam tong turut tertawa, sahutnya sambil
menggeleng. "Yaa, memang belum terlambat justru tepat
waktunya!" Setelah memandang sekejap ke arah Gui Sam-tong, Cu
san poo
baru berkata lagi. "Nah, kalau memang begitu kau katakan!"
"Persiapanku yang lain adalah aku telah menyiapkan dua buah
Liong tau Lok hun kim leng (lencana emas lok hun pay berkepala
naga)!"
Cu San poo menjadi berdiri bodoh setelah mendengar perkataan itu,
untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri terbelalak dan tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Sambil tertawa kembali Gui Sam tong berkata. "Sesungguhnya hal
ini gampang sekali, asal mau memperhatikan
dengan seksama, tiada persoalan yang tak dapat dilakukan!" Cu San
poo menghela napas panjang, katanya: "Lo Gui, aku benar-benar takluk
kepadamu, mari kita berangkat,
sekalipun harus mati di atas bukit, akupun akan mati dengan hati yang
rela dan pasrah!"
Maka kedua orang itu tidak berbicara lagi, selangkah demi selangkah
mereka melanjutkan perjalanan.
-ooo0dw0ooo- "Pelayan, datanglah sebentar !" "Baik, baik tuan . . ."
Pelayan mendorong sebuah pintu kamar dan melangkah masuk
menuju ke sebuah serambi halaman.
Didalam serambi halaman tersebut tersedia tiga buah kamar,
dekorasinya cukup mengagumkan.
Tapi didalam ke tiga buah kamar itu hanya tinggal seorang tamu, tamu
itu datangnya menjelang fajar tadi, begitu datang laatas bertanya
apakah terdapat kamar disertai halaman yang tenang.
Waktu itu, si pelayan masih ingat jelas, seluruh badan tamu itu basah
kuyup oleh keringat, wajahnya merah, nafasnya terengah- engah,
seperti baru saja melakukan perjalanan cepat siang dan malam.
Kini, selisih waktunya dari tamu itu mencari kamar baru sepertanak nasi,
ketika mendengar suara panggilan, pelayan itu segera mendorong pintu
dan masuk ke halaman, setelah itu menuju ke depan kamar.
Baru saja pelayan itu akan buka suara, dari balik kamar sudah
kedengaran suara nafas orang yang memburu.
Dengan cepat pelayan itu mendorong pintu dan masuk kedalam, dalam
tiga langkah yang menjadi dua langkah dia lari masuk ke kamar sebelah
kanan yang agak gelap.
Tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya berdiri bodoh, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia membalikkan badan dan lari
keluar.
"Kembali, cepat! Cepat!" seru tamu itu lagi. Terpaksa pelayan itu
berhenti, membalikkan badan dan masuk ke
kamar gelap itu. Walaupun si tamu hanya mengucapkan beberapa patah
kata
saja, namun lelahnya seperti seekor kerbau tua yang baru selesai
membajak sawah seluas dua puluh hektar, mukanya pucat. keringat
dingin jatuh bercucuran dengan derasnya.
"Kau... kau....mengapa kau?" dengan gugup bercampur gelisah pelayan
itu menegur.
Tamu itu mengulapkan tangannya dengan paksa, kemudian setelah
nafasnya yang memburu agak mereda, dia baru berkata.
"Pe...penyakit...penyakit lamaku kambuh lagi...ambil..ambilkan
semangkok air untukku."
Dengan cekatan pelayan itu membangunkan tamunya dan
mengambilkan semangkok air.
Setelah meneguk air, keadaan tamu itu mulai lebih baikan, lewat sesaat
kemudian baru menjadi tenang kembali.
Saat itulah, si pelayan baru berkata Iagi. "Perlukah dipanggilkan
seorang tabib untuk memeriksakan
keadaan penyakit yang kau derita?" Mendengar perkataan itu tamu
tersebut segera mengulapkan
tangannya berulang kali. "Tidak usah, sebentar aku akan menjadi baik
sendiri !" Apa pun yang dikatakan tamunya, pelayan itu bergidik juga
dibuatnya, pepatah kuno bilang manusia makan lima macan biji bijian,
maka tiada manusia yang terhindar dari penyakit, siapapun tak bisa
menjamin penyakitnya akan sembuh sendiri.
Tapi orang yang mengusahakan rumah penginapan paling berpantang
terhadap peristiwa semacam ini, bukan saja mati hidup tamu
menyangkut soal nyawa, yang penting usahanya juga akan mengalami
pengaruh yang besar.
Maka pelayan itu kembali membujuk: "Tuan, aku lihat kalau
memang sudah sakit lebih baik memanggil
tabib saja, kalau tidak apa kerjanya si tabib? Beristirahatlah dahulu
tuan, hamba akan mengundangkan..."
Belum habis dia berkata, si tamu kembali sudah mengulapkan
tangannya sembari menukas.
"Penyakit yang kuderita bukan sembarangan penyakit, kau tak
mengerti, para tabib dikolong langit pun tak ada yang mengerti!"
Pelayan itu menjadi geli sekali setelah mendengar perkataannya itu,
katanya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau orang tua sungguh pandai sekali bergurau, lagi sakit dibilang
bukan penyakit, kalau sampai tabib pun tidak mengenali penyakit yang
kau derita itu, waah... penyakitmu itu sudah gawat dan repot sekali..."
Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ...
Tamu tersebut menjadi naik darah, cuma walaupun lagi marah,
suaranya tidak begitu keras, serunya.
"Tunggu sebentar, dengarkan dulu penyakit apakah yang sedang
kuderita..."
Pelayan itu segera berhenti sambil tertawa, sementara hatinya berputar
terus, kalau dilihat dari keadaan si tamu istimewa itu, dia tahu penyakit
yang diderita tamunya ini tentu luar biasa sekali.
Baru berhenti bicara, si tamu sudah terengah-engah kembali, lewat
sesaat kemudian dia baru berkata lagi.
"Aku sudah melakukan perjalanan semalaman suntuk, badanku kelewat
lelah, yang lebih penting lagi aku sedang kelaparan, setiap kali sedang
kelaparan, aku pasti akan menderita seperti ini, mengerti ?"
Kali ini si pelayan benar benar kegelian setengah mati, katanya
tertahan.
"Oooh, Thian, mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Kau ingin makan
apa ?"
Tamu itu berpikir setengah harian lamanya? lalu dengan badan yang
lemas dia baru berkata.
"Masakkan semangkok mie, dalam bakmi itu beri dua butir telur ayam
dadar..."
Oelayan itu mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Tiba tiba sang tamu berseru lagi: "Apakah dalam rumah penginapan
"kalian mempunyai kampak?" Pelayan itu kembali tertegun
dibuatnya, jantung yang baru saja
menjadi tenang kembali, kini berdebar semakin keras. Menyaksikan
keadaan si pelayan itu, sikapmu menjadi sadar
kembali, dengan cepat dia melanjutkan. "Bukan kampak yang
kumaksudkan adalah sebuah pisau gunting
kecil, maksudku gunting kecil untuk memotong kuku" Pelayan itu segera
menghembuskan nafas panjang, setelah
mengiakan buru-buru dia berlalu dari ruangan tersebut. Tak lama
kernudian, gunting telah dikirim datang, sedang tamu
itu segera berusaha keras untuk duduk kembali sepeninggal pelayan
tersebut, dari belakang kursinya dia mengambil pakaian yang berwarna
kuning emas.
Setelah pakaian emas itu diambil, dari dalam sakunya tamu itu
mengeluarkan dua buah lencana berwarna emas.
"Aaah, ternyata tamu itu tak lain adalah Wong Peng ji." Setelah
mengeluarkan lencana emas kepala harimau dan kepala
macan kumbang, dia berpikir sejenak, kemudian lencana harimaunya dia
simpan dibawah bantal setelah itu dengan gunting dia mulai
mengguntingi pinggiran lencana emas kepala macan tutul itu.
Dengan mempergunakan tenaga yang paling besar dia hanya berhasil
menggunting sebuah lubang yang besarnya seujung jari, sementara
keringat jatuh bercucuran dengan derasnya.
Dia nampak lelah sekali. Bukan cuma lelah, bahkan seluruh
badannya seakan-akan sudah
tidak bertenaga lagi. Ketika dia berhasil menakut-nakuti Gui Sam tong
dan Cu San poo
dalam hutan tadi hingga melarikan diri, kemudian munculkan
diri
kembali didalam hutan untuk menunggu kemunculan Sun Tiong lo,
mendadak saja ia telah memahami akan satu hal.
Berbicara soal kebaikan, maka dia boleh bilang paling jarang melakukan
kebaikan itu.
Berbicara soal kejahatan, agaknya kejahatan yang pernah dilakukan
olehnya masih jauh melebihi perbuatan jahat yang dilakukan Cu San poo
maupun Gui Sam tong.
Lantas atas dasar apakah dia memperoleh kebaikan dari lawannya untuk
mendapatkan kembali kepandaian silat yang dimilikinya?
Mustahil! jelas hal ini mustahil bisa terjadi! Oleh karena itu diapun
memahami akan persoalan ini,
persoalannya sederhana sekali, tentunya Sun Tiong lo telah
mempergunakan kepandaian khusus untuk memunahkan ilmu silatnya
setelah suatu jangka waktu tertentu, ilmu silatnya bakal punah dalam
jangka waktu tertentu, lantas berapa langkah jangka waktu tertentu itu?
Dia memang seorang yang pintar, Sun Tiong lo menitahkan kepadanya
untuk melaksanakan tugas, bila tugas itu telah selesai, tentu saja tiada
persoalan yang berharga untuk menahan seluruh kepandaian silat yang
dimilikinya lagi, itu berarti...
Maka dia mulai merasa ketakutan dan bergidik, itulah sebabnya dia
mulai lari, lari dengan secepat-cepatnya, beberapa jauh dia bisa lari
berapa jauh pula dia akan menempuh.
Karena dia harus menghindarkan diri dari kemungkinan pengejaran
orang-orang Lok hun pay, selain itu diapun harus sejauh-jauh
meninggalkan Gui Sam tong dan Cu San poo.
Sebab kalau sampai mereka berjumpa lagi, sedang ilmu silat yang
dilikinya telah punah, dengan dua lawan satu Wong Peng-ci tahu bahwa
keadaan semacam ini tak akan menguntungkan baginya, atau dengan
perkataan lain hanya jalan kematian saja yang tersedia baginya.
Justeru karena persoalan ini puIa, walaupun ditengah jalan dia telah
berjumpa dengan Gul Sam tong serta Cu San poo, namun langkahnya
sama sekali tidak dihentikan.
Tentu saja, ketika dia berjumpa dengan Cu San poo dan Gui Sam tong
ditengah jalan tadi. kepandaiannya silatnya masih utuh, untuk
menghilangkan bibit bencana diitemudian hari dia bisa saja
menggunakan kesempatan tersebut untuk melenyapkan lawanlawannya.
Tapi banyak kejadian di dunia ini memang aneh sekali, anehnya bukan
kepalang.
Seperti dua orang yang saling bermusuhan, di hari-hari biasa A selalu
berusaha untuk mencelakai C, sedang C juga selalu berusaha untuk
mencelakai A, kedua belah pihak enggan hidup bersama mereka selalu
berusaha untuk menggunakan cara yang paling keji untuk meniadakan
lawannya.
Tapi suatu hari secara tiba-tiba A mengalami suatu musibah, entah
kebakaran entah musibah lainnya, sedangkan C juga mengalami nasib
yang sama, maka kedua itupun menjadi senasib sependeritaan...
Dalam keadaan seperti ini, bilamana kedua belah pihak saling berjumpa,
maka A yang melihat keadaan C akan timbul perasaan ibanya, begitu
pula ketika C bertemu dengan A, sekalipun mereka berdua saling
bermusuhan satu sama lain, namun dalam suasana seperti itu mereka
jadi tidak bersemangat lagi untuk mempersoalkan masalah lama.
Begitu juga keadaan dari Wong Peng ci sekarang, setelah tahu kalau
kepandaian silatnya tak lama kemudian akan turut punah, dia menjadi
segan untuk memikirkan masalah lain lagi apa yang diharapkan sekarang
hanyalah bisa selamat dan bebas dari ancaman marabahaya.
Sepanjang perjalanan nasibnya masih terhitung beruntung, akhirnya dia
berhasil juga tiba dikota tersebut.
Yang lebih beruntung lagi adalah sebelum kepandaian silatnya punah, ia
telah mendapat kamar dirumah penginapan.
Tapi setelah dia melangkah masuk kedalam ruangan kamar dan
memanggil pelayan, keadaannya menjadi parah.
Tiba-tiba saja kepandaian silatnya menjadi punah tak berbekas,
tubuhnyapun menjadi lemas dan lunglai, sedemikian lamanya sehingga
tak mampu untuk berdiri lagi, bukan cuma lemas bahkan linu, bukan linu
biasa, bahkan lebih hebat daripada orang yang kena penyakit encok.
Dalam keadaan seperti ini, dia benar-benar tak sanggup menguasahi diri
lagi, dia segera merintih dan memanggil pelayan.
Sewaktu Gui Sam tong dan Cu San poo kehilangan ilmu silatnya tadi,
mereka sama sekali tidak mengalami penderitaan seperti ini, hal mana
dikarenakan kepandaian yang digunakan Wong Peng ci kurang begitu
liehay, disamping Gui Sam tong dan Cu San poo mendapat kesempatan
yang cukup lama beristirahat.
Berbeda sekali keadaannya dengan Wong Peng ci. Ketika mengetahui
kalau ilmu silatnya bakal punah, dia telah
menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melarikan
diri, sepanjang jalan dia lari terus tiada hentinya, ditambah lagi ilmu
totokan yang dipergunakan Sun Tiong-Io juga sangat istimewa, secara
otomatis penderitaan yang dialaminya pun berlipat ganda.
Ketika semua penderitaan telah berhasil di atasi, Wong Peng ci mulai
memikirkan pula segala macam persoalan yang bakal dihadapinya sejak
kini.
Bagaimanapun ganasnya manusia dan bagaimanapun lihaynya
seseorang, ia toh membutuhkan juga nasi untuk mengisi perut.
Makan kedengarannya adalah sesuatu yang gampang, tapi tanpa uang
bagaimana mungkin hal itu bisa diselesaikan.
Ya benar, uang, uang, uang, sekali lagi uang adalah faktor terpenting,
yang mengatur segala-galanya.
Pepatah kuno pernah bilang: Uang sepeser dapat membuat seorang
enghiong mampus.
Ucapan tersebut memang tepat sekali, dan benar-benar bisa membunuh
seseorang.
Andaikata bikin mampus dalam sesaat, hal ini masih mendingan, yang
lebih mengenaskan lagi kalau sampai setengah mati setengah hidup,
dihina orang, dicemooh teman, kehilangan sanak, ditinggalkan kekasih,
dihianati teman, disumpai orang tua, dipandang sinis oleh anak bini.
Perasaan seperti itu, penderitaan semacam itu, tak mungkin bisa
dipahami oleh siapa pun.
Kalau lelaki tak punya uang tak punya ambisi, kalau bukan mencuri
tentu merampok.
Kalau perempuan tak punya harga diri apa lagi tak punya uang, kalau
bukan menjadi gundik orang, pasti menjadi pelacur !
Dan sekarang, Wong Peng-ci benar2 dihadapkan pada masalah yang
pelik, yaitu membutuhkan uang, itulah sebabnya terpaksa dia harus
membongkar lencana emas berkepala macan tutulnya.
Kalau dihari-hari biasa, Wong Peng ci tak perlu membutuhkan gunting,
dan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dia berhasil
menggunting sedikit sekali.
Setelah beristirahat sebentar, dia bekerja keras sekali, dia berhasil
menggunting sebagian.
Kemudian dia masukan sebagian kebawah bantal dan segera duduk
beristirahat.
Jangan dilihat tenaga dalamnya kini sudah punah, setelah bersemedhi
sekian waktu, semua perasaan linu, lemas, kaku dan sakit yang semula
mencekam perasaannya seketika lenyap tak berbekas, keadaannya tak
berbeda jauh dari manusia biasa.
Pelayan datang menghidangkan bakmi, kebetulan bakmi itu cukup untuk
mengisi perut Wong Peng-ci yang sedang lapar.
Kemudian dia berpesan kepada pelayan agar menukarkan kedua
potong hancuran emas itu menjadi uang perak.
Ia berpesan kepada pelayan agar menitipkan uang yang ditukarnya itu
kepada kasir dan jangan memanggil dia, dia ingin tidur sepuas-puasnya
dan segala persoalan dibicarakan kembali setelah dia bangun dari
tidurnya nanti.
Pelayan menerima hancuran emas itu dan berlalu dengan senyuman di
kulum.
Wong Peng-ci segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan
sepeninggal pelayan itu setelah menempuh perjalanan siang malam: ia
tidur bagaikan seekor babi mampus!
Entah berapa lama dia tidur, mendadak hujan turun dengan derasnya,
begitu deras seolah-olah dituangkan dari tengah angkasa.
Wong Peng ci merasa seakan-akan lagi berjalan diluar kota, dia
merasakan sekujur badannya basah kuyup oleh air hujan.
Tubuh bagian atasnya menjadi dingin dan menggelikan badan, sekujur
tubuhnya gemetar, dia, Wong Peng ci segera tersadar kembali dari
impiannya.
Ketika membuka matanya, ia mengalihkan sorot matanya ke depan
jendela, hari telah menjadi gelap.
"Aaah, tidak benar! seandainya lagi bermimpi kehujanan, mustahil
badannya terasa basah kuyup setelah bangun dari tidurnya.
Ketika membalikkan badannya, Wong Peng ci berdiri bodoh, dia berdiri
termangu bagaikan sebuah balok kayu.
Dihadapan mukanya telah bertambah dengan sesosok tubuh manusia.
Orang itu mengenakan pakaian berbaju emas dengan kain berkerudung
warna emas juga, di tengah suasana remang-remang yang menyelimuti
angkasa, orang itu duduk disisi pembaringan dengan sebuah teko air
dingin berada di tangannya.
Tak bisa disangkal lagi, air hujan yang dirasakan dalam mimpinya tadi
berasal dari air teh didalam teko tersebut.
Wong Peng ci hanya merasakan sekujur badannya kesemutan, tulang
belulangnya menggigil keras dan tubuhnya sama sekali tak mampu
berkutik, bahkan sepasang biji matanya pun turut menjadi terbelalak
kaku.
Pelan-pelan manusia berbaju emas itu meletakkan kembali teko air
tehnya ke atas meja, kemudian dengan suara dalam perintahnya:
"Bangun! Ayoh cepat menggelinding bangun!" Baru saja Wong Peng
ci akan bangun, mendadak tergerak
hatinya, dengan cepat di meraba ke bawah bantalnya. Ternyata lencana
kepala harimau serta sisa lencana kepala
macan tutul yang disimpan dibawah bantal itu sudah lenyap tak
berbekas.
Sementara itu, si orang berbaju emas itu sudah duduk diatas kursi
dengan angkernya, dengan suara dalam dia lantas membentak, "Apa
yang kau cari ? Cepat menggelinding bangun !"
Wong Peng ci benar-benar menggelinding turun dan atas pembaringan
tangannya segera meraba pakaian emas milik sendiri.
Mendadak orang berbaju emas itu mendengus dingin, hal ini membuat
Wong Peng-ci ketakutan dan menarik kembali tangannya Setelah
tertawa dingin, orang berbaju emas itu me negur, "Darimana kau
dapatkan kedua buah lencana emas ini ?"
"Benda... benda itu milik Gui Sam-tong dan Cu San poo," jawab Wong
Peng-ci dengan puara gemetar.
Manusia berbaju emas itu seperti merasa agak tercenung, kembali
bertanya.
"Mengapa bisa terjatuh ke tanganmu ?"
Sementara itu Wong Peng-ci telah menjadi tenang kembali, persoalan
yang dihadapinya dapat kembali dengan seksama, maka dia tidak
segera menjawab pertanyaan dari orang berbaju emas itu, tampaknya
ia sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Cepat jawab pertanyaanku !" bentak orang berbaju emas itu lagi
dengan gusar.
"Tunggu dulu," kata Wong Peng-ci kemudian "siapakah kau dan
mengapa memasuki kamar yang kutinggali ? Mengapa pula kau
membentak-bentak diriku ? Atas dasar apa kau berbuat demikian ?
siapakah kau ? Katakan dulu, siapakah kau ?"
Mendadak sontak orarg berbaju emas itu bangkit berdiri, serunya
sambil menuding ke arah Wong Peng-ci:
"Apakah kau kepingin mampus ?" Entah mengapa ternyata nyali
Wong Pengci bertambah besar,
sahutnya sambil terbawa dingin: "Kau berani membunuh orang?
Bajingan, besar amat nyalimu..." Kemudian setelah berhenti sebentar
teriaknya lagi dengan suara
keras: "Tolong, ada..." Belum sempat kata ""perampok" diucapkan,
tangan orang
berbaju emas itu telah mencekik tenggorokannya sehingga selain tak
bisa berteriak, juga tak dapat bernapas, hanya sepasang tangannya saja
yang meronta ke sana ke mari.
Agaknya orang berbaju emas itu merasakan sesuatu yang tak beres,
sambil berseru tertahan dia segera mengendorkan cekikannya.
Begitu mengendorkan tangan, orang berbaju emas itu segera
mengancam dengan suara menyeramkan.
"Bila kau berani berteriak lagi, jangan salah kalau aku segera akan
menjagal dirimu!"
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Sekarang, Gui Sam-tong
dan Cu San poo berada dimana?" Dalam pada itu Wong Peng ci
sudah mempunyai perhitungan
didalam hatinya, cuma ada kalanya orang memang bisa salah menduga,
kalau kesalahan tersebut dialami dihari biasa, mungkin keadaannya
masih mendingan tapi kalau kesalahan tersebut dibuatnya dalam
keadaan seperti ini, bisa jadi keselamatan jiwanya yang menjadi
pertaruhan.
Walaupun ucapan tersebut benar, tapi kalau tidak menyerempet
bahaya, mungkin tak akan lolos pula dari kematian, andaikata bahaya
yang diserempet benar dan segala sesuatunya berjalan seperti apa yang
diduganya, kemungkinan besar dia akan lolos dari kematian.
Teringat sampai disini, Wong Peng ci dapat semakin menenangkan
hatinya, dia lantas berkata.
"Aku sama sekali kenal dengan mereka berdua" "Hmm, kau sedang
membohongi siapa ?" dengus Manusia
berbaju emas berkerudung emas itu. cepat Wong Peng ci segera
memperlihatkan sikap seperti apa boleh buat, katanya lagi.
"Jika kau tidak percaya, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi."
Manusia berkerudung emas itu agak berhenti sejenak, kemudian
baru bertanya lagi: "Lantas darimana kau bisa mengetahui nama
mereka ?" "Aku tak dapat mengatakannya, juga tak berani
mengatakannya,
kalau kuutarakan bisa jadi masuk pengadilan !" seru Wong Peng-ci
sambil memperlihatkan sikap ketakutan.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar